Wasiat Iblis 3
Wiro Sableng 083 Wasiat-iblis Bagian 3
Si Onta Puith terbungkuk-bungkuk cepat mendatangi dan berbisik.
"Tahan dulu seranganmu! Ada yang aneh kurasakan dengan perempuan bunting
itu!" "Huh apa"!"
"Dia pasti manusia punya kepandaian. Kau saksikan sendiri di bisa melompat
begitu tinggi lalu menclok di cabang pohon. Setinggi-tingginya ilmu seseorang,
masakan dalam keadaan hamil besar begitu rupa dia tidak takut membuat gerakan-gerakan
yang membahayakan kandungannya!"
"Kukira kau benar," jawab si Bau Pesing. "Tadi waktu dia melancarkan tendangan,
bagian bawah pakaian gombrongnya merosot di bagian kaki. Betisnya tersingkap.
Aku lihat betisnya putih..."
"Ah sialnya diriku yang buta! Tidak dapat melihat betis putih itu!" kata Si Onta
Putih sambil mulutnya komat-kamit.
"Sialan! Otakmu bisa-bisanya kotor dalam keadaan seperti ini!" maki si jubah
hitam. "Padahal keteranganku belum selesai. Dengar, betisnya memang putih tapi
ini yang gila! Betis itu ditumbuhi bulu lebat!"
"Edan! Mana ada kaki perempuan berbulu lebat! Kurasa kita sudah tertipu!"
"Biar saja. Dia menipu kita! Bagaimana kalau kita berdua menelanjanginya agar
terbuka kedoknya"!"
"Aku setuju! Hik... hik... hik! Ayo kita serbu dia ke atas sana!"
Si Onta Putih dan Si Bau Pesing lepaskan dua pukulan ke arah cabang pohon di
mana Emut-Emut duduk berjuntai. Selagi perempuan hamil ini menghindar sambil
balas menghantam dua orang tua itu lalu melihat kehebatan Si Onta Putih. Bermata buta
tapi sanggup naik ke atas pohon. "Hanya ada satu manusia berkepandaian seperti dia di
dunia ini. Tapi mengapa tampang, pakaian dan warna matanya lain?" Emut-Emut tak bisa
berfikir lebih jauh karena dua orang tua itu begitu menjejakkan kaki di cabang
pohon langsung menyerang!
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Seandainya ada orang lain di tempat itu tentu akan terheran-heran melihat ada
orang berkelahi di atas pohon. Kalau ketiga orang ini tidak memiliki ilmu
meringankan tubuh sangat tinggi niscaya cabang pohon itu sudah patah sejak tadi-tadi!
"Tua bangka pengecut! Mengeroyok perempuan hamil!"
"Perempuan hamil katamu hah"! Kami justru ingin tahu siapa dirimu sebenarnya!
Perlihatkan pada temanku perut gendutmu! Ha... ha... ha...!" Si Onta Putih tertawa
tergelak-gelak. Tubuhnya meliuk ke depan. Tangan kirinya kirimkan jotosan ke
dada Emut-Emut sedang tangan kanannya mematah ranting pohon. Hal yang sama juga
dilakukan oleh Si Bau Pesing. Di tangan kanannya saat itu tergenggam pula
sebatang ranting. Dengan benda ini dua orang tua menyerang Emut-Emut. Perempuan hamil ini
segera terdesak hebat. Dua orang itu ternyata lebih banyak pergunakan ranting
yang mereka jadikan senjata untuk berusaha merobek pakaian yang dikenakan perempuan
hamil itu dari pada menggebuk, memukul atau menusuk.
"Tak ada jalan lain, aku harus turun agar bisa bergerak lebih leluasa!" memikir
sampai di situ Emut-Emut berteriak keras lalu melompat dari atas cabang. Selagi
tubuhnya melayang di udara, dua orang tua menyusul melompat ke bawah. Sambil melayang
turun ke tanah dua orang tua itu kembali menggempur dengan ranting-ranting.
"Breett! Breett!"
Pakaian gombrong Emut-Emut robek di bagian pantat dan pinggang. "Kurang ajar!
Mereka benar-benar hendak menelanjangiku! Biar Si Onta Putih ini aku hajar
duluan. Kelihatan dia agak lamban dari Si Bau Pesing!"
Emut-Emut lalu melompat ke samping kiri, sengaja menjauhi Si Bau Pesing.
Ketika Si Onta Putih berada di tengah-tengah maka dia kirimkan serangan kilat.
Orang tua ini sempat dibuat kalang kabut tapi sampai lima jurus menggempur tidak satu
serangannyapun mengenai si mata buta berpunuk itu!
Sementara itu orang tua berjubah hitam sesaat tampak tertegun mendelik. Samar-
samar dia mengenali jurus-jurus yang dikeluarkan Emut-Emut waktu menyerang
kawannya. "Tidak mungkin... tidak mungkin dia akan sekurang ajar itu! Tapi... Hah!
Dari dulu dia memang sudah kurang ajar! Jurus-jurus yang dikeluarkannya, mengapa
sembrawutan aneh seperti itu"!"
Si Onta Putih menahan serangan lawan dengan kiblatkan ranting di tangan
kanannya bertubi-tubi. Begitu gerakan lawan tertahan dia masuk mendekat.
Lengannya digetarkan. Ujung ranting berubah menjadi banyak lalu terdengar suara brebetan
berulang kali. Dada pakaian gombrong Emut-Emut robek besar. Begitu juga bagian perutnya.
Tapi sambil menjerit perempuan ini masih sempat menutupi auratnya..
Si Onta Putih tertawa mengekeh lalu lambaikan tangannya pada Si Bau Pesing.
"Aku siap menelanjanginya. Kau yang tidak buta apa tidak mau ambil bagian"!"
Mendengar ucapan temannya itu si jubah hitam segera pula masuk ke dalam
kalangan. Kembali Emut-Emut yang masih mengandalkan tangan kosong itu dikeroyok
gencar. Sebentar saja dia sudah terdesak hebat. Lengan bajunya robek. Beberapa
bagian tangannya tergurat luka. Dalam bertahan mati-matian kedua matanya tidak lepas
memperhatikan jurus-jurus serangan yang dilancarkan orang tua berjubah hitam.
"Aku hampir pasti memang dia... Kalau betul matilah aku!" katanya dalam hati.
"Bukkk!"
"Breett!"
Emut-Emut katupkan rahang rapat-rapat agar tidak keluarkan suara mengeluh
kesakitan sewaktu bahu kirinya kena ditoreh ranting di tangan kanan Si Onta
Putih. Lalu PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis dari sebelah kanan Si Bau Pesing berhasil merobek lagi pakaiannya di sebelah
bawah perut! "Setan alas! Lihat serangan!" teriak Emut-Emut.
Tubuhnya berkelebat ke arah Si Bau Pesing. Tapi selagi lawan yang satunya
bertindak ayal, dia balikkan tubuh, berkelebat menggempur si buta Onta Putih.
Dua tangannya diangkat ke atas dan membuat gerakan aneh. Sengaja menyongsong ujung
ranting lawan. Sesaat kemudian terdengar suara trak... trak... trak berulang kali.
"Ilmu mematah tulang!" teriak Si Onta Putih. Lalu cepat-cepat campakkan ranting
kayunya yang tinggal pendek sebelum sepasang tangan Emut-Emut terus meluncur
mematahkan jari-jari tangannya bahkan kedua lengannya!
"Manusia buta ini sungguh luar biasa! Dia mengetahui ilmu apa yang aku
keluarkan!" membatin Emut-Emut.
Orang tua berjubah hitam mendadak hentikan serangan rantingnya. Dia bergeser
mendekati temannya dan berbisik. "Kau yang buta bagaimana bisa mengenali
serangan yang barusan dilancarkan perempuan bunting sinting itu"!"
Si Onta Putih mengangguk sedikit. "Aku hanya menduga. Tapi yakin dugaanku
tidak meleset. Setahuku ilmu itu berasal dari Negeri Matahari Terbit! Tak ada
tokoh silat di sini yang menguasai atau pernah mempelajarinya. Di sana disebut koppo!"
Sepasang bola mata si jubah hitam berkilat-kilat, berputar tiada henti. "Kurang
ajar! Jadi memang dia rupanya! Benar-benar kurang ajar!" Lalu pada teman di sebelahnya
dia berbisik lagi. "Keluarkan tongkat bututmu! Kau serang dia habis-habisan. Aku
mencari akal bagaimana bisa melumpuhkannya! Sebetulnya kalau kau suka aku ingin sekali
membuat dia sampai sekarat!"
Mendengar ucapan Si Bau Pesing, kakek buta keluarkan sebuah tongkat kayu butut
dari balik punggung jubah putihnya. Dengan senjata buruk ini dia lancarkan
serangan berantai, merangsak tiada henti. Tongkat di tangannya berubah menjadi begitu
banyak hingga sulit diduga mana yang asli mana yang bayangan. Kalau tadi tidak sulit
bagi Emut- Emut untuk mematahkan ranting kayu yang dipergunakan sebagai senjata oleh orang
tua buta itu, kini bagaimanapun dia mencoba tongkat itu tak berhasil dipatahkannya.
Dia sempat menangkap beberapa kali namun sebelum dipatahkan tongkat itu sudah lolos
dari cengkeramannya. Selagi dia berusaha membendung serangan lawan tongkat di tangan
si buta mata merah itu justru mengurungnya dan Emut-Emut sempat keluarkan seruan
tertahan. Dalam penglihatannya tongkat telah berubah menjadi batangan-batangan
balok, membentuk lingkaran dan mengurungnya. Bagaimanapun dia berusaha menerobos tetap
saja dia berada dalam kurungan itu.
"Celaka! Apa yang harus aku lakukan"!" keluh Emut-Emut. Dia jadi keluarkan
keringat dingin. Dalam keadaan seperti itu tiba-tiba dari samping datang tusukan
ranting Si Bau Pesing menembus perutnya!
"Breettt!"
Ujung tongkat dicongkelkan ke atas. Sekali lagi terdengar suara breeet! Lalu di
udara tiba-tiba saja kelihatan kapuk beterbangan.
"Celaka!" keluh Emut-Emut sekali lagi. Dia berusaha menutupi pakaian di bagian
perut yang robek besar. Namun saat itu terasa ada sambaran angin di punggungnya.
Emut- Emut berpaling sambil hantamkan tangan kanannya namun terlambat. Satu totokan
mendarat telak di punggungnya, membuat dia kaku tegang tak bisa bergerak. "Aku
harus membebaskan diri. Kalau tidak benar-benar bisa celaka...." Emut-Emut kempeskan
perutnya lalu kerahkan aliran darah.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Orang tua berjubah melompat ke hadapan Emut-Emut. Tangan kiri diletakkan di
pinggang. Dari mulutnya keluar tawa panjang mengekeh. "Ilmu totokanku bukan dari
jenis picisan yang bisa dipunahkan begitu saja! Kau boleh kerahkan tenaga dalam sampai
terkentut-kentut bahkan terberak-berak! Mustahil kau bisa membebaskan diri!"
"Tua bangka pengecut! Tak sanggup menghadapiku waktu mengeroyok sekarang
kau main totok!" damprat Emut-Emut.
"Perempuan bunting! Sekarang kita lihat siapa kau sebenarnya!"
Si Bau Pesing maju dua langkah. Ranting di tangan kanannya bergerak menggeletar
lalu berubah jadi bayangan. Terdengar suara brett... brett... brett berulang kali.
Pakaian gombrong yang melekat di tubuh. Emut-Emut robek besar di mana-mana hingga
akhirnya pakaian itu jatuh merosot ke tanah.
"Sudah kau telanjangi tubuhnya!" bertanya Si Onta Putih.
"Belum, ternyata dia mengenakan pakaian laki-laki di balik baju gombrongnya!"
jawab Si Bau Pesing. "Kau tahu apa yang aku lihat sobatku! Di bagian perutnya
dia mengikatkan dua buah bantal besar. Kapuk beterbangan di udara! Itu rupanya
jabang bayinya! Ha... ha... ha...! Ada laki-laki gila yang berpura-pura bunting pakai bantal
berisi kapuk!" "Mengaku datang ke sini mencari bapak anaknya! Ha... ha... ha! menimpali Si
Onta Putih. "Lekas kau telanjangi di agar ketahuan siapa monyet jantan ini
sebenarnya!"
"Kalau kau berani menelanjangiku, aku bersumpah membunuh kalian berdua!"
mengancam Emut-Emut.
"Huh! Ancaman tengik! Umurmu tidak lebih panjang dari umur kami berdua!"
sahut Si Bau Pesing. Sepasang matanya memperlihatkan dengan tajam perempuan
hamil yang kini terlihat mengenakan pakaian ringkas. Lalu orang tua ini gerakkan
tangan kanannya yang memegang ranting.
"Brettt!"
Dada pakaian orang di hadapannya robek besar. Dadanya tersingkap. Pada dada itu
kelihatan rajah tiga buah angka 212!
Si Bau Pesing hampir terlonjak saking kagetnya. Sekujur tubuhnya yang bungkuk
bergetar. "Anak setan! Kau rupanya!" katanya setengah berteriak.
Si Onta Putih bertanya. "Siapa" Siapa dia" Lekas katakan padaku!"
"Aku belum pasti, mungkin memang dia tapi mungkin juga orang lain
menyamar...." Si Bau Pesing melompat ke hadapan Emut-Emut yang saat itu tertegak
kaku tak bisa bergerak. Tangan kirinya berkelebat ke arah leher sebelah bawah
Emut- Emut. "Sretttt!"
Sekali tarik saja terlepaslah selembar topeng sangat tipis yang menutupi
wajahnya. Si Bau Pesing menjerit keras ketika melihat tampang asli Emut-Emut.
* * * PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis SEBELAS ONTA Putih mendongak lalu berkata.
"Hai! Kau menjerit! Tentu kau sudah mengetahui siapa dia! Lekas katakan
padaku!" "Anak setan! Anak geblek gendeng sialan! Dia rupanya!"
"Hai! Kau masih belum mengatakan siapa orangnya!"
"Siapa lagi kalau bukan dia! Anak setan bernama Wiro Sableng itu! Sialan benar.
Berani dia menipuku!"
Wiro Sableng 083 Wasiat-iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Emut-Emut tertawa cengengesan. Kalau saja tangannya bisa bergerak pasti saat itu
dia sudah menggaruk kepalanya habis-habisan!
Si Onta Putih begitu mendengar nama yang disebutkan Si Bau Pesing dongakkan
kepala lalu tertawa gelak-gelak. "Kita yang tua bangka ini memang sudah kena
ditipu!" "Guru, Eyang.... Aku mau berlutut di depanmu minta ampun. Tapi tidak bisa! Aku
minta ampun atas semua perbuatanku ini...." Emut-Emut berucap. Suaranya tiba-tiba
saja jadi berubah. "Eh!" Orang tua berjubah hitam mundur selangkah. "Siapa yang kau panggil
Eyang, siapa yang kau panggil guru! Jangan bicara ngacok di hadapanku!"
Onta Putih tersenyum-senyum. "Aku kenali suaranya sekarang. Rupanya tadi-tadi
dia pergunakan ilmu kepandaian merubah suara. Benar-benar anak setan!"
Emut-Emut alias Pendekar 212 Wiro Sableng keluarkan suara bergumam. Lalu
berkata. "Guru, sebetulnya aku sudah tahu siapa kau sejak mencegat aku di gubuk
reyot waktu malam hujan-hujan itu...."
Orang tua berjubah hitam itu angkat tangannya yang memegang ranting, siap untuk
dipukulkan ke kepala Wiro. Saat itu Si Onta Putih tiba-tiba tertawa lalu
berkata. "Sinto,
kalau dia sudah tahu siapa dirimu rasanya tak perlu lagi menyamar berlama-lama.
Bukankah kita sudah menguji tingkat kepandaiannya..."!"
Habis berkata begitu orang tua berpunuk ini campakkan sorban di kepalanya lalu
membuka jubah putihnya. Begitu jubah ditanggalkan, di punggungnya kelihatan
sebuah caping besar diikatkan ke tubuhnya yang mengenakan pakaian rombeng butut. Di
ketiak kirinya ada sebuah buntalan kain. Caping besar itulah yang tadi membentuk punuk
di punggungnya! Tidak sampai disitu, orang ini lalu pergunakan tangan kiri untuk
menarik lepas sehelai topeng yang menutupi wajahnya.
"Kakek Segala Tahu!" seru Wiro begitu dia mengenali siapa adanya orang tua itu.
Si kakek tertawa bergelak. Dia luruskan tubuhnya berulang kali. Lalu dari dalam
buntalannya dia kelurkan sebuah kaleng rombeng. Setelah mendongakkan kepala dia
goyangkan kaleng itu berulang kali hingga menggemalah suara kerontang
menyakitkan telinga di puncak Gunung Merbabu itu!
"Aneh.... Tadi waktu berkelahi kaleng itu sama sekali tidak mengeluarkan bunyi!
Berarti dia menahan gerakan batu-batu dalam kaleng dengan tenaga dalamnya! Luar
biasa tua bangka satu ini!" membatin Pendekar 212.
"Kek, masih ada yang ketinggalan...." Kata Wiro pada Kakek Segala tahu.
"Eh, apa maksudmu anak geblek"!" bertanya Kakek Segala Tahu sementara si
jubah hitam tegak terlongong-longong.
"Sepasang matamu seharusnya berwarna putih. Aku tak tahu kau memakai apa
hingga kulihat matamu berwarna merah semua!"
Kakek Segala Tahu tertawa gelak-gelak. Dia usap kedua matanya dengan tangan
kiri. Setelah mengusap dia perlihatkan telapak tangannya pada Wiro.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis "Daun angsana merah!" seru Wiro. Rupanya selama ini si kakek sengaja
pergunakan dua lembar daun angsana merah untuk menutupi sepasang matanya yang
buta putih! Kakek Segala Tahu kembali tertawa panjang. Dia bolang balingkan tongkat
bututnya lalu berpaling pada si jubah hitam di sebelahnya. "Sinto, kau tunggu
apa lagi"!"
Yang ditegur diam saja. Ragu dia rupanya.
"Orang sudah tahu siapa dirimu, perlu apa menyamar terus"!"
Mulut si jubah hitam tampak komat-kamit. Terdengar dia menggerendeng panjang
pendek. "Anak setan sialan. Kau bakal menerima hukuman berat dariku.... Hik...
hik...hik!"
Mula-mula orang ini buka jubah hitamnya. Kini kelihatan pakaian aslinya, sebuah
kebaya panjang dalam yang sudah rombeng dan kotor serta bau apak. Dia mengenkan
kain panjang sebatas betis hingga terlihat sepasang kakinya yang kurus. Perlahan-
lahan dia tanggalkan topeng dan rambut palsu yang menutupi wajah serta kepalanya. Terlihat
wajahnya yang sebenarnya, cekung menyeramkan tinggal kulit pembungkus tengkorak.
Di atas kepalanya yang berambut sangat jarang menancap lima buah tusuk konde
terbuat dari perak. Dia berusaha meluruskan tubuhnya yang bungkuk tapi tidak bisa karena
nenek ini memang sudah bungkuk dimakan usia. Inilah dia si nenek sakti dari puncak Gunung
Gede, salah seorang dedengkot dunia persilatan dikenal dengan nama Sinto Gendeng
terlahir bernama Sinto Weni.
Kakek Segala Tahu tusukkan tongkat bututnya di punggung Wiro. Serta merta
totokan yang menguasai tubuh sang pendekar punah.
"Lekas berlutut minta ampun pada gurumu!" kata Kakek Segala Tahu lalu
mendorong punggung Pendekar 212.
Wiro cepat jatuhkan diri di hadapan Sinto Gendeng. Dia membungkuk berulang
kali lalu berkata. "Eyang maafkan aku. Aku telah berlaku kurang ajar padamu.
Berani menipu dan melawanmu!"
"Bagus! Aku terima maafmu! Tapi makan dulu gebukan ini!" Sinto Gendeng
pukulkan ranting kayu di tangan kanannya ke kepala Wiro.
"Traakkk!"
Ranting kayu di tangan Sinto Gendeng patah hancur berantakan. Tangan si nenek
tergetar keras. Kakek Segala Tahu telah menangkis ranting itu dengan tongkat
bututnya "Sinto," si kakek lalu menegur, "Jangan perturutkan hati kesalmu. Bukankah semua
ini sesuai dengan yang kita rencanakan" Kalau dia bisa menipu kita bukankan itu
menunjukkan otaknya lebih encer dari kita"!"
Sinto Gendeng campakkan sisa patahan ranting yang dipegangnya. Dia memandang
pada di buta Kakek Segala Tahu lalu pada sang murid yang masih berlutut
tundukkan kepala. Sesaat kemudian nenek sakti ini tertawa terpingkal-pingkal. Begitu
panjang seolah tidak akan berhenti. Wiro yang berlutut tundukkan kepala tiba-tiba melihat
sesuatu mengalir di kedua kaki gurunya disertai bau yang menusuk. Wiro serta merta
melompat sebelum dia terkena percikan air itu.
"Ada apa"!" bertanya Kakek Segala Tahu.
"Dia kencing..." jawab Wiro.
Kakek Segala Tahu tak dapat menahan gelaknya. Dia tertawa sampai keluar air
mata. Wiro mula-mula hanya garuk-garuk kepala tapi kemudian ikut juga tertawa
gelak- gelak. "Kalian berdua sudah pada gila apa"! Mengapa tertawa begini rupa"!"
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Tentu saja sang murid tak bisa menjawab. Akhirnya si kakek hentikan tawanya dan
berkata. "Sinto, lain kali kalau mau buang air sebaiknya mencari tempat! Jangan
kencing sembarangan!"
Sinto Gendeng yang seolah baru menyadari apa yang terjadi banting-banting kaki.
Walau malu tapi justru dia tunjukkan sikap marah. Inilah sifat aneh si nenek
sakti dari puncak Gunung Gede itu.
"Kita masuk ke rumah sekarang. Kawan yang satu itu sudah lama menunggu,"
mengajak Kakek Segala Tahu lalu kerontangkan kaleng rombengnya.
"Tunggu dulu," sahut Sinto Gendeng. "Aku mau tanya bagaimana sebelumnya kau
sudah merasa bahwa aku yang menyamar ini adalah gurumu"!"
Wiro garuk-garuk kepala. "Eyang, kalau aku katakan kau pasti marah lagi padaku!"
"Kali ini aku berjanji tidak marah asal kau tidak bicara ngaco!" jawab si nenek.
"Pertama kulihat potongan tubuhmu. Sikapmu selalu bungkuk karena memang
begitu keadaan tubuhmu. Kedua kalau kau tertawa suara palsumu tersamar dengan
suara asli yang segera kukenali. Kemudian secara tak sadar kau memaki diriku dengan
sebutan anak setan. Siapa yang punya kebiasaan seperti itu kalau bukan kau" Lalu ada
satu hal yang paling meyakinkan...."
Wiro diam, tak segera meneruskan ucapannya.
"Apa" Ayo katakan! Kenapa kau berhenti ngomong"!" tukas Sinto Gendeng.
"Itu.... Hemmm.... Pakaianmu sebelah bawah mengumbar bau pesing..." jawab
Wiro lalu tutup mulutnya dengan tangan agar tidak terdengar suara tawanya. Di
sampingnya Kakek Segala Tahu justru sudah meledak duluan tawanya.
Sinto Gendeng memaki panjang pendek tapi tidak berbuat sesuatu. "Dengar anak
setan, aku ada dua pertanyaan padamu. Pertama, aku tidak mengajarkan ilmu
menyarukan suara padamu. Membuat aku tidak mengenali suaramu. Dari mana kau belajar ilmu
itu...." "Dari... dari seorang pandai di Negeri Matahari Terbit..." jawab Wiro.
"Hemmmm...." Sinto Gendeng komat-kamit. Lalu dia bertanya lagi. "Pertanyaan
kedua. Dari mana kau belajar ilmu mematahkan tulang yang disebut koppo itu"!?"Juga dari seseorang di Negeri Matahari Terbit itu guru..." jawab Wiro. (Mengenai
ilmu mematahkan tulang yang disebut koppo harap baca serial Wiro Sableng
berjudul "Sepasang Manusia Bonsai")
"Bagus, ilmumu sudah bertambah. Tapi masih jauh dari cukup untuk menghadapi
tugas berat yang bakal dibebankan ke pundakmu!" Wiro terkejut dan berpaling pada
Kakek Segala Tahu. "Kek, tugas berat katamu" Tugas berat apa?"
"Anak setan," yang menjawab si nenek sakti. "Ketahuilah, aku mencegatmu di
gubuk itu hanya sekedar untuk menguji kepandaianmu. Juga apa yang terjadi disini
semua ujian untukmu. Ilmu silatmu tidak kami sangsikan. Cuma kesaktianmu masih sangat
kami khawatirkan...."
"Aku tidak mengerti..." kata Wiro sambil garuk-garuk kepalanya.
"Supaya kau mengerti mari ikuti aku masuk ke dalam rumah sana..." kata Sinto
Gendeng lalu melangkah duluan menuju rumah kayu di ujung pedataran. Wiro pegang
lengan Kakek Segala Tahu, sambil menuntun orang tua ini dia melangkah mengikuti
si nenek. "Eh, walau mataku buta kau tak usah menuntunku segala. Aku bisa jalan sendiri..."
kata Kakek Segala Tahu.
"Aku tahu," jawab Wiro setengah berbisik. "Aku cuma mau mendekat, mau tanya
apa sebenarnya yang ada dibalik semua urusan aneh ini?"
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis "Aku cuma bisa bilang, dunia persilatan terancam kiamat!" jawab si kakek lalu
lepaskan tangannya dari pegangan Wiro dan melangkah cepat menuju rumah kayu.
* * * PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis DUA BELAS DARI luar rumah kayu itu kelihatan kecil saja. Tapi begitu masuk di dalam
ternyata luas sekali. Wiro terheran-heran melihat pemandangan dalam rumah kayu ini. Bagian
dalam hanya merupakan satu ruangan luas terbuka. Di atas lantai papan ada setumpukan
jerami kering setinggi pinggang. Sebelah atas tumpukan jerami ini ditutup dengan
lembaran- lembaran kulit kambing kering yang disambung satu sama lain hingga merupakan
selembar tikar besar. Di atas tikar kulit kambing ini terbujur satu sosok tubuh
gemuk besar luar biasa hingga tumpukan jerami melesak ke bawah.
"Si Raja Penidur!" ujar Wiro sambil berpaling pada Sinto Gendeng dan Kakek
Segala Tahu. "Hemm.... Jika dia ada di sini berarti memang ada satu urusan besar!"
Seperti Kakek Segala Tahu dan Sinto Gendeng, Si Raja Penidur dikenal sebagai
salah satu dedengkot rimba persilatan di masa itu. Hanya saja dia jarang
memunculkan diri
karena pekerjaannya sehari-hari bahkan sepanjang tahun cuma tidur melulu. Sekali
tidur jangan harap dia bisa bangun cepat. Suara dengkurnya menggetarkan bangunan kayu
itu. (Mengenai Si Raja Penidur harap baca serial Wiro Sableng berjudul "Siluman Teluk
Gonggo") Kakek Segala Tahu gelengkan kepala. "Hampir tiga puluh hari kami menungguinya
di sini! Sontoloyo biang ngorok itu masih saja tidur. Kapan bangunnya..." Padahal
urusan besar sudah menunggu. Gawat kalau begini...!"
"Kita harus membangunkannya secara paksa!" kata Sinto Gendeng pula.
"Itu katamu. Apa kau tidak tahu sifat keadaannya" Sekalipun petir menyambar di
atas jidatnya, sekalipun geledek menggelegar di samping telinganya dia tak
bakalan terbangun!" ujar Kakek Segala Tahu pula.
"Coba kau kerontangkan kaleng rombengmu di salah satu telinganya!" kata Sinto
Gendeng pula. "Aku sudah mencoba! Kau tahu hasilnya!"
"Kerahkan seluruh tenaga dalammu!"
"Baik... baik. Aku akan coba lagi!"
Kakek Segala Tahu mendekati tumpukan jerami. Dengan ujung tongkatnya dia
meraba-raba sampai akhirnya dia mengetahui di mana letak kepala Si Raja Penidur.
Lalu dia kerahkan seluruh tenaga dalamnya. Tenaga dalam ini disalurkan ke tangan kiri
yang memegang kaleng rombeng berisi batu. Begitu kaleng digoyangkan menggelegarlah
suara berkerontang keras sekali. Bangunan kayu bergetar dan liang telinga seperti
ditusuk besi panas! Baik Wiro maupun Sinto Gendeng cepat tekap telinga masing-masing. Sampai
si kakek merasa pegal menggoyang tangan terus-terusan, Si Raja Penidur masih saja
Wiro Sableng 083 Wasiat-iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ngorok. Akhirnya Kakek Segala Tahu capai sendiri dan berhenti menggoyang kaleng rombeng
itu. Dia tanggalkan caping bambunya lalu mengipas-ngipasi mukanya yang basah oleh
keringat. "Apa lagi yang kita lakukan sekarang"!" Kakek Segala Tahu seperti putus asa.
"Bagaimana kalau kita pencet saja bijinya"!" berkata Sinto Gendeng.
Wiro tertawa geli mendengar ucapan gurunya itu sedang Kakek Segala Tahu
menyeringai sambil geleng-gelengkan kepala. "Kalau dia bangun, kalau dia mati
bagaimana?" ujarnya. Perlahan-lahan dia palingkan mukanya pada Wiro. Sinto
Gendeng ikut menoleh. Saat itu Wiro tegak tak bergerak. Kedua matanya dipejamkan dan
tangannya sibuk menggaruk-garuk kepala.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis "Anak setan ini tengah berfikir keras," kata Sinto Gendeng dalam hati yang tahu
betul apa yang tengah dilakukan muridnya. Lalu dia ajukan pertanyaan. "Anak
setan, apa yang ada dalam benakmu"!"
Perlahan-lahan Wiro buka kedua matanya. "Orang bangun dan orang tidur sama-
sama bernafas..."
"Orang gila juga tahu hal itu!" kata Sinto Gendeng.
"Kalau jalan nafasnya terganggu, orang bangun bisa pingsan, orang tidur bisa
melejang menggeliat lalu terbangun!"
"Hemmm.... Kau mau menyuruh aku memencet hidung sontoloyo itu"!" tanya
Kakek Segala Tahu.
"Bukan itu yang aku maksudkan. Mungkin itu bisa menolong tapi ada yang lebih
ampuh. Mengganggu jalan nafasnya bukan Cuma menutup hidung, tapi membuat begitu
rupa hingga gangguan itu menjalar dalam tubuhnya, masuk ke dalam otaknya!"
"Kau bicara seperti seorang dukun besar!" kata Sinto Gendeng ketus.
Wiro angkat tangannya. "Aku cuma punya satu usul. Jika diterima kurasa pasti si
penidur ini bisa kita bangunkan!"
"Sudah, katakan saja apa yang ada dalam otakmu Wiro!" kata Kakek Segala Tahu.
Wiro Sableng berpaling pada Sinto Gendeng. "Guru, kau naiklah ke atas kasur
jerami itu. Berdiri tepat di atas kepala Si Raja Penidur lalu perlahan-lahan
turun dan jongkok. Kukira tidak akan makan waktu lama sebelum dia bisa kita bangunkan!"
Sepasang mata Sinto Gendeng yang cekung seperti mau melompat keluar dari
sarangnya. "Anak setan kurang ajar! Kau kira apa aku ini" Menyuruh aku jongkok
di atas kepala si sontoloyo itu!"
"Tunggu... tunggu Sinto!" Kakek Segala Tahu menengahi. "Kurasa ucapan
muridmu benarnya. Membangunkan orang dengan mengganggu jalan pernafasannya. Bau
pesing tubuh dan pakaianmu akan masuk ke dalam hidungnya, larut dalam jalan
pernafasan lalu mengalir dalam darah. Sampai ke jantung terus ke otak! Dia
benar! Si Raja Penidur pasti akan terbangun!"
"Kau juga setan! Aku tidak mau melakukan!" kata Sinto Gendeng sambil banting
kaki. "Terserah padamu! Jika kau suka kita menunggu berlama-lama di tempat ini. Satu
bulan, mungkin satu tahun lagi dia belum tentu bangun secara wajar!" kata Kakek
Segala Tahu. Sinto Gendeng banting-banting kaki. Mulutnya menggerendeng panjang pendek
dan matanya berkilat-kilat memandang pada muridnya.
"Anak setan!" teriak si nenek. Tapi saat itu juga tubuhnya melesat ke atas kasur
jerami. Kedua kakinya menjejak di kiri kanan kepala Si Raja Penidur. Si nenek
masih memaki dan masih memandang melotot pada Wiro. Perlahan-lahan dia lalu
berjongkok. Wiro tutup mulut menahan tawa sementara Kakek Segala Tahu dongakkan kepala dan
goyangkan kaleng rombengnya tiga kali berturut-turut.
Saat demi saat berlalu.
"Sial! Kakiku sudah letih!" terik Sinto Gendeng.
"Bertahan Sinto! Bertahanlah!" ujar Kakek Segala Tahu.
Tiba-tiba salah satu kaki Si Raja penidur kelihatan bergerak, menyusul salah
satu tangannya. Lalu kepalanya terangkat dari atas tikar kulit kambing. Hidungnya
mengerenyit dan mulutnya terbuka lebar. Tiba-tiba dari mulut itu membersit suara berbangkis
tiga kali. Sinto Gendeng cepat melompat turun.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis "Setan alas! Bau busuk apa ini"!" teriak Si Raja Penidur seraya bangkit duduk,
berbangkis lagi lalu gosok hidungnya berulang kali. Setelah menguap lebar-lebar
perlahan- lahan dia buka kedua matanya, memandang berkeliling. Dia segera mengenali ketiga
orang yang berdiri di samping tumpukan tempat tidurnya.
"Heh.... Kalian bertiga. Manusia-manusia jelek.... Mengapa berada disini..."
"Kau sendiri mengapa juga ada di sini"!" Kakek Segala Tahu menukas.
"Kau betul! Mengapa aku ada di sini ya..."!" Si Raja Penidur mengucak kedua
matanya. Di menguap lagi lebar-lebar. "Aku tak tahu jawabannya. Ah, mengapa
susah payah. Lebih baik aku tidur lagi!" Lalu dia segera hendak rebahkan tubuhnya ke
atas tikar kulit kambing. "Tunggu dulu!" seru Kakek Segala Tahu dan dengan cepat menahan punggung Si
Raja Penidur dengan tongkat bututnya hingga raksasa gendut berbobot ratusan kati
ini tak jadi menelentang tidur. "Sesuai ucapanmu dulu, kami datang di sini untuk
mendengar jelas
mimpimu tiga ratus hari lalu!"
"Mimpiku tiga ratus hari lalu?" Si Raja Penidur mendongak. "Gila.... Mana aku
bisa ingat!" katanya. Dia hendak merebahkan tubuhnya kembali tapi tak bisa
karena tertahan oleh tongkat kayu Kakek Segala Tahu.
"Kalau kau tak bisa mengingat biar aku yang mengingatkan!" kata Sinto Gendeng.
Tangan kanannya lalu memencet ibu jari kaki kiri Si Raja Penidur. Si gendut
meringis dan berkata. "Kau ini masih suka bercanda Sinto! Jangan gelitik kakiku!" teriaknya.
Si Raja Penidur menganggap kakinya digelitik, padahal jangankan ibu jari manusia,
batupun bisa hancur oleh pencetan tadi!
"Tiga ratus hri lalu saat kau terbangun dari tidur, kau bilang telah mimpi
tentang sebuah kitab. Ingat...?" Sinto Gendeng kembali pencet kaki si gendut.
Si Raja Penidur meyeringai. "Ya aku ingat...! Aku ingat sekarang!"
"Katamu ada sebuah kitab yang jika jatuh ke tangan jahat akan membuat kiamat
dunia persilatan. Kau ingat...?"
"Ya... ya.... Aku ingat!" Si Raja Penidur menguap lebar-lebar.
"Tiga ratus hari lalu kau tak sempat menjelaskan secara rinci. Kau keburu tidur!
Sekarang ini kesempatan kau mengatakannya!"
"Hemmm... huah..." Si Raja Penidur menguap lagi.
"Kalian menginginkan kitab itu?" tanya Si Raja Penidur.
"Menginginkan atau tidak itu tak jadi masalah. Yang penting jika sudah tahu kami
akan mencari jalan bagaimana menyelamatkan dunia persilatan!" jawab Sinto
Gendeng. Si gendut geleng-gelengkan kepala. "Tidak satupun dari kalian berjodoh dengan
kitab itu. Seorang lain akan mendapatkannya lebih dulu dari kalian. Begitu yang
tersirat dalam mimpiku..."
"Sialan!" teriak Sinto Gendeng sambil bantingkan kaki.
"Brengsek!" maki Kakek Segala Tahu lalu pukulkan tangan kirinya ke jidatnya
sendiri. Wiro Sableng garuk-garuk kepala. "Dari tadi kalian ribut membicarakan sebuah
kitab yang katanya bisa membuat kiamat dunia persilatan. Sebetulnya kalian ini
membicarakan apa" Aku sendiri tidak diberi tahu kitab apa itu! Padahal
sebelumnya disebut-sebut aku punya beban berat di atas pundak...."
Si Raja Penidur berpaling pada Sinto Gendeng. "Kau sudah dengar keluhan
muridmu. Mengapa tidak menceritakan?"
Sinto Gendeng komat-kamitkan mulutnya yang perot lalu berkata. "Anak setan kau
dengar baik-baik. Ada sebuah kitab bernama Wasiat Iblis. Selama puluhan tahun
kitb itu PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis lenyap tak diketahui entah kemana. Kemudian tiba-tiba diketahui kitab celaka itu
berada di tangan seorang tokoh silat bernama Jarot Ampel bergelar Iblis Tanpa Bayangan.
Manusia satu ini kabarnya berusia lebih dari seratus lima puluh tahun. Sudah bosan
hidup. Dia ingin
mati cepat-cepat. Sebelum mati kitab itu akan diserahkannya pada seseorang yang
berjodoh. Nah kau bisa bayangkan kalau kitab itu jatuh ke tangan orang lain dan
kita tidak bisa mencegahnya...."
"Kalau kita tahu kitab itu berada dimana dan bergerak cepat mungkin kita bisa
mendapatkannya," kata Wiro.
Si Raja Penidur menguap lalu gelengkan kepala. "Aku sudah bilang. Dalam
mimpiku tersirat apa yang bakal menjadi kenyataan. Kitab itu tidak bakal kalian
dapatkan...."
"Bisa jadi begitu. Tapi kalau kita tidak berusaha bagaimana membuktikannya!"
ujar Wiro. Si Raja Penidur menyeringai. "Semangatmu tinggi dan nyalimu masih berkobar-
kobar anak muda. Tanyakan pada Kakek Segala Tahu, dia bisa meramal dan melihat
di mana kitab itu berada. Aku sudah mengantuk dan ingin cepat-cepat tidur...."
"Awas, cegah dia tidur!" teriak Sinto Gendeng.
Kakek Segala tahu putar tangannya yang memegang tongkat penahan punggung
Raja Penidur dan alirkan tenaga dalamnya. Tubuh raksasa Si Raja Penidur bergetar
tersentak-sentak.
"Gila! Kau apakan badanku ini"!" teriak Si Raja Penidur.
"Kau belum memberi semua keterangan. Dulu kau katakan kau juga melihat sebuah
kitab lain dalam mimpimu. Kau bilang siapa saja yang bisa mendapatkan kitab itu
maka akan sanggup menghadapi kehebatan kitab Wasiat Iblis...."
Si Raja Penidur tertawa. "Soal kitab yang satu itu memang ada dalam mimpiku.
Tapi tak ada petunjuk lengkap...."
"Sudah! Katakan saja apa yang kau ketahui!" kata Kakek Segala Tahu tak sabaran.
"Namanya Kitab Putih Wasiat Dewa. Dimana beradanya tidak ada petunjuk. Yang
tersirat dalam mimpiku, aku melihat seorang kakek berambut dan berkumis serta
berjanggut dan berjubah putih yang tahu dimana beradanya kitab itu...."
"Gila! Di dunia ini ada ratusan orang seperti itu!" ujar Sinto Gendeng pula.
"Betul..." menyahuti Si Raja Penidur lalu menguap lebar-lebar. "Tapi orang tua
yang kulihat dalam mimpi bermuka biru sebelah dan selalu mengunyah daun sirih...."
Sinto Gendeng berpaling pada Kakek Segala Tahu. "Kau bisa menyelidik siapa
orang itu?"
"Aku akan berusaha. Tapi ada satu hal yang perlu kita tanyakan padanya...."
"Terlambat!" seru Wiro. "Lihat! Matanya sudah terpejam! Dia sudah tidur!"
Sesaat kemudian terdengar suara dengkur Si Raja Penidur.
Tiga orang itu hanya bisa saling pandang beberapa saat lamanya. "Kakek Segala
tahu, tugas penting kini berada di tanganmu. Pergunakan kesaktianmu. Kau harus
bisa meramal dan memberi petunjuk mengenai dua kitab itu. Di mana beradanya...."
Kakek Segala Tahu anggukkan kepalanya. "Kita keluar saja dari sini. Dengkur si
sontoloyo ini mengganggu pemusatan pikiranku...."
Sampai di pedataran di depan rumah kayu Kakek Segala Tahu duduk di atas sebuah
batu. Kedua matanya dipejamkan. Kepalanya didongakkan. Tongkat bututnya menunjuk
ke langit. Lalu dia goyang-goyangkan kaleng rombengnya sampai tujuh kali. Lama
sekali baru dia berhenti menggoyang kaleng dan buka mata butanya yang dipejamkan.
"Kau mendapat petunjuk...?" tanya Sinto Gendeng.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis "Aku melihat Kotaraja. Lalu awan berarak ke arah barat. Ada sebuah bukit kecil.
Itu petunjuk mengenai Kitab Wasiat Iblis. Berarti kitab itu ada di sana tapi
sulit mengetahui di mana letaknya. Kurasa terlalu sia-sia kalau kita mengejar kitab
itu. Si Raja Penidur sudah mengatakan bahwa kitab itu tidak berjodoh pada salah satu dari
kita. Dikejar tetap saja akan jatuh ke tangan orang lain. Malah begitu orang itu mendapatkan
dan mempelajarinya, keselamatan siapa saja yang mengejar tidak akan tertolong! Lebih
baik memusatkan perhatian pada kitab kedua yang dianggap sanggup menjadi penumpas
ilmu yang terkandung dalam Kitab Wasiat Iblis...."
"Apa petunjuk yang kau dapat mengenai kitab kedua?" tanya Sinto Gendeng.
"Mimpi Si Raja Penidur sangat cocok dengan petunjuk yang barusan kudapat.
Walau samar-samar aku dapat melihat bayangan orang tua berjubah putih bermuka
biru sebelah itu. Bagian biru mukanya ada di sebelah kanan. Mulutnya komat-kamit
makan sirih terus-terusan hingga bibirnya merah seperti darah. Dia adalah Tunggul
Anggoro yang dikenal dengan julukan Raja Obat Delapan Penjuru Angin. Tempat kediamannya
sebuah pulau terpencil di pantai selatan.... Jika kita bisa menemuinya niscaya akan dapat
petunjuk di mana Kitab Putih Wasiat Dewa itu berada. Dengan menguasai ilmu kesaktian
dalam kitab itu dunia persilatan bisa diselamatkan dari Kitab Wasiat Iblis...."
Kakek Segala Tahu goyangkan kaleng rombengnya lalu usap wajahnya yang
keringatan. Wiro mendehem beberapa kali. "Bagiku jelas sekarang, mengapa kalian
memancingku datang ke tempat ini. Untuk menguji dan sekaligus meyerahkan tugas
mencari Kitab Putih Wasiat Dewa itu...."
Kakek Segala Tahu menyeringai lalu mengangguk-angguk.
Wiro Sableng 083 Wasiat-iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Anak setan! Syukur kau punya kesadaran!" ujar Sinto Gendeng. "Apa kau sudah
siap untuk melakukannya?"
"Kalau memang tugas setiap saat aku siap melakukannya Eyang," jawab murid
Sinto Gendeng walau dalam hati sang pendekar ini berkata "Mati aku sekali ini!"
Kakek Segala Tahu ketuk-ketukkan tongkat bututnya ke tanah lalu berkata. "Ini
bukan tugas mudah! Nyawamu tantangannya. Apalagi kalau orang lain kedahuluan
mendapatkan Kitab Wasiat Iblis itu. Atau ada kebocoran mengenai rahasia Kitab
Putih Wasiat Dewa hingga kebobolan...."
Wiro garuk-garuk kepalanya. "Kakek Segala Tahu, Eyang Guru.... Kurasa setelah
mendapat petunjuk dan menerima tugas dari kalian lebih baik aku minta diri dari
sini sekarang juga."
"Bagus, makin cepat kau pergi makin baik!" kata Kakek Segala Tahu. "Ada satu
nasihat lagi dariku. Kalau kau mengalami kesulitan ada baiknya kau menghubungi
tokoh- tokoh silat yang punya hubungan baik denganmu. Seperti Bujang Gila Tapak Sakti,
Dewa Sedih dan Dewa Ketawa. Tua Gila...." (Mengenai Bujang Gila Tapak Sakti, Dewa Sedih
dan Dewa Ketawa harap baca serial Wiro Sableng berjudul "Bujang Gila Tapak
Sakti" dan
"Pelangi di Majapahit")
"Pasti akan aku lakukan Kek," kata Wiro pula.
Pendekar 212 lalu menyalami dan mencium tangan gurunya serta tangan Kakek
Segala Tahu. Setelah membungkuk berulang kali diapun membalikkan tubuh.
"Anak setan! Apa kau akan pergi seperti itu"!"
Teguran Sinto Gendeng membuat Wiro hentikan langkah, berpaling dan
memandang pada si nenek dengan air muka tidak mengerti.
"Eyang.... Ada sesuatu yang aku lupakan?" tanya Wiro.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis "Pegang kepalamu! Rambutmu masih dikuncir dan diikat pita warna-warni. Kalau
mau gila cukup sebentar saja. Jangan terus-terusan!"
"Ah!" Wiro pegang kepalanya. Dia lupa. Sampai saat itu rambut gondrongnya
masih dalam keadaan terkuncir dan diikat pita aneka warna. Cepat-cepat dia
tanggalkan semua ikatan pita. "Sudah Eyang.... Sekarang saya bisa pergi...."
"Anak tolol! Mukamu masih babak belur bercelemong pupur merah putih. Sebelum
turun dari gunung ini cari mata air atau telaga. Cuci mukamu sampai bersih.
Kalau tidak anak-anak sekampung akan mengiringimu sambil berteriak orang gila... orang gila!"
"Terima kasih Eyang... terima kasih... Aku akan mencari air untuk membasuh
muka jelek ini." Lalu cepat-cepat Wiro tinggalkan tempat itu. Setelah jauh dia
memperlambat larinya. Sambil garuk kepala dia berkata. "Untung aku tidak disuruh
mencuci muka dengan air kencingnya!"
* * * PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis TIGA BELAS PANGERAN Matahari dekati sumur batu itu. Bau busuk tercium keluar dari dalam
sumur. "Pasti juga ada mayat dalam sumur ini," kata Pangeran Matahari dalam hati.
"Justru di sini tersembunyi Kitab Wasiat Iblis itu...." Dia memandang berkeliling
lalu sambil pegangi tepi sumur batu dia ulurkan sebagian tubuhnya, memandang ke dalam
sumur. "Gelap dan busuk. Ada selapis kabut menutupi pemandangan. Aku tak bisa
melihat apa-apa...." Baru saja dia berkata begitu tiba-tiba dari dalam sumur terdengar
suara menderu keras laksana ada air bah. Lalu satu gelombang angin dahsyat mencuat ke
atas. "Gila! Apa sumur tua ini ada hantu silumannya"!" teriak Pangeran Matahari
berfikir sejenak. Dengan hati-hati kembali dia mendekati pinggiran sumur dan
seperti tadi dia ulurkan sebgian tubuhnya. Dia tak menunggu lama. Dari dasar sumur terdengar
deru dahsyat disusul dengan mengebubunya angin sangat kencang. Untuk kedua kalinya
Pangeran Matahari hindarkan diri dengan melompat ke belakang. Sesaat dia tegak
tak bergerak. Pandangannya kemudian membentur sosok Elang Setan dan Tiga Bayangan
Setan yang tegak dalam keadaan kaku. Satu seringai tersungging di mulutnya.
Elang Setan dan Tiga Bayangan Setan segera maklum apa yang ada dalam benak orang itu.
Keduanya serentak berteriak. "Jangan! Jangan jadikan kami percobaan maut!"
Pangeran Matahari melangkah ke arah Tiga Bayangan Setan. Menyangka dirinya
yang hendak dijadikan percobaan orang ini meratap keras. "Demi setan jangan!
Jangan!" tapi dia segera hentikan teriakannya ketika Pangeran Matahari melewatinya. Lalu
di belakangnya terdengar suara pohon berderak patah. Tak lama kemudian Pangeran
Matahari kelihatan menyeret sebatang pohon yang barusan dipatahkannya. Batang
pohon itu dimelintangkannya di atas mulut sumur batu. Sesaat kemudian dari dasar sumur
menderu suara keras disusul hembusan angin dahsyat. Batang kayu yang terletak di
atas sumur mencelat mental, hancur berkeping-keping.
"Ganas sekali!" desis Pangeran Matahari. Pelipisnya bergerak-gerak. "Kalau saja
guruku Si Muka Bangkai tidak mengatakan Kitab Wasiat Iblis itu ada di dalam
sumur ini sudah sejak tadi-tadi aku meninggalkan tempat celaka ini. Hemmm.... Aku harus
mencari akal.... Angin dahsyat mematikan itu tidak serta merta melesat keluar bila ada
benda di atas sumur. Paling tidak ada jarak waktu. Ada uliran seperti tangga menurun
menuju ke dasar sumur. Tapi terlalu lama kalau harus mengikuti tangga terjal itu. Melayang
akan lebih cepat. Hmm...." Pangeran Mathari berfikir lagi. Dia ingat ada segulung tali
yang ditinggalkannya di kantong perbekalan yang tergantung di kudanya. Akhirnya dia
tetap pada keputusan untuk masuk ke dalam sumur dengan jalan melompat. Dia patahkan
batang pohon untuk kedua kalinya dengan hantaman tangan kanan. Sekali ini dia sengaja
memilih batang pohon lebih besar. Seperti tadi dengan hati-hati batang pohon itu
diletakkan di atas
sumur lalu mundur sejuh beberapa langkah.
Sesaat kemudian di dasar sumur terdengar sura macam air bah itu. Lalu angin
dahsyat melesat ke atas, menghantam batang pohon besar hingga hancur berkeping-
keping. Pada saat batang pohon mental, Pangeran Matahari kibaskan mantelnya lalu
melompat masuk ke dalam sumur. Kedua tangannya dikembangkan. Telapak tangan dibuka dan
diarahkan ke bawah. Dari dua telapak tangan ini memancar sinar merah kuning yang
memiliki kekuatan mampu menahan daya jatuh tubuhnya. Sebenarnya yang keluar dari
kedua tangannya itu adalah pukulan sakti "telapak Merapi". Selain itu mantelnya
yang terkembang ikut membantu menahan kecepatan jatuh atau daya layang tubuhnya.
Pangeran Matahari sudah melayang turun sedalam dua pertiga kedalaman sumut gelap ketika
dia mendadak menjadi tegang karena di bawah sana tiba-tiba terdengar deru suara air
bah. PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Secepat kilat Pangeran Matahari melesatkan tubuhnya ke dinding sebelah kiri lalu
menjejakkan kedua kakinya di ulir batu. Kedua tangannya dihantamkan ke dinding
sumur. "Craasss! Craaasss!"
Dinding batu berlubang jebol. Sepasang tangan Pangeran Matahari amblas masuk
ke dalam lobang itu sampai sebatas siku. Ketika angin dahsyat mencut ke atas dia
lekatkan tubuhnya rapat-rapat ke dinding sumur. Di dalam lobang dua tangannya
mencengkeram kuat-kuat. Tenaga dalam dikerahkan penuh.
"Wusss! Wutt! Wuttt!"
"Breeettt!"
Angin dahsyat menghantam tubuhnya tapi dia bisa luput. Walau demikian
tengkukya terasa dingin ketika mantel di punggungnya robek besar lalu terlepas
mental dan melayang ke atas sumur. Dengan tubuh basah oleh keringat dingin Pangeran
Matahari menunggu. Sumur tua itu dicekam kesunyian dan kegelapan.
"Saatnya aku harus turun. Mudah-mudahan angin celaka itu tidak akan menyerang
lagi...." membatin Pangeran Matahari. "Bau busuk semakin santar. Berarti aku tak
seberapa jauh lagi dari dasar sumur...." Memikir begitu disamping mantelnya tak
ada lagi maka Pangeran Matahari melanjutkan turun ke dasar sumur dengan berjalan diulir
sepanjang dinding sumur yang merupakan tangga. Dalam hati dia menghitung setiap
langkah yang dibuatnya. Pada hitungan ke tujuh puluh dua kaki kirinya mencapai
dasar sumur tapi tidak menginjak dasar batu melainkan menginjk sebuah benda bulat
panjang hingga dia hmpir terpeleset.
"Bau busuk celaka! Gelap jahanam!" maki Pangeran Matahari.
Dia mengeruk saku pakaiannya mengeluarkan dua buah batu hitam sebesar
kepalan. "Untung guru membekali dua batu api ini!" Dua buah batu hitam
digosokkannya kuat-kuat. Bunga api memercik. Pada gosokan keempat salah satu dari dua batu api
itu mengobarkn api. Tempat itu serta merta menjadi terang. Memandang berkeliling
Pangeran Matahari jadi bergidik. Di dasar sumur batu yang tidak berair itu tergeletak
sesosok mayat yang sudah membusuk dan digerogoti belatung di bagian mata, telinga dan hidung.
Sebagian kepalanya remuk, tertutup darah yang sudah mengering. Rambutnya yang
putih awut-awutan penuh dengan noda darah yang sudah mengering. Sulit mengenali wajah
mayat ini Pangeran Matahari punya dugaan keras ini adalah mayat Jarot Ampel
alias Iblis Tanpa Bayangan.
"Kitab Wasiat Iblis itu..." desis Pangeran Matahari. "Menurut Si Muka Bangkai
ada dalam sumur ini. Aku tidak melihatnya...." Pangeran Matahari memandang
berkeliling lalu pandangannya kembali pada mayat Iblis Tanpa Bayangan. Dengan ujung kakinya
mayat itu dibalikkannya hingga terbujur miring. Kitab yang dicari tetap tidak
ditemukan. Dia memeriksa seluruh dinding sumur batu. Dia sengaja menyalakan lagi batu api
kedua hingga tempat itu bertambah terang.
"Setan, di mana kitab iblis itu bisa kutemukam! Apakah guruku sengaja
menipuku"!" Pangeran Matahari melangkah seputar dasar sumur batu. Ketika dia
sampai di hadapan sosok mayat Iblis Tanpa Bayangan yang kini berada dalam keadaan
miring, sepasang matanya membesar. Karena miring, baju di bagian dadanya tersingkap.
Sebuah benda berwarna hitam tersembul dari balik baju mayat.
Pangeran Matahari tekap hidungnya lalu membungkuk memperlihatkan lebih
seksama. Tangannya diulurkan untuk mengambil benda itu. Begitu jari-jarinya
menyentuh benda hitam dia merasa ada hawa aneh mengalir, membuat pandangannya lebih terang
dan tiba-tiba saja jalan pernafasannya sanggup meredam bau busuknya mayat!
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis "Pasti ini Kitab Wasiat Iblis itu! Buku sakti yang aku cari!" kata Pangeran
Matahari dalam hati seraya cepat-cepat menariknya dari balik baju mayat.
"Wasiat Iblis"! Pangeran Matahari membaca tulisan yang tertera di sampul hitam
kitab dengan suara bergetar. Kitab diperiksanya dengan cepat. Isinya hanya tiga
lembar halaman. Tulisan di halamannya tidak mudah untuk dibaca. Apalagi di tempat yang
hanya diterangi nyala api dua batu api kecil. Cepat-cepat Pangeran Matahari masukkan
kitab itu ke balik bajunya. Dia memandang berkeliling.
"Kitab sakti sudah didapat. Aku harus segera tinggalkan tempat ini. Khawatir
suara air bah dan angin jahanam itu tiba-tiba muncul!"
Cepat-cepat Pangeran Matahari memanjat ulir sepanjang dinding sumur batu yang
merupakan tangga terjal menuju ke atas.
"Aneh, kenapa langkahku menjadi enteng dan tubuhku terasa ringan sekali!" pikir
Pangeran Matahari. "Jangan-jangan buku sakti ini penyebabnya!"
Sebentar saja dia berhasil mencapai ujung atas sumur. Sekali lompat dia sudah
berada di luar sumur. Begitu kedua kakinya menjejak tanah dia memandang
berkeliling dan jadi terkejut. Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan tak ada lagi di tempat
mereka tadi tertegak kaku akibat totokan. Sang Pangeran segera mencium bahaya.
"Pasti ada orang ketiga. Dua setan itu tak mungkin membebaskan diri sendiri dari
totokanku!" Pangeran Matahari melangkah seputar sumur batu, memandang ke setiap
sudut di sekitarnya.
"Kau mencari kami Pangeran Matahari"!" satu suara menegur dari belakang.
Pangeran Matahari cepat balikkan tubuh. Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan
berdiri sekitar sepuluh langkah di hadapannya. Keduanya sunggingkn senyum lebar
lalu tertawa mengekeh, tidak keras tapi cukup membut Pangeran Matahari merasa tidak
enak. Apa lagi saat itu di antara kedua orang itu tegak berdiri seorang nenek
Wiro Sableng 083 Wasiat-iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berpakaian kuning.
Meskipun tua namun wajahnya dihias secara berlebihan dan sikapnya nampak genit.
Pada ikat pinggang besar warna hijau yang dikenakannya tersisip sebuah senjata
berbentuk tombak yang ujungnya bercagak dua.
"Iblis Tua Ratu Pesolek!" kata Pangeran Matahari dalam hati begitu dia mengenali
siapa adanya si nenek berjubah kuning.
Tiga Bayangan Setan usap-usap kedua tangannya lalu berkata. "Kau sudah masuk
ke dalam sumur batu dan keluar lagi. Berarti kau sudah menemukan Kitab Wasiat
Iblis itu!" Pangeran Matahari diam saja.
"Kalau kau mau menyerahkan pada kami, kami menganggap selesai segala hutang
piutang di antara kita! Kau boleh pergi dengan aman dan nyawa masih di badan!"
Mendengar itu Pangeran Matahari sunggingkan senyum lalu tertawa. Mula-mula
perlahan saja kemudian makin keras dan makin keras.
"Anjing-anjing pengawalku rupanya punya nyali besar! Apa kalian lupa kalau
tubuh kalian mengalir racun jahat yang hanya memberi kehidupan seratus hari pada
kalian"!"
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan balas tertawa gelak-gelak sementara Iblis
Tua Ratu Pesolek tenang-tenang saja. Dari balik pakaiannya dia keluarkan sebuah
kaca kecil. Sambil memandang ke dalam kaca dia merapikan susunan rambutnya yang
disanggul, mengusap pipinya dan menggerak-gerakkan bibirnya yang diberi cat
pewarna sangat merah. "Soal racun dan kematian kami berdua tidak begitu memikirkan. Sahabat kami
yang cantik ini berjanji akan memberikan obat penawar!"
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis "Hemmm begitu..." Lalu apa yang kalian berikan padanya sebagai imbalan" Tubuh
kalian..."!"
"Setan alas!" maki Elang Setan.
"Jahanam!" rutuk Tiga Bayangan Setan.
Sebaliknya si nenek tua tidak menunjukkan tanda-tanda marah. Malah dia
keluarkan suara tertawa genit. Setelah menyimpan kaca kecilnya dia kedip-
kedipkan sepasang matanya lalu bergerak mendekati Pangeran Matahari dan berhenti lima
langkah di depan pemuda itu.
"Kau masih muda. Tapi pengalamanmu mengenai hubungan perempuan dengan
lelaki agaknya jauh lebih luas dari aku yang sudah tua. Ya... ya... ya... Aku memang
sudah tua. Tapi keadaan badanku tidak kalah dengan apa yang dimiliki seorang
gadis. Kau bisa saksikan sendiri!"
Habis berkata begitu si nenek singkapkan ke atas baju kuningnya. Sepasang mata
Pangeran Matahari melihat dua buah payudara putih besar dan kencang terpentang
di hadapannya. "Gila! Bagaimana ada nenek-nenek memiliki aurat seperti ini!" ujar Pangeran
Matahari dalam hati. Selagi dia terperangah melihat pemandangan luar biasa ini
tiba-tiba dari balik baju kuning si nenek melesat keluar selusin senjata rahasia berupa
paku hitam. "Tua bangka kurang ajar! Kau sengaja mencari mati!" hardik Pangeran Matahari.
Tangan kanannya diangkat, siap untuk lepaskan pukulan sakti "telapak matahari"
namun sebelum pukulan sempat dilepas tiba-tiba dari dada Pangeran Matahari melesat
keluar satu gelombng angin keras yang memancarkan sinar hitam pekat.
Selusin paku bermentalan dan leleh. Di depan sana Iblis Tua Ratu Pesolek
keluarkan jeritan keras. Tubuhnya mencelat sampai sepuluh tombak. Begitu
tergelimpang di tanah tubuh itu hanya tinggal tulang belulang hangus menghitam!
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan langsung merinding pucat melihat apa yang
terjadi. Pangeran Matahari sendiri ikut ngeri juga merasa heran.
"Aneh, apa yang terjadi dengan diriku! Aku belum sempat melepas pukulan sakti.
Dari dadaku tiba-tiba ada sinar hitam yang sanggup melelehkan senjata rahasia
bahkan membuat si nenek mati mengerikan begitu rupa.... Astaga! Jangan-jangan Kitab
Wasiat Iblis yang ada di balik bajuku!"
Selagi dia terkesiap begitu rupa tiba-tiba Elang Setan dan Tiga Bayangan Setan
mendatangi dan jatuhkan diri di depan Pangeran Matahari.
"Pangeran kami telah membuat kesalahan besar. Perempuan tua itu telah menipu
kami!" kata Tiga Bayangan Setan.
"Benar," menyambung Elang Setan. "Kami berdua mohon ampun dan maafmu.
Kami bersedia melakukan apa saja yang kau katakan!"
Pangeran Matahari tertawa lebar. "Manusia-manusia culas! Nyawa kalian
kuampuni sampai seratus hari dimuka. Sementara itu kalian berdua tetap menjadi
anjing- anjing pengawalku! Menggonggonglah!"
"Pangeran..." ujar Tiga Bayangan Setan.
"Kami..." Elang Setan ikut bicara tapi segera disentak.
"Aku bilang menggonggonglah! Menggonggonglah seperti anjing! Atau kalian
akan menyusul jadi tulang belulang hangus hitam seperti si Iblis Tua Ratu
Pesolek?" Tak ada jalan lain. Kedua orang itu mulai menggonggong menirukan suara anjing.
Pangeran Matahari tertawa gelak-gelak. "Kurang keras! Menggonggong lebih
keras!" bentaknya.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan terpaksa patuh dan menggonggong lebih
keras. "Bagus! Menggonggonglah terus sampai lidah kalian copot!" kata Pangeran
Matahari. Lalu sambil tertawa mengekeh dia tinggalkan tempat itu. Disatu tempat
dia teringat pada Wiro Sableng. Langsung saja dia berteriak. "Pendekar 212! Di mana
kau" Sekarang jangan harap bisa lolos dari tanganku! Wasiat Iblis merupakan wasiat
kematian bagimu! Ha... ha... ha!"
TAMAT PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
WIRO SABLENG Serial Berikutnya :
WASIAT DEWA Catatan dari mercenary_007
1. Cuma untuk berbagi semangat;
2. Tidak ada unsur komersial apapun atas penulisan e-book ini;
3. Terlambat dalam penulisan sebab berbagi waktu dengan kesibukan
pekerjaan di kantor;
4. Kesalahan penulisan mohon dimaafkan. Jika ada saran perbaikan
mohon dicantumkan kesalahan penulisan pada thread yang sudah kita
kenal bersama; 5. Salam 212 selalu untuk para penggemar Wiro Sableng.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Jodoh Rajawali 33 Pendekar Hina Kelana 20 Banjir Darah Di Bukit Siluman Siluman Gurun Setan 2
Si Onta Puith terbungkuk-bungkuk cepat mendatangi dan berbisik.
"Tahan dulu seranganmu! Ada yang aneh kurasakan dengan perempuan bunting
itu!" "Huh apa"!"
"Dia pasti manusia punya kepandaian. Kau saksikan sendiri di bisa melompat
begitu tinggi lalu menclok di cabang pohon. Setinggi-tingginya ilmu seseorang,
masakan dalam keadaan hamil besar begitu rupa dia tidak takut membuat gerakan-gerakan
yang membahayakan kandungannya!"
"Kukira kau benar," jawab si Bau Pesing. "Tadi waktu dia melancarkan tendangan,
bagian bawah pakaian gombrongnya merosot di bagian kaki. Betisnya tersingkap.
Aku lihat betisnya putih..."
"Ah sialnya diriku yang buta! Tidak dapat melihat betis putih itu!" kata Si Onta
Putih sambil mulutnya komat-kamit.
"Sialan! Otakmu bisa-bisanya kotor dalam keadaan seperti ini!" maki si jubah
hitam. "Padahal keteranganku belum selesai. Dengar, betisnya memang putih tapi
ini yang gila! Betis itu ditumbuhi bulu lebat!"
"Edan! Mana ada kaki perempuan berbulu lebat! Kurasa kita sudah tertipu!"
"Biar saja. Dia menipu kita! Bagaimana kalau kita berdua menelanjanginya agar
terbuka kedoknya"!"
"Aku setuju! Hik... hik... hik! Ayo kita serbu dia ke atas sana!"
Si Onta Putih dan Si Bau Pesing lepaskan dua pukulan ke arah cabang pohon di
mana Emut-Emut duduk berjuntai. Selagi perempuan hamil ini menghindar sambil
balas menghantam dua orang tua itu lalu melihat kehebatan Si Onta Putih. Bermata buta
tapi sanggup naik ke atas pohon. "Hanya ada satu manusia berkepandaian seperti dia di
dunia ini. Tapi mengapa tampang, pakaian dan warna matanya lain?" Emut-Emut tak bisa
berfikir lebih jauh karena dua orang tua itu begitu menjejakkan kaki di cabang
pohon langsung menyerang!
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Seandainya ada orang lain di tempat itu tentu akan terheran-heran melihat ada
orang berkelahi di atas pohon. Kalau ketiga orang ini tidak memiliki ilmu
meringankan tubuh sangat tinggi niscaya cabang pohon itu sudah patah sejak tadi-tadi!
"Tua bangka pengecut! Mengeroyok perempuan hamil!"
"Perempuan hamil katamu hah"! Kami justru ingin tahu siapa dirimu sebenarnya!
Perlihatkan pada temanku perut gendutmu! Ha... ha... ha...!" Si Onta Putih tertawa
tergelak-gelak. Tubuhnya meliuk ke depan. Tangan kirinya kirimkan jotosan ke
dada Emut-Emut sedang tangan kanannya mematah ranting pohon. Hal yang sama juga
dilakukan oleh Si Bau Pesing. Di tangan kanannya saat itu tergenggam pula
sebatang ranting. Dengan benda ini dua orang tua menyerang Emut-Emut. Perempuan hamil ini
segera terdesak hebat. Dua orang itu ternyata lebih banyak pergunakan ranting
yang mereka jadikan senjata untuk berusaha merobek pakaian yang dikenakan perempuan
hamil itu dari pada menggebuk, memukul atau menusuk.
"Tak ada jalan lain, aku harus turun agar bisa bergerak lebih leluasa!" memikir
sampai di situ Emut-Emut berteriak keras lalu melompat dari atas cabang. Selagi
tubuhnya melayang di udara, dua orang tua menyusul melompat ke bawah. Sambil melayang
turun ke tanah dua orang tua itu kembali menggempur dengan ranting-ranting.
"Breett! Breett!"
Pakaian gombrong Emut-Emut robek di bagian pantat dan pinggang. "Kurang ajar!
Mereka benar-benar hendak menelanjangiku! Biar Si Onta Putih ini aku hajar
duluan. Kelihatan dia agak lamban dari Si Bau Pesing!"
Emut-Emut lalu melompat ke samping kiri, sengaja menjauhi Si Bau Pesing.
Ketika Si Onta Putih berada di tengah-tengah maka dia kirimkan serangan kilat.
Orang tua ini sempat dibuat kalang kabut tapi sampai lima jurus menggempur tidak satu
serangannyapun mengenai si mata buta berpunuk itu!
Sementara itu orang tua berjubah hitam sesaat tampak tertegun mendelik. Samar-
samar dia mengenali jurus-jurus yang dikeluarkan Emut-Emut waktu menyerang
kawannya. "Tidak mungkin... tidak mungkin dia akan sekurang ajar itu! Tapi... Hah!
Dari dulu dia memang sudah kurang ajar! Jurus-jurus yang dikeluarkannya, mengapa
sembrawutan aneh seperti itu"!"
Si Onta Putih menahan serangan lawan dengan kiblatkan ranting di tangan
kanannya bertubi-tubi. Begitu gerakan lawan tertahan dia masuk mendekat.
Lengannya digetarkan. Ujung ranting berubah menjadi banyak lalu terdengar suara brebetan
berulang kali. Dada pakaian gombrong Emut-Emut robek besar. Begitu juga bagian perutnya.
Tapi sambil menjerit perempuan ini masih sempat menutupi auratnya..
Si Onta Putih tertawa mengekeh lalu lambaikan tangannya pada Si Bau Pesing.
"Aku siap menelanjanginya. Kau yang tidak buta apa tidak mau ambil bagian"!"
Mendengar ucapan temannya itu si jubah hitam segera pula masuk ke dalam
kalangan. Kembali Emut-Emut yang masih mengandalkan tangan kosong itu dikeroyok
gencar. Sebentar saja dia sudah terdesak hebat. Lengan bajunya robek. Beberapa
bagian tangannya tergurat luka. Dalam bertahan mati-matian kedua matanya tidak lepas
memperhatikan jurus-jurus serangan yang dilancarkan orang tua berjubah hitam.
"Aku hampir pasti memang dia... Kalau betul matilah aku!" katanya dalam hati.
"Bukkk!"
"Breett!"
Emut-Emut katupkan rahang rapat-rapat agar tidak keluarkan suara mengeluh
kesakitan sewaktu bahu kirinya kena ditoreh ranting di tangan kanan Si Onta
Putih. Lalu PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis dari sebelah kanan Si Bau Pesing berhasil merobek lagi pakaiannya di sebelah
bawah perut! "Setan alas! Lihat serangan!" teriak Emut-Emut.
Tubuhnya berkelebat ke arah Si Bau Pesing. Tapi selagi lawan yang satunya
bertindak ayal, dia balikkan tubuh, berkelebat menggempur si buta Onta Putih.
Dua tangannya diangkat ke atas dan membuat gerakan aneh. Sengaja menyongsong ujung
ranting lawan. Sesaat kemudian terdengar suara trak... trak... trak berulang kali.
"Ilmu mematah tulang!" teriak Si Onta Putih. Lalu cepat-cepat campakkan ranting
kayunya yang tinggal pendek sebelum sepasang tangan Emut-Emut terus meluncur
mematahkan jari-jari tangannya bahkan kedua lengannya!
"Manusia buta ini sungguh luar biasa! Dia mengetahui ilmu apa yang aku
keluarkan!" membatin Emut-Emut.
Orang tua berjubah hitam mendadak hentikan serangan rantingnya. Dia bergeser
mendekati temannya dan berbisik. "Kau yang buta bagaimana bisa mengenali
serangan yang barusan dilancarkan perempuan bunting sinting itu"!"
Si Onta Putih mengangguk sedikit. "Aku hanya menduga. Tapi yakin dugaanku
tidak meleset. Setahuku ilmu itu berasal dari Negeri Matahari Terbit! Tak ada
tokoh silat di sini yang menguasai atau pernah mempelajarinya. Di sana disebut koppo!"
Sepasang bola mata si jubah hitam berkilat-kilat, berputar tiada henti. "Kurang
ajar! Jadi memang dia rupanya! Benar-benar kurang ajar!" Lalu pada teman di sebelahnya
dia berbisik lagi. "Keluarkan tongkat bututmu! Kau serang dia habis-habisan. Aku
mencari akal bagaimana bisa melumpuhkannya! Sebetulnya kalau kau suka aku ingin sekali
membuat dia sampai sekarat!"
Mendengar ucapan Si Bau Pesing, kakek buta keluarkan sebuah tongkat kayu butut
dari balik punggung jubah putihnya. Dengan senjata buruk ini dia lancarkan
serangan berantai, merangsak tiada henti. Tongkat di tangannya berubah menjadi begitu
banyak hingga sulit diduga mana yang asli mana yang bayangan. Kalau tadi tidak sulit
bagi Emut- Emut untuk mematahkan ranting kayu yang dipergunakan sebagai senjata oleh orang
tua buta itu, kini bagaimanapun dia mencoba tongkat itu tak berhasil dipatahkannya.
Dia sempat menangkap beberapa kali namun sebelum dipatahkan tongkat itu sudah lolos
dari cengkeramannya. Selagi dia berusaha membendung serangan lawan tongkat di tangan
si buta mata merah itu justru mengurungnya dan Emut-Emut sempat keluarkan seruan
tertahan. Dalam penglihatannya tongkat telah berubah menjadi batangan-batangan
balok, membentuk lingkaran dan mengurungnya. Bagaimanapun dia berusaha menerobos tetap
saja dia berada dalam kurungan itu.
"Celaka! Apa yang harus aku lakukan"!" keluh Emut-Emut. Dia jadi keluarkan
keringat dingin. Dalam keadaan seperti itu tiba-tiba dari samping datang tusukan
ranting Si Bau Pesing menembus perutnya!
"Breettt!"
Ujung tongkat dicongkelkan ke atas. Sekali lagi terdengar suara breeet! Lalu di
udara tiba-tiba saja kelihatan kapuk beterbangan.
"Celaka!" keluh Emut-Emut sekali lagi. Dia berusaha menutupi pakaian di bagian
perut yang robek besar. Namun saat itu terasa ada sambaran angin di punggungnya.
Emut- Emut berpaling sambil hantamkan tangan kanannya namun terlambat. Satu totokan
mendarat telak di punggungnya, membuat dia kaku tegang tak bisa bergerak. "Aku
harus membebaskan diri. Kalau tidak benar-benar bisa celaka...." Emut-Emut kempeskan
perutnya lalu kerahkan aliran darah.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Orang tua berjubah melompat ke hadapan Emut-Emut. Tangan kiri diletakkan di
pinggang. Dari mulutnya keluar tawa panjang mengekeh. "Ilmu totokanku bukan dari
jenis picisan yang bisa dipunahkan begitu saja! Kau boleh kerahkan tenaga dalam sampai
terkentut-kentut bahkan terberak-berak! Mustahil kau bisa membebaskan diri!"
"Tua bangka pengecut! Tak sanggup menghadapiku waktu mengeroyok sekarang
kau main totok!" damprat Emut-Emut.
"Perempuan bunting! Sekarang kita lihat siapa kau sebenarnya!"
Si Bau Pesing maju dua langkah. Ranting di tangan kanannya bergerak menggeletar
lalu berubah jadi bayangan. Terdengar suara brett... brett... brett berulang kali.
Pakaian gombrong yang melekat di tubuh. Emut-Emut robek besar di mana-mana hingga
akhirnya pakaian itu jatuh merosot ke tanah.
"Sudah kau telanjangi tubuhnya!" bertanya Si Onta Putih.
"Belum, ternyata dia mengenakan pakaian laki-laki di balik baju gombrongnya!"
jawab Si Bau Pesing. "Kau tahu apa yang aku lihat sobatku! Di bagian perutnya
dia mengikatkan dua buah bantal besar. Kapuk beterbangan di udara! Itu rupanya
jabang bayinya! Ha... ha... ha...! Ada laki-laki gila yang berpura-pura bunting pakai bantal
berisi kapuk!" "Mengaku datang ke sini mencari bapak anaknya! Ha... ha... ha! menimpali Si
Onta Putih. "Lekas kau telanjangi di agar ketahuan siapa monyet jantan ini
sebenarnya!"
"Kalau kau berani menelanjangiku, aku bersumpah membunuh kalian berdua!"
mengancam Emut-Emut.
"Huh! Ancaman tengik! Umurmu tidak lebih panjang dari umur kami berdua!"
sahut Si Bau Pesing. Sepasang matanya memperlihatkan dengan tajam perempuan
hamil yang kini terlihat mengenakan pakaian ringkas. Lalu orang tua ini gerakkan
tangan kanannya yang memegang ranting.
"Brettt!"
Dada pakaian orang di hadapannya robek besar. Dadanya tersingkap. Pada dada itu
kelihatan rajah tiga buah angka 212!
Si Bau Pesing hampir terlonjak saking kagetnya. Sekujur tubuhnya yang bungkuk
bergetar. "Anak setan! Kau rupanya!" katanya setengah berteriak.
Si Onta Putih bertanya. "Siapa" Siapa dia" Lekas katakan padaku!"
"Aku belum pasti, mungkin memang dia tapi mungkin juga orang lain
menyamar...." Si Bau Pesing melompat ke hadapan Emut-Emut yang saat itu tertegak
kaku tak bisa bergerak. Tangan kirinya berkelebat ke arah leher sebelah bawah
Emut- Emut. "Sretttt!"
Sekali tarik saja terlepaslah selembar topeng sangat tipis yang menutupi
wajahnya. Si Bau Pesing menjerit keras ketika melihat tampang asli Emut-Emut.
* * * PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis SEBELAS ONTA Putih mendongak lalu berkata.
"Hai! Kau menjerit! Tentu kau sudah mengetahui siapa dia! Lekas katakan
padaku!" "Anak setan! Anak geblek gendeng sialan! Dia rupanya!"
"Hai! Kau masih belum mengatakan siapa orangnya!"
"Siapa lagi kalau bukan dia! Anak setan bernama Wiro Sableng itu! Sialan benar.
Berani dia menipuku!"
Wiro Sableng 083 Wasiat-iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Emut-Emut tertawa cengengesan. Kalau saja tangannya bisa bergerak pasti saat itu
dia sudah menggaruk kepalanya habis-habisan!
Si Onta Putih begitu mendengar nama yang disebutkan Si Bau Pesing dongakkan
kepala lalu tertawa gelak-gelak. "Kita yang tua bangka ini memang sudah kena
ditipu!" "Guru, Eyang.... Aku mau berlutut di depanmu minta ampun. Tapi tidak bisa! Aku
minta ampun atas semua perbuatanku ini...." Emut-Emut berucap. Suaranya tiba-tiba
saja jadi berubah. "Eh!" Orang tua berjubah hitam mundur selangkah. "Siapa yang kau panggil
Eyang, siapa yang kau panggil guru! Jangan bicara ngacok di hadapanku!"
Onta Putih tersenyum-senyum. "Aku kenali suaranya sekarang. Rupanya tadi-tadi
dia pergunakan ilmu kepandaian merubah suara. Benar-benar anak setan!"
Emut-Emut alias Pendekar 212 Wiro Sableng keluarkan suara bergumam. Lalu
berkata. "Guru, sebetulnya aku sudah tahu siapa kau sejak mencegat aku di gubuk
reyot waktu malam hujan-hujan itu...."
Orang tua berjubah hitam itu angkat tangannya yang memegang ranting, siap untuk
dipukulkan ke kepala Wiro. Saat itu Si Onta Putih tiba-tiba tertawa lalu
berkata. "Sinto,
kalau dia sudah tahu siapa dirimu rasanya tak perlu lagi menyamar berlama-lama.
Bukankah kita sudah menguji tingkat kepandaiannya..."!"
Habis berkata begitu orang tua berpunuk ini campakkan sorban di kepalanya lalu
membuka jubah putihnya. Begitu jubah ditanggalkan, di punggungnya kelihatan
sebuah caping besar diikatkan ke tubuhnya yang mengenakan pakaian rombeng butut. Di
ketiak kirinya ada sebuah buntalan kain. Caping besar itulah yang tadi membentuk punuk
di punggungnya! Tidak sampai disitu, orang ini lalu pergunakan tangan kiri untuk
menarik lepas sehelai topeng yang menutupi wajahnya.
"Kakek Segala Tahu!" seru Wiro begitu dia mengenali siapa adanya orang tua itu.
Si kakek tertawa bergelak. Dia luruskan tubuhnya berulang kali. Lalu dari dalam
buntalannya dia kelurkan sebuah kaleng rombeng. Setelah mendongakkan kepala dia
goyangkan kaleng itu berulang kali hingga menggemalah suara kerontang
menyakitkan telinga di puncak Gunung Merbabu itu!
"Aneh.... Tadi waktu berkelahi kaleng itu sama sekali tidak mengeluarkan bunyi!
Berarti dia menahan gerakan batu-batu dalam kaleng dengan tenaga dalamnya! Luar
biasa tua bangka satu ini!" membatin Pendekar 212.
"Kek, masih ada yang ketinggalan...." Kata Wiro pada Kakek Segala tahu.
"Eh, apa maksudmu anak geblek"!" bertanya Kakek Segala Tahu sementara si
jubah hitam tegak terlongong-longong.
"Sepasang matamu seharusnya berwarna putih. Aku tak tahu kau memakai apa
hingga kulihat matamu berwarna merah semua!"
Kakek Segala Tahu tertawa gelak-gelak. Dia usap kedua matanya dengan tangan
kiri. Setelah mengusap dia perlihatkan telapak tangannya pada Wiro.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis "Daun angsana merah!" seru Wiro. Rupanya selama ini si kakek sengaja
pergunakan dua lembar daun angsana merah untuk menutupi sepasang matanya yang
buta putih! Kakek Segala Tahu kembali tertawa panjang. Dia bolang balingkan tongkat
bututnya lalu berpaling pada si jubah hitam di sebelahnya. "Sinto, kau tunggu
apa lagi"!"
Yang ditegur diam saja. Ragu dia rupanya.
"Orang sudah tahu siapa dirimu, perlu apa menyamar terus"!"
Mulut si jubah hitam tampak komat-kamit. Terdengar dia menggerendeng panjang
pendek. "Anak setan sialan. Kau bakal menerima hukuman berat dariku.... Hik...
hik...hik!"
Mula-mula orang ini buka jubah hitamnya. Kini kelihatan pakaian aslinya, sebuah
kebaya panjang dalam yang sudah rombeng dan kotor serta bau apak. Dia mengenkan
kain panjang sebatas betis hingga terlihat sepasang kakinya yang kurus. Perlahan-
lahan dia tanggalkan topeng dan rambut palsu yang menutupi wajah serta kepalanya. Terlihat
wajahnya yang sebenarnya, cekung menyeramkan tinggal kulit pembungkus tengkorak.
Di atas kepalanya yang berambut sangat jarang menancap lima buah tusuk konde
terbuat dari perak. Dia berusaha meluruskan tubuhnya yang bungkuk tapi tidak bisa karena
nenek ini memang sudah bungkuk dimakan usia. Inilah dia si nenek sakti dari puncak Gunung
Gede, salah seorang dedengkot dunia persilatan dikenal dengan nama Sinto Gendeng
terlahir bernama Sinto Weni.
Kakek Segala Tahu tusukkan tongkat bututnya di punggung Wiro. Serta merta
totokan yang menguasai tubuh sang pendekar punah.
"Lekas berlutut minta ampun pada gurumu!" kata Kakek Segala Tahu lalu
mendorong punggung Pendekar 212.
Wiro cepat jatuhkan diri di hadapan Sinto Gendeng. Dia membungkuk berulang
kali lalu berkata. "Eyang maafkan aku. Aku telah berlaku kurang ajar padamu.
Berani menipu dan melawanmu!"
"Bagus! Aku terima maafmu! Tapi makan dulu gebukan ini!" Sinto Gendeng
pukulkan ranting kayu di tangan kanannya ke kepala Wiro.
"Traakkk!"
Ranting kayu di tangan Sinto Gendeng patah hancur berantakan. Tangan si nenek
tergetar keras. Kakek Segala Tahu telah menangkis ranting itu dengan tongkat
bututnya "Sinto," si kakek lalu menegur, "Jangan perturutkan hati kesalmu. Bukankah semua
ini sesuai dengan yang kita rencanakan" Kalau dia bisa menipu kita bukankan itu
menunjukkan otaknya lebih encer dari kita"!"
Sinto Gendeng campakkan sisa patahan ranting yang dipegangnya. Dia memandang
pada di buta Kakek Segala Tahu lalu pada sang murid yang masih berlutut
tundukkan kepala. Sesaat kemudian nenek sakti ini tertawa terpingkal-pingkal. Begitu
panjang seolah tidak akan berhenti. Wiro yang berlutut tundukkan kepala tiba-tiba melihat
sesuatu mengalir di kedua kaki gurunya disertai bau yang menusuk. Wiro serta merta
melompat sebelum dia terkena percikan air itu.
"Ada apa"!" bertanya Kakek Segala Tahu.
"Dia kencing..." jawab Wiro.
Kakek Segala Tahu tak dapat menahan gelaknya. Dia tertawa sampai keluar air
mata. Wiro mula-mula hanya garuk-garuk kepala tapi kemudian ikut juga tertawa
gelak- gelak. "Kalian berdua sudah pada gila apa"! Mengapa tertawa begini rupa"!"
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Tentu saja sang murid tak bisa menjawab. Akhirnya si kakek hentikan tawanya dan
berkata. "Sinto, lain kali kalau mau buang air sebaiknya mencari tempat! Jangan
kencing sembarangan!"
Sinto Gendeng yang seolah baru menyadari apa yang terjadi banting-banting kaki.
Walau malu tapi justru dia tunjukkan sikap marah. Inilah sifat aneh si nenek
sakti dari puncak Gunung Gede itu.
"Kita masuk ke rumah sekarang. Kawan yang satu itu sudah lama menunggu,"
mengajak Kakek Segala Tahu lalu kerontangkan kaleng rombengnya.
"Tunggu dulu," sahut Sinto Gendeng. "Aku mau tanya bagaimana sebelumnya kau
sudah merasa bahwa aku yang menyamar ini adalah gurumu"!"
Wiro garuk-garuk kepala. "Eyang, kalau aku katakan kau pasti marah lagi padaku!"
"Kali ini aku berjanji tidak marah asal kau tidak bicara ngaco!" jawab si nenek.
"Pertama kulihat potongan tubuhmu. Sikapmu selalu bungkuk karena memang
begitu keadaan tubuhmu. Kedua kalau kau tertawa suara palsumu tersamar dengan
suara asli yang segera kukenali. Kemudian secara tak sadar kau memaki diriku dengan
sebutan anak setan. Siapa yang punya kebiasaan seperti itu kalau bukan kau" Lalu ada
satu hal yang paling meyakinkan...."
Wiro diam, tak segera meneruskan ucapannya.
"Apa" Ayo katakan! Kenapa kau berhenti ngomong"!" tukas Sinto Gendeng.
"Itu.... Hemmm.... Pakaianmu sebelah bawah mengumbar bau pesing..." jawab
Wiro lalu tutup mulutnya dengan tangan agar tidak terdengar suara tawanya. Di
sampingnya Kakek Segala Tahu justru sudah meledak duluan tawanya.
Sinto Gendeng memaki panjang pendek tapi tidak berbuat sesuatu. "Dengar anak
setan, aku ada dua pertanyaan padamu. Pertama, aku tidak mengajarkan ilmu
menyarukan suara padamu. Membuat aku tidak mengenali suaramu. Dari mana kau belajar ilmu
itu...." "Dari... dari seorang pandai di Negeri Matahari Terbit..." jawab Wiro.
"Hemmmm...." Sinto Gendeng komat-kamit. Lalu dia bertanya lagi. "Pertanyaan
kedua. Dari mana kau belajar ilmu mematahkan tulang yang disebut koppo itu"!?"Juga dari seseorang di Negeri Matahari Terbit itu guru..." jawab Wiro. (Mengenai
ilmu mematahkan tulang yang disebut koppo harap baca serial Wiro Sableng
berjudul "Sepasang Manusia Bonsai")
"Bagus, ilmumu sudah bertambah. Tapi masih jauh dari cukup untuk menghadapi
tugas berat yang bakal dibebankan ke pundakmu!" Wiro terkejut dan berpaling pada
Kakek Segala Tahu. "Kek, tugas berat katamu" Tugas berat apa?"
"Anak setan," yang menjawab si nenek sakti. "Ketahuilah, aku mencegatmu di
gubuk itu hanya sekedar untuk menguji kepandaianmu. Juga apa yang terjadi disini
semua ujian untukmu. Ilmu silatmu tidak kami sangsikan. Cuma kesaktianmu masih sangat
kami khawatirkan...."
"Aku tidak mengerti..." kata Wiro sambil garuk-garuk kepalanya.
"Supaya kau mengerti mari ikuti aku masuk ke dalam rumah sana..." kata Sinto
Gendeng lalu melangkah duluan menuju rumah kayu di ujung pedataran. Wiro pegang
lengan Kakek Segala Tahu, sambil menuntun orang tua ini dia melangkah mengikuti
si nenek. "Eh, walau mataku buta kau tak usah menuntunku segala. Aku bisa jalan sendiri..."
kata Kakek Segala Tahu.
"Aku tahu," jawab Wiro setengah berbisik. "Aku cuma mau mendekat, mau tanya
apa sebenarnya yang ada dibalik semua urusan aneh ini?"
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis "Aku cuma bisa bilang, dunia persilatan terancam kiamat!" jawab si kakek lalu
lepaskan tangannya dari pegangan Wiro dan melangkah cepat menuju rumah kayu.
* * * PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis DUA BELAS DARI luar rumah kayu itu kelihatan kecil saja. Tapi begitu masuk di dalam
ternyata luas sekali. Wiro terheran-heran melihat pemandangan dalam rumah kayu ini. Bagian
dalam hanya merupakan satu ruangan luas terbuka. Di atas lantai papan ada setumpukan
jerami kering setinggi pinggang. Sebelah atas tumpukan jerami ini ditutup dengan
lembaran- lembaran kulit kambing kering yang disambung satu sama lain hingga merupakan
selembar tikar besar. Di atas tikar kulit kambing ini terbujur satu sosok tubuh
gemuk besar luar biasa hingga tumpukan jerami melesak ke bawah.
"Si Raja Penidur!" ujar Wiro sambil berpaling pada Sinto Gendeng dan Kakek
Segala Tahu. "Hemm.... Jika dia ada di sini berarti memang ada satu urusan besar!"
Seperti Kakek Segala Tahu dan Sinto Gendeng, Si Raja Penidur dikenal sebagai
salah satu dedengkot rimba persilatan di masa itu. Hanya saja dia jarang
memunculkan diri
karena pekerjaannya sehari-hari bahkan sepanjang tahun cuma tidur melulu. Sekali
tidur jangan harap dia bisa bangun cepat. Suara dengkurnya menggetarkan bangunan kayu
itu. (Mengenai Si Raja Penidur harap baca serial Wiro Sableng berjudul "Siluman Teluk
Gonggo") Kakek Segala Tahu gelengkan kepala. "Hampir tiga puluh hari kami menungguinya
di sini! Sontoloyo biang ngorok itu masih saja tidur. Kapan bangunnya..." Padahal
urusan besar sudah menunggu. Gawat kalau begini...!"
"Kita harus membangunkannya secara paksa!" kata Sinto Gendeng pula.
"Itu katamu. Apa kau tidak tahu sifat keadaannya" Sekalipun petir menyambar di
atas jidatnya, sekalipun geledek menggelegar di samping telinganya dia tak
bakalan terbangun!" ujar Kakek Segala Tahu pula.
"Coba kau kerontangkan kaleng rombengmu di salah satu telinganya!" kata Sinto
Gendeng pula. "Aku sudah mencoba! Kau tahu hasilnya!"
"Kerahkan seluruh tenaga dalammu!"
"Baik... baik. Aku akan coba lagi!"
Kakek Segala Tahu mendekati tumpukan jerami. Dengan ujung tongkatnya dia
meraba-raba sampai akhirnya dia mengetahui di mana letak kepala Si Raja Penidur.
Lalu dia kerahkan seluruh tenaga dalamnya. Tenaga dalam ini disalurkan ke tangan kiri
yang memegang kaleng rombeng berisi batu. Begitu kaleng digoyangkan menggelegarlah
suara berkerontang keras sekali. Bangunan kayu bergetar dan liang telinga seperti
ditusuk besi panas! Baik Wiro maupun Sinto Gendeng cepat tekap telinga masing-masing. Sampai
si kakek merasa pegal menggoyang tangan terus-terusan, Si Raja Penidur masih saja
Wiro Sableng 083 Wasiat-iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ngorok. Akhirnya Kakek Segala Tahu capai sendiri dan berhenti menggoyang kaleng rombeng
itu. Dia tanggalkan caping bambunya lalu mengipas-ngipasi mukanya yang basah oleh
keringat. "Apa lagi yang kita lakukan sekarang"!" Kakek Segala Tahu seperti putus asa.
"Bagaimana kalau kita pencet saja bijinya"!" berkata Sinto Gendeng.
Wiro tertawa geli mendengar ucapan gurunya itu sedang Kakek Segala Tahu
menyeringai sambil geleng-gelengkan kepala. "Kalau dia bangun, kalau dia mati
bagaimana?" ujarnya. Perlahan-lahan dia palingkan mukanya pada Wiro. Sinto
Gendeng ikut menoleh. Saat itu Wiro tegak tak bergerak. Kedua matanya dipejamkan dan
tangannya sibuk menggaruk-garuk kepala.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis "Anak setan ini tengah berfikir keras," kata Sinto Gendeng dalam hati yang tahu
betul apa yang tengah dilakukan muridnya. Lalu dia ajukan pertanyaan. "Anak
setan, apa yang ada dalam benakmu"!"
Perlahan-lahan Wiro buka kedua matanya. "Orang bangun dan orang tidur sama-
sama bernafas..."
"Orang gila juga tahu hal itu!" kata Sinto Gendeng.
"Kalau jalan nafasnya terganggu, orang bangun bisa pingsan, orang tidur bisa
melejang menggeliat lalu terbangun!"
"Hemmm.... Kau mau menyuruh aku memencet hidung sontoloyo itu"!" tanya
Kakek Segala Tahu.
"Bukan itu yang aku maksudkan. Mungkin itu bisa menolong tapi ada yang lebih
ampuh. Mengganggu jalan nafasnya bukan Cuma menutup hidung, tapi membuat begitu
rupa hingga gangguan itu menjalar dalam tubuhnya, masuk ke dalam otaknya!"
"Kau bicara seperti seorang dukun besar!" kata Sinto Gendeng ketus.
Wiro angkat tangannya. "Aku cuma punya satu usul. Jika diterima kurasa pasti si
penidur ini bisa kita bangunkan!"
"Sudah, katakan saja apa yang ada dalam otakmu Wiro!" kata Kakek Segala Tahu.
Wiro Sableng berpaling pada Sinto Gendeng. "Guru, kau naiklah ke atas kasur
jerami itu. Berdiri tepat di atas kepala Si Raja Penidur lalu perlahan-lahan
turun dan jongkok. Kukira tidak akan makan waktu lama sebelum dia bisa kita bangunkan!"
Sepasang mata Sinto Gendeng yang cekung seperti mau melompat keluar dari
sarangnya. "Anak setan kurang ajar! Kau kira apa aku ini" Menyuruh aku jongkok
di atas kepala si sontoloyo itu!"
"Tunggu... tunggu Sinto!" Kakek Segala Tahu menengahi. "Kurasa ucapan
muridmu benarnya. Membangunkan orang dengan mengganggu jalan pernafasannya. Bau
pesing tubuh dan pakaianmu akan masuk ke dalam hidungnya, larut dalam jalan
pernafasan lalu mengalir dalam darah. Sampai ke jantung terus ke otak! Dia
benar! Si Raja Penidur pasti akan terbangun!"
"Kau juga setan! Aku tidak mau melakukan!" kata Sinto Gendeng sambil banting
kaki. "Terserah padamu! Jika kau suka kita menunggu berlama-lama di tempat ini. Satu
bulan, mungkin satu tahun lagi dia belum tentu bangun secara wajar!" kata Kakek
Segala Tahu. Sinto Gendeng banting-banting kaki. Mulutnya menggerendeng panjang pendek
dan matanya berkilat-kilat memandang pada muridnya.
"Anak setan!" teriak si nenek. Tapi saat itu juga tubuhnya melesat ke atas kasur
jerami. Kedua kakinya menjejak di kiri kanan kepala Si Raja Penidur. Si nenek
masih memaki dan masih memandang melotot pada Wiro. Perlahan-lahan dia lalu
berjongkok. Wiro tutup mulut menahan tawa sementara Kakek Segala Tahu dongakkan kepala dan
goyangkan kaleng rombengnya tiga kali berturut-turut.
Saat demi saat berlalu.
"Sial! Kakiku sudah letih!" terik Sinto Gendeng.
"Bertahan Sinto! Bertahanlah!" ujar Kakek Segala Tahu.
Tiba-tiba salah satu kaki Si Raja penidur kelihatan bergerak, menyusul salah
satu tangannya. Lalu kepalanya terangkat dari atas tikar kulit kambing. Hidungnya
mengerenyit dan mulutnya terbuka lebar. Tiba-tiba dari mulut itu membersit suara berbangkis
tiga kali. Sinto Gendeng cepat melompat turun.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis "Setan alas! Bau busuk apa ini"!" teriak Si Raja Penidur seraya bangkit duduk,
berbangkis lagi lalu gosok hidungnya berulang kali. Setelah menguap lebar-lebar
perlahan- lahan dia buka kedua matanya, memandang berkeliling. Dia segera mengenali ketiga
orang yang berdiri di samping tumpukan tempat tidurnya.
"Heh.... Kalian bertiga. Manusia-manusia jelek.... Mengapa berada disini..."
"Kau sendiri mengapa juga ada di sini"!" Kakek Segala Tahu menukas.
"Kau betul! Mengapa aku ada di sini ya..."!" Si Raja Penidur mengucak kedua
matanya. Di menguap lagi lebar-lebar. "Aku tak tahu jawabannya. Ah, mengapa
susah payah. Lebih baik aku tidur lagi!" Lalu dia segera hendak rebahkan tubuhnya ke
atas tikar kulit kambing. "Tunggu dulu!" seru Kakek Segala Tahu dan dengan cepat menahan punggung Si
Raja Penidur dengan tongkat bututnya hingga raksasa gendut berbobot ratusan kati
ini tak jadi menelentang tidur. "Sesuai ucapanmu dulu, kami datang di sini untuk
mendengar jelas
mimpimu tiga ratus hari lalu!"
"Mimpiku tiga ratus hari lalu?" Si Raja Penidur mendongak. "Gila.... Mana aku
bisa ingat!" katanya. Dia hendak merebahkan tubuhnya kembali tapi tak bisa
karena tertahan oleh tongkat kayu Kakek Segala Tahu.
"Kalau kau tak bisa mengingat biar aku yang mengingatkan!" kata Sinto Gendeng.
Tangan kanannya lalu memencet ibu jari kaki kiri Si Raja Penidur. Si gendut
meringis dan berkata. "Kau ini masih suka bercanda Sinto! Jangan gelitik kakiku!" teriaknya.
Si Raja Penidur menganggap kakinya digelitik, padahal jangankan ibu jari manusia,
batupun bisa hancur oleh pencetan tadi!
"Tiga ratus hri lalu saat kau terbangun dari tidur, kau bilang telah mimpi
tentang sebuah kitab. Ingat...?" Sinto Gendeng kembali pencet kaki si gendut.
Si Raja Penidur meyeringai. "Ya aku ingat...! Aku ingat sekarang!"
"Katamu ada sebuah kitab yang jika jatuh ke tangan jahat akan membuat kiamat
dunia persilatan. Kau ingat...?"
"Ya... ya.... Aku ingat!" Si Raja Penidur menguap lebar-lebar.
"Tiga ratus hari lalu kau tak sempat menjelaskan secara rinci. Kau keburu tidur!
Sekarang ini kesempatan kau mengatakannya!"
"Hemmm... huah..." Si Raja Penidur menguap lagi.
"Kalian menginginkan kitab itu?" tanya Si Raja Penidur.
"Menginginkan atau tidak itu tak jadi masalah. Yang penting jika sudah tahu kami
akan mencari jalan bagaimana menyelamatkan dunia persilatan!" jawab Sinto
Gendeng. Si gendut geleng-gelengkan kepala. "Tidak satupun dari kalian berjodoh dengan
kitab itu. Seorang lain akan mendapatkannya lebih dulu dari kalian. Begitu yang
tersirat dalam mimpiku..."
"Sialan!" teriak Sinto Gendeng sambil bantingkan kaki.
"Brengsek!" maki Kakek Segala Tahu lalu pukulkan tangan kirinya ke jidatnya
sendiri. Wiro Sableng garuk-garuk kepala. "Dari tadi kalian ribut membicarakan sebuah
kitab yang katanya bisa membuat kiamat dunia persilatan. Sebetulnya kalian ini
membicarakan apa" Aku sendiri tidak diberi tahu kitab apa itu! Padahal
sebelumnya disebut-sebut aku punya beban berat di atas pundak...."
Si Raja Penidur berpaling pada Sinto Gendeng. "Kau sudah dengar keluhan
muridmu. Mengapa tidak menceritakan?"
Sinto Gendeng komat-kamitkan mulutnya yang perot lalu berkata. "Anak setan kau
dengar baik-baik. Ada sebuah kitab bernama Wasiat Iblis. Selama puluhan tahun
kitb itu PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis lenyap tak diketahui entah kemana. Kemudian tiba-tiba diketahui kitab celaka itu
berada di tangan seorang tokoh silat bernama Jarot Ampel bergelar Iblis Tanpa Bayangan.
Manusia satu ini kabarnya berusia lebih dari seratus lima puluh tahun. Sudah bosan
hidup. Dia ingin
mati cepat-cepat. Sebelum mati kitab itu akan diserahkannya pada seseorang yang
berjodoh. Nah kau bisa bayangkan kalau kitab itu jatuh ke tangan orang lain dan
kita tidak bisa mencegahnya...."
"Kalau kita tahu kitab itu berada dimana dan bergerak cepat mungkin kita bisa
mendapatkannya," kata Wiro.
Si Raja Penidur menguap lalu gelengkan kepala. "Aku sudah bilang. Dalam
mimpiku tersirat apa yang bakal menjadi kenyataan. Kitab itu tidak bakal kalian
dapatkan...."
"Bisa jadi begitu. Tapi kalau kita tidak berusaha bagaimana membuktikannya!"
ujar Wiro. Si Raja Penidur menyeringai. "Semangatmu tinggi dan nyalimu masih berkobar-
kobar anak muda. Tanyakan pada Kakek Segala Tahu, dia bisa meramal dan melihat
di mana kitab itu berada. Aku sudah mengantuk dan ingin cepat-cepat tidur...."
"Awas, cegah dia tidur!" teriak Sinto Gendeng.
Kakek Segala tahu putar tangannya yang memegang tongkat penahan punggung
Raja Penidur dan alirkan tenaga dalamnya. Tubuh raksasa Si Raja Penidur bergetar
tersentak-sentak.
"Gila! Kau apakan badanku ini"!" teriak Si Raja Penidur.
"Kau belum memberi semua keterangan. Dulu kau katakan kau juga melihat sebuah
kitab lain dalam mimpimu. Kau bilang siapa saja yang bisa mendapatkan kitab itu
maka akan sanggup menghadapi kehebatan kitab Wasiat Iblis...."
Si Raja Penidur tertawa. "Soal kitab yang satu itu memang ada dalam mimpiku.
Tapi tak ada petunjuk lengkap...."
"Sudah! Katakan saja apa yang kau ketahui!" kata Kakek Segala Tahu tak sabaran.
"Namanya Kitab Putih Wasiat Dewa. Dimana beradanya tidak ada petunjuk. Yang
tersirat dalam mimpiku, aku melihat seorang kakek berambut dan berkumis serta
berjanggut dan berjubah putih yang tahu dimana beradanya kitab itu...."
"Gila! Di dunia ini ada ratusan orang seperti itu!" ujar Sinto Gendeng pula.
"Betul..." menyahuti Si Raja Penidur lalu menguap lebar-lebar. "Tapi orang tua
yang kulihat dalam mimpi bermuka biru sebelah dan selalu mengunyah daun sirih...."
Sinto Gendeng berpaling pada Kakek Segala Tahu. "Kau bisa menyelidik siapa
orang itu?"
"Aku akan berusaha. Tapi ada satu hal yang perlu kita tanyakan padanya...."
"Terlambat!" seru Wiro. "Lihat! Matanya sudah terpejam! Dia sudah tidur!"
Sesaat kemudian terdengar suara dengkur Si Raja Penidur.
Tiga orang itu hanya bisa saling pandang beberapa saat lamanya. "Kakek Segala
tahu, tugas penting kini berada di tanganmu. Pergunakan kesaktianmu. Kau harus
bisa meramal dan memberi petunjuk mengenai dua kitab itu. Di mana beradanya...."
Kakek Segala Tahu anggukkan kepalanya. "Kita keluar saja dari sini. Dengkur si
sontoloyo ini mengganggu pemusatan pikiranku...."
Sampai di pedataran di depan rumah kayu Kakek Segala Tahu duduk di atas sebuah
batu. Kedua matanya dipejamkan. Kepalanya didongakkan. Tongkat bututnya menunjuk
ke langit. Lalu dia goyang-goyangkan kaleng rombengnya sampai tujuh kali. Lama
sekali baru dia berhenti menggoyang kaleng dan buka mata butanya yang dipejamkan.
"Kau mendapat petunjuk...?" tanya Sinto Gendeng.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis "Aku melihat Kotaraja. Lalu awan berarak ke arah barat. Ada sebuah bukit kecil.
Itu petunjuk mengenai Kitab Wasiat Iblis. Berarti kitab itu ada di sana tapi
sulit mengetahui di mana letaknya. Kurasa terlalu sia-sia kalau kita mengejar kitab
itu. Si Raja Penidur sudah mengatakan bahwa kitab itu tidak berjodoh pada salah satu dari
kita. Dikejar tetap saja akan jatuh ke tangan orang lain. Malah begitu orang itu mendapatkan
dan mempelajarinya, keselamatan siapa saja yang mengejar tidak akan tertolong! Lebih
baik memusatkan perhatian pada kitab kedua yang dianggap sanggup menjadi penumpas
ilmu yang terkandung dalam Kitab Wasiat Iblis...."
"Apa petunjuk yang kau dapat mengenai kitab kedua?" tanya Sinto Gendeng.
"Mimpi Si Raja Penidur sangat cocok dengan petunjuk yang barusan kudapat.
Walau samar-samar aku dapat melihat bayangan orang tua berjubah putih bermuka
biru sebelah itu. Bagian biru mukanya ada di sebelah kanan. Mulutnya komat-kamit
makan sirih terus-terusan hingga bibirnya merah seperti darah. Dia adalah Tunggul
Anggoro yang dikenal dengan julukan Raja Obat Delapan Penjuru Angin. Tempat kediamannya
sebuah pulau terpencil di pantai selatan.... Jika kita bisa menemuinya niscaya akan dapat
petunjuk di mana Kitab Putih Wasiat Dewa itu berada. Dengan menguasai ilmu kesaktian
dalam kitab itu dunia persilatan bisa diselamatkan dari Kitab Wasiat Iblis...."
Kakek Segala Tahu goyangkan kaleng rombengnya lalu usap wajahnya yang
keringatan. Wiro mendehem beberapa kali. "Bagiku jelas sekarang, mengapa kalian
memancingku datang ke tempat ini. Untuk menguji dan sekaligus meyerahkan tugas
mencari Kitab Putih Wasiat Dewa itu...."
Kakek Segala Tahu menyeringai lalu mengangguk-angguk.
Wiro Sableng 083 Wasiat-iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Anak setan! Syukur kau punya kesadaran!" ujar Sinto Gendeng. "Apa kau sudah
siap untuk melakukannya?"
"Kalau memang tugas setiap saat aku siap melakukannya Eyang," jawab murid
Sinto Gendeng walau dalam hati sang pendekar ini berkata "Mati aku sekali ini!"
Kakek Segala Tahu ketuk-ketukkan tongkat bututnya ke tanah lalu berkata. "Ini
bukan tugas mudah! Nyawamu tantangannya. Apalagi kalau orang lain kedahuluan
mendapatkan Kitab Wasiat Iblis itu. Atau ada kebocoran mengenai rahasia Kitab
Putih Wasiat Dewa hingga kebobolan...."
Wiro garuk-garuk kepalanya. "Kakek Segala Tahu, Eyang Guru.... Kurasa setelah
mendapat petunjuk dan menerima tugas dari kalian lebih baik aku minta diri dari
sini sekarang juga."
"Bagus, makin cepat kau pergi makin baik!" kata Kakek Segala Tahu. "Ada satu
nasihat lagi dariku. Kalau kau mengalami kesulitan ada baiknya kau menghubungi
tokoh- tokoh silat yang punya hubungan baik denganmu. Seperti Bujang Gila Tapak Sakti,
Dewa Sedih dan Dewa Ketawa. Tua Gila...." (Mengenai Bujang Gila Tapak Sakti, Dewa Sedih
dan Dewa Ketawa harap baca serial Wiro Sableng berjudul "Bujang Gila Tapak
Sakti" dan
"Pelangi di Majapahit")
"Pasti akan aku lakukan Kek," kata Wiro pula.
Pendekar 212 lalu menyalami dan mencium tangan gurunya serta tangan Kakek
Segala Tahu. Setelah membungkuk berulang kali diapun membalikkan tubuh.
"Anak setan! Apa kau akan pergi seperti itu"!"
Teguran Sinto Gendeng membuat Wiro hentikan langkah, berpaling dan
memandang pada si nenek dengan air muka tidak mengerti.
"Eyang.... Ada sesuatu yang aku lupakan?" tanya Wiro.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis "Pegang kepalamu! Rambutmu masih dikuncir dan diikat pita warna-warni. Kalau
mau gila cukup sebentar saja. Jangan terus-terusan!"
"Ah!" Wiro pegang kepalanya. Dia lupa. Sampai saat itu rambut gondrongnya
masih dalam keadaan terkuncir dan diikat pita aneka warna. Cepat-cepat dia
tanggalkan semua ikatan pita. "Sudah Eyang.... Sekarang saya bisa pergi...."
"Anak tolol! Mukamu masih babak belur bercelemong pupur merah putih. Sebelum
turun dari gunung ini cari mata air atau telaga. Cuci mukamu sampai bersih.
Kalau tidak anak-anak sekampung akan mengiringimu sambil berteriak orang gila... orang gila!"
"Terima kasih Eyang... terima kasih... Aku akan mencari air untuk membasuh
muka jelek ini." Lalu cepat-cepat Wiro tinggalkan tempat itu. Setelah jauh dia
memperlambat larinya. Sambil garuk kepala dia berkata. "Untung aku tidak disuruh
mencuci muka dengan air kencingnya!"
* * * PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis TIGA BELAS PANGERAN Matahari dekati sumur batu itu. Bau busuk tercium keluar dari dalam
sumur. "Pasti juga ada mayat dalam sumur ini," kata Pangeran Matahari dalam hati.
"Justru di sini tersembunyi Kitab Wasiat Iblis itu...." Dia memandang berkeliling
lalu sambil pegangi tepi sumur batu dia ulurkan sebagian tubuhnya, memandang ke dalam
sumur. "Gelap dan busuk. Ada selapis kabut menutupi pemandangan. Aku tak bisa
melihat apa-apa...." Baru saja dia berkata begitu tiba-tiba dari dalam sumur terdengar
suara menderu keras laksana ada air bah. Lalu satu gelombang angin dahsyat mencuat ke
atas. "Gila! Apa sumur tua ini ada hantu silumannya"!" teriak Pangeran Matahari
berfikir sejenak. Dengan hati-hati kembali dia mendekati pinggiran sumur dan
seperti tadi dia ulurkan sebgian tubuhnya. Dia tak menunggu lama. Dari dasar sumur terdengar
deru dahsyat disusul dengan mengebubunya angin sangat kencang. Untuk kedua kalinya
Pangeran Matahari hindarkan diri dengan melompat ke belakang. Sesaat dia tegak
tak bergerak. Pandangannya kemudian membentur sosok Elang Setan dan Tiga Bayangan
Setan yang tegak dalam keadaan kaku. Satu seringai tersungging di mulutnya.
Elang Setan dan Tiga Bayangan Setan segera maklum apa yang ada dalam benak orang itu.
Keduanya serentak berteriak. "Jangan! Jangan jadikan kami percobaan maut!"
Pangeran Matahari melangkah ke arah Tiga Bayangan Setan. Menyangka dirinya
yang hendak dijadikan percobaan orang ini meratap keras. "Demi setan jangan!
Jangan!" tapi dia segera hentikan teriakannya ketika Pangeran Matahari melewatinya. Lalu
di belakangnya terdengar suara pohon berderak patah. Tak lama kemudian Pangeran
Matahari kelihatan menyeret sebatang pohon yang barusan dipatahkannya. Batang
pohon itu dimelintangkannya di atas mulut sumur batu. Sesaat kemudian dari dasar sumur
menderu suara keras disusul hembusan angin dahsyat. Batang kayu yang terletak di
atas sumur mencelat mental, hancur berkeping-keping.
"Ganas sekali!" desis Pangeran Matahari. Pelipisnya bergerak-gerak. "Kalau saja
guruku Si Muka Bangkai tidak mengatakan Kitab Wasiat Iblis itu ada di dalam
sumur ini sudah sejak tadi-tadi aku meninggalkan tempat celaka ini. Hemmm.... Aku harus
mencari akal.... Angin dahsyat mematikan itu tidak serta merta melesat keluar bila ada
benda di atas sumur. Paling tidak ada jarak waktu. Ada uliran seperti tangga menurun
menuju ke dasar sumur. Tapi terlalu lama kalau harus mengikuti tangga terjal itu. Melayang
akan lebih cepat. Hmm...." Pangeran Mathari berfikir lagi. Dia ingat ada segulung tali
yang ditinggalkannya di kantong perbekalan yang tergantung di kudanya. Akhirnya dia
tetap pada keputusan untuk masuk ke dalam sumur dengan jalan melompat. Dia patahkan
batang pohon untuk kedua kalinya dengan hantaman tangan kanan. Sekali ini dia sengaja
memilih batang pohon lebih besar. Seperti tadi dengan hati-hati batang pohon itu
diletakkan di atas
sumur lalu mundur sejuh beberapa langkah.
Sesaat kemudian di dasar sumur terdengar sura macam air bah itu. Lalu angin
dahsyat melesat ke atas, menghantam batang pohon besar hingga hancur berkeping-
keping. Pada saat batang pohon mental, Pangeran Matahari kibaskan mantelnya lalu
melompat masuk ke dalam sumur. Kedua tangannya dikembangkan. Telapak tangan dibuka dan
diarahkan ke bawah. Dari dua telapak tangan ini memancar sinar merah kuning yang
memiliki kekuatan mampu menahan daya jatuh tubuhnya. Sebenarnya yang keluar dari
kedua tangannya itu adalah pukulan sakti "telapak Merapi". Selain itu mantelnya
yang terkembang ikut membantu menahan kecepatan jatuh atau daya layang tubuhnya.
Pangeran Matahari sudah melayang turun sedalam dua pertiga kedalaman sumut gelap ketika
dia mendadak menjadi tegang karena di bawah sana tiba-tiba terdengar deru suara air
bah. PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Secepat kilat Pangeran Matahari melesatkan tubuhnya ke dinding sebelah kiri lalu
menjejakkan kedua kakinya di ulir batu. Kedua tangannya dihantamkan ke dinding
sumur. "Craasss! Craaasss!"
Dinding batu berlubang jebol. Sepasang tangan Pangeran Matahari amblas masuk
ke dalam lobang itu sampai sebatas siku. Ketika angin dahsyat mencut ke atas dia
lekatkan tubuhnya rapat-rapat ke dinding sumur. Di dalam lobang dua tangannya
mencengkeram kuat-kuat. Tenaga dalam dikerahkan penuh.
"Wusss! Wutt! Wuttt!"
"Breeettt!"
Angin dahsyat menghantam tubuhnya tapi dia bisa luput. Walau demikian
tengkukya terasa dingin ketika mantel di punggungnya robek besar lalu terlepas
mental dan melayang ke atas sumur. Dengan tubuh basah oleh keringat dingin Pangeran
Matahari menunggu. Sumur tua itu dicekam kesunyian dan kegelapan.
"Saatnya aku harus turun. Mudah-mudahan angin celaka itu tidak akan menyerang
lagi...." membatin Pangeran Matahari. "Bau busuk semakin santar. Berarti aku tak
seberapa jauh lagi dari dasar sumur...." Memikir begitu disamping mantelnya tak
ada lagi maka Pangeran Matahari melanjutkan turun ke dasar sumur dengan berjalan diulir
sepanjang dinding sumur yang merupakan tangga. Dalam hati dia menghitung setiap
langkah yang dibuatnya. Pada hitungan ke tujuh puluh dua kaki kirinya mencapai
dasar sumur tapi tidak menginjak dasar batu melainkan menginjk sebuah benda bulat
panjang hingga dia hmpir terpeleset.
"Bau busuk celaka! Gelap jahanam!" maki Pangeran Matahari.
Dia mengeruk saku pakaiannya mengeluarkan dua buah batu hitam sebesar
kepalan. "Untung guru membekali dua batu api ini!" Dua buah batu hitam
digosokkannya kuat-kuat. Bunga api memercik. Pada gosokan keempat salah satu dari dua batu api
itu mengobarkn api. Tempat itu serta merta menjadi terang. Memandang berkeliling
Pangeran Matahari jadi bergidik. Di dasar sumur batu yang tidak berair itu tergeletak
sesosok mayat yang sudah membusuk dan digerogoti belatung di bagian mata, telinga dan hidung.
Sebagian kepalanya remuk, tertutup darah yang sudah mengering. Rambutnya yang
putih awut-awutan penuh dengan noda darah yang sudah mengering. Sulit mengenali wajah
mayat ini Pangeran Matahari punya dugaan keras ini adalah mayat Jarot Ampel
alias Iblis Tanpa Bayangan.
"Kitab Wasiat Iblis itu..." desis Pangeran Matahari. "Menurut Si Muka Bangkai
ada dalam sumur ini. Aku tidak melihatnya...." Pangeran Matahari memandang
berkeliling lalu pandangannya kembali pada mayat Iblis Tanpa Bayangan. Dengan ujung kakinya
mayat itu dibalikkannya hingga terbujur miring. Kitab yang dicari tetap tidak
ditemukan. Dia memeriksa seluruh dinding sumur batu. Dia sengaja menyalakan lagi batu api
kedua hingga tempat itu bertambah terang.
"Setan, di mana kitab iblis itu bisa kutemukam! Apakah guruku sengaja
menipuku"!" Pangeran Matahari melangkah seputar dasar sumur batu. Ketika dia
sampai di hadapan sosok mayat Iblis Tanpa Bayangan yang kini berada dalam keadaan
miring, sepasang matanya membesar. Karena miring, baju di bagian dadanya tersingkap.
Sebuah benda berwarna hitam tersembul dari balik baju mayat.
Pangeran Matahari tekap hidungnya lalu membungkuk memperlihatkan lebih
seksama. Tangannya diulurkan untuk mengambil benda itu. Begitu jari-jarinya
menyentuh benda hitam dia merasa ada hawa aneh mengalir, membuat pandangannya lebih terang
dan tiba-tiba saja jalan pernafasannya sanggup meredam bau busuknya mayat!
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis "Pasti ini Kitab Wasiat Iblis itu! Buku sakti yang aku cari!" kata Pangeran
Matahari dalam hati seraya cepat-cepat menariknya dari balik baju mayat.
"Wasiat Iblis"! Pangeran Matahari membaca tulisan yang tertera di sampul hitam
kitab dengan suara bergetar. Kitab diperiksanya dengan cepat. Isinya hanya tiga
lembar halaman. Tulisan di halamannya tidak mudah untuk dibaca. Apalagi di tempat yang
hanya diterangi nyala api dua batu api kecil. Cepat-cepat Pangeran Matahari masukkan
kitab itu ke balik bajunya. Dia memandang berkeliling.
"Kitab sakti sudah didapat. Aku harus segera tinggalkan tempat ini. Khawatir
suara air bah dan angin jahanam itu tiba-tiba muncul!"
Cepat-cepat Pangeran Matahari memanjat ulir sepanjang dinding sumur batu yang
merupakan tangga terjal menuju ke atas.
"Aneh, kenapa langkahku menjadi enteng dan tubuhku terasa ringan sekali!" pikir
Pangeran Matahari. "Jangan-jangan buku sakti ini penyebabnya!"
Sebentar saja dia berhasil mencapai ujung atas sumur. Sekali lompat dia sudah
berada di luar sumur. Begitu kedua kakinya menjejak tanah dia memandang
berkeliling dan jadi terkejut. Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan tak ada lagi di tempat
mereka tadi tertegak kaku akibat totokan. Sang Pangeran segera mencium bahaya.
"Pasti ada orang ketiga. Dua setan itu tak mungkin membebaskan diri sendiri dari
totokanku!" Pangeran Matahari melangkah seputar sumur batu, memandang ke setiap
sudut di sekitarnya.
"Kau mencari kami Pangeran Matahari"!" satu suara menegur dari belakang.
Pangeran Matahari cepat balikkan tubuh. Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan
berdiri sekitar sepuluh langkah di hadapannya. Keduanya sunggingkn senyum lebar
lalu tertawa mengekeh, tidak keras tapi cukup membut Pangeran Matahari merasa tidak
enak. Apa lagi saat itu di antara kedua orang itu tegak berdiri seorang nenek
Wiro Sableng 083 Wasiat-iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berpakaian kuning.
Meskipun tua namun wajahnya dihias secara berlebihan dan sikapnya nampak genit.
Pada ikat pinggang besar warna hijau yang dikenakannya tersisip sebuah senjata
berbentuk tombak yang ujungnya bercagak dua.
"Iblis Tua Ratu Pesolek!" kata Pangeran Matahari dalam hati begitu dia mengenali
siapa adanya si nenek berjubah kuning.
Tiga Bayangan Setan usap-usap kedua tangannya lalu berkata. "Kau sudah masuk
ke dalam sumur batu dan keluar lagi. Berarti kau sudah menemukan Kitab Wasiat
Iblis itu!" Pangeran Matahari diam saja.
"Kalau kau mau menyerahkan pada kami, kami menganggap selesai segala hutang
piutang di antara kita! Kau boleh pergi dengan aman dan nyawa masih di badan!"
Mendengar itu Pangeran Matahari sunggingkan senyum lalu tertawa. Mula-mula
perlahan saja kemudian makin keras dan makin keras.
"Anjing-anjing pengawalku rupanya punya nyali besar! Apa kalian lupa kalau
tubuh kalian mengalir racun jahat yang hanya memberi kehidupan seratus hari pada
kalian"!"
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan balas tertawa gelak-gelak sementara Iblis
Tua Ratu Pesolek tenang-tenang saja. Dari balik pakaiannya dia keluarkan sebuah
kaca kecil. Sambil memandang ke dalam kaca dia merapikan susunan rambutnya yang
disanggul, mengusap pipinya dan menggerak-gerakkan bibirnya yang diberi cat
pewarna sangat merah. "Soal racun dan kematian kami berdua tidak begitu memikirkan. Sahabat kami
yang cantik ini berjanji akan memberikan obat penawar!"
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis "Hemmm begitu..." Lalu apa yang kalian berikan padanya sebagai imbalan" Tubuh
kalian..."!"
"Setan alas!" maki Elang Setan.
"Jahanam!" rutuk Tiga Bayangan Setan.
Sebaliknya si nenek tua tidak menunjukkan tanda-tanda marah. Malah dia
keluarkan suara tertawa genit. Setelah menyimpan kaca kecilnya dia kedip-
kedipkan sepasang matanya lalu bergerak mendekati Pangeran Matahari dan berhenti lima
langkah di depan pemuda itu.
"Kau masih muda. Tapi pengalamanmu mengenai hubungan perempuan dengan
lelaki agaknya jauh lebih luas dari aku yang sudah tua. Ya... ya... ya... Aku memang
sudah tua. Tapi keadaan badanku tidak kalah dengan apa yang dimiliki seorang
gadis. Kau bisa saksikan sendiri!"
Habis berkata begitu si nenek singkapkan ke atas baju kuningnya. Sepasang mata
Pangeran Matahari melihat dua buah payudara putih besar dan kencang terpentang
di hadapannya. "Gila! Bagaimana ada nenek-nenek memiliki aurat seperti ini!" ujar Pangeran
Matahari dalam hati. Selagi dia terperangah melihat pemandangan luar biasa ini
tiba-tiba dari balik baju kuning si nenek melesat keluar selusin senjata rahasia berupa
paku hitam. "Tua bangka kurang ajar! Kau sengaja mencari mati!" hardik Pangeran Matahari.
Tangan kanannya diangkat, siap untuk lepaskan pukulan sakti "telapak matahari"
namun sebelum pukulan sempat dilepas tiba-tiba dari dada Pangeran Matahari melesat
keluar satu gelombng angin keras yang memancarkan sinar hitam pekat.
Selusin paku bermentalan dan leleh. Di depan sana Iblis Tua Ratu Pesolek
keluarkan jeritan keras. Tubuhnya mencelat sampai sepuluh tombak. Begitu
tergelimpang di tanah tubuh itu hanya tinggal tulang belulang hangus menghitam!
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan langsung merinding pucat melihat apa yang
terjadi. Pangeran Matahari sendiri ikut ngeri juga merasa heran.
"Aneh, apa yang terjadi dengan diriku! Aku belum sempat melepas pukulan sakti.
Dari dadaku tiba-tiba ada sinar hitam yang sanggup melelehkan senjata rahasia
bahkan membuat si nenek mati mengerikan begitu rupa.... Astaga! Jangan-jangan Kitab
Wasiat Iblis yang ada di balik bajuku!"
Selagi dia terkesiap begitu rupa tiba-tiba Elang Setan dan Tiga Bayangan Setan
mendatangi dan jatuhkan diri di depan Pangeran Matahari.
"Pangeran kami telah membuat kesalahan besar. Perempuan tua itu telah menipu
kami!" kata Tiga Bayangan Setan.
"Benar," menyambung Elang Setan. "Kami berdua mohon ampun dan maafmu.
Kami bersedia melakukan apa saja yang kau katakan!"
Pangeran Matahari tertawa lebar. "Manusia-manusia culas! Nyawa kalian
kuampuni sampai seratus hari dimuka. Sementara itu kalian berdua tetap menjadi
anjing- anjing pengawalku! Menggonggonglah!"
"Pangeran..." ujar Tiga Bayangan Setan.
"Kami..." Elang Setan ikut bicara tapi segera disentak.
"Aku bilang menggonggonglah! Menggonggonglah seperti anjing! Atau kalian
akan menyusul jadi tulang belulang hangus hitam seperti si Iblis Tua Ratu
Pesolek?" Tak ada jalan lain. Kedua orang itu mulai menggonggong menirukan suara anjing.
Pangeran Matahari tertawa gelak-gelak. "Kurang keras! Menggonggong lebih
keras!" bentaknya.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan terpaksa patuh dan menggonggong lebih
keras. "Bagus! Menggonggonglah terus sampai lidah kalian copot!" kata Pangeran
Matahari. Lalu sambil tertawa mengekeh dia tinggalkan tempat itu. Disatu tempat
dia teringat pada Wiro Sableng. Langsung saja dia berteriak. "Pendekar 212! Di mana
kau" Sekarang jangan harap bisa lolos dari tanganku! Wasiat Iblis merupakan wasiat
kematian bagimu! Ha... ha... ha!"
TAMAT PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
WIRO SABLENG Serial Berikutnya :
WASIAT DEWA Catatan dari mercenary_007
1. Cuma untuk berbagi semangat;
2. Tidak ada unsur komersial apapun atas penulisan e-book ini;
3. Terlambat dalam penulisan sebab berbagi waktu dengan kesibukan
pekerjaan di kantor;
4. Kesalahan penulisan mohon dimaafkan. Jika ada saran perbaikan
mohon dicantumkan kesalahan penulisan pada thread yang sudah kita
kenal bersama; 5. Salam 212 selalu untuk para penggemar Wiro Sableng.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Jodoh Rajawali 33 Pendekar Hina Kelana 20 Banjir Darah Di Bukit Siluman Siluman Gurun Setan 2