Pencarian

Bola Bola Iblis 1

Wiro Sableng 102 Bola Bola Iblis Bagian 1


Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SATU iga orang lelaki bertelanjang dada memacu tunggangan mereka, menghambur
menyeberangi sungai berair kehijauan. Ikan-ikan dalam sungai yang tengah
berenang Tmenikmati kesejukan alam pagi terkejut berlompatan ke permukaan air.
Binatang tunggangan tiga orang tadi bukanlah kuda melainkan tiga ekor kadal
raksasa berkulit coklat berkilat. Setiap telinga mereka ditarik binatang-
binatang itu keluarkan suara menguik aneh lalu berlari lebih kencang.
Pada saat matahari muncul lebih tinggi di balik bukit hijau di sebelah timur,
tiga penunggang kadal raksasa berhenti di sebuah bangunan tinggi terbuat dari
batu berwarna merah. Ketiganya memandang ke arah sebuah jendela di ketinggian
bangunan. Di belakang jendela tampak tegak seorang perempuan masih sangat muda,
berambut hitam yang diberi hiasan sederet sunting. Di wajahnya yang cantik tapi
pucat terpancar bayangan keletihan dan juga rasa gelisah. Sejak kemarin pagi dia
berada di belakang jendela itu. Menatap ke arah jalan kecil yang membelah
kawasan penukiman. Tadi malam boleh dikatakan dia sama sekali tidak bisa
memicingkan mata. Orang yang ditunggunya tak kunjung datang. Ketika di jalan di
bawah sana tiga penunggang kadal coklat muncul, sepasang mata perempuan di
bangunan tinggi membuka besar-besar. Hatinya kecewa karena ternyata yang datang
bukan orang yang ditunggunya.
"Wahai tiga kerabat suamiku, penunggang kadal coklat! Gerangan kabar apa yang
kalian bawa! Mana suamiku Lakasipo"!" Perempuan di belakang jendela bertanya.
Salah seorang penunggang kadal angkat dua tangannya di atas kepala. Telapak
tangan dirapatkan. "Wahai Luhrinjani istri Kepala Negeri Latanahsilam! Datang
kami membawa kabar buruk!"
Berdesir darah perempuan di belakang jendela. Tengkuknya mendadak terasa dingin
dan wajahnya bertambah pucat.
"Istri Kepala Negeri, bolehkah kami menyampaikan kabar buruk itu sekarang
juga...?" Lelaki di atas punggung kadal coklat ajukan pertanyaan. Setiap mulai
bicara dia rapatkan telapak tangan di atas kepala.
"Wahai kerabat suamiku! Yang buruk tak bisa dihindarkan, yang baik belum tentu
didapat. Berucaplah engkau! Kabar buruk itu katakan padaku!" kata perempuan muda
bernama Luhrinjani.
Lelaki di bawah sana berpaling dulu pada dua temannya lalu menjawab. "Wahai
Luhrinjani! Tabahkanlah hatimu. Suamimu Lakasipo tewas di tangan komplotan
pemberontak! Maafkan kami Luhrinjani...."
Lantai batu di bawah kaki Luhrinjani seolah runtuh. Ucapan orang seolah sambaran
petir di depan wajahnya. Bola matanya membesar. Lehernya yang putih jenjang
turun naik. "Tidak boleh jadi! Lakasipo seorang sakti! Mana mungkin terbunuh dia di tangan
pemberontak!" Suara Luhrinjani tersendat. Tubuhnya mendadak terasa lemas. Cepat-
cepat dia menggapai pinggiran jendela batu agar tidak terhuyung jatuh.
"Maafkan kami Luhrinjani. Kami hanya menyampaikan apa yang kami lihat. Sebentar
lagi kerabat Lahopeng akan datang! Kau bisa dari dia mendapat lebih jelas
keterangan!"
Baru saja pengawal itu selesai bicara tiba-tiba terdengar suara genta
berkepanjangan. Tak lama kemudian muncullah seorang lelaki berwajah tampan,
berambut ikal. Wajahnya yang Bola Bola Iblis 1
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
kebiru-biruan dihias kumis dan janggut hitam berkilat. Seperti tiga lelaki
penunggang kadal, pemuda ini juga bertelanjang dada. Di pinggangnya melingkar
sebuah sabuk kulit penuh tempelan batu-batu berbagai warna. Di balik sabuk ini
terselip sebilah parang pendek terbuat dari batu berwarna kelabu. Orang ini
datang dengan menunggang seekor biawak raksasa bersisik hitam. Pada leher biawak
tergantung sebuah genta besi yang setiap bergerak mengeluarkan suara
berkerontang. Tiga penunggang kadal rapatkan tangan di depan kening. Yang di tengah berkata.
"Wahai kerabat Lahopeng. Berita buruk sudah kami sampaikan pada istri kerabat
Luhrinjani."
Pemuda bernama Lahopeng mengangguk sedikit. "Kalian bekerja bagus. Hadiah yang
kujanjikan kuberikan pasti. Bertiga kalian sekarang boleh pergi."
Tiga orang penunggang kadal rapatkan tangan di depan kening lalu segera
tinggalkan tempat itu. Setelah mereka pergi penunggang biawak memandang ke atas
bangunan. Setelah menatap sejurus maka dia pun berkata dengan suara keras.
"Wahai Luhrinjani, istri sahabatku Lakasipo. Aku hadir sudah di bawah sini. Apa
aku boleh memberi keterangan dari tempat ini?"
Di atas jendela Luhrinjani mengusap dadanya. "Wahai Lahopeng, sahabat suamiku
adalah kau! Wakil suamiku adalah kau. Naiklah ke atas sini agar kau bisa memberi
keterangan lebih jelas."
Mendengar ucapan Luhrinjani, Lahopeng melompat dari atas punggung biawak lalu
berlari ke arah sebuah pintu di bagian bawah bangunan. Di sini ada tangga menuju
tingkat atas. Sesaat kemudian Lahopeng telah berhadap-hadapan dengan Luhrinjani.
Tempat di mana mereka berada ternyata adalah ruang ketiduran.
"Salam dalam duka cita untukmu wahai Luhrinjani. Aku tidak berani memberi
penjelasan jika tidak kau meminta," kata Lahopeng setelah menatap perempuan muda
di hadapannya itu beberapa ketika.
"Aku masih rasa-rasa tidak percaya pada keterangan tiga kerabat tadi wahai
Lahopeng. Katakan, apa salah aku mendengar atau para kerabat berucap salah. Atau
memang suamiku Lakasipo benar telah tewas di tangan para pemberontak?"
"Maafkan aku wahai Luhrinjani. Benar adanya berita itu. Aku merasa ikut bersalah
tak dapat menolong suamimu. Musuh sangat kuat. Aku sendiri pasti kalau tidak
berlaku cerdik sudah menjadi korban keganasan para pemberontak. Aku terpaksa
menyelamatkan diri. Masih sempat kulihat kerabat Lakasipo dikurung lawan lalu
dibantai. Maafkan aku wahai Luhrinjani."
Sesaat sepasang mata Luhrinjani menatap tak berkesip pada pemuda di hadapannya.
Lalu tampak mata itu berkaca-kaca. Isaknya tersendat. "Lakasipo lelaki sakti.
Mungkin bagaimana dia bisa mengalami nasib buruk begitu"!"
"Aku tahu kehebatan suamimu wahai Luhrinjani. Tapi para pemberontak yang tak
seberapa itu ternyata dibantu oleh Hantu Muka Dua."
"Hantu Muka Dua?" Luhrinjani mengulang nama itu dengan penuh rasa kejut. Air
mata mulai menetes jatuh ke pipinya yang pucat. "Antara suamiku dan Hantu Muka
Dua selama ini tak ada silang sengketa. Mengapa dia berbuat jahat tega-teganya."
"Wahai Luhrinjani, kau tahu sendiri adanya siapa Hantu Muka Dua. Kejahatannya
setinggi langit sedalam lautan. Hari ini jadi teman besok jadi lawan. Hatinya
tak bisa ditimba.
Apalagi sejak dia mengagulkan diri sebagai raja di raja para Hantu di negeri
Latanahsilam Bola Bola Iblis 2
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
ini. Sementara kita mencari jalan untuk membalas dendam, kau kuharap bisa
bertabah diri wahai Luhrinjani."
Luhrinjani tak bisa menahan tangisnya lagi. Ratapannya menyayat hati. "Buruk
nian nasib diriku. Ayah tiada ibu tak punya. Baru tiga hari aku menjadi istri
kanda Lakasipo.
Belum lagi kami sempat mengecap cita rasa bahagianya pengantin baru. Tahu-tahu
suamiku terbunuh. Kejam sekali hidup di alam ini."
"Suamimu mati secara terhormat wahai Luhrinjani. Sebagai pahlawan perkasa gagah.
Aku sudah meminta beberapa kerabat untuk menyelamatkan jenazah Lakasipo dan
memakamnya di satu tempat."
"Aku ingin melihat dirinya terakhir kali sebelum dikuburkan...."
"Aku mohon Luhrinjani. Hal itu jangan kau lakukan," kata Lahopeng.
"Mengapa wahai Lahopeng?" tanya Luhrinjani heran.
"Karena.... Karena keadaan jenazah suamimu sangat rusak. Jika sampai kau melihat,
aku khawatir bayangan rasa ngeri akan seumur hidup menghantuimu."
"Aku bersumpah untuk membalas dendam!"
"Sebelum sumpah itu kau ucapkan wahai Luhrinjani, aku sudah lebih dulu tujuh
kali bersumpah. Namun saat ini hanya satu pintaku...."
Kepala Luhrinjani yang tertunduk terangkat sedikit. "Apa yang hendak kau katakan
Lahopeng?"
"Kau tahu selama ini perasaanku terhadapmu. Cintaku setinggi langit. Kasihku
sedalam lautan. Hanya nasibku yang belum beruntung. Karena cinta kasihmu kau
berikan pada Lakasipo. Sekarang setelah Lakasipo tidak ada lagi, apakah kau
berkenan mengambil diriku sebagai penggantinya?"
Luhrinjani menatap dalam-dalam ke mata pemuda itu. "Lahopeng, jenazah suamiku
saja belum kulihat. Mungkin bagaimana kau sampai hati berkata begitu?"
"Maafkan aku wahai Luhrinjani," kata Lahopeng. Sepasang matanya menatap tajam
seolah mau menembus sampai ke kepala perempuan muda cantik di hadapannya. "Aku
mengikuti hanya adat kebiasaan di negeri leluhur ini. Yaitu jika ada seorang
perempuan menjadi randa, jangan ditunggu sampai lewat tujuh hari. Dirinya harus
segera mendapatkan suami baru. Atau para roh akan mengutuk dan dia harus
menunggu sampai dua puluh empat kali bulan purnama. Jangan kau lupa wahai
Luhrinjani. Kalau paman dan bibimu tidak ikut campur terlalu jauh, diriku pasti
adalah suamimu satu-satunya. Sekarang kesempatan terbuka bagiku. Walau kini kau
hanya seorang randa...."
"Lahopeng, mana mungkin aku melupakan adat di negeri Latanahsilam ini. Tapi aku
tak bisa memikirkan hal itu saat ini. Aku ingin melihat suamiku terakhir kali.
Bagaimanapun keadaan jenazahnya."
"Kalau begitu akan kuperintahkan para kerabat untuk mendapatkan mayat suamimu.
Namun kuharap kau mau berjanji. Malam ini, jika kau mau memberi kepastian, aku
akan memanggil nenek Lamahila si juru nikah. Kita cari seorang saksi. Bersama
kita pergi ke Bukit Batu Kawin. Di situ kita memadu cinta sebagai tanda ikatan
suami istri. Sebelum matahari terbit kita sudah kembali kesini."
Luhrinjani tegak dengan mulut terkancing. Dia seperti tidak percaya akan
pendengarannya. Air mata semakin deras mengucur.
"Lahopeng, aku tahu kau mencintaiku. Kita pernah berkasih sayang. Tapi aku tak
bisa menolak pesan ayah bundaku melalui paman dan bibi. Bahwa harus aku menikah
Bola Bola Iblis 3
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
dengan Lakasipo...."
"Luhrinjani, yang sudah terjadi biar berlalu. Saat ini aku menunggu jawabanmu.
Jika memang diriku tidak lagi berkenan di hatimu, aku akan pergi dari
Latanahsilam ini.
Membawa kehancuran hati...." "Lahopeng, aku perlu bicara dengan paman dan bibiku
dulu terlebih."
"Luhrinjani tambatan hatiku. Jangan lupakan adat istiadat negeri kita. Seorang
perempuan yang telah bersuami, maka lepas dirinya dari segala ikatan dua orang
tuanya. Apalagi sekarang kau cuma punya paman dan bibi. Hanya kau sendiri yang berhak
menentukan apa yang kau lakukan...."
"Lahopeng, aku...." Luhrinjani tak bisa meneruskan ucapannya. Perempuan ini
menangis keras dan tanpa sadar menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan pemuda yang
memang pernah dicintainya.
"Luhrinjani, aku mencintaimu. Aku akan menerimamu apa adanya...." bisik Lahopeng
seraya menjatuhkan ciumannya ke kening Luhrinjani.
"Lahopeng, aku kini memang seorang randa. Tapi ketahuilah.... Lakasipo belum
sempat menyentuh diriku secara keseluruhan...."
"Waktu upacara pengukuhan perkawinanmu di Bukit Batu Kawin....?"
"Dia tidak melakukan hal itu Lahopeng. Karena dia terlalu sayang padaku. Dia
sengaja menunggu sampai di rumah. Namun sampai terbunuh, dia belum sempat
melakukannya...."
"Wahai Luhrinjani," bisik Lahopeng dengan nafas memburu. "Maksudmu sampai saat
ini kau masih perawan?"
Luhrinjani mengangguk dalam pelukan si pemuda.
"Ah, nasib peruntunganku ternyata tidak seburuk yang kuduga...." lalu Lahopeng
memeluk tubuh Luhrinjani dengan sangat bernafsu. Ketika dia coba menekankan
tubuhnya ke tubuh perempuan itu di dinding ruangan sambil tangannya mengusap ke
dada, Luhrinjani cepat mendorong pemuda itu.
"Dengar Lahopeng. Aku tidak akan memberikan apapun padamu sebelum kita berada di
Bukit Batu Kawin."
"Maafkan aku wahai Luhrinjani. Aku terlalu gembira hingga lupa diri...."
"Sekarang ku harap kau mau pergi dulu Lahopeng. Untuk beberapa lama ingin aku
bersunyi diri di tempat ini...."
"Aku akan menunggumu di bawah sana wahai Luhrinjani...." kata Lahopeng lalu
mencium kening Luhrinjani.
* * * Bola Bola Iblis 4
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DUA alam gelapnya malam dan dinginya udara di puncak bukit batu, empat sosok
kelihatan duduk bersila mengelilingi perapian kecil. Dua pertama adalah pasangan
DLahopeng dan Luhrinjani. Yang ke tiga seorang nenek berambut putih riap-riapan
berwajah angker dan dari mulutnya terus menerus keluar suara meracau entah
merapal apa. Dia adalah Lamahila nenek yang dikenal sebagai juru nikah di negeri
Latanahsilam. Di sebelah si nenek duduk seorang lelaki berusia sekitar setengah
abad bernama Laduliu.
Lamahila duduk membelakangi sebuah batu besar rata setinggi lutut, berbentuk
tempat ketiduran. Di ujung sebelah kiri ada dua buah gundukan batu rata
menyerupai dua buah bantal.
Tiba-tiba suara racau si nenek berhenti. Menyusul mulut perotnya berucap
mengajukan pertanyaan. "Wahai kalian yang meminta dipertemukan dalam satu
perkawinan sakral! Bukit Batu Kawin telah siap. Apakah berdua kalian sudah
siap?" "Kami sudah siap nek," jawab Lahopeng dan Luhrinjani berbarengan.
"Sebutkan nama kalian. Satu persatu!" kata si nenek Lamahila.
"Aku Lahopeng."
"Aku Luhrinjani."
Lamahila memandang dengan sepasang mata dibesarkan pada dua orang di depannya
lalu mendongak ke langit kelam dan lengkingan satu pekik menggidikkan.
"Wahai Lahopeng, apa kau kunikahkan bersedia dengan Luhrinjani" Apa kau bersedia
menjadi suami Luhrinjani?"
"Aku bersedia karena aku mencintainya," jawab Lahopeng.
"Wahai randa tiga hari bernama Luhrinjani. Apa kau kunikahkan bersedia dengan
Lahopeng" Apa kau bersedia menjadi istri Lahopeng?"
"Aku bersedia nek," jawab Luhrinjani.
Si nenek lontarkan seringai angker pada kedua orang itu. Dia angkat kedua
tangannya ke atas lalu berseru. "Aku Lamahila hanyalah si juru nikah. Segala apa
yang terjadi di tempat ini tanggung jawabku menjadi. Tapi semua apa yang terjadi
setelah itu adalah bagian tanggung jawab kalian berdua! Wahai Lahopeng dan
Luhrinjani. Apa kalian berdua bersedia menerima tanggung jawab itu"!"
"Kami bersedia nenek Lamahila," Lahopeng dan Luhrinjani sama berikan jawaban.
"Langit bersaksi. Bumi bersaksi. Di antara keduanya roh dan para Peri dan Dewa
ikut bersaksi! Wahai anak manusia bernama Laduliu, apa kau sudah siap menjadi
saksi hidup di bawah langit di atas bumi"!"
Lelaki separuh baya yang duduk di sebelah si nenek segera menjawab. "Aku Laduliu
siap menjadi saksi perkawinan antara Lahopeng dengan Luhrinjani. Dengan syarat
segala tanggung jawab adalah bagian mereka berdua!"
Dari mulut Lamahila melengking satu pekik keras. Lalu dari balik bajunya nenek
ini keluarkan sepotong kayu. Begitu ujung kayu disorongkan ke perapian dan
terbakar maka tempat itu serta merta menjadi sangat wangi harumnya bau kayu
cendana. "Syarat perkawinan di Negeri Latanahsilam! Ada lelaki sebagai pengantin lelaki.
Ada perempuan sebagai pengantin perempuan. Jika dia gadis maka jadilah dia
pengantin perawan. Jika dia seorang randa maka jangan menunggu sampai lewat
tujuh hari. Kecuali Bola Bola Iblis 5
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
kalau dia mau menunggu selama dua puluh empat kali bulan purnama. Ada saksi di
langit. Ada saksi di bumi. Ada saksi di antara keduanya. Bukit Batu Kawin! Malam ini aku


Wiro Sableng 102 Bola Bola Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lamahila yang dikuasakan sebagai juru nikah di Negeri Latanahsilam ingin
melakukan pengesahan perkawinan antara pemuda bernama Lahopeng dengan seorang
randa bernama Luhrinjani. Perkenankan sepasang pengantin ini bersatu raga di
atas pelaminan batu!"
Saat itu terjadilah satu hal yang aneh. Batu besar berbentuk tempat tidur di
belakang si nenek tiba-tiba bergoyang lima kali.
Luhrinjani merasakan dadanya berdebar dan mukanya seolah tidak berdarah.
Terbayang olehnya peristiwa empat hari lalu. Di tempat itu juga dia melakukan
upacara perkawinan dengan Lakasipo.
"Tanda terlihat sudah. Perkenan sudah didapat. Upacara syahnya perkawinan siap
dilaksanakan." Lamahila memberi isyarat agar semua orang yang ada di situ
bangkit berdiri.
Tongkat kayu cendana yang ujungnya masih terbakar nyala api diputar-putar di
udara membentuk lingkaran-lingkaran merah sabung menyabung dan menebar bau harum
kemana-mana. "Wahai Lahopeng dan Luhrinjani. Berjalanlah kalian berdua. Tangan berpegangan.
Kelilingi batu pelaminan. Tiga kali dari arah kiri. Tiga kali dari arah kanan.
Setelah itu lepaskan pakaian masing-masing. Naik ke atas pelaminan batu. Di situ
kalian harus melakukan kewajiban pertama kalian sebagai suami istri yang syah."
Lamahila memberi isyarat pada Laduliu. Orang yang bertindak sebagai saksi
merangkap pembantu si nenek ini segera mengambil selembar tikar terbuat dari
jerami berwarna kuning yang sudah disiapkannya. Tikar ini dibentangkan di atas
pelaminan batu.
Lamahila keluarkan sebuah pundi-pundi kecil terbuat dari tanah berisi cairan
harum yang kemudian dituangkannya di empat sudut tikar. Lalu dari sebuah kantong
kain diambilnya beberapa jumput tujuh macam bunga dan disebar di atas tikar
jerami. Setelah melakukan itu semua Lamahila diikuti Laduliu melangkah mundur ke tempat
gelap. Dari mulut si nenek kembali terdengar suara meracau tapi sangat perlahan,
antara terdengar dan tidak. Dari tempat gelap bersama pembantunya dia siap
menyaksikan apa yang akan dilakukan Lahopeng dan Luhrinjani.
Diterangi nyala perapian, sambil berpegangan tangan Lahopeng dan Luhrinjani
melangkah mengelilingi pelaminan batu. Mula-mula tiga kali dari sebelah kiri.
Setelah itu berputar ke sebelah kanan.
Seperti apa yang dikatakan si juru nikah Lamahila, Lahopeng menanggalkan
pakaiannya yakni sehelai celana berwarna merah. Akan halnya Luhrinjani,
perempuan muda ini tidak segera mengikuti apa yang dilakukan si pemuda.
Dari arah kegelapan tiba-tiba terdengar suara Lamahila.
"Jika terjadi keragu-raguan di salah satu pihak. Maka perkawinan di Bukit Batu
Kawin ini menjadi batal!"
"Luhrinjani," bisik Lahopeng. "Lekas tanggalkan pakaianmu."
Saat itu di pelupuk mata Luhrinjani mendadak muncul bayangan wajah suaminya.
"Lakasipo..." desis Luhrinjani. Dia melihat Lahopeng seolah sosok Lakasipo. Itu
sebabnya perempuan ini diam saja ketika Lahopeng mulai melepas tali pengikat
pinggang pakaiannya. Tali pengikat jatuh kebawah. Sebagian aurat Luhrinjani
tersingkap. Bola Bola Iblis 6
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Pada saat itulah sekonyong-konyong di kejauhan terdengar suara menggemuruh derap
kaki kuda. Bergerak cepat sekali menuju puncak Bukit Batu Kawin. Semua orang
yang ada di tempat itu tersentak kaget.
Luhrinjani putar kepalanya ke arah datangnya suara itu. "Lakasipo..." bibir
Luhrinjani bergerak bergetar. "Aku mengenali suara binatang tunggangannya."
Melihat gelagat yang tidak baik itu Lahopeng bergegas berusaha menanggalkan
seluruh pakaian yang melekat di tubuh Luhrinjani.
Laksana hantu turun dari langit tiba-tiba melesatlah sesosok makhluk hitam besar
disertai gelegar ringkik kuda. Tiupan angin kencang menerbangkan tikar jerami
kuning dari atas pelaminan batu. Bunga-bunga aneka warna bertebaran ke udara.
* * * Bola Bola Iblis 7
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TIGA raaakkk! Tiga pasang kaki berbulu aneh mendarat di atas bukit batu. Itu adalah
kaki-kaki seekor kuda hitam bermata merah yang pada kepalanya terdapat dua buah
Btanduk mencuat tajam. Keanehan lain dari kuda ini ialah dia memiliki tiga
pasang kaki. Tiga di sisi kiri dan tiga di sisi kanan!
Di atas kuda aneh itu duduk seorang lelaki yang muka dan tubuhnya penuh luka
bersimbah darah.
"Lakasipo!" teriak Luhrinjani begitu melihat orang di atas kuda yang bukan lain
adalah suaminya sendiri. Bagaimana hal ini bisa terjadi. Bukankah menurut
Lahopeng suaminya itu telah menemui ajal di tangan komplotan pemberontak.
Luhrinjani berpaling ke arah Lahopeng. Pemuda ini tampak tegak tertegun. Matanya
terbeliak dan mukanya yang kebiru-biruan mendadak pucat. Luhrinjani hendak
menghambur lari mendapatkan lelaki itu tapi langkahnya tertahan begitu sadar
akan keadaan dirinya yang saat itu tidak tertutup selembar benang pun karena
tadi Lahopeng telah sempat menanggalkan pakaiannya.
Dengan cepat Luhrinjani mengambil pakaiannya lalu mengenakannya dengan tergesa-
gesa. Lahopeng segera pula menyambar celana merahnya.
Walau matanya laksana ditusuk tombak api dan dadanya seolah terbakar menyaksikan
keadaan istrinya namun Lakasipo tidak perdulikan perempuan itu. Dia melesat dari
atas kuda dan langsung menghadapi Lahopeng.
"Lahopeng kerabat keparat! Busuk tidak kusangka sifatmu! Diriku kau khianati!"
"Lakasipo, jangan salah kau bersangka! Biar kujelaskan padamu..." Lahopeng
tergagap. "Tidak perlu penjelasan! Aku tahu sudah apa yang terjadi! Lebih dari itu sudah
kubuktikan sendiri apa yang ada dalam bungkusan kepalamu! Keji!" Alis dan kumis
Lakasipo yang lebat sampai berjingkrak saking marahnya.
"Lakasipo, tunggu dulu!"
"Jahanam! Jangan kau berani bermulut banyak! Kau sengaja menjebak aku Lahopeng!
Kau katakan ada sekelompok orang hendak merampas kedudukanku sebagai Kepala
Negeri Latanahsilam. Kau bawa aku ke Lembah Labengkok. Ternyata yang menunggu di
sana bukan pemberontak. Tapi kaki tanganmu. Dibantu Hantu Muka Dua! Kau begitu
yakin aku akan terbunuh! Kau beritahu Luhrinjani bahwa aku sudah tewas. Agar kau
bisa mengawininya! Pengkhianat laknat terkutuk! Dari belakang kau menohok! Kau
gunting leherku dalam lipatan! Tapi para roh dan para dewa menolongku! Aku masih
hidup Lahopeng! Kau harus tebus kejahatanmu dengan nyawa busukmu!"
"Lakasipo wahai suamiku!" jerit Luhrinjani yang saat itu sudah mengenakan
pakaiannya dan menghambur ke arah Lakasipo. Tapi lelaki itu membentaknya dengan
suara garang dan wajah sebuas setan.
"Perempuan tidak berbudi! Mana kesetiaanmu!"
"Suamiku...."
"Jangan panggil aku suamimu! Tiga hari baru kau jadi istriku! Belum satu minggu
kau kukawini! Sampai hati kau menyerahkan hati dan tubuhmu pada lelaki lain!"
"Lakasipo, aku tertipu. Aku...."
Bola Bola Iblis 8
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Kau tidak tertipu Luhrinjani! Justru kau sendiri menipu diri!" Lakasipo lalu
mendorong tubuh perempuan itu hingga Luhrinjani jatuh terjengkang dekat
pelaminan batu.
Di tempat gelap Lamahila dan Laduliu saling berbisik.
"Tak kusangka hal seperti ini bakal terjadi! Lahopeng dan kaki tangannya rupanya
sengaja menipu Luhrinjani agar dapatkan randa itu. Kita ikut tertipu Nenek
Lamahila..."
suara Laduliu bernada penuh khawatir.
"Ditakuti tak ada yang perlu!" jawab Lamahila. "Bukankah aku sudah merapal.
Apapun yang bakal terjadi semua tanggung jawab Lahopeng dan Luhrinjani! Itu
perjanjian disaksikan langit dan bumi. Disaksikan pelaminan batu! Didengar para
roh, para Peri dan para Dewa!"
"Tapi Nenek Lamahila. Pikirkan keselamatan sendiri. Lebih baik kita segera
angkat kaki dari puncak Bukit Batu Kawin ini!"
Si nenek berambut putih riap-riapan anggukkan kepala. "Aku setuju ucapanmu
Laduliu! Lekas kita merat dari sini!" kata si nenek pula. Lalu dua orang itu
dengan cepat segera tinggalkan Bukit Batu Kawin, menghilang dalam kegelapan.
Dengan keluarkan suara menggembor Lakasipo menerjang ke arah Lahopeng.
Tangan kanannya bergerak. Lima jari tangan kanannya menjentik. Lima larik sinar
hitam menderu menghantam Lahopeng.
"Pukulan Lima Kutuk Dari Langit!" teriak Lahopeng yang mengenali pukulan maut
itu dan menjadi sadar kalau Lakasipo benar-benar nekad ingin membunuhnya.
Secepat kilat Lahopeng jatuhkan diri ke bukit batu. Lima larik sinar hitam lewat
hanya sejengkal di sampingnya. Menghantam dua buah pohon besar enam tombak di
ujung kiri. Sesaat kemudian terdengar suara bergemeletak seperti kayu kering
dimakan api. Padahal tak ada kayu yang terbakar. Ketika Lahopeng palingkan kepalanya untuk
melihat apa yang terjadi, mukanya yang kebiru-biruan menjadi putih dan nyawanya
seperti terbang.
Dua pohon tinggi besar yang terkena pukulan Lima Kutuk Dari Langit saat itu
telah berubah ciut mengkeret menjadi dua pohon kering kerontang tanpa daun. Dan
tingginya kini hanya sampai sebatas lutut!
Lahopeng sadar bahaya besar yang dihadapinya. Dia memang memiliki ilmu
kesaktian. Tapi ilmu yang dimiliki Lakasipo sulit ditandingi. Padahal lawan baru
mengeluarkan satu saja dari beberapa ilmu hebat yang dimilikinya.
Sambil melompat bangkit Lahopeng cabut senjata yang terselip di pinggangnya.
Yakni sebilah parang terbuat dari batu kelabu. Walau bentuknya buruk namun
parang batu ini bukan senjata sembarangan. Jangankan tubuh manusia, batu sebesar
apapun bisa hancur kena tikamannya. Selain itu untuk menyerang musuh senjata itu
tidak perlu tetap digenggam di tangan. Cukup dilempar dilepas ke udara maka
parang batu ini akan melayang menyerang musuh.
"Parang Batu Penjungkir Arwah!" ujar Lakasipo dengan suara bergetar menyebut
nama senjata di tangan Lahopeng. Dia tahu betul kehebatan senjata itu. Tapi
nyalinya tidak leleh. "Lahopeng! Boleh kau punya sepuluh parang sakti! Aku
Lakasipo tidak takut!"
Lahopeng pemuda berwajah kebiru-biruan menyeringai. "Waktu sudah kuminta untuk
memberi penjelasan. Tapi kau mendesak dan memburu laksana setan! Jangan menyesal
Lakasipo! Kalau kau benar-benar mati menjadi setan!"
Bola Bola Iblis 9
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Jahanam takabur! Perampok istri orang! Kau punya roh yang bakal minggat duluan!
Kau yang bakal jadi setan gentayangan! Arwahmu tergantung antara langit dan
bumi! Tersiksa dalam siang maupun malam! Tersesat di delapan penjuru angin! Para Peri
dan Dewa mendengar kutukku!"
"Aku tidak merampok istri Lakasipo! Kau yang merampas kekasihku!" teriak
Lahopeng. "Kalian berdua! Hentikan perkelahian!" teriak Luhrinjani. Perempuan ini tidak
berani mendekati dua orang yang tengah berhadap-hadapan untuk saling membunuh
itu. Namun tak ada yang memperdulikan jeritan Luhrinjani.
"Lakasipo, jika kau memang merasa diri hebat! Jika kau masih inginkan istrimu
majulah!" tantang Lahopeng.
Lakasipo merasa sekujur tubuhnya seperti terbakar mendengar ucapan orang. "Aku
tidak ingin perempuan penjual cinta dan tubuh itu! Hanya satu niatku saat ini!
Membunuhmu sampai lumat!"
"Kau mimpi Lakasipo! Majulah cepat! Akan kubuktikan bahwa kau seorang lelaki tak
berguna! Kau tidak pantas menjadi Kepala Negeri Latanahsilam. Lebih dari itu kau
tidak pantas menjadi suami Luhrinjani!"
Lakasipo keluarkan suara menggereng dahsyat. Tubuhnya berkelebat ke depan. Di
saat yang sama Lahopeng lemparkan Parang Batu Penjungkir Arwah ke udara. Senjata
ini serta merta memancarkan sinar kelabu lalu secara aneh berputar seperti
titiran. Memancarkan cahaya kelabu dan mengeluarkan angin dingin menggidikkan. Parang
batu ini menyambar ganas ke arah Lakasipo. Menyerang bagian-bagian tubuh secara
tidak terduga! Lakasipo tahu kehebatan senjata lawan cepat berkelebat mengelak. Tubuhnya seolah
berubah menjadi bayang-bayang. Sambil mengelak tangannya bergerak tiada henti.
"Hulu parang... hulu parang! Aku harus dapat menangkap hulu parang!" kata Lakasipo
dalam hati berulang kali. Dia memang tahu kelemahan senjata lawan. Siapa saja
yang diserang tapi sanggup menangkap gagang parang batu maka senjata itu akan
menjadi miliknya, dapat dipergunakan untuk menyerang lawan termasuk pemiliknya.
Tapi bukan hal mudah untuk dapat menangkap hulu parang batu. Selama Lahopeng
memiliki senjata itu, sekian lama pula ayahnya menguasai parang tersebut sebelum
diwariskan pada Lahopeng, tidak pernah ada satu musuh pun yang sanggup menangkap
parang batu! Agaknya Lakasipo juga tidak mungkin melakukan hal itu. Usahanya bukan saja sia-
sia tapi dua lengan dan tangannya yang sebelumnya memang sudah penuh luka
bergelimang darah kini tampak cidera bertambah parah. Satu tikaman malah
mengoyak lambungnya hingga tulang iganya tersembul memutih. Luhrinjani terpekik!
"Lakasipo! Kematian akan segera menjemputmu! Aku bersedia memberi pengampunan!
Tinggalkan tempat ini! Jangan berani kembali ke Negeri Latanahsilam!"
Lakasipo mendengus keras. Dari hidung dan mulutnya mengepul hawa putih.
"Memang aku akan pergi jauh Lahopeng. Aku akan pergi ke Negeri Neraka Langit Ke
Tujuh! Dan kau akan kubawa serta!"
Habis berkata begitu Lakasipo keluarkan satu pekik dahsyat. Tubuhnya mencelat
dua tombak ke atas. Dari ujung dua kakinya mengepul asap hitam yang langsung
membungkus kedua kakinya sampai sebatas betis sehingga saat itu dia seperti
mengenakan sepasang kasut hitam memancarkan cahaya angker.
Bola Bola Iblis 10
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Kaki Roh Pengantar Maut!" seru Lahopeng penuh kejut. Dalam hati dia membatin
kecut. "Jadi benar rupanya dia telah memiliki ilmu luar biasa itu. Aku waspada harus!
Atau...." "Wutttt!"
"Wuuuut!"
Laksana dua ekor elang besar, dua kaki Lakasipo melayang turun, menyambar ke
dada dan kepala Lahopeng. Dua larik sinar menggidikkan menambah angker serangan
maut itu. Lahopeng cepat berkelebat selamatkan diri sambil gerakkan tangan
kanannya. Di bawah kendali gerakan tangan itu, Parang Batu Penjungkir Arwah
melesat ke atas memapasi hantaman dua Kaki Roh Pengantar Maut.
"Breettt!"
Sambaran parang merobek selaput hitam yang membungkus kaki kiri Lakasipo dan
merobek telapak kakinya. Darah mengucur. Namun kemarahan dendam kesumat membuat
Lakasipo tidak merasakan sakitnya luka di kaki itu. Kaki kanannya digerakkan
menghantam parang batu.
"Braaakkk!"
Parang Batu Penjungkir Arwah patah dua mengeluarkan suara seperti hancurnya
sebuah batu besar. Dua patahan parang terlempar lenyap dalam kegelapan.
Putuslah nyali Lahopeng melihat apa yang terjadi dengan senjata yang sangat
diandalkannya itu. Tanpa menunggu lebih lama dia berkelebat ke balik sebatang
pohon besar lalu melesat ke atas biawak hitam tunggangannya dan kabur melarikan
diri dari puncak Bukit Batu Kawin.
"Jahanam Lahopeng! Mau ke mana kau lari!" teriak Lakasipo. Masih melayang di
udara tubuhnya membuat gerakan berjungkir balik lalu melesat mengejar ke arah
larinya pemuda berwajah biru. Kaki kanannya menghantam.
"Braaakkk!"
Batang pohon besar di balik mana barusan Lahopeng menyelinap kabur hancur
terkena tendangan Lakasipo lalu tumbang menggemuruh. Lakasipo berkelebat
mengejar ke balik tumbangan pohon. Namun Lahopeng dan tunggangannya telah lenyap
dalam kegelapan malam. Lakasipo kertakkan rahang. Dia siap lari mendatangi kuda
berkaki enam yang jadi tunggangannya untuk mengejar. Tapi tiba-tiba Luhrinjani
telah memagut tubuhnya. Merasa dirinya dihalangi Lakasipo membentak marah.
"Sengaja kau menghalangi diriku mengejar pemuda jahanam itu! Makin jelas bagiku


Wiro Sableng 102 Bola Bola Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau ingin membela melindunginya! Pertanda kau bukan perempuan suci! Bukan
perempuan setia bisa dipercaya! Kudengar di masa muda ibumu juga bersifat
seburuk dirimu!"
Luhrinjani menjerit mendengar kata-kata Lakasipo itu. Perempuan ini jatuhkan
diri dan merangkul kaki Lakasipo seraya meratap.
"Wahai Lakasipo, sabarkan dirimu. Buang amarahmu jauh-jauh. Jika sudah kau
menguasai diri, mari kita bicara dulu...."
Lakasipo mendengus dan sibakkan dua tangan Luhrinjani. "Jangan sentuh diriku
Luhrinjani! Mulai saat ini tidak aku sudi lagi melihat dirimu! Pergi kejar
Lahopeng! Kawini dirinya! Bukan dengan tubuh kasarnya! Tapi dengan roh busuknya!
Karena aku akan segera membunuhnya! Pasti!"
"Lakasipo...."
Bola Bola Iblis 11
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Jangan panggil namaku!" teriak Lakasipo lalu menjambak rambut Luhrinjani
sehingga sederet sunting yang menghias kepalanya berjatuhan. "Ingat malam
perkawinan waktu kita berada di pelaminan batu sana empat hari lalu! Aku begitu
mengasihimu hingga tidak sungguh-sungguh bersatu badan denganmu! Sebagai istriku
hal itu bisa kudapatkan nanti. Bukan disaksikan oleh orang banyak yang punya
adat kebiasaan gila itu! Menyuruh orang bersatu badan sementara mereka
menyaksikan! Bejat sungguh adat gila negeri ini!"
"Lakasipo! Jangan kau berani berkata begitu. Itu adat aturan Negeri Latanahsilam
sejak jaman nenek moyang kita...!" seru Luhrinjani.
"Kujaga dirimu baik-baik pada malam pengantin kita! Tapi tadi kau begitu mudah
hendak menyerahkan tubuhmu pada Lahopeng pemuda pengkhianat keparat itu! Sungguh
budimu rendah sekali! Martabatmu di mana sebagai gadis terpandang di Negeri
Latanahsilam! Perempuan lacur di Negeri Lahansesat sekalipun jika dikawini
secara baik-baik tidak akan berbuat serendah pekerti dirimu!"
Luhrinjani terpekik mendengar ucapan Lakasipo itu. Mukanya pucat memutih.
Matanya terbelalak dan sekujur tubuhnya menggeletar. Dua tangannya dipergunakan
menekap pipinya kiri kanan. Dalam keadaan setengah berjongkok dia bersurut
mundur. Sekali lagi perempuan ini menjerit. Lalu tiba-tiba sekali dia bangkit berdiri,
memutar tubuh dan lari ke arah timur puncak Bukit Batu Kawin di arah mana
terdapat sebuah jurang batu sedalam seratus tombak.
"Luhrinjani!" teriak Lakasipo. Dia segera mengejar karena sadar apa yang hendak
dilakukan perempuan itu. Namun lelaki ini hanya sempat menyentuh pundak istrinya
itu. Luhrinjani telah lebih dulu menghambur membuang diri ke dalam jurang batu. Suara
pekikannya menggema selagi tubuhnya melayang jatuh ke bawah. Lalu suara pekik
itu lenyap. Puncak Bukit Batu Kawin ditelan keheningan. Tak ada suara apa-apa.
Bahkan suara hembusan angin pun tidak menyentuh pendengaran. Lakasipo tegak
terkesiap, memandang membeliak ke dalam jurang gelap menghitam.
"Luhrinjani!" Tiba-tiba Lakasipo berteriak. Hanya gema suaranya yang menyahuti,
menggaung dari dasar jurang batu yang kelam.
* * * Bola Bola Iblis 12
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ EMPAT eperti diceritakan dalam serial Wiro Sableng berjudul "Wasiat Malaikat" (Episode
ke 9 dari 11 Episode) ketika masuk ke dalam Telaga Gajahmungkur, Puti Andini alias
Dewi SPayung Tujuh telah ditelan oleh ular naga betina peliharaan Kiai Gede Tapa
Pamungkas. Di dalam perut ular gadis ini menemukan tiga buah benda. Pertama
Pedang Naga Suci 212 yang memang tengah dicarinya atas perintah Tua Gila. Benda
ke dua adalah sebuah kitab daun lontar bernama Kitab Wasiat Malaikat. Benda ke
tiga sebuah batu aneh memiliki tujuh macam warna seperti warna pelangi.
Sewaktu perut ular robek besar oleh sambaran Pedang Naga Suci 212, senjata sakti
ini bersama Kitab Wasiat Malaikat dan batu tujuh warna terpental ke luar. Pedang
Naga Suci 212 diperebutkan oleh beberapa orang tokoh silat antara lain Sinto
Gendeng, Sika Sure Jelantik dan Sabai Nan Rancak. Setelah berpindah tangan
pedang sakti itu akhirnya jatuh ke tangan Puti Andini dan dipergunakan untuk
menyembuhkan Pendekar 212 dari musibah kutuk yang dideritanya.
Kitab Wasiat Malaikat didapat oleh Ratu Duyung sedang batu tujuh warna berhasil
diambil oleh kakek aneh bermata jereng bertelinga lebar yang dikenal dengan
panggilan Si Setan Ngompol.
Setelah peristiwa besar di saat gerhana matahari di Telaga Gajahmungkur yang
mengisahkan matinya dedengkot golongan hitam Datuk Lembah Akhirat (dituturkan
dalam serial Wiro Sableng berjudul "Gerhana Di Gajahmungkur") tiga dari sekian
banyak tokoh silat golongan putih yang terlibat dalam peristiwa itu kini
tersesat di kawasan pantai selatan.
Mereka adalah Pendekar 212 Wiro Sableng, si bocah bernama Naga Kuning alias Naga
Cilik alias Naga Kecil. Lalu kakek berjuluk Si Setan Ngompol.
"Kita pergi tanpa tujuan. Mendingan aku ikut saja bersama Ratu Duyung yang
cantik itu. Mencari Hantu Balak Anam yang katanya membekal Kalung Permata
Kejora. Atau ikut dengan gadis berambut pirang Bidadari Angin Timur. Pergi
dengan kalian pemandanganku malah jadi sepet. Apa untungnya aku ikut kalian!"
Pendekar 212 dan Setan Ngompol saling pandang dan kedipkan mata. Setan Ngompol
baru saja hendak menjawab ucapan si bocah Naga Kuning tadi tapi mendadak ada
suara lain mendahului.
"Wahai bocah jelek! Tidak ada memang untungnya! Malah kau segera akan jadi
buntung!" Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol serta merta sama palingkan kepala ke arah
datangnya suara tadi. Mereka melihat seorang kakek tak dikenal duduk bersila di
atas sebuah batu. Orang tua berambut, berkumis dan berjanggut putih riap-riapan
ini mengenakan pakaian aneh, terbuat dari sejenis daun yang dikeringkan. Dia
duduk bersila di atas sebuah batu. Wajahnya aneh karena kening, hidung dan
pipinya sama rata. Di balik keanehan ini terpancar sesuatu yang menakutkan.
"Aneh," bisik Wiro. "Barusan kita melewati batu itu tak ada siapa-siapa di sana.
Bagaimana sekarang tahu-tahu kakek itu berada di situ?" Naga Kuning tidak sahuti
ucapan Wiro. Dia yang barusan ditegur dan memang sedang jengkel langsung berkata
pada si orang tua.
Bola Bola Iblis 13
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Kakek tak dikenal. Tolong jelaskan apa maksud ucapanmu barusan." Naga Kuning
lalu melangkah mendekati orang tua itu. Tapi Si Setan Ngompol cepat pegang
lengan si bocah seraya berkata.
"Cuma seorang jembel bulukan begitu perlu apa dilayani."
Naga Kuning - bocah yang sebenarnya adalah seorang kakek berusia lebih dari
seratus tahun ini - semula hendak mengiyakan. Namun mendadak Pendekar 212 Wiro
Sableng pegang bahu Naga Kuning dan Setan Ngompol seraya berkata setengah
berbisik. "Coba kalian perhatikan. Tadinya aku mengira kakek itu duduk di atas batu.
Ternyata tubuhnya berada setengah jengkal di atas batu! Dia duduk mengapung di
udara!" Setan Ngompol dan Naga Kuning sama-sama besarkan mata lalu sama-sama tersurut.
Setan Ngompol leletkan lidah. "Hanya orang-orang berkepandaian sangat tinggi
mampu melakukan hal seperti itu. Nyanyuk Amber tokoh paling hebat dalam rimba
persilatan sekalipun belum tentu bisa berbuat seperti itu...."
Wiro garuk-garuk kepalanya. Maju selangkah lalu cepat menjura. "Ah, maafkan kami
yang buta ini. Tidak tahu kalau saat ini tengah berhadapan dengan seorang
pandai. Kek, siapa kau gerangan dan mengapa berada di rimba belantara ini. Apa
kau kesasar...?"
Kakek yang mengapung di atas batu tertawa mengekeh. Suara kekehannya terdengar
aneh karena seolah bergema di empat sudut hingga Wiro dan kawan-kawannya
memandang berkeliling terheran-heran.
"Kau benar-benar hebat Kek! Memiliki ilmu memindahkan suara hingga tawamu
terdengar di empat tempat!" Pendekar 212 memuji.
Si kakek gelengkan kepala. "Wahai anak muda. Ilmu memindahkan suara yang kau
kenal adalah dasar paling rendah dari kepandaian mempermainkan lidah dan tenaga
dalam dari perut. Yang barusan padamu aku perlihatkan adalah ilmu bernama Empat
Penjuru Angin Menebar Suara! Lima tingkat lebih tinggi dari ilmu memindahkan
suara!" "Ah, seumur hidup baru sekali ini aku mendengar ilmu yang kau sebutkan itu!"
kata Setan Ngompol. "Sahabat tua, kami belum mendengar penjelasanmu. Apa benar
kata sahabatku ini tadi. Kau kesasar ke tempat ini?"
"Wahai kakek yang tubuhnya menebar bau kencing kuda! Tidak kesasar aku ini!
Perjalanan dan pertemuan ini sudah kurencanakan sejak lima abad silam memang!"
Tiga orang itu melengak ternganga. Wiro berbisik. "Si tua ini bukan saja aneh
keadaan tubuhnya tapi caranya bicara juga aneh. Kata-kata dalam ucapannya
kadang-kadang terbalik-balik. Lalu katanya dia telah merencanakan ini sejak lima
abad lalu...."
"Biar aku yang bicara," kata Setan Ngompol. Lalu dia maju satu langkah mendekati
orang di atas batu. "Sobat, kita sama-sama tua. Pengalaman hidup kita tentu
sudah bergudang-gudang. Tapi baru sekali ini aku mendengar ada orang
merencanakan perjalanan dan pertemuan sejak lima ratus tahun lalu. Bagaimana
ini?" "Wahai bagi bertiga kalian mungkin saja aneh. Tapi bagiku sama sekali anehnya
tidak ada. Apa yang kurencanakan kini menjadi kenyataan. Kalian bertiga sudah
ada dalam penglihatanku lima ratus tahun lalu. Nyatanya wahai kini kalian hadir
benar-benar di hadapanku!"
"Aku melihat gelagat tidak baik," bisik Setan Ngompol pada Pendekar 212.
"Melihat pada pakaiannya yang terbuat dari daun kering tidak mustahil dia ini
lama terpendam dalam rimba belantara."
Bola Bola Iblis 14
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Kek, rencana apa yang ada dalam benakmu sejak lima ratus tahun silam itu?"
bertanya Naga Kuning.
Belum si kakek menjawab Wiro menyambung. "Kek, setiap bicara kau suka memakai
kata wahai. Selain itu logat bicaramu aneh. Kata-katamu suka terbalik-balik. Kau
bukan orang sini. Kau dari mana sebenarnya Kek?"
Kembali kakek di atas batu tertawa mengekeh dan seperti tadi suara tawanya
terdengar menggema di empat tempat.
"Aku datang dari negeri seribu dua ratus tahun silam..." kata orang tua di atas
batu sambil menyeringai lalu mengusap mukanya yang rata.
"Kakek kau tentu bergurau!" kata Naga Kuning pula.
"Kek, kami memang tidak kenal siapa kau. Tapi kalau katamu kau datang dari masa
seribu dua ratus tahun silam, rasanya sulit kupercaya..." kata Wiro sambil garuk-
garuk kepala. "Itulah sifat jelek manusia hidup dalam jamanmu wahai anak muda. Terkadang tidak
mau percaya pada kenyataan. Tapi lebih percaya pada kebohongan. Percuma saja aku
menjelaskan pada wahai kalian bertiga. Karena kujelaskan pun kalian tidak akan
mengerti. Biar satu contoh aku berikan!" Kakek yang duduk mengapung di atas batu memandang
pada Naga Kuning. "Orang ini. Perwujudan muka dan sosok tubuhnya adalah seorang
bocah. Berusia tidak lebih dari dua belas tahun. Tapi siapa mengira sebenarnya
kalau dia adalah seorang tua berusia seratus dua puluh tahun! Siapa bisa
menerangkan keanehan ini!
Padahal keanehan dalam dirinya adalah sepersepuluh saja dari segala keanehan
yang terdapat dalam kehidupanku!"
Naga Kuning diam-diam menjadi gelisah. "Bagaimana orang tua ini tahu keadaan
diriku," ujarnya dalam hati.
"Kek, tadi pun kami sudah mengatakan kau adalah orang hebat. Bukan sembarangan.
Sekarang apakah kau mau mengatakan siapa dirimu" Apa rencanamu terhadap kami
sesuai penglihatanmu lima ratus tahun yang lalu?"
Mendengar ucapan Wiro itu orang tua di atas batu berkata. "Wahai anak muda yang
jarah tiga angka ada di dadanya! Akan kujawab tanyamu. Coba pandang dulu wajahku
baik-baik!" Habis berkata begitu si orang tua gerakkan tangan kanannya untuk
mengusap wajah serta bahunya kiri kanan. Saat itu juga wajahnya yang tadi rata
kini berubah menjadi wajah makhluk sangat menyeramkan. Rambutnya berjingkrak
lurus berwarna merah. Dari kulit kepalanya mengepul asap kemerah-merahan.
Hidungnya panjang tinggi dan bengkok.
Lalu sepasang matanya seolah berada di luar rongga, membeliak merah. Dari sela
bibirnya yang kini berubah biru pekat mencuat keluar barisan gigi-gigi panjang
besar dan lancip.
Sesekali lidahnya terjulur keluar bergelimang cairan merah seperti darah!
Perubahan yang terjadi atas diri orang tua ini tidak sampai disitu saja.
Ternyata tangannya kini telah menjadi empat buah. Dua di kiri dua di kanan!
Empat tangan itu bergerak kian kemari tak bisa diam.
Pendekar 212, Naga Kuning dan Setan Ngompol tersurut sampai tiga langkah. Setan
Ngompol langsung terkencing-kencing."Celaka! Jangan-jangan kita berhadapan
dengan dedemit rimba belantara!" bisik kakek ini sambil pegangi bagian bawah
perutnya kencang-kencang menahan kencing.
Didahului suara tawa bergelak, sosok menyeramkan kakek di atas batu kembali
berubah seperti semula. Mukanya kembali rata dan tangannya kembali hanya dua.
Wiro Bola Bola Iblis 15
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
beranikan diri berkata. "Kami sudah lihat keadaan dirimu. Sungguh luar biasa.
Cuma kalau tanganmu empat seharusnya kakimu juga kau rubah empat, tidak cuma
dua!" Naga Kuning tertawa cekikikan. Setan Ngompol senyum-senyum tak berani tertawa
keras-keras karena takut terkencing-kencing.
"Orang tua, sekali lagi kami meminta. Harap terangkan siapa dirimu adanya!" Naga
Kuning kini yang bicara.
Wajah rata si orang tua tampak hitam mengelam. Dadanya bergoncang tanda dia
menahan perasaan tidak enak akibat ucapan Wiro yang memperolokkannya tadi.
"Wahai kalian bertiga. Ketahuilah sejak lahir tidak pernah diriku diberi nama.
Orang-orang memanggilku dengan sebutan Hantu Tangan Empat!"
"Hantu Tangan Empat!" mengulang Wiro sementara Setan Ngompol dan Naga Kuning
saling berpandangan.
"Aneh," bisik Setan Ngompol. "Hantu benaran mana bisa bicara ngobrol seperti
dia! Kita harus hati-hati. Aku punya firasat dia ada niat jahat terhadap kita
bertiga! Bukankah dia sengaja mencegat kita di tempat ini. Seperti yang katanya
direncanakan sejak lima ratus tahun lalu" Gila! Apa masuk di akal"!"
Wiro pegang lengan Setan Ngompol lalu berkata pada Hantu Tangan Empat. "Kakek
hebat! Terima kasih kau sudah memberi tahu siapa dirimu. Sekarang apa kau suka
menjelaskan rencana apa yang kau buat terhadap kami bertiga?"
"Wahai anak muda! Dalam penglihatanku lima ratus tahun yang silam maka adalah
kau orangnya yang bernama Wiro Sableng, bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni
212. Benar?" Wiro garuk kepala lalu mengiyakan walau dalam hati dia membatin. "Lima ratus
tahun yang lalu lahir pun aku belum! Semakin aneh manusia satu ini bagiku!"
Kakek di atas batu berpaling pada Naga Kuning. "Dan kau wahai bocah! Seperti aku
kau juga dilahirkan tidak bernama. Orang-orang menyebutmu Naga Kuning alias Naga
Kecil alias Naga Cilik. Salahkah ucapanku"!"
"Kau, kau benar wahai Kakek!" jawab Naga Kuning. Walau heran tapi dia sengaja
meniru cara bicara si orang tua yang sering-sering mempergunakan kata wahai.
"Siapa diriku, apakah kau juga tahu?" bertanya Si Setan Ngompol sambil tekap
bagian bawah perutnya.
"Wahai orang tua berjereng mata, berlebar telinga. Menerka siapa dirimu semudah
membalikkan tangan. Badanmu menebar bau pesing kencing kuda. Pasti sudah kau
adalah manusianya yang dijuluki Si Setan Ngompol!"
"Ah!" Setan Ngompol berkata setengah berseru, kagum lalu terkencing.
"Sekarang Kek, harap katakan apa rencanamu terhadap kami," ucap Wiro pula.
Kakek yang mengaku sebagai Hantu Tangan Empat tertawa lebar. Dia usap muka
ratanya lalu rangkapkan dua tangan di atas dada. Setelah mendongak ke langit
baru dia berkata.
"Aku mendapat tugas dari Hantu Muka Dua...."
"Hemmm.... Kau tadi mengaku sebagai Hantu Tangan Empat. Hantu Muka Dua....
Siapa dia" Temanmu, gurumu, embahmu, atau pimpinanmu?" Yang bertanya adalah Naga


Wiro Sableng 102 Bola Bola Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kuning. "Hantu Muka Dua adalah raja di raja semua hantu di negeri seribu dua ratus tahun
silam Latanahsilam!" jawab Hantu Tangan Empat.
Bola Bola Iblis 16
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Hantu Muka Dua memberimu tugas. Tugas apa...?" tanya murid Sinto Gendeng Wiro
Sableng. Hantu Tangan Empat terlebih dulu pandangi satu persatu tiga orang di depannya.
Lalu dia menyeringai dan berucap. "Tugasku membunuh kalian bertiga!"
Setan Ngompol langsung terkencing. Naga Kuning pegangi lengan Wiro. Pendekar 212
sendiri menatap si orang tua sambil garuk kepala, tak percaya atas apa yang
barusan dikatakan.
"Apa kubilang," bisik Setan Ngompol. "Manusia ini ternyata memang punya maksud
jahat terhadap kita bertiga!"
* * * Bola Bola Iblis 17
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ LIMA endekar 212 maju selangkah mendekati orang tua yang bersila mengapung di atas
batu. "Hantu Tangan Empat, kami baru sekali ini bertemu denganmu...."
P "Aku sudah bertemu dengan kalian sejak lima ratus tahun silam wahai anak
muda!" "Tidak perduli kapan kau bertemu kami. Yang jelas antara kita tak ada silang
sengketa. Kami tidak tahu di mana itu negeri seribu dua ratus tahun silam! Kami
juga tidak tahu siapa adanya Hantu Muka Dua. Mengapa tahu-tahu muncul kau ingin
membunuh kami bertiga"! Apa tidak edan"!"
Hantu Tangan Empat tertawa mengekeh. "Wahai Pendekar 212. Dengar baik-baik.
Bagi kami para Hantu, tidak perlu harus ada alasan saling silang sengketa untuk
membunuh seseorang. Tidak sudi aku bicara berpanjang-panjang. Siapa di antara
kalian yang secara suka rela ingin lebih dulu menyerahkan nyawa!"
"Keparat sialan...!" maki Wiro dengan suara perlahan lalu berpaling pada Naga
Kuning dan Setan Ngompol. "Apa yang harus kita lakukan?"
"Aku mendengar segala macam hantu takut pada air kencing," berkata Naga Kuning.
"Bagaimana kalau kau kencingi saja kepalanya sekarang juga! Ayo Kek, lekas buka
celanamu...."
Si Setan Ngompol terkesiap bimbang. "Makhluk keparat itu tangannya empat.
Bagaimana kalau salah satu dari tangannya sampai meremas barangku! Bisa celaka
diriku seumur-umur!"
"Kalau begitu celanamu saja buka. Bukankah celanamu sudah basah oleh air
kencingmu. Lemparkan celana itu ke kepalanya!"
"Naga Kuning, jangan kau berani menyuruh seenaknya. Kau tahu di balik celana
luar ini aku hanya mengenakan sehelai celana kolor rombeng! Kau mau suruh aku
berdiri bugil di sebelah bawah"!"
"Wahai kalian bertiga! Apa berunding tengah menentukan siapa yang mau mati
duluan"!" Hantu Tangan Empat berseru. "Berunding jangan keliwat lama! Aku bisa
tidak sabaran dan menyapu kalian bertiga sekaligus!"
"Hantu sialan! Bagaimana kalau aku hantam saja dia saat ini juga!" Naga Kuning
jadi naik darah.
"Tunggu, ada sesuatu yang harus kita selidiki!" kata Wiro. "Dari tadi kulihat
matanya berulang kali melirik ke arah pinggang Setan Ngompol. Seperti ada yang
diincarnya." Murid Sinto Gendeng ini lalu maju lebih mendekati orang tua di atas
batu. "Hantu Tangan Empat, kau menyembunyikan sesuatu. Mustahil Hantu Muka Dua
menugaskanmu membunuh kami tanpa satu alasan. Kurasa ada sesuatu yang kalian
inginkan dari kami bertiga!"
Hantu Tangan Empat menatap wajah Pendekar 212 sesaat lalu tertawa gelak-gelak.
"Kau cerdik wahai anak muda berambut gondrong! Terkadang kecerdikan seseorang
bisa menyelamatkan dirinya dari kematian. Dari kalian kami memang menginginkan
sesuatu! Tidak masalah kalian mau memberikan apa tidak. Karena yang terjadi apapun
bertiga kalian tetap saja akan menemui kematian!"
"Hemm... begitu," ujar Wiro sambil menyeringai. Otak jahilnya mulai bekerja.
"Katamu kau mendapat tugas dari Hantu Muka Dua. Pernahkah kau mendengar makhluk
Bola Bola Iblis 18
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
bernama Hantu Muka Tiga" Satu muka di kepala, satu di dada, satu lagi di bawah
selangkangan!"
"Di negeri seribu dua ratus tahun silam tidak ada Hantu seperti itu," jawab
Hantu Tangan Empat.
"Hantu Muka Tiga adalah bapak dari Hantu Muka Dua! Dan Hantu Muka Tiga adalah
sahabat kami! Jika kau berani macam-macam Hantu Muka Tiga akan merebusmu dalam
kuali raksasa!!"
Kakek di atas batu sesaat terdiam tapi mulutnya menyunggingkan seringai.
"Sebaiknya kita panggil saja Hantu Muka Tiga sekarang juga! Biar tua bangka satu
ini dilalapnya mentah-mentah!" berkata Naga Kuning.
"Betul!" sahut Setan Ngompol. "Biar aku yang memanggil!" Orang tua yang sudah
tahu akal-akalan Wiro ini melesat ke cabang sebuah pohon.
Hantu Tangan Empat tertawa bergelak.
"Kami para Hantu tidak pernah termakan tipu daya manusia!" Tangan kanannya
diacungkan ke depan. "Wahai Pendekar 212! Aku minta senjata saktimu! Nyawamu
sekaligus!"
Bersamaan dengan itu Hantu Tangan Empat gerakkan tangan kanannya. Tangan itu
robek di bagian pinggang sebelah kiri. Murid Sinto Gendeng berseru kaget sambil
pegangi pinggangnya. Di depan sana dilihatnya si kakek masih tetap duduk
mengapung di atas batu dan di tangan kanannya orang tua itu telah memegang Kapak
Maut Naga Geni 212!
"Tua bangka berkedok hantu! Ternyata kau adalah maling tengik yang mencoba
menjadi rampok picisan!" teriak Wiro. Tangan kanannya segera diangkat. Tangan
ini sampai sebatas siku serta merta berubah menjadi seputih perak.
Kakek di atas batu gelak mengekeh. "Pukulan Sinar Matahari! Wahai Pendekar 212!
Apakah aku mendapat kehormatan untuk merasakannya"!"
Habis berkata begitu si kakek usap muka dan bahunya kiri kanan. Seperti tadi
maka wajahnya segera berubah. Sangat menyeramkan. Tangannya yang dua kini
menjadi empat. Salah satu dari empat tangan itu memegang Kapak Maut Naga Geni 212 milik Wiro.
"Wussss!"
Pukulan Sinar Matahari berkiblat. Cahaya putih panas menyambar.
"Bummm!"
Tanah di tempat itu bergetar keras. Pepohonan berderak-derak. Batu besar hancur
berkeping-keping, mengepulkan asap seolah berubah menjadi bara. Di sebelah sana
Hantu Tangan Empat tetap tak terusik dari tempatnya semula. Duduk bersila
mengapung di atas batu yang telah hancur. Satu tangan memegang kapak, tiga
lainnya bergerak kian kemari menggulung cahaya putih pukulan Sinar Matahari yang
masih bersisa. Begitu tiga tangan dihantamkan ke depan maka buntalan cahaya
Sinar Matahari menderu menyambar ke arah pemiliknya sendiri, Wiro Sableng!
Murid Sinto Gendeng berteriak kaget dan cepat jatuhkan tubuh selamatkan diri.
Cahaya putih panas menderu di atasnya. Cahaya yang berasal dari pukulan Sinar
Matahari yang secara aneh luar biasa ditangkap oleh Hantu Tangan Empat
menghantam pohon, membakar semak belukar!
Setan Ngompol dalam keadaan terkencing-kencing berkata. "Celaka! Kalau begini
naga-naganya kita bisa mati semua!"
Bola Bola Iblis 19
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Aku sudah bilang! Buka celanamu, lemparkan pada jahanam itu! Dia pasti tidak
berdaya kalau kena air kencing!" kata Naga Kuning.
Termakan oleh ucapan si bocah Setan Ngompol segera loloskan celana luarnya
hingga kini dia hanya mengenakan baju dan sehelai celana rombeng butut. Begitu
celana yang basah kuyup oleh air kencing lepas dari tubuhnya lalu diberikan
Wiro. "Kau saja yang melemparkan!"
"Sialan! Mengapa aku!" jawab Wiro sambil pencongkan hidung menutup jalan nafas
karena sengitnya bau pesing dari celana yang disodorkan padanya. "Berikan pada
Naga Kuning! Dia yang menyuruh, dia yang harus melakukan!"
"Wuuuut!"
Setan Ngompol lemparkan celana basahnya yang bau pesing yang jatuh tepat di
kepala Naga Kuning. Sesaat bocah ini jadi kelagapan dan memaki habis-habisan.
Celana yang menutupi kepala dan tubuhnya ditarik lalu dilemparkan ke arah Hantu
Tangan Empat. Hantu Tangan Empat tertawa mengekeh. Sebelum celana yang basah oleh air kencing
itu menimpa kepalanya, salah satu dari dua tangan kirinya didorongkan ke depan.
Celana milik Setan Ngompol yang melayang di udara mencelat mental, bertaburan
menjadi cabikan-cabikan kecil!
"Naga Kuning! Ajaranmu tak ada gunanya! Lihat! Sekarang aku jadi setengah bugil
seperti ini!" teriak Si Setan Ngompol.
"Setan Ngompol! Awas!" Wiro tiba-tiba berteriak. Saat itu dilihatnya salah satu
dari dua tangan kanan Hantu Tangan Empat tiba-tiba melesat ke depan, menyambar
ke arah pinggang Si Setan Ngompol.
Sambil berteriak murid Sinto Gendeng lepaskan pukulan "Kunyuk Melempar Buah."
Segulung angin laksana batu raksasa yang tidak kelihatan menggelundung melabrak
sosok kakek yang sampai saat itu masih tetap dalam keadaan duduk bersila
mengapung di udara.
Di saat yang sama Naga Kuning menarik tangan Setan Ngompol hingga keduanya jatuh
bergulingan di tanah. Ketika dia berdiri kembali Setan Ngompol sudah basah kuyup
kedua pahanya. Tangan kanannya meraba ke pinggang kiri. Cepat dia menyingkapkan
pakaiannya. Hatinya lega ketika melihat batu tujuh warna masih terselip di
pinggang celana kolornya.
Walau dia tidak tahu batu apa itu adanya tapi entah mengapa saat itu dia merasa
benda itu merupakan satu barang yang sangat berharga dan harus diselamatkannya
seperti dia menyelamatkan jiwa sendiri!
"Kek, benda apa itu"!" bertanya Naga Kuning.
"Batu. Aku sendiri tidak tahu batu apa! Aku merasa Hantu Tangan Empat mengincar
benda ini!"
"Bukkkk!"
Pukulan sakti Kunyuk Melempar Buah menghantam tubuh Hantu Tangan Empat. Sosok
manusia ini bergoyang tergontai-gontai beberapa saat. Empat tangannya bergerak
kian kemari. Walau dari mulutnya keluar teriakan keras namun kakek ini sama
sekali tidak cidera sedikit pun! Padahal jangankan manusia. Pohon saja pasti
akan tumbang. Tembok tebal akan jebol dan batu besar bisa hancur berantakan
dilanda pukulan sakti itu!
Empat tangan Hantu Tangan Empat bergerak semakin cepat. Kapak Naga Geni 212
yang ada di salah satu tangan kanannya mengiblatkan cahaya putih perak
menyilaukan disertai gaung seperti suara tawon mengamuk. Sepasang matanya yang
memberonjol merah Bola Bola Iblis 20
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
terus menerus mengincar ke pinggang Setan Ngompol. Waktu tadi Setan Ngompol
menyingkapkan pakaiannya Hantu Tangan Empat sempat melihat batu tujuh warna yang
terselip di pinggang kakek itu. Kilatan aneh memancar dari dua matanya yang
merah. Tubuhnya mendadak berputar seperti gasing. Begitu putaran berhenti terdengar
seruannya. "Wahai Pendekar 212! Aku berubah pikiran! Aku kembalikan Kapak Naga Geni 212
padamu! Terimalah!"
Hantu Tangan Empat lemparkan kapak sakti yang dipegangnya ke arah Wiro. Walau
tidak mengerti mengapa hal itu dilakukan lawan namun Pendekar 212 cepat melompat
menyambar senjata saktinya.
"Hati-hati! Pasti ada sesuatu yang jahat dalam benak makhluk jahanam itu!"
berbisik Naga Kuning.
"Hantu Tangan Empat, apa yang ada dalam otakmu hingga kau berubah pikiran?"
bertanya murid Sinto Gendeng sambil melintangkan Kapak Maut Naga Geni 212 di
depan dada. Hantu Tangan Empat menyeringai. "Wahai Pendekar 212, dalam otakku tetap saja ada
darah dan kematian! Tetapi jika kita bisa berunding mungkin ada sedikit kebaikan
bagi bertiga kalian! Setan Ngompol harus menyerahkan padaku Batu Sakti Pembalik
Waktu!" Naga Kuning dan Pendekar 212 berpaling pada Si Setan Ngompol. "Memangnya kau
memiliki benda yang disebutkan tua bangka keparat itu?" Bertanya Naga Kuning
dengan suara setengah berbisik.
"Aku memang membekal sebuah batu. Tapi aku tidak tahu kalau itu batu sakti,"
jawab Setan Ngompol.
"Jangan-jangan ini tujuan sebenarnya Hantu Tangan Empat mencegat kita di sini!
Malah seperti katanya dia telah merencanakan sejak lima ratus tahun silam!" ujar
Wiro. "Dengar kalian berdua. Apapun yang terjadi benda itu jangan sampai jatuh ke
tangan Hantu Tangan Empat!" Lalu Wiro berbalik pada kakek aneh yang masih dalam
keadaan bersila mengapung di udara. "Hantu Tangan Empat, benda yang kau sebutkan
itu tidak ada pada sahabatku si Setan Ngompol!"
"Wahai Pendekar 212! Kau tak tahu apa-apa! Malah berani dusta bicara! Mataku
sendiri melihat batu itu tersembul di pinggang kolornya!"
"Yang kau lihat bukan batu! Tapi barang si kakek yang memang panjang, tersembul
di balik kolor bututnya!" ujar Wiro.
"Benar! Aku pernah melihat anunya!" menimpali Naga Kuning. "Setan Ngompol
barangnya memang panjang tapi peot hitam. Ada lumutnya sedikit! Sepintas memang
seperti batu! Pasti itu yang kau lihat! Hik... hik!" Naga Kuning tak bisa menahan
tawanya. Sebaliknya Setan Ngompol memaki. "Anak gila! Enak saja kau bilang barangku
panjang! Peot! Berlumut! Kapan kau pernah melihat"!"
"Diam saja! Aku dan Naga Kuning coba mengakali manusia satu itu!" kata Wiro.
Hantu Tangan Empat tertawa mengekeh. "Jadi yang menyembul dibalik celana kolor
si mata jereng itu adalah barangnya sendiri! Kalau begitu biar kubetot lepas
sampai ke akar-akarnya!"
Setan Ngompol tersentak kaget. Kencingnya terpancar. "Apa kataku! Sekarang aku
yang kebagian celakanya!"
Bola Bola Iblis 21
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Hantu Tangan Empat tiba-tiba melayang di udara, melesat ke arah Setan Ngompol.
Empat tangan berkelebat. Dua mengarah leher siap mencekik. Satu menjotos ke arah
dada dan tangan ke empat menyambar ke pinggang di mana terselip batu tujuh
warna! Seumur hidup baru kali ini Setan Ngompol mendapat serangan begitu hebat. Dia
berseru kaget lalu terkencing. Dua kakinya menekuk ke bawah. Di lain kejap
tubuhnya membal ke belakang.
"Breettt!"
Salah satu tangan Hantu Tangan Empat yang tadi hendak mencekik masih sempat
merobek leher pakaian Setan Ngompol hingga kakek ini kembali terkencing-kencing.
Masih dalam keadaan bersila dan mengapung di udara Hantu Tangan Empat bergerak
melayang memutari Setan Ngompol. Sekonyong-konyong tubuh itu membuat gerakan dan
tahu-tahu telah melesat ke jurusan Setan Ngompol. Empat tangan membuat gerakan
ganas, lancarkan serangan maut.
Kali ini Setan Ngompol tidak tinggal diam. Tangan kirinya ditekapkan ke bawah
perut. Tangan kanan dipukulkan ke depan.
"Setan Ngompol Mengencingi Bumi!" teriak Setan Ngompol menyebut jurus yang
dimainkannya. Dari tangan kanan kakek ini melesat angin deras menebar bau pesing
luar biasa! Hantu Tangan Empat keluarkan suara seperti tercekik. Salah satu tangannya cepat
ditutupkan ke hidung menghindari bau pesing yang menyengat. Angin bau pesing itu
ternyata bukan saja menyesakkan pernafasan tapi juga memerihkan mata dan menusuk
kulit! "Ilmu sampah tak berguna! Tanganku makan!!" teriak Hantu Tangan Empat. Tangan
kanan sebelah bawah melesat membuat gerakan mengemplang ke batok kepala Setan
Ngompol. Tangan kanan yang memukul ini telah berubah menjadi panjang besar.
Jari-jarinya saja sebesar pisang tanduk!
Selagi Setan Ngompol terkesial kaget melihat perubahan tangan yang menyerangnya,


Wiro Sableng 102 Bola Bola Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

si Naga Kuning serta Pendekar 212 Wiro Sableng juga terkejut melihat perubahan
tangan Hantu Tangan Empat itu. Keduanya segera kirimkan serangan untuk
menyelamatkan Setan Ngompol.
Wiro hantamkan Kapak Maut Naga Geni 212 ke pinggang Hantu Tangan Empat.
Cahaya putih panas berkiblat disertai gaung seperti suara ratusan tawon
mengamuk. Naga Kuning melesat sambil dorongkan dua tangannya ke depan. Dua larik
sinar biru pekat disertai letupan-letupan keras menyambar ke arah kepala dan
dada Hantu Tangan Empat.
Mendapat serangan begitu hebat Hantu Tangan Empat malah tertawa keras. "Begini
caranya orang di negeri ini bermain keroyok!" Satu tangan masih menekap hidung,
tiga lainnya berkelebat cepat.
"Bukkk!"
Pendekar 212 Wiro Sableng mengeluh tinggi ketika lengan kanannya beradu keras
dengan salah satu tangan lawan. Kapak Maut Naga Geni 212 terlepas mental. Belum
sempat dia imbangi diri tiba-tiba rambutnya yang panjang telah dijambak orang.
Ada hawa aneh mengalir ke dalam tubuhnya lewat rambut yang dijambak. Hawa aneh
ini laksana puluhan jarum menusuk kulit kepalanya hingga Wiro mengeluh
kesakitan. Namun dari dalam tubuh Wiro saat itu juga ada aliran sakti yang
berusaha mencegat hawa aneh itu. Begitu saling bentrokan Wiro merasa kepalanya
seperti ditindih batu besar. Sebaliknya Hantu Tangan Bola Bola Iblis 22
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Empat berteriak kaget karena mendadak tangannya yang menjambak terasa panas!
Serta merta dia sentakkan rambut Wiro dan lemparkan pemuda ini sampai setinggi
tiga tombak ke udara! Melayang jatuh Wiro cepat memasang kuda-kuda namun tak
urung tubuhnya terbanting jatuh punggung. Dari atas tiba-tiba melesat kaki kanan
Hantu Tangan Empat.
Menghunjam ke arah perutnya!
"Wahai Pendekar 212! Sudah lama aku tidak melihat isi perut manusia! Jebol
perutmu! Amblas ususmu!" teriak Hantu Tangan Empat.
Di saat yang sama dari samping kiri melesat dua sinar biru pekat. Inilah
serangan hebat yang dilancarkan Naga Kuning. Tapi seperti tak acuh, Hantu Tangan
Empat kibaskan dua tangannya sebelah kiri.
Naga Kuning terkesiap kaget melihat bagaimana kibasan dua tangan lawan bukan
saja sanggup mematahkan serangannya, malah dua larik sinar biru serangannya
bergulung-gulung di udara ketika lawan gerakkan dua tangannya berputar-putar di
udara. Begitu Hantu Tangan Empat pukulkan dua tangannya itu ke bawah maka dua
larik sinar biru menderu ke arah Naga Kuning!
Sambil berteriak keras Naga Kuning melompat ke samping lalu jatuhkan diri di
tanah dan berguling cari selamat.
Sementara itu kaki kanan Hantu Tangan Empat terus saja menghunjam ke perut Wiro.
Hanya sesaat lagi kaki itu akan menghantam ambrol perut sang pendekar tiba-tiba
dari arah depan melesat Setan Ngompol.
"Setan Ngompol Mengencingi Pusara!" seru Setan Ngompol menyebutkan jurus
serangannya. Gerakan kakek ini luar biasa cepatnya hingga Hantu Tangan Empat
tidak sempat menghindar. Dua paha Setan Ngompol tahu-tahu telah menindih bahunya
kiri kanan. Dua tangan mencengkeram kepala. Sedang bagian bawah perutnya yang
hanya mengenakan celana kolor butut basah oleh air kencing mendarat telak di
permukaan wajah angker Hantu Tangan Empat.
"Huueeekkk!"
Hantu Tangan Empat keluarkan suara tercekik lalu mulutnya menghambur muntah.
Muntahan ini tentu saja menyembur tepat di selangkangan Setan Ngompol. Si kakek
memaki panjang pendek. Namun suara makiannya berubah menjadi jeritan keras
begitu salah satu tangan kiri Hantu Tangan Empat menjotos perutnya. Setan
Ngompol terpental sampai dua tombak. Tapi karena dia tidak mau melepaskan
cengkeraman dua tangannya di kepala Hantu Tangan Empat maka sang hantu ikut
tertarik hingga keduanya jatuh saling tindih. Hal ini menyelamatkan Wiro dari
hantaman kaki kanan Hantu Tangan Empat.
Namun Setan Ngompol menerima celakanya. Karena begitu jatuh kembali Hantu Tangan
Empat menghantam.
"Bukkkk!"
Jotosan keras melabrak dada Setan Ngompol. Kakek ini menjerit keras. Matanya
mendelik putih. Dua kakinya tersentak ke atas. Kencingnya terpancar habis-
habisan. Dari mulutnya menyembur darah segar!
Selagi Setan Ngompol meliuk kesakitan, kaki kanan Hantu Tangan Empat kembali
berkelebat. Menyambar ke kepala Setan Ngompol.
"Bukkkk!" "Duuukkk!"
Bola Bola Iblis 23
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ ENAM ua hantaman melabrak sosok Hantu Tangan Empat. Hantaman pertama bacokan Kapak
Maut Naga Geni 212 yang melanda bahu kiri. Hantaman ke dua berupa Djotosan yang
dilancarkan Naga Kuning dan bersarang tepat di punggung. Padahal saat itu
sebenarnya Hantu Tangan Empat sudah siap untuk merampas batu tujuh warna yang
terselip di celana kolor Setan Ngompol.
Hantu Tangan Empat terbanting ke tanah sejauh dua tombak. Wiro dan Naga Kuning
segera mengejar, siap untuk menghantam kembali. Namun mendadak tubuh orang ini
lenyap dari hadapan mereka.
"Menghilang ke mana dia!" seru Naga Kuning sambil usap-usap tangan kanannya yang
lecet akibat memukul tadi. Wiro sendiri saat itu tengah terbengong-bengong
menyaksikan bagaimana kapak saktinya tidak mampu melukai lawan malah tangannya
bergetar pedas.
Tiba-tiba terdengar tawa mengekeh. Naga Kuning dan Wiro mendongak ke atas
sementara Setan Ngompol masih terkapar di tanah mengerang kesakitan. Hantu
Tangan Empat yang tadi lenyap kini kelihatan berdiri di atas cabang sebuah
pohon. Hantaman kapak memang tidak melukainya tetapi pakaiannya yang terbuat
Anak Harimau 6 Pendekar Mata Keranjang 6 Pewaris Pusaka Hitam Panji Sakti 4
^