Dendam Dalam Titisan 3
Wiro Sableng 100 Dendam Dalam Titisan Bagian 3
kupatahkan batang lehermu! Suto Abang akhirnya kau datang juga. Kau memang sudah
kutunggu! Harap kau suka menanti di taman kecil di belakang bangunan ini!"
Dari tempatnya berdiri Sutan Alam dapat melihat seorang perempuan tergolek di
atas tempat tidur besar. Tubuhnya yang gemuk penuh lemak berlipat-lipat terlihat
jelas. Di sebelah kiri, duduk merapat ke dinding ruangan ada tiga prang
perempuan lagi, bertubuh gemuk. Ketika Suto Abang memandang padanya ketiganya
segera bangkit berdiri seraya melempar senyum.
"Sejak dulu seleramu rupanya tak pernah berubah!" kata Suto Abang sambil
menyeringai. "Kalau kau suka, kau boleh pilih salah satu dari mereka. Asal jangan yang di
atas ranjang. Dia kekasih baruku!"
Mendadak satu bayangan merah berkelebat. Di hadapan Sutan Alam alias Suto Abang
berdiri satu dari tiga orang kepercayaan sang Datuk yakni yang dikenal dengan
sebutan Pengiring Mayat Muka Merah. Rambutnya yang keriting berwarna merah
berbentuk batok kelapa. Muka dan jubahnya berwarna merah. Cuping hidung sebelah
kiri ditancapi sebuah tulang. Manusia satu ini tidak memiliki alis hingga
tampangnya benar-benar angker.
Dengan sikap garang dia hendak membentak. Tapi begitu mengenali siapa yang
berdiri di depan pintu itu dengan cepat dia melangkah mundur dan menjura. "Harap
dimaafkan, saya tidak sempat tahu siapa yang datang. Sutan Alam yang datang dari
jauh. Mengapa muncul tidak memberi kabar lebih dulu hingga kami bisa mengadakan
penyambutan?"
"Pengiring Mayat Muka Merah, syukur kau masih belum lupa padaku!" kata Suto
Abang sambil tersenyum. Pengiring Mayat Muka Merah menjura sekali lagi laju
setelah melirik ke dalam kamar dia cepat-cepat meninggalkan tempat itu. Suto
Abang berpaling pada kakaknya lalu berkata. "Aku menunggumu di taman. Jangan
terlalu lama. Waktu kita terbatas. Yang kita akan bicarakan banyak sekali!
Keadaan sudah sangat gawat!"
"Jangan khawatir adikku. Aku hanya melanjutkan sedikit lagi apa yang tadi belum
sempat kulakukan," jawab Datuk Lembah Akhirat. Lalu tanpa menutup pintu dia naik
ke atas ranjang besar, masuk ke dalam rangkulan tangan dan kaki Yuyulentik,
perempuan gemuk yang sejak beberapa waktu lalu menjadi kekasih peliharaan sang
Datuk. Dendam Dalam Titisan
40 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Suto Abang sesaat memperhatikan dua orange itu. Lalu dengan air muka jijik dia
meludah ke lantai dan bergegas tinggalkan tempat itu.
Di dalam Ruang Sorga Datuk Lembah Akhirat tergolek mandi keringat.
"Yuyulentik...."
Perempuan gemuk di samping Datuk Lembah Akhirat berbalik dan gelungkan kakinya
yang gempal putih di perut sang Datuk.
"Ada apa Datuk...?"
"Aku merasa tidak memerlukan dirimu lagi. Kau tidak sehebat dulu. Aku sudah
bosan...."
"Datuk!" Perempuan gemuk bernama Yuyulentik itu angkat tubuhnya ke tubuh Datuk
Lembah Akhirat. "Sampai mati aku bersedia melayanimu. Apa maumu pasti aku
turuti...."
"Mauku banyak. Tapi saat ini cuma satu keinginanku...."
"Katakan Datuk..." ujar Yuyulentik.
Datuk Lembah Akhirat menyeringai. Sikut kirinya menghantam. "Praaak!" Rahang
Yuyulentik rengkah. Darah mengucur dari hidung dan mulutnya. Perempuan malang
ini menemui ajalnya setelah melepas suara erang mengenaskan.
Begitu keluar dari kamar Datuk Lembah Akhirat tidak segera menemui Suto Abang.
Dia terlebih dulu mencari Ki Juru Tenung orang kepercayaannya.
"Adikku Suto Abang berada di Lembah Akhirat." Dia ingin bicara soal urusan
penting. Aku sudah bisa menduga apa yang bakal disampaikannya. Menurutmu apa
yang harus aku lakukan" Menghabisinya begitu selesai pembicaraan?"
Si Juru Tenung itu tuangkan air putih ke dalam sebuah piring lalu melihat dan
merenung. Sesaat kemudian dia gelengkan kepalanya. "Belum saatnya Datuk. Belum
saatnya. Kita masih perlu memanfaatkan tenaga dan ilmu kepandaiannya. Dia bisa
kita pakai untuk menghadapi orang-orang tertentu disamping mengawasi para tokoh
silat golongan putih yang bergabung dengan kita...."
Datuk Lembah Akhirat terdiam sejenak. Akhirnya sambil mengusap-usap dadanya yang
penuh bulu dia anggukkan kepala menyetujui pendapat sang juru tenung.
* * * Dendam Dalam Titisan
41 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEPULUH Dari tempatnya bersembunyi Sabai Nan Rancak melihat munculnya seorang lelaki
tinggi besar mengenakan pakaian hitam serba gombrong. Kepalanya diikat dengan
sehelai kain hitam. Mukanya yang garang memiliki tiga warna tertutup oleh kumis,
berewok dan janggut lebat. Pergelangan kaki kiri dan kanan digelantungi
tengkorak bayi.
Setiap langkah yang dibuatnya menimbulkan getaran di tanah pertanda dia memiliki
kekuatan tenaga dalam yang hebat.
"Makhluk ini pasti Datuk Lembah Akhirat..." menerka Sabai Nan Rancak. Dia
menanti dengan hati berdebar.
Datuk Lembah Akhirat melangkah mendekati Suto Abang yang duduk menunggu di atas
sebuah batu di satu tempat yang sebenarnya tidak pantas disebut taman. Di situ
memang bertumbuhan beberapa jenis tanaman bunga. Tapi keadaannya kotor dan lebih
banyak semak belukarnya.
"Suto Angil, kita langsung saja bicara pada masalahnya...."
"Adikku, mengapa terburu-buru. Kita membasahi tenggorokan dulu dengan anggur
lezat dan panggang daging sebelum bicara! Kalau kau suka bersenang-senang aku
hanya tinggal menyuruh orang membawakan perempuan cantik untukmu. Aku tahu
sekian lama di Pulau Andalas kau hanya berteman si nenek peot itu. Kau pasti
ingin barang segar.
Ha... ha... ha!"
"Itu bisa kita lakukan nanti saja. Apa kau sudah tahu kalau malam nanti, saat
bulan purnama empat belas hari muncul, para tokoh silat golongan putih akan
berkumpul di kawasan barat Telaga Gajahmungkur?"
"Gajahmungkur satu telaga sangat luas. Siapa saja boleh berkumpul di salah satu
tepiannya. Mengapa kau keliwat khawatir adikku"!"
"Suto Angil, harap kau jangan bergurau apalagi menganggap remeh persoalan.
Orang-orang dunia persilatan di Pulau Andalas dan tanah Jawa boleh dibilang
sudah tahu apa yang telah kita lakukan. Hantu Balak Anam Dari Sijunjung yang
pertama sekali menaruh curiga lalu menyelidik sambil menebar kabar ke mana-mana.
Bahkan Sabai Nan Rancak kurasa juga telah menaruh curiga padaku...."
"Suto Abang! Kau tak dapat mengurus kekasihmu sendiri! Sungguh memalukan!
Aku sudah mendengar bahwa nenek sakti dari puncak Singgalang itu gagal
menjalankan beberapa tugas yang kau berikan! Apa dia masih berharga untuk kita
manfaatkan" Apa dia masih berharga jadi kekasih pemuas nafsumu" Walau sudah tua
kau lebih gagah dariku.
Kau masih bisa mencari perempuan muda yang jauh lebih cantik wajahnya dan jauh
lebih kencang tubuhnya ketimbang nenek-nenek rongsokan itu!"
Sutan Alam alias Suto Abang terbeliak mendengar ucapan Datuk Lembah Akhirat.
Mulutnya laksana terkancing. Sesaat kemudian baru dia bisa berkata. "Aku masih
bisa mengurus perempuan satu itu. Kau tak usah keliwat khawatir. Kuharap kau
tidak menyepelekan kekuatan orang-orang golongan putih yang akan berkumpul di
tepi barat Gajahmungkur. Mereka bergabung menyusun kekuatan untuk menyerbu
markasmu ini!"
"Apa yang kau takutkan adikku" Bukankah ini termasuk salah satu jebakan kita"
Soal kekuatan apa yang kau khawatirkan. Bukankah hampir semua para tokoh silat
golongan Dendam Dalam Titisan
42 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
putih di Pulau Andalas telah berhasil kau singkirkan" Sesuai rencana kita
mensiasati mereka hingga saling curiga dan saling tumpas lalu ambruk sendiri!
Ha... ha... ha!"
"Itu rencana kita. Tapi kenyataannya lain Suto Angil. Justru mereka berkumpul di
barat telaga untuk menyusun kekuatan menghancurkan kita!"
"Menghancurkan kita katamu Suto Abang"! Ha... ha... hal Justru mereka tidak tahu
kalau sudah kita jebak. Mereka tidak sadar kalau tepi barat telaga Gajahmungkur
akan jadi liang kubur bagi mereka! Gajahmungkur tidak sama dengan Pangandaran.
Dulu di Pangandaran orang-orang golongan putih boleh bersombong diri
menghancurkan golongan hitam di bawah pimpinan Pangeran Matahari. Tapi
Gajahmungkur tidak sama dengan Pangandaran. Gajahmungkur adalah kubangan tempat
nyawa mereka minggat ke neraka!
Apalagi kalau mereka nekad berani menyerbu ke Lembah Akhirat ini! Darah mereka
akan berkeleleran di seantero lembah. Roh mereka akan gentayangan ke mana-mana
menjadi setan penasaran!"
"Kau begitu yakin mereka akan bisa kita hancurkan. Aku tahu kau memiliki
sepasang sarung tangan sakti. Aku juga tahu kau kini memiliki tenaga dalam luar
biasa yang tidak satu tokoh lain pun mampu menghadapinya. Mungkin juga kau kini
telah memiliki kitab Wasiat Ma la ikat itu hingga kau tidak takutkan apapun"!"
tanya Suto Abang kepada kakaknya Suto Angil.
Datuk Lembah Akhirat menyeringai. "Adikku, saat ini aku masih mempunyai tiga
orang pembantu utama berkepandaian tinggi. Ditambah dengan dirimu kita pasti
bisa membendung kekuatan orang-orang golongan putih. Aku sudah bisa menghitung
dengan jari siapa-siapa saja mereka. Lalu nenek sakti Sika Sure jelantik dan
Dewa Sedih telah bergabung dengan kita. Jika kau masih merasa jerih biar aku
katakan bahwa Dewa Ketawa pun sudah berada di pihak kita!"
"Dewa Ketawa?" mengulang Sutan Alam sambil usap-usap dagunya.
Datuk Lembah Akhirat pegang bahu adiknya lalu berkata. "Masih ada beberapa tokoh
silat tingkat tinggi yang juga telah bergabung dengan kita. Di antaranya seorang
tokoh muda berjuluk Utusan Dari Akhirat..."
"Aku memang ada mendengar manusia satu ini. Tapi tidak tahu siapa dia
adanya...."
"Dia adalah adik satu guru dari Pangeran Matahari!" jawab Datuk Lembah Akhirat.
"Siapa bisa menduga! Pangeran Matahari mati tahu-tahu muncul adik
seperguruannya!"
Suto Abang agak tercengang mendengar ucapan kakaknya itu. "Setahuku tak pernah
kudengar Pangeran itu punya saudara seperguruan...."
"Siapapun dia adanya ternyata dia memiliki semua pukulan sakti yang dipunyai
Pangeran Matahari!"
"Apa semua mereka itu berada di sini saat ini?" tanya Suto Abang.
"Dewa Sedih dan Dewa Ketawa memang sudah ada di sini. Si nenek Sika Sure
Jelantik aku tugaskan untuk menyirap kabar mengenai sebilah pedang sakti bernama
Pedang Naga Suci 212. Selain itu dia punya urusan sendiri dengan Pendekar 212
Wiro Sableng, Tua Gila dan orang aneh bernama iblis Pemalu. Jika dia bisa
membunuh orang-orang itu bukankah berarti tugas kita jadi lebih mudah?"
"Pedang Naga Suci 212..." berkata Suto Abang. "Senjata itu kabarnya telah
ditemukan orang di dasar Telaga Gajahmungkur. Namun kemudian lenyap dicuri...."
"Senjata itu tidak pernah lenyap. Yang terjadi adalah bahwa kita tidak tahu di
mana beradanya. Bukan begitu" Ha... ha... ha... ha!" Datuk Lembah Akhirat
tertawa namun dia Dendam Dalam Titisan
43 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
segera hentikan tawanya ketika dilihatnya Sutan Alam alias Suto Abang unjukkan
wajah gelisah. "Rupanya kau masih merasa was-was. Padahal sesuai apa yang sudah
kita rencanakan kulihat kau berhasil mendapatkan Mantel Sakti milik Datuk Tinggi
Raja Di Langit. Kalau kau mendapatkan mantelnya, pasti kau juga telah
mendapatkan Mutiara Setan milik tokoh itu. Aku ingin tahu bagaimana ceritanya
kau berhasil mendapatkan mantel dan mutiara itu."
"Terus terang aku menyimpang dari rencana semula. Bukan aku sendiri yang turun
tangan tapi aku menugaskan pada Sabai Nan Rancak. Setelah dapat, mantel dan
mutiara diserahkannya padaku...."
"Hebat! Pintar! Kau benar-benar cerdik panjang akal, Kalaupun Datuk Tinggi alias
Jagal iblis Makam Setan mencari dua senjata pusakanya ini, pasti Sabai Nan
Rancak yang akan dikejarnya. Ha... ha... ha! Di dalam ilmu silat ada satu jurus
yang disebut Di balik gunung mengait awan. Rupanya jurus itu yang telah kau
pergunakan pada kekasihmu! Ha...
ha... ha! Namun kau harus berhati-hati adikku. Kalau Jagal iblis tahu dua
senjata saktinya berada di tanganmu maka kau akan jadi sasarannya lebih dulu
selain Sabai Nan Rancak."
Sementara itu di tempat persembunyiannya Sabai Nan Rancak merasa sekujur
tubuhnya panas dingin. Wajahnya memucat. Semua pembicaraan antara Datuk Lembah
Akhirat dengan Sutan Alam orang yang selama ini menjadi kekasih dan dipercayanya
membuat dirinya tak karuan rasa. Sadarlah si nenek kalau sebenarnya dirinya
telah dimanfaatkan oleh kedua orang itu untuk mensiasati orang-orang golongan
putih. "Jahanam busuk! Jadi Datuk Lembah Akhirat adalah kakaknya Suto Abang. Dua kakak
adik keparat ini telah menyusun rencana untuk menyingkirkan para tokoh
persilatan di Pulau Andalas. Dan Suto Abang menipuku dengan cinta kasih
palsunya. Dia berpura-pura mencintai diriku. Padahal maksudnya adalah untuk
memperalat diriku! Ya Tuhan!
Berapa saja tokoh-tokoh tak berdosa telah jadi korban kebodohanku!"
Sekujur tubuh Sabai Nan Rancak kembali panas dingin dan menggigil saking dia
berusaha menahan amukan amarah dalam dirinya. Dua tangannya terkepal. Seandainya
saat itu dia menggenggam batu di masing-masing tangan, pastilah batu itu akan
hancur diremasnya!
Kalau dia tak dapat menahan diri, saat itu maulah Sabai Nan Rancak keluar dari
tempat persembunyiannya lalu melompat ke hadapan Suto Abang alias Sutan Alam
Rajo Di Bumi dan menghajarnya sampai mati. Namun si nenek maklum kalau dia
berada di sarang harimau. Mungkin dia bisa menghantam Suto Abang, namun sang
Datuk pasti tak tinggal diam.
Dengan darah masih mendidih Sabai Nan Rancak memutar tubuh, siap untuk
meninggalkan tempat itu. Namun tiba-tiba satu suitan keras merobek kesunyian di
atas lembah. Tahu-tahu tiga orang bertampang aneh telah mengurung si nenek.
* * * Dendam Dalam Titisan
44 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEBELAS Yang muncul ternyata adalah tiga pengawal yang sebelumnya telah menghadang Sutan
Alam di jalan masuk menuju Lembah Akhirat. Ketiganya tegak sambil mengangkat
tombak siap dihunjamkan ke leher, dada dan perut Sabai Nan Rancak.
Salah seorang dari mereka membentak.
"Tua bangka mencari mampus! Berani kau menyusup ke dalam Lembah Akhirat dan
mencuri dengar pembicaraan pemimpin kami!"
Temannya yang bertampang hijau ikut menimpali. "Sebelum kau kami bantai lekas
beri tahu siapa nama siapa gelar! Punya tujuan jahat apa masuk ke dalam kawasan
Lembah Akhirat!"
Sabai Nan Rancak tegak tercekat. Dia tidak takut pada tiga pengawal bermuka
merah, hitam dan hijau itu walau tiga ujung tombak siap menembus tubuhnya. Yang
dikhawatirkannya justru adalah Datuk Lembah Akhirat dan Sutan Alam Rajo Di Bumi
yang ada di dalam taman. Kenyataannya saat itu sang Datuk dan Suto Alam memang
sudah tegak berdiri karena mendengar suara suitan dan bentakan-bentakan tadi.
"Celaka! Aku harus menghantam tiga pengawal ini sebelum dua orang itu muncul di
sini dan mengetahui kehadiranku!" Sabai Nan Rancak mengambil keputusan cepat.
Tiga pengawal Lembah Akhirat terkesiap kaget ketika melihat tangan kanan Sabai
Nan Rancak berubah merah.
"Dia hendak melepas pukulan sakti!" teriak pengawal muka hitam.
"Bunuh!" beri perintah si muka merah.
Tiga tombak ditusukkan, tapi terlambat. Saat itu dari tangan kanan Sabai Nan
Wiro Sableng 100 Dendam Dalam Titisan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Rancak menyembur cahaya merah yang dengan cepat merambas melebar, melalap ketiga
pengawal yang ada di depan si nenek.
Ketika Datuk Lembah Akhirat dan Sutan Alam sampai di tempat itu mereka menjadi
kaget. Tiga pengawal bergeletakan di tanah dengan sekujur tubuh hangus berwarna
merah. "Kurang ajar! Apa yang terjadi! Siapa berani melakukan pembunuhan atas tiga
pengawal di tempat kediamanku!" Datuk Lembah Akhirat menggereng marah lalu
keluarkan suitan keras.
Sutan Alam perhatikan keadaan tiga pengawal yang telah jadi mayat itu. Melihat
keadaan warna tubuh serta cara mati ketiganya Sutan Alam diam-diam bisa menduga
siapa yang telah menghabisi mereka.
"Antara taman dan tempat ini tidak seberapa jauh. Kalau diantara kita sampai
tidak tahu adanya penyusup berarti orang itu memiliki kepandaian tinggi. Gila
betul!" Sang Datuk melangkah mundar-mandir lalu berpaling pada adiknya.
"Suto Abang! Kau mengetahui sesuatu"!" tanya Datuk Lembah Akhirat sambil
memperhatikan adiknya dengan tajam.
"Sabai..." desis Suto Alam. "Pasti dia yang melakukan. Tiga pengawal ini mati
akibat pukulan sakti Kipas Neraka. Aku mengenali sekali...."
"Kalau begitu kau harus mencari nenek keparat itu sekarang juga! Jika kau
kembali aku ingin kau membawa mayatnya! Kau dengar Suto Abang"!"
Dendam Dalam Titisan
45 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Sebelum Suto Abang sempat menjawab, dua orang mendadak muncul di hadapan Datuk.
Mereka adalah Pengiring Mayat Muka Hitam dan Pengiring Mayat Muka Merah yang
cepat datang setelah mendengar tanda berupa suitan sang Datuk tadi.
"Apa saja yang kalian lakukan hingga tidak tahu ada penyusup masuk ke dalam
Lembah Akhirat. Suto Abang! Kau pimpin dua pembantu utamaku mengejar jahanam
kekasihmu itu!"
* * * Sabai Nan Rancak mengharapkan udara yang mulai gelap karena memasuki malam akan
menolongnya meloloskan diri dari tiga orang pengejarnya. Namun dia baru sekali
itu memasuki Lembah Akhirat. Walau kelihatannya lembah itu biasa-biasa saja
namun ternyata setelah berkelebat cepat dan menyelinap lenyap dari kejaran
orang, tahu-tahu dia kembali lagi ke tempat semula! Sewaktu dia menyadari hal
itu, Sutan Alam Rajo Di Bumi, Pengiring Mayat Muka Merah dan Muka Hitam sudah
berada sepuluh tombak di samping kirinya.
Begitu melihat orang yang mereka kejar tanpa menunggu lebih lama Pengiring Mayat
Muka Merah yang merupakan salah satu dari tiga wakil utama sang Datuk langsung
lepaskan pukulan Maut Mencabut Jiwa Memusnah Raga. Sinar merah menggidikkan
berkiblat. Sutan Alam tercekat dan keluarkan seruan tertahan. Dia tahu sekali
keganasan ilmu kesaktian itu. Tengkuknya dingin bergidik. Walau dia dan kakaknya
memang telah menyusun rencana mensiasati Sabai Nan Rancak namun membayangkan
kematian si nenek hatinya tak tega juga. Pukulan yang dilepaskan Pengiring Mayat
Muka Merah jika sempat mengenai si nenek maka tubuh Sabai Nan Rancak akan
berubah menjadi tebaran debu berwarna merah!
"Tahan!"
Tapi terlambat Sinar merah telah berkiblat dan "wusss!" Di depan sana terdengar
jeritan Sabai Nan Rancak dibarengi dengan menyambarnya cahaya merah menebar
berbentuk kipas.
Apa yang terjadi" Sewaktu melihat kemunculan tiga orang itu disusul oleh
menggebunya sinar merah, Sabai yang sudah banyak mendengar tentang ilmu orang-
orang Lembah Akhirat segera maklum kalau dirinya telah diserang dengan pukulan
Mencabut Jiwa Memusnah Raga. Sambil menyingkir selamatkan diri dia lepaskan
pukulan Kipas Neraka. Dua pukulan sakti bertemu di udara mengeluarkan letusan
dahsyat. Cahaya merah laksana semburan bara menyala yang keluar dari muntahan
gunung berapi berlesatan kian kemari. Salah satu diantaranya menyambar ke arah
Sabai Nan Rancak. Bagaimanapun nenek ini bergerak cepat selamatkan diri tetap
saja bahu jubah hitamnya sebelah kanan kena terserempet hingga mengebul dan
langsung dikobari api.
Sabai menyelinap ke balik rerumpunan semak berlukar di balik sebatang pohon
besar. Mukanya pucat pasi ketika melihat bagaimana bahu pakaiannya telah berubah
menjadi debu berwarna merah. Ketika dia mempergunakan tangan kiri untuk menepuk
mematikan api baru disadarinya kalau ada bagian dari daging bahunya yang ikut
leleh dan menjadi debu! Disaat itu juga dia merasakan rasa sakit yang amat
sangat hingga tubuhnya terhuyung-huyung. Dengan cepat dia bersandar ke batang
pohon. Justru saat itu dua dari tiga pengejarnya berkelebat mendekat yakni
Pengiring Mayat Muka Hitam dan Sutan Alam.
Dendam Dalam Titisan
46 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Pengiring Mayat Muka Merah tertinggal di belakang; karena ternyata bentrokan
kekuatan tenaga dalam melalui beradunya dua pukulan sakti tadi telah menciderai
dirinya pula. Walau di sebelah luar pakaian maupun tubuhnya tidak apa-apa, namun
dari denyutan jantung, aliran darah serta rasa yang menusuk-nusuk di bagian
dada, si Pengiring Mayat Muka Merah sadar kalau dirinya mengalami cidera di
sebelah dalam. Karenanya sebelum meneruskan pengejaran, dia terpaksa menjatuhkan
diri, duduk di tanah untuk memulihkan peredaran darah serta mengatur nafas dan
tenaga dalam. Sabai Nan Rancak maklum dia tak bisa bersembunyi lebih lama di balik semak
belukar, Dalam waktu cepat para pengejar akan melihat dirinya.
Nenek ini segera berkelebat ke kiri. Berlari dua belas tombak dia jadi kaget
karena seperti tadi dia justru kembali lagi berada di sekitar taman! Sementara
itu di belakang sana Sutan Alam dan Pengiring Mayat Muka Hitam semakin dekat dan
si Pengiring Mayat Muka Merah juga telah sanggup berdiri lagi lalu ikut
melakukan pengejaran kembali.
"Celaka! Tak ada tempat lari! Tak ada pilihan lain kecuali mengadu jiwa!" keluh
Sabai Nan Rancak dalam hati.
Disaat yang sangat menegangkan itu tiba-tiba dia mendengar suara berdesir di
dekat kakinya. Ketika dia memandang ke bawah terkejutlah si nenek. Sebuah batu
besar di dalam taman bergeser ke kiri. Lalu tampak sebuah lobang batu dan ada
tangga menuju ke bagian dalam lobang. Selagi perempuan tua ini tercekat mendadak
ada dua tangan mencuat keluar lobang, langsung mencekal dua pergelangan kakinya.
Sebelum Sabai Nan Rancak tahu apa yang terjadi tahu-tahu tubuhnya terbetot ke
bawah. Ketika Pengiring Mayat Muka Hitam dan Sutan Alam disusul Pengiring Mayat
Muka Merah sampai di taman, batu besar tadi telah bergeser dan lobang yang tadi
terbuka menutup kembali.
"Jahanam itu lenyap!" teriak Pengiring Mayat Muka Hitam sementara Sutan Alam
tegak terheran-heran.
"Tak mungkin perempuan tua keparat itu bisa melarikan diri! Dia pasti
bersembunyi di sekitar sini!" kata Pengiring Mayat Muka Merah yang menyusul
sampai ke tempat itu.
Ketiga orang itu lalu menggeledah taman dan sekitarnya, Namun mereka tidak
menemukan tanda-tanda kemana lenyapnya Sabai Nan Rancak. Selagi mereka tegak
kebingungan dan saling pandang muncullah Datuk Lembah Akhirat.
"Kalian tak lebih dari babi-babi tolol! Nenek itu pasti telah kabur lewat jalan
rahasia.!"
Meski tidak mengerti maksud ucapan Datuk Lembah Akhirat tapi tak ada yang berani
bertanya. Tiga orang itu kembali saling pandang sementara di dalam hati saling
bertanya-tanya. Jalan rahasia apa dan di mana adanya yang dimaksudkan sang Datuk
itu. Datuk Lembah Akhirat melangkah mendekati batu besar di mana sebelumnya Sutan
Alam tadi duduk sewaktu bicara dengan kakaknya itu. Dengan ujung kaki kirinya
sang Datuk menekan tonjolan batu kecil di dekat batu besar. Terdengar suara
berdesir. Disusul dengan bergesemya batu besar ke kiri. Lalu tampaklah lobang
dan tangga menuju ke bawah.
Pengiring Mayat Muka Hitam dan Merah, apalagi Sutan Alam sama-sama melengak.
Sekian lama mereka berada di Lembah Akhirat baru saat itu mengetahui ada satu
jalan rahasia yang bermulut di taman.
Merasa tidak enak, Pengiring Mayat Muka Hitam akhirnya berkata. "Datuk, izinkan
kami memasuki lobang, meneruskan pengejaran."
Dendam Dalam Titisan
47 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Sang Datuk menyeringai. "Sekalipun kau mampu bergerak secepat kilat, kau tak
bakal bisa mengejar mereka. Aku hanya bertanya-tanya. Bagaimana perempuan tua
itu bisa masuk ke dalam lobang rahasia.
Siapa yang telah jadi pengkhianat diantara orang-orangku"!" Datuk Lembah Akhirat
lemparkan pandangan curiga pada adiknya.
Merasa tidak enak dipandang seperti itu Suto Abang cepat membuka mulut. "Jangan
kau menaruh curiga padaku Suto Angil! Kalau dia mendengar pembicaraan kita
berarti perempuan itu kini sudah menganggap diriku musuh besar yang harus
dibunuhnya!"
"Memalukan sekali kalau kau sampai mampus di tangan bekas kekasihmu!" ujar Datuk
Lembah Akhirat lalu tinggalkan tempat itu.
* * * Di dalam terowongan batu berlantai menurun dan sangat licin tubuh Sabai Nan
Rancak meluncur ditarik orang yang memegang kedua pergelangan kakinya.
"Hai! Hentikan perbuatan gila ini! Mengapa kau menyeretku!" teriak Sabai Nan
Rancak karena punggungnya terasa sakit lecet dan tulang-tulangnya seperti mau
bertanggalan. Tapi orang yang menariknya tidak perduli. Jangankan berhenti
menyeret, malah dia tampak mempercepat larinya di dalam terowongan batu yang
licin dan gelap itu.
"Hai!" teriak Sabai sekali lagi. Dia berusaha menerjangkan kedua kakinya untuk
melepaskan diri. Tapi tidak sanggup. Si nenek siapkan pukulan Kipas Neraka tapi
setelah menimbang-nimbang dia batal menghantam. "Jangan-jangan orang ini adalah
tuan penolongku...."
Si nenek tidak dapat memastikan berapa jauh dia diseret seperti itu. Dalam
keadaan hampir setengah pingsan tiba-tiba di depannya dia melihat sinar terang
disertai tiupan angin. Berarti dia dan si penyeret tengah mendekati ujung
terowongan. Betul saja. Sesaat kemudian tiba-tiba "byurrr... byurr!"
Sabai Nan Rancak dapatkan dirinya tercebur masuk ke dalam air yang sangat
dingin. Orang yang menyeretnya telah tercebur lebih dulu. Dia memandang berkeliling tapi
tak melihat di mana si penolong itu. Dengan cepat Sabai Nan Rancak berenang
menuju tepian terdekat, Begitu dia sampai di daratan dan memandang berkeliling
sadarlah dia kalau tadi dia tercebur masuk ke dalam Telaga Gajahmungkur.
Tiba-tiba terdengar suara orang menggigil kedinginan. Sabai Nan Rancak berpaling
ke kiri. Astaga, begitu dekat dia dengan orang itu tapi bagaimana tadi dia tidak
mengetahui kehadirannya di situ kalau orang ini tidak mengeluarkan suara
menggigil. "Kau!" seru Sabai Nan Rancak dengan mata melotot.
Yang ditegur tertawa cekikikkan. "Kau hebat Nek, tidak kedinginan sepertiku,..."
"Naga Kuning bocah kepar...." Sabai Nan Rancak tidak teruskan rutukannya.
Digigitnya bibirnya. "Mengapa kau menolongku"!"
"Heh, siapa menolong siapa....?" ujar si bocah yang seperti Sabai berada dalam
keadaan basah kuyup.
"Bukankah kau yang menarik aku masuk ke dalam lobang, menyeret aku sepanjang
terowongan hingga aku selamat dari kejaran bergundal-bergundal Datuk Lembah
Akhirat"!"
Dendam Dalam Titisan
48 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Engggg... sebenarnya aku sendiri juga ketakutan setengah mati Nek. Coba kau
cium celanaku. Bau pesing tanda tadi aku sempat terkencing saking takutnya.
Hik... hik... hik..."
"Anak kurang ajar. Bukan saatnya bersenda gurau!" bentak Sabai Nan Rancak.
Naga Kuning menyeringai. Lagi pula Nek, kurasa daripada kabur sendiri kebetulan
ada kau, bukankah lebih baik kabur berdua" Hik... hik... hik!"
"Naga Kuning, aku tidak suka padamu. Tapi aku harus mengucapkan terima kasih kau
telah menyelamatkan jiwaku!" kata Sabai Nan Rancak tegas-tegas seraya menekapkan
tangan kirinya ke bahu kanannya yang cidera.
"Maksudmu Nek, apakah sekarang kita jadi bersahabat?" tanya Naga Kuning.
"Siapa sudi bersahabat dengan anak kurang ajar sepertimu!" labrak Sabai Nan
Rancak. "Ah, kau tentu masih mendendam perbuatanku dulu. Menarik pakaianmu hingga
auratmu tersingkap bugil...."
"Setan! Jangan kau sebut-sebut peristiwa itu!" bentak si nenek dengan muka merah
padam. "Jadi kita sudah bersahabat sekarang Nek?" tanya Naga Kuning kembali.
Sabai Nan Rancak menggerendeng panjang pendek. "Aku kepingin tahu mengapa kau
menyusup ke dalam Lembah Akhirat. Apa yang kau lakukan di sana?"
"Aku tengah menjalankan tugas Nek!" jawab Naga Kuning keren.
"Tugas! Tugas apa" Siapa yang memberikanmu tugas!" tanya Sabai Nan Rancak lagi.
"Maunya aku tidak akan memberi tahu. Tapi hitung-hitung kita sudah bersahabat
biar kukatakan juga. Yang memberi aku tugas adalah Kakek Segala Tahu..."
"Tua bangka jahanam itu!" maki Sabai Nan Rancak. Sampai saat itu dia tetap
menaruh kesan bahwa Kakek Segala Tahulah yang telah membunuh sahabatnya yaitu
Datuk Angek Garang.
"Eh, kenapa kau memaki kakek itu, Nek" Orang seperti dia harusnya kau jadikan
teman. Karena kalau kau sampai patah arang dengan Sutan Alam mungkin Kakek
Segala Tahu bisa jadi gantinya! Hik... hik... hik!"
"Anak haram jadah! Kurobek mulut kurang ajarmu!" teriak Sabai Nan Rancak. Si
nenek melompat ke depan. Kalau tidak cepat si bocah menghindar pasti tamparan
keras sudah bersarang di pipinya!
Walau orang sudah marah setengah mati tapi Naga Kuning masih juga menggoda.
"Kakek Segala Tahu memang agak jelekan dibanding dengan Suto Alam. Tapi jelek-
jelek gocekannya hebat luar biasa Nek! Hik... hik... hik!"
Saking marahnya Sabai Nan Rancak pentang tangan hendak menghantam si bocah
dengan pukulan Kipas Neraka, Namun dia cepat sadar. Begitu amarahnya surut dia
bertanya. "Anak kurang ajar, bagaimana kau tahu ihwal hubunganku dengan Sutan
Alam?" Naga Kuning tertawa. "Aku sudah gentayangan di tiga samudera, berkeliaran di
tiga daratan. Usiaku jauh lebih tua darimu. Pengalaman hidupku jauh lebih banyak
dari padamu...."
Sabai Nan Rancak kerenyitkan kening tidak percaya mendengar kata-kata si bocah.
Seperti diketahui Naga Kuning alias Naga Cilik ini adalah orang kepercayaan Kiai
Gede Tapa Pamungkas yang telah berusia 120 tahun. Hanya karena ilmu yang
dimilikinya ujudnya terlihat sebagai anak berusia belasan tahun.
Dendam Dalam Titisan
49 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Tugas apa saja yang disuruhkan kakek geblek itu padamu"!" Sabai Nan Rancak
akhirnya ajukan pertanyaan.
"Banyak Nek. Mengetahui kelemahan dan kekuatan orang-orang Lembah Akhirat.
Menyelidik apa benar Dewa Sedih dan Dewa Ketawa sudah bergabung dengan mereka.
Lalu...." Belum selesai keterangan Naga Kuning tiba-tiba berkelebat satu bayangan kuning.
"Manusia bercadar kuning!" seru Sabai Nan Rancak. "Ada keperluan apa kau muncul
di sini. Urusan tempo hari belum selesai. Kau mau...."
"Justru aku datang untuk memberi tahu. Meneruskan pembicaraan terdahulu.
Rahasia lama baru sebagian tersingkap. Jangan salah mengambil sikap. Kami
menunggumu sebelum tengah malam di arah barat telaga. Jangan datang membawa
curiga. Ini adalah kesempatan terakhir dan terbaik. Sebelum malapetaka datang
mencabik!"
Habis berkata begitu orang berpakaian dan bercadar kuning itu berkelebat dan
lenyap dalam kegelapan malam.
"Hai! Tunggu!" seru Sabai Nan Rancak. Dia hendak mengejar tapi batal ketika
mendengar suara Naga Kuning berucap.
"Tak usah dikejar Nek. Aku tahu siapa orang itu. Jika kau mau menahan diri pasti
semua urusanmu dengan dia akan berjalan baik...."
"Kau tahu siapa orang tadi" Katakan padaku!" ujar Sabai setengah berteriak.
Naga Kuning gelengkan kepala. "Bukankah dia telah mengatur pertemuan di barat
Wiro Sableng 100 Dendam Dalam Titisan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
telaga" Mengapa kau tak mau bersabar?"
"Hemrnm.... Jangan-jangan kau kaki tangan orang bercadar kuning tadi!"
Naga Kuning tidak menjawab. Dia kembangkan dua telapak tangannya ke atas.
"Gerimis..." katanya perlahan. Anak ini lalu memandang ke atas. "Langit
gelap.... Aku merasakan keanehan. Mengapa rembulan empat belas hari belum juga
muncul?" Mendengar kata-kata Naga Kuning itu Sabai Nan Rancak ikut-ikutan memandang ke
langit sementara gerimis tambah keras. Seperti yang dikatakan si bocah, langit
memang tampak menghitam tertutup awan. Tak ada bintang. Tak tampak bulan
purnama. Di kejauhan terdengar suara lolongan anjing hutan bersahut-sahutan.
* * * Dendam Dalam Titisan
50 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DUA BELAS Pendekar 212 Wiro Sableng hentikan larinya ketika Ratu Duyung tiba-tiba
memeganglengannya dan melangkah ke depan lalu tegak membelakanginya."Ada
apa...?" tanya Wiro setengah berbisik. Dari air muka, sikap dan cara berdiri
jelas sang Ratu tengah melindungi dirinya terhadap sesuatu.
Ratu Duyung belum sempat memberi penjelasan tiba-tiba seseorang berpakaian dan
bercadar serba kuning muncul di hadapan mereka.
"Orang aneh, kemunculanmu kali ini buruk atau jahat"!" Ratu Duyung ajukan
pertanyaan. "Bukan saatnya bertanya jawab. Jika ingin tahu pergilah ke arah barat. Cari dua
pohon kelapa saling bersilang. Di situ akan dipulihkan kekuatan yang hilang."
Seperti dituturkan sebelumnya sesuai yang direncanakan, setelah Bidadari Angin
Timur berhasil mengambil Pedang Naga Suci 212 maka diatur pertemuan antara Wiro
dengan gadis berambut pirang itu di satu tempat. Kelak di tempat itulah pedang
sakti tersebut akan dibuktikan keampuhannya yang konon bisa menyembuhkan
malapetaka yang dialami Wiro. Disaat itu juga sekaligus Bidadari Angin Timur
akan menyerahkan Kapak Maut Naga Geni 212 kepada Wiro. Seperti dituturkan kapak
sakti itu diselamatkan oleh orang bercadar kuning lalu diserahkan kepada
Bidadari Angin Timur. Karena Bidadari Angin Timur merasa sungkan untuk menemui
Wiro maka orang bercadar menyuruh Bidadari Angin Timur menunggu di tempat yang
telah ditentukan. Lalu dia sendiri pergi mencari murid Sinto Gendeng itu.
"Aku tidak paham pembicaraan berpantun-pantun. Katakan saja langsung dan terus
terang apa maksudmu menyuruh kami pergi ke arah barat..." kata Ratu Duyung pula.
Lalu dia ingat apa yang terjadi dan dialami Puti Andini sebelumnya.
"Kepercayaan memang perlu diuji. Tapi membuang waktu adalah perbuatan tidak
terpuji..." berucap orang bercadar kuning.
"Jawab dengan jujur! Bukankah kau dan seorang kawanmu telah mencuri Pedang Naga
Suci 212 dari tangan Puti Andini, gadis dari seberang itu"!"
"Jawaban apapun tidak akan menentukan, ikuti nasihat demi kebaikan. Kalau tengah
malam datang lebih dahulu dan orang-orang Lembah Akhirat melakukan penyerbuan
maka segala persiapan hanyalah kesia-siaan."
Habis berkata begitu si cadar kuning memandang ke langit. Saat itu udara malam
tambah kelam. Tak ada bintang tak ada rembulan. Dan hujan gerimis turuh semakin
deras. Sepasang mata yang tersembul dibalik cadar kuning menetap pada Wiro dan Ratu
Duyung berganti-ganti. "Ingat, sebelum tengah malam. Di barat telaga
Gajahmungkur. Di arah pohon kelapa bersilang. Di situ tempat kita memuji segala
syukur...."
Setelah orang bercadar meninggalkan tempat itu, Ratu Duyung berpaling pada Wiro.
"Aku tidak ada pertentangan dengan orang aneh tadi. Tapi jika dia memang
bermaksud baik mengapa tidak mengatakan secara terus terang..."
Wiro menggaruk kepala. Saat itu perasaannya terasa lain. Penuh harap tapi juga
penuh rasa cemas. Waktu 100 hari dia kehilangan kekuatan dan kesaktiannya masih
tersisa satu setengah hari lagi. Berarti lusa siang baru dia benar-benar pulih.
Ini berarti jika tengah Dendam Dalam Titisan
51 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
malam nanti terjadi bencana hebat yaitu bentrokan besar-besaran antara orang-
orang Lembah Akhirat dengan para tokoh golongan putih maka bukan saja dia tidak
mampu melakukan sesuatu tetapi juga tidak ada satu orang pun yang bisa menjamin
keselamatan dirinya.
"Turut dugaan kakek botak dan penjelasan Puti Andini maka pencuri Pedang Naga
Suci 212 adalah orang bercadar tadi dan Bidadari Angin Timur. Lalu jika
dihubungkan apa yang barusan dikatakan si cadar kuning, agaknya memang senjata
itu ada pada mereka. Kita disuruh datang ke sana agar dengan pedang sakti itu
musibah yang menimpa diriku bisa disembuhkan."
"Jika kau memang yakin orang bermaksud baik hendak menyembuhkanmu memang tak ada
jalan lain. Kau harus segera pergi ke tempat yang dikatakan. Hanya saja aku tak
bisa mengantar...."
"Tak bisa mengantar?" mengulang Wiro. Sesaat dia menatap sepasang mata biru sang
Ratu. "Ratu, aku tahu. Kau tidak suka pada Bidadari Angin Timur. Kau cemburu
padanya...."
Kata-kata Pendekar 212 itu membuat hati Ratu Duyung jadi tidak enak.
"Apa alasanku tidak suka pada gadis berambut pirang bertubuh harum semerbak
itu," jawab Ratu Duyung mendustai dirinya sendiri. "Lalu apa pula alasanku untuk
cemburu padanya. Karena kau bukan milikku dan kau tidak merasa aku ini milikmu.
Bukankah begitu Wiro?"
"Ah, bagaimana ini!" ujar murid Sinto Gendeng sambil garuk-garuk kepala dan
tersenyum tapi getir. Hatinya serba bingung, jika dia pergi berarti dia akan
menyinggung perasaan Ratu Duyung. Jika dia tidak pergi maka kesembuhan atas
dirinya tidak segera terjadi malah bahaya besar akan menghadang. "Ratu, biar
kita bicara berterus terang.
Aku...." Ratu Duyung pegang dua lengan Pendekar 212 dengan tangannya yang halus. "Wiro,
keterusterangan adalah sifat sangat baik. Aku mengerti bagaimana perasaanmu. Aku
akan menunggu di sini. Pergilah ke tempat yang dikatakan orang bercadar itu.
Semoga kau segera dapat disembuhkan...."
"Kau tak mau pergi bersamaku?"
"Bukan tidak mau. Aku hanya ingin menjaga perasaan hatiku dan perasaan hati
orang lain, jangan karena kehadiranku rencana penyembuhan atas dirimu menjadi
terhalang."
"Kalau ucapanmu itu keluar dari hati yang tulus, aku akan pergi seorang diri.
Tunggu di sini sampai aku kembali." Pendekar 212 memeluk Ratu Duyung erat-erat,
menciumi wajahnya berulangkali lalu tinggalkan gadis itu. Ditinggal seorang diri
Ratu buyung tak dapat lagi menahan tangisnya.
"Ya Tuhan, mengapa buruk benar nasibku. Mengapa tidak kau mungkinkan aku
memiliki dirinya. Aku mendambakan kembali hidup sebagai manusia biasa. Agar aku
bisa mendampinginya. Tapi setelah berhasil semua harapan dan keinginan itu
ternyata tidak menjadi kenyataan...." Ratu Duyung tekap wajahnya dengan kedua
tangan. Pada saat itulah sudut matanya menangkap cahaya terang berkelebat. Gadis
ini segera turunkan kedua tangannya dan berpaling ke kiri.
Ratu Duyung tidak dapat memastikan makhluk apa yaitu barusan lewat di
sampingnya. Dia melihat sebuah obor. Lalu sosok seseorang berlari sambil
mendukung Dendam Dalam Titisan
52 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
seorang berjubah hitam. Yang membuatnya terperangah dan tak jadi mengejar adalah
ketika di telinganya terdengar satu suara macam nyamuk mengiang.
"Gadis cantik bermata biru. Tak ada yang paling beruntung bagi seorang gadis.
Selain hidup bersama lelaki yang mencintainya. Bukan dengan lelaki yang
dicintainya. Memangnya hanya ada satu pemuda baik di dunia ini" Memangnya hanya ada seorang
lelaki yang bisa dikasihi di kolong langit itu" Carilah, kau pasti akan
menemukan. Ketuklah, pintu pasti akan terbuka...."
"Suara aneh. Seperti ngiangan nyamuk. Siapa diantara dua orang tadi yang bicara
dengan ilmu melempar kata memindahkan suara. Yang mendukung atau yang didukung"
Benar-benar aneh malam sekali ini...."
Lama Ratu Duyung tegang termangu mendengar kata-kata itu. Dalam hatinya
perlahan-lahan menyeruak perasaan bimbang. Apakah dia akan menunggu Pendekar 212
Wiro Sableng di tempat itu. Atau mungkin lebih baik dia pergi saja. Hati
kecilnya mendorongnya tidak menantikan kembalinya Wiro. Namun ketika dia meraba
perutnya dan jari-jari tangannya menyentuh Kitab Wasiat Malaikat maka
kebimbangannya menjadi sirna, Dia mencari tempat yang baik untuk duduk menunggu
serta berlindung dari hujan rintik-rintik yang terus turun.
Belum lama duduk di tempat itu mendadak pandangan Ratu Duyung membentur pada
satu benda hitam yang mendekam dalam gelap di hadapan serumpunan pohon bambu
hutan. "Aneh, aku yakin betul benda itu tadi tak ada di sana. Bagaimana tahu-tahu
muncul...?"
Mula-mula dia menyangka benda ini adalah sebuah area atau patung batu. Tapi
makin diperhatikan makin keras dugaannya bahwa benda itu adalah satu makhluk
hidup. Penuh rasa ingin tahu Ratu Duyung bangkit berdiri lalu melangkah mendekati.
Nyawanya seperti terbang dan hampir saja keluar jeritan dari mulutnya ketika
tiba-tiba benda yang disangka nya area batu itu berbangkis keras.
Sambil mundur dua langkah Ratu Duyung memperhatikan dengan mata tak berkesip.
Makhluk yang duduk menjelepok di tanah itu berbobot luar biasa besar dan gemuk.
Di atas kepalanya ada sebuah kopiah hitam kebesaran hingga kupluk tenggelam di
keningnya hampir menutupi sepasang alis. Di bawah alis kedua matanya terpejam
tapi bergerak-gerak tanda dia tidak tidur. Orang ini mengenakan baju yang
dipakai terbalik.
Perutnya yang gendut membuntal keluar. Dadanya gembrot bergerak turun naik.
"Seumur hidup belum pernah aku lihat manusia segemuk ini. Jika memang dia
manusia adanya..." membatin Ratu Duyung. Walau tadi jelas-jelas dia melihat dan
mendengar si gemuk itu berbangkis, namun ada rasa was-was dalam diri sang Ratu.
Dia memandang berkeliling mencari sesuatu dalam gelap. Yang dicarinya yaitu
sebuah batu kecil. Begitu ditemukan, batu kecil ini kemudian dilemparkannya ke
atas pangkuan si gemuk. Yang dilempar diam saja. Tapi jelas salah satu matanya
yang terpejam perlahan-lahan terbuka dan memandang pada Ratu Duyung. Mata orang
ini ternyata belok besar luar biasa.
"Hik... hik... hik...." Tiba-tiba si gemuk di depan pohon bambu tertawa
cekikikan. "Pasti tadi kau mengira aku sebangsa hantu rimba atau setan kesasar. Sebaliknya
aku juga tadi mengira kau setan perempuan yang gentayangan di malam hari. Hi...
hi... hik! Ternyata kita sama-sama manusia juga!"
Dendam Dalam Titisan
53 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Ratu Duyung tak segera percaya begitu saja ucapan orang. "Setan dan hantu jaman
sekarang pandai menyaru seperti manusia segemuk dan sejelekmu! Jika kau manusia
mengapa malam-malam begini berada di tempat ini?"
"Anak perjaka berada di luar rumah sampai semalam suntuk siapa yang melarang"
Tapi anak gadis secantikmu berada di tempat ini malam-malam begini apa tidak
aneh"! Ha...
ha... ha! Jangan-jangan kau sebangsa kuntil anak atau cucunya kuntil anak! Ha...
ha... ha!"
Wajah Ratu Duyung jadi bersemu merah. Tapi diam-diam dia mulai merasa suka pada
si gemuk ini. "Gadis cantik bermata biru...."
Ratu Duyung jadi kaget. "Tempat ini cukup gelap. Bagaimana dia bisa tahu aku
memiliki mata biru," pikir si gadis.
"Aku sedang mencari pamanku. Kabarnya dia tersesat masuk ke Lembah Akhirat.
Apa kau tahu di mana Lembah Akhirat?"
Ratu Duyung terkejut. "Hah! Jadi kau kaki tangan Datuk Lembah Akhirat rupanya!"
"Kau ini bagaimana! Aku bilang tengah mencari pamanku yang tersesat di Lembah
Akhirat. Dia bukan orang Lembah Akhirat. Tapi tersesat dan terjebak di sana
hingga tak bisa keluar lagi. Aku keponakan yang baik. Jadi harus menolongnya!
Padahal dulu aku pernah dibenamnya dalam tanah es selama bertahun-tahun!"
"Hemmm.... Lembah Akhirat bukan tempat sembarangan. Sekali masuk tak mungkin
keluar!" "Mana bisa begitu. Setiap bisa masuk pasti bisa keluar! Lihat contohnya ini!"
Lalu enak saja si gemuk berpeci kupluk itu memasukkan jari telunjuknya ke salah
satu lobang hidung dan mengupil sambil kedip-kedipkan matanya. Sesaat kemudian
jarinya dikeluarkan lalu berkata. "Nah, kau lihat sendiri. Jariku bisa masuk
bisa keluar! Ha... ha...
ha...!" Walau jengkel tapi Ratu Duyung mau tak mau jadi tertawa juga. "Siapa nama
pamanmu?" tanya Ratu Duyung pula.
"Kerbau Bunting," jawab si gendut.
"Jangan bergurau! Masakan ada orang bernama Kerbau Bunting!"
"Tunggu dulu. Itukan panggilan jeleknya!" jawab si gendut. "Orang biasa
menyebutnya dengan Dewa Ketawa!"
Kagetlah Ratu Duyung. "Aku pernah mendengar satu cerita. Jangan-jangan orang
dalam cerita itu engkau adanya."
"Tergantung siapa yang bercerita padamu."
"Yang bercerita Wiro Sableng, berjuluk Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212...."
"Wah! Kalau si brengsek geblek itu yang bercerita padamu pasti betul. Pasti kau
sekarang bisa menduga siapa diriku."
"Ya, kau pasti yang dipanggil orang Bujang Gila Tapak Sakti."
Si gemuk tertawa gelak-gelak. "Girang hatiku dikenali orang secantik dirimu. Aku
sendiri juga pernah mendengar cerita tentang dirimu...."
"Dari siapa...?" tanya Ratu Duyung.
"Wah banyak sekali! Tak bisa kusebutkan satu persatu. Tapi yang jelas semua
cerita itu tidak dusta. Jika ada seorang gadis berwajah cantik selangit tembus,
memiliki potongan badan sebagus bidadari dan mempunyai mata sebiru permata di
dasar lautan, siapa lagi orangnya kalau bukan Ratu Duyung...." Si gemuk betulkan
letak kopiahnya lalu bertanya.
Dendam Dalam Titisan
54 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Ratu Duyung terkesiap karena si gendut itu ternyata tahu betul siapa dirinya.
"Eh, ngomong-ngomong apa kau tidak merasa panas saat ini?" Bujang Gila Tapak
Sakti ajukan pertanyaan sambil seka keringat yang mengucur di kening, muka dan
lehernya. "Eh, malam mulai terasa dingin. Aneh kalau kau merasa panas dan keringatan...."
"itulah penyakit jelek orang gemuk!" kata Bujang Gila Tapak Sakti pula.
Dari sela ketiaknya Bujang Gila Tapak Sakti keluarkan sebuah benda. "Sreeeettt!"
Ternyata benda itu adalah sebuah kipas kertas. "Aku memang tidak tahan panas.
Kalau tak ada kipas ini celaka diriku. Jika kau merasa kepanasan mendekatlah ke
sini biar angin kipas kita bagi dua..,. Tapi aku yakin kau tak berani mendekat.
Kau takut akan aku apa-apakan.
Padahal aku perjaka alim sejak lahir. Ha... ha... hal" Lalu si gemuk ini
berkipas-kipas seenaknya. Padahal Ratu Duyung sudah sesak nafasnya mencium bau
yang keluar dari ketiaknya.
"Bujang Gila jika kau tahu tentang Lembah Akhirat, tahu bahwa pamanmu terjebak
di sana, apakah kau juga tahu bakal terjadi sesuatu di kawasan Telaga
Gajahmungkur ini?"
Si gemuk terus saja berkipas-kipas tapi kali ini dia anggukkan kepala
berulangkali. "Dunia sudah kotor oleh perbuatan yang tidak karuan para tokoh silat golongan
hitam. Yang golongan putih malah ikut-ikutan! Sudan saatnya disapu bersih sampai ke
akar-akarnya. Kau tahu laki-laki dan perempuan sekarang ini sudah sama-sama
pintarnya kencing berdiri! Ha... ha... ha!"
Ratu Duyung menutup mulutnya menahan ketawa. Lalu gadis ini memandang ke langit.
Setelah itu berpaling ke arah perginya Wiro. Bujang Gila memperhatikan. "Sejak
tadi kulihat kau menatap ke langit lalu memandang ke jurusan sana. Ada apa...?"
Wiro Sableng 100 Dendam Dalam Titisan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku tidak melihat bulan purnama muncul di langit. Padahal rembulan itu satu
isyarat atas dimulainya pertemuan orang-orang golongan putih dalam menghadapi
orang-orang Lembah Akhirat...."
"Hal itu sudah kudengar dan kuketahui. Lalu apa yang menyebabkan kau
berulangkali memandang ke jurusan sana?" tanya Bujang Gila Tapak Sakti.
"Terus terang aku tengah menunggu kedatangan seseorang...."
Si gemuk kedap-kedipkan matanya. "Yang kau tunggu bukankah seorang pemuda?"
"Kau hanya menduga-duga!"
"Yang kau tunggu bukankah Pendekar 212 Wiro Sableng?"
"Bagaimana kau tahu?" tanya Ratu Duyung heran..
Si gemuk itu tertawa lebar. "Waktu kalian berdua sampai di tempat ini tadi, aku
sudah lama nongkrong di sini. Aku mendengar semua pembicaraan kalian. Aku juga
melihat kalian berpeluk cium. Asyiknya! Ha... ha... ha!"'
Merah padam wajah Ratu Duyung mendengar kata-kata Bujang Gila Tapak Sakti itu.
"Gendut! Ternyata kau seorang kurang ajar yang suka mengintip orang!"
"Jangan kau salah sangka. Ada ujar-ujar mengatakan begini. Sengaja mengintip
adalah dosa! Tidak sengaja mengintip adalah rejeki. Nah, aku ini 'kan termasuk
golongan yang terakhir itu! Ha... ha...ha!" Si gendut tertawa gelak-gelak hingga
perut dan dadanya yang gembrot berguncang-guncang.
Setelah mengusap mukanya yang basah oleh keringat Bujang Gila Tapak Sakti
berkata. "Ratu Duyung, kalau kau sahabat Pendekar 212 Wiro Sableng, berarti aku
adalah juga sahabatmu. Aku orangnya memang suka bercanda. Jangan kau salah
paham. Sekarang, Dendam Dalam Titisan
55 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
kalau aku boleh memberi nasihat harap kau segera menyusul Pendekar 212. Aku
menaruh firasat, jangan-jangan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dengan
dirinya." "Hatiku memang was-was. Apa kau bisa menduga siapa orang yang berniat jahat
terhadapnya" Mungkin ada orang yang hendak menjebaknya?"
"Tidak dapat kupastikan. Tapi yang jelas kudengar dia telah kehilangan kesaktian
dan tenaga dalamnya. Berarti kemana pun dia pergi bahaya besar selalu
mengikutinya. Kalau orang-orang Lembah Akhirat sampai menangkapnya, nyawanya tidak akan
tertolong."
"Bujang Gila, kuceritakan padamu. Ada seseorang meminta Wiro datang ke satu
tempat. Katanya di tempat itu Wiro akan disembuhkan dari malapetaka yang menimpa
dirinya dengan sebilah pedang. Apakah orang itu berdusta dan hendak
mencelakainya?"
Bujang Gila Tapak Sakti menggeleng. "Lekas kau tinggalkan tempat ini. Susul
pemuda itu. Kalau sampai terlambat kau bisa menyesal."
"Akan kuturuti nasihatmu. Tapi kau sendiri bagaimana?"
"Aku akan tetap di sini dulu. Berangin-angin berkipas-kipas sampai tubuhku
terasa sejuk," jawab Bujang Gila Tapak Sakti.
Mendengar kata-kata Bujang Gila tapak Sakti itu Ratu Duyung segera berkelebat ke
arah jalan yang tadi ditempuh Pendekar 212 Wiro Sableng. (Untuk lebih jelas
siapa adanya Bujang Gila Tapak Sakti harap baca serial Wiro Sableng berjudul
Bujang Gila Tapak Sakti).
Belum lama Ratu Duyung berlalu, di dalam gelap kelihatan sosok seorang anak yang
melangkah sambil mulutnya berucap.
"Seratus tombak ke timur. Membelok ke kanan melangkah dua puluh tombak. Sudan
kulakukan! Melangkah terus ke kiri. Berhenti tujuh langkah di depan rumpun
bambu. Hemmm.... Rumpun bambu sudah kutemukan. Di depan rumpun di situ akan kujumpai
orang yang kucari!" Anak itu yang bukan lain adalah Naga Kuning, memandang
berkeliling. "Rumpun bambu sudah ada. Tapi orang yang kucari tidak kelihatan. Cuma ada sebuah
area besar. Hemmm.... Bagaimana ini. Jangan-jangan Kakek Segala Tahu keliru
memberi penjelasan.... Mana tempat ini banyak nyamuk, dingin. Lalu ada bau aneh.
Seperti bau ketiak...."
Merasa letih Naga Kuning dudukkan tubuhnya di tangan area. Tiba-tiba plaak! Satu
tamparan melanda pantat Naga Kuning hingga bocah ini terpelanting jatuh di tanah
lalu terkentut-kentut. Dia cepat bangkit sambil memandang ke arah area yang tadi
didudukinya. "Gila! Tidak mungkin! Mana bisa area batu menggebuk pantatku!" kata Naga Kuning.
"Anak kurang ajar! Buka matamu lebar-lebar! Apa aku ini arca"!"
Kagetlah Naga Kuning. Anak ini sampai tersurut beberapa langkah ketika mendengar
benda besar yang mendekam dalam gelap di depan pohon bambu mengeluarkan suara!
takut-takut dia melangkah mendekati. Dari jarak empat langkah bocah ini melotot
memeriksa. "Astaga! Kau pasti si gemuk yang aku cari! Kau pasti Bujang Gila Tapak Sakti
yang dikatakan Kakek Segala Tahu. Sobatku gendut harap maafkan diriku! Kukira
kau area gajah yang hidungnya sudah gerumpung! Ha... hal., ha!"
"Anak seta nil Kupiting kepalamu, kusumpal hidungmu dengan ketiakku baru kau
tahu rasa!" memaki Bujang Gila Tapak Sakti.
Dendam Dalam Titisan
56 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Bujang Gila Tapak Sakti, aku disuruh Kakek Segala Tahu mencarimu. Sudan bertemu
sekarang lekas kau ikut aku. Ada satu urusan penting yang harus kau bantu!"
"Aku juga punya urusan penting! Mencari kakekku Si Dewa Ketawa yang terjebak
masuk ke dalam Lembah Akhirat!" jawab Bujang Gila Tapak Sakti.
"Kalau begitu kebetulan sekali! Kau memang mau disuruh pergi ke Lembah Akhirat
itu! Ayo! Sebelum tengah malam urusan musti sudah rampung!" Naga Kuning tarik
lengan si gemuk agar cepat bangun. Tapi Bujang Gila Tapak Sakti tidak bergerak
malah keluarkan suara kentut keras sekali.
"Tanggal hidungku!" seru Naga Kuning seraya menekap hidungnya dengan tangan
kiri. "Tadi kau mengentuti aku! Sekarang giliranku membalas!" jawab Bujang Gila Tapak
Sakti lalu tertawa gelak-gelak. Dengan susah payah si gemuk ini bangkit berdiri.
Sebelum melangkah dia seka dulu keringat di muka dan lehernya. Rapikan bajunya
yang kesempitan dan atur letak kopiah hitamnya yang kupluk. Lalu dia mulai
melangkah. Sambil berjalan mengikuti Naga Kuning dia bersiul-siul. Tapi yang
keluar dari mulutnya hanya angin dan semburan ludah. Naga Kuning memaki panjang
pendek karena semburan ludah si gendut itu ada yang mengenai tengkuknya.
Dendam Dalam Titisan
57 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
TAMAT Episode berikutnya :
GERHANA DI GAJAHMUNGKUR
Hak cipta dan copyright milik Alm. Bastian Tito Wiro Sableng telah terdaftar
pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta,
Paten dan Merek dibawah nomor 004245
"Mengenang Alm. Bastian Tito"
Pengarang Wiro Sableng
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Komentar dan saran : samademail@gmail.com
IM : samchatacc@yahoo.com
Blog : http://samadblog.freehostia.com/Sam_WordPress atau Kaskus thread No.
865522 Dendam Dalam Titisan
58 Si Kangkung Pendekar Lugu 4 Oeyse Karya Thio Tjin Boen Pendekar Pedang Dari Bu Tong 15
kupatahkan batang lehermu! Suto Abang akhirnya kau datang juga. Kau memang sudah
kutunggu! Harap kau suka menanti di taman kecil di belakang bangunan ini!"
Dari tempatnya berdiri Sutan Alam dapat melihat seorang perempuan tergolek di
atas tempat tidur besar. Tubuhnya yang gemuk penuh lemak berlipat-lipat terlihat
jelas. Di sebelah kiri, duduk merapat ke dinding ruangan ada tiga prang
perempuan lagi, bertubuh gemuk. Ketika Suto Abang memandang padanya ketiganya
segera bangkit berdiri seraya melempar senyum.
"Sejak dulu seleramu rupanya tak pernah berubah!" kata Suto Abang sambil
menyeringai. "Kalau kau suka, kau boleh pilih salah satu dari mereka. Asal jangan yang di
atas ranjang. Dia kekasih baruku!"
Mendadak satu bayangan merah berkelebat. Di hadapan Sutan Alam alias Suto Abang
berdiri satu dari tiga orang kepercayaan sang Datuk yakni yang dikenal dengan
sebutan Pengiring Mayat Muka Merah. Rambutnya yang keriting berwarna merah
berbentuk batok kelapa. Muka dan jubahnya berwarna merah. Cuping hidung sebelah
kiri ditancapi sebuah tulang. Manusia satu ini tidak memiliki alis hingga
tampangnya benar-benar angker.
Dengan sikap garang dia hendak membentak. Tapi begitu mengenali siapa yang
berdiri di depan pintu itu dengan cepat dia melangkah mundur dan menjura. "Harap
dimaafkan, saya tidak sempat tahu siapa yang datang. Sutan Alam yang datang dari
jauh. Mengapa muncul tidak memberi kabar lebih dulu hingga kami bisa mengadakan
penyambutan?"
"Pengiring Mayat Muka Merah, syukur kau masih belum lupa padaku!" kata Suto
Abang sambil tersenyum. Pengiring Mayat Muka Merah menjura sekali lagi laju
setelah melirik ke dalam kamar dia cepat-cepat meninggalkan tempat itu. Suto
Abang berpaling pada kakaknya lalu berkata. "Aku menunggumu di taman. Jangan
terlalu lama. Waktu kita terbatas. Yang kita akan bicarakan banyak sekali!
Keadaan sudah sangat gawat!"
"Jangan khawatir adikku. Aku hanya melanjutkan sedikit lagi apa yang tadi belum
sempat kulakukan," jawab Datuk Lembah Akhirat. Lalu tanpa menutup pintu dia naik
ke atas ranjang besar, masuk ke dalam rangkulan tangan dan kaki Yuyulentik,
perempuan gemuk yang sejak beberapa waktu lalu menjadi kekasih peliharaan sang
Datuk. Dendam Dalam Titisan
40 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Suto Abang sesaat memperhatikan dua orange itu. Lalu dengan air muka jijik dia
meludah ke lantai dan bergegas tinggalkan tempat itu.
Di dalam Ruang Sorga Datuk Lembah Akhirat tergolek mandi keringat.
"Yuyulentik...."
Perempuan gemuk di samping Datuk Lembah Akhirat berbalik dan gelungkan kakinya
yang gempal putih di perut sang Datuk.
"Ada apa Datuk...?"
"Aku merasa tidak memerlukan dirimu lagi. Kau tidak sehebat dulu. Aku sudah
bosan...."
"Datuk!" Perempuan gemuk bernama Yuyulentik itu angkat tubuhnya ke tubuh Datuk
Lembah Akhirat. "Sampai mati aku bersedia melayanimu. Apa maumu pasti aku
turuti...."
"Mauku banyak. Tapi saat ini cuma satu keinginanku...."
"Katakan Datuk..." ujar Yuyulentik.
Datuk Lembah Akhirat menyeringai. Sikut kirinya menghantam. "Praaak!" Rahang
Yuyulentik rengkah. Darah mengucur dari hidung dan mulutnya. Perempuan malang
ini menemui ajalnya setelah melepas suara erang mengenaskan.
Begitu keluar dari kamar Datuk Lembah Akhirat tidak segera menemui Suto Abang.
Dia terlebih dulu mencari Ki Juru Tenung orang kepercayaannya.
"Adikku Suto Abang berada di Lembah Akhirat." Dia ingin bicara soal urusan
penting. Aku sudah bisa menduga apa yang bakal disampaikannya. Menurutmu apa
yang harus aku lakukan" Menghabisinya begitu selesai pembicaraan?"
Si Juru Tenung itu tuangkan air putih ke dalam sebuah piring lalu melihat dan
merenung. Sesaat kemudian dia gelengkan kepalanya. "Belum saatnya Datuk. Belum
saatnya. Kita masih perlu memanfaatkan tenaga dan ilmu kepandaiannya. Dia bisa
kita pakai untuk menghadapi orang-orang tertentu disamping mengawasi para tokoh
silat golongan putih yang bergabung dengan kita...."
Datuk Lembah Akhirat terdiam sejenak. Akhirnya sambil mengusap-usap dadanya yang
penuh bulu dia anggukkan kepala menyetujui pendapat sang juru tenung.
* * * Dendam Dalam Titisan
41 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEPULUH Dari tempatnya bersembunyi Sabai Nan Rancak melihat munculnya seorang lelaki
tinggi besar mengenakan pakaian hitam serba gombrong. Kepalanya diikat dengan
sehelai kain hitam. Mukanya yang garang memiliki tiga warna tertutup oleh kumis,
berewok dan janggut lebat. Pergelangan kaki kiri dan kanan digelantungi
tengkorak bayi.
Setiap langkah yang dibuatnya menimbulkan getaran di tanah pertanda dia memiliki
kekuatan tenaga dalam yang hebat.
"Makhluk ini pasti Datuk Lembah Akhirat..." menerka Sabai Nan Rancak. Dia
menanti dengan hati berdebar.
Datuk Lembah Akhirat melangkah mendekati Suto Abang yang duduk menunggu di atas
sebuah batu di satu tempat yang sebenarnya tidak pantas disebut taman. Di situ
memang bertumbuhan beberapa jenis tanaman bunga. Tapi keadaannya kotor dan lebih
banyak semak belukarnya.
"Suto Angil, kita langsung saja bicara pada masalahnya...."
"Adikku, mengapa terburu-buru. Kita membasahi tenggorokan dulu dengan anggur
lezat dan panggang daging sebelum bicara! Kalau kau suka bersenang-senang aku
hanya tinggal menyuruh orang membawakan perempuan cantik untukmu. Aku tahu
sekian lama di Pulau Andalas kau hanya berteman si nenek peot itu. Kau pasti
ingin barang segar.
Ha... ha... ha!"
"Itu bisa kita lakukan nanti saja. Apa kau sudah tahu kalau malam nanti, saat
bulan purnama empat belas hari muncul, para tokoh silat golongan putih akan
berkumpul di kawasan barat Telaga Gajahmungkur?"
"Gajahmungkur satu telaga sangat luas. Siapa saja boleh berkumpul di salah satu
tepiannya. Mengapa kau keliwat khawatir adikku"!"
"Suto Angil, harap kau jangan bergurau apalagi menganggap remeh persoalan.
Orang-orang dunia persilatan di Pulau Andalas dan tanah Jawa boleh dibilang
sudah tahu apa yang telah kita lakukan. Hantu Balak Anam Dari Sijunjung yang
pertama sekali menaruh curiga lalu menyelidik sambil menebar kabar ke mana-mana.
Bahkan Sabai Nan Rancak kurasa juga telah menaruh curiga padaku...."
"Suto Abang! Kau tak dapat mengurus kekasihmu sendiri! Sungguh memalukan!
Aku sudah mendengar bahwa nenek sakti dari puncak Singgalang itu gagal
menjalankan beberapa tugas yang kau berikan! Apa dia masih berharga untuk kita
manfaatkan" Apa dia masih berharga jadi kekasih pemuas nafsumu" Walau sudah tua
kau lebih gagah dariku.
Kau masih bisa mencari perempuan muda yang jauh lebih cantik wajahnya dan jauh
lebih kencang tubuhnya ketimbang nenek-nenek rongsokan itu!"
Sutan Alam alias Suto Abang terbeliak mendengar ucapan Datuk Lembah Akhirat.
Mulutnya laksana terkancing. Sesaat kemudian baru dia bisa berkata. "Aku masih
bisa mengurus perempuan satu itu. Kau tak usah keliwat khawatir. Kuharap kau
tidak menyepelekan kekuatan orang-orang golongan putih yang akan berkumpul di
tepi barat Gajahmungkur. Mereka bergabung menyusun kekuatan untuk menyerbu
markasmu ini!"
"Apa yang kau takutkan adikku" Bukankah ini termasuk salah satu jebakan kita"
Soal kekuatan apa yang kau khawatirkan. Bukankah hampir semua para tokoh silat
golongan Dendam Dalam Titisan
42 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
putih di Pulau Andalas telah berhasil kau singkirkan" Sesuai rencana kita
mensiasati mereka hingga saling curiga dan saling tumpas lalu ambruk sendiri!
Ha... ha... ha!"
"Itu rencana kita. Tapi kenyataannya lain Suto Angil. Justru mereka berkumpul di
barat telaga untuk menyusun kekuatan menghancurkan kita!"
"Menghancurkan kita katamu Suto Abang"! Ha... ha... hal Justru mereka tidak tahu
kalau sudah kita jebak. Mereka tidak sadar kalau tepi barat telaga Gajahmungkur
akan jadi liang kubur bagi mereka! Gajahmungkur tidak sama dengan Pangandaran.
Dulu di Pangandaran orang-orang golongan putih boleh bersombong diri
menghancurkan golongan hitam di bawah pimpinan Pangeran Matahari. Tapi
Gajahmungkur tidak sama dengan Pangandaran. Gajahmungkur adalah kubangan tempat
nyawa mereka minggat ke neraka!
Apalagi kalau mereka nekad berani menyerbu ke Lembah Akhirat ini! Darah mereka
akan berkeleleran di seantero lembah. Roh mereka akan gentayangan ke mana-mana
menjadi setan penasaran!"
"Kau begitu yakin mereka akan bisa kita hancurkan. Aku tahu kau memiliki
sepasang sarung tangan sakti. Aku juga tahu kau kini memiliki tenaga dalam luar
biasa yang tidak satu tokoh lain pun mampu menghadapinya. Mungkin juga kau kini
telah memiliki kitab Wasiat Ma la ikat itu hingga kau tidak takutkan apapun"!"
tanya Suto Abang kepada kakaknya Suto Angil.
Datuk Lembah Akhirat menyeringai. "Adikku, saat ini aku masih mempunyai tiga
orang pembantu utama berkepandaian tinggi. Ditambah dengan dirimu kita pasti
bisa membendung kekuatan orang-orang golongan putih. Aku sudah bisa menghitung
dengan jari siapa-siapa saja mereka. Lalu nenek sakti Sika Sure jelantik dan
Dewa Sedih telah bergabung dengan kita. Jika kau masih merasa jerih biar aku
katakan bahwa Dewa Ketawa pun sudah berada di pihak kita!"
"Dewa Ketawa?" mengulang Sutan Alam sambil usap-usap dagunya.
Datuk Lembah Akhirat pegang bahu adiknya lalu berkata. "Masih ada beberapa tokoh
silat tingkat tinggi yang juga telah bergabung dengan kita. Di antaranya seorang
tokoh muda berjuluk Utusan Dari Akhirat..."
"Aku memang ada mendengar manusia satu ini. Tapi tidak tahu siapa dia
adanya...."
"Dia adalah adik satu guru dari Pangeran Matahari!" jawab Datuk Lembah Akhirat.
"Siapa bisa menduga! Pangeran Matahari mati tahu-tahu muncul adik
seperguruannya!"
Suto Abang agak tercengang mendengar ucapan kakaknya itu. "Setahuku tak pernah
kudengar Pangeran itu punya saudara seperguruan...."
"Siapapun dia adanya ternyata dia memiliki semua pukulan sakti yang dipunyai
Pangeran Matahari!"
"Apa semua mereka itu berada di sini saat ini?" tanya Suto Abang.
"Dewa Sedih dan Dewa Ketawa memang sudah ada di sini. Si nenek Sika Sure
Jelantik aku tugaskan untuk menyirap kabar mengenai sebilah pedang sakti bernama
Pedang Naga Suci 212. Selain itu dia punya urusan sendiri dengan Pendekar 212
Wiro Sableng, Tua Gila dan orang aneh bernama iblis Pemalu. Jika dia bisa
membunuh orang-orang itu bukankah berarti tugas kita jadi lebih mudah?"
"Pedang Naga Suci 212..." berkata Suto Abang. "Senjata itu kabarnya telah
ditemukan orang di dasar Telaga Gajahmungkur. Namun kemudian lenyap dicuri...."
"Senjata itu tidak pernah lenyap. Yang terjadi adalah bahwa kita tidak tahu di
mana beradanya. Bukan begitu" Ha... ha... ha... ha!" Datuk Lembah Akhirat
tertawa namun dia Dendam Dalam Titisan
43 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
segera hentikan tawanya ketika dilihatnya Sutan Alam alias Suto Abang unjukkan
wajah gelisah. "Rupanya kau masih merasa was-was. Padahal sesuai apa yang sudah
kita rencanakan kulihat kau berhasil mendapatkan Mantel Sakti milik Datuk Tinggi
Raja Di Langit. Kalau kau mendapatkan mantelnya, pasti kau juga telah
mendapatkan Mutiara Setan milik tokoh itu. Aku ingin tahu bagaimana ceritanya
kau berhasil mendapatkan mantel dan mutiara itu."
"Terus terang aku menyimpang dari rencana semula. Bukan aku sendiri yang turun
tangan tapi aku menugaskan pada Sabai Nan Rancak. Setelah dapat, mantel dan
mutiara diserahkannya padaku...."
"Hebat! Pintar! Kau benar-benar cerdik panjang akal, Kalaupun Datuk Tinggi alias
Jagal iblis Makam Setan mencari dua senjata pusakanya ini, pasti Sabai Nan
Rancak yang akan dikejarnya. Ha... ha... ha! Di dalam ilmu silat ada satu jurus
yang disebut Di balik gunung mengait awan. Rupanya jurus itu yang telah kau
pergunakan pada kekasihmu! Ha...
ha... ha! Namun kau harus berhati-hati adikku. Kalau Jagal iblis tahu dua
senjata saktinya berada di tanganmu maka kau akan jadi sasarannya lebih dulu
selain Sabai Nan Rancak."
Sementara itu di tempat persembunyiannya Sabai Nan Rancak merasa sekujur
tubuhnya panas dingin. Wajahnya memucat. Semua pembicaraan antara Datuk Lembah
Akhirat dengan Sutan Alam orang yang selama ini menjadi kekasih dan dipercayanya
membuat dirinya tak karuan rasa. Sadarlah si nenek kalau sebenarnya dirinya
telah dimanfaatkan oleh kedua orang itu untuk mensiasati orang-orang golongan
putih. "Jahanam busuk! Jadi Datuk Lembah Akhirat adalah kakaknya Suto Abang. Dua kakak
adik keparat ini telah menyusun rencana untuk menyingkirkan para tokoh
persilatan di Pulau Andalas. Dan Suto Abang menipuku dengan cinta kasih
palsunya. Dia berpura-pura mencintai diriku. Padahal maksudnya adalah untuk
memperalat diriku! Ya Tuhan!
Berapa saja tokoh-tokoh tak berdosa telah jadi korban kebodohanku!"
Sekujur tubuh Sabai Nan Rancak kembali panas dingin dan menggigil saking dia
berusaha menahan amukan amarah dalam dirinya. Dua tangannya terkepal. Seandainya
saat itu dia menggenggam batu di masing-masing tangan, pastilah batu itu akan
hancur diremasnya!
Kalau dia tak dapat menahan diri, saat itu maulah Sabai Nan Rancak keluar dari
tempat persembunyiannya lalu melompat ke hadapan Suto Abang alias Sutan Alam
Rajo Di Bumi dan menghajarnya sampai mati. Namun si nenek maklum kalau dia
berada di sarang harimau. Mungkin dia bisa menghantam Suto Abang, namun sang
Datuk pasti tak tinggal diam.
Dengan darah masih mendidih Sabai Nan Rancak memutar tubuh, siap untuk
meninggalkan tempat itu. Namun tiba-tiba satu suitan keras merobek kesunyian di
atas lembah. Tahu-tahu tiga orang bertampang aneh telah mengurung si nenek.
* * * Dendam Dalam Titisan
44 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEBELAS Yang muncul ternyata adalah tiga pengawal yang sebelumnya telah menghadang Sutan
Alam di jalan masuk menuju Lembah Akhirat. Ketiganya tegak sambil mengangkat
tombak siap dihunjamkan ke leher, dada dan perut Sabai Nan Rancak.
Salah seorang dari mereka membentak.
"Tua bangka mencari mampus! Berani kau menyusup ke dalam Lembah Akhirat dan
mencuri dengar pembicaraan pemimpin kami!"
Temannya yang bertampang hijau ikut menimpali. "Sebelum kau kami bantai lekas
beri tahu siapa nama siapa gelar! Punya tujuan jahat apa masuk ke dalam kawasan
Lembah Akhirat!"
Sabai Nan Rancak tegak tercekat. Dia tidak takut pada tiga pengawal bermuka
merah, hitam dan hijau itu walau tiga ujung tombak siap menembus tubuhnya. Yang
dikhawatirkannya justru adalah Datuk Lembah Akhirat dan Sutan Alam Rajo Di Bumi
yang ada di dalam taman. Kenyataannya saat itu sang Datuk dan Suto Alam memang
sudah tegak berdiri karena mendengar suara suitan dan bentakan-bentakan tadi.
"Celaka! Aku harus menghantam tiga pengawal ini sebelum dua orang itu muncul di
sini dan mengetahui kehadiranku!" Sabai Nan Rancak mengambil keputusan cepat.
Tiga pengawal Lembah Akhirat terkesiap kaget ketika melihat tangan kanan Sabai
Nan Rancak berubah merah.
"Dia hendak melepas pukulan sakti!" teriak pengawal muka hitam.
"Bunuh!" beri perintah si muka merah.
Tiga tombak ditusukkan, tapi terlambat. Saat itu dari tangan kanan Sabai Nan
Wiro Sableng 100 Dendam Dalam Titisan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Rancak menyembur cahaya merah yang dengan cepat merambas melebar, melalap ketiga
pengawal yang ada di depan si nenek.
Ketika Datuk Lembah Akhirat dan Sutan Alam sampai di tempat itu mereka menjadi
kaget. Tiga pengawal bergeletakan di tanah dengan sekujur tubuh hangus berwarna
merah. "Kurang ajar! Apa yang terjadi! Siapa berani melakukan pembunuhan atas tiga
pengawal di tempat kediamanku!" Datuk Lembah Akhirat menggereng marah lalu
keluarkan suitan keras.
Sutan Alam perhatikan keadaan tiga pengawal yang telah jadi mayat itu. Melihat
keadaan warna tubuh serta cara mati ketiganya Sutan Alam diam-diam bisa menduga
siapa yang telah menghabisi mereka.
"Antara taman dan tempat ini tidak seberapa jauh. Kalau diantara kita sampai
tidak tahu adanya penyusup berarti orang itu memiliki kepandaian tinggi. Gila
betul!" Sang Datuk melangkah mundar-mandir lalu berpaling pada adiknya.
"Suto Abang! Kau mengetahui sesuatu"!" tanya Datuk Lembah Akhirat sambil
memperhatikan adiknya dengan tajam.
"Sabai..." desis Suto Alam. "Pasti dia yang melakukan. Tiga pengawal ini mati
akibat pukulan sakti Kipas Neraka. Aku mengenali sekali...."
"Kalau begitu kau harus mencari nenek keparat itu sekarang juga! Jika kau
kembali aku ingin kau membawa mayatnya! Kau dengar Suto Abang"!"
Dendam Dalam Titisan
45 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Sebelum Suto Abang sempat menjawab, dua orang mendadak muncul di hadapan Datuk.
Mereka adalah Pengiring Mayat Muka Hitam dan Pengiring Mayat Muka Merah yang
cepat datang setelah mendengar tanda berupa suitan sang Datuk tadi.
"Apa saja yang kalian lakukan hingga tidak tahu ada penyusup masuk ke dalam
Lembah Akhirat. Suto Abang! Kau pimpin dua pembantu utamaku mengejar jahanam
kekasihmu itu!"
* * * Sabai Nan Rancak mengharapkan udara yang mulai gelap karena memasuki malam akan
menolongnya meloloskan diri dari tiga orang pengejarnya. Namun dia baru sekali
itu memasuki Lembah Akhirat. Walau kelihatannya lembah itu biasa-biasa saja
namun ternyata setelah berkelebat cepat dan menyelinap lenyap dari kejaran
orang, tahu-tahu dia kembali lagi ke tempat semula! Sewaktu dia menyadari hal
itu, Sutan Alam Rajo Di Bumi, Pengiring Mayat Muka Merah dan Muka Hitam sudah
berada sepuluh tombak di samping kirinya.
Begitu melihat orang yang mereka kejar tanpa menunggu lebih lama Pengiring Mayat
Muka Merah yang merupakan salah satu dari tiga wakil utama sang Datuk langsung
lepaskan pukulan Maut Mencabut Jiwa Memusnah Raga. Sinar merah menggidikkan
berkiblat. Sutan Alam tercekat dan keluarkan seruan tertahan. Dia tahu sekali
keganasan ilmu kesaktian itu. Tengkuknya dingin bergidik. Walau dia dan kakaknya
memang telah menyusun rencana mensiasati Sabai Nan Rancak namun membayangkan
kematian si nenek hatinya tak tega juga. Pukulan yang dilepaskan Pengiring Mayat
Muka Merah jika sempat mengenai si nenek maka tubuh Sabai Nan Rancak akan
berubah menjadi tebaran debu berwarna merah!
"Tahan!"
Tapi terlambat Sinar merah telah berkiblat dan "wusss!" Di depan sana terdengar
jeritan Sabai Nan Rancak dibarengi dengan menyambarnya cahaya merah menebar
berbentuk kipas.
Apa yang terjadi" Sewaktu melihat kemunculan tiga orang itu disusul oleh
menggebunya sinar merah, Sabai yang sudah banyak mendengar tentang ilmu orang-
orang Lembah Akhirat segera maklum kalau dirinya telah diserang dengan pukulan
Mencabut Jiwa Memusnah Raga. Sambil menyingkir selamatkan diri dia lepaskan
pukulan Kipas Neraka. Dua pukulan sakti bertemu di udara mengeluarkan letusan
dahsyat. Cahaya merah laksana semburan bara menyala yang keluar dari muntahan
gunung berapi berlesatan kian kemari. Salah satu diantaranya menyambar ke arah
Sabai Nan Rancak. Bagaimanapun nenek ini bergerak cepat selamatkan diri tetap
saja bahu jubah hitamnya sebelah kanan kena terserempet hingga mengebul dan
langsung dikobari api.
Sabai menyelinap ke balik rerumpunan semak berlukar di balik sebatang pohon
besar. Mukanya pucat pasi ketika melihat bagaimana bahu pakaiannya telah berubah
menjadi debu berwarna merah. Ketika dia mempergunakan tangan kiri untuk menepuk
mematikan api baru disadarinya kalau ada bagian dari daging bahunya yang ikut
leleh dan menjadi debu! Disaat itu juga dia merasakan rasa sakit yang amat
sangat hingga tubuhnya terhuyung-huyung. Dengan cepat dia bersandar ke batang
pohon. Justru saat itu dua dari tiga pengejarnya berkelebat mendekat yakni
Pengiring Mayat Muka Hitam dan Sutan Alam.
Dendam Dalam Titisan
46 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Pengiring Mayat Muka Merah tertinggal di belakang; karena ternyata bentrokan
kekuatan tenaga dalam melalui beradunya dua pukulan sakti tadi telah menciderai
dirinya pula. Walau di sebelah luar pakaian maupun tubuhnya tidak apa-apa, namun
dari denyutan jantung, aliran darah serta rasa yang menusuk-nusuk di bagian
dada, si Pengiring Mayat Muka Merah sadar kalau dirinya mengalami cidera di
sebelah dalam. Karenanya sebelum meneruskan pengejaran, dia terpaksa menjatuhkan
diri, duduk di tanah untuk memulihkan peredaran darah serta mengatur nafas dan
tenaga dalam. Sabai Nan Rancak maklum dia tak bisa bersembunyi lebih lama di balik semak
belukar, Dalam waktu cepat para pengejar akan melihat dirinya.
Nenek ini segera berkelebat ke kiri. Berlari dua belas tombak dia jadi kaget
karena seperti tadi dia justru kembali lagi berada di sekitar taman! Sementara
itu di belakang sana Sutan Alam dan Pengiring Mayat Muka Hitam semakin dekat dan
si Pengiring Mayat Muka Merah juga telah sanggup berdiri lagi lalu ikut
melakukan pengejaran kembali.
"Celaka! Tak ada tempat lari! Tak ada pilihan lain kecuali mengadu jiwa!" keluh
Sabai Nan Rancak dalam hati.
Disaat yang sangat menegangkan itu tiba-tiba dia mendengar suara berdesir di
dekat kakinya. Ketika dia memandang ke bawah terkejutlah si nenek. Sebuah batu
besar di dalam taman bergeser ke kiri. Lalu tampak sebuah lobang batu dan ada
tangga menuju ke bagian dalam lobang. Selagi perempuan tua ini tercekat mendadak
ada dua tangan mencuat keluar lobang, langsung mencekal dua pergelangan kakinya.
Sebelum Sabai Nan Rancak tahu apa yang terjadi tahu-tahu tubuhnya terbetot ke
bawah. Ketika Pengiring Mayat Muka Hitam dan Sutan Alam disusul Pengiring Mayat
Muka Merah sampai di taman, batu besar tadi telah bergeser dan lobang yang tadi
terbuka menutup kembali.
"Jahanam itu lenyap!" teriak Pengiring Mayat Muka Hitam sementara Sutan Alam
tegak terheran-heran.
"Tak mungkin perempuan tua keparat itu bisa melarikan diri! Dia pasti
bersembunyi di sekitar sini!" kata Pengiring Mayat Muka Merah yang menyusul
sampai ke tempat itu.
Ketiga orang itu lalu menggeledah taman dan sekitarnya, Namun mereka tidak
menemukan tanda-tanda kemana lenyapnya Sabai Nan Rancak. Selagi mereka tegak
kebingungan dan saling pandang muncullah Datuk Lembah Akhirat.
"Kalian tak lebih dari babi-babi tolol! Nenek itu pasti telah kabur lewat jalan
rahasia.!"
Meski tidak mengerti maksud ucapan Datuk Lembah Akhirat tapi tak ada yang berani
bertanya. Tiga orang itu kembali saling pandang sementara di dalam hati saling
bertanya-tanya. Jalan rahasia apa dan di mana adanya yang dimaksudkan sang Datuk
itu. Datuk Lembah Akhirat melangkah mendekati batu besar di mana sebelumnya Sutan
Alam tadi duduk sewaktu bicara dengan kakaknya itu. Dengan ujung kaki kirinya
sang Datuk menekan tonjolan batu kecil di dekat batu besar. Terdengar suara
berdesir. Disusul dengan bergesemya batu besar ke kiri. Lalu tampaklah lobang
dan tangga menuju ke bawah.
Pengiring Mayat Muka Hitam dan Merah, apalagi Sutan Alam sama-sama melengak.
Sekian lama mereka berada di Lembah Akhirat baru saat itu mengetahui ada satu
jalan rahasia yang bermulut di taman.
Merasa tidak enak, Pengiring Mayat Muka Hitam akhirnya berkata. "Datuk, izinkan
kami memasuki lobang, meneruskan pengejaran."
Dendam Dalam Titisan
47 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Sang Datuk menyeringai. "Sekalipun kau mampu bergerak secepat kilat, kau tak
bakal bisa mengejar mereka. Aku hanya bertanya-tanya. Bagaimana perempuan tua
itu bisa masuk ke dalam lobang rahasia.
Siapa yang telah jadi pengkhianat diantara orang-orangku"!" Datuk Lembah Akhirat
lemparkan pandangan curiga pada adiknya.
Merasa tidak enak dipandang seperti itu Suto Abang cepat membuka mulut. "Jangan
kau menaruh curiga padaku Suto Angil! Kalau dia mendengar pembicaraan kita
berarti perempuan itu kini sudah menganggap diriku musuh besar yang harus
dibunuhnya!"
"Memalukan sekali kalau kau sampai mampus di tangan bekas kekasihmu!" ujar Datuk
Lembah Akhirat lalu tinggalkan tempat itu.
* * * Di dalam terowongan batu berlantai menurun dan sangat licin tubuh Sabai Nan
Rancak meluncur ditarik orang yang memegang kedua pergelangan kakinya.
"Hai! Hentikan perbuatan gila ini! Mengapa kau menyeretku!" teriak Sabai Nan
Rancak karena punggungnya terasa sakit lecet dan tulang-tulangnya seperti mau
bertanggalan. Tapi orang yang menariknya tidak perduli. Jangankan berhenti
menyeret, malah dia tampak mempercepat larinya di dalam terowongan batu yang
licin dan gelap itu.
"Hai!" teriak Sabai sekali lagi. Dia berusaha menerjangkan kedua kakinya untuk
melepaskan diri. Tapi tidak sanggup. Si nenek siapkan pukulan Kipas Neraka tapi
setelah menimbang-nimbang dia batal menghantam. "Jangan-jangan orang ini adalah
tuan penolongku...."
Si nenek tidak dapat memastikan berapa jauh dia diseret seperti itu. Dalam
keadaan hampir setengah pingsan tiba-tiba di depannya dia melihat sinar terang
disertai tiupan angin. Berarti dia dan si penyeret tengah mendekati ujung
terowongan. Betul saja. Sesaat kemudian tiba-tiba "byurrr... byurr!"
Sabai Nan Rancak dapatkan dirinya tercebur masuk ke dalam air yang sangat
dingin. Orang yang menyeretnya telah tercebur lebih dulu. Dia memandang berkeliling tapi
tak melihat di mana si penolong itu. Dengan cepat Sabai Nan Rancak berenang
menuju tepian terdekat, Begitu dia sampai di daratan dan memandang berkeliling
sadarlah dia kalau tadi dia tercebur masuk ke dalam Telaga Gajahmungkur.
Tiba-tiba terdengar suara orang menggigil kedinginan. Sabai Nan Rancak berpaling
ke kiri. Astaga, begitu dekat dia dengan orang itu tapi bagaimana tadi dia tidak
mengetahui kehadirannya di situ kalau orang ini tidak mengeluarkan suara
menggigil. "Kau!" seru Sabai Nan Rancak dengan mata melotot.
Yang ditegur tertawa cekikikkan. "Kau hebat Nek, tidak kedinginan sepertiku,..."
"Naga Kuning bocah kepar...." Sabai Nan Rancak tidak teruskan rutukannya.
Digigitnya bibirnya. "Mengapa kau menolongku"!"
"Heh, siapa menolong siapa....?" ujar si bocah yang seperti Sabai berada dalam
keadaan basah kuyup.
"Bukankah kau yang menarik aku masuk ke dalam lobang, menyeret aku sepanjang
terowongan hingga aku selamat dari kejaran bergundal-bergundal Datuk Lembah
Akhirat"!"
Dendam Dalam Titisan
48 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Engggg... sebenarnya aku sendiri juga ketakutan setengah mati Nek. Coba kau
cium celanaku. Bau pesing tanda tadi aku sempat terkencing saking takutnya.
Hik... hik... hik..."
"Anak kurang ajar. Bukan saatnya bersenda gurau!" bentak Sabai Nan Rancak.
Naga Kuning menyeringai. Lagi pula Nek, kurasa daripada kabur sendiri kebetulan
ada kau, bukankah lebih baik kabur berdua" Hik... hik... hik!"
"Naga Kuning, aku tidak suka padamu. Tapi aku harus mengucapkan terima kasih kau
telah menyelamatkan jiwaku!" kata Sabai Nan Rancak tegas-tegas seraya menekapkan
tangan kirinya ke bahu kanannya yang cidera.
"Maksudmu Nek, apakah sekarang kita jadi bersahabat?" tanya Naga Kuning.
"Siapa sudi bersahabat dengan anak kurang ajar sepertimu!" labrak Sabai Nan
Rancak. "Ah, kau tentu masih mendendam perbuatanku dulu. Menarik pakaianmu hingga
auratmu tersingkap bugil...."
"Setan! Jangan kau sebut-sebut peristiwa itu!" bentak si nenek dengan muka merah
padam. "Jadi kita sudah bersahabat sekarang Nek?" tanya Naga Kuning kembali.
Sabai Nan Rancak menggerendeng panjang pendek. "Aku kepingin tahu mengapa kau
menyusup ke dalam Lembah Akhirat. Apa yang kau lakukan di sana?"
"Aku tengah menjalankan tugas Nek!" jawab Naga Kuning keren.
"Tugas! Tugas apa" Siapa yang memberikanmu tugas!" tanya Sabai Nan Rancak lagi.
"Maunya aku tidak akan memberi tahu. Tapi hitung-hitung kita sudah bersahabat
biar kukatakan juga. Yang memberi aku tugas adalah Kakek Segala Tahu..."
"Tua bangka jahanam itu!" maki Sabai Nan Rancak. Sampai saat itu dia tetap
menaruh kesan bahwa Kakek Segala Tahulah yang telah membunuh sahabatnya yaitu
Datuk Angek Garang.
"Eh, kenapa kau memaki kakek itu, Nek" Orang seperti dia harusnya kau jadikan
teman. Karena kalau kau sampai patah arang dengan Sutan Alam mungkin Kakek
Segala Tahu bisa jadi gantinya! Hik... hik... hik!"
"Anak haram jadah! Kurobek mulut kurang ajarmu!" teriak Sabai Nan Rancak. Si
nenek melompat ke depan. Kalau tidak cepat si bocah menghindar pasti tamparan
keras sudah bersarang di pipinya!
Walau orang sudah marah setengah mati tapi Naga Kuning masih juga menggoda.
"Kakek Segala Tahu memang agak jelekan dibanding dengan Suto Alam. Tapi jelek-
jelek gocekannya hebat luar biasa Nek! Hik... hik... hik!"
Saking marahnya Sabai Nan Rancak pentang tangan hendak menghantam si bocah
dengan pukulan Kipas Neraka, Namun dia cepat sadar. Begitu amarahnya surut dia
bertanya. "Anak kurang ajar, bagaimana kau tahu ihwal hubunganku dengan Sutan
Alam?" Naga Kuning tertawa. "Aku sudah gentayangan di tiga samudera, berkeliaran di
tiga daratan. Usiaku jauh lebih tua darimu. Pengalaman hidupku jauh lebih banyak
dari padamu...."
Sabai Nan Rancak kerenyitkan kening tidak percaya mendengar kata-kata si bocah.
Seperti diketahui Naga Kuning alias Naga Cilik ini adalah orang kepercayaan Kiai
Gede Tapa Pamungkas yang telah berusia 120 tahun. Hanya karena ilmu yang
dimilikinya ujudnya terlihat sebagai anak berusia belasan tahun.
Dendam Dalam Titisan
49 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Tugas apa saja yang disuruhkan kakek geblek itu padamu"!" Sabai Nan Rancak
akhirnya ajukan pertanyaan.
"Banyak Nek. Mengetahui kelemahan dan kekuatan orang-orang Lembah Akhirat.
Menyelidik apa benar Dewa Sedih dan Dewa Ketawa sudah bergabung dengan mereka.
Lalu...." Belum selesai keterangan Naga Kuning tiba-tiba berkelebat satu bayangan kuning.
"Manusia bercadar kuning!" seru Sabai Nan Rancak. "Ada keperluan apa kau muncul
di sini. Urusan tempo hari belum selesai. Kau mau...."
"Justru aku datang untuk memberi tahu. Meneruskan pembicaraan terdahulu.
Rahasia lama baru sebagian tersingkap. Jangan salah mengambil sikap. Kami
menunggumu sebelum tengah malam di arah barat telaga. Jangan datang membawa
curiga. Ini adalah kesempatan terakhir dan terbaik. Sebelum malapetaka datang
mencabik!"
Habis berkata begitu orang berpakaian dan bercadar kuning itu berkelebat dan
lenyap dalam kegelapan malam.
"Hai! Tunggu!" seru Sabai Nan Rancak. Dia hendak mengejar tapi batal ketika
mendengar suara Naga Kuning berucap.
"Tak usah dikejar Nek. Aku tahu siapa orang itu. Jika kau mau menahan diri pasti
semua urusanmu dengan dia akan berjalan baik...."
"Kau tahu siapa orang tadi" Katakan padaku!" ujar Sabai setengah berteriak.
Naga Kuning gelengkan kepala. "Bukankah dia telah mengatur pertemuan di barat
Wiro Sableng 100 Dendam Dalam Titisan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
telaga" Mengapa kau tak mau bersabar?"
"Hemrnm.... Jangan-jangan kau kaki tangan orang bercadar kuning tadi!"
Naga Kuning tidak menjawab. Dia kembangkan dua telapak tangannya ke atas.
"Gerimis..." katanya perlahan. Anak ini lalu memandang ke atas. "Langit
gelap.... Aku merasakan keanehan. Mengapa rembulan empat belas hari belum juga
muncul?" Mendengar kata-kata Naga Kuning itu Sabai Nan Rancak ikut-ikutan memandang ke
langit sementara gerimis tambah keras. Seperti yang dikatakan si bocah, langit
memang tampak menghitam tertutup awan. Tak ada bintang. Tak tampak bulan
purnama. Di kejauhan terdengar suara lolongan anjing hutan bersahut-sahutan.
* * * Dendam Dalam Titisan
50 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DUA BELAS Pendekar 212 Wiro Sableng hentikan larinya ketika Ratu Duyung tiba-tiba
memeganglengannya dan melangkah ke depan lalu tegak membelakanginya."Ada
apa...?" tanya Wiro setengah berbisik. Dari air muka, sikap dan cara berdiri
jelas sang Ratu tengah melindungi dirinya terhadap sesuatu.
Ratu Duyung belum sempat memberi penjelasan tiba-tiba seseorang berpakaian dan
bercadar serba kuning muncul di hadapan mereka.
"Orang aneh, kemunculanmu kali ini buruk atau jahat"!" Ratu Duyung ajukan
pertanyaan. "Bukan saatnya bertanya jawab. Jika ingin tahu pergilah ke arah barat. Cari dua
pohon kelapa saling bersilang. Di situ akan dipulihkan kekuatan yang hilang."
Seperti dituturkan sebelumnya sesuai yang direncanakan, setelah Bidadari Angin
Timur berhasil mengambil Pedang Naga Suci 212 maka diatur pertemuan antara Wiro
dengan gadis berambut pirang itu di satu tempat. Kelak di tempat itulah pedang
sakti tersebut akan dibuktikan keampuhannya yang konon bisa menyembuhkan
malapetaka yang dialami Wiro. Disaat itu juga sekaligus Bidadari Angin Timur
akan menyerahkan Kapak Maut Naga Geni 212 kepada Wiro. Seperti dituturkan kapak
sakti itu diselamatkan oleh orang bercadar kuning lalu diserahkan kepada
Bidadari Angin Timur. Karena Bidadari Angin Timur merasa sungkan untuk menemui
Wiro maka orang bercadar menyuruh Bidadari Angin Timur menunggu di tempat yang
telah ditentukan. Lalu dia sendiri pergi mencari murid Sinto Gendeng itu.
"Aku tidak paham pembicaraan berpantun-pantun. Katakan saja langsung dan terus
terang apa maksudmu menyuruh kami pergi ke arah barat..." kata Ratu Duyung pula.
Lalu dia ingat apa yang terjadi dan dialami Puti Andini sebelumnya.
"Kepercayaan memang perlu diuji. Tapi membuang waktu adalah perbuatan tidak
terpuji..." berucap orang bercadar kuning.
"Jawab dengan jujur! Bukankah kau dan seorang kawanmu telah mencuri Pedang Naga
Suci 212 dari tangan Puti Andini, gadis dari seberang itu"!"
"Jawaban apapun tidak akan menentukan, ikuti nasihat demi kebaikan. Kalau tengah
malam datang lebih dahulu dan orang-orang Lembah Akhirat melakukan penyerbuan
maka segala persiapan hanyalah kesia-siaan."
Habis berkata begitu si cadar kuning memandang ke langit. Saat itu udara malam
tambah kelam. Tak ada bintang tak ada rembulan. Dan hujan gerimis turuh semakin
deras. Sepasang mata yang tersembul dibalik cadar kuning menetap pada Wiro dan Ratu
Duyung berganti-ganti. "Ingat, sebelum tengah malam. Di barat telaga
Gajahmungkur. Di arah pohon kelapa bersilang. Di situ tempat kita memuji segala
syukur...."
Setelah orang bercadar meninggalkan tempat itu, Ratu Duyung berpaling pada Wiro.
"Aku tidak ada pertentangan dengan orang aneh tadi. Tapi jika dia memang
bermaksud baik mengapa tidak mengatakan secara terus terang..."
Wiro menggaruk kepala. Saat itu perasaannya terasa lain. Penuh harap tapi juga
penuh rasa cemas. Waktu 100 hari dia kehilangan kekuatan dan kesaktiannya masih
tersisa satu setengah hari lagi. Berarti lusa siang baru dia benar-benar pulih.
Ini berarti jika tengah Dendam Dalam Titisan
51 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
malam nanti terjadi bencana hebat yaitu bentrokan besar-besaran antara orang-
orang Lembah Akhirat dengan para tokoh golongan putih maka bukan saja dia tidak
mampu melakukan sesuatu tetapi juga tidak ada satu orang pun yang bisa menjamin
keselamatan dirinya.
"Turut dugaan kakek botak dan penjelasan Puti Andini maka pencuri Pedang Naga
Suci 212 adalah orang bercadar tadi dan Bidadari Angin Timur. Lalu jika
dihubungkan apa yang barusan dikatakan si cadar kuning, agaknya memang senjata
itu ada pada mereka. Kita disuruh datang ke sana agar dengan pedang sakti itu
musibah yang menimpa diriku bisa disembuhkan."
"Jika kau memang yakin orang bermaksud baik hendak menyembuhkanmu memang tak ada
jalan lain. Kau harus segera pergi ke tempat yang dikatakan. Hanya saja aku tak
bisa mengantar...."
"Tak bisa mengantar?" mengulang Wiro. Sesaat dia menatap sepasang mata biru sang
Ratu. "Ratu, aku tahu. Kau tidak suka pada Bidadari Angin Timur. Kau cemburu
padanya...."
Kata-kata Pendekar 212 itu membuat hati Ratu Duyung jadi tidak enak.
"Apa alasanku tidak suka pada gadis berambut pirang bertubuh harum semerbak
itu," jawab Ratu Duyung mendustai dirinya sendiri. "Lalu apa pula alasanku untuk
cemburu padanya. Karena kau bukan milikku dan kau tidak merasa aku ini milikmu.
Bukankah begitu Wiro?"
"Ah, bagaimana ini!" ujar murid Sinto Gendeng sambil garuk-garuk kepala dan
tersenyum tapi getir. Hatinya serba bingung, jika dia pergi berarti dia akan
menyinggung perasaan Ratu Duyung. Jika dia tidak pergi maka kesembuhan atas
dirinya tidak segera terjadi malah bahaya besar akan menghadang. "Ratu, biar
kita bicara berterus terang.
Aku...." Ratu Duyung pegang dua lengan Pendekar 212 dengan tangannya yang halus. "Wiro,
keterusterangan adalah sifat sangat baik. Aku mengerti bagaimana perasaanmu. Aku
akan menunggu di sini. Pergilah ke tempat yang dikatakan orang bercadar itu.
Semoga kau segera dapat disembuhkan...."
"Kau tak mau pergi bersamaku?"
"Bukan tidak mau. Aku hanya ingin menjaga perasaan hatiku dan perasaan hati
orang lain, jangan karena kehadiranku rencana penyembuhan atas dirimu menjadi
terhalang."
"Kalau ucapanmu itu keluar dari hati yang tulus, aku akan pergi seorang diri.
Tunggu di sini sampai aku kembali." Pendekar 212 memeluk Ratu Duyung erat-erat,
menciumi wajahnya berulangkali lalu tinggalkan gadis itu. Ditinggal seorang diri
Ratu buyung tak dapat lagi menahan tangisnya.
"Ya Tuhan, mengapa buruk benar nasibku. Mengapa tidak kau mungkinkan aku
memiliki dirinya. Aku mendambakan kembali hidup sebagai manusia biasa. Agar aku
bisa mendampinginya. Tapi setelah berhasil semua harapan dan keinginan itu
ternyata tidak menjadi kenyataan...." Ratu Duyung tekap wajahnya dengan kedua
tangan. Pada saat itulah sudut matanya menangkap cahaya terang berkelebat. Gadis
ini segera turunkan kedua tangannya dan berpaling ke kiri.
Ratu Duyung tidak dapat memastikan makhluk apa yaitu barusan lewat di
sampingnya. Dia melihat sebuah obor. Lalu sosok seseorang berlari sambil
mendukung Dendam Dalam Titisan
52 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
seorang berjubah hitam. Yang membuatnya terperangah dan tak jadi mengejar adalah
ketika di telinganya terdengar satu suara macam nyamuk mengiang.
"Gadis cantik bermata biru. Tak ada yang paling beruntung bagi seorang gadis.
Selain hidup bersama lelaki yang mencintainya. Bukan dengan lelaki yang
dicintainya. Memangnya hanya ada satu pemuda baik di dunia ini" Memangnya hanya ada seorang
lelaki yang bisa dikasihi di kolong langit itu" Carilah, kau pasti akan
menemukan. Ketuklah, pintu pasti akan terbuka...."
"Suara aneh. Seperti ngiangan nyamuk. Siapa diantara dua orang tadi yang bicara
dengan ilmu melempar kata memindahkan suara. Yang mendukung atau yang didukung"
Benar-benar aneh malam sekali ini...."
Lama Ratu Duyung tegang termangu mendengar kata-kata itu. Dalam hatinya
perlahan-lahan menyeruak perasaan bimbang. Apakah dia akan menunggu Pendekar 212
Wiro Sableng di tempat itu. Atau mungkin lebih baik dia pergi saja. Hati
kecilnya mendorongnya tidak menantikan kembalinya Wiro. Namun ketika dia meraba
perutnya dan jari-jari tangannya menyentuh Kitab Wasiat Malaikat maka
kebimbangannya menjadi sirna, Dia mencari tempat yang baik untuk duduk menunggu
serta berlindung dari hujan rintik-rintik yang terus turun.
Belum lama duduk di tempat itu mendadak pandangan Ratu Duyung membentur pada
satu benda hitam yang mendekam dalam gelap di hadapan serumpunan pohon bambu
hutan. "Aneh, aku yakin betul benda itu tadi tak ada di sana. Bagaimana tahu-tahu
muncul...?"
Mula-mula dia menyangka benda ini adalah sebuah area atau patung batu. Tapi
makin diperhatikan makin keras dugaannya bahwa benda itu adalah satu makhluk
hidup. Penuh rasa ingin tahu Ratu Duyung bangkit berdiri lalu melangkah mendekati.
Nyawanya seperti terbang dan hampir saja keluar jeritan dari mulutnya ketika
tiba-tiba benda yang disangka nya area batu itu berbangkis keras.
Sambil mundur dua langkah Ratu Duyung memperhatikan dengan mata tak berkesip.
Makhluk yang duduk menjelepok di tanah itu berbobot luar biasa besar dan gemuk.
Di atas kepalanya ada sebuah kopiah hitam kebesaran hingga kupluk tenggelam di
keningnya hampir menutupi sepasang alis. Di bawah alis kedua matanya terpejam
tapi bergerak-gerak tanda dia tidak tidur. Orang ini mengenakan baju yang
dipakai terbalik.
Perutnya yang gendut membuntal keluar. Dadanya gembrot bergerak turun naik.
"Seumur hidup belum pernah aku lihat manusia segemuk ini. Jika memang dia
manusia adanya..." membatin Ratu Duyung. Walau tadi jelas-jelas dia melihat dan
mendengar si gemuk itu berbangkis, namun ada rasa was-was dalam diri sang Ratu.
Dia memandang berkeliling mencari sesuatu dalam gelap. Yang dicarinya yaitu
sebuah batu kecil. Begitu ditemukan, batu kecil ini kemudian dilemparkannya ke
atas pangkuan si gemuk. Yang dilempar diam saja. Tapi jelas salah satu matanya
yang terpejam perlahan-lahan terbuka dan memandang pada Ratu Duyung. Mata orang
ini ternyata belok besar luar biasa.
"Hik... hik... hik...." Tiba-tiba si gemuk di depan pohon bambu tertawa
cekikikan. "Pasti tadi kau mengira aku sebangsa hantu rimba atau setan kesasar. Sebaliknya
aku juga tadi mengira kau setan perempuan yang gentayangan di malam hari. Hi...
hi... hik! Ternyata kita sama-sama manusia juga!"
Dendam Dalam Titisan
53 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Ratu Duyung tak segera percaya begitu saja ucapan orang. "Setan dan hantu jaman
sekarang pandai menyaru seperti manusia segemuk dan sejelekmu! Jika kau manusia
mengapa malam-malam begini berada di tempat ini?"
"Anak perjaka berada di luar rumah sampai semalam suntuk siapa yang melarang"
Tapi anak gadis secantikmu berada di tempat ini malam-malam begini apa tidak
aneh"! Ha...
ha... ha! Jangan-jangan kau sebangsa kuntil anak atau cucunya kuntil anak! Ha...
ha... ha!"
Wajah Ratu Duyung jadi bersemu merah. Tapi diam-diam dia mulai merasa suka pada
si gemuk ini. "Gadis cantik bermata biru...."
Ratu Duyung jadi kaget. "Tempat ini cukup gelap. Bagaimana dia bisa tahu aku
memiliki mata biru," pikir si gadis.
"Aku sedang mencari pamanku. Kabarnya dia tersesat masuk ke Lembah Akhirat.
Apa kau tahu di mana Lembah Akhirat?"
Ratu Duyung terkejut. "Hah! Jadi kau kaki tangan Datuk Lembah Akhirat rupanya!"
"Kau ini bagaimana! Aku bilang tengah mencari pamanku yang tersesat di Lembah
Akhirat. Dia bukan orang Lembah Akhirat. Tapi tersesat dan terjebak di sana
hingga tak bisa keluar lagi. Aku keponakan yang baik. Jadi harus menolongnya!
Padahal dulu aku pernah dibenamnya dalam tanah es selama bertahun-tahun!"
"Hemmm.... Lembah Akhirat bukan tempat sembarangan. Sekali masuk tak mungkin
keluar!" "Mana bisa begitu. Setiap bisa masuk pasti bisa keluar! Lihat contohnya ini!"
Lalu enak saja si gemuk berpeci kupluk itu memasukkan jari telunjuknya ke salah
satu lobang hidung dan mengupil sambil kedip-kedipkan matanya. Sesaat kemudian
jarinya dikeluarkan lalu berkata. "Nah, kau lihat sendiri. Jariku bisa masuk
bisa keluar! Ha... ha...
ha...!" Walau jengkel tapi Ratu Duyung mau tak mau jadi tertawa juga. "Siapa nama
pamanmu?" tanya Ratu Duyung pula.
"Kerbau Bunting," jawab si gendut.
"Jangan bergurau! Masakan ada orang bernama Kerbau Bunting!"
"Tunggu dulu. Itukan panggilan jeleknya!" jawab si gendut. "Orang biasa
menyebutnya dengan Dewa Ketawa!"
Kagetlah Ratu Duyung. "Aku pernah mendengar satu cerita. Jangan-jangan orang
dalam cerita itu engkau adanya."
"Tergantung siapa yang bercerita padamu."
"Yang bercerita Wiro Sableng, berjuluk Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212...."
"Wah! Kalau si brengsek geblek itu yang bercerita padamu pasti betul. Pasti kau
sekarang bisa menduga siapa diriku."
"Ya, kau pasti yang dipanggil orang Bujang Gila Tapak Sakti."
Si gemuk tertawa gelak-gelak. "Girang hatiku dikenali orang secantik dirimu. Aku
sendiri juga pernah mendengar cerita tentang dirimu...."
"Dari siapa...?" tanya Ratu Duyung.
"Wah banyak sekali! Tak bisa kusebutkan satu persatu. Tapi yang jelas semua
cerita itu tidak dusta. Jika ada seorang gadis berwajah cantik selangit tembus,
memiliki potongan badan sebagus bidadari dan mempunyai mata sebiru permata di
dasar lautan, siapa lagi orangnya kalau bukan Ratu Duyung...." Si gemuk betulkan
letak kopiahnya lalu bertanya.
Dendam Dalam Titisan
54 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Ratu Duyung terkesiap karena si gendut itu ternyata tahu betul siapa dirinya.
"Eh, ngomong-ngomong apa kau tidak merasa panas saat ini?" Bujang Gila Tapak
Sakti ajukan pertanyaan sambil seka keringat yang mengucur di kening, muka dan
lehernya. "Eh, malam mulai terasa dingin. Aneh kalau kau merasa panas dan keringatan...."
"itulah penyakit jelek orang gemuk!" kata Bujang Gila Tapak Sakti pula.
Dari sela ketiaknya Bujang Gila Tapak Sakti keluarkan sebuah benda. "Sreeeettt!"
Ternyata benda itu adalah sebuah kipas kertas. "Aku memang tidak tahan panas.
Kalau tak ada kipas ini celaka diriku. Jika kau merasa kepanasan mendekatlah ke
sini biar angin kipas kita bagi dua..,. Tapi aku yakin kau tak berani mendekat.
Kau takut akan aku apa-apakan.
Padahal aku perjaka alim sejak lahir. Ha... ha... hal" Lalu si gemuk ini
berkipas-kipas seenaknya. Padahal Ratu Duyung sudah sesak nafasnya mencium bau
yang keluar dari ketiaknya.
"Bujang Gila jika kau tahu tentang Lembah Akhirat, tahu bahwa pamanmu terjebak
di sana, apakah kau juga tahu bakal terjadi sesuatu di kawasan Telaga
Gajahmungkur ini?"
Si gemuk terus saja berkipas-kipas tapi kali ini dia anggukkan kepala
berulangkali. "Dunia sudah kotor oleh perbuatan yang tidak karuan para tokoh silat golongan
hitam. Yang golongan putih malah ikut-ikutan! Sudan saatnya disapu bersih sampai ke
akar-akarnya. Kau tahu laki-laki dan perempuan sekarang ini sudah sama-sama
pintarnya kencing berdiri! Ha... ha... ha!"
Ratu Duyung menutup mulutnya menahan ketawa. Lalu gadis ini memandang ke langit.
Setelah itu berpaling ke arah perginya Wiro. Bujang Gila memperhatikan. "Sejak
tadi kulihat kau menatap ke langit lalu memandang ke jurusan sana. Ada apa...?"
Wiro Sableng 100 Dendam Dalam Titisan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku tidak melihat bulan purnama muncul di langit. Padahal rembulan itu satu
isyarat atas dimulainya pertemuan orang-orang golongan putih dalam menghadapi
orang-orang Lembah Akhirat...."
"Hal itu sudah kudengar dan kuketahui. Lalu apa yang menyebabkan kau
berulangkali memandang ke jurusan sana?" tanya Bujang Gila Tapak Sakti.
"Terus terang aku tengah menunggu kedatangan seseorang...."
Si gemuk kedap-kedipkan matanya. "Yang kau tunggu bukankah seorang pemuda?"
"Kau hanya menduga-duga!"
"Yang kau tunggu bukankah Pendekar 212 Wiro Sableng?"
"Bagaimana kau tahu?" tanya Ratu Duyung heran..
Si gemuk itu tertawa lebar. "Waktu kalian berdua sampai di tempat ini tadi, aku
sudah lama nongkrong di sini. Aku mendengar semua pembicaraan kalian. Aku juga
melihat kalian berpeluk cium. Asyiknya! Ha... ha... ha!"'
Merah padam wajah Ratu Duyung mendengar kata-kata Bujang Gila Tapak Sakti itu.
"Gendut! Ternyata kau seorang kurang ajar yang suka mengintip orang!"
"Jangan kau salah sangka. Ada ujar-ujar mengatakan begini. Sengaja mengintip
adalah dosa! Tidak sengaja mengintip adalah rejeki. Nah, aku ini 'kan termasuk
golongan yang terakhir itu! Ha... ha...ha!" Si gendut tertawa gelak-gelak hingga
perut dan dadanya yang gembrot berguncang-guncang.
Setelah mengusap mukanya yang basah oleh keringat Bujang Gila Tapak Sakti
berkata. "Ratu Duyung, kalau kau sahabat Pendekar 212 Wiro Sableng, berarti aku
adalah juga sahabatmu. Aku orangnya memang suka bercanda. Jangan kau salah
paham. Sekarang, Dendam Dalam Titisan
55 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
kalau aku boleh memberi nasihat harap kau segera menyusul Pendekar 212. Aku
menaruh firasat, jangan-jangan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dengan
dirinya." "Hatiku memang was-was. Apa kau bisa menduga siapa orang yang berniat jahat
terhadapnya" Mungkin ada orang yang hendak menjebaknya?"
"Tidak dapat kupastikan. Tapi yang jelas kudengar dia telah kehilangan kesaktian
dan tenaga dalamnya. Berarti kemana pun dia pergi bahaya besar selalu
mengikutinya. Kalau orang-orang Lembah Akhirat sampai menangkapnya, nyawanya tidak akan
tertolong."
"Bujang Gila, kuceritakan padamu. Ada seseorang meminta Wiro datang ke satu
tempat. Katanya di tempat itu Wiro akan disembuhkan dari malapetaka yang menimpa
dirinya dengan sebilah pedang. Apakah orang itu berdusta dan hendak
mencelakainya?"
Bujang Gila Tapak Sakti menggeleng. "Lekas kau tinggalkan tempat ini. Susul
pemuda itu. Kalau sampai terlambat kau bisa menyesal."
"Akan kuturuti nasihatmu. Tapi kau sendiri bagaimana?"
"Aku akan tetap di sini dulu. Berangin-angin berkipas-kipas sampai tubuhku
terasa sejuk," jawab Bujang Gila Tapak Sakti.
Mendengar kata-kata Bujang Gila tapak Sakti itu Ratu Duyung segera berkelebat ke
arah jalan yang tadi ditempuh Pendekar 212 Wiro Sableng. (Untuk lebih jelas
siapa adanya Bujang Gila Tapak Sakti harap baca serial Wiro Sableng berjudul
Bujang Gila Tapak Sakti).
Belum lama Ratu Duyung berlalu, di dalam gelap kelihatan sosok seorang anak yang
melangkah sambil mulutnya berucap.
"Seratus tombak ke timur. Membelok ke kanan melangkah dua puluh tombak. Sudan
kulakukan! Melangkah terus ke kiri. Berhenti tujuh langkah di depan rumpun
bambu. Hemmm.... Rumpun bambu sudah kutemukan. Di depan rumpun di situ akan kujumpai
orang yang kucari!" Anak itu yang bukan lain adalah Naga Kuning, memandang
berkeliling. "Rumpun bambu sudah ada. Tapi orang yang kucari tidak kelihatan. Cuma ada sebuah
area besar. Hemmm.... Bagaimana ini. Jangan-jangan Kakek Segala Tahu keliru
memberi penjelasan.... Mana tempat ini banyak nyamuk, dingin. Lalu ada bau aneh.
Seperti bau ketiak...."
Merasa letih Naga Kuning dudukkan tubuhnya di tangan area. Tiba-tiba plaak! Satu
tamparan melanda pantat Naga Kuning hingga bocah ini terpelanting jatuh di tanah
lalu terkentut-kentut. Dia cepat bangkit sambil memandang ke arah area yang tadi
didudukinya. "Gila! Tidak mungkin! Mana bisa area batu menggebuk pantatku!" kata Naga Kuning.
"Anak kurang ajar! Buka matamu lebar-lebar! Apa aku ini arca"!"
Kagetlah Naga Kuning. Anak ini sampai tersurut beberapa langkah ketika mendengar
benda besar yang mendekam dalam gelap di depan pohon bambu mengeluarkan suara!
takut-takut dia melangkah mendekati. Dari jarak empat langkah bocah ini melotot
memeriksa. "Astaga! Kau pasti si gemuk yang aku cari! Kau pasti Bujang Gila Tapak Sakti
yang dikatakan Kakek Segala Tahu. Sobatku gendut harap maafkan diriku! Kukira
kau area gajah yang hidungnya sudah gerumpung! Ha... hal., ha!"
"Anak seta nil Kupiting kepalamu, kusumpal hidungmu dengan ketiakku baru kau
tahu rasa!" memaki Bujang Gila Tapak Sakti.
Dendam Dalam Titisan
56 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Bujang Gila Tapak Sakti, aku disuruh Kakek Segala Tahu mencarimu. Sudan bertemu
sekarang lekas kau ikut aku. Ada satu urusan penting yang harus kau bantu!"
"Aku juga punya urusan penting! Mencari kakekku Si Dewa Ketawa yang terjebak
masuk ke dalam Lembah Akhirat!" jawab Bujang Gila Tapak Sakti.
"Kalau begitu kebetulan sekali! Kau memang mau disuruh pergi ke Lembah Akhirat
itu! Ayo! Sebelum tengah malam urusan musti sudah rampung!" Naga Kuning tarik
lengan si gemuk agar cepat bangun. Tapi Bujang Gila Tapak Sakti tidak bergerak
malah keluarkan suara kentut keras sekali.
"Tanggal hidungku!" seru Naga Kuning seraya menekap hidungnya dengan tangan
kiri. "Tadi kau mengentuti aku! Sekarang giliranku membalas!" jawab Bujang Gila Tapak
Sakti lalu tertawa gelak-gelak. Dengan susah payah si gemuk ini bangkit berdiri.
Sebelum melangkah dia seka dulu keringat di muka dan lehernya. Rapikan bajunya
yang kesempitan dan atur letak kopiah hitamnya yang kupluk. Lalu dia mulai
melangkah. Sambil berjalan mengikuti Naga Kuning dia bersiul-siul. Tapi yang
keluar dari mulutnya hanya angin dan semburan ludah. Naga Kuning memaki panjang
pendek karena semburan ludah si gendut itu ada yang mengenai tengkuknya.
Dendam Dalam Titisan
57 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
TAMAT Episode berikutnya :
GERHANA DI GAJAHMUNGKUR
Hak cipta dan copyright milik Alm. Bastian Tito Wiro Sableng telah terdaftar
pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta,
Paten dan Merek dibawah nomor 004245
"Mengenang Alm. Bastian Tito"
Pengarang Wiro Sableng
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Komentar dan saran : samademail@gmail.com
IM : samchatacc@yahoo.com
Blog : http://samadblog.freehostia.com/Sam_WordPress atau Kaskus thread No.
865522 Dendam Dalam Titisan
58 Si Kangkung Pendekar Lugu 4 Oeyse Karya Thio Tjin Boen Pendekar Pedang Dari Bu Tong 15