Kupu Kupu Mata Dewa 1
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa Bagian 1
BASTIAN TITO PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
WIRO SABLENG KUPU-KUPU MATA DEWA
Scanner : kiageng80
E-Book : Begawan Al-Farizi (abdulmadjid)
KUPU-KUPU MATA DEWA
" Tuanku Lar as, dengar kan saya. Ada yang hendak saya kat
akan. Ada satu hal yang sangat saya t akut kan ..." Tuanku Laras angkat kepalanya dari dada Chia Swie Kim. Tapi dua
tangan kini turun memegang paha Si gadis.
" Put i Mat a Dewa, kekaSihku ... Kat akan, hal apa yang kau t akut kan?" " Tuanku Lar as, ket ahui l ah, saya sudah t i dak gadi s l agi . Saya tidak per awan l agi ..." Sepasang mata Tuanku Laras membeliak. Bulu hitam putih yang
menutupi wajah berdiri meranggas.
" Put i Mat a Dewa, apa maksudmu" Bi car a yang j el as. " " Tuanku Lar as, ket i ka ber ada di goa kedi aman Dat uk Mar aj o Sat i , Datuk itu telah merampas kehormatan saya. Dia meniduri saya sampai
ber ul ang kal i ..." Habis berkata begitu Chia Swie Kim lalu menangis sesenggukan.
Apa yang diucapkan Si gadis seperti gelegar petir terdengarnya di
telinga Tuanku Laras.
" Sr et t ! " Tiba-tiba Tuanku Laras cabut pedang Al Kausar.
170 Kupu-kupu Mata Dewa
2 BASTIAN TITO KUPU-KUPU MATA DEWA
1 BUKIT Batu Patah di Gudam, ranah Minangkabau, malam bulan sabit hari ke tiga.
Kawasan yang selama ini diselimuti kesunyian dan dipalut kegelapan di malam
hari, kini keadaannya sangat berbeda. Dua buah obor tiba-tiba melayang di udara.
Entah Siapa yang melemparkan. Hebatnya, dua obor itu kemudian menukik ke tanah
lalu clep... clep!
Menancap di halaman Rumah Gadang Nan Sambilan Ruang yang merupakan bangunan
bekas Istana Kerajaan Pagaruyung. Sebagian halaman luas diujung rumah kini
menjadi terang oleh cahaya api obor. Di antara dua batang obor, di tanah
terlihat enam buah batu datar bulat menebar membentuk lingkaran cukup lebar.
Sebelum kemunculan dua buah obor dan lima batu bulat datar secara aneh itu, di
Bukit Batu Patah telah berdatangan beberapa orang.
Yang pertama Pakih Jauhari, kekaSih Gadih Putih Seruni yang telah menjadi Istri
Datuk Marajo Sati. Pemuda ini muncul setelah memaksakan janji agar sang kekaSih
datang menemuinya di Istana Bukit Batu Patah dimana kemudian mereka merencanakan
akan melarikan diri menyeberang ke tanah Jawa. Meski saat ditemui Gadih Putih
Seruni menolak permintaan Pakih Jauhari namun Si pemuda tetap pergi ke Bukit
Batu Patah, seolah dia telah yakin Gadih Puti Seruni akan datang.
Ketika sampai di bekas bangunan Istana Kerajaan Pagaruyung itu, Pakih Jauhari
segera mencari Mamaknya, Jambek Magang. Namun sang paman ditemui dalam
keadaan meregang nyawa, luka parah bergelimang darah, tergeletak di dekat
lumbung padi di halaman depan rumah gadang.
Sebelum menghembuskan nafas terakhir Jambek Magang maSih sempat memberi tahu
bahwa orang yang membunuhnya bersenjata pedang, memiliki wajah tertutup bulu
putih dan hitam. Tidak terduga di saat itu pula orang yang disebut memunculkan
diri dan segera dikenali oleh Pakih Jauhari bukan lain adalah Tuanku Laras Muko
Balang. Dalam marahnya Si pemuda segera menyerang Tuanku Laras.
Pakih Jauhari yang hanya memiliki ilmu Silat kampung tentu saja dengan mudah
dihajar oleh Tuanku Laras. Setelah menggebuk muka Si pemuda hingga berkelukuran,
Tuanku Laras mencekik lehernya, mengangkatnya ke udara seraya membentak
menanyakan dimana satu peti batangan emas disembunyikan. Karena memang tidak
tahu apa-apa tentang barang yang ditanyakan. Pakih Jauhari tidak bisa menjawab.
Tuanku Laras membanting pemuda itu ke tanah lalu menghunus pedang sakti Al
Kausar. Dia mengancam kalau Pakih Jauhari tetap tidak mau memberi tahu keberadaan barang
yang ditanyakan maka dia akan dihabiSi sebagaimana yang telah terjadi dengan
pamannya. Sekejapan lagi pedang di tangan Tuanku Laras Muko Balang benar-benar akan
menamatkan riwayat Pakih Jauhari tiba-tiba muncul Ki Bonang Talang Ijo bersama
Perwira Muda Teng Sien dan Pendeka Bumi Langit Dari Sumanik. Ki Bonang datang ke
bekas bangunan Istana Kerajaan Pagaruyung di Bukit Batu Patah untuk menyelidiki
keberadaan satu peti batangan emas yang memang pernah disembunyikannya di tempat
itu bersama Perwira Muda Teng Sien. Emas di dalam peti itu direncanakan sebagai
hadiah tambahan jika gadis Cina yang dicari berhaSil ditemukan. Sebenarnya Teng
Sien merasa lebih penting mencari dan mendapatkan Chia Swie Kim, gadis Cina
puteri Pangeran Tiongkok yang dijuluki Kupu Kupu Giok Ngarai Sianok itu terlebih
dulu karena di dalam tubuhnya terdapat satu batu Giok yang disebut Kupu Kupu
Mata Dewa dan merupakan salah satu Pusaka Utama Kerajaan Tiongkok bagi syahnya
kekuasaan Raja 170 Kupu-kupu Mata Dewa
3 yang bertahta. Namun Teng Sien terpaksa mengalah atas kemauan Ki Bonang karena
sejak semula mulai dari Jawa tokoh Silat ini memang telah dipercayakannya
sebagai pemimpin rombongan pengejar dan mencari Chia Swie Kim.
Ki Bonang dan Teng Sien tentu saja terkejut melihat Tuanku Laras Muko Balang
berada di tempat itu. Apa lagi mereka sempat mendengar Tuanku Laras membentak
Pakih Jauhari memaksa memberi tahu dimana disembunyikan satu peti batangan emas.
Berarti rahaSia keberadaan satu peti batangan emas itu telah bocor.
Teng Sien yang sudah sejak lama curiga dan muak melihat Tuanku Laras segera
hendak mencabut golok Siap untuk menyerang manuSia berbulu hitam putih ini. Tapi
dicegah oleh Ki Bonang. Tokoh Silat dari tanah Jawa ini meminta Tuanku Laras
melupakan dulu perihal emas satu peti agar jangan sampai terjadi sengketa
diantara mereka. Hal ini dikarenakan, sewaktu menuju ke Bukit Batu Patah, di
tengah perjalanan Ki Bonang dan kawan-kawan melihat sebuah kereta dikawal oleh
belasan perajurit istana Baso di Pagaruyung tengah bergerak cepat di kawasan itu
mengarah ke Bukit Batu Patah.
Ini menjadi satu pertanyaan. Kalau tidak ada satu perkara besar mana mungkin ada
orang Kerajaan datang ke tempat itu, malam hari pula. Dan orang di atas kereta,
walau tidak jelas Siapa adanya pastilah seorang tokoh penting. Mungkin pula
pihak Kerajaan sudah mengetahui keberadaan emas yang satu peti itu "!
Dalam kawatirnya Teng Sien sempat berbiSik
pada Ki Bonang. " Jahanam ber hat i cul as itu datang sendiri. Dimana Chia Swie Kim ditinggal disembunyikan" Kita harus
cepat mencari tahu!"
Tuanku Laras tidak perduli keterangan Ki Bonang. Orang bermuka belang putih
hitam ini ingin menyelesaikan perkara malam itu juga yaitu dengan cara
kekerasan. Dia meminta Pandeka Bumi Langit segera bergabung namun sang Pandeka
menolak karena sebelumnya dia sudah tahu Tuanku Laras berniat licik dan keji terhadapnya. (Baca
serial t er dahul u " Bulan Sabit Di Buki t Pat ah" ) Amarah Tuanku Laras Muko Balang bukan alang kepalang.
" Kepar at ! Musuh dalam selimut kau rupanya! Tamat riwayatmu malam ini juga!"
Ter i ak Tuanku Laras Muko Balang. Lalu segera menyerbu Pandeka Bumi Langit dengan pedang
Al Kausar. Teng Sien berusaha menolong dengan melemparkan golok besar ke arah
Tuanku Laras. Namun dengan mempergunakan sarung pedang, golok ditangkis mental
sementara pedang Al Kausar terus membabat ke arah bahu Pandeka Bumi Langit. Teng
Sien memaki panjang pendek. Selain marah dia juga sangat mengawatirkan diri Chia
Swie Kim. Hanya sekejapan mata lagi senjata sakti itu akan membabat putus tangan kiri
Pandeka Bumi Langit tiba-tiba satu gulungan kain putih panjang melesat di udara
demikian rupa lalu membuntal membungkus pedang Al Kausar.
Walau pedang sakti itu kemudian maSih sempat menghajar tangan Pandeka Bumi
Langit namun akibat tertahan gulungan kain putih tangan itu hanya berderak
patah, tidak jadi tertabas buntung.
Belum habis kejut semua orang terutama sekali Tuanku Laras Muko Balang tentunya,
dua orang berkelebat dari kegelapan dan berdiri di tempat itu. Keduanya adalah
Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai, ditemani pemuda berpeci hitam, berambut
panjang seperti paduSi yang bukan lain Pendekar 212 Wiro Sableng. Nenek inilah
tadi yang melemparkan kain putih panjang. Seperti diceritakan sebelumnya kain
itu pernah dipergunakan untuk membungkus pedang Al Kausar. Dengan ilmu
kesaktiannya dan mengandalkan kain putih itu Si nenek berhaSil menjajagi pedang
Al Kausar yang berarti sekaligus menunjukkan dimana beradanya Tuanku Laras Muko
Balang. Secara kebetulan hal terjadi di malam bulan sabit hari ke tiga.
(paduSi=perempuan)
Amarah Tuanku Laras semakin menggelegak. Destar hitam di atas kepalanya bergerak
naik oleh tekanan hawa panas yang memancar keluar dari batok setengah kepala.
Dia membentak tokoh Silat tua dari tanah Jawa di hadapannya.
170 Kupu-kupu Mata Dewa
4 " Ki Bonang! Tadi kau mengatakan ada rombongan orang-orang Kerajaan menuju ke
Sini! Ternyata yang datang adalah kapuyuak muda dan cigak gaek ini! (kapuyuak -
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kecoak, cigak gaek = monyet tua)
Meski tahu kalau yang disebut sebagai kecoak dan monyet tua itu adalah diri
mereka namun Pendekar 212 Wiro Sableng dan Si Kamba Mancuang tenang-tenang saja
bahkan tampak cengar-cengir. Si nenek malah berbiSik pada Wiro.
" Si Muko Balang itu sudah kita temukan. Tiga setan alas temannya juga ada di
Sini, Bagai mana kal au ki t a. . . " " Nek, Jangan ber t i ndak t er gesa-gesa. Aku menduga sesuatu akan terjadi di bukit ini
. " " Ah, kau ini selalu saja menghalangi...
" " Bukan menghal angi , Nek. Per caya padaku. . . " Jawab Wi r o sambi l mengusap l al u memegang lengan Si nenek. Hal ini sempat dilihat oleh Tuanku Laras. ManuSia muka
belang ini langsung tertawa bergelak sambil menunjuk ke arah Wiro dan Si Kamba
Mancuang. " Pant as... pantas! Sudah bergendak kalian berdua rupanya. Kalau mau berbuat mesum
pergi ke tanah Jawa sana! Jangan mengotori tanah Minang ini!
" Si Kamba mancuang hendak mendamprat marah. Namun mendadak di kejauhan
terdengar deru suara detak roda kereta dan hentakkan kaki-kaki kuda. Lalu ada
suara orang berteriak menyahuti ucapan Tuanku Laras tadi.
" Siamang bermuka belang! Bersabarlah sedikit! Orang yang hendak diadili belum
kelihatan di tempat ini. Perlu apa terburu-buru! Urusan kita yang harus
diselesaikan lebih dulu!"
( Siamang = Monyet besar/orang hutan, biasanya berbulu hitam polos) Seruan itu
disusul menggembor marah.
Disebut Siamang tentu saja Tuanku Laras jadi berkobar amarahnya. Rahang
menggembung. Bulu yang menutupi muka berjingkrak kaku. Tangan kanan yang
memegang pedang disentakkan dua kali. Kain putih pembungkus senjata itu
bergulung membuka, Jatuh tercampak di tanah.
" Pedang sakt i ! Coba berikan sambutan selamat datang pada orang bermulut besar itu!"
" Wuut t t ! " Tuanku Laras Muko Balang lemparkan pedang Al Kausar ke udara. Senjata sakti itu
berputar-putar mengeluarkan suara deru dahsyat disertai kilauan cahaya lalu
melesat ke arah datangnya suara orang yang tadi memaki dan saat itu maSih
keluarkan suara tertawa.
Mendadak sontak suara tawa lenyap, terputus oleh seruan kaget dan suara seperti
orang tercekik. Hanya beberapa saat kemudian, pedang Al Kausar kelihatan
kembali, melayang di udara menuju ke arah Tuanku Laras yang tegak berkacak
pinggang. Namun keadaan pedang kini tidak panjang lurus melainkan bergelung
membentuk lingkaran. Dan di tengah lingkaran mata pedang ada batang leher
seorang kakek bersorban dan berjubah putih! Karena pedang Al Kausar bergerak
melayang di udara, orang tua ini mau tak mau berjingkat-jingkat setengah berlari
mengikuti kemana gerakan pedang. Kalau dia tidak berbuat begitu maka dari tadi-
tadi lehernya pasti sudah putus ditabas senjata sakti itu! Si orang tua
pergunakan dua tangan untuk mencekal pedang. Namun walaupun dia bisa memegang
senjata itu, dia tidak mampu membuka gelungannya, sementara kulit leher sebelah
belakang telah mulai luka dan mengucurkan darah!
Orang tua ini akhirnya Jatuh tersungkur di hadapan Tuanku Laras Muko Balang.
Sorban jatuh ke tanah, menggelinding di bawah rangkiang (lumbung padi) di
halaman depan Rumah Gadang Sambilan Ruang.
Melihat kehebatan senjata sakti milik Tuanku Laras itu semua orang yang ada di
tempat tersebut jadi tercekat. Ki Bonang sampai melotot tak berkeSip.
Hat i keci l nya membat i n. " Mungki n apa yang di kat akan TengSien benar. ManuSia satu
ini harus cepat-cepat diSingk
i r kan. Senj at anya sangat sakt i , sangat ber bahaya. " 170 Kupu-kupu Mata Dewa
5 Dari tempatnya berdiri Wiro bertanya pada Si
Kamba Mancuang. " Nek, kau t ahu Siapa orang tua berjubah putih itu?"
170 Kupu-kupu Mata Dewa
6 BASTIAN TITO KUPU-KUPU MATA DEWA
2 BELUM sempat Si nenek menjawab, seperti yang dituturkan pada permulaan cerita
tiba-tiba dua buah obor melayang di udara, menancap di halaman, tepat di
anjungan Rumah Gading Nan Sambilan Ruang. Begitu dua nyala api obor menerangi
seantero tempat, di tanah terlihat enam buah batu bulat datar, menebar membentuk
lingkaran. Untuk seketika Tuanku Laras melirik pada dua obor dan enam batu. Lalu dengan
cepat dia melangkah ke hadapan orang berjubah putih yang tersungkur di tanah.
Tangan kanan dikembang. Telapak menghadap ke atas. Sambil tangan digerakkan
mulut berucap. " Nai k... naik. Berdiri...
Aku i ngi n mel i hat waj ahmu l ebi h j el as, " Pedang Al Kausar bergerak naik ke atas. Orang tua jubah putih meringis
kesakitan, terpaksa berdiri mengikuti gerakan pedang yang maSih melingkar
menggelung lehernya.
Begitu orang tua ini berdiri lurus di hadapannya. Tuanku Laras menyeringai.
Kepala digeleng-geleng Mulut dipencong mengejek, lalu berucap dengan suara
sengaja dikeraskan.
" Aaahh. . . Sut an Manj i nj i ng Langi t ! Kau rupanya !"
Orang tua berjubah putih yang dipanggil Sutan Manjinjing Langit megap-megap,
pegang gelungan pedang di leher. Mulut terbuka tapi suara tidak keluar.
" Ast aga! Tololnya diriku ini ! Tentu saja kau tidak bisa bicara !"
Tuanku Laras rapatkan jari tengah dan ibu jari tangan kanannya lalu dijentikkan
hingga mengeluarkan suara klik ! Luar biasa ! Saat itu juga pedang yang
melingkar di leher Si orang tua pancarkan cahaya berpijar lalu gelungannya
terbuka. Pedang melayang di udara, lalu masuk dengan sendirinya ke dalam sarung
yang tergenggam di tangan kiri Tuanku Laras.
Begitu lehernya lepas dari gelungan pedang Si orang tua langsung berteriak.
" ManuSia jahanam ! Kau salah seorang pembunuh adikku Sutan Panduko Alam !"
Sambil berteriak orang tua itu menerjang. Tubuh merunduk, mulut menggeram
seperti harimau bergumam.
" Bet t ! Bettt!" Tangan kiri menyambar ke dada, tangan kanan melesat ke bagian bawah perut!
Inilah jurus serangan yang benar-benar mematikan bernama Di Ateh Hancuah Di
Bawah Ramuak. (Di Atas Hancur Di Bawah Remuk)
Seperti di t ut ur kan dal am per mul aan ser i al ( " Kupu Kupu Gi ok Ngar ai Sianok" ) ket i ka dikejar oleh Ki Bonang, Teng Sien, Tuanku Laras dan beberapa orang lainnya, Chia
Swie Kim dalam keadaan berbentuk kupu-kupu besar menyelamatkan diri masuk ke
dalam rumah kediaman Sutan Panduko Alam di Bukit Malintang peSiSir barat pulau
Andalas. Walau orang tua itu berhaSil menyelamatkan sang kupu-kupu namun dirinya sendiri
tewas dibantai Ki Bonang dan anggota rombongannya.
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dapatkan dirinya diserang secara tak terduga Tuanku Laras tersentak kaget. Kalau
tidak cepat dia melompat mundur, salah satu serangan pasti akan menjebol jantung
atau kemaluannya.
" Sut an kal er a! Seharusnya tadi sudah kutebas batang lehermu. Tapi maSih belum
terlambat !"
( kal er a = maki an kot or ) " Sr et t !" Tuanku Laras cabut pedang Al Kausar. Namun baru setengah senjata itu keluar
dari sarung tiba-tiba ada seSiur angin menyambar, membuat tangan Si muka belang
ini menjadi ngilu kesemutan hingga tidak mampu meneruskan mencabut pedang.
Bersamaan 170 Kupu-kupu Mata Dewa
7 dengan itu muncul sebuah kereta ditarik seekor kuda hitam, dikuSiri seorang
lelaki muda berdestar yang tegak berdiri gagah dan berpakaian hitam lalu
berhenti di halaman kiri Rumah Gadang Nan Sambilan Ruang. Di kiri kanan bagian
depan kereta terdapat bendera hijau dan merah, bergambar kaligafi tulisan Arab.
Dua belas penunggang kuda berpakaian perajurit Kerajaan Pagaruyung bertubuh
rata-rata besar berotot, menebar mengelilingi kereta.
Sambaran angin yang membuat gerakan tangan kanan Tuanku Laras tertahan tidak
bisa meneruskan mencabut pedang datang dari arah kereta.
" Kur ang aj ar ! " r ut uk Tuanku Lar as. Mat a menat ap ger am ber ki l at ke ar ah ker et a. " KuSirnya kurasa tidak. Pasti pelakunya kakek jahanam yang duduk di belakang
kuSir! Agaknya dia juga yang tadi melempar obor dan enam batu bulat!"
Tanpa memperhatikan lebih seksama Siapa adanya kakek di atas kereta. Tuanku
Laras kerahkan tenaga dalam penuh ke tangan kanan hingga sekujur lengan sampai
ke ujung jari bergetar keras dan memancarkan cahaya kelabu. Tangan disentakkan
sambil membentak garang. Cahaya kelabu menyambar ke arah kereta.
Ki Bonang sebelumnya tidak menyangka kalau Tuanku Laras memiliki ilmu kesaktian
tinggi. Selama ini dia hanya mengagumi kehebatan pedang Al Kausar yang
dimilikinya. Orang tua dari Jawa ini berbiSik pada Pandeka Bumi Langit yang berdiri di
sebelah kirinya.
" Sahabat Pandeka Bumi Langi t , kau t ak per nah member i t ahu. Ter nyat a Tuanku Lar as memi l i ki kesakt i an t i nggi . . . " " Sel ama ini dia sengaja menyembunyikan ilmu kepandaiannya. Menurut saya selain
pedang dan ilmu kesaktian, yang paling berbahaya dari orang ini adalah Sifat
culasnya. Sejak saya mendengar ucapannya di goa di Bukit Siangok, cepat atau lambat satu
ketika dia pasti akan menghabiSi kita semua karena temahak ingin mendapatkan
satu peti emas lalu ingin pula mendapatkan gadis Cina it
u. " Sel esai bi car a Pandeka Bumi Langi t mer i ngi s kesakitan memegangi tangan kirinya yang remuk dihajar pedang Al Kausar.
" Ki Bonang, aku i kut kau dan t eman-teman cukup sampai di Sini saja. Aku tidak mau
mencari celaka lebih par
ah. . . " " Pandeka, j angan per gi . Ki t a har us menyel esai kan dul u ur usan dengan Tuanku Lar as. Aku but uh bant uanmu. . . " Pandeka Bumi Langit gelengkan kepala. Dia memutar tubuh tetap hendak meninggalkan tempat itu. Teng Sien yang walau tidak mengerti apa yang
dibicarakan namun melihat gelagat sudah tahu kalau Pandeka Bumi Langit hendak
pergi. Dia cepat berkata pada Ki Bonang agar mencegah. Tapi Pandeka Bumi Langit
tetap saja pergi malah mempercepat langkah.
Teng Sien yang sejak lama sudah jengkel terhadap orang-orang yang dianggapnya
tidak mau membantu, hanya ingin menyerakahi hadiah emas tidak tunggu lebih lama
dari balik pakaiannya segera mencabut sebilah pisau besar. Secepat kilat senjata
ini dilemparkan ke arah Pandeka Bumi Langit yang berjalan membelakangi. Pisau
ini bernama Naga Kecil Dari Syantung, bukan senjata sembarangan. Kecepatannya
melayang laksana kilat. Selain itu pada saat melayang di udara tidak
mengeluarkan suara sedikitpun.
MenyakSikan kejadian ini Pendekar 212 segera angkat tangan kanan untuk melepas
pukulan Kunyuk Melempar Buah yang bisa membuat mental pisau. Bagaimanapun dia
tidak suka melihat orang diserang secara curang dari belakang. Namun justru saat
itu di telinga kanannya mengiang suara.
" Apa yang bukan menj adi ur usanmu t i dak per l u ikut campur! Apa yang sudah menjadi
suratan jangan dit
ant ang! " " Sial, Siapa yang bar usan mengi r i m ucapan padaku.
. . " Wi r o mengger endeng dal am hat i . Mat a mel i r i k ke
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ar ah or ang t ua di at as ker et a. " Ah, past i di a!" Akhi r nya Wi r o t ur unkan tangan kanannya.
170 Kupu-kupu Mata Dewa
8 Di lain kejap terdengar pekik Pandeka Bumi Langit Dari Sumanik. Karena tidak ada
suara tidak merasa ada sambaran angin, pisau panjang yang dilempar Perwira Muda
Teng Sien menancap telak dan dalam di punggung kirinya, menembus bagian bawah
jantung. Tubuh tersungkur menelungkup di tanah. Orang menyangka dia sudah
menemui ajal. Pandeka Bumi Langit kerahkan tenaga dalam dan seluruh kesaktiannya
untuk bertahan hidup.
Untuk beberapa saat tempat itu diselimuti kesunyian. Dalam keadaan seperti itu
Teng Sien melompat ke arah sosok Pandeka Bumi Langit yang disangkanya sudah
mati. Dengan cepat dia menggeledah. Begitu menemukan tiga batang emas di balik pakaian
orang Teng Sien cepat mengambil dan memasukkannya ke dalam sebuah rompi yang
melintang di dadanya. Semua mata orang yang ada di tempat itu terbeliak. Bukan
saja terkeSiap menyakSikan apa yang terjadi dengan Pandeka Bumi Langit, tapi
juga sewaktu melihat tiga batang emas yang berkilauan terkena cahaya nyala api
dua buah obor! Yang tidak tahu ceritanya menduga-duga bagaimana Pandeka Bumi
Langit bisa memiliki tiga batang emas lalu mengapa enak saja orang Cina itu
mengambilnya! Apakah ini satu perempasan "!
Walau tidak tahu sebab musababnya, dua belas perajurit berkuda yang mengelilingi
kereta bagaimanapun juga merasa tidak senang menyakSikan ada orang aSing
membunuh Pandeka Bumi Langit. Untuk menghindarkan tuduhan yang bisa menimbulkan
keributan Ki Bonang cepat berseru. Tiga batangan emas adalah milik perwira Cina
ini! Dia bukan mencur i bukan mer ampas. " " Tapi dia membunuh orang di negeri ini!"
Yang menyahut i adal ah Penghul u Sangkal o Si kuSir ker et a. " Or ang t ua, kau sendi r i or ang pendat ang. Apa kepant i nganmu di neger i kami . . . " Suasana karuan saja menjadi agak panas dan tegang. Teng Sien berbiSik pada Ki
Bonang agar segera saja meninggalkan tempat itu.
Sementara itu di atas kereta, melihat datangnya cahaya kelabu menyerang, kuSir
kereta terpaksa putus ucapan kerasnya tadi. Dia berteriak marah lalu melesat ke
atas, jungkir balik satu kali di udara. Begitu menjejakkan dua kaki di tanah
orang ini Siap hendak menyerang Tuanku Laras. Tangan bergerak ke pinggang
mencabut dua bilah badik. Senjata ini berlapis racun jahat yang bisa membunuh
seekor kerbau besar hanya dalam beberapa kejapan mata, apa lagi manuSia!
Dua belas parajurit yang mengelilingi kereta juga tidak tinggal diam. Mereka
mengambil ancang-ancang. Enam bergerak melindungi kereta, enam lagi Siap
menyerang. " Penghul u Sangkal o! Para perajurit Pagaruyung!"
Or ang t ua di at as kereta segera
menegur kuSir kereta yang rupanya bukan orang sembarangan. Sebutan Penghulu
menyatakan bahwa dia adalah seorang terkemuka atau pimpinan satu kelompok besar
at au kaum yang di
segani di t anah Mi nang. " Ki t a di ut us Raja bukan untuk berbuat
keonaran tapi mencari kebenaran. Jangan menyerang!"
Meskipun kemarahannya belum mengendur terhadap Tuanku Laras, namun mendengar ucapan Si kakek di atas kereta, kuSir yang bernama Sangkalo dengan
patuh ikuti ucapan orang. Maka dia undur satu langkah sambil menyimpan dua bilah
badik, diam tak bergerak, dua kaki dikembang, dua tangan diSilang di atas dada
pertanda setiap saat jika ada bahaya dia telah memiliki kuda-kuda bertahan
sekaligus balas menyerang. Enam perajurit yang tadi Siap menyerang kini
mengambil Sikap mengalah, tetap duduk di atas kuda maSing-maSing.
Sementara itu orang tua yang duduk di atas kereta walau hanya sekejapan, terpaan
cahaya kelabu serangan Tuanku Laras membuatnya terangguk-angguk seperti orang
mengantuk. Mulut merangkum senyum, kepala ditundukkan ke arah cahaya kelabu yang
datang menyambar. Padahal yang dihadapinya adalah serangan maut mematikan! Malah
tiba-tiba orang tua ini buka mulutnya lebar-lebar. Lalu lalu wuutt!
170 Kupu-kupu Mata Dewa
9 Cahaya kelabu serangan Tuanku Laras lenyap masuk ke dalam mulut. Sepasang mata
Si orang tua tampak merem melek dalam rongganya yang cekung.
Mulut berkomat-kamit, kepala ditengadah. Dari tenggorokan kemudian jelas sekali
terdengar suara gluk... gluk... gluk! Sikapnya tidak beda seperti orang kehausan
tengah meneguk lahap minuman sejuk lezat!
170 Kupu-kupu Mata Dewa
10 BASTIAN TITO KUPU-KUPU MATA DEWA
3 SELAGI semua orang yang ada di tempat itu melengak kaget, mulut ternganga mata
mendelik, Si orang tua di atas kereta tertawa mengekeh. Pendekar 212 angkat
kopiah hitamnya dan menggaruk kepala berulang kali. Mulut seringaikan senyum. Si
Kamba Mancuang pegang lengan Wiro lalu berbiSik.
" Kau t i dak t er kej ut mel i hat kehebat an or ang t ua itu. Malah menggaruk kepala seperti
or ang bel um mandi t uj uh har i . Heh, aku r asa kau past i kenal padanya. Kat akan padaku. . . " Si nenek tidak sempat meneruskan ucapan karena orang tua di atas kereta tiba-
tiba membuka mulut lebar-lebar. Saat itu juga cahaya kelabu yang tadi seolah
ditelannya kini melesat keluar, menyambar ke arah Tuanku Laras yang maSih
tertegun terkeSiap melihat apa yang barusan dilakukan Si kakek.
" CahayoGanto Bisu ditelan lalu disemburkan kembali! Sabana gilo!"
( Sabana gi l o = Benar-benar gila) Tuanku Laras menggeram dalam hati. Serangannya tadi bernama
Cahaya Genta Bisu karena sewaktu menyambar sama sekali tidak mengeluarkan suara
sedikitpun dan ini sangat berbahaya bagi lawan yang berlaku lengah atau tidak
sempat melihat datangnya serangan.
Melihat ilmu kesaktiannya dibuat main dan kini malah dipakai orang untuk
menyerang dirinya sendiri, kejut Tuanku Laras seperti melihat setan kepala
tujuh! Sambil menyumpah dia cepat melompat mundur, sekaligus cabut pedang Al
Kausar. Pedang dibabatkan ke depan. Cahaya putih menebar di udara.
" Trang!" Luar biasa! Beradunya cahaya kelabu dan Sinar pedang mengeluarkan suara seolah
dua senjata terbuat dari logam keras saling beradu di udara!
Kalau orang tua di atas kereta unjukkan Sikap tenang dan usap-usap janggut
putihnya sebaliknya Tuanku Laras berseru tegang. Bentrokan dua cahaya
menimbulkan angin deras membuat dua lututnya menjadi goyah dan tubuh terjajar ke
belakang sampai dua langkah sementara dada mendenyut sakit. Kalau saja mukanya
tidak terlindung bulu hitam putih, akan terlihat jelas betapa kulit wajah itu
telah menjadi pucat paSi! Mau tak mau nyali Tuanku Laras jadi menciut leleh.
Jika diperturutkan amarahnya dia Siap untuk menyerang kembali karena merasa
maSih memiliki beberapa ilmu Simpanan. Tetapi manuSia cerdik ini pandai membaca
keadaan. Orang tua di atas kereta keluarkan suara tertawa pendek lalu melesat ke udara.
Sesaat kemudian dia sudah menjejakkan kaki di salah satu dari enam batu bulat
datar yang bertebar di halaman membentuk lingkaran. Nyala dua api obor yang
menerangi dirinya membuat Tuanku Laras dan semua orang yang ada di Situ kini
dapat melihat wajahnya lebih jelas dan mereka semua sama-sama merasa merinding.
Ki Bonang dan Teng Sien sama sekali tidak mengenal Siapa adanya orang ini.
Begitu juga Si Kamba Mancuang. Sutan Menjinjing Langit tegak tertegun-tegun,
berusaha mengingat-ingat Pendekar 212 Wiro Sableng sendiri memandang dengan
mulut ternganga walau sejak tadi dia sudah bisa menduga Siapa adanya orang tua
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu. Ketika Wiro hendak mengeluarkan suara orang tua yang tegak di atas batu bulat
datar kedipkan dua mata yang cekung lalu jari telunjuk tangan kiri dipalang di
atas bibir. Memberi tanda agar murid Sinto Gandeng tidak mengeluarkan suara, tidak membuka
mulut. 170 Kupu-kupu Mata Dewa
11 Melihat Sikap Wiro serta apa yang barusan dilakukan orang di atas batu, Si Kamba
Mancung mengorek pinggang Pendekar 212.
" Aku t ak pel ak l agi . Kau memang kenal kakek i t u, di a kenal di r i mu! Siapa di a. . . ?" " Sabar Nek, t enang saj a. Nant i j uga ket ahuan Siapa dia. Atau heh, kau tertarik padanya
"!" Dijawab seperti itu Si nenek unjukkan wajah cemberut lalu cubit pinggang sang
pendekar hingga Wiro menggeliat antara kesakitan dan kegelian.
Akan halnya Tuanku Laras, orang bermuka belang Ini berusaha menduga-duga Siapa
adanya kakek yang tegak di atas batu bulat datar. Mengapa kakek ini tadi
mengedipkan mata dan memalangkan jari tangan di atas bibir dan ditujukan ke arah
pemuda berkopiah hitam dan berambut panjang itu. Apa hubungan antara keduanya.
Tuanku Laras tidak mau memikir berlama-lama. Dia harus bertindak cepat.
" Sebai knya aku t i dak membuat ur usan di t empat ini. Emas celaka itu bisa aku cari
kemudian. Orang tua yang tidak aku kenal ini agaknya memiliki ilmu kesaktian
tinggi. Mengapa aku tidak pernah melihat atau mendengar dirinya sebelumnya Apakah dia
orangnya Raja di Pagaruyung...?"
Tuanku Laras bukan Tuanku Laras Muko Balang namanya kalau dia tidak berlaku
cerdik dan licik. Untuk mengalihkan perhatian orang tiba-tiba dia berpaling pada
Sutan Manjinjing
Langit yang karena kemunculan kakek berkereta terpaksa menunda serangannya. " Sut an Manj injing Langit! Kalau kau ingin tahu Siapa yang membunuh adikmu Sutan
Panduko Alam, orangnya adalah tua bangka berjubah hijau yang mata dan sebagian
kepalanya diikat kain! Namanya Ki Bonang! Dia berasal dari tanah Jawa. Datang ke
Sini bersama komplotannya memang sengaja hendak mengacau!"
Sambi l ber t er i ak Tuanku Laras menunjuk tepat-tepat ke arah Ki Bonang Talang Ijo. Lalu dia meneruskan t
er i akannya. " Kal au kau t i dak per caya l i hat saj a! Tasbih batu pualam hitam milik adikmu
dikalung dilehemya!"
Seperti yang kejadian sewaktu Ki Bonang dan kawan-kawan menyerbu ke tempat
kediaman Sutan Panduko Alam di Bukit Malintang, sebelum pergi dia mengambil
tasbih hi t am mi l i k kor ban yang t er campak di t anah. ( Baca " Kupu Kupu Gi ok Ngar ai Sianok " ) . Tasbih itu kini memang dikalungkan di leher, menjulai di dada di atas Jubah
hijau. Mau tak mau semua kepala dipalingkan dan semua mata memandang tepat-tepat ke
arah Ki Bonang Talang Ijo. Mereka memang melihat ada tasbih hitam melingkar di
leher. Tuanku Lar as dengan cer di knya kemudi an menambah ucapannya.
" Nenek ber j ubah putih Si Kamba Mancuang, orang Cina berpakaian perang bernama Teng Sien, mereka
berdua termasuk Pandeka Bumi Langit yang sudah mati ikut terlibat membantai
adikmu! Balaskan dendammu pada mereka semua!
Bar u nant i ki t a bi car a l agi ! " Habis berteriak lantang begitu rupa Tuanku Laras memutar tubuh. Pedang Al Kausar
dicabut dan ditudingkan ke depan. Dengan kesaktiannya pedang ini bukan saja
mampu mengangkat tubuh Tuanku Laras, namun juga membawanya melayang di udara
hingga kejapan itu juga sosoknya tak kelihatan lagi, lenyap ditelan kegelapan
malam. 170 Kupu-kupu Mata Dewa
12 BASTIAN TITO KUPU-KUPU MATA DEWA
4 UCAPAN Tuanku Laras membuat geger semua orang yang ada di Situ. Dalam marah
tetapi juga bingung Sutan Manjinjing Langit menatap ke arah tiga orang yang ada
di hadapannya. Apakah ucapan Tuanku Laras tadi bisa dipercaya yang berarti dia
saat itu juga harus membuat perhitungan dengan Ki Bonang, Teng Sien dan Si Kamba
Mancuang. Atau dia akan mengejar Tuanku Laras terlebih dulu.
Sementara itu Ki Bonang dan Teng Sien berunding saling berbiSik Mereka
memutuskan untuk tidak akan melayani Sutan Menjinjing Langit, apapun yang akan
dilakukan kakak Sutan Panduko Alam itu. Mereka merasa lebih penting mengejar
Tuanku Laras karena Si muka belang ini pasti akan pergi ke tempat dimana dia
meninggalkan dan menyembunyikan Chia Swie Kim alias Kupu Kupu Giok Ngarai Sianok
alias Kupu Kupu Mata Dewa. Soal emas yang satu peti keduanya yakin tidak ada
yang menguSik dan maSih tetap berada di tempat yang mereka sembunyikan. Sebelum
pergi Ki Bonang tanggalkan dari leher tasbih milik Sutan Panduko Alam lalu
dilemparkan ke arah Sutan Manjinjing Langit. Setelah Ki Bonang dan Teng Sien
berkelebat ke arah lenyapnya Tuanku Laras, Sutan Manjinjing Langit jadi tambah
bingung. Dia menatap ke arah Si Kamba Mancuang, satu-satunya orang yang maSih
tinggal dan terlibat dalam pembunuhan adiknya di Bukit Malintang.
Melihat Sikap dan cara menatap Sutan Manjinjing Langit, Wiro cepat membuka
mulut. " Nenek sahabat saya ini mengaku salah dan bertobat atas apa yang telah dilakukannya.
Dia juga telah menerima balasan setimpal yaitu kematian yang dialami saudara
kembarnya Si Kamba Pesek. Nenek itu mati dibunuh Ki Bonang dan kawan-kawannya.
Saya sendiri yang menyakSikan. Harap persoalan antara Sutan dan nenek ini
dihabiSi sampai di Sini
saj a. . . " Wi r o ber pal i ng pada Si Kamba Mancuang. " Nek, ambil kain putih
bekas penggulung pedang itu. Kita harus cepat-cepat mengejar Ki Bonang. Dia
tidak muncul dengan gadis Cina itu, pertanda Si gadis disembunyikan di satu
tempat Kita bisa per
gunakan kai n put i h
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
panj ang i t u unt uk mengunt i t nya. . . " " Pendekar Dua Satu Dua! Kau tetap di Sini karena akan menjadi sakSi. Nenek rambut
putih bergigi perak kau juga jangan beranjak dari tempatmu. Kau juga akan
kujadikan sakSi. Sutan Manjinjing Langit, kalau kau tidak akan membalaskan sakit
hati dendam kesumat kematian adikmu terhadap nenek rambut putih bergigi perak
itu, aku perSilahkan cepat-cepat meninggalkan tempat ini. Kau tidak punya
kepentingan di Sini
. . . " Sutan Menjinjing Langit tertegun sejenak. Akhirnya dia memutar tubuh. Namun
sebelum pergi dia bertanya.
" Or ang gagah berjanggut putih, mohon kiranya diberi tahu. Siapa dusanak ini
sebenarnya. Dusanak datang diantar dan dikawal orang-orang Kerajaan. Tapi
seingat saya, saya bel um per nah mel i hat dusanak di Pagar uyung. " ( Dusanak=Saudar a) Orang tua yang tegak di atas batu bulat datar tersenyum. Dia hanya mengusap-usap
janggut putih panjangnya. Maklum orang tidak akan memberi tahu Siapa dirinya
Sutan Menjinjing Langit segera saja tinggalkan tempat itu.
Bagaimana dengan Pakih Jauhari, pemuda kekaSih Gadih Puti Seruni, orang yang
pertama sekali datang ke Bukit Batu Patah malam itu" Setelah selamat dari
tebasan pedang Tuanku Laras dia terpaksa meninggalkan jenazah pamannya dengan
cepat menyelinap ke kolong rumah gadang, bersembunyi di bagian yang gelap dan
170 Kupu-kupu Mata Dewa
13 menyakSikan apa yang terjadi. Selain itu dia mengawartirkan Gadih Putih Seruni
yang sampai saat itu belum juga muncul.
*** YANG tadi keluarkan ucapan dan meminta Sutan Menjinjing Langit meninggalkan
tempat itu adalah orang tua yang tegak di atas batu bulat datar. Orang tua ini
berambut putih panjang, berkumis dan berjanggut yang juga berwarna putih.
Pakaiannya sehelai kain putih diselempang di sekujur tubuh mulai dari bahu
sampai ke mata kaki. Yang membuat orang merasa angker setiap melihatnya adalah
wajahnya yang hanya tinggal kulit pelapis tulang tidak beda seperti tengkorak.
Sepasang mata besar tapi cekung menggidikkan.
Wiro dan Si Kamba Mancuang hanya bisa saling pandang. Tiba-tiba sang pendekar
ingat. Astaga! Saat itu Juga dengan cepat Wiro melangkah ke hadapan Si orang tua, membungkuk
dalam-dal am, mengambi l t angan kanannya l al u menci um ser aya ber kat a. " Kek maaf kan kalau sejak tadi saya tidak buru-buru menemui dan menyalamimu. Terima salam
hormatku Kek..."Wiro lalu mencium tangan Si orang tua sekali lagi, disakSikan Si
Kamba Mancuang dengan terheran-heran.
" Hemmm..."Si
or ang t ua ber gumam. Lal u menegur . " Anak set an, sudah ber apa l ama kau berada di negeri ini
. . . " " Cukup l ama Kek. Maaf kal au saya bel um menyambangi mu di Gunung Ker i nci . . . " " Apa ur usan dan keper luanmu di tanah Minang ini" Membuat keonaran" Mau
membunuhi or ang j ahat seenaknya saj a seper t i yang kau l akukan di t anah Jawa. . . ?" " Ti dak Kek, anu. . . Saya di mi nt a seseor ang dat ang ke Sini . . . " Si orang tua sudah bisa menduga orang yang dimaksudkan Wiro. Dia melirik pada Si
nenek. Sambil senyum-s
enyum ber kat a. " Pemuda gat al , kau sudahkehabisan anak gadis
cantik di negeri ini hingga menjadikan nenek itu sebagai kekaSihmu"!
" Wiro melengak. Tidak menyangka sang guru akan berkata begitu.
" Tua bengka ber mul ut kot or . Enek saja kau bicara...!"
Si Kamba Mancuang menyemprot
marah. Orang tua berselempang kain putih malah tertawa sambil kedipken mata cekungnya
ke arah Si nenek. Lalu dia dekatkan mulutnya ke telinga Wiro dan bertanya
berbiSik . " Anak setan, sudah berapa kali kau mencium nenek itu. Ha... ha... ha!"
Tampang murid Sinto Gendeng jadi bersemu merah. Kopiah hitam diangkat, kepala
digaruk. Si kakek tertawa geli. "
Ayo j awab. Mengaku saj a. . . " Wiro terpaksa menjawab polos.
" Bar u dua kali Kek. Tadi dia menanyakan dirimu. Saya kira dia suka padamu. Jika kau
suka padanya akan saya beri tahu sekarang juga..."
" Aku t i
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dak akan memot ongmu!" Jawab Si kakek sambil
t er t awa l ebar . " Kul i hat gi gi nya berlapis perak. Pasti enak waktu kau berciuman dengannya!"
Si kakek tertawa mengekeh.
Wiro ikutan tertawa. Penghulu Sangkalo dan dua belas perajurit, begitu juga Si
Kamba Mancuang hanya terheran-heran melihat kelakuan kedua orang itu.
" Anak set an. . . Or ang t ua i t u t adi memanggi l Wi r o dengan sebut an anak set an Aneh! Siapa sebenarnya pemuda ini" Setan yang menyaru" Siapa pula kakek aneh bermuka
tengkorak yang ilmu k
esakt i annya sungguh l uar bi asa i ni ?" Si Kamba Mancuang bertanya-
tanya dalam hati.
Si kakek yang datang berkereta dikuSiri Penghulu Sangkalo dan dikawal dua belas
perajurit Kerajaan Pagaruyung bukan lain adalah Tua Gila yang dalam rimba
perSilatan di pulau Andalas dan tanah Jawa juga dikenal dengan Julukan Pendekar
Gila Patah Hati atau Iblis Gila Pencabut Nyawa. Seperti yang diriwayatkan, Wiro
pernah berguru pada Tua Gila yang bernama asli Sukat Tandika sedang dimasa
mudanya Tua Gila pernah menjalin 170 Kupu-kupu Mata Dewa
14 tali kaSih, bercinta dengan Sinto Weni alias Sinto Gendeng yang merupakan guru
Pendekar 212 yang pertama. Dimasa tuanya, setelah peristiwa berdarah di Gajah
mungkur, Tua Gila mengaSingkan diri di puncak Gunung Kerinci bersama Sabai Nan
Rancak yang kemudian diperstrikannya.
Tua Gila pegang bahu Pendekar 212 lalu kembali berbiSik.
" Ji ka aku maSih muda atau saat ini aku berada di tanah Jawa, mungkin kau tak perlu
bertanya apakah aku suka atau tidak pada nenek bergigi perak itu. Pasti sudah
aku sambar! Ha.. ha.. ha.. Anak setan, apakah kau sudah tahu kalau perujudan
nenek itu bukan
bent uknya yang asl i ?" Wiro terkeSiap mendengar pertanyaan sang guru. Rupanya walau sekali bertemu Tua
Gila yang memiliki kesaktian begitu tinggi mengetahui keadaan diri Si Kamba
Mancuang. " Saya t ahu Kek, t api bel um bi sa j el as. Apakah Kakek bi sa. . . " " Aku t i dak t ahu mengapa kej adi an di r i nya sampai seper t i itu. Tapi ada satu hal yang
bisa aku kira-kira. Dengar baik-baik. Kalau perak yang melapiSi giginya bisa
ditanggalkan maka mungkin dia akan kembali ke ujud semula. Seorang gadis cantik
luar biasa. Weleh.
,... pokoknya putus semua gadis yang pernah kau pacari! Ha... ha... ha...
" " Ter i ma kaSih Kek. Sekarang saya kepingin tahu mengapa malam-malam begini Kakek
muncul di Sini . Nai k ker et a, di kawal pul a seper t i seor ang Raj a. . . " " Aku t i dak akan menj awab. Kau l i hat saj a apa yang bakal t er j adi sebent ar l agi . Seper t i kataku tadi kau dan nenek bergigi perak itu akan jadi sakSi. Sekarang
menj auhl ah dul u. . . " Begitu Wiro melangkah mundur, Si kamba Mancuang cepat meremas dan menarik baju
hi t amnya. " Aku t i dak t ahu Siapa yang gilo. Kakek itu atau kau. Mengapa dia
memangggl i mu anak set an. Apa bapak i bumu memang set an at au bagai mana. . . ?" " Nek, kakek itu memang orang gila. Namanya saja Tua Gila. Tapi dia adalah guruku
nek. . . " Si Kamba Mancuang terkejut dan tercengang. Matanya memandang bulak balik ke arah
Si kakek l al u kembal i ke Wi
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
r o. " Kau t i dak ber gur au ?" Wi r o menggel eng. ' Tua Gi l a. . . aku rasa-rasa pernah mendengar nama itu. Aku maSih belum mengerti.
Katamu kau orang Jawa. Bagaimana mungkin punya seorang guru yang diam di pulau
Andal as i ni ?" " Panj ang cer i t anya Nek. Kal au ada kesempat an akan aku cer i t akan padamu. " Si nenek bel um puas. " Eh,apa yang tadi kalian bicarakan berbiSik-biSik malah tertawa-
tawa seenaknya "!"
" Gur uku memang suka ber gur au. Tadi di a hanya mel ucu saj a Nek, " Jawab Wi r o. " Kau past i ngi bul . . . Eh, bet ul seper t i kat amu. Ngi bul kal au di t anah Jawa ar t i nya bohong, dusta " Pinduto ?"(Pinduto = orang yang berbohong) Wiro tertawa lalu
anggukkan kepala.
Di langit bulan sabit malam ke tiga tampak jelas karena saat itu langit dalam
keadaan berSih tidak berawan. Di kolong rumah gadang Pakih Jauhari semakin
gelisah. Di atas batu bulat datar Tua Gila tegak sambil rangkapkan dua tangan di
depan dada. Kepala ditengadahkan dan sedikit dimiringkan ke kiri seperti Sikap
orang tengah memasang telinga. Sesaat kemudian orang tua berkepandaian sangat
tinggi ini lepaskan nafas lega.
" Dua or ang yang di t unggu sudah dat ang. . . " ucap Tua Gi l a dal am hat i . Saat i t u j uga di langit tampak dua orang berpakaian hitam menunggang dua harimau besar yang
laksana terbang melesat di udara. Dua kali binatang sakti tunggangan itu mengaum
keras hingga getaran udara terasa sampai di tanah. Ketika dua ekor harimau
menukik dan melayang turun di halaman Rumah Gadang Sambilan Ruang, Wiro dan Si
Kamba Mancuang segera mengenali. Dua orang gagah berwibawa yang menunggangi
harimau-harimau hitam belang kuning itu adalah Datuk Bandaro Putih, pimpinan
Luhak Limapuluh Kota dan Datuk Kuning Nan Sabatang, penguasa Luhak Agam.
170 Kupu-kupu Mata Dewa
15 BASTIAN TITO KUPU-KUPU MATA DEWA
5 SEBELUM turun dari tunggangan maSing-maSing dua Datuk tampak terpana karena
tidak menyangka akan menemui dan berhadapan dengan kakek sakti dari Gunung
Kerinci yang dikenal dengan nama Tua Gila. Seumur hidup dua Datuk baru satu kali
melihat orang tua itu yakni sekitar lima tahun Silam ketika ada pertemuan besar
di Pariangan antara para tokoh Silat dan cerdik pandai di pulau Andalas bagian
tengah. Datuk Bandaro Putih dan Datuk Kuning Nan Sabatang memperhatikan Penghulu
Sangkalo, kereta serta dua belas perajurit Kerajaan yang saat itu sudah turun
dari kuda maSing-maSing. Dua Datuk turun dari atas punggung harimau dan langsung
sama-sama menemui Tua Gila. Dua Datuk membungkuk hormat seraya sama berucap.
" I nyiek Sukat Tandika, salam hormat dari kami berdua untuk saudara tua yang datang
dari jauh. . . " Rupanya di tanah Minang Tua Gila yang bernama asli Sukat Tandika dipanggil orang
dengan sebutan Inyiek. Inyiek artinya orang tua yang disegani dan dihormati
bukan saja karena uSia tapi juga karena ketinggian tingkat ilmu yang
dimilikinya. Tua Gila membalas penghormatan dengan membungkuk pula, tersenyum
sedikit tapi belum mengeluarkan suara.
" I nyi ek, " kat a Dat uk Bandar o Put i h yang ber t ubuh t i nggi besar . Wal au kumi s t ebal melintang namun air mukanya tampak jerni
h. " Maaf kan kal au kami ber dua l ancang bertanya. Apakah Inyiek orang yang dipercayakan Sri Baginda Raja di Pagaruyung
untuk menangani masalah besar yang tengah dihadapi kami para Datuk Luhak Nan
Tigo?" " Seper t i yang Dat uk ber dua l i hat sendi r i . Begi t ul ah keper cayaan yang di ber i kan, begi t u pul a yang kej adi an. " j awab Tua Gi l a.
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
" Dat uk ber dua, aku senang Dat uk ber dua sudah datang. Makin cepat urusan ini diselesaikan makin baik. Kini kita tinggal
menunggu kehadi
r an or ang yang pal i ng pent i ng dal am ur usan I ni . Yai t u Dat uk Mar aj o Sat i . " Datuk Kuning Nan Sabatang berpaling pada Wiro dan Si Kamba Mancuang. Lalu
ber t anya. " Kehadi r ankedua orang itu, apakah ada sangkut pautnya dengan perkara yang
hendak I nyi ek t angani ?" " Keduanya akan ki
t a j adi kan sakSi. Mungkin maSih ada tambahan sakSi yang lain.
Namun saat ini yang ada bar u mer eka ber dua. . . " Jawab Tua Gi l a pul a. " Mohon maaf I nyi ek. Kedua orang itu kami ketahui adalah orang-orang yang
memperkeruh suasana. Nenek bernama Si Kamba Mancuang terlibat dalam pembunuhan
Suten Panduko Alam dan Datuk Panglimo Kayu dari Luhak Tanah Datar. Pemuda yang
konon berasal dari Jawa itu kami curigai sebagai kaki tangan Datuk Marajo Sati.
Selain itu dia juga membuat keonaran di beberapa tempat. Malah ada kabar bahwa
dia membunuh salah seorang dari dua bersaudara Duo Hantu Gunung Sago yaitu Si
Kal am Langi t . . . " Yang bicara adalah Datuk Kuning Nan Sabatang.
Tua Gila menatap ke arah Pendekar 212 dan Si Kamba Mancuang. Saat itu Wiro
tengah memencongkan mulut mengejek Datuk Kuning Nan Sabatang. Si Kamba
Mancuang malah mencibir.
" Begi t u. . . ?" Uj ar Tua Gi l a set el ah mendengar ucapan Dat uk Kuni ng Nan Sabat ang. " Jika nanti keduanya memang diketahui bersalah, mereka pasti tidak akan lolos
dari hukum Ker aj aan. . . " Si Kamba Mancuang yang memang penasaran terhadap dua Datuk sejak peristiwa di
sekitar Bukit Siangok
t empo har i mengger endeng. " Manusia-manusia tidak tahu diuntung,
170 Kupu-kupu Mata Dewa
16 kalau bukan kau yang menolong keduanya beberapa hari lalu, mereka berdua pasti
sudah hancur luluh ditelan tanah, dihisap ilmu Tanah Tabalah Azab Manimpo yang
dikeluarkan Datuk Marajo Sati.
. . " Dua Datuk merasa tidak senang mendengar ucapan Tua Gila. Aneh, mengapa orang tua
itu seperti membela pemuda berambut panjang dan Si nenek bergigi perak. Datuk
Bandar o Put i h kemudi an ber kat a. " I nyi ek, menur ut I nyi ek apakah Dat uk Mar aj o Sat i akan datang ke tempat ini" Bagaimana kalau dia tidak berani muncul" Berarti perkara
tidak akan bi sa di sel esai kan. " Tiba-tiba ada suara angin bersiur disusul seruan lantang.
" Aku Dat uk Mar aj o Sat i ! Siapa bermulut besar mengatakan aku tidak berani datang!"
Satu sosok berjubah putih berkelebat. Di lain kejap di tempat itu telah berdiri
Datuk Marajo Sati tanpa mengenakan sorban Di sebelah atas kepala setengah botak,
di kuduk rambut menjulai panjang sampai di belakang telinga. Wajah tampak garang
walau tidak dapat menyembunyikan rasa keletihan. Sang Datuk berdiri langsung di
atas salah satu batu bulat besar dan tepat di hadapan Tua Gila yang berarti
membelakangi Dua Datuk yang telah datang terlebih dulu. Agaknya Datuk Marajo
Sati sengaja memilih batu tempat tegak yang membelakangi kedua orang itu sebagai
pertanda rasa bencinya terhadap mereka.
Tua Gila tersenyum, membungkuk sedikit lalu berucap.
" Ter i ma kasih Datuk Marajo Sati telah datang. Memang tinggal Datuk seorang yang
kami tunggu-t unggu. " Kat a Tua Gi l a pul a. Di kolong gelap rumah gadang Pakih Jauhari merasakan dadanya sesak
. " Dat uk Marajo muncul. Apa sebenarnya yang hendak terjadi di tempat ini. Bagaimana
Seruni... "
Kal au di a sampai muncul bi sa cel aka anak i t u. . . " Memi ki r sampai di Situ dan merasa
sangat kawatir Pakih Jauhari segera hendak melompat keluar dari tempat gelap,
menyeruak ke bagian belakang rumah gadang lalu dia akan berusaha menunggu
kedatangan Seruni di satu-satunya jalan yang menuju ke Bukit Batu Patah. Namun
pemuda ini nyaris berteriak kaget ketika dia merasakan dua kakinya lemas tak
bisa digerakkan apa lagi dipakai melangkah. Perlahan-lahan tubuhnya jatuh
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terduduk di tanah.
" Cel aka! Hantu apa yang masuk ke tubuhku hingga aku tak bisa menggerakkan kaki"!"
Setelah menegur Datuk Marajo Sati, Tua Gila mempersilahkan dua Datuk berdiri di
atas batu bulat bundar di kiri kanannya hingga mereka kini tegak berhadap-
hadapan dengan Datuk Marajo Sati. Setelah itu Tua Gila Juga meminta Wiro dan Si
Kamba Mancuang berdiri di atas batu, satu di samping kanan satu lagi di sebelah
kiri Datuk Marajo Sati.
Datuk Marajo Sati delikkan mata pada Wiro yang berdiri di sampi
ng kanannya. " Pemuda jahanam! Kau mencuri sorbanku. Kau kemanakan sorban itu sekarang" Kalau sampai
tidak kau kembalikan aku pecahkan kepalamu!"
Tadinya Wiro tidak mau menjawab. Namun dimaki jahanam murid Sinto Gendeng
membuka mulut juga.
" Sor ban Dat uk sudah di benamkan ke dal am t anah ol eh Tuanku Lar as Muko Balang. Kalau Datuk mau mencarinya saya bisa menunjukkan tempatnya. Atau ada baiknya
Datuk ber ur usan saj a l angsung dengan Tuanku Lar as. . . " Datuk Marajo Sati jadi beringas. Ketika dia hendak mendamprat kembali bahkan
siap mengangkat tangan hendak menggebuk Wiro, Tua Gila segera menengahi.
" Har ap semua yang hadi r di sini mengerti. Pertemuan ini bukan untuk membicarakan
soal sorban. Aku mohon masing-masing pihak bisa menahan diri. Setiap masalah
hanya bisa diselesaikan kalau ditangani dengan hati jernih, kepala dingin,
ucapan sejuk serta kerendahan hati dan kebesaran jiwa. Di hadapan hukum semua
orang sama, tidak ada bedanya
sat u sama l ai n. " Datuk Marajo Sati ternyata masih menyimpan kekesalan karena sewaktu dia menemui
Tua Gila di puncak Gunung Kerinci tempo hari dan pulangnya dia dikerjai oleh
orang tua sakti itu hingga sulit kencing. Akibatnya dia terpaksa mencebur masuk
ke dalam sungai 170 Kupu-kupu Mata Dewa
17 dan air kencingnya aur-aur
an membasahi j ubah put i hnya! ( Baca " Kupu Kupu Gi ok Ngar ai Sianok " ) " I nyi ek Sukat Tandi ka. Saya per nah mengunj ungi I nyi ek di Gunung Ker i nci . Kal au saj a Inyiek mau mendengar semua penjelasan saya saat itu tentang pemuda berambut
seperti perempuan ini, niscaya tidak akan terjadi semua perkara gila ini!"
Kesal mendengar ucapan or ang, Wi r o menj awab dengan suar a mengej ek. " Dat uk, yang tengah kita hadapi saat ini bukan perkara gila. Tapi orang-orang gila!"
" Sahabat ku, kau bet ul ! Memang banyak orang gila tidak karuan di tempat ini! Hendak
ditolong malah menggolong. Sudah itu menggonggong pula! Seperti anj... anj... Hik...
hik... hik...! " Si Kamba Mancuang sambuti ucapan Wiro lalu tertawa cekikikan.
170 Kupu-kupu Mata Dewa
18 BASTIAN TITO KUPU-KUPU MATA DEWA
6 " DI AM! Tua bangka t i dak t ahu diri! Perempuan setan!"
Bent ak Dat uk Mar aj o Sat i yang tahu kalau dirinya diejek dipermainkan oleh Wiro dan Si Kamba Mancuang.
Tua Gila batuk-batuk beberapa kali.
" Sudah saat nya ki t a memul ai pembi car aan. Dat uk Mar aj o Sat i apakah Dat uk sudah menerima dan membaca Surat Perintah Raja di Pagaruyung yang disampaikan Datuk
Bandar o Put i h dan Dat uk Kuni ng Nan Sabat ang?" Sebagai jawaban Datuk Marajo Sati mengeruk saku kanan jubah putihnya. Ketika
tangan itu ditarik, ikut keluar sepotong bambu yang sudah hangus serta bubuk
hitam yang berasal dari hancuran hangus kain. Seperti diceritakan sebelumnya
selesai membaca Surat Perintah Raja Pagaruyung yang ditulis di atas secarik kain
putih dan digelungkan pada sebatang bambu, Datuk Marajo Sakti dengan ilmu
kesaktiannya, datam marahnya telah meremas Surat Perintah itu hingga terbakar
dan berubah menjadi bambu hangus dan debu hitam. Dengan Sikap sombong Datuk
Marajo Sati berkata.
" I nyi ek, saya t i dak t ahu, apakah i ni Sur at Per i nt ah yang I nyi ek maksudkan?"
Dua Datuk disamping Tua Gila tampak kerutkan alis dan dalam hati merutuk sikap
yang diperlihatkan Datuk Marajo Sati. Sebaliknya Tua Gila tampak tenang-tenang
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
saja, malah mukanya yang angker menggidikkan itu masih bisa tersenyum namun
mulutnya berucap ketus.
" Ti dak sehar usnyakita menghina Kerajaan. Tidak seharusnya kita mempermalukan
Raja Negeri sendiri. Mudah-mudahan
aku bi sa mel akukan sesuat u. . . " Ketika Datuk Marajo Sati hendak menjatuhkan potongan bambu dan bubuk hangus ke
tanah Tua Gila cepat maju mendekat. Selempang kain putih ditarik dan ditodongkan
sambil berucap.
" Jangan di buang. Mungki n aku masih bisa membacanya agar dapat kita Simak
ber sama. . . " Potongan bambu dan bubuk abu hangus yang ditampung di atas pakaian putihnya
beberapa kail digoyang-goyangkan oleh Tua Gila seperti laiknya orang menampi
beras. Tiba-tiba ada kepulan asap hitam. Ketika asap lenyap, di pakaian putih Tua Gila
terlihat sederetan panjang tulisan. Datuk Mararjo Sati memperhatikan, ternyata
apa yang tertera di pakaian Tua Gila sama dengan yang tertulis dalam Surat
Perintah Raja Pagaruyung yang pernah dibaca dan telah dimusnahkannya!
Seharusnya ilmu kepandaian luar biasa dari Tua Gila membuat Datuk Marajo Sati
tidak berlaku sombong lagi. Namun tidak demikian adanya.
" Jel as sekal i . . . Jel as sekal i apayang tertulis di atas selempang kain putih pakaianku ini.
Aku yakin Datuk bertiga sudah membaca dan mengetahui isi Surat Perintah ini.
Karenanya aku tidak perlu bacakan lagi. Tapi mungkin aku perlu menegaskan salah
satu bagi an. . . " Lal u Tua Gi l a al i as I nyiek Sukat Tandika dengan suara keras membacakan
salah satu bagian Surat Perintah itu.
" . . . Kami memer i nt ahkan agar Dat uk Mar aj o Sat i dat ang ke bekas I st ana l ama Ker aj aan Pagaruyung di Bukit Batu Patah untuk memberi kesaksian pada utusan yang telah
kami per caya. . . " Tua Gila angkat kepalanya sedikit lalu berkata.
" Agar j el as bagi semua pi hak yang ada di t empat i ni ut usan yang di maksud Sr i Bagi nda Raja di Pagaruyung dalam Surat Perintah ini adalah diriku. Dan agar jelas bagi
Datuk 170 Kupu-kupu Mata Dewa
19 Marajo Sakti, saat ini kedudukan Datuk adalah sebagai saksi yang ditanyakan.
Bukan t er t uduh, bukan pul a pesaki t an. . . " Setelah berkata Tua Gila goyang-goyangkan kembali pakaian selempang kain
putihnya. Asap hitam sekali lagi tampak mengepul. Begitu asap sirna, tulisan di atas kain
putihpun ikut lenyap! Potongan bambu hangus dan debu hitam jatuh ke tanah.
" Sekar ang semua yang hadi r , apakah pembi car aan bi sa ki t a mul ai ?" Tanya Tua Gi l a kemudian. " Saya t i dak suka hal ini!" Kat a Dat uk Mar aj o Sat i dengan suar a ker as mer adang. Sikapnya masih saja sombong, membuat semua orang merasa jadi tidak senang dan
sebal. " Dat uk Mar aj o, har ap Dat uk menj el askan hal apa yang Dat uk t i dak suka. " Menyahuti Tua Gila. " Per t ama, I nyi ek bukan or ang yang ber asal dar i sal ah sat u nagar i di t anah Mi nang i ni . Bagaimana Inyiek tahu persoalan yang akan dibicarakan Apa lagi mau menyelesaikan
perkara! Kedua, Inyiek bukan orang di sini, hak apa maka Inyiek menangani
perkara ini"!
Saya ingin Inyiek menjawab pertanyaan saya. Jika jawaban Inyiek tidak memuaskan,
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
saya lebih baik angkat kaki dari sini. Kalau perlu biar urusan ini diselesaikan
dengan darah dan nyawa!"
" Aahh. " Tua Gi l a angguk-anggukkan
kepal a. " Dar ah mudah t er t umpah, nyawa mudah melayang. Tapi selama masih ada jalan dan cara baik yang bisa ditempuh, apakah
kita anak manusia yang sebenarnya lemah ini mau menujukkan kekuatan dan
kehebatan yang memalukan di hadapan Tuhan, mau memakai cara-c
ar a keker asan. . . ?" " I nyi ek, dalam persoalan ini saya harap jangan membawa-bawa nama Tuhan! Allah
benci pada mereka yang mempergunakan agama dan memakai nama-Nya untuk
memut ar bal i k kenyat aan unt uk kepent i ngan sendi r i kar ena mau menang sendi r i ! " Sepasang mata besar cekung Tua Gila bergerak-gerak, menatap tak berkesip ke arah
Datuk Marajo Sati yang barusan keluarkan ucapan, sementara mulut dipencong ke
kiri. " Dat uk Mar aj o Sat i , aku i ngat pada uj ar -ujar yang mengatakan bahwasanya lidah tidak
bertulang ucapan Datuk sungguh benar sekali. Tapi siapa saja yang merasa dirinya
orang Minangkabau tentu tidak lupa pada kata-kata indah. Bahwasanya di negeri
ini Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah! Atau apakah saat ini aku
bukan berhadapan dengan pemuka tanah Minangkabau, tapi berhadapan dengan beruk-
beruk liar yang t
er sesat dar i Pul au Ci ngkuk"! " Sekilas terlihat air muka Datuk Marajo Sati bersemu merah dan pelipis bergerak-
gerak sementara rahang menggembung. Tua Gila tersenyum. Wiro diam-diam merasa
gemas melihat sikap sang guru. Kalau hal ini terjadi dimasa dulu-dulu sudah
dapat dipastikan Tua Gila akan menghajar habis Datuk Marajo Sati saat itu juga.
Selain itu setelah mendengar cerita Si Kamba Mancuang mengenai gadis Cina yang
dijuluki Kupu Kupu Giok Ngarai Sianok saat itu dia merasa kawatir.
" Nek, t er us t er ang aku t i dak suka ber ada di t empat i ni . Bukankah l ebi h bai k kal au ki t a ber usaha menol ong gadi s Ci na i t u?" Si Kamba Mancuang hanya menjawab dengan anggukan kepala. Di hadapan mereka
kembali Tua Gila angkat bicara.
" Dat uk Mar aj o Sat i , kau t el ah ber t anya maka waj i b aku menj awab. Per t ama, memang benar aku ini bukan orang di negeri ini. Tapi mengenai perkara yang hendak kita
bicarakan, berarti semua kejadian yang sudah berlangsung, mudah-mudahan aku
telah mengetahui secara lengkap. Hal kedua, Sri Baginda Raja Pagaruyung sengaja
menunjuk diriku orang dari luar sebagai utusan sekaligus menjadi penengah dan
pemutus perkara ini, karena jika diambil orang dari negeri ini, dari tanah
Panji Sakti 7 Dewa Arak 06 Prahara Hutan Bandan Lembah Nirmala 26
BASTIAN TITO PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
WIRO SABLENG KUPU-KUPU MATA DEWA
Scanner : kiageng80
E-Book : Begawan Al-Farizi (abdulmadjid)
KUPU-KUPU MATA DEWA
" Tuanku Lar as, dengar kan saya. Ada yang hendak saya kat
akan. Ada satu hal yang sangat saya t akut kan ..." Tuanku Laras angkat kepalanya dari dada Chia Swie Kim. Tapi dua
tangan kini turun memegang paha Si gadis.
" Put i Mat a Dewa, kekaSihku ... Kat akan, hal apa yang kau t akut kan?" " Tuanku Lar as, ket ahui l ah, saya sudah t i dak gadi s l agi . Saya tidak per awan l agi ..." Sepasang mata Tuanku Laras membeliak. Bulu hitam putih yang
menutupi wajah berdiri meranggas.
" Put i Mat a Dewa, apa maksudmu" Bi car a yang j el as. " " Tuanku Lar as, ket i ka ber ada di goa kedi aman Dat uk Mar aj o Sat i , Datuk itu telah merampas kehormatan saya. Dia meniduri saya sampai
ber ul ang kal i ..." Habis berkata begitu Chia Swie Kim lalu menangis sesenggukan.
Apa yang diucapkan Si gadis seperti gelegar petir terdengarnya di
telinga Tuanku Laras.
" Sr et t ! " Tiba-tiba Tuanku Laras cabut pedang Al Kausar.
170 Kupu-kupu Mata Dewa
2 BASTIAN TITO KUPU-KUPU MATA DEWA
1 BUKIT Batu Patah di Gudam, ranah Minangkabau, malam bulan sabit hari ke tiga.
Kawasan yang selama ini diselimuti kesunyian dan dipalut kegelapan di malam
hari, kini keadaannya sangat berbeda. Dua buah obor tiba-tiba melayang di udara.
Entah Siapa yang melemparkan. Hebatnya, dua obor itu kemudian menukik ke tanah
lalu clep... clep!
Menancap di halaman Rumah Gadang Nan Sambilan Ruang yang merupakan bangunan
bekas Istana Kerajaan Pagaruyung. Sebagian halaman luas diujung rumah kini
menjadi terang oleh cahaya api obor. Di antara dua batang obor, di tanah
terlihat enam buah batu datar bulat menebar membentuk lingkaran cukup lebar.
Sebelum kemunculan dua buah obor dan lima batu bulat datar secara aneh itu, di
Bukit Batu Patah telah berdatangan beberapa orang.
Yang pertama Pakih Jauhari, kekaSih Gadih Putih Seruni yang telah menjadi Istri
Datuk Marajo Sati. Pemuda ini muncul setelah memaksakan janji agar sang kekaSih
datang menemuinya di Istana Bukit Batu Patah dimana kemudian mereka merencanakan
akan melarikan diri menyeberang ke tanah Jawa. Meski saat ditemui Gadih Putih
Seruni menolak permintaan Pakih Jauhari namun Si pemuda tetap pergi ke Bukit
Batu Patah, seolah dia telah yakin Gadih Puti Seruni akan datang.
Ketika sampai di bekas bangunan Istana Kerajaan Pagaruyung itu, Pakih Jauhari
segera mencari Mamaknya, Jambek Magang. Namun sang paman ditemui dalam
keadaan meregang nyawa, luka parah bergelimang darah, tergeletak di dekat
lumbung padi di halaman depan rumah gadang.
Sebelum menghembuskan nafas terakhir Jambek Magang maSih sempat memberi tahu
bahwa orang yang membunuhnya bersenjata pedang, memiliki wajah tertutup bulu
putih dan hitam. Tidak terduga di saat itu pula orang yang disebut memunculkan
diri dan segera dikenali oleh Pakih Jauhari bukan lain adalah Tuanku Laras Muko
Balang. Dalam marahnya Si pemuda segera menyerang Tuanku Laras.
Pakih Jauhari yang hanya memiliki ilmu Silat kampung tentu saja dengan mudah
dihajar oleh Tuanku Laras. Setelah menggebuk muka Si pemuda hingga berkelukuran,
Tuanku Laras mencekik lehernya, mengangkatnya ke udara seraya membentak
menanyakan dimana satu peti batangan emas disembunyikan. Karena memang tidak
tahu apa-apa tentang barang yang ditanyakan. Pakih Jauhari tidak bisa menjawab.
Tuanku Laras membanting pemuda itu ke tanah lalu menghunus pedang sakti Al
Kausar. Dia mengancam kalau Pakih Jauhari tetap tidak mau memberi tahu keberadaan barang
yang ditanyakan maka dia akan dihabiSi sebagaimana yang telah terjadi dengan
pamannya. Sekejapan lagi pedang di tangan Tuanku Laras Muko Balang benar-benar akan
menamatkan riwayat Pakih Jauhari tiba-tiba muncul Ki Bonang Talang Ijo bersama
Perwira Muda Teng Sien dan Pendeka Bumi Langit Dari Sumanik. Ki Bonang datang ke
bekas bangunan Istana Kerajaan Pagaruyung di Bukit Batu Patah untuk menyelidiki
keberadaan satu peti batangan emas yang memang pernah disembunyikannya di tempat
itu bersama Perwira Muda Teng Sien. Emas di dalam peti itu direncanakan sebagai
hadiah tambahan jika gadis Cina yang dicari berhaSil ditemukan. Sebenarnya Teng
Sien merasa lebih penting mencari dan mendapatkan Chia Swie Kim, gadis Cina
puteri Pangeran Tiongkok yang dijuluki Kupu Kupu Giok Ngarai Sianok itu terlebih
dulu karena di dalam tubuhnya terdapat satu batu Giok yang disebut Kupu Kupu
Mata Dewa dan merupakan salah satu Pusaka Utama Kerajaan Tiongkok bagi syahnya
kekuasaan Raja 170 Kupu-kupu Mata Dewa
3 yang bertahta. Namun Teng Sien terpaksa mengalah atas kemauan Ki Bonang karena
sejak semula mulai dari Jawa tokoh Silat ini memang telah dipercayakannya
sebagai pemimpin rombongan pengejar dan mencari Chia Swie Kim.
Ki Bonang dan Teng Sien tentu saja terkejut melihat Tuanku Laras Muko Balang
berada di tempat itu. Apa lagi mereka sempat mendengar Tuanku Laras membentak
Pakih Jauhari memaksa memberi tahu dimana disembunyikan satu peti batangan emas.
Berarti rahaSia keberadaan satu peti batangan emas itu telah bocor.
Teng Sien yang sudah sejak lama curiga dan muak melihat Tuanku Laras segera
hendak mencabut golok Siap untuk menyerang manuSia berbulu hitam putih ini. Tapi
dicegah oleh Ki Bonang. Tokoh Silat dari tanah Jawa ini meminta Tuanku Laras
melupakan dulu perihal emas satu peti agar jangan sampai terjadi sengketa
diantara mereka. Hal ini dikarenakan, sewaktu menuju ke Bukit Batu Patah, di
tengah perjalanan Ki Bonang dan kawan-kawan melihat sebuah kereta dikawal oleh
belasan perajurit istana Baso di Pagaruyung tengah bergerak cepat di kawasan itu
mengarah ke Bukit Batu Patah.
Ini menjadi satu pertanyaan. Kalau tidak ada satu perkara besar mana mungkin ada
orang Kerajaan datang ke tempat itu, malam hari pula. Dan orang di atas kereta,
walau tidak jelas Siapa adanya pastilah seorang tokoh penting. Mungkin pula
pihak Kerajaan sudah mengetahui keberadaan emas yang satu peti itu "!
Dalam kawatirnya Teng Sien sempat berbiSik
pada Ki Bonang. " Jahanam ber hat i cul as itu datang sendiri. Dimana Chia Swie Kim ditinggal disembunyikan" Kita harus
cepat mencari tahu!"
Tuanku Laras tidak perduli keterangan Ki Bonang. Orang bermuka belang putih
hitam ini ingin menyelesaikan perkara malam itu juga yaitu dengan cara
kekerasan. Dia meminta Pandeka Bumi Langit segera bergabung namun sang Pandeka
menolak karena sebelumnya dia sudah tahu Tuanku Laras berniat licik dan keji terhadapnya. (Baca
serial t er dahul u " Bulan Sabit Di Buki t Pat ah" ) Amarah Tuanku Laras Muko Balang bukan alang kepalang.
" Kepar at ! Musuh dalam selimut kau rupanya! Tamat riwayatmu malam ini juga!"
Ter i ak Tuanku Laras Muko Balang. Lalu segera menyerbu Pandeka Bumi Langit dengan pedang
Al Kausar. Teng Sien berusaha menolong dengan melemparkan golok besar ke arah
Tuanku Laras. Namun dengan mempergunakan sarung pedang, golok ditangkis mental
sementara pedang Al Kausar terus membabat ke arah bahu Pandeka Bumi Langit. Teng
Sien memaki panjang pendek. Selain marah dia juga sangat mengawatirkan diri Chia
Swie Kim. Hanya sekejapan mata lagi senjata sakti itu akan membabat putus tangan kiri
Pandeka Bumi Langit tiba-tiba satu gulungan kain putih panjang melesat di udara
demikian rupa lalu membuntal membungkus pedang Al Kausar.
Walau pedang sakti itu kemudian maSih sempat menghajar tangan Pandeka Bumi
Langit namun akibat tertahan gulungan kain putih tangan itu hanya berderak
patah, tidak jadi tertabas buntung.
Belum habis kejut semua orang terutama sekali Tuanku Laras Muko Balang tentunya,
dua orang berkelebat dari kegelapan dan berdiri di tempat itu. Keduanya adalah
Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai, ditemani pemuda berpeci hitam, berambut
panjang seperti paduSi yang bukan lain Pendekar 212 Wiro Sableng. Nenek inilah
tadi yang melemparkan kain putih panjang. Seperti diceritakan sebelumnya kain
itu pernah dipergunakan untuk membungkus pedang Al Kausar. Dengan ilmu
kesaktiannya dan mengandalkan kain putih itu Si nenek berhaSil menjajagi pedang
Al Kausar yang berarti sekaligus menunjukkan dimana beradanya Tuanku Laras Muko
Balang. Secara kebetulan hal terjadi di malam bulan sabit hari ke tiga.
(paduSi=perempuan)
Amarah Tuanku Laras semakin menggelegak. Destar hitam di atas kepalanya bergerak
naik oleh tekanan hawa panas yang memancar keluar dari batok setengah kepala.
Dia membentak tokoh Silat tua dari tanah Jawa di hadapannya.
170 Kupu-kupu Mata Dewa
4 " Ki Bonang! Tadi kau mengatakan ada rombongan orang-orang Kerajaan menuju ke
Sini! Ternyata yang datang adalah kapuyuak muda dan cigak gaek ini! (kapuyuak -
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kecoak, cigak gaek = monyet tua)
Meski tahu kalau yang disebut sebagai kecoak dan monyet tua itu adalah diri
mereka namun Pendekar 212 Wiro Sableng dan Si Kamba Mancuang tenang-tenang saja
bahkan tampak cengar-cengir. Si nenek malah berbiSik pada Wiro.
" Si Muko Balang itu sudah kita temukan. Tiga setan alas temannya juga ada di
Sini, Bagai mana kal au ki t a. . . " " Nek, Jangan ber t i ndak t er gesa-gesa. Aku menduga sesuatu akan terjadi di bukit ini
. " " Ah, kau ini selalu saja menghalangi...
" " Bukan menghal angi , Nek. Per caya padaku. . . " Jawab Wi r o sambi l mengusap l al u memegang lengan Si nenek. Hal ini sempat dilihat oleh Tuanku Laras. ManuSia muka
belang ini langsung tertawa bergelak sambil menunjuk ke arah Wiro dan Si Kamba
Mancuang. " Pant as... pantas! Sudah bergendak kalian berdua rupanya. Kalau mau berbuat mesum
pergi ke tanah Jawa sana! Jangan mengotori tanah Minang ini!
" Si Kamba mancuang hendak mendamprat marah. Namun mendadak di kejauhan
terdengar deru suara detak roda kereta dan hentakkan kaki-kaki kuda. Lalu ada
suara orang berteriak menyahuti ucapan Tuanku Laras tadi.
" Siamang bermuka belang! Bersabarlah sedikit! Orang yang hendak diadili belum
kelihatan di tempat ini. Perlu apa terburu-buru! Urusan kita yang harus
diselesaikan lebih dulu!"
( Siamang = Monyet besar/orang hutan, biasanya berbulu hitam polos) Seruan itu
disusul menggembor marah.
Disebut Siamang tentu saja Tuanku Laras jadi berkobar amarahnya. Rahang
menggembung. Bulu yang menutupi muka berjingkrak kaku. Tangan kanan yang
memegang pedang disentakkan dua kali. Kain putih pembungkus senjata itu
bergulung membuka, Jatuh tercampak di tanah.
" Pedang sakt i ! Coba berikan sambutan selamat datang pada orang bermulut besar itu!"
" Wuut t t ! " Tuanku Laras Muko Balang lemparkan pedang Al Kausar ke udara. Senjata sakti itu
berputar-putar mengeluarkan suara deru dahsyat disertai kilauan cahaya lalu
melesat ke arah datangnya suara orang yang tadi memaki dan saat itu maSih
keluarkan suara tertawa.
Mendadak sontak suara tawa lenyap, terputus oleh seruan kaget dan suara seperti
orang tercekik. Hanya beberapa saat kemudian, pedang Al Kausar kelihatan
kembali, melayang di udara menuju ke arah Tuanku Laras yang tegak berkacak
pinggang. Namun keadaan pedang kini tidak panjang lurus melainkan bergelung
membentuk lingkaran. Dan di tengah lingkaran mata pedang ada batang leher
seorang kakek bersorban dan berjubah putih! Karena pedang Al Kausar bergerak
melayang di udara, orang tua ini mau tak mau berjingkat-jingkat setengah berlari
mengikuti kemana gerakan pedang. Kalau dia tidak berbuat begitu maka dari tadi-
tadi lehernya pasti sudah putus ditabas senjata sakti itu! Si orang tua
pergunakan dua tangan untuk mencekal pedang. Namun walaupun dia bisa memegang
senjata itu, dia tidak mampu membuka gelungannya, sementara kulit leher sebelah
belakang telah mulai luka dan mengucurkan darah!
Orang tua ini akhirnya Jatuh tersungkur di hadapan Tuanku Laras Muko Balang.
Sorban jatuh ke tanah, menggelinding di bawah rangkiang (lumbung padi) di
halaman depan Rumah Gadang Sambilan Ruang.
Melihat kehebatan senjata sakti milik Tuanku Laras itu semua orang yang ada di
tempat tersebut jadi tercekat. Ki Bonang sampai melotot tak berkeSip.
Hat i keci l nya membat i n. " Mungki n apa yang di kat akan TengSien benar. ManuSia satu
ini harus cepat-cepat diSingk
i r kan. Senj at anya sangat sakt i , sangat ber bahaya. " 170 Kupu-kupu Mata Dewa
5 Dari tempatnya berdiri Wiro bertanya pada Si
Kamba Mancuang. " Nek, kau t ahu Siapa orang tua berjubah putih itu?"
170 Kupu-kupu Mata Dewa
6 BASTIAN TITO KUPU-KUPU MATA DEWA
2 BELUM sempat Si nenek menjawab, seperti yang dituturkan pada permulaan cerita
tiba-tiba dua buah obor melayang di udara, menancap di halaman, tepat di
anjungan Rumah Gading Nan Sambilan Ruang. Begitu dua nyala api obor menerangi
seantero tempat, di tanah terlihat enam buah batu bulat datar, menebar membentuk
lingkaran. Untuk seketika Tuanku Laras melirik pada dua obor dan enam batu. Lalu dengan
cepat dia melangkah ke hadapan orang berjubah putih yang tersungkur di tanah.
Tangan kanan dikembang. Telapak menghadap ke atas. Sambil tangan digerakkan
mulut berucap. " Nai k... naik. Berdiri...
Aku i ngi n mel i hat waj ahmu l ebi h j el as, " Pedang Al Kausar bergerak naik ke atas. Orang tua jubah putih meringis
kesakitan, terpaksa berdiri mengikuti gerakan pedang yang maSih melingkar
menggelung lehernya.
Begitu orang tua ini berdiri lurus di hadapannya. Tuanku Laras menyeringai.
Kepala digeleng-geleng Mulut dipencong mengejek, lalu berucap dengan suara
sengaja dikeraskan.
" Aaahh. . . Sut an Manj i nj i ng Langi t ! Kau rupanya !"
Orang tua berjubah putih yang dipanggil Sutan Manjinjing Langit megap-megap,
pegang gelungan pedang di leher. Mulut terbuka tapi suara tidak keluar.
" Ast aga! Tololnya diriku ini ! Tentu saja kau tidak bisa bicara !"
Tuanku Laras rapatkan jari tengah dan ibu jari tangan kanannya lalu dijentikkan
hingga mengeluarkan suara klik ! Luar biasa ! Saat itu juga pedang yang
melingkar di leher Si orang tua pancarkan cahaya berpijar lalu gelungannya
terbuka. Pedang melayang di udara, lalu masuk dengan sendirinya ke dalam sarung
yang tergenggam di tangan kiri Tuanku Laras.
Begitu lehernya lepas dari gelungan pedang Si orang tua langsung berteriak.
" ManuSia jahanam ! Kau salah seorang pembunuh adikku Sutan Panduko Alam !"
Sambil berteriak orang tua itu menerjang. Tubuh merunduk, mulut menggeram
seperti harimau bergumam.
" Bet t ! Bettt!" Tangan kiri menyambar ke dada, tangan kanan melesat ke bagian bawah perut!
Inilah jurus serangan yang benar-benar mematikan bernama Di Ateh Hancuah Di
Bawah Ramuak. (Di Atas Hancur Di Bawah Remuk)
Seperti di t ut ur kan dal am per mul aan ser i al ( " Kupu Kupu Gi ok Ngar ai Sianok" ) ket i ka dikejar oleh Ki Bonang, Teng Sien, Tuanku Laras dan beberapa orang lainnya, Chia
Swie Kim dalam keadaan berbentuk kupu-kupu besar menyelamatkan diri masuk ke
dalam rumah kediaman Sutan Panduko Alam di Bukit Malintang peSiSir barat pulau
Andalas. Walau orang tua itu berhaSil menyelamatkan sang kupu-kupu namun dirinya sendiri
tewas dibantai Ki Bonang dan anggota rombongannya.
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dapatkan dirinya diserang secara tak terduga Tuanku Laras tersentak kaget. Kalau
tidak cepat dia melompat mundur, salah satu serangan pasti akan menjebol jantung
atau kemaluannya.
" Sut an kal er a! Seharusnya tadi sudah kutebas batang lehermu. Tapi maSih belum
terlambat !"
( kal er a = maki an kot or ) " Sr et t !" Tuanku Laras cabut pedang Al Kausar. Namun baru setengah senjata itu keluar
dari sarung tiba-tiba ada seSiur angin menyambar, membuat tangan Si muka belang
ini menjadi ngilu kesemutan hingga tidak mampu meneruskan mencabut pedang.
Bersamaan 170 Kupu-kupu Mata Dewa
7 dengan itu muncul sebuah kereta ditarik seekor kuda hitam, dikuSiri seorang
lelaki muda berdestar yang tegak berdiri gagah dan berpakaian hitam lalu
berhenti di halaman kiri Rumah Gadang Nan Sambilan Ruang. Di kiri kanan bagian
depan kereta terdapat bendera hijau dan merah, bergambar kaligafi tulisan Arab.
Dua belas penunggang kuda berpakaian perajurit Kerajaan Pagaruyung bertubuh
rata-rata besar berotot, menebar mengelilingi kereta.
Sambaran angin yang membuat gerakan tangan kanan Tuanku Laras tertahan tidak
bisa meneruskan mencabut pedang datang dari arah kereta.
" Kur ang aj ar ! " r ut uk Tuanku Lar as. Mat a menat ap ger am ber ki l at ke ar ah ker et a. " KuSirnya kurasa tidak. Pasti pelakunya kakek jahanam yang duduk di belakang
kuSir! Agaknya dia juga yang tadi melempar obor dan enam batu bulat!"
Tanpa memperhatikan lebih seksama Siapa adanya kakek di atas kereta. Tuanku
Laras kerahkan tenaga dalam penuh ke tangan kanan hingga sekujur lengan sampai
ke ujung jari bergetar keras dan memancarkan cahaya kelabu. Tangan disentakkan
sambil membentak garang. Cahaya kelabu menyambar ke arah kereta.
Ki Bonang sebelumnya tidak menyangka kalau Tuanku Laras memiliki ilmu kesaktian
tinggi. Selama ini dia hanya mengagumi kehebatan pedang Al Kausar yang
dimilikinya. Orang tua dari Jawa ini berbiSik pada Pandeka Bumi Langit yang berdiri di
sebelah kirinya.
" Sahabat Pandeka Bumi Langi t , kau t ak per nah member i t ahu. Ter nyat a Tuanku Lar as memi l i ki kesakt i an t i nggi . . . " " Sel ama ini dia sengaja menyembunyikan ilmu kepandaiannya. Menurut saya selain
pedang dan ilmu kesaktian, yang paling berbahaya dari orang ini adalah Sifat
culasnya. Sejak saya mendengar ucapannya di goa di Bukit Siangok, cepat atau lambat satu
ketika dia pasti akan menghabiSi kita semua karena temahak ingin mendapatkan
satu peti emas lalu ingin pula mendapatkan gadis Cina it
u. " Sel esai bi car a Pandeka Bumi Langi t mer i ngi s kesakitan memegangi tangan kirinya yang remuk dihajar pedang Al Kausar.
" Ki Bonang, aku i kut kau dan t eman-teman cukup sampai di Sini saja. Aku tidak mau
mencari celaka lebih par
ah. . . " " Pandeka, j angan per gi . Ki t a har us menyel esai kan dul u ur usan dengan Tuanku Lar as. Aku but uh bant uanmu. . . " Pandeka Bumi Langit gelengkan kepala. Dia memutar tubuh tetap hendak meninggalkan tempat itu. Teng Sien yang walau tidak mengerti apa yang
dibicarakan namun melihat gelagat sudah tahu kalau Pandeka Bumi Langit hendak
pergi. Dia cepat berkata pada Ki Bonang agar mencegah. Tapi Pandeka Bumi Langit
tetap saja pergi malah mempercepat langkah.
Teng Sien yang sejak lama sudah jengkel terhadap orang-orang yang dianggapnya
tidak mau membantu, hanya ingin menyerakahi hadiah emas tidak tunggu lebih lama
dari balik pakaiannya segera mencabut sebilah pisau besar. Secepat kilat senjata
ini dilemparkan ke arah Pandeka Bumi Langit yang berjalan membelakangi. Pisau
ini bernama Naga Kecil Dari Syantung, bukan senjata sembarangan. Kecepatannya
melayang laksana kilat. Selain itu pada saat melayang di udara tidak
mengeluarkan suara sedikitpun.
MenyakSikan kejadian ini Pendekar 212 segera angkat tangan kanan untuk melepas
pukulan Kunyuk Melempar Buah yang bisa membuat mental pisau. Bagaimanapun dia
tidak suka melihat orang diserang secara curang dari belakang. Namun justru saat
itu di telinga kanannya mengiang suara.
" Apa yang bukan menj adi ur usanmu t i dak per l u ikut campur! Apa yang sudah menjadi
suratan jangan dit
ant ang! " " Sial, Siapa yang bar usan mengi r i m ucapan padaku.
. . " Wi r o mengger endeng dal am hat i . Mat a mel i r i k ke
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ar ah or ang t ua di at as ker et a. " Ah, past i di a!" Akhi r nya Wi r o t ur unkan tangan kanannya.
170 Kupu-kupu Mata Dewa
8 Di lain kejap terdengar pekik Pandeka Bumi Langit Dari Sumanik. Karena tidak ada
suara tidak merasa ada sambaran angin, pisau panjang yang dilempar Perwira Muda
Teng Sien menancap telak dan dalam di punggung kirinya, menembus bagian bawah
jantung. Tubuh tersungkur menelungkup di tanah. Orang menyangka dia sudah
menemui ajal. Pandeka Bumi Langit kerahkan tenaga dalam dan seluruh kesaktiannya
untuk bertahan hidup.
Untuk beberapa saat tempat itu diselimuti kesunyian. Dalam keadaan seperti itu
Teng Sien melompat ke arah sosok Pandeka Bumi Langit yang disangkanya sudah
mati. Dengan cepat dia menggeledah. Begitu menemukan tiga batang emas di balik pakaian
orang Teng Sien cepat mengambil dan memasukkannya ke dalam sebuah rompi yang
melintang di dadanya. Semua mata orang yang ada di tempat itu terbeliak. Bukan
saja terkeSiap menyakSikan apa yang terjadi dengan Pandeka Bumi Langit, tapi
juga sewaktu melihat tiga batang emas yang berkilauan terkena cahaya nyala api
dua buah obor! Yang tidak tahu ceritanya menduga-duga bagaimana Pandeka Bumi
Langit bisa memiliki tiga batang emas lalu mengapa enak saja orang Cina itu
mengambilnya! Apakah ini satu perempasan "!
Walau tidak tahu sebab musababnya, dua belas perajurit berkuda yang mengelilingi
kereta bagaimanapun juga merasa tidak senang menyakSikan ada orang aSing
membunuh Pandeka Bumi Langit. Untuk menghindarkan tuduhan yang bisa menimbulkan
keributan Ki Bonang cepat berseru. Tiga batangan emas adalah milik perwira Cina
ini! Dia bukan mencur i bukan mer ampas. " " Tapi dia membunuh orang di negeri ini!"
Yang menyahut i adal ah Penghul u Sangkal o Si kuSir ker et a. " Or ang t ua, kau sendi r i or ang pendat ang. Apa kepant i nganmu di neger i kami . . . " Suasana karuan saja menjadi agak panas dan tegang. Teng Sien berbiSik pada Ki
Bonang agar segera saja meninggalkan tempat itu.
Sementara itu di atas kereta, melihat datangnya cahaya kelabu menyerang, kuSir
kereta terpaksa putus ucapan kerasnya tadi. Dia berteriak marah lalu melesat ke
atas, jungkir balik satu kali di udara. Begitu menjejakkan dua kaki di tanah
orang ini Siap hendak menyerang Tuanku Laras. Tangan bergerak ke pinggang
mencabut dua bilah badik. Senjata ini berlapis racun jahat yang bisa membunuh
seekor kerbau besar hanya dalam beberapa kejapan mata, apa lagi manuSia!
Dua belas parajurit yang mengelilingi kereta juga tidak tinggal diam. Mereka
mengambil ancang-ancang. Enam bergerak melindungi kereta, enam lagi Siap
menyerang. " Penghul u Sangkal o! Para perajurit Pagaruyung!"
Or ang t ua di at as kereta segera
menegur kuSir kereta yang rupanya bukan orang sembarangan. Sebutan Penghulu
menyatakan bahwa dia adalah seorang terkemuka atau pimpinan satu kelompok besar
at au kaum yang di
segani di t anah Mi nang. " Ki t a di ut us Raja bukan untuk berbuat
keonaran tapi mencari kebenaran. Jangan menyerang!"
Meskipun kemarahannya belum mengendur terhadap Tuanku Laras, namun mendengar ucapan Si kakek di atas kereta, kuSir yang bernama Sangkalo dengan
patuh ikuti ucapan orang. Maka dia undur satu langkah sambil menyimpan dua bilah
badik, diam tak bergerak, dua kaki dikembang, dua tangan diSilang di atas dada
pertanda setiap saat jika ada bahaya dia telah memiliki kuda-kuda bertahan
sekaligus balas menyerang. Enam perajurit yang tadi Siap menyerang kini
mengambil Sikap mengalah, tetap duduk di atas kuda maSing-maSing.
Sementara itu orang tua yang duduk di atas kereta walau hanya sekejapan, terpaan
cahaya kelabu serangan Tuanku Laras membuatnya terangguk-angguk seperti orang
mengantuk. Mulut merangkum senyum, kepala ditundukkan ke arah cahaya kelabu yang
datang menyambar. Padahal yang dihadapinya adalah serangan maut mematikan! Malah
tiba-tiba orang tua ini buka mulutnya lebar-lebar. Lalu lalu wuutt!
170 Kupu-kupu Mata Dewa
9 Cahaya kelabu serangan Tuanku Laras lenyap masuk ke dalam mulut. Sepasang mata
Si orang tua tampak merem melek dalam rongganya yang cekung.
Mulut berkomat-kamit, kepala ditengadah. Dari tenggorokan kemudian jelas sekali
terdengar suara gluk... gluk... gluk! Sikapnya tidak beda seperti orang kehausan
tengah meneguk lahap minuman sejuk lezat!
170 Kupu-kupu Mata Dewa
10 BASTIAN TITO KUPU-KUPU MATA DEWA
3 SELAGI semua orang yang ada di tempat itu melengak kaget, mulut ternganga mata
mendelik, Si orang tua di atas kereta tertawa mengekeh. Pendekar 212 angkat
kopiah hitamnya dan menggaruk kepala berulang kali. Mulut seringaikan senyum. Si
Kamba Mancuang pegang lengan Wiro lalu berbiSik.
" Kau t i dak t er kej ut mel i hat kehebat an or ang t ua itu. Malah menggaruk kepala seperti
or ang bel um mandi t uj uh har i . Heh, aku r asa kau past i kenal padanya. Kat akan padaku. . . " Si nenek tidak sempat meneruskan ucapan karena orang tua di atas kereta tiba-
tiba membuka mulut lebar-lebar. Saat itu juga cahaya kelabu yang tadi seolah
ditelannya kini melesat keluar, menyambar ke arah Tuanku Laras yang maSih
tertegun terkeSiap melihat apa yang barusan dilakukan Si kakek.
" CahayoGanto Bisu ditelan lalu disemburkan kembali! Sabana gilo!"
( Sabana gi l o = Benar-benar gila) Tuanku Laras menggeram dalam hati. Serangannya tadi bernama
Cahaya Genta Bisu karena sewaktu menyambar sama sekali tidak mengeluarkan suara
sedikitpun dan ini sangat berbahaya bagi lawan yang berlaku lengah atau tidak
sempat melihat datangnya serangan.
Melihat ilmu kesaktiannya dibuat main dan kini malah dipakai orang untuk
menyerang dirinya sendiri, kejut Tuanku Laras seperti melihat setan kepala
tujuh! Sambil menyumpah dia cepat melompat mundur, sekaligus cabut pedang Al
Kausar. Pedang dibabatkan ke depan. Cahaya putih menebar di udara.
" Trang!" Luar biasa! Beradunya cahaya kelabu dan Sinar pedang mengeluarkan suara seolah
dua senjata terbuat dari logam keras saling beradu di udara!
Kalau orang tua di atas kereta unjukkan Sikap tenang dan usap-usap janggut
putihnya sebaliknya Tuanku Laras berseru tegang. Bentrokan dua cahaya
menimbulkan angin deras membuat dua lututnya menjadi goyah dan tubuh terjajar ke
belakang sampai dua langkah sementara dada mendenyut sakit. Kalau saja mukanya
tidak terlindung bulu hitam putih, akan terlihat jelas betapa kulit wajah itu
telah menjadi pucat paSi! Mau tak mau nyali Tuanku Laras jadi menciut leleh.
Jika diperturutkan amarahnya dia Siap untuk menyerang kembali karena merasa
maSih memiliki beberapa ilmu Simpanan. Tetapi manuSia cerdik ini pandai membaca
keadaan. Orang tua di atas kereta keluarkan suara tertawa pendek lalu melesat ke udara.
Sesaat kemudian dia sudah menjejakkan kaki di salah satu dari enam batu bulat
datar yang bertebar di halaman membentuk lingkaran. Nyala dua api obor yang
menerangi dirinya membuat Tuanku Laras dan semua orang yang ada di Situ kini
dapat melihat wajahnya lebih jelas dan mereka semua sama-sama merasa merinding.
Ki Bonang dan Teng Sien sama sekali tidak mengenal Siapa adanya orang ini.
Begitu juga Si Kamba Mancuang. Sutan Menjinjing Langit tegak tertegun-tegun,
berusaha mengingat-ingat Pendekar 212 Wiro Sableng sendiri memandang dengan
mulut ternganga walau sejak tadi dia sudah bisa menduga Siapa adanya orang tua
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu. Ketika Wiro hendak mengeluarkan suara orang tua yang tegak di atas batu bulat
datar kedipkan dua mata yang cekung lalu jari telunjuk tangan kiri dipalang di
atas bibir. Memberi tanda agar murid Sinto Gandeng tidak mengeluarkan suara, tidak membuka
mulut. 170 Kupu-kupu Mata Dewa
11 Melihat Sikap Wiro serta apa yang barusan dilakukan orang di atas batu, Si Kamba
Mancung mengorek pinggang Pendekar 212.
" Aku t ak pel ak l agi . Kau memang kenal kakek i t u, di a kenal di r i mu! Siapa di a. . . ?" " Sabar Nek, t enang saj a. Nant i j uga ket ahuan Siapa dia. Atau heh, kau tertarik padanya
"!" Dijawab seperti itu Si nenek unjukkan wajah cemberut lalu cubit pinggang sang
pendekar hingga Wiro menggeliat antara kesakitan dan kegelian.
Akan halnya Tuanku Laras, orang bermuka belang Ini berusaha menduga-duga Siapa
adanya kakek yang tegak di atas batu bulat datar. Mengapa kakek ini tadi
mengedipkan mata dan memalangkan jari tangan di atas bibir dan ditujukan ke arah
pemuda berkopiah hitam dan berambut panjang itu. Apa hubungan antara keduanya.
Tuanku Laras tidak mau memikir berlama-lama. Dia harus bertindak cepat.
" Sebai knya aku t i dak membuat ur usan di t empat ini. Emas celaka itu bisa aku cari
kemudian. Orang tua yang tidak aku kenal ini agaknya memiliki ilmu kesaktian
tinggi. Mengapa aku tidak pernah melihat atau mendengar dirinya sebelumnya Apakah dia
orangnya Raja di Pagaruyung...?"
Tuanku Laras bukan Tuanku Laras Muko Balang namanya kalau dia tidak berlaku
cerdik dan licik. Untuk mengalihkan perhatian orang tiba-tiba dia berpaling pada
Sutan Manjinjing
Langit yang karena kemunculan kakek berkereta terpaksa menunda serangannya. " Sut an Manj injing Langit! Kalau kau ingin tahu Siapa yang membunuh adikmu Sutan
Panduko Alam, orangnya adalah tua bangka berjubah hijau yang mata dan sebagian
kepalanya diikat kain! Namanya Ki Bonang! Dia berasal dari tanah Jawa. Datang ke
Sini bersama komplotannya memang sengaja hendak mengacau!"
Sambi l ber t er i ak Tuanku Laras menunjuk tepat-tepat ke arah Ki Bonang Talang Ijo. Lalu dia meneruskan t
er i akannya. " Kal au kau t i dak per caya l i hat saj a! Tasbih batu pualam hitam milik adikmu
dikalung dilehemya!"
Seperti yang kejadian sewaktu Ki Bonang dan kawan-kawan menyerbu ke tempat
kediaman Sutan Panduko Alam di Bukit Malintang, sebelum pergi dia mengambil
tasbih hi t am mi l i k kor ban yang t er campak di t anah. ( Baca " Kupu Kupu Gi ok Ngar ai Sianok " ) . Tasbih itu kini memang dikalungkan di leher, menjulai di dada di atas Jubah
hijau. Mau tak mau semua kepala dipalingkan dan semua mata memandang tepat-tepat ke
arah Ki Bonang Talang Ijo. Mereka memang melihat ada tasbih hitam melingkar di
leher. Tuanku Lar as dengan cer di knya kemudi an menambah ucapannya.
" Nenek ber j ubah putih Si Kamba Mancuang, orang Cina berpakaian perang bernama Teng Sien, mereka
berdua termasuk Pandeka Bumi Langit yang sudah mati ikut terlibat membantai
adikmu! Balaskan dendammu pada mereka semua!
Bar u nant i ki t a bi car a l agi ! " Habis berteriak lantang begitu rupa Tuanku Laras memutar tubuh. Pedang Al Kausar
dicabut dan ditudingkan ke depan. Dengan kesaktiannya pedang ini bukan saja
mampu mengangkat tubuh Tuanku Laras, namun juga membawanya melayang di udara
hingga kejapan itu juga sosoknya tak kelihatan lagi, lenyap ditelan kegelapan
malam. 170 Kupu-kupu Mata Dewa
12 BASTIAN TITO KUPU-KUPU MATA DEWA
4 UCAPAN Tuanku Laras membuat geger semua orang yang ada di Situ. Dalam marah
tetapi juga bingung Sutan Manjinjing Langit menatap ke arah tiga orang yang ada
di hadapannya. Apakah ucapan Tuanku Laras tadi bisa dipercaya yang berarti dia
saat itu juga harus membuat perhitungan dengan Ki Bonang, Teng Sien dan Si Kamba
Mancuang. Atau dia akan mengejar Tuanku Laras terlebih dulu.
Sementara itu Ki Bonang dan Teng Sien berunding saling berbiSik Mereka
memutuskan untuk tidak akan melayani Sutan Menjinjing Langit, apapun yang akan
dilakukan kakak Sutan Panduko Alam itu. Mereka merasa lebih penting mengejar
Tuanku Laras karena Si muka belang ini pasti akan pergi ke tempat dimana dia
meninggalkan dan menyembunyikan Chia Swie Kim alias Kupu Kupu Giok Ngarai Sianok
alias Kupu Kupu Mata Dewa. Soal emas yang satu peti keduanya yakin tidak ada
yang menguSik dan maSih tetap berada di tempat yang mereka sembunyikan. Sebelum
pergi Ki Bonang tanggalkan dari leher tasbih milik Sutan Panduko Alam lalu
dilemparkan ke arah Sutan Manjinjing Langit. Setelah Ki Bonang dan Teng Sien
berkelebat ke arah lenyapnya Tuanku Laras, Sutan Manjinjing Langit jadi tambah
bingung. Dia menatap ke arah Si Kamba Mancuang, satu-satunya orang yang maSih
tinggal dan terlibat dalam pembunuhan adiknya di Bukit Malintang.
Melihat Sikap dan cara menatap Sutan Manjinjing Langit, Wiro cepat membuka
mulut. " Nenek sahabat saya ini mengaku salah dan bertobat atas apa yang telah dilakukannya.
Dia juga telah menerima balasan setimpal yaitu kematian yang dialami saudara
kembarnya Si Kamba Pesek. Nenek itu mati dibunuh Ki Bonang dan kawan-kawannya.
Saya sendiri yang menyakSikan. Harap persoalan antara Sutan dan nenek ini
dihabiSi sampai di Sini
saj a. . . " Wi r o ber pal i ng pada Si Kamba Mancuang. " Nek, ambil kain putih
bekas penggulung pedang itu. Kita harus cepat-cepat mengejar Ki Bonang. Dia
tidak muncul dengan gadis Cina itu, pertanda Si gadis disembunyikan di satu
tempat Kita bisa per
gunakan kai n put i h
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
panj ang i t u unt uk mengunt i t nya. . . " " Pendekar Dua Satu Dua! Kau tetap di Sini karena akan menjadi sakSi. Nenek rambut
putih bergigi perak kau juga jangan beranjak dari tempatmu. Kau juga akan
kujadikan sakSi. Sutan Manjinjing Langit, kalau kau tidak akan membalaskan sakit
hati dendam kesumat kematian adikmu terhadap nenek rambut putih bergigi perak
itu, aku perSilahkan cepat-cepat meninggalkan tempat ini. Kau tidak punya
kepentingan di Sini
. . . " Sutan Menjinjing Langit tertegun sejenak. Akhirnya dia memutar tubuh. Namun
sebelum pergi dia bertanya.
" Or ang gagah berjanggut putih, mohon kiranya diberi tahu. Siapa dusanak ini
sebenarnya. Dusanak datang diantar dan dikawal orang-orang Kerajaan. Tapi
seingat saya, saya bel um per nah mel i hat dusanak di Pagar uyung. " ( Dusanak=Saudar a) Orang tua yang tegak di atas batu bulat datar tersenyum. Dia hanya mengusap-usap
janggut putih panjangnya. Maklum orang tidak akan memberi tahu Siapa dirinya
Sutan Menjinjing Langit segera saja tinggalkan tempat itu.
Bagaimana dengan Pakih Jauhari, pemuda kekaSih Gadih Puti Seruni, orang yang
pertama sekali datang ke Bukit Batu Patah malam itu" Setelah selamat dari
tebasan pedang Tuanku Laras dia terpaksa meninggalkan jenazah pamannya dengan
cepat menyelinap ke kolong rumah gadang, bersembunyi di bagian yang gelap dan
170 Kupu-kupu Mata Dewa
13 menyakSikan apa yang terjadi. Selain itu dia mengawartirkan Gadih Putih Seruni
yang sampai saat itu belum juga muncul.
*** YANG tadi keluarkan ucapan dan meminta Sutan Menjinjing Langit meninggalkan
tempat itu adalah orang tua yang tegak di atas batu bulat datar. Orang tua ini
berambut putih panjang, berkumis dan berjanggut yang juga berwarna putih.
Pakaiannya sehelai kain putih diselempang di sekujur tubuh mulai dari bahu
sampai ke mata kaki. Yang membuat orang merasa angker setiap melihatnya adalah
wajahnya yang hanya tinggal kulit pelapis tulang tidak beda seperti tengkorak.
Sepasang mata besar tapi cekung menggidikkan.
Wiro dan Si Kamba Mancuang hanya bisa saling pandang. Tiba-tiba sang pendekar
ingat. Astaga! Saat itu Juga dengan cepat Wiro melangkah ke hadapan Si orang tua, membungkuk
dalam-dal am, mengambi l t angan kanannya l al u menci um ser aya ber kat a. " Kek maaf kan kalau sejak tadi saya tidak buru-buru menemui dan menyalamimu. Terima salam
hormatku Kek..."Wiro lalu mencium tangan Si orang tua sekali lagi, disakSikan Si
Kamba Mancuang dengan terheran-heran.
" Hemmm..."Si
or ang t ua ber gumam. Lal u menegur . " Anak set an, sudah ber apa l ama kau berada di negeri ini
. . . " " Cukup l ama Kek. Maaf kal au saya bel um menyambangi mu di Gunung Ker i nci . . . " " Apa ur usan dan keper luanmu di tanah Minang ini" Membuat keonaran" Mau
membunuhi or ang j ahat seenaknya saj a seper t i yang kau l akukan di t anah Jawa. . . ?" " Ti dak Kek, anu. . . Saya di mi nt a seseor ang dat ang ke Sini . . . " Si orang tua sudah bisa menduga orang yang dimaksudkan Wiro. Dia melirik pada Si
nenek. Sambil senyum-s
enyum ber kat a. " Pemuda gat al , kau sudahkehabisan anak gadis
cantik di negeri ini hingga menjadikan nenek itu sebagai kekaSihmu"!
" Wiro melengak. Tidak menyangka sang guru akan berkata begitu.
" Tua bengka ber mul ut kot or . Enek saja kau bicara...!"
Si Kamba Mancuang menyemprot
marah. Orang tua berselempang kain putih malah tertawa sambil kedipken mata cekungnya
ke arah Si nenek. Lalu dia dekatkan mulutnya ke telinga Wiro dan bertanya
berbiSik . " Anak setan, sudah berapa kali kau mencium nenek itu. Ha... ha... ha!"
Tampang murid Sinto Gendeng jadi bersemu merah. Kopiah hitam diangkat, kepala
digaruk. Si kakek tertawa geli. "
Ayo j awab. Mengaku saj a. . . " Wiro terpaksa menjawab polos.
" Bar u dua kali Kek. Tadi dia menanyakan dirimu. Saya kira dia suka padamu. Jika kau
suka padanya akan saya beri tahu sekarang juga..."
" Aku t i
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dak akan memot ongmu!" Jawab Si kakek sambil
t er t awa l ebar . " Kul i hat gi gi nya berlapis perak. Pasti enak waktu kau berciuman dengannya!"
Si kakek tertawa mengekeh.
Wiro ikutan tertawa. Penghulu Sangkalo dan dua belas perajurit, begitu juga Si
Kamba Mancuang hanya terheran-heran melihat kelakuan kedua orang itu.
" Anak set an. . . Or ang t ua i t u t adi memanggi l Wi r o dengan sebut an anak set an Aneh! Siapa sebenarnya pemuda ini" Setan yang menyaru" Siapa pula kakek aneh bermuka
tengkorak yang ilmu k
esakt i annya sungguh l uar bi asa i ni ?" Si Kamba Mancuang bertanya-
tanya dalam hati.
Si kakek yang datang berkereta dikuSiri Penghulu Sangkalo dan dikawal dua belas
perajurit Kerajaan Pagaruyung bukan lain adalah Tua Gila yang dalam rimba
perSilatan di pulau Andalas dan tanah Jawa juga dikenal dengan Julukan Pendekar
Gila Patah Hati atau Iblis Gila Pencabut Nyawa. Seperti yang diriwayatkan, Wiro
pernah berguru pada Tua Gila yang bernama asli Sukat Tandika sedang dimasa
mudanya Tua Gila pernah menjalin 170 Kupu-kupu Mata Dewa
14 tali kaSih, bercinta dengan Sinto Weni alias Sinto Gendeng yang merupakan guru
Pendekar 212 yang pertama. Dimasa tuanya, setelah peristiwa berdarah di Gajah
mungkur, Tua Gila mengaSingkan diri di puncak Gunung Kerinci bersama Sabai Nan
Rancak yang kemudian diperstrikannya.
Tua Gila pegang bahu Pendekar 212 lalu kembali berbiSik.
" Ji ka aku maSih muda atau saat ini aku berada di tanah Jawa, mungkin kau tak perlu
bertanya apakah aku suka atau tidak pada nenek bergigi perak itu. Pasti sudah
aku sambar! Ha.. ha.. ha.. Anak setan, apakah kau sudah tahu kalau perujudan
nenek itu bukan
bent uknya yang asl i ?" Wiro terkeSiap mendengar pertanyaan sang guru. Rupanya walau sekali bertemu Tua
Gila yang memiliki kesaktian begitu tinggi mengetahui keadaan diri Si Kamba
Mancuang. " Saya t ahu Kek, t api bel um bi sa j el as. Apakah Kakek bi sa. . . " " Aku t i dak t ahu mengapa kej adi an di r i nya sampai seper t i itu. Tapi ada satu hal yang
bisa aku kira-kira. Dengar baik-baik. Kalau perak yang melapiSi giginya bisa
ditanggalkan maka mungkin dia akan kembali ke ujud semula. Seorang gadis cantik
luar biasa. Weleh.
,... pokoknya putus semua gadis yang pernah kau pacari! Ha... ha... ha...
" " Ter i ma kaSih Kek. Sekarang saya kepingin tahu mengapa malam-malam begini Kakek
muncul di Sini . Nai k ker et a, di kawal pul a seper t i seor ang Raj a. . . " " Aku t i dak akan menj awab. Kau l i hat saj a apa yang bakal t er j adi sebent ar l agi . Seper t i kataku tadi kau dan nenek bergigi perak itu akan jadi sakSi. Sekarang
menj auhl ah dul u. . . " Begitu Wiro melangkah mundur, Si kamba Mancuang cepat meremas dan menarik baju
hi t amnya. " Aku t i dak t ahu Siapa yang gilo. Kakek itu atau kau. Mengapa dia
memangggl i mu anak set an. Apa bapak i bumu memang set an at au bagai mana. . . ?" " Nek, kakek itu memang orang gila. Namanya saja Tua Gila. Tapi dia adalah guruku
nek. . . " Si Kamba Mancuang terkejut dan tercengang. Matanya memandang bulak balik ke arah
Si kakek l al u kembal i ke Wi
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
r o. " Kau t i dak ber gur au ?" Wi r o menggel eng. ' Tua Gi l a. . . aku rasa-rasa pernah mendengar nama itu. Aku maSih belum mengerti.
Katamu kau orang Jawa. Bagaimana mungkin punya seorang guru yang diam di pulau
Andal as i ni ?" " Panj ang cer i t anya Nek. Kal au ada kesempat an akan aku cer i t akan padamu. " Si nenek bel um puas. " Eh,apa yang tadi kalian bicarakan berbiSik-biSik malah tertawa-
tawa seenaknya "!"
" Gur uku memang suka ber gur au. Tadi di a hanya mel ucu saj a Nek, " Jawab Wi r o. " Kau past i ngi bul . . . Eh, bet ul seper t i kat amu. Ngi bul kal au di t anah Jawa ar t i nya bohong, dusta " Pinduto ?"(Pinduto = orang yang berbohong) Wiro tertawa lalu
anggukkan kepala.
Di langit bulan sabit malam ke tiga tampak jelas karena saat itu langit dalam
keadaan berSih tidak berawan. Di kolong rumah gadang Pakih Jauhari semakin
gelisah. Di atas batu bulat datar Tua Gila tegak sambil rangkapkan dua tangan di
depan dada. Kepala ditengadahkan dan sedikit dimiringkan ke kiri seperti Sikap
orang tengah memasang telinga. Sesaat kemudian orang tua berkepandaian sangat
tinggi ini lepaskan nafas lega.
" Dua or ang yang di t unggu sudah dat ang. . . " ucap Tua Gi l a dal am hat i . Saat i t u j uga di langit tampak dua orang berpakaian hitam menunggang dua harimau besar yang
laksana terbang melesat di udara. Dua kali binatang sakti tunggangan itu mengaum
keras hingga getaran udara terasa sampai di tanah. Ketika dua ekor harimau
menukik dan melayang turun di halaman Rumah Gadang Sambilan Ruang, Wiro dan Si
Kamba Mancuang segera mengenali. Dua orang gagah berwibawa yang menunggangi
harimau-harimau hitam belang kuning itu adalah Datuk Bandaro Putih, pimpinan
Luhak Limapuluh Kota dan Datuk Kuning Nan Sabatang, penguasa Luhak Agam.
170 Kupu-kupu Mata Dewa
15 BASTIAN TITO KUPU-KUPU MATA DEWA
5 SEBELUM turun dari tunggangan maSing-maSing dua Datuk tampak terpana karena
tidak menyangka akan menemui dan berhadapan dengan kakek sakti dari Gunung
Kerinci yang dikenal dengan nama Tua Gila. Seumur hidup dua Datuk baru satu kali
melihat orang tua itu yakni sekitar lima tahun Silam ketika ada pertemuan besar
di Pariangan antara para tokoh Silat dan cerdik pandai di pulau Andalas bagian
tengah. Datuk Bandaro Putih dan Datuk Kuning Nan Sabatang memperhatikan Penghulu
Sangkalo, kereta serta dua belas perajurit Kerajaan yang saat itu sudah turun
dari kuda maSing-maSing. Dua Datuk turun dari atas punggung harimau dan langsung
sama-sama menemui Tua Gila. Dua Datuk membungkuk hormat seraya sama berucap.
" I nyiek Sukat Tandika, salam hormat dari kami berdua untuk saudara tua yang datang
dari jauh. . . " Rupanya di tanah Minang Tua Gila yang bernama asli Sukat Tandika dipanggil orang
dengan sebutan Inyiek. Inyiek artinya orang tua yang disegani dan dihormati
bukan saja karena uSia tapi juga karena ketinggian tingkat ilmu yang
dimilikinya. Tua Gila membalas penghormatan dengan membungkuk pula, tersenyum
sedikit tapi belum mengeluarkan suara.
" I nyi ek, " kat a Dat uk Bandar o Put i h yang ber t ubuh t i nggi besar . Wal au kumi s t ebal melintang namun air mukanya tampak jerni
h. " Maaf kan kal au kami ber dua l ancang bertanya. Apakah Inyiek orang yang dipercayakan Sri Baginda Raja di Pagaruyung
untuk menangani masalah besar yang tengah dihadapi kami para Datuk Luhak Nan
Tigo?" " Seper t i yang Dat uk ber dua l i hat sendi r i . Begi t ul ah keper cayaan yang di ber i kan, begi t u pul a yang kej adi an. " j awab Tua Gi l a.
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
" Dat uk ber dua, aku senang Dat uk ber dua sudah datang. Makin cepat urusan ini diselesaikan makin baik. Kini kita tinggal
menunggu kehadi
r an or ang yang pal i ng pent i ng dal am ur usan I ni . Yai t u Dat uk Mar aj o Sat i . " Datuk Kuning Nan Sabatang berpaling pada Wiro dan Si Kamba Mancuang. Lalu
ber t anya. " Kehadi r ankedua orang itu, apakah ada sangkut pautnya dengan perkara yang
hendak I nyi ek t angani ?" " Keduanya akan ki
t a j adi kan sakSi. Mungkin maSih ada tambahan sakSi yang lain.
Namun saat ini yang ada bar u mer eka ber dua. . . " Jawab Tua Gi l a pul a. " Mohon maaf I nyi ek. Kedua orang itu kami ketahui adalah orang-orang yang
memperkeruh suasana. Nenek bernama Si Kamba Mancuang terlibat dalam pembunuhan
Suten Panduko Alam dan Datuk Panglimo Kayu dari Luhak Tanah Datar. Pemuda yang
konon berasal dari Jawa itu kami curigai sebagai kaki tangan Datuk Marajo Sati.
Selain itu dia juga membuat keonaran di beberapa tempat. Malah ada kabar bahwa
dia membunuh salah seorang dari dua bersaudara Duo Hantu Gunung Sago yaitu Si
Kal am Langi t . . . " Yang bicara adalah Datuk Kuning Nan Sabatang.
Tua Gila menatap ke arah Pendekar 212 dan Si Kamba Mancuang. Saat itu Wiro
tengah memencongkan mulut mengejek Datuk Kuning Nan Sabatang. Si Kamba
Mancuang malah mencibir.
" Begi t u. . . ?" Uj ar Tua Gi l a set el ah mendengar ucapan Dat uk Kuni ng Nan Sabat ang. " Jika nanti keduanya memang diketahui bersalah, mereka pasti tidak akan lolos
dari hukum Ker aj aan. . . " Si Kamba Mancuang yang memang penasaran terhadap dua Datuk sejak peristiwa di
sekitar Bukit Siangok
t empo har i mengger endeng. " Manusia-manusia tidak tahu diuntung,
170 Kupu-kupu Mata Dewa
16 kalau bukan kau yang menolong keduanya beberapa hari lalu, mereka berdua pasti
sudah hancur luluh ditelan tanah, dihisap ilmu Tanah Tabalah Azab Manimpo yang
dikeluarkan Datuk Marajo Sati.
. . " Dua Datuk merasa tidak senang mendengar ucapan Tua Gila. Aneh, mengapa orang tua
itu seperti membela pemuda berambut panjang dan Si nenek bergigi perak. Datuk
Bandar o Put i h kemudi an ber kat a. " I nyi ek, menur ut I nyi ek apakah Dat uk Mar aj o Sat i akan datang ke tempat ini" Bagaimana kalau dia tidak berani muncul" Berarti perkara
tidak akan bi sa di sel esai kan. " Tiba-tiba ada suara angin bersiur disusul seruan lantang.
" Aku Dat uk Mar aj o Sat i ! Siapa bermulut besar mengatakan aku tidak berani datang!"
Satu sosok berjubah putih berkelebat. Di lain kejap di tempat itu telah berdiri
Datuk Marajo Sati tanpa mengenakan sorban Di sebelah atas kepala setengah botak,
di kuduk rambut menjulai panjang sampai di belakang telinga. Wajah tampak garang
walau tidak dapat menyembunyikan rasa keletihan. Sang Datuk berdiri langsung di
atas salah satu batu bulat besar dan tepat di hadapan Tua Gila yang berarti
membelakangi Dua Datuk yang telah datang terlebih dulu. Agaknya Datuk Marajo
Sati sengaja memilih batu tempat tegak yang membelakangi kedua orang itu sebagai
pertanda rasa bencinya terhadap mereka.
Tua Gila tersenyum, membungkuk sedikit lalu berucap.
" Ter i ma kasih Datuk Marajo Sati telah datang. Memang tinggal Datuk seorang yang
kami tunggu-t unggu. " Kat a Tua Gi l a pul a. Di kolong gelap rumah gadang Pakih Jauhari merasakan dadanya sesak
. " Dat uk Marajo muncul. Apa sebenarnya yang hendak terjadi di tempat ini. Bagaimana
Seruni... "
Kal au di a sampai muncul bi sa cel aka anak i t u. . . " Memi ki r sampai di Situ dan merasa
sangat kawatir Pakih Jauhari segera hendak melompat keluar dari tempat gelap,
menyeruak ke bagian belakang rumah gadang lalu dia akan berusaha menunggu
kedatangan Seruni di satu-satunya jalan yang menuju ke Bukit Batu Patah. Namun
pemuda ini nyaris berteriak kaget ketika dia merasakan dua kakinya lemas tak
bisa digerakkan apa lagi dipakai melangkah. Perlahan-lahan tubuhnya jatuh
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terduduk di tanah.
" Cel aka! Hantu apa yang masuk ke tubuhku hingga aku tak bisa menggerakkan kaki"!"
Setelah menegur Datuk Marajo Sati, Tua Gila mempersilahkan dua Datuk berdiri di
atas batu bulat bundar di kiri kanannya hingga mereka kini tegak berhadap-
hadapan dengan Datuk Marajo Sati. Setelah itu Tua Gila Juga meminta Wiro dan Si
Kamba Mancuang berdiri di atas batu, satu di samping kanan satu lagi di sebelah
kiri Datuk Marajo Sati.
Datuk Marajo Sati delikkan mata pada Wiro yang berdiri di sampi
ng kanannya. " Pemuda jahanam! Kau mencuri sorbanku. Kau kemanakan sorban itu sekarang" Kalau sampai
tidak kau kembalikan aku pecahkan kepalamu!"
Tadinya Wiro tidak mau menjawab. Namun dimaki jahanam murid Sinto Gendeng
membuka mulut juga.
" Sor ban Dat uk sudah di benamkan ke dal am t anah ol eh Tuanku Lar as Muko Balang. Kalau Datuk mau mencarinya saya bisa menunjukkan tempatnya. Atau ada baiknya
Datuk ber ur usan saj a l angsung dengan Tuanku Lar as. . . " Datuk Marajo Sati jadi beringas. Ketika dia hendak mendamprat kembali bahkan
siap mengangkat tangan hendak menggebuk Wiro, Tua Gila segera menengahi.
" Har ap semua yang hadi r di sini mengerti. Pertemuan ini bukan untuk membicarakan
soal sorban. Aku mohon masing-masing pihak bisa menahan diri. Setiap masalah
hanya bisa diselesaikan kalau ditangani dengan hati jernih, kepala dingin,
ucapan sejuk serta kerendahan hati dan kebesaran jiwa. Di hadapan hukum semua
orang sama, tidak ada bedanya
sat u sama l ai n. " Datuk Marajo Sati ternyata masih menyimpan kekesalan karena sewaktu dia menemui
Tua Gila di puncak Gunung Kerinci tempo hari dan pulangnya dia dikerjai oleh
orang tua sakti itu hingga sulit kencing. Akibatnya dia terpaksa mencebur masuk
ke dalam sungai 170 Kupu-kupu Mata Dewa
17 dan air kencingnya aur-aur
an membasahi j ubah put i hnya! ( Baca " Kupu Kupu Gi ok Ngar ai Sianok " ) " I nyi ek Sukat Tandi ka. Saya per nah mengunj ungi I nyi ek di Gunung Ker i nci . Kal au saj a Inyiek mau mendengar semua penjelasan saya saat itu tentang pemuda berambut
seperti perempuan ini, niscaya tidak akan terjadi semua perkara gila ini!"
Kesal mendengar ucapan or ang, Wi r o menj awab dengan suar a mengej ek. " Dat uk, yang tengah kita hadapi saat ini bukan perkara gila. Tapi orang-orang gila!"
" Sahabat ku, kau bet ul ! Memang banyak orang gila tidak karuan di tempat ini! Hendak
ditolong malah menggolong. Sudah itu menggonggong pula! Seperti anj... anj... Hik...
hik... hik...! " Si Kamba Mancuang sambuti ucapan Wiro lalu tertawa cekikikan.
170 Kupu-kupu Mata Dewa
18 BASTIAN TITO KUPU-KUPU MATA DEWA
6 " DI AM! Tua bangka t i dak t ahu diri! Perempuan setan!"
Bent ak Dat uk Mar aj o Sat i yang tahu kalau dirinya diejek dipermainkan oleh Wiro dan Si Kamba Mancuang.
Tua Gila batuk-batuk beberapa kali.
" Sudah saat nya ki t a memul ai pembi car aan. Dat uk Mar aj o Sat i apakah Dat uk sudah menerima dan membaca Surat Perintah Raja di Pagaruyung yang disampaikan Datuk
Bandar o Put i h dan Dat uk Kuni ng Nan Sabat ang?" Sebagai jawaban Datuk Marajo Sati mengeruk saku kanan jubah putihnya. Ketika
tangan itu ditarik, ikut keluar sepotong bambu yang sudah hangus serta bubuk
hitam yang berasal dari hancuran hangus kain. Seperti diceritakan sebelumnya
selesai membaca Surat Perintah Raja Pagaruyung yang ditulis di atas secarik kain
putih dan digelungkan pada sebatang bambu, Datuk Marajo Sakti dengan ilmu
kesaktiannya, datam marahnya telah meremas Surat Perintah itu hingga terbakar
dan berubah menjadi bambu hangus dan debu hitam. Dengan Sikap sombong Datuk
Marajo Sati berkata.
" I nyi ek, saya t i dak t ahu, apakah i ni Sur at Per i nt ah yang I nyi ek maksudkan?"
Dua Datuk disamping Tua Gila tampak kerutkan alis dan dalam hati merutuk sikap
yang diperlihatkan Datuk Marajo Sati. Sebaliknya Tua Gila tampak tenang-tenang
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
saja, malah mukanya yang angker menggidikkan itu masih bisa tersenyum namun
mulutnya berucap ketus.
" Ti dak sehar usnyakita menghina Kerajaan. Tidak seharusnya kita mempermalukan
Raja Negeri sendiri. Mudah-mudahan
aku bi sa mel akukan sesuat u. . . " Ketika Datuk Marajo Sati hendak menjatuhkan potongan bambu dan bubuk hangus ke
tanah Tua Gila cepat maju mendekat. Selempang kain putih ditarik dan ditodongkan
sambil berucap.
" Jangan di buang. Mungki n aku masih bisa membacanya agar dapat kita Simak
ber sama. . . " Potongan bambu dan bubuk abu hangus yang ditampung di atas pakaian putihnya
beberapa kail digoyang-goyangkan oleh Tua Gila seperti laiknya orang menampi
beras. Tiba-tiba ada kepulan asap hitam. Ketika asap lenyap, di pakaian putih Tua Gila
terlihat sederetan panjang tulisan. Datuk Mararjo Sati memperhatikan, ternyata
apa yang tertera di pakaian Tua Gila sama dengan yang tertulis dalam Surat
Perintah Raja Pagaruyung yang pernah dibaca dan telah dimusnahkannya!
Seharusnya ilmu kepandaian luar biasa dari Tua Gila membuat Datuk Marajo Sati
tidak berlaku sombong lagi. Namun tidak demikian adanya.
" Jel as sekal i . . . Jel as sekal i apayang tertulis di atas selempang kain putih pakaianku ini.
Aku yakin Datuk bertiga sudah membaca dan mengetahui isi Surat Perintah ini.
Karenanya aku tidak perlu bacakan lagi. Tapi mungkin aku perlu menegaskan salah
satu bagi an. . . " Lal u Tua Gi l a al i as I nyiek Sukat Tandika dengan suara keras membacakan
salah satu bagian Surat Perintah itu.
" . . . Kami memer i nt ahkan agar Dat uk Mar aj o Sat i dat ang ke bekas I st ana l ama Ker aj aan Pagaruyung di Bukit Batu Patah untuk memberi kesaksian pada utusan yang telah
kami per caya. . . " Tua Gila angkat kepalanya sedikit lalu berkata.
" Agar j el as bagi semua pi hak yang ada di t empat i ni ut usan yang di maksud Sr i Bagi nda Raja di Pagaruyung dalam Surat Perintah ini adalah diriku. Dan agar jelas bagi
Datuk 170 Kupu-kupu Mata Dewa
19 Marajo Sakti, saat ini kedudukan Datuk adalah sebagai saksi yang ditanyakan.
Bukan t er t uduh, bukan pul a pesaki t an. . . " Setelah berkata Tua Gila goyang-goyangkan kembali pakaian selempang kain
putihnya. Asap hitam sekali lagi tampak mengepul. Begitu asap sirna, tulisan di atas kain
putihpun ikut lenyap! Potongan bambu hangus dan debu hitam jatuh ke tanah.
" Sekar ang semua yang hadi r , apakah pembi car aan bi sa ki t a mul ai ?" Tanya Tua Gi l a kemudian. " Saya t i dak suka hal ini!" Kat a Dat uk Mar aj o Sat i dengan suar a ker as mer adang. Sikapnya masih saja sombong, membuat semua orang merasa jadi tidak senang dan
sebal. " Dat uk Mar aj o, har ap Dat uk menj el askan hal apa yang Dat uk t i dak suka. " Menyahuti Tua Gila. " Per t ama, I nyi ek bukan or ang yang ber asal dar i sal ah sat u nagar i di t anah Mi nang i ni . Bagaimana Inyiek tahu persoalan yang akan dibicarakan Apa lagi mau menyelesaikan
perkara! Kedua, Inyiek bukan orang di sini, hak apa maka Inyiek menangani
perkara ini"!
Saya ingin Inyiek menjawab pertanyaan saya. Jika jawaban Inyiek tidak memuaskan,
Wiro Sableng 170 Kupu Kupu Mata Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
saya lebih baik angkat kaki dari sini. Kalau perlu biar urusan ini diselesaikan
dengan darah dan nyawa!"
" Aahh. " Tua Gi l a angguk-anggukkan
kepal a. " Dar ah mudah t er t umpah, nyawa mudah melayang. Tapi selama masih ada jalan dan cara baik yang bisa ditempuh, apakah
kita anak manusia yang sebenarnya lemah ini mau menujukkan kekuatan dan
kehebatan yang memalukan di hadapan Tuhan, mau memakai cara-c
ar a keker asan. . . ?" " I nyi ek, dalam persoalan ini saya harap jangan membawa-bawa nama Tuhan! Allah
benci pada mereka yang mempergunakan agama dan memakai nama-Nya untuk
memut ar bal i k kenyat aan unt uk kepent i ngan sendi r i kar ena mau menang sendi r i ! " Sepasang mata besar cekung Tua Gila bergerak-gerak, menatap tak berkesip ke arah
Datuk Marajo Sati yang barusan keluarkan ucapan, sementara mulut dipencong ke
kiri. " Dat uk Mar aj o Sat i , aku i ngat pada uj ar -ujar yang mengatakan bahwasanya lidah tidak
bertulang ucapan Datuk sungguh benar sekali. Tapi siapa saja yang merasa dirinya
orang Minangkabau tentu tidak lupa pada kata-kata indah. Bahwasanya di negeri
ini Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah! Atau apakah saat ini aku
bukan berhadapan dengan pemuka tanah Minangkabau, tapi berhadapan dengan beruk-
beruk liar yang t
er sesat dar i Pul au Ci ngkuk"! " Sekilas terlihat air muka Datuk Marajo Sati bersemu merah dan pelipis bergerak-
gerak sementara rahang menggembung. Tua Gila tersenyum. Wiro diam-diam merasa
gemas melihat sikap sang guru. Kalau hal ini terjadi dimasa dulu-dulu sudah
dapat dipastikan Tua Gila akan menghajar habis Datuk Marajo Sati saat itu juga.
Selain itu setelah mendengar cerita Si Kamba Mancuang mengenai gadis Cina yang
dijuluki Kupu Kupu Giok Ngarai Sianok saat itu dia merasa kawatir.
" Nek, t er us t er ang aku t i dak suka ber ada di t empat i ni . Bukankah l ebi h bai k kal au ki t a ber usaha menol ong gadi s Ci na i t u?" Si Kamba Mancuang hanya menjawab dengan anggukan kepala. Di hadapan mereka
kembali Tua Gila angkat bicara.
" Dat uk Mar aj o Sat i , kau t el ah ber t anya maka waj i b aku menj awab. Per t ama, memang benar aku ini bukan orang di negeri ini. Tapi mengenai perkara yang hendak kita
bicarakan, berarti semua kejadian yang sudah berlangsung, mudah-mudahan aku
telah mengetahui secara lengkap. Hal kedua, Sri Baginda Raja Pagaruyung sengaja
menunjuk diriku orang dari luar sebagai utusan sekaligus menjadi penengah dan
pemutus perkara ini, karena jika diambil orang dari negeri ini, dari tanah
Panji Sakti 7 Dewa Arak 06 Prahara Hutan Bandan Lembah Nirmala 26