Pencarian

Jejak Di Balik Kabut 45

Jejak Di Balik Kabut Karya Sh Mintardja Bagian 45


Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Wijang dan Paksi mendengarkan dengan sungguhsungguh. Ciri-ciri orang itu menunjukkan bahwa orang itu ialah Ki Gede Lenglengan. "Jadi orang itu telah pernah berada di pasar ini?" berkata Paksi di dalam hatinya. Dengan demikian, maka Paksipun menjadi berdebar-debar. Ia merasa bahwa ia sudah berada tidak terlalu jauh lagi dari adiknya. Tetapi ke mana ia harus mencarinya" Menurut dugaannya, maka Ki Gede Lenglengan tidak akan kembali lagi ke pasar itu. Ia tentu akan melanjutkan perjalanan. Tetapi jika tempat tinggal suami isteri yang menerima anak-anak muda dari padepokan Ki Gede Lenglengan itu tidak jauh dari pasar ini, maka Ki Gede Lenglengan itu tentu akan pernah kembali lagi. Hampir di luar sadarnya Wijangpun bertanya, "Bagaimana dengan perempuan-perempuan cantik yang dahulu sering berbelanja di pasar ini tetapi mereka membayar menurut kehendak mereka sendiri itu" Mereka yang tidak mau tahu tentang harga yang sebenarnya dari bahan-bahan makan atau alat-alat yang mereka beli?" "Sudah jarang sekali terjadi, Ngger. Dahulu memang berkeliaran orang-orang aneh di pasar ini. Tetapi mereka tidak mengamuk seperti beberapa hari yang lalu itu" "Tetapi bukankah perkelahian sering terjadi?" "Ya. Di antara orang-orang asing itu" "Tetapi apakah sepasar ini tidak mampu menangkap satu orang yang mengamuk itu?" "Tidak, Ngger. Bahkan orang itu telah menunjukkan pangewan-ewan. Ia dapat menunjukkan hal-hal yang tidak masuk akal. Kau lihat cabang pohon yang patah itu" Kami tidak tahu apa yang sudah terjadi. Tiba-tiba saja yang kami lihat, cabang itu berderak dan patah" Wijang dan Paksi hanya mengangguk-angguk saja. Mereka pun hampir pasti, bahwa orang itu adalah Ki Gede Lenglengan. Dalam pada itu, beberapa saat lamanya Wijang dan Paksi duduk di lincak panjang di depan penjual dawet itu.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Sejenak kemudian, dua orang perempuan telah berhenti di lincak itu pula. "Paman" berkata Paksi kemudian, "kami minta diri. Besok kami akan singgah lagi jika kami pergi ke pasar" "Kalian tidak kembali ke rumah paman kalian?" "Ya. Tetapi kami masih mempunyai waktu selama paman dan bibi masih menunggui cucunya yang baru lahir itu" Demikianlah, Wijang dan Paksi telah melangkah lagi berkeliling di dalam pasar. Mereka tidak melihat penjual nasi megana itu. Mungkin orang itu masih takut kepada orang yang mengamuk. Tetapi mungkin juga karena orang itu memang sudah tidak berjualan lagi. Namun beberapa saat kemudian, Wijangpun berkata, "kita berhenti di kedai itu, Paksi" Paksi mengerutkan dahinya. Namun kemudian iapun mengangguk. Katanya, "Marilah" Keduanyapun kemudian telah singgah di salah satu kedai yang buka di depan pasar itu. Dari pemilik kedai itu, Wijang dan Paksi mendengar ceritera tentang orang yang mengamuk beberapa hari yang lalu seperti ceritera penjual dawet cendol itu. Bahkan orang-orang yang sudah lebih dahulu duduk di kedai itu, juga masih memperbincangkannya. "Tidak ada seorang pun yang dapat mencegahnya" berkata salah seorang yang duduk di kedai itu. "Berapa pun banyaknya uang yang dimintanya, harus disediakan. Jika tidak, maka akibatnya akan menjadi sangat buruk" "Mudah-mudahan ia tidak kembali lagi" "Ya. Agaknya orang itu hanya sekedar lewat. Sebelumnya belum pernah ada yang melihat orang itu berkeliaran di sini atau di sekitar padukuhan ini" Wijang dan Paksi ikut mendengarkan pembicaraan itu. Tetapi tidak ada petunjuk-petunjuk lebih jauh. Sambil menyuapi mulutnya Paksipun bertanya, "Apakah kita akan pergi ke Panjatan?"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Wijang mengerutkan dahinya. Dengan nada tinggi iapun bertanya, "Kenapa tiba-tiba saja kau akan pergi ke Panjatan" Apakah kau mengira bahwa Ki Gede Lenglengan menemui Repak Rembulung dan Pupus Rembulung di Panjatan?" "Bukankah itu satu kemungkinan?" Wijang mengangguk-angguk. Panjatan memang salah satu tempat yang harus dilihat. Mungkin adik Paksi itu memang dibawa ke Panjatan, karena Repak Rembulung dan Pupus Rembulung seakan-akan memiliki lingkungan tersendiri di padukuhan itu. "Baiklah" berkata Wijang, "kita sudah tahu, setidaktidaknya dugaan kita kuat, bahwa Ki Gede Lenglengan itu sudah pernah singgah di pasar ini, sehingga menurut dugaan kita, Ki Gede Lenglengan itu berada di sekitar tempat ini. Dengan demikian, maka kita akan mencoba mencarinya di tempat-tempat yang ada hubungannya dengan Repak Rembulung dan Pupus Rembulung, karena kita juga menduga, bahwa adikmu yang diasuh oleh dua orang suami-istri itu berada di tangan Repak Rembulung dan Pupus Rembulung" Paksipun mengangguk-angguk. Sementara itu Wijangpun berkata perlahan-lahan, "Tetapi kita harus sangat berhati-hati. Jika Ki Gede Lenglengan berada bersama-sama dengan Repak Rembulung dan Pupus Rembulung, maka kumpulan itu akan menjadi kumpulan yang sangat berbahaya" Paksi masih mengangguk-angguk. Dihirupnya wedang sere yang hangat setelah ia menghabiskan nasinya. "Aku mengerti" berkata Paksi kemudian. "Kita memang harus sangat berhati-hati" "Jika kita ingin pergi ke Panjatan, menurut pendapatku sebaiknya kita pergi di malam hari. Banyak perlindungan yang kita dapatkan dari kegelapan malam. Apalagi Repak Rembulung dan Pupus Rembulung sudah mengenal kita berdua, meskipun mereka hanya mengenal ujud saja. Tetapi jika adikmu melihat kita, maka keadaan akan menjadi sangat gawat"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Jika aku ingin bertemu dengan adikku, maka ia tentu akan melihat aku" "Tetapi bukankah tidak dengan serta-merta" Jika kita tahu di mana adikmu itu berada, maka kita dapat membuat rencana khusus untuk dapat menemuinya" Paksi mengangguk-angguk. Ia sependapat dengan Wijang, bahwa mereka berdua tidak dapat begitu saja datang ke Panjatan untuk mencari adik laki-lakinya. Karena itu, maka keduanyapun kemudian sepakat untuk pulang ke gubuk mereka lebih dahulu, agar mereka dapat merenungi langkahlangkah yang akan mereka lakukan. Sebelum keduanya pulang, maka keduanya masih memerlukan singgah di pasar. Paksipun kemudian setuju untuk membeli kelengkapan sehari-hari serta bahan makan yang mereka butuhkan sehari-hari pula, terutama garam. Ketika mereka keluar dari pintu gerbang pasar, merekapun terkejut. Tiba-tiba saja di hadapan mereka berdiri Kinong. "Kinong" Kau Kinong, kan?" "Ya, Kakang" "Kau cepat menjadi besar, Kinong. Kau sudah begitu tinggi sekarang" "Ya, Kakang" "Kau masih bekerja di pasar ini?" "Masih, Kakang. Setiap hari aku berada di pasar. Ibu juga setiap hari masih berada di pasar. Aku pernah berhenti dan membantu tetangga bekerja di sawah. Tetapi di musim seperti sekarang ini, untuk sementara tidak ada kerja di sawah. Karena itu, aku kembali ke pasar" "Tetapi kau datang terlalu siang" "Aku ragu-ragu untuk datang hari ini, Kakang. Beberapa hari ini pasar kosong, setelah orang yang berilmu sangat tinggi itu mengacaukannya" "Tetapi bukankah sekarang sudah menjadi ramai lagi?" "Aku tadi sekedar ingin melihat. Besok aku akan datang pagipagi"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Mungkin besok kita akan ketemu lagi. Sementara pasar akan menjadi lebih ramai" "Kakang sudah tahu apa yang terjadi beberapa hari yang lalu?" "Sudah, Kinong. Aku sudah mendengar dari paman penjual dawet cendol dan dari pemilik kedai itu" "Kakang sekarang sudah kembali kemari?" "Tetapi pada saatnya aku harus pergi lagi" "Seharusnya Kakang tidak pergi lagi" Paksi dan Wijang tertawa. Kinong memang tidak lagi kanak-kanak seperti saat mereka tinggalkan. Sekarang Kinong sudah menjadi remaja. Tubuhnya cepat tinggi. Tetapi nampak kurus. Wijang dan Paksipun kemudian minta diri. Sambil mengangguk hormat Kinong berkata, "Silahkan, Kakang. Besok aku mengharap Kakang datang pula ke pasar" Paksi tertawa. Diambilnya keping uang dari kampilnya sambil berkata, "Belilah nasi megana. He, di mana penjual nasi megana itu sekarang" Apakah ia masih berjualan atau tidak?" "Masih, Kakang. Tetapi agaknya ia menjadi ketakutan sehingga sampai hari ini ia masih belum nampak" "Kalau begitu, belilah yang lain. Nasi tumpang, atau ketan ragi di ujung sana" Kinong nampak ragu-ragu untuk menerima uang itu. Namun Paksi mendesaknya, "Jangan segan, Kinong. Bukankah kita tetap berkawan seperti dahulu?" Kinong akhirnya menerima uang itu sambil berdesis, "Seharusnya aku melakukan sesuatu untuk menerima imbalan" "Ini bukan upah, Kinong. Tetapi sebagai seorang kawan, kita wajib saling membantu. Pada satu saat, akulah yang akan membutuhkan bantuanmu. Apa pun ujudnya" Kinong mengangguk. Katanya, "Terima kasih, Kakang. Jika Kakang memerlukan tenaga untuk mengerjakan apa saja di rumah Kakang, panggil aku. Hampir setiap hari aku berada di pasar"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Paksi menepuk bahu Kinong sambil berkata, "Sudahlah. Aku akan pulang" "Jika saja aku tahu, Kakang berdua datang pagi ini" Wijanglah yang menyahut, "Besok kami datang pagi-pagi" "Aku juga akan datang pagi-pagi sekali" Ketika Wijang dan Paksi kemudian meninggalkan pasar itu, maka Kinong pun telah tenggelam di antara orang banyak. Tetapi Kinong masih belum membawa keranjangnya. Seperti yang dikatakan, ia baru melihat-lihat, apakah pasar itu sudah menjadi ramai lagi. Hari itu, Wijang dan Paksi telah mempunyai seperangkat alat dapur lagi, meskipun baru yang paling penting. Disingkirkannya alat-alat dapurnya yang lama yang sudah menjadi hijau karena lumutan. Namun di antaranya masih ada yang dapat dipergunakannya. Tetapi Wijang dan Paksi baru akan membuat api setelah hari menjadi gelap, agar asap yang naik, tidak mudah dilihat orang dari kejauhan. Namun Wijang dan Paksi sudah merencanakan, malam nanti, mereka akan pergi ke Panjatan. Di sisa hari itu, keduanya telah sibuk membersihkan ilalang. Mula-mula di sekitar gubuk mereka, sehingga halaman gubuk mereka menjadi nampak bersih seperti saat mereka masih tinggal di situ. Beberapa bagian dari gubuk mereka yang masih belum mapan, telah mereka perbaiki lagi. Wijang masih saja memanjat pohon kelapa untuk mengambil pelepahnya. Ia masih memerlukan beberapa lembar ketepe untuk merangkapi dinding gubuknya yang kurang rapat, sehingga angin masih mengalir masuk ke dalam. Namun keduanya belum merencanakan untuk menanam jagung atau tanaman lain seperti sebelumnya. Hari itu, keduanya sempat melihat goa yang ada di belakang air terjun. Goa yang pernah menjadi tempat Paksi menempa diri, melengkapkan dasar-dasar ilmunya. Semuanya masih sama seperti saat ditinggalkannya. Namun lumut yang tebal telah menutup guratan yang ada di dinding ruangan yang agak luas di dalam goa itu.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Namun Paksi tidak memerlukannya lagi. Apalagi Wijang. Mereka sudah menguasai dengan baik, apa yang terpahat di dinding padas yang keras itu. Ketika kemudian malam turun, maka merekapun telah menyalakan api. Merebus air dan menanak nasi. Mengasapi ikan yang mereka tangkap. Menyiapkan sambal terasi dan membuat wedang jahe dengan gula kelapa. Karena mereka belum sempat membuat gula sendiri, maka mereka membeli gula kelapa ketika mereka pergi ke pasar. Sedikit lewat wayah sepi bocah, Wijang dan Paksi telah siap untuk berangkat ke Panjatan. Perjalanan yang mereka tempuh memang agak panjang. Tetapi sebagai pengembara mereka memiliki ingatan yang tajam terhadap lingkungan yang pernah mereka jelajahi. Karena itu, maka mereka tidak mengalami kesulitan untuk menemukan jalan ke Panjatan. Jalan yang menuju padukuhan itu masih seperti dahulu. Masih banyak pohon gayam yang tumbuh di pinggir jalan. Namun tiba-tiba saja Wijang memberi isyarat kepada Paksi untuk berhenti. "Ada yang mengawasi kita" desis Wijang. Paksi mengangguk. Katanya, "Ya. Aku juga merasakannya" Karena itu, maka keduanyapun berhenti. Keduanya duduk di bawah sebatang pohon gayam yang terhitung besar. Lebih besar dari pohon gayam yang tumbuh di sebelah-menyebelah. "Mereka masih berada di sekitar tempat ini" desis Wijang. "Ya. Mereka justru mendekat" Wijang dan Paksipun segera mempersiapkan diri. Paksi meletakkan tongkatnya dekat di sisinya, sementara di pergelangan tangan Wijang telah dikenakan pula perisai khususnya. Sebenarnyalah empat orang telah merayap mendekati Wijang dan Paksi yang duduk di bawah pohon gayam itu. Namun Wijang dan Paksi masih saja tetap berdiam diri. Bahkan Wijang sempat bersandar pohon gayam yang besar
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
itu, meskipun sebenarnya ia sudah siap menghadapi segala kemungkinan. Tetapi agaknya keempat orang yang merayap mendekat itu juga masih menunggu, apa yang akan dilakukan oleh kedua orang yang berjalan malam-malam menuju ke Panjatan. Untuk beberapa saat mereka beradu kesabaran. Paksi sebenarnya sudah tidak sabar lagi. Tetapi setiap kali Wijang memberinya isyarat untuk tetap berdiam diri. Akhirnya, keempat orang yang merayap mendekat itulah yang tidak sabar lagi. Merekapun kemudian berloncatan ke tanggul parit di pinggir jalan. Tetapi Wijang masih tetap bersandar pohon gayam, sementara Paksipun masih saja duduk di tempatnya. "Setan alas" geram seorang yang bertubuh tinggi besar dan berkumis lebat, "apa yang kalian lakukan di sini?" Wijang yang masih bersandar pohon gayam itu berkata, "Kalian mengejutkan kami" Tetapi keempat orang itu tidak yakin. Mereka sama sekali tidak melihat kedua orang itu terkejut. "Apa yang kalian lakukan di sini malam-malam, he?" "Bukankah kalian melihat bahwa kami tidak berbuat apaapa" Kami duduk saja di sini sambil mengantuk" "Jangan mencoba berpura-pura. Katakan, siapakah kalian berdua?" Wijang termangu-mangu. Namun setelah merenung sejenak, iapun berkata, "Sebenarnya apakah yang kalian cari, sehingga malam-malam kalian mengawasi jalan menuju ke Panjatan?" "Kalian belum menjawab pertanyaanku, siapakah kalian?" "Kami orang baru di Panjatan" jawab Wijang. Paksi mengerutkan dahinya. Karena ia tidak tahu maksud Wijang, maka Paksi lebih baik berdiam diri daripada ia salah ucap jika ia mencoba menyambung kata-kata Wijang.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Sementara itu, orang yang bertubuh tinggi besar dan berkumis tebal itupun bertanya untuk meyakinkan pendengarannya, "Jadi kalian orang baru di Panjatan?" "Ya" "Kalian berasal dari mana?" "Kami datang dari Pajang" Orang yang bertubuh tinggi besar itu menggeram. Katanya, "Jadi benar berita bahwa Repak Rembulung dan Pupus Rembulung sudah berkhianat" "Berkhianat" Maksudmu?" "Bukankah kalian berada di Panjatan tinggal bersama-sama Repak Rembulung dan Pupus Rembulung?" "Ya" jawab Wijang. "Kau pengikut Harya Wisaka?" Wijang menjadi ragu-ragu sejenak. Namun kemudian iapun menjawab, "Ya. Tetapi sayang sekali, Harya Wisaka sudah tertangkap. Apakah kau tidak mendengar?" "Tentu aku mendengar. Orang di seluruh Pajang mendengarnya. Tetapi aku tidak peduli. Aku mendendam kepada Harya Wisaka dan sisa-sisa pengikutnya. Beberapa orang saudara-saudaraku seperguruan telah dibunuh oleh Harya Wisaka dan para pengikutnya. Bahkan Harya Wisaka sendiri telah membunuh beberapa orang di antara mereka dengan tangannya" "Para pengikut Harya Wisaka tidak bersalah. Kami juga tidak bersalah. Kami sama sekali tidak tahu-menahu tentang perbuatan Harya Wisaka, karena kami berada di sebuah padepokan terpencil" "Tetapi justru kalian adalah anak-anak muda yang dipersiapkan oleh Harya Wisaka untuk meneruskan apa yang disebutnya perjuangan itu. Pada saat yang gawat, kalian telah dititipkan kepada Repak Rembulung dan Pupus Rembulung yang sebelumnya bersama-sama kami menentang gerombolan yang dipimpin oleh Harya Wisaka itu" "Tetapi Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung telah menerima kami dengan baik"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Itulah yang kami maksudkan dengan pengkhianatan. Seharusnya Repak Rembulung dan Pupus Rembulung membunuh kalian, anak-anak muda yang dipersiapkan bagi masa mendatang itu. Karena kalian adalah bagian dari gerombolan Harya Wisaka" "Ada beberapa alasan kenapa Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung menerima kami" berkata Wijang. "Yang terpenting adalah, bahwa Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung mulai meyakini kebenaran perjuangan Harya Wisaka. Penyebab yang lain adalah, menurut kepercayaannya yang tidak tertangkap, Harya Wisaka, memberikan uang kepada Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung untuk membiayai hidup kami serta balas jasa kepada mereka. Selebihnya, Harya Wisaka menjanjikan masa depan yang terbaik bagi Repak Rembulung dan Pupus Rembulung" "Omong kosong. Yang terpenting bagi Repak Rembulung dan Pupus Rembulung adalah uangnya. Bukan pengertian tentang kebenaran perjuangan Harya Wisaka" "Apa pun alasannya, tetapi kami sekarang adalah keluarga Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung" "Nah, dengan demikian, maka kami mempunyai alasan ganda untuk menangkap kalian dan membawanya ke perguruan kami" "Alasan ganda apa?" "Pertama, kau merupakan bagian dari Harya Wisaka. Kalian akan dapat menjadi sasaran dendam perguruan kami. Kedua, kalian adalah keluarga Repak Rembulung dan Pupus Rembulung yang telah berkhianat terhadap kebersamaan kami menentang Harya Wisaka" "Sebenarnya itu bukan kesalahan kami. Karena itu, kalian tidak dapat menuntut balas kepada kami. Baik kami sebagai bagian dari gerombolan Harya Wisaka, maupun kami sebagai keluarga baru Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung" "Persetan dengan alasanmu. Yang penting bagi kami, kami harus membalas dendam atas kejahatan yang pernah
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
dilakukan oleh Harya Wisaka sendiri serta para pengikutnya atas perguruan kami" "Jadi untuk itukah kalian malam-malam begini merayaprayap di pematang sawah yang basah" Sekedar untuk menunggu apakah ada orang yang kau anggap ikut bersalah itu lewat atau tidak?" "Bukan itu" sahut orang yang bertubuh tinggi besar itu. "Sebenarnya kami hanya ingin tahu, apakah benar Repak Rembulung dan Pupus Rembulung berada di Panjatan bersama beberapa orang anak muda pengikut Harya Wisaka yang disebut angkatan mendatang itu. Sekarang, setelah kami kebetulan menemui kalian di sini, maka kami yakin, bahwa Repak Rembulung dan Pupus Rembulung berada di Panjatan bersama para pengikut Harya Wisaka itu" "Kalian keliru. Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung tidak berada di Panjatan sekarang. Tadi siang mereka sedang pergi ke tempat yang tidak kami ketahui" "Kami tidak tergesa-gesa. Jika mereka pergi, maka pada suatu saat mereka akan kembali. Yang sekarang ada adalah kalian. Nasib kalianlah yang buruk. Kenapa kalian malammalam berkeliaran sehingga kalian telah berjumpa dengan kami, yang mendendam para pengikut Harya Wisaka sampai ke ujung rambut, serta yang merasa perlu untuk menghukum Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung yang sudah berkhianat" "Jika Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung tahu bahwa kalian telah bertindak licik maka perguruan kalian akan diratakan dengan tanah" "Tidak ada yang tahu, siapa yang melakukannya. Keluarga Repak Rembulung dan Pupus Rembulung hanya akan menemukan mayat kalian di bawah pohon gayam ini. Repak Rembulung dan Pupus Rembulung akan meratapi kematian kalian, karena kalian dapat mendatangkan uang baginya. Selanjutnya, kami akan dapat memanfaatkan kemarahan Repak Rembulung dan Pupus Rembulung untuk menghimpun diri dan
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
menghancurkan mereka sama sekali, karena bagi kami, kedua orang itu selain pengkhianat, juga orang yang sombongnya sampai menggapai langit" "Kalian telah membuat kami marah" geram Wijang. "Jika kalian marah, apa yang akan kalian lakukan?" "Membunuh kalian dan meninggalkan mayat kalian di bawah pohon gayam ini. Perguruan kalianlah yang akan meratapi kematian kalian. Setelah saudara-saudara seperguruan kalian mati dibunuh oleh Harya Wisaka dan para pengikutnya, sekarang adalah giliran kalian" "Bersiaplah" geram orang yang bertubuh raksasa itu. "Kami bukan orang-orang licik yang menyerang kalian sebelum kalian bersiap" "Jika benar kalian bukan orang-orang licik, maka kita akan bertempur seorang melawan seorang" "Nasib kalianlah yang memang teramat buruk. Kami akan melakukan bersama-sama, membunuh kalian berdua" Wijangpun kemudian bangkit berdiri sambil menggeliat. Bahkan sambil menguap iapun berkata kepada Paksi, "Adikku, berdirilah. Ada empat ekor cecurut yang sedang menjelang kematiannya" Paksi berusaha menyesuaikan diri dengan gaya Wijang. Karena itu, maka katanya, "Apakah kau tidak dapat menyelesaikan mereka seorang diri" Aku letih sekali. Aku ingin tidur barang sejenak. Nanti, menjelang fajar kita harus sudah berada di sanggar untuk berlatih" Wijang termangu-mangu sejenak. Kemudian jawabnya, "Mungkin aku akan dapat membunuh mereka. Tetapi aku sedang malas bekerja sendiri. Marilah, kita selesaikan mereka sebentar, baru kemudian kita beristirahat" Kesombongan kedua orang yang dianggap sebagai pengikut Harya Wisaka itu membuat keempat orang itu menjadi sangat marah. Seorang yang bertubuh pendek berkata lantang, "Kita gantung tubuh mereka pada cabang pohon gayam ini" Tetapi Paksi menyahut, "Apakah kalian membawa tali?"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Diam, kau" bentak yang lain, yang bertubuh sedang agak kekurus-kurusan. "Kainmu dapat dipergunakan untuk menggantungmu setelah kalian berdua kami cincang sampai mati" Wijang dan Paksipun kemudian bergeser ke tengah jalan, sementara keempat orang itupun berloncatan mengepung mereka dari segala arah. Wijang dan Paksi tidak berkata apa-apa lagi. Tetapi merekapun telah mempersiapkan diri untuk menghadapi keempat orang itu. Ketika keempat orang itu mulai bergerak, maka Wijang dan Paksi telah mengambil jarak. Sejenak kemudian, maka orang-orang itupun mulai menyerang. Mereka telah menggenggam senjata di tangan mereka. Dua orang di antara mereka bersenjata golok. Seorang bersenjata bindi dan seorang yang lain bersenjata kapak. Sementara itu Wijangpun telah memegang sepasang pisau belatinya di kedua belah tangannya. Wijang dan Paksi masih belum tahu tataran kemampuan lawan-lawan mereka. Karena itu, maka mereka harus berhati-hati. Mereka tidak boleh mengalami kesulitan karena kelengahan mereka sendiri. Sejenak kemudian, Wijang dan Paksi itupun sudah terlibat dalam pertempuran. Masing-masing harus menghadapi dua orang lawan. Orang yang bertubuh tinggi dan besar itu bersama orang yang bertubuh pendek bersama-sama menghadapi Wijang. Sedang dua orang yang lain, seorang yang bertubuh sedang agak kekurus-kurusan dan yang seorang lagi berwajah garang, bertempur melawan Paksi. Orang yang bertubuh raksasa itu sambil menggeram telah mengayun-ayunkan kapaknya. Sedangkan orang yang bertubuh pendek, memutar bindinya seperti baling-baling. Ternyata bahwa keempat orang itu cukup tangkas mempermainkan senjata mereka. Agaknya mereka benarbenar menguasai senjata mereka dengan baik. Sehingga
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
dengan demikian, maka serangan-serangan merekapun menjadi sangat berbahaya. Namun Wijangpun menguasai senjatanya dengan matang pula. Meskipun di tangan Wijang hanya tergenggam pisau belati, namun pisau belati itu menjadi sangat berbahaya bagi lawan-lawannya. Sementara itu, dua orang yang bertempur melawan Paksi, masing-masing menggenggam golok yang besar dan panjang di tangan mereka. Mereka menempatkan diri di arah yang berlawanan, sehingga mereka dapat menyerang Paksi dari arah yang berlawanan pula. Tetapi Paksi cukup tangkas menghadapi mereka. Meskipun kedua orang lawannya berada di arah yang berlawanan, namun Paksi sama sekali tidak menjadi bingung menghadapi mereka. Dalam pertempuran yang terjadi kemudian, maka Wijang dan Paksipun telah mampu menjajagi ilmu lawannya. Mereka memang harus berhati-hati, karena lawan-lawan mereka memang memiliki bekal yang kuat. Dengan senjatanya yang pendek, Wijang harus bergerak dengan cepat. Setiap kali ia menyerang, maka Wijangpun harus segera keluar dari jarak jangkau senjata lawannya yang terayun-ayun mengerikan itu. Suara kapak dan bindi itu ber desing susul-menyusul seperti suara beberapa ekor kumbang yang berterbangan mengitari tubuh Wijang. Tetapi dengan kecepatan gerak yang melampaui kecepatan ayunan senjata lawannya, maka Wijang selalu berhasil menghindar dari serangan kapak dari orang yang bertubuh raksasa itu, serta bindi orang yang bertubuh pendek. Karena serangan-serangannya tidak juga kunjung menyentuh sasaran, maka orang yang bertubuh tinggi besar itu semakin menjadi marah. Dendamnya yang menyala di dadanya, dibumbui oleh kegagalan-kegagalan serangannya, membuat orang bertubuh raksasa itu mengerahkan kemampuannya. Ia Ingin segera berhasil menghancurkan
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
orang yang dianggapnya pengikut Harya Wisaka yang sangat dibencinya itu. Tetapi Wijang itu masih saja mampu menghindar. Dan bahkan menangkis dengan senjatanya yang pendek itu. Umpatan-umpatan kasar telah meluncur dari mulut orang yang bertubuh raksasa itu. Kapaknya semakin cepat berayun mengarah ke tubuh Wijang. Namun setiap kali, kapak itu tidak menyentuh apapun juga. Sementara itu orang yang bertubuh pendek telah memilih sasaran yang rendah. Ia ingin mematahkan tulang kaki lawannya. Dengan derasnya bindinya terayun menyapu kaki Wijang. Tetapi dengan ringannya Wijang itu melenting tinggi, sehingga ayunan bindi itu tidak menyentuh sasaran. Namun ketika keduanya bersama-sama mengerahkan segenap kemampuan mereka, maka Wijang tidak selalu sempat menghindari serangan lawannya. Beberapa kali ia harus menangkis dengan pisau belatinya. Kadang-kadang Wijang menepis serangan lawan. Namun kadang-kadang Wijang terpaksa menangkis ayunan kapak lawannya dengan menyilangkan pisau belatinya. Tetapi kedua lawannya berusaha mendesaknya. Seranganserangan mereka menjadi semakin cepat. Namun justru karena itu, jantung orang yang bertubuh tinggi besar itu terguncang ketika ia melihat lawannya menangkis kapaknya dengan pergelangan tangannya. Demikian kerasnya ia mengayunkan kapaknya pada saat lawannya dalam kedudukan yang lemah. Baru saja Wijang meloncat menghindari serangan bindi orang bertubuh pendek itu, namun demikian kakinya menyentuh tanah, maka kapak lawannya yang bertubuh raksasa itu terayun ke arah kepalanya. Wijang tidak sempat menghindar. Iapun tidak dapat penangkis dengan pisau belatinya, karena ayunan itu cukup keras. Karena itu, maka Wijangpun telah mempergunakan perisai yang melindungi pergelangan tangannya untuk menangkis tajamnya kapak lawannya.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Dengan cepat Wijang tidak menyilangkan pisau belatinya, tetapi kedua pergelangan tangan Wijanglah yang bersilang di depan kepalanya. Kapak orang bertubuh raksasa yang terayun deras itu membentur perisai di pergelangan tangan Wijang dengan kerasnya. Akibatnya justru sangat mengejutkan bagi orang bertubuh raksasa itu. Kapaknya bagaikan telah membentur dinding baja yang tebal, sehingga justru karena itu, maka getar dan benturan itu telah menjalar sampai ke ujung tangkai kapaknya. Tangan raksasa itupun terasa menjadi sangat pedih. Hanya dengan susah payah saja ia berhasil mempertahankan kedudukannya, sehingga orang bertubuh raksasa itu telah meloncat surut Wijang telah siap meloncat memburunya. Namun lawannya yang seorang lagi telah mengayunkan bindinya ke arah punggung. Namun Wijang sempat berbalik. Sambil merendah dengan berlutut pada sebelah kakinya, Wijang menangkis bindi itu dengan menyilangkan pisau belatinya. Namun tiba-tiba saja bindi itu bagaikan berputar dan terhisap lepas dari tangan orang yang bertubuh pendek itu, jatuh setapak di depan kaki Wijang. Ketika orang itu siap untuk meloncat dan meraih bindinya, maka ujung pisau belati Wijang telah terangkat siap mematuk orang bertubuh pendek itu. Orang itu meloncat surut. Sementara itu, orang yang bertubuh raksasa itupun belum siap sepenuhnya untuk kembali bertempur. "Masih ada kesempatan untuk menyerah" berkata Wijang kemudian. Namun orang yang bersenjata kapak itu justru menggeram. Tangannya yang sudah menggenggam tangkai kapaknya dengan baik, telah siap untuk mengayunkan kapaknya lagi. "Apakah kita akan bertempur terus?" bertanya Wijang. "Persetan, kau" geram orang berkapak itu.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Kawanmu telah kehilangan senjatanya" "Kau akan kehilangan nyawamu" Wijang tertawa. Katanya, "Apakah kau merasa akan menang dalam pertempuran ini" Jika para pengikut Harya Wisaka telah membunuh saudara-saudara seperguruanmu, itu peringatan bahwa kemampuan para pengikut Harya Wisaka lebih tinggi dari kemampuan saudara-saudara seperguruanmu. Nah, sekarang aku akan membuktikannya" "Kau akan menyesali kesombonganmu" "Bukan aku yang akan menyesal. Tetapi kau" Orang bersenjata kapak itu tiba-tiba telah berlari sambil mengangkat kapaknya siap untuk diayunkannya ke kepala Wijang. Sementara itu, kawannya yang kehilangan bindinya menunggu kesempatan. Jika perhatian lawannya itu sepenuhnya tertuju kepada kawannya yang bersenjata kapak, maka ia berniat untuk menggapai senjatanya. Ternyata Wijang tidak beranjak dari tempatnya. Ia berdiri sambil menyilangkan tangannya sebagaimana dilakukan sebelumnya. Ia telah siap menangkis serangan itu dengan perisai di pergelangan tangannya. Tetapi lawannya benar-benar telah mengerahkan segenap tenaga dan kekuatannya. Dengan ancang-ancang yang cukup, maka serangannya itu akan merupakan serangan yang menentukan. Dengan gelora yang bagaikan hendak meledakkan dadanya, orang itupun berteriak keras-keras. Kapaknya terangkat semakin tinggi. Kemudian pada saat kapak itu mulai bergerak berayun mengarah ke kepala Wijang, sementara orang itu masih berlari. Namun yang terjadi sangat mengejutkannya. Ternyata Wijang tidak menangkis serangan itu. Bahkan iapun telah bergeser, menghindar sambil merendahkan tubuhnya. Tangannya yang bersilang itupun telah ditariknya pula di sisi tubuhnya.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Kapak itu terayun mengerikan. Tetapi kapak itu tidak menyentuh apa-apa sama sekali. Dengan demikian, maka tubuh orang itu justru telah terseret oleh ayunan kapaknya, sehingga orang itu justru terhuyung-huyung. Ketika kaki Wijang menyentuh punggungnya, maka orang itupun tidak mampu lagi mempertahankan keseimbangannya, sehingga iapun jatuh tertelungkup. Terdengar orang itu menyeringai menahan sakit. Dadanya telah menimpa kapaknya sendiri. Untunglah, bahwa tulangtulang iganya itu hanya membentur punggung dari kapaknya. Jika saja tulang-tulangnya itu terkena tajam kapaknya, maka tulang-tulang iganya itu tentu menjadi rantas. Meskipun demikian, meskipun tulang-tulang iganya itu hanya menimpa punggung kapaknya, namun rasa-rasanya tulang-tulang iganya itu telah menjadi retak. Meskipun demikian, orang bersenjata kapak itu masih berusaha untuk bangkit berdiri. Meskipun ia harus menyeringai menahan sakit, namun ia masih saja menggeram, "Aku bunuh kau" Wijang tersenyum sambil berkata, "Jadi kau masih belum mengakui kenyataan ini?" "Kenyataan yang mana" Kenyataan bahwa aku akan mengambil nyawamu?" "Kau memang gila" berkata Wijang. "Tetapi jangan menunggu aku kehilangan kesabaran" "Aku akan mengoyak mulutmu" Wijang memandang orang itu dengan tajamnya. Kemudian katanya, "Aku akan mengembalikan bindi kawanmu. Kita akan mulai lagi. Tetapi aku tidak akan mengendalikan diri lagi. Kalian akan mengalami kenyataan yang amat pahit" Orang yang bertubuh pendek dan bersenjata bindi itu termangu-mangu. Ia ragu-ragu mengambil bindinya. Ia menyangka bahwa lawannya itu sekedar menjebaknya. Namun Wijang itu bergeser beberapa langkah sambil berkata, "Cepat. Ambil senjatamu sebelum aku mulai"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Dengan tergesa-gesa orang itupun menggapai bindinya. Kemudian berdiri tegak menghadapi kemungkinan untuk bertempur lagi. Tetapi orang bertubuh agak pendek dan bersenjata bindi itu telah dicengkam oleh perasaan aneh. Kenapa lawannya itu membiarkannya mengambil bindinya" Sementara itu, dalam pertempuran yang akan terjadi lagi, bindinya itu akan dapat mencelakainya. Tetapi ia tidak sempat berpikir terlalu panjang. Kawannya yang bertubuh tinggi besar dan bersenjata kapak itu sudah mulai mengayunkan kapaknya lagi, meskipun dadanya masih terasa sakit. Wijangpun segera memutar pisau belatinya seperti balingbaling di kedua belah tangannya. Ketika orang yang bersenjata kapak itu menyerangnya, maka Wijangpun dengan cepat mengelak. Sementara itu, Paksipun bertempur dengan sengit pula. Kedua lawannya yang bersenjata golok menyerangnya beruntun dari arah yang berbeda. Dengan tenaga yang besar, kedua lawan Paksi itu mengayunkan golok mereka tanpa terkendali lagi. Mereka benar-benar ingin menebas leher Paksi hingga terpisah dari tubuhnya, atau mengoyak lambungnya sehingga isi perutnya terburai keluar. Namun sepasang golok itu tidak mampu menembus pertahanan Paksi. Tongkatnya berputar dengan cepatnya, sehingga seakan-akan tubuhnya dikelilingi kabut yang rapat. Setiap serangan dari mana pun arahnya, tentu membentur perisai putaran tongkat anak muda itu. Namun kedua orang lawan Paksi itu tidak segera berputus asa. mereka masih saja menyerang dengan garangnya. Kadang-kadang serangan mereka datang beruntun. Namun kadang-kadang serangan mereka pun datang bersamaan. Tetapi tidak segores pun serangan mereka berhasil mengenai kulit lawannya. Bahkan ketika Paksi sudah mulai berkeringat, maka Paksipun telah mulai menyerang pula.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Tongkat Paksi yang berputar seperti baling-baling, sehingga tubuhnya bagaikan diselimuti oleh kabut itu, sekali-sekali justru telah mematuk dengan cepat seperti kepala seekor ular. Namun kemudian tongkat itu menebas mendatar. Semakin lama serangan-serangan Paksipun menjadi semakin cepat. Tongkatnya mulai menyentuh tubuh lawannya. Seorang di antara kedua orang lawannya yang bertubuh sedang agak kekurus-kurusan itu meloncat surut sambil mengaduh tertahan ketika tongkat Paksi mematuk pundaknya. "Anak iblis" justru orang yang berwajah garang itulah yang mengumpat. "Kau akan menyesal karena kau sudah menyakiti seorang di antara kami" Namun baru saja mulutnya terkatup, orang itu justru berteriak sambil mengumpat semakin kasar. Ternyata tongkat Paksi yang terayun mendatar telah menyambar lengannya. Terasa tulang di lengannya itu menjadi nyeri seakan-akan telah menjadi retak. Tongkat Paksi tidak berhenti berputar. Rasa-rasanya semakin lama justru menjadi semakin cepat. Ujungnya bagaikan lalat yang berterbangan di seputar tubuh kedua lawannya yang setiap kali akan dapat hinggap di tubuh mereka. Sebenarnyalah beberapa kali Paksi berhasil mengenai lawannya. Orang yang bertubuh tinggi kekurus-kurusan itu terpelanting jatuh ketika tongkat Paksi mendorong dadanya, justru pada saat orang itu meloncat surut mengambil jarak. Dengan sigapnya ia berdiri. Tetapi sebelum ia tegak benar, maka kawannya telah terlempar pula. Kaki Paksilah yang telah mengenai dadanya, sehingga orang itu terjatuh dan menimpa kawannya yang sedang berusaha untuk berdiri tegak. Dengan demikian, maka keduanya telah berguling-guling lagi di tanah. Namun Paksipun tidak melepaskan mereka. Dengan cepat ia meloncat memburu. Ketika orang yang berwajah garang itu dengan cepat melenting berdiri, tongkat Paksipun telah terayun dengan derasnya, menghantam punggung.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Orang itu berteriak kesakitan. Dengan derasnya ia jatuh tertelungkup. Wajahnya telah tersuruk ke dalam tanah yang kotor berdebu. Sementara itu, ketika lawannya yang lain telah berdiri tegak, maka sambil membelakanginya, tongkat Paksi terjulur mematuk perut orang itu, sehingga orang itu terbungkuk kesakitan. Dalam keadaan yang demikian, maka Paksipun meloncat sambil memutar rubuhnya. Satu kakinya terayun mendatar menyambar kening lawannya. Tidak ada kesempatan untuk mempertahankan keseimbangan tubuhnya. Dengan kerasnya orang itu terpelanting jatuh menimpa pohon yang tumbuh di pinggir jalan itu. Dengan serta-merta orang itupun mengaduh kesakitan. Ketika ia mencoba untuk bangkit, maka iapun terhuyunghuyung dan jatuh pula di tanah sambil menahan sakit. Tulangtulang di punggungnya rasa-rasanya telah berpatahan. Lawan Paksi yang seorang menjadi bimbang. Ia sadar, bahwa ia tidak akan menang melawan anak muda itu. "Pengikut Harya Wisaka ini memang berilmu tinggi" berkata lawannya itu di dalam hatinya Paksi melihat kebimbangan di sorot mata lawannya. Karena itu, maka iapun berkata, "Nah, apakah kalian masih akan berusaha menangkap kami" Sebaiknya kalian melihat kenyataan bahwa kalian tidak akan mungkin dapat melakukannya" Kedua lawannya tidak menjawab. Yang seorang masih kesakitan, sedangkan yang seorang lagi semakin dicengkam oleh kebimbangan. Selain lawan Paksi itu masih dicengkam oleh keraguraguan, maka tiba-tiba saja mereka melihat orang yang bersenjata kapak itu terlempar dan jatuh ke dalam kotakkotak sawah yang tanahnya basah berlumpur. Kapaknya terlepas dari tangannya dan jatuh ke dalam parit yang airnya nampak bening, gemericik mengalir tidak berkeputusan.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Sementara itu, orang yang bersenjata bindi itupun telah meletakkan senjatanya di tanah sambil berkata, "Aku menyerah" Wijang menggeram. Katanya, "Aku akan membunuhmu" Orang bersenjata bindi itu memandang Wijang dengan sorot mata yang memelas. Tetapi ia tidak berkata apapun juga. Wijang masih berdiri sambil bertolak pinggang. Sementara itu Paksipun datang mendekatinya sambil berdesis, "Apa yang akan kita lakukan atas mereka?" Sebelum Wijang menjawab, ia melihat orang yang bertubuh tinggi besar dan bersenjata kapak yang tercebur ke dalam lumpur itu berusaha untuk bangkit Namun kemudian Wijang itupun bertanya kepada orang yang bersenjata bindi itu, "Kalian datang dari perguruan mana?" Orang itu bersenjata bindi itu termangu-mangu. Di luar sadarnya ia berpaling kepada kawannya yang masih berusaha naik ke tanggul parit. "Jawab pertanyaanku" Wijang membentak, "kalian murid dari perguruan mana?" Orang itu masih belum menjawab. "Baik, baik. Jika kalian tidak mau menjawab, maka kalian akan mati tanpa kami kenali, siapakah yang telah kami bunuh. Tetapi jika kalian datang dari sebuah perguruan yang sudah pernah kami dengar namanya, maka kami akan mengabari saudara-saudara seperguruan kalian, bahwa kalian mati di sini. Atau bahkan kami akan membiarkan kalian pergi" Orang-orang itu masih tetap berdiam diri. Sementara itu orang yang bertubuh tinggi besar dan bersenjata kapak itu sudah berdiri di atas tanggul parit. Wijanglah yang berkata kepadanya, "Kapakmu terjatuh ke dalam parit. Jika kau ingin mengambilnya, ambil. Kau akan lebih berbangga mati dengan senjata di tangan daripada dengan merundukkan kepalamu di hadapanku sebelum pisauku menghunjam menusuk punggungmu menembus sampai ke jantung"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Orang bertubuh raksasa itu berdiri dengan ragu. Namun akhirnya iapun berkata, "Aku menyerah. Apa pun yang kami lakukan, tidak akan berarti apa-apa" "Apakah kau juga berkeberatan menyebut perguruanmu" Apakah kalian datang dari Perguruan Sad, Umbul Telu, Tegal Arang atau dari mana?" "Kau kenali nama-nama perguruan itu?" "Ya. Aku kenal juga dengan orang-orang dari Goa Lampin" Orang bertubuh raksasa itupun kemudian menjawab, "Kami datang dari perguruan yang belum kau sebut" "Perguruan apa?" "Perguruan Kayu Legi" Wijang dan Paksi termangu-mangu sejenak. Namun kemudian Wijangpun menggeram, "Kau akan menipu kami?" "Tidak. Aku berkata sebenarnya. Kami mendengar bahwa ada beberapa orang anak muda yang memang dikirim oleh para pengikut Harya Wisaka ke daerah ini dan diserahkan kepada Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung yang mempunyai beberapa tempat tinggal. Satu di antaranya adalah Panjatan. Karena itu, kami mendapat tugas untuk mengawasi padukuhan ini" Wijang mengangguk-angguk kecil. Iapun kemudian berpaling kepada Paksi sambil berkata, "Biarlah mereka pergi. Biarlah berita itu tersebar di daerah ini, bahwa anak-anak muda yang dikirim oleh Harya Wisaka, bukan anak yang masih ingusan. Biarlah mereka memberitahukan kepada guru mereka, bahwa tidak ada gunanya memusuhi kami, karena kami tidak berniat memusuhi mereka" Paksi menarik nafas dalam-dalam. Kemudian katanya kepada orang yang bertubuh tinggi besar itu, "Pergilah. Katakan bahwa kami memang tidak berniat memusuhi siapa pun di sini. Kami dipersiapkan untuk pada satu saat berada di istana Pajang. Dengan atau tanpa cincin kerajaan itu. Jika hal itu terjadi, maka kami akan melihat, perguruan yang manakah yang dapat kami ajak bekerja sama dengan kami serta perguruan manakah yang harus kami hancurkan untuk
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
selama-lamanya. Jika setelah beberapa perguruan bergabung kalian tidak dapat mengalahkan kekuatan Harya Wisaka, maka perguruan-perguruan yang terpisah itu tidak akan mampu berbuat apa-apa" "Tetapi sekarang Harya Wisaka sudah tertangkap" "Kekuatan kami tidak terletak hanya pada satu orang. Meskipun Harya Wisaka sudah tertangkap, tetapi pancaran perjuangannya tidak meredup. Jika sekarang kami tidak bergerak, karena kami bukan orang-orang bodoh yang tidak mempunyai perhitungan" Orang-orang itupun terdiam. Sementara Wijangpun berkata, "Sampai sekarang, yang sudah menyatakan kesediaannya berjuang bersama kami adalah Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung. Keduanya memiliki beberapa orang pengikut dari beberapa tempat. Tetapi dalam waktu dekat, tidak akan ada gerakan apa-apa, karena kami tidak mau terperosok lagi ke dalam satu kegagalan yang pahit. Baru setelah kami benar-benar bersiap, kami akan mulai dengan gerakan kami. Nah, terserah kepada kalian, kepada orang-orang Kayu Legi, di mana kalian akan berdiri" Orang-orang yang mengaku dari Perguruan Kayu Legi itu mengangguk-angguk kecil. Sementara Wijangpun berkata, "Pergilah. Sampaikan salam kami kepada guru kalian. Dendam yang membakar jantungnya tidak perlu dikipasi terus. Yang pernah terjadi biarlah terjadi. Kita memandang masa-masa mendatang. Namun seandainya gurumu tidak setuju, tidak apa-apa. Tetapi jangan ganggu kami. Jangan ganggu Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung agar kalian tidak memaksa kami bergerak lebih cepat di daerah ini. Sekali lagi aku beritahukan, bahwa anak-anak dari angkatan mendatang itu bukan anak-anak ingusan. Sekarang kalian berhadapan dengan dua orang di antara mereka. Sementara itu beberapa kelompok di antara kami telah berada di daerah ini. Siapa yang membuka permusuhan dengan kami, nasibnya sudah dapat diramalkan"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Keempat orang itu masih tetap berdiam diri. Sementara itu, Paksipun berkata, "Sekarang pergilah. Ambil senjata kalian yang terjatuh. Kami beritahu sekali lagi, bahwa Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung hari ini tidak berada di Panjatan" Keempat orang itu masih saja merasa ragu. Namun kemudian orang yang bertubuh raksasa itupun berkata, "Baiklah. Kami minta diri" Demikianlah, maka keempat orang itupun segera meninggalkan tempat itu. Mereka yang senjatanya terlepas dari tangan masih sempat memungutnya dan membawa pergi. Seorang di antara mereka harus dibantu oleh kawannya, karena punggungnya yang kesakitan. Rasa-rasanya tulangnya menjadi retak. Demikian keempat orang itu berjalan menjauh, maka Paksipun berdesis, "Ternyata bahaya bagi anak-anak itu dapat datang dari segala arah" "Ya. Banyak orang yang mendendam terhadap Harya Wisaka" "Jika kita tidak segera berhasil, mungkin sekali para petugas sandi dari Pajanglah yang akan berhasil lebih dahulu menangkap mereka. Tetapi tentu dengan pilihan, hidup atau mati" Wijang mengangguk-angguk. Ia menangkap penyesalan yang tersirat dari kata-kata Paksi, bahwa mereka telah terlalu lama berhenti di perjalanan. Namun Wijang dapat mengerti, sehingga karena itu, ia sama sekali tidak menanggapinya agar tidak timbul salah paham. Namun Paksi itu kemudian bertanya, "Sekarang, apakah kita akan langsung pergi ke Panjatan?" Wijang mengangguk. Katanya, "Ya. Kita akan langsung pergi ke Panjatan" "Marilah. Kita masih mempunyai waktu" Demikianlah, maka Wijang dan Paksipun segera meneruskan perjalanan mereka ke Padukuhan Panjatan. Wijang dan Paksi masih ingat betul, di mana mereka pernah
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
berdiri di depan regol rumah yang dihuni oleh Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung. Pada waktu mereka datang ke Panjatan, maka tiba-tiba saja mereka sudah berhadapan dengan seorang perempuan yang mengenakan pakaian berwarna hijau pupus. Nyi Pupus Rembulung. Ketika mereka kemudian berdiri beberapa puluh langkah dari regol Padukuhan Panjatan, merekapun berhenti. Dengan nada dalam Wijang berdesis, "Jika dugaan orang-orang yang mengaku dari perguruan Kayu Legi itu benar, bahwa anakanak muda yang dikirim kepada Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung berada di Panjatan, maka padukuhan itu tentu dapat perlindungan lebih dari biasanya oleh para pengikut Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung. Apalagi jika Ki Repak Rembulung Nyi Pupus Rembulung sendiri ada di padukuhan itu. Bahkan jika demikian, maka Ki Gede Lenglengan tentu juga berada di Panjatan" Paksi mengangguk-angguk. Katanya kemudian, "Kita akan mendekati regol padukuhan itu tidak melewati jalan ini" "Baik" sahut Wijang, "kita akan turun ke sawah" Demikianlah, Wijang dan Paksipun segera turun ke sawah. Mereka merayap mendekati regol padukuhan dari arah samping. Mula-mula mereka bergeser ke arah dinding padukuhan. Sambil berlindung di antara batang-batang perdu mereka semakin mendekati regol. Dengan mengetrapkan ilmu mereka, Sapta Pandulu dan Sapta Pangrungu, mereka mencoba untuk mengetahui apakah ada penjagaan khusus di regol padukuhan. Namun menurut penilikan mereka berdua, tidak seorang pun berada di regol padukuhan itu. Tidak terdengar suara dan bahkan tidak terdengar desah nafas. Apalagi nampak sosok tubuh seseorang. Meskipun demikian, keduanya tidak ingin memasuki padukuhan itu lewat regol. Merekapun kemudian telah meloncati dinding padukuhan setelah mereka yakin, bahwa tidak ada pengawasan atas dinding padukuhan itu.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Sesaat kemudian, maka mereka berdua telah berada di dalam lingkungan Padukuhan Panjatan. Padukuhan yang mempunyai ciri yang khusus, karena di padukuhan itu tinggal Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung, meskipun mereka tidak selalu berada di padukuhan itu, karena Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung mempunyai tempat tinggal yang lain. Bahkan mungkin tidak banyak yang tahu, bahwa sepasang suami-istri yang seakan-akan dibayangi oleh kabut rahasia itulah yang disebut Repak Rembulung dan Pupus Rembulung. Namun Wijang dan Paksi tidak melihat sesuatu yang menarik di dalam padukuhan itu. Di malam hari, padukuhan ini nampak lengang seperti padukuhan-padukuhan yang lain. Sepi. Tidak ada seorang pun yang berada di jalan. "Kita lihat gardu itu. Bukankah tidak jauh dari regol rumah Repak Rembulung itu terdapat sebuah gardu?" Paksi mengangguk-angguk. Dengan sangat berhati-hati mereka berusaha mendekati gardu yang pernah mereka lihat. Tetapi keduanya tidak menyusuri jalan utama padukuhan itu. Mereka telah memilih melintasi halaman dan kebun, sehingga setiap kali mereka harus meloncati dinding halaman. Baru beberapa saat kemudian mereka sampai ke halaman yang terletak berseberangan dengan gardu yang pernah mereka lihat. Ternyata gardu itu kosong. Tidak seorang pun berada di gardu itu. Bahkan lampu di gardu itu pun tidak menyala sama sekali. Wijang dan Paksi itupun kemudian bergeser pula. Merekapun kemudian berhenti di halaman rumah yang berseberangan dengan regol rumah seorang perempuan yang dikenalnya sebagai Pupus Rembulung itu. Ternyata regol itupun sepi-sepi saja. Tetapi ada satu atau dua orang yang berjaga-jaga. Wijangpun kemudian telah menggamit Paksi sambil berbisik, "Tidak ada tanda-tanda bahwa mereka berada di sini"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Paksi mengangguk-angguk. Namun iapun kemudian bertanya, "Apakah mungkin Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung sengaja menyamarkan keberadaan mereka?" "Memang mungkin. Tetapi seandainya demikian, permainan Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung itu sangat berbahaya" jawab Wijang. "Mungkin mereka terlalu yakin akan kekuatan yang tersimpan di dalam rumah itu. Kehadiran Ki Gede Lenglengan bersama beberapa orangnya, menambah keyakinan Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung akan kekuatan yang tersimpan di rumah mereka, sehingga mereka tidak memerlukan pengawasan di luar rumah" Keduanya akhirnya mengambil keputusan untuk meninggalkan Padukuhan Panjatan. Mereka berkesimpulan bahwa Repak Rembulung dan Pupus Rembulung serta anakanak muda yang diserahkan oleh Ki Gede Lenglengan kepada mereka, tidak berada di Panjatan. Meskipun demikian, Paksi itupun berkata, "Kita dapat menghubungi pande besi di pasar itu" Wijangpun mengangguk-angguk. Salah seorang di antara mereka adalah orang Panjatan. "Ya. Besok kita dapat berhubungan dengan Lebak. Mudahmudahan ia masih bekerja di pasar. Agaknya besok pasar itu sudah menjadi lebih ramai lagi" Dengan demikian, maka kedua orang itupun kemudian telah meninggalkan Padukuhan Panjatan. Mereka berharap bahwa Lebak, yang rumahnya di Padukuhan Panjatan itu, akan dapat memberikan sedikit keterangan tentang tempat tinggal Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung, meskipun seandainya Lebak tidak tahu pasti, apa yang sebenarnya terjadi. Mungkin Lebak dapat menyebut orangorang baru yang tinggal di Panjatan, terutama anak-anak muda. -ooo00dw00ooo-
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Jilid 38 DI PERJALANAN kembali ke gubuk mereka, Wijang dan Paksi tidak menemui hambatan apapun. Tetapi agaknya mereka tidak akan tidur semalam suntuk, karena ketika mereka sampai di gubuk mereka, langit telah nampak menjadi semburat merah. "Sebentar lagi fajar akan menyingsing" berkata Wijang. Lalu iapun bertanya, "Apakah kau masih akan tidur meskipun sebentar?" Paksi menggeleng. Katanya, "Tidak. Bukankah sudah saatnya kita bangun sekarang seandainya kita tidur semalam?" Wijang mengangguk-angguk. "Namun lebih baik kita pergi ke sungai" Merekapun kemudian membersihkan diri di sebuah belik kecil dengan mata air yang bening, yang terdapat di pinggir sungai. Ketika kemudian matahari terbit, maka Wijang dan Paksi sempat duduk di dalam gubuknya. Sebelum cahaya matahari menembus cahaya fajar, Paksi masih sempat memanasi minuman. Namun demikian langit menjadi cerah, Paksipun telah memadamkan apinya agar asapnya tidak menarik perhatian. Sambil menghirup minuman hangat, Wijang dan Paksi masih berbincang tentang keberadaan Repak Rembulung dan Pupus Rembulung. "Kita nanti akan menemui Lebak di pasar" desis Paksi. "Ya. Kita kemarin juga berjanji untuk datang pagi-pagi" "Berjanji?" "Ya. Kepada Kinong" Paksi tersenyum. Katanya, "Jika demikian, apakah kita akan berangkat sekarang?" "Ya. Kita tentu sudah terlambat menurut perhitungan waktu Kinong"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Keduanyapun kemudian telah berkemas serta membenahi pakaian mereka. Sesaat kemudian, merekapun sudah menuruni kaki Gunung Merapi untuk pergi ke pasar. Ternyata pasar itu sudah menjadi semakin ramai. Mereka yang berjualan di pasar itu sudah menjadi semakin banyak. Demikian pula para pembelinya. Demikian mereka berdiri di depan pintu gerbang pasar, mereka melihat Kinong membawa bakul di atas kepalanya. Agaknya Kinong tergesa-gesa. Namun ternyata Kinong sempat melihat mereka pula. Seperti yang dikatakan Wijang, maka Kinong itu berkata, "Kalian datang terlalu siang" Wijang dan Paksi tersenyum. Tetapi mereka tidak sempat menjawab, karena Kinong tidak berhenti. Dengan berlari-lari kecil Kinong membawa bakul itu ke sebuah pedati yang berhenti di ujung deretan kedai yang juga sudah semakin banyak yang membuka pintunya. Sudah ada empat buah kedai yang sudah menjajakan dagangannya. Nasi hangat, sayur dengan berbagai lauknya serta bermacam-macam makanan. Namun nampaknya tidak hanya sebakul saja barang yang dibawa Kinong ke pedati yang berhenti di ujung deretan kedai itu. Ternyata anak itu masih berlari-lari kecil masuk kembali ke pasar. Wijang dan Paksi yang tidak terburu-buru itu menunggu sampai Kinong selesai. Mereka justru ingin tahu, apa yang dibawa Kinong dan dimuat di pedati itu. Setelah berlari-lari kecil hilir-mudik, maka Kinongpun telah selesai. Sambil tersenyum-senyum ia melangkah mendekati Wijang dan Paksi yang masih berada di luar pagar. "Kau sibuk hari ini, Konong?" bertanya Paksi. Kinong yang masih tersenyum-senyum itupun berkata, "Ya. Rejeki" "Apa saja yang kau bawa ke pedati itu?" "Bahan makan. Ada beras, ada jagung, dan kebutuhan dapur. Garam, gula kelapa, terasi, ikan yang sudah diasinkan dan beberapa kebutuhan yang lain"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Apakah ada orang yang akan mengadakan perhelatan atau upacara?" Kinong menggeleng sambil menjawab, "Entahlah. Aku tidak tahu" "Siapa yang berbelanja itu?" Kinong termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun menjawab, "Kau lihat dua orang perempuan yang menuju ke pedati itu" Nah, merekalah yang berbelanja" "Kau pernah lihat mereka sebelumnya?" Kinong mengerutkan dahinya. "Mungkin. Mungkin aku pernah melihatnya, tetapi kapan, aku lupa" "Di pasar ini" Sudah lama?" desak Paksi. "Agaknya belum terlalu lama. Juga di pasar ini. Entah kapan" Paksi tersenyum. Katanya, "Sukurlah. Mudah-mudahan kau mendapat banyak rejeki seperti hari ini" Tiba-tiba saja Kinong itu bertanya, "Kakang sudah makan pagi?" "Sudah. Kenapa?" "Kalau Kakang berdua belum makan pagi, marilah, kita makan pagi. Nasi tumpang atau ketan ragi atau ketela rebus legen" Nah, apa saja. Aku yang bayar" Wijang dan Paksi tertawa serentak, sehingga beberapa orang di sekitarnya berpaling. "Terima kasih, Kinong" jawab Wijang. "Sayang, kami sudah makan pagi meskipun hanya nasi wadang. Nasi yang semalam tersisa. Tetapi kami sudah kenyang. Nah, kau dapat menabung uangmu itu. Bukankah kau masih senang menabung?" Kinong itu mengangguk. "Nah, lihat, pedati itu sudah mulai bergerak" Kinong pun memandang pedati yang memang sudah mulai bergerak itu. Iapun berdesis, "Jarang orang memberikan upah sebanyak kedua orang perempuan itu" "Tetapi barang yang kau bawa cukup banyak, Kinong. Nah, sebaiknya sekarang kau beristirahat di depan penjual nasi
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
tumpang itu. Minum dawet cendol, makan nasi tumpang, lempeng gendar dan besengek tempe" Kinong tersenyum. Namun ia masih berkata, "Marilah. Makan apa saja. Aku ingin makan bersama Kakang berdua" Paksi menepuk bahu Kinong sambil berkata, "Makanlah. Aku ingin melihat pande besi itu. Nampaknya pande besi itu sudah mulai bekerja lagi" "Ya. Sudah sejak pagi-pagi tadi. Tanpa pande besi itu, rasarasanya pasar ini memang sepi" jawab Kinong. Namun iapun kemudian bertanya, "Tetapi apa yang Kakang cari pada pande besi itu?" "Kami ingin membeli kapak kecil untuk membelah kayu bakar. Atau parang atau sebangsanya" "Nanti aku cari Kakang di tempat pande besi itu" "Baik. Sekarang pergilah ke penjual nasi itu" Tetapi sebelum Kinong pergi ke penjual nasi, terdengar seseorang memanggilnya. Kinong berpaling. Seorang perempuan memberi isyarat kepadanya untuk mendekat. "Sebentar ya, Kang" berkata Kinong sambil berlari membawa keranjangnya. Perempuan yang memanggil Kinong itu adalah seorang penjual sayuran. Seorang perempuan yang sedang berbelanja cukup banyak memerlukan bantuan Kinong untuk membawanya. "Kau bersedia membawa sayuran itu sampai ke rumah?" bertanya perempuan itu. "Di mana Bibi tinggal?" bertanya Kinong. "Tidak jauh. Padukuhan di seberang bulak sebelah" "Banyuurip?" "Bukan. Masih menyusur parit di sebelah gumuk" "Padukuhan mana?" "Tegalsari" Kinong termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun mengangguk sambil menjawab, "Baik, Bi. Aku akan mengantar Bibi ke Tegalsari" Wijang dan Paksi saling berpandangan. Kinong adalah seorang anak yang sangat rajin bekerja. Nampaknya ia tidak
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
mempunyai kesempatan untuk bermain sebagaimana para remaja sebayanya. "Sukurlah bahwa Kinong mengerjakan pekerjaannya dengan gembira" desis Wijang. Paksi mengangguk-angguk. Dipandanginya Kinong yang bekerja dengan tangkasnya, mengisi keranjangnya dengan berbagai macam sayuran yang telah dibeli oleh perempuan itu. Sementara itu perempuan itu sendiri masih membawa sebakul sayuran pula, yang kemudian digendongnya di punggungnya. Sejenak kemudian, maka Kinongpun telah mengusung keranjangnya di atas kepalanya, mengikuti perempuan yang mengupahnya. "Sekarang kita ke mana?" desis Paksi. "Bukankah kita berniat menemui Lebak" Kita pergi ke pande besi itu" Keduanyapun kemudian melangkah menyusup di antara orang-orang yang sedang berbelanja di pasar. Mereka menuju ke tempat para pande besi bekerja membuat berbagai macam alat dari besi dan baja. "Lebak ada di sana" desis Paksi. "Apakah kita dapat mengganggunya" Nampaknya ia sedang sibuk" "Kita bertanya saja kepadanya, apakah ada sedikit waktu untuk berbicara" Di depan tempat para pande besi itu bekerja, keduanya berhenti. Dengan agak ragu Paksipun berkata, "Lebak" Apakah ada waktu sedikit" Aku ingin bertanya serba sedikit. Jika sekarang kau sedang sibuk, maka aku akan datang nanti di saat-saat kau beristirahat" Lebak memandang kedua orang anak muda itu. Ia mengenal mereka berdua. Tetapi sudah agak lama keduanya tidak nampak di pasar itu.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Sejenak Lebak termangu-mangu. Namun kemudian iapun berkata, "Baiklah. Jika tidak terlalu lama, kita berbicara sekarang saja" Lebakpun kemudian minta ijin kepada seorang yang sudah separo baya. Namun tubuhnya masih nampak kokoh. Lebakpun kemudian mendekati Wijang dan Paksi yang berdiri tidak jauh dari tempat kerja para pande besi itu. Namun demikian Lebak menghampirinya, maka merekapun segera berjongkok di dekat alat-alat yang terbuat dari besi dan baja yang sudah siap, yang dapat dibeli oleh mereka yang membutuhkannya. "Lebak" desis Paksi, "bukankah kau baru saja pulang ke Panjatan?" "Sudah beberapa hari yang lalu" jawab Lebak. "Maaf, Lebak. Kami ingin tahu, apakah di Panjatan ada penghuni baru" Maksudku beberapa orang anak muda?" Lebak mengerutkan dahinya. Sementara Paksipun berkata, "Lebak, aku mencari seorang sahabatku. Ia bersama dua atau tiga orang sepupunya berada di rumah bibinya di Panjatan. Nah, jika benar mereka berada di sana, kau tentu pernah melihatnya atau mendengar dari kawan-kawanmu, bahwa ada orang baru di padukuhanmu" Lebak mengerutkan dahinya. Katanya sambil menggeleng, "Aku tidak melihat orang lain di padukuhanku. Ketika aku pulang beberapa hari yang lalu, yang aku temui adalah orangorang yang sudah aku kenal dengan baik. Kawan-kawanku pun tidak ada yang mengatakan bahwa di padukuhan kami ada orang-orang baru. Sebenarnyalah tidak mudah orang baru berada di padukuhan kami" Wijang dan Paksipun mengangguk-angguk. Mereka memang menjadi semakin yakin, bahwa Repak Rembulung dan Pupus Rembulung tidak berada di Panjatan, meskipun mereka mempunyai landasan yang kuat di padukuhan itu. "Baiklah, Lebak. Kami mengucapkan terima kasih" "Maaf. Hanya itulah yang dapat aku beritahukan kepadamu"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Itu sudah cukup" "Mungkin lebih baik kalian pergi saja ke Panjatan. Tetapi kalian harus berhati-hati" "Mungkin pada kesempatan lain, kami akan pergi ke Panjatan. Jika saja aku tahu kapan kau pulang" Lebak mengerutkan dahinya. Dengan suara yang dalam iapun berkata, "Bukan maksudku menolak kunjunganmu. Tetapi jika kalian pergi ke Panjatan bersama saat-saat aku pulang, mungkin akibatnya akan panjang. Bukan saja bagi kalian. Tetapi juga bagi keluargaku" Wijang dan Paksi mengangguk-angguk. "Aku mengerti, Lebak. Sekali lagi kami mengucapkan terima kasih" desis Paksi. Keduanyapun kemudian telah minta diri. Sambil bangkit berdiri Wijangpun berkata, "Kau ditunggu oleh tugasmu, Lebak" Lebakpun berdiri pula sambil tersenyum. Katanya, "Sejak matahari terbit, aku sudah ditunggu oleh pekerjaan itu" Wijang dan Paksipun kemudian telah meninggalkan Lebak yang segera kembali ke pekerjaannya. Sementara itu, Wijang dan Paksi masih menyusuri pasar yang menjadi lebih ramai dari sehari sebelumnya. Ketika keduanya berhenti sejenak di dekat seorang penjual kerajinan bambu, seorang perempuan yang lewat tiba-tiba berhenti. Seorang perempuan yang pernah berharap untuk mengambil Paksi menjadi menantunya. "Kau, Ngger" perempuan itu menepuk punggung Paksi. Paksi terkejut. Ketika ia berpaling, dilihatnya perempuan yang berniat mengambilnya sebagai menantu itu tertawa lebar. "Bibi. Apakah Bibi tidak berjualan hari ini?" "Ya. Anak perempuanku yang menungguinya. Aku baru saja menemui seorang saudaraku di pintu gerbang pasar" "O" "He, apakah kau sudah menikah?" Pertanyaan itu membuat jantung Paksi berdebaran. Namun Paksipun menggeleng sambil menjawab, "Belum, Bibi"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Sayang sekali. Tetapi sekarang kau tidak dapat lagi melamar anak perempuanku itu. Anakku memang terlalu cantik, sehingga banyak anak-anak muda yang datang melamarnya. Seperti bunga yang dikerumuni kumbang" "O. Apakah anak Bibi itu sekarang sudah menikah?" "Sudah. Belum lama. Ia dapat melakukan sayembara pilih. Beberapa orang anak muda yang melamarnya harus menunggu, siapakah di antara mereka yang tertimpa rembulan di dalam mimpinya, maka anak muda itulah yang akan dipilih oleh anakku" Paksi mengangguk-angguk. Ketika ia berpaling kepada Wijang, maka dilihatnya Wijang sedang menahan tertawanya. "Ternyata seorang di antara anak-anak muda itu adalah seorang anak bebahu padukuhan yang kaya. Seorang yang pandai dan rajin. Seorang yang cerdas dan lebih-lebih lagi, berwajah tampan" "O, sukurlah. Anak muda itu tentu akan menggantikan ayahnya menjadi bebahu padukuhan itu kelak" "Ia mempunyai beberapa orang saudara laki-laki. Di antaranya ada yang lebih tua, yang kelak akan mewarisi kedudukan ayahnya" "O" Paksi mengangguk-angguk. Katanya, "Meskipun demikian, bebahu itu tentu mempunyai sawah yang luas. Mungkin juga pategalan dan kebun kelapa" "Ya" "Anak perempuan Bibi itu seharusnya tidak perlu lagi ikut berjualan di pasar. Ia dapat membantu suaminya di rumah. Mungkin menunggu perempuan yang bekerja di sawah. Mungkin menunggui mereka yang sedang menumbuk padi. Atau tugas-tugas yang lain" Perempuan itu menggeleng. Katanya, "Sejak kecil ia sudah terbiasa berada di pasar. Ikut berjualan. Kebiasaan itu tidak dapat begitu saja ditinggalkannya" "Jika saja suaminya tidak berkeberatan"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Perempuan itu termangu-mangu sejenak. Kemudian katanya, "Ya. Suaminya tidak berkeberatan. Bahkan suaminya dengan rajin ikut membantunya" "Maksud Bibi?" "Suaminya ikut berjualan di pasar. Ternyata pekerjaan itu cocok baginya. Meskipun ia anak orang kaya, tetapi ia tidak segan-segan bekerja berat bersama isterinya" "O" "Dengan begitu keduanya nampak sangat berbahagia" "Sukurlah. Bibi tentu kecewa bila Bibi mengambil aku sebagai menantu. Aku adalah orang yang tidak betah untuk tinggal. Aku selalu berkeliaran ke mana-mana" "Tetapi jika kau mempunyai isteri cantik seperti anakku, maka kau tentu akan betah tinggal di rumah. Kau tidak akan beranjak sejenak pun" "Ah" "Jangan menyesal, anak muda. Mudah-mudahan kelak kau mendapat seorang isteri yang cantik dan baik hati" "Mudah-mudahan, Bibi. Doakan saja" Perempuan itupun kemudian meninggalkan Paksi. Wijang masih menekan perutnya karena menahan tertawanya. Demikian perempuan itu pergi, maka iapun bertanya, "Apakah anaknya cantik sekali?" "Kau akan pingsan melihatnya" "He?" Paksi tertawa. Katanya, "Ketika mudanya, penjual nasi tumpang itu tentu lebih cantik, dari anak perempuan itu" "Jadi?" "Sudahlah. Kita pergi ke arah pintu gerbang saja" "Kau tidak membeli kebutuhan sehari-hari?" "Bukankah masih ada di rumah?" Wijang mengangguk-angguk. Keduanyapun melangkah menuju ke pintu gerbang. Setelah sempat singgah di sebuah kedai, maka keduanyapun meninggalkan pasar itu kembali ke gubuk mereka yang tersembunyi.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Sambil berbaring di atas selembar ketepe di dalam gubuknya, Wijang itupun berkata, "Kita tidak menemukan mereka di Panjatan. Menurut pendapatmu, apa yang akan kita lakukan kemudian, Paksi?" "Aku masih mempunyai jalur yang lain yang mungkin akan sampai kepada Repak Rembulung dan Pupus Rembulung" "Jalur yang mana?" "Kau ingat Ki Pananggungan?" "He" Ki Pananggungan?" "Ya" Wijang mengangguk-angguk. "Kau ingat Kemuning?" "Gadis cantik kemenakan Ki Pananggungan itu?" "Ya" "Aku ingat" "Kemuning adalah anak angkat Repak Rembulung dan Pupus Rembulung" Wijang menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada dalam iapun berkata, "Mungkin kita akan dapat menempuh jalur ini" "Kita akan mencoba. Kita pergi ke Padukuhan Kembang Arum untuk menemui Ki Pananggungan" "Tetapi kita tidak boleh terlalu berharap, Paksi. Setelah sekian lama kita tidak bertemu, mungkin saja telah terjadi perubahan pada diri Ki Pananggungan" "Tetapi Ki Pananggungan bukan orang yang mudah berubah haluan" "Nampaknya memang begitu. Tetapi bahwa Repak Rembulung dan Pupus Rembulung telah bersedia bekerja sama dengan Ki Gede Lenglengan untuk mengasuh anak-anak muda yang disebutnya angkatan masa datang itu juga merupakan sesuatu yang tidak kita perhitungkan sebelumnya" "Repak Rembulung dan Pupus Rembulung sangat berbeda dengan Ki Pananggungan, Wijang" "Sementara itu, Ki Pananggungan telah mengenal aku sebagai Pangeran Benawa"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Sejenak ia berdiam diri. Pengenalan Ki Pananggungan atas Pangeran Benawa itu memang akan dapat segera mengganggu jika Ki Pananggungan berubah haluan. "Tetapi aku yakin bahwa Ki Pananggungan tidak akan berubah. Apalagi setelah Harya Wisaka tertangkap" "Justru setelah Harya Wisaka tertangkap" Paksi terdiam. Memang banyak hal yang tidak terduga akan dapat terjadi. Namun justru Wijanglah yang berkata, "Baiklah, Paksi, kita akan menemui Ki Pananggungan. Agaknya perubahan sikap pada Ki Pananggungan adalah kemungkinan yang sangat kecil" "Besok kita pergi ke Kembang Arum" Wijang mengangguk-angguk. Namun iapun justru bangkit sambil berkata, "Marilah, kita mencari kelapa muda. Aku haus" Paksi yang duduk di sebelahnya sambil bersandar tiang bambu itupun segera bangkit berdiri pula. Sejenak kemudian, keduanya telah pergi ke pinggir sungai. Dengan tangannya Wijang memanjat naik untuk memetik dua buah kelapa muda serta keduanya masih sempat mencari ikan dan udang dengan kelapa yang masih belum terlalu tua. Demikian langit menjadi gelap, maka Paksipun telah menyalakan api, sementara Wijang membawa seonggok kayu bakar yang telah kering ke dalam gubuknya. Menjelang wayah sepi bocah, keduanyapun makan nasi hangat dengan pepes ikan dan udang yang gurih. Seperti biasanya mereka telah menanak nasi sekaligus untuk esok pagi. Demikian pula lauk dan sayurnya. Namun malam itu keduanya telah sepakat, esok pagi, mereka akan pergi ke Padukuhan Kembang Arum untuk menemui Ki Pananggungan. Malam itu, seperti biasanya, keduanya bergantian tidur di dalam gubuk mereka. Biasanya Wijang yang tidur lebih dahulu. Baru kemudian lewat tengah malam, Paksilah yang tidur sementara Wijanglah yang berjaga-jaga. Tetapi malam itu ternyata Paksi merasa sulit untuk tidur. Ia mulai membayangkan pertemuannya dengan Kemuning.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Seorang gadis yang cantik, yang pernah diselamatkannya dari tangan Bahu Langlang, yang hampir saja menjadikan gadis itu seorang budak, seorang pelayan, tetapi juga seorang isteri yang ke sekian. Baru di dini hari, Paksi sempat tidur sekilas. Namun kemudian iapun harus segera bangun lagi ketika langit mulai dibayangi oleh cahaya fajar. Keduanyapun segera berbenah diri. Mereka masih sempat makan pagi dan mencuci mangkuk-mangkuk yang kotor. Menempatkannya di sudut gubuk mereka. Paksi dan Wijang menyadari, bahwa mereka akan meninggalkan gubuk mereka untuk waktu yang agak lama. Sehingga karena itu, maka mereka telah menyimpan sisa bahan-bahan pangan dan kebutuhan dapur dengan baik. Ketika matahari kemudian terbit, maka merekapun meninggalkan gubuk mereka. Mereka masih berniat untuk pada satu hari kembali lagi ke gubuk kecil mereka yang terlindung itu. Ketika mereka turun ke jalan setapak, maka terasa hangatnya sinar matahari pagi. Di kejauhan, di pepohonan hutan masih terdengar kicau burung-burung liar menyambut hari baru yang segar. Sementara titik-titik embun masih nampak bergayutan di ujung dedaunan. "Kita akan singgah di pasar sebentar" berkata Paksi. "Apakah kita akan membeli bekal di perjalanan?" "Tidak. Aku ingin berbicara dengan Kinong sebentar. Jika kita pergi begitu saja, Kinong akan kehilangan" Wijang tersenyum. Katanya, "Baik. Kita menemui Kinong sebentar" Demikianlah, keduanyapun langsung menuju ke pasar. Agaknya pasar menjadi semakin ramai. Bahkan hari itu adalah hari pasaran, sehingga pasar itu nampak penuh berdesakan. Bahkan beberapa orang yang berjualan tidak tertampung ke dalam pasar, sehingga mereka menjajakan dagangannya di luar dinding pasar. Sementara itu, di sudut pasar itu terdapat pula beberapa ekor kambing, lembu bahkan kerbau yang terikat untuk dijual.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Di pintu gerbang pasar, Wijang dan Paksi telah bertemu dengan Kinong yang berjalan dengan sebelah tangan melenggang, sedang tangannya yang lain menjinjing keranjang kecilnya. "Kinong" Paksipun memanggilnya. Kinong berpaling. Ketika dilihatnya Paksi dan Wijang, iapun segera mendekatinya sambil berkata, "Hari ini Kakang berdua datang lebih pagi" Paksi dan Wijang tertawa. "Kau yang terlambat datang" berkata Wijang. Tetapi Kinong menggeleng sambil mencibir, "Kau salah, Kakang. Aku sudah membantu membawa beras dan sayuran ketika seorang perempuan dan seorang laki-laki berbelanja" "Laki-laki itu tidak mau membawa beras dan sayuran itu?" "Tangannya hanya dua. Laki-laki itu tidak dapat membawa semuanya. Meskipun tidak terlalu berat, tetapi ada beberapa kereneng dan bakul. Perempuan itu sudah menggendong bakul dan kedua tangannya menjinjing kereneng. Sedangkan laki-laki itu sudah mengusung di atas kepalanya sebuah bakul yang lain. Tetapi masih ada yang belum terbawa" "Mereka memanggilmu?" "Perempuan itu sudah mengenal ibu. Ia mencari ibu. Tetapi sudah beberapa hari ini ibu tidak pergi ke pasar. Jadi akulah yang datang membantunya" "Lalu, di mana mereka sekarang" Apakah mereka dapat membawa semuanya itu pulang?" "Ternyata mereka membawa seekor kuda beban" Wijang dan Paksi mengangguk-angguk. Sementara Kinongpun berkata, "Nah, aku sudah mendapat rejeki sepagi ini. Apakah Kakang berdua sudah makan pagi" Paksi dan Wijang tersenyum. Sambil menepuk bahunya Paksipun menjawab, "Sudah, Kinong. Kami sudah makan. Jika kau akan makan pagi, makanlah" "Kakang berdua mau minum wedang srebat?" "Terima kasih, Kinong" Paksi termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun bertanya, "Kenapa ibumu sudah
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
beberapa hari tidak pergi ke pasar" Bukankah ibumu tidak sakit?" "Tidak, Kakang. Ibu baru sibuk ikut menuai padi di sawah" "Kinong" berkata Paksi kemudian, "kami berdua ingin minta diri. Kami akan pergi untuk beberapa hari" Kinong mengerutkan dahinya. Dengan nada tinggi iapun bertanya, "Apakah Kakang berdua akan kembali?" "Kami belum dapat memastikannya, Kinong" jawab Wijang. "Tetapi kami merencanakan untuk kembali" "Kalian akan pergi ke rumah paman kalian?" "Ya" "Tentu untuk waktu yang lama" desis Kinong. "Salam buat keluargamu, Kinong" "Terima kasih, Kakang" "Tetapi aku ingin bertanya sedikit, Kinong" berkata Paksi kemudian. "Tentang apa, Kakang?" "Tentang dua orang yang berbelanja dengan membawa pedati kemarin?" "Kedua orang perempuan itu?" "Ya" "Apa yang akan Kakang tanyakan?" "Apakah kau mendengar serba sedikit, apa yang mereka bicarakan tentang bahan-bahan makan yang mereka beli" Apakah mereka akan mengadakan perhelatan atau mengadakan upacara atau apa?" Kinong termangu-mangu sejenak. Ia mencoba mengingatingat apa yang pernah didengarnya dari mulut kedua orang perempuan itu. Namun Kinong itupun menggelengkan kepalanya sambil berkata, "Aku tidak pernah memperhatikannya, Kakang" Paksi menarik nafas panjang. Sementara itu, Kinongpun berkata, "Yang aku dengar ketika mereka membeli ikan yang sudah diasinkan itu, seorang di antara mereka mengatakan, bahwa anak-anak itu tidak begitu suka ikan yang sudah
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
diasinkan. Mereka lebih suka ikan yang masih segar, yang langsung ditangkap di belumbang" Paksi mengangguk-angguk. "Atau ikan ayam, daging lembu atau daging kambing" "Siapakah yang mereka maksud anak-anak" Tentu bukan anak-anak kecil" "Mungkin. Tetapi kenapa?" Paksi tersenyum. Katanya, "Tidak apa-apa, Kinong. Aku hanya ingin tahu" "Apa yang ingin Kakang ketahui?" Paksi tertawa. Katanya, "Sudahlah, Kinong. Kami minta diri" Kinong memandang Paksi dengan kerut di dahi. Namun Wijang telah menepuk bahunya sambil berkata, "Sampai ketemu lagi, Kinong" Kinong mengangguk. Tetapi ia tidak berbicara apa-apa lagi. Paksi dan Wijangpun kemudian telah meninggalkan pasar itu. Kinong yang masih berdiri di pintu gerbang memandangi mereka dengan jantung yang berdebaran. Meskipun keduanya hanyalah orang-orang yang dikenalnya di pasar itu, namun rasa-rasanya ada ikatan yang tersangkut pada keduanya. Namun Kinongpun seakan-akan terbangun dari mimpinya ketika seseorang memanggilnya, "Kinong" Kinong berpaling. Penjual sayuran itulah yang memanggilnya. "Kau mau membawa sayuran ini ke rumah Bi Merta?" bertanya penjual sayur itu. Kinong sudah terbiasa membantu Bi Merta yang rumahnya hanya beberapa puluh langkah saja dari pasar. "Tentu" jawab Kinong. "Bi Merta akan membuat bancakan. Cucunya genap berumur selapan esok pagi" Sejenak kemudian, Kinong dengan keranjang di atas kepalanya berjalan mengikuti Bi Merta keluar dari pintu gerbang pasar. Dalam pada itu, Wijang dan Paksipun berjalan semakin lama semakin jauh dari pasar. Sambil melangkah menyusuri
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
jalan yang digurati oleh jalur-jalur bekas roda pedati, Paksi itupun berkata, "Apakah mungkin, orang yang berbelanja sepedati itu bekerja untuk Repak Rembulung dan Pupus Rembulung?" "Aku juga berpikir demikian" berkata Wijang. "Mungkin kita dapat mengikuti jejak pedati itu" "Ada banyak jejak pedati. Bahkan kita pun akan dapat terjebak ke dalam sarang mereka yang belum kita ketahui" "Mungkin kita dapat menunggu beberapa hari lagi. Pedati dengan dua orang perempuan itu tentu akan berada di pasar itu lagi" "Apakah pasar ini pasar terdekat" Kau pernah berceritera tentang pasar ketika kau bertemu dengan ibu Kemuning" "Ya. Tetapi pasar itu lebih kecil dari pasar ini" "Tentu mencukupi kebutuhan jika yang mereka perlukan hanyalah bahan pangan saja" "Itu terjadi jika rumah mereka lebih dekat dengan pasar itu daripada pasar yang lebih besar ini" "Ya. Kita belum tahu, di manakah anak-anak muda itu ditempa. Mungkin di sebuah padepokan. Mungkin di sebuah rumah di sebuah padukuhan, namun mampu meredam getar kesibukan di dalam rumah itu. Atau kemungkinankemungkinan yang lain" Keduanya terdiam sejenak. Namun keduanya justru sedang mencari jalan terbaik untuk sampai kepada Repak Rembulung dan Pupus Rembulung. Namun mereka tidak menemukan jalan yang lebih baik daripada pergi ke Padukuhan Kembang Arum untuk menemui Ki Pananggungan. Perjalanan mereka berdua jauh lebih cepat dari perjalanan Paksi pada saat mengantar Kemuning dan ibunya yang telah dibebaskannya dari tangan Bahu Lalang. Sebagai seorang yang berpengalaman dalam pengembaraan, Paksi dan Wijang tidak lupa jalan menuju ke Padukuhan Kembang Arum. Mereka menuruni kaki Gunung Merapi. Melewati jalan-jalan kecil dan bahkan jalan setapak. Bahkan menuruni tebing-tebing rendah dan sekali-sekali
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
memanjat naik, menyusuri sungai-sungai kecil dan kembali turun ke jalan. Keduanyapun kemudian sampai ke sebuah pasar yang lebih kecil, yang hanya ramai di hari-hari pasaran. Karena itu, ketika keduanya sampai di pasar itu, pasar itupun sudah hampir kosong. Paksi menarik nafas dalam-dalam. Di pasar itu ia bertemu dengan ibu Kemuning yang sedang menjual sehelai kain lurik pada saat ia bersama Kemuning disekap oleh Bahu Langlang. Ketika Paksi termenung sejenak, maka Wijangpun berkata, "Kau kenang gadis dan ibunya itu?" Paksi tergagap. Namun kemudian iapun tersenyum. "Marilah. Kita langsung pergi ke Kembang Arum. Bukankah Kembang Arum sudah tidak terlalu jauh lagi?" Keduanyapun kemudian melanjutkan perjalanan mereka. Paksi sengaja mengajak Wijang untuk berjalan melewati rumah Bahu Langlang. Namun keduanya terkejut ketika mereka melihat rumah Bahu Langlang itu sudah rata dengan tanah. Nampaknya rumah itu telah terbakar sampai lumat. Yang tersisa hanyalah sepotong-sepotong kayu dan bambu yang sudah menjadi arang. "Apakah rumah ini dibakar atau terbakar?" desis Paksi. "Melihat bekasnya, maka api tidak sempat dipadamkan" "Kita tidak tahu, siapakah yang terakhir tinggal di rumah ini sepeninggal Bahu Langlang" Wijang mengangguk-angguk. "Marilah" berkata Paksi kemudian, "nampaknya kebakaran itu terjadi beberapa bulan yang lalu" "Apakah tetangga-tetangganya tidak ada yang tahu?" "Pada masa Bahu Langlang masih tinggal di sini, rumah ini agaknya telah terpisah dari lingkungannya. Mungkin tetanggatetangganya merasa ketakutan untuk berhubungan dengan penghuni rumah ini" Ketika keduanya akan beranjak pergi, mereka melihat seorang yang membawa cangkul di pundaknya berjalan melewati jalan itu pula. Demikian orang itu sampai di depan
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
bekas rumah Bahu Langlang, maka Paksipun bertanya, "Ki Sanak, bukankah rumah ini dahulu rumah orang yang bernama Bahu Langlang?" Orang yang membawa cangkul itu memandang Paksi dengan tajamnya. Meskipun agak ragu, orang itupun menjawab, "Ya. Tetapi Bahu Langlang sendiri sudah lama pergi" "Lalu, siapakah yang tinggal di rumah ini?" Orang itu menggeleng. Katanya, "Berangsur-angsur penghuninya pergi meninggalkan rumah ini" "Yang terakhir?" "Rumah ini sudah kosong untuk beberapa lama" "Kenapa tiba-tiba rumah ini terbakar atau dibakar?" "Tidak seorang pun tahu. Yang kita tahu, di tengah malam itu, rumah ini sudah menyala. Semula tidak seorang pun berani datang untuk memadamkannya. Apalagi semua orang tahu, bahwa rumah ini memang sudah kosong. Karena itu, maka penghuni padukuhan ini membiarkan saja rumah yang memang agak terpisah itu terbakar. Apinya tidak akan menjalar ke rumah-rumah yang lain. Kami sempat menjadi berdebar-debar ketika beberapa batang pohon di kebun belakang rumah itu terbakar. Karena itu, maka yang kami lakukan adalah menebang pepohonan di kebun belakang dan samping, dekat dinding halaman untuk mencegah agar api tidak menjalar ke manamana. Ternyata usaha kami berhasil. Api dapat dikendalikan dan tidak menjalar ke mana-mana" Paksi dan Wijang mengangguk-angguk. Sementara itu, orang itupun berkata selanjutnya, "Kemudian, karena itu sudah agak lama kosong dan tidak lagi ada yang menghiraukannya setelah terbakar, maka beberapa orang telah memberanikan diri mengambil sisa-sisa kayu dan pepohonan yang terbakar" "Untuk apa?"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Hanya untuk kayu bakar. Selain untuk kayu bakar, sisasisa kayu itu tidak dapat lagi dipergunakan untuk apa pun" "Baiklah" berkata Paksi kemudian, "kami minta diri. Terima kasih atas keterangan Ki Sanak" "Siapakah kalian berdua dan apakah kalian mencari Ki Bahu Langlang?" "Tidak. Kami tidak mencari Bahu Langlang. Kami hanya pernah mendengar bahwa di sini tinggal seorang gegedug yang namanya Bahu Langlang" "Tetapi telah datang gegedug lain yang lebih tinggi kemampuannya, sehingga Bahu Langlang terusir" "Kami minta diri, Ki Sanak" Orang yang membawa cangkul itu memandangi saja Paksi dan Wijang yang berjalan menjauhi sisa-sisa rumah Bahu Langlang yang terbakar itu. Orang yang membawa cangkul itu terkejut ketika seorang kawannya muncul dari tikungan sambil bertanya, "Ada apa, Kakang?" Orang yang membawa cangkul itupun menyahut, "Kedua orang itu bertanya apakah rumah yang terbakar ini rumah Ki Bahu Langlang" "Siapakah mereka berdua?" "Ketika aku tanyakan tentang diri mereka, mereka tidak menjawab. Merekapun mengaku tidak mencari Ki Bahu Langlang" "Lalu apa yang mereka cari?" Orang yang membawa cangkul itu menggeleng. Katanya, "Aku katakan kepada mereka, bahwa Ki Bahu Langlang telah terusir oleh orang-orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi" "Apa kata mereka?" "Merekapun segera pergi" "Mungkin mereka anak buah Ki Bahu Langlang yang sudah lama meninggalkannya, sekarang mereka kembali. Tetapi yang mereka temukan hanyalah sisa-sisa rumahnya saja"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Mungkin. Mereka memang bertanya apakah rumah ini terbakar atau dibakar" "Jika rumah ini dibakar, maka kedua orang itu tentu akan mencari, siapakah yang telah berani membakar rumah Ki Bahu Langlang" "Tetapi nampaknya mereka bukan orang-orang yang garang seperti Ki Bahu Langlang" "Jangan menilai sifat dan watak seseorang hanya dari ujud lahiriahnya saja" "Katanya ujud lahiriah adalah pengejawantahan batin seseorang" "Tentu tidak. Seseorang yang licik dan penipu, biasanya apa yang nampak justru bertentangan dengan sikap batinnya" Orang yang membawa cangkul itu mengangguk-angguk. Katanya, "Ya. kau benar" Kedua orang itupun kemudian beranjak pergi menjauhi halaman bekas rumah Ki Bahu Langlang yang sudah menjadi abu. Dalam pada itu, Wijang dan Paksipun berjalan semakin jauh pula. Mereka langsung menuju ke Padukuhan Kembang Arum. Namun ketika langit menjadi buram, Wijangpun berkata, "Apakah kita akan berjalan terus?" "Bukankah kita belum letih?" "Bukan karena kita letih. Tetapi jika kita sampai di Kembang Arum setelah jauh malam, kita tentu akan mengejutkan Ki Pananggungan. Akan lebih baik jika kita mengetuk pintunya di pagi hari" Paksi termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun mengangguk. Katanya, "Baiklah. Kita akan memasuki regol halaman rumah Ki Pananggungan esok pagi" Dengan demikian, maka Paksi dan Wijang itu tidak meneruskan perjalanannya sampai ke Kambang Arum. Mereka berhenti di sebuah padukuhan yang masih berjarak berapa bulak lagi. Sementara itu malampun menjadi semakin dalam, ketika keduanya memasuki regol banjar padukuhan.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Beberapa orang yang sedang meronda di banjar padukuhan itu terkejut melihat dua orang yang tidak mereka kenal berjalan menyeberang halaman banjar. Serentak mereka berdiri. Dua orang di antara mereka telah turun dari pendapa menyongsong Wijang dan Paksi yang kemudian berhenti di halaman. "Siapakah kalian, Ki Sanak?" bertanya salah seorang dari dua orang peronda yang menyongsong mereka itu. "Namaku Wijang, Ki Sanak. Ini adikku, Paksi. Kami sedang dalam perjalanan ke Kembang Arum. Tetapi kami ternyata kemalaman di sini" "Kembang Arum?" "Ya, Ki Sanak. Bukankah Kembang Arum masih berjarak berapa bulak lagi" Selain kami sudah merasa sangat letih, kami pun tidak ingin mengejutkan paman kami yang tinggal di Kembang Arum. Karena itu, kami ingin mohon apabila diijinkan untuk bermalam di banjar ini" Kedua orang peronda itu memperhatikan Wijang dan Paksi dengan seksama. Seorang di antara mereka berpaling kepada kawan-kawannya yang berdiri di tangga pendapa. "Kedua orang ini minta ijin untuk bermalam" "Biarlah mereka naik" berkata seorang yang agaknya paling tua di antara mereka yang sedang meronda. Wijang dan Paksipun kemudian telah dipersilahkan naik ke pendapa Orang yang agaknya tertua di antara para peronda itupun kemudian bertanya, "Aku sudah mendengar nama kalian. Tetapi kami belum mendengar, dari manakah asal kalian" Wijang dan Paksi termangu-mangu sejenak. Namun Wijangpun kemudian telah menjawab, "Kami tinggal di Turi, Ki Sanak" "Turi" Jadi kalian sudah menempuh perjalanan yang panjang" "Ki Sanak pernah pergi ke Turi?"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Ya. Aku pernah ke Turi. Jaraknya cukup jauh, sedang jalan ke Turi masih harus melingkar-lingkar sehingga menjadi semakin jauh" "Kami mengambil jalan pintas, Ki Sanak" "Jalan yang rumit. Kecuali harus melalui jalan setapak yang turun naik, juga harus melewati padang perdu di pinggir hutan" "Ya. Kami memilih jalan yang rumit tetapi lebih dekat daripada harus menempuh jalan yang melingkar-lingkar sehingga jaraknya menjadi sangat jauh" "Siapa yang akan kau temui di Kembang Arum?" bertanya seorang yang lebih muda. "Ki Pananggungan. Pamanku bernama Ki Pananggungan" Orang itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berdesis, "Aku belum pernah mendengarnya" "Ki Sanak sering pergi ke Kembang Arum?" bertanya Paksi kemudian. "Ya. Aku juga mempunyai paman di Padukuhan Kembang Arum. Tetapi aku memang tidak banyak mengenal orangorang Kembang Arum selain tetangga-tetangga terdekat pamanku itu" Wijang dan Paksi hanya mengangguk-angguk saja. Dalam pada itu, orang yang tertua di antara para peronda itupun berkata, "Jika saja kalian datang beberapa waktu yang lalu, mungkin kami tidak dapat menerima kalian bermalam di banjar ini" "Kenapa?" bertanya Wijang. "Sebelumnya, selagi perburuan cincin kerajaan yang hilang itu masih terasa hangat, maka padukuhan inipun telah ditambah pula oleh satu dua orang yang sedang berburu pusaka keraton yang dikabarkan hilang dan turun ke daerah ini. Tetapi ternyata ada di antara mereka yang tidak sekedar memburu pusaka itu. Ada di antara mereka yang sempat pulang merampas milik orang-orang padukuhan ini. Karena itu, pada saat itu, kami mencurigai orang-orang yang belum kami kenal sebelumnya"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Apakah sekarang perampokan seperti itu sudah tidak terjadi lagi?" "Tidak. Padukuhan kami terasa aman sekarang. Meskipun demikian, kami masih tetap berhati-hati, sehingga kami masih tetap meronda secara bergilir. Di tengah malam tiga orang di antara kami akan berkeliling padukuhan sambil membawa kentongan-kentongan kecil untuk kotekan, agar mereka yang tidur terlalu lelap dapat terbangun. Mungkin saja justru dalam keadaan aman ini kami menjadi lengah, sehingga dimanfaatkan oleh pencuri-pencuri yang licik" Wijang dan Paksi masih saja mengangguk-angguk. Dengan nada berat Paksi berkata, "Sukurlah jika keadaan sudah aman sekarang. Dengan demikian maka kehadiran kami di sini tidak lagi dicurigai" "Ya. Sudah kami katakan, bahwa kami dapat menerima kalian untuk bermalam" "Kami hanya dapat mengucapkan terima kasih, Ki Sanak" berkata Wijang kemudian. "Nah, kalian dapat tidur di serambi. Pakiwan banjar ini terletak di sisi kiri agak ke belakang. Di sebelah sumur. Kalian dapat mencuci kaki dan tangan dan barangkali mencuci muka di pakiwan itu sebelum kalian tidur" Wijang dan Paksipun kemudian telah pergi ke pakiwan. Kemudian seorang di antara mereka yang meronda telah menunjukkan sebuah amben yang agak besar yang terletak di serambi banjar. Tetapi sebelum keduanya berbaring, mereka telah dipanggil lagi ke pendapa. "Ada apa?" bisik Paksi. "Entahlah" sahut Wijang. Ternyata keduanya hanya diajak makan ketela rebus oleh para peronda yang agaknya telah merebus ketela di belakang. Wijang dan Paksi memang sudah merasa agak lapar. Karena itu, ketela yang direbus dengan santan dan garam itu terasa enak sekali.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Baru setelah makan ketela rebus yang masih hangat itu, keduanya kembali ke serambi. "Biarlah kau tidur dahulu" desis Paksi. "Bangunkan aku di dini hari. Waktunya pendek. Kaupun harus tidur meskipun hanya sebentar" Wijangpun kemudian telah membaringkan dirinya, sementara Paksi masih duduk bersandar dinding, menghadap ke pintu bilik di serambi itu. Tetapi pintu itu tidak dapat diselarak. Daunnya ditutup hanya untuk mencegah angin malam yang dingin. Beberapa saat kemudian, Wijangpun telah tertidur. Paksi yang masih duduk itu mendengar suara kotekan yang semakin lama menjadi semakin jauh. Agaknya tiga orang di antara peronda itu sedang berkeliling sambil membunyikan kentongan-kentongan kecil mereka dengan irama kotekan. Suara kentongan-kentongan kecil itu semakin lama menjadi semakin jauh, sehingga akhirnya tidak terdengar lagi. Paksi yang duduk bersandar dinding itu menggeliat. Sementara Wijang tertidur nyenyak. Nafasnya terdengar mengalir dengan teratur dari lubang hidungnya. Beberapa lama Paksi duduk bersandar dinding. Di sebelahmenyebelah, di kebun rumah para penghuni padukuhan itu, telah terdengar ayam jantan berkokok bersahut-sahutan untuk yang kedua kalinya setelah ayam jantan itu berkokok untuk pertama kalinya di tengah malam. Paksi memandangi Wijang yang masih tidur. Rasa-rasanya ia tidak ingin membangunkannya meskipun sisa malam tinggal sedikit. Tetapi Wijang itupun bangun sendiri tanpa dibangunkannya. Sambil mengusap matanya iapun berkata, "Aku sudah terlalu lama tidur. Kenapa kau tidak membangunkan aku?" "Aku belum mengantuk" desis Paksi. "Tidurlah. Kau harus beristirahat barang sejenak" "Apakah aku akan dapat tidur?" Paksi justru bertanya.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Singkirkan angan-anganmu tentang Kemuning barang sejenak. Besok kau akan dapat bertemu dengan gadis itu. Sekarang tidurlah. Jangan kau manjakan angan-anganmu" "Ah, kau" desis Paksi. Wijang menggosok matanya. Tetapi ia tersenyum sambil bangkit dan duduk di bibir amben bambu itu. Paksilah yang kemudian telah berbaring menelentang. Dikatupkannya matanya. Paksi memang mencoba untuk dapat tidur. Namun telinga mereka yang tajam itu mendengar para peronda yang berada di pendapa itu berbicara dengan seseorang yang nampaknya baru datang. "Para peronda keliling itu melaporkan kepadaku bahwa ada dua orang menginap di banjar ini" "Ya, Ki Jagabaya" "Apakah mereka masih ada di dalam bilik di serambi itu?" "Nampaknya mereka masih ada di sana" "Kita sekarang harus berhati-hati lagi. Meskipun padukuhan kita aman, tetapi aku mendengar di Padukuhan Karang Anyar telah terjadi lagi perampokan" "Karang Anyar?" "Ya. Karang Anyar di Kademangan Jelabar" "O. Padukuhan itu letaknya jauh dari padukuhan kita, Ki Jagabaya" "Meskipun jauh, siapa tahu, bahwa perampok-perampok itu berkeliaran tanpa batas jarak" "Tetapi kedua orang itu nampaknya orang baik-baik, Ki Jagabaya. Mereka masih muda. Sama sekali di matanya tidak membayangkan keliaran watak mereka" "Kau tidak akan dapat melihat seseorang langsung menembus sampai ke jantung. Di mana mereka sekarang" Aku hanya ingin melihat. Jika mereka masih ada, agaknya mereka memang tidak akan mengganggu" "Mereka berada di bilik di serambi"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Wijang yang duduk di bibir pembaringan segera membaringkan dirinya di samping Paksi sambil berbisik, "Mereka agaknya akan kemari" Sebenarnyalah, sejenak kemudian, Wijang dan Paksi mendengar langkah beberapa orang mendekati pintu bilik di serambi itu. Wijang dan Paksipun segera memejamkan mata mereka. Mereka mengatur pernafasan mereka, sehingga mereka benar-benar seperti orang yang sedang tidur. Ki Jagabaya dan tiga orang peronda yang mengikutinya berdiri termangu-mangu sejenak di luar pintu. Namun seorang di antara peronda itu menggamit Ki Jagabaya sambil berbisik perlahan sekali, "Ki Jagabaya mendengar mereka mendengkur?" Ki Jagabaya mengangguk-angguk. Namun kemudian iapun kembali melangkah surut. Perlahan-lahan pula Ki Jagabaya menutup pintu bilik itu. Iapun berbisik, "Mereka tidur nyenyak sekali" "Nampaknya mereka letih sekali, Ki Jagabaya. Menurut pengakuan mereka, mereka berasal dari Turi" Ki Jagabaya menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada dalam iapun bertanya, "Mereka akan pergi ke mana?" "Mereka akan pergi ke Kembang Arum, Ki Jagabaya" Ki Jagabaya tidak bertanya lagi. Iapun kemudian meninggalkan bilik itu diikuti oleh para peronda. "Keduanya agaknya letih dan lapar. Ketika kami persilahkan mereka ikut makan ketela rebus yang disediakan bagi para peronda, mereka makan dengan lahapnya" Ki Jagabaya mengangguk-angguk pula. Katanya kemudian, "Menurut ujudnya, mereka bukan orang jahat. Ternyata merekapun tidak beranjak dari banjar dan bahkan tidur mendengkur" "Ya, Ki Jagabaya" sahut salah seorang dari mereka. Sementara itu di dalam bilik di serambi itu Wijang menggamit Paksi. "Nah, dengar. Kau makan ketela terlalu banyak. Kau habiskan hampir separo, sehingga para peronda itu masih merasa lapar"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Ketela itu masih tersisa. Mereka tidak akan dapat menghabiskannya" "Kau dengar apa yang dikatakan peronda itu?" "Orang itu hanya ingin mengatakan, bahwa kita lapar" "Sst. Jangan keras-keras. Jika Ki Jagabaya mempunyai Aji Sapta Pangrungu, maka ia akan mendengarnya" Paksi terdiam. Namun agaknya Ki Jagabaya itu tidak mendengarnya. Bahkan Ki Jagabaya itu masih bertanya, "Apakah anak-anak itu mengatakan, siapakah yang akan dikunjunginya di Kembang Arum?" "Kalau tidak salah dengar, nama orang yang akan dikunjungi di Kembang Arum adalah Ki Pananggungan" "Ki Pananggungan" ulang Ki Jagabaya. Sambil mengangguk-angguk Ki Jagabayapun berkata, "Aku memang pernah mendengar nama itu di Kembang Arum. Ia termasuk orang yang dituakan di sana. Tetapi secara pribadi aku belum pernah mengenalnya. Kadangku yang tinggal di Kembang Arumlah yang pernah menyebut namanya" "Jika demikian, bukankah keduanya tidak berbahaya, sehingga kita akan membiarkannya tidur?" "Ya. Biarkan kedua orang itu tidur. Nanti, setelah dini hari, jika kalian akan pulang, serahkan saja keduanya kepada penunggu banjar ini" "Ya, Ki Jagabaya" "Sekarang, aku akan pulang" Ki Jagabaya itu tidak menunggu lagi. Nampaknya ia sudah mulai mengantuk, sehingga karena itu, maka iapun segera bangkit dan berkata, "Aku akan pulang" Ki Jagabaya itupun kemudian minta diri kepada para peronda yang bertugas di banjar. Demikian Ki Jagabaya pergi, maka sejenak kemudian telah terdengar suara kentongan dengan irama kotekan. Nampaknya para peronda keliling itu telah berjalan kembali ke banjar.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Suaranya semakin lama menjadi semakin dekat. Sejenak kemudian, maka tiga orang peronda yang berkeliling itupun telah kembali bergabung dengan kawan-kawannya. Setelah meletakkan kentongan kecilnya mereka pun berbaring di atas tikar yang dibentangkan di pendapa banjar. "Jangan tidur" berkata seorang kawannya. "Tidak. Tetapi kami lelah setelah berkeliling padukuhan" "Kau tadi singgah di rumah Ki Jagabaya?" bertanya kawannya yang tidak ikut berkeliling. "Ya" "Ki Jagabaya baru saja dari sini" "Ki Jagabaya sudah datang kemari?" "Ya" "Begitu cepat" "Bukankah kalian kenal Ki Jagabaya" Ia seorang yang tidak pernah menunda persoalan. Begitu ia mendengar laporanmu, iapun langsung datang kemari" Para peronda yang berbaring setelah berkeliling itu tidak bertanya lebih lanjut. Bagi mereka, jika Ki Jagabaya sudah datang ke banjar, maka tidak ada persoalan lagi bagi mereka yang menginap di banjar itu. Dalam pada itu, ketika pendapa banjar itu menjadi sepi, maka Wijangpun berbisik, "Tidurlah. Masih ada waktu sedikit" Paksi tidak menjawab. Tetapi iapun segera memejamkan matanya. Ia memang ingin tidur meskipun hanya sebentar. Beberapa saat kemudian, maka Paksi itupun terlelap. Wijanglah yang kemudian duduk bersandar dinding menghadap ke pintu. Namun tidak lagi terdengar langkah kaki atau pembicaraan lagi di pendapa. "Apakah para peronda itu tidur?" bertanya Wijang di dalam hatinya. Tetapi Wijang tidak beranjak dari tempat duduknya. Sebenarnyalah para peronda di pendapa itu tertidur. Bahkan mereka yang tidak berkeliling pun tertidur pula sambil bersandar tiang.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Tetapi agaknya padukuhan itu memang aman. Tidak ada peristiwa apa-apa yang terjadi malam itu. Menjelang fajar, Paksipun telah terbangun dengan sendirinya. Ketika ia duduk di amben bambu itu, maka Wijangpun berdesis, "Aku ingin melihat, apakah para peronda itu tertidur" "Kenapa?" "Aku tidak mendengar suara apa-apa" Wijang tidak menunggu jawaban Paksi. Iapun membuka pintu biliknya dengan hati-hati. Kemudian melangkah ke pendapa. Wijang menarik nafas dalam-dalam. Ia melihat para peronda itu tidur di atas tikar yang digelar di pendapa. Seorang tidur bersandar tiang dan seorang lagi tidur sambil duduk di sudut. "Padukuhan ini adalah padukuhan yang aman, sehingga para peronda itu merasa tidak perlu berjaga-jaga sampai dini" berkata Wijang di dalam hatinya. Rasa-rasanya Wijang ingin membangunkan salah seorang dari mereka. Tetapi Wijang justru cemas, bahwa hal itu akan dapat membuat peronda itu salah paham. Karena itu, maka Wijangpun kembali ke dalam biliknya. Tetapi tidak lama kemudian, penjaga banjar itulah yang terbangun. Ketika ia melihat para peronda masih tertidur, maka sambil bergeramang penunggu banjar itu membangunkan mereka. "Setiap kali kalian yang mendapat giliran meronda, kalian selalu tertidur. Tidak hanya satu dua di antara kalian. Tetapi semuanya" Para peronda yang terkejut itupun segera bangkit berdiri. Seorang yang tertua di antara mereka mengusap matanya yang masih kabur. Namun kemudian iapun tersenyum sambil berkata, "Maaf, Kang. Aku mengantuk sekali" "Nah, sebentar lagi fajar akan datang. Apakah kalian akan pulang atau tidak" "Tentu. Kami akan pulang. Kami akan melanjutkan tidur di rumah"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Para peronda itupun segera membenahi pakaian mereka. Mumpung masih gelap, mereka akan segera pulang sebelum orang-orang terbangun. Namun ketika mereka turun ke halaman, seorang di antara merekapun teringat dua orang yang bermalam di banjar itu. Karena itu, maka orang itupun berkata, "Kakang, ada dua orang kemalaman yang tidur di serambi" "Siapa?" "Orang lewat. Bertanyalah kepada mereka" "Jadi mereka juga belum bangun?" "Kami belum melihatnya" "Kapan mereka datang?" "Sudah malam. Kau sudah tidur" "Jadi orang-orang malas itu masih belum bangun juga" Apakah mereka tidak akan meneruskan perjalanan mereka?" "Entahlah. Mungkin mereka sudah pergi ketika kami tidur" Namun Wijang dan Paksi sudah berdiri di sudut pendapa. Dengan suara yang dalam Wijang berkata, "Kami sudah bangun, Ki Sanak. Kami juga sudah siap untuk melanjutkan perjalanan" "O" penunggu banjar itu berpaling. Dengan nada tinggi penunggu banjar itupun bertanya, "Kenapa kalian tidak minta ijin kepadaku?" "Kami sudah minta ijin para peronda, Ki Sanak" "Para peronda hanya berada di banjar setiap malam sesuai dengan gilirannya. Tetapi akulah yang bertanggung jawab atas banjar ini" "Kami tidak tahu, Ki Sanak" "Sudahlah" berkata orang tertua di antara para peronda, "tadi malam Ki Jagabaya juga sudah datang kemari. Ki Jagabaya tidak berkeberatan keduanya bermalam di sini" "Tetapi jika terjadi sesuatu, siapa yang bertanggung jawab kepada Ki Bekel" Tentu aku" "Tidak. Kami, para peronda akan bertanggung jawab, karena kami yang telah mengijinkan mereka bermalam di sini.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Ki Jagabaya tentu juga bersedia bertanggung jawab. Tetapi bukankah tidak terjadi apa-apa?" Penunggu banjar itu termangu-mangu sejenak. Namun iapun kemudian mengangguk-angguk. "Ki Sanak" berkata orang yang tertua di antara para peronda itu, "kalian tidak perlu tergesa-gesa. Kalian dapat mandi lebih dahulu. Berbenah diri dan baru kemudian melanjutkan perjalanan. Berbeda dengan kami. Kami tidak mau kesiangan dan ditonton oleh tetangga-tetangga kami jika mereka sudah bangun" "Terima kasih, Ki Sanak" jawab Wijang. Para peronda itupun kemudian meninggalkan halaman banjar. Mereka berjalan agak tergesa-gesa, karena bayangan fajar telah nampak di langit. Sementara itu, penunggu banjar itu memandang Wijang dan Paksi dengan tajamnya. Dengan nada tinggi orang itupun berkata, "Jika kalian mandi, kalian harus mengisi jambangan itu lagi. Aku bukan pelayanmu yang mengisi jambangan setelah kalian pergunakan" Wijang dan Paksi saling berpandangan. Namun Wijangpun kemudian menjawab, "Baik, Ki Sanak" "Kalian juga harus membersihkan bilik tempat kalian tidur semalam" "Sudah, Ki Sanak" jawab Paksi. "Seharusnya kalian minta ijin kepadaku. Bukan kepada para peronda. Mereka tidak tahu tatanan yang seharusnya berlaku di banjar ini" "Kami minta maaf, Ki Sanak" "Nah, kalau mau mandi, cepat mandi. Kalau mau pergi, cepat pergi" Namun agaknya Wijang dan Paksi tidak ingin mandi di pakiwan banjar itu. Karena itu, maka Wijangpun berkata, "Kami akan minta diri, Ki Sanak" "Jadi kalian lebih baik tidak mandi daripada harus mengisi kembali jambangan di pakiwan itu?"
Si Rase Hitam 6 Pendekar Rajawali Sakti 21 Sepasang Rajawali Perjodohan Busur Kumala 3
^