Bila Pedang Berbunga Dendam 3
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong Bagian 3
Coh Thocu. Dia terus menarik anak keponakannya itu
ke hadapan Kwan Beng Cu, baru dilepaskan, Dia
mengangkat Kwan Beng Cu, dipandang dengan teliti
lalu menandang Coh Hen Hong
Beberapa saat kemudian tampak Coh Thocu
mengangguk-angguk, katanya, "Nona Kwan, kami
mengikatmu karena terpaksa. Apakah engkau Ingin
pulang" Kami akan mengantarmu."
Wajah Kwan Beng Cu seperti mau menangis tetapi
dia menjawab, "Tidak, aku hendak ikut orang itu ke
Peh-hoa-nia."
Walaupun dia kuatkan hati tidak rnenangis tetapi
airmatanya mengucur deras.
Melihat itu Coh Hen Hong bertepuk tangan tertawa,
"ha, ha, kuda kencing...."
Coh Thocu berpaling dan deliki mata kepada
keponakannya, "Siau Bwe, jangan usil. Nona Kwan,"
kemudian dia berpaling dan berkata pula kepada Kwan
Beng Cu, "engkau bilang mau ikut orang itu ke Pehhoa-
nia. Tetapi dia bukan orang baik, tak dapat
dipercaya. Mengapa engkau mau ikut dia?"
"Engkau bilang dia bukan orang baik tetapi dia
bersikap baik kepadaku. Tidak seperti engkau yang
mengikat aku begini."
170 Coh Thocu mengira kalau Kwan Beng Cu yang
masih kecil itu mudah dibujuk. Siapa tahu kata-kata
gadis cilik ini membuatnya tak dapat membantah.
Sampai beberapa saat Coh Thocu tak dapat berkata
apa-apa. Tiba-tiba di luar terdengar Coh Bwe Nio ber teriak
histeris, "Kwan Pek Hong, kiranya engkau termasyhur
sekali, ha.... ha.... aku seperti berselimut dalam kabut.
Kali ini, masa aku tidak mampu mencarimu?"
Suaranya makin lama makin jauh, menandakan
kalau dia lari ke luar, Sudah tentu Coh Thocu bingung
dan lari ke pintu, "Moaycu, kembalilah, kembali dulu
nanti kita bicara!"
Dua tombak jauhnya dia mengejar tetapi balik
kembali dan berseru. "Siau Bwe, jaga dulu kedua
orang itu, aku hendak menyusul mamamu"
"Kutahu," Coh Hen Hong mengangguk, 'jangan
kuatir, silahkan mengejar mama saja!"
Coh Thocu lalu berputar tubuh dan lari mengejar.
Meihat itu diam-diam Pui Tiok gembira. Coh Hen Hong
hanya seorang anak perempuan, mudah baginya
untuk meloloskan diri. Tetapi yang menjengkelkan
adalah ular yang masih melilit di lehernya itu. kalau
dia tidak bergerak, ular itupun longgar. Tetapi sedikit
saja dia bergerak, ya hanya menggerakkan jari
tangannya saja, ular itu segera melilit kencang.
Beberapa kali dia sudah mencoba, tetapi begitu saja
Akhirnya dia menyadari, kalau mau lolos dengan
kekerasan, percuma saja. Dia harus mencari akal lain.
171 Saat itu ketika derap langkah Coh bungkuk sudah
semakin jauh Pui Tiok tertawa, "Adik kecil,
kepandaianmu hebat juga."
Coh Hen Hong deliki mata, "Memangnya hebat!"
"Tetapi kalau dibanding dengan kepandaianku, Jauh
sekali terpautnya," kata Pui Tiok pula.
"Uh, tidak tahu malu," Coh Hen Hong tertawa
mengejek, "engkau menggeletak di tanah seperti babi
yang tunggu disembelih, masih jual mulut besar, uh!"
Pui Tiok tertawa, "Engkau kira aku benar tak dapat
bangun" Begitu aku berdiri, walaupun kedua tanganku
masih terikat, aku dapat mengalahkan engkau!"
'Kentut!" teriak Coh Hen Hong.
"Dengan kedua tangan terikat, dalam tiga jurus saja
aku tentu mengalahkan engkau' Jika tak percaya,
silahkan mencoba!"
'Aku tidak punya tali!" kata Coh Hen Hong.
"Engkau boleh mengunakan ular ini sebagai tali,
hmm kurasa engkau juga tidak berani menyentuh ular
ini!" "Fui!" dengus Coh Hen Hong, "ngaco! Sejak kecil
aku sudah bermain-main dengan ular itu!"
Pui Tiok sengaja membikin panas hati gadis kecil
itu. Dia tengadahkan muka dengan sikap angkuh dan
berseru menghina, "Huh, berani mati! Tidak ada
172 seorangpun yang berani, aku sendiri juga tidak
berani!" Walaupun berotak cerdas tetapi dasar masih kecil,
marahlah Coh Hen Hong mendengar ejekan Pui Tiok
itu. Serentak dia melengking, "Siapa yang ngibul"
Lihat!" Sambil berkata Coh Hen Hong terus melangkah
maju dan menangkap ekor ular. Ular itu sudah belasan
tahun di pelihara sehingga seperti mengerti bahasa
manusia. Walaupun Coh Bwe Nio yang memelihara
tetapi ular itu lebih intim dengan puterinya, Coh Hen
Hong. Sejak Coh Hen Hong lahir, setiap musim dingin,
ular itu tentu melingkari badan anak itu supaya
hangat. Tiap hari ular dan Coh Hen Hong itu hampir
tak berpisah. Jadi di antara mereka telah timbul
kontak yang erat sekali.
Setelah memegang ekornya, Coh Hen Hong
mengangkatnya sedikit dan ular itupun terus
nelongsorkan lilitannya.
Ketika lehernya bebas dari lilitan ular, girang Pui
Tiok bukan alang kepalang. Dia terus condongkan
tubuh ke muka seperti orang yang hendak rubuh.
Tetapi sebenarnya dia sedang menggunakan jurus
yang_paling lihay yakni Sun-sip cay-yang atau
Menurut kondisi menyembelih kambing, Waktu tubuh
condong ke muka, jarinya menusuk bahu Hen Hong.
Coh Hen Hong meskipun juga belajar silat tapi saat
itu dia benar-benar tak menduga kalau dirinya bakal
diserang begitu cepat. Seketika pandang matanya
tertutup kelebat tubuh orang dan terus rubuh .
173 Melihat nonanya rubuh, ular itu terus menyambar.
Pui Tiok terpaksa menyurut mundur. Serangannya
luput, ular tidak mau melanjutkan tetapi dia
melingkari tubuh coh Hen Hong lalu mengangkat
kepalanya, lidahnya tidak henti-hentinya menjulur.
Jelas ular itu hendak melindungi nonanya....
Pui Tiok memang tidak bermaksud hendak
mencelakai Coh Hen Hong. Pelahan-lahan dia
melingkar ke tempat Kwan Beng Cu, Setelah melepas
ikatan tubuh Kwan Beng Cu, dia berkata, "Lekas lari,
hati-hati."
Pui Tiok menarik tangan gadis cilik itu untuk
menerobos keluar. Setiba di luar dapur baru mereka
menghela napas longgar. Setelah lari sampai lima
enam li, barulah mereka berhenti.
Napas Kwan Beng Cu terengah-engah, dia
mengomel, "Perlu apa engkau lari begitu kencang!
Mereka toh tak mengejar."
Pui Tiok berpaling ke belakang dan ternyata
memang tak ada orang lagi Tiba-tiba dia berkata,
"Nona Kwan. aku hendak berunding dengan engkau
mengenai suatu hal, entah engkau Setuju tidak?"
"Soal apa?" Kwan Beng Cu agak heran.
"Dengan si Bungkuk itu, aku masih perlu
mencarinya lagi untuk membereskan suatu hal yang
penting. Tetapi kalau bersama engkau, itu kurang
leluasa.... "
"Siapa ingin bersama" Engkau tak mau bersama
aku, masa aku sudi bersama engkau!" cepat gidis cilik
174 itu menukas marah. Habis berkata dia berputar tubuh
dan terus hendak lari.
Pada saat Kwan Beng Cu berputar tubuh Pui Tiok
pun sudah melesat ke mukanya dan tertawa, "Nona
Kwan, tadi aku kan sudah bilang mau berunding
dengan engkau. Mengapa belum selesai aku bicara
engkau terus marah?"
Entah bagaimana, kemarahan Kwan Beng Cu reda
dan diapun tertawa, "Baik, Lanjutkanlah!
"Wanita dan si Bungkuk, tidak berapa hebat
kepandaiannya. tetapi ular itu memang lihay sekali.
Aku hendak pinjam pedangmu yang kecil itu, apakah
engkau meluluskan?"
"Kwan Beng Cu gelengkan kepala! "Tidak bisa!
Mama bilang, pedang itu sebuah pusaka yang tiada
keduanya. Bagaimana begitu mudah kupinjamkan
kepadamu?"
"Oho, lihatlah, apakah orang macamku ini engkau
anggap manusia yang suka pinjam tetapi tak mau
mengembalikan" Kalau aku memang mempunyai hati
begitu, bukankah dengan mudah ku dapat menutuk
jalan darahmu lalu merebut pedang itu?"
Kwan Beng Cu kicupkan mata, "ya taka pa "
akhirnya dia meluluskan,
Pui Tiok gembira sekali membalikkan tangan,
tangannya sudah memegang sebilah pedang kecil.
Saat itu Cuaca menjelang dinihari, langit gelap dan
keadaan sekeliling penjuru pun pekat. Kelebat sinar
175 pedang makin menyilaukan mata. Tangan Kwan Beng
Cu seperti tidak memegang pedang melainkan
segulung sinar kebiru-biruan
Pui Tiok segera menyambuti pedang pusaka itu.
Seketika dia terkejut dan heran. Ternyata pedang kecil
itu, batang sampai dengan tangkainya hampir
setengah meter panjangnya tetapi Pui Tiok rasakan
ringan seperti tak berbobot sama Sekali,.
"Sungguh ringan sekali pedang ini." Pui Tiok
tertawa. "Kurang pengalaman tentu banyak bicara," Kwan
Beng Cu menyengir "bukankah tadi sudah kukatakan
bahwa pedang pusaka ini memang lain dari yang
lain?" "Ya, ya," kata Pui Tiok seraya menyimpan pedang
dan berkata tunggu aku disini, Paling Lama satu dua
jam sudah kembali lagi."
Kwan Beng Cu tertegun, wajahnya pucat. Dia
memandang ke sekeliling penjuru. Saat itu mereka
berada di tengah sebuah lembah kecil, empat penjuru
dikelilingi hutan pohon yang gelap. Kwan Beng Cu
takut. Tetapi karena dia seorang anak perempuan
yang keras kepala maka diapun berputar tubuh,
serunya, "Kalau mau pergi, pergilah. Perlu apa banyak
omong!" "Kalau engkau takut," kata Pui Tiok. "akan
kubantumu membuat api unggun dulu. Toh tak lama
lagi hari sudah terang tanah,"
176 Mendengar Pui Tiok hendak bantu membuat api
unggun, dalam hati Kwan Beng Cu senang sekali
tetapi mulutnya menjawab tawar, "Ah, tak usah."
Pui Tiok tetap masih sedikit kuatir, dia mengulang
pesannya lagi, "Jangan pergi kemana mana kurasa
disini takkan terjadi suatu apa."
Sudah tentu Kwan Beng Cu takut karna sebesar itu
belum pernah dia seorang diri berada di tempat yang
gelap. Apalagi di tengah lembah gunung yang sunyi
senyap. Kwan Beng Cu maju selangkah dan mencengkeram
sebatang pohon kecil. Dia merasa agak tenang. Pui
Tiok segera melesat pergi. Sudah tentu Kwan Beng Cu
lebih takut sehingga dia gemetar. Dia termangu
seberapa saat, memandang langit sambil mengharap
agar cuaca lekas terang. Tetapi dia merasa selimut
gelap yang menyelubungi cakrawala seperti tak mau
menggungkap. Sebenarnya keadaan lembah itu sunyi sekali. Tetapi
entah bagaimana, dari empat penjuru seperti
terdengar berbagai suara aneh yang meregangkan
bulu roma. Kwan Beng Cu makin kencang mencengkeram
pohon kecil itu. Tangannya basah dengan keringat
dingin. Diam-diam dia bersyukur ada pohon kecil itu.
Kalau tidak, tak tahu dia bagaimnana akan terjadi
pada dirinya. Sebenarnya saat itu sudah menjelang terang tanah.
Tetapi karena perasaan diliputi rasa takut maka Kwan
Beng Cu merasa lama sekali.
177 Tak berapa lama haripun mulai terang. Kwan Beng
Cu menghela napas longgar. Apalagi setelah
disekelilingnya tampak jelas, dia makin tenang
Dan karena sudah tenang, cengkeramannya pada
pohon kecil pun dilepaskan. Tetapi pada saat itu dia
baru mengetahui bahwa yang dicengkeram tadi,
bukan sebatang pohon melainkan sebatang bambu
berwarna kuning kecoklat-coklatan.
Ketika Kwan Beng Cu berpaling lagi, dia terkejut.
Bambu itu ternyata bukan pohon tetapi tongkat dan
tangkai itu batangnya dipegang seorang manusia.
Dengan begitu sejak tadi orang itu tetap berada di
samping Kwan Beng Cu. Begitu dekat tetapi Kwan
Beng Cu sama sekali tidak mengetahui. Saking kaget
nya, gadis itu lunglai dan terus jatuh terduduk di
tanah. Waktu duduk di tanah itu matanya tetap
memandang ke tubuh orang yang memiliki tongkat.
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ternyata orang itu seorang nenek tua berambut putih,
wajahnya memancar sinar kasih.
Ketegangan hati Kwan Beng Cu agak menurun.
Tiba-tiba nenek tua itu juga berjongkok dan berkata,
"Jangan takut, jangan takut. karera takut membuat
engkau kaget maka tadi aku tidak mau mengeluarkan
suara." nada kata-kata nenek tua itu ramah sekali, Kwan
Beng Cu makin tenang, katanya, "Engkau.... engkau ini
siapa?" 178 Nenek tua tertawa, "Engkau tidak kenal kepadaku.
Tetapi aku kenal dengan mamamu. Sebut saja Ih
pohpoh kepadaku, mau?"
Melihat nenek itu begitu ramah, rasa takut Kwan
Beng Cu pun hilang.
"O, kiranya engkau ini sahabat mamaku" Serunya.
"Ya," sahut si nenek, "siapa namamu?"
"Aku bernama Beng Cu."
"Engkau ini orang she...." si nenek ber tanya pula.
Kwan Beng Cu memang masih anak tetapi bukan
anak kecil. Dia sudah dapat berpikir. Waktu
mendengar nenek bertanya she, diam-diam dia heran.
Katanya kenal dengan mama, mengapa tidak tahu aku
ini orang she apa" Pikirnya.
Dan timbul pula kecurigaan yang lain, pikirnya,
"Jelas dia tentu tak kenal aku. Kalau begitu mengapa
dia tahu siapa mamaku itu?"
Waktu berpikir menganalisa kecurigaannya itu,
Kwan Beng Cu tak bicara apa-apa. Kedua biji matanya
berkeliaran kesana kemari.
Nenek tua itu segera dapat mengetahui isi hati
gadis cilik itu, katanya. "Engkau curiga kepadaku,
bukan" Dengan mama mu, sudah duapuluh tahun aku
tak bertemu, juga tak mendengar beritanya Oleh
karena itu dia menikah dengan siapa akupun tak
tahu." 179 Kwan Beng Cu merentang mata, "Kalau begitu
bagaimana engkau tahu kalau aku ini anak nya
mama?" Nenek tua tertawa, "Pertanyaanmu sungguh pintar
sekali! Itu engkau sendiri yang memberitahu
kepadaku."
Sudah tentu Kwan Beng Cu melongo, serunya, "Aku
sendiri" Kapan aku memberitahu kepadamu"'
"Tadi waktu engkau mengeluarkan pedang kecil,
engkau bilang kalau benda itu milik mamamu, Karena
tahu pedang kecil itu maka aku pun segera tahu
engkau ini anaknya siapa, ya atau tidak?"
Mendengar penjelasan itu mau tak mau Kwan Beng
Cu tertawa meringis Pikirnja, "Ya. dia memang betul,
aku sendiri yang membuka rahasia itu."
"Aku orang she Kwan akhirnya dia memberitahu,
"ayahku adalah Kwan Pek Hong tayhiap.
"O" desuh lh pohpoh itu berkata seorang diri,
"sungguh tak kira, benar-benar sungguh tak kira."
Mendengar itu Kwan Beng Cu tak tahu dan
bertanya, "Apanya yang tidak kira" Kalau engkau
kenal dengan mamaku, tentu engkau baik sekali
dengan dia, bukan"
"Aku hanya mengatakan," kata nenek Ih, "pada
duapuluh tahun yang lalu, mamamu tiba-tiba
meninggalkan rumah, sampai sekarang belum pernah
pulang. Sungguh tak kira kalau dia sudah menikah
dan mempunyai anak. Engkau bicaranya apa kah aku
180 baik sekali dengan mamamu" itu sungguh terlalu baik
sekali. Aku hendak mengundangmu ke sebuah
tempat,." "Ke mana" Aku hendak menuju ke gunung Peh-hoania,
kalau seperjalanan aku mau," kata Kwan Beng
Cu. Nenek lh tertawa, "Seperjalanan, sudah tentu satu
jalan. Tempat yang hendak kuajakmu pergi adalah
disini!" Tiba-tiba nenek itu gerakkan tangan dan seketika
dia menebarkan segumpal awan merah.
ternyata awan merah itu tak lain hanya sebuah
karung berwarna merah darah. Semula karung merah
itu memang sudah terpanggul di bahu nenek lh tetapi
karena Kwan Beng Cu dicengkam rasa kejut dan
kemudian terlibat dalam pembicaraan maka dia tak
sempat memerhatikan karung itu lagi.
Saat itu nenek Ih memegang karung dengan kedua
tangan. Bagian dalam dari karung itu ternyata juga
berwarna merah. Sudah tentu Kwan Beng Cu heran
mengapa tiba-tiba saja nenek itu mengeluarkan
karung. Nenek Ih menggapaikan tangan kepadanya, "Mari
kemari, engkau bermain-main dalam karung ku ini!."
Sudah tentu Kwan Beng Cu tercengang, "Ih pohpoh,
engkau mengatakan apa?"
"Tadi aku bilang akan mengajakmu kesebuah
tempat. Tempat itu tak lain adalah dalam karung ini"
181 Kwan Beng Cu terlonggong. Diam-diam dia
menyadari kalau nenek itu bermaksud tidak baik
kepadanya. Serentak dia berteriak memanggil Pui Tiok
sembari berputar tubuh terus lari.
Tetapi baru setengah langkah, tiba-tiba dia rasakan
bahunya mengencang karena kelima jari nenek itu
sudah menerkamnya dan seperti anak kecil, dia
diangkat nenek itu.
"Anak, jangankan hanya Pui toako, sekali Goan
toako, bibi Pian ataupun paman Tang, juga tak
mampu menolongmu," kata nenek Itu dengan
tertawa. Tangan kanan si nenek mengangkat tubuh Kwan
Pek Hong dan tangan kiri membuka karung lalu
dimasukkan kedalam, terus ditutup. Karung itu
bergerak gerak keras karena Kwan Beng Cu
keroncalan tetapi tak terdengar suara apa lagi. Dan
tak berapa lama karung Itupun diam....
Sekarang mari kita berganti menuju kediaman
gedung keluarga Kwan. Saat itu hari baru saja terang
tanah. Tetapi gedung kediaman Kwan Pek Hong sudah
sibuk tampaknya. Tak henti-henti nya kelompok demi
kelompok bujang yang masuk keluar. Juga Si Ciau
kelabakan setengah mati. Ia harus mencari kian
kemari ditambah pula masih harus menerima
bentakan dan kemarahan subo itu ibu gurunya.
Sejak semalam Kwan Pek Hong sudah keluar dan
sampai saat itu belum pulang. Keadaan dalam
rumahnya kacau tak keruan. Baru setelah matahari
182 menjulang tinggi Kwan Pek Hong datang dengan naik
kuda. Sesaat dia loncat dari kudanya, hansgranting
seorang bujang terus lari ke dalam. Tak berapa lama
Si Ciau keluar menyambut, "Suhu, bagaimana?"
Dengan wajah pucat lesi Kwan Pek Hong gelengkan
kepala. Si Ciau menghela napas, "Subo di dalam sedang
marah-marah. Dia pesan begitu suhu datang, supaya
lekas menemuinya."
Kwan Pek Hong tak bicara apa-apa terus melangkah
masuk, Begitu masuk kedalam ruang dalam, sudah
terdengar suara Kwan hujin menegurnya "Pek Hong,
engkau sudah pulang" Apakah ada hasilnya?"
Kwan Pek Hong melesat masuk dan tiba disebuah
ruang indah.... Disitu Kwan hujin tengah duduk dengan
wajah membesi, menandakan sedang marah sekali.
Melihat itu mengkeretlah nyali Kwan Pek Hong
sehingga untuk beberapa saat dia tak dapat berkata
kata. Kwan hujin tertawa dingin, Bagus, anak lenyap,
pulang tanpa membawa hasil apa-apa bahkan
sepatahpun tak mau bicara!" Hati Kwan Pek Hong
berdebar keras Setelah isterinya setesai bicara,
baruLah Kwan Pek Hong tertawa kecut, "Hujin, aku
telah mengirim orang ke seluruh penjuru untuk
mencari jejak sahabat-sahabat di darat maupun di
sungai juga sudah kuhubungi. Kurasa mereka tentu
183 belum jauh larinya paling lambat tengah hari ini tentu
sudah ada beritanya."
"Jika sampai tidak ada?" Kwan hujin tertawa dingin.
Kalau tidak ada beritanya, apa dayaku. Toh anak itu
hilang waktu tidur disampingmu" Mengapa aku yang
salah, kata Kwan Pek Hong dalam hati.
Namun dia tak berani mengatakan hal itu untuk
membantah isterinya. Dia hanya diam saja.
"Kalau begitu harus cari daya lain lagi," akhirnya dia
menjawab. "Kentut!" Kwan hujin marah, "sekarang, juga
engkau harus pergi lagi untuk mencari anak itu.
hansgranting Kalau tidak mampu menemukan, jangan
pulang, lebih baik engkau mati di luaran saja."
Kwan Pek Hong mengerut gelap dan menyahut. "Ya,
baiklah." "Hm" dengus Kwan hujin. "engkau memang sudah
lama hendak pergi dari rumah dan tak mau pulang
lagi, bukan?"
Kwan Pek Hong menyengir. Bukankah tadi yang
suruh pergi dan jangan pulang itu Kwan hujin, sendiri
dan Kwan Pek Hong hanya terpaksa mengiakan saja"
Mengapa sekarang nyonya itu memaki suaminya
mempunyai hati akan meninggalkan rumah"
Kwan Pek Hong ternganga tak dapat menjawab.
Tetapi isterinya tetap tak puas karena Kwan Pek Hong
tak menjawab. 184 "Mengapa engkau tak menjawab?" seru Kwan hujin
marah, "apakah engkau sudah jemu kepadaku dan tak
sudi bicara lagi dengan aku?"
Kwan Pek Hong memang sudah biasa dimaki-maki
isterinya. Saat itu dia tahu mungkin isterinya marahmarah
karena kehilangan anaknya oleh karena itu
diapun tak berani cari perkara dan buru-buru dia
tertawa. tetapi sebelum dia sempat membuka mulut
Kwan hujin sudah mendampratnya lagi, "Tertawa"
Huh, engkau masih bisa tertawa Anak hilang engkau
masih gembira" Apanya yang lucu" Engkau masih
berani tertawa?"
Kwan Pek Hong benar mati kutu. Dia tak tahu
bagaimana harus bertindak. Bicara salah diam salah,
tertawa juga salah.
Untung pada saat itu dari belakang Si Ciau berseru
memanggilnya, "Suhu....
Seruan itu benar-benar dapat membebaskan Kwan
Pek Hong dari kesulitan. Cepat dia berputar tubuh dan
berseru, "Ada urusan apa?"
"Diluar telah datang seorang nenek berambut putih
yang mengaku she Ih. Dia mengatakan membawa
berita tentang sumoay," kata Si Ciau.
"Baik," cepat Kwan Pek Hong menyahut, "kutahu.
Hujin, aku hendak melihatnya dan segera kembali"
Kwan hujin tertawa dingin. Kwan Pek Hong tak mau
menunggu dia menjawab terus berputar tubuh dan
angkat kaki. Setelah beberapa tombak jauhnya
185 barulah dia merasa longgar perasaannya. Dia
mengikuti Si Ciau menuju ke ruang besar.
Begitu memasuki ruang besar dia segera melihat
seorang nenek berambut putih sedang duduk dikursi.
Nenek itu berwajah asih bahunya memanggul sebuah
karung berwarna merah darah.
Serta melihat nenek itu mulut Kwan Pek Hong
mendesuh kaget. Sepasang mata nenek itu
memancarkan sinar yang berikilat-kilat tajam. Suatu
pertanda bahwa dia memiliki tenaga-dalam yang
tinggi sekali. Kwan Pek Hong melangkah maju dan berkata "Anda
ini...." Nenek itu serentak berdiri dan berkata. "Aku orang
she Ih, tuan ini tentulah Kwan tayhiap"
"Ah, jangan memuji," kata Kwan Pek Hong, "anda
mengatakan jika membawa berita tentang anak
perempuanku, betulkah itu" Kalau benar dan kelak
dapat menemukan anak perempuanku, budi
pertolongan anda itu takkan kulupakan selamanya.'
"Memang aku membawa berita tentang puterimu
tetapi tetap aku ingin berjumpa dengan Kwan hujin,"
kata nenek itu.
mendengar itu Kwan Pek Hong terkesiap. Seru nya,
"tetapi isteriku sedang kurang enak badan. Sejak
lenyapnya anak kami, dia jatuh sakit. Kurasa anda tak
perlu menemuinya.." Wajah asih dari nenek Ih makin
ramah, kata nya, "Kwan tayhiap, kata-kata orang
kuno memang benar. Didepan orang yang tahu, lebih
186 baik jangan berkata bohong. Selekas bertemu dengan
Kwan hujin, segera akan kuberitahu kepadanya
dimana putri nya berada. Mengapa Kwan tayhiap perlu
mengatakan hal yang berlawanan dengan batin anda?"
Ucapan nenek lh itu walaupun sangat ramah
kedengarannya tetapi amat tajam sekali. Dan Sehabis
berkata nenek itu memandang Kwan Pek Hong seraya
tertawa sehingga Kwan Pek Hong terkejut.
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kwan Pek Hong memang tahu bahwa isteri nya itu
mempunyai latar sejarah yang hebat. Tetapi soal itu
jarang sekali orag persilatan yang tahu. Paling-paling
kesan mereka yang pernah bertemu dengan Kwan
hujin, tentu mengatakan bahwa nyonya itu berwajah
jelek dan bengis. Tetapi merekapun tak berani
mengatakan hal itu kepada orang lain.
Hanya ada satu hal yang Kwan Pek Hong heran dan
tahu, yalah bahwa isterinya itu seperti mempunyai
suatu perasaan takut. Bahkan tiap hari, masuk keluar
dalam rumah saja, isterinya itu sangat hati-hati.
Sikapnya seperti orang yang takut kalau sampai
bertemu dengan seseorang tertentu.
Sekarang nenek itu berkeras hendak menemui
isterinya, apakah dia (Kwan Pek Hong) harus masuk
memberitahu kepada isterinya atau tidak"
Pada saat Kwan Pek Hong masih bersangsi tiba-tiba
nenek Ih sudah berseru nyaring, "Kwan hujin, ada
kawan yang sudah 20 tahun tak bertemu ingin
berkunjung, mengapa engkau tak lekas menyambut?"
187 Walaupun nyaring tetapi nadanya tetap ramah.
Kumandang suaranya bergema memenuhi seluruh
gedung. Mendengar itu diam-diam Kwan Pek Hong longgar
perasaannya. Nenek itu yang berseru sendiri mau
menerima atau tidak terserah pada Kwan hujin
sehingga Kwan Pek Hong tak kesalahan terhadap
isterinya. Beberapa saat kemudian terdengar suara Kwan
hujin berseru dingin dari arah dalam. hansgranting
"Kawan lama siapa?"
"Coh- si-cu (pengurus) istana Ceng- te-kiong,
sekarang sudah seorang nenek berambut putih," sahut
nenek lh. Mendengar itu bagaimana reaksi Kwan hujin
memang tak diketahui tetapi Kwan Pek Hong serentak
berobah wajahnya.
"Engkau.... engkau dari istana Ceng te-kiong?"
serunya. "Ya, mengapa Kwan tayhiap terkejut?" sahut nenek
lh. "Aku..... aku..... tidak kaget.... tidak kaget." Kwan
Pek Hong dengan tersendat-sendat karena
gerahamnya bergemerutukan, menandakan betesar
rasa kejut yang menggoncang hatinya
Sampai beberapa saat belum juga terdengar suara
Kwan hujin. Dan nenek Ih pun segera ber seru pula,
"Hujin mengapa tidak bicara?"
188 Dia mengulangi lagi pertanyaannya baru terdengar
suara Kwan hujin yang datangnya dari jauh lalu makin
dekat, "O, kiranya Ih si-su, sungguh sudah lama tak
bertemu!" Begitu suara lenyap, orangnyapun sudah
melangkah masuk kedalam ruang besar dan berdiri
tegak. Nenek Ih juga berdiri dan memandang nyonya
rumah dari ujung kaki sampai keatas kepala. Tiba-tiba
dia memberi hormat seraya berseru, "hamba
menghaturkan hormat kepada siocia."
Kwan hujin tertawa pahit seraya menggerak
gerakkan tangan, "Tak perlu banyak peradatan.
Karena engkau sudah menemukan aku, tentu akan
membawa aku pulang, bukan?"
"Sebagai seorang si-su, sudah tentu aku tak berani
melanggar titah yang dipertuan."
Sambil melengkan kepala Kwan hujin bertanya,
"Apakah engkau mampu membawa pulang aku?"
"Hamba tahu kalau hamba tak mampu membawa
siocia pulang," kata nenek Ih seraya menepuk karung
merah yang terpanggul pada bahunya.
Seketika berobahlah cahaya muka Kwan hujin
serunya, 'Siapa yang berada dalam karung?" Nenek Ih
tidak menyahut melainkan tertawa.
Kwan hujin berjingkrak, "Beng Cu. Beng Cu
mutiaraku!"
189 Nenek lh tertawa cerah, "Siocia sungguh cerdik
sekali. Sekarang siocia tentu mau ikut aku pulang,
bukan?" Kwan hujin menggerung marah, kelima jar nya
yang bertebar laksana cakar burung elang, tiba-tiba
menerkam kepala nenek lh. Rupanya Kwan hujin telah
menyalurkan tenaga-dalam penuh pada cakarannya
itu sehingga menimbulkan getaran angin kuat yang
mendesir-desir.
Secercah wajah cerah nenek lh lenyap seketika,
berganti dengan wajah yang tenang. Nenek itu tidak
mau mundur juga tidak beringsut dari tempatnya. Dia
hanya menggerakkan tangan kiri nya ke belakang,
menekan pada mulut karung yang berada pada
bahunya. Gerakan nenek itu menimbulkan reaksi berupa
suara Kwan hujin meraung aneh. Terkaman kelima
jarinya yang sedahsyat elang menyambar itu, tiba-tiba
berhenti seketika.
Pada saat menghentikan cengkeramannya itu
kelima cakar Kwan hujin tepat menyusup kedalam
rambut nenek lh yang putlh seperti perak Itu.
Nenek lh menghela napas, "Ah, siocia, sungguh
berbahaya sekali"
Yang dimaksudkan dengan berbahaya itu sudah
tentu bagi keselamatan dirinya tetapi pun juga bagi
Kwan hujin. Mengapa bagi diri Kwan hujin"
190 Waktu Kwan hujin menerkamnya, nenek itu tidak
mau menghindar juga tidak mau menangkis
melainkan terus menekankan tangannya ke mulut
karung. itu berarti apabila Kwan hujin nekad hendak
membunuhnya, nenek Itu juga bertekad hendak
membunuh Kwan Beng Cu yang berada dalam karung.
Dengan wajah membesi gelap, pelahan-lahan Kwan
hujin menarik tangannya.
"Ih si-su, sungguh besar sekali nyalimu berani
melawan aku!" serunya.
"Hamba hanya melaksanakan tugas, harap siocia
jangan menyalahkan," sahut nenek itu.
Kwan hujin tertawa dingin, taruh kata aku
menerima permintaanu tetapi perjalanan ke Ceng tekiong
itu beribu li jauhnya. Apikah engkau yakin
engkau tentu aman?"
Nenek lh tertawa getir, "Dia menyadari apa yang
dikatakan Kwan hujin itu memang benar.
"Memang sukar," katanya, "hambapun hanya dapat
berusaha sekuat mungkin. Mohon siocia sudi
meluluskan."
Wajah Kwan hujin makin gelap sehingga makin
menyeramkan. Dengan suara tegas, dia sengaja
berkata dengan sepatah demi sepatah, "Ih si-su,
seharusnya engkau tahu watakku, yang tak sudi
menerima tekanan orang. Di istana Ceng-te-kiong.
walaupun atasanku hanya satu orang tapi bawahanku
berpuluh ribu orang, tetapi toh aku tidak suka. aku
tetap melanggar peraturan istana dan melarikan diri.
191 hal itu disebabkan karena aku tidak sudi dibawah
kekuasan orang, walaupun hanya seorang saja'
"Hamba tahu," sahut nenek lh dengan wajah
mengerut. "Kalau engkau sudah tahu," kata Kwan hujin pula,
"seharusnya engkau tahu bahwa kalau aku mau
menuruti permintaanmu untuk pulang, itu berarti
bahwa hari terakhir bagimu sudah akan tiba!"
Nenek Ih mengela napas, "Hamba mengerti. Tetapi
sudah tiga turunan hamba menerima budi bagaimana
hamba tidak mau melakukan tugas yang di berikan
kepada hamba?"
"Aku dapat memberimu sebuah jalan hidup, "Kata
Kwan hujin," letakkan Beng Cu dan angkatlah sumpah
bahwa engkau takkan memberi tahu kepada siapapun
juga. Kupercaya dengan mengangkat sumpah itu,
engkau pasti takkan mengalami nasib dihilangkan
jejakmu." Nenek Ih diam tak berkata. Kwan hujin mundur
selangkah dan duduk di kursi, katanya, "Engkau boleh
merenungkan dulu, kuberimu waktu setengah Jam
untuk memberi jawaban"
Nenek Ih tetap diam. Wajahnya yang penuh keriput
menampilkan cahaya lesi.
Saat itu suasana dalam ruang besar tegang sekali.
Beberapa bujang, setelah melihat Kwan hujin keluar,
mereka sudah cepat-cepat menyingkir. Bahkan Si Ciau
juga beringsut jauh dan berdiri di sudut ruangan.
192 Sebenarnya Kwan Pek Hong tegak berdiri di
samping isterinya seperti seorang penjaga.
Sepatahpun tidak berani buka suara.
Sedemikian sunyi keadaan ruang itu sampaipun
suara napas orang juga kedengaran.
Apa yang sedang dipertimbangkan nenek Ih dan
bagamana keputusan yang akan diambilnya, tak
seorangpun yang tahu. Kwan hujin tenang-tenang
menunggu. Setelah meminjam pedang kecll milik Kwan Beng
Cu, Pui Tiok terus lari mencari Coh bungkuk. Dia
berhenti beberapa kali karena mencemaskan keadaan
Kwan Beng Cu yang ditinggal Seorang diri itu. Hampir
saja dia hendak kembali menengok keadaan gadis
kecil itu. Andaikata Pui Tiok terus kembali, mungkin jalannya
cerita akan berlainan. Tetapi Pui Tiok hanya
mempunyai kenginan saja dan dia tidak balik
melainkan melanjutkan perjalanannya.
Dia memperhitungkan bahwa si bungkuk tentu akan
kembali lagi ke dalam rumah pondok. Dia ingin
mencari keterangan pada orang bungkuk itu di mana
kitab pusaka Ih-su-keng. Sudah tentu dia tak mau
melewatkan kesempatan sebagus itu.
Tak berapa lama dia sudah tiba di rumah pondok.
Lebih dulu dia pasang telinga tetapi karena tidak
mendengar apa-apa, dia terus berindap-indap
menghampiri ke muka pintu dan mengintip ke dalam.
193 Ternyata gadis cilik Coh Hen Hong masih
menggeletak di atas tumpukan dami dan ular itupun
masih melilit tubuhnya. Selain Coh Hen Hong, tak ada
lain orang lagi. Jelas bahwa Coh Thocu belum kembali
ke situ. Pui Tiok mendorong pintu lalu melangkah masuk.
Sambil memegang pedang kecil dia tertawa mengikik,
"Ho, engkau masih sendirian saja" Engkau takut
tidak" Apakah ciuciumu belum balik kemari?"
Sambil berkata dia menghampiri. Tetapi baru dia
mendekat, ular yang melilit tubuh anak Perempuan itu
serentak mengangkat kepalanya dan hendak
menyambar Pui Tiok.
Pui Tiok yang sudah siap dengan pedang pusaka
serentak menyabat tetapi ular itu juga takut dan cepat
menyurutkan tubuh. Tetapi karena Pui Tiok tidak
melanjutkan serangannya dan menarik kembali, ular
itupun tidak menyerang lagi.
Pui Tiok juga menyabat lagi tetapi setelah ular
menyurut mundur, diapun menarik pedang nya
kembali. Dengan mengulang cara itu sampai empat
lima kali, ular yang sudah terlatih itu mempunyai
kesan bahwa Pui tiok tak berani menyerangnya.
Waktu Pui Tiok melancarkan serangan yang keenam
kalinya, sekonyong-konyong ular itu terus meluncur
maju menyerangnya.
Tujuan Pui Tiok meminjam pedang kecil dari Kwan
Beng Cu tak lain hanyalah hendak membunuh ular itu.
Dari lima kali serangan yang ditarik kembali itu
hanyalah untuk siasat memikat si ular. Maka waktu
ular itu akhirnya berani meloloskan diri maju
194 menyerang, Pui Tiok tidak mau melepaskan
kesempatan yang bagus itu lagi.
Sekali tangan bergerak melingkar, pedang itupun
memancarkan sinar kebiru-biruan yang berhamburan
menjadi berpuluh lingkaran kecil. ltulah jurus istimewa
ciptaan ayahnya (Peh Hoa lokoay) yang disebut Pehhoa-
ceng-jun atau Seratus-bunga-berebut musimsemi.
Peh-hoa-ceng-jun-memang bukan olah-olah
hebatnya. Sekalipun seorang jago sakti dari dunia
persilatan juga tak mudah untuk menghadapi jurus
itu. Apalagi hanya seekor ular. Dalam beberapa kejab
saja terdengarlah suara desis yang tajam dan ular
itupun terbelah menjadi dua. hansgranting
Kebetulan babatan pedang itu tepat mengenai leher
ular. Begitu putus, kepala ular jatuh ke tanah tetapi
pada saat itu juga kepala ular loncat ke atas dan
menyambar betis Pui Tiok.
Sudah tentu Pui Tiok terkejut bukan main Cepat dia
menarik mundur kaki sehingga hanya celananya
bagian kaki bawah yang tergigit. Dia kucurkan
keringat dingin. Ketika memandang kemuka, kembali
dia menganga kaget.
Ular itu tadi melilit tubuh Coh Hen Hong untuk
melindunginya. Tetapi setelah kepalanya putus,
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terjadilah peristiwa yang mengerikan. Tubuh ular itu
sudah tak mengenal lagi nonanya. Ketika kepalanya
putus, tubuhnya juga membuat reaksi yang hebat.
Dengan cepat bagian tubuh ular itu terus melilit makin
kencang. 195 Pada saat Pui Tiok terhindar dari bahaya gigitan
maut dari kepala ular ternyata Hen Hong juga sudah
pingsan karena dililit kencang oleh sisa tubuh ular.
Krek, krek, krek, terdengar bunyi berderak- derak
dari tulang belulang Coh Hen Hong yang sedang dililit
tubuh ular. Apabila di biarkan saja dalam beberapa
kejab tentu akan remuk rendamlah tulang-tulang
gadis kecil itu.
Pui Tiok terkejut. Tanpa banyak pikir dia terus
loncat kemuka, sret, sret. sret, dia menyabatkan
pedang ke tubuh ular sampai beberapa kali dan tubuh
ular itupun bagai daun kering tertiup angin,
berguguran sekeping demi sekeping, menjadi tujuh
sampai delapan keping. Tiap keping ada yang hanya
sejari panjang.
Pada waktu berjatuhan di tanah, potonganpotongan
tubuh ular itu masih melenting-lenting tak
henti hentinya, sehingga pakaian Pui Tiok kecipratan
percikan darah semua. Darah ular itu menyiarkan bau
yang bukan kepalang anyirnya, menguak isi perut
mau muntah. Pui Tiok tak menghiraukan ke semuanya itu, Dia
cepat menarik Coh Hen Hong bangun, lalu menepuk
pelahan jalan darah peh-hwe-hiat di-ubun-ubun
kepala gadis ltu.
Jalan darah peh-hwe-hiat merupakan pusat aliran
gaib pada tubuh manusia, merupakan pula sebuah
jalan darah vital. Apabila ditepuk dengan tenaga kuat
orang tentu mati. Tetapi kalau menepuknya pelahan,
akan dapat membuka seluruh jalan darah yang
terhenti. orang yang pingsanpun segera akan siuman.
196 Setelah ditepuk Pui Tiok, Coh Hen Hong terdengar
mengerang. Karena tiada waktu untuk berdiam lebih
lama dalam ruang dapur yang penuh berselimutkan
hawa anyir, dia menarik Coh Hen Hong terus diajak
menerobos ke luar. Setelah tiba di dekat seonggok
rumput kering yang jaraknya dua tiga tombak dari
pondok tadi, baru dia berhenti.
Saat itu Coh Hen Hong sudah sadar kembali. Dia
meronta seraya berteriak-teriak, "Lepaskan aku.
lepaskan aku!"
"Jangan ribut." bentak Pui Tiok seraya masih
memegang lengan gadis cilik itu.
Sudah tentu Coh Hen Hong tak mau menurut. Tibatiba
dia menggigit tangan Pui Tiok.
Pui Tiok tidak menyangka kalau Coh Hen Hong akan
bertindak sekalap itu. tangannya kena digigit, sakitnya
bukan kepalang hingga dia terpaksa lepaskan
cekalannya. Ternyata gigitan itu meninggalkan bekas
yang cukup parah, di atas pergelangan tangannya
tampak bekas dua buah gigi.
Pada saat Pui Tiok melepaskan cekalannya, Coh Hen
Hongpun sudah memberosot lari. Sudah tentu Pui Tiok
tak mau melepaskan. Sekali loncat dia dapat
menangkap tengkuk gadis kecil itu lalu ditariknya
mundur, "Engkau ini manusia atau bukan" Mengapa
engkau gemar menggigit orang?"
Sepasang bola mata Coh Hen Hong merentang
lebar-lebar. Sepintas wajahnya yang bulat telur Itu
menyerupai kucing hutan yang sedang marah.
197 "Aku mau menggigitmu sampai mati! Aku mau
menggigitmu sampai mati " dia berteriak-teriak keras.
Pui Tiok tahu bahwa Coh Hen Hong itu bukan
tandingannya. Namun ketika mendengar teriaknya
yang histeris penuh kemarahan itu, mau tidak mau
tergetarlah hati Pui Tiok. Dia terus hendak bergerak
untuk menutuk jalan darah gadis itu lagi supaya diam.
Tetapi pada saat dia menunduk dan memandang
Coh Hen Hong, sepasang mata kucing marah dari
gadis cilik itu masih memandang lekat kepadanya
sehingga membuat jantung Pui Tiok berdebar keras.
Buru-buru dia memandang ke muka lagi untuk
menghindari tatap mata Coh Hen Hong. Tepat pada
saat dia memandang ke muka.
dia melihat dua sosok bayangan manusia. yang satu
di muka dan yang satu di belakang, lari menuju ke
ruang dapur tadi.
Yang dimuka, rambutnya terurai panjang Walaupun
terpisah jauh, Pui Tiok segera mengenali kalau dia itu
Coh Bwe Nio. Dan yang mengikuti dibelakangnya
adalah si bungkuk
JILID 5 Melihat kedua orang yang hendak dicarinya itu
sudah pulang, sudah tentu Pui Tiok girang sekali.
Segera dia menjinjing tubuh Coh Hen Hong dan lari
menghampiri. 198 Tetapi tepat pada saat dia hendak bergerak, Coh
Bwe Nio pun sudah melesat masuk ke dalam dapur
dan serentak pada saat itu terdengar jeritan yang
ngeri sekali. Jeritan bernada sedih itu benar-benar membuat
orang terkejut sehingga Pui Tiok pun hentikan
langkah. Saat itu si bungkuk juga sudah memasuki dapur
dan berseru, "Moay-cu, ada apa, ah....."
Setelah menenangkan diri, Pui Tiok menyadari apa
sebab kedua orang Itu berteriak kaget.
Tentulah karena menyaksikan dua buah peristiwa.
Ular mati menjadi beberapa kutung dan Coh Hen Hong
lenyap! Kalau tidak lekas-lekas menggunakan
kesempatan saat itu untuk segera menyergap mereka
dan memaksa mereka supaya memberitahu dimana
beradanya kitab pusaka In-su-keng tentulah akan siasia
usahaku selama ini, pikir Pui Tiok
Memang bukan tak ada sebabnya mengapa Pui Tiok
begitu mati matian mencari jejak kitab Ih-su-keng
yang hilang itu. Karena dalam kitab pusaka itu
tercantum ajaran ilmusilat sakti yang luar biasa dan
tak terdapat dalam dunia persilatan. Kitab pusaka
semacam itu, sudah tentu tidak boLeh sampai jatuh ke
tangan lain orang.
Sebagai putera dari Peh Hoa lokay, Pui Tiok
dihormati dan disegani oleh seluruh anak buah Pehhoa-
kau. Tetapi anak muda yang berotak terang itu
menyadari bahwa penghormatan dan Perindahan anak
199 buah Peh-hoa-kau kepadanya itu, hanyalah sebagai
basa basi menuruti tata adat, kalau bapaknya seorang
penguasa tentulah anak isteri dan keluarganya juga
dihormati dan disegani. Jadi rasa hormat mereka itu
bukan setulusnya.
Pui Tiok menyadari pula bahwa kalau dia hendak
tanam kaki di Peh-hoa-kau, kalau dirinya tidak
mempunyai kepandaian tinggi, tentulah tak kan
mempunyai pengaruh. untuk mencapai pengaruh itu,
dia harus mendirikan jasa. Mencari dan menemukan
kembali kitab Ih su-keng merupakan jasa yang besar
pada Peh-hoa-kau. Demikianlah mengapa Pui Tiok
begitu bernapsu sekali untuk mencari kitab pusaka itu.
Begitulah dia terus mengempit Coh Hen Hong dan
lari ke arah dapur.
"Moaycu, moaycu, engkau kenapa?" terdengar si
bungkuk berseru.
Coh Bwe Nio tidak menyahut. Dia hanya
memperdengarkan semacam suara yang membuat
bulu roma orang berdiri.
Tiba di ruang tempat kayu bakar atau dapur itu,
diam-diam Pui Tiok menimang. Begitu mengetahui
kalau Coh Hen Hong lenyap, seharusnya wanita she
Coh dan si bungkuk itu tentu segera lari keluar untuk
mencari tapi mengapa tidak"
Apakah karena kaget, wanita she Coh itu terus
pingsan" 200 Karena bersangsi Pui Tiok tidak mau terus masuk.
Dia mengintai dari celah-celah dinding yang retak.
Dilihatnya Coh Bwe Nio sedang merangkak di tanah,
memunguti kutungan tubuh ular yang dibunuh Pui
Tiok tadi. Wajah wanita itu penuh dengan kerut yang
meregang regang, sedang mulutnya tak hentihentinya
berteriak aneh. Coh Bungkuk bingung tak
keruan dan terus menerus menanyai adik
perempuannya itu namun tak dijawab.
Adegan dalam dapur rumah itu memang tragis
sekali,. Bahkan Pui Tiok juga menahan napas. Tetapi
pada saat dia hendak berpaling muka karena tidak
ingin melihat adegan yang mengenaskan itu., tiba-tiba
terjadi sesuatu yang mengejutkan.
Saat itu Coh Bwe Nio memegang lima kutung tubuh
ular. Pakaian wanita itu penuh berlumuran darah ular
yang anyir tetapi dia tidak menghiraukan dan
melanjutkan usahanya memunguti kutungan ular.
Tiba-tiba dia dapat memungut kepala ular. Serentak
dia menjerit makin keras dan air matanya mengucur
deras, pretek tiba-tiba kepala ular itu pecah. Dan
serentak dari kepala itu meluncur keluar sebuah benda
putih seperti salju.
Melihat itu kejut dan girang Pui Tiok bukan alang
kepalang. Peh-hoa-nia itu terletak di daerah Biau (Moor). Di
daerah itu banyak sekali terdapat binatang yang aneh
dan binatang-binatang berbisa yang jarang terdapat di
dunia. Pui Tiok dibesarkan di Peh hoa nia, sudah tentu
dia tahu bahwa dalam tubuh beberapa jenis binatang
201 yang aneh aneh itu terdapat sebutir nui tan atau sari
mustika. Nui tan itu sangat berkasiat sekali bagi
pembentukan tenaga dalam dan kekuatan manusia.
oleh karena itu orang persilatan sangat mengiler sekali
bisa mendapatkan nui-tan dan binatang aneh berbisa.
Melihat dari kelopak otak ular itu meluncur ke luar
benda putih, Pui Tiok menduga tentulah nui-tan.
Karena kuatir nui-tan itu akan dimakan oleh Coh bwe
Nio atau Si bungkuk maka tanpa mengambil jalan dari
pintu lagi, Pui Tiok menggerung keras dan mendorong
dinding dengan kedua tangannya.
Pondok tempat penyimpan kayu bakar Itu sudah
lama tak dipakai. Dindingnya sudah rapuh. sudah
tentu tak kuat menahan dorongan kedua tangan Pui
Tiok. Bum... . seketika pondok itupun rubuh. Pui Tiok
terus menerobos masuk.
Tetapi begitu masuk, dia segera tertegun Ternyata
tadi dia terlalu kuat mendorongnya sehingga pondok
itu ambruk, tumpukan rumput kering dan tanah
muncrat berhamburan memenuhi ruangan sehingga
tak kelihatan apa-apa lagi.
Pui Tiok bingung, mengingat arah mana jatuhnya
nui-tan tadi terus coba menerkam tanahnya. Tetapi
uh, ternyata yang kena diterkamnya itu hanyalah
gumpalan darah anyir dan kutungan tubuh ular.
Pui Tiok cepat lepaskan tangannya dan pada saat
itu terdengar si bungkuk berteriak, "Moycu, moycu,
engkau di mana"
Tiba tiba Pui Tiok mendapat akal, Menurutkan arah
suara si bungkuk itu, dia terus menerkamnya. Selekas
202 dapat menerkam bahu orang lalu segera ditariknya,
"Denganlah hai, wanita kalau engkau tidak mau
menyerahan nui-tan itu, sibungkuk ini tentu akan
kuhancurkan benaknya!"
Pada saat mengeluarkan ancaman kepada Coh Bwe
Nio itu Pui Tiok sudah dapat melihat keadaan dalam
ruang pondok penyimpan kayu bakar itu. Dilihatnya
Cob Bwe Nio sedang duduk di tanah, memandang Pui
Tiok seperti orang yang tak menghiraukan apa-apa,
Setelah menenangkan diri, Pui Tiok memandang
lekat2 pada wanita itu untuk mencari tahu dimana biji
putih tadi. Ternyata biji putih itu tak kelihatan.
Pui Tiok memperkeras cengkeramannya sehingga
karena kesakitan, si Bungkuk makin deras
keringatnya. Biji putih dari ular itu apakah engkau simpan?"
bentaknya. Dengan tersendat-sendat. Coh Thocu berseru,
"Apa.... nui-tan..... sama sekali.... aku tak tahu .....
kongcu ..... harap bermurah hati.
Melihat bicara dan sikap si bungkuk. Pui Tiok
mendapat kesan kalau dia memang tak tahu tentang
biji nui-tan itu.
Dia berpaling kearah Coh Bwe Nio, serunya, "Dan
engkau" Apakah biji nui-tan itu telah engkau makan?"
"Aku bertanya nui-tan dari ularmu itu!" bentak Pui
Tiok. 203 Tiba-tiba Coh Bwe Nio menjerit aneh dan terus
maju menyerang Pui Tiok dengan gerak terkaman.
Saat itu kesepuluh jari Coh Bwe Nio berlumuran
darah ular. Pada saat dia merentangkan jarinya, darah
di tangannya masih berketes ketes turun, dengan
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rambut yang terurai panjang. benar-benar dia mirip
tangan seorang iblis.
Betapapun besar nyali Pui Tiok tetapi menghadapi
wanita yang kalap itu, diapun tergetar hatinya. dia
cepat ayunkan tangan menghantamnya.
Tetapi saat itu Coh Bwe Nio sudah kesetanan.
Sekalipun tahu kalau hantaman Pui Tiok cukup
dahsyat tetapi dia tak menghraukan sama sekali dan
tetap menerkam.
Melihat itu Pui Tiok terkejut. Dia merasa kalau
hanya menghantam dengan satu tangan tentu tak
dapat membendung Coh Bwe Nio. Maka cepat dia
lemparkan si bungkuk ke luar kemudian tangan
kanannya itupun segera menyambar pergelangan
tangan Coh Bwe Nio.
Coh Bwe Nio menerkam dengan sepenuh
tenaganya. Gerakan kesepuluh jarinya sampai
menimbulkan desis angin yang tajam. Walaupun Pui
Tiok dapat menerkam pergelangan tangan wanita itu
tetapi sekali meronta. dapatlah Coh Bwe Nio
melepaskan tangannya lagi.
Untung pada saat itu gerak tangan kiri Pui Tiok tadi
berhasil mengenai dada Coh Bwe Nio sehingga wanita
itu menjerit dan terlempar ke belakang. Andaikata
204 terlambat, tentulah Pui Tiok akan celaka ter terkam
jari lawan. Sekalipun mencelat terkena pukulan Pui Tiok,
namun Coh Bwe nio masih dapat menenerkam bahu
lawan. walaupun tidak sampai melukai parah tetapi
baju Pui Tiok robek dan kulitnya membekas sepuluh
jalur guratan darah.
Takut kalau kuku jari wanita itu mengandung racun,
Pui Tiok tak mau melanjutkan serangannya lagi. Dia
buru-buru mengambil obat dari sakunya dan
melumurkan pada luka itu.
Beberapa saat kemudian setelah menenangkan diri,
dia baru merasa bahwa setelah dihantam mencelat
keluar tadi, rasanya Coh Bwe Nio tidak ada suaranya
lagi. Dia memandang ke sekelilingnya dan menduga
bahwa tubuh Coh Bwe Nio tadi tentu mencelat keluar
dinding yang ambruk tadi. Dan setelah jauh diluar,
tentulah wanita it u terus melarikan diri entah
kemana. Sejenak tertegun. Pui Tiok berpaling lagi kearah si
bungkuk. Tampak orang bungkuk itu tengkurap di
tanah, kepalanya bercucuran darah merah. Tentulah
karena terlalu keras dilempar Pui Tiok, si bungkuk
melayang dan kepalanya membentur batu hingga
pecah. Pui Tiok termangu-mangu. Dia tak mengira kalau
tindakannya tadi sampai mengakibatkan hilangnya
nyawa si bungkuk.
205 Padahal dia masih membutuhkan nya untuk
memberi keterangan dimana dia menyembunyikan
kitab ih-su-keng. Asal si bungkuk mau menerangkan
tempat dia menyembunyikan ih su keng diapun sudah
puas. Akan tetapi manusia itu memang tak kenal puas.
Nafsu manusia memang selalu timbul, waktu melihat
kepala ular itu mengeluarkan biji nui tan, dia terkejut
girang sekali. Tetapi saking bernafsunya dia sampai
tak dapat mengendalikan diri. Akibatnya bukan saja
biji nui tan itu lenyap entah kemana pun juga si
bungkuk, satu-satunya orang yang menjadi kunci
rahasia dari hilangnya kitab ih su keng juga ikut
binasa. Pui Tiok merunduk seperti orang yang di tinggal
mati orangtuanya. Setelah termenung beberapa jenak,
dia berjongkok dan memeriksa tubuh si bungkuk.
Tetapi tak menemukan suatu apa.
Dia melanjutkan pencarian biji nui-tan ke dalam
pondok. Hampir satu jam lamanya dia membongkar
tanah dan memeriksa seluruh sudut, tetap dia tak
memperoleh hasil suatu apa.
Tibalah dia pada suatu kesimpulan. Jika begitu,
jelas biji nui-tan itu tentu telah ditelan Coh Bwe Nio.
Memikir sampai di situ serentak dia teringat akan Coj
Hen Hong sigadis cilik, setelah si bungkuk mati satu-
2nya orang yang diduga tahu tentang kitab ih su keng,
adalah Coh Bwe Nio, apabila dia dapat menangkap
Hen Hong, tentulah mamanya akan muncul
mencarinya. 206 Ya, kalau kali ini kehilangan gadis itu lagi habislah
segala harapanku, pikir Pui Tiok. Dia cepat berputar
tubuh dan lari keluar. Dia menuju tempat dimana dia
telah meninggalkan Hen Hong. Hatinya berdebar keras
ketika hampir tiba. Kalau saja gadis cilik itu juga
lenyap.... ....ah. akhirnya dia menghela napas longgar
ketika melihat bahwa gadis kecil itu masih tergeletak
di tanah karena jalan darahnya dia tutuk. Cepat dia
menghampiri. Sepasang bola mata gadis kecil itu berkeliaran
memandangnya. Pui Tiok menimang, kerena Hen
Hong masih berada disitu, tentulah mamanya belum
mengetahui. Dia akan meminta keterangan kepada
gadis kecil itu dimanakah dia dapat bertemu dengan
mamanya. Siapa tahu baru saja dia membuka jalan
darahnya, sekonyong konyong gadis kecil itu loncat
berdiri dan terus lari. Tetapi Pui Tiok sudah menduga
kemungkinan itu. Cepat dia menerkam tengkuk Hen
Hong, "Jangan lari.... "
Sebagai seekor anak ayam, Coh Hen Hong tak
berdaya ketika tubuhnya diangkat Pui Tiok Menyadari
tak dapat melawan, Hen Hong pun diam tak mau
meronta. Tetapi wajah dan matanya, memancarkan
sikap penuh dendam kesumat.
"Jawablah, biasanya di mana saja mamamu
berada?" tanya Pui Tiok.
Tiba-tiba tubuh Coh Hen Hong menggigil, teriaknya,
"Perlu apa engkau bertanya begitu" Apakah engkau
telah membunuhnya!"
"Tidak," sahut Pui Tiok.
207 Akan tetapi Coh Hen Hong tetap menuduh,
"Bohong! Engkau tentu sudah membunuhnya!" Coh
Hen Hong berkata dengan tegas dan yakin kalau Pui
Tiok telah membunuh mamanya! Akan tetapi anehnya,
gadis kecil itu tidak mengucurkan airmata, tidak pula
tampak bersedih.
karena Coh Hen Hong terus menerus menuduh
begitu akhirnya Pui Tiok marah, "Kalau aku bilang
tidak ya tidak, mengapa engkau mem babi buta
menuduh orang!"
"Engkau," kata Coh Hen Hong kukuh, "kutahu tentu
engkau. Aku hendak mencincang tubuhmu untuk
membalas sakit hatinya!"
Mendengar kata-kata itu marahlah Pui Tiok, Plak,
dia menampar mulut Hen Hong kalau engkau tetap
ngoceh tidak keruan tentu akan kubunuhmu!"
Walaupun tidak mengunakan tenaga besar tetapi
Hen Hong itu seorang anak perempuan yang tak
pernah menderita perlakuan begitu. Sebelah pipinya
bengap, tetapi dia tak menjerit walaupun matanya
berlinang linang. Pada saat lain wajahnya menggeram
dendam lagi. Lekas bilang, biasanya dia suka pergi mana saja,
hayo jawab!" bentak Pui Tiok.
Karena menyangka Pui Tiok telah membunuh
mamanya maka Coh Hen Hong tak mau menjawab
pertanyaan itu. Pui Tiok marah dan menamparnya,
beberapa kali tetapi gadis kecil itu tetap membisu.
208 Karena ngotot sampai beberapa waktu tetap tak
berhasil, akhirnya Pui Tiok berganti siasat. Dia tak
membentak bentak melainkan bertanya dengan
pelahan seperti orang meminta bantuan, katanya
"Bilanglah, nanti akan kuantarkan engkau kepadanya."
Setelah diulang sampai beberapa kali baru Hen
Hong mau membuka mulut tetap bukan kata-kata
jawaban melainkan hanya mendengus saja, "'Hm.... "
biasanya Pui Tiok itu cerdik dan banyak akal. 'tetapi
saat itu, walaupun sudah rnenggunakan cara kasar
dan halus, dia tetap tidak berhasil menundukkan, Hen
Hong. Akhirnya dia lepaskan cengkeramannya dan
menghalau gadis kecil itu, "Pergilah.... "....
begitu dilepas, tubuh Coh Hen Hong lunglai jatuh ke
tanah. Tetapi gadis itu tak mau berusaha untuk
rnerangkak bangun.
"Mengapa engkau tak mau lari"' tegur Pui Tiok,
"kalau engkau tak mau lari, sewaktu waktu timbul
pikiran lain, kemungkinan aku akan membunuhmu!"
Coh Hen Hong mengangkat muka. Kedua Pipinya
benggap. Dia memandang Pui Tiok dan tetap tak mau
beringsut. sebenarnya Pui Tiok memang hendak menggunakan
siasat. Dia pura-pura melepas Coh Hen Hong supaya
pergi tetapi diam-diam dia akan mengikuti dari
belakang. Dia tak menyangka kalau gadis itu tak mau
beringsut dari tempatnya.
Pui Tiok terkesiap dan memandang Hen Hong, gadis
itu menunduk diam. "Hai, mengapa engkau ini" apa
209 tidak mau pergi karena ingin mati disini?" seru Pui
Tiok. Coh Hen Hong tertawa dingin, "aku takut mati"
kalau engkau ingin kelak kulitmu tidak aku beset,
hayo sekarang saja lekas engkau bunuh aku!" Pui Tiok
serentak mengangkat tangan, hawa pembunuhan
memenuhi wajahnya. Namun Hen Hong tetap tenang
tak gentar sama sekali.
Pada saat tangan Pui Tiok hendak dilayangkan
kebawah dia sempat melihat dan menyadari bahwa
Hen Hong masih anak perempuan yang baru berumur
8 tahun. Dia hentikan tangannya.
Pui Tiok bukan seorang pemuda yang mempunyai
hati welas asih. Dia banyak akal muslihat untuk
menyiasati orang. Dan sifat demikian sudah tentu tak
lepas dari sifat yang Licik. Tetapi jika bukan manusia
yang benar-benar berhati serigala tentulah tak sampai
hati untuk menurunkan tangan jahat terhadap seorang
anak perempuan.
Pui Tiok menurunkan tangannya dan berkata "Baik,
kalau engkau tak mau memberitahu, tak apa. Aku
akan pergi."
Habis berkata dia terus ayunkan langkah, Dia
menyempatkan untuk melirik. Ternyata Coh Hen Hong
tengah memandangnya dan begitu melihat Pui Tiok
meliriknya, buru-buru Ia menundukkan kepala lagi.
Melihat sikap anak perempuan itu diam-diam Pui
Tiok gembira. Dia meemang sedang mengatur siasat
untuk pura-pura pergi. Apabila Coh Hen Hong tak
210 mengacuhkan sama sekali, berarti siasatnya akan
gagal. Tetapi ternyata anak itu meliriknya. Berarti dalam
hatinya menginginlcan supaya dia lekas pergi. Sebagai
seorang yang banyak muslihat.
diam-diam Pui Tiok tersenyum dalam hati. Dengan
tenang dia lalu ayunkan langkah meninggalkan tempat
itu. Setelah 7 - 8 tombak, tiba-tiba dia menyelinap
dibalik sebatang pohon besar. Dari tempat itu dia
dapat mengintai gerak gerik Coh Hen Hong.
Teryata Coh Hen Hong masih tetap duduk di tanah.
Berapa waktu kemudian, Pui Tiok mengeluh karena
mengira siasatnya tentu gagal lagi. Sekonyongkonyong
terdengar Coh Hen Hong berkata, "Akan
kuberitahu, kemarilah engkau!"
Sudah tentu Pui Tiok tertegun kaget. Dia hampir
mengira kalau tindakannya bersembunyi dibalik pohon
itu diketahui Coh Hen Hong Tetapi dia tak mau
tergesa-gesa menanggapi dan menahan diri untuk
tidak segera muncul.
Coh Hen Hong masih terus berkata begitu kemudian
berbangkit. Pada saat itu barulah Pui Tiok mengetahui
persoalannya. Kiranya Coh Hen Hong berkata begitu
tak Lain hanya untuk mengetahui apakah Pui Tiok
benar-benar sudah pergi jauh atau belum. Ah,
walaupun masih anak ternyata akal Coh Hen Hong
juga tidak kalah dengan orang dewasa.
Setelah berdiri, tampak gadis kecil itu mengusapusap
pipinya yang bengap. kedua matanya
memancarkan sinar dendam yang membara, air
211 matanya berderai-derai mengucur deras. Tadi waktu
berhadapan dengan Pui Tiok setitik airmatapun tak
menitik. Sekarang dia baru menangis untuk
menumpahkan rasa sakit pada pipi dan hatinya. Tetapi
dia juga tak mau menangis mengerung-gerung atau
terisak-isak, melainkan hanya mengucurkan airmata
saja. Pui Tiok tetap mengawasinya. Setelah beberapa
waktu kemudian barulah Coh Hen Hong melesat pergi.
Pui Tiok pun mengikutinya. Ilmu kepandaian Coh Hen
Hong tak berapa tinggi oleh karena itu mudah bagi Pui
Tiok untuk mengikutinya
kira2 dua tiga Li jauhnya, tampak Coh Hen Hong
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bergegas lari memasuki sebuah rumah gubuk, sudah
tentu Pui Tiok girang sekali Dengan mengunakan ilmu
meringankan tubuh, dia maju menghampiri. Tetapi
baru dia tiba di muka rumah gubuk itu, hatinya
serentak kecewa.
Saat Itu dia mendengar dalam tangisan Coh Hen
Hong berkata "Ma, engkau tak berada disini, tentu
orang itu telah membunuhmu. Ma jangan kuatir, aku
tentu akan mencabuti urat nadi dan menguliti orang
itu untuk membalas sakit hatimu!"
Mendengar itu diam-diam Pui Tiok geli dalam hati.
Tetapi dia tak tertawa karena dia memperhatikan
bahwa dalam kata-kata gadis cilik itu ternyata penuh
mengandung dendam kesumat yang menyala nyala
sehingga mau tak mau dia bergidik juga.
Coh Hen Hong menangis beberapa waktu kemudian
terdengar suara orang. Pui Tiok terkesiap dan cepat
loncat menyelinap dibalik pohon disebelahnya. Dari
212 situ dia memandang kemuka. Seketika hatinya
mendebut keras.
Tampak dari jauh, makin lama makin dekat muncul
sosok2 tubuh manusia, tetapi bukan orang yang
diharapkan melainkan tiga orang. Orang yang berjalan
dimuka, seorang nenek berambut putih perak yang
belum pernah dikenalnya. Nenek berambut putih itu
memanggul sebuah karung merah. Sedang yang
berjalan mengikuti dibelakangnya
tak lain adalah Kwan Pek Hong dengan isterinya.
Melihat Kwan Pek Hong dan isterinya, kejut Pui Tiok
bukan kepalang. Serentak dia teringat akan Kwan
Beng Cu yang ditinggal di dalam lembah. Gadis kecil
itu penakut sekali. Entah bagaimana keadaanya saat
itu. Apakah masih berada atau sudah melarikan diri"
Apakah telah terjadi sesuatu pada gadis kecil itu atau
apakahmasih selamat disitu" Sudah tentu Pui Tiok tak
pernah membayangkan bahwa saat itu Kwan Beng Cu
telah berada dalam karung Warna yang dipanggul si
nenek berambut putih.
Mengapa Kwan Pek Hong dan isterinya mau ikut
pada nenek berambut putih atau Ih pohpoh" Untuk
mengetahui kejadiannya, baiklah kita mundur dulu
sebentar, kembali ke ruang besar gedung keluarga
Kwan, dimana sedang berlangsung perundingan
antara Kwan hujin dengan Ih pohpoh. Setelah hening
beberapa saat, terdengar Ih pohpoh berkata, "Siocia,
telah kupikir semasak-masaknya. Kalau aku pulang
tanpa membawa engkau, akupun juga akan menerima
kematian. 213 Kwan hujin tertawa dingin, 'Paling tidak engkau kan
masih dapat mengulur waktu. Seharusnya engkau
tahu, waktu aku pergi dahulu, membawa apa saja aku
ini?" Nenek Ih mengangguk, "Sudah tentu cujin tahu,
adalah karena hal itu maka beliau marah besar. Yang
siocia bawa pada waktu itu adalah pedang ceng ling
kiam, salah satu dari sepasang pedang ling liong song
kiam!" "Itulah," kata Kwan hujin, "aku memiliki pedang
Ceng-Ling-Kiam. Apakah tak mampu menjebolkan
karung hit-yan tay yang engkau bawa itu untuk
menolong Kwan Beng Cu" Kurasa engkau belumn
memikir sampai disitu"
Waktu melancarkan kata-kata itu tampaknya wajah
Kwan hujin tak takut, tetapi nenek Ih sudah
mempunyai persiapan.
"Sudah tentu aku tahu hal itu," katanya, "tetapi
pedang itu telah berada di tangan puterimu dan lagi
ku tunggu setelah dia meminjamkan pedang itu
kepada orang, baru akan turun tangan. Siocia, orang
telah memberi pelajaran kepadaku Ban-wu-it sip (tak
pernah-gagal). Kiranya engkau tak lupa, bukan?"
Wajah Kwan hujin berobah seketika. Karung yang
dibawa nenek Ih itu terbuat dari sutera ulat hwat-jan
yang berwarna merah. Oleh karena itu disebut Hiatyan
tay atau karung merah darah. Semua senjata di
dunia kiranya hanya sepasang pedang Ling-Liong-
Song-kiam milik istana Ceng-te-kiong yang dapat
memecahkan karung itu.
214 Sebenarnya tadi Kwan hujin hendak mengancam
nenek Ih. Tetapi sekarang rencananya itu gagal total
"Baik," dia tertawa dingin, "aku akan ikut engkau.
Coba saja nanti di perjalanan dengan cara bagaimana
engkau akan menemui kematianmu!"
Wajah nenek lh mengerut gelap, penuh percaya
pada diri sendiri. Tetapi sebenarnya diam-diam nenek
itu juga tergetar mendengar ancaman Kwan hujin.
Setelah berkata. Kwan hujin lalu tertawa seram.
serunya, "Mengapa tidak lekas berangkat?"
Sekali bergerak nenek Ih sudah melesat ke pintu
besar. Tetapi Kwan hujin lebih cepat lagi baru nenek
itu melesat keluar tiga tombak, entah bagaimana
caranya bergerak, hanya terdengar kesiur angin
menyambar dan tahu-tahu Kwan hujin sudah berada
di belakangnya.
Diam-diam nenek lh makin terkejut. Serentak ia
menggempos semangat dan melesat keluar, Kwan
hujin mengikutinya selekat bayangan.
Melihat itu Kwan Pek Hong berpaling kepada
muridnya, "Si Ciau, urusan dalam rumah ini
kupasrahkan kepadamu. Jangan mengatakan kepada
siapapun juga tentang peristiwa yang sudah terjadi
disini, mengerti!"
Si Ciau gopoh mengiakan. Saat itu Kwan Pek Hong
pun sudah melesat keluar menyusul isterinya. Tak
berapa lama Kwan Pek Hong berjalan seiring dengan
215 isteri. Sedang nenek lh terpisah dua tiga meter di
muka. Mereka lalu menuju ke utara,
Demikian waktu Pui Tiok melihat kedatangan ketiga
orang itu, mereka sudah meninggalkan rumah
setengah jam yang lalu.
Pui Tiok tak tahu apa yang terjadi dengan ketiga
orang itu. juga tak tahu apa hubungan Kwan Pek Hong
berdua dengan nenek berambut putih itu. Diam-diam
dia bersyukur dalam hati karena telah cepat-cepat
bersembunyi di balik pohon. Kalau berayal sedetik
saja dan sampai ketahuan mereka, akibatnya tentu
mengerikan sekali.
Brak..... terdengar pintu rumah gubuk itu telah
didobrak orang. Dengan airmata masih membasahi
kedua matanya. Coh Hen Hong muncul keluar dari
gubuk itu. Rupanya anak perempuan itu juga terkejut
dan tertarik perhatiannya waktu mendengar suara
tawa Kwan hujin yang aneh tadi. Pada saat itu
muncul, nenek lhpun tiba disitu.
"Hai, siapakah kalian ini" seru Coh Hen Hong.
Dengan wajah penuh pancaran asih, nenek lh
ulurkan tangan menjamah muka Coh Hen Hong lalu
melesat lagi beberapa meyer seraya memberi pesan,
"Budak perempuan, jangan suka usil dengan urusan
orang!" Sebenarnya Coh Hen Hong hendak menghindari
tangan nenek lh. Tetapi ilmu kepandaiannya kalah
jauh dengan nenek lh. Dia tak sempat mampu
menghindar lagi. Waktu tangan nenek Ih meraba
kepalanya. Coh Hen Hong rasakan dirinya seperti
216 didorong oleh setiup angin kuat sehingga dia
terdampar ke muka. Pada saat itu Kwan Pek Hong dan
isterinya tiba. Coh Hen Hong mengangkat muka dan
memandang kedua suami isteri itu lalu tertawa dingin.
Coh Hen Hong tak kenal dengan Kwan Pek Hong
dan isterinya. Baru pertama kali itu dia bertemu
dengan mereka. Sudah tentu dia tak bersikap
bermusuhan kepada mereka. Tetapi karena seja kecil
diasuh oleh seorang lbu yang kehilangan ke sadaran
pikirannya, watak Coh Hen Hong pun aneh dan dingin
terhadap orang.
Dalam alam pikirannya, setiap orang yang tak
dikenal apabila bertemu tentu mengandung maksud
buruk. Maka waktu memandang Kwan Pek Hong
berdua, Coh Hen Hong pun tertawa dingin penuh
bernada permusuhan. Dia lalu beralih pandang ke
arah nenek lh. Mendengar suara tawa yang begitu aneh Kwan Pek
Hong menunduk memandang anak perempuan kecil
itu. Sebenarnya dia hanya secara iseng saja
memandang anak perempuan itu. Tetapi waktu
melihat potongan wajah Coh Hen Hong yang kurus
dan pipi tirus. sepasang mata memandangnya tajam
serta sepasang alis yang lembut dan melengkung
panjang, tiba-tiba hati Kwan Pek Hong berdebar keras.
Sedemikian hebat kegoncangan yang menggetar
kalbu Kwan Pek Hong hingga kedua kaki nya serasa
lunglai dan bluk.... diapun segera jatuh ke tanah.
Sekalipun dengan cepat dia terus melenting bangun
tetapi Kwan hujin sudah terlanjur berhenti. Karena dia
217 berhenti, nenek lh yang berjalan di muka pun ikut
berhenti. Kwan hujin berpaling ke belakang. Tampak wajah
Kwan Pek Hong sebentar pucat sebentar gelap.
Sikapnya gugup dan ketakutan. bagaimana ilmu
kepandaian Kwan Pek Hong, seluruh dunia persilatan
sudah tahu semua, Tetapi yang tahu paling jelas
tentang kepandaiannya adalah isterinya, Kwan hujin.
Bahwa tidak mungkin seorang tokoh seperti Kwan
Pek Hong tiba-tiba akan jatuh kalau tak ada hal yang
luar biasa. Kwan hujin segera merasa ada sesuatu
yang tak wajar.
Dia tidak mau segera menegur melainkan
memandang suaminya dengan dingin. Sudah tentu
wajah Kwan Pek Hong makin pucat.
Setelah menenangkan diri beberapa saat barulah
dia berkata, "Hu.... hujin, lihatlah anak perempuan itu.
Agaknya sedikit aneh?"
Kwan Pek Hong sejenak memandang Coh Hen
Hong. Karena dalam hati ada sesuatu maka setelah
melihat Coh Hen Hong, tiba-tiba Kwan Pek Hong
teringat akan seseorang. Itulah sebabnya dia
menderita kegoncangan hebat sampai jatuh.
Tetapi dalam pandangan Kwan hujin, Coh hen hong
itu hanva seorang anak perempuan biasa. Apanya
yang aneh".
"Mengapa aneh?" tanya Kwan hujin.
218 Dengan gelagapan Kwan Pek Hong berkata, hi....
hi.... dia seorang diri.... disini, tetapi.... apakah itu tidak
aneh?" Kwan hujin tertawa dingin, "Pek Hong, mengapa
engkau hendak mengelabuhi aku" lekas katakan terus
terang!" Mendengar itu wajah Kwan Pek Hong makin tak
berdarah. Saat itu Pui Tiok yang bersembunyi di balik pohon
juga heran, Dia juga tak mengerti mengapa begitu
melihat Coh Hen Hong, mendadak Kwan Pek Hong
seperti kehilangan faham dan ketakutan sekali.
Dengan wajah masih pucat lesi, Kwan Pek Hong
berusaha menjawab, "Apanya yang mengelabuhi
engkau hujin" Harap hujin jangan curiga, aku belum
pernah melihat anak perempuan Itu!"
Memang benar. Kwan Pek Hong belum pernah
melihat Coh Hen Hong sama sekali. Tetapi adalah
karena dia mengatakan begitu malah menimbulkan
kecurigaan isterinya.
Kwan hujin. tertawa dingin, "Engkau belum pernah
melihatnya?"
"Ya, belum pernah," sahut Kwan Pek Hong, "aku
bersedia bersumpah."
"Kalau begitu, apakah engkau pernah melihat
orangtuanya?" seru Kwan hujin.
219 Pertanyaan itu seperti halilintar yang menyambar
Kwan Pek Hong. Semangatnya serasa terbang
seketika. Napasnya terengah-engah dan menjawablah
dia dengan perasaan yang tertekan, "Belum pernah,
belum pernah."
Kwan hujin maju selangkah, katanya, "Kalau begitu,
engkau tidak mempunyai hubungan sama sekali?"
Kwan Pek Hong rasakan kepalanya berdenyut keras
dan lidahnya kaku. Ingin sekali dia dapat menyusup
ke dalam bumi andaikata ada lubang. Dia terpaksa
tertawa. Tetapi nadanya tidak beda dengan tangis.
"Hujin kata-katamu itu tidak tepat. Mengapa aku
mempunyai hubungan dengan dia?" katanya.
"Baik, kalau begitu, akan kubunuh anak itu!" tibatiba
Kwan hujin berkata dengan dingin.
Ucapan nyonya itu benar-benar di luar dugaan
orang. Bahkan Pui Tok yang mendengarnya juga
terkejut sekali. Hampir saja dia tergelincir jatuh.
Kwan Pek Hong makin gelap pucat wajahnya,
"Hujin, me.... mengapa harus demikian" Mengapa
harus membunuhnya?"
Tetapi wajah Kwan hujin tetap membeku dingin. Dia
bukan bergurau dan berkata dengan tandas, "Akan
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kuminta engkau yang membunuh nya, apakah engkau
berani menolak" Kalau engkau tak berani turun
tangan, jelas anak itu tentu mempunyai hubungan
dengan engkau!"
220 Kwan Pek Hong tertawa kecut "Apa.... ada
hubungan.... apa tidak lucu" Mengapa aku mempunyai
ikatan apa-apa dengan anak itu?"
Walau dengan tertawa terpaksa, tetapi nadanya
bergetar seperti anak kecil yang bersalah. Sungguh
kasihan. "Jangan banyak bicara, engkau mau melakukan
atau tidak!' Kwan Pek Hong melongo tetapi tak bicara. Kwan
hujin tertawa dingin, "Kalau engkau tak mau turun
tangan, akulah yang akan turun tangan!"
Apa yang dikatakan terus saja dilakukan. Habis
berkata wanita galak itu terus mengangkat tangan dan
mengayun ke arah kepala Coh Hen Hong.
Coh Hen Hong seorang gadis liar yang keras kepala.
Melihat dia tak bersalah apa-apa hendak dihantam,
diapun memaki, "Perempuan hina, engkau.... ."
Tetapi belum sempat Ia menyelesaikan kata
katanya, angin pukulan yang bertenaga keras itu telah
melandanya sehingga napas sesak dan tidak dapat
mengeluarkan kata-kata
Melihat itu Pui Tiok hendak ke luar mencegah tetapi
sebelum dia sempat berseru, sekonyong-konyong
Kwan Pek Hong berteriak aneh, "Berhenti!"
Mendengar teriak suaminya, Kwan hujin pun
hentikan tangannya. Saat itu tangannya hanya
terpisah 5 - 6 dim dari ubun-ubun kepala Coh Hen
Hong 221 Kwan Pek Hong melesat dan terus menarik tangan
Coh Hen Hong, ke luar dari ancaman tangan Kwan
hujin. Wajah Kwan Pek Hong tampak membesi dan
tubuhnya menggigil. Untuk yang pertama kali Sejak
menjadi suami isteri, baru pertama itulah Kwan Pek
Hong berani menentang kemauan isterinya. Sudah
tentu dia tegang sekali.
Mengapa Kwan Pek Hong berani menempuh bahaya
menyelamatkan anak perempuan itu"
Kiranya waktu melihat wajah dan mata Coh Hen
hong, terkenanglah Kwan Pek Hong pada wajah
seorang yang pernah melewati hari yang indah
bersamanya. "Jangan membunuh anak ini, jangan
membunuhnya," serunya dengan gemetar.
"Mengapa tidak boleh?" tanya Kwan hujin dengan
nada sinis. "Anak perempuan ini.... anak perempuan ini.... ,"
hampir enam tujuh kali dia mengulangi kata-kata
'anak perempuan ini', tetapi tak dapat melanjutkan
lagi. "Anak perempuan ini sebenarnya bagaimana"
Mengapa engkau berkata tersendat-sendat seperti
orang ketulangan begitu?" tukas Kwan hujin.
222 Kwan Pek Hong membangkitkan nyalinya,
'Sekarang aku belum tahu, aku hendak menanya
dulu." Kwan hujin tertawa dingin, "Begitu melihat wajah
anak ini, engkau segera terkenang pada seseorang,
bukan?" "Ya!" dengan semangat Kwan Pek Hong mengiakan.
Saat itu Pui Tiok baru mengerti. Dia mendapat
kesan bahwa antara Kwan Pek Hong dengan Coh Bwe
Nio tentu ada hubungannya, hubungan asmara.
Dan anak perempuan yang bernama Coh Hen Hong
itu tentulah hasil dari hubungan Kwan Pek Hong
dengan Coh Bwe Nio. Adalah karena takut kepada
isterinya maka Kwan Pek Hong terpaksa meninggalkan
Coh Bwe Nio. Anak perempuan itu bernama Coh Hen Hong. Huruf
Hen dapat berarti benci. Dan huruf Hong itu adalah
kependekan dari nama Kwan Pek Hong. Ya, Hen Hong,
membenci Pek Hong. Dengan begitu jelas kalau Coh
Bwe Nio sengaja memberi nama anaknya begitu
karena dia sangat membenci kepada Kwan Pek Hong,
lelaki yang telah menghianati cintanya.
Merangkai kesimpulan2 itu. teganglah hati Pui Tiok.
Kwan Pek Hong seorang tokoh yang harum namanya
dalam dunia persilatan. Siapa tahu ternyata juga
seorang hidung belang.
Dan yang paling menarik perhatiannya adalah,
bagaimana nanti Kwan Pek Hong akan menyelesaikan
masalah itu dengan isterinya yang galak.
223 Waktu mendengar Kwan Pek Hong mengatakan
dengan nada mantap, berobahlah wajah Kwan hujin,
'Baik, engkau boleh bertanya. Setelah itu, aku akan
membuat perhitungan dengan engkau!'
Menggigillah tubuh Kwan Pek Hong mendengar
ancaman isterinya, serunya dengan gemetar, "Anak
perempuan, engkau.... siapakah nama namamu?"
Coh Hen Hong tidak menjawab melainkan berseru,
"Siapakah perempuan ini" Mengapa begitu jahat?"
"Jangan banyak bicara," kata Kwan Pek Hong "kasih
tahu padaku, siapa nama mamamu" Apa kah dia
selalu membawa ular?"
Waktu Kwan Pek Hong menanyai Coh Hen Hong
Kwan hujin diam saja. Hanya wajahnya tampak
megerikan, sepasang matanya memancarkan kilat api
yang menyeramkan,
Kwan Pek Hong membulatkan semangatnya
Walaupun dia merasa bagaimana sepasang mata
isterinya bagaikan pedang yang menikam dirinya,
namun dia tetap menanyai anak perempuan itu.
Tadi karena ditolong Kwan Pek Hong dari ancaman
tangan Kwan hujin, Coh Hen Hong mempunyai kesan
baik kepada Kwan Pek Hong. Saat itu Waktu Kwan Pek
Hong mengatakan apakah mamanya kemana-mana
selalu membawa ular, entah bagaimana tercekatlah
hati Coh Hen Hong. Hidungnya mulai berair karena
hendak menangis tetapi Coh Hen Hong itu seorang
anak yang keras hatinya. Dia menahan jangan sampai
224 menitikkan airmata. Sambil mengangguk-angguk. dia
mengiakan, "Ya.... ya.... "
Tiba-tiba Kwan Pek Hong berseru dengan tegang,
"Apakah.... namanya..... namanya..... Coh..... Bwe Nio?"
"Ya, apa engkau kenal dengan mamaku?"
Kwan Pek Hong menggigil keras tetapi entah
bagaimana dia rentangkan kedua tangan dan
memeluk Coh Hen Hong. Saat itu dia sudah tahu
siapakah sebenarnya Coh Hen Hong itu.
Terlintas dalam hatinya suatu perasaan yang
merawankan. Selama bertahun-tahun dia telah hidup
dibawah tekanan dari Kwan hujin. Banyak menderita
hinaan dan makian. Adalah karena bayang2 ketakutan
itu maka dia terpaksa meninggalkan Coh Bwe Nio
yang dicintai dengan setulus hatinya.
Dia merasa seorang lelaki yang hina karena telah
menelantarkan seorang wanita yang benar-benar
mencintai dan dicintainya. Sesaat timbullah rasa sesal
disusul dengan rasa minta maaf terhadap Coh Bwe Nio
dan anaknya. Antara dendam dan cinta, antara benci dan kasihan,
antara terhina dan bersalah, telah bercampur aduk
dan pada saat itu sama-sama serempak meletus
dalam dada Kwan Pek Hong
Saat itu dia merasa seperti menjelma sebagai
manusia baru. Manusia yang tahu akan harga diri dan
manusia yang sadar akan kesalahannya. Belum
pernah sepanjang hidupnya dia mengalami perobahan
batin seperti saat itu.
225 Sambil memeluk Coh Hen Hong erat2, air mata
Kwan Pek Hong pun berderai derai membasahi kedua
pipinya. Sebenanya Coh Hen Hong tak tahu siapa kah pria
yang telah memeluknya dengan penuh rasa kasih itu.
Tetapi naluri alam menyalur kedalam perasaannya.
Walaupun dia merasa sesak napasnya karena dipeluk
itu, namun entah bagaimana perasaan hatinya sangat
tenang dan bahagia. Mungkin kalau Kwan Pek Hong
tidak lebih dulu mengucurkan airmata, tentulah Coh
Hen Hong yang akan menangis. Tetapi demi melihat
Kwan Pek Hong menangis, Coh Hen Hong merasa
heran. "Ih, engkau seorang besar, mengapa menangis?"
tegurnya. "Engkau ini.... Siapa namamu?" tanya Kwan Pek
Hong. "Namaku Coh Hen Hong."
Wajah Kwan Pek Hong mengerenyut tegang lalu
menegas, "Hen Hong" Namamu Hen Hong" Engkau
memang seharusnya membenci aku, ya, engkau
memang wajib membenci aku..... "
Sudah tentu Coh Hen Hong tak mengerti apa
maksud Kwan Pek Hong berkata begitu. Ia merentang
kedua mata dan bertanya, "Mengapa aku harus
membenci engkau?"
Kwan Pek Hong hendak menjawab tetapi sebelum
dia sempat membuka mulut. Kwan hujin sudah
menukas seperti ujung golok yang tajam. "Cukup.
226 sudah cukup lama engkau memainkan sandiwara itu.
Mengapa tidak lekas bubar"
Waktu memeluk puterinya, perasaan Kwan Pek
Hong seperti terhanyut dalam alam penyesalan dan
kegembiraan. Dia seperti bemimpi Tetapi kemudian
waktu Kwan hujin tiba-tiba berteriak, Kwan Pek Hong
seperti orang yang dilontarkan dari alam impian,
kembali pada kenyataan,
Kwan Pek Hong terlongong. Tak terasa kedua
tangannyapun mengendor, melepaskan tubuh Coh
Hen Hong. Tetapi pada lain saat dia memeluknya lagi.
Dengan membangkitkan keberanian nya yang
paling garang, Kwan Pek Hong berkata, "Hujin,
masalah ini aku memang belum me.... mengatakan
kepadamu . ."
"Engkau tak bilang, akupun sudah tahu," cepat
Kwan hujin mengerat, "oleh karena itu janganlah
engkau membuang-buang waktu lagi. Kalau engkau
ingin aku tidak emosi, itu tak mungkin."
Sesaat rupanya Kwan Pek Hong tidak jelas akan
maksud kata-kata isterinya oleh karena itu dia
bersangsi. Kwan hujin tertawa dingin lagi, serunya, "Kalau tak
memperbolehkan engkau untuk membalas serangan,
itu tidak adil. Engkau boleh melakukan gerak balasan."
Mendengar itu wajah Kwan Pek Hong berubah
seketika, serunya, "Hujin ..... apa artinya itu.... apa
yang engkau maksudkan aku boleh membalas?"
227 Kwan hujin tertawa dingin. 'Engkau memang pintar
sekali mengelabuhi aku. Engkau bermain main dengan
wanita di luaran dan sampai melahirkan anak, masa
engkau tidak mengerti ucapanku" Baiklah, aku akan
bicara terus terang saja. Aku hendak mengambil
jiwamu. Waktu aku turun tangan engkau boleh
melakukan gerakan membalas aku. Mengertikah
englcau sekarang"
Tokoh Kwan Pek Hong yang cemerlang dalam dunia
persilatan, saat itu sikapnya seperti sesosok mayat
yang berada dalam peti mati.
"Engkau.... engkau mau menyerang aku"
Bagaimana mungkin aku dapat melawanmu?" serunya
tergetar. Kwan hujin tertawa aneh, "Waktu engkau bermainmain
dengan wanita, apakah engkau tak pernah
berpikir tentang hal ini?"
Coh Hen Hong meronta dari tangan Kwan Pek Hong,
lalu dengan berkacak pinggang menghadap ke arah
Kwan hujin, gadis cilik itu berseru nyaring,
"Perempuan busuk, perempuan busuk, engkau mau
jual lagak apa" Lihat, aku akan menghajarmu!'
Sambil berkata gadis kecil Itu terus maju
menyerang Sudah tentu Kwan Pek Hong berteriak
kaget dan cepat menariknya, "Nak, jangan Sekali kali
gegabah bergerak!"
habis berkata dia terus berlutut di hadapan
isterinya. 228 Melihat Itu Coh Hen Hong tercengang lalu
melengking, "Ih, engkau kan seorang pria, mengapa
engkau berlutut dihadapan perempuan itu?"
Nak, jangan menghiraukan aku, jangan bicara apaapa,"
kata Kwan Pek Hong dengan tertawa pahit
Wajah Coh Hen Hong mengerut gelap lalu mundur
selangkah. Bukannya tak tahu keadaan bahaya pada
saat itu tetapi dia memang seorang anak yang keras
kepala dan tak mau tunduk pada orang.
Sebenarnya Coh Hen Hong mempunyai kesan baik
terhadap Kwan Pek Hong. Tetapi waktu melihat Kwan
Pek Hong berlutut dihadapan perem puan yang
dibencinya, seketika berkuranglah rasa simpatinya
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terhadap Kwan Pek Hong.
Sambil berlutut berkatalah Kwan Pek Hong, "Hujin
kutahu kalau aku bakal takkan hidup. Tetapi
mengingat hubungan kita selama ber-tahun2 sebagai
suami isteri, tanpa engkau turun tangan aku akan
bunuh diri sendiri. Tetapi aku hanya akan mohon
sebuah permintaan kepadamu."
Kwan hujin tertawa sinis, "Minta supaya aku
mengampuni perempuan jalang itu" Ah, hal itu tak
mungkin. Sudahlah, jangan banyak bicara lagi!"
Kwan Pek Hong menghela napas panjang, "Dia....
dia sekarang dimana aku juga tak tahu. Aku hanya
minta engkau supaya mengampuni anak itu!"
Kwan hujin tertawa mengekeh. Nadanya tak ubah
seperti iblis menangis karena ingin memakan hati
Kwan Pek Hong. 229 "Hujin...., "kata Kwan Pek Hong dengan gemetar,
"engkau.... apa meluluskan?"
Pertanyaan itu penuh dengan harapan yang Besar.
Asal Kwan hujin mengangguk, Kwan Pek Hong akan
bunuh diri dengan hati yang tenang.
Tetapi Kwan hujin itu seorang wanita yang penuh
dengan hati dengki, cemburu dan jahat. Dia mengira
kalau selama ini suaminya sangat penurut dan setia
kepadanya, tak mungkin berani menghianatinya.
Sungguh tak kira kalau ternyata suaminya itu telah
mengelabuhinya, diluar berani main-main dengan lain
perempuan. Saat itu tak terperikan dendam kemarahannya
terhadap suaminya. Sekali pun membiarkan Pek Hong
mati dengan tenang pun dia tetap tidak rela.
Baru Kwan Pek Hong membuka mulut, Serentak
Kwan hujin menukas, "Adakah engkau hendak
mengetahui aku meluluskan permintaanmu atau
tidak?" "Ya.... ya...." Kwan Pek Hong gopoh mengiakan.
Dengan pelahan Kwan hujin berkata, "Dengarlah
baik-baik. Lebih dulu akan kubunuh anak perempuan
busuk itu kemudian baru membunuhmu!"
Sekonyong...konyong tubuh Kwan Pek Hong
bergetar keras dan lalu berteriak, "Tidak bisa, tidak
bisa, sekali-kali tak boleh membunuh anak itu."
230 Dengan sadis Kwan hujin tertawa, "Tidak boleh
tidak aku harus membunuhnya Bukan saja
membunuhnya, namun juga akan kubunuh
dihadapanmu. Coba saja engkau dapat berbuat apa
untuk menolongnya, ha, ha, coba saja engkau mampu
berbuat apa!"
Sambil tertawa itu Kwan hujin sudah meng angkat
tangannya. Saat itu Kwan Pek Hong sedang berlutut di
hadapannya. Pada saat Kwan hujin mengangkat
tangan, tiba-tiba Kwan Pek Hong memekik seram,
sekonyong-konyong tubuhnya melenting kemuka.
Walaupun dihadapan isterinya, Kwan Pek Hong tak
ubah seperti anak kecil tetapi bagaimanapun juga dia
adalah seorang tokoh yang memiliki kepandaian
tinggi. Kalau tidak tak mungkin dia akan mendapat
nama yang terhormat dalam dunia persilatan.
Pekikan yang dihamburkan itu hebatnya bukan
buatan. Benar-benar menyerupai letusan halilintar
sehingga Coh Hen hong yang berada di samping nya
jatuh ke tanah. Bahkan Pui Tiok yang bersembunyi di
pohon dan agak jauh jaraknya hampir tergelincir jatuh
juga. Pada saat melenting kemuka itu, Kwan Pek Hong
menghantam dada isterinya. Tenaga pukulan yang
digunakan, bermula tenaga Im kemudian baru tenaga
Yang. Itulah sebabnya maka pukulan itu tak
mengeluarkan suara sama sekali.
Selama bertahun-tahun ini Kwan Pek Hong selalu
tunduk patuh segala perintah isterinya. Belum pernah
dia berani membantah. Bahwa kali ini dia berani
231 melancarkan pukulan kepada isterinya, benar-benar
tak pernah disangka oleh Kwan hujin.
Sebenarnya tentu kepandaian Kwan hujin Lebih
tinggi dari suaminya. Walaupun pukulan yang
dilancarkan Kwan Pek Hong secepat kilat menyambar
tetapi kalau mau, Kwan hujin sebenarnya masih dapat
menghindar. Tetapi karena dia kaget dan terlongong
menyaksikan suaminya berani memukulnya dia
tertegun dan hanya membentak "Engkau hendak........
Kwan hujin hanya membentak tetapi tak berusaha
untuk menghindar atau menangkis. Sebelum ia
sempat menyelesaikan kata-katanya yang seharusnya
'engkau hendak memberontak' pukulan Kwan Pek
hong sudah tiba di dadanya.
Begitu pukulan tiba di dada isterinya, tenaga-dalam
Yang segera dipancarkan Kwan Pek Hong, bluk..!
Kwan hujin menjerit keras dan terhuyung-huyung
sampai tiga langkah ke belakang.
Mengapa Kwan Pek Hong sampai nekad menyerang
isterinya adalah karena dia akan menebus dosanya
kepada Coh Bwe Nio. Dia tak mau puterinya buah
kasih mereka sampai ikut menderita kematian.
Tetapi tujuan dari serangan Kwan Pek Hong itu
bukan hendak mencelakai Kwan hujin, melainkan
dengan tujuan supaya Kwan hujin menangkis dan
balas menghantamnya agar Ia mati. Kalau dia sudah
terbunuh, kemungkinan Kwan hujin akan dapat
memberi kemurahan pada Coh Hen Hong.
Oleh karena itu diapun sama sekali tak menyangka
kalau pukulannya itu akan berhasil mengenai Kwan
232 hujin. Dia mengira, isterinya akan turun tangan untuk
membunuhnya. Tetapi kenyataan telah terjadi di luar
perhitungannya. Pukulan itu benar-benar mengenai
dengan telak sekali.
Begitu Kwan hujin terpental, Kwan Pek Hong malah
ketakutan. Dia tertegun dan melongo. Dia ingin
berkata tetapi mulutnya tak bersuara.
Memang dunia ini penuh dengan hal-hal yang ganjil.
Memukul orang kalau kena seharusnya gembira tetapi
nyatanya tidak begitu dengan Kwan Pek Hong. Dia
malah kaget dan tertegun seperti patung.
Setelah terhuyung huyung tiga empat langkah
barulah Kwan hujin dapat berdiri tegak lagi. Wajahnya
membesi, serunya, "Kepandaianmu.... ah.... sungguh
hebat....."
Waktu bicara itu suaranya terputus putus
menandakan kalau pukulan Kwan Pek Hong itu
dahsyat sekali. Kwan hujin harus berusaha keras
untuk menenangkan tenaga-murni, baru dapat
berkata. Memang sekalipun dia memaksa diri untuk
menenangkan tenaga murninya, waktu habis berkata
dia tak kuat menahan darah yang bergolak keras,
huak.... mulutnya menghamburkan segumpal darah
segar sehingga bajunya berlumur Warna merah.
Nenek Ih yang sejak tadi menyaksikan adegan itu
bermula Ia tidak mau campur tangan karena
menganggap itu urusan di antara suami isteri. Dan
233 lagi dia takut kesalahan pada Kwan hujin. Tetapi
setelah melihat keadaan Kwan hujin barulah dia
berseru kaget, 'Siocia, engkau telah menderita luka
dalam!" Kwan hujin tertawa mengekeh, nadanya sinis, "Uh,
engkau juga memikirkan aku?"
Nenek lh menghela napas, "Siocia....
Tetapi sebelum dia sempat melanjutkan kata
katanya, dia terpaksa hentikan kata-kata itu. Dia
menyadari bagaimana perangai Kwan hujin dan dia
pun teringat bagaimana kedudukannya saat itu
dengan Kwan hujin.
Nenek lh hanya menghela napas dan Kwan hujinpun
tidak menggubrisnya lagi. Tanpa mengusap darah
yang berlumuran disudut mulut, ia tertawa aneh,
"Sebuah hantaman tidak dapat membunuh aku,
mengapa tidak lekas menyusuli hantaman yang kedua
lagi?" Setelah menghantam itu, nyali Kwan Pek Hong
berantakan. Dengan geraham bergemerutukan dia
berkata, "Aku.... aku.... aku....."
Tiga kali mengucap kata 'aku', dia tetap tak dapat
melanjutkan. Tiba-tiba Kwan hujin memekik aneh dan
sekali ayunkan tubuh dia melesat di samping Kwan
Pek Hong. Melihat isterinya hendak menuju ke tempat
Coh Hen Hong, Kwan Pek Hong terkejut. Dia menduga
isterinya tentu akan berbuat hal yang tak baik
terhadap anak itu.
234 Wut.... tanpa disadari, dia lancarkan pukulan yang
kedua Lagi. Tetapi pada saat itu tiba-tiba Kwan hujin
berbalik tubuh dan mengayunkan tangannya, plak....
terdengar letupan nyaring ketika kedua pukulan saling
beradu keras. Ilmu kepandaian Kwan Pek Hong itu hampir
seluruhnya berasal dari ajaran isterinya. Selama
bertahun-tahun ini, Kwan Pek Hong memang sudah
mencapai kemajuan sampai tataran enam tujuh
bagian. Sebenarnya kalau bertempur, jelas Kwan Pek
Hong tentu kalah.
Tetapi keadaan saat itu berlainan. Karena
sebelumnya Kwan hujin telah menderita pukulan
dahsyat sehingga menderita luka-dalam maka
keduanya dapat bentempur dengan berimbang.
Begitu pukulan beradu, keduanya sama-sama
mundur selangkah. Melihat suaminya berani beradu
pukulan, Kwan hujin makin marah. Dengan menjerit
jerit aneh karena menahan luap amarah, kembali
mulut Kwan hujin menyemburkan darah.
Melihat itu nenek Ih terus berseru keras, "Berhenti,
jangan dilanjutkan!"
Tetapi teriakan itu sudah terlambat. Sambil
memekik histeris, kedua tangan Kwan hujin direntang
lebar dan sepuluh jarinya yang seruncing kuku
harimau telah menerkam Pek Hong.
sebenarnya waktu bertempur itu, karena kalah
moril, Kwan Pek Hong sudah pecah nyalinya. Melihat
Kwan hujin menerkam, dia makin gugup. Sembari
menggerak gerakkan kedua tangannya dia berteriak,
235 "jangan, jangan, ja..... " belum sempat menyelesaikan
kata katanya yang terakhir. kesepuluh jari Kwan hujin
sudah menyusup kedalam leher Kwan Pek Hong. Kwan
Pek Hong menjerit ngeri dan serentak kedua
tangannya menghantam ke muka.
Sebelum mati berpantang ajar. Demikian keadaan
Kwan Pek Hong. sebelum dia menghembuskan napas
yang terakhir, dia kerahkan seluruh tenaganya untuk
mendorong. Maksudnya supaya Kwan hujin tersiak ke
belakang. Tetapi karena dia mengerahkan sisa tenaga yang
masih ada padanya, sudah tentu tenaganya bukan
alang kepalang dahsyatnya.
Bum.... Kwan hujin mencelat ke belakang dan terus
rubuh. Dengan begitu cengkeramannya pada leher
Kwan Pek Hong terdapat sepuluh Lubang kecil, darah
segar menyembur keluar dari lubang2 itu. Dia
terhuyung-huyung kebelakang dan terus rubuh ke
tanah. Kwan Pek Hong mengangakan mulut seperti hendak
bicara tetapi tak dapat mengeluarkan suara sedikitpun
juga lalu putus jiwanya. Dia takut setengah mati
kepada isterinya tapi toh akhirnya tetap mati dengan
sang isteri. Dua buah pukulan yang dilancarkan itu,
telah dapat menuntutkan balas untuk kematiannya.
Setelah rubuh kebelakang, Kwan hujin gelundungan
kian kemari sampai sepuluh kali, dari ketujuh lubang
tubuhnya darah segar mengalir seperti aliran air.
Nerek Ih bingung tak keruan. Dia meletakkan
karungnya dan lari menghampiri lalu mengangkat
236 kepala kwan hujin, "Siocia, siocia, eng.... kau
bagaimana" Apakah engkau membawa pil ceng-longtan?"
Kwan hujin deliki mata. Kerongkongannya
berkerucukan tetapi tak dapat menjawab lagi.
Melihat peristiwa yang menyedihkan itu. tiba-tiba
Pui Tiok mendapat akal. Kalau saat itu dia tidak lekaslekas
melarikan diri, habis mau tunggu kapan lagi"
Cepat dia loncat turun dari pohon, melesat ke muka
dan menarik tangan Coh Hen Hong "Lekas lari.... "
Dia terus menarik anak perempuan itu ke belakang
tempat karung. Waktu Pui Tiok melayang turun dari pohon,
kebetulan neneh lh sedang menumpahkan perhatian
untuk menolong Kwan hujin. Sama sekali dia tak
sempat membagi perhatiannya akan gerak gerik Pui
Tiok itu. Sebenarnya tujuan Pui Tiok hanya hendak
membawa lari Coh Hen Hong. Tetapi ketika tiba dekat
karung, dia melihat karung itu bergerak gerak seperti
ada isinya yang keroncalan. Dia mengira kalau salah
lihat dan diapun berhenti.
Benar. Karung itu bergerak-gerak terus. Pui Tiok
heran. Dia berpaling kearah nenek Ih. Saat itu nenek
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ih sedang melekatkan kedua tangannya untuk
memegang punggung dan dada Kwan hujin. Nenek itu
lalu duduk bersila untuk menyalurkan tenaga
murninya ke tubuh Kwan hujin.
237 Dalam keadaan seperti itu jelas tak mungkin nenek
Ih akan menghiraukan segala apa yang terjadi di
sekelilingnya lagi. Kalau dia sampai membagi
perhatian pada lain2 hal tentu dia akan menderita
peristiwa yang mengerikan yaitu yang disebut Coh
hwe jip mo. Coh hwe jip mo adalah istilah dalam ilmu
silat yang menyatakan karena salah berlatih maka
tenaga-dalam tidak berjalan pada saluran yang wajar
tetapi tersesat membinal kemana mana. Akibatnya,
urat-urat jalandarah putus dan orangnya kalau tidak
cacat tentu mati.
Sebagai seorang yang berkepandaian tinggi, sudah
tentu Pui Tiok tahu akan keadaan nenek lh. Serentak
timbullah keinginan tahu pada karung itu. Dia segera
menyambar karung itu, ah.... ternyata tidak berapa
beratnya. Tanpa peduli apa isinya, dia terus
memangul karung itu, menarik tangan Coh Hen Hong
lalu melanjutkan larinya.
Dalam beberapa kejab saja dia sudah mencapai 6-7
li. Sudah tentu Coh Hen Hong tak kuat karena
kehabisan napas.
"Aku tak kuat lari, aku tak kuat lari!" teriaknya
karena kakinya melentuk lemas.
Pui Tiok memandang ke sekeliling. Ternyata dia
sudah tiba diluar lembah sebuah bukit.
"kita masuk kedalam lembah itu, lekas, kalau tak
mau jalan, terpaksa kutendang!" kata Pui Tiok.
Dengan napas tersengal-sengal, anak itu
mendamprat, "Keparat, engkau berani?"
238 Pui Tiok marah Dia benar-benar melakukan yang
dikatakan, Coh Hen Hong berusaha menghindar tetapi
sudah tentu kepandaian Pui Tiok lebih tinggi. Dia
memang hendak suruh anak itu merasakan sedikit pil
pahit. Pok.... tendangannya tepat mengenai pantat
Coh Hen Hong. Walaupun gadis kecil itu tidak sampai
terlempar ke udara tetapi pun - terlempar jatuh dan
bergelundungan ke muka.
Pui Tiok memburu maju dan menyusuli lagi dengan
tendangan. Demikian dengan cara memperlakukan
Coh Hen Hong seperti bola, akhirnya gadis kecil itu
dapat digiring masuk ke dalam lembah.
Waktu berguling-guling itu Coh Hen hong masih
tetap memaki-maki. Setelah masuk ke dalam lembah,
pakaian anak perempuan itu robek di berapa tempat,
wajah lesi mata bengap, tetapi mulutnya tak pernah
berhenti memaki. Pui Tiok benar-benar mengkal tetapi
tak dapat berbuat apa-apa.
"Kalau engkau masih tetap memaki maki saja, akan
kukuburmu hidup2an," akhirnya ia mengancam.
Coh Hen Hong tertegun kemudian tertawa
mengejek. "O, kiranya engkau seorang keparat yang
takut dimaki. Kalau begitu aku tak memaki"
Dada Pui Tiok seperti mau meledak. Setelah deliki
mata kepada anak itu beberapa saat,
kemarahannyapun mulai reda. Dia menurunkan
karung hendak membuka tali pengikatnya.
Ternyata karung itu diikat beberapa kali dengan
cara tali pati, Berjam-jam lamanya membuka, Pui Tiok
tak berhasil. 239 "Uh, membuka tali karung saja tak mampu hm,
kecuali hanya mampu menghina seorang anak
perempuan, apa sih kepandaianmu itu?" ejek Coh Hen
Hong Tak dapat membuka tali sudah cukup
menjengkelkan apalagi masih terus menerus diejek
Coh Hen Hong, seketika meluaplah kemarahan Pui
Tiok. Sring, dia mencabut pedang kecil.
Melihat Pui Tiok mencabut pedang, Coh Hen Hong
yang cerdik, menyadari bahwa kalau dia terus
menerus mengejek, tentulah akan menderita akibat
yang tak enak. Maka diapun Lalu diam.
Sebenarnya Pui Tiok bukan mau menyembembelih
Coh Hen Hong. Tetapi waktu tak mendengar Coh Hen
Hong buka suara lagi, diam-diam dia gembira. Dia
segera berbalik tubuh menghadap Coh Hen Hong
sembari menggerak-gerakan pedang.
Coh Hen Hong berubah wajahnya, "Engkau....
engkau mau apa?"
Pui Tiok hendak menggertaknya, "Aku hendak
memotong lidahmu. Akan kulihat apakah engkau
masih dapat bicara kurang ajar kepadakul"
Coh Hen Hong makin kaget. Dia diam saja, "Lekas
berjanji kalau engkau tak berani memaki maki aku
lagi!" gertak Pui Tiok.
"Walaupun mulut tidak memakimu tetapi kalau
dalam hati aku tetap memaki engkau, toh sama saja.
240 Engkau bisa berbuat apa kepadaku?" balas Coh Hen
Hong. Pui Tiok mengawasi anak itu beberapa jenak.
Walaupun masih begitu kecil tetapi wataknya begitu
keras tak mau tunduk. Kalau melihat air mukanya,
anak itu takut mati tetapi toh tetap berkata begitu.
Benar-benar bandel dan keras kepala.
Entah bagaimana diam-diam Pui Tiok malah kagum
dan tak mau menggertaknya lagi. Sejenak tertawa dia
lalu berputar tubuh dan menabas mulut karung.
Pui Tiok tak tahu nama dan asal usul karung merah
Itu. Bahwa sekalipun hanya karung tetapi tak ada
senjata di dunia ini yang mampu menabas pecah
karung itu kecuali dua buah pedang pusaka. Kebetulan
salah sebatang pedang Pusaka itu berada di tangan
Pui Tiok. Maka sekali tebas, karung itupun berlubang
besar. Tiba-tiba terdengar suara orang merintih.
Pui Tiok terkesiap kaget. Memang tadi dilihatnya
karung itu bergerak-gerak seperti keroncalan tetapi
dia tak pernah menyangka sama sekali kalau karung
itu berisi manusia.
Mendengar suara orang merintih, dia terkejut lalu
membungkuk untuk memeriksa. Apa yang dilihatnya,
makin membuatnya kaget bukan kepalang.
Ternyata yang berada dalam karung itu bukan lain
adalah Kwan Beng Cu yang saat itu dalam keadaan
setengah pingsan dengan tubuh melingkar.
Pui Tiok cepat menyimpan pedang lalu menolong
Kwan Beng Cu keluar. Kemudian Pui Tiok menepuk
241 ubun kepala gadis kecil itu. Kwan Beng Cu baru
tersadar. "Di mana aku ini?" serunya seraya memandang kian
ke mari. "Mengapa engkau dapat dimasukkan ke dalam
karung oleh seorang nenek berambut putih?" tanya
Pui Tiok. Saat itu kesadaran pikiran Kwan Beng Cu sudah
mulai pulih. Dia lalu menceritakan bagaimana dia
sampai dimasukkan ke dalam karung oleh seorang
nenek. "Ya, seorang nenek berambut putih yang namanya
Ih pohpoh. Tetapi mengapa aku dapat berada dalam
karung?" tanyanya heran.
Memang pada waktu peristiwa itu terjadi, pandang
mata Kwan Beng Cu menjadi gelap dan dia tidak tahu
apa yang terjadi pada dirinya lagi karena pingsan.
"Ya, biarlah. Peritiwa Itu sudah lalu dan engkaupun
telah kutolong, "Pui Tiok menghibur.
Tiba-tiba Kwan Beng Cu memandang kepada Coh
Hen Hong yang berada di samping. Dia menyeringai,
"Pui toako aku tak jadi ke Peh-hoa-nia saja"
Pui Tiok terbeliak, "itu.... itu.... "
Sebenarnya dia hendak mengatakan 'itu
bagaimana'. Tetapi tiba-tiba terlintas sesuatu dalam
benaknya sehingga dia tak melanjutkan kata-katanya.
242 Sekarang andaikata dia membawa Kwan Beng Cu
ke Peh-hoa-nia, pun tak ada artinya lagi. Sebenarnya
rencananya membawa gadis kecil itu ke Peh-hoa-nia
adalah untuk memikat supaya Kwan Pek Hong
menyusul ke Peh hoa-nia. Di sana nanti Kwan Pek
Hong dapat ditekan supaya mengembalikan kitab
pusaka Ih-su-keng sebagai penukar Kwan Beng Cu.
Jelasnya, Kwan Beng Cu akan dijadikan sandera.
Tetapi karena sekarang Kwan Pek Hong suami isteri
sudah meninggal, lalu apa gunanya lagi Sejenak
kemudian baru dia dapat berkata, "Itu.... tak apalah."
"Kalau begitu lekaslah antarkan aku pulang," kata
Kwan Beng Cu, "setiba di rumah, ayah bundaku tentu
berterima kasih kepadamu."
Mendengar itu tergetarlah perasaan Pui Tiok.
Mengantarkan Kwan Beng Cu pulang" Sekarang
dimanakah rumahnya" Memang gedung keluarga
Kwan yang megah mewah itu masih berdiri tetapi
bukankah Kwan Pek Hong dengan isterinya sudah
binasa" Beberapa saat Pui Tiok terlongong-longong tak
dapat bicara. Kwan Beng Cu tak senang berada bersama Coh Hen
Hong. Melihat Pui Tiok berayal tak mau nenjawab, Ia
tak sabar lagi dan berseru, "Engkau mau
mengantarkan aku pulang atau tidak?"
Pui Tiok menghela napas, "Nona Kwan, ha.... rap
engkau jangan.... bersedih."
243 Kwan Beng Cu terkesiap, "Ih. tak ada apa-apa
mengapa aku bersedih" Kalau mau bilang apa, lekas
bilang dengan terus terang, jangan mengguguk
begitu." Sebenarnya Pui Tiok dengan Kwan Beng Cu itu
berada di fihak yang bermusuhan. Tetapi Pui Tok
merasa berterima kasih karena mendapat pinjaman
pedang pusaka dari Kwan Beng Cu.
Pui Tiok merasa sukar untuk memberitahu kepada
Kwan Beng Cu tentang musibah yang telah menimpa
kedua orang tuanya. Dia tampak bingung dan
bersangsi sampai beberapa saat.
rupanya Coh Hen Hong juga tak sabar melihat
tingkah laku Pui Tiok. Dia tertawa dingin dan berseru,
"Sungguh tak pernah terdapat seorang lelaki dewasa,
mau omong saja kok tidak berani"
Pui Tiok deliki mata lalu berkata, "Nona Kwan, ayah
dan mamamu, mereka.... mereka sudah meninggal
semua...."
Akhirnya Pui Tiok memberitahu juga. Dia duga
Kwan Beng Cu tentu akan menangis menggerunggerung.
Tetapi diluar dugaan Kwan Beng Cu hanya
tertegun lalu tertawa geli. Sudah tentu Pui Tiok
melonjak kaget. Dia mengira karena menderita shock
(goncangan batin) mendadak Kwan Beng Cu jadi gila.
"Engkau..... mengapa malah tertawa" serunya.
Kwan Beng Cu menjawab dengan tandas, "Mengapa
tidak tertawa" Engkau hendak menipu aku. Melihat
244 gerak gerikmu hendak membohongi itu, aku tak kuat
menahan geli."
Pui Tiok menghela napas longgar, pikirnya, "O,
kiranya dia tak percaya pada keteranganku."
"Aku tidak membohongi engkau. apa yang
kukatakan Itu memang sungguh," katanya.
Kwan Beng Cu menyengir, "Sudahlah, jangan
omong lagi. Makin engkau omong, aku makin tak
percaya. Dengarkan, jangan lagi ayahku itu seorang
tokoh yang berkepandaian tinggi dan jarang ada orang
yang dapat menandingi. Pun mamaku juga seorang
yang hebat. Dia pernah memberitahu kepadaku,
dalam dunia ini yang mampu mengalahkannya
hanyalah engkongku saja. Dan engkongku itu apabila
ke luar ke dunia persilatan, tentu didahului oleh
delapan ekor burung garuda hijau yang membuka
jalan. Dia masih berada pada jarak beratus-ratus li,
orang-orang sudah tahu. Apakah sekarang engkau
pernah mendengar engkong muncul di sekitar tempat
ini" Bagaimana kedua orang tuaku sampai mati?"
JILID 6 Kwan Beng Cu bicara panjang lebar menerangkan
asal usul dirinya dengan bangga. Coh Hen Hong yang
mendengar jelas, diam-diam merasa iri. Kwan Beng
Cu mempunyai seorang yang begitu hebat, sebaliknya
dia" Jangan lagi engkong, sedang ayah saja dia tak
tahu siapakah ayahnya itu.
Tidak demikian dengan Pui Tiok, Wajahnya pucat
dan dengan mulut terganga, dia memandang Kwan
245 Beng Cu lalu menuding. Dia hendak berkata tetapi tak
keluar suaranya. Rupanya dia dicengkam rasa kejut
yang hebat sekali.
Melihat keadaan anak muda itu, Kwan Beng Cu
tertawa, "Tuh lihat kalau orang kecele mau
membohongi orang. Tentu begitu jadinya... ."
"Bukan begitu, bukan begitu," Pui Tiok gopoh
membantah. Dia terbata bata bukan karena hendak membohongi
dan ketahuan tetapi karena terkejut. Maka setelah
membantah, dia masih terengah-engah dan berkata
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lagi, "Nona Kwan, engkau.... engkau bilang....
Engkongmu itu kepala dari istana Ceng te-kiong?"
Kwan Beng Cu merentang mata lebar-lebar," Apa
itu sih kepala istana Ceng-te-kiong atau bukan Aku
tidak tahu."
Pui Tiok menelan air liurnya. "Tadi engkau sendiri
yang bilang. Kalau engkongmu keluar, dunia
persilatan tentu gempar karena ada delapan ekor
burung garuda yang membuka jalan. Benarkah itu?"
"Itu mama yang bilang," kata Kwan Beng Cu,
"mama sangat sayang kepadaku, masa dia akan
membohongi aku seperti engkau itu"'
Tubuh Pui Tiok gemetar dan mundur beberapa
langkah. Untung di belakangnya terdapat segunduk
batu besar sehingga dia dapat memegang untuk
berdiri tegak. 246 "Kutahu, kutahu," serunya terengah- engah.
"Ih, Pui toako, engkau ini bagaimana?" seru Kwan
Beng Cu terkejut heran.
"Rupanya punya sakit ayan," tiba-tiba Coh Hen
Hong menyela. Kwan Beng Cu berpaling dan berteriak, "Jangan
omong tak karuan!"
Coh Hen Hong berkacak pinggang dan menantang,
"Aku mengatakan memang dia sakit ayan. Apa hakmu
hendak melarang aku" Uh, tak tahu diri!"
Kwan Beng Cu seorang anak perempuan yang
dibesarkan dalam alam kemanjaan. Tak pernah dia
mau kalah bicara dengan orang. Mendengar kata-kata
Coh Hen Hong, seketika wajahnya berubah tegang2
pucat. Dia tak tahu bagaimana bertengkar mulut
dengan orang maka dia hanya menggentak-gentakkan
kaki ke tanah dan berseru, "Coba bilang lagi, coba
bilang lagi!"
Kebalikannya Coh Hen Hong Itu seorang anak yang
dibesarkan di kalangan miskin. Hidupnya mengembara
dan tinggal di lorong2 yang kotor, Sudah tentu dia
sering ribut-ribut dengan orang. Memaki dan
berkelahi, sudah menjadi kehidupannya sehari-hari.
Saat itu dia busungkan dada dan tegakkan kepala,
berseru, "Sudah tentu aku akan bicara lagi. Engkau ini
mahluk apa sih berani melarang aku tak boleh bicara"
Awas, kalau sampai kurobek mulutmu yang busuk
itu." 247 karena marahnya Kwan Beng Cu sampai tak dapat
bicara. Sedang Coh Hen Hong dengan santai dan
bebas dapat menghamburkan isi hatinya. Entah
bagaimana, saat itu Kwan Beng Cu malah tidak marah
lagi. Dia terpesona mendengar caci maki yang kotor
dari Coh Hen Hong.
Beberapa saat kemudian baru dia berputar tubuh
dan berseru, "Pui toako, mengapa engkau diam saja?"
Pui Tiok memang masih terbenam dalam rasa kejut
sehingga mulutnya masih mengoceh, "Kutahu..,
kutahu . . "
Yang dimaksudkannya adalah bahwa sekarang dia
mengerti apa sebab ketika co-poan Siu Peng dari Peh
hoa-kau melihat wajah Kwan hujin seketika
semangatnya terbang dan pikirannya hilang.
Diapun mengerti mengapa beberapa tokoh Pehhoa-
kau yang hendak membantunya, melihat Kwan
hujin terus lari ter kencing-kencing.
Diam-diam dia merasa beruntung karena
pengalamannya kurang dan tak tahu siapa Itu Kalau
tahu, mungkin dia juga akan linglung.
Karena masih dicengkam ketegangan yang
mendebarkan itu setelah Kwan Beng Cu
memanggilnya beberapa kali, barulah dia terkejut.
Tetapi Coh Hen Hong juga pintar. Setelah Pui Tiok
menjawab seruan Kwan Beng Cu, dia terus tutup
mulut tak mau memaki lagi,.
"Pui toako, dengarkanlah," seru Kwan Beng Cu.
248 Pui Tiok gelagapan dan buru-buru menumpahkan
perhatian untuk mendengar tetapi dia tidak
mendengar apa-apa, "Ada apa?"
Kwan Beng Cu menuding Coh Hen Hong, "Dia
memaki-maki aku!"
Pui Tiok yang masih tegang, begitu mendengar
keterangan itu, dia serentak mengangkat tangan
hendak memukul Coh Hen Hong. Tetapi Coh Hen Hong
cepat melengking, "Jangan sewenang-wenang
memukul orang! Coba tanya kepadanya, aku memaki
apa kepadanya!"
Pui Tiok hentikan tangannya dan berpaling kepada
Kwan Beng Cu. karena marah, wajah Kwan Beng Cu
berubah-ubah tidak keruan.
Caci maki Coh Hen Hong itu kasar dan kotor
bagaimana mungkin dia dapat menirukan"
Rupanya Pui Tiok sudah mempunyai gambaran apa
yang terjadi tadi. Buru-buru dia berseru, "Sudahlah,
jangan ribut-ribut saja."
Dia menarik napas lalu berkata pula, "Nona Kwan,
aku bukan membohongi engkau. Memang sungguh,
ayahbundamu telah meninggal. Mereka tidak
meninggal karena bertempur dengan musuh."
Kwan Beng Cu kerutkan sepasang alis, tanyanya
"Engkau berkata apa itu" Masa mereka bunuh diri
sendiri?" 249 Pui Tiok gelengkan kepala, "Juga bukan. Mereka,
mereka.... karena suatu hal lalu bertengkar dan saling
berhantam sendiri sampai akhirnya keduanya
menderita luka parah dan meninggal seketika."
Kwan Beng Cu tetap gelengkan kepala, "Itu lebih
ngawur lagi. Ayah selalu menurut pada mama
;Bagaimana mungkin dia berani melawan mama"
Sudah, jangan omong tak keruan, lekas antarkan aku
pulang!" Karena penjelasannya tak dipercaya, Pui Tiok tak
dapat berbuat apa-apa. Tiba-2 Hen Hong tertawa dan
bertepuk tangan, "Aya, kiranya yang saling bunuh itu
ayah ibunya?"
Pada saat Kwan Pek Hong dan isterinya ber tempur,
yang menyaksikan adalah Pui Tiok dan Coh Hen Hong.
Tetapi Coh Hen Hong tak tahu siapakah kedua suami
isteri itu. Pun tak tahu kalau Kwan Beng Cu itu
ternyata anak mereka. Demi mendengar kedua
orangtua Kwan Beng Cu telah menderita kematian
yang mengerikan, bukan saja ikut bersedih,
kebalikannya Coh Hen Hong malah gembira. Dia
tertawa sambil bertepuk tangan.
Dengan muak Pui Tiok memandang gadis kecil itu
dan membentak, "Engkau gembira apa?"
Coh Hen Hong tertawa, "Ayah ibunya mati secara
begitu menyenangkan. itulah sebagai pembalasan
untuk seorang mahluk kecil. Mengapa aku tak harus
bergembira?"
Pui Tiok tertawa dingin, "Jangan terlalu pagi
bergembira dulu."
250 Sebenarnya Pui Tiok enggan untuk mengatakan apa
hubungan Coh Hen Hong dengan Kwan Pek Hong.
Menurut kesan yang disaksikan saat itu. Tetapi dia tak
kuat menahan kemuakannya melihat tingkah laku Coh
Hen Hong yang begitu gembira atas kematian suami
isteri Kwan Pek Hong.
Serentak dia berseru, "Baik, engkau boleh bersukaria
sepuas-puasmu. Tetapi tahukah engkau bahwa
ayahnya itu juga ayahmu?"
Mendengar Itu Kwan Beng Cu dan Coh Hen Hong
sama-sama terbeliak. Coh Hen Hong berhenti tertawa.
"Pui toako, engkau bilang apa?" cepat Kwan Beng
Cu berseru. "Tutup mulutmu!" teriak Coh Hen Hong dengan
nyaring, "siapapun jangan bicara!"
Napasnya terengah dan dia memandang Pui
Tiok,"Siapakah engkau" Lelaki yang mati itu apa benar
bernama Kwan Pek Hong?"
"Fui! Apakah ..engkau pantas menyebut nama
ayahku?" teriak Kwan Beng Cu.
Pui Tiok memberi isyarat tangan agar gadis kecil itu
jangan bicara, kemudian dia baru menjawab
pertanyaan Coh Hen Hong, "Benar, lelaki itu memang
Kwan Pek Hong. sekarang tertawalah, bergembira
karena dia itu sebenarnya juga ayahmu sendiri"
Pui Tiok mengira Coh Hen Hong tentu akan
menyesal dan bersedih. Tetapi siapa tahu, setelah
251 tertegun sejenak, tiba-tiba Coh Hen Hong tertawa
nyaring. "Bagus, memang pantas kalau mati. Hanya sayang
tidak mati di tanganku serunya.
Pui Tiok bukan seorang kuncu (gentleman) yang
berbudi. Dia berhati licik dan kejam. Tetapi orang
yang berhati seperti Coh Hen Hong, baru pertama kali
itu dia bertemu. Sesaat dia tertegun tak dapat berkata
apa-apa. Bermula Kwan Beng Cu tak percaya kalau ayah
ibunya meninggal. Tetapi pada saat itu setelah
mendengar pembicaraan Pui Tiok dan Coh Hen Hong,
mau tak mau dia mulai percaya. Seketika wajahnva
berobah dan cepat ia menarik tangan Pui Tiok.
"Pui toako, engkau.... apakah berkata.. dengan
sesungguhnya?" tanyanya dengan nada gemetar.
Pui Tiok menghela napas, "Mengapa aku harus
membohongi engkau" Kalau aku sampai bohong,
semoga langit dan bumi menumpasku, jangan sampai
mati dengan tenang."
Wajah Kwan Beng Cu makin tak sedap di pandang.
Mulut menganga mau bicara tetap sepatahpun tak
keluar. Beberapa saat kemudian baru dia dapat
berseru, "Mama . .
Hanya sepatah kata dan diapun terus rubuh tak
ingat diri lagi.
Pui Tiok gopoh mengangkat tubuhnya. Sepasang
mata gadis kecil itu mengatup rapat, napasnya lemah.
252 Pui Tiok cepat melekatkan telapak tangannya ke
punggung Kwan Beng Cu, menyalurkan tenaga
murninya untuk menolong.
Coh Hen Hong malah menyengir dan berseru dingin,
"Kurasa tidak perlu engkau menolongnya. Walaupun
engkau dapat menolongnya tetapi juga percuma
karena lambat atau cepat, kelak aku tentu akan
membunuhnya."
"Mengapa engkau berkata begitu?" bentak Pui Tiok,
"walaupun lain mama tetapi ayahmu juga ayahnya
jadi kalian ini kakak beradik"
Coh Hen Hong mendenguskan hidungnya dan
tertawa hina, "Aku ini bersaudara dengan dia" Apa
engkau rasa pantas" Hm, dia kan seorang cian-kim
siocia (puteri orang terhormat. Punya engkong yang
dikawal delapan ekor garuda. Sedang aku" Aku kan
anak seorang wanita yang membawa ular. Dan lagi
ular itu sekarang sudah dibunuh seorang keparat kecil,
apakah aku ini tacinya" Ah, aku tak berani naik
derajat sedemikian tingginya!"
Coh Hen Hong memang tajam sekali lidahnya.
Sekalipun Pui Tiok lebih tua tetapi kalau adu lidah,
jelas tentu kalah,
Pui Tiok dengan geram berkata, "Hm, jangan harap
engkau dapat membunuhnya. Tahukah engkau kalau
dia bukan keturunan orang sembarangan?"
Coh Hen Hong benar-benar seperti anak kambing
yang tak takut harimau. Dia tertawa dingin, "Tahu,
tahu, bukankah dia mempunyai engkong delapan
253 garuda" Uh, apanya yang dibanggakan Apakah aku
takut?" Mendengar itu wajah Pui Tiok berobah. Pikirnya,
lebih baik tak usah melanjutkan bicara dengan gadis
liar itu kalau dilanjutkan, siapa tahu gadis itu akan
ngoceh lebih tak keruan lagi.
Kebetulan saat itu Kwan Beng Cu sudah siuman. Pui
Tiok tak mau mempedulikan Coh Hen Hong lagi
"Nona Kwan, bagaimana keadaanmu?" tanya nya
kepada Kwan Beng Cu.
Sebelum nona kecil itu menyahut, airmatanya
membanjir turun dan sambil menangis dia berkata,
"Mama telah meninggal, lalu aku bagaimana" Aku
bagaimana?"
Sungguh memilukan sekali mendengar ratap tangis
gadis kecil itu. Memang sungguh suatu pukulan yang
dahsyat dalam batinnya. Dari seorang puteri yang
manja, tiba-tiba dia menjadi seorang anak sebatang
kara. Sebelum Pui Tiok dapat menemukan kata-kata
untuk menjawab, tiba-tiba terdengar suara seorang
nenek tua berkumandang. Jelas orangnya masih jauh
tetapi suaranya sudah berkumandang menusuk
telinga. Dengan jelas dan tegas suara itu berseru,
"Beng Cu, engkau berada di mana?"
Mendengar suara itu seketika Pui Tiok terbelalak,
demikian pula Kwan Beng Cu yang serentak berseru
tertahan, "Ih pohpoh . .
254 "Dialah yang memasukkan engkau ke dalam karung
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu," kata Pui Tiok.
"Ah," desah Kwan Beng Cu, "Waktu sedang bicara
dengan dia tiba-ciba mataku gelap dan aku terus tidak
ingat apa-apa lagi. Kiranya dia telah memasukkan aku
kedalam karung.. Dia... mengapa berbuat begitu?"
"Entah, aku juga tak tahu," kata Pui Tiok Waktu
keduanya sedang bicara, kembali suara nenek Ih
terdengar lagi, "Engkau di mana Lekas engkau sahut!"
"Engkau akan melayaninya atau tidak?" tanya Pui
Tiok pelahan. Kwan Beng Cu menangis lagi, katanya, "Aku tak
tahu, aku .... tak tahu apa-apa."
Pui Tiok memegang tangan gadis kecil itu, "Beng
Cu, dengarkan. Jangan engkau kebingungan begitu
rupa. Sekarang atau besok, akhirnya setiap orang itu
akan mati. Dan engkaupun bukan seorang anak kecil
lagi. engkau dapat berdiri sendiri, mengambil
keputusan sendiri. Lihatlah dia....... ."
Pui Tiok menepuk si gadis liar Coh Hen Hong lalu
melanjutkan berkata. "Bukankah sebaya umurnya
dengan engkau" Mengapa dia dapat berdikari dan
sedikitpun tak merasa sedih?"
Mendengar itu seketika wajah Coh Hen Hong
berobah, serunya, "Engkau ini bicara apa Itu" Apakah
mamaku juga meninggal?"
Sebenarnya Pui Tiok enggan bicara dengan Coh Hen
Pendekar Aneh Naga Langit 14 Pengemis Binal 20 Asmara Putri Racun Romantika Sebilah Pedang 5
Coh Thocu. Dia terus menarik anak keponakannya itu
ke hadapan Kwan Beng Cu, baru dilepaskan, Dia
mengangkat Kwan Beng Cu, dipandang dengan teliti
lalu menandang Coh Hen Hong
Beberapa saat kemudian tampak Coh Thocu
mengangguk-angguk, katanya, "Nona Kwan, kami
mengikatmu karena terpaksa. Apakah engkau Ingin
pulang" Kami akan mengantarmu."
Wajah Kwan Beng Cu seperti mau menangis tetapi
dia menjawab, "Tidak, aku hendak ikut orang itu ke
Peh-hoa-nia."
Walaupun dia kuatkan hati tidak rnenangis tetapi
airmatanya mengucur deras.
Melihat itu Coh Hen Hong bertepuk tangan tertawa,
"ha, ha, kuda kencing...."
Coh Thocu berpaling dan deliki mata kepada
keponakannya, "Siau Bwe, jangan usil. Nona Kwan,"
kemudian dia berpaling dan berkata pula kepada Kwan
Beng Cu, "engkau bilang mau ikut orang itu ke Pehhoa-
nia. Tetapi dia bukan orang baik, tak dapat
dipercaya. Mengapa engkau mau ikut dia?"
"Engkau bilang dia bukan orang baik tetapi dia
bersikap baik kepadaku. Tidak seperti engkau yang
mengikat aku begini."
170 Coh Thocu mengira kalau Kwan Beng Cu yang
masih kecil itu mudah dibujuk. Siapa tahu kata-kata
gadis cilik ini membuatnya tak dapat membantah.
Sampai beberapa saat Coh Thocu tak dapat berkata
apa-apa. Tiba-tiba di luar terdengar Coh Bwe Nio ber teriak
histeris, "Kwan Pek Hong, kiranya engkau termasyhur
sekali, ha.... ha.... aku seperti berselimut dalam kabut.
Kali ini, masa aku tidak mampu mencarimu?"
Suaranya makin lama makin jauh, menandakan
kalau dia lari ke luar, Sudah tentu Coh Thocu bingung
dan lari ke pintu, "Moaycu, kembalilah, kembali dulu
nanti kita bicara!"
Dua tombak jauhnya dia mengejar tetapi balik
kembali dan berseru. "Siau Bwe, jaga dulu kedua
orang itu, aku hendak menyusul mamamu"
"Kutahu," Coh Hen Hong mengangguk, 'jangan
kuatir, silahkan mengejar mama saja!"
Coh Thocu lalu berputar tubuh dan lari mengejar.
Meihat itu diam-diam Pui Tiok gembira. Coh Hen Hong
hanya seorang anak perempuan, mudah baginya
untuk meloloskan diri. Tetapi yang menjengkelkan
adalah ular yang masih melilit di lehernya itu. kalau
dia tidak bergerak, ular itupun longgar. Tetapi sedikit
saja dia bergerak, ya hanya menggerakkan jari
tangannya saja, ular itu segera melilit kencang.
Beberapa kali dia sudah mencoba, tetapi begitu saja
Akhirnya dia menyadari, kalau mau lolos dengan
kekerasan, percuma saja. Dia harus mencari akal lain.
171 Saat itu ketika derap langkah Coh bungkuk sudah
semakin jauh Pui Tiok tertawa, "Adik kecil,
kepandaianmu hebat juga."
Coh Hen Hong deliki mata, "Memangnya hebat!"
"Tetapi kalau dibanding dengan kepandaianku, Jauh
sekali terpautnya," kata Pui Tiok pula.
"Uh, tidak tahu malu," Coh Hen Hong tertawa
mengejek, "engkau menggeletak di tanah seperti babi
yang tunggu disembelih, masih jual mulut besar, uh!"
Pui Tiok tertawa, "Engkau kira aku benar tak dapat
bangun" Begitu aku berdiri, walaupun kedua tanganku
masih terikat, aku dapat mengalahkan engkau!"
'Kentut!" teriak Coh Hen Hong.
"Dengan kedua tangan terikat, dalam tiga jurus saja
aku tentu mengalahkan engkau' Jika tak percaya,
silahkan mencoba!"
'Aku tidak punya tali!" kata Coh Hen Hong.
"Engkau boleh mengunakan ular ini sebagai tali,
hmm kurasa engkau juga tidak berani menyentuh ular
ini!" "Fui!" dengus Coh Hen Hong, "ngaco! Sejak kecil
aku sudah bermain-main dengan ular itu!"
Pui Tiok sengaja membikin panas hati gadis kecil
itu. Dia tengadahkan muka dengan sikap angkuh dan
berseru menghina, "Huh, berani mati! Tidak ada
172 seorangpun yang berani, aku sendiri juga tidak
berani!" Walaupun berotak cerdas tetapi dasar masih kecil,
marahlah Coh Hen Hong mendengar ejekan Pui Tiok
itu. Serentak dia melengking, "Siapa yang ngibul"
Lihat!" Sambil berkata Coh Hen Hong terus melangkah
maju dan menangkap ekor ular. Ular itu sudah belasan
tahun di pelihara sehingga seperti mengerti bahasa
manusia. Walaupun Coh Bwe Nio yang memelihara
tetapi ular itu lebih intim dengan puterinya, Coh Hen
Hong. Sejak Coh Hen Hong lahir, setiap musim dingin,
ular itu tentu melingkari badan anak itu supaya
hangat. Tiap hari ular dan Coh Hen Hong itu hampir
tak berpisah. Jadi di antara mereka telah timbul
kontak yang erat sekali.
Setelah memegang ekornya, Coh Hen Hong
mengangkatnya sedikit dan ular itupun terus
nelongsorkan lilitannya.
Ketika lehernya bebas dari lilitan ular, girang Pui
Tiok bukan alang kepalang. Dia terus condongkan
tubuh ke muka seperti orang yang hendak rubuh.
Tetapi sebenarnya dia sedang menggunakan jurus
yang_paling lihay yakni Sun-sip cay-yang atau
Menurut kondisi menyembelih kambing, Waktu tubuh
condong ke muka, jarinya menusuk bahu Hen Hong.
Coh Hen Hong meskipun juga belajar silat tapi saat
itu dia benar-benar tak menduga kalau dirinya bakal
diserang begitu cepat. Seketika pandang matanya
tertutup kelebat tubuh orang dan terus rubuh .
173 Melihat nonanya rubuh, ular itu terus menyambar.
Pui Tiok terpaksa menyurut mundur. Serangannya
luput, ular tidak mau melanjutkan tetapi dia
melingkari tubuh coh Hen Hong lalu mengangkat
kepalanya, lidahnya tidak henti-hentinya menjulur.
Jelas ular itu hendak melindungi nonanya....
Pui Tiok memang tidak bermaksud hendak
mencelakai Coh Hen Hong. Pelahan-lahan dia
melingkar ke tempat Kwan Beng Cu, Setelah melepas
ikatan tubuh Kwan Beng Cu, dia berkata, "Lekas lari,
hati-hati."
Pui Tiok menarik tangan gadis cilik itu untuk
menerobos keluar. Setiba di luar dapur baru mereka
menghela napas longgar. Setelah lari sampai lima
enam li, barulah mereka berhenti.
Napas Kwan Beng Cu terengah-engah, dia
mengomel, "Perlu apa engkau lari begitu kencang!
Mereka toh tak mengejar."
Pui Tiok berpaling ke belakang dan ternyata
memang tak ada orang lagi Tiba-tiba dia berkata,
"Nona Kwan. aku hendak berunding dengan engkau
mengenai suatu hal, entah engkau Setuju tidak?"
"Soal apa?" Kwan Beng Cu agak heran.
"Dengan si Bungkuk itu, aku masih perlu
mencarinya lagi untuk membereskan suatu hal yang
penting. Tetapi kalau bersama engkau, itu kurang
leluasa.... "
"Siapa ingin bersama" Engkau tak mau bersama
aku, masa aku sudi bersama engkau!" cepat gidis cilik
174 itu menukas marah. Habis berkata dia berputar tubuh
dan terus hendak lari.
Pada saat Kwan Beng Cu berputar tubuh Pui Tiok
pun sudah melesat ke mukanya dan tertawa, "Nona
Kwan, tadi aku kan sudah bilang mau berunding
dengan engkau. Mengapa belum selesai aku bicara
engkau terus marah?"
Entah bagaimana, kemarahan Kwan Beng Cu reda
dan diapun tertawa, "Baik, Lanjutkanlah!
"Wanita dan si Bungkuk, tidak berapa hebat
kepandaiannya. tetapi ular itu memang lihay sekali.
Aku hendak pinjam pedangmu yang kecil itu, apakah
engkau meluluskan?"
"Kwan Beng Cu gelengkan kepala! "Tidak bisa!
Mama bilang, pedang itu sebuah pusaka yang tiada
keduanya. Bagaimana begitu mudah kupinjamkan
kepadamu?"
"Oho, lihatlah, apakah orang macamku ini engkau
anggap manusia yang suka pinjam tetapi tak mau
mengembalikan" Kalau aku memang mempunyai hati
begitu, bukankah dengan mudah ku dapat menutuk
jalan darahmu lalu merebut pedang itu?"
Kwan Beng Cu kicupkan mata, "ya taka pa "
akhirnya dia meluluskan,
Pui Tiok gembira sekali membalikkan tangan,
tangannya sudah memegang sebilah pedang kecil.
Saat itu Cuaca menjelang dinihari, langit gelap dan
keadaan sekeliling penjuru pun pekat. Kelebat sinar
175 pedang makin menyilaukan mata. Tangan Kwan Beng
Cu seperti tidak memegang pedang melainkan
segulung sinar kebiru-biruan
Pui Tiok segera menyambuti pedang pusaka itu.
Seketika dia terkejut dan heran. Ternyata pedang kecil
itu, batang sampai dengan tangkainya hampir
setengah meter panjangnya tetapi Pui Tiok rasakan
ringan seperti tak berbobot sama Sekali,.
"Sungguh ringan sekali pedang ini." Pui Tiok
tertawa. "Kurang pengalaman tentu banyak bicara," Kwan
Beng Cu menyengir "bukankah tadi sudah kukatakan
bahwa pedang pusaka ini memang lain dari yang
lain?" "Ya, ya," kata Pui Tiok seraya menyimpan pedang
dan berkata tunggu aku disini, Paling Lama satu dua
jam sudah kembali lagi."
Kwan Beng Cu tertegun, wajahnya pucat. Dia
memandang ke sekeliling penjuru. Saat itu mereka
berada di tengah sebuah lembah kecil, empat penjuru
dikelilingi hutan pohon yang gelap. Kwan Beng Cu
takut. Tetapi karena dia seorang anak perempuan
yang keras kepala maka diapun berputar tubuh,
serunya, "Kalau mau pergi, pergilah. Perlu apa banyak
omong!" "Kalau engkau takut," kata Pui Tiok. "akan
kubantumu membuat api unggun dulu. Toh tak lama
lagi hari sudah terang tanah,"
176 Mendengar Pui Tiok hendak bantu membuat api
unggun, dalam hati Kwan Beng Cu senang sekali
tetapi mulutnya menjawab tawar, "Ah, tak usah."
Pui Tiok tetap masih sedikit kuatir, dia mengulang
pesannya lagi, "Jangan pergi kemana mana kurasa
disini takkan terjadi suatu apa."
Sudah tentu Kwan Beng Cu takut karna sebesar itu
belum pernah dia seorang diri berada di tempat yang
gelap. Apalagi di tengah lembah gunung yang sunyi
senyap. Kwan Beng Cu maju selangkah dan mencengkeram
sebatang pohon kecil. Dia merasa agak tenang. Pui
Tiok segera melesat pergi. Sudah tentu Kwan Beng Cu
lebih takut sehingga dia gemetar. Dia termangu
seberapa saat, memandang langit sambil mengharap
agar cuaca lekas terang. Tetapi dia merasa selimut
gelap yang menyelubungi cakrawala seperti tak mau
menggungkap. Sebenarnya keadaan lembah itu sunyi sekali. Tetapi
entah bagaimana, dari empat penjuru seperti
terdengar berbagai suara aneh yang meregangkan
bulu roma. Kwan Beng Cu makin kencang mencengkeram
pohon kecil itu. Tangannya basah dengan keringat
dingin. Diam-diam dia bersyukur ada pohon kecil itu.
Kalau tidak, tak tahu dia bagaimnana akan terjadi
pada dirinya. Sebenarnya saat itu sudah menjelang terang tanah.
Tetapi karena perasaan diliputi rasa takut maka Kwan
Beng Cu merasa lama sekali.
177 Tak berapa lama haripun mulai terang. Kwan Beng
Cu menghela napas longgar. Apalagi setelah
disekelilingnya tampak jelas, dia makin tenang
Dan karena sudah tenang, cengkeramannya pada
pohon kecil pun dilepaskan. Tetapi pada saat itu dia
baru mengetahui bahwa yang dicengkeram tadi,
bukan sebatang pohon melainkan sebatang bambu
berwarna kuning kecoklat-coklatan.
Ketika Kwan Beng Cu berpaling lagi, dia terkejut.
Bambu itu ternyata bukan pohon tetapi tongkat dan
tangkai itu batangnya dipegang seorang manusia.
Dengan begitu sejak tadi orang itu tetap berada di
samping Kwan Beng Cu. Begitu dekat tetapi Kwan
Beng Cu sama sekali tidak mengetahui. Saking kaget
nya, gadis itu lunglai dan terus jatuh terduduk di
tanah. Waktu duduk di tanah itu matanya tetap
memandang ke tubuh orang yang memiliki tongkat.
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ternyata orang itu seorang nenek tua berambut putih,
wajahnya memancar sinar kasih.
Ketegangan hati Kwan Beng Cu agak menurun.
Tiba-tiba nenek tua itu juga berjongkok dan berkata,
"Jangan takut, jangan takut. karera takut membuat
engkau kaget maka tadi aku tidak mau mengeluarkan
suara." nada kata-kata nenek tua itu ramah sekali, Kwan
Beng Cu makin tenang, katanya, "Engkau.... engkau ini
siapa?" 178 Nenek tua tertawa, "Engkau tidak kenal kepadaku.
Tetapi aku kenal dengan mamamu. Sebut saja Ih
pohpoh kepadaku, mau?"
Melihat nenek itu begitu ramah, rasa takut Kwan
Beng Cu pun hilang.
"O, kiranya engkau ini sahabat mamaku" Serunya.
"Ya," sahut si nenek, "siapa namamu?"
"Aku bernama Beng Cu."
"Engkau ini orang she...." si nenek ber tanya pula.
Kwan Beng Cu memang masih anak tetapi bukan
anak kecil. Dia sudah dapat berpikir. Waktu
mendengar nenek bertanya she, diam-diam dia heran.
Katanya kenal dengan mama, mengapa tidak tahu aku
ini orang she apa" Pikirnya.
Dan timbul pula kecurigaan yang lain, pikirnya,
"Jelas dia tentu tak kenal aku. Kalau begitu mengapa
dia tahu siapa mamaku itu?"
Waktu berpikir menganalisa kecurigaannya itu,
Kwan Beng Cu tak bicara apa-apa. Kedua biji matanya
berkeliaran kesana kemari.
Nenek tua itu segera dapat mengetahui isi hati
gadis cilik itu, katanya. "Engkau curiga kepadaku,
bukan" Dengan mama mu, sudah duapuluh tahun aku
tak bertemu, juga tak mendengar beritanya Oleh
karena itu dia menikah dengan siapa akupun tak
tahu." 179 Kwan Beng Cu merentang mata, "Kalau begitu
bagaimana engkau tahu kalau aku ini anak nya
mama?" Nenek tua tertawa, "Pertanyaanmu sungguh pintar
sekali! Itu engkau sendiri yang memberitahu
kepadaku."
Sudah tentu Kwan Beng Cu melongo, serunya, "Aku
sendiri" Kapan aku memberitahu kepadamu"'
"Tadi waktu engkau mengeluarkan pedang kecil,
engkau bilang kalau benda itu milik mamamu, Karena
tahu pedang kecil itu maka aku pun segera tahu
engkau ini anaknya siapa, ya atau tidak?"
Mendengar penjelasan itu mau tak mau Kwan Beng
Cu tertawa meringis Pikirnja, "Ya. dia memang betul,
aku sendiri yang membuka rahasia itu."
"Aku orang she Kwan akhirnya dia memberitahu,
"ayahku adalah Kwan Pek Hong tayhiap.
"O" desuh lh pohpoh itu berkata seorang diri,
"sungguh tak kira, benar-benar sungguh tak kira."
Mendengar itu Kwan Beng Cu tak tahu dan
bertanya, "Apanya yang tidak kira" Kalau engkau
kenal dengan mamaku, tentu engkau baik sekali
dengan dia, bukan"
"Aku hanya mengatakan," kata nenek Ih, "pada
duapuluh tahun yang lalu, mamamu tiba-tiba
meninggalkan rumah, sampai sekarang belum pernah
pulang. Sungguh tak kira kalau dia sudah menikah
dan mempunyai anak. Engkau bicaranya apa kah aku
180 baik sekali dengan mamamu" itu sungguh terlalu baik
sekali. Aku hendak mengundangmu ke sebuah
tempat,." "Ke mana" Aku hendak menuju ke gunung Peh-hoania,
kalau seperjalanan aku mau," kata Kwan Beng
Cu. Nenek lh tertawa, "Seperjalanan, sudah tentu satu
jalan. Tempat yang hendak kuajakmu pergi adalah
disini!" Tiba-tiba nenek itu gerakkan tangan dan seketika
dia menebarkan segumpal awan merah.
ternyata awan merah itu tak lain hanya sebuah
karung berwarna merah darah. Semula karung merah
itu memang sudah terpanggul di bahu nenek lh tetapi
karena Kwan Beng Cu dicengkam rasa kejut dan
kemudian terlibat dalam pembicaraan maka dia tak
sempat memerhatikan karung itu lagi.
Saat itu nenek Ih memegang karung dengan kedua
tangan. Bagian dalam dari karung itu ternyata juga
berwarna merah. Sudah tentu Kwan Beng Cu heran
mengapa tiba-tiba saja nenek itu mengeluarkan
karung. Nenek Ih menggapaikan tangan kepadanya, "Mari
kemari, engkau bermain-main dalam karung ku ini!."
Sudah tentu Kwan Beng Cu tercengang, "Ih pohpoh,
engkau mengatakan apa?"
"Tadi aku bilang akan mengajakmu kesebuah
tempat. Tempat itu tak lain adalah dalam karung ini"
181 Kwan Beng Cu terlonggong. Diam-diam dia
menyadari kalau nenek itu bermaksud tidak baik
kepadanya. Serentak dia berteriak memanggil Pui Tiok
sembari berputar tubuh terus lari.
Tetapi baru setengah langkah, tiba-tiba dia rasakan
bahunya mengencang karena kelima jari nenek itu
sudah menerkamnya dan seperti anak kecil, dia
diangkat nenek itu.
"Anak, jangankan hanya Pui toako, sekali Goan
toako, bibi Pian ataupun paman Tang, juga tak
mampu menolongmu," kata nenek Itu dengan
tertawa. Tangan kanan si nenek mengangkat tubuh Kwan
Pek Hong dan tangan kiri membuka karung lalu
dimasukkan kedalam, terus ditutup. Karung itu
bergerak gerak keras karena Kwan Beng Cu
keroncalan tetapi tak terdengar suara apa lagi. Dan
tak berapa lama karung Itupun diam....
Sekarang mari kita berganti menuju kediaman
gedung keluarga Kwan. Saat itu hari baru saja terang
tanah. Tetapi gedung kediaman Kwan Pek Hong sudah
sibuk tampaknya. Tak henti-henti nya kelompok demi
kelompok bujang yang masuk keluar. Juga Si Ciau
kelabakan setengah mati. Ia harus mencari kian
kemari ditambah pula masih harus menerima
bentakan dan kemarahan subo itu ibu gurunya.
Sejak semalam Kwan Pek Hong sudah keluar dan
sampai saat itu belum pulang. Keadaan dalam
rumahnya kacau tak keruan. Baru setelah matahari
182 menjulang tinggi Kwan Pek Hong datang dengan naik
kuda. Sesaat dia loncat dari kudanya, hansgranting
seorang bujang terus lari ke dalam. Tak berapa lama
Si Ciau keluar menyambut, "Suhu, bagaimana?"
Dengan wajah pucat lesi Kwan Pek Hong gelengkan
kepala. Si Ciau menghela napas, "Subo di dalam sedang
marah-marah. Dia pesan begitu suhu datang, supaya
lekas menemuinya."
Kwan Pek Hong tak bicara apa-apa terus melangkah
masuk, Begitu masuk kedalam ruang dalam, sudah
terdengar suara Kwan hujin menegurnya "Pek Hong,
engkau sudah pulang" Apakah ada hasilnya?"
Kwan Pek Hong melesat masuk dan tiba disebuah
ruang indah.... Disitu Kwan hujin tengah duduk dengan
wajah membesi, menandakan sedang marah sekali.
Melihat itu mengkeretlah nyali Kwan Pek Hong
sehingga untuk beberapa saat dia tak dapat berkata
kata. Kwan hujin tertawa dingin, Bagus, anak lenyap,
pulang tanpa membawa hasil apa-apa bahkan
sepatahpun tak mau bicara!" Hati Kwan Pek Hong
berdebar keras Setelah isterinya setesai bicara,
baruLah Kwan Pek Hong tertawa kecut, "Hujin, aku
telah mengirim orang ke seluruh penjuru untuk
mencari jejak sahabat-sahabat di darat maupun di
sungai juga sudah kuhubungi. Kurasa mereka tentu
183 belum jauh larinya paling lambat tengah hari ini tentu
sudah ada beritanya."
"Jika sampai tidak ada?" Kwan hujin tertawa dingin.
Kalau tidak ada beritanya, apa dayaku. Toh anak itu
hilang waktu tidur disampingmu" Mengapa aku yang
salah, kata Kwan Pek Hong dalam hati.
Namun dia tak berani mengatakan hal itu untuk
membantah isterinya. Dia hanya diam saja.
"Kalau begitu harus cari daya lain lagi," akhirnya dia
menjawab. "Kentut!" Kwan hujin marah, "sekarang, juga
engkau harus pergi lagi untuk mencari anak itu.
hansgranting Kalau tidak mampu menemukan, jangan
pulang, lebih baik engkau mati di luaran saja."
Kwan Pek Hong mengerut gelap dan menyahut. "Ya,
baiklah." "Hm" dengus Kwan hujin. "engkau memang sudah
lama hendak pergi dari rumah dan tak mau pulang
lagi, bukan?"
Kwan Pek Hong menyengir. Bukankah tadi yang
suruh pergi dan jangan pulang itu Kwan hujin, sendiri
dan Kwan Pek Hong hanya terpaksa mengiakan saja"
Mengapa sekarang nyonya itu memaki suaminya
mempunyai hati akan meninggalkan rumah"
Kwan Pek Hong ternganga tak dapat menjawab.
Tetapi isterinya tetap tak puas karena Kwan Pek Hong
tak menjawab. 184 "Mengapa engkau tak menjawab?" seru Kwan hujin
marah, "apakah engkau sudah jemu kepadaku dan tak
sudi bicara lagi dengan aku?"
Kwan Pek Hong memang sudah biasa dimaki-maki
isterinya. Saat itu dia tahu mungkin isterinya marahmarah
karena kehilangan anaknya oleh karena itu
diapun tak berani cari perkara dan buru-buru dia
tertawa. tetapi sebelum dia sempat membuka mulut
Kwan hujin sudah mendampratnya lagi, "Tertawa"
Huh, engkau masih bisa tertawa Anak hilang engkau
masih gembira" Apanya yang lucu" Engkau masih
berani tertawa?"
Kwan Pek Hong benar mati kutu. Dia tak tahu
bagaimana harus bertindak. Bicara salah diam salah,
tertawa juga salah.
Untung pada saat itu dari belakang Si Ciau berseru
memanggilnya, "Suhu....
Seruan itu benar-benar dapat membebaskan Kwan
Pek Hong dari kesulitan. Cepat dia berputar tubuh dan
berseru, "Ada urusan apa?"
"Diluar telah datang seorang nenek berambut putih
yang mengaku she Ih. Dia mengatakan membawa
berita tentang sumoay," kata Si Ciau.
"Baik," cepat Kwan Pek Hong menyahut, "kutahu.
Hujin, aku hendak melihatnya dan segera kembali"
Kwan hujin tertawa dingin. Kwan Pek Hong tak mau
menunggu dia menjawab terus berputar tubuh dan
angkat kaki. Setelah beberapa tombak jauhnya
185 barulah dia merasa longgar perasaannya. Dia
mengikuti Si Ciau menuju ke ruang besar.
Begitu memasuki ruang besar dia segera melihat
seorang nenek berambut putih sedang duduk dikursi.
Nenek itu berwajah asih bahunya memanggul sebuah
karung berwarna merah darah.
Serta melihat nenek itu mulut Kwan Pek Hong
mendesuh kaget. Sepasang mata nenek itu
memancarkan sinar yang berikilat-kilat tajam. Suatu
pertanda bahwa dia memiliki tenaga-dalam yang
tinggi sekali. Kwan Pek Hong melangkah maju dan berkata "Anda
ini...." Nenek itu serentak berdiri dan berkata. "Aku orang
she Ih, tuan ini tentulah Kwan tayhiap"
"Ah, jangan memuji," kata Kwan Pek Hong, "anda
mengatakan jika membawa berita tentang anak
perempuanku, betulkah itu" Kalau benar dan kelak
dapat menemukan anak perempuanku, budi
pertolongan anda itu takkan kulupakan selamanya.'
"Memang aku membawa berita tentang puterimu
tetapi tetap aku ingin berjumpa dengan Kwan hujin,"
kata nenek itu.
mendengar itu Kwan Pek Hong terkesiap. Seru nya,
"tetapi isteriku sedang kurang enak badan. Sejak
lenyapnya anak kami, dia jatuh sakit. Kurasa anda tak
perlu menemuinya.." Wajah asih dari nenek Ih makin
ramah, kata nya, "Kwan tayhiap, kata-kata orang
kuno memang benar. Didepan orang yang tahu, lebih
186 baik jangan berkata bohong. Selekas bertemu dengan
Kwan hujin, segera akan kuberitahu kepadanya
dimana putri nya berada. Mengapa Kwan tayhiap perlu
mengatakan hal yang berlawanan dengan batin anda?"
Ucapan nenek lh itu walaupun sangat ramah
kedengarannya tetapi amat tajam sekali. Dan Sehabis
berkata nenek itu memandang Kwan Pek Hong seraya
tertawa sehingga Kwan Pek Hong terkejut.
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kwan Pek Hong memang tahu bahwa isteri nya itu
mempunyai latar sejarah yang hebat. Tetapi soal itu
jarang sekali orag persilatan yang tahu. Paling-paling
kesan mereka yang pernah bertemu dengan Kwan
hujin, tentu mengatakan bahwa nyonya itu berwajah
jelek dan bengis. Tetapi merekapun tak berani
mengatakan hal itu kepada orang lain.
Hanya ada satu hal yang Kwan Pek Hong heran dan
tahu, yalah bahwa isterinya itu seperti mempunyai
suatu perasaan takut. Bahkan tiap hari, masuk keluar
dalam rumah saja, isterinya itu sangat hati-hati.
Sikapnya seperti orang yang takut kalau sampai
bertemu dengan seseorang tertentu.
Sekarang nenek itu berkeras hendak menemui
isterinya, apakah dia (Kwan Pek Hong) harus masuk
memberitahu kepada isterinya atau tidak"
Pada saat Kwan Pek Hong masih bersangsi tiba-tiba
nenek Ih sudah berseru nyaring, "Kwan hujin, ada
kawan yang sudah 20 tahun tak bertemu ingin
berkunjung, mengapa engkau tak lekas menyambut?"
187 Walaupun nyaring tetapi nadanya tetap ramah.
Kumandang suaranya bergema memenuhi seluruh
gedung. Mendengar itu diam-diam Kwan Pek Hong longgar
perasaannya. Nenek itu yang berseru sendiri mau
menerima atau tidak terserah pada Kwan hujin
sehingga Kwan Pek Hong tak kesalahan terhadap
isterinya. Beberapa saat kemudian terdengar suara Kwan
hujin berseru dingin dari arah dalam. hansgranting
"Kawan lama siapa?"
"Coh- si-cu (pengurus) istana Ceng- te-kiong,
sekarang sudah seorang nenek berambut putih," sahut
nenek lh. Mendengar itu bagaimana reaksi Kwan hujin
memang tak diketahui tetapi Kwan Pek Hong serentak
berobah wajahnya.
"Engkau.... engkau dari istana Ceng te-kiong?"
serunya. "Ya, mengapa Kwan tayhiap terkejut?" sahut nenek
lh. "Aku..... aku..... tidak kaget.... tidak kaget." Kwan
Pek Hong dengan tersendat-sendat karena
gerahamnya bergemerutukan, menandakan betesar
rasa kejut yang menggoncang hatinya
Sampai beberapa saat belum juga terdengar suara
Kwan hujin. Dan nenek Ih pun segera ber seru pula,
"Hujin mengapa tidak bicara?"
188 Dia mengulangi lagi pertanyaannya baru terdengar
suara Kwan hujin yang datangnya dari jauh lalu makin
dekat, "O, kiranya Ih si-su, sungguh sudah lama tak
bertemu!" Begitu suara lenyap, orangnyapun sudah
melangkah masuk kedalam ruang besar dan berdiri
tegak. Nenek Ih juga berdiri dan memandang nyonya
rumah dari ujung kaki sampai keatas kepala. Tiba-tiba
dia memberi hormat seraya berseru, "hamba
menghaturkan hormat kepada siocia."
Kwan hujin tertawa pahit seraya menggerak
gerakkan tangan, "Tak perlu banyak peradatan.
Karena engkau sudah menemukan aku, tentu akan
membawa aku pulang, bukan?"
"Sebagai seorang si-su, sudah tentu aku tak berani
melanggar titah yang dipertuan."
Sambil melengkan kepala Kwan hujin bertanya,
"Apakah engkau mampu membawa pulang aku?"
"Hamba tahu kalau hamba tak mampu membawa
siocia pulang," kata nenek Ih seraya menepuk karung
merah yang terpanggul pada bahunya.
Seketika berobahlah cahaya muka Kwan hujin
serunya, 'Siapa yang berada dalam karung?" Nenek Ih
tidak menyahut melainkan tertawa.
Kwan hujin berjingkrak, "Beng Cu. Beng Cu
mutiaraku!"
189 Nenek lh tertawa cerah, "Siocia sungguh cerdik
sekali. Sekarang siocia tentu mau ikut aku pulang,
bukan?" Kwan hujin menggerung marah, kelima jar nya
yang bertebar laksana cakar burung elang, tiba-tiba
menerkam kepala nenek lh. Rupanya Kwan hujin telah
menyalurkan tenaga-dalam penuh pada cakarannya
itu sehingga menimbulkan getaran angin kuat yang
mendesir-desir.
Secercah wajah cerah nenek lh lenyap seketika,
berganti dengan wajah yang tenang. Nenek itu tidak
mau mundur juga tidak beringsut dari tempatnya. Dia
hanya menggerakkan tangan kiri nya ke belakang,
menekan pada mulut karung yang berada pada
bahunya. Gerakan nenek itu menimbulkan reaksi berupa
suara Kwan hujin meraung aneh. Terkaman kelima
jarinya yang sedahsyat elang menyambar itu, tiba-tiba
berhenti seketika.
Pada saat menghentikan cengkeramannya itu
kelima cakar Kwan hujin tepat menyusup kedalam
rambut nenek lh yang putlh seperti perak Itu.
Nenek lh menghela napas, "Ah, siocia, sungguh
berbahaya sekali"
Yang dimaksudkan dengan berbahaya itu sudah
tentu bagi keselamatan dirinya tetapi pun juga bagi
Kwan hujin. Mengapa bagi diri Kwan hujin"
190 Waktu Kwan hujin menerkamnya, nenek itu tidak
mau menghindar juga tidak mau menangkis
melainkan terus menekankan tangannya ke mulut
karung. itu berarti apabila Kwan hujin nekad hendak
membunuhnya, nenek Itu juga bertekad hendak
membunuh Kwan Beng Cu yang berada dalam karung.
Dengan wajah membesi gelap, pelahan-lahan Kwan
hujin menarik tangannya.
"Ih si-su, sungguh besar sekali nyalimu berani
melawan aku!" serunya.
"Hamba hanya melaksanakan tugas, harap siocia
jangan menyalahkan," sahut nenek itu.
Kwan hujin tertawa dingin, taruh kata aku
menerima permintaanu tetapi perjalanan ke Ceng tekiong
itu beribu li jauhnya. Apikah engkau yakin
engkau tentu aman?"
Nenek lh tertawa getir, "Dia menyadari apa yang
dikatakan Kwan hujin itu memang benar.
"Memang sukar," katanya, "hambapun hanya dapat
berusaha sekuat mungkin. Mohon siocia sudi
meluluskan."
Wajah Kwan hujin makin gelap sehingga makin
menyeramkan. Dengan suara tegas, dia sengaja
berkata dengan sepatah demi sepatah, "Ih si-su,
seharusnya engkau tahu watakku, yang tak sudi
menerima tekanan orang. Di istana Ceng-te-kiong.
walaupun atasanku hanya satu orang tapi bawahanku
berpuluh ribu orang, tetapi toh aku tidak suka. aku
tetap melanggar peraturan istana dan melarikan diri.
191 hal itu disebabkan karena aku tidak sudi dibawah
kekuasan orang, walaupun hanya seorang saja'
"Hamba tahu," sahut nenek lh dengan wajah
mengerut. "Kalau engkau sudah tahu," kata Kwan hujin pula,
"seharusnya engkau tahu bahwa kalau aku mau
menuruti permintaanmu untuk pulang, itu berarti
bahwa hari terakhir bagimu sudah akan tiba!"
Nenek Ih mengela napas, "Hamba mengerti. Tetapi
sudah tiga turunan hamba menerima budi bagaimana
hamba tidak mau melakukan tugas yang di berikan
kepada hamba?"
"Aku dapat memberimu sebuah jalan hidup, "Kata
Kwan hujin," letakkan Beng Cu dan angkatlah sumpah
bahwa engkau takkan memberi tahu kepada siapapun
juga. Kupercaya dengan mengangkat sumpah itu,
engkau pasti takkan mengalami nasib dihilangkan
jejakmu." Nenek Ih diam tak berkata. Kwan hujin mundur
selangkah dan duduk di kursi, katanya, "Engkau boleh
merenungkan dulu, kuberimu waktu setengah Jam
untuk memberi jawaban"
Nenek Ih tetap diam. Wajahnya yang penuh keriput
menampilkan cahaya lesi.
Saat itu suasana dalam ruang besar tegang sekali.
Beberapa bujang, setelah melihat Kwan hujin keluar,
mereka sudah cepat-cepat menyingkir. Bahkan Si Ciau
juga beringsut jauh dan berdiri di sudut ruangan.
192 Sebenarnya Kwan Pek Hong tegak berdiri di
samping isterinya seperti seorang penjaga.
Sepatahpun tidak berani buka suara.
Sedemikian sunyi keadaan ruang itu sampaipun
suara napas orang juga kedengaran.
Apa yang sedang dipertimbangkan nenek Ih dan
bagamana keputusan yang akan diambilnya, tak
seorangpun yang tahu. Kwan hujin tenang-tenang
menunggu. Setelah meminjam pedang kecll milik Kwan Beng
Cu, Pui Tiok terus lari mencari Coh bungkuk. Dia
berhenti beberapa kali karena mencemaskan keadaan
Kwan Beng Cu yang ditinggal Seorang diri itu. Hampir
saja dia hendak kembali menengok keadaan gadis
kecil itu. Andaikata Pui Tiok terus kembali, mungkin jalannya
cerita akan berlainan. Tetapi Pui Tiok hanya
mempunyai kenginan saja dan dia tidak balik
melainkan melanjutkan perjalanannya.
Dia memperhitungkan bahwa si bungkuk tentu akan
kembali lagi ke dalam rumah pondok. Dia ingin
mencari keterangan pada orang bungkuk itu di mana
kitab pusaka Ih-su-keng. Sudah tentu dia tak mau
melewatkan kesempatan sebagus itu.
Tak berapa lama dia sudah tiba di rumah pondok.
Lebih dulu dia pasang telinga tetapi karena tidak
mendengar apa-apa, dia terus berindap-indap
menghampiri ke muka pintu dan mengintip ke dalam.
193 Ternyata gadis cilik Coh Hen Hong masih
menggeletak di atas tumpukan dami dan ular itupun
masih melilit tubuhnya. Selain Coh Hen Hong, tak ada
lain orang lagi. Jelas bahwa Coh Thocu belum kembali
ke situ. Pui Tiok mendorong pintu lalu melangkah masuk.
Sambil memegang pedang kecil dia tertawa mengikik,
"Ho, engkau masih sendirian saja" Engkau takut
tidak" Apakah ciuciumu belum balik kemari?"
Sambil berkata dia menghampiri. Tetapi baru dia
mendekat, ular yang melilit tubuh anak Perempuan itu
serentak mengangkat kepalanya dan hendak
menyambar Pui Tiok.
Pui Tiok yang sudah siap dengan pedang pusaka
serentak menyabat tetapi ular itu juga takut dan cepat
menyurutkan tubuh. Tetapi karena Pui Tiok tidak
melanjutkan serangannya dan menarik kembali, ular
itupun tidak menyerang lagi.
Pui Tiok juga menyabat lagi tetapi setelah ular
menyurut mundur, diapun menarik pedang nya
kembali. Dengan mengulang cara itu sampai empat
lima kali, ular yang sudah terlatih itu mempunyai
kesan bahwa Pui tiok tak berani menyerangnya.
Waktu Pui Tiok melancarkan serangan yang keenam
kalinya, sekonyong-konyong ular itu terus meluncur
maju menyerangnya.
Tujuan Pui Tiok meminjam pedang kecil dari Kwan
Beng Cu tak lain hanyalah hendak membunuh ular itu.
Dari lima kali serangan yang ditarik kembali itu
hanyalah untuk siasat memikat si ular. Maka waktu
ular itu akhirnya berani meloloskan diri maju
194 menyerang, Pui Tiok tidak mau melepaskan
kesempatan yang bagus itu lagi.
Sekali tangan bergerak melingkar, pedang itupun
memancarkan sinar kebiru-biruan yang berhamburan
menjadi berpuluh lingkaran kecil. ltulah jurus istimewa
ciptaan ayahnya (Peh Hoa lokoay) yang disebut Pehhoa-
ceng-jun atau Seratus-bunga-berebut musimsemi.
Peh-hoa-ceng-jun-memang bukan olah-olah
hebatnya. Sekalipun seorang jago sakti dari dunia
persilatan juga tak mudah untuk menghadapi jurus
itu. Apalagi hanya seekor ular. Dalam beberapa kejab
saja terdengarlah suara desis yang tajam dan ular
itupun terbelah menjadi dua. hansgranting
Kebetulan babatan pedang itu tepat mengenai leher
ular. Begitu putus, kepala ular jatuh ke tanah tetapi
pada saat itu juga kepala ular loncat ke atas dan
menyambar betis Pui Tiok.
Sudah tentu Pui Tiok terkejut bukan main Cepat dia
menarik mundur kaki sehingga hanya celananya
bagian kaki bawah yang tergigit. Dia kucurkan
keringat dingin. Ketika memandang kemuka, kembali
dia menganga kaget.
Ular itu tadi melilit tubuh Coh Hen Hong untuk
melindunginya. Tetapi setelah kepalanya putus,
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terjadilah peristiwa yang mengerikan. Tubuh ular itu
sudah tak mengenal lagi nonanya. Ketika kepalanya
putus, tubuhnya juga membuat reaksi yang hebat.
Dengan cepat bagian tubuh ular itu terus melilit makin
kencang. 195 Pada saat Pui Tiok terhindar dari bahaya gigitan
maut dari kepala ular ternyata Hen Hong juga sudah
pingsan karena dililit kencang oleh sisa tubuh ular.
Krek, krek, krek, terdengar bunyi berderak- derak
dari tulang belulang Coh Hen Hong yang sedang dililit
tubuh ular. Apabila di biarkan saja dalam beberapa
kejab tentu akan remuk rendamlah tulang-tulang
gadis kecil itu.
Pui Tiok terkejut. Tanpa banyak pikir dia terus
loncat kemuka, sret, sret. sret, dia menyabatkan
pedang ke tubuh ular sampai beberapa kali dan tubuh
ular itupun bagai daun kering tertiup angin,
berguguran sekeping demi sekeping, menjadi tujuh
sampai delapan keping. Tiap keping ada yang hanya
sejari panjang.
Pada waktu berjatuhan di tanah, potonganpotongan
tubuh ular itu masih melenting-lenting tak
henti hentinya, sehingga pakaian Pui Tiok kecipratan
percikan darah semua. Darah ular itu menyiarkan bau
yang bukan kepalang anyirnya, menguak isi perut
mau muntah. Pui Tiok tak menghiraukan ke semuanya itu, Dia
cepat menarik Coh Hen Hong bangun, lalu menepuk
pelahan jalan darah peh-hwe-hiat di-ubun-ubun
kepala gadis ltu.
Jalan darah peh-hwe-hiat merupakan pusat aliran
gaib pada tubuh manusia, merupakan pula sebuah
jalan darah vital. Apabila ditepuk dengan tenaga kuat
orang tentu mati. Tetapi kalau menepuknya pelahan,
akan dapat membuka seluruh jalan darah yang
terhenti. orang yang pingsanpun segera akan siuman.
196 Setelah ditepuk Pui Tiok, Coh Hen Hong terdengar
mengerang. Karena tiada waktu untuk berdiam lebih
lama dalam ruang dapur yang penuh berselimutkan
hawa anyir, dia menarik Coh Hen Hong terus diajak
menerobos ke luar. Setelah tiba di dekat seonggok
rumput kering yang jaraknya dua tiga tombak dari
pondok tadi, baru dia berhenti.
Saat itu Coh Hen Hong sudah sadar kembali. Dia
meronta seraya berteriak-teriak, "Lepaskan aku.
lepaskan aku!"
"Jangan ribut." bentak Pui Tiok seraya masih
memegang lengan gadis cilik itu.
Sudah tentu Coh Hen Hong tak mau menurut. Tibatiba
dia menggigit tangan Pui Tiok.
Pui Tiok tidak menyangka kalau Coh Hen Hong akan
bertindak sekalap itu. tangannya kena digigit, sakitnya
bukan kepalang hingga dia terpaksa lepaskan
cekalannya. Ternyata gigitan itu meninggalkan bekas
yang cukup parah, di atas pergelangan tangannya
tampak bekas dua buah gigi.
Pada saat Pui Tiok melepaskan cekalannya, Coh Hen
Hongpun sudah memberosot lari. Sudah tentu Pui Tiok
tak mau melepaskan. Sekali loncat dia dapat
menangkap tengkuk gadis kecil itu lalu ditariknya
mundur, "Engkau ini manusia atau bukan" Mengapa
engkau gemar menggigit orang?"
Sepasang bola mata Coh Hen Hong merentang
lebar-lebar. Sepintas wajahnya yang bulat telur Itu
menyerupai kucing hutan yang sedang marah.
197 "Aku mau menggigitmu sampai mati! Aku mau
menggigitmu sampai mati " dia berteriak-teriak keras.
Pui Tiok tahu bahwa Coh Hen Hong itu bukan
tandingannya. Namun ketika mendengar teriaknya
yang histeris penuh kemarahan itu, mau tidak mau
tergetarlah hati Pui Tiok. Dia terus hendak bergerak
untuk menutuk jalan darah gadis itu lagi supaya diam.
Tetapi pada saat dia menunduk dan memandang
Coh Hen Hong, sepasang mata kucing marah dari
gadis cilik itu masih memandang lekat kepadanya
sehingga membuat jantung Pui Tiok berdebar keras.
Buru-buru dia memandang ke muka lagi untuk
menghindari tatap mata Coh Hen Hong. Tepat pada
saat dia memandang ke muka.
dia melihat dua sosok bayangan manusia. yang satu
di muka dan yang satu di belakang, lari menuju ke
ruang dapur tadi.
Yang dimuka, rambutnya terurai panjang Walaupun
terpisah jauh, Pui Tiok segera mengenali kalau dia itu
Coh Bwe Nio. Dan yang mengikuti dibelakangnya
adalah si bungkuk
JILID 5 Melihat kedua orang yang hendak dicarinya itu
sudah pulang, sudah tentu Pui Tiok girang sekali.
Segera dia menjinjing tubuh Coh Hen Hong dan lari
menghampiri. 198 Tetapi tepat pada saat dia hendak bergerak, Coh
Bwe Nio pun sudah melesat masuk ke dalam dapur
dan serentak pada saat itu terdengar jeritan yang
ngeri sekali. Jeritan bernada sedih itu benar-benar membuat
orang terkejut sehingga Pui Tiok pun hentikan
langkah. Saat itu si bungkuk juga sudah memasuki dapur
dan berseru, "Moay-cu, ada apa, ah....."
Setelah menenangkan diri, Pui Tiok menyadari apa
sebab kedua orang Itu berteriak kaget.
Tentulah karena menyaksikan dua buah peristiwa.
Ular mati menjadi beberapa kutung dan Coh Hen Hong
lenyap! Kalau tidak lekas-lekas menggunakan
kesempatan saat itu untuk segera menyergap mereka
dan memaksa mereka supaya memberitahu dimana
beradanya kitab pusaka In-su-keng tentulah akan siasia
usahaku selama ini, pikir Pui Tiok
Memang bukan tak ada sebabnya mengapa Pui Tiok
begitu mati matian mencari jejak kitab Ih-su-keng
yang hilang itu. Karena dalam kitab pusaka itu
tercantum ajaran ilmusilat sakti yang luar biasa dan
tak terdapat dalam dunia persilatan. Kitab pusaka
semacam itu, sudah tentu tidak boLeh sampai jatuh ke
tangan lain orang.
Sebagai putera dari Peh Hoa lokay, Pui Tiok
dihormati dan disegani oleh seluruh anak buah Pehhoa-
kau. Tetapi anak muda yang berotak terang itu
menyadari bahwa penghormatan dan Perindahan anak
199 buah Peh-hoa-kau kepadanya itu, hanyalah sebagai
basa basi menuruti tata adat, kalau bapaknya seorang
penguasa tentulah anak isteri dan keluarganya juga
dihormati dan disegani. Jadi rasa hormat mereka itu
bukan setulusnya.
Pui Tiok menyadari pula bahwa kalau dia hendak
tanam kaki di Peh-hoa-kau, kalau dirinya tidak
mempunyai kepandaian tinggi, tentulah tak kan
mempunyai pengaruh. untuk mencapai pengaruh itu,
dia harus mendirikan jasa. Mencari dan menemukan
kembali kitab Ih su-keng merupakan jasa yang besar
pada Peh-hoa-kau. Demikianlah mengapa Pui Tiok
begitu bernapsu sekali untuk mencari kitab pusaka itu.
Begitulah dia terus mengempit Coh Hen Hong dan
lari ke arah dapur.
"Moaycu, moaycu, engkau kenapa?" terdengar si
bungkuk berseru.
Coh Bwe Nio tidak menyahut. Dia hanya
memperdengarkan semacam suara yang membuat
bulu roma orang berdiri.
Tiba di ruang tempat kayu bakar atau dapur itu,
diam-diam Pui Tiok menimang. Begitu mengetahui
kalau Coh Hen Hong lenyap, seharusnya wanita she
Coh dan si bungkuk itu tentu segera lari keluar untuk
mencari tapi mengapa tidak"
Apakah karena kaget, wanita she Coh itu terus
pingsan" 200 Karena bersangsi Pui Tiok tidak mau terus masuk.
Dia mengintai dari celah-celah dinding yang retak.
Dilihatnya Coh Bwe Nio sedang merangkak di tanah,
memunguti kutungan tubuh ular yang dibunuh Pui
Tiok tadi. Wajah wanita itu penuh dengan kerut yang
meregang regang, sedang mulutnya tak hentihentinya
berteriak aneh. Coh Bungkuk bingung tak
keruan dan terus menerus menanyai adik
perempuannya itu namun tak dijawab.
Adegan dalam dapur rumah itu memang tragis
sekali,. Bahkan Pui Tiok juga menahan napas. Tetapi
pada saat dia hendak berpaling muka karena tidak
ingin melihat adegan yang mengenaskan itu., tiba-tiba
terjadi sesuatu yang mengejutkan.
Saat itu Coh Bwe Nio memegang lima kutung tubuh
ular. Pakaian wanita itu penuh berlumuran darah ular
yang anyir tetapi dia tidak menghiraukan dan
melanjutkan usahanya memunguti kutungan ular.
Tiba-tiba dia dapat memungut kepala ular. Serentak
dia menjerit makin keras dan air matanya mengucur
deras, pretek tiba-tiba kepala ular itu pecah. Dan
serentak dari kepala itu meluncur keluar sebuah benda
putih seperti salju.
Melihat itu kejut dan girang Pui Tiok bukan alang
kepalang. Peh-hoa-nia itu terletak di daerah Biau (Moor). Di
daerah itu banyak sekali terdapat binatang yang aneh
dan binatang-binatang berbisa yang jarang terdapat di
dunia. Pui Tiok dibesarkan di Peh hoa nia, sudah tentu
dia tahu bahwa dalam tubuh beberapa jenis binatang
201 yang aneh aneh itu terdapat sebutir nui tan atau sari
mustika. Nui tan itu sangat berkasiat sekali bagi
pembentukan tenaga dalam dan kekuatan manusia.
oleh karena itu orang persilatan sangat mengiler sekali
bisa mendapatkan nui-tan dan binatang aneh berbisa.
Melihat dari kelopak otak ular itu meluncur ke luar
benda putih, Pui Tiok menduga tentulah nui-tan.
Karena kuatir nui-tan itu akan dimakan oleh Coh bwe
Nio atau Si bungkuk maka tanpa mengambil jalan dari
pintu lagi, Pui Tiok menggerung keras dan mendorong
dinding dengan kedua tangannya.
Pondok tempat penyimpan kayu bakar Itu sudah
lama tak dipakai. Dindingnya sudah rapuh. sudah
tentu tak kuat menahan dorongan kedua tangan Pui
Tiok. Bum... . seketika pondok itupun rubuh. Pui Tiok
terus menerobos masuk.
Tetapi begitu masuk, dia segera tertegun Ternyata
tadi dia terlalu kuat mendorongnya sehingga pondok
itu ambruk, tumpukan rumput kering dan tanah
muncrat berhamburan memenuhi ruangan sehingga
tak kelihatan apa-apa lagi.
Pui Tiok bingung, mengingat arah mana jatuhnya
nui-tan tadi terus coba menerkam tanahnya. Tetapi
uh, ternyata yang kena diterkamnya itu hanyalah
gumpalan darah anyir dan kutungan tubuh ular.
Pui Tiok cepat lepaskan tangannya dan pada saat
itu terdengar si bungkuk berteriak, "Moycu, moycu,
engkau di mana"
Tiba tiba Pui Tiok mendapat akal, Menurutkan arah
suara si bungkuk itu, dia terus menerkamnya. Selekas
202 dapat menerkam bahu orang lalu segera ditariknya,
"Denganlah hai, wanita kalau engkau tidak mau
menyerahan nui-tan itu, sibungkuk ini tentu akan
kuhancurkan benaknya!"
Pada saat mengeluarkan ancaman kepada Coh Bwe
Nio itu Pui Tiok sudah dapat melihat keadaan dalam
ruang pondok penyimpan kayu bakar itu. Dilihatnya
Cob Bwe Nio sedang duduk di tanah, memandang Pui
Tiok seperti orang yang tak menghiraukan apa-apa,
Setelah menenangkan diri, Pui Tiok memandang
lekat2 pada wanita itu untuk mencari tahu dimana biji
putih tadi. Ternyata biji putih itu tak kelihatan.
Pui Tiok memperkeras cengkeramannya sehingga
karena kesakitan, si Bungkuk makin deras
keringatnya. Biji putih dari ular itu apakah engkau simpan?"
bentaknya. Dengan tersendat-sendat. Coh Thocu berseru,
"Apa.... nui-tan..... sama sekali.... aku tak tahu .....
kongcu ..... harap bermurah hati.
Melihat bicara dan sikap si bungkuk. Pui Tiok
mendapat kesan kalau dia memang tak tahu tentang
biji nui-tan itu.
Dia berpaling kearah Coh Bwe Nio, serunya, "Dan
engkau" Apakah biji nui-tan itu telah engkau makan?"
"Aku bertanya nui-tan dari ularmu itu!" bentak Pui
Tiok. 203 Tiba-tiba Coh Bwe Nio menjerit aneh dan terus
maju menyerang Pui Tiok dengan gerak terkaman.
Saat itu kesepuluh jari Coh Bwe Nio berlumuran
darah ular. Pada saat dia merentangkan jarinya, darah
di tangannya masih berketes ketes turun, dengan
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rambut yang terurai panjang. benar-benar dia mirip
tangan seorang iblis.
Betapapun besar nyali Pui Tiok tetapi menghadapi
wanita yang kalap itu, diapun tergetar hatinya. dia
cepat ayunkan tangan menghantamnya.
Tetapi saat itu Coh Bwe Nio sudah kesetanan.
Sekalipun tahu kalau hantaman Pui Tiok cukup
dahsyat tetapi dia tak menghraukan sama sekali dan
tetap menerkam.
Melihat itu Pui Tiok terkejut. Dia merasa kalau
hanya menghantam dengan satu tangan tentu tak
dapat membendung Coh Bwe Nio. Maka cepat dia
lemparkan si bungkuk ke luar kemudian tangan
kanannya itupun segera menyambar pergelangan
tangan Coh Bwe Nio.
Coh Bwe Nio menerkam dengan sepenuh
tenaganya. Gerakan kesepuluh jarinya sampai
menimbulkan desis angin yang tajam. Walaupun Pui
Tiok dapat menerkam pergelangan tangan wanita itu
tetapi sekali meronta. dapatlah Coh Bwe Nio
melepaskan tangannya lagi.
Untung pada saat itu gerak tangan kiri Pui Tiok tadi
berhasil mengenai dada Coh Bwe Nio sehingga wanita
itu menjerit dan terlempar ke belakang. Andaikata
204 terlambat, tentulah Pui Tiok akan celaka ter terkam
jari lawan. Sekalipun mencelat terkena pukulan Pui Tiok,
namun Coh Bwe nio masih dapat menenerkam bahu
lawan. walaupun tidak sampai melukai parah tetapi
baju Pui Tiok robek dan kulitnya membekas sepuluh
jalur guratan darah.
Takut kalau kuku jari wanita itu mengandung racun,
Pui Tiok tak mau melanjutkan serangannya lagi. Dia
buru-buru mengambil obat dari sakunya dan
melumurkan pada luka itu.
Beberapa saat kemudian setelah menenangkan diri,
dia baru merasa bahwa setelah dihantam mencelat
keluar tadi, rasanya Coh Bwe Nio tidak ada suaranya
lagi. Dia memandang ke sekelilingnya dan menduga
bahwa tubuh Coh Bwe Nio tadi tentu mencelat keluar
dinding yang ambruk tadi. Dan setelah jauh diluar,
tentulah wanita it u terus melarikan diri entah
kemana. Sejenak tertegun. Pui Tiok berpaling lagi kearah si
bungkuk. Tampak orang bungkuk itu tengkurap di
tanah, kepalanya bercucuran darah merah. Tentulah
karena terlalu keras dilempar Pui Tiok, si bungkuk
melayang dan kepalanya membentur batu hingga
pecah. Pui Tiok termangu-mangu. Dia tak mengira kalau
tindakannya tadi sampai mengakibatkan hilangnya
nyawa si bungkuk.
205 Padahal dia masih membutuhkan nya untuk
memberi keterangan dimana dia menyembunyikan
kitab ih-su-keng. Asal si bungkuk mau menerangkan
tempat dia menyembunyikan ih su keng diapun sudah
puas. Akan tetapi manusia itu memang tak kenal puas.
Nafsu manusia memang selalu timbul, waktu melihat
kepala ular itu mengeluarkan biji nui tan, dia terkejut
girang sekali. Tetapi saking bernafsunya dia sampai
tak dapat mengendalikan diri. Akibatnya bukan saja
biji nui tan itu lenyap entah kemana pun juga si
bungkuk, satu-satunya orang yang menjadi kunci
rahasia dari hilangnya kitab ih su keng juga ikut
binasa. Pui Tiok merunduk seperti orang yang di tinggal
mati orangtuanya. Setelah termenung beberapa jenak,
dia berjongkok dan memeriksa tubuh si bungkuk.
Tetapi tak menemukan suatu apa.
Dia melanjutkan pencarian biji nui-tan ke dalam
pondok. Hampir satu jam lamanya dia membongkar
tanah dan memeriksa seluruh sudut, tetap dia tak
memperoleh hasil suatu apa.
Tibalah dia pada suatu kesimpulan. Jika begitu,
jelas biji nui-tan itu tentu telah ditelan Coh Bwe Nio.
Memikir sampai di situ serentak dia teringat akan Coj
Hen Hong sigadis cilik, setelah si bungkuk mati satu-
2nya orang yang diduga tahu tentang kitab ih su keng,
adalah Coh Bwe Nio, apabila dia dapat menangkap
Hen Hong, tentulah mamanya akan muncul
mencarinya. 206 Ya, kalau kali ini kehilangan gadis itu lagi habislah
segala harapanku, pikir Pui Tiok. Dia cepat berputar
tubuh dan lari keluar. Dia menuju tempat dimana dia
telah meninggalkan Hen Hong. Hatinya berdebar keras
ketika hampir tiba. Kalau saja gadis cilik itu juga
lenyap.... ....ah. akhirnya dia menghela napas longgar
ketika melihat bahwa gadis kecil itu masih tergeletak
di tanah karena jalan darahnya dia tutuk. Cepat dia
menghampiri. Sepasang bola mata gadis kecil itu berkeliaran
memandangnya. Pui Tiok menimang, kerena Hen
Hong masih berada disitu, tentulah mamanya belum
mengetahui. Dia akan meminta keterangan kepada
gadis kecil itu dimanakah dia dapat bertemu dengan
mamanya. Siapa tahu baru saja dia membuka jalan
darahnya, sekonyong konyong gadis kecil itu loncat
berdiri dan terus lari. Tetapi Pui Tiok sudah menduga
kemungkinan itu. Cepat dia menerkam tengkuk Hen
Hong, "Jangan lari.... "
Sebagai seekor anak ayam, Coh Hen Hong tak
berdaya ketika tubuhnya diangkat Pui Tiok Menyadari
tak dapat melawan, Hen Hong pun diam tak mau
meronta. Tetapi wajah dan matanya, memancarkan
sikap penuh dendam kesumat.
"Jawablah, biasanya di mana saja mamamu
berada?" tanya Pui Tiok.
Tiba-tiba tubuh Coh Hen Hong menggigil, teriaknya,
"Perlu apa engkau bertanya begitu" Apakah engkau
telah membunuhnya!"
"Tidak," sahut Pui Tiok.
207 Akan tetapi Coh Hen Hong tetap menuduh,
"Bohong! Engkau tentu sudah membunuhnya!" Coh
Hen Hong berkata dengan tegas dan yakin kalau Pui
Tiok telah membunuh mamanya! Akan tetapi anehnya,
gadis kecil itu tidak mengucurkan airmata, tidak pula
tampak bersedih.
karena Coh Hen Hong terus menerus menuduh
begitu akhirnya Pui Tiok marah, "Kalau aku bilang
tidak ya tidak, mengapa engkau mem babi buta
menuduh orang!"
"Engkau," kata Coh Hen Hong kukuh, "kutahu tentu
engkau. Aku hendak mencincang tubuhmu untuk
membalas sakit hatinya!"
Mendengar kata-kata itu marahlah Pui Tiok, Plak,
dia menampar mulut Hen Hong kalau engkau tetap
ngoceh tidak keruan tentu akan kubunuhmu!"
Walaupun tidak mengunakan tenaga besar tetapi
Hen Hong itu seorang anak perempuan yang tak
pernah menderita perlakuan begitu. Sebelah pipinya
bengap, tetapi dia tak menjerit walaupun matanya
berlinang linang. Pada saat lain wajahnya menggeram
dendam lagi. Lekas bilang, biasanya dia suka pergi mana saja,
hayo jawab!" bentak Pui Tiok.
Karena menyangka Pui Tiok telah membunuh
mamanya maka Coh Hen Hong tak mau menjawab
pertanyaan itu. Pui Tiok marah dan menamparnya,
beberapa kali tetapi gadis kecil itu tetap membisu.
208 Karena ngotot sampai beberapa waktu tetap tak
berhasil, akhirnya Pui Tiok berganti siasat. Dia tak
membentak bentak melainkan bertanya dengan
pelahan seperti orang meminta bantuan, katanya
"Bilanglah, nanti akan kuantarkan engkau kepadanya."
Setelah diulang sampai beberapa kali baru Hen
Hong mau membuka mulut tetap bukan kata-kata
jawaban melainkan hanya mendengus saja, "'Hm.... "
biasanya Pui Tiok itu cerdik dan banyak akal. 'tetapi
saat itu, walaupun sudah rnenggunakan cara kasar
dan halus, dia tetap tidak berhasil menundukkan, Hen
Hong. Akhirnya dia lepaskan cengkeramannya dan
menghalau gadis kecil itu, "Pergilah.... "....
begitu dilepas, tubuh Coh Hen Hong lunglai jatuh ke
tanah. Tetapi gadis itu tak mau berusaha untuk
rnerangkak bangun.
"Mengapa engkau tak mau lari"' tegur Pui Tiok,
"kalau engkau tak mau lari, sewaktu waktu timbul
pikiran lain, kemungkinan aku akan membunuhmu!"
Coh Hen Hong mengangkat muka. Kedua Pipinya
benggap. Dia memandang Pui Tiok dan tetap tak mau
beringsut. sebenarnya Pui Tiok memang hendak menggunakan
siasat. Dia pura-pura melepas Coh Hen Hong supaya
pergi tetapi diam-diam dia akan mengikuti dari
belakang. Dia tak menyangka kalau gadis itu tak mau
beringsut dari tempatnya.
Pui Tiok terkesiap dan memandang Hen Hong, gadis
itu menunduk diam. "Hai, mengapa engkau ini" apa
209 tidak mau pergi karena ingin mati disini?" seru Pui
Tiok. Coh Hen Hong tertawa dingin, "aku takut mati"
kalau engkau ingin kelak kulitmu tidak aku beset,
hayo sekarang saja lekas engkau bunuh aku!" Pui Tiok
serentak mengangkat tangan, hawa pembunuhan
memenuhi wajahnya. Namun Hen Hong tetap tenang
tak gentar sama sekali.
Pada saat tangan Pui Tiok hendak dilayangkan
kebawah dia sempat melihat dan menyadari bahwa
Hen Hong masih anak perempuan yang baru berumur
8 tahun. Dia hentikan tangannya.
Pui Tiok bukan seorang pemuda yang mempunyai
hati welas asih. Dia banyak akal muslihat untuk
menyiasati orang. Dan sifat demikian sudah tentu tak
lepas dari sifat yang Licik. Tetapi jika bukan manusia
yang benar-benar berhati serigala tentulah tak sampai
hati untuk menurunkan tangan jahat terhadap seorang
anak perempuan.
Pui Tiok menurunkan tangannya dan berkata "Baik,
kalau engkau tak mau memberitahu, tak apa. Aku
akan pergi."
Habis berkata dia terus ayunkan langkah, Dia
menyempatkan untuk melirik. Ternyata Coh Hen Hong
tengah memandangnya dan begitu melihat Pui Tiok
meliriknya, buru-buru Ia menundukkan kepala lagi.
Melihat sikap anak perempuan itu diam-diam Pui
Tiok gembira. Dia meemang sedang mengatur siasat
untuk pura-pura pergi. Apabila Coh Hen Hong tak
210 mengacuhkan sama sekali, berarti siasatnya akan
gagal. Tetapi ternyata anak itu meliriknya. Berarti dalam
hatinya menginginlcan supaya dia lekas pergi. Sebagai
seorang yang banyak muslihat.
diam-diam Pui Tiok tersenyum dalam hati. Dengan
tenang dia lalu ayunkan langkah meninggalkan tempat
itu. Setelah 7 - 8 tombak, tiba-tiba dia menyelinap
dibalik sebatang pohon besar. Dari tempat itu dia
dapat mengintai gerak gerik Coh Hen Hong.
Teryata Coh Hen Hong masih tetap duduk di tanah.
Berapa waktu kemudian, Pui Tiok mengeluh karena
mengira siasatnya tentu gagal lagi. Sekonyongkonyong
terdengar Coh Hen Hong berkata, "Akan
kuberitahu, kemarilah engkau!"
Sudah tentu Pui Tiok tertegun kaget. Dia hampir
mengira kalau tindakannya bersembunyi dibalik pohon
itu diketahui Coh Hen Hong Tetapi dia tak mau
tergesa-gesa menanggapi dan menahan diri untuk
tidak segera muncul.
Coh Hen Hong masih terus berkata begitu kemudian
berbangkit. Pada saat itu barulah Pui Tiok mengetahui
persoalannya. Kiranya Coh Hen Hong berkata begitu
tak Lain hanya untuk mengetahui apakah Pui Tiok
benar-benar sudah pergi jauh atau belum. Ah,
walaupun masih anak ternyata akal Coh Hen Hong
juga tidak kalah dengan orang dewasa.
Setelah berdiri, tampak gadis kecil itu mengusapusap
pipinya yang bengap. kedua matanya
memancarkan sinar dendam yang membara, air
211 matanya berderai-derai mengucur deras. Tadi waktu
berhadapan dengan Pui Tiok setitik airmatapun tak
menitik. Sekarang dia baru menangis untuk
menumpahkan rasa sakit pada pipi dan hatinya. Tetapi
dia juga tak mau menangis mengerung-gerung atau
terisak-isak, melainkan hanya mengucurkan airmata
saja. Pui Tiok tetap mengawasinya. Setelah beberapa
waktu kemudian barulah Coh Hen Hong melesat pergi.
Pui Tiok pun mengikutinya. Ilmu kepandaian Coh Hen
Hong tak berapa tinggi oleh karena itu mudah bagi Pui
Tiok untuk mengikutinya
kira2 dua tiga Li jauhnya, tampak Coh Hen Hong
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bergegas lari memasuki sebuah rumah gubuk, sudah
tentu Pui Tiok girang sekali Dengan mengunakan ilmu
meringankan tubuh, dia maju menghampiri. Tetapi
baru dia tiba di muka rumah gubuk itu, hatinya
serentak kecewa.
Saat Itu dia mendengar dalam tangisan Coh Hen
Hong berkata "Ma, engkau tak berada disini, tentu
orang itu telah membunuhmu. Ma jangan kuatir, aku
tentu akan mencabuti urat nadi dan menguliti orang
itu untuk membalas sakit hatimu!"
Mendengar itu diam-diam Pui Tiok geli dalam hati.
Tetapi dia tak tertawa karena dia memperhatikan
bahwa dalam kata-kata gadis cilik itu ternyata penuh
mengandung dendam kesumat yang menyala nyala
sehingga mau tak mau dia bergidik juga.
Coh Hen Hong menangis beberapa waktu kemudian
terdengar suara orang. Pui Tiok terkesiap dan cepat
loncat menyelinap dibalik pohon disebelahnya. Dari
212 situ dia memandang kemuka. Seketika hatinya
mendebut keras.
Tampak dari jauh, makin lama makin dekat muncul
sosok2 tubuh manusia, tetapi bukan orang yang
diharapkan melainkan tiga orang. Orang yang berjalan
dimuka, seorang nenek berambut putih perak yang
belum pernah dikenalnya. Nenek berambut putih itu
memanggul sebuah karung merah. Sedang yang
berjalan mengikuti dibelakangnya
tak lain adalah Kwan Pek Hong dengan isterinya.
Melihat Kwan Pek Hong dan isterinya, kejut Pui Tiok
bukan kepalang. Serentak dia teringat akan Kwan
Beng Cu yang ditinggal di dalam lembah. Gadis kecil
itu penakut sekali. Entah bagaimana keadaanya saat
itu. Apakah masih berada atau sudah melarikan diri"
Apakah telah terjadi sesuatu pada gadis kecil itu atau
apakahmasih selamat disitu" Sudah tentu Pui Tiok tak
pernah membayangkan bahwa saat itu Kwan Beng Cu
telah berada dalam karung Warna yang dipanggul si
nenek berambut putih.
Mengapa Kwan Pek Hong dan isterinya mau ikut
pada nenek berambut putih atau Ih pohpoh" Untuk
mengetahui kejadiannya, baiklah kita mundur dulu
sebentar, kembali ke ruang besar gedung keluarga
Kwan, dimana sedang berlangsung perundingan
antara Kwan hujin dengan Ih pohpoh. Setelah hening
beberapa saat, terdengar Ih pohpoh berkata, "Siocia,
telah kupikir semasak-masaknya. Kalau aku pulang
tanpa membawa engkau, akupun juga akan menerima
kematian. 213 Kwan hujin tertawa dingin, 'Paling tidak engkau kan
masih dapat mengulur waktu. Seharusnya engkau
tahu, waktu aku pergi dahulu, membawa apa saja aku
ini?" Nenek Ih mengangguk, "Sudah tentu cujin tahu,
adalah karena hal itu maka beliau marah besar. Yang
siocia bawa pada waktu itu adalah pedang ceng ling
kiam, salah satu dari sepasang pedang ling liong song
kiam!" "Itulah," kata Kwan hujin, "aku memiliki pedang
Ceng-Ling-Kiam. Apakah tak mampu menjebolkan
karung hit-yan tay yang engkau bawa itu untuk
menolong Kwan Beng Cu" Kurasa engkau belumn
memikir sampai disitu"
Waktu melancarkan kata-kata itu tampaknya wajah
Kwan hujin tak takut, tetapi nenek Ih sudah
mempunyai persiapan.
"Sudah tentu aku tahu hal itu," katanya, "tetapi
pedang itu telah berada di tangan puterimu dan lagi
ku tunggu setelah dia meminjamkan pedang itu
kepada orang, baru akan turun tangan. Siocia, orang
telah memberi pelajaran kepadaku Ban-wu-it sip (tak
pernah-gagal). Kiranya engkau tak lupa, bukan?"
Wajah Kwan hujin berobah seketika. Karung yang
dibawa nenek Ih itu terbuat dari sutera ulat hwat-jan
yang berwarna merah. Oleh karena itu disebut Hiatyan
tay atau karung merah darah. Semua senjata di
dunia kiranya hanya sepasang pedang Ling-Liong-
Song-kiam milik istana Ceng-te-kiong yang dapat
memecahkan karung itu.
214 Sebenarnya tadi Kwan hujin hendak mengancam
nenek Ih. Tetapi sekarang rencananya itu gagal total
"Baik," dia tertawa dingin, "aku akan ikut engkau.
Coba saja nanti di perjalanan dengan cara bagaimana
engkau akan menemui kematianmu!"
Wajah nenek lh mengerut gelap, penuh percaya
pada diri sendiri. Tetapi sebenarnya diam-diam nenek
itu juga tergetar mendengar ancaman Kwan hujin.
Setelah berkata. Kwan hujin lalu tertawa seram.
serunya, "Mengapa tidak lekas berangkat?"
Sekali bergerak nenek Ih sudah melesat ke pintu
besar. Tetapi Kwan hujin lebih cepat lagi baru nenek
itu melesat keluar tiga tombak, entah bagaimana
caranya bergerak, hanya terdengar kesiur angin
menyambar dan tahu-tahu Kwan hujin sudah berada
di belakangnya.
Diam-diam nenek lh makin terkejut. Serentak ia
menggempos semangat dan melesat keluar, Kwan
hujin mengikutinya selekat bayangan.
Melihat itu Kwan Pek Hong berpaling kepada
muridnya, "Si Ciau, urusan dalam rumah ini
kupasrahkan kepadamu. Jangan mengatakan kepada
siapapun juga tentang peristiwa yang sudah terjadi
disini, mengerti!"
Si Ciau gopoh mengiakan. Saat itu Kwan Pek Hong
pun sudah melesat keluar menyusul isterinya. Tak
berapa lama Kwan Pek Hong berjalan seiring dengan
215 isteri. Sedang nenek lh terpisah dua tiga meter di
muka. Mereka lalu menuju ke utara,
Demikian waktu Pui Tiok melihat kedatangan ketiga
orang itu, mereka sudah meninggalkan rumah
setengah jam yang lalu.
Pui Tiok tak tahu apa yang terjadi dengan ketiga
orang itu. juga tak tahu apa hubungan Kwan Pek Hong
berdua dengan nenek berambut putih itu. Diam-diam
dia bersyukur dalam hati karena telah cepat-cepat
bersembunyi di balik pohon. Kalau berayal sedetik
saja dan sampai ketahuan mereka, akibatnya tentu
mengerikan sekali.
Brak..... terdengar pintu rumah gubuk itu telah
didobrak orang. Dengan airmata masih membasahi
kedua matanya. Coh Hen Hong muncul keluar dari
gubuk itu. Rupanya anak perempuan itu juga terkejut
dan tertarik perhatiannya waktu mendengar suara
tawa Kwan hujin yang aneh tadi. Pada saat itu
muncul, nenek lhpun tiba disitu.
"Hai, siapakah kalian ini" seru Coh Hen Hong.
Dengan wajah penuh pancaran asih, nenek lh
ulurkan tangan menjamah muka Coh Hen Hong lalu
melesat lagi beberapa meyer seraya memberi pesan,
"Budak perempuan, jangan suka usil dengan urusan
orang!" Sebenarnya Coh Hen Hong hendak menghindari
tangan nenek lh. Tetapi ilmu kepandaiannya kalah
jauh dengan nenek lh. Dia tak sempat mampu
menghindar lagi. Waktu tangan nenek Ih meraba
kepalanya. Coh Hen Hong rasakan dirinya seperti
216 didorong oleh setiup angin kuat sehingga dia
terdampar ke muka. Pada saat itu Kwan Pek Hong dan
isterinya tiba. Coh Hen Hong mengangkat muka dan
memandang kedua suami isteri itu lalu tertawa dingin.
Coh Hen Hong tak kenal dengan Kwan Pek Hong
dan isterinya. Baru pertama kali itu dia bertemu
dengan mereka. Sudah tentu dia tak bersikap
bermusuhan kepada mereka. Tetapi karena seja kecil
diasuh oleh seorang lbu yang kehilangan ke sadaran
pikirannya, watak Coh Hen Hong pun aneh dan dingin
terhadap orang.
Dalam alam pikirannya, setiap orang yang tak
dikenal apabila bertemu tentu mengandung maksud
buruk. Maka waktu memandang Kwan Pek Hong
berdua, Coh Hen Hong pun tertawa dingin penuh
bernada permusuhan. Dia lalu beralih pandang ke
arah nenek lh. Mendengar suara tawa yang begitu aneh Kwan Pek
Hong menunduk memandang anak perempuan kecil
itu. Sebenarnya dia hanya secara iseng saja
memandang anak perempuan itu. Tetapi waktu
melihat potongan wajah Coh Hen Hong yang kurus
dan pipi tirus. sepasang mata memandangnya tajam
serta sepasang alis yang lembut dan melengkung
panjang, tiba-tiba hati Kwan Pek Hong berdebar keras.
Sedemikian hebat kegoncangan yang menggetar
kalbu Kwan Pek Hong hingga kedua kaki nya serasa
lunglai dan bluk.... diapun segera jatuh ke tanah.
Sekalipun dengan cepat dia terus melenting bangun
tetapi Kwan hujin sudah terlanjur berhenti. Karena dia
217 berhenti, nenek lh yang berjalan di muka pun ikut
berhenti. Kwan hujin berpaling ke belakang. Tampak wajah
Kwan Pek Hong sebentar pucat sebentar gelap.
Sikapnya gugup dan ketakutan. bagaimana ilmu
kepandaian Kwan Pek Hong, seluruh dunia persilatan
sudah tahu semua, Tetapi yang tahu paling jelas
tentang kepandaiannya adalah isterinya, Kwan hujin.
Bahwa tidak mungkin seorang tokoh seperti Kwan
Pek Hong tiba-tiba akan jatuh kalau tak ada hal yang
luar biasa. Kwan hujin segera merasa ada sesuatu
yang tak wajar.
Dia tidak mau segera menegur melainkan
memandang suaminya dengan dingin. Sudah tentu
wajah Kwan Pek Hong makin pucat.
Setelah menenangkan diri beberapa saat barulah
dia berkata, "Hu.... hujin, lihatlah anak perempuan itu.
Agaknya sedikit aneh?"
Kwan Pek Hong sejenak memandang Coh Hen
Hong. Karena dalam hati ada sesuatu maka setelah
melihat Coh Hen Hong, tiba-tiba Kwan Pek Hong
teringat akan seseorang. Itulah sebabnya dia
menderita kegoncangan hebat sampai jatuh.
Tetapi dalam pandangan Kwan hujin, Coh hen hong
itu hanva seorang anak perempuan biasa. Apanya
yang aneh".
"Mengapa aneh?" tanya Kwan hujin.
218 Dengan gelagapan Kwan Pek Hong berkata, hi....
hi.... dia seorang diri.... disini, tetapi.... apakah itu tidak
aneh?" Kwan hujin tertawa dingin, "Pek Hong, mengapa
engkau hendak mengelabuhi aku" lekas katakan terus
terang!" Mendengar itu wajah Kwan Pek Hong makin tak
berdarah. Saat itu Pui Tiok yang bersembunyi di balik pohon
juga heran, Dia juga tak mengerti mengapa begitu
melihat Coh Hen Hong, mendadak Kwan Pek Hong
seperti kehilangan faham dan ketakutan sekali.
Dengan wajah masih pucat lesi, Kwan Pek Hong
berusaha menjawab, "Apanya yang mengelabuhi
engkau hujin" Harap hujin jangan curiga, aku belum
pernah melihat anak perempuan Itu!"
Memang benar. Kwan Pek Hong belum pernah
melihat Coh Hen Hong sama sekali. Tetapi adalah
karena dia mengatakan begitu malah menimbulkan
kecurigaan isterinya.
Kwan hujin. tertawa dingin, "Engkau belum pernah
melihatnya?"
"Ya, belum pernah," sahut Kwan Pek Hong, "aku
bersedia bersumpah."
"Kalau begitu, apakah engkau pernah melihat
orangtuanya?" seru Kwan hujin.
219 Pertanyaan itu seperti halilintar yang menyambar
Kwan Pek Hong. Semangatnya serasa terbang
seketika. Napasnya terengah-engah dan menjawablah
dia dengan perasaan yang tertekan, "Belum pernah,
belum pernah."
Kwan hujin maju selangkah, katanya, "Kalau begitu,
engkau tidak mempunyai hubungan sama sekali?"
Kwan Pek Hong rasakan kepalanya berdenyut keras
dan lidahnya kaku. Ingin sekali dia dapat menyusup
ke dalam bumi andaikata ada lubang. Dia terpaksa
tertawa. Tetapi nadanya tidak beda dengan tangis.
"Hujin kata-katamu itu tidak tepat. Mengapa aku
mempunyai hubungan dengan dia?" katanya.
"Baik, kalau begitu, akan kubunuh anak itu!" tibatiba
Kwan hujin berkata dengan dingin.
Ucapan nyonya itu benar-benar di luar dugaan
orang. Bahkan Pui Tok yang mendengarnya juga
terkejut sekali. Hampir saja dia tergelincir jatuh.
Kwan Pek Hong makin gelap pucat wajahnya,
"Hujin, me.... mengapa harus demikian" Mengapa
harus membunuhnya?"
Tetapi wajah Kwan hujin tetap membeku dingin. Dia
bukan bergurau dan berkata dengan tandas, "Akan
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kuminta engkau yang membunuh nya, apakah engkau
berani menolak" Kalau engkau tak berani turun
tangan, jelas anak itu tentu mempunyai hubungan
dengan engkau!"
220 Kwan Pek Hong tertawa kecut "Apa.... ada
hubungan.... apa tidak lucu" Mengapa aku mempunyai
ikatan apa-apa dengan anak itu?"
Walau dengan tertawa terpaksa, tetapi nadanya
bergetar seperti anak kecil yang bersalah. Sungguh
kasihan. "Jangan banyak bicara, engkau mau melakukan
atau tidak!' Kwan Pek Hong melongo tetapi tak bicara. Kwan
hujin tertawa dingin, "Kalau engkau tak mau turun
tangan, akulah yang akan turun tangan!"
Apa yang dikatakan terus saja dilakukan. Habis
berkata wanita galak itu terus mengangkat tangan dan
mengayun ke arah kepala Coh Hen Hong.
Coh Hen Hong seorang gadis liar yang keras kepala.
Melihat dia tak bersalah apa-apa hendak dihantam,
diapun memaki, "Perempuan hina, engkau.... ."
Tetapi belum sempat Ia menyelesaikan kata
katanya, angin pukulan yang bertenaga keras itu telah
melandanya sehingga napas sesak dan tidak dapat
mengeluarkan kata-kata
Melihat itu Pui Tiok hendak ke luar mencegah tetapi
sebelum dia sempat berseru, sekonyong-konyong
Kwan Pek Hong berteriak aneh, "Berhenti!"
Mendengar teriak suaminya, Kwan hujin pun
hentikan tangannya. Saat itu tangannya hanya
terpisah 5 - 6 dim dari ubun-ubun kepala Coh Hen
Hong 221 Kwan Pek Hong melesat dan terus menarik tangan
Coh Hen Hong, ke luar dari ancaman tangan Kwan
hujin. Wajah Kwan Pek Hong tampak membesi dan
tubuhnya menggigil. Untuk yang pertama kali Sejak
menjadi suami isteri, baru pertama itulah Kwan Pek
Hong berani menentang kemauan isterinya. Sudah
tentu dia tegang sekali.
Mengapa Kwan Pek Hong berani menempuh bahaya
menyelamatkan anak perempuan itu"
Kiranya waktu melihat wajah dan mata Coh Hen
hong, terkenanglah Kwan Pek Hong pada wajah
seorang yang pernah melewati hari yang indah
bersamanya. "Jangan membunuh anak ini, jangan
membunuhnya," serunya dengan gemetar.
"Mengapa tidak boleh?" tanya Kwan hujin dengan
nada sinis. "Anak perempuan ini.... anak perempuan ini.... ,"
hampir enam tujuh kali dia mengulangi kata-kata
'anak perempuan ini', tetapi tak dapat melanjutkan
lagi. "Anak perempuan ini sebenarnya bagaimana"
Mengapa engkau berkata tersendat-sendat seperti
orang ketulangan begitu?" tukas Kwan hujin.
222 Kwan Pek Hong membangkitkan nyalinya,
'Sekarang aku belum tahu, aku hendak menanya
dulu." Kwan hujin tertawa dingin, "Begitu melihat wajah
anak ini, engkau segera terkenang pada seseorang,
bukan?" "Ya!" dengan semangat Kwan Pek Hong mengiakan.
Saat itu Pui Tiok baru mengerti. Dia mendapat
kesan bahwa antara Kwan Pek Hong dengan Coh Bwe
Nio tentu ada hubungannya, hubungan asmara.
Dan anak perempuan yang bernama Coh Hen Hong
itu tentulah hasil dari hubungan Kwan Pek Hong
dengan Coh Bwe Nio. Adalah karena takut kepada
isterinya maka Kwan Pek Hong terpaksa meninggalkan
Coh Bwe Nio. Anak perempuan itu bernama Coh Hen Hong. Huruf
Hen dapat berarti benci. Dan huruf Hong itu adalah
kependekan dari nama Kwan Pek Hong. Ya, Hen Hong,
membenci Pek Hong. Dengan begitu jelas kalau Coh
Bwe Nio sengaja memberi nama anaknya begitu
karena dia sangat membenci kepada Kwan Pek Hong,
lelaki yang telah menghianati cintanya.
Merangkai kesimpulan2 itu. teganglah hati Pui Tiok.
Kwan Pek Hong seorang tokoh yang harum namanya
dalam dunia persilatan. Siapa tahu ternyata juga
seorang hidung belang.
Dan yang paling menarik perhatiannya adalah,
bagaimana nanti Kwan Pek Hong akan menyelesaikan
masalah itu dengan isterinya yang galak.
223 Waktu mendengar Kwan Pek Hong mengatakan
dengan nada mantap, berobahlah wajah Kwan hujin,
'Baik, engkau boleh bertanya. Setelah itu, aku akan
membuat perhitungan dengan engkau!'
Menggigillah tubuh Kwan Pek Hong mendengar
ancaman isterinya, serunya dengan gemetar, "Anak
perempuan, engkau.... siapakah nama namamu?"
Coh Hen Hong tidak menjawab melainkan berseru,
"Siapakah perempuan ini" Mengapa begitu jahat?"
"Jangan banyak bicara," kata Kwan Pek Hong "kasih
tahu padaku, siapa nama mamamu" Apa kah dia
selalu membawa ular?"
Waktu Kwan Pek Hong menanyai Coh Hen Hong
Kwan hujin diam saja. Hanya wajahnya tampak
megerikan, sepasang matanya memancarkan kilat api
yang menyeramkan,
Kwan Pek Hong membulatkan semangatnya
Walaupun dia merasa bagaimana sepasang mata
isterinya bagaikan pedang yang menikam dirinya,
namun dia tetap menanyai anak perempuan itu.
Tadi karena ditolong Kwan Pek Hong dari ancaman
tangan Kwan hujin, Coh Hen Hong mempunyai kesan
baik kepada Kwan Pek Hong. Saat itu Waktu Kwan Pek
Hong mengatakan apakah mamanya kemana-mana
selalu membawa ular, entah bagaimana tercekatlah
hati Coh Hen Hong. Hidungnya mulai berair karena
hendak menangis tetapi Coh Hen Hong itu seorang
anak yang keras hatinya. Dia menahan jangan sampai
224 menitikkan airmata. Sambil mengangguk-angguk. dia
mengiakan, "Ya.... ya.... "
Tiba-tiba Kwan Pek Hong berseru dengan tegang,
"Apakah.... namanya..... namanya..... Coh..... Bwe Nio?"
"Ya, apa engkau kenal dengan mamaku?"
Kwan Pek Hong menggigil keras tetapi entah
bagaimana dia rentangkan kedua tangan dan
memeluk Coh Hen Hong. Saat itu dia sudah tahu
siapakah sebenarnya Coh Hen Hong itu.
Terlintas dalam hatinya suatu perasaan yang
merawankan. Selama bertahun-tahun dia telah hidup
dibawah tekanan dari Kwan hujin. Banyak menderita
hinaan dan makian. Adalah karena bayang2 ketakutan
itu maka dia terpaksa meninggalkan Coh Bwe Nio
yang dicintai dengan setulus hatinya.
Dia merasa seorang lelaki yang hina karena telah
menelantarkan seorang wanita yang benar-benar
mencintai dan dicintainya. Sesaat timbullah rasa sesal
disusul dengan rasa minta maaf terhadap Coh Bwe Nio
dan anaknya. Antara dendam dan cinta, antara benci dan kasihan,
antara terhina dan bersalah, telah bercampur aduk
dan pada saat itu sama-sama serempak meletus
dalam dada Kwan Pek Hong
Saat itu dia merasa seperti menjelma sebagai
manusia baru. Manusia yang tahu akan harga diri dan
manusia yang sadar akan kesalahannya. Belum
pernah sepanjang hidupnya dia mengalami perobahan
batin seperti saat itu.
225 Sambil memeluk Coh Hen Hong erat2, air mata
Kwan Pek Hong pun berderai derai membasahi kedua
pipinya. Sebenanya Coh Hen Hong tak tahu siapa kah pria
yang telah memeluknya dengan penuh rasa kasih itu.
Tetapi naluri alam menyalur kedalam perasaannya.
Walaupun dia merasa sesak napasnya karena dipeluk
itu, namun entah bagaimana perasaan hatinya sangat
tenang dan bahagia. Mungkin kalau Kwan Pek Hong
tidak lebih dulu mengucurkan airmata, tentulah Coh
Hen Hong yang akan menangis. Tetapi demi melihat
Kwan Pek Hong menangis, Coh Hen Hong merasa
heran. "Ih, engkau seorang besar, mengapa menangis?"
tegurnya. "Engkau ini.... Siapa namamu?" tanya Kwan Pek
Hong. "Namaku Coh Hen Hong."
Wajah Kwan Pek Hong mengerenyut tegang lalu
menegas, "Hen Hong" Namamu Hen Hong" Engkau
memang seharusnya membenci aku, ya, engkau
memang wajib membenci aku..... "
Sudah tentu Coh Hen Hong tak mengerti apa
maksud Kwan Pek Hong berkata begitu. Ia merentang
kedua mata dan bertanya, "Mengapa aku harus
membenci engkau?"
Kwan Pek Hong hendak menjawab tetapi sebelum
dia sempat membuka mulut. Kwan hujin sudah
menukas seperti ujung golok yang tajam. "Cukup.
226 sudah cukup lama engkau memainkan sandiwara itu.
Mengapa tidak lekas bubar"
Waktu memeluk puterinya, perasaan Kwan Pek
Hong seperti terhanyut dalam alam penyesalan dan
kegembiraan. Dia seperti bemimpi Tetapi kemudian
waktu Kwan hujin tiba-tiba berteriak, Kwan Pek Hong
seperti orang yang dilontarkan dari alam impian,
kembali pada kenyataan,
Kwan Pek Hong terlongong. Tak terasa kedua
tangannyapun mengendor, melepaskan tubuh Coh
Hen Hong. Tetapi pada lain saat dia memeluknya lagi.
Dengan membangkitkan keberanian nya yang
paling garang, Kwan Pek Hong berkata, "Hujin,
masalah ini aku memang belum me.... mengatakan
kepadamu . ."
"Engkau tak bilang, akupun sudah tahu," cepat
Kwan hujin mengerat, "oleh karena itu janganlah
engkau membuang-buang waktu lagi. Kalau engkau
ingin aku tidak emosi, itu tak mungkin."
Sesaat rupanya Kwan Pek Hong tidak jelas akan
maksud kata-kata isterinya oleh karena itu dia
bersangsi. Kwan hujin tertawa dingin lagi, serunya, "Kalau tak
memperbolehkan engkau untuk membalas serangan,
itu tidak adil. Engkau boleh melakukan gerak balasan."
Mendengar itu wajah Kwan Pek Hong berubah
seketika, serunya, "Hujin ..... apa artinya itu.... apa
yang engkau maksudkan aku boleh membalas?"
227 Kwan hujin tertawa dingin. 'Engkau memang pintar
sekali mengelabuhi aku. Engkau bermain main dengan
wanita di luaran dan sampai melahirkan anak, masa
engkau tidak mengerti ucapanku" Baiklah, aku akan
bicara terus terang saja. Aku hendak mengambil
jiwamu. Waktu aku turun tangan engkau boleh
melakukan gerakan membalas aku. Mengertikah
englcau sekarang"
Tokoh Kwan Pek Hong yang cemerlang dalam dunia
persilatan, saat itu sikapnya seperti sesosok mayat
yang berada dalam peti mati.
"Engkau.... engkau mau menyerang aku"
Bagaimana mungkin aku dapat melawanmu?" serunya
tergetar. Kwan hujin tertawa aneh, "Waktu engkau bermainmain
dengan wanita, apakah engkau tak pernah
berpikir tentang hal ini?"
Coh Hen Hong meronta dari tangan Kwan Pek Hong,
lalu dengan berkacak pinggang menghadap ke arah
Kwan hujin, gadis cilik itu berseru nyaring,
"Perempuan busuk, perempuan busuk, engkau mau
jual lagak apa" Lihat, aku akan menghajarmu!'
Sambil berkata gadis kecil Itu terus maju
menyerang Sudah tentu Kwan Pek Hong berteriak
kaget dan cepat menariknya, "Nak, jangan Sekali kali
gegabah bergerak!"
habis berkata dia terus berlutut di hadapan
isterinya. 228 Melihat Itu Coh Hen Hong tercengang lalu
melengking, "Ih, engkau kan seorang pria, mengapa
engkau berlutut dihadapan perempuan itu?"
Nak, jangan menghiraukan aku, jangan bicara apaapa,"
kata Kwan Pek Hong dengan tertawa pahit
Wajah Coh Hen Hong mengerut gelap lalu mundur
selangkah. Bukannya tak tahu keadaan bahaya pada
saat itu tetapi dia memang seorang anak yang keras
kepala dan tak mau tunduk pada orang.
Sebenarnya Coh Hen Hong mempunyai kesan baik
terhadap Kwan Pek Hong. Tetapi waktu melihat Kwan
Pek Hong berlutut dihadapan perem puan yang
dibencinya, seketika berkuranglah rasa simpatinya
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terhadap Kwan Pek Hong.
Sambil berlutut berkatalah Kwan Pek Hong, "Hujin
kutahu kalau aku bakal takkan hidup. Tetapi
mengingat hubungan kita selama ber-tahun2 sebagai
suami isteri, tanpa engkau turun tangan aku akan
bunuh diri sendiri. Tetapi aku hanya akan mohon
sebuah permintaan kepadamu."
Kwan hujin tertawa sinis, "Minta supaya aku
mengampuni perempuan jalang itu" Ah, hal itu tak
mungkin. Sudahlah, jangan banyak bicara lagi!"
Kwan Pek Hong menghela napas panjang, "Dia....
dia sekarang dimana aku juga tak tahu. Aku hanya
minta engkau supaya mengampuni anak itu!"
Kwan hujin tertawa mengekeh. Nadanya tak ubah
seperti iblis menangis karena ingin memakan hati
Kwan Pek Hong. 229 "Hujin...., "kata Kwan Pek Hong dengan gemetar,
"engkau.... apa meluluskan?"
Pertanyaan itu penuh dengan harapan yang Besar.
Asal Kwan hujin mengangguk, Kwan Pek Hong akan
bunuh diri dengan hati yang tenang.
Tetapi Kwan hujin itu seorang wanita yang penuh
dengan hati dengki, cemburu dan jahat. Dia mengira
kalau selama ini suaminya sangat penurut dan setia
kepadanya, tak mungkin berani menghianatinya.
Sungguh tak kira kalau ternyata suaminya itu telah
mengelabuhinya, diluar berani main-main dengan lain
perempuan. Saat itu tak terperikan dendam kemarahannya
terhadap suaminya. Sekali pun membiarkan Pek Hong
mati dengan tenang pun dia tetap tidak rela.
Baru Kwan Pek Hong membuka mulut, Serentak
Kwan hujin menukas, "Adakah engkau hendak
mengetahui aku meluluskan permintaanmu atau
tidak?" "Ya.... ya...." Kwan Pek Hong gopoh mengiakan.
Dengan pelahan Kwan hujin berkata, "Dengarlah
baik-baik. Lebih dulu akan kubunuh anak perempuan
busuk itu kemudian baru membunuhmu!"
Sekonyong...konyong tubuh Kwan Pek Hong
bergetar keras dan lalu berteriak, "Tidak bisa, tidak
bisa, sekali-kali tak boleh membunuh anak itu."
230 Dengan sadis Kwan hujin tertawa, "Tidak boleh
tidak aku harus membunuhnya Bukan saja
membunuhnya, namun juga akan kubunuh
dihadapanmu. Coba saja engkau dapat berbuat apa
untuk menolongnya, ha, ha, coba saja engkau mampu
berbuat apa!"
Sambil tertawa itu Kwan hujin sudah meng angkat
tangannya. Saat itu Kwan Pek Hong sedang berlutut di
hadapannya. Pada saat Kwan hujin mengangkat
tangan, tiba-tiba Kwan Pek Hong memekik seram,
sekonyong-konyong tubuhnya melenting kemuka.
Walaupun dihadapan isterinya, Kwan Pek Hong tak
ubah seperti anak kecil tetapi bagaimanapun juga dia
adalah seorang tokoh yang memiliki kepandaian
tinggi. Kalau tidak tak mungkin dia akan mendapat
nama yang terhormat dalam dunia persilatan.
Pekikan yang dihamburkan itu hebatnya bukan
buatan. Benar-benar menyerupai letusan halilintar
sehingga Coh Hen hong yang berada di samping nya
jatuh ke tanah. Bahkan Pui Tiok yang bersembunyi di
pohon dan agak jauh jaraknya hampir tergelincir jatuh
juga. Pada saat melenting kemuka itu, Kwan Pek Hong
menghantam dada isterinya. Tenaga pukulan yang
digunakan, bermula tenaga Im kemudian baru tenaga
Yang. Itulah sebabnya maka pukulan itu tak
mengeluarkan suara sama sekali.
Selama bertahun-tahun ini Kwan Pek Hong selalu
tunduk patuh segala perintah isterinya. Belum pernah
dia berani membantah. Bahwa kali ini dia berani
231 melancarkan pukulan kepada isterinya, benar-benar
tak pernah disangka oleh Kwan hujin.
Sebenarnya tentu kepandaian Kwan hujin Lebih
tinggi dari suaminya. Walaupun pukulan yang
dilancarkan Kwan Pek Hong secepat kilat menyambar
tetapi kalau mau, Kwan hujin sebenarnya masih dapat
menghindar. Tetapi karena dia kaget dan terlongong
menyaksikan suaminya berani memukulnya dia
tertegun dan hanya membentak "Engkau hendak........
Kwan hujin hanya membentak tetapi tak berusaha
untuk menghindar atau menangkis. Sebelum ia
sempat menyelesaikan kata-katanya yang seharusnya
'engkau hendak memberontak' pukulan Kwan Pek
hong sudah tiba di dadanya.
Begitu pukulan tiba di dada isterinya, tenaga-dalam
Yang segera dipancarkan Kwan Pek Hong, bluk..!
Kwan hujin menjerit keras dan terhuyung-huyung
sampai tiga langkah ke belakang.
Mengapa Kwan Pek Hong sampai nekad menyerang
isterinya adalah karena dia akan menebus dosanya
kepada Coh Bwe Nio. Dia tak mau puterinya buah
kasih mereka sampai ikut menderita kematian.
Tetapi tujuan dari serangan Kwan Pek Hong itu
bukan hendak mencelakai Kwan hujin, melainkan
dengan tujuan supaya Kwan hujin menangkis dan
balas menghantamnya agar Ia mati. Kalau dia sudah
terbunuh, kemungkinan Kwan hujin akan dapat
memberi kemurahan pada Coh Hen Hong.
Oleh karena itu diapun sama sekali tak menyangka
kalau pukulannya itu akan berhasil mengenai Kwan
232 hujin. Dia mengira, isterinya akan turun tangan untuk
membunuhnya. Tetapi kenyataan telah terjadi di luar
perhitungannya. Pukulan itu benar-benar mengenai
dengan telak sekali.
Begitu Kwan hujin terpental, Kwan Pek Hong malah
ketakutan. Dia tertegun dan melongo. Dia ingin
berkata tetapi mulutnya tak bersuara.
Memang dunia ini penuh dengan hal-hal yang ganjil.
Memukul orang kalau kena seharusnya gembira tetapi
nyatanya tidak begitu dengan Kwan Pek Hong. Dia
malah kaget dan tertegun seperti patung.
Setelah terhuyung huyung tiga empat langkah
barulah Kwan hujin dapat berdiri tegak lagi. Wajahnya
membesi, serunya, "Kepandaianmu.... ah.... sungguh
hebat....."
Waktu bicara itu suaranya terputus putus
menandakan kalau pukulan Kwan Pek Hong itu
dahsyat sekali. Kwan hujin harus berusaha keras
untuk menenangkan tenaga-murni, baru dapat
berkata. Memang sekalipun dia memaksa diri untuk
menenangkan tenaga murninya, waktu habis berkata
dia tak kuat menahan darah yang bergolak keras,
huak.... mulutnya menghamburkan segumpal darah
segar sehingga bajunya berlumur Warna merah.
Nenek Ih yang sejak tadi menyaksikan adegan itu
bermula Ia tidak mau campur tangan karena
menganggap itu urusan di antara suami isteri. Dan
233 lagi dia takut kesalahan pada Kwan hujin. Tetapi
setelah melihat keadaan Kwan hujin barulah dia
berseru kaget, 'Siocia, engkau telah menderita luka
dalam!" Kwan hujin tertawa mengekeh, nadanya sinis, "Uh,
engkau juga memikirkan aku?"
Nenek lh menghela napas, "Siocia....
Tetapi sebelum dia sempat melanjutkan kata
katanya, dia terpaksa hentikan kata-kata itu. Dia
menyadari bagaimana perangai Kwan hujin dan dia
pun teringat bagaimana kedudukannya saat itu
dengan Kwan hujin.
Nenek lh hanya menghela napas dan Kwan hujinpun
tidak menggubrisnya lagi. Tanpa mengusap darah
yang berlumuran disudut mulut, ia tertawa aneh,
"Sebuah hantaman tidak dapat membunuh aku,
mengapa tidak lekas menyusuli hantaman yang kedua
lagi?" Setelah menghantam itu, nyali Kwan Pek Hong
berantakan. Dengan geraham bergemerutukan dia
berkata, "Aku.... aku.... aku....."
Tiga kali mengucap kata 'aku', dia tetap tak dapat
melanjutkan. Tiba-tiba Kwan hujin memekik aneh dan
sekali ayunkan tubuh dia melesat di samping Kwan
Pek Hong. Melihat isterinya hendak menuju ke tempat
Coh Hen Hong, Kwan Pek Hong terkejut. Dia menduga
isterinya tentu akan berbuat hal yang tak baik
terhadap anak itu.
234 Wut.... tanpa disadari, dia lancarkan pukulan yang
kedua Lagi. Tetapi pada saat itu tiba-tiba Kwan hujin
berbalik tubuh dan mengayunkan tangannya, plak....
terdengar letupan nyaring ketika kedua pukulan saling
beradu keras. Ilmu kepandaian Kwan Pek Hong itu hampir
seluruhnya berasal dari ajaran isterinya. Selama
bertahun-tahun ini, Kwan Pek Hong memang sudah
mencapai kemajuan sampai tataran enam tujuh
bagian. Sebenarnya kalau bertempur, jelas Kwan Pek
Hong tentu kalah.
Tetapi keadaan saat itu berlainan. Karena
sebelumnya Kwan hujin telah menderita pukulan
dahsyat sehingga menderita luka-dalam maka
keduanya dapat bentempur dengan berimbang.
Begitu pukulan beradu, keduanya sama-sama
mundur selangkah. Melihat suaminya berani beradu
pukulan, Kwan hujin makin marah. Dengan menjerit
jerit aneh karena menahan luap amarah, kembali
mulut Kwan hujin menyemburkan darah.
Melihat itu nenek Ih terus berseru keras, "Berhenti,
jangan dilanjutkan!"
Tetapi teriakan itu sudah terlambat. Sambil
memekik histeris, kedua tangan Kwan hujin direntang
lebar dan sepuluh jarinya yang seruncing kuku
harimau telah menerkam Pek Hong.
sebenarnya waktu bertempur itu, karena kalah
moril, Kwan Pek Hong sudah pecah nyalinya. Melihat
Kwan hujin menerkam, dia makin gugup. Sembari
menggerak gerakkan kedua tangannya dia berteriak,
235 "jangan, jangan, ja..... " belum sempat menyelesaikan
kata katanya yang terakhir. kesepuluh jari Kwan hujin
sudah menyusup kedalam leher Kwan Pek Hong. Kwan
Pek Hong menjerit ngeri dan serentak kedua
tangannya menghantam ke muka.
Sebelum mati berpantang ajar. Demikian keadaan
Kwan Pek Hong. sebelum dia menghembuskan napas
yang terakhir, dia kerahkan seluruh tenaganya untuk
mendorong. Maksudnya supaya Kwan hujin tersiak ke
belakang. Tetapi karena dia mengerahkan sisa tenaga yang
masih ada padanya, sudah tentu tenaganya bukan
alang kepalang dahsyatnya.
Bum.... Kwan hujin mencelat ke belakang dan terus
rubuh. Dengan begitu cengkeramannya pada leher
Kwan Pek Hong terdapat sepuluh Lubang kecil, darah
segar menyembur keluar dari lubang2 itu. Dia
terhuyung-huyung kebelakang dan terus rubuh ke
tanah. Kwan Pek Hong mengangakan mulut seperti hendak
bicara tetapi tak dapat mengeluarkan suara sedikitpun
juga lalu putus jiwanya. Dia takut setengah mati
kepada isterinya tapi toh akhirnya tetap mati dengan
sang isteri. Dua buah pukulan yang dilancarkan itu,
telah dapat menuntutkan balas untuk kematiannya.
Setelah rubuh kebelakang, Kwan hujin gelundungan
kian kemari sampai sepuluh kali, dari ketujuh lubang
tubuhnya darah segar mengalir seperti aliran air.
Nerek Ih bingung tak keruan. Dia meletakkan
karungnya dan lari menghampiri lalu mengangkat
236 kepala kwan hujin, "Siocia, siocia, eng.... kau
bagaimana" Apakah engkau membawa pil ceng-longtan?"
Kwan hujin deliki mata. Kerongkongannya
berkerucukan tetapi tak dapat menjawab lagi.
Melihat peristiwa yang menyedihkan itu. tiba-tiba
Pui Tiok mendapat akal. Kalau saat itu dia tidak lekaslekas
melarikan diri, habis mau tunggu kapan lagi"
Cepat dia loncat turun dari pohon, melesat ke muka
dan menarik tangan Coh Hen Hong "Lekas lari.... "
Dia terus menarik anak perempuan itu ke belakang
tempat karung. Waktu Pui Tiok melayang turun dari pohon,
kebetulan neneh lh sedang menumpahkan perhatian
untuk menolong Kwan hujin. Sama sekali dia tak
sempat membagi perhatiannya akan gerak gerik Pui
Tiok itu. Sebenarnya tujuan Pui Tiok hanya hendak
membawa lari Coh Hen Hong. Tetapi ketika tiba dekat
karung, dia melihat karung itu bergerak gerak seperti
ada isinya yang keroncalan. Dia mengira kalau salah
lihat dan diapun berhenti.
Benar. Karung itu bergerak-gerak terus. Pui Tiok
heran. Dia berpaling kearah nenek Ih. Saat itu nenek
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ih sedang melekatkan kedua tangannya untuk
memegang punggung dan dada Kwan hujin. Nenek itu
lalu duduk bersila untuk menyalurkan tenaga
murninya ke tubuh Kwan hujin.
237 Dalam keadaan seperti itu jelas tak mungkin nenek
Ih akan menghiraukan segala apa yang terjadi di
sekelilingnya lagi. Kalau dia sampai membagi
perhatian pada lain2 hal tentu dia akan menderita
peristiwa yang mengerikan yaitu yang disebut Coh
hwe jip mo. Coh hwe jip mo adalah istilah dalam ilmu
silat yang menyatakan karena salah berlatih maka
tenaga-dalam tidak berjalan pada saluran yang wajar
tetapi tersesat membinal kemana mana. Akibatnya,
urat-urat jalandarah putus dan orangnya kalau tidak
cacat tentu mati.
Sebagai seorang yang berkepandaian tinggi, sudah
tentu Pui Tiok tahu akan keadaan nenek lh. Serentak
timbullah keinginan tahu pada karung itu. Dia segera
menyambar karung itu, ah.... ternyata tidak berapa
beratnya. Tanpa peduli apa isinya, dia terus
memangul karung itu, menarik tangan Coh Hen Hong
lalu melanjutkan larinya.
Dalam beberapa kejab saja dia sudah mencapai 6-7
li. Sudah tentu Coh Hen Hong tak kuat karena
kehabisan napas.
"Aku tak kuat lari, aku tak kuat lari!" teriaknya
karena kakinya melentuk lemas.
Pui Tiok memandang ke sekeliling. Ternyata dia
sudah tiba diluar lembah sebuah bukit.
"kita masuk kedalam lembah itu, lekas, kalau tak
mau jalan, terpaksa kutendang!" kata Pui Tiok.
Dengan napas tersengal-sengal, anak itu
mendamprat, "Keparat, engkau berani?"
238 Pui Tiok marah Dia benar-benar melakukan yang
dikatakan, Coh Hen Hong berusaha menghindar tetapi
sudah tentu kepandaian Pui Tiok lebih tinggi. Dia
memang hendak suruh anak itu merasakan sedikit pil
pahit. Pok.... tendangannya tepat mengenai pantat
Coh Hen Hong. Walaupun gadis kecil itu tidak sampai
terlempar ke udara tetapi pun - terlempar jatuh dan
bergelundungan ke muka.
Pui Tiok memburu maju dan menyusuli lagi dengan
tendangan. Demikian dengan cara memperlakukan
Coh Hen Hong seperti bola, akhirnya gadis kecil itu
dapat digiring masuk ke dalam lembah.
Waktu berguling-guling itu Coh Hen hong masih
tetap memaki-maki. Setelah masuk ke dalam lembah,
pakaian anak perempuan itu robek di berapa tempat,
wajah lesi mata bengap, tetapi mulutnya tak pernah
berhenti memaki. Pui Tiok benar-benar mengkal tetapi
tak dapat berbuat apa-apa.
"Kalau engkau masih tetap memaki maki saja, akan
kukuburmu hidup2an," akhirnya ia mengancam.
Coh Hen Hong tertegun kemudian tertawa
mengejek. "O, kiranya engkau seorang keparat yang
takut dimaki. Kalau begitu aku tak memaki"
Dada Pui Tiok seperti mau meledak. Setelah deliki
mata kepada anak itu beberapa saat,
kemarahannyapun mulai reda. Dia menurunkan
karung hendak membuka tali pengikatnya.
Ternyata karung itu diikat beberapa kali dengan
cara tali pati, Berjam-jam lamanya membuka, Pui Tiok
tak berhasil. 239 "Uh, membuka tali karung saja tak mampu hm,
kecuali hanya mampu menghina seorang anak
perempuan, apa sih kepandaianmu itu?" ejek Coh Hen
Hong Tak dapat membuka tali sudah cukup
menjengkelkan apalagi masih terus menerus diejek
Coh Hen Hong, seketika meluaplah kemarahan Pui
Tiok. Sring, dia mencabut pedang kecil.
Melihat Pui Tiok mencabut pedang, Coh Hen Hong
yang cerdik, menyadari bahwa kalau dia terus
menerus mengejek, tentulah akan menderita akibat
yang tak enak. Maka diapun Lalu diam.
Sebenarnya Pui Tiok bukan mau menyembembelih
Coh Hen Hong. Tetapi waktu tak mendengar Coh Hen
Hong buka suara lagi, diam-diam dia gembira. Dia
segera berbalik tubuh menghadap Coh Hen Hong
sembari menggerak-gerakan pedang.
Coh Hen Hong berubah wajahnya, "Engkau....
engkau mau apa?"
Pui Tiok hendak menggertaknya, "Aku hendak
memotong lidahmu. Akan kulihat apakah engkau
masih dapat bicara kurang ajar kepadakul"
Coh Hen Hong makin kaget. Dia diam saja, "Lekas
berjanji kalau engkau tak berani memaki maki aku
lagi!" gertak Pui Tiok.
"Walaupun mulut tidak memakimu tetapi kalau
dalam hati aku tetap memaki engkau, toh sama saja.
240 Engkau bisa berbuat apa kepadaku?" balas Coh Hen
Hong. Pui Tiok mengawasi anak itu beberapa jenak.
Walaupun masih begitu kecil tetapi wataknya begitu
keras tak mau tunduk. Kalau melihat air mukanya,
anak itu takut mati tetapi toh tetap berkata begitu.
Benar-benar bandel dan keras kepala.
Entah bagaimana diam-diam Pui Tiok malah kagum
dan tak mau menggertaknya lagi. Sejenak tertawa dia
lalu berputar tubuh dan menabas mulut karung.
Pui Tiok tak tahu nama dan asal usul karung merah
Itu. Bahwa sekalipun hanya karung tetapi tak ada
senjata di dunia ini yang mampu menabas pecah
karung itu kecuali dua buah pedang pusaka. Kebetulan
salah sebatang pedang Pusaka itu berada di tangan
Pui Tiok. Maka sekali tebas, karung itupun berlubang
besar. Tiba-tiba terdengar suara orang merintih.
Pui Tiok terkesiap kaget. Memang tadi dilihatnya
karung itu bergerak-gerak seperti keroncalan tetapi
dia tak pernah menyangka sama sekali kalau karung
itu berisi manusia.
Mendengar suara orang merintih, dia terkejut lalu
membungkuk untuk memeriksa. Apa yang dilihatnya,
makin membuatnya kaget bukan kepalang.
Ternyata yang berada dalam karung itu bukan lain
adalah Kwan Beng Cu yang saat itu dalam keadaan
setengah pingsan dengan tubuh melingkar.
Pui Tiok cepat menyimpan pedang lalu menolong
Kwan Beng Cu keluar. Kemudian Pui Tiok menepuk
241 ubun kepala gadis kecil itu. Kwan Beng Cu baru
tersadar. "Di mana aku ini?" serunya seraya memandang kian
ke mari. "Mengapa engkau dapat dimasukkan ke dalam
karung oleh seorang nenek berambut putih?" tanya
Pui Tiok. Saat itu kesadaran pikiran Kwan Beng Cu sudah
mulai pulih. Dia lalu menceritakan bagaimana dia
sampai dimasukkan ke dalam karung oleh seorang
nenek. "Ya, seorang nenek berambut putih yang namanya
Ih pohpoh. Tetapi mengapa aku dapat berada dalam
karung?" tanyanya heran.
Memang pada waktu peristiwa itu terjadi, pandang
mata Kwan Beng Cu menjadi gelap dan dia tidak tahu
apa yang terjadi pada dirinya lagi karena pingsan.
"Ya, biarlah. Peritiwa Itu sudah lalu dan engkaupun
telah kutolong, "Pui Tiok menghibur.
Tiba-tiba Kwan Beng Cu memandang kepada Coh
Hen Hong yang berada di samping. Dia menyeringai,
"Pui toako aku tak jadi ke Peh-hoa-nia saja"
Pui Tiok terbeliak, "itu.... itu.... "
Sebenarnya dia hendak mengatakan 'itu
bagaimana'. Tetapi tiba-tiba terlintas sesuatu dalam
benaknya sehingga dia tak melanjutkan kata-katanya.
242 Sekarang andaikata dia membawa Kwan Beng Cu
ke Peh-hoa-nia, pun tak ada artinya lagi. Sebenarnya
rencananya membawa gadis kecil itu ke Peh-hoa-nia
adalah untuk memikat supaya Kwan Pek Hong
menyusul ke Peh hoa-nia. Di sana nanti Kwan Pek
Hong dapat ditekan supaya mengembalikan kitab
pusaka Ih-su-keng sebagai penukar Kwan Beng Cu.
Jelasnya, Kwan Beng Cu akan dijadikan sandera.
Tetapi karena sekarang Kwan Pek Hong suami isteri
sudah meninggal, lalu apa gunanya lagi Sejenak
kemudian baru dia dapat berkata, "Itu.... tak apalah."
"Kalau begitu lekaslah antarkan aku pulang," kata
Kwan Beng Cu, "setiba di rumah, ayah bundaku tentu
berterima kasih kepadamu."
Mendengar itu tergetarlah perasaan Pui Tiok.
Mengantarkan Kwan Beng Cu pulang" Sekarang
dimanakah rumahnya" Memang gedung keluarga
Kwan yang megah mewah itu masih berdiri tetapi
bukankah Kwan Pek Hong dengan isterinya sudah
binasa" Beberapa saat Pui Tiok terlongong-longong tak
dapat bicara. Kwan Beng Cu tak senang berada bersama Coh Hen
Hong. Melihat Pui Tiok berayal tak mau nenjawab, Ia
tak sabar lagi dan berseru, "Engkau mau
mengantarkan aku pulang atau tidak?"
Pui Tiok menghela napas, "Nona Kwan, ha.... rap
engkau jangan.... bersedih."
243 Kwan Beng Cu terkesiap, "Ih. tak ada apa-apa
mengapa aku bersedih" Kalau mau bilang apa, lekas
bilang dengan terus terang, jangan mengguguk
begitu." Sebenarnya Pui Tiok dengan Kwan Beng Cu itu
berada di fihak yang bermusuhan. Tetapi Pui Tok
merasa berterima kasih karena mendapat pinjaman
pedang pusaka dari Kwan Beng Cu.
Pui Tiok merasa sukar untuk memberitahu kepada
Kwan Beng Cu tentang musibah yang telah menimpa
kedua orang tuanya. Dia tampak bingung dan
bersangsi sampai beberapa saat.
rupanya Coh Hen Hong juga tak sabar melihat
tingkah laku Pui Tiok. Dia tertawa dingin dan berseru,
"Sungguh tak pernah terdapat seorang lelaki dewasa,
mau omong saja kok tidak berani"
Pui Tiok deliki mata lalu berkata, "Nona Kwan, ayah
dan mamamu, mereka.... mereka sudah meninggal
semua...."
Akhirnya Pui Tiok memberitahu juga. Dia duga
Kwan Beng Cu tentu akan menangis menggerunggerung.
Tetapi diluar dugaan Kwan Beng Cu hanya
tertegun lalu tertawa geli. Sudah tentu Pui Tiok
melonjak kaget. Dia mengira karena menderita shock
(goncangan batin) mendadak Kwan Beng Cu jadi gila.
"Engkau..... mengapa malah tertawa" serunya.
Kwan Beng Cu menjawab dengan tandas, "Mengapa
tidak tertawa" Engkau hendak menipu aku. Melihat
244 gerak gerikmu hendak membohongi itu, aku tak kuat
menahan geli."
Pui Tiok menghela napas longgar, pikirnya, "O,
kiranya dia tak percaya pada keteranganku."
"Aku tidak membohongi engkau. apa yang
kukatakan Itu memang sungguh," katanya.
Kwan Beng Cu menyengir, "Sudahlah, jangan
omong lagi. Makin engkau omong, aku makin tak
percaya. Dengarkan, jangan lagi ayahku itu seorang
tokoh yang berkepandaian tinggi dan jarang ada orang
yang dapat menandingi. Pun mamaku juga seorang
yang hebat. Dia pernah memberitahu kepadaku,
dalam dunia ini yang mampu mengalahkannya
hanyalah engkongku saja. Dan engkongku itu apabila
ke luar ke dunia persilatan, tentu didahului oleh
delapan ekor burung garuda hijau yang membuka
jalan. Dia masih berada pada jarak beratus-ratus li,
orang-orang sudah tahu. Apakah sekarang engkau
pernah mendengar engkong muncul di sekitar tempat
ini" Bagaimana kedua orang tuaku sampai mati?"
JILID 6 Kwan Beng Cu bicara panjang lebar menerangkan
asal usul dirinya dengan bangga. Coh Hen Hong yang
mendengar jelas, diam-diam merasa iri. Kwan Beng
Cu mempunyai seorang yang begitu hebat, sebaliknya
dia" Jangan lagi engkong, sedang ayah saja dia tak
tahu siapakah ayahnya itu.
Tidak demikian dengan Pui Tiok, Wajahnya pucat
dan dengan mulut terganga, dia memandang Kwan
245 Beng Cu lalu menuding. Dia hendak berkata tetapi tak
keluar suaranya. Rupanya dia dicengkam rasa kejut
yang hebat sekali.
Melihat keadaan anak muda itu, Kwan Beng Cu
tertawa, "Tuh lihat kalau orang kecele mau
membohongi orang. Tentu begitu jadinya... ."
"Bukan begitu, bukan begitu," Pui Tiok gopoh
membantah. Dia terbata bata bukan karena hendak membohongi
dan ketahuan tetapi karena terkejut. Maka setelah
membantah, dia masih terengah-engah dan berkata
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lagi, "Nona Kwan, engkau.... engkau bilang....
Engkongmu itu kepala dari istana Ceng te-kiong?"
Kwan Beng Cu merentang mata lebar-lebar," Apa
itu sih kepala istana Ceng-te-kiong atau bukan Aku
tidak tahu."
Pui Tiok menelan air liurnya. "Tadi engkau sendiri
yang bilang. Kalau engkongmu keluar, dunia
persilatan tentu gempar karena ada delapan ekor
burung garuda yang membuka jalan. Benarkah itu?"
"Itu mama yang bilang," kata Kwan Beng Cu,
"mama sangat sayang kepadaku, masa dia akan
membohongi aku seperti engkau itu"'
Tubuh Pui Tiok gemetar dan mundur beberapa
langkah. Untung di belakangnya terdapat segunduk
batu besar sehingga dia dapat memegang untuk
berdiri tegak. 246 "Kutahu, kutahu," serunya terengah- engah.
"Ih, Pui toako, engkau ini bagaimana?" seru Kwan
Beng Cu terkejut heran.
"Rupanya punya sakit ayan," tiba-tiba Coh Hen
Hong menyela. Kwan Beng Cu berpaling dan berteriak, "Jangan
omong tak karuan!"
Coh Hen Hong berkacak pinggang dan menantang,
"Aku mengatakan memang dia sakit ayan. Apa hakmu
hendak melarang aku" Uh, tak tahu diri!"
Kwan Beng Cu seorang anak perempuan yang
dibesarkan dalam alam kemanjaan. Tak pernah dia
mau kalah bicara dengan orang. Mendengar kata-kata
Coh Hen Hong, seketika wajahnya berubah tegang2
pucat. Dia tak tahu bagaimana bertengkar mulut
dengan orang maka dia hanya menggentak-gentakkan
kaki ke tanah dan berseru, "Coba bilang lagi, coba
bilang lagi!"
Kebalikannya Coh Hen Hong Itu seorang anak yang
dibesarkan di kalangan miskin. Hidupnya mengembara
dan tinggal di lorong2 yang kotor, Sudah tentu dia
sering ribut-ribut dengan orang. Memaki dan
berkelahi, sudah menjadi kehidupannya sehari-hari.
Saat itu dia busungkan dada dan tegakkan kepala,
berseru, "Sudah tentu aku akan bicara lagi. Engkau ini
mahluk apa sih berani melarang aku tak boleh bicara"
Awas, kalau sampai kurobek mulutmu yang busuk
itu." 247 karena marahnya Kwan Beng Cu sampai tak dapat
bicara. Sedang Coh Hen Hong dengan santai dan
bebas dapat menghamburkan isi hatinya. Entah
bagaimana, saat itu Kwan Beng Cu malah tidak marah
lagi. Dia terpesona mendengar caci maki yang kotor
dari Coh Hen Hong.
Beberapa saat kemudian baru dia berputar tubuh
dan berseru, "Pui toako, mengapa engkau diam saja?"
Pui Tiok memang masih terbenam dalam rasa kejut
sehingga mulutnya masih mengoceh, "Kutahu..,
kutahu . . "
Yang dimaksudkannya adalah bahwa sekarang dia
mengerti apa sebab ketika co-poan Siu Peng dari Peh
hoa-kau melihat wajah Kwan hujin seketika
semangatnya terbang dan pikirannya hilang.
Diapun mengerti mengapa beberapa tokoh Pehhoa-
kau yang hendak membantunya, melihat Kwan
hujin terus lari ter kencing-kencing.
Diam-diam dia merasa beruntung karena
pengalamannya kurang dan tak tahu siapa Itu Kalau
tahu, mungkin dia juga akan linglung.
Karena masih dicengkam ketegangan yang
mendebarkan itu setelah Kwan Beng Cu
memanggilnya beberapa kali, barulah dia terkejut.
Tetapi Coh Hen Hong juga pintar. Setelah Pui Tiok
menjawab seruan Kwan Beng Cu, dia terus tutup
mulut tak mau memaki lagi,.
"Pui toako, dengarkanlah," seru Kwan Beng Cu.
248 Pui Tiok gelagapan dan buru-buru menumpahkan
perhatian untuk mendengar tetapi dia tidak
mendengar apa-apa, "Ada apa?"
Kwan Beng Cu menuding Coh Hen Hong, "Dia
memaki-maki aku!"
Pui Tiok yang masih tegang, begitu mendengar
keterangan itu, dia serentak mengangkat tangan
hendak memukul Coh Hen Hong. Tetapi Coh Hen Hong
cepat melengking, "Jangan sewenang-wenang
memukul orang! Coba tanya kepadanya, aku memaki
apa kepadanya!"
Pui Tiok hentikan tangannya dan berpaling kepada
Kwan Beng Cu. karena marah, wajah Kwan Beng Cu
berubah-ubah tidak keruan.
Caci maki Coh Hen Hong itu kasar dan kotor
bagaimana mungkin dia dapat menirukan"
Rupanya Pui Tiok sudah mempunyai gambaran apa
yang terjadi tadi. Buru-buru dia berseru, "Sudahlah,
jangan ribut-ribut saja."
Dia menarik napas lalu berkata pula, "Nona Kwan,
aku bukan membohongi engkau. Memang sungguh,
ayahbundamu telah meninggal. Mereka tidak
meninggal karena bertempur dengan musuh."
Kwan Beng Cu kerutkan sepasang alis, tanyanya
"Engkau berkata apa itu" Masa mereka bunuh diri
sendiri?" 249 Pui Tiok gelengkan kepala, "Juga bukan. Mereka,
mereka.... karena suatu hal lalu bertengkar dan saling
berhantam sendiri sampai akhirnya keduanya
menderita luka parah dan meninggal seketika."
Kwan Beng Cu tetap gelengkan kepala, "Itu lebih
ngawur lagi. Ayah selalu menurut pada mama
;Bagaimana mungkin dia berani melawan mama"
Sudah, jangan omong tak keruan, lekas antarkan aku
pulang!" Karena penjelasannya tak dipercaya, Pui Tiok tak
dapat berbuat apa-apa. Tiba-2 Hen Hong tertawa dan
bertepuk tangan, "Aya, kiranya yang saling bunuh itu
ayah ibunya?"
Pada saat Kwan Pek Hong dan isterinya ber tempur,
yang menyaksikan adalah Pui Tiok dan Coh Hen Hong.
Tetapi Coh Hen Hong tak tahu siapakah kedua suami
isteri itu. Pun tak tahu kalau Kwan Beng Cu itu
ternyata anak mereka. Demi mendengar kedua
orangtua Kwan Beng Cu telah menderita kematian
yang mengerikan, bukan saja ikut bersedih,
kebalikannya Coh Hen Hong malah gembira. Dia
tertawa sambil bertepuk tangan.
Dengan muak Pui Tiok memandang gadis kecil itu
dan membentak, "Engkau gembira apa?"
Coh Hen Hong tertawa, "Ayah ibunya mati secara
begitu menyenangkan. itulah sebagai pembalasan
untuk seorang mahluk kecil. Mengapa aku tak harus
bergembira?"
Pui Tiok tertawa dingin, "Jangan terlalu pagi
bergembira dulu."
250 Sebenarnya Pui Tiok enggan untuk mengatakan apa
hubungan Coh Hen Hong dengan Kwan Pek Hong.
Menurut kesan yang disaksikan saat itu. Tetapi dia tak
kuat menahan kemuakannya melihat tingkah laku Coh
Hen Hong yang begitu gembira atas kematian suami
isteri Kwan Pek Hong.
Serentak dia berseru, "Baik, engkau boleh bersukaria
sepuas-puasmu. Tetapi tahukah engkau bahwa
ayahnya itu juga ayahmu?"
Mendengar Itu Kwan Beng Cu dan Coh Hen Hong
sama-sama terbeliak. Coh Hen Hong berhenti tertawa.
"Pui toako, engkau bilang apa?" cepat Kwan Beng
Cu berseru. "Tutup mulutmu!" teriak Coh Hen Hong dengan
nyaring, "siapapun jangan bicara!"
Napasnya terengah dan dia memandang Pui
Tiok,"Siapakah engkau" Lelaki yang mati itu apa benar
bernama Kwan Pek Hong?"
"Fui! Apakah ..engkau pantas menyebut nama
ayahku?" teriak Kwan Beng Cu.
Pui Tiok memberi isyarat tangan agar gadis kecil itu
jangan bicara, kemudian dia baru menjawab
pertanyaan Coh Hen Hong, "Benar, lelaki itu memang
Kwan Pek Hong. sekarang tertawalah, bergembira
karena dia itu sebenarnya juga ayahmu sendiri"
Pui Tiok mengira Coh Hen Hong tentu akan
menyesal dan bersedih. Tetapi siapa tahu, setelah
251 tertegun sejenak, tiba-tiba Coh Hen Hong tertawa
nyaring. "Bagus, memang pantas kalau mati. Hanya sayang
tidak mati di tanganku serunya.
Pui Tiok bukan seorang kuncu (gentleman) yang
berbudi. Dia berhati licik dan kejam. Tetapi orang
yang berhati seperti Coh Hen Hong, baru pertama kali
itu dia bertemu. Sesaat dia tertegun tak dapat berkata
apa-apa. Bermula Kwan Beng Cu tak percaya kalau ayah
ibunya meninggal. Tetapi pada saat itu setelah
mendengar pembicaraan Pui Tiok dan Coh Hen Hong,
mau tak mau dia mulai percaya. Seketika wajahnva
berobah dan cepat ia menarik tangan Pui Tiok.
"Pui toako, engkau.... apakah berkata.. dengan
sesungguhnya?" tanyanya dengan nada gemetar.
Pui Tiok menghela napas, "Mengapa aku harus
membohongi engkau" Kalau aku sampai bohong,
semoga langit dan bumi menumpasku, jangan sampai
mati dengan tenang."
Wajah Kwan Beng Cu makin tak sedap di pandang.
Mulut menganga mau bicara tetap sepatahpun tak
keluar. Beberapa saat kemudian baru dia dapat
berseru, "Mama . .
Hanya sepatah kata dan diapun terus rubuh tak
ingat diri lagi.
Pui Tiok gopoh mengangkat tubuhnya. Sepasang
mata gadis kecil itu mengatup rapat, napasnya lemah.
252 Pui Tiok cepat melekatkan telapak tangannya ke
punggung Kwan Beng Cu, menyalurkan tenaga
murninya untuk menolong.
Coh Hen Hong malah menyengir dan berseru dingin,
"Kurasa tidak perlu engkau menolongnya. Walaupun
engkau dapat menolongnya tetapi juga percuma
karena lambat atau cepat, kelak aku tentu akan
membunuhnya."
"Mengapa engkau berkata begitu?" bentak Pui Tiok,
"walaupun lain mama tetapi ayahmu juga ayahnya
jadi kalian ini kakak beradik"
Coh Hen Hong mendenguskan hidungnya dan
tertawa hina, "Aku ini bersaudara dengan dia" Apa
engkau rasa pantas" Hm, dia kan seorang cian-kim
siocia (puteri orang terhormat. Punya engkong yang
dikawal delapan ekor garuda. Sedang aku" Aku kan
anak seorang wanita yang membawa ular. Dan lagi
ular itu sekarang sudah dibunuh seorang keparat kecil,
apakah aku ini tacinya" Ah, aku tak berani naik
derajat sedemikian tingginya!"
Coh Hen Hong memang tajam sekali lidahnya.
Sekalipun Pui Tiok lebih tua tetapi kalau adu lidah,
jelas tentu kalah,
Pui Tiok dengan geram berkata, "Hm, jangan harap
engkau dapat membunuhnya. Tahukah engkau kalau
dia bukan keturunan orang sembarangan?"
Coh Hen Hong benar-benar seperti anak kambing
yang tak takut harimau. Dia tertawa dingin, "Tahu,
tahu, bukankah dia mempunyai engkong delapan
253 garuda" Uh, apanya yang dibanggakan Apakah aku
takut?" Mendengar itu wajah Pui Tiok berobah. Pikirnya,
lebih baik tak usah melanjutkan bicara dengan gadis
liar itu kalau dilanjutkan, siapa tahu gadis itu akan
ngoceh lebih tak keruan lagi.
Kebetulan saat itu Kwan Beng Cu sudah siuman. Pui
Tiok tak mau mempedulikan Coh Hen Hong lagi
"Nona Kwan, bagaimana keadaanmu?" tanya nya
kepada Kwan Beng Cu.
Sebelum nona kecil itu menyahut, airmatanya
membanjir turun dan sambil menangis dia berkata,
"Mama telah meninggal, lalu aku bagaimana" Aku
bagaimana?"
Sungguh memilukan sekali mendengar ratap tangis
gadis kecil itu. Memang sungguh suatu pukulan yang
dahsyat dalam batinnya. Dari seorang puteri yang
manja, tiba-tiba dia menjadi seorang anak sebatang
kara. Sebelum Pui Tiok dapat menemukan kata-kata
untuk menjawab, tiba-tiba terdengar suara seorang
nenek tua berkumandang. Jelas orangnya masih jauh
tetapi suaranya sudah berkumandang menusuk
telinga. Dengan jelas dan tegas suara itu berseru,
"Beng Cu, engkau berada di mana?"
Mendengar suara itu seketika Pui Tiok terbelalak,
demikian pula Kwan Beng Cu yang serentak berseru
tertahan, "Ih pohpoh . .
254 "Dialah yang memasukkan engkau ke dalam karung
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu," kata Pui Tiok.
"Ah," desah Kwan Beng Cu, "Waktu sedang bicara
dengan dia tiba-ciba mataku gelap dan aku terus tidak
ingat apa-apa lagi. Kiranya dia telah memasukkan aku
kedalam karung.. Dia... mengapa berbuat begitu?"
"Entah, aku juga tak tahu," kata Pui Tiok Waktu
keduanya sedang bicara, kembali suara nenek Ih
terdengar lagi, "Engkau di mana Lekas engkau sahut!"
"Engkau akan melayaninya atau tidak?" tanya Pui
Tiok pelahan. Kwan Beng Cu menangis lagi, katanya, "Aku tak
tahu, aku .... tak tahu apa-apa."
Pui Tiok memegang tangan gadis kecil itu, "Beng
Cu, dengarkan. Jangan engkau kebingungan begitu
rupa. Sekarang atau besok, akhirnya setiap orang itu
akan mati. Dan engkaupun bukan seorang anak kecil
lagi. engkau dapat berdiri sendiri, mengambil
keputusan sendiri. Lihatlah dia....... ."
Pui Tiok menepuk si gadis liar Coh Hen Hong lalu
melanjutkan berkata. "Bukankah sebaya umurnya
dengan engkau" Mengapa dia dapat berdikari dan
sedikitpun tak merasa sedih?"
Mendengar itu seketika wajah Coh Hen Hong
berobah, serunya, "Engkau ini bicara apa Itu" Apakah
mamaku juga meninggal?"
Sebenarnya Pui Tiok enggan bicara dengan Coh Hen
Pendekar Aneh Naga Langit 14 Pengemis Binal 20 Asmara Putri Racun Romantika Sebilah Pedang 5