Pencarian

Cula Naga Pendekar Sakti 4

Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe Bagian 4


jenggot orang. Semua orang terkesiap, karena si
Jenggot pasti tak bisa berkelit lagi dan jenggotnya
yang begitu indah akan segera tergunung putus.
Tapi ada suatu hal yang tidak diketahui Kam
Siang Cie berempat. Jenggot Thian Tee Jie Kui
262 bukannya jenggot biasa, sebaliknya justeru "senjata"
yang dapat digunakan seperti Joanpian. Demikianlah
pada detik yang sangat berbahaya ia
menggoyangkan kepalanya dan jenggot itu segera
menggulung gunting Tung Yang, yang lalu
dibetotnya. "Hei, Jenggot!" teriak Tung Yang. "jenggotmu
benar-benar lihay !" Untuk sejenak mereka berkutet.
Jenggot Thian Tee Jie Kui membetot gunting, sedang
tangan Tung Yang tetap menjepit pedang sikate.
Untuk kesekian kalinya Tung Yang tertawa
berkakakan. "Menarik, sungguh menarik !" katanya.
Sekonyong-konyong, berkelebat sesosok
bayangan yang gerakannya cepat luar biasa,
menghantam punggung Tung Yang.
Kam Siang Cie berempat menduga bahwa
bokongan itu, yang dikirim secara mendadak, tak
akan dapat dikelit lagi. Tapi, pada detik yang
menentukan seperti kilat tangan Tung Yang
menyanggah bawah ketiak orang itu, yang tenaga
pukulannya segera dapat dipunahkan.
"Bangsat !" maki orang itu dengan suara gusar.
"Mari kita adu jiwa !"
"Akur !" menyambut Tung Yang. "Kukira ini lebih
menarik, untuk menyelesaikan persoalan kita !"
263 Ternyata orang yang membokong itu seorang
wanita yang mencelat keluar dari dalam goa. Dialah
Thian Tee Jie Kui yang kedua. Keadaannya juga luar
biasa. Si Jenggot sudah luar biasa keadaannya,
wanita ini malah lebih luar biasa lagi, Tubuhnya
tinggi, lebih tinggi dari ketinggian badan wanita
umumnya, kurang lebih sembilan kaki, jangkung
sekali. Yang menyolok adalah rambutnya, yang
seperti tumbuh hanya beberapa helai saja
dikepalanya, jarang benar, mendekati gundul.
Mukanya yang jelek jadi tambah jelek dengan
tambutnya seperti itu. Bajunya juga berwarna hijau
seperti baju si Jenggot. Karena tadi Tung Yang memunahkan bokongan
Thian Tee Jie Kui yang perempuan, si Jenggot
memiliki kesempatan untuk menjauhi Tung Yang.
Pedangnya diputar, sambil menikam memaksa Tung
Yang melepaskan jepitannya, dan ia sudah terpisah
lima tombak dari Tung Yang.
Si Jangkung sudah menghunus pedangnya. Tadi
dia mengikuti jalannya pertempuran, ia memperoleh
kenyataan keadaan tidak menguntungkan suaminya,
maka ia muncul sambil membokong, Pedang di
tangannya di kibaskan. "Mari mulai !" katanya. "Aku ingin meliliat berapa
jauh sudah kau latih ilmu anjingmu itu !"
Tung Yang tertawa terbahak-bahak. "Ya, memang
kebetulan sekali, adanya kalian aku bisa berlatih
264 untuk melihat berapa jauh ilmu yang telah kulatih
memperoleh kemajuan !"
Si Jenggot menggelengkan kepala "Tidak ! Tidak
adil! Nanti kalau kita menang, dia bilang kita
mengandalkan jumlah banyak menindas dia !
Pergilah kau jemput gundikmu, bawa kemari ! kami
akan menunggu !" He, he, kau suruh aku jemput isteriku " Ooo, aku
tahu tentu kau sudah rindu ingin melthal betapa
cantiknya isteriku, bukan?"
Muka si Jenggot jidi merah padam, tambah
menakutkan saja dengan mukanya seperti mayat.
Isteri si Jenggot, si jangkung, tidak sabar lagi.
Pedangnya menyambar menikam dada Tung Yang.
Tapi Tung Yang tiga kali bisa menghindarkan. Si
Jenggot juga tidak tinggal diam, karena ia tahu
isterinya tidak mungkin sanggup menghadapi Tung
Yang seorang diri, pedangnya berkelebat menikam
Tung Yang. Semakin lama semakin hebat. Sesudah lewat
beberapa jurus lagi, si Jenggot segera bersilat
dengan ilmu Kim Liong Hie Sui (Naga Emas Memain
Di Air). Dengan berkesiuran angin yang menderuderu,
pedangnya mengancam beberapa bagian
berbahaya di tubuh Tung Yang.
265 Dikepung dua lawan tangguh, Tung Yang jadi
sibuk juga. Beberapa kali gunting kecilnya sempat
menangkis pedang si Jangkung.
Tadi Tung Yang meremehkan si Jenggot, tapi
sekarang ia baru mengerti bahwa kalau maju berdua
bersama-sama, Thian Tee Jie Kui benar-benar hebat.
Si Jenggot seperti burung yang tumbuh sayap,
kepandaiannya jadi beberapa kali lipat dibandingkan
tadi. Rupanya ilmu pedang si Jenggot dengan ilmu
pedang si Jangkung merupakan ilmu pedang yang
dapat bekerja sama. Hati Tung Yang tercekat juga
"Hmm," pikirnya. "Kemajuan mereka ternyata tidak
kecil..." karenanya Tung Yang pun tidak berani
main-main, ia melayani dengan penuh kesungguhan.
Setelah bertempur beberapa jurus lagi, Tung
Yang mulai sibuk menghadapi kedua lawannya ini,
walau tidak sampai terdesak. Bahkan akhirnya Tung
Yang sudah menyimpan gunting kecilnya,
menghadapi dua lawannya lebih serius.
"Sampai kapanpun juga." kata si Jangkung,
"jangan harap kau bermimpi kami memberikan kitab
obat yaug kau inginkan itu !"
"Hmm. tanpa kitab obat itu akupun sudah bisa
meramu obat-obat yang kuinginkan."
266 Tung Yang menyahuti sambil menghindar
tikaman pedang si jangkung pada pahanya. "Aku
tidak menginginkan lagi kitab obat itu !Kalian
memiliki pun tidak mungkin bisa mempelajarinya !"
Si Jangkung berseru bengis, pedangnya tiga kali
beruntun menikam. Tapi Tung Yang berhasil
menghindar. Namun, waktu ia ingin mengelak dari
tikaman ketiga, justeru pedang si Jenggot pun
menyambar punggung Tung Yang, membuatnya
kaget. Dia tersentak sedetik, tapi hal itu menyebabkan
pedang si Jangkung menyerempet lenganrya,
bajunya nya robek,kulit lengannya juga baret oleh
ujung pedang, darah mengucur.
Secepat kilat jari tangan Tung Yang menyentil
pedang si Jenggot, ia merasakan ujung jari
tangannya yang menyentil kesemutan, segera sadar
bahwa si Jenggot menikam dengan Lwekang yang
tinggi. Sedahgkan si Jenggot mundur, telapak
tangannya pedih akibat getaran sentilan Tung Yang.
Mempergunakan kesempatan itu Tung Yang
melompat mundur sampai tiga tombak, mereka
bertiga berhadapan. "Sekarang baiklah," kata Tung Yang dengan
muka bersungguh-sungguh, tangannya menghunus
pedangnya dari balik jubahnya. "Aku terpaksa
menghadapi kalian, karena kalian tampaknya tidak
267 seperti dulu lagi, yang mau mencampuri urusan
Kangouw dan mengadu domba perguruan demi
perguruan silat satu dengan yang lainnya ! Dulu aku
menghormati kalian, sebab kalian hanya mengejar
ilmu yang lebih tinggi... namun sekarang kalian
entah bekerja untuk siapa ingin mengadu domba
Siau Lim Sie dengan Bu Tong Pay ?"
"Apa pedulimu ?" Si Jangkung berteriak.
"Itu urusan kami yang tidak patut dicampuri oleh
kau ! Hari ini kau akan melihat bahwa Thian Tee Jie
Kui jauh lebih liehay dari kau dan kitab obat itupun
Syah menjadi milik kami, jika kau sudah kami
rubuhkan! Kedatanganmu kemari seorang diri, itu
salahmu sendiri ! Bagi kami kau datang berdua
dengan gundikmu atau sendiri sama saja tidak ada
perbedaan !" "Aku siap melayani kalian ! Tapi sebelum itu,
kembalikanlah dulu surat-surat yang kalian curi dari
murid Siauw Lim Sie, agar mereka bisa pergi
meninggalkan tempat ini dan kita bisa main sepuas
hati !" Tung Yang bilang. "janganlah jadi maling hina
yang cuma menginginkan surat-surat orang lain!"
Muka si jangkung dan si jenggot berobah. Si
Jangkung juga tertawa mengejek. "Tepat kiranya
dugaan kami, kau rupanya bekerja untuk Siauw Lim
Sie ! Baik, mulailah ! Setelah membereskan kau,
keempat anjing Siauw Lim itupun akan kubereskan
!" 268 Ketiga orang itu berhadap-hadapan, siap untuk
mengukur ilmu. Kam Siang Cie berempat mengawasi
tegang, mereka tahu akan ada tontonan yang luar
biasa, mungkin sulit mereka saksikan lagi seumur
hidup. Si Jenggot dan si Jangkung pun menyadari, Tung
Yang dengan pedangnya pasti jauh lebih liehay dari
sebelumnya, mereka tidak berani sembarangan
memulai. Dalam keadaan tegang dan sunyi seperti itu,
karena mungkin yang terdengar hanyalah suara
napas yang tertahan-tahan dari Kam Siang Cie
berempat, mendadak terdengar suara yang lembut
sekali, sabar luar biasa: "Omitohud, mengapa harus
saling bunuh " Bukankah Thian telah memberikan
kehidupan pada kalian dan kalian harus memelihara
kehidupan itu sebaik-baiknya ?"
Menyusuli suara yang lembut dan sabar itu,
muncul dua orang berjubah panjang warna kuning,
dengan kepala yang botak. Mereka dua orang
pendeta. Kam Siang Cie berempat melihat kedua
pendeta itu, yang satu berusia hampir empat puluh
tahun dan yang seorang lagi pendeta tua bampir
berumur 80 tahun dan tubuhnya kurus, segera
berseru girang. Berlari menghampiri, mereka
berlutut sambil memanggil : "Suhu ! Sucouw !"
Pendeta tua itu dengan sabar menggerakkan
tangan kanannya, memberi isyarat pada keempat
269 orang cucu murid itu bangun. Sedangkan muka
pendeta yang usianya lebih muda, yang dipanggil
Suhu (guru) oleh Kam Siang Cie berempat, sangat
guram, sepasang alisnya berkerut mengawasi Thian
Tee Jie Km berdua. "Jangan memberi penghormatan, jangan
memberikan penghormatan, kalian murid-murid
Siauw Lim Sie yang baik, sudah berusaha sekuat
kemampuan kalian untuk memulihkan keruwetan
yang akan terjadi itu. Bangunlah...!" kata pendeta
tua itu waktu Kam Siang Cie mengadu pada gurunya
tentang sikap Thian Tee Jie Kui yang tetap tidak mau
mengembalikan surat-surat penting yang telah
dirampas kedua iblis itu, malah menghina pintu
perguruan mereka. Tung Yang melihat kedatangan kedua pendeta itu
jadi kaget. Dia kenal pendeta tua itu, Wei Sin
Siansu, pendeta Siauw Lim Sie tingkat dua. Sampai
pendeta ini datang sendiri, berarti urusan benarbenar
sangat penting. Sedangkan pendeta yang
lebih muda guru Kam S ang Cie berempat, tidak
dikenal Tung Yang. "Siancai ! Siancai !" Wei Sin Siansu
merangkapkan kedua tangannya sambil melangkah
menghampiri Tung Yang. "Terima kasih atas bantuan
Tung Siecu!" Tung Yang cepat-cepat menyimpan pedangnya,
merangkapkan kedua tangannya menghormat pada
270 pendeta tua itu. "Siansu, apakah selama ini sehatsehat
saja ?" "Terima kasih, berkat doa Siecu keselamatan
Loceng cukup baik!" menyahuti pendeta itu sabar.
Mukanya pun penuh kasih, memaksa orang untuk
menghormatinya. Sinar matanya sangat bening,
tajam tapi mengandung kelembutan.
"Oooo ya, mana Tung Hu jin !"
"Kami telah mengobati luka seorang anak,
kebetulan kami bertemu dengan empat murid
Siansu. la sedang menunggui sambil meneruskan
pengobatan pada anak itu." Menjelaskan Tung Yang.
"Omitohud ! Apa yang terjadi pada anak itu?"
Tanya Wei Sin Siansu. "Apakah lukanya berat ?"
"Cukup berat, Siansu. Dia putera Giok Goanswee
yang sempat lolos dari tangan maut orang-orang
Yong Ceng !" Muka Wie Sin Siansu berobah guram, ia
merangkapkan kedua tangannya. "Omitohud,
semoga Thian bisa memimpin Kaisar itu..." katanya.
"Loceng pun sudah mendengar peristiwa itu. Kalau


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

urusan di sini sudah selesai, Loceng mgin bertemu
dengan anak Giok Goanswee itu. Sayang ! Sayang !
Jenderal setia seperti Giok Goanswee harus
menemui bencana seperti itu!"
271 Waktu Wei Sie Siansu tengah bercakap-cakap
dengan Tung Yang, guru Kam Siang Cie tampaknya
sudah tidak sabar. Dengan muka yang guram
pendeta ini melangkah maju mendekati Thian Tee
Jie Kui. Sepasang tangannya dirangkapkan dan
membungkukkan sedikit tubuhnya pada sepasang
iblis itu, katanya dingin : "Siauwceng Bun An Taysu
ingin memohon pada Jiewie (tuan berdua) agar mau
memberi sedikit muka terang pada Siauw Lim Sie
kami, mengembalikan surat-surat kami."
Melihat kedatangan Bun An Taysu berdua Wie Sin
Siansu. Thian Tee Jie Kui mulai bimbang. Kalau yang
datang hanya Bu An Taysu. jelas mereka tidak takut.
Tapi Wei Sin Siansu adalah pendeta yang sulit diukur
lagi. la termasuk pendeta yang disegani oleh semua
orang-orang Kangouw, sikapnya yang sabar dan
lembut memaksa semua orang menghormatinya,
kalau sampai Wei Sin Siansu turun tangan, bukanlah
hal ini sama saja berarti Thian Tee Jie Kui
memperoleh kesukaran yang tidak kecil"
"Hem, surat-surat itu kami peroleh bukan dengan
jalan mudah," kata si Jangkung dengan suara dingin.
"Apakah demikian gampang kalian memintanya
kembali ?" Sebetulnya Bun An Taysu sudah tidak sabar, tadi
dia mendengar pengaduan Kam Siang Cie tentang
perlakuan Thian Tee Jie Kui dan kemendongkolan
272 sudah membakar hati si pendeta. Hanya saja dia
masih berusaha membawa sikap yang sabar.
"Apa yang diinginkan Jiewie ?" tanyanya sambil
mengawasi Thian Tai Jie Kii bergantian. " iiirat-surat
itu milik kami, dan sudah selayaknya kalau kami
memintanya pula dari tangan Jiewie ..."
"Hemm, jika kalian inginkan surat-surat itu,
boleh! Boleh ! Kami akan mengembalikannya,
asalkan kalian bisa memenuhi persyaratannya !"
Kata si jangkung dingin. "Apa syarat-syaratnya ?" Bun An Taysu menegur.
"Kami akan mengembalikan surat-surat itu," kata
si Jangkung dingin, "Asal kau sanggup menerima
tiga kali pukulan kami berdua tanpa memberikan
perlawanan!" Muka Bu An Taysu berobah. Tangannya tahu-tahu
mencekal gagang pedang, dan "Sreeeettt !"
pedangnya terhunus. Mukanya memerah. "Jiewie
terlalu mendesak, terpaksa Siauwceng harus
meminta pengajaran dari Jiewie ..."
Rupanya habis kesabaran Bu An Taysu, iu
bermaksud menghadapi kedua iblis itu.
"Bun An. mundur !" Tiba-tiba terdengar perintah
Wei Sin Siansu. "Simpanlah pedangmu !" Wei Sin
Siansu melangkah ke depan Thian Tee Jie Kui. "Tadi
273 Jiewie bilang, asal kami bisa menerima tiga pukulan
Jiewie tanpa memberikan perlawanan, Jiewie akan
mengembalikan surat-surat itu " Dapatkah nanti
Jiewie menepati janji kalau tawaran Jiewie kami
terima ?" Si jangkung tertawa mengejek. "Kau sudah
terlalu tua dan pasti tidak akan sanggup menerima
tiga pukulan kami berdua, kami tidak akan
mengingkari janji, asal ada salah seorang di antara
kalian yang bersedia menerima tiga pukulan dari
kami tanpa memberikan perlawanan !"
"Omitohud ! Loceng bersedia menerimanya !
Tulang-tulang tua Loceng bersedia menerima tiga
pukulan kalian!" Sabar sekali suara Wei Sin Siansu.
"Nah, silahkan Jie wie !" Wei Sin Siansu
merangkapkan kedua tangannya, memejamkan
mata, bersiap-siap menerima pukulan kedua iblis itu.
Kaget semua orang Bun An Taysu sampai
berseru: "Suhu "!" tapi Wei Sin Siansu tidak
melayani panggilan muridnya. Cucu muridnya
berempat juga hanya bisa memandang dengan
kuatir, tanpa bisa melakukan apa-apa melihat kakek
guru mereka yang ingin menerima pukulan-pukulan
dari kedua iblis itu tanpa memberikan perlawanan.
Tung Yang tidak kurang kagetnya. Wa-laupun
bagaimana kosennya Wei Sin Siansu tapi menerima
tiga pukulan tanpa memberikan perlawanan, itu
sama saja seperti mencari kematian. Terlebih lagi
274 yang akan memukul adalah Thian Tee Jie Kui,
sepasang iblis yang kepandaiannya pun tidak rendah
! Mungkin Wei Sin Siansu tidak akan mengalami
celaka apa-apa kalau ia boleh mengerahkan
lwekangnya waktu menerima ketiga pukulan
sepasang iblis itu, karena memang lwekang Wei Sin
Siansu sudah mencarai tingkat yang sulit diukur.
Tapi tanpa mempergunakan lwekangnya, menerima
tiga pukulan itu dalam keadaan "kosong", sama saja
seperti Wei Sin Siansu bunuh diri ! Tung Yang tidak
bisa menahan diri, ia melompat ke samping si
pendeta tua. "Siansu, jangan turuti keinginan gila
mereka. Biarkan Lohu yang akan melayani mereka,
iblis seperti mereka tidak boleh dihadapi dengan
sikap seperti itu, bisa membahayakan jiwa Siansu..."
Wei Sin Siansu membuka matanya, sabar sekali
sikapnya. "Omitohud ! Omitohud Siecu jangan
kuatir, umur manusia berada di tangan Thian.
Biarkanlah Loceng memenuhi keinginan mereka."
Tung Yang mendelik pada Thian Tee Jie Kui. Tapi
dia tidak berdaya untuk membujuk Wei Sin Siansu
agar membatalkan maksudnya.
Thian Tee Jie Kui tersenyum saling pandang satu
dengan yang lain. Mereka percaya begitu menerima
pukulan pertama mereka, si pendeta tua akan mati
seketika. Bayangkan saja, menerima pukulan tanpa
ada perlawanan, tanpa mengerahkan lwekang,
275 menerima dengan keadaan "kosong", bagaimana
tangguhnya sekalipun seseorang, pasti tidak akan
sanggup menerima pukulan yang kekuatannya cuma
seratus kati sekali pun. Apa iagi yang akan melakukan pukulan tersebut
Thian Tee Jie Kui. yang bisa mempergunakan
lwekangnya dan kekuatan dari pukulan mereka
sekitar 500 kati sampai 1000 kati !
Sebagai pendeta suci, Wei Sin Siansu tidak mau
terjadi pertumpahan darah. Jika memang masih ada
jalan keluar, ia tidak menyetujui pertempuran itulah
sebabnya pendeta suci Siauw Lim Sie ini memilih
jalan menerima syarat-syarat yang diajukan Thiian
Tee Jie Kui, menerima tiga pukulan mereka tanpa
memberikan perlawanan ! "Silahkan, Jiewie !" kata Wei Sin Siansu sabar dan
meram kembali, sabar suaranya.
Tun Yang, Bu An Taysu, Kam Siang Cie berempat
dan Thian Tee Jie Kui mengawasi si pendeta suci
yang sudah menanti pukulan-pukulan dari Thian Tee
Jie Kui dengan pasrah Kalau Tung Yang.. Bun An
Taysu dan Kam Siang Cie berempat mengawasi
dengan berkuatir, sedangkan Thian Tee Jie Kui
mengawasi si pendeta dengan perasaan terheranheran.
276 Tidak mereka sangka bahwa pendeta itu
bersungguh-sungguh menerima syarat mereka.
Akhirnya si Jenggot melenggak. dia tertawa besar.
"Baiklah Siansu," kata si Jenggot. "Kau jangan
mempersalahkan kami, kau yang minta kami
melakukannya." Thian Tee Jie Kui memasukkan pedang masingmasing,
kemudian bersiap-siap dengan pukulan
mereka, keadaan jadi tegang sekali. Tung Yang, Bun
An Taysu dan yang lainnya mengawasi dengan hati
berdenyut-denyut, bersiap-siap kalau memang Wei
Sin terancam keselamatannya mereka akan
menyerbu untuk menolong. Hati mereka tegang
bukan main. Si Jenggot mengerahkan tujuh bagian tenaga
dalamnya, disalurkan pada kepalan tangannya.
Begitu pula si Jangkung. Serentak mereka
mengayunkan tangan, memukul Wei Sin Siansu.
Bisa dibayangkan hebatnya pukulan itu, kalau
pukulan tersebut dilakukan si Jenggot atau si
Jangkung sendiri-sendiri, mungkin tenaga
pukulannya tidak terlalu hebat tapi kini mereka
melakukannya serentak berdua, dua tenaga
digabungkan menjadi satu, kepalan tangan Thian
Tee Jie Kui mengenai punggung Wei Sin Siansu.
Tubuh pendeta itu bergoyang-goyang, tapi tidak
sampai terjerunuk ke depan. Pendeta suci itu tetap
berdiri di tempatnya, matanya tetap meram, hanya
277 mukanya berobah agak pucat. Tangannya masih
dirangkapkan. Ketika kepalan tangan Thian Tee Jie Kui
menghantam punggung si pendeta suci Siauw Lim
Sie, tangan Tung Yang mencekal gagang pedangnya
erat-erat dengan telapak tangan berkeringat.
Sedangkaii Bun An Taysu bersama empat muridnya
mengawasi dengan muka pucat, kuatir bercampur
legang. "Jurus pertama," sabar sekali suara Wei Sin
Taysu. "Silahkan Jiewie dengan jurus kedua !"
Thian Tee Jie Kui saling mengawasi. Mereka
sebetulnya menghormati juga pendeta suci ini,
mereka kagumi akan ketabahan si pendeta yang
mau menerima pukulan mereka tanpa melawan.
Memang itu ditepati oleh si pendeta, yang menerima
pukulan Thian Tee Jie Kui tanpa mengerahkan
Lwekangnya. Tadi Thian Tee Jie Kui memukul
dengnn tujuh bagian tenaga dalam mereka, pertama
mereka merasa sayang jika si pendeta benar-bennr
mati di tangan mereka, walaupun bagaimana
mereka tidak mau kalau ilmu yang sudah begitu
tinggi dipelajari si pendeta harus lenyap karena
kematiannya. Alasan kedua. Thian Tee Jie Kui pun bukan
manusia bodoh. Mereka berlaku hati-hati kuatir
kalau Wei Sin Taysu main gila. Begitu pukulan
mereka menghantam, si pendeta mempergunakan
278 lwekangnya untuk mengadakan perlawanan. Ini bisa
mencelakai Thian Tee Jie Kui, kalau mereka
memukul sekuat tenaga lwekang.
ltulah sebabnya mereka hanya mempeigunakan
tujuh bagian saja dari tenaga dalamnya, jika ada hal
yang tidak terduga, mereka masih bisa menarik
pulang tenaganya dan mempergunakan sisa
tenaganya untuk mengadakan pembelaan diri.
Hanya saja, pukulan mereka seperti tidak
memberikan hasil apa-apa, jangankan si pendeta
rubuh, terjerunuk kedepan saja tidak kuda-kuda si
pendeta suci tidak berobah. Di samping perasaan
kagum, Thian Tee Jie Kui penasaran.
"Baiklah." "pikir si Jenggot. "Kau yang minta kematian dari
kami, lihatlah... apakah sekarang kau masih
sanggup menerima pukulan kami "!" sambil berpikir
begitu si Jenggot melirik pada si Jangkung, memberi
isyarat agar isterinya memukul lebih kuat. Mereka
bersiap-siap, waktu si Jenggot berseru: "inilah
pukulan kedua !" tangan mereka meluncur dengan
tenaga lwekang yang jauh lebih kuat, sembilan
bagian! Pukulan Thian Tee Jie Kui sekali ini mengeluarkan
suara nyaring, tubuh Wei Sin Siansu terdorong maju
kedepan, kuda-kuda kakinya gempur, ia maju
sampai lima langkah ! Muka pendeta suci itu tambah
279 pucat, karena kelewat pucat sampai muka Wie Sin
Siansu kehijau-hijauan. Si pendeta suci tidak menyangka lwekang Thian
Tee Jie Kui kuat dan terlatih baik. la merasakan
anggota dalam tubuhnya seperti pada jungkir balik,
keringat memenuhi keningnya, juga kepala dan
tubuhnya. Setetes demi setetes butir-butir keringat
jatuh, tubuhnya agak menggigil.
Tetapi tinggal satu jurus lagi, jika ia menolak
menerima pukulan yang ketiga, jelas Thian Tee Jie
Kui tidak mau memberikan surat-surat yang pernah
dirampas oleh kedua iblis itu. Hanya saja, kalau ia
menerima satu pukulan lagi, Wei Sin Siansu yakin
kecil sekali kemungkinan ia berhasil menerimanya.
"Suhu?" panggil Bun An Taysu kuatir.
Wei Sin Siansu membuka matanya, mengulapkan
tangannya. "Tinggal satu jurus lagi. Biarkan Loceng
menerimanya, urusan jadi beres." Sabar sekali
suaranya. Kemudian menoleh pada Thian Tee Jie
Kui: "Jiewie beleh memukul lagi, inilah yang
ketiga..!"

Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pendeta suci yang sudah lanjut usia itu
memejamkan matanya lagi, dengan sepasang
tangan terangkapkan. Keringit dingin mengalir dari sekujur tubuh Kam
Siang Cie berempat. Mereka kuatir bukan main
280 untuk keselamatan Sucouw tersebut. Tung Yang pun
merasakan hatinya berdebar keras, la kagum
melihat kegagahan pendeta suci Siauw Lim Sie itu.
Betapa tidak, menerima pukulan-pukulan Thian Tee
Jie Kui tanpa memberikan perlawanan, bahkan
semua itu diterima dengan keikhlasan hati yang
tinggi. Sebetulnya jika saja Wei Sin Siansu mau. Thian
Tec Jie Kui bukanlah tandingannya, karena
kepandaian pendeta suci itu sudah mencapai tingkat
yang sulit untuk diukur. Tokh dia memilih cara
seperti itu, yaitu menerima tiga pukulan dari kedua
iblis tersebut. Kini adalah saat-saat menentukan
Thian Tee Jie Kui akan memukul untuk ketiga
kalinya. Thian Tec Jie Kui sendiri diam-diam kagum sekali
pada ketangguhan Wei Sin Siansu. "Benar-benar
hebat pendeta Siauw Lim ini" pikir si Jenggot. "Tapi,
pukulan yang ketiga ini harus dilakukan lebih kuat
lagi... dua kali dia memang tidak memberikan
perlawanan, mustahil ketiga ini ia akan membokong
kami dan secara diam-diam memberikan perlawanan
?" Segera si Jenggot memberi isyarat pada si
Jangkung, mereka bersiap-siap untuk memukul lagi.
Si Jenggot malah berbisik : "Kerahkan seluruh
tenagamu !" Si Jangkung mengangguk. Mereka
memang mengempos seluruh kekuatan tenaga
dalam pada kepalan tangan masing-masing. Disertai
281 dengan teriakan nyaring, sepasang iblis itu memukul
punggung Wei Sin Siansu. Pendeta tua itu terpukul hebat. Tubuhnya
terhuyung kedepan, tapi dia bisa mempertahankan
diri tidak sampai rubuh. Begitu kuat pukulan ketiga
yang diterima dari Thian Tee Jie Kui, sampai
sipendeta suci itu merasakan sekujur tubuhnya sakit
bagaikan di hantam bungkahan batu besar yang
menimpanya. Seluruh isi perutnya seperti terbalik. Rasa sakit
seperti dari perut naik ke-ujung ubun-ubun, dan
jantungnya seperti ingin berhenti berdenyut
menerima pukulan yang dahsyat seperti itu. Cepat
cepat Wei Sin Siansu mengerahkan lwekangnya,
untuk menguasai diri. Matanya gelap untuk sejenakdia
berdiam diri. Sampai akhinya dia merangkapkan
kedua tangannya: "Omitohud Omi-tohud ! Loceng sudah menerima
tiga pukulan Jiewie, tentu surat-surat itu mau Jiewie
kembalikan pada kami, bukan?"
Thian Tee Jie Kui berdiri tertegun, mereka kagum
bukan main melihat ketangguhan sipendeta suci itu.
Kalau orang lain, mungkin tulang-tulang sekujur
tubuhnya sudah hancur luluh oleh pukulan terakhir
Thian Tee Jie Kui. 282 Jilid ke 7 Tung Yang sendiri kaget dan kagum. Dia kaget
melihat hebatnya pukulan Thian Tee Jie Kui, waktu
kedua tangan iblis-iblis itu menyambar
mengeluarkan kesiuran angin yang keras dan kuat,
kagum karena si pendeta suci Siauw Lim masih
berhasil menguasai dirinya, tidak sampai rubuh,
hanya terhuyung ke depan beberapa langkah.
"Baiklah," kata si Jangkung sambil merogo
sakunya mengeluarkan dua gulung surat
diangsurkan kepada Wie Sin Siansu. "Surat-surat
kalian tidak kami butuhkan lagi !"
Wie Sin Siansu menyambuti surat itu, Thian Tee
Jie Kui melesat menjauh, mereka ingin pergi
meninggalkan tempat itu. "Tunggu dulu!" Bun An Taysu begitu nyaring
sambil berlari mengejar Thian Tee Jie Kui. Muka
kedua iblis berobah, mereka memutar tubuh
masing-masing mengawasi Bun An Taysu. "Apa yang
ingin Siauwceng tanyakan pada kalian !"
"Apakah pihak Siauw Lim Sie merupakan
manusia-manusia yang tak berharga bicaranya "
Kami sudah menyerahkan surat-surat kalian. apakah
masih ingin mencari-cari persoalan dengan kami?"
Tanya si Jenggot gusar. 283 "Siauwceng ingin menngetahui Jiewie bekerja
untuk pihak mana dan mengapa seperti sengaja
ingin mempersulit Siauw Lim Sie, agar timbul
bentrokan antara pihak Siauceng dengan Bu Tong
Pay ?" Hal ini tidak perlu kau ketahui, yang terpenting
surat-surat kalian sudah kami kembalikan"
menyahuti si jangkung ketus. Dia menarik tangan
suaminya. "Ayo kita pergi !"
Bun An Taysu tidak menahan kepergian kedua
iblis tersebut, dengan muka guram kembali ke sisi
Wie Sin Siansu. Waktu itu tubuh Wie Sin Siansu bergoyanggoyang
seperti mau rubuh dan "Uwaah !" si pendeta
suci memuntahkan darah segar, mukanya pucat
pias. la gagal untuk menyembuhkan luka dalam
tubuhnya dengan lwekangnya. Semula Wie Sin
SianSu berusaha sekuat tenaganya agar tampak
tetap segar setelah menerima tiga pukulan Thian
Tee Jie Kui, sebab kedua iblis itu akan lebih berani
kalau mengetahui Wie Sin Siansu sudah terluka,
justeru kepergian Thian Tee Jie Kui memang
disebabkan mereka gentar melihat Wie Sin Siansu
tidak terluka menerima tiga pukulan yang dahsyat,
kalau sampai pihak Siauw Lim Sie merobah
pikirannya, bukankah Thian Tee Jie Kui akan
memperoleh kesulitan " Karenanya. mereka cepatcepat
menyingkirkan diri. 284 Wie Sin Siansu menghela napas dalam-dalam.
"Setelah Loceng beristirahat sebulan tentu
kesehatan Loceng akan pulih." katanya sabar.
Tung Yang cepat-cepat mengeluarkan dua butir
Yo-wan, diberikan kepada si pendeta suci Siauw Lim.
"Telanlah obat ini Siansu Walaupun obat ini bukan
obat dewa yang bisa menyembuhkan luka dalam
yang berat, tapi sedikitnya bisa mengurangi rasa
sakit dan juga memperpanjang umur!"
Wie Sin Siansu tersenyum, ia mengucapkan
kebesaran Sang Buddha beberapa kali, menerima
pemberian Tung Yang. "Terima kasih Tung Siecu.
Urusan telah selesai, dengan dikembalikanya suratsurat
ini pada kami, salah paham dari pihak Bu Tong
Pay bisa dihindarkan. Bun An, biarlah surat ini kau
bersama Loceng yang mengantarkan ke Bu Tong
San, agar tidak timbul kericuhan lagi dalam
perjalanan!" Bun An Taysu mengiyakan, lalu menoleh kepada
Kam Siang Cie berempat. "Pergilah kalian pulang,
beritahukan pada Hongihio aku berdua Sucouw akan
pergi ke Bu Tong San menyampaikan surat-surat
penting ini ! Laporkan juga pada Hongthio, urusan
telah beres, surat-surat penting sudah berhasil kami
minta dari Thian Tee Jie Kui."
Kam Siang Cie berempat memberi hormat,
mereka segera meninggalkan tempat itu, terlebih
dulu juga memberi hormat pada Tung Yang.
285 Tung Yang melihat Wie Sin Siansu dalam keadaan
luka yang tidak ringan, karenanya cepat ia bilang
pada Bun An Taysu : "Taysu, lebih baik beristirahat
dulu, agar gurumu bisa pulih kesegarannya !"
Wie Sin Siansu membuka Yo-wan yang diberikan
Tung Yang, ia bilang : "Benar Bun An, kita ikut Tung
Hiapsu (pendekar Tung) untuk menemui putera Giok
Goanswee Bun An Taysu mengangguk...
"Baiklah Tung Hiapsu kami memang ingin
bertemu dengan putera Giok Goanswee. Menyesal
kami tidak dapat menolong Giok Goanswee
sekeluarga dari malapetaka itu."
Mereka kembali ke rumah di mana Tung Im
berdua Giok Han tadi dtinggal. Tapi, waktu sampai di
depan rumah itu, Tung Yang sudah mengerutkan
alisnya. la melihat sesuatu yang tidak beres terjadi
di rumah itu. Daun pintu terbuka, di dekat pintu terdapat
sebatang pedang menggeletak tanpa sarungnya.
Pasti sudah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Segera Tung Yang menahan Bun An Tay su dan Wie
Sin Siansu. "Tampak terjadi sesuatu yang tidak beres,
Siansu," menjelaskan Tung Yang pada Wie Sin Siansu.
Segera ia melompat kedekat pintu. Dari dalam
berkelebat sinar putih dari berbagai jurusan kearah
Tung Yang, itulah beberapa batang pedang, yang
286 menyambar padanya-Bahkan pedang-pedang itu
menyambar dengan kecepatan luar biasa. Untung
Tung Yang sudah berwaspada sejak tadi, begitu
melihat menyambarnya pedang-pedang tersebut, ia
segera melompat ke belakang, menyentil salah satu
pedang yang menyambar kearah mukanya.
Menyusul dengan itu melompat beberapa sosok
tubuh dari dalam rumah, dari balik semak
belukarpun sudah lompat keluar belasan sosok
tubuh lainnya. Dalam waktu sekejap mata hampir
tigapuluh orang Tosu (pendeta yang melihara
rambut, penganut agama Toisme) mengurung Tung
Yang bertiga Wie Sin Siansu dan Bun An Taysu
ditengah-tengah lingkaran.
Muka semua Tosu bengis dan galak, mereka
memandang dengan mata tajam mengancam.
Pedang merekapun siap tercekal di tangan untuk
menerjang maju. Diantara mereka ada Tosu berusia
empat puluh tahun, yang maju kedepan
merangkapkan kedua tangannya tanpa melepaskan
pedangnya pada Wie Sin Siinsu.
"Wie Sin Sian-su, kami murid-murid Bu Tong Pay
menghormati Siansu, asal Siansu mau berterusterang,
murid-murid Siauw Lim mana yang sudah
menurunkan tangan jahat pada murid murid Bu
Tong Pay selama ini "!" Suaranya lantang sekali.
"Pinto yakin tentu Siansu akan bicara jujur..!"
287 Muka Bm An Taysu berobah hebat, dia gusar dan
mendongkol. "Kalian selalu mudah begitu saja main tuduh,
main fitnah ! Kami dari Siauw Lim tidak pernah
melakukan sesuatu yang melanggar hukum
kemanusiaan, tetapi kalian selalu memojokkan kami
dengan tuduhan yang tidak-tidak ! Lalu, apa maunya
kalian sekarang main kurung dan kepung seperti
ini?" Tosu setengah baya itu mengawasi Bun An Taysu
dengan mata tajam, tapi ia tidak meladeni. Segera
ia bilang lagi pada Wie Sin Siansu. "Maukah Siansu
bicara yang sebenarnya ?"
Tung Yang sudah tidak sabar, la kuatirkan
isterinya dan Giok Han. "Kerbau-kerbau busuk," memaki Tung Yang "Kau
apakan isteriku dan Hanjie"!" Sambil berseru begitu
tubuh Tung Yang melesat kearah pintu, maksudnya
mau menerobos masuk. Tapi tiga orang Tosu yang
berjaga ditempat itu segera menyambuti dengan
tikaman pedang mereka. Habis kesabaran Tung Yang, sambil
menghindarkan pedang disebelah kanan, kedua
tangannya serentak maju, dengan gerakan sangat
cepat sekali dia berhasil mencengkeram pergelangan
tangan kedua Tosu itu, membetotnya, sampai tubuh
kedua Tosu itu terjerumuk kedepan mencium tanah.
288 Tung Yang sendiri menerobos masuk kedalam
rumah. Hanya saja ketika melewati pintu, ia
disambuti oleh tikaman dua batang pedang. Tanpa
buang waktu Tung Yang melayani dua orang Tosu
yang menyerang setengah membokong,
mulutnyapun sudah berteriak nyaring: "Kie-moay,
bagaimana keadaanmu dan Hanjie ?"
"Tua bangka sialan, mengapa pulang demikian
terlambat ?" teriak Tuni Im dari dari dalam kamar.
"Kerbau-kerbau busuk Bu Tong itu mempergunakan
asap bius merubuhkan aku! Mereka menghina aku
menotok jalan darah dan mengikatku ! Juga Hanjie
diikat mereka! Sungguh kurang ajar sekali! Kau
harus membalaskan sakit hatiku, tua bangka !"
"Oooo, begitu kurang ajar kelakuan kerbaukerbau
ini?" teriak Tung Yang. "Baik aku akan
melampiaskan sakit hatimu, Kie-moay !" Tahu-tahu
tubuh Tung Yang berkelebat sangat cepat, sehingga
kedua Tosu yang akan menyerang lagi dengan
pedang masing-masing, kaget kehilangan lawannya.


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebelum mereka tahu apa-apa, tengkuk masingmasing
telah kena dicekuk, kemudian dilemparkan
keatas. tubuh mereka menabrak langit-langit. Kedua
Tosu itu menjerit kesakitan, apa lagi wakiu tubuh
mereka jatuh ambruk dilantai, sakitnya bukan main.
Mereka coba menggunakan Ginkang buat
menolong diri, tapi tubuh mereka seperti kaku,
seakan jalan darahnya tertotok, Tung Yang
mendekati mereka, berjongkok disamping kedua
289 Tosu itu tangannya menampar berulang kali, muka
kedua Tosu itu seketika merah bengkak.
"Kerbau dungu seperti kalian yang berani main
gila menghina isteriku, ya?"! teriak Tung Yang
sengit, tangannya terayun lagi menampar pulang
pergi muka kedua Tosu itu.
"Kami... kami.. hanya menjalankan perintah!"
Seru kedua Tosu itu, mata mereka kunang-kunang
dan gelap. Sebetulnya kedua Tosu itu sebagai murid
Bu Tong Pay tidak gampang-gampang akan
menyerah, mereka bukan manusia-manusia
pengecut. Untuk menghadapi kematian mereka tidak
gentar. Tapi tamparan Tung Yang keras sekali,
telapak tangan itu seperti lempengan besi yang
menghajari muka mereka pulang pergi, sakitnya luar
biasa, kepala merekapun pusing bukan main. Dalam
mendongkol dan gusarnya, Tung Yang mengumbar
tamparan pada kedua Tosu itu.
Setelah puas menampari kedua Tosu itu, Tung
Yang berdiri sambil mengayunkan kaki kanannya
menendang beberapa kali. Barulah dia pergi
kedalam kamar, meninggalkan kedua Tosu itu yang
sudah jatuh pingsan ! Tung Im dan Hanjie dalam keadaan terikat.
Cepat-cepat Tung Yang membebaskan isterinya dari
ikat pinggang pada tangan dan kakinya, kemudian
Giok Han. Bocah itu masih pingsan belum sadarkan
diri, Tung Yang memeriksa denyut nadinya dengan
290 cara Bong Me dan ia mengetahui kesehatan Giok
Han tidak terganggu. "Tua bangka, kau pergi kemana saja begitu lama
" Bagus ya, aku sampai dihina hidung kerbau Bu
Tong itu, sedangkan... sedangkan..." Gusar Tung
Im, ia melampiaskan kemendongkolannya pada
Tung Yang. Tapi, cepat sekali ia melesat keluar
kamar tanpa meneruskan kata-katanya, melihat dua
Tosu yang menggeletak pingsan, dia mengayunkan
kaki kanannya menendang pergi dengan sengit.
Kemudian berlari keluar untuk menghajar Tosu-tosu
lainnya. Tapi melihat Tosu-tosu itu tengah
mengepung dua orang pendeta berjubah kuning.
Tung Im jadi ragu-ragu, dia kembali ke kamar.
Tung Yang nyengir. "Maafkan Kie-moay, aku mana menyangka
hidung-hidung kerbau itu bisa menghinamu " Biar
aku akan melampaiskan penasaranmu, jagalah
Hanjie, aku akan pergi menghajar hidung-hidung
kerbau itu!" Tung Im hanya mendengus, Tung Yang cepat
cepat keluar. Dilihatnya Wie Sin Siansu tengah
bicara dengan sabar. "Bun An, mundurlah, Biarlah
Loceng yang bicara."
Bun An Tay su yang masih berdarah panas, tidak
berani membantah perintah Suhunya, segera
mundur beberapa langkah. Wie Sin Siansu dengan
291 sabar meneruskan kata-katanya. "Dan Totiang,
tahukah Totiang, betapa dalam persoalan ini ada
pihak ketiga yang ingin mengadu dombakan kita,
Siau Lim dengan Bu tong" Marilah kita bicara baikbaik
! Simpanlah pedangmu, Totiang!"
"Hemmm !" Tosu setengah baya itu cuma
mendengus, dia tidak menuruti permintaan Wie Sin
Siansu menyimpan pedangnya, bahkan dicekalnya
kuat-kuat, kuatir kalau Wie Sin Siansu menyerang
tiba-tiba padanya. Dengan sorot mata tajam malah
ia mengawasi Wie Sin Siansu.
"Siansu mau bicara, bicaralah ! Pinto minta
Siansu mau bicara yang jujur."
Wie Sin Siansu tertawa sabar. "Totiang," katanya.
"Apakah Totiang tidak percaya pada Loceng,
mungkin Totiang beranggapan Loceng akan bicara
ngawur berdusta " Omi-tohud ! Omitohud !"
"Tetapi kenyataan memang memperlihatkan
pihak Siauw Lim Pay yang harus mempertanggung
jawabkan pembunuhan terhadap beberapa orang
saudara seperguruan Pinto!" Ketus sekali Tosu itu
menjawab. "Ya, ya, kalau memang terbukti Siauw Lim Pay
yang bersalah dalam persoalan ini, tentu kami akan
bertanggung jiwab. Loceng pun akan menyerahkan
murid murid Siauw Lim Pay yang melakukan
kejahatan dan perbuatan kejam itu pada kalian, agar
292 kalian yang mcngadilinya ! Tetapi sekarang Loceng
mohon agar Totiang mau mendengar dulu kata-kata
Loceng. Baru-baru ini pihak Loceng berhasil
memperoleh bukti-bukti yang bisa membersihkan
nama baik kami dan membuktikan bahwa
pembunuhan-pembunuban terhadap murid Bu Tong
Pay bukanlah dilakukan oleh pihak Loceng !"
"Bukti-bukti ?" tanya Tosu itu. "Apakah buktibukti
itu bukan buatan Siauw Lim Sie sendiri, untuk
cuci tangan dari dosa-dosanya?"
Wie Sin Siansu menghela napas dalam-dalam.
"Omitohud ! Omitohud ! Kami tidak akan melakukan
perbuatan hina seperti itu. percayalah pada Loceng,
tidak ada baiknya kita saling bercuriga."
"Bukti-bukti apa yang bisa Siansu berikan pada
kami ?" Tanya Tosu itu setelah ragu-ragu sejenak.
"Ini dua pucuk surat. Bukti-bukti ini yang akan
bicara, bahwa pihak Loceng tidak tersangkut dalam
pembunuhan tersebut!" Wie Sin Siansu
mengeluarkan dua pucuk surat yang tadi
dikembalikan Thian Tee Jie Kui. "Memang
sebelumnya pihak Loceng sudah mengirim dua
orang murid Siauw Lim pergi mengantar surat-surat
ini, hanya terjadi rintangan dalam perjalanan.
Beruntung dua pucuk surat ini akhirnya bisa diminta
kembali. Bacalah oleh Totiang."
293 Tosu itu bimbang, tapi ia memberi isyarat pada
murid Bu Tong yang ada di sampingnya untuk
mengambil surat-surat itu dari tangan Wie Sin
Siansu. Tosu itu, dengan pedang tercekal di tangan,
masih berusia muda tidak lebih dari duapuluh lima
tahun. Ia tetap mencekal pedangnya waktu
mengambil kedua pucuk surat itu dari tangan Wie
Sin Siansu, kemudian diserahkan pada Tosu
setengah baya. "Bacalah oleh kau, Lu Pin," perintah Tosu
setengah baya itu. Lu Pin Tojin mengiyakan, meletakkan pedangnya
di tanah, membuka gulungan surat yang satu. Tapi
gulungan itu agak lengket dan sulit dibuka. Akhirnya
dengan agak sulit ia berhasil membuka gulungan
surat tersebut, diusap-usap oleh tangannya untuk
dibeber. Lu Pin Tojin mulai membaca: "Ciangbunjin
Bu Tong Pay Yang Mulia, bersama dengan surat ini
kami atas nama Siauw Lim Sie... Oooo... Oooo...!"
Dan di susul dengan teriakan Lu Pin Tojin, tubuhnya
segera rubuh berguling-guling di tanah jari
tangannya dikibas-kibaskan seperti menderita
kesakitan. Keadaan Lu Pin Tojin seperti seekor
kerbau yang disembelih. Semua orang kaget Wie Sin Siansu sendiri sampai
berobah mukanya. Tosu setengah baya itu
memandang dengan mata terbeliak murid-murid Bu
Tong Pay lainnya mengawasi Lu Pin Tojin dengan
muiut ternganga. Tapi itu hanya beberapa detik,
294 Tosu setengah baya segera tersadar apa yang harus
dilakukannya, dia melompat ke dekat Lu Pin Tojin
buat memeriksa keadaannya.
Waktu itu Lu Pin Tojin masih kelejatan di tanah,
mukanya sudah hitam gelap, suaranyapun semakin
perlahan, sampai akhirnya tubuhnya berkelejatan
lemah, diam tidak bergerak lagi.
Muka Tosu setengah baya itu berobah geram,
memancarkan kemarahan yang meluap-luap.
pedangnya dikibaskan mengaung. "Hwesnio hina, di
depan kami kau masih berani melakukan
pembunuhan dengan cara hina seperti ini!" Berseru
Tosu setengah baya tersebut sambil mengawasi Wie
Sin Siansu dan Bun An Taysu dengan mata yang
seperti mau melompat keluar. "Sekarang apa yang
ingin kalian berdua katakan lagi untuk bela diri."
Semua murid Bu Tong Pay sudah mencekal
pedang mereka erat-erat. Tampaknya mereka gusar
sekali dan siap menerjang maju. Bun An Taysu juga
jadi kaget tidak terkira, tapi segera ia sadar bahwa
Lu Pin To jin keracunan. Rupanya gulungan surat itu mengandung racun
yang cara kerjanya sangat dahsyat. Diam-diam Bu
An Taysu menggigil ngeri. Coba kalau ia yang
membuka surat itu, entah bagaimana nasibnya. Tapi
semuanya sudah terjadi begitu, tidak ada pilihan lain
bagi Bun An Taysu selain bersiap-siap untuk
menerima kemarahan Tosu-Tosu Bu Tong Pay itu.
295 Muka Wie Sin Siansu muram, tubuhnya menggigil
sedikit menahan goncangan hatinya, la tidak
menyangka bahwa Thian Tee Jie Kui bisa melakukan
perbuatan rendah seperti itu, mengembalikan dua
surat-surat itu dengan sebelumnya menaburkan
racun yang daya kerjanya sangat dahsyat.
"Tenanglah Totiang," kata Wie Sin Siansu
"Dengar dulu penjelasan Loceng."
"Kata-kata apa lagi yang ingin kau ucapkan untuk
bela diri " Di depan mata kami kau masih berani
membunuh murid Bu Tong Pay ! Baiklah, Pinto Khoe
Cie Tojin ingin minta pengajaran dari Siansu !"
Waktu itu mata Khoe Cie Tojin merah dibakar
gusar yang meluap-luap, ia pun memberi isyarat
kepada kawan-kawannya untuk bersiap-siap
menyerbu kedua Hweshio Siauw Lim tersebut.
Wie Sin Siansu menghela napas dalam-dalam,
tidak disangkanya urusan jadi demikian runyam.
Semula ia menyangka, begitu membaca surat-surat
tersebut, salah paham pihjk Bu Tong Pay bisa
dihilangkan dan terselesaikan.
Tetapi siapa sangka, justru muncul lagi urusan
yang menambah ruwet persoalan ini. "Baiklah
Totiang, kini Loceng akan bicara terus terang.
Bukankah Loceng tadi telah memberitahukan bahwa
pihak Siauw Lim sudah mengirim dua orang
muridnya untuk mengantarkan surat-surat ini pada
296 Ciangbunjin kalian" Nah, justeru dalam perjalanan
surat-surat itu dirampas oleh Thian Tee Jie Kui !
Loceng turun gunung justeru buat mengurus suratsurat
itu, minta pada Thian Tee Jie Kui
mengembalikan surat-surat itu.
Memang akhirnya Thian Tee Jie Kui mau
mengembalikan surat-surat tersebut, Lo ceng dan
murid Loceng ini belum lagi membuka dan
melihatnya. Kami semula percaya Thian Tee Jie Kui
akan bersikap baik, karena mereka kalah bertaruh !
Siapa tahu. Thian Tee Jie Kui sudah menaburkan
racun jahat pada surat-surat tersebut ! Omitohud !
Omitohud !" Muka Khoe Cie Tajin merah dan pucat bergantian
karena terlalu marah, tubuhnya menggigil, matanya
merah dan mengalirkan air mata. Seorang Sutenya
sudah mati karena keracunan, justeru terjadinya di
depan pucuk hidungnya ! "Apapun alasan yang dimajukan, kami sudah
tidak bisa mempercayai lagi pihak Siauw Lim Pay!
Kami minta pertanggungan jawab ! Satu jiwa harus
dibayar satu jiwa! Silahkan kalian mengeluarkan
senjata, kami akan mengadu jiwa demi keadilan !"
Teriak Khoe Cie Tojin. Urusan jadi demikian runyam. Tung Yang segera
melompat masuk kedalam gelanggang. "Dengarkan
!" teriaknya. "Aku yang menyaksikan sendiri Wie Sin
Siansu meminta pulang surat-surat itu dari tangan
297 Thian Tee Jie Kui, dan sejak menerima kembali
surat-surat itu tadi belum lama, Wie Sin Siansu
belum lagi membuka surat itu atau membacanya !
Aku Tung Yang bersedia jadi saksi, tidak mungkin
aku berdusta !" Waktu berkata begitu Tung Yang bicara keras
sekali, sebab diapun murka Wie Sin Siansu didesak
demikian rupa oleh orang-orang Bu Tong Pay.
Setengah kalap Khoe Cie Tojin mengibaskan
pedangnya sampai mengaung. "Tung Yang, di dalam
Kangouw namamu pun bukannya terlalu bersih!
Kami tidak bisa mempercayai kesaksianmu ! Kami


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyaksikan sendiri, betapa beraninya orang Siauw
Lim membunuh saudara seperguruan kami didepan
mata kami !" "Apa " Kau tidak percaya padaku " Jadi kau
anggap aku berdusta dan memberikan kesaksian
palsu?" teriak Tung Yang gusar campur mendongkol.
"Apakah kalian kira Tosu-tosu hidung kerbau dari Bu
Tong pun terhitung manusia-manusia bersih dan
baik " Cisss, kulihat justeru murid-murid Bu Tong
merupakan gentong-gentong nasi tidak punya guna
! Manusia tidak tahu malu!"
Khoe Cie Tojin dan saudara seperguruannya
semakin kalap. Bahkan mereka siap-siap menerjang,
tapi Wie Sin Siansu lompat ke samping Tung Yang.
"Tung Hiapsu. sudahlah Berikanlah Loceng
kesempatan untuk bicara!"
298 "Murid-murid Bu Tong mamrsia-manusia bejat
tidak tahu malu!" Masih Tung Yang memaki, dia
jengkel mendengar Khoe Cie Tojin menyebut-nyebut
dia dalam kalangan Kangouw namanya tidak terlalu
bersih. Hal itu sangat menyinggung perasaannya.
Bu An Taysu sendiri waktu itu sudah gusar
melihat kelakuan murid-murid Bu Tong yang
mengancam akan menyerang, ia bersiap-siap untuk
menerima setiap serangan. Tapi bukan main
kagetnya Bin An Taysu melihat Wie Sin Siansu
memuntahkan darah segar. Suhu..."!" Bun An Taysu berseru sambil
melompat kedekat gurunya. "bagaimana keadaan
Suhu" " Wie Sin Siansu menghela napas, menggelengkan
kepalanya perlahan mendorong sedikit lengan Bin An
Taysu. Lalu memandang pada Khoe Cie Tojin.
"Totiang, benar-benarkah Totiang tidak mau
mendengar dulu keterangan Loceng " Tidakkah
Totiang mau memberikan kesempatan beberapa saat
saja untuk penjelasan yang benar ?"
Tung Yang memang mendongkol terhadap
pendeta-pendeta Bu Tong Pay, ia menuding dengan
tangan kanan. "Kalian hidung kerbau dungu, lihatlah
! Karena kedunguan kalian membuat Wie Sin Siansu
memuntahkan darah segar seperti itu ! Kalau
memang Siansu itu mau mencelakai kalian apakah
299 kalian masih bisa hidup" Berapa tingginya
kepandaian kalian!" Benar kata-kata Tung Yang merupakan makian,
tapi kata-kata itu merupakan kenyataan. Khoe Cie
Tojin dan kawan-kawannya pun tahu, kalau Wie Sin
Siansu bersama Bun An Taysu hendak mencelakai
mereka, tentu hal itu tidaklah terlalu sukar.
Walaupun belum tentu mereka semuanya bisa
dibinasakan oleh Wie Sin Siansu dan Bun An Taysu
apalagi dibantu oleh Tung Yang, tapi mereka pasti
akan rusak terluka parah.
Sedangkan buat menangkap Wie Sin Siansu
berdua Bun An Taysu pasti tidak mungkin bisa
dilaksanakan mereka. Setelah berpikir sejenak Khoe
Cie Tojin bilang ketus: "Baiklah, kami tidak
menyangka sedikutpun, bahwa yang melakukan
pembunuhan-pembunuhan kejam terhadap saudarasaudara
seperguruan Pinto bukan hanya muridmurid
Slauw Lim Sie tingkat bawah ! Tokoh Siauw
Lim Sie seperti Wie Sin Siansu Locianpwe pun ikut
serta terlibat didalamnya ! Pantas saudara-saudara
seperguruan Pinto tidak berhasil membela diri dan
terbinasa mengenaskan! Kamipun memang tidak
memiliki kehormatan buat berurusan dengan Wie Sin
Siansu Locianpwe, kami akan kembali ke gunung
untuk melaporkan semua ini pada tetua-tetua kami!"
Wie Sin Siansu menghela napas mukanya
semakin murung. Kalau Khoe Cie Tojin dan muridmurid
Bu Tong Pay ini pulang ke gunung
300 memberikan laporan mereka, bukankah urusan jadi
semakin ruwet dan salah paham antara Bu Tong Pay
dengan Siauw Lim Sie akan semakin berat dan
hebat" "Dengarlah dulu. Totiang," kala Wie Sin Siansu
"Loceng cuma mohon kalian mau mendengar dulu
keterangan Loceng. Nanti barulah kita lihat, siapa
yang bersalah dalam hal ini. Loceng ingin
memperlihatkan, betapapun dugaan Bu Tong Pay
selama ini keliru, karena Siauw Lim Sie memang
tidak tersangkut dalam kasus pembunuhan yang
terjadi selama ini terhadap murid-murid Bu Tong !
Semua itu hanya fitnah belaka !"
Muka Khoe Cie Tojin berobah pucat dan merah
bergantian, air matanya masih mengucur deras, ia
menangis sedih. "Baiklah. kata-kata apa lagi yang
ingin Siansu kemuka kan, untuk pelengkap laporan
kami pada Ciangbunjin setelah kami pulang ke
gunung?" "Marilah kita melihat dulu surat-surat itu!" Kaia
Wie Sin Siansu sambil menunjuk kedua gulungan
surat yang menggeletak di tanah. "Setelah membaca
isi surat itu, tentu Totiang dan murid-murid Bu Tong
lainnya akan menyadari bahwa selama ini kita hanya
diadu dombakan oleh pihak ketiga, yang
menginginkan kita bentrok dengan yang lainnya !"
Khoe Cie Tojin mengawasi ragu-ragu si pendeta
suci Siauw Lim Sie, akhirnya ia mengangguk.
301 "Mungkin juga nanti terbukti bahwa musuh yang
mencelakai orang-orang kami bukan pendetapeadeta
suci Siauw Lim Sie, melainkan orang bulan !
"Jelas kata-kata terakhir itu merupakan ejekan yang
ditujukan kepada Wie sin Siansu dan Siauw Lim pay.
Mata Bun An Taysu mendelik, ia mendongkol
bukan main. Tapi Wie Sin Siansu membawa sikap
tetap saleh, ia merangkapkan kedua tangannya
memberi hormat. "Terima kasih, Totiang rupanya
masih mau memberi muka terang kepada Loceng."
Kemudian Wie Sin Siansu memberi isyarat
kepada Bun An Taysu agar membacakan isi suratsurat
yang menggeletak di tanah. Bun An
melaksanakan perintah, dengan ujung pedangnya
dia menggeser surat yang satu dan mulai membaca
dengan saara yang nyaring:
"Ciangbunjin Bu Tong pay Yang Mulia, bersama
dengan surat ini kami atas nama Siauw Lim Sie ingin
menyampaikan berita yang rasanya tidak begitu
menyenangkan. Sejauh ini Bu Tong Pay sudah
mengembangkan sayap dan terlalu mengumbar
murid-muridnya, seakan dalam Kangouw hanya ada
Bu Tong Pay, padahal Thio Sam Hong, cakal-bakal
Bu Tong Pay tokh memperoleh kepandaiannya dari
Siauw Lim Pay kami. ltulah sebabnya, sebagai
ganjaran yang setimpal, kami menghukum beberapa
murid Bu Tong Pay..." Membaca sampai di situ,
suara Bun An Taysu semakin perlahan tubuhnya
302 menggigil. la melirik pada Wie Sin Siansu dengan
muka berobah pucat. Wie Sin Siansu pun berdiri dengan tubuh
gemetar. la kaget tidak terkira. Tidak disangkanya
bunyi surat tersebut berobah dari yang
sesungguhnya. Tung Yang pun kaget tidak terkira,
dia tidak menyangka sedikitpun akan begitu macam
bunyinya surat yang di anggap bisa menolong
meredahkan kesalahan-pahaman antara Sauw Lim
Sie dengan pihak Bu Tong Pay.
Muka Khoe Cie Tojin berobah hebat, sebentar
merah sebentar pucat kehijau-hijauan. la bersama
murid-murid Bu Tong Pay lainnya merasa terhina
dan sakit hati, karena menganggap pendeta-pendeta
Siauw Lim Sie itu memang sengaja hendak
menghina dan mempermainkan mereka. Tangan Koe
Cie Tojin menggenggam gagang pedang kuat-kuat.
Setelah rasa kagetnya berkurang, dalam sikap
ragu-ragu, Bun An Taysu melanjutkan lagi membaca
surat itu : "Jika keputusan dan kebijaksanaan kami
ini kurang mengembira-kan hati Tojin-Tojin
terhormat dari Bu Tong Pay. kami persilahkan untuk
berkunjung saja berhitungan di Siauw Lim Sie.
Setiap saat kami menanti. Sekali lagi kami ingin
menegaskan, selanjutnya Bu Tong Pay harus tunduk
dan patuh pada Siauw Lim Sie. Tertanda : Hongthio
Siauw Lim Pay, Tang Sin Siansu."
303 Hebat bunyinya surat itu. Bukannya bisa
meredahkan salah paham yang terjadi, malah bisa
memperruncing persoalan. Bun An Taysu membaca
surat yang satunya lagi, dengan suara agak
tergetar: "Ciangbunjin Bu Tong Pay yang Mulia, jika
memang murid-murid Bu Tong Pay sulit diurus dan
diajar, silahkan kirim mereka ke Siauw Lim Sie, kami
yang akan mendidiknya, mengajarkan pada mereka
bagaimana menjadi Tosu yang baik dan saleh. Salam
dari murid-murid Siauw Lim Sie,"
Bunyi surat yang kedua inipun sama hebatnya
seperti yang pertama. Muka Bun An Taysu sampai
berobah pucat, keringat dingin menitik deras di
keningnya "Suhu . . . ?" Suaranya sember ketika ia
menoleh kepada Wie Sin Siansu, seakan ingin minta
pendapat gjrunya. Wie Sin Siansu berdiri dengan
mata terpejam dan muka pucat puas.
Tubuh pendeta Suci yang tua itu gemetaran
menahan rasa kaget, marah dan campur sesal !
Tidak disangkanya bahwa surat-surat itu bukanlah
surat-surat asli yang diinginkan. Rupanya Thian Tee
Jie Kui sudah menukarnya surat-surat asli dengan
surat-surat yang dipalsukan tersebut! inilah hebat,
tampaknya salah paham antara Bu Tong Pay dengan
Siauw Lim Pay tidak bisa diredakan lagi.
Khoe Cie Tojin tidak bisa menahan diri lagi,
tubuhnya tiba-tiba melompat kepada W'e Sin Siansu,
304 pedangnya menikam dada,pendeta suci itu diiringi
teriakan nekad, air matanya juga bercucuran. "Pinto
akan adu jiwa..." Sebetulnya sebagai pendeta suci Siauw Lim Sie
yang me nitiki kepandaian sudah sukar diukur, Wie
Sin Siansu bisa saja meng-hindarkan diri diri
tikaman tersebut. Tapi ia tidak melakukannya.
Bibirnya yang gemetar cuma menyebut:
"Omitohud...! Siancay ! Siancay !" Matanya
dipejamkan dan ia membiarkan mata pedang yang
akan menancap di dadanya!
Tidak terkira kagetnya Bun An Taysu, tapi ia tidak
mungkin keburu menolongi Wie Sin Siansu. Bun An
cuma berseru: "Suhu... hati-hati...!"
Tung Yang sejak tadi berdiri menjublek karena
heran dan kaget mendengar Bun An Taysu membaca
surat-surat itu dengan isinya yang di luar dugaan,
juga tidak kurang kagetnya melihat jiwa pendeta
suci Siau Lim Sie terancam.
Tanpa pikir panjang tubuhnya melompat dan ia
menangkis pedang Khoe Cie Tojin dengan ranting
pohon yang sejak tadi dicekalnya. Telapak tangan
kirinya juga memukul dada Khoe Cie lojin.
Murid Bu Tong P^y yang seorang ini sedang
nekad dan kalap, tapi tidak urung pukulan telapak
tangan Tung Yang menyebabkan ia terpental ke
belakang dengan muka yang pucat pias.
305 Murid-murid Bu Tong Pay lainnya ingin menyerbu,
tetapi Khoe Cie Tojin memberi isyarat. "Baiklah,
kami murid-murid Bu Tong Pay memang tidak punya
guna. Kami akan memberitahukan hal itu kepada
tetua-tetua kami, agar mereka minta pengajaran
para Siansu, untuk jadi Tosu-tosu yang baik dan
saleh !" Setelah berkata dengan kemurkaan yang
meledak, ia memberi isyarat kepada saudarasaudara
seperguruannya, mereka angkat kaki
meninggalkan tempat itu. Wie Sin Siansu membuka matanya, hendak
mencegah kepergian Khoe Cie Tojin dan saudarasaudara
seperguruannya. Tetapi hal itu tidak
dilakukannya, akhirnya ia menghela napas dengan
muka yang murung. Urusan telah berkembang
semakin buruk. Bun An Taysu melompat ke dekat Wie Sin Siansu.
"Suhu," katanya. "Mengapa surat-surat itu..."
"Omitohud!" Thian Tee Jie Kui berhasil menukar
surat-surat itu dengan yang palsu. Tampakuya
persoalan semakin rumit, karena pihak Bu Tong pai
semakin keras menuduh yang tidak-tidak kepada
pihak kita." Berulangkali pendeta suci itu menghela
napas wajahnya muram. "Kita tidak perlu kuatir, Suhu !" Kata Bun An
Taysu mendongkol. "Kalau memang pihak Bu Tong
306 tidak mau memberi sedikit muka terang kepada kita
dan tetap bersikeras menuduh yang tidak-tidak
kepada kita, hal itu rasanya tidak boleh dibiarkan
saja. Kita harus menghadapinya, agar mereka tidak


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kecewa !" "Siancay ! Siancay ! Bun An, jangan berpendirian
seperti itu. Kita memang kena fitnah dan kewajiban
kita untuk membersihkan nama baik kita. kalaupun
bagaimana tetua-tetua Bu Tong Pay harus diberikan
pengertian, bahwa pihak kita berdua tengah diadu
dombakan oleh pihak lainnya. Namun urusan sudah
terjadi demikian jauh, jadi semakin rumit."
Tung Yang menghampiri Wie Sin Siansu. "Siansu
tidak boleh kecil hati, kalau Bu Tong Pay tidak mau
memberi muka terang pada pihak Siansu, apa
salahnya dihadapi dengan sebaik-baiknya "
Bukankah mereka para hidung kerbau yang dungu
tidak bisa diberi pengertian ?"
Wie Sin Siansu tersenyum pahit. "Tung Hiapsu,
terima kasih atas perhatian Hiapsu. Urusan ini
adalah persoalan dalam pintu perguruan kami, dan
akan kami selesaikan sebaik mungkin. Oya, bisakah
Loceng melihat putera Giok Goanswee ?"
Tung Yang mengajak Wie Sin Siansu dan Bun An
Taysu ke dalam rumah, memperkenalkan kepada
isterinya, Tung Im. Waktu itu Giok Han masih rebah
pingsan belum sadarkan diri, Melihat keadaan Giok
307 Han, alis Wie Sin Siansu berobah tambah muram,
sepasang alisnya yang sudah putih berkerut.
"Omitohud ! Omitohud ! Apa yang telah terjadi
pada diri Siauw Kongcu ini?" tanya Wie Sin Siansu
dengan suara yang ragu-ragu.
"Ia dilukai secara kurang ajar oleh Bwee Sim Mo
Lie, racun mengendap didalam tulang pundaknya."
Menjelaskan Tung Yang. Wie in Siansu menghela napas dalam-dalam.
"Sayang, sayang..." gumamnya dan tidak bilang
apa-apa lagi. Tung Yang dan Tung Im jadi heran. Bahkan Tung
Yang tidak bisa menahan diri, segera mendekati Wie
Sin Siansu, merangkapkan kedua tangannya
memberi hormat. "Apakah Siansu ada pengajaran
tentang anak ini?" tanyanya.
Muka Wie Sin Siansu muram benar, dia menghela
napas dalam-dalam, baru sekarang dengan sikap
yang sudah berobah menjadi sabar kembali, dia
menunjuk kepada Giok Han. "Kalau Giok Kongcu
tidak segera memperoleh pengobatan yang tepat,
niscaya akan sia-sialah jika tokh akhirnya ia tetap
bisa hidup." setelah berkata begitu, sipendeta
berulangkali berucap : "Siancay ! Siancay !"
Tercekat hati Tung Yang. la sebagai tabib yang
memiliki ilmu pengobatan yang tinggi. Memang
308 diketahuinya bahwa Giok Han harus menerima
pengobatan yang cukup lama, tapi dia tidak melihat
bahaya yang terlalu besar pada luka bocah itu.
"Siansu, kami mohon petunjuk Siansu..." kata Tung
Yang, ia mengawasi pendeta tua itu.
"Tung Hiapsu, maafkan, Loceng tahu bahwa Tung
Hiapsu seorang ahli pengobatan, Tetapi, Giok
Kongcu memerlukan Im Giok (Batu Pualam Dingin)
yang terdapat di Lo-im-tang, agar racun didalam
tubuhnya terhisap keluar seluruhnya Hal ini Loceng
kemukakan bukan sekali-kali meremehkan
kepandaian Tung Hiapsu, tapi sekali saja melakukan
sedikit kekeliruan, bukankah berarti penyesalan
seumur hidup" Omitohud ! Omitohud !"
Tung Yang semakin kaget. Segera ia tersadar,
betapa memang luka Giok Han memang hebat
sekali. Pendeta suci itu memiliki penglihatan yang
sangat tajam. Memang apa yang diucapkan Wie Sin
Siansu tepat sekali saja Tung Yang keliru dalam
pengobatan pada Giok Han, maka bisa menyebabkan
Giok Han bercacad seumur hidup.
Ini merupakan suatu persoalan yang harus
diputuskan dengan cepat. Tentang Im Giok, batu
pualam yang dimiliki Siauw Lim Sie, memang pernah
didengarnya. Im Giok sebuah pembaringan terbuat
dari batu Giok yang usianya sudah ribuan tahun,
dingin sekali. Jika seseorang duduk berssmedhi
diranjang batu Im Giok tersebut, bisa menambah
cepat kesempurnaan Lwekang. Jika rebah di ranjang
309 Im Giok, seluruh tubuh akan bersih dari racun-racun
kotor, yang semuanya akan terhisap keluar dari
tubuh. "Siansu!" kata Tung Yang sambil memberi hormat
lagi kepada Wie Sin Siansu "Ada sedikit
permintaanku, Entah Siansu mau memenuhinya atau
tidak.." "Katakanlah Tung Hiapsu. jika memang Loceng
sanggup melakukannya, tentu akan memenuhi
permintaan Tung Hiapsu."
"Anak itu," kata Tung Yang sambil menunjuk
pada Giok Han yang rebah pingsan diranjang. "Ia
menderita luka karena keracunan hebat, oleh tangan
jahat Bwee Sim Mo Lie, Lohu memang mengerti
sedikit ilmu pengobatan dan tahu tentang racunracun.
Jika menghadapi racun-racun biasa saja,
memang Lohu bisa menyembuhkan sebaik-baiknya.
Namun sekarang, anak itu menderita luka yang
parah. Racun sempat menerobos masuk kedalam
tulangnya yang patah. Kasihan kalau anak itu
sampai cacad, terlebih lagi dia putra satu-satunya
dari Giok Goan-swee almarhum...
Wie Sin Siansu merangkapkan kedua tangannya,
dengan ssbar pendeta alim Siauw Lim Sie itu bilang:
"Jadi maksud Tung Hiapsu ingin meminta agar kami
memperbolehkan anak itu mempergunakan ranjang
Im Giok, bukan ?" 310 Tung Yang mengangguk. "Ya, di samping
memperbolehkan anak itu mempergunakan ranjang
Im Giok, juga Lohu ingin meminta kemurahan haii
Siansu untuk bantu menyembuhkan anak itu, agar ia
terhindar dari cacad. Memang semula Lohu bertekad
hendak berusaha menyembuhkannya, tapi sekarang
Lohu berpikir lain. Lohu kuatir kalau kalau nanti
gagal dengan usahaku, sehingga berakibat buruk
untuk anak itu. Kalau memang Siansu tidak
keberatan, sekali lagi Lohu mohon kemurahan hati
Siansu untuk menolong anak itu. Juga, jika sudah
sembuh anak itu tidak memiliki famili, jika ikut
dengan kami hal itu tidak baik, cara hidup kami tidak
menentu. Alangkah baiknya jika anak itu diasuh oleh
Siauw Lim Sie..." "Siancay ! Siancay !" Wie Sin Siansu tersenyum
sabar. "Baiklah! Dengan memandang Giok Goanswee,
agar arwahnya bisa tenteram karena
keturunannya satu-satunya tidak di telantarkan,
maka Loceng akan berusaha untuk memenuhi
permintaan Tung Hiapsu !"
Girang Tung Yang. la bersama Tung Im memberi
hormat kepada pendeta tua yang alim itu,
mengucapkan terimakasih. Wie Sin Siansu memberi
isyarat kepada Bun An Taysu agar menggendong
Giok Han, kemudian mereka berpisahan.
Sebelum berpisahan Tung Yang masih sempat
berjanji akan bantu menyelidiki tentang Thian Tee
Jie Kui dan siapa orang yang berada di belakangnya,
311 yang ingin mengadu domba Siauw Lim Pay dengan
Bu Tong Pay. Juga Tung Yang berjanji akan berusaha bantu
menyelidiki tentang dua surat penting yang hilang,
yang sempat dipalsukan oleh Thian Tee Jie Kui.
Merekapun berpisahan, Wie Sin Siansu berlalu
membawa Giok Han, sedangkan Tung Yang berdua
Tung Im memutuskan tidak kembali ke tempat
mereka, di puncak gunung Biesan.
Mereka sudah berjanji pada Wie Sin Siansu untuk
bantu pihak Siauw Lim Sie menyelidiki tentang
surat-surat yang lenyap, juga mereka ingat akan
"undangan" Thio Eng Goat, iblis beracun. Mereka
harus memenuhi undangan itu, yaitu di bulan duabelas
pada tanggal limabelas datang ke lembah Kuihun
(Arwah Setan). Sebetulnya Tung Im maupun Tung Yang ingin
melewati hari-hari tua mereka dengan tenang di
tempat pengasingan dan tidak mencampuri urusan
Kangouw. Namun kini tampaknya mereka sudah
terseret ikut dalam pergolakan dalam dunia
persilatan, tampaknya sulit buat mereka menarik diri
lagi... Wie Sin Siansu pendeta suci Siauw Lim Sie,
biasanya ia sangat tenang, walaupun menghadapi
urusan yang paling berat sekalipun. Tung Im dengan
Tung Yang hanya melihat pendeta itu menaruh
312 perhatian untuk keselamatan Giok Han. tapi tidak
terlihat perasaan lain di muka pendeta suci itu.
Tetapi setelah berpisah dengan Tung Im dan
Tung Yang, Wie Sin Siansu lenyap ketenangannya, la
sambil berlari di sisi Bun An Taysu yang
menggendong Giok selalu melirik memperhatikan
wajah Giok Han. "Anak ini harus diselamatkan ! Hai !
Hai ! Untung saja kita bertemu pada waktu yang
tetap. Terlambat beberapa hari lagi, entah
bagaimana masa depan anak ini. Kasihan keluarga
Giok Goanswee telah dihancurkan oleh Kaisar lalim,
anak ini, yang merupakan satu-satunya keturunan
Giok Goanswe, tengah terancam jiwanya."
Sebetulnya Bun An sejak pertama mereka melihat
Giok Han, sudah mengetahui bahwa gurunya
berkuatir. Sudah puluhan tahun Bun An Taysu
mendampingi gurunya, karenanya ia tahu gurunya
tengah tegang, sebap seperti biasanya kalau
perasaannya tengah gelisah. Wie Sin Siansu akan
memandang sesuatu dengan mata bersinar tajam,
justeru waktu melihat Giok Han pertama kali, mata
Wie Sin Siansu memang bersinar sangat tajam.
Sekarang mendengar perkataan gurunya seperti
itu. Bun An Taysu jadi tidak mengerti. "Suhu,"
katanya tanpa mengurangi larinya. "Anak ini
memang terluka cukup berat, tetapi rasanya tidak
akan membahayakan jiwanya."
313 Wie Sin Siansu menghela napas geleng-geleng
kepalanya "Bun An tidakkah kau lihat pada bagian
tepat titik jalan darah Su-ho-hiat tiga hun dibawah
alis, ada bayangan hitam sama ?"
Bun An Taysu tengah menggendong Giok Han,
tapi ia bisa menoleh dan melihat. Benar saja, pada
titik jalan darah Su-ho-hiat tiga hun dibawah alis
Giok Han, ada bayangan kehitam-hitaman. Hati Bun
An Taysu tercekat inilah berbahaya untuk
keselamatan jiwa Giok Han. Biasanya, jika seseorang
menderita luka parah, dan pada titik Su-ho-hiat-nya
terlihat bayangan hitam, berarti lukanya itu parah
benar, yang mengganggu kerjanya jantung.
Kalau sampai warna titik di Su-ro-hiat menghitam
lebih gelap, akan putuslah napas orang itu.
Walaupun obat dewa tidak mungkin bisa
menyelamatkannya lagi. Segera Bun An Taysu
tersadar, mengapa gurunya begitu gelisah. Bun An
Taysu jadi berdiam diri saja dengan hati ikut gelisah.
"Apa yang harus kita lakukan, Suhu ?" tanyanya.
Wie Sin Siansu kelihatannya seperti orang
linglung, la tak menyahut, cuma menggelengkan
kepala. Alisnya yang memutih tampak mengkerut
dalam-dalam. "Satu-satunya jalan yang bisa kita
tempuh," Wie Sin Siansu bilang setelah lewat
beberapa lama, memperpanjang jiwa anak ini
dengan membendung jalan darau Wai-sie, Seng-sie
dan Cie-kang. Jalan darah itu semuanya harus
ditotok dengan tepat, nanti setelah tiba di Siauw Lim
314 barulah kita menggunakan ranjang Im Giok dan
memohon kemurahan hati Hongthio buat
mempergunakan Tat Mo Sinkang menyelamatkan
jiwa anak ini! Walau bagaimanapun, anak ini harus
diselamatkan, jangan sampai mengecewakan arwah
Giok Goanswee !" berkata sampai disitu Wie Sin
Siansu menghela napas. Pikirannya agak kalut.
Urusan antara Siauw Lim dengan Bu Tong Pay yang
timbul salah paham, walaupun merupakan urusan
yang cukup berat, tapi tidak menggelisahkan seperti
memikirkan keselamatan Giok Han, yang sampai
saat itu masih tetap pingsan tidak sadarkan diri.
Setelah itu, sipendeta suci Siauw Lim Sie berdua
muridnya hanya berlari dengan mempergunakan
ilmu lari cepat tanpa berkata-kata, keduanya
berdiam diri. Selang beberapa hari, sesudah menyeberangi
Sangai Kuning(Hoangho) dan masuk kedaerah
S'amsay, keadaan Giok Han mengalami kemajuan.
Setelah tiga jalan darahnya, Wai-sie dan Cie-kang,
ditotok oleh Wie Sin Siansu dengan Tat Mo Sinkang,
boleh dibilang umur si bocah bisa diperpanjang,
untuk bertahan sampai mereka bisa mencapai Siauw
Sit San, di mana kuil Siauw Lim Sie berada.
Mungkin masih memerlukan perjalanan satu


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bulan lebih. Dua hari sejak penotokan ketiga jalan
darah tersebut, Giok Han mulai sadar, pertama-tama
si bocah kaget dan menanyakan mengapa ia bisa
berada bersama kedua pendeta itu. Wie Sin Siansu
315 sabar menceritakan segalanya, juga apa yang
didengarnya dari Tung Yang diceritakan lagi pada
Giok Han. Bocah itu jadi heran dan bingung. Waktu Tung
Yang mcnolongi dan membawanya pergi, si bocah
dalam keadaan pingsan, Hal itu tidak diketahuinya.
la hanya ingat, waktu itu dia tengah berkutetan
dengan Bwee Sim Mo Lie yang digigitnya, yang
diingatnya telah menghantam dan membuat ia
terpental menderita kesakitan Selanjutnya dia tidak
tahu lagi, karena jatuh pingsan.
Agak rewel Giok Han menanyakan tentang encie
Yang Lan-nya, tentang Yang Bu In, terutama sekali
mengenai Lam Sie, pengasuh tua yang setia itu,
juga tentang Khang Thiam Lu, kewalahan Wie Sin
Siansu menerima pertanyaan bertubi-tubi dan rewel
dari si bocah. ia sendiri tidak tahu dan tidak kenal
dengan orang-orang yang ditanyakan Giok Han.
namun sabar sekali pendeta alim ini melayani setiap
kerewelan Giok Han. "Tenanglah, anak. Nanti kau
akan bertemu lagi dengan mereka... sekarang
kesehatanmu harus dipentingkan dulu, jangan
terlalu banyak berpikir, bisa mengganggu
kesehatanmu." Tapi Giok Han masih terus juga rewel, Bun An
Taysu yang selalu mewakili Wie Sin Siansu
menenangkan Giok Han, ikut kewalahan juga. Hanya
saja, kedua pendeta itu sabar luar biasa. Mereka
ingat, anak ini adalah satu-satunya keturunan Giok
316 Goanswee yang masih hidup, merekapun terharu
melihat begitu besar perhatian Giok Han kepada
orang-orang yang dicintainya, yang pernah dekat
dengannya. Di dalam dunia persilatan kedua Hweshio Siauw
Lim Sie ini adalah pendeta-pendeta suci yang sangat
disegani, yang tidak akan banyak bicara jika tidak
perlu. Mereka adalah pendeta-pendeta saleh yang
tidak mungkin dilibat oleh kerewelan seperti yang
dilakukan oleh Giok Han. Tapi kini, terhadap Giok Han, kedua pendeta itu
seperti berobah bagaikan burung beo yang harus
bicara terus menerus menenangkan si bocah,
membujuknya dan menghiburnya.
Giok Han tidak puas dengan keteranganketerangan
kedua Hweshio itu, apa lagi mendengar
dirinya akan dibawa ke Siauw Lim Sie, akhirnya
disebabkan terlalu jengkel, bocah itu menangis:
"Aku tidak boleh menangis. Seorang Kongcu tidak
akan menangis!" Waktu menangis Giok Han
menggumam begitu tidak hentinya, namun air
matanya tetap mengucur deras ! Tentu saja ini
merupakan peristiwa mengharukan campur lucu.
Hati Wie Sin Siansu jadi tergetar, hatinya terharu.
Biasanya ia merupakan pendeta alim yang tidak
mudah dikuasai oieh perasaan marah, senang,
jengkel dan lain-lainnya, hanya sekarang dia ikut
terharu, apa lagi mengingat seluruh keluarga diiri
317 bocah di depannya ini telah dimusnahkan oleh Kaisar
yang lalim. Dipeluknya Giok Han, ditepuk-tepuk
punggungnya penuh kasih sayang dan sabar.
"Benar anak, kau tidak boleh menangis. Seorang
Kongcu tidak akan menangis."
"Tapi .... tapi mengapa aku harus di pisahkan dari
Encie Yang Lan " Paman Bu In " Paman Khang
Thiam Lu dan naman Lam Sie " Mengapa aku harus
dibawa ke Siauw Lim Sie " Bukankan .... bukankah
Taysu bisa membawaku pulang di tengah-tengah
mereka?", kata Giok Han sambil menghapus air
matanya. Wie Sin Siansu menghela napas. Sabar sekali
katanya: "Kesehatanmu tidak baik, kau terluka
anak. Karenanya kami membawa mu ke Siauw Lien
Sie untuk berobat. Nanti setelah sembuh tentu kami
akan mengantarkan kau kembali ke tengah-tengah
mereka, orang-orang yang kau cintai !"
"Taysu tidak berbohong?" tanya Giok Han.
Wie Sin Siansu tidak marah, juga tersinggung
oleh pertanyaan si bocah. "Loceng berjanji dan akan
menepati janji Loceng."
Giok Han menoleh kepada Bun An Taysu. "Taysu
juga berjanji?". 318 "Ya berjanji, nanti kami akan mengantarkan kau
kembali ke Encie Yang Lan, ke paman Lam Sie dan
yang lain-lainnya," menyahuti Bun An Taysu sambil
tersenyum. "Jangan bohong ya "! Aku anak yang bernasib
jelek, orang tuaku dibunuh orang. keluargaku
dihancurkan. Di dunia ini aku hidup sendiri, Encie
Yang Lan, paman Lam Sie dan yang lain-lainnya
sangat sayang padaku Kalau... kalau aku dipisahkan
dari mereka... nanti... nanti aku tidak tahu kemana
harus pergi, hidup sendiri..." Dan air mata Giok Han
mengucur lagi, tampaknya dia jadi sedih.
Terharu hati Wie Sin Siansu dan Bun An Taysu,
mereka segera menghibur Giok Han. Dasar bocah,
tentu saja Giok Han tidak tahu siapa kedua pendeta
didepannya, yang sebetulnya merupakan hwesiohwesio
suci Siauw Lim Sie. Orang lain, untuk bertemu dan bercakap-cakap
dengan mereka sulitnya bukan main, justeru
sekarang Giok Han demikian rewel dan sikapnya
selalu memperlihatkan din tidak mempercayai kedua
Hwe-sio suci itu ! Sejak kecil Wie Sin Siansu maupun Bun An Taysu
hidup di kuil Siauw Lim Sie. Setiap hari bergaul
dengan kitab-kitab suci, mereka tidak pernah kenal
wanita ataupun juga berpikir untuk kawin, Sekarang
mereka berdua harus menghibur dan menenangkan
Giok Han, tentu saja keduanya jadi kewalahan. Jika
319 ada yang menyaksikan, betapa kedua Hwesio itu
demikian sibuk selalu menghibur dengan berbagai
janji dan tingkah agar si bocah gembira, tentu orang
akan tertawa geli. Bun An Taysu sampai mengajak Giok Han untuk
main petak, saling kejar, atau main hitung-hitung
jari tangan, permainan yang biasa dilakukan anakanak
! Karena sikap yang luar biasa sabar dan juga Giok
Han melihat kedua Hwesio itu tidak memperlihatkan
tanda-tanda sebagai orang jahat, akhirnya lewat
beberapa hari bocah itupun mulai pulih
kegembiraannya, walaupun masih sering rewel
menanyakan Encie Yang Lannya, paman Lam Sie,
paman khang Thiam Lu, atau juga menanyakan
kapan ia diantarkan untuk bisa berkumpul dengan
mereka. Satu yang membuat tenang hati Giok Han,
walaupun Wie Sin Siansu tidak mengetahui siapa itu
Bwee Sim Mo Lie yang disebut-sebut Giok Han
sebagai Ciecie yang paling jahat dan tengah
mengancam keluarga Yang, pendeta suci yang
bijaksana ini bilang bahwa Bwee Sim Mo Lie
akhirnya bisa dibujuk untuk menjadi teman keluarga
Yang, sehingga tidak terjadi pertempuran lagi
Oooo, jadi Ciecie Bwee Sim Mo Lie tidak marahrnarah
lagi pada keluarga paman Yang " tanya Giok
Han. 320 "Ya, mereka sudah jadi sahabat, karenanya kau
tidak perlu kuatir lagi tentang mereka." Menimpali
Bun An Taysu Setelah melewati Hoancoan, mereka terpisah
tidak jauh lagi dengan Siauw Sit San. Melakukan
perjalanan 6 hari lagi, akhirnya mereka tiba dikuil
Siauw Lim Sie. Melihat Siauw Lim Sie yang megah dan angker,
Giok Han sejenak tertegun. "Hebat, hebat !" pujinya.
Bun An Taysu menoleh pada si bocah. "Apanya
yang bagus, Hanjie ?"
"Kuil ini sangat indah, mungkin istana Kaisar lalim
itupun rmsih kalah angkernya!" menyahiti Giok Han.
Bun An Taysu tertawa. "Tentu. istana seorang
Kaisar yang umumnya kotor, penuh dengan
perbuatan maksiat, penuh dengan orang-orang yang
berlumuran dosa, mana bisa dibandingkan dengan
keangkeran kuil kami ?"
Waktu bicara begitu, walaupun tengah menimpali
pembicaraan seorang bocah, wajah Bun An Taysu
pun memperlihatkan kebanggaan, mukanya berseriseri,
memandang betapa megahnya kuil Siauw Lim
Sie, yang sudah sekian puluh ribu rahun berdiri
tanpa pernah goyah oleh perobahan jaman maupun
perobahan pemerintahan. 321 Giok Han tidak bisa menangkap makna perkataan
Bun An Taysu, ia mengawasi si pendeta. Dilihat
muka Bun An Taysu berseri-seri, matanya tajam
sekali, tanpa disadari timbul rasa hormat di hati Giok
Han pada Hweshio ini. Agung sekali sikapnya. "Jadi
di istana Kaisar lalim itu memang banyak orang
berdosa, Taysu " Juga istana itu kotor sekali ?"
Bun An Taysu seperti tersadar dari lamunannya,
ia tersenyum sabar, mengusap-usap kepala s bocah.
"Nanti setelah dewasa kau akan mengerti semuanya,
Han jie." "Wie Sin Siansu pun seperti kesima mengawasi
Siauw Lim Sie yang berdiri tegak angker di
hadapannya. Betapa kini justeru Siauw Lim Sie
tengah dilibatkan oleh fitnah agar bentrok dengan
Bu Tong Pay. Benar Bu Tong Pay tidak sebesar Siauw Lim Sie,
tidak seangker Siauw Lim Sie, akan tetapi Bu Tong
Pay bukanlah pintu perguruan yang lemah. Terlehih
lagi yang membuat Wie Sin Siansu menyesal sekali,
Bu Tong Pay merupakan satu-satunya pintu
perguruan dari golongan putih, yang disegani oleh
seluruh dunia persilatan setelah Siauw Lim Sie !
Kembalinya Wie Sin Siansu bersama Bun An
Taysu yang membawa Giok Han segera dilaporkan
pada Hongthio Siauw Lim Sie, Tang Sin Siansu.
322 Sute Tang Sin Siansu yang lainnya, Tang Bun
Siansu, Tang Lang Siansu dan Tang Lu Siansu, ikut
menyambut. Mereka sebelumnya telah menerima
laporan dari Kam Siang Cie berempat yang sudah
kembali ke Siauw Lim Sie beberapa waktu yang lalu.
Wie Sin Siansu berdua Bun An Taysu cepat-cepat
memberi hormat kepada tetua-tetua mereka.
Dengan muka agak muram Tang Sin Siansu bilang:
"Wie Sin, bagaimana lukamu " Apakah tidak ada
halangan sesuatu " Urusan memang kabarnya dapat
kau selesaikan dengan diambil kembali kedua pucuk
surat berharga itu, hanya saja kau terlalu berani
dengan menerima ketiga pukulan dari manusia
rendah seperti Thian Tee Jie Kui."
Dengan sikap hormat Wie Sin menyahuti:
"Setelah beristirahat sebulan lebih dengan
mempergunakan Tat Mo Sinkang, berkat doa
Hongthio, kesehatan tecu telah pulih sebagaimana
biasa, tapi perihal kedua surat itu..."
Wie Sin Siansu menoleh pada Bun An Taysu yang
waktu itu tengah saling lirik dengan Giok Han dan
tersenyum-senyum, karena si bocah selalu berbisikbisik
rewel sekali menanyakan mengapa begini
banyak pendeta, dan siapa keempat pendeta tua
yang tampaknya begitu alim dan agung sehingga
Bun An Taysu harus menjelaskan dengan berbisikbisik
juga. 323 "Tecu kira Bun An bisa menjelaskannya kepada
Hongthio..." Bun An Taysu cepat-cepat maju
memberi hormat kepada tetua-tetuanya dan
menceritakan apa yang sudah terjadi, tentang
dipalsukannya surat-surat itu. Muka Tang Sin Siansu
berobah murung. "Kalau demikian kita harus kirim orang ke Bu
Tong Pay. menjelaskan duduk persoalan yang
sebenarnya, tanpa perlu mengandalkan kedua surat
itu lagi. Kiia usahakan pihak Bu Tong Pay mau
mengerti," kata Tang Sin Siansu setelah Bun An
Taysu selesai dengan ceritanya, kemudian Hongthio
ini menoleh pada Tang Bun Siansu:
"Sute, Bagaimana kalau kau mewakiliku untuk
menemui Ciangbunjin Bu Tong, menyelesaikan
persoalan ini ?" Alis Tang Bun Siansu yang sudah putih semuanya
seperti tumpukan salju, mengkerut. "Apakah hal ini
tidak akan menyebabkan bertambah besarnya salah
paham antara pihak kita dengan pihak Bu Tong "
Suheng, walaupun bagaimana surat-surat yang
menjadi bukti harus kita peroleh, juga kita harus


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membongkar perbuatan siapa yang telah
menyebarkan fitnah ke alamat kita! Dengan cara
demikian jelas bisa diterima oleh Ciangbunjin Bu
Tong Pay." Tang Sin Siansu menghela napas dalam-dalam.
"Rasanya, Ciangbunjin Bu Tong masih mau
324 memberikan muka terang pada kita kalau kau
mewakiliku secara resmi menemuinya. Tidak ada
pilihan lain," "Baiklah Suheng, kapan aku berangkat ?"
"Secepatnya. Aku yakin Siong Kie Tojin bukan
seorang berpikiran cupat bisa terhasut oleh fitnah
rendahan seperti itu. Jika kita bisa menjelaskan
duduk persoalannya dengan sebaik-baiknya, kesalah
pahaman ini bisa diatasi."
"Baiklah Suheng, aku terima perintah.
Secepatnya aku akan berangkat ke Bu Tong San."
Tang Sin Siansu menoleh pada Wie Sin Siansu,
menunjuk Giok Han tanyanya : "Wie Sin, siapakah
engko kecil itu ?" Wie Sin Siansu baru ingat Giok Han. Cepat-cepat
ia menarik tangan Giok Han. "Hanjie berlututlah
memberi hormat kepada Hongthio..."
Giok Han mengawasi sejenak Tang Sin Siansu,
dia tidak berlutut, hanya kedua tangannya kemudian
dirangkapkan, membungkuk memberi hormat.
Dengan suara lantang ia bilang : "Siauw-tee Giok
Han menanyakan kesehatan Lohweshio (pendeta
tua) apakah baik-baik saja"
325 Tercekat Wie Sin Siansu dan Bun An Taysu sudah
melompat ke dekat Giok Han, katanya gugup:
"Hanjie. kau harus memanggil... Siansu..!"
Melihat kelakuan si bocah Tang Sin Siansu tidak
marah, bahkan tersenyum. la melihat jiwa anak ini
keras sekali, karena ia tidak bersedia berlutut dan
malah memberi hormat dengan tingkah seakan-akan
ia sudah dewasa. Waktu berkata menanyakan kesehatan Tang Sin
iapun bersikap gagah sekali. Matanya bersinar
tajam, tidak takut-takut menatap pada Tang Sin.
Diam-diam hati Tang Sin Siansu heran, entah siapa
anak yang luar biasa ini. la mengibaskan sedikit
lengan jubahnya perintahkan Bun An Taysu mundur,
dengan suara penuh kasih Tang Sin Siansu
bertanya: "Siancay ! Siancay ! Hormatmu telah Loceng
terima. Giok Siauwko (engko kecil Giok), tampaknya
kau harus beristirahat karena kesehatanmu tidak
begitu baik." Kaget Giok Han. Bukan main tajamnya mata
pendeta suci itu, yang sekali lihat saja mengetahui
bahwa Giok Han tengah terluka di dalam. Tang Sin
Siansu tidak perdulikan sikap Giok Han, hanya
menoleh pada Wie Sin Sian Su: "Giok Siauwko
tampaknya perlu perawatan di Im Giok Tong dan
juga titik jalan darah Wai-sie, Seng-sie dan Cie-kang
yang tertotok harus segera dibebaskan. Jika ketiga
326 jalan darah itu tertotok dalam waktu berlarna-lama
bisa memberikan akibat sampingan yang tidak
menyenangkan. Segeralah rawat Giok Siauwko, dan
malam ini kau menemuiku di Kim-ih-tong untuk
membicarakan beberapa hal."
Setelah berkata begitu, Tang Sin Siansu menoleh
lagi pada Giok Han, sabar suaranya. "Giok Siauwko,
istirahatlah dengan tenang, sementara ini.
kesehatan kau perlu perawatan yang sebaikbaiknya.
Hai, bar, entah siapa yang turunkan tangan
begitu telegas kepadamu yang masih demikian
muda?" Tanpa menantikan jawaban Tang Sin Siansu
memberi tanda agar yang lain boleh mengundurkan
diri, sedangkan Hong-thio Siauw Lim Sie itupun
sudah memutar tubuh. Wie Sin Siansu tidak ayal lagi
membawa Giok Han ke Im Giok Tong, untuk
memberikan pengobatan pada si bocah.
Giok Han kagum pada Tang Sin Siansu. Pendeta
tua yang alim itu selain mengetahui ia terluka berat,
juga sekali lihat mengetahui tiga jalan darahnya
dalam keadaan tertotok. Segera lahir perasaan
menghormat yang sangat besar terhadap Hongthio
Siau Lim Sie itu. Wie Sin Siansu perintahkan Bun An Taysu
mengurus keperluan buat Giok Han yang waktu itu
telah rebah telentang di pembaringan Im Giok,
sebuah pembaringan yang terbuat dari batu Giok
327 berwarna merah darah, dan dari Im Giok
menyiarkan hawa yang dinginnya melebihi dinginnya
es. Jilid ke 8 Walaupun tubuhnya menggigil, Giok Han tidak
berani membantah waktu Wie Sin Siansu
perintahkan ia rebah disitu. Gigi si bocah sampai
bercatrukan. Selesai mengatur segalanya. Wie Sin Siansu
memberitahukan Giok Han bahwa ia harus pergi
menghadap Hongthio, karena pasti Hongthionya
ingin minta keterangan tentang Giok Han. "Kau
harus rebah disini tiga hari tiga malam, Hanjie,"
menjelaskan Wie Sin Siansu sebelum meninggalkan
Im Giok Tong. Kaget Giok Han. "Taysu", katanya, ia tetap
memanggil Wie Sin Taysu dengan sebutan Taysu
disamakan seperti ia memanggil Bun An Taysu, tapi
Wie Sin Siansu pun tidak keberatan atas panggilan
seperti itu. "Aku bisa mati kedinginan jika harus rebah terus
disini.." Wie Sin Piansu tirsenyum. "Tidak ada orang yang
mati jika rebah di Im Giok, bahkan bisa menambah
kekuatan dan kesegaran tubuh!"
328 Giok Han masih mau bertanya, tapi pendeta itu
sudah memutar tubuh dan meninggalkannya. Bun
An Taysu yang melayani Giok Han, untuk makan
minum sibocah semua diatur dengan sebaikbaiknya,
setiap tiga jam sekali diberikan semangkok
bubur sarang burung Yan-oh yang telah dicampur
obat, demikian pula untuk minum Giok Han pun
sudah dicampur semacam obat.
Rebah setengah harian, setelah makan dan
minum dua kali, Giok Han tidak merasa kedinginan
lagi. Malah bocah itu merssakan tubuhnya seperti
mengeluarkan uap yang panas sekali, keringat yang
banyak, ranjang Im Giok pun tidak dingin, hanya
sejuk, tidak menyiksa lagi.
Bun An Taysu yang diam-diam memperhatikan
tingkah Giok Han, jadi heran juga. Dia melihat bocah
ini sangat keras hati. Jangankan seorang bocah
seperti dia, sedangkan Bun An Taysu sendiri disuruh
rebah di pembaringan im Giok sebelum makan Yanoh
dicampur obat dan minum air obat lainnya, tidak
akan sanggup menahan dinginnya pembaringan batu
giok merah tersebut. Tetapi Giok Han justeru tadi biarpun sangat
kedinginan, hanya bertanya apakah dia tidak akan
mati kedinginan pada Wie Sin Siansu, setelah
melihat Wie Sin Siansu tidak begitu
mengacuhkannya, bocah inipun tidak rewel lagi,
hanya gigit giginya rapat-rapat dan tidak membuka
mulut lagi, biarpun dinginnya luar biasa disekujur
329 tubuh. Muka bocah itu sampai hijau pucat menahan
dingin, tubuhnya juga bergoncang hebat.
Menyaksikan hal demikian Bun An Taysu jidi
berpikir: "Bocah luar biasa! Tidak kecewa dia
keturunan Jenderal besar Giok Hu."
Dalam perjalanan ke Siauw Lim Sie. Bun An
Taysu pun sudah melihat bahwa Giok Han tidak
seperti anak-anak sebaya lainnya. Giok Han memiliki
sikap yang berani sekali, terkadang mendekati
kenekadan. Keras hati dan otaknya sangat cerdas.
Setiap pertanyaannya selalu pada hal-hal yang
penting. Sejak saat itu saja sebetulnya sudah
muncul rasa sayang dihati Bun An Taysu, karenanya
melihat Giok Han menggigil keras seperti itu, tidak
ayal ia memberikan Yan-oh campur obat agar
sibocah bisa menahan rasa dingin ranjang lm Giok.
Wie Sie Siansu sendiri tahu, setiap orang, apa lagi
seorang yang tidak mengerti ilmu silat, rebah
diranjang lm Giok akan diserang dingin luar biasa.
Tapi pendeta suci itu mengeraskan hatinya, agar
Giok Han tetap rebah di ranjang itu, pura-pura tidak
mengetahui si bocah menderita kedinginan hebat.
Pertama, dengan cara demikian bisa
membekukan sebagian racun yang mengendap di
dalam tulang sumsum pada pundak Giok Han, kedua
lebih cepat proses penghisapan racun yang
dilakukan oleh ranjang lm Giok.
330 Wie Sin Siansu pun punya alasan lainnya, ia ingin
mendidik Giok Han agar keras dan lebih tabah,
seperti yang selama ini di perlakukan terhadap
semua murid-murid Siauw Lim Sie, ditanam
kedisiplinan yang kuat. Bukankah di waktu
mendatang bocah ini harus diasuhnya, dididik,
seperti permintaan Tung Yang beberapa waktu lalu
yang telah diluluskannya "
Tapi maksud Wie Sin Siansu justeru keliru
diterima oleh Giok Han. Waktu pertamakali ia rebah
di pembaringan lm Giok, menderita kedinginan hebat
dan Wie Sin Siansu meninggalkannya dengan sikap
biasa saja seperti tidak melihat penderitaannya, si
bocah justeru berpikir sedih: "Biar, memang aku
anak yatim yang tidak punya orang tua lagi,
siapapun boleh memperlakukan aku semau-maunya
! Aku tidak boleh memperlihatkan kelemahanku
pada pendeta tua kurus itu biar mati aku harus tetap
rebah di ranjang ini. Aku tidak boleh membiarkan dia
nanti menghinaku sebagai anak tidak berguna !"
Dan Giok Han gigit giginya kuat-kuat, bibirnya
kehitam-hitaman menuruni dingin luar biasa,
tubuhnya mengigil keras. la nekad biar harus mati,
dia tidak akan meninggalkan ranjang Im Giok!
Hanya rasa sedih sering menyelinap ke dasar
hatinya, ia jadi teringat lagi keadaannya
sebatangkara, tidak ada orang tua, tidak ada sanak
famili, hidup seorang diri, dan tidak ada orang yang
melindunginya lagi. 331 Walaupun Wie Sin Sian-su dan Bun An Taysu
sepanjang perjalanan ke Siauw Lim Sie
memperlakukannya sangat manis dan baik, tokh
sekarang ia disiksa rebah kedinginan hebat di
ranjang Im Giok! la jadi membanding-bandingkan
dengan paman Lam Sie-nya, yang benar-benar
mengasihinya, sangat sayang.
Teringat pada paman Lam Sie nya, hati Giok Han
jadi sedih, matanya merah dan air matanya hampir
mengucur keluar. Mendadak ia berpikir; "Tidak !
Tidak! Aku tidak boleh menangis. Kalau pendeta itu
melihat aku menangis, dia tentu menyangka aku
menangis disebabkan tak tahan dingin ! Aku tidak
boleh menangis !" Mati.matian Giok Han menahan
agar air matanya tidak mengucur keluar.
Setelah beberapakali makan Yan-oh dan minum
air yang diberikan Bun An Taysu, rasa dingin itu
berkurang, bahkan akhirnya hilang. Ranjang Im Giok
terasa sejuk saja. Giok Han jadi girang. "Hemmmm,
lihat, Sekarang aku sudah terbiasa di ranjang ini.
bisa melawan hawa dingin itu. Tentu si pendeta
kurus itu akan kecewa melihat aku tidak kedinginan
lagi !" Pikir si bocah. Mimpipun dia tidak bahwa
sebetulnya yang membuatnya tahan melawan hawa
dingin itu disebabkan ia makan Yan-oh dan minum
air yang telah dicampur obat, yang diberikan oleh
Bun An Taysu atas perintah Wie Sin Taysu sejauh
itu. walaupun Giok Han menerima perlakuan yang
manis dari Wie Sin Siansu dan pendeta-perdeta
lainnya, tokh dia masih selalu bercuriga, sulit
332 mempercayai sepenuhnya pendeta-pendeta itu,
tidak seperti dia terhadap paman Lam Sie-nya, yang
memang dipercayai sepenuhnya...
Wajah Tang Sin Siansu muram mendengar cerita
Wie Sin Siansu tentang malapetaka yang menimpa
keluarga Jenderal Besar Giok Hu. "Ya. di dunia
segalanya tak ada yang sempurna. Yang sempurna
sesungguhnya tidak sempurna, yang baik
sesungguhnya buruk, yang buruk sesungguhnya
baik ! Kaisar yang penuh gemerlap kemewahan dan
kekuasaan, sesungguhnya lebih buruk akhlaknya
dari seorang pengemis ! Selama manusia di dunia
mengejar kemuliaan, hidupnya akan bertarung
dengan berbagai kesulitan. Selama manusia
mencapai kedudukan tinggi, semakin berat
penderitaan dan kesengsaraan yang akan


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dterimanya di dunia ini. Omitohud...."
Wie Sin Siansu pun menghela napas. Dengan
hati-hati ia memandang pada Hongthionya. "Kalau
memang Hongthio tidak keberatan, tecu ingin
mengajukan suatu permohonan ..." katanya.
"Bilanglah, Wie Sin," Tang Sin Siansu mengawasi
Wie Sin Siansu, sehingga Wie Sin Siansu tidak berani
menatap lebih lama dan menunduk. "Bukankah kau
ingin anak yang malang nasibnya itu diperkenankan
tinggal di sini ?" "Benar, Hongthio." hati-hati sekali Wie Sin Siansu
menyahuti. "Seperti yang sudah tecu ceritakan tadi
333 bahwa tecu sudah menyanggupi permintaan Tung
Yang Hiapsu untuk merawat anak itu. Kalau memang
Hongthio mengijinkan..."
Tapi, apakah anak ini mau dirawat dengan
lingkungan di sini " Maukah dia kelak dicukur rambut
" Maukah dia menerima kehidupan sebagai Hwesio
?" "Dia masih kecil, Hongthio. Jika memang dirawat
dengan baik tentu ia pun akan mengerti maksud
baik kita." "Baiklah kau rawatlah baik-baik anak itu. Jika
kelak setelah dewasa ia keberatan untuk masuk
dalam dunia HOED kita tidak perlu memaksa. Di
dasar hati anak itu bersemayam dendam yang
besar, yang akan bertambah besar jika kelak setelah
ia dewasa, Karena itu, akan sia-sialah kalau tokh
kita kelak memaksa ia memasuki jalan HOED
(BUDDHA). la masih kecil, tapi sudah dilibat oleh jaring
kehidupan, sehingga jaring-jaring itu sulit dilepaskan
kembali sebelum ia mengalami kehidupan yang
sebenarnya. Biarpun demikian, anak ini harus dididik
dengan sebaik-baiknya tanpa perbedaan. Yang harus
kau perhatikan Wie Sin. juga menjadi tugasmu,
usahakanlah agar dendam yang membakar hatinya
itu dapat dikurangi sedikit demi sedikit.
334 Mustahil untuk melenyapkan, tapi jika dapat
DIKURANGI, niscaya anak itu tidak akan mengalami
kesengsaraan yang lebih berat jika sudah dewasa
karena terbakar terus menerus oleh dendamnya."
"Petunjuk Hongthio akan Tecu laksanakan sebaikbaiknya,
terima kasih untuk kemurahan hati
Hongthio," kata Wie Sin Siansu dengan sikap
hormat. Tang Sin Siansu memberi isyarat Wie Sin Siansu
boleh mengundurkan diri. Sepeninggal Wie Sin
Siansu, Hongthio Siauw Lim Sie itu duduk
termenung dengan wajah murung, la seorang
pendeta saleh, seorang pendeta alim, yang sangat
mulia hatinya dan sudah mencapai tingkat yang
tinggi dalam kependetaannya. la selalu dapat
menguasai diri dari segala kegembiraan yang
berlebihan, kesedihan. kebingungan atau
kegelisahan. la tidak gampang marah, juga tidak
gampang gembira, semuanya selalu berlangsung
dengan wajar. Tetapi persoalan Giok Han, justeru di dasar
hatinya timbul perasaan kuatir Kekuatiran yang
menggelisahkan. la melihat anak itu walaupun masih
kecil, tapi di dirinya terdapat sesuatu yang rasanya
tidak di miliki oleh anak-anak sebaya dengannya.
Seperti waktu memberi hormat kepadanya di mana
Giok Han tidak mau berlutut, hanya memberi hormat
seperti lazimnya orang-orang dewasa.
335 la pun berkata-kata dengan mantap dan terang.
Justeru dalam kesempatan itu Tang Sin Siansu
sempat melihat sinar mata si bocah yang tajam luar
biasa, seperti lautan yang dalam, yang mengandung
berjuta-juta rahasia. Hongthio Siau Lim Sie yang
bijaksana inipun tidak mengetahui, mengapa
mendadak saja di saat itu timbul kekuatiran waktu ia
mengetahui dari Wie Sin bahwa bocah itu adalah
satu-satunya keturunan Jendcral Bcsar Giok Hu yang
telah dianiaya oleh orang-orang Kaisar.
Terlebih lagi setelah mendengar cerita Wie Sin
Siansu tentang sikap-sikap Giok Han selama dalam
perjalanan menuju pulang ke Siauw Lim Sie, hati
Tang Sin Siansu semakin ragu-ragu, tidakkah bocah
yang masih kecil itu, yang tampak tidak berdaya,
kelak setelah menerima gemblengan dari Siauw Lim
Sie, akan menimbulkan ledakan dahsyat "
Jika memang dapat dikendalikan sehingga
ledakan itu tidak menimbulkan kesulitan kesulitan,
adalah hal yang sangat baik. Tetapi dapatkah "
Bukankah Giok Han tampak seorang yang terlalu
keras hati, perasa dan cerdas sekali " Apakah api
dendam yang tumbuh di dasar jiwa anak itu kelak
tidak akan ikut membakar Siauw Lim Sie "
Dan semalaman itu Tang Sin Siansu jadi
mempertimbangkan persoalan Giok Han, walaupun
pada Wie Sin telah di ijinkannya untuk menerima
Giok Han sebagai muridnya, mendidik dan
merawatnya ! itupun sebetulnya sudah melanggar
336 dari kebiasaan Siauw Lim Sie selama ribuan tahun
menerima seorang murid, yang harus dari tingkat
termuda, dan seharusnya yang diperintahkan
menjadi guru Giok Han adalah pendeta Siauw Lim
Sie tingkat ke 9, bukan Wie Sin Siansu, pendeta
tingkat 2 ! Giok Han masih rebah di pembaringan Im Giok
waktu Wie Sin Siansu kembali ke lm Giok Tong. Bun
An Taysu melaporkan tahwa kini daya tahan Giok
Han mulai membaik, setelah beberapa kali makan
Yan-oh yang dicampur obat dan minum air obat
yang diberikannya. Win Sin Siansu hanya
mengangguk, langsung mendekati pembaringan.
Giok Han melirik Wie Sin Siansu tanpa bilang
apa-apa, sipendeta tersenyum. "Kesehatanmu mulai
membaik, Hanjie. Dan dalam beberapa hari
mendatang kau akan dapat disembuhkan, racun di
dalam tulangmu akan bisa terhisap habis dan bersih
oleh Im Giok I" Lalu Giok Han diperintahkan duduk. Di dalam hati
si bocah berpikir; "Hm. Hm kau pura-pura tidak
heran melihat aku bisa bertahan terus di
pembaringan ini?" Walaupun hatinya agak mendongkol, namun dia
tidak berani mengutarakan perasaannya.
Wie Sin Siansu tidak bilang apa-apa, hanya mulai
memijiti sekujur tubuh Giok Han. Lalu meminta Giok
337 Han rebah lagi-Tampak Wie Sin Siansu puas.
"Siancay ! Siancay ! Akhirnya kesulitan itu bisa
teratasi juga. Nanti jika sudah tiba saatnya, Loceng
akan minta pada Hongthio agar membebaskan
seluruh jalan darahmu dari sisa-sisa racun dengan
desakan Tat Mo Sinkang. Dengan kemurahan hati
Hongthio, niscaya seluruh sisa racun itu bisa
dipunahkan." "Hu, kemurahan hati ! Sejak tadi aku disiksa
seperti ini masih disebut kemurahan hati !" Pikir
Giok Han mendongkol. Wie Sin Siansu mengawasi si bocah. "Setelah kau
sembuh, kau harus mengikuti semua petunjuk
Loceng, karena selanjutnya kau akan Loceng rawat
sebagai murid Loceng. Upacara pengangkatan murid, guru kelak di
selenggarakan dan dipimpin oleh Hongthio."
"Aku menjadi muridmu, Taysu?" tanya Giok Han,
ingin bangun duduk, tapi pundak-nya ditekan sedikit
oleh Wie Sin Siansu, dia jadi rebah terus.
"Aku... aku ingin kembali ke rumah Encie Yang
Lan." "Nanti kalian bisa bertemu, kau akan kumpul
kembali dengan orang-orang yang kau cintai. "Tapi
untuk kepentingan dan kebaikanmu, kau harus
338 menerima pendidikan dari Loceng, seperti
permintaan Tung Hiapsu."
"Aku . . . aku tidak kenal siapa Tung Hiapsu itu,
Taysu... dia tidak berhak untuk menyuruh aku
berguru pada Taysu."
"Nak kau akan bertemu dengan Tung Hiapsu,
sekarang kau harus menuruti apa yang
diinginkannya, semua ini untuk kebaikanmu juga.
Hanjie," "Tapi aku tidak mau baca Liamkheng. Untuk apa
belajar Liamkheng!" Teriak Giok Han sambil
berontak bangun, duduk sambil mementang
matanya lebar-lebar. Wie Sin Siansu tersenyum. "Siancay ! Apakah kau
akan belajar ilmu kependetaan" Membaca
Liamkheng ?" tanya si pendeta, sabar. "Tidak Hanjie,
kau akan mempelajari ilmu silat Siauw Lim kami."
"Sulit ?" Giok Han tampak murung. Sebagai
seorang bocah ia tidak tahu apa itu Siauw Lim,
karena ia selama ini kagum pada Khang Thiam Lu,
yang diketahuinya sebagai pembantu ayahnya yang
memiliki kepandaian tinggi sekali, la juga kagum
kepada Yang Bu In, guru Khang Thiam Lu. yang
diduga i pasti memiliki kepandaian lebih tinggi dari
Khang Thiam Lu sendiri. Juga Giok Han kagum pada
Yang Lan, gadis yang lincah dan cantik, yang pandai
sekali menggerakkan pedangnya.
339 Tapi pendeta tua ini yang kurus dan seperti tidak
mempunyai tenaga, apakah bisa mengajarkan ilmu
silat" Mungkin untuk menggerakkan pedang saja
pendeta yang sudah sangat tua dan kurus ini sudah
tidak kuat. Karena itu Giok Han mengawasi Wie Sin
Siansu ragu-ragu. Wie Sin Siansu mengusap-usap kepala si bocah.
"Sekarang rebahlah kembali tenang-tenang di sini.
Jangan berpikir apa-apa, karena itu bisa
memperlambat kesembuhanmu, Hanjie. Loceng
akan datang kemari besok pagi. Suhengmu, Bun An,
akan merawatmu." Giok Han masih diam saja, dia benar-benar ragu.
Dia sudah dengar dari Khang Thiam Lu mengenai
malapetaka yang menimpa keluarganya. Dia pernah
minta pada Yang Bu In, guru Khang Thiam Lu, agar
ia diterima menjadi muridnya, agar kelak bisa
memiliki kepandaian seperti Khang Thiam Lu.
Tapi, sekarang pendeta ini yang akan
mengangkat dia jadi murid. Bisa apa pendeta setua
iyu " Paling tidak ia hanya diajarkan membaca
Liamkeng. Dan Giok Han tambah mendongkol saja.
"Tidak, aku tidak mau jadi keledai gundul seperti
dia !" pikirnya. "sekarang biar saja, dia mau bicara
apapun boleh, tapi jika ada kesempatan aku akan
melarikan diri dari tempat ini."
340 Sedang Giok Han bengong, Bun An Tay-su
menghampiri. "Kionghie. Sute,"
"katanya sambil tersenyum. "Tidak kusangka kau
memiliki rejeki demikian bagus bisa langsung
menjadi suteku.." "Rejeki bagus kentut !" pikir Giok Han tambah
mendongkol. "Siapa sudi jadi keledai gundul seperti
kau!" Karena mendongkol Giok Han diam saja. Dia
jadi semakin bimbang. Dia kalau menjadi murid Wie
Sin Siansu berarti jadi Sute (adik seperguruan) Bun
An Taysu. Sedangkan Bun An Taysu seorang Hwesio,
berarti dia juga harus jadi Hwesio.
Mencukur rambut, makan hanya makan sayuran
tanpa barang berjiwa, yaitu cia-cai. Membaca
Liamkheng setiap hari. Oooo, semakin dipikirkan,
Giok Han semakin sebal. la jadi ingin cepat-cepat
bisa meninggalkan kuil ini. agar bisa cepat-cepat
kumpul dengan Khang Thiam Lu dan yang lain-
Iainnya. Bcberapa hari telah lewat lagi, kesehatan Giok
Han mengalami kemajuan pesat.
Setelah tujuh hari rebah di pembaringan Im Giok,
yang sudah tidak menyiksa Giok Han dengan hawa
dinginnya, malam hari ke delapan Hongthio Siauw
Lim Sie datang ke Im Giok Tong, meletakan telapak
tangan di punggung Giok Han dan segumpal hawa
panas seperti menerobos masuk lewat kulitnya,
341 tersalur ke seluruh tubuhnya, membuat Giok Han
merasakan tubuhnya bagaikan terbakar hawa panas
itu. Keringat membanjir membasahi sekujur
tubuhnya. Sepatah katapun tidak diucapkan Tang
Sin Siansu. begitu pula setelah selesai menyalurkan
Tat Mo Sinkang Hongthio Siauw Lim Sie
meninggalkam Im Giok Tong tanpa mengucapkan
sepatah perkataan. Giok Han memang sedang mendongkol jadi
semakin mendongkol. "Hu, sombongnya ! Jangan
takut, keledai gundul, nanti kalau ada kesempatan
aku pun akan meninggalkan tempat ini, sehingga
kau tidak ngambek, seperti itu harus menanggung


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

makan tidurku." Dua hari Wie Sin Siansu melakukan pengurutan
tubuh Giok Han. si bocah juga merasakan
pundaknya tidak nyeri lagi. Akhirnya Wie Sin Siansu
bilang: "Sekarang kau sudah sembuh
keseluruhannya. Tadi Hongthio berpesan, besok pagi
akan diselenggarakan upacara pengangkatan gurumurid.
Kau jangan bersikap ugal-ugalan, jangan
membikin malu Loceng. "
Giok Han cuma mengangguk. Otaknya bekerja
keras, semakin dekat saat upacara pengangkatan
guru-murid, dia semakin keras ingin melarikan diri.
342 Malam telah larut. Dilihatnya Bun An Taysu telah
meninggalkan Im Giok Tong untuk istirahat. Memang
belakangan ini Bun An Taysu tidak perlu menunggui
Giok Han seharian penuh, sebab si bocah telah
sembuh tidak kurang suatu apapun.
Dengan berindap-indap Giok Han turun dari
pembaringan Im Giok, menuju ke pintu. Tidak
dikunci, dia keluar. Keadaan di luar ruangan terang
oleh sinar rembulan, harumnya asap hio dan samarsamar
suara pendeta-pedeta yang tengah membaca
Liamkheng serta ketukan berirama kayu Bokkhie.
Giok Han bingung, pintu mana untuk keluar.
Tembok-tembok kuil tinggi dan tidak mungkin
melarikan diri lewat tembok-tembok kuil tersebut.
Dia mencari-cari pintu gerbang kuil tapi Siauw Lim
Sie demikian luas. Namun Giok Han bertekad bulat,
ia harus melarikan diri. Sedang Giok Han berindap-indap dengan sikap
hati-hati mencari pintu gerbang, ia berusaha tidak
dilihat oleh pendeta-pendeta Siauw Lim Sie,
mendadak dilihatnya dua orang murid Siauw Lim Sie
dari tingkatan muda tengah jalan menghampiri, di
tangan dua orang Hwesio muda itu membawa baki
berisi mangkok. Mungkin mereka baru-selesai
melayani guru mereka. Giok Han cepat-cepat menyembunyikan diri
dibelakang batu gunung-gunungan kecil di sebelah
kanan, menunggu sampai kedua
343 Hweshio muda itu cukup jauh, ia bermaksud
keluar dari tempat persembunyiannya. Tiba-liba Giok
Han kaget, karena pundaknya ditepuk seseorang.
Cepat ia menoleh. Wie Sin Siansu berdiri dengan
bibir tersenyum berdiri tidak jauh dari tempat Giok
Han dan dengan suara yang sabar sekali pendeta itu
bilang: "Kau baru sembuh Hanjie, malampun telah larut.
Ayo kembali ke tempatmu! - Bukankah besok pagipagi
kau sudah harus bangun, untuk menjalani
upacara pengangkatan guru-murid ?"
Giok Han tertegun sejenak, tapi akhirnya
ngoloyor untuk kembali ke kamarnya-Dalam hatinya
dia mengutuki dirinya sendiri. "Tolol, beritahukan
saja kau tidak mau jadi muridnya, urusan jadi beres.
Tapi.. marahkah dia" Ayo, katakan saja...!"
Begitulah batinnya bertentangan. Akhirnya
setelah melangkah beberapa tombak, Giok Han
menahan langkahnya, memutar tubuhnya. Wie Sin
Siansu masih berdiri di tempatnya, tetap dengan
senyum yang sabar. "Taysu..." Giok Han ragu-ragu, suaranya
perlahan. "Ada yang ingin kau katakan, Hanjie ?"
"Taysu ... sebetulnya aku ingin memberitahukan
kepidamu, Taysu. Aku ... aku tidak mau menjadi
344 muridmu. Bukankah kau sudah berjanji setelah aku
sembuh, akan akan mengantarkan aku ke rumah
Encie Yang Lan ?" Wie Sin Siansu tersenyum. Dia seorang pendeta
yang waspada. sejak semula ia sudah menyadari
adanya pertentangan dan perasaan tidak menyukai
dihati bocah itu terhadap lingkungan maupun
dirinya. Tadipun pendeta ini tahu Giok Han nekad
hendak melarikan diri. Hanya sengaja hal itu tidak di
tegurnya, ia pura-pura tidak tahu maksud si bocah.
Sekarang Giok Han bilang begitu, ia semakin
yakin Giok Han memang tengah mengalami
pertentangan dihatinya. "Benar apa yang Hongthio
beritahukan, anak ini mempunyai hati yang keras,
suka nekad dan juga kepala batu. la harus
ditundukkan dulu, menyadarkannya agar ia tahu
semua itu untuk kepentingannya."
Berpikir begitu Wie Sin Siansu merangkapkan
kedua tangannya, "Siancay," katanya. "tentu saja
Loceng tidak akan memaksa kau menjadi murid
Loceng. Tetapi dengarlah Hanjie, betapapun Loceng
hanya ingin melaksanakan kewajiban, memenuhi
janji Loceng pada Tung Hiapsu. Kami sama berusaha
memikirkan masa depanmu. Kini kau sudah yatim
piatu, kami berkasihan..."
Mata Giok Han tiba-tiba terbuka lebar-lebar
"Tetapi aku tidak pernah minta kepada Taysu untuk
berkasihan kepadaku" Katanya keras. "Juga aku
345 tidak pernah minta dikasihani dari orang yang
disebut Tung Hiapsu itu! Walaupun aku anak yatim,
aku tidak mengemis belas kasihan dari siapapun !"
"Siancay! Siancay ! jangan kau salah menafsirkan
perkataan Loceng. Justru yang kami lakukan semua
ini untuk, menghormat mendiang ayahmu,
keluargamu yang telah di dimusnahkan oleh Kaisar
yang lalim itu. Jika kini kau meninggalkan Siauw Lim
Sie, lalu ada orang Kaisar lalim ini yang mengetahui.
kau pasti dicelakai mereka. Loceng ingin agar kau
baik-balk belajar di sini, nanti setelah dewasa kau
boleh meninggalkan tempat ini, kemana saja kau
mau," "Hu, keledai tua ini mau menakut-nakuti aku,"
pikir Giok Han. Segera dia menyahuti: "Biarlah,
Taysu tidak usah repot-repot memikirkan
keselamatanku. Jika memang aku tertangkap oleh
orang-orang Kaisar lalim itu, namanya sudah nasib.
Aku pasrah saja." - Tiba-tiba lenyap senyum Wie Sin Siansu.
sikapnya serius dan wajahnya jadi angker. Melihat
perobahan sikap si pendeta. Giok Han juga kaget.
Mata si pendeta bersinar-seakan di matanya itu ada
sinar yang kuat sekali, sangat terang dalam
kegelapan malam. "Han jie, kecewa kau sebagai putera Giok
Goanswee ! Kami mengetahui Giok Goanswee
seorang Jenderal besar yang jujur dan berani, tapi
Pendekar Pengejar Nyawa 2 Dendam Si Anak Haram Karya Kho Ping Hoo Peristiwa Burung Kenari 7
^