Mayat Misterius 3
Mayat Misterius The Clocks Karya Agatha Christie Bagian 3
masalah ini, Nyonya B."
Kata Nyonya Bantry dengan otomatis,
"Jangan panggil saya Nyonya B!" lanjutnya, "Arthur tidak ada di sini. Ia agak
terpukul juga dengan urusan ini. Nona Marple dan saya datang kemari untuk
melacak. Kenalkah Anda dengan Nyonya Jefferson?"
"Ya, tentu saja."
Sir Henry bersalaman dengan Nyonya Jefferson.
Adelaide Jefferson berkata, "Apakah Anda sudah bertemu dengan ayah mertua
saya?" "Ya, sudah." "Bagus. Kami menguatirkan kesehatannya. Ini merupakan goncangan yang buruk."
Kata Nyonya Bantry, "Ayolah kita keluar ke teras dan minum-minum sambil
membicarakan hal ini."
Mereka berempat keluar dan bergabung dengan Mark Gaskell yang sedang duduk
seorang diri di ujung yang paling jauh dari teras itu.
Setelah berbasa-basi sejenak dan minuman pun telah dihidangkan, Nyonya Bantry
langsung terjun ke pokok masalah dengan penuh semangat. Dia selalu menuntut
tindakan spontan dalam segala hal.
"Kita boleh membahasnya, bukan?" katanya. "Maksud saya, kita kan semuanya
teman-teman lama - kecuali Nona Marple di sini, dan dia mempunyai begitu
banyak pengalaman tentang soal kejahatan. Dia bermaksud membantu."
Mark Gaskell memandang Nona Marple dengan ekspresi keheranan. Katanya
setengah tidak percaya, "Apakah Anda - eh - seorang pengarang cerita-cerita
detektif?" Memang dari kenalan-kenalannya, justru mereka yang paling tidak berpotongan
pengarang. Ternyata pengarang-pengarang cerita detektif. Dan Nona Marple ini,
dengan pakaiannya model gaun perawan tua yang kolot benar-benar seperti tidak
punya potongan untuk menjadi pengarang cerita-cerita detektif.
"Oh, bukan. Saya tidak cukup pintar untuk itu."
"Dia amat menakjubkan," kata Nyonya Bantry dengan tidak sabar. "Saya tidak
dapat menjelaskannya sekarang, tetapi memang Nona Marple ini menakjubkan.
Nah, sekarang, Addie, aku ingin mengetahui mengenai segala sesuatunya.
Bagaimanakah sebenarnya gadis itu?"
"Hm -" Adelaide Jefferson berhenti, memandang kepada Mark yang duduk di
seberangnya, dan tertawa sedikit. Katanya, "Pertanyaanmu begitu polos, tanpa
tedeng aling-aling."
"Apakah kau menyukai gadis itu?"
"Tidak, tentu saja aku tidak menyukainya."
"Bagaimanakah dia sebenarnya?" Nyonya Bantry mengalihkan pertanyaannya
kepada Mark Gaskell. Kata Mark dengan tegas, "Dia mata duitan murahan. Dan dia pandai berpura-pura.
Ia benar-benar telah berhasil mengambil hati Jeff."
Baik Mark Gaskell maupun Adelaide Jefferson sama-sama membahasakan ayah
mertua mereka Jeff. Pikir Sir Henry sambil memandang Mark tanpa selera,"Orang ini takabur. Tidak
seharusnya ia berbicara demikian kasarnya."
Sir Henry dari mula sudah kurang menyukai Mark Gaskell. Laki-laki ini memang
mempunyai daya tarik, tetapi tidak dapat dipercaya - bicaranya terlalu banyak,
dan sering kali menyombongkan dirinya - tidak dapat dipercaya, pikir Sir Henry. Sir
Henry pernah berpikir, apakah Conway Jefferson tidak berpendapat seperti
dirinya" "Tetapi, tidakkah kau bisa berbuat sesuatu untuk mencegahnya?" desak Nyonya
Bantry. Kata Mark dengan pendek,"Mungkin kami akan melakukannya - kalau kami tidak
terlambat mengetahuinya."
Ia memandang Adelaide dengan tajam dan Adelaide merona sedikit. Pandangan
matanya mengandung celaan.
Kata Adelaide, "Menurut Mark, seharusnya aku yang dapat melihat apa yang akan
terjadi." "Kau telah menelantarkan Jeff terlalu lama seorang diri, Addie. Dengan
latihanlatihan tenismu dan lain-lainnya."
"Lho, aku kan harus juga berlatih sedikit." Nada suaranya mengandung
permohonan maaf. "Pokoknya, aku tidak pernah membayangkan -"
"Tidak," kata Mark, "kami berdua tidak pernah membayangkannya. Jeff tadinya
orang yang begitu bijaksana dan berkepala dingin."
Nona Marple memberikan kontribusinya kepada percakapan ini.
"Laki-laki," katanya dengan gaya perawan tuanya yang menyebut lawan jenisnya
dengan aksen seakan-akan mereka satu jenis hewan liar. "Biasanya tidak
sebijaksana yang dikira."
"Ternyata Anda benar," kata Mark. "Sayangnya, Nona Marple, kami tidak
menyadarinya sebelumnya. Kami heran apa sebenarnya yang membuat Jeff terlarik
kepada gadis yang kampungan dan munafik ini. Tetapi kami merasa senang juga
karena ia dapat membuat Jeff merasa gembira dan terhibur. Kami mengira bahwa
gadis ini tidak berbahaya. Tidak berbahaya" Huh! Sekarang saya menyesal tidak
mematahkan batang lehernya saja!"
"Mark," kata Addie, "kau benar-benar harus berhati-hati dengan ucapanmu itu."
Mark tersenyum padanya dengan menawan. "Ya, kau benar. Kalau tidak, orangorang
akan menganggap akulah yang benar-benar telah mematahkan batang
lehernya. Oh, memang, aku kira aku sudah termasuk dalam daftar tersangka. Kalau
ada orang yang bisa menarik keuntungan dari kematian gadis itu, orang itu adalah
Addie dan aku." "Mark," seru Nyonya Jefferson setengah tertawa dan setengah marah. "Kau
benarbenar tidak boleh berkata demikian!"
"Oke, oke," kata Mark menurut. "Tetapi aku memang suka mengatakan apa yang
ada di dalam hatiku. Ayah mertua kami yang terhormat itu sudah merencanakan
memberikan gadis licin yang brengsek itu lima puluh ribu pound."
"Mark, jangan berkata demikian - dia kan sudah meninggal?"
"Ya, ia sudah meninggal, setan kecil yang malang itu. Dan sebetulnya kalau
dipikir, mengapa ia tidak boleh memanfaatkan senjata yang telah dikaruniakan
alam kepadanya" Aku tidak sepantasnya menjadi hakim atas dirinya. Aku sendiri
pun pernah berbuat banyak hal yang gila-gila di masa lalu. Tidak, katakanlah
saja, Ruby memang mempunyai hak untuk berusaha mengeruk keuntungan sebanyakbanyaknya,
dan kami sendiri yang tolol, tidak menyadari permainannya lebih dini."
Kata Sir Henry, "Apa yang Anda katakan ketika Conway memberitahukan Anda
bahwa ia akan mengadopsi gadis itu?"
Mark melemparkan tangannya. "Apa yang dapat kami katakan" Addie, yang selalu
bersikap sopan dan ramah, dapat mengontrol dirinya dengan mengagumkan. Dia
tetap menunjukkan wajah yang manis. Saya berusaha mengikuti contohnya."
"Kalau saya, saya akan mengajaknya bertengkar!" kata Nyonya Bantry.
"Yah, terus terang saja, kami tidak mempunyai hak untuk mempertengkarkannya.
Uang itu milik Jeff. Kami bukan darah dagingnya sendiri. Jeff telah bersikap
begitu baik terhadap kami. Jadi kami tidak dapat berbuat apa-apa kecuali
menelannya mentah-mentah." Tambahnya sambil termenung, "Tetapi kami tidak
menyukai si kecil Ruby."
Adelaide Jefferson berkata, "Kalau saja yang dipilih Jeff itu tipe gadis yang
lain. Jeff mempunyai dua orang anak lindung. Anda tahu. Kalau saja yang dipilihnya itu
salah seorang dan mereka - nah, kami masih bisa memahaminya."
Tambahnya dengan sedikit perasaan menyesal, "Dan Jeff tampaknya begitu
menyayangi Peter." "Eh, iya," kata Nyonya Bantry. "Aku memang tahu bahwa Peter anak dari
suamimu yang pertama-tetapi aku suka melupakannya. Aku selalu menganggapnya
sebagai cucu Tuan Jefferson sendiri."
"Begitupun aku," kata Adelaide. Nada suaranya membuat Nona Marple berpaling
kepadanya dari tempat duduknya dan menatapnya dalam-dalam.
"Itu kesalahan Josie," kata Mark. "Josie-lah yang membawa gadis itu kemari."
Adelaide berkata, "Oh, tetapi tentunya kau tidak menduga bahwa itu suatu
persekongkolan, bukan" Bukankah kau selalu begitu senang kepada Josie?"
"Ya, aku memang menyenanginya, dulu. Tadinya aku berpikir dia wanita yang
sportif." "Cuma karena kebetulan saja maka Josie membawa gadis itu kemari."
"Josie itu wanita pandai, lho, Addie."
"Ya, tetapi ia kan tidak dapat memperkirakan sebelumnya -"
Mark berkata, "Ya, ia tidak dapat memperkirakannya. Itu aku setuju. Aku
bukannya benar-benar menuduhnya merencanakan seluruh kejadian ini. Tetapi aku
tidak meragukan bahwa Josie sudah melihat arah perkembangannya jauh sebelum
kita dan dia tidak berkata apa-apa kepada kita."
Adelaide berkata sambil menghembuskan napas panjang, "Aku kira, kita tidak
dapat menyalahkannya dalam hal ini."
Kata Mark, "Oh, kita tidak dapat menyalahkan siapa pun dalam hal apa pun!"
Nyonya Bantry bertanya, "Apakah Ruby Keene itu sangat cantik?"
Mark memandangnya. "Aku kira kau sudah pernah melihatnya -"
Nyonya Bantry cepat-cepat berkata, "Oh, aku melihatnya, iya - mayatnya. Tetapi
ia mati dicekik, kau tahu, dan orang tidak dapat menilai -"
Ia menggigil sendiri. Mark berkata sambil termenung, "Aku tidak menganggapnya cantik sedikit pun.
Tanpa dirias, dia pasti tidak cantik. Wajahnya kecil dan kurus, dagunya kecil,
giginya panjang-panjang masuk ke dalam, hidungnya kecil -"
"Wah, kedengarannya kok jelek sekali," kata Nyonya Bantry.
"Oh, tidak, tidak. Seperti kataku, kalau dirias dia tampaknya cukup lumayan,
bukankah begitu, Addie?"
"Ya, meskipun dandanannya agak norak, merah, putih, begitu. Matanya indah,
biru." "Ya, dengan tatapan seorang bayi yang polos, dan bulu matanya yang dipertebal
membuat birunya tampak lebih menyolok. Rambutnya disemir, tentu saja.
Memang, kalau aku pikir, dalam hal warna -paling sedikit warna-warna sintetis
dia mempunyai sedikit persamaan dengan Rosamund - istriku, kau tahu" Pasti
itulah yang menarik perhatian Pak Tua kepadanya."
Mark menghembuskan napas.
"Nah, itu peristiwa buruk. Tetapi yang lebih parah lagi Addie dan aku yang
sebenarnya merasa bersyukur karena ia telah mati -"
Mark membungkam protes dari saudara iparnya.
"Untuk apa kau mau mungkir lagi, Addie" Aku tahu perasaanmu. Aku pun
mempunyai perasaan yang sama. Dan aku tidak mau berpura-pura! Tetapi di lain
pihak, aku benar-benar menguatirkan keadaan Jeff, kau tahu maksudku, bukan"
Peristiwa ini telah memukulnya dengan hebat, aku -"
Ia berhenti dan memandang ke pintu yang membuka ke dalam kamar tamu di teras
itu. "Eh - coba lihat siapa yang kemari. Kau adalah wanita yang tidak mempunyai
perasaan, Addie." Nyonya Jefferson berpaling dari atas bahunya, memekik kecil dan bangkit, pipinya
merona merah. Dia berjalan dengan tergesa-gesa sepanjang teras dan menghampiri
seorang laki-laki setengah baya, berperawakan tinggi dengan wajah kurus
kecokelat-cokelatan. Lelaki ini sedang menoleh ke kanan dan ke kiri dengan
raguragu. Kata Nyonya Bantry, "Bukankah itu Hugo McLean?"
Mark Gaskell berkata, "Benar, Hugo McLean. Alias William Dobbin."
Nyonya Bantry menggumam, "Dia amat setia, bukan?"
"Setianya macam seekor anjing," kata Mark. "Addie hanya perlu bersiul saja dan
Hugo akan segera berlarian kemari tak peduli pada saat itu ia berada di bagian
dunia yang mana pun. Dia selalu berharap pada suatu hari Addie mau kawin
dengannya. Aku kira nanti Addie pasti mau."
Nona Marple memandang mereka sambil tersenyum lebar. Katanya, "Saya
mengerti. Suatu kisah asmara?"
"Salah satu kisah cinta kuno yang mantap," kata Mark meyakinkannya. "Sudah
berlangsung bertahun-tahun. Addie adalah tipe wanita yang demikian."
Tambahnya sambil berpikir, "Rupanya Addie telah meneleponnya tadi pagi. Ia
tidak menyinggung masalah itu kepadaku."
Edwards menghampiri mereka sambil berjalan dengan hati-hati sepanjang teras
dan berhenti di siku tangan Mark.
"Maafkan, Tuan. Tuan Jefferson meminta Anda segera naik."
"Saya segera ke sana." Mark melompat berdiri.
Ia menganggukkan kepalanya kepada mereka. Katanya, "Sampai ketemu lagi," dan
bergegas pergi. Sir Henry mendoyong ke depan mendekati Nona Marple. Katanya, "Nah, apa
pendapat Anda tentang tokoh-tokoh utama yang memperoleh keuntungan dari
pembunuhan ini?" Nona Marple berkata sambil berpikir, dan memandang kepada Adelaide yang
sedang berdiri bercakap-cakap dengan teman lamanya, "Tahukah Anda, wanita itu
seorang ibu yang amat menyayangi anaknya."
"Oh, itu memang benar," kata Nyonya Bantry. "Ia sayang sekali kepada Peter."
"Dia tipe wanita yang disukai semua orang," kata Nona Marple. "Tipe wanita yang
tidak akan menjumpai kesulitan untuk kawin berkali-kali. Tetapi maksud saya ia
bukan wanita yang mau keranjang - itu lain."
"Saya mengerti apa yang Anda maksudkan," kau Sir Henry.
"Apa yang kalian berdua maksudkan," kata Nyonya Bantry. "Adelaide ini seorang
pendengar yang baik."
Sir Henry tertawa. Katanya, "Dan Mark Gaskell?"
"Ah," kata Nona Marple, "ia suka membual."
"Persamaannya dari dusun Anda siapa" Silakan menceritakannya."
"Tuan Gargill, seorang anemer. Dia selalu memperdaya orang-orang supaya mau
memperbaiki rumah mereka, segala usul yang sebenarnya tidak pernah dipikirkan
oleh si empunya rumah itu sendiri. Dan tarif yang dikenakannya bukan main
tingginya! Tetapi ia selalu dapat memberikan alasannya mengapa ia sampai
mengeluarkan begitu banyak ongkos dan penjelasannya selalu masuk akal. Dia
lihai. Kawinnya saja karena uang. Begitu juga dengan Tuan Gaskell, saya dengar."
"Anda tidak menyukainya?"
"Oh, suka. Kebanyakan perempuan akan suka kepadanya. Tetapi ia tidak dapat
mengelabui saya. Ia laki-laki yang menarik, namun, saya kira, agak kurang
bijaksana. Ia berbicara terlalu banyak, persis seperti laki-laki tipenya."
"Kurang bijaksana itu memang penilaian yang tepat," kata Sir Henry. "Mark akan
mendapat kesulitan kalau ia tidak berhati-hati."
Seorang laki-laki muda yang berkulit gelap dan mengenakan jaket putih menaiki
anak tangga teras. Ia berhenti sejenak, memandang Adelaide Jefferson dan Hugo
McLean. "Dan itu," kata Sir Henry dengan gembira, "Tuan X, yang sebaiknya kita namakan
pihak yang menaruh minat. Dia petenis dan penari profesional - Raymond Starr,
pasangan dansa Ruby Keene."
Nona Marple memandangnya dengan perhatian. "Ia amat tampan, bukan?"
"Saya kira begitu."
"Jangan konyol, Sir Henry," kata Nyonya Bantry; "apanya yang masih perlu
dikira" Ia memang tampan."
Nona Marple menggumam, "Bukankah kalau saya tidak salah ingat, Nyonya
Jefferson telah mengambil kursus tenis?"
"Apakah kalimatmu ini mengandung arti yang istimewa, Jane, atau tidak?"
Nona Marple belum sempat menjawab pertanyaan yang blak-blakan ini. Si kecil
Peter Carmody berlarian sepanjang teras dan bergabung dengan mereka. Peter
mengajukan pertanyaannya kepada Sir Henry.
"Eh, apakah Anda juga seorang detektif" Saya melihat Anda berbicara dengan Pak
Kepala Inspektur - yang gemuk itu memang Pak Kepala Inspektur, bukan?"
"Dan ada orang yang mengatakannya kepada saya bahwa Anda seorang detektif
yang amat penting dari London- Kepala Scotland Yard atau sejenisnya."
"Dalam buku-buku cerita, seorang Kepala Scotland Yard adalah orang yang tak
kepalang tanggung tololnya, bukan?"
"Oh, tidak, tidak di zaman sekarang. Menertawakan kemampuan polisi sudah
ketinggalan zaman. Apakah Anda sudah mengetahui siapa pembunuhnya?"
"Sayangnya belum."
"Apakah kau menikmati peristiwa itu, Peter?" tanya Nyonya Bantry.
"Hm, memang saya merasa agak senang. Membuat suasana berubah, bukan" Saya
berkeliling berusaha mencari jejak, tetapi sampai sekarang saya belum beruntung.
Namun saya memperoleh sebuah tanda mata. Maukah Anda melihatnya" Aneh,
Ibu menghendaki supaya barang itu saya buang saja. Terkadang orang tua memang
agak menjengkelkan."
Dari sakunya Peter mengeluarkan sebuah kotak korek api kecil. Didorongnya
tutupnya, lalu ditunjukkannya koleksinya yang berharga.
"Lihat, sebuah kuku jari. Kuku jarinya! Saya akan memberinya etiket Kuku jari
Mayat Misterius The Clocks Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wanita yang Terbunuh dan membawanya kembali ke sekolah. Ini tanda mata yang
bagus, bukan?" "Di mana kau mendapatkannya?" tanya Nona Marple.
"Yah, sebetulnya itu hanya kebetulan saja. Pada waktu itu saya tidak tahu bahwa
ia akan terbunuh. Kejadiannya sebelum makan malam kemarin. Kuku jari Ruby
terkait pada selendang Josie lalu patah. Ibu yang memotongkannya dan
memberikan potongannya kepada saya, dan menyuruh saya untuk
melemparkannya di tong sampah. Memang itulah yang sedianya akan saya
kerjakan, tetapi ternyata saya lupa dan memasukkannya ke dalam saku saya. Dan
tadi pagi saya teringat akan potongan kuku itu lalu saya mencarinya, ternyata
masih ada, jadi sekarang saya mempunyai tanda mata."
"Menjijikkan," kata Nyonya Bantry.
Peter berkata dengan sopan, "Oh, Nyonya berpendapat demikian?"
"Apakah kau mempunyai tanda mata yang lain?" tanya Sir Henry.
"Saya tidak tahu. Saya mempunyai sesuatu yang mungkin juga bisa dinamakan
tanda mata." "Jelaskanlah, Anak muda."
Peter memandangnya sambil berpikir. Kemudian dia mengeluarkan sebuah
amplop. Dari dalamnya ia mengeluarkan sepotong tali berwarna cokelat.
"Ini sebagian kecil dari tali sepatu George Bartlett," katanya menjelaskan.
"Saya melihat sepatunya ditinggalkan di depan pintu kamarnya pagi ini dan saya potong
sedikit talinya, siapa tahu mungkin bermanfaat."
"Bermanfaat untuk apa?"
"Bermanfaat, seumpama ia pembunuhnya. Ia orang terakhir bersama Ruby dan ini
tentunya amat mencurigakan, Tuan tahu. Sekarang sudah mendekati waktu makan
malam, bukan" Saya sudah lapar sekali. Halo, itu Paman Hugo. Saya tidak tahu
kalau Ibu telah memintanya datang. Pasti Ibu yang memanggilnya, Ibu selalu
begitu setiap kali ia menghadapi kesulitan. Itu Josie datang! Hei, Josie!"
Josephine Turner, yang berjalan sepanjang teras, berhenti dan memandang Nyonya
Bantry dan Nona Marple dengan agak terkejut.
Nyonya Bantry berkata dengan ramah, "Apa kabar, Nona Turner" Kami datang
kemari dengan tujuan mau melacak sedikit!"
Josie memandang sekelilingnya dengan perasaan agak berdosa. Katanya dengan
perlahan, "Ini buruk sekali. Belum ada orang di hotel ini yang mengetahuinya.
Maksud saya, peristiwa itu masih belum diberitakan di surat-surat kabar. Saya
kira orang-orang tentunya akan mengajukan berbagai pertanyaan kepada saya, dan saya
tidak tahu apa yang harus saya katakan."
Ia memandang Nona Marple dan mengharapkan dukungan darinya. Nona Marple
berkata, "Ya, saya kuwatirkan itu akan membuat posisi Anda sulit."
Josie gembira menerima simpati ini. "Anda tahu. Tuan Prestcott berkata kepada
saya demikian, Jangan bicarakan hal itu.' Itu memang nasihat yang bagus, tetapi
setiap orang pasti akan bertanya kepada saya, dan saya tidak boleh membuat
mereka tersinggung dengan tidak memberikan jawaban, bukan" Kata Tuan
Prestcott, dia berharap saya tetap dapat menjalankan tugas saya seperti biasanya
dan tadi caranya menyampaikan ini juga tidak begitu ramah, maka tentu saja saya
harus berusaha sebaik saya. Saya sebenarnya tidak mengerti mengapa semuanya
ini dianggapnya kesalahan saya?"
Kata Sir Henry, "Apakah Anda keberatan jika saya mengajukan suatu pertanyaan
yang polos, Nona Turner?"
"Oh, silakan. Anda boleh bertanya apa saja," kata Josie agak kurang jujur.
"Apakah antra Anda dengan Nyonya Jefferson dan Tuan Gaskell pernah timbul
percekcokan mengenai hal ini?"
"Mengenai pembunuhan ini, maksud Anda?"
"Bukan, saya tidak bertanya soal pembunuhan ini."
Josie berdiri sambil meremas-remas tangannya. Katanya sedikit murung, "Ya, mau
dikatakan ada, ya ada - mau dikatakan tidak, juga tidak. Anda mengerti maksud
saya" Mereka kedua-duanya tidak mengatakan apa-apa. Tetapi saya kira dalam hati
mereka menyalahkan saya - maksud saya, soal Tuan Jefferson yang menjadi begitu
terpikat oleh Ruby. Namun sebetulnya itu bukanlah kesalahan saya toh" Hal-hal
demikian bisa saja terjadi, dan sebelumnya saya tidak pernah membayangkan hal
itu akan terjadi, sama sekali tidak. Saya - saya sendiri sangat terkejut."
Suaranya terdengar benar-benar jujur.
Kata Sir Henry dengan ramah, "Sudah tentu Anda terkejut. Tetapi bagaimana
setelah hal itu terjadi?"
Josie mengangkat kepalanya.
"Nah, itu kan nasib baik, toh" Setiap orang berhak kejatuhan bulan sekali
waktu." Josie memandang mereka satu per satu dengan tatapan menantang, kemudian dia
berlalu dari teras itu dan terus masuk ke dalam hotel.
Peter mengambil suatu keputusan, "Saya kira bukan dia yang melakukannya."
Nona Marple menggumam, "Bahan yang menarik, potongan kuku ini. Tadinya
saya masih kepikiran, Anda tahu -bagaimana menjelaskan keadaan kuku jarinya."
"Kuku?" tanya Sir Henry.
"Kuku-kuku jari gadis yang mati itu," kata Nyonya Bantry menjelaskan.
"Kukukukunya terlalu pendek, dan sekarang setelah Jane menyinggungnya, hal itu
memang agak aneh. Seorang gadis seperti itu biasanya memelihara kuku-kuku
yang panjang." Kata Nona Marple, "Tetapi sudah tentu kalau satu kukunya patah, dia akan
memotong pendek yang lainnya juga, supaya semuanya tampak seragam. Apakah
mereka menemukan potongan-potongan kuku di dalam kamarnya?"
Sir Henry memandang Nona Marple dengan pandangan keheranan. Katanya,
"Nanti akan saya tanyakan kepada Kepala Inspektur Harper kalau ia sudah
kembali." "Kembali dari mana?" tanya Nyonya Bantry. "Ia tidak pergi ke Gossington,
bukan?" Sir Henry berkata dengan serius, "Tidak. Suatu tragedi lain telah terjadi.
Sebuah mobil ditemukan terbakar di dalam mulut sebuah tambang."
Nona Marple terkesiap. "Apakah di dalam mobil itu ada orangnya?"
"Ya, amat disayangkan."
Nona Marple berkata sambil berpikir, "Saya kira itu tentunya si gadis pramuka
yang hilang itu - Patience - eh, bukan, Pamela Reeves."
Sir Henry membelalak. "Demi Tuhan, mengapa Anda berpikir demikian, Nona Marple?"
Wajah Nona Marple menjadi sedikit merah.
"Kan di radio disiarkan bahwa gadis ini tidak pulang ke rumahnya - sejak tadi
malam. Dan rumahnya ada di Daneleigh Vale; itu tidak terlalu jauh dari sini. Dan
dia terakhir berada di rally pramuka di Danebury Downs. Itu dekat sekali. Malah,
dia memang harus melewati Danemouth kalau mau pulang ke rumahnya. Maka,
semuanya ini memang cocok, bukan" Maksud saya, barangkali gadis ini telah
melihat - atau mendengar - sesuatu yang tidak seharusnya dilihatnya atau
didengarnya. Kalau memang begitu, gadis ini merupakan bahaya bagi si pembunuh
dan dia juga harus disingkirkan. Dua kematian seperti ini pasti ada kaitannya,
tidakkah Anda pun sependapat dengan saya?"
Sir Henry berkata, suaranya mengecil sedikit, "Maksud Anda - pembunuhan yang
kedua?" "Mengapa tidak?"
Pandangan mata Nona Marple yang tenang dan damai bertemu dengan pandangan
mata Sir Henry. "Kalau orang sudah melakukan satu pembunuhan, ia tidak akan
segan melakukan yang kedua, bukan" Atau bahkan yang ketiga."
"Yang ketiga" Apakah Anda menduga bakal ada pembunuhan ketiga?"
"Saya pikir itu mungkin sekali .... Ya, saya pikir itu mungkin sekali."
"Nona Marple," kata Sir Henry. "Anda membuat saya takut. Tahukah Anda siapa
yang akan dibunuh selanjutnya?"
Kata Nona Marple, "Saya mempunyai dugaan yang kuat."
BAB SEPULUH Kepala Inspektur Harper berdiri merenungi rong-sokan metal hangus yang tak
keruan bentuknya itu. Sebuah mobil yang terbakar selamanya adalah obyek yang
memuakkan, biarpun tanpa tambahan sesosok mayat yang hangus dan menghitam
di dalamnya. Tambang Venn adalah tempat yang terpencil, jauh dari tempat tinggal penduduk.
Meskipun sebenarnya hanya dua mil jarak terbangnya dari Danemouth, namun
untuk mencapai tempat itu lewat jalan darat, harus melewati jalanan kecil yang
sempit dan berliku-liku. Jalan ini hanya sedikit lebih lebar daripada rute
pedati, dan tidak bisa menuju ke mana-mana kecuali ke lubang tambang yang satu itu saja.
Tambang ini sudah lama terbengkalai dan satu-satunya manusia yang melewati
jalan itu adalah pelancong-pelancong pencari buah berry hitam yang kebetulan
kesasar ke sana. Sebagai tempat membuang mobil, lubang tambang ini ideal sekali.
Mobil itu bisa saja ditinggalkan di sana selama berminggu-minggu tanpa diketahui
orang, seandainya bukan karena Albert Biggs, seorang pekerja, yang melihat sinar
api dalam perjalanannya ke tempat kerjanya.
Albert Biggs sampai kini masih berada di lokasi itu meskipun apa yang dapat
diceritakannya sudah habis diceritakan sejak tadi, tetapi ia masih terus
mengulangulangi ceritanya yang menegangkan itu disertai tambahan-tambahan
komentarnya sendiri. "Lho, apa ini yang kulihat, kata saya, apakah itu" Sinar merah yang terang
sekali, tinggi sampai ke langit. Mungkin api unggun, kata saya, tetapi siapa yang lagi
membuat api unggun di Tambang Venn" Bukan, kata saya. Tentunya itu suatu
kebakaran besar. Tetapi apa yang terbakar, kata saya" Di sana tidak ada rumah
maupun peternakan. Saya tidak tahu harus berbuat apa, tetapi karena waktu itu
saya melihat Polisi Gregg mendatangi dengan sepedanya, saya menceritakan
kepadanya. Waktu itu apinya sudah padam, tetapi saya tunjukkan di mana saya
melihat sinar merah itu tadi. Ada di sana, kata saya. Nyala yang merah di
langit, kata saya. Boleh jadi onggokan sekam, kata saya, yang mungkin dibakar oleh salah
seorang gelandangan. Tetapi saya tidak pernah membayangkan bahwa yang
terbakar itu sebuah mobil - apalagi bahwa di dalamnya masih ada orangnya yang
terbakar hidup-hidup. Ini sudah tentu suatu tragedi yang seram."
Polisi Glenshire sedang sibuk. Foto-foto telah diambil dan posisi mayat yang
hangus sudah dicatat dengan saksama sebelum dokter bedah polisi datang untuk
mengadakan pengusutannya sendiri.
Dokter polisi ini sekarang mendekati Harper, sambil menepuk-nepuk abu hitam
dari tangannya, bibirnya terkatup dengan geram.
"Suatu pekerjaan yang sempurna," katanya. "Yang tersisa hanya sebagian dari satu
kaki dan sepatunya. Secara pribadi sekarang saya masih belum dapat menentukan
apakah itu mayat pria atau wanita, meskipun nanti kita bisa mendapat sedikit
keterangan dari bentuk tulangnya, saya kira. Tetapi sepatunya hitam bertali
macam yang biasa dipakai gadis gadis sekolah."
"Ada seorang pelajar putri yang dilaporkan hilang dari dusun tetangga," kata
Harper, "amat dekat dengan tempat ini. Seorang gadis sekitar enam belas
tahunan." "Kalau begitu, mungkin itu mayatnya," kata dokter polisi. "Anak malang."
Harper berkata dengan canggung, "Dia masih hidup ketika -?"
"Tidak, tidak, saya kira tidak. Tidak ada tanda-tanda bahwa ia berusaha keluar
dari mobil. Tubuhnya dalam posisi duduk yang lemas di jok mobil-kakinya di luar.
Menurut saya, ia sudah mati ketika ia ditinggalkan di sana. Kemudian mobil itu
dibakar dalam usaha menghilangkan bukti-bukti."
Ia berhenti sejenak, kemudian bertanya, "Apakah saya masih dibutuhkan?"
"Saya kira tidak, terima kasih."
"Baiklah. Saya pergi dulu."
Dokter itu berjalan kembali ke mobilnya. Harper menghampiri salah seorang
sersannya yang sedang sibuk, seorang yang ahli dalam penelitian mobil.
Sersan ini menengadah ketika Harper berada di sisinya.
"Suatu kasus yang cukup jelas, Pak. Bensin dituangkan pada mobil itu dan mobil
dengan sengaja dibakar. Kami menemukan tiga jerigen kosong di semak-semak
sana." Sedikit lebih jauh dari sana seseorang dengan hati-hati sedang menyusun
bendabenda yang ditemukannya dari rongsokan itu. Ada sebuah sepatu kulit hitam
yang hangus, dan masih melekat suatu sayatan yang hangus dan hitam.
Sementara Harper mendekat, bawahannya menengadah dan berseru, "Lihat ini.
Pak. Ini membuatnya klop."
Harper menerima benda kecil itu di tangannya. "Sebuah kancing dari seragam
pramuka?" "Ya, Pak." "Ya," kata Harper, "kalau begitu sudah pasti ini pelajar putri itu."
Harper, seorang yang baik hatinya dan ramah, merasa muak. Pertama-tama Ruby
Keene dan sekarang anak ini, Pamela Reeves.
Katanya kepada dirinya sendiri sebagaimana yang pernah dikatakannya
sebelumnya, "Apa yang terjadi pada Glenshire?"
Tindakan selanjutnya adalah menelepon atasannya sendiri, Pak Kepala Polisi,
kemudian dia akan menghubungi Kolonel Melchett. Menghilangnya Pamela
Reeves terjadi di Radfordshire meskipun mayatnya kemudian ditemukan di
Glenshire. Melchett harus mengetahui penemuannya ini.
Tugas berikutnya yang harus dilaksanakan bukanlah tugas yang enak. Dia harus
membawa berita duka ini kepada ayah dan ibu Pamela Reeves ....
*** Kepala Inspektur Harper menengadah memandang dinding Braeside sementara ia
memijit tombol bel. Rumah ini kecil dan mungil, dengan kebun yang lebar sebesar tiga perempat
hektar. Model rumahnya model yang banyak terdapat di dusun ini sejak dua puluh
tahun terakhir. Pensiunan-pensiunan militer, pensiunan-pensiunan pegawai
pemerintah - yah, orang-orang seperti itu, yang tinggal di rumah demikian.
Orangorang yang baik dan jujur; paling-paling orang hanya bisa mencacat mereka
sebagai masyarakat yang agak membosankan. Mereka ini akan membelanjakan
sebagian besar dari uang mereka untuk pendidikan putra-putri mereka. Bukan tipe
orang-orang yang bisa diasosiasikan dengan tragedi. Tetapi sekarang tragedi
telah memasuki kehidupan mereka. Harper menghela napas.
Segera ia dipersilakan masuk ke kamar tamu di mana seorang laki-laki yang kaku
dengan kumis yang sudah beruban dan seorang wanita yang matanya sudah
sembab karena menangis sama-sama melompat berdiri.
Nyonya Reeves berkata dengan penuh harapan, "Anda membawa kabar mengenai
Pamela?" Tetapi wanita ini mundur beberapa langkah setelah memandang ke dalam mata
Kepala Inspektur Harper, seolah-olah pandangan iba Harper itu merupakan suatu
tamparan di wajahnya. Kata Harper, "Saya menyesal Anda harus mempersiapkan diri untuk menerima
berita buruk." "Pamela -" kata wanita itu lemah.
Mayor Reeves berkata dengan tajam, "Apakah telah terjadi sesuatu - dengan anak
itu?" "Benar, Pak." "Maksud Anda ia telah meninggal?"
Nyonya Reeves berteriak, "Oh, tidak, tidak," lalu menangis terisak-isak.
Mayor Reeves meraih istrinya dan mendekapnya erat-erat. Bibir laki-laki ini
bergetar, namun matanya memandang penuh pertanyaan kepada Harper, yang
menundukkan kepalanya. "Suatu kecelakaan?"
"Sebenarnya bukan, Mayor Reeves. Dia ditemukan dalam mobil yang terbakar
yang ditinggalkan di mulut sebuah tambang."
"Dalam sebuah mobil" Di mulut tambang?" Mayor Reeves amat terkejut.
Nyonya Reeves dengan lemas lunglai menjatuhkan dirinya di atas sofa sambil
menangis sejadi-jadinya. Kata Kepala Inspektur Harper, "Saya dapat menunggu sebentar sampai Anda
tenang kembali." Kata Mayor Reeves dengan tajam, "Apa artinya itu" Suatu pembunuhan?"
"Kelihatannya memang begitu, Pak. Itulah sebabnya mengapa saya ingin
mengajukan beberapa pertanyaan apabila itu tidak terlalu berat bagi Anda."
"Tidak, tidak, Anda memang benar. Kita tidak boleh membuang-buang waktu
apabila apa yang Anda duga memang benar. Tetapi saya tidak percaya. Siapa yang
mau mencelakakan seorang anak yang seperti Pamela?"
Harper berkata dengan tenang, "Anda telah melaporkan kepada polisi setempat
tentang latar belakang lenyapnya putri Anda. Ia meninggalkan rumah untuk
Mayat Misterius The Clocks Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghadiri suatu rally pramuka dan Anda menunggunya pulang untuk makan
malam. Betul?" "Ya." "Ia seharusnya sudah kembali dengan bis?" "Ya."
"Saya dengar, menurut cerita salah seorang teman sepramukanya, ketika rally
usai, Pamela mengatakan bahwa ia akan pergi ke Danemouth ke Toko Woolworth dan
akan pulang dengan bis yang lebih malam. Apakah Pamela biasa berbuat
demikian?" "Oh, ya. Pamela suka sekali pergi ke Woolworth. Dia sering berbelanja di
Danemouth. Bis itu rutenya mengikuti jalan besar, hanya sekitar seperempat mil
dari sini." "Dan dia tidak mempunyai rencana yang lain, sepanjang pengetahuan Anda?"
"Tidak ada." "Ia tidak berniat menjumpai siapa-siapa di Danemouth?"
"Tidak, saya merasa pasti kalau ia tidak mempunyai rencana demikian. Seandainya
ada, pasti ia akan menyebutnya sebelumnya. Kami menunggunya untuk makan
malam. Itulah sebabnya, ketika hari semakin larut dan dia tidak kembali, kami
menelepon polisi. Sama sekali bukan kebiasaan Pamela sampai tidak pulang."
"Putri Anda tidak mempunyai teman-teman yang tidak baik - maksud saya,
temanteman yang tidak Anda setujui?"
"Tidak, selamanya tidak pernah timbul masalah seperti itu."
Nyonya Reeves berkata sambil menangis, "Pam masih anak-anak. Mentalnya
masih terlalu muda untuk usianya. Ia masih suka bermain-main. Dia sama sekali
masih belum matang."
"Kenalkah Anda dengan seorang yang bernama George Bartlett, yang tinggal di
Hotel Majestic di Danemouth?"
Mayor Reeves membelalak. "Sama sekali saya tidak pernah mendengar namanya."
"Anda pikir putri Anda juga tidak mengenalnya?"
"Saya cukup yakin Pam tidak mengenalnya." Tambahnya ketus, "Bagaimana orang
ini sampai (terlibat)?"
"Dia pemilik mobil Minoan 14 di mana jenazah putri Anda ditemukan."
Nyonya Reeves memekik, "Kalau begitu tentunya ia -"
Harper cepat-cepat berkata, "Pagi tadi orang ini telah melaporkan bahwa mobilnya
hilang. Mobil itu ditinggalkannya di halaman Hotel Majestic kemarin siang. Siapa
saja dapat membawa mobil itu pergi."
"Tetapi masa tidak ada orang yang melihat siapa yang membawanya?"
Kepala Inspektur Harper menggelengkan kepalanya.
"Banyak mobil yang keluar-masuk sepanjang hari. Dan model Minoan 14 adalah
jenis mobil yang paling umum."
Nyonya Reeves menangis, "Tetapi apakah Anda tidak akan berbuat apa-apa"
Apakah Anda tidak akan mencoba mencari si - si setan yang telah melakukan
perbuatan ini" Anak saya - oh, anak saya! Ia tidak dibakar hidup-hidup, bukan"
Aduh, Pam, Pam ....!"
"Dia tidak menderita, Nyonya Reeves. Saya jamin dia sudah meninggal ketika
mobil itu disulut." Reeves bertanya dengan kaku, "Bagaimana ia menemui ajalnya?"
Harper memberinya suatu pandangan yang mengandung makna. "Kami tidak tahu.
Api telah melenyapkan segala bentuk bukti semacam itu."
Harper berpaling kepada wanita yang senewen di sofa. "Percayalah, Nyonya
Reeves. Kami sedang berbuat sebisa-bisanya. Ini hanyalah soal pengusutan saja.
Lambat atau cepat kami akan menemukan seseorang yang melihat putri Anda di
Danemouth kemarin, dan melihat dia bersama siapa. Semua ini makan waktu,
Anda tahu. Kami akan menerima ratusan laporan mengenai seorang pramuka putri
yang dilihat orang di sini, di sana, dan di mana-mana. Ini hanya soal
menyortirnya dan soal kesabaran -tetapi akhirnya kami akan mendapatkan kebenarannya, jangan
kuatir." Nyonya Reeves bertanya, "Di mana - di mana ia" Bisakah saya melihatnya?"
Lagi-lagi Kepala Inspektur Harper memberikan pandangan yang berarti kepada
suaminya. Katanya, "Petugas bagian medis sedang mengatur semuanya. Saya
usulkan suami Anda yang ikut dengan saya dulu dan menyelesaikan
formalitasnya. Sementara itu, cobalah mengingat-ingat apa-apa yang pernah
dikatakan Pamela - mungkin sesuatu yang tidak Anda anggap penting pada waktu
itu sekarang merupakan keterangan yang berharga. Anda mengerti apa yang saya
maksudkan - mungkin suatu kata atau kalimat yang pernah diucapkannya. Itu
bantuan yang terbaik yang dapat Anda berikan pada kami."
Sementara kedua orang laki-laki itu berjalan ke pintu, Reeves berkata, menunjuk
kepada suatu potret. "Itu Pam."
Harper memandangnya dengan penuh perhatian. Potret itu adalah potret suatu grup
hoki. Reeves menunjuk kepada Pamela yang berada di tengah-tengah tim itu.
"Anak yang baik," pikir Harper, sambil memandang wajah seorang gadis yang
serius dengan rambutnya yang dikuncir.
Mulut Harper berubah geram mengingat mayat yang hangus di dalam mobil itu.
Ia bersumpah kepada dirinya bahwa pembunuhan Pamela Reeves tidak boleh
menjadi kasus yang tidak terpecahkan di Glenshire.
Ruby Keene, demikian harus diakuinya sendiri, mungkin saja telah mengundang
kematiannya sendiri, tetapi Pamela Reeves soal lain. Pamela anak baik- Harper
tidak akan berhenti mencari sampai ia berhasil melacak laki-laki atau wanita
yang telah membunuh gadis ini.
BAB SEBELAS Satu dua hari kemudian Kolonel Melchett dan Kepala Inspektur Harper duduk
berhadapan muka di kantor Melchett. Harper datang ke Much Benham untuk
berkonsultasi. Melchett berkata dengan murung, "Nah, kita sama-sama mengetahui sampai di
mana hasil yang telah kita capai - atau lebih tepat lagi, sampai di mana hasil
yang belum kita capai." "Hasil yang belum dicapai merupakan ungkapan yang lebih tepat, Pak."
"Di sini ada dua kematian yang harus kita perhitungkan," kata Melchett. "Dua
pembunuhan, Ruby Keene dan Pamela Reeves. Kasihan dia, tidak banyak yang
tersisa dari mayatnya untuk dapat diidentifikasi, namun yang ada pun sudah
cukup. Sepatu yang selamat dari kebakaran itu sudah diidentifikasi ayahnya sebagai
milik Pamela, dan kancing yang ditemukan memang kancing seragam pramukanya.
Perbuatan yang biadab, Kepala Inspektur."
Kepala Inspektur Harper berkata dengan tenang, "Anda benar, Pak."
"Aku berterima kasih karena sudah dipastikan gadis ini sudah meninggal sebelum
mobil itu dibakar. Caranya duduk di mobil - setengah berbaring, menunjukkan hal
itu. Mungkin sebelumnya dipukul dengan benda keras di kepalanya, anak yang
malang." "Atau dicekik, barangkali," kata Harper. Melchett memandangnya dengan tajam.
"Kaupikir demikian?"
"Nah, Pak, ada pembunuh-pembunuh yang suka memakai cara ini."
"Aku tahu. Aku sudah bertemu dengan orang tuanya - ibu gadis yang malang itu
sudah tak dapat menguasai dirinya lagi. Masalah ini memang amat menyakitkan.
Yang masih harus kita selesaikan adalah - apakah kedua pembunuhan itu
berkaitan?" "Menurut saya pasti begitu."
"Aku pun berpikir demikian."
Kepala Inspektur Harper menghitung pokok-pokok yang ada dengan jari-jarinya.
"Pamela Reeves menghadiri rally pramuka di Denebury Downs. Menurut temantemannya
ia dalam keadaan normal dan riang. Dia tidak kembali bersama ketiga
temannya yang naik bis ke Medchester. Dia berkata kepada mereka bahwa ia akan
pergi ke Danemouth, ke toko Woolworth, dan akan pulang dengan bis dari sana.
Jalan utama ke Danemouth dari Downs membelok agak jauh ke pedalaman.
Pamela Reeves memotong jalan melewati dua padang rumput dan sebuah jalan
setapak yang membawanya ke Danemouth dekat Hotel Majestic. jalan setapak itu,
malahan melewati hotel itu di sebelah baratnya. Jadi mungkin dia mendengar atau
melihat sesuatu - sesuatu mengenai Ruby Keene -yang mungkin akan
membahayakan si pembunuh -misalnya, Pamela mendengar si pembunuh
menentukan jam pertemuannya dengan Ruby Keene malam itu pada pukul sebelas.
Si pembunuh menyadari bahwa gadis pelajar ini telah mendengar percakapannya
dan dia harus membungkam mulutnya."
Kolonel Melchett berkata, "Itu, Harper, kalau kita menganggap pembunuhan Ruby
Keene sudah direncanakan dari semula -bukan sesuatu yang spontan terjadi."
Kepala Inspektur Harper mengiyakan. "Saya kira memang begitu, Pak,
kejadiannya. Kelihatannya memang seolah-olah berlawanan - seolah-olah
perbuatan nekat yang spontan meletus, kalap karena amarah atau rasa cemburu
yang meluap - tetapi saya mulai mencurigainya bahwa sebenarnya tidak begitu.
Seandainya tidak direncanakan, saya tidak tahu bagaimana kita dapat menjelaskan
kematian anak Reeves ini. Jika anak ini seorang saksi mata dari pembunuhan itu
sendiri pada saat pembunuhan itu sedang dilaksanakan, waktunya tidak cocok.
Pembunuhan itu terjadinya sekitar pukul sebelas malam, dan apa yang sedang
dikerjakan anak itu di Hotel Majestic pada pukul sebelas malam! Coba, pada pukul
sembilan malam saja ketika ia belum pulang, orang tuanya sudah cemas."
"Alternatif lain adalah dia pergi ke Danemouth untuk menemui seseorang yang
tidak diketahui oleh teman-teman maupun keluarganya, dan kematiannya ini tidak
ada hubungannya dengan kematian Ruby Keene."
"Ya, Pak, tetapi saya tidak percaya kalau begitu ceritanya. Ingatlah bagaimana
si nenek tua Nona Marple itu langsung mengatakan bahwa kematian ini ada
hubungannya dengan pembunuhan Ruby Keene. Nona Marple segera bertanya
apakah mayat yang ditemukan dalam mobil yang terbakar itu adalah mayat gadis
pramuka yang dilaporkan hilang itu. Seorang nenek tua yang amat cerdik dia!
Memang nenek tua terkadang cerdik-cerdik. Banyak pengalaman, Anda tahu"
Langsung dapat menunjuk kepada intinya yang vital."
"Nona Marple sudah pernah berbuat demikian lebih dari satu kali," kata Kolonel
Melchett tanpa emosi. "Di samping itu. Pak, masih ada si mobil. Tampaknya kepada saya hal ini pasti
mengaitkan kematiannya dengan Hotel Majestic. Mobil itu mobil Tuan George
Bartlett." Lagi-lagi mata kedua laki-laki ini bertemu.
Melchett berkata, "George Bartlett" Mungkin! Menurut pendapatmu bagaimana?"
Lagi-lagi Harper secara sistematis mengulangi beberapa fakta.
"Ruby Keene terakhir terlihat bersama George Bartlett. Kata Bartlett gadis itu
naik ke kamarnya (dikuatkan oleh ditemukannya gaunnya yang petang itu
dikenakannya), tetapi apakah gadis ini naik ke kamarnya untuk menukar
pakaiannya karena akan pergi lagi bersamanya" Apakah mereka telah membuat
kencan sebelumnya untuk keluar bersama-sama - katakanlah, membicarakan
kencannya, sebelum makan malam dan apakah pada saat itu Pamela Reeves
sempat mencuri dengar?"
Melchett berkata, "Bartlett tidak melaporkan hilangnya mobilnya sampai keesokan
harinya, dan dia juga tidak begitu jelas ketika membuat laporannya, berpura-pura
tidak dapat mengingat kapan dia terakhir melihat mobilnya."
"Mungkin saja itu kelicinannya, Pak. Menurut saya, Bartlett seorang pria yang
entah cerdik tetapi berlagak pilon, atau - nah, atau memang bodohnya bukan
main." "Apa yang kita butuhkan," kata Melchett. "Sebuah motif. Dari apa yang kita
ketahui sekarang, Bartlett tidak mempunyai motif apa pun untuk membunuh Ruby
Keene." "Ya - itulah kesulitan kita setiap kali. Motif. Semua laporan dari Palais de
Danse di Brixwell ternyata kosong, saya dengar."
"Seluruhnya! Ruby Keene tidak mempunyai pacar istimewa- Slack sudah
membongkar balik semua kemungkinan - dan Slack dapat dipercaya pasti
melakukan pekerjaannya dengan tuntas, dia memang orang yang teliti."
"Tepat, Pak. Teliti memang istilah yang tepat untuk Slack."
"Kalau memang ada sesuatu yang dapat dikorek, pasti sudah berhasil dikoreknya.
Tetapi di sana tidak ditemukan apa-apa. Slack telah mendapatkan suatu daftar
nama dari orang-orang yang paling sering berdansa dengan Ruby Keene semuanya
sudah diperiksa dan dibebaskan dari prasangka. Mereka orang-orang
biasa, tidak berbahaya, dan semua bisa memberikan alibi yang kuat untuk malam
tersebut." "Ah," kata Kepala Inspektur Harper. "Alibi. Itulah yang menjadi musuh kita."
Melchett memandangnya dengan tajam. "Kaukira begitu" Itu bagian pengusutan
yang aku bagikan." "Ya, Pak. Dan pengusutannya sudah dikerjakan dengan - sangat menyeluruh. Kami
juga meminta bantuan London."
"Lalu?" "Tuan Conway Jefferson mungkin beranggapan bahwa Tuan Gaskell dan Nyonya
Jefferson muda mempunyai nafkah yang besar, tetapi kenyataannya tidak
demikian. Mereka Kedua-duanya sama-sama dalam keadaan yang terjepit."
"Benarkah itu?"
"Benar, Pak. Ceritanya memang seperti yang dikatakan Tuan Conway Jefferson,
dia telah memberikan anak-anaknya uang dalam jumlah yang besar ketika mereka
menikah. Itu sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Anaknya yang laki-laki
menganggap dirinya sudah cukup ahli dalam menginvestasikan uangnya. Ia
memang tidak main spekulasi dengan transaksi-transaksi yang gila, namun dia
selalu sial dan rupanya tidak mempunyai bakat menilai sesuatu yang tepat.
Berkalikali usahanya gagal. Hartanya semakin menipis. Menurut saya, jandanya
sekarang selalu mendapat kesulitan mencukupkan uangnya untuk keperluannya dan
membiayai anaknya bersekolah di sekolah yang baik."
"Tetapi ia tidak minta bantuan ayah mertuanya?"
"Tidak. Pak. Dari informasi yang berhasil saya kumpulkan, dia tinggal bersama
ayah mertuanya dan dengan demikian tidak perlu mengeluarkan uang untuk
belanjanya sehari-hari."
"Dan kesehatan si ayah mertua ini sudah seburuk itu sampai-sampai ia sudah tidak
dapat diharapkan hidup lebih lama lagi?"
"Itu betul, Pak. Sekarang untuk Tuan Mark Gaskell. Dia seorang penjudi,
sematamata seorang yang suka bertaruh, tiada lain. Dalam waktu singkat dia sudah
menghabiskan uang istrinya. Pada saat ini ia berada dalam keadaan kritis. Dia
sangat membutuhkan uang - banyak uang."
"Aku memang sudah tidak suka melihat tampangnya," kata Kolonel Melchett"Seorang
pemuda yang liar - bukan" Dan dia mempunyai motif lagi! Dengan
menyingkirkan gadis itu, berarti ia akan mendapat dua puluh lima ribu pound. Ya,
itulah motifnya." "Mereka berdua sama-sama mempunyai motif."
"Aku tidak mencurigai Nyonya Jefferson."
"Tidak, Pak, saya tahu Anda tidak mencurigainya. Dan apa lagi, mereka berdua
mempunyai alibi. Mereka tidak mungkin dapat melakukan pembunuhan itu.
Faktanya segamblang itu."
"Kau sudah mendapatkan perincian kegiatan mereka untuk malam itu?"
"Ya, ada. Mari kita perhatikan kegiatan Tuan Gaskell dulu. Ia makan bersama ayah
mertuanya dan Nyonya Jefferson, lalu minum kopi bersama-sama ketika Ruby
Keene bergabung dengan mereka. Waktu itu ia berkata bahwa ia harus menulis
beberapa pucuk surat dan pergi meninggalkan mereka. Sebenarnya ia membawa
mobilnya keluar untuk mencari udara segar. Dia dengan jujur mengatakannya
kepada saya bahwa ia tidak tahan terus-menerus bermain bridge sepanjang malam.
Si Jefferson tua itu sudah menggilai permainan ini. Jadi ia memberikan alasan
mau menulis surat. Ruby Keene masih duduk di sana bersama-sama yang lain. Mark
Gaskell kembali saat Ruby sedang berdansa dengan Raymond- Sehabis tariannya
itu. Ruby datang lagi dan minum-minum bersama mereka, lalu ia pergi berdansa
bersama Bartlett, dan Gaskell beserta yang lain mulai main bridge. Waktu itu
pukul sebelas kurang dua puluh menit - dan Gaskell tidak meninggalkan meja
sampai selewat pukul dua belas tengah malam. Itu pasti betul, Pak. Semua orang
berkata begitu. Keluarganya, pelayan-pelayan hotel, dan semua orang. Jadi ia
tidak mungkin melakukannya. Dan alibi Nyonya Jefferson juga sama. Ia pun tidak
pernah meninggalkan meja. Mereka berdua sama-sama bebas dari prasangka bebas."
Kolonel Melchett bersandar di kursinya sambil mengetok-ngetok meja dengan
pisau suratnya. Kepala Inspektur Harper berkata, "Itu, Pak, kalau kita anggap gadis itu terbunuh
sebelum pukul dua belas tengah malam."
"Haydock berkata begitu. Haydock adalah orang yang dapat diandalkan dalam
Mayat Misterius The Clocks Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menangani kasus-kasus polisi. Kalau ia berkata begitu, pasti begitu."
"Mungkin ada penyebab lainnya - kesehatannya, kelainan fisik, atau sesuatu."
"Akan kutanyakan kepadanya." Melchett melirik arlojinya dan mengangkat tangkai
pesawat teleponnya, lalu meminta suatu nomor tertentu. Katanya, "Haydock
seharusnya sudah pulang pukul sekian. Nah, seumpama gadis ini terbunuh setelah
pukul dua belas?" Harper berkata, "Kalau begitu, masih ada harapan. Setelah waktu itu ada beberapa
kesempatan untuknya masuk dan keluar. Mari kita umpamakan Gaskell telah
berjanji dengan gadis ini untuk menemuinya di luar, entah di mana - katakanlah,
pada pukul dua belas lewat dua puluh. Dia dapat keluar sebentar, mencekiknya,
dan kembali lagi, dan baru membuang mayatnya kemudian - pada pagi-pagi buta."
Melchett berkata, "Membawa mayatnya dengan mobil sejauh tiga puluhan mil
untuk dibuang di kamar perpustakaan Bantry" Astaga, itu bukan teori yang masuk
akal." "Memang, bukan," kata Kepala Inspektur Harper segera mengakuinya.
Telepon berdering. Melchett mengangkat tangkai pesawatnya.
"Halo, Haydock, kaukah itu" Ruby Keene. Apakah mungkin dia terbunuh setelah
pukul dua belas tengah malam?"
"Kan sudah kukatakan bahwa ia terbunuh antara pukul sepuluh dan pukul dua
belas." "Ya, aku tahu, tetapi apakah kita tidak dapat mengulurnya sedikit - bagaimana?"
"Tidak, kita tidak dapat mengulurnya. Kalau aku berkata bahwa ia terbunuh
sebelum pukul dua belas, maksudku sebelum pukul dua belas, dan jangan
kaucobacoba mempermainkan bukti-bukti medis."
"Ya, aku tahu, tetapi apakah tidak mungkin ada kelainan fisik atau apa" Kau tahu
apa yang aku maksudkan."
"Aku hanya tahu bahwa kau tidak tahu apa yang kaubicarakan. Gadis itu benarbenar
sehat dan sama sekali tidak mempunyai kelainan fisik - dan aku tidak akan
mengatakan dia mempunyai kelainan fisik hanya untuk membantumu
menggantung seseorang yang tidak berdosa yang kebetulan tidak disukai oleh
polisi. Nah, sekarang jangan membantah. Aku tahu sepak terjangmu. Dan,
ngomong-ngomong, gadis itu tidak dicekik dengan sukarela - maksudku,
sebelumnya ia pingsan dulu. Narkotika yang kuat. Dia mati karena dicekik tetapi
sebelumnya sudah dibuat tidak sadar."
Haydock memutuskan percakapan.
Melchett berkata dengan murung,
"Ya, sudah, mau apa lagi." Kata Harper,
"Saya kira tadi saya telah berhasil menemukan suatu kemungkinan - eh, tidak
tahunya kosong belaka."
"Apa itu" Siapa?"
"Ia warga dusun Anda, Pak. Namanya Basil Blake. Tinggal di dekat Gossington
Hall." "Bajingan kecil tengik itu!" Wajah Kolonel Melchett menjadi muram mengingat
kekurangajaran sikap Basil Blake. "Bagaimana sampai ia terlibat?"
"Rupanya ia kenal dengan Ruby Keene. Sering makan di Hotel Majestic - juga
pernah berdansa dengan gadis itu. Ingatkah Anda apa yang dikatakan Josie kepada
Raymond ketika Ruby tidak dapat ditemukan" Ia tidak bersama-sama orang film
itu, bukan"' Saya berhasil menemukan bahwa yang dimaksudkan adalah Basil
Blake. Basil Blake bekerja di Lenville Studios, Anda tahu" Josie tidak mempunyai
alasan untuk mencurigainya kecuali bahwa Ruby agaknya cukup tertarik kepada
pemuda itu." "Suatu kemungkinan, Harper, suatu kemungkinan."
"Tidak sebagus yang kita harapkan. Pak. Pada malam itu Basil Blake ada di sebuah
pesta di studio. Anda tentu tahu pesta macam apa itu. Mulai pukul delapan dengan
minuman ringan dan berlanjut terus sampai udaranya menjadi begitu tebal oleh
asap rokok sehingga orang susah untuk melihat dan semua orang akhirnya menjadi
mabuk oleh minuman keras atau narkotika. Menurut Inspektur Slack yang
mewawancarainya, Basil Blake meninggalkan pesta sekitar pukul dua belas tengah
malam. Pada waktu tengah malam Ruby Keene sudah mati."
"Apakah ada orang yang menguatkan kesaksiannya?"
"Kebanyakan dari mereka, Pak, menurut saya sudah agak - eh - mabuk tak keruan.
Itu - eh -wanita muda yang tinggal di pondoknya itu - Nona Dinah Lee mengatakan
bahwa keterangan Basil Blake itu benar."
"Itu tidak berbobot!"
"Iya, Pak, memang tidak. Keterangan yang didapat dari orang-orang lain di pesta
itu juga membenarkan keterangan Basil Blake, kendatipun mengenai waktunya
mereka tidak dapat memberikan keterangan yang jelas."
"Di mana letak studio itu?"
"Lenville, Pak, tiga puluh mil sebelah barat daya London."
"Hm - kira-kira sama jauhnya dari sini?"
"Ya, Pak." Kolonel Melchett menggosok-gosok hidungnya. Katanya dengan nada kurang
puas, "Nah, kalau begitu kita juga harus mencoret namanya dari daftar
tersangka." "Saya pikir begitu, Pak. Tidak ada bukti bahwa ia benar-benar terpikat oleh Ruby
Keene. Malahan" -Kepala Inspektur Harper mendehem dengan canggung - "ia
kelihatannya sangat sibuk dengan gadisnya sendiri."
Melchett berkata, "Jadi yang tersisa dari daftar kita cuma si 'X' ini, seorang
pembunuh yang tidak dikenal - begitu tidak dikenalnya sehingga Slack pun tidak
dapat menemukan jejaknya! Dan menantu laki-laki Jefferson yang boleh jadi
mempunyai niatan untuk membunuh gadis itu - tetapi tidak punya kesempatan
untuk melakukannya. Begitu pula dengan menantunya yang perempuan. Dan
George Bartlett, yang tidak mempunyai alibi - tetapi sayangnya juga tidak
mempunyai motif. Dan itulah semuanya! Oh, tidak, sebentar, aku kira kita tidak
boleh melupakan si penari itu - Raymond Starr. Toh dia juga sering bertemu
dengan gadis itu." Kata Harper perlahan, "Saya tidak percaya kalau ia menaruh minat pada gadis itu
atau ia seorang aktor yang ulung. Dan, segi praktisnya, ia juga mempunyai alibi.
Sedikit banyak dia berada di bawah penglihatan orang banyak dari pukul sebelas
kurang dua puluh menit sampai pukul dua belas, berdansa dengan bermacammacam
orang. Saya tidak melihat bagaimana caranya kita bisa mendakwanya."
"Terus terang," kata Kolonel Melchett, "kita tidak bisa mendakwa siapa-siapa."
"George Bartlett adalah harapan kita yang paling bagus. Kalau saja kita bisa
menemukan motifnya."
"Kau telah memeriksa latar belakangnya?"
"Sudah, Pak. Dia anak tunggal. Dimanjakan oleh ibunya. Setelah ibunya
meninggal setahun yang lalu, ia menerima warisan yang lumayan. Sebagian besar
sudah hampir habis sekarang. Habisnya itu lebih banyak karena tertipu daripada
karena dihambur-hamburkan sendiri."
"Mungkin agak sakit jiwa," kata Melchett penuh harap.
Kepala Inspektur Harper mengangguk. Katanya, "Pernahkah Anda pikirkan bahwa
kemungkinan inilah yang merupakan jawaban pada kasus ini?"
"Seorang pembunuh gila, maksudmu?"
"Iya, Pak. Salah satu dari orang-orang sinting yang berkeliaran mencekik
gadisgadis muda. Dokter-dokter memberikan nama yang panjang untuk orang-orang
ini." "Kalau iya, ini berarti habislah kesulitan kita," kata Melchett.
"Hanya ada satu hal yang menurut saya tidak kena," kata Kepala Inspektur Harper.
"Itu merupakan jawaban yang terlalu mudah."
"Hm - ya - boleh jadi. Maka, seperti yang kukatakan tadi dari semula, sudah
sampai di mana pengusutan kita ini?"
"Macet, Pak," kata Kepala Inspektur Harper.
BAB DUA BELAS Conway Jefferson terjaga dari tidurnya dan meregangkan tangannya. Lengannya
terentang lebar, lengan yang panjang dan berotot, yang seakan-akan seluruh
tenaganya berpusat sejak kecelakaannya.
Sinar mentari pagi yang lembut menembus tirainya.
Conway Jefferson tersenyum sendiri. Selalu, setelah melewatkan tidur pulas satu
malam, dia bangun dengan perasaan yang sama, damai, segar, dan vitalitasnya
diperbarui. Suatu hari yang baru lagi!
Maka, untuk sejenak lamanya ia tetap berbaring. Lalu ia memijit tombol bel
khusus yang ada di dekat tangannya.
Dan tiba-tiba kenangannya terbayang kembali. Ketika Edwards, yang cekatan dan
biasa berjalan tanpa menimbulkan suara, memasuki kamar itu, Jefferson sedang
mengeluh. Edwards berhenti dengan tangan masih memegang tirai. Katanya, "Tuan tidak
sakit?" Conway Jefferson menjawab dengan kasar, "Tidak. Sudahlah, sibakkan tirai."
Sinar mentari masuk ke dalam ruangan. Edwards, yang penuh pengertian, sengaja
menghindari untuk memandang majikannya.
Dengan wajah geram Conway Jefferson masih berbaring sambil berpikir dan
mengenang. Di depan matanya ia melihat lagi wajah Ruby yang ayu dan tawar.
Hanya saja di dalam kepalanya ia tidak memakai kata "tawar" itu.
Kemarin malam mungkin Conway Jefferson masih akan menamakannya "polos".
Seorang anak yang polos dan suci! Tetapi sekarang"
Tiba-tiba Conway Jefferson merasa letih sekali. Ia memicingkan matanya. Ia
menggumam pelan sekali, "Margaret ..." Itu nama mendiang istrinya.
*** "Aku menyenangi temanmu," kata Adelaide Jefferson kepada Nyonya Bantry.
Kedua wanita itu sedang duduk di teras.
"Jane Marple, seorang wanita yang istimewa," kata Nyonya Bantry.
"Ia juga menyenangkan," kata Adelaide tersenyum.
"Orang-orang menamakannya tukang pengumpul berita skandal," kata Nyonya
Bantry. "Tetapi sebenarnya itu tidak betul."
"Mereka tidak menghargai bakat alamiahnya?"
"Bisa kaukatakan begitu."
"Itu malah menyegarkan, lho," kata Adelaide Jefferson. "Dibandingkan dengan
keadaan yang berlawanan yang begitu memuakkan."
Nyonya Bantry memandangnya dengan tajam.
Addie menjelaskan maksudnya. "Begitu banyak pujian - pengkultusan kepada
suatu obyek yang tidak berharga!"
"Maksudmu, Ruby Keene?"
Addie mengangguk. "Aku tidak mau memburuk-burukkannya. Sebenarnya ia juga tidak jahat. Kasihan
juga, ia harus berjuang untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Sebenarnya
Ruby bukan gadis yang terlalu buruk. Agak kampungan dan sedikit tolol, cukup
riang dan penyabar, hanya saja ia jelas seorang gadis yang mata duitan. Aku
pikir dia tidak sengaja mencari-cari jalan untuk mengeruk uang Jefferson. Hanya saja
ia cepat memanfaatkan kesempatan begitu dilihatnya ada kemungkinan. Dan dia tahu
persis bagaimana caranya mengambil hati seorang laki-laki tua yang - kesepian."
"Kalau begitu," kata Nyonya Bantry sambil berpikir, "Conway memang kesepian?"
Addie beringsut-ingsut di atas tempat duduknya dengan gelisah. Katanya, "Iya
musim semi ini." Ia berhenti, kemudian membuat suatu pengakuan. "Mark sudah pasti menyalahkan
aku. Boleh jadi itu betul, aku tidak tahu."
Ia diam sejenak, kemudian, terdorong oleh suatu naluri untuk bercerita, ia
melanjutkan dengan hati yang enggan.
"Jalan hidupku begitu - begitu aneh. Mike Carmody, suamiku yang pertama,
meninggal tidak lama setelah perkawinan kami - itu - itu merupakan suatu pukulan
yang berat bagiku. Peter, seperti yang kauketahui, lahir setelah kematiannya.
Frank Jefferson teman akrab Mike. Jadi aku sering bertemu dengannya. Ia juga ayah
pelindung Peter -Mike yang menghendakinya demikian. Aku menjadi amat tertarik
kepadanya - dan - oh! Mengasihaninya juga."
"Mengasihani?" tanya Nyonya Bantry dengan penuh perhatian.
"Ya, tepat. Kedengarannya memang aneh. Frank selalu mendapat apa yang
diinginkannya. Ayah dan ibunya tidak tanggung-tanggung mencurahkan kasih
sayang mereka kepadanya. Namun - yah, bagaimana dapat kuceritakan " - kau kan
tahu, Pak Jefferson tua mempunyai kepribadian yang begitu kuat. Orang yang
tinggal bersamanya tidak bisa mengembangkan kepribadiannya sendiri. Begitulah
yang dirasakan Frank. "Ketika kami kawin, Frank begitu bahagianya -amat bahagia. Tuan Jefferson juga
amat bermurah hati. Ia memberikan sejumlah uang yang banyak kepada Frank katanya
ia mau anak-anaknya mandiri dan tidak perlu menunggu kematiannya
untuk dapat menikmati uangnya. Ia begitu baik -begitu murah hati. Tetapi
pemberiannya ini terlalu mendadak. Seharusnya ia membiasakan Frank dulu untuk
mandiri setahap demi setahap.
"Uang itu membuat Frank lupa daratan. Dia mau membuktikan dirinya sebaik
ayahnya, sepandai ayahnya dalam soal uang dan bisnis, setepat ayahnya dalam
membuat perkiraan, dan sesukses ayahnya. Dan sudah tentu ia tidak demikian. Dia
tidak berspekulasi dengan uang itu, tetapi ia menanamkannya di bidang yang salah
pada waktu yang salah Menakutkan, kau tahu" Betapa cepatnya uang itu ludes
apabila orang tidak pandai memutarnya. Semakin dalam jatuhnya Frank, semakin
getol dia berusaha untuk mengembalikan uang itu lewat transaksi-transaksi yang
berbahaya. Maka keadaan keuangan kami merosot terus dari buruk menjadi parah."
"Tetapi, Addie," kata Nyonya Bantry, "apakah Conway tidak bisa memberi Frank
nasihat?" "Frank tidak mau dinasihati. Satu-satunya yang diinginkannya adalah untuk
membuktikan dirinya bisa berhasil sendiri tanpa petunjuk ayahnya. Itulah
sebabnya mengapa kami tidak pernah menceritakannya kepada Tuan Jefferson. Ketika Frank
mati, hanya sedikit sekali yang tersisa - hanya suatu pendapatan kecil buat aku.
Dan aku pun tidak menceritakannya kepada ayahnya. Kau mengerti-"
Ia mendadak berpaling. "Kalau aku menceritakannya kepada ayahnya, itu seolah-olah aku mengkhianati
Frank. Frank tidak akan menyukainya. Setelah kecelakaannya Tuan Jefferson sakit
lama sekali. Ketika ia sembuh, dia mengira aku seorang janda kaya. Aku pun tidak
pernah menyangkal perkiraannya. Itu menyangkut harga diri Frank. Jeff tahu
bahwa aku sangat berhati-hati dengan pengeluaran uang - dan dia menyukainya, ia
mengira aku seorang wanita yang hemat. Dan tentu saja karena Peter dan aku
tinggal bersamanya sejak kecelakaan itu, dialah yang membiayai semua keperluan
rumah tangga. Jadi aku tidak perlu kuatir."
Katanya perlahan, "Kami sudah seperti keluarga sendiri saja, selama
bertahuntahun ini - cuma - cuma - kau tahu atau kau tidak tahu" di mata Jeff aku
masih istri Frank - bukan janda Frank."
Nyonya Bantry menangkap maksudnya.
"Maksudmu ia tidak pernah mau menerima faktanya bahwa mereka sudah mati?"
"Ya. Sikapnya menakjubkan. Ia mengalahkan kesedihannya sendiri dengan
menolak mengakui kuasa maut. Mark, suami Rosamund dan aku, istri Frank - dan
meskipun Frank dan Rosamund tidak berada secara fisik di tengah-tengah kami
mereka masih ada." Nyonya Bantry berkata dengan lembut, "Itu kemenangan manis dari adanya iman."
"Aku mengerti. Kami melanjutkan kehidupan kami, dari tahun ke tahun. Tetapi
tiba-tiba musim semi ini - ada sesuatu yang tidak beres dengan diriku. Aku
merasa - aku merasa ingin memberontak. Ini hal yang jelek untuk diutarakan, tetapi aku
tidak lagi mau memikirkan Frank! Bagian itu sudah berlalu - cintaku dan
kebersamaanku dengannya, dan kesedihanku ketika ia meninggal. Semua itu
adalah hal-hal yang pernah ada, tetapi sekarang sudah hilang.
"Sulit sekali untuk menjelaskannya. Seolah-olah ada suatu keinginan untuk
memulai suatu lembaran baru. Aku ingin menjadi diriku sendiri - Addie, yang
masih terbilang muda, sehat, dan masih bisa bermain, berenang, dan berdansa
seorang manusia yang hidup. Hugo (kau kenal Hugo McLean") seorang yang baik
dan ingin mengawini aku, tetap tentu saja aku tidak pernah memikirkannya-sampai
musim semi ini, baru aku mulai memikirkannya -belum secara serius - hanya
samar-samar saja..."
Dia berhenti dan menggelengkan kepalanya.
"Yah, begitulah, jadi mungkin memang benar, aku telah mengabaikan Jeff.
Maksudku bukan betul-betul mengacuhkannya, tetapi pikiranku tidak tercurah lagi
padanya. Ketika aku melihat Ruby dapat menghiburnya, aku malah merasa
gembira Hal itu memberikan lebih banyak kebebasan bagiku untuk pergi dan
mengerjakan kegiatanku sendiri. Aku tidak pernah membayangkan - tentu saja aku
tidak pernah membayangkannya - bahwa Jeff akan menjadi begitu - begitu terpikat
olehnya!" Kata Nyonya Bantry, "Dan ketika kau menyadarinya?"
"Aku terkejut bukan kepalang - betul-betul terkejut! Dan jeleknya, aku juga
merasa
Mayat Misterius The Clocks Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jengkel." "Aku pun akan merasa jengkel," kata Nyonya Bantry.
"Kan masih ada Peter, kau tahu" Seluruh masa depan Peter tergantung pada Jeff.
Jeff sudah praktis menganggapnya cucunya sendiri, atau begitulah menurut
perkiraanku. Tetapi tentu saja, Peter bukanlah cucunya sendiri, bahkan bukan
apaapanya. Dan ketika aku pikir Peter bakal kehilangan hak warisnya! Wah!"
Tangannya yang kuat dan indah bergetar sedikit di atas pangkuannya. "Terdorong
oleh ketakutan itu - gara-gara seorang gadis tolol yang mata duitan - Oh! Aku
ingin sekali membunuhnya!"
Addie berhenti, kaget. Matanya yang cokelat indah itu bertemu dengan mata
Nyonya Bantry dalam pandangan memohon penuh ketakutan.
"Betapa jahatnya kata-kataku'."
Hugo McLean, yang secara diam-diam menghampiri mereka dari belakang,
bertanya, "Apanya yang jahat?"
Addie Jefferson berkata, "Bahwa aku ingin membunuh Ruby Keene."
Hugo McLean berpikir sejenak. Kemudian katanya, "Ya, aku tidak akan berkata
demikian seandainya aku adalah kau. Bisa disalahartikan."
Matanya - tenang, dalam, mata yang kelabu - memandang Adelaide Jefferson
dengan penuh makna. Katanya, "Kau harus berhati-hati, Addie."
Suaranya mengandung nada peringatan.
*** Ketika Nona Marple keluar dari hotel dan bergabung dengan Nyonya Bantry tak
lama kemudian, Hugo McLean dan Adelaide Jefferson sudah berjalan beriringan
menuju pantai. Sambil duduk, Nona Marple berkata, "Lelaki itu tampaknya amat setia."
"Ia sudah begitu sejak bertahun-tahun yang lalu. Memang tipe lelaki yang
demikian." "Aku tahu. Seperti Mayor Bury, yang menunggui seorang janda Inggris kelahiran
India selama sepuluh tahun. Sampai ia menjadi bahan tertawaan teman-temannya!
Akhirnya perempuan itu bersedia menjadi istrinya - tetapi sayangnya, sepuluh
hari sebelum hari pernikahan mereka, perempuan itu lari dengan sopirnya! Dan ia
sebetulnya wanita yang begitu menyenangkan, dan biasanya juga berkepala
dingin." "Orang memang bisa berbuat hal yang aneh-aneh," kata Nyonya Bantry
menyetujui. "Sayang kau tidak kemari lebih pagi, Jane. Addie Jefferson tadi
menceritakan semua mengenai riwayat hidupnya - bagaimana suaminya telah
menghabiskan uang pemberian ayahnya namun mereka tidak pernah
mengatakannya kepada Tuan Jefferson. Lalu, musim semi ini, Addie mulai
berubah -" Nona Marple mengangguk. "Ya. ia berontak, aku kira, berontak terhadap
keharusan tetap hidup bersama masa lampaunya. Memang, untuk segala sesuatu itu
ada masanya. Orang tidak selamanya bisa mengurung diri di dalam rumah. Aku
kira Nyonya Jefferson baru saja terbuka mata hatinya. Dia menanggalkan pakaian
berkabung-nya. Dan tentu saja ayah mertuanya tidak menyukai hal itu. Merasa
ditelantarkan, meskipun aku dapat memastikan bahwa ia tidak tahu siapa yang
menyebabkan menantunya berbuat demikian. Bagaimanapun juga, ia tidak senang.
Maka, seperti Tuan Badger yang tua itu, yang juga merasa terlantar ketika
istrinya sedang sibuk dengan ilmu kebatinannya. Tuan Jefferson menjadi mangsa yang
empuk bagi gadis-gadis pemikat. Asal ada seorang gadis yang lumayan saja
parasnya dan bersedia menjadi pendengar yang setia, sudah pasti dapat memikat
hatinya." "Bagaimana menurut pendapatmu," tanya Nyonya Bantry. "Apakah saudara
sepupunya si Josie itu mengajaknya kemari dengan sengaja - dan hal ini memang
sudah direncanakan antarkeluarga?"
Nona Marple menggelengkan kepalanya.
"Tidak, aku pikir tidak begitu. Aku pikir Josie tidak mempunyai kemampuan untuk
melihat jauh ke depan bagaimana reaksi seseorang itu. Dalam hal begitu Josie
tidak terlalu pandai- Ia mempunyai otak yang cerdik dan praktis, namun terbatas,
dan dia tidak dapat memperkirakan apa yang terjadi di masa mendatang, dan
biasanya ia sendiri juga dibuat terkejut oleh perkembangan suatu keadaan."
"Perkembangan ini rupanya telah membuat banyak orang terkejut," kata Nyonya
Bantry. "Addie - dan Mark Gaskell juga, nyatanya."
Nona Marple tersenyum. "Aku berani bertaruh, Mark Gaskell mempunyai kesibukan sendiri. Seorang
pemuda yang berani dan mata keranjang seperti itu! Sama sekali bukan jenis
lelaki yang akan tetap berduka sebagai seorang duda, betapapun dia mencintai istrinya
dulu. Aku kira mereka sama-sama gelisah, terpaksa hidup dengan dunia lampau
Tuan Jefferson. "Hanya saja," tambah Nona Marple sinis, "masih lebih mudah bagi seorang lakilaki
untuk menyeleweng daripada seorang wanita, tentunya."
*** Pada saat yang sama, Mark sedang membeberkan kisah yang serupa tentang
dirinya kepada Sir Henry Clithering.
Dengan gayanya yang khas, Mark langsung terjun ke pokok masalah.
"Saya baru saja menyadarinya," katanya. "Saya, Tersangka Favorit Nomor Satu di
mata polisi! Mereka sudah mengusut ke dalam keuangan saya yang tidak begitu
sehat. Anda tahu, kantung saya sekarang benar-benar kempes, hampir-hampir
bangkrut. Apabila si tua Jeff mati dalam waktu satu atau dua bulan menurut
jadwal, Addie dan saya bisa membagi hartanya juga menurut jadwal, saya bisa
diselamatkan. Sebetulnya, utang saya sudah bertumpuk-tumpuk .... Kalau saya
tidak dapat menutupnya, wah, berarti saya ludes! Kalau saya dapat menutupnya,
saya akan selamat - dan saya akan menjadi orang yang kaya sekali."
Kata Sir Henry Clithering, "Anda seorang penjudi, Mark."
"Sudah dari dulu. Saya selalu mempertaruhkan segalanya - itulah semboyan hidup
saya! Ya, memang saya bernasib baik, seseorang telah mencekik gadis yang
malang itu. Saya tidak melakukannya. Saya bukan seorang pembunuh. Saya pikir,
mustahil saya sanggup membunuh siapa pun. Saya terlalu santai, selalu memilih
yang mudah-mudah saja. Tetapi polisi mana mau mempercayai itu! Bagi mereka
tentunya saya adalah jawaban doa mereka! Saya mempunyai motif, saya berada di
tempat kejadian, saya bukan orang yang terlalu menjunjung tinggi moral! Saya
tidak mengerti mengapa sampai sekarang saya belum ditahan! Itu Kepala Inspektur
sudah memandang saya dengan mata yang penuh curiga."
"Anda memiliki sesuatu yang ampuh, alibi."
"Alibi adalah hal yang paling tidak dapat diandalkan di atas bumi! Orang-orang
yang tidak berdosa tidak pernah bingung mempersiapkan alibi. Apalagi semuanya
itu tergantung pada waktu kematian, atau entah kepada apa lagi, dan sudah pasti
kalau ada tiga orang dokter yang mengatakan bahwa gadis itu dibunuh pada pukul
dua belas tengah malam, paling sedikit bisa ditemukan enam orang dokter yang
bersedia bersumpah bahwa gadis itu terbunuh pada pukul lima pagi - kalau sudah
begitu, apa gunanya lagi alibi saya?"
"Paling tidak Anda masih bisa bergurau mengenai hal ini."
"Sikap yang tidak terpuji, bukan?" kata Mark dengan riang. "Sebenarnya, terus
terang saja, saya agak ketakutan. Orang tentu akan merasa demikian - berhadapan
dengan pembunuhan! Dan jangan Anda kira saya tidak merasa kasihan untuk si tua
Jeff. Saya kasihan padanya. Tetapi cara ini lebih baik -biarpun goncangan ini
hebat - daripada akhirnya ia sendiri kecewa terhadap gadis itu."
"Maksud Anda apa sih, kecewa dengan gadis itu?"
Mark mengedipkan matanya.
"Ke manakah perginya gadis itu pada malam itu" Saya berani bertaruh berapa saja,
malam itu Ruby pasti pergi untuk menemui seorang pria. Jeff tidak akan senang
mengetahui hal itu. Ia sama sekali tidak akan senang mengetahuinya. Kalau ia
sampai tahu bahwa gadis itu telah menipunya - bahwa gadis itu bukanlah seorang
anak yang polos dan yang doyan mengoceh seperti kesan yang ingin
ditimbulkannya - yah - ayah mertua saya aneh. Dia mempunyai kemampuan besar
untuk mengekang dirinya sendiri, tetapi tali kekang itu bisa putus juga .... Dan
kalau sampai terjadi demikian-orang harus berhati-hati!"
Sir Henry meliriknya dengan pandangan spekulasi.
"Katakan, apakah Anda menyukainya atau tidak?"
"Saya sayang sekali kepadanya - tetapi pada waktu yang sama saya juga
membencinya. Saya akan mencoba menjelaskan hal ini. Conway Jefferson suka
mengendalikan segala sesuatu di sekelilingnya. Ia seorang dermawan, ramah,
murah hati, dan penuh kasih sayang - tetapi semua orang harus tunduk kepada
kemauannya, ia yang memerintah."
Mark Gaskell berhenti. "Saya mencintai istri saya. Saya selamanya tidak akan mencintai wanita lain lagi
seperti cinta saya kepadanya. Rosamund, periang, memancarkan sinar
kebahagiaan, dan ketika ia tewas, saya merasa persis seperti petinju yang kena
pukulan KO. Tetapi saya sudah out cukup lama. Toh saya seorang laki-laki. Saya
menyukai wanita. Saya tidak mau kawin lagi -sama sekali tidak. Nah, itu tidak
jadi soal, asal saya hati-hati, tidak akan menimbulkan skandal - tetapi saya tetap
mau menikmati hidup ini. Addie yang malang tidak bisa berbuat seperti saya. Addie,
wanita yang benar-benar baik. Dia wanita yang akan dijadikan istri oleh kaum
lelaki, bukan sekadar diajak naik ke tempat tidur saja. Kalau ia diberi
kesempatan sedikit saja, Addie tentu akan kawin lagi - dan akan hidup berbahagia dan
membuat suaminya bahagia pula. Tetapi si tua Jeff selalu menganggapnya sebagai
istri Frank - dan menghipnotisnya sampai ia sendiri pun masih merasa sebagai
istri Frank. Jeff tidak menyadarinya, tetapi ia telah memenjarakan kami selama ini.
Saya berbasil lolos, diam-diam, bertahun-tahun yang lalu. Addie mulai berontak
musim semi ini - dan itu membuat Jeff kaget, membuat dunianya hancur.
Akibatnya - Ruby Keene."
Tanpa dapat dicegah lagi, Mark Gaskell berdendang, "Tetapi gadis itu sudah mati,
dan, alangkah beruntungnya aku!"
"Ayo, mari kita minum, Clithering."
Pikir Sir Henry, tidak heran kalau Mark Gaskell adalah orang yang dicurigai
polisi. BAB TIGA BELAS Dokter Metcalf, salah satu dari dokter-dokter terkenal di Danemouth. Sikapnya
terhadap pasien-pasiennya tidak galak, malahan kehadirannya dalam kamar si sakit
membuat suasana menjadi lebih menyenangkan. Dokter ini sudah setengah baya,
suaranya tenang dan menyenangkan.
Dia mendengarkan Kepala Inspektur Harper dengan cermat dan menjawab
pertanyaan-pertanyaannya dengan ramah namun tegas.
Kata Harper, "Kalau begitu, Dokter Metcalf, saya bisa menarik kesimpulan bahwa
apa yang dikatakan Nyonya Jefferson memang benar."
"Ya. Kesehatan Tuan Jefferson berada dalam keadaan kritis. Sudah beberapa tahun
beliau memacu tubuhnya sendiri. Karena tekadnya ingin hidup seperti orang-orang
lain yang normal, ia memaksakan tubuhnya untuk bekerja dua kali lipat lebih
keras daripada manusia biasa seusianya. Ia menolak beristirahat, menolak hidup lebih
santai, menolak memperlambat kegiatannya - atau menolak apa saja yang
dinasihatkan saya dan rekan-rekan seprofesi saya. Akibatnya tubuhnya sama
dengan mesin yang sudah aus. Jantung, paru-paru, dan tekanan darahnya semuanya
bekerja terlalu keras."
"Kata Anda Tuan Jefferson sama sekali tidak mau menurut nasihat dokter?"
"Ya. Saya juga tidak bisa menyalahkan dia. Tentunya kepada pasien-pasien saya,
saya tidak akan berkata demikian, Pak Kepala Inspektur, tetapi sebenarnya
manusia itu lebih baik mati aus daripada mati karatan. Banyak dari rekan-rekan
saya juga begitu nasibnya, dan percayalah, itu bukan prinsip yang jelek. Di
tempat seperti Danemouth ini kita sudah terbiasa melihat kebalikannya: orang-orang yang
cacat mempertahankan hidupnya, ketakutan jangan sampai tubuhnya terlalu lelah,
ketakutan kena angin, ketakutan kena kuman, dan ketakutan makan makanan
enak!" "Barangkali itu benar," kata Kepala Inspektur Harper.
"Jadi kesimpulannya begini: Conway Jefferson masih cukup kuat, secara fisik atau
istilah yang lebih tepat lagi, cukup kuat otot-ototnya. Sebetulnya, apa saja sih
yang masih dapat dikerjakannya?"
"Lengan dan bahunya kuat sekali. Sebelum kecelakaan ia begitu sehat. Dia mahir
sekali menggerakkan kursi rodanya dan dengan bantuan tongkat penopangnya, dia
bisa berpindah-pindah di dalam ruangan - misalnya dari tempat tidurnya ke kursi
rodanya." "Apakah bagi orang cacat seperti Tuan Jefferson, tidak mungkin dibuatkan kaki
palsu?" "Dalam halnya tidak. Tulang belakangnya juga cedera."
"Oh, begitu. Coba saya simpulkan lagi. Jefferson masih kuat dalam hal
tenaganya." Apakah ia merasa Metcalf mengangguk.
"Tetapi jantungnya berada dalam kondisi yang buruk. Keletihan sedikit saja, atau
suatu kejutan yang tiba-tiba, bisa membuatnya mati mendadak. Begitukah?"
"Kurang lebih begitu. Keletihan memang perlahan-lahan membunuhnya, karena ia
tidak mau beristirahat manakala ia merasa lelah. Ini memperburuk keadaan
jantungnya. Kecil sekali kemungkinannya keletihan bisa tiba-tiba membunuhnya.
Tetapi suatu kejutan yang mendadak, dapat menamatkan riwayatnya dengan
mudah. Itu sebabnya mengapa saya memperingatkan keluarganya."
Kepala Inspektur Harper berkata perlahan,
"Tetapi kenyataannya, kejutan tidak membunuhnya. Maksud saya, Dokter, kejutan
apa lagi yang lebih bebat daripada kematian ini, namun mengapa ia masih tetap
hidup?" Dokter Metcalf mengangkat bahunya. "Saya tahu. Tetapi kalau Anda memiliki
pengalaman saya, Kepala Inspektur, Anda akan tahu bahwa biasanya mustahil
membuat prognosis yang tepat. Orang-orang yang seharusnya mati karena kejutan
dan goncangan, tidak mati karena kejutan dan goncangan, dan seterusnya, dan
seterusnya. Keadaan tubuh manusia ternyata lebih kuat daripada yang dikira.
Apalagi menurut pengalaman saya, sering suatu kejutan fisik lebih fatal daripada
suatu kejutan mental. Dalam bahasa awamnya, begini: sebuah pintu yang dibanting
denga keras lebih besar kemungkinannya dapat membunuh Tuan Jefferson
daripada kejutan mendapatkan gadis yang disayanginya mati dalam keadaan yang
mengenaskan." "Mengapa demikian?"
"Apabila seseorang menerima berita buruk, tubuhnya dengan sendirinya membuat
tindakan pengaman, yaitu dengan membekukan perasaannya. Orang ini - pada
mulanya - tidak dapat menerima semuanya itu sekaligus. Untuk menyerap berita
itu secara menyeluruh, dibutuhkan waktu yang lebih lama. Tetapi suara pintu yang
dibanting, atau seseorang yang tiba-tiba melompat keluar dari dalam lemari
besar, atau sebuah mobil yang tiba-tiba muncul selagi orang ini menyeberang - semuanya
ini adalah peristiwa mendadak yang tidak dapat diserapnya perlahan-lahan. Pada
waktu itu jantung orang ini bisa melompat kaget - begitu istilah awamnya."
Kepala Inspektur Harper berkata dengan perlahan, "Tetapi apakah setiap orang
akan menduga bahwa kematian Tuan Jefferson disebabkan karena ia terkejut atas
matinya gadis itu?" "Oh, pasti." Dokter itu memandang teman bicaranya dengan keheranan. "Anda
tidak berpikir bahwa -"
"Saya tidak tahu harus berpikir bagaimana," kata Kepala Inspektur Harper
jengkel. "Tetapi Anda tentunya sepaham bahwa kedua hal ini berkaitan satu sama lain,"
katanya kemudian kepada Sir Henry Clithering. "Sambil menyelam minum air
pertama-tama yang menjadi korban adalah gadis itu - kemudian kematiannya akan
menamatkan riwayat Tuan Jefferson - sebelum dia berkesempatan mengganti surat
wasiatnya." "Apakah kaupikir dia akan mengganti surat wasiatnya?"
"Anda tentunya lebih tahu mengenai hal itu daripada saya, Pak. Menurut Anda
bagaimana?" "Aku tidak tahu. Sebelum Ruby Keene muncul, aku tahu bahwa ia telah
mewariskan uangnya supaya dibagi antara Mark Gaskell dan Nyonya Jefferson.
Aku tidak melihat adanya alasan apa pun baginya untuk mengubah keputusan
tersebut. Tetapi tentu saja itu bisa dilakukannya. Bisa jadi ia mau mewariskan
hartanya kepada Panti Asuhan Kucing-kucing, atau sebagai subsidi untuk
penaripenari profesional yang remaja."
Kepala Inspektur Harper mengangguk.
Mayat Misterius The Clocks Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kita tidak pernah tahu tindakan aneh apa yang bisa diperbuat seseorang -
terutama apabila orang itu tidak merasa mempunyai tanggung jawab moral dalam hal
membagi hartanya. Ia juga tidak memiliki keluarga yang sedarah."
Kata Sir Henry, "Ia menyayangi anak itu - Peter."
"Menurut Anda, apakah dia menganggap anak itu sebagai cucunya sendiri" Anda
tentunya lebih tahu daripada saya, Pak."
Sir Henry berkata dengan perlahan, "Tidak, aku kira tidak begitu."
"Ada hal lain lagi yang ingin saya tanyakan, Pak. Sesuatu yang tidak dapat saya
nilai sendiri. Tetapi karena mereka ini teman-teman Anda, Anda tentunya tahu.
Saya ingin tahu sebenarnya sampai di manakah ikatan batin antara Tuan Jefferson
dengan Mark Gaskell, dan Nyonya Jefferson muda?"
Sir Henry mengernyitkan dahinya.
"Barangkali aku belum bisa menangkap maksudmu, Kepala Inspektur."
"Nah, begini, Pak. Sampai di manakah ikatan batinnya dengan mereka sebagai
individu - terpisah dari hubungan keluarganya dengan mereka?"
"Ah, sekarang aku mengerti maksudmu."
"Ya, Pak. Memang tidak diragukan bahwa Tuan Jefferson amat menyayangi
mereka berdua - tetapi menurut saya, ia menyayangi mereka karena mereka adalah
suami dan istri dari anak-anaknya. Tetapi seumpama, salah seorang dari mereka
menikah lagi?" Sir Henry berpikir. Katanya, "Itu suatu pertanyaan menarik. Aku tidak tahu. Aku
cenderung berpikir - ini hanya pendapatku sendiri saja - bahwa hal itu bisa
mengubah sikapnya dengan drastis. Tentunya ia akan memberikan restunya, tidak
menyimpan rasa dendam, tetapi aku kira, ya, aku kira apabila itu terjadi, ia
tidak lagi akan menaruh perhatian kepada mereka."
"Terhadap kedua-duanya, Pak?"
"Aku pikir begitu, ya. Terhadap Tuan Gaskell, sudah hampir dapat dipastikan, dan
aku pikir terhadap Nyonya Jefferson pun demikian, meskipun aku tidak begitu
pasti. Aku pikir mungkin Jefferson juga mempunyai rasa sayang kepada menantu
perempuannya sebagai seorang individu."
"Jenis kelamin tentunya berpengaruh juga," kata Kepala Inspektur Harper penuh
pengertian. "Memang lebih mudah bagi Tuan Jefferson untuk memandang Nyonya
Jefferson muda sebagai putrinya sendiri daripada memandang Tuan Gaskell
sebagai putranya. Selalu begitu. Perempuan pun lebih mudah menerima seorang
menantu laki-laki sebagai anaknya sendiri, tetapi jarang sekali ada yang
menganggap istri anaknya sebagai anak perempuannya sendiri."
Kepala Inspektur Harper melanjutkan, "Apakah Anda keberatan berjalan bersamasama
saya ke lapangan tenis" Saya melihat Nona Marple sedang duduk di sana,
dan saya ingin memintanya untuk melakukan sesuatu bagi saya. Sebenarnya saya
ingin minta bantuan Anda berdua."
"Dalam hal apa, Kepala Inspektur?"
"Untuk mengumpulkan informasi yang tidak dapat saya kerjakan sendiri. Saya
ingin Anda mewawancarai Edwards untuk saya, Pak."
"Edwards" Apa yang kaukehendaki darinya?"
"Apa saja yang terpikirkan oleh Anda! Segala sesuatu yang diketahuinya dan
segala sesuatu yang dipikirkannya! Mengenai hubungan antara anggota keluarga
Jefferson, pendapatnya mengenai kasus Ruby Keene. Pokoknya keterangan orang
dalam. Tentunya ia lebih tahu daripada orang-orang lain mengenai berbagai
situasi - itu pasti! Dan dia tidak mau menceritakannya kepada saya tetapi kepada Anda,
mungkin dia mau bercerita. Dan mungkin kita bisa memperoleh informasi yang
berharga darinya. Itu kalau Anda tidak keberatan?"
Sir Henry berkata dengan geram, "Aku tidak keberatan. Aku sudah didesak kemari
untuk mencari kebenarannya. Aku bermaksud berbuat sebisa-bisaku."
Tambahnya, "Apa yang kaukehendaki dari Nona Marple?"
"Membantu saya mewawancarai beberapa orang gadis. Gadis-gadis pramuka
semuanya. Kami telah mengumpulkan sekitar setengah lusin dari mereka yang
paling akrab dengan Pamela Reeves. Saya pikir mungkin saja mereka mengetahui
sesuatu. Rupanya kalau Pamela memang betul-betul mau pergi ke toko
Woolworth, tentunya ia akan mengajak salah seorang temannya. Biasanya anak
gadis suka berbelanja bersama-sama seorang teman."
"Ya, aku kira kau benar."
"Jadi saya pikir, mungkin Woolworth hanya dipakainya sebagai alasan saja. Saya
mau tahu sebetulnya gadis itu mau pergi ke mana. Mungkin dia pernah terlanjur
berbicara kepada teman-temannya. Kalau iya, saya merasa Nona Marple adalah
orang yang paling tepat untuk menanyai gadis-gadis ini -lebih tepat daripada
saya. Toh mereka akan ketakutan setengah mati berhadapan dengan polisi."
"Kedengarannya memang seperti masalah domestik dusun yang cocok sekali
dengan bakat Nona Marple. Ia cerdik sekali, kau tahu?"
Kepala Inspektur Harper tersenyum. Katanya, "Memang, Anda benar. Tidak ada
yang sampai terlewatkan matanya yang awas."
Nona Marple menengadah ketika kedua laki-laki ini menghampirinya dan
menyambut mereka dengan gembira. Ia mendengarkan permintaan Kepala
Inspektur Harper dan segera menyetujui untuk membantunya.
"Saya ingin sekali dapat membantu Anda, Pak Kepala Inspektur Dan saya pikir
mungkin saya memang bisa membantu. Saya mempunyai banyak pengalaman
dengan segala macam kegiatan Sekolah Minggu, dan kepramukaan, dan yayasan
yatim piatu yang tidak jauh dari sini - saya anggota pengurusnya, Anda tahu" Dan
saya juga sering mengobrol dengan ibu asramanya - dan juga saya mempunyai
pengalaman berbicara dengan para pembantu - yang biasanya gadis-gadis remaja.
Oh, ya, saya punya banyak pengalaman untuk bisa menilai apakah seorang gadis
itu berbicara dengan jujur atau ia menyembunyikan sesuatu."
"Sebenarnya, Anda seorang yang ahli," kata Sir Henry.
Nona Marple merona pipinya dan memandang Sir Henry dengan pandangan
mencela. Katanya, "Oh, tolong, jangan menertawakan saya, Sir Henry."
"Saya sama sekali tidak menertawakan Anda. Anda sudah terlalu sering
mengungguli saya." "Memang seseorang bisa melihat banyak sekali kejahatan di dusun," gumam Nona
Marple dengan nada menjelaskan.
"Ngomong-ngomong," kata Sir Henry, "saya telah berhasil memperoleh jawaban
kepada pertanyaan Anda. Pak Kepala Inspektur mengatakan kepada saya bahwa di
dalam keranjang sampah Ruby Keene ditemukan potongan-potongan kuku."
Nona Marple berkata sambil termenung, "Ada" Kalau begitu ..."
"Mengapa Anda ingin tahu, Nona Marple?" tanya Kepala Inspektur Harper.
Kata Nona Marple, "Itu salah satu hal yang - yah, kelihatannya salah pada waktu
saya melihat mayat gadis itu. Tangannya salah, dan mulanya saya tidak tahu
mengapa. Kemudian saya menyadarinya. Gadis-gadis yang merias wajahnya,
biasanya memelihara kuku-kuku jari yang panjang. Tentu saja saya juga tahu
bahwa banyak gadis yang mempunyai kebiasaan menggigit kukunya - itu suatu
kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan. Tetapi keinginan untuk tampak cantik
sering kali banyak membantu mereka bertekad melepaskan kebiasaan yang jelek
ini. Dan, pada saat saya melihat gadis ini, saya beranggapan bahwa ia belum bisa
meninggalkan kebiasaan itu. Lalu si anak kecil itu - si Peter, Anda tahu - ia
berkata tentang sesuatu yang membuktikan bahwa kuku-kuku tangan Ruby memang
tadinya panjang, hanya saja ada yang tersangkut dan putus. Jadi, tentu saja ada
kemungkinan gadis ini lalu memotong kuku-kukunya yang lain supaya semuanya
kelihatan seragam, dan saya menanyakan apakah ada potongan-potongan kuku di
kamarnya, dan Sir Henry berjanji mencarikan jawabnya."
Sir Henry berkata, "Anda baru saja berkata 'salah satu hal yang kelihatannya
salah ketika Anda melihat mayat gadis itu'. Kalau begitu, ada yang lain?"
Nona Marple mengangguk dengan getol.
"Oh, ya!" katanya. "Gaunnya itu! Gaunnya itu sama sekali salah."
Kedua laki-laki itu memandang Nona Marple dengan keheranan.
"Memangnya kenapa?" kata Sir Henry.
"Nah, Anda lihat, gaun itu sehelai gaun tua. Josie berkata begitu, dan saya juga
dapat melihat sendiri bahwa gaun itu sudah jelek dan lusuh. Nah, itu salah
semuanya." "Saya tidak mengerti."
Nona Marple agak merona pipinya.
"Nah, polisi menduga bahwa Ruby Keene menukar pakaiannya untuk keluar
menemui seseorang yang menurut istilah kemenakan saya sedang 'digandrungi'nya,
bukan?" Mata Kepala Inspektur Harper berkedip sedikit.
"Itu teorinya. Ia mempunyai janji kencan bersama seseorang - seorang pacarnya,
istilahnya." "Kalau begitu," desak Nona Marple, "mengapa ia mengenakan sehelai gaun tua?"
Kepala Inspektur Harper menggaruk-garuk kepalanya sambil termenung. Katanya,
"Saya mengerti apa yang Anda tuju. Tentunya Anda akan berpikir apakah
seharusnya ia mengenakan gaun yang baru?"
"Saya pikir seharusnya ia mengenakan gaunnya yang paling bagus. Semua gadis
akan berbuat demikian."
Sir Henry memotong. "Ya, tetapi coba kita lihat, Nona Marple. Umpamanya gadis
ini membuat kencannya di tempat terbuka, naik mobil terbuka, barangkali, dan
harus berjalan di tempat-tempat yang kotor. Maka ia tidak akan mau menanggung
risiko mengotori gaunnya yang baru, jadi ia mengenakan gaun yang lama."
"Itu logis," kata Kepala Inspektur Harper menyetujui.
Nona Marple berpaling kepadanya. Ia berbicara dengan getol.
"Perbuatan logis menukar pakaiannya dengan celana dan baju kaus atau baju wol.
Itulah yang akan dilakukan oleh seorang gadis dari - dari golongan kita (saya
tidak mau kedengaran sombong, tetapi kata-kata tadi tak dapat dihindarkan lagi).
"Seorang gadis dari keluarga baik-baik," lanjut Nona Marple, mempertahankan
pendapatnya. "Selalu berhati-hati dalam memilih pakaian yang tepat untuk acara
yang tepat. Maksud saya, betapapun panasnya hari itu, seorang gadis yang
berpendidikan tidak akan muncul untuk acara olahraga dengan gaun sutra
kembang." "Dan pakaian apa yang pantas dipakai untuk bertemu dengan seorang kekasih?"
desak Sir Henry. "Kalau ia akan menemui pacarnya di hotel atau di tempat di mana gaun malam
memang pantas dikenakan, pasti ia akan mengenakan gaun malamnya yang terbaik
- tetapi di luar, seorang gadis temunya akan merasa bahwa ia kelihatan janggal
kalau memakai gaun malam, dan dia akan mengenakan pakaian sportnya yang
paling menarik." "Setuju, Nona Ahli Mode. Tetapi gadis Ruby ini -"
Kata Nona Marple, "Ruby, tentunya bukan- nah, terus terang saja-Ruby bukan
seorang gadis berpendidikan. Dia tergolong dalam kelas orang-orang yang akan
mengenakan pakaian mereka yang terindah tanpa memandang apakah itu cocok
untuk acara yang mereka hadiri. Tahukah Anda, tahun lalu kami mengadakan
piknik ke Scrantor Rocks. Anda bisa terheran-heran melihat betapa banyaknya
gadis-gadis yang mengenakan pakaian yang tidak sesuai. Gaun-gaun tipis
berkembang dengan sepatu kulit terbuka dan topi-topi mewah. Semua perangkatan
ini dipakai untuk memanjati batu-batu dan berjalan di antara ilalang dan
rerumputan. Dan para pemudanya mengenakan jas mereka yang paling bagus.
Tentu saja dalam olahraga lintas alam keadaannya tidak sama. Untuk acara itu
praktis semua orang mengenakan celana pendek - dan gadis-gadis rupanya tidak
menyadari bahwa celana pendek itu tidak bagus bagi mereka kecuali jika yang
mengenakannya itu bertubuh ramping."
Kepala Inspektur Harper berkata dengan lambat, "Dan Anda kira si Ruby Keene -"
"Saya kira, ia pasti akan tetap mengenakan gaunnya yang sedang dipakainya
malam itu - gaun merah mudanya, gaunnya yang paling bagus. Dia hanya akan
menukar pakaiannya apabila ia memiliki gaun yang lebih baru."
Kata Kepala Inspektur Harper, "Lalu apa teori Anda, Nona Marple?"
Kata Nona Marple, "Saya belum punya teori. Tetapi saya selalu merasa bahwa soal
ini penting ...." *** Di dalam batasan pagar kawat, pelajaran tenis yang diberikan oleh Raymond Starr
telah berakhir. Seorang wanita separuh baya yang bertubuh gemuk mengucapkan beberapa kata
pujian, memungut jaket wolnya yang berwarna biru langit, dan berjalan menuju
hotel. Raymond meneriakkan beberapa kata-kata yang ramah kepadanya.
Lalu ia berpaling menuju ke bangku tempat tiga orang penonton duduk. Bola-bola
tenisnya menggantung di dalam jala yang dipegangnya, raketnya berada di bawah
ketiaknya. Ekspresi wajahnya yang riang dan ceria lenyap, seolah-olah terhapus
begitu saja. Ia tampaknya letih dan kuatir.
Sambil berjalan menuju mereka, ia berkata, "Alhamdulillah, itu sudah selesai."
Lalu senyumnya kembali lagi, senyumnya yang menawan dan ekspresif, yang
begitu sesuai dengan wajahnya yang cokelat keemasan dan keluwesan langkahnya
yang ringan. Sir Henry bertanya-tanya dalam hatinya, berapa kira-kira usia orang ini. Dua
puluh lima, tiga puluh, atau tiga puluh lima" Sulit untuk menaksirnya.
Kata Raymond sambil menggelengkan kepalanya sedikit, "Nyonya itu selamanya
tidak akan pernah bisa bermain tenis, Anda tahu?"
"Semuanya ini tentunya amat membosankan Anda," kata Nona Marple.
Raymond menjawab dengan lancar, "Memang, kadang-kadang. Terutama
menjelang akhir musim panas. Untuk sementara waktu gajinya membesarkan hati,
tetapi akhirnya gaji itu pun tidak berhasil merangsang imajinasi."
Kepala Inspektur Harper berdiri. Katanya tiba-tiba, "Saya akan kembali menjemput
Anda setengah jam lagi, Nona Marple, apakah itu oke?"
"Tentu, terima kasih. Saya akan menantikan Anda."
Harper pergi. Raymond berdiri mengikuti langkahnya dengan pandangannya. Lalu
katanya, "Bolehkah saya duduk di sini sebentar?"
"Silakan," kata Sir Henry. "Mau merokok?" Dia menawarkan tempat rokoknya
sambil berpikir dalam hati mengapa ia mempunyai sedikit prasangka jelek
terhadap Ravmond Starr. Apakah hanya karena laki-laki ini seorang guru tenis dan
penari profesional" Kalau begitu tentu bukan karena tenisnya -tetapi karena
menarinya. Orang-orang Inggris, pikir Sir Henry, mempunyai kecurigaan terhadap
setiap laki-laki yang dapat berdansa dengan ahli! Orang ini terlalu luwes
gerakannya! Ramon -Raymond -yang manakah namanya" Tiba-tiba ia mengajukan
pertanyaannya. Yang ditanya tampaknya merasa geli.
"Ramon, nama profesional saya yang asli. Ramon dan Josie - aksen Spanyol, Anda
tahu" Tetapi kemudian di mata umum timbul prasangka jelek terhadap orang-orang
asing - maka saya ubah menjadi Raymond - amat khas Inggris -"
Kata Nona Marple, "Dan nama Anda yang asli adalah nama yang sama sekali
lain?" Raymond Starr tersenyum kepadanya, "Sebetulnya, nama saya yang asli Ramon.
Nenek saya orang Argentina, Anda tahu -" (jadi hal ini menjelaskan
lengganglenggok pantatnya, pikir Sir Henry dalam hati).
"Tetapi, nama saya yang pertama Thomas. Terlalu membosankan."
Dia berpaling kepada Sir Henry, "Anda datang dari Devonshire. Bukankah begitu,
Pak" Dari Stane" Keluarga saya tinggal di daerah itu juga. Di Alsmonston."
Wajah Sir Henry menjadi cerah.
"Apakah Anda salah seorang dari anak-anak Starr di Alsmonston" Wah, saya tidak
menyangkanya." "Tidak - saya sudah menduga bahwa Anda tidak menyangkanya." Suaranya
mengandung sedikit nada getir.
Kata Sir Henry dengan canggung, "Sayang ya - eh - semuanya itu?"
"Maksud Anda tempat yang dijual itu setelah dihuni keluarga kami selama tiga
ratus tahun" Ya, memang sayang. Tetapi bagaimana lagi" Rupanya jenis kami ini
memang harus angkat kaki dari sana. Kami sudah tidak bermanfaat lagi. Abang
saya yang tertua pindah ke New York. Dia bekerja di percetakan - lumayan juga
usahanya. Sisanya tersebar di mana-mana. Zaman sekarang susah memperoleh
pekerjaan apabila orang hanya memiliki ijazah negeri! Terkadang, jika beruntung
masih bisa diterima sebagai resepsionis di hotel-hotel. Dasi dan sikap sangat
menentukan di sana. Satu-satunya pekerjaan yang saya peroleh adalah sebagai
seorang promotor di sebuah toko peralatan kamar mandi. Memperkenalkan bak
bak mandi yang indah, yang berwarna krem dan kuning muda. Ruang pamerannya
Tamu Dari Gurun Pasir 10 Wiro Sableng 010 Banjir Darah Di Tambun Tulang Pendekar Pemanah Rajawali 34
masalah ini, Nyonya B."
Kata Nyonya Bantry dengan otomatis,
"Jangan panggil saya Nyonya B!" lanjutnya, "Arthur tidak ada di sini. Ia agak
terpukul juga dengan urusan ini. Nona Marple dan saya datang kemari untuk
melacak. Kenalkah Anda dengan Nyonya Jefferson?"
"Ya, tentu saja."
Sir Henry bersalaman dengan Nyonya Jefferson.
Adelaide Jefferson berkata, "Apakah Anda sudah bertemu dengan ayah mertua
saya?" "Ya, sudah." "Bagus. Kami menguatirkan kesehatannya. Ini merupakan goncangan yang buruk."
Kata Nyonya Bantry, "Ayolah kita keluar ke teras dan minum-minum sambil
membicarakan hal ini."
Mereka berempat keluar dan bergabung dengan Mark Gaskell yang sedang duduk
seorang diri di ujung yang paling jauh dari teras itu.
Setelah berbasa-basi sejenak dan minuman pun telah dihidangkan, Nyonya Bantry
langsung terjun ke pokok masalah dengan penuh semangat. Dia selalu menuntut
tindakan spontan dalam segala hal.
"Kita boleh membahasnya, bukan?" katanya. "Maksud saya, kita kan semuanya
teman-teman lama - kecuali Nona Marple di sini, dan dia mempunyai begitu
banyak pengalaman tentang soal kejahatan. Dia bermaksud membantu."
Mark Gaskell memandang Nona Marple dengan ekspresi keheranan. Katanya
setengah tidak percaya, "Apakah Anda - eh - seorang pengarang cerita-cerita
detektif?" Memang dari kenalan-kenalannya, justru mereka yang paling tidak berpotongan
pengarang. Ternyata pengarang-pengarang cerita detektif. Dan Nona Marple ini,
dengan pakaiannya model gaun perawan tua yang kolot benar-benar seperti tidak
punya potongan untuk menjadi pengarang cerita-cerita detektif.
"Oh, bukan. Saya tidak cukup pintar untuk itu."
"Dia amat menakjubkan," kata Nyonya Bantry dengan tidak sabar. "Saya tidak
dapat menjelaskannya sekarang, tetapi memang Nona Marple ini menakjubkan.
Nah, sekarang, Addie, aku ingin mengetahui mengenai segala sesuatunya.
Bagaimanakah sebenarnya gadis itu?"
"Hm -" Adelaide Jefferson berhenti, memandang kepada Mark yang duduk di
seberangnya, dan tertawa sedikit. Katanya, "Pertanyaanmu begitu polos, tanpa
tedeng aling-aling."
"Apakah kau menyukai gadis itu?"
"Tidak, tentu saja aku tidak menyukainya."
"Bagaimanakah dia sebenarnya?" Nyonya Bantry mengalihkan pertanyaannya
kepada Mark Gaskell. Kata Mark dengan tegas, "Dia mata duitan murahan. Dan dia pandai berpura-pura.
Ia benar-benar telah berhasil mengambil hati Jeff."
Baik Mark Gaskell maupun Adelaide Jefferson sama-sama membahasakan ayah
mertua mereka Jeff. Pikir Sir Henry sambil memandang Mark tanpa selera,"Orang ini takabur. Tidak
seharusnya ia berbicara demikian kasarnya."
Sir Henry dari mula sudah kurang menyukai Mark Gaskell. Laki-laki ini memang
mempunyai daya tarik, tetapi tidak dapat dipercaya - bicaranya terlalu banyak,
dan sering kali menyombongkan dirinya - tidak dapat dipercaya, pikir Sir Henry. Sir
Henry pernah berpikir, apakah Conway Jefferson tidak berpendapat seperti
dirinya" "Tetapi, tidakkah kau bisa berbuat sesuatu untuk mencegahnya?" desak Nyonya
Bantry. Kata Mark dengan pendek,"Mungkin kami akan melakukannya - kalau kami tidak
terlambat mengetahuinya."
Ia memandang Adelaide dengan tajam dan Adelaide merona sedikit. Pandangan
matanya mengandung celaan.
Kata Adelaide, "Menurut Mark, seharusnya aku yang dapat melihat apa yang akan
terjadi." "Kau telah menelantarkan Jeff terlalu lama seorang diri, Addie. Dengan
latihanlatihan tenismu dan lain-lainnya."
"Lho, aku kan harus juga berlatih sedikit." Nada suaranya mengandung
permohonan maaf. "Pokoknya, aku tidak pernah membayangkan -"
"Tidak," kata Mark, "kami berdua tidak pernah membayangkannya. Jeff tadinya
orang yang begitu bijaksana dan berkepala dingin."
Nona Marple memberikan kontribusinya kepada percakapan ini.
"Laki-laki," katanya dengan gaya perawan tuanya yang menyebut lawan jenisnya
dengan aksen seakan-akan mereka satu jenis hewan liar. "Biasanya tidak
sebijaksana yang dikira."
"Ternyata Anda benar," kata Mark. "Sayangnya, Nona Marple, kami tidak
menyadarinya sebelumnya. Kami heran apa sebenarnya yang membuat Jeff terlarik
kepada gadis yang kampungan dan munafik ini. Tetapi kami merasa senang juga
karena ia dapat membuat Jeff merasa gembira dan terhibur. Kami mengira bahwa
gadis ini tidak berbahaya. Tidak berbahaya" Huh! Sekarang saya menyesal tidak
mematahkan batang lehernya saja!"
"Mark," kata Addie, "kau benar-benar harus berhati-hati dengan ucapanmu itu."
Mark tersenyum padanya dengan menawan. "Ya, kau benar. Kalau tidak, orangorang
akan menganggap akulah yang benar-benar telah mematahkan batang
lehernya. Oh, memang, aku kira aku sudah termasuk dalam daftar tersangka. Kalau
ada orang yang bisa menarik keuntungan dari kematian gadis itu, orang itu adalah
Addie dan aku." "Mark," seru Nyonya Jefferson setengah tertawa dan setengah marah. "Kau
benarbenar tidak boleh berkata demikian!"
"Oke, oke," kata Mark menurut. "Tetapi aku memang suka mengatakan apa yang
ada di dalam hatiku. Ayah mertua kami yang terhormat itu sudah merencanakan
memberikan gadis licin yang brengsek itu lima puluh ribu pound."
"Mark, jangan berkata demikian - dia kan sudah meninggal?"
"Ya, ia sudah meninggal, setan kecil yang malang itu. Dan sebetulnya kalau
dipikir, mengapa ia tidak boleh memanfaatkan senjata yang telah dikaruniakan
alam kepadanya" Aku tidak sepantasnya menjadi hakim atas dirinya. Aku sendiri
pun pernah berbuat banyak hal yang gila-gila di masa lalu. Tidak, katakanlah
saja, Ruby memang mempunyai hak untuk berusaha mengeruk keuntungan sebanyakbanyaknya,
dan kami sendiri yang tolol, tidak menyadari permainannya lebih dini."
Kata Sir Henry, "Apa yang Anda katakan ketika Conway memberitahukan Anda
bahwa ia akan mengadopsi gadis itu?"
Mark melemparkan tangannya. "Apa yang dapat kami katakan" Addie, yang selalu
bersikap sopan dan ramah, dapat mengontrol dirinya dengan mengagumkan. Dia
tetap menunjukkan wajah yang manis. Saya berusaha mengikuti contohnya."
"Kalau saya, saya akan mengajaknya bertengkar!" kata Nyonya Bantry.
"Yah, terus terang saja, kami tidak mempunyai hak untuk mempertengkarkannya.
Uang itu milik Jeff. Kami bukan darah dagingnya sendiri. Jeff telah bersikap
begitu baik terhadap kami. Jadi kami tidak dapat berbuat apa-apa kecuali
menelannya mentah-mentah." Tambahnya sambil termenung, "Tetapi kami tidak
menyukai si kecil Ruby."
Adelaide Jefferson berkata, "Kalau saja yang dipilih Jeff itu tipe gadis yang
lain. Jeff mempunyai dua orang anak lindung. Anda tahu. Kalau saja yang dipilihnya itu
salah seorang dan mereka - nah, kami masih bisa memahaminya."
Tambahnya dengan sedikit perasaan menyesal, "Dan Jeff tampaknya begitu
menyayangi Peter." "Eh, iya," kata Nyonya Bantry. "Aku memang tahu bahwa Peter anak dari
suamimu yang pertama-tetapi aku suka melupakannya. Aku selalu menganggapnya
sebagai cucu Tuan Jefferson sendiri."
"Begitupun aku," kata Adelaide. Nada suaranya membuat Nona Marple berpaling
kepadanya dari tempat duduknya dan menatapnya dalam-dalam.
"Itu kesalahan Josie," kata Mark. "Josie-lah yang membawa gadis itu kemari."
Adelaide berkata, "Oh, tetapi tentunya kau tidak menduga bahwa itu suatu
persekongkolan, bukan" Bukankah kau selalu begitu senang kepada Josie?"
"Ya, aku memang menyenanginya, dulu. Tadinya aku berpikir dia wanita yang
sportif." "Cuma karena kebetulan saja maka Josie membawa gadis itu kemari."
"Josie itu wanita pandai, lho, Addie."
"Ya, tetapi ia kan tidak dapat memperkirakan sebelumnya -"
Mark berkata, "Ya, ia tidak dapat memperkirakannya. Itu aku setuju. Aku
bukannya benar-benar menuduhnya merencanakan seluruh kejadian ini. Tetapi aku
tidak meragukan bahwa Josie sudah melihat arah perkembangannya jauh sebelum
kita dan dia tidak berkata apa-apa kepada kita."
Adelaide berkata sambil menghembuskan napas panjang, "Aku kira, kita tidak
dapat menyalahkannya dalam hal ini."
Kata Mark, "Oh, kita tidak dapat menyalahkan siapa pun dalam hal apa pun!"
Nyonya Bantry bertanya, "Apakah Ruby Keene itu sangat cantik?"
Mark memandangnya. "Aku kira kau sudah pernah melihatnya -"
Nyonya Bantry cepat-cepat berkata, "Oh, aku melihatnya, iya - mayatnya. Tetapi
ia mati dicekik, kau tahu, dan orang tidak dapat menilai -"
Ia menggigil sendiri. Mark berkata sambil termenung, "Aku tidak menganggapnya cantik sedikit pun.
Tanpa dirias, dia pasti tidak cantik. Wajahnya kecil dan kurus, dagunya kecil,
giginya panjang-panjang masuk ke dalam, hidungnya kecil -"
"Wah, kedengarannya kok jelek sekali," kata Nyonya Bantry.
"Oh, tidak, tidak. Seperti kataku, kalau dirias dia tampaknya cukup lumayan,
bukankah begitu, Addie?"
"Ya, meskipun dandanannya agak norak, merah, putih, begitu. Matanya indah,
biru." "Ya, dengan tatapan seorang bayi yang polos, dan bulu matanya yang dipertebal
membuat birunya tampak lebih menyolok. Rambutnya disemir, tentu saja.
Memang, kalau aku pikir, dalam hal warna -paling sedikit warna-warna sintetis
dia mempunyai sedikit persamaan dengan Rosamund - istriku, kau tahu" Pasti
itulah yang menarik perhatian Pak Tua kepadanya."
Mark menghembuskan napas.
"Nah, itu peristiwa buruk. Tetapi yang lebih parah lagi Addie dan aku yang
sebenarnya merasa bersyukur karena ia telah mati -"
Mark membungkam protes dari saudara iparnya.
"Untuk apa kau mau mungkir lagi, Addie" Aku tahu perasaanmu. Aku pun
mempunyai perasaan yang sama. Dan aku tidak mau berpura-pura! Tetapi di lain
pihak, aku benar-benar menguatirkan keadaan Jeff, kau tahu maksudku, bukan"
Peristiwa ini telah memukulnya dengan hebat, aku -"
Ia berhenti dan memandang ke pintu yang membuka ke dalam kamar tamu di teras
itu. "Eh - coba lihat siapa yang kemari. Kau adalah wanita yang tidak mempunyai
perasaan, Addie." Nyonya Jefferson berpaling dari atas bahunya, memekik kecil dan bangkit, pipinya
merona merah. Dia berjalan dengan tergesa-gesa sepanjang teras dan menghampiri
seorang laki-laki setengah baya, berperawakan tinggi dengan wajah kurus
kecokelat-cokelatan. Lelaki ini sedang menoleh ke kanan dan ke kiri dengan
raguragu. Kata Nyonya Bantry, "Bukankah itu Hugo McLean?"
Mark Gaskell berkata, "Benar, Hugo McLean. Alias William Dobbin."
Nyonya Bantry menggumam, "Dia amat setia, bukan?"
"Setianya macam seekor anjing," kata Mark. "Addie hanya perlu bersiul saja dan
Hugo akan segera berlarian kemari tak peduli pada saat itu ia berada di bagian
dunia yang mana pun. Dia selalu berharap pada suatu hari Addie mau kawin
dengannya. Aku kira nanti Addie pasti mau."
Nona Marple memandang mereka sambil tersenyum lebar. Katanya, "Saya
mengerti. Suatu kisah asmara?"
"Salah satu kisah cinta kuno yang mantap," kata Mark meyakinkannya. "Sudah
berlangsung bertahun-tahun. Addie adalah tipe wanita yang demikian."
Tambahnya sambil berpikir, "Rupanya Addie telah meneleponnya tadi pagi. Ia
tidak menyinggung masalah itu kepadaku."
Edwards menghampiri mereka sambil berjalan dengan hati-hati sepanjang teras
dan berhenti di siku tangan Mark.
"Maafkan, Tuan. Tuan Jefferson meminta Anda segera naik."
"Saya segera ke sana." Mark melompat berdiri.
Ia menganggukkan kepalanya kepada mereka. Katanya, "Sampai ketemu lagi," dan
bergegas pergi. Sir Henry mendoyong ke depan mendekati Nona Marple. Katanya, "Nah, apa
pendapat Anda tentang tokoh-tokoh utama yang memperoleh keuntungan dari
pembunuhan ini?" Nona Marple berkata sambil berpikir, dan memandang kepada Adelaide yang
sedang berdiri bercakap-cakap dengan teman lamanya, "Tahukah Anda, wanita itu
seorang ibu yang amat menyayangi anaknya."
"Oh, itu memang benar," kata Nyonya Bantry. "Ia sayang sekali kepada Peter."
"Dia tipe wanita yang disukai semua orang," kata Nona Marple. "Tipe wanita yang
tidak akan menjumpai kesulitan untuk kawin berkali-kali. Tetapi maksud saya ia
bukan wanita yang mau keranjang - itu lain."
"Saya mengerti apa yang Anda maksudkan," kau Sir Henry.
"Apa yang kalian berdua maksudkan," kata Nyonya Bantry. "Adelaide ini seorang
pendengar yang baik."
Sir Henry tertawa. Katanya, "Dan Mark Gaskell?"
"Ah," kata Nona Marple, "ia suka membual."
"Persamaannya dari dusun Anda siapa" Silakan menceritakannya."
"Tuan Gargill, seorang anemer. Dia selalu memperdaya orang-orang supaya mau
memperbaiki rumah mereka, segala usul yang sebenarnya tidak pernah dipikirkan
oleh si empunya rumah itu sendiri. Dan tarif yang dikenakannya bukan main
tingginya! Tetapi ia selalu dapat memberikan alasannya mengapa ia sampai
mengeluarkan begitu banyak ongkos dan penjelasannya selalu masuk akal. Dia
lihai. Kawinnya saja karena uang. Begitu juga dengan Tuan Gaskell, saya dengar."
"Anda tidak menyukainya?"
"Oh, suka. Kebanyakan perempuan akan suka kepadanya. Tetapi ia tidak dapat
mengelabui saya. Ia laki-laki yang menarik, namun, saya kira, agak kurang
bijaksana. Ia berbicara terlalu banyak, persis seperti laki-laki tipenya."
"Kurang bijaksana itu memang penilaian yang tepat," kata Sir Henry. "Mark akan
mendapat kesulitan kalau ia tidak berhati-hati."
Seorang laki-laki muda yang berkulit gelap dan mengenakan jaket putih menaiki
anak tangga teras. Ia berhenti sejenak, memandang Adelaide Jefferson dan Hugo
McLean. "Dan itu," kata Sir Henry dengan gembira, "Tuan X, yang sebaiknya kita namakan
pihak yang menaruh minat. Dia petenis dan penari profesional - Raymond Starr,
pasangan dansa Ruby Keene."
Nona Marple memandangnya dengan perhatian. "Ia amat tampan, bukan?"
"Saya kira begitu."
"Jangan konyol, Sir Henry," kata Nyonya Bantry; "apanya yang masih perlu
dikira" Ia memang tampan."
Nona Marple menggumam, "Bukankah kalau saya tidak salah ingat, Nyonya
Jefferson telah mengambil kursus tenis?"
"Apakah kalimatmu ini mengandung arti yang istimewa, Jane, atau tidak?"
Nona Marple belum sempat menjawab pertanyaan yang blak-blakan ini. Si kecil
Peter Carmody berlarian sepanjang teras dan bergabung dengan mereka. Peter
mengajukan pertanyaannya kepada Sir Henry.
"Eh, apakah Anda juga seorang detektif" Saya melihat Anda berbicara dengan Pak
Kepala Inspektur - yang gemuk itu memang Pak Kepala Inspektur, bukan?"
"Dan ada orang yang mengatakannya kepada saya bahwa Anda seorang detektif
yang amat penting dari London- Kepala Scotland Yard atau sejenisnya."
"Dalam buku-buku cerita, seorang Kepala Scotland Yard adalah orang yang tak
kepalang tanggung tololnya, bukan?"
"Oh, tidak, tidak di zaman sekarang. Menertawakan kemampuan polisi sudah
ketinggalan zaman. Apakah Anda sudah mengetahui siapa pembunuhnya?"
"Sayangnya belum."
"Apakah kau menikmati peristiwa itu, Peter?" tanya Nyonya Bantry.
"Hm, memang saya merasa agak senang. Membuat suasana berubah, bukan" Saya
berkeliling berusaha mencari jejak, tetapi sampai sekarang saya belum beruntung.
Namun saya memperoleh sebuah tanda mata. Maukah Anda melihatnya" Aneh,
Ibu menghendaki supaya barang itu saya buang saja. Terkadang orang tua memang
agak menjengkelkan."
Dari sakunya Peter mengeluarkan sebuah kotak korek api kecil. Didorongnya
tutupnya, lalu ditunjukkannya koleksinya yang berharga.
"Lihat, sebuah kuku jari. Kuku jarinya! Saya akan memberinya etiket Kuku jari
Mayat Misterius The Clocks Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wanita yang Terbunuh dan membawanya kembali ke sekolah. Ini tanda mata yang
bagus, bukan?" "Di mana kau mendapatkannya?" tanya Nona Marple.
"Yah, sebetulnya itu hanya kebetulan saja. Pada waktu itu saya tidak tahu bahwa
ia akan terbunuh. Kejadiannya sebelum makan malam kemarin. Kuku jari Ruby
terkait pada selendang Josie lalu patah. Ibu yang memotongkannya dan
memberikan potongannya kepada saya, dan menyuruh saya untuk
melemparkannya di tong sampah. Memang itulah yang sedianya akan saya
kerjakan, tetapi ternyata saya lupa dan memasukkannya ke dalam saku saya. Dan
tadi pagi saya teringat akan potongan kuku itu lalu saya mencarinya, ternyata
masih ada, jadi sekarang saya mempunyai tanda mata."
"Menjijikkan," kata Nyonya Bantry.
Peter berkata dengan sopan, "Oh, Nyonya berpendapat demikian?"
"Apakah kau mempunyai tanda mata yang lain?" tanya Sir Henry.
"Saya tidak tahu. Saya mempunyai sesuatu yang mungkin juga bisa dinamakan
tanda mata." "Jelaskanlah, Anak muda."
Peter memandangnya sambil berpikir. Kemudian dia mengeluarkan sebuah
amplop. Dari dalamnya ia mengeluarkan sepotong tali berwarna cokelat.
"Ini sebagian kecil dari tali sepatu George Bartlett," katanya menjelaskan.
"Saya melihat sepatunya ditinggalkan di depan pintu kamarnya pagi ini dan saya potong
sedikit talinya, siapa tahu mungkin bermanfaat."
"Bermanfaat untuk apa?"
"Bermanfaat, seumpama ia pembunuhnya. Ia orang terakhir bersama Ruby dan ini
tentunya amat mencurigakan, Tuan tahu. Sekarang sudah mendekati waktu makan
malam, bukan" Saya sudah lapar sekali. Halo, itu Paman Hugo. Saya tidak tahu
kalau Ibu telah memintanya datang. Pasti Ibu yang memanggilnya, Ibu selalu
begitu setiap kali ia menghadapi kesulitan. Itu Josie datang! Hei, Josie!"
Josephine Turner, yang berjalan sepanjang teras, berhenti dan memandang Nyonya
Bantry dan Nona Marple dengan agak terkejut.
Nyonya Bantry berkata dengan ramah, "Apa kabar, Nona Turner" Kami datang
kemari dengan tujuan mau melacak sedikit!"
Josie memandang sekelilingnya dengan perasaan agak berdosa. Katanya dengan
perlahan, "Ini buruk sekali. Belum ada orang di hotel ini yang mengetahuinya.
Maksud saya, peristiwa itu masih belum diberitakan di surat-surat kabar. Saya
kira orang-orang tentunya akan mengajukan berbagai pertanyaan kepada saya, dan saya
tidak tahu apa yang harus saya katakan."
Ia memandang Nona Marple dan mengharapkan dukungan darinya. Nona Marple
berkata, "Ya, saya kuwatirkan itu akan membuat posisi Anda sulit."
Josie gembira menerima simpati ini. "Anda tahu. Tuan Prestcott berkata kepada
saya demikian, Jangan bicarakan hal itu.' Itu memang nasihat yang bagus, tetapi
setiap orang pasti akan bertanya kepada saya, dan saya tidak boleh membuat
mereka tersinggung dengan tidak memberikan jawaban, bukan" Kata Tuan
Prestcott, dia berharap saya tetap dapat menjalankan tugas saya seperti biasanya
dan tadi caranya menyampaikan ini juga tidak begitu ramah, maka tentu saja saya
harus berusaha sebaik saya. Saya sebenarnya tidak mengerti mengapa semuanya
ini dianggapnya kesalahan saya?"
Kata Sir Henry, "Apakah Anda keberatan jika saya mengajukan suatu pertanyaan
yang polos, Nona Turner?"
"Oh, silakan. Anda boleh bertanya apa saja," kata Josie agak kurang jujur.
"Apakah antra Anda dengan Nyonya Jefferson dan Tuan Gaskell pernah timbul
percekcokan mengenai hal ini?"
"Mengenai pembunuhan ini, maksud Anda?"
"Bukan, saya tidak bertanya soal pembunuhan ini."
Josie berdiri sambil meremas-remas tangannya. Katanya sedikit murung, "Ya, mau
dikatakan ada, ya ada - mau dikatakan tidak, juga tidak. Anda mengerti maksud
saya" Mereka kedua-duanya tidak mengatakan apa-apa. Tetapi saya kira dalam hati
mereka menyalahkan saya - maksud saya, soal Tuan Jefferson yang menjadi begitu
terpikat oleh Ruby. Namun sebetulnya itu bukanlah kesalahan saya toh" Hal-hal
demikian bisa saja terjadi, dan sebelumnya saya tidak pernah membayangkan hal
itu akan terjadi, sama sekali tidak. Saya - saya sendiri sangat terkejut."
Suaranya terdengar benar-benar jujur.
Kata Sir Henry dengan ramah, "Sudah tentu Anda terkejut. Tetapi bagaimana
setelah hal itu terjadi?"
Josie mengangkat kepalanya.
"Nah, itu kan nasib baik, toh" Setiap orang berhak kejatuhan bulan sekali
waktu." Josie memandang mereka satu per satu dengan tatapan menantang, kemudian dia
berlalu dari teras itu dan terus masuk ke dalam hotel.
Peter mengambil suatu keputusan, "Saya kira bukan dia yang melakukannya."
Nona Marple menggumam, "Bahan yang menarik, potongan kuku ini. Tadinya
saya masih kepikiran, Anda tahu -bagaimana menjelaskan keadaan kuku jarinya."
"Kuku?" tanya Sir Henry.
"Kuku-kuku jari gadis yang mati itu," kata Nyonya Bantry menjelaskan.
"Kukukukunya terlalu pendek, dan sekarang setelah Jane menyinggungnya, hal itu
memang agak aneh. Seorang gadis seperti itu biasanya memelihara kuku-kuku
yang panjang." Kata Nona Marple, "Tetapi sudah tentu kalau satu kukunya patah, dia akan
memotong pendek yang lainnya juga, supaya semuanya tampak seragam. Apakah
mereka menemukan potongan-potongan kuku di dalam kamarnya?"
Sir Henry memandang Nona Marple dengan pandangan keheranan. Katanya,
"Nanti akan saya tanyakan kepada Kepala Inspektur Harper kalau ia sudah
kembali." "Kembali dari mana?" tanya Nyonya Bantry. "Ia tidak pergi ke Gossington,
bukan?" Sir Henry berkata dengan serius, "Tidak. Suatu tragedi lain telah terjadi.
Sebuah mobil ditemukan terbakar di dalam mulut sebuah tambang."
Nona Marple terkesiap. "Apakah di dalam mobil itu ada orangnya?"
"Ya, amat disayangkan."
Nona Marple berkata sambil berpikir, "Saya kira itu tentunya si gadis pramuka
yang hilang itu - Patience - eh, bukan, Pamela Reeves."
Sir Henry membelalak. "Demi Tuhan, mengapa Anda berpikir demikian, Nona Marple?"
Wajah Nona Marple menjadi sedikit merah.
"Kan di radio disiarkan bahwa gadis ini tidak pulang ke rumahnya - sejak tadi
malam. Dan rumahnya ada di Daneleigh Vale; itu tidak terlalu jauh dari sini. Dan
dia terakhir berada di rally pramuka di Danebury Downs. Itu dekat sekali. Malah,
dia memang harus melewati Danemouth kalau mau pulang ke rumahnya. Maka,
semuanya ini memang cocok, bukan" Maksud saya, barangkali gadis ini telah
melihat - atau mendengar - sesuatu yang tidak seharusnya dilihatnya atau
didengarnya. Kalau memang begitu, gadis ini merupakan bahaya bagi si pembunuh
dan dia juga harus disingkirkan. Dua kematian seperti ini pasti ada kaitannya,
tidakkah Anda pun sependapat dengan saya?"
Sir Henry berkata, suaranya mengecil sedikit, "Maksud Anda - pembunuhan yang
kedua?" "Mengapa tidak?"
Pandangan mata Nona Marple yang tenang dan damai bertemu dengan pandangan
mata Sir Henry. "Kalau orang sudah melakukan satu pembunuhan, ia tidak akan
segan melakukan yang kedua, bukan" Atau bahkan yang ketiga."
"Yang ketiga" Apakah Anda menduga bakal ada pembunuhan ketiga?"
"Saya pikir itu mungkin sekali .... Ya, saya pikir itu mungkin sekali."
"Nona Marple," kata Sir Henry. "Anda membuat saya takut. Tahukah Anda siapa
yang akan dibunuh selanjutnya?"
Kata Nona Marple, "Saya mempunyai dugaan yang kuat."
BAB SEPULUH Kepala Inspektur Harper berdiri merenungi rong-sokan metal hangus yang tak
keruan bentuknya itu. Sebuah mobil yang terbakar selamanya adalah obyek yang
memuakkan, biarpun tanpa tambahan sesosok mayat yang hangus dan menghitam
di dalamnya. Tambang Venn adalah tempat yang terpencil, jauh dari tempat tinggal penduduk.
Meskipun sebenarnya hanya dua mil jarak terbangnya dari Danemouth, namun
untuk mencapai tempat itu lewat jalan darat, harus melewati jalanan kecil yang
sempit dan berliku-liku. Jalan ini hanya sedikit lebih lebar daripada rute
pedati, dan tidak bisa menuju ke mana-mana kecuali ke lubang tambang yang satu itu saja.
Tambang ini sudah lama terbengkalai dan satu-satunya manusia yang melewati
jalan itu adalah pelancong-pelancong pencari buah berry hitam yang kebetulan
kesasar ke sana. Sebagai tempat membuang mobil, lubang tambang ini ideal sekali.
Mobil itu bisa saja ditinggalkan di sana selama berminggu-minggu tanpa diketahui
orang, seandainya bukan karena Albert Biggs, seorang pekerja, yang melihat sinar
api dalam perjalanannya ke tempat kerjanya.
Albert Biggs sampai kini masih berada di lokasi itu meskipun apa yang dapat
diceritakannya sudah habis diceritakan sejak tadi, tetapi ia masih terus
mengulangulangi ceritanya yang menegangkan itu disertai tambahan-tambahan
komentarnya sendiri. "Lho, apa ini yang kulihat, kata saya, apakah itu" Sinar merah yang terang
sekali, tinggi sampai ke langit. Mungkin api unggun, kata saya, tetapi siapa yang lagi
membuat api unggun di Tambang Venn" Bukan, kata saya. Tentunya itu suatu
kebakaran besar. Tetapi apa yang terbakar, kata saya" Di sana tidak ada rumah
maupun peternakan. Saya tidak tahu harus berbuat apa, tetapi karena waktu itu
saya melihat Polisi Gregg mendatangi dengan sepedanya, saya menceritakan
kepadanya. Waktu itu apinya sudah padam, tetapi saya tunjukkan di mana saya
melihat sinar merah itu tadi. Ada di sana, kata saya. Nyala yang merah di
langit, kata saya. Boleh jadi onggokan sekam, kata saya, yang mungkin dibakar oleh salah
seorang gelandangan. Tetapi saya tidak pernah membayangkan bahwa yang
terbakar itu sebuah mobil - apalagi bahwa di dalamnya masih ada orangnya yang
terbakar hidup-hidup. Ini sudah tentu suatu tragedi yang seram."
Polisi Glenshire sedang sibuk. Foto-foto telah diambil dan posisi mayat yang
hangus sudah dicatat dengan saksama sebelum dokter bedah polisi datang untuk
mengadakan pengusutannya sendiri.
Dokter polisi ini sekarang mendekati Harper, sambil menepuk-nepuk abu hitam
dari tangannya, bibirnya terkatup dengan geram.
"Suatu pekerjaan yang sempurna," katanya. "Yang tersisa hanya sebagian dari satu
kaki dan sepatunya. Secara pribadi sekarang saya masih belum dapat menentukan
apakah itu mayat pria atau wanita, meskipun nanti kita bisa mendapat sedikit
keterangan dari bentuk tulangnya, saya kira. Tetapi sepatunya hitam bertali
macam yang biasa dipakai gadis gadis sekolah."
"Ada seorang pelajar putri yang dilaporkan hilang dari dusun tetangga," kata
Harper, "amat dekat dengan tempat ini. Seorang gadis sekitar enam belas
tahunan." "Kalau begitu, mungkin itu mayatnya," kata dokter polisi. "Anak malang."
Harper berkata dengan canggung, "Dia masih hidup ketika -?"
"Tidak, tidak, saya kira tidak. Tidak ada tanda-tanda bahwa ia berusaha keluar
dari mobil. Tubuhnya dalam posisi duduk yang lemas di jok mobil-kakinya di luar.
Menurut saya, ia sudah mati ketika ia ditinggalkan di sana. Kemudian mobil itu
dibakar dalam usaha menghilangkan bukti-bukti."
Ia berhenti sejenak, kemudian bertanya, "Apakah saya masih dibutuhkan?"
"Saya kira tidak, terima kasih."
"Baiklah. Saya pergi dulu."
Dokter itu berjalan kembali ke mobilnya. Harper menghampiri salah seorang
sersannya yang sedang sibuk, seorang yang ahli dalam penelitian mobil.
Sersan ini menengadah ketika Harper berada di sisinya.
"Suatu kasus yang cukup jelas, Pak. Bensin dituangkan pada mobil itu dan mobil
dengan sengaja dibakar. Kami menemukan tiga jerigen kosong di semak-semak
sana." Sedikit lebih jauh dari sana seseorang dengan hati-hati sedang menyusun
bendabenda yang ditemukannya dari rongsokan itu. Ada sebuah sepatu kulit hitam
yang hangus, dan masih melekat suatu sayatan yang hangus dan hitam.
Sementara Harper mendekat, bawahannya menengadah dan berseru, "Lihat ini.
Pak. Ini membuatnya klop."
Harper menerima benda kecil itu di tangannya. "Sebuah kancing dari seragam
pramuka?" "Ya, Pak." "Ya," kata Harper, "kalau begitu sudah pasti ini pelajar putri itu."
Harper, seorang yang baik hatinya dan ramah, merasa muak. Pertama-tama Ruby
Keene dan sekarang anak ini, Pamela Reeves.
Katanya kepada dirinya sendiri sebagaimana yang pernah dikatakannya
sebelumnya, "Apa yang terjadi pada Glenshire?"
Tindakan selanjutnya adalah menelepon atasannya sendiri, Pak Kepala Polisi,
kemudian dia akan menghubungi Kolonel Melchett. Menghilangnya Pamela
Reeves terjadi di Radfordshire meskipun mayatnya kemudian ditemukan di
Glenshire. Melchett harus mengetahui penemuannya ini.
Tugas berikutnya yang harus dilaksanakan bukanlah tugas yang enak. Dia harus
membawa berita duka ini kepada ayah dan ibu Pamela Reeves ....
*** Kepala Inspektur Harper menengadah memandang dinding Braeside sementara ia
memijit tombol bel. Rumah ini kecil dan mungil, dengan kebun yang lebar sebesar tiga perempat
hektar. Model rumahnya model yang banyak terdapat di dusun ini sejak dua puluh
tahun terakhir. Pensiunan-pensiunan militer, pensiunan-pensiunan pegawai
pemerintah - yah, orang-orang seperti itu, yang tinggal di rumah demikian.
Orangorang yang baik dan jujur; paling-paling orang hanya bisa mencacat mereka
sebagai masyarakat yang agak membosankan. Mereka ini akan membelanjakan
sebagian besar dari uang mereka untuk pendidikan putra-putri mereka. Bukan tipe
orang-orang yang bisa diasosiasikan dengan tragedi. Tetapi sekarang tragedi
telah memasuki kehidupan mereka. Harper menghela napas.
Segera ia dipersilakan masuk ke kamar tamu di mana seorang laki-laki yang kaku
dengan kumis yang sudah beruban dan seorang wanita yang matanya sudah
sembab karena menangis sama-sama melompat berdiri.
Nyonya Reeves berkata dengan penuh harapan, "Anda membawa kabar mengenai
Pamela?" Tetapi wanita ini mundur beberapa langkah setelah memandang ke dalam mata
Kepala Inspektur Harper, seolah-olah pandangan iba Harper itu merupakan suatu
tamparan di wajahnya. Kata Harper, "Saya menyesal Anda harus mempersiapkan diri untuk menerima
berita buruk." "Pamela -" kata wanita itu lemah.
Mayor Reeves berkata dengan tajam, "Apakah telah terjadi sesuatu - dengan anak
itu?" "Benar, Pak." "Maksud Anda ia telah meninggal?"
Nyonya Reeves berteriak, "Oh, tidak, tidak," lalu menangis terisak-isak.
Mayor Reeves meraih istrinya dan mendekapnya erat-erat. Bibir laki-laki ini
bergetar, namun matanya memandang penuh pertanyaan kepada Harper, yang
menundukkan kepalanya. "Suatu kecelakaan?"
"Sebenarnya bukan, Mayor Reeves. Dia ditemukan dalam mobil yang terbakar
yang ditinggalkan di mulut sebuah tambang."
"Dalam sebuah mobil" Di mulut tambang?" Mayor Reeves amat terkejut.
Nyonya Reeves dengan lemas lunglai menjatuhkan dirinya di atas sofa sambil
menangis sejadi-jadinya. Kata Kepala Inspektur Harper, "Saya dapat menunggu sebentar sampai Anda
tenang kembali." Kata Mayor Reeves dengan tajam, "Apa artinya itu" Suatu pembunuhan?"
"Kelihatannya memang begitu, Pak. Itulah sebabnya mengapa saya ingin
mengajukan beberapa pertanyaan apabila itu tidak terlalu berat bagi Anda."
"Tidak, tidak, Anda memang benar. Kita tidak boleh membuang-buang waktu
apabila apa yang Anda duga memang benar. Tetapi saya tidak percaya. Siapa yang
mau mencelakakan seorang anak yang seperti Pamela?"
Harper berkata dengan tenang, "Anda telah melaporkan kepada polisi setempat
tentang latar belakang lenyapnya putri Anda. Ia meninggalkan rumah untuk
Mayat Misterius The Clocks Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghadiri suatu rally pramuka dan Anda menunggunya pulang untuk makan
malam. Betul?" "Ya." "Ia seharusnya sudah kembali dengan bis?" "Ya."
"Saya dengar, menurut cerita salah seorang teman sepramukanya, ketika rally
usai, Pamela mengatakan bahwa ia akan pergi ke Danemouth ke Toko Woolworth dan
akan pulang dengan bis yang lebih malam. Apakah Pamela biasa berbuat
demikian?" "Oh, ya. Pamela suka sekali pergi ke Woolworth. Dia sering berbelanja di
Danemouth. Bis itu rutenya mengikuti jalan besar, hanya sekitar seperempat mil
dari sini." "Dan dia tidak mempunyai rencana yang lain, sepanjang pengetahuan Anda?"
"Tidak ada." "Ia tidak berniat menjumpai siapa-siapa di Danemouth?"
"Tidak, saya merasa pasti kalau ia tidak mempunyai rencana demikian. Seandainya
ada, pasti ia akan menyebutnya sebelumnya. Kami menunggunya untuk makan
malam. Itulah sebabnya, ketika hari semakin larut dan dia tidak kembali, kami
menelepon polisi. Sama sekali bukan kebiasaan Pamela sampai tidak pulang."
"Putri Anda tidak mempunyai teman-teman yang tidak baik - maksud saya,
temanteman yang tidak Anda setujui?"
"Tidak, selamanya tidak pernah timbul masalah seperti itu."
Nyonya Reeves berkata sambil menangis, "Pam masih anak-anak. Mentalnya
masih terlalu muda untuk usianya. Ia masih suka bermain-main. Dia sama sekali
masih belum matang."
"Kenalkah Anda dengan seorang yang bernama George Bartlett, yang tinggal di
Hotel Majestic di Danemouth?"
Mayor Reeves membelalak. "Sama sekali saya tidak pernah mendengar namanya."
"Anda pikir putri Anda juga tidak mengenalnya?"
"Saya cukup yakin Pam tidak mengenalnya." Tambahnya ketus, "Bagaimana orang
ini sampai (terlibat)?"
"Dia pemilik mobil Minoan 14 di mana jenazah putri Anda ditemukan."
Nyonya Reeves memekik, "Kalau begitu tentunya ia -"
Harper cepat-cepat berkata, "Pagi tadi orang ini telah melaporkan bahwa mobilnya
hilang. Mobil itu ditinggalkannya di halaman Hotel Majestic kemarin siang. Siapa
saja dapat membawa mobil itu pergi."
"Tetapi masa tidak ada orang yang melihat siapa yang membawanya?"
Kepala Inspektur Harper menggelengkan kepalanya.
"Banyak mobil yang keluar-masuk sepanjang hari. Dan model Minoan 14 adalah
jenis mobil yang paling umum."
Nyonya Reeves menangis, "Tetapi apakah Anda tidak akan berbuat apa-apa"
Apakah Anda tidak akan mencoba mencari si - si setan yang telah melakukan
perbuatan ini" Anak saya - oh, anak saya! Ia tidak dibakar hidup-hidup, bukan"
Aduh, Pam, Pam ....!"
"Dia tidak menderita, Nyonya Reeves. Saya jamin dia sudah meninggal ketika
mobil itu disulut." Reeves bertanya dengan kaku, "Bagaimana ia menemui ajalnya?"
Harper memberinya suatu pandangan yang mengandung makna. "Kami tidak tahu.
Api telah melenyapkan segala bentuk bukti semacam itu."
Harper berpaling kepada wanita yang senewen di sofa. "Percayalah, Nyonya
Reeves. Kami sedang berbuat sebisa-bisanya. Ini hanyalah soal pengusutan saja.
Lambat atau cepat kami akan menemukan seseorang yang melihat putri Anda di
Danemouth kemarin, dan melihat dia bersama siapa. Semua ini makan waktu,
Anda tahu. Kami akan menerima ratusan laporan mengenai seorang pramuka putri
yang dilihat orang di sini, di sana, dan di mana-mana. Ini hanya soal
menyortirnya dan soal kesabaran -tetapi akhirnya kami akan mendapatkan kebenarannya, jangan
kuatir." Nyonya Reeves bertanya, "Di mana - di mana ia" Bisakah saya melihatnya?"
Lagi-lagi Kepala Inspektur Harper memberikan pandangan yang berarti kepada
suaminya. Katanya, "Petugas bagian medis sedang mengatur semuanya. Saya
usulkan suami Anda yang ikut dengan saya dulu dan menyelesaikan
formalitasnya. Sementara itu, cobalah mengingat-ingat apa-apa yang pernah
dikatakan Pamela - mungkin sesuatu yang tidak Anda anggap penting pada waktu
itu sekarang merupakan keterangan yang berharga. Anda mengerti apa yang saya
maksudkan - mungkin suatu kata atau kalimat yang pernah diucapkannya. Itu
bantuan yang terbaik yang dapat Anda berikan pada kami."
Sementara kedua orang laki-laki itu berjalan ke pintu, Reeves berkata, menunjuk
kepada suatu potret. "Itu Pam."
Harper memandangnya dengan penuh perhatian. Potret itu adalah potret suatu grup
hoki. Reeves menunjuk kepada Pamela yang berada di tengah-tengah tim itu.
"Anak yang baik," pikir Harper, sambil memandang wajah seorang gadis yang
serius dengan rambutnya yang dikuncir.
Mulut Harper berubah geram mengingat mayat yang hangus di dalam mobil itu.
Ia bersumpah kepada dirinya bahwa pembunuhan Pamela Reeves tidak boleh
menjadi kasus yang tidak terpecahkan di Glenshire.
Ruby Keene, demikian harus diakuinya sendiri, mungkin saja telah mengundang
kematiannya sendiri, tetapi Pamela Reeves soal lain. Pamela anak baik- Harper
tidak akan berhenti mencari sampai ia berhasil melacak laki-laki atau wanita
yang telah membunuh gadis ini.
BAB SEBELAS Satu dua hari kemudian Kolonel Melchett dan Kepala Inspektur Harper duduk
berhadapan muka di kantor Melchett. Harper datang ke Much Benham untuk
berkonsultasi. Melchett berkata dengan murung, "Nah, kita sama-sama mengetahui sampai di
mana hasil yang telah kita capai - atau lebih tepat lagi, sampai di mana hasil
yang belum kita capai." "Hasil yang belum dicapai merupakan ungkapan yang lebih tepat, Pak."
"Di sini ada dua kematian yang harus kita perhitungkan," kata Melchett. "Dua
pembunuhan, Ruby Keene dan Pamela Reeves. Kasihan dia, tidak banyak yang
tersisa dari mayatnya untuk dapat diidentifikasi, namun yang ada pun sudah
cukup. Sepatu yang selamat dari kebakaran itu sudah diidentifikasi ayahnya sebagai
milik Pamela, dan kancing yang ditemukan memang kancing seragam pramukanya.
Perbuatan yang biadab, Kepala Inspektur."
Kepala Inspektur Harper berkata dengan tenang, "Anda benar, Pak."
"Aku berterima kasih karena sudah dipastikan gadis ini sudah meninggal sebelum
mobil itu dibakar. Caranya duduk di mobil - setengah berbaring, menunjukkan hal
itu. Mungkin sebelumnya dipukul dengan benda keras di kepalanya, anak yang
malang." "Atau dicekik, barangkali," kata Harper. Melchett memandangnya dengan tajam.
"Kaupikir demikian?"
"Nah, Pak, ada pembunuh-pembunuh yang suka memakai cara ini."
"Aku tahu. Aku sudah bertemu dengan orang tuanya - ibu gadis yang malang itu
sudah tak dapat menguasai dirinya lagi. Masalah ini memang amat menyakitkan.
Yang masih harus kita selesaikan adalah - apakah kedua pembunuhan itu
berkaitan?" "Menurut saya pasti begitu."
"Aku pun berpikir demikian."
Kepala Inspektur Harper menghitung pokok-pokok yang ada dengan jari-jarinya.
"Pamela Reeves menghadiri rally pramuka di Denebury Downs. Menurut temantemannya
ia dalam keadaan normal dan riang. Dia tidak kembali bersama ketiga
temannya yang naik bis ke Medchester. Dia berkata kepada mereka bahwa ia akan
pergi ke Danemouth, ke toko Woolworth, dan akan pulang dengan bis dari sana.
Jalan utama ke Danemouth dari Downs membelok agak jauh ke pedalaman.
Pamela Reeves memotong jalan melewati dua padang rumput dan sebuah jalan
setapak yang membawanya ke Danemouth dekat Hotel Majestic. jalan setapak itu,
malahan melewati hotel itu di sebelah baratnya. Jadi mungkin dia mendengar atau
melihat sesuatu - sesuatu mengenai Ruby Keene -yang mungkin akan
membahayakan si pembunuh -misalnya, Pamela mendengar si pembunuh
menentukan jam pertemuannya dengan Ruby Keene malam itu pada pukul sebelas.
Si pembunuh menyadari bahwa gadis pelajar ini telah mendengar percakapannya
dan dia harus membungkam mulutnya."
Kolonel Melchett berkata, "Itu, Harper, kalau kita menganggap pembunuhan Ruby
Keene sudah direncanakan dari semula -bukan sesuatu yang spontan terjadi."
Kepala Inspektur Harper mengiyakan. "Saya kira memang begitu, Pak,
kejadiannya. Kelihatannya memang seolah-olah berlawanan - seolah-olah
perbuatan nekat yang spontan meletus, kalap karena amarah atau rasa cemburu
yang meluap - tetapi saya mulai mencurigainya bahwa sebenarnya tidak begitu.
Seandainya tidak direncanakan, saya tidak tahu bagaimana kita dapat menjelaskan
kematian anak Reeves ini. Jika anak ini seorang saksi mata dari pembunuhan itu
sendiri pada saat pembunuhan itu sedang dilaksanakan, waktunya tidak cocok.
Pembunuhan itu terjadinya sekitar pukul sebelas malam, dan apa yang sedang
dikerjakan anak itu di Hotel Majestic pada pukul sebelas malam! Coba, pada pukul
sembilan malam saja ketika ia belum pulang, orang tuanya sudah cemas."
"Alternatif lain adalah dia pergi ke Danemouth untuk menemui seseorang yang
tidak diketahui oleh teman-teman maupun keluarganya, dan kematiannya ini tidak
ada hubungannya dengan kematian Ruby Keene."
"Ya, Pak, tetapi saya tidak percaya kalau begitu ceritanya. Ingatlah bagaimana
si nenek tua Nona Marple itu langsung mengatakan bahwa kematian ini ada
hubungannya dengan pembunuhan Ruby Keene. Nona Marple segera bertanya
apakah mayat yang ditemukan dalam mobil yang terbakar itu adalah mayat gadis
pramuka yang dilaporkan hilang itu. Seorang nenek tua yang amat cerdik dia!
Memang nenek tua terkadang cerdik-cerdik. Banyak pengalaman, Anda tahu"
Langsung dapat menunjuk kepada intinya yang vital."
"Nona Marple sudah pernah berbuat demikian lebih dari satu kali," kata Kolonel
Melchett tanpa emosi. "Di samping itu. Pak, masih ada si mobil. Tampaknya kepada saya hal ini pasti
mengaitkan kematiannya dengan Hotel Majestic. Mobil itu mobil Tuan George
Bartlett." Lagi-lagi mata kedua laki-laki ini bertemu.
Melchett berkata, "George Bartlett" Mungkin! Menurut pendapatmu bagaimana?"
Lagi-lagi Harper secara sistematis mengulangi beberapa fakta.
"Ruby Keene terakhir terlihat bersama George Bartlett. Kata Bartlett gadis itu
naik ke kamarnya (dikuatkan oleh ditemukannya gaunnya yang petang itu
dikenakannya), tetapi apakah gadis ini naik ke kamarnya untuk menukar
pakaiannya karena akan pergi lagi bersamanya" Apakah mereka telah membuat
kencan sebelumnya untuk keluar bersama-sama - katakanlah, membicarakan
kencannya, sebelum makan malam dan apakah pada saat itu Pamela Reeves
sempat mencuri dengar?"
Melchett berkata, "Bartlett tidak melaporkan hilangnya mobilnya sampai keesokan
harinya, dan dia juga tidak begitu jelas ketika membuat laporannya, berpura-pura
tidak dapat mengingat kapan dia terakhir melihat mobilnya."
"Mungkin saja itu kelicinannya, Pak. Menurut saya, Bartlett seorang pria yang
entah cerdik tetapi berlagak pilon, atau - nah, atau memang bodohnya bukan
main." "Apa yang kita butuhkan," kata Melchett. "Sebuah motif. Dari apa yang kita
ketahui sekarang, Bartlett tidak mempunyai motif apa pun untuk membunuh Ruby
Keene." "Ya - itulah kesulitan kita setiap kali. Motif. Semua laporan dari Palais de
Danse di Brixwell ternyata kosong, saya dengar."
"Seluruhnya! Ruby Keene tidak mempunyai pacar istimewa- Slack sudah
membongkar balik semua kemungkinan - dan Slack dapat dipercaya pasti
melakukan pekerjaannya dengan tuntas, dia memang orang yang teliti."
"Tepat, Pak. Teliti memang istilah yang tepat untuk Slack."
"Kalau memang ada sesuatu yang dapat dikorek, pasti sudah berhasil dikoreknya.
Tetapi di sana tidak ditemukan apa-apa. Slack telah mendapatkan suatu daftar
nama dari orang-orang yang paling sering berdansa dengan Ruby Keene semuanya
sudah diperiksa dan dibebaskan dari prasangka. Mereka orang-orang
biasa, tidak berbahaya, dan semua bisa memberikan alibi yang kuat untuk malam
tersebut." "Ah," kata Kepala Inspektur Harper. "Alibi. Itulah yang menjadi musuh kita."
Melchett memandangnya dengan tajam. "Kaukira begitu" Itu bagian pengusutan
yang aku bagikan." "Ya, Pak. Dan pengusutannya sudah dikerjakan dengan - sangat menyeluruh. Kami
juga meminta bantuan London."
"Lalu?" "Tuan Conway Jefferson mungkin beranggapan bahwa Tuan Gaskell dan Nyonya
Jefferson muda mempunyai nafkah yang besar, tetapi kenyataannya tidak
demikian. Mereka Kedua-duanya sama-sama dalam keadaan yang terjepit."
"Benarkah itu?"
"Benar, Pak. Ceritanya memang seperti yang dikatakan Tuan Conway Jefferson,
dia telah memberikan anak-anaknya uang dalam jumlah yang besar ketika mereka
menikah. Itu sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Anaknya yang laki-laki
menganggap dirinya sudah cukup ahli dalam menginvestasikan uangnya. Ia
memang tidak main spekulasi dengan transaksi-transaksi yang gila, namun dia
selalu sial dan rupanya tidak mempunyai bakat menilai sesuatu yang tepat.
Berkalikali usahanya gagal. Hartanya semakin menipis. Menurut saya, jandanya
sekarang selalu mendapat kesulitan mencukupkan uangnya untuk keperluannya dan
membiayai anaknya bersekolah di sekolah yang baik."
"Tetapi ia tidak minta bantuan ayah mertuanya?"
"Tidak. Pak. Dari informasi yang berhasil saya kumpulkan, dia tinggal bersama
ayah mertuanya dan dengan demikian tidak perlu mengeluarkan uang untuk
belanjanya sehari-hari."
"Dan kesehatan si ayah mertua ini sudah seburuk itu sampai-sampai ia sudah tidak
dapat diharapkan hidup lebih lama lagi?"
"Itu betul, Pak. Sekarang untuk Tuan Mark Gaskell. Dia seorang penjudi,
sematamata seorang yang suka bertaruh, tiada lain. Dalam waktu singkat dia sudah
menghabiskan uang istrinya. Pada saat ini ia berada dalam keadaan kritis. Dia
sangat membutuhkan uang - banyak uang."
"Aku memang sudah tidak suka melihat tampangnya," kata Kolonel Melchett"Seorang
pemuda yang liar - bukan" Dan dia mempunyai motif lagi! Dengan
menyingkirkan gadis itu, berarti ia akan mendapat dua puluh lima ribu pound. Ya,
itulah motifnya." "Mereka berdua sama-sama mempunyai motif."
"Aku tidak mencurigai Nyonya Jefferson."
"Tidak, Pak, saya tahu Anda tidak mencurigainya. Dan apa lagi, mereka berdua
mempunyai alibi. Mereka tidak mungkin dapat melakukan pembunuhan itu.
Faktanya segamblang itu."
"Kau sudah mendapatkan perincian kegiatan mereka untuk malam itu?"
"Ya, ada. Mari kita perhatikan kegiatan Tuan Gaskell dulu. Ia makan bersama ayah
mertuanya dan Nyonya Jefferson, lalu minum kopi bersama-sama ketika Ruby
Keene bergabung dengan mereka. Waktu itu ia berkata bahwa ia harus menulis
beberapa pucuk surat dan pergi meninggalkan mereka. Sebenarnya ia membawa
mobilnya keluar untuk mencari udara segar. Dia dengan jujur mengatakannya
kepada saya bahwa ia tidak tahan terus-menerus bermain bridge sepanjang malam.
Si Jefferson tua itu sudah menggilai permainan ini. Jadi ia memberikan alasan
mau menulis surat. Ruby Keene masih duduk di sana bersama-sama yang lain. Mark
Gaskell kembali saat Ruby sedang berdansa dengan Raymond- Sehabis tariannya
itu. Ruby datang lagi dan minum-minum bersama mereka, lalu ia pergi berdansa
bersama Bartlett, dan Gaskell beserta yang lain mulai main bridge. Waktu itu
pukul sebelas kurang dua puluh menit - dan Gaskell tidak meninggalkan meja
sampai selewat pukul dua belas tengah malam. Itu pasti betul, Pak. Semua orang
berkata begitu. Keluarganya, pelayan-pelayan hotel, dan semua orang. Jadi ia
tidak mungkin melakukannya. Dan alibi Nyonya Jefferson juga sama. Ia pun tidak
pernah meninggalkan meja. Mereka berdua sama-sama bebas dari prasangka bebas."
Kolonel Melchett bersandar di kursinya sambil mengetok-ngetok meja dengan
pisau suratnya. Kepala Inspektur Harper berkata, "Itu, Pak, kalau kita anggap gadis itu terbunuh
sebelum pukul dua belas tengah malam."
"Haydock berkata begitu. Haydock adalah orang yang dapat diandalkan dalam
Mayat Misterius The Clocks Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menangani kasus-kasus polisi. Kalau ia berkata begitu, pasti begitu."
"Mungkin ada penyebab lainnya - kesehatannya, kelainan fisik, atau sesuatu."
"Akan kutanyakan kepadanya." Melchett melirik arlojinya dan mengangkat tangkai
pesawat teleponnya, lalu meminta suatu nomor tertentu. Katanya, "Haydock
seharusnya sudah pulang pukul sekian. Nah, seumpama gadis ini terbunuh setelah
pukul dua belas?" Harper berkata, "Kalau begitu, masih ada harapan. Setelah waktu itu ada beberapa
kesempatan untuknya masuk dan keluar. Mari kita umpamakan Gaskell telah
berjanji dengan gadis ini untuk menemuinya di luar, entah di mana - katakanlah,
pada pukul dua belas lewat dua puluh. Dia dapat keluar sebentar, mencekiknya,
dan kembali lagi, dan baru membuang mayatnya kemudian - pada pagi-pagi buta."
Melchett berkata, "Membawa mayatnya dengan mobil sejauh tiga puluhan mil
untuk dibuang di kamar perpustakaan Bantry" Astaga, itu bukan teori yang masuk
akal." "Memang, bukan," kata Kepala Inspektur Harper segera mengakuinya.
Telepon berdering. Melchett mengangkat tangkai pesawatnya.
"Halo, Haydock, kaukah itu" Ruby Keene. Apakah mungkin dia terbunuh setelah
pukul dua belas tengah malam?"
"Kan sudah kukatakan bahwa ia terbunuh antara pukul sepuluh dan pukul dua
belas." "Ya, aku tahu, tetapi apakah kita tidak dapat mengulurnya sedikit - bagaimana?"
"Tidak, kita tidak dapat mengulurnya. Kalau aku berkata bahwa ia terbunuh
sebelum pukul dua belas, maksudku sebelum pukul dua belas, dan jangan
kaucobacoba mempermainkan bukti-bukti medis."
"Ya, aku tahu, tetapi apakah tidak mungkin ada kelainan fisik atau apa" Kau tahu
apa yang aku maksudkan."
"Aku hanya tahu bahwa kau tidak tahu apa yang kaubicarakan. Gadis itu benarbenar
sehat dan sama sekali tidak mempunyai kelainan fisik - dan aku tidak akan
mengatakan dia mempunyai kelainan fisik hanya untuk membantumu
menggantung seseorang yang tidak berdosa yang kebetulan tidak disukai oleh
polisi. Nah, sekarang jangan membantah. Aku tahu sepak terjangmu. Dan,
ngomong-ngomong, gadis itu tidak dicekik dengan sukarela - maksudku,
sebelumnya ia pingsan dulu. Narkotika yang kuat. Dia mati karena dicekik tetapi
sebelumnya sudah dibuat tidak sadar."
Haydock memutuskan percakapan.
Melchett berkata dengan murung,
"Ya, sudah, mau apa lagi." Kata Harper,
"Saya kira tadi saya telah berhasil menemukan suatu kemungkinan - eh, tidak
tahunya kosong belaka."
"Apa itu" Siapa?"
"Ia warga dusun Anda, Pak. Namanya Basil Blake. Tinggal di dekat Gossington
Hall." "Bajingan kecil tengik itu!" Wajah Kolonel Melchett menjadi muram mengingat
kekurangajaran sikap Basil Blake. "Bagaimana sampai ia terlibat?"
"Rupanya ia kenal dengan Ruby Keene. Sering makan di Hotel Majestic - juga
pernah berdansa dengan gadis itu. Ingatkah Anda apa yang dikatakan Josie kepada
Raymond ketika Ruby tidak dapat ditemukan" Ia tidak bersama-sama orang film
itu, bukan"' Saya berhasil menemukan bahwa yang dimaksudkan adalah Basil
Blake. Basil Blake bekerja di Lenville Studios, Anda tahu" Josie tidak mempunyai
alasan untuk mencurigainya kecuali bahwa Ruby agaknya cukup tertarik kepada
pemuda itu." "Suatu kemungkinan, Harper, suatu kemungkinan."
"Tidak sebagus yang kita harapkan. Pak. Pada malam itu Basil Blake ada di sebuah
pesta di studio. Anda tentu tahu pesta macam apa itu. Mulai pukul delapan dengan
minuman ringan dan berlanjut terus sampai udaranya menjadi begitu tebal oleh
asap rokok sehingga orang susah untuk melihat dan semua orang akhirnya menjadi
mabuk oleh minuman keras atau narkotika. Menurut Inspektur Slack yang
mewawancarainya, Basil Blake meninggalkan pesta sekitar pukul dua belas tengah
malam. Pada waktu tengah malam Ruby Keene sudah mati."
"Apakah ada orang yang menguatkan kesaksiannya?"
"Kebanyakan dari mereka, Pak, menurut saya sudah agak - eh - mabuk tak keruan.
Itu - eh -wanita muda yang tinggal di pondoknya itu - Nona Dinah Lee mengatakan
bahwa keterangan Basil Blake itu benar."
"Itu tidak berbobot!"
"Iya, Pak, memang tidak. Keterangan yang didapat dari orang-orang lain di pesta
itu juga membenarkan keterangan Basil Blake, kendatipun mengenai waktunya
mereka tidak dapat memberikan keterangan yang jelas."
"Di mana letak studio itu?"
"Lenville, Pak, tiga puluh mil sebelah barat daya London."
"Hm - kira-kira sama jauhnya dari sini?"
"Ya, Pak." Kolonel Melchett menggosok-gosok hidungnya. Katanya dengan nada kurang
puas, "Nah, kalau begitu kita juga harus mencoret namanya dari daftar
tersangka." "Saya pikir begitu, Pak. Tidak ada bukti bahwa ia benar-benar terpikat oleh Ruby
Keene. Malahan" -Kepala Inspektur Harper mendehem dengan canggung - "ia
kelihatannya sangat sibuk dengan gadisnya sendiri."
Melchett berkata, "Jadi yang tersisa dari daftar kita cuma si 'X' ini, seorang
pembunuh yang tidak dikenal - begitu tidak dikenalnya sehingga Slack pun tidak
dapat menemukan jejaknya! Dan menantu laki-laki Jefferson yang boleh jadi
mempunyai niatan untuk membunuh gadis itu - tetapi tidak punya kesempatan
untuk melakukannya. Begitu pula dengan menantunya yang perempuan. Dan
George Bartlett, yang tidak mempunyai alibi - tetapi sayangnya juga tidak
mempunyai motif. Dan itulah semuanya! Oh, tidak, sebentar, aku kira kita tidak
boleh melupakan si penari itu - Raymond Starr. Toh dia juga sering bertemu
dengan gadis itu." Kata Harper perlahan, "Saya tidak percaya kalau ia menaruh minat pada gadis itu
atau ia seorang aktor yang ulung. Dan, segi praktisnya, ia juga mempunyai alibi.
Sedikit banyak dia berada di bawah penglihatan orang banyak dari pukul sebelas
kurang dua puluh menit sampai pukul dua belas, berdansa dengan bermacammacam
orang. Saya tidak melihat bagaimana caranya kita bisa mendakwanya."
"Terus terang," kata Kolonel Melchett, "kita tidak bisa mendakwa siapa-siapa."
"George Bartlett adalah harapan kita yang paling bagus. Kalau saja kita bisa
menemukan motifnya."
"Kau telah memeriksa latar belakangnya?"
"Sudah, Pak. Dia anak tunggal. Dimanjakan oleh ibunya. Setelah ibunya
meninggal setahun yang lalu, ia menerima warisan yang lumayan. Sebagian besar
sudah hampir habis sekarang. Habisnya itu lebih banyak karena tertipu daripada
karena dihambur-hamburkan sendiri."
"Mungkin agak sakit jiwa," kata Melchett penuh harap.
Kepala Inspektur Harper mengangguk. Katanya, "Pernahkah Anda pikirkan bahwa
kemungkinan inilah yang merupakan jawaban pada kasus ini?"
"Seorang pembunuh gila, maksudmu?"
"Iya, Pak. Salah satu dari orang-orang sinting yang berkeliaran mencekik
gadisgadis muda. Dokter-dokter memberikan nama yang panjang untuk orang-orang
ini." "Kalau iya, ini berarti habislah kesulitan kita," kata Melchett.
"Hanya ada satu hal yang menurut saya tidak kena," kata Kepala Inspektur Harper.
"Itu merupakan jawaban yang terlalu mudah."
"Hm - ya - boleh jadi. Maka, seperti yang kukatakan tadi dari semula, sudah
sampai di mana pengusutan kita ini?"
"Macet, Pak," kata Kepala Inspektur Harper.
BAB DUA BELAS Conway Jefferson terjaga dari tidurnya dan meregangkan tangannya. Lengannya
terentang lebar, lengan yang panjang dan berotot, yang seakan-akan seluruh
tenaganya berpusat sejak kecelakaannya.
Sinar mentari pagi yang lembut menembus tirainya.
Conway Jefferson tersenyum sendiri. Selalu, setelah melewatkan tidur pulas satu
malam, dia bangun dengan perasaan yang sama, damai, segar, dan vitalitasnya
diperbarui. Suatu hari yang baru lagi!
Maka, untuk sejenak lamanya ia tetap berbaring. Lalu ia memijit tombol bel
khusus yang ada di dekat tangannya.
Dan tiba-tiba kenangannya terbayang kembali. Ketika Edwards, yang cekatan dan
biasa berjalan tanpa menimbulkan suara, memasuki kamar itu, Jefferson sedang
mengeluh. Edwards berhenti dengan tangan masih memegang tirai. Katanya, "Tuan tidak
sakit?" Conway Jefferson menjawab dengan kasar, "Tidak. Sudahlah, sibakkan tirai."
Sinar mentari masuk ke dalam ruangan. Edwards, yang penuh pengertian, sengaja
menghindari untuk memandang majikannya.
Dengan wajah geram Conway Jefferson masih berbaring sambil berpikir dan
mengenang. Di depan matanya ia melihat lagi wajah Ruby yang ayu dan tawar.
Hanya saja di dalam kepalanya ia tidak memakai kata "tawar" itu.
Kemarin malam mungkin Conway Jefferson masih akan menamakannya "polos".
Seorang anak yang polos dan suci! Tetapi sekarang"
Tiba-tiba Conway Jefferson merasa letih sekali. Ia memicingkan matanya. Ia
menggumam pelan sekali, "Margaret ..." Itu nama mendiang istrinya.
*** "Aku menyenangi temanmu," kata Adelaide Jefferson kepada Nyonya Bantry.
Kedua wanita itu sedang duduk di teras.
"Jane Marple, seorang wanita yang istimewa," kata Nyonya Bantry.
"Ia juga menyenangkan," kata Adelaide tersenyum.
"Orang-orang menamakannya tukang pengumpul berita skandal," kata Nyonya
Bantry. "Tetapi sebenarnya itu tidak betul."
"Mereka tidak menghargai bakat alamiahnya?"
"Bisa kaukatakan begitu."
"Itu malah menyegarkan, lho," kata Adelaide Jefferson. "Dibandingkan dengan
keadaan yang berlawanan yang begitu memuakkan."
Nyonya Bantry memandangnya dengan tajam.
Addie menjelaskan maksudnya. "Begitu banyak pujian - pengkultusan kepada
suatu obyek yang tidak berharga!"
"Maksudmu, Ruby Keene?"
Addie mengangguk. "Aku tidak mau memburuk-burukkannya. Sebenarnya ia juga tidak jahat. Kasihan
juga, ia harus berjuang untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Sebenarnya
Ruby bukan gadis yang terlalu buruk. Agak kampungan dan sedikit tolol, cukup
riang dan penyabar, hanya saja ia jelas seorang gadis yang mata duitan. Aku
pikir dia tidak sengaja mencari-cari jalan untuk mengeruk uang Jefferson. Hanya saja
ia cepat memanfaatkan kesempatan begitu dilihatnya ada kemungkinan. Dan dia tahu
persis bagaimana caranya mengambil hati seorang laki-laki tua yang - kesepian."
"Kalau begitu," kata Nyonya Bantry sambil berpikir, "Conway memang kesepian?"
Addie beringsut-ingsut di atas tempat duduknya dengan gelisah. Katanya, "Iya
musim semi ini." Ia berhenti, kemudian membuat suatu pengakuan. "Mark sudah pasti menyalahkan
aku. Boleh jadi itu betul, aku tidak tahu."
Ia diam sejenak, kemudian, terdorong oleh suatu naluri untuk bercerita, ia
melanjutkan dengan hati yang enggan.
"Jalan hidupku begitu - begitu aneh. Mike Carmody, suamiku yang pertama,
meninggal tidak lama setelah perkawinan kami - itu - itu merupakan suatu pukulan
yang berat bagiku. Peter, seperti yang kauketahui, lahir setelah kematiannya.
Frank Jefferson teman akrab Mike. Jadi aku sering bertemu dengannya. Ia juga ayah
pelindung Peter -Mike yang menghendakinya demikian. Aku menjadi amat tertarik
kepadanya - dan - oh! Mengasihaninya juga."
"Mengasihani?" tanya Nyonya Bantry dengan penuh perhatian.
"Ya, tepat. Kedengarannya memang aneh. Frank selalu mendapat apa yang
diinginkannya. Ayah dan ibunya tidak tanggung-tanggung mencurahkan kasih
sayang mereka kepadanya. Namun - yah, bagaimana dapat kuceritakan " - kau kan
tahu, Pak Jefferson tua mempunyai kepribadian yang begitu kuat. Orang yang
tinggal bersamanya tidak bisa mengembangkan kepribadiannya sendiri. Begitulah
yang dirasakan Frank. "Ketika kami kawin, Frank begitu bahagianya -amat bahagia. Tuan Jefferson juga
amat bermurah hati. Ia memberikan sejumlah uang yang banyak kepada Frank katanya
ia mau anak-anaknya mandiri dan tidak perlu menunggu kematiannya
untuk dapat menikmati uangnya. Ia begitu baik -begitu murah hati. Tetapi
pemberiannya ini terlalu mendadak. Seharusnya ia membiasakan Frank dulu untuk
mandiri setahap demi setahap.
"Uang itu membuat Frank lupa daratan. Dia mau membuktikan dirinya sebaik
ayahnya, sepandai ayahnya dalam soal uang dan bisnis, setepat ayahnya dalam
membuat perkiraan, dan sesukses ayahnya. Dan sudah tentu ia tidak demikian. Dia
tidak berspekulasi dengan uang itu, tetapi ia menanamkannya di bidang yang salah
pada waktu yang salah Menakutkan, kau tahu" Betapa cepatnya uang itu ludes
apabila orang tidak pandai memutarnya. Semakin dalam jatuhnya Frank, semakin
getol dia berusaha untuk mengembalikan uang itu lewat transaksi-transaksi yang
berbahaya. Maka keadaan keuangan kami merosot terus dari buruk menjadi parah."
"Tetapi, Addie," kata Nyonya Bantry, "apakah Conway tidak bisa memberi Frank
nasihat?" "Frank tidak mau dinasihati. Satu-satunya yang diinginkannya adalah untuk
membuktikan dirinya bisa berhasil sendiri tanpa petunjuk ayahnya. Itulah
sebabnya mengapa kami tidak pernah menceritakannya kepada Tuan Jefferson. Ketika Frank
mati, hanya sedikit sekali yang tersisa - hanya suatu pendapatan kecil buat aku.
Dan aku pun tidak menceritakannya kepada ayahnya. Kau mengerti-"
Ia mendadak berpaling. "Kalau aku menceritakannya kepada ayahnya, itu seolah-olah aku mengkhianati
Frank. Frank tidak akan menyukainya. Setelah kecelakaannya Tuan Jefferson sakit
lama sekali. Ketika ia sembuh, dia mengira aku seorang janda kaya. Aku pun tidak
pernah menyangkal perkiraannya. Itu menyangkut harga diri Frank. Jeff tahu
bahwa aku sangat berhati-hati dengan pengeluaran uang - dan dia menyukainya, ia
mengira aku seorang wanita yang hemat. Dan tentu saja karena Peter dan aku
tinggal bersamanya sejak kecelakaan itu, dialah yang membiayai semua keperluan
rumah tangga. Jadi aku tidak perlu kuatir."
Katanya perlahan, "Kami sudah seperti keluarga sendiri saja, selama
bertahuntahun ini - cuma - cuma - kau tahu atau kau tidak tahu" di mata Jeff aku
masih istri Frank - bukan janda Frank."
Nyonya Bantry menangkap maksudnya.
"Maksudmu ia tidak pernah mau menerima faktanya bahwa mereka sudah mati?"
"Ya. Sikapnya menakjubkan. Ia mengalahkan kesedihannya sendiri dengan
menolak mengakui kuasa maut. Mark, suami Rosamund dan aku, istri Frank - dan
meskipun Frank dan Rosamund tidak berada secara fisik di tengah-tengah kami
mereka masih ada." Nyonya Bantry berkata dengan lembut, "Itu kemenangan manis dari adanya iman."
"Aku mengerti. Kami melanjutkan kehidupan kami, dari tahun ke tahun. Tetapi
tiba-tiba musim semi ini - ada sesuatu yang tidak beres dengan diriku. Aku
merasa - aku merasa ingin memberontak. Ini hal yang jelek untuk diutarakan, tetapi aku
tidak lagi mau memikirkan Frank! Bagian itu sudah berlalu - cintaku dan
kebersamaanku dengannya, dan kesedihanku ketika ia meninggal. Semua itu
adalah hal-hal yang pernah ada, tetapi sekarang sudah hilang.
"Sulit sekali untuk menjelaskannya. Seolah-olah ada suatu keinginan untuk
memulai suatu lembaran baru. Aku ingin menjadi diriku sendiri - Addie, yang
masih terbilang muda, sehat, dan masih bisa bermain, berenang, dan berdansa
seorang manusia yang hidup. Hugo (kau kenal Hugo McLean") seorang yang baik
dan ingin mengawini aku, tetap tentu saja aku tidak pernah memikirkannya-sampai
musim semi ini, baru aku mulai memikirkannya -belum secara serius - hanya
samar-samar saja..."
Dia berhenti dan menggelengkan kepalanya.
"Yah, begitulah, jadi mungkin memang benar, aku telah mengabaikan Jeff.
Maksudku bukan betul-betul mengacuhkannya, tetapi pikiranku tidak tercurah lagi
padanya. Ketika aku melihat Ruby dapat menghiburnya, aku malah merasa
gembira Hal itu memberikan lebih banyak kebebasan bagiku untuk pergi dan
mengerjakan kegiatanku sendiri. Aku tidak pernah membayangkan - tentu saja aku
tidak pernah membayangkannya - bahwa Jeff akan menjadi begitu - begitu terpikat
olehnya!" Kata Nyonya Bantry, "Dan ketika kau menyadarinya?"
"Aku terkejut bukan kepalang - betul-betul terkejut! Dan jeleknya, aku juga
merasa
Mayat Misterius The Clocks Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jengkel." "Aku pun akan merasa jengkel," kata Nyonya Bantry.
"Kan masih ada Peter, kau tahu" Seluruh masa depan Peter tergantung pada Jeff.
Jeff sudah praktis menganggapnya cucunya sendiri, atau begitulah menurut
perkiraanku. Tetapi tentu saja, Peter bukanlah cucunya sendiri, bahkan bukan
apaapanya. Dan ketika aku pikir Peter bakal kehilangan hak warisnya! Wah!"
Tangannya yang kuat dan indah bergetar sedikit di atas pangkuannya. "Terdorong
oleh ketakutan itu - gara-gara seorang gadis tolol yang mata duitan - Oh! Aku
ingin sekali membunuhnya!"
Addie berhenti, kaget. Matanya yang cokelat indah itu bertemu dengan mata
Nyonya Bantry dalam pandangan memohon penuh ketakutan.
"Betapa jahatnya kata-kataku'."
Hugo McLean, yang secara diam-diam menghampiri mereka dari belakang,
bertanya, "Apanya yang jahat?"
Addie Jefferson berkata, "Bahwa aku ingin membunuh Ruby Keene."
Hugo McLean berpikir sejenak. Kemudian katanya, "Ya, aku tidak akan berkata
demikian seandainya aku adalah kau. Bisa disalahartikan."
Matanya - tenang, dalam, mata yang kelabu - memandang Adelaide Jefferson
dengan penuh makna. Katanya, "Kau harus berhati-hati, Addie."
Suaranya mengandung nada peringatan.
*** Ketika Nona Marple keluar dari hotel dan bergabung dengan Nyonya Bantry tak
lama kemudian, Hugo McLean dan Adelaide Jefferson sudah berjalan beriringan
menuju pantai. Sambil duduk, Nona Marple berkata, "Lelaki itu tampaknya amat setia."
"Ia sudah begitu sejak bertahun-tahun yang lalu. Memang tipe lelaki yang
demikian." "Aku tahu. Seperti Mayor Bury, yang menunggui seorang janda Inggris kelahiran
India selama sepuluh tahun. Sampai ia menjadi bahan tertawaan teman-temannya!
Akhirnya perempuan itu bersedia menjadi istrinya - tetapi sayangnya, sepuluh
hari sebelum hari pernikahan mereka, perempuan itu lari dengan sopirnya! Dan ia
sebetulnya wanita yang begitu menyenangkan, dan biasanya juga berkepala
dingin." "Orang memang bisa berbuat hal yang aneh-aneh," kata Nyonya Bantry
menyetujui. "Sayang kau tidak kemari lebih pagi, Jane. Addie Jefferson tadi
menceritakan semua mengenai riwayat hidupnya - bagaimana suaminya telah
menghabiskan uang pemberian ayahnya namun mereka tidak pernah
mengatakannya kepada Tuan Jefferson. Lalu, musim semi ini, Addie mulai
berubah -" Nona Marple mengangguk. "Ya. ia berontak, aku kira, berontak terhadap
keharusan tetap hidup bersama masa lampaunya. Memang, untuk segala sesuatu itu
ada masanya. Orang tidak selamanya bisa mengurung diri di dalam rumah. Aku
kira Nyonya Jefferson baru saja terbuka mata hatinya. Dia menanggalkan pakaian
berkabung-nya. Dan tentu saja ayah mertuanya tidak menyukai hal itu. Merasa
ditelantarkan, meskipun aku dapat memastikan bahwa ia tidak tahu siapa yang
menyebabkan menantunya berbuat demikian. Bagaimanapun juga, ia tidak senang.
Maka, seperti Tuan Badger yang tua itu, yang juga merasa terlantar ketika
istrinya sedang sibuk dengan ilmu kebatinannya. Tuan Jefferson menjadi mangsa yang
empuk bagi gadis-gadis pemikat. Asal ada seorang gadis yang lumayan saja
parasnya dan bersedia menjadi pendengar yang setia, sudah pasti dapat memikat
hatinya." "Bagaimana menurut pendapatmu," tanya Nyonya Bantry. "Apakah saudara
sepupunya si Josie itu mengajaknya kemari dengan sengaja - dan hal ini memang
sudah direncanakan antarkeluarga?"
Nona Marple menggelengkan kepalanya.
"Tidak, aku pikir tidak begitu. Aku pikir Josie tidak mempunyai kemampuan untuk
melihat jauh ke depan bagaimana reaksi seseorang itu. Dalam hal begitu Josie
tidak terlalu pandai- Ia mempunyai otak yang cerdik dan praktis, namun terbatas,
dan dia tidak dapat memperkirakan apa yang terjadi di masa mendatang, dan
biasanya ia sendiri juga dibuat terkejut oleh perkembangan suatu keadaan."
"Perkembangan ini rupanya telah membuat banyak orang terkejut," kata Nyonya
Bantry. "Addie - dan Mark Gaskell juga, nyatanya."
Nona Marple tersenyum. "Aku berani bertaruh, Mark Gaskell mempunyai kesibukan sendiri. Seorang
pemuda yang berani dan mata keranjang seperti itu! Sama sekali bukan jenis
lelaki yang akan tetap berduka sebagai seorang duda, betapapun dia mencintai istrinya
dulu. Aku kira mereka sama-sama gelisah, terpaksa hidup dengan dunia lampau
Tuan Jefferson. "Hanya saja," tambah Nona Marple sinis, "masih lebih mudah bagi seorang lakilaki
untuk menyeleweng daripada seorang wanita, tentunya."
*** Pada saat yang sama, Mark sedang membeberkan kisah yang serupa tentang
dirinya kepada Sir Henry Clithering.
Dengan gayanya yang khas, Mark langsung terjun ke pokok masalah.
"Saya baru saja menyadarinya," katanya. "Saya, Tersangka Favorit Nomor Satu di
mata polisi! Mereka sudah mengusut ke dalam keuangan saya yang tidak begitu
sehat. Anda tahu, kantung saya sekarang benar-benar kempes, hampir-hampir
bangkrut. Apabila si tua Jeff mati dalam waktu satu atau dua bulan menurut
jadwal, Addie dan saya bisa membagi hartanya juga menurut jadwal, saya bisa
diselamatkan. Sebetulnya, utang saya sudah bertumpuk-tumpuk .... Kalau saya
tidak dapat menutupnya, wah, berarti saya ludes! Kalau saya dapat menutupnya,
saya akan selamat - dan saya akan menjadi orang yang kaya sekali."
Kata Sir Henry Clithering, "Anda seorang penjudi, Mark."
"Sudah dari dulu. Saya selalu mempertaruhkan segalanya - itulah semboyan hidup
saya! Ya, memang saya bernasib baik, seseorang telah mencekik gadis yang
malang itu. Saya tidak melakukannya. Saya bukan seorang pembunuh. Saya pikir,
mustahil saya sanggup membunuh siapa pun. Saya terlalu santai, selalu memilih
yang mudah-mudah saja. Tetapi polisi mana mau mempercayai itu! Bagi mereka
tentunya saya adalah jawaban doa mereka! Saya mempunyai motif, saya berada di
tempat kejadian, saya bukan orang yang terlalu menjunjung tinggi moral! Saya
tidak mengerti mengapa sampai sekarang saya belum ditahan! Itu Kepala Inspektur
sudah memandang saya dengan mata yang penuh curiga."
"Anda memiliki sesuatu yang ampuh, alibi."
"Alibi adalah hal yang paling tidak dapat diandalkan di atas bumi! Orang-orang
yang tidak berdosa tidak pernah bingung mempersiapkan alibi. Apalagi semuanya
itu tergantung pada waktu kematian, atau entah kepada apa lagi, dan sudah pasti
kalau ada tiga orang dokter yang mengatakan bahwa gadis itu dibunuh pada pukul
dua belas tengah malam, paling sedikit bisa ditemukan enam orang dokter yang
bersedia bersumpah bahwa gadis itu terbunuh pada pukul lima pagi - kalau sudah
begitu, apa gunanya lagi alibi saya?"
"Paling tidak Anda masih bisa bergurau mengenai hal ini."
"Sikap yang tidak terpuji, bukan?" kata Mark dengan riang. "Sebenarnya, terus
terang saja, saya agak ketakutan. Orang tentu akan merasa demikian - berhadapan
dengan pembunuhan! Dan jangan Anda kira saya tidak merasa kasihan untuk si tua
Jeff. Saya kasihan padanya. Tetapi cara ini lebih baik -biarpun goncangan ini
hebat - daripada akhirnya ia sendiri kecewa terhadap gadis itu."
"Maksud Anda apa sih, kecewa dengan gadis itu?"
Mark mengedipkan matanya.
"Ke manakah perginya gadis itu pada malam itu" Saya berani bertaruh berapa saja,
malam itu Ruby pasti pergi untuk menemui seorang pria. Jeff tidak akan senang
mengetahui hal itu. Ia sama sekali tidak akan senang mengetahuinya. Kalau ia
sampai tahu bahwa gadis itu telah menipunya - bahwa gadis itu bukanlah seorang
anak yang polos dan yang doyan mengoceh seperti kesan yang ingin
ditimbulkannya - yah - ayah mertua saya aneh. Dia mempunyai kemampuan besar
untuk mengekang dirinya sendiri, tetapi tali kekang itu bisa putus juga .... Dan
kalau sampai terjadi demikian-orang harus berhati-hati!"
Sir Henry meliriknya dengan pandangan spekulasi.
"Katakan, apakah Anda menyukainya atau tidak?"
"Saya sayang sekali kepadanya - tetapi pada waktu yang sama saya juga
membencinya. Saya akan mencoba menjelaskan hal ini. Conway Jefferson suka
mengendalikan segala sesuatu di sekelilingnya. Ia seorang dermawan, ramah,
murah hati, dan penuh kasih sayang - tetapi semua orang harus tunduk kepada
kemauannya, ia yang memerintah."
Mark Gaskell berhenti. "Saya mencintai istri saya. Saya selamanya tidak akan mencintai wanita lain lagi
seperti cinta saya kepadanya. Rosamund, periang, memancarkan sinar
kebahagiaan, dan ketika ia tewas, saya merasa persis seperti petinju yang kena
pukulan KO. Tetapi saya sudah out cukup lama. Toh saya seorang laki-laki. Saya
menyukai wanita. Saya tidak mau kawin lagi -sama sekali tidak. Nah, itu tidak
jadi soal, asal saya hati-hati, tidak akan menimbulkan skandal - tetapi saya tetap
mau menikmati hidup ini. Addie yang malang tidak bisa berbuat seperti saya. Addie,
wanita yang benar-benar baik. Dia wanita yang akan dijadikan istri oleh kaum
lelaki, bukan sekadar diajak naik ke tempat tidur saja. Kalau ia diberi
kesempatan sedikit saja, Addie tentu akan kawin lagi - dan akan hidup berbahagia dan
membuat suaminya bahagia pula. Tetapi si tua Jeff selalu menganggapnya sebagai
istri Frank - dan menghipnotisnya sampai ia sendiri pun masih merasa sebagai
istri Frank. Jeff tidak menyadarinya, tetapi ia telah memenjarakan kami selama ini.
Saya berbasil lolos, diam-diam, bertahun-tahun yang lalu. Addie mulai berontak
musim semi ini - dan itu membuat Jeff kaget, membuat dunianya hancur.
Akibatnya - Ruby Keene."
Tanpa dapat dicegah lagi, Mark Gaskell berdendang, "Tetapi gadis itu sudah mati,
dan, alangkah beruntungnya aku!"
"Ayo, mari kita minum, Clithering."
Pikir Sir Henry, tidak heran kalau Mark Gaskell adalah orang yang dicurigai
polisi. BAB TIGA BELAS Dokter Metcalf, salah satu dari dokter-dokter terkenal di Danemouth. Sikapnya
terhadap pasien-pasiennya tidak galak, malahan kehadirannya dalam kamar si sakit
membuat suasana menjadi lebih menyenangkan. Dokter ini sudah setengah baya,
suaranya tenang dan menyenangkan.
Dia mendengarkan Kepala Inspektur Harper dengan cermat dan menjawab
pertanyaan-pertanyaannya dengan ramah namun tegas.
Kata Harper, "Kalau begitu, Dokter Metcalf, saya bisa menarik kesimpulan bahwa
apa yang dikatakan Nyonya Jefferson memang benar."
"Ya. Kesehatan Tuan Jefferson berada dalam keadaan kritis. Sudah beberapa tahun
beliau memacu tubuhnya sendiri. Karena tekadnya ingin hidup seperti orang-orang
lain yang normal, ia memaksakan tubuhnya untuk bekerja dua kali lipat lebih
keras daripada manusia biasa seusianya. Ia menolak beristirahat, menolak hidup lebih
santai, menolak memperlambat kegiatannya - atau menolak apa saja yang
dinasihatkan saya dan rekan-rekan seprofesi saya. Akibatnya tubuhnya sama
dengan mesin yang sudah aus. Jantung, paru-paru, dan tekanan darahnya semuanya
bekerja terlalu keras."
"Kata Anda Tuan Jefferson sama sekali tidak mau menurut nasihat dokter?"
"Ya. Saya juga tidak bisa menyalahkan dia. Tentunya kepada pasien-pasien saya,
saya tidak akan berkata demikian, Pak Kepala Inspektur, tetapi sebenarnya
manusia itu lebih baik mati aus daripada mati karatan. Banyak dari rekan-rekan
saya juga begitu nasibnya, dan percayalah, itu bukan prinsip yang jelek. Di
tempat seperti Danemouth ini kita sudah terbiasa melihat kebalikannya: orang-orang yang
cacat mempertahankan hidupnya, ketakutan jangan sampai tubuhnya terlalu lelah,
ketakutan kena angin, ketakutan kena kuman, dan ketakutan makan makanan
enak!" "Barangkali itu benar," kata Kepala Inspektur Harper.
"Jadi kesimpulannya begini: Conway Jefferson masih cukup kuat, secara fisik atau
istilah yang lebih tepat lagi, cukup kuat otot-ototnya. Sebetulnya, apa saja sih
yang masih dapat dikerjakannya?"
"Lengan dan bahunya kuat sekali. Sebelum kecelakaan ia begitu sehat. Dia mahir
sekali menggerakkan kursi rodanya dan dengan bantuan tongkat penopangnya, dia
bisa berpindah-pindah di dalam ruangan - misalnya dari tempat tidurnya ke kursi
rodanya." "Apakah bagi orang cacat seperti Tuan Jefferson, tidak mungkin dibuatkan kaki
palsu?" "Dalam halnya tidak. Tulang belakangnya juga cedera."
"Oh, begitu. Coba saya simpulkan lagi. Jefferson masih kuat dalam hal
tenaganya." Apakah ia merasa Metcalf mengangguk.
"Tetapi jantungnya berada dalam kondisi yang buruk. Keletihan sedikit saja, atau
suatu kejutan yang tiba-tiba, bisa membuatnya mati mendadak. Begitukah?"
"Kurang lebih begitu. Keletihan memang perlahan-lahan membunuhnya, karena ia
tidak mau beristirahat manakala ia merasa lelah. Ini memperburuk keadaan
jantungnya. Kecil sekali kemungkinannya keletihan bisa tiba-tiba membunuhnya.
Tetapi suatu kejutan yang mendadak, dapat menamatkan riwayatnya dengan
mudah. Itu sebabnya mengapa saya memperingatkan keluarganya."
Kepala Inspektur Harper berkata perlahan,
"Tetapi kenyataannya, kejutan tidak membunuhnya. Maksud saya, Dokter, kejutan
apa lagi yang lebih bebat daripada kematian ini, namun mengapa ia masih tetap
hidup?" Dokter Metcalf mengangkat bahunya. "Saya tahu. Tetapi kalau Anda memiliki
pengalaman saya, Kepala Inspektur, Anda akan tahu bahwa biasanya mustahil
membuat prognosis yang tepat. Orang-orang yang seharusnya mati karena kejutan
dan goncangan, tidak mati karena kejutan dan goncangan, dan seterusnya, dan
seterusnya. Keadaan tubuh manusia ternyata lebih kuat daripada yang dikira.
Apalagi menurut pengalaman saya, sering suatu kejutan fisik lebih fatal daripada
suatu kejutan mental. Dalam bahasa awamnya, begini: sebuah pintu yang dibanting
denga keras lebih besar kemungkinannya dapat membunuh Tuan Jefferson
daripada kejutan mendapatkan gadis yang disayanginya mati dalam keadaan yang
mengenaskan." "Mengapa demikian?"
"Apabila seseorang menerima berita buruk, tubuhnya dengan sendirinya membuat
tindakan pengaman, yaitu dengan membekukan perasaannya. Orang ini - pada
mulanya - tidak dapat menerima semuanya itu sekaligus. Untuk menyerap berita
itu secara menyeluruh, dibutuhkan waktu yang lebih lama. Tetapi suara pintu yang
dibanting, atau seseorang yang tiba-tiba melompat keluar dari dalam lemari
besar, atau sebuah mobil yang tiba-tiba muncul selagi orang ini menyeberang - semuanya
ini adalah peristiwa mendadak yang tidak dapat diserapnya perlahan-lahan. Pada
waktu itu jantung orang ini bisa melompat kaget - begitu istilah awamnya."
Kepala Inspektur Harper berkata dengan perlahan, "Tetapi apakah setiap orang
akan menduga bahwa kematian Tuan Jefferson disebabkan karena ia terkejut atas
matinya gadis itu?" "Oh, pasti." Dokter itu memandang teman bicaranya dengan keheranan. "Anda
tidak berpikir bahwa -"
"Saya tidak tahu harus berpikir bagaimana," kata Kepala Inspektur Harper
jengkel. "Tetapi Anda tentunya sepaham bahwa kedua hal ini berkaitan satu sama lain,"
katanya kemudian kepada Sir Henry Clithering. "Sambil menyelam minum air
pertama-tama yang menjadi korban adalah gadis itu - kemudian kematiannya akan
menamatkan riwayat Tuan Jefferson - sebelum dia berkesempatan mengganti surat
wasiatnya." "Apakah kaupikir dia akan mengganti surat wasiatnya?"
"Anda tentunya lebih tahu mengenai hal itu daripada saya, Pak. Menurut Anda
bagaimana?" "Aku tidak tahu. Sebelum Ruby Keene muncul, aku tahu bahwa ia telah
mewariskan uangnya supaya dibagi antara Mark Gaskell dan Nyonya Jefferson.
Aku tidak melihat adanya alasan apa pun baginya untuk mengubah keputusan
tersebut. Tetapi tentu saja itu bisa dilakukannya. Bisa jadi ia mau mewariskan
hartanya kepada Panti Asuhan Kucing-kucing, atau sebagai subsidi untuk
penaripenari profesional yang remaja."
Kepala Inspektur Harper mengangguk.
Mayat Misterius The Clocks Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kita tidak pernah tahu tindakan aneh apa yang bisa diperbuat seseorang -
terutama apabila orang itu tidak merasa mempunyai tanggung jawab moral dalam hal
membagi hartanya. Ia juga tidak memiliki keluarga yang sedarah."
Kata Sir Henry, "Ia menyayangi anak itu - Peter."
"Menurut Anda, apakah dia menganggap anak itu sebagai cucunya sendiri" Anda
tentunya lebih tahu daripada saya, Pak."
Sir Henry berkata dengan perlahan, "Tidak, aku kira tidak begitu."
"Ada hal lain lagi yang ingin saya tanyakan, Pak. Sesuatu yang tidak dapat saya
nilai sendiri. Tetapi karena mereka ini teman-teman Anda, Anda tentunya tahu.
Saya ingin tahu sebenarnya sampai di manakah ikatan batin antara Tuan Jefferson
dengan Mark Gaskell, dan Nyonya Jefferson muda?"
Sir Henry mengernyitkan dahinya.
"Barangkali aku belum bisa menangkap maksudmu, Kepala Inspektur."
"Nah, begini, Pak. Sampai di manakah ikatan batinnya dengan mereka sebagai
individu - terpisah dari hubungan keluarganya dengan mereka?"
"Ah, sekarang aku mengerti maksudmu."
"Ya, Pak. Memang tidak diragukan bahwa Tuan Jefferson amat menyayangi
mereka berdua - tetapi menurut saya, ia menyayangi mereka karena mereka adalah
suami dan istri dari anak-anaknya. Tetapi seumpama, salah seorang dari mereka
menikah lagi?" Sir Henry berpikir. Katanya, "Itu suatu pertanyaan menarik. Aku tidak tahu. Aku
cenderung berpikir - ini hanya pendapatku sendiri saja - bahwa hal itu bisa
mengubah sikapnya dengan drastis. Tentunya ia akan memberikan restunya, tidak
menyimpan rasa dendam, tetapi aku kira, ya, aku kira apabila itu terjadi, ia
tidak lagi akan menaruh perhatian kepada mereka."
"Terhadap kedua-duanya, Pak?"
"Aku pikir begitu, ya. Terhadap Tuan Gaskell, sudah hampir dapat dipastikan, dan
aku pikir terhadap Nyonya Jefferson pun demikian, meskipun aku tidak begitu
pasti. Aku pikir mungkin Jefferson juga mempunyai rasa sayang kepada menantu
perempuannya sebagai seorang individu."
"Jenis kelamin tentunya berpengaruh juga," kata Kepala Inspektur Harper penuh
pengertian. "Memang lebih mudah bagi Tuan Jefferson untuk memandang Nyonya
Jefferson muda sebagai putrinya sendiri daripada memandang Tuan Gaskell
sebagai putranya. Selalu begitu. Perempuan pun lebih mudah menerima seorang
menantu laki-laki sebagai anaknya sendiri, tetapi jarang sekali ada yang
menganggap istri anaknya sebagai anak perempuannya sendiri."
Kepala Inspektur Harper melanjutkan, "Apakah Anda keberatan berjalan bersamasama
saya ke lapangan tenis" Saya melihat Nona Marple sedang duduk di sana,
dan saya ingin memintanya untuk melakukan sesuatu bagi saya. Sebenarnya saya
ingin minta bantuan Anda berdua."
"Dalam hal apa, Kepala Inspektur?"
"Untuk mengumpulkan informasi yang tidak dapat saya kerjakan sendiri. Saya
ingin Anda mewawancarai Edwards untuk saya, Pak."
"Edwards" Apa yang kaukehendaki darinya?"
"Apa saja yang terpikirkan oleh Anda! Segala sesuatu yang diketahuinya dan
segala sesuatu yang dipikirkannya! Mengenai hubungan antara anggota keluarga
Jefferson, pendapatnya mengenai kasus Ruby Keene. Pokoknya keterangan orang
dalam. Tentunya ia lebih tahu daripada orang-orang lain mengenai berbagai
situasi - itu pasti! Dan dia tidak mau menceritakannya kepada saya tetapi kepada Anda,
mungkin dia mau bercerita. Dan mungkin kita bisa memperoleh informasi yang
berharga darinya. Itu kalau Anda tidak keberatan?"
Sir Henry berkata dengan geram, "Aku tidak keberatan. Aku sudah didesak kemari
untuk mencari kebenarannya. Aku bermaksud berbuat sebisa-bisaku."
Tambahnya, "Apa yang kaukehendaki dari Nona Marple?"
"Membantu saya mewawancarai beberapa orang gadis. Gadis-gadis pramuka
semuanya. Kami telah mengumpulkan sekitar setengah lusin dari mereka yang
paling akrab dengan Pamela Reeves. Saya pikir mungkin saja mereka mengetahui
sesuatu. Rupanya kalau Pamela memang betul-betul mau pergi ke toko
Woolworth, tentunya ia akan mengajak salah seorang temannya. Biasanya anak
gadis suka berbelanja bersama-sama seorang teman."
"Ya, aku kira kau benar."
"Jadi saya pikir, mungkin Woolworth hanya dipakainya sebagai alasan saja. Saya
mau tahu sebetulnya gadis itu mau pergi ke mana. Mungkin dia pernah terlanjur
berbicara kepada teman-temannya. Kalau iya, saya merasa Nona Marple adalah
orang yang paling tepat untuk menanyai gadis-gadis ini -lebih tepat daripada
saya. Toh mereka akan ketakutan setengah mati berhadapan dengan polisi."
"Kedengarannya memang seperti masalah domestik dusun yang cocok sekali
dengan bakat Nona Marple. Ia cerdik sekali, kau tahu?"
Kepala Inspektur Harper tersenyum. Katanya, "Memang, Anda benar. Tidak ada
yang sampai terlewatkan matanya yang awas."
Nona Marple menengadah ketika kedua laki-laki ini menghampirinya dan
menyambut mereka dengan gembira. Ia mendengarkan permintaan Kepala
Inspektur Harper dan segera menyetujui untuk membantunya.
"Saya ingin sekali dapat membantu Anda, Pak Kepala Inspektur Dan saya pikir
mungkin saya memang bisa membantu. Saya mempunyai banyak pengalaman
dengan segala macam kegiatan Sekolah Minggu, dan kepramukaan, dan yayasan
yatim piatu yang tidak jauh dari sini - saya anggota pengurusnya, Anda tahu" Dan
saya juga sering mengobrol dengan ibu asramanya - dan juga saya mempunyai
pengalaman berbicara dengan para pembantu - yang biasanya gadis-gadis remaja.
Oh, ya, saya punya banyak pengalaman untuk bisa menilai apakah seorang gadis
itu berbicara dengan jujur atau ia menyembunyikan sesuatu."
"Sebenarnya, Anda seorang yang ahli," kata Sir Henry.
Nona Marple merona pipinya dan memandang Sir Henry dengan pandangan
mencela. Katanya, "Oh, tolong, jangan menertawakan saya, Sir Henry."
"Saya sama sekali tidak menertawakan Anda. Anda sudah terlalu sering
mengungguli saya." "Memang seseorang bisa melihat banyak sekali kejahatan di dusun," gumam Nona
Marple dengan nada menjelaskan.
"Ngomong-ngomong," kata Sir Henry, "saya telah berhasil memperoleh jawaban
kepada pertanyaan Anda. Pak Kepala Inspektur mengatakan kepada saya bahwa di
dalam keranjang sampah Ruby Keene ditemukan potongan-potongan kuku."
Nona Marple berkata sambil termenung, "Ada" Kalau begitu ..."
"Mengapa Anda ingin tahu, Nona Marple?" tanya Kepala Inspektur Harper.
Kata Nona Marple, "Itu salah satu hal yang - yah, kelihatannya salah pada waktu
saya melihat mayat gadis itu. Tangannya salah, dan mulanya saya tidak tahu
mengapa. Kemudian saya menyadarinya. Gadis-gadis yang merias wajahnya,
biasanya memelihara kuku-kuku jari yang panjang. Tentu saja saya juga tahu
bahwa banyak gadis yang mempunyai kebiasaan menggigit kukunya - itu suatu
kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan. Tetapi keinginan untuk tampak cantik
sering kali banyak membantu mereka bertekad melepaskan kebiasaan yang jelek
ini. Dan, pada saat saya melihat gadis ini, saya beranggapan bahwa ia belum bisa
meninggalkan kebiasaan itu. Lalu si anak kecil itu - si Peter, Anda tahu - ia
berkata tentang sesuatu yang membuktikan bahwa kuku-kuku tangan Ruby memang
tadinya panjang, hanya saja ada yang tersangkut dan putus. Jadi, tentu saja ada
kemungkinan gadis ini lalu memotong kuku-kukunya yang lain supaya semuanya
kelihatan seragam, dan saya menanyakan apakah ada potongan-potongan kuku di
kamarnya, dan Sir Henry berjanji mencarikan jawabnya."
Sir Henry berkata, "Anda baru saja berkata 'salah satu hal yang kelihatannya
salah ketika Anda melihat mayat gadis itu'. Kalau begitu, ada yang lain?"
Nona Marple mengangguk dengan getol.
"Oh, ya!" katanya. "Gaunnya itu! Gaunnya itu sama sekali salah."
Kedua laki-laki itu memandang Nona Marple dengan keheranan.
"Memangnya kenapa?" kata Sir Henry.
"Nah, Anda lihat, gaun itu sehelai gaun tua. Josie berkata begitu, dan saya juga
dapat melihat sendiri bahwa gaun itu sudah jelek dan lusuh. Nah, itu salah
semuanya." "Saya tidak mengerti."
Nona Marple agak merona pipinya.
"Nah, polisi menduga bahwa Ruby Keene menukar pakaiannya untuk keluar
menemui seseorang yang menurut istilah kemenakan saya sedang 'digandrungi'nya,
bukan?" Mata Kepala Inspektur Harper berkedip sedikit.
"Itu teorinya. Ia mempunyai janji kencan bersama seseorang - seorang pacarnya,
istilahnya." "Kalau begitu," desak Nona Marple, "mengapa ia mengenakan sehelai gaun tua?"
Kepala Inspektur Harper menggaruk-garuk kepalanya sambil termenung. Katanya,
"Saya mengerti apa yang Anda tuju. Tentunya Anda akan berpikir apakah
seharusnya ia mengenakan gaun yang baru?"
"Saya pikir seharusnya ia mengenakan gaunnya yang paling bagus. Semua gadis
akan berbuat demikian."
Sir Henry memotong. "Ya, tetapi coba kita lihat, Nona Marple. Umpamanya gadis
ini membuat kencannya di tempat terbuka, naik mobil terbuka, barangkali, dan
harus berjalan di tempat-tempat yang kotor. Maka ia tidak akan mau menanggung
risiko mengotori gaunnya yang baru, jadi ia mengenakan gaun yang lama."
"Itu logis," kata Kepala Inspektur Harper menyetujui.
Nona Marple berpaling kepadanya. Ia berbicara dengan getol.
"Perbuatan logis menukar pakaiannya dengan celana dan baju kaus atau baju wol.
Itulah yang akan dilakukan oleh seorang gadis dari - dari golongan kita (saya
tidak mau kedengaran sombong, tetapi kata-kata tadi tak dapat dihindarkan lagi).
"Seorang gadis dari keluarga baik-baik," lanjut Nona Marple, mempertahankan
pendapatnya. "Selalu berhati-hati dalam memilih pakaian yang tepat untuk acara
yang tepat. Maksud saya, betapapun panasnya hari itu, seorang gadis yang
berpendidikan tidak akan muncul untuk acara olahraga dengan gaun sutra
kembang." "Dan pakaian apa yang pantas dipakai untuk bertemu dengan seorang kekasih?"
desak Sir Henry. "Kalau ia akan menemui pacarnya di hotel atau di tempat di mana gaun malam
memang pantas dikenakan, pasti ia akan mengenakan gaun malamnya yang terbaik
- tetapi di luar, seorang gadis temunya akan merasa bahwa ia kelihatan janggal
kalau memakai gaun malam, dan dia akan mengenakan pakaian sportnya yang
paling menarik." "Setuju, Nona Ahli Mode. Tetapi gadis Ruby ini -"
Kata Nona Marple, "Ruby, tentunya bukan- nah, terus terang saja-Ruby bukan
seorang gadis berpendidikan. Dia tergolong dalam kelas orang-orang yang akan
mengenakan pakaian mereka yang terindah tanpa memandang apakah itu cocok
untuk acara yang mereka hadiri. Tahukah Anda, tahun lalu kami mengadakan
piknik ke Scrantor Rocks. Anda bisa terheran-heran melihat betapa banyaknya
gadis-gadis yang mengenakan pakaian yang tidak sesuai. Gaun-gaun tipis
berkembang dengan sepatu kulit terbuka dan topi-topi mewah. Semua perangkatan
ini dipakai untuk memanjati batu-batu dan berjalan di antara ilalang dan
rerumputan. Dan para pemudanya mengenakan jas mereka yang paling bagus.
Tentu saja dalam olahraga lintas alam keadaannya tidak sama. Untuk acara itu
praktis semua orang mengenakan celana pendek - dan gadis-gadis rupanya tidak
menyadari bahwa celana pendek itu tidak bagus bagi mereka kecuali jika yang
mengenakannya itu bertubuh ramping."
Kepala Inspektur Harper berkata dengan lambat, "Dan Anda kira si Ruby Keene -"
"Saya kira, ia pasti akan tetap mengenakan gaunnya yang sedang dipakainya
malam itu - gaun merah mudanya, gaunnya yang paling bagus. Dia hanya akan
menukar pakaiannya apabila ia memiliki gaun yang lebih baru."
Kata Kepala Inspektur Harper, "Lalu apa teori Anda, Nona Marple?"
Kata Nona Marple, "Saya belum punya teori. Tetapi saya selalu merasa bahwa soal
ini penting ...." *** Di dalam batasan pagar kawat, pelajaran tenis yang diberikan oleh Raymond Starr
telah berakhir. Seorang wanita separuh baya yang bertubuh gemuk mengucapkan beberapa kata
pujian, memungut jaket wolnya yang berwarna biru langit, dan berjalan menuju
hotel. Raymond meneriakkan beberapa kata-kata yang ramah kepadanya.
Lalu ia berpaling menuju ke bangku tempat tiga orang penonton duduk. Bola-bola
tenisnya menggantung di dalam jala yang dipegangnya, raketnya berada di bawah
ketiaknya. Ekspresi wajahnya yang riang dan ceria lenyap, seolah-olah terhapus
begitu saja. Ia tampaknya letih dan kuatir.
Sambil berjalan menuju mereka, ia berkata, "Alhamdulillah, itu sudah selesai."
Lalu senyumnya kembali lagi, senyumnya yang menawan dan ekspresif, yang
begitu sesuai dengan wajahnya yang cokelat keemasan dan keluwesan langkahnya
yang ringan. Sir Henry bertanya-tanya dalam hatinya, berapa kira-kira usia orang ini. Dua
puluh lima, tiga puluh, atau tiga puluh lima" Sulit untuk menaksirnya.
Kata Raymond sambil menggelengkan kepalanya sedikit, "Nyonya itu selamanya
tidak akan pernah bisa bermain tenis, Anda tahu?"
"Semuanya ini tentunya amat membosankan Anda," kata Nona Marple.
Raymond menjawab dengan lancar, "Memang, kadang-kadang. Terutama
menjelang akhir musim panas. Untuk sementara waktu gajinya membesarkan hati,
tetapi akhirnya gaji itu pun tidak berhasil merangsang imajinasi."
Kepala Inspektur Harper berdiri. Katanya tiba-tiba, "Saya akan kembali menjemput
Anda setengah jam lagi, Nona Marple, apakah itu oke?"
"Tentu, terima kasih. Saya akan menantikan Anda."
Harper pergi. Raymond berdiri mengikuti langkahnya dengan pandangannya. Lalu
katanya, "Bolehkah saya duduk di sini sebentar?"
"Silakan," kata Sir Henry. "Mau merokok?" Dia menawarkan tempat rokoknya
sambil berpikir dalam hati mengapa ia mempunyai sedikit prasangka jelek
terhadap Ravmond Starr. Apakah hanya karena laki-laki ini seorang guru tenis dan
penari profesional" Kalau begitu tentu bukan karena tenisnya -tetapi karena
menarinya. Orang-orang Inggris, pikir Sir Henry, mempunyai kecurigaan terhadap
setiap laki-laki yang dapat berdansa dengan ahli! Orang ini terlalu luwes
gerakannya! Ramon -Raymond -yang manakah namanya" Tiba-tiba ia mengajukan
pertanyaannya. Yang ditanya tampaknya merasa geli.
"Ramon, nama profesional saya yang asli. Ramon dan Josie - aksen Spanyol, Anda
tahu" Tetapi kemudian di mata umum timbul prasangka jelek terhadap orang-orang
asing - maka saya ubah menjadi Raymond - amat khas Inggris -"
Kata Nona Marple, "Dan nama Anda yang asli adalah nama yang sama sekali
lain?" Raymond Starr tersenyum kepadanya, "Sebetulnya, nama saya yang asli Ramon.
Nenek saya orang Argentina, Anda tahu -" (jadi hal ini menjelaskan
lengganglenggok pantatnya, pikir Sir Henry dalam hati).
"Tetapi, nama saya yang pertama Thomas. Terlalu membosankan."
Dia berpaling kepada Sir Henry, "Anda datang dari Devonshire. Bukankah begitu,
Pak" Dari Stane" Keluarga saya tinggal di daerah itu juga. Di Alsmonston."
Wajah Sir Henry menjadi cerah.
"Apakah Anda salah seorang dari anak-anak Starr di Alsmonston" Wah, saya tidak
menyangkanya." "Tidak - saya sudah menduga bahwa Anda tidak menyangkanya." Suaranya
mengandung sedikit nada getir.
Kata Sir Henry dengan canggung, "Sayang ya - eh - semuanya itu?"
"Maksud Anda tempat yang dijual itu setelah dihuni keluarga kami selama tiga
ratus tahun" Ya, memang sayang. Tetapi bagaimana lagi" Rupanya jenis kami ini
memang harus angkat kaki dari sana. Kami sudah tidak bermanfaat lagi. Abang
saya yang tertua pindah ke New York. Dia bekerja di percetakan - lumayan juga
usahanya. Sisanya tersebar di mana-mana. Zaman sekarang susah memperoleh
pekerjaan apabila orang hanya memiliki ijazah negeri! Terkadang, jika beruntung
masih bisa diterima sebagai resepsionis di hotel-hotel. Dasi dan sikap sangat
menentukan di sana. Satu-satunya pekerjaan yang saya peroleh adalah sebagai
seorang promotor di sebuah toko peralatan kamar mandi. Memperkenalkan bak
bak mandi yang indah, yang berwarna krem dan kuning muda. Ruang pamerannya
Tamu Dari Gurun Pasir 10 Wiro Sableng 010 Banjir Darah Di Tambun Tulang Pendekar Pemanah Rajawali 34