Pencarian

Taiko 3

Taiko Karya Eiji Yoshikawa Bagian 3


"Hmm, kita tidak boleh terus menarik perhatian." Punggungnya terasa kaku, dan ia
menepuk-nepuknya dua atau tiga kali pada waktu berdiri.
"Monyet, di mana kau tinggal?"
"Di gang di belakang penginapan tempat Tuan Shichinai menyewa kamar."
"Oh, begitu" Beberapa malam dari sekarang, aku akan mampir ke tempatmu. Berhati-hatilah di
sekitar tamu-tamu lain." Setelah menyandang busur-busurnya di bahu, Nitta Hikoju beranjak ke arah
kota. Sambil duduk di pekarangan tempat suci, Hiyoshi memandangi dinding-dinding putih benteng di
kejauhan. Setelah ia mengetahui lebih banyak tentang perselisihan di dalam keluarga Saito serta
akibat-akibat buruk yang ditimbulkannya, dinding-dinding benteng yang bagaikan besi itu serta
lokasinya yang mengesankan kehilangan pesonanya di mata Hiyoshi. Siapa yang bakal jadi
penguasa benteng itu berikutnya" Ia bertanya-tanya. Riwayat Dosan pun takkan berakhir dengan
tenang, itu sudah pasti. Mungkinkah sebuah negeri memiliki kekuatan, jika sang penguasa
bermusuhan dengan para pembantunya" Bagaimana rakyat bisa tenteram jika para pemimpin,
ayah dan anak, saling tak percaya dan saling berusaha menjatuhkan"
Mino merupakan wilayah subur dengan gunung-gunung sebagai latar belakang. Letaknya di salah
satu persimpangan utama antara kota dan provinsi-provinsi. Kekayaan alamnya berlimpah,
pertanian dan industri maju pesat, airnya jernih, dan wanitanya cantik-cantik. Tapi semuanya
diselubungi kebusukan! Hiyoshi tak sempat memikirkan cacing yang menggerogoti bagian yang
busuk. Pikirannya tertuju pada pertanyaan mengenai siapa yang akan menjadi penguasa Mino
berikutnya. Yang paling merisaukan Hiyoshi adalah peran yang dimainkan Hachisuka Koroku, orang yang
memberinya makan. Ronin mempunyai reputasi buruk, tapi karena telah cukup lama mengabdi
pada Koroku, ia tahu hati tuannya tulus. Koroku memiliki garis keturunan, dan kepribadiannya dapat
dikatakan unggul. Semula Hiyoshi merasa ia tak perlu malu karena setiap hari membungkuk di
depan laki-laki itu dan menaati semua perintahnya, tapi sekarang ia mulai bimbang.
Dosan sudah lama membantu keuangan marga Hachisuka, dan persahabatannya dengan Koroku
terjalin erat. Mustahil Koroku tidak mengetahui watak Dosan, mustahil ia tidak menyadari kelicikan
dan kekejiannya. Meski demikian, ia bersedia menjadi penghasut dalam perebutan kekuasaan
antara ayah dan anak. Tak peduli berapa kali ia merenungkannya, Hiyoshi tak sudi mengambil
bagian dalam urusan ini. Dunia penuh dengan orang buta.
Mungkinkah Koroku termasuk yang paling buta" Perasaan muak yang semakin menguat dalam
hatinya membuat Hiyoshi ingin lari saja.
Menjelang akhir bulan kesepuluh, Hiyoshi berangkat dari losmen untuk menjajakan dagangannya.
Di pojok sebuah gang sempit ia bertemu dengan Hikoju yang hidungnya tampak merah akibat angin
kering. Hikoju menghampirinya dan menyelipkan sepucuk surat ke tangannya. "Setelah kaubaca,
kunyah sampai hancur dan buang ke sungai," Hikoju mewanti-wanti.
22 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Kemudian, sambil berlagak tidak mengenal Hiyoshi, ia membelok ke kanan, sementara Hiyoshi
berjalan ke arah berlawanan. Hiyoshi tahu surat itu berasal dari Shichinai. Kecemasannya belum
berkurang, dan jantungnya mulai berdebar-debar.
Aku harus menjauhi orang-orang ini, ia menyadari.
Sudah berulang kali ia memikirkannya, tapi lari, dalam jangka panjang, justru lebih berbahaya
daripada tinggal di tempat. Ia sendirian di losmen, namun ia merasa seolah-olah seluruh
gerak-geriknya diawasi terus-menerus. Kemungkinan besar para mata-mata pun tidak terlepas dari
pengawasan. Mereka semua saling terikat, seperti jalinan mata rantai. Sepertinya rencana mereka
jadi dijalankan, Hiyoshi menyimpulkan, dan suasana hatinya menjadi mendung. Barang-kali
kebimbangannya disebabkan oleh rasa takut, tapi ia tak bisa meyakinkan diri bahwa ia harus
bertindak sebagai penghasut licik yang membuat rakyat bingung, menyulut kekacauan, dan
mengubah sebuah kota menjadi neraka.
Segala rasa hormatnya terhadap Koroku telah sirna. Ia tak ingin mengabdi pada Dosan, juga tak
ingin berurusan dengan Yoshitatsu. Kalau ia harus bersekutu dengan salah satu pihak, pilihannya
jatuh pada para penduduk kota. Ia bersimpati pada mereka, dan terutama pada para orangtua dan
anak-anak mereka. Merekalah yang selalu menjadi korban peperangan. Ia terlalu gelisah untuk
langsung membaca surat yang disampaikan padanya.
Sambil berkeliling-keliling, berseru seperti biasa, "Jarum! Jarum dari ibu kota!" ia sengaja menuju
sebuah jalan kecil di daerah pemukiman, di mana takkan ada yang melihatnya. Ia berhenti di tepi
sebuah kali kecil. "Ah, sial, aku tidak bisa lewat di sini," ia berkata dengan suara dikeras-keraskan.
Ia menatap sekelilingnya. Keberuntungan berada di pihaknya. Tak seorang pun terlihat. Tapi untuk
berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan, ia menghadap ke kali, dan sambil buang air kecil ia
mengamati sekitarnya. Kemudian diam-diam ia mengeluarkan surat dari lipatannya dan membaca:
Nanti malam, pada Jam Anjing, jika angin bertiup dari sebelah selatan atau barat, datanglah ke
hutan di belakang Kuil Jozaiji. Kalau angin bertiup dari utara atau berhenti sama sekali, jangan
datang. Selesai membaca, ia menyobek-nyobek surat itu dan menggulung sobekan-sobekannya sampai
berupa bola, yang kemudian dikunyahnya sampai menjadi bubur.
"Penjual jarum!"
Terkejut, ia tak punya waktu untuk meludahkan kertas itu ke sungai. Ia menggenggamnya dengan
tangan terkepal. "Siapa itu?" "Di sini! Kami mau beli jarum."
23 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tak seorang pun kelihatan, dan Hiyoshi tak bisa memastikan dari mana suara itu berasal.
"Penjual jarum, sebelah sini!"
Di sisi lain ada sebuah tanggul, dan di atasnya ada sebuah tembok dari lumpur kering. Sebuah
pintu gedek membuka dan seorang pelayan muda menyembulkan kepala. Hiyoshi menjawab
dengan ragu-ragu. Setiap rumah samurai di lingkungan ini pasti rumah pengikut marga Saito. Tapi
dari pihak mana" Tak ada yang perlu dicemaskan jika yang ini mendukung Dosan, tapi kalau ia
pengikut Yoshitatsu, akibatnya bisa gawat.
"Di sini ada orang yang butuh jarum."
Hiyoshi semakin tidak tenang, tapi ia tak punya pilihan. "Terima kasih," ia berkata dengan pikiran
bercabang. Sambil mengikuti si pelayan, ia melewati ambang pintu dan mengelilingi bukit buatan di
sebuah pekarangan belakang. Rumah itu kemungkinan besar milik orang penting. Bangunan
induknya terpisah dari beberapa gedung tambahan. Hiyoshi mengurangi kecepatan langkahnya,
dan mengagumi kemegahan setiap bangunan serta kerapian bebatuan dan sungai-sungai buatan.
Siapa gerangan yang ingin membeli jarumnya di tempat seperti ini" Ucapan pelayan tadi
menunjukkan bahwa orangnya anggota keluarga si pemilik rumah, tapi rasanya ini tak masuk akal.
Di rumah semegah ini, istri maupun anak perempuan si pemilik takkan membeli jarum sendiri.
Selain itu, tak ada alasan untuk memanggil penjual keliling yang menjajakan barang dagangannya
di jalan. "Tunggu di sini," ujar si pelayan, lalu meninggalkan Hiyoshi di salah satu sudut pekarangan. Sebuah
bangunan berlantai dua dengan plesteran kasar, cukup berjauhan dengan rumah induk, menarik
perhatian Hiyoshi. Lantai dasarnya tampak seperti ruang baca, lantai atasnya seperti perpustakaan.
Pelayan muda tadi memanggil ke atas, "Tuan Mitsuhide, hamba membawa orangnya masuk."
Mitsuhide muncul di sebuah jendela berbentuk bujur sangkar yang menyerupai bukaan pada
benteng pertahanan. Di tangannya ada beberapa buah buku. Ia masih muda, mungkin dua puluh
empat atau dua puluh lima tahun, dengan kulit putih dan sorot mata cerdas. "Aku segera turun.
Bawa dia ke serambi," katanya, lalu menghilang ke dalam.
Hiyoshi mengangkat kepala. Untuk pertama kalinya ia menyadari bahwa seseorang mungkin
melihatnya ketika ia berdiri di tepi kali sambil membaca surat. Ia yakin bahwa ia telah kepergok, dan
bahwa Mitsuhide ini menjadi curiga dan ingin minta keterangan darinya. Hiyoshi merasa jika ia tidak
mengarang cerita, ia akan mengalami kesulitan. Ia sedang menyiapkan penjelasan, ketika si
pelayan muda memanggilnya dengan melambaikan tangan, lalu berkata, "Keponakan Tuan Besar
akan ke sini, jadi tunggu di serambi saja. Dan jaga sopan santunmu."
Hiyoshi berlutut beberapa langkah dari serambi, kepalanya tertunduk.
Setelah beberapa saat, karena belum ada yang keluar, ia mengangkat wajahnya. Jumlah buku di
dalam rumah membuatnya terkagum-kagum. Di mana-mana ada buku, di atas dan di sekitar meja
dan rak buku, dan di ruang-ruang lain di lantai dasar dan atas.
Entah pemilik rumah atau keponakannya, ia berkata dalam hati, yang jelas di sini ada orang yang
cukup terpelajar. Buku merupakan pemandangan langka bagi Hiyoshi.
24 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Ketika memandang berkeliling, ia menyadari dua hal lain. Antara balok-balok kayu yang horizontal
dari rangka rumah tergantung sebuah tombak bagus, dan sepucuk senapan terpasang pada
dinding. Akhirnya laki-laki tadi memasuki ruangan, dan duduk di depan sebuah meja, tanpa berkata
apa-apa. Sambil bertopang dagu, ia mengamati Hiyoshi, seakan-akan sedang memusatkan
perhatian pada huruf-huruf Cina di sebuah buku. "Halo."
Hiyoshi berkata, "Hamba menjual jarum. Apakah Tuan berkenan dengan dagangan hamba?"
Mitsuhide mengangguk. "Ya. Tapi ada sesuatu yang ingin kutanyakan. Kau datang ke sini untuk
menjual jarum atau untuk memata-matai?"
"Untuk menjual jarum, tentu saja."
"Hmm, kalau begitu, kenapa kau memasuki sebuah gang di daerah pemukiman seperti ini?"
"Hamba pikir ada jalan pintas."
"Kau bohong!" Mitsuhide memiringkan tubuhnya sedikit. "Waktu melihatmu, aku langsung tahu
bahwa kau sudah berpengalaman dalam berkelana dan berjualan. Jadi, semestinya kau tahu
apakah kau bisa menjual jarum di dekat kediaman samurai atau tidak." "Hamba pernah menjual
jarum di tempat seperti ini, biarpun jarang..."
"Pasti jarang sekali."
"Tapi bukannya tidak mungkin."
"Baiklah, masalah itu kita sisihkan dulu. Apa yang kaubaca di tempat sepi seperti ini?"
"Hah?" "Kau mengeluarkan secarik kertas secara sembunyi-sembunyi, karena menduga tak ada
siapa-siapa di sekitarmu. Tapi di mana ada kehidupan, di situ ada mata. Dan benda mati pun bisa
berbicata dengan mereka yang memiliki telinga. Apa yang kaubaca?"
"Hamba membaca surat." "Pesan rahasia?"
"Hamba membaca surat dari ibu hamba," Hiyoshi menjawab tanpa berbelit-belit. Mitsuhide
menatapnya dengan pandangan mereka-reka. "Begitukah" Sepucuk surat dari ibumu?"
"Ya." "Kalau begitu, tunjukkan padaku. Menurut hukum benteng, jika kita menemukan orang yang
mencurigakan, orang itu harus ditangkap dan dibawa ke benteng. Sebagai bukti, tunjukkan surat
dari ibumu, atau kau akan kuserahkan kepada pihak berwajib."
"Hamba memakannya." "Apa?"
25 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Sayangnya, setelah hamba baca, hamba makan surat itu, Tuan."
"Kau memakannya?"
"Ya, itulah yang hamba lakukan," Hiyoshi melanjutkan dengan sungguh-sungguh.
"Bagi hamba, hadirnya hamba di bumi membuat ibu hamba lebih pantas dihormati daripada para
dewa maupun Buddha. Karena itu..."
Mitsuhide melepaskan teriakan menggelegar. "Tahan lidahmu! Kurasa kau mengunyahnya karena
berisi pesan rahasia. Itu saja sudah membuatmu patut dicurigai!"
"Bukan! Bukan! Tuan keliru!" ujar Hiyoshi sambil mengibaskan tangan.
"Membawa surat dari ibu hamba, pada siapa hamba lebih berterima kasih ketimbang kepada para
dewa dan Buddha, lalu menggunakannya untuk menyeka ingus dan membuangnya ke jalanan, di
mana surat itu akan diinjak-injak oleh orang-orang yang berlalu-lalang, adalah perbuatan murtad.
Hamba tidak bohong. Bukan hal aneh bagi seseorang untuk begitu rindu pada ibunya,
sampai-sampai ingin memakan surat-suratnya yang datang dari jauh."
Mitsuhide yakin semua ucapan itu bohong, namun ia berhadapan dengan anak laki-laki yang jauh
lebih pandai berbohong daripada orang-orang pada umumnya. Dan ia pun bersimpati pada anak ini,
sebab ia sendiri juga meninggalkan ibunya di rumah.
Meski cerita mengenai surat dari ibunya yang dimakan sampai habis hanya omong kosong, bocah
bertampang monyet ini pun pasti memiliki orangtua, pikir Mitsuhide, sekaligus merasa kasihan pada
lawannya yang kasar dan tak berpendidikan. Namun, seandainya pemuda lugu itu kakitangan
penghasut, ia bisa berbahaya seperti binatang buas. Orang seperti dia tak pantas dikirim ke
benteng, sedangkan membunuhnya di tempat terasa terlalu berlebihan. Mitsuhide
mempertimbangkan untuk membiarkannya pergi, tapi terus mengawasinya sambil mencari jalan
keluar. "Mataichi!" ia memanggil. "Apakah Tuan Mitsuharu ada di rumah?"
"Hamba rasa ada, tuanku."
"Katakan padanya bahwa aku tidak mau mengganggu, tapi tolong tanyakan apakah dia bisa ke sini
sebentar?" "Baik, tuanku." Mataichi segera berlalu.
Tak lama kemudian, Mitsuharu datang dari rumah induk. Ia berjalan dengan langkah-langkah
panjang. Usianya lebih muda dari Mitsuhide, mungkin delapan belas atau sembilan belas tahun. Ia
ahli waris tuan rumah, Akechi Mitsuyasu, dan ia dengan Mitsuhide bersepupu. Nama keluarga
Mitsuhide juga Akechi. Ia tinggal bersama pamannya dan menghabiskan hari-harinya dengan
belajar. Dari segi keuangan, ia tidak tergantung pada pamannya. Ia datang ke Inabayama karena
kota asalnya, Ena, terlalu jauh dari pusat-pusat budaya dan politik. Pamannya sering berpesan
pada anaknya, "Contohlah Mitsuhide dan belajarlah sedikit."
Mitsuhide pelajar yang tekun. Sebelum datang ke Inabayama pun ia telah sering bepergian,
26 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
melintasi negeri mulai dari ibu kota sampai provinsi-provinsi barat. Ia bergaul dengan para pendekar
pengelana, menggali pengetahuan, mempelajari kejadian-kejadian zaman sekarang, dan menerima
tantangan kehidupan dengan senang hati. Ketika mendapat kesempatan mempelajari senjata api, ia
khusus mengunjungi kota merdeka Sakai, dan kemudian memberikan sumbangan sedemikian
besar kepada pertahanan dan organisasi militer Mino, sehingga semua orang, termasuk pamannya,
menghormatinya sebagai pembawa pengetahuan baru.
"Bagaimana aku bisa membantu, Mitsuhide?" "Sebenarnya hanya masalah kecil." Nada Mitsuhide
penuh hormat. "Ada apa?"
"Aku ingin kau melakukan sesuatu untukku, kalau kau tidak keberatan."
Kedua laki-laki itu melangkah keluar, dan sambil berdiri di samping Hiyoshi, membahas apa yang
harus mereka lakukan dengannya. Setelah mendengar semua keterangan dari Mitsuhide, Mitsuharu
berkata, "Maksudmu, orang yang tak berarti ini?" Ia mengamati Hiyoshi sambil lalu saja.
"Kalau kaupikir dia mencurigakan, serahkan saja pada Mataichi. Kalau dia disiksa sedikit, misalnya
dipukul dengan busur patah, dia pasti segera bicara. Takkan ada kesulitan."
"Jangan." Sekali lagi Mitsuhide menatap Hiyoshi. "Rasanya orang seperti dia takkan buka mulut jika
diperlakukan begitu. Dan entah kenapa, aku merasa kasihan padanya.
"Kalau dia berhasil membuatmu iba, jangan harap kau bisa mengorek keterangan darinya.
Serahkan saja padaku selama empat atau lima hari. Aku akan mengurungnya di dalam gudang.
Kalau sudah lapar, dia pasti akan membeberkan semuanya."
"Maaf karena aku telah merepotkanmu dengan urusan ini," ujar Mitsuhide.
"Apakah hamba perlu mengikatnya?" tanya Mataichi sambil memuntir lengan Hiyoshi.
"Tunggu!" Hiyoshi berseru. Ia berusaha membebaskan diri dari genggaman Mataichi, lalu menatap
Mitsuhide dan Mitsuharu. "Tuan sendiri yang bilang bahwa hamba takkan buka mulut kalau dipukuli.
Tuan hanya perlu bertanya, dan hamba akan memberitahu Tuan semuanya. Tuan bahkan tidak
perlu bertanya! Hamba tidak tahan dikurung di tempat gelap."
"Kau mau bicara?" "Ya."
"Baiklah. Biar aku saja yang menginterogasi dia," kata Mitsuharu.
"Silakan." "Bagaimana dengan..." Tapi rupanya ketenangan Hiyoshi membuat Mitsuharu terkesima. Ia terdiam,
lalu bergumam, "Percuma saja! Dia memang aneh. Mungkin saja otaknya tidak waras. Kelihatannya
dia mempermainkan kita." Sambil melirik Mitsuhide, ia tertawa geli. Tapi Mitsuhide tidak tertawa. Ia
menatap Hiyoshi dengan ekspresi cemas pada wajahnya.
Akhirnya Mitsuhide dan Mitsuharu bergantian mengajukan pertanyaan, seakan-akan sedang
berusaha menghibur anak manja.
Hiyoshi berkata, "Hamba akan menjelaskan rencana untuk malam ini pada Tuan-Tuan, tapi karena
27 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
hamba bukan anggota gerombolan itu dan tidak punya urusan dengan mereka, dapatkah
Tuan-Tuan menjamin keamanan hamba?"
"Baiklah. Mencabut nyawamu toh bukan sesuatu yang membanggakan. Jadi, memang ada
komplotan rahasia, heh?"
"Malam ini bakal ada kebakaran besar, kalau angin bertiup dari arah yang tepat."
"Di mana?" "Aku tidak tahu persis, tapi para ronin yang tinggal di losmen membahasnya secara
sembunyi-sembunyi. Nanti malam, kalau angin bertiup dari selatan atau barat, mereka akan
berkumpul di hutan dekat Jozaiji, lalu b
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
28Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan | http://cerita-silat.mywapblog.com | Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan pdf created by Saiful Bahri (Seletreng - Situbondo) pd 23-04-2016 08:23:54
erpencar dan membakar kota."
"Apa?" Mitsuharu terperangah. Mitsuhide menelan ludah, seakan tak percaya pada
pendengarannya sendiri. Hiyoshi mengabaikan reaksi mereka terhadap ucapannya, dan bersumpah bahwa ia tidak
mengetahui lebih banyak, hanya itu yang didengarnya ketika para ronin, yang kebetulan tinggal di
losmen yang sama, saling berbisik-bisik. Ia sendiri hanya ingin menjual persediaan jarumnya yang
masih tersisa, lalu secepatnya kembali ke kota asalnya, Nakamura, untuk melihat wajah ibunya.
Setelah keterkejutan mereka hilang, sejenak Mitsuhide dan Mitsuharu hanya diam termangu.
Akhirnya Mitsuhide memberikan perintah.
"Baiklah, kita akan melepaskan dia, tapi baru setelah malam tiba. Mataichi, bawa dia dan sediakan
makanan untuknya." Angin yang telah bertiup sepanjang hari bertambah kencang. Arahnya dari barat daya.


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mitsuhide, menurutmu apa yang akan mereka lakukan" Angin bertiup dari barat."
Sorot mata Mitsuharu dipenuhi kecemasan ketika ia menatap awan-awan yang melintas di langit.
Mitsuhide duduk membisu di serambi perpustakaan.
Pandangannya menerawang jauh, seakan-akan ia sedang berkonsentrasi untuk memecahkan
sebuah persoalan pelik. "Mitsuharu," ia akhirnya berkata, "apakah pamanku mengatakan sesuatu
yang aneh dalam empat atau lima hari terakhir?"
"Hmm, seingatku ayahku tidak membicarakan hal-hal istimewa."
"Kau yakin?" "Tunggu, sekarang aku ingat lagi. Sebelum berangkat ke Benteng Sagiyama tadi pagi, dia memang
menyinggung bahwa karena hubungan antara Saito Dosan dan anaknya Yoshitatsu memburuk
belakangan ini, kita mungkin akan menghadapi masalah, meskipun waktunya sulit dipastikan. Dia
berpesan agar orang-orang menyiapkan baju tempur dan kuda masing-masing, sekadar untuk
berjaga-jaga kalau terjadi sesuatu yang di luar dugaan."
"Itukah yang dikatakannya tadi pagi?" "Ya."
"Itu dia!" Mitsuhide menepuk lututnya. "Ayahmu secara tak langsung memperingatkanmu bahwa
akan ada pertempuran nanti malam. Rencana militer seperti ini memang biasa dirahasiakan,
biarpun terhadap kerabat terdekat. Rupanya dia akan ikut ambil bagian."
"Nanti malam bakal ada pertempuran?"
"Orang-orang yang akan berkumpul di Jozaiji nanti malam pasti pesuruh-pesuruh yang dibawa dari
luar oleh Saito Dosan, kemungkinan besar dari Hachisuka."
1 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Berarti Saito Dosan telah membulatkan tekad untuk mengusir Yoshitatsu dari bentengnya."
"Begitulah menurutku." Mitsuhide, yakin dugaannya tidak meleset, mengangguk penuh semangat,
tapi kemudian menggigit-gigit bibir dengan muram. "Kukira rencana Saito Dosan takkan berhasil.
Yoshitatsu sudah mempersiapkan diri dengan baik. Selain itu, sama sekali tak pantas bagi ayah dan
anak untuk saling mengangkat senjata dan menumpahkan darah. Para dewa akan menghukum
mereka! Tak peduli siapa yang menang dan siapa yang kalah, darah sesama saudara akan
mengalir sia-sia. Dan semuanya itu takkan memperluas daerah kekuasaan marga Saito.
Justru sebaliknya, provinsi-provinsi tetangga akan menunggu kesempatan untuk campur tangan,
dan provinsi kita akan berada di ambang keruntuhan." Ia melepaskan desahan panjang.
Mitsuharu membisu seribu bahasa, menatap awan-awan gelap di langit sambil termenung-menung.
Dalam perselisihan yang menyangkut dua junjungannya, seorang abdi tak dapat melakukan
apa-apa. Mereka tahu bahwa ayah Mitsuharu, Mitsuyasu, seorang pembantu kepercayaan Dosan,
berada di barisan terdepan gerakan untuk menjatuhkan Yoshitatsu.
"Kita harus menghentikan pertempuran tidak wajar ini dengan segala cara. Itu kewajiban kita
sebagai abdi yang setia. Mitsuharu, kau harus segera pergi ke Benteng Sagiyama untuk mencari
ayahmu. Dan kalian berdua harus berusaha membujuk Saito Dosan untuk membatalkan
rencananya." "Baik, aku mengerti."
"Aku akan tunggu sampai malam, pergi ke Jozaiji, dan entah bagaimana menggagalkan rencana
para perusuh. Aku akan menghentikan mereka, tak peduli apa yang terjadi."
Di dapur, tiga tungku saling berdampingan. Panci-panci raksasa yang masing-masing berisi beras
sebanyak beberapa kantong ditempatkan di atas ketiga tungku itu. Ketika tutup panci diangkat, air
yang mengandung kanji segera meluap dan berubah menjadi awan uap. Hiyoshi memperkirakan
tentunya ada lebih dari seratus orang di rumah tangga ini, termasuk keluarga si pemilik dan
pembantu-pembantunya beserta tanggungan masing-masing, agar nasi sebanyak itu habis dalam
satu kali makan. "Dengan nasi sebanyak ini, kenapa ibu dan kakakku tak pernah bisa makan
sampai kenyang?" Ia memikirkan ibunya; ia memikirkan nasi. Nasi membuatnya teringat pada rasa
lapar yang diderita ibunya.
"Tiupan angin kencang sekali malam ini." Laki-laki tua yang mengepalai dapur melangkah maju dan
memeriksa api di setiap tungku. Ia berpesan pada para pembantu dapur yang menanak nasi, "Angin
takkan berhenti, biarpun matahari telah tenggelam. Awasi apinya. Begitu satu panci matang, segera
mulai bikin bola nasi."
Ia sedang menuju pintu keluar ketika ia melihat Hiyoshi. Ia menatapnya dengan pandangan heran,
lalu memanggil seorang pelayan. "Siapa orang dengan muka seperti monyet itu?" ia bertanya. "Aku
belum pernah melihatnya di sini."
"Dia di bawah tanggung jawab Tuan Mitsuhide. Mataichi mengawalnya agar dia tidak lari."
Baru sekarang si laki-laki tua melihat Mataichi duduk di atas tempat penyimpanan kayu bakar.
"Bagus," ia berkata pada Mataichi, tanpa mengetahui apa yang terjadi.
2 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Dia ditangkap karena sikapnya mencurigakan?" "Bukan. Aku juga tidak tahu kenapa. Aku hanya
tahu bahwa perintahnya berasal dari Tuan Mitsuhide." Mataichi menjelaskan sesedikit mungkin.
Si lelaki tua tampaknya sudah melupakan Hiyoshi dan berkata, "Kebijakan dan kebaikan Tuan
Mitsuhide jauh melebihi usianya yang masih muda."
Orang tua itu mengagumi Mitsuhide dan mulai memuji-mujinya. "Dia jauh di atas rata-rata, bukan"
Tuan Mitsuhide tidak termasuk orang yang merendahkan pengetahuan dan menyombongkan
betapa berat tombak yang mereka gunakan, betapa lihai mereka memainkan lembing sambil
menunggang kuda, atau berapa banyak orang yang mereka habisi di medan laga.
Setiap kali aku mengintip ke perpustakaan, dia sedang belajar dengan tekun. Selain itu, dia juga
ahli pedang dan jago menyusun strategi. Dia akan menjadi orang besar, itu pasti."
Mataichi, bangga karena majikannya disanjung sedemikian tinggi, menimpali, "Persis seperti yang
kaukatakan. Aku telah menjadi pelayannya sejak dia masih kanak-kanak, dan tak ada majikan yang
lebih baik hati darinya. Dia juga anak yang berbakti pada ibunya, dan tak peduli apakah dia sedang
menuntut ilmu di sini atau mengembara ke berbagai provinsi, dia tak pernah lalai mengirim surat
padanya." "Sering terjadi bahwa jika pada usia dua puluh empat atau dua puluh lima seorang laki-laki memiliki
keberanian besar, dia juga seorang pembual, dan jika dia lemah lembut, dia seorang pesolek," kata
si kepala dapur. "Seakan-akan lahir di kandang, dia segera melupakan jasa-jasa orangtuanya dan hidup
mementingkan dirinya sendiri."
"Tapi ingat, Tuan Mitsuhide tidak hanya memiliki sisi lembut," ujar Mataichi. "Dia juga mempunyai
sisi ganas, meski tidak tampak dari luar.
Sisi ganasnya jarang muncul ke permukaan, tapi kalau dia sudah marah, tak ada yang sanggup
menahannya." "Jadi, walaupun dia tampak ramah, kalau dia sudah marah..."
"Tepat sekali. Seperti yang terjadi hari ini." "Hari ini?"
"Dalam keadaan darurat, pada waktu dia memikirkan mana yang benar dan mana yang salah, dia
memikirkannya sampai tuntas. Tapi kalau dia sudah mengambil keputusan, rasanya seperti tanggul
yang bobol, seketika dia memberi perintah pada sepupunya, Tuan Mitsuharu."
"Dia memang berbakat memimpin - seorang jendral sejak lahir."
"Tuan Mitsuharu amat setia pada Tuan Mitsuhide, karena itu dia mau menjalankan setiap
perintahnya. Hari ini dia segera menaiki kudanya dan berangkat ke Benteng Sagiyama."
"Menurutmu, apa yang sedang terjadi?" "Aku tidak tahu."
'"Tanak nasi sebanyak-banyaknya. Siapkan perbekalan untuk pasukan kita. Mungkin bakal terjadi
3 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
pertempuran di tengah malam. Itu yang dikatakan Tuan Mitsuhide sebelum dia pergi."
"Persiapan untuk keadaan darurat, heh?"
"Aku akan bersyukur kalau kita hanya sampai pada tahap persiapan, sebab kalau terjadi
pertempuran antara Sagiyama dan Inabayama, pihak mana yang harus kita bela" Pihak mana pun
yang kita pilih, kita akan melepaskan anak panah ke arah teman dan saudara sendiri."
"Hmm, mungkin tidak akan sampai sejauh itu. Sepertinya Tuan Mitsuhide telah menyiapkan
rencana untuk mencegah pertempuran."
"Dewa-dewa menjadi saksi bahwa aku mendoakan agar dia berhasil. Kalau marga-marga tetangga
menyerang kita, aku siap bertempur kapan saja."
Di luar, malam telah tiba. Langit tampak gelap gulita. Tiupan angin menerjang dapur, dan api di
dalam tungku-tungku besar menggemuruh dan bertambah terang. Hiyoshi, yang masih jongkok di
depan tungku, mencium bau nasi hangus.
"Hei! Nasinya sudah hangus! Kalian membiarkan nasinya hangus!"
"Minggir kau!" para pelayan berkata tanpa mengucapkan terima kasih.
Setelah mereka mengecilkan api di dalam tungku-tungku, salah seorang memanjat tangga dan
memindahkan nasi ke dalam ember besar. Semua orang yang sedang tidak sibuk mengerjakan
sesuatu mulai menyiapkan perbekalan. Hiyoshi membantu mereka, membentuk nasi menjadi bola.
Ia pun makan beberapa suap, tapi tampaknya tak ada yang peduli. Seakan-akan tak sadar, mereka
terus menyiapkan perbekalan sambil mengobrol.
"Sepertinya bakal ada pertempuran, ya?"
"Tidak bisakah mereka mengakhirinya tanpa berperang?"
Mereka menyiapkan perbekalan untuk para prajurit, tapi sebagian besar berharap perbekalan itu
takkan dibutuhkan. Pada Jam Anjing, Mitsuhide memanggil Mataichi yang lalu keluar, tapi segera kembali sambil
berseru, "Penjual jarum! Mana si penjual jarum"!"
Hiyoshi langsung berdiri, menjilati butir-butir nasi yang menempel di jarinya. Ia hanya keluar satu
langkah dari dapur, untuk mengetahui kekuatan angin.
"Ayo ikut. Tuan Mitsuhide menunggu. Dan cepat sedikit."
Hiyoshi mengikuti Mataichi. Ia menyadari bahwa pelayan itu mengenakan baju tempur ringan,
seakan-akan siap maju ke medan laga. Hiyoshi sama sekali tidak tahu ke mana mereka menuju.
Akhirnya mereka melewati gerbang utama dan ia mengerti. Setelah mengelilingi pekarangan
belakang, mereka sampai di depan. Di luar gerbang, seorang penunggang kuda telah menunggu.
"Mataichi." Mitsuhide mengenakan baju yang ia pakai siang tadi. Ia menggenggam tali kekang di
tangannya, dan menjepit tombak panjang di bawah lengan.
4 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Ya, tuanku." "Si penjual jarum?" "Ada di sini."
"Kalian berdua berangkat lebih dulu."
Sambil berpaling pada Hiyoshi, Mataichi memberi perintah, "Ayo, tukang jarum, jalan."
Kedua orang itu bergegas menembus kegelapan malam. Mitsuhide mengikuti mereka di atas
kudanya. Mereka tiba di sebuah persimpangan, dan Mitsuhide menyuruh mereka membelok ke
kanan, lalu ke kiri. Akhirnya Hiyoshi menyadari bahwa mereka mencapai gerbang Jozaiji, tempat
berkumpul orang-orang Hachisuka. Dengan gesit Mitsuhide turun dari kudanya.
"Mataichi, jaga kudaku di sini," ia berkata sambil menyerahkan tali kekang. "Mestinya Mitsuharu
datang dari Benteng Sagiyama menjelang berakhirnya Jam Anjing. Kalau dia tidak muncul pada jam
yang sudah disepakati, rencana kita dibatalkan." Kemudian, dengan ekspresi sedih pada wajahnya,
ia berkata, "Kota kita telah menjadi rumah bagi iblis-iblis yang berperang. Bagaimana mungkin
manusia biasa sanggup menebak hasilnya?"
Bagian terakhir kalimat itu hilang tertelan kemurungan yang menyelubunginya.
"Tukang jarum! Tunjukkan jalannya."
"Jalan ke mana?" Hiyoshi memperkuat diri untuk menghadapi terpaan angin.
"Ke hutan tempat bajingan-bajingan dari Hachisuka mengadakan pertemuan."
"Ehm, hamba pun tidak tahu tempatnya." "Walaupun kau baru pertama kali ke sini, kurasa mereka
cukup mengenal wajahmu." "Hah?"
"Jangan berlagak pilon!"
Percuma saja, pikir Hiyoshi. Mitsuhide tak bisa dikelabui, dan selanjutnya ia tidak mencoba ber-
bohong lagi. Hutan gelap gulita. Angin menerbangkan daun-daun yang lalu menerpa atap kuil seperti percikan
air menerpa haluan kapal. Hutan di balik kuil tampak seperti lautan yang sedang
mengamuk - pohon-pohon mengerang-erang dan rerumputan bergemuruh.
"Tukang jarum!" "Ya, Tuan."
"Rekan-rekanmu sudah datang?" "Bagaimana hamba bisa tahu?"
Mitsuhide menduduki pagoda kecil di bagian belakang kuil. "Jam Anjing sudah hampir berakhir.
Kalau kau satu-satunya orang yang belum datang, mereka tentu berjaga-jaga." Tombaknya, yang
diterjang angin dengan kekuatan penuh, berada tepat di depan kaki Hiyoshi. "Datangi mereka!"
Hiyoshi terpaksa mengakui bahwa sejak semula Mitsuhide sudah selangkah lebih maju. "Beritahu
5 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
mereka bahwa Akechi Mitsuhide ada di sini, dan dia ingin bicara dengan pemimpin orang-orang
Hachisuka." "Baik, Tuan." Hiyoshi menganggukkan kepala, namun tidak bergerak, "Apakah hamba boleh
menyampaikan pesan Tuan di hadapan mereka semua?"
"Ya." "Dan untuk itukah Tuan membawa hamba ke sini?" "Ya. Sekarang pergilah."
"Hamba akan pergi, tapi karena kita mungkin tidak berjumpa lagi, hamba perlu mengatakan
sesuatu." "Ya?" "Hamba akan menyesal kalau pergi tanpa mengatakan ini, sebab Tuan memandang hamba hanya
sebagai kaki-tangan orang-orang Hachisuka."
"Itu benar." "Tuan cerdas sekali, tapi mata Tuan terlalu tajam, dan malah menembus apa yang sedang Tuan
lihat. Jika seseorang memukul paku, dia harus berhenti pada saat yang tepat, sebab memukul paku
terlalu dalam sama buruknya dengan memukul kurang dalam. Kecerdasan Tuan seperti itu.
Memang benar bahwa hamba datang ke Inabayama bersama orang-orang Hachisuka. Tapi hati
nurani hamba tidak bersama mereka - sama sekali tidak. Hamba lahir dari keluarga petani di
Nakamura, dan hamba pernah melakukan macam-macam pekerjaan, misalnya menjual jarum
seperti ini, tapi hamba belum mencapai cita-cita hamba. Hamba tidak bermaksud menghabiskan
sisa hidup hamba dengan makan nasi dingin dari meja seorang ronin. Hamba juga tidak mau jadi
penghasut dengan imbalan yang tak ada artinya. Kalau secara kebetulan kita bertemu lagi, hamba
akan membuktikan bahwa Tuan terlalu curiga terhadap dunia. Sekarang hamba akan menemui
Hachisuka Shichinai, menyampaikan pesan Tuan, kemudian langsung pergi. Semoga berhasil!
Berhati-hatilah, dan belajarlah dengan tekun."
Mitsuhide mendengarkan sambil membisu, lalu tiba-tiba terjaga dari lamunannya. "Tukang jarum!
Tunggu!" ia berseru.
Hiyoshi sudah menghilang tertelan badai. Ia berlari memasuki hutan gelap tanpa mendengar seruan
Mitsuhide. Ia berlari sampai mencapai sebidang tanah rata yang terlindung dari angin, karena
dikelilingi pepohonan. Ia melihat sejumlah orang di sekitarnya, terpencar-pencar seperti kawanan kuda liar di padang
rumput, beberapa tidur-tiduran, beberapa duduk, beberapa berdiri.
"Siapa itu?" "Aku." "Hiyoshi?" "Ya."
"Ke mana saja kau" Kau yang terakhir. Semuanya cemas karena kau," salah seorang menggerutu.
"Maaf, aku terlambat," Hiyoshi berkata sambil mendekat. Tubuhnya gemetaran. "Di mana Tuan
Shichinai?" 6 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Dia di sebelah sana. Sana, minta maaf. Dia betul-betul marah."
Empat atau lima anggota gerombolan berdiri mengelilingi Shichinai.
"Si Monyet sudah datang?" tanya Shichinai sambil menatap berkeliling.
Hiyoshi menghampirinya dan minta maaf karena datang terlambat.
"Kenapa kau baru datang?"
"Sepanjang siang hamba ditahan oleh seorang pengikut marga Saito," Hiyoshi mengakui.
"Apa?" Shichinai dan yang lain menatapnya dengan gelisah, takut rencana mereka telah
terbongkar. "Tolol!" Tanpa peringatan, ia menggenggam kerah baju Hiyoshi, menariknya dengan
kasar, dan bertanya dengan ketus, "Di mana dan oleh siapa kau ditahan" Dan apakah kau buka
mulut?" "Hamba bicara." "Kau apa?"
"Kalau hamba tidak bicara, sekarang hamba sudah tak bernyawa. Hamba takkan datang ke sini."
"Haram jadah!" Shichinai mengguncang-guncang Hiyoshi. "Dungu! Kau buka mulut untuk
menyelamatkan nyawamu sendiri. Untuk itu, kaulah yang bakal jadi korban pertama dalam
pertumpahan darah malam ini."
Ia melepaskan Hiyoshi dan mencoba menendangnya, tapi dengan gesit Hiyoshi melompat mundur,
sehingga tendangan Shichinai hanya menerjang tempat kosong. Dua orang yang berdiri paling
dekat dengan Hiyoshi menangkap dan memuntir kedua lengannya ke belakang. Sambil berusaha
membebaskan diri, Hiyoshi berkata dalam satu tarikan napas, "Jangan gegabah. Dengarkan hamba
dulu, walaupun hamba tertangkap dan buka mulut. Mereka pengikut Saito Dosan."
Rekan-rekannya tampak lega, tapi juga agak ragu-ragu.
"Baiklah, siapa mereka?"
"Rumah itu milik Akechi Mitsuyasu. Tapi yang menahan hamba bukan dia, melainkan
keponakannya, Mitsuhide."
"Ah, si pengikut Akechi," seseorang bergumam. Hiyoshi menatap orang itu, lalu mengalihkan
pandangannya pada seluruh gerombolan. "Tuan Mitsuhide ini ingin bertemu dengan pemimpin kita.
Dia datang ke sini bersama hamba. Dia di sebelah sana. Tuan Shichinai, sudikah Tuan
menemuinya?" "Keponakan Akechi Mitsuyasu ikut ke sini denganmu?"
"Ya." "Kaubeberkan seluruh rencana kita pada Mitsuhide?"
"Kalau tidak, dia pasti bisa menebaknya. Dia jenius."
7 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Untuk apa dia ke sini?"
"Hamba tidak tahu. Dia hanya menyuruh hamba menunjukkan jalan ke sini."
"Dan kau membawanya ke sini?"
"Tak ada lagi yang bisa hamba lakukan."
Sementara Hiyoshi dan Shichinai berbicara, orang-orang di sekitar mereka menelan ludah sambil
mendengarkan percakapan itu. Akhirnya Shichinai mendecakkan lidah. la melangkah maju dan
bertanya, "Baiklah, di mana Tuan Mitsuhide itu?"
Tiba-tiba sebuah suara terdengar di belakang mereka, "Orang-orang Hachisuka, akulah yang
mendatangi kalian. Dapatkah aku bertemu dengan Tuan Shichinai?"
Terkejut, mereka berbalik ke arah sumber suara itu. Kedatangan Mitsuhide tidak diketahui, dan ia
mengamati mereka dengan tenang.
Shichinai merasa agak bingung, tapi sebagai pemimpin ia melangkah maju.


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah aku berhadapan dengan Tuan Hachisuka Shichinai?" tanya Mitsuhide.
"Betul," balas Shichinai sambil menegakkan kepala. Ia berdiri di depan orang-orangnya, tapi
memang biasa seorang ronin tidak bersikap merendah di hadapan samurai yang mengabdi pada
bangsawan atau prajurit dengan kedudukan lebih tinggi lagi.
Meskipun Mitsuhide bersenjatakan tombak, ia membungkuk dan berkata dengan sopan, "Bertemu
Tuan merupakan kehormatan bagiku. Aku sudah pernah mendengar nama Tuan, begitu juga nama
Tuan Koroku yang amat disegani. Aku Akechi Mitsuhide, pengikut Saito Dosan."
Kesopanan lawan bicaranya membuat Shichinai merasa seolah-olah lumpuh.
"Hmm, apa maumu?" ia bertanya. "Rencana malam ini."
"Ada apa dengan rencana malam ini?" tanya Shichinai sambil berlagak acuh tak acuh.
"Ini menyangkut keterangan-keterangan yang kuperoleh dari si tukang jarum, yang membuatku
begitu terkejut, sehingga aku segera datang ke sini. Kebiadaban yang akan berlangsung malam
ini - maaf, kata kebiadaban mungkin terasa kurang sopan - tapi dari segi strategi militer, rencana
Tuan sungguh kurang matang. Aku tak percaya ini gagasan Tuan Dosan. Aku berharap Tuan
segera membatalkannya."
"Tidak mungkin!" Shichinai berseru dengan angkuh. "Bukan aku yang memberi perintah untuk
melaksanakan rencana ini. Perintahnya datang dari Tuan Koroku, atas permintaan Saito Dosan."
"Aku memang sudah menduga bahwa duduk persoalannya begitu,"
Mitsuhide berkata dengan nada biasa. "Tentu saja Tuan takkan membatalkannya atas wewenang
sendiri. Sepupuku Mitsuharu telah pergi ke Sagiyama untuk berunding dengan Saito Dosan. Dia
8 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
akan menemui kita di sini. Kuminta kalian semua tetap di sini sampai dia datang."
Mitsuhide senantiasa bersikap sopan, namun sekaligus tegas dan berani.
Tapi kesopanan bisa memberikan efek yang berbeda-beda pada si lawan bicara, tergantung
kehalusan perasaannya, dan adakalanya salah satu pihak menjadi congkak.
Hah! Anak muda yang tak berarti. Dia mengenyam sedikit pendidikan, tapi dia hanya anak bawang,
mencari-cari alasan, pikir Shichinai. "Kami takkan menunggu!" ia berseru, lalu berkata tanpa tedeng
aling-aling, "Tuan Mitsuhide, jangan ikut campur dalam sesuatu yang bukan urusanmu. Kau hanya
manusia tak berguna. Bukankah kau tanggungan pamanmu?"
"Aku tak punya waktu untuk memikirkan kewajibanku. Dan ini merupakan keadaan darurat bagi
junjunganku." "Seandainya kau memang berpikiran begitu, seharusnya kau menyiapkan diri dengan baju tempur
dan perbekalan, menggenggam obor seperti kami, dan berada di barisan terdepan dalam serangan
ke Inabayama." "Tidak, aku tak bisa berbuat begitu. Ada kesulitan tertentu sebagai pengikut."
"Maksudmu?" "Bukankah Tuan Yoshitatsu ahli waris Tuan Dosan" Kalau Tuan Dosan junjungan kami, begitu pula
Tuan Yoshitatsu." "Tapi bagaimana kalau dia menjadi musuh?"
"Itu keji. Pantaskah ayah dan anak saling menarik tali busur dan memanah" Di dunia ini, bahkan
burung dan hewan liar pun tidak melakukan tindakan tercela seperti itu."
"Kau merepotkan sekali. Kenapa kau tidak pulang saja dan tidak mengganggu kami?"
"Itu tak bisa kulakukan." "Hah?"
"Aku takkan pergi sebelum Mitsuharu tiba."
Untuk pertama kali Shichinai menangkap keteguhan hati yang terkandung dalam suara anak muda
di hadapannya. Ia juga melihat kesungguhan dalam tombak di sisi Mitsuhide.
"Mitsuhide! Kau di sana?" Mitsuharu muncul, napasnya tersengal-sengal.
"Di sebelah sini. Apa yang terjadi di benteng?"
"Tidak bagus." Mitsuharu, dengan bahu bergerak naik-turun, meraih tangan sepupunya. "Saito
Dosan tidak bersedia membatalkan rencananya, tak peduli apa yang terjadi. Bukan hanya dia, tapi
juga ayahku, berkata bahwa kita, sebagai pengikut, tidak seharusnya melibatkan diri."
"Pamanku juga?"
9 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Ya, dia marah sekali. Aku bersedia mempertaruhkan nyawa dan berusaha sedapat mungkin.
Keadaannya sangat menyedihkan. Kelihatannya para prajurit sudah bersiap-siap meninggalkan
Sagiyama. Aku khawatir kota sudah mulai dibakar, jadi aku datang secepat mungkin. Mitsuhide, apa
yang harus kita lakukan?"
"Saito Dosan berkeras untuk membakar Inabayama, tak peduli apa yang terjadi?"
"Tak ada jalan keluar. Sepertinya kita hanya bisa melaksanakan kewajiban kita, dan gugur sebagai
abdinya." "Aku sama sekali tak suka! Biarpun dia tuan dan junjungan kita, tidak sepatutnya seorang laki-laki
mati untuk tujuan yang begitu hina. Itu sama saja dengan kematian seekor anjing."
"Ya, tapi apa yang bisa kita lakukan?"
"Kalau kota tidak jadi dibakar, pasukan Sagiyama takkan bergerak. Kita harus menangani sumber
kebakaran sebelum apinya mulai menyala." Ucapan Mitsuhide seakan-akan keluar dari mulut orang
lain. la kembali berpaling pada Shichinai dan orang-orangnya, dengan tombak siap siaga. Shichinai
dan anak buahnya menyebar dan membentuk lingkaran.
"Apa maksudmu?" Shichinai menghardik Mitsuhide. "Mengarahkan tombak pada kami" Tombak
jelek, lagi." "Itulah yang kulakukan." Suara Mitsuhide bernada tegas. "Tak ada yang meninggalkan tempat ini.
Kalau kalian mau merenung sejenak, kalian akan mematuhiku dan membatalkan rencana biadab
malam ini. Dan kalau kalian mau kembali ke Hachisuka, kami akan membiarkan kalian hidup, dan
aku akan memberi ganti rugi setinggi mungkin. Bagaimana?"
"Kaupikir kami bisa pergi sekarang?"
"Ini keadaan darurat. Peristiwa ini mungkin akan membawa keruntuhan bagi seluruh marga Saito.
Aku bertindak untuk mencegah kejadian yang dapat menjatuhkan baik Inabayama maupun
Sagiyama." "Bodoh!" seseorang berteriak. "Kau masih bau kencur. Kaupikir kau bisa menghalangi kami" Kalau
kau nekat mencobanya, kaulah yang pertama-tama terbunuh."
"Sejak pertama aku sudah siap menghadapi kematian." Alis Mitsuhide tampak melengkung seperti
alis iblis. "Mitsuharu!" seru Mitsuhide, tanpa mengubah kuda-kudanya. "Ini pertarungan sampai
mati. Kau bersamaku?"
"Tentu saja! Jangan pikirkan aku." Mitsuharu telah mencabut pedang panjangnya, dan berdiri
beradu punggung dengan Mitsuhide. Mitsuhide, yang tetap menyimpan secercah harapan, sekali
lagi memohon pada Shichinai.
"Kalau Tuan takut kehilangan muka pada waktu kembali ke Hachisuka, bagaimana kalau Tuan
membawaku sebagai sandera, betapapun tak bernilainya aku" Aku akan menghadap Tuan Koroku
dan membahas benar-salahnya masalah ini dengannya. Dengan demikian, urusan ini bisa
diselesaikan tanpa pertumpahan darah."
10 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Meski masuk akal dan penuh kesabaran, kata-katanya hanya dianggap rengekan belaka. Lebih dari
dua puluh orang Hachisuka membentuk barisan untuk melawan dua orang saja.
"Diam! Jangan dengarkan dia! Jam Anjing sudah hampir berlalu!"
Beberapa orang melepaskan teriakan perang, dan Mitsuhide serta Mitsuharu terperangkap di
tengah gerombolan serigala - menghadapi tombak dan pedang dari segala arah. Seruan para
prajurit dan benturan senjata bercampur baur dengan gemuruh angin, dan pemandangan segera
berubah menjadi pusaran perang yang mengerikan.
Pedang-pedang patah dan beterbangan. Tombak-tombak mengejar-ngejar percikan darah. Hiyoshi
menyadari bahaya yang mengancamnya jika ia berada di tengah-tengah pembantaian ini, karena itu
ia cepat-cepat memanjat ke atas pohon. Ia pernah melihat pedang terhunus, tapi ini pertama kalinya
ia terlibat langsung dalam sebuah pertempuran. Apakah Inabayama akan berubah menjadi lautan
api" Mungkinkah terjadi pertempuran antara Dosan dan Yoshitatsu" Ketika menyadari bahwa ia
sedang menyaksikan penentuan hidup atau mati, ia merasakan gairah yang belum pernah ia
rasakan seumur hidupnya. Hanya diperlukan dua atau tiga mayat untuk memaksa orang-orang Hachisuka melarikan diri ke
hutan. Hah! Mereka kabur! pikir Hiyoshi. Tapi, untuk berjaga-jaga terhadap kemungkinan mereka kembali,
ia secara bijaksana memilih untuk tetap berada di atas pohon. Pohon itu kemungkinan besar pohon
berangan, sebab tangan dan tengkuknya terasa ditusuk-tusuk. Buah-buah dan ranting-ranting
berangan jatuh ke tanah, karena pohon itu diguncang-guncang oleh badai. Hiyoshi menganggap
orang-orang Hachisuka sebagai gerombolan pengecut bermulut besar yang dipaksa lari kocar-kacir
oleh dua orang saja. Ia memasang telinga. "Apa itu?" Ia menjadi bingung. Hujan bara api turun bagaikan abu gunung
berapi. Ia mengintip di antara dahan-dahan. Sambil kabur, orang-orang Hachisuka ternyata masih
sempat menyulut kebakaran.
Dua atau tiga bagian hutan sudah terbakar hebat, dan beberapa bangunan di balik Kuil Jozaiji telah
terjilat api. Hiyoshi melompat turun dan mulai berlari. Kalau ia membuang-buang waktu sekejap pun, ia akan
hangus terbakar di tengah hutan. Langit dipenuhi percikan api - burung-burung api, kupu-kupu api.
Dinding-dinding putih Benteng Inabayama kini berkilau merah, dan tampak lebih dekat dibanding
pada siang hari. Api peperangan tampak berkobar-kobar.
"Perang!" Hiyoshi berseru ketika berlari menyusuri jalan-jalan. "Perang! Kiamat telah tiba! Sagiyama
dan Inabayama akan runtuh! Tapi di atas puing-puing, rumput akan tumbuh kembali. Kali ini
rumputnya akan tumbuh tegak!"
Ia bertabrakan dengan orang-orang.
Seekor kuda tanpa penunggang berlari melewatinya. Di sebuah persimpangan jalan, sejumlah
pengungsi tampak berkerumun, gemetar ketakutan. Hiyoshi, terbawa oleh gairahnya yang
meluap-luap, berlari sekuat tenaga, berteriak-teriak seperti peramal malapetaka. Ke mana"
11 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Ia tidak memiliki tujuan. Ia tak bisa kembali ke Desa Hachisuka, itu sudah pasti. Pokoknya, ia
meninggalkan apa yang paling tak disukainya tanpa penyesalan - orang-orang murung, penguasa
berhati gelap, perang saudara, dan peradaban busuk, semuanya di dalam satu provinsi.
Ia melewatkan musim dingin dalam pakaiannya yang tipis, menjual jarum di bawah langit dingin,
mengembara ke mana pun kakinya membawa.
Tahun berikutnya, Tahun Temmon kedua puluh, ketika bunga pohon persik bermekaran di
mana-mana, ia masih berseru, "Belilah jarum! Jarum dari ibu kota! Jarum jahit dari ibu kota!"
Ia mendekati perbatasan Hamamatsu sambil berjalan tanpa beban pikiran, seperti biasa.
MAJIKAN BARU MATSUSHITA KAHEI berasal dari Provinsi Enshu. Ia putra samurai desa, dan menjadi pengikut
marga Imagawa, dengan tempat tinggal di Suruga dan gaji tetap sebesar tiga ribu kan. Ia penguasa
benteng pertahanan di Zudayama dan pengurus kepala pos penghubung di Jembatan Magome. Di
masa itu Sungai Tenryu dibagi menjadi Tenryu Besar dan Tenryu Kecil.
Kediaman Matsushita berada di tepi Tenryu Besar, beberapa ratus meter sebelah timur Zudayama.
Pada hari itu Kahei sedang dalam perjalanan pulang dari Benteng Hikuma, tempat ia mengikuti
rapat dengan sesama pengikut Imagawa. Para pejabat provinsi bertemu secara berkala untuk
memperketat pengawasan terhadap rakyat dan berjaga-jaga terhadap serbuan marga-marga
tetangga: Tokugawa, Oda, dan Takeda.
Kahei membalikkan badan di atas pelana, dan memanggil salah satu dari ketiga orang yang
menyertainya, "Nohachiro!"
Laki-laki yang menyahut memelihara jenggot dan membawa tombak panjang. Taga Nohachiro
berlari menyusul kuda majikannya. Mereka sedang menyusuri jalan antara Hikumanawata dan
perahu tambang di Magome.
Pohon-pohon tumbuh di kedua sisi jalan, dan di balik pepohonan terlihat pemandangan sawah dan
ladang yang menyenangkan.
"Dia bukan petani, dan tampangnya bukan seperti peziarah," Kahei bergumam.
Nohachiro mengikuti garis pandang Kahei. Ia mengamati kuningnya bunga-bunga moster, hijaunya
gandum, dan air dangkal di persawahan, tapi ia tidak melihat siapa-siapa.
"Apakah ada sesuatu yang mencurigakan?"
"Ada laki-laki di sebelah sana, di pematang sawah itu. Sepintas mirip burung bangau. Sedang apa
dia, menurutmu?" 12 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Nohachiro melihat sekali lagi, dan ternyata memang ada orang yang membungkuk di pematang.
"Selidiki apa yang sedang dilakukannya."
Nohachiro menyusuri jalan setapak sempit. Berdasarkan peraturan yang berlaku di semua provinsi,
segala sesuatu yang tampak mencurigakan harus segera diselidiki. Para pejabat provinsi sangat
peka terhadap perbatasan mereka serta penampilan orang asing.
Nohachiro kembali dan memberikan laporannya, "Dia mengaku sebagai penjual jarum dari Owari.
Dia memakai baju luar berwarna putih yang sudah kusam. Itulah yang mengingatkan Tuan pada
burung bangau. Dia anak kecil dengan muka mirip monyet."
"Ha... ha! Bukan bangau atau gagak, tapi monyet, heh?"
"Dan banyak omong, lagi. Dia suka mengumbar kata-kata besar. Waktu hamba menanyainya, dia
berusaha memutarbalikkan semuanya. Dia bertanya siapa majikan hamba, dan waktu hamba
menyebut nama Tuan, dia berdiri tegak dan memandang ke sini dengan cara yang berani sekali."
"Kenapa dia berdiri membungkuk tadi?"
"Dia bercerita bahwa dia akan bermalam di salah satu losmen di Magome, dan bahwa dia sedang
mengumpulkan keong untuk dimakan nanti malam."
Kahei menyadari bahwa Hiyoshi telah kembali ke jalan, dan berjalan di depan mereka.
Ia bertanya pada Nohachiro, "Tak ada yang mencurigakan?"
"Hamba tidak melihat sesuatu yang aneh."
Kahei meraih tali kekang. "Kita tak bisa menyalahkan orang dari kalangan rakyat jelata kalau
mereka tak punya sopan santun." Kemudian, sambil memberi isyarat berupa anggukan kepala
kepada anak buahnya, ia berkata, "Ayo, jalan lagi." Dalam sekejap mereka telah menyusul Hiyoshi.
Pada waktu melewatinya, Kahei menoleh sambil lalu. Hiyoshi sudah lebih dulu menyingkir dari jalan
dan berlutut penuh hormat di bawah deretan pohon. Pandangan mereka beradu.
"Tunggu sebentar." Kahei mengekang kudanya, dan sambil berpaling pada anak buahnya, berkata,
"Bawa si tukang jarum ke sini." Lalu ia menambahkan dengan nada heran, "Orangnya sungguh
aneh... ya, ada sesuatu yang berbeda pada dirinya."
Nohachiro sudah terbiasa dengan tingkah majikannya, dan segera bergerak.
"Hei! Tukang jarum! Majikanku ingin bicara denganmu. Ayo, ikut aku."
Kahei menatap Hiyoshi dari atas kudanya. Ada apa pada diri pemuda pendek berpenampilan
acak-acakan dengan pakaian lusuh ini, yang membuatnya begitu terpesona" Bukan kemiripannya
dengan monyet, yang malah hampir tidak disadari oleh Kahei. Untuk kedua kali pandangannya
melekat lama pada Hiyoshi, namun ia tak sanggup menuangkan perasaannya ke dalam kata-kata.
Sesuatu yang kompleks sekaligus tak berwujud seakan-akan menariknya - kedua mata anak itu!
13 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Mata manusia biasanya dianggap sebagai cerminan jiwa. Kahei tak melihat hal lain yang bernilai
pada diri makhluk kecil dan berkerut-kerut ini, tapi sorot matanya begitu penuh tawa, sehingga
tampak segar dan mengandung... apa" Kemauan gigih, atau barangkali impian yang tak mengenal
batas" Dia punya daya tarik, pikir Kahei, dan ia memutuskan bahwa ia suka pada anak bertampang aneh
ini. Kalau saja ia mengamati dengan lebih saksama, ia akan menemukan sepasang telinga semerah
jengger ayam jantan tersembunyi di bawah debu yang menempel di kepala Hiyoshi. Kahei juga
tidak menyadari bahwa meski Hiyoshi masih muda, kemampuan besar yang akan diperlihatkannya
di kemudian hari telah terukir pada garis-garis di keningnya, yang sepintas lalu membuatnya tampak
seperti orang tua. Ketajaman pandangan Kahei tidak sebesar itu. Ia hanya merasakan kasih sayang yang aneh
terhadap Hiyoshi, bercampur semacam harapan.
Tak mampu membebaskan diri dari perasaan itu, namun tanpa berkata sepatah pun pada Hiyoshi,
ia berpaling pada Nohachiro dan berujar, "Bawa dia." Ia menggenggam tali kekang dengan erat dan
memacu kudanya. Gerbang depan yang menghadap ke sungai terbuka lebar, dan beberapa pengikutnya menunggu.
Seekor kuda telah ditambatkan, dan sedang merumput.
Rupanya ada tamu yang datang ketika Kahei sedang pergi.
"Siapa dia?" ia bertanya sambil turun dari kudanya. "Kurir dari Sumpu."
Kahei mengangguk dan melangkah masuk. Sumpu merupakan ibu kota marga Imagawa.
Kedatangan kurir bukan hal langka, tapi pikiran Kahei masih tertuju pada pertemuan di Benteng
Hikuma, sehingga ia melupakan Hiyoshi.
"Hei, kau, mau ke mana kau?" seorang penjaga menegur Hiyoshi yang hendak melewati gerbang
bersama rombongan Kahei. Tangan Hiyoshi dan buntalan terbungkus jerami yang dibawanya
berlepotan lumpur. Percikan-percikan lumpur yang mengering di wajahnya terasa gatal. Barangkali
si penjaga gerbang mengira Hiyoshi hendak memper-
mainkannya dengan sengaja menggerak-gerakkan hidung" Si penjaga gerbang mengulurkan
tangan untuk menangkap tengkuk Hiyoshi.
Sambil melangkah mundur, Hiyoshi berkata, "Aku penjual jarum."
"Pedagang keliling tak bisa melewati gerbang ini tanpa izin. Pergi sana!"
"Sebaiknya tanya majikanmu dulu." "Kenapa aku harus berbuat begitu?"
"Aku mengikutinya ke sini karena dia yang menyuruhku. Aku datang bersama samurai yang baru
saja masuk." "Tuan Kahei tak mungkin mengajak orang seperti kau ke rumahnya. Hmm, tampangmu cukup
mencurigakan." 14 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pada saat itu Nohachiro teringat pada Hiyoshi dan kembali ke gerbang.
"Biarkan dia masuk," ia memberitahu si penjaga gerbang.
"Baiklah." "Ayo ikut, Monyet."
Si penjaga gerbang dan beberapa pelayan tertawa. "Siapa dia sebenarnya" Dengan pakaiannya
yang putih dan buntalan jeraminya yang berlumpur, dia kelihatan seperti kurir monyet sang
Buddha." Suara-suara riuh itu terngiang-ngiang di telinga Hiyoshi, tapi sepanjang hidupnya yang kini telah
memasuki tahun ketujuh belas ia sudah sering mendengar ejekan orang. Apakah ejekan-ejekan itu
tidak mengganggunya"
Apakah ia sudah terbiasa" Jika mendengar komentar seperti itu, ia tersipu-sipu, sama seperti orang
lain. Namun tindak-tanduknya tidak mencerminkan perasaannya. Ia tetap tenang, seakan-akan


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penghinaan-penghinaan itu diucapkan ke telinga seekor kuda. Ia malah bisa bersikap sangat luwes
pada saat seperti itu. Hatinya bagaikan bunga yang didukung tinggi-tinggi oleh sebatang bambu,
menunggu sampai badai berlalu. Kesengsaraan tak mampu membuatnya merasa terganggu
ataupun rendah diri. "Monyet, di sebelah sana ada kandang kosong. Kau tunggu di sana, supaya tampangmu tidak
merusak pemandangan," ujar Nohachiro, yang kemudian kembali pada kesibukannya.
Menjelang malam, bau masakan tercium dari jendela dapur. Bulan menampakkan diri di atas
pohon-pohon persik. Seusai wawancara resmi dengan kurir dari Sumpu, lebih banyak lampu
dinyalakan, dan jamuan makan disiapkan untuk mengiringi keberangkatannya besok. Suara
gendang dan seruling mengalun dari rumah utama, tempat pertunjukan Noh sedang berlangsung.
Marga Imagawa dari Suruga merupakan marga terhormat dan termasyhur.
Mereka bukan hanya tertarik pada puisi, tarian, dan musik, tapi juga pada setiap kemewahan dari
ibu kota: pedang bertatah untuk para samurai dan kimono bawah bergaya untuk kaum wanita. Cita
rasa Kahei sendiri lebih sederhana. Meski demikian, kediamannya yang mewah berbeda jauh
dengan rumah para samurai di Kiyosu.
Pertunjukan Noh itu buruk sekali, Hiyoshi berkata dalam hati, ketika merebahkan diri di atas jerami
yang disebarkannya di lantai kandang. Ia menyukai musik. Ia tidak memahaminya, namun ia
menyukai mimpi indah yang ditimbulkan. Dengan musik ia dapat melupakan segala-galanya. Tapi ia
terganggu oleh perutnya yang kosong. Oh, kalau saja aku bisa meminjam panci dan api, ia
mengerang dalam hati. Sambil membawa buntalan jerami yang kotor, ia menyembulkan kepala lewat pintu dapur. "Maaf,
bolehkah aku meminjam panci dan tungku" Aku bermaksud menyiapkan makanan untukku."
Para pekerja dapur menatapnya sambil terbengong-bengong.
"Dari mana kau tiba-tiba muncul?"
15 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Aku datang bersama Tuan Kahei tadi. Aku ingin menggodok keong yang kukumpulkan di sawah."
"Keong, heh?" "Aku diberitahu bahwa keong baik untuk perut, jadi aku makan beberapa setiap hari. Soalnya
perutku mudah terganggu."
"Keong dimakan dengan tahu. Kau punya tahu?" "Ya."
"Nasi?" "Aku punya nasi, terima kasih."
"Hmm, di tempat para pelayan ada panci dan tungku menyala. Siapkan makananmu di sana saja."
Seperti yang setiap malam dilakukannya di losmenlosmen murah, Hiyoshi memasak sedikit nasi,
menggodok beberapa keong, lalu menyantap makan malamnya. Kemudian ia beranjak tidur.
Berhubung tempat para pelayan lebih nyaman daripada di kandang, ia tetap di sana sampai tengah
malam, sampai para pelayan selesai dengan tugas-tugas mereka dan hendak beristirahat.
"Bangsat! Siapa yang menyuruhmu tidur di sini?" Mereka menendangnya, mengangkatnya, dan
melemparkannya ke luar. Ia kembali ke kandang, tapi kuda si kurir yang sedang tidur nyenyak
seakan-akan berkata padanya, "Di sini pun tak ada tempat untukmu."
Suara gendang telah berhenti, dan bulan yang pucat sedang menyusut.
Hiyoshi, tidak lagi mengantuk, tak bisa diam. Bekerja atau bersenang-senang, bagi Hiyoshi tak
banyak bedanya, tapi jika ia tidak suka dengan salah satu, ia cepat sekali bosan.
Barangkali matahari akan terbit pada waktu aku menyapu, ia berkata dalam hati sambil mulai
menyapu kandang, mengumpulkan tahi kuda, daun-daun, dan jerami menjadi satu tumpukan di
tempat yang tak terlihat oleh si pemilik rumah.
"Siapa di luar?"
Hiyoshi menghentikan sapunya dan menatap berkeliling.
"Ah, si tukang jarum."
Hiyoshi akhirnya menyadari bahwa suara itu berasal dari kamar kecil di pojok rumah induk. Ia
melihat wajah Kahei di dalamnya. "Oh, rupanya tuanku."
Kahei terlalu banyak minum sake bersama si kurir yang ternyata peminum yang kuat. Kini, setelah
mabuknya berkurang, ia berkata dengan suara lelah, "Sudah hampir subuh?" Ia menghilang dari
jendela, membuka kerai-kerai penghalang hujan di serambi, dan menatap bulan yang menyusut.
"Ayam jantan belum berkokok, jadi masih agak lama sampai matahari mulai terbit."
"Tukang jarum - bukan, kami akan memanggilmu Monyet - kenapa kau menyapu pekarangan di
16 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tengah malam buta?" "Hamba tidak punya kesibukan lain." "Tak ada salahnya kalau kaucoba tidur."
"Hamba sudah tidur. Kalau hamba tidur selama waktu tertentu, entah kenapa hamba tak bisa
berbaring tenang lagi."
"Apakah ada sandal di luar?"
Hiyoshi cepat-cepat membawa sepasang sandal jerami yang masih baru, dan mengaturnya agar
mudah dikenakan oleh Kahei.
"Silakan, tuanku."
"Kau baru tiba hari ini, dan kau mengaku sudah cukup tidur. Dari mana kau tahu keadaan di sini?"
"Maafkan hamba, tuanku."
"Untuk apa?" "Hamba bukan orang yang penuh curiga. Tapi di rumah seperti ini, biarpun hamba sedang tidur,
hamba mendengar aneka macam bunyi. Hamba bisa menebak letak segala sesuatu, seberapa
besar pekarangan, bagaimana sistem pembuangan airnya, dan di mana tempat api."
"Hmm, begitu rupanya."
"Sebelum ini, hamba sudah melihat tempat penyimpanan sandal. Kebetulan terlintas di benak
hamba bahwa seseorang mungkin keluar dan mencari sandal."
"Aku minta maaf. Aku sama sekali melupakanmu." Hiyoshi tertawa, namun tidak menjawab. Meski
masih anak-anak, kelihatannya ia tidak terlalu menaruh hormat pada Kahei. Kahei lalu menanyakan
latar belakangnya, dan apakah ia berharap untuk mengabdi pada seseorang. Hiyoshi segera
membenarkannya. Ia menyimpan harapan besar untuk masa depan, dan ia telah mengembara dari
provinsi ke provinsi sejak berusia lima belas tahun.
"Kau berkelana dari provinsi ke provinsi selama dua tahun karena ingin mengabdi pada seorang
samurai?" "Ya." "Kalau begitu, kenapa kau masih berjualan jarum?" Kahei bertanya dengan tajam. "Mencari selama
dua tahun tanpa mendapatkan majikan - jangan-jangan ada yang tidak beres denganmu?"
"Hamba memiliki kelebihan dan kekurangan, seperti semua orang. Mula-mula hamba menganggap
bahwa setiap majikan dan setiap rumah samurai sama saja, tapi begitu hamba mengenal dunia,
hamba mulai merasa lain."
"Lain" Maksudmu?"
"Sambil mengembara dan mengamati golongan pendekar - jendral-jendral yang baik, jendral yang
17 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
buruk, para penguasa provinsi besar dan kecil - hamba mencapai kesimpulan bahwa tak ada yang
lebih penting daripada pandai memilih majikan. Karena itu, hamba memutuskan untuk terus
berjualan jarum, dan tanpa hamba sadari, dua tahun sudah berlalu."
Kahei menyadari kecerdikan Hiyoshi, namun sekaligus menemukan sifat pandir dalam dirinya. Dan
walaupun kata-kata Hiyoshi mengandung kebenaran, ucapannya sedikit berlebihan dan agak sukar
diterima. Tapi ada satu hal yang tak perlu diragukan. Pemuda ini bukan pemuda biasa. Saat itu juga
Kahei memutuskan untuk mempekerjakan Hiyoshi sebagai pelayan.
"Maukah kau mengabdi padaku?"
"Terima kasih, tuanku. Hamba akan berusaha," Hiyoshi menjawab tanpa semangat.
Kahei tidak puas dengan tanggapan Hiyoshi yang kurang gembira, tapi tidak terlintas di kepalanya
bahwa ia sendiri, sebagai majikan baru pemuda pengembara yang hanya berpakaian baju katun
tipis itu, mungkin memiliki kekurangan dalam hal-hal tertentu.
Seperti para samurai dari marga-marga lain, para samurai Matsushita pun menjalani latihan keras
untuk menyempurnakan keterampilan menunggang kuda yang amat dibutuhkan dalam suatu
pertempuran. Menjelang pagi mereka meninggalkan asrama dengan membawa tombak dan pedang
latihan, dan pergi ke lapangan luas di depan lumbung padi.
"Hiyaaa!" Tombak beradu dengan tombak, pedang dengan pedang.
Setiap pagi, semua orang, termasuk para samurai rendahan di dapur serta orang-orang yang
menjalani tugas jaga, mengerahkan segenap tenaga dan kembali dari lapangan dengan wajah
merah karena kelelahan. Sudah diketahui umum bahwa Hiyoshi diterima sebagai pelayan. Para
pekerja kandang memperlakukannya sebagai anak bawang dan sering mempermainkannya.
"Hei, Monyet! Setiap pagi mulai sekarang, setelah kami membawa keluar kuda-kuda untuk
merumput, kau harus membersihkan kandang. Tanam kotoran kudanya di rumpun bambu itu."
Sesudah ia selesai membersihkan kotoran kuda, salah satu samurai yang lebih tua berkata
padanya, "Isi kendi-kendi besar itu dengan air." Dan terus begitu. "Belah kayu bakar."
Sementara ia membelah kayu bakar, ia diperintahkan untuk melakukan pekerjaan lain. Singkatnya,
ia menjadi pelayan para pelayan.
Mula-mula ia cukup populer. Orang-orang berkomentar, "Tak ada yang bisa membuatnya marah.
Itulah kelebihannya. Tak peduli apa yang kaukatakan padanya, dia tak pernah jengkel." Para
samurai muda menyukainya, seperti anak kecil menyukai mainan baru, dan kadang-kadang
memberikan hadiah padanya. Tapi tak lama kemudian orang-orang mulai mengeluh.
"Dia selalu membantah."
"Dia cari muka di depan Tuan."
"Dia menganggap orang lain bodoh semua."
Karena para samurai muda suka membesar-besarkan kesalahan kecil, ada kalanya
18 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
keluhan-keluhan mengenai Hiyoshi sampai ke telinga Kahei.
"Kita tunggu saja bagaimana perkembangan selanjutnya," Kahei berkata pada para pengikutnya,
lalu melupakan masalah itu.
Para samurai muda semakin mendongkol karena istri dan anak-anak Kahei selalu menanyakan si
Monyet. Terheran-heran, Hiyoshi menyadari bahwa memang sukar untuk hidup di antara
orang-orang yang tidak mau bekerja dengan tekun, seperti yang selalu dilakukannya.
Hidup di dunia pelayan yang penuh intrik memberikan kesempatan bagi Hiyoshi untuk mempelajari
sifat-sifat manusia. Dengan menggunakan marga Matsushita sebagai acuan, ia dapat memahami
kekuatan dan kelemahan marga-marga besar di sepanjang jalan pesisir. Dan ia gembira karena
telah menjadi pelayan. Kini ia mulai memahami keadaan sesungguhnya dari negerinya, yang sukar
ditangkap ketika ia mengembara dari satu tempat ke tempat lain. Pelayan biasa, yang bekerja untuk
makan dan menyambung hidup, takkan tahu seperti apa dunia sebenarnya. Tapi pikiran Hiyoshi
selalu terbuka lebar. Rasanya seperti menatap bidak-bidak pada papan go, lalu menebak-nebak
langkah berikut dari para pemain.
Kurir-kurir marga Imagawa terus berdatangan dari Suruga, begitu juga para pembawa berita dari
provinsi-provinsi tetangga, Mikawa dan Kai.
Hiyoshi mulai melihat pola tertentu dalam kedatangan dan kepergian mereka, dan menyimpulkan
bahwa Imagawa Yoshimoto, penguasa Suruga, sedang berupaya merebut kekuasaan tertinggi.
Perwujudan tujuan ini mungkin masih makan waktu lama, tapi ia sudah mulai menjalankan
langkah-langkah awal untuk memasuki ibu kota, Kyoto, dengan dalih melindungi sang Shogun,
namun sebenarnya untuk memerintah seluruh negeri atas namanya.
Di sebelah timur terdapat marga Hojo dari Odawara yang kuat; marga Takeda dari Kai berada di sisi
utara; dan menghalangi jalan menuju ibu kota adalah wilayah marga Tokugawa dari Mikawa.
Terkepung seperti itu, sasaran pertama Yoshimoto adalah penaklukan Mikawa. Tokugawa
Kiyoyasu, Penguasa Mikawa, tunduk kepada Yoshimoto dan masuk ke dalam jajaran pengikutnya.
Putra Kiyoyasu, Hirotada, hanya hidup sedikit lebih lama dari ayahnya, dan penerusnya, Ieyasu, kini
menjalani hari- harinya sebagai sandera di Sumpu.
Yoshimoto telah mengangkat salah seorang pengikutnya sebagai penguasa Benteng Okazaki, dan
memberinya wewenang untuk memerintah Mikawa dan mengumpulkan pajak. Para pengikut
Tokugawa dipaksa mengabdi pada marga Imagawa, dan seluruh pendapatan serta perlengkapan
militer provinsi itu, terkecuali uang untuk pengeluaran sehari-hari, beralih ke benteng Yoshimoto di
Suruga. Hiyoshi menilai masa depan Mikawa sungguh suram.
Dari pengalamannya sebagai penjual keliling, ia tahu bahwa orang-orang Mikawa keras kepala dan
tinggi hati. Mereka takkan mau tunduk untuk selama-lamanya.
Namun marga yang paling diperhatikannya tentu saja marga Oda dari Owari. Meski ia kini jauh dari
Nakamura, Owari merupakan tanah kelahirannya serta tempat tinggal ibunya. Diamati dari
kediaman Matsushita, kemiskinan Owari dan wilayahnya yang kecil tampak kurang menguntungkan
jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain, terkecuali Mikawa. Perbedaannya dengan wilayah
Imagawa yang maju dan makmur mencolok sekali. Desa asalnya, Nakamura, dihantui kemelaratan,
19 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
begitu juga rumahnya sendiri. Apa yang akan terjadi dengan Owari" Hiyoshi berharap suatu hari
kelak sesuatu yang berharga bisa tumbuh dari tanahnya yang gersang. Ia memandang hina sikap
congkak yang diperlihatkan para pembesar maupun orang-orang bawahan di wilayah Imagawa.
Mereka meniru adat kebiasaan yang berlaku di istana, sesuatu yang sejak dulu dianggap
berbahaya oleh Hiyoshi. Kurir-kurir semakin sering berdatangan. Bagi Hiyoshi, ini berarti sedang berlangsung perundingan
untuk mengikat Provinsi Suruga, Kai, dan Sagami melalui perjanjian tidak saling menyerang,
dengan marga Imagawa sebagai pusat. Tokoh penggerak utamanya tentu saja Imagawa
Yoshimoto. Sebelum membawa pasukan besar menuju ibu kota, ia terlebih dulu harus yakin
terhadap kesetiaan marga Hojo dan Takeda. Sebagai langkah pertama, Yoshimoto memutuskan
untuk mengawinkan anak perempuannya dengan anak sulung Takeda Shingen, dan
mengusahakan agar salah seorang anak perempuan Shingen menikah dengan keturunan Hojo.
Tindakan ini, bersama pakta-pakta militer dan perdagangan, mengangkat Imagawa sebagai
kekuatan yang harus diperhitungkan di pesisir timur. Kekuatan ini tecermin dalam sikap para
pengikut Imagawa. Orang seperti Matsushita Kahei berbeda dengan para pembantu dekat
Yoshimoto, tapi ia pun jauh lebih berada daripada samurai-samurai yang dikenal Hiyoshi di Kiyosu,
Nagoya, dan Okazaki. Tamunya banyak, dan bahkan para pelayan pun tampak bergembira.
"Monyet!" Nohachiro mencari Hiyoshi di pekarangan.
"Di atas sini."
Nohachiro menoleh ke atap. "Sedang apa kau di sana?"
"Memperbaiki atap."
Nohachiro terkesan. "Kenapa kau menyiksa diri pada hari panas begini?"
"Selama ini cuaca bagus terus, tapi tak lama lagi musim hujan akan tiba. Memanggil tukang atap
setelah hujan mulai turun sudah terlambat, jadi aku mencari sirap yang retak dan memperbaiki
semuanya." "Itulah yang membuatmu tidak disukai di sini. Di siang hari, semua orang lain sudah
mencari tempat teduh."
"Kalau aku bekerja di dekat orang lain, aku akan mengganggu tidur mereka. Di atas sini, aku tidak
mengganggu siapa-siapa."
"Bohong! Kau berada di atas atap untuk mempelajari keadaan."
"Aku tidak heran kalau Tuan berpikiran seperti itu. Kalau seseorang tidak memperhatikan hal-hal
kecil, dalam keadaan darurat dia tidak siap untuk mempertahankan diri."
"Jangan bicara sembarangan! Kalau Tuan Kahei mendengar ocehanmu, dia pasti marah sekali. Ayo
turun!" "Baik. Apakah ada tugas lain untukku?" "Malam ini bakal ada tamu."
"Lagi?" "Apa maksudmu, 'lagi'?" "Siapa yang akan datang?"
20 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Seorang pendekar yang telah mengembara ke setiap pelosok negeri."
"Berapa orang yang ikut dalam rombongannya?" Hiyoshi turun dari atap. Nohachiro mengeluarkan
selembar perkamen. "Kita akan menjamu keponakan Yang mulia Kamiizumi dari Ogo, Hitta
Shohaku. Dia disertai dua belas pengikutnya. Selain itu masih ada penunggang kuda lain dan tiga
kuda beban dengan penuntun masing-masing."
"Rombongannya cukup besar."
"Orang-orang itu telah mencurahkan hidup mereka untuk mendalami ilmu bela diri. Pasti banyak
barang bawaan dan kuda, jadi kosongkan tempat para pekerja gudang, supaya kita bisa
menempatkan mereka di sana untuk sementara waktu. Tempat itu harus bersih menjelang malam,
sebelum mereka ke sana."
"Baik, Tuan. Berapa lama mereka akan tinggal?"
"Kira-kira enam bulan," ujar Nohachiro. Kelihatan lelah, ia menyeka keringat yang menempel di
wajahnya. Menjelang malam, Shohaku dan rombongannya berhenti di depan gerbang dan menepiskan debu
yang melekat pada pakaian masing-masing. Pengikut-pengikut senior dan junior keluar dan
mengadakan upacara penyambutan secara panjang-lebar. Pihak tuan rumah menyampaikan
ucapan selamat datang yang berbunga-bunga. Balasan dari Shohaku pun, seorang laki-laki berusia
sekitar tiga puluh tahun, tak kalah indahnya. Seusai upacara penyambutan, beberapa pelayan
mengambil alih kuda-kuda beban serta barang-
barang bawaan, dan para tamu, dipimpin oleh Shohaku, memasuki pekarangan.
Hiyoshi menyaksikan seluruh pertunjukan tadi. Penyambutan resmi itu membuatnya sadar betapa
martabat golongan prajurit telah meningkat, seiring dengan semakin gentingnya masalah-masalah
militer. Belakangan ini, istilah "ilmu bela diri" melekat di bibir semua orang, berikut
ungkapan-ungkapan baru seperti "jurus pedang" dan "jurus tombak". Pendekar-pendekar seperti
Kamiizumi dari Ogo dan Tsukahara dari Hitachi telah dikenal luas. Pengembaraan beberapa orang
dari golongan ini jauh lebih keras dibandingkan perjalanan ziarah para pendeta Buddha. Tapi orang
seperti Tsukahara selalu disertai oleh enam puluh sampai tujuh puluh pengikut. Para pengikut
membawa burung elang, dan perjalanan mereka ditempuh dalam kemewahan.
Jumlah anggota rombongan Shohaku tidak mengejutkan Hiyoshi. Tapi karena mereka akan tinggal
selama enam bulan, ia memiliki alasan kuat untuk menduga bahwa ia akan disuruh-suruh sampai
kepalanya pening. Baru empat atau lima hari, ia sudah diperlakukan sama seperti pelayan-pelayan mereka.
"Hei, Monyet! Pakaian dalamku kotor. Cepat cuci!" "Monyet! Belikan obat salep untukku."
Malam-malam musim kemarau lebih pendek, dan tugas-tugas tambahan itu mengurangi waktu
tidurnya, sehingga pada suatu siang Hiyoshi tertidur lelap di bawah bayang-bayang sebatang
pohon. Hanya iring-iringan semut yang tampak bergerak di tanah yang terbakar.
21 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Dua samurai muda, yang tidak menyukainya, berjalan melewati Hiyoshi sambil membawa tombak
latihan.

Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Wah, lihat itu. Si Monyet." "Tidurnya nyenyak sekali, ya?"
"Dasar pemalas tak berguna. Bagaimana dia bisa menjadi anak kesayangan Tuan dan Nyonya"
Mereka takkan senang kalau melihatnya dalam keadaan sekarang."
"Bangunkan saja. Dia harus diberi pelajaran." "Apa rencanamu?"
"Bukankah cuma si Monyet yang belum pernah mengikuti latihan bela diri?"
"Mungkin dia sadar bahwa dia tidak disukai. Dia takut kena pukul."
"Itu tidak benar. Setiap pelayan di rumah samurai wajib berlatih ilmu bela diri dengan tekun. Itulah
yang dikatakan dalam peraturan rumah tangga."
"Jangan katakan padaku. Katakan pada si Monyet." "Sebaiknya kita bangunkan dia dan kita bawa
ke lapangan latihan."
"Ya, idemu menarik sekali."
Salah seorang dari mereka mendorong bahu Hiyoshi dengan ujung tombak. "Hei, bangun!"
Kedua mata Hiyoshi tetap terpejam.
"Bangun!" Orang itu mengangkat kaki Hiyoshi dengan tombaknya.
Hiyoshi merosot dan langsung terjaga. "Ada apa?"
"Ada apa dengan kau, mendengkur di pekarangan di siang hari bolong?"
"Aku, tidur?" "Kau tidur, bukan?"
"Mungkin aku terlelap tanpa sengaja. Tapi sekarang aku sudah bangun."
"Kurang ajar! Kudengar kau belum pernah muncul di tempat latihan bela diri."
"Itu karena aku tidak berbakat."
"Kalau kau tidak pernah ikut latihan, bagaimana kau bisa tahu" Walaupun kau pelayan, peraturan
rumah tangga mengharuskanmu berlatih ilmu bela diri. Mulai hari ini, kami akan memastikan kau
ikut." "Tidak, terima kasih."
"Kau menolak menaati peraturan rumah tangga?" "Tidak, tapi..."
22 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Ayo jalan!" Tanpa memberinya kesempatan membantah lebih lanjut, mereka menyeret Hiyoshi ke
lapangan di depan gudang. Mereka akan memberinya pelajaran karena melanggar peraturan rumah
tangga. Di bawah terik matahari, pata pendekar yang sedang berkunjung serta para pengikut Matsushita
berlatih dengan tekun. Para samurai muda yang mengiringi Hiyoshi memaksanya maju dengan memukul-mukul
punggungnya. "Ambil tombak atau pedang kayu dan mulai latihan!"
Hiyoshi terhuyung-huyung, nyaris tak sanggup berdiri, tapi ia tidak meraih senjata.
"Tunggu apa lagi?" Salah seorang memukul dada Hiyoshi dengan gagang tombaknya. "Kau harus
ikut latihan, jadi ambil senjata!"
Sekali lagi Hiyoshi terhuyung-huyung, namun ia tetap tidak mau ber-tarung. Ia hanya menggigit-gigit
bibir. Dua anak buah Shohaku - Jingo Gorokuro dan Sakaki Ichinojo - sedang berlatih dengan tombak
sungguhan untuk memberi contoh pada orang-orang Matsushita. Gorokuro, yang mengenakan ikat
kepala, menombak kantong-kantong beras seberat dua ratus pon dan melemparkannya ke udara
sambil memperlihatkan kekuatan yang luar biasa.
"Dengan keterampilan seperti itu, pasti mudah untuk membantai musuh di medan tempur.
Tenaganya mengagumkan!" salah seorang penonton berkomentar.
Gorokuro meralat ucapan itu. "Kalian salah besar kalau menganggap ini sebagai pameran
kekuatan. Kalau kalian menerapkan jurus ini dengan menggunakan tenaga, gagang tombak akan
patah dan lengan kalian cepat lelah." Ia meletakkan tombaknya, lalu menjelaskan, "Prinsip-prinsip
pedang dan tombak sama saja. Rahasia semua ilmu bela diri terletak pada ch'i, tenaga dalam dari
tan t'ien, daerah yang berada dua inci di bawah pusar. Inilah tenaga tanpa tenaga. Seseorang harus
memiliki kekuatan batin untuk mengatasi kebutuhan akan tenaga dan mengatur aliran ch'i."
Kuliahnya diberikan dengan penuh semangat dan panjang-lebar.
Merasa sangat terkesan, para peserta latihan mendengarkan dengan penuh perhatian, sampai
mereka terganggu oleh kebisingan di belakang mereka. "Monyet kurang ajar!" Si samurai muda
mengayunkan gagang tombak dan memukul pinggang Hiyoshi.
"Aduh!" teriak Hiyoshi dengan suara sedih. Pukulan itu cukup menyakitkan. Ia meringis dan
membungkuk sambil menggosok-gosok pinggang.
Orang-orang segera mengerumuni Hiyoshi.
"Dasar pemalas tak berguna!" seru samurai muda yang memukul Hiyoshi.
"Dia mengaku tak berbakat dan tidak mau ikut latihan."
Hiyoshi mendengar suara-suara menggerutu dari kiri-kanan. Ia dituduh tak tahu terima kasih dan
23 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
besar mulut. "Hmm, hmm," Shohaku bergumam, sambil maju untuk menenangkan orang-orang. "Melihat
penampilannya, dia masih bayi yang belum mengerti sopan santun. Melanggar peraturan pada
waktu mengabdi di rumah samurai dan tidak memiliki keinginan untuk berlatih ilmu bela diri
merupakan kesalahan anak ini. Aku yang akan menanyainya. Yang lain harap tenang.
"Anak muda," ia berkata pada Hiyoshi.
"Ya." Sambil menjawab, Hiyoshi menatap mata Shohaku. Namun nada suaranya telah berubah,
sebab sorot mata samurai itu mengungkapkan bahwa ia orang yang bisa diajak bicara secara
terbuka. "Kelihatannya kau tidak menyukai ilmu bela diri, padahal kau mengabdi di rumah samurai. Betulkah
itu?" "Tidak." Hiyoshi menggelengkan kepala.
"Kalau begitu, kenapa kau menolak ajakan orang-orang yang baik hati ini untuk melatihmu ilmu bela
diri?" "Ya, ehm, aku punya alasan. Kalau aku mendalami jalan pedang atau tombak hingga menjadi ahli,
seluruh hidupku mungkin akan habis untuk itu."
"Ya, memang diperlukan semangat seperti itu."
"Aku bukannya tidak menyukai pedang maupun tombak, tapi mengingat aku hanya hidup satu kali,
rasanya sudah cukup kalau aku memahami semangatnya saja. Masalahnya, masih banyak hal lain
yang ingin kuperdalam dan kulakukan."
"Apa yang hendak kauperdalam?" "Belajar."
"Mengenai apa kau hendak belajar?" "Mengenai seluruh dunia."
"Apa saja yang ingin kaulakukan?"
Hiyoshi tersenyum. "Aku takkan mengatakannya."
"Kenapa tidak?"
"Aku ingin melakukan berbagai hal, tapi sebelum aku bertindak, maka membicarakannya akan
berkesan menyombongkan diri. Dan kalau kuceritakan sekarang, kalian semua pasti akan tertawa."
Shohaku menatap tajam ke arah Hiyoshi. Dalam hati ia mengakui bahwa anak itu memang lain dari
yang lain. "Rasanya aku mengerti sebagian ucapanmu, tapi kau keliru kalau menganggap ilmu bela
diri sekadar sebagai rangkaian jurus."
"Kalau begitu, apa sebenarnya ilmu bela diri?" "Menurut satu aliran pemikiran, jika seseorang
menguasai satu keterampilan, berarti dia telah menguasai seluruh ilmu. Ilmu bela diri bukan
jurus-jurus belaka - ilmu bela diri menyangkut kematangan jiwa. Jika seseorang mengolah jiwanya
24 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dengan sungguh-sungguh, orang itu mampu menguasai segala sesuatu, termasuk seni belajar dan
pemerintahan. Dia memandang dunia apa adanya, dan sanggup menilai orang."
"Tapi aku yakin orang-orang di sini menganggap menghajar dan menusuk lawan sebagai bagian
yang paling penting. Keterampilan itu memang berguna untuk prajurit biasa, tapi apakah perlu bagi
seorang jendral yang..."
"Jaga mulutmu!" salah seorang samurai membentak, lalu meninju pipi Hiyoshi.
"Aduh!" Hiyoshi memegang mulutnya dengan kedua tangan, seakan-akan rahangnya patah.
"Komentar-komentarnya yang menghina tak bisa didiamkan. Ini mulai jadi kebiasaan. Tuan
Shohaku, harap mundur. Biar kami yang menyelesaikannya."
Bukan orang itu saja yang merasa kesal. Hampir semua orang yang mendengar ucapan Hiyoshi
merasa perlu mengatakan sesuatu.
"Dia menghina kita!"
"Itu sama saja dengan menginjak-injak peraturan rumah tangga."
"Perbuatan keledai ini tak bisa dimaafkan!"
"Habisi saja! Tuan Kahei takkan menyalahkan kita." Terbawa kemarahan, mereka mungkin saja
mewujudkan ancaman itu, menyeretnya ke semak-semak, lalu memenggal kepalanya. Sukar bagi
Shohaku untuk menghentikan mereka. Ia harus mengerahkan segenap kekuatannya untuk
menenang- kan mereka dan menyelamatkan nyawa Hiyoshi.
Malam itu Nohachiro datang ke tempat para pelayan dan memanggil-manggil Hiyoshi dengan suara
tertahan. Anak itu sedang duduk di salah satu pojok sambil pasang tampang seolah-olah menderita
sakit gigi. "Ya. Ada apa?" Wajahnya tampak membengkak. "Masih sakit?"
"Tidak, sudah lumayan," ia berbohong. Ia menempelkan selembar lap basah ke mukanya.
"Tuan memanggilmu. Pergi lewat pekarangan belakang, supaya tak ada yang melihatmu."
"Hah" Tuan Kahei" Hmm, rupanya dia sudah mendengar apa yang terjadi tadi."
"Tentu saja kata-katamu yang tidak pada tempatnya sudah sampai ke telinganya. Dan tadi Tuan
Hitta mengunjunginya, jadi bisa dipastikan dia sudah mengetahui peristiwa tadi siang. Ada
kemungkinan dia sendiri yang melaksanakan eksekusinya."
"Kaupikir begitu?"
"Sudah menjadi peraturan marga Matsushita bahwa para pelayan tidak boleh lalai berlatih ilmu bela
diri, baik siang maupun malam. Kalau Tuan sampai terpaksa mengambil tindakan khusus untuk
25 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
menegakkan wibawa peraturan rumah tangga, kepalamu boleh dianggap sudah terpenggal."
"Hmm, kalau begitu aku melarikan diri saja dari sini. Aku tidak mau mati karena urusan seperti ini."
"Jangan ngawur!" ia menangkap pergelangan tangan Hiyoshi. "Kalau kau lari, aku terpaksa
melakukan seppuku. Aku diperintahkan untuk membawamu ke sana."
"Melarikan diri pun aku tidak boleh?" tanya Hiyoshi.
"Mulutmu memang keterlaluan. Mestinya kau berpikir dulu sebelum membukanya. Waktu
mendengar apa yang kaukatakan hari ini, aku pun terpaksa mengakui bahwa kau tidak lebih dari
seekor monyet sombong."
Nohachiro memaksa Hiyoshi berjalan di depannya, dan ia menggenggam gagang pedangnya
dengan erat. Kawanan agas beterbangan. Cahaya dari dalam menerangi serambi ruang baca yang
baru saja disiram air. "Hamba membawa si Monyet." Nohachiro berlutut sambil berbicara.
Kahei muncul di serambi. "Mana dia?"
Mendengar suara itu di atas kepalanya, Hiyoshi membungkuk begitu rendah, sehingga keningnya
menyentuh parit di pekarangan.
"Monyet." "Ya, tuanku."
"Sepertinya orang-orang di Owari berhasil membuat baju tempur jenis baru. Mereka menyebutnya
domaru. Pergilah ke sana dan beli satu set. Owari daerah asalmu, jadi kurasa kau takkan
mengalami kesulitan dalam perjalanan."
"Tuanku?" "Berangkatlah malam ini juga." "Ke mana?"
"Ke tempat kau bisa membeli baju tempur domaru." Kahei mengambil sejumlah uang dari sebuah
kotak, membungkusnya, dan melemparkannya ke hadapan Hiyoshi. Secara bergantian Hiyoshi
menatap Kahei dan uang itu. Matanya berkaca-kaca, dan air matanya mulai membasahi pipi, lalu
menetes ke punggung tangannya.
"Lebih baik kau segera berangkat, tapi kau tidak perlu terburu-buru membawa baju tempur itu ke
sini. Biarpun makan waktu bertahun-tahun, carikan yang terbaik untukku." Kemudian Kahei
berpesan pada Nohachiro, "Biarkan dia keluar lewat gerbang belakang, sebelum malam berakhir."
Betapa nasib tak dapat diramalkan! Hiyoshi merinding. Mula-mula ia menduga ajalnya telah tiba
karena ia melanggar peraturan rumah tangga, dan sekarang... Ia merinding karena reaksinya
terhadap kebaikan Kahei - karena rasa terima kasih - dan ia merasakannya sampai ke tulang
sumsum. "Beribu-ribu terima kasih." Kahei memang tidak membeberkan maksud sebenarnya, tapi Hiyoshi
sudah mengerti. 26 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Ketanggapannya mengejutkan orang-orang di sekelilingnya, pikir Kahei.
Tidak mengherankan kalau sifatnya ini menimbulkan iri dan dengki. Ia tersenyum getir, lalu
bertanya, "Kenapa kau berterima kasih?"
"Karena tuanku membiarkan hamba pergi." "Itu betul. Tapi, Monyet..."
"Ya, tuanku?" "Kalau kau tidak pandai-pandai menyembunyikan kecerdasanmu, kau takkan berhasil."
"Hamba tahu itu."
"Kalau kau tahu, kenapa ucapanmu begitu menantang tadi, sehingga semua orang marah?"
"Hamba kurang pengalaman.... Hamba memukul kepala sendiri segera setelah kata-kata itu
meluncur dari bibir hamba."
"Aku takkan mengatakan apa-apa lagi. Karena kecerdasanmu berharga, aku akan menolongmu.
Sekarang sudah waktunya memberitahumu bahwa mereka yang iri dan dengki padamu sering
menuduhmu pencuri. Kalau ada peniti hilang, atau jika sebuah kotak obat tidak berada di
tempatnya, mereka segera menudingmu dan berkata, 'Si Monyet yang mengambilnya.' Omongan
mereka yang penuh dengki tak pernah ada habisnya. Kau mudah memancing kebencian orang lain.
Sebaiknya kaupahami itu."
"Ya, tuanku." "Tak ada alasan bagiku untuk menolongmu hari ini. Para pengikutku mempunyai alasan kuat.
Berhubung kejadian ini dilaporkan secara pribadi oleh Tuan Shohaku, aku bisa bersikap
seakan-akan belum tahu apa-apa, lalu menyuruhmu melaksanakan sebuah misi. Kau mengerti?"
"Hamba mengerti sepenuhnya. Kebaikan tuanku terukir di hati hamba untuk selama-lamanya."
Hidung Hiyoshi tersumbat. Berkali-kali ia membungkuk di hadapan Kahei.
Malam itu ia meninggalkan rumah Mitsushita.
Menoleh ke belakang, ia bersumpah, "Aku takkan lupa. Aku takkan lupa."
Terkesan oleh kebaikan hati orang itu, Hiyoshi bertanya-tanya bagaimana ia dapat membalas
budinya. Hanya orang yang dikelilingi kebiadaban dan ejekanlah yang dapat merasakan kebaikan
orang lain sebegitu mendalam.
Suatu hari... suatu hari nanti... Setiap kali ia terkesan atau kewalahan menghadapi sesuatu,
kata-kata itu diulang-ulangnya seperti doa seorang peziarah.
Sekali lagi ia mengembara seperti anjing tak bertuan, tanpa tujuan dan tanpa pekerjaan. Sungai
Tenryu sedang banjir, dan kalau ia berada jauh dari tempat pemukiman, ia merasa ingin menangis
karena kesepian, dan karena tak tahu bagaimana nasib yang menantinya. Baik alam semesta,
27 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
bintang-bintang, maupun air sungai tak dapat memberi petunjuk padanya.
BANGSAWAN PANDIR "PERMISI!" sebuah suara berseru untuk kedua kalinya.
Otowaka, yang kebetulan bebas tugas hari itu, sedang tidur siang di asrama resimennya. la
terbangun, mengangkat kepala, dan melihat berkeliling.
"Siapa itu?" "Ini aku!" suara itu berkata dari balik tanaman pagar. Dari atas balkon, Otowaka melihat seseorang
berdiri di luar pagar. Ia melangkah ke teras.
"Siapa itu" Kalau memang ada perlu, pergilah ke gerbang depan."
"Gerbangnya terkunci."
Otowaka berusaha melihat wajah orang itu, lalu berseru, "Astaga, kau si Monyet, anak Yaemon,
bukan?" "Ya." "Kenapa tidak kaukatakan dari tadi" Kenapa kau malah kasak-kusuk seperti hantu di luar?"
"Soalnya gerbang depan tidak terbuka, dan waktu aku mengintip dari belakang, aku melihat Tuan
sedang tidur," ia berkata penuh hormat. "Kemudian Tuan tampak agak gelisah, sehingga aku
memutuskan untuk memanggil sekali lagi."
"Kau tidak perlu malu-malu begitu. Sepertinya istriku yang mengunci gerbang waktu dia pergi
berbelanja. Biar kubukakan untukmu."
Setelah Hiyoshi membasuh kaki dan memasuki rumah, Otowaka menatapnya untuk waktu lama,
sebelum berkata, "Ke mana saja kau selama ini" Sudah dua tahun berlalu sejak kita bertemu di
jalan. Selama itu tak ada berita apa kau masih hidup atau sudah mati, dan ibumu khawatir sekali.
Apa kau sudah memberitahunya bahwa kau baik-baik saja?"
"Belum." "Kau belum pulang ke rumahmu?"
"Aku sempat pulang sebentar sebelum datang ke sini."
"Dan sampai sekarang kau belum juga menemui ibumu?"
28 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Sebenarnya, semalam aku diam-diam pergi ke rumah kami, tapi setelah melihat wajah ibuku, aku
segera berbalik dan menuju ke sini."
"Kau memang aneh. Bukankah rumah itu tempat kau dilahirkan" Kenapa kau tidak memberitahu
mereka bahwa kau sehat-sehat saja, agar mereka tidak cemas terus?"
"Aku pun sudah rindu sekali pada Ibu dan Kakak, tapi waktu aku meninggalkan rumah, aku
bersumpah bahwa aku baru akan kembali setelah berhasil menjadi orang. Dalam keadaan seperti
sekarang, aku tak bisa menghadap ayah tiriku."
Sekali lagi Otowaka menatap pemuda di hadapannya. Jubah katun Hiyoshi yang semula berwarna
putih kini tampak kotor karena debu, hujan, dan embun. Rambutnya yang tipis dan berminyak,
tulang pipinya yang terbakar matahari, melengkapi kesan kelelahan. Ia kelihatan seperti orang yang
gagal mencapai cita-citanya.
"Bagaimana kau cari makan selama ini?" "Aku menjual jarum."
"Kau tidak bekerja untuk seseorang?"
"Aku sempat mengabdi di dua atau tiga tempat. Memang bukan rumah tangga samurai kelas tinggi,
tapi..." "Seperti biasa, kau segera bosan sendiri, bukan" Berapa umurmu sekarang?"
"Tujuh belas."

Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tak ada yang bisa dilakukan jika seseorang memang bodoh, tapi jangan terus-menerus bersikap
tolol. Ada batasnya. Orang pandir memiliki kesabaran untuk diperlakukan seperti orang pandir, tapi
itu tidak berlaku untukmu dan kesalahan-kesalahanmu. Bagaimana ibumu tidak bersedih dan ayah
tirimu tidak malu" Monyet! Apa yang akan kaulakukan sekarang?"
Meski Otowaka menegur Hiyoshi karena kurang tekun, ia juga merasa kasihan pada anak ini.
Otowaka dulu berteman dekat dengan Yaemon, dan ia sadar bahwa Chikuami memperlakukan
anak-anak tirinya dengan kasar.
Ia berdoa agar Hiyoshi suatu hari nanti berhasil menjadi orang, demi almarhum ayahnya.
Pada saat itulah istri Otowaka kembali dari pasar, dan ia segera angkat bicara untuk membela
Hiyoshi. "Dia anak Onaka, bukan anakmu! Jadi, kenapa kau memarahinya" Kau hanya
buang-buang napas saja. Aku kasihan padanya." Ia mengambil buah semangka yang sejak tadi
didinginkan di dalam sumur, membelahnya, lalu menawarkannya pada Hiyoshi.
"Dia baru tujuh belas tahun, bukan" Ah, berarti dia memang belum tahu apa-apa. Umurmu sendiri
sudah lewat empat puluh tahun, tapi kau masih juga prajurit biasa. Sebaiknya kau jangan anggap
dirimu istimewa." "Diam," ujar Otowaka. Ia tampak tersinggung. "Justru karena aku tidak ingin melihat anak-anak
muda melewatkan hidup mereka seperti aku, aku merasa terpanggil untuk memberikan nasihat.
Begitu menjalani upacara akil balig, mereka sudah dianggap dewasa, meski kenyataannya mungkin
berbeda. 29 Pendekar Bloon Memburu Manusia Setan m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tapi kalau mereka sudah berusia tujuh belas tahun, mereka tidak boleh bersikap seperti anak-anak
lagi. Ini barangkali kurang sopan, tapi lihatlah junjungan kita, Tuan Nobunaga. Berapa umurnya
menurutmu?" Otowaka hendak melanjutkan ucapannya, tapi kemudian cepat-cepat mengalihkan
topik pembicaraan - mungkin karena enggan bertengkar dengan istrinya.
"Oh, ya, kemungkinan besar besok kami akan pergi berburu lagi dengan Yang Mulia. Setelah itu,
dalam perjalanan pulang, kami akan berlatih menyeberangi Sungai Shonai dengan berkuda dan
berenang. Siapkan barang-barangku - sepotong tali untuk baju tempurku, dan sandal jeramiku."
Hiyoshi, yang sejak tadi menundukkan kepala sambil mendengarkan percakapan antara suami-istri
itu, duduk tegak dan berkata, "Maafkan aku jika aku bersikap lancang."
"Kau mau mulai resmi-resmian lagi?"
"Aku tidak bermaksud begitu. Apakah Tuan Nobunaga sering pergi berburu dan berenang?"
"Sebetulnya tidak pada tempatnya aku berkata begini, tapi dia memang anak muda yang sukar
diatur." "Dia agak sembarangan, bukan?"
"Kadang-kadang memang begitu, tapi dia bisa juga bersikap sopan sekali."
"Dia memiliki reputasi buruk di seluruh negeri."
"O ya" Hmm, yang jelas dia tidak populer di antara musuh-musuhnya."
Hiyoshi tiba-tiba berdiri dan berkata, "Aku minta maaf karena telah mengganggu hari libur Tuan."
"Kau sudah mau berangkat lagi" Kenapa kau tidak menginap di sini saja, paling tidak untuk satu
malam" Apakah aku membuatmu tersinggung?"
"Tidak, sama sekali tidak."
"Aku takkan menghalangimu kalau kau tetap berkeras, tapi kenapa kau tidak pergi menemui
ibumu?" "Baiklah. Malam ini juga aku akan pergi ke Nakamura."
"Syukurlah." Otowaka mengantar Hiyoshi sampai ke pintu gerbang, tapi dalam hati ia merasa ada
yang tidak beres. Malam itu Hiyoshi tidak pulang ke rumahnya. Di mana ia bermalam" Barangkali ia tidur di tempat
keramat di pinggir jalan, atau di bawah cucuran atap sebuah kuil. Ia dibekali uang oleh Matsushita
Kahei, tapi di Nakamura, setelah mengintip melalui pagar tanaman untuk melihat apakah ibunya
baik-baik saja, ia telah melemparkan ua
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
30Pendekar Bloon Undangan Maut m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pendekar Bloon Undangan Maut | http://cerita-silat.mywapblog.com | Pendekar Bloon Undangan Maut pdf created by Saiful Bahri (Seletreng - Situbondo) pd 23-04-2016 08:24:00
ng itu ke pekarangan. Tak sepeser pun tersisa di kantongnya, namun karena malam di musim
panas tidak panjang, ia hanya perlu menunggu sebentar sampai fajar tiba.
Pagi-pagi sekali ia meninggalkan Desa Kasugai dan menuju ke arah Biwajima. Ia berjalan santai
dan makan sambil berjalan. Ia punya beberapa gumpal nasi terbungkus daun teratai yang diikat
pada sabuknya. Tapi bagaimana ia bisa makan tanpa uang"
Makanan bisa ditemui di mana-mana, sebab makanan merupakan pemberian surgawi untuk umat
manusia. Ini merupakan salah satu keyakinan Hiyoshi. Burung-burung dan binatang-binatang
memperoleh karunia dari surga, tapi manusia telah ditakdirkan untuk bekerja. Sangatlah memalukan
jika seseorang hidup untuk makan semata-mata. Jika mereka mau bekerja, dengan sendirinya
mereka akan menerima rahmat dari surga. Dengan kata lain, Hiyoshi lebih mementingkan bekerja
daripada makan. Setiap kali timbul niat bekerja dalam diri Hiyoshi, ia akan berhenti di tempat pembangunan gedung
dan menawarkan tenaganya untuk membantu para tukang kayu atau tukang batu. Jika melihat
seseorang menarik kereta berat, ia akan mendorong dari belakang. Jika melihat ambang pintu yang
kotor, ia akan bertanya apakah ia boleh meminjam sapu untuk membersihkannya.
Tanpa diminta pun ia tetap bekerja atau menciptakan pekerjaan, dan karena ia melakukannya
secara sungguh-sungguh, orang-orang selalu memberinya imbalan berupa semangkuk makanan
atau sedikit uang untuk bekal di jalan. Hiyoshi tidak malu dengan cara hidupnya, sebab ia tidak
merendahkan diri seperti binatang. Ia bekerja untuk dunia, dan ia percaya bahwa segala
kebutuhannya akan terpenuhi dengan sendirinya.
Di Kasugai pada pagi itu, ia melewati bengkel pandai besi yang buka pagi-pagi. Istri pandai besi
harus mengurus anak-anak mereka, jadi setelah Hiyoshi membantu membereskan bengkel,
membawa kedua ekor sapi ke lapangan rumput, dan bolak-balik ke sumur untuk mengisi
wadah-wadah air, ia diberi sarapan serta nasi untuk sore hari.
Sepertinya cuaca akan panas lagi, ia berkata dalam hati, sambil menatap langit pagi. Makanan
yang ia santap menyambung hidupnya satu hari lagi, tapi pikirannya tidak sejalan dengan pikiran
orang lain. Dengan cuaca seperti ini, Nobunaga tentu akan pergi ke sungai. Dan Otowaka
mengatakan bahwa ia pun akan ikut ke sana.
Di kejauhan Hiyoshi melihat Sungai Shonai. Dengan tubuh basah karena embun, ia bangkit dari
rumput dan menatap keindahan air.
Setiap tahun, mulai musim semi sampai musim gugur, Nobunaga tak pernah melewatkan
kesempatan untuk berlatih menyeberangi sungai. Tapi di mana" Mestinya aku menanyakannya
pada Otowaka kemarin. Matahari bersinar cerah. Aku tunggu di sini saja, ujar Hiyoshi dalam hati,
lalu duduk di dekat semak belukar. Tuan Nobunaga... Tuan Nobunaga, pemimpin marga Oda yang
terkenal serampangan. Seperti apa orangnya" Tak henti-hentinya nama itu bergaung di, kepala
Hiyoshi, tak peduli ia tidur atau terjaga.
Hiyoshi ingin bertemu dengannya. Niat inilah yang pada pagi itu membawanya ke tepi sungai.
Nobunaga memang pewaris Oda Nobuhide, tapi apakah ia sanggup bertahan lama dengan
wataknya yang sembrono dan kasar" Pendapat umum mengatakan bahwa ia bodoh dan cepat naik
1 Pendekar Bloon Undangan Maut m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
darah. Selama bertahun-tahun Hiyoshi mempercayai kabar burung itu, dan ia sedih karena provinsi
asalnya diperintah oleh orang yang tak pantas menjadi penguasa. Tapi setelah melihat sendiri
keadaan di provinsi-provinsi lain, ia mulai berubah pikiran. Perang tidak dimenangkan pada hari
pertempuran. Setiap provinsi memiliki ciri masing-masing, dan kenyataan tidak selalu sama dengan yang tampak.
Sebuah provinsi yang sepintas lalu kelihatan lemah mungkin saja menyimpan kekuatan
tersembunyi. Sebaliknya, provinsi-provinsi yang dianggap kuat - seperti Mino dan
Suruga - mungkin saja digerogoti kebusukan dari dalam.
Dikelilingi oleh provinsi-provinsi besar dan kuat, wilayah kekuasaan marga Oda dan Tokugawa
tampak kecil dan miskin. Namun di dalam provinsi-provinsi kecil itu terdapat kekuatan yang tidak
dimiliki oleh provinsi-provinsi yang lebih besar, kekuatan yang sangat penting bagi kelangsungan
hidup. Jika Nobunaga memang sebodoh yang dikabarkan orang, bagaimana ia bisa mempertahankan
Benteng Nagoya" Nobunaga kini berusia sembilan belas tahun. Tiga tahun telah berlalu sejak
ayahnya wafat. Selama tiga tahun, pewaris kekuasaan yang berusia muda, sembarangan, dan
berkepala kosong ini, tanpa bakat maupun kecerdasan, bukan saja sanggup mempertahankan
kedudukannya, tapi juga berhasil mengendalikan keadaan sampai ke pelosok-pelosok provinsi.
Bagaimana ia dapat melakukan ini" Beberapa orang mengatakan bahwa ini bukan berkat
Nobunaga, melainkan karena jasa pengikut-pengikutnya yang setia - Hirate Nakatsukasa, Hayashi
Sado, Aoyama Yosaemon, dan Naito Katsusuke. Kekuasaan kolektif orang-orang inilah yang
sesungguhnya merupakan penopang marga Oda, sedangkan Nobunaga tak lebih dari boneka
belaka. Selama para pembantu kepercayaan penguasa sebelumnya masih hidup, semuanya akan
berjalan dengan baik, namun jika satu atau dua dari mereka meninggal, dan tiang penopang runtuh,
kehancuran marga Oda hanya soal waktu saja. Di antara mereka yang menanti-nanti saat itu
terdapat Saito Dosan dari Mino dan Imagawa Yoshimoto dari Suruga. Tak seorang pun yang tidak
sependapat dengan pandangan ini.
"Hiyaa!" Mendengar teriakan perang, Hiyoshi menoleh ke arah sumber suara itu.
Awan debu kuning terlihat di dekat sungai. Ia berdiri dan memasang telinga. Aku tak bisa melihat
apa-apa, tapi pasti ada sesuatu di sana, ia berkata dalam hati. Mungkinkah ada pertempuran" Ia
berlari sejauh seratus meter, lalu melihat apa yang sedang terjadi. Pasukan Oda yang
ditunggu-tunggunya sejak pagi telah sampai di sungai dan sudah mulai melakukan
manuver-manuver. Latihan seperti ini sering disebut "memancing di sungai" atau "berburu dengan burung rajawali" atau
"latihan renang militer". Namun, apa pun namanya, bagi para panglima perang tujuannya hanya
satu, yaitu peningkatan kesiapsiagaan pasukan. Abaikan persiapan militer, dan hidupmu akan
segera berakhir. Tersembunyi di tengah-tengah rumput tinggi, Hiyoshi mendesah tertahan.
2 Pendekar Bloon Undangan Maut m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Di tepi seberang, sebuah perkemahan darurat terlihat di antara tanggul sungai dan dataran rumput
di atasnya. Tirai-tirai dengan lambang marga Oda tergantung di antara sejumlah pondok istirahat,
melambai-lambai tertiup angin. Prajurit-prajurit tampak berkeliaran, tapi Nobunaga tidak kelihatan.
Di sisi sungai sebelah sini ada perkemahan serupa. Hiyoshi mendengar kuda-kuda meringkik dan
mengentak-entakkan kaki, dan suara para prajurit di kedua sisi sungai cukup keras untuk
menimbulkan riak kecil di permukaan air. Seekor kuda tanpa penunggang berenang di tengah
sungai, dan akhirnya naik ke darat.
Ini yang mereka sebut latihan renang" pikir Hiyoshi sambil terheran-heran.
Pendapat umum ternyata keliru. Nobunaga dianggap berhati lemah dan bengis, namun seandainya
ada yang minta bukti, akan terungkap bahwa tak seorang pun pernah memastikan apakah
anggapan itu benar atau salah.
Semua orang melihat Nobunaga meninggalkan bentengnya pada musim semi dan musim gugur,
dan semuanya langsung menyimpulkan bahwa ia hendak memancing atau berenang. Tapi, setelah
melihatnya dengan mata sendiri, Hiyoshi menyadari bahwa tujuannya bukan untuk berenang dan
bersantai. Yang dilihatnya adalah latihan militer habis-habisan.
Mula-mula para samurai berkuda membentuk kelompok-kelompok kecil. Mereka mengenakan
pakaian yang biasa digunakan untuk berjalan-jalan.
Tapi begitu terdengar tiupan sangkakala, diiringi dentuman genderang perang, mereka segera
berganti formasi dan menyerbu ke tengah sungai. Air sungai seolah-olah mendidih. Samurai
melawan samurai, satu kelompok prajurit biasa melawan kelompok lain. Tombak-tombak bambu
berubah menjadi angin puyuh, tetapi para pembawanya hanya saling memukul, bukan saling
menusuk. Tombak-tombak yang tidak mengenai sasaran menghantam permukaan air. Tujuh atau
delapan jendral berkuda mengibarkan panji masing-masing, sambil mengacungkan tombak.
"Daisuke! Aku di sini!" seorang samurai muda berseru dari atas kudanya.
Ia tampak menonjol di antara prajurit bawahan, karena memakai baju tempur di atas jubah rami
berwarna putih. Di tangannya, sebilah pedang indah berwarna merah terang tampak berkilau-kilau.
Ia memacu kudanya ke sebelah kuda Ichikawa Daisuke, sang ahli tombak dan memanah, dan
tanpa peringatan menghantam pinggang laki-laki itu dengan tombaknya.
"Kurang ajar!" Sambil berteriak dan merebut tombak dari tangan penyerangnya, Daisuke mengubah
posisi tangan dan menyerang dada lawannya itu. Si samurai muda mengelak dengan gerakan
anggun. Wajahnya menjadi merah padam. Ia menangkap tombak Daisuke dengan satu tangan, dan
mengangkat pedangnya yang merah dengan tangan satunya. Namun, karena tak sanggup
mengimbangi tenaga Daisuke, ia terdorong ke belakang dan jatuh ke sungai.
"Itu Nobunaga!" Hiyoshi berseru tanpa sadar. Ia tak percaya ada bawahan yang berani bersikap
begitu lancang terhadap majikannya. Tapi dari kejauhan ia tak dapat memastikan apakah orang itu
memang Nobunaga. Seakan-akan lupa diri, Hiyoshi berdiri sambil berjinjit. Sementara itu,
pertempuran pura-pura di dangkalan sungai terus berlangsung. Jika benar Nobunaga yang
terdorong dari kuda tadi, para pengikutnya tentu akan bergegas untuk membantunya, tapi ternyata
tak seorang pun memperhatikannya.
Tak lama kemudian, seorang prajurit naik ke tepi seberang di sebelah hilir pertempuran. Orang
3 Pendekar Bloon Undangan Maut m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
itulah yang tadi terlempar dari kudanya, dan ia mirip sekali dengan Nobunaga. Ia menarik tubuhnya
ke darat seperti seekor tikus yang basah kuyup, lalu segera mengentakkan kaki sambil berseru,
"Tak ada yang bisa mengalahkanku!"
Daisuke melihatnya dan menunjuk, "Pemimpin pasukan timur ada di sebelah sana! Kepung dia dan
tangkap dia hidup-hidup!"
Langsung saja beberapa prajurit biasa bergegas ke arah Nobunaga. Air bercipratan ke segala arah.
Dengan menggunakan tombak bambu, Nobunaga menghantam helm salah seorang prajurit dan
berhasil menjatuhkan orang itu. Kemudian ia melemparkan tombak ke arah lawan berikutnya.
"Jangan biarkan mereka mendekat!"
Sekelompok anak buahnya datang untuk melindunginya dari serangan musuh. "Aku butuh busur!"
Dua pembantu muncul dari balik tirai pondoknya.
Mereka membawa beberapa busur pendek dan melesat ke tempat ia menunggu, beberapa nyaris
kehilangan keseimbangan. "Jangan sampai mereka berhasil menyeberangi sungai!" Sambil
memberikan perintah kepada pasukannya, ia menarik tali busur, melepaskan anak panah itu, lalu
segera mengambil panah berikut. Panah-panah itu memang panah latihan tanpa ujung runcing, tapi
beberapa prajurit "musuh" yang terkena telak di kening langsung tumbang. Nobunaga melepaskan
begitu banyak panah, sehingga sulit untuk membayangkan bahwa hanya ia seorang diri yang
menembak. Dua kali tali busurnya putus. Setiap kali Nobunaga berganti busur tanpa kehilangan
waktu, dan kembali memanah. Sementara ia berjuang mati-matian untuk mempertahankan posisi,
Hati Budha Tangan Berbisa 13 Wiro Sableng 044 Topeng Buat Wiro Sableng Pendekar Pedang Sakti 12
^