Pencarian

Kok Putusin Gue 2

Kok Putusin Gue Karya Ninit Yunita Bagian 2


halaman 126 "Hah" Elu mesen pizza atas nama dia?"
"Errr..." "Udah... Ngaku aja."
"Sembilan kotak pizza ukuran large..."
"Gila lu!" "... dua kotak buffalo wings..."
"Jahat banget!" pekik Rini.
"... lima kotak garlic bread."
"Ya ampuuun, Maya... Lu tuh ya... Isengnya udah masuk ke kategori jahat tau ga. Berapa tuh total semua delivery itu?"
"Setengah juta," jawab Maya ringan.
Harga setengah juta dibandingin apa yang udah Hari lakuin ke gue, nggak ada apa-apanya, Rin.
"Beli batagor Riri (batagor paling enak di Bandung) segitu bisa dapet berapa porsi, May?"
Maya mengangkat bahu. "Tapi itu kan gak sebanding sama harga yang harus dia bayar karena ngerjain gue, Rin. Diputusin pas lagi ngerayain setaun jadian dengan alasan gue terlalu baek buat dia... Dan dia bakalan susah ngelupain gue... Apa cukup setengah juta buat ngebayar sakit hati gue karena yang dia bilang itu cuma buat mutusin gue dan ngemulusin rencana dia nyayangin orang laen?"
Rini hanya menatap Maya dalam-dalam tanpa mengatakan sepatah kata pun.
"Hari wajar kok dapetin itu," ujar Maya menghakimi.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 127 "Kamu adalah yang terbaik dan karena itu kamu sangat pantes dapetin yang terbaik juga."
Gue adalah yang terbaik buat dijadiin "korban".
Kadang-kadang kalo udah mikir gue bisa jadi orang gila kali, setaun ini cuma buang-buang perasaan buat Hari.
Sementara Hari, dengan segala persiapannya yang matang, selingkuh sama si Nenek Sihir itu.
Wajar "kan ban mobil Hari gue kempesin"
Wajar "kan gue cuma ngecek inbox dia"
Wajar "kan gue kirimin dia pizza"
Wajar "kan Hari ngedapetin itu semua"
Ini yang gue sebut, Hari berhak dapetin balesan terbaik dari gue.
Selama dua menit hanya ada keheningan.
"Tapi mau gimana juga, sampe kapan sih elu kayak gini, May" Ngebuntutin Hari terus-terusan, buka-buka inbox-nya... Baca-baca imel dia... Ngempesin ban mobil... dan ga tau besok-besok elu mau nyewa sniper lagi. Lu nyadar ga sih bahwa semua ini ga sehat" Sampe kapan sih May?"
"Sampe gue puas, Rin," ujar Maya pelan. "Hari emang pantes diperlakukan kayak gitu!"
Rini menggeleng. "Bukannya dulu elo yang nyuruh gue ngelabrak Hari?" tanya Maya heran.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 128 "Iya... Emang gua yang nyuruh lo kayak gitu. Karena mau gimana pun Hari emang udah jahat sama elu."
"So?" "Tapi kan ga kayak gini say. Yang gua pengen cukup labrak aja supaya emosi lu lepas dan biar Hari tau kalo elu tuh ga dikerjain dia. Tapi taunya elu ga mau dan lebih milih buat killing him softly dengan setumpuk rencana gila yang ga pernah gua tau..."
"..." "...karena itu emang bukan urusan gua juga sih."
"Tapi?" "Tapi... masa sih elu mau ikut-ikutan dia jadi jahat juga?"
Maya termenung mendengar ucapan bijak Rini.
"Jangan cuma dendam kesumat yang bisa ngendaliin elu jadi kayak gini, May."
Maya kembali dalam diam. "Sadar dong..."
"Iya... Gue sadar apa yang elo bilang itu bener... Tapi please kasih gue waktu beberapa hari lagi buat ngeberesin urusan gue ya."
Rini menggelengkan kepala berulang-ulang. "Otak lu tuh udah ga jalan ya" Gua nasihatin bener-bener kok ga mau denger sih?"
Maya tidak bergeming. --------------------------------------------------------------------------------
halaman 129 "Suatu saat, karir elu dalam misi bales dendam ini harus berakhir, May."
Gara-gara Keisengan Rini "IYA... Gue sadar apa yang elo bilang itu bener... tapi please kasih gue waktu beberapa hari lagi buat ngeberesin urusan gue yah..."
Rini menggelengkan kepala. "Duh elu tuh ya, keras banget kalo gua kasih tau."
Maya menghampiri Rini, duduk di ujung tempat tidur. "Kali ini, gue bener-bener pengen ngelakuin ini, Rin. Gue pengen tau rasanya jadi "orang jahat" itu gimana..." Terlihat dari sorot matanya, Maya memang benar-benar serius dengan apa yang dia ucapkan.
"Sejauh ini, apa yang elu rasa?" tanya Rini sambil menopang dagu.
"It feels damn good.
Apalagi gue ngelakuin ini sama Hari. Satu-satunya spesies yang ada di dunia ini yang paling akhir ada di pikiran yang tega ngelakuin semua ini sama gue."
Rini diam dan tidak berkomentar. Mungkin karena ia tahu dan mengerti seberapa besar Maya menyayangi Hari. Sehingga Maya begitu kecewa ketika Hari memutuskan dia demi orang lain.
"Orang yang paling gue sayang, gitu Rin... Tega-teganya selingkuh, tega-teganya bohongin gue. Oke lah let"s say dia ada masalah sama hubungan gue dan dia... tapi fair nggak sih dia bukannya ngomongin itu sama gue dan ngasih kesempatan buat gue benerin?"
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 130 "Di titik itu gua setuju banget sama elu." Rini mengiyakan.
"Kalo emang ada masalah, mustinya dia ngomong sama gue. Jadi laki-laki harus jantan! Bukannya ngejadiin selingkuh sebagai jalan keluar," Pandangan Maya tertuju entah kemana.
"..." "Hari bilang di malem dia mutusin gue. Katanya kita berdua bukan anak kecil lagi... Udah sama-sama dewasa, udah harus mikir panjang. Nah sekarang coba deh elo pikir, Rin.
Yang kelakuannya kayak anak kecil itu siapa"
Yang nggak dewasa di sini siapa"
Yang nggak mikir panjang di sini siapa"
Gue?" "Yaaah... Hari sih," jawab Rini.
"See?" "Di sini emang gua rasa elu yang jadi korban. Hari kayak anak kecil, ngga dewasa dan ngga mikir panjang karena jelas dia punya isu sama elu tapi malah ngga diomongin dan dengan santainya keluar "arena" dan selingkuh."
Maya meraih buku The Art of War yang sedang di baca Rini.
"Kalo aja malem itu dia jujur, gue masih bisa terima. Tapi semua rencana dia selingkuh itu yang jauh lebih nyakitin dari segalanya.
Putus buat gue nggak masalah, gue bisa terima. Gue bukan maniak yang bisa banting-banting Hari ke lantai karena gak nerima dia mutusin gue. Mungkin gue emang gak jodoh sama Hari." Maya tersenyum pahit sambil membuka beberapa halaman buku.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 131 Rini balik tersenyum. "Elu tuh ya, dalam sehari bisa bikin gua sebel tapi bisa bikin gua terpesona sama jalan pikiran elu."
"Thanks ya, Rin. Elo bisa ngertiin gue. Gue ngehargain banget."
"Itu gunanya sahabat." Secara spontan Rini memeluk Maya.
Kedua sahabat itu saling berpelukan erat. Buku The Art of War yang ada dalam genggaman Maya terjatuh ke lantai. Salah satu halamannya terbuka. Tulisan itu tertangkap oleh mata Maya.
Sun Tzu said: The good fighters of old first put themselves beyond the possibility of defeat, and then waited for an opportunity of defeating the enemy.
"Biarin aja Hari sekarang mikir kalo gue bisa dikerjain. Sekarang ini gue nunggu saat yang tepat buat "ngalahin" dia."
--- --------------------------------------------------------------------------------
halaman 132 Mobil sedan hitam Maya menyusuri jalan Supratman dan berbelok mengikuti lekuk jalan yang terbilang sepi sampai akhirnya mereka sampai di tempat tujuan, warung nasi timbel yang terletak persis di depan sebuah masjid besar di Bandung.
Tempat ini seperti biasa selalu padat pengunjung, selain karena letaknya yang strategis, makanan yang tersedia di sini adalah favorit Maya dan Rini, murah meriah dan khas Sunda. Meski tempatnya tergolong biasa, jauh dari caf" yang menawarkan kenyamanan, banyak "anak gaul" yang juga makan siang di sini. Selain itu, makan sambil cuci mata gratis adalah hiburan tersendiri bagi Maya dan Rini.
Kedua sahabat itu memilih duduk di pojok tenda, tempat yang strategis untuk meng-scan kanan kiri. Dua gelas air jeruk terletak di atas bangku plastik warna biru, tidak jauh dari mereka.
"May, lu belom kepikiran buat nyari pacar baru?" tanya Rini.
"Hmm... Sekarang gue masih fokus ke projek Hari dulu lah."
"Ya, tapi ngeceng-ngeceng sih ngga apa-apa dong," goda Rini. "Soalnya itu tuh cowok yang pake kacamata itu ngeliatin elu terus." Dengan lirikan mata, Rini seolah menunjukkan orang yang tak putus memperhatikan Maya.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 133 "Ah, buat elo aja itu sih."
"Udah deh ga usah malu-malu kucing, dari tadi gua tau kalian saling lirik-lirik."
"Saling lirik apaan?" Maya sewot.
Rini beranjak. Ia menyerahkan piring makan pada seksi kebersihan warung nasi timbel. Sesaat sebelum kembali menghampiri Maya yang masih belum selesai makan, Rini mengobrol dengan laki-laki kurus berkacamata itu.
Maya hampir tersedak saat mendengar Rini berkata, "Gua udah ngasih nomor handphone plus alamat rumah elu sama Eko."
"Cowok kurus kacamata itu?"
"Yup," Rini mengangguk tanpa beban sambil menyeruput es jeruk. "Nama dia, Eko."
"Gila lo yah!" "Udah ah ga pa pa."
"Gak apa-apa jidat lo, Rin." Maya geram. "Susah ya punya sobat iseng kayak elo."
Rini hanya tertawa. Saat mereka melintasi Eko untuk pulang, terlihat Eko mengedipkan mata kirinya pada Maya dengan posisi tangan membentuk gagang telepon. "I will call you."
"Pokoknya sekali lagi elo kayak gitu, inget aja Rin, gue kempesin mobil elo," ujar Maya ketika menstarter mobil.
"Hahaha... Kedipannya maut banget say," Rini terkekeh senang.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 134 Datang Tak Diundang ---TING TONG--- Bel rumah berbunyi. Maya segera membukakan pintu.
Guess who"s coming"!
Eko. "Yah?" Maya terpaku ketika pintu terbuka.
Riniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii...
Besok-besok beneran gue kempesin mobil lo.
"Maya ya?" Eko seolah memberikan senyum terbaik yang membuat Maya silau.
"Yah?" Maya memicingkan mata, tapi bukan karena gigi Eko yang bercahaya.
"Boleh masuk?" "Nggak tuh," jawab Maya dingin.
"Hahaha... Seneng becanda ya kamu," Eko menerobos dan duduk di ruang tamu.
Dengan sebal, Maya terpaksa duduk. Bagaimana pun tamu harus dihargai. Lalu mulailah bab pertama dimana Eko, tanpa diminta, menceritakan bahwa dirinya adalah seorang sarjana kedokteran yang sedang mengambil spesialisasi Obstetri dan Ginekologi. Sudah impian dia sejak kecil untuk menjadi seorang dokter anak. Masa SMP merubah impiannya menjadi dokter kandungan setelah "mengenal" Liz Hurley yang wajahnya tersebar di berbagai majalah wanita sebagai seorang bintang iklan produk kosmetik kenamaan dari Paris.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 134 "By the way, kamu mirip Liz Hurley loh "de," ujar Eko dengan logat Jawa yang medok, mencoba membuat Maya terkesan.
"De" Please deh... Sejak kapan gue punya kakak kayak elo?""
Dan gue" Mirip Liz Hurley"
Mirip Liz Hurley kalo lo liat gue pake sedotan kali...
Dari semua pembicaraan, Maya langsung bisa mengetahui satu hal, Eko adalah orang yang narsis dan membosankan. Baru sekali berkunjung ke rumah Maya sudah diisi dengan hal-hal seperti,
"Kamu tau ndak May kalau Mas Eko ini lulusan terbaik di Fakultas Kedokteran?"
"Oh gitu..." "Kamu tau ndak May kalau Mas Eko itu IQ-nya tinggi?"
"Mmmhhh... " "Kamu tau ndak May kalau perempuan itu punya dua kromosom X sedangkan laki-laki punya satu kromosom X dan satu kromosom Y?"
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 136 "Hoaehmmmyhmmh..." Maya berusaha menampakkan wajah oh-you-are-so-boring.
"Kamu tau ndak May kalau semua sel telur itu mempunyai satu kromosom X sedangkan sel sperma laki-laki mempunyai satu kromosom X atau kromosom Y?"
"..." "Kamu tau ndak May kalau sel telur dan sel sperma bertemu maka kalau XX ia akan menjadi bayi perempuan sedangkan bila XY maka laki-laki?"
"Hmmm..." "Kamu tau ndak May kalau kembar siam tertua di dunia itu berumur 63 tahun?"
Lima menit kemudian terdapat adegan dimana Eko terguling di depan pintu rumah Maya sambil mengaduh.
| lanjut | kembali | atas | bawah | daftar isi | depan
halaman 137 12 KENCAN PERTAMA Dua Ratu Chatting Rini says: Hi you Amaya says: Sorry, I don"t know you :p
Amaya says: A/ S/ L please"
Rini says: 22/ Yes please/ My place" J
Amaya says: Huuu garing :p
Rini says: Jam segini kok masih online say"
Amaya says: Ngecek inbox dulu tau-tau malah orang ini yang ngajak gue chatting.
Rini says: Ngecek inbox siapa ya" :p
Amaya says: Heheheh... inbox gue kok.
Amaya says: Lo sendiri kok masih ngenet"
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 138 Rini says: Baru lima menit kok say, lagi balesin e-mail nih.
Amaya says: Kebeneran juga lo online, gue ada yang mo diomongin nih.
Rini says: Tentang" Amaya says: Urusan yang maha penting gara-gara kelakuan elo, tau nggak"
Rini says: Brb (Be right Back), handphone bunyi nih.
"Hi Rin," Suara Sidik terdengar begitu Rini menjawab telepon.
"Hey..." balas Rini riang.
"Lagi ngapain?"
"Ngecek imel tapi sekalian chatting sama Maya."
"Oh temen kamu yang baru putus itu ya?"
"Kok tau?"" Rini heran.
"Loh kan kamu sendiri yang cerita waktu di kereta kalo kamu punya temen yang suka dengerin MERANA FM," Sidik mencoba menyegarkan ingatan Rini.
"Oooh iya ya... Lupa!"
"Anyway... Jalan yuk besok sore, ada acara?"
"Jam berapa" "Kalo ga keberatan sih abis saya siaran."
"Yaitu jam...?"
"Enam." --------------------------------------------------------------------------------
halaman 139 "Ok... Jam enam." Kali ini Rini meninggalkan atribut playing hard to get-nya.
"Ya udah abis siaran, saya langsung jemput kamu deh. Kita jalan ke BSM ya?"
"Mmm... Kayaknya mendingan kita ketemu di sana aja deh. Soalnya kalo kamu jemput, bakalan tua di jalan."
"Iya sih, tapi masa saya ngga jemput kamu?" protes Sidik.
"Ah, ngga apa-apa kok. Ya udah, ketemuan di food court BSM aja ya... Hmmm, jam 7?"
"Ok." "Sampe ketemu ya."
---KLIK--- Rini says: I"m back... Rini says: Tadi mau ngomongin apa sih say"
Amaya says: Eh, gue ada "urusan" nih sama elo.
Rini says: "Urusan?" kok pake tanda petik segala sih"
Hii... sereeem! Amaya says: Udah deh gak usah belaga gak ngerti gitu.
Rini says: Ya udah, apaan sih"
Amaya says: Semalem Eko dateng tau nggak. L @#$%^&*!
Rini says: LOL (Laughing Out Loud)
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 140 Amaya says: Awas lo yah. Lo kalo suka sama orang gak usah dilempar segala ke gue deh. Grrr... L
Rini says: ROFL (Rolling on the Floor Laughing) Agresif juga ya tuh orang.
Amaya says: Dia calon dokter kandungan gitu. Dateng-dateng langsung ngasih gue kuliah kedokteran pula di rumah.
Rini says: Ya udah, terima dengan tabah ya
Amaya says: Besok pokoknya gue kempesin ban mobil lo, Rin.
Rini says: Aduh, jangan dong. Besok gua kan mau jalan sama Sidik.
Amaya says: Cieeeh... tambah deket nih
Rini says: Iya May, do"a in ya biar gua jadi sama dia.
Amaya says: Iya dong, gue do"a in banget
Amaya says: Tapi, dulu lo bilang... yang namanya Sidik itu nggak mirip Samuel Rizal kan, Rin"
Rini says: Iya sih. Sidik itu bukan cowok yang selama ini gua bayangin. Tapi bareng dia, gua ngerasain jantung gua dag dig dug terus... Dan gua ngerasain ada percikan.
Rini says: May, dulu waktu lu sama Hari... apa elu ngerasain hal yang sekarang gua rasain"
Amaya says: Ngerasain apa Rin"
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 141 Rini says: Ada "percikan" yang elu rasain kalo ngeliat dia. Persis kalo kita jentikin jari, kayak ada sesuatu yang aneh yang ngga bisa elu bilang tapi cuma bisa elu rasain.
Amaya says: Percikan"
Miss Juju: Ratu Belanja Bandung
"KAMU dimana?" volume suara Rini meninggi karena bersaing dengan suara anak-anak berteriak senang saat jet coaster meluncur.
"Ini, persis di belakang kamu."
Rini segera membalikkan tubuh dan mematikan handphone ketika ia melihat sosok Sidik berlari kecil menghampirinya.
"Hey..." Saat Sidik mendekat, Rini menyambut dengan senyuman.
"Ga telat kan, Rin?" Sidik seperti berusaha mengejar nafas.
"Ngga kok... " "Makan sekarang yuk" Kamu laper ga" Saya sih laper banget nih. Maklum lagi hamil lima bulan," ujar Sidik bercanda sambil mengelus perut gendutnya.
Rini tertawa. "Mmm... Ya udah kita langsung ke food court aja kalo gitu."
Mereka berdua berjalan melewati area permainan anak-anak dan menuju food court Bandung Super Mall (BSM). Terlihat beberapa eksekutif muda yang sedang menikmati makan malam mereka, juga beberapa ABG dengan pakaian yang super trendy mengisi meja. Rini dan Sidik menempati meja dengan kapasitas empat orang. Mereka menikmati makan malam sambil mengobrol dan tertawa renyah. Sidik adalah orang yang menyenangkan dan cukup gaul, terbukti beberapa kali ia disapa orang-orang yang mengenalnya.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 142 "Ngga nyangka ya, kamu terkenal juga," ujar Rini ketika Sidik selesai berhalo-halo dengan seorang yang juga satu profesi dengannya.
"Oh, itu sih temen... Penyiar di BODOR FM, rata-rata kita sesama penyiar pada kenal kok." Sidik lalu mengeluarkan sebungkus rokok.
"Gua sih belom pernah jalan sama orang yang sering banget disapa kayak kamu."
"Ya itu sih karena kebeneran aja banyak orang-orang yang saya kenal ternyata pada makan malem di sini juga," Sidik menyalakan rokok.
"Taruhan deh, kurang dari sepuluh menit pasti ada orang lain lagi yang nyapa kamu."
"Hahaha... Rini... Rini... Emangnya saya selebritis apa?"
Rini mengedarkan pandangan ke sekitar food court sambil menyeruput minuman bersoda dan membiarkan Sidik merokok. Benar saja dugaan Rini, kurang dari sepuluh menit, seseorang kembali menyapa Sidik.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 143 "Ya ampuuun Sidik... Apa kabar?" Suara centil seorang perempuan terdengar. Rini otomatis menoleh.
"Jujuuu, baek-baek aja," Suara Sidik tak kalah centil, seperti meledek perempuan itu meski terbukti ia tidak tersinggung.
"Duh, udah punya pacar nih sekarang," Juju yang bersuara centil itu mengedipkan mata, seolah memberi isyarat agar Sidik memperkenalkan Rini.
"Oh ya, Rin... Kenalin ini Miss Juju ratu belanja-nya Bandung, Juju... ini Rini, temen saya dengan status masih saya deketin dan secara teknis belom jadi pacar." Sidik memberi gestur seolah saling mengenalkan.
"Rini," Rini mengulurkan tangannya dan tersenyum ramah. Dalam hati Rini seolah berpikir, rasanya ia pernah melihat sosok perempuan bersuara centil ini, tapi entah di mana.


Kok Putusin Gue Karya Ninit Yunita di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Juju," Perempuan bersuara centil yang diperkenalkan Sidik sebagai ratu belanja-nya Bandung itu membalas uluran tangan Rini.
"Duduk dong Ju," Sidik mempersilahkan Juju mengisi kursi kosong. "Abis darimana sih belanjaannya banyak bener?"
Juju mengangguk tanda menerima tawaran Sidik. Ia duduk dan mengisi kursi kosong lainnya dengan tas belanja. Tepatnya ada 3 tas yang terbuat dari kertas berukuran besar dengan label terkenal.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 144 "Hiyah biasa lah yang namanya pere", kalo lagi stress enaknya ya belanja dong bo, ya ngga Rin?"
Rini mengangguk sopan. "Tanggal tua gini masih aja belanja."
"Duh gimana sih Sidik, ngapain dong punya credit card kalo ga buat digesek, ya ngga Rin?"
Lagi-lagi Rini hanya mengangguk. Jujur ia sendiri belum pernah bertemu dengan seseorang seperti Juju.
"Duh Juju haus nih. Rini sama Sidik mau Juju beliin minum ga?" Juju membelai tenggorokannya.
"Ngga deh, makasih Ju... Minum gua masih ada nih." Rini menolak halus sementara Sidik hanya menggeleng.
"Ya suds, Juju tinggal dulu yaaa bentar," ujarnya beranjak membeli minum.
"Kenal di mana?" tanya Rini begitu Juju menjauh.
"Juju" Pacarnya temen. Kenapa?"
"Ngga apa-apa... Nanya aja. Perasaan, gua kayak yang pernah ngeliat dia deh... Tapi lupa dimana."
"Cemburu?" "Ih apaan sih," Rini sewot.
Sidik tertawa kecil. "Udah ngaku aja, iya juga ngga apa-apa kok. Ngga usah gengsi segala."
"Cemburu" Ngga lagi." Rini memeletkan lidah.
"Eh ini kalo mau ambil aja ya bo, lumayan buat ngemil," ujar Juju begitu ia datang sambil membawa sebotol air mineral dan french fries berukuran medium.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 145 "Kok makannya dikit sih Ju?"
"Ngga ah kalo jam segini takut gendut. French fries aja cukup."
"Eh Ju, ada yang cemburu loh disini," Sidik mulai iseng. Rini melotot.
"Kalian nih pacaran ya?"
"Ngga kok Ju." "Iya ngga salah Ju," timpal Sidik. Rini menginjak kaki Sidik. "Aduuuh!"
"Aduh sorry loh ya, Juju jadi ngeganggu kalian pacaran nih," goda Juju sambil mencelupkan french friesnya pada saus tomat.
"Bener kok Ju, kita ngga pacaran."
"Ngga salah," timpal Sidik, kembali dengan kata-kata yang sama.
"Tenang aja Rin, Sidik oke kok orangnya." Juju berpromosi. "Setia lagi, kalo punya pacar pasti cuma satu... Ngga kayak Juju... hihihihi."
"Iya nih, jangan ngikutin Juju ya Rin. Punya pacar lebih dari satu."
"Ah, ngga apa-apa lagi. Yang ngga boleh itu kalo punya pacar lebih dari satu tapi ketauan."
"Kalo Emir tau bisa gawat tuh, Ju."
"Ah Sidik, ngga usah ember deh bo. Juju sih kalo sama Emir setia kok, kalo sama yang laen sih cuma iseng aja."
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 146 "Iseng gimana, Ju?" Rini akhirnya ikut bertanya.
"Sama yang laen sih ngga serius-serius amat. Tapi kalo sama Emir, pacar resmi Juju... ya Juju setia, Juju serius."
"Oh gitu..." Rini tidak berhasil menemukan hubungan antara setia pada pacar resmi tapi memiliki pacar lain juga.
"Abis susah sih Rin kalo punya pacar jauh. Emir, pacar Juju kan lagi sekolah di Jerman. Nah, trus Juju di sini mau jadi pengangguran cinta" Ya ngga dong bo." Juju beralasan. "Bisa rugi bandar."
"Ancur kan Rin?" Sidik tertawa mendengar alasan Juju.
"Kan udah Juju bilang, kalo pacar di sini sih buat Juju ngga serius. Lumayan lah buat nganterin Juju meni pedi sama beli sepatu aja mah."
Terdengar ring tone Pieces of Me-nya Ashlee Simpson di tengah percakapan mereka. Juju mengeluarkan communicator-nya.
"Bentar ya," ujar Juju sebelum menjawab telepon. "Halo Yang... Udah masuk BSM ya" Ya udah jemput di depan Metro ya"!"
"Balik nih Ju?"
"Hiyah Sidik... Rini... Pacar Juju udah jemput nih, Juju pamit duluan ya... " Juju lalu berpamitan dan mencium pipi kiri dan pipi kanan Rini. Ia meraih tiga tas belanjaannya dan bergerak menuju eskalator.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 147 "Seru banget ya temen kamu itu." Rini berkomentar. "Baru sekali ketemu, masalah pribadi udah diceritain segala."
"Ya, gitu lah Juju, orangnya ceplas-ceplos."
"Kuliah di mana sih?"
"Kalo ga salah sih dia kuliah di UTP."
"Oh." "Kenapa" Cemburu lagi?" goda Sidik sambil menyikut Rini pelan.
Rini memeletkan lidah. "Jadi kamu pacarnya Juju yang keempat nih?"
Sidik tertawa. "Kasian juga Emir kalo tau Juju-nya di sini ngelaba."
"Trus kok ngga kamu kasih tau aja ke Emir tentang Juju?"
"Ya ngga lah, Rin. Itu kan urusan internal mereka."
"Sama pacarnya Juju yang di sini, kamu kenal?"
"Ya kenal ga kenal sih. Cuma sekali dua kali ketemu pas saya lagi beli CD di Aquarius."
"Aneh ya orang..." Mata Rini menerawang.
"Aneh kenapa Rin?"
"Iya, punya pacar resmi bukannya di jaga bener-bener gitu. Gua aja susah banget mau punya pacar."
"Kalo gitu, jadi pacar saya aja, Rin... Tapi syaratnya... kamu harus bisa bikin tiramisu," goda Sidik.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 148 Rini meninju lengan Sidik perlahan. "Huuu, maunya!"
Sidik tersenyum. "Kalo Emir pacarnya Juju ini setia, gua ikut prihatin. Tapi kalo ternyata di sana dia ngelaba juga sih... berarti dia cocok sama Juju."
Sidik hanya tersenyum. "Eh mendingan kita jalan-jalan aja yuk Rin," ajak Sidik. Rini menyambut. Mereka berdua beranjak.
"Eh bentar, ada dompet jatuh nih..." Mata Rini terpaku pada sebuah dompet kulit hitam dengan Logo Prada.
"Dompetnya Juju kali."
Rini membuka dompet itu untuk memastikan siapa pemiliknya. Dalam dompet terdapat sebuah foto box, Juju dengan seseorang yang wajahnya sudah tidak asing lagi.
| lanjut | kembali | atas | bawah | daftar isi | depan
halaman 149 13 KETIKA PERBUDAKAN TERJADI
Tiramisu "LAGI ngapain?"
"Abis daftar wisuda nih, baru mau keluar kampus. Ada apa?"
"Lu pasti ga bisa nebak deh kemaren ada apa."
"Elo jadian sama Sidik!"
"Huu... Ngga secepet itu lah."
"Trus apaan dong?"
"Ada syaratnya sih... Kalo lu mau tau, lu harus bantuin gua buatin Tiramisu."
"Ah males ah..."
"Ya terserah elu sih... Yang pasti sih penting banget buat karir bales dendam elu..."
"Oh yah?" Kali ini nada suara Maya mengindikasikan antusiasme.
"... Ya gua sih ngga maksa ya say. Kalo elu males sih ya udah gua tinggal beli aja yang di depan Toko Yu."
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 150 "Wah ini sih namanya pemerasan."
"Sekali lagi ngga ada paksaan ya..." Suara Rini begitu tenang.
"Dasar!" "Jadi gua mendingan beli tiramisu di Hasanudin aja nih?"
"Yah udah... Gue langsung ke tempat elo deh sekarang." Maya langsung menutup telpon dan bergegas menuju rumah Rini.
--- "Apaan sih Rin" Jangan bikin gue penasaran gini dong," ujar Maya begitu Rini membukakan pintu rumah.
"Oh Maya... Sini dong, masuk dulu. Minum dulu kek... Liat-liat foto gua waktu karnaval di TK dulu kek... atau tidur siang dulu, mungkin?" jawab Rini dengan tampang sok tenang.
Mereka menuju kamar Rini di lantai atas.
"Rugi nih gue kalo informasi elo gak penting. Time is money... Waktu adalah uang nih."
"Percaya deh sama gua... Lu pasti bakal ngucapin terima kasih sambil nyembah-nyembah gua deh say," Rini tersenyum penuh kemenangan.
"Yah udah, apaan?"
"Eits, ga secepet ini ya say... Kan elu belom ngajarin gua bikin tiramisu. Perjanjiannya kan kalo tiramisu udah jadi, gua baru ngasih tau informasi penting yang gua dapet kemaren."
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 151 Maya menarik nafas panjang, tersenyum kesal. "Dasar tukang peres!" Maya melemparkan bantal ke arah Rini.
"Hehehehehh... Bener yang lu bilang May, ngerjain orang itu menyenangkan ya. This is FUN!"
--- Mobil Maya perlahan memasuki pelataran parkir sebuah supermarket di jalan Dago. Mereka membeli bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat tiramisu.
"Ngomong-ngomong... ada angin apa nih yang bikin elo tiba-tiba pengen bisa bikin tiramisu segala, Rin?"
"Kemaren Sidik bilang, dia mau gua jadi pacarnya... asaaaaal gua bisa bikinin dia tiramisu."
"Yah ampuuun... Elo tuh beneran yah naksir berat sama dia, sampe dibela-belain segala."
Rini tersenyum lalu meraih sebuah keranjang plastik berwarna biru. "Kita perlu beli apa aja sih, May?"
"Lo ada telor gak di rumah?"
"Ada." "Gula" Pasti ada sih ya. Kalo kopi?"
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 152 "Satu toples penuh, kemaren gua baru beli dari Pabrik kopi aroma di jalan Banceuy."
"Yah udah, kalo gitu kita cuma perlu beli mascarpone cheese, double cream, lady fingers sama esens vanilla aja."
"Segitu doang?"
"Iyah." "Ih, simpel ya" Gua pikir belanjaan kita bakal banyak nih."
"Bikin tiramisu gak susah kok," Maya meraih mascarpone cheese 250g yang dikemas dalam wadah plastik.
"Sidik tuh suka banget sama tiramisu. Katanya dia bisa ngabisin seloyang tiramisu sendiri dalam sehari loh, May."
"Duh, rakus yah, Jeng."
Rini tertawa. Setelah mendapatkan semua bahan yang dibutuhkan, mereka kembali ke rumah Rini.
--- Maya membuka plastik yang berisi barang-barang yang sudah mereka beli di atas meja yang terletak di dapur. Dapur di rumah Rini terbilang besar. Peralatan dapurnya pun lengkap. Mirip dengan dapur yang terdapat di katalog-katalog Ikea.
"Nih Rin, resep buat bikin tiramisu."
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 153 "Bentar... bentar... Gua catet dulu," Rini meraih kertas dan bolpen. "Ya, apa aja, say?"
"TIRAMISU Bahan-bahan: 250g mascarpone cheese 500ml double cream 1sdt esens vanilla 4 kuning telur 100g gula pasir. 2 pak lady fingers. Sebenernya pake rhum sih, 50 ml, tapi kalo gue gak pake, Rin."
"Mmm... oke... rhum" Oh gua juga ga pake... oke... 100g gula pasir... Terus?" Rini mencatat resep tiramisu yang Maya sebutkan tadi.
"Bikin kopi panas, kayak lo mo ngopi gitu... trus ntar celupin lady fingers ke sana tapi jangan lama-lama, dua atau tiga detik aja."
"Oke. Ada lagi?"
"Ada, sekarang lo ambil mixer dan mixer tuh double cream-nya sampe agak kental."
"Oke... siap..." Rini beranjak dan segera meraih mixer. "Lu mo pake celemek ga say?" Rini menyodorkan celemek warna merah bergambar tomat. Sementara ia sendiri sudah mengenakan celemek hijau bergambar paprika.
Maya menggeleng. Rini menuangkan double cream ke dalam mangkuk berukuran besar dan mulai menyalakan mixer.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 154 "Berapa lama nih gua harus nge-mixer si double cream ini, say?"
"Sampe agak kentel aja, Rin." Maya menyalakan kompor dan menaruh mangkuk yang berisi telur, gula dan esens vanilla di atas panci kecil yang berisi air mendidih. "Rin, liat deh... Ini nih rahasia bikin tiramisu."
Rini mematikan mixer dan mendekati Maya.
"Lo aduk kuning telor, gula sama esens vanilla di atas panci kecil yang ada air mendidih-nya. Ini supaya kuning telor nya mateng."
"Hmmm... Gitu ya, tsk... tsk... "
"Yah udah sana, kalo double cream-nya udah agak kentel, lo masukin juga mascarpone cheese trus mixer lagi."
"Okidoki." Setelah campuran double cream dan mascarpone cheese cukup kental, Maya memasukkan kuning telur-gula-esens vanilla ke dalamnya dan kembali mengaduk, sementara Rini mencelupkan lady fingers ke dalam larutan kopi dan menaruhnya pada dasar loyang keramik.
"Nah sekarang, masukin adonan ini pelan-pelan sampe semua lady fingers-nya ketutup. Kalo udah, taro lagi lady fingers-nya persis seperti tadi trus masukin lagi adonan ini sampe abis dan nutup semua lapisan lady fingers kedua. Kalo udah, tabur coklat powder dan masukin kulkas. Selesai deh."
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 155 "Gitu aja" Gampang ya, ternyata."
"Kata siapa susah?"
"Yah, lu sih udah biasa bikin." Rini kemudian memasukkan loyang keramik itu dalam kulkas. "Duh, Sidik pasti seneng deh kalo ntar gua bikinin dia tiramisu."
"Ah, jadian aja kagak. Elo tuh kalo ngayal kadang-kadang kejauhan deh Rin... Kayak jarak bumi " saturnus aja."
"Kemaren dia bilang sih kita lagi proses buat jadian." Rini melepaskan celemek.
"Yah udah Rin, gue udah ngajarin lo bikin tiramisu nih. Sekarang buruan kasih tau gue informasi penting yang lo dapet," Maya tidak sabar.
"Oke," Rini tersenyum manis. "Tapi abis elu cuciin semua mangkuk kotor ini ya say."
Maya hanya melongo melihat Rini melenggang santai meninggalkan Maya sendirian di dapur.
--- "Udah... udah... udah... Ini bukan Pulau Gor"e (Pulau Goree adalah sebuah pulau di Senegal tempat dimana orang-orang kulit hitam dari seluruh Afrika Barat, sejak tahun 1535 (diawali oleh Portugis) hingga berakhir tahun 1848 (atas abolisi pemerintah Perancis), ditampung untuk dikirim ke Amerika dan Eropa) abad ke 15. Cukup sudah perbudakan yang elo lakuin terhadap gue hari ini."
"Oh elu May, kirain gua siapa," jawab Rini ketika Maya masuk kamar. Ia sendiri berbaring santai di tampat tidur sambil menonton TV. Maya menghampiri dan duduk tidak jauh dari Rini.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 156 "Udah deh gak usah ngerjain gue lagi deh, Rin."
"Eh May, lu milih Joy atau Delon sih?"
"Riniii... Please deh, mikirin siapa pemenang Indonesian Idol ntar dulu. Ayo dong apaan yang mo elo kasih tau?" Maya mengiba.
"Kalo gua sih milih Delon ah..." Rini mengerlipkan matanya. "Imut banget... yum..."
"Riniiiiiiiiiiiiii!!!"
"Heheheh... Iya deh." Rini mengalah. "Kemaren, gua jalan sama Sidik, janjian ketemu di food court BSM. Taunya ketemu temennya Sidik, cewek, namanya Juju."
"Juju Juariah?"
"Bukaaan..." "Kirain gue Juju yang di Srimulat itu... Trus trus?"
"Ya, ke kiri dikit Neng..." Rini memperagakan gaya tukang parkir. Maya jutek.
"Gue kempesin juga deh mobil lo!"
"Heheheh... Iyaa soriii... Ya udah taunya dompet Juju ini ketinggalan." Rini mengeluarkan dompet yang ia temukan kemarin dari dalam laci.
"Oke... so?" "Dompetnya mahal loh. Merknya tau sendiri dong apa." Logo Prada (Untuk mempermudah visualisasi, sebutkan satu angka dan tambahkan enam angka nol berderet di belakangnya) di dompet hitam itu mengkilat.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 157 "Jadi ITU informasi pentingnya?" Maya jutek.
Rini mendehem dengan ekspresi yang lucu.
"You don"t have to be a genius to do that, Rin."
"Mendingan elu buka deh dompetnya. Abis itu elu baru bisa nangkep apa yang gua maksud."
Tanpa banyak komentar, Maya segera membuka dompet. Foto box itu langsung menyita perhatiannya.
"HARI"!" Meni " Pedi & Beli Sepatu
"JADI kemaren elo ketemuan sama dia?"
"Kenalan, satu meja, ngobrol..."
"Ya ampuuun..."
"Iya, makanya pas liat foto Juju sama Hari, gua kaget banget... Ternyataaa, Juju yang kemaren dikenalin Sidik itu si Nenek Sihir pacar baru-nya Hari!"
"Junissa Daniarti... Gue pikir dipanggilnya Juni, ternyata Juju..." Kening Maya berkerut. "Eh... eh... trus, orangnya gimana?"
"Sidik sih ngenalin ke gua kalo Juju itu ratu belanja-nya Bandung. Emang sih pas ketemu dia abis belanja, bawa jinjingan sampe tiga. Tanggal tua gitu loh say, sementara kita nyari yang diskonan si Nenek Sihir itu santai banget belanja belanji di butik mahal. Trus orangnya ceplas-ceplos gitu loh May..."
"Maksudnya?" --------------------------------------------------------------------------------
halaman 158 "Gini loh, kalo gua... ngga mungkin deh baru sekali ketemu orang trus nyeritain sesuatu yang rada pribadi. Tapi kalo miss Juju iniii..."
"Oh... yah... yah... Gue ngerti." Maya mengangguk. "Emang cerita yang rada pribadi gimana maksud lo, Rin?"
"Mau tauuu aja," goda Rini dengan aksen yang lucu.
Maya tersenyum kecut. "Udah deh kalo punya kartu As di tangan gak usah pake sombong segala."
"Lu pasti kaget deh kalo gua ceritain..."
"Oke... oke... Gue gak bakal kaget deh..."
"Jadi gini nih May, saking tu orang ceplas-ceplos... dia nyeritain sendiri kalo dia itu punya pacar... "
"Iyah, Hari... Pacar gue yang secara sukses ninggalin gue demi dia," ujar Maya dengan mimik muka yang kesal.
"...tapi... di Jerman."
"Loh" Hari kan..." Maya heran.
"Nah itu dia the best part nya... Hari ini... cuma pacar isengnya Juju doang. Pacarnya Juju yang beneran ada di Jerman, lagi kuliah di sana."
Mata Maya membelalak. "Tuh... kaaan, gua bilang juga lu pasti kaget kalo gua ceritain..."
"Jadi... jadi... Duh, coba yah gue proses dulu nih datanya," Maya menggoyangkan kepala. "Hari, selingkuh dari gue, Hari selingkuh sama Juju, Juju selingkuh dari pacarnya sama Hari..."
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 159 "Yup, kayak gitu. Kita berdo"a aja semoga pacarnya Juju yang di Jerman ini ngga selingkuh juga. Pusing deh ngaturnya kalo iya."
"Ya ampuuun..."
"Kalo pacar di sini sih buat Juju ngga serius. Lumayan lah buat nganterin Juju meni pedi sama beli sepatu aja mah." Rini mengulang apa yang dikatakan Juju.
"Si Nenek Sihir itu bilang gitu?"
"Iya." "Hari yang gue sayang-sayang banget, buat si Nenek Sihir itu cuma jadi orang yang lumayan buat nganterin meni pedi dan beli sepatu doang?"
"Iya, kaciaaan deh Hari. Mutusin elu bukannya hidup bahagia tapi sebaliknya malah jadi sengsara," Rini tersenyum senang.
"Ya ampuuun..."
"Karma, say... Hari selingkuh dari elu, dia sendiri diselingkuhin pacar yang sekarang."
"Gila..." Maya seperti yang tidak mempercayai cerita Rini.
Lumayan lah buat nganterin meni pedi sama beli sepatu aja mah"
Siapa menabur angin, akan menuai badai.
Hari selingkuh dari gue, buat pacarnya yang sekarang ternyata Hari juga cuma selingkuhannya aja.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 160 Hari, orang yang pernah Maya puja setinggi langit dalam setiap nafas. Bagi Juju, ternyata Hari tidak lain dari sebutir pasir dipantai, kecil dan tak berarti. Meninggalkan Maya demi seseorang seperti Juju, benar-benar sebuah kesalahan besar. Semua laki-laki membutuhkan rasa dihargai, bukan diremehkan, tidak terkecuali setinggi apapun kedudukan yang dimiliki pasangannya.
Dan kesalahan besar Hari yang lain adalah ia menyadari prestasi akademik Maya yang mengagumkan. Tapi sayang, ia melupakan Maya yang sangat menghargainya sedalam lautan.
Terkadang sebagian laki-laki, tidak menyadari hal itu.
--- "Gua kan janjian sama Juju di Rooms Caf" buat balikin dompetnya dia ini say... Ikut yuk?"
"Nggak salah lo?"
"Salah apaan?" tanya Rini sambil memilih baju yang tergantung di lemari.


Kok Putusin Gue Karya Ninit Yunita di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ngajakin gue... ketemu si Nenek Sihir..." ujar Maya dengan gaya telungkup di atas tempat tidur sambil membaca buku The Art of War.
"Takut disihir jadi kodok lu?" Rini terkekeh.
"Gue udah ada kok mantra penangkalnya."
"Dasar giling! Emangnya Harry Potter?"
"Ngg... Gimana yah..." Wajah Maya ragu.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 161 Sebenernya sih ini kesempatan gue buat ketemu langsung sama si Nenek Sihir itu.
Tapi gue siap nggak yah ketemu dia sekarang"
Mmm... Tapi kapan lagi coba kenalan sama orang yang cuma ngejadiin Hari jadi orang yang cuma nganterin dia meni pedi sama beli sepatu doang"
"Gimana" Ikut dong... Gua udah bilang kok sama dia kalo gua mau ngajak elu. Si Nenek Sihir itu sih oke-oke aja."
"Jam berapa?" "Jam 7 ini... "
Maya terdiam, sambil membaca lembaran buku,
Hence, when able to attack, we must seem unable; when using our forces, we must seem inactive; when we are near, we must make the enemy believe we are far away; when far away, we must make him believe we are near.
"Gue ikut deh." Kali ini tanpa pikir panjang lagi.
"Nah gitu dong," Rini tersenyum sambil menarik sebuah kemeja. "Bagus ngga kalo gua pake ini, say?"
--- --------------------------------------------------------------------------------
halaman 162 Maya kembali diperbudak Rini. Karena memegang kartu As di tangan, maka Maya harus rela menjadi "sopir" Rini menuju Rooms Caf". Tempat yang bagi Maya adalah tempat "keramat" sementara bagi si Nenek Sihir adalah hanya tempat untuk "janjian mengembalikan dompet". Sedan hijau itu memasuki pelataran parkir. Seorang petugas vallet parking berdasi kupu-kupu dengan sopan menerima kunci mobil Rini begitu mereka sampai di lobby. Dua sahabat itu lalu menaiki tangga menuju Caf". Seorang petugas yang memakai seragam warna merah dengan sopan menyapa mereka.
"Selamat malam, makan malam untuk berapa orang mbak?"
"Ada reservasi atas nama Junissa?"
"Mohon tunggu sebentar ya, Mbak." Petugas berseragam merah itu mengecek komputer. "Oh ya, silahkan, Mbak Junissa sudah menunggu di lantai dua."
"Terima kasih."
Mereka berdua diantarkan seorang petugas lain menuju lantai dua, menunjukkan di mana si Nenek Sihir itu berada.
"Rini!" Si Nenek Sihir itu segera berdiri dan mencium pipi kanan dan pipi kiri Rini. Ia lalu melirik Maya sambil tersenyum ramah.
"Ini temen gua, Ju. Namanya... ummmm... namanya... errr..."
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 163 "Mamay," Begitu Maya mengenalkan diri.
"Juju," Si Nenek Sihir itu mengulang gerakan yang sama seperti pada Rini. "Yuk, duduk May."
Mereka menempati kursi. Sambil menikmati pemandangan sekitar. Seorang pelayan segera menghampiri mereka, menanyakan pesanan.
"Mamay, Rini... Silahkan loh kalo mau makan, biar Juju aja yang bayar ya."
"Ah ngerepotin, Ju."
"Ih, ngga apa-apa kok Rin. Buat apa punya credit card kalo ngga buat digesek "kan?" ujar Juju ringan.
"Udah pesen, Ju?" tanya Rini.
"Ah Juju sih minum orange juice aja sama french fries... Takut gendut kalo jam segini makan steak."
"Oh kalo gitu kita juga pesen orange juice aja deh," ujar Rini pada mas pelayan sambil menyerahkan menu. Begitu pelayan berlalu, Rini segera mengeluarkan dompet kulit hitam milik Juju. "Ini Ju, dompet yang kemaren ketinggalan itu."
"Aduuuh... Makasih ya Rin. Juju udah panik aja nyariin dompet ini. Takut ada yang nyopet. Untung aja Rini kemaren langsung nelpon Juju."
"Tapi sorry loh Ju, kemaren terpaksa gua buka dan jadi ngeliat foto yang ada di dalem dompet."
"Oh... Ngga apa-apa kok Rin. Dompet Juju ngga ada isinya kok."
Maya tersenyum getir mendengar si Nenek Sihir itu mengatakan "dompet Juju ngga ada isinya". Padahal ia jelas-jelas melihat lima credit card gold berderet rapi dan lembaran uang seratus ribuan di dalamnya.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 164 "Foto pacar ya Ju?" Maya berusaha santai.
"Yang di Jerman itu bukan sih Ju?" Rini menyambung pertanyaan.
"Mmm... Pacar" Bisa ya bisa ngga sih..." Juju tersenyum malu. "... tapi bukan yang di Jerman. Ah ini sih Hari, pacar iseng aja... "
Iseng-iseng berhadiah"
Beli dua dapet hadiah satu payung cantik.
Hari sama si Nenek Sihir ini cuma dianggap itu"
Toloooong... Berasa secantik Miss Universe banget sih orang ini.
Iyah sih si Nenek Sihir ini cantik... tapi... nggak berarti dia bisa bilang Hari pacar iseng-nya aja "kan"
Pelayan tiba mengantarkan pesanan Rini dan Maya. Tapi mereka tidak terganggu dan meneruskan obrolan.
"Oh yah?" Maya pura-pura kaget.
"Pacar serius Juju sih lagi sekolah di luar May. Kemaren Juju udah cerita tuh sama Rini. Yang ini sih... mmm... yaaah, lumayan lah buat nganterin Juju meni pedi aja mah dia bisa."
Lumayan lah" Buat nganterin meni pedi aja mah dia bisa"
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 165 Duh, elo jangan bikin gua darah tinggi gini dong Ju.
Sementara gue sayang banget sama dia, buat elo Hari cuma jadi orang buat nganterin elo meni pedi doang"
Rini dan Maya tertawa. "Lagian pacar iseng ini mah ngga asik. Dia ngga suka dugem. Males kan" Pacar iseng Juju ini sukanya dengerin Jazz. Ah Juju sih ngga ngerti lagu aneh kayak gitu."
Meski gue lebih suka dengerin Metallica, setidaknya gue masih tau kalo jazz itu enak dan bukan musik aneh.
Gosh, she has no class! Maya tersenyum palsu sambil menyeruput orange juice.
"Emang ga takut ketauan sama sama pacar yang di sini kalo Juju punya pacar di Jerman?"
"Mmm... ngga ya. Asal Juju bisa ngeyakinin aja kalo Juju bener-bener sayang sama dia. Juju sih yakin pacar iseng ini ngga curiga sama sekali kok."
"Ngga repot emangnya Ju, punya pacar dua?"
Mumpung orangnya "bocor" gue korek aja sekalian.
"Hiyah ngga lah bo, kan pacar serius Juju ngga di sini ini. Lagian Juju sih sekalian tes pasar aja..." ujarnya sambil mempermainkan ujung rambut dengan jari tangan kanan.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 166 "Tes pasar?" Alis kanan Maya terangkat.
"Gini loh, kalo buat Juju... mumpung pacar lagi jauh, kenapa sih ngga Juju tes pasar aja. Maksudnya, Juju masih laku ngga sih... Masih ada ngga sih yang suka sama Juju. Gitu loh... "
"Ah Juju, orang cantik kayak Juju sih ngga usah tes pasar segala," Rini berkomentar.
"Ih perlu loh Rin. Biar kita pede... Ternyata meski udah punya pacar toch masih ada yang mau sama Juju. Apalagi pacar iseng Juju yang sekarang ini ya, dia tuh orangnya romantis loh sampe rela ninggalin pacarnya buat Juju," ujar Juju bangga, seakan-akan itu adalah prestasi yang patut dikagumi.
WHAT THE HELL ARE YOU TALKING ABOUT?""
Ninggalin gue demi elo... elo bilang romantis?""
AARRRGGGGGHHHHHHHH!!! !@#$%^!
Iyah, pacar iseng elo yang rela ninggalin pacarnya itu, Hari, orang yang paling gue sayang yang rela ninggalin gue demi elo... Demi nganterin elo meni pedi doang.
Hari... orang yang gue mimpi-mimpi mau ngajak gue ketemu sama orangtua-nya.
Hari... orang yang bisa bikin gue cinta mati.
Hari... orang yang bikin gue ngemis-ngemis supaya dia nggak mutusin gue...
Dan sekarang di depan gue, elo bilang kalo Hari cuma pacar iseng hasil dari tes pasar elo?""
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 167 ISENG" Orang gila ini kayaknya minta disiram pake orange juice gue ini deh!
"Oh ya" Masa sih Ju?" Rini pura-pura tidak tahu.
Bagus Rin, korek terus si Nenek Sihir ember bocor ini.
"Hiyah... Tapi kasian juga sih Hari. Setelah mutusin pacarnya itu demi Juju... dia jadi sering kena "masalah" loh bo. Ngga tau udah berapa kali ban mobilnya dikempesin orang... Trus, pernah tiba-tiba dia nerima kiriman pizza yang ngga pernah dia pesen... Kesian deh, hidupnya jadi kayak diteror gitu."
"Mantan pacarnya kali yang neror, Ju."
"Hiyah sih, Juju juga curiganya gitu. Siapa lagi yang tega ngelakuin perbuatan biadab kayak gitu kalo bukan mantannya Hari."
Biadab" Gue" Emangnya gue pelaku bom Kuningan apa"
"Ih serem gitu ya," Rini berkomentar. "Emang Juju tau orangnya kayak apa?"
"Ah buat Juju sih ngga penting tau tampangnya kayak apa. Dari kelakuannya, Juju sih yakin mantannya Hari itu tampangnya kayak Demit atau Genderuwo kali..."
WHAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAATTTTT?""
--------------------------------------------------------------------------------
168 Gue baca di imel, elo bilang kalo gue Demit.
Sekarang kok pake tambahan Genderuwo segala sih" Bener-bener pengen gue cek"k nih orang.
Mereka tertawa. "Hari bilang sih si Demit itu orangnya histerisan... Ya jelas Hari-nya takut lah. Apalagi si Genderuwo itu jago bela diri. Ya Hari takut dipukulin dong... Oh ya, trus kata Hari sih si Demit itu orangnya posesif. Banyak permintaan ini itu lah. Dan yang paling parah Hari kalo mau ngapa-ngapain suka dilarang-larang... Harus laporan hari ini mau pergi kemana aja..."
APAAAAAAAAAAAAAAAAAAA?""
Gue gampang histeris" Posesif" Suka ngelarang-larang Hari" Banyak permintaan"
SAKIT JIWA!!! "... gila kan May?" Juju seolah meminta Maya membenarkan pendapatnya.
YANG GILA ITU ELOOOOOOOOOOOO!!!
--- Setelah cium pipi kanan dan pipi kiri, tiga orang perempuan itu berpisah di pelataran Caf".
"Oh hiyah, May... Juju kok kayak yang familiar ya sama mukanya Mamay... Kayak yang pernah ngeliat di manaaa gitu."
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 169 Iya Ju. Nggak salah kalo tampang gue familiar buat elo.
Elo pernah ngeliat gue waktu lo janjian sama Hari, pacar ISENG elo itu, di depan labtek.
Waktu gue terpaksa pake kacamata item pas lagi mendung biar elo gak ngenalin gue.
Dan gara-gara itu, gue terpaksa disorakin cowok-cowok kampus lo.
Gue ini mimpi buruk buat elo.
"Ah perasaan Juju aja kali," jawab Maya.
"Tapi bener deh, Juju kayak yang pernah ngeliat Mamay loh."
"Tampangnya Mamay kan memang pasaran Ju," timpal Rini.
Mereka tertawa. "Ya udah deh. Mamay, telpon-telpon ya... Rini juga... Sekalian Juju titip salam ya buat Sidik," ujar Juju sebelum masuk mobil.
"Oke, Ju." Rini dan Maya melambaikan tangan, tanda kali ini mereka benar-benar berpisah. Begitu masuk mobil, Maya segera menghempaskan tubuhnya dan memaki keras-keras.
"UDAH SAKIT JIWA TUH ORANG!!!"
| lanjut | kembali | atas | bawah | daftar isi | depan
halaman 171 14 PATAHNYA SEBUAH TEORI Jatuh Cinta Itu Sesuatu Yang Simpel
SAAT ini Maya merasa seperti orang gila bila teringat apa yang diucapkan si Nenek Sihir itu kemarin malam.
"Hari bilang sih si Demit itu orangnya histerisan... Ya jelas Hari-nya takut lah. Apalagi si Genderuwo itu jago bela diri. Ya Hari takut dipukulin dong... Oh ya, trus kata Hari sih si Demit itu orangnya posesif. Banyak permintaan ini itu lah. Dan yang paling parah Hari kalo mau ngapa-ngapain suka dilarang-larang... Harus laporan hari ini mau pergi kemana aja..."
Benarkah seburuk itu Hari menilainya" Benarkah Hari yang mengatakan semua itu" Atau itu hanya karangan bebas si Nenek Sihir saja"
Tentu saja semua itu tidak benar.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 172 Maya bukan tipe orang yang histeris dalam menghadapi suatu masalah.
Adalah benar Maya menguasai bela diri, tapi itu bukan senjata untuk memukuli Hari bila hubungan mereka bermasalah.
Maya pun bukan orang yang memiliki sifat posesif. Kadar cemburunya biasa saja, tidak berlebihan.
Apakah Maya orang yang suka melarang-larang Hari melakukan sesuatu" Salah besar! Sebaliknya ia sangat supportif pada Hari.
Yang pasti karangan bebas si Nenek Sihir itu kalau Maya minta laporan dari Hari apa saja yang akan dilakukannya.
Terlepas dari semua itu, berdasarkan peristiwa semalam, Maya semakin yakin bahwa ia akan membuat Hari menjadi orang paling menyesal se-dunia karena telah memutuskannya, demi si Nenek Sihir.
Jam sembilan malam lebih sepuluh menit, saat Maya melirik jam dinding. Sambil menikmati secangkir kopi susu, ia menjelajah dunia maya. Baru lima menit, tiba-tiba muncul icon box dengan nama Rini di layar komputer.
Rini says: Bonsoir! Amaya says: Ade ape"
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 173 Rini says: Abis kejadian kemaren malem, lu baik-baik aja kan say"
Amaya says: So so Rini says: Koq jawabnya galak gitu sih" Lagi ga mood"
Amaya says: Nggak kok Rin... Tapi iyah sih, masih rada bete sama si Nenek Sihir itu.
Rini says: Udah lah ga usah diambil hati.
Amaya says: Sumpah, semalem pengen banget nyek"k si Nenek Sihir itu tau nggak, Rin.
Rini says: Sama gua juga Amaya says: Bener-bener sakit jiwa tuh orang.
Amaya says: Pake ngatain gue Genderuwo segala lagi. Bagusan dia yang dipanggil Genderuwo, lebih pantes.
Rini says: Udah... udah... Yang mau ulang taun kok ngomel mulu sih say J
Amaya: Sorry" Rini: Iya, lu bentar lagi kan ulang taun... bukan"
Ulang taun" Ulang taun gue kapan sih emangnya"
Kok malah lebih inget Rini sih"
Kacau nih memori gue, si Nenek Sihir itu udah bacain gue mantra buat ngelupain ulang taun gue sendiri kali.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 174 Rini says: Heh, kok gua ga dijawab" Lu disconnect, May"
Rini says: May" Amaya says: Sorry... sorry... gue nggak disconnect kok.
Rini says: Kok mau ultah kayak yang nggak seneng gitu sih say"
Amaya says: Gue ultah yah, Rin"
Rini says: Bener deh, cewek bintang Libra tuh pada dasarnya pelupa J Iya say, minggu depan elu bakal ultah.
Amaya says: Masih mending pelupa daripada cewek Gemini yang labil ... Wah Rin, sekarang sih gue pengennya malah nggak inget umur... Nggak pengen ulang taun
Rini says: Udah besok gua mau ngasih hadiah ultah ya buat elu.
Amaya says: Ah, nggak usah deh Rin, bener deh. I hate birthdays you know...
Rini says: Noooo... I know you love birthdays... You always do Elu tuh selalu ngasih kado ultah yang lucu-lucu buat gua... Ngehibur gua saat gua masih jomblo...
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 175 Amaya says: Bentar... bentar... lo gak salah ketik tuh Rin"
Rini says: Salah ketik apaan"
Amaya says: Saat gua masih jomblo... Emangnya... "
Rini says: (smile) Amaya says: Jadi elo udah gak jomblo lagi?""
Rini says: (smile) Amaya says: Jangan ngasih gue emoticon muluuuu... gue butuh jawaban gak butuh emoticon segala. :p
Rini says:(smile) Amaya says: Riniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii...
Rini says: Soalnya sekarang gua udah bisa bikin tiramisu, say... Berkat elu.
Amaya says: Jadi bener" Lo udah jadian"
Rini says: (smile) Iyaaa...
Amaya says: Tapi gimana ceritanya sampe jadian?"" Gue nggak sabar nih...
Rini says: Iya... iya... Jadi ceritanya... Malem abis pulang dari Rooms Caf" bareng lu itu... Sidik dateng ke tempat gua... Trus... gua suguhin tiramisu... Gua bilang kalo itu gua yang buat... Trus kita ngobrol dan tiba-tiba dia bilang sayang sama gua...
Rini says: Terusnya" kita jadian deh
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 176 Amaya says: Ya ampuuun dasar orang jahat, bukannya langsung ngasih tau gue sih Selamat yah Rin... I"m happy for you
Rini says: Makasih ya say...
Amaya says: Perasaan gue aja apa nggak yah... Perasaan ini proses paling cepet dimana elo jadian sama cowok deh.
Rini says: Iya siiih Abis gimana dong... Setelah gua pikir-pikir... ternyata orang kalo jatuh cinta itu simpel-simpel aja...
Rini says: Namanya juga jatuh cinta... Kalo elu jatuh... ya jatuh aja... Ngga ribet.
Amaya says: Duh seneng deh gue... Kapan-kapan kenalin yah sama pacar barunya.
Rini says: Pasti dong Amaya says: Jadi gue bakal sering liat elo nulis-nulis puisi kayak Jalaluddin Rumi dong yah
Rini says: LOL ah dari dulu lu tau sendiri kan say, gua paling ngga bisa bikin puisi.
Amaya says: Gimana Rin, perasaannya falling in love"
Rini says: Sama Sidik gua bener-bener ngerasa lain deh say. Jadian sama dia, bikin gua matahin semua teori gua... Kayak playing hard to get, nyari cowok ganteng... Gua ke Sidik ngga terlalu ngejalanin teori itu. Yang gua tau, bareng dia... gua ngerasain ada percikan.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 177 Halo Di sini Veronica RINI mengajak Maya menuju BSM. Mereka berada di sebuah departement store yang terletak di lantai dasar.
"Sebagai perempuan yang beranjak dewasa, sini gua sekarang mau memperkenalkan elu sama teman-teman kita yang baru," Rini menarik lengan Maya menuju ke bagian underwear.
"Apaan nih?" "Ini" Ini namanya G-string!"
"Ih mana tahan gue pake yang kayak gitu," Maya menutup mulutnya dengan ekspresi geli.
"Udah saatnya elu ganti image dong, May. Pake kayak ginian... Feeling sexy itu penting loh."
"Feeling sexy" Feeling kejepit sih iyah."
"Dasar gila!" "Heheheheh?" "Ya udah, kalo yang itu ngga cocok... Gimana yang ini aja?" Rini menunjukkan yang lain. "Inget loh May, daleman kayak gini tuh bisa bikin elu ngerasa lebih cantik loh."
"Ah... nggak... nggak... Makasih. Serem banget gue liatnya."
"Ah elu tuh... Trus gua harus ngasih apa dong" Gua tuh udah niat pengen beliin elu daleman yang seksi plus baju pesta juga tau ngga..."
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 178 "Udah gue bilang kalo elo nggak harus ngasih gue apa-apa, Rin..."
"Ya udah kalo gitu kita langsung liat ke bagian baju pesta aja deh."
Rini menarik lengan Maya ke bagian baju pesta.
"Ini lucu deh May... Cocok deh buat elu..." Rini menyampirkan baju pesta warna merah ke tubuh Maya.
"Lucu sih... Tapi liat dong tag harganya, nggak lucu banget."
"Aaah... Buat apa dong punya credit card kalo nggak buat digesek," Rini meniru gaya Juju berbicara.
"You remind me of someone I hate deh Rin..."
Rini mendorong Maya masuk ke kamar ganti.
"Tuh kaaan... Apa gua bilang..."
Maya mengamati diri di depan cermin. Gaun pesta itu memang bagus sekali. Seperti mengikuti setiap lekuk tubuhnya.
"Cantik banget deh elu pake itu."
"Bagus sih Rin... tapi..."
"Udah ga usah pake tapi tapi tapi tapi... Gua ngga mau denger. Gua maksa nih beliin yang satu ini buat sahabat gua. Buruan buka sekarang!"
Maya hanya menggeleng melihat tingkah Rini. Sahabatnya itu cepat-cepat berlalu menuju kasir.
--- --------------------------------------------------------------------------------
halaman 179 "NGOPI dulu ya?"
"Terserah ibu EO aja deh... Atur!"
Rini melingkarkan tangannya ke pundak Maya. Eskalator mengantarkan mereka ke lantai satu. Sebuah caf" yang terletak di sudut ruang, menjadi tujuan mereka berikutnya. Setelah memesan ice coffee latte, keduanya melanjutkan obrolan.
"Barusan Sidik sms gua, May. Paling sepuluh menitan lagi nyampe. Dia udah di perempatan Gatot Subroto situ kok."
Maya menatap Rini sambil tersenyum. Saat melihat perempuan yang sibuk memotong tiramisu itu, dalam hati ia bersyukur memiliki sahabat sebaik Rini.


Kok Putusin Gue Karya Ninit Yunita di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Halo!" Seorang laki-laki berperut gendut menyapa sopan Rini dan Maya.
"Sini sini sini... Sidik kenalin nih sahabat gua..." Rini langsung memperkenalkan dua orang penting dalam hidupnya.
"Sidik." "Maya." "Tadi udah gua pesenin espresso kok Sid."
"Oh ya" Baek banget."
"Anyway... Maya ini penggemar MERANA FM loh... Dia sering banget dengerin kamu siaran." Rini melirik Maya.
"Iya May?" Sidik mengulurkan tangan.
Maya membalas uluran tangan itu sambil tersenyum. "Iyah... Suara kamu di radio sama sekarang ngomong langsung, beda yah."
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 180 "Banyak yang ngerasa kayak gitu sih kalo pertama kali kenal. Lama-lama mirip kok."
"Udah lama kerja di radio?"
"Dari awal lulus SMA."
"Oh yah" Udah senior dong !"
"Udah jadi selebritis gitu deh May... Biasanya kalo jalan sama Sidik pastiii aja ada orang yang halo halo."
"Ah Rini nih," Sidik tersenyum malu. "Biasa aja kok May."
"Sama Juju juga gua kan dikenalin Sidik, May."
"Loh emangnya Maya kenal Juju juga?"
"Hmmm... Iyah kebetulan pacarnya Juju temen gue."
"Emir" Itu sih temen saya juga."
Maya menggeleng. "Bukan, yang satunya lagi."
"Oh, Hari ya... Lupa, kadang-kadang kalo lupa suka ngga inget kalo Juju itu punya pacar dua."
"Emangnya udah lama kenal sama Juju, Sid?"
"Ya... Lumayan lah... Dari awal dia jadian sama Emir aja sih. Lama-lama jadi lumayan deket juga sama ratu belanja itu."
"Orangnya gimana sih Sid?" Maya tidak dapat menahan diri untuk bertanya.
"Siapa" Emir" Juju?"
"Juju." --------------------------------------------------------------------------------
halaman 181 "Juju tuh pada dasarnya orang yang baek. Anak tunggal, disayang banget sama orangtua-nya. Cuma emang tu anak agak bermasalah sama rasa percaya diri."
"Bermasalah gimana sih Sid" Orang jelas-jelas Juju itu cantik," Rini menyambung pembicaraan.
"Tapi ngga berarti dia bisa bebas dari rasa ngga pede kan Rin?"
Rini mengangkat bahu. "Emir itu jarang banget nunjukkin kalo dia sayang sama Juju, ngga romantis, ngga suka ngumbar perasaannya sama Juju... Makanya Juju suka ngga ngerasa diri cantik. Karena patokan dia, pujian Emir. Nah, Emir ini bilang Juju cantik aja cuma setahun sekali."
Maya dan Rini menyimak. "Padahal Juju itu orang yang suka sama tipe cowok romantis... Juju itu suka banget dibilang cantik sama Emir. Ya Juju juga serba salah kali, dia cinta mati sama Emir tapi di satu sisi dia juga suka cowok romantis yang bisa ngasih dia pujian. Mana sekarang Emir-nya cabut ke Jerman lagi kan... Makanya Juju selingkuh juga. Dia ngga dapetin Emir yang romantis, ya dia cari di orang laen..."
Telapak tangan Maya menyangga dagu. Hari memang orang yang romantis. Perempuan mana sih yang tidak akan naik ke langit dan merasa cantik bila sudah terbuai dengan sikap dan kata-kata Hari yang romantis. Hari tahu bagaimana caranya memperlakukan seorang perempuan. Masuk akal bila Juju yang haus keromantisan ini bersedia menduakan Emir demi Hari.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 182 Tips Mengatasi Patah Hati #10:
Berpikirlah dua kali bila kamu merasa mantan pacar kamu itu orang yang romantis. Apakah benar mantan kamu itu orang yang romantis atau apakah sebenarnya si mantan itu orang yang gombal"
Tak lama kemudian handphone Maya berdering. Ia melihat layar, yang muncul nama Eko.
"Duuuuh, Pak Dokter lagi yang nelpon," gerutu Maya sambil terus membiarkan handphone itu berdering dalam genggaman.
"Hey, sebagai informasi... itu handphone bunyi loh!"
"Iyah, gue tau."
"Kalo handphone bunyi artinya ada yang mau ngomong sama elu."
"Bodo! Gara-gara Rini nih Sid, gue jadi dikejar-kejar orang narsis kayak Eko."
Sidik hanya tersenyum memperhatikan kedua perempuan yang bersahabat itu ribut.
"Trus kok ngga lu angkat sih" Kan berisik!"
"Males gue, gak mood. Biar aja lah biar veronica yang jawab".
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 183 Tiba-tiba Rini meraih handphone Maya dan berusaha bersuara mesin.
"HALO"! DI SINI VERONICA" DI SANA SIAPA?"
"RINI!" pekik Maya yang langsung merebut handphone. Sambungan dia putus.
Rini tertawa melihat ekspresi Maya. Maya yang tadinya cemberut lama-lama air mukanya berubah cerah. Ia lalu tertawa bersama Rini.
"Dasar gila!" | lanjut | kembali | atas | bawah | daftar isi | depan
halaman 185 15 ULANG TAHUN Merubah Image MERAYAKAN ulang tahun seorang diri adalah pilihan yang diambil Maya tahun ini. Berusia genap 22 tahun, rasanya Maya sudah mendapatkan segalanya. Keluarga yang sangat menyayanginya, prestasi akademik yang mengagumkan (meski ia bukan lulusan terbaik di kampus), seorang sahabat yang sangat men-support, tidak mendapat kesulitan berarti dalam hidup... (meski masih sakit hati karena diputuskan Hari demi si Nenek Sihir).
Miris memang bila mengingat apa yang dikatakan si Nenek Sihir tentang Hari. Maya rela mengemis untuk mendapatkan Hari. Maya memberinya tempat yang spesial di hati, sementara si Nenek Sihir itu hanya menganggap Hari cukup lumayan untuk mengantarkan meni pedi dan membeli sepasang sepatu.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 186 Maya menolak halus tawaran Rini untuk merayakan ulang tahun di tempat mana pun yang Maya pilih. Rasanya ia butuh waktu untuk sendiri. Merenungkan hidup dan mencari arti cinta. Bagi Maya tidak mudah untuk mengatasi rasa patah hati yang mendalam karena Hari.
Maka, malam ini Maya sudah memastikan untuk pergi ke Rooms Caf", merayakan ulang tahunnya sendirian.
Siang itu ia pergi ke salon. Ia sudah yakin untuk memotong rambut yang sudah sepanjang punggung menjadi sepanjang dagu, dengan alasan untuk merubah image. Ia pun memanjakan diri dengan melakukan creambath, manicure dan pedicure. Meski sebelumnya jelas-jelas Maya paling tidak betah menghabiskan waktunya berlama-lama di salon.
Tapi batinnya lelah. Terinspirasi dari membaca sebuah majalah wanita, yang katanya dengan memanjakan diri ke salon bisa membuat pikiran fresh, Maya memutuskan pergi ke sana. Lagi pula, ini adalah kado terbaik yang bisa ia berikan untuk dirinya sendiri.
Ternyata benar ya apa kata artikel di majalah wanita itu. Begitu keluar dari salon, Maya merasa fresh dan jauh lebih bahagia. Terutama karena potongan rambut pendek yang membanggakan, membuatnya lebih cantik. Terkadang ia masih merasa geli ketika hembusan angin membelai tengkuk.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 187 Tips Mengatasi Patah Hati #11:
Manjakan diri kamu dengan melakukan hal-hal yang sudah jarang atau belum pernah kamu lakukan. Bila kamu jarang memanjakan diri ke salon, hey! Kenapa kamu tidak melakukannya sekarang saja"
--- Sebelum menuju Rooms Caf", Maya bersiap-siap memilih baju yang akan membalut tubuhnya. Baju pesta warna merah dengan kain yang halus dan jatuh, hadiah ulang tahun dari Rini akan ia pakai malam ini. Memakai underwear termahal yang selama ini selalu ia "selamatkan", tersimpan rapat dalam kotak dengan alasan sayang di pakai. Lagi-lagi menurut artikel yang ada dalam majalah wanita itu, dengan mengenakan underwear terbaik, rasa percaya diri orang yang memakainya akan bertambah. Maya tersenyum geli melihat ilustrasi foto di majalah itu, seorang perempuan bule dengan underwear bermotif zebra. Tepat jam tujuh malam, Maya mengarahkan mobil menuju Rooms Caf".
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 188 Tips Mengatasi Patah Hati #12:
Buatlah diri kamu secantik mungkin dan berpikirlah bahwa mantan pacar kamu telah melakukan sebuah kesalahan besar karena telah memutuskan kamu.
--- Entah alasan apa yang menyebabkan Maya memilih tempat duduk persis di tempat di mana ia merayakan setahun jadian dengan Hari. Mungkin bukan atas dasar itu ia duduk di sana, mungkin karena dari sanalah ia bisa mendapatkan view terbaik.
Tiga orang laki-laki keren yang menempati meja tidak begitu jauh dari Maya tidak canggung untuk mengagumi kecantikannya. Maya sendiri tidak terlalu terusik. Sambil menunggu pelayan mengantarkan pesanan, ia dengan tekun memperhatikan gemerlap bintang di langit.
"Sejauh apa pun bintang itu di langit, aku akan pergi ke sana untuk mendapatkannya."
Apa yang dikatakan Hari tepat setahun yang lalu, saat mereka merayakan ulang tahun Maya ke 21, kembali muncul dalam ingatan. Betapa pandangan mata Hari yang tajam sampai menusuk relung hati, menawarkan sesuatu yang begitu begitu hangat dan teduh.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 189 --- FLASH BACK --- "Pokoknya aku mau ngajak kamu ke Boscha," ujar Hari.
"Tapi aku udah pernah ke sana, Har."
"Tapi kamu kan belum pernah ke sana bareng aku "kan?" ujar Hari tak kalah cerdik. "Please... aku maksa nih." Kali ini ia menunjukkan ekspresi anak kucing yang lucu.
Maya tersenyum sambil menyapu wajah Hari dengan telapak tangan, ekspresi yang ditunjukkan Hari membuatnya tidak tega untuk menolak permintaan itu.
"Yah udah... " jawab Maya cepat.
Hari mengarahkan sedan silver-nya itu menuju arah Lembang. Daerah yang berudara dingin dengan jarak tempuh kurang lebih satu jam dari Bandung.
Udara kota Lembang jauh lebih sejuk daripada Bandung yang sekarang sudah banyak dipenuhi factory outlet. Sebaliknya dari Bandung, Lembang adalah daerah yang banyak dipenuhi pedagang yang menjual tanaman. Begitu segar dan hijau.
Sepanjang jalan menuju Lembang, banyak terlihat peternak yang menjual kelinci untuk dijadikan binatang peliharaan. Bisa dikatakan, kawasan Lembang adalah alternatif tempat rekreasi keluarga penduduk Bandung. Mereka menuju Lembang untuk sekedar berkumpul dengan anggota keluarga menikmati ayam goreng Brebes yang terkenal itu atau hanya mengobrol sambil minum segelas susu sapi hangat dan ketan bakar.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 190 Sebuah Bintang Bernama Amaya
DALAM perjalanan pulang seusai meneropong bintang, Hari membelokkan mobilnya ke suatu tanah kosong berbentuk bukit di dataran atas tidak jauh dari rumah Maya. Rumah Maya terletak di daerah Bandung Utara, tepatnya di kawasan Awiligar. Sebuah daerah yang cukup berbukit dengan udara yang masih terhitung sejuk. Mereka sering menghabiskan waktu di sini. Suara jangkrik menemani mereka saat keduanya turun dan duduk di atas tanah yang membentuk bukit.
Hari menengadahkan wajah menghadap langit. Sayup-sayup terdengar lagu Lost In Space yang sengaja Hari putar dari CD player di mobil.
"Gimana" Seneng kan liat bintang?"
"Iyah, bagus banget yah... Aku jadi ngerti kenapa kamu pengen ngajak aku ke sini."
Hari meraih tangan kanan Maya.
"Kamu suka yah liatin benda-benda di angkasa?"
"Iya." "Kenapa?" "Karena tiap aku ngeliat langit, semuanya ngingetin aku tentang kamu."
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 191 Wajah Maya memerah. Setiap kata yang terpenggal dalam kalimat yang diucapkan Hari seperti sebuah keajaiban yang mampu menggetarkan hati.
"Sebetulnya... aku masih punya kejutan lagi buat kamu."
"Oh yah" Kejutan?"
Hari mengangguk cepat. "Iya... bentar ya." Hari beranjak dan mengeluarkan sebuah kotak dari dalam mobil.
"Apa nih Har?" "Yang namanya ulang taun itu ngga lengkap kalo ngga pake kue ulang taun dan acara tiup lilin." Hari membuka kotak yang terbuat dari karton warna putih itu.
"Hahaha... cute!" Maya tersenyum senang melihat sepotong kue coklat lengkap dengan lilin. "Ini bener-bener romantis deh, Har..."
"Ayo dong, make a wish dan tiup lilinnya," ujar Hari begitu ia selesai menyalakan lilin.
Kedua pipi Maya menggembung sesaat sebelum meniup lilin. "Makasih yah, Har... this is so sweet."
"Happy birthday, sweetie."
Di bawah sinar bintang, kebahagiaan itu melebur dan berpadu. Batin Maya berbisik, "Hari, you are my soul satellite."
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 192 "Kamu bisa liat bintang di langit itu, May?" Hari menunjuk salah satu dari taburan bintang.
"Yah... Yang berkelip itu kan, Har?"
"Iya, yang itu... Yang sinarnya paling terang diantara bintang yang lain."
"Kenapa emang dengan bintang itu?"
"Mulai malem ini, aku mau namain bintang itu... Amaya."
Maya tersenyum. "Kenapa Amaya?"
"Karena dia persis seperti kamu... Di langit gelap bersinar paling terang."
"Ummm..." "Buat aku... kamu adalah sebuah keindahan yang singgah ketika dunia ini gelap..."
"..." "...bersama kamu, aku merasa ada di langit ketujuh..."
"..." "...dan karena kamu aku jadi orang yang paling bahagia di dunia ini, karena sejak ketemu kamu... dunia-ku ngga gelap lagi. Amaya... kamu adalah segalanya buat-ku." Hari menatap Maya dalam-dalam.
Maya membalas pandangan itu penuh arti. Seperti tersihir sampai ia menyadari betapa ia begitu menyayangi laki-laki yang ada disampingnya itu.
Hari merangkulnya sambil tersenyum. "Aku sayang kamu, May..."
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 193 "Aku juga sayang kamu, Har."
Mereka kembali memperhatikan bintang. Telunjuk Hari mengarah pada sebuah bintang yang ia beri nama Amaya.
"Sejauh apa pun bintang itu di langit, aku akan pergi ke sana untuk mendapatkannya."
| lanjut | kembali | atas | bawah | daftar isi | depan
halaman 195 16 INI PERANG GUE! Akhir Dari Sebuah Misi Dari imel yang Maya baca secara ilegal dari inbox Hari, Maya tahu bahwa malam ini mereka akan pergi ke sebuah restoran Jepang yang terletak di jalan Dago. Itulah sebabnya, ia sudah menunggu mereka dalam mobil di pelataran parkir Tokyo Japanese Restaurant.
Setelah berpikir panjang, mungkin saat ini lah saat yang tepat untuk melakukan konfrontasi.
Bukankah suatu kejutan yang menyenangkan bagi Hari dan si Nenek Sihir itu kalau Maya tiba-tiba muncul dan ikut berpartisipasi dalam acara mereka"
Di samping itu, semua ucapan si Nenek Sihir di Rooms Caf" benar-benar sudah tidak bisa ditolerir. Mantan pacar Hari adalah si Demit yang orangnya histerisan, si Genderuwo yang jago bela diri, seorang yang posesif... Sudah lebih dari cukup membuat kepala Maya mendidih.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 196 Inilah puncak acara dari rentetan misi jahat yang sudah dilakukan Maya.
Malam ini semuanya harus berakhir.
Udah gue pikirin, Udah saatnya malem ini gue datengin Hari.
Nunjukin sama dia dan si Nenek Sihir itu bahwa selama ini gue nggak sebodoh yang mereka kira.
Mereka pikir gue nggak tau apa kalo mereka udah pacaran bahkan sebelum Hari mutusin gue"
Mungkin malem ini, gue harus nunjukin sama mereka bahwa mereka punya urusan sama siapa.
Sekalian biar si Nenek Sihir itu tau, dia udah ngata-ngatain gue si Demit segala.
Pengen tau gue ekspresi dia gimana.
Semua ucapan si Nenek Sihir itu udah bener-bener di luar batas.
Malem ini saat yang tepat buat ngelabrak.
Ini perang gue! Perang yang selama ini udah gue tunggu-tunggu.
Hari pasti nggak akan ngira kalo gue mau ngasih "kejutan" buat dia.
Seperti yang semalem gue baca di buku The Art of War-nya Sun Tzu:
Attack him where he is unprepared,
appear where you are not expected.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 197 Dua puluh menit kemudian, sedan silver Hari muncul di pelataran parkir. Sesosok perempuan cantik turun dari mobil. Hari dengan segera menggamit lengan perempuan itu. Dia memang Juju, si Nenek Sihir bertopeng Putri Salju. Berjalan dengan sepatu hak tinggi yang semakin membuatnya terlihat anggun, berbeda jauh dengan Maya yang berjuang setengah mati menjaga keseimbangan saat mengenakan sepatu dengan hak tujuh senti. Sementara Hari, tetap terlihat ganteng. Rambut yang segar dan rapi dengan bantuan gel, celana kain hitam dan kemeja lengan panjang yang ia lipat sampai sikut. Maya yakin, si Nenek Sihir itu dapat mencium wangi parfum Eternity yang biasa dipakai Hari.
Jauh di lubuk batinnya, melihat pasangan paling menyebalkan se-dunia itu membuat rasa cemburu Maya timbul.
Sampai di titik ini ia tetap tidak mengerti kenapa bisa-bisanya Hari rela meninggalkan Maya untuk seorang perempuan seperti Juju. Semua orang bisa menilai, bila harus bersaing pun Juju bukanlah rival yang seimbang bagi Maya.
Apakah karena si Nenek Sihir itu pintar berdandan"
Apakah karena si Nenek Sihir itu begitu mempesona ketika berjalan dengan sepatu hak tujuh senti-nya"
Apakah karena si Nenek Sihir itu hobi berbelanja dan menikmati hidup indah dengan menggesek credit card"
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 198 Atau... Apakah karena si Nenek Sihir itu rajin melakukan meni pedi"
Kalau memang Hari ninggalin gue karena itu, kenapa dia nggak bilang aja"
Gue juga kan bisa ngelakuin itu semua.
Apa sih susahnya belajar dandan"
Apa sih susahnya belajar buat suka pergi ke salon"
Gue bisa Har kayak gitu. Tapi sekarang sudah terlambat.
Tidak ada yang bisa menahan Maya untuk memergoki Hari dan melabraknya malam ini. Ia tidak akan segan-segan mempermalukan Hari di depan publik. Hari yang ternyata selama ini pandai berpura-pura sudah sepantasnya menerima perlakuan yang memalukan ini.
Kalau malam ini adalah malam penganugrahan Piala Oscar, tentu Hari akan berhasil membawa pulang satu piala atas kategori aktor terbaik.
Maya menatap mereka dengan pandangan kosong sampai akhirnya kedua orang dalam pengintaiannya itu hilang dari batas pandangan. Mata yang tidak berkedip itu seperti membias dendam.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 199 "Bukan salah gue kalo malem ini acara makan malem lo bakal jadi mimpi buruk, Har."
Skenario Melabrak Sudah satu jam pasangan paling menyebalkan se-dunia itu ada di dalam restoran Jepang. Mungkin saat ini mereka baru menyelesaikan makan malam. Maya yakin sekali, sebentar lagi Hari pasti akan memesan puding coklat kesukaannya sebagai dessert.
Sometimes I Feel like I trusted you too well
Sometimes I Just feel like screaming at myself
Sambil menunggu saat yang tepat untuk memberi kejutan indah bagi Hari, Maya memutar CD Linkin Park. Sesekali kepalanya bergerak mendengarkan suara Chester menyanyikan lagu Don"t Stay.
Semua kejadian ini emang karena gue terlalu percaya sama Hari.
Percaya bahwa yang dia bilang itu bener.
Percaya bahwa dia sayang sama gue.
Percaya bahwa di atas sana ada sebuah bintang yang namanya Amaya.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 200 Percaya bahwa sejauh apa pun bintang itu, dia bakal pergi ke langit buat ngedapetinnya.
Ngedapetin apa" Ngedapetin jidat lo, Har"
Kenapa sih bisa-bisanya gue seperti dibikin idiot sama elo dengan ngasih kepercayaan yang begitu besar"
Dan kenapa setega itu elo ngerusak kepercayaan gue"
Gerimis lambat-laun turun menetes dari langit. Sudah satu jam lebih tiga puluh menit Maya menunggu dalam mobil. Ia melirik jam di pergelangan tangan, kini saatnya memberi kejutan indah bagi Hari.
Maya mematikan CD dan mesin mobil. Ia menarik nafas panjang sebelum keluar. Skenario yang sudah ia persiapkan dengan matang ini tidak boleh gagal.
Maya berusaha berjalan setenang mungkin sambil mengatur ritme nafas sambil memayungkan tangan, melindungi wajah dari terpaan rintik hujan. Sesekali angin mengibarkan rambutnya. Gaun warna marun yang membalut tubuh membuat dia begitu cantik dan elegan. Dan rasanya ia juga sudah bisa berjalan seimbang dan penuh percaya diri dengan mengenakan sepatu hak tinggi.
Skenario-nya seperti ini.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 201 Malam ini Hari akan melihat sosok yang tercantik dari Maya.
Maya akan mempermalukan Hari di depan publik.
Maya akan meninggalkan Hari.
Hari akan mengejar Maya dan mengemis minta maaf.
Maya tidak akan menggubris Hari.
Beberapa langkah mendekati pintu masuk restoran yang terbuat dari kaca tebal transparan, Maya dapat melihat sosok Hari duduk di sebelah kanan sedang menikmati puding coklat sambil tersenyum pada si Nenek Sihir itu.
Seorang petugas restoran yang mengenakan kimono sebagai seragam, tersenyum ramah saat membukakan pintu masuk. Tapi kenapa tiba-tiba kakinya seolah terlalu berat untuk masuk"
"Selamat malam, Mbak" Silahkan masuk," sapa petugas berkimono itu ramah seperti sebuah permintaan agar Maya tidak terdiam kaku memegang pintu.
Beberapa detik ia berdiri seperti patung dengan pandangan kosong. Tanpa diduga, Hari memalingkan wajahnya ke arah Maya, tapi sebelum Hari sempat melihat, Maya segera memutar langkah dan kembali masuk ke mobil.
| lanjut | kembali | atas | bawah | daftar isi | depan
halaman 203 17 NOTHING COMPARES TO YOU Atas Nama Cinta Indahnya Taj Mahal di India dibangun sebagai bukti cinta. Perang Troya berlangsung sepuluh tahun karena begitu cintanya Menelaus pada Helen of Argos yang dibawa pergi Paris. Sangkuriang bersedia membuat perahu dalam satu hari karena cintanya pada Dayang Sumbi bahkan Aphrodite rela meninggalkan suaminya karena ia cinta pada Ares.
Lalu, apakah arti yang bersembunyi di balik nama cinta"
Arti cinta bagi seorang Amaya adalah Hari.
Menyayangi laki-laki itu tidak berbeda dengan keindahan sinar rembulan pada saat purnama.
Cinta itu indah... Cinta itu tulus...
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 204 Cinta itu jumlahnya sulit terhitung, seperti taburan bintang di langit.
Cinta yang hadir di hati Amaya setinggi angkasa.
Cinta itu indahnya seperti perpaduan bulan purnama dan kerlipan seribu bintang.
Saat cinta itu pergi... Dunia terasa gelap, hampa dan kosong. Nothing Compares To You

Kok Putusin Gue Karya Ninit Yunita di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Air mata mengalir deras saat Maya kembali duduk di balik kemudi. Alirannya melunturkan maskara hitam yang ia pakai malam itu. Tubuhnya kaku dan terasa lemah. Harus ke mana pergi, Maya sendiri tidak tahu. Pikirannya seperti terbang ke tempat lain. Hanya ada satu nama yang terbaca dalam hati. Hanya ada satu wajah yang terlukis dalam kalbu. Hanya ada satu rasa yang tidak pernah hilang. Harianto Prabowo.
Sebuah lagu dari MERANA FM sayup-sayup menemaninya menangis.
It's been seven hours and fifteen days
Since you took your love away
I go out every night and sleep all day
Since you took your love away
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 205 Gue nggak mau inget kapan elo mutusin gue. Buat gue semua itu terlalu sakit, Har.
Yang gue inget sejak malem elo mutusin gue, tiap hari gue nangis...
Gue kangen banget sama elo, Har... Gue kangen sama semua yang sering kita lakuin bareng.
Gue kangen denger suara lo.
Gue kangen denger elo ketawa.
Gue kangen denger elo cerita.
Gue kangen semuanya, Har.
Since you"ve been gone I can do whatever I want
I can see whomever I choose
I can eat my dinner in a fancy restaurant
But nothing ... I said nothing can take away these blues,
'Cause nothing compares ...
Nothing compares to you Gue nggak bohong kalo di malem sesudah gue liat elo bareng si Nenek Sihir itu gue nangis sampe sesenggukan... Sampe mata gue bengkak... Sampe gue capek mikir kenapa...
Gue nyoba buat ngelupain elo Har, tapi prakteknya susah banget...
Gue udah nyoba segala macem cara buat ngilangin elo dari pikiran gue, tapi nggak bisa.
Rooms Caf" nggak seindah dulu kalo nggak ada elo, Har...
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 206 Waktu pergi ke sana, gue inget terus sama elo...
Gue inget sama sebuah bintang yang elo kasih nama Amaya, Har...
Bintang yang namanya Amaya itu kemana Har" Apa namanya masih sama"
It's been so lonely without you here
Like a bird without a song
Nothing can stop these lonely tears from falling
Tell me baby where did I go wrong"
Tolong terangin gue salah apa, Har"
Bikin gue ngerti Har kenapa elo ninggalin gue.
Bukan karena gue terlalu baik buat elo "kan"
Bukan karena gue ngerusak pride lo sebagai laki-laki "kan"
Bukan karena sejuta alasan yang elo bilang waktu elo mutusin gue "kan Har"
Tolong terangin apa yang bikin elo rela ninggalin gue demi si Nenek Sihir itu, Har..
I could put my arms around every boy I see
But they'd only remind me of you
went to the doctor guess what he told me
Guess what he told me"
He said, girl, you better have fun
No matter what you do But he's a fool ... --------------------------------------------------------------------------------
halaman 207 Kalo gue mau... gue mungkin bisa nyari pacar baru...
Tapi gue nggak bisa, Har.
Gue nggak bisa secepet itu buat ngelupain elo...
'Cause nothing compares ...
Nothing compares to you ...
Buat gue, susah nyari pengganti elo.
Tiap kali, gue selalu bandingin sama elo.
Dan sampai detik ini, gue masih ngerasa elo yang terbaik buat gue.
All the flowers that you planted, mama
In the back yard All died when you went away
I know that living with you baby was sometimes hard
But I'm willing to give it another try
Seandainya waktu itu elo bilang kalo ada sesuatu yang salah dengan hubungan kita, gue berharap banget kalo elo bisa ngasih kesempatan buat gue ngebenerin sesuatu yang salah itu.
Ini nggak fair buat gue, Har.
'Cause nothing compares ...
Nothing compares to you ...
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 208 Bagi gue, elo adalah sebuah dunia.
Kalo elo pergi ninggalin gue...
Dunia gue hampa... Dunia gue gelap... Dunia gue kosong...
Rintik hujan perlahan menetes membasahi bumi, seperti menemani Maya dalam tangis. Maya menjalankan mobil meninggalkan pelataran parkir. Ia membiarkan perasaan menuntun ke mana arah yang harus dituju. Seiring hujan yang turun semakin lebat, air mata yang mengalir dari pelupuk mata Maya semakin deras. Suara kilat yang menyambar di langit terdengar seperti memuntahkan amarah melihat hati Maya terluka. Maya terus menjalankan mobil sambil menangis. Mobil itu mengantarkan Maya menuju tanah kosong berbukit, tempat dimana ia dan Hari sering menghabiskan waktu. Tempat dimana Hari memberinya satu bintang.
Tanpa menghiraukan hujan yang tercurah lebat dari langit, Maya keluar dari mobil dan membiarkan tubuhnya basah ditembus air. Ia menengadahkan wajah membentang langit, mencari sebuah bintang yang pernah Hari berikan.
Tapi bintang itu hilang, yang ada hanya air deras yang menghujam wajahnya. Dalam gelap Maya menangis, dalam hujan ia memanggil nama Hari.
| lanjut | kembali | atas | bawah | daftar isi | depan
halaman 209 18 KARIR BALAS DENDAM GUE UDAH TAMAT
Kebahagiaan yang Hanya Mampir Sebentar
MAYA berdiri mematung di depan rumah Rini, menunggu seseorang membukakan pintu. Mbok Inem, perempuan berumur lebih dari setengah abad yang sudah lama bekerja membantu di rumah ini, tersenyum ramah mempersilahkan Maya masuk begitu ia membuka pintu.
Karena Teh Nia, kakak Rini yang minggu depan akan melangsungkan pernikahan, Maya diminta datang membantu Rini membereskan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan resepsi. Beberapa tenda putih ala timur tengah sudah terpasang di halaman samping rumah. Beberapa tukang sedang mengecat ulang pagar dan bagian luar rumah. Wangi bunga melati dan sedap malam sudah terasa saat Maya melangkah menuju kamar Rini.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 210 "Hey Maya, sini masuk..." ujar Rini begitu melihat kepala Maya menyembul di pintu. Ia sendiri sedang duduk di lantai ditemani lima keranjang besar berisi suvenir pernikahan.
Tanpa menjawab Maya masuk dan duduk lesehan di samping Rini. Ia menyimpan tas ransel dan buku The Art of War di atas meja komputer Rini.
"Heh Miss Sun Tzu, masih belom tamat juga baca kitab keramatnya?"
Maya menjawab dengan senyum.
"Eh, lu mau gua bawain apa" Air putih" Ice lemon tea" Atau Punch darah ular segar?"
Maya menggelengkan kepala. Tanpa ekspresi.
"Mmm... atau milkshake buntut kadal kali ya?"
Maya diam saja. Sorot matanya mati.
"Lu kenapa sih say?"
"..." "Kok dateng ke tempat gua malah diem aja sih?"
"..." "Kepaksa ya bantuin gua?"
Untuk yang ini Maya menggeleng cepat, tapi tetap tidak bersuara.
"Sebenernya ngga iklas ya dateng ke sini?"
Maya kembali menggelengkan kepala tapi kali ini ia langsung memeluk Rini. Terasa butiran air mata jatuh menembus baby t-shirt putih yang dipakai sahabatnya itu. Rini membiarkan Maya membenamkan muka dan menangis sepuasnya. Tangis yang pelan itu justru terdengar seperti orang yang selama ini memendam rasa sakit hati yang luar biasa.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 211 "Gue kangen banget Hari, Rin... " tutur Maya sambil menangis.
Rini membelai lembut punggung Maya.
"Perih, Rin... "
"..." "Hari kok tega sih ninggalin gue..."
"..." "Salah gue apa, Rin" Apa kurang gue nyayangin dia sampe dia nyari orang laen?"
"..." "Rin, sekali ini aja gue ketemu orang yang selama ini gue cari... Orang yang kayak Hari... Orang yang pernah ngasih kebahagiaan buat gue... Tapi KENAPA Rin semua kebahagiaan itu cuma mampir sebentar di hidup gue?"
"..." "Kenapa cuma sebentar, Rin?"
"..." "Kenapa gue nggak boleh ngerasain kebahagiaan itu lama-lama, Rin?"
"..." "Ini nggak fair buat gue, Rin..." Tangis Maya meretakkan sunyi.
Maya menenggelamkan wajahnya dalam-dalam di pelukan Rini. Rini hanya bisa memeluk erat dan ikut menitikkan air mata merasakan penderitaan Maya. Ia tahu sekali betapa sahabatnya itu sangat menyayangi seorang laki-laki yang bernama Harianto Prabowo. Betapa Maya ingin mempersembahkan yang terbaik dan bersedia pergi ke tujuh samudera demi laki-laki itu.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 212 Sayangnya, laki-laki itu memilih pergi.
Pengemis Cinta RINI menunggu sampai air mata Maya benar-benar surut sebelum ia beranjak membawakan Maya segelas air putih. Rini terus membelai punggung sahabatnya itu tanpa bertanya apa-apa, seolah menunggu Maya siap untuk menjelaskan kenapa ia menangis.
"Rin..." "Ya May?" "Maafin gue yah?"
"Maafin kenapa say" Ngga ada salah apa-apa kok minta maaf?"
Maya menarik nafas panjang. "Gue selama ini sering ngerepotin elo..."
Rini menggeleng. "... nyusahin elo... sering bitching..."
"Ngomong apa sih, May?"
"Iyah... Persis kayak sekarang... Sejak Hari mutusin gue, gue sering kayak gini, sering nangis, sering ngutuk-ngutuk nggak jelas, sering ngeluh..."
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 213 "Kok elu gitu sih?"
"Yang elo bilang... semuanya bener, Rin. Mustinya gue nggak usah pake misi bales dendam segala sama Hari. Harusnya gue langsung aja nanya baek-baek sama dia kenapa dia sampe selingkuh..."
"..." "Bener apa yang elo bilang... Selama ini gue udah disetir sama dendam kesumat gue..."
"..." "...Bener yang elo bilang... Apa bedanya gue sama Hari" Gue sama dia sama-sama jadi orang jahat yang sama-sama saling nyakitin perasaan satu sama lain."
"May..." Maya cepat memotong. "Harusnya dari dulu gue dengerin elo, Rin."
"..." "Gue nyesel banget Rin... Nyeseeel banget sama semua yang kelakuan jahat gue sama Hari. Ngempesin ban mobil, ngikutin dia pacaran, baca-baca imel pacar barunya buat dia dan segala macem hal jelek lainnya... Semua itu nggak akan bisa bikin Hari balik ke gue," ujar Maya setengah berbisik di kalimat terakhir.
Rini tersenyum, berusaha menghibur Maya. Ia tahu, betapa sakit rasanya bila seseorang yang selama ini kita sayang ternyata berselingkuh.
"Kemaren, gue ngikutin Hari sama pacarnya itu Rin. Mereka makan malem di restoran Jepang. Tadinya malem itu gue udah niat ngegap dia... "
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 214 "..." "... Tadinya semalem udah gue niatin jadi acara puncak perang gue sama dia. Tapi pas gue mau ngelakuin itu, kok gue nggak bisa?"
"..." "Selama ini gue sadar akan satu hal, Rin."
"..." "Gue masih sayang sama Hari." Maya tersenyum kecut.
"Iya... Gua tau kok kalo elu masih sayang sama dia..."
"Ternyata nggak segampang itu ngelupain Hari. Ternyata selama ini gue berusaha ngelupain dia dengan ngeliat sisi jeleknya dia, ninggalin gue demi si Nenek Sihir itu... Tapi ternyata nggak bisa, Rin. Sayang gue terlalu dalem buat Hari."
Rini tersenyum mendengar pengakuan Maya.
"Lo sendiri tau darimana kalo gue masih sayang sama Hari, Rin?"
"Dari dulu gua udah tau, say... "
"Oh yah" Gimana caranya?"
"Gini ya May... Selama ini gua merhatiin tindak tanduk elu...
Pertama, waktu awal elu ngeliat Hari lagi bareng sama si Nenek Sihir itu, elu keliatan banget nge-reject kalo Hari selingkuh.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 215 Kedua, akhirnya elu dengan berat hati terima kalo Hari selingkuh.
Ketiga, elu marah. Dan bareng si mas dendam kesumat lu itu, elu mengekspresikan kemarahan itu dengan cara-cara yang gila.
Keempat, di balik semua kenyataan bahwa Hari itu selingkuh, elu masih sering nangis mikirin Hari. Elu yang biasa dengerin Metallica malah jadi sering dengerin MERANA FM. Gimana ngga bikin elu tambah tersiksa.
Kelima, sekarang ini... lu nyadar ternyata elu masih sayang sama dia."
Beberapa saat Maya terdiam seperti merenungkan apa yang baru saja dikatakan Rini. Semua yang dikatakan Rini itu memang benar. Tetes air mata yang tersisa, seperti siput, perlahan meluncur sampai ke dagu.
"Life goes on, May... Mungkin Hari memang bukan orang yang tepat buat elu, jadi Tuhan nunjukkin itu ke elu dari sekarang..."
"..." "Lagian, May... Gua sih yakin masih banyak yang namanya laki-laki perpaduan Orlando Bloom yang punya otak kayak Tim Olimpiade Fisika Indonesia di luar sana yang lagi berderet ngantri biar bisa masuk ke hati seorang Amaya..."
"..." "Laki-laki di dunia ini bukan cuma Hari, May..."
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 216 Maya terpekur mendengarkan Rini.
"Dan orang secantik elu yang bisa lulus cum laude dari kampus kita sementara banyak orang-orang yang gagal lulus sidang... harusnya tegar!"
"..." "Jangan jadi pengemis cinta..."
"..." "... yang harus slalu mengalah..."
"..." "... bila diputuskan cintaaa dari sang kekasih..." Kali ini Rini bernyanyi.
"Heh! Malah nyanyi dangdut!" Maya tersenyum melihat sikap Rini yang kadang-kadang gila. Di saat seperti ini Rini memang sangat berusaha memberi nasihat sambil menghibur Maya. Rini seperti tidak ingin garis senyum sahabatnya itu terputus.
"Ya, intinya... get up! Angkat kaki... Hidup lu ga berhenti sampe di sini... Hidup lu itu terlalu indah buat dirusak sama orang yang namanya Hari."
"Gue udah capek Rin, sama semua ini. Sekarang rasanya gue bener-bener udah siap buat ngebiarin Hari pergi dan pacaran dengan tenang. Karir balas dendam gue udah berakhir.
I"m ready to let him go.
Gue udah rela dengan pilihan Hari."
"Lu yakin ngga akan ngebuntutin Hari lagi?"
"Yakin banget."
"Lu yakin besok-besok ngga akan ngempesin ban mobilnya dia?"
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 217 Maya tersenyum. Rini seperti yang menyindir.
"Lu siap buat ngga buka-buka inbox-nya Hari nih nanti malem?"
"Tadi siang sebelum gue ke sini, udah gue cek... Ternyata Hari udah ngeganti password-nya.
Sialan!" Mereka tertawa. "Gua seneng banget akhirnya gua bisa ngeliat elu hidup normal lagi, May."
"Iyah... Gue pengen batin gue tenang. Gue pengen kalo bangun tidur gue nggak harus mikirin dan bikin list hari ini gue harus ngapain buat nyakitin Hari."
"Nah gitu dong..." Rini merangkul Maya. "Mendingan sekarang sih kita bungkusin aja semua kotak suvenir ini," Rini meraih keranjang rotan yang penuh berisi suvenir pernikahan Teh Nia.
"Suvenirnya apaan sih Rin?"
"Buka aja." Maya meraih satu kotak hitam kecil dari keranjang. "Gantungan kunci metal... duh! Bagus bangeeet."
"Lu tau sendiri nyokap gua seleranya top abis."
"Trus semua ini harus gue bungkus lagi pake kertas kado ini?" Maya menunjuk pada gulungan kertas kado berwarna biru metalik.
"Uh huh, trus kalo udah... dikasih pita kayak gini. Sesuai instruksi nyokap tadi pagi."
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 218 "Wah lucu... lucu... " Maya pun segera membantu Rini membungkus semua kotak suvenir. "Berapa undangan sih, Rin?"
"Kurang lebih 1500an lah..."
"Hah"! Serius" Jadi ini ada 1500 kotak yang harus kita bungkusin?"
"Ya iya lah." "Duh, mikirinnya aja gue udah capek duluan nih."
"..." "Rin... " "Ya?" Rini terlihat sibuk melilitkan pita di sekeliling kotak suvenir yang sudah terbungkus.
"Bukannya tadi elo nawarin gue minum milkshake buntut kadal?"
| lanjut | kembali | atas | bawah | daftar isi | depan
halaman 219 19 DAMN, I STILL LOVE YOU! Resepsi Pernikahan SABTU malam ini adalah rencana resepsi pernikahan Teh Nia yang bertempat di Auditorium Pusda"i yang terdapat dalam satu kompleks yang sama dengan masjid yang menjadi tempat prosesi akad nikah berlangsung.
Sudah satu minggu ini Maya akhirnya berhasil hidup seperti orang-orang normal pada umumnya. Bangun pagi, mandi, sholat subuh, sarapan dan menikmati secangkir kopi hangat sambil membaca koran. Ia pun mulai mempersiapkan acara wisuda yang sebentar lagi akan dijalaninya dan mulai browsing di internet mencari lowongan kerja di perusahaan konsultan asing yang sudah lama diincar (tanpa tergoda untuk membuka inbox Hari dan menebak-nebak apa password barunya). Selain itu, membantu Rini mempersiapkan acara resepsi pernikahan Teh Nia membantunya sibuk melupakan Hari.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 220 Maya betul-betul menepati janji untuk membiarkan Hari hidup damai tanpa gangguan.
Pagi itu, Maya sedang mempersiapkan gaun hitam yang akan dipakainya nanti malam. Meski termasuk panitia, Maya tidak diharuskan memakai seragam pakaian tradisional sunda. Ia hanya seksi sibuk yang membantu Rini mengecek segala sesuatu agar semuanya berjalan lancar.
---BEEP BEEP--- "Halo Rin..." "Say, ntar tolong stay tune di depan masjid sebelum Ashar ya. Gua plus rombongan bakal dateng ke Pusda'i jam segituan. Akad nikah dimulai sesudah kita semua sholat."
"Oke." "Trus, ntar tolong pastiin acara sesudah Maghrib check sound sekali lagi..."
"Oke..." "Mmm... trus..." Rini menyerocos menyebutkan sederetan tetek-bengek.
Maya tertawa, "Iya, iya, tenang..."
"Duh, yang nikah Teh Nia tapi yang senewen malah gua," Suara Rini terdengar panik. "Sama pastiin orkestra ya May... Abis degung sunda, baru orkestranya manggung. Pokoknya lu jagain stage ya?"
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 221 "Beres deh." "Oh iya... Aduh ampir lupa nih satu hal yang paling penting..."
"Apa lagi Rin?" Maya tersenyum kecil mendengar suara Rini yang panik.


Kok Putusin Gue Karya Ninit Yunita di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jangan biarin Ua-ua gua, Mang dan Bibi beserta Aki-Nini gua nyanyi ya. Serius. Bisa bubar."
"Hahaha... " "Dari sekarang gua udah nerangin ke mereka kalo elu jago taekwondo, maksa nyanyi bisa berakhir di rumah sakit soalnya."
"Hahaha... Elo tuh yah, mematikan hasrat mereka berkesenian sih."
"Biarin. Demi keselamatan acara. Ya udah deh kalo gitu, gua mau ngurus sepupu-sepupu kecil gua yang pada belom mandi nih. Thanks banget ya say."
"Bye." ---KLIK--- --- Seperti yang sudah dijanjikan, Maya sudah berada di pelataran masjid menjelang Ashar. Rombongan keluarga Rini dan calon mempelai wanita berada di ruangan khusus di samping masjid. Saat Maya muncul di ruangan itu untuk menemui Rini, Tante Heti sang perias pengantin terlihat sedang sibuk memberi sentuhan akhir untuk menyempurnakan riasan Teh Nia.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 222 "Rini..." Maya melambaikan tangan memberi isyarat agar Rini mendekat.
"Gimana May" Beres?"
"Beres... Lo tenang aja ya."
"Eh ini nih, daftar lagu titipan Teh Nia," Rini mengeluarkan secarik kertas dengan tulisan tangan Teh Nia."
"Ooo... ini lagu-lagu yang wajibnya... Oke deh, beres."
"Thanks banget loh May..."
"Sidik mana?" "Tuh lagi ngobrol sama Aki," Rini menunjuk ke arah tangga di mana Sidik yang sudah siap dengan pakaian tradisional sunda sedang mengobrol dengan Aki (kakek Rini).
"Yah udah... Gue udah setor muka nih. Abis Ashar kan" Ketemu di dalem masjid yah."
"Oke deh." Tepat beberapa menit sesudah sholat Ashar, acara akad nikah dimulai. Kedua calon pengantin duduk berdampingan menghadap kiblat dengan pakaian serba putih. Seluruh anggota keluarga dan kerabat dekat, duduk mengitari calon pengantin. Suasananya begitu tenang, khidmat dan sakral. Suasana seperti inilah yang dahulu pernah ada dalam bayangan Maya. Malah saat ini ia masih membayangkan suatu saat nanti, pria berpeci putih dengan beskap sunda yang ada disampingnya nanti adalah Hari. Tapi Maya langsung cepat-cepat mengusir pikiran itu.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 223 Sesudah acara akad, kini resmi-lah Teh Nia berubah status menjadi seorang istri dan Rini kini resmi memiliki kakak ipar. Semua yang hadir memberikan do"a dan ucapan selamat, termasuk Maya.
--- Sesudah sholat Maghrib, Maya memastikan sound system yang akan dipakai orkestra nanti tidak bermasalah sambil mengagumi indahnya pelaminan yang dihias dengan bunga serba putih dan ratusan lilin sekitar pelaminan yang memberikan kesan romantis. Semua dekorasi baik di luar maupun di dalam auditorium didominasi warna putih.
Menjadi single fighter, datang ke acara pernikahan tanpa ada pasangan, memang cukup menambah penderitaan Maya yang masih patah hati. Entah kenapa pikirannya selalu kembali terpantul pada bayangan Hari. Semua laki-laki yang dilihatnya, seolah-olah berwajah sama seperti kembar yang identik dengan Hari.
Maya cepat-cepat mengalihkan pandangannya dengan berkonsentrasi pada daftar lagu wajib permintaan Teh Nia untuk dinyanyikan Mas Wedding Singer yang konon katanya memiliki suara yang mirip sekali dengan Ari Lingua. Di kertas itu tertera delapan lagu.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 224 Rini, ini lagu request Teteh. Pokoknya ini lagu wajib, sisanya terserah mau lagu apa.
Omat-nya (wanti-wanti sekali, ya), Aki, Nini, semua Ua, Mang & Bibi jangan sampe "manggung" heheheh...
Diana Krall: Let"s Fall In Love
Laura Fygi: I Love You For A Sentimental Reason
Jill Scott: He Loves Me Jeffrey Osbourne: All The Way
Keith Martin: Because of You
Jane Monheit: More Than You Know
Basia: Baby You"re Mine
Daniel Bedingfield: If You"re not The One.
Begitu membaca daftar lagu terakhir, Maya mengernyitkan dahinya. "Kok?"
--- Rombongan pengantin memasuki auditorium bersamaan dengan dimulainya upacara "mapag panganten (menjemput pengantin)". Fotografer dan kameramen sibuk mengabadikan momen istimewa ini. Para tamu undangan yang sudah hadir berdiri menyambut kedatangan pengantin.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 225 Sesudah semua prosesi selesai, para tamu undangan memberikan ucapan selamat. Sebagian yang lain langsung menikmati makanan yang tersedia untuk mengurangi antrian menuju pelaminan.
Maya yang sedang kelaparan, menikmati Sakanayaki dengan tenang. Berdiri tidak jauh dari orkestra yang sedang mempersiapkan diri untuk memainkan lagu-lagu request Teh Nia.
Setelah memastikan urusan orkestra-nya selesai, Maya kembali menjelajah seluruh stand makanan yang tersedia. Maya akhirnya kembali ke dekat stage sambil membawa semangkuk Yaki Udon.
Sambil mengedarkan pandangan ke kanan-kiri, matanya terpaku pada seorang laki-laki berjas hitam yang mengenakan dasi polos warna marun.
Ya, laki-laki itu adalah Hari yang sedang menggandeng si Nenek Sihir berada dalam antrian menuju pelaminan untuk memberikan ucapan selamat pada pengantin.
Seketika Maya mematung. Pandangannya terus membeku memperhatikan Hari diiringi suara Mas Wedding Singer yang sedang menyanyikan lagu request Teh Nia.
Gosh! Itu Hari... Aduhhh... Gimana dong... Bukannya Ibu sama Bapak Prabowo yang diundang"
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 226 Mereka mana" Kok nggak dateng" Kok malah Hari sih yang ada"
Ngapain dia disini" Aduuuuh... Udah susah-susah gue ngelupain dia... Kok dia ngancurin semuanya siiiih...
Duh, mana dia tetep ganteng lagi... Gue paling suka ngeliat cowok pake jas... Dan ini... Hari yang ganteng tambah ganteng aja pake jas...
Damn! I still love you, Har...
Gimana gue nggak kejang-kejang coba ngeliatnya"
Aduh, gue harus ngehindarin supaya kita gak saling ngeliat nih.
I don't wanna run away but I can't take it I don't understand if i'm not made for you then why does my heart tell me that I am"
is there any way that I could stay in your heart"
Setelah bait terakhir dinyanyikan, entah kekuatan apa yang membuat Hari menoleh tepat ke arah Maya.
Mereka saling berpandangan.
Dan... seketika wajah Hari langsung berubah pucat.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 227 Maya, Hari dan Si Nenek Sihir
HARI dan Maya saling berpandangan selama beberapa detik. Ini untuk yang pertama kalinya mereka bertemu setelah Hari memutuskan Maya. Wajah Hari langsung mendadak pucat begitu ia melihat Maya yang berdiri hanya beberapa meter saja darinya.
Maya sendiri bingung dengan sikap apa yang harus dia ambil. Apakah ia harus senyum melihat Hari yang begitu begitu mesra menggandeng si Nenek Sihir itu" Atau ia harus pura-pura tidak melihat mereka"
Seperti orang yang mendadak lumpuh, Maya kesulitan untuk menggerakan kaki dan harus sekuat tenaga untuk memalingkan wajah ke arah lain. Dari sudut matanya terlihat Hari menunduk. Maya menghilangkan diri dalam kerumunan orang dan cepat-cepat menuju bagian luar auditorium. Tiba-tiba saja ruangan besar itu terasa sesak baginya.
--- Bagian luar auditorium tidak terlalu dipenuhi tamu undangan dan itu cukup membantu membuat Maya "bernafas" setelah "kejutan" yang baru terjadi beberapa menit yang lalu itu. Hembusan angin membantu menenangkan pikirannya.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 228 Maya bersandar pada salah satu pilar. Ia yakin dari situ, ia dapat mengawasi Hari keluar sekaligus bisa kembali masuk dengan aman dari pintu di sisi kanan auditorium ini. Dalam diam, Maya melepaskan pandangannya ke atas langit.
Malam bulan purnama dengan taburan seribu bintang di langit. Matanya mencari sebuah bintang. Ia melihat salah satu bintang yang berkelip seperti menghibur, berusaha mengajaknya tersenyum.
"Sejauh apa pun bintang itu di langit, aku akan pergi ke sana untuk mendapatkannya."
Mungkinkah bintang itu yang bernama Amaya"
Tak terasa sudah beberapa menit Maya melamun sambil memperhatikan bintang di langit. Sehingga sesaat ia lupa memperhatikan hal lain yang sedang ia hindari.
"Mamaaaay... Eh ngapain sendirian ngelamun ngeliatin bintang?" Suara centil Juju membuyarkan lamunan Maya.
"Eh... Ju...ju..." Maya seperti anak yang baru belajar mengeja.
"Dari tadi Juju panggil-panggil loh... Mamay asik banget sih ngeliatin bintang."
Maya tersenyum. Aduuuuh kacau kacau kacau...
Kok makhluk ini bisa sampe lolos dan sekarang malah ada di depan gue sih?""
Bego banget sih gue... --------------------------------------------------------------------------------
halaman 229 Trus... HARI! HARI! Hari mana" "Sendirian nih May?" tanya Juju sambil menyeruput juice-nya,
"Uh huh... Kalo Juju?"
"Oh... Juju sih bareng sama Hari. Juju nggak nyangka deh bo, ternyata ini kawinan kakaknya Rini."
"Mmm... Emang Juju kenal sama mempelai pria-nya yah?"
"Ngga... Sebenernya yang di undang sih orangtua-nya Hari. Mereka ternyata ga bisa dateng ke sini. Ada urusan penting yang ngga bisa di tunda. Makanya Hari di suruh ngewakilin."
"Ooh gitu." Maya mencari-cari di mana Hari. Ia harus segera masuk ke Auditorium untuk menghindari pertemuan selanjutnya dengan Hari. "Trus Hari di mana, Ju?"
"Itu tuh yang baru keluar dari antrian Kambing Guling. Tadi Juju yang nyuruh ngantri. Juju sih males banget ngantri." Juju yang mengenakan gaun biru dengan model bahu terbuka menunjuk Hari. "Yang... sini Yang... Ini Juju kenalin nih sama temen Juju," si Nenek Sihir itu melambaikan tangannya ke arah Hari.
Ya ampuuun Ju... Elo tuh nganggep Hari apa sih"
Udah bilang Hari orang yang lumayan buat nganter meni pedi sama beli sepatu... sekarang elo nyuruh dia ngantri ngambilin makanan buat elo?""
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 230 Eh! Kok elo malah manggil Hari siiiiiiiiih... Udah tau gue ke sini tuh biar gak ketemu dia, ini malah elo ajak ke sini lagi.
Duh bete banget... Gue harus gimana donggg...
Hari meski terlihat bingung dan salah tingkah, akhirnya mendekati Juju dan Maya. Juju meraih piring yang berisi kambing guling dari tangan Hari.
Ju" Nggak salah malem-malem makan kambing guling"
Bukannya biasanya elo selalu beralesan takut gendut kalo makan daging malem-malem"
"Yang, kenalin nih temen Juju. Namanya Mamay. Dia tuh sahabatnya Rini loh, Yang. May, kenalin dong ini Hari, pacar Juju."
Ini Hari, pacar Juju?""
Please deh Ju... Hari itu bukan pacar lo...
Hari itu cuma orang yang lo anggap lumayan buat nganterin elo meni pedi sama beli sepatu aja. Iya "kan Ju"
Lo cuma nganggep jadian sama Hari adalah hasil tes pasar elo doang "kan Ju"
Dan elo bangga banget "kan Hari ninggalin gue demi elo!
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 231 IYA "KAN" Nih sekarang gue kasih tau yah... ELO TUH UDAH SAKIT JIWA tau nggak!
Hari diam. Maya juga diam. Tidak ada yang berinisiatif untuk mengulurkan tangan terlebih dahulu. Buat apa perkenalan ini" Bukankah mereka berdua sudah saling mengenal" Keduanya terlihat canggung.
"Eh... Kok diem aja sih Yang... Ayo dong salaman sama Mamay."
Akhirnya Hari mengulurkan tangan. "Apa kabar?" Suaranya terdengar bergetar.
Apa kabar" Kabar gue buruk, Har... Kabar gue selalu buruk sejak elo mutusin gue demi si Nenek Sihir yang sakit jiwa ini.
Maya tidak membalas sodoran tangan Hari. Ia sudah capek dengan semua ini. Hari masih mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Maya, seolah-olah mereka berdua belum saling mengenal. Sadar bahwa Maya tidak membalas, Hari menarik tangannya.
"Loh, kok Mamay gitu sih... Ga salaman sama pacar Juju?" Si Nenek Sihir itu terlihat kecewa dengan sikap Maya.
"Gue udah kenal sama pacar elo, Ju," jawab Maya dingin.
--------------------------------------------------------------------------------
halaman 232 "Oh ya" Di mana?"
Ada jeda beberapa saat setelah Maya menarik nafas dalam-dalam.
"Hari itu ... mantan pacar gue ... tepatnya yang rela mutusin gue demi elo."
| lanjut | kembali | atas | bawah | daftar isi | depan
Pertemuan Di Sebuah Motel 4 Pendekar Naga Putih 43 Darah Perawan Suci Kasih Diantara Remaja 11
^