Blood Promise 3
Blood Promise Vampire Academy 4 Karya Richelle Mead Bagian 3
Dia tidak peduli dengan resiko untuk dirinya sendiri. Dia hanya tahu kalau dia harus
menyelamatkan yang lain ..." Aku pernah melihat di matanya, keteguhan hati itu.
Rencana kami akhirnya adalah mundur sesegera yang bisa kami semua lakukan, tapi
aku merasakan kalau dia ingin tinggal dan membunuh setiap Strigoi yang bisa ia
temukan. Tapi dia juga mengikuti perintah, akhirnya mulai mundur saat yang lain
aman. Dan di saat-saat terakhir itu, hanya sesaat sebelum Strigoi mengigitnya,
Dimitri menatap mataku dangan tatapan penuh cinta yang membuat seisi goa terasa
penuh dengan cahaya. Ekspresinya seolah bicara tentang apa yang kami bicarakan
sebelumnya: Kita akan bersama, Rosa. segera. Kita hampir mendapatkannya. Dan
tidak ada apapun yang bisa memisahkan kita lagi ....
Meskipun begitu, aku tidak menyebutkan bagian itu. Ketika aku telah menyelesaikan
sisa dongengku, wajah-wajah itu terlihat suram tapi penuh dengan rasa khidmat dan
hormat. Dekat di belakang kerumunan, aku baru menyadari kalau Abe dan
penjaganya mendengarkan juga. Ekspresinya tidak terbaca. Sulit, tapi bukan marah
maupun takut. Cangkir kecil mulai diputar ke sekeliling kelompok itu satu persatu
dan seseorang memberikannya padaku. Seorang dhampir yang tidak kukenal, satu
dari laki-laki yang hadir, berdiri dan mengangkat cangkirnya ke udara. Dia berbicara
dengan keras dan hormat, dan aku mendengar nama Dimitri disebutkan beberapa
kali. Ketika dia selesai, dia minum dari cangkir itu. Semua orang juga melakukan hal
yang sama, jadi aku juga mengikuti. Dan hampir tercekik sampai mati. Rasanya
seperti api dalam bentuk cairan. Aku memerlukan setiap ons kekuatanku ketika aku
menelannya dan tidak menyemburkannya keselilingku.
"Ap ... apa ini?" tanyaku, terbatuk-batuk.
Viktoria menyeringai. "Vodka."
Aku meneliti gelas itu. "Tidak, buka vodka. Aku pernah minum Vodka sebelumnya."
"Bukan Vodka Rusia."
Sebenarnya memang belum pernah. Aku berjuang untuk menghabiskan sisa Vodka
di cangkir itu untuk menghormati Dimitri, meskipun aku punya perasaan kalau dia
berada disini, dia akan menggelengkan kepalanya padaku. Kupikir aku sudah cukup
menjadi sorotan setelah ceritaku selesai, tapi ternyata tidak. Setiap orang terus saja
duestinae89.blogspot.com bertanya padaku. Mereka ingin tahu lebih banyak tentang Dimitri, lebih banyak
tentang bagaimana kehidupannya. Mereka juga ingin tahu tentang hubunganku dan
Dimitri sebagai pasangan. Mereka semua sudah menduga kalau Dimitri dan aku
sudah saling jatuh cinta " dan mereka tidak masalah dengan hal itu. Aku ditanyai
bagaimana kami bertemu, berapa lama kami sudah bersama ...
Dan sepanjang waktu, orang-orang terus mengisi ulang cangkirku. Memutuskan agar
tidak terlihat idiot lagi, aku terus minum sampai aku akhirnya bisa minum Vodka itu
tanpa batuk atau meludah. Semakin banyak aku minum, semakin nyaring dan
semakin bergerak cerita yang kusampaikan. Lenganku mulai terasa geli dan bagian
dari diriku tahu kalau semua ini mungkin ide yang buruk. Ok, diriku sepenuhnya
menyadarinya. Akhirnya, orang-orang mulai pergi. Aku tidak tahu jam berapa
sekarang, tapi kurasa ini sudah tengah malam. Mungkin lewat dari itu. Aku berdiri
tegak, menyadari kalau tenryata lebih susah dari yang aku harapkan. Dunia terasa
bergoyang dan perutku terasa tidak bahagia menjadi bagian dari diriku. Seseorang
memegangi tanganku dan membantuku berdiri seimbang.
"Tenang," kata Sydney. "Jangan dipaksakan." Perlahan, dengan hati-hati, dia
menuntunku menuju rumah. "Tuhan," aku mendesah. "Apakah mereka menggunakan benda itu untuk bahan
bakar roket?" "Tidak ada yang menyuruhmu meminumnya."
"Hey, jangan berkhotbah. Lagipula, aku harus bersikap sopan."
"Tentu," katanya.
Kami berhasil masuk ke dalam dan kemudian menaiki tangga menuju kamar Olena
yang disiapkan untukku menjadi pekerjaan yang tidak mungkin. Setiap langkah
terasa nyeri. "Mereka semua mengetahui tentang hubunganku dengan Dimitri," kataku, berpikir
apakah aku mengatakannya dengan suara yang tenang. "Tapi aku tidak pernah
mengatakan pada mereka kalau kamu bersama."
"Kau tidak perlu mengatakannya. Semuanya sudah tertulis di wajahmu."
"Mereka bereaksi seolah aku adalah jandanya atau sejenisnya."
"Kau mungkin terlihat seperti itu." Kami mencapai kamarku dan dia menolongku
duduk di ranjang. "Tidak banyak dari orang-orang disini yang menikah. Jika kau
pernah bersama seseorang dengan cukup lama, mereka akan menganggap hal
tersebut hampir sama dengan menikah."
Aku menarik nafas lelah dan menatap tanpa fokus terhadap sesuatu. "Aku sangat
merindukannya." "Aku turut berduka cita," katanya.
"Akankah perasaan ini bisa membaik?" Pertanyaan ini terlihat membuatnya terkejut.
"Aku ... aku tidak tahu."
"Apa kau pernah jatuh cinta?"
Dia menggelengkan kepalanya, "Tidak."
Aku tidak yakin apakah hal itu membuatnya beruntung atau tidak. Aku tidak yakin
apakah semua hari yang cerah yang aku miliki bersama Dimitri setimpal dengan rasa
sakit yang aku rasakan sekarang. Sesaat kemudian, aku tahu kebenarannya.
duestinae89.blogspot.com "Tentu saja setimpal."
"Huh?" tanya Sydney.
Aku sadar telah mengatakan pikiranku dengan nyaring. "Tidak apa-apa. Hanya
berbicara pada diriku sendiri. Aku sepertinya harus tidur."
"Apa kau perlu sesuatu yang lain" Apa kau sakit?"
Aku menilai rasa mual di perutku. "Tidak, tapi terima kasih."
"Ok." Dan dengan sikap acuhnya yang biasa, dia pergi, mematikan lampu dan
menutup pintu. Aku pikir aku akan pingsan setelah itu. Jujur, aku ingin begitu. Hatiku telah terbuka
terlalu banyak dengan menceritakan Dimitri malam ini dan aku ingin rasa sakitnya
pergi. Aku ingin kegelapan dan lupa. Malahan, mungkin karena aku telah kebal
dengan hukuman, hatiku memutuskan untuk menyelesaikan pekerjaan ini dan
merobek-robeknya sehingga jelas terbuka.
Aku pergi mengunjungi Lissa.
duestinae89.blogspot.com Sepuluh MASING-MASING ORANG SEPERTINYA BISA BERGAUL dengan baik saat
makan siang bersama Avery sehingga kelompok itu kembali berkumpul lagi pada
malam harinya dan melakukan semacam kegiatan liar bersama.
Lissa sedang memikirkan hal itu saat dia tengah duduk dalam pelajaran pertama di
kelas bahasa Inggris di pagi berikutnya. Mereka begadang malam tadi, diam-diam
keluar setelah jam malam telah berlalu. Ingatan itu menorehkan senyuman di wajah
Lissa, meskipun dia sedang mencoba untuk tidak menguap. Aku tidak bisa menahan
sedikit rasa iriku. Aku tahu Avery lah yang bertanggung jawab atas kebahagiaan
Lissa ini, dan ini menggangguku sampai ketingkat orang picik. Namun,
persahabatan baru yang ditawarkan Avery juga membuatku merasa sedikit bersalah
karena telah meninggalkan Lissa. Lissa menguap lagi, sangat susah berkonsentrasi
pada "The Scarlet Letter" ketika sedang terlibat pertarungan dengan rasa pusing
akibat mabuk semalam. Avery kelihatannya terus menuangkan minuman tanpa
henti. Adrian tentu langsung mengambilnya, tapi Lissa menjadi sedikit ragu-ragu.
Dia sudah menghentikan masa-masanya berpesta sekian lama, tapi akhirnya ia
menyerah malam tadi dan minum bergelas-gelas anggur lebih banyak dari pada yang
seharusnya ia minum. Sangat berbeda dengan situasiku dengan "si vodka", cukup
ironis. Kami berdua sama-sama terlalu menurutkan kata hati, meskipun kami
terpisah bermil-mil jauhnya.
Tiba-tiba, sebuah suara melengking menderu di udara. Kepala Lissa mendongak
bersamaan dengan semua kepala yang ada di kelas ini. Di sudut ruangan, sebuah
lampu alarm kebakaran kecil menyala dan memberi pertanda peringatan. Seperti
biasa, beberapa siswa mulai bersorak ketika sebagian lagi berpura-pura ketakutan.
Sisanya hanya terlihat kaget dan menunggu.
Pengajar Lissa juga terlihat sedikit bingung, dan setelah penilaian cepat, Lissa yakin
kalau ini bukanlah alarm yang sudah direncanakan. Guru-guru biasanya
mengangkat kepala mereka saat ada latihan, dan Ibu Malloy tidak mengenakan
ekspresi lelah seperti biasanya yang di tunjukkan seorang guru saat mencoba
membayangkan berapa banyak waktu yang akan digunakan latihan kali ini yang
akan memotong jam pelajaran mereka.
"Berdiri dan kesanalah," kata Ibu Malloy dengan kesal, memegang sebuah papan
penjepit kertas. "Kalian tahu kemana kalian harus pergi." Prosedur latihan
kebakaran sangat standar.
Lissa mengikuti yang lain dan berjalan berdampingan dengan Christian. "Apa kau
yang melakukannya?" godanya.
"Tidak. Aku sih berharap begitu. Kelas ini sudah hampir membunuhku."
"Kau" Aku sudah mendapatkan sakit kepala yang paling parah di sepanjang
hidupku." duestinae89.blogspot.com Christian memberikan seringaiannya yang biasa. "Biarkan itu menjadi pelajaran
bagimu, Nona kecil pemabuk." Lissa mengubah mimik mukanya sebagai balasan dan
memberikan sedikit pukulan ringan. Mereka sampai ke ruang pertemuan di
lapangan dan bergabung di barisan yang mereka coba bentuk. Ibu Malloy datang dan
memeriksa setiap orang dengan papan penjepitnya, puas karena tidak ada satu pun
yang tertinggal. "Kurasa ini tidak direncanakan sebelumnya," kata Lissa.
"Setuju," jawab Christian. "Yang berarti meskipun tidak ada api, kemungkinan akan
memakan waktu yang cukup lama."
"Nah, kalau begitu. Tidak ada gunanya menunggu, kan?" Christian dan Lissa
berbalik terkejut mendengar suara di belakang mereka dan melihat sosok Avery
disana. Dia mengenakan gaun rajut berwarna ungu dan sepatu tinggi berwarna
hitam yang terlihat sangat tidak cocok dengan rumput yang basah.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Lissa. "Kupikir kau ada di kamarmu."
"Terserahlah. Di sana sangat membosankan. Aku harus datang untuk membebaskan
kalian, teman." "Kau yang melakukannya?" tanya Christian, sedikit kagum.
Avery mengangkat bahunya. "Sudah kubilang, aku sedang bosan. Sekarang, ayo pergi
sementara disini masih rusuh."
Christian dan Lissa bertukar pandang. "Sebenarnya," kata Lissa lambat, "Kurasa
mereka sudah mengabsen ..."
"Cepat!" kata Avery. Kegembiraannya menular dan terasa kuat, Lissa bergegas di
belakang Avery, Christian diseret. Dengan semua siswa yang berdesak-desakkan,
tidak satupun yang menyadari kalau mereka memotong jalur menuju kampus "
hingga mereka mencapai bagian luar dari rumah tamu. Simon berdiri bersandar
pada pintu dan Lissa menegang. Mereka ketahuan.
"Semuanya sudah diatur?" Avery bertanya padanya.
Simon, jelas tipe yang kuat dan pendiam, memberikan anggukan sekilas saat ia
menjawab sebelum berdiri dengan tegap. Dia memasukkan tangannya ke dalam
kantong jasnya dan berjalan menjauh. Lissa mentapnya, terkagum-kagum.
"Dia ... dia membiarkan kita pergi" Dan apakah dia juga ikut campur dalam
kekacauan ini?" Simon bukanlah seorang guru di kampus ini, tapi tetap saja bukan
berarti dia boleh membiarkan siswa membolos dari kelas dengan alarm kebakaran
palsu. Avery menyeringai nakal, melihat dia pergi. "Kami telah lama bersama-sama. Dia
punya banyak hal yang lebih baik untuk dilakukan daripada menjadi penjaga kita."
Avery menuntun mereka ke dalam, tapi bukannya pergi ke kamarnya, mereka
memotong jalan ke daerah berbeda dari bangunan itu dan pergi ke tempat yang aku
kenali: kamar Adrian. duestinae89.blogspot.com Avery menggedor pintu. "Hey, Ivashkov! Buka!"
Lissa menutupi mulutnya dengan tangannya untuk mengecilkan suara tawanya.
"Benar-benar trik bagus untuk sembunyi-sembunyi. Semua orang bisa mendengar
suaramu." "Aku ingin ia mendengarku," Avery membela diri. Dia terus saja menggedor pintu
dan berteriak, dan akhirnya, Adrian menjawab. Rambutnya berdiri dalam posisi
yang aneh dan dia punya lingkaran hitam di bawah matanya. Dia minum dua kali
lebih banyak dari pada Lissa malam kemarin.
"Apa ..." Adrian mengerjapkan matanya. "Bukankah kalian seharusnya ada di kelas"
Oh Tuhan. Aku belum cukup tidur, kan?"
"Biarkan kami masuk," kata Avery, mendorong untuk masuk. "Kami perlu tempat
berlindung dari kebakaran disini."
Avery menghentakkan dirinya di sofa Adrian, membuat dirinya merasa seperti di
rumah sendiri saat Adrian terus saja menatapnya. Lissa dan Christian bergabung
dengannya. "Avery menyalakan alarm kebakaran," Lissa menjelaskan.
"Kerja bagus," kata Adrian, menjatuhkan diri ke kursi berbulunya. "Tapi mengapa
kalian harus kesini" Apa hanya ini satu-satunya tempat yang tidak terbakar?"
Avery mengerjapkan bulu matanya ke Adrian. "Apa kau tidak senang melihat kami?"
Adrian menatap Avery, menilai sesaat. "Selalu senang melihat mu."
Lissa yang biasanya sangat kaku dengan hal-hal semacam ini, namun sesuatu
mengenai hal ini membuatnya tergelitik. Sangat liar, sangat konyol ... sebuah
terobosan dari seluruh kekhawatirannya selama ini.
"Tidak perlu waktu lama bagi mereka untuk menyadari ulah kalian. Mereka bisa saja
membiarkan semua orang masuk sekarang."
"Mereka bisa," Avery setuju, meletakkan kakinya ke atas meja kopi. "Tapi aku
memiliki kekuasaan yang bagus untuk melakukkannya, ketika alarm yang lain mati
di sekolah saat mereka membuka pintu."
"Bagaiman bisa kau melakukannya?" tanya Christian.
"Rahasia penting." Adrian menggosok-gosok matanya dan benar-benar geli dengan
semua ini, meskipun dia harus mendadak bangun.
"Kau tidak bisa menarik tuas alarm sepanjang hari, Lazar."
"Sebenarnya, aku mempunyai kekuasaan yang bagus sehinngga sekali mereka
merasa masalah alarm kedua sudah selesai, alarm ketiga akan berbunyi."
Lissa tertawa keras, meskipun kebanyakan dikarenakan oleh reaksi para lelaki dan
sedikit karena pemberitahuan Avery. Christian, yang sangat cocok dengan
pemberontakan anti sosial, telah menjebak orang-orang dalam api. Adrian
menghabiskan hampir sepanjang harinya dengan mabuk dan terantai dengan rokok.
duestinae89.blogspot.com Untuk gadis imut dan supel seperti Avery, ternyata bisa membuat mereka heran,
sesuatu yang benar-benar luar biasa telah terjadi. Avery terlihat puas karena telah
melakukan hal yang lebih dibandingkan mereka.
"Jika sesi introgasi sudah selesai sekarang," katanya, "bukankah kau seharusnya
menawarkan tamumu semacam penyegaran?"
Adrian berdiri dan menguap. "Baiklah. Baiklah, cewek kurang ajar. Aku akan
membuat kopi." "Dengan sedikit tambahan?" Avery mencondongkan kepalanya ke arah rak minuman
Adrian. "Kau bercanda?" kata Christian. "Apa kau masih punya pikiran yang waras yang
tertinggal?" Avery mengitari rak itu dan mengambil suatu botol. Dia memegang benda itu ke
arah Lissa. "Kau mau?"
Bahkan pemberontakkan pagi Lissa punya batas. Sakit kepala karena anggur
semalam masih berdenyut-denyut di tengkoraknya. "Ugh, tidak."
"Pengecut," kata Avery. Dia berbalik ke arah Adrian. "Kalau begitu, tuan Ivashkov,
kau lah yang terbaik dalam hal menuangkannya ke gelas. Aku selalu suka secangkir
kopi yang dicampur sedikit dengan brandy."
Tidak lama setelah itu, aku mengabur menjauh dari kepala Lissa dan kembali
beputar ke dalam kepalaku sendiri, kembali ke dalam kegelapan tidur dan mimpi
yang biasa. Mimpi itu berdurasi pendek, mengingat saat ini ada sebuah ketukkan
keras segera menarikku ke dalam kesadaran.
Mataku perlahan terbuka, dan rasa sakit yang panas dan dalam menerjang melalui
punggung ke belakang tengkorakku " aku yakin ini merupakan efek setelah
meminum vodka beracun itu. Lissa yang mabuk tidak ada hubungannya denganku.
Aku mulai menutup mataku, ingin tengelam kembali ke dasar dan membiarkan tidur
menyembuhkan rasa sakitku. Kemudian, aku mendengar ketukkan lagi " dan
semakin buruk, seluruh tempat tidurku bergoncang dengan kasar. Seseorang
menendangnya. Kembali membuka mata lagi, aku berbalik dan menemukan diriku
menatap mata gelap tajam milik Yeva. Jika Sydney telah bertemu banyak dhampir
seperti Yeva, aku bisa mengerti mengapa ia berpikir kalau kaum kami adalah
monster dari neraka. Ia mengerutkan bibirnya dan menendang tempat tidur lagi.
"Hey," tangisku. "Aku sudah bangun, oke?"
Yeva memberengutkan sesuatu dalam bahasa Rusia, dan Paul mengintip kesekeliling
dari belakang Yeva, menerjemahkan. "Dia bilang, kau tidak bisa dibilang bangun
sampai kau benar-benar keluar dari tempat tidur dan berdiri."
Dan tanpa peringatan lagi, wanita tua yang sadis itu kembali menendang-nendang
ranjangku. Aku tersentak berdiri, dan dunia terasa berputar di sekelilingku. Aku
Blood Promise Vampire Academy 4 Karya Richelle Mead di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
duestinae89.blogspot.com sudah mengatakan sebelumnya, tapi kali ini aku sungguh-sungguh ingin
melakukannya: Aku tidak akan mau minum lagi. Tidak ada hal bagus yang bisa
kudapat dari hal ini. Selimut terlihat sungguh menggoda untuk tubuhku yang sakitsakit, tapi beberapa tendangan dari ujung sepatu bot Yeva membuatku berdiri dari
ranjang itu. "Ok, Ok. Apa kau senang sekarang" Aku sudah bangun." Ekspresi Yeva tidak
berubah, tapi paling tidak dia berhenti menendang. Aku berbalik menatap Paul. "Apa
yang terjadi?" "Nenek bilang kalau kau harus ikut dengannya."
"Kemana?" "Dia bilang kau tidak perlu tahu."
Aku hampir saja ingin mengatakan kalau aku tidak akan mengikuti wanita tua gila
ini kemanapun, tapi setelah satu kali menatap wajah menakutkannya, kupikir aku
lebih baik pergi. Aku tidak ingin membuatnya mengubah orang-orang menjadi
kodok. "Baiklah," kataku. "Aku akan siap setelah aku mandi dan berganti baju."
Paul menerjemahkan kata-kataku, tapi Yeva menggelengkan kepalanya dan bicara
lagi. "Dia bilang tidak ada waktu," jelasnya. "Kita harus segera pergi sekarang."
"Bisakah paling tidak aku menggosok gigiku?"
Dia mengizinkan permintaan kecil itu, tapi mengganti baju sepertinya tidak
termasuk dalam pertanyaan itu. Tapi hanya itu yang terasa masuk akal. Setiap
langkah yang kupijakkan terasa memusingkan dan aku mungkin akan pingsan
karena melakukan sesuatu yang rumit seperti berpakaian atau tidak berpakaian.
Pakaianku tidak bau atau kotor; hanya saja terlihat kusut karena aku jatuh tertidur
dengan pakaian ini. Ketika aku sudah berada di lantai bawah, kulihat belum ada satu pun yang bangun
kecuali Olena. Dia sedang mencuci piring sisa makan semalam dan terlihat terkejut
melihatku bangun. Aku juga kaget.
"Apa kau tidak terlalu cepat bangun hari ini?" tanyanya.
Aku berbalik dan melihat kilatan jam dapur. Aku terkesiap. Ternyata baru empat jam
aku tidur. "Oh Tuhan. Apakah Matahari sudah terbit?" Luar biasa, Matahari sudah terbit.
Olena menawariku untuk sarapan, tapi lagi-lagi Yeva mengulangi perintahnya kalau
waktu kami sempit. Perutku terasa secara bersamaan menginginkan dan membenci
makanan, jadi aku tidak bisa bilang kalau tidak makan adalah hal yang bagus atau
sebaliknya. "Terserahlah," kataku. "Kita pergi saja dan menyelesaikan apa yang kau inginkan."
Yeva berjalan ke arah ruang tamu dan kembali beberapa saat kemudian dengan
sebuah tas besar. Tanpa diduga dia menyerahkan benda itu padaku. Aku
duestinae89.blogspot.com mengangkat bahu dan mengambilnya, menggantungnya di salah satu bahuku. Jelas
ada suatu benda di dalamnya, tapi tidak terlalu berat.
Dia pergi lagi ke kamar yang lain dan kembali dengan menggendong tas yang lain.
Aku mengambil yang ini juga dan menggantungnya di bahu yang sama,
menyeimbangankan keduanya. Yang satu ini lebih berat, tapi punggungku tidak
terlalu merasa keberatan. Ketika dia lagi-lagi pergi untuk ketiga kalinya dan kembali
dengan sebuah kotak raksasa, aku mulai merasa kesal.
"Benda apa ini?" Aku menuntut dan mengambil benda itu dari tangannya. Rasanya
ada batu bata di dalamnya.
"Nenek ingin kau membawa beberapa barang," Paul memberitahuku.
"Ya," aku menggertakkan gigi. "Aku kira berat benda-benda ini sekitar lima puluh
pound." Yeva kembali memberiku satu kotak lagi yang ia letakkan di atas yang besar. Tidak
terlalu berat tapi dalam hal ini aku sejujurnya tidak merasa masalah. Olena
memberiku tatapan simpati, menggelengkan kepalanya, dan kembali ke sisa
makanannya dalam diam, sepertinya tidak akan membantah apa yang dilakukan
Yeva. Yeva beranjak pergi setelah itu dan aku mengikutinya dengan patuh, mencoba untuk
memegang kotak-kotak itu sekaligus menjaga agar tasnya tidak melorot dari
pundakku. Ini bawaan yang cukup berat, satu dari bagian tubuhku yang sedang
melayang-layang tidak menginginkannya, tapi aku cukup kuat sehingga aku tidak
masalah sekalipun ia membawaku ke kota atau kemanapun ia menuntunku. Paul
berlari di sampingku, sepertinya keberadaanya agar membuatku tahu jika aku juga
harus membawa apapun yang ditemukan Yeva di jalanan.
Sepertinya musim semi datang lebih cepat dari pada di Montana. Langitnya cerah
dan matahari pagi sudah memanaskan benda-benda disini dengan cepat. Hampir
sama dengan cuaca musim panas, tapi rasanya ini cukup jelas untuk diketahui.
Pastinya cuaca ini sangat tidak nyaman bagi para Moroi untuk jalan-jalan.
"Apa kau tahu kemana kita akan pergi?" tanyaku pada Paul.
"Tidak," jawabnya riang.
Untuk seseorang yang begitu tua, Yeva bisa bergerak dengan langkah yang bagus,
dan aku menemukan diriku yang berjalan terburu-buru mengikutinya bersama
dengan barang bawaanku. Saat itu, dia melirik ke belakang dan berkata sesuatu pada
Paul untuk diterjemahkan, "Dia kaget karena kau tidak bisa bergerak lebih cepat."
"Ya, aku sebenarnya juga kaget karena tidak ada orang lain yang membawa satu pun
dari benda ini." Dia menerjemahkan lagi: "Dia bilang jika kau benar-benar seorang pembunuh
Strigoi terkenal, maka membawa barang berat harusnya bukanlah sebuah masalah."
"Oh, ayolah," kataku. "Kemana sebenarnya kita pergi?"
Tanpa melirik ke belakang, Yeva menggumamkan sesuatu.
"Nenek bilang paman Dimka tidak pernah mengeluh seperti itu," kata Paul. Semua
ini bukan salah Paul, dia hanyalah penyampai pesan. Namun, setiap kali ia
duestinae89.blogspot.com berbicara, aku ingin menendang bokongnya. Meskipun demikian, aku tetap
membawa barang-barang itu dan tidak lagi berkata apapun di sisa perjalanan kami.
Yeva benar dalam satu hal. Aku adalah pemburu Strigoi dan dia juga benar kalau
Dimitri tidak akan pernah mengeluh tentang beberapa tingkah seorang wanita tua
gila. Dia akan menyelesaikan tugas ini dengan sabar.
Aku mencoba memanggilnya dalam pikiranku dan menarik kekuatan darinya. Aku
memikirkan saat-saat kami di kabin lagi, memikirkan bagaimana bibirnya
menikmati bibirku dan aroma menyenangkan dari kulitnya ketika aku semakin
mendekati dirinya. Aku bisa mendengar suaranya sekali lagi, berbisik di telingaku
kalau dia mencintaiku, kalau aku begitu cantik, kalau aku adalah satu-satunya
baginya .... Memikirkannya tidak mengurangi ketidaknyamanan perjalananku
bersama Yeva, tapi cukup membuatnya terasa sedikit lumayan.
Kami berjalan hampir satu jam lebih sebelum mencapai sebuah rumah kecil, dan aku
siap untuk jatuh dalam kelegaan, dibasahi keringat. Rumah itu hanya satu lantai,
dibuat dengan kayu cokelat sederhana yang sudah dimakan cuaca. Namun,
jendelanya dikelilingi oleh tiga sisi dengan daun jendela yang ditutupi lembaran
indah dengan sentuhan cita ras tinggi berwarna putih. Hampir sama dengan warna
yang digunakan oleh bangunan-bangunan di Moskow dan St. Petersburg yang
pernah kulihat. Yeva mengetuk pintunya. Awalnya hanya ada keheningan, dan aku
mulai panik, memikirkan kalau kami harus bebalik dan pulang.
Akhirnya, seorang wanita menjawab dari balik pintu " seorang Moroi wanita.
Umurnya sekitar 3o tahunan, sangat cantik, dengan tulang pipi yang menonjol dan
rambut berwarna pirang-stroberi. Dia berteriak kaget melihat Yeva, tersenyum dan
menyapa dalam bahasa Rusia. Melirik ke arah Paul dan aku, wanita itu segera
dengan cepat menarik dirinya mundur dan memberi isyarat agar kami masuk.
Dia mengubah bahasanya menjadi bahasa Inggris segera setelah menyadari kalau
aku orang Amerika. Semua orang-orang dua bahasa ini luar biasa. Bukan sesuatu
yang sering aku temui di Amerika. Dia menunjuk ke meja dan berkata padaku untuk
meletakkan semuanya disana, yang aku lakukan dengan ikhlas.
"Namaku Oksana," katanya, menjabat tanganku. "Suamiku, Mark, ada di kebun dan
akan segera masuk." "Aku Rose," kataku padanya.
Oksana menawari kami kursi. Punyaku adalah kursi kayu dengan sandaran tegak,
tapi pada saat itu, aku merasa seperti menduduki tempat tidur. Aku menarik napas
senang dan menyapu keringat di alisku. Sementara itu, Oksana mengeluarkan
barang-barang yang sudah aku bawa. Tas itu penuh dengan sisa makanan dari
pemakaman. Kotak paling atas berisikan beberapa piring-pinring dan jambangan,
yang menurut penjelasan Paul, adalah benda-benda yang dipinjam dari Oksana
beberapa waktu yang lalu. Oksana akhirnya sampai pada kotak paling bawah, dan
tolong aku, benda itu berisikan batu bata merah untuk kebun.
"Kau pasti bercanda," kataku. Di seberang ruang tamu, Yeva terlihat sangat puas.
Oksana terlihat senang dengan pemberian itu. "Oh, Mark akan senang memiliki ini."
duestinae89.blogspot.com Dia tersenyum padaku. "Kau sangat baik mau membawakan barang-barang ini
sepanjang jalan." "Senang membantu," kataku kaku.
Pintu belakang terbuka, dan seorang pria berjalan masuk " Mark, dugaanku. Dia
tinggi dan berotot, rambut abu-abunya mengindikasikan kalau usianya jauh lebih
tua dari Oksana. Dia mencuci tangannya di dapur dan berbalik untuk bergabung
bersama kami. Aku hampir tercekat saat aku melihat wajahnya dan menemukan
sesuatu yang lebih aneh ketimbang perbedaan usia. Dia seorang Dhampir. Untuk
sesaat, aku berandai kalau dia adalah orang lain dan bukan suaminya, Mark. Tapi
itulah nama yang diapakai Oksana untuk memperkenalkan dirinya, dan kebenaran
itu menamparku: seorang Moroi dan dhampir menikah sebagai pasangan. Tentu
saja, jenis kami memang sering berhubungan. Tapi menikah" Hal tersebut
merupakan skandal dalam dunia Moroi.
Aku mencoba untuk menyembunyikan kekagetan di wajahku dan bersikap sesopan
yang aku bisa. Oksana dan Mark terlihat sangat tertarik padaku, meski Oksana yang
lebih banyak berbicara. Mark hanya menonton, rasa penasaran memenuhi wajahnya.
Rambutku terurai, jadi tatoku tidak akan membuka status tidak-terjanjikan ku.
Mungkin dia hanya penasaran bagaimana seorang gadis Amerika bisa keluar
sendirian di tengah-tengah tempat antah berantah ini. Mungkin dia berpikir kalau
aku adalah pekerja pelacur darah yang baru.
Setelah meminum gelas ketiga air putihku, aku mulai merasa lebih nyaman. Saat
itulah Oksana mengatakan kalau kami seharusnya makan, dan saat itu pula, perutku
sudah siap untuk makanan itu. Oksana dan Mark menyiapkan makan bersama,
mengacuhkan semua tawaran bantuan yang diberikan.
Melihat pasangan itu bekerja sangat mengagumkan. Aku tidak pernah melihat tim
yang begitu saling melengkapi dan memahami. Mereka tidak pernah mengahalangi
jalan satu sama lain, dan tidak perlu berbicara untuk mendiskusikan apa yang harus
mereka kerjakan selanjutnya. Mereka sudah tahu. Meskipun berada di daerah
terpencil, isi dapurnya terlihat modern dan Oksana menepatkan sebuah piring yang
berisikan kentang goreng di dalam mikrowave. Punggung Mark mengghadap Oksana
ketika ia sedang menggeledah isi kulkas, tapi segera saat Oksana ingin memulai,
Mark berkata, "Tidak usah, tidak perlu waktu lama."
Aku mengerjapkan mata, kaget, melirik balik dan terus menatap mereka berdua. Dia
bahkan tidak perlu melihat kapan Oksana akan memulai. Kemudian aku mengerti.
"Kalian terikat," aku berseru.
Mereka berdua menatapku dengan keterkejutan yang sama. "Ya. Apa Yeva tidak
mengatakannya padamu?" Tanya Oksana.
Aku menembakkan pandangan cepat ke arah Yeva, ia lagi-lagi memasang tampang
kepuasan terhadap diri sendiri yang menyebalkan di wajahnya.
"Tidak. Yeva sangat terburu-buru pagi ini."
duestinae89.blogspot.com "Hampir semua orang si sekitar sini mengetahuinya," kata Oksana lagi, kembali
bekerja. "Jadi ... jadi kau adalah pengguna roh."
Kata-kata itu membuatnya berhenti sejenak lagi. Dia dan mark bertukar pandangan
kaget. "Itu," katanya, "bukanlah sesuatu yang diketahui banyak orang."
"Sebagian besar orang berpikir kalau kau tidak memiliki spesialisasi, kan?"
"Bagaimana kau tahu?"
Karena itulah yang jelas terjadi antara aku dan Lissa. Cerita tentang ikatan selalu ada
di dongeng-dongeng Moroi, tapi bagaimana ikatan tersebut terbentuk masih menjadi
misteri. Umumnya mereka percaya kalau hal itu "hanya terjadi begitu saja". Seperti
Oksana, Lissa biasanya dipandang tidak memiliki spesialisasi " seseorang yang sama
sekali tidak memiliki kemampuan spesial dengan satu elemen. Kami menyadari hal
itu sekarang, tentu saja, ikatan itu hanya bisa digunakan oleh pengguna roh, ketika
mereka menyelamatkan nyawa orang lain.
Sesuatu dalam suara Oksana mengatakan kalau dia tidak terlalu kaget kalau aku
mengetahuinya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ia menyadarinya, namun
aku begitu kaku dan mematung karena penemuanku itu sehingga tidak bisa berkata
apapun. Lissa dan aku belum pernah sama sekali mertemu dengan pasangan terikat
yang lain. Hanya ada dua yang kami ketahui, mereka adalah legenda Vladimir dan
Anna. Dan cerita tersebut diselimuti oleh sejarah tak lengkap selama berabad-abad,
membuat kami semakin susah untuk memisahkan kenyataan dari fiksi yang ada.
Fakta yang mengarah ke hal lain adalah kami mengetahui pengguna roh yang lain,
yakni Nona Karp " mantan guru yang menjadi gila " dan Adrian. Sampai sekarang,
Adrian adalah penemuan terbesar kami, pengguna roh yang lebih atau kurang stabil
" tergantung darimana kau melihatnya.
Ketika makanan sudah siap, obrolan roh tidak lagi muncul. Oksana memimpin
percakapn, terus konsisten pada topik yang ringan dan menggunakan kedua bahasa.
Aku mempelajari dirinya dan Mark saat aku makan, melihat tanda-tanda dari
ketidakwarasan. Aku tidak melihat apapun. Mereka terlihat sangat nyaman dengan
sempurna, orang-orang biasa yang terlihat sempurna. Jika aku tidak tahu apa yang
sudah aku lakukan, aku tidak memiliki alasan untuk menduga apapun. Oksana tidak
terlihat depresi atau merana. Mark sepertinya tidak mewarisi kegelapan yang jahat
yang terkadang menyusup ke dalam diriku.
Perutku menyambut makanan dengan suka cita, dan rasa sakit kepalaku
menghilang. Meskipun saat yang sama, sensasi yang aneh menyapu diriku. Rasanya
membingungkan, seolah berkibar dikepalaku, dan gelombang rasa panas dan
kemudian dingin mengaliriku. Perasaan itu menghilang secepat ia datang dan
kuharap ini adalah efek sakit terakhir dari vodka setan yang kuminum malam tadi.
Kami selesai makan dan aku melompat untuk membantu. Oksana menggelengkan
kepalanya. "Tidak, tidak perlu. Kau harus pergi dengan Mark."
"Hah?" Mark mengusap wajahnya dengan lap tangan dan berdiri. "Ya. Mari pergi ke kebun."
duestinae89.blogspot.com Aku mulai mengikutinya, kemudian berhenti sebentar melirik ke arah Yeva. Aku
berharap dia mengahajarku karena meninggalkan piring sisa makanan. Malahan,
aku tidak menemukan pandangan sombong atau pandangan tidak setuju.
Ekspresinya seperti ... sudah tahu. Hampir seperti berharap. Sesuatu tentangnya
membuat bulu kudukku merinding, dan aku mengingat kembali apa yang dikatakan
Viktoria padaku: Yeva sudah pernah bermimpi tentang kedatanganku.
Kebun yang ditunjukkan Mark lebih besar daripada yang aku harapkan, dikelilingi
oleh pagar yang rimbun dan dibatasi oleh jajaran pepohonan. Daun baru
mengantung di pepohonan itu, menutupi hawa panas yang tidak nyaman. Banyak
sekali semak dan bunga yang siap untuk mekar, dan disini, disana, tunas yang baru
sedang dalam perjalanan menuju kedewasan. Sangat indah, dan aku membayangkan
Oksana ikut campur dalam hal ini. Lissa mampu menumbuhkan tumbuhan dengan
sihir roh. Mark memberikan isyarat ke arah bangku dari batu. Kami duduk
berdampingan dalam diam. "Jadi," katanya. "Apa yang ingin kau ketahui?"
"Wow. Kau tidak membuang-buang waktu."
"Aku tidak melihat adanya perbedaan dalam hal ini. Kau pastilah punya banyak
pertanyaan. Aku akan menjawab sebaik yang aku bisa."
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanyaku. "Kalau aku juga dicium-bayangan. Kau sudah
tahu, kan?" Dia menganguk. "Yeva yang memeberitahukannya pada kami." Ok, itu mengejutkan.
"Yeva?" "Dia bisa merasakan sesuatu .... sesuatu yang sebagian besar dari kita tidak bisa
merasakan. Meskipun begitu, dia tidak selalu mengerti apa yang dia rasakan. Dia
hanya tahu kalau ada perasaan yang aneh terhadapmu, dan dia hanya pernah
merasakan hal tersebut pada satu orang. Jadi dia membawamu kepadaku."
"Kelihatannya dia bisa melakukan semuanya tanpa menyuruhku untuk membawa
semua benda-benad rumah tangga itu."
Kata-kata itu membuatnya tertawa. "Jangan diambil hati. Dia hanya mengujimu. Dia
ingin melihat apakah kau pantas sebagai pasangan cucunya."
"Apa bedanya" Dimitri sudah meninggal sekarang." Aku hampir tercekik ketika
mengucapkan kalimat itu. "Benar, tapi baginya, hal itu masih penting. Dan omong-omong, dia berpikir kalau
kau pantas." "Dia menunjukkan hal tersebut dengan cara yang lucu. Maksudku, selain membawa
ku bertemu denganmu maksudku."
Dia tertawa lagi. "Bahkan tanpa dirinya, Oksana akan tahu siapa dirimu segera
Blood Promise Vampire Academy 4 Karya Richelle Mead di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
setelah dia bertemu denganmu. Menjadi dicium-bayangan membuat kita memiliki
efek aura." duestinae89.blogspot.com "Jadi dia bisa melihat aura juga," aku berguman. "Apalagi yang bisa ia lakukan" Dia
pastinya bisa menyembuhkan, atau kau tidak mungkin menjadi dicium bayangan.
Apa dia memiliki kompulsi yang hebat" Bisa berjalan dalam mimpi?"
Hal itu membuatnya waspada. "Kompulsinya sangat kuat, ya itu memang benar ...
tapi apa maksudmu dengan berjalan dalam mimpi?"
"Seperti ... dia bisa memasuki pikiran orang lain ketika orang tersebut sedang tidur.
Pikiran siapapun " tidak hanya pikiranmu. Kemudian mereka bisa berbicara, seolah
mereka benar-benar bertemu. Temanku bisa melakukannya."
Ekspresi Mark menunjukkan kalau ini berita baru baginya. "Temanmu" Belahanikatanmu?"
Belahan-ikatan" Aku tidak pernah mendengar istilah itu sebelumnya. Terdengar
aneh diucapkan, tapi itu menunjukkan sesuatu.
"Bukan ... Pengguna sihir roh yang lain."
"Yang lain" Berapa banyak yang kau kenal?"
"Tiga, teknisnya. Sebenarnya empat sekarang, termasuk Oksana."
Mark berbalik, menatap kosong ke arah sekelompok bunga berwarana merah muda.
"Ada banyak ... menakjubkan. Aku pernah bertemu pengguna sihir roh yang lain,
dan itu terjadi beberapa tahun yang lalu. Dia juga terikat dengan penjaganya.
Penjaga itu meninggal, dan hal tersebut membuatnya hancur. Dia masih menolong
kami ketika Oksana dan aku mencoba mengetahui hal ini."
Aku sering melempar diriku dalam kematianku sendiri selama ini, dan aku takut
dengan nasib Lissa. Namun tidak pernah sekalipun aku berpikir bagaimana jadinya
pada ikatan itu. Apakah ikatan itu akan berpengaruh pada orang lain" Apakah akan
seperti memiliki lubang yang menganga, saat kau menjadi terikat secara dalam dan
perasaan dengan orang lain (mencintai orang lain)"
"Dia juga tidak pernah menunjukkan kalau ia bisa berjalan dalam mimpi," lanjut
Mark. Dia tertawa kecil lagi, garis persahabatan bercahaya mengitari mata birunya.
"Kupikir aku bisa membantumu, tapi mungkin kau berada disini untuk
membantuku." "Aku tidak tahu," kataku ragu. "Kurasa kalian lebih banyak memiliki pengalaman
daripada kami." "Dimana belahan-ikatanmu?"
"Di Amerika." Aku tidak harus menjelaskan panjang lebar, tapi entah bagaimana,
aku harus mengatakan keseluruhan kebenarnya padanya.
"Aku ... Aku meninggalkannya."
duestinae89.blogspot.com Dia mengerutkan dahi. "Meninggalkan karena kau hanya sedang bepergian" Atau
meninggalkannya yang berarti menelantarkannya?"
Menelantarkan. Kata itu seperti tamparan di wajahku, dan tiba-tiba, segala yang bisa
aku bayangkan adalah hari terakhir ketika aku melihatnya, ketika aku
meninggalkannya menangis.
"Ada yang harus aku lakukan," kataku mengelak.
"Ya, aku tahu. Oksana sudah mengatakkannya padaku."
"Mengatakan apa?"
Sekarang dia ragu. "Dia harusnya tidak melakukannya ... dia mencoba untuk tidak
melakukannya." "Melakukan apa?" aku berseru, tidak nyaman dengan alasan yang tidak bisa aku
jelaskan. "Dia, sebenarnya ... dia menyapu pikiranmu. Selama makan tadi."
Aku berpikir lagi dan tiba-tiba teringat rasa geli di dalam kepalaku, rasa panas yang
berputar-putar di otakku.
"Apa maksudnya sebenarnya?"
"Sebuah aura bisa mengatakan kepada pengguna roh tentang kepribadian seseorang.
Tapi Oksana bisa menggali lebih dalam lagi, masuk ke dalam dan sebenarnya
membaca informasi yang lebih spesifik tentang orang tersebut. Terkadang dia bisa
mengikat kemampuan tersebut dengan kompulsi ... tapi hasilnya menjadi sangat,
sangat kuat. Dan salah. Itu bukanlah hal yang benar untuk dilakukan kepada orang
yang tidak terikat denganmu."
Perlu waktu beberapa saat untukku memproses informasi itu. Baik Lissa maupun
Adrian tidak bisa membaca pikiran orang lain. Paling dekat, Adiran hanya bisa
datang ke pikiran seseorang, dan itu namanya berjalan dalam mimpi. Lissa tidak
bisa melakukannya, bahkan tidak bisa padaku. Aku bisa merasakannya, tapi tidak
bisa sebaliknya. "Oksana bisa merasakan ... oh, aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Ada
kenekatan dalam dirimu. Kau sedang dalam pencarian. Ada rasa dendam yang
sungguh-sungguh yang tertulis di seluruh jiwamu." Dia tiba-tiba meraih dan
mengangkat rambutku, menunjuk pada leherku.
"Sesuai seperti yang kupikirkan. Kau belum di sumpah."
Aku menarik kepalaku ke belakang. "Mengapa hal itu menjadi masalah" Seluruh isi
kota dipenuhi oleh dhampir yang tidak menjadi pengawal." Aku masih berpikir kalau
Mark adalah pria yang baik, tapi diceramahi selalu membuatku kesal.
"Ya, tapi mereka memilih untuk tinggal. Kau ...dan orang-orang sepertimu ... kau
selalu waspada terhadap sesuatu. Kau terobsesi memburu Strigoi sendirian, dengan
duestinae89.blogspot.com kepribadian yang diatur untuk membenarkan hal yang salah bahwa seluruh ras
membahayakan kita. Hal itu hanya akan membawa masalah. Aku melihatnya setiap
kali." "Setiap kali?" tanyaku kaget.
"Menurutmu mengapa jumlah pengawal semakin berkurang" Mereka pergi agar bisa
memiliki rumah dan keluarga. Atau mereka pergi begitu saja sepertimu, masih
bertarung tapi tidak diperintah oleh siapapun " kecuali mereka dipekerjakan sebagai
bodyguard atau pemburu Strigoi."
"Dhampir dipekerjakan ..." Aku mendadak mulai memahami bagaimana seorang
yang bukan bangsawan seperti Abe memiliki banyak pengawal. Sepertinya uang bisa
membuat apapun terjadi. "Aku tidak pernah mendengar hal semacam itu sebelumnya."
"Tentu saja tidak. Kau pikir para Moroi dan pengawal yang lain akan membiarkan
kebenaran ini tersebar" Berharap hal tersebut bisa membayang-bayangi kenyataan
di hadapanmu sebagai sebuah pilihan?"
"Aku tidak melihat ada yang salah dalam memburu Strigoi. Kita selalu bertahan,
bukan menyerang ketika berhadapan dengan Strigoi. Mungkin jika lebih banyak
dhampir yang mau mengejar mereka, mereka tidak akan lagi menjadi masalah."
"Mungkin, tapi ada cara berbeda untuk mewujudkan hal itu, sebagian lebih baik
daripada yang lain. Dan ketika kau pergi ke luar seperti kau sekarang " dengan hati
yang dipenuhi penderitaan dan rasa dendam" Itu tidak akan menjadi jalan yang
terbaik. Itu akan membuatmu tergelincir. Dan pengaruh jahat dari menjadi dicumbayangan akan semakin memperumit masalah.
Aku menyilangkan tangan di depan dadaku dan menatap keras ke depan. "Ya,
sepertinya tidak banyak yang bisa aku lakukan tentang pengaruh jahat itu."
Dia berbalik menatapku, ekspresi terkejut sekali lagi. "Mengapa kau tidak meminta
belahan-ikatanmu menyembuhkan kegelapan itu darimu?"
duestinae89.blogspot.com Sebelas AKU MENATAP MARK SELAMA beberapa detik. Akhirnya, dengan bodohnya,
aku bertanya, "Apa baru saja kau bilang...menyembuhkan"
Mark menatapku dengan keterkejutan yang sama. "Ya, tentu saja. Dia bisa
menyembuhkan hal lain kan" Mengapa yang ini tidak bisa?"
"Sebab ..." aku mengerutkan dahi. "Hal itu tidak ada gunanya. Kegelapan itu
...semua efek jahat...semua itu datang dari Lissa. Jika dia bisa menyembuhkannya
begitu saja, mengapa dia tidak menyembuhkan dirinya sendiri?"
"Sebab ketika kegelapan itu berada di dalam dirinya, kegelapan itu sudah terlalu
melekat pada dirinya. Terlalu terikat dalam dirinya. Dia tidak dapat
menyembuhkannya dengan cara yang biasa ia lakukan ketika ia menyembuhkan jal
lain. Tapi ketika belahan jiwamu menarik kegelapannya ke dalam dirimu, kegelapan
itu akan menjadi penyakit yang biasa ia sembuhkan."
Jantungku berdegup keras dalam dadaku. Apa yang ia sarankan begitu mudah dan
menggelikan. Tidak, hanya menggelikan. Semua it tidak mungkin setelah semua hal
yang sduah kami lalui kalau Lissa bisa menyembuhkan amaran dan depresi sama
seperti dia melakukannya pada penyakit flu ata kaki yang patah. Victor Dashkov,
mengesampingkan rencana jahatnya, sudah mengetahu sejumlah informasi roh dan
sudah menjelaskannya kepada kami semua. Empat elemen yang lain lebih berupa
elemen fisik dalam kehidupan, tapi elemen roh datang dari pikiran dan jiwa.
Menggunakan begitu banyak energi mental " sehingga mampu untuk melakukan
sejumlah hal-hal yang mengagumkan " tidak bisa dilakukan tanpa adanya efek yang
merusak. Kami sudah bertarung dengan efek-efek jahat itu dari awal, pertama
adalah Lissa kemudian kepadaku. Mereka tidak bisa begitu saja menghilang.
"Jika semua itu memungkinkan," kata pelan," lalu setiapa orang bisa melakukannya.
Nona Karp tidak akan kehilangan akal sehatnya. Anna tidak akan bunuh diri. Apa
yang baru saja kau katakan terlalu mudah untuk dilakukan." Mark tidak mengenal
siapa saja yang aku bicarakan, tapi jelas orang-orang itu tidak menghalangi apa yang
ingin ia ekspresikan. "Kau benar. Tidak mudah sebenarnya. Penyembuhan itu membutuhkan
keseimbangan dengan hati-hati, lingkaran kepercayaan dan kekuata dari dua orang.
Oksana dan aku perlu waktu lama untuk mempelajari penyembuhan ini ... melewati
tahun-tahun yang sulit ..."
Wajahnya menggelap, dan aku hanya bisa membayangkan bagaimana kelihatannya
tahun-tahun yang sulit itu. Waktuku yang singkat bersama Lissa sudah cukup buruk.
Mereka haru hidup dengan semua ini dalam waktu yang lebih lama dari detik-detk
yang kami lalui. Sungguh merupakan hari-hari yang tidak tertahankan. Perlahan,
mengimajinasikan, aku memberanikan diri untuk mempercayai kata-katanya.
"Tapi sekarang kalian baik-baik saja kan?"
"Hmm." Ada kerlipan dalam senyum masam di bibirnya. "Sulit untukku mengatakan
kalau kami sudah benar-benar baik-baik saja. Hanya ada beberpa hal yang bisa ia
duestinae89.blogspot.com lakukan, tapi itu membuat hidup kami lebih teratur. Dia memberikan jarak waktu
penyembuhan, dan itu membatasi keseluruhan tenaganya.
"Apa maksudmu?"
Dia mengangkat bahu. "Dia masih bisa melakukan hal lain ... menyembuhkan,
kompulsi ...tapi tidak dalam level yang bisa ia tangan jika ia tidak
menyembuhkanku." Harapanku goyah. "Oh. Kalau begitu ... aku tidak dapat melakukannya. Aku tidak
dapat melakukannya pada Lissa."
"Dibandingkan dengan apa yang sudah ia lakukan padamu" Rose. Aku merasa dia
berpikir kala ini adalah pertukaran yang adil."
Aku kembali memikirkan pertemuan terakhir kami. Aku mengingat tentang
bagaimana aku meninggalkannya disana, mengacuhkan ia yang memohon padaku.
Aku mengingat hal-hal rendah yang ia alami dalam ketidakhadiranku. Aku
mengingat bagaimana ia menolak menyembuhkan Dimitri ketika aku berpikir kalau
masih ada harapan untuk Dimitri. Kami berdua telah menjadi teman yanbg buruk.
Aku menggelengkan kepala.
"Aku tidak tahu." kataku dalam suara kecil. "Aku tidak tahu apakan da mau
melakukannya." Mark memberikan tatapan penilaian yang lama, tapi dia tidak mekasaku. Dia
melirik ke arah matahari, hampir seperti mengatakan jam berapa dengan cara itu.
dia mungkin memang melakukannya. Dia pernah memiliki perasaan berjuang dalam
kegilaan dalam dirinya. "Yang lain akan bertanya-tanya apa yang sedang kita lakukan. Sebelum kita pergi ..."
Dia merogoh sakunya dan menarik sebuah cincin perak kecil dengan bentuk yang
sederhana. "Mempelajari penyembuhan itu akan memakan waktu yang lama. Yang paling
membuatku khawatir adalah suasana hatimu yang selalu waspada. Kegelapan itu
hanya akan membuat hal itu semakin buruk. Ambil ini."
Dia mengulurkan cincin itu padaku. Aku ragu-ragu dan kemudian aku meraihnya.
"Apa ini?" "Oksana memasukkan sihir roh ke dalam cincin ini. Ini jimat penyembuh."
Sekali lagi, rasa kaget menyerangku. Selalu saja, benda jimat dari Moroi dengan
elemen di dalamnya. Pasak di isi dengan keempat sihir elemen kehidupan, membuat
mereka menjadi benda yang mematikan bagi Strigoi. Victor juga menyihir sebuah
kalung dengan sihir tanah, menggunakan dasar alam dari tanah untuk mengubah
kalung itu menjadi jimat gairah. Bahkan tato milik Sydney juga merupakan semacam
jimat. Aku mengira kalau tidak ada alasan bagi roh untuk tidak bisa membuat benda
jimat juga, tapi hal itu tidak pernah terpikir olehku sebelumnya, mungkin karena
kekuatan Lissa masih terlalu baru dan terlalu asing.
"Apa yang bisa dilakukan benda ini" Maksudku, penyembuhan seperti apa?"
duestinae89.blogspot.com "Ini menolongmu mengendalikan suasana hatimu. Benda ini tidak bisa
menghilangkannya, tapi ini bisa mengurangi efeknya " menolongmu untuk berpikir
lebih jernih. Memungkinkan mu untuk terhindar dari masalah. Oksana membuatkan
ini untukku untuk menolongki saat masa penyembuhan." Aku hendak memakainya
di jariku, tapi ia menggelengkan kepalanya.
"Simpan ini untuk saat dimana kau merasa tidak dapat mengendalikan dirimu lagi.
Sihirnya tidak bisa bertahan selamanya. Sihirnya akan memudar sama seperti jimat
yang lain." Aku menatap cincin itu, pikiranku tiba-tiba terbuka berbagai kemungkinan baru.
Beberapa saat kemudian, aku memasukkannya kedalam saku jaketku.
Paul menjulurkan kepalanya dari balik pintu.
"Nenek ingin pergi sekarang," katanya padaku. "Dia ingin tahu mengapa kau begitu
lama dan dia bertanya mengapa kau membuat seseorang setua dia menunggu dan
menderita dengan punggungnya."
Aku mengingat seberapa cepat Yeva berjalan ketika aku bertahan untuk
mengikutinya bersama barang-barang bawaanku. Punggungnya tidak terlihat buruk
bagiku, tapi lagi, aku ingat kalau Paul hanyalah penyampai pesan dan aku
mengurangi komentarku terhadapnya.
"Ok, aku akan segera kesana." Ketika Paul mengilang, aku menggelengkan kepalaku.
"Sulit untuk menjadi berharga." aku bergerak ke arah pintu, kemudian melirik ke
arah Mark, pikiran acak mengaliriku.
"Kau mengatakan padaku kalau melakukan apa yang dhampir disini lakukan adalah
hal buruk ...tapi kau juga bukan penjaga."
Dia tersenyum padaku lagi, satu dari senyum yang menyiratkan kesedihan,
senyuman masam. "Dulu aku pernah menjadi penjaga. Kemudian Oksana
menyelamatkan nyawaku. Kami terikat dan bahkan saling jatuh cinta. Aku tidak bisa
terpisah darinya setelah itu, dan para penjaga juga sudah memecatku. Aku harus
pergi." "Apakah sulit meninggalkan mereka?"
"Sangat. Perbedaan usia kami semakin membuat hubungan kami menjadi skandal."
Rasa dingin mengaliri diriku. Mark dan Oksana adalah perwujudan dari dua bagian
kehidupanku. Mereka berjuang melawan ikatan dicium bayangan sama seperti Lissa
dan aku lakukan dan juga menghadapi hukuman untuk hubungan mereka seperti
apa yang aku dan Dimitri rasakan. Mark melanjutkan, "Tapi terkadang, kita harus
mendengarkan hati kita. Dan meskipun aku harus pergi, aku tidak beradadi luar
sana meresikokan diriku sendiri mengejar Strigoi. Itu berbeda " jangan lupakan hal
itu." Pikiranku terhuyung-huyung ketika aku kembali ke rumah Belikov. Tanpa batu bata,
perjalanan pulang terasa lebih mudah. Memberikanku kesempatan untuk
duestinae89.blogspot.com merenungkan kata-kata Mark. Aku merasa seperti menerima informasi seumur
hidup dalam percakapan satu jam.
Olena sedang berada dalam rumah, mengerjakan tugas-tugas normalnya, memasak
dan bersih-bersih. Saat aku dengan jujur tidak pernah ingin menghabiskan harihariku melakukan sejenis perkerjaan rumah tangga seperti itu, aku harus mengakui
kalau ada sesuatu yang menenangkan ketika selalu memiliki seseorang di sekitarmu,
siap untuk memasak dan mengkhawatirkanku untuk hal-hal dasar sehari-hari. Aku
tahu kalau ini murni hasrat yang egois, karena aku tahu kalau ibu kandungku sedang
melakukan hal-hal penting dalam hidupnya. Aku tidak seharusnya menghakiminya.
Namun, merasakan Olena memperlakukan seperti anak perempuanya sendiri ketika
dia sudah mengetahui siapa diriku, membuatku merasakan apa itu kehangatan dan
perhatian . "Apa kau lapar?" ia secara otomatis bertanya padaku. Kurasa satu dari ketakutan
terbesar dalam hidupnya adalah jika seseorang mungkin kelaparan di dalam
rumahnya. Kebiasaan Sydney yang selalu terlihat tidak nafsu makan telah menjadi
kekhawatiran Olena tanpa henti,
Aku menyembunyikan senyumanku. "tidak, kami sudah makan di rumah Mark dan
Oksana." "Ah, dari sana kau ternyata" Mereka adalah orang-orang yang baik."
"Dimana semua orang?" tanyaku. Rumah ini sepi, tidak seperti biasanya.
"Sonya dan Karolina bekerja. Viktoria pergi ke rumah temannya, tapi dia akan
senang karena kau sudah kembali."
"Bagaimana dengan Sydney?"
"Dia baru pergi beberapa saat yang lalu. Dia bilang dia kembali ke Saint Petersburg."
"Apa?" aku berseru. "Pergi demi kebaikan" Hanya seperti itu?" Sydney memiliki sifat
Blood Promise Vampire Academy 4 Karya Richelle Mead di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang agak kasar, tapi ini terlalu kasar bahkan untuk orang seperti dia.
"Para alkemis ... sebenarnya, merekalah yang selalu membuat rencana." Olena
memberikan sepoton kertas. "Dia meninggalkan ini untukmu."
Aku mengambil catatan itu dan buru-buru membukanya. tulisan Sydney sangat rapi
dan teratur. Entah bagaimana hal ini tidak mengejutkanku.
Rose, Aku minta maaf aku harus pergi begitu cepat, tapi ketika Alkemis
menyuruhku untuk melompat ... yah, aku lompat. Aku menumpang sebuah
kendaraan kembali ke kota petani tampat kita pernah tinggal waktu itu jadi
aku bisa mengambil si "Bencana Merah", dan kemudian aku akan sampai ke
Saint Petersburg. Rupanya, setelah sekarang kau sudah diantarkan ke Baia,
mereka tidak ingin aku berada disini lagi.
Aku berharap aku bisa mengatakan lebih banyak tentang Abe dan apa
yang ia inginkan padamu. Meskipun aku dizinkan pun, tidak cukup banyak hal
yang dikatakan. Dalam beberapa hal, dia sama misteriusnya bagiku. Seperti
duestinae89.blogspot.com yang selalu kukatakan, sebagian besar bisnis yang ia lakukan adalah ilegal " baik
diantara manusia maupun kaum Moroi. Saat-saat ia secara langsung berhubungan dengan oran lain adalah ketika ada sesuatu yang berhubungan
dengan bisnis " atau kalau ada kasus yang sangat, sangat spesial. Kupikir kau
adalah satu dari kasus itu, dan meskipun dia tidak berniat untuk mencelakaimu, dia mungkin ingin menggunakanmu untuk kepentingan dirinya
sendiri. Bisa jadi keinginannya sesederhana seperti menginginkanmu untuk
dikontrak sebagai penjaganya, melihat dirimu yang begitu liar. Mungkin dia
ingin menggunakan dirimu untuk mendapatkan seseorang. Mungkin ini semua
adalah bagian dari rencana orang lain, seseorang yang bahkan lebih misterius
dari dirinya. Mungkin dia sedang melakukan kepentingan seseorang. Zmey bisa
jadi sangat berbahaya atau sejenisnya, semua itu tergantung dengan apa yang
sedang ia kerjakan. Aku tidak pernah berpikir aku cukup peduli untuk mengatakan hal ini
kepada seorang dhampir, tapi berhati-hatilah. Aku tidak tahu apa rencanamu
sekarang, tapi aku punya firasat kalau masalah sedang mengikutimu. Hubungi
aku jika ada sesuatu yang bisa kubantu, tapi jika kau kembali ke kota untuk
berburu Strigoi, jangan tinggalkan mayat lagi tanpa dibersihkan!
Untuk semua yang terbaik,
Sydney P.S. "Si Bencana Merah" adalah nama yang kuberikan pada mobil itu.
P.P.S. Hanya karena aku menyukaimu, itu tidak berarti aku berhenti menganggapmu sebagai makhluk jahat dari malam. Karena kau memang seperti
itu. Nomor ponselnya tertera di bagian bawah, aku tidak bisa menahan senyumku
membaca surat itu. Karena kami menumpang Abe dan para pengawalnya saat ke
Baian, Sydney harus meninggalkan mobilnya, yang mana membuatnya trauma
hampir sama banyaknya dengan rasa traumanya terhadap Strigoi. Kuharap para
Alkemis membiarkannya memiliki mobil itu. Aku menggelengkan kepalaku, lebih
memilih geli ketimbang memikirkan peringatannya terhadap Abe. Si Bencana
Merah. Saat aku menaiki tangga ke arah kamarku, senyumku memudar.
Mengesampingkan sikapnya yang kasra, aku akan merindukan Sydney. Dia mungkin
tidak bisa disebut sebagai teman " atau begitukan ia" " dalam waktu yang singkat
ini, aku akan menghargainya selama sepanjang hidupku. Aku tidak punya banyak hal
duestinae89.blogspot.com seperti itu lagi yang tersisa. Aku merasa terapung-apung, tidak yakin akan hal yang
akan ku lakukan. Aku datang kesini untuk membawa kedamaian bagi Dimitri dan
hanya berakhir dengan membawa kesedihan bagi keluarganya. Dan meskipun apa
yang dikatakan setiap orang benar, aku tidak akan menemukan banyak Strigoi disini,
di Baia. Entah bagaimana, aku tidak bisa membayangkan Dimitri, berkeluyuran di
jalanan dan perkebunan untuk memangsa sesekali. Meskipun sebagai Strigoi " dan
kata itu membunuhku hanya dengan memikirkannya saja " Dimitri pastilah
memiliki tujuan. Jika dia sama sekali tidak kembali untuk melihat keluarganya di
kampung halamannya, kemudian dia melakukan hal-hal klain yang lebih berguna "
sebanyak yang bisa dilakukan Strigoi. Komentar Sydney di catatan membuktikan
apa yang selalu aku dengar terus menerus: Strigoi ada di kota. Tapi kota mana"
Dimana Dimitri berada" Sekarang aku lah yang tidak memiliki tujuan. Di atas
semuanya, aku mengulang kata-kata Mark. Apakah aku berada dalam misi gila"
Apakah aku sudah bertindak bodoh dengan mengejar kematianku sendiri" Atau aku
bertindak bodoh mengajar .... hal yang tidak ada" Apakah aku konyol menghabiskan
sisa hariku dengan keluyuran" Sendirian" Duduk di tampat tidurku, aku merasa
suasana hatiku terjungkir balik dan aku tahu aku harus mengalihkan pikiranku
sendiri. Aku terlalu mudah terkena emosi gelap selama Lissa menggunakan sihir roh;
aku tidak perlu untuk semakin mendorong mereka keluar. Aku memakai cincin yang
diberkan Mark padaku, berharap benda ini akan membawa semacam kejernihan
dan ketenangan padaku. Aku tidak merasakan perbedaan, dan memutuskan untuk
mencari kedamaian dari tempat yang sama yang selalu aku lakukan: pikiran Lissa.
Dia bersama Adrian, dan mereka berdua sedang berlatih sihir roh lagi. Setelah
beberapa benjolan awal di dalam prosesnya, Adrian sedang membuktikan kecepatan
belajarnya dalam hal menyembuhkan. Itu adalah saat pertama kalinya dari kekuatan
Lissa untuk ditunjukkan, dan hal ini selalu membuatnya kesal kalau melihat Adrian
membuat kemajuan dengan apa yang ia ajarkan dibandingkan sebaliknya.
"Aku akan memberikan banyak hal untuk kau sembuhkan," katanya, meletakkan
tanaman kecil dalam pot di atas meja. "Kecuali kita mulai mengoyak-ngoyak mangsa
atau sesuatu." Adrian tersenyum. "Aku pernah menggoda Rose dengan kata-kata itu, bagaima aku
bisa membuanya kagum dengan menyembuhkan hal yang diamputasi atau sesuatu
yang sama tidak jelasnya."
"Oh, dan aku yakin dia mempunyai tanggapan yang cerdas untukmu setiap kali kau
menggodanya." "Ya, ya, dia memang melakukannya," wajah Adrian terlihat begitu mengasihi ketika
dia mengingat kembali memori itu. Ada sebagian kegilaan dari diriku yang selalu
penasaran untuk mendengar apa yang mereka bicarakan tentang ku .... meskipun
diwaktu yang sama, aku selalu merasa bersalah saat ada getar kesedihat saat namaku
disebutkan. Lissa mengerang dan merenggangkan tubuhnya di karpet lantai. Mereka ada di kursi
panjang di asrama, dan jam tidur segera tiba, "Aku ini berbicara padanya, Adrian."
duestinae89.blogspot.com "Kau tida bisa melakukannya," katanya. Ada nada serius yang tidak biasa di dalam
suaranya. "Aku tahu dia masih memeriksa ke dalam pikiranmu - dan itu adalah cara
palingdekat untuk bisa berbicara dengannya. Dan sejujurnya" Itu tidaklah begitu
buruk. Kau bisa mengatakan langsung bagaimana perasaanmu dengan jelas
padanya." "Ya, tapi aku ingin mendengar ia berbicara balik padaku seperti yang kau lakukan
dalam mimpimu." Ini membuatnya tersenyum lagi. "Dia cukup banyak berbicara, percayalah padaku."
Lissa duduk tegak. "Lakukan sekarang."
"Melakukan apa?"
"Pergi kunjungi mimpinya. Kau selalu mencoba menjelaskannya padaku, tapi aku
tidak pernah benar-benar melihatnya. Biarkan aku melihatnya."
Dia menatap diam, kehilangan kata-kata. "Itu sejenis aktivitas seks yang tidak
normal." "Adrian! Aku ingin mempelajarinya, dan kita sudah mencoba berbagai hal. Aku bisa
merasakan sihir disekelilingmu kadang-kadang. Lakukan saja, ok?"
Adrian mulai memprotes lagi tapi kemudian menahan komentarnya setelah
mempelajari wajah Lissa beberapa saat. Kata-kata Lissa sangat tajam dan menuntut
" sangat tidak berkarakter untuk orang seperti Lissa.
"Ok. Aku akan mencobanya."
Pada akhirnya, seluruh ide agar Adrian mencoba untuk masuk ke dalam kepalaku
saat aku sedang melihatnya melalu kepala Lissa adalah hal yang tidak mungkin. Aku
tidak terlalu yakin apa yang bisa diharapkan dari Adrian. Aku selalu bertanya-tanya
apakah ia harua jatuh tidur atau paling tidak menutup matanya untuk
melakukannya. Tapi sepertinya tidak. Dia malahan menatap diam, matanya menjadi
kosong saat pikirannya meninggalkan dunia disekelilingnya. Melalui mata Lissa, aku
bisa merasakan sebagian sihir terpancar dari dirinya dan auranya, dan Lissa
mencoba menganalisa setiap helainya. Lalu, tanpa peringatan, semua sihir itu
menghilang. Dia mengerjap dan menggelengkan kepala.
"Maaf. Aku tidak bisa melakukannya."
"Mengapa tidak?"
"Mungkin karena ia sedang bangun. Apa kau belajar sesuatu dari melihat?"
"Sedikit. Mungkin akan lebi berguna jika kau benar-benar menghubunginya." Lagi,
Lissa mengeluarkan nada marahnya.
"Dia bisa berada dimana saja di dunia ini kau tahu, dalam jam waktu mana pun."
Suaranya melemah karena menguap. "Mungkin kita bisa mencoba di jam berbeda.
Aku bisa menemuinya .... sebenarnya, hampir sama dengan jam sekarang. Atau
terkadang aku medapatkannya di pagi buta."
duestinae89.blogspot.com "Dia bisa jadi bisa ditemui sebentar lagi," kata Lissa.
"Atau dalam jadwal siang manusia di beberapa bagian di dunia."
Rasa antusias Lissa menurun. "Benar. Itu juga."
"Bagaimana bisa kalia tidak pernah terlihat sedang melakukan sesuatu?"
Christian berjalan memasuki ruangan, terlihat geli melihat Lissa duduk di lantai dan
Adrian yang tergeletak di atas sofa. Berdiri di belakann Christian, seseorang yang
tidak pernah kupikirkan bisa aku lihat segera. Adrian, yang bisa mendeteksi wanita
bermil-mil jauhnya, juga mendadak menyadari pendatang baru di ruangan itu.
"Dimana kau dapatkan gadis di bawah umur itu?" tanyanya.
Christian memberi tatapan peringatan pada Adrian.
"Ini Jill." Jill Mastrano membiarkan dirinya di dorong ke depan, mata hijau
terangnya tidak memungkinkan selebar itu saat ia melihat ke sekelilingnya.
"Jill, ini Lissa dan Adrian."
Jill adalah satu dari orang-orang terakhir yang kuharapkan bisa terlihat disini. Aku
pernah bertemu dengannya beberapa bulan yang lalu. Dia di kelas sembilan, yang
berarti dia berada disini di kampus atas di musim gugur. Dia memiliki bantuk tubuh
super-ramping yang sama seperti yang dimiliki Moroi kebanyakan, tapi tubuhnya itu
dipasangkan dengan tinggi yang mengagumkan bahkan dengan standar vampir. Itu
membuatnya semakin ramping. Rambutnya cokelat muda bergelombangnya terurai
di tengah-tengah punggungnya dan akan sangan terlihat cantik " jika dia belajar
bagaimana menatanya dengan pantas. Untuk sekarang, terlihat acak-acakan, dan
keseluruhan kesanya " sebenarnya imut " terlihat canggung.
"H-hai," katanya, menatap dari satu wajah ke wajah yang lain. Sejauh yang ia
perhatikan, orang-orang ini adalah para selebritis kelas atas kaum Moroi. Dia
hampir pingsan ketika pertama kali dia bertemu denganku dan Dimitri, terima kasih
pada reputasi kami. Dari ekspresinya sekarang, dia tengah berada dalam kondisi
yang sama. "Jill ingin belajar bagaimana menggunakan kekuatannya untuk kebaikan daripada
melawan setan," kata Christian dengan sebuah kedipan yang berlebihan. Itu adalah
leluconnya untuk emnagatakn kalau Jill ingin belajar bagaimana berkelahi dengan
menggunakan sihirnya. Dia pernah mengekspresikan ketertarikannya itu padaku,
dan kukatakan padanya untuk menemui Christian. Aku senang dia memberanikan
diri untuk mengikuti nasihatku. Christian adalah seleb kampus juga, sekalipun ia
termasuk dari yang tidak terkenal.
"Anggota baru lagi?" tanya Lissa, menggoyang-goyangkan kepalanya. "Kupikir kau
akan bisa mempertahankan yang satu ini?"
Jill menatap Christian bingung. "Apa maksudnya?"
"Setelah penyerangan, banyak orang yang berkata kalau mereka ingin belajar
bertarung dengan sihir," jelas Christian. "Jadi mereka menemuiku, dan kami bekerja
duestinae89.blogspot.com sama ... sekali dua kali. Kamudian setiap orang mulai menghilang sekali latihannya
mulai keras, dan kemudian menyadari kalau mereka harus terus berlatih."
"Itu tidak menolong, kau memang guru yang kejam," tuduh Lissa.
"Dan jadi sekarang kau merekrut beberapa anak-anak," kata Adrian sungguhsungguh.
"Hey," kata Jill marah. "Aku empat belas tahun." Tiba-tiba dia bersemangat
memberanikan diri berbicara dengan tegas pada Adrian. Adrian menggap hal itu
lucu, seperti yang biasa ia lakukan pada hal lain.
"Salahku," kata Adrian. "Apa elemenmu?"
"Air." "Api dan air, ya?" Adrian meraih kedalam sakunya dan menarik selembar uang
seratus dollar. Dia melambaikannya dan berbicara langsung. "Sayang, aku akan
memberimu sebuah perjanjian. Jika kau bisa membuat se ember air muncul dan
menumpahkannya di atas kepala Christian, aku akan memberikan mu ini."
"Kutambahkan sepuluh."tawa Lissa.
Jill terlihat tegang, tapi aku menduga hal itu karena Adria memanggilnya "sayang".
Aku sering mengabaikan apa yang dilakukan Adrian sehingga mudah bagiku untuk
lupa kalau ia adalah lelaki yang seksi.Christian mendorong Jill menuju pintu.
"Abaikan mereka. Mereka hanya iri karena pengguna roh tidak bisa pergi menyerang
di dalam pertarungan seperti yang bisa kita lakukan." Dia berlutut ke arah Lissa di
lantai dan memberinya ciuman singkat.
"Kami berlatih dia ruang atas,
Ketemu besok lagi ya."
tapi aku harus mengantarnya pulang sekarang.
"Kau tidak perlu melakukannya," kata Jill. "Aku bisa pulang sendiri . Aku tidak ingin
menyebabkan masalah."
Adrian berdiri. "Kau tidak perlu pulang sendiri. Jika ada seseorang yang akan maju
dan menjadi ksatrian dengan baju baja berkilau disini, dia pastilah diriku. Aku akan
mengantarkanmu dan meninggalkan burung-burung cinta ini dia sarang burung
cinta mereka." Dia memberikan hormat dengan cara membungkuk pada Jill.
"Mari?" "Adrian ?" kata Lissa, nada yang tajam dalam suaranya.
"Oh ayolah," kataya, memutar matanya. "Toh aku juga harus kembali " kalian
berdua tidak ada gunanya saat jam malam dimulai. Dan sejujurnya, berikan aku
sedikit kepercayaan disini. Aku juga punya batas." Dia memberi kan tatapan penuh
arti pada Lissa, satu berarti mengatakan pada Lissa kalau dia idiot karena berpikir
Adrian akan menggoda Jill. Lissa menatap Adrian selama beberapa saat dan sadar
kalaupria itu benar. Adrian dulunya memang bajingan dan tidak pernah menjadikan
ketertarikannya padaku sebagai sebuah rahasia, tapi mengantarkan Jill ke rumah
bukanlah bagian dari godaan menyenangkan. Dia benar-benarn ingin bersikap baik.
"Baiklah," kata Lissa. "Aku akan menjumpaimu besok. Senang bertemu denganmu,
Jill." duestinae89.blogspot.com "Aku juga," sahut Jill. Dia memberanikan diri tersenyum pada Christian.
"Terimakasih lagi."
"Kau sebaiknya menunjukkan keahlianmu di latihan kita berikutnya," Christian
memperingatkan. Adrian dan Jill mulai melangkah pergi dari pintu, saat Avery masuk melaluinya.
"Hey, Adrian." Avery memberikan Jill sekali lirikan. "Siapa gadis di bawah umur mu
ini?" "Bisakah kalian berhenti memanggilku seperti itu?" seru Jill.
Blood Promise Vampire Academy 4 Karya Richelle Mead di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Adrian menunjuk pada Avery. "Hush. Aku akan beurusan denganmu nanti, Lazar."
"Aku jelas mengharapkan hal itu juga," dia berbicara dengan suara berirama. "Aku
akan membiarkan pintunya tidak terkunci."
Jill dan Adrian pergi, dan Avery duduk didekat Lissa. Dia terlihat cukup mabuk, tapi
Lissa tidak mencium bau alkohol dari dirinya. Lissa dengan cepat mempelajari kalau
sebagian dari diri Avery selalu gembira dan riang, tidak menghiraukan keadaannya
yang mabuk. "Apakah kau sungguh-sungguh mengundang Adrian ke kamarmu nanti?" tanya
Lissa. Dia berbicara untuk menggoda nya tapi seseungguhnya ia sedang mereka-reka
apakah ada sesuatu yang terjadi pasa mereka berdua. Dan ya, itumembuat kami
berdua penasaran. Avery mengangkat bahu. "Aku tidak tahu. Mungkin. Terkadang kami bersama saat
kalian berdua bermain di tempat tidur kalian. Kau tidak cemburukan?"
"Tidak," Lissa tertawa. "Hanya penasaran. Adrian adalah cowok yang baik."
"Oh?" tanya Christian. "Defenisi "
baik"." Avery merengkuh tangan Lissa dan mulai memeberi tanda centang pada setiap kata
yang ia sebutkan dengan jari-jarinya.
"Ketampananya menghancurkan, lucu, kaya, berkeluarga dengan sang ratu ..."
"Kau sudah memilih warna baju pengantinmu?" tanya Lissa, masih dengan tertawa.
"Belum," sahut Avery. "Aku masih menguji airnya. Aku sedang mengira-ngira dia
bisa menjadi mudah untuk diikat dengan ikat pinggang Avery Lazar, tapi dia itu
cowok yang sulit dibaca."
"Aku sungguh tidak ingin mendengar hal ini," kata Christian.
"Terkadang dia bertingkah seolah mencintai mereka dan meninggalkan mereka. Di
waktu yang lain, dia muram seolah sedang patah hati dengan cara yang romantis."
Lissa bertukar lirikan penuh arti dengan Christian saat Acery tidak menangkapnya
ketika ia sedang asik bicara.
"Ngomong-ngomong, aku tidak berada disini untuk berbicara tentang dia. Aku disini
untuk mengatakan tentang kau dan aku meninggalkan tempat ini." Avery
melingkarkan tangannya pada Lissa yang hampir jatuh terbaring.
duestinae89.blogspot.com "Pergi dari mana" Dari asrama?"
"Tidak. Dari sekolah ini. Kita akan pergi dalam acara liar akhir minggu di istana."
"Apa, akhir minggu ini?" Lissa merasa dia berada tiga langkah di belakang, dan aku
tidak menyalahkannya. "Mengapa?" "Sebab itu hari Paskah. Dan yang mulia ratu merasa kalau hal itu akan menjadi
"indah" jika kau bisa mergabung dengannya dalam liburan kali ini." Suara Avery
terdengar agung dan tinggi.
"Dan, sejak aku bergaul denganmu, Ayah memutuskan kalau aku telah bersikap baik
sekarang." "Bajingan yang nggak sadar, kasihan," Christian mengeluh.
"Jadi dia bilang aku bisa pergi denganmu." Avery melirik Christian. "Kau juga bisa
pergi, kurasa. Sang Ratu bilang Lissa boleh membawa seorang teman " dengan
tambahan diriku, tentu saja."
Lissa menatap wajah Avery yang berseri-seri dan tidak membagi rasa antusianya
padanya. "Aku benci kalau harus pergi ke istana. Tatiana hanya terus menyuruh-nyuruh,
mengatakan apa yang ia pikirkan seolah itu adalah nasihat yang berguna. Rasanya
selalu mebosankan dan menyedihkan sekarang." Lissa tidak menambahkan kalau dia
pernah sekali merasa istana itu menyenangkan " ketika aku pergi bersamanya.
"Itu karena kau belum pergi denganku. Aku akan menjadi terobosan! Aku tahu
dimana semua hal-hal menyenangkan. Dan aku bertaruh Adrian juga akan datang.
Dia bisa mendorong jalannya ke hal apapun. Ini akan menjadi semacam kencan
ganda." Perlahan, Lissa mulai mengakui kalau kali ini akan menjadi menyenangkan. Dia dan
aku pernah menemukan sedikit "hal menyenangkan" yang tersembunyi dari
permukaan mengkilap dalam kehidupan istana. Setiap kunjungannya yang lainnya
sama saja seperti yang ia gambarkan " pengap dan dan berbau bisnis. Tapi sekarang,
pergi dengan Christian dan Avery yang liar dan spontan" Akan menjadi hal yang
potensial. Hingga Christian mengacaukannya. "Well, jangan hitung aku dalam daftar yang
ikut," katanya. "Jika kau hanya bisa membawa satu orang, bawalah Jill."
"Siapa?" tanya Avery.
"Gadis di bawah umur," jelas Lissa. Dia menatap Christian dengan heran. "Demi
Tuhan mengapa aku harus membawa Jill" Aku baru bertemu dengannya."
"Sebab dia sebenarnya serius mempelajari bagaimana mempertahankan diri. Kau
harus memperkenalkan ia kepada Mia. Mereka sama-sama pengguna air."
"Benar," kata Lissa mengerti. "Dan fakta kalau kau membenci acara di istana tidak
bisa diubah?" "Well...." "Christian!" Lissa mendaka menjadi marah. "Mengapa kau tidak melakukan ini
untukku?" duestinae89.blogspot.com "Karena aku benci cara Ratu jalang itu menatapku," katanya.
Lissa masih belum merasa yakin. "Ya, tapi ketika kita lulus, aku akan tinggal disana.
Kau juga akan pergi ke sana."
"Ya, well, kalau begitu anggap kau memberi liburan awal untukku."
Rasa kesal Lissa tumbuh. "Oh, aku mengerti sekarang. Aku harus menerima semua
ucapan sampah selama ini, tapi kau tidak mau pergi untukku."
Avery melirik mereka dan berdiri. "Aku akan meninggalkan kalian anak-anak untuk
menyelesaikan masalah ini dengan cara kalian. Aku tidak peduli apakah si gadis di
bawah umu atau Christian yang akan pergi, selama kau ada disana Lissa." Dia
manatap tajam ke arah Lissa. "Kau akan pergi, kan?"
"Ya, aku akan pergi." Jika apapun dari penolak Christian mendadak memacu Lissa
lebih jauh. Avery menyeringai. "Menakjubkan. Aku akan pergi duluan dari sini, tapi kalian
berdua haruslah berciuman dan berbaikan setelah aku pergi."
Kakak Avery, Reed tiba-tiba muncul di pintu. "Apa kau siap?" Reed bertanya pada
Avery. Setiap kali dia berbicara, suaranya selalu terdengar seperti sebuah omelan.
Avery memberikan sekilas tatapan kemenangan.
"Lihat" Kakakku yang sopan, datang menjemputku sebelum ibu asrama mulai
meneriakiku untuk pergi. Sekarang Adrian harus menemukan cara baru yang lebih
menarik untuk membuktikan jiwa ksatrianya."
Reed tidak terlihat angat sopan ataupu ksatria, tapi kurasa dia sungguh baik mau
menjemput dan mengantar Avery ke kamarnya. Pemilihan waktunya selalu saja
menakutkan sebenarnya. Mungkin Avery benar tentang kakanya itu, dia tidaklah
seburuk yang orang-orang pikirkan.
Segera seteal Avery pergi, Lissa mengambalikan perhatiannya pada Adrian.
"Apa kau benar serius menyuruhku membawa Jill daripada membawamu?"
"Yep," sahut Christian. Dia mencoba untuk berbaring di pangkuan Lissa, tapi Lissa
mendorongnya menjauh. "Tapi aku akan menghitung setiap detiknya sampai kau
kembali." "Aku tidak percaya kau menganggap semua ini lelucon."
"Aku tidak menganggapnya seperti itu," katanya. "dengar, bukan maksudku untuk
tidak mau bekerjasama denganmu, Ok" Tapi sungguh ... aku hanya tidak ingin
berurusan dengan segala macam hal yang berhubungan dengan drama istana. Dan
ini akan bagus untuk Jill." Dia cemberut. "Kau tidak punya masalah untuk menolak
dia kan?" "Aku bahkan tidak mengenalnya," sahut Lissa. Dia masih marah " sangat marah dari
apa yang aku harapkan, yang artinya sangat aneh.
Christian menggenggam tangan Lissa, dengan wajah yang seriur. Mata biru yang
dicintai Lissa mampu meredakan sedikit kemarahan dalam diri Lissa.
duestinae89.blogspot.com "Kumohon, aku tidak sedang mencoba membuatmu marah. Jika hal ini benar-benar
penting ...." Hanya seperti itu, kemarah Lissa merebak hilang. Rasanya mendadak, seperti ada
semacam tombol perubah. "Tidak, tidak. Aku tidak maslaah membawa Jill "
meskipun aku tidak yakin apakah dia akan bergabung dengan kami dan melakukan
apapun yang ada dalam pikiran Avery."
"Berikan Jill pada Mia. Dia akan menjaganya di akhir minggu itu."
Lissa mengangguk, bertanya-tanya mengapa Christian begitu tertarik pada Jill. "Ok.
Tapi kau tidak melakukan hal ini karena kau tidak menyukai Avery kan?"
"Tidak, aku suka Avery. Dia membuatmu lebih banyak tersenyum."
"Kau yang membuatku tersenyum."
"Itulah kenapa kutambahkan kata "lebih"." Christian mencium tangan Lissa dengan
lembut. "Kau menjadi begitu bersedih setelah kepergian Rose. Aku senang kau mau bergaul
dengan orang lain " maksudku, semua kebutuhan yang tidak bisa kaudapatkan
dariku." "Avery bukan pengganti Rose," jawab Lissa cepat.
"Aku tahu. Tapi dia mengingatkan ku pada Rose." "Apa" Mereka tidak memiliki kesamaan sedikit pun."
Christian menegakkan tubuhnya dan duduk di samping Lissa, mengistirahatkan
wajahnya di pundak Lissa. "Avery seperti Rose dulu, sebelum kalian berdua pergi."
Baik Lissa maupun aku terhenti sejenak merenungkan hal itu. Apakah dia benar"
Sebelum kekuatan roh Lissa mulai nampak, dia dan aku hidup dalam gaya hidup
gadis pesta. Dan ya, separuhnya dari waktu itu, akulah yang selalu memberikan ide
gila untuk menemukan waktu yang menyenangkan dan membuat kami masuk dalam
masalah. Tapi apakah aku benar-benar terlihat seperti Avery kala itu"
"Tidak akan ada Rose yang lain," kata Lissa sedih.
"Tidak," Christian membenarkan. Dia memberikan ciuman singkat dan lembut di
bibirnya. "Tapi akan terus ada teman baru."
Aku tahu dia benar, tapi aku tidak bisa menolak untuk merasa sedikit cemburu. Aku
juga tidak bisa menghentikan sedikit rasa khawatirku. Semburan kemaran singkat
yang dialami Lissa sejenis kesedihan. Aku bisa memahami betapa ia berharap
Christian bisa menemaninya, tapi tingakh sedikit menyebalkan " dan rasa-hampircemburunya pada Jill pun juga aneh. Lissa tidak punya alasan untuk meragukan
perasaan Christian, jelas tidak perlu apalagi pada seseorang seperti Jill. Suasana hati
Lissa mengingatkanku pada diriku dulu.
Lebih banyak terlihat karaena dia terlalu lelah, tapi sebagian firasatku " mungkin ini
bagian dari ikatan kami " mengatakan padaku ada sesuatu yang salah pada dirinya.
Seperti sensai yang cepat berlalu, yang tidak bisa aku benar-benar pahami, seperti
air yang mengalis di jari-jariku. Namun, firasatku selalu benar sebelumnya, dan
kuputuskan untuk lebih sering memeriksa keadaan Lissa. __
duestinae89.blogspot.com Dua Belas MERASA DITINGGALKAN LISSA dengan lebih banyak pertanyaan daripada
jawaban, dan tanpa adanya rencana aksi selanjutnya, aku praktis melanjutkan hidup
dengan tetap tinggal bersama keluarga Belikov untuk beberapa hari berikutnya. Aku
jatuh dalam rutinitas normal mereka, lagi-lagi aku kaget dengan bagaimana
mudahnya aku melakukannya. Aku berusaha keras untuk membuat diriku berguna,
melakukan tugas sehari-hari yang mereka izinkan untuk kulakukan dan bahkan
sampai melakukan hal yang begitu jauh dari bayanganku dengan menjaga bayi
(sesuatu yang tidak membuatku nyaman, mengingat sebagai calon penjaga, aku
tidak memiliki waktu lebih untuk melakukan perkejaan paruh waktu selesai sekolah
sebagai pengasuh bayi). Yeva mengawasiku sepanjang waktu, tidak pernah
mengatakan apapun tapi selalu terlihat seolah dia tidak setuju. Aku tidak yakin
apakah ia menginginkan aku pergi atau apakah memang begitu ia selalu terlihat.
Namun yang lain tidak pernah menanyaiku sama sekali. Mereka terlihat senang
memiliku di sekitar mereka dan membuatnya semaki tampak jelas di setiap kali
mereka melakukan sesuatu. Viktoria khususnya, yang merasa bahagia.
"Aku berharap kau bisa kembali ke sekolah bersama kami," kata Viktoria suatu
malam. Dia dan aku sudah menghabiskan banyak waktu bersama.
"Kapan kau akan pulang?"
"Senin, tepat setelah hari Paskah."
Aku mersakan sedikit kesedihan menggolara dalam diriku. Apakah aku masih berada
disini atau tidak aku akan merindukan dirinya.
"Oh, Tuhan. Aku tidak menyangka akan secepat itu."
Keheningan kecil jatuh diantara kami; kemudian dia menatapku lama. "Pernahkan
kau berpikir ... well, pernahkan mungkin kau berpikir tentang kembali ke St. Basil
dengan kami?" Aku menatap. "St. Basil" Sekolah mu namanya menggunakan saint juga?" Tidak
semuanya seperti itu. Adrian berasala dari sebuah sekolah di Timur Pasifik bernama
Alder. "Kepala sekolah kami seorang pendeta dari manusia," katanya sambil menyeringai.
"Kau bisa mendaftar disana. Kau bisa menyelesaikan tahun terakhirmu " aku yakin
mereka akan menerimamu."
Dari semua pilihan gila yang pernah aku pertimbangkan dalam perjalanan ini " dan
percaya padaku, aku sudah mempertimbangkan banyak sekali hal gila " ada satu
yang tidak pernah melintas dalam pikiranku. Aku masuk sekolah lagi. Aku sangat
yakin tidak ada apapun lagi yang bisa aku pelajari " well, setelah bertemu Sydney
dan Mark, sangat jelas memang ada beberapa hal lain yang masih perlu dipelajari.
Namun, mempertimbangkan apa yang aku inginkan untuk kulakukan dengan
hidupku, aku tidak terpikir kalau menjalani semester lain dengan Matematika dan
duestinae89.blogspot.com IPA bisa berarti lebih buatku. Dan selama latihan menjadi penjaga yang kuterima
selama ini, aku lebih banyak melakukan persiapan untuk ujian di akhir tahun. Entah
bagaimana, aku meragukan ujian-ujian itu dan tantangan-tantangan yang akan
datang akan sangat jauh dari apa yang sudah aku alami dengan Strigoi.
Aku menggelengkan kepalaku. "Kurasa tidak. Kupikir aku sudha cukup berurusan
dengan sekolah. Lagipula, sekolahnya pasti dalam bahasa Rusia."
"Mereka akan menerjemahkannya untukmu," sebuah seringaian nakal menyala di
wajahnya. "Selain, bahasa menendang dan memukul." Senyumnya memudar
menjadi ekspresi yang terlihat lebih bijaksana. "Tapi serius, jika kau tidak
menyelesaikan sekolah dan kau tidak ingin menjadi pengawal ... mengapa kau tidak
tinggal disini saja" Maksudku, tinggalah di Baia. Kau bisa tinggal bersama kami."
"Aku tidak akan menjadi pelacur darah," jawabku spontan.
Sebuah tatapan aneh melintasi wajahnya. "Bukan itu yang aku maksudkan."
"Seharusnya aku tidak mengatakannya. Maaf." Aku merasa jahat dengan jawaban
spontan itu. Saat aku terus mendengar gosip tentang pelacur darah di kota, aku
hanya melihat satu atau dua, dan jelas sekali wanita di keluarga bukan termasuk
jjenis itu. Kehamilan Sonya memang sesuatu yang masih misteri, namun bekerja di
toko obat tidak menunjukkan aktivitas mesum. Aku sudah sedikit mempelajari
mengenai situasi Karolina. Ayah dari anak-anaknya adalah seorang Moroi yang jelas
sekali merupakan hubungan yang sungguh-sungguh. Dia tidak merendahkan dirinya
dengan bersama pria itu, dan pria itu pun tidak memanfaatkannya. Setelah bayinya
lahir, mereka berdua memutuskan berpisah, tapi dengan jalan persahabatan.
Sekarang Karolina tengah menjalani hubungan dengan seorang penjaga yang
berkunjung setiap kali ia harus pergi.
Beberapa pelcaur darah yang pernah kulhat di sekitar kota sangat mirip dengan
gambaran yang ada di kepalaku. Pakaian dan dandanan mereka meneriakkan seks.
Memar di leher mereka jelas sekali menunjukkan kalau mereka tidak masalah
membiarkan pasangan mereka meminum darah selama bercinta, yang jelas
merupakan hal paling rendah yang bisa dilakukan para dhampir. Hanya manusia
yang boleh memberikan darahnya kepada Moroi. Jenisku tidak. Membiarkan hal ini
terjadi " khusunya selama aktivitas bercinta " seperti yang sudah kubilang, sangat
rendah. Haling paling kotor dari yang kotor.
"Ibu akan senang kalau kau tetap tinggal. Kau bisa mendapatkan pekerjaan juga.
Jadilah bagian dari keluarga kami."
"Aku tidak bisa menggantikan tempat Dimitri, Viktoria," jawabku lembut.
Dia meraih dan meremas hangat tanganku. "Aku tahu. Tidak ada satupun orang
yang mengharapkanmu untuk jadi dia. Kami menyukaimu karena dirimu, Rose.
Keberadaanmu disini terasa sangat benar " ada alasan mengapa Dimka memilih
bersamamu. Kau cocok disini. "
Aku mencoba untuk membayangkan kehidupan yang ia gambarkan. Terdengar ...
mudah. Nyaman. Tidak ada kekhawatiran. Cukup tinggal bersama sebuah keluarga
bahagia, tertawa dan keluar bersama setiap malam. Aku bisa melanjutkan hidupku
duestinae89.blogspot.com sendiri, tidak perlu membuntutiorang lain sepanjang waktu. Aku akan mempunyai
saudara perempuan. Tidak akan ada pertempuran " kecuali untuk bertahan. Aku
bisa menyerah untuk melanjutkan rencana membunuh Dimitri " yang aku tahu akan
membunuhku juga, secara fisik maupun jiwa. Aku bisa memilih jalur yang logis,
Blood Promise Vampire Academy 4 Karya Richelle Mead di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membiarkannya pergi dan menerima kenyataan kalau dia sudah mati. Namun, ....
jika aku melakukannya, mengapa tidak kembali saja ke Montana" Kembali ke Lissa
dan Akademi" "Aku tidak tahu," sahutku pada Viktoria akhirnya. "Aku tidak tahu apa yang harus
kulakukan." Obrolan ini terjadi tepat setelah makan malam dan dia melirik ke arah
jam ragu-ragu. "Aku tidak ingin meninggalkanmu, terutama karena kita tidak punya banyak waktu
bersama, tapi ... aku harus segera menemui seseorang ..."
"Nikolai?" godaku.
Dia menggelengkan kepalanya, dan aku mencoba menyembunyikan rasa
kekecewaanku. Aku pernah melihatnya beberpaa kali dan dia tumbuh menjadi
sangat pantas untuk dicintai sekarang. Sayang sekali Viktoria tidak bisa
menumbuhkan perasaan kepadanya. Meskipun, aku pernah bertanya-tanya apa ada
sesuatu yang mungkin menahannya - atau seseorang.
"Oh, bukan," jawabku sambil menyeringai. "Siapa dia?"
Dia tetap menjaga agar wajahnya terlihat datar, imitasi ekspresi Dimitri. "Seorang
teman," jawabnya. "Seseorang dari sekolah?"
"Tidak." desahnya. "Dan itulah masalahnya. Aku akan sangat merindukannya."
Senyumku memudar. "Aku bisa membayangkannya."
"Oh," dia terlihat malu. "Bodohnya aku. Maksudku, aku mungkin tidak akan
melihatanya untuk sementara waktu ... tapi aku akan bertemu dengannya lgi. Tapi
Dimitri telah tiada. Kau tidak akan pernah bertemu dengannya lagi. sebenarnya,
kata-katanya itu tidak semuanya benar. Tapi, aku tidak mengatakan itu padanya.
Malah aku hanya berkata, "Ya."
Aku terkejut, dia memelukku. "Aku tahu seperti apa rasanya cinta itu. Dan
kehilangan ... aku tidak tahu. Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Yang hanya
bisa kuucapkan adalah kami ada disini untukmu. Kami semua, Oke" Kau tidak bisa
menggantikan Dimitri, tapi kau terasa seperti saudara perempuan kami."
Dia menganggapku saudaranya sehingga membuatku tegang dan hangat pada saay
bersamaan. Dia harus pergi setelah itu untuk bersiap-siap menemui kencannya. Segera dia
mengganti pakaian dan berdandan " jeals lebih dari sekedar teman biasa " dan
segera melangkah ke arah pintu. Aku merasa senang karena aku tidak ingin ia
melihat air mata yang dibawa oleh kata-katanya ke mataku. Aku menhabiskan
waktukku sebagai anak tunggal. Lissa adalah seseeorang yang hampir terasa seperti
saudara bagiku. Aku selalu berpikir kalau Lissa adalah satu-satunya yang bisa
duestinae89.blogspot.com kuanggap begitu; satu-satunya yang telah aku hilangkan sekarang. Mendengar
Viktoria memanggilku sebagai saudaranya... menggerakkan sesuatu di dalam diriku.
Sesuatu yang menagtakan padaku kalau aku punya teman dan tidak sendirian. Aku
melangkah turun ke arah dapur setelah itu dan segera Olena menemaniku. Aku
tengah mengobrak-abrik makananku.
"Apakah aku mendengar Viktoria yang pergi?" tanyanya.
"Ya, dia pergi menemui seorang teman." Sebagai bentuk menjagaan kepercayaan
seseorang, aku menjaga ekspresiku agar tetap terlihat netral. Tidak mungkin aku
menjelaskan alasan Viktoria keluar.
Olena mendesah, "Padahal aku ingin dia membantuku berbelanja sesuatu di kota."
"Aku akan melakukannya," kataku dengan senang hati, "Setelah aku mendapatkan
sesuatu untuk dimakan."
Dia memberiku senyuman menenangkan dan membelai pipiku. "Kau punya hati
yang baik, Rose. Aku bisa mengerti mengapa Dimka mencintaimu." Rasanya sangat
mengagumkan, betapa diterimanya hubunganku dengan Dimitri disini. Tidak
satupun dari mereka mempermasalahkan perbedaan usia kami atau hubungan gurumurid. Seperti yang pernah kukatakan pada Sydney, seolah aku adalah jandanya
atau sejenisnya dan kata-kata Viktoria tentang aku yang seharusnya tinggal disini
kembali berputar dalam kepalaku. Cara Olena menatapku membuatku merasa kalau
aku benar-benar putrinya, dan sekali lagi aku merasa sudah mengkhianati ibuku
sendiri. Ibuku mungkin akan menghina aku dan Dimitri. Dia mungkin akan menganggapku
tidak pantas dan berkata kalau aku terlalu muda. Atau mungkinkah seperti itu"
Mungkin aku lan yang terlalu kasar membayangkannya. melihatku berdiri di depan
lemari yang terbuka, Olena menggelengkan kepalanya sambil menyalahkan diori
sendiri, "Tapi kau harus makan dulu."
"Cemilan saja," aku meyakinkannya. "Jangan repot-repot." Dia akhirnya
mengiriskan sepotong besar roti hitam yag dia buat sebelumnya hari ini dan
meletakkan semangkuk mentega karena dia tahu betapa aku senang sekali mengolesi
tiap potongan rotiku.Karolina pernah menggodaku kalau orang Amerika mungkin
akan kaget jika tahu apa yang ada di dalam kandungan roti itu, jadi aku tidak pernah
menanyakan apapun. Entah bagaimana, rasanya manis dan asam di saat yang
bersamaan, dan aku menyukainya.
Olena duduk di hadapanku dan melihatku makan. "Ini adalah makanan favoritnya
ketika ia masih kecil."
"Dimitri?" Dia mengangguk. "Kapanpun dia istirahat dari sekolah, hal pertama yang ia lakukan
adalah meminta roti itu. Aku harus membuat satu loyang roti untuk dirinya sendiri
hampir setiap kali ia makan. Anak-anak perempuan tidak [ernah begitu banyak
memakannya." "Cowok selalu makan l;ebih banyak," sejujurnya, aku hamp[ir bisa menyaingi nafsu
makan mereka semua. duestinae89.blogspot.com "Benar," katanya geli. "Tapi aku bahkan mencapai tujuanku ketika aku membuatnya
mulai membuat roti itu untuk dirinya sendiri. Kukatakan padanya, jika dia akan
memakan semua masakanku, dia lebih baik tahu seberapa banyaknya hal yang harus
dilakukan untuk membuatnya."
Aku tertawa, "Aku tidak bisa bayangkan Dimitri membuat roti."
Dan akhirnya, segera setelah kata-kata itu keluar, aku berpikir ulang. Asosiasi
instanku tentang Dimitri bahwa dia selalu kuuat dan sengit; itu adalah daya tariknya
yang seksii, individu yang bertempur seperti seorang dewa datang dalam pikiranku.
Namun, sekarang kelembutan dan kebijaksanaan Dimitri bercampur dengan garis
mematikan itu sehingga membuatnya begitu sangat menaggumkan.
Tangan yang sama yang memegang psak dan menggunakannya dengan tepat dan
dengan hati-hati menyisiri rambutku agar tidak menutupi wajahku.
Matanya yang lihai mengenali bahaya apapun di suatu tempat ternyata bisa
menghormatiku dengan tatappan kagum dan memuja, seolah aku adalah wanita
tercantik dan terhebat di dunia.
Aku mendesah, termakan oleh rasa sakit yang pahit dalam dadaku yang terasa
menajdi hal biasa bagiku sekarang. Hal yang rasanya begitu bodoh, membuat satu
loyang roti dari semua hal lain. Tapi begitulah yang pernah terjadi. Aku selalu
emosional setiap kali memikirkan Dimitri.
Mata Olena menatapku, manis dan menghibur. "Aku paham," katanya, menebak
pikiranku. "Aku tahu jelas apa yang tengah kau rasakan."
"Apakah semakin lama akan terasa semakin mudah?" tanyaku.
Tidak seperti Sydney, Olena punya jawaban.
"Ya. Tapi kau tidak akan pernah menjadi orang yang sama."
Aku tidak tahu apakah aku harus merasa nyaman dengan kata-kata itu atau tidak.
Setelah aku menyelesaikan makananku, dia memberiku daftar belanjaan, aku
melangkah bebas menuju pusat kota, senag berada di luar dan bergerak. Tidak
melakukan apapun sangat tidak cocok denganku. Saat aku berada di dalam toko
bahan makanan, aku kaget melihat Mark. Aku mengira dia dan Olenna tidak terlalu
sering mengunjungi kota. Aku tidak akan melakukannya jika jadi mereka, menginat
mereka menanam sendiri makanan mereka dan hidup dari ladang. Dia memberiku
senyuman yang hangat. "Aku bertanya-tanya sebelumnya apakah kau masih berada di sini."
"Ya," aku memegang keranjangku. "Hanya berbelanja untuk keperluan Olena."
"Aku senang kau masih disini," katanya. "Kau terlihat lebih ... damai."
"Kurasa cincinmu membantuku. Paling tidak dengan kedamaiannya. Benda ini tidak
bisa menyelesaikan banyak hal sejauh keputusan yang harus diambil."
Dia mengerutkan dahi, memindahkan susu kaleng yang ia pegang dari satu tangan
ke tangan yang lain. "Keputusan apa?"
duestinae89.blogspot.com "Apa yang harus aku lakukan sekarang. Kemana akan pergi."
"Kenapa tidak tinggal disini?"
Rasanya mengerikan, sangat mirip dengan percakapanku tadi dengan Viktoria. Dan
responku juga hampir sama. "Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan jika aku
tinggal disini." "Dapatkan pekerjaan. Tinggallah bersama keluarga Belikov. Kau tahu mereka
menyayangimu. Kau sangat cocok bersama keluarga mereka."
Perasaan hangat dan dicintai kembali hadir, dan lagi-lagi, aku mencoba
membayangkan diriku bersama mereka, bekerja di sebuah toko seperti ini atau
menunggui meja. "Aku tidak tahu," jawabku. Aku memiliki catatan yang kurang baik. "Aku hanya tidak
tahu apakan hal seperti itu cocok buatku."
"lebih baik daripada pilihan alternatif yang lain," ia memperingatkan. "Lebih baik
daripada berlarian tanpa memiliki tujuan yang jelas, melemparkan dirimu sendiri
untuk mengahdapi bahay. Tidak ada pilihan sama sekali disana ..."
Namun, itulah alasan mengapa aku mendatangi Siberia sebeagai tujuan pertama dari
rencanaku. Suara hatiku mencaci maki diriku sendiri. Dimitri, Rose. Apa kau sudah
melupakan Dimitri" Apakah kau lupa bagaimana kau datang kesini hanya untuk
membebaskannya, seolah dia yang menginginkannya" Atau benarkah itulah yang
dinginkannya" Mungkin dia menginginkan aku untuk tetap aman. Aku sungguh
tidak tahu, dan tanpa ada pertolongan dari Mason lagi, pilihanku malah semakin
kacau. Memikirkan Mason mendadakn mengingatkanku pada suatu hal yang telah
lama terlupakan. "Ketika kita ngobrol sebelumnya, kita membecirakan apa yang bisa dilakukan Lissa
dan Oksana. Tapi bagaimana denganmu?"
Mark menajamkan matanya, "Apa maksudmu?"
Ppernahkah kau ... pernahkah kau bertemu,um, hantu?"
Beberapa saat berlalu, dan kemudian ia menarik nafas. "Kuharap hal itu tidak terjadi
padamu." Sangat mengeherankan ketika aku merasa leganya mengetahaui kalau aku
tidak sendirian dalam pengaman berhantuku ini. Meskipun sekarang aku mengerti,
pernah mengalami kematian dan pernah menjalani dunia orang mati membuatku
menjadi target roh. Hal ini masih menjadi satu dari hal gila menjadi dicium
bayangan. "Apakah ini terjadi tanpa kau inginkan?" tanyaku.
"Awalnya. Kemudian aku belajar mengendalikannya."
"Aku juga," tiba-tiba aku mengingat kejadian di lumbung waktu itu. "Sebenarnya,
tidak semuanya benar," segera kurendahkan suaraku. Aku tergesa-gesa merangkum
apa yang terjadi dalam perjalananku kesini bersama Sydney. Aku tiidak pernah
membicarakannya dengan orang lain.
"Kau tidak boleh lagi melakukannya," katanya keras.
duestinae89.blogspot.com "Tapi aku tidak bermaksud melakukannya! Itu terjadi begitu saja."
"Kau panik. Kau butuh pertolongan, dan ada bagian dari dirimu yang memanggil
roh-roh di sekelilingmu. Jangan lakukan itu. Itu tidak bear, akan membuatmu
mudah kehilnagna kendali."
"Aku bahkan tidak tahu bagaimana caraku melakukannya."
Seperti yang sudah kubilang, kehilangan kendali. Jangan pernah membiarkan
kepanikan menguasi bagian terbaik dari dirimu." Seorang wanita tua melewati kami,
sebuah skarf menutupi kepalanya dan sebuah keranjang sayur melingkari
tangannya. Aku menunggu sampai dia menghilang sebelum bertanya lagi pada Mark,
"Mengapa mereka mau bertempur untukku?"
"Sebab yang telah mati membenci Strigoi. Strigoi itu tidak alami, tidak hidup
ataupun mati " hanya eksistansinya berada di antara keduanya. Ssama seperti saat
kita merasakan setan, begitulah halnya para hantu merasakan Strigoi."
"Kelihatannya mereka bisa menjadi senjata yang bagus."
Wajah itu, yang biasanya santai dan terbuka, mengerutkan dahi. "Itu berbahaya.
Orang-orang seperti kau dan aku sudah pernah berjalan di tepian kegelapan dan
kegilaan. Memanggil yang telah mati secara terbuka hanya akan membawa kita lebih
dekat untuk jatuh dari tepian itu dan akhrnya kita akan kehilangan akal sehat." Dia
melirik jam tangannya dan mendesah. "Dengar, aku harus pergi, tapi aku serius,
Rose. Tinggalah disini. Menjauhlah dari masalah. Lawan strigoi jika mereka
mendatangimu, tapi jangan mencari mereka dengan membabi buta. Dan jelas,
tinggalkan masalah hantu itu."
Banyak sekali nasihat yang tidak yang tidak yakin bisa kuikuti nantinya. Tapi aku
berterima kasih padanya dan mengirimkan salamku untuk Oksana sebelum
mengirimkan salamku untuk Oksana sebelum membayar dan pergi juga. Aku
menuju jalan pulang ke arah rumah Olena ketika aku memutari sebuah sudut gang
dan hampir berjalan tepat di sebelah Abe.
Dia berpakaian mewah seperti biasanya, mengenakan jas mahal dan skarf kuning
emas yang sepadan dengan perhiasan emas yang ia pakai. Penjaganya berkeliaran di
sekitar tempatini dan dia bersandar di dinding bata sebuah bangunan .
"Jadi inilah mengapa kau datang ke Rusia. Untuk pergi ke pasar seperti seorang
petani." "Tidak," kataku. "Tentu saja tidak."
"Hanya berkunjung ke tempat indah kalau begitu?"
"Tidak. Aku hanya ingin berguna. Berhentilah mencoba mendapatkan informasi
dariku. Kau tidak sepintar yang kau kira."
"Itu tidak benar." jawabnya.
"Dengar, aku sudah mengataknnya padamu. Aku datang kesini untukku mengatakan
berita itu pada keluarga Belikov. Jadi kembalilah dan katakan pada siapapun kau
bekerja untuk menerima hal itu."
"Dan aku sudah mengatakan padamu untuk tidak berbohong padaku," katanya. Lagi,
aku melihat campuran aneh antara bahaya dan gurauan.
"Kau tidak mengerti bagaimana aku sudah cukup sabar menghadapimu. Dengan
orang lain aku pasti sudah mendapatkan informasi di malam pertama aku
membutuhkannya." duestinae89.blogspot.com "Beruntungnya aku," aku mengejek balik.
"Apa sekarang" Apa kau akan membawaku ke lorong bawah dan memukuliku hingga
aku mengatakan alasan mengapa aku disini" Kau tahu, aku kehilangan ketertarikan
dalam seluruh rutinitas gaya keroyokan menakutkan khas bos-bos ini."
"Dan aku kehilnagn kesabaranku untukmu," katanya. Ada sedikit candaan dan saat
ia berdiri di depanku, aku tidak bisa menolak untuk memberikan penilaian tentang
tubuhnya yang ternyata lebih bagus ketimbang moroi kebanyakan. Sebagian besar
moroi, menolak untuk bertempur, tapi aku tidak akn terkejut jika Abe bertindak
kasar seperti kebanyakan orang atau penjaganya punyai.
"Dan sejujurnya, aku sudah tidak lagi peduli alasan kau ada disini kau cuma perlu
pergi. Sekarang." "Janga mengancamku, orang tuua. Aku akan pergi kapanpun aku mau." Lucu, aku
baru saja berjanji pada Mark kalau aku masih belum tahu apakah aku bisa tinggal di
Baia. Tapi saat Abe menekanku, aku malah ingin menancapkan kakiku disini.
"Aku tidak tahu apa yang kau coba jauhkan dariku, tapi aku tidak takut padamu." Itu
tidak semuanya benar. "Kau harusnya takut," jawabnya balik dengan puas.
"Aku bisa menjadi teman yang sangat baik atau musuh yang sangat jahat. Aku bisa
membuatnya sepadan kalau kau pergi. Kita bisa membuat penawaran."
Hampir ada sebuah kilatan kesenangan di matanya saat ia berbicara. Aku ingat
Sydney pernah menggambarkan bagaimana ia memanipulasi orang lain, dan aku
merasa inilah cara ia hidup, untuk bernegosiasi, memberikan pertukaran untuk
mendapatkan apa yang ia inginkan.
"Tidak," kataku. "Aku akan meninggalkan mereka saat aku siap. Dan tidak ada
apapun yang bisa kau atau siapapun yang mempekerjakanmu lakukan untuk
memaksa ku pergi." Berharap aku terlihat meyakinkan, aku berbalik menjauh.
Dia meraih dan mencengkram bahuku, menarikku kembali, hampir membuatku
menjatuhkan belanjaanku. Aku mulai memasang posisi menyerang ke depan sebagai
bentuk mode penyeranganku, tapi para penjaganya sudah berada di sekitarnya
dengan secepat kilat. Aku tahu kalau aku tidak akan bisa melawan terlalu jauh.
"Waktumu sudah habis disini," desis Abe. "Di Baia. Di Rusia. Kembalilah ke
Amerika. Aku akan memberikan semua uang yang butuhkan, tiket kelas utama,
apapun." Aku melangkah mundur menjauhinya, membelakangi dengan hati-hati, "Aku tidak
butuh bantuanmu atau uangmu " hanya Tuhan yang tahu dari mana semua itu
berasal." Sekelompok orang menuju ke arah kami dari seberang jalan, tertawa dan
mengobrol, aku semakin mundur lebih jauh, jelas Abe tidak akan memulai suatu
adegan yang memiliki bonus banyak saksi. Itu membuatku lebih berani, yang
rasanya terlihat bodoh dalam posisiku.
"Dan aku sudah bilang padamu: Aku akan pulang kapanpun aku mau." Mata Abe
berpindah ke arad para petani yang mendekat itu, dan dia segera mundur bersama
duestinae89.blogspot.com penjaganya. Senyum yang membuat merinding itu terpatri d wajahnya. :Dan aku
Blood Promise Vampire Academy 4 Karya Richelle Mead di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sudah bilang pasamu. Aku bisa menjadi teman yang sangat baik atau musuh yang
sangat jahat. Pergilah dari Baia sebelum kau menemukan yang mana dari diriku
yang akan kau lihat."
Dia berbalik dan pergi, membuatku sangat lega. Aku tidak ingin ia melihat seberapa
banyak ketakutan yang tertinggal di wajahku oleh kata-kata yang ia tinggalkan.
Aku segera tidur malam itu, mendadak merasa menjadi anti-sosial. Aku berbaring
disana selama beberapa saat, memindahkan halaman demi halaman majalah yang
tidak bisa kubaca, dan dengan menakjubkan aku menemukan diriku terus merasa
lelah. Kurasa pertemuanku dengan Mark dan Abe membuat merasa sangat lelah.
Kata-kata Mark tentang tetap tinggal telah menamparku untuk dengan rumah
setelah percakapanku dengan Viktoria. Ancaman yang samar Abe telah menaikkan
rasa pertahananku, membuatku waspada pada siapapun yang bekerja dengan Abe
untuk membuatku meninggalkan Rusia. Pada titik tertentu, aku menduga-duga
apakah dia sungguh-sungguh akan kehilangan kesabarannya dan berhenti mencoba
tawar-menawar" Aku beralih tidur dan perasaan yang ku kenal dalam mimpi Adrian yang nyaman
mengelilingiku. Sudah sangat lama sejak terakhir kali hal ini terjadi dan aku
sebenarnya berpikir kalau dia mendengarkanku saat aku menyuruhnya menjauhiku
sebelumnya. Tentu, aku selalu mengatakan hal itu padanya. Ini waktu jeda yang
cukup lama tanpa adanya kunjungan, dan sebanyak aku membenci untuk
mengakuinya, aku merindukannya.
Latar yang dia pilih kali ini adalah bagian dari perabot Akademi, daerah berkayu
dekat sebuah kolam. Semuanya terlihat hijau dan bermekaran, dan matahari
menyinari kami. Aku menduga kreasi Adrian ini bertolak belakang dengan cuaca
yang sebenarnya sedang terjadi di Montana, tapi seperti biasa, dia yang
mengendalikan. Dia bisa melakukan apapun yang ia inginkan.
"Dhampir kecil," katanya, tersenyum. "Sudah lama tidak berjumpa."
"Kupikir kau sudah selesai denganku."
"Tidak akan pernah berakhir denganmu," jawabnya, memasukkan tangannya ke
kantong dan berjalan ke arahku. "Meskipun ..., sebenarnya, aku tidak bermaksud
untuk menjauh kali ini. Tapi, yah, aku harus memastikan kalau kau masih hidup."
"Hidup dan baik-baik saja."
Dia tersenyum padaku. Matahari membuat rambut cokelatnya berkilat, memberikan
highlight chesnut-emas di rambutnya.
"Bagus. Kau terlihat lebih bagus daripada yang pernah kulihat selama ini," matanya
beralih dari wajahku ke bawah, ke arah tanganku yang sedang beristirahat di
pangkuanku. "Apa ini?" cincin Oksana terpasang disana, meskipun cincin itu tidak memiliki
banyak hiasan, logamnya berkilat terang diterpa sinar matahari. Mimpi ini begitu
duestinae89.blogspot.com aneh. Meskipun Adrian dan aku tidak bersama, namun jelas cincin itu mengikutiku
masuk dan cukup menjaga kekuatannya sehingga bisa dirasakan Adrian.
"Sebuah Jimat. Berisikan roh." seperti aku, ini jelas adalah sesuatu yang tidak
pernah ia pikirkan sebelumnya. Ekspresinya semakin penasaran.
"Dan benda ini bisa menyembuhkan, kan?" Ini melindungi auramu dari kegelapan."
"Sedikit," kataku, merasa tidak nyaman dengan pendapatnya. Aku mepeaskan cincin
itu dan memasukkannnya ke dalam kantungku. "Hanya sementara. Aku bertemu
dengan pengguna roh lain dan seorang dhampir yang juga dicium-bayangan."
Keterkejutan bertambah di wajahnya,"Apa" Dimana?"
Aku mengigit bibirku dan menggelengkan kepala.
"Sial, Rose! Ini penemuan besar. Kau tahu bagaimana Lissa aku mencari pengguna
sihir roh. Katakan padaku dimana mereka."
"Tidak. Mungkin nanti. Aku tidak ingin kalian mengejarku." Dari semua yang aku
tahu, mereka sudah mengejarku, menggunakan Abe sebagai suruhan mereka.
Mata hijaunya berkilat marah. "Dengar, anggaplah untuk sementara waktu dunia
tidak selalu berpusat padamu, oke" Ini tentang Lissa dan aku, tentang memahami
sihir gila yang ada di dalam diri kami. Jika kau tahu orang-orang yang bisa
membantu kami, kai juga harus tahu."
"Mungkin nanyi," aku mengulangi dengan dingin. "Aku akan segera pindah "
kemudian aku akan mengatakannya padamu."
"Mengapa selalu begitu sulit?"
"Karena kau menyukaiku yang seperti itu."
"Pada saat ini" Tidak terlalu." Ini satu dari komentar bercanda khas Adrian yang
selalu ia buat, tapi baru saja, sesuatu tentang ini mengangguku. Untuk suatu alasan,
aku mendapat perasaan yang sangat sangat kecil kalau aku tiba-tiba tidak lagi
menarik untuknya. "Cobalah sabar," kataku padanya. "Aku yakin kalian berdua punya hal lain untuk
dikerjakan. Dan Lissa terlihat cukup sibuk dengan Avery." Kata-kata itu keluar tanpa
bisa kucegah, dan sedikit rasa pahit dan iri yang kurasakan saat melihat mereka di
malam yang lalu muncul dalam nada bicaraku.
"Adrian menaikkan alisnya. "Tuan dan nyonya, dia mengakuinya. Kau sudah
memata-matai Lissa " aku sduah tahu itu."
Aku membuang muka. "Aku hanya ingin tahu kalau dia juga masih hidup." seolah
aku bisa pergi kemanapun di dunia ini dan tidak tahu hal itu terjadi.
"Memang. Hidup dan sehat, sama sepertimu. Er .... lebih baik." Adrian merengut.
"Terkadang aku merasakan sesuatu yang aneh dari dirinya. Dia tidak terlihat benrabenar baik-baik saja atau auranya akan sedikit berkerlap-kerlip. Tidak pernah terjadi
terlalu lama, tapi aku masih khawatir." Seseuatu dalam suara Adrian melembut.
"Avery juga mengkhawatirkannya, jadi Lissa berada di tangan yang baik. Avery
cukup mengagumkan." duestinae89.blogspot.com Aku menatapnya pedas dan tajam. "Mengagumkan" Apa kau menyukainya atau
sejenisnya?" aku tidak melupakan komentar Avery tentang meninggalkan pintu tidak
terkunci untuk dirinya. "Tentu saja aku menyukainya. Dia orang yang baik."
"Bukan, maksudku suka. Bukan menyukai."
"Oh, aku menegrti," katanya, memutar matany. "Kami memutuskan pengertian
"suka" dalam tahapan sekolah dasar."
"Kau tidak menjawab pertanyaanya."
"Sebenarnya, seperti yang sudah kukatakan, dia adalah orang yang baik. Pintar.
Mudah diajak bergaul. Cantik."
Sesuatu dalam caranya saat mengatakan "cantik" menggangguku. Aku memalingkan
pandanganku lagi, memainkan nazar biru di leherku untuk menyembunyikan
perasaanku. Adrian sudah menebaknya.
"Apa kau cemburu, dhampir kecil?"
Aku menatap balik ke arahnya. "Tidak. Jika aku bisa cemburu padamu, aku mungkin
akan menjadi gila dari dulu, memikirkan semua perempuan yang kau permainkan."
"Avery bukan jenis perempuan yang bisa dipermainkan." Lagi, aku mendengar rasa
sayang itu dalam suaranya, pengibaratan itu. Ini seharusnya tidak menggangguku.
Harusnya aku senang kalau ia tertarik degan wanita lain. Dari semua itu, aku sduah
mencoba meyakinkanya untuk meninggalkanku sendirian untuk waktu yang lama.
Satu dari bagian syarat darinya ketika memberikanku uang untuk perjalanan ini
adalah membuatku berjanji untuk memberikannya satu kali kesempatan yang adil
untuk berpacaran dengannya ketika " dan jika " aku kembali ke Montana. Jika dia
sudah bersama Avery, itu akan mejadi satu hal yang tidak perlu ku khawatirkan lagi.
Dan sejujurnya, jika dia adalah gadis lain selain Avery, aku mungkin tidak akan
keberatan. Tapi entah bagaimana, pikiran tentang bagimana ia telah memikat Adrian
rasanya sudah cukup keterlaluan. Apakah sudah tidak cukup buruk bagiku setelah
kehilangan Lissa" Bagaimana mungkin satu wanita dengan sangat mudah
mengambil posisiku" Dia mencuri sahabat baikku, dan sekarang pria yang
bersumpah dan berlutut kalau aku adalah satu-satunya yang dia inginkan dengan
serius sudah berpikir untuk menggantikan aku.
Kau sudah menjadi orang yang munafik, sebuah suara jaht berbicara di dalam
kepalaku. Mengapa kau harus merasa ada yang salah ketika ada seseorang yang
datang dalam kehidupan mereka" Kaulah yang membuang mereka. Baik Lissa
maupun Adrian. Mereka punya hak untuk melanjutkan hidup.
Aku berdiri dengan marah. "Dengar, aku sudah cukup berbicara padamu malam ini.
Maukah kau membiarkanku pergi dari mimpi ini" Aku tidak akan mengatakan
padamu dimana diriku berada. Dan aku tidak tertarik untuk mendengarkan tentang
bagaiman mempesonanya Avery dan bagaimana ia lebih baik dari diriku."
"Avery tidak akan pernah bertindak seperti anak kecil," katanya. "Dia tidak akan
begitu menyakit hati seseorang yang cukup peduli untuk memeriksa keadaannya.
duestinae89.blogspot.com Dia tidak akan menolakku untuk memperoleh kesempatanku untuk belajar lebih
banyak tentang sihirku karena dia menjadi gila kalau-kalai seseorang akan
mengacaukan usaha gilanya untuk mengejar kematian pacarnya."
"Jangan sebut aku anak kecil," aku balik berteriak. "Kau seegois biasanya. Ini selalu
tentang dirimu " bahkan dalam mimpi ini sekalipun. Kau memerangkapku disini
meski hal ini bertentangan dengan keinginanku, apakah aku setuju atau tidak,
karena ini menyenangkan buatmu."
"Baik," katanya, suaranya dingin. "Aku akan mengakhiri semua ini. dan aku akan
mengakhir semua yang ada diantara kita. Aku tidak akan kembali lagi."
"Bagus. Kuharap kau serius dengan ucapanmu itu kali ini."
Mata hijaunya adalah hal terakhir yang aku lihat sebelum aku terbangun di
ranjangku sendiri. Aku duduk, terengah-engah. Hatiku terasa seperti hancur, dan
aku hampir berpikir kalau aku mungkin akan menangis. Adrian benar " aku
bertingakh seperti anak kecil. Aku menyakitinya ketika ia tidak pantas mendapatkan
perlakuan seperti itu. Sekalipun begitu ... aku tidak mampu untuk menguasai diriku.
Aku kehilangan Lissa. Aku bahkan kehilangan Adrian. dan sekaran orang laing
tangah mengambil tempatku, seseorang yang tidak akan melarikan diri seperti diriki.
Aku tidak akan kembali. Dan untuk pertama kalinya, aku merasa dia sungguh-sungguh kali ini.
Api Di Bukit Menoreh 21 Wajah Di Jendela Karya No Name Pedang Keadilan 19
Dia tidak peduli dengan resiko untuk dirinya sendiri. Dia hanya tahu kalau dia harus
menyelamatkan yang lain ..." Aku pernah melihat di matanya, keteguhan hati itu.
Rencana kami akhirnya adalah mundur sesegera yang bisa kami semua lakukan, tapi
aku merasakan kalau dia ingin tinggal dan membunuh setiap Strigoi yang bisa ia
temukan. Tapi dia juga mengikuti perintah, akhirnya mulai mundur saat yang lain
aman. Dan di saat-saat terakhir itu, hanya sesaat sebelum Strigoi mengigitnya,
Dimitri menatap mataku dangan tatapan penuh cinta yang membuat seisi goa terasa
penuh dengan cahaya. Ekspresinya seolah bicara tentang apa yang kami bicarakan
sebelumnya: Kita akan bersama, Rosa. segera. Kita hampir mendapatkannya. Dan
tidak ada apapun yang bisa memisahkan kita lagi ....
Meskipun begitu, aku tidak menyebutkan bagian itu. Ketika aku telah menyelesaikan
sisa dongengku, wajah-wajah itu terlihat suram tapi penuh dengan rasa khidmat dan
hormat. Dekat di belakang kerumunan, aku baru menyadari kalau Abe dan
penjaganya mendengarkan juga. Ekspresinya tidak terbaca. Sulit, tapi bukan marah
maupun takut. Cangkir kecil mulai diputar ke sekeliling kelompok itu satu persatu
dan seseorang memberikannya padaku. Seorang dhampir yang tidak kukenal, satu
dari laki-laki yang hadir, berdiri dan mengangkat cangkirnya ke udara. Dia berbicara
dengan keras dan hormat, dan aku mendengar nama Dimitri disebutkan beberapa
kali. Ketika dia selesai, dia minum dari cangkir itu. Semua orang juga melakukan hal
yang sama, jadi aku juga mengikuti. Dan hampir tercekik sampai mati. Rasanya
seperti api dalam bentuk cairan. Aku memerlukan setiap ons kekuatanku ketika aku
menelannya dan tidak menyemburkannya keselilingku.
"Ap ... apa ini?" tanyaku, terbatuk-batuk.
Viktoria menyeringai. "Vodka."
Aku meneliti gelas itu. "Tidak, buka vodka. Aku pernah minum Vodka sebelumnya."
"Bukan Vodka Rusia."
Sebenarnya memang belum pernah. Aku berjuang untuk menghabiskan sisa Vodka
di cangkir itu untuk menghormati Dimitri, meskipun aku punya perasaan kalau dia
berada disini, dia akan menggelengkan kepalanya padaku. Kupikir aku sudah cukup
menjadi sorotan setelah ceritaku selesai, tapi ternyata tidak. Setiap orang terus saja
duestinae89.blogspot.com bertanya padaku. Mereka ingin tahu lebih banyak tentang Dimitri, lebih banyak
tentang bagaimana kehidupannya. Mereka juga ingin tahu tentang hubunganku dan
Dimitri sebagai pasangan. Mereka semua sudah menduga kalau Dimitri dan aku
sudah saling jatuh cinta " dan mereka tidak masalah dengan hal itu. Aku ditanyai
bagaimana kami bertemu, berapa lama kami sudah bersama ...
Dan sepanjang waktu, orang-orang terus mengisi ulang cangkirku. Memutuskan agar
tidak terlihat idiot lagi, aku terus minum sampai aku akhirnya bisa minum Vodka itu
tanpa batuk atau meludah. Semakin banyak aku minum, semakin nyaring dan
semakin bergerak cerita yang kusampaikan. Lenganku mulai terasa geli dan bagian
dari diriku tahu kalau semua ini mungkin ide yang buruk. Ok, diriku sepenuhnya
menyadarinya. Akhirnya, orang-orang mulai pergi. Aku tidak tahu jam berapa
sekarang, tapi kurasa ini sudah tengah malam. Mungkin lewat dari itu. Aku berdiri
tegak, menyadari kalau tenryata lebih susah dari yang aku harapkan. Dunia terasa
bergoyang dan perutku terasa tidak bahagia menjadi bagian dari diriku. Seseorang
memegangi tanganku dan membantuku berdiri seimbang.
"Tenang," kata Sydney. "Jangan dipaksakan." Perlahan, dengan hati-hati, dia
menuntunku menuju rumah. "Tuhan," aku mendesah. "Apakah mereka menggunakan benda itu untuk bahan
bakar roket?" "Tidak ada yang menyuruhmu meminumnya."
"Hey, jangan berkhotbah. Lagipula, aku harus bersikap sopan."
"Tentu," katanya.
Kami berhasil masuk ke dalam dan kemudian menaiki tangga menuju kamar Olena
yang disiapkan untukku menjadi pekerjaan yang tidak mungkin. Setiap langkah
terasa nyeri. "Mereka semua mengetahui tentang hubunganku dengan Dimitri," kataku, berpikir
apakah aku mengatakannya dengan suara yang tenang. "Tapi aku tidak pernah
mengatakan pada mereka kalau kamu bersama."
"Kau tidak perlu mengatakannya. Semuanya sudah tertulis di wajahmu."
"Mereka bereaksi seolah aku adalah jandanya atau sejenisnya."
"Kau mungkin terlihat seperti itu." Kami mencapai kamarku dan dia menolongku
duduk di ranjang. "Tidak banyak dari orang-orang disini yang menikah. Jika kau
pernah bersama seseorang dengan cukup lama, mereka akan menganggap hal
tersebut hampir sama dengan menikah."
Aku menarik nafas lelah dan menatap tanpa fokus terhadap sesuatu. "Aku sangat
merindukannya." "Aku turut berduka cita," katanya.
"Akankah perasaan ini bisa membaik?" Pertanyaan ini terlihat membuatnya terkejut.
"Aku ... aku tidak tahu."
"Apa kau pernah jatuh cinta?"
Dia menggelengkan kepalanya, "Tidak."
Aku tidak yakin apakah hal itu membuatnya beruntung atau tidak. Aku tidak yakin
apakah semua hari yang cerah yang aku miliki bersama Dimitri setimpal dengan rasa
sakit yang aku rasakan sekarang. Sesaat kemudian, aku tahu kebenarannya.
duestinae89.blogspot.com "Tentu saja setimpal."
"Huh?" tanya Sydney.
Aku sadar telah mengatakan pikiranku dengan nyaring. "Tidak apa-apa. Hanya
berbicara pada diriku sendiri. Aku sepertinya harus tidur."
"Apa kau perlu sesuatu yang lain" Apa kau sakit?"
Aku menilai rasa mual di perutku. "Tidak, tapi terima kasih."
"Ok." Dan dengan sikap acuhnya yang biasa, dia pergi, mematikan lampu dan
menutup pintu. Aku pikir aku akan pingsan setelah itu. Jujur, aku ingin begitu. Hatiku telah terbuka
terlalu banyak dengan menceritakan Dimitri malam ini dan aku ingin rasa sakitnya
pergi. Aku ingin kegelapan dan lupa. Malahan, mungkin karena aku telah kebal
dengan hukuman, hatiku memutuskan untuk menyelesaikan pekerjaan ini dan
merobek-robeknya sehingga jelas terbuka.
Aku pergi mengunjungi Lissa.
duestinae89.blogspot.com Sepuluh MASING-MASING ORANG SEPERTINYA BISA BERGAUL dengan baik saat
makan siang bersama Avery sehingga kelompok itu kembali berkumpul lagi pada
malam harinya dan melakukan semacam kegiatan liar bersama.
Lissa sedang memikirkan hal itu saat dia tengah duduk dalam pelajaran pertama di
kelas bahasa Inggris di pagi berikutnya. Mereka begadang malam tadi, diam-diam
keluar setelah jam malam telah berlalu. Ingatan itu menorehkan senyuman di wajah
Lissa, meskipun dia sedang mencoba untuk tidak menguap. Aku tidak bisa menahan
sedikit rasa iriku. Aku tahu Avery lah yang bertanggung jawab atas kebahagiaan
Lissa ini, dan ini menggangguku sampai ketingkat orang picik. Namun,
persahabatan baru yang ditawarkan Avery juga membuatku merasa sedikit bersalah
karena telah meninggalkan Lissa. Lissa menguap lagi, sangat susah berkonsentrasi
pada "The Scarlet Letter" ketika sedang terlibat pertarungan dengan rasa pusing
akibat mabuk semalam. Avery kelihatannya terus menuangkan minuman tanpa
henti. Adrian tentu langsung mengambilnya, tapi Lissa menjadi sedikit ragu-ragu.
Dia sudah menghentikan masa-masanya berpesta sekian lama, tapi akhirnya ia
menyerah malam tadi dan minum bergelas-gelas anggur lebih banyak dari pada yang
seharusnya ia minum. Sangat berbeda dengan situasiku dengan "si vodka", cukup
ironis. Kami berdua sama-sama terlalu menurutkan kata hati, meskipun kami
terpisah bermil-mil jauhnya.
Tiba-tiba, sebuah suara melengking menderu di udara. Kepala Lissa mendongak
bersamaan dengan semua kepala yang ada di kelas ini. Di sudut ruangan, sebuah
lampu alarm kebakaran kecil menyala dan memberi pertanda peringatan. Seperti
biasa, beberapa siswa mulai bersorak ketika sebagian lagi berpura-pura ketakutan.
Sisanya hanya terlihat kaget dan menunggu.
Pengajar Lissa juga terlihat sedikit bingung, dan setelah penilaian cepat, Lissa yakin
kalau ini bukanlah alarm yang sudah direncanakan. Guru-guru biasanya
mengangkat kepala mereka saat ada latihan, dan Ibu Malloy tidak mengenakan
ekspresi lelah seperti biasanya yang di tunjukkan seorang guru saat mencoba
membayangkan berapa banyak waktu yang akan digunakan latihan kali ini yang
akan memotong jam pelajaran mereka.
"Berdiri dan kesanalah," kata Ibu Malloy dengan kesal, memegang sebuah papan
penjepit kertas. "Kalian tahu kemana kalian harus pergi." Prosedur latihan
kebakaran sangat standar.
Lissa mengikuti yang lain dan berjalan berdampingan dengan Christian. "Apa kau
yang melakukannya?" godanya.
"Tidak. Aku sih berharap begitu. Kelas ini sudah hampir membunuhku."
"Kau" Aku sudah mendapatkan sakit kepala yang paling parah di sepanjang
hidupku." duestinae89.blogspot.com Christian memberikan seringaiannya yang biasa. "Biarkan itu menjadi pelajaran
bagimu, Nona kecil pemabuk." Lissa mengubah mimik mukanya sebagai balasan dan
memberikan sedikit pukulan ringan. Mereka sampai ke ruang pertemuan di
lapangan dan bergabung di barisan yang mereka coba bentuk. Ibu Malloy datang dan
memeriksa setiap orang dengan papan penjepitnya, puas karena tidak ada satu pun
yang tertinggal. "Kurasa ini tidak direncanakan sebelumnya," kata Lissa.
"Setuju," jawab Christian. "Yang berarti meskipun tidak ada api, kemungkinan akan
memakan waktu yang cukup lama."
"Nah, kalau begitu. Tidak ada gunanya menunggu, kan?" Christian dan Lissa
berbalik terkejut mendengar suara di belakang mereka dan melihat sosok Avery
disana. Dia mengenakan gaun rajut berwarna ungu dan sepatu tinggi berwarna
hitam yang terlihat sangat tidak cocok dengan rumput yang basah.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Lissa. "Kupikir kau ada di kamarmu."
"Terserahlah. Di sana sangat membosankan. Aku harus datang untuk membebaskan
kalian, teman." "Kau yang melakukannya?" tanya Christian, sedikit kagum.
Avery mengangkat bahunya. "Sudah kubilang, aku sedang bosan. Sekarang, ayo pergi
sementara disini masih rusuh."
Christian dan Lissa bertukar pandang. "Sebenarnya," kata Lissa lambat, "Kurasa
mereka sudah mengabsen ..."
"Cepat!" kata Avery. Kegembiraannya menular dan terasa kuat, Lissa bergegas di
belakang Avery, Christian diseret. Dengan semua siswa yang berdesak-desakkan,
tidak satupun yang menyadari kalau mereka memotong jalur menuju kampus "
hingga mereka mencapai bagian luar dari rumah tamu. Simon berdiri bersandar
pada pintu dan Lissa menegang. Mereka ketahuan.
"Semuanya sudah diatur?" Avery bertanya padanya.
Simon, jelas tipe yang kuat dan pendiam, memberikan anggukan sekilas saat ia
menjawab sebelum berdiri dengan tegap. Dia memasukkan tangannya ke dalam
kantong jasnya dan berjalan menjauh. Lissa mentapnya, terkagum-kagum.
"Dia ... dia membiarkan kita pergi" Dan apakah dia juga ikut campur dalam
kekacauan ini?" Simon bukanlah seorang guru di kampus ini, tapi tetap saja bukan
berarti dia boleh membiarkan siswa membolos dari kelas dengan alarm kebakaran
palsu. Avery menyeringai nakal, melihat dia pergi. "Kami telah lama bersama-sama. Dia
punya banyak hal yang lebih baik untuk dilakukan daripada menjadi penjaga kita."
Avery menuntun mereka ke dalam, tapi bukannya pergi ke kamarnya, mereka
memotong jalan ke daerah berbeda dari bangunan itu dan pergi ke tempat yang aku
kenali: kamar Adrian. duestinae89.blogspot.com Avery menggedor pintu. "Hey, Ivashkov! Buka!"
Lissa menutupi mulutnya dengan tangannya untuk mengecilkan suara tawanya.
"Benar-benar trik bagus untuk sembunyi-sembunyi. Semua orang bisa mendengar
suaramu." "Aku ingin ia mendengarku," Avery membela diri. Dia terus saja menggedor pintu
dan berteriak, dan akhirnya, Adrian menjawab. Rambutnya berdiri dalam posisi
yang aneh dan dia punya lingkaran hitam di bawah matanya. Dia minum dua kali
lebih banyak dari pada Lissa malam kemarin.
"Apa ..." Adrian mengerjapkan matanya. "Bukankah kalian seharusnya ada di kelas"
Oh Tuhan. Aku belum cukup tidur, kan?"
"Biarkan kami masuk," kata Avery, mendorong untuk masuk. "Kami perlu tempat
berlindung dari kebakaran disini."
Avery menghentakkan dirinya di sofa Adrian, membuat dirinya merasa seperti di
rumah sendiri saat Adrian terus saja menatapnya. Lissa dan Christian bergabung
dengannya. "Avery menyalakan alarm kebakaran," Lissa menjelaskan.
"Kerja bagus," kata Adrian, menjatuhkan diri ke kursi berbulunya. "Tapi mengapa
kalian harus kesini" Apa hanya ini satu-satunya tempat yang tidak terbakar?"
Avery mengerjapkan bulu matanya ke Adrian. "Apa kau tidak senang melihat kami?"
Adrian menatap Avery, menilai sesaat. "Selalu senang melihat mu."
Lissa yang biasanya sangat kaku dengan hal-hal semacam ini, namun sesuatu
mengenai hal ini membuatnya tergelitik. Sangat liar, sangat konyol ... sebuah
terobosan dari seluruh kekhawatirannya selama ini.
"Tidak perlu waktu lama bagi mereka untuk menyadari ulah kalian. Mereka bisa saja
membiarkan semua orang masuk sekarang."
"Mereka bisa," Avery setuju, meletakkan kakinya ke atas meja kopi. "Tapi aku
memiliki kekuasaan yang bagus untuk melakukkannya, ketika alarm yang lain mati
di sekolah saat mereka membuka pintu."
"Bagaiman bisa kau melakukannya?" tanya Christian.
"Rahasia penting." Adrian menggosok-gosok matanya dan benar-benar geli dengan
semua ini, meskipun dia harus mendadak bangun.
"Kau tidak bisa menarik tuas alarm sepanjang hari, Lazar."
"Sebenarnya, aku mempunyai kekuasaan yang bagus sehinngga sekali mereka
merasa masalah alarm kedua sudah selesai, alarm ketiga akan berbunyi."
Lissa tertawa keras, meskipun kebanyakan dikarenakan oleh reaksi para lelaki dan
sedikit karena pemberitahuan Avery. Christian, yang sangat cocok dengan
pemberontakan anti sosial, telah menjebak orang-orang dalam api. Adrian
menghabiskan hampir sepanjang harinya dengan mabuk dan terantai dengan rokok.
duestinae89.blogspot.com Untuk gadis imut dan supel seperti Avery, ternyata bisa membuat mereka heran,
sesuatu yang benar-benar luar biasa telah terjadi. Avery terlihat puas karena telah
melakukan hal yang lebih dibandingkan mereka.
"Jika sesi introgasi sudah selesai sekarang," katanya, "bukankah kau seharusnya
menawarkan tamumu semacam penyegaran?"
Adrian berdiri dan menguap. "Baiklah. Baiklah, cewek kurang ajar. Aku akan
membuat kopi." "Dengan sedikit tambahan?" Avery mencondongkan kepalanya ke arah rak minuman
Adrian. "Kau bercanda?" kata Christian. "Apa kau masih punya pikiran yang waras yang
tertinggal?" Avery mengitari rak itu dan mengambil suatu botol. Dia memegang benda itu ke
arah Lissa. "Kau mau?"
Bahkan pemberontakkan pagi Lissa punya batas. Sakit kepala karena anggur
semalam masih berdenyut-denyut di tengkoraknya. "Ugh, tidak."
"Pengecut," kata Avery. Dia berbalik ke arah Adrian. "Kalau begitu, tuan Ivashkov,
kau lah yang terbaik dalam hal menuangkannya ke gelas. Aku selalu suka secangkir
kopi yang dicampur sedikit dengan brandy."
Tidak lama setelah itu, aku mengabur menjauh dari kepala Lissa dan kembali
beputar ke dalam kepalaku sendiri, kembali ke dalam kegelapan tidur dan mimpi
yang biasa. Mimpi itu berdurasi pendek, mengingat saat ini ada sebuah ketukkan
keras segera menarikku ke dalam kesadaran.
Mataku perlahan terbuka, dan rasa sakit yang panas dan dalam menerjang melalui
punggung ke belakang tengkorakku " aku yakin ini merupakan efek setelah
meminum vodka beracun itu. Lissa yang mabuk tidak ada hubungannya denganku.
Aku mulai menutup mataku, ingin tengelam kembali ke dasar dan membiarkan tidur
menyembuhkan rasa sakitku. Kemudian, aku mendengar ketukkan lagi " dan
semakin buruk, seluruh tempat tidurku bergoncang dengan kasar. Seseorang
menendangnya. Kembali membuka mata lagi, aku berbalik dan menemukan diriku
menatap mata gelap tajam milik Yeva. Jika Sydney telah bertemu banyak dhampir
seperti Yeva, aku bisa mengerti mengapa ia berpikir kalau kaum kami adalah
monster dari neraka. Ia mengerutkan bibirnya dan menendang tempat tidur lagi.
"Hey," tangisku. "Aku sudah bangun, oke?"
Yeva memberengutkan sesuatu dalam bahasa Rusia, dan Paul mengintip kesekeliling
dari belakang Yeva, menerjemahkan. "Dia bilang, kau tidak bisa dibilang bangun
sampai kau benar-benar keluar dari tempat tidur dan berdiri."
Dan tanpa peringatan lagi, wanita tua yang sadis itu kembali menendang-nendang
ranjangku. Aku tersentak berdiri, dan dunia terasa berputar di sekelilingku. Aku
Blood Promise Vampire Academy 4 Karya Richelle Mead di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
duestinae89.blogspot.com sudah mengatakan sebelumnya, tapi kali ini aku sungguh-sungguh ingin
melakukannya: Aku tidak akan mau minum lagi. Tidak ada hal bagus yang bisa
kudapat dari hal ini. Selimut terlihat sungguh menggoda untuk tubuhku yang sakitsakit, tapi beberapa tendangan dari ujung sepatu bot Yeva membuatku berdiri dari
ranjang itu. "Ok, Ok. Apa kau senang sekarang" Aku sudah bangun." Ekspresi Yeva tidak
berubah, tapi paling tidak dia berhenti menendang. Aku berbalik menatap Paul. "Apa
yang terjadi?" "Nenek bilang kalau kau harus ikut dengannya."
"Kemana?" "Dia bilang kau tidak perlu tahu."
Aku hampir saja ingin mengatakan kalau aku tidak akan mengikuti wanita tua gila
ini kemanapun, tapi setelah satu kali menatap wajah menakutkannya, kupikir aku
lebih baik pergi. Aku tidak ingin membuatnya mengubah orang-orang menjadi
kodok. "Baiklah," kataku. "Aku akan siap setelah aku mandi dan berganti baju."
Paul menerjemahkan kata-kataku, tapi Yeva menggelengkan kepalanya dan bicara
lagi. "Dia bilang tidak ada waktu," jelasnya. "Kita harus segera pergi sekarang."
"Bisakah paling tidak aku menggosok gigiku?"
Dia mengizinkan permintaan kecil itu, tapi mengganti baju sepertinya tidak
termasuk dalam pertanyaan itu. Tapi hanya itu yang terasa masuk akal. Setiap
langkah yang kupijakkan terasa memusingkan dan aku mungkin akan pingsan
karena melakukan sesuatu yang rumit seperti berpakaian atau tidak berpakaian.
Pakaianku tidak bau atau kotor; hanya saja terlihat kusut karena aku jatuh tertidur
dengan pakaian ini. Ketika aku sudah berada di lantai bawah, kulihat belum ada satu pun yang bangun
kecuali Olena. Dia sedang mencuci piring sisa makan semalam dan terlihat terkejut
melihatku bangun. Aku juga kaget.
"Apa kau tidak terlalu cepat bangun hari ini?" tanyanya.
Aku berbalik dan melihat kilatan jam dapur. Aku terkesiap. Ternyata baru empat jam
aku tidur. "Oh Tuhan. Apakah Matahari sudah terbit?" Luar biasa, Matahari sudah terbit.
Olena menawariku untuk sarapan, tapi lagi-lagi Yeva mengulangi perintahnya kalau
waktu kami sempit. Perutku terasa secara bersamaan menginginkan dan membenci
makanan, jadi aku tidak bisa bilang kalau tidak makan adalah hal yang bagus atau
sebaliknya. "Terserahlah," kataku. "Kita pergi saja dan menyelesaikan apa yang kau inginkan."
Yeva berjalan ke arah ruang tamu dan kembali beberapa saat kemudian dengan
sebuah tas besar. Tanpa diduga dia menyerahkan benda itu padaku. Aku
duestinae89.blogspot.com mengangkat bahu dan mengambilnya, menggantungnya di salah satu bahuku. Jelas
ada suatu benda di dalamnya, tapi tidak terlalu berat.
Dia pergi lagi ke kamar yang lain dan kembali dengan menggendong tas yang lain.
Aku mengambil yang ini juga dan menggantungnya di bahu yang sama,
menyeimbangankan keduanya. Yang satu ini lebih berat, tapi punggungku tidak
terlalu merasa keberatan. Ketika dia lagi-lagi pergi untuk ketiga kalinya dan kembali
dengan sebuah kotak raksasa, aku mulai merasa kesal.
"Benda apa ini?" Aku menuntut dan mengambil benda itu dari tangannya. Rasanya
ada batu bata di dalamnya.
"Nenek ingin kau membawa beberapa barang," Paul memberitahuku.
"Ya," aku menggertakkan gigi. "Aku kira berat benda-benda ini sekitar lima puluh
pound." Yeva kembali memberiku satu kotak lagi yang ia letakkan di atas yang besar. Tidak
terlalu berat tapi dalam hal ini aku sejujurnya tidak merasa masalah. Olena
memberiku tatapan simpati, menggelengkan kepalanya, dan kembali ke sisa
makanannya dalam diam, sepertinya tidak akan membantah apa yang dilakukan
Yeva. Yeva beranjak pergi setelah itu dan aku mengikutinya dengan patuh, mencoba untuk
memegang kotak-kotak itu sekaligus menjaga agar tasnya tidak melorot dari
pundakku. Ini bawaan yang cukup berat, satu dari bagian tubuhku yang sedang
melayang-layang tidak menginginkannya, tapi aku cukup kuat sehingga aku tidak
masalah sekalipun ia membawaku ke kota atau kemanapun ia menuntunku. Paul
berlari di sampingku, sepertinya keberadaanya agar membuatku tahu jika aku juga
harus membawa apapun yang ditemukan Yeva di jalanan.
Sepertinya musim semi datang lebih cepat dari pada di Montana. Langitnya cerah
dan matahari pagi sudah memanaskan benda-benda disini dengan cepat. Hampir
sama dengan cuaca musim panas, tapi rasanya ini cukup jelas untuk diketahui.
Pastinya cuaca ini sangat tidak nyaman bagi para Moroi untuk jalan-jalan.
"Apa kau tahu kemana kita akan pergi?" tanyaku pada Paul.
"Tidak," jawabnya riang.
Untuk seseorang yang begitu tua, Yeva bisa bergerak dengan langkah yang bagus,
dan aku menemukan diriku yang berjalan terburu-buru mengikutinya bersama
dengan barang bawaanku. Saat itu, dia melirik ke belakang dan berkata sesuatu pada
Paul untuk diterjemahkan, "Dia kaget karena kau tidak bisa bergerak lebih cepat."
"Ya, aku sebenarnya juga kaget karena tidak ada orang lain yang membawa satu pun
dari benda ini." Dia menerjemahkan lagi: "Dia bilang jika kau benar-benar seorang pembunuh
Strigoi terkenal, maka membawa barang berat harusnya bukanlah sebuah masalah."
"Oh, ayolah," kataku. "Kemana sebenarnya kita pergi?"
Tanpa melirik ke belakang, Yeva menggumamkan sesuatu.
"Nenek bilang paman Dimka tidak pernah mengeluh seperti itu," kata Paul. Semua
ini bukan salah Paul, dia hanyalah penyampai pesan. Namun, setiap kali ia
duestinae89.blogspot.com berbicara, aku ingin menendang bokongnya. Meskipun demikian, aku tetap
membawa barang-barang itu dan tidak lagi berkata apapun di sisa perjalanan kami.
Yeva benar dalam satu hal. Aku adalah pemburu Strigoi dan dia juga benar kalau
Dimitri tidak akan pernah mengeluh tentang beberapa tingkah seorang wanita tua
gila. Dia akan menyelesaikan tugas ini dengan sabar.
Aku mencoba memanggilnya dalam pikiranku dan menarik kekuatan darinya. Aku
memikirkan saat-saat kami di kabin lagi, memikirkan bagaimana bibirnya
menikmati bibirku dan aroma menyenangkan dari kulitnya ketika aku semakin
mendekati dirinya. Aku bisa mendengar suaranya sekali lagi, berbisik di telingaku
kalau dia mencintaiku, kalau aku begitu cantik, kalau aku adalah satu-satunya
baginya .... Memikirkannya tidak mengurangi ketidaknyamanan perjalananku
bersama Yeva, tapi cukup membuatnya terasa sedikit lumayan.
Kami berjalan hampir satu jam lebih sebelum mencapai sebuah rumah kecil, dan aku
siap untuk jatuh dalam kelegaan, dibasahi keringat. Rumah itu hanya satu lantai,
dibuat dengan kayu cokelat sederhana yang sudah dimakan cuaca. Namun,
jendelanya dikelilingi oleh tiga sisi dengan daun jendela yang ditutupi lembaran
indah dengan sentuhan cita ras tinggi berwarna putih. Hampir sama dengan warna
yang digunakan oleh bangunan-bangunan di Moskow dan St. Petersburg yang
pernah kulihat. Yeva mengetuk pintunya. Awalnya hanya ada keheningan, dan aku
mulai panik, memikirkan kalau kami harus bebalik dan pulang.
Akhirnya, seorang wanita menjawab dari balik pintu " seorang Moroi wanita.
Umurnya sekitar 3o tahunan, sangat cantik, dengan tulang pipi yang menonjol dan
rambut berwarna pirang-stroberi. Dia berteriak kaget melihat Yeva, tersenyum dan
menyapa dalam bahasa Rusia. Melirik ke arah Paul dan aku, wanita itu segera
dengan cepat menarik dirinya mundur dan memberi isyarat agar kami masuk.
Dia mengubah bahasanya menjadi bahasa Inggris segera setelah menyadari kalau
aku orang Amerika. Semua orang-orang dua bahasa ini luar biasa. Bukan sesuatu
yang sering aku temui di Amerika. Dia menunjuk ke meja dan berkata padaku untuk
meletakkan semuanya disana, yang aku lakukan dengan ikhlas.
"Namaku Oksana," katanya, menjabat tanganku. "Suamiku, Mark, ada di kebun dan
akan segera masuk." "Aku Rose," kataku padanya.
Oksana menawari kami kursi. Punyaku adalah kursi kayu dengan sandaran tegak,
tapi pada saat itu, aku merasa seperti menduduki tempat tidur. Aku menarik napas
senang dan menyapu keringat di alisku. Sementara itu, Oksana mengeluarkan
barang-barang yang sudah aku bawa. Tas itu penuh dengan sisa makanan dari
pemakaman. Kotak paling atas berisikan beberapa piring-pinring dan jambangan,
yang menurut penjelasan Paul, adalah benda-benda yang dipinjam dari Oksana
beberapa waktu yang lalu. Oksana akhirnya sampai pada kotak paling bawah, dan
tolong aku, benda itu berisikan batu bata merah untuk kebun.
"Kau pasti bercanda," kataku. Di seberang ruang tamu, Yeva terlihat sangat puas.
Oksana terlihat senang dengan pemberian itu. "Oh, Mark akan senang memiliki ini."
duestinae89.blogspot.com Dia tersenyum padaku. "Kau sangat baik mau membawakan barang-barang ini
sepanjang jalan." "Senang membantu," kataku kaku.
Pintu belakang terbuka, dan seorang pria berjalan masuk " Mark, dugaanku. Dia
tinggi dan berotot, rambut abu-abunya mengindikasikan kalau usianya jauh lebih
tua dari Oksana. Dia mencuci tangannya di dapur dan berbalik untuk bergabung
bersama kami. Aku hampir tercekat saat aku melihat wajahnya dan menemukan
sesuatu yang lebih aneh ketimbang perbedaan usia. Dia seorang Dhampir. Untuk
sesaat, aku berandai kalau dia adalah orang lain dan bukan suaminya, Mark. Tapi
itulah nama yang diapakai Oksana untuk memperkenalkan dirinya, dan kebenaran
itu menamparku: seorang Moroi dan dhampir menikah sebagai pasangan. Tentu
saja, jenis kami memang sering berhubungan. Tapi menikah" Hal tersebut
merupakan skandal dalam dunia Moroi.
Aku mencoba untuk menyembunyikan kekagetan di wajahku dan bersikap sesopan
yang aku bisa. Oksana dan Mark terlihat sangat tertarik padaku, meski Oksana yang
lebih banyak berbicara. Mark hanya menonton, rasa penasaran memenuhi wajahnya.
Rambutku terurai, jadi tatoku tidak akan membuka status tidak-terjanjikan ku.
Mungkin dia hanya penasaran bagaimana seorang gadis Amerika bisa keluar
sendirian di tengah-tengah tempat antah berantah ini. Mungkin dia berpikir kalau
aku adalah pekerja pelacur darah yang baru.
Setelah meminum gelas ketiga air putihku, aku mulai merasa lebih nyaman. Saat
itulah Oksana mengatakan kalau kami seharusnya makan, dan saat itu pula, perutku
sudah siap untuk makanan itu. Oksana dan Mark menyiapkan makan bersama,
mengacuhkan semua tawaran bantuan yang diberikan.
Melihat pasangan itu bekerja sangat mengagumkan. Aku tidak pernah melihat tim
yang begitu saling melengkapi dan memahami. Mereka tidak pernah mengahalangi
jalan satu sama lain, dan tidak perlu berbicara untuk mendiskusikan apa yang harus
mereka kerjakan selanjutnya. Mereka sudah tahu. Meskipun berada di daerah
terpencil, isi dapurnya terlihat modern dan Oksana menepatkan sebuah piring yang
berisikan kentang goreng di dalam mikrowave. Punggung Mark mengghadap Oksana
ketika ia sedang menggeledah isi kulkas, tapi segera saat Oksana ingin memulai,
Mark berkata, "Tidak usah, tidak perlu waktu lama."
Aku mengerjapkan mata, kaget, melirik balik dan terus menatap mereka berdua. Dia
bahkan tidak perlu melihat kapan Oksana akan memulai. Kemudian aku mengerti.
"Kalian terikat," aku berseru.
Mereka berdua menatapku dengan keterkejutan yang sama. "Ya. Apa Yeva tidak
mengatakannya padamu?" Tanya Oksana.
Aku menembakkan pandangan cepat ke arah Yeva, ia lagi-lagi memasang tampang
kepuasan terhadap diri sendiri yang menyebalkan di wajahnya.
"Tidak. Yeva sangat terburu-buru pagi ini."
duestinae89.blogspot.com "Hampir semua orang si sekitar sini mengetahuinya," kata Oksana lagi, kembali
bekerja. "Jadi ... jadi kau adalah pengguna roh."
Kata-kata itu membuatnya berhenti sejenak lagi. Dia dan mark bertukar pandangan
kaget. "Itu," katanya, "bukanlah sesuatu yang diketahui banyak orang."
"Sebagian besar orang berpikir kalau kau tidak memiliki spesialisasi, kan?"
"Bagaimana kau tahu?"
Karena itulah yang jelas terjadi antara aku dan Lissa. Cerita tentang ikatan selalu ada
di dongeng-dongeng Moroi, tapi bagaimana ikatan tersebut terbentuk masih menjadi
misteri. Umumnya mereka percaya kalau hal itu "hanya terjadi begitu saja". Seperti
Oksana, Lissa biasanya dipandang tidak memiliki spesialisasi " seseorang yang sama
sekali tidak memiliki kemampuan spesial dengan satu elemen. Kami menyadari hal
itu sekarang, tentu saja, ikatan itu hanya bisa digunakan oleh pengguna roh, ketika
mereka menyelamatkan nyawa orang lain.
Sesuatu dalam suara Oksana mengatakan kalau dia tidak terlalu kaget kalau aku
mengetahuinya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ia menyadarinya, namun
aku begitu kaku dan mematung karena penemuanku itu sehingga tidak bisa berkata
apapun. Lissa dan aku belum pernah sama sekali mertemu dengan pasangan terikat
yang lain. Hanya ada dua yang kami ketahui, mereka adalah legenda Vladimir dan
Anna. Dan cerita tersebut diselimuti oleh sejarah tak lengkap selama berabad-abad,
membuat kami semakin susah untuk memisahkan kenyataan dari fiksi yang ada.
Fakta yang mengarah ke hal lain adalah kami mengetahui pengguna roh yang lain,
yakni Nona Karp " mantan guru yang menjadi gila " dan Adrian. Sampai sekarang,
Adrian adalah penemuan terbesar kami, pengguna roh yang lebih atau kurang stabil
" tergantung darimana kau melihatnya.
Ketika makanan sudah siap, obrolan roh tidak lagi muncul. Oksana memimpin
percakapn, terus konsisten pada topik yang ringan dan menggunakan kedua bahasa.
Aku mempelajari dirinya dan Mark saat aku makan, melihat tanda-tanda dari
ketidakwarasan. Aku tidak melihat apapun. Mereka terlihat sangat nyaman dengan
sempurna, orang-orang biasa yang terlihat sempurna. Jika aku tidak tahu apa yang
sudah aku lakukan, aku tidak memiliki alasan untuk menduga apapun. Oksana tidak
terlihat depresi atau merana. Mark sepertinya tidak mewarisi kegelapan yang jahat
yang terkadang menyusup ke dalam diriku.
Perutku menyambut makanan dengan suka cita, dan rasa sakit kepalaku
menghilang. Meskipun saat yang sama, sensasi yang aneh menyapu diriku. Rasanya
membingungkan, seolah berkibar dikepalaku, dan gelombang rasa panas dan
kemudian dingin mengaliriku. Perasaan itu menghilang secepat ia datang dan
kuharap ini adalah efek sakit terakhir dari vodka setan yang kuminum malam tadi.
Kami selesai makan dan aku melompat untuk membantu. Oksana menggelengkan
kepalanya. "Tidak, tidak perlu. Kau harus pergi dengan Mark."
"Hah?" Mark mengusap wajahnya dengan lap tangan dan berdiri. "Ya. Mari pergi ke kebun."
duestinae89.blogspot.com Aku mulai mengikutinya, kemudian berhenti sebentar melirik ke arah Yeva. Aku
berharap dia mengahajarku karena meninggalkan piring sisa makanan. Malahan,
aku tidak menemukan pandangan sombong atau pandangan tidak setuju.
Ekspresinya seperti ... sudah tahu. Hampir seperti berharap. Sesuatu tentangnya
membuat bulu kudukku merinding, dan aku mengingat kembali apa yang dikatakan
Viktoria padaku: Yeva sudah pernah bermimpi tentang kedatanganku.
Kebun yang ditunjukkan Mark lebih besar daripada yang aku harapkan, dikelilingi
oleh pagar yang rimbun dan dibatasi oleh jajaran pepohonan. Daun baru
mengantung di pepohonan itu, menutupi hawa panas yang tidak nyaman. Banyak
sekali semak dan bunga yang siap untuk mekar, dan disini, disana, tunas yang baru
sedang dalam perjalanan menuju kedewasan. Sangat indah, dan aku membayangkan
Oksana ikut campur dalam hal ini. Lissa mampu menumbuhkan tumbuhan dengan
sihir roh. Mark memberikan isyarat ke arah bangku dari batu. Kami duduk
berdampingan dalam diam. "Jadi," katanya. "Apa yang ingin kau ketahui?"
"Wow. Kau tidak membuang-buang waktu."
"Aku tidak melihat adanya perbedaan dalam hal ini. Kau pastilah punya banyak
pertanyaan. Aku akan menjawab sebaik yang aku bisa."
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanyaku. "Kalau aku juga dicium-bayangan. Kau sudah
tahu, kan?" Dia menganguk. "Yeva yang memeberitahukannya pada kami." Ok, itu mengejutkan.
"Yeva?" "Dia bisa merasakan sesuatu .... sesuatu yang sebagian besar dari kita tidak bisa
merasakan. Meskipun begitu, dia tidak selalu mengerti apa yang dia rasakan. Dia
hanya tahu kalau ada perasaan yang aneh terhadapmu, dan dia hanya pernah
merasakan hal tersebut pada satu orang. Jadi dia membawamu kepadaku."
"Kelihatannya dia bisa melakukan semuanya tanpa menyuruhku untuk membawa
semua benda-benad rumah tangga itu."
Kata-kata itu membuatnya tertawa. "Jangan diambil hati. Dia hanya mengujimu. Dia
ingin melihat apakah kau pantas sebagai pasangan cucunya."
"Apa bedanya" Dimitri sudah meninggal sekarang." Aku hampir tercekik ketika
mengucapkan kalimat itu. "Benar, tapi baginya, hal itu masih penting. Dan omong-omong, dia berpikir kalau
kau pantas." "Dia menunjukkan hal tersebut dengan cara yang lucu. Maksudku, selain membawa
ku bertemu denganmu maksudku."
Dia tertawa lagi. "Bahkan tanpa dirinya, Oksana akan tahu siapa dirimu segera
Blood Promise Vampire Academy 4 Karya Richelle Mead di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
setelah dia bertemu denganmu. Menjadi dicium-bayangan membuat kita memiliki
efek aura." duestinae89.blogspot.com "Jadi dia bisa melihat aura juga," aku berguman. "Apalagi yang bisa ia lakukan" Dia
pastinya bisa menyembuhkan, atau kau tidak mungkin menjadi dicium bayangan.
Apa dia memiliki kompulsi yang hebat" Bisa berjalan dalam mimpi?"
Hal itu membuatnya waspada. "Kompulsinya sangat kuat, ya itu memang benar ...
tapi apa maksudmu dengan berjalan dalam mimpi?"
"Seperti ... dia bisa memasuki pikiran orang lain ketika orang tersebut sedang tidur.
Pikiran siapapun " tidak hanya pikiranmu. Kemudian mereka bisa berbicara, seolah
mereka benar-benar bertemu. Temanku bisa melakukannya."
Ekspresi Mark menunjukkan kalau ini berita baru baginya. "Temanmu" Belahanikatanmu?"
Belahan-ikatan" Aku tidak pernah mendengar istilah itu sebelumnya. Terdengar
aneh diucapkan, tapi itu menunjukkan sesuatu.
"Bukan ... Pengguna sihir roh yang lain."
"Yang lain" Berapa banyak yang kau kenal?"
"Tiga, teknisnya. Sebenarnya empat sekarang, termasuk Oksana."
Mark berbalik, menatap kosong ke arah sekelompok bunga berwarana merah muda.
"Ada banyak ... menakjubkan. Aku pernah bertemu pengguna sihir roh yang lain,
dan itu terjadi beberapa tahun yang lalu. Dia juga terikat dengan penjaganya.
Penjaga itu meninggal, dan hal tersebut membuatnya hancur. Dia masih menolong
kami ketika Oksana dan aku mencoba mengetahui hal ini."
Aku sering melempar diriku dalam kematianku sendiri selama ini, dan aku takut
dengan nasib Lissa. Namun tidak pernah sekalipun aku berpikir bagaimana jadinya
pada ikatan itu. Apakah ikatan itu akan berpengaruh pada orang lain" Apakah akan
seperti memiliki lubang yang menganga, saat kau menjadi terikat secara dalam dan
perasaan dengan orang lain (mencintai orang lain)"
"Dia juga tidak pernah menunjukkan kalau ia bisa berjalan dalam mimpi," lanjut
Mark. Dia tertawa kecil lagi, garis persahabatan bercahaya mengitari mata birunya.
"Kupikir aku bisa membantumu, tapi mungkin kau berada disini untuk
membantuku." "Aku tidak tahu," kataku ragu. "Kurasa kalian lebih banyak memiliki pengalaman
daripada kami." "Dimana belahan-ikatanmu?"
"Di Amerika." Aku tidak harus menjelaskan panjang lebar, tapi entah bagaimana,
aku harus mengatakan keseluruhan kebenarnya padanya.
"Aku ... Aku meninggalkannya."
duestinae89.blogspot.com Dia mengerutkan dahi. "Meninggalkan karena kau hanya sedang bepergian" Atau
meninggalkannya yang berarti menelantarkannya?"
Menelantarkan. Kata itu seperti tamparan di wajahku, dan tiba-tiba, segala yang bisa
aku bayangkan adalah hari terakhir ketika aku melihatnya, ketika aku
meninggalkannya menangis.
"Ada yang harus aku lakukan," kataku mengelak.
"Ya, aku tahu. Oksana sudah mengatakkannya padaku."
"Mengatakan apa?"
Sekarang dia ragu. "Dia harusnya tidak melakukannya ... dia mencoba untuk tidak
melakukannya." "Melakukan apa?" aku berseru, tidak nyaman dengan alasan yang tidak bisa aku
jelaskan. "Dia, sebenarnya ... dia menyapu pikiranmu. Selama makan tadi."
Aku berpikir lagi dan tiba-tiba teringat rasa geli di dalam kepalaku, rasa panas yang
berputar-putar di otakku.
"Apa maksudnya sebenarnya?"
"Sebuah aura bisa mengatakan kepada pengguna roh tentang kepribadian seseorang.
Tapi Oksana bisa menggali lebih dalam lagi, masuk ke dalam dan sebenarnya
membaca informasi yang lebih spesifik tentang orang tersebut. Terkadang dia bisa
mengikat kemampuan tersebut dengan kompulsi ... tapi hasilnya menjadi sangat,
sangat kuat. Dan salah. Itu bukanlah hal yang benar untuk dilakukan kepada orang
yang tidak terikat denganmu."
Perlu waktu beberapa saat untukku memproses informasi itu. Baik Lissa maupun
Adrian tidak bisa membaca pikiran orang lain. Paling dekat, Adiran hanya bisa
datang ke pikiran seseorang, dan itu namanya berjalan dalam mimpi. Lissa tidak
bisa melakukannya, bahkan tidak bisa padaku. Aku bisa merasakannya, tapi tidak
bisa sebaliknya. "Oksana bisa merasakan ... oh, aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Ada
kenekatan dalam dirimu. Kau sedang dalam pencarian. Ada rasa dendam yang
sungguh-sungguh yang tertulis di seluruh jiwamu." Dia tiba-tiba meraih dan
mengangkat rambutku, menunjuk pada leherku.
"Sesuai seperti yang kupikirkan. Kau belum di sumpah."
Aku menarik kepalaku ke belakang. "Mengapa hal itu menjadi masalah" Seluruh isi
kota dipenuhi oleh dhampir yang tidak menjadi pengawal." Aku masih berpikir kalau
Mark adalah pria yang baik, tapi diceramahi selalu membuatku kesal.
"Ya, tapi mereka memilih untuk tinggal. Kau ...dan orang-orang sepertimu ... kau
selalu waspada terhadap sesuatu. Kau terobsesi memburu Strigoi sendirian, dengan
duestinae89.blogspot.com kepribadian yang diatur untuk membenarkan hal yang salah bahwa seluruh ras
membahayakan kita. Hal itu hanya akan membawa masalah. Aku melihatnya setiap
kali." "Setiap kali?" tanyaku kaget.
"Menurutmu mengapa jumlah pengawal semakin berkurang" Mereka pergi agar bisa
memiliki rumah dan keluarga. Atau mereka pergi begitu saja sepertimu, masih
bertarung tapi tidak diperintah oleh siapapun " kecuali mereka dipekerjakan sebagai
bodyguard atau pemburu Strigoi."
"Dhampir dipekerjakan ..." Aku mendadak mulai memahami bagaimana seorang
yang bukan bangsawan seperti Abe memiliki banyak pengawal. Sepertinya uang bisa
membuat apapun terjadi. "Aku tidak pernah mendengar hal semacam itu sebelumnya."
"Tentu saja tidak. Kau pikir para Moroi dan pengawal yang lain akan membiarkan
kebenaran ini tersebar" Berharap hal tersebut bisa membayang-bayangi kenyataan
di hadapanmu sebagai sebuah pilihan?"
"Aku tidak melihat ada yang salah dalam memburu Strigoi. Kita selalu bertahan,
bukan menyerang ketika berhadapan dengan Strigoi. Mungkin jika lebih banyak
dhampir yang mau mengejar mereka, mereka tidak akan lagi menjadi masalah."
"Mungkin, tapi ada cara berbeda untuk mewujudkan hal itu, sebagian lebih baik
daripada yang lain. Dan ketika kau pergi ke luar seperti kau sekarang " dengan hati
yang dipenuhi penderitaan dan rasa dendam" Itu tidak akan menjadi jalan yang
terbaik. Itu akan membuatmu tergelincir. Dan pengaruh jahat dari menjadi dicumbayangan akan semakin memperumit masalah.
Aku menyilangkan tangan di depan dadaku dan menatap keras ke depan. "Ya,
sepertinya tidak banyak yang bisa aku lakukan tentang pengaruh jahat itu."
Dia berbalik menatapku, ekspresi terkejut sekali lagi. "Mengapa kau tidak meminta
belahan-ikatanmu menyembuhkan kegelapan itu darimu?"
duestinae89.blogspot.com Sebelas AKU MENATAP MARK SELAMA beberapa detik. Akhirnya, dengan bodohnya,
aku bertanya, "Apa baru saja kau bilang...menyembuhkan"
Mark menatapku dengan keterkejutan yang sama. "Ya, tentu saja. Dia bisa
menyembuhkan hal lain kan" Mengapa yang ini tidak bisa?"
"Sebab ..." aku mengerutkan dahi. "Hal itu tidak ada gunanya. Kegelapan itu
...semua efek jahat...semua itu datang dari Lissa. Jika dia bisa menyembuhkannya
begitu saja, mengapa dia tidak menyembuhkan dirinya sendiri?"
"Sebab ketika kegelapan itu berada di dalam dirinya, kegelapan itu sudah terlalu
melekat pada dirinya. Terlalu terikat dalam dirinya. Dia tidak dapat
menyembuhkannya dengan cara yang biasa ia lakukan ketika ia menyembuhkan jal
lain. Tapi ketika belahan jiwamu menarik kegelapannya ke dalam dirimu, kegelapan
itu akan menjadi penyakit yang biasa ia sembuhkan."
Jantungku berdegup keras dalam dadaku. Apa yang ia sarankan begitu mudah dan
menggelikan. Tidak, hanya menggelikan. Semua it tidak mungkin setelah semua hal
yang sduah kami lalui kalau Lissa bisa menyembuhkan amaran dan depresi sama
seperti dia melakukannya pada penyakit flu ata kaki yang patah. Victor Dashkov,
mengesampingkan rencana jahatnya, sudah mengetahu sejumlah informasi roh dan
sudah menjelaskannya kepada kami semua. Empat elemen yang lain lebih berupa
elemen fisik dalam kehidupan, tapi elemen roh datang dari pikiran dan jiwa.
Menggunakan begitu banyak energi mental " sehingga mampu untuk melakukan
sejumlah hal-hal yang mengagumkan " tidak bisa dilakukan tanpa adanya efek yang
merusak. Kami sudah bertarung dengan efek-efek jahat itu dari awal, pertama
adalah Lissa kemudian kepadaku. Mereka tidak bisa begitu saja menghilang.
"Jika semua itu memungkinkan," kata pelan," lalu setiapa orang bisa melakukannya.
Nona Karp tidak akan kehilangan akal sehatnya. Anna tidak akan bunuh diri. Apa
yang baru saja kau katakan terlalu mudah untuk dilakukan." Mark tidak mengenal
siapa saja yang aku bicarakan, tapi jelas orang-orang itu tidak menghalangi apa yang
ingin ia ekspresikan. "Kau benar. Tidak mudah sebenarnya. Penyembuhan itu membutuhkan
keseimbangan dengan hati-hati, lingkaran kepercayaan dan kekuata dari dua orang.
Oksana dan aku perlu waktu lama untuk mempelajari penyembuhan ini ... melewati
tahun-tahun yang sulit ..."
Wajahnya menggelap, dan aku hanya bisa membayangkan bagaimana kelihatannya
tahun-tahun yang sulit itu. Waktuku yang singkat bersama Lissa sudah cukup buruk.
Mereka haru hidup dengan semua ini dalam waktu yang lebih lama dari detik-detk
yang kami lalui. Sungguh merupakan hari-hari yang tidak tertahankan. Perlahan,
mengimajinasikan, aku memberanikan diri untuk mempercayai kata-katanya.
"Tapi sekarang kalian baik-baik saja kan?"
"Hmm." Ada kerlipan dalam senyum masam di bibirnya. "Sulit untukku mengatakan
kalau kami sudah benar-benar baik-baik saja. Hanya ada beberpa hal yang bisa ia
duestinae89.blogspot.com lakukan, tapi itu membuat hidup kami lebih teratur. Dia memberikan jarak waktu
penyembuhan, dan itu membatasi keseluruhan tenaganya.
"Apa maksudmu?"
Dia mengangkat bahu. "Dia masih bisa melakukan hal lain ... menyembuhkan,
kompulsi ...tapi tidak dalam level yang bisa ia tangan jika ia tidak
menyembuhkanku." Harapanku goyah. "Oh. Kalau begitu ... aku tidak dapat melakukannya. Aku tidak
dapat melakukannya pada Lissa."
"Dibandingkan dengan apa yang sudah ia lakukan padamu" Rose. Aku merasa dia
berpikir kala ini adalah pertukaran yang adil."
Aku kembali memikirkan pertemuan terakhir kami. Aku mengingat tentang
bagaimana aku meninggalkannya disana, mengacuhkan ia yang memohon padaku.
Aku mengingat hal-hal rendah yang ia alami dalam ketidakhadiranku. Aku
mengingat bagaimana ia menolak menyembuhkan Dimitri ketika aku berpikir kalau
masih ada harapan untuk Dimitri. Kami berdua telah menjadi teman yanbg buruk.
Aku menggelengkan kepala.
"Aku tidak tahu." kataku dalam suara kecil. "Aku tidak tahu apakan da mau
melakukannya." Mark memberikan tatapan penilaian yang lama, tapi dia tidak mekasaku. Dia
melirik ke arah matahari, hampir seperti mengatakan jam berapa dengan cara itu.
dia mungkin memang melakukannya. Dia pernah memiliki perasaan berjuang dalam
kegilaan dalam dirinya. "Yang lain akan bertanya-tanya apa yang sedang kita lakukan. Sebelum kita pergi ..."
Dia merogoh sakunya dan menarik sebuah cincin perak kecil dengan bentuk yang
sederhana. "Mempelajari penyembuhan itu akan memakan waktu yang lama. Yang paling
membuatku khawatir adalah suasana hatimu yang selalu waspada. Kegelapan itu
hanya akan membuat hal itu semakin buruk. Ambil ini."
Dia mengulurkan cincin itu padaku. Aku ragu-ragu dan kemudian aku meraihnya.
"Apa ini?" "Oksana memasukkan sihir roh ke dalam cincin ini. Ini jimat penyembuh."
Sekali lagi, rasa kaget menyerangku. Selalu saja, benda jimat dari Moroi dengan
elemen di dalamnya. Pasak di isi dengan keempat sihir elemen kehidupan, membuat
mereka menjadi benda yang mematikan bagi Strigoi. Victor juga menyihir sebuah
kalung dengan sihir tanah, menggunakan dasar alam dari tanah untuk mengubah
kalung itu menjadi jimat gairah. Bahkan tato milik Sydney juga merupakan semacam
jimat. Aku mengira kalau tidak ada alasan bagi roh untuk tidak bisa membuat benda
jimat juga, tapi hal itu tidak pernah terpikir olehku sebelumnya, mungkin karena
kekuatan Lissa masih terlalu baru dan terlalu asing.
"Apa yang bisa dilakukan benda ini" Maksudku, penyembuhan seperti apa?"
duestinae89.blogspot.com "Ini menolongmu mengendalikan suasana hatimu. Benda ini tidak bisa
menghilangkannya, tapi ini bisa mengurangi efeknya " menolongmu untuk berpikir
lebih jernih. Memungkinkan mu untuk terhindar dari masalah. Oksana membuatkan
ini untukku untuk menolongki saat masa penyembuhan." Aku hendak memakainya
di jariku, tapi ia menggelengkan kepalanya.
"Simpan ini untuk saat dimana kau merasa tidak dapat mengendalikan dirimu lagi.
Sihirnya tidak bisa bertahan selamanya. Sihirnya akan memudar sama seperti jimat
yang lain." Aku menatap cincin itu, pikiranku tiba-tiba terbuka berbagai kemungkinan baru.
Beberapa saat kemudian, aku memasukkannya kedalam saku jaketku.
Paul menjulurkan kepalanya dari balik pintu.
"Nenek ingin pergi sekarang," katanya padaku. "Dia ingin tahu mengapa kau begitu
lama dan dia bertanya mengapa kau membuat seseorang setua dia menunggu dan
menderita dengan punggungnya."
Aku mengingat seberapa cepat Yeva berjalan ketika aku bertahan untuk
mengikutinya bersama barang-barang bawaanku. Punggungnya tidak terlihat buruk
bagiku, tapi lagi, aku ingat kalau Paul hanyalah penyampai pesan dan aku
mengurangi komentarku terhadapnya.
"Ok, aku akan segera kesana." Ketika Paul mengilang, aku menggelengkan kepalaku.
"Sulit untuk menjadi berharga." aku bergerak ke arah pintu, kemudian melirik ke
arah Mark, pikiran acak mengaliriku.
"Kau mengatakan padaku kalau melakukan apa yang dhampir disini lakukan adalah
hal buruk ...tapi kau juga bukan penjaga."
Dia tersenyum padaku lagi, satu dari senyum yang menyiratkan kesedihan,
senyuman masam. "Dulu aku pernah menjadi penjaga. Kemudian Oksana
menyelamatkan nyawaku. Kami terikat dan bahkan saling jatuh cinta. Aku tidak bisa
terpisah darinya setelah itu, dan para penjaga juga sudah memecatku. Aku harus
pergi." "Apakah sulit meninggalkan mereka?"
"Sangat. Perbedaan usia kami semakin membuat hubungan kami menjadi skandal."
Rasa dingin mengaliri diriku. Mark dan Oksana adalah perwujudan dari dua bagian
kehidupanku. Mereka berjuang melawan ikatan dicium bayangan sama seperti Lissa
dan aku lakukan dan juga menghadapi hukuman untuk hubungan mereka seperti
apa yang aku dan Dimitri rasakan. Mark melanjutkan, "Tapi terkadang, kita harus
mendengarkan hati kita. Dan meskipun aku harus pergi, aku tidak beradadi luar
sana meresikokan diriku sendiri mengejar Strigoi. Itu berbeda " jangan lupakan hal
itu." Pikiranku terhuyung-huyung ketika aku kembali ke rumah Belikov. Tanpa batu bata,
perjalanan pulang terasa lebih mudah. Memberikanku kesempatan untuk
duestinae89.blogspot.com merenungkan kata-kata Mark. Aku merasa seperti menerima informasi seumur
hidup dalam percakapan satu jam.
Olena sedang berada dalam rumah, mengerjakan tugas-tugas normalnya, memasak
dan bersih-bersih. Saat aku dengan jujur tidak pernah ingin menghabiskan harihariku melakukan sejenis perkerjaan rumah tangga seperti itu, aku harus mengakui
kalau ada sesuatu yang menenangkan ketika selalu memiliki seseorang di sekitarmu,
siap untuk memasak dan mengkhawatirkanku untuk hal-hal dasar sehari-hari. Aku
tahu kalau ini murni hasrat yang egois, karena aku tahu kalau ibu kandungku sedang
melakukan hal-hal penting dalam hidupnya. Aku tidak seharusnya menghakiminya.
Namun, merasakan Olena memperlakukan seperti anak perempuanya sendiri ketika
dia sudah mengetahui siapa diriku, membuatku merasakan apa itu kehangatan dan
perhatian . "Apa kau lapar?" ia secara otomatis bertanya padaku. Kurasa satu dari ketakutan
terbesar dalam hidupnya adalah jika seseorang mungkin kelaparan di dalam
rumahnya. Kebiasaan Sydney yang selalu terlihat tidak nafsu makan telah menjadi
kekhawatiran Olena tanpa henti,
Aku menyembunyikan senyumanku. "tidak, kami sudah makan di rumah Mark dan
Oksana." "Ah, dari sana kau ternyata" Mereka adalah orang-orang yang baik."
"Dimana semua orang?" tanyaku. Rumah ini sepi, tidak seperti biasanya.
"Sonya dan Karolina bekerja. Viktoria pergi ke rumah temannya, tapi dia akan
senang karena kau sudah kembali."
"Bagaimana dengan Sydney?"
"Dia baru pergi beberapa saat yang lalu. Dia bilang dia kembali ke Saint Petersburg."
"Apa?" aku berseru. "Pergi demi kebaikan" Hanya seperti itu?" Sydney memiliki sifat
Blood Promise Vampire Academy 4 Karya Richelle Mead di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang agak kasar, tapi ini terlalu kasar bahkan untuk orang seperti dia.
"Para alkemis ... sebenarnya, merekalah yang selalu membuat rencana." Olena
memberikan sepoton kertas. "Dia meninggalkan ini untukmu."
Aku mengambil catatan itu dan buru-buru membukanya. tulisan Sydney sangat rapi
dan teratur. Entah bagaimana hal ini tidak mengejutkanku.
Rose, Aku minta maaf aku harus pergi begitu cepat, tapi ketika Alkemis
menyuruhku untuk melompat ... yah, aku lompat. Aku menumpang sebuah
kendaraan kembali ke kota petani tampat kita pernah tinggal waktu itu jadi
aku bisa mengambil si "Bencana Merah", dan kemudian aku akan sampai ke
Saint Petersburg. Rupanya, setelah sekarang kau sudah diantarkan ke Baia,
mereka tidak ingin aku berada disini lagi.
Aku berharap aku bisa mengatakan lebih banyak tentang Abe dan apa
yang ia inginkan padamu. Meskipun aku dizinkan pun, tidak cukup banyak hal
yang dikatakan. Dalam beberapa hal, dia sama misteriusnya bagiku. Seperti
duestinae89.blogspot.com yang selalu kukatakan, sebagian besar bisnis yang ia lakukan adalah ilegal " baik
diantara manusia maupun kaum Moroi. Saat-saat ia secara langsung berhubungan dengan oran lain adalah ketika ada sesuatu yang berhubungan
dengan bisnis " atau kalau ada kasus yang sangat, sangat spesial. Kupikir kau
adalah satu dari kasus itu, dan meskipun dia tidak berniat untuk mencelakaimu, dia mungkin ingin menggunakanmu untuk kepentingan dirinya
sendiri. Bisa jadi keinginannya sesederhana seperti menginginkanmu untuk
dikontrak sebagai penjaganya, melihat dirimu yang begitu liar. Mungkin dia
ingin menggunakan dirimu untuk mendapatkan seseorang. Mungkin ini semua
adalah bagian dari rencana orang lain, seseorang yang bahkan lebih misterius
dari dirinya. Mungkin dia sedang melakukan kepentingan seseorang. Zmey bisa
jadi sangat berbahaya atau sejenisnya, semua itu tergantung dengan apa yang
sedang ia kerjakan. Aku tidak pernah berpikir aku cukup peduli untuk mengatakan hal ini
kepada seorang dhampir, tapi berhati-hatilah. Aku tidak tahu apa rencanamu
sekarang, tapi aku punya firasat kalau masalah sedang mengikutimu. Hubungi
aku jika ada sesuatu yang bisa kubantu, tapi jika kau kembali ke kota untuk
berburu Strigoi, jangan tinggalkan mayat lagi tanpa dibersihkan!
Untuk semua yang terbaik,
Sydney P.S. "Si Bencana Merah" adalah nama yang kuberikan pada mobil itu.
P.P.S. Hanya karena aku menyukaimu, itu tidak berarti aku berhenti menganggapmu sebagai makhluk jahat dari malam. Karena kau memang seperti
itu. Nomor ponselnya tertera di bagian bawah, aku tidak bisa menahan senyumku
membaca surat itu. Karena kami menumpang Abe dan para pengawalnya saat ke
Baian, Sydney harus meninggalkan mobilnya, yang mana membuatnya trauma
hampir sama banyaknya dengan rasa traumanya terhadap Strigoi. Kuharap para
Alkemis membiarkannya memiliki mobil itu. Aku menggelengkan kepalaku, lebih
memilih geli ketimbang memikirkan peringatannya terhadap Abe. Si Bencana
Merah. Saat aku menaiki tangga ke arah kamarku, senyumku memudar.
Mengesampingkan sikapnya yang kasra, aku akan merindukan Sydney. Dia mungkin
tidak bisa disebut sebagai teman " atau begitukan ia" " dalam waktu yang singkat
ini, aku akan menghargainya selama sepanjang hidupku. Aku tidak punya banyak hal
duestinae89.blogspot.com seperti itu lagi yang tersisa. Aku merasa terapung-apung, tidak yakin akan hal yang
akan ku lakukan. Aku datang kesini untuk membawa kedamaian bagi Dimitri dan
hanya berakhir dengan membawa kesedihan bagi keluarganya. Dan meskipun apa
yang dikatakan setiap orang benar, aku tidak akan menemukan banyak Strigoi disini,
di Baia. Entah bagaimana, aku tidak bisa membayangkan Dimitri, berkeluyuran di
jalanan dan perkebunan untuk memangsa sesekali. Meskipun sebagai Strigoi " dan
kata itu membunuhku hanya dengan memikirkannya saja " Dimitri pastilah
memiliki tujuan. Jika dia sama sekali tidak kembali untuk melihat keluarganya di
kampung halamannya, kemudian dia melakukan hal-hal klain yang lebih berguna "
sebanyak yang bisa dilakukan Strigoi. Komentar Sydney di catatan membuktikan
apa yang selalu aku dengar terus menerus: Strigoi ada di kota. Tapi kota mana"
Dimana Dimitri berada" Sekarang aku lah yang tidak memiliki tujuan. Di atas
semuanya, aku mengulang kata-kata Mark. Apakah aku berada dalam misi gila"
Apakah aku sudah bertindak bodoh dengan mengejar kematianku sendiri" Atau aku
bertindak bodoh mengajar .... hal yang tidak ada" Apakah aku konyol menghabiskan
sisa hariku dengan keluyuran" Sendirian" Duduk di tampat tidurku, aku merasa
suasana hatiku terjungkir balik dan aku tahu aku harus mengalihkan pikiranku
sendiri. Aku terlalu mudah terkena emosi gelap selama Lissa menggunakan sihir roh;
aku tidak perlu untuk semakin mendorong mereka keluar. Aku memakai cincin yang
diberkan Mark padaku, berharap benda ini akan membawa semacam kejernihan
dan ketenangan padaku. Aku tidak merasakan perbedaan, dan memutuskan untuk
mencari kedamaian dari tempat yang sama yang selalu aku lakukan: pikiran Lissa.
Dia bersama Adrian, dan mereka berdua sedang berlatih sihir roh lagi. Setelah
beberapa benjolan awal di dalam prosesnya, Adrian sedang membuktikan kecepatan
belajarnya dalam hal menyembuhkan. Itu adalah saat pertama kalinya dari kekuatan
Lissa untuk ditunjukkan, dan hal ini selalu membuatnya kesal kalau melihat Adrian
membuat kemajuan dengan apa yang ia ajarkan dibandingkan sebaliknya.
"Aku akan memberikan banyak hal untuk kau sembuhkan," katanya, meletakkan
tanaman kecil dalam pot di atas meja. "Kecuali kita mulai mengoyak-ngoyak mangsa
atau sesuatu." Adrian tersenyum. "Aku pernah menggoda Rose dengan kata-kata itu, bagaima aku
bisa membuanya kagum dengan menyembuhkan hal yang diamputasi atau sesuatu
yang sama tidak jelasnya."
"Oh, dan aku yakin dia mempunyai tanggapan yang cerdas untukmu setiap kali kau
menggodanya." "Ya, ya, dia memang melakukannya," wajah Adrian terlihat begitu mengasihi ketika
dia mengingat kembali memori itu. Ada sebagian kegilaan dari diriku yang selalu
penasaran untuk mendengar apa yang mereka bicarakan tentang ku .... meskipun
diwaktu yang sama, aku selalu merasa bersalah saat ada getar kesedihat saat namaku
disebutkan. Lissa mengerang dan merenggangkan tubuhnya di karpet lantai. Mereka ada di kursi
panjang di asrama, dan jam tidur segera tiba, "Aku ini berbicara padanya, Adrian."
duestinae89.blogspot.com "Kau tida bisa melakukannya," katanya. Ada nada serius yang tidak biasa di dalam
suaranya. "Aku tahu dia masih memeriksa ke dalam pikiranmu - dan itu adalah cara
palingdekat untuk bisa berbicara dengannya. Dan sejujurnya" Itu tidaklah begitu
buruk. Kau bisa mengatakan langsung bagaimana perasaanmu dengan jelas
padanya." "Ya, tapi aku ingin mendengar ia berbicara balik padaku seperti yang kau lakukan
dalam mimpimu." Ini membuatnya tersenyum lagi. "Dia cukup banyak berbicara, percayalah padaku."
Lissa duduk tegak. "Lakukan sekarang."
"Melakukan apa?"
"Pergi kunjungi mimpinya. Kau selalu mencoba menjelaskannya padaku, tapi aku
tidak pernah benar-benar melihatnya. Biarkan aku melihatnya."
Dia menatap diam, kehilangan kata-kata. "Itu sejenis aktivitas seks yang tidak
normal." "Adrian! Aku ingin mempelajarinya, dan kita sudah mencoba berbagai hal. Aku bisa
merasakan sihir disekelilingmu kadang-kadang. Lakukan saja, ok?"
Adrian mulai memprotes lagi tapi kemudian menahan komentarnya setelah
mempelajari wajah Lissa beberapa saat. Kata-kata Lissa sangat tajam dan menuntut
" sangat tidak berkarakter untuk orang seperti Lissa.
"Ok. Aku akan mencobanya."
Pada akhirnya, seluruh ide agar Adrian mencoba untuk masuk ke dalam kepalaku
saat aku sedang melihatnya melalu kepala Lissa adalah hal yang tidak mungkin. Aku
tidak terlalu yakin apa yang bisa diharapkan dari Adrian. Aku selalu bertanya-tanya
apakah ia harua jatuh tidur atau paling tidak menutup matanya untuk
melakukannya. Tapi sepertinya tidak. Dia malahan menatap diam, matanya menjadi
kosong saat pikirannya meninggalkan dunia disekelilingnya. Melalui mata Lissa, aku
bisa merasakan sebagian sihir terpancar dari dirinya dan auranya, dan Lissa
mencoba menganalisa setiap helainya. Lalu, tanpa peringatan, semua sihir itu
menghilang. Dia mengerjap dan menggelengkan kepala.
"Maaf. Aku tidak bisa melakukannya."
"Mengapa tidak?"
"Mungkin karena ia sedang bangun. Apa kau belajar sesuatu dari melihat?"
"Sedikit. Mungkin akan lebi berguna jika kau benar-benar menghubunginya." Lagi,
Lissa mengeluarkan nada marahnya.
"Dia bisa berada dimana saja di dunia ini kau tahu, dalam jam waktu mana pun."
Suaranya melemah karena menguap. "Mungkin kita bisa mencoba di jam berbeda.
Aku bisa menemuinya .... sebenarnya, hampir sama dengan jam sekarang. Atau
terkadang aku medapatkannya di pagi buta."
duestinae89.blogspot.com "Dia bisa jadi bisa ditemui sebentar lagi," kata Lissa.
"Atau dalam jadwal siang manusia di beberapa bagian di dunia."
Rasa antusias Lissa menurun. "Benar. Itu juga."
"Bagaimana bisa kalia tidak pernah terlihat sedang melakukan sesuatu?"
Christian berjalan memasuki ruangan, terlihat geli melihat Lissa duduk di lantai dan
Adrian yang tergeletak di atas sofa. Berdiri di belakann Christian, seseorang yang
tidak pernah kupikirkan bisa aku lihat segera. Adrian, yang bisa mendeteksi wanita
bermil-mil jauhnya, juga mendadak menyadari pendatang baru di ruangan itu.
"Dimana kau dapatkan gadis di bawah umur itu?" tanyanya.
Christian memberi tatapan peringatan pada Adrian.
"Ini Jill." Jill Mastrano membiarkan dirinya di dorong ke depan, mata hijau
terangnya tidak memungkinkan selebar itu saat ia melihat ke sekelilingnya.
"Jill, ini Lissa dan Adrian."
Jill adalah satu dari orang-orang terakhir yang kuharapkan bisa terlihat disini. Aku
pernah bertemu dengannya beberapa bulan yang lalu. Dia di kelas sembilan, yang
berarti dia berada disini di kampus atas di musim gugur. Dia memiliki bantuk tubuh
super-ramping yang sama seperti yang dimiliki Moroi kebanyakan, tapi tubuhnya itu
dipasangkan dengan tinggi yang mengagumkan bahkan dengan standar vampir. Itu
membuatnya semakin ramping. Rambutnya cokelat muda bergelombangnya terurai
di tengah-tengah punggungnya dan akan sangan terlihat cantik " jika dia belajar
bagaimana menatanya dengan pantas. Untuk sekarang, terlihat acak-acakan, dan
keseluruhan kesanya " sebenarnya imut " terlihat canggung.
"H-hai," katanya, menatap dari satu wajah ke wajah yang lain. Sejauh yang ia
perhatikan, orang-orang ini adalah para selebritis kelas atas kaum Moroi. Dia
hampir pingsan ketika pertama kali dia bertemu denganku dan Dimitri, terima kasih
pada reputasi kami. Dari ekspresinya sekarang, dia tengah berada dalam kondisi
yang sama. "Jill ingin belajar bagaimana menggunakan kekuatannya untuk kebaikan daripada
melawan setan," kata Christian dengan sebuah kedipan yang berlebihan. Itu adalah
leluconnya untuk emnagatakn kalau Jill ingin belajar bagaimana berkelahi dengan
menggunakan sihirnya. Dia pernah mengekspresikan ketertarikannya itu padaku,
dan kukatakan padanya untuk menemui Christian. Aku senang dia memberanikan
diri untuk mengikuti nasihatku. Christian adalah seleb kampus juga, sekalipun ia
termasuk dari yang tidak terkenal.
"Anggota baru lagi?" tanya Lissa, menggoyang-goyangkan kepalanya. "Kupikir kau
akan bisa mempertahankan yang satu ini?"
Jill menatap Christian bingung. "Apa maksudnya?"
"Setelah penyerangan, banyak orang yang berkata kalau mereka ingin belajar
bertarung dengan sihir," jelas Christian. "Jadi mereka menemuiku, dan kami bekerja
duestinae89.blogspot.com sama ... sekali dua kali. Kamudian setiap orang mulai menghilang sekali latihannya
mulai keras, dan kemudian menyadari kalau mereka harus terus berlatih."
"Itu tidak menolong, kau memang guru yang kejam," tuduh Lissa.
"Dan jadi sekarang kau merekrut beberapa anak-anak," kata Adrian sungguhsungguh.
"Hey," kata Jill marah. "Aku empat belas tahun." Tiba-tiba dia bersemangat
memberanikan diri berbicara dengan tegas pada Adrian. Adrian menggap hal itu
lucu, seperti yang biasa ia lakukan pada hal lain.
"Salahku," kata Adrian. "Apa elemenmu?"
"Air." "Api dan air, ya?" Adrian meraih kedalam sakunya dan menarik selembar uang
seratus dollar. Dia melambaikannya dan berbicara langsung. "Sayang, aku akan
memberimu sebuah perjanjian. Jika kau bisa membuat se ember air muncul dan
menumpahkannya di atas kepala Christian, aku akan memberikan mu ini."
"Kutambahkan sepuluh."tawa Lissa.
Jill terlihat tegang, tapi aku menduga hal itu karena Adria memanggilnya "sayang".
Aku sering mengabaikan apa yang dilakukan Adrian sehingga mudah bagiku untuk
lupa kalau ia adalah lelaki yang seksi.Christian mendorong Jill menuju pintu.
"Abaikan mereka. Mereka hanya iri karena pengguna roh tidak bisa pergi menyerang
di dalam pertarungan seperti yang bisa kita lakukan." Dia berlutut ke arah Lissa di
lantai dan memberinya ciuman singkat.
"Kami berlatih dia ruang atas,
Ketemu besok lagi ya."
tapi aku harus mengantarnya pulang sekarang.
"Kau tidak perlu melakukannya," kata Jill. "Aku bisa pulang sendiri . Aku tidak ingin
menyebabkan masalah."
Adrian berdiri. "Kau tidak perlu pulang sendiri. Jika ada seseorang yang akan maju
dan menjadi ksatrian dengan baju baja berkilau disini, dia pastilah diriku. Aku akan
mengantarkanmu dan meninggalkan burung-burung cinta ini dia sarang burung
cinta mereka." Dia memberikan hormat dengan cara membungkuk pada Jill.
"Mari?" "Adrian ?" kata Lissa, nada yang tajam dalam suaranya.
"Oh ayolah," kataya, memutar matanya. "Toh aku juga harus kembali " kalian
berdua tidak ada gunanya saat jam malam dimulai. Dan sejujurnya, berikan aku
sedikit kepercayaan disini. Aku juga punya batas." Dia memberi kan tatapan penuh
arti pada Lissa, satu berarti mengatakan pada Lissa kalau dia idiot karena berpikir
Adrian akan menggoda Jill. Lissa menatap Adrian selama beberapa saat dan sadar
kalaupria itu benar. Adrian dulunya memang bajingan dan tidak pernah menjadikan
ketertarikannya padaku sebagai sebuah rahasia, tapi mengantarkan Jill ke rumah
bukanlah bagian dari godaan menyenangkan. Dia benar-benarn ingin bersikap baik.
"Baiklah," kata Lissa. "Aku akan menjumpaimu besok. Senang bertemu denganmu,
Jill." duestinae89.blogspot.com "Aku juga," sahut Jill. Dia memberanikan diri tersenyum pada Christian.
"Terimakasih lagi."
"Kau sebaiknya menunjukkan keahlianmu di latihan kita berikutnya," Christian
memperingatkan. Adrian dan Jill mulai melangkah pergi dari pintu, saat Avery masuk melaluinya.
"Hey, Adrian." Avery memberikan Jill sekali lirikan. "Siapa gadis di bawah umur mu
ini?" "Bisakah kalian berhenti memanggilku seperti itu?" seru Jill.
Blood Promise Vampire Academy 4 Karya Richelle Mead di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Adrian menunjuk pada Avery. "Hush. Aku akan beurusan denganmu nanti, Lazar."
"Aku jelas mengharapkan hal itu juga," dia berbicara dengan suara berirama. "Aku
akan membiarkan pintunya tidak terkunci."
Jill dan Adrian pergi, dan Avery duduk didekat Lissa. Dia terlihat cukup mabuk, tapi
Lissa tidak mencium bau alkohol dari dirinya. Lissa dengan cepat mempelajari kalau
sebagian dari diri Avery selalu gembira dan riang, tidak menghiraukan keadaannya
yang mabuk. "Apakah kau sungguh-sungguh mengundang Adrian ke kamarmu nanti?" tanya
Lissa. Dia berbicara untuk menggoda nya tapi seseungguhnya ia sedang mereka-reka
apakah ada sesuatu yang terjadi pasa mereka berdua. Dan ya, itumembuat kami
berdua penasaran. Avery mengangkat bahu. "Aku tidak tahu. Mungkin. Terkadang kami bersama saat
kalian berdua bermain di tempat tidur kalian. Kau tidak cemburukan?"
"Tidak," Lissa tertawa. "Hanya penasaran. Adrian adalah cowok yang baik."
"Oh?" tanya Christian. "Defenisi "
baik"." Avery merengkuh tangan Lissa dan mulai memeberi tanda centang pada setiap kata
yang ia sebutkan dengan jari-jarinya.
"Ketampananya menghancurkan, lucu, kaya, berkeluarga dengan sang ratu ..."
"Kau sudah memilih warna baju pengantinmu?" tanya Lissa, masih dengan tertawa.
"Belum," sahut Avery. "Aku masih menguji airnya. Aku sedang mengira-ngira dia
bisa menjadi mudah untuk diikat dengan ikat pinggang Avery Lazar, tapi dia itu
cowok yang sulit dibaca."
"Aku sungguh tidak ingin mendengar hal ini," kata Christian.
"Terkadang dia bertingkah seolah mencintai mereka dan meninggalkan mereka. Di
waktu yang lain, dia muram seolah sedang patah hati dengan cara yang romantis."
Lissa bertukar lirikan penuh arti dengan Christian saat Acery tidak menangkapnya
ketika ia sedang asik bicara.
"Ngomong-ngomong, aku tidak berada disini untuk berbicara tentang dia. Aku disini
untuk mengatakan tentang kau dan aku meninggalkan tempat ini." Avery
melingkarkan tangannya pada Lissa yang hampir jatuh terbaring.
duestinae89.blogspot.com "Pergi dari mana" Dari asrama?"
"Tidak. Dari sekolah ini. Kita akan pergi dalam acara liar akhir minggu di istana."
"Apa, akhir minggu ini?" Lissa merasa dia berada tiga langkah di belakang, dan aku
tidak menyalahkannya. "Mengapa?" "Sebab itu hari Paskah. Dan yang mulia ratu merasa kalau hal itu akan menjadi
"indah" jika kau bisa mergabung dengannya dalam liburan kali ini." Suara Avery
terdengar agung dan tinggi.
"Dan, sejak aku bergaul denganmu, Ayah memutuskan kalau aku telah bersikap baik
sekarang." "Bajingan yang nggak sadar, kasihan," Christian mengeluh.
"Jadi dia bilang aku bisa pergi denganmu." Avery melirik Christian. "Kau juga bisa
pergi, kurasa. Sang Ratu bilang Lissa boleh membawa seorang teman " dengan
tambahan diriku, tentu saja."
Lissa menatap wajah Avery yang berseri-seri dan tidak membagi rasa antusianya
padanya. "Aku benci kalau harus pergi ke istana. Tatiana hanya terus menyuruh-nyuruh,
mengatakan apa yang ia pikirkan seolah itu adalah nasihat yang berguna. Rasanya
selalu mebosankan dan menyedihkan sekarang." Lissa tidak menambahkan kalau dia
pernah sekali merasa istana itu menyenangkan " ketika aku pergi bersamanya.
"Itu karena kau belum pergi denganku. Aku akan menjadi terobosan! Aku tahu
dimana semua hal-hal menyenangkan. Dan aku bertaruh Adrian juga akan datang.
Dia bisa mendorong jalannya ke hal apapun. Ini akan menjadi semacam kencan
ganda." Perlahan, Lissa mulai mengakui kalau kali ini akan menjadi menyenangkan. Dia dan
aku pernah menemukan sedikit "hal menyenangkan" yang tersembunyi dari
permukaan mengkilap dalam kehidupan istana. Setiap kunjungannya yang lainnya
sama saja seperti yang ia gambarkan " pengap dan dan berbau bisnis. Tapi sekarang,
pergi dengan Christian dan Avery yang liar dan spontan" Akan menjadi hal yang
potensial. Hingga Christian mengacaukannya. "Well, jangan hitung aku dalam daftar yang
ikut," katanya. "Jika kau hanya bisa membawa satu orang, bawalah Jill."
"Siapa?" tanya Avery.
"Gadis di bawah umur," jelas Lissa. Dia menatap Christian dengan heran. "Demi
Tuhan mengapa aku harus membawa Jill" Aku baru bertemu dengannya."
"Sebab dia sebenarnya serius mempelajari bagaimana mempertahankan diri. Kau
harus memperkenalkan ia kepada Mia. Mereka sama-sama pengguna air."
"Benar," kata Lissa mengerti. "Dan fakta kalau kau membenci acara di istana tidak
bisa diubah?" "Well...." "Christian!" Lissa mendaka menjadi marah. "Mengapa kau tidak melakukan ini
untukku?" duestinae89.blogspot.com "Karena aku benci cara Ratu jalang itu menatapku," katanya.
Lissa masih belum merasa yakin. "Ya, tapi ketika kita lulus, aku akan tinggal disana.
Kau juga akan pergi ke sana."
"Ya, well, kalau begitu anggap kau memberi liburan awal untukku."
Rasa kesal Lissa tumbuh. "Oh, aku mengerti sekarang. Aku harus menerima semua
ucapan sampah selama ini, tapi kau tidak mau pergi untukku."
Avery melirik mereka dan berdiri. "Aku akan meninggalkan kalian anak-anak untuk
menyelesaikan masalah ini dengan cara kalian. Aku tidak peduli apakah si gadis di
bawah umu atau Christian yang akan pergi, selama kau ada disana Lissa." Dia
manatap tajam ke arah Lissa. "Kau akan pergi, kan?"
"Ya, aku akan pergi." Jika apapun dari penolak Christian mendadak memacu Lissa
lebih jauh. Avery menyeringai. "Menakjubkan. Aku akan pergi duluan dari sini, tapi kalian
berdua haruslah berciuman dan berbaikan setelah aku pergi."
Kakak Avery, Reed tiba-tiba muncul di pintu. "Apa kau siap?" Reed bertanya pada
Avery. Setiap kali dia berbicara, suaranya selalu terdengar seperti sebuah omelan.
Avery memberikan sekilas tatapan kemenangan.
"Lihat" Kakakku yang sopan, datang menjemputku sebelum ibu asrama mulai
meneriakiku untuk pergi. Sekarang Adrian harus menemukan cara baru yang lebih
menarik untuk membuktikan jiwa ksatrianya."
Reed tidak terlihat angat sopan ataupu ksatria, tapi kurasa dia sungguh baik mau
menjemput dan mengantar Avery ke kamarnya. Pemilihan waktunya selalu saja
menakutkan sebenarnya. Mungkin Avery benar tentang kakanya itu, dia tidaklah
seburuk yang orang-orang pikirkan.
Segera seteal Avery pergi, Lissa mengambalikan perhatiannya pada Adrian.
"Apa kau benar serius menyuruhku membawa Jill daripada membawamu?"
"Yep," sahut Christian. Dia mencoba untuk berbaring di pangkuan Lissa, tapi Lissa
mendorongnya menjauh. "Tapi aku akan menghitung setiap detiknya sampai kau
kembali." "Aku tidak percaya kau menganggap semua ini lelucon."
"Aku tidak menganggapnya seperti itu," katanya. "dengar, bukan maksudku untuk
tidak mau bekerjasama denganmu, Ok" Tapi sungguh ... aku hanya tidak ingin
berurusan dengan segala macam hal yang berhubungan dengan drama istana. Dan
ini akan bagus untuk Jill." Dia cemberut. "Kau tidak punya masalah untuk menolak
dia kan?" "Aku bahkan tidak mengenalnya," sahut Lissa. Dia masih marah " sangat marah dari
apa yang aku harapkan, yang artinya sangat aneh.
Christian menggenggam tangan Lissa, dengan wajah yang seriur. Mata biru yang
dicintai Lissa mampu meredakan sedikit kemarahan dalam diri Lissa.
duestinae89.blogspot.com "Kumohon, aku tidak sedang mencoba membuatmu marah. Jika hal ini benar-benar
penting ...." Hanya seperti itu, kemarah Lissa merebak hilang. Rasanya mendadak, seperti ada
semacam tombol perubah. "Tidak, tidak. Aku tidak maslaah membawa Jill "
meskipun aku tidak yakin apakah dia akan bergabung dengan kami dan melakukan
apapun yang ada dalam pikiran Avery."
"Berikan Jill pada Mia. Dia akan menjaganya di akhir minggu itu."
Lissa mengangguk, bertanya-tanya mengapa Christian begitu tertarik pada Jill. "Ok.
Tapi kau tidak melakukan hal ini karena kau tidak menyukai Avery kan?"
"Tidak, aku suka Avery. Dia membuatmu lebih banyak tersenyum."
"Kau yang membuatku tersenyum."
"Itulah kenapa kutambahkan kata "lebih"." Christian mencium tangan Lissa dengan
lembut. "Kau menjadi begitu bersedih setelah kepergian Rose. Aku senang kau mau bergaul
dengan orang lain " maksudku, semua kebutuhan yang tidak bisa kaudapatkan
dariku." "Avery bukan pengganti Rose," jawab Lissa cepat.
"Aku tahu. Tapi dia mengingatkan ku pada Rose." "Apa" Mereka tidak memiliki kesamaan sedikit pun."
Christian menegakkan tubuhnya dan duduk di samping Lissa, mengistirahatkan
wajahnya di pundak Lissa. "Avery seperti Rose dulu, sebelum kalian berdua pergi."
Baik Lissa maupun aku terhenti sejenak merenungkan hal itu. Apakah dia benar"
Sebelum kekuatan roh Lissa mulai nampak, dia dan aku hidup dalam gaya hidup
gadis pesta. Dan ya, separuhnya dari waktu itu, akulah yang selalu memberikan ide
gila untuk menemukan waktu yang menyenangkan dan membuat kami masuk dalam
masalah. Tapi apakah aku benar-benar terlihat seperti Avery kala itu"
"Tidak akan ada Rose yang lain," kata Lissa sedih.
"Tidak," Christian membenarkan. Dia memberikan ciuman singkat dan lembut di
bibirnya. "Tapi akan terus ada teman baru."
Aku tahu dia benar, tapi aku tidak bisa menolak untuk merasa sedikit cemburu. Aku
juga tidak bisa menghentikan sedikit rasa khawatirku. Semburan kemaran singkat
yang dialami Lissa sejenis kesedihan. Aku bisa memahami betapa ia berharap
Christian bisa menemaninya, tapi tingakh sedikit menyebalkan " dan rasa-hampircemburunya pada Jill pun juga aneh. Lissa tidak punya alasan untuk meragukan
perasaan Christian, jelas tidak perlu apalagi pada seseorang seperti Jill. Suasana hati
Lissa mengingatkanku pada diriku dulu.
Lebih banyak terlihat karaena dia terlalu lelah, tapi sebagian firasatku " mungkin ini
bagian dari ikatan kami " mengatakan padaku ada sesuatu yang salah pada dirinya.
Seperti sensai yang cepat berlalu, yang tidak bisa aku benar-benar pahami, seperti
air yang mengalis di jari-jariku. Namun, firasatku selalu benar sebelumnya, dan
kuputuskan untuk lebih sering memeriksa keadaan Lissa. __
duestinae89.blogspot.com Dua Belas MERASA DITINGGALKAN LISSA dengan lebih banyak pertanyaan daripada
jawaban, dan tanpa adanya rencana aksi selanjutnya, aku praktis melanjutkan hidup
dengan tetap tinggal bersama keluarga Belikov untuk beberapa hari berikutnya. Aku
jatuh dalam rutinitas normal mereka, lagi-lagi aku kaget dengan bagaimana
mudahnya aku melakukannya. Aku berusaha keras untuk membuat diriku berguna,
melakukan tugas sehari-hari yang mereka izinkan untuk kulakukan dan bahkan
sampai melakukan hal yang begitu jauh dari bayanganku dengan menjaga bayi
(sesuatu yang tidak membuatku nyaman, mengingat sebagai calon penjaga, aku
tidak memiliki waktu lebih untuk melakukan perkejaan paruh waktu selesai sekolah
sebagai pengasuh bayi). Yeva mengawasiku sepanjang waktu, tidak pernah
mengatakan apapun tapi selalu terlihat seolah dia tidak setuju. Aku tidak yakin
apakah ia menginginkan aku pergi atau apakah memang begitu ia selalu terlihat.
Namun yang lain tidak pernah menanyaiku sama sekali. Mereka terlihat senang
memiliku di sekitar mereka dan membuatnya semaki tampak jelas di setiap kali
mereka melakukan sesuatu. Viktoria khususnya, yang merasa bahagia.
"Aku berharap kau bisa kembali ke sekolah bersama kami," kata Viktoria suatu
malam. Dia dan aku sudah menghabiskan banyak waktu bersama.
"Kapan kau akan pulang?"
"Senin, tepat setelah hari Paskah."
Aku mersakan sedikit kesedihan menggolara dalam diriku. Apakah aku masih berada
disini atau tidak aku akan merindukan dirinya.
"Oh, Tuhan. Aku tidak menyangka akan secepat itu."
Keheningan kecil jatuh diantara kami; kemudian dia menatapku lama. "Pernahkan
kau berpikir ... well, pernahkan mungkin kau berpikir tentang kembali ke St. Basil
dengan kami?" Aku menatap. "St. Basil" Sekolah mu namanya menggunakan saint juga?" Tidak
semuanya seperti itu. Adrian berasala dari sebuah sekolah di Timur Pasifik bernama
Alder. "Kepala sekolah kami seorang pendeta dari manusia," katanya sambil menyeringai.
"Kau bisa mendaftar disana. Kau bisa menyelesaikan tahun terakhirmu " aku yakin
mereka akan menerimamu."
Dari semua pilihan gila yang pernah aku pertimbangkan dalam perjalanan ini " dan
percaya padaku, aku sudah mempertimbangkan banyak sekali hal gila " ada satu
yang tidak pernah melintas dalam pikiranku. Aku masuk sekolah lagi. Aku sangat
yakin tidak ada apapun lagi yang bisa aku pelajari " well, setelah bertemu Sydney
dan Mark, sangat jelas memang ada beberapa hal lain yang masih perlu dipelajari.
Namun, mempertimbangkan apa yang aku inginkan untuk kulakukan dengan
hidupku, aku tidak terpikir kalau menjalani semester lain dengan Matematika dan
duestinae89.blogspot.com IPA bisa berarti lebih buatku. Dan selama latihan menjadi penjaga yang kuterima
selama ini, aku lebih banyak melakukan persiapan untuk ujian di akhir tahun. Entah
bagaimana, aku meragukan ujian-ujian itu dan tantangan-tantangan yang akan
datang akan sangat jauh dari apa yang sudah aku alami dengan Strigoi.
Aku menggelengkan kepalaku. "Kurasa tidak. Kupikir aku sudha cukup berurusan
dengan sekolah. Lagipula, sekolahnya pasti dalam bahasa Rusia."
"Mereka akan menerjemahkannya untukmu," sebuah seringaian nakal menyala di
wajahnya. "Selain, bahasa menendang dan memukul." Senyumnya memudar
menjadi ekspresi yang terlihat lebih bijaksana. "Tapi serius, jika kau tidak
menyelesaikan sekolah dan kau tidak ingin menjadi pengawal ... mengapa kau tidak
tinggal disini saja" Maksudku, tinggalah di Baia. Kau bisa tinggal bersama kami."
"Aku tidak akan menjadi pelacur darah," jawabku spontan.
Sebuah tatapan aneh melintasi wajahnya. "Bukan itu yang aku maksudkan."
"Seharusnya aku tidak mengatakannya. Maaf." Aku merasa jahat dengan jawaban
spontan itu. Saat aku terus mendengar gosip tentang pelacur darah di kota, aku
hanya melihat satu atau dua, dan jelas sekali wanita di keluarga bukan termasuk
jjenis itu. Kehamilan Sonya memang sesuatu yang masih misteri, namun bekerja di
toko obat tidak menunjukkan aktivitas mesum. Aku sudah sedikit mempelajari
mengenai situasi Karolina. Ayah dari anak-anaknya adalah seorang Moroi yang jelas
sekali merupakan hubungan yang sungguh-sungguh. Dia tidak merendahkan dirinya
dengan bersama pria itu, dan pria itu pun tidak memanfaatkannya. Setelah bayinya
lahir, mereka berdua memutuskan berpisah, tapi dengan jalan persahabatan.
Sekarang Karolina tengah menjalani hubungan dengan seorang penjaga yang
berkunjung setiap kali ia harus pergi.
Beberapa pelcaur darah yang pernah kulhat di sekitar kota sangat mirip dengan
gambaran yang ada di kepalaku. Pakaian dan dandanan mereka meneriakkan seks.
Memar di leher mereka jelas sekali menunjukkan kalau mereka tidak masalah
membiarkan pasangan mereka meminum darah selama bercinta, yang jelas
merupakan hal paling rendah yang bisa dilakukan para dhampir. Hanya manusia
yang boleh memberikan darahnya kepada Moroi. Jenisku tidak. Membiarkan hal ini
terjadi " khusunya selama aktivitas bercinta " seperti yang sudah kubilang, sangat
rendah. Haling paling kotor dari yang kotor.
"Ibu akan senang kalau kau tetap tinggal. Kau bisa mendapatkan pekerjaan juga.
Jadilah bagian dari keluarga kami."
"Aku tidak bisa menggantikan tempat Dimitri, Viktoria," jawabku lembut.
Dia meraih dan meremas hangat tanganku. "Aku tahu. Tidak ada satupun orang
yang mengharapkanmu untuk jadi dia. Kami menyukaimu karena dirimu, Rose.
Keberadaanmu disini terasa sangat benar " ada alasan mengapa Dimka memilih
bersamamu. Kau cocok disini. "
Aku mencoba untuk membayangkan kehidupan yang ia gambarkan. Terdengar ...
mudah. Nyaman. Tidak ada kekhawatiran. Cukup tinggal bersama sebuah keluarga
bahagia, tertawa dan keluar bersama setiap malam. Aku bisa melanjutkan hidupku
duestinae89.blogspot.com sendiri, tidak perlu membuntutiorang lain sepanjang waktu. Aku akan mempunyai
saudara perempuan. Tidak akan ada pertempuran " kecuali untuk bertahan. Aku
bisa menyerah untuk melanjutkan rencana membunuh Dimitri " yang aku tahu akan
membunuhku juga, secara fisik maupun jiwa. Aku bisa memilih jalur yang logis,
Blood Promise Vampire Academy 4 Karya Richelle Mead di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membiarkannya pergi dan menerima kenyataan kalau dia sudah mati. Namun, ....
jika aku melakukannya, mengapa tidak kembali saja ke Montana" Kembali ke Lissa
dan Akademi" "Aku tidak tahu," sahutku pada Viktoria akhirnya. "Aku tidak tahu apa yang harus
kulakukan." Obrolan ini terjadi tepat setelah makan malam dan dia melirik ke arah
jam ragu-ragu. "Aku tidak ingin meninggalkanmu, terutama karena kita tidak punya banyak waktu
bersama, tapi ... aku harus segera menemui seseorang ..."
"Nikolai?" godaku.
Dia menggelengkan kepalanya, dan aku mencoba menyembunyikan rasa
kekecewaanku. Aku pernah melihatnya beberpaa kali dan dia tumbuh menjadi
sangat pantas untuk dicintai sekarang. Sayang sekali Viktoria tidak bisa
menumbuhkan perasaan kepadanya. Meskipun, aku pernah bertanya-tanya apa ada
sesuatu yang mungkin menahannya - atau seseorang.
"Oh, bukan," jawabku sambil menyeringai. "Siapa dia?"
Dia tetap menjaga agar wajahnya terlihat datar, imitasi ekspresi Dimitri. "Seorang
teman," jawabnya. "Seseorang dari sekolah?"
"Tidak." desahnya. "Dan itulah masalahnya. Aku akan sangat merindukannya."
Senyumku memudar. "Aku bisa membayangkannya."
"Oh," dia terlihat malu. "Bodohnya aku. Maksudku, aku mungkin tidak akan
melihatanya untuk sementara waktu ... tapi aku akan bertemu dengannya lgi. Tapi
Dimitri telah tiada. Kau tidak akan pernah bertemu dengannya lagi. sebenarnya,
kata-katanya itu tidak semuanya benar. Tapi, aku tidak mengatakan itu padanya.
Malah aku hanya berkata, "Ya."
Aku terkejut, dia memelukku. "Aku tahu seperti apa rasanya cinta itu. Dan
kehilangan ... aku tidak tahu. Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Yang hanya
bisa kuucapkan adalah kami ada disini untukmu. Kami semua, Oke" Kau tidak bisa
menggantikan Dimitri, tapi kau terasa seperti saudara perempuan kami."
Dia menganggapku saudaranya sehingga membuatku tegang dan hangat pada saay
bersamaan. Dia harus pergi setelah itu untuk bersiap-siap menemui kencannya. Segera dia
mengganti pakaian dan berdandan " jeals lebih dari sekedar teman biasa " dan
segera melangkah ke arah pintu. Aku merasa senang karena aku tidak ingin ia
melihat air mata yang dibawa oleh kata-katanya ke mataku. Aku menhabiskan
waktukku sebagai anak tunggal. Lissa adalah seseeorang yang hampir terasa seperti
saudara bagiku. Aku selalu berpikir kalau Lissa adalah satu-satunya yang bisa
duestinae89.blogspot.com kuanggap begitu; satu-satunya yang telah aku hilangkan sekarang. Mendengar
Viktoria memanggilku sebagai saudaranya... menggerakkan sesuatu di dalam diriku.
Sesuatu yang menagtakan padaku kalau aku punya teman dan tidak sendirian. Aku
melangkah turun ke arah dapur setelah itu dan segera Olena menemaniku. Aku
tengah mengobrak-abrik makananku.
"Apakah aku mendengar Viktoria yang pergi?" tanyanya.
"Ya, dia pergi menemui seorang teman." Sebagai bentuk menjagaan kepercayaan
seseorang, aku menjaga ekspresiku agar tetap terlihat netral. Tidak mungkin aku
menjelaskan alasan Viktoria keluar.
Olena mendesah, "Padahal aku ingin dia membantuku berbelanja sesuatu di kota."
"Aku akan melakukannya," kataku dengan senang hati, "Setelah aku mendapatkan
sesuatu untuk dimakan."
Dia memberiku senyuman menenangkan dan membelai pipiku. "Kau punya hati
yang baik, Rose. Aku bisa mengerti mengapa Dimka mencintaimu." Rasanya sangat
mengagumkan, betapa diterimanya hubunganku dengan Dimitri disini. Tidak
satupun dari mereka mempermasalahkan perbedaan usia kami atau hubungan gurumurid. Seperti yang pernah kukatakan pada Sydney, seolah aku adalah jandanya
atau sejenisnya dan kata-kata Viktoria tentang aku yang seharusnya tinggal disini
kembali berputar dalam kepalaku. Cara Olena menatapku membuatku merasa kalau
aku benar-benar putrinya, dan sekali lagi aku merasa sudah mengkhianati ibuku
sendiri. Ibuku mungkin akan menghina aku dan Dimitri. Dia mungkin akan menganggapku
tidak pantas dan berkata kalau aku terlalu muda. Atau mungkinkah seperti itu"
Mungkin aku lan yang terlalu kasar membayangkannya. melihatku berdiri di depan
lemari yang terbuka, Olena menggelengkan kepalanya sambil menyalahkan diori
sendiri, "Tapi kau harus makan dulu."
"Cemilan saja," aku meyakinkannya. "Jangan repot-repot." Dia akhirnya
mengiriskan sepotong besar roti hitam yag dia buat sebelumnya hari ini dan
meletakkan semangkuk mentega karena dia tahu betapa aku senang sekali mengolesi
tiap potongan rotiku.Karolina pernah menggodaku kalau orang Amerika mungkin
akan kaget jika tahu apa yang ada di dalam kandungan roti itu, jadi aku tidak pernah
menanyakan apapun. Entah bagaimana, rasanya manis dan asam di saat yang
bersamaan, dan aku menyukainya.
Olena duduk di hadapanku dan melihatku makan. "Ini adalah makanan favoritnya
ketika ia masih kecil."
"Dimitri?" Dia mengangguk. "Kapanpun dia istirahat dari sekolah, hal pertama yang ia lakukan
adalah meminta roti itu. Aku harus membuat satu loyang roti untuk dirinya sendiri
hampir setiap kali ia makan. Anak-anak perempuan tidak [ernah begitu banyak
memakannya." "Cowok selalu makan l;ebih banyak," sejujurnya, aku hamp[ir bisa menyaingi nafsu
makan mereka semua. duestinae89.blogspot.com "Benar," katanya geli. "Tapi aku bahkan mencapai tujuanku ketika aku membuatnya
mulai membuat roti itu untuk dirinya sendiri. Kukatakan padanya, jika dia akan
memakan semua masakanku, dia lebih baik tahu seberapa banyaknya hal yang harus
dilakukan untuk membuatnya."
Aku tertawa, "Aku tidak bisa bayangkan Dimitri membuat roti."
Dan akhirnya, segera setelah kata-kata itu keluar, aku berpikir ulang. Asosiasi
instanku tentang Dimitri bahwa dia selalu kuuat dan sengit; itu adalah daya tariknya
yang seksii, individu yang bertempur seperti seorang dewa datang dalam pikiranku.
Namun, sekarang kelembutan dan kebijaksanaan Dimitri bercampur dengan garis
mematikan itu sehingga membuatnya begitu sangat menaggumkan.
Tangan yang sama yang memegang psak dan menggunakannya dengan tepat dan
dengan hati-hati menyisiri rambutku agar tidak menutupi wajahku.
Matanya yang lihai mengenali bahaya apapun di suatu tempat ternyata bisa
menghormatiku dengan tatappan kagum dan memuja, seolah aku adalah wanita
tercantik dan terhebat di dunia.
Aku mendesah, termakan oleh rasa sakit yang pahit dalam dadaku yang terasa
menajdi hal biasa bagiku sekarang. Hal yang rasanya begitu bodoh, membuat satu
loyang roti dari semua hal lain. Tapi begitulah yang pernah terjadi. Aku selalu
emosional setiap kali memikirkan Dimitri.
Mata Olena menatapku, manis dan menghibur. "Aku paham," katanya, menebak
pikiranku. "Aku tahu jelas apa yang tengah kau rasakan."
"Apakah semakin lama akan terasa semakin mudah?" tanyaku.
Tidak seperti Sydney, Olena punya jawaban.
"Ya. Tapi kau tidak akan pernah menjadi orang yang sama."
Aku tidak tahu apakah aku harus merasa nyaman dengan kata-kata itu atau tidak.
Setelah aku menyelesaikan makananku, dia memberiku daftar belanjaan, aku
melangkah bebas menuju pusat kota, senag berada di luar dan bergerak. Tidak
melakukan apapun sangat tidak cocok denganku. Saat aku berada di dalam toko
bahan makanan, aku kaget melihat Mark. Aku mengira dia dan Olenna tidak terlalu
sering mengunjungi kota. Aku tidak akan melakukannya jika jadi mereka, menginat
mereka menanam sendiri makanan mereka dan hidup dari ladang. Dia memberiku
senyuman yang hangat. "Aku bertanya-tanya sebelumnya apakah kau masih berada di sini."
"Ya," aku memegang keranjangku. "Hanya berbelanja untuk keperluan Olena."
"Aku senang kau masih disini," katanya. "Kau terlihat lebih ... damai."
"Kurasa cincinmu membantuku. Paling tidak dengan kedamaiannya. Benda ini tidak
bisa menyelesaikan banyak hal sejauh keputusan yang harus diambil."
Dia mengerutkan dahi, memindahkan susu kaleng yang ia pegang dari satu tangan
ke tangan yang lain. "Keputusan apa?"
duestinae89.blogspot.com "Apa yang harus aku lakukan sekarang. Kemana akan pergi."
"Kenapa tidak tinggal disini?"
Rasanya mengerikan, sangat mirip dengan percakapanku tadi dengan Viktoria. Dan
responku juga hampir sama. "Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan jika aku
tinggal disini." "Dapatkan pekerjaan. Tinggallah bersama keluarga Belikov. Kau tahu mereka
menyayangimu. Kau sangat cocok bersama keluarga mereka."
Perasaan hangat dan dicintai kembali hadir, dan lagi-lagi, aku mencoba
membayangkan diriku bersama mereka, bekerja di sebuah toko seperti ini atau
menunggui meja. "Aku tidak tahu," jawabku. Aku memiliki catatan yang kurang baik. "Aku hanya tidak
tahu apakan hal seperti itu cocok buatku."
"lebih baik daripada pilihan alternatif yang lain," ia memperingatkan. "Lebih baik
daripada berlarian tanpa memiliki tujuan yang jelas, melemparkan dirimu sendiri
untuk mengahdapi bahay. Tidak ada pilihan sama sekali disana ..."
Namun, itulah alasan mengapa aku mendatangi Siberia sebeagai tujuan pertama dari
rencanaku. Suara hatiku mencaci maki diriku sendiri. Dimitri, Rose. Apa kau sudah
melupakan Dimitri" Apakah kau lupa bagaimana kau datang kesini hanya untuk
membebaskannya, seolah dia yang menginginkannya" Atau benarkah itulah yang
dinginkannya" Mungkin dia menginginkan aku untuk tetap aman. Aku sungguh
tidak tahu, dan tanpa ada pertolongan dari Mason lagi, pilihanku malah semakin
kacau. Memikirkan Mason mendadakn mengingatkanku pada suatu hal yang telah
lama terlupakan. "Ketika kita ngobrol sebelumnya, kita membecirakan apa yang bisa dilakukan Lissa
dan Oksana. Tapi bagaimana denganmu?"
Mark menajamkan matanya, "Apa maksudmu?"
Ppernahkah kau ... pernahkah kau bertemu,um, hantu?"
Beberapa saat berlalu, dan kemudian ia menarik nafas. "Kuharap hal itu tidak terjadi
padamu." Sangat mengeherankan ketika aku merasa leganya mengetahaui kalau aku
tidak sendirian dalam pengaman berhantuku ini. Meskipun sekarang aku mengerti,
pernah mengalami kematian dan pernah menjalani dunia orang mati membuatku
menjadi target roh. Hal ini masih menjadi satu dari hal gila menjadi dicium
bayangan. "Apakah ini terjadi tanpa kau inginkan?" tanyaku.
"Awalnya. Kemudian aku belajar mengendalikannya."
"Aku juga," tiba-tiba aku mengingat kejadian di lumbung waktu itu. "Sebenarnya,
tidak semuanya benar," segera kurendahkan suaraku. Aku tergesa-gesa merangkum
apa yang terjadi dalam perjalananku kesini bersama Sydney. Aku tiidak pernah
membicarakannya dengan orang lain.
"Kau tidak boleh lagi melakukannya," katanya keras.
duestinae89.blogspot.com "Tapi aku tidak bermaksud melakukannya! Itu terjadi begitu saja."
"Kau panik. Kau butuh pertolongan, dan ada bagian dari dirimu yang memanggil
roh-roh di sekelilingmu. Jangan lakukan itu. Itu tidak bear, akan membuatmu
mudah kehilnagna kendali."
"Aku bahkan tidak tahu bagaimana caraku melakukannya."
Seperti yang sudah kubilang, kehilangan kendali. Jangan pernah membiarkan
kepanikan menguasi bagian terbaik dari dirimu." Seorang wanita tua melewati kami,
sebuah skarf menutupi kepalanya dan sebuah keranjang sayur melingkari
tangannya. Aku menunggu sampai dia menghilang sebelum bertanya lagi pada Mark,
"Mengapa mereka mau bertempur untukku?"
"Sebab yang telah mati membenci Strigoi. Strigoi itu tidak alami, tidak hidup
ataupun mati " hanya eksistansinya berada di antara keduanya. Ssama seperti saat
kita merasakan setan, begitulah halnya para hantu merasakan Strigoi."
"Kelihatannya mereka bisa menjadi senjata yang bagus."
Wajah itu, yang biasanya santai dan terbuka, mengerutkan dahi. "Itu berbahaya.
Orang-orang seperti kau dan aku sudah pernah berjalan di tepian kegelapan dan
kegilaan. Memanggil yang telah mati secara terbuka hanya akan membawa kita lebih
dekat untuk jatuh dari tepian itu dan akhrnya kita akan kehilangan akal sehat." Dia
melirik jam tangannya dan mendesah. "Dengar, aku harus pergi, tapi aku serius,
Rose. Tinggalah disini. Menjauhlah dari masalah. Lawan strigoi jika mereka
mendatangimu, tapi jangan mencari mereka dengan membabi buta. Dan jelas,
tinggalkan masalah hantu itu."
Banyak sekali nasihat yang tidak yang tidak yakin bisa kuikuti nantinya. Tapi aku
berterima kasih padanya dan mengirimkan salamku untuk Oksana sebelum
mengirimkan salamku untuk Oksana sebelum membayar dan pergi juga. Aku
menuju jalan pulang ke arah rumah Olena ketika aku memutari sebuah sudut gang
dan hampir berjalan tepat di sebelah Abe.
Dia berpakaian mewah seperti biasanya, mengenakan jas mahal dan skarf kuning
emas yang sepadan dengan perhiasan emas yang ia pakai. Penjaganya berkeliaran di
sekitar tempatini dan dia bersandar di dinding bata sebuah bangunan .
"Jadi inilah mengapa kau datang ke Rusia. Untuk pergi ke pasar seperti seorang
petani." "Tidak," kataku. "Tentu saja tidak."
"Hanya berkunjung ke tempat indah kalau begitu?"
"Tidak. Aku hanya ingin berguna. Berhentilah mencoba mendapatkan informasi
dariku. Kau tidak sepintar yang kau kira."
"Itu tidak benar." jawabnya.
"Dengar, aku sudah mengataknnya padamu. Aku datang kesini untukku mengatakan
berita itu pada keluarga Belikov. Jadi kembalilah dan katakan pada siapapun kau
bekerja untuk menerima hal itu."
"Dan aku sudah mengatakan padamu untuk tidak berbohong padaku," katanya. Lagi,
aku melihat campuran aneh antara bahaya dan gurauan.
"Kau tidak mengerti bagaimana aku sudah cukup sabar menghadapimu. Dengan
orang lain aku pasti sudah mendapatkan informasi di malam pertama aku
membutuhkannya." duestinae89.blogspot.com "Beruntungnya aku," aku mengejek balik.
"Apa sekarang" Apa kau akan membawaku ke lorong bawah dan memukuliku hingga
aku mengatakan alasan mengapa aku disini" Kau tahu, aku kehilangan ketertarikan
dalam seluruh rutinitas gaya keroyokan menakutkan khas bos-bos ini."
"Dan aku kehilnagn kesabaranku untukmu," katanya. Ada sedikit candaan dan saat
ia berdiri di depanku, aku tidak bisa menolak untuk memberikan penilaian tentang
tubuhnya yang ternyata lebih bagus ketimbang moroi kebanyakan. Sebagian besar
moroi, menolak untuk bertempur, tapi aku tidak akn terkejut jika Abe bertindak
kasar seperti kebanyakan orang atau penjaganya punyai.
"Dan sejujurnya, aku sudah tidak lagi peduli alasan kau ada disini kau cuma perlu
pergi. Sekarang." "Janga mengancamku, orang tuua. Aku akan pergi kapanpun aku mau." Lucu, aku
baru saja berjanji pada Mark kalau aku masih belum tahu apakah aku bisa tinggal di
Baia. Tapi saat Abe menekanku, aku malah ingin menancapkan kakiku disini.
"Aku tidak tahu apa yang kau coba jauhkan dariku, tapi aku tidak takut padamu." Itu
tidak semuanya benar. "Kau harusnya takut," jawabnya balik dengan puas.
"Aku bisa menjadi teman yang sangat baik atau musuh yang sangat jahat. Aku bisa
membuatnya sepadan kalau kau pergi. Kita bisa membuat penawaran."
Hampir ada sebuah kilatan kesenangan di matanya saat ia berbicara. Aku ingat
Sydney pernah menggambarkan bagaimana ia memanipulasi orang lain, dan aku
merasa inilah cara ia hidup, untuk bernegosiasi, memberikan pertukaran untuk
mendapatkan apa yang ia inginkan.
"Tidak," kataku. "Aku akan meninggalkan mereka saat aku siap. Dan tidak ada
apapun yang bisa kau atau siapapun yang mempekerjakanmu lakukan untuk
memaksa ku pergi." Berharap aku terlihat meyakinkan, aku berbalik menjauh.
Dia meraih dan mencengkram bahuku, menarikku kembali, hampir membuatku
menjatuhkan belanjaanku. Aku mulai memasang posisi menyerang ke depan sebagai
bentuk mode penyeranganku, tapi para penjaganya sudah berada di sekitarnya
dengan secepat kilat. Aku tahu kalau aku tidak akan bisa melawan terlalu jauh.
"Waktumu sudah habis disini," desis Abe. "Di Baia. Di Rusia. Kembalilah ke
Amerika. Aku akan memberikan semua uang yang butuhkan, tiket kelas utama,
apapun." Aku melangkah mundur menjauhinya, membelakangi dengan hati-hati, "Aku tidak
butuh bantuanmu atau uangmu " hanya Tuhan yang tahu dari mana semua itu
berasal." Sekelompok orang menuju ke arah kami dari seberang jalan, tertawa dan
mengobrol, aku semakin mundur lebih jauh, jelas Abe tidak akan memulai suatu
adegan yang memiliki bonus banyak saksi. Itu membuatku lebih berani, yang
rasanya terlihat bodoh dalam posisiku.
"Dan aku sudah bilang padamu: Aku akan pulang kapanpun aku mau." Mata Abe
berpindah ke arad para petani yang mendekat itu, dan dia segera mundur bersama
duestinae89.blogspot.com penjaganya. Senyum yang membuat merinding itu terpatri d wajahnya. :Dan aku
Blood Promise Vampire Academy 4 Karya Richelle Mead di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sudah bilang pasamu. Aku bisa menjadi teman yang sangat baik atau musuh yang
sangat jahat. Pergilah dari Baia sebelum kau menemukan yang mana dari diriku
yang akan kau lihat."
Dia berbalik dan pergi, membuatku sangat lega. Aku tidak ingin ia melihat seberapa
banyak ketakutan yang tertinggal di wajahku oleh kata-kata yang ia tinggalkan.
Aku segera tidur malam itu, mendadak merasa menjadi anti-sosial. Aku berbaring
disana selama beberapa saat, memindahkan halaman demi halaman majalah yang
tidak bisa kubaca, dan dengan menakjubkan aku menemukan diriku terus merasa
lelah. Kurasa pertemuanku dengan Mark dan Abe membuat merasa sangat lelah.
Kata-kata Mark tentang tetap tinggal telah menamparku untuk dengan rumah
setelah percakapanku dengan Viktoria. Ancaman yang samar Abe telah menaikkan
rasa pertahananku, membuatku waspada pada siapapun yang bekerja dengan Abe
untuk membuatku meninggalkan Rusia. Pada titik tertentu, aku menduga-duga
apakah dia sungguh-sungguh akan kehilangan kesabarannya dan berhenti mencoba
tawar-menawar" Aku beralih tidur dan perasaan yang ku kenal dalam mimpi Adrian yang nyaman
mengelilingiku. Sudah sangat lama sejak terakhir kali hal ini terjadi dan aku
sebenarnya berpikir kalau dia mendengarkanku saat aku menyuruhnya menjauhiku
sebelumnya. Tentu, aku selalu mengatakan hal itu padanya. Ini waktu jeda yang
cukup lama tanpa adanya kunjungan, dan sebanyak aku membenci untuk
mengakuinya, aku merindukannya.
Latar yang dia pilih kali ini adalah bagian dari perabot Akademi, daerah berkayu
dekat sebuah kolam. Semuanya terlihat hijau dan bermekaran, dan matahari
menyinari kami. Aku menduga kreasi Adrian ini bertolak belakang dengan cuaca
yang sebenarnya sedang terjadi di Montana, tapi seperti biasa, dia yang
mengendalikan. Dia bisa melakukan apapun yang ia inginkan.
"Dhampir kecil," katanya, tersenyum. "Sudah lama tidak berjumpa."
"Kupikir kau sudah selesai denganku."
"Tidak akan pernah berakhir denganmu," jawabnya, memasukkan tangannya ke
kantong dan berjalan ke arahku. "Meskipun ..., sebenarnya, aku tidak bermaksud
untuk menjauh kali ini. Tapi, yah, aku harus memastikan kalau kau masih hidup."
"Hidup dan baik-baik saja."
Dia tersenyum padaku. Matahari membuat rambut cokelatnya berkilat, memberikan
highlight chesnut-emas di rambutnya.
"Bagus. Kau terlihat lebih bagus daripada yang pernah kulihat selama ini," matanya
beralih dari wajahku ke bawah, ke arah tanganku yang sedang beristirahat di
pangkuanku. "Apa ini?" cincin Oksana terpasang disana, meskipun cincin itu tidak memiliki
banyak hiasan, logamnya berkilat terang diterpa sinar matahari. Mimpi ini begitu
duestinae89.blogspot.com aneh. Meskipun Adrian dan aku tidak bersama, namun jelas cincin itu mengikutiku
masuk dan cukup menjaga kekuatannya sehingga bisa dirasakan Adrian.
"Sebuah Jimat. Berisikan roh." seperti aku, ini jelas adalah sesuatu yang tidak
pernah ia pikirkan sebelumnya. Ekspresinya semakin penasaran.
"Dan benda ini bisa menyembuhkan, kan?" Ini melindungi auramu dari kegelapan."
"Sedikit," kataku, merasa tidak nyaman dengan pendapatnya. Aku mepeaskan cincin
itu dan memasukkannnya ke dalam kantungku. "Hanya sementara. Aku bertemu
dengan pengguna roh lain dan seorang dhampir yang juga dicium-bayangan."
Keterkejutan bertambah di wajahnya,"Apa" Dimana?"
Aku mengigit bibirku dan menggelengkan kepala.
"Sial, Rose! Ini penemuan besar. Kau tahu bagaimana Lissa aku mencari pengguna
sihir roh. Katakan padaku dimana mereka."
"Tidak. Mungkin nanti. Aku tidak ingin kalian mengejarku." Dari semua yang aku
tahu, mereka sudah mengejarku, menggunakan Abe sebagai suruhan mereka.
Mata hijaunya berkilat marah. "Dengar, anggaplah untuk sementara waktu dunia
tidak selalu berpusat padamu, oke" Ini tentang Lissa dan aku, tentang memahami
sihir gila yang ada di dalam diri kami. Jika kau tahu orang-orang yang bisa
membantu kami, kai juga harus tahu."
"Mungkin nanyi," aku mengulangi dengan dingin. "Aku akan segera pindah "
kemudian aku akan mengatakannya padamu."
"Mengapa selalu begitu sulit?"
"Karena kau menyukaiku yang seperti itu."
"Pada saat ini" Tidak terlalu." Ini satu dari komentar bercanda khas Adrian yang
selalu ia buat, tapi baru saja, sesuatu tentang ini mengangguku. Untuk suatu alasan,
aku mendapat perasaan yang sangat sangat kecil kalau aku tiba-tiba tidak lagi
menarik untuknya. "Cobalah sabar," kataku padanya. "Aku yakin kalian berdua punya hal lain untuk
dikerjakan. Dan Lissa terlihat cukup sibuk dengan Avery." Kata-kata itu keluar tanpa
bisa kucegah, dan sedikit rasa pahit dan iri yang kurasakan saat melihat mereka di
malam yang lalu muncul dalam nada bicaraku.
"Adrian menaikkan alisnya. "Tuan dan nyonya, dia mengakuinya. Kau sudah
memata-matai Lissa " aku sduah tahu itu."
Aku membuang muka. "Aku hanya ingin tahu kalau dia juga masih hidup." seolah
aku bisa pergi kemanapun di dunia ini dan tidak tahu hal itu terjadi.
"Memang. Hidup dan sehat, sama sepertimu. Er .... lebih baik." Adrian merengut.
"Terkadang aku merasakan sesuatu yang aneh dari dirinya. Dia tidak terlihat benrabenar baik-baik saja atau auranya akan sedikit berkerlap-kerlip. Tidak pernah terjadi
terlalu lama, tapi aku masih khawatir." Seseuatu dalam suara Adrian melembut.
"Avery juga mengkhawatirkannya, jadi Lissa berada di tangan yang baik. Avery
cukup mengagumkan." duestinae89.blogspot.com Aku menatapnya pedas dan tajam. "Mengagumkan" Apa kau menyukainya atau
sejenisnya?" aku tidak melupakan komentar Avery tentang meninggalkan pintu tidak
terkunci untuk dirinya. "Tentu saja aku menyukainya. Dia orang yang baik."
"Bukan, maksudku suka. Bukan menyukai."
"Oh, aku menegrti," katanya, memutar matany. "Kami memutuskan pengertian
"suka" dalam tahapan sekolah dasar."
"Kau tidak menjawab pertanyaanya."
"Sebenarnya, seperti yang sudah kukatakan, dia adalah orang yang baik. Pintar.
Mudah diajak bergaul. Cantik."
Sesuatu dalam caranya saat mengatakan "cantik" menggangguku. Aku memalingkan
pandanganku lagi, memainkan nazar biru di leherku untuk menyembunyikan
perasaanku. Adrian sudah menebaknya.
"Apa kau cemburu, dhampir kecil?"
Aku menatap balik ke arahnya. "Tidak. Jika aku bisa cemburu padamu, aku mungkin
akan menjadi gila dari dulu, memikirkan semua perempuan yang kau permainkan."
"Avery bukan jenis perempuan yang bisa dipermainkan." Lagi, aku mendengar rasa
sayang itu dalam suaranya, pengibaratan itu. Ini seharusnya tidak menggangguku.
Harusnya aku senang kalau ia tertarik degan wanita lain. Dari semua itu, aku sduah
mencoba meyakinkanya untuk meninggalkanku sendirian untuk waktu yang lama.
Satu dari bagian syarat darinya ketika memberikanku uang untuk perjalanan ini
adalah membuatku berjanji untuk memberikannya satu kali kesempatan yang adil
untuk berpacaran dengannya ketika " dan jika " aku kembali ke Montana. Jika dia
sudah bersama Avery, itu akan mejadi satu hal yang tidak perlu ku khawatirkan lagi.
Dan sejujurnya, jika dia adalah gadis lain selain Avery, aku mungkin tidak akan
keberatan. Tapi entah bagaimana, pikiran tentang bagimana ia telah memikat Adrian
rasanya sudah cukup keterlaluan. Apakah sudah tidak cukup buruk bagiku setelah
kehilangan Lissa" Bagaimana mungkin satu wanita dengan sangat mudah
mengambil posisiku" Dia mencuri sahabat baikku, dan sekarang pria yang
bersumpah dan berlutut kalau aku adalah satu-satunya yang dia inginkan dengan
serius sudah berpikir untuk menggantikan aku.
Kau sudah menjadi orang yang munafik, sebuah suara jaht berbicara di dalam
kepalaku. Mengapa kau harus merasa ada yang salah ketika ada seseorang yang
datang dalam kehidupan mereka" Kaulah yang membuang mereka. Baik Lissa
maupun Adrian. Mereka punya hak untuk melanjutkan hidup.
Aku berdiri dengan marah. "Dengar, aku sudah cukup berbicara padamu malam ini.
Maukah kau membiarkanku pergi dari mimpi ini" Aku tidak akan mengatakan
padamu dimana diriku berada. Dan aku tidak tertarik untuk mendengarkan tentang
bagaiman mempesonanya Avery dan bagaimana ia lebih baik dari diriku."
"Avery tidak akan pernah bertindak seperti anak kecil," katanya. "Dia tidak akan
begitu menyakit hati seseorang yang cukup peduli untuk memeriksa keadaannya.
duestinae89.blogspot.com Dia tidak akan menolakku untuk memperoleh kesempatanku untuk belajar lebih
banyak tentang sihirku karena dia menjadi gila kalau-kalai seseorang akan
mengacaukan usaha gilanya untuk mengejar kematian pacarnya."
"Jangan sebut aku anak kecil," aku balik berteriak. "Kau seegois biasanya. Ini selalu
tentang dirimu " bahkan dalam mimpi ini sekalipun. Kau memerangkapku disini
meski hal ini bertentangan dengan keinginanku, apakah aku setuju atau tidak,
karena ini menyenangkan buatmu."
"Baik," katanya, suaranya dingin. "Aku akan mengakhiri semua ini. dan aku akan
mengakhir semua yang ada diantara kita. Aku tidak akan kembali lagi."
"Bagus. Kuharap kau serius dengan ucapanmu itu kali ini."
Mata hijaunya adalah hal terakhir yang aku lihat sebelum aku terbangun di
ranjangku sendiri. Aku duduk, terengah-engah. Hatiku terasa seperti hancur, dan
aku hampir berpikir kalau aku mungkin akan menangis. Adrian benar " aku
bertingakh seperti anak kecil. Aku menyakitinya ketika ia tidak pantas mendapatkan
perlakuan seperti itu. Sekalipun begitu ... aku tidak mampu untuk menguasai diriku.
Aku kehilangan Lissa. Aku bahkan kehilangan Adrian. dan sekaran orang laing
tangah mengambil tempatku, seseorang yang tidak akan melarikan diri seperti diriki.
Aku tidak akan kembali. Dan untuk pertama kalinya, aku merasa dia sungguh-sungguh kali ini.
Api Di Bukit Menoreh 21 Wajah Di Jendela Karya No Name Pedang Keadilan 19