Pencarian

Konspirasi Hari Kiamat 4

Konspirasi Hari Kiamat The Doomsday Conspiracy Karya Sidney Sheldon Bagian 4


"Ambil apa saja," katanya. "Saya tidak akan mencegah."
"Habiskan isi gelas itu."
"Ini tidak perlu. Saya?"
Laki-laki itu meninjunya dengan keras di atas telinganya. Mann terengah kesakitan. "Habiskan."
Ia menenggak sisa whiskey itu dalam satu tegukan dan merasa tenggorokannya bagai terbakar saat cairan itu bergerak turun. Ia mulai merasa pening. "Lemari besi saya ada di lantai atas di kamar tidur," katanya. Kata-katanya mulai tak jelas. "Saya akan membukakannya untuk kalian." Barangkali itu akan bisa membangunkan istrinya dan ia akan menelepon polisi.
"Tidak perlu lergesa," pria yang memegang pistol berkata. "Anda punya banyak waktu untuk minum segelas lagi"Pria yang kedua kembali ke lemari dan mengisi gelas itu sampai penuh lagi. "Silakan."
"Tidak, sungguh.* William Mann memprotes. "Saya tidak mau itu."
Gelas itu dijejalkan ke dalam tangannya. "Minum sampai habis."
"Saya benar-benar tidak?"
Tinju melayang ke tempat yang sama di atas telinga. Mann hampir pingsan menahan sakit.
"Minumlah." Well, kalau itu yang mereka maui, mengapa tidak" Lebih cepat mimpi buruk ini lewat, lebih baik Ia meneguk dengan cukup banyak dan tersedak.
"Kalau saya minum lagi, saya akan sakit."
Pria itu berkata pelan, "Kalau Anda sakit, saya akan membunuh Anda."
Mann memandangnya dan kemudian partnernya. Setiap orang kini nampak seperti kembar.
"Apa yang kalian inginkan sebenarnya?" ia menggumam.
"Tadi kami sudah bilang, Mr. Mann. Kami ingin Anda bertobat"
William Mann mengangguk dalam keadaan mabuk. "Oke, saya bertobat."
Pria itu tersenyum. "Memang cuma itu yang kami minta. Sekarang,.," Ia menaruh secarik kertas di tangan Mann. "Anda cuma perlu menuliskan "Aku menyesal. Maafkan aku.?"
Will iam Mann mendongak dengan pandangan kabur. "Hanya Hb?"
"Hanya itu. Setelah itu kami akan pergi."
Ia merasa tiba-tiba semangatnya bangkit kembali. Jadi inilah masalahnya. Mereka adalah kaum beragama yang fanatik. Begitu mereka pergi nanti, ia akan menelepon polisi dan menyuruh tangkap mereka. Akan kupastikan supaya bajingan-bajingan itu digantung.
"Tulis, Mr. Mann."
Sulit baginya untuk memusatkan pandangan. "Tadi Anda minta saya menulis apa?"
"Tulis saja "Aku menyesal. Maafkan Aku.?"
"Baik." Sulit untuk memegang penanya. Dengan susah payah ia mencoba berkonsentrasi dan mulai menulis. "Aku menyesal. Maafkan aku."
Pria itu mengambil kertas itu dari tangan Mann, memegangnya pada ujung-ujungnya. "Bagus sekali, Mr. Mann. Gampang sekali, bukan?"
Ruangan itu mulai nampak berputar-putar. "Yeah. Terima kasih. Saya sudah bertobat Sekarang Anda akan pergi?"
"Saya lihat Anda kidal."
"Apa?" "Anda kidal." "Ya." "Akhir-akhir ini banyak kejahatan terjadi di sekitar sini, Mr. Mann. Kami akan memberikan pistol ini untuk Anda pakai."
Ia merasa pistol itu ditempatkan di tangan kirinya.
"Anda tahu bagaimana menggunakan pistol?" "Tidak."
"Gampang sekali. Anda menggunakannya seper ti ini?" Ia mengangkat pistol itu dan menempelkannya ke pelipis William Mann dan menekankan jari sang bankir itu pada pelatuknya. Terdengar bunyi dentuman yang diredam. Kertas berdarah ku jatuh ke lantai.
"Semuanya sudah beres sekarang," salah satu pria itu berkata. "Selamat malam, Mr. Mann."
PESAN KILAT ULTRA TOP SECRET CGHQ KEPADA WAKIL DIREKTUR NSA PRIBADI KOPI SATU DARI (SATU) KOPI PERIHAL : OPERASI HARI KIAMAT 7. WILLIAM MANN?FORT SMITH?DIAKHIRI PESAN DITUTUP
Hari Kesepuluh Fort Smith, Kanada
Keesokan harinya, para penyelidik bank melaporkan bahwa sejuta dolar telah raib dari bank Mann. Polisi mencatat kematian Mann sebagai bunuh diri.
Uang yang bilang itu tidak pernah dikctemukan.
Bab Dua Puluh Sembilan Hari Kesebelas Brussels, Jam 03.00
Jenderal shipley, komandan markas besar NATO, dibangunkan oleh ajudannya.
"Saya minta maaf membangunkan Anda, Jenderal, tapi kami nampaknya mempunyai sedikit masalah."
Jenderal Shipley menegakkan" badannya, menghapus rasa kantuk dari matanya. Semalam ia tidur larut malam karena harus menjamu sekelompok senator yang berkunjung dari Amerika Serikat "Apa masalahnya, Billy?"
"Saya baru saja menerima telepon dari menara radar, sir. Kami tidak yakin apakah semua peralatan kita kacau atau kita kedatangan tamu-tamu yang aneh."
Jenderal Shipley memaksakan diri untuk turun dari tempat tidurnya. "Katakan pada mereka aku akan ke sana lima menit lagi."
Ruang radar yang gelap itu penuh dengan staf
dan petugas berkepentingan yang berkumpul mengitari layar-layar radar di tengah-tengah ruang-Mereka menoleh dan mengambil sikap siap ketika sang Jenderal masuk.
?Istirahat" Ia menghampiri petugas yang bertanggung jawab, Kapten Muller. "Apa yang sedang terjadi di sini, Lewis?"
Kapten Muller menggaruk-garuk kepalanya. "Saya bingung. Apa Anda pernah menjumpai sebuah pesawat yang bisa meluncur dua puluh dua ribu mil per jam, berhenti dengan langsung, lalu berbalik seratus delapan puluh derajat?"
Jenderal Shipley ternganga. "Kau ini bicara apa?"
"Menurut layar radar kami, itulah yang sedang berlangsung selama setengah jam terakhir ini. Mulanya kami mengira itu barangkali sejenis peralatan elektronik yang sedang diuji coba, tapi sudah kami cek dengan pihak Rusia, Inggris, dan Prancis, dan mereka juga menangkap hal yang sama di layar radar mereka."
"Jadi, bukan peralatannya yang salah," kata Jenderal Shipley dengan suara berat.
"Bukan, sir. Kecuali Anda beranggapan bahwa semua radar di dunia ini kacau."
"Berapa banyak pesawat seperti itu yang sudah muncul di layar?"
"Lebih dari selusin. Mereka bergerak begitu ce"
Kami Sih 6ka" lalu mereka lenyap lag"-" fe&kirkan kondisi-kondisi atmo*
.. meteor-meteor, komet-komct, balon-balon f"aca, dan semua jenis pesawat udara yang dike-Cal manusia. Saya bermaksud untuk mengirim sejumlah pesawat udara, tapi benda-benda ini?apa pun itu?begitu tinggi terbangnya sehingga kita tidak akan pernah bisa mendekati mereka."
jenderal Shipley menghampiri salah satu layar radar itu. "Apa ada yang masuk di layarmu sekarang?"
"Tidak, sir. Mereka sudah lenyap." Ia ragu sejenak. "Tapi Jenderal, saya mempunyai perasaan yang sangat tidak enak bahwa mereka akan kembali."
Bab Tiga Puluh Ottawa, Jam 05.00 Setelah Janus selesai membacakan laporan Jenderal Shipley, si Italia berdiri dan berkata dengan emosi, "Mereka bersiap-siap menyerang kita!"
"Mereka sudah menyerang kita." Si Prancis.
"Kita terlambat Ini bencana." Si Rusia. "Tidak ada jalan?"
Janus menyela. "Tuan-tuan, ini adalah bencana yang bisa kita cegah."
"Bagaimana" Anda tahu tuntutan-tuntutan mereka." Si Inggris.
"Tuntutan mereka tidak perlu diperhitungkan." Si Brazil. "Bukan urusan mereka apa yang kita lakukan dengan pohon-pohon kita. Yang disebut efek rumah kaca itu adalah omong kosong ilmiah yang sama sekali belum terbukti."
"Dan kita bagaimana?" Si Jerman. "Kalau mereka memaksa kita untuk membersihkan udara di atas kota-kota kita, kita akan harus menutup
hrik-pabrik kita. Kita tidak akan mempunyai industri apa-apa.
..pan kita harus berhenti memproduksi mobil," leata si Jepang. "Lalu dunia beradab ini mau dike-manakan?"
"Kita semua berada dalam posisi yang sama." Si Rusia. "Kalau kita menghentikan semua polusi, seperti yang mereka tuntut, itu akan menghancurkan ekonomi dunia. Kita harus mengulur waktu sampai Star Wars siap untuk mejiangkal mereka."
Janus menukas dengan tajam, "Kita sudah bersepakat dalam hal itu. Masalah langsung kita saat ini adalah menjaga supaya rakyat tetap tenang dan mencegah tersebarnya kepanikan."
"Bagaimana dengan pelaksanaan tugas Letkol Bellamy?" Si Kanada.
"Pelaksanaannya sangat memuaskan. Dia akan selesai dalam satu-dua hari ini."
dari selusin tempat di dalam wilayah Uni Soviet. Tapi sekarang, asal ia cukup gesit melakukannya, seluruh dunia terbentang di hadapannya. Olga mengambil sebuah atlas dari rak perpustakaan dan mempelajarinya. Ternyata dunia sangat luas di luar sana! Ada Afrika dan Asia, dan Amerika Utara
dan Selatan_ Ia takut bepergian sejauh itu. Olga
beralih ke peta Eropa. Swiss, pikirnya. Ke situlah aku akan pergi.
Ia sebenarnya tidak ingin mengakui ini kepada siapa saja di dunia, tapi alasan utamanya tertarik kepada Swiss adalah bahwa ia pernah mencicipi coklat Swiss, dan ia tidak pernah bisa melupakannya. Ia sangat menyukai gula-gula. Permen dan coklat di Rusia?itu pun kalau bisa diperoleh?tak terasa gulanya dan sangat tidak enak.
Hobi makan coklat ini ternyata meminta tebusan nyawa Olga. "Jm
Perjalanan dengan Aeroflot ke Zurich ternyata merupakan awal yang sangat menyenangkan, la belum pernah terbang sebelumnya. Ia mendarat di bandara Zurich dengan penuh semangat, memikirkan kesenangan yang menantinya. Udara terasa berbeda bagi Olga. Barangkali inilah bau kebebas-i an yang sesungguhnya, pikir Olga. Keuangannya sangat terbatas, dan ia memesan kamar di sebuah hotel yang tidak mahal, Leonhare, di LlmmaUjuai \ 136.
Olga melapor di bagian reception. "Saya baru 1 pertama kali berkunjung ke Swiss," ia mengaku I
kepada petugas administrasi, dalam bahasa Inggris yang tersendat "Bisakah Anda memberitahukan kepada saya apa yang sebaiknya saya lakukan?"
"Tentu. Banyak yang bisa dilakukan di sini," kata petugas itu kepadanya. "Barangkali Anda bisa memulai dengan ikut tur keliling kota. Saya akan mengaturnya."
"Terima kasih."
Olga mendapati bahwa Zurich sangat luar biasa. Ia terpesona akan pemandangan dan bunyi-bunyi yang didengarnya di kota itu. Orang-orang yang berlalu-lalang di jalan-jalan semuanya mengenakan pakaian yang bagus-bagus dan naik mobil mahal. Olga mendapat kesan bahwa semua orang di Zurich pastilah miliuner. Dan toko-tokonya! Ia berjalan-jalan mengamati etalase-etalase di sepanjang Bahnhofstrasse, jalan raya pusat pertokoan di Zurich, dan ia terkesima menyaksikan ragam corak barang di etalase-etalase itu. Ada gaun-gaun dan mantel-mantel dan sepatu-sepatu dan pakaian dalam dan perhiasan dan barang pecah belah dan perabotan dan mobil dan buku-buku dan pesawat televisi dan radio-radio dan mainan anak-anak dan piano-piano. Nampaknya barang-barang yang dijual itu tidak pernah ada habisnya. Kemudian Olga sampai ke Toko Spriingli"s, yang terkenal akan kembang gula dan coklatnya. Dan wah! Empat etalase depannya terisi penuh dengan beraneka ragam coklat yang menakjubkan. Nampak kotak-kotak besar berisi beragam coklat, coklat bung-kahan, coklat terbentuk kelinci, coklat beris kacang-kacangan. Ada juga pisang berlapis coklai dan butir-butir coklat berisi alkohol. Mengamati display-nya saja di etalase-etalase itu sudah merupakan kenikmatan luar biasa. Olga ingin membeli semuanya, tapi ketika ia tahu harga-harganya, ia akhirnya hanya membeli sekotak berisi beragam jenis coklat dan sebatang kembang gula besar.
Minggu berikutnya, Olga mengunjungi Zurich-born Gardens, Museum Rietberg dan Grossmtinster ?gereja yang dibangun pada abad kesebelas?, serta selusin lagi objek wisata yang sangat menarik. Akhirnya, waktu cutinya hampir habis.
Petugas hotel di Leonhare mengatakan kepadanya, "Sunshine Tours Bus Company menyelenggarakan tur yang menarik ke Pegunungan Alpen. Saya rasa Anda akan senang ikut tur itu sebelum Anda meninggalkan negeri ini."
"Terima kasih," kata Olga. "Saya akan mencoba itu."
Ketika Olga meninggalkan hotel, yang pertama disinggahinya adalah Spriingli"s lagi, dan berikutnya adalah kantor Sunshine Tours Bus Company itu, di mana ia mendaftar untuk ikut tur. Ternyata memang sangat mengasyikkan. Pemandangannya membuat orang menahan napas karena indahnya, dan di tengah perjalanan, mereka menyaksikan ledakan dari apa yang disangkanya sebuah piring terbang, tapi bankir Kanada yang duduk di sebelahnya menjelaskan bahwa itu cuma sua t u adegan
turis, bahwa piring terbang itu tidak pernah ada. Olga tidak yakin sepenuhnya akan hal itu. Ketika ia sudah kembali ke rumahnya di Kiev, ia memperbincangkan hal itu dengan bibinya.
"Tentu saja piring terbang itu ada," kata bibinya. "Mereka sering sekali terbang di atas Rusia. Kau harus menjual ceritamu kepada surat kabar."
Olga pernah mempertimbangkan akan melakukan hal itu, tapi ia kuatir akan ditertawakan. Partai Komunis tidak suka kalau anggotanya mendapat publisitas, apalagi publisitas yang menyebabkan ia dicemoohkan. Tapi pendeknya, Olga beranggapan bahwa?tanpa kehadiran Dmitri dan Ivan?liburannya itu merupakan saat penting dalam hidupnya. Akan sulit baginya memulai kerjanya lagi setelah liburan itu.
Perjalanan melalui jalan raya yang baru dibangun dari bandara menuju pusat kota Kiev dengan menumpang bus Intourist memakan waktu satu jam. Robert belum pernah berkunjung ke Kiev sebelumnya, dan ia kagum melihat ada pembangunan di sepanjang jalan itu dan bangunan-bangunan apartemen yang menjamur di mana-mana. Bus itu dihentikan di depan Hotel Dnieper dan menurunkan dua lusin penumpangnya. Robert melihat arlojinya. Jam delapan malam. Perpustakaan itu" sudah tutup. Urusannya harus menunggu sampai esok pagi. la check-in di hotel besar yang sudah dipesankan untuknya itu, melepas haus di bar, lalu pergi ke ruang makan yang dicat putih
dan berkesan muram. Makan malamnya terdiri dari kaviar, mentimun, dan tomat, disambung dengan kentang dalam kuali yang dipadu dengan irisan daging kecil-kecil dan disiram dengan adonan kental, semuanya ini ditemani vodka dan air mineral.
Visa telah menunggunya di hotel di Stockholm, seperti yang dijanjikan Jenderal Hiiliard. Itu kerja sama internasional yang amat cepat, pikir Robert, tapi tidak ada kerja sama yang disediakan buat aku sendiri. Telanjang" adalah istilah operasionalnya.
Setelah makan malam, Robert mengajukan beberapa pertanyaan di bagian reception dan berjalan-jalan ke Lenkomsomol Square. Kiev ternyata tidak seperti yang diduganya. Salah satu kota tertua di Rusia, Kiev adalah sebuah kota bergaya | Eropa yang terletak di tepi Sungai Dnieper, de- " ngan taman-taman hijau dan jalan-jalan yang diapit deretan pohon. Bangunan gereja nampak di mana-mana, dan merupakan contoh-contoh spektakuler i dari arsitektur religius. Ada gereja St. Vladimir dan St, Andrew, dan St. Sophia, yang terakhir ini f dibangun dalam tahun 1037, putih bersih dengan menara loncengnya yang berwarna biru, dan Biara j Pechersk yang merupakan bangunan tertinggi di kota itu. Susan pasti akan senang melihat semua \ ini, pikir Robert. Ia belum pernah ke Rusia. Ia tidak tahu apakah Susan sudah kembali dari Brazil. Tiba-tiba saja, sesampainya ia di kamar hotelnya, ia ingin sekali menelepon Susan, dan dengan tak disangka-sangka teleponnya langsung disambungkan.
"Halo?" Suara yang serak basah dan seksi itu. "Hai. Bagaimana Brazil?" "Robert! Aku mencoba meneleponmu berkali-kali. Tidak ada jawaban." "Aku tidak ada di rumah." "Oh." fa sudah sangat terlatih untuk tidak bertanya Robert ada di mana. "Kau baik-baik saja?"
Untuk seorang yang impoten, aku termasuk sangat sehat. "Tentu. Baik sekali. Bagaimana Money ?Monte?"
"Dia baik-baik saja, Robert, kami akan berangkat ke Gibraltar besok pagi." Dengan yacht si Moneybags sialan itu, pasti. Apa ya namanya" Ah, ya. Halcyon. "Dengan yacht?"
"Ya. Kau bisa meneleponku di yacht itu. Kau ingat huruf-huruf kode teleponnya?"
Ia ingat. WS 337. Singkatan apa WS itu" Won-derful Susan?" Why separate?" Wife Stealer"
"Robert?" "Ya, aku masih ingat. Whiskey Sugar 337"
"Kau mau menelepon" Supaya aku tahu kau baik-baik."
"Tentu. Aku rindu kau, baby."
Yang di ujung sana diam, dan keheningan terasa begitu menyakitkan. Robert menunggu. Ia mengharap Susan akan mengatakan apa" Datang dan selamatkan aku dari pria charming yang mirip Paul Newman ini, dan yang memaksa aku ikut dengannya di atas yacht-nya yang berukuran dua ratus lima puluh kaki, dan tinggal di istana-istana kecil kami yang kumuh di Monte Carlo dan
Maroko dan Paris dan London dan entah di mana lagi Seperti orang gila. Robert mendapati dirinya setengah berharap Susan akan berkata begitu.
"Aku juga merindukanmu, Robert Jaga dirimu baik-baik." Dan hubungan itu diputuskan. Ia berada di Rusia, seorang diri.
Hari Kedua Belas Kiev, Uni Soviet
Keesokan harinya pagi-pagi sekali, sepuluh menit setelah perpustakaan dibuka, Robert berjalan memasuki bangunan yang sangat besar dan muram itu, dan menghampiri counter reception.
"Selamat pagi," kata Robert
Wanita di balik counter itu mendongakkan kepalanya. "Selamat pagi. Bisa saya bantu?"
"Ya. Saya mencari seorang wanita yang saya dengar bekerja di sini, Olga?"
"Olga" Ya, ya." Ia menunjuk ke ruang lain. "Ia ada di sana."
"Terima kasih."
Begitu mudahnya. Robert berjalan ke ruang yang lain melewati sekelompok pelajar yang sedang belajar dengan serius di meja-meja panjang. Mempersiapkan masa depan yang seperti apa" Robert bertanya dalam bati. Ia sampai ke ruang baca yang lebih kecil dan memasukinya. Seorang wanita sedang sibuk menumpuk-numpuk buku.
"Maafkan saya," kata Robert.
Ia menoleh. "Ya" "Olga?"
"Saya Olga. Apa yang Anda kehendaki dan
saya?" Robert tersenyum dengan simpatik. "Saya sedang menulis sebuah artikel surat kabar tentang perestroika dan bagaimana pengaruhnya terhadap kebanyakan orang Rusia. Apakah itu telah membuat banyak perubahan dalam hidup Anda?"
Wanita itu mengangkat bahu. "Sebelum Gorbachev kami takut membuka mulut kami. Sekarang kami dapat membuka mulut kami, tapi kami tidak mempunyai apa-apa untuk dimasukkan ke dalamnya."
Robert mencoba taktik lain. "Tapi pasti ada pembahan yang menuju kebaikan. Misalnya, Anda bisa bepergian sekarang."
"Anda pasti bercanda. Dengan suami dan enam anak, siapa yang punya biaya untuk bepergian?"
Robert mencoba terus. "Tapi, Anda pergi ke Swiss, dan?"
"Swiss" Saya belum pernah ke Swiss seumur hidup saya."
Robert berkata perlahan, "Anda tidak pernah ke Swiss?"
"Baru saja saya bilang tadi." Ia menganggukkan kepalanya ke arah seorang wanita berambut hitam yang sedang mengumpulkan buku dari meja. "Dialah yang beruntung bisa pergi ke Swiss."
Robert memandangnya sekilas. "Siapa nama-
"Olga. Sama dengan saya." Robert menarik napas lega. "Terima kasih." Semenit kemudian, Robert sudah berbicara de ngan Olga kedua.
"Maafkan saya," kata Robert "Saya sedang menulis sebuah artikel surat kabar tentang perestroika dan dampaknya terhadap kehidupan orang Rusia." Ia memandang Robert dengan waspada. "Ya?" "Nama Anda siapa?" "Olga. Olga Romanchanko." "Ceritakan kepada saya, Olga, apakah perestroika telah mengubah Anda?"
Enam tahun sebelum itu, Olga Romanchanko pasti takut berbicara dengan seorang asing, tapi sekarang bal itu diperbolehkan. "Tidak juga," katanya hati-hati! "Semuanya praktis masih sama saja."
Orang asing itu mendesak terus. "Tak ada apa-apa sama sekali yang telah mengubah hidup Anda?"
Ia menggelengkan kepalanya. "Tidak." Dan kemudian menambahkan dengan nada patriotik, "Tentu saja, kami boleh bepergian ke luar negeri sekarang"
Ia nampak terlarik. "Dan sudah pernahkah Anda bepergian ke luar negeri?"
"Oh, ya," kata Olga bangga. "Saya baru saja kembali dari Swiss. Negeri yang sungguh indah."
"Saya setuju," kata orang asing itu. "Apakah Anda berkesempatan bertemu dengan seseorang dalam perjalanan itu?" J
"Banyak orang"yang saya jumpai. Saya ikut tur
dengan bus, dan kami pergi ke pegunungan.
Alpen." Tiba-tiba, Olga menyadari bahwa tidak seharusnya ia menceritakan hal itii, karena orang asing ini bisa saja bertanya mengenai pesawat ruang angkasa itu, dan ia tidak ingin membicarakannya. Itu bisa menimbulkan masalah baginya.
"O, ya?" tanya Robert. "Ceritakan kepada saya mengenai orang-orang yang ikut dalam bus itu."
Dengan lega, Olga menjawab, "Sangat ramah. Pakaian yang mereka kenakan begitu?" Ia membuat isyarat tangan. "Sangat kaya. Saya bahkan bertemu dengan seseorang dari ibu kota negeri Anda, Washington, D.C." "O, ya?"
"Ya. Sangat baik. Dia memberi saya kartunya."
Jantung Robert seakan berhenti berdetak. "Anda masih menyimpannya?"
"Tidak. Saya sudah membuangnya." Ia melihat ke sekitarnya. "Lebih baik tidak menyimpan barang seperti itu." " Sialan!
Kemudian ditambahkannya, "Saya ingat namanya. Parker, seperti pena buatan Amerika itu. Kevin Parker. Orang penting dalam politik. Dia memberitahu para senator bagaimana memberikan suara."
Robert terperangah. "Itukah yang dikatakannya
kepada Anda?" "Ya. Dia mengajak mereka bepergian dan memberikan hadiah-hadiah kepada mereka, dan kemudian mereka akan memberikan suara untuk kepentingan para kliennya. Begitulah cara demokras diterapkan di Amerika."
Seorang pelobi. Robert membiarkan Olga berbicara selama lima belas menit berikutnya, tapi ia tidak berhasil memperoleh informasi lainnya mengenai penumpang-penumpang yang lain.
Robert menelepon Jenderal Hilliard dari kamar hotelnya.
"Saya telah menemukan saksi mata Rusia itu. Namanya Olga Romanchanko. Ia bekerja di perpustakaan pusat di Kiev."
"Saya akan mengatur agar pejabat Rusia berbicara dengannya."
PESAN KUAT ULTRA TOP SECRET NSA KEPADA WAKIL DIREKTUR GRU PRIBADI KOPI SATU UNTUK (SATU) KOPI PERIHAL : OPERASI HARI KIAMAT 8. OLGA ROMANCHANKO?KIEV PESAN DITUTUP
Sore itu Robert berada di dalam pesawat jet Aeroflot Tupolev Tu-154 dengan tujuan Paris. Ketika ia tiba tiga"jam dua puluh lima menit kemur dian, ia pindah ke sebuah penerbangan Air France dengan tujuan Washington, D.C.
302 Pada jam dua malam Olga Romanchanko mendengar bunyi derit rem saat sebuah mobil berhenti di depan bangunan apartemen tempat tinggalnya, di Vertryk Street. Dinding-dinding apartemen itu begitu tipis sehingga ia bisa mendengar suara-suara dari luar di jalanan. Ia bangkit dari tempat tidurnya dan melihat ke luar jendela. Dua pria dalam pakaian sipil sedang turun dari sebuah mobil Chaika hitam, model yang biasa dipakai oleh para pejabat pemerintah. Mereka menghampiri pintu masuk bangunan apartemennya. Melihat mereka membuat perasaannya tidak enak. Selama tahun-tahun yang telah lalu, beberapa tetangganya telah menghilang, tak pernah nampak lagi. Sebagian dari mereka telah dikirim ke gulag-gulag di Siberia. Olga bertanya-tanya siapakah yang dicari oleh polisi rahasia itu kali ini, dan pada saat ia sedang memikirkan itu, terdengar bunyi ketukan di pintunya yang sangat mengejutkannya. Apa yang mereka inginkan dariku" ia bertanya dalam hati. Pasti ada kekeliruan.
Ketika pintu dibukanya, kedua pria itu berdiri di situ.
"Kamerad Olga Romanchanko?" "Ya."
"Giavnoye Razvedyvatelnoye Upravleniye." GRU yang ditakuti orang itu. Mereka menerobos masuk ke dalam ruangan melewatinya. "Apa" apa yang Anda inginkan" "Kami yang akan mengajukan pertanyaan-
303 pertanyaan. Saya Sersan Yuri Gromkov. Ini Sersar Vladimir Zemsky."
Ia tiba-tiba merasa sangat takut. "Apa" ada masalah apa" Apa yang telah saya perbuat?"
Zemsky menimpali pernyataan itu. "Oh, jadi Anda tahu bahwa Anda telah melakukan kesalahan!"
"Tidak, tentu saja tidak," kata Olga, kebingungan. "Saya tidak tahu mengapa Anda ke sini."
"Duduk," Gromkov berteriak. Olga duduk.
"Anda baru saja kembali dari bepergian ke Swiss, nyetl"
"Y" ya," ia tergagap, "tapi itu" itu adalah". saya mendapat izin dari?"
"Kegiatan mata-mata itu tidak legal, Olga Romanchanko."
"Kegiatan mata-mata?" Ia benar-benar sangat ketakutan. "Saya tidak tahu apa yang Anda bicarakan ini."
Pria yang berperawakan lebih besar itu menatap ke tubuh Olga, dan Olga tiba-tiba sadar bahwa ia hanya mengenakan gaun tidur tipis.
"Ayo pergi. Anda ikut kami."
"Tapi ini suatu kekeliruan besar. Saya seorang pustakawati. Tanyakan siapa saja di sini yang?"
Pria itu menariknya dari tempat duduknya. "Ayo."
"Anda akan membawa saya ke mana?"
"Ke markas besar. Mereka ingin menanyai Anda."
Mereka memperbolehkan dia mengenakan mantelnya menutupi gaun tidur itu. Ia lalu didorong turun.tangga dan masuk ke dalam Chaika. Olga
berpikir tentang semua orang yang pernah dibawa-dengan mobil seperti ini dan tidak pernah kembali, dan ia jadi kelu karena ketakutan.
Pria yang lebih besar, Gromkov, yang menyetir. Olga duduk di jok belakang bersama Zemsky. Ia tidak begitu menakutkan bagi Olga, tapi Olga ngeri karena tidak tahu mereka ini siapa dan apa yang akan terjadi atas dirinya.
"Saya mohon percayalah kepada saya," kata Olga dengan sungguh-sungguh. "Saya tidak akan pernah mengkhianati negeri?" "Tutup mulut," Gromkov membentaknya. Vladimir Zemsky berkata, "Dengar, tak ada alasan untuk berlaku kasar terhadapnya. Sebenarnya aku percaya kepadanya." Hati Olga berdebar-debar penuh, harapan. "Zaman sudah berubah," Kamerad Zemsky melanjutkan. "Kamerad Gorbachev tidak ingin kita terus-terusan mengganggu orang-orang yang tidak bersalah. Masa-masa seperti itu telah lewat."
"Siapa bilang dia tidak bersalah?" Gromkov menggeram. "Mungkin dia bersalah, mungkin tidak. Mereka akan bisa mengetahuinya dengan segera di markas nanti."
Olga duduk diam mendengarkan kedua pria itu membicarakan dirinya seakan ia tidak ada di situ.
Zemsky berkata, "Ayolah, Yuri, kau tahu bahwa di markas nanti dia pasti akan mengaku, lepas dari kenyataan dia bersalah atau tidak. Aku tida"-itu."
305 "Apa boleh buat Kita kan tak bisa berbual apa-apa."
"Ya, kita bisa." "Apa?"
Pria yang duduk di sebelah Olga terdiam beberapa saat lamanya. "Dengarkan," katanya, "mengapa tidak kita biarkan saja dia pergi" Kita bisa mengatakan kepada mereka bahwa dia tidak ada di rumah. Kita tunda maksud mereka satu atau dua hari, dan mereka akan melupakan semuanya tentang dia karena begitu banyaknya orang yang harus diperiksa."
Olga mencoba mengatakan sesuatu, tapi tenggorokannya terlalu kering. Ia begitu ingin pria yang di sebelahnya memenangkan perdebatan itu.
Gromkov mengomel. "Mengapa kita harus mengambil risiko buat dia" Apa untungnya" Apa yang akan diberikannya kepada kita?"
Zemsky menoleh memandang Olga seolah menunggu tanggapan. Olga akhirnya sanggup juga berbicara. "Saya tidak punya uang," katanya.
"Siapa yang memerlukan uang Anda" Kami punya banyak uang." Kata Gromkov, "Dia mempunyai yang lain." Sebelum Olga dapat menjawab, Zemsky berkata, "Tunggu sebentar, Yuri Ivanovich, kau tidak boleh berharap dia akan melakukan itu."-
"Itu terserah dia. Dia bisa berbaik-baik dengan kita atau pergi ke markas dan disiksa selama satu atau dua minggu. Barangkali mereka akan menyekapnya di sebuah shizo."
Olga pernah mendengar tentang shizo. Sebuah sel tanpa alat pemanas udara berukuran delapan kali empat kaki dengan tempat tidur dari papan dan tanpa selimut "Berbaik-baik dengan kita." Apa maksudnya"
"Itu terserah dia."
Zemsky menoleh kepada Olga. "Mana yang Anda pilih?" "Saya" saya kurang paham." "Apa yang dikatakan partner saya adalah kalau Anda berbaik-baik dengan kami, kami akan melupakan semua masalah ini. Dalam waktu yang tak terlalu lama, mereka barangkali akan lupa tentang Anda." "Apa" apa yang harus saya lakukan?" Gromkov menyeringai kepadanya di kaca spion. "Cuma memberikan kepada kami beberapa menit saja dari waktu Anda." Ia teringat akan sesuatu yang pernah dibacanya. "Cuma berbaring saja dan bayangkan sang tsar." Ia tertawa cekikikan.
Olga tiba-tiba paham akan apa yang mereka maksudkan. Ia menggelengkan kepalanya. "Tidak, saya tidak bisa melakukan itu."
"Baiklah." Gromkov mulai menambah laju mobilnya. "Mereka akan bersenang-senang dengan Anda di markas nanti."
"Tunggu!" Ia panik, tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia sudah mendengar cerita-cerita horor tentang apa yang terjadi pada orang-orang yang ditangkap dan menjadi zeks. Tadinya ia mengira bahwa semua itu sudah tidak ada lagi-seka-rang tapi kini ia melihat bahwa ternyata semua itu
masih berlangsung. Perestroika masih tetap hanya sebuah ilusi. Mereka tidak akan memperbolehkannya mencari pengacara atau berbicara dengan siapa pun. Di masa silam, teman-temannya telah diperkosa dan dibunuh oleh GRU. Ia terjebak sekarang. Kalau ia dimasukkan ke penjara, mereka bisa saja menyekapnya selama berminggu-minggu, menyiksanya dan memperkosanya, mungkin lebih dari itu. Dengan kedua pria ini, paling-paling akan memakan waktu beberapa menit saja dan mereka akan melepaskannya. Olga telah membuat keputusan.
"Baik," katanya dengan memelas. "Anda ingin kembali ke apartemen saya?"
Gromkov berkata, "Saya tahu tempat yang lebih baik." Ia memutar kembali mobilnya.
Zemsky berbisik, "Maafkan saya untuk ini, tapi dia yang memegang pimpinan. Saya tidak dapat mencegahnya."
Olga tidak mengatakan apa-apa.
Mereka meluncur melewati Gedung Opera Shevchenko yang merah cerah, dan menuju sebuah taman luas yang dipagari pepohonan. Taman itu benar-benar sepi pada jam-jam seperti ini. Gromkov membawa mobil itu ke bawah pepohonan dan mematikan lampu-lampu dan mesinnya. "Mari keluar," katanya. Ketiganya keluar dari mobil itu. Gromkov memandang Olga. "Anda beruntung.
Kami bersedia melepaskan Anda dengan mudah.
Saya harap Anda bisa menghargai itu."
Olga mengangguk, terlalu ketakutan untuk berbicara.
Gromkov membawa mereka ke sebuah tempat yang agak terbuka. "Tanggalkan pakaian Anda."
"Dingin sekali," kata Olga. "Apa bisa kita?""
Gromkov menampar wajahnya dengan keras. "Lakukan apa saja yang diperintahkan sebelum saya berubah pikiran."
Olga nampak ragu sejenak, dan melihat lengan Gromkov naik lagi untuk memukulnya, ia mulai melepaskan kancing-kancing mantelnya.
"Tanggalkan." Olga membiarkannya jatuh ke tanah.
"Sekarang gaun tidur itu."
Pelan-pelan, Olga mengangkat gaun tidur itu ke atas kepalanya dan menariknya supaya terlepas, menggigil kedinginan di bawah udara malam yang beku, berdiri telanjang di bawah sinar bulan.
"Tubuh yang bagus," kata Gromkov. Tangannya mulai menggerayangi tubuh Olga.
"Saya mohon?" "Anda bersuara lagi, dan kami-akan langsung membawa Anda ke markas besar." Ia mendorong Olga ke tanah.
Aku tak mau memikirkan ini. Akan kubayangkan aku berada di Swiss sedang ikut tur dalam bus, menikmati pemandangan yang indah itu,
Gromkov telah melepaskan celananya dan merentangkan paha Olga. Bisa kulihat Pengunungan Alpen diselimuti
salju. Ada sebuah kereta luncur lewat dengai seorang anak laki-laki dan perempuan di atasnya.
Olga merasa pria itu menempatkan tangannya di bawah pinggulnya, dan menye tub uninya, menyakitinya.
Ada mobil-mobil bagus meluncur di jalan raya. Belum pernah kulihat mobil sebanyak itu seumur hidupku. Di Swiss setiap orang mempunyai mobil.
Ia semakin keras mengguncang Olga, menekannya, dan mengeluarkan suara-suara liar, suara-suara hewan.
Aku akan mempunyai sebuah rumah kecil di pegunungan. Apa istilah orang Swiss untuk itu" Chalet, Dan aku akan makan coklat setiap hari Berkotak-kotak coklat.
Gromkov sudah selesai, terengah-engah. Ia berdiri dan menoleh kepada Zemsky. "Giliranmu."
Aku akan menikah dan punya anak, dan kami semua akan main ski di Alpen di musim dingin. - Zemsky telah menurunkan ritsleting celananya dan mulai menggagahi Olga.
Itulah kehidupan yang kudambakan. Aku tak akan pernah kembali ke Rusia. Tak akan. Tak akan. Tak akan.
Zemsky sedang menjalankan hasratnya kini, menyakitinya lebih daripada pria sebelumnya, menekannya keras-keras dan mendorongnya ke tanah yang dingin sehingga rasa sakitnya hampir-hampir tak tertahankan.
Kami akan tinggal di tanah pertanian yang sepi dan penuh kedamaian untuk selamanya, dan kami
akan mempunyai sebuah taman yang penuh dengan bunga-bunga indah.
Zemsky sudah selesai sekarang dan menengadah melihat ke rekannya. "Pasti dia sangat menikmatinya." Ia menyeringai.
Ia lalu meraih ke bawah ke leher Olga dan mematahkannya.
Keesokan harinya ada berita kecil di surat kabar lokal bahwa seorang pustakawati telah diperkosa dan dicekik di sebuah taman. Pihak yang berwajib memperingatkan dengan keras bahwa sangat berbahaya bagi wanita-wanita muda untuk pergi ke taman seorang diri di malam hari.
PESAN KILAT ULTRA TOP SECRET WAKIL DIREKTUR GRU KEPADA WAKIL DIREKTUR NSA PRIBADI KOPI SATU DARI (SATU) KOPI PERIHAL : OPERASI HARI KIAMAT 8. OLGA ROMANCHANKO?KIEV?DIAKHIRI PESAN DITUTUP
Bab Tiga Puluh Dua Willard stone dan Monte Banks secara alam saling bermusuhan. Keduanya adalah pemangsa-pemangsa yang kejam, dan daerah perburuan mereka adalah rimba beton Wall Street, yang penuh dengan pengambilalihan usaha karena permainan kelas tinggi, pembelian saham mayoritas yang Iictk, dan transaksi-transaksi saham.
Kedua pria itu bersilang jalan untuk pertama kalinya ketika keduanya berniat untuk membeli sebuah perusahaan keperluan umum. Willard Stone melakukan penawaran pertamanya dan menyangka tak mungkin ada hambatan. Ia begitu berkuasa dan reputasinya begitu ditakuti orang sehingga sedikit sekali yang berani menantangnya. Ia sangat heran ketika tahu bahwa seorang pemula bernama Monte Banks menyaingi penawarannya. Stone terpaksa menaikkan penawarannya sendiri, dan terjadi perang penawaran. Willard Stone akhirnya berhasil menguasai perusahaan itu, tapi dengan harga jauh lebih tinggi daripada yang direncanakannya. Enam bulan kemudian, dalam suatu penawaran
[ pengambilalihan terhadap sebuah perusahaan elektronika yang besar, Stone sekali lagi dihadang oleh Monte Banks. Perang penawaran berlangsung lagi, dan kali ini Monte Banks yang menang.
Ketika Willard Stone mengetahui bahwa Monte Banks bermaksud untuk menyainginya lagi dalam pengambilalihan sebuah perusahaan komputer, ia memutuskan sudah waktunya untuk berbicara dengan pesaingnya itu. Kedua orang itu bertemu di kawasan netral di Paradise Island, di Kepulauan Bahama. Willard Stone sebelumnya telah melakukan penyelidikan saksama atas latar belakang pesaingnya ini, dan mengetahui bahwa Monte Banks berasal dari keluarga kaya raya pemilik perusahaan minyak dan telah berhasil dengan cemerlang mengubah warisannya menjadi sebuah konglomerat internasional.
Kedua orang itu makan siang bersama. Willard Stone, tua dan berpengalaman; Monte Banks, muda dan bersemangat.
Willard Stone membuka pembicaraan. "Anda sudah mulai menjadi duri dalam daging saya."
Monte Banks menyeringai. "Karena ucapan itu keluar dari mulut Anda, saya menerimanya sebagai suatu kehormatan besar."
"Sebenarnya apa yang Anda inginkan?" tanya Stone.
"Sama dengan yang Anda inginkan. Saya ingin
memiliki dunia."

Konspirasi Hari Kiamat The Doomsday Conspiracy Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Willard Stone berkata sambd tepekur, "Well, dunia ini cukup luas."
313 "Maksud Anda?" "Ada cukup banyak ruang untuk kita berdua."
Mulai hari itu mereka menjadi mitra bisnis. Masing-masing tetap menjalankan bisnisnya secara terpisah, tapi jika menyangkut proyek-proyek baru ?perkayuan, minyak, dan real estate?mereka bergabung melakukan transaksi, dan bukan malahan bersaing. Berulang kali Divisi Antitrust dari Departemen Kehakiman mencoba mencegah transaksi-transaksi mereka, tapi koneksi-koneksi Willard Stone-lah yang akhirnya menang. Monte Banks memiliki perusahaan-perusahaan kimia yang bertanggung jawab terhadap polusi berat yang mencemari danau-danau dan sungai-sungai, tapi setiap kali ia digugat, gugatan itu selalu gugur dengan sendirinya secara misterius.
Kedua orang itu menikmati hubungan saling menguntungkan yang sempurna.
Operasi Hari Kiamat sangat pas untuk memenuhi apa yang mereka butuhkan, dan mereka berdua ikut terlibat secara aktif. Mereka sedang melakukan transaksi yang hampir final untuk membeli tanah subur penuh pepohonan seluas sepuluh juta ekar di kawasan hutan tadah-hujan Amazon. Kalau jadi, maka itu akan merupakan transaksi paling menguntungkan yang pernah mereka buat selama ini.
Mereka tentu saja tidak bisa membiarkan apa pun yang sekiranya akan menjadi penghalang.
Bab Tiga Puluh Tiga Hari Ketiga Belas Washington, D.C.
Senat Amerika Serikat sedang bersidang pleno. Senator yunior dari Utah sedang angkat bicara.
?"dan apa yang sedang terjadi atas ekologi kita merupakan hal yang memalukan secara nasional. Sudah waktunya badan yang terhormat ini menyadari bahwa merupakan kewajibannya di bawah sumpah bahwa dia harus melestarikan warisan agung yang dipercayakan oleh leluhur kita. Bukan hanya kewajiban kita di bawah sumpah tapi hak istimewa kita untuk melindungi tanah, udara, dan lautan dari kepentingan-kepentingan tertentu yang dengan egois sedang menghancurkan semuanya itu. Apakah kita sekarang sedang melakukan tugas kita" Apakah kita dengan sepenuh hati sedang melakukan tugas kita sebaik-baiknya" Atau kita membiarkan bisikan kebendaan mempengaruhi
nurani kita?"" Kevin Parker, yang sedang duduk di ruang
tunggu tamu, melibat arlojinya untuk ketiga kalinya dalam lima menit terakhir. Ia bertanya dalam hati berapa lama lagi pidato itu akan memakan waktu. Ia duduk menunggu di situ karena ia akan makan siang dengan sang senator dan ia membutuhkan bantuannya. Kevin Parker senang berjalan-jalan di lorong-lorong pusat kekuasaan itu, berbasa-basi dengan para anggota kongres dan para senator, mengobral hadiah-hadiah untuk memperoleh imbalan dalam bentuk bantuan politis.
Ia dibesarkan dalam keadaan miskin di Eugene, Oregon. Ayahnya seorang pecandu minuman keras yang tadinya memiliki sebuah perusahaan penggergajian kayu kecil. Karena tidak mampu berperan sebagai seorang pengusaha yang baik, ia telah menghancurkan bisnis yang seharusnya sangat menguntungkan itu. Kevin harus bekerja sejak ia berumur empat belas tahun, dan karena ibunya lari dengan laki-laki lain bertahun-tahun sebelum itu, ia sama sekali tidak pernah sempat menikmati kehidupan rumah yang normal. Sebenarnya dengan mudah ia bisa menjadi seorang berandal dan berakhir seperti ayahnya, tapi ia diselamatkan oleh parasnya yang sangat tampan dan sangat menawan. Rambutnya pirang berombak dan lekuk-lekuk wajahnya bagaikan bangsawan, yang mungkin diwarisinya dari leluhurnya yang sudah lama dilupakan. Beberapa warga masyarakat yang terkemuka ?menaruh belas kasihan kepada anak itu, memberinya pekerjaan dan dorongan moril, mencoba membantunya sebaik-baiknya. Orang terkaya di
kota itu, Jeb Goodspell, mempunyai minat khusus untuk membantu Kevin dan memberinya kerja part-time di salah satu perusahaannya. Goodspell yang masih lajang itu sering mengundang Parker muda menemaninya makan malam di rumahnya.
"Kau pasti bisa menjadi orang penting dalam hidup ini," kata Goodspell kepadanya, "tapi kau tak akan bisa mencapai itu tanpa bantuan teman-teman."
"Saya tahu itu, Tuan. Dan saya amat menghargai bantuan Anda. Bekerja pada Anda berarti menyelamatkan jiwa saya."
"Aku bisa membantumu lebih banyak lagi," kata Goodspell. Saat itu mereka berdua sedang duduk di sebuah sofa di ruang duduk, setelah selesai makan malam. Ia merangkul anak laki-laki itu. "Jauh lebih banyak." Ia memijit pundak anak laki-laki itu. "Kau memiliki tubuh yang bagus, kau tahu itu?"
"Terima kasih, Tuan."
"Apakah kau pernah merasa kesepian?"
Ia memang selalu kesepian. "Ya, Tuan."
"Well, kau tak perlu merasa kesepian lagi." Ia mengusap lengan anak laki-laki itu. "Aku juga sering kesepian. Kau perlu seseorang yang memelukmu dan menghiburmu."
"Ya, Tuan." "Pernahkah kau mempunyai pacar?"
"Well, saya pernah berkencan dengan Sue Ellen
sebentar." "Kau tidur dengannya?"
Anak itu kemalu-maluan. "Tidak, Tuan." "Umurmu berapa, Kevin?" "Enam belas. Tuan."
"Itu umur yang penting?saat yang tepat untul mengawali kariermu." Ia mengamati anak itu sebentar. "Kurasa kau akan cocok sekali berkarier di bidang politik."
"Politik" Saya sama sekali buta mengenai itu, Tuan."
"Karena itulah kau perlu bersekolah, belajar. Dan aku akan membantumu." "Terima kasih."
"Ada banyak cara menunjukkan rasa terima kasih kepada seseorang," kata Goodspell. Ia mengusapkan tangannya menelusuri paha anak itu. "Banyak cara." Ia memandang ke mata Parker. "Kau tahu maksudku?"
"Ya, Jeb." Begitulah awal mulanya. Ketika Kevin Parker lulus dari Churchill High School, Goodspell mengirimnya ke Universitas Oregon. Pemuda itu mempelajari ilmu politik, dan Goodspell mengatur supaya anak didiknya itu membentuk bubungan dengan semua orang. Mereka semua terkesan dengan penampilannya yang menarik. Dengan memanfaatkan koneksi-koneksi-nya itu, Parker mendapati bahwa ia bisa menawarkan bantuan kepada orang-orang penting dan menghubungkan seorang dengan yang lain. Menjadi seorang pelobi di Washington merupakan pembuka jalan yang sangat lumrah, dan Parker sangat cocok di bidang itu.
Goodspell meninggal dua tahun sebelum itu, tapi Parker telah mewarisi bakat dan selera pembimbingnya itu. Ia biasa menjemput anak-anak laki-laki dan membawa mereka ke hotel-hotel terpencil di mana ia tidak akan dikenali orang.
Senator dari Utah itu akhirnya sampai juga pada akhir pidatonya, ?"dan saya nyatakan kepada Anda sekarang bahwa kita harus mengesahkan undang-undang ini kalau kita memang ingin menyelamatkan sisa-sisa ekologi kita. Sekarang saya mohon dilakukannya pengambilan suara secara roll-call"
Syukurlah, sidang yang sangat lama ini sudah hampir selesai. Kevin Parker membayangkan malam yang menantinya, dan ia mulai merasa hasratnya tergugah. Malam sebelumnya, ia berjumpa dengan seorang pemuda di Danny"s P Street Station, sebuah bar kaum gay yang terkenal. Sayang sekali, pemuda itu bersama partnernya. Tapi mereka berdua saling bermain mata sepanjang malam itu, dan sebelum ia meninggalkan tempat tersebut, Parker menulis sebuah memo dan menyelipkannya ke tangan si pemuda. Pesannya hanya, "Besok malam." Pemuda itu tersenyum dan menganggukkan kepala.
Kevin Parker bergegas mengenakan pakaiannya untuk pergi keluar rumah. Ia bermaksud sudah
q sampai di bar itu sebelum si pemuda tiba. Pemuda itu sangat menawan, dan Parker tidak ingin orang lain mendahuluinya mendapatkannya. Bel pintu depan berdering. Stolon. Parker membuka pintu.
Seorang tak dikenal berdiri di situ. "Kevin Parker?"
"Ya?" "Nama saya Bellamy. Saya ingin berbicara dengan Anda sebentar saja."
Parker berkata dengan tidak sabar, "Anda harus membuat perjanjian terlebih dahulu dengan sekretaris saya. Saya tidak membicarakan bisnis setelah jam kerja."
"Ini bukan bisnis, Mr. Parker. Ini ada hubungannya dengan kunjungan Anda ke Swiss dua minggu yang lalu."
"Kunjungan saya ke Swiss" Mengapa itu?"
"Dinas saya tertarik kepada beberapa orang yang mungkin Anda jumpai di sana." Robert mengacungkan kartu identitas CIA tembakan itu.
Kevin Parker dengan saksama mengamati orang tak dikenal itu. CIA ini kira-kira maunya apa" Mereka sungguh paling getol mencampuri urusan orang. Apakah aku sudah cukup melindungi diriku"
Tak ada gunanya menentang kehendak orang ini. Ia tersenyum. "Silakan masuk. Saya ada janji dan sudah hampir terlambat, tapi Anda bilang tadi tidak akan lama, bukan?"
"Tidak, sir. Saya dengar Anda ikut tur bus ke luar kota Zurich?"
0, jadi itulah yang menarik minatnya. Masalah piring terbang itu. Benda paling terkutuk yang pernah dilihatnya. "Anda ingin tahu tentang UFO itu, bukan" Well, saya katakan saja pada Anda, itu adalah pengalaman yang sangat ganjil."
"Pasti begitu, tapi terus terang saja, dinas kami tidak percaya bahwa piring terbang itu benar ada. Saya berada di sini untuk mencari tahu mengenai para penumpang rekan Anda di bus itu."
Parker terheran-heran. "Oh. Well, saya kira saya tidak bisa membantu Anda dalam hal itu. Mereka semuanya tak saya kenal."
"Saya mengerti itu, Mr. Parker," kata Robert dengan sabar, "tapi pasti Anda ingat sesuatu tentang mereka."
Parker mengangkat bahu. "Well, sedikit sekali" saya ingat saya bertukar kata dengan orang Inggris yang memotret kami." Leslie Mothershed. "Siapa lagi?" "Oh, ya. Saya berbasa-basi sedikit dengan gadis Rusia itu. Ia nampaknya menyenangkan. Saya kira dia seorang pustakawati di suatu kota."
Olga Romanchanko. "Bagus sekali. Bisakah Anda mengingat yang lainnya lagi, Mr. Parker?"
"Tidak, saya kira cuma itu" oh, ada dua orang lagi. Yang satu adalah orang Amerika, dari Texas."
Dan Wayne. "Dan yang satu lagi?"
"Dia seorang Hungaria. Dia pemilik sebuah usaha pasar malam atau sirkus atau yang semacam itu di Hungaria." Ia ingat. "Usaha pasar malam."
"Anda yakin mengenai itu, Mr. Parker?"
"Oh, ya. Dia menceritakan kepada saya beberapa cerita mengenai bisnis pasar malam. Dia sangat terkesan melihat UFO itu. Saya kira, seandainya itu mungkin, dia akan menggunakan UFO sebagai show tambahan di pasar malamnya. Harus saya akui, itu pemandangan yang menakjubkan. Seharusnya sudah saya laporkan itu, tapi saya tidak mau disamakan dengan orang-orang aneh yang mengaku pernah melihat piring terbang."
"Apakah dia menyebutkan namanya?"
"Ya, tapi itu sebuah nama asing yang sangat sulit dilafalkan. Saya kira saya tidak bisa mengingatnya lagi."
"Apakah Anda ingat bal lain tentang dia?"
"Hanya bahwa dia tergesa-gesa ingin segera kembali ke pasar malamnya." Ia melihat arlojinya. "Apakah masih ada yang bisa saya bantu" Saya sudah terlambat"
"Tidak, terima kasih, Mr. Parker. Anda sangat membantu." "
"Saya ikut senang." Ia tersenyum manis kepada Robert "Anda harus mampir ke kantor saya suatu saat nanti. Kita akan mengobrol lagi." "Tentu, pasti."
Jadi, sudah hampir selesai, pikir Robert. Mereka boleh mengambil pekerjaanku dan membuangnya. Sudah waktunya aku membenahi hidupku yang kacau ini dan memulai semuanya dari awal lagi.
Robert menelepon Jenderal Hilliard. "Saya hampir menunaikan seluruh tugas saya, Jenderal. Saya menemukan Kevin Parker. Ia seorang pelobi di Washington, D.C. Sekarang saya berangkat untuk melacak penumpang yang terakhir."
"Saya sangat senang," kata Jenderal Hilliard. "Anda telah melakukan tugas dengan sangat baik, Letnan. Telepon saya lagi sesegera mungkin."
"Ya, sir." PESAN KILAT ULTRA TOP SECRET NSA KEPADA WAKIL DIREKTUR CIA PRIBADI KOPI SATU DARI (SATU) KOPI PERIHAL : OPERASI HARI KIAMAT 9. KEVIN PARKER?WASHINGTON, D.C. PESAN DITUTUP
Ketika Kevin Parker tiba di Danny"s P Street Station, ia mendapati bahwa bar itu lebih penuh daripada malam sebelumnya. Pria-pria yang lebih berumur mengenakan pakaian yang lebih konservatif, sedangkan sebagian besar pemudanya mengenakan Levi"s, blazer, dan sepatu bot. Ada beberapa yang berpakaian menyimpang dari yang lain, yaitu dari bahan kulit hitam, dan Parker berpendapat bahwa bahan itu sangat tidak enak dipandang. Semua yang kasar itu berbahaya, dan ia tidak pernah mau terlibat dengan tingkah laku yang aneh-aneh seperti itu. Bersikap hati-hati, itulah yang menjadi moltonya selalu. Bersikap had-hati Pemuda tampan itu belum datang, tapi Parker memang tidak mengharapkan itu. Ia akan datang sebentar lagi, tampan dan masih segar, pada saat yang lainnya di bar itu sudah capek dan berkeringat Kevin Parker menghampiri bar, memesan minuman, dan memandang ke sekelilingnya. Pesawat-pesawat televisi di dinding menayangkan siaran stasiun MTV. Danny"s adalah sebuah bar jenis S-and-M?stand and model. Pria-pria yang lebih muda mengambil pose-pose yang menampilkan diri mereka sebaik mungkin, sedangkan yang lebih berumur?si pembeli?akan mengamati mereka dan menentukan pilihan. Bar-bar S-and-M ini adalah yang paling berkelas. Tidak pernah terjadi perkelahian di antara mereka, karena kebanyakan pelanggan bergigi palsu, dan mereka tidak menghendaki gigi itu copot dalam perkelahian.
Kevin Parker melihat bahwa kebanyakan pelanggan sudah memilih partner masing-masing. Ia mendengarkan percakapan yang sedang berlangsung di sekitarnya. Ia heran sendiri bahwa percakapan itu selalu saja sama, apakah itu terjadi di bar kulit, bar dansa, bar video, atau klub-klub underground yang mengganti lokasi setiap minggu. Ada sejumlah istilah khusus. "Sang ratu itu sebenarnya bukan apa-apa. Dia pikir dia itu Miss Thing?" "Dia meninggalkan aku tanpa alasan. Dia menjadi begitu marah. Bicara tentang kepekaan?" "Kau main atas atau main bawah?"
"Main atas". Aku yang memberi perintah, Yang," menjentikkan jari.
"Bagus. Aku senang menerima perintah"."
"Dia tidak menghargai aku". Cuma berdiri saja dan mengkritik terus berat badanku, kulitku, kelakuanku. Kubilang saja padanya, "Mary, kita putus." Tapi itu menyakitkan. Karena itulah aku di sini sekarang" mencoba melupakannya. Boleh aku minta minumnya lagi?""
Pada jam satu malam, barulah pemuda itu masuk, la melihat ke sekelilingnya, bertemu pandang dengan Parker, lalu menghampirinya. Pemuda itu bahkan lebih cantik dari yang diingat Parker.
"Selamat malam."
"Selamat malam. Sori saya terlambat datang." "Tidak apa-apa. Saya tidak keberatan menunggu."
Pemuda itu mengeluarkan sebatang rokok dan menunggu sampai pria yang lebih tua itu menyalakannya untuknya.
"Aku terus memikirkah kau," kata Parker.
"O, ya?" Bulu mata pemuda itu luar biasa lentiknya. "Ya. Boleh kupesankan kau minuman?" "Kalau itu menyenangkan hatimu." Parker tersenyum. "Kau mau membuat hatiku senang?"
Pemuda itu menatap matanya dalam-dalam dan berkata pelan, "Kurasa begitu."
"Aku melihat pria yang bersamamu tadi malam, la tidak cocok buatmu."
"Dan kau cocok buat aku?" "Mungkin. Bagaimana kalau kita pastikan" Ka mau jalan-jalan sedikit?" "Usul yang bagus."
Parker mulai terangsang. "Aku tahu suatu tem pat yang nyaman di mana kita bisa sendiri." "Baik. Minumnya nanti saja." Pada waktu mereka sedang berjalan ke pintu depan, pintu itu tiba-tiba terbuka dan dua pria muda bertubuh besar masuk ke bar itu. Mereka melangkah ke depan si pemuda, menghalangi jalannya. "Nah ini dia, kau anak jadah. Mana utangmu kepadaku?"
Pemuda itu memandangnya dengan kebingungan. "Aku tidak tahu kau ini bicara apa. Aku belum pernah bertemu denganmu sebe?"
"Jangan macam-macam kau." Pria itu menarik pundaknya dan mendorongnya keluar ke jalanan.
Parker berdiri di situ dengan marah. Ia tergoda untuk ikut campur, tapi ia tidak ingin terlibat dalam apa saja yang bisa menjadi skandal. Ia tetap diam menunggu, menyaksikan pemuda itu lenyap dalam kegelapan malam.
Pria yang kedua tersenyum kepada Kevin Parker dengan simpatik. "Kau seharusnya memilih teman kencan dengan lebih hati-hati. Dia hanya akan membuat masalah saja."
Parker memandang pria yang berbicara kepadanya itu dengan lebih saksama. Dia berambut pirang dan sangat menawan, dengan bentuk tubuh yang nyaris sempurna. Parker merasa bahwa
f ma|am itu mungkin belum merupakan kegagalan
i j total baginya. "Kau mungkin benar," katanya.
"Kita tidak pernah tahu ke mana nasib membawa kita, bukan?" Ia sedang menatap ke mata Parker.
"Tidak, memang tidak. Namaku Tom. Siapa namamu?" "Paul."
"Bagaimana kalau kupesankan kau minuman,
Paul?" Terima kasih."
"Kau punya acara khusus malam ini?" "Itu terserah padamu."
"Bagaimana kalau kaulewatkan malam ini bersamaku?" "Kelihatannya menyenangkan." "Berapa?"
"Aku suka kau. Buat kau, dua ratus saja." "Itu cukup pantas."
"Memang. Kau tidak akan menyesal."
Tiga puluh menit kemudian, Paul membawa Kevin Parker ke sebuah bangunan apartemen lama di Jefferson Street, Mereka berdua menuju lantai tiga dan masuk ke sebuah kamar. Parker memandang ke sekelilingnya. "Tidak terlalu memadai, ya" Hotel lebih enak."
Paul menyeringai. "Tapi di sini lebih sepi. L
agi pula, kita kan cuma perlu tempat tidur?"
"Kau benar. Bagaimana kalau kautanggalkan pakaianmu" Aku ingin lihat apa yang kubeli."
"Tentu." Paul mulai menanggalkan pakaiannya. Body-nya memang istimewa.
Parker mengamatinya, dan merasakan hasratnya mulai bangkit
"Sekarang giliranmu," Paul berbisik. "Cepatlah aku menginginkanmu."
"Aku menginginkanmu juga, Mary." Parker mulai melepaskan pakaiannya.
"Kau suka apa?" tanya Paul. "Lips atau hipsV
"Kita main cocktail saja. Maafkan istilahku. Kita punya waktu seluruh malam ini."
"Baik. Aku mau ke kamar mandi dulu," kata Paul. "Aku akan segera kembali."
Parker berbaring di tempat tidur, telanjang, membayangkan kenikmatan luar biasa yang segera akan dialaminya. Ia mendengar partnernya keluar dari kamar mandi dan menghampiri tempat tidur.
Ia mengulurkan kedua tangannya. "Mari sini, Paul," katanya.
"Ini aku datang"
Dan Parker merasakan kesakitan yang luar biasa ketika sebilah pisau menyayat dadanya. Matanya terbelalak. Ia menengadahkan kepalanya, terengah-engah. "Ya Tuhan, apa?""
Paul sedang mengenakan pakaiannya. "Jangan pikirkan tentang uangnya," katanya.
PESAN KILAT ULTRA TOP SECRET CIA KEPADA WAKIL DIREKTUR NSA PRIBADI KOPI SATU DARI (SATU) KOPI PERIHAL : OPERASI HARI KIAMAT
9. KEVIN PARKER?WASHINGTON, D.C?DIAKHIRI PESAN DITUTUP
Robert Bellamy tidak sempat melihat buletin berita karena ia sudah berada di pesawat yang membawanya ke Hungaria untuk menemukan laki-laki yang memiliki usaha pasar malam.
Bab Tiga Puluh Empat Hari Keempat Belas Budapest
Penerbangan dari Paris menuju Budapest dengan Malev Airlines memakan waktu dua jam lima menit Robert tidak tahu apa-apa tentang Hungaria, kecuali bahwa negeri itu selama Perang Dunia II menjadi salah satu anggota kelompok Axis, dan kemudian menjadi satelit Rusia. Robert menumpang bus bandara ke pusat kota Budapest, dan ia terkesan dengan pemandangan kota itu.
Bangunan-bangunannya kuno dan arsitekturnya klasik. Gedung Parlemen yang terletak di Rudolph Quay sangat besar dan bergaya Neo-Gotik, amat" mencolok. Jauh di atas kota itu di atas Castle Hill terletak Royal Palace. Jalan-jalan penuh dengan mobil dan orang yang berbelanja.
Bus itu berhenti di depan Hotel Duna Intercontinental. Robert berjalan memasuki lobi dan menghampiri bagian informasi.
"Maaf kata Robert, "Anda berbicara bahasa
Inggris?" "Igan. Ya. Apa yang bisa saya lakukan buat
Anda?" "Seorang teman saya berada di Budapest beberapa hari yang lalu, dan dia bercerita kepada saya bahwa dia telah menyaksikan sebuah pasar malam yang bagus. Saya pikir mumpung saya masih berada di kota ini, saya ingin melihatnya. Bisakah Anda memberitahukan di mana tempatnya?"
Petugas bagian informasi itu mengerutkan dahinya. "Pasar malam?" Ia mengeluarkan selembar kertas dan menelitinya. "Coba saya lihat Di Budapest saat ini, kami punya opera, sejumlah pertunjukan teater, balet, tur keliling kota siang atau malam, tur-tur ke luar kota?" Ia mendongakkan kepalanya. "Maafkan saya. Tidak ada pasar malam."
"Anda yakin itu?"
Sang petugas memberikan daftar itu kepada Robert "Anda lihat sendiri saja." Daftar itu ditulis dalam bahasa Hungaria.
Robert mengembalikannya. "Baiklah. Apa ada orang di sini yang bisa saya ajak berbicara tentang ini?"
Petugas itu berkata, "Kementerian Kebudayaan barangkali akan bisa membantu Anda."
Tiga puluh menit kemudian, Robert berbicara dengan seorang petugas di kantor Kementerian Kebudayaan.
"Tidak ada pasar malam di Budapest Anda yakin teman Anda itu menontonnya di Hungaria?"
?Ya." Tapi dia tidak mengatakan di mana?" "Tidak."
"Maafkan saya. Saya tidak dapat membanti Anda/ Petugas itu menjadi kurang sabar. "Kalau tidak ada yang lain lagi?"
"Tidak." Robert bangkit dari duduknya. "Terima kasih." Ia ragu sejenak. "Saya punya satu pertanyaan lagi. Seandainya saya ingin membawa masuk suatu sirkus atau usaha pasar malam ke Hungaria, apakah saya harus meminta izin dahulu?" "Tentu."
"Di mana saya akan mendapatkannya?" "Di Kantor Urusan Perizinan di Budapest,"
Gedung urusan perizinan itu terletak di Buda dekat dengan tembok kota abad pertengahan. Robert harus menunggu tiga puluh menit sebelum ia diantarkan ke kantor yang dipimpin oleh seorang pejabat yang angkuh dan sangat dingin sikapnya.
"Bisa saya bantu?"
Robert tersenyum. "Saya harap begitu. Maaf saya mengganggu Anda dengan urusan yang seremeh ini, tapi saya di sini bersama putra saya yang masih kecil, dan ia mendengar bahwa ada pasar malam yang main di suatu tempat di Hungaria ini, dan saya telah berjanji untuk membawanya menontonnya. Anda tabu sendiri bagaimana anak" anak kalau sudah ada maunya."
Pejabat itu menatap Robert, heran. "Anda bertemu saya untuk membicarakan apa?"
"Well, terus terang saja, kelihatannya tak ada orang yang tahu di mana pasar malam itu diadakan, dan Hungaria begitu besar dan begitu indah" Well, saya diberitahu bahwa kalau ada orang yang tahu apa yang terjadi di negeri ini, maka orang itu adalah Anda."
Pejabat itu mengangguk. "Ya. Tak ada keramaian seperti itu yang boleh dijalankan tanpa izin." Ia lalu menekan sebuah tombol, dan seorang sekretaris masuk. Mereka berbicara dengan cepat dalam bahasa Hungaria. Sekretaris itu berlalu dan kembali lagi dua menit kemudian dengan membawa sejumlah kertas. Ia memberikannya kepada atasannya. Pejabat itu menelitinya dan berkata kepada Robert, "Dalam tiga bulan terakhir ini, kami telah mengeluarkan dua surat izin untuk usaha pasar malam. Yang satu telah ditutup sebulan yang lalu." "Dan satunya lagi?"
"Satunya lagi saat ini sedang diadakan di So-pron. Sebuah kota kecil dekat perbatasan Jerman."
"Anda punya nama pemiliknya?"
Sang pejabat melihat kembali ke kertas itu. "Bushfekete. Laslo Bushfekete."
Laslo Bushfekete sedang menikmati salah satu hari yang paling menyenangkan dalam hidupnya. Sangat sedikit orang yang cukup beruntung untuk melewatkan hidup mereka dengan melakukan apa yang mereka inginkan, dan Laslo Bushfekete adalah salah satu dari yang beruntung itu. Bushfekete seorang pria berperawakan sangat besar dengan
tinggi enam kaki empat inci dan berat tiga ratus pound. Ia memakai arloji yang bertatahkan berlian, cincin berlian, dan sebuah gelang emas yang besar. Ayahnya pemilik sebuah pasar malam kecil, dan ketika ia meninggal dunia, putranya melanjutkan usaha itu. Itu adalah satu-satunya cara hidup yang diketahuinya.
Laslo Bushfekete suka bermimpi yang muluk-muluk. Ia ingin meluaskan usaha pasar malamnya yang kecil itu menjadi yang paling besar dan paling bagus di seluruh Eropa. Ia ingin menjadi terkenal sebagai P.T. Barnum-nya usaha pasar malam Tapi saat ini, ia hanya mampu mempertunjukkan atraksi-atraksi tambahan biasa: Wanita Gemuk dan Pria Bertato, si Kembar Siam dan Mumi Berumur Seribu Tahun, "yang digali dari makam raja-raja Mesir kuno". Lalu ada juga si Penelan Pedang dan si Pemakan Api, dan si Pemikat Ular yang mungil itu, Marika. Tapi semuanya ini adalah atraksi umum yang juga dimiliki oleh pasar malam keliling lainnya.
Kini, dalam sekejap semua ini akan segera berubah. Impian Laslo Bushfekete akan segera terwujud.
Ia berkunjung ke Swiss untuk mewawancarai seorang tukang sulap yang ahli dalam meloloskan diri. Piece de resistance atau daya tarik dari seni meloloskan diri ini adalah si pelakunya ditutup matanya, diikat tangannya, dikunci dalam sebuah peti kecil, lalu dikunci lagi dalam peti yang lebih besar, dan akhirnya ditenggelamkan dalam sebuah
bak air. Lewat telepon kedengarannya cukup fantastis, tapi ketika Bushfekete terbang ke Swiss untuk meninjaunya, ia mendapati bahwa ada satu masalah yang sulit diatasi: Tukang sulap itu membutuhkan waktu tiga puluh menit untuk bisa lolos dari semua itu. Tidak ada penonton di dunia ini yang mau menatap ke sebuah peti di dalam bak air selama tiga puluh menit. "
Nampaknya perjalanan itu sudah gagal total. Laslo Bushfekete memutuskan untuk ikut tur guna menghabiskan waktunya selama menunggu jam berangkat pesawatnya. Ternyata tur itu telah mengubah kehidupannya.
Seperti rekan-rekan penumpang sebusnya, Bushfekete juga melihat Jedakan itu dan berlari-lari melintasi lapangan untuk membantu menyelamatkan penumpang dari apa yang mereka kira kecelakaan pesawat itu. Tapi adegan yang disaksikannya sangat luar biasa. Tak ada keraguan lagi bahwa itu memang sebuah piring terbang dan bahwa di dalamnya ada dua jasad kecil yang sangat aneh bentuknya. Penumpang-penumpang lain berdiri di situ menatap sambil ternganga. Laslo Bushfekete berjalan berkeliling untuk mengetahui bagaimana UFO itu sebenarnya, dan kemudian ia berhenti, tertegun. Sekitar sepuluh kaki di belakang reruntuhan pesawat itu, tergeletak di tanah dan tidak nampak oleh para turis lainnya, adalah sepotong tangan yang lepas dari tubuhnya dengan enam jari dan dua ibu jari yang saling berhadapan. Tanpa perlu berpikir sedikit pun, Bushfekete mengeluarkan saputangannya, memungut tangan itu, dan memasukkannya ke dalam tas serba gunanya. Jantungnya berdebar keras. Kini ia memiliki sebuah tangan asli dari makhluk angkasa luar! Mulai saat ini lupakan saja itu Wanita Gemuk, Pria Bertato, Penelan Pedang, dan Pemakan Api, pikirnya. "Mari maju ke sini. Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya, untuk menyaksikan sensasi paling dahsyat dalam hidup Anda. Apa yang akan Anda saksikan ini adalah pemandangan yang belum pernah dilihat manusia sebelum ini. Anda akan menyaksikan salah satu benda paling luar biasa di jagat raya ini. Ini bukan binatang. Ini bukan sayur-mayur. Ini bukan mineral. Apakah ini" Bagian dari jasad seorang makhluk angkasa luar" makhluk dari planet lain". Ini bukan fiksi ilmiah, Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya, ini adalah benda nyata". Dengan uang lima ratus forint saja, Anda bisa difoto bersama,"*
Dan itu mengingatkannya akan sesuatu. Ia berharap bahwa fotografer yang berada di tempat kejadian itu tidak lupa mengirimkan foto yang dijanjikannya. Ia akan membesarkan foto itu dan memasangnya di sebelah benda tersebut. Itu akan menjadi pelengkap yang bagus dari pertunjukan* nya. Showmanship. Hidup ini hanya berkisar di sekitar prinsip itu. Showmanship.
Ia sudah tidak sabar ingin, segera kembali ke
Hungaria dan mewujudkan impiannya yang hebat
itu. Ketika ia tiba di rumah dan membuka bung"
kusan saputangannya, dilihatnya tangan itu mengerut dan mengering. Tapi ketika Bushfekete membersihkan kotorannya dengan air, secara menakjubkan tangan itu pulih kembali kesegarannya.
Bushfekete menyembunyikan tangan itu di tempat yang aman dan telah memesan sebuah kotak kaca yang bagus dengan alat pelembap yang dipasang di dalamnya. Setelah ia selesai mempertunjukkannya di pasar malamnya, ia merencanakan untuk melakukan perjalanan ke seluruh Eropa. Ke seluruh dunia. Ia akan membuat pertunjukan di museum-museum. Ia akan membuat pertunjukan khusus di depan para ilmuwan; barangkali, bahkan di depan para kepala negara. Dan ia akan minta mereka semua membayar. Rezeki luar biasa yang menantinya itu seakan tidak ada batasnya.
Ia tidak menceritakan kepada siapa pun tentang keberuntungannya ini, bahkan juga tidak kepada kekasihnya, Marika, penari mungil yang mengendalikan kobra dan puff adder, dua jenis binatang melata yang paling berbahaya. Tentu saja, kantong-kantong bisanya telah diambil, tapi penonton tidak tahu itu karena Bushfekete juga mempunyai kobra yang masih utuh kantong bisanya. Ia memamerkan ular itu gratis kepada khalayak, yang menyaksikan binatang itu membunuh tikus-tikus. Tidak mengherankan kalau penonton sangat terkesan menyaksikan Marika yang cantik itu membiarkan ular-ular piaraannya menyusuri tubuhnya yang seksi dan setengah telanjang. Dua atau tiga kali seminggu, Marika berkunjung ke tenda Laslo
Bushfekete dan merayap di atas tubuhnya dengan lidah keluar-masuk seperti binatang-binatang piaraannya. Mereka baru saja bercinta malam sebelumnya, dan Bushfekete masih lelah akibat permainan senam Marika yang menakjubkan. Permenungannya terputus oleh kedatangan seorang tamu. "Mr. Bushfekete?"
"Sayalah orangnya. Apa yang bisa saya bantu?" "Saya mendengar Anda berada di Swiss minggu yang lata."
Bushfekete langsung waspada. Apakah ada orang yang melihatku memungut tangan itu" "Ada" ada apa dengan itu?"
"Anda ikut tur dengan bus hari Minggu yang lalu?"
Bushfekete menjawab dengan hati-hati, "Ya." Robert Bellamy merasa lega. Sudah tuntas sekarang. Ini adalah saksi mata terakhir. Ia telah mengemban sebuah misi yang tidak masuk akal, dan ia telah melaksanakannya dengan baik. Melaksanakannya dengan sangat baik, kalau boleh kukatakan pada diri sendiri. "Kami sama sekali tidak tahu sekarang mereka berada di mana. Atau mereka itu siapa." Dan ia telah menemukan mereka semuanya. Ia merasa seakan sebuah beban yang sangat berat telah disingkirkan dari pundaknya. Ia bebas sekarang. Bebas untuk pulang ke rumah dan memulai hidup baru.
"Ada apa dengan tur saya itu, mister?" "Ita tidak penting," Robert Bellamy meyakinkannya. Dan memang tidak, tidak lagi. "Saya tad"
nya ingin tahu tentang rekan-rekan sebus Anda, Mr. Bushfekete, tapi sekarang saya rasa saya telah memperoleh semua informasi yang saya perlukan"
jadi?" "0h\ tak ada masalah, saya bisa menceritakan tentang mereka semua," Laslo Bushfekete berkata. "Ada seorang pastor Italia dari Orvieto, Italia; seorang Jerman?saya rasa dia itu seorang dosen ilmu kimia dari Munich; seorang gadis Rusia yang bekerja di perpustakaan di Kiev; seorang pemilik ranch dari Waco, Texas; seorang bankir Kanada dari Territories" dan seorang pelobi bernama Parker dari Washington, D.C."
Astaga, pikir Robert. Seandainya aku dapat menjumpainya lebih dulu, aku bisa menghemat banyak waktu. Orang ini luar biasa. Dia ingat mereka semuanya. "Anda mempunyai daya ingat yang kuat," kata Robert.
"Yeah." Bushfekete tersenyum. "Oh, dan masih ada wanita yang satunya." "Wanita Rusia itu."
"Bukan, bukan, wanita yang lain lagi. Yang jangkung, kurus, dan mengenakan pakaian putih."
Robert berpikir sebentar. Penumpang-penumpang lainnya tidak ada yang menyebutkan tentang wanita kedua ini. "Saya kira Anda keliru."
"Tidak, tidak mungkin," Bushfekete bersikeras. "Ada dua wanita di sana."
Robert menghitung dalam hati. Jumlahnya tidak cocok. "Wanita itu tidak mungkin ada." Bushfekete merasa diremehkan. "Ketika fotografer itu memotret kami semua di depan UFO dia berdiri tepat di sebelah saya. Dia benar-benar cantik." Ia menghentikan bicaranya sebentar. "Anehnya, saya tidak ingat melihat dia di dalam bus. Barangkali dia duduk di belakang atau di mana. Saya ingat dia nampak agak pucat Saya agak kuatir mengenai dia saat itu."
Robert mengerutkan dahi. "Ketika Anda semua kembali ke bus lagi, apakah dia ada?"
"Baru sekarang saya ingat bahwa saya tidak melihatnya lagi setelah itu. Saya begitu tercekam oleh UFO itu sehingga saya tidak terlalu memperhatikan."
Ada sesuatu di sini yang tidak cocok. Apakah mungkin ada sebelas saksi mata dan bukan hanya sepuluh" Aku harus menyelidikinya, pikir Robert. "Terima kasih, Mr. Bushfekete," katanya.
"Terima kasih kembali."
"Semoga Anda beruntung."
Bushfekete menyeringai. "Terima kasih." Ia tidak memerlukan keberuntungan. Sudah tidak.lagi. Karena ia memiliki sebuah tangan milik makhluk luar angkasa asli.
Malam itu Robert Bellamy menyampaikan laporannya yang terakhir kepada Jenderal Hilliard. "Namanya saya dapatkan. Laslo Bushfekete. Ia mengelola sebuah pasar malam di luar kota Sopran, Hungaria."
"Dia saksi mata yang terakhir?"
Robert ragu sejenak. "Ya, sir." Ia hampir saja
menyebutkan penumpang yang kedelapan itu, tapi
ia memutuskan untuk menunggu sampai ia telah memastikannya. Nampaknya sangat tidak mungkin. "Terima kasih, Letnan. Kerja Anda sangat baik."
PESAN KILAT ULTRA TOP SECRET NSA KEPADA WAKIL DIREKTUR HRQ PRIBADI KOPI SATU DARI (SATU) KOPI PERIHAL : OPERASI HARI KIAMAT 10. LASLO BUSHFEKETE?SOPRON PESAN DITUTUP
Mereka tiba di sana pada tengah malam, ketika pasar malam itu sudah tutup. Mereka berlalu dari tempat itu lima belas menit kemudian, dengan tak bersuara seperti waktu mereka datang.
Laslo Bushfekete bermimpi ia sedang berdiri di pintu masuk sebuah tenda besar berwarna putih, menyaksikan penonton yang penuh sesak sedang antre di depan loket untuk membeli tiket yang harganya lima ratus for ini.
"Mari silakan lewat sini, Saudara-saudara. Saksikan bagian tubuh asli makhluk luar angkasa. Bukan gambar, bukan foto, tapi bukti nyata dari makhluk ET yang asli. Hanya lima ratus forint untuk kejutan paling hebat seumur hidup Anda, pemandangan yang tidak akan pernah Anda lupakan."
Kemudian ia berada di tempat tidur denK Marika, dan mereka berdua telanjang, dan ia S merasakan dada Marika menempel di dadanya dan lidahnya terus bermain-main dengan terampil, dan gairahnya semakin menyala sekarang. Ia mencoba memeluknya dan tangannya menyentuh sesuatu yang dingin dan berlendir, dan ia terbangun dan membuka matanya dan menjerit, dan saat itulah kobra itu mematuknya.
Mereka menemukan mayatnya keesokan paginya. Kurungan tempat ular berbisa itu didapati kosong.
PESAN KILAT ULTRA TOP SECRET HRQ KEPADA WAKIL DIREKTUR NSA PRIBADI KOPI SATU DARI (SATU) KOPI PERIHAL : OPERASI HARI KIAMAT 10. LASLO BUSHFEKETE?SOPRON?DIAKHIRI PESAN DITUTUP
Jenderal Hilliard menelepon dengan pesawat berwarna merah. "Janus, saya sudah menerima laporan terakhir dari Letkol Bellamy. Ia telah menemukan saksi mata yang terakhir. Mereka semua sudah dibereskan."
?2*m StkaH-Sa*a akai> menyampaikan ini kepada yang lain. Saya ingin Anda melanjutkan <*? gera dengan sisa rencana kit,-
"Dengan segera."
PESAN KILAT ULTRA TOP SECRET NSA KEPADA PARA WAKIL DIREKTUR: SIFAR, MI6, GRU, CIA, COMSEC, DCI, CGHQ, BFV PRIBADI KOPI SATU DARI (SATU) KOPI PERIHAL : OPERASI HARI KIAMAT 11. LETKOL ROBERT BELLAMY?AKHIRI PESAN DITUTUP
BUKU DUA SANG BURONAN u 9 Bab Tiga Puluh Lima Hari Kelima Belas Robert bellamy menghadapi sebuah dilema. Apakah mungkin ada sebelas saksi mata" Dam seandainya benar, mengapa yang lain tidak menyebutkannya sebelum ini" Petugas yang menjual tiket telah mengatakan kepadanya bahwa hanya ada tujuh penumpang. Robert merasa yakin bahwa pemilik pasar malam itu telah membuat kekeliruan. Akan mudah untuk mengabaikannya saja, menganggap itu suatu kekeliruan, tapi pendidikan yang telah dijalani Robert tidak bisa mentolerir itu. Disiplin sudah begitu kuat tertanam dalam dirinya. Cerita Bushfekete harus diselidiki kebenarannya. Bagaimana" Robert merenungkan hal itu. Hans Beckerman. Sopir bus itu pasti tahu.
Ia menelepon ke Sunshine Tours. Kantornya sudah tutup. Di daftar telepon Knppel, nama Hans Beckerman tidak tercatat Aku harus kembali lagi b Swiss dan membereskan masalah ini, pikir
Robert Aku tidak boleh membiarkan hal-hal w belum tuntas.
Hari sudah malam ketika Robert tiba di Zurich. Udara terasa dingin dan bersih, dan bulan sedang purnama. Robert menyewa sebuah mobil dan mengendarainya melalui jalan yang kini dikenalnya menuju desa kecil Kappel. Ia meluncur lewat gereja dan berhenti di depan rumah Hans Beckerman, merasa yakin bahwa usahanya memburu saksi kesebelas akan sia-sia saja. Rumah itu gelap. Robert mengetuk pintunya dan menunggu. Ia mengetuk lagi sambil menggigil diterpa udara malam yang dingin.
Mrs. Beckerman akhirnya membukakan pintu itu. Ia mengenakan jubah flanel yang sudah kusam warnanya. mBitteT
"Mrs. Beckerman, apakah Anda masih ingat kepada saya" Saya reporter yang menulis artikel tentang Hans. Saya minta maaf mengganggu Anda malam-malam begini, tapi ini sangat penting?saya harus berbicara dengan suami Anda."
Kata-katanya disambut dengan diam seribu bahasa. "Mrs. Beckerman?"
"Hans sudah meninggal."
Robert merasa sedikit terguncang mendengar itu. "Apa?"
"Suami saya sudah meninggal."
"Saya" saya turut berdukacita. Bagaimana me-j ninggalnya?" I
"Mobilnya terjungkir di lereng necunimiwin." f
" f Suaranya mengandung kepahitan yang mendalam. "Polisi-polisi dummkopf itu mengatakan bahwa tubuhnya penuh dengan obat bius."
"Obat bius?" "Tukak lambung. Dokter bahkan tidak bisa memberi saya obat untuk meringankan rasa sakitnya. Saya alergi terhadap semua obat itu."
"Polisi mengatakan itu kecelakaan?" "Ja." "
"Apakah mereka melakukan autopsi?" "Ya, dan mereka menemukan obat bius. Tidak masuk akal."
Robert tidak tahu harus mengatakan apa. "Saya sangat menyesal, Mrs. Beckerman. Saya?"
Pintu ditutup, dan Robert berdiri di situ seorang diri di malam yang dingin itu.
Satu saksi mata telah lenyap. Bukan?dua. Leslie Mothershed mati karma kebakaran. Robert berdiri di situ berpikir keras cukup lama. Dua saksi mata telah mati. Masih terngiang di teli* nganya apa yang dikatakan instrukturnya di Farm: "Ada satu hal lagi yang perlu saya bicarakan hari mu Kebetulan. Dalam pekerjaan kita ini, tidak ada binatang dengan nama seperti itu. Biasanya itu mengisyaratkan bahaya. Kalau Anda terus-terusan berjumpa dengan orang yang sama, atau Anda berulang kali memergoki mobil yang sama pada saat Anda sedang menjalankan aksi, lindungi diri Anda. Anda barangkali berada dalam kesulitan*
"Barangkali dalam kesulitan." Sekarang perasaan Robert menjadi sangat kacau. Apa yang telah
terjadi mungkin saja memang suatu kebetulan, ta pi~ Aku harus menyelidiki penumpang rnisteriu. itu,
" Teleponnya yang pertama adalah ke Fort Smith, Kanada. Suara sedih seorang wanita menerima telepon itu. "Ya?"
"Bisa saya bicara dengan William Mann?"
Suara itu menjawab sambil menangis, "Maafkan saya. Suami saya" sudah tiada."
"Saya tidak mengerti"
"la bunuh dai."
Bunuh diri" Bankir yang berkemauan keras itu" Apa yang sebenarnya sedang terjadi" Robert bertanya-tanya. Yang dipikirkannya tidak dapat dipercayainya sendiri, tapi" Ia mulai merslepon ke mana-mana.
"Tolong sambungkan dengan Profesor Schmidt" "Achf Profesor tewas karena ledakan yang ter-? jadi di laboratoriumnya"."
"Saya ingin bicara dengan Dan Wayne."
"Orang yang malang. Kuda jantan yang dibanggakannya itu menendangnya hingga tewas minggu " yang?" |
"Tolong sambungkan dengan Laslo Bushfekete." "Pasar malam sudah tutup. Laslo meninggal"."
"Tolong sambungkan dengan Fritz Mandel." "Fritz"Mandel terbunuh dalam suatu kecelakaan aneh"."
Robert benar-benar panik sekarang. "Olga Romanchanko."
"Gadis yang malang. Dan ia masih begitu muda"."
"Saya menelepon untuk menanyakan tentang Father Patrini."


Konspirasi Hari Kiamat The Doomsday Conspiracy Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Orang tua yang malang itu meninggal dalam tidurnya."
"Saya harus berbicara dengan Kevin Parker." "Kevin baru saja dibunuh"."
Mari. Semua saksi mata itu sudah mati Dan dialah yang menemukan dan mengidentifikasi mereka. Mengapa ia tidak tahu tentang apa yang sedang berlangsung" Karena bajingan-bajingan itu menunggu sampai ia keluar dari setiap negara tersebut sebelum menghabisi korban-korbannya. Satu-satunya orang yang diiaporinya adalah Jenderal Hilliard. "Kita tidak boleh mengikutsertakan orang lain dalam misi ini". Saya ingin Anda melapor tentang pelaksanaan tugas Anda kepada saya setiap hari."
Mereka telah memanfaatkan dirinya untuk menuding saksi-saksi mata itu. Ada apa di balik
semuanya ini" Otto Schmidt terbunuh di Jerman, Hans Beckerman dan Fritz Mandei di Swiss, Olga Romanchanko di Rusia, Dan Wayne dan Kevin Parker di Amerika, William Mann di Kanada, Leslie Mothersbed di Inggris, Father Patrini di Italia, dan LasJo Bushfekete di Hungaria. Itu artinya dinas-dinas rahasia iebih dari setengah lusin negara telah terlibat dalam operasi terselubung paling besar dalam sejarah. Seseorang yang statusnya sangat tinggi telah memutuskan bahwa semua saksi mata yang hadir saat jatuhnya UFO itu harus mati. Tapi siapa" Dan mengapa"
Ini suatu konspirasi internasional, dan aku berada tepat di tengahnya.
Prioritas: Samarkan dirimu. Sulit bagi Robert untuk percaya bahwa mereka bermaksud membunuhnya. Ia adalah salah satu dari mereka. Tapi sebelum ia tahu dengan pasti, sebaiknya ia tidak mengambil risiko. Hal pertama yang perlu dilakukannya adalah memperoleh paspor palsu. Itu berarti Ricco di Roma. jjjj&g
Robert menumpang pesawat berikut yang ke luar negeri dan ia berjuang mati-matian agar jangan sampai tertidur. Ia tidak menyadari betapa ? lelahnya ia. Tekanan pekerjaan selama lima belas hari yang terakhir ini, ditambah dengan semua jet lag yang dialaminya selama itu, telah menguras habis seluruh tenaganya.
Ia mendarat di Bandara Leonardo da Vinci, dan ketika ia berjalan memasuki terminal, orang per-I
tama yang dilihatnya adalah Susan. Ia berhenti, terkejut. Susan berdiri membelakanginya, dan sesaat, Robert mengira ia keliru. Lalu ia mendengar suara Susan. "Terima kasih. Saya dijemput" Robert beranjak ke sisinya. "Susan?" Susan menoleh, terkejut "Robert! Suatu" suatu kebetulan yang luar biasa! Tapi betul-betul kejutan yang menyenangkan." "Kukira kau ada di Gibraltar," kata Robert. Susan tersenyum dengan rikuh. "Ya. Kami sedang dalam perjalanan ke sana. Monte ada bisnis di sini yang harus diurus lebih dulu. Kami berangkat malam ini. Apa yang kaulakukan di Roma?"
Lari menyelamatkan nyawaku. "Aku sedang menyelesaikan tugas." Ini yang terakhir. Aku sudah berhenti, darling. Kita bisa bersama terus mulai saat ini, dan apa pun tak akan bisa memisahkan kita lagi Tinggalkan Monte dan pulanglah ke rumah bersamaku. Tapi ia tidak sanggup mengucapkan semuanya itu. Ia telah cukup banyak menyusahkan Susan. Ia sekarang sudah bahagia dengan hidupnya yang baru. Biarkan saja, pikir Robert.
Susan mengamatinya. "Kau nampak lelah." Ia tersenyum. "Aku banyak bepergian akhir-akhir ini."
Mereka saling memandang dalam-dalam, dan daya magis itu ternyata masih ada. Hasrat yang menyala, dan kenangan masa lalu, dan derai tawa, dan kerinduan yang mencekam.
Susan menggenggam tangannya dan berkata dengan lembut, "Robert Oh. Robert. Kalau saja ki< ta?"
"Susan?" Dan pada saat itu, seorang pria bertubuh tegap dalam seragam pengemudi menghampiri Susan. "Mobilnya sudah siap, Mrs. Banks." Dan keindahan itu terkoyak kembali.
"Terima kasih." Ia menoleh ke Robert. "Maafkan aku. Aku harus pergi sekarang. Jaga dirimu baik-baik."
Tentu." Ia menyaksikan Susan berlalu. Begitu banyak yang ingin dikatakannya kepada Susan. Hidup ini tidak pandai memilih waktu yang tepat Sangat menyenangkan melihat Susan lagi, tapi ada sesuatu yang merisaukan hatinya. Apa" Tentu saja! Kebetulan. Satu lagi kebetulan.
la naik taksi ke Hotel Hassler.
"Selamat datang kembali, Letnan." Terima kasih."
"Saya akan memanggil bellman untuk mengurus tas-tas Anda."
Tunggu." Robert melihat arlojinya. Jam sepuluh malam. Ia tergoda untuk naik ke lantai atas dan tidur sejenak, tapi ia harus mengurus paspornya lebih dulu.
"Saya belum mau naik ke kamar," kata Robert. "Saya akas senang sekali kalau Anda mau mengirimkan tas-tas saya ke atas." "Pasti, Let."
Ketika Robert sudah akan beranjak pergi, pintu lift terbuka, dan sekelompok Shriner keluar dari situ, tertawa-tawa dan berceloteh. Nampak jelas bahwa mereka baru saja minum. Salah seorang dari mereka, seorang pria gemuk berwajah merah, melambaikan tangannya kepada Robert
"Hai, buddy" hati Anda senang?"
"Bukan main," kata Robert "Bukan main."
Robert berjalan melintasi lobi terus ke tempat mangkat taksi di luar. Ketika ia akan memasuki taksi itu, ia melihat ada sebuah mobil Opel abu-abu yang tidak mencolok diparkir di seberang jalan. Terlalu tidak mencolok. Mobil itu ada di ? antara mobil-mobil besar dan mewah.
"Via Monte Grappa," kata Robert kepada pengemudi taksi. Sepanjang perjalanan, Robert memandang ke luar melalui jendela belakang. Opel abu-abu itu tidak ada. Aku terlalu gugup, pikir Robert. Ketika mereka sampai di Via Monte Grappa, Robert turun di pojok jalan. Ketika ia akan membayar pengemudinya, dengan sudut matanya ia melihat Opel abu-abu itu, setengah blok jauhnya di jalan yang sama, padahal ia berani bersumpah mobil itu tidak membuntutinya tadi. Ia membayar ongkos taksi dan mulai berjalan, menjauhkan diri dari mobil itu, melenggang dengan perlahan, berhenti untuk melihat-lihat etalase toko. Dari bayang-bayang di kaca, ia melihat Opel itu, bergerak pelan di belakangnya. Ketika Robert sampai di sudut jalan berikutnya, ia mendapati bahwa jalan itu satu arah. Ia membelok ke jalan itu,
menentang arus lalu lintas yang padat Opel itu jadi ragu di sudut jalan, lalu berpacu untuk mendahului Robert ke ujung jalan di sebelah sana. Robert berbalik arah dan berjalan balik ke Via Monte Grapna. Opel itu tidak nampak lagi. Robert memanggil taksi. "Via Monticalli."
Bangunan itu sudah tua dan tidak menarik, sisa peninggalan lempo doeloe. Robert sudah pernah mengunjunginya berulang kali dalam berbagai misinya. Ia menurun tiga anak tangga yang menuju basement dan mengetuk pintunya. Sebuah mata mengintip lewat lubang pengintip, dan sebentar kemudian pintu itu dibuka lebar-lebar.
"Roberto!" seorang pria berseru. Ia merangkul-kan lengannya ke Robert "Bagaimana kabarmu, mio amicoV
Yang berbicara itu seorang pria gemuk berusia enam puluhan dengan janggut putih yang tak dicukur, alis tebal, gigi kekuningan, dan dagu berlipat-lipat Ia menutup pintu dan menguncinya.
"Aku baik-baik saja, Ricco."
Ricco tidak mempunyai nama belakang "Bagi orang seperti aku," ia biasa membanggakan diri, "satu nama saja sudah cukup. Seperti Garbo." "Apa yang bisa kulakukan untukmu hari ini, kawanku?"
sobat" "Aku"sedang menangani sebuah kasus," kata Robert, "dan waktuku tidak banyak. Bisakah kau-buatkan aku sebuah paspor?"
Ricco tersenyum. "Apakah Sri Paus itu Katolik?" Ia menghampiri sebuah lemari di sudut dan membukanya dengan kunci. "Kau maunya berasal dari negeri mana?" Ia mengeluarkan scgenggam paspor dengan sampul berbagai warna dan menyeleksinya. "Di sini ada paspor Yunani, Turki, Yugoslavia, Inggris?"
"Amerika," kata Robert
Ricco mengeluarkan sebuah paspor bersampul biru. "Ini dia. Apakah nama Arthur Butterfield kau suka?"
"Hebat," kata Robert.
"Tolong berdiri menempel dinding itu, dan aku akan memotretmu."
Robert menghampiri dinding. Ricco* membuka sebuah laci dan mengambil sebuah kamera Polaroid. Semenit kemudian, Robert sudah bisa melihat fotonya sendiri.
"Aku tidak tersenyum tadi," kata Robert
Ricco memandangnya, heran. "Apa?"
"Aku tidak tersenyum. Potret aku sekali lagi."
Ricco mengangkat bahu. "Baik. Terserah kau saja."
Robert tersenyum saat potret kedua untuk paspornya itu diambil. Ia mengamatinya dan berkata, "Ini lebih baik." Dengan gaya santai ia memasukkan foto yang pertama ke dalam sakunya.
"Sekarang giliran proses high-tech-nya," Ricco
menyatakan. Robert menyaksikan Ricco berjalan menghampiri meja kerja di mana terdapat sebuah mesin laminasi la menaruh foto itu di bagian dalam paspor tersebut.
Robert mendekati sebuah meja yang penuh dengan pena, tinta, dan tetek bengek lainnya dan mengambil sebuah silet dan sebotol kecil lem serta memasukkannya ke dalam saku jasnya.
Ricco sedang mengamati hasil pekerjaan tangannya. "Lumayan," katanya. Ia memberikan paspor itu kepada Robert. "Ongkosnya lima ribu dolar."
Tidak rugi membayar sebegitu/ Robert menyatakan persetujuannya sambil mengeluarkan 10 Jem-bar uang kertas lima ratusan.
"Aku selalu senang berbisnis dengan kalian. Kau tahu bagaimana perasaanku terhadap kalian."
Robert tabu persis bagaimana perasaannya. Ricco seorang pemalsu ulung yang bekerja untuk setengah lusin negara?dan tidak setia kepada satu pun. Ia memasukkan paspor itu ke dalam saku jasnya.
"Semoga sukses, Mr. Butterfield." Ricco "tersenyum. Terima kasih."
Pada saat pintu tertutup dan Robert sudah pergi, Ricco meraih telepon. Informasi selalu bisa dihargai dengan uang oleh orang yang membutuhkannya.
Di luar, dua puluh yard jauhnya di jalan yang sama, Robert mengeluarkan paspor baru itu dari sakunya dan menguburkannya di dalam kaleng
I (empat sampah. Pengecohan. Suatu teknik yang I dipakainya sebagai pilot, yaitu membuat jejak-jejak I pa|su untuk rudal-rudal musuh. Biar mereka mencari Arthur Butterfield.
Opel abu-abu itu diparkir setengah blok dari situ. Menunggu. Tak mungkin. Robert yakin bahwa mobil itu satu-satunya yang dipakai membuntutinya. Ia juga yakin bahwa Opel itu tidak mengikutinya, tapi toh selalu berhasil menemukannya. Mereka pasti mempunyai cara lain untuk melacak lokasinya. Hanya ada satu penjelasan: Mereka menggunakan semacam alat yang menempel. Dan pasti itu disandangnya. Ditempelkan di pakaiannya" Tidak. Mereka tak pernah punya kesempatan untuk itu. Kapten Dougherty dulu memang menyertainya waktu ia mengemasi pakaiannya, tapi ia tidak akan tahu pakaian mana yang akan dikenakannya. Robert mengingat-ingat barang apa saja yang dibawanya?uang kontan, kunci-kunci, dompet, saputangan, kartu kredit. Kartu kredit itu! "Saya tidak akan memerlukan itu, Jenderal." "Ambillah. Dan bawa terus setiap saat"
Bajingan licik itu. Tidak heran mereka selalu bisa menemukannya dengan mudah.
Opel abu-abu itu sudah tidak nampak. Robert mengeluarkan kartu itu dan mengamatinya. Kartu itu sedikit lebih tebal daripada kartu kredit biasa. Ditekannya, dan ia bisa merasakan ada semacam lapisan di dalamnya. Mereka pasti punya remote control yang mengaktifkan kartu itu. Bagus, pikir Robert. Biar kubuat jahanam-jahanam itu sibuk.
359 Di situ ada sejumlah truk yang diparkir di sepanjang jalan, mengambil dan menurunkan muatan. Robert mengamati pelat-pelat nomornya. Ketika sampai ke sebuah truk merah dengan pelat nomor Prancis, ia memandang ke sekelilingnya meyakinkan tak ada yang memperhatikannya, lalu melemparkan kartu itu ke bak belakang truk tersebut
Ia menghentikan sebuah taksi. "Hassler,, per favore."
Di lobi, Robert menghampiri bagian informasi. "Tolong periksa apakah ada penerbangan dari sini ke Paris malam ini."
"Baiklah, Letnan. Perusahaan penerbangan apa yang Anda sukai?"
"Apa saja. Pokoknya yang pertama keluar dari
"Saya akan segera mengaturnya."
"Terima kasih." Robert menghampiri petugas administrasi hotel. "Tolong kunci saya. Kamar 314. Dan saya akan check-out beberapa menit lagi."
"Baik, Letkol Bellamy." Petugas itu menghampiri kotak-kotak di belakangnya dan mengambil kunci dan sebuah amplop, "Ada surat untuk An"
Tubuh Robert menegang. Amplop itu ditutup rapat dan hanya tertuliskan: "Letkol Robert Bellamy". Ia merabanya, mencoba mencari tahu apakah ada plastik atau logam di dalamnya. Ia membukanya dengan hati-hati. Di dalamnya terdapat kartu yang mengiklankan sebuah restoran Italia.
Tak ada yang pantas dicurigai. Kecuali, tentu saja, nama di amplop itu. "Anda ingat siapa yang memberikan amplop
ini?" "Maafkan saya," kata petugas itu dengan malu, "tapi kami sangat sibuk malam ini"."
Itu tidak penting. Siapa pun yang memberikannya pasti tidak punya identitas. Ia pasti mengambil kartu itu entah di mana, memasukkannya ke dalam amplop, dan berdiri dekat bagian penerima tamu untuk melihat nomor kotak?yang juga berarti nomor kamar?tempat amplop itu dimasukkan. Sekarang ini ia pasti sudah menunggu di kamar Robert. Sudah waktunya untuk melihat wajah musuh.
Robert tersentak mendengar suara-suara keras dan ia menoleh serta menyaksikan para Shriner yang dilihatnya tadi sedang masuk ke lobi, tertawa-tawa dan bernyanyi-nyanyi. Jelas mereka sudah minum lagi. Pria gemuk itu menyapa lagi, "Hai, pai Anda rugi tidak ikut pesta." Robert sedang berpikir keras. "Anda suka pesta?" "Hoohoo!"
"Ada satu pesta sekarang di lantai atas," kata Robert. "Minuman keras, cewek?apa saja yang Anda mau. Ikuti saya, teman-teman."
"Nah, itu baru semangat Amerika, pai." Pria itu menepuk punggung Robert. "Kalian dengar itu, anak-anak" Teman kita ini sedang mengadakan pesta!"
Mereka berdesakan di lift dan bersama-sama menuju lantai tiga.
"WH" Si Shriner itu mengoceh lagi, "Italia-Ilalia in tahu benar bagaimana menikmati hidup. Kuras: mereka yang menemukan orgy, huh?"
"Akan kutunjukkan pada kalian arti orgy yang sebenarnya," Robert berjanji.
Mereka mengikutinya melewati lorong menuju kamarnya. Robert memasukkan kunci ke dalam lubang pintu dan menoleh ke kelompok itu. "Apa kalian semua sudah siap untuk bersenang-senang?" Terdengar jawaban serentak mengiyakan" Robert memutar anak kunci itu, mendorong pintunya, dan melangkah ke arah samping. Kamar itu gelap. Ia menyalakan lampu. Seorang pria tak dikenai bertubuh jangkung dan kurus sedang berdiri di tengah kamar dengan menggenggam sebuah Mauser yang dilengkapi peredam bunyi, setengah diacungkan. Pria itu memandang kelompok itu dengan ekspresi terkejut dan dengan cepat mendorong masuk pistolnya ke dalam jasnya.
"Hei! Di mana minumannya?" salah satu Shriner itu menuntut
Robert menuding pria tak dikenal itu. "Dia yang membawanya. Mintalah padanya."
Kelompok itu maju ke arah pria itu. "Di mana minuman kerasnya, buddy?"" "Di mana cewek-ceweknya?"" "Marilah kita mulai saja pestanya"." I
Pria kurus itu mencoba menerobos ke arah Robert >api kelompok itu menghalangi jalannya. Ia memandang dengan tak berdaya ketika Robert me-t lompat ke luar pintu. Ia berlari turun tangga dengan melompati dua anak tangga sekaligus.
I Di lobi, Robert sedang menuju pintu keluar f ketika petugas bagian informasi itu berteriak, "Oh, I Letkol Bellamy, saya telah memesan tempat untuk I Anda. Air France penerbangan 312 ke Paris. Berangkat jam satu malam." "Terima kasih," kata Robert bergegas. .Ia sudah berada di luar sekarang, menuju suatu tempat terbuka yang menghadap ke Spanish Steps. Sebuah taksi kebetulan sedang menurunkan penumpang di situ. Robert memasukinya. "Via Monte Grappa."
Semuanya sudah jelas baginya sekarang. Mereka . memang bermaksud membunuhnya. Itu tidak akan gampang. Sekarang ia yang diburu dan bukan yang memburu, tapi ia mempunyai satu aspek yang sangat menguntungkan. Mereka telah melatihnya sedemikian baik. Ia tahu semua teknik mereka, kekuatan mereka, kelemahan mereka, dan ia akan menggunakan pengetahuannya itu untuk menghentikan mereka. Pertama-tama, ia harus menemukan jalan untuk membuat mereka kehilangan jejaknya. Agen-agen yang melacak jejaknya pasti sudah diberi suatu cerita tentang dirinya. Mereka pasti diberitahu bahwa ia dicari karena penyelundupan obat bius, atau karena pembunuhan, atau karena kegiatan mata-mata. Mereka pasti diperingati: Dia berbahaya. Jangan ambil risiko. Tembak dan bunuh saja.
Robert berkata kepada pengemudi taksi itu, "Roma Termini.?" Mereka sedang memburunya, tapi mereka pasti tidak punya cukup waktu untuk
menyebarkan fotonya. Jadi sampai saat ini, wajah nya belum dikenali orang.
Taksi itu berhenti di Via Giovanni Giolitt 36 dan pengemudinya berkata, "Stazione Termini, signore."
"Kita tunggu dulu di sini sebentar." Robert duduk di taksi itu, mengamati bagian luar stasiun kereta api itu. Nampaknya semuanya berjalan biasa-biasa saja. Taksi-taksi dan limousine-limousine datang dan pergi, menurunkan dan mengambil penumpang. Kuli-kuli memuat dan membongkar barang. Seorang polisi sibuk menyuruh mobil-mobil menyingkir dari.kawasan parkir khusus. Tapi ada sesuatu yang mengganggu pikiran Robert. Tiba-tiba ia sadar apa yang tidak wajar di sana. Ada tiga mobil sedan tak beridentitas yang diparkir tepat di depan stasiun itu di kawasan no-parking, tanpa orang di dalamnya. Polisi itu membiarkannya saja.
"Saya tak jadi ke situ," kata Robert kepada pengemudinya. "Via Veneto 110/A." Orang pasti tidak akan mencarinya ke situ.
Kedutaan dan Konsulat Amerika terletak di bangunan semen berwarna merah muda yang menghadap ke Via Veneto, dilindungi oleh pagar besi. Kedutaan tutup pada jam seperti ini, tapi bagian paspor konsulat dibuka terus selama dua puluh empat jam untuk melayani keperluan-keperluan darurat Di ruang tunggu di lantai satu, seorang marinir duduk di belakang meja.
Marinir itu menengadahkan kepala ketika Robert masuk. "Bisa saya bantu, sir?"
"Ya," kata Robert. "Saya ingin bertanya tentang pembuatan paspor baru. Punya saya baru saja hilang"
"Anda warga negara Amerika?" "Ya."
Marinir itu menunjuk ke sebuah kantor di bagian paling ujung. "Mereka akan membantu Anda di sana, sir. Pintu terakhir itu."
"Terima kasih."
Ada setengah lusin orang di dalam ruang itu yang juga sedang mengurus paspor, melaporkan paspor hilang, dan memperoleh perpanjangan dan visa.
"Apa saya perlu visa untuk mengunjungi Albania" Saya punya famili di sana"."
"Saya perlu perpanjang paspor malam ini. Saya harus mengejar pesawat"."
"Saya tidak tahu bagaimana bisa hilang. Pasti ketinggalan di Milan"."
"Mereka merampas paspor saya langsung dari tas saya"."
Robert berdiri di situ mendengarkan. Pencurian paspor sudah menjadi industri subur di Italia. Pasti ada seseorang di sini yang akan mendapat paspor baru. Di ujung depan antrean nampak seorang pria setengah umur berpakaian rapi yang sedang menerima paspor Amerika.
"Ini paspor baru Anda, Mr. Cowan. Saya menyesal Anda mengalami hal seperti itu. Memang di Roma ini banyak pencopet."
"Saya pasti akan menjaga supaya mereka tidal merampas yang ini," kata Cowan. "Sebaiknya begitu, sir."
Robert menyaksikan Cowan memasukkan paspornya ke dalam saku jasnya dan beranjak pergi. Robert melangkah mendahuluinya. Pada saat seorang wanita lewat di situ, Robert menabrak Cowan, seolah-olah ia didorong, sehingga Cowan hampir jatuh.
"Minta maaf sekali," kata Robert. Ia memajukan badannya dan membantu Cowan membenahi jasnya.
"Tidak apa-apa," ujar Cowan.
Robert berbalik dan berjalan menuju kamar kecil khusus pria di ujung lorong, dengan paspor orang tak dikenal itu di dalam sakunya. Ia memandang ke sekelilingnya meyakinkan bahwa ia sendirian, lalu menghampiri salah satu booth. Ia mengeluarkan pisau silet dan botol lem yang dicurinya dari Ricco. Dengan sangat cermat, ia mengelupas lembar plastik pelindung dan melepaskan foto Cowan. Kemudian, ia menggantinya dengan fotonya sendiri basil potretan Ricco. Ia mengelem plastik pelindung itu kembali dan memeriksa hasil pekerjaan tangannya. Sempurna. Sekarang ia adalah Henry Cowan. Lima menit kemudian, ia sudah di luar di Via Veneto, memasuki sebuah taksi. "Leonardo da Vinei,"
Sudah jam setengah satu ketika Robert tiba di bandara. Ia berdiri di luar, mengamati kalau-kalau I ada yang tidak wajar. Di permukaan, semuanya I
nampak normal. Tidak ada mobil polisi, tidak ada orang-orang berulah mencurigakan. Robert memasuki terminal dan berhenti pas setelah melewati pintu. Nampak berbagai counter penerbangan tersebar di sekitar terminal utama itu. Nampaknya tidak ada orang yang berkeliaran atau bersembunyi di balik tiang. Ia tetap diam di tempatnya dengan waspada. Ia tidak bisa menjelaskannya, bahkan kepada dirinya sendiri, tapi entah bagaimana semuanya nampak terlalu normal.
Di seberang ruangan itu nampak counter Air France. "Saya telah memesan tempat untuk Anda. Air France penerbangan 312 ke Paris". Berangkat jam satu malam." Robert berjalan melewati counter itu dan menghampiri seorang wanita berseragam di balik counter Alitalia. "Selamat malam." "Selamat malam. Bisa saya bantu, signore?" "Ya," kata Robert. "Bisa Anda panggilkan Letkol Robert Bellamy untuk datang ke telepon di bagian informasi?" "Tentu," katanya. Ia memungut sebuah mike. Beberapa kaki dari situ, seorang wanita gemuk sedang memeriksakan sejumlah koper, dan terlibat perdebatan dengan seorang petugas penerbangan mengenai biaya overweight. "Di Amerika, tidak pernah diminta biaya overweight."
"Maafkan saya, madam. Tapi kalau Anda ingin membawa semua koper ini, Anda harus membayar kelebihan bagasi."
Robert bergerak semakin mendekat. Ia mendengar suara operator melalui pengeras suara. "Di"
mohon Letkol Robert Bellamy datang ke telepon putih di bagian informasi. Letkol Robert Bellamy harap datang ke telepon putih di bagian informasi." Pengumuman itu bergema ke seluruh bandara.
Seorang pria yang menjinjing tas tangan sedang - berjalan melewati Robert "Maafkan saya," kata Robert Pria itu menoleh. "Ya?"
"Saya mendengar istri saya memanggil saya, tapi"?ia menunjuk ke koper-koper wanita gemuk tadi?"saya tidak bisa meninggalkan bagasi saya ini" Ia mengeluarkan satu lembaran sepuluh dolar dan diberikannya kepada pria itu. "Maukah Anda pergi ke telepon putih di sana itu dan mengatakan kepadanya saya akan menjemputnya di hotel kami satu jam lagi" Saya akan sangat menghargai bantuan Anda ini."
Pria itu melihat ke uang kertas sepuluh dolar di tangannya. "Baik." Lsg ,.-
Robert menyaksikannya menghampiri telepon di bagian informasi dan mengangkatnya. Ia menempelkan gagang telepon ke telinganya dan berkata, "Halo?" Halo",.."
Segera setelah itu, empat pria bertubuh besar dalam pakaian hitam-hitam muncul entah dari mana dan mengepungnya, menyudutkan pria naas itu ke dinding.
"Hei! Apa-apaan ini?"
"Mari kita selesaikan dengan tenang," salah satu
"Anda ini mau apa" Lepaskan tangan Andal" "Jangan ribut-ribut, Letnan. Tak ada gunanya?" "Letnan" Anda salah menangkap orang! Nama saya Melvyn Davis. Saya dari Omaha!" "Ayo, jangan main-main." "Tunggu sebentar! Saya dijebak. Orang yang Anda cari ada di sana!" Ia menunjuk ke tempat Robert tadi berdiri. Tidak ada siapa-siapa di situ.
Di luar terminal, sebuah bus bandara sedang bersiap-siap untuk diberangkatkan. Robert naik ke situ, berbaur dengan para penumpang lainnya. Ia duduk di bagian belakang bus itu, memusatkan pikirannya untuk langkah selanjutnya.
Ia ingin sekali berbicara dengan Admiral Whittaker untuk mencoba mencari jawaban tentang apa yang sedang berlangsung, untuk mencari tahu siapa yang bertanggung jawab atas pembunuhan orang-orang yang tidak bersalah hanya karena kebetulan mereka menyaksikan sesuatu yang seharusnya tidak boleh mereka lihat. Apakah Jenderal Hilliard" Dustin Thornton" Atau ayah mertua Thornton, Willard Stone, orang yang penuh misteri itu. Apakah tidak mungkin bahwa ia terlibat dengan suatu cara" Apakah bukan Edward Sanderson, direktur NSA itu" Apakah mereka semua bekerja sama" Apakah kasus ini ditangani sampai ke jenjang kepresidenan" Robert memerlukan
jawaban. .? Bus itu memerlukan waktu satu jam untuk sam-
369 pai di Roma. Ketika bus itu berhenti di depan Hotel Eden. Robert turun.
Aku harus berusaha keluar dari negeri ini. pikir Robert. Hanya ada satu orang di Roma yang bisa dipercayainya. Kolonel Francesco Cesar, kepala SIFAR, Dinas Rahasia Italia. Ia akan bisa membantu Robert melarikan diri dari Italia.
Kolonel Cesar sedang bekerja lembur. Pesan-pesan terus datang dan pergi di antara dinas-dinas rahasia asing, dan semuanya itu menyangkut Letkol Robert Bellamy. Di masa silam, Kolonel Cesar pernah bekerja sama dengan Robert, dan ia sangat menyukai Robert. Cesar menghela napas ketika melihat pesan terakhir yang ada di depannya. Akhiri Dan ketika ia sedang membaca itu, sekretaris-aya masuk ke dalam kantornya.
"Letkol Bellamy ada di saluran satu ingin berbicara dengan Anda."
Kolonel Cesar menatapnya. "Bellamy" Dia sendiri" Saya terima." Ia menunggu sampai sekretarisnya meninggalkan ruang itu, lalu diangkatnya telepon. "Robert?"
"Ciao, Francesco. Sebenarnya ini ada apa?" "Kau yang jelaskan, amico. Aku menerima segala macam komunite penting mengenai dirimu. Apa yang telah kaulakukan?"
"Panjang ceritanya," kata Robert. "Dan aku tidak punya waktu sekarang. Apa saja yang kaudengar?"
"Bahwa kau sudah melepaskan diri dari dinas. Bahwa kau telah berubah dan menyanyi seperti burung kenari."
"Apa?" "Kudengar kau membuat transaksi"dengan pihak Cina dan?" "Astaga! Itu benar-benar gila!" "O, ya" Mengapa?"
"Karena sejam lagi mereka akan haus minta berita lagi."
"Demi Tuhan, Robert, ini bukan waktunya bercanda."
"Memang, Francesco. Aku baru saja menyebabkan kematian sepuluh orang yang tidak bersalah. Aku dijadwalkan untuk menjadi korban yang kesebelas."
"Kau ada di mana?"
"Di Roma. Nampaknya aku tidak bisa keluar dari kotamu ini."
"Cacaturar Kemudian hening?berpikir. "Apa yang bisa aku bantu?"
"Bawa aku ke suatu tempat yang aman di mana kita bisa berbicara, supaya aku bisa memikirkan bagaimana caranya meloloskan diri. Bisa kauatur itu?"
"Ya, tapi kau harus hati-hati. Sangat hati-hati. Aku sendiri yang akan menjemputmu."
Robert menarik napas lega. "Terima kasih, Francesco. Aku sangat menghargai itu."
"Seperti kata orang Amerika, kau utang satu. Kau ada di mana?"
" C9fl Bar Lido d i Trastevere." "Tunggu saja di sana. Aku akan ke sana tepa satu jam lagi."
Terima kasih, amico." Robert meletakkan ga. gang telepon. Satu jam ini akan terasa sangai lama.
Tiga puluh menit kemudian, dua mobil tak beridentitas berhenti sepuluh yard dari Bar Lido. Ada empat pria dalam setiap mobil, dan mereka semua membawa senapan otomatis.
Kolonel Cesar turun dari mobil pertama. "Mari kita lakukan ini dengan cepat Kita tidak mau sampat orang-orang lain terluka. Andate al dietro, subito?segera masuk."
Setengah dari pasukan itu berjalan memutar untuk meliput bagian belakang bangunan itu.
Robert Bellamy menyaksikan dari atap bangunan di seberang jalan sementara Cesar dan orang-. orangnya menodongkan senapan mereka dan menyerbu masuk ke dalam bar itu.
Baiklah, bajingan-bajingan, pikir Robert dengan marah, akan kita lakukan dengan caramu.
I Bab Tiga Puluh Enam Hari Keenam Belas Roma, Italia
Robert menelepon Kolonel Cesar dari sebuah telepon umum di Piazza del Duomo. "Apa yang terjadi dengan persahabatan?" tanya Robert.
"Jangan bersikap naif, kawan. Aku hanya melaksanakan instruksi, seperti kau juga. Aku ingin meyakinkanmu bahwa tak ada gunanya lari. Namamu ada di bagian paling atas dari daftar orang yang paling dicari oleh semua dinas rahasia. Setengah dari semua pemerintahan di dunia sedang mencarimu."
"Kau percaya bahwa aku ini pengkhianat?"
Cesar menghela napas. "Tidak jadi soal apakah aku percaya atau tidak, Robert. Ini bukan masalah pribadi. Aku hanya melaksanakan perintah."
Angrek Tengah Malam 1 Fear Street - Orang Tua Kami Hilang Missing Tembang Tantangan 3
^