Tiada Yang Abadi 5
Tiada Yang Abadi N0th1ng Lasts Forever Karya Sidney Sheldon Bagian 5
Lauren-lah yang mengusulkan agar mereka berdua menghabiskan akhir pekan di pondok peristirahatan keluarganya di Big Sur. Mallory gembira sekali. Semuanya berjalan lancar, pilarnya. Dunia ini akan menjadi milikku!
Pondok peristirahatan keluarga Harrison terletak di perbukitan dan dikelilingi pohon pinus. Bangunan besar itu terbuat dari kayu dan baru alam, dengan pemandangan ke Samudra Pasifik. Ada kamar tidur utama, delapan kamar tidur tamu, mang duduk luas lengkap dengan tempat perapian, kolam renang tertutup, serta bak mandi air panas yang besar. Mallory langsung tahu keluarga Harrison bukan orang kaya baru.
Ketika mereka masuk, Lauren berpaling kepada Mallory dan berkata, "Semua pelayan kuliburkan selama akhir pekan."
Mallory tersenyum lebar. "Ide bagus." Ia merangkul Lauren dan berkata dengan lembut, "Aku tergila-gila padamu."
"Buktikan dulu," balas Lauren.
Sepanjang hari mereka berada di tempat tidur, dan Lauren hampir sebuas Kat.
"Kau menguras tenagaku!" ujar Mallory sambil tertawa.
"Bagus. Aku tidak mau kau masih sanggup bercinta dengan wanita lain." Lauren duduk. "Tidak ada wanita Iain, kan, Ken?"
"Tentu saja-tidak," jawab Mallory dengan nada tulus. "Bagiku tak ada siapa pun selain kau. Aku mencintaimu, Lauren." Sekaranglah waktunya untuk bertindak, mengemas seluruh masa depannya dalam satu paket yang rapi. Mallory sebenarnya sudah beruntung bisa membuka praktek pribadi, namun kenapa harus puas dengan itu jika ada peluang menjadi menantu Alex Harrison" "Aku ingin menikahimu." Ia menahan napas, menunggu jawaban Lauren. "Oh, ya, Sayang," kata Lauren. "Ya."
Kat kalang kabut berusaha menghubungi Mallory dari apartemennya. Ia menelepon rumah sakit.
"Maaf, Dr. Hunter, Dr. Mallory sedang bebas tugas dan tidak menjawab pager-nya."
"Apakah dia meninggalkan pesan di mana bisa dihubungi?"
"Di sini tidak ada catatan apa-apa."
Kat meletakkan gagang dan berpaling pada Paige. "Pasti ada yang tidak beres. Aku bisa
merasakannya. Seharusnya dia sudah telepon ke sini."
"Kat, pasti ada ratusan alasan kenapa kau belum dapat kabar darinya. Barangkali dia mendadak hams ke luar kota, atau?" "Kau benar. Pasti ada alasan mendesak.8 Kat menatap pesawat telepon, dan dalam hati memaksanya berdering.
Setelah kembali ke San Francisco, Mallory menelepon Kat di rumah sakit.
"Dr. Hunter sedang bebas tugas," ia diberitahu oleh resepsionis.
"Terima kasih." Mallory menelepon ke apartemen. Kat ada di sana.
"Hai, Sayang!4"
"Ken! Ke mana saja kau" Aku sudah cemas sekali. Kutelepon ke mana-mana untuk menghubungi?"
"Ada masalah keluarga yang mendesak," Mallory berkata dengan tenang. "Maaf aku tidak sempat meneleponmu. Aku terpaksa ke luar kota. Boleh ke tempatmu sekarang?"
"Tentu saja. Aku lega sekali kau ternyata tidak apa-apa. Aku?"
"Setengah jam." Mallory meletakkan telepon dan dalam hati berkata dengan riang, Sudah waktunya buka kartu. Kat, Sayang, terima kasih atas pengalaman yang menyenangkan, tapi sekarang aku harus membuka lembaran baru.
Ketika Mallory tiba di apartemen, Kat langsung
merangkulnya. "Aku kangen!" Ia tak bisa menceritakan kecemasan yang dialaminya. Pria paling tidak suka cerita seperti itu. Ia mundur selangkah. "Kau kelihatan capek sekali, Sayang."
Mallory menghela napas. "Aku belum tidur dalam 24 jam terakhir." Memang benar, ia menambahkan dalam hati.
Kat memeluknya. "Oh, kasihan. Kau mau makan atau minum sesuatu?"
Tidak, aku tidak apa-apa kok. Aku cuma perlu tidur semalam penuh. Duduklah, Kat Kita harus bicara" Ia duduk di sofa, bersebelahan dengan Kat
"Ada apa?" tanya Kat
Mallory menarik napas panjang. "Kat, belakangan ini aku sering memikirkan kita."
Kat tersenyum. "Aku juga. Aku punya kabar gembira untukmu. Aku?"
"Tunggu dulu. Aku belum selesai. Kat, rasanya kita terlalu terburu-buru. Aku" sepertinya aku terlalu cepat melamarmu."
Wajah Kat mendadak pucat. "Apa" apa maksudmu?"
"Maksudku, sebaiknya kita tunda semua rencana kita"
Kepala Kat serasa berputar-putar. Ia seperti dicekik. "Ken, urusan ini tak bisa ditunda Aku mengandung bayimu."
30 Baru tengah malam Paige tiba di apartemen. Hari ini sangat melelahkan. Tak ada waktu untuk makan siang. Makan malamnya terdiri atas sepotong sandwich yang dimakannya di antara dua operasi. Ia merebahkan diri di tempat tidur dan langsung terlelap. Ia terbangun akibat deringan telepon. Antara sadar dan tidak, Paige meraih gagang dan melirik jam di samping tempat tidur. Ternyata pukul tiga dini hari. "H"lo?"
"Dr. Taylor" Maaf kalau saya mengganggu Anda, tapi salah satu pasien Anda minta bertemu Anda sekarang juga."
Tenggorokan Paige begitu kering, sehingga ia nyaris tak bisa bicara. "Saya bara bebas tugas," ia bergumam. "Apa tidak ada orang lain?""
"Dia tidak mau bicara dengan orang lain. Dia bilang memerlukan Anda"
"Siapa namanya?"
"John Cronin." Paige langsung duduk lebih tegak. "Ada apa dengan dia?"
"Saya tidak tahu. Dia tidak mau bicara dengan siapa pun selain Anda."
"Baiklah," ujar Paige dengan letih. "Saya segera ke sana."
Tiga puluh menit kemudian, Paige tiba di rumah sakit Ia langsung ke kamar John Cronin. Pria itu terbaring di tempat tidur. Sejumlah slang dipasang pada lubang hidung dan lengannya.
"Terima kasih kau mau datang." Suaranya lemah dan parau.
Paige duduk di kursi di samping tempat tidur. Ia tersenyum. "Tidak apa-apa, John. Aku toh tidak ada kesibukan selain tidur. Apa yang bisa kulakukan, yang tidak bisa dikerjakan siapa pun di rumah sakit besar ini?" Ifp*} "Aku ingin kau bicara denganku." Paige mengerang. "Jam begini" Kupikir ada masalah mendesak." "Memang. Aku mau pergi." Paige menggelengkan kepala. "Tak mungkin. Kau tidak bisa pulang sekarang. Kau tak mungkin mendapatkan perawatan yang?"
Cronin memotong, "Aku tidak mau pulang. Aku mau pergi." II*":
Paige menatapnya dan bertanya pelan-pelan, "Apa maksudmu, John?"
"Kau tahu maksudku. Obat-obatan yang kalian berikan sudah tidak bekerja. Aku tidak tahan lagi. Aku mau pergi saja." Paige membungkuk dan meraih tangannya.
"John, aku tidak bisa melakukan itu. Begini saja, kau akan kuberi?"
"Jangan. Aku sudah capek, Paige. Aku mau pergi saja, ke mana pun tujuanku nanti. Aku tidak mau tersiksa seperti ini. Aku tidak sanggup."
"John?" "Berapa lama lagi aku akan hidup" Beberapa hari" Aku sudah bilang, aku tidak tahan rasa sakit. Aku tergeletak di sini seperti binatang yang terperangkap, dengan segala macam slang ini. Tubuhku digerogoti dari dalam. Ini bukan hidup?ini menunggu ajal. Demi Tuhan, tolonglah aku!"
Ia meringis akibat serangan rasa nyeri yang mendadak. Ketika ia kembali angkat bicara, suaranya semakin lemah, "Tolonglah?"
Paige tahu apa yang harus ia lakukan. Ia hams menyampaikan permohonan John Cronin kepada Dr. Benjamin Wallace, yang akan meneruskannya kepada Administration Committee. Mereka akan menyusun daftar dokter yang akan mempelajari kondisi Cronin, lalu mengambil keputusan. Setelah itu, keputusan tersebut hams disetujui oleh"
"Paige" ini hidupi. Aku berhak memutuskan apa yang terbaik untukku."
Paige menatap sosok yang tak berdaya melawan penderitaannya itu. a$I9
"Aku mohon?" Paige meraih tangan John Cronin dan menggenggamnya untuk waktu lama. "Baiklah, John. Aku akan menolongmu."
Cronin memaksakan senyum. "Aku tahu kau takkan menolak."
Paige membungkuk dan mencium keningnya "Pejamkan matamu dan tidurlah."
"Selamat malam, Paige."
"Selamat malam, John."
John Cronin menghela napas dan memejamkan mata, serta tersenyum dengan damai.
Paige memperhatikannya sambil memikirkan tindakan yang akan diambilnya. Ia masih ingat hari pertama melakukan kunjungan pasien bersama Dr. Radnor. Sudah enam minggu dia mengalami koma. Tanda-tanda kehidupannya mulai melemah. Tak ada lagi yang bisa kita lakukan untuk dia. Nanti sore stekernya akan dicabut. Salahkah jika ia membebaskan sesama manusia dari penderitaannya"
Perlahan-lahan, seolah-olah bergerak di dalam air, Paige berdiri dan menghampiri lemari di sudut Di dalamnya ada botol insulin untuk penggunaan dalam keadaan darurat. Paige mengambil botol itu dan mengamatinya. Kemudian ia membukanya. Ia mengisi sebuah alat suntik dengan
iaaihn, dan kembali ke tempat tidur John Cronin.
Maah ada kesempatan mundur. Aku tergeletak di
^Jeperti hmat^ng yang terperangkap, Ini bukan
^M*1 maum8gu ajal. Demi Tuhan, tolonglah
"Beristirahatlah dengan tenang," bisik Paige. Ia ^ sadar bahwa ia terisak-isak.
Paige pulang dan terjaga sepanjang malam, memikirkan apa yang telah dilakukannya.
pukul enam pagi, ia menerima telepon.
"Maaf, Dr. Taylor, tapi saya punya berita burak untuk Anda. Pasien Anda, John Cronin, meninggal akibat serangan jantung dini hari tadi."
Dokter staf yang bertugas pagi itu adalah Dr. Arthur Kane.
31 Ken mallory baru sekali menonton opera, dan ketika itu tertidur pulas. Kini ia sedang menonton Rigoletto di San Francisco Opera House, dan menikmati setiap menirnya. Ia duduk bersama Lauren Harrison dan ayahnya Pada waktu istirahat, Alex Harrison telah memperkenalkan Mallory kepada sejumlah temannya di lobi gedung opera.
"Ini calon menantu saya dan dokter yang cemerlang, Ken Mallory."
Dokter mana pun akan disebut cemerlang jika ia menantu Alex Harrison.
Seusai pertunjukan, Mallory diajak ke Fairmont Hotel untuk makan malam di ruang makan utama yang mewah. Mallory menikmati sambutan penuh hormat yang diberikan maitre d" kepada Alex Harrison ketika mengantar mereka ke meja mereka. Mulai sekarang, aku bisa makan di tempat-tempat seperti mi, pflflr Mallory, dan semua orang akan tahu siapa aku.
Setelah memesan makanan, Lauren berkata, "Sayang, rasanya kita perlu membuat pesta untuk mengumumkan pertunangan kita."
"Itu ide bagus!" ujar ayahnya. "Kita bikin pesta besar-besaran. Bagaimana menurutmu, Ken?"
Otak Mallory langsung mulai bekerja. Pesta pertunangan berarti publisitas. Urusan dengan Kat harus diselesaikan dulu. Mestinya bisa diatur dengan sedikit uang. Mallory menyesalkan taruhan konyol yang telah dilakukannya. Karena sepuluh ribu dolar saja, seluruh masa depannya yang gemilang mungkin terancam. Ia sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi kalau ia berusaha menjelaskan tentang Kat kepada Lauren dan Alex Harrison.
Oh, ya, aku belum sempat cerita aku sudah bertunangan dengan dokter kulit hitam di rumah sakit".
Atau: Mau dengar cerita lucu" Aku bertaruh dengan anak-anak di rumah sakit bahwa aku sanggup menaklukkan dokter kulit hitam itu".
Atau: Sebenarnya aku sudah merencanakan perkawinan dengan orang lain".
Tak ada pilihan lain, Mallory berkata dalam hati. Aku harus cari jalan untuk membereskan Kat.
Lauren dan ayahnya menatap Mallory, menunggu tanggapannya.
Mallory tersenyum. "Saya setuju sekali."
Lauren berkata penuh semangat, "Bagus. Aku akan mulai mengatur semuanya. Kaum pria tak pernah tahu, apa saja yang harus disiapkan untuk mengadakan pesta."
Alex Harrison berpaling pada Mallory. "Aku sudah mulai membuka jalan untukmu, Ken." "Sir?"
"Gary Gitlin, kepala North Shore Hospital, sering main golf denganku. Aku sudah membicarakanmu dengannya. Menurut dia, tidak ada hambatan kalau kau mau bergabung dengan rumah sakitnya. Itu cukup bergengsi. Di samping itu, aku akan membantumu mendirikan praktek pribadi."
Mallory mendengarkan sambil bersorak gembira dalam hati. "Terima kasih banyak." Wtfjr-
"Tentunya kau terpaksa bersabar beberapa tahun sebelum praktekmu benar-benar menguntungkan, tapi kukira kau pasti sanggup menghasilkan dua sampai tiga ratus ribu dolar selama satu atau dua tahun pertama."
Dua sampai tiga ratus ribu! Ya Tuhan! pikir Mallory. Dia menyebut angka itu seakan-akan bicara tentang kacang goreng. "Saya" saya takkan mengecewakan Anda, Sir."
Alex Harrison tersenyum. "Ken, berhubung aku akan menjadi ayah mertuamu, jangan panggil aku Sir. Panggil saja Alex." "Oke, Alex."
"Aku belum pernah menikah di bulan Juni," ujar Lauren. "Bagaimana kalau bulan Juni saja, Sayang?"
Mallory mendengar suara Kat berkata, Rasanya kita perlu menetapkan tanggalnya, Keti. Kupikir j bulan Juni, mungkin. \
Mallory meraih tangan Lauren. "Bulan yang I
baik." Berarti masih banyak waktu untuk membereskan Kat, ia berkata dalam hati, lalu tersenyum sendiri. Aku akan menawarkan sebagian uang taruhan yang kumenangkan.
"Kami punya kapal pesiar di Prancis Selatan," Alex Harrison bercerita. "Barangkali kalian mau berbulan madu di French Riviera" Kalian bisa naik pesawat pribadi kami."
Kapal pesiar. French Riviera. Rasanya seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Mallory menatap Lauren. "Di mana pun saya mau berbulan madu bersama Lauren."
Alex Harrison mengangguk. "Oke, kelihatannya semuanya sudah beres." Ia tersenyum kepada putrinya. "Aku akan kehilanganmu, Sayang."
"Ayah tidak kehilangan aku. Ayah malah memperoleh seorang dokter!"
Harrison kembali mengangguk. "Dokter yang hebat lagi. Entah bagaimana aku hams berterima kasih karena kau menyelamatkan hidupku, Ken."
Lauren membelai tangan Mallory. "Biar aku saja yang berterima kasih."
"Ken, bagaimana kalau kita makan siang minggu depan?" ujar Alex Harrison. "Kita cari ruang praktek yang pantas untukmu, mungkin di Post Building, dan aku akan mengatur agar kau bisa menemui Gary Gitlin. Banyak temanku yang ingin sekali berkenalan denganmu."
"Aku sudah menceritakanmu kepada teman-te-manku, dan mereka juga mau berkenalan denganmu, hanya saja aku takkan mengizinkannya."
"Aku tidak tertarik pada siapa pun selain kau," balas Mallory dengan mesra.
Ketika merek" naik ke Rolls-Royce yang dikemudikan sopir, Lauren bertanya, "Kau mau ke mana sekarang, Sayang?"
"Ke rumah sakit. Ada beberapa pasien yang perlu kutengok." Mallory tidak bermaksud menjenguk pasiennya. Kat sedang dinas di ramah sakit.
Lauren mengusap pipinya. "Oh, kasihan. Kau bekerja terlalu keras."
Mallory menghela napas. "Tidak apa-apa. Yang penting aku bisa menolong orang."
Ia menemukan Kat di -bangsal geriatri. "Hai, Kat."
Kat sedang kesal. "Kita ada janji semalam, Ken." "Aku tahu. Maafkan aku. Aku sibuk sekali, dan?"
"Ini sudah ketiga kali dalam seminggu terakhir. Ada apa sebenarnya?"
Kat telah menjadi beban yang menjemukan bagi Mallory. "Kat, aku harus bicara denganmu. Apakah ada kamar kosong di sekitar sini?"
Kat berpikir sejenak. "Pasien di 315 sudah pulang. Kita ke sana saja"
Mereka mulai menyusuri koridor. Seorang juru rawat menghampiri mereka. "Oh, Dr. Mallory. Dr. Peterson mencari Anda. Dia?"
"Beritahu dia saya sedang sibuk." Mallory meraih lengan Kat dan mengajaknya ke lift.
Setelah sampai di lantai tiga mereka menyusuri koridor sambil membisu dan masuk ke Kamar 315. Mallory menutup pintu. Jantungnya berdebar-debar. Seluruh masa depannya tergantung pada beberapa menit berikut.
Ia meraih tangan Kat. Sudah waktunya berteras terang. "Kat, kau tahu sendiri aku tergila-gila padamu. Belum pernah aku merasa seperti ini. Tapi, Sayang, soal bayi itu" ehm" kau tidak sadar, sekarang bukan waktu yang tepat" Maksudku" kita sama-sama bekerja siang-malam, penghasilan kita tidak cukup untuk?"
"Kita pasti bisa, Ken," ujar Kat. "Aku mencintaimu, Ken, dan aku?"
"Tunggu. Aku cuma minta agar kita menunda semuanya untuk sementara waktu. Tunggu sampai aku menyelesaikan masa residency di sini dan membuka praktek pribadi. Barangkali kita bisa kembali ke Timur. Dalam beberapa tahun, kita bisa.menikah dan punya anak."
"Dalam beberapa tahun" Tapi aku kan sudah bilang, aku hamil."
"Aku tahu, Sayang, tapi" ehm, sudah berapa lama kau mengandung" Dua bulan" Masih ada waktu untuk aborsi."
Kat menatapnya sambil membelalakkan mata. "Tidak! Aku tidak mau menggugurkan bayiku. Aku ingin kita segera menikah. Sekarang."
Kami punya kapal pesiar di Prancis Selatan. Barangkali kalian mau berbulan madu di French Riviera" Kalian bisa naik pesawat pribadi kami.
"Paige dan Honey sudah kuberitahu kita akan menikah. Mereka akan menjadi pengiringku. Aku juga sudah cerita tentang bayi kita."
Mallory merinding. Perkembangannya mulai tak terkendali. Jika keluarga Harrison mendengar kabar itu, tamatlah riwayatnya. "Seharusnya jangan."
"Kenapa?" Mallory memaksakan senyum. "Aku tak suka kehidupan pribadi kita diketahui orang lain. Aku akan membantumu mendirikan praktek pribadi. Kau pasti sanggup menghasilkan dua sampai tiga ratus ribu dolar selama satu atau dua tahun pertama. "Kat untuk terakhir kali, maukah kau menjalani aborsi?" Mallory berusaha agar nada suaranya tetap datar, tapi dalam hati ia memohon-mohon agar Kat mau memenuhi permintaannya.
Tidak." "kat.." "Aku tidak bisa, Ken. Aku kan sudah cerita bagaimana tersiksanya aku setelah menggugurkan kandunganku dulu. Aku tak sanggup mengulanginya lagi. Jangan desak aku."
Dan saat itulah Mallory menyadari ia tak bisa mengambil risiko. Tak ada pilihan lain baginya. Ia terpaksa membunuh Kat.
384 32 Setiap hari Honey menunggu-nunggu kesempatan menemui pasien di Kamar 316. Namanya Sean Reilly, pria tampan keturunan Irlandia, dengan rambut hitam dan mata hitam yang bersinar-sinar. Honey menaksir usianya sekitar awal empat puluh.
Ketika pertama kali melihatnya pada waktu melakukan kunjungan pasien, Honey mengamati catatannya dan berkata, "Rupanya Anda akan menjalani koleksistektomi?pengangkatan kandung empedu."
"Saya pikir kantong empedu saya yang mau diangkat."
Honey tersenyum. "Sama saja."
Sean menatapnya dengan matanya-yang hitam. "Semuanya boleh diangkat, kecuali hati saya. Hati saya milik Anda."
Honey tertawa. "Kelihatannya Anda jago merayu."
"Mudah-mudahan ada hasilnya." Setiap kali ada waktu luang beberapa menit Honey mampir dan mengobrol dengan Sean. Pria
itu sangat menyenangkan dan gemar bercanda, dan mereka semakin akrab.
"Operasi apa pun mau kujalani asal kau ada di dekatku, Sayang."
"Kau tidak gelisah menghadapi operasi ini, kan?" tanya Honey.
"Tidak, asal kau yang mengerjakannya."
"Aku bukan ahli bedah. Aku ahli penyakit dalam."
"Apakah para ahli penyakit dalam boleh makan siang bersama pasien-pasien mereka?"
"Tidak. Ada peraturan yang melarangnya."
"Apakah para ahli penyakit dalam pernah melanggar peraturan?"
"Tidak." Honey tersenyum.
"Keindahanmu membuat hidupku cerah," ujar Sean.
Belum pernah ada yang berkata begitu kepada Honey. Ia tersipu-sipu. "Terima kasih."
"Kau bagaikan embun pagi di ladang-ladang Killarney."
"Kau sudah pernah ke Irlandia?" tanya Honey.
Sean tertawa. "Belum, tapi aku janji suatu hari kita akan ke sana bersama-sama. Tunggu saja."
Semuanya hanya kata-kata manis, tapi"
Sore itu, ketika Honey kembali menjenguk Sean, ia bertanya, "Bagaimana keadaanmu?"
"Setelah melihatmu, aku merasa jauh lebih baik. Kau sudah memikirkan ajakanku untuk makan malam?"
"Belum," jawab Honey. Ia bohong. "Sebenarnya aku berharap bisa mengajakmu pergi setelah operasiku. Kau tidak bertunangan, atau menikah, atau hal-hal konyol seperti itu, kan?"
Honye tersenyum. "Tak ada hal-hal konyol seperti itu."
"Bagus. Aku juga tidak. Mana ada yang mau denganku?"
Pasti banyak, ujar Honey dalam hati.
"Kalau kau suka masakan sendiri, aku kebetulan jago masak."
"Kita lihat saja nanti."
Ketika Honey kembali ke kamar Sean keesokan paginya, Sean berkata, "Aku punya hadiah untukmu." Ia menyerahkan selembar kertas gambar dengan sketsa Honey yang bagus sekali.
"Terima kasih!" kata Honey. "Kau seniman berbakat." Dan tiba-tiba ia teringat ramalan si paranormal, Anda akan jatuh cinta. Dia seniman. Ia menatap Sean dengan pandangan bertanya-tanya.
"Ada apa?" "Tidak ada apa-apa," balas Honey pelan-pelan. "Tidak ada apa-apa."
Lima menit kemudian, Honey masuk ke kamar Frances Gordon.
"Ah, si Virgo datang!"
Honey berkata, "Anda masih ingat ramalan Anda" Bahwa saya akan jatuh cinta?"dengan seorang seniman?"
"Ya." "Ehm, sepertinya" sepertinya saya sudah bertemu dengannya."
Frances Gordon tersenyum. "Apa saya bilang" Bintang-bintang tak pernah bohong."
"Apakah" apakah Anda bisa cerita sedikit tentang dia" Tentang kami?"
"Di laci ku ada kartu-kartu untuk meramal. Tolong ambilkan, ya?"
Ketika Honey menyerahkan kartu-kartu itu, ia berkata dalam hati, Ini tidak masuk akal. Aku tidak percaya takhayul seperti ini.
Frances Gordon menyusun kartu. Ia terus mengangguk-angguk dan tersenyum, dan tiba-tiba berhenti. Wajahnya mendadak pucat. "Ya Tuhan!" Ia menoleh kepada Honey. "Ada apa?" tanya Honey. "Seniman itu. Anda bilang Anda sudah bertemu dengannya?" "Mungkin. Ya."
Suara Frances Gordon bernada sedih. "Kasihan dia." Ia menatap Honey. "Saya turut bersedih" saya turut bersedih,"
Operasi Sean ReiBy dijadwalkan untuk keesokan paginya
- Pukul 08.15, Dr. William Radnor telah berada di OR Dua bersiap-siap melakukan operasi itu.
Pukul 0&25. Truk berisi kantong-kantong darah untuk satu minggu berhenti di depan pinta darurat Embarcadero County Hospital. Pengemudinya membawa kantong-kantong itu ke bank darah di basement. Eric Foster, dokter yang bertugas jaga,
sedang minum kopi bersama Andrea, jum rawat muda yang cantik.
"Taruh di mana nih?" pengemudi itu bertanya.
"Letakkan saja di sebelah sana." Foster menunjuk sebuah sudut.
"Oke." Si pengemudi meletakkan kantong-kantong itu dan mengeluarkan selembar kertas. "Saya perlu tanda tangan Anda."
Foster membubuhkan tanda tangan. "Terima kasih."
"Sama-sama." Si pengemudi pergi.
Foster berpaling pada Andrea. "Sampai di mana kita tadi?"
"Kau bilang betapa cantiknya aku."
"Oh, ya. Kalau saja kau belum menikah, kau pasti akan kukejar-kejar terus," dokter itu berkata. "Apakah kau suka main-main?"
"Tidak. Suamiku petinju."
"Oh. Barangkali kau punya adik?"
"Ya" "Apakah dia secantik kau?" "Lebih cantik." "Siapa namanya?" "Marilyn."
"Bagaimana kalau kapan-kapan kita pergi berempat?"
Sementara mereka mengobrol, mesin fax mulai bekerja. Foster mengabaikannya.
08.45. Dr. Radnor mulai mengoperasi Sean Reilly. Awalnya berjalan lancar. Ruang operasi berfungsi
seperti mesin yang terawat baik dan dijalankan orang-orang yang mengerti tugas masing-masing.
09.05. Dr. Radnor mencapai duktus sistikus?leher kandung empedu. Sejauh itu semuanya berjalan mulus. Ketika ia mulai memotong kantong empedu, tangannya tergelincir dan sebuah arteri terserempet pisau bedah. Darah mulai mengalir.
"Astaga!" Ia berusaha menghentikan perdarahan.
Si anestesiolog berseru, "Tekanan darahnya turun sampai 95. Dia akan mengalami shockl"
Radnor berpaling kepada circulating nurse. "Minta kiriman darah dari bank darah, staf!"
"Segera, Dokter."
09.06. Pesawat telepon di bank darah berdering. "Jangan ke mana-mana" Foster berpesan pada
Andrea, Ia menghampiri pesawat telepon dan mengangkat gagang. "Bank darah."
"Kami butuh empat unit golongan O di OR Dua, star."
"Oke." Foster meletakkan gagang telepon dan menuju tumpukan kantong darah baru di sudut. Ia mengambil empat kantong dan meletakkan keempatnya di atas kereta yang digunakan untuk keperluan darurat seperti itu. Setiap kantong diperiksa dua kati. "Golongan O," ia berkata sambil mengangguk, lalu menekan bel untuk memanggil petugas.
Mesin fax sudah berhenti bekerja "Ada apa?" tanya Andrea.
Foster mengamati jadwal operasi di hadapannya. ?Kelihatannya Dr. Radnor sedang dibuat repot salah satu pasiennya."
09.10. Petugas yang dipanggil masuk ke bank darah. "Ada apa?"
"Bawa ini ke OR Dua. Mereka sudah menunggu."
Foster memperhatikan petugas itu mendorong kereta keluar, lalu berpaling pada Andrea. "Ceritakan tentang adikmu."
"Dia juga sudah menikah."
"Ah?" Andrea tersenyum. "Tapi dia suka main-main." "Oh, ya?"
"Cuma bercanda. Aku harus bekerja lagi, Eric. Terima kasih untuk kopinya."
Sama-sama. Foster memperhatikannya pergi dan berkata dalam hati, Pantatnya benar-benar kencang!
09.12. Petugas tadi menunggu lift untuk membawanya ke lantai dua.
09.13. Dr. Radnor berusaha keras mencegah bencana. "Mana darah itu?"
09.15. Petugas itu mendorong pintu OR Dua, dan circulating nurse menyuruhnya masuk.
"Terima kasih," katanya. Ia membawa kantong-kantong itu ke dalam. "Darahnya sudah datang, Dokter."
"Mulai transfusi. Cepat!"
Di bank darah, Eric Foster menghabiskan kopinya sambil menularkan Andrea. Yang cantik-cantik sudah kawin semua. Ketika hendak menuju mejanya, ia melewati
mesin fax. Ia mengambil fax yang baru masuk.
Pesannya berbunyi demikian:
Recall Warning Alert #687, 25 Juni: Sel Darah Merah, Plasma Beku Segar. Unit CB83711, CB800007. Community Blood Bank of California, Arizona, Washington, Oregon. Produk darah yang reaktif terhadap antibodi HIV tipe I telah disebarkan.
Ia menatapnya sejenak, lalu berjalan ke mejanya dan meraih faktur kantong-kantong darah yang baru diterimanya. Ia membaca nomor yang tertera pada faktur. Nomornya sama dengan nomor pada peringatan itu.
"Oh, ya Tuhan!" ia berseru dengan suara tertahan. Ia menyambar gagang telepon. "Hubungkan ke OR Dua, cepat."
Seorang juru rawat menyahut.
"Ini bank darah. Saya baru saja kirim empat unit go
longan O. Jangan dipakai! Saya akan segera kirim darah baru."
Juru rawat itu berkata, "Sori, sudah terlambat."
Pengusutan resmi diadakan, namun tidak membuktikan apa-apa.
"Bukan salah saya," Eric Foster berkilah. "Waktu fax itu masuk, darahnya sudah dibawa ke atas."
Dr. Radnor menyampaikan kabar itu kepada Sean Reilly.
"Ini suatu kekeliruan," kata Radnor. "Kekeliruan yang sangat disesalkan. Saya mau berbuat apa saja seandainya kekeliruan itu dapat dicegah."
Sean menatapnya dengan mata terbelalak. "Ya Tuhan! Aku akan mati!"
"Kita hams menunggu enam sampai delapan minggu sebelum bisa memastikan apakah Anda positif terjangkit HIV. Dan kalaupun Anda terjangkit, itu belum berarti Anda pasti akan mengidap AIDS. Kami akan mengerahkan segala upaya bagi Anda."
"Apa lagi yang mau kalian lalaikan?" balas Sean dengan getir. "Aku akan mati."
Honey terpukul sekali ketika mendengar berita itu. Ia teringat kata-kata Frances Gordon. Kasihan dia.
Tiada Yang Abadi N0th1ng Lasts Forever Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sean Reilly sedang tidur ketika Honey masuk ke kamarnya. Lama ia duduk di samping tempat tidur sambil memperhatikannya. Sean membuka mata dan melihat Honey. "Aku
inimpi bahwa aku lagi mimpi, dan bahwa aku takkan mati." "Sean?"
"Kau datang untuk memberi penghormatan terakhir?"
"Jangan bicara begitu."
"Bagaimana ini bisa terjadi?" seru Sean.
"Seseorang melakukan kesalahan, Sean."
"Ya Tuhan, aku tidak mau mati karena AIDS/"
"Orang yang terjangkit HIV belum tentu terkena AIDS. Orang Irlandia terkenal beruntung."
"Coba aku bisa percaya."
Honey meraih tangannya. "Kau harus percaya."
"Aku bukan orang saleh," ujar Sean, "tapi mulai sekarang aku akan berdoa terus." ! "Aku akan berdoa bersamamu," ujar Honey.
Sean tersenyum sedih. "Kelihatannya acara makan malam kita batal, hmm?"
"Oh, tidak. Kau takkan kubiarkan berkelit semudah hu. Aku sudah tak sabar menunggu."
Sean mengamatinya sejenak. "Kau . sungguh-sungguh, ya?"
"Tentu saja! Apa pun yang terjadi. Ingat, kau berjanji akan mengajakku ke Irlandia."
33 "Kau baik-baik saja, Ken?" Lauren bertanya. "Kau kelihatan tegangJSayang."
Mereka berduaan saja di mang perpustakaan yang besar di rumah keluarga Harrison. Sebelumnya, dua pelayan telah menyajikan hidangan enam babak. Sambil makan malam, Mallory dan Alex Harrison?Panggil Alex saja?berbincang-bincang mengenai masa depan Mallory yang gemilang.
"Kenapa kau tegang?"
Karena perempuan hamil itu menuntut agar aku menikahinya. Karena berita tentang pertunangan kita bisa bocor setiap saat, dia akan mendengarnya dan membuka kartu. Karena seluruh masa depanku bisa hancur dalam sekejap.
Mallory meraih tangan Lauren. "Mungkin aku memang bekerja terlalu keras. Pasien-pasienku bukan sekadar pasien bagiku, Lauren. Mereka manusia yang kesusahan, dan aku tems memikirkan mereka."
Lauren mengusap wajah Mallory. "Itu salah satu hal yang kukagumi pada dirimu, Ken. Kau begitu peduli."
"Begitulah caraku dibesarkan."
"Oh, aku lupa bilang. Senin besok, editor dan juru foto dari Chronicle akan ke sini untuk wawancara."
Berita itu bagaikan pukulan ke ulu hati Mallory. "Apakah kau bisa menemaniku, Sayang" Mereka ingin mengambil fotomu."
"Aku" sebenarnya aku mau saja, tapi Senin besok jadwalku padat sekali di rumah sakit." Otaknya bekerja keras. "Lauren, haruskah wawancara itu dilakukan sekarang" Maksudku, bukankah lebih baik kalau kita tunggu sampai?"
Lauren tertawa. "Kau belum kenal nyamuk pers, Sayang. Mereka seperti anjing pelacak. Urusan ini lebih baik diselesaikan secepatnya." Senin!
Keesokan paginya, Mallory langsung mencari Kat. Kat tampak letih dan kurus. Ia tidak mengenakan makeup dan rambutnya tidak dikeriting. Lauren lak mungkin tampil acak-acakan seperti ini, ujar Mallory dalam hati.
"Hai, Sayang." Kat tidak menyahut. Mallory merangkulnya. "Aku tak henti-hentinya memikirkan kita, Kat. Semalam aku tidak tidur sama sekali. Tak ada orang lain bagiku. Kau benar, dan aku salah. Mungkin berita itu terlalu mengejutkan untukku." Ia memperhatikan wajah Kat yang mendadak berseri-seri.
"Kau sungguh-sungguh, Ken?"
"Tentu saja." Kat memeluknya. "Syukurlah. Oh, Sayang. Aku begitu cemas. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa hidup tanpa kau."
"Kau tak perlu cemas tentang itu. Mulai sekarang, semuanya akan serba indah." Kau takkan bisa membayangkan betapa indahnya. "Begini, hari Minggu besok aku bebas tugas. Kau bagaimana?"
Kat meremas tangan Mallory. "Aku akan menyediakan waktu."
"Bagus. Kita makan malam berdua, setelah itu kita ke tempatmu. Bisakah kau mengatur agar Paige dan Honey tidak ada di sana" Aku ingin kita berduaan saja."
Kat tersenyum. "Jangan khawatir. Kau tak bisa membayangkan betapa bahagianya aku. Aku cinta padamu."
"Aku juga. Dan Minggu malam aku akan membuktikannya."
Berulang kali Mallory merenungkan rencananya. Sepertinya tak mungkin gagal. Ia telah memikirkan detail-detail yang sekecil-kecilnya. Tak seorang pun akan menuduhnya bersalah atas kematian Kat.
Barang-barang yang dibutuhkannya sebenarnya bisa diperoleh di rumah sakit, namun ia tidak mau ambil risiko. Keamanan telah diperketat setelah kasus Bowman. Karena itu, pagi-pagi-hari Minggu, Mallory mencari apotek yang jauh dari tempat tinggalnya. Sebagian besar apotek tutup Minggu pagi, dan ia sempat mendatangi setengah lusin
tempat berbeda sebelum menemukan apotek yang buka.
Apoteker di balik meja layan berkata, "Pagi. Bisa saya bantu?"
"Ya. Saya akan mengunjungi pasien di sekitar sini, dan saya perlu menebus resep untuknya." Ia mengeluarkan buku resepnya dan menuliskan sesuatu.
Apoteker itu tersenyum. "Zaman sekarang sudah jarang ada dokter yang melakukan kunjungan rumah."
"Saya tahu. Sayang sekali, bukan" Orang-orang memang semakin tak peduli." Mallory menyerahkan selembar kertas.
Si apoteker mempelajarinya dan mengangguk. "Tunggu sebentar. Ini takkan lama."
"Terima kasih."
Langkah pertama. Sore itu, Mallory mampir ke rumah sakit. Tak sampai sepuluh menit kemudian ia sudah keluar lagi, dan waktu pergi, ia membawa bungkusan kecil. &&*r-Langkah kedua.
Mallory telah berjanji akan makan malam bersama Kat di Trader Vic"s, dan ia sudah menunggu ketika Kat ttba.-la memperhatikan Kat menuju mejanya dan berkata dalam hati, Makan malammu yang terakhir, perempuan keparat. Ia berdiri dan menampilkan senyum mesra.
"Halo, Sayang. Kau kelihatan cantik sekail" Dan memang hams diakui, Kat tampil sangat menawan. Dia pantas jadi model. Dan t dia hebat di tempat tidur. Kekurangannya, pikir Ken, cuma sekitar 20 juta, plus-minus beberapa juta.
Kat sadar semua wanita lain di restoran menatap Ken. Mereka iri padanya. Tapi Ken hanya memandang Kat. Ia bersikap seperti dulu, mesra dan penuh perhatian. "Apa kabar?" tanya Ken. Kat menghela napas. "Sepanjang hari aku sibuk sekali. Tadi pagi ada tiga operasi, lalu dua lagi tadi sore." Ia membungkuk sedikit. "Aku tahu sekarang belum waktunya, tapi seartinya aku merasakan bayi kita menendang-nendang waktu aku ganti pakaian."
Mallory tersenyum. "Barangkali dia sudah mau keluar."
"Ada baiknya kalau aku di-USG, supaya kita tahu apakah dia laki-laki atau perempuan. Setelah itu, aku bisa mulai beli baju untuknya."
"Ide bagus." "Ken, bagaimana kalau tanggal permkahannya kita tetapkan saja" Aku ingin menikah secepat mungkin."
"Boleh saja," jawab Mallory dengan santai. "Minggu depan kita sudah bisa daftar di catatan sipil." .
"Oh, bagus!" Kat mendadak teringat sesuatu. "Mungkin kita bisa minta cuti beberapa hari dan
399 pergi berbulan madu. Jangan jauh-jauh?ke Oregon atau Washington saja."
Kau keliru, Sayang. Aku akan berbulan madu di bulan Juni, di kapal pesiarku di French Riviera.
"Kedengarannya menarik juga. Aku akan bicara dengan Wallace."
Kat meremas tangan Mallory. "Terima kasih," ia berkata dengan suara parau. "Aku akan jadi istri terbaik di dunia"
"Aku percaya" Mallory tersenyum. "Sekarang makan sayuran mu. Bayi kita hams sehat, kan?"
Pukul 09.00 malam mereka meninggalkan restoran. Ketika mereka mendekati gedung apartemen Kat, Mallory berkata, "Kau yakin Paige dan Honey tidak ada di rumah?"
"Aku sudah memastikannya," jawab Kat. "Paige ada di ramah sakit, sedang dinas, dan Honey sudah kuberitahu kau dan aku ingin berduaan saja di ramah."
Sial! Kat melihat ekspresi wajah Mallory. "Ada apa?"
Tidak ada apa-apa Tapi aku lebih suka kalau urusan pribadi kita tidak diketahui orang lain." Aku harus berhati-hati, ujar Mallory dalam hati. Sangat berhad-hati. "Ayo, cepatlah."
Kat senang melihat Mallory begitu tak sabar.
Setelah masuk ke apartemen, Mallory mendesak, "Ayo, kita langsung ke kamar tidur." Kat tersenyum lebar. "Ide bagus."
Mallory memperhatikan Kat menanggalkan pakaian, dan dalam hati ia berkata Bentuk tubuhnya memang luar biasa. Badannya bakal rusak karena hamil.
"Kau tidak buka pakaian, Ken?" "
"Tentu." Mallory teringat bagaimana Kat menyuruhnya membuka pakaian, lalu meninggalkannya begitu saja. Hmm, sekarang waktunya balas dendam.
. Perlahan-lahan ia melepaskan pakaiannya. Moga-moga aku mampu, ia berkata dalam hati. Ia begitu gugup, sehingga hampir gemetaran. Apa yang akan kulakukan adalah salahnya. Bukan salahku. Dia sudah kuberi kesempatan mundur, tapi dia terlalu bodoh untuk memanfaatkannya.
Ia naik ke tempat tidur dan merasakan kehangatan rabuh Kat di sampingnya. Mereka mulai saling membelai, dan Mallory pun merengkuh Kat "Oh, Sayang"," desah Kat, kemudian ia terbaring di pelukan Mallory.
Kat bertanya dengan cemas, "Kau sudah?"" "Tentu saja" Mallory berbohong. Padahal ia terlalu tegang. "Bagaimana kalau kita minum dulu?" "Jangan. Aku tidak boleh. Bayinya?" "Tapi ini kan perayaan kita, Sayang. Satu gelas saja takkan ada pengaruhnya."
Kat bimbang. "Baiklah. Gelas kecil saja." Ia mulai berdiri.
Mallory mencegahnya, "Jangan, jangan. Tunggu di sini saja, Mama. Mulai sekarang kau harus membiasakan diri dimanja."
Kat memperhatikan Mallory pergi ke ruang duduk, dan dalam hati berkata, Aku wanita paling beruntung " seluruh dunia
Mallory menuju bar dan menuangkan scotch ke dalam dua gelas. Ia melirik ke kamar tidur untuk memastikan ia tak terlibat, lalu menghampiri sofa, tempat ia meletakkan jasnya. Ia mengambil botol kecil dari kantong jas dan menuangkan isinya ke dalam minuman Kat. Ia kembali ke bar, mengaduk minuman Kat, dan mengendus-endus. Tak ada bau. Ia membawa kedua gelas ke kamar tidur dan menyerahkan minuman Kat.
"Mari bersulang untuk bayi kita," kata Kat.
"Ya. Untuk bayi kita."
Ken memperhatikan Kat minum seteguk.
"Kita akan cari apartemen yang nyaman," Kat berangan-angan. "Aku akan mengatur kamar bayi. Anak kita akan dimanja habis-habisan." Ia minum seteguk lagi.
Mallory mengangguk. "Ya, tentu." Ia memperhatikan Kat dengan saksama. "Bagaimana perasaanmu?"
"Bahagia sekali. Tadinya aku begitu cemas tentang kita, Sayang, tapi sekarang tidak lagi."
"Bagus," ujar Mallory. "Tak ada yang perlu kaucemaskan."
Mata Kat mulai terasa berat. "Memang," katanya, "tak ada yang perlu kucemaskan." Ucapannya mulai tidak jelas. "Ken, aku merasa aneh." Ia mulai terhuyung-huyung.
"Seharusnya kau jangan hamil."
Kat menatap Mallory dengan bingung. "Apa?" "Kau merusak semuanya, Kat." ??Merusak?"" Kat sukar berkonsentrasi. "Kau menghalangiku." "Apa?"
"Tak ada yang boleh menghalangiku." "Ken, aku pusing."
Mallory hanya berdiri sambil mengamatinya. "Ken" tolong, Ken?" Kepala Kat terkulai ke bantal.
Mallory kembali menatap arlojinya. Masih banyak waktu.
34 Honey yang pertama pulang ke apartemen dan menemukan mayat Kat terbaring di tengah genangan darah di lantai kamar mandi yang dingin. Sebuah kuret yang berlumuran darah tergeletak di sampingnya. Ia mengalami perdarahan pada rahimnya.
Honey berdiri seperti patung. "Oh, Tuhan!" Tenggorokannya seakan-akan tercekik, dan ia hanya dapat berbisik. Ia berlutut di samping Kat, menempelkan jari yang gemetar ke nadi di leher temannya itu. Ia tak merasakan apa-apa. Honey bergegas ke ruang duduk, mengangkat gagang telepon, dan memutar 911.
Sebuah suara pria berkata, "Sembilan-satu-satu Darurat." Kat^
Honey tak sanggup berkata apa-apa.
"Sembilan-satu-satu Darurat" Halo?"" *To" tolong! Saya" ada"," Honey terbata-bata. "Dia" dia mati." "Siapa yang mati, Miss?" "Kat."
4tu "Kucing Anda mati?"
"Bukan!" jerit Honey. "Kat mati. Kirim orang ke sini. Segera." "Lady?"
Honey membanting gagang telepon. Dengan jari gemetaran ia menghubungi rumah sakit. "Dr. T" Taylor." Suaranya nyaris tak terdengar.
"Harap tunggu sebentar."
Tangan Honey mencengkeram gagang telepon, dan ia menunggu dua menit sebelum mendengar suara Paige. "Dr. Taylor."
"Paige! Kau" kau harus pulang sekarang juga."
"Honey" Ada apa?"
"Kat" mati."
"Apa?" Paige tak mau percaya. "Kenapa?"
"Ke" kelihatannya dia berusaha menggugurkan kandungannya."
"Ya Tuhan! Baiklah. Aku pulang secepat mungkin."
Ketika Paige tiba di apartemen, sudah ada dua petugas polisi berseragam, seorang detektif, serta petugas pemeriksa mayat di sana. Honey berada di kamarnya, berada di bawah pengaruh obat penenang. Petugas pemeriksa mayat sedang mengamati tubuh Kat yang telanjang. Detektif tadi menoleh ketika Paige memasuki kamar mandi yang penuh darah. "Siapa Anda?"
Paige menatap sosok Kat yang tak bernyawa.
Wajahnya pucat pasi. "Saya Dr. Taylor. Saya tinggal di sini."
"Barangkah Anda bisa membantu. Saya Inspektur Burns. Saya sudah berusaha bicara dengan wanita satu lagi yang tinggal di sini, tapi dia histeris. Dia sudah diberi obat penenang oleh dokter."
Paige memalingkan wajah dari pemandangan mengerikan di lantai. "Apa" apa yang ingin Anda ketahui?"
"Dia tinggal di sini?"
"ya" "Sepertinya dia melakukan kesalahan waktu mencoba menggugurkan kandungan," detektif itu berkata.
Kepala Paige serasa berputar-putar. Ia angkat bicara dan berkata, "Saya tidak percaya."
Inspektur Burns mengamatinya sejenak. "Kenapa Anda tidak percaya, Dokter?"
"Dia menginginkan bayinya." Pikiran Paige sudah mulai jernih kembali. "Ayah bayi. itu yang tidak menghendakinya."
"Ayahnya?" "Dr. Ken Mallory. Dia bekerja di Embarcadero County Hospital. Dia tidak mau menikah dengannya Begini, Kat juga dokter. Kalau mau menjalani aborsi, dia tak mungkin melakukannya sendiri di kamar mandi." Paige menggelengkan kepala. "Pasti ada yang tidak beres."
Petugas pemeriksa mayat kembali berdiri. "Barangkali dia mencobanya sendiri karena tidak mau orang lain tahu tentang bayinya"
"Itu tidak benar. Dia memberitahu kami." Inspektur Bums menatap Paige. "Apakah dia sendirian malam ini?" "Tidak. Dia berkencan dengan Dr. Mallory."
Ken Mallory berbaring di tempat tidur. Dengan teliti ia mengingat-ingat setiap kejadian malam itu. Ia membayangkan setiap langkah untuk memastikan tak ada yang terlewatinya. Sempurna, ia menyimpulkan. Dalam hati ia bertanya-tanya mengapa polisi belum muncul juga dan pada saat itulah bel pintu berbunyi. Mallory membiarkannya berdering tiga kali, lalu berdiri, mengenakan kimono, dan keluar ke mang duduk.
Ia berdiri di depan pintu. "Siapa itu?" Suaranya bernada mengantuk.
Sebuah suara berkata, "Dr. Mallory?"
"Ya." "Inspektur Bums. San Francisco Police Department."
"Polisi?" Suaranya bernada kaget, namun tidak berlebihan. Mallory membuka pintu.
Pria yang berdiri di lorong memperlihatkan lencananya. "Boleh masuk?"
"Ya. Ada apa ini?"
"Anda mengenal Dr. Hunter?"
"Tentu saja." Kesan cemas melintas di wajah Mallory. "Ada apa dengan Kat?"
"Apakah Anda bersama Dr. Hunter malam ini?"
"Ya. Demi Tuhan! Apa yang terjadi" Dia tidak apa-apa, bukan?"
am "Maaf, saya terpaksa menyampaikan kabar burak. Dr. Hunter tewas."
"Tewas" Saya tidak percaya Kenapa?"
"Rupanya dia berusaha melakukan aborsi, tapi gagal."
"Oh, ya Tuhan!" ujar Mallory. Ia duduk dan menundukkan kepala "Ini salah saya."
Inspektur Buras menatapnya sambil mengerutkan kening. "Salah Anda?"
"Ya Saya.. Dr. Hunter dan saya akan menikah. Saya bilang padanya sekarang belum waktunya punya anak. Saya ingin menundanya dan dia setuju. Saya mengusulkan agar dia pergi ke rumah sakit, supaya ditangani di sana, tapi rupanya dia memutuskan untuk" saya., saya belum bisa percaya."
"Jam berapa Anda meninggalkan Dr. Hunter?"
"Sekitar jam sepuluh. Saya mengantarnya sampai ke pintu apartemennya lalu pulang."
"Anda tidak masuk?"
Tidak." "Apakah Dr. Hunter sempat menyinggung rencananya?"
"Maksud Anda soal?" Tidak. Dia tidak menyinggungnya"
Inspektur Bums mengeluarkan kartu nama. "Kalau Anda ingat sesuara yang mungkin bisa membantu, Dokter, tolong telepon saya"
"Tentu. Saya.. Anda tak bisa membayangkan betapa kagetnya saya"
Malam itu Paige dan sekejap pun. Berulang-ulang mereka membicara-j kan nasib yang menimpa Kat, dan keduanya sama-sama terpukul sekali.
Inspektur Burns muncul pukul sembilan.
"Selamat malam. Saya ingin memberitahu Anda bahwa saya bicara dengan Dr. Mallory semalam."
"Apa katanya?" "Dia bilang mereka makan malam bersama. Kemudian dia mengantarnya ke apartemen dan langsung pulang."
"Dia bohong," ujar Paige. Ia memutar otak. "Tunggu dulu! Apakah ada sperma di tubuh Kat?"
"Ya ada." "Nah," ujar Paige penuh semangat, "itu membuktikan dia bohong. Dia melakukan hubungan seks dan?"
"Soal ini sudah saya bicarakan dengannya tadi, sebelum saya ke sini. Dia mengaku mereka berhubungan sebelum pergi makan malam."
"Oh." Paige belum mau menyerah. "Pasji ada sidik jari Dr. Mallory pada kuret yang dipakainya untuk membunuh Kat." Suaranya berapi-api. "Anda menemukan sidik jari?"
"Ya, Dokter," Bums berkata dengan sabar. "Sidik jari Dr. Hunter."
"Tidak mung" Tunggu! Berarti Dr. Mallory memakai sarung tangan, dan setelah selesai, dia menaruh sidik jari Kat pada kuret itu. Bagaimana, masuk akal tidak?"
"Kedengarannya Anda terlalu banyak nonton film detektif di TV." -
"Anda tidak percaya Kat dibunuh?"
"Maaf, tak ada petunjuk yang mengarah ke sana."
"Sudah ada laporan autopsi?"
"Sudah." "Bagaimana hasilnya?"
"Petugas pemeriksa mayat berpendapat Dr. Hunter tewas akibat kecelakaan. Dr. Mallory memberitahu saya bahwa Dr. Hunter memutuskan menggugurkan kandungan, Jadi rupanya dia?"
"Pergi ke kamar mandi dan menjagal dirinya sendiri?" Paige memotong. "Demi Tuhan, Inspektur! Dia dokter, ahli bedah! Tak mungkin dia berbuat begitu terhadap dirinya sendiri."
Inspektur Bums termenung-menung. "Maksud Anda, Mallory membujuknya untuk menjalani aborsi, dan berusaha membantunya, lalu pergi setelah gagal?"
Paige menggelengkan kepala. "Bukan. Pasti bukan begitu kejadiannya. Kat takkan setuju. Mallory sengaja membunuhnya." Paige berpikir sambil bicara, "Kat cukup kuat. Dia hams dalam keadaan tak sadar agar Mallory" bisa melakukan apa yang dilakukannya." "
"Autopsi tidak menunjukkan tanda-tanda kekerasan yang bisa membuatnya tidak sadar. Tidak ada luka memar pada lehernya."
"Apakah ada sisa-sisa pil tidur atau?""
"Tidak ada apa-apa." Burns melihat ekspresi di wajah Paige. "Menurut saya, ini bukan kasus pembunuhan. Saya kira Dr. Hunter melakukan kesalahan, dan" maaf, saya-tak bisa berbuat apa-apa."
Paige memperhatikan petugas polisi itu menuju pintu. "Tunggu! Anda sudah mendapatkan motif."
Bums membalik. "Tidak juga. Mallory mengaku Dr. Hunter setuju melakukan aborsi."
"Tapi dia membunuh Kat," balas Paige dengan ketus.
"Dokter, kita tidak memiliki bukti-bukti. Kita hanya bisa berpegang pada keterangan pihak-pihak yang terlibat, sedangkan Dr. Hunter sudah meninggal. Saya menyesal."
Paige memperhatikannya pergi.
Ken Mallory takkan kubiarkan lolos begitu saja, ia bersumpah dalam hati. "^3|?
Jason menemui Paige. "Aku sudah dengar beritanya," ia berkata. "Aku tak habis pikir, bagaimana mungkin dia berbuat senekat itu?"
"Dia tidak melakukan apa-apa," kata Paige. "Dia dibunuh." Ia menceritakan percakapannya dengan Inspektur Bums kepada Jason. "Polisi tidak mau mengadakan pengusutan lebih lanjut. Mereka menganggap kejadian itu sebagai kecelakaan. Jason, akulah yang bersalah atas kematian Kat."
"Apa maksudmu?"
"Aku yang membujuknya agar berkencan dengan Mallory. Mula-mula Kat tidak mau. Semuanya berawal sebagai lelucon, dan kemudian dia" dia jatuh cinta padanya. Oh, Jason!"
"Kau tidak boleh menyalahkan dirimu karena itu," Jason berkata dengan tegas. Dengan galau Paige memandang berkeliling.
"Aku tak bisa tinggal lebih lama di apartemen ini. Aku hams keluar dari sini."
Jason memeluknya. "Sebaiknya kita segera menikah."
"Aku tidak bisa. Maksudku, Kat baru?" "Aku mengerti. Kita tunggu satu atau dua minggu." "Baiklah."
"Aku mencintaimu, Paige."
"Aku juga mencintaimu, Sayang. Ini konyol sekali, kan" Aku merasa bersalah karena Kat dan aku sama-sama jatuh cinta, dia mati sedangkan aku hidup."
Foto itu terpampang pada halaman pertama San Francisco Chronicle edisi Selasa, memperlihatkan Ken Mallory yang tersenyum cerah sambil merangkul Lauren Harrison. Keterangan di bawahnya berbunyi "Ahli Waris Calon Istri Dokter".
Paige menatapnya dengan pandangan tak percaya. Bara dua hari yang lalu Kat meninggal, dan Ken Mallory sudah mengumumkan pertunangannya dengan wanita lain! Selama ini ia berjanji akan menikahi Kat, tapi sesungguhnya ia berniat memperistri orang lain. Itu sebabnya dia membunuh Kat. Untuk menyingkirkannya!
Paige mengangkat gagang telepon dan menghubungi markas besar polisi. "Tolong sambungkan dengan Inspektur Bums." Beberapa saat kemudian, ia sudah bicara dengan petugas polisi ini;
"Ini Dr. Taylor." "Ya, Dokter."
"Anda sudah melihat foto di Chronicle pagi
ini?" "Sudah."
"Nah, itulah motif yang Anda cari!" Paige berseru. "Ken Mallory terpaksa membungkam Kat sebelum Lauren Harrison mengetahui hubungan mereka. Anda harus menahan Mallory." Paige nyaris berteriak.
"Tunggu dulu. Jangan terbura-bura, Dokter. Ini memang bisa dianggap sebagai motif, tapi seperti sudah saya katakan, kita belum mempunyai sepotong bukti pun. Anda sering bilang Dr. Hunter haras dalam keadaan tidak sadar agar Mallory dapat melakukan aborsi. Setelah bicara dengan Anda, saya membahas masalah itu dengan ahli forensik kami. Tak ada tanda-tanda kekerasan yang mungkin menyebabkan Dr. Hunter tidak sadar."
"Kalau begitu, dia diberi obat penenang oleh Mallory," Paige berkeras. "Mungkin khloral hidrat. Obat itu bereaksi dengan cepat dan?"
Inspektur Bums berkata dengan sabar, "Dokter, kami tidak menemukan sisa-sisa khloral hidrat pada tubuh-korban. Maaf, saya benar-benar menyesal, tapi kami tak bisa menahan orang hanya karena dia akan menikah. Ada lagi yang ingin Anda bicarakan?"
Banyak sekali. "Tidak," ujar Paige. Ia membanting gagang telepon dan duduk termenung-menung.
Mallory pasti membius Kat. Dan obat itu paling mudah diperolehnya di apotek rumah sakit.
Lima belas menit kemudian, Paige sudah dalam perjalanan ke Embarcadero County Hospital.
Pete Samuels, apoteker kepala di rumah sakit, berdiri di belakang meja layan. "Selamat pagi, Dr. Taylor. Bisa saya bantu?"
"Kalau tidak salah, Dr. Mallory datang ke sini beberapa hari yang lalu untuk mengambil obat tertentu. Dia sempat menyebutkan namanya, tapi saya lupa."
Samuels mengeratkan kening. "Seingat saya, sudah sekitar sebulan Dr. Mallory tidak ke sini." "Anda yakin?"
Samuels mengangguk. "Ya, soalnya kami selalu mengobrol soal football."
Paige langsung lesu. "Terima kasih."
Dia pasti menulis resep di apotek lain. Paige tahu, semua resep untuk obat penenang harus dibuat rangkap tiga?satu salinan untuk pasien bersangkutan, satu untuk dikirim ke Bureau of Controlled Substances, dan satu lagi untuk arsip apotek.
Obat itu pasti ditebus di salah satu apotek di San, Francisco, sedangkan di sini ada sekitar dua ratus sampai tiga ratus apotek. Paige sadar, ia tak mungkin melacaknya. Kemungkinan besar Mallory bara membeli obat itu beberapa saat sebelum membunuh Kat. Berarti Sabtu atau Minggu. Kalau hari Minggu, mungkin masih ada harapan, pikir Paige. Sedikit sekali apotek yang buka hari Minggu. la naik ke kantor tempat surat-surat tugas disimpan, dan mencari jadwal tugas hari Sabtu. Dr. Ken Mallory ternyata bertugas jaga sepanjang hari, jadi kemungkinan besar obat itu ditebusnya pada hari Minggu. Berapa banyak apotek di San Francisco yang buka pada hari Minggu"
Paige mengangkat gagang telepon dan menghubungi state pharmaceutical board.
"Ini Dr. Taylor," ujar Paige. "Hari Minggu kemarin, rekan saya menitipkan resep di sebuah apotek. Dia minta tolong agar saya mengambil obatnya, tapi saya lupa nama apotek itu. Barangkali Anda bisa membantu saya?"
"Ehm, saya tidak tahu bagaimana saya bisa membantu Anda, Dokter. Kalau Anda tidak ingat?"
"Sebagian besar apotek tutup pada hari Minggu, bukan?"
"Ya, tapi?" "Saya akan sangat berterima kasih seandainya Anda bisa memberikan daftar apotek yang buka."
Hening sejenak. "Ehm, kalau memang mendesak?"
"Ini sangat mendesak," Paige meyakinkan lawan bicaranya.
"Tunggu sebentar."
Daftar itu berisi 36 nama, dan apotek-apotek itu tersebar di semua penjuru kota. Sebenarnya tak ada masalah kalau saja ia bisa minta bantuan polisi, tapi Inspektur Burns tidak mempercayainya. Honey dan aku harus mengerjakannya sendiri, pikir Paige. Ia menjelaskan rencananya kepada Honey.
"Harapannya tipis sekali, kan?" ujar Honey. "Kita bahkan tidak tahu pasti apakah dia menebus obat itu pada hari Minggu."
"Ini satu-satunya harapan bagi kita." Bagi Kat. "Aku akan mendatangi apotek-apotek di Richmond, Marina, North Beach, Upper Market, Mission, dan Potrero, dan kauperiksa apotek-apotek di daerah Excelsior, Ingleside, Lake Merced, Western Addition, dan Sunset."
"Baiklah." Di apotek pertama yang didatanginya, Paige memperlihatkan tanda pengenalnya dan berkata, "Rekan kerja saya, Dr. Ken Mallory, datang ke sini untuk menebus resep hari Minggu lalu. Dia sedang ke luar kota, dan dia minta saya mengulangi resep itu, tapi saya lupa namanya. Apakah Anda bisa mencarikannya?"
"Dr. Ken Mallory" Tunggu sebentar." Beberapa menit kemudian, apoteker itu muncul kembali. "Maaf, hari Minggu lalu tidak ada resep dari Dr. Mallory."
"Terima kasih."
Paige memperoleh jawaban yang sama di empat apotek berikut
Honey mengalami nasib serupa.
"Di sini ada ribuan resep."
"Saya tahu, tapi ini hari Minggu kemarin."
"Hmm, tidak ada resep dari Dr. Mallory. Maaf."
Sepanjang hari mereka berkeliling dari apotek ke apotek. Keduanya mulai patah semangat. Baru
menjelang senja, tak lama sebelum waktu tutup, Paige menemukan apa yang dicarinya di sebuah apotek kecil di kawasan Potrero. Apoteker yang ditemuinya berkata, "Oh, ya, ini dia. Dr. Ken Mallory. Saya ingat dia. Dia hendak mengunjungi pasien di rumah. Saya terkesan, sebab sekarang ini jarang ada dokter yang masih melakukan kunjungan rumah."
Belum pernah ada resident yang melakukan kunjungan rumah. "Resepnya untuk apa?"
Tanpa sadar Paige menahan napas.
"Khloral hidrat."
Paige hampir gemetar karena gembira. "Anda yakin?"-
"Itu yang tertulis di sini."
"Siapa nama pasiennya?"
Apoteker itu menatap salinan resep. "Spyros Levathes."
"Apakah saya bisa minta salinan resep ini?", tanya Paige.
"Tentu saja, Dokter."
Sam jam kemudian, Paige sudah berada di mang kerja Inspektur Bums. Ia meletakkan salinan resep tadi ke mejanya.
"Ini bukti yang Anda minta," kata Paige. "Hari Minggu lalu, Dr. Mallory mendatangi apotek yang jaraknya bermil-mil dari tempat tinggalnya, dan menebus resep untuk khloral hidrat. Obat itu di-campurkannya ke minuman Kat, dan setelah Kat
Tiada Yang Abadi N0th1ng Lasts Forever Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak sadar, dia menjagalnya agar kelihatan seperti kecelakaan."
"Maksud Anda, dia memasukkan khloral hidrat ke minuman korban, lalu membunuhnya?" - "Ya."
"Masalahnya cuma satu, Dr. Taylor. Menurut laporan autopsi, di dalam tubuh korban tidak ditemukan khloral hidrat.*
"Pasti ada. Barangkah ahli patologi Anda membuat kesalahan. Coba minta dia melakukan pemeriksaan ulang."
Kesabaran Inspektur Burns mulai menipis. "Dokter?" "Tolonglahf Saya tahu saya benar." "Anda hanya buang-buang waktu." Paige tidak mengalihkan pandangan dari wajah petugas polisi itu.
Bums menghela napas. "Baiklah. Saya akan meneleponnya. Siapa tahu dia memang melakukan kesalahan."
Jason menjemput Paige untuk makan malam. "Kita makan di ramahku," katanya. "Ada sesuatu yang ingin kuperlihatkan padamu."
Dalam perjalanan ke sana, Paige menceritakan perkembangan terakhir kepada Jason.
"Mereka pasti akan menemukan khloral hidrat dalam tubuh Kat," ujar Paige. "Dan Ken Mallory akan menerima ganjaran setimpal."
"Aku ikut prihatin tentang semuanya ini, Paige."
"Aku tahu." Paige menempelkan tangan Jason ke pipinya. "Untung ada kau."
Mereka be"rhenti di depan ramah Jason.
Paige memandang ke luar jendela dan terpana. Bagian depan rumah itu kini dikelilingi pagar kayu yang dicat putih.
Ia seorang diri di apartemen yang gelap. Ken Mallory menggunakan anak kunci yang diberikan Kat padanya, dan diam-diam menuju kamar tidur. Paige mendengar suara langkah mendekat, tapi sebelum ia sempat bergerak, Mallory sudah menyergap dan mencekiknya.
"Perempuan keparat! Kau mau menghancurkanku. Hah, kau takkan menggangguku lagi." Cekikannya semakin keras. "Kalian semua berhasil kukelabui, kan" Takkan pernah ada yang bisa membuktikan aku membunuh Kat."
Paige berusaha menjerit, tapi bernapas pun ia tak sanggup. Ia meronta-ronta untuk membebaskan diri, dan tiba-tiba ia terbangun. Ia sendirian di kamarnya. Paige duduk di tempat tidur, dan seluruh tubuhnya gemetaran.
Setelah itu ia tidak bisa tidur kembali, dan ia duduk sambil menunggu telepon.dari Inspektur Bums. Petugas polisi itu menelepon pukul sepuluh pagi.
"Dr. Taylor?" "Ya?" Paige menahan napas.
"Saya baru terima laporan ketiga dari ahli forensik kami."
"Apa katanya?" Jantung Paige berdebar-debar.
"Dia tidak menemukan khloral hidrat atau obat penenang apa pun dalam tubuh Dr. Hunter. Sama sekali tidak ada."
Tak mungkin f Pasti ada. Tak ada tanda-tanda kekerasan yang bisa menyebabkan Kat tidak sadar. Tak ada luka memar pada lehernya. Ini tidak masuk akal! Kat pasti tidak sadar ketika Mallory membunuhnya. Ahli forensik itu keliru.
Paige memutuskan berbicara langsung dengannya"
Dr. Dolan tampak jengkel. "Saya tidak suka ditodong seperti ini," katanya. "Sudah tiga kali saya periksa mayat korban. Saya sudah memberitahu Inspektur Bums bahwa saya tidak menemukan khloral hidrat dalam organ-organ tubuh korban, dan memang tidak ada." "Tapi?"
"Ada lagi, Dokter?"
Paige menatapnya dengan pandangan tak berdaya. Harapannya yang terakhir telah sirna. Ken Mallory berhasil lolos. "Saya" saya rasa tidak. Kalau Anda sama sekali tidak menemukan bahan kimia dalam tubuh Kat, ?" tejjf>v >. ?.
"Saya tidak bilang sama sekali tidak ada bahan kimia."
Paige menatapnya dengan harapan baru. "Anda menemukan sesuatu?"
"Ada jejak trikhloroetilen."
Paige mengerutkan kening. "Bagaimana pengaruhnya?"
Dr. Dolan angkat bahu. "Tidak ada pengarah sama sekali. Itu obat analgesik. Takkan ada orang yang tertidur karenanya."
"Oh, begitu." "Maaf, saya tidak bisa membantu Anda."
Paige mengangguk. "Terima kasih."
Ia berjalan menyusuri lorong panjang di kamar mayat, tertekan. Dalam hati ia merasa ada sesuatu yang terlewatinya. Semula ia begitu yakin Kat dibius dengan khloral hidrat.
Dia cuma menemukan jejak trikhloroetilen. Takkan ada yang tertidur karenanya. Tapi kenapa ada trikhloroetilen dalam tubuh Kat" Kat tidak minum obat sebelum kematiannya. Paige berhenti di tengah koridor. Otaknya bekerja keras.
Ketika tiba di rumah sakit, Paige segera mengunjungi perpustakaan medis di lantai lima. Cuma perlu waktu kurang dari satu menit untuk mencari trikhloroetilen. Keterangannya berbunyi demikian: Cairan tak berwarna, bening, mudah menguap, dengan berat spesifik 1,47 pada 59 Fahrenheit. Termasuk hidrokarbon yang terhalogenasi, dengan rumus kimia C C h, CHCl.
Dan kemudian, di baris terakhir, Paige menemukan apa yang dicarinya. Pada saat terurai, khloral hidrat menghasilkan trikhloroetilen sebagai produk sampingan.
421 35 "Inspektur, Dr. Taylor ingin bertemu Anda."
"Lagi?" Burns sempat mempertimbangkan menolak kedatangannya. Wanita itu terobsesi teori setengah matang yang telah disusunnya. Bums bertekad mengakhirinya. "Suruh dia masuk."
Ketika Paige masuk ke ruang kerjanya, Inspektur Burns berkata, "Begini, Dokter, saya pikir ini sudah keterlaluan. Dr. Dolan menelepon saya dan mengeluh tentang?"
"Saya tahu bagaimana Ken Mallory melakukannya!" Suara Paige penuh semangat. "Dr. Dolan menemukan trikhloroetilen dalam tubuh Kat."
Bums mengangguk. "Dr. Dolan sudah memberi tahu saya Tapi dia menegaskan korban tak mungkin pingsan karena itu. Dia?"
"Khloral hidrat berubah menjadi trikhloroetilen!" Paige berkata dengan puas. "Mallory bohong waktu mengaku tidak ikut masuk ke apartemen bersama Kat. Dia mencampurkan khloral hidrat ke minuman Kat. Cairan itu tidak memiliki rasa jika dicampur alkohol, dan hanya memerlukan waktu
422 beberapa menit untuk bekerja. Setelah Kat tidak sadar, Mallory membunuhnya. Dia sengaja mengatur semuanya agar kelihatan seperti aborsi yang gagal."
"Dokter Taylor, Anda terlalu berspekulasi."
"Tidak. Mallory menuliskan resep untuk pasien bernama Spyros Levathes, tapi dia tak pernah memberikan resep itu."
"Dari mana Anda tahu itu?"
"Karena dia tak mungkin memberikannya. Saya sudah memeriksa catatan Spyros Levathes. Dia menderita porfiria eritropoiesis."
"Apa itu?" "Gangguan metabolisme bersifat turunan. Gangguan tersebut menyebabkan kepekaan berlebihan terhadap sinar dan luka-luka, hipertensi, jantung berdebar-debar, dan sejumlah gejala tak menyenangkan lainnya."
"Saya tetap belum mengerti." "Dr. Mallory tidak memberikan khloral hidrat kepada pasiennya, karena obat itu akan membunuhnya! Khloral hidrat dikontraindikasi untuk porfiria, karena akan menimbulkan kejang-kejang."
Untuk pertama kali Inspektur Bums tampak terkesan. "Anda betul-betul bekerja keras rupanya?"
Paige tems mendesak, "Untuk apa Ken Mallory mendatangi apotek yang jauh dari tempat tinggalnya, dan menebus sebuah resep yang tak mungkin diberikannya kepada pasien bersangkutan" Anda harus menahannya." Inspektur Bums mengangkat sebelah tangan.
423 "Baiklah. Begini saja. Saya akan bicara dengan kantor jaksa wilayah untuk memastikan apakah bukti ini cukup kuat."
Paige tahu ia tak dapat berbuat apa-apa lagi. "Teruna kasih, Inspektur." "Saya akan menghubungi Anda."
Setelah Paige pergi, Inspektur Bums duduk sambil merenungkan percakapan mereka. Tak ada bukti-bukti nyata yang memberatkan Dr. Mallory; hanya kecurigaan seorang wanita yang keras kepala. Bums meninjau fakta-fakta yang telah diperolehnya. Dr. Mallory sempat bertunangan dengan Kat Hunter. Dua hari setelah wanita itu tewas, ia bertunangan dengan putri Alex Harrison. Menarik, namun tidak melanggar hukum.
Mallory mengaku mengantar Dr. Hunter sampai ke pintu apartemen, tapi tidak ikut masuk. Autopsi menunjukkan adanya sperma dalam tubuh korban, tapi Mallory memberikan penjelasan yang masuk akal.
Lalu masih ada masalah khloral hidrat itu. Mallory menuliskan resep untuk obat yang bisa berakibat fatal bagi pasiennya. Apakah ia bersalah melakukan pembunuhan" Tidak bersalah"
Bums menekan tombol interkom untuk memanggil sekretarisnya. "Barbara, buatkan janji dengan Jaksa Wilayah untuk nanti sore."
Sudah ada empat pria di mang kerja itu ketika
Paige masuk: Jaksa Wilayah, asistennya pria bernama Warren, dan Inspektur Burns.
"Terima kasih atas kedatangan Anda, Dr. Taylor," Jaksa Wilayah berkata. "Inspektur Bums telah menceritakan perhatian Anda atas kematian Dr. Hunter. Saya hargai itu. Dr. Hunter tinggal bersama Anda, dan Anda mencari keadilan."
Rupanya Ken Mallory jadi ditahan!
"Ya," ujar Paige. "Tak ada yang perlu diragukan. Dr. Mallory membunuhnya. Setelah Anda menahannya?"
"Kelihatannya itu tidak mungkin."
Paige menatapnya dengan bingung. "Apa?"
"Kami tidak bisa menahan Dr. Mallory."
"Kenapa?" "Karena belum ada bukti kuat."
"Siapa bilang?" sem Paige. "Trikhloroetilen itu membuktikan?"
"Begini, Dokter, kelalaian dalam bidang hukum tak bisa dijadikan alasan dalam sidang pengadilan. Lain halnya dengan kelalaian dalam bidang kedokteran."
"Saya tidak mengerti."
"Mudah saja. Artinya, Dr. Mallory bisa saja mengaku melakukan kesalahan, dia tidak mengetahui pengaruh khloral hidrat terhadap penderita porfiria. Tak ada yang bisa membuktikan dia bohong. Tindakannya mungkin menunjukkan dia dokter yang sembrono, tapi tidak membuktikan dia bersalah melakukan pembunuhan."
Paige frustrasi. "Anda akan membiarkan dia lolos?"
Jaksa Wilayah mengamatinya sejenak. "Begini saja. Saya sudah membicarakannya dengan Inspektur Bums. Dengan seizin Anda, kami akan mengirim petugas ke apartemen Anda untuk mengambil gelas-gelas itu dari bar. Kalau kami menemukan jejak khloral hidrat, kami akan mengambil langkah berikut."
"Bagaimana kalau dia sudah mencuci gelas-gelas ftu?"
Inspektur Burns angkat bicara, "Saya rasa dia takkan sempat mencuci gelas-gelas itu dengan sabun. Kalau sekadar dibilas, kami akan menemukan apa yang kami cari."
Dua jam kemudian, Inspektur Bums menelepon Paige.
"Kami sudah melakukan analisis kimia terhadap gelas-gelas itu, Dokter," ujar Burns.
Paige bersiap-siap menerima berita mengecewakan.
"Kami menemukan satu gelas dengan jejak trikhloroetilen."
Paige memejamkan mata dan memanjatkan doa syukur dalam hati.
"Selain itu, kami juga menemukan sidik jari. Kami akan membandingkan sidik jari itu dengan sidik jari Dr. Mallory."
Semangat Paige bangkit kembali.
Petugas polisi itu melanjutkan. "ketika membunuh korban?kalau memang dia yang membunuhnya?dia memakai sarung tangan, agar sidik jarinya tidak tertinggal pada kuret. Tapi rasanya tak mungkin dia mengenakan sarung tangan pada waktu menyerahkan minuman itu, dan barangkali saja dia juga tidak memakai sarung tangan /waktu mengembalikan gelas-gelas itu."
"Saya juga pikir begitu," ujar Paige.
"Terus terang, mula-mula saya meragukan teori Anda. Sekarang saya kira ada kemungkinan Dr. Mallory bersalah. Tapi untuk membuktikannya, itu masalah lain." Inspektur Bums terdiam sejenak. "Ehm, sikap Jaksa Wilayah memang beralasan. Memperkarakan Dr. Mallory hanya buang-buang waktu. Dia tinggal mengaku tidak mengetahui akibat sampingan dari obat yang hendak diberikannya. Tak ada undang-undang yang melarang kesalahan medis. Saya tidak tahu bagaimana?"
"Tunggu dulu!" sem Paige dengan berapi-api. "Rasanya saya tahu bagaimana caranya."
Ken Mallory sedang mendengarkan Lauren melalui telepon. "Ayah dan aku telah menemukan tempat praktek yang pasti cocok untukmu, Sayang! Sebuah suite di 490 Post Building. Aku akan mencarikan resepsionis untukmu, tapi yang tidak terlalu cantik."
Mallory tertawa. "Kau tidak perlu khawatir soal itu, Sayang. Di dunia ini hanya kau seorang yang kuinginkan."
"Aku sudah tak sabar menunggu sampai kau melibatnya. Kau bisa datang sekarang?" "Beberapa jam lagi aku sudah selesai bertugas." "Oke! Bagaimana kalau kau menjemputku di mmah?"
"Boleh. Tunggu saja." Mallory meletakkan gagang. Nasibku tak mungkin lebih baik dari ini, ia berkata dalam hati. Ternyata Tuhan memang ada, dan Dia menyayangiku.
Ia mendengar namanya dipanggil melalui pengeras suara. "Dr. Mallory" Kamar 430" Dr. Mallory" Kamar 430." Mallory duduk sambil melamun, membayangkan masa depan indah yang menantinya. Sebuah suite di 490 Post Building, gedung yang penuh wanita tua kaya raya, yang siap menghambur-hamburkan uang. Sekali lagi ia mendengar namanya. "Dr. Mallory" Kamar 430." Ia menghela napas dan berdiri. Sebentar lagi aku sudah keluar dari tempat keparat ini, pikirnya. Ia menuju Kamar 430.
Seorang resident menunggunya di koridor, di luar mangan itu. "Sepertinya ada masalah," katanya "Ini pasien Dr. Peterson, tapi Dr. Peterson tidak ada di tempat. Saya berselisih pendapat dengan salah satu dokter lain."
Mereka masuk. Di dalam ada tiga orang?seorang pria di tempat tidur, seorang juru rawat pria, dan seorang dokter yang belum pernah dilihat Mallory.
Resident tadi berkata "Ini Dr. Edwards. Kami perlu saran Anoa, Dr. Mallory."
"Apa masalahnya?"
Si resident menjelaskan, "Pasien ini menderita porfiria eritropoiesis, dan Dr. Edwards berkeras memberikan obat penenang."
"Boleh saja." "Terima kasih," ujar Dr. Edwards. "Sudah 48 jam pasien ini tak bisa tidur. Saya akan memberikan khloral hidrat agar dia bisa beristirahat dan?"
Mallory menatapnya sambil membelalakkan mata. "Anda sudah gila" Itu bisa membunuhnya! Dia akan mengalami kejang-kejang takhikardia, dan kemungkinan dia akan mati. Di mana Anda belajar kedokteran?" j,
Pria itu menatap Mallory dan berkata, "Saya tidak belajar kedokteran." Ia memperlihatkan sebuah lencana. "Saya dari San Francisco Police Department, Bagian Pembunuhan." Ia menoleh ke pria di tempat tidur. "Dapat semuanya?"
Orang itu mengeluarkan alat perekam dari bawah bantal. "Ya, setiap kata."
Mallory menatap mereka satu per satu. Ia mengerutkan kening. "Saya tidak mengerti. Ada apa ini" Ada apa sebenarnya?"
Petugas polisi itu berpaling kepada Mallory. "Dr. Mallory, Anda ditahan atas pembunuhan terhadap Dr. Kate Hunter."
36 Judul berita utama di San Francisco Chronicle berbunyi: DOKTER DITAHAN SEHUBUNGAN PEMBUNUHAN TUNANGAN. Artikel di bawahnya membahas kasus tersebut secara panjang-lebar dan mendetail.
Mallory membaca koran itu di dalam sel, lalu mencampakkannya.
Teman satu selnya berkomentar, "Kelihatannya kau tak bisa berkelit, kawan."
"Jangan terlalu yakin," balas Mallory dengan congkak. "Aku punya koneksi, dan mereka akan mencarikan pengacara terbaik untukku. Dalam 24 jam aku sudah keluar dari sini. Aku tinggal angkat telepon."
alex dan Lauren Harrison sedang membaca koran sambil sarapan.
"ya tuhan!" sem Lauren. "Ken! Aku tidak percaya."
seorang pelayan menghampiri meja makan. "maaf, mis* harrison. dr. mallory ingin bicara
430 dengan Anda. Kalau tidak salah, dia menelepon dari rumah tahanan."
"Terima kasih." Lauren hendak berdiri.
"Kau tetap di sini dan habiskan sarapanmu," Alex Harrison berkata dengan tegas. Ia berpaling kepada pelayannya. "Kami tidak kenal orang bernama Dr. Mallory."
Paige membaca koran sambil berpakaian. Mallory akan dihukum karena perbuatan mengerikan yang dilakukannya, tapi Paige tidak gembira Apa pun hukuman yang dijatuhkan kepada Mallory takkan membuat Kat kembali.
Bel pintu berdering. Paige membuka pintu, dan berhadapan dengan pria yang belum pernah dilihatnya. Orang itu mengenakan jas berwarna gelap dan membawa tas kantor.
"Dr. Taylor?" "Ya?" "Saya Roderick Pelham. Saya pengacara dari Rothman & Rothman. Boleh masuk?" Paige menatapnya dengan terheran-heran. "Ya." Pria itu melangkah masuk. "Ada perlu apa?"
Paige memperhatikannya membuka tas dan mengeluarkan sejumlah dokumen.
"Tentunya Anda sudah tahu bahwa Anda ahli waris utama.John Cronin?"
Paige mengeratkan kening. "Apa maksud Anda" Saya rasa ada kekeliruan."
431 "Oh, ini bukan kekeliruan. Mr. Cronin mewarisi kan uang sejumlah satu juta dolar kepada Anda."
Paige menjamhkan diri ke salah satu kursi. Ia teringat pesan John Cronin. Kapan-kapan Anda harus ke Eropa. Lakukan ini untuk saya. Pergilah ke Paris dan menginaplah di Crillon. Anda harus makan malam di Maxim"s, pesan steak yang besar dan tebal dan sebotol sampanye. Dan pada waktu Anda makan steak dan minum sampanye itu, saya minta Anda mengingat saya.
Tolong tanda tangani di sini, dan kami akan mengurus semua surat yang diperlukan."
Paige menoleh. "Saya" saya tidak tahu harus bilang apa. Saya" dia punya keluarga."
"Berdasarkan surat wasiat Mr. Cronin, mereka akan menerima sisa kekayaannya. Jumlahnya tidak seberapa."
"Saya tidak bisa menerima ini," ujar Paige. Pelham menatapnya dengan heran. "Kenapa ti-dakT
Paige tak bisa menjawab. John Cronin ingin agar Paige memperoleh uangnya. "Entahlah. Rasanya., rasanya tidak etis. Dia pasien saya."
"Hmm, cek ini akan saya tinggal di sini. Terserah Anda apa yang akan Anda lakukan. Tolong tanda tangani di sini."
Paige membubuhkan tanda tangan dalam keadaan linglung. "Sampai jumpa Dokter." Ia memperhatikan pengacara itu pergi lalu ia duduk sambil mengenang John Cronin.
Berita mengenai warisan yang diterima Paige segera menyebar di rumah sakit. Sebenarnya Paige bermaksud merahasiakannya. Ia belum memutuskan apa yang akan dilakukannya dengan uang itu. Aku tidak patut menerimanya, pikir Paige. Dia* punya keluarga.
"Secara emosional, Paige belum siap kembali bekerja-tapi pasien-pasiennya harus ditangani. Pagi itu ia dijadwalkan melakukan operasi. Arthur Kane menunggu Paige di koridor. Sejak insiden foto sinar-X yang terbalik, mereka tak pernah bertegur sapa lagi. Walaupun Paige tidak mempunyai bukti Kane yang bertanggung jawab, kasus ban mobilnya yang disayat-sayat telah membuatnya ngeri.
"Halo, Paige. Bagaimana kalau kita lupakan saja apa yang telah terjadi" Setuju?"
Paige angkat bahu. "Boleh saja."
"Siapa sangka Mallory ternyata tega berbuat begitu?" tanya Kane. "Mengerikan sekali, hmm?"
"Ya," balas Paige. "%M
Kane menatapnya sambil tersenyum simpul. "Bayangkan, seorang dokter sengaja mencabut nyawa sesama manusia. Keterlaluan sekali, kan?"
"Ya." "Oh, ya," ujar Kane. "Selamat. Kudengar kau jadi jutawan sekarang." "Aku tidak ?"
"Aku punya karcis untuk pertunjukan teater nanti malam, Paige. Bagaimana kalau kita nonton
bG^anks,n sahut Paige. "Aku sudah bertunangan."
"Kalau begitu, kusarankan pertunangan dibatalkan saja."
Paige menatapnya dengan bmgung. Apa mak-" siidmu?"
Kane maju selangkah. "Aku sudah minta agar mayat John Cronin diautopsi."
Jantung Paige mulai berdebar-debar. "Lalu?"
"Penyebab kematiannya bukan serangan jantung. Dia diberi insulin dalam dosis berlebihan oleh seseorang. Kurasa orang yang bersangkutan tidak menduga Cronin akan diautopsi."
Mulut Paige mendadak kering.
"Kau bersamanya waktu dia"meninggal, kan?"
Paige diam sejenak. "Ya."
"Hanya aku yang tahu itu, dan hanya aku yang punya laporannya." Kane menepuk-nepuk lengan Paige. "Dan mulutku terkunci rapat. Nah, sekarang soal karcis teater itu?"
Paige langsung menjauh. Tidak."
"Jangan gegabah. Kau tahu apa akibatnya?"
Paige menarik napas panjang. "Ya. Dan sekarang aku permisi dulu."
Kane meniperhatikan Paige pergi, wajahnya menjadi kencang. Ia membalik dan menuju kantor Ur-Benjamin Wallace.
?gan tele^ndi ^ "aige terbangun karena de-apartemen.
"Rupanya kau belum jera juga."
Suara itu berbisik-bisik dengan parau, tapi kali ini Paige mengenalinya. Ya Tuhan, ia berkata dalam hati, ternyata ketakutanku memang beralasan.
Ketika tiba di rumah sakit keesokan paginya, Paige telah ditunggu dua pria.
"Dr. Paige Taylor?"
"Ya." "Silakan ikut kami. Anda ditahan dengan tuduhan membunuh John Cronin."
37 Hari terakhir persidangan telah tiba. Alan Perin, pembela terdakwa, menyampaikan kesimpulannya kepada juri.
"Saudara-saudari, Anda telah mendengar sejumlah kesaksian mengenai kemampuan atau ketidakmampuan Dr. Taylor. Hmm, Hakim Young akan mengingatkan Anda bahwa bukan itu tujuan persidangan ini Saya yakin, untuk setiap dokter yang mencela pekerjaan Dr. Taylor, kita bisa menampilkan selusin dokter yang memujinya. Tapi bukan itu masalahnya.
"Paige Taylor diadili sehubungan dengan kematian John Cronin. Dia telah mengaku membantu kematiannya. Dia melakukannya karena John Cronin sangat menderita, dan karena John Cronin memintanya. Itu disebut eutanasia, dan semakin lama semakin diterima di seluruh dunia. Tahun lalu, Mahkamah Agung California telah mengesahkan hak setiap orang dewasa yang tidak sakit jiwa untuk menolak atau menuntut penghentian perawatan medis dalam segala bentuk. Orang bersang-kutanlah yang hams hidup atau mati dengan perawatan yang dipilih atau ditolaknya."
Ia menatap wajah para anggota juri. "Eutanasia merupakan "kejahatan" yang didasarkan atas rasa iba, dan saya berani memastikan bahwa eutanasia, dalam berbagai perwujudan, terjadi di rumah sakit di seluruh dunia. Saudara Jaksa menuntut hukuman mati. Saya berharap tuntutan tersebut tidak mengaburkan pandangan Anda mengenai inti masalahnya. Belum pernah ada hukuman mati untuk kasus eutanasia. Enam puluh tiga persen warga Amerika berpendapat eutanasia seharusnya disahkan, dan di delapan belas negara bagian negeri ini, eutanasia sudah disahkan. Pertanyaannya adalah, apakah kita berhak memaksa pasien-pasien yang tak berdaya hidup dalam keadaan tersiksa" Apakah kita berhak memaksa mereka tetap hidup dan menderita" Pertanyaan tersebut semakin sukar dijawab akibat kemajuan besar yang dicapai dalam bidang teknologi kedokteran. Perawatan pasien telah diambil alih mesin. Mesin tidak mengenal belas kasihan. Jika seekor kuda patah kaki, kita menembaknya untuk membebaskannya dari penderitaan. Kalau menyangkut manusia, kita menghukum orang bersangkutan untuk melanjutkan hidup yang terasa bagaikan di dalam neraka.
"Bukan Dr. Taylor yang memutuskan kapan John Cronin akan meninggal. John Cronin sendiri yang mengambil keputusan itu. Jangan salah paham, perbuatan Dr. Taylor merupakan perwujudan rasa iba. Dia bertanggung jawab penuh untuk itu.
Tapi percayalah, dia tidak tahu-menahu mengenai uang yang diwariskan padanya. Dia bertindak atas dasar belas kasihan. John Cronin menderita gangguan jantung serta kanker fatal yang telah menyebar ke seluruh tubuhnya dan membuatnya menderita. Tanyalah pada diri Anda masing-masing. Dalam keadaan seperti itu, maukah Anda tetap hidup" Terima kasih." Ja membalik, kembali ke mejanya, dan duduk di samping Paige.
Gus Venable bangkit dan berdiri di depan juri.
"Rasa iba" Belas kasihan?" Ia menoleh ke arah Paige, menggelengkan kepala, lalu kembali berpaling kepada juri. "Saudara-saudari, sudah lebih dari dua puluh tahun saya ikut menegakkan hukum di ruang pengadilan, dan teras terang, selama itu saya belum pernah?belum pernah?menemui kasus segamblang ini Tak ada sebersit keraguan pun bahwa perbuatan Dr. Taylor merupakan pembunuhan berdarah dingin untuk memperoleh keuntungan."
Paige mendengarkan setiap kata dengan cermat. Ia tampak tegang, pucat.
"Saudara Pembela berbicara mengenai eutanasia. Betulkah perbuatan Dr. Taylor dilandasi belas kasihan" Saya kira tidak. Dr. Taylor dan beberapa saksi lain telah menyatakan usia John Cronin ting- < gal beberapa hari lagi. Kenapa dia tidak membiarkan John Cronin hidup selama beberapa hari itu" Mungkin karena Dr, Taylor khawatir Mrs.
Cronin akan mengetahui pembahan" surat wasiat suaminya, lalu berusaha mencegahnya.
"Apakah sekadar kebetulan apabila segera setelah Mr. Cronin mengubah surat wasiatnya dan meninggalkan uang sejumlah satu juta dolar untuk Dr. Taylor, Dr. Taylor memberinya suntikan insulin dalam dosis mematikan"
"Berulang kali ucapan terdakwa membuktikan dia memang bersalah. Dr. Taylor mengaku akrab dengan John Cronin, John Cronin menyukai dan menghormatinya. Tapi Anda telah mendengar keterangan sejumlah saksi bahwa John Cronin membencinya, dia menyebutnya "si perempuan keparat", dan dia tidak mau dirawat Dr. Taylor."
Sekali lagi Gus Venable menoleh ke arah terdakwa. Paige tampak putus asa. Venable kembali berpaling kepada juri. "Seorang pengacara telah memberi kesaksian mengenai komentar Dr. Taylor terhadap uang satu juta dolar yang diwarisinya "Rasanya tidak etis. Dia pasien saya" Namun Dr. Taylor tetap menerima uang tersebut. Dia membutuhkannya. Di ramahnya ada satu laci penuh brosur wisata?Paris, London, Riviera. Dan harap diingat biro perjalanan itu tidak didatanginya setelah memperoleh uang itu. Oh, tidak. Perjalanan itu telah direncanakannya jauh sebelumnya. Dia hanya membutuhkan uang dan kesempatan, dan John Cronin memberikan kedua-duanya. Seorang pria tak berdaya yang sedang menunggu ajal, yang dengan mudah bisa dipengaruhinya Dr. Taylor menghadapi orang yang berdasarkan pengakuan
Dr. Taylor sendiri menderita rasa sakit yang luar biasa. Jika Anda mengalami rasa sakit seperti itu, Anda tentu bisa membayangkan betapa sulitnya berpikir dengan jernih. Kita tidak tahu bagaimana Dr. Taylor membujuk John Cronin untuk mengubah surat wasiatnya, mengabaikan keluarga yang dicintainya, dan menetapkan Dr. Taylor sebagai ahli waris utama. Yang pasti, John Cronin memanggil Dr. Taylor pada malam fatal itu. Apa yang mereka bicarakan" Mungkinkah John Cronin menawarkan satu juta dolar agar Dr. Taylor mengakhiri penderitaannya" Kemungkinan itu memang ada. Bagaimanapun juga, perbuatan Dr. Taylor merupakan pembunuhan berdarah dingin.
"Saudara-saudari, tahukah Anda siapa saksi paling memberatkan yang tampil selama persidangan ini?" Dengan gaya dramatis ia menuding Paige, "Terdakwa sendiri. Kita sudah mendengar kesaksian bahwa dia memberikan transfusi darah secara ilegal, lalu memalsukan catatannya. Terdakwa tidak menyangkal hal tersebut. Terdakwa mengaku belum pernah menewaskan pasien selain John Cronin, tapi kita telah mendengar kesaksian bahwa Dr. Barker, seorang dokter yang dihormati semua orang, menuduh Dr. Taylor menewaskan pasiennya.
"Sayangnya, Saudara-saudari, Lawrence Barker mengalami stroke sehingga tidak dapat hadir memberi kesaksian. Tapi izinkan saya menyegarkan ingatan Anda mengenai pendapat Dr. Barker tentang terdakwa. Ini keterangan Dr. Peterson, menyangkut pasien yang dioperasi Dr. Taylor."
Ia membaca dari transkrip persidangan. . "Apakah Dr. Barker memasuki mang operasi pada waktu operasi tengah berlangsung?" ?"Ya."
?"Dan apakah Dr. Barker mengatakan sesuatu kepada Dr. Taylor?"
"Dijawab, Ta berpaling kepada Dr. Taylor dan berkata, "Anda telah membunuhnya.?"
"Ini dari keterangan Suster Berry. "Apakah Anda dapat mengulangi beberapa percakapan?"
"Dijawab, "Dr. Barker menyebut Dr. Taylor tidak kompeten, dan pada kesempatan lain dia berkata anjingnya pun takkan dibiarkannya dioperasi Dr. Taylor.?"
Gus Venable menoleh ke arah juri. "Entah semua dokter dan juru rawat terhormat itu bersekongkol dan memberikan keterangan palsu mengenai terdakwa, atau Dr. Taylor pembohong. Bukan sekadar pembohong, tapi?"
Pintu -belakang, mang sidang membuka dan salah satu pembantu Gus Venable bergegas masuk. Ia berhenti sejenak, seakan-akan ragu-ragu, lalu menyusuri gang dan menghampiri jaksa penuntut umum itu.
"Sir?" Gus Venable membalik dengan geram. "Anda tidak lihat saya sedang?""
Pembantunya membisikkan sesuatu.
Gus Venable menatapnya sambil membelalakkan mata. "Apa" Bagus!"
Hakim Young mencondongkan tubuh ke depan.
441 Dengan nada tenang namun mengancam ia berkata, "Maaf kalau saya mengganggu, tapi apa yang sedang Anda lakukan?"
Penuh semangat Gus Venable berpaling kepada hakim itu. "Yang Mulia, saya bara menerima kabar bahwa Dr. Lawrence Barker menunggu di luar ruang sidang ini. Dia terpaksa duduk di kursi roda, tapi sanggup memberi keterangan. Saya ingin memanggilnya sebagai saksi." Para pengunjung langsung berbisik-bisik. Alan Penn bangkit. "Keberatan!" ia berseru. "Jaksa Penuntut Umum sedang menyampaikan kesimpulan akhir. Tidak ada preseden untuk memanggil saksi pada tahap selanjut ini. Saya?"
Hakim Young mengetukkan palu. "Saudara Pembela dan Saudara Jaksa harap mendekat." Penn dan Venable maju. "Ini sangat tidak lazim, Yang Mulia. Saya keberatan?" jjj&V
Hakim Young berkata, "Anda benar, ini memang tidak lazim. Tapi Anda keliru kalau menyatakan belum pernah ada preseden. Saya bisa menyebutkan selusin kasus di seluruh negeri, di mana saksi-saksi penting diizinkan memberi keterangan dalam situasi khusus. Dan kalau Anda memang begitu berminat pada preseden, silakan cari keterangan mengenai perkara yang diadili di ruang sidang ini lima tahun lalu. Kebetulan saya sendiri yang bertugas sebagai hakim waktu itu." Alan Penn menelan ludah. "Apakah ini berarti
Anda akan mengizinkan pemanggilan saksi tersebut?"
Hakim Young tampak serius. "Berhubung Dr. Barker merupakan saksi kunci dalam kasus ini, dan karena alasan kesehatan tak sanggup memberi keterangan sebelumnya, saya akan memutuskan dia boleh dipanggil sebagai saksi."
"Keberatan! Tidak ada bukti saksi sanggup memberikan keterangan. Saya menuntut pemeriksaan menyeluruh oleh sekelompok psikiater?"
"Mr. Penn, di ruang sidang ini, kita tidak menuntut. Kita mengajukan permohonan." Hakim Young berpaling pada Gus Venable. "Silakan panggil saksi Anda."
Alan Penn berdiri dengan lesu. Tamatlah sudah, ia berkata dalam hati. Kasus kita hancur berantakan.
Gus Venable berkata kepada pembantunya, "Bawa Dr. Barker masuk."
Pintu membuka pelan-pelan, dan Dr. Lawrence Barker memasuki ruang sidang. Ia duduk di kursi roda. Kepalanya miring, dan sebelah sisi wajahnya agak tertarik ke atas.
Semua orang memperhatikan sosok pucat dan rapuh itu didorong ke bagian depan mang sidang. Ketika melewati Paige, Dr. Barker menatapnya.
Tak ada kesan bersahabat dalam sorot matanya dan Paige teringat kata-katanya yang terakhir, Kaupikir kau siapa?"
Ketika Lawrence Barker sampai di depan, Hakim Young membungkuk sedikit dan bertanya dengan lembut, "Dr. Barker, apakah Anda sanggup memberi kesaksian hari ini?"
Ucapan Barker kurang jelas. "Sanggup, Yang Mulia."
"Anda sadar apa yang sedang terjadi di ruang sidang ini?"
"Ya, Yang Mulia." Ia menoleh ke tempat duduk Paige. "Wanita itu diadili karena pembunuhan terhadap pasien."
Paige meringis. Wanita itu!
Hakim Young mengambil keputusan. Ia berpaling kepada petugas tata tertib. "Tolong ambil sumpahnya."
Setelah Dr. Barker mengucapkan sumpah, Hakim Young berkata, "Anda boleh tetap duduk di kursi roda. Saudara Jaksa akan melanjutkan pemeriksaan, dan Saudara Pembela akan diberi kesempatan melakukan pemeriksaan silang."
Gus Venable tersenyum. "Terima kasih, Yang Mulia." Ia menghampiri kursi roda itu. "Kami tidak akan menyita waktu Anda terlalu lama, Dokter, dan kami sangat menghargai kedatangan Anda dalam keadaan yang sangat memberatkan ini. Anda mengetahui kesaksian-kesaksian yang telah diberikan selama sebulan terakhir?"
Dr. Barker mengangguk. "Saya mengikuti persidangan ini melalui TV dan koran, dan saya betul-betul muak."
Paige menutup wajah dengan kedua tangannya.
Gus Venable menampilkan senyum kemenangan. "Saya yakin banyak orang yang merasa seperti Anda," ia berkomentar.
"Saya datang ke sini agar keadilan bisa ditegakkan."
Venable tersenyum. "Persis. Sama halnya dengan kami."
Lawrence Barker menarik napas panjang, dan ketika angkat bicara, suaranya penuh kemarahan, "Kalau begim, kenapa Anda menyeret Dr. Taylor ke pengadilan?"
Venable menyangka ia salah dengar. "Maaf?"
"Persidangan ini hanya olok-olok."
Paige dan Alan Penn bertukar pandang dengan heran.
Gus Venable mendadak pucat. "Dr. Barker?"
"Saya belum selesai!" Barker membentaknya. "Anda telah memanfaatkan kesaksian sejumlah orang yang berat sebelah dan iri untuk menyerang ahli bedah yang cemerlang. Dia?"
"Tunggu dulu!" Venable mulai dicekam panik. "Bukankah benar bahwa kemampuan Dr. Taylor Anda cela dengan begitu keras, sampai Dr. Taylor akhirnya memutuskan mengundurkan diri dari Embarcadero County Hospital?"
"Ya." Gus Venable mulai tenang kembali. "Kalau begitu," ia berkata dengan sikap menggurui, "bagaimana mungkin Anda menyebut Dr. Taylor sebagai ahli bedah yang cemerlang?"
"Karena memang begitu adanya." Barker menoleh ke arah Paige, lalu berbicara kepadanya,
seakan-akan hanya mereka berdua yang ada di ruang sidang, "Ada orang yang dilahirkan untuk menjadi dokter. Kau termasuk orang yang langka itu. Sejak awal aku sudah melihat kemampuanmu. Aku bersikap keras terhadapmu?mungkin terlalu keras?karena kau memang hebat. Aku bersikap keras terhadapmu, karena ingin kau lebih keras lagi terhadap dirimu sendiri. Dalam profesi kita tidak ada tempat untuk kesalahan, sekecil apa pun."
Paige terus menatap Barker. Kepalanya serasa berputar-putar. Semuanya terjadi terlalu cepat. Suasana menjadi hening.
Gus Venable merasakan kemenangannya terlepas dari tangan. Saksi yang ia andalkan telah menjadi mimpi buruk yang paling parah baginya. "Dr. Barker" salah satu kesaksian menyebutkan Anda menuduh Dr. Taylor membunuh pasien Anda, Lance Kelly. Bagaimana?""
"Saya berkata begitu karena Dr. Taylor-memimpin operasi tersebut. Dia bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi. Sebenarnya, ke matian Mr. Kelly disebabkan kesalahan penata anestesi."
Ruang sidang langsung riuh.
Paige terpana. Dengan susah payah Dr. Barker melanjutkan, "Dan mengenai warisan yang ditinggalkan John Cronin, Dr. Taylor tidak tahu-menahu tentang itu. Saya sempat bicara langsung dengan Mr. Cronin. Dia memberitahu saya bahwa uang itu hendak diberikannya kepada Dr. Taylor karena dia membenci keluarganya dan dia berkata akan minta Dr.
Taylor mengakhiri penderitaannya. Saya menyetujuinya."
Para pengunjung kembali berseru-seru. Gus Venable berdiri terperangah.
Alan Penn bangkit. "Yang Mulia, saya minta terdakwa dibebaskan dari tuduhan!"
Hakim Young mengetukkan palu. "Tenang!" ia membentak. Ia menatap kedua penasihat hukum. "Harap ke kamar kerja saya."
Tiada Yang Abadi N0th1ng Lasts Forever Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hakim Young, Alan Penn, dan Gus Venable duduk di mang kerja Hakim Young.
Gus Venable kalang kabut. "Saya" saya tidak tahu hams berkata apa. Kelihatannya Dr. Barker kurang sehat, Yang Mulia. Dia bingung. Dia hams diperiksa psikiater dan?"
"Maaf, Anda sendiri yang mengajukan Dr. Barker sebagai saksi, Gus. Tampaknya Anda terpaksa menerima kekalahan. Sebaiknya Anda jangan mempermalukan diri Anda lebih lanjut, oke" Saya akan membebaskan terdakwa dari tuduhan pembunuhan. Ada yang keberatan?"
Beberapa saat semuanya membisu. Akhirnya Venable menggeleng. "Saya kira tidak."
Hakim Young berkata "Keputusan yang bijaksana. Saya ada saran untuk Anda. Jangan sekali-kali memanggil saksi sebelum Anda tahu pasti apa yang akan dikatakannya."
Sidang dilanjutkan kembali. Hakim Young berkata "Para anggota juri yang terhormat, terima kasih
atas waktu dan kesabaran Anda. Sidang ini memutuskan bahwa tuduhan terhadap terdakwa dicabut/terdakwa dinyatakan bebas."
Paige memberikan ciuman jarak jauh kepada Jason, lalu bergegas menghampiri Dr. Barker. Ia berlutut dan merangkulnya.
"Saya tidak tahu bagaimana bisa berterima kasih," ia berbisik.
"Seharusnya kau jangan sampai terjebak dalam kekacauan ini," Barker menggeram. "Bodoh sekali. Ayo, kita cari tempat lain untuk bicara."
Hakim Young mendengarnya. Ia berdiri dan berkata, "Anda bisa menggunakan ruang kerja saya. Paling tidak, ku yang bisa kami lakukan untuk Anda."
Paige, Jason, dan Dr. Barker berada di mang kerja hakim, bertiga saja.
Dr. Barker berkata, "Maaf, aku tidak bisa datang lebih cepat untuk membantumu. Kau tahu sendiri, seperti apa dokter-dokter itu."
Paige nyaris tak sanggup membendung air mata. "Saya tak bisa mengatakan betapa?"
"Kalau begitu, jangan!" Barker memotong dengan ketus.
n PaiSe menatapnya, dan tiba-tiba teringat sesuatu. "Kapan Anda bicara dengan John Cronin?" "Apa?"
"Jangan pura-pura. Kapan Anda bicara dengan John Cronin?" "kapan?"
Paige berkata pelan-pelan, "Anda sama sekait tidak pernah bertemu dengan John Cronin. Anda tidak mengenalnya."
Senyum tipis terbayang di sekeliling mulut Barker. "Tidak. Tapi aku mengenalmu."
Paige membungkuk dan memeluknya.
"Jangan sembrono," Barker menggeram. Ia menoleh kepada Jason. "Kadang-kadang dia sembrono. Jaga dia baik-baik, atau Anda hams bertanggung jawab pada saya."
Jason berkata, "Jangan khawatir, Sir. Saya akan menjaganya sebaik mungkin."
Paige dan Jason menikah keesokan harinya. Dr. Barker menjadi pengiring pengantin pria.
EPILOG Paige curtis membuka praktek pribadi dan berafiliasi dengan North Shore Hospital yang bergengsi. Paige menggunakan uang sejuta dolar yang diwariskan John Cronin untuk mendirikan yayasan kesehatan di Afrika Selatan atas nama ayahnya.
Lawrence Barker membuka praktek bersama dengan Paige, sebagai konsultan bedah.
Arthur Kane diperiksa Medical Board of California, dan izin prakteknya dicabut.
Jimmy Ford pulih sepenuhnya dan menikah dengan Betsy. Anak perempuan pertama mereka di-?beri nama Paige. feC
Honey Taft pindah ke Irlandia bersama Sean Reilly, dan bekerja sebagai juru rawat di Dublin.
Sean Reilly berhasil membangun karier sebagai seniman, dan sampai saat ini belum memperlihatkan gejala-gejala AIDS.
Mike Hunter dihukum penjara karena perampokan bersenjata dan masih menjalani hukuman.
Alfred Turner bergabung dengan praktek bersama di Park Avenue dan sangat sukses.
Benjamin Wallace dipecat sebagai kepala Embarcadero County Hospital.
Lauren Harrison menikah dengan pelatih tenisnya.
Lou Dinetto dihukum penjara lima belas tahun karena menghindari pajak.
Ken Mallory dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Satu minggu setelah Dinetto tiba di penjara, Mallory ditemukan tewas tertikam di dalam selnya.
Embarcadero County Hospital masih berdiri tegak, menunggu gempa bumi berikutnya.
Golok Kelembutan 11 Dewi Ular Ratu Peri Dari Selat Sunda Misteri Kelompok Penyihir 2
Lauren-lah yang mengusulkan agar mereka berdua menghabiskan akhir pekan di pondok peristirahatan keluarganya di Big Sur. Mallory gembira sekali. Semuanya berjalan lancar, pilarnya. Dunia ini akan menjadi milikku!
Pondok peristirahatan keluarga Harrison terletak di perbukitan dan dikelilingi pohon pinus. Bangunan besar itu terbuat dari kayu dan baru alam, dengan pemandangan ke Samudra Pasifik. Ada kamar tidur utama, delapan kamar tidur tamu, mang duduk luas lengkap dengan tempat perapian, kolam renang tertutup, serta bak mandi air panas yang besar. Mallory langsung tahu keluarga Harrison bukan orang kaya baru.
Ketika mereka masuk, Lauren berpaling kepada Mallory dan berkata, "Semua pelayan kuliburkan selama akhir pekan."
Mallory tersenyum lebar. "Ide bagus." Ia merangkul Lauren dan berkata dengan lembut, "Aku tergila-gila padamu."
"Buktikan dulu," balas Lauren.
Sepanjang hari mereka berada di tempat tidur, dan Lauren hampir sebuas Kat.
"Kau menguras tenagaku!" ujar Mallory sambil tertawa.
"Bagus. Aku tidak mau kau masih sanggup bercinta dengan wanita lain." Lauren duduk. "Tidak ada wanita Iain, kan, Ken?"
"Tentu saja-tidak," jawab Mallory dengan nada tulus. "Bagiku tak ada siapa pun selain kau. Aku mencintaimu, Lauren." Sekaranglah waktunya untuk bertindak, mengemas seluruh masa depannya dalam satu paket yang rapi. Mallory sebenarnya sudah beruntung bisa membuka praktek pribadi, namun kenapa harus puas dengan itu jika ada peluang menjadi menantu Alex Harrison" "Aku ingin menikahimu." Ia menahan napas, menunggu jawaban Lauren. "Oh, ya, Sayang," kata Lauren. "Ya."
Kat kalang kabut berusaha menghubungi Mallory dari apartemennya. Ia menelepon rumah sakit.
"Maaf, Dr. Hunter, Dr. Mallory sedang bebas tugas dan tidak menjawab pager-nya."
"Apakah dia meninggalkan pesan di mana bisa dihubungi?"
"Di sini tidak ada catatan apa-apa."
Kat meletakkan gagang dan berpaling pada Paige. "Pasti ada yang tidak beres. Aku bisa
merasakannya. Seharusnya dia sudah telepon ke sini."
"Kat, pasti ada ratusan alasan kenapa kau belum dapat kabar darinya. Barangkali dia mendadak hams ke luar kota, atau?" "Kau benar. Pasti ada alasan mendesak.8 Kat menatap pesawat telepon, dan dalam hati memaksanya berdering.
Setelah kembali ke San Francisco, Mallory menelepon Kat di rumah sakit.
"Dr. Hunter sedang bebas tugas," ia diberitahu oleh resepsionis.
"Terima kasih." Mallory menelepon ke apartemen. Kat ada di sana.
"Hai, Sayang!4"
"Ken! Ke mana saja kau" Aku sudah cemas sekali. Kutelepon ke mana-mana untuk menghubungi?"
"Ada masalah keluarga yang mendesak," Mallory berkata dengan tenang. "Maaf aku tidak sempat meneleponmu. Aku terpaksa ke luar kota. Boleh ke tempatmu sekarang?"
"Tentu saja. Aku lega sekali kau ternyata tidak apa-apa. Aku?"
"Setengah jam." Mallory meletakkan telepon dan dalam hati berkata dengan riang, Sudah waktunya buka kartu. Kat, Sayang, terima kasih atas pengalaman yang menyenangkan, tapi sekarang aku harus membuka lembaran baru.
Ketika Mallory tiba di apartemen, Kat langsung
merangkulnya. "Aku kangen!" Ia tak bisa menceritakan kecemasan yang dialaminya. Pria paling tidak suka cerita seperti itu. Ia mundur selangkah. "Kau kelihatan capek sekali, Sayang."
Mallory menghela napas. "Aku belum tidur dalam 24 jam terakhir." Memang benar, ia menambahkan dalam hati.
Kat memeluknya. "Oh, kasihan. Kau mau makan atau minum sesuatu?"
Tidak, aku tidak apa-apa kok. Aku cuma perlu tidur semalam penuh. Duduklah, Kat Kita harus bicara" Ia duduk di sofa, bersebelahan dengan Kat
"Ada apa?" tanya Kat
Mallory menarik napas panjang. "Kat, belakangan ini aku sering memikirkan kita."
Kat tersenyum. "Aku juga. Aku punya kabar gembira untukmu. Aku?"
"Tunggu dulu. Aku belum selesai. Kat, rasanya kita terlalu terburu-buru. Aku" sepertinya aku terlalu cepat melamarmu."
Wajah Kat mendadak pucat. "Apa" apa maksudmu?"
"Maksudku, sebaiknya kita tunda semua rencana kita"
Kepala Kat serasa berputar-putar. Ia seperti dicekik. "Ken, urusan ini tak bisa ditunda Aku mengandung bayimu."
30 Baru tengah malam Paige tiba di apartemen. Hari ini sangat melelahkan. Tak ada waktu untuk makan siang. Makan malamnya terdiri atas sepotong sandwich yang dimakannya di antara dua operasi. Ia merebahkan diri di tempat tidur dan langsung terlelap. Ia terbangun akibat deringan telepon. Antara sadar dan tidak, Paige meraih gagang dan melirik jam di samping tempat tidur. Ternyata pukul tiga dini hari. "H"lo?"
"Dr. Taylor" Maaf kalau saya mengganggu Anda, tapi salah satu pasien Anda minta bertemu Anda sekarang juga."
Tenggorokan Paige begitu kering, sehingga ia nyaris tak bisa bicara. "Saya bara bebas tugas," ia bergumam. "Apa tidak ada orang lain?""
"Dia tidak mau bicara dengan orang lain. Dia bilang memerlukan Anda"
"Siapa namanya?"
"John Cronin." Paige langsung duduk lebih tegak. "Ada apa dengan dia?"
"Saya tidak tahu. Dia tidak mau bicara dengan siapa pun selain Anda."
"Baiklah," ujar Paige dengan letih. "Saya segera ke sana."
Tiga puluh menit kemudian, Paige tiba di rumah sakit Ia langsung ke kamar John Cronin. Pria itu terbaring di tempat tidur. Sejumlah slang dipasang pada lubang hidung dan lengannya.
"Terima kasih kau mau datang." Suaranya lemah dan parau.
Paige duduk di kursi di samping tempat tidur. Ia tersenyum. "Tidak apa-apa, John. Aku toh tidak ada kesibukan selain tidur. Apa yang bisa kulakukan, yang tidak bisa dikerjakan siapa pun di rumah sakit besar ini?" Ifp*} "Aku ingin kau bicara denganku." Paige mengerang. "Jam begini" Kupikir ada masalah mendesak." "Memang. Aku mau pergi." Paige menggelengkan kepala. "Tak mungkin. Kau tidak bisa pulang sekarang. Kau tak mungkin mendapatkan perawatan yang?"
Cronin memotong, "Aku tidak mau pulang. Aku mau pergi." II*":
Paige menatapnya dan bertanya pelan-pelan, "Apa maksudmu, John?"
"Kau tahu maksudku. Obat-obatan yang kalian berikan sudah tidak bekerja. Aku tidak tahan lagi. Aku mau pergi saja." Paige membungkuk dan meraih tangannya.
"John, aku tidak bisa melakukan itu. Begini saja, kau akan kuberi?"
"Jangan. Aku sudah capek, Paige. Aku mau pergi saja, ke mana pun tujuanku nanti. Aku tidak mau tersiksa seperti ini. Aku tidak sanggup."
"John?" "Berapa lama lagi aku akan hidup" Beberapa hari" Aku sudah bilang, aku tidak tahan rasa sakit. Aku tergeletak di sini seperti binatang yang terperangkap, dengan segala macam slang ini. Tubuhku digerogoti dari dalam. Ini bukan hidup?ini menunggu ajal. Demi Tuhan, tolonglah aku!"
Ia meringis akibat serangan rasa nyeri yang mendadak. Ketika ia kembali angkat bicara, suaranya semakin lemah, "Tolonglah?"
Paige tahu apa yang harus ia lakukan. Ia hams menyampaikan permohonan John Cronin kepada Dr. Benjamin Wallace, yang akan meneruskannya kepada Administration Committee. Mereka akan menyusun daftar dokter yang akan mempelajari kondisi Cronin, lalu mengambil keputusan. Setelah itu, keputusan tersebut hams disetujui oleh"
"Paige" ini hidupi. Aku berhak memutuskan apa yang terbaik untukku."
Paige menatap sosok yang tak berdaya melawan penderitaannya itu. a$I9
"Aku mohon?" Paige meraih tangan John Cronin dan menggenggamnya untuk waktu lama. "Baiklah, John. Aku akan menolongmu."
Cronin memaksakan senyum. "Aku tahu kau takkan menolak."
Paige membungkuk dan mencium keningnya "Pejamkan matamu dan tidurlah."
"Selamat malam, Paige."
"Selamat malam, John."
John Cronin menghela napas dan memejamkan mata, serta tersenyum dengan damai.
Paige memperhatikannya sambil memikirkan tindakan yang akan diambilnya. Ia masih ingat hari pertama melakukan kunjungan pasien bersama Dr. Radnor. Sudah enam minggu dia mengalami koma. Tanda-tanda kehidupannya mulai melemah. Tak ada lagi yang bisa kita lakukan untuk dia. Nanti sore stekernya akan dicabut. Salahkah jika ia membebaskan sesama manusia dari penderitaannya"
Perlahan-lahan, seolah-olah bergerak di dalam air, Paige berdiri dan menghampiri lemari di sudut Di dalamnya ada botol insulin untuk penggunaan dalam keadaan darurat. Paige mengambil botol itu dan mengamatinya. Kemudian ia membukanya. Ia mengisi sebuah alat suntik dengan
iaaihn, dan kembali ke tempat tidur John Cronin.
Maah ada kesempatan mundur. Aku tergeletak di
^Jeperti hmat^ng yang terperangkap, Ini bukan
^M*1 maum8gu ajal. Demi Tuhan, tolonglah
"Beristirahatlah dengan tenang," bisik Paige. Ia ^ sadar bahwa ia terisak-isak.
Paige pulang dan terjaga sepanjang malam, memikirkan apa yang telah dilakukannya.
pukul enam pagi, ia menerima telepon.
"Maaf, Dr. Taylor, tapi saya punya berita burak untuk Anda. Pasien Anda, John Cronin, meninggal akibat serangan jantung dini hari tadi."
Dokter staf yang bertugas pagi itu adalah Dr. Arthur Kane.
31 Ken mallory baru sekali menonton opera, dan ketika itu tertidur pulas. Kini ia sedang menonton Rigoletto di San Francisco Opera House, dan menikmati setiap menirnya. Ia duduk bersama Lauren Harrison dan ayahnya Pada waktu istirahat, Alex Harrison telah memperkenalkan Mallory kepada sejumlah temannya di lobi gedung opera.
"Ini calon menantu saya dan dokter yang cemerlang, Ken Mallory."
Dokter mana pun akan disebut cemerlang jika ia menantu Alex Harrison.
Seusai pertunjukan, Mallory diajak ke Fairmont Hotel untuk makan malam di ruang makan utama yang mewah. Mallory menikmati sambutan penuh hormat yang diberikan maitre d" kepada Alex Harrison ketika mengantar mereka ke meja mereka. Mulai sekarang, aku bisa makan di tempat-tempat seperti mi, pflflr Mallory, dan semua orang akan tahu siapa aku.
Setelah memesan makanan, Lauren berkata, "Sayang, rasanya kita perlu membuat pesta untuk mengumumkan pertunangan kita."
"Itu ide bagus!" ujar ayahnya. "Kita bikin pesta besar-besaran. Bagaimana menurutmu, Ken?"
Otak Mallory langsung mulai bekerja. Pesta pertunangan berarti publisitas. Urusan dengan Kat harus diselesaikan dulu. Mestinya bisa diatur dengan sedikit uang. Mallory menyesalkan taruhan konyol yang telah dilakukannya. Karena sepuluh ribu dolar saja, seluruh masa depannya yang gemilang mungkin terancam. Ia sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi kalau ia berusaha menjelaskan tentang Kat kepada Lauren dan Alex Harrison.
Oh, ya, aku belum sempat cerita aku sudah bertunangan dengan dokter kulit hitam di rumah sakit".
Atau: Mau dengar cerita lucu" Aku bertaruh dengan anak-anak di rumah sakit bahwa aku sanggup menaklukkan dokter kulit hitam itu".
Atau: Sebenarnya aku sudah merencanakan perkawinan dengan orang lain".
Tak ada pilihan lain, Mallory berkata dalam hati. Aku harus cari jalan untuk membereskan Kat.
Lauren dan ayahnya menatap Mallory, menunggu tanggapannya.
Mallory tersenyum. "Saya setuju sekali."
Lauren berkata penuh semangat, "Bagus. Aku akan mulai mengatur semuanya. Kaum pria tak pernah tahu, apa saja yang harus disiapkan untuk mengadakan pesta."
Alex Harrison berpaling pada Mallory. "Aku sudah mulai membuka jalan untukmu, Ken." "Sir?"
"Gary Gitlin, kepala North Shore Hospital, sering main golf denganku. Aku sudah membicarakanmu dengannya. Menurut dia, tidak ada hambatan kalau kau mau bergabung dengan rumah sakitnya. Itu cukup bergengsi. Di samping itu, aku akan membantumu mendirikan praktek pribadi."
Mallory mendengarkan sambil bersorak gembira dalam hati. "Terima kasih banyak." Wtfjr-
"Tentunya kau terpaksa bersabar beberapa tahun sebelum praktekmu benar-benar menguntungkan, tapi kukira kau pasti sanggup menghasilkan dua sampai tiga ratus ribu dolar selama satu atau dua tahun pertama."
Dua sampai tiga ratus ribu! Ya Tuhan! pikir Mallory. Dia menyebut angka itu seakan-akan bicara tentang kacang goreng. "Saya" saya takkan mengecewakan Anda, Sir."
Alex Harrison tersenyum. "Ken, berhubung aku akan menjadi ayah mertuamu, jangan panggil aku Sir. Panggil saja Alex." "Oke, Alex."
"Aku belum pernah menikah di bulan Juni," ujar Lauren. "Bagaimana kalau bulan Juni saja, Sayang?"
Mallory mendengar suara Kat berkata, Rasanya kita perlu menetapkan tanggalnya, Keti. Kupikir j bulan Juni, mungkin. \
Mallory meraih tangan Lauren. "Bulan yang I
baik." Berarti masih banyak waktu untuk membereskan Kat, ia berkata dalam hati, lalu tersenyum sendiri. Aku akan menawarkan sebagian uang taruhan yang kumenangkan.
"Kami punya kapal pesiar di Prancis Selatan," Alex Harrison bercerita. "Barangkali kalian mau berbulan madu di French Riviera" Kalian bisa naik pesawat pribadi kami."
Kapal pesiar. French Riviera. Rasanya seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Mallory menatap Lauren. "Di mana pun saya mau berbulan madu bersama Lauren."
Alex Harrison mengangguk. "Oke, kelihatannya semuanya sudah beres." Ia tersenyum kepada putrinya. "Aku akan kehilanganmu, Sayang."
"Ayah tidak kehilangan aku. Ayah malah memperoleh seorang dokter!"
Harrison kembali mengangguk. "Dokter yang hebat lagi. Entah bagaimana aku hams berterima kasih karena kau menyelamatkan hidupku, Ken."
Lauren membelai tangan Mallory. "Biar aku saja yang berterima kasih."
"Ken, bagaimana kalau kita makan siang minggu depan?" ujar Alex Harrison. "Kita cari ruang praktek yang pantas untukmu, mungkin di Post Building, dan aku akan mengatur agar kau bisa menemui Gary Gitlin. Banyak temanku yang ingin sekali berkenalan denganmu."
"Aku sudah menceritakanmu kepada teman-te-manku, dan mereka juga mau berkenalan denganmu, hanya saja aku takkan mengizinkannya."
"Aku tidak tertarik pada siapa pun selain kau," balas Mallory dengan mesra.
Ketika merek" naik ke Rolls-Royce yang dikemudikan sopir, Lauren bertanya, "Kau mau ke mana sekarang, Sayang?"
"Ke rumah sakit. Ada beberapa pasien yang perlu kutengok." Mallory tidak bermaksud menjenguk pasiennya. Kat sedang dinas di ramah sakit.
Lauren mengusap pipinya. "Oh, kasihan. Kau bekerja terlalu keras."
Mallory menghela napas. "Tidak apa-apa. Yang penting aku bisa menolong orang."
Ia menemukan Kat di -bangsal geriatri. "Hai, Kat."
Kat sedang kesal. "Kita ada janji semalam, Ken." "Aku tahu. Maafkan aku. Aku sibuk sekali, dan?"
"Ini sudah ketiga kali dalam seminggu terakhir. Ada apa sebenarnya?"
Kat telah menjadi beban yang menjemukan bagi Mallory. "Kat, aku harus bicara denganmu. Apakah ada kamar kosong di sekitar sini?"
Kat berpikir sejenak. "Pasien di 315 sudah pulang. Kita ke sana saja"
Mereka mulai menyusuri koridor. Seorang juru rawat menghampiri mereka. "Oh, Dr. Mallory. Dr. Peterson mencari Anda. Dia?"
"Beritahu dia saya sedang sibuk." Mallory meraih lengan Kat dan mengajaknya ke lift.
Setelah sampai di lantai tiga mereka menyusuri koridor sambil membisu dan masuk ke Kamar 315. Mallory menutup pintu. Jantungnya berdebar-debar. Seluruh masa depannya tergantung pada beberapa menit berikut.
Ia meraih tangan Kat. Sudah waktunya berteras terang. "Kat, kau tahu sendiri aku tergila-gila padamu. Belum pernah aku merasa seperti ini. Tapi, Sayang, soal bayi itu" ehm" kau tidak sadar, sekarang bukan waktu yang tepat" Maksudku" kita sama-sama bekerja siang-malam, penghasilan kita tidak cukup untuk?"
"Kita pasti bisa, Ken," ujar Kat. "Aku mencintaimu, Ken, dan aku?"
"Tunggu. Aku cuma minta agar kita menunda semuanya untuk sementara waktu. Tunggu sampai aku menyelesaikan masa residency di sini dan membuka praktek pribadi. Barangkali kita bisa kembali ke Timur. Dalam beberapa tahun, kita bisa.menikah dan punya anak."
"Dalam beberapa tahun" Tapi aku kan sudah bilang, aku hamil."
"Aku tahu, Sayang, tapi" ehm, sudah berapa lama kau mengandung" Dua bulan" Masih ada waktu untuk aborsi."
Kat menatapnya sambil membelalakkan mata. "Tidak! Aku tidak mau menggugurkan bayiku. Aku ingin kita segera menikah. Sekarang."
Kami punya kapal pesiar di Prancis Selatan. Barangkali kalian mau berbulan madu di French Riviera" Kalian bisa naik pesawat pribadi kami.
"Paige dan Honey sudah kuberitahu kita akan menikah. Mereka akan menjadi pengiringku. Aku juga sudah cerita tentang bayi kita."
Mallory merinding. Perkembangannya mulai tak terkendali. Jika keluarga Harrison mendengar kabar itu, tamatlah riwayatnya. "Seharusnya jangan."
"Kenapa?" Mallory memaksakan senyum. "Aku tak suka kehidupan pribadi kita diketahui orang lain. Aku akan membantumu mendirikan praktek pribadi. Kau pasti sanggup menghasilkan dua sampai tiga ratus ribu dolar selama satu atau dua tahun pertama. "Kat untuk terakhir kali, maukah kau menjalani aborsi?" Mallory berusaha agar nada suaranya tetap datar, tapi dalam hati ia memohon-mohon agar Kat mau memenuhi permintaannya.
Tidak." "kat.." "Aku tidak bisa, Ken. Aku kan sudah cerita bagaimana tersiksanya aku setelah menggugurkan kandunganku dulu. Aku tak sanggup mengulanginya lagi. Jangan desak aku."
Dan saat itulah Mallory menyadari ia tak bisa mengambil risiko. Tak ada pilihan lain baginya. Ia terpaksa membunuh Kat.
384 32 Setiap hari Honey menunggu-nunggu kesempatan menemui pasien di Kamar 316. Namanya Sean Reilly, pria tampan keturunan Irlandia, dengan rambut hitam dan mata hitam yang bersinar-sinar. Honey menaksir usianya sekitar awal empat puluh.
Ketika pertama kali melihatnya pada waktu melakukan kunjungan pasien, Honey mengamati catatannya dan berkata, "Rupanya Anda akan menjalani koleksistektomi?pengangkatan kandung empedu."
"Saya pikir kantong empedu saya yang mau diangkat."
Honey tersenyum. "Sama saja."
Sean menatapnya dengan matanya-yang hitam. "Semuanya boleh diangkat, kecuali hati saya. Hati saya milik Anda."
Honey tertawa. "Kelihatannya Anda jago merayu."
"Mudah-mudahan ada hasilnya." Setiap kali ada waktu luang beberapa menit Honey mampir dan mengobrol dengan Sean. Pria
itu sangat menyenangkan dan gemar bercanda, dan mereka semakin akrab.
"Operasi apa pun mau kujalani asal kau ada di dekatku, Sayang."
"Kau tidak gelisah menghadapi operasi ini, kan?" tanya Honey.
"Tidak, asal kau yang mengerjakannya."
"Aku bukan ahli bedah. Aku ahli penyakit dalam."
"Apakah para ahli penyakit dalam boleh makan siang bersama pasien-pasien mereka?"
"Tidak. Ada peraturan yang melarangnya."
"Apakah para ahli penyakit dalam pernah melanggar peraturan?"
"Tidak." Honey tersenyum.
"Keindahanmu membuat hidupku cerah," ujar Sean.
Belum pernah ada yang berkata begitu kepada Honey. Ia tersipu-sipu. "Terima kasih."
"Kau bagaikan embun pagi di ladang-ladang Killarney."
"Kau sudah pernah ke Irlandia?" tanya Honey.
Sean tertawa. "Belum, tapi aku janji suatu hari kita akan ke sana bersama-sama. Tunggu saja."
Semuanya hanya kata-kata manis, tapi"
Sore itu, ketika Honey kembali menjenguk Sean, ia bertanya, "Bagaimana keadaanmu?"
"Setelah melihatmu, aku merasa jauh lebih baik. Kau sudah memikirkan ajakanku untuk makan malam?"
"Belum," jawab Honey. Ia bohong. "Sebenarnya aku berharap bisa mengajakmu pergi setelah operasiku. Kau tidak bertunangan, atau menikah, atau hal-hal konyol seperti itu, kan?"
Honye tersenyum. "Tak ada hal-hal konyol seperti itu."
"Bagus. Aku juga tidak. Mana ada yang mau denganku?"
Pasti banyak, ujar Honey dalam hati.
"Kalau kau suka masakan sendiri, aku kebetulan jago masak."
"Kita lihat saja nanti."
Ketika Honey kembali ke kamar Sean keesokan paginya, Sean berkata, "Aku punya hadiah untukmu." Ia menyerahkan selembar kertas gambar dengan sketsa Honey yang bagus sekali.
"Terima kasih!" kata Honey. "Kau seniman berbakat." Dan tiba-tiba ia teringat ramalan si paranormal, Anda akan jatuh cinta. Dia seniman. Ia menatap Sean dengan pandangan bertanya-tanya.
"Ada apa?" "Tidak ada apa-apa," balas Honey pelan-pelan. "Tidak ada apa-apa."
Lima menit kemudian, Honey masuk ke kamar Frances Gordon.
"Ah, si Virgo datang!"
Honey berkata, "Anda masih ingat ramalan Anda" Bahwa saya akan jatuh cinta?"dengan seorang seniman?"
"Ya." "Ehm, sepertinya" sepertinya saya sudah bertemu dengannya."
Frances Gordon tersenyum. "Apa saya bilang" Bintang-bintang tak pernah bohong."
"Apakah" apakah Anda bisa cerita sedikit tentang dia" Tentang kami?"
"Di laci ku ada kartu-kartu untuk meramal. Tolong ambilkan, ya?"
Ketika Honey menyerahkan kartu-kartu itu, ia berkata dalam hati, Ini tidak masuk akal. Aku tidak percaya takhayul seperti ini.
Frances Gordon menyusun kartu. Ia terus mengangguk-angguk dan tersenyum, dan tiba-tiba berhenti. Wajahnya mendadak pucat. "Ya Tuhan!" Ia menoleh kepada Honey. "Ada apa?" tanya Honey. "Seniman itu. Anda bilang Anda sudah bertemu dengannya?" "Mungkin. Ya."
Suara Frances Gordon bernada sedih. "Kasihan dia." Ia menatap Honey. "Saya turut bersedih" saya turut bersedih,"
Operasi Sean ReiBy dijadwalkan untuk keesokan paginya
- Pukul 08.15, Dr. William Radnor telah berada di OR Dua bersiap-siap melakukan operasi itu.
Pukul 0&25. Truk berisi kantong-kantong darah untuk satu minggu berhenti di depan pinta darurat Embarcadero County Hospital. Pengemudinya membawa kantong-kantong itu ke bank darah di basement. Eric Foster, dokter yang bertugas jaga,
sedang minum kopi bersama Andrea, jum rawat muda yang cantik.
"Taruh di mana nih?" pengemudi itu bertanya.
"Letakkan saja di sebelah sana." Foster menunjuk sebuah sudut.
"Oke." Si pengemudi meletakkan kantong-kantong itu dan mengeluarkan selembar kertas. "Saya perlu tanda tangan Anda."
Foster membubuhkan tanda tangan. "Terima kasih."
"Sama-sama." Si pengemudi pergi.
Foster berpaling pada Andrea. "Sampai di mana kita tadi?"
"Kau bilang betapa cantiknya aku."
"Oh, ya. Kalau saja kau belum menikah, kau pasti akan kukejar-kejar terus," dokter itu berkata. "Apakah kau suka main-main?"
"Tidak. Suamiku petinju."
"Oh. Barangkali kau punya adik?"
"Ya" "Apakah dia secantik kau?" "Lebih cantik." "Siapa namanya?" "Marilyn."
"Bagaimana kalau kapan-kapan kita pergi berempat?"
Sementara mereka mengobrol, mesin fax mulai bekerja. Foster mengabaikannya.
08.45. Dr. Radnor mulai mengoperasi Sean Reilly. Awalnya berjalan lancar. Ruang operasi berfungsi
seperti mesin yang terawat baik dan dijalankan orang-orang yang mengerti tugas masing-masing.
09.05. Dr. Radnor mencapai duktus sistikus?leher kandung empedu. Sejauh itu semuanya berjalan mulus. Ketika ia mulai memotong kantong empedu, tangannya tergelincir dan sebuah arteri terserempet pisau bedah. Darah mulai mengalir.
"Astaga!" Ia berusaha menghentikan perdarahan.
Si anestesiolog berseru, "Tekanan darahnya turun sampai 95. Dia akan mengalami shockl"
Radnor berpaling kepada circulating nurse. "Minta kiriman darah dari bank darah, staf!"
"Segera, Dokter."
09.06. Pesawat telepon di bank darah berdering. "Jangan ke mana-mana" Foster berpesan pada
Andrea, Ia menghampiri pesawat telepon dan mengangkat gagang. "Bank darah."
"Kami butuh empat unit golongan O di OR Dua, star."
"Oke." Foster meletakkan gagang telepon dan menuju tumpukan kantong darah baru di sudut. Ia mengambil empat kantong dan meletakkan keempatnya di atas kereta yang digunakan untuk keperluan darurat seperti itu. Setiap kantong diperiksa dua kati. "Golongan O," ia berkata sambil mengangguk, lalu menekan bel untuk memanggil petugas.
Mesin fax sudah berhenti bekerja "Ada apa?" tanya Andrea.
Foster mengamati jadwal operasi di hadapannya. ?Kelihatannya Dr. Radnor sedang dibuat repot salah satu pasiennya."
09.10. Petugas yang dipanggil masuk ke bank darah. "Ada apa?"
"Bawa ini ke OR Dua. Mereka sudah menunggu."
Foster memperhatikan petugas itu mendorong kereta keluar, lalu berpaling pada Andrea. "Ceritakan tentang adikmu."
"Dia juga sudah menikah."
"Ah?" Andrea tersenyum. "Tapi dia suka main-main." "Oh, ya?"
"Cuma bercanda. Aku harus bekerja lagi, Eric. Terima kasih untuk kopinya."
Sama-sama. Foster memperhatikannya pergi dan berkata dalam hati, Pantatnya benar-benar kencang!
09.12. Petugas tadi menunggu lift untuk membawanya ke lantai dua.
09.13. Dr. Radnor berusaha keras mencegah bencana. "Mana darah itu?"
09.15. Petugas itu mendorong pintu OR Dua, dan circulating nurse menyuruhnya masuk.
"Terima kasih," katanya. Ia membawa kantong-kantong itu ke dalam. "Darahnya sudah datang, Dokter."
"Mulai transfusi. Cepat!"
Di bank darah, Eric Foster menghabiskan kopinya sambil menularkan Andrea. Yang cantik-cantik sudah kawin semua. Ketika hendak menuju mejanya, ia melewati
mesin fax. Ia mengambil fax yang baru masuk.
Pesannya berbunyi demikian:
Recall Warning Alert #687, 25 Juni: Sel Darah Merah, Plasma Beku Segar. Unit CB83711, CB800007. Community Blood Bank of California, Arizona, Washington, Oregon. Produk darah yang reaktif terhadap antibodi HIV tipe I telah disebarkan.
Ia menatapnya sejenak, lalu berjalan ke mejanya dan meraih faktur kantong-kantong darah yang baru diterimanya. Ia membaca nomor yang tertera pada faktur. Nomornya sama dengan nomor pada peringatan itu.
"Oh, ya Tuhan!" ia berseru dengan suara tertahan. Ia menyambar gagang telepon. "Hubungkan ke OR Dua, cepat."
Seorang juru rawat menyahut.
"Ini bank darah. Saya baru saja kirim empat unit go
longan O. Jangan dipakai! Saya akan segera kirim darah baru."
Juru rawat itu berkata, "Sori, sudah terlambat."
Pengusutan resmi diadakan, namun tidak membuktikan apa-apa.
"Bukan salah saya," Eric Foster berkilah. "Waktu fax itu masuk, darahnya sudah dibawa ke atas."
Dr. Radnor menyampaikan kabar itu kepada Sean Reilly.
"Ini suatu kekeliruan," kata Radnor. "Kekeliruan yang sangat disesalkan. Saya mau berbuat apa saja seandainya kekeliruan itu dapat dicegah."
Sean menatapnya dengan mata terbelalak. "Ya Tuhan! Aku akan mati!"
"Kita hams menunggu enam sampai delapan minggu sebelum bisa memastikan apakah Anda positif terjangkit HIV. Dan kalaupun Anda terjangkit, itu belum berarti Anda pasti akan mengidap AIDS. Kami akan mengerahkan segala upaya bagi Anda."
"Apa lagi yang mau kalian lalaikan?" balas Sean dengan getir. "Aku akan mati."
Honey terpukul sekali ketika mendengar berita itu. Ia teringat kata-kata Frances Gordon. Kasihan dia.
Tiada Yang Abadi N0th1ng Lasts Forever Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sean Reilly sedang tidur ketika Honey masuk ke kamarnya. Lama ia duduk di samping tempat tidur sambil memperhatikannya. Sean membuka mata dan melihat Honey. "Aku
inimpi bahwa aku lagi mimpi, dan bahwa aku takkan mati." "Sean?"
"Kau datang untuk memberi penghormatan terakhir?"
"Jangan bicara begitu."
"Bagaimana ini bisa terjadi?" seru Sean.
"Seseorang melakukan kesalahan, Sean."
"Ya Tuhan, aku tidak mau mati karena AIDS/"
"Orang yang terjangkit HIV belum tentu terkena AIDS. Orang Irlandia terkenal beruntung."
"Coba aku bisa percaya."
Honey meraih tangannya. "Kau harus percaya."
"Aku bukan orang saleh," ujar Sean, "tapi mulai sekarang aku akan berdoa terus." ! "Aku akan berdoa bersamamu," ujar Honey.
Sean tersenyum sedih. "Kelihatannya acara makan malam kita batal, hmm?"
"Oh, tidak. Kau takkan kubiarkan berkelit semudah hu. Aku sudah tak sabar menunggu."
Sean mengamatinya sejenak. "Kau . sungguh-sungguh, ya?"
"Tentu saja! Apa pun yang terjadi. Ingat, kau berjanji akan mengajakku ke Irlandia."
33 "Kau baik-baik saja, Ken?" Lauren bertanya. "Kau kelihatan tegangJSayang."
Mereka berduaan saja di mang perpustakaan yang besar di rumah keluarga Harrison. Sebelumnya, dua pelayan telah menyajikan hidangan enam babak. Sambil makan malam, Mallory dan Alex Harrison?Panggil Alex saja?berbincang-bincang mengenai masa depan Mallory yang gemilang.
"Kenapa kau tegang?"
Karena perempuan hamil itu menuntut agar aku menikahinya. Karena berita tentang pertunangan kita bisa bocor setiap saat, dia akan mendengarnya dan membuka kartu. Karena seluruh masa depanku bisa hancur dalam sekejap.
Mallory meraih tangan Lauren. "Mungkin aku memang bekerja terlalu keras. Pasien-pasienku bukan sekadar pasien bagiku, Lauren. Mereka manusia yang kesusahan, dan aku tems memikirkan mereka."
Lauren mengusap wajah Mallory. "Itu salah satu hal yang kukagumi pada dirimu, Ken. Kau begitu peduli."
"Begitulah caraku dibesarkan."
"Oh, aku lupa bilang. Senin besok, editor dan juru foto dari Chronicle akan ke sini untuk wawancara."
Berita itu bagaikan pukulan ke ulu hati Mallory. "Apakah kau bisa menemaniku, Sayang" Mereka ingin mengambil fotomu."
"Aku" sebenarnya aku mau saja, tapi Senin besok jadwalku padat sekali di rumah sakit." Otaknya bekerja keras. "Lauren, haruskah wawancara itu dilakukan sekarang" Maksudku, bukankah lebih baik kalau kita tunggu sampai?"
Lauren tertawa. "Kau belum kenal nyamuk pers, Sayang. Mereka seperti anjing pelacak. Urusan ini lebih baik diselesaikan secepatnya." Senin!
Keesokan paginya, Mallory langsung mencari Kat. Kat tampak letih dan kurus. Ia tidak mengenakan makeup dan rambutnya tidak dikeriting. Lauren lak mungkin tampil acak-acakan seperti ini, ujar Mallory dalam hati.
"Hai, Sayang." Kat tidak menyahut. Mallory merangkulnya. "Aku tak henti-hentinya memikirkan kita, Kat. Semalam aku tidak tidur sama sekali. Tak ada orang lain bagiku. Kau benar, dan aku salah. Mungkin berita itu terlalu mengejutkan untukku." Ia memperhatikan wajah Kat yang mendadak berseri-seri.
"Kau sungguh-sungguh, Ken?"
"Tentu saja." Kat memeluknya. "Syukurlah. Oh, Sayang. Aku begitu cemas. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa hidup tanpa kau."
"Kau tak perlu cemas tentang itu. Mulai sekarang, semuanya akan serba indah." Kau takkan bisa membayangkan betapa indahnya. "Begini, hari Minggu besok aku bebas tugas. Kau bagaimana?"
Kat meremas tangan Mallory. "Aku akan menyediakan waktu."
"Bagus. Kita makan malam berdua, setelah itu kita ke tempatmu. Bisakah kau mengatur agar Paige dan Honey tidak ada di sana" Aku ingin kita berduaan saja."
Kat tersenyum. "Jangan khawatir. Kau tak bisa membayangkan betapa bahagianya aku. Aku cinta padamu."
"Aku juga. Dan Minggu malam aku akan membuktikannya."
Berulang kali Mallory merenungkan rencananya. Sepertinya tak mungkin gagal. Ia telah memikirkan detail-detail yang sekecil-kecilnya. Tak seorang pun akan menuduhnya bersalah atas kematian Kat.
Barang-barang yang dibutuhkannya sebenarnya bisa diperoleh di rumah sakit, namun ia tidak mau ambil risiko. Keamanan telah diperketat setelah kasus Bowman. Karena itu, pagi-pagi-hari Minggu, Mallory mencari apotek yang jauh dari tempat tinggalnya. Sebagian besar apotek tutup Minggu pagi, dan ia sempat mendatangi setengah lusin
tempat berbeda sebelum menemukan apotek yang buka.
Apoteker di balik meja layan berkata, "Pagi. Bisa saya bantu?"
"Ya. Saya akan mengunjungi pasien di sekitar sini, dan saya perlu menebus resep untuknya." Ia mengeluarkan buku resepnya dan menuliskan sesuatu.
Apoteker itu tersenyum. "Zaman sekarang sudah jarang ada dokter yang melakukan kunjungan rumah."
"Saya tahu. Sayang sekali, bukan" Orang-orang memang semakin tak peduli." Mallory menyerahkan selembar kertas.
Si apoteker mempelajarinya dan mengangguk. "Tunggu sebentar. Ini takkan lama."
"Terima kasih."
Langkah pertama. Sore itu, Mallory mampir ke rumah sakit. Tak sampai sepuluh menit kemudian ia sudah keluar lagi, dan waktu pergi, ia membawa bungkusan kecil. &&*r-Langkah kedua.
Mallory telah berjanji akan makan malam bersama Kat di Trader Vic"s, dan ia sudah menunggu ketika Kat ttba.-la memperhatikan Kat menuju mejanya dan berkata dalam hati, Makan malammu yang terakhir, perempuan keparat. Ia berdiri dan menampilkan senyum mesra.
"Halo, Sayang. Kau kelihatan cantik sekail" Dan memang hams diakui, Kat tampil sangat menawan. Dia pantas jadi model. Dan t dia hebat di tempat tidur. Kekurangannya, pikir Ken, cuma sekitar 20 juta, plus-minus beberapa juta.
Kat sadar semua wanita lain di restoran menatap Ken. Mereka iri padanya. Tapi Ken hanya memandang Kat. Ia bersikap seperti dulu, mesra dan penuh perhatian. "Apa kabar?" tanya Ken. Kat menghela napas. "Sepanjang hari aku sibuk sekali. Tadi pagi ada tiga operasi, lalu dua lagi tadi sore." Ia membungkuk sedikit. "Aku tahu sekarang belum waktunya, tapi seartinya aku merasakan bayi kita menendang-nendang waktu aku ganti pakaian."
Mallory tersenyum. "Barangkali dia sudah mau keluar."
"Ada baiknya kalau aku di-USG, supaya kita tahu apakah dia laki-laki atau perempuan. Setelah itu, aku bisa mulai beli baju untuknya."
"Ide bagus." "Ken, bagaimana kalau tanggal permkahannya kita tetapkan saja" Aku ingin menikah secepat mungkin."
"Boleh saja," jawab Mallory dengan santai. "Minggu depan kita sudah bisa daftar di catatan sipil." .
"Oh, bagus!" Kat mendadak teringat sesuatu. "Mungkin kita bisa minta cuti beberapa hari dan
399 pergi berbulan madu. Jangan jauh-jauh?ke Oregon atau Washington saja."
Kau keliru, Sayang. Aku akan berbulan madu di bulan Juni, di kapal pesiarku di French Riviera.
"Kedengarannya menarik juga. Aku akan bicara dengan Wallace."
Kat meremas tangan Mallory. "Terima kasih," ia berkata dengan suara parau. "Aku akan jadi istri terbaik di dunia"
"Aku percaya" Mallory tersenyum. "Sekarang makan sayuran mu. Bayi kita hams sehat, kan?"
Pukul 09.00 malam mereka meninggalkan restoran. Ketika mereka mendekati gedung apartemen Kat, Mallory berkata, "Kau yakin Paige dan Honey tidak ada di rumah?"
"Aku sudah memastikannya," jawab Kat. "Paige ada di ramah sakit, sedang dinas, dan Honey sudah kuberitahu kau dan aku ingin berduaan saja di ramah."
Sial! Kat melihat ekspresi wajah Mallory. "Ada apa?"
Tidak ada apa-apa Tapi aku lebih suka kalau urusan pribadi kita tidak diketahui orang lain." Aku harus berhati-hati, ujar Mallory dalam hati. Sangat berhad-hati. "Ayo, cepatlah."
Kat senang melihat Mallory begitu tak sabar.
Setelah masuk ke apartemen, Mallory mendesak, "Ayo, kita langsung ke kamar tidur." Kat tersenyum lebar. "Ide bagus."
Mallory memperhatikan Kat menanggalkan pakaian, dan dalam hati ia berkata Bentuk tubuhnya memang luar biasa. Badannya bakal rusak karena hamil.
"Kau tidak buka pakaian, Ken?" "
"Tentu." Mallory teringat bagaimana Kat menyuruhnya membuka pakaian, lalu meninggalkannya begitu saja. Hmm, sekarang waktunya balas dendam.
. Perlahan-lahan ia melepaskan pakaiannya. Moga-moga aku mampu, ia berkata dalam hati. Ia begitu gugup, sehingga hampir gemetaran. Apa yang akan kulakukan adalah salahnya. Bukan salahku. Dia sudah kuberi kesempatan mundur, tapi dia terlalu bodoh untuk memanfaatkannya.
Ia naik ke tempat tidur dan merasakan kehangatan rabuh Kat di sampingnya. Mereka mulai saling membelai, dan Mallory pun merengkuh Kat "Oh, Sayang"," desah Kat, kemudian ia terbaring di pelukan Mallory.
Kat bertanya dengan cemas, "Kau sudah?"" "Tentu saja" Mallory berbohong. Padahal ia terlalu tegang. "Bagaimana kalau kita minum dulu?" "Jangan. Aku tidak boleh. Bayinya?" "Tapi ini kan perayaan kita, Sayang. Satu gelas saja takkan ada pengaruhnya."
Kat bimbang. "Baiklah. Gelas kecil saja." Ia mulai berdiri.
Mallory mencegahnya, "Jangan, jangan. Tunggu di sini saja, Mama. Mulai sekarang kau harus membiasakan diri dimanja."
Kat memperhatikan Mallory pergi ke ruang duduk, dan dalam hati berkata, Aku wanita paling beruntung " seluruh dunia
Mallory menuju bar dan menuangkan scotch ke dalam dua gelas. Ia melirik ke kamar tidur untuk memastikan ia tak terlibat, lalu menghampiri sofa, tempat ia meletakkan jasnya. Ia mengambil botol kecil dari kantong jas dan menuangkan isinya ke dalam minuman Kat. Ia kembali ke bar, mengaduk minuman Kat, dan mengendus-endus. Tak ada bau. Ia membawa kedua gelas ke kamar tidur dan menyerahkan minuman Kat.
"Mari bersulang untuk bayi kita," kata Kat.
"Ya. Untuk bayi kita."
Ken memperhatikan Kat minum seteguk.
"Kita akan cari apartemen yang nyaman," Kat berangan-angan. "Aku akan mengatur kamar bayi. Anak kita akan dimanja habis-habisan." Ia minum seteguk lagi.
Mallory mengangguk. "Ya, tentu." Ia memperhatikan Kat dengan saksama. "Bagaimana perasaanmu?"
"Bahagia sekali. Tadinya aku begitu cemas tentang kita, Sayang, tapi sekarang tidak lagi."
"Bagus," ujar Mallory. "Tak ada yang perlu kaucemaskan."
Mata Kat mulai terasa berat. "Memang," katanya, "tak ada yang perlu kucemaskan." Ucapannya mulai tidak jelas. "Ken, aku merasa aneh." Ia mulai terhuyung-huyung.
"Seharusnya kau jangan hamil."
Kat menatap Mallory dengan bingung. "Apa?" "Kau merusak semuanya, Kat." ??Merusak?"" Kat sukar berkonsentrasi. "Kau menghalangiku." "Apa?"
"Tak ada yang boleh menghalangiku." "Ken, aku pusing."
Mallory hanya berdiri sambil mengamatinya. "Ken" tolong, Ken?" Kepala Kat terkulai ke bantal.
Mallory kembali menatap arlojinya. Masih banyak waktu.
34 Honey yang pertama pulang ke apartemen dan menemukan mayat Kat terbaring di tengah genangan darah di lantai kamar mandi yang dingin. Sebuah kuret yang berlumuran darah tergeletak di sampingnya. Ia mengalami perdarahan pada rahimnya.
Honey berdiri seperti patung. "Oh, Tuhan!" Tenggorokannya seakan-akan tercekik, dan ia hanya dapat berbisik. Ia berlutut di samping Kat, menempelkan jari yang gemetar ke nadi di leher temannya itu. Ia tak merasakan apa-apa. Honey bergegas ke ruang duduk, mengangkat gagang telepon, dan memutar 911.
Sebuah suara pria berkata, "Sembilan-satu-satu Darurat." Kat^
Honey tak sanggup berkata apa-apa.
"Sembilan-satu-satu Darurat" Halo?"" *To" tolong! Saya" ada"," Honey terbata-bata. "Dia" dia mati." "Siapa yang mati, Miss?" "Kat."
4tu "Kucing Anda mati?"
"Bukan!" jerit Honey. "Kat mati. Kirim orang ke sini. Segera." "Lady?"
Honey membanting gagang telepon. Dengan jari gemetaran ia menghubungi rumah sakit. "Dr. T" Taylor." Suaranya nyaris tak terdengar.
"Harap tunggu sebentar."
Tangan Honey mencengkeram gagang telepon, dan ia menunggu dua menit sebelum mendengar suara Paige. "Dr. Taylor."
"Paige! Kau" kau harus pulang sekarang juga."
"Honey" Ada apa?"
"Kat" mati."
"Apa?" Paige tak mau percaya. "Kenapa?"
"Ke" kelihatannya dia berusaha menggugurkan kandungannya."
"Ya Tuhan! Baiklah. Aku pulang secepat mungkin."
Ketika Paige tiba di apartemen, sudah ada dua petugas polisi berseragam, seorang detektif, serta petugas pemeriksa mayat di sana. Honey berada di kamarnya, berada di bawah pengaruh obat penenang. Petugas pemeriksa mayat sedang mengamati tubuh Kat yang telanjang. Detektif tadi menoleh ketika Paige memasuki kamar mandi yang penuh darah. "Siapa Anda?"
Paige menatap sosok Kat yang tak bernyawa.
Wajahnya pucat pasi. "Saya Dr. Taylor. Saya tinggal di sini."
"Barangkah Anda bisa membantu. Saya Inspektur Burns. Saya sudah berusaha bicara dengan wanita satu lagi yang tinggal di sini, tapi dia histeris. Dia sudah diberi obat penenang oleh dokter."
Paige memalingkan wajah dari pemandangan mengerikan di lantai. "Apa" apa yang ingin Anda ketahui?"
"Dia tinggal di sini?"
"ya" "Sepertinya dia melakukan kesalahan waktu mencoba menggugurkan kandungan," detektif itu berkata.
Kepala Paige serasa berputar-putar. Ia angkat bicara dan berkata, "Saya tidak percaya."
Inspektur Burns mengamatinya sejenak. "Kenapa Anda tidak percaya, Dokter?"
"Dia menginginkan bayinya." Pikiran Paige sudah mulai jernih kembali. "Ayah bayi. itu yang tidak menghendakinya."
"Ayahnya?" "Dr. Ken Mallory. Dia bekerja di Embarcadero County Hospital. Dia tidak mau menikah dengannya Begini, Kat juga dokter. Kalau mau menjalani aborsi, dia tak mungkin melakukannya sendiri di kamar mandi." Paige menggelengkan kepala. "Pasti ada yang tidak beres."
Petugas pemeriksa mayat kembali berdiri. "Barangkali dia mencobanya sendiri karena tidak mau orang lain tahu tentang bayinya"
"Itu tidak benar. Dia memberitahu kami." Inspektur Bums menatap Paige. "Apakah dia sendirian malam ini?" "Tidak. Dia berkencan dengan Dr. Mallory."
Ken Mallory berbaring di tempat tidur. Dengan teliti ia mengingat-ingat setiap kejadian malam itu. Ia membayangkan setiap langkah untuk memastikan tak ada yang terlewatinya. Sempurna, ia menyimpulkan. Dalam hati ia bertanya-tanya mengapa polisi belum muncul juga dan pada saat itulah bel pintu berbunyi. Mallory membiarkannya berdering tiga kali, lalu berdiri, mengenakan kimono, dan keluar ke mang duduk.
Ia berdiri di depan pintu. "Siapa itu?" Suaranya bernada mengantuk.
Sebuah suara berkata, "Dr. Mallory?"
"Ya." "Inspektur Bums. San Francisco Police Department."
"Polisi?" Suaranya bernada kaget, namun tidak berlebihan. Mallory membuka pintu.
Pria yang berdiri di lorong memperlihatkan lencananya. "Boleh masuk?"
"Ya. Ada apa ini?"
"Anda mengenal Dr. Hunter?"
"Tentu saja." Kesan cemas melintas di wajah Mallory. "Ada apa dengan Kat?"
"Apakah Anda bersama Dr. Hunter malam ini?"
"Ya. Demi Tuhan! Apa yang terjadi" Dia tidak apa-apa, bukan?"
am "Maaf, saya terpaksa menyampaikan kabar burak. Dr. Hunter tewas."
"Tewas" Saya tidak percaya Kenapa?"
"Rupanya dia berusaha melakukan aborsi, tapi gagal."
"Oh, ya Tuhan!" ujar Mallory. Ia duduk dan menundukkan kepala "Ini salah saya."
Inspektur Buras menatapnya sambil mengerutkan kening. "Salah Anda?"
"Ya Saya.. Dr. Hunter dan saya akan menikah. Saya bilang padanya sekarang belum waktunya punya anak. Saya ingin menundanya dan dia setuju. Saya mengusulkan agar dia pergi ke rumah sakit, supaya ditangani di sana, tapi rupanya dia memutuskan untuk" saya., saya belum bisa percaya."
"Jam berapa Anda meninggalkan Dr. Hunter?"
"Sekitar jam sepuluh. Saya mengantarnya sampai ke pintu apartemennya lalu pulang."
"Anda tidak masuk?"
Tidak." "Apakah Dr. Hunter sempat menyinggung rencananya?"
"Maksud Anda soal?" Tidak. Dia tidak menyinggungnya"
Inspektur Bums mengeluarkan kartu nama. "Kalau Anda ingat sesuara yang mungkin bisa membantu, Dokter, tolong telepon saya"
"Tentu. Saya.. Anda tak bisa membayangkan betapa kagetnya saya"
Malam itu Paige dan sekejap pun. Berulang-ulang mereka membicara-j kan nasib yang menimpa Kat, dan keduanya sama-sama terpukul sekali.
Inspektur Burns muncul pukul sembilan.
"Selamat malam. Saya ingin memberitahu Anda bahwa saya bicara dengan Dr. Mallory semalam."
"Apa katanya?" "Dia bilang mereka makan malam bersama. Kemudian dia mengantarnya ke apartemen dan langsung pulang."
"Dia bohong," ujar Paige. Ia memutar otak. "Tunggu dulu! Apakah ada sperma di tubuh Kat?"
"Ya ada." "Nah," ujar Paige penuh semangat, "itu membuktikan dia bohong. Dia melakukan hubungan seks dan?"
"Soal ini sudah saya bicarakan dengannya tadi, sebelum saya ke sini. Dia mengaku mereka berhubungan sebelum pergi makan malam."
"Oh." Paige belum mau menyerah. "Pasji ada sidik jari Dr. Mallory pada kuret yang dipakainya untuk membunuh Kat." Suaranya berapi-api. "Anda menemukan sidik jari?"
"Ya, Dokter," Bums berkata dengan sabar. "Sidik jari Dr. Hunter."
"Tidak mung" Tunggu! Berarti Dr. Mallory memakai sarung tangan, dan setelah selesai, dia menaruh sidik jari Kat pada kuret itu. Bagaimana, masuk akal tidak?"
"Kedengarannya Anda terlalu banyak nonton film detektif di TV." -
"Anda tidak percaya Kat dibunuh?"
"Maaf, tak ada petunjuk yang mengarah ke sana."
"Sudah ada laporan autopsi?"
"Sudah." "Bagaimana hasilnya?"
"Petugas pemeriksa mayat berpendapat Dr. Hunter tewas akibat kecelakaan. Dr. Mallory memberitahu saya bahwa Dr. Hunter memutuskan menggugurkan kandungan, Jadi rupanya dia?"
"Pergi ke kamar mandi dan menjagal dirinya sendiri?" Paige memotong. "Demi Tuhan, Inspektur! Dia dokter, ahli bedah! Tak mungkin dia berbuat begitu terhadap dirinya sendiri."
Inspektur Bums termenung-menung. "Maksud Anda, Mallory membujuknya untuk menjalani aborsi, dan berusaha membantunya, lalu pergi setelah gagal?"
Paige menggelengkan kepala. "Bukan. Pasti bukan begitu kejadiannya. Kat takkan setuju. Mallory sengaja membunuhnya." Paige berpikir sambil bicara, "Kat cukup kuat. Dia hams dalam keadaan tak sadar agar Mallory" bisa melakukan apa yang dilakukannya." "
"Autopsi tidak menunjukkan tanda-tanda kekerasan yang bisa membuatnya tidak sadar. Tidak ada luka memar pada lehernya."
"Apakah ada sisa-sisa pil tidur atau?""
"Tidak ada apa-apa." Burns melihat ekspresi di wajah Paige. "Menurut saya, ini bukan kasus pembunuhan. Saya kira Dr. Hunter melakukan kesalahan, dan" maaf, saya-tak bisa berbuat apa-apa."
Paige memperhatikan petugas polisi itu menuju pintu. "Tunggu! Anda sudah mendapatkan motif."
Bums membalik. "Tidak juga. Mallory mengaku Dr. Hunter setuju melakukan aborsi."
"Tapi dia membunuh Kat," balas Paige dengan ketus.
"Dokter, kita tidak memiliki bukti-bukti. Kita hanya bisa berpegang pada keterangan pihak-pihak yang terlibat, sedangkan Dr. Hunter sudah meninggal. Saya menyesal."
Paige memperhatikannya pergi.
Ken Mallory takkan kubiarkan lolos begitu saja, ia bersumpah dalam hati. "^3|?
Jason menemui Paige. "Aku sudah dengar beritanya," ia berkata. "Aku tak habis pikir, bagaimana mungkin dia berbuat senekat itu?"
"Dia tidak melakukan apa-apa," kata Paige. "Dia dibunuh." Ia menceritakan percakapannya dengan Inspektur Bums kepada Jason. "Polisi tidak mau mengadakan pengusutan lebih lanjut. Mereka menganggap kejadian itu sebagai kecelakaan. Jason, akulah yang bersalah atas kematian Kat."
"Apa maksudmu?"
"Aku yang membujuknya agar berkencan dengan Mallory. Mula-mula Kat tidak mau. Semuanya berawal sebagai lelucon, dan kemudian dia" dia jatuh cinta padanya. Oh, Jason!"
"Kau tidak boleh menyalahkan dirimu karena itu," Jason berkata dengan tegas. Dengan galau Paige memandang berkeliling.
"Aku tak bisa tinggal lebih lama di apartemen ini. Aku hams keluar dari sini."
Jason memeluknya. "Sebaiknya kita segera menikah."
"Aku tidak bisa. Maksudku, Kat baru?" "Aku mengerti. Kita tunggu satu atau dua minggu." "Baiklah."
"Aku mencintaimu, Paige."
"Aku juga mencintaimu, Sayang. Ini konyol sekali, kan" Aku merasa bersalah karena Kat dan aku sama-sama jatuh cinta, dia mati sedangkan aku hidup."
Foto itu terpampang pada halaman pertama San Francisco Chronicle edisi Selasa, memperlihatkan Ken Mallory yang tersenyum cerah sambil merangkul Lauren Harrison. Keterangan di bawahnya berbunyi "Ahli Waris Calon Istri Dokter".
Paige menatapnya dengan pandangan tak percaya. Bara dua hari yang lalu Kat meninggal, dan Ken Mallory sudah mengumumkan pertunangannya dengan wanita lain! Selama ini ia berjanji akan menikahi Kat, tapi sesungguhnya ia berniat memperistri orang lain. Itu sebabnya dia membunuh Kat. Untuk menyingkirkannya!
Paige mengangkat gagang telepon dan menghubungi markas besar polisi. "Tolong sambungkan dengan Inspektur Bums." Beberapa saat kemudian, ia sudah bicara dengan petugas polisi ini;
"Ini Dr. Taylor." "Ya, Dokter."
"Anda sudah melihat foto di Chronicle pagi
ini?" "Sudah."
"Nah, itulah motif yang Anda cari!" Paige berseru. "Ken Mallory terpaksa membungkam Kat sebelum Lauren Harrison mengetahui hubungan mereka. Anda harus menahan Mallory." Paige nyaris berteriak.
"Tunggu dulu. Jangan terbura-bura, Dokter. Ini memang bisa dianggap sebagai motif, tapi seperti sudah saya katakan, kita belum mempunyai sepotong bukti pun. Anda sering bilang Dr. Hunter haras dalam keadaan tidak sadar agar Mallory dapat melakukan aborsi. Setelah bicara dengan Anda, saya membahas masalah itu dengan ahli forensik kami. Tak ada tanda-tanda kekerasan yang mungkin menyebabkan Dr. Hunter tidak sadar."
"Kalau begitu, dia diberi obat penenang oleh Mallory," Paige berkeras. "Mungkin khloral hidrat. Obat itu bereaksi dengan cepat dan?"
Inspektur Bums berkata dengan sabar, "Dokter, kami tidak menemukan sisa-sisa khloral hidrat pada tubuh-korban. Maaf, saya benar-benar menyesal, tapi kami tak bisa menahan orang hanya karena dia akan menikah. Ada lagi yang ingin Anda bicarakan?"
Banyak sekali. "Tidak," ujar Paige. Ia membanting gagang telepon dan duduk termenung-menung.
Mallory pasti membius Kat. Dan obat itu paling mudah diperolehnya di apotek rumah sakit.
Lima belas menit kemudian, Paige sudah dalam perjalanan ke Embarcadero County Hospital.
Pete Samuels, apoteker kepala di rumah sakit, berdiri di belakang meja layan. "Selamat pagi, Dr. Taylor. Bisa saya bantu?"
"Kalau tidak salah, Dr. Mallory datang ke sini beberapa hari yang lalu untuk mengambil obat tertentu. Dia sempat menyebutkan namanya, tapi saya lupa."
Samuels mengeratkan kening. "Seingat saya, sudah sekitar sebulan Dr. Mallory tidak ke sini." "Anda yakin?"
Samuels mengangguk. "Ya, soalnya kami selalu mengobrol soal football."
Paige langsung lesu. "Terima kasih."
Dia pasti menulis resep di apotek lain. Paige tahu, semua resep untuk obat penenang harus dibuat rangkap tiga?satu salinan untuk pasien bersangkutan, satu untuk dikirim ke Bureau of Controlled Substances, dan satu lagi untuk arsip apotek.
Obat itu pasti ditebus di salah satu apotek di San, Francisco, sedangkan di sini ada sekitar dua ratus sampai tiga ratus apotek. Paige sadar, ia tak mungkin melacaknya. Kemungkinan besar Mallory bara membeli obat itu beberapa saat sebelum membunuh Kat. Berarti Sabtu atau Minggu. Kalau hari Minggu, mungkin masih ada harapan, pikir Paige. Sedikit sekali apotek yang buka hari Minggu. la naik ke kantor tempat surat-surat tugas disimpan, dan mencari jadwal tugas hari Sabtu. Dr. Ken Mallory ternyata bertugas jaga sepanjang hari, jadi kemungkinan besar obat itu ditebusnya pada hari Minggu. Berapa banyak apotek di San Francisco yang buka pada hari Minggu"
Paige mengangkat gagang telepon dan menghubungi state pharmaceutical board.
"Ini Dr. Taylor," ujar Paige. "Hari Minggu kemarin, rekan saya menitipkan resep di sebuah apotek. Dia minta tolong agar saya mengambil obatnya, tapi saya lupa nama apotek itu. Barangkali Anda bisa membantu saya?"
"Ehm, saya tidak tahu bagaimana saya bisa membantu Anda, Dokter. Kalau Anda tidak ingat?"
"Sebagian besar apotek tutup pada hari Minggu, bukan?"
"Ya, tapi?" "Saya akan sangat berterima kasih seandainya Anda bisa memberikan daftar apotek yang buka."
Hening sejenak. "Ehm, kalau memang mendesak?"
"Ini sangat mendesak," Paige meyakinkan lawan bicaranya.
"Tunggu sebentar."
Daftar itu berisi 36 nama, dan apotek-apotek itu tersebar di semua penjuru kota. Sebenarnya tak ada masalah kalau saja ia bisa minta bantuan polisi, tapi Inspektur Burns tidak mempercayainya. Honey dan aku harus mengerjakannya sendiri, pikir Paige. Ia menjelaskan rencananya kepada Honey.
"Harapannya tipis sekali, kan?" ujar Honey. "Kita bahkan tidak tahu pasti apakah dia menebus obat itu pada hari Minggu."
"Ini satu-satunya harapan bagi kita." Bagi Kat. "Aku akan mendatangi apotek-apotek di Richmond, Marina, North Beach, Upper Market, Mission, dan Potrero, dan kauperiksa apotek-apotek di daerah Excelsior, Ingleside, Lake Merced, Western Addition, dan Sunset."
"Baiklah." Di apotek pertama yang didatanginya, Paige memperlihatkan tanda pengenalnya dan berkata, "Rekan kerja saya, Dr. Ken Mallory, datang ke sini untuk menebus resep hari Minggu lalu. Dia sedang ke luar kota, dan dia minta saya mengulangi resep itu, tapi saya lupa namanya. Apakah Anda bisa mencarikannya?"
"Dr. Ken Mallory" Tunggu sebentar." Beberapa menit kemudian, apoteker itu muncul kembali. "Maaf, hari Minggu lalu tidak ada resep dari Dr. Mallory."
"Terima kasih."
Paige memperoleh jawaban yang sama di empat apotek berikut
Honey mengalami nasib serupa.
"Di sini ada ribuan resep."
"Saya tahu, tapi ini hari Minggu kemarin."
"Hmm, tidak ada resep dari Dr. Mallory. Maaf."
Sepanjang hari mereka berkeliling dari apotek ke apotek. Keduanya mulai patah semangat. Baru
menjelang senja, tak lama sebelum waktu tutup, Paige menemukan apa yang dicarinya di sebuah apotek kecil di kawasan Potrero. Apoteker yang ditemuinya berkata, "Oh, ya, ini dia. Dr. Ken Mallory. Saya ingat dia. Dia hendak mengunjungi pasien di rumah. Saya terkesan, sebab sekarang ini jarang ada dokter yang masih melakukan kunjungan rumah."
Belum pernah ada resident yang melakukan kunjungan rumah. "Resepnya untuk apa?"
Tanpa sadar Paige menahan napas.
"Khloral hidrat."
Paige hampir gemetar karena gembira. "Anda yakin?"-
"Itu yang tertulis di sini."
"Siapa nama pasiennya?"
Apoteker itu menatap salinan resep. "Spyros Levathes."
"Apakah saya bisa minta salinan resep ini?", tanya Paige.
"Tentu saja, Dokter."
Sam jam kemudian, Paige sudah berada di mang kerja Inspektur Bums. Ia meletakkan salinan resep tadi ke mejanya.
"Ini bukti yang Anda minta," kata Paige. "Hari Minggu lalu, Dr. Mallory mendatangi apotek yang jaraknya bermil-mil dari tempat tinggalnya, dan menebus resep untuk khloral hidrat. Obat itu di-campurkannya ke minuman Kat, dan setelah Kat
Tiada Yang Abadi N0th1ng Lasts Forever Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak sadar, dia menjagalnya agar kelihatan seperti kecelakaan."
"Maksud Anda, dia memasukkan khloral hidrat ke minuman korban, lalu membunuhnya?" - "Ya."
"Masalahnya cuma satu, Dr. Taylor. Menurut laporan autopsi, di dalam tubuh korban tidak ditemukan khloral hidrat.*
"Pasti ada. Barangkah ahli patologi Anda membuat kesalahan. Coba minta dia melakukan pemeriksaan ulang."
Kesabaran Inspektur Burns mulai menipis. "Dokter?" "Tolonglahf Saya tahu saya benar." "Anda hanya buang-buang waktu." Paige tidak mengalihkan pandangan dari wajah petugas polisi itu.
Bums menghela napas. "Baiklah. Saya akan meneleponnya. Siapa tahu dia memang melakukan kesalahan."
Jason menjemput Paige untuk makan malam. "Kita makan di ramahku," katanya. "Ada sesuatu yang ingin kuperlihatkan padamu."
Dalam perjalanan ke sana, Paige menceritakan perkembangan terakhir kepada Jason.
"Mereka pasti akan menemukan khloral hidrat dalam tubuh Kat," ujar Paige. "Dan Ken Mallory akan menerima ganjaran setimpal."
"Aku ikut prihatin tentang semuanya ini, Paige."
"Aku tahu." Paige menempelkan tangan Jason ke pipinya. "Untung ada kau."
Mereka be"rhenti di depan ramah Jason.
Paige memandang ke luar jendela dan terpana. Bagian depan rumah itu kini dikelilingi pagar kayu yang dicat putih.
Ia seorang diri di apartemen yang gelap. Ken Mallory menggunakan anak kunci yang diberikan Kat padanya, dan diam-diam menuju kamar tidur. Paige mendengar suara langkah mendekat, tapi sebelum ia sempat bergerak, Mallory sudah menyergap dan mencekiknya.
"Perempuan keparat! Kau mau menghancurkanku. Hah, kau takkan menggangguku lagi." Cekikannya semakin keras. "Kalian semua berhasil kukelabui, kan" Takkan pernah ada yang bisa membuktikan aku membunuh Kat."
Paige berusaha menjerit, tapi bernapas pun ia tak sanggup. Ia meronta-ronta untuk membebaskan diri, dan tiba-tiba ia terbangun. Ia sendirian di kamarnya. Paige duduk di tempat tidur, dan seluruh tubuhnya gemetaran.
Setelah itu ia tidak bisa tidur kembali, dan ia duduk sambil menunggu telepon.dari Inspektur Bums. Petugas polisi itu menelepon pukul sepuluh pagi.
"Dr. Taylor?" "Ya?" Paige menahan napas.
"Saya baru terima laporan ketiga dari ahli forensik kami."
"Apa katanya?" Jantung Paige berdebar-debar.
"Dia tidak menemukan khloral hidrat atau obat penenang apa pun dalam tubuh Dr. Hunter. Sama sekali tidak ada."
Tak mungkin f Pasti ada. Tak ada tanda-tanda kekerasan yang bisa menyebabkan Kat tidak sadar. Tak ada luka memar pada lehernya. Ini tidak masuk akal! Kat pasti tidak sadar ketika Mallory membunuhnya. Ahli forensik itu keliru.
Paige memutuskan berbicara langsung dengannya"
Dr. Dolan tampak jengkel. "Saya tidak suka ditodong seperti ini," katanya. "Sudah tiga kali saya periksa mayat korban. Saya sudah memberitahu Inspektur Bums bahwa saya tidak menemukan khloral hidrat dalam organ-organ tubuh korban, dan memang tidak ada." "Tapi?"
"Ada lagi, Dokter?"
Paige menatapnya dengan pandangan tak berdaya. Harapannya yang terakhir telah sirna. Ken Mallory berhasil lolos. "Saya" saya rasa tidak. Kalau Anda sama sekali tidak menemukan bahan kimia dalam tubuh Kat, ?" tejjf>v >. ?.
"Saya tidak bilang sama sekali tidak ada bahan kimia."
Paige menatapnya dengan harapan baru. "Anda menemukan sesuatu?"
"Ada jejak trikhloroetilen."
Paige mengerutkan kening. "Bagaimana pengaruhnya?"
Dr. Dolan angkat bahu. "Tidak ada pengarah sama sekali. Itu obat analgesik. Takkan ada orang yang tertidur karenanya."
"Oh, begitu." "Maaf, saya tidak bisa membantu Anda."
Paige mengangguk. "Terima kasih."
Ia berjalan menyusuri lorong panjang di kamar mayat, tertekan. Dalam hati ia merasa ada sesuatu yang terlewatinya. Semula ia begitu yakin Kat dibius dengan khloral hidrat.
Dia cuma menemukan jejak trikhloroetilen. Takkan ada yang tertidur karenanya. Tapi kenapa ada trikhloroetilen dalam tubuh Kat" Kat tidak minum obat sebelum kematiannya. Paige berhenti di tengah koridor. Otaknya bekerja keras.
Ketika tiba di rumah sakit, Paige segera mengunjungi perpustakaan medis di lantai lima. Cuma perlu waktu kurang dari satu menit untuk mencari trikhloroetilen. Keterangannya berbunyi demikian: Cairan tak berwarna, bening, mudah menguap, dengan berat spesifik 1,47 pada 59 Fahrenheit. Termasuk hidrokarbon yang terhalogenasi, dengan rumus kimia C C h, CHCl.
Dan kemudian, di baris terakhir, Paige menemukan apa yang dicarinya. Pada saat terurai, khloral hidrat menghasilkan trikhloroetilen sebagai produk sampingan.
421 35 "Inspektur, Dr. Taylor ingin bertemu Anda."
"Lagi?" Burns sempat mempertimbangkan menolak kedatangannya. Wanita itu terobsesi teori setengah matang yang telah disusunnya. Bums bertekad mengakhirinya. "Suruh dia masuk."
Ketika Paige masuk ke ruang kerjanya, Inspektur Burns berkata, "Begini, Dokter, saya pikir ini sudah keterlaluan. Dr. Dolan menelepon saya dan mengeluh tentang?"
"Saya tahu bagaimana Ken Mallory melakukannya!" Suara Paige penuh semangat. "Dr. Dolan menemukan trikhloroetilen dalam tubuh Kat."
Bums mengangguk. "Dr. Dolan sudah memberi tahu saya Tapi dia menegaskan korban tak mungkin pingsan karena itu. Dia?"
"Khloral hidrat berubah menjadi trikhloroetilen!" Paige berkata dengan puas. "Mallory bohong waktu mengaku tidak ikut masuk ke apartemen bersama Kat. Dia mencampurkan khloral hidrat ke minuman Kat. Cairan itu tidak memiliki rasa jika dicampur alkohol, dan hanya memerlukan waktu
422 beberapa menit untuk bekerja. Setelah Kat tidak sadar, Mallory membunuhnya. Dia sengaja mengatur semuanya agar kelihatan seperti aborsi yang gagal."
"Dokter Taylor, Anda terlalu berspekulasi."
"Tidak. Mallory menuliskan resep untuk pasien bernama Spyros Levathes, tapi dia tak pernah memberikan resep itu."
"Dari mana Anda tahu itu?"
"Karena dia tak mungkin memberikannya. Saya sudah memeriksa catatan Spyros Levathes. Dia menderita porfiria eritropoiesis."
"Apa itu?" "Gangguan metabolisme bersifat turunan. Gangguan tersebut menyebabkan kepekaan berlebihan terhadap sinar dan luka-luka, hipertensi, jantung berdebar-debar, dan sejumlah gejala tak menyenangkan lainnya."
"Saya tetap belum mengerti." "Dr. Mallory tidak memberikan khloral hidrat kepada pasiennya, karena obat itu akan membunuhnya! Khloral hidrat dikontraindikasi untuk porfiria, karena akan menimbulkan kejang-kejang."
Untuk pertama kali Inspektur Bums tampak terkesan. "Anda betul-betul bekerja keras rupanya?"
Paige tems mendesak, "Untuk apa Ken Mallory mendatangi apotek yang jauh dari tempat tinggalnya, dan menebus sebuah resep yang tak mungkin diberikannya kepada pasien bersangkutan" Anda harus menahannya." Inspektur Bums mengangkat sebelah tangan.
423 "Baiklah. Begini saja. Saya akan bicara dengan kantor jaksa wilayah untuk memastikan apakah bukti ini cukup kuat."
Paige tahu ia tak dapat berbuat apa-apa lagi. "Teruna kasih, Inspektur." "Saya akan menghubungi Anda."
Setelah Paige pergi, Inspektur Bums duduk sambil merenungkan percakapan mereka. Tak ada bukti-bukti nyata yang memberatkan Dr. Mallory; hanya kecurigaan seorang wanita yang keras kepala. Bums meninjau fakta-fakta yang telah diperolehnya. Dr. Mallory sempat bertunangan dengan Kat Hunter. Dua hari setelah wanita itu tewas, ia bertunangan dengan putri Alex Harrison. Menarik, namun tidak melanggar hukum.
Mallory mengaku mengantar Dr. Hunter sampai ke pintu apartemen, tapi tidak ikut masuk. Autopsi menunjukkan adanya sperma dalam tubuh korban, tapi Mallory memberikan penjelasan yang masuk akal.
Lalu masih ada masalah khloral hidrat itu. Mallory menuliskan resep untuk obat yang bisa berakibat fatal bagi pasiennya. Apakah ia bersalah melakukan pembunuhan" Tidak bersalah"
Bums menekan tombol interkom untuk memanggil sekretarisnya. "Barbara, buatkan janji dengan Jaksa Wilayah untuk nanti sore."
Sudah ada empat pria di mang kerja itu ketika
Paige masuk: Jaksa Wilayah, asistennya pria bernama Warren, dan Inspektur Burns.
"Terima kasih atas kedatangan Anda, Dr. Taylor," Jaksa Wilayah berkata. "Inspektur Bums telah menceritakan perhatian Anda atas kematian Dr. Hunter. Saya hargai itu. Dr. Hunter tinggal bersama Anda, dan Anda mencari keadilan."
Rupanya Ken Mallory jadi ditahan!
"Ya," ujar Paige. "Tak ada yang perlu diragukan. Dr. Mallory membunuhnya. Setelah Anda menahannya?"
"Kelihatannya itu tidak mungkin."
Paige menatapnya dengan bingung. "Apa?"
"Kami tidak bisa menahan Dr. Mallory."
"Kenapa?" "Karena belum ada bukti kuat."
"Siapa bilang?" sem Paige. "Trikhloroetilen itu membuktikan?"
"Begini, Dokter, kelalaian dalam bidang hukum tak bisa dijadikan alasan dalam sidang pengadilan. Lain halnya dengan kelalaian dalam bidang kedokteran."
"Saya tidak mengerti."
"Mudah saja. Artinya, Dr. Mallory bisa saja mengaku melakukan kesalahan, dia tidak mengetahui pengaruh khloral hidrat terhadap penderita porfiria. Tak ada yang bisa membuktikan dia bohong. Tindakannya mungkin menunjukkan dia dokter yang sembrono, tapi tidak membuktikan dia bersalah melakukan pembunuhan."
Paige frustrasi. "Anda akan membiarkan dia lolos?"
Jaksa Wilayah mengamatinya sejenak. "Begini saja. Saya sudah membicarakannya dengan Inspektur Bums. Dengan seizin Anda, kami akan mengirim petugas ke apartemen Anda untuk mengambil gelas-gelas itu dari bar. Kalau kami menemukan jejak khloral hidrat, kami akan mengambil langkah berikut."
"Bagaimana kalau dia sudah mencuci gelas-gelas ftu?"
Inspektur Burns angkat bicara, "Saya rasa dia takkan sempat mencuci gelas-gelas itu dengan sabun. Kalau sekadar dibilas, kami akan menemukan apa yang kami cari."
Dua jam kemudian, Inspektur Bums menelepon Paige.
"Kami sudah melakukan analisis kimia terhadap gelas-gelas itu, Dokter," ujar Burns.
Paige bersiap-siap menerima berita mengecewakan.
"Kami menemukan satu gelas dengan jejak trikhloroetilen."
Paige memejamkan mata dan memanjatkan doa syukur dalam hati.
"Selain itu, kami juga menemukan sidik jari. Kami akan membandingkan sidik jari itu dengan sidik jari Dr. Mallory."
Semangat Paige bangkit kembali.
Petugas polisi itu melanjutkan. "ketika membunuh korban?kalau memang dia yang membunuhnya?dia memakai sarung tangan, agar sidik jarinya tidak tertinggal pada kuret. Tapi rasanya tak mungkin dia mengenakan sarung tangan pada waktu menyerahkan minuman itu, dan barangkali saja dia juga tidak memakai sarung tangan /waktu mengembalikan gelas-gelas itu."
"Saya juga pikir begitu," ujar Paige.
"Terus terang, mula-mula saya meragukan teori Anda. Sekarang saya kira ada kemungkinan Dr. Mallory bersalah. Tapi untuk membuktikannya, itu masalah lain." Inspektur Bums terdiam sejenak. "Ehm, sikap Jaksa Wilayah memang beralasan. Memperkarakan Dr. Mallory hanya buang-buang waktu. Dia tinggal mengaku tidak mengetahui akibat sampingan dari obat yang hendak diberikannya. Tak ada undang-undang yang melarang kesalahan medis. Saya tidak tahu bagaimana?"
"Tunggu dulu!" sem Paige dengan berapi-api. "Rasanya saya tahu bagaimana caranya."
Ken Mallory sedang mendengarkan Lauren melalui telepon. "Ayah dan aku telah menemukan tempat praktek yang pasti cocok untukmu, Sayang! Sebuah suite di 490 Post Building. Aku akan mencarikan resepsionis untukmu, tapi yang tidak terlalu cantik."
Mallory tertawa. "Kau tidak perlu khawatir soal itu, Sayang. Di dunia ini hanya kau seorang yang kuinginkan."
"Aku sudah tak sabar menunggu sampai kau melibatnya. Kau bisa datang sekarang?" "Beberapa jam lagi aku sudah selesai bertugas." "Oke! Bagaimana kalau kau menjemputku di mmah?"
"Boleh. Tunggu saja." Mallory meletakkan gagang. Nasibku tak mungkin lebih baik dari ini, ia berkata dalam hati. Ternyata Tuhan memang ada, dan Dia menyayangiku.
Ia mendengar namanya dipanggil melalui pengeras suara. "Dr. Mallory" Kamar 430" Dr. Mallory" Kamar 430." Mallory duduk sambil melamun, membayangkan masa depan indah yang menantinya. Sebuah suite di 490 Post Building, gedung yang penuh wanita tua kaya raya, yang siap menghambur-hamburkan uang. Sekali lagi ia mendengar namanya. "Dr. Mallory" Kamar 430." Ia menghela napas dan berdiri. Sebentar lagi aku sudah keluar dari tempat keparat ini, pikirnya. Ia menuju Kamar 430.
Seorang resident menunggunya di koridor, di luar mangan itu. "Sepertinya ada masalah," katanya "Ini pasien Dr. Peterson, tapi Dr. Peterson tidak ada di tempat. Saya berselisih pendapat dengan salah satu dokter lain."
Mereka masuk. Di dalam ada tiga orang?seorang pria di tempat tidur, seorang juru rawat pria, dan seorang dokter yang belum pernah dilihat Mallory.
Resident tadi berkata "Ini Dr. Edwards. Kami perlu saran Anoa, Dr. Mallory."
"Apa masalahnya?"
Si resident menjelaskan, "Pasien ini menderita porfiria eritropoiesis, dan Dr. Edwards berkeras memberikan obat penenang."
"Boleh saja." "Terima kasih," ujar Dr. Edwards. "Sudah 48 jam pasien ini tak bisa tidur. Saya akan memberikan khloral hidrat agar dia bisa beristirahat dan?"
Mallory menatapnya sambil membelalakkan mata. "Anda sudah gila" Itu bisa membunuhnya! Dia akan mengalami kejang-kejang takhikardia, dan kemungkinan dia akan mati. Di mana Anda belajar kedokteran?" j,
Pria itu menatap Mallory dan berkata, "Saya tidak belajar kedokteran." Ia memperlihatkan sebuah lencana. "Saya dari San Francisco Police Department, Bagian Pembunuhan." Ia menoleh ke pria di tempat tidur. "Dapat semuanya?"
Orang itu mengeluarkan alat perekam dari bawah bantal. "Ya, setiap kata."
Mallory menatap mereka satu per satu. Ia mengerutkan kening. "Saya tidak mengerti. Ada apa ini" Ada apa sebenarnya?"
Petugas polisi itu berpaling kepada Mallory. "Dr. Mallory, Anda ditahan atas pembunuhan terhadap Dr. Kate Hunter."
36 Judul berita utama di San Francisco Chronicle berbunyi: DOKTER DITAHAN SEHUBUNGAN PEMBUNUHAN TUNANGAN. Artikel di bawahnya membahas kasus tersebut secara panjang-lebar dan mendetail.
Mallory membaca koran itu di dalam sel, lalu mencampakkannya.
Teman satu selnya berkomentar, "Kelihatannya kau tak bisa berkelit, kawan."
"Jangan terlalu yakin," balas Mallory dengan congkak. "Aku punya koneksi, dan mereka akan mencarikan pengacara terbaik untukku. Dalam 24 jam aku sudah keluar dari sini. Aku tinggal angkat telepon."
alex dan Lauren Harrison sedang membaca koran sambil sarapan.
"ya tuhan!" sem Lauren. "Ken! Aku tidak percaya."
seorang pelayan menghampiri meja makan. "maaf, mis* harrison. dr. mallory ingin bicara
430 dengan Anda. Kalau tidak salah, dia menelepon dari rumah tahanan."
"Terima kasih." Lauren hendak berdiri.
"Kau tetap di sini dan habiskan sarapanmu," Alex Harrison berkata dengan tegas. Ia berpaling kepada pelayannya. "Kami tidak kenal orang bernama Dr. Mallory."
Paige membaca koran sambil berpakaian. Mallory akan dihukum karena perbuatan mengerikan yang dilakukannya, tapi Paige tidak gembira Apa pun hukuman yang dijatuhkan kepada Mallory takkan membuat Kat kembali.
Bel pintu berdering. Paige membuka pintu, dan berhadapan dengan pria yang belum pernah dilihatnya. Orang itu mengenakan jas berwarna gelap dan membawa tas kantor.
"Dr. Taylor?" "Ya?" "Saya Roderick Pelham. Saya pengacara dari Rothman & Rothman. Boleh masuk?" Paige menatapnya dengan terheran-heran. "Ya." Pria itu melangkah masuk. "Ada perlu apa?"
Paige memperhatikannya membuka tas dan mengeluarkan sejumlah dokumen.
"Tentunya Anda sudah tahu bahwa Anda ahli waris utama.John Cronin?"
Paige mengeratkan kening. "Apa maksud Anda" Saya rasa ada kekeliruan."
431 "Oh, ini bukan kekeliruan. Mr. Cronin mewarisi kan uang sejumlah satu juta dolar kepada Anda."
Paige menjamhkan diri ke salah satu kursi. Ia teringat pesan John Cronin. Kapan-kapan Anda harus ke Eropa. Lakukan ini untuk saya. Pergilah ke Paris dan menginaplah di Crillon. Anda harus makan malam di Maxim"s, pesan steak yang besar dan tebal dan sebotol sampanye. Dan pada waktu Anda makan steak dan minum sampanye itu, saya minta Anda mengingat saya.
Tolong tanda tangani di sini, dan kami akan mengurus semua surat yang diperlukan."
Paige menoleh. "Saya" saya tidak tahu harus bilang apa. Saya" dia punya keluarga."
"Berdasarkan surat wasiat Mr. Cronin, mereka akan menerima sisa kekayaannya. Jumlahnya tidak seberapa."
"Saya tidak bisa menerima ini," ujar Paige. Pelham menatapnya dengan heran. "Kenapa ti-dakT
Paige tak bisa menjawab. John Cronin ingin agar Paige memperoleh uangnya. "Entahlah. Rasanya., rasanya tidak etis. Dia pasien saya."
"Hmm, cek ini akan saya tinggal di sini. Terserah Anda apa yang akan Anda lakukan. Tolong tanda tangani di sini."
Paige membubuhkan tanda tangan dalam keadaan linglung. "Sampai jumpa Dokter." Ia memperhatikan pengacara itu pergi lalu ia duduk sambil mengenang John Cronin.
Berita mengenai warisan yang diterima Paige segera menyebar di rumah sakit. Sebenarnya Paige bermaksud merahasiakannya. Ia belum memutuskan apa yang akan dilakukannya dengan uang itu. Aku tidak patut menerimanya, pikir Paige. Dia* punya keluarga.
"Secara emosional, Paige belum siap kembali bekerja-tapi pasien-pasiennya harus ditangani. Pagi itu ia dijadwalkan melakukan operasi. Arthur Kane menunggu Paige di koridor. Sejak insiden foto sinar-X yang terbalik, mereka tak pernah bertegur sapa lagi. Walaupun Paige tidak mempunyai bukti Kane yang bertanggung jawab, kasus ban mobilnya yang disayat-sayat telah membuatnya ngeri.
"Halo, Paige. Bagaimana kalau kita lupakan saja apa yang telah terjadi" Setuju?"
Paige angkat bahu. "Boleh saja."
"Siapa sangka Mallory ternyata tega berbuat begitu?" tanya Kane. "Mengerikan sekali, hmm?"
"Ya," balas Paige. "%M
Kane menatapnya sambil tersenyum simpul. "Bayangkan, seorang dokter sengaja mencabut nyawa sesama manusia. Keterlaluan sekali, kan?"
"Ya." "Oh, ya," ujar Kane. "Selamat. Kudengar kau jadi jutawan sekarang." "Aku tidak ?"
"Aku punya karcis untuk pertunjukan teater nanti malam, Paige. Bagaimana kalau kita nonton
bG^anks,n sahut Paige. "Aku sudah bertunangan."
"Kalau begitu, kusarankan pertunangan dibatalkan saja."
Paige menatapnya dengan bmgung. Apa mak-" siidmu?"
Kane maju selangkah. "Aku sudah minta agar mayat John Cronin diautopsi."
Jantung Paige mulai berdebar-debar. "Lalu?"
"Penyebab kematiannya bukan serangan jantung. Dia diberi insulin dalam dosis berlebihan oleh seseorang. Kurasa orang yang bersangkutan tidak menduga Cronin akan diautopsi."
Mulut Paige mendadak kering.
"Kau bersamanya waktu dia"meninggal, kan?"
Paige diam sejenak. "Ya."
"Hanya aku yang tahu itu, dan hanya aku yang punya laporannya." Kane menepuk-nepuk lengan Paige. "Dan mulutku terkunci rapat. Nah, sekarang soal karcis teater itu?"
Paige langsung menjauh. Tidak."
"Jangan gegabah. Kau tahu apa akibatnya?"
Paige menarik napas panjang. "Ya. Dan sekarang aku permisi dulu."
Kane meniperhatikan Paige pergi, wajahnya menjadi kencang. Ia membalik dan menuju kantor Ur-Benjamin Wallace.
?gan tele^ndi ^ "aige terbangun karena de-apartemen.
"Rupanya kau belum jera juga."
Suara itu berbisik-bisik dengan parau, tapi kali ini Paige mengenalinya. Ya Tuhan, ia berkata dalam hati, ternyata ketakutanku memang beralasan.
Ketika tiba di rumah sakit keesokan paginya, Paige telah ditunggu dua pria.
"Dr. Paige Taylor?"
"Ya." "Silakan ikut kami. Anda ditahan dengan tuduhan membunuh John Cronin."
37 Hari terakhir persidangan telah tiba. Alan Perin, pembela terdakwa, menyampaikan kesimpulannya kepada juri.
"Saudara-saudari, Anda telah mendengar sejumlah kesaksian mengenai kemampuan atau ketidakmampuan Dr. Taylor. Hmm, Hakim Young akan mengingatkan Anda bahwa bukan itu tujuan persidangan ini Saya yakin, untuk setiap dokter yang mencela pekerjaan Dr. Taylor, kita bisa menampilkan selusin dokter yang memujinya. Tapi bukan itu masalahnya.
"Paige Taylor diadili sehubungan dengan kematian John Cronin. Dia telah mengaku membantu kematiannya. Dia melakukannya karena John Cronin sangat menderita, dan karena John Cronin memintanya. Itu disebut eutanasia, dan semakin lama semakin diterima di seluruh dunia. Tahun lalu, Mahkamah Agung California telah mengesahkan hak setiap orang dewasa yang tidak sakit jiwa untuk menolak atau menuntut penghentian perawatan medis dalam segala bentuk. Orang bersang-kutanlah yang hams hidup atau mati dengan perawatan yang dipilih atau ditolaknya."
Ia menatap wajah para anggota juri. "Eutanasia merupakan "kejahatan" yang didasarkan atas rasa iba, dan saya berani memastikan bahwa eutanasia, dalam berbagai perwujudan, terjadi di rumah sakit di seluruh dunia. Saudara Jaksa menuntut hukuman mati. Saya berharap tuntutan tersebut tidak mengaburkan pandangan Anda mengenai inti masalahnya. Belum pernah ada hukuman mati untuk kasus eutanasia. Enam puluh tiga persen warga Amerika berpendapat eutanasia seharusnya disahkan, dan di delapan belas negara bagian negeri ini, eutanasia sudah disahkan. Pertanyaannya adalah, apakah kita berhak memaksa pasien-pasien yang tak berdaya hidup dalam keadaan tersiksa" Apakah kita berhak memaksa mereka tetap hidup dan menderita" Pertanyaan tersebut semakin sukar dijawab akibat kemajuan besar yang dicapai dalam bidang teknologi kedokteran. Perawatan pasien telah diambil alih mesin. Mesin tidak mengenal belas kasihan. Jika seekor kuda patah kaki, kita menembaknya untuk membebaskannya dari penderitaan. Kalau menyangkut manusia, kita menghukum orang bersangkutan untuk melanjutkan hidup yang terasa bagaikan di dalam neraka.
"Bukan Dr. Taylor yang memutuskan kapan John Cronin akan meninggal. John Cronin sendiri yang mengambil keputusan itu. Jangan salah paham, perbuatan Dr. Taylor merupakan perwujudan rasa iba. Dia bertanggung jawab penuh untuk itu.
Tapi percayalah, dia tidak tahu-menahu mengenai uang yang diwariskan padanya. Dia bertindak atas dasar belas kasihan. John Cronin menderita gangguan jantung serta kanker fatal yang telah menyebar ke seluruh tubuhnya dan membuatnya menderita. Tanyalah pada diri Anda masing-masing. Dalam keadaan seperti itu, maukah Anda tetap hidup" Terima kasih." Ja membalik, kembali ke mejanya, dan duduk di samping Paige.
Gus Venable bangkit dan berdiri di depan juri.
"Rasa iba" Belas kasihan?" Ia menoleh ke arah Paige, menggelengkan kepala, lalu kembali berpaling kepada juri. "Saudara-saudari, sudah lebih dari dua puluh tahun saya ikut menegakkan hukum di ruang pengadilan, dan teras terang, selama itu saya belum pernah?belum pernah?menemui kasus segamblang ini Tak ada sebersit keraguan pun bahwa perbuatan Dr. Taylor merupakan pembunuhan berdarah dingin untuk memperoleh keuntungan."
Paige mendengarkan setiap kata dengan cermat. Ia tampak tegang, pucat.
"Saudara Pembela berbicara mengenai eutanasia. Betulkah perbuatan Dr. Taylor dilandasi belas kasihan" Saya kira tidak. Dr. Taylor dan beberapa saksi lain telah menyatakan usia John Cronin ting- < gal beberapa hari lagi. Kenapa dia tidak membiarkan John Cronin hidup selama beberapa hari itu" Mungkin karena Dr, Taylor khawatir Mrs.
Cronin akan mengetahui pembahan" surat wasiat suaminya, lalu berusaha mencegahnya.
"Apakah sekadar kebetulan apabila segera setelah Mr. Cronin mengubah surat wasiatnya dan meninggalkan uang sejumlah satu juta dolar untuk Dr. Taylor, Dr. Taylor memberinya suntikan insulin dalam dosis mematikan"
"Berulang kali ucapan terdakwa membuktikan dia memang bersalah. Dr. Taylor mengaku akrab dengan John Cronin, John Cronin menyukai dan menghormatinya. Tapi Anda telah mendengar keterangan sejumlah saksi bahwa John Cronin membencinya, dia menyebutnya "si perempuan keparat", dan dia tidak mau dirawat Dr. Taylor."
Sekali lagi Gus Venable menoleh ke arah terdakwa. Paige tampak putus asa. Venable kembali berpaling kepada juri. "Seorang pengacara telah memberi kesaksian mengenai komentar Dr. Taylor terhadap uang satu juta dolar yang diwarisinya "Rasanya tidak etis. Dia pasien saya" Namun Dr. Taylor tetap menerima uang tersebut. Dia membutuhkannya. Di ramahnya ada satu laci penuh brosur wisata?Paris, London, Riviera. Dan harap diingat biro perjalanan itu tidak didatanginya setelah memperoleh uang itu. Oh, tidak. Perjalanan itu telah direncanakannya jauh sebelumnya. Dia hanya membutuhkan uang dan kesempatan, dan John Cronin memberikan kedua-duanya. Seorang pria tak berdaya yang sedang menunggu ajal, yang dengan mudah bisa dipengaruhinya Dr. Taylor menghadapi orang yang berdasarkan pengakuan
Dr. Taylor sendiri menderita rasa sakit yang luar biasa. Jika Anda mengalami rasa sakit seperti itu, Anda tentu bisa membayangkan betapa sulitnya berpikir dengan jernih. Kita tidak tahu bagaimana Dr. Taylor membujuk John Cronin untuk mengubah surat wasiatnya, mengabaikan keluarga yang dicintainya, dan menetapkan Dr. Taylor sebagai ahli waris utama. Yang pasti, John Cronin memanggil Dr. Taylor pada malam fatal itu. Apa yang mereka bicarakan" Mungkinkah John Cronin menawarkan satu juta dolar agar Dr. Taylor mengakhiri penderitaannya" Kemungkinan itu memang ada. Bagaimanapun juga, perbuatan Dr. Taylor merupakan pembunuhan berdarah dingin.
"Saudara-saudari, tahukah Anda siapa saksi paling memberatkan yang tampil selama persidangan ini?" Dengan gaya dramatis ia menuding Paige, "Terdakwa sendiri. Kita sudah mendengar kesaksian bahwa dia memberikan transfusi darah secara ilegal, lalu memalsukan catatannya. Terdakwa tidak menyangkal hal tersebut. Terdakwa mengaku belum pernah menewaskan pasien selain John Cronin, tapi kita telah mendengar kesaksian bahwa Dr. Barker, seorang dokter yang dihormati semua orang, menuduh Dr. Taylor menewaskan pasiennya.
"Sayangnya, Saudara-saudari, Lawrence Barker mengalami stroke sehingga tidak dapat hadir memberi kesaksian. Tapi izinkan saya menyegarkan ingatan Anda mengenai pendapat Dr. Barker tentang terdakwa. Ini keterangan Dr. Peterson, menyangkut pasien yang dioperasi Dr. Taylor."
Ia membaca dari transkrip persidangan. . "Apakah Dr. Barker memasuki mang operasi pada waktu operasi tengah berlangsung?" ?"Ya."
?"Dan apakah Dr. Barker mengatakan sesuatu kepada Dr. Taylor?"
"Dijawab, Ta berpaling kepada Dr. Taylor dan berkata, "Anda telah membunuhnya.?"
"Ini dari keterangan Suster Berry. "Apakah Anda dapat mengulangi beberapa percakapan?"
"Dijawab, "Dr. Barker menyebut Dr. Taylor tidak kompeten, dan pada kesempatan lain dia berkata anjingnya pun takkan dibiarkannya dioperasi Dr. Taylor.?"
Gus Venable menoleh ke arah juri. "Entah semua dokter dan juru rawat terhormat itu bersekongkol dan memberikan keterangan palsu mengenai terdakwa, atau Dr. Taylor pembohong. Bukan sekadar pembohong, tapi?"
Pintu -belakang, mang sidang membuka dan salah satu pembantu Gus Venable bergegas masuk. Ia berhenti sejenak, seakan-akan ragu-ragu, lalu menyusuri gang dan menghampiri jaksa penuntut umum itu.
"Sir?" Gus Venable membalik dengan geram. "Anda tidak lihat saya sedang?""
Pembantunya membisikkan sesuatu.
Gus Venable menatapnya sambil membelalakkan mata. "Apa" Bagus!"
Hakim Young mencondongkan tubuh ke depan.
441 Dengan nada tenang namun mengancam ia berkata, "Maaf kalau saya mengganggu, tapi apa yang sedang Anda lakukan?"
Penuh semangat Gus Venable berpaling kepada hakim itu. "Yang Mulia, saya bara menerima kabar bahwa Dr. Lawrence Barker menunggu di luar ruang sidang ini. Dia terpaksa duduk di kursi roda, tapi sanggup memberi keterangan. Saya ingin memanggilnya sebagai saksi." Para pengunjung langsung berbisik-bisik. Alan Penn bangkit. "Keberatan!" ia berseru. "Jaksa Penuntut Umum sedang menyampaikan kesimpulan akhir. Tidak ada preseden untuk memanggil saksi pada tahap selanjut ini. Saya?"
Hakim Young mengetukkan palu. "Saudara Pembela dan Saudara Jaksa harap mendekat." Penn dan Venable maju. "Ini sangat tidak lazim, Yang Mulia. Saya keberatan?" jjj&V
Hakim Young berkata, "Anda benar, ini memang tidak lazim. Tapi Anda keliru kalau menyatakan belum pernah ada preseden. Saya bisa menyebutkan selusin kasus di seluruh negeri, di mana saksi-saksi penting diizinkan memberi keterangan dalam situasi khusus. Dan kalau Anda memang begitu berminat pada preseden, silakan cari keterangan mengenai perkara yang diadili di ruang sidang ini lima tahun lalu. Kebetulan saya sendiri yang bertugas sebagai hakim waktu itu." Alan Penn menelan ludah. "Apakah ini berarti
Anda akan mengizinkan pemanggilan saksi tersebut?"
Hakim Young tampak serius. "Berhubung Dr. Barker merupakan saksi kunci dalam kasus ini, dan karena alasan kesehatan tak sanggup memberi keterangan sebelumnya, saya akan memutuskan dia boleh dipanggil sebagai saksi."
"Keberatan! Tidak ada bukti saksi sanggup memberikan keterangan. Saya menuntut pemeriksaan menyeluruh oleh sekelompok psikiater?"
"Mr. Penn, di ruang sidang ini, kita tidak menuntut. Kita mengajukan permohonan." Hakim Young berpaling pada Gus Venable. "Silakan panggil saksi Anda."
Alan Penn berdiri dengan lesu. Tamatlah sudah, ia berkata dalam hati. Kasus kita hancur berantakan.
Gus Venable berkata kepada pembantunya, "Bawa Dr. Barker masuk."
Pintu membuka pelan-pelan, dan Dr. Lawrence Barker memasuki ruang sidang. Ia duduk di kursi roda. Kepalanya miring, dan sebelah sisi wajahnya agak tertarik ke atas.
Semua orang memperhatikan sosok pucat dan rapuh itu didorong ke bagian depan mang sidang. Ketika melewati Paige, Dr. Barker menatapnya.
Tak ada kesan bersahabat dalam sorot matanya dan Paige teringat kata-katanya yang terakhir, Kaupikir kau siapa?"
Ketika Lawrence Barker sampai di depan, Hakim Young membungkuk sedikit dan bertanya dengan lembut, "Dr. Barker, apakah Anda sanggup memberi kesaksian hari ini?"
Ucapan Barker kurang jelas. "Sanggup, Yang Mulia."
"Anda sadar apa yang sedang terjadi di ruang sidang ini?"
"Ya, Yang Mulia." Ia menoleh ke tempat duduk Paige. "Wanita itu diadili karena pembunuhan terhadap pasien."
Paige meringis. Wanita itu!
Hakim Young mengambil keputusan. Ia berpaling kepada petugas tata tertib. "Tolong ambil sumpahnya."
Setelah Dr. Barker mengucapkan sumpah, Hakim Young berkata, "Anda boleh tetap duduk di kursi roda. Saudara Jaksa akan melanjutkan pemeriksaan, dan Saudara Pembela akan diberi kesempatan melakukan pemeriksaan silang."
Gus Venable tersenyum. "Terima kasih, Yang Mulia." Ia menghampiri kursi roda itu. "Kami tidak akan menyita waktu Anda terlalu lama, Dokter, dan kami sangat menghargai kedatangan Anda dalam keadaan yang sangat memberatkan ini. Anda mengetahui kesaksian-kesaksian yang telah diberikan selama sebulan terakhir?"
Dr. Barker mengangguk. "Saya mengikuti persidangan ini melalui TV dan koran, dan saya betul-betul muak."
Paige menutup wajah dengan kedua tangannya.
Gus Venable menampilkan senyum kemenangan. "Saya yakin banyak orang yang merasa seperti Anda," ia berkomentar.
"Saya datang ke sini agar keadilan bisa ditegakkan."
Venable tersenyum. "Persis. Sama halnya dengan kami."
Lawrence Barker menarik napas panjang, dan ketika angkat bicara, suaranya penuh kemarahan, "Kalau begim, kenapa Anda menyeret Dr. Taylor ke pengadilan?"
Venable menyangka ia salah dengar. "Maaf?"
"Persidangan ini hanya olok-olok."
Paige dan Alan Penn bertukar pandang dengan heran.
Gus Venable mendadak pucat. "Dr. Barker?"
"Saya belum selesai!" Barker membentaknya. "Anda telah memanfaatkan kesaksian sejumlah orang yang berat sebelah dan iri untuk menyerang ahli bedah yang cemerlang. Dia?"
"Tunggu dulu!" Venable mulai dicekam panik. "Bukankah benar bahwa kemampuan Dr. Taylor Anda cela dengan begitu keras, sampai Dr. Taylor akhirnya memutuskan mengundurkan diri dari Embarcadero County Hospital?"
"Ya." Gus Venable mulai tenang kembali. "Kalau begitu," ia berkata dengan sikap menggurui, "bagaimana mungkin Anda menyebut Dr. Taylor sebagai ahli bedah yang cemerlang?"
"Karena memang begitu adanya." Barker menoleh ke arah Paige, lalu berbicara kepadanya,
seakan-akan hanya mereka berdua yang ada di ruang sidang, "Ada orang yang dilahirkan untuk menjadi dokter. Kau termasuk orang yang langka itu. Sejak awal aku sudah melihat kemampuanmu. Aku bersikap keras terhadapmu?mungkin terlalu keras?karena kau memang hebat. Aku bersikap keras terhadapmu, karena ingin kau lebih keras lagi terhadap dirimu sendiri. Dalam profesi kita tidak ada tempat untuk kesalahan, sekecil apa pun."
Paige terus menatap Barker. Kepalanya serasa berputar-putar. Semuanya terjadi terlalu cepat. Suasana menjadi hening.
Gus Venable merasakan kemenangannya terlepas dari tangan. Saksi yang ia andalkan telah menjadi mimpi buruk yang paling parah baginya. "Dr. Barker" salah satu kesaksian menyebutkan Anda menuduh Dr. Taylor membunuh pasien Anda, Lance Kelly. Bagaimana?""
"Saya berkata begitu karena Dr. Taylor-memimpin operasi tersebut. Dia bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi. Sebenarnya, ke matian Mr. Kelly disebabkan kesalahan penata anestesi."
Ruang sidang langsung riuh.
Paige terpana. Dengan susah payah Dr. Barker melanjutkan, "Dan mengenai warisan yang ditinggalkan John Cronin, Dr. Taylor tidak tahu-menahu tentang itu. Saya sempat bicara langsung dengan Mr. Cronin. Dia memberitahu saya bahwa uang itu hendak diberikannya kepada Dr. Taylor karena dia membenci keluarganya dan dia berkata akan minta Dr.
Taylor mengakhiri penderitaannya. Saya menyetujuinya."
Para pengunjung kembali berseru-seru. Gus Venable berdiri terperangah.
Alan Penn bangkit. "Yang Mulia, saya minta terdakwa dibebaskan dari tuduhan!"
Hakim Young mengetukkan palu. "Tenang!" ia membentak. Ia menatap kedua penasihat hukum. "Harap ke kamar kerja saya."
Tiada Yang Abadi N0th1ng Lasts Forever Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hakim Young, Alan Penn, dan Gus Venable duduk di mang kerja Hakim Young.
Gus Venable kalang kabut. "Saya" saya tidak tahu hams berkata apa. Kelihatannya Dr. Barker kurang sehat, Yang Mulia. Dia bingung. Dia hams diperiksa psikiater dan?"
"Maaf, Anda sendiri yang mengajukan Dr. Barker sebagai saksi, Gus. Tampaknya Anda terpaksa menerima kekalahan. Sebaiknya Anda jangan mempermalukan diri Anda lebih lanjut, oke" Saya akan membebaskan terdakwa dari tuduhan pembunuhan. Ada yang keberatan?"
Beberapa saat semuanya membisu. Akhirnya Venable menggeleng. "Saya kira tidak."
Hakim Young berkata "Keputusan yang bijaksana. Saya ada saran untuk Anda. Jangan sekali-kali memanggil saksi sebelum Anda tahu pasti apa yang akan dikatakannya."
Sidang dilanjutkan kembali. Hakim Young berkata "Para anggota juri yang terhormat, terima kasih
atas waktu dan kesabaran Anda. Sidang ini memutuskan bahwa tuduhan terhadap terdakwa dicabut/terdakwa dinyatakan bebas."
Paige memberikan ciuman jarak jauh kepada Jason, lalu bergegas menghampiri Dr. Barker. Ia berlutut dan merangkulnya.
"Saya tidak tahu bagaimana bisa berterima kasih," ia berbisik.
"Seharusnya kau jangan sampai terjebak dalam kekacauan ini," Barker menggeram. "Bodoh sekali. Ayo, kita cari tempat lain untuk bicara."
Hakim Young mendengarnya. Ia berdiri dan berkata, "Anda bisa menggunakan ruang kerja saya. Paling tidak, ku yang bisa kami lakukan untuk Anda."
Paige, Jason, dan Dr. Barker berada di mang kerja hakim, bertiga saja.
Dr. Barker berkata, "Maaf, aku tidak bisa datang lebih cepat untuk membantumu. Kau tahu sendiri, seperti apa dokter-dokter itu."
Paige nyaris tak sanggup membendung air mata. "Saya tak bisa mengatakan betapa?"
"Kalau begitu, jangan!" Barker memotong dengan ketus.
n PaiSe menatapnya, dan tiba-tiba teringat sesuatu. "Kapan Anda bicara dengan John Cronin?" "Apa?"
"Jangan pura-pura. Kapan Anda bicara dengan John Cronin?" "kapan?"
Paige berkata pelan-pelan, "Anda sama sekait tidak pernah bertemu dengan John Cronin. Anda tidak mengenalnya."
Senyum tipis terbayang di sekeliling mulut Barker. "Tidak. Tapi aku mengenalmu."
Paige membungkuk dan memeluknya.
"Jangan sembrono," Barker menggeram. Ia menoleh kepada Jason. "Kadang-kadang dia sembrono. Jaga dia baik-baik, atau Anda hams bertanggung jawab pada saya."
Jason berkata, "Jangan khawatir, Sir. Saya akan menjaganya sebaik mungkin."
Paige dan Jason menikah keesokan harinya. Dr. Barker menjadi pengiring pengantin pria.
EPILOG Paige curtis membuka praktek pribadi dan berafiliasi dengan North Shore Hospital yang bergengsi. Paige menggunakan uang sejuta dolar yang diwariskan John Cronin untuk mendirikan yayasan kesehatan di Afrika Selatan atas nama ayahnya.
Lawrence Barker membuka praktek bersama dengan Paige, sebagai konsultan bedah.
Arthur Kane diperiksa Medical Board of California, dan izin prakteknya dicabut.
Jimmy Ford pulih sepenuhnya dan menikah dengan Betsy. Anak perempuan pertama mereka di-?beri nama Paige. feC
Honey Taft pindah ke Irlandia bersama Sean Reilly, dan bekerja sebagai juru rawat di Dublin.
Sean Reilly berhasil membangun karier sebagai seniman, dan sampai saat ini belum memperlihatkan gejala-gejala AIDS.
Mike Hunter dihukum penjara karena perampokan bersenjata dan masih menjalani hukuman.
Alfred Turner bergabung dengan praktek bersama di Park Avenue dan sangat sukses.
Benjamin Wallace dipecat sebagai kepala Embarcadero County Hospital.
Lauren Harrison menikah dengan pelatih tenisnya.
Lou Dinetto dihukum penjara lima belas tahun karena menghindari pajak.
Ken Mallory dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Satu minggu setelah Dinetto tiba di penjara, Mallory ditemukan tewas tertikam di dalam selnya.
Embarcadero County Hospital masih berdiri tegak, menunggu gempa bumi berikutnya.
Golok Kelembutan 11 Dewi Ular Ratu Peri Dari Selat Sunda Misteri Kelompok Penyihir 2