Pencarian

Llano Estacado 7

Llano Estacado Karya Dr. Karl May Bagian 7


bersungguh-sungguh: "Dengarlah perkataan saya selanjutnya. Api itu sudah saya
padamkan karena Anda berjanji akan menyerah. Jangan Anda bertingkah dan hendak
mengingkari janji itu. Apabila ada alasan bagi saya untuk menyangka bahwa Anda
mungkin mengingkari janji Anda maka jimat-jimat ini akan saya bakar."
"Kami menyerah!" katanya dengan gemetar. "Dapatkah saya memperoleh kembali
jimat-jimat saya?" "Ya, pada saat Anda kami bebaskan. Jimat-jimat itu akan saya simpan baik-baik
untuk Anda, akan tetapi akan segera saya binasakan demi Anda berusaha untuk
meloloskan diri. Kini ada beberapa hal yang saya kehendaki dari Anda: Anda
segera menyerahkan segala senjata yang Anda bawa, lalu Anda kami ikat. Anda
setuju?" "Ya, saya tidak dapat berbuat lain. sebab Anda membawa jimat-jimat saya!"
"Hendaknya Apanatschka balik ke tempat prajurit-prajurit Anda untuk
memberitahukan apa yang telah Anda putuskan. Di tempatnya masing-masing mereka
harus menanggalkan segala senjata, lalu datang kemari seorang demi seorang untuk
diikat. Maukah mereka berbuat begitu?"
"Tentu mereka mau, sebab jimat ketua sukunya bagi mereka adalah sama suci dengan
jimat mereka sendiri."
"Baiklah! Sesudah itu mereka akan segera kami beri air minum dan kuda mereka
akan kami beri minum pula. Dari sini mereka akan kami bawa ke suatu tempat di
mana ada air lebih banyak lagi. Apabila Anda mematuhi segala perintah kami dan
tinggal tenang saja, maka boleh jadi kami tidak akan bersikap terlalu keras,
sehingga Anda akan kami perkenankan juga menahan beberapa ekor kuda dan beberapa
pucuk bedil. Anda tahu bahwa saya lebih bersikap lunak terhadap Anda daripada
terhadap Nale Masiuv. Anda setuju?"
"Ya. Saya tak dapat berbuat lain supaya dapat menyelamatkan jimat dan jiwa
saya." "Kini Apanatschka boleh pergi. Ia saya beri waktu seperempat jam. Apabila
prajurit-prajurit Comanche tidak datang kepada kami berturut-turut tanpa membawa
senjata, maka jimat-jimat Anda akan kami bakar!"
Ketua suku Comanche yang masih muda itu bangkit, lalu maju selangkah seraya
berkata: "Saya sudah banyak sekali mendengar tentang Old Shatterhand. Tidak
seorang dapat membandingi kekuatannya atau kecerdikannya. Itu kami alami hari
ini. Apanatschka adalah musuhnya, akan tetapi ia bergirang hati dapat berkenalan
dengan ketua suku orang kulit putih ini dan sekiranya Apanatschka masih diberi
umur panjang, maka sejak saat ini ia akan tetap menjadi sahabat dan saudaranya."
"Diberi umur panjang" Anda tidak akan kami bunuh."
Ia menegakkan badannya dengan bangga, lalu menjawab: "Apanatschka bukanlah
kanak-kanak dan bukan perempuan tua, melainkan seorang prajurit. Ia tidak mau
menerima jiwanya kembali sebagai hadiah!"
"Apa yang Anda maksud dengan kata-kata itu" Anda hendak memberi perlawanan?"
"Tidak. Saya adalah tawanan Anda, sebagai halnya dengan segenap prajurit
Comanche Saya tidak akan melawan dan tidak pula akan mencoba melarikan diri.
Akan tetapi saya tidak menghendaki Old Shatterhand dan Winnetou akan mengatakan
bahwa nyawa saya telah diselamatkan oleh ketakutan ketua suku akan kehilangan
jimatnya. Apanatschka tahu kewajiban apa yang telah diletakkan di atas bahunya
oleh namanya sendiri."
Ia berpaling lalu pergi. "Uf!" seru Winnetou.
Winnetou mengagumi sikap ketua suku Comanche yang gagah berani itu. Apabila
Winnetou, yang biasanya selalu berdiam diri, kini sampai mengucapkan seruan
serupa itu, maka saya harus percaya bahwa ucapannya itu mempunyai alasan yang
luarbiasa. Saya pun memandang ke arah prajurit muda yang berani itu, yang dengan
sikapnya membuktikan bahwa jiwanya lebih unggul daripada jiwa sesama sukunya.
Winnetou dan saya sama-sama mempunyai dugaan bahwa anak muda itu mempunyai
rencana tertentu. Kini Vupa Umugi pun bangkit, akan tetapi dengan perlahan-lahan dan seakan-akan
memikul beban yang berat. Rupa-rupanya berat benar baginya akan memikul rasa
sesal untuk selama-lamanya bahwa dia, seorang ketua suku Comanche Naiini, telah
terpaksa menyerah kepada musuhnya tanpa memberi perlawanan.
Saya memungut kembali jimat-jimat Vupa Umugi, lalu ketua suku itu kami bawa
berjalan di antara kami berdua ke tempat di mana teman-teman kami menunggu.
Sesampai di sana dengan sukarela ia membiarkan dirinya kami ikat dan kami
baringkan di tanah. Old Surehand segera kami beritahu apa hasil perundingan kami. Kemudian si
jenderal meminta perhatian saya dengan membanjiri saya dengan kata-kata yang
mengandung pujian yang berlebih-lebihan. Dalam pada itu ia melihat ke arah kedua
bedil saya dengan pandangan yang menunjukkan kelobaan. Sayang sekali pada saat
itu sikapnya itu tidak seberapa saya perhatikan. Kelak sikap itu akan teringat
oleh saya dengan cara yang sangat tidak menyenangkan bagi saya. Kemudian
jenderal itu mendekati saya serta berkata dengan perlahan-lahan sekali: "Saya
menaruh minat yang besar sekali pada segenap teman Anda, jadi terhadap Mr.
Surehand juga. Siapakah namanya yang sebenarnya?"
"Saya tidak tahu," jawab saya.
"Akan tetapi Anda tentu tahu apa kerjanya sehari-hari?"
"Tidak." "Anda tidak tahu juga dari mana datangnya?"
"Tidak. Kalau Anda ingin mengetahui semuanya, maka dapatlah saya memberi nasihat
Anda yang baik: tanyakanlah kepadanya sendiri! Barangkali mau ia mengatakannya
kepada Anda. Saya tidak pernah diberitahunya dan saya pun tidak ingin
mengetahuinya." Setelah mengucapkan kata-kata itu maka saya berbalik, lalu meninggalkan dia.
Kini kami menunggu kedatangan orang-orang Comanche. Yang datang pertama-tama
sekali bukanlah seorang kulit merah, melainkan seorang kulit putih, yaitu Old
Wabble. Ia datang berkuda. Sampai ke dekat saya ia melompat dari atas kuda lalu
mengulurkan tangannya ke arah saya, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Maka
dengan hati yang riang ia berseru kepada saya: "Welcome, Sir! Saya harus
menjabat tangan Anda, oleh karena Anda datang ke mari. Sebenarnya saya agak
merasa cemas tentang kesudahan urusan ini. Akan tetapi sebagai biasa kini
ternyata pula bahwa semua sudah menjadi beres, it's clear!"
"Tidak, itu sama sekali tidak clear," jawab saya. "Saya tidak mempunyai urusan
apa-apa lagi dengan Anda."
"Ho, ho! Sebab apa?"
"Oleh karena, walaupun Anda sudah berusia lanjut, Anda masih bersikap lancang
sebagai seorang kanak-kanak. Setiap orang yang berakal dan bersikap hati-hati
tentu akan selalu merasa cemas mempunyai teman seperti Anda."
Ia saya tinggalkan begitu saja seperti saya meninggalkan jenderal tadi. Kemudian
cowboy tua itu pergi ke Old Surehand, Parker dan Hawley, akan tetapi mereka pun
semua berpaling tanpa menjawab. Akhirnya ia berdiri seorang diri saja. Untung
kemudian si jenderal datang kepadanya.
Kini orang-orang Comanche itu datang seorang demi seorang seperti yang saya
syaratkan. Setiap orang yang datang kami periksa, lalu kami ikat. Tidak seorang
pun membawa senjata. Apa-apa yang dapat dipergunakannya untuk melawan telah
ditinggalkannya pada kudanya. Setelah semua terikat dan kami baringkan di tanah,
maka barulah kami sadar betapa besar bahaya yang mengancam kami dari pihak
seratus lima puluh orang Indian yang, walaupun berani, namun sangat bengis
bahkan tidak mengenal ampun. Jikalau saya katakan bahwa prajurit-prajurit
Comanche itu telah terikat dan berbaring semua, maka sesungguhnya ada seorang
yang saya kecualikan, yaitu Apanatschka, yang datang paling kemudian sekali dan
yang atas permintaan saya tidak kami ikat. Ia datang kepada saya lalu berkata:
"Old Shatterhand akan menyuruh teman-temannya mengikat saya?"
"Tidak," jawab saya. "Dengan segala senang hati Anda kami kecualikan, oleh
karena Anda saya percayai sekali. Anda tak usah menanggalkan senjata Anda dan
Anda boleh mengikuti kami dengan bebas, apabila Anda mau berjanji tidak akan
mencoba melarikan diri."
Winnetou dan Old Surehand berdiri di dekat saya. Muka Apanatschka berseri-seri
kegirangan, akan tetapi ia tidak berbicara.
"Maukah Anda berjanji?" tanya saya.
"Tidak," jawabnya.
"Jadi Anda bermaksud hendak melarikan diri?"
"Tidak." "Mengapa Anda menolak memberi janji itu?"
"Oleh karena saya tidak usah melarikan diri, sebab saya harus mati atau saya
akan bebas, apabila Old Shatterhand dan Winnetou betul-betul prajurit-prajurit
ulung yang saya sangka."
"Barangkali saya mengerti apa yang Anda maksud, akan tetapi namun begitu saya
minta Anda menjelaskan maksud Anda."
"Baik. Apanatschka bukanlah pengecut yang menyerah mentah-mentah tanpa memberi
perlawanan. Biar Vupa Umugi telah menyerah tanpa syarat oleh karena ia takut
akan kehilangan jimat-jimatnya, akan tetapi tidak seorang pun akan dapat
mengatakan bahwa saya penakut. Saya menuruti kehendak Anda, karena saya harus
mengindahkan kepentingan Vupa Umugi dan prajurit-prajurit saya, akan tetapi di
dalam batin saya tidak menyerahkan diri saya. Apanatschka tidak mau menerima
kebebasan atau jiwanya sebagai hadiah. Apa yang dimilikinya harus diperolehnya
sendiri. Saya hendak berkelahi!"
Itu sudah kami duga, artinya oleh Winnetou dan saya. Oleh karena kami tidak
segera memberi jawab, maka Apanatschka berkata lagi: "Apabila kata-kata saya itu
tertangkap oleh pengecut, maka permintaan saya niscaya akan ditolaknya, akan
tetapi saya berhadapan dengan prajurit-prajurit yang masyhur dan gagah berani,
yang tak dapat tidak tentu akan mendengarkan perkataan saya."
"Ya, ucapan Anda kami perhatikan," jawab saya.
"Jadi Anda memberi izin?"
"Ya. Apanatschka boleh mengatakan bagaimana, boleh menetapkan sendiri senjata
apa yang akan dipakai."
"Itu kami serahkan kepada Anda. Kami adalah pihak yang menang dan kami mengenal
segenap teman kami. Kami tidak mau memilih seseorang yang kami ketahui sebagai
prajurit yang lebih kuat atau lebih cakap daripada Anda."
"Apanatschka belum pernah bertemu dengan seorang musuh yang perlu dihindarinya."
"Itu bagus sekali. Tetapi pilihan senjata kami serahkan kepada Anda. Pilihlah!"
"Pisau. Kedua pihak harus berjabatan tangan kanan dan tangan itu hendaknya
diikat sehingga tidak dapat dipergunakan, tangan kiri akan dipergunakan untuk
memegang pisau. Kami akan menyabung nyawa. Dapatkah itu disetujui oleh Old
Shatterhand?" "Ya. Siapa yang Anda pilih?"
"Akan Anda setujukah pilihan saya?"
"Ya." "Bagaimana Winnetou?"
"Saya begitu juga," jawab ketua suku Apache itu.
Orang Comanche itu merasa puas, lalu berkata: "Apanatschka merasa bangga bahwa
dua orang prajurit yang paling masyhur di daerah barat ini bersedia berjuang
dengan dia. Adakah Anda berdua akan memandang saya pengecut sekiranya saya tidak
memilih salah seorang dari Anda?"
"Tidak," jawab saya.
"Winnetou dan Old Shatterhand dipandang orang sebagai manusia yang tak dapat
dikalahkan dan apabila saya tidak memilih salah seorang di antara mereka, maka
dapatlah orang mengira bahwa saya takut. Sebaliknya mereka itu saya pandang
sebagai sahabat dari segenap orang kulit merah dan orang kulit putih. Lagi pula
mereka itu menjadi teladan bagi segenap penduduk Wild West ini. Mereka tidak
boleh saya lukai. Sekiranya salah seorang dari mereka akan jatuh oleh tikaman
saya, maka itu merupakan suatu kerugian yang tidak dapat dipugar kembali. Itulah
sebabnya maka saya tidak memilih ketua suku Mescalero, baik yang berkulit merah
maupun yang berkulit putih."
"Kalau begitu pilihlah seorang lain!"
Apanatschka melayangkan pandangannya ke arah prajurit-prajurit Apache lain dan
teman-teman saya orang kulit putih. Akhirnya pandangnya berhenti pada Old
Surehand. "Apanatschka ialah seorang ketua suku. Ia tidak mau berkelahi dengan seorang
prajurit biasa," katanya. "Siapakah orang kulit putih yang berdiri di sebelah
Anda itu?" "Namanya Old Surehand," jawab saya.
"Old Surehand" Namanya sudah acapkali saya dengar. Badannya kuat, ia cekatan dan
gagah berani. Saya dapat memilih dia sebagai lawan saya tanpa akan didakwa bahwa
saya hanya mementingkan keuntungan saya saja. Maukah ia menerima pilihan saya?"
"Saya terima?" jawab Old Surehand tanpa sedetik pun merasa ragu-ragu.
"Apanatschka boleh mengatakan bilamana kita akan berjuang."
"Segera! Setujukah Old Surehand?"
"Ya," jawab saya.
"Saya mempunyai suatu permintaan. Sampai sekarang saya boleh memilih segala-
galanya. Karena itu saya harus memberi lawan saya suatu keuntungan. Ia boleh
menikam paling dahulu. Ia tidak akan merasakan tikaman saya sebelum saya
merasakan tikamannya."
Old Surehand menolak: "Permintaan itu saya tolak! Saya bukan kanak-kanak yang
harus dikasihani. Tidak seorang pun akan mempunyai hak istimewa. Old Shatterhand
boleh memberi tanda bahwa perkelahian itu dimulai dan sejak tanda itu diberikan
maka setiap pihak boleh mulai menikam."
"Itu baik," demikian saya menyela. "Kedua belah pihak mempunyai hak dan
kewajiban yang sama. Apanatschka boleh mengambil pisau."
Ketua suku Comanche itu meninggalkan senjatanya pada kudanya seperti yang
dilakukan oleh prajurit-prajurit Comanche lainnya. Karena itu ia pergi mengambil
pisaunya. "Orang yang tangkas!" kata Old Surehand. "Sikapnya saya hormati, dan saya harus
mengakui bahwa saya menaruh simpati benar kepada dia. Sekiranya ia akan memaksa
saya menikamnya, maka itu akan saya sesalkan."
"Hm! Adakah Anda merasa pasti benar bahwa Anda akan menang?"
"Saya kira begitu, walaupun saya tahu bahwa nasib seseorang tidak dapat
diramalkan sebelumnya. Oleh karena itu maka saya mempunyai suatu permintaan
sekiranya terjadi apa yang tidak saya harapkan. Sekiranya saya tewas, pergilah
Anda ke Jefferson City di tepi sungai Missouri. Pergilah Anda ke kantor bank
Wallace & Co di Fire Street. Katakanlah nama Anda kepada Mr. Wallace dan
ceriterakanlah, dengan cara bagaimana saya mengakhiri riwayat saya. Kemudian
tanyakanlah apa yang menyebabkan saya mengembara di daerah Wild West ini."
"Anda mengira bahwa Mr. Wallace akan mau mengatakannya kepada saya?"
"Ya, apabila saya sudah tidak ada dan apabila Anda mengatakan kepadanya bahwa
dalam urusan ini Anda adalah ahliwaris saya. Selama saya masih hidup, tidak akan
mau ia membuka rahasia saya kepada siapa pun."
"Kalau saya sudah mengetahuinya, apakah yang harus saya perbuat?"
"Terserah kepada Anda."
"Lebih senang bagi saya sekiranya Anda mau memberi keterangan yang saksama
sekarang juga." "Saya tidak boleh berbuat begitu, Sir, Soal itu adalah urusan yang luarbiasa
sekali dan sekiranya Anda bermaksud akan menginjak jejak saya, maka Anda
terlibat dalam pelbagai kesukaran dan bahaya yang besar."
"Anda mengira bahwa saya takut"
"Tidak, saya kenal Anda. Akan tetapi saya tidak menuntut dari Anda bahwa Anda
akan menyabung nyawa Anda untuk sesuatu urusan yang bukan urusan Anda. Bahkan
sekiranya Anda dapat menyelesaikan urusan itu dengan baik, maka Anda tidak akan
memperoleh manfaat sedikit jua pun."
"Itu tidak saya pedulikan jikalau dengan berbuat demikian saya dapat berjasa
kepada seorang sahabat."
"Ya, itu pun saya tahu. Akan tetapi saya tidak menghendaki Anda akan berkorban.
Biarlah Mr. Wallace mengatakan kepada Anda apa urusan itu. Kemudian dapat Anda
melakukan apa yang menjadi dorongan hati Anda."
Pada saat itu Apanatschka sudah balik kembali. Perkelahian kedua orang itu dapat
dimulai. Pembaca tentu saja dapat membayangkan sendiri betapa gempar sekalian orang yang
hadir di tempat itu, ketika mereka mendengar bahwa Old Surehand dan Apanatschka
akan mengadakan perang tanding dengan pisau. Orang-orang Apache membuat setengah
lingkaran mengelilingi kami, sedemikian sehingga orang-orang Comanche yang
berbaring pun akan dapat menyaksikan perkelahian itu.
Old Surehand menanggalkan senjata kecuali pisaunya. Kemudian ia mengulurkan
tangan ke arah Apanatschka seraya berkata dengan suara yang ramah: "Saya adalah
lawan pilihan ketua suku Comanche yang masih muda ini. Kita akan menyabung
nyawa, akan tetapi sebelum saya menggerakkan tangan saya untuk menikam dia, saya
ingin menetapkan bahwa saya akan merasa gembira sekiranya saya boleh menyebut
dia sahabat dan saudara saya. Nasib akan menentukan siapa yang akan tewas, akan
tetapi setiap orang akan menyaksikan bahwa kita berdua akan dihormati setiap
orang sekiranya kita tidak akan dipisahkan oleh maut."
"Old Surehand ialah seorang kulit putih yang masyhur," jawab Apanatschka. "Hati
saya sangat tertarik kepadanya dan sekiranya tewas maka namanya akan selalu


Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terkandung di dalam hati saya."
"Terimakasih. Kini masih ada satu hal yang harus ditetapkan lebih dahulu.
Apabila salah seorang dari kita kehilangan pisaunya, haruskah ia memperoleh
kembali?" "Tidak. Apabila pisaunya terlepas dari tangan, maka itu adalah salahnya sendiri.
Howgh!" Mereka berjabatan tangan. Ketika mereka pandang-memandang, maka dengan tiba-tiba
mengertilah saya apa sebab maka wajah orang Comanche itu mengingatkan saya
kepada muka seorang sahabat saya. Kini ternyata bahwa rautan muka Apanatschka
sama benar dengan muka Old Surehand. Saya tidak mengerti apa sebab itu tidak
segera saya ketahui. Kini Winnetou mengambil tali dari kantongnya lalu berkata: "Saudara-saudara saya
boleh memberikan tangan kanan mereka kepada saya agar dapat saya ikat."
Tali itu dibelitkannya empat kali, lalu diikatnya erat-erat. Kemudian kami
melangkah mundur untuk memberi kedua orang lawan itu cukup ruang untuk bergerak.
Sembilan ratus mata memandang kepada mereka dengan nafas yang tertahan. Kemudian
kedua lawan itu menoleh ke arah saya, menunggu saya memberi tanda.
"Ya..., go on!" seru saya.
Segera mereka itu pandang-memandang. Sekiranya saya yang berhadapan dengan
Apanatschka, maka hati saya akan tenang saja, akan tetapi kini hati saya
berdebar-debar, seolah-olah saya dapat mendengar denyutnya. Old Surehand sangat
saya sayangi, akan tetapi nasib anak muda Comanche ini pun menarik perhatian
saya juga. Siapakah yang akan menang"
Beberapa menit lamanya mereka tidak bergerak. Kedua-duanya menggenggam pisau
masing-masing ke arah bawah. Siapakah yang akan mengangkat pisau lebih dahulu"
Tiba-tiba... Old Surehand mengangkat tangannya dan pada saat itu juga segera
menyusul tangan orang Comanche dengan cepat sekali. Kami mendengar bunyi dua
buah logam berlanggar, dua buah tangan bertemu dan... pada saat itu melayanglah
dua buah pisau keluar kalangan. Dua buah tangan turun ke bawah. Tidak seorang
pun luka. Itu ialah suatu gerak tipu Old Surehand yang ahli sekali. Ia tidak hendak
melukai Apanatschka. Gerak tangannya tadi hanyalah tipu belaka untuk membuat
agar lawannya mulai menikam.
"Uf! Uf! Uf!" demikian orang-orang Apache dan orang-orang Comanche berseru.
"Ayo, berilah mereka pisaunya kembali!" seru Old Wabble. "Darah harus mengalir!"
Kedua orang yang berkelahi itu tidak melepaskan lawannya dari pandangannya.
Apanatschka berkata: "Adakah Old Surehand menghendaki agar kita memperoleh pisau
kita kembali?" "Tidak," jawabnya. "Itu berlawanan dengan perjanjian kita. Marilah kita
berkelahi terus dengan mempergunakan tangan kita!"
Kedua lawan itu seketika lamanya tidak bergerak-gerak. Tiba-tiba orang Comanche
itu meninju lawannya pada kepalanya. Pada saat itu juga kepala Apanatschka
dijatuhi tinju pula oleh Old Surehand. Tidak seorang pun terhuyung.
"Uf," kata Winnetou dengan berbisik. "Tidak seorang pun dari mereka tinjunya
sekuat tinju Old Shatterhand!"
Kini keduanya mengetahui bahwa tinju mereka tidak akan memberi hasil yang
memuaskan. Karena itu maka mereka mempergunakan tangan mereka untuk mencekik
leher lawannya. Sudah sering sekali saya menyaksikan adu tanding, akan tetapi
seperti sekarang ini belum pernah saya lihat. Mereka berdua masih berdiri tepat
pada tempat mereka masing-masing; dengan tangan mereka yang terikat diangkatnya
tinggi-tinggi; dengan tangan mereka yang bebas mereka mencekik leher lawannya.
Tidak seorang pun dapat melepaskan diri dari cengkeraman tangan. Mereka tidak
bergerak sama sekali. Masing-masing mencoba menutup lubang pernafasan lawannya.
Yang paling kuat lehernya, dialah yang akan menang. Muka Old Surehand makin lama
makin menjadi merah, akhirnya berubah menjadi biru. Apanatschka pun kelihatan
pula bahwa warna kulit mukanya sudah agak kehitam-hitaman walaupun tidak tampak
dengan jelas oleh karena ia bukan orang kulit putih. Kemudian kami mendengar
mereka berdua mendeham-deham, mengerang-ngerang, serta membelalak. Keduanya
mulai terhuyung-huyung, mereka mendepak-depakkan kaki; bersama-sama mereka
membungkukkan badan. Akhirnya keduanya rebah, badannya kaku sebagai mayat.
Mereka berbaring tanpa bergerak lagi, akan tetapi tidak ada yang melepaskan
cengkeraman tangannya. Para penonton menjadi diam; tak seorang pun mengucapkan sepatah kata jua.
Winnetou dan saya berlutut untuk menyaksikan bagaimana keadaan kedua jago itu.
Kami harus mempergunakan segala tenaga untuk melepaskan leher mereka dari
cengkeraman timbal-balik. Setelah lepas maka kami raba dada mereka untuk
mengetahui adakah jantung mereka masih berdenyut.
"Uf!" kata Winnetou. "Apanatschka masih hidup."
"Urat nadi Old Surehand pun masih berdenyut," kata saya. "Keduanya sudah
pingsan. Marilah kita tunggu sampai mereka siuman kembali."
Tali yang mengikat tangan mereka kami lepaskan. Kemudian Old Wabble maju ke arah
kami, lalu bertanya: "Sudah matikah mereka?"
Kami tidak menjawab. "Jikalau mereka hanya pingsan belaka, maka perkelahian ini belum selesai. Mereka
harus mulai dengan mempergunakan pisau, it's clear!"
Seketika itu juga Winnetou bangkit, merentangkan tangan lalu berseru: "Nyah!"
Dalam saat-saat seperti itu ia bersikap seratus persen sebagai ketua suku,
sebagai orang yang tidak akan membiarkan perintahnya disangkal. Tidak seorang
pun berani menentang perintahnya. Demikian juga halnya dengan cowboy tua itu. Ia
tidak menjawab, melainkan berpaling, lalu pergi sambil menggerutu.
Beberapa saat kemudian kedua orang yang pingsan itu mulai menggerakkan badannya.
Mereka meraba-raba lehernya. Old Surehand ialah yang mula-mula sekali membuka
matanya. Mula-mula pandangannya rupa-rupanya masih kabur, akan tetapi sebentar
kemudian ia sudah sadar sama sekali, lalu mencoba berdiri, tetapi masih
terhuyung-huyung. Apanatschka pun masih harus kami tolong bangkit. Mula-mula matanya masih remang
juga seperti halnya dengan lawannya. Baru beberapa lama kemudian keduanya sadar
kembali serta dapat menguasai dirinya, Apanatschka segera bertanya: "Siapakah
yang menang?" "Tidak ada. Anda berdua rebah bersama-sama."
"Kalau begitu kami harus mulai kembali, ikat kembali tangan kami dan berikan
pisau kami." Ia hendak memungut pisaunya, akan tetapi saya pegang lengannya lalu saya
menerangkan dengan suara yang memutuskan: "Cukup! Pertandingan ini sudah selesai
dan tidak boleh dimulai lagi."
"Tidak, belum ada yang mati!"
"Adakah ditentukan bahwa salah seorang dari Anda harus mati?"
"Tidak, akan tetapi salah seorang harus menjadi pihak yang menang!"
"Anda berdua adalah yang menang atau yang kalah. Bagaimana juga Anda telah
menyabung nyawa Anda dan dengan demikian membuktikan bahwa Anda tidak mau
menerima kebebasan sebagai hadiah."
"Uf! Bersungguh-sungguhkah Anda" Dan bagaimana pendapat Winnetou?"
"Sama dengan pendapat saudara saya Old Shatterhand," jawab ketua suku Apache
itu. "Apanatschka, ketua Naiini tidak jatuh ke tangan kami tanpa memberi
perlawanan. Tidak seorang prajurit Apache pun akan mempunyai pendapat yang
berlainan dengan pendapat saya!"
"Kalau begitu saya akan menurut. Kini saya tawanan Anda, akan tetapi saya tidak
perlu menyesali diri saya. Ini tangan saya. Ikatlah saya seperti Anda mengikat
segenap prajurit Comanche."
Saya memandang Winnetou dengan pandang yang mengandung pertanyaan. Ia menjawab
dengan pandang yang segera saya pahami. Maka saya tolak kedua belah tangan
Apanatschka yang telah diulurkan itu lalu berkata: "Tadi saya sudah berkata
bahwa Anda tidak akan kami ikat. Bahkan Anda akan memperoleh kembali senjata-
senjata Anda apabila Anda mau berjanji tidak akan melarikan diri. Maukah Anda
mengucapkan janji itu?"
"Saya berjanji."
"Ambillah bedil dan kuda Anda."
Ia sudah bergerak akan pergi, akan tetapi segera ia bertanya dengan keheran-
heranan: "Benarkah apa yang saya dengar" Bolehkah saya mengambil kembali bedil
saya" Bagaimana apabila saya menipu Anda dan hendak membebaskan prajurit-
prajurit saya?" "Anda bukan penipu. Anda tidak akan berbuat begitu."
"Uf! Kalau begitu Old Shatterhand dan Winnetou akan melihat sendiri bahwa
Apanatschka patut diberi kepercayaan."
"Kepercayaan kami kepada Anda jauh lebih besar daripada itu. Dengarkanlah apa
yang akan saya katakan lagi. Ambil bedil Anda dan segala milik Anda. Anda boleh
menaiki kuda Anda serta pergi sesuka hati Anda. Anda sudah bebas."
"Bebas sama sekali?" serunya dengan tercengang-cengang.
"Ya. Kami tidak akan memberi perintah apa juga kepada Anda. Anda boleh berbuat
sekehendak hati Anda."
"Tetapi... tetapi... mengapa?" tanyanya.
"Oleh karena kami tahu bahwa hati Anda jujur dan oleh karena kami adalah sahabat
dan saudara daripada sekalian orang yang berhati jujur."
Kini mukanya berseri-seri, lalu ia menjawab: "Perkenankanlah saya menyambut
perkataan Old Shatterhand. Saya merasa bangga mendapat kepercayaan Old
Shatterhand dan Winnetou dan saya merasa berbahagia sekali bahwa Anda berdua
menganggap saya sebagai orang yang jujur. Saya sudah Anda nyatakan bebas, saya
boleh pergi kemana saya sukai, akan tetapi saya akan tetap menemani Anda. Saya
tidak akan mencoba membebaskan anak buah saya, bahkan saya akan ikut menjaga
agar mereka jangan melarikan diri."
"Saudara kami Apanatschka, marilah kita mengisap calumet persahabatan dan
persaudaraan." "Tidak ada seorang kulit merah yang tidak akan merasa bangga apabila
diperkenankan mengisap calumet dengan Anda berdua."
"Tetapi, bagaimana pendapat Vupa Umugi dan tawanan-tawanan kami yang lain?"
"Vupa Umugi" Bukankah saya ketua suku juga" Adakah saya berkewajiban minta izin
lebih dahulu dari prajurit-prajurit saya tentang apa yang harus dan apa yang
boleh saya perbuat" Siapakah di antara mereka berhak minta tanggungjawab dari
saya" Bahkan saya tidak perlu minta izin lebih dahulu dari Ne Ahpuk."
Ne Ahpuk artinya: ayah saya.
"Ayah Anda" Adakah ia di sini?"
"Ya. Ia berbaring di sebelah Vupa Umugi."
"Aha! Pakaiannya dan rambutnya sudah menunjukkan bahwa ia adalah dukun orang
Comanche." "Ya, itulah dia."
"Ia ada beristeri?"
"Ya, ibu saya."
"Anda akan menjadi sahabat dan saudara kami; karena itu Anda tak usah merasa
heran bahwa kami menanyakan ibu Anda. Bagi orang Kristen sudahlah teradatkan
bahwa orang tidak hanya menanyakan ayahnya belaka, melainkan menanyakan ibunya
juga. Sehat-sehat saja ibu Anda?"
"Badannya sehat, akan tetapi ia sudah ditinggalkan jiwanya, jiwa itu sudah
kembali ke haribaan Manitou yang Maha Agung."
Dengan ucapan itu ia hendak mengatakan bahwa ibunya gila. Ibunya ialah wanita
dengan siapa saya berbicara di Kaam Kulano. Sebenarnya ingin sekali saya
mendengar keterangan lebih banyak tentang perempuan itu, akan tetapi saya tidak
ingin menarik perhatian orang. Lagi pula tidak sempat lagi saya memperpanjang
percakapan saya dengan Apanatschka, sebab jauh di sebelah Utara saya melihat ada
orang berkuda datang. Mereka membimbing beberapa ekor kuda beban. Mereka itu
ialah orang-orang Apache yang kembali membawa air. Sejak saat itu kami tidak
akan kekurangan air lagi.
Kami haus juga, akan tetapi tawanan-tawanan kami lebih haus lagi. Karena itu
maka mereka kami beri minum lebih dahulu.
Persediaan air yang baru tiba itu masih jauh daripada cukup, akan tetapi
sebentar kemudian datanglah kelompok yang kedua membawa kantong air dan begitu
seterusnya datanglah beberapa kelompok berturut-turut. Akhirnya semua kuda
mendapat giliran untuk mendapat air minum. Setelah semua segar kembali, maka
dapatlah kami berangkat. Si jenderal menggabungkan diri dengan kami bersama-sama dengan teman-temannya
orang kulit putih dan orang kulit merah. Itu tidak dapat kami tolak walaupun
sesungguhnya kami akan lebih senang apabila mereka meninggalkan kami. Pekerjaan
menjaga tawanan tidaklah seberapa sukar, oleh karena jumlah prajurit-prajurit
Apache besar sekali, sehingga setiap prajurit Comanche dapat diapit oleh dua
orang prajurit Apache. Perjalanan malam itu berlangsung dengan baik. Hanya sekali-kali saja kami
berhenti apabila kami menjumpai kelompok orang Apache yang membawa air.
Sebagai pembaca barangkali masih ingat, maka sejak pertemuan di Kaam Kulano
dengan wanita yang otaknya tidak sehat itu, maka saya sudah membulatkan hati
hendak memperoleh keterangan lebih lanjut tentang dia, apabila suaminya jatuh ke
tangan saya. Kini maksud itu dapat saya sampaikan. Saya berjalan di sebelahnya,
lalu bertanya: "Saudara saya orang kulit merah ialah dukun orang Naiini?"
"Ya," jawabnya.
"Anda dilahirkan di perkampungan orang Naiini juga?"
"Ya." "Saya mendengar bahwa Anda ialah ayah Apanatschka ketua suku Naiini yang masih
muda itu. Anda mempunyai anak laki-laki yang lain?"
"Tidak." "Masih hidupkah isteri Anda?"
"Ya." "Bolehkah saya mengetahui namanya?"
Ia terkejut, menjadi bimbang seketika, lalu menjawab: "Old Shatterhand ialah
ketua suku yang masyhur. Adakah sesuai dengan adat ketua suku bertanya-tanya
tentang isteri orang lain?"
"Mengapa tidak?"
"Bagi seorang prajurit kulit merah, apalagi seorang ketua suku, tiadalah pantas
memikirkan isteri orang lain."
Kata-kata itu menjelaskan kepada saya bahwa saya tidak akan memperoleh jawab
langsung. Betulkah adat itu saja yang menjadi alasan baginya tidak mau bercakap-
cakap tentang isterinya dengan orang asing, atau adakah barangkali alasan-alasan
lain yang membuat mulutnya bungkam tentang wanita yang sakit otaknya itu"
Haruslah saya berdiam diri juga" Tidak! Saya menatap mukanya, lalu berkata
dengan perlahan-lahan akan tetapi dengan tekanan: "Anda ialah Tibo Taka?"
Ia terkejut sekali, akan tetapi berdiam diri saja.
"Dan isteri Anda ialah Tibo Wete?"
Ia tidak menjawab, akan tetapi melihat ke arah saya dengan pandang yang
mengandung arti. "Adakah Anda mengenal Wawa Derrick?" kata saya selanjutnya. Itu ialah pertanyaan
yang ditujukan kepada saya tempo hari oleh wanita yang sakit otaknya itu.
"Uf!" seru dukun itu.
"Itu ialah myrtle-wreath saya!" demikian saya mengutip kata-kata wanita yang
saya maksud tadi. "Uf! Uf!" seru dukun itu beberapa kali. "Pertanyaan-pertanyaan apakah itu" Di
mana Anda mendengar kata-kata itu" Dan dari siapa?"
"Pshaw!" "Mengapa Anda tidak menjawab" Adakah Anda mendengarnya dari Apanatschka?"
"Tidak." "Dari siapakah?"
Kini ia menjadi marah sekali.
"Sekiranya saya tidak tertawan dan tidak terikat, maka Anda akan saya paksa
menjawab pertanyaan saya!"
Kemarahan itu membuktikan kepada saya bahwa apa-apa yang saya dengar dari mulut
isterinya itu adalah penting sekali.
"Hai, Anda berani mengancam saya! Anda lupa bahwa Anda tawanan saya" Kalau saya
mau, dapat saya binasakan Anda! Anda boleh berjalan terus, akan tetapi kelak
akan saya katakan kepada Anda sejak bilamana Anda bernama Tibo Taka."
Saya menghentikan kuda saya untuk membiarkan pasukan itu lalu. Akhirnya
tersusullah saya oleh dua orang yang berjalan berdampingan serta bercakap-cakap
dengan asyiknya, yakni Old Wabble dan si jenderal. Demi cowboy tua itu melihat
saya, maka ia berjalan ke arah saya serta berkata: "Anda masih marah kepada
saya, atau sudah berubah barangkali pendapat Anda, Sir?"
"Pendapat saya masih tetap seperti siang tadi. Anda ialah orang tua yang
mempunyai perangai seorang anak-anak yang belum tahu sikap hati-hati. Dengan
demikian maka saya tidak sudi lagi berdekatan dengan Anda."
"Itu berarti bahwa Anda tidak mau berurusan lagi dengan saya?"
"Ya." "Kalau begitu... selamat tinggal."
Ia berjalan terus, akan tetapi sebentar kemudian ia berpaling ke arah saya lagi,
lalu berkata: "Tahukah Anda mengapa Anda mengusir saya?"
"Tentu saja!" "Saya pun tahu juga. Bukan oleh karena saya sudah bersikap lancang, melainkan


Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena ada alasan lain. Anda tidak menyukai saya lagi oleh karena saya tidak
membiarkan Anda berperanan sebagai gembala terhadap saya, oleh karena saya tidak
mau menjadi biri-biri Anda."
Kini ia cepat-cepat meneruskan perjalanannya. Kini sudah putuslah tali
persahabatan antara cowboy tua itu dengan saya.
Kini saya mundur ke belakang lagi, ke arah Winnetou dan Old Surehand, yang
berjalan di belakang sekali. Apanatschka berjalan tanpa teman; kadang-kadang ia
berjalan kemari, kadang-kadang berjalan ke sana. Menjelang pagi ia datang kepada
kami, lalu memberi isyarat kepada saya agar saya mau berjalan di sisinya.
Setelah ia menyangka bahwa orang lain tak akan dapat mendengar percakapan kami,
maka ia berkata: "Tadi saya berjalan di sebelah ayah saya. Katanya Old
Shatterhand sudah bercakap-cakap dengan dia. Anda ada bertanya tentang
isterinya?" "Ya." "Itu menimbulkan amarahnya."
"Sayang, akan tetapi peristiwa itu tidak dapat saya ubah."
"Anda tahu bahwa isterinya menyebut dia Tibo Taka dan menyebut dirinya sendiri
Tibo Wete?" "Ia menyebut isterinya Tibo Wete Elen."
"Ya. Anda tahu juga perihal Wawa Derrick dan myrtle-wreath" Dukun orang Comanche
itu bukan main marahnya."
"Sebab apa" Tidak bolehkah kata-kata itu diketahui orang?"
"Tidak boleh. Kata-kata itu ialah kata-kata mantera. Itu termasuk rahasia
dukun." "Betulkah" Tahukah Anda artinya?"
"Tidak." "Hm! Aneh benar!" kata saya. "Anda sudah mengisap pipa persaudaraan dengan saya.
Tiadakah Anda percaya bahwa saya bermaksud baik terhadap Anda" Tidak maukah Anda
berterus terang dengan saya?"
"Saya mau." "Apakah Anda menyayangi ayah Anda, dukun orang Comanche itu?"
"Tidak." "Apakah Anda menyayangi ibu Anda, isteri dukun itu?"
"Ya, saya sayang sekali."
"Apakah wanita itu menyayangi ayah Anda?"
"Itu saya tidak tahu. Ia selalu menghindari suaminya, sebab jiwanya telah
meninggalkan badannya."
"Sudah pernahkah Anda melihat jiwa wanita itu?"
"Tidak. Jiwanya sudah hilang ketika saya masih kecil."
"Adakah dukun itu seorang Naiini"
"Bukan." "Kalau begitu ia sudah berdusta terhadap saya!"
"Adakah ia mengatakan bahwa ia dan suku kami?"
"Ya." "Ia berasal dari suku lain; baru kemudian ia datang ke suku Comanche Naiini."
"Apakah ia bergaul dengan orang-orang kulit putih."
"Hanya apabila ia menjumpainya secara kebetulan."
"Apakah ia mempunyai sahabat di antara orang kulit putih?"
"Tidak." "Perhatikan baik-baik apa yang akan saya tanyakan kini!"
"Ya." "Apakah ia menghindari orang kulit putih?"
"Maksud saya ialah: apakah ia menghindari mereka lebih daripada orang-orang
lain." "Itu tidak saya ketahui."
"Coba, ingat-ingatlah!"
"Ia tidak takut akan mereka."
"Sangka saya bahkan sebaliknya."
"Sebab apa?" "Oleh karena ia saya curigai. Anda adalah anaknya; karena itu Anda saya minta
jangan Anda menanyakannya. Barangkali kelak akan tiba saatnya untuk
mengatakannya kepada Anda."
Ia menggelengkan kepala lalu berkata: "Saya tidak mengerti mengapa Old
Shatterhand menaruh minat terhadap ayah dan ibu saya. Tetapi perlu saya memberi
dia peringatan terhadap dukun Comanche itu, sebab ia benci sekali apabila orang
mencampuri urusannya. Ia pandai sekali dalam urusan sihir dan ia dapat
membinasakan musuh dari jarak yang jauh, bahkan dengan tiada melihatnya. Hati-
hatilah Anda! Perkenankanlah saya memberi Anda suatu nasihat yang baik;
janganlah Anda sampaikan kata-kata rahasia tadi kepada orang lain."
"Nasihat Anda itu akan saya perhatikan. Masih ada satu pertanyaan lagi: adakah
Anda hidup dengan damai dengan prajurit-prajurit Chickasaw?"
"Ya." "Tahukah Anda di mana padang perburuannya?"
"Ya, di Red River sebelah hulu, di mana Peace River bermuara. Mereka hanya
mempunyai beberapa ratus prajurit saja dan ketua suku mereka hanya seorang."
"Ketua suku itu ialah Mba yang kini di tengah-tengah kita. Orang apakah itu?"
"Orang yang suka damai. Itu tidak mengherankan, sebab prajuritnya hanya sedikit
saja jumlahnya. Saya belum pernah mendengar bahwa ia sudah pernah merampok,
membunuh atau melakukan tindakan yang menyatakan sikap tidak setia."
"Saya mendapat kesan yang baik sekali dari dia. Coba, bercakap-cakaplah Anda
dengan dia. Saya ingin mengetahui siapa orang kulit putih yang menyebut dirinya
jenderal itu, apa tujuannya dan bagaimana ia bertemu dengan Mba. Tetapi
kerjakanlah sedemikian sehingga ia tidak akan menaruh syak. Si jenderal itu pun
tidak boleh mengetahui bahwa kami mencari keterangan tentang dia."
"Saya akan berikhtiar agar ketua suku itu mengatakannya kepada saya tanpa saya
tanyai." Ia memacu kudanya dan kira-kira setengah jam kemudian ia sudah balik kembali.
"Apakah Anda sudah memperoleh keterangan?" tanya saya.
"Ya. Siapa jenderal itu dan apa tujuannya, tidak diketahui oleh Mba. Ia bersua
dengan jenderal dan ketiga orang kulit putih itu di Wild Cherry. Ia sudah
menyatakan kesediaannya untuk menjadi penunjuk jalan bagi orang-orang kulit
putih itu dalam perjalanan mereka mengarungi Llano Estacado menuju ke Peace
River, di mana mereka hendak berhenti melepaskan lelah di perkampungan orang
Chickasaw. Dari sana ia akan melanjutkan perjalanannya."
"Ke mana?" "Ketua suku itu tidak tahu."
"Tentu saja si jenderal itu menjanjikan upah yang lumayan?"
"Ya, tiga pucuk bedil beserta mesiu."
"Selanjutnya Anda tidak mendengar keterangan-keterangan yang lain?"
"Tidak. Saya tidak dapat bertanya terus, sebab saya takut kalau-kalau ia akan
menaruh syak wasangka. Adakah saudara saya Shatterhand mempunyai alasan yang
penting maka ia mencari keterangan seluas itu tentang si jenderal?"
"Sebenarnya tidak, akan tetapi orang itu tidak saya percayai. Dan apabila saya
berjalan bersama-sama dengan orang yang tidak saya percayai, maka biasanya
selalu saya mencari keterangan tentang maksud mereka. Biasanya sikap saya yang
demikian itu memberi manfaat yang besar. Sekiranya saya boleh memberi nasihat,
hendaknya Anda selalu berbuat demikian juga."
Hari sudah pagi. Winnetou dan saya berjalan di belakang sekali. Di depan kami
berjalan Old Surehand bersama-sama dengan Apanatschka. Matahari baru saja terbit
dan sinarnya yang pertama menerangi muka kedua orang yang berjalan di muka kami
itu. "Uf!" seru Winnetou setengah keras sambil menunjuk dengan tangannya ke arah
mereka. Saya tidak usah bertanya apa yang dimaksudkannya, sebab saya telah mengetahuinya
juga: kedua orang itu rupanya sama benar! Orang yang melihat mereka berjalan
berdampingan seperti itu, niscaya akan mengira bahwa mereka itu adalah dua
bersaudara. Tidak lama kemudian kami berjumpa lagi dengan kelompok orang Apache
yang membawa air; mereka ialah kelompok terakhir. Kami berhenti lebih lama untuk
membagi-bagikan air serta memberi kesempatan kepada kuda untuk melepaskan lelah.
Kemudian kami berjalan lagi. Jarak dari sini ke waha masih kira-kira satu jam
perjalanan. Maka timbullah pertanyaan siapa boleh ikut masuk ke waha, sebab
sesungguhnya waha itu masih harus dirahasiakan. Maka saya menghampiri si
jenderal yang berjalan di sebelah Old Wabble, lalu berkata: "Kita sudah dekat ke
tujuan kita, Mr. Douglas!"
"Pardon! Jenderal! Saya jenderal, Tuan!"
"Bagi saya itu tidak penting."
"Boleh jadi, tetapi bagi saya penting sekali. Biasanya seorang militer dipanggil
dengan gelar yang menunjukkan kedudukannya. Anda hendaknya mengetahui bahwa
dalam pertempuran di Bull-Run saya...."
"Saya tahu, saya tahu!" seru saya. "Itu sudah pernah Anda ceriterakan dan segala
sesuatu yang sudah pernah saya dengar biasanya saya ingat juga. Kita sudah dekat
kepada tujuan kita, Mr. Douglas dan sudah tiba saatnya bagi kita untuk
berpisah." "Berpisah" Mengapa?"
"Oleh karena tujuan kita berlainan."
"Sama sekali tidak. Saya hendak pergi ke Pohon Seratus dan saya mendengar dari
Mr. Cutter bahwa Anda barangkali akan pergi ke sana juga."
Sesungguhnya ia bermaksud pergi ke Peace River, akan tetapi dengan tiba-tiba
sekali dikatakannya bahwa tujuan perjalanannya ialah Pohon Seratus. Itu agak
mengherankan saya, akan tetapi perubahan rencana perjalanan tidak usah mempunyai
alasan yang tepat. Apa sebab saya akan merasa heran bahwa ia sudah mengubah
rencana perjalanannya"
"Anda tahu bahwa tujuan kita adalah sama," katanya. "Walaupun tidak begitu
halnya, saya akan terpaksa juga mengikuti Anda ke waha, sebab saya tidak
mempunyai persediaan air lagi."
"Kemarin kantong Anda masih penuh."
"Akan tetapi sekarang sudah kosong. Jangan Anda mengira bahwa kami tidak
mempunyai perasaan peri kemanusiaan. Air kami sudah kami berikan kepada orang-
orang Comanche." Kemudian baru saya mengetahui bahwa itu adalah tipu muslihat belaka untuk
mempunyai alasan mengikuti kami ke waha. Saya berkata: "Waha yang Anda maksud
itu bukanlah tempat yang boleh didatangi oleh setiap orang. Pemiliknya biasa
hanya mau menerima mereka yang diundangnya."
"Saya pun diundang juga. Diundang oleh Mr. Cutter ini yang menjadi tamu Bloody
Fox juga." "Adakah ia boleh memandang dirinya sebagai demikian, itu masih merupakan
pertanyaan. Ia harus mengetahui bahwa tidak setiap orang boleh datang ke sana."
"Karena jalan masuk yang sempit itu" Itu sudah dikatakan Mr. Cutter kepada saya
dengan sangat saksama. Tetapi apa sebab sekalian orang kulit putih ini boleh
datang ke sana, akan tetapi saya tidak?"
Itu benar dan apabila Old Wabble sudah membuka rahasia jalan masuk ke waha, maka
sebenarnya tidak ada alasan lagi bagi kami untuk menolak si jenderal ini. Karena
itu maka saya terpaksa berkata: "Kalau begitu saya tidak menaruh keberatan bahwa
Anda akan mengambil air ke waha, akan tetapi teman-teman Anda tidak saya
perkenankan ikut." TIDAK TERSANGKA-SANGKA Seperti telah saya katakan di muka, maka letak waha itu kira-kira satu hari
perjalanan dari hutan kaktus di mana kami menangkap orang-orang Comanche, akan
tetapi oleh karena kuda kami sudah lelah, maka kami terpaksa berjalan agak
perlahan-lahan. Baru kira-kira pukul dua siang sampailah kami ke pulau hijau di
tengah-tengah padang pasir itu.
Setiba kami di sana maka pertama-tama kami mengurus tawanan kami. Mereka kami
bawa ke tempat prajurit-prajurit Schiba Bigk serta kami suruh jaga oleh orang-
orang Apache yang duduk mengelilingi tawanan-tawanan itu. Baru sesudah itu kami
mengurus kuda kami. Pekerjaan itu kami serahkan kepada Entschar Ko. Ia menyuruh
beberapa prajurit Apache membimbing tunggangan-tunggangan kami ke kolam untuk
memberi mereka minum. Pekerjaan itu memakan waktu beberapa jam.
Persediaan makan orang-orang Comanche ternyata kurang sekali, sehingga orang-
orang Apache terpaksa menyerahkan sebagian dari perbekalan mereka kepada para
tawanan. Oleh karena persediaan makan tidak seberapa banyak jumlahnya, maka kami
tidak boleh tinggal terlalu lama di situ. Keesokan harinya kami harus pergi ke
Pohon Seratus. Setelah para tawanan maupun para prajurit Apache mendapat bagian
makan dan minum, maka barulah Winnetou dan saya mendapat kesempatan untuk
melepaskan lapar dan dahaga. Kuda kami diurus oleh Bloody Fox sendiri.
Ketika kami masuk ke dalam waha, kami melihat bahwa orang sudah memasang dua
buah api unggun. Parker, Hawley, Old Surehand, Apanatschka, Old Wabble dan
jenderal duduk di atas bangku. Bekas cowboy dan jenderal itu rupa-rupanya kini
sudah menjadi sahabat yang karib benar. Orang-orang yang duduk di bangku itu
sedang asyik bercakap-cakap. Ketika kami berdua duduk, maka si jenderal sedang
berkata: "Ya, di sana kami menjumpai sekelompok orang yang dua hari sebelumnya
datang dari perburuan mereka. Saya mendengar bahwa mereka akan tinggal di situ
beberapa hari lagi. Jumlah mereka ada limabelas orang dan di antara mereka ada
seorang pemburu yang menarik minat saya. Ia banyak sekali berbicara; rupa-
rupanya banyak sekali pengalamannya. Kalau saya tidak salah, ia menyebut dirinya
Saddler, akan tetapi salah seorang temannya mengatakan kepada saya bahwa nama
sesungguhnya ialah Etters, Dan Etters, tetapi ia banyak mempergunakan nama
samaran yang lain. Itu tidak saya hiraukan, sebab di daerah Barat ini banyak
orang mempunyai alasan untuk mengubah namanya dan apabila orang yang menyebut
dirinya Saddler itu sesungguhnya bernama Dan Etters, maka..."
Di sini ia disela orang. Demi Old Surehand mendengar nama Etters itu, maka ia
bangkit lalu bertanya: "Etters" Betul-betulkah Anda menyebut nama Etters"
Betulkah nama itu yang Anda dengar?"
"Saya kira telinga saya masih baik!"
"Dan tidak salah Anda mengingat nama itu?"
"Ingatan saya pun masih baik sekali, terutama terhadap nama orang."
"Nama kecilnya Dan, singkatan daripada Daniel?"
"Namanya Dan Etters, lain daripada itu tidak saya ketahui."
Dalam pada itu saya mendapat kesan seakan-akan si jenderal mengamat-amati muka
Old Surehand dengan seksama. Old Surehand menjadi gugup dan ia tidak kuasa menyembunyikan kegugupan
itu. "Kalau begitu ia tak lain daripada Daniel Etters!" katanya dengan mengeluh.
"Anda pernah mengamat-amati mukanya" Bagaimana rupanya?"
"Hm! Dan Etters itu Anda kenal! Adakah sangkut-pautnya dengan Anda, Mr.
Surehand?" "Ya. Saya ingin sekali mengetahui adakah orang yang Anda ceriterakan tadi betul-
betul orang yang saya maksud. Karena itulah ingin sekali Anda melukiskan mukanya
kepada saya." "Dengan segala senang hati, akan tetapi ia tidak mempunyai ciri-ciri yang khas.
Besar badannya kira-kira sama dengan badan saya; usianya kira-kira sebaya juga
dengan saya. Dan rupanya biasa saja seperti beratus-ratus orang lain, sehingga
saya tidak tahu ciri-ciri mana yang harus saya ceriterakan."
"Betul-betulkah ia tidak mempunyai ciri sama sekali" Anda tidak memperhatikan
giginya?" "Giginya" Ya, kini saya ingat bahwa dua buah giginya sudah hilang."
"Gigi yang sebelah mana?"
"Satu di sebelah kiri dan satu di sebelah kanan."
"Sebelah atas atau bawah?"
"Tentu saja di sebelah atas, sebab apabila di sebelah bawah tentu saja tidak
akan dapat saya lihat dengan mudah. Dan kini teringat juga oleh saya bahwa
suaranya agak berdesir apabila ia mengucapkan bunyi s."
"Ya, itulah dia! Itulah orang yang saya cari!" seru Old Surehand.
"He" Anda mencari orang itu?"
"Ya. Sudah sejak bertahun-tahun. Saya mencari dia di mana-mana, di seluruh
negara bagian Amerika Serikat, di daerah savanna, di hutan-hutan, di canyon, di
pegunungan dan di lembah-lembah pegunungan Rocky Mountains! Ia saya kejar-kejar
melalui dataran-dataran sungai Missouri."
"Anda kejar" Jadi ia musuh Anda?"
"Musuh saya yang terbesar!"
"Maafkanlah saya sekiranya saya merasa heran. Etters yang saya sebut tadi
rupanya tidak seperti orang jahat."
"Tidak seperti orang jahat" Ia bangsat yang sebesar-besarnya, syaitan! Neraka
pun belum merupakan tempat hukuman yang selayaknya bagi dia! Beberapa tahun yang
lalu ia..." "Sabar, Mr. Surehand!" demikian saya cepat-cepat menyela. "Anda sedang gugup.
Tiadakah mungkin bahwa Anda salah sangka."
"Tidak, tidak, tidak mungkin! Ia..."
Old Surehand tidak dapat menangkap maksud saya. Ia berbicara terus, akan tetapi
kini saya memberi peringatan kepadanya dengan pandang yang tajam. Segera ia
berhenti, lalu berkata terus dengan tenang: "Ah, sesungguhnya semuanya itu bukan
urusan Anda. Semuanya itu merupakan riwayat lama yang tidak selayaknya saya


Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bangkitkan kembali."
"Boleh juga Anda ceriterakan, Mr. Surehand!" kata jenderal itu. "Boleh jadi
riwayat itu menarik perhatian kita. Mengapa tidak Anda teruskan ceritera itu?"
"Itu tidak perlu. Tetapi, di mana Anda bersua dengan Etters" Di Fort Terret" Dan
ia akan tinggal di sana beberapa hari lagi?"
"Katanya begitu."
"Berapa lama?" "Saya kira seminggu."
"Bilamana Anda berbicara dengan dia?"
"Empat hari yang lalu."
"Empat hari! Jadi ia masih akan tinggal tiga hari lagi!"
"Anda hendak pergi ke sana?"
"Ya." "Barangkali ia sudah pergi."
"Kalau begitu ia akan saya kejar. Saya ikuti jejaknya, tidak peduli ke mana
tujuan jejak itu!" Kini saya memberi isyarat lagi. Old Surehand duduk kembali, mengusap-usap
peluhnya dari dahinya, lalu berkata lagi: "Pshaw! Kini saya ragu-ragu, masih
adakah gunanya saya mengejar dia. Ia sudah berbuat jahat terhadap saya, akan
tetapi sesungguhnya tak tahulah saya apa yang akan saya perbuat sekiranya ia
dapat saya tangkap. Urusan itu sudah kadaluwarsa dan tidak ada seorang hakim pun
yang akan dapat mengadili perkara itu. Ah, janganlah kita percakapkan lagi!"
Sebentar kemudian saya masuk ke dalam rumah. Ia menyusul saya dan ketika kami
berdua saja, maka ia bertanya: "Bukankah maksud Anda agar saya datang ke mari,
Sir" Apa maksud Anda memberi saya isyarat?"
"Oleh karena Anda harus menguasai duri. Si Jenderal itu tidak saya percayai. Ia
terus-menerus mengamat-amati Anda dan nama Etters itu diberinya tekanan
sedemikian sehingga saya mendapat kesan bahwa itu disengajanya dan bahwa segala
ucapannya itu tertuju kepada Anda. Bagi saya sudahlah jelas bahwa ia mempunyai
maksud tertentu." "Orang itu tidak mengenal saya, jadi tidak ada alasan sama sekali baginya untuk
mempunyai sesuatu maksud terhadap saya!"
"Saya yakin bahwa ia mengenal Anda, Sir."
Pada saat itu Apanatschka masuk. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Demi
dilihatnya bahwa kami berdua saja, maka ia bertanya: "Saudara-saudara saya
sedang mempercakapkan orang yang menyebut dirinya jenderal itu" Saya kenal orang
yang mempunyai ketana itu (lubang gigi)."
"Di mana?" "Di Kaam Kulano, ketika saya masih kecil. Ia disebut orang Etters."
"Betul" Anda masih ingat?"
"Ya, nama itu saya ingat benar, sebab saya benci dia. Ia menertawakan ibu saya."
"Apa maksudnya datang kepada Anda?"
"Itu tidak saya ketahui. Dia menumpang di kemah dukun kami dan apabila orang itu
ada pada kami, maka ibu saya selalu kemasukan jiwa jahat, sehingga seluruh
tubuhnya gemetar." "Masih ingatkah Anda bagaimana rupa ibu Anda ketika itu?"
"Masih muda dan cantik."
"Dan warna kulitnya berlainan daripada sekarang?"
"Warna kulitnya merah, seperti wanita-wanita lainnya."
"Kalau begitu dugaan saya tidak benar, akan tetapi saya memperoleh dugaan yang
lain, yang barangkali benar. Etters ini telah mengusir Anda dari dunia orang
kulit putih, Mr. Surehand. Ada sangkut-pautnya dengan peristiwa-peristiwa yang
menyebabkan Anda kehilangan kepercayaan Anda kepada Tuhan."
"Ya," jawabnya. "Anda sudah dapat menerkanya."
"Dan Anda percaya bahwa ia sekarang ada di Fort Terret?"
"Saya yakini" "Tentu saja Anda hendak pergi ke sana?"
"Saya harus! Malam ini juga. Tidak boleh saya tunda barang sedetik jua pun.
Sudah beratus-ratus kali saya mengejar bangsat itu, kadang-kadang sampai
beberapa pekan berturut-turut, akan tetapi tiada pernah berhasil. Kini dengan
sekonyong-konyong saya mengetahui tempatnya. Mungkin Anda dapat membayangkan
perasaan saya. Saya harus segera pergi!"
"Mudah-mudahan si jenderal itu tidak membohongi Anda. Sesungguhnya saya tidak
percaya akan perkataannya."
"Tetapi saya percaya. Saya akan pergi ke Fort Terret."
"Seorang diri saja?"
"Ya, seorang diri. Saya tidak berteman."
"Anda akan mempunyai teman: saya."
"Anda?" tanyanya dengan heran bercampur kegirangan. "Anda mau ikut?"
"Ya, itu pun kalau Anda mau saya temani."
"Mau" Jangan Anda tanyakan! Sekiranya mungkin, tak mau saya berpisah dari Anda.
Kalau Anda menyertai saya, maka tak sangsi lagi saya bahwa kita dapat menangkap
Etters. Sekali Old Shatterhand mengikuti jejak, maka buruan itu tidak akan dapat
meloloskan diri." Kini Apanatschka meletakkan tangan di atas bahu Old Surehand seraya berkata:
"Masih ada seorang lagi yang ingin menemani Anda: Apanatschka ketua suku
Comanche Naiini. Jangan saya Anda tolak! Saya sayang akan Anda dan saya ingin
mengikuti Anda. Saya mengerti bahasa orang kulit putih. Saya tahu bagaimana saya
harus mengikuti jejak yang tersembunyi dan saya tidak takut pada musuh. Tiada
dapatkah semuanya itu saya pergunakan untuk membantu Anda" Saya sudah mengisap
calumet dengan Anda, dengan Winnetou dan Old Shatterhand; jadi saya adakah
saudara Anda. Anda mengejar musuh Anda yang terbesar, Anda akan menghadapi
bahaya besar. Tidak selayaknyakah Anda ditemani oleh saudara Anda" Saya bukan
saudara Anda, sekiranya saya membiarkan Anda seorang diri saja melakukan
pekerjaan yang berat itu!"
"Baik, Anda akan menemani kami. Marilah kita berangkat besok pagi. Ketinggalan
beberapa jam tidak ada artinya. Kuda kita harus beristirahat dahulu supaya dapat
berjalan lebih cepat lagi." demikian saya menyela.
"Bagaimana kalau Etters sudah pergi?" kata Old Surehand dengan rasa khawatir.
"Ia akan meninggalkan jejak yang dapat kita ikuti. Jangan cemas! Yang paling
perlu ialah bahwa kuda kita segar. Kuda saya dapat saya andalkan apabila saya
beri istirahat sampai besok pagi; kuda Apanatschka kuat juga. Bagaimana kuda
Anda, Mr. Surehand?"
"Kuda saya baik juga, walaupun tidak dapat dibandingkan dengan kuda Anda. Hanya
pada waktu akhir-akhir ini saya sudah terlalu banyak memeras tenaga; boleh jadi
tidak seberapa kuat untuk berjalan terlalu cepat dalam beberapa hari yang akan
datang." "Kalau begitu, lebih baik Anda menunggang kuda Vupa Umugi yang kita bawa dari
Kaam Kulano." "Anda mau meminjamkan kuda itu kepada saya?"
"Bukan meminjamkan, melainkan menghadiahkan!"
"Menghadiahkan kuda sebagus itu!"
"Ambillah kuda itu. Apa guna bagi saya" Kuda itu tidak akan saya kembalikan
kepada Vupa Umugi, jadi saya tidak memerlukannya."
Old Surehand menjabat tangan saya, lalu berseru kegirangan: "Hadiah Anda saya
terima dengan ucapan terimakasih. Hadiah dari tangan Anda tidak akan saya tolak,
sebab saya tahu bahwa Anda akan mau memperkenankan saya kelak membalas kebaikan
itu. Ya. kita akan berangkat besok pagi. Marilah kita pergi keluar; saya hendak
segera memeriksa kuda saya."
"Akan tetapi jangan hendaknya teman-teman kita mengetahui maksud kita. Sebaiknya
janganlah Anda bercakap-cakap lagi dengan jenderal."
Ketika kami keluar, maka saya melihat bahwa Winnetou sudah tidak ada lagi. Ia
pergi memeriksa keadaan para tawanan. Bedil peraknya ditinggalkannya di atas
meja di dekat kedua buah bedil saya. Si jenderal sedang mengamat-amati ketiga
bedil itu dan kini ia mencoba membuka kunci bedil saya.
"Sir, bukankah ini bedil pembunuh-beruang Anda?" tanyanya demi ia melihat saya
datang. "Ya," jawab saya dengan singkat.
"Dan yang lain ini bedil Henry yang banyak dipercakapkan orang?"
"Ya, tetapi hendak Anda apakan bedil-bedil itu?"
"Saya mencoba membuka kunci bedil Anda, tetapi tidak berhasil. Maukah Anda
mengatakan, bagaimana...."
"Ya, saya ingin menceriterakan kepada Anda," demikian saya menyela. "Artinya,
saya mengatakan bahwa tidak patut Anda memegang bedil saya tanpa mendapat izin
saya lebih dahulu. Bedil itu bukanlah alat permainan bagi seorang jenderal, yang
selama hidupnya belum pernah melihat Bull-Run."
"Apa" Belum melihat" Dengarkanlah...."
"Tidak! Anda tak usah membohongi saya. Kemarikan bedil saya!"
Saya rampas kedua bedil saya dari tangannya. Pada saat itu Winnetou datang. Si
jenderal sedang memegang bedil perak. Dengan segera ketua suku Apache itu
memahami keadaan, lalu dirampasnya bedil perak itu dari tangan jenderal dan...
berlainan sekali dari kebiasaannya, ia bersedu dengan marah sekali: "Orang kulit
putih yang mulutnya penuh dengan dusta itu sudah berani menyentuh bedil ketua
suku Apache" Bedil ini belum pernah disentuh oleh tangan penjahat orang kulit
putih!" "Penjahat?" seru si jenderal. "Winnetou harus menarik kembali kata-kata itu,
kalau tidak...." "Kalau tidak?" tanya orang Apache itu.
Douglas lekas-lekas menelan perkataannya, lalu menjawab dengan ketakutan:
"Mengapa saya tidak boleh melihat-lihat bedil Anda?"
"Tetapi tidak boleh menyentuh! Winnetou tidak mau menyentuh bedil ini pada
tempat yang sudah dikotorkan oleh tangan Anda!"
Dengan selimut santillo yang dipergunakannya sebagai ikat pinggang diusap-
usapnya bedil itu seakan-akan bedil itu sudah menjadi kotor. Kemudian
diserahkannya kepada saya: "Saudara saya Old Shatterhand hendaknya menyimpan
bedil kita di dalam kamar. Gantungkanlah bedil-bedil itu di dinding, supaya
tidak dicemarkan lagi oleh tangan orang."
Sesudah itu ia berbalik lalu pergi ke kudanya. Saya melihat, bahwa si jenderal
bertukar pandang dengan Old Wabble. Demikian saya ambil ketiga bedil itu, lalu
saya bawa ke tempat yang aman. Itu pun, ke tempat yang kami pandang aman.
Setelah Bob menyiapkan tempat tidur bagi kami, maka ia pergi ke kamar ibunya di
mana ia hendak tidur. Kami pun pergi tidur juga. Bloody Fox biasa tidur di dalam
kamar, akan tetapi sekali ini ia lebih suka menemani kami tidur di luar, oleh
karena hari sangat panas. Sebentar kemudian api unggun telah padam dan kami pun
tertidur. Ketika saya bangun, maka teman-teman saya masih tidur semua. Mereka saya
bangunkan. Dalam pada itu saya tidak mengetahui bahwa si jenderal dan Old Wabble
tidak ada. Winnetou dan saya pergi menengok tawanan-tawanan kami. Semua kami
dapati beres, akan tetapi orang-orang Chickasaw tidak ada lagi. Ketika saya
tanyakan kepada Entschar Ko, maka ia menjawab: "Tidak tahukah saudara-saudara
saya bahwa mereka sudah pergi" Orang kulit putih yang menyebut dirinya jenderal
mengatakan bahwa ia tidak sudi tinggal lebih lama lagi, oleh karena ia sudah
dihina oleh Winnetou dan Old Shatterhand. Demikian ia pergi dengan orang-orang
Chickasaw dan teman-temannya ketiga orang kulit putih."
"Dan Old Wabble?"
"Ia pergi juga dengan mereka."
"Kalau begitu lekas sekali ia mengikat tali persahabatan dengan kelompok si
jenderal. Biarkanlah mereka pergi, begitu juga Old Wabble! Itu tidak kami
sayangkan. Tetapi niscaya mereka berangkat ketika hari masih gelap, sebab
matahari haru saja terbit."
"Ketika hari masih gelap?" tanya Entschar Ko dengan heran.
"Mereka sudah kemarin malam berangkat, ketika malam masih terang bulan."
"Jadi rupa-rupanya mereka tergesa-gesa sekali."
"Ya, sebab si jenderal telah saya hina," kata Winnetou. "Karena marahnya maka ia
lekas-lekas pergi." Kami kembali ke kolam air di mana telah disediakan makan, sarapan kami. Dalam
pada itu kami memberi kesempatan kepada kuda kami untuk minum. Bob sedang
menyediakan bekal perjalanan kami serta mengisi beberapa kantong air. Setelah ia
selesai, maka saya minta dia mengambil bedil-bedil kami.
"Bedil?" tanyanya. "Di mana bedil Anda?"
"Di dalam kamar. Saya gantungkan pada dinding di sebelah pintu."
Ia masuk, akan tetapi sebentar kemudian ia kembali lagi dengan tangan hampa
seraya berkata: "Di dalam tidak ada bedil. Masser Bob tidak melihat bedil."
"Anda salah lihat. Ketika Anda kemarin malam pergi tidur, tiadakah Anda melihat
bedil kami tergantung pada dinding?"
"Masser Bob tidak melihat ke arah dinding. Tetapi sekarang terang tidak ada
bedil di kamar." "Ajaib sekali!"
Saya segera masuk diikuti oleh Winnetou. Betul, bedil-bedil kami sudah tidak ada
lagi. Mula-mula kami heran, akan tetapi sebentar kemudian keheranan kami berubah
menjadi terkejut, setelah teman-teman kami, kami tanya dan mereka menjawab bahwa
tidak seorang pun dari mereka masuk ke dalam kamar.
"Mungkinkah...?" tanya Winnetou.
Dugaannya itu tidak diucapkannya. Namun begitu saya melihat bahwa mukanya
menjadi pucat. "Yang Anda maksud si jenderal?" tanya saya.
Ia hanya menganggukkan kepalanya.
"Bangsat! Bukan orang lain yang mencuri bedil kita. Kemarin ia sudah memegang-
megang bedil kita! Marilah kita selidiki Bob! Adakah orang masuk ke dalam rumah,
ketika engkau pergi tidur?"
"Ya, Masser Jenderal."
"Tiadakah pintu itu Anda kunci?"
"Pintu itu tidak pernah terkunci; di rumah ini tidak ada pencuri."
"Untuk apa jenderal itu masuk?"
"Ia masuk, lalu memanggil Masser Bob untuk memberi persen satu dollar karena
sudah saya layani dengan baik."
"Lampu masih menyala?"
"Sudah padam." "Berapa lama jenderal itu ada di kamar?"
"Masser Jenderal masuk, memanggil Bob, memberi Bob satu dollar, akan tetapi
tidak segera keluar lagi oleh karena ia tidak dapat segera menemukan kembali
pintu kamar." "Or, itu diketahuinya benar. Ia hanya berbuat pura-pura tidak tahu, tetapi
sebenarnya ia mencari tempat bedil-bedil kami tergantung."
Pembaca dapat membayangkan bahwa kehilangan bedil kami itu sangat disayangkan
juga oleh para teman kami. Bahkan mereka lebih gugup lagi daripada kami. Old
Surehand berkata dengan suara yang gemetar: "Pencurian ini mengenai saya juga,
Mr. Shatterhand. Tentu saja Anda harus mengejar pencuri itu, sehingga Anda tiada
dapat menemani saya pergi ke Fort Terret."
"Ya, itu betul."
"Sayang sekali saya tidak dapat menemani Anda mengejar pencuri itu, bahkan saya
tidak dapat menunggu kedatangan Anda kembali, sebab saya harus segera pergi.
Saya tidak boleh membuang-buang waktu."
"Saya khawatir kalau-kalau perjalanan Anda itu nanti akan terbukti tidak ada
gunanya sama sekali."
"Boleh jadi, akan tetapi saya harus juga pergi, agar jangan saya kelak menyesali
diri saya. Mudah-mudahan Anda dapat memahaminya."
"Tentu saja saya dapat memahaminya dan saya sedikit pun tidak bermaksud hendak
membujuk Anda agar Anda jangan pergi. Untung Anda tidak akan berjalan seorang
diri, sebab Apanatschka akan menemani Anda."
"Ya," demikian ketua suku Comanche itu menyela. "Saya akan pergi bersama-sama
dengan saudara saya Surehand, sebab itu sudah saya janjikan dan janji saya
selalu saya tepati. Apalagi karena Old Shatterhand kini tidak dapat ikut."
Sebenarnya kami dapat mengambil bedil yang lain, sebab Bloody Fox mempunyai
beberapa buah yang segera ditawarkannya kepada kami, akan tetapi kami tidak mau,
sebab kami yakin bahwa bedil-bedil kami tentu akan dapat kami rebut kembali. Apa
gunanya kami nanti membawa bedil lebih banyak lagi! Kami masih mempunyai pisau,
pistol, lasso dan tomahawk; itu sudah cukup.
Kami minta diri dari teman-teman kami. Old Surehand membawa saya ke samping lalu
berkata: "Kemarin malam saya bergirang hati sekali bahwa Anda mau menemani saya
ke Fort Terret, akan tetapi kini sudah berlainan sekali keadaannya. Anda tahu
bahwa saya ingin sekali tinggal pada Anda. Tetapi dengan tiba-tiba kita harus
berpisah. Adakah Anda yakin benar bahwa Anda akan dapat memperoleh kembali
bedil-bedil Anda?" "Ya." "Saya ikut mendoakan. Lagi pula saya berharap mudah-mudahan kita akan segera
bertemu lagi." "Itu harapan saya juga Mr. Surehand."
"Tiadakah Anda dapat menentukan tempat pertemuan itu?"
"Sayang tidak. Kami tidak tahu apa yang akan terjadi dan apa yang akan kita


Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

alami masing-masing nanti. Anda pergi ke arah Selatan untuk mencari Dan Etters.
Siapa tahu berapa lama Anda harus mengejar musuh Anda itu dan ke mana jejaknya.
Saya pergi ke arah Utara dan saya pun tidak dapat mengatakan bilamana dan di
mana kami akan menyusul si jenderal."
"Jadi Anda tidak balik kembali ke mari?"
"Saya mau juga, akan tetapi tak dapatlah saya mengatakan adakah itu mungkin bagi
saya. Pendeknya saya tidak dapat menentukan tempat dan waktu bertemu dan Anda
pun barangkali tidak dapat berbuat begitu juga."
"Itu betul." "Kalau begitu tempat dan waktu pertemuan kita kelak hendaknya kita serahkan
kepada nasib belaka."
"Hm, ya! Tetapi masih ada satu jalan bagaimana kita dapat mengetahui tempat
kita. Bukankah saya sudah pernah menyebut nama seseorang yang dapat Anda jumpai,
kalau Anda ingin bertemu dengan saya. Masih ingatkah Anda nama itu?"
"Tentu saja!" "Biarlah tempat itu kita tentukan sebagai tempat pertemuan kita masa depan.
Jikalau Anda kebetulan ada di Jefferson City di tepi sungai Missouri, pergilah
Anda ke kantor bank Wallace & Co. Di sana Anda dapat mengetahui di mana saya
pada suatu saat yang tertentu."
"Ya, kesempatan itu tidak akan saya sia-siakan."
"Terima kasih, Sir! Selamat jalan! Mudah-mudahan Anda akan segera menyusui si
jenderal." "Dan saya akan sangat bergirang hati sekiranya saya kelak mendengar bahwa Anda
telah dapat menangkap Dan Etters."
Sesudah itu saya minta diri kepada Bloody Fox, Winnetou memberi Bloody Fox dan
Entschar Ko beberapa petunjuk yang perlu, kemudian dengan singkat ia minta diri.
Maka kami berdua meninggalkan waha di mana kami menyaksikan beberapa peristiwa
yang membahayakan, akan tetapi sudah berakhir dengan selamat.
Jejak yang ditinggalkan oleh kelompok jenderal dapat kami lihat dengan jelas.
Jejak itu menuju ke sebelah Barat, jadi ke arah Pohon Seratus, akan tetapi sejam
kemudian jejak itu membelok ke arah Utara. Kami berjalan cepat-cepat dan hanya
sekali-sekali kami berjalan agak perlahan-lahan, hanya untuk memberi kuda kami
kesempatan melepaskan lelah sedikit. Rembang tengah hari, ketika hari sepanas-
panasnya, kami berhenti untuk beristirahat kira-kira satu jam dan untuk memberi
kuda kami minum. Sesudah itu kami melanjutkan perjalanan dengan cepat sampai
hari menjadi gelap. Kini kami harus berhenti. Dengan demikian musuh-musuh
mendapat keuntungan, sebab mereka dapat berjalan terus pada malam hari. Kami
terpaksa menunggu, oleh karena pada malam hari kami tidak dapat melihat jejak
mereka. Betul kami dapat pula berjalan terus oleh karena kami dapat menduga ke mana
mereka pergi, akan tetapi itu mengandung risiko juga, sebab di tengah jalan
dapat juga mereka berganti arah. Maka kami menunggu sampai bulan terbit. Cahaya
bulan itu tidak seberapa terang akan tetapi bagi pemburu prairi sebagai kami
tidaklah terlalu sukar untuk mengikuti jejak dengan cahaya yang tidak seberapa
terang. Maka kami pun berangkat dan berkat pengalaman dan ketajaman mata maka
dapatlah kami berjalan dengan cepat. Sesudah tengah malam berhenti lagi, sebab
kuda kami harus beristirahat. Mereka kami beri minum sedikit, lalu kami
tambatkan. Kami mengambil selimut untuk tidur. Baru saja fajar menyingsing maka
kami sudah duduk di atas pelana lagi dan dua jam kemudian sampailah kami ke
tempat di mana musuh tadi malam bermalam. Dengan demikian maka kami sudah
memperoleh keuntungan dua jam, itu pun apabila mereka baru pagi hari berangkat
lagi. Belum ada setengah jam kami meninggalkan tempat musuh bermalam itu, maka
terpaksalah kami berhenti lagi, sebab di tempat itu kami melihat dari bentuk
jejak mereka bahwa mereka mengadakan perundingan. Mereka tidak berhenti,
melainkan kuda mereka berjalan kian kemari. Itu menimbulkan dugaan pada kami,
bahwa mereka bertengkar. Bertengkar karena apa" Barangkali berselisih paham
tentang arah yang harus mereka tempuh. Dugaan itu diperkuat oleh fakta, bahwa
sebentar kemudian jejak mereka berpisah. Itu tidak menguntungkan bagi kami.
Sebagian dari jejak itu membelok ke kanan, sebagian membelok ke kiri. Kini kami
pun harus berunding juga apa yang harus kami kerjakan.
"Uf!" kata Winnetou dengan kecewa. "Sayang!"
"Ya," kata saya. "Rupa-rupanya di sini orang-orang kulit merah berpisah dari
orang-orang kulit putih. Tetapi yang manakah jejak orang kulit merah dan yang
mana jejak orang kulit putih?"
"Marilah kita selidiki!"
Ia turun untuk menyelidiki jejak itu.
"Saya sangsikan adakah itu dapat kita libat," kata saya sambil turun juga. "Saya
tahu bahwa kuda orang-orang kulit putih tidak berladam. Dengan demikian sukarlah
bagi kita untuk membedakan kuda orang kulit putih dari kuda orang kulit merah."
Segera terbukti bahwa pendapat saya benar. Bentuk jejak kuda itu sedikit pun
tidak memberi kepastian, sehingga kami hanya dapat menduga belaka.
"Sebaiknya kita mengikuti jejak-jejak itu beberapa lama lagi," kata Winnetou.
"Barangkali kita akan melihat sesuatu yang dapat memberi petunjuk. Saudara saya
mengikuti jejak yang menuju ke kanan, saya mengikuti jejak yang menuju ke kiri."
Itu segera kami kerjakan. Saya hanya dapat mengetahui berapa banyak kuda yang
meninggalkan jejak yang saya ikuti. Winnetou pun tidak memperoleh hasil yang
lebih baik. Lagi pula kami tidak dapat mengambil kesimpulan yang lebih tepat
mengenai jumlah penunggang kuda, oleh karena mereka ada membawa kuda beban juga.
Maka kami pun hanya berpandang-pandangan saja.
"Uf!" kata Winnetou. Ia tersenyum walaupun merasa kecewa.
"Sudah pernahkah saudara Shatterhand melihat saya bersikap ragu-ragu seperti
sekarang?" "Tidak." "Saya pun belum pernah, melihat saudara ragu-ragu seperti ini. Uf!"
"Ya, belum pernah kami mengalami keadaan seperti ini. Kita tidak dapat
mengetahui dengan pasti apa yang harus kita kerjakan."
"Ya, betul-betul belum pernah! Akan tetapi baiklah kita berpikir. Betul-betulkah
tidak mungkin Old Shatterhand dan Winnetou bersama-sama mencari akal yang jitu?"
"Ya, sesungguhnya saya harus merasa malu. Baiklah kita rundingkan lagi. Jikalau
orang hendak meninggalkan padang pasir ini selekas-lekasnya, maka ia harus pergi
ke arah Utara di mana ia akan sampai ke Helmer's Home. Mba, ketua suku Chickasaw
tentu mengetahuinya. Apabila ia membelok ke kiri atau ke kanan, tentu ia
memerlukan setengah hari lagi untuk dapat meninggalkan Llano ini. Itu harus
diketahuinya. Saya tidak percaya bahwa ia akan mengambil jalan yang mengeliling.
Jikalau ia berpisah dengan orang-orang kulit putih, maka pada hemat saya, ia
bertengkar dengan mereka. Ia tentu tahu ke mana orang-orang kulit putih itu
pergi. Ia sudah menipu mereka tentang arah yang diambilnya, akan tetapi kemudian
setelah ia tidak dapat dilihat oleh orang-orang kulit putih lagi, ia akan
kembali ke arah yang baik. Jadi sekiranya kita tidak mengikuti kedua jejak itu,
melainkan berjalan terus lurus-lurus, maka saya yakin bahwa kita akan dapat
menjumpai kembali jejak ketua suku Chickasaw."
"Uf! Itu benar!"
"Kalau begitu maka tahulah kita bahwa kita harus mengikuti jejak yang lain.
Dengan demikian maka kita dapat mengejar si jenderal. Saya kira saudara saya
Winnetou dapat membenarkan jalan pikiran saya."
"Saya setuju sekali. Marilah kita berangkat."
Kami naik lagi, lalu berjalan terus, lurus-lurus, sehingga sebentar kemudian
kami tidak dapat melihat kedua jejak itu lagi. Saya sudah yakin benar bahwa
dugaan saya benar. Sebentar kemudian itu sudah terbukti. Setengah jam setelah
kami berangkat maka kami melihat jejak dari sebelah kanan. Setelah sampai ke
sana maka jejak itu menuju ke arah Utara.
"Uf!" seru Winnetou dengan kegirangan. "Inilah jejak orang-orang Chickasaw dan
jejak itu menuju lurus-lurus ke Helmer's Home."
"Jadi kita harus mencari kembali jejak yang lain. Jejak itu terang adalah jejak
orang-orang kulit putih."
"Ya, marilah kita membelok ke kiri menuju ke arah jejak yang lain itu. Jikalau
kita berbuat demikian maka kita tidak akan salah dan kita...."
Tiba-tiba ia memutuskan perkataannya. Sedang ia berbicara tadi ia melihat
sekeliling dan dalam pada itu rupa-rupanya ia melihat sesuatu yang menarik
perhatiannya. Ia mencabut teropongnya, lalu melihat ke arah Utara. Saya pun
mencabut teropong juga dan saya melihat beberapa ekor kuda dan beberapa orang
sedang berhenti. "Siapakah mereka itu" tanya saya.
"Orang-orang Chickasaw," jawab saya. "Mengapa mereka tidak berjalan terus?"
"Uf! Mereka menunggu kedatangan kita!"
"Rupa-rupanya begitu," kata saya. "Mba ialah orang yang jujur. Barangkali di
tengah jalan ia mengetahui, bahwa si jenderal telah mencuri bedil-bedil kita dan
iapun akan insaf bahwa kita akan mengejar pencuri itu. Karena itulah maka ia
berpisah. Jikalau itu tidak dilakukannya karena kejujuran hati, maka pasti ia
berbuat begitu karena ia bersikap hati-hati. Ia tidak ingin disangka mempunyai
hubungan atau urusan dengan pencuri itu. Ia tak mau juga disangka bahwa ia
melindungi pencuri."
"Ya, saya rasa begitu. Marilah kita mendapatkan mereka."
Kami pacu kuda kami dan tidak lama kemudian kami sudah dapat mengenali mereka.
Ya, betul itu Mba dengan dua orang Indian. Tetapi di manakah orang Chickasaw
yang keempat" Demi orang-orang kulit merah itu mengenali kami, maka mereka
bangkit serta meletakkan senjata mereka di atas pasir, lalu menyongsong kami.
Itu adalah sikap yang menunjukkan perdamaian, akan tetapi walaupun begitu saya
sudah memegang pistol saya. Ketika kami sudah dekat, maka Mba berkata: "Old
Shatterhand boleh menurunkan pistolnya, sebab kami adalah sahabatnya. Kami tahu
bahwa ia akan datang. Karena itu kami menunggu kedatangannya di sini. Kami yakin
bahwa Winnetou dan Old Shatterhand bukanlah prajurit yang membiarkan begitu saja
bedil mereka dicuri orang, tanpa berusaha untuk memperolehnya kembali."
"Itu betul. Bilamana Mba mengetahui bahwa bedil kami dicuri orang"
"Baru tadi pagi ketika fajar menyingsing. Sekiranya saya hendak menipu Anda atau
sekiranya saya ikut membantu para pencuri itu, niscaya saya tidak akan menunggu
kedatangan Anda di sini, bukankah begitu?"
"Ya. Sejak saat saya bertemu dengan Anda, saya sudah mengetahui bahwa Anda
adalah orang yang jujur. Ceriterakanlah bagaimana asalnya maka Anda berurusan
dengan mereka." "Kami bertemu dengan mereka di sebelah selatan Llano. Saya menjanjikan kesediaan
saya untuk menjadi penunjuk jalan mereka mengarungi padang pasir ini. Kemudian
kami bertemu dengan Anda. Girang hati saya bertemu dengan Old Shatterhand,
Winnetou dan Old Surehand, akan tetapi saya tidak menyangka bahwa si jenderal
itu mempunyai maksud jahat terhadap Anda. Kami mengikuti Anda ke rumah Bloody
Fox dan bermaksud hendak bermalam di sana. Kemudian jenderal datang kepada saya
serta mengatakan bahwa kami harus lekas-lekas pergi oleh karena ia sudah
bertengkar dengan Anda. Permintaannya kami turuti dan kami berjalan siang
malam." "Anda tidak merasa curiga?" tanya saya.
"Ya, sejak kami berangkat; sebab jenderal itu berjalan ke arah Barat padahal
bukan itulah arah yang harus kami tempuh. Kemudian siang hari saya melihat suatu
bungkusan yang mula-mula tidak dibawanya. Lagi pula menarik perhatian saya juga
bahwa ia sangat tergesa-gesa. Ketika kami kemarin malam berhenti, maka saya
sudah mengambil siasat sedemikian sehingga saya dapat memegang bungkusan itu.
Jenderal itu segera merebutnya kembali, akan tetapi saya mengetahui bahwa
bungkusan itu berisi benda yang berat dan tangan saya telah merasa bahwa isinya
itu bedil." "Bagaimana bentuk bungkusan itu?"
"Bedil-bedil itu terbungkus di dalam selimut yang terikat dengan tali. Saya
ingin benar mengetahui bedil-bedil apakah itu, akan tetapi mereka itu baru
tertidur menjelang pagi hari. Demikian nyenyaknya mereka tidur sehingga saya
dapat membuka bungkusan itu. Demi saya melihat apa isinya, maka saya terkejut
sekali, sebab saya tahu bahwa Anda akan mengejar kami."
"Apa sebab maka Anda tidak menahan bungkusan itu untuk Anda kembalikan kepada
kami?" "Karena kami hanya berempat dan mereka berlima. Lagi pula dengan berbuat
demikian maka Anda tidak akan dapat menangkap mereka. Saya mempunyai siasat yang
lebih baik. Demi kami berjalan beberapa lama, maka saya berhenti dan saya
berkata bahwa saya sudah melihat bahwa bungkusan itu berisi senjata. Oleh sebab
itu saya tidak mau menemani mereka oleh karena saya yakin bahwa Anda segera akan
menyusul kami. Mereka menjadi marah, akan tetapi saya tetap berpegang pada
maksud saya. Kemudian mereka menghendaki agar seorang daripada prajurit kami mau
menjadi penunjuk jalan mereka, oleh karena mereka tidak mengetahui jalan keluar
padang pasir ini. Permintaan mereka itu saya luluskan, akan tetapi prajurit kami
yang akan menjadi penunjuk jalan itu saya beri pesan bagaimana ia harus
bertindak. Ia akan menyerahkan pencuri-pencuri itu kepada Anda."
"Dengan cara bagaimana?"
"Saya membelok ke arah kanan, akan tetapi tidak berjalan jauh. Sebentar kemudian
kami menunggu sebab saya hendak mengantarkan Anda ke tempat di mana Anda dapat
menangkap mereka." "Tempat manakah itu?"
"Di sebelah Utara Llano Estacado ini ada kediaman seorang kulit putih...."
"Helmer's Home?" tanya saya.
"Uf! Old Shatterhand tahu juga tempat itu."
"Ya, Helmer ialah sahabat kami."
"Bagus, sebab prajurit saya itu akan membawa orang-orang kulit putih itu ke
sana." "Mengapa ia berjalan mengeliling?"
"Agar kita lebih dahulu sampai ke Helmer's Home, di mana kita dapat menangkap
penjahat-penjahat itu dengan tak usah menumpahkan darah."
"Bagus sekali! Mba, ketua suku Chickasaw. ialah seorang prajurit yang cerdik."
Orang-orang Chickasaw itu naik ke atas kuda dan bersama-sama kami berjalan
terus. Oleh karena kuda mereka tidak sebagus kuda kami, maka kami berjalan lebih
perlahan-lahan, akan tetapi namun begitu menjelang asar kami sudah dapat melihat
batas Llano Estacado di kaki langit. Di atas kami, kami melihat beberapa ekor
burung beterbangan dan di sana-sini kami melihat beberapa tumbuh-tumbuhan.
Kemudian kami menjumpai rumput dan tak lama lagi kami melihat semak-semak dan
pohon-pohonan. Demi kami melihat kebun jagung yang pertama, maka tahulah kami
bahwa kami sudah keluar dari daerah padang pasir.
Kami disambut dengan segala kegirangan. Segenap penghuni Helmer's Home berlari-
lari menyongsong kami. Dalam pada itu mereka berteriak-teriak dan berseru-seru.
Maka segera saya berseru dengan perlahan-lahan: "Jangan berbuat bising, tuan-
tuan! Kedatangan kami untuk sementara harus dirahasiakan."
"Dirahasiakan" Mengapa?" tanya Helmer.
"Oleh karena kami harus menangkap beberapa orang penjahat dan mereka tidak boleh
mengetahui bahwa kami ada di sini. Saya berharap mudah-mudahan Anda mau membantu
kami Mr. Helmer." "Itu tak usah Anda sangsikan. Saya mempunyai kewajiban untuk membersihkan rumah
dan daerah ini dari penjahat. Siapakah mereka itu, Mr. Shatterhand?"
"Itu akan saya katakan nanti kalau kita sudah ada di dalam. Kami harus lekas-
lekas bersembunyi. Suruhlah Hercules membawa kuda kami ke kandang serta
memberinya minum dan makan. Sesudah itu kandang harus segera ditutup, sebab
mereka tak boleh melihat kuda kami."
"Saya ingin benar mengetahui seluk-beluknya. Sir! He, Anda tidak membawa bedil!"
"Itulah inti perkara ini. Bedil kami dicuri orang dan pencuri-pencuri itu akan
datang kemari." "Thunderstorm! Itu ialah...."
"Jangan di sini! Di dalam kita dapat berbicara dengan leluasa."
"Ya. Masuklah! He, Barber, pergilah lekas-lekas ke dapur dan sediakan makan!"
Para pelayan segera saya beri petunjuk bagaimana hendaknya mereka bersikap,
apabila nanti datang tamu yang saya harapkan. Kemudian kami masuk. Ibu Barbara
berusaha sekeras-kerasnya untuk menjamu kami sebaik-baiknya. Sedang kami makan
dan minum saya ceriterakan kepada Helmer apa yang sudah terjadi. Baru saja saya
selesai berbicara, maka ia bangkit lalu ia keluar. Setelah ia kembali maka ia
menerangkan apa sebab maka ia berbuat begitu: "Saya menyuruh budak saya yang
paling baik pergi mengintai kedatangan penjahat-penjahat itu. Ia harus mengamat-
amati gerak mereka, sebab ada juga kemungkinan bahwa mereka menaruh curiga dan
melarikan diri." Helmer bukan saja mengenal Bloody Fox, melainkan ketika Fox masih kecil ia
dipelihara oleh Helmer sebagai anaknya sendiri. Maka tak usahlah mengherankan
bahwa ia Sangat bersukacita demi mendengar bahwa kami sudah dapat menggagalkan
maksud orang-orang Comanche. Segala sesuatu saya ceriterakan dengan panjang
lebar, oleh karena kami mempunyai waktu yang lapang. Ketiga orang Chickasaw
duduk menemani kami juga. Kami memilih tempat duduk sedemikian sehingga kami
tidak dapat dilihat orang dari luar, bahkan sekalipun orang itu berdiri di dekat
jendela kecil yang setengah terbuka.
Belum selesai kami bercakap-cakap, maka kami mendengar bunyi depak kuda. Kami
segera mengintai dan melihat enam orang turun dari kudanya. Mereka itu ialah


Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tamu yang kami harap-harapkan, Helmer pergi keluar.
"Good day, Sir!" demikian jenderal memberi salam. "Anda sudah mempunyai tamu?"
"Tamu?" jawab Helmer. "Siapakah yang akan datang ke tempat yang terpencil ini?"
"Nah, berilah kuda kami makan dan minum dan siapkanlah untuk kami makanan yang
seenak-enaknya serta sebuah botol brandy."
"Baik, Sir. Anda hendak bermalam di sini?"
"Mengapa itu Anda tanyakan?"
"Kalau perlu saya dapat menyiapkan tempat tidur."
"Peduli apa?" "Kami hanya hendak berhenti untuk makan dan minum. Sesudah itu kami akan
berjalan terus." "Tetapi sebentar lagi hari akan malam!"
"Anda datang dari Estacado, Sir?"
"Jangan banyak bertanya! Lakukanlah apa yang saya perintahkan!"
"Sabar, Sir. Anda akan kami layani cepat-cepat, lebih cepat daripada Anda
sangka. Bolehkah saya mengetahui ke mana Anda hendak pergi" Bukan oleh karena
saya hanya ingin mengetahui saja, melainkan oleh karena saya hendak memberi
peringatan." "Peringatan apa?" tanya si jenderal.
"Di daerah ini berkeliaran beberapa orang penjahat kulit putih."
"Penjahat" Orang apakah mereka itu?"
"Penjahat yang suka mencuri bedil."
"Siapa" Apa?"
"Ya, pencuri bedil!"
"Ajaib!" "Tetapi benar. Dua hari yang lalu sudah ada orang kecurian bedilnya."
"Dua hari yang lalu" Di mana?"
"Di padang Llano. Di sana mereka mencuri tiga buah bedil yang paling masyhur."
Saya mencabut kedua buah pistol saya, sebab kini sudah tibalah saatnya untuk
menyergap mereka. Winnetou pun sudah menyiapkan rupa-rupanya mereka sudah agak
gelisah, sebab si jenderal berkata dengan suara yang mengandung ketakutan:
"Bedil apakah itu?"
"Bedil perak milik Winnetou dan bedil Henry serta bedil pembunuh-beruang milik
Old Shatterhand." "Astaga! Betulkah itu" Dari siapa Anda mengetahuinya?"
"Dari orang-orang yang kecurian!"
"Jadi dari Winnetou?"
"Ya!" "Dan dari Old Shatterhand?"
"Ya!" "Kalau begitu Anda sudah bertemu dan berbicara dengan kedua orang itu?"
"Kami segera meninggalkan tempat kami dan dengan beberapa langkah saja kami
sudah sampai ke depan si jenderal. Sesaat kemudian para pembantu Helmer sudah
mengelilingi kelompok jenderal itu."
"Tentu saja Mr. Helmer sudah bertemu dan berbicara dengan kami," kata saya.
"Jangan Anda bergerak! Senjata kami sudah dibidikkan kepada Anda dan pistol itu
akan meletus demi Anda bergerak."
Bukan main terkejut mereka. Mereka memandang kami seakan-akan kami hantu. Dalam
pada itu mereka tidak bergerak.
"Hercules! Anda sudah saya suruh menyiapkan tali. Sudah Anda bawa?" tanya saya
kepada seorang Negro pelayan Mr. Helmer.
"Sudah saya pegang," jawabnya.
"Ikatlah mereka."
"Apa" Ikat?" seru Douglas. "Anda menyuruh ikat seorang jenderal, yang...."
"Diam!" demikian saya menggertak. "Anda akan diikat paling pertama dan apabila
Anda melawan, maka Anda segera saya tembak!"
Ia segera diikat, demikian juga orang-orang yang lain. Kini saya berpaling
kepada Old Wabble: "Anda sudah mencari teman yang ajaib. Sesungguhnya ada
sesuatu yang hendak saya percakapkan satu pertanyaan. Anda mencampuri urusan
pencurian ini?" "Tidak," jawabnya sambil memandang saya dengan pandang yang mengandung
kebencian. "Jadi Anda tidak masuk ke kamar pada saat bedil-bedil itu dicuri?"
"Saya tidak mau menjawab!" katanya. "Siapa berani menanyai seorang jenderal?"
"Kalau begitu untuk sementara urusan kami dengan Anda sudah selesai, tetapi
hanya untuk sementara saja. Anda tidak akan saya tanyai, sebab kesalahan Anda
sudah terbukti. Kami tinggal menentukan hukuman apa yang akan kami jatuhkan
kepada Anda." "Hukuman" Cobalah kalau Anda berani! Saya akan membalas, membalas dengan hebat,
sehingga... selanjutnya tidak saya dengar, sebab saya, telah memberi isyarat
kepada Winnetou, Helmer dan Mba untuk mengikuti saya. Di belakang rumah kami
mengadakan perundingan tentang hukuman yang akan kami jatuhkan. Perundingan itu
berlangsung dengan cepat sekali. Winnetou dan saya tidak mau mencampuri
pelaksanaan keputusan itu. Itu kami serahkan kepada pemilik rumah. Mr. Helmer
menyampaikan keputusan perundingan kepada si jenderal dengan kata-kata berikut:
Anda telah tertangkap di pekarangan saya. Sebab itu saya akan mengatakan kepada
Anda apa yang telah kami putuskan. Anda tinggal di sini sampai besok pagi.
Sesudah itu Anda akan kami usir keluar batas-batas daerah saya. Barangsiapa
menampakkan dirinya lagi di tempat ini akan ditembak mati. Orang yang menyebut
dirinya jenderal itu ialah pencurinya. Menurut undang-undang prairi pencuri
serupa itu dihukum dengan hukuman mati, akan tetapi kami tak hendak bersikap
sekeras itu. Anda akan diberi hukuman lima puluh kali dera dengan tongkat,
sebab...." "Awas!" seru Douglas, "saya akan...."
"Kamu tidak akan apa-apa, bangsat! Justru karena Anda mengaku seorang opsir,
maka Anda akan kami suruh pukul. Oleh karena di sini hanya ada gentlemen saja,
yang tidak mau melaksanakan hukuman itu, maka yang akan memukul Anda ialah Old
Wabble." "Saya tidak mau!" kata bekas raja cowboy itu.
"Anda tentu mau, cowboy tua! Kalau Anda menolak, maka Anda akan kami beri
pukulan juga, sesudah itu kami beri peluru. Saya tidak berolok-olok!"
"Ia harus memukul saya?" seru Douglas. "Ia ikut bersalah juga. Saya tidak
mengetahui jalan di rumah itu. Ia yang membawa saya masuk."
"Tidak peduli!" kata Helmer. "Jikalau itu Anda katakan lebih dahulu, maka
barangkali mau kami mengubah keputusan kami, akan tetapi Anda tidak mau kami
tanyai. Sekarang sudah terlambat! Teman-teman Anda yang lain akan kami usir
besok apabila matahari sudah terbit, jadi kami dapat melihat bahwa mereka
sungguh-sungguh sudah pergi. Upah bagi orang-orang Chickasaw akan kami bayar
dengan uang yang ada pada Anda semua. Nah, ikatlah jenderal itu pada pohon.
Lepaskan ikatan Wabble sehingga ia dapat memotong tongkat serta melaksanakan
keputusan kita." Winnetou dan saya pergi supaya jangan menyaksikan pelaksanaan hukuman itu.
Ketika keesokan harinya kedua orang tawanan itu kami lepaskan, maka muka si
jenderal dan Old Wabble penuh dengan darah. Walaupun mereka terikat, masih dapat
juga mereka berkelahi. Douglas marah sekali oleh karena cowboy tua itu mau
dipaksa orang memberi dia pukulan lima puluh kali. Demi jenderal itu kami
lepaskan, maka dengan segera ia hendak menyergap Old Wabble. Ketika ia ditahan
oleh Mr. Helmer, maka ia berseru kepada Old Wabble: "Awas engkau! Kalau saya
bertemu lagi dengan engkau maka penghinaan ini harus kautebus dengan nyawamu.
Itu sumpahku!" Sumpah itu diucapkannya dengan sungguh-sungguh. Old Wabble maklum bahwa ancaman
itu bukan olok-olok. Maka ia minta kepada Helmer agar ia diperkenankan pergi
lebih dahulu daripada jenderal.
Ia tidak berani menyampaikan permintaan itu kepada Winnetou atau kepada saya.
Lagi pula kami berdua berdiri agak menyendiri. Permintaan itu dikabulkan.
Hercules, Negro pelayan Mr. Helmer, mengantarkan Old Wabble sampai luar
pekarangan Helmer's Home dan baru sejam kemudian Douglas dan ketiga temannya
dilepaskan. Jenderal itu bukan main marahnya oleh karena senjata-senjatanya kami
rampas semua serta kami berikan kepada orang-orang Chickasaw sebagai upah
mereka. Winnetou dan saya merasa puas; kami sudah memperoleh kembali bedil-bedil
kami. Ketika kami pagi-pagi makan sarapan di ruang depan, maka tiba-tiba Helmer
bangkit!. "He, saya melihat benda gemerlapan."
Ia pergi ke pohon di mana si jenderal kemarin diikat, lalu memungut barang
sesuatu dari tanah. Ketika ia kembali, ia berkata: "Benda itu ialah cincin emas,
barangkali cincin kawin. Lihatlah!"
Cincin itu beredar dari tangan ke tangan. Ya, itu cincin kawin dan di sebelah
dalamnya bertuliskan dua buah huruf dan tanggal.
"Bagaimana maka cincin itu ada di sana?" tanya ibu Barbara. "Cincin siapakah
itu?" "Milik si jenderal," jawab Helmer. "Ketika ia kemarin didera maka ia menggeliat-
geliatkan badannya sehingga cincin itu lepas dari jarinya."
Kami berpendapat bahwa Helmer harus menahan cincin itu sebagai kenang-kenangan.
Akan tetapi cincin itu diserahkannya kepada saya dan iapun berkata: "Apa guna
cincin ini bagi saya" Saya tidak pernah meninggalkan tempat ini, jadi barangkali
tidak akan bersua kembali dengan Douglas. Anda. Mr. Shatterhand, barangkali
masih akan bertemu dengan dia. Ambillah cincin ini!"
Saya tidak dapat menolak permintaannya. Cincin itu saya kenakan pada jari saya
di mana ia lebih aman daripada di dalam saku saya. Sebelumnya benda itu saya
amat-amati dengan saksama. Tulisan di sebelah dalam itu bunyinya: E.B. 5.8.
1842. Pada saat itu sedikit pun saya tidak menduga betapa penting cincin itu kelak
bagi saya dan bagi Old Surehand.
Jikalau pembaca ingin mengikuti penjelajahan dan petualangan Old Shatterhand dan
Winnetou berikutnya, maka bacalah Kisah Pengembaraan Dr. Karl May: Gunung Setan
di Rocky Mountains yang sudah diterbitkan oleh PENERBIT PRADNYA PARAMITA
Jakarta. Scan & DJVU: BBSC Konversi, Edit, Spell & Grammar Check:
clickers http://epublover.blogspot.com
http://facebook.com/epub.lover
Titah Sang Ratu 1 Wiro Sableng 072 Purnama Berdarah Singa Gurun 1
^