Sirkus Pak Galliano 1
Sirkus Pak Galliano Karya Enid Blyton Bagian 1
Sirkus Pak Galliano Karya : Enid Blyton Alih bahasa : Djokolelono
Sumber djvu : syaugy_arr Convert, Edit teks & Ebook pdf oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ http://dewi-kzanfo/
http://cerita-silat.co.cc/ http://kang-zusianfo
Sinopsis: "Alangkah senangnya kalau bisa tinggal di sebuah
karavan," kata Jimmy dengan penuh rasa ingin ketika
sebuah rombongan sirkus datang ke kotanya membawa
kuda-kuda gagah tampan, monyet-monyet lucu, dan bahkan
seekor gajah! Jimmy sangat mencintai binatang. Dan ia
tertarik untuk bisa tinggal di karavan - kereta yang
dijadikan rumah di atas roda oleh para anggota rombongan
sirkus. Segera juga Jimmy berkenalan dengan binatang-
binatang dan orang-orang sirkus yang baik-baik hati itu.
Ketika kemudian Pak Galliano yang tampak agurtg dengan
topi tingginya itu menawarkan pekerjaan pada ayah Jimmy,
pekerjaan yang mungkin akan membawa ayah Jimmy itu
jauh dari, keluarganya, Jimmy tak bisa segera memutuskan
apakah ia gembira atau tidak dengan tawaran itu ...
(Oo-dwkz-syaugy-oO) Penerbit PT Gramedia Jl Palmerah Selatan 22 Lt IV
Jakarta 10270 SIRKUS PAK GALLIANO Enid Blyton SIRKUS PAK GALLIANO Penerbit PT Gramedia Jakarta, 1985
MR. GALLIANO S CIRCUS by Enid Blyton Copyright ? Darrell Waters Limited,
1938 First published by George Newnes Limited, London,
1938 SIRKUS PAK GALLIANO Alihbahasa: Djokolelono GM 85.155 Hak cipta
terjemahan Indonesia PT Gramedia, Jakarta Hak cipta
dilindungi oleh undang-undang Sampul digambar kembali
oleh Amir Koenfayakoen Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Gramedia, anggota IKAPI Jakarta, September
1985 Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau
seluruh Isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia Jakarta
ISI 1. Sirkus! 7 2. Jimmy Berkenalan dengan Orang-orang Sirkus 15
3. Jimmy Mempelajari Kehidupan di Sirkus 23
4. Jimmy Menonton Sirkus 32
5. Berita Buruk 41 6. Malam yang Menggemparkan 51
7. Jimmy Mencari Jumbo 61
8. Jimmy Ikut Rombongan Sirkus 70
9. Dalam Perjalanan 78 10. Malam Pertama di Karavan 88
11. Lotta Mengajari Jimmy Naik Kuda 97
12. Sirkus Sukses Besar 107 13 Punch Sakit Keras 117
14. Obat Aneh 127 15. Pak Wally dan Simpansenya 137
16. Jimmy Kini Punya Anjing 147
17. Lucky Mulai Belajar 157
18. Pak Wally Mendapat Kecelakaan 167
19. Apa yang Terjadi pada Sammy" 177
20. Jimmy Main di Ring 187
21. Lucky yang Hebat 197 22. Lucky Memperoleh Kesempatan . 207
23. Karavan yang Indah - dan Kejutan dari Jumbo
24. Dua Bersaudara Ajaib 25. Lotta Bersedih Hati 26. Jimmy dan Lotta Akhirnya Berbahagia
(Oo-dwkz-syaugy-oO) 1. Sirkus! Suatu hari, saat Jimmy Brown sedang membereskan
buku-bukunya di akhir pelajaran, ia mendengar seseorang
berseru di luar sekolah, "Sirkus datang! Sirkus datang!"
Semua anak mengangkat kepala dengan riang. Mereka
tahu bahwa sebuah sirkus akan datang ke kota mereka. Dan
mereka berharap iring-iringan karavan*), kurungan hewan-
hewan, dan kuda-kuda akan melewati jalan di dekat
sekolah. "Ayo!" teriak Jimmy. "Kudengar suara kaki kuda!
Selamat siang, Nona White!"
Anak-anak memberi salam pada guru mereka dan
berebutan ke luar. Mereka sampai dijalan tepat saat iring-
iringan sirkus itu muncul. Mula-mula beberapa ekor kuda
hitam, gagah dan tampan, berjalan rapi berdampingan. Dan
di kuda terdepan tampak seorang pria berpakaian serba
merah, meniup terompet. Ia kelihatan gagah sekali.
Kemudian tampak sebuah kereta yang seolah-olah
terbuat dari emas. Di bagian depannya duduk seseorang
yang tampan, agak gendut, dan seorang wanita gemuk yang
pakaiannya dari satin, serba merah.
"Itulah pemilik sirkus," seseorang berkata. "Itulah Pak
Galliano ... dan itu istrinya! Wah, sungguh tampan mereka,
ya!" ---- *)karavan = semacam kereta yang ditata sebagai rumah
dan dipakai sebagai tempat tinggal dalam perjalanan.
Pak Galliano tak henti-hentinya membuka topi dan
membungkuk pada orang-orang dan anak-anak yang
menonton iring-iringan itu. Ia betul-betul bersikap bagaikan
seorang raja. Kumisnya tipis, melengkung ke atas pada
ujungnya. Topi tingginya hitam berkilau. Sungguh agung di
mata Jimmy. Kemudian muncul beberapa ekor kuda putih. Dan pada
kuda pertama, yang memimpin kuda-kuda lainnya, tampak
seorang anak perempuan kecil memakai gaun putih
cemerlang. Rambutnya coklat gelap, keriting, matanya biru
bagaikan bunga biru di taman rumah-rumah di pinggir
jalan. Tiba-tiba anak perempuan itu mencibir pada Jimmy
serta mencoba melecutnya dengan cambuk. Ujung cambuk
tepat mengenai pergelangan Jimmy, membuatnya terkejut
dan melompat mundur. "Nakal sekali, kau!" seru Jimmy. Tetapi anak perempuan
itu hanya tertawa dan mencibir lagi. Jimmy melupakannya
ketika dilihatnya apa yang muncul kemudian. Seorang
badut, berpakaian merah dan hitam, dengan topi lancip
tinggi... dan ia tidak berjalan kaki! Badut itu berloncatan,
berputar bagaikan menggelindingnya roda, sekali tangannya
terkena tanah, sekali kakinya, bergantian terus, berputar-
putar. "Itu namanya menggelinding roda," kata Tommy, yang
berdiri di samping Jimmy. "Pintar sekali dia, ya" Lihat.
Terus saja ia menggelinding bagaikan roda. Tak henti-
hentinya!" Namun tiba-tiba si Badut berhenti, meloncat tegak
berdiri, membuka topinya. Dan ia beriungkir balik lagi,
tangannya di tanah, kakinya di atas. Ditaruhnya topinya di
kakinya, dan ia berjalan cepat dengan tangannya sementara
kakinya kini mirip kepala karena bertopi. Anak-anak
tertawa tergelak-gelak. Setelah itu muncul rangkaian kereta-kereta dengan
warna-warna cemerlang. Betapa senangnya hati Jimmy.
Ada yang merah, dengan jendela-jendela kecil bertirai
melambai-lambai tertiup angin. Ada yang biru. Ada yang
hijau. Semua karavan punya cerobong asap sendiri-sendiri.
Dan dari cerobong-cerobong asap itu mengalun keluar asap,
memanjang ke. arah belakang iring-iringan.
"Oh, betapa senangnya tinggal di karavan," kata Jimmy.
"Betapa senangnya tinggal di rumah yang beroda, dan dapat
bepergian sepanjang jalan, dari kota ke kota serta berhenti
di padang rumput di tengah malam."
Kuda-kuda penarik karavan tidaklah seindah kuda-kuda
hitam dan putih yang terdahulu. Jimmy hampir tak sempat
melihat mereka karena para penonton ribut berteriak-teriak,
"Gajah! Gajah!"
Dan, wah, memang betul! Muncul seekor gajah. Besar
sekali. Dengan langkah agung menarik tiga buah kereta
kurungan di belakangnya, la sama sekali tak merasakan
beratnya kereta-kereta itu sebab ia sama kuatnya dengan
dua puluh ekor kuda. Besar sekali, dengan belalai terayun
ke kiri kanan. Ketika berada di depan Jimmy gajah itu
mengulurkan tangan padanya, seolah-olah ingin minta
berjabat tangan. Jimmy begitu gembira. Sayang ia tak
membawa biskuit yang bisa diberikannya pada gajah tadi.
Binatang besar itu jalan terus, menyeret kereta-kereta
kuningannya. Dua di antara kereta kurungan itu tertutup.
Entah apa yang ada di dalamnya. Tetapi yang terakhir
terbuka pada satu sisinya. Jimmy melihat di dalam
kurungan tersebut tiga ekor monyet Mereka duduk berjajar
di sebatang kayu melintang. Semuanya memakai pakaian
hangat berwarna merah, dan mereka memperhatikan para
penonton dengan mata yang cemerlang penuh rasa ingin
tahu. "Lihat, itu ada monyet lagi... di bahu orang itu!" seru
Tommy. Jimmy berpaling ke arah yang ditunjukkan
Tommy. Benar juga. Di belakang kereta kurungan yang
berisi monyet tadi terdapat telundakan. Dan di tempat itu
duduk seorang bertubuh kecil, keriput, wajahnya lucu
sangat mirip dengan monyet yang ada di bahunya. Monyet
itu memeluk erat-erat orang tadi, dan ketika melewati
gerombolan anak-anak yang menonton si monyet mengangkat topi orang tersebut dan melambai- lambaikannya. "Kau lihat itu?" teriak Jimmy gembira. "Si monyet
mengambil topi orang itu dan melambai-kannya pada kita!
Lihat! Monyet itu mengembalikan topi tersebut ke
kepalanya! Pandai sekali, ya!"
Akhirnya iring-iringan berakhir. Semua kuda, kereta, dan
karavan memasuki padang rumput luas dekat Pertanian
Giles. Di sanalah sirkus akan bermain. Anak-anak berlarian
pulang, masing-masing penuh keinginan untuk melihat
sirkus yang akan dimulai di hari Rabu.
Jimmy bercerita pada ibunya tentang sirkus itu. Ayahnya
pun mendengarkannya. Ayah Jimmy seorang tukang kayu.
Tetapi ia sudah menganggur hampir setahun ini. Ini
membuatnya sangat sedih, sebab sebetulnya ia seorang
tukang yang ahli dan ia iba melihat ibunya harus bekerja
keras mencuci dan membersihkan lantai orang-orang lain
untuk sekadar memperoleh sedikit upah.
"Wah, hebat sekali!" kata Jimmy selesai makan. Ia
sesungguhnya masih lapar, tetapi makanan sudah habis.
"Alangkah senangnya kalau aku bisa menonton sirkus itu."
"Tetapi kau tahu hal itu mustahil Jimmy," kata ibunya.
"Jadi tak usah kau pikirkan lagi"
"Oh, aku tahu itu, Bu," kata Jimmy dengan riang.
"Jangan kuatir. Aku hanya ingin melihat-lihat semua
binatang, badut, dan apa saja yang ada di tanah lapang itu.
Itu cukup bagiku walaupun aku tak bisa menonton mereka
bermain." Begitulah. Tiap hari sehabis sekolah Jimmy menyelinap
di bawah pagar tali yang mengelilingi tempat perhentian
sirkus. Dan ia pun meninjau ke sana kemari. Mula-mula ia
selalu ditegur. Dan sekali bahkan Pak Galliano sendiri,
dengan kumis kaku karena marah, menghardik Jimmy dan
menyuruhnya pergi. Saat itu Jimmy sungguh ketakutan dan sudah siap untuk
berlari pergi. Namun seseorang memanggilnya dari karavan
di dekatnya. Ia berpaling. Ternyata anak perempuan
berambut keriting yang mencambuknya itu.
"Halo, kawan!" anak itu berseru. "Kulihat kau menonton
iring-iringan kami kemarin. Apakah kau akan menonton
sirkus kami besok malam?"
"Tidak," jawab Jimmy. "Aku tak punya uang. Hei...
bolehkah aku mengintip ke dalam karavan itu" Dari luar
tampak begitu menyenangkan."
"Naiklah tangga itu, dan mengintiplah kalau kau suka,"
kata anak itu. Jimmy memanjat tangga kecil di belakang karavan dan
mengintip ke dalam. Dilihatnya sebuah tempat tidur di
belakang, merapat ke dinding kayu karavan. Ada pula
sebuah tungku hitam di mana sebuah periuk sedang
menggelegak berisi air mendidih. Kemudian tampak juga
sebuah meja kecil, sebuah kursi, dan sebuah bangku. Di
dinding terdapat rak-rak untuk menaruh berbagai macam
benda. Dan lantainya ditutup karpet berwarna ceria.
"Indah sekali," kata Jimmy. "Aku tak mengerti mengapa
orang-orang memilih tinggal di rumah-rumah. Padahal
karavan lebih murah."
"Aku juga heran," kata anak perempuan kecil itu. Jimmy
berpaling padanya dan tiba-tiba anak tersebut mencibir
buruk sekali. "Kau nakal," kata Jimmy. "Suatu hari saat kau berbuat
begitu angin pasti membuat wajahmu tak bisa kembali lagi."
"Oh, mungkin begitulah maka wajahmu begitu buruk,"
anak perempuan itu tertawa "Dari tadi aku juga heran
bagaimana wajahmu begituaneh."
"Siapa bilang wajahku aneh?" tanya Jimmy. "Dan dengar
... mengapa kemarin aku kaulecut dengan cambukmu" Kau
membuatku kesakitan "
"Maaf, tak sengaja," jawab anak itu "Siapa namamu?"
Sirkus Pak Galliano Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jimmy," kata Jimmy.
"Namaku Lotta," kata anak itu. "Ayahku bernama
Laddo, ibuku Lal. Mereka penunggang kuda, ahli
berlompatan dari satu kuda ke kuda lain. Aku juga bisa
menunggang kuda." "Oh," kata Jimmy kagum. "Alangkah senangnya kalau
aku bisa melihatmu bermain di sirkus ini."
"Datanglah besok, sekitar waktu seperti sekarang ini,"
kata Lotta. "Akan kubawa kau berkeliling melihat-lihat
semuanya. Sekarang aku harus pergi. Aku harus
menggoreng sosis untuk makan malam nanti. Lal pasti
marah kalau aku belum selesai memasak nanti."
"Apakah kau memanggil ibumu 'Lal' begitu saja?" tanya
Jimmy heran. "Tentu saja," jawab Lotta. "Dan aku memanggil ayahku
'Laddo'. Semua orang memanggilnya begitu. Nah. Sampai
jumpa besok." Jimmy berlari pulang. Ia begitu gembira. Besok ia akan
dibawa berkeliling melihat-lihat! Itu rasanya lebih menyenangkan daripada sekadar menonton sirkus tadi!
(Oo-dwkz-syaugy-oO) 2. Jimmy Berkenalan dengan Orang-orang Sirkus
Keesokan harinya, segera setelah sekolah sore selesai,
Jimmy berlari ke tanah lapang tempat sirkus berada. Sebuah
tenda raksasa telah didirikan. Di dalam tenda itulah sirkus
akan bermain. Orang-orang sirkus itu telah sibuk sepanjang
hari untuk mempersiapkan semuanya.
Jimmy mencari-cari Lotta. Muncul si orang kecil pemilik
monyet. Ia melotot gusar pada Jimmy.
"Cepat pulang kau!" katanya. "Tak seorang anak pun
boleh mendekat kemari!"
"Tapi ..." "Apa" Kau berani membantahku, Lilliput A-gung?"
orang kecil itu tampak sangat gusar dan berlari mendekati
Jimmy. Jimmy kebingungan, tak tahu apa yang akan
terjadi. Tetapi sebuah suara memanggilnya dari karavan di
dekat situ. "Lilliput! Lilliput! Itu sahabatku! Jangan diganggu!"
Si orang kecil berpaling dan membungkukkan badan.
"Maafkan aku," katanya. "Semua sahabatmu tentu saja
akan disambut sebaik-baiknya di sini, Lotta sayang!"
"Jangan bercanda, Lilliput!" kata Lotta. Gadis cilik itu
melompat turun dari karavannya dan berlari mendekati
Jimmy. "Ini Jimmy. Dan ini Lilliput, Jimmy. Ia pemilik
monyet-monyet. Di mana Jemima, Lilliput?"
"Entah di mana," kata Lilliput. "Jemima sayang, Jemima
sayang, kemarilah!" Seekor monyet bermata ceria muncul berlari dari bawah
sebuah kereta. Ia langsung melompat ke bahu Lilliput,
merangkul lehernya. "Ini Jemima, monyet paling pandai di seluruh dunia,"
kata Lotta. "Bukankah begitu, Lilliput?"
"Tepat," kata Lilliput. "Aku membelinya dari seorang
berkulit hitam sewaktu aku berada di negeri seberang.
Sangat pandai sekali dia ini. Hei, Jemima ... lihat, itu
Nobby. Naik di punggungnya! Naik di punggungnya!"
Si monyet bercereceh, meluncur ke tanah, dan diam-
diam berlari ke seekor anjing berbulu coklat yang sedang
mengendus-endus di dekat situ. Secepat kilat ia melompat
ke punggung anjing tadi, berpegangan pada tali lehernya.
Tak peduli betapa si anjing melompat-lompat, monyet tadi
masih lekat di punggungnya. Jimmy tertawa terpingkal-
pingkal melihat ulah kedua binatang itu.
"Ayo," ajak Lotta, menggandeng tangan Jimmy dengan
tangannya yang kecoklatan. "Ayo kita temui si Badut."
Si Badut tinggal di sebuah karavan kecil yang tampak
agak kotor. Ia tinggal sendirian di situ, dan kini sedang
duduk di depan pintunya, menyemir sepatu yang akan
dipakainya dalam pertunjukan nanti malam. Mukanya tak
dicat, dan ia memakai sebuah topi kotor dan usang. Tetapi
ia masih juga lucu. "Halo, halo, halo!" katanya saat Jimmy mendekat.
"Kalau saja aku sedang sarapan, pastilah kau ini Pangeran
dari Antah Berantah!" Ia bangkit dan membungkuk
memberi hormat Jimmy tertawa. "Tetapi Anda sedang tidak sarapan,"
katanya. "Memang! Dan itu berarti kau bukan pangeran," Si
Badut berkata. "Hal itu jelas terbukti, bukan" Kau bukan
pangeran." "Pasti," kata Jimmy. "Namaku Jimmy Brown. Anda
siapa?" "Namaku si Lekat Stanley, Badut paling termasyhur di
dunia," kata si Badut dengan bangga dan makin giat
menyikat sepatunya. "Lucu sekali nama itu," kata Jimmy. "Mengapa Anda
memilih nama itu?" "Karena aku lekat pada pekerjaanku, dan kawan-
kawanku lekat padaku," kata Stanley. Ia melompat turun
dari karavannya, bernyanyi keras dan melempar-lemparkan
sepatu, sikat, serta kaleng semir ke udara. Satu per satu
benda-benda itu dilemparkannya ke atas, ditangkapnya
bergantian, dan dilemparkannya lagi makin lama makin
tinggi. Jimmy memperhatikannya dengan mata terbelalak.
Bagaimana seseorang bisa sepandai itu" Si Badut akhirnya
menangkap semua benda tadi dengan sebelah tangan dan
membungkuk pada Jimmy kemudian berjungkir balik tiga kali, berakhir
dengan berdiri tepat di karavannya.
"Lucu sekali, bukan?" kata Lotta. "Ia selalu begitu. Ayo
melihat gajah. Ia manis sekali."
Gajah itu ditambatkan di dalam sebuah tenda . besar,
sendirian, dengan tenang memakan jerami sementara salah
satu kakinya ditambatkan pada sebuah tonggak besar.
"Sesungguhnya ia tak perlu diikat," kata Lptta. "Ia tak
akan pernah melarikan diri. Bukankah begitu, Jumbo?"
"Hrrrumph!" kata Jumbo. Diangkatnya belalai-nya, dan
ditariknya beberapa lembar rambut Lotta.
"Kau nakal sekali, Jumbo!" Lotta berseru, menepis
belalai tadi. "Kenalkan, ini Jimmy. Coba katakan, Jimmy,
Jumbo!" "Hrrrumph!" kata Jumbo, mengambil jerami lagi untuk
dimakannya. "Ia sangat pandai," kata Lotta. "Ia bisa bermain cricket
seperti manusia. Ia memegang alat pemukul dengan
belalainya dan bisa memukul bola yang dilemparkan oleh.
pelatihnya, Pak Tonks. Ayo sekarang kita melihat anjing-
anjing Dari jauh Jimmy sudah bisa mendengar suara anjing-
anjing itu. Ternyata jumlahnya sepuluh, semuanya dari
jenis terrier. Mereka berada di kandang yang sangat besar,
berlari-larian dan menyalak-nyalak. Mereka tampak bersih,
bulu-bulunya kemilau, dan agaknya senang. Mereka
mengerumuni Jimmy saat ia mengulurkan tangannya ke
dalam kandang. "Itu Darky, itu Nigger, itu Boy, itu Judy, itu Punch, dan
itu ..." Lotta mulai memperkenalkan anjing-anjing tadi.
Tetapi Jimmy tak bisa membedakan anjing-anjing mana
yang disebutkannya. Ia diam saja sementara anjing-anjing
tersebut menjilati tangannya.
"Sehari sekali kubawa anjing-anjing ini berjalan-jalan,"
kata Lotta. "Sekali lima ekor. Aku mempunyai seutas tali
pengikat yang panjang dan bercabang-cabang lima buah.
Dengan demikian semua bisa kubawa dengan seutas tali itu.
Hanya tentu saja kekuatan menarik mereka sangat kuat."
"Apa yang mereka lakukan di sirkus?" tanya Jimmy.
"Banyak sekali," kata Lotta. "Berjalan dengan kaki
belakang, menari diiringi musik... dan Judy ini, misalnya,
sanggup meloncati bulatan yang dipegang setinggi
kepalaku." "Aku senang pada Judy," kata Jimmy, membiarkan
tangannya dijilat! anjing kecil berbulu kecoklat-an di
kepalanya itu. "Bagaimana mereka belajar semua itu, Lotta"
Apakah mereka dihukum jika tidak bisa melakukan
sesuatu?" Lotta melihat Jimmy dengan heran. "Dihukum?"
tanyanya. "Ternyata kau tak mengerti apa pun tentang
sirkus yang baik, Jimmy. Semua tahu bahwa tak seekor
hewan pun mau bekerja dengan baik kalau kita tidak
memperlakukan mereka dengan baik. Jika Pak Galliano
melihat seseorang di sini memukul anjing atau kera, ia pasti
marah besar dan mengusir orang itu saat itu juga! Kami
semua mencintai hewan-hewan kami, memelihara mereka
sebaik-baiknya. Karenanya hewan-hewan itu pun sayang
pada kami sehingga merasa senang bekerja untuk kami."
"Aku juga senang pada binatang," kata Jimmy. "Aku tak
akan pernah berpikir untuk menyakiti binatang apa pun,
Lotta. Jadi jangan kau memandangku seperti itu. Yang
paling kuingini adalah memiliki seekor anjing - tetapi
ayahku tak mampu untuk membayar izin pemilikan anjing.
Rasanya aku takkan pernah punya anjing. Alangkah
senangnya jika aku bisa menjadi anggota sirkus."
"Ya, kupikir pasti menyenangkan kalau kau bisa menjadi
anggota kami," kata Lotta. "Biasanya di dalam rombongan
sirkus banyak sekali anak. Tetapi di sini hanya aku sendiri.
Sering kali aku jadi kesepian karenanya."
"Hei, lihat itu. Apa yang dilakukan orang itu?" Jimmy
tiba-tiba berseru, menunjuk pada seseorang yang sedang
bertingkah sangat luar biasa di alas lantai yang terhampar di
tanah di depan sebuah karavan.
"Oh, itu Oona, pemain akrobat," kata Lotta. "Agaknya ia
sedang berlatih untuk nanti malam. Oona! Ini sahabatku..
Di mana tanggamu" Coba kau naik dengan kepala di
bawah, kemudian berdirilah di atas kepalamu di ujung
tangga itu. Ayolah, tunjukkan pada Jimmy!"
Oona saat itu sedang memperhatikan kedua anak
tersebut dari balik kedua kakinya dengan cara yang sangat
aneh. Ia menyeringai kemudian berdiri seperti biasa. "Halo,
anak-anak!" sapanya. "Jadi kau ingin melihat pertunjukanku sebelum kau nanti nonton, ya?"
"Nanti malam ia tidak nonton," kata Lotta. "Jadi tolong
mainkan kepandaianmu yang paling hebat, Oona!"
Oona seorang pemuda tampan, berbadan kuat, dan
berambut kuning emas keriting. Diambilnya sebuah tangga
dari karavannya. Tangga itu bercat emas dan tampaknya
sangat indah. Didirikannya tangga tersebut di tanah.
Kemudian ia berlompatan jungkir balik di atas lantai
sebelum memanjat tangga dengan mempergunakan tangannya, dengan kaki di sebelah atas. Di puncak tangga
ia berdiri pada kepalanya. Hampir Jimmy tak percaya pada
matanya. Oona dengan ringan memutar tubuhnya dan
turun ke dekat Jimmy. "Nah. Mudah sekali, bukan!" katanya. "Cobalah, Anak
Muda!" "Tak mungkin aku bisa," kata Jimmy. "Berjalan dengan
tangan saja aku tak bisa!"
"Oh, kalau cuma itu sih mudah," kata Lotta. Dan betapa
heran Jimmy saat dengan ringan Lotta melompat ke depan,
berjumpalitan dan berjalan dengan tangannya beberapa
langkah! "Wah, ingin sekali aku bisa melakukannya," kata Jimmy.
"Teman-temanku di sekolah pasti terpesona semua!"
"Coba saja," kata Lotta. "Ayolah. Biar kupe-gangkan
kakimu sampai kau bisa menjaga keseimbanganmu.''
Entah bagaimana, Jimmy sudah terjungkir. Lotta
memegang kedua kakinya. "Ayo jalan ... jalan dengan
tanganmu," teriak Lotta. "Ayolah ... kupegang kakimu!"
"Aku tak bisa," kata Jimmy terengah-engah. "Aku tak
bisa menggerakkan tanganku. Badanku terasa begitu berat!"
Lotta mulai tertawa. Dan ia tertawa begitu " terpingkal-
pingkal sehingga kaki Jimmy dilepaskannya. Jimmy roboh
ke rumput dan ikut tertawa terpingkal-pingkal.
"Kau cocok untuk jadi badut, tetapi untuk jadi ahli
akrobat... masih jauh!" kata Oona, tersenyum. "Nah,
pergilah kalian. Aku akan berlatih."
"Aku juga harus membantu Lal untuk pakaian-. nya
nanti malam," kata Lotta, sementara ia dan Jimmy
meninggalkan Oona. "Kita terpaksa berpisah, Jimmy.
Datanglah besok pagi."
Jimmy berlari pulang, pikirannya penuh dengan gajah,
monyet, anjing, dan orang-orang yang berjalan terbalik.
Kalau saja ia bisa menjadi anggota sirkus!
(Oo-dwkz-syaugy-oO) 3. Jimmy Mempelajari Kehidupan di Sirkus
Setiap hari Jimmy pergi ke tanah lapang sirkus untuk
menemui Lotta dan mendengarkan apa saja yang
diceritakannya. Lotta memang lincah, baik hati walaupun
sering juga nakal Kalau ia mencibir mengejek Jimmy, maka
mukanya bisa jadi sangat jelek penuh kerut-kerut. Ia juga
suka mencubit, dan ini paling tidak disukai Jimmy sebab ia
tahu ia tak boleh membalas.
Agaknya sirkus memperoleh cukup banyak keuntungan
bermain di sini. Setiap malam tenda besar tempat
pertunjukan berlangsung selalu penuh dengan orang-orang
dari kota. Dan karena pertunjukannya memang bagus,
maka tak jarang orang menonton sampai tiga empat kali.
Sirkus Pak Galliano Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pak Galliano memakai topinya begitu miring hingga Jimmy
takut kalau-kalau topi itu jatuh.
"Jika topi Galliano miring, itu berarti sirkus kami
memperoleh banyak uang," kata Lotta. "Tetapi jika topi itu
tegak lurus dikepalanya, itu berarti ada yang tidak beres.
Dan itu berarti ia akan jadi orang yang sangat pemarah.
Dalam keadaan begitu aku biasa bersembunyi jika kulihat ia
mendekat. Kali ini topinya begitu miring! Belum pernah
kulihat seperti ini."
Aneh sekali kehidupan di sirkus, pikir Jimmy. Bahkan
topi juga bisa punya perasaan. Ia merasa takut pada Pak
Galliano, tetapi ia juga menyukainya. Pak Galliano dengan
tubuhnya yang tinggi besar dan tampan, kumisnya sering
tampak menakutkan. Wajahnya pun sering tampak merah
padam. Ke mana pun ia pergi ia membawa sepucuk
cambuk yang sering dilecutkannya untuk menimbulkan
suara bagaikan letusan sepucuk pistol. Jimmy selalu
terloncat terkejut jika mendengar lecutan cambuk tadi.
Jimmy membuat sendiri seutas cambuk dengan tali dipilin
seperti milik Pak Galliano, tetapi tak pernah ia berhasil
membuatnya berbunyi sekeras milik pemilik sirkus itu.
Dalam waktu singkat Jimmy sudah mengenal semua
anggota sirkus. Ia bahkan kenal satu per satu i anjing-anjing
yang ada. Suatu pagi di hari Sabtu, saat sekolahnya libur,
Lotta mengajaknya membawa anjing-anjing itu berjalan-
jalan. Lotta membawa lima ekor, Jimmy lima ekor. Sulit
sekali menyuruh anjing-anjing itu berjalan dengan teratur.
Anjing yang dibawa Jimmy selalu berbelit-belit tak keruan
talinya, sementara anjing yang dibawa Lotta selalu rapi.
Tapi jelas anjing-anjing itu menyukai Jimmy. Mereka selalu
menyalak gembira setiap kali ia muncul.
Ia memberi mereka air segar setiap hari. Ia bahkan
membersihkan kandang mereka yang luas dan lega itu,
menaburkan serbuk gergaji baru di lantai kandang. Ia suka
sekali jika anjing-anjing tadi berlarian di sekitar kakinya,
menyalak-nyalak kegirangan.
Jumbo, gajah besar itu, dua kali sehari dibawa ke anak
sungai di dekat tempat itu untuk minum. Pak Tonks
membuka tambatan Jumbo dan menuntunnya ke anak
sungai. Jimmy bertanya pada Pak Tonks apakah ia boleh
mencoba menuntun Jumbo dalam perjalanan kembali ke
kemah. Pak Tonks memperhatikan anak kecil itu.
"Apa yang kaulakukan kalau dia melarikan diri darimu?"
ia bertanya. "Dapatkah kau memegang ekornya dan
menariknya mundur" Atau mungkin ia akan kauambil
begitu saja, kauangkat, dan kaubawa pulang?"
Jimmy tertawa. "Aku yakin jika ia melarikan diri, Anda
pun tak akan bisa menyeretnya kembali, Pak Tonks,"
katanya. "Ia tak akan melarikan diri, bukan" Ia makhluk
paling lembut yang pernah kutemui, walaupun ia begitu
besar. Lihat bagaimana ia menaruh belalainya di tanganku.
Seolah-olah ia ingin kutuntun!"
"Jumbo tak akan melakukan hal itu jika ia tidak
menyukaimu," kata Pak Tonks. "Ayolah ... mari kubantu
kau naik ke punggungnya. Duduklah di bagian lehernya."
Wuah! Ini sungguh suatu yang luar biasa bagi Jimmy!
Secepat kilat anak itu sudah berada di punggung gajah. Ia
duduk bersila di bagian lehernya, seperti yang disunahkan
Pak Tonks. Bagian itu begitu lebar sehingga mudah saja ia
duduk. Begitulah Jimmy dan Jumbo pulang ke pemukiman
sirkus. Sesampainya di tendanya, Jumbo menjulurkan
belalainya, melingkarkannya ke pinggang Jimmy dan
perlahan mengangkatnya, menaruhnya ke tanah.
"Oooh!" Jimmy terkejut. "Terima kasih, Jumbo!"
"Lihat itu!" Pak Tonks juga heran. "Jumbo tak pernah
melakukan seperti itu pada siapa pun jika ia tidak betul-
betul menyukainya. Dari saat ini ia jadi sahabat karibmu,
Jimmy. Kau sungguh beruntung."
Mulai hari itu tiap hari Jimmy selalu mengantarkan
Jumbo ke sungai, dengan Jimmy duduk di punggung si
gajah. Jimmy menyisakan sebagian dari roti dan kejunya
untuk Jumbo, dan Jumbo selalu mencari makanan itu setiap
kali Jimmy datang. Kadang-kadang Jumbo melingkarkan
belalainya di leher Jimmy, dan ini terasa menggelikan,
bagaikan dilingkari seekor ular, pikir Jimmy.
Hanya satu orang yang tidak disukai Jimmy. Orang itu
adalah seorang bertubuh kecil, bermata sedikit juling,
bernama Harry. Harry tak pernah tersenyum pada siapa
pun. Ia sering menghardik Lotta, dan menarik rambutnya
setiap kali anak perempuan itu kebetulan mendekatinya.
Sekali Jimmy bahkan melihatnya mencoba memukul
Jemima, si monyet. "Aku tak suka pada Harry," kata Jimmy kepada Lotta.
"Wajahnya begitu keji. Apa sih yang dilakukannya di sirkus
ini?" "Sesungguhnya ia bukan anggota sirkus," kata Lotta. "Ia
yang kami sebut sebagai Seksi Sibuk. Apa saja bisa
dikerjakannya ... membetulkan bangku atau apa saja yang
rusak, membuat barang-barang yang kita perlukan. Selalu
ada saja yang harus dikerjakannya. Dan ia memang ahli
dalam pertukangan. Itulah sebabnya mengapa Pak Galliano
terpaksa terus memakainya, walaupun sesungguhnya ia tak
menyukai orang itu."
"Kulihat ia tadi mencoba memukul Jemima," kata
Jimmy. "Ya, sering itu kulihat," kata Lotta. "Tetapi Jemima
terlalu gesit. Dan tampaknya ia juga membenci Harry.
Pernah ia menyembunyikan sekitar lima puluh paku Harry
di dalam mulutnya. Harry kalang kabut mencari paku,
sementara Jemima berlarian di sekelilingnya. Aku melihat
monyet itu mengambil paku-paku tadi, dan aku harus
bersembunyi di karavanku karena tak bisa menahan tawa."
Jimmy tertawa. "Hebat sekali Jemima," katanya.
"Sayang sekali orang seperti itu harus ada di sini, Lotta.
Kalau aku Pak Galliano, pasti sudah kuusir dia. Dia selalu
menghardik dan menggerutu bagaikan anjing pemarah.
Kemarin ia bahkan melemparku dengan palunya."
"Oa, ia tak akan bisa mengenaimu," kata Lotta. "Ia tak
bisa melempar dengan tepat. Tapi yah, jangan terlalu dekat
dengannya, Jimmy. Walaupun kami tak menyukainya,
tetapi tanpa dia banyak pekerjaan yang tak akan selesai Ia
sangat ahli mendirikan tenda, membuat tangga, dan
membetulkan karavan."
Saat itu muncul Pak Galliano, topinya begitu miring
lebih dari biasanya. Berseri-seri ia memandang Jimmy. Ia
sudah mendengar bahwa anak kecil itu begitu bersahabat
dengan hewan-hewannya. Pak Galliano mencintai semua
hewan sampai ke tikus putih sekali pun. Lotta pernah
bercerita pada Jimmy bagaimana suatu saat seekor kuda
sakit keras dan Pak Galliano empat hari empat malam tidak
tidur menunggui kuda itu.
"Halo, Nak," Pak Galliano menyapa Jimmy. #"Kau di
sini lagi, ya" Kau pasti akan sedih jika kami melanjutkan
perjalanan, ya?" "Sangat sedih," kata Jimmy. "Aku merasa kehidupan di
sirkus sungguh menyenangkan."
"Kau kan tidak suka hidup di rumah" Ya, atau tidak?"
tanya Pak Galliano. Bicaranya memang aneh, hampir selalu
menambahkan 'ya' atau 'tidak' pada setiap kalimatnya.
"Rasanya lebih senang tinggal di karavan," jawab Jimmy.
"Dan kau menyukai sirkusku" Ya?" tanya Pak Galliano,
memelintir kumisnya membentuk ujung yang lebih runcing.
"Aku belum menonton sirkus Anda bermain," kata
Jimmy. "Aku tak punya uang untuk bisa menonton sirkus
Anda, Pak Galliano. Tetapi aku telah berkenalan dengan
semua binatang dan orang-orang di sini."
"Apa" Anak ini belum pemah menonton sirkusku" Yang
terbaik di seluruh dunia?" berseru Pak Galliano seolah tak
percaya, matanya membelalak, alis matanya yang hitam
seakan-, lenyap di balik rambut di dahinya. "Ia harus
menonton, Lotta, ia harus menonton malam ini. Ya?"
"Tentu saja, terima kasih banyak!" Jimmy begitu
gembira, mukanya merah berseri-seri.
"Berikan ini pada penjaga di pintu masuk," kata Pak
Galliano, memberi Jimmy sepucuk kartu dengan namanya
tercetak padanya. "Aku akan melihatmu di tenda besar
malam ini. Ya?" "Terima kasih, Pak," kata Jimmy. Hati-hati ia
menyelipkan kartu itu kedalam sakunya. Lotta juga
gembira. Dijabatnya tangan Jimmy erat-erat. "Kini kau bisa
melihat kami bermain!" katanya. "Kebetulan malam nanti
aku akan ikut menunggang kuda, sebab hari ini hari Sabtu.
Aku tak selalu ikut main, tetapi sabtu selalu ada acara
khusus untukku. Datanglah sedini mungkin!"
Jimmy berlari pulang. Dadanya bagaikan meledak oleh
kegembiraannya. Semua teman sekolahnya telah menonton
sirkus itu. Tapi ia, Jimmy, telah memperoleh undangan
khusus dari Pak Galliano sendiri! Ia telah kenal semua
anjing yang akan bermain. Ia bahkan telah menaiki Jumbo.
Ia pernah memeluk Jemima. Dan kini ia akan menyaksikan
semua sahabatnya itu mempertontonkan kepandaian
mereka! Sirkus mulai jam delapan malam dan akan berlangsung
sekitar dua jam. Jam tujuh lebih seperempat Jimmy sudah
ada di pintu masuk. Diberikannya kartu Pak Galliano pada
penjaga. Penjaga pintu adalah salah seorang yang mengurus
kuda-kuda Pak Galliano. Ia menyeringai lebar melihat
Jimmy. "Dengan kartu ini kau bebas memilih tempat
duduk," katanya. "Hebat juga. Pak Galliano agaknya begitu
murah hati hari ini. Teri seperti kau saja diberi undangan
khusus!" "Aku bukan teri," kata Jimmy, sebab ia merasa badannya
lebih besar dari anak-anak lain seumurnya.
"Kalau begitu kau bandeng, deh," kata si penjaga.
Begitulah orang-orang sirkus. Selalu ada saja jawabnya
untuk apa saja. Mungkin suatu hari ia bisa belajar untuk
memberi jawaban cepat dan lucu seperti mereka ... tapi, itu
pasti sesudah sirkus ini lama berlalu!
Jimmy memasuki tenda besar. Lampu-lampu khusus
membuat tempat itu terang benderang. Belum banyak orang
yang datang. Banyak sekali bangku yang melingkari
lingkaran permainan berwarna merah di tengah itu. Pak
Tonks sedang menyebarkan serbuk gergajian di tengah
lingkaran, bersiul keras-keras.
Jimmy memilih tempat terbaik dan terdepan. Ia bersuit
pada Pak Tonks. Pak Tonks mengangkat muka, pura-pura
heran melihat Jimmy ada di situ.
"Halo, halo!" serunya. "Kau baru terima warisan atau
bagaimana" Heran juga melihat kau di sini... di kursi yang
termahal lagi. Wah, kau jangan menghambur-hamburkan
uang!" "Tidak kok," kata Jimmy. "Aku diberi undangan khusus
oleh Pak Galliano." Makin banyak penonton berdatangan. Pada jam delapan,
tempat itu telah penuh sesak, tak ada tempat kosong sama
sekali. Jimmy yakin pastilah malam ini Pak Galliano akan
memperoleh uang banyak sekali. Entah bagaimana nanti ia
memakai topinya, pasti sudah begitu miring sehingga
terjatuh! Di ujung tenda terlihat sebuah pintu masuk lain, tertutup
tirai merah. Tiba-tiba tirai ini dibuka ke samping dan dua
buah terompet bersuara keras.
"Tan-tan-tara! Tan-tan-tara! Tan-tan-tara!"
Sirkus akan mulai! (Oo-dwkz-syaugy-oO) 4. Jimmy Menonton Sirkus "Tan-tan-tara!" terompet berbunyi lagi. Dan masuklah
enam ekor kuda hitam, gagah-gagah, tampan-tampan.
Dengan anggun mereka berlari mengelilingi lingkaran
pertunjukan, berurutan satu pe/ satu. Pak Galliano muncul,
berpakaian serba hitam, sangat gagah, topinya sangat
miring, dan kumisnya sangat kaku.
Ia melecutkan cambuk. Kuda-kuda itu berlari lebih cepat.
Galliano melecutkan cambuknya dua kali. Kuda-kuda itu
berhenti serentak, berputar bersamaan dan lari lagi
mengelilingi lingkaran dengan arah yang berlawanan dari
yang tadi. Gerakannya begitu indah hingga orang-orang
pun gemuruh bertepuk tangan.
Tiga ekor kuda keluar dari tempat pertunjukan. Sisanya
terus berlarian. Mereka agaknya sangat gembira boleh
berlari-lari terus. Pak Galliano meneriakkan sesuatu, dan
suara musik organ terdengar memainkan suatu irama
tarian. Kuda-kuda tadi semakin gembira. Mereka menyukai
musik. Pak Galliano melecutkan cambuk Serentak ketiga
ekor kuda itu berdiri pada kaki belakang masing-masing,
kemudian menggoyangkan badan mengikuti irama musik!
Kulit mereka indah kemilau. Dan cambuk Pak Galliano
melecut lagi. Semua menjatuhkan kaki depan dan berlari
lagi mengitari lingkaran. Setiap kali musik mencapai bagian
tertentu, kuda-kuda itu berhenti dan berlari ke arah yang
berlawanan. Para penonton tak henti-hentinya bertepuk tangan.
Bahkan sampai kuda-kuda itu masuk mereka masih
bertepuk tangan gemuruh. Kemudian si Badut Stanley
muncul. Ia betul-betul tampak sangat lucu. Mukanya dicat
putih, kecuali hidung dan mulutnya yang dicat merah. Dan
ia memakai alis mata palsu yang sangat besar serta selalu
naik turun di dahinya. Stanley membawa sapu. Ia mulai menyapu tempat
pertunjukan - dan kakinya tersandung sapunya hingga ia
jatuh terguling-guling, la mencoba untuk berdiri. Namun
ternyata kakinya berbelit-belit. Hati-hati ia membetulkan
kakinya ... dan kini ternyata sapunya-lah yang berbelit pada
dirinya. Tentu saja ia jatuh lagi. Semua penonton tertawa
tak henti-hentinya melihat ulah Stanley ini.
Stanley kemudian berjungkir-balik, berjalan dengan
tangannya, membawa payung dengan kakinya, berjalan di
atas bola besar yang menggelinding mengelilingi lingkaran.
Dan tak henti-hentinya ia melawak sehingga sakit perut
Sirkus Pak Galliano Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jimmy karena tertawa terus-menerus.
Kemudian masuklah Lal, ibu Lotta, bersama sepuluh
ekor anjingnya. Anjing-anjing itu tampak indah-indah
sekali, berlari masuk dengan gembira, menyalak-nyalak,
dan menggoyangkan ekor Di lingkaran telah tersedia sepuluh tempat duduk kecil.
Masing-masing anjing meloncat dan duduk di tempat
duduk sendiri-sendiri, mulut terbuka, lidah terjulur, dan
ekornya bergoyang-goyang terus.
Lal sendiri juga tampak agung. Ia memakai gaun pendek
mekar, merah menyala, tampak berkilauan' kena sinar
lampu hingga seolah-olah berkobar-kobar. Di kepalanya
terdapat rangkaian bunga yang juga bersinar-sinar. Indah
sekali. Jimmy sampai ternganga melihatnya. Sampai saat
ini ia hanya melihat Lal memakai baju dan gaun tua - dan
kini bagaikan bidadari! Betapa cerdiknya anjing-anjing itu. Mereka bermain
mengikuti pemimpin dalam barisan yang sangat panjang.
Pemimpinnya membawa barisan itu berbelit-belit tak
keruan, namun semua anjing tetap pada tempatnya dengan
patuh Tak satu pun berbuat kekeliruan. Kemudian mereka
duduk, seakan-akan meminta hadiah. Lal melemparkan
biskuit satu per satu, mereka menangkap lemparan itu
dengan tepat satu persatu dan menyalak sekali dengan
tajam. "Mungkin itu berarti 'terima kasih'," pikir Jimmy.
Lal berlari ke pinggir. Diambilnya bola besar yang tadi
dipakai Stanley untuk berjalan-jalan.
"Naik!" perintah Lal pada seekor anjing. Dan
meloncatlah anjing itu ke atas bola, dan berjalan
menggelindingkan bola seperti yang tadi dilakukan Stanley!
Lal memberinya sekeping biskuit untuk keberhasilannya ini.
Kemudian Judy, anjing terrier berkepala cokelat itu,
tampak tak sabar menunggu gilirannya. Ia meloncat turun
dari tempat duduknya dan terus mengikuti Lal. Lal
berpaling heran, sebab biasanya Judy tak akan turun
sebelum waktunya tiba. Ternyata Judy telah melihat lingkaran tertutup kertas
yang dipersiapkan Lal. Ia ingin segera melakukan
keahliannya, ingin segera memperoleh tepukan tangan dari
para penonton. Ia bahkan mengambil lingkaran kertas tadi
dan menaruhnya di depan kaki Lal, sementara ekornya
bergerak begitu cepat sehingga hampir tak terlihat.
Lal tertawa. Diambilnya lingkaran bertutup kertas itu,
diangkatnya setinggi bahu. "Loncat, Judy, loncat!" serunya.
Bagaikan selembar bulu Judy melompat, menubruk
lingkaran kertas dan menerobosnya. Lal kemudian
mengambil dua lingkaran kertas, memegangnya dengan
jarak sekitar setengah meter.
"Loncat, Judy, loncat!" kata Lal. Dan Judy mengambil
ancang-ancang sesaat, langsung meloncat! Ia berhasil
menerobos kedua lingkaran itu sekaligus. Semua orang
bertepuk tangan ramai untuk anjing kecil yang cerdik itu.
Wajah Jimmy merah karena terlalu gembira. Betapa
pandainya orang-orang sirkus ini melakukan pekerjaannya,
betapa cintanya mereka pada hewan-hewan mereka. Jimmy
menyaksikan betapa anjing-anjing itu dengan ria keluar
bersama Lal. Lal mencintai mereka dan mereka mencintai
Lal. Kini kuda-kuda masuk lagi. Kali ini yang putih-putih.
Dan siapa yang muncul bersama kuda-kuda itu kali ini"
Lotta! Ya, Lotta! Tidak lagi berpakaian rombeng seperti
biasanya, tetapi berdandan bagaikan peri! Di punggungnya
terdapat sayap keperakan, rambut keritingnya dimekarkan
rapi di sekeliling kepala, kakinya yang panjang memakai
kaus kaki panjang berhias benang-benang perak. Di
kepalanya terdapat mahkota perak dan ia pun membawa
tongkat wasiat dari perak.
"Tak mungkin itu Lotta," kata Jimmy dalam hati.
Matanya melotot. Tetapi memang, itu Lotta. Lotta
melambaikan tongkat wasiatnya ketika melewati tempat
duduk Jimmy - dan ia mencibir buruk sekali padanya!
Jelas itu tadi Lotta. Lotta melompat ringan ke punggung salah seekor kuda.
Ia duduk di punggung kuda tersebut, tanpa berpegangan,
melambaikan tangan pada para penonton. Kuda-kuda itu
tak berpelana dan tak berkendali sehingga kalaupun mau
Lotta tak akan bisa berpegangan apa pun.
Jimmy terus memperhatikannya. Dadanya berdebar
keras. Apa lagi yang akan dilakukan anak itu" Tiba-tiba
Lotta berdiri di punggung kuda. Dan ia berdiri terus
sementara kuda berlari terus, dengan tepat ia menyeimbangkan diri dengan gerakan kuda tersebut.
Jimmy kuatir gadis cilik itu jatuh. Tetapi Lotta sendiri
yakin ia tak akan jatuh. Ia telah mulai menunggang kuda
sejak ia masih bayi. Ia duduk, berdiri lagi, membalik
menghadap ke belakang. Penonton berpendapat anak kecil
itu begitu berani, begitu cekatan.
Kemudian masuklah Laddo, ayah Lotta. Ia memakai
celana panjang dan baju ketat berwarna biru berkilauan
oleh bintang-bintang yang dijahitkan padanya. Ia jauh lebih
pandai daripada Lotta. Gadis kecil itu melompat turun di
tengah lingkaran, Laddo melompat menggantikan tempatnya. Ia melompat dari satu kuda ke kuda lain saat
kuda-kuda tersebut terus berpacu berkeliling. Ia berjungkir
balik di atas punggung kuda. Berdiri dengan tangannya.
Memutar tubuhnya ke bawah perut kuda - banyak lagi
hal-hal yang tampaknya mustahil dilakukannya.
Kemudian Lotta melompat dan duduk di belakang
ayahnya. Berdua mereka keluar lingkaran pertunjukan,
diiringi gemuruh tepuk tangan dan sorak sorai penonton.
Jimmy bertepuk tangan sampai kedua tangannya terasa
sangat sakit. Ia begitu bangga akan Lotta.
Berikutnya masuklah Jumbo. Dan gajah itu juga sangat
pandai. Ia bermain cricket dengan sangat baik. Pak Tonks
melemparkan bola tenis padanya, dan Jumbo memukul
bola tadi dengan tepat, setiap kali.dilemparkan. Sekali
secara tepat Jumbo memukul bola tersebut sehingga bola
meluncur ke arah Jimmy. Cekatan sekali Jimmy melompat
dan menangkap bola tadi, dan para penonton pun bertepuk
tangan untuk-nya! Jumbo berkata, "Hrrrumph, hrrrrumph!"
keras sekali. Jimmy melemparkan bola tadi kepadanya, dan
Jumbo menangkapnya dengan belalainya.
Acara terus berlangsung. Si Badut Stanley berulang kali
muncul, selalu berhasil membuat orang-orang tertawa sebab
ia tampaknya selalu terjatuh menubruk apa saja. Kadang-
kadang benda yang tak terlihat juga membuatnya jatuh.
Lilliput dan monyet-monyetnya juga mendapat sambutan
meriah. Monyet-monyet itu membantu Lilliput ^mengatur
cangkir piring di meja. Merekn kemudian mengambil kursi.
Mereka duduk, menuding serbet sekeliling leher. Dan
kemudian berganii.m mereka mengedarkan buah-buahan.
Jemima tentu saja yang terbaik. Ia mengupas sebuah
pisang. Disuapkannya pisangnya pada Lilliput. Tetapi
kemudian kulitnya dinuisukkannya ke dalam baju
pelatihnya itu. Lilliput pura-pura marah. Dikejarnya
Jemima yang lan berkeliling lingkaran. Orang-orang tertawa
terpingkal-pingkal melihat ini.
Jemima berbuat seolah-olah tersudut, tak bisa lari lagi.
Dan ia pun menangis. Ketika Lilliput mendekat, Jemima
mengambil saputangannya, mengusap matanya dengan
saputangan itu. Kemudian ia melompat ke punggung
Lilliput dan menutupi kepala Lilliput dengan saputangan
tersebut. Jimmy tertawa sebanyak ia tertawa untuk si Badut
Stanley. Oona si Juru Akrobat juga memperoleh tepukan meriah.
Terutama saat ia naik tangga dengan terjungkir, dan
kemudian berdiri di puncak tangga dengan kepala di bawah.
Stanley si Badut pura-pura ingin menirukannya. Tetapi
tentu saja ia tak bisa dan ia jatuh terguling-guling di tangga.
Jimmy kuwatir si Badut akan merasa sakit. Tetapi tidak.
Stanley tampak menyeringai riang terus, jadi pastilah tidak
kesakitan. Ada lagi pertunjukan Oona yang mendebarkan. Ia
memasang tali kecil merentangi lingkaran pertunjukan,
setinggi Pak Galliano lengkap dengan topinya. Kemudian ia
berjalan di tali tersebut! Jimmy sangat heran melihat itu.
Tak pernah dilihatnya Oona melatih kepandaian tersebut,
dan ia merasa yakin pastilah sulit untuk berjalan di tali
tanpa jatuh. Rasanya semua acara berjalan cepat sekali. Tahu-tahu
pertunjukan berakhir. Semua anggota sirkus keluar ke
lingkaran, membungkuk, berseru-seru, dan berloncatan.
Para penonton pun melambaikan tangan dan berteriak-
teriak. "Sirkus terbaik yang pernah datang ke kota ini," kata
seorang bertubuh besar yang duduk di dekat Jimmy. "Bagus
sekali. Aku akan nonton lagi minggu depan. Gadis cilik
yang naik kuda itu sungguh pandai. Salah satu pemain yang
terbaik, kukira." Jimmy mengingat-ingat itu semua untuk diceritakannya
nanti pada Lotta. Ia akan menemui Lotta besok. Di hari
Minggu tak ada pertunjukan. Orang-orang sirkus itu
beristirahat. Lotta telah berjanji akan bermain dengan
Jimmy sepanjang hari. "Sekarang aku harus cepat pulang," pikir Jimmy. "Ibu
pasti sudah menunggu. Wah. Banyak sekali yang akan
kuceritakan padanya."
Maka ia pun berlari pulang, walaupun rasanya lebih
senang menemui Lotta yang bagaikan peri dengan sayap
perak itu. (Oo-dwkz-syaugy-oO) 5. Berita Buruk Minggu. Jimmy segera teringat bahwa ia akan
menghabiskan sehari penuh dengan Lotta. Betapa
senangnya untuk berkeliaran di antara para anggota sirkus,
menemui Jumbo, membelai Jemima, dan membiarkan
tangannya dijilati anjing-anjing kecil milik Lotta. Jimmy
langsung bernyanyi-nyanyi ketika ia bangun pagi itu.
Tak lama ia telah berada di pemukiman sirkus. Matahari
bersinar cerah. Hari itu pasti ceria. Tetapi saat ia berjalan di
antara karavan-karavan dan tenda-tenda Jimmy heran
melihat orang-orang berwajah muram.
"Apa gerangan yang terjadi?" pikir Jimmy. Dilewatinya
karavan milik Stanley si Badut. Stanley sedang sarapan
daging dan telur goreng. Wajahnya juga tampak muram.
Aneh sekali melihat badut semuram itu. Biasanya ia selalu
bercanda dan melawak. Melihat Jimmy ia memanggil anak itu. "Hei, Jimmy,
jangan sampai Pak Galliano melihatmu pagi ini! Ia
melarang keras orang luar datang kemari!"
"Kenapa?" Jimmy heran. "Kemarin ia begitu baik hati.
Aku diberinya undangan khusus. Ada apa?"
"Dengar saja itu," kata si Badut, menuding ke arah
karavan berwarna biru tempat Pak Galliano tinggal bersama
istrinya. "Dengarkan saja itu."
Jimmy mendengarkan. Suaranya seolah-olah enam ekor
sapi melenguh-lenguh di dalam karavan i Pak Galliano.
Tetapi itu hanyalah suara Pak Galliano sendiri, marah
besar, berteriak-teriak keras-keras. Jimmy ternganga,
memperhatikan karavan biru itu. Tiba-tiba pintunya terbuka
dan Pak Galliano keluar. "Topinya lurus tegak di kepalanya," kata Jimmy.
"Padahal biasanya miring."
"Ya. Itu berarti berita buruk," kata si Badut. "Cepatlah
enyah, Jimmy." Jimmy bergegas pergi. Ia berlari mengitari karavan si
Badut dan menuju karavan berwarna merah putih tempat
Lotta tinggal bersama Lal dan Laddo. Lotta didapatinya
duduk di depan pintu karavan, .menyemir sepatu sirkusnya.
"Halo, Jimmy, kemarilah!" kata Lotta.
"Lotta, apa yang terjadi?" tanya Jimmy. "Semua orang
tampak muram. Dan kudengar Pak Galliano marah-
marah." "Ada kejadian buruk," kata Lotta, kini bicara hampir
berbisik. "Kau kenal Harry, bukan" Tukang kayu seksi sibuk
kami yang biasa mengerjakan segala macam kerjaan yang
ada" Nah. Tadi malam ia melarikan diri, sambil membawa
seluruh uang pendapatan sirkus selama seminggu ini!"
"Astaga! Celaka betul!" seru Jimmy kaget. "Jadi kalian
tak akan memperoleh uang?"
"Se-sen-pun tidak," kata Lotta. "Dan itu memang sangat
buruk, sebab tak seorang pun di antara kami yang
menabung. Lebih dari itu, Harry sangat kami perlukan
Kami tak akan bisa bekerja tanpa dia."
"Mungkin ia akan segera tertangkap," kata Jimmy.
"Kurasa tidak," kata Lotta. "Dia punya waktu banyak
untuk melarikan diri. Agaknya ia meninggalkan kami jam
dua tadi malam, sementara semua masih tidur. Mudah-
mudahan seminggu ini kami bisa memperoleh uang cukup.
Kalau tidak, wah, bisa hancur kami semua."
"Kuharap begitulah," kata Jimmy. "Ingin sekali aku
membantu sedikit-sedikit, Lotta."
"Barangkali kau kenal seseorang tukang kayu yang ahli
di kotamu" Yang mungkin bisa bekerja selama seminggu
ini?" tanya Lal, ibu Lotta yang keluar, dari karavan dan
mendengarkan pembicaraan kedua anak itu. "Banyak sekali
yang harus dikerjakan untuk pertunjukan besok. Tangga
Oona harus diperkuat, katanya. Dan ada satu terali yang
goyah di kandang anjing."
"Bagaimana
Sirkus Pak Galliano Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kalau ayahku saja?" tanya Jimmy bersemangat. "Ia seorang tukang kayu. Dan ia pasti bisa
melakukan apa saja yang kalian kehendaki."
"Ya, tetapi bagaimana dengan pekerjaannya?" tanya Lal.
"Ia toh tak bisa begitu saja meninggalkan pekerjaannya."
"Ia sedang menganggur," kata Jimmy. "Ia pasti gembira
bisa kerja di sini. Oh, Lotta ... bagaimana kalau kau datang
ke rumahku sore ini untuk minum teh" Dan kita tanyakan
pada ayahku ia mau datang ke sini atau tidak. Kuharap saja
ia mau." r "Lebih baik kita katakan dulu pada Pak
Galliano," kata Lal. Dan ia pun berseru pada suaminya
yang berada di belakang karavan. "Laddo, tolong antarkan
Jimmy untuk menemui Galliano dan mengatakan bahwa
ayah Jimmy adalah seorang tukang kayu yang baik."
"Baik!" kata Laddo. Diletakkannya koran yang sedang
dibacanya, dan digamitnya Jimmy. "Ayolah, Nak!"
Pak Galliano sedang berada di antara kuda-kudanya,
membelai mereka dan berbicara lembut dengan mereka.
Tak peduli ia sedang marah besar, selalu ia bersikap lembut
terhadap semua binatangnya. Semua kuda mencintainya
dan mau melakukan apa saja yang dikehendakinya.
Ia mendengar Laddo dan Jimmy mendekat, dan ia pun
berpaling menunggu keduanya
"Apa yang kalian inginkan?" bentak Pak Galliano,
tampak gusar melihat Jimmy.
"Pak Galliano, anak ini berkata bahwa ayahnya seorang
tukang kayu yang pandai yang mungkin bisa menggantikan
tempat Harry." "Suruh ke sini sore nanti, menemui aku," kata Pak
Galliano singkat, kemudian ia kembali membelai-belai
kudanya. Laddo dan Jimmy meninggalkannya. Jimmy
begitu berdebar-debar. Bagaimana kalau ayahnya bekerja di
sirkus ini" Wah, alangkah senangnya!
Ia berlari, kembali ke Lotta. "Mari kita ajak anjing-anjing
itu berjalan-jalan," katanya. "Hari amat indah, sedang
semua orang di sini tampak berwajah muram. Kita bisa
pulang waktu makan nanti."
"Baiklah," kata Lotta. Keduanya pun berlari untuk
mengambil anjing-anjing terrier yang sudah menunggu itu.
Tak lama Lotta telah keluar dengan membawa lima ekor
anjing sekaligus dengan tali panjangnya, dan Jimmy
kebagian yang lima lagi. Lotta sedikit iri sebab semua
anjing-anjing itu agaknya senang pada Jimmy.
"Belum pernah kulihat orang yang begitu pandai
menghadapi hewan-hewan seperti kau," katanya. "Tentu
saja itu tidak termasuk Pak Galliano. Ia bisa menjinakkan
seekor harimau liar dan membuatnya bagaikan seekor
kucing rumah hanya dalam waktu dua hari!"
Kedua anak itu berangkat menuju daerah pinggiran. Tak
lama Lotta telah lupa akan Harry dan bagaimana orang itu
melarikan seluruh uang sirkus. Kedua anak itu segera juga
terlibat keriangan bermain-main dan berlari-lari dengan
anjing-anjing mereka, menyelingi salakan mereka dengan
riuh tawa dan teriakan. "Bagaimana kalau anjing-anjing itu kita lepaskan saja?"
tanya Jimmy ketika mereka sudah berada di tempat yang
betul-betul jauh dari pemukiman manusia. "Mereka pasti
akan sangat senang!"
Maka mereka pun melepaskan anjing-anjing tersebut.
Terrier-terrier kecil tadi tak terkirakan girangnya, berlarian
ke sana kemari, mengejar-ngejar kelinci di alam terbuka.
Jimmy dan Lotta ' duduk beristirahat di bawah pohon.
"Bagus sekali pertunjukan tadi malam, Lotta," kata
Jimmy. "Dan kau betul-betul pandai ... naik kuda dengan
berdiri tanpa jatuh."
"Poooh!" Lotta mencibir pada Jimmy. "Itu sih gampang.
Kau sendiri pasti bisa melakukannya."
"Tak mungkin," kata Jimmy. "Aku bahkan belum bisa
berjalan dengan tanganku, padahal tampaknya gampang
sekali kalau kau yang melakukannya. Kapan-kapan kau
mesti mengajarkan itu padaku."
"Baiklah. Tetapi jangan sekarang. Aku begitu lelah," kata
Lotta. "Alangkah senangnya kalau kau bergabung dengan
kami. Aku pasti kesepian jika kami meninggalkan tempat
ini. Senang sekali bisa mencibir pada seseorang kapan saja
aku mau." "Aku tak mengerti mengapa kau selalu ingin berbuat
seperti itu," kata Jimmy heran. "Tetapi... terus terang
senang juga jika kau mencibir begitu sekali-sekali padaku.
Dan alangkah senangnya jika aku bisa ikut denganmu.
Namun aku tentu saja tak bisa meninggalkan ayah dan
ibuku." "Di mana anjing-anjing itu?" tanya Lotta tiba-tiba. "Tak
boleh hilang seekor pun, Jimmy. Astaga. Kita pasti bisa
celaka kalau ada yang hilang. Hei! Judy, Judy, Niger, Spot!"
Beberapa ekor di antara anjing-anjing itu berdatangan,
melompat menubruk keduanya. Jimmy menghitung.
"Delapan," katanya. "Dimana yang lain?"
Cepat-cepat mereka mengikat kedelapan anjing tadi pada
tali tambatan. "Bersiullah, Jimmy," kata Lotta. Ia tampak
begitu kuatir. Jimmy bersiul keras-keras.
"Itu Punch," kata Lotta. Dan betul juga. Salah satu
anjing yang tadi belum ada tampak berlari menyeberangi
ladang ke arah mereka. Tapi anjing yang kesepuluh tidak
terlihat! "Kita harus pulang sekarang," Lotta kini tampak
ketakutan. "Apa nanti yang dikatakan Lal dan Laddo jika
kita kembali tanpa Darky" Ayolah ... sudah terlambat ini.
Mungkin Darky akan menyusul kita jika ia selesai berburu."
Mereka kembali ke sirkus. Tetapi Darky tidak muncul
juga. Lotta jadi diam. Jimmy juga merasa sangat kuatir.
Ternyata hari ini sama sekali tidak menggembirakan!
"Kita masukkan dulu anjing-anjing ini ke kandang,
kemudian kita katakan pada Lal bahwa Darky hilang," kata
Lotta. Sekarang ia menangis. Lotta menyayangi semua
anjingnya dan ia merasa sangat sedih mengingat kalau-
kalau Darky terkena perangkap seseorang. Dan juga
pastilah ayah dan ibunya akan sangat marah padanya.
Jimmy membuka kandang yang besar itu. Tiba-tiba
terdengar suara salakan kecil, dan seekor anjing kecil, gelap,
muncul dari bawah kandang. Jimmy berseru girang.
"Lotta! Darky ada di sini! Agaknya ia telah berlari
mendahului kita dan bersembunyi di bawah kandang.
Lihat!" Lotta menjerit gembira, memeluk Darky erat-erat. "Kau
hewan tolol!" katanya. "Kau membuatku setengah mati
ketakutan. Oh, Jimmy, sekarang aku begitu gembira!"
Jimmy juga gembira. Diremasnya tangan Lotta
sementara mereka berdua lari ke karavan Lotta untuk
makan. Lotta membalas meremas tangan Jimmy. Tapi
tangan Lotta sangat kuat, sehingga Jimmy terpaksa menjerit
kesakitan. Dasar si Lotta ini seperti monyet nakal! Kita tak
tahu apa yang akan dilakukannya. Jimmy melepaskan
tangan Lotta dan merasa sangat marah pada gadis cilik itu.
Tetapi ketika ia mencium bau sosis goreng, ia jadi lupa
segalanya. Yang teringat olehnya hanyalah perasaan lapar.
Mereka makan di luar karavan Sosisnya begitu lezat.
Juga kentang yang dimasak dengan bungkus serta dimakan
dengan mentega dan garam. Bagi Jimmy rasanya ia belum
pernah makan selezat itu seumur hidupnya. Selesai makan
mereka diberi jeruk dan cokelat.
Menjelang sore Jimmy mengajak Lotta ke rumahnya
untuk minum teh dan makan makanan ringan. Ia
membawa sahabat kecilnya itu masuk ke dalam rumahnya,
saat ibunya sedang memanggang roti Pada tiap hari Minggu
memang ibu ** Jimmy selalu menghidangkan roti panggang
untuk teman minum teh. "Ibu, ini Lotta. Dia kubawa kemari untuk minum teh
bersama kita, dan karena aku ingin bertanya sesuatu pada
Ayah. Di mana Ayah?"
"Di kebun, membetulkan gudang tua kita," kata Ibu.
"Halo, Lotta. Bagaimana kabar sirkusmu?"
"Baik-baik saja, terima kasih," kata Lotta kemalu-
maluan. Diperhatikannya ibu Jimmy, dan ia berpendapat
ibu Jimmy itu cukup cantik dan tampaknya sabar. Lotta
hampir tak pernah berada di dalam sebuah rumah, maka ia
memandang berkeliling dengan sangat heran. Rasanya
sungguh aneh bagian dalam sebuah rumah baginya, seperti
juga bagian dalam sebuah karavan membuat Jimmy
keheran-heranan. "Ayah! Ayah!" seru Jimmy berlari ke kebun belakang.
"Harry, tukang serabutan di sirkus, telah lari membawa
uang milik sirkus. Pak Galliano membutuhkan seorang
tukang kayu. Kalau Ayah mau, kata Pak Galliano Ayah
ditunggunya malam ini."
"Ini kabar baik pertama yang kudengar selama waktu
yang panjang ini," kata ayah Jimmy gembira. "Ya, aku akan
segera menemui Pak Galliano setelah minum teh nanti
Seminggu bekerja rasanya lebih baik daripada hanya
menganggur saja. Wah, nafsu makanku jadi "bertambah!
Roti panggangnya sudah siap, Ibu?"
Tak lama Lotta, Jimmy, dan ayah-ibu Jimmy telah
duduk mengelilingi meja makan. Lotta berusaha untuk
bersikap semanis mungkin. Tak x sekali pun ia mencibir
pada Jimmy. Lotta begitu suka pada ibu Jimmy hingga ia
tak mau membuat wanita itu terkejut oleh tingkahnya.
Sehabis minum teh, Jimmy, Lotta, dan ayah Jimmy
kembali ke tempat sirkus. "Mudah-mudahan aku bisa
mengisi lowongan itu," kata ayah Jimmy.
"Ya, aku pun berharap begitu, Ayah," kata Jimmy.
(Oo-dwkz-syaugy-oO) 6. Malam yang Menggemparkan
Jimmy, Lotta, dan ayah Jimmy tiba di padang sirkus.
"Itu Pak Galliano, di sana itu," kata Lotta saat mereka
melewati pintu pagar. "Baik, aku akan bicara dengannya sekarang juga," kata
Pak Brown. Ditinggalkannya kedua anak itu dan ia pun
mendekati Pak Galliano yang sedang berbicara dengan
Oona, si ahli akrobat. "Mau apa, kau?" tanya Pak Galliano, melihat bahwa Pak
Brown orang luar. "Aku ayah Jimmy Brown," kata Pak Brown. "Aku
seorang tukang kayu, dan apa saja bisa kukerjakan. Jika
Anda mau memberiku kesempatan, maka aku akan bekerja
sebaik-baiknya untuk Anda."
Pak Galliano meneliti Pak Brown. Ia gembira akan apa
yang dilihatnya - seorang pria yang kuat, berwajah baik,
dan mata cemerlang bersinar seperti mata Jimmy.
"Datanglah besok pagi," kata Pak Galliano. "Banyak
yang bisa kau kerjakan di sini. Ya."
"Terima kasih, Pak," kata Pak Brown. Dan ia
meninggalkan tempat itu dengan hati sangat gembira.
Alangkah senangnya bisa bekerja lagi! Lotta dan Jimmy
berlari menyongsongnya. Betapa gembira hati Jimmy saat
ia mengetahui bahwa ayahnya akan menjadi anggota
rombongan sirkus itu, walaupun hanya untuk seminggu.
Pasti anak-anak sekolah akan iri bila mengetahui bahwa
ayahnya sepanjang hari berada dengan sirkus itu. Mereka
pasti iri! Ayah Jimmy bekerja dengan sangat baik. Pak Galliano
suka sekali akan hasil karyanya. Seperti ' yang pernah
dikatakannya, maka ia bisa mengerjakan apa saja. Ia telah
membetulkan lima bangku penonton. Ia mengganti roda
karavan Pak Galliano dengan roda baru. Ia membuat
tangga Oona jauh lebih kuat dari semula. Ia memasang dua
terali yang patah didorong anjing-anjing. Ia merebut hati
Lilliput dengan jalan membuatkan sebuah rumah kecil
untuk Jemima si monyet - dan rumah itu bahkan ada
pintunya! Jimmy merasa senang mendengar semua orang memuji-
muji ayahnya. Ia memang sangat mencintai ayahnya dan
merasa bahwa dialah orang yang terbaik di dunia - dan
kini semua orang berkata bahwa ayahnya sepuluh kali lebih
baik dari Harry. "Suara tawanya berharga sepuluh shillmg seminggu!"
kata Lal. "Wah, jika si Brownie tertawa, semua orang
ketularan! Ia sungguh lucu dan periang!"
Aneh juga bagi Jimmy untuk mendengar ayahnya
dipanggil Brownie. Tetapi orang-orang sirkus memang
begitu, tak pernah memanggil nama orang dengan benar.
Brownie adalah nama yang mereka berikan pada Pak
Brown, dan Brownie-lah namanya selanjutnya!
Minggu itu sirkus berhasil mendapat keuntungan
lumayan. Topi Pak Galliano mulai miring lagi ke samping.
Semua orang bergembira. Jika Pak Galliano ceria, seluruh
anggota sirkus merasa bahagia.
Jimmy juga merasa bahagia minggu itu. Memang ia
setiap hari harus kesekolah, namun waktu-waktu luangnya
selalu dihabiskannya di tempat sirkus, membantu apa saja.
Ia selalu siap membantu siapa pun. Saat pertunjukan sirkus
dimulai di malam hari, Jimmy berdiri di samping pintu
bertirai tempat para pemain akan memasuki ruang
pertunjukan. Ia membukakan tirai tersebut untuk lewat para
pemain dan kemudian menutupnya baik-baik. Ia mempersiapkan tangga Oona. Ia menjaga anjing-anjing saat
mereka menunggu giliran untuk beraksi. Ia membawa
Jumbo keluar dari tendanya untuk Pak Tonks, dan
membawanya kembali ke tendanya jika pertunjukan sudah
selesai. Jumbo sayang pada Jimmy. Sering ia meniup leher
Jimmy untuk menyatakan perasaan hatinya. Jimmy jadi
sangat geli jika itu dilakukannya.
Sirkus Pak Galliano Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hari Sabtu pun tiba. Pak Galliano bersuit memanggil
Pak Brown - atau si Brownie seperti julukannya sekarang.
Dan Brownie pun datang padanya.
"Ini gajimu seminggu," kata Pak Galliano, memberikan
sejumlah uang. "Dengar. Kau sudah bekerja dengan sangat
baik. Bagaimana kalau kau ikut kami saja" Kami sangat
memerlukan orang seperti kau - selalu riang dan dapat
mengerjakan apa saja."
Pak Brown berseri-seri. Sudah lama ia tak dipuji orang
untuk pekerjaannya. "Terima kasih, Pak," katanya. "Aku harus membicarakannya dengan istriku. Mungkin sekali ia
keberatan bila kutinggal hanya berteman Jimmy. fJika aku
mengikuti sirkus, pastilah lama sekali aku tak akan bertemu
lagi dengan mereka."
"Ya, pikirkanlah dulu," kata Pak Galliano. "Kalau kau
ikut kami, kau bisa tinggal di karavan Stanley, si Badut.
Masih ada tempat untuk seorang lagi. Kami besok akan
berangkat, jadi cepatlah memberi tahu kami."
Pak Brown bergegas pulang. Ia bercerita pada Jimmy
dan ibunya tentang tawaran Pak Galliano.
Ibu Jimmy tak tahu harus berkata apa. Tak terasa air
matanya berlinang. Jimmy mengambilkan sapu tangan
untuknya. "Rasanya aku harus menerima tawaran itu," kata Pak
Brown. "Tetapi memang berat sekali untuk meninggalkan
kalian berdua." "Oh, Tom," kata Bu Brown. "Aku akan sangat
kehilangan kau. Jangan pergi. Rasanya sulit untuk tinggal di
sini tanpa kau. Jimmy juga pasti sangat merindukanmu.
Kami tak akan tahu kau berada di mana sebab sirkus itu
selalu berpindah-pindah. Dan entah kapan kami akan
bertemu denganmu lagi."
"Yah... biarlah kita bicarakan lagi nanti malam," kata
Pak Brown. "Toh Galliano menunggu keputusanku besok
pagi." Jimmy terus-menerus memikirkan tawaran Pak Galliano
pada ayahnya itu. Ia ingin sekali ayahnya ikut rombongan
sirkus - tetapi pasti sedih jika ia dan ibunya harus berpisah
dari ayahnya! Tidak. Ia tak mau ditinggalkan ayahnya.
Tetapi ia toh tak bisa mengikuti ayahnya! Tak akan ada
tempat bagi dia dan ibunya. Dan jika ayahnya menolak
tawaran Pak Galliano, maka ayahnya akan menganggur
lagi. Akan lama sekali baru ia dapat tawaran pekerjaan lagi,
pekerjaan yang begitu menyenangkan.
Sungguh sulit untuk mengambil keputusan. Tetapi
Jimmy yakin ia tak akan tahan jika ayahnya pergi
meninggalkan rumah. Dan ibunya pastilah akan bersedih
setiap hari. Malam itu sirkus memberikan pertunjukan terakhir
mereka. Penuh sesak penonton malam itu. Orang-orang
berduyun-duyun datang dari kota-kota terdekat. Seseorang
memberi Lotta satu kotak cokelat dan Lotta jadi kegirangan
karenanya. Ditunjukkannya cokelat itu pada Jimmy. "Mari
kita makan bersama," katanya, menuangkan separuh isi
kotak ke dalam kantung. "Indah-indah sekali cokelatnya,
ya?" Seperti itulah Lotta. Selalu murah hati. Tetapi berat bagi
Jimmy untuk tersenyum hari itu. Besok sirkus akan
berangkat menuju kota yang jauh Ia harus berpisah dengan
semua kawan-kawannya. Rasanya ia sudah mengenal mereka sejak lama sekali,
dan karenanya ia sangat sedih untuk berpisah dengan
mereka. "Aku akan menjumpaimu besok pagi, Lotta," katanya.
"Datanglah pagi-pagi sekali," kata Lotta. "Kami akan
berkemas-kemas, dan pastilah sangat sibuk. Kami akan
berangkat sekitar pukul dua belas. Kami 'harus mencapai
Edgingham sebelum malam tiba."
"Selamat malam," kata Jimmy, memperhatikan Lotta
bersungguh-sungguh agar bisa teringat terus betapa rupa
Lotta saat itu - dengan gaun sirkus mekar, bersayap perak,
bermahkota perak, dengan kaus kaki keperakan. Tapi saat
itu juga Lotta mencibir buruk sekali padanya!
"Jangan!" kata Jimmy. "Aku sedang mencoba mengenangkan betapa manisnya kau."
"Kau lebih baik cepat-cepat pulang saja," kata Lotta.
"Kukira sebentar lagi hujan badai akan datang. Dengar.
Betapa seramnya halilintar itu!"
Jimmy berlari pulang. Memang, rasanya hujan badai
akan datang. Bahkan saat ia berlari melintasi kota hujan
telah turun, dengan tetes-tetes besar bagaikan menyengat
mukanya. Suara halilintar serasa semakin dekat. Kilatan
petir memperlihatkan betapa gelapnya langit, dengan
mendung hitam besar tergantung rendah.
Ibu Jimmy gembira ketika Jimmy muncul. Ia kuatir
anaknya akan terperangkap hujan. Dengan cepat disuruhnya Jimmy tidur, diselimutinya rapat-rapat. Dan
Jimmy pun segera tertidur. Ia begitu lelah.
Hujan badai betul-betul turun. Jimmy yang tertidur
nyenyak tak mendengarkan itu. Tetapi di tempat
rombongan sirkus hampir semua orang terbangun,
mendengarkan betapa hujan berderap di atas kereta karavan
mereka. Gelegar! Petir besar menyambar. Kuda-kuda menjerit
ribut ketakutan. Anjing-anjing terbangun dan menyalak-
nyalak ramai sekali. Jemima, si monyet, yang selalu tidur
dengan Lilliput, merayap merapat pada tuannya dan mulai
menangis bagaikan anak kecil. Lilliput membelainya
lembut. Jumbo, si gajah, mengangkat kepala raksasanya. Suara
apa ini yang begitu menyeramkan dan agaknya selalu
berputar-putar di sekelilingnya" Jumbo jadi marah.
Diangkatnya kepalanya dan ia menjerit keras-keras untuk
menakuti suara itu. Gelegar! Gelegar! Kilat menyambar-nyambar dan guntur
berdentum-dentum di atas kepala. Setengah marah,
setengah ketakutan, Jumbo meronta, menarik tiang
tambatannya. Kakinya terikat pada tiang itu. Tapi sekejap
saja sang gajah berhasil memutuskan tali yang besar
tersebut. Ia menghambur keluar tenda, mencari orang yang
paling dipercayainya - Pak Tonks.
Tetapi saat itu Pak Tonks sedang tertidur nyenyak di
karavannya. Bahkan hujan badai gemuruh itu tak bisa
membuat Pak Tonks terbangun. Ia mendengkur dalam
tidurnya, begitu keras seolah-olah ingin bersaing dengan
dentuman guntur. Jumbo semakin ketakutan berada di kegelapan. Sejenak
ia berdiri di tengah hujan. Telinganya dikepakkannya ke
depan ke belakang. Belalainya pun digoyangkannya ke
kanan ke kiri. Kembali langit terbelah oleh sambaran petir
menghebat. #Dan dalam cahayanya yang terang-benderang
Jumbo melihat bahwa pintu pagar sirkus terbuka.
Gajah itu teringat bahwa ia datang lewat pintu gerbang
tersebut. Ia pun bergegas mendekati pintu tadi, tak ada yang
mendengar langkahnya yang teredam oleh bunyi guruh dan
guntur Bagaikan bayangan hitam raksasa Jumbo menyelinap ke luar, berjalan sendirian menuju kota.
Di kota, tak ada orang yang berada di luar, kecuali Pak
Harris, seorang polisi. Ia sedang berteduh di lekukan
ambang pintu sebuah rumah. Tentu saja ia sangat terkejut
melihat Jumbo yang diterangi oleh kilatan petir. Dan sosok
tubuh besar itu seakan-akan langsung menuju ke arahnya!
Pak Harris tak tahu bahwa yang datang itu Jumbo. Ia
berlari secepat kilat ke arah kantor polisi. Dan hanya dialah
yang menyaksikan Jumbo di jalan.
Badai akhirnya berlalu. Hujan pun reda. Malam menjadi
tenang. Semua orang meneruskan tidurnya. Anjing-anjing
sirkus tidur kembali, dan Jemima berhenti menangis.
Pagi pun tiba. Damai dan cerah, walaupun padang
tempat sirkus basah kuyup. Tetapi matahari bulan Mei
akan segera mengeringkan itu semua.
Pak Tonks memakai bajunya dan langsung pergi ke
tempat Jumbo yang dicintainya. Ketika ia menjenguk ke
dalam tenda tinggi itu, ia pucat seketika. Jumbo tak ada!
"Jumbo! Di mana gajahku!" teriak Pak Tonks. Dan ia
pun menangis, air mata membasahi pipinya. "Di mana dia"
Di mana dia?" Ia berlari-lari ke sana kemari. Berteriak-teriak
sambil terus menangis. Orang-orang pun bermunculan.
"Jumbo hilang! Gajahku hilang!" teriak Pak Tonks.
"Tak mungkin ia bersembunyi di salah satu karavan ini,"
kata Stanley, si Badut. "Apakah kau tak melihat jejaknya?"
"Ya ... ke luar lewat pintu p^gar!" kata Pak Tonks, sangat
kebingungan dan sedih. "Apa yang terjadi dengannya" Aku
harus pergi ke polisi. Ia harus segera ditemukan sebelum
mendapat kecelakaan!"
"Ia begitu besar, pasti mudah ditemukan," kata Pak
Galliano, ke luar dari karavannya dengan topi miring.
"Jangan kuatir, Tonks, kita pasti bisa menemukannya.''
Tetapi seseorang sudah tahu ke mana Jumbo pergi. Dan
siapakah orang itu" Jimmy!
Di tengah hujan badai semalam, Jimmy tiba-tiba
terbangun. Ia bangkit dari tidurnya, keheranan. Ia
mendengar suara aneh di luar rumahnya. Seperti suara
'Hrrrumph!' Siapa yang biasanya bersuara seperti itu"
Jumbo! Ya. Jumbo tentu! "Tetapi tak mungkin itu suara Jumbo," pikir Jimmy. Ia
melompat turun dari tempat tidur dan J berlari ke jendela.
Saat itu petir berkilat menerangi jalan kecil di luar
rumahnya. Dan dengan jelas Jimmy melihat Jumbo
berjalan di jalan itu menuju j ke arah tengah kota!
"Itu Jumbo! Dan ia ketakutan oleh badai ini. Ia telah
melarikan diri!" pikir Jimmy. "Aku haru: mendapatkannya!" Disambarnya jas hujan sambil memakai sepat dalam
waktu yang bersamaan. Dan ia berlari lantai bawah.
Sekejap kemudian ia telah berada luar, berlari di jalan ke
arah ke mana Jumbo tadi dilihatnya pergi. Kasihan Jumbo,
berlari sendirian, ketakutan oleh badai!
"Jumbo! Jumbo!" Jimmy berteriak. Tetapi Jumbo tak
mendengar suaranya. Terus saja berjalan.
(Oo-dwkz-syaugy-oO) 7. Jimmy Mencari Jumbo Jimmy berlari di jalan, memanggil-manggil Jumbo.
Gelegar guntur masih membahana di langit, dan kilatan
petir sekali-sekali menunjukkan Jumbo di kejauhan. Gajah
itu ternyata bisa bergerak sangat cepat jika dikehendakinya,
dan Jimmy tak bisa mengejarnya. "Kalau saja ia bisa kulihat
terus, tak \pa," kata Jimmy, terengah-engah, pada dirinya
"endiri. "Jumbo! Jumbo! Tak dapatkah kau mendengarku"
Jumbo! Datanglah ke Jimmy!"
Jumbo sama sekali tak memperhatikan teriakannya. Ia
berbelok dan masuk ke jalan lain. Kemudian pindah lagi ke
jalan lain pula. Ia melewati tanah lapang yang biasa dipakai
sebagai pasar di siang liari, dan diseberanginya. Jauh di
belakangnya Jimmy berlari terengah-engah. Jika petir me-i
iyambar ia sedikit lega sebab bisa melihat Jumbo sekilas.
Jumbo sampai ke bagian kota yang lebih baik. Jalan-
jalan kini lebih lebar, rumah-rumah lebih besar dengan
taman-taman di depannya. Ia terus berjalan, kakinya yang
besar hampir tak bersuara kalah oleh suara hujan. Ia
berjalan terus, telinganya melambai-lambai, ekornya
bergoyang-goyang. Belalainya tergulung rapat, sebab Jumbo
takut kalau-kalau petir akan melukai belalainya itu.
Kadang-kadang ia menjerit 'hrrrumph!' dan mungkin orang-
orang yang tidur di rumah di dekatnya terbangun serta
bertanya-tanya dalam hati suara apa itu.
Gajah itu kini meninggalkan kota. Kini ia memasuki
daerah hutan dan bukit. Jumbo merasa gembira, kini
banyak pohon dan rumput di sekelilingnya. Ia langsung
masuk ke dalam hutan dan mendaki bukit. Jimmy terus
mengikuti dari kejauhan - sampai tiba-tiba gajah itu
lenyap dari pandangannya.
Ternyata badai tiba-tiba berhenti, dan kilat tidak
menyambar lagi. Jimmy tidak lagi bisa melihat di mana
Jumbo berada tanpa bantuan kilat itu. Hutan mulai lebat,
dan gelap. Dan Jumbo kini tidak lagi berjalan di sepanjang
jalan. Jimmy berhenti, memasang telinga baik-baik. Di
kejauhan ia mendengar suara semak-semak berderak. Ia
tahu itu pasti Jumbo, tetapi ia tak tahu harus pergi ke arah
mana. "Ya ampun," anak kecil itu mengeluh kecewa. "Aku
sudah datang begini jauh, basah kuyup, ternyata Jumbo tak
bisa kutemukan!"
Sirkus Pak Galliano Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia berdiri diam di kegelapan hutan, tak tahu apa yang
harus dilakukannya. Tiba-tiba ia melihat sinar lampu di
antara pepohonan! Beberapa saat ia tertegun.
"Cahaya apa itu?" pikirnya. Ia pun berjalan ke arah
cahaya tadi, terpaksa meraba-raba karena hari begitu gelap
tak jarang ia membentur pohon atau semak-semak yang
sangat basah. Jimmy menggeletar kedinginan. Alangkah
senangnya kalau ia berada di rumahnya, tidur di tempat
tidurnya yang hangat. Berulang kali menubruk pohon dan semak-semak,
akhirnya sampailah ia di sumber cahaya tadi. Ternyata
lampu yang memancar lewat jendela sebuah rumah kecil.
Tirai jendela itu belum ditutup, dan Jimmy bisa melihat ke
dalam rumah itu. Ia melihat seorang lelaki, berpakaian sebagai seorang
penjaga hutan. Ia duduk menghadapi seekor anjing yang
terbaring di dalam sebuah keranjang. Anjing itu agaknya
sakit, salah satu kakinya dibebat. Orang tadi membelainya
dan mengatakan sesuatu yang tak terdengar oleh Jimmy.
"Tampaknya ia baik hati," pikir Jimmy. "Mungkin ia
mau menerimaku berteduh serta mengeringkan pakaianku."
Maka Jimmy mengetuk jendela perlahan-lahan.
Penjaga hutan itu tampak terkejut, berpaling. Ia begitu
heran melihat Jimmy, sebab saat itu tengah malam. Ia pun
membuka jendela. "Siapa kau?" tanyanya.
"Namaku Jimmy Brown," jawab Jimmy, dengan
mukanya diterangi cahaya lampu. "Aku sedang mencari
Jumbo, si gajah. Tetapi aku tak bisa mengikutinya. Dan aku
begitu basah. Bolehkah aku masuk untuk mengeringkan
pakaianku?" Si Penjaga Hutan ternganga tak percaya. "Kau ini bicara
tentang apa?" tanyanya. "Mencari gajah"
Gajah! Apa yang kau maksudkan?"
"Jumbo, gajah sirkus," kata Jimmy, dan ia sudah siap
untuk menerangkan semuanya. Tetapi si Penjaga Hutan
segera menyuruhnya masuk.
Jimmy begitu gembira berada di dalam rumah. Penjaga
Hutan mendengarkan ceritanya dengan penuh keheranan.
Kemudian ia meraba pakaian Jimmy.
"Astaga, kau basah kuyup!" katanya. "Tunggu. Akan
kubuatkan api. Kau bisa masuk angin kedinginan seperti
itu. Untung kau menemukan aku. Anjingku, Flossie, tadi
pagi ketubruk mobil. Aku menemaninya berjaga agar ia
tidak terlalu menderita. Kalau tidak, sudah pasti aku sudah
tidur, dan kau tak akan menemukan tempat ini."
Ia menyuruh Jimmy mencopot jas hujan serta
piyamanya. Dan disuruhnya pula anak itu memakai
pakaian tidur serta jaket miliknya. Tentu saja sangat
kebesaran untuk Jimmy, tetapi semuanya kering dan
hangat. Orang itu pun menyalakan api di perapian. Tak
lama api pun berkobar. Jimmy merasa hangat dan nyaman.
Penjaga Hutan membuatkan minuman cokelat panas
untuknya. Jimmy jadi merasa sangat mengantuk duduk
dekat api dan minum minuman lezat itu.
"Aku ingin sekali menemukan Jumbo," katanya.
"Sekarang aku tak tahu di mana dia berada. Pak Tonks,
pemiliknya, pastilah sangat kebingungan."
"Jangan kuatir," kata Penjaga Hutan "Aku bisa
mengikuti jejak seekor anak kelinci Aku yakin jejak
Jumbo akan sangat mudah diikuti. Besok pagi kita akan
mencarinya." "Tetapi aku harus pulang malam ini juga," kata Jimmy.
Dan tahu-tahu ia sudah tertidur.
Ketika ia membuka matanya kembali, hari telah pagi. Di
meja telah siap makan pagi. Ada bubur, roti, dan jeruk.
Juga cokelat panas! Harum sekali tercium oleh Jimmy.
Semalam Penjaga Hutan telah memindahkannya ke sofa,
masih memakai pakaian tidur dan jaket yang sangat
kebesaran itu. Tetapi kini pakaian Jimmy sendiri sudah
kering. Cepat dipakainya pakaiannya sambil terus berbicara
dengan Penjaga Hutan yang baik itu. Hatinya penuh harap
karena Penjaga Hutan berjanji untuk membantunya
mencari Jumbo! "Bagaimana keadaan Flossie?" tanya Jimmy kemudian,
membelai kepala anjing spaniel yang terbaring di keranjang
itu. "Kurasa membaik," kata Penjaga Hutan. "Aku yakin
kakinya akan pulih Tadi ia sudah minum susu dan semalam
sudah tidur dengan baik. Kau tahu, kalau saja tidak ada
Flossie, mungkin kau tak akan melihat cahaya di jendelaku
tadi malam." "Aku tahu," kata Jimmy, membelai lagi kepala anjing
yang bagus itu. Flossie pun mengangkat kepala dan menjilat
tangan Jimmy. "Anjing yang baik, FLossie. Cepat sembuh,
ya! Anjing baik!" "Agaknya kau pandai sekali bergaul dengan hewan,"
kata Penjaga Hutan. "Biasanya Flossie sangat membenci
siapa pun yang belum dikenalnya. Kau lah orang asing
pertama yang dijilat olehnya."
Segera setelah piring dan cangkir untuk sarapan tadi
disingkirkan, keduanya ke luar dan masuk ke dalam hutan
yang masih basah. Matahari bersinar, burung-burung
bernyanyi. Suasana ceria di sana-sini seperti layaknya bulan
Mei. "Lihat. Pasti Jumbo tadi malam ke sana," Jimmy
menuding. Tampak semak-semak bertemperasan. "Kita bisa
mengikuti jejaknya dari sini.
"Ayolah," kata Penjaga Hutan. Keduanya pun mengikuti
jejak Jumbo. Memang tidak sulit, sebab gajah itu telah
membuat semak-semak terbuka seperti menjadi sebuah
jalan setapak. "Lihat, Jumbo mencabut pohon di sini!" teriak Jimmy
heran. Di situ tergeletak sebatang pohon kecil dengan akar-
akamya yang masih segar. Ya. Pasti Jumbo telah
mencabutnya. Betapa kuatnya hewan itu!
"Gajah memang bisa mencabut pohon dengan mudah,"
kata Penjaga Hutan. "Ayo terus. Di sini ia agaknya berbelok
ke kanan." Mereka terus memasuki hutan, mendaki punggung bukit.
Dan tiba-tiba saja mereka berhadapan dengan Jumbo!
Gajah itu berbaring di bawah sebatang pohon, kupingnya
bergerak-gerak, matanya yang kecil waspada memandang
siapa yang datang itu. "Jumbo! Jumbo sayang! Jumbo! Akhirnya kau kutemukan!" seru Jimmy berlari mendekat membelai belalai
gajah itu. Jumbo menjerit kegirangan. Ia tidak lagi
ketakutan karena badai telah berlalu. Tetapi ia merasa
kesepian dan aneh berada di hutan sendirian. Sangat jauh
berbeda jika ia berada di lapangan sirkus yang begitu ramai
dengan para sahabatnya itu. Ia bangkit berdiri dan
membelai Jimmy dengan belalainya.
Si Penjaga Hutan tak berani mendekat, memandang
heran dari kejauhan. Ia takut juga melihat binatang sebesar
itu Tetapi Jumbo tidak memperhatikannya. Ia telah
bertemu dengan sobatnya, Jimmy, jadi ia tak peduli lagi
akan yang lain. "Jumbo, kau harus kembali ke padang sirkus denganku,"
kata Jimmy mengelus-elus kaki Jumbo. "Pak Tonks pasti
bingung mencari kamu."
"Hrrrumph!" kata Jumbo ketika ia mendengar nama Pak
Tonks. Ia sangat memuja pemiliknya itu. Ia melingkari
Jimmy dengan belalainya dan mengangkatnya ke punggung
lehernya. Tetapi Jimmy berseru minta diturunkan.
"Jumbo, turunkan aku! Kalau aku kau bawa di
punggungmu di dalam hutan ini, pohon-pohon akan
membuat aku terpelanting jatuh! Kau begitu tinggi, tahu.
Biarlah aku jalan di sampingmu sampai ke luar dari hutan.
Nanti sampai ke kota aku mau naik ke punggungmu."
Jumbo mengerti. Diturunkannya Jimmy, dan kemudian
ia mengikuti Jimmy menuruni bukit. Jimmy mengucapkan
terima kasih pada Penjaga Hutan yang masih ternganga di
tempatnya itu. Tak lama ia sudah mereka tinggalkan jauh.
Akhirnya hutan pun mereka tinggalkan. Mereka telah
berjalan di sebuah jalan. Jumbo berhenti, memandang
Jimmy. "Hrrrumph?" tanyanya lembut
Jimmy mengerti. "Ya, sekarang kau boleh mengangkatku
ke punggungmu," katanya. "Kita bisa bergerak cepat nanti."
Jumbo mengangkat Jimmy ke kepalanya. Jimmy duduk
bersila di punggung leher lebar gajah itu. Jumbo kini
berjalan dengan langkah cepat meninggalkan jalan kecil dan
memasuki jalan besar. Agaknya ia tahu jalan untuk
kembali, walaupun jalan itu baru dilaluinya sekali saja.
Orang-orang di jalan keheran-heranan semua saat
langkah-langkah besar Jumbo berdebum di jalan. Dan
semakin heran lagi mereka melihat Jimmy duduk di
punggung gajah itu. Mereka pun berlarian di belakang
Jumbo, menudingnya, atau berseru terkejut.
"Itu gajah yang hilang itu! Itu gajah sirkus yang hilang!"
teriak mereka. Jumbo membawa Jimmy menyeberangi pasar. Betapa
bangganya Jimmy, sebab semua orang memperhatikannya,
semua orang terheran-heran. Dan akhirnya sampailah
Jumbo ke padang sirkus - di sana telah menunggu hampir
semua anggota sirkus, Pak Galliano dan Pak Tonks paling
depan. Pak Tonks menjerit-jerit kegirangan melihat gajah
yang dicintainya pulang. Jimmy terpaksa harus berulang-ulang menceritakan
pengalamannya. Dan Pak Tonks memeluknya erat-erat
sehingga Jimmy merasa kesakitan. Pak Tonks bagaikan gila
karena gembiranya. Air matanya berlinang saat ia
membelai belalai Jumbo. Dan Jumbo pun tak henti-
hentinya menjerit kegirangan bisa berkumpul kembali
dengan pemiliknya. Semua orang bergembira dan lega.
Dan di tengah itu semua, Pak Galliano, dengan topi
begitu miring hingga hampir jatuh, membuat orang-orang
semakin heran dengan berpidato untuk Jimmy.
"Jimmy Brown," katanya. "Kau anak luar biasa. Ya" Kau
senang pada hewan, dan hewan senang padamu. Kau
mestinya tinggal dan mengurus mereka. Ya" Baiklah. Kami
akan membawamu dan membawa ayahmu juga. Kalian
berdua ikut kami Jika ibumu ingin ikut, boleh juga ikut.
Dengan begitu seluruh keluargamu ikut kami. Kami tak
akan keberatan. Tidak" Kau akan ikut sirkus ini. Ya" Tidak"
Ya?" Pak Galliano jadi kebingungan sendiri. Ia begitu gembira
dan berbahagia. Jimmy begitu juga. Rasanya dadanya
seakan meledak karena senang. Ia boleh ikut dengan
rombongan sirkus" Menjadi anggotanya, dan tidak berpisah
lagi dengan Lotta" Oh, alangkah senangnya! Itulah yang
paling diingininya di dunia!
"Akan kukatakan ini pada ibuku!" teriaknya. Dan ia
berlari pulang secepatnya.
(Oo-dwkz-syaugy-oO) 8. Jimmy Ikut Rombongan Sirkus
Jimmy secepat kilat pulang. Ia ingin segera bercerita
tentang pengalamannya semalam kepada ibunya. Tetapi
lebih dari itu ia juga ingin menanyakan apakah ibunya mau
ikut serta dengan rombongan sirkus. Dengan begitu ayah
akan memperoleh pekerjaan tetap. Dan ia, Jimmy, dapat
membantu ikut menjaga hewan-hewan. Ibu akan dapat
merawat mereka berdua. Jadi mereka akan tetap bersama-
sama, tak ada yang harus ditinggal di rumah.
Ayah dan ibunya tampak sangat kuatir ketika ia sampai
di rumah. Mereka telah melihat bahwa tempat tidurnya
kosong, dan tak tahu ke mana ia pergi. Lebih heran lagi
ternyata celananya masih ada Jadi ke mana Jimmy pergi
hanya dengan memakai piyama"
Jimmy segera bercerita tentang bagaimana ia telah keluar
tengah malam untuk mencari Jumbo, bagaimana ia tidur di
rumah Penjaga Hutan dan bagaimana mereka berdua
mencari Jumbo di pagi harinya. Kedua orang tuanya
mendengarkan dengan penuh rasa heran.
"Tetapi, dengar, Ibu, dengar Ayah " kata Jimmy
kemudian. "Ada sesuatu yang lebih menyenangkan lagi.
Pak Galliano telah minta agar aku ikut rombongan sirkus ...
untuk membantu menjaga hewan-hewannya! Hebat bukan"
Dan ia berkata Ibu juga boleh ikut, Ayah akan bekerja
sebagai Seksi Sibuk dan mengerjakan apa saja yang
diperlukan sirkus!" Ayah dan ibu Jimmy ternganga, tak percaya apa yang
baru saja dikatakannya. Kemudian ibunya mulai menangis.
Ia menghapus air mata dan berkata, "Sebetulnya aku tidak
menangis. Aku hanya merasa sangat bahagia bahwa
akhirnya ayahmu mendapat pekerjaan ... dan kau menjadi
seorang pahlawan, Jimmy, sayang ... dan aku bisa pergi
dengan kalian, merawat kalian ...."
"Ibu! Jadi Ibu bisa ikut?" teriak Jimmy. Ia melompat-
lompat kegirangan, menjerit-jerit, memeluk
ibunya, memeluk ayahnya "Kita akan pergi bersama! Hureee!
Alangkah senangnya!"
"Ya ... tetapi, bagaimana dengan karavannya?" tanya
ayahnya. "Tak mungkin kita semua bersama-sama tinggal
di karavan si Badut. Kalau aku sendiri sih cukup, tetapi
ditambah kalian berdua "Akan kita tanyakan nanti pada Pak Galliano," kata
Jimmy. "Ia baik sekali. Akuakan menemuinya sekarang
juga, Ibu. Bisakah kita segera berkemas?"
"Jimmy! Tentu saja tidak!" kata ibunya, memandang
berkeliling dengan bingung.
"Oh, Ibu, tetapi kita harus berangkat sekarang juga!" kata
Jimmy. "Tak akan banyak yang diperlukan untuk hidup di
sebuah karavan. Biar kuajak ayah dan ibu Lotta kemari
Sirkus Pak Galliano Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk membantu mengatur apa yang kita perlukan nanti."
Anak yang kegirangan itu lari ke padang sirkus.
Sepanjang jalan ia bernyanyi-nyanyi kegirangan. Ia ingin
segera menemui Lotta dan menyampaikan kabar gembiranya. Ditemuinya Lotta sedang membawa lima ekor
anjingnya. "Lotta! Lotta!" teriak Jimmy. "kabar baik! Aku akan ikut
rombongan sirkusmu!"
Lotta begitu terkejut sehingga tali anjingnya terlepas.
Anjing-anjing itu berlarian ke segala arah. Kedua anak
tersebut memerlukan waktu sepuluh menit untuk mengumpulkan mereka, dan Jimmy menceritakan apa saja
yang baru dialaminya pada Lotta. Lotta juga sangat
gembira mendengar itu. Tiba-tiba ia mencubit Jimmy.
"Wah, maaf, aku begitu gembira hingga kurasa aku harus
mencubitmu," kata Lotta.
"Sungguh aneh caramu menunjukkan kegembiraan,"
kata Jimmy, mengusap-usap lengannya. "Tetapi kau
memang aneh, Lotta. Lebih mirip anak lelaki daripada anak
perempuan! Jadi, yah. Tak apalah. Apalagi sekarang. Aku
begitu gembira bisa ikut rombongan sirkus hingga aku tak
peduli apa saja! Aku akan ikut sirkus, sirkus, sirkus!"
"Dia ikut sirkus, sirkus, sirkus!" teriak Lotta. Dan tiba-
tiba ia berjumpalitan, berputar-putar, dan berkeliling
lapangan. Jimmy tertawa geli. Gerakan Lotta selalu tampak
sangat mudah tetapi sesungguhnya sangat sulit. Belum
pernah ia berhasil menirukannya.
Ia pergi menemui Pak Galliano. Pak Galliano begitu
gembira karena Jumbo telah ditemukan dan telah kembali
dengan selamat sehingga topinya kini hampir jatuh. Ia
tampak gembira melihat Jimmy.
"Kau akan ikut dengan kami ... Ya?" katanya sambil
menepuk punggung Jimmy keras-keras.
"Ya, Pak Galliano," kata Jimmy. Mata cokelatnya
berseri-seri. "Tetapi kami belum punya karavan. Bagaimana
kami bisa memperolehnya?"
"Mudah, mudah," kata Pak Galliano. "Kami punya
sebuah karavan kecil tua, biasa kami pergunakan untuk
menyimpan barang-barang. Kita bisa ambil barang-barang
itu dan kita pindahkan ke salah satu kandang yang kosong.
Ibumu bisa membersihkan karavan tua tadi dan kalian bisa
tinggal di dalamnya. Ya" Tetapi kita harus berangkat hari
ini, Jimmy, kita berangkat hari ini. Apakah itu ayahmu di
sana" Ya?" Memang. "Selamat pagi, Pak," Pak Brown tersenyum
pada Jimmy yang masih meloncat-loncat kegirangan.
"Kami akan ikut sekeluarga, Pak."
Pak Galliano membawa Pak Brown ke karavan tua yang
dimaksudkannya. Dikatakannya bahwa Pak Brown boleh
memakai karavan tersebut kalau ia sudah memindahkan
isinya ke sebuah kandang yang kosong. Pak Brown
mendengarkan kata-kata Pak Galliano kemudian berpaling
pada Jimmy. "Pergi ke ibumu, dan katakan apa saja yang kaudengar,"
katanya. "Ajaklah Lotta. Mungkin ia bisa membantu."
"Waktu berangkat akan aku tunda dua jam," kata Pak
Galliano bermurah hati. "Itu akan memberi waktu cukup
bagi kau dan keluargamu untuk bersiap-siap, Ya?"
Wah. Ributnya terasa hari itu! Jimmy, Lotta, dan Lal,
ibu Lotta, bergegas pergi ke rumah Jimmy. Lal sangat
banyak bantuannya. Dengan cepat ia melihat isi rumah
Jimmy yang memang tak banyak perabotnya itu. Dengan
tegas ia menyatakan mana yang bisa dibawa, mana yang
harus dijual. Ia punya kenalan seseorang yang mau
membeli apa saja yang tak akan diperlukan. Ia membantu
menurunkan tirai-tirai. Ia berkata semua panci masak harus
dibawa - periuk besar, kompor minyak, dan tempat duduk
kecil juga. Tetapi hanya sebuah kursi yang bisa dibawa.
Tempat tidur besar akan dibawa, tetapi tempat tidur milik
Jimmy harus ditinggal. Jimmy terpaksa tidur di kasur yang
dihamparkan di lantai karavan.
Rasanya menyenangkan sekali tidur seperti itu. Lotta
berkata kedua tempat lilin harus dibawa. Juga meja lipat
yang kecil. Setrika tak boleh tertinggal, pakaian sirkus harus
selalu bersih dan rapi. Bak cuci akan digantungkan di
bawah karavan dan Jimmy bisa memasukkan apa saja ke
dalamnya. Tapi Jimmy begitu gembira memikirkan akan
tidur di lantai karavan hingga ia hanya bisa berloncatan saja
ke sana kemari. "Jimmy, kau lebih banyak mengganggu daripada
membantu," kata ibunya akhirnya. "Pergi ke ayahmu.
Tanyakan apakah ia bisa membawa karavannya kemari
secepat mungkin. Lebih mudah jika kita bisa segera
memindahkan barang-barang ini ke dalamnya."
Bagaikan terbang Jimmy dan Lotta lari ke padang sirkus.
Hari itu mereka agaknya tak bisa berjalan. Segalanya begitu
menggemparkan! Mereka menemui Pak Brown. Ia telah
memindahkan barang-barang yang ada di dalam karavan
tua itu ke kandang kosong. Ia telah membersihkan karavan
tersebut. Karavan itu kecil, dan agak buruk. Catnya sudah
harus diganti. Tetapi di mata Jimmy karavan tersebut begitu
indah! Karavan ini adalah rumah di atas roda. Dan apa lagi
yang bisa diimpikan oleh seorang anak lelaki"
Ia pergi mengambil salah seekor kuda penarik untuk
membawa karavan itu ke rumahnya. Tak lama para
tetangga Jimmy sudah tahu semua bahwa keluarga Brown
akan ikut rombongan sirkus. Orang-orang saling berseru
memberi tahu: "Keluarga Brown ikut rombongan sirkus!"
Dan mereka pun datang untuk membantu. Lal mengepel
lantai karavan tua itu. Lotta membersihkan jendela-
jendelanya. Ada empat buah jendela - dua yang kecil, di
sebelah depan, dan di sisi masing-masing sebuah. Di bagian
belakang terdapat pintu dan tangga pendek untuk turun.
Permadani dipasang. Ini adalah permadani yang tadinya
dipasang di kamar Jimmy yang kecil. Permadani lainnya
tidak bisa masuk, terlalu besar. Tak ada tirai yang cocok
untuk jendela-jendela yang ada, jadi nanti saja itu diatur
lagi. Kompor diletakkan di sudut. Tempat tidur dimasukkan, tetapi tidak ada waktu untuk merapikannya.
Dan masuklah satu-satunya kursi, disusul bangku cilik,
panci-panci masak, periuk, dan lainnya.
Di tengah keributan itu muncul Lotta, berlari cepat
mendatangi. Ia telah pulang untuk membantu ibunya
berkemas. "Jimmy! Jimmy! Kami telah berangkat!
Cepatlah! Jangan sampai tertinggal!"
Barang-barang terakhir dibungkus tergesa-gesa dan
dilemparkan ke dalam karavan tua itu. Jimmy melambaikan
salam perpisahan dan naik ke tangganya. Ayahnya duduk
di depan, menggertak kuda agar bergerak. Ibunya menutup
pintu rumah untuk terakhir kalinya dan berlari ke jalan,
setengah menangis setengah tertawa. Para tetangga
bergantian menciumnya, mendoakan agar ia selamat di
jalan. "Selamat jalan! Selamat jalan!" teriak para tetangga.
"Kami akan mengunjungi kalian jika kelak sirkus akan
datang lagi kemari!"
Kuda pun berjalan, dengan Lotta duduk di punggungnya
sementara Pak Brown memegang kendalinya. Lotta selalu
melompat ke punggung kuda kapan saja ada kesempatan.
Mereka tiba di padang sirkus. Orang-orang telah mulai
bergerak. Tenda-tenda telah dikemasi. Kandang-kandang
telah berbaris rapi. Satu per satu karavan mulai
meninggalkan padang. Seperti biasa Jumbo menarik tiga
karavan sekaligus. Ribut sekali, orang-orang saling berteriak
dan memanggil Karavan ayah Jimmy memasuki barisan. Jimmy
menjenguk ke luar dari karavannya. Jauh di depan
dilihatnya Jumbo, berjalan dengan langkah berat tapi pasti.
Jumbo yang baik! Kemudian dilihatnya Lilliput dengan
Jemima memeluknya. Dilihatnya pula Pak Galliano
berteriak pada seseorang, dan topinya tampak miring.
Tak lama padang pun sepi. Rombongan sirkus sudah
dalam perjalanan ke tempat pemberhentian berikutnya. Dan
dalam rombongan itu terdapat Jimmy, ayahnya, dan
ibunya. Mereka duduk nyaman dalam karavannya, masing-
masing bertanya-tanya dalam hati ke mana tujuan mereka
dan apa yang akan terjadi.
"Kita berada di rumah di atas roda, Bu," kata Jimmy
dengan gembira. "Sudah lama aku ingin tinggal di rumah
seperti ini. Kini kita menjadi anggota rombongan sirkus.
Senang, bukan?" Ibu Jimmy sibuk merapikan tempat tidur. Sedikit sekali
ruang tersisa setelah tempat tidur tadi siap. Jimmy harus
duduk di tempat tidur itu jika ia ingin melihat ke luar
jendela. Tetapi ia lebih senang duduk di tangga pendek di
depan pintu belakang sambil menyiulkan lagu-lagu gembira
saat iring-iringan sirkus itu melewati desa-desa dan kota-
kota di bawah pandangan kagum orang-orang yang
dilewatinya. Ah. Jimmy merasa sangat bahagia. Ia merasa
menjadi anak sirkus yang sesungguhnya.
(Oo-dwkz-syaugy-oO) 9. Dalam Perjalanan Hari pertama Jimmy mengikuti perjalanan rombongan
sirkus itu paling berkesan padanya. Rombongan tadi harus
berjalan lambat-lambat, sebab Jumbo melangkah seenaknya
sendiri dan iring-iringan karavan di belakangnya harus
mengikuti kecepatannya. Kadang-kadang karavan di depan
Jumbo bergerak lebih cepat hingga mereka berada agak jauh
dari rombongan di belakang Jumbo. Tapi rombongan depan
itu kemudian berhenti, beristirahat, dan menunggu Jumbo
serta yang lainnya. Betapapun, tak seorang pun merasa dirugikan oleh
gerakan perjalanan yang lambat itu. Pak Galliano telah
memperhitungkan lama perjalanan yang harus ditempuh
menuju kota tempat mereka akan mengadakan pertunjukan.
Ia telah mengirim salah seorang pegawainya untuk
mendului pergi ke kota tujuan dan memasang poster-poster
tentang akan adanya'pertunjukan sirkus.
Kali ini ditentukan lama perjalanan adalah dua hari.
Mereka akan mengunjungi sebuah kota yang sangat besar,
kota Bigchester, yang jaraknya lumayan jauhnya. Mereka
berharap tiba di kota tersebut hari Selasa malam dan hari
Kamis pagi semuanya akan sudah siap untuk membuat
pertunjukan yang pertama. Lotta bercerita tentang ini
semua saat anak itu duduk di samping Jimmy di tangga
karavan. Karavan yang mereka naiki ditarik oleh salah
seekor kuda biasa, bukannya kuda yang digunakan untuk
pertunjukan. Kuda pertunjukan hanya dipakai untuk
menarik karavan Pak Galliano yang sangat indah.
"Oh, Jimmy, aku senang sekali kau bisa ikut dengan
kami," kata Lotta, mata birunya bersinar-sinar "Sekarang
kau bisa terus membantuku dalam pekerjaanku. Entah
pekerjaan apa yang akan diberikan oleh Pak Galliano
padamu. Kukira kau akan diserahi merawat hewan-hewan."
"Itu pekerjaan yang kusukai," kata Jimmy bangga.
"Dengar, Lotta ... rasanya aneh ya tidak usah sekolah"
Biasanya setiap hari aku sekolah. Sekarang tidak lagi."
"Aku belum pernah sekolah selama hidupku," kata Lotta.
"Aku bisa membaca sedikit. Tapi aku tak bisa menulis."
"Lotta!" Jimmy heran. "Kau tak bisa menulis" Alangkah
tak enaknya!" "Siapa bilang tak enak," sahut Lot/t, pipinya memerah.
"Aku sih tak keberatan tak bisa menulis. Aku toh tak punya
keluarga yang bisa kutulisi surat."
"Menulis bukan hanya untuk menulis surat," kata
Jimmy. "Baiklah. Biar kuajari kau membaca dan menulis
dengan baik, Lotta. Datanglah ke karavanku tiap malam.
Akan kutunjukkan bukuku dan akan kutunjukkan cara
membaca yang baik." "Baiklah," kata Lotta. Tetapi ia tidak begitu bersemangat.
Lotta tidak ingin buku. Semua buku rasanya membosankan.
Ia memutuskan untuk berbuat nakal dan tolol jika Jimmy
mencoba untuk mengajarinya. Akan dibuatnya anak itu
bosan mengajar. Lilliput melambaikan tangan dari karavan di belakang
mereka. Ia juga merasa gembira Jimmy bergabung dengan
rombongannya. Semua orang memang menyukai anak
periang ini. "Halo, Lilliput!" Jimmy berseru pada orang kerdil itu
"Bagaimana Jemima dan monyet-monyet lainnya" Apakah
mereka juga ketakutan malam tadi?"
"Sedikit pun tidak!" Lilliput berseru kembali. "Jemima
masuk ke dalam selimut dan memeluk kakiku. Ia selalu
berbuat begitu jika ada suara-suara di luar. Monyet lainnya
tak bersuara sedikit pun!"
"Oh, lucu sekali tidur dengan kaki dipeluk monyet
sepanjang malam," kata Jimmy, heran. Itulah yang terbaik
dalam kehidupan di sirkus. Selalu ada saja hal-hal yang luar
biasa atau sangat menarik. Jimmy berseri-seri. Ia sangat
bahagia. Ia bisa mendengar ibunya di dalam karavan
sedang menyanyi. Agaknya ibunya juga merasa bahagia.
Ayahnya kini punya pekerjaan tetap dengan sirkus ini, dan
Jimmy nantinya juga akan bekerja, dan ibunya akan tinggal
terus bersama mereka! Alangkah bahagianya!
Tepat saat itu karavan Jimmy rodanya terantuk sebuah
batu besar. Terjadi guncangan keras. Jimmy terpelanting
jatuh ke tanah. Lotta tertawa terpingkal-pingkal. "Itu
Sirkus Pak Galliano Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menunjukkan bahwa kau bukanlah anak sirkus asli,"
katanya. "Anak sirkus yang asli tak akan pernah terjatuh
dari tangga karavan. Oh, kau sungguh lucu, Jimmy!"
Jimmy sedikit gusar. Didorongnya anak nakal itu
sehingga ia pun kini jatuh. Tetapi hampir pada saat ia
menyentuh tanah, tubuh Lotta seakan berputar cepat. Dan
bagaikan kucing ia telah berada di tangga lagi, duduk di
samping Jimmy. Sebelum Jimmy sadar bahkan Lotta
berhasil mencubitnya keras-keras!
"Ow!" jerit Jimmy. Cubitan Lotta memang bisa terasa
begitu pedih dan panas. "Jangan!"
"Ayo, anak-anak!" terdengar suara ibu dari dalam
karavan. "Tangga itu tidak aman untuk dipakai tempat
bertengkar. Lotta, rambutmu itu kenapa" Begitu tak keruan.
Sudahkah kau sikat pagi tadi?"
"Menyikat rambut!" Lotta keheranan. "Tentu saja tidak,
Bu. Aku hanya menyikatnya bila kami akan mengadakan
pertunjukan." "Ya ampun!" kata Bu Brown. "Tak heran rambutmu
selalu tidak rapi. Nah Lotta, jika kau mau makan dengan
sarden dan kue jahe, cepatlah merapikan diri dan makanlah
dengan kami!" "Ooooh!" kata Lotta yang hampir selalu merasa lapar,
seperti ju^: Jimmy. "Baiklah. Akan kucoba. Tetapi kukira
itu hanya membuang-buang waktu saja. Dan Lal, ibuku,
akan merasa aneh jika aku merapikan diri. Tetapi boleh
jugalah, kalau untuk itu aku mendapat makanan."
Ia melompat ke tanah dan berlari ke karavannya sendiri.
Jimmy tertawa. "Oh, Ibu, jangan berpikir Ibu akan bisa mengubah
Lotta," katanya. "Ia selalu kotor, tangannya kotor,
rambutnya acak-acakan. Ia tak peduli apakah bajunya ada
kancingnya atau tidak."
"Kau harus ingat Jimmy, bahwa kau tak boleh seperti
itu," kata ibu Jimmy dengan tegas. "Orang-orang sirkus
memang baik dan ramah, tetapi mereka bisa hidup lebih
bersih dan rapi. Lotta harus belajar bahwa ia tak akan
kuperkenankan makan di sini sebelum ia bersih dan rapi
seperti kita. Nah, kini kau sendiri kemarilah. Cucilah
tanganmu." Jimmy masuk ke dalam karavan. Sempit sekali. Hampir
tak ada tempat untuk bergerak. Semuanya ditempati oleh
tempat tidur, kompor, dan meja lipat. Ia memasukkan
tangannya ke baskom dan mencucinya. Dibasahinya
rambutnya dan disisirnya. Ibunya sibuk memotong kue
jahe. Baunya sungguh sedap!
Tak lama Lotta muncul. Ia kelihatan lain sekali.
Rambutnya kemilau, wajah dan tangannya bersih.
"Bagus sekali, Lotta," kata ibu Jimmy. Lotta senang
sekali oleh pujian itu. Ia menyukai ibu Jimmy.
"Kalian terpaksa duduk di idundakan dan makan di
sana. Tak ada lagi tempat di sini," kata Bu
Brown. "Aku akan memberi ayahmu sepotong roti dan
kue lewat jendela depan kecil itu."
Ayah Jimmy mengendalikan kuda penarik karavan.
Terdengar ia bersiul-siul, menikmati sinar matahari bulan
Mei dan segarnya tumbuh-tumbuhan yang mereka lewati.
Ibu Jimmy membuka salah satu jendela depan dan
mengetuk punggung suaminya. Pak Brown terkejut dan
berpaling. "Roti dan kue untukmu, Tom," kata Bu Brown. Pak
Brown dengan gembira menerima rotinya. Ia pun sudah
lapar. Kini semua orang makan, dan tak ada sisa dari kue
jahe yang besar itu saat Jimmy dan Lotta selesai.
"Oh, sungguh menyenangkan," kata Jimmy, memandang
langit biru. "Bepergian seperti ini, tak perlu kuatir apa pun.
Tak ada sekolah. Libur terus-menerus."
"Libur!" Lotta heran. "Apa yang kau bicarakan, Jimmy"
Libur yang kami punyai adalah saat-saat kami dalam
perjalanan seperti ini. Selebihnya kami harus bekerja keras
terus. Ya. Tunggu saja sampai kita tiba di Bigchester dan
harus bersiap-siap lagi. Kau akan mendengar Pak Galliano
berteriak-teriak pada semua orang. Dan kau pun akan
mendapat bagian harus bekerja keras! Kau belum tahu apa
kerja keras itu. Bagi kami, sekolah hanyalah main-main saja
dibandingkan pekerjaan di sirkus."
Iring-iringan sirkus, karavan, kandang, dan kendaraan
lainnya, terus bergerak di hari bulan Mei yang panjang itu.
Anjing-anjing menyalak dalam kandang mereka, mereka
merasa kepanasan dan gelisah. Jimmy turun dan melihat
persediaan air anjing-anjing itu. Ternyata banyak yang
tumpah. Jimmy pun mengambil air dan mengisi mangkuk-
mangkuk batu di kandang-kandang anjing tersebut. Ia juga
memberi biskuit kering. Anjing-anjing tadi begitu gembira,
melompat-lompat ketika melihatnya. Matahari bersinar
terik sekali memasuki kandang mereka. Jimmy melihat tirai
tergulung di atap kandang dan diturunkannya tirai tadi agar
sinar matahari tak terlalu mengganggu. Salah seekor anjing
menjadi nakal sekali karena kepanasan. Dipindahkannya
anjing itu ke kandang tersendiri di mana ia bisa berbaring
tenang. Di ujung karavan memang ada tiga atau empat
kandang terpisah. Jika diperlukan anjing mana pun bisa
dipisahkan dari yang lain.
Tetapi biasanya anjing-anjing itu lebih senang berkumpul, bermain-main, dan berguling-guling bersama-
sama, menjadi kelompok yang ceria dan biasanya bisa
saling tenggang rasa. Jimmy menyediakan air tambahan
bagi anjing yang dipisahkannya itu. "Guk!" anjing itu
mengucapkan terima kasih.
"Dia harus kita ajak jalan-jalan nanti, jika kita berhenti,"
kata Lotta. "Pasti menyenangkan untuk bisa jalan-jalan
lagi." Iring-iringan itu berjalan terus. Matahari kini mulai
terbenam, tetapi hari itu siang sungguh sangat panjang.
Jimmy berpikir pasti Jumbo kepanasan berjalan terus
sepanjang hari Tetapi tampaknya Jumbo tak keberatan
sama sekali. Sekali Pak Tonks menghentikan iring-iringan
untuk membawa Jumbo ke sungai kecil yang kebetulan
mereka lewati. Jumbo mencelupkan belalainya ke air,
kemudian mengangkatnya dan menyemprotkannya ke
punggungnya yang penuh debu. Dilakukannya ini berulang-
ulang sampai ia merasa dirinya sudah dingin. Dan tiba-tiba
ia menyemprotkan air ke Lotta dan Jimmy yang berdiri di
dekat tempat itu, menontonnya.
Cekatan Lotta melompat menyingkir. Tetapi Jimmy
basah kuyup! Betapa Lotta tertawa terpingkal-pingkal!
"Ia sudah sering melakukan itu untuk bercanda," kata
Lotta. "Karenanya aku sudah mengira kalau ia akan
menyemprot kita. Oh, kau begitu basah, Jimmy!"
Jimmy juga tertawa. Dan Jumbo berseru keras,
"Hrrumph!" "Ia juga tertawa," kata Pak Tonks. "Ayo, Jumbo ...
kembali!" Kira-kira pukul delapan malam ketika matahari sudah
begitu rendah di balik pepohonan (Di Inggris pada musim
panas matahari masih tampak walaupun jam sudah
menunjukkan waktu malam.) dan bayang-bayang sudah
begitu panjang, Pak Galliano menyerukan agar iring-iringan
berhenti. Mereka telah sampai di tepi sebuah hutan yang
banyak pohonnya serta ada anak sungainya.
Dan tiba-tiba saja semuanya sibuk. Kuda-kuda dilepaskan dan dibiarkan merumput Tangga kecil di
belakang karavan-karavan diturunkan. Anjing-anjing menyalak-nyalak sebab mereka tahu bahwa mereka pasti
akan diajak berjalan-jalan. Si monyet, Jemima meloncat
meninggalkan Lilliput dan memanjat sebatang pohon. Di
sana ia mencereceh dan tertawa. Monyet lain yang tidak
sejinak Jemima aman tinggal di kandang mereka.
Api-api unggun dibuat. Dan tak lama bau yang sedap
mulai tercium. Udara begitu segar sehingga semua orang
makan di luar. Suasana hangat, semerbak oleh semak-
semak bunga yang tumbuh liar di tempat itu.
Ibu Jimmy melihat bahwa orang-orang lain membuat api
unggun dekat karavan mereka. Ia pun memutuskan untuk
berbuat yang sama. Tetapi ternyata tidak semudah yang
diperkirakan. Akhirnya ia tak meneruskan niatnya, putus
asa. Jimmy sedang membantu ayahnya membawa kuda
merumput. Bu Brown berpikir pastilah ia tak akan bisa
memasak ikan hem'ng-nya. Tetapi kemudian muncul Lotta. "Mari kubantu. Dan
masakan pasti sudah siap kalau Jimmy dan Brownie
datang," katanya. Dan ketika Jimmy dan ayahnya datang, api telah
berkobar serta ikan heningnya sudah mulai masak.
Sedapnya! "Oh, aku akan menikmati malam pertamaku makan di
tempat terbuka!" kata Jimmy girang.
(Oo-dwkz-syaugy-oO) 10. Malam Pertama di Karavan
Rasanya tak pernah Jimmy merasakan ikan hening
selezat itu. Hari telah gelap. Api-api unggun mulai
menguning di sana-sini. Jimmy mendapat dua ekor hening,
cokelat panas, roti dan mentega. Jimmy makan dengan
sangat lahap. Orang-orang makan sambil bercakap-cakap
dan tertawa-tawa. Senang sekali rasanya beristirahat setelah
sehari penuh terguncang-guncang karavan.
Kuda-kuda dengan tenang merumput. Mereka ditambatkan dengan tali yang panjang sehingga bisa
berjalan-jalan dengan bebas. Nanti malam seseorang akan
menjaga kuda-kuda tersebut, sebab harganya cukup mahal.
Jumbo juga makan besar, sebab ia pun sangat lapar.
Terdengar sekali-sekali ia berkata 'Hrrumph! Hrrumph!'
Agaknya berbicara sendirian. Pak Tonks menambatkan
pada sebatang pohon yang sangat besar, dengan
menggunakan tali besar berbalut kawat. Ia tak ingin Jumbo
lari lagi jika malam turun badai.
Tak lama kemudian Pak Galliano memanggil salah
seorang pembantunya dan disuruhnya berkeliling ke setiap
api unggun. "Semua api harus dipadamkan setengah jam lagi," kata
orang itu dan kepada orang-orang yang mengelilingi api
unggun masing-masing. "Kita tak pernah membiarkan api menyala di malam
hari," kata Lotta pada Jimmy. "Selembar kertas yang
terbang dibawa angin dan menyala mungkin saja bisa
menghabiskan seluruh karavan yang terbuat dari kayu itu.
Juga kandang-kandang hewan. Karenanya Galliano selalu
menetapkan waktu untuk memadamkan semua api."
Mereka masih duduk-duduk mengelilingi api untuk
beberapa lama. Kemudian terdengar seseorang memanggil
Lotta. "Lotta! Di mana kau! Bagaimana dengan anjing-anjing
ini" Mereka ribut tak henti-hentinya!"
"Ayo, Jimmy," ajak Lotta, berdiri. "Kita harus membawa
anjing-anjing itu berjalan-jalan sebelum kemalaman."
"Ya ampun!" kata Bu Brown. "Mestikah kau pergi,
Jimmy" Ini sudah waktunya tidur!"
"Ia bisa tidur di siang hari, di saat kita dalam perjalanan,
Mary, jika ia lelah," kata Pak Brown. "Orang sirkus berbeda
dengan orang biasa. Ayolah, Jimmy, bantu Lotta membawa
anjing-anjing itu berjalan-jalan. Biar aku yang memadamkan api." Kedua anak itu berangkat membawa anjing-anjing
mereka. Betapa gembiranya anjing-anjing itu. Lotta dan
Jimmy melepaskan tiga ekor anjing yang paling penurut
dan selalu datang jika disiuli - yang lain harus puas
dengan berada di ujung tali. Mereka semua berangkat
melalui jalan kecil yang agaknya menuju ke bukit.
"Indah sekali 'kan, Lotta," kata Jimmy sambil menghirup
udara dalam-dalam. "Dan lihatlah bulan itu!"
Bulan muncul perlahan dari balik bukit di depan mereka.
Daerah itu bagaikan disepuh oleh cahaya perak. Pucat.
Dingin. Segalanya terlihat dengan jelas. Bagaikan siang,
pikir Jimmy, hanya warna-warna tidak secerah seperti siang
hari. Jalan-jalan kali itu menyenangkan sekali. Kedua anak
Alengka Bersimbah Darah 2 Wiro Sableng 058 Bahala Jubah Kencono Geni Nyawa Titipan 3
Sirkus Pak Galliano Karya : Enid Blyton Alih bahasa : Djokolelono
Sumber djvu : syaugy_arr Convert, Edit teks & Ebook pdf oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ http://dewi-kzanfo/
http://cerita-silat.co.cc/ http://kang-zusianfo
Sinopsis: "Alangkah senangnya kalau bisa tinggal di sebuah
karavan," kata Jimmy dengan penuh rasa ingin ketika
sebuah rombongan sirkus datang ke kotanya membawa
kuda-kuda gagah tampan, monyet-monyet lucu, dan bahkan
seekor gajah! Jimmy sangat mencintai binatang. Dan ia
tertarik untuk bisa tinggal di karavan - kereta yang
dijadikan rumah di atas roda oleh para anggota rombongan
sirkus. Segera juga Jimmy berkenalan dengan binatang-
binatang dan orang-orang sirkus yang baik-baik hati itu.
Ketika kemudian Pak Galliano yang tampak agurtg dengan
topi tingginya itu menawarkan pekerjaan pada ayah Jimmy,
pekerjaan yang mungkin akan membawa ayah Jimmy itu
jauh dari, keluarganya, Jimmy tak bisa segera memutuskan
apakah ia gembira atau tidak dengan tawaran itu ...
(Oo-dwkz-syaugy-oO) Penerbit PT Gramedia Jl Palmerah Selatan 22 Lt IV
Jakarta 10270 SIRKUS PAK GALLIANO Enid Blyton SIRKUS PAK GALLIANO Penerbit PT Gramedia Jakarta, 1985
MR. GALLIANO S CIRCUS by Enid Blyton Copyright ? Darrell Waters Limited,
1938 First published by George Newnes Limited, London,
1938 SIRKUS PAK GALLIANO Alihbahasa: Djokolelono GM 85.155 Hak cipta
terjemahan Indonesia PT Gramedia, Jakarta Hak cipta
dilindungi oleh undang-undang Sampul digambar kembali
oleh Amir Koenfayakoen Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Gramedia, anggota IKAPI Jakarta, September
1985 Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau
seluruh Isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia Jakarta
ISI 1. Sirkus! 7 2. Jimmy Berkenalan dengan Orang-orang Sirkus 15
3. Jimmy Mempelajari Kehidupan di Sirkus 23
4. Jimmy Menonton Sirkus 32
5. Berita Buruk 41 6. Malam yang Menggemparkan 51
7. Jimmy Mencari Jumbo 61
8. Jimmy Ikut Rombongan Sirkus 70
9. Dalam Perjalanan 78 10. Malam Pertama di Karavan 88
11. Lotta Mengajari Jimmy Naik Kuda 97
12. Sirkus Sukses Besar 107 13 Punch Sakit Keras 117
14. Obat Aneh 127 15. Pak Wally dan Simpansenya 137
16. Jimmy Kini Punya Anjing 147
17. Lucky Mulai Belajar 157
18. Pak Wally Mendapat Kecelakaan 167
19. Apa yang Terjadi pada Sammy" 177
20. Jimmy Main di Ring 187
21. Lucky yang Hebat 197 22. Lucky Memperoleh Kesempatan . 207
23. Karavan yang Indah - dan Kejutan dari Jumbo
24. Dua Bersaudara Ajaib 25. Lotta Bersedih Hati 26. Jimmy dan Lotta Akhirnya Berbahagia
(Oo-dwkz-syaugy-oO) 1. Sirkus! Suatu hari, saat Jimmy Brown sedang membereskan
buku-bukunya di akhir pelajaran, ia mendengar seseorang
berseru di luar sekolah, "Sirkus datang! Sirkus datang!"
Semua anak mengangkat kepala dengan riang. Mereka
tahu bahwa sebuah sirkus akan datang ke kota mereka. Dan
mereka berharap iring-iringan karavan*), kurungan hewan-
hewan, dan kuda-kuda akan melewati jalan di dekat
sekolah. "Ayo!" teriak Jimmy. "Kudengar suara kaki kuda!
Selamat siang, Nona White!"
Anak-anak memberi salam pada guru mereka dan
berebutan ke luar. Mereka sampai dijalan tepat saat iring-
iringan sirkus itu muncul. Mula-mula beberapa ekor kuda
hitam, gagah dan tampan, berjalan rapi berdampingan. Dan
di kuda terdepan tampak seorang pria berpakaian serba
merah, meniup terompet. Ia kelihatan gagah sekali.
Kemudian tampak sebuah kereta yang seolah-olah
terbuat dari emas. Di bagian depannya duduk seseorang
yang tampan, agak gendut, dan seorang wanita gemuk yang
pakaiannya dari satin, serba merah.
"Itulah pemilik sirkus," seseorang berkata. "Itulah Pak
Galliano ... dan itu istrinya! Wah, sungguh tampan mereka,
ya!" ---- *)karavan = semacam kereta yang ditata sebagai rumah
dan dipakai sebagai tempat tinggal dalam perjalanan.
Pak Galliano tak henti-hentinya membuka topi dan
membungkuk pada orang-orang dan anak-anak yang
menonton iring-iringan itu. Ia betul-betul bersikap bagaikan
seorang raja. Kumisnya tipis, melengkung ke atas pada
ujungnya. Topi tingginya hitam berkilau. Sungguh agung di
mata Jimmy. Kemudian muncul beberapa ekor kuda putih. Dan pada
kuda pertama, yang memimpin kuda-kuda lainnya, tampak
seorang anak perempuan kecil memakai gaun putih
cemerlang. Rambutnya coklat gelap, keriting, matanya biru
bagaikan bunga biru di taman rumah-rumah di pinggir
jalan. Tiba-tiba anak perempuan itu mencibir pada Jimmy
serta mencoba melecutnya dengan cambuk. Ujung cambuk
tepat mengenai pergelangan Jimmy, membuatnya terkejut
dan melompat mundur. "Nakal sekali, kau!" seru Jimmy. Tetapi anak perempuan
itu hanya tertawa dan mencibir lagi. Jimmy melupakannya
ketika dilihatnya apa yang muncul kemudian. Seorang
badut, berpakaian merah dan hitam, dengan topi lancip
tinggi... dan ia tidak berjalan kaki! Badut itu berloncatan,
berputar bagaikan menggelindingnya roda, sekali tangannya
terkena tanah, sekali kakinya, bergantian terus, berputar-
putar. "Itu namanya menggelinding roda," kata Tommy, yang
berdiri di samping Jimmy. "Pintar sekali dia, ya" Lihat.
Terus saja ia menggelinding bagaikan roda. Tak henti-
hentinya!" Namun tiba-tiba si Badut berhenti, meloncat tegak
berdiri, membuka topinya. Dan ia beriungkir balik lagi,
tangannya di tanah, kakinya di atas. Ditaruhnya topinya di
kakinya, dan ia berjalan cepat dengan tangannya sementara
kakinya kini mirip kepala karena bertopi. Anak-anak
tertawa tergelak-gelak. Setelah itu muncul rangkaian kereta-kereta dengan
warna-warna cemerlang. Betapa senangnya hati Jimmy.
Ada yang merah, dengan jendela-jendela kecil bertirai
melambai-lambai tertiup angin. Ada yang biru. Ada yang
hijau. Semua karavan punya cerobong asap sendiri-sendiri.
Dan dari cerobong-cerobong asap itu mengalun keluar asap,
memanjang ke. arah belakang iring-iringan.
"Oh, betapa senangnya tinggal di karavan," kata Jimmy.
"Betapa senangnya tinggal di rumah yang beroda, dan dapat
bepergian sepanjang jalan, dari kota ke kota serta berhenti
di padang rumput di tengah malam."
Kuda-kuda penarik karavan tidaklah seindah kuda-kuda
hitam dan putih yang terdahulu. Jimmy hampir tak sempat
melihat mereka karena para penonton ribut berteriak-teriak,
"Gajah! Gajah!"
Dan, wah, memang betul! Muncul seekor gajah. Besar
sekali. Dengan langkah agung menarik tiga buah kereta
kurungan di belakangnya, la sama sekali tak merasakan
beratnya kereta-kereta itu sebab ia sama kuatnya dengan
dua puluh ekor kuda. Besar sekali, dengan belalai terayun
ke kiri kanan. Ketika berada di depan Jimmy gajah itu
mengulurkan tangan padanya, seolah-olah ingin minta
berjabat tangan. Jimmy begitu gembira. Sayang ia tak
membawa biskuit yang bisa diberikannya pada gajah tadi.
Binatang besar itu jalan terus, menyeret kereta-kereta
kuningannya. Dua di antara kereta kurungan itu tertutup.
Entah apa yang ada di dalamnya. Tetapi yang terakhir
terbuka pada satu sisinya. Jimmy melihat di dalam
kurungan tersebut tiga ekor monyet Mereka duduk berjajar
di sebatang kayu melintang. Semuanya memakai pakaian
hangat berwarna merah, dan mereka memperhatikan para
penonton dengan mata yang cemerlang penuh rasa ingin
tahu. "Lihat, itu ada monyet lagi... di bahu orang itu!" seru
Tommy. Jimmy berpaling ke arah yang ditunjukkan
Tommy. Benar juga. Di belakang kereta kurungan yang
berisi monyet tadi terdapat telundakan. Dan di tempat itu
duduk seorang bertubuh kecil, keriput, wajahnya lucu
sangat mirip dengan monyet yang ada di bahunya. Monyet
itu memeluk erat-erat orang tadi, dan ketika melewati
gerombolan anak-anak yang menonton si monyet mengangkat topi orang tersebut dan melambai- lambaikannya. "Kau lihat itu?" teriak Jimmy gembira. "Si monyet
mengambil topi orang itu dan melambai-kannya pada kita!
Lihat! Monyet itu mengembalikan topi tersebut ke
kepalanya! Pandai sekali, ya!"
Akhirnya iring-iringan berakhir. Semua kuda, kereta, dan
karavan memasuki padang rumput luas dekat Pertanian
Giles. Di sanalah sirkus akan bermain. Anak-anak berlarian
pulang, masing-masing penuh keinginan untuk melihat
sirkus yang akan dimulai di hari Rabu.
Jimmy bercerita pada ibunya tentang sirkus itu. Ayahnya
pun mendengarkannya. Ayah Jimmy seorang tukang kayu.
Tetapi ia sudah menganggur hampir setahun ini. Ini
membuatnya sangat sedih, sebab sebetulnya ia seorang
tukang yang ahli dan ia iba melihat ibunya harus bekerja
keras mencuci dan membersihkan lantai orang-orang lain
untuk sekadar memperoleh sedikit upah.
"Wah, hebat sekali!" kata Jimmy selesai makan. Ia
sesungguhnya masih lapar, tetapi makanan sudah habis.
"Alangkah senangnya kalau aku bisa menonton sirkus itu."
"Tetapi kau tahu hal itu mustahil Jimmy," kata ibunya.
"Jadi tak usah kau pikirkan lagi"
"Oh, aku tahu itu, Bu," kata Jimmy dengan riang.
"Jangan kuatir. Aku hanya ingin melihat-lihat semua
binatang, badut, dan apa saja yang ada di tanah lapang itu.
Itu cukup bagiku walaupun aku tak bisa menonton mereka
bermain." Begitulah. Tiap hari sehabis sekolah Jimmy menyelinap
di bawah pagar tali yang mengelilingi tempat perhentian
sirkus. Dan ia pun meninjau ke sana kemari. Mula-mula ia
selalu ditegur. Dan sekali bahkan Pak Galliano sendiri,
dengan kumis kaku karena marah, menghardik Jimmy dan
menyuruhnya pergi. Saat itu Jimmy sungguh ketakutan dan sudah siap untuk
berlari pergi. Namun seseorang memanggilnya dari karavan
di dekatnya. Ia berpaling. Ternyata anak perempuan
berambut keriting yang mencambuknya itu.
"Halo, kawan!" anak itu berseru. "Kulihat kau menonton
iring-iringan kami kemarin. Apakah kau akan menonton
sirkus kami besok malam?"
"Tidak," jawab Jimmy. "Aku tak punya uang. Hei...
bolehkah aku mengintip ke dalam karavan itu" Dari luar
tampak begitu menyenangkan."
"Naiklah tangga itu, dan mengintiplah kalau kau suka,"
kata anak itu. Jimmy memanjat tangga kecil di belakang karavan dan
mengintip ke dalam. Dilihatnya sebuah tempat tidur di
belakang, merapat ke dinding kayu karavan. Ada pula
sebuah tungku hitam di mana sebuah periuk sedang
menggelegak berisi air mendidih. Kemudian tampak juga
sebuah meja kecil, sebuah kursi, dan sebuah bangku. Di
dinding terdapat rak-rak untuk menaruh berbagai macam
benda. Dan lantainya ditutup karpet berwarna ceria.
"Indah sekali," kata Jimmy. "Aku tak mengerti mengapa
orang-orang memilih tinggal di rumah-rumah. Padahal
karavan lebih murah."
"Aku juga heran," kata anak perempuan kecil itu. Jimmy
berpaling padanya dan tiba-tiba anak tersebut mencibir
buruk sekali. "Kau nakal," kata Jimmy. "Suatu hari saat kau berbuat
begitu angin pasti membuat wajahmu tak bisa kembali lagi."
"Oh, mungkin begitulah maka wajahmu begitu buruk,"
anak perempuan itu tertawa "Dari tadi aku juga heran
bagaimana wajahmu begituaneh."
"Siapa bilang wajahku aneh?" tanya Jimmy. "Dan dengar
... mengapa kemarin aku kaulecut dengan cambukmu" Kau
membuatku kesakitan "
"Maaf, tak sengaja," jawab anak itu "Siapa namamu?"
Sirkus Pak Galliano Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jimmy," kata Jimmy.
"Namaku Lotta," kata anak itu. "Ayahku bernama
Laddo, ibuku Lal. Mereka penunggang kuda, ahli
berlompatan dari satu kuda ke kuda lain. Aku juga bisa
menunggang kuda." "Oh," kata Jimmy kagum. "Alangkah senangnya kalau
aku bisa melihatmu bermain di sirkus ini."
"Datanglah besok, sekitar waktu seperti sekarang ini,"
kata Lotta. "Akan kubawa kau berkeliling melihat-lihat
semuanya. Sekarang aku harus pergi. Aku harus
menggoreng sosis untuk makan malam nanti. Lal pasti
marah kalau aku belum selesai memasak nanti."
"Apakah kau memanggil ibumu 'Lal' begitu saja?" tanya
Jimmy heran. "Tentu saja," jawab Lotta. "Dan aku memanggil ayahku
'Laddo'. Semua orang memanggilnya begitu. Nah. Sampai
jumpa besok." Jimmy berlari pulang. Ia begitu gembira. Besok ia akan
dibawa berkeliling melihat-lihat! Itu rasanya lebih menyenangkan daripada sekadar menonton sirkus tadi!
(Oo-dwkz-syaugy-oO) 2. Jimmy Berkenalan dengan Orang-orang Sirkus
Keesokan harinya, segera setelah sekolah sore selesai,
Jimmy berlari ke tanah lapang tempat sirkus berada. Sebuah
tenda raksasa telah didirikan. Di dalam tenda itulah sirkus
akan bermain. Orang-orang sirkus itu telah sibuk sepanjang
hari untuk mempersiapkan semuanya.
Jimmy mencari-cari Lotta. Muncul si orang kecil pemilik
monyet. Ia melotot gusar pada Jimmy.
"Cepat pulang kau!" katanya. "Tak seorang anak pun
boleh mendekat kemari!"
"Tapi ..." "Apa" Kau berani membantahku, Lilliput A-gung?"
orang kecil itu tampak sangat gusar dan berlari mendekati
Jimmy. Jimmy kebingungan, tak tahu apa yang akan
terjadi. Tetapi sebuah suara memanggilnya dari karavan di
dekat situ. "Lilliput! Lilliput! Itu sahabatku! Jangan diganggu!"
Si orang kecil berpaling dan membungkukkan badan.
"Maafkan aku," katanya. "Semua sahabatmu tentu saja
akan disambut sebaik-baiknya di sini, Lotta sayang!"
"Jangan bercanda, Lilliput!" kata Lotta. Gadis cilik itu
melompat turun dari karavannya dan berlari mendekati
Jimmy. "Ini Jimmy. Dan ini Lilliput, Jimmy. Ia pemilik
monyet-monyet. Di mana Jemima, Lilliput?"
"Entah di mana," kata Lilliput. "Jemima sayang, Jemima
sayang, kemarilah!" Seekor monyet bermata ceria muncul berlari dari bawah
sebuah kereta. Ia langsung melompat ke bahu Lilliput,
merangkul lehernya. "Ini Jemima, monyet paling pandai di seluruh dunia,"
kata Lotta. "Bukankah begitu, Lilliput?"
"Tepat," kata Lilliput. "Aku membelinya dari seorang
berkulit hitam sewaktu aku berada di negeri seberang.
Sangat pandai sekali dia ini. Hei, Jemima ... lihat, itu
Nobby. Naik di punggungnya! Naik di punggungnya!"
Si monyet bercereceh, meluncur ke tanah, dan diam-
diam berlari ke seekor anjing berbulu coklat yang sedang
mengendus-endus di dekat situ. Secepat kilat ia melompat
ke punggung anjing tadi, berpegangan pada tali lehernya.
Tak peduli betapa si anjing melompat-lompat, monyet tadi
masih lekat di punggungnya. Jimmy tertawa terpingkal-
pingkal melihat ulah kedua binatang itu.
"Ayo," ajak Lotta, menggandeng tangan Jimmy dengan
tangannya yang kecoklatan. "Ayo kita temui si Badut."
Si Badut tinggal di sebuah karavan kecil yang tampak
agak kotor. Ia tinggal sendirian di situ, dan kini sedang
duduk di depan pintunya, menyemir sepatu yang akan
dipakainya dalam pertunjukan nanti malam. Mukanya tak
dicat, dan ia memakai sebuah topi kotor dan usang. Tetapi
ia masih juga lucu. "Halo, halo, halo!" katanya saat Jimmy mendekat.
"Kalau saja aku sedang sarapan, pastilah kau ini Pangeran
dari Antah Berantah!" Ia bangkit dan membungkuk
memberi hormat Jimmy tertawa. "Tetapi Anda sedang tidak sarapan,"
katanya. "Memang! Dan itu berarti kau bukan pangeran," Si
Badut berkata. "Hal itu jelas terbukti, bukan" Kau bukan
pangeran." "Pasti," kata Jimmy. "Namaku Jimmy Brown. Anda
siapa?" "Namaku si Lekat Stanley, Badut paling termasyhur di
dunia," kata si Badut dengan bangga dan makin giat
menyikat sepatunya. "Lucu sekali nama itu," kata Jimmy. "Mengapa Anda
memilih nama itu?" "Karena aku lekat pada pekerjaanku, dan kawan-
kawanku lekat padaku," kata Stanley. Ia melompat turun
dari karavannya, bernyanyi keras dan melempar-lemparkan
sepatu, sikat, serta kaleng semir ke udara. Satu per satu
benda-benda itu dilemparkannya ke atas, ditangkapnya
bergantian, dan dilemparkannya lagi makin lama makin
tinggi. Jimmy memperhatikannya dengan mata terbelalak.
Bagaimana seseorang bisa sepandai itu" Si Badut akhirnya
menangkap semua benda tadi dengan sebelah tangan dan
membungkuk pada Jimmy kemudian berjungkir balik tiga kali, berakhir
dengan berdiri tepat di karavannya.
"Lucu sekali, bukan?" kata Lotta. "Ia selalu begitu. Ayo
melihat gajah. Ia manis sekali."
Gajah itu ditambatkan di dalam sebuah tenda . besar,
sendirian, dengan tenang memakan jerami sementara salah
satu kakinya ditambatkan pada sebuah tonggak besar.
"Sesungguhnya ia tak perlu diikat," kata Lptta. "Ia tak
akan pernah melarikan diri. Bukankah begitu, Jumbo?"
"Hrrrumph!" kata Jumbo. Diangkatnya belalai-nya, dan
ditariknya beberapa lembar rambut Lotta.
"Kau nakal sekali, Jumbo!" Lotta berseru, menepis
belalai tadi. "Kenalkan, ini Jimmy. Coba katakan, Jimmy,
Jumbo!" "Hrrrumph!" kata Jumbo, mengambil jerami lagi untuk
dimakannya. "Ia sangat pandai," kata Lotta. "Ia bisa bermain cricket
seperti manusia. Ia memegang alat pemukul dengan
belalainya dan bisa memukul bola yang dilemparkan oleh.
pelatihnya, Pak Tonks. Ayo sekarang kita melihat anjing-
anjing Dari jauh Jimmy sudah bisa mendengar suara anjing-
anjing itu. Ternyata jumlahnya sepuluh, semuanya dari
jenis terrier. Mereka berada di kandang yang sangat besar,
berlari-larian dan menyalak-nyalak. Mereka tampak bersih,
bulu-bulunya kemilau, dan agaknya senang. Mereka
mengerumuni Jimmy saat ia mengulurkan tangannya ke
dalam kandang. "Itu Darky, itu Nigger, itu Boy, itu Judy, itu Punch, dan
itu ..." Lotta mulai memperkenalkan anjing-anjing tadi.
Tetapi Jimmy tak bisa membedakan anjing-anjing mana
yang disebutkannya. Ia diam saja sementara anjing-anjing
tersebut menjilati tangannya.
"Sehari sekali kubawa anjing-anjing ini berjalan-jalan,"
kata Lotta. "Sekali lima ekor. Aku mempunyai seutas tali
pengikat yang panjang dan bercabang-cabang lima buah.
Dengan demikian semua bisa kubawa dengan seutas tali itu.
Hanya tentu saja kekuatan menarik mereka sangat kuat."
"Apa yang mereka lakukan di sirkus?" tanya Jimmy.
"Banyak sekali," kata Lotta. "Berjalan dengan kaki
belakang, menari diiringi musik... dan Judy ini, misalnya,
sanggup meloncati bulatan yang dipegang setinggi
kepalaku." "Aku senang pada Judy," kata Jimmy, membiarkan
tangannya dijilat! anjing kecil berbulu kecoklat-an di
kepalanya itu. "Bagaimana mereka belajar semua itu, Lotta"
Apakah mereka dihukum jika tidak bisa melakukan
sesuatu?" Lotta melihat Jimmy dengan heran. "Dihukum?"
tanyanya. "Ternyata kau tak mengerti apa pun tentang
sirkus yang baik, Jimmy. Semua tahu bahwa tak seekor
hewan pun mau bekerja dengan baik kalau kita tidak
memperlakukan mereka dengan baik. Jika Pak Galliano
melihat seseorang di sini memukul anjing atau kera, ia pasti
marah besar dan mengusir orang itu saat itu juga! Kami
semua mencintai hewan-hewan kami, memelihara mereka
sebaik-baiknya. Karenanya hewan-hewan itu pun sayang
pada kami sehingga merasa senang bekerja untuk kami."
"Aku juga senang pada binatang," kata Jimmy. "Aku tak
akan pernah berpikir untuk menyakiti binatang apa pun,
Lotta. Jadi jangan kau memandangku seperti itu. Yang
paling kuingini adalah memiliki seekor anjing - tetapi
ayahku tak mampu untuk membayar izin pemilikan anjing.
Rasanya aku takkan pernah punya anjing. Alangkah
senangnya jika aku bisa menjadi anggota sirkus."
"Ya, kupikir pasti menyenangkan kalau kau bisa menjadi
anggota kami," kata Lotta. "Biasanya di dalam rombongan
sirkus banyak sekali anak. Tetapi di sini hanya aku sendiri.
Sering kali aku jadi kesepian karenanya."
"Hei, lihat itu. Apa yang dilakukan orang itu?" Jimmy
tiba-tiba berseru, menunjuk pada seseorang yang sedang
bertingkah sangat luar biasa di alas lantai yang terhampar di
tanah di depan sebuah karavan.
"Oh, itu Oona, pemain akrobat," kata Lotta. "Agaknya ia
sedang berlatih untuk nanti malam. Oona! Ini sahabatku..
Di mana tanggamu" Coba kau naik dengan kepala di
bawah, kemudian berdirilah di atas kepalamu di ujung
tangga itu. Ayolah, tunjukkan pada Jimmy!"
Oona saat itu sedang memperhatikan kedua anak
tersebut dari balik kedua kakinya dengan cara yang sangat
aneh. Ia menyeringai kemudian berdiri seperti biasa. "Halo,
anak-anak!" sapanya. "Jadi kau ingin melihat pertunjukanku sebelum kau nanti nonton, ya?"
"Nanti malam ia tidak nonton," kata Lotta. "Jadi tolong
mainkan kepandaianmu yang paling hebat, Oona!"
Oona seorang pemuda tampan, berbadan kuat, dan
berambut kuning emas keriting. Diambilnya sebuah tangga
dari karavannya. Tangga itu bercat emas dan tampaknya
sangat indah. Didirikannya tangga tersebut di tanah.
Kemudian ia berlompatan jungkir balik di atas lantai
sebelum memanjat tangga dengan mempergunakan tangannya, dengan kaki di sebelah atas. Di puncak tangga
ia berdiri pada kepalanya. Hampir Jimmy tak percaya pada
matanya. Oona dengan ringan memutar tubuhnya dan
turun ke dekat Jimmy. "Nah. Mudah sekali, bukan!" katanya. "Cobalah, Anak
Muda!" "Tak mungkin aku bisa," kata Jimmy. "Berjalan dengan
tangan saja aku tak bisa!"
"Oh, kalau cuma itu sih mudah," kata Lotta. Dan betapa
heran Jimmy saat dengan ringan Lotta melompat ke depan,
berjumpalitan dan berjalan dengan tangannya beberapa
langkah! "Wah, ingin sekali aku bisa melakukannya," kata Jimmy.
"Teman-temanku di sekolah pasti terpesona semua!"
"Coba saja," kata Lotta. "Ayolah. Biar kupe-gangkan
kakimu sampai kau bisa menjaga keseimbanganmu.''
Entah bagaimana, Jimmy sudah terjungkir. Lotta
memegang kedua kakinya. "Ayo jalan ... jalan dengan
tanganmu," teriak Lotta. "Ayolah ... kupegang kakimu!"
"Aku tak bisa," kata Jimmy terengah-engah. "Aku tak
bisa menggerakkan tanganku. Badanku terasa begitu berat!"
Lotta mulai tertawa. Dan ia tertawa begitu " terpingkal-
pingkal sehingga kaki Jimmy dilepaskannya. Jimmy roboh
ke rumput dan ikut tertawa terpingkal-pingkal.
"Kau cocok untuk jadi badut, tetapi untuk jadi ahli
akrobat... masih jauh!" kata Oona, tersenyum. "Nah,
pergilah kalian. Aku akan berlatih."
"Aku juga harus membantu Lal untuk pakaian-. nya
nanti malam," kata Lotta, sementara ia dan Jimmy
meninggalkan Oona. "Kita terpaksa berpisah, Jimmy.
Datanglah besok pagi."
Jimmy berlari pulang, pikirannya penuh dengan gajah,
monyet, anjing, dan orang-orang yang berjalan terbalik.
Kalau saja ia bisa menjadi anggota sirkus!
(Oo-dwkz-syaugy-oO) 3. Jimmy Mempelajari Kehidupan di Sirkus
Setiap hari Jimmy pergi ke tanah lapang sirkus untuk
menemui Lotta dan mendengarkan apa saja yang
diceritakannya. Lotta memang lincah, baik hati walaupun
sering juga nakal Kalau ia mencibir mengejek Jimmy, maka
mukanya bisa jadi sangat jelek penuh kerut-kerut. Ia juga
suka mencubit, dan ini paling tidak disukai Jimmy sebab ia
tahu ia tak boleh membalas.
Agaknya sirkus memperoleh cukup banyak keuntungan
bermain di sini. Setiap malam tenda besar tempat
pertunjukan berlangsung selalu penuh dengan orang-orang
dari kota. Dan karena pertunjukannya memang bagus,
maka tak jarang orang menonton sampai tiga empat kali.
Sirkus Pak Galliano Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pak Galliano memakai topinya begitu miring hingga Jimmy
takut kalau-kalau topi itu jatuh.
"Jika topi Galliano miring, itu berarti sirkus kami
memperoleh banyak uang," kata Lotta. "Tetapi jika topi itu
tegak lurus dikepalanya, itu berarti ada yang tidak beres.
Dan itu berarti ia akan jadi orang yang sangat pemarah.
Dalam keadaan begitu aku biasa bersembunyi jika kulihat ia
mendekat. Kali ini topinya begitu miring! Belum pernah
kulihat seperti ini."
Aneh sekali kehidupan di sirkus, pikir Jimmy. Bahkan
topi juga bisa punya perasaan. Ia merasa takut pada Pak
Galliano, tetapi ia juga menyukainya. Pak Galliano dengan
tubuhnya yang tinggi besar dan tampan, kumisnya sering
tampak menakutkan. Wajahnya pun sering tampak merah
padam. Ke mana pun ia pergi ia membawa sepucuk
cambuk yang sering dilecutkannya untuk menimbulkan
suara bagaikan letusan sepucuk pistol. Jimmy selalu
terloncat terkejut jika mendengar lecutan cambuk tadi.
Jimmy membuat sendiri seutas cambuk dengan tali dipilin
seperti milik Pak Galliano, tetapi tak pernah ia berhasil
membuatnya berbunyi sekeras milik pemilik sirkus itu.
Dalam waktu singkat Jimmy sudah mengenal semua
anggota sirkus. Ia bahkan kenal satu per satu i anjing-anjing
yang ada. Suatu pagi di hari Sabtu, saat sekolahnya libur,
Lotta mengajaknya membawa anjing-anjing itu berjalan-
jalan. Lotta membawa lima ekor, Jimmy lima ekor. Sulit
sekali menyuruh anjing-anjing itu berjalan dengan teratur.
Anjing yang dibawa Jimmy selalu berbelit-belit tak keruan
talinya, sementara anjing yang dibawa Lotta selalu rapi.
Tapi jelas anjing-anjing itu menyukai Jimmy. Mereka selalu
menyalak gembira setiap kali ia muncul.
Ia memberi mereka air segar setiap hari. Ia bahkan
membersihkan kandang mereka yang luas dan lega itu,
menaburkan serbuk gergaji baru di lantai kandang. Ia suka
sekali jika anjing-anjing tadi berlarian di sekitar kakinya,
menyalak-nyalak kegirangan.
Jumbo, gajah besar itu, dua kali sehari dibawa ke anak
sungai di dekat tempat itu untuk minum. Pak Tonks
membuka tambatan Jumbo dan menuntunnya ke anak
sungai. Jimmy bertanya pada Pak Tonks apakah ia boleh
mencoba menuntun Jumbo dalam perjalanan kembali ke
kemah. Pak Tonks memperhatikan anak kecil itu.
"Apa yang kaulakukan kalau dia melarikan diri darimu?"
ia bertanya. "Dapatkah kau memegang ekornya dan
menariknya mundur" Atau mungkin ia akan kauambil
begitu saja, kauangkat, dan kaubawa pulang?"
Jimmy tertawa. "Aku yakin jika ia melarikan diri, Anda
pun tak akan bisa menyeretnya kembali, Pak Tonks,"
katanya. "Ia tak akan melarikan diri, bukan" Ia makhluk
paling lembut yang pernah kutemui, walaupun ia begitu
besar. Lihat bagaimana ia menaruh belalainya di tanganku.
Seolah-olah ia ingin kutuntun!"
"Jumbo tak akan melakukan hal itu jika ia tidak
menyukaimu," kata Pak Tonks. "Ayolah ... mari kubantu
kau naik ke punggungnya. Duduklah di bagian lehernya."
Wuah! Ini sungguh suatu yang luar biasa bagi Jimmy!
Secepat kilat anak itu sudah berada di punggung gajah. Ia
duduk bersila di bagian lehernya, seperti yang disunahkan
Pak Tonks. Bagian itu begitu lebar sehingga mudah saja ia
duduk. Begitulah Jimmy dan Jumbo pulang ke pemukiman
sirkus. Sesampainya di tendanya, Jumbo menjulurkan
belalainya, melingkarkannya ke pinggang Jimmy dan
perlahan mengangkatnya, menaruhnya ke tanah.
"Oooh!" Jimmy terkejut. "Terima kasih, Jumbo!"
"Lihat itu!" Pak Tonks juga heran. "Jumbo tak pernah
melakukan seperti itu pada siapa pun jika ia tidak betul-
betul menyukainya. Dari saat ini ia jadi sahabat karibmu,
Jimmy. Kau sungguh beruntung."
Mulai hari itu tiap hari Jimmy selalu mengantarkan
Jumbo ke sungai, dengan Jimmy duduk di punggung si
gajah. Jimmy menyisakan sebagian dari roti dan kejunya
untuk Jumbo, dan Jumbo selalu mencari makanan itu setiap
kali Jimmy datang. Kadang-kadang Jumbo melingkarkan
belalainya di leher Jimmy, dan ini terasa menggelikan,
bagaikan dilingkari seekor ular, pikir Jimmy.
Hanya satu orang yang tidak disukai Jimmy. Orang itu
adalah seorang bertubuh kecil, bermata sedikit juling,
bernama Harry. Harry tak pernah tersenyum pada siapa
pun. Ia sering menghardik Lotta, dan menarik rambutnya
setiap kali anak perempuan itu kebetulan mendekatinya.
Sekali Jimmy bahkan melihatnya mencoba memukul
Jemima, si monyet. "Aku tak suka pada Harry," kata Jimmy kepada Lotta.
"Wajahnya begitu keji. Apa sih yang dilakukannya di sirkus
ini?" "Sesungguhnya ia bukan anggota sirkus," kata Lotta. "Ia
yang kami sebut sebagai Seksi Sibuk. Apa saja bisa
dikerjakannya ... membetulkan bangku atau apa saja yang
rusak, membuat barang-barang yang kita perlukan. Selalu
ada saja yang harus dikerjakannya. Dan ia memang ahli
dalam pertukangan. Itulah sebabnya mengapa Pak Galliano
terpaksa terus memakainya, walaupun sesungguhnya ia tak
menyukai orang itu."
"Kulihat ia tadi mencoba memukul Jemima," kata
Jimmy. "Ya, sering itu kulihat," kata Lotta. "Tetapi Jemima
terlalu gesit. Dan tampaknya ia juga membenci Harry.
Pernah ia menyembunyikan sekitar lima puluh paku Harry
di dalam mulutnya. Harry kalang kabut mencari paku,
sementara Jemima berlarian di sekelilingnya. Aku melihat
monyet itu mengambil paku-paku tadi, dan aku harus
bersembunyi di karavanku karena tak bisa menahan tawa."
Jimmy tertawa. "Hebat sekali Jemima," katanya.
"Sayang sekali orang seperti itu harus ada di sini, Lotta.
Kalau aku Pak Galliano, pasti sudah kuusir dia. Dia selalu
menghardik dan menggerutu bagaikan anjing pemarah.
Kemarin ia bahkan melemparku dengan palunya."
"Oa, ia tak akan bisa mengenaimu," kata Lotta. "Ia tak
bisa melempar dengan tepat. Tapi yah, jangan terlalu dekat
dengannya, Jimmy. Walaupun kami tak menyukainya,
tetapi tanpa dia banyak pekerjaan yang tak akan selesai Ia
sangat ahli mendirikan tenda, membuat tangga, dan
membetulkan karavan."
Saat itu muncul Pak Galliano, topinya begitu miring
lebih dari biasanya. Berseri-seri ia memandang Jimmy. Ia
sudah mendengar bahwa anak kecil itu begitu bersahabat
dengan hewan-hewannya. Pak Galliano mencintai semua
hewan sampai ke tikus putih sekali pun. Lotta pernah
bercerita pada Jimmy bagaimana suatu saat seekor kuda
sakit keras dan Pak Galliano empat hari empat malam tidak
tidur menunggui kuda itu.
"Halo, Nak," Pak Galliano menyapa Jimmy. #"Kau di
sini lagi, ya" Kau pasti akan sedih jika kami melanjutkan
perjalanan, ya?" "Sangat sedih," kata Jimmy. "Aku merasa kehidupan di
sirkus sungguh menyenangkan."
"Kau kan tidak suka hidup di rumah" Ya, atau tidak?"
tanya Pak Galliano. Bicaranya memang aneh, hampir selalu
menambahkan 'ya' atau 'tidak' pada setiap kalimatnya.
"Rasanya lebih senang tinggal di karavan," jawab Jimmy.
"Dan kau menyukai sirkusku" Ya?" tanya Pak Galliano,
memelintir kumisnya membentuk ujung yang lebih runcing.
"Aku belum menonton sirkus Anda bermain," kata
Jimmy. "Aku tak punya uang untuk bisa menonton sirkus
Anda, Pak Galliano. Tetapi aku telah berkenalan dengan
semua binatang dan orang-orang di sini."
"Apa" Anak ini belum pemah menonton sirkusku" Yang
terbaik di seluruh dunia?" berseru Pak Galliano seolah tak
percaya, matanya membelalak, alis matanya yang hitam
seakan-, lenyap di balik rambut di dahinya. "Ia harus
menonton, Lotta, ia harus menonton malam ini. Ya?"
"Tentu saja, terima kasih banyak!" Jimmy begitu
gembira, mukanya merah berseri-seri.
"Berikan ini pada penjaga di pintu masuk," kata Pak
Galliano, memberi Jimmy sepucuk kartu dengan namanya
tercetak padanya. "Aku akan melihatmu di tenda besar
malam ini. Ya?" "Terima kasih, Pak," kata Jimmy. Hati-hati ia
menyelipkan kartu itu kedalam sakunya. Lotta juga
gembira. Dijabatnya tangan Jimmy erat-erat. "Kini kau bisa
melihat kami bermain!" katanya. "Kebetulan malam nanti
aku akan ikut menunggang kuda, sebab hari ini hari Sabtu.
Aku tak selalu ikut main, tetapi sabtu selalu ada acara
khusus untukku. Datanglah sedini mungkin!"
Jimmy berlari pulang. Dadanya bagaikan meledak oleh
kegembiraannya. Semua teman sekolahnya telah menonton
sirkus itu. Tapi ia, Jimmy, telah memperoleh undangan
khusus dari Pak Galliano sendiri! Ia telah kenal semua
anjing yang akan bermain. Ia bahkan telah menaiki Jumbo.
Ia pernah memeluk Jemima. Dan kini ia akan menyaksikan
semua sahabatnya itu mempertontonkan kepandaian
mereka! Sirkus mulai jam delapan malam dan akan berlangsung
sekitar dua jam. Jam tujuh lebih seperempat Jimmy sudah
ada di pintu masuk. Diberikannya kartu Pak Galliano pada
penjaga. Penjaga pintu adalah salah seorang yang mengurus
kuda-kuda Pak Galliano. Ia menyeringai lebar melihat
Jimmy. "Dengan kartu ini kau bebas memilih tempat
duduk," katanya. "Hebat juga. Pak Galliano agaknya begitu
murah hati hari ini. Teri seperti kau saja diberi undangan
khusus!" "Aku bukan teri," kata Jimmy, sebab ia merasa badannya
lebih besar dari anak-anak lain seumurnya.
"Kalau begitu kau bandeng, deh," kata si penjaga.
Begitulah orang-orang sirkus. Selalu ada saja jawabnya
untuk apa saja. Mungkin suatu hari ia bisa belajar untuk
memberi jawaban cepat dan lucu seperti mereka ... tapi, itu
pasti sesudah sirkus ini lama berlalu!
Jimmy memasuki tenda besar. Lampu-lampu khusus
membuat tempat itu terang benderang. Belum banyak orang
yang datang. Banyak sekali bangku yang melingkari
lingkaran permainan berwarna merah di tengah itu. Pak
Tonks sedang menyebarkan serbuk gergajian di tengah
lingkaran, bersiul keras-keras.
Jimmy memilih tempat terbaik dan terdepan. Ia bersuit
pada Pak Tonks. Pak Tonks mengangkat muka, pura-pura
heran melihat Jimmy ada di situ.
"Halo, halo!" serunya. "Kau baru terima warisan atau
bagaimana" Heran juga melihat kau di sini... di kursi yang
termahal lagi. Wah, kau jangan menghambur-hamburkan
uang!" "Tidak kok," kata Jimmy. "Aku diberi undangan khusus
oleh Pak Galliano." Makin banyak penonton berdatangan. Pada jam delapan,
tempat itu telah penuh sesak, tak ada tempat kosong sama
sekali. Jimmy yakin pastilah malam ini Pak Galliano akan
memperoleh uang banyak sekali. Entah bagaimana nanti ia
memakai topinya, pasti sudah begitu miring sehingga
terjatuh! Di ujung tenda terlihat sebuah pintu masuk lain, tertutup
tirai merah. Tiba-tiba tirai ini dibuka ke samping dan dua
buah terompet bersuara keras.
"Tan-tan-tara! Tan-tan-tara! Tan-tan-tara!"
Sirkus akan mulai! (Oo-dwkz-syaugy-oO) 4. Jimmy Menonton Sirkus "Tan-tan-tara!" terompet berbunyi lagi. Dan masuklah
enam ekor kuda hitam, gagah-gagah, tampan-tampan.
Dengan anggun mereka berlari mengelilingi lingkaran
pertunjukan, berurutan satu pe/ satu. Pak Galliano muncul,
berpakaian serba hitam, sangat gagah, topinya sangat
miring, dan kumisnya sangat kaku.
Ia melecutkan cambuk. Kuda-kuda itu berlari lebih cepat.
Galliano melecutkan cambuknya dua kali. Kuda-kuda itu
berhenti serentak, berputar bersamaan dan lari lagi
mengelilingi lingkaran dengan arah yang berlawanan dari
yang tadi. Gerakannya begitu indah hingga orang-orang
pun gemuruh bertepuk tangan.
Tiga ekor kuda keluar dari tempat pertunjukan. Sisanya
terus berlarian. Mereka agaknya sangat gembira boleh
berlari-lari terus. Pak Galliano meneriakkan sesuatu, dan
suara musik organ terdengar memainkan suatu irama
tarian. Kuda-kuda tadi semakin gembira. Mereka menyukai
musik. Pak Galliano melecutkan cambuk Serentak ketiga
ekor kuda itu berdiri pada kaki belakang masing-masing,
kemudian menggoyangkan badan mengikuti irama musik!
Kulit mereka indah kemilau. Dan cambuk Pak Galliano
melecut lagi. Semua menjatuhkan kaki depan dan berlari
lagi mengitari lingkaran. Setiap kali musik mencapai bagian
tertentu, kuda-kuda itu berhenti dan berlari ke arah yang
berlawanan. Para penonton tak henti-hentinya bertepuk tangan.
Bahkan sampai kuda-kuda itu masuk mereka masih
bertepuk tangan gemuruh. Kemudian si Badut Stanley
muncul. Ia betul-betul tampak sangat lucu. Mukanya dicat
putih, kecuali hidung dan mulutnya yang dicat merah. Dan
ia memakai alis mata palsu yang sangat besar serta selalu
naik turun di dahinya. Stanley membawa sapu. Ia mulai menyapu tempat
pertunjukan - dan kakinya tersandung sapunya hingga ia
jatuh terguling-guling, la mencoba untuk berdiri. Namun
ternyata kakinya berbelit-belit. Hati-hati ia membetulkan
kakinya ... dan kini ternyata sapunya-lah yang berbelit pada
dirinya. Tentu saja ia jatuh lagi. Semua penonton tertawa
tak henti-hentinya melihat ulah Stanley ini.
Stanley kemudian berjungkir-balik, berjalan dengan
tangannya, membawa payung dengan kakinya, berjalan di
atas bola besar yang menggelinding mengelilingi lingkaran.
Dan tak henti-hentinya ia melawak sehingga sakit perut
Sirkus Pak Galliano Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jimmy karena tertawa terus-menerus.
Kemudian masuklah Lal, ibu Lotta, bersama sepuluh
ekor anjingnya. Anjing-anjing itu tampak indah-indah
sekali, berlari masuk dengan gembira, menyalak-nyalak,
dan menggoyangkan ekor Di lingkaran telah tersedia sepuluh tempat duduk kecil.
Masing-masing anjing meloncat dan duduk di tempat
duduk sendiri-sendiri, mulut terbuka, lidah terjulur, dan
ekornya bergoyang-goyang terus.
Lal sendiri juga tampak agung. Ia memakai gaun pendek
mekar, merah menyala, tampak berkilauan' kena sinar
lampu hingga seolah-olah berkobar-kobar. Di kepalanya
terdapat rangkaian bunga yang juga bersinar-sinar. Indah
sekali. Jimmy sampai ternganga melihatnya. Sampai saat
ini ia hanya melihat Lal memakai baju dan gaun tua - dan
kini bagaikan bidadari! Betapa cerdiknya anjing-anjing itu. Mereka bermain
mengikuti pemimpin dalam barisan yang sangat panjang.
Pemimpinnya membawa barisan itu berbelit-belit tak
keruan, namun semua anjing tetap pada tempatnya dengan
patuh Tak satu pun berbuat kekeliruan. Kemudian mereka
duduk, seakan-akan meminta hadiah. Lal melemparkan
biskuit satu per satu, mereka menangkap lemparan itu
dengan tepat satu persatu dan menyalak sekali dengan
tajam. "Mungkin itu berarti 'terima kasih'," pikir Jimmy.
Lal berlari ke pinggir. Diambilnya bola besar yang tadi
dipakai Stanley untuk berjalan-jalan.
"Naik!" perintah Lal pada seekor anjing. Dan
meloncatlah anjing itu ke atas bola, dan berjalan
menggelindingkan bola seperti yang tadi dilakukan Stanley!
Lal memberinya sekeping biskuit untuk keberhasilannya ini.
Kemudian Judy, anjing terrier berkepala cokelat itu,
tampak tak sabar menunggu gilirannya. Ia meloncat turun
dari tempat duduknya dan terus mengikuti Lal. Lal
berpaling heran, sebab biasanya Judy tak akan turun
sebelum waktunya tiba. Ternyata Judy telah melihat lingkaran tertutup kertas
yang dipersiapkan Lal. Ia ingin segera melakukan
keahliannya, ingin segera memperoleh tepukan tangan dari
para penonton. Ia bahkan mengambil lingkaran kertas tadi
dan menaruhnya di depan kaki Lal, sementara ekornya
bergerak begitu cepat sehingga hampir tak terlihat.
Lal tertawa. Diambilnya lingkaran bertutup kertas itu,
diangkatnya setinggi bahu. "Loncat, Judy, loncat!" serunya.
Bagaikan selembar bulu Judy melompat, menubruk
lingkaran kertas dan menerobosnya. Lal kemudian
mengambil dua lingkaran kertas, memegangnya dengan
jarak sekitar setengah meter.
"Loncat, Judy, loncat!" kata Lal. Dan Judy mengambil
ancang-ancang sesaat, langsung meloncat! Ia berhasil
menerobos kedua lingkaran itu sekaligus. Semua orang
bertepuk tangan ramai untuk anjing kecil yang cerdik itu.
Wajah Jimmy merah karena terlalu gembira. Betapa
pandainya orang-orang sirkus ini melakukan pekerjaannya,
betapa cintanya mereka pada hewan-hewan mereka. Jimmy
menyaksikan betapa anjing-anjing itu dengan ria keluar
bersama Lal. Lal mencintai mereka dan mereka mencintai
Lal. Kini kuda-kuda masuk lagi. Kali ini yang putih-putih.
Dan siapa yang muncul bersama kuda-kuda itu kali ini"
Lotta! Ya, Lotta! Tidak lagi berpakaian rombeng seperti
biasanya, tetapi berdandan bagaikan peri! Di punggungnya
terdapat sayap keperakan, rambut keritingnya dimekarkan
rapi di sekeliling kepala, kakinya yang panjang memakai
kaus kaki panjang berhias benang-benang perak. Di
kepalanya terdapat mahkota perak dan ia pun membawa
tongkat wasiat dari perak.
"Tak mungkin itu Lotta," kata Jimmy dalam hati.
Matanya melotot. Tetapi memang, itu Lotta. Lotta
melambaikan tongkat wasiatnya ketika melewati tempat
duduk Jimmy - dan ia mencibir buruk sekali padanya!
Jelas itu tadi Lotta. Lotta melompat ringan ke punggung salah seekor kuda.
Ia duduk di punggung kuda tersebut, tanpa berpegangan,
melambaikan tangan pada para penonton. Kuda-kuda itu
tak berpelana dan tak berkendali sehingga kalaupun mau
Lotta tak akan bisa berpegangan apa pun.
Jimmy terus memperhatikannya. Dadanya berdebar
keras. Apa lagi yang akan dilakukan anak itu" Tiba-tiba
Lotta berdiri di punggung kuda. Dan ia berdiri terus
sementara kuda berlari terus, dengan tepat ia menyeimbangkan diri dengan gerakan kuda tersebut.
Jimmy kuatir gadis cilik itu jatuh. Tetapi Lotta sendiri
yakin ia tak akan jatuh. Ia telah mulai menunggang kuda
sejak ia masih bayi. Ia duduk, berdiri lagi, membalik
menghadap ke belakang. Penonton berpendapat anak kecil
itu begitu berani, begitu cekatan.
Kemudian masuklah Laddo, ayah Lotta. Ia memakai
celana panjang dan baju ketat berwarna biru berkilauan
oleh bintang-bintang yang dijahitkan padanya. Ia jauh lebih
pandai daripada Lotta. Gadis kecil itu melompat turun di
tengah lingkaran, Laddo melompat menggantikan tempatnya. Ia melompat dari satu kuda ke kuda lain saat
kuda-kuda tersebut terus berpacu berkeliling. Ia berjungkir
balik di atas punggung kuda. Berdiri dengan tangannya.
Memutar tubuhnya ke bawah perut kuda - banyak lagi
hal-hal yang tampaknya mustahil dilakukannya.
Kemudian Lotta melompat dan duduk di belakang
ayahnya. Berdua mereka keluar lingkaran pertunjukan,
diiringi gemuruh tepuk tangan dan sorak sorai penonton.
Jimmy bertepuk tangan sampai kedua tangannya terasa
sangat sakit. Ia begitu bangga akan Lotta.
Berikutnya masuklah Jumbo. Dan gajah itu juga sangat
pandai. Ia bermain cricket dengan sangat baik. Pak Tonks
melemparkan bola tenis padanya, dan Jumbo memukul
bola tadi dengan tepat, setiap kali.dilemparkan. Sekali
secara tepat Jumbo memukul bola tersebut sehingga bola
meluncur ke arah Jimmy. Cekatan sekali Jimmy melompat
dan menangkap bola tadi, dan para penonton pun bertepuk
tangan untuk-nya! Jumbo berkata, "Hrrrumph, hrrrrumph!"
keras sekali. Jimmy melemparkan bola tadi kepadanya, dan
Jumbo menangkapnya dengan belalainya.
Acara terus berlangsung. Si Badut Stanley berulang kali
muncul, selalu berhasil membuat orang-orang tertawa sebab
ia tampaknya selalu terjatuh menubruk apa saja. Kadang-
kadang benda yang tak terlihat juga membuatnya jatuh.
Lilliput dan monyet-monyetnya juga mendapat sambutan
meriah. Monyet-monyet itu membantu Lilliput ^mengatur
cangkir piring di meja. Merekn kemudian mengambil kursi.
Mereka duduk, menuding serbet sekeliling leher. Dan
kemudian berganii.m mereka mengedarkan buah-buahan.
Jemima tentu saja yang terbaik. Ia mengupas sebuah
pisang. Disuapkannya pisangnya pada Lilliput. Tetapi
kemudian kulitnya dinuisukkannya ke dalam baju
pelatihnya itu. Lilliput pura-pura marah. Dikejarnya
Jemima yang lan berkeliling lingkaran. Orang-orang tertawa
terpingkal-pingkal melihat ini.
Jemima berbuat seolah-olah tersudut, tak bisa lari lagi.
Dan ia pun menangis. Ketika Lilliput mendekat, Jemima
mengambil saputangannya, mengusap matanya dengan
saputangan itu. Kemudian ia melompat ke punggung
Lilliput dan menutupi kepala Lilliput dengan saputangan
tersebut. Jimmy tertawa sebanyak ia tertawa untuk si Badut
Stanley. Oona si Juru Akrobat juga memperoleh tepukan meriah.
Terutama saat ia naik tangga dengan terjungkir, dan
kemudian berdiri di puncak tangga dengan kepala di bawah.
Stanley si Badut pura-pura ingin menirukannya. Tetapi
tentu saja ia tak bisa dan ia jatuh terguling-guling di tangga.
Jimmy kuwatir si Badut akan merasa sakit. Tetapi tidak.
Stanley tampak menyeringai riang terus, jadi pastilah tidak
kesakitan. Ada lagi pertunjukan Oona yang mendebarkan. Ia
memasang tali kecil merentangi lingkaran pertunjukan,
setinggi Pak Galliano lengkap dengan topinya. Kemudian ia
berjalan di tali tersebut! Jimmy sangat heran melihat itu.
Tak pernah dilihatnya Oona melatih kepandaian tersebut,
dan ia merasa yakin pastilah sulit untuk berjalan di tali
tanpa jatuh. Rasanya semua acara berjalan cepat sekali. Tahu-tahu
pertunjukan berakhir. Semua anggota sirkus keluar ke
lingkaran, membungkuk, berseru-seru, dan berloncatan.
Para penonton pun melambaikan tangan dan berteriak-
teriak. "Sirkus terbaik yang pernah datang ke kota ini," kata
seorang bertubuh besar yang duduk di dekat Jimmy. "Bagus
sekali. Aku akan nonton lagi minggu depan. Gadis cilik
yang naik kuda itu sungguh pandai. Salah satu pemain yang
terbaik, kukira." Jimmy mengingat-ingat itu semua untuk diceritakannya
nanti pada Lotta. Ia akan menemui Lotta besok. Di hari
Minggu tak ada pertunjukan. Orang-orang sirkus itu
beristirahat. Lotta telah berjanji akan bermain dengan
Jimmy sepanjang hari. "Sekarang aku harus cepat pulang," pikir Jimmy. "Ibu
pasti sudah menunggu. Wah. Banyak sekali yang akan
kuceritakan padanya."
Maka ia pun berlari pulang, walaupun rasanya lebih
senang menemui Lotta yang bagaikan peri dengan sayap
perak itu. (Oo-dwkz-syaugy-oO) 5. Berita Buruk Minggu. Jimmy segera teringat bahwa ia akan
menghabiskan sehari penuh dengan Lotta. Betapa
senangnya untuk berkeliaran di antara para anggota sirkus,
menemui Jumbo, membelai Jemima, dan membiarkan
tangannya dijilati anjing-anjing kecil milik Lotta. Jimmy
langsung bernyanyi-nyanyi ketika ia bangun pagi itu.
Tak lama ia telah berada di pemukiman sirkus. Matahari
bersinar cerah. Hari itu pasti ceria. Tetapi saat ia berjalan di
antara karavan-karavan dan tenda-tenda Jimmy heran
melihat orang-orang berwajah muram.
"Apa gerangan yang terjadi?" pikir Jimmy. Dilewatinya
karavan milik Stanley si Badut. Stanley sedang sarapan
daging dan telur goreng. Wajahnya juga tampak muram.
Aneh sekali melihat badut semuram itu. Biasanya ia selalu
bercanda dan melawak. Melihat Jimmy ia memanggil anak itu. "Hei, Jimmy,
jangan sampai Pak Galliano melihatmu pagi ini! Ia
melarang keras orang luar datang kemari!"
"Kenapa?" Jimmy heran. "Kemarin ia begitu baik hati.
Aku diberinya undangan khusus. Ada apa?"
"Dengar saja itu," kata si Badut, menuding ke arah
karavan berwarna biru tempat Pak Galliano tinggal bersama
istrinya. "Dengarkan saja itu."
Jimmy mendengarkan. Suaranya seolah-olah enam ekor
sapi melenguh-lenguh di dalam karavan i Pak Galliano.
Tetapi itu hanyalah suara Pak Galliano sendiri, marah
besar, berteriak-teriak keras-keras. Jimmy ternganga,
memperhatikan karavan biru itu. Tiba-tiba pintunya terbuka
dan Pak Galliano keluar. "Topinya lurus tegak di kepalanya," kata Jimmy.
"Padahal biasanya miring."
"Ya. Itu berarti berita buruk," kata si Badut. "Cepatlah
enyah, Jimmy." Jimmy bergegas pergi. Ia berlari mengitari karavan si
Badut dan menuju karavan berwarna merah putih tempat
Lotta tinggal bersama Lal dan Laddo. Lotta didapatinya
duduk di depan pintu karavan, .menyemir sepatu sirkusnya.
"Halo, Jimmy, kemarilah!" kata Lotta.
"Lotta, apa yang terjadi?" tanya Jimmy. "Semua orang
tampak muram. Dan kudengar Pak Galliano marah-
marah." "Ada kejadian buruk," kata Lotta, kini bicara hampir
berbisik. "Kau kenal Harry, bukan" Tukang kayu seksi sibuk
kami yang biasa mengerjakan segala macam kerjaan yang
ada" Nah. Tadi malam ia melarikan diri, sambil membawa
seluruh uang pendapatan sirkus selama seminggu ini!"
"Astaga! Celaka betul!" seru Jimmy kaget. "Jadi kalian
tak akan memperoleh uang?"
"Se-sen-pun tidak," kata Lotta. "Dan itu memang sangat
buruk, sebab tak seorang pun di antara kami yang
menabung. Lebih dari itu, Harry sangat kami perlukan
Kami tak akan bisa bekerja tanpa dia."
"Mungkin ia akan segera tertangkap," kata Jimmy.
"Kurasa tidak," kata Lotta. "Dia punya waktu banyak
untuk melarikan diri. Agaknya ia meninggalkan kami jam
dua tadi malam, sementara semua masih tidur. Mudah-
mudahan seminggu ini kami bisa memperoleh uang cukup.
Kalau tidak, wah, bisa hancur kami semua."
"Kuharap begitulah," kata Jimmy. "Ingin sekali aku
membantu sedikit-sedikit, Lotta."
"Barangkali kau kenal seseorang tukang kayu yang ahli
di kotamu" Yang mungkin bisa bekerja selama seminggu
ini?" tanya Lal, ibu Lotta yang keluar, dari karavan dan
mendengarkan pembicaraan kedua anak itu. "Banyak sekali
yang harus dikerjakan untuk pertunjukan besok. Tangga
Oona harus diperkuat, katanya. Dan ada satu terali yang
goyah di kandang anjing."
"Bagaimana
Sirkus Pak Galliano Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kalau ayahku saja?" tanya Jimmy bersemangat. "Ia seorang tukang kayu. Dan ia pasti bisa
melakukan apa saja yang kalian kehendaki."
"Ya, tetapi bagaimana dengan pekerjaannya?" tanya Lal.
"Ia toh tak bisa begitu saja meninggalkan pekerjaannya."
"Ia sedang menganggur," kata Jimmy. "Ia pasti gembira
bisa kerja di sini. Oh, Lotta ... bagaimana kalau kau datang
ke rumahku sore ini untuk minum teh" Dan kita tanyakan
pada ayahku ia mau datang ke sini atau tidak. Kuharap saja
ia mau." r "Lebih baik kita katakan dulu pada Pak
Galliano," kata Lal. Dan ia pun berseru pada suaminya
yang berada di belakang karavan. "Laddo, tolong antarkan
Jimmy untuk menemui Galliano dan mengatakan bahwa
ayah Jimmy adalah seorang tukang kayu yang baik."
"Baik!" kata Laddo. Diletakkannya koran yang sedang
dibacanya, dan digamitnya Jimmy. "Ayolah, Nak!"
Pak Galliano sedang berada di antara kuda-kudanya,
membelai mereka dan berbicara lembut dengan mereka.
Tak peduli ia sedang marah besar, selalu ia bersikap lembut
terhadap semua binatangnya. Semua kuda mencintainya
dan mau melakukan apa saja yang dikehendakinya.
Ia mendengar Laddo dan Jimmy mendekat, dan ia pun
berpaling menunggu keduanya
"Apa yang kalian inginkan?" bentak Pak Galliano,
tampak gusar melihat Jimmy.
"Pak Galliano, anak ini berkata bahwa ayahnya seorang
tukang kayu yang pandai yang mungkin bisa menggantikan
tempat Harry." "Suruh ke sini sore nanti, menemui aku," kata Pak
Galliano singkat, kemudian ia kembali membelai-belai
kudanya. Laddo dan Jimmy meninggalkannya. Jimmy
begitu berdebar-debar. Bagaimana kalau ayahnya bekerja di
sirkus ini" Wah, alangkah senangnya!
Ia berlari, kembali ke Lotta. "Mari kita ajak anjing-anjing
itu berjalan-jalan," katanya. "Hari amat indah, sedang
semua orang di sini tampak berwajah muram. Kita bisa
pulang waktu makan nanti."
"Baiklah," kata Lotta. Keduanya pun berlari untuk
mengambil anjing-anjing terrier yang sudah menunggu itu.
Tak lama Lotta telah keluar dengan membawa lima ekor
anjing sekaligus dengan tali panjangnya, dan Jimmy
kebagian yang lima lagi. Lotta sedikit iri sebab semua
anjing-anjing itu agaknya senang pada Jimmy.
"Belum pernah kulihat orang yang begitu pandai
menghadapi hewan-hewan seperti kau," katanya. "Tentu
saja itu tidak termasuk Pak Galliano. Ia bisa menjinakkan
seekor harimau liar dan membuatnya bagaikan seekor
kucing rumah hanya dalam waktu dua hari!"
Kedua anak itu berangkat menuju daerah pinggiran. Tak
lama Lotta telah lupa akan Harry dan bagaimana orang itu
melarikan seluruh uang sirkus. Kedua anak itu segera juga
terlibat keriangan bermain-main dan berlari-lari dengan
anjing-anjing mereka, menyelingi salakan mereka dengan
riuh tawa dan teriakan. "Bagaimana kalau anjing-anjing itu kita lepaskan saja?"
tanya Jimmy ketika mereka sudah berada di tempat yang
betul-betul jauh dari pemukiman manusia. "Mereka pasti
akan sangat senang!"
Maka mereka pun melepaskan anjing-anjing tersebut.
Terrier-terrier kecil tadi tak terkirakan girangnya, berlarian
ke sana kemari, mengejar-ngejar kelinci di alam terbuka.
Jimmy dan Lotta ' duduk beristirahat di bawah pohon.
"Bagus sekali pertunjukan tadi malam, Lotta," kata
Jimmy. "Dan kau betul-betul pandai ... naik kuda dengan
berdiri tanpa jatuh."
"Poooh!" Lotta mencibir pada Jimmy. "Itu sih gampang.
Kau sendiri pasti bisa melakukannya."
"Tak mungkin," kata Jimmy. "Aku bahkan belum bisa
berjalan dengan tanganku, padahal tampaknya gampang
sekali kalau kau yang melakukannya. Kapan-kapan kau
mesti mengajarkan itu padaku."
"Baiklah. Tetapi jangan sekarang. Aku begitu lelah," kata
Lotta. "Alangkah senangnya kalau kau bergabung dengan
kami. Aku pasti kesepian jika kami meninggalkan tempat
ini. Senang sekali bisa mencibir pada seseorang kapan saja
aku mau." "Aku tak mengerti mengapa kau selalu ingin berbuat
seperti itu," kata Jimmy heran. "Tetapi... terus terang
senang juga jika kau mencibir begitu sekali-sekali padaku.
Dan alangkah senangnya jika aku bisa ikut denganmu.
Namun aku tentu saja tak bisa meninggalkan ayah dan
ibuku." "Di mana anjing-anjing itu?" tanya Lotta tiba-tiba. "Tak
boleh hilang seekor pun, Jimmy. Astaga. Kita pasti bisa
celaka kalau ada yang hilang. Hei! Judy, Judy, Niger, Spot!"
Beberapa ekor di antara anjing-anjing itu berdatangan,
melompat menubruk keduanya. Jimmy menghitung.
"Delapan," katanya. "Dimana yang lain?"
Cepat-cepat mereka mengikat kedelapan anjing tadi pada
tali tambatan. "Bersiullah, Jimmy," kata Lotta. Ia tampak
begitu kuatir. Jimmy bersiul keras-keras.
"Itu Punch," kata Lotta. Dan betul juga. Salah satu
anjing yang tadi belum ada tampak berlari menyeberangi
ladang ke arah mereka. Tapi anjing yang kesepuluh tidak
terlihat! "Kita harus pulang sekarang," Lotta kini tampak
ketakutan. "Apa nanti yang dikatakan Lal dan Laddo jika
kita kembali tanpa Darky" Ayolah ... sudah terlambat ini.
Mungkin Darky akan menyusul kita jika ia selesai berburu."
Mereka kembali ke sirkus. Tetapi Darky tidak muncul
juga. Lotta jadi diam. Jimmy juga merasa sangat kuatir.
Ternyata hari ini sama sekali tidak menggembirakan!
"Kita masukkan dulu anjing-anjing ini ke kandang,
kemudian kita katakan pada Lal bahwa Darky hilang," kata
Lotta. Sekarang ia menangis. Lotta menyayangi semua
anjingnya dan ia merasa sangat sedih mengingat kalau-
kalau Darky terkena perangkap seseorang. Dan juga
pastilah ayah dan ibunya akan sangat marah padanya.
Jimmy membuka kandang yang besar itu. Tiba-tiba
terdengar suara salakan kecil, dan seekor anjing kecil, gelap,
muncul dari bawah kandang. Jimmy berseru girang.
"Lotta! Darky ada di sini! Agaknya ia telah berlari
mendahului kita dan bersembunyi di bawah kandang.
Lihat!" Lotta menjerit gembira, memeluk Darky erat-erat. "Kau
hewan tolol!" katanya. "Kau membuatku setengah mati
ketakutan. Oh, Jimmy, sekarang aku begitu gembira!"
Jimmy juga gembira. Diremasnya tangan Lotta
sementara mereka berdua lari ke karavan Lotta untuk
makan. Lotta membalas meremas tangan Jimmy. Tapi
tangan Lotta sangat kuat, sehingga Jimmy terpaksa menjerit
kesakitan. Dasar si Lotta ini seperti monyet nakal! Kita tak
tahu apa yang akan dilakukannya. Jimmy melepaskan
tangan Lotta dan merasa sangat marah pada gadis cilik itu.
Tetapi ketika ia mencium bau sosis goreng, ia jadi lupa
segalanya. Yang teringat olehnya hanyalah perasaan lapar.
Mereka makan di luar karavan Sosisnya begitu lezat.
Juga kentang yang dimasak dengan bungkus serta dimakan
dengan mentega dan garam. Bagi Jimmy rasanya ia belum
pernah makan selezat itu seumur hidupnya. Selesai makan
mereka diberi jeruk dan cokelat.
Menjelang sore Jimmy mengajak Lotta ke rumahnya
untuk minum teh dan makan makanan ringan. Ia
membawa sahabat kecilnya itu masuk ke dalam rumahnya,
saat ibunya sedang memanggang roti Pada tiap hari Minggu
memang ibu ** Jimmy selalu menghidangkan roti panggang
untuk teman minum teh. "Ibu, ini Lotta. Dia kubawa kemari untuk minum teh
bersama kita, dan karena aku ingin bertanya sesuatu pada
Ayah. Di mana Ayah?"
"Di kebun, membetulkan gudang tua kita," kata Ibu.
"Halo, Lotta. Bagaimana kabar sirkusmu?"
"Baik-baik saja, terima kasih," kata Lotta kemalu-
maluan. Diperhatikannya ibu Jimmy, dan ia berpendapat
ibu Jimmy itu cukup cantik dan tampaknya sabar. Lotta
hampir tak pernah berada di dalam sebuah rumah, maka ia
memandang berkeliling dengan sangat heran. Rasanya
sungguh aneh bagian dalam sebuah rumah baginya, seperti
juga bagian dalam sebuah karavan membuat Jimmy
keheran-heranan. "Ayah! Ayah!" seru Jimmy berlari ke kebun belakang.
"Harry, tukang serabutan di sirkus, telah lari membawa
uang milik sirkus. Pak Galliano membutuhkan seorang
tukang kayu. Kalau Ayah mau, kata Pak Galliano Ayah
ditunggunya malam ini."
"Ini kabar baik pertama yang kudengar selama waktu
yang panjang ini," kata ayah Jimmy gembira. "Ya, aku akan
segera menemui Pak Galliano setelah minum teh nanti
Seminggu bekerja rasanya lebih baik daripada hanya
menganggur saja. Wah, nafsu makanku jadi "bertambah!
Roti panggangnya sudah siap, Ibu?"
Tak lama Lotta, Jimmy, dan ayah-ibu Jimmy telah
duduk mengelilingi meja makan. Lotta berusaha untuk
bersikap semanis mungkin. Tak x sekali pun ia mencibir
pada Jimmy. Lotta begitu suka pada ibu Jimmy hingga ia
tak mau membuat wanita itu terkejut oleh tingkahnya.
Sehabis minum teh, Jimmy, Lotta, dan ayah Jimmy
kembali ke tempat sirkus. "Mudah-mudahan aku bisa
mengisi lowongan itu," kata ayah Jimmy.
"Ya, aku pun berharap begitu, Ayah," kata Jimmy.
(Oo-dwkz-syaugy-oO) 6. Malam yang Menggemparkan
Jimmy, Lotta, dan ayah Jimmy tiba di padang sirkus.
"Itu Pak Galliano, di sana itu," kata Lotta saat mereka
melewati pintu pagar. "Baik, aku akan bicara dengannya sekarang juga," kata
Pak Brown. Ditinggalkannya kedua anak itu dan ia pun
mendekati Pak Galliano yang sedang berbicara dengan
Oona, si ahli akrobat. "Mau apa, kau?" tanya Pak Galliano, melihat bahwa Pak
Brown orang luar. "Aku ayah Jimmy Brown," kata Pak Brown. "Aku
seorang tukang kayu, dan apa saja bisa kukerjakan. Jika
Anda mau memberiku kesempatan, maka aku akan bekerja
sebaik-baiknya untuk Anda."
Pak Galliano meneliti Pak Brown. Ia gembira akan apa
yang dilihatnya - seorang pria yang kuat, berwajah baik,
dan mata cemerlang bersinar seperti mata Jimmy.
"Datanglah besok pagi," kata Pak Galliano. "Banyak
yang bisa kau kerjakan di sini. Ya."
"Terima kasih, Pak," kata Pak Brown. Dan ia
meninggalkan tempat itu dengan hati sangat gembira.
Alangkah senangnya bisa bekerja lagi! Lotta dan Jimmy
berlari menyongsongnya. Betapa gembira hati Jimmy saat
ia mengetahui bahwa ayahnya akan menjadi anggota
rombongan sirkus itu, walaupun hanya untuk seminggu.
Pasti anak-anak sekolah akan iri bila mengetahui bahwa
ayahnya sepanjang hari berada dengan sirkus itu. Mereka
pasti iri! Ayah Jimmy bekerja dengan sangat baik. Pak Galliano
suka sekali akan hasil karyanya. Seperti ' yang pernah
dikatakannya, maka ia bisa mengerjakan apa saja. Ia telah
membetulkan lima bangku penonton. Ia mengganti roda
karavan Pak Galliano dengan roda baru. Ia membuat
tangga Oona jauh lebih kuat dari semula. Ia memasang dua
terali yang patah didorong anjing-anjing. Ia merebut hati
Lilliput dengan jalan membuatkan sebuah rumah kecil
untuk Jemima si monyet - dan rumah itu bahkan ada
pintunya! Jimmy merasa senang mendengar semua orang memuji-
muji ayahnya. Ia memang sangat mencintai ayahnya dan
merasa bahwa dialah orang yang terbaik di dunia - dan
kini semua orang berkata bahwa ayahnya sepuluh kali lebih
baik dari Harry. "Suara tawanya berharga sepuluh shillmg seminggu!"
kata Lal. "Wah, jika si Brownie tertawa, semua orang
ketularan! Ia sungguh lucu dan periang!"
Aneh juga bagi Jimmy untuk mendengar ayahnya
dipanggil Brownie. Tetapi orang-orang sirkus memang
begitu, tak pernah memanggil nama orang dengan benar.
Brownie adalah nama yang mereka berikan pada Pak
Brown, dan Brownie-lah namanya selanjutnya!
Minggu itu sirkus berhasil mendapat keuntungan
lumayan. Topi Pak Galliano mulai miring lagi ke samping.
Semua orang bergembira. Jika Pak Galliano ceria, seluruh
anggota sirkus merasa bahagia.
Jimmy juga merasa bahagia minggu itu. Memang ia
setiap hari harus kesekolah, namun waktu-waktu luangnya
selalu dihabiskannya di tempat sirkus, membantu apa saja.
Ia selalu siap membantu siapa pun. Saat pertunjukan sirkus
dimulai di malam hari, Jimmy berdiri di samping pintu
bertirai tempat para pemain akan memasuki ruang
pertunjukan. Ia membukakan tirai tersebut untuk lewat para
pemain dan kemudian menutupnya baik-baik. Ia mempersiapkan tangga Oona. Ia menjaga anjing-anjing saat
mereka menunggu giliran untuk beraksi. Ia membawa
Jumbo keluar dari tendanya untuk Pak Tonks, dan
membawanya kembali ke tendanya jika pertunjukan sudah
selesai. Jumbo sayang pada Jimmy. Sering ia meniup leher
Jimmy untuk menyatakan perasaan hatinya. Jimmy jadi
sangat geli jika itu dilakukannya.
Sirkus Pak Galliano Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hari Sabtu pun tiba. Pak Galliano bersuit memanggil
Pak Brown - atau si Brownie seperti julukannya sekarang.
Dan Brownie pun datang padanya.
"Ini gajimu seminggu," kata Pak Galliano, memberikan
sejumlah uang. "Dengar. Kau sudah bekerja dengan sangat
baik. Bagaimana kalau kau ikut kami saja" Kami sangat
memerlukan orang seperti kau - selalu riang dan dapat
mengerjakan apa saja."
Pak Brown berseri-seri. Sudah lama ia tak dipuji orang
untuk pekerjaannya. "Terima kasih, Pak," katanya. "Aku harus membicarakannya dengan istriku. Mungkin sekali ia
keberatan bila kutinggal hanya berteman Jimmy. fJika aku
mengikuti sirkus, pastilah lama sekali aku tak akan bertemu
lagi dengan mereka."
"Ya, pikirkanlah dulu," kata Pak Galliano. "Kalau kau
ikut kami, kau bisa tinggal di karavan Stanley, si Badut.
Masih ada tempat untuk seorang lagi. Kami besok akan
berangkat, jadi cepatlah memberi tahu kami."
Pak Brown bergegas pulang. Ia bercerita pada Jimmy
dan ibunya tentang tawaran Pak Galliano.
Ibu Jimmy tak tahu harus berkata apa. Tak terasa air
matanya berlinang. Jimmy mengambilkan sapu tangan
untuknya. "Rasanya aku harus menerima tawaran itu," kata Pak
Brown. "Tetapi memang berat sekali untuk meninggalkan
kalian berdua." "Oh, Tom," kata Bu Brown. "Aku akan sangat
kehilangan kau. Jangan pergi. Rasanya sulit untuk tinggal di
sini tanpa kau. Jimmy juga pasti sangat merindukanmu.
Kami tak akan tahu kau berada di mana sebab sirkus itu
selalu berpindah-pindah. Dan entah kapan kami akan
bertemu denganmu lagi."
"Yah... biarlah kita bicarakan lagi nanti malam," kata
Pak Brown. "Toh Galliano menunggu keputusanku besok
pagi." Jimmy terus-menerus memikirkan tawaran Pak Galliano
pada ayahnya itu. Ia ingin sekali ayahnya ikut rombongan
sirkus - tetapi pasti sedih jika ia dan ibunya harus berpisah
dari ayahnya! Tidak. Ia tak mau ditinggalkan ayahnya.
Tetapi ia toh tak bisa mengikuti ayahnya! Tak akan ada
tempat bagi dia dan ibunya. Dan jika ayahnya menolak
tawaran Pak Galliano, maka ayahnya akan menganggur
lagi. Akan lama sekali baru ia dapat tawaran pekerjaan lagi,
pekerjaan yang begitu menyenangkan.
Sungguh sulit untuk mengambil keputusan. Tetapi
Jimmy yakin ia tak akan tahan jika ayahnya pergi
meninggalkan rumah. Dan ibunya pastilah akan bersedih
setiap hari. Malam itu sirkus memberikan pertunjukan terakhir
mereka. Penuh sesak penonton malam itu. Orang-orang
berduyun-duyun datang dari kota-kota terdekat. Seseorang
memberi Lotta satu kotak cokelat dan Lotta jadi kegirangan
karenanya. Ditunjukkannya cokelat itu pada Jimmy. "Mari
kita makan bersama," katanya, menuangkan separuh isi
kotak ke dalam kantung. "Indah-indah sekali cokelatnya,
ya?" Seperti itulah Lotta. Selalu murah hati. Tetapi berat bagi
Jimmy untuk tersenyum hari itu. Besok sirkus akan
berangkat menuju kota yang jauh Ia harus berpisah dengan
semua kawan-kawannya. Rasanya ia sudah mengenal mereka sejak lama sekali,
dan karenanya ia sangat sedih untuk berpisah dengan
mereka. "Aku akan menjumpaimu besok pagi, Lotta," katanya.
"Datanglah pagi-pagi sekali," kata Lotta. "Kami akan
berkemas-kemas, dan pastilah sangat sibuk. Kami akan
berangkat sekitar pukul dua belas. Kami 'harus mencapai
Edgingham sebelum malam tiba."
"Selamat malam," kata Jimmy, memperhatikan Lotta
bersungguh-sungguh agar bisa teringat terus betapa rupa
Lotta saat itu - dengan gaun sirkus mekar, bersayap perak,
bermahkota perak, dengan kaus kaki keperakan. Tapi saat
itu juga Lotta mencibir buruk sekali padanya!
"Jangan!" kata Jimmy. "Aku sedang mencoba mengenangkan betapa manisnya kau."
"Kau lebih baik cepat-cepat pulang saja," kata Lotta.
"Kukira sebentar lagi hujan badai akan datang. Dengar.
Betapa seramnya halilintar itu!"
Jimmy berlari pulang. Memang, rasanya hujan badai
akan datang. Bahkan saat ia berlari melintasi kota hujan
telah turun, dengan tetes-tetes besar bagaikan menyengat
mukanya. Suara halilintar serasa semakin dekat. Kilatan
petir memperlihatkan betapa gelapnya langit, dengan
mendung hitam besar tergantung rendah.
Ibu Jimmy gembira ketika Jimmy muncul. Ia kuatir
anaknya akan terperangkap hujan. Dengan cepat disuruhnya Jimmy tidur, diselimutinya rapat-rapat. Dan
Jimmy pun segera tertidur. Ia begitu lelah.
Hujan badai betul-betul turun. Jimmy yang tertidur
nyenyak tak mendengarkan itu. Tetapi di tempat
rombongan sirkus hampir semua orang terbangun,
mendengarkan betapa hujan berderap di atas kereta karavan
mereka. Gelegar! Petir besar menyambar. Kuda-kuda menjerit
ribut ketakutan. Anjing-anjing terbangun dan menyalak-
nyalak ramai sekali. Jemima, si monyet, yang selalu tidur
dengan Lilliput, merayap merapat pada tuannya dan mulai
menangis bagaikan anak kecil. Lilliput membelainya
lembut. Jumbo, si gajah, mengangkat kepala raksasanya. Suara
apa ini yang begitu menyeramkan dan agaknya selalu
berputar-putar di sekelilingnya" Jumbo jadi marah.
Diangkatnya kepalanya dan ia menjerit keras-keras untuk
menakuti suara itu. Gelegar! Gelegar! Kilat menyambar-nyambar dan guntur
berdentum-dentum di atas kepala. Setengah marah,
setengah ketakutan, Jumbo meronta, menarik tiang
tambatannya. Kakinya terikat pada tiang itu. Tapi sekejap
saja sang gajah berhasil memutuskan tali yang besar
tersebut. Ia menghambur keluar tenda, mencari orang yang
paling dipercayainya - Pak Tonks.
Tetapi saat itu Pak Tonks sedang tertidur nyenyak di
karavannya. Bahkan hujan badai gemuruh itu tak bisa
membuat Pak Tonks terbangun. Ia mendengkur dalam
tidurnya, begitu keras seolah-olah ingin bersaing dengan
dentuman guntur. Jumbo semakin ketakutan berada di kegelapan. Sejenak
ia berdiri di tengah hujan. Telinganya dikepakkannya ke
depan ke belakang. Belalainya pun digoyangkannya ke
kanan ke kiri. Kembali langit terbelah oleh sambaran petir
menghebat. #Dan dalam cahayanya yang terang-benderang
Jumbo melihat bahwa pintu pagar sirkus terbuka.
Gajah itu teringat bahwa ia datang lewat pintu gerbang
tersebut. Ia pun bergegas mendekati pintu tadi, tak ada yang
mendengar langkahnya yang teredam oleh bunyi guruh dan
guntur Bagaikan bayangan hitam raksasa Jumbo menyelinap ke luar, berjalan sendirian menuju kota.
Di kota, tak ada orang yang berada di luar, kecuali Pak
Harris, seorang polisi. Ia sedang berteduh di lekukan
ambang pintu sebuah rumah. Tentu saja ia sangat terkejut
melihat Jumbo yang diterangi oleh kilatan petir. Dan sosok
tubuh besar itu seakan-akan langsung menuju ke arahnya!
Pak Harris tak tahu bahwa yang datang itu Jumbo. Ia
berlari secepat kilat ke arah kantor polisi. Dan hanya dialah
yang menyaksikan Jumbo di jalan.
Badai akhirnya berlalu. Hujan pun reda. Malam menjadi
tenang. Semua orang meneruskan tidurnya. Anjing-anjing
sirkus tidur kembali, dan Jemima berhenti menangis.
Pagi pun tiba. Damai dan cerah, walaupun padang
tempat sirkus basah kuyup. Tetapi matahari bulan Mei
akan segera mengeringkan itu semua.
Pak Tonks memakai bajunya dan langsung pergi ke
tempat Jumbo yang dicintainya. Ketika ia menjenguk ke
dalam tenda tinggi itu, ia pucat seketika. Jumbo tak ada!
"Jumbo! Di mana gajahku!" teriak Pak Tonks. Dan ia
pun menangis, air mata membasahi pipinya. "Di mana dia"
Di mana dia?" Ia berlari-lari ke sana kemari. Berteriak-teriak
sambil terus menangis. Orang-orang pun bermunculan.
"Jumbo hilang! Gajahku hilang!" teriak Pak Tonks.
"Tak mungkin ia bersembunyi di salah satu karavan ini,"
kata Stanley, si Badut. "Apakah kau tak melihat jejaknya?"
"Ya ... ke luar lewat pintu p^gar!" kata Pak Tonks, sangat
kebingungan dan sedih. "Apa yang terjadi dengannya" Aku
harus pergi ke polisi. Ia harus segera ditemukan sebelum
mendapat kecelakaan!"
"Ia begitu besar, pasti mudah ditemukan," kata Pak
Galliano, ke luar dari karavannya dengan topi miring.
"Jangan kuatir, Tonks, kita pasti bisa menemukannya.''
Tetapi seseorang sudah tahu ke mana Jumbo pergi. Dan
siapakah orang itu" Jimmy!
Di tengah hujan badai semalam, Jimmy tiba-tiba
terbangun. Ia bangkit dari tidurnya, keheranan. Ia
mendengar suara aneh di luar rumahnya. Seperti suara
'Hrrrumph!' Siapa yang biasanya bersuara seperti itu"
Jumbo! Ya. Jumbo tentu! "Tetapi tak mungkin itu suara Jumbo," pikir Jimmy. Ia
melompat turun dari tempat tidur dan J berlari ke jendela.
Saat itu petir berkilat menerangi jalan kecil di luar
rumahnya. Dan dengan jelas Jimmy melihat Jumbo
berjalan di jalan itu menuju j ke arah tengah kota!
"Itu Jumbo! Dan ia ketakutan oleh badai ini. Ia telah
melarikan diri!" pikir Jimmy. "Aku haru: mendapatkannya!" Disambarnya jas hujan sambil memakai sepat dalam
waktu yang bersamaan. Dan ia berlari lantai bawah.
Sekejap kemudian ia telah berada luar, berlari di jalan ke
arah ke mana Jumbo tadi dilihatnya pergi. Kasihan Jumbo,
berlari sendirian, ketakutan oleh badai!
"Jumbo! Jumbo!" Jimmy berteriak. Tetapi Jumbo tak
mendengar suaranya. Terus saja berjalan.
(Oo-dwkz-syaugy-oO) 7. Jimmy Mencari Jumbo Jimmy berlari di jalan, memanggil-manggil Jumbo.
Gelegar guntur masih membahana di langit, dan kilatan
petir sekali-sekali menunjukkan Jumbo di kejauhan. Gajah
itu ternyata bisa bergerak sangat cepat jika dikehendakinya,
dan Jimmy tak bisa mengejarnya. "Kalau saja ia bisa kulihat
terus, tak \pa," kata Jimmy, terengah-engah, pada dirinya
"endiri. "Jumbo! Jumbo! Tak dapatkah kau mendengarku"
Jumbo! Datanglah ke Jimmy!"
Jumbo sama sekali tak memperhatikan teriakannya. Ia
berbelok dan masuk ke jalan lain. Kemudian pindah lagi ke
jalan lain pula. Ia melewati tanah lapang yang biasa dipakai
sebagai pasar di siang liari, dan diseberanginya. Jauh di
belakangnya Jimmy berlari terengah-engah. Jika petir me-i
iyambar ia sedikit lega sebab bisa melihat Jumbo sekilas.
Jumbo sampai ke bagian kota yang lebih baik. Jalan-
jalan kini lebih lebar, rumah-rumah lebih besar dengan
taman-taman di depannya. Ia terus berjalan, kakinya yang
besar hampir tak bersuara kalah oleh suara hujan. Ia
berjalan terus, telinganya melambai-lambai, ekornya
bergoyang-goyang. Belalainya tergulung rapat, sebab Jumbo
takut kalau-kalau petir akan melukai belalainya itu.
Kadang-kadang ia menjerit 'hrrrumph!' dan mungkin orang-
orang yang tidur di rumah di dekatnya terbangun serta
bertanya-tanya dalam hati suara apa itu.
Gajah itu kini meninggalkan kota. Kini ia memasuki
daerah hutan dan bukit. Jumbo merasa gembira, kini
banyak pohon dan rumput di sekelilingnya. Ia langsung
masuk ke dalam hutan dan mendaki bukit. Jimmy terus
mengikuti dari kejauhan - sampai tiba-tiba gajah itu
lenyap dari pandangannya.
Ternyata badai tiba-tiba berhenti, dan kilat tidak
menyambar lagi. Jimmy tidak lagi bisa melihat di mana
Jumbo berada tanpa bantuan kilat itu. Hutan mulai lebat,
dan gelap. Dan Jumbo kini tidak lagi berjalan di sepanjang
jalan. Jimmy berhenti, memasang telinga baik-baik. Di
kejauhan ia mendengar suara semak-semak berderak. Ia
tahu itu pasti Jumbo, tetapi ia tak tahu harus pergi ke arah
mana. "Ya ampun," anak kecil itu mengeluh kecewa. "Aku
sudah datang begini jauh, basah kuyup, ternyata Jumbo tak
bisa kutemukan!"
Sirkus Pak Galliano Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia berdiri diam di kegelapan hutan, tak tahu apa yang
harus dilakukannya. Tiba-tiba ia melihat sinar lampu di
antara pepohonan! Beberapa saat ia tertegun.
"Cahaya apa itu?" pikirnya. Ia pun berjalan ke arah
cahaya tadi, terpaksa meraba-raba karena hari begitu gelap
tak jarang ia membentur pohon atau semak-semak yang
sangat basah. Jimmy menggeletar kedinginan. Alangkah
senangnya kalau ia berada di rumahnya, tidur di tempat
tidurnya yang hangat. Berulang kali menubruk pohon dan semak-semak,
akhirnya sampailah ia di sumber cahaya tadi. Ternyata
lampu yang memancar lewat jendela sebuah rumah kecil.
Tirai jendela itu belum ditutup, dan Jimmy bisa melihat ke
dalam rumah itu. Ia melihat seorang lelaki, berpakaian sebagai seorang
penjaga hutan. Ia duduk menghadapi seekor anjing yang
terbaring di dalam sebuah keranjang. Anjing itu agaknya
sakit, salah satu kakinya dibebat. Orang tadi membelainya
dan mengatakan sesuatu yang tak terdengar oleh Jimmy.
"Tampaknya ia baik hati," pikir Jimmy. "Mungkin ia
mau menerimaku berteduh serta mengeringkan pakaianku."
Maka Jimmy mengetuk jendela perlahan-lahan.
Penjaga hutan itu tampak terkejut, berpaling. Ia begitu
heran melihat Jimmy, sebab saat itu tengah malam. Ia pun
membuka jendela. "Siapa kau?" tanyanya.
"Namaku Jimmy Brown," jawab Jimmy, dengan
mukanya diterangi cahaya lampu. "Aku sedang mencari
Jumbo, si gajah. Tetapi aku tak bisa mengikutinya. Dan aku
begitu basah. Bolehkah aku masuk untuk mengeringkan
pakaianku?" Si Penjaga Hutan ternganga tak percaya. "Kau ini bicara
tentang apa?" tanyanya. "Mencari gajah"
Gajah! Apa yang kau maksudkan?"
"Jumbo, gajah sirkus," kata Jimmy, dan ia sudah siap
untuk menerangkan semuanya. Tetapi si Penjaga Hutan
segera menyuruhnya masuk.
Jimmy begitu gembira berada di dalam rumah. Penjaga
Hutan mendengarkan ceritanya dengan penuh keheranan.
Kemudian ia meraba pakaian Jimmy.
"Astaga, kau basah kuyup!" katanya. "Tunggu. Akan
kubuatkan api. Kau bisa masuk angin kedinginan seperti
itu. Untung kau menemukan aku. Anjingku, Flossie, tadi
pagi ketubruk mobil. Aku menemaninya berjaga agar ia
tidak terlalu menderita. Kalau tidak, sudah pasti aku sudah
tidur, dan kau tak akan menemukan tempat ini."
Ia menyuruh Jimmy mencopot jas hujan serta
piyamanya. Dan disuruhnya pula anak itu memakai
pakaian tidur serta jaket miliknya. Tentu saja sangat
kebesaran untuk Jimmy, tetapi semuanya kering dan
hangat. Orang itu pun menyalakan api di perapian. Tak
lama api pun berkobar. Jimmy merasa hangat dan nyaman.
Penjaga Hutan membuatkan minuman cokelat panas
untuknya. Jimmy jadi merasa sangat mengantuk duduk
dekat api dan minum minuman lezat itu.
"Aku ingin sekali menemukan Jumbo," katanya.
"Sekarang aku tak tahu di mana dia berada. Pak Tonks,
pemiliknya, pastilah sangat kebingungan."
"Jangan kuatir," kata Penjaga Hutan "Aku bisa
mengikuti jejak seekor anak kelinci Aku yakin jejak
Jumbo akan sangat mudah diikuti. Besok pagi kita akan
mencarinya." "Tetapi aku harus pulang malam ini juga," kata Jimmy.
Dan tahu-tahu ia sudah tertidur.
Ketika ia membuka matanya kembali, hari telah pagi. Di
meja telah siap makan pagi. Ada bubur, roti, dan jeruk.
Juga cokelat panas! Harum sekali tercium oleh Jimmy.
Semalam Penjaga Hutan telah memindahkannya ke sofa,
masih memakai pakaian tidur dan jaket yang sangat
kebesaran itu. Tetapi kini pakaian Jimmy sendiri sudah
kering. Cepat dipakainya pakaiannya sambil terus berbicara
dengan Penjaga Hutan yang baik itu. Hatinya penuh harap
karena Penjaga Hutan berjanji untuk membantunya
mencari Jumbo! "Bagaimana keadaan Flossie?" tanya Jimmy kemudian,
membelai kepala anjing spaniel yang terbaring di keranjang
itu. "Kurasa membaik," kata Penjaga Hutan. "Aku yakin
kakinya akan pulih Tadi ia sudah minum susu dan semalam
sudah tidur dengan baik. Kau tahu, kalau saja tidak ada
Flossie, mungkin kau tak akan melihat cahaya di jendelaku
tadi malam." "Aku tahu," kata Jimmy, membelai lagi kepala anjing
yang bagus itu. Flossie pun mengangkat kepala dan menjilat
tangan Jimmy. "Anjing yang baik, FLossie. Cepat sembuh,
ya! Anjing baik!" "Agaknya kau pandai sekali bergaul dengan hewan,"
kata Penjaga Hutan. "Biasanya Flossie sangat membenci
siapa pun yang belum dikenalnya. Kau lah orang asing
pertama yang dijilat olehnya."
Segera setelah piring dan cangkir untuk sarapan tadi
disingkirkan, keduanya ke luar dan masuk ke dalam hutan
yang masih basah. Matahari bersinar, burung-burung
bernyanyi. Suasana ceria di sana-sini seperti layaknya bulan
Mei. "Lihat. Pasti Jumbo tadi malam ke sana," Jimmy
menuding. Tampak semak-semak bertemperasan. "Kita bisa
mengikuti jejaknya dari sini.
"Ayolah," kata Penjaga Hutan. Keduanya pun mengikuti
jejak Jumbo. Memang tidak sulit, sebab gajah itu telah
membuat semak-semak terbuka seperti menjadi sebuah
jalan setapak. "Lihat, Jumbo mencabut pohon di sini!" teriak Jimmy
heran. Di situ tergeletak sebatang pohon kecil dengan akar-
akamya yang masih segar. Ya. Pasti Jumbo telah
mencabutnya. Betapa kuatnya hewan itu!
"Gajah memang bisa mencabut pohon dengan mudah,"
kata Penjaga Hutan. "Ayo terus. Di sini ia agaknya berbelok
ke kanan." Mereka terus memasuki hutan, mendaki punggung bukit.
Dan tiba-tiba saja mereka berhadapan dengan Jumbo!
Gajah itu berbaring di bawah sebatang pohon, kupingnya
bergerak-gerak, matanya yang kecil waspada memandang
siapa yang datang itu. "Jumbo! Jumbo sayang! Jumbo! Akhirnya kau kutemukan!" seru Jimmy berlari mendekat membelai belalai
gajah itu. Jumbo menjerit kegirangan. Ia tidak lagi
ketakutan karena badai telah berlalu. Tetapi ia merasa
kesepian dan aneh berada di hutan sendirian. Sangat jauh
berbeda jika ia berada di lapangan sirkus yang begitu ramai
dengan para sahabatnya itu. Ia bangkit berdiri dan
membelai Jimmy dengan belalainya.
Si Penjaga Hutan tak berani mendekat, memandang
heran dari kejauhan. Ia takut juga melihat binatang sebesar
itu Tetapi Jumbo tidak memperhatikannya. Ia telah
bertemu dengan sobatnya, Jimmy, jadi ia tak peduli lagi
akan yang lain. "Jumbo, kau harus kembali ke padang sirkus denganku,"
kata Jimmy mengelus-elus kaki Jumbo. "Pak Tonks pasti
bingung mencari kamu."
"Hrrrumph!" kata Jumbo ketika ia mendengar nama Pak
Tonks. Ia sangat memuja pemiliknya itu. Ia melingkari
Jimmy dengan belalainya dan mengangkatnya ke punggung
lehernya. Tetapi Jimmy berseru minta diturunkan.
"Jumbo, turunkan aku! Kalau aku kau bawa di
punggungmu di dalam hutan ini, pohon-pohon akan
membuat aku terpelanting jatuh! Kau begitu tinggi, tahu.
Biarlah aku jalan di sampingmu sampai ke luar dari hutan.
Nanti sampai ke kota aku mau naik ke punggungmu."
Jumbo mengerti. Diturunkannya Jimmy, dan kemudian
ia mengikuti Jimmy menuruni bukit. Jimmy mengucapkan
terima kasih pada Penjaga Hutan yang masih ternganga di
tempatnya itu. Tak lama ia sudah mereka tinggalkan jauh.
Akhirnya hutan pun mereka tinggalkan. Mereka telah
berjalan di sebuah jalan. Jumbo berhenti, memandang
Jimmy. "Hrrrumph?" tanyanya lembut
Jimmy mengerti. "Ya, sekarang kau boleh mengangkatku
ke punggungmu," katanya. "Kita bisa bergerak cepat nanti."
Jumbo mengangkat Jimmy ke kepalanya. Jimmy duduk
bersila di punggung leher lebar gajah itu. Jumbo kini
berjalan dengan langkah cepat meninggalkan jalan kecil dan
memasuki jalan besar. Agaknya ia tahu jalan untuk
kembali, walaupun jalan itu baru dilaluinya sekali saja.
Orang-orang di jalan keheran-heranan semua saat
langkah-langkah besar Jumbo berdebum di jalan. Dan
semakin heran lagi mereka melihat Jimmy duduk di
punggung gajah itu. Mereka pun berlarian di belakang
Jumbo, menudingnya, atau berseru terkejut.
"Itu gajah yang hilang itu! Itu gajah sirkus yang hilang!"
teriak mereka. Jumbo membawa Jimmy menyeberangi pasar. Betapa
bangganya Jimmy, sebab semua orang memperhatikannya,
semua orang terheran-heran. Dan akhirnya sampailah
Jumbo ke padang sirkus - di sana telah menunggu hampir
semua anggota sirkus, Pak Galliano dan Pak Tonks paling
depan. Pak Tonks menjerit-jerit kegirangan melihat gajah
yang dicintainya pulang. Jimmy terpaksa harus berulang-ulang menceritakan
pengalamannya. Dan Pak Tonks memeluknya erat-erat
sehingga Jimmy merasa kesakitan. Pak Tonks bagaikan gila
karena gembiranya. Air matanya berlinang saat ia
membelai belalai Jumbo. Dan Jumbo pun tak henti-
hentinya menjerit kegirangan bisa berkumpul kembali
dengan pemiliknya. Semua orang bergembira dan lega.
Dan di tengah itu semua, Pak Galliano, dengan topi
begitu miring hingga hampir jatuh, membuat orang-orang
semakin heran dengan berpidato untuk Jimmy.
"Jimmy Brown," katanya. "Kau anak luar biasa. Ya" Kau
senang pada hewan, dan hewan senang padamu. Kau
mestinya tinggal dan mengurus mereka. Ya" Baiklah. Kami
akan membawamu dan membawa ayahmu juga. Kalian
berdua ikut kami Jika ibumu ingin ikut, boleh juga ikut.
Dengan begitu seluruh keluargamu ikut kami. Kami tak
akan keberatan. Tidak" Kau akan ikut sirkus ini. Ya" Tidak"
Ya?" Pak Galliano jadi kebingungan sendiri. Ia begitu gembira
dan berbahagia. Jimmy begitu juga. Rasanya dadanya
seakan meledak karena senang. Ia boleh ikut dengan
rombongan sirkus" Menjadi anggotanya, dan tidak berpisah
lagi dengan Lotta" Oh, alangkah senangnya! Itulah yang
paling diingininya di dunia!
"Akan kukatakan ini pada ibuku!" teriaknya. Dan ia
berlari pulang secepatnya.
(Oo-dwkz-syaugy-oO) 8. Jimmy Ikut Rombongan Sirkus
Jimmy secepat kilat pulang. Ia ingin segera bercerita
tentang pengalamannya semalam kepada ibunya. Tetapi
lebih dari itu ia juga ingin menanyakan apakah ibunya mau
ikut serta dengan rombongan sirkus. Dengan begitu ayah
akan memperoleh pekerjaan tetap. Dan ia, Jimmy, dapat
membantu ikut menjaga hewan-hewan. Ibu akan dapat
merawat mereka berdua. Jadi mereka akan tetap bersama-
sama, tak ada yang harus ditinggal di rumah.
Ayah dan ibunya tampak sangat kuatir ketika ia sampai
di rumah. Mereka telah melihat bahwa tempat tidurnya
kosong, dan tak tahu ke mana ia pergi. Lebih heran lagi
ternyata celananya masih ada Jadi ke mana Jimmy pergi
hanya dengan memakai piyama"
Jimmy segera bercerita tentang bagaimana ia telah keluar
tengah malam untuk mencari Jumbo, bagaimana ia tidur di
rumah Penjaga Hutan dan bagaimana mereka berdua
mencari Jumbo di pagi harinya. Kedua orang tuanya
mendengarkan dengan penuh rasa heran.
"Tetapi, dengar, Ibu, dengar Ayah " kata Jimmy
kemudian. "Ada sesuatu yang lebih menyenangkan lagi.
Pak Galliano telah minta agar aku ikut rombongan sirkus ...
untuk membantu menjaga hewan-hewannya! Hebat bukan"
Dan ia berkata Ibu juga boleh ikut, Ayah akan bekerja
sebagai Seksi Sibuk dan mengerjakan apa saja yang
diperlukan sirkus!" Ayah dan ibu Jimmy ternganga, tak percaya apa yang
baru saja dikatakannya. Kemudian ibunya mulai menangis.
Ia menghapus air mata dan berkata, "Sebetulnya aku tidak
menangis. Aku hanya merasa sangat bahagia bahwa
akhirnya ayahmu mendapat pekerjaan ... dan kau menjadi
seorang pahlawan, Jimmy, sayang ... dan aku bisa pergi
dengan kalian, merawat kalian ...."
"Ibu! Jadi Ibu bisa ikut?" teriak Jimmy. Ia melompat-
lompat kegirangan, menjerit-jerit, memeluk
ibunya, memeluk ayahnya "Kita akan pergi bersama! Hureee!
Alangkah senangnya!"
"Ya ... tetapi, bagaimana dengan karavannya?" tanya
ayahnya. "Tak mungkin kita semua bersama-sama tinggal
di karavan si Badut. Kalau aku sendiri sih cukup, tetapi
ditambah kalian berdua "Akan kita tanyakan nanti pada Pak Galliano," kata
Jimmy. "Ia baik sekali. Akuakan menemuinya sekarang
juga, Ibu. Bisakah kita segera berkemas?"
"Jimmy! Tentu saja tidak!" kata ibunya, memandang
berkeliling dengan bingung.
"Oh, Ibu, tetapi kita harus berangkat sekarang juga!" kata
Jimmy. "Tak akan banyak yang diperlukan untuk hidup di
sebuah karavan. Biar kuajak ayah dan ibu Lotta kemari
Sirkus Pak Galliano Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk membantu mengatur apa yang kita perlukan nanti."
Anak yang kegirangan itu lari ke padang sirkus.
Sepanjang jalan ia bernyanyi-nyanyi kegirangan. Ia ingin
segera menemui Lotta dan menyampaikan kabar gembiranya. Ditemuinya Lotta sedang membawa lima ekor
anjingnya. "Lotta! Lotta!" teriak Jimmy. "kabar baik! Aku akan ikut
rombongan sirkusmu!"
Lotta begitu terkejut sehingga tali anjingnya terlepas.
Anjing-anjing itu berlarian ke segala arah. Kedua anak
tersebut memerlukan waktu sepuluh menit untuk mengumpulkan mereka, dan Jimmy menceritakan apa saja
yang baru dialaminya pada Lotta. Lotta juga sangat
gembira mendengar itu. Tiba-tiba ia mencubit Jimmy.
"Wah, maaf, aku begitu gembira hingga kurasa aku harus
mencubitmu," kata Lotta.
"Sungguh aneh caramu menunjukkan kegembiraan,"
kata Jimmy, mengusap-usap lengannya. "Tetapi kau
memang aneh, Lotta. Lebih mirip anak lelaki daripada anak
perempuan! Jadi, yah. Tak apalah. Apalagi sekarang. Aku
begitu gembira bisa ikut rombongan sirkus hingga aku tak
peduli apa saja! Aku akan ikut sirkus, sirkus, sirkus!"
"Dia ikut sirkus, sirkus, sirkus!" teriak Lotta. Dan tiba-
tiba ia berjumpalitan, berputar-putar, dan berkeliling
lapangan. Jimmy tertawa geli. Gerakan Lotta selalu tampak
sangat mudah tetapi sesungguhnya sangat sulit. Belum
pernah ia berhasil menirukannya.
Ia pergi menemui Pak Galliano. Pak Galliano begitu
gembira karena Jumbo telah ditemukan dan telah kembali
dengan selamat sehingga topinya kini hampir jatuh. Ia
tampak gembira melihat Jimmy.
"Kau akan ikut dengan kami ... Ya?" katanya sambil
menepuk punggung Jimmy keras-keras.
"Ya, Pak Galliano," kata Jimmy. Mata cokelatnya
berseri-seri. "Tetapi kami belum punya karavan. Bagaimana
kami bisa memperolehnya?"
"Mudah, mudah," kata Pak Galliano. "Kami punya
sebuah karavan kecil tua, biasa kami pergunakan untuk
menyimpan barang-barang. Kita bisa ambil barang-barang
itu dan kita pindahkan ke salah satu kandang yang kosong.
Ibumu bisa membersihkan karavan tua tadi dan kalian bisa
tinggal di dalamnya. Ya" Tetapi kita harus berangkat hari
ini, Jimmy, kita berangkat hari ini. Apakah itu ayahmu di
sana" Ya?" Memang. "Selamat pagi, Pak," Pak Brown tersenyum
pada Jimmy yang masih meloncat-loncat kegirangan.
"Kami akan ikut sekeluarga, Pak."
Pak Galliano membawa Pak Brown ke karavan tua yang
dimaksudkannya. Dikatakannya bahwa Pak Brown boleh
memakai karavan tersebut kalau ia sudah memindahkan
isinya ke sebuah kandang yang kosong. Pak Brown
mendengarkan kata-kata Pak Galliano kemudian berpaling
pada Jimmy. "Pergi ke ibumu, dan katakan apa saja yang kaudengar,"
katanya. "Ajaklah Lotta. Mungkin ia bisa membantu."
"Waktu berangkat akan aku tunda dua jam," kata Pak
Galliano bermurah hati. "Itu akan memberi waktu cukup
bagi kau dan keluargamu untuk bersiap-siap, Ya?"
Wah. Ributnya terasa hari itu! Jimmy, Lotta, dan Lal,
ibu Lotta, bergegas pergi ke rumah Jimmy. Lal sangat
banyak bantuannya. Dengan cepat ia melihat isi rumah
Jimmy yang memang tak banyak perabotnya itu. Dengan
tegas ia menyatakan mana yang bisa dibawa, mana yang
harus dijual. Ia punya kenalan seseorang yang mau
membeli apa saja yang tak akan diperlukan. Ia membantu
menurunkan tirai-tirai. Ia berkata semua panci masak harus
dibawa - periuk besar, kompor minyak, dan tempat duduk
kecil juga. Tetapi hanya sebuah kursi yang bisa dibawa.
Tempat tidur besar akan dibawa, tetapi tempat tidur milik
Jimmy harus ditinggal. Jimmy terpaksa tidur di kasur yang
dihamparkan di lantai karavan.
Rasanya menyenangkan sekali tidur seperti itu. Lotta
berkata kedua tempat lilin harus dibawa. Juga meja lipat
yang kecil. Setrika tak boleh tertinggal, pakaian sirkus harus
selalu bersih dan rapi. Bak cuci akan digantungkan di
bawah karavan dan Jimmy bisa memasukkan apa saja ke
dalamnya. Tapi Jimmy begitu gembira memikirkan akan
tidur di lantai karavan hingga ia hanya bisa berloncatan saja
ke sana kemari. "Jimmy, kau lebih banyak mengganggu daripada
membantu," kata ibunya akhirnya. "Pergi ke ayahmu.
Tanyakan apakah ia bisa membawa karavannya kemari
secepat mungkin. Lebih mudah jika kita bisa segera
memindahkan barang-barang ini ke dalamnya."
Bagaikan terbang Jimmy dan Lotta lari ke padang sirkus.
Hari itu mereka agaknya tak bisa berjalan. Segalanya begitu
menggemparkan! Mereka menemui Pak Brown. Ia telah
memindahkan barang-barang yang ada di dalam karavan
tua itu ke kandang kosong. Ia telah membersihkan karavan
tersebut. Karavan itu kecil, dan agak buruk. Catnya sudah
harus diganti. Tetapi di mata Jimmy karavan tersebut begitu
indah! Karavan ini adalah rumah di atas roda. Dan apa lagi
yang bisa diimpikan oleh seorang anak lelaki"
Ia pergi mengambil salah seekor kuda penarik untuk
membawa karavan itu ke rumahnya. Tak lama para
tetangga Jimmy sudah tahu semua bahwa keluarga Brown
akan ikut rombongan sirkus. Orang-orang saling berseru
memberi tahu: "Keluarga Brown ikut rombongan sirkus!"
Dan mereka pun datang untuk membantu. Lal mengepel
lantai karavan tua itu. Lotta membersihkan jendela-
jendelanya. Ada empat buah jendela - dua yang kecil, di
sebelah depan, dan di sisi masing-masing sebuah. Di bagian
belakang terdapat pintu dan tangga pendek untuk turun.
Permadani dipasang. Ini adalah permadani yang tadinya
dipasang di kamar Jimmy yang kecil. Permadani lainnya
tidak bisa masuk, terlalu besar. Tak ada tirai yang cocok
untuk jendela-jendela yang ada, jadi nanti saja itu diatur
lagi. Kompor diletakkan di sudut. Tempat tidur dimasukkan, tetapi tidak ada waktu untuk merapikannya.
Dan masuklah satu-satunya kursi, disusul bangku cilik,
panci-panci masak, periuk, dan lainnya.
Di tengah keributan itu muncul Lotta, berlari cepat
mendatangi. Ia telah pulang untuk membantu ibunya
berkemas. "Jimmy! Jimmy! Kami telah berangkat!
Cepatlah! Jangan sampai tertinggal!"
Barang-barang terakhir dibungkus tergesa-gesa dan
dilemparkan ke dalam karavan tua itu. Jimmy melambaikan
salam perpisahan dan naik ke tangganya. Ayahnya duduk
di depan, menggertak kuda agar bergerak. Ibunya menutup
pintu rumah untuk terakhir kalinya dan berlari ke jalan,
setengah menangis setengah tertawa. Para tetangga
bergantian menciumnya, mendoakan agar ia selamat di
jalan. "Selamat jalan! Selamat jalan!" teriak para tetangga.
"Kami akan mengunjungi kalian jika kelak sirkus akan
datang lagi kemari!"
Kuda pun berjalan, dengan Lotta duduk di punggungnya
sementara Pak Brown memegang kendalinya. Lotta selalu
melompat ke punggung kuda kapan saja ada kesempatan.
Mereka tiba di padang sirkus. Orang-orang telah mulai
bergerak. Tenda-tenda telah dikemasi. Kandang-kandang
telah berbaris rapi. Satu per satu karavan mulai
meninggalkan padang. Seperti biasa Jumbo menarik tiga
karavan sekaligus. Ribut sekali, orang-orang saling berteriak
dan memanggil Karavan ayah Jimmy memasuki barisan. Jimmy
menjenguk ke luar dari karavannya. Jauh di depan
dilihatnya Jumbo, berjalan dengan langkah berat tapi pasti.
Jumbo yang baik! Kemudian dilihatnya Lilliput dengan
Jemima memeluknya. Dilihatnya pula Pak Galliano
berteriak pada seseorang, dan topinya tampak miring.
Tak lama padang pun sepi. Rombongan sirkus sudah
dalam perjalanan ke tempat pemberhentian berikutnya. Dan
dalam rombongan itu terdapat Jimmy, ayahnya, dan
ibunya. Mereka duduk nyaman dalam karavannya, masing-
masing bertanya-tanya dalam hati ke mana tujuan mereka
dan apa yang akan terjadi.
"Kita berada di rumah di atas roda, Bu," kata Jimmy
dengan gembira. "Sudah lama aku ingin tinggal di rumah
seperti ini. Kini kita menjadi anggota rombongan sirkus.
Senang, bukan?" Ibu Jimmy sibuk merapikan tempat tidur. Sedikit sekali
ruang tersisa setelah tempat tidur tadi siap. Jimmy harus
duduk di tempat tidur itu jika ia ingin melihat ke luar
jendela. Tetapi ia lebih senang duduk di tangga pendek di
depan pintu belakang sambil menyiulkan lagu-lagu gembira
saat iring-iringan sirkus itu melewati desa-desa dan kota-
kota di bawah pandangan kagum orang-orang yang
dilewatinya. Ah. Jimmy merasa sangat bahagia. Ia merasa
menjadi anak sirkus yang sesungguhnya.
(Oo-dwkz-syaugy-oO) 9. Dalam Perjalanan Hari pertama Jimmy mengikuti perjalanan rombongan
sirkus itu paling berkesan padanya. Rombongan tadi harus
berjalan lambat-lambat, sebab Jumbo melangkah seenaknya
sendiri dan iring-iringan karavan di belakangnya harus
mengikuti kecepatannya. Kadang-kadang karavan di depan
Jumbo bergerak lebih cepat hingga mereka berada agak jauh
dari rombongan di belakang Jumbo. Tapi rombongan depan
itu kemudian berhenti, beristirahat, dan menunggu Jumbo
serta yang lainnya. Betapapun, tak seorang pun merasa dirugikan oleh
gerakan perjalanan yang lambat itu. Pak Galliano telah
memperhitungkan lama perjalanan yang harus ditempuh
menuju kota tempat mereka akan mengadakan pertunjukan.
Ia telah mengirim salah seorang pegawainya untuk
mendului pergi ke kota tujuan dan memasang poster-poster
tentang akan adanya'pertunjukan sirkus.
Kali ini ditentukan lama perjalanan adalah dua hari.
Mereka akan mengunjungi sebuah kota yang sangat besar,
kota Bigchester, yang jaraknya lumayan jauhnya. Mereka
berharap tiba di kota tersebut hari Selasa malam dan hari
Kamis pagi semuanya akan sudah siap untuk membuat
pertunjukan yang pertama. Lotta bercerita tentang ini
semua saat anak itu duduk di samping Jimmy di tangga
karavan. Karavan yang mereka naiki ditarik oleh salah
seekor kuda biasa, bukannya kuda yang digunakan untuk
pertunjukan. Kuda pertunjukan hanya dipakai untuk
menarik karavan Pak Galliano yang sangat indah.
"Oh, Jimmy, aku senang sekali kau bisa ikut dengan
kami," kata Lotta, mata birunya bersinar-sinar "Sekarang
kau bisa terus membantuku dalam pekerjaanku. Entah
pekerjaan apa yang akan diberikan oleh Pak Galliano
padamu. Kukira kau akan diserahi merawat hewan-hewan."
"Itu pekerjaan yang kusukai," kata Jimmy bangga.
"Dengar, Lotta ... rasanya aneh ya tidak usah sekolah"
Biasanya setiap hari aku sekolah. Sekarang tidak lagi."
"Aku belum pernah sekolah selama hidupku," kata Lotta.
"Aku bisa membaca sedikit. Tapi aku tak bisa menulis."
"Lotta!" Jimmy heran. "Kau tak bisa menulis" Alangkah
tak enaknya!" "Siapa bilang tak enak," sahut Lot/t, pipinya memerah.
"Aku sih tak keberatan tak bisa menulis. Aku toh tak punya
keluarga yang bisa kutulisi surat."
"Menulis bukan hanya untuk menulis surat," kata
Jimmy. "Baiklah. Biar kuajari kau membaca dan menulis
dengan baik, Lotta. Datanglah ke karavanku tiap malam.
Akan kutunjukkan bukuku dan akan kutunjukkan cara
membaca yang baik." "Baiklah," kata Lotta. Tetapi ia tidak begitu bersemangat.
Lotta tidak ingin buku. Semua buku rasanya membosankan.
Ia memutuskan untuk berbuat nakal dan tolol jika Jimmy
mencoba untuk mengajarinya. Akan dibuatnya anak itu
bosan mengajar. Lilliput melambaikan tangan dari karavan di belakang
mereka. Ia juga merasa gembira Jimmy bergabung dengan
rombongannya. Semua orang memang menyukai anak
periang ini. "Halo, Lilliput!" Jimmy berseru pada orang kerdil itu
"Bagaimana Jemima dan monyet-monyet lainnya" Apakah
mereka juga ketakutan malam tadi?"
"Sedikit pun tidak!" Lilliput berseru kembali. "Jemima
masuk ke dalam selimut dan memeluk kakiku. Ia selalu
berbuat begitu jika ada suara-suara di luar. Monyet lainnya
tak bersuara sedikit pun!"
"Oh, lucu sekali tidur dengan kaki dipeluk monyet
sepanjang malam," kata Jimmy, heran. Itulah yang terbaik
dalam kehidupan di sirkus. Selalu ada saja hal-hal yang luar
biasa atau sangat menarik. Jimmy berseri-seri. Ia sangat
bahagia. Ia bisa mendengar ibunya di dalam karavan
sedang menyanyi. Agaknya ibunya juga merasa bahagia.
Ayahnya kini punya pekerjaan tetap dengan sirkus ini, dan
Jimmy nantinya juga akan bekerja, dan ibunya akan tinggal
terus bersama mereka! Alangkah bahagianya!
Tepat saat itu karavan Jimmy rodanya terantuk sebuah
batu besar. Terjadi guncangan keras. Jimmy terpelanting
jatuh ke tanah. Lotta tertawa terpingkal-pingkal. "Itu
Sirkus Pak Galliano Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menunjukkan bahwa kau bukanlah anak sirkus asli,"
katanya. "Anak sirkus yang asli tak akan pernah terjatuh
dari tangga karavan. Oh, kau sungguh lucu, Jimmy!"
Jimmy sedikit gusar. Didorongnya anak nakal itu
sehingga ia pun kini jatuh. Tetapi hampir pada saat ia
menyentuh tanah, tubuh Lotta seakan berputar cepat. Dan
bagaikan kucing ia telah berada di tangga lagi, duduk di
samping Jimmy. Sebelum Jimmy sadar bahkan Lotta
berhasil mencubitnya keras-keras!
"Ow!" jerit Jimmy. Cubitan Lotta memang bisa terasa
begitu pedih dan panas. "Jangan!"
"Ayo, anak-anak!" terdengar suara ibu dari dalam
karavan. "Tangga itu tidak aman untuk dipakai tempat
bertengkar. Lotta, rambutmu itu kenapa" Begitu tak keruan.
Sudahkah kau sikat pagi tadi?"
"Menyikat rambut!" Lotta keheranan. "Tentu saja tidak,
Bu. Aku hanya menyikatnya bila kami akan mengadakan
pertunjukan." "Ya ampun!" kata Bu Brown. "Tak heran rambutmu
selalu tidak rapi. Nah Lotta, jika kau mau makan dengan
sarden dan kue jahe, cepatlah merapikan diri dan makanlah
dengan kami!" "Ooooh!" kata Lotta yang hampir selalu merasa lapar,
seperti ju^: Jimmy. "Baiklah. Akan kucoba. Tetapi kukira
itu hanya membuang-buang waktu saja. Dan Lal, ibuku,
akan merasa aneh jika aku merapikan diri. Tetapi boleh
jugalah, kalau untuk itu aku mendapat makanan."
Ia melompat ke tanah dan berlari ke karavannya sendiri.
Jimmy tertawa. "Oh, Ibu, jangan berpikir Ibu akan bisa mengubah
Lotta," katanya. "Ia selalu kotor, tangannya kotor,
rambutnya acak-acakan. Ia tak peduli apakah bajunya ada
kancingnya atau tidak."
"Kau harus ingat Jimmy, bahwa kau tak boleh seperti
itu," kata ibu Jimmy dengan tegas. "Orang-orang sirkus
memang baik dan ramah, tetapi mereka bisa hidup lebih
bersih dan rapi. Lotta harus belajar bahwa ia tak akan
kuperkenankan makan di sini sebelum ia bersih dan rapi
seperti kita. Nah, kini kau sendiri kemarilah. Cucilah
tanganmu." Jimmy masuk ke dalam karavan. Sempit sekali. Hampir
tak ada tempat untuk bergerak. Semuanya ditempati oleh
tempat tidur, kompor, dan meja lipat. Ia memasukkan
tangannya ke baskom dan mencucinya. Dibasahinya
rambutnya dan disisirnya. Ibunya sibuk memotong kue
jahe. Baunya sungguh sedap!
Tak lama Lotta muncul. Ia kelihatan lain sekali.
Rambutnya kemilau, wajah dan tangannya bersih.
"Bagus sekali, Lotta," kata ibu Jimmy. Lotta senang
sekali oleh pujian itu. Ia menyukai ibu Jimmy.
"Kalian terpaksa duduk di idundakan dan makan di
sana. Tak ada lagi tempat di sini," kata Bu
Brown. "Aku akan memberi ayahmu sepotong roti dan
kue lewat jendela depan kecil itu."
Ayah Jimmy mengendalikan kuda penarik karavan.
Terdengar ia bersiul-siul, menikmati sinar matahari bulan
Mei dan segarnya tumbuh-tumbuhan yang mereka lewati.
Ibu Jimmy membuka salah satu jendela depan dan
mengetuk punggung suaminya. Pak Brown terkejut dan
berpaling. "Roti dan kue untukmu, Tom," kata Bu Brown. Pak
Brown dengan gembira menerima rotinya. Ia pun sudah
lapar. Kini semua orang makan, dan tak ada sisa dari kue
jahe yang besar itu saat Jimmy dan Lotta selesai.
"Oh, sungguh menyenangkan," kata Jimmy, memandang
langit biru. "Bepergian seperti ini, tak perlu kuatir apa pun.
Tak ada sekolah. Libur terus-menerus."
"Libur!" Lotta heran. "Apa yang kau bicarakan, Jimmy"
Libur yang kami punyai adalah saat-saat kami dalam
perjalanan seperti ini. Selebihnya kami harus bekerja keras
terus. Ya. Tunggu saja sampai kita tiba di Bigchester dan
harus bersiap-siap lagi. Kau akan mendengar Pak Galliano
berteriak-teriak pada semua orang. Dan kau pun akan
mendapat bagian harus bekerja keras! Kau belum tahu apa
kerja keras itu. Bagi kami, sekolah hanyalah main-main saja
dibandingkan pekerjaan di sirkus."
Iring-iringan sirkus, karavan, kandang, dan kendaraan
lainnya, terus bergerak di hari bulan Mei yang panjang itu.
Anjing-anjing menyalak dalam kandang mereka, mereka
merasa kepanasan dan gelisah. Jimmy turun dan melihat
persediaan air anjing-anjing itu. Ternyata banyak yang
tumpah. Jimmy pun mengambil air dan mengisi mangkuk-
mangkuk batu di kandang-kandang anjing tersebut. Ia juga
memberi biskuit kering. Anjing-anjing tadi begitu gembira,
melompat-lompat ketika melihatnya. Matahari bersinar
terik sekali memasuki kandang mereka. Jimmy melihat tirai
tergulung di atap kandang dan diturunkannya tirai tadi agar
sinar matahari tak terlalu mengganggu. Salah seekor anjing
menjadi nakal sekali karena kepanasan. Dipindahkannya
anjing itu ke kandang tersendiri di mana ia bisa berbaring
tenang. Di ujung karavan memang ada tiga atau empat
kandang terpisah. Jika diperlukan anjing mana pun bisa
dipisahkan dari yang lain.
Tetapi biasanya anjing-anjing itu lebih senang berkumpul, bermain-main, dan berguling-guling bersama-
sama, menjadi kelompok yang ceria dan biasanya bisa
saling tenggang rasa. Jimmy menyediakan air tambahan
bagi anjing yang dipisahkannya itu. "Guk!" anjing itu
mengucapkan terima kasih.
"Dia harus kita ajak jalan-jalan nanti, jika kita berhenti,"
kata Lotta. "Pasti menyenangkan untuk bisa jalan-jalan
lagi." Iring-iringan itu berjalan terus. Matahari kini mulai
terbenam, tetapi hari itu siang sungguh sangat panjang.
Jimmy berpikir pasti Jumbo kepanasan berjalan terus
sepanjang hari Tetapi tampaknya Jumbo tak keberatan
sama sekali. Sekali Pak Tonks menghentikan iring-iringan
untuk membawa Jumbo ke sungai kecil yang kebetulan
mereka lewati. Jumbo mencelupkan belalainya ke air,
kemudian mengangkatnya dan menyemprotkannya ke
punggungnya yang penuh debu. Dilakukannya ini berulang-
ulang sampai ia merasa dirinya sudah dingin. Dan tiba-tiba
ia menyemprotkan air ke Lotta dan Jimmy yang berdiri di
dekat tempat itu, menontonnya.
Cekatan Lotta melompat menyingkir. Tetapi Jimmy
basah kuyup! Betapa Lotta tertawa terpingkal-pingkal!
"Ia sudah sering melakukan itu untuk bercanda," kata
Lotta. "Karenanya aku sudah mengira kalau ia akan
menyemprot kita. Oh, kau begitu basah, Jimmy!"
Jimmy juga tertawa. Dan Jumbo berseru keras,
"Hrrumph!" "Ia juga tertawa," kata Pak Tonks. "Ayo, Jumbo ...
kembali!" Kira-kira pukul delapan malam ketika matahari sudah
begitu rendah di balik pepohonan (Di Inggris pada musim
panas matahari masih tampak walaupun jam sudah
menunjukkan waktu malam.) dan bayang-bayang sudah
begitu panjang, Pak Galliano menyerukan agar iring-iringan
berhenti. Mereka telah sampai di tepi sebuah hutan yang
banyak pohonnya serta ada anak sungainya.
Dan tiba-tiba saja semuanya sibuk. Kuda-kuda dilepaskan dan dibiarkan merumput Tangga kecil di
belakang karavan-karavan diturunkan. Anjing-anjing menyalak-nyalak sebab mereka tahu bahwa mereka pasti
akan diajak berjalan-jalan. Si monyet, Jemima meloncat
meninggalkan Lilliput dan memanjat sebatang pohon. Di
sana ia mencereceh dan tertawa. Monyet lain yang tidak
sejinak Jemima aman tinggal di kandang mereka.
Api-api unggun dibuat. Dan tak lama bau yang sedap
mulai tercium. Udara begitu segar sehingga semua orang
makan di luar. Suasana hangat, semerbak oleh semak-
semak bunga yang tumbuh liar di tempat itu.
Ibu Jimmy melihat bahwa orang-orang lain membuat api
unggun dekat karavan mereka. Ia pun memutuskan untuk
berbuat yang sama. Tetapi ternyata tidak semudah yang
diperkirakan. Akhirnya ia tak meneruskan niatnya, putus
asa. Jimmy sedang membantu ayahnya membawa kuda
merumput. Bu Brown berpikir pastilah ia tak akan bisa
memasak ikan hem'ng-nya. Tetapi kemudian muncul Lotta. "Mari kubantu. Dan
masakan pasti sudah siap kalau Jimmy dan Brownie
datang," katanya. Dan ketika Jimmy dan ayahnya datang, api telah
berkobar serta ikan heningnya sudah mulai masak.
Sedapnya! "Oh, aku akan menikmati malam pertamaku makan di
tempat terbuka!" kata Jimmy girang.
(Oo-dwkz-syaugy-oO) 10. Malam Pertama di Karavan
Rasanya tak pernah Jimmy merasakan ikan hening
selezat itu. Hari telah gelap. Api-api unggun mulai
menguning di sana-sini. Jimmy mendapat dua ekor hening,
cokelat panas, roti dan mentega. Jimmy makan dengan
sangat lahap. Orang-orang makan sambil bercakap-cakap
dan tertawa-tawa. Senang sekali rasanya beristirahat setelah
sehari penuh terguncang-guncang karavan.
Kuda-kuda dengan tenang merumput. Mereka ditambatkan dengan tali yang panjang sehingga bisa
berjalan-jalan dengan bebas. Nanti malam seseorang akan
menjaga kuda-kuda tersebut, sebab harganya cukup mahal.
Jumbo juga makan besar, sebab ia pun sangat lapar.
Terdengar sekali-sekali ia berkata 'Hrrumph! Hrrumph!'
Agaknya berbicara sendirian. Pak Tonks menambatkan
pada sebatang pohon yang sangat besar, dengan
menggunakan tali besar berbalut kawat. Ia tak ingin Jumbo
lari lagi jika malam turun badai.
Tak lama kemudian Pak Galliano memanggil salah
seorang pembantunya dan disuruhnya berkeliling ke setiap
api unggun. "Semua api harus dipadamkan setengah jam lagi," kata
orang itu dan kepada orang-orang yang mengelilingi api
unggun masing-masing. "Kita tak pernah membiarkan api menyala di malam
hari," kata Lotta pada Jimmy. "Selembar kertas yang
terbang dibawa angin dan menyala mungkin saja bisa
menghabiskan seluruh karavan yang terbuat dari kayu itu.
Juga kandang-kandang hewan. Karenanya Galliano selalu
menetapkan waktu untuk memadamkan semua api."
Mereka masih duduk-duduk mengelilingi api untuk
beberapa lama. Kemudian terdengar seseorang memanggil
Lotta. "Lotta! Di mana kau! Bagaimana dengan anjing-anjing
ini" Mereka ribut tak henti-hentinya!"
"Ayo, Jimmy," ajak Lotta, berdiri. "Kita harus membawa
anjing-anjing itu berjalan-jalan sebelum kemalaman."
"Ya ampun!" kata Bu Brown. "Mestikah kau pergi,
Jimmy" Ini sudah waktunya tidur!"
"Ia bisa tidur di siang hari, di saat kita dalam perjalanan,
Mary, jika ia lelah," kata Pak Brown. "Orang sirkus berbeda
dengan orang biasa. Ayolah, Jimmy, bantu Lotta membawa
anjing-anjing itu berjalan-jalan. Biar aku yang memadamkan api." Kedua anak itu berangkat membawa anjing-anjing
mereka. Betapa gembiranya anjing-anjing itu. Lotta dan
Jimmy melepaskan tiga ekor anjing yang paling penurut
dan selalu datang jika disiuli - yang lain harus puas
dengan berada di ujung tali. Mereka semua berangkat
melalui jalan kecil yang agaknya menuju ke bukit.
"Indah sekali 'kan, Lotta," kata Jimmy sambil menghirup
udara dalam-dalam. "Dan lihatlah bulan itu!"
Bulan muncul perlahan dari balik bukit di depan mereka.
Daerah itu bagaikan disepuh oleh cahaya perak. Pucat.
Dingin. Segalanya terlihat dengan jelas. Bagaikan siang,
pikir Jimmy, hanya warna-warna tidak secerah seperti siang
hari. Jalan-jalan kali itu menyenangkan sekali. Kedua anak
Alengka Bersimbah Darah 2 Wiro Sableng 058 Bahala Jubah Kencono Geni Nyawa Titipan 3