Pencarian

Interpretation Murder 8

Interpretation Of Murder Karya Jed Rubenfeld Bagian 8


"Kau berada di dalam kaison Jembatan Mahattan tadi malam, Littlemore?" Tanya
McClellan. "Ya, Pak," kata Littlemore malu-malu. "Maaf, Yang Mulia."
"Oh, tidak apa-apa," kata McClellan. "Lanjutkan."
"Aku dijebak," kata Banwell menyela, "McClellan, aku bersamamu sepanjang hari
Minggu malam itu. Di Saranac Inn. Kau tahu aku tidak mungkin membunuh gadis
itu." "Para penuntut tidak akan melihat seperti itu," jawab Littlemore. "Ia akan
mengatakan kalau kau telah menyuruh seseorang membawa Nona Riverford ke Saranac
Inn. Ketika itu kau menyelinap dari acara makan malam bersama Walikota, bertemu
dengan gadis itu di suatu tempat selama beberapa menit, lalu membunuhnya.
Kemudian kau membawa jenazahnya kembali ke Balmoral sehingga tampaknya gadis itu
tewas di sana. Kau berpikir kalau kau bisa menggunakan McClellan sebagai
alibimu. Sialnya, kau meninggalkan inisialmu pada leher gadis itu. Itu yang akan
digunakan para penuntut, Tuan Banwell."
"Aku tidak membunuhnya," kata Banwell. "Aku bisa membuktikannya."
"Bagaimana kau bisa membuktikannya, George?" Tanya McClellan.
"Tidak ada yang membunuh Elizabeth Riverford," kata Banwell.
"Apa?" Tanya McClellan. "Ia masih hidup" Di man a?" Banwell menggelengkan
kepalanya. "Demi Tuhan. Jelaskan padaku." seru McClellan. "Tidak ada yang
bernama Elizabeth Riverford," kata Banwell.
"Tidak pernah ada," tambah Littlemore. Banwell menghembuskan nafas panjang,
Hugel juga. McClellan memohon. "Kumohon, jelaskan padaku apa yang terjadi. Siapa
saja yang bisa." "Yang pertama membuatku berpikir adalah berat tubuh si korban," kata Littlemore,
"Menurut laporan Hugel, Nona Riverford tinggi tubuhnya seratus enampuluh tiga
sentimeter dan beratnya limapuluh tujuh setengah kilogram. Tetapi benda yang
menempel di langitlangit tempat ia diikat akan segera patah jika menahan tubuh
seberat itu. Aku sudah mengujinya."
"Bisa saja aku agak salah dalam menilai tinggi dan berat tubuh," kata Hugel.
"Aku sangat tegang ketika itu."
"Kau bukannya khilaf, Hugel," kata Littlemore. "Kau sengaja melakukannya. Kau
juga tidak menyebutkan kalau rambut Nona Riverford sebenarnya tidak berwarna
hitam." "Tentu saja rambutnya berwarna hitam," kata Hugel. "Semua orang di Balmoral
bersaksi, rambutnya berwarna hitam."
"Hanya rambut palsu," sergah Littlemore. "Kami menemukan yang lainnya lagi di
koper Banwell." Hugel memohon pada McClellan, "Ia gila. Seseorang telah
membayarnya untuk mengatakan seperti itu. Untuk apa aku memalsukan keterangan
jasmani Nona Riverford dengan sengaja?"
"Mengapa, Detektif?" Tanya McClellan.
"Karena jika ia mengatakan pada semua orang kalau Elizabeth Riverford tingginya
seratus limapuluh lima, beratnya limapuluh satu setengah kilogram, dengan rambut
pirang panjang, semuanya akan menjadi terlalu berhubungan ketika Nona Acton
muncul dengan luka-luka yang sama dan pada hari yang sama seperti yang ada pada
tubuh Nona Riverford yang hilang pada hari yang sama. Nona Acton tingginya
seratus limapuluh lima sentimeter dan beratnya limapuluh satu kilogram, berambut
panjang pirang. Bukan begitu, Hugel?"
g NORA MEMELUK CLARA dengan erat ketika wanita itu masuk ke kamarnya.
"Sayangku," kata Clara. "Syukurlah kau tidak apa-apa.
Aku sangat senang kau menelponku."
"Aku akan mengatakan pada mereka segalanya," seru Nora, "aku sudah mencoba
menyimpan rahasia itu, tetapi aku tidak bisa."
"Aku tahu," kata Clara, "kau sudah mengatakannya di dalam suratmu. Tidak apa-
apa. Katakan saja semuanya pada mereka."
"Tidak," kata Nora, hampir menangis, "Maksudku..., semuanya."
"Aku mengerti. Tidak apa-apa."
"Ia sama sekali tidak percaya kalau aku terluka," kata Nora. "Dokter Younger
berpikir kalau aku menggambari semua luka-luka itu."
"Menyebalkan sekali."
"Aku pantas mendapatkannya, Clara. Segalanya jadi berantakan. Aku tidak baik.
Semuanya tidak ada gunanya. Aku lebih baik mati."
"Sst. Kita perlu sesuatu untuk menenangkan syarafmu..., kita berdua." Clara pergi
ke kradensa. Di sana tersedia wadah minuman keras yang terisi separuh, dan
beberapa buah gelas. "Ini. Oh, brendi yang payah. Tetapi aku akan menuangkan
sedikit untuk kita. Kita akan berbagi."
Ia memberikan gelas anggur berbentuk buah pir pada Nora yang berisi minuman
beralkohol. Nora belum pernah minum brendi, tetapi Clara membantunya untuk
mencicipinya. Setelah rasa membakar yang pertama berlalu, ia juga diajarkan
bagaimana menghabiskannya. Ada percikan tumpah ke pakaian Nora.
"Ya ampun," kata Clara. "Ini pakaianku yang kau ken akan?"
"Ya," kata Nora. "Maaf, aku pergi ke Tarry Town. Kau
marah?" "Tentu saja tidak. Kau cocok mengenakannya. Barang-barangku selalu pantas kau
kenakan." Clara menuangkan sedikit brendi ke dalam gelas dan meminumnya sedikit
sambil memejamkan matanya. Lalu ia menempelkan gelas itu pada bibir Nora. "Kau
tahu," katanya, "aku membeli gaun itu sambil memikirkanmu" Sepatu ini
dipasangkan dengan gaun itu..., ini, yang sedang kupakai sekarang. Ini, cobalah.
Tumitmu lembut. Lupakan segalanya dan berdandanlah, seperti biasanya."
"Boleh?" Tanya Nora mencoba untuk tersenyum.
g "MAKSUDMU ELIZABETH RIVERFORD adalah Nora Acton?" Tanya McClellan yang
kebingungan bertanya kepada Littlemore.
"Aku dapat membuktikannya, Yang Mulia," kata Littlemore. Ia memberi isyarat pada
Betty ketika ia mengeluarkan selembar foto dari sakunya. "Walikota, Betty pernah
menjadi pelayan Nona Riverford di Balmoral. Ini adalah foto yang kutemukan di
apartemen Leon Ling. Betty, ceritakan pada mereka ini siapakah wanita ini."
"Itu adalah Nona Riverford di sebelah kiri," kata Betty. "Rambutnya berbeda,
tetapi itu memang dirinya."
"Tuan Acton, mohon lihat foto ini sekarang?" Kata Littlemore sambil menyerahkan
foto Nora Acton, William Leon, dan Clara Banwell, kepada Harcourt Acton.
"Ini Nora," kata Acton.
McClellan menggelengkan kepalanya. "Nora Acton tinggal di Balmoral dengan nama
Elizabeth Riverford" Mengapa?"
"Ia tidak tinggal di sana," geram Banwell. "Ia hanya menginap di sana beberapa
malam dalam seminggu, itu saja. Apa yang kau lihat" Lihatlah Acton!"
"Kau tahu?" Tanya McClellan kepada Tuan Acton dengan tidak percaya.
"Tentu saja tidak," jawab Nyonya Acton. "Nora pasti telah melakukannya sendiri."
Harcourt Acton tidak mengatakan apa-apa.
"Jika ia tidak tahu, ia adalah ayah yang tolol sekali." Kata Banwell, "Tetapi
aku tidak pernah menyentuhnya. Itu semua gagasan Clara."
"Clara juga tahu?" Tanya McClellan semakin tidak percaya lagi.
"Tahu" Dialah yang mengatur...," suara Banwell tibatiba terputus. Lalu ia
melanjutkan, "sekarang, lepaskan aku. Aku tidak terbukti melakukan kejahatan."
"Kecuali menabrakku, kemarin," kata Littlemore. "Ditambah dengan percobaan
penyuapan seorang anggota polisi, percobaan pembunuhan Nona Acton, dan membunuh
Seamus Malley. Aku bisa mengatakan kau akan sibuk sekali pada minggu ini, Tuan
Banwell." Ketika nama Malley disebut, Banwell berjuang untuk berdiri dari lantai, walau ia
tahu borgol itu menghubungkannya dengan terali tangga. Ketika keributan itu
terjadi, Hugel kabur melalui pintu. Kedua lelaki itu gagal mencapai tujuannya.
Banwell hanya berhasil melukai pergelangan tangannya sendiri. Ahli otopsi
ditangkap lagi oleh opsir Reardon.
"Tetapi mengapa, Hugel?" Tanya McClellan. Hugel tidak berbicara.
"Ya, Tuhan," McClellan melanjutkan. Ia masih berbicara kepada Hugel, "Kau tahu
Eilzabeth Riverford adalah
Nora Acton. Apakah kau yang mencambukinya" Ya Tuhan."
"Bukan aku," teriak Hugel dengan kesal masih dalam cengkeraman Reardon. "Aku
tidak mencambuki siapa pun. Aku hanya mencoba membantu. Aku harus membuat
Banwell terpidana. Wanita itu telah berjanji padaku. Aku tidak akan pernah...,
wanita itu merencanakan segalanya..., wanita itu mengatakan apa yang harus
kulakukan..., wanita itu telah berjanji padaku...,"
"Siapa wanita itu" Nora?" Tanya Walikota McClellan. "Ya, ampun. Apa yang
dijanjikannya padamu?"
"Bukan Nora," kata Hugel. Ia menyentakkan kepalanya ke arah Banwell. "Istrinya."
g NORA ACTON MELEPAS sepatunya sendiri dan mencoba sepatu Clara. Tumitnya tinggi
dan runcing, tetapi sepatu itu dibuat dengan kulit hitam yang cantik dan lembut.
Ketika gadis itu mendongak, ia melihat pada tangan Clara sebuah benda yang tak
terduga: sepucuk pistol kecil, dengan gagang terbuat dari kerang.
"Panas sekali di sini, sayangku," kata Clara, "ayo kita keluar ke balkonmu."
"Mengapa kau mengacungkan pistolmu padaku, Clara?" Tanya Nora.
"Karena aku membencimu, sayangku. Kau bercinta dengan suamiku."
"Aku tidak bercinta dengannya," sangkal Nora.
"Tetapi ia menginginkannya. Begitu menginginkannya. Itu sama saja, tidak, bahkan
lebih buruk lagi." "Tetapi kau membenci George."
"Begitukah" Kukira begitu," kata Clara, "aku membenci kalian berdua."
"Oh, jangan. Jangan kau katakan itu. Aku lebih baik mati."
"Baiklah kalau begitu."
"Tetapi Clara, kau yang membuatku...,"
"Ya, aku membuatmu begitu," kata Clara, "Dan sekarang aku ingin merusakmu.
Pertimbangkan saja kedudukanku, sayangku. Bagaimana aku bisa membiarkanmu
melaporkan itu pada polisi apa yang kau tahu" Aku sudah nyaris berhasil. Hanya
tinggal dirimu yang menghalangiku. Berdirilah, sayangku. Ayo ke balkon. Jangan
sampai aku menembakmu."
Nora berdiri. Ia berjalan terhuyung-huyung. Sepatu bertumit tinggi dan runcing
Clara benar-benar terlalu tinggi baginya. Ia hampir tidak dapat berjalan. Sambil
berpegangan pada sofa, lalu pada lengan sebuah kursi, lalu pada meja, hingga
berhasil mencapai pintu Prancis yang menuju ke balkon.
"Nah, sudah," kata Clara. "Sedikit lagi." Nora melangkah memasuki balkon, dan
tersungkur. Ia dapat menangkap tepian pagar dan berdiri menghadap ke arah kota.
Di lantai kesebelas itu, angin kencang bertiup. Nora merasakan angin dingin itu
pada kening dan pipinya. "Kau menyuruhku memakai sepatu ini," katanya, "sehingga
kau mudah untuk mendorongku ke bawah, bukan?"
"Tidak," kata Clara, "sehingga itu tampak seperti kecelakaan. Kau tidak terbiasa
memakai sepatu bertumit tinggi. Kau tidak terbiasa minum brendi, yang bisa
mereka cium pada gaunmu. Kecelakaan yang mengerikan. Aku tidak mau mendorongmu,
sayangku. Kau mau meloncat" Biarkan saja dirimu terjatuh. Kukira lebih baik
begitu." Nora melihat jam di menara Metropolitan Life satu mil ke selatan. Ketika itu
sudah tengah malam. Ia melihat cahaya benderang dari Broadway ke arah barat. "To
be or not to be," bisiknya.
"Tidak ada (not to be)..., aku khawatirnya," kata Clara.
"Bisa minta satu hal?"
"Aku tidak tahu, sayangku. Apa itu?" "Kau mau menciumku?" Tanya Nora. "Satu kali
saja, sebelum aku mati?"
Clara Banwell mempertimb angkan permintaan itu. "Baiklah," katanya.
Nora berpaling, perlahan, lengannya di punggungnya, mencengkeram pagar,
mengedipkan matanya supaya air-matanya tidak menetes dari mata birunya. Ia
mengangkat dagunya, sedikit saja. Clara, dengan tetap menempelkan pistolnya pada
pinggang Nora, mengusapkan rambutnya dari mulut Nora. Nora memejamkan matanya.
g AKU BERDIRI DI DEPAN wastafel kamar hotelku dan memercikkan air dingin pada
wajahku. Jelas bagiku kini kalau Nora, di tengah keluarganya, adalah sasaran
dari kompleks Oedipus dari jenis bayangan cermin yang baru saja kususun. Dapat
dipastikan, ibunya sangat cemburu padanya. Tetapi pada kasus Nora hal itu lebih
rumit karena keterlibatan pasangan Banwell. Freud benar. Dalam hal itu, pasangan
Banwell menjadi pengganti ayah dan ibu bagi Nora sekali lagi adalah kompleks ?Oedipus yang terbalik tetapi Nora tampaknya menginginkan Clara. Itu tidak
?cocok. Begitu pula Clara. Kedudukan Clara merupakan yang paling rumit di antara
semuanya. Sebagaimana penjelasan Freud, Clara telah menjadi teman bagi Nora,
menjadi kepercayaannya, dan menjelaskan pengalaman seksualnya. Freud percaya
bahwa Nora pastilah cemburu pada Clara. Tetapi menurutku, Claralah yang cemburu
pada Nora. Ia pastilah membencinya. Ia pastilah ingin...
Segera aku meloncati tempat tidur dan berlari keluar kamar.
9 SAAT BIBIR KEDUANYA BERTEMU, Nora menangkap tangan Clara yang memegang pistol.
Pistol itu meledak. Nora tidak dapat merampas pistol itu dari tangan Clara,
tetapi berhasil mengalihkan moncongnya menjauh dari tubuhnya. Peluru melayang ke
udara di atas kota. Nora mencakar wajah Clara, sehingga darah mengalir pada bagian atas dan bawah
matanya. Ketika Clara menjerit kesakitan, Nora menggigit lagi tangan Clara
dengan sekuat-kuatnya. Revolver itu jatuh di atas lantai beton balkon, dan
meluncur ke dalam kamar hotel.
Clara menyerang wajah Nora. Ia memukulnya dua kali, sambil menarik rambut gadis
itu ke arah tepi balkon. Nora terbungkuk ke luar pagar. Rambut panjang Nora
melayang turun ke arah jalan, jauh di bawahnya.
Nora mengangkat salah satu kakinya yang bertumit sepatu runcing dan menginjak
kaki Clara. Tumit runcingnya menancap pada kaki telanjang Clara. Clara menjerit
dan menangis lalu melepaskan cengkeramannya pada Nora yang menggeliat melepaskan
diri. Ia berhasil melewati Clara melalui pintu Prancis, tetapi terjatuh. Nora
tidak terbiasa dengan tumit tinggi sepatu itu. Dengan merangkak, ia melanjutkan
usahanya meraih pistol. Sebenarnya ujung jarinya telah berhasil menyentuh gagang
pistol itu ketika Clara menarik gaunnya ke belakang. Clara menangkap Nora,
meloncatinya, berjalan ke tengah ruangan, dan merampas pistol itu.
"Bagus sekali, sayangku," kata Clara sambil terengah-engah. "Aku tidak tahu kau
punya pikiran semacam itu."
Mereka terganggu oleh bunyi benturan. Pintu yang terkunci itu terbuka, pecahan
kayu betebaran di udara. Stratham Younger menyerbu masuk.
"DR. YOUNGER," KATA Clara Banwell sambil berdiri di tengah ruang duduk kamar
Nora dan mengacungkan sepucuk revolver kecil tepat pada pinggangku, "senang
sekali bertemu denganmu. Tolong tutup pintunya."
Nora tergeletak di atas lantai beberapa kaki dariku. Aku melihat memar pada
pipinya, terima kasih Tuhan, tidak ada darah di mana pun. "Kau terluka?" Tanyaku
padanya. Nora menggelengkan kepalanya.
Dengan menghembuskan nafas yang tanpa kusadari telah tertahan, aku menutup
pintu. "Dan kau, Nyonya Banwell," kataku, "apa kabarmu malam ini?"
Sudut bibir Clara terangkat sedikit. Wajahnya tergores parah di atas dan di
bawah mata kirinya. "Aku akan sembuh dalam waktu singkat," katanya. "Pergilah ke
balkon, Dokter." Aku tidak bergerak. "Ke balkon, Dokter," ia mengulanginya.
"Tidak, Nyonya Banwell."
"Betulkah?" Clara berputar. "Aku harus menembakmu
di tempatmu berdiri?"
"Kau tidak bisa," kataku, "aku memberikan namamu di bawah. Jika kau membunuhku,
mereka akan menggantungmu karena pembunuhan."
"Kau sangat salah," kata Clara. "Mereka akan menggantung Nora, bukan aku. Aku
akan katakan kepada mereka dialah yang membunuhmu, dan mereka akan memercayaiku.
Kau lupa" Ia gila. Dialah yang membakar dirinya sendiri dengan sebatang rokok.
Bahkan orangtuanya pun berpikir begitu."
"Nyonya Banwell, kau tidak membenci Nora. Kau membenci suamimu. Kau telah
menjadi korbannya selama tujuh tahun. Nora juga korbannya. Jangan menjadi alat
suamimu." Clara menatapku. Aku melangkah ke arahnya. "Berhenti di situ saja," kata Clara
dengan tajam. "Sebagai seorang dokter psikolog, mengherankan juga jika ternyata
penilainmu salah, Dr. Younger. Tidak masuk akal. Kau kira apa yang kukatakan
padamu itu benar. Kau percaya segala yang dikatakan oleh seorang wanita padamu"
Atau kau memercayai mereka hanya ketika kau ingin tidur dengan mereka?"
"Aku tidak mau tidur denganmu, Nyonya Banwell."
"Setiap lelaki ingin tidur denganku."
"Mohon turunkan senjata itu," kataku, "Kau terlalu letih. Kau punya alasan untuk
itu, tetapi kau salah mengarahkan amarahmu. Suamimu memukulimu, Nyonya Banwell.
Ia tidak pernah menyempurnakan pernikahannya denganmu. Ia membuatmu..., membuatmu
melakukan...," Clara tertawa. "Oh, hentikan. Kau terlalu lucu. Kau akan membuatku muak."
Bukan karena tawanya yang seperti itu, tetapi kesan


Interpretation Of Murder Karya Jed Rubenfeld di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rendah diri yang tersirat di dalamnya itulah yang membuatku terkejut.
"Ia tidak pernah menyuruhku melakukan apa pun," kata Clara. "Aku bukan korban
dari siapa pun, Dokter. Pada malam pengantin kami, aku mengatakan padanya kalau ia tidak akan pernah
mendapatkan aku. Aku, bukan dirinya. Betapa mudahnya. Aku mengatakan padanya
kalau ia adalah lelaki yang paling kuat yang pernah kutemui. Aku katakan padanya
kalau aku akan melakukan hal-hal yang disukainya bahkan yang lebih baik lagi.
Dan aku memang melakukannya untuk George. Aku katakan padanya, aku akan
membawakannya gadis-gadis lainnya, yang muda, yang dapat diperlakukan sesukanya.
Aku melakukan itu. Aku katakan padanya kalau ia bisa melukaiku, dan aku akan
membuatnya bahagia sambil melukaiku. Aku lakukan itu."
Nora dan aku menatap Clara tanpa bersuara.
"Dan ia menyukainya," Clara menambahkan sambil tersenyum.
Kembali menjadi sunyi sesaat. Aku akhirnya menyela, "Mengapa?"
"Karena aku mengenalnya," jawab Clara. "Seleranya tidak pernah terpuaskan. Tentu
saja ia menginginkanku, tetapi bukan hanya aku. Harus ada yang lainnya. Banyak,
banyak yang lainnya. Kau pikir aku dapat bahagia menjadi satu dari yang banyak
itu, Dokter" Aku membencinya begitu aku melihatnya."
"Bukan salah Nora," kataku, "bukan Nora yang mengakibatkan itu semua padamu."
"Nora-lah penyebabnya," bentak Clara. "Ia merusak segalanya."
"Bagaimana aku bisa begitu?" Tanya Nora.
"Keberadaanmu itu," kata Clara dengan kebencian yang tampak jelas walaupun ia
tidak mau melihat ke arah Nora, "George..., George jatuh cinta padanya. Jatuh
cinta. Seperti seekor anjing. Bukan anjing yang pintar. Anjing yang tolol. Nora
begitu manja namun juga tidak terlalu manja. Kontradiksi yang menyenangkan. Ia
menjadi seperti tergila-gila. Maka aku harus mengambilkan tulang bagi anjing
itu, bukan" Aku tidak bisa hidup dengan lelaki yang menetes-netes air liurnya
seperti itu." "Karena itulah kau sepakat untuk bermain api dengan ayahku?" Tanya Nora.
"Aku tidak menyetujuinya," kata Clara dengan menghinakan, namun ditujukan kepada
Younger, bukan Nora, "Itu bukan gagasanku. Acton adalah lelaki yang paling
lemah, paling membosankan yang pernah kukenal. Seandainya ada surga bagi
perempuan yang tidak mementingkan diri sendiri, aku..., tetapi kemudian ia
merusaknya. Ia menolak George. Ia benar-benar menolaknya." Clara menarik nafas
dalam-dalam hingga sikapnya kembali ceria. "Aku mencoba banyak cara untuk
menyembuhkan George dari keadaannya. Berbagai cara. Sungguh."
"Elsie Sigel," kataku.
Sebuah sentakan pada sudut bibirnya memperlihatkan keterkejutan Clara, tetapi ia
tidak menjawab. "Kau benar-benar memiliki bakat dalam bidang mendeteksi. Kau
sudah mempertimbangkan untuk berganti pekerjaan?"
"Kau mencarikan gadis-gadis dari keluarga baik-baik untuk suamimu," aku
melanjutkan, "kau pikir hal itu akan membuatnya melupakan Nora."
"Bagus sekali. Aku tidak percaya ada seorang wanita pun selain diriku yang mampu
melakukan itu. Tetapi ketika aku menemukan lelaki Cina-nya, maka aku menemukan
perempuan semacam itu. Ia menulis surat pada lelaki Cina itu! Lelaki Cina itu
menjual surat-surat itu padaku. Lalu aku mengatakan pada Elsie kalau aku
berkewajiban untuk memberi tahu ayahnya. Kecuali jika ia mau membantuku. Tetapi
anjingku yang juga suamiku itu tidak tertarik pada Elsie. Seharusnya kau
melihatnya. Pikirannya," kini Clara mengarah pada Nora yang masih tampah lemah,
"Anjing itu hanya tertuju pada tulang yang ini."
"Kau membunuh Nona Sigel," kataku. "Dengan chloroform seperti yang kau berikan
pada suamimu untuk digunakannya kepada Nora."
Clara tersenyum, "Sudah kukatakan, sebaiknya kau menjadi seorang detektif saja.
Elsie hanya tidak dapat menahan mulutnya. Dan suaranya tidak menyenangkan juga.
Ia tidak memberikan pilihan. Ia seharusnya mengatakannya saja. Aku dapat melihat
hal itu di matanya."
"Mengapa tidak kau bunuh saja aku?" Nora berteriak.
"Oh, aku memang berniat untuk itu, sayangku. Tetapi sama sekali belum
kulaksanakan. Tahukah kau seperti apa wajah George ketika ia tahu kalau kau,
cinta matinya, dengan segala kekuatan kecilmu berusaha menghancurkannya,
memusnahkannya. Hal itu bernilai lebih dari seluruh uangnya. Well, hampir
melebihi. Aku akan memiliki uangnya. Dr. Younger, kupikir kau telah membiarkan
aku terus bicara cukup lama,"
"Kau tidak bisa membunuh kami, Nyonya Banwell," kataku, "Jika mereka menemukan
kami berdua mati, tertembak pistolmu, mereka tidak akan pernah percaya kalau kau
tidak bersalah. Mereka akan menggantungmu. Turunkan." Aku maju selangkah.
"Berhenti!" Teriak Clara dengan mengarahkan pistolnya kepada Nora, "Kau begitu
tidak peduli pada nyawamu
sendiri. Kau tidak akan begitu ceroboh dengan nyawanya. Sekarang, pergilah ke
balkon." Aku melangkah maju lagi..., tidak ke arah balkon, tetapi ke arah Clara.
"Berhenti!" Ulang Clara. "Kau gila" Aku akan menembaknya."
"Kau akan menembaknya, Nyonya Banwell," kataku, "dan tembakanmu akan meleset.
Pistol jenis apa itu" Sebuah pistol moncong tunggal kaliber duapuluh dua" Kau
tidak bisa menembus pintu lumbung dengan pistol itu, kecuali kau berdiri dua
kaki darinya. Aku berada dalam jarak dua kaki denganmu, Nyonya Banwell.
Tembaklah aku." "Baiklah," kata Clara sambil menembakku.
Dengan jelas, walau itu terkesan hanya omong kosong, namun aku dapat melihat
ketika sebutir peluru keluar dari moncong pistol Clara, dan peluru itu melayang
perlahan ke arahku, menembus kemeja putihku. Aku merasa tusukan di iga kiri
paling bawah. Setelah itu aku mendengar suara tembakan.
Pistol itu bergetar sedikit. Aku menangkap pergelangan tangan Clara. Ia melawan
untuk membebaskan diri, tetapi tidak dapat. Aku menariknya ke arah balkon aku ?berjalan ke depan mendorongnya. Pistol itu di atas kepala kami, mengarah ke
langitlangit. Nora berdiri, tetapi aku menggelengkan kepalaku. Clara menendang
sebuah meja lampu yang besar ke arah Nora. Meja itu pecah karenanya dan
menyebarkan serpihan pecahan kaca pada tungkainya. Aku terus memaksanya ke arah
balkon. Kami melintasi perbatasannya. Aku mendorongnya dengan kasar ke arah
pagar balkon, sementara pistol itu masih berada di atas kepala kami.
"Kau berada di tempat tinggi, Nyonya Banwell," aku berbisik dalam kegelapan
sambil meringis ketika peluru itu mulai masuk ke perutku. "Lepaskan pistolmu."
"Kau tidak bisa melakukan itu," katanya, "kau tidak sanggup membunuhku."
"Aku tidak sanggup?"
"Tidak. Itulah perbedaan antara aku dan dirimu."
Tibatiba perutku merasa seolah ada sepotong besi panas merah di dalamnya. Aku
tadi yakin akan kemampuanku untuk mengungguli kekuatannya, namun kini tidak
lagi. Aku sadar kekuatanku akan hilang sebentar lagi. Panas terbakar di dalam
igaku mulai terasa lagi. Aku mengangkatnya tigapuluh sentimeter dari lantai
tanpa melep askan pergelangan tangannya, lalu menurunkannya dengan keras hingga
menghempas dinding samping balkon. Kami diam berdiri, saling berhadapan, dada
kami berhadapan, lengan dan tangan saling lilit di antara dada kami, punggung
Clara tertekan di dinding, mata kami dan mulut kami hanya berjarak beberapa
senti saja. Aku menatap Clara ke bawah, dan Clara menatapku ke atas. Kemarahan
membuat wajah beberapa wanita menjadi buruk, namun ada juga yang semakin
rupawan. Clara termasuk jenis yang kedua.
Clara masih memegangi pistolnya, jemarinya menempel pada pelatuknya, di antara
tubuh kami berdua. "Kau tidak tahu ke mana pistol itu mengarah, bukan?" Tanyaku,
sambil menekannya lebih kuat ke arah dinding, sehingga membuatnya tersengal.
"Mau tahu" Ke arahmu. Pada jantungmu."
Aku dapat merasakan darah mulai banyak mengalir menuruni kemejaku. Clara tidak
mengatakan apa-apa, matanya menatap mataku.
Dengan mengumpulkan tenagaku, aku melanjutkan, "Kau benar. Mungkin saja aku
hanya menggertak. Mengapa kau tidak menarik saja pelatuknya sehingga kau tahu"
Itu satusatunya kesempatanmu. Tidak lama lagi aku akan menguasaimu, Ayo. Tarik
pelatuknya, Tarik, Clara."
Ia menarik pelatuknya. Suara ledakan itu tertahan. Matanya terbelalak. "Tidak,"
katanya. Tubuhnya menjadi kaku. Ia menatapku, tak berkedip. "Tidak," ia
mengulanginya. Kemudian ia berbisik. "Tindakanku."
Mata itu tidak pernah tertutup. Tubuhnya merosot. Ia jatuh, mati, ke lantai.
Kini aku memegangi pistol itu. Aku kembali masuk ke ruang hotel. Aku mencoba
mendekati Nora, tetapi tidak berhasil. Aku tersandung sofa. Kemudian aku
merebahkan diri di atasnya sambil memegangi perutku. Darah mengalir di antara
jemariku, sebuah noda merah besar menjadi semakin luas pada kemejaku. Nora
berlari ke arahku. "Tumit sepatu," kataku. "Aku suka kau memakai sepatu bertumit."
"Jangan mati," bisiknya.
Aku tidak berbicara. "Kumohon, jangan mati," ia memohon padaku. "Kau akan mati?"
"Aku khawatir begitu, Nona Acton." Aku mengalihkan tatapanku pada jenazah Clara,
kemudian ke pagar balkon. Di luar aku dapat melihat beberapa bintang di langit
kejauhan. Sejak orang-orang itu menerangi Broadway, kerlip gemintang telah
menjadi cahaya yang meredup di atas Midtown. Akhirnya, aku menatap mata biru
Nora sekali lagi. "Perlihatkan padaku," kataku.
"Apa yang harus kuperlihatkan kepadamu?"
"Aku tidak mau mati sebelum mengetahuinya."
Nora mengerti. Ia memutar tubuh bagian atasnya, memperlihatkan punggungnya
padaku, seperti ketika pada hari pertama sesinya, di kamar ini juga. Aku
terbaring di atas sofa. Aku meraih dengan satu tangan..., tangan yang bersih..., dan
mulai membuka kancing gaunnya. Ketika punggung itu akhirnya terbuka, aku melepas
ikatan korsetnya. Di balik renda yang bersilang-silang, di bawah dan di antara
tulang-tulang belikatnya yang indah, ada beberapa bekas cambukan yang masih
berdarah. Nora menjerit, lalu diam-diam menangis.
"Bagus," kataku sambil bangkit dari sofa, "sudah pasti jika begitu. Segera
panggil polisi dan bantuan medis, aku membutuhkannya,"
"Tetapi," kata Nora menatapku bingung, "kau katakan tadi, kau akan mati."
"Memang," kataku. "Suatu hari kelak. Tetapi bukan karena gigitan kutu seperti
ini." Duapuluh Enam SABTU SIANG ITU, KETIKA AKU TERBANGUN, hari sudah siang. Seorang perawat
mengantar dua orang tamu, Abraham Brill dan Sandor Ferenczi.
Brill dan Ferenczi tersenyum tipis. Mereka mencoba menguatkan hatiku. Lalu
mereka bertanya, bagaimana kabar "pahlawan kita", sambil menemaniku hingga aku
menceritakan semua kisah kejadian. Tetapi akhirnya, mereka tidak bisa
menyembunyikan kesedihan mereka. Aku bertanya apa yang terjadi.
"Habislah sudah semuanya," kata Brill, "Ada surat lagi dari G. Stanley Hall."
"Sebenarnya, untukmu," kata Ferenczi.
"Yang telah dibaca Brill, tentu saja," kataku menyimpulkan.
"Demi Tuhan, Younger," Brill berseru, "kami semua sudah mengira kau mati."
"Sehingga kau menganggap diperbolehkan untuk membaca semua suratku?"
Ternyata surat Hall berisi kabar baik dan juga kabar buruk. Ia telah menolak
donasi untuk Clark dengan alasan kebebasan akademis universitas akan menjadi
terbatas. Kini, ia telah memutuskan mengenai ceramah-ceramah Dr. Freud. Namun
jika ia tidak mendengar pernyataan dari kami secara pasti bahwa Times tidak akan
mencetak artikel yang telah dilihatnya, paling lambat pukul empat sore hari ini,
kuliah Freud akan dibatalkan. Ia benar-benar meminta maaf. Freud tentu saja akan
menerima honor yang telah dijanjikannya. Hall akan mengeluarkan sebuah
pernyataan bahwa kesehatan Freudlah yang menghalanginya untuk berbicara. Namun
sebagai gantinya, Hall akan memilih salah satu pengganti penceramah utama yang
ia yakin Freud akan menyetujuinya: Carl Jung.
Aku kira itu adalah kalimat terakhirnya yang paling menyakitkan hati Brill.
"Kalau saja kita tahu siapa yang ada di belakang ini semua," katanya. Aku benar-
benar dapat mendengar suara kertakan giginya.
Ada suara ketukan pintu. Littlemore menjulurkan kepalanya ke dalam. Setelah
memperkenalkan dirinya, aku mendesak Brill untuk menjelaskan keadaan kami kepada
detektif itu. Yang terburuk, Brill menyimpulkan, mereka tidak tahu siapa yang
tengah dihadapi. Siapa yang begitu
bernafsu menahan buku Freud dan menghalangi cerama-ceramahnya di Worcester"
"Jika kau mau nasihat," kata Littlemore, "kita harus berbincang sedikit dengan
teman kalian, Dr. Smith Jelliffe."
"Jelliffe?" Tanya Brill. "Lucu sekali. Ia penerbitku. Ia hanya akan mendapat
keuntungan bila ceramah-ceramah Freud berlangsung dengan baik. Ia mendesak agar
dapat menyelesaikan terjemahanku sejak berbulan-bulan."
"Cara berpikir yang salah," kata Littlemore. "Jangan memikirkannya sekaligus. Si
Jelliffe ini mengambil naskah bukumu, dan ketika ia mengembalikannya, naskah itu
penuh berisi hal-hal aneh. Lalu ia mengatakan hal-hal tersebut dimasukkan oleh
seorang pastur yang meminjam mesin cetaknya" Kisah yang paling mencurigakan yang
pernah kudengar. Ia adalah orang pertama yang harus kalian tanyai."
Mereka mencoba menghentikan aku, tetapi aku terus saja berpakaian lalu ikut
bersama mereka. Aku hampir saja merobek jahitan lukaku saat melakukannya.
Sebelum pergi ke rumah Jelliffe, kami singgah di apartemen Brill. Ada satu bukti
yang diminta Littlemore untuk kami bawa ke kota.
g LITTLEMORE MELAMBAIKAN TAN GANNYA PADA seorang opsir di lobi Balmoral. Polisi
itu telah memeriksa apartemen Banwell yang sudah kosong sepanjang pagi.
Littlemore memang orang kesayangan di kalangan polisi tak berseragam, dan kini
ia pun terkesan semakin penuh wibawa. Kabar tentang keberhasilannya menangkap
Banwell dan Hugel, telah tersebar di seluruh lembaga
kepolisian. Smith Ely Jelliffe membuka pintu dengan masih mengenakan piyamanya, serta
sehelai handuk basah yang membungkus kepalanya. Kehadiran Dr. Younger, Brill,
dan Ferenczi mengejutkannya, namun tak lama berubah menjadi ketakutan ketika ia
melihat seorang hamba hukum. Detektif yang kemarin malam berkunjung ke
apartemennya, kini berjalan tegap di belakang mereka.
"Aku tidak tahu," seru Jelliffe pada Littlemore. "Aku tidak tahu apa-apa tentang
hal itu sampai kau pergi. Ia ada di kota hanya beberapa jam. Tidak ada
kecelakaan ataupun yang sejenisnya, aku sumpah. Ia sudah kembali ke rumah sakit.
Kau bisa menelpon. Itu tidak akan terjadi lagi."
"Kalian berdua sudah saling mengenal?" Tanya Brill.
Littlemore bertanya pada Jelliffe tentang Harry Thaw selama beberapa menit,
sehingga teman-temannya terheran-heran. Ketika akhirnya Littlemore merasa puas,
ia masih bertanya lagi mengapa ia mengirimkan ancaman tanpa nama kepada Brill,
lalu membakar naskah, dan membuang abu di apartemennya" Mengapa juga ia telah
mengumpat Freud di koran"
Jelliffe bersumpah ia tidak bersalah. Ia menyatakan kalau ia tidak tahu apa-apa
tentang pembakaran buku dan pengiriman ancaman.
"Oh, ya?" Tanya Littlemore. "Lalu siapa yang menyelipkan halaman-halaman dari
Kitab Injil itu ke dalam naskah?"
"Aku tidak tahu," kata Jelliffe. "Itu pastilah ulah dari orang-orang gereja
itu." "Tentu saja begitu," kata Littlemore. Ia memperlihatkan Jelliffe bukti artikel
yang kami ambil dari apartemen Brill sejam yang lalu. Artikel itu hanya berupa
sehelai kertas dari naskah Brill yang berisi tidak saja ayat Yeremia, tetapi
juga gambar stempel seorang lelaki memakai pembungkus kepala, berjenggot, dan
tampak marah. Ia lalu melanjutkan. "Lalu bagaimana ini bisa berada di dalamnya"
Kelihatannya tidak terlalu bersifat gerejawi bagiku."
Mulut Jeliffe ternganga. "Apa itu?" Tanya Brill, "Kau mengenalinya?"
"Itu Charaka," kata Jelliffe.
"Apa?" Tanya Littlemore.
"Charaka, seorang dokter Hindu kuno," kata Ferenczi. "Aku bilang, Hindu. Kau
ingat aku pernah mengatakannya?" Younger berkata. "Si Triumvirate." "Bukan,"
kata Brill. "Ya," Jelliffe mengaku. "Apa?" Tanya Ferenczi.
Younger berkata pada Brill. "Seharusnya kita sudah melihat ini sejak lama.
Siapakah anggota dewan jurnal Morton Prince di New York ini, yang mengetahui apa
saja yang akan diterbitkan Prince, dan mampu memerintahkan penangkapan di orang
Boston semudah membalikkan telapak tangan?"
"Dana," kata Brill.
"Dan siapakah keluarga yang menawari donasi pada Clark" Hall mengatakan pada
kita salah satu dari mereka adalah seorang dokter yang terkenal dalam bidang
psikoanalisa. Hanya ada satu keluarga kaya raya di negeri ini yang mampu
mendanai seluruh rumah sakit, dan mampu membual tentang anggota kelompoknya yang
ahli neurologi terkenal di dunia."
"Bernard Sachs!" Seru Brill. "Dan dokter tanpa nama
di Times adalah Starr. Aku seharusnya sudah tahu katakata congkak itu begitu aku
membacanya. Starr selalu membual pengalaman belajarnya di laboratorium Char-cot
beberapa dekade yang lalu."
"Siapa?" Tanya Ferenczi. "Apa itu Triumvirate?"
Dengan bergantian Younger dan Brill menjelaskannya. Orangorang yang baru saja
mereka sebutkan Charles Louis Dana, Bernard Sachs, dan M. Allen Starr ? ?merupakan tiga ahli neurologi yang paling berpengaruh di negeri ini. Secara
bersamaan, mereka terkenal dengan nama Triumvirate New York. Mereka memiliki


Interpretation Of Murder Karya Jed Rubenfeld di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harga diri mereka sendiri dan kekuatan atas sebuah kombinasi yang mengesankan
dari prestasi, silsilah, dan uang. Dana adalah penulis naskah terkemuka tentang
penyakit jiwa orang dewasa. Sachs memiliki reputasi dunia, terutama lantaran
karyanya mengenai sebuah penyakit yang pertama kali ditemukan oleh Warren Tay
yang berkebangsaan Inggris.
Dana juga menulis buku teks pertama tentang keadaan jiwa anak-anak. Tentu saja,
keluarga Sachs secara sosial tidak setara dengan keluarga terbaik Dana; mereka
tidak bisa ikut serta dalam lingkungan sosial itu sama sekali, karena perbedaan
agama. Tetapi keluarga Sachs lebih kaya. Saudara lelaki Bernard Sachs telah
menikah dengan keluarga Goldman; seorang pendiri bank swasta. Sebagai akibat
dari hubungan itu, ia menjadi benteng Wall Street. Starr, seorang dosen di
Columbia, setidaknya adalah yang paling kurang dari ketiganya.
"Ia adalah kantung angin," kata Brill menjuluki Starr, "ia adalah boneka Dana."
"Tetapi mengapa mereka begitu berniat merusak Freud?" Tanya Ferenczi.
"Karena mereka neurolog," kata Brill. "Freud membuat mereka takut." "Aku
bingung." "Mereka termasuk pengikut faham somatis," jelas Younger. "Mereka berpendapat
bahwa segala penyakit jiwa berasal dari gangguan syaraf, bukan karena faktor
kejiwaan. Mereka tidak percaya pada trauma masa kanak-kanak; mereka tidak
percaya bahwa penekanan gairah seksual dapat menimbulkan penyakit jiwa.
Psikoanalisa adalah kutukan bagi mereka. Mereka menyebut psikoanalisa sebagai
sekte." "Hanya karena perbedaaan ilmiah," kata Ferenczi, "mereka bisa melakukan hal-hal
seperti membakar naskah, mengancam, menyeb arkan tuduhan?"
"Ilmu pengetahuan tidak ada hubungannya di sini," kata Brill. "Para ahli syaraf
itu mengendalikan segalanya. Mereka adalah 'ahli syaraf, jadi mereka ahli dalam
'keadaan-keadaan syaraf.' Semua wanita pergi kepada mereka baik untuk mengobati
histerianya, atau menyembuhkan debaran jantung mereka, atau menghilangkan
kecemasan dan kekecewaan mereka. Praktik itu menghasilkan jutaan dolar bagi
mereka. Jelas saja mereka menganggap kita sebagai iblis. Kita bisa menggulung-
tikarkan usaha mereka. Tak seorang pun akan berobat kepada mereka begitu
menyadari bahwa penyakit jiwa disebabkan oleh kejiwaan, bukan gangguan syaraf."
"Dana ada di Pihakmu, Jelliffe," kata Younger melanjutkan. "Dia memusuhi Freud
sebagaimana dia memusuhi lainnya seperti yang pernah kudengar selama ini. Apakah
dia tahu tentang buku Brill?"
"Ya," kata Jelliffe, "tetapi ia tidak akan membakarnya. Ia menyetujui penerbitan
buku itu. Ia mendorongku untuk
menerbitkannya. Bahkan ia mencarikanku seorang editor untuk membantu
mempersiapkan penyebaran."
"Seorang editor?" Tanya Younger. "Apakah editor itu membawa naskahmu ke luar
kantormu?" "Tentu," kata Jelliffe. "Bahkan ia membawanya pulang untuk dikerjakan."
"Nah, sekarang kita tahu," kata Brill. "Si anak jadah
itu." "Bagaimana dengan urusan Charaka?" Tanya Littlemore.
"Itu perkumpulan mereka," kata Jelliffe. "Salah satu perkumpulan yang paling
tertutup di kota ini. Nyaris tidak ada orang lain yang dibiarkan masuk. Para
anggotanya mengenakan cincin stempel bergambar seraut wajah. Wajah yang seperti
kalian lihat pada halaman itu."
"Itu sebuah komplotan," kata Brill. "Sebuah perkumpulan rahasia."
"Tetapi mereka para ilmuwan," Ferenczi protes. "Namun mengapa mereka membakar
buku dan menyebarkan abunya di rumah Brill?"
"Tentunya mereka juga membakar kemenyan dan mengorbankan para perawan," kata
Brill. Pertanyaannya, apakah mereka bertanggungjawab akan kisah tentang Jung di Times,"
kata Younger. "Itu yang perlu kita ketahui."
"Mereka bertanggungjawab?" Tanya Littlemore pada Jelliffe.
"Wei/, aku..., aku mungkin saja mendengar mereka membicarakan tentang itu satu
kali," kata Jelliffe. "Dan mereka membuat jadwal bagi Jung sehingga ia bisa
berbicara di Fordham."
"Tentu saja," kata Brill. "Mereka menaikkan Jung untuk
menjatuhkan Freud. Lalu G. Stanley Hall turut jatuh bersamanya. Apa yang harus
kita lakukan" Kita tidak bisa melawan Charles Dana."
"Aku tidak tahu tentang ketakmampuan kita," kata Littlemore. Ia lalu berkata
lagi pada Jelliffe. "Kau menyebutkan sebuah nama, Dana, tadi malam, bukan" Orang
yang sama dengan Dana yang kalian bicarakan tadi?"
Jelliffe mengangguk. g PELAYAN DI RUMAH ITU membukakan pintu. Rumah itu kecil namun anggun, berada di
Fifty-third Street pada Fifth Avenue. Pelayan itu mengatakan kepada kami bahwa
Dr. Charles Dana tidak ada di rumah. "Katakan padanya, seorang detektif ingin
bertanya tentang Harry Thaw," kata Littlemore. "Dan katakan juga bahwa aku baru
saja menemui Dr. Smith Jelliffe. Mungkin setelah mendengar itu ia akan ada di
rumah." Atas nasihat Littlemore, maka Littlemore dan aku saja yang pergi ke rumah
Charles Dana, sementara Brill dan Ferenczi kembali ke hotel. Satu menit kemudian
kami berdua diundang masuk.
Rumah Dana sama sekali tidak mirip dengan rumah Jelliffe yang megah, ataupun
serupa dengan rumah-rumah lainnya yang baru dibangun di Fifth Avenue termasuk ?juga rumah saudaraku di sana. Rumah Dana adalah bangunan yang terbuat dari bata
merah. Perabotannya indah tanpa kesan berat. Ketika Littlemore dan aku memasuki
ruang depan, kami melihat Dana muncul dari kegelapan sebuah perpustakaan yang
lengkap. Ia menutup pintu perpustakaan itu dan menyambut kami. Ia terkejut
karena kehadiranku, aku yakin. Tetapi ia bereaksi dengan kepercayaan diri yang
sempurna. Ia bertanya padaku tentang Bibi Mamie, lalu para sepupuku, dan
keadaanku setelah itu. Ia tidak mempertanyakan alasanku menemani Littlemore.
Keanggunannya sangat mengagumkan. Ia tampil sesuai dengan usianya yang mungkin
sekitar enampuluh tahun. Ia membawa kami ke ruangan lain, yang kupikir adalah
tempat dirinya berdiskusi dengan rekan-rekan usahanya dan bertemu pasiennya.
Percakapan kami dengan Dana singkat saja. Nada suara Littlemore berubah. Dengan
Jelliffe, ia terdengar mendominasi. Ia menuduh dan menantang Jelliffe untuk
menyangkalnya. Dengan Dana, ia jauh lebih berhati-hati walau masih menyiratkan
?kalau ia mengetahui sesuatu yang ingin dirahasiakan oleh Dana.
Dana tidak memperlihatkan segala perasaan takut yang tadi diperlihatkan
Jelliffe. Ia mengakui kalau Thaw telah menggunakan jasanya di pengadilan. Tetapi
Dana menekankan kalau perannya tidak seperti Jelliffe, ia hanya sebagai
penasihat. Ia tidak memberikan pendapat apa pun tentang keadaan mental Thaw,
baik itu sekarang ataupun pada masa silam.
"Apakah kau memberikan pendapat tentang kedatangan Thaw di New York minggu
lalu?" Tanya Littlemore.
"Apakah Pak Thaw ada di New York minggu lalu?" Tanya Dana.
"Jelliffe mengatakan hal itu adalah keputusanmu."
"Aku bukan dokter Pak Thaw, Detektif. Jelliffe-lah dokternya. Aku memutuskan
hubungan kerja dengan Pak Thaw tahun lalu. Catatan umum akan memperlihatkan hal
itu. Dr. Jelliffe terkadang meminta pendapatku, dan aku
memberikannya sedikit nasihat sebisaku. Aku tidak tahu apa-apa tentang keputusan
perawatan, dan pasti tidak dapat dianggap membuat keputusan bagi mereka."
"Cukup adil," kata Littlemore. "Kukira aku dapat menangkapmu karena bekerja sama
sehingga seorang tahanan negara kabur, tetapi tampaknya aku tidak dapat
menghukummu." "Aku sangat meragukan hal itu," kata Dana. "Tetapi jelas aku bisa membuatmu
dipecat jika kau berani mencobanya."
"Dan kukira," kata Littlemore, "kau juga tidak mampu membuat keputusan apa pun
tentang pencurian sebuah naskah, membakarnya, dan menyebarkan abunya di rumah
Dr. Abraham Brill?" Untuk kali pertama, Dana tampak bingung.
"Wah, cincinmu bagus sekali, Dr. Dana," kata Littlemore melanjutkan. Tak seorang
pun berbicara. Dana menyatukan jemarinya yang jenjang tidak untuk
?menyembunyikan cincinnya kemudian b ersandar p ada kursinya. "Apa yang kau
?inginkan, Pak Littlemore?" Tanyanya. Ia menoleh padaku. "Atau mungkin aku harus
mempertanyakan pertanyaan itu padamu, Dr. Younger."
Aku berdeham. "Tentang berbagai kebohongan itu,"
kataku. "Berbagai tuduhan yang kau tujukan pada Dr. Freud" Seluruhnya bohong."
"Kupikir aku tahu apa maksudmu," kata Dana, "aku bertanya lagi padamu, apa yang
kau inginkan?" "Kini sudah pukul setengah empat," kataku. "Dalam setengah jam lagi, aku akan
menulis kawat kepada G. Stanley Hall di Worcester. Aku ingin mengatakan kalau
ada berita tertentu yang tidak akan dipublikasikan di Times besok. Aku ingin
telegramku itu mengabarkan hal
yang sesungguhnya." Dana duduk diam, sambil menatap mataku. "Aku akan katakan satu hal," akhirnya ia
berkata. "Masalahnya adalah: pengetahuan kami tentang otak manusia tidak
sempurna. Kami tidak memiliki obat-obatan untuk mengubah cara berpikir manusia.
Untuk menyembuhkan penyakit khayalan mereka. Untuk membebaskan gairah seksual
mereka sementara harus menjaga agar dunia tidak kelebihan penghuni. Untuk
membuat mereka bahagia. Itu semua urusan neurologi, kau tahu itu. Pasti.
Psikoanalisa akan membuat kita mundur lagi. Kecabulannya akan menarik bagi
ilmuwan muda, bahkan yang sudah tua sekalipun. Masyarakat akan menjadi tukang
pamer dan dokter berubah menjadi dukun. Tetapi suatu ketika orang akan sadar
akan fakta bahwa itu hanya satu gaya perawatan baru saja. Kami akan menemukan
obat-obatan untuk mengubah cara orang berpikir, cepat atau lambat. Untuk
mengendalikan cara mereka merasakan. Pertanyaanya, apakah ketika itu kita akan
masih memiliki rasa malu untuk dipermalukan oleh fakta bahwa setiap orang
berlarian sambil telanjang" Kirimkan telegrammu, Dr. Younger. Beritamu akan
benar adanya..., sekarang ini."
9 SETELAH MENINGGALKAN RUMAH DANA, Littlemore membawaku ke kota. "Jadi, Dok,"
katanya, "aku tahu apa yang kau rasakan pada Nora dan semuanya. Tetapi tidakkah
kau..., maksudku, mengapa Nora melakukan itu semua?"
"Demi Clara," jawabku.
"Tetapi mengapa?"
Aku tidak menjawab. Littlemore menggelengkan kepalanya, "semua orang melakukan segalanya demi
Clara." "Ia menyediakan para gadis untuk Banwell," kataku. "Kau tahu?"
"Tadi malam," katanya, "Nora mengatakannya pada Betty dan aku tentang pekerjaan
yang dilakukan oleh Clara, dirinya dan beserta keluarga-keluarga pendatang di
kota. Setelah aku mendengar segalanya, menurutku, pekerjaan itu tidak terlalu
baik. Kau mengerti maksudku. Setelah itu, aku mendapatkan beberapa nama dan
alamat dari Nora, dan memeriksanya pagi tadi. Aku menemukan keluarga yang
'dibantu' Clara. Pada umumnya mereka tidak mau bicara, tetapi akhirnya aku
mendapatkan cerita itu. Buruk sekali. Clara mencari gadis-gadis tanpa ayah,
terkadang tidak ada orang tuanya sama sekali. Betulbetul gadis muda..., tigabelas,
empatbelas, limabelas tahun. Clara membayar siapa pun yang merawat gadis itu,
lalu membawa gadis itu ke Banwell."
Littlemore terus mengemudi tanpa bicara.
"Kau menemukan," tanyaku, "jalan tembus ke kamar Nora?"
"Hmm. Banwell juga mengatakan hal itu pada kami tadi pagi," kata Littlemore. "Ia
menyalahkan semuanya pada Clara. Hingga kemarin, Banwell tidak pernah mengira
kalau Clara ternyata melawannya. Dua atau tiga tahun yang lalu, Acton menyewanya
untuk membangun rumah mereka di Gramercy Park. Karena itulah mereka akhirnya
berkenalan." "Dan Banwell menjadi tergila-gila kepada Nora," kataku.
"Sepertinya begitu. Nora..., berapa ya" Kira-kira
berusia empatbelas tahun, tetapi Banwell merasa harus mendapatkannya. Jadi
begini: Ketika para tukangnya bekerja, mereka menemukan ada jalan kecil tua yang
menjalar dari salah satu dari kamar di lantai dua ke halaman belakang. Tampaknya
keluarga Acton tidak tahu sebuah lorong itu. Mereka tinggal di luar kota ketika
itu, dan Banwell tidak pernah memberitahu mereka tentang lorong itu. Ia bahkan
memperbaiki lorong itu sehingga dapat menggunakannya sebagai jalan masuk dari
lorong belakang rumah tanpa melintasi halaman rumah Acton. Kemudian ia merancang
rumah tersebut sedemikian rupa hingga kamar di lantai dua itu menjadi kamar
Nora. Aku bertanya kepadanya, apakah rencananya itu hanya untuk masuk ke kamar
Nora satu malam dan memerkosanya. Kau percaya tidak" Ia menertawakan aku.
Katanya, ia tidak pernah memerkosa siapa pun. Para gadis itulah yang
menginginkannya. Dengan Nora, ia telah membayangkan akan merayunya, karena itu
ia membutuhkan jalan untuk masuk dan keluar tanpa sepengetahuan orangtuanya.
Tetapi kukira Nora tidak tergoda dengan rayuannya." "Ia menolaknya," kataku.
"Itu yang dikatakan Banwell pada kami. Ia bersumpah tidak pernah menyentuhnya.
Tidak pernah menggunakan jalan rahasia itu hingga minggu ini. Kau tahu, kupikir
hal itu benar-benar membuatnya marah. Mungkin belum pernah ada gadis yang
menolaknya." "Boleh jadi," kataku. "Mungkin Banwell jatuh cinta padanya."
"Kau pikir begitu?"
"Kukira begitu. Lalu Clara memutuskan untuk mengambil Nora bagi suaminya."
"Bagaimana cara Clara melakukannya?" Tanya Littlemore.
"Kupikir Clara mencoba membuat Nora jatuh cinta pada dirinya."
"Apa?" Tanya Littlemore. Aku tidak menjawab.
"Aku tidak tahu tentang hal itu," lanjut Littlemore, "tetapi aku akan jelaskan
ini: Banwell mengatakan bahwa Claralah yang menyuruh Nora untuk memerankan
Elizabeth Riverford. Ketika Banwell membangun Balmoral, ia membuat jalan lagi,
hanya kali ini, terhubung dengan ruang kerjanya sendiri. Apartemen itu menjadi
sarangnya. Ia mengatur dengan sesuka hatinya: tempat tidur besar dari kuningan,
sprei sutra, karya-karya. Ia mengisi lemarinya dengan pakain dalam dan bulu.
Meletakkan beberapa setel jasnya, juga di dalam lemari yang berbeda, tetapi ia
menguncinya. Belum lama berselang, jika kau percaya padanya, Clara mengatakan
pada Banwell kalau Nora akhirnya mengatakan setuju. Gagasannya: Nora akan
menyewa apartemen dengan nama palsu, dan menemuinya kapanpun ia berkesempatan.
Aku tidak tahu apakah itu benar atau tidak. Tetapi aku tidak mau bertanya pada
Nora tentang hal itu."
Aku tahu. Nora telah mengatakannya padaku semuanya tadi malam, ketika aku
menunggu polisi datang. Pada suatu hari di bulan Juli, Clara dengan berurai
airmata mengatakan pada Nora kalau ia tidak dapat mempertahankan pernikahannya.
George mencambuki dan memerkosanya hampir setiap malam. Ia takut akan
dibunuhnya. Tetapi ia tidak bisa meninggalkannya, karena George akan membunuhnya
jika ia pergi. Nora sangat ketakutan, tetapi Clara berkata kalau tidak ada yang bisa lakukan
oleh siapa pun. Hanya satu hal
yang dapat menyelamatkannya, tetapi itu tidak mungkin. Clara tahu seorang lelaki
yang berkedudukan tinggi di lembaga kepolisian yaitu Hugel. Jelas sekali Clara
telah menemuinya ketika Nora dan Clara "membantu" sebuah keluarga imigran yang
anak perempuannya mati. Menurut Clara, ia menyatakan permohonannya. Hugel merasa
iba namun mengatakan bahwa hukum tidak punya kekuatan, karena seorang suami
memiliki hak hukum untuk memerkosa istrinya. Lalu Clara menambahkan, George juga
memerkosa para wanita lainnya yang keluarganya telah dibayar oleh George agar
tidak melapor polisi. Namun akhirnya ia membunuh gadis itu, kata Clara. Ketika
itu Hugel menjadi marah. Boleh jadi ketika itu Hugel memutuskan hanya ada satu
hal yang harus dilaksanakan yaitu mereka harus memperlihatkan adanya pembunuhan.
Seorang gadis harus seolah ditemukan tewas di apartemen tempat George telah
menyembunyikannya sebagai kekasih gelap. Kematian itu harus tampak seperti ia
tewas karena terbunuh dengan tangan. Itu bisa dilaksanakan, karena Hugel-lah
yang akan memberikan obat katalepsi, dan ia sendiri yang akan melakukan
pemeriksaan medis. Sepotong bukti yang tertinggal di tempat kejadian akan
menunjukkan kalau Banwell-lah pelakunya. Clara membuat Nora percaya skenario
yang dibuat oleh Hugel, seluruhnya.
Nora ingat betapa ia sangat terkejut karena rencana berani itu. Ia bertanya pada
Clara, apakah ia benar-benar memercayai keberhasilan rencana itu"
Tidak, kata Clara. Clara tidak akan meminta siapa pun untuk menjadi kekasih
gelap sekaligus korban Banwell. Namun Clara terus membuat Nora percaya padanya.
Ketika itu Nora berkata kalau ia mau melakukannya.
Clara mananggapinya dengan berpura-pura terkejut.
Jangan, katanya. Gadis yang memerankan korban harus membiarkan dirinya dilukai
oleh Banwell. Nora bertanya pada Clara, apakah dilukai artinya diperkosa. Tentu
saja tidak, jawab Clara, tetapi si korban harus mau diikat dengan pita atau tali
di sekitar lehernya, dan Clara juga boleh meninggalkan satu atau dua tanda pada
leher si korban. Nora bersikeras mau melakukannya. Akhirnya Clara menyerah.
Mereka pun melanjutkan rencana persekongkolan itu. Nora diyakinkan kalau apa
yang terjadi di Balmoral pada Minggu malam itu, benar-benar jelas karena obat
bius katalepsi dari Hugel. Nora ingat, Clara mengatakan padanya untuk tidak
berteriak. Nora juga teringat kalau ia terus lupa siapakah nama palsunya.
Selanjutnya, sudah jelas. Seperti yang sudah kujelaskan segalanya kepada


Interpretation Of Murder Karya Jed Rubenfeld di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Littlemore. "Aku tahu apa yang terjadi berikutnya," katanya. "Ketika Nora sadar pada Senin
pagi, ia sudah berada di rumah mayat bersama Hugel. Lalu Hugel mengatakan
padanya kabar buruk itu: seharusnya ia menemukan dasi sutra putih dengan
monogram Banwell di tempat kejadian, yang bisa membuktikan kalau Banwell-lah
pelakunya. Tetapi dasi itu tidak ada di sana. Karena Banwell segera pergi
melalui jalan rahasia begitu ia tahu tentang rencana 'pembunuhan' itu. Banwell
harus mengeluarkan pakaiannya dari apartemen itu, sehingga kami tidak
menghubungkannya dengan Nona Riverford."
"Tetapi Banwell berada di luar kota pada bersama McClellan pada Minggu malam
itu," kataku. "Hugel tidak tahu?"
"Tidak seorang pun yang tahu. Banwell diharapkan makan malam bersama Walikota di
Saranac Inn, ia datang hampir terlambat. Segalanya serba rahasia. Clara pun
tidak tahu tentang hal itu, karena tidak ada pesawat telepon di rumah desa
Banwell. Maka itu Clara menyelinap dari Tarry Town malam hari, ia mengerjakan
urusannya dengan Nora sekitar pukul sembilan, dan kembali lagi ke Tarry Town.
Clara meminta Hugel untuk menyatakan waktu kematian korban antara tengah malam
dan pukul dua, karena Banwell diharapkan sudah berada di rumah saat itu."
"Tetapi Banwell melihat dasinya di sana keesokan harinya dan mengambilnya
sebelum Hugel datang."
"Benar. Tanpa dasi itu, Hugel dalam kesulitan. Ketika itu ia tidak dapat
menghubungi Clara. Maka ia memutuskan untuk mencipatkan fakta palsu penyerangan,
kali ini di rumah Nora, di mana kali ini ia bisa meletakkan barang bukti lagi.
Ia harus dapat memidanakan Banwell, bukankah begitu" Itu merupakan perjanjiannya
dengan Clara. Clara telah memberinya uang muka sebesar sepuluh ribu dolar, dan
Hugel akan mendapatkan tigapuluh ribu lagi jika Banwell berhasil dipidana.
Tetapi ada yang salah, untuk kedua kalinya. Aku tidak tahu. Tetapi Hugel
membisu." Lagi, aku dapat mengisi kekosongan itu. Nora masih mau mengalami serangan kedua
baik karena masih merasa kalau ia melakukan hal itu demi menyelamatkan Clara,
atau karena ia tidak tahu dari mana asal luka-luka yang dideritanya ketika
terbangun dari tidurnya. Pada 'serangan' kedua, Hugel hanya akan mengikatnya
lalu meninggalkannya. Ia tidak akan dilukai lagi, sama sekali. Kenyataannya
memang ia tidak dilukai lagi. (Itulah sebabnya Nora tidak dapat menjawab
pertanyaanku kemarin). Aku bertanya padanya apakah lelaki itu mencambukinya.
Nora takut mengatakan yang sebenarnya padaku, karena Clara telah bersumpah
Banwell akan membunuh dirinya jika
Banwell tahu, sementara itu, Nora tidak ingin Clara terbunuh. Tetapi ketika
Hugel mengikat Nora, lelaki itu menjadi ragu. Ia terus menatap Nora. Hugel
berkeringat dan tampaknya mengalami kesulitan menelan, kata Nora. Lelaki itu
tidak pernah mengancamnya' tidak juga menganiayanya. Tetapi ia terus memperbaiki
tali pengikat pada pergelangan tangannya. Ia tidak mau pergi. Kemudian, ia
menggesekkan tubuhnya pada tubuh Nora.
"Tampaknya ahli otopsi-mu sendiri kehilangan kendali," kataku tanpa penjelasan
lebih lanjut lagi. "Nora pun berteriak."
"Dan Hugel menjadi panik, benar?" Kata Littlemore. "Ia kemudian lari melalui
halaman belakang. Ia membawa peniti Banwell. Seharusnya ia meninggalkannya di
kamar tidur Nora, tetapi ia lupa karena panik. Lalu dibuangnya saja peniti itu
di halaman, sambil berharap kami akan menemukannya ketika menyelidiki taman."
Setelah Hugel melarikan diri, Nora tidak tahu harus berbuat apa. Ahli otopsi itu
seharusnya membuat Nora tidak sadar, tetapi ia lupa. Ia melarikan diri tanpa
memberikan obat bius pada Nora. Karena bingung, Nora berpura-pura tidak bisa
bicara atau ingat segala yang telah terjadi. Suaranya memang pernah hilang tiga
tahun seb elumnya, dan amnesianya walau tidak terlalu banyak sesungguhnya ? ?telah memberinya gagasan.
"Mengapa Banwell membuang koper di sungai?" Tanyaku.
"Lelaki itu terjepit," jawab Littlemore. "Coba pikirkan. Jika ia membiarkan kita
memeriksa barang-barangnya di apartemennya, ia tahu kita akan menemukannya, dan
menangkapnya dengan tuduhan pembunuhan. Ia juga tidak bisa mengatakan begitu
saja kepada kita kalau Elizabeth sebenarnya adalah Nora. Bahkan jika kita percaya padanya, artinya ia
akan memiliki sebuah skandal besar, dan ia mungkin akan dipenjara karena
menganiayai anak di bawah umur. Maka ia mengatakan kepada McClellan kalau ia
telah mengirimkan semua barang-barang Elizabeth kembali ke Chicago. Ia
memasukkan semuanya ke dalam koper besar dan membawanya ke kaison. Ia mengira
itu adalah tempat yang sempurna. Tetapi ternyata ia bertemu dengan Malley."
"Ia nyaris memperdaya kita," kataku.
"Dengan kasus Malley?"
"Tidak. Ketika ia..., ia membakar Nora." Pikiran itu membuatku merasa harus
membunuh Banwell yang sadis itu.
"Hmm," kata Littlemore. "Ia ingin kita mengira Nora gila sehingga melakukan
penyiksaan dirinya sendiri. Ia membayangkan jika ia berhasil mengelabui kita, ia
akan selamat dari semua tuduhan. Apa pun yang dikatakan Nora, tidak ada yang
memercayainya." "Apa yang membuatnya kembali untuk membunuhnya tadi malam?" Tanyaku.
"Nora mengirimkan sebuah surat kepada Clara." kata Littlemore. "Nora menegaskan
kalau ia akan mengatakan kepada polisi tentang segala yang dilakukan Banwell
kepada Clara dan gadis-gadis lainnya, gadis-gadis imigran. Tampaknya Banwell
melihat surat itu." "Aku heran mengapa Clara membiarkan Banwell melihatnya," kataku.
"Bisa saja. Tetapi kemudian Hugel mengunjunginya. Banwell masih di rumah ketika
Hugel ke sana. Lalu Banwell mulai menghubung-hubungkan segala fakta. Malam itu,
ia mengikat Clara supaya tidak menghalanginya. Setelah itu
ia langsung ke rumah Acton. Ketika itulah kami menemukan jalan rahasia di
Balmoral. Wah, Clara baik sekali. Ia mengatakan padaku kalau suaminya akan
membunuh Nora, tetapi ia membuatnya seakan akulah yang memaksanya mengatakan
semua itu. Kukira ketika itu ia tidak tahu kalau Nora tidak di rumah sama
sekali. Bagaimana ia tahu kalau Nora ada di hotel?"
"Nora menelponnya," kataku. "Bagaimana dengan si lelaki Cina itu?"
"Leon" Mereka tidak akan pernah menemukannya," jawab Littlemore. "Aku sudah
berbicara panjang dengan Chong Sing hari ini. Tampaknya ia menyambangi Leon
sebulan yang lalu. Leon mengatakan, ada seorang kaya yang mau membayar mereka
mengambil sebuah kopernya. Malam itu, kedua orang Cina itu pergi ke Balmoral dan
membawa kembali koper Banwell ke kamar Leon dengan menggunakan kereta kuda
sewaan. Keesokan harinya, Leon berkemas, lalu kembali ke Cina. Chong menjadi
bingung. Apa isi koper itu" Tanyanya. Lihat saja sendiri, jawab Leon. Maka Chong
membukanya, dan melihat salah satu kekasih Leon mati di dalamnya. Chong menjadi
marah; ia berkata, polisi akan mengira Leon-lah yang membunuhnya. Leon juga
mengatakan pada Chong untuk pergi ke Balmoral keesokan harinya, dan mereka akan
memberinya pekerjaan bagus. Chong sangat senang karenanya. Ia membayangkan Leon
mendapat uang banyak, kalau tidak, bagaimana Leon bisa pulang ke Cina. Maka,
sebagai seorang Cina, Chong meminta dua pekerjaan sebagai upahnya, bukan hanya
satu. Maka Leon pun mengatur itu untuknya."
Kami berhenti di depan hotel, masingmasing dengan pikiran kami.
Littlemore berkata, "ada satu hal lagi. Mengapa Clara begitu bersusah payah
mendapatkan Nora bagi Banwell jika Clara akhirnya begitu cemburu padanya" Itu
tidak masuk akal." "Oh, aku tidak tahu," kataku sambil keluar dari mobil. "Beberapa orang akan
mengira kalau harus mendatangkan hal yang paling menyakitkan bagi mereka."
"Begitukah?" "Ya." "Mengapa?" Tanya Littlemore.
"Aku tidak tahu, Detektif. Itu merupakan misteri yang tak terkuak."
"Itu mengingatkan aku: Aku bukan detektif lagi," katanya. "Walikota McClellan
mengangkatku menjadi seorang Letnan."
g HUJAN LEBAT mengguyur kami semua di pelbuhan South Street Sabtu malam. Freud dan
Jung tampak sangat tidak tenang. Ketika barang-barang mereka dinaikkan ke kapal
semalam dari New York ke Fall River, Freud menarikku menepi.
"Kau tidak ikut bersama kami?" Tanya Freud padaku di bawah payung.
"Tidak, Tuan. Dokter bedahku mengatakan sebaiknya aku tidak melakukan perjalanan
selama satu atau dua hari."
"Aku mengerti," katanya ragu. "Dan Nora, tentu saja akan tetap di sini, di New
York?" "Ya," jawabku.
"Tetapi masih ada sesuatu yang lain, bukan?" Kata Freud sambil mengelus
jenggotnya. Aku lebih senang mengganti topik pembicaraan. "Bagaimana urusan dengan Dr. Jung,
Tuan?" Aku tahu sebagaimana Freud tahu kalau aku tahu tentang kejadian aneh
antara Jung dan Freud yang terjadi malam sebelumnya.
"Lebih baik," kata Freud, "Kau tahu, aku yakin, ia cemburu padamu." "Padaku?"
"Ya," kata Freud. "Akhirnya aku sadar itu. Karena aku memilihmu untuk
menganalisa Nora. Ia menganggapku berkhianat. Ketika aku menjelaskan kepadanya
kalau aku menunjukmu hanya karena kau tinggal di sini, hal itu segera
memperbaiki keadaan kami." Ia melihat hujan. "Hujan ini tidak akan terus begini.
Tidak lama lagi akan berhenti."
"Aku tidak mengerti Nyonya Banwell, Dr. Freud," kataku. "Aku tidak mengerti
perasaannya pada Nona Acton."
Freud merenung. "Well, Younger, kau telah memecahkan misteri itu. Hebat."
"Kaulah yang memecahkannya, Tuan. Kau memperingatkan aku tadi malam kalau mereka
semua dalam pengaruh Nyonya Banwell dan persahabatan antara Clara dan Nona Acton
tidak betulbetul murni. Aku tidak terlalu mengerti Nyonya Banwell, Dr. Freud.
Aku tidak mengerti apa yang menggerakkannya."
"Jika aku harus menerka," kata Freud, "aku akan mengatakan kalau Nora, bagi
Nyonya Banwell, adalah bayangan cermin. Nyonya Banwell melihat dirinya sendiri
di dalam diri Nora seperti sepuluh tahun yang lalu. Yang dilihatnya adalah
kebalikannya dari yang terjadi pada dirinya sekarang ini. Jelas hal itu
membuatnya merasa ingin memperdaya Nora, dan menyakitinya. Kau harus ingat, ada tahun-tahun di
mana ia menjadi obyek penderita lantaran kesadisan suaminya."
"Ya, namun ia tetap bersamanya." Tidak mungkin jika alasannya hanya karena uang
yang membuatnya tetap bersama Banwell. "Clara seorang masokis?"
"Tidak ada hal seperti itu, Younger, tidak dalam bentuk yang hakiki. Setiap
pelaku masokis juga adalah seorang sadistis. Pada lelaki, kebanyakannya, prilaku
masokis tidak pernah dominan sadisme itulah yang mengubah dirinya dan Nyonya ? ?Banwell, tidak diragukan lagi, memiliki pribadi maskulin yang kuat. Mungkin ia
telah sejak lama merencanakan untuk menghancurkan suaminya suatu waktu nanti."
Aku memiliki satu pertanyaan lagi. Aku tidak yakin apakah yang keluar dari
mulutku itu suaraku. Terdengar tidak berperasaan dan tak acuh. Tetapi aku
memutuskan untuk melanjutkan. "Apakah lesbian (homoseksualitas) itu merupakan
penyakit patologis, Dr. Freud?"
"Kau mengira apakah Nora seorang lesbian?" Tanya Freud.
"Sedemikian transparankah aku" " "Tak seorang pria pun yang mampu menyimpan
rahasia," jawab Freud. "Jika bibirnya tak bersuara, ia bicara dengan ujung
jemarinya." Aku menahan dorongan untuk melihat pada ujung jemariku.
"Tidak perlu melihat ujung jemarimu," lanjut Freud. "Kau tidak sedemikian
transparan. Denganmu, anakku, aku hanya bertanya pada diriku sendiri bagaimana
perasaanku jika aku menjadi dirimu. Tetapi aku akan menjawab pertanyaanmu.
Lesbian jelas bukan suatu yang baik,
tetapi tidak bisa digolongkan sebagai penyakit. Tidak perlu merasa malu, bukan
merupakan sifat buruk, tidak menghinakan sama sekali. Bagi perempuan khususnya,
mungkin pada awalnya adalah sifat narsisme, cinta pada diri sendiri, yang
mengarahkan gairah mereka pada orang lain sesama jenis. Aku tidak akan menyebut
Nora sebagai lesbian. Akan lebih tepat jika kusebut ia dirayu. Tetapi aku
seharusnya bisa segera melihat cintanya pada Nyonya Banwell. Itu hanya merupakan
arus terkuat bawah sadarnya dalam kehidupan mentalnya. Kau mengatakan padaku
pada hari pertama, betapa Nora senang sekali berbicara tentang Nyonya Banwell.
Padahal seharusnya, ia cemburu ketika mengetahui kalau Clara melakukan kegiatan
seksual dengan ayahnya sesuatu yang seharusnya ia ingin lakukan sendiri ?terhadap ayahnya. Hanya saja kekuatan gairah Nora kepada Clara dapat menekan
perasaan cemburu kepada ayahnya itu."
Tentu saja aku tidak bisa menyetujui penelitian itu sepenuhnya. Namun aku hanya
mengangguk sebagai tanda meresponnya.
"Kau tidak setuju?" Tanya Freud.
"Aku tidak percaya Nora cemburu terhadap Clara," kataku, "dalam hal itu."
Freud menaikkan alisnya. "Kau tidak bisa tidak percaya akan hal itu, kecuali kau
menolak Oedipus." Lagi, aku tidak mengatakan apa-apa.
"Ah," kata Freud. Lalu ia mengulanginya. "Ah." Ia mendesah dalam, dan menatapku
dengan cermat. "Karena itulah kau tidak mau ikut ke Clark bersama kami."
Aku ingin mulai membicarakan tafsiran-ulangku akan kompleks Oedipus bersama
Freud. Aku sangat ingin; aku akan lebih senang lagi jika kami membahas Hamlet
dengannya. Tetapi ternyata tidak bisa. Aku tahu bagaimana menderitanya ia
lantaran pengkhianatan Jung. Aku tahu akan ada kesempatan lainnya. Aku akan ada
di Worcester Selasa depan, hari di mana ia akan memberikan kuliah pertamanya.
"Dalam hal itu," Freud menyimpulkan, "izinkan aku mengajukan satu kemungkinan
padamu sebelum aku pergi. Kau bukanlah satusatunya orang yang menolak kompleks
Oedipus. Dan kau juga bukan yang terakhir. Namun kau mungkin memiliki alasan
khusus untuk melakukan hal itu, berhubungan dengan pribadiku. Kau telah
mengagumiku dari jauh, anakku. Selalu ada semacam kasih keayahan dalam hubungan
semacam itu. Sekarang, kau bertemu secara langsung denganku, dan memiliki
kesempatan untuk melengkapi kateksis, kau takut melakukannya. Kau takut aku akan
menjauh darimu, sebagaimana yang terjadi pada ayahmu. Maka, kau mencegah
penarikan diriku karena penolakanmu terhadap kompleks Oedipus."
Hujan mulai mereda. Freud menatapku dengan mata ramah. "Seseorang telah
mengatakan padamu kalau ayahku bunuh diri?" Kataku.
"Ya." "Tetapi ia tidak melakukan hal itu." "Oh?" Tanya Freud. "Aku membunuhnya."
"Apa?" "Itu satusatunya jalan," kataku, "untuk mengatasi Oedipus kompleksku."
Freud menatapku. Sesaat aku takut ia akan benar-benar menganggapku serius. Lalu
ia tertawa keras dan menjabat tanganku. Ia berterimakasih karena telah
membantunya selama seminggu berada di New York, terutama karena aku telah
menyelamatkan ceramah-ceramahnya di Clark. Aku menemaninya masuk ke kapal.
Wajahnya tampak jauh lebih mengerut dibandingkan minggu lalu, punggungnya agak
membungkuk, matanya terlihat satu dekade lebih tua. Ketika aku mulai beranjak
pergi, ia memanggil namaku. Ia berada di pagar: Aku sudah melangkah satu atau
dua langkah di lorong. "Izinkan aku bersikap jujur padamu, anakku," katanya di
bawah payungnya yang masih dirintiki hujan. "Negaramu ini: aku merasa curiga
padanya. Berhati-hatilah. Amerika membawa hal yang paling buruk bagi orang-
orang kekasaran, ambisius, kebuasan. Kalian memiliki terlalu banyak uang. Aku ?melihat keanehan yang menjadikan negaramu terkenal, tetapi itu rapuh. Hal itu
akan goyah dalam perputaran gratifikasi yang disebabkannya. Amerika, aku
khawatir, merupakan sebuah kesalahan. Sebuah kesalahan besar, pastinya, tetapi
tetap sebuah kesalahan."
g ITULAH KALI TERAKHIR aku bertemu dengan Freud di Amerika. Pada malam terakhir,
aku melihat Freud di Amerika. Pada malam yang sama, aku membawa Nora ke puncak
Gedung Gillender di sudut Nassau dan Wal, sebuah tempat penghasil kekayaan serta
kerugian setiap hari. Pada Sabtu malam, Wall Street sunyi senyap.
Aku segera pergi ke rumah Acton setelah mengantar Freud pergi. Ibu Biggs
menyambutku seperti kawan lama. Harcourt dan Mildred Acton tidak terlihat; jelas
mereka tidak ingin menerimaku. Aku bertanya tentang keadaan Nora. Ibu Biggs
dengan gaduh mengundurkan diri. Setelah
itu Nora tampak turun dari tangga.
Tidak seorang pun di antara kami yang sanggup menemukan katakata untuk
diucapkan. Akhirnya aku bertanya apakah ia mau berjalan-jalan denganku; aku
mengatakan juga kalau itu baik bagi kesehatannya. Tibatiba aku yakin Nora akan
menjauh dan aku tidak akan bisa bertemu lagi dengannya.
"Baiklah," katanya.
Hujan berhenti. Aroma jalan beraspal basah tercium menyenangkan mengisi udara
menyegarkan kota. Di kota, jalan beraspal itu berubah menjadi susunan batu bulat, dan terdengar bunyi
keteplak-ketephk sepatu kuda di kejauhan. Tidak terlihat mobil ataupun bis umum,
mengingatkan aku pada New York di masa kecilku. Kami hanya berbicara sedikit
sekali. Penjaga pintu Gedung Gillender mendengar harapan kami untuk dapat melihat
pemandangan yang terkenal itu. Lalu ia mengizinkan kami masuk. Di ruang kubah,
di lantai sembilanbelas, empat buah jendela runcing besar menghadap ke kota,
masingmasing menghadap ke arah mata angin pada kompas. Di kota bagian atas, kami
dapat melihat bermil-mil meluas ke arah utara dari kota Manhattan dengan barisan
lampu listriknya. Ke arah selatan terlihat puncak pulau itu, air laut, dan obor
menyala Patung Liberty. "Mereka akan meruntuhkan gedung ini suatu saat," kataku. Gedung Gillender yang
dibangun pada tahun 1879 adalah salah satu gedung pencakar langit Manhattan.


Interpretation Of Murder Karya Jed Rubenfeld di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gedung itu memiliki bentuk ramping dan proporsi klasik sehingga dikagumi secara
meluas. "Gedung itu akan menjadi gedung tertinggi yang dirobohkan."
"Kau pernah merasa bahagia?" Tanya Nora tibatiba.
Aku mempertimbangkannya. "Dr. Freud mengatakan kalau penderitaan disebabkan
karena kita tidak dapat melepaskan kenangan."
"Apakah ia juga mengatakan bagaimana orang bisa melepaskan diri dari kenangan."
"Dengan cara mengingatnya."
Tidak seorang pun bicara.
"Kedengarannya tidak terlalu masuk akal, Dokter," kata Nora akhirnya. "Memang
tidak." Nora menunjuk pada sebuah atap kira-kira satu blok ke arah timur. "Lihat. Itu
adalah Gedung Hanover, tempat Banwell memaksaku tiga tahun yang lalu."
Aku terdiam. "Kau tahu?" Tanya Nora, "Kau sudah tahu aku akan bisa melihat gedung itu dari
sini?" Lagi, aku tidak menjawab. "Kau masih merawatku," kata Nora. "Aku tidak
pernah merawatmu." Nora menatap ke kejauhan. "Aku sangat bodoh dulu." "Tidak sebodoh diriku."
"Apa yang akan kau lakukan sekarang?" Tanya Nora.
"Kembali ke Worcester," kataku. "Berpraktik dokter. Para mahasiswa akan segera
kembali kuliah beberapa minggu mendatang."
"Kuliahku mulai pada tanggal duapuluh empat," kata
Nora. "Jadi, kau kuliah juga di Barnard?"
"Ya. Aku sudah membeli buku-bukuku. Aku meninggalkan rumah orang tuaku. Aku akan
tinggal di kota atas, di sebuah asrama yang bernama Brooks Hill."
"Dan apa yang akan kau pelajari di Barnard, Nona
Acton?" Tanyaku. "Perempuan-perempuan Shakespeare?"
"Memang itu," katanya ringan. "Aku akan memusatkan perhatianku pada drama masa
Elizabeth dan psikologi. Oh... termasuk juga deteksi."
"Sebuah gabungan minat yang aneh. Tidak akan ada yang percaya."
Ada keheningan lagi. "Kukira," kataku, "kita harus mengucap selamat tinggal."
"Aku pernah merasa bahagia," katanya. "Pernah?"
"Tadi malam," katanya. "Selamat tinggal, Dokter. Terima kasih."
Aku tidak menjawabnya. Itu hal yang baik. Seandainya aku tidak memberinya
pancingan itu, Nora mungkin tidak mengatakan katakata yang sangat ingin
kudengar. "Kau tidak akan menciumku selamat tinggal, setidaknya?" Tanyanya.
"Menciummu?" Kataku. "Aku masih dibawah umur, Nona Acton. Bermimpi pun aku
tidak." "Aku seperti Cinderella," katanya, "hanya sebaliknya. Pada tengah malam aku
menjadi delapanbelas tahun."
Tengah malam tiba. Dan terbuktilah, aku tak akan pernah meninggalkan kota New
York ini demi bibir seorang gadis belia itu.
Epilog PADA BULAN JULI 1910, George Banwell dinyatakan tidak bersalah atas pembunuhan
Seamus Malley. Sang hakim membatalkan tuntutan karena kekurangan bukti. Namun
Banwell terpidana juga karena percobaan membunuh Nora Acton. Ia mendapat
ganjaran penjara seumur hidup.
Charles Hugel harus menjalani hukuman penjara selama delapanbelas bulan lantaran
menerima suap dan memalsukan bukti. Ia tidak bisa tidur nyenyak, bahkan beberapa
malam tidak tidur sama sekali. Karena itu ia menderita penyakit jiwa, dan tidak
pernah sembuh. Pada suatu hari di musim panas yang hangat pada tahun 1913, Harry Thaw berjalan
keluar dari pintu depan Rumah Sakit Jiwa Negara bagi Narapidana, lalu masuk ke
sebuah mobil yang menunggu. Ia pergi ke Kanada setelah itu. Di sana ia
tertangkap dan dikembalikan ke New York. Di sana, ia diadili karena percobaan
melarikan diri. Tuntutan itu tidak arif. Untuk memidana Thaw, jaksa harus
meyakinkan kelompok juri bahwa ia waras pada saat melarikan diri. Tetapi jika
juri menganggapnya waras, maka Thaw memiliki hak hukum untuk melarikan diri,
karena secara hukum, orang waras tidak bisa dikurung di dalam rumah sakit jiwa.
Pada akhir persidangan, Thaw menerima pembebasan sepenuhnya tanpa syarat.
Sembilan tahun kemudian, ia mencambuki seorang lelaki dengan cemeti kuda
sehingga ia dikurung lagi.
Chong Sing dibebaskan dari penjara pada tanggal 9 September 1909. Pengakuan
pertamanya dianggap sebagai hasil dari paksaan. Tidak ada tuntutan terhadap
dirinya, walau William Leon, yang buron internasional itu belum juga tertangkap.
George McClellan tidak mengikuti pemilihan Walikota untuk tahun 1909 dan tidak
pernah terpilih lagi setelah itu. Tetapi ia berhasil dengan baik dalam
penyelesaian proyek Jembatan Manhattan, jika itu merupakan tugas terakhirnya
pada saat menjabat. Pada zaman itu, masa jabatan seorang Walikota berakhir pada
tanggal terakhir kalender. Pada tanggal 31 Desember 1909, McClellan memotong
pita pada pembukaan lalulintas Jembatan Manhattan.
Jimmy Littlemore secara resmi dinaikkan pangkatnya menjadi letnan pada 15
September 1909. Ia dan Betty menikah sehari sebelum Natal. Greta beserta bayinya
adalah salah tamu mereka.
Ernest Jones tidak pernah tahu keterlibatan Freud dalam penyelidikan kejahatan
George dan Clara Banwell. Freud tidak mau perannya, yang seperti itu, diketahui
umum. Ia juga tidak memercayai Jones dalam hal menyimpan rahasia. Namun, Jones
akhirnya mengetahui tentang perkumpulan Charaka. Ia terkesan terutama pada
cincin bercap milik para anggotanya. Ia yakin memiliki sebuah cincin semacam itu
yang dibuat khusus untuk pengikut setia Freud yang asli, untuk membedakan diri
mereka dari yang lainnya, ke mana pun mereka pergi. Jung, jelas, tidak memilikinya.
g DALAM DEKADE-DEKADE berikutnya setelah ceramah Freud di Clark, menjadi jelas
bahwa tahun 1909 menandai sebuah batas antara psikiatri dan budaya di Amerika.
Penampilan Freud di universitas itu merupakan tanda keberhasilan. Terjemahan
Brill dari naskah-naskah Freud tentang histeria terbit agak terlambat dari yang?dijadwalkan setelah ceramah-ceramah itu hampir selesai. Psikoanalisa mengakar
?di tanah Amerika dan berkembang dengan cepat menjadi besar. Teori-teori Freud
tentang seksualitas mencapai kemenangannya, dan budaya psikoterapeutis mulai
menyebarkan akarnya. Ceramah-ceramah Jung di Fordham akhirnya terlaksana pada tahun 1912. Pada
kuliah-kuliah itu secara terbuka ia memisahkan diri dari Freud. Pada tahun yang
sama, Times menerbitkan kisah tentang Jung dan Moses Allen Starr yang menulis
kehidupan Freud yang aneh di Wina. Kedua cerita itu dicetak sehalaman penuh
dengan kekaguman. Namun terlambat. Bintang Jung tidak pernah menyingsing tinggi
mendekati bintang Freud. Perselisihannya dengan Freud mempercepat teggelamnya
Jung dalam perasaan tertekan, yang ditandai dengan kejadian-kejadian psikotis
atau psikotis pura-pura. Jung kemudian mencemooh gagasan-gagasan Freud sebagai
"psikologi Yahudi."
Psikoanalisa memisahkan hubungan antara neurologi dan penyakit jiwa. Memang, hal
itu membuat istilah penyakit jiwa menjadi tidak terpakai, dan menggantikannya
dengan kosa kata yang sama sekali baru untuk istilah gairah yang tertekan,
khayalan bawah-sadar, ide, ego, superego, dan tentu saja seksualitas. Psikologi
terlahir kembali, dan perawatan neurologis somatis pada penyakit-penyakit jiwa,
dalam hampir satu abad ditolak sebagai hal yang tidak terpakai, kemunduran, dan
tidak tercerahkan. Freud sendiri tidak pernah mengambil kepuasan dari keberhasilan psikoanalisa di
negeri ini, seperti yang diharapkan orang. Freud membuat bingung para koleganya
karena ia menyebut Smith Ely Jelliffe sebagai seorang penjahat. Mungkin gagasan-
gagasan Jelliffe terkenal di Amerika, kata Freud, namun gagasan-gagasan itu
tidak bisa dimengerti. "Kecurigaanku terhadap Amerika," Freud menceritakan pada
seorang temannya sebelum ajalnya, "tidak terkalahkan."
Catatan Pengarang The Interpretation of Murder merupakan karya fiksi dari awal hingga akhir, namun
banyak didasari oleh fakta-fakta aktual. Sigmund Freud memang, tentu saja,
mengunjungi Amerika Serikat pada tahun 1909. Ia turun dari kapal uap George
Washington bersama Carl Jung, dan Sandor Ferenczi pada malam tanggal 29 Agustus
(meski kenyataan bahwa biografi klasik Ernest Jones pada awalnya memberikan data
tanggal 27 September, lalu 'diperbaiki' dalam edisi terakhirnya, dan masih dalam
keadaan salah: 27 Agustus). Freud memang menginap di Hotel Manhattan di New York
City selama seminggu sebelum menuju Clark University untuk memberikan ceramah-
ceramah terkenalnya. Ia juga memang bersinggungan dengan hal-hal mengerikan di
Amerika. Sementara di Amerika Serikat, Freud memang diminta untuk memberikan
psikoanalisa dadakan, walau sejauh yang kami tahu, bukan oleh seorang Walikota
New York City. Manhattan pada tahun 1909 yang dilukiskan pada buku ini benar-benar telah
diteliti. Arsitekturnya, jalan-jalan kota, masyarakat kelas atasnya hampir
? setiap rinci, hingga ke warna panel taksi, benar-benar berdasarkan fakta. Tentu
saja masih ada kesalahan-kesalahan. Bagi
pembaca yang menemukannya, kumohon untuk mengatakannya padaku melalui
www.interpretationofmurder.com Segala kesalahan yang ada adalah tanggung
jawabku, Namun begitu, aku tidak bisa, terus menerus terpaku pada fakta rinci New York
City. Aku mulai dengan pengubahan beberapa lokasi. Rumah penyimpanan mayat utama
kota, misalnya, sebenarnya ketika itu ada di Bellvue Hospital, di Jalan Twenty-
sixth. Aku menempatkan Hugel seorang tokoh fiktif di rumah penitipan mayatnya ? ?di kota bagian bawah yang aku ciptakan. Sama dengan gedung Balmoral, tempat
jenazah Nona Riverford ditemukan, juga kuciptakan. Bagi pembaca yang mengetahui,
akan langsung mengenali gedung yang sesungguhnya yaitu Ansonia. Gedung
?Balmoral adalah jelmaannya, termasuk air mancur yang lengkap dengan anjing-
anjing laut yang berlompatan di dalamnya. Lalu kaison Jembatan Mahattan itu
benar ada, dan diisi menjadi beton pada bulan September 1909. Tetapi kaison itu
tidak memiliki ruang-ruang puing yang diberi tekanan, dan terbuka menuju sungai
seperti yang dijelaskan sebagai 'Jendela' dalam buku. Dalam kenyataannya, lorong
itu lebih panjang. Aku membutuhkan 'Jendela' agar tidak perlu menjelaskan lagi
bagi mereka yang telah membaca buku itu.
Satu lagi penggeseran peristiwa penting adalah saat Jung bertengkar dengan
Freud. Dalam kenyataan, hal itu terjadi tiga tahun sebelumnya dan memuncak pada
sekitar tahun 1912. Aku telah meneliti kejadian-kejadian yang berhubungan, yang
terjadi di tempat lain, lalu memindahkan beberapa di antaranya ke Amerika.
Penulis biografi Jung tidak setuju dengan dugaan sifat Jung yang berangan-angan
memikat hati perempuan dan anti-semit.
Penggambaran sifat Jung dalam buku ini hanya sebuah penggambaran, berdasarkan
?tulisannya sendiri, surat-suratnya, dan kesimpulan yang ditarik oleh beberapa
orang, yang tidak semuanya menulis tentang Jung.
Pembaca mungkin bertanya-tanya apakah Freud dan Jung benar-benar menyatakan
pendapat mereka yang tertulis dalam buku The Interpretation of Murder.
Jawabannya, nyaris pada setiap kejadian, mereka mengatakannya. Banyak dari
percakapan antara Jung dan Freud diambil dari surat-surat pribadi mereka, essay,
dan pernyataan yang dilaporkan dalam sumber-sumber terbitan. Misalnya, dalam
bukuku Freud berkata, "Memuaskan naluri liar jauh lebih dapat dinikmati tak
terbandingkan dari pada memuaskan naluri yang berbudaya." Pembaca yang berminat
dapat menemukan penelitian yang bersangkutan dalam buku Freud tahun 1930
berjudul Civi/zation and Its Discontents, pada jilid 21, halaman 79, dari Edisi
Standard dari kumpulan karya Freud.
Charles Loomis Dana, Bernard Sachs, dan M. Allen Starr merupakan para tokoh
sejarah. Mereka memang terkenal sebagai The Triumvirate: semuanya adalah musuh
sejati Freud dan psikoanalisa. Aku ingin menekankan, betapapun jahatnya mereka
di dalam buku ini, namun tindakan mereka sekadar rekaan. Tak ada persekongkolan
pembatalan kuliah Freud di Clark.
Catatan tentang serangan sadis Thaw kepada istrinya dan wanita lainnya,
sepenuhnya bersumber dari dokumentasi. Kesaksian Ibu Merrill yang mengagumkan
diambil ketika ia bersaksi pada persidangan awal pembuktian kewarasan Thaw yang
berikutnya, bukan pada sidang kasus pembunuhan.
Jenazah Nona Elsie Sigel, cucu Jendral Franz Sigel,
memang ditemukan dalam sebuah koper besar pada musim panas 1909. Koper itu
berada di apartemen di Eight Avenue miliki Leon Ling. Tokoh Chong Sing dalam
buku ini adalah gabungan fakta kehidupan nyatanya dan or-ang lain yang juga
terlibat kasus itu. Jenazah Nona Sigel ditemukan kira-kira dua setengah bulan
sebelum kedatangan Freud di New York, dan tentu saja penemuan tersebut bukanlah
oleh Detektif Jimmy Littlemore, yang sepenuhnya adalah tokoh fiktif.
Begitu juga Dr. Stratham Younger, dan percintaannya dengan Nora.
Terima Kasih Rasa terimakasihku yang mendalam pada istriku yang sangat cerdas, Amy Chua,
karena gagasannyalah maka buku ini ada. Kepada kedua orang anak perempuanku,
Sophia dan Louis yang (membaca versi PG) melihat kesalahan-kesalahan yang tak
ditemukan orang lain, sejak awal halaman buku ini. Aku berutang banyak pada
Suzanne Gluck dan John Sterling untuk kepercayaannya pada terbitnya novel ini,
dan pada Jennifer Barth dan George Hodgman yang telah membuatnya lebih baik. Aku
berterimakasih juga pada kedua orangtuaku, saudara lelakiku, dan saudara
perempuanku karena wawasan mereka yang dalam dan kasih sayang mereka. Debby
Rubenfeld, Jordan Smoller, Alexis Contant, Anne Dailey, Marina Santilli, Susan
Birke Fiedler, Lisa Gray, Anne Tofflemire, dan James Bundy yang telah dengan
baik hati membaca dan memberikan kritik yang sangat berharga. Heather
Halberstadt adalah pencari fakta yang luar biasa, dan aku sangat berterimakasih
pada Kenn Russel karena ketelitiannya.
Pedang Kiri Pedang Kanan 18 Pendekar Mata Keranjang 21 Prahara Dendam Leluhur Cula Naga Pendekar Sakti 1
^