Pencarian

Simbol Yang Hilang 10

Simbol Yang Hilang The Lost Symbol Karya Dan Brown Bagian 10


Pikiran manusia bertengger seperti batu-puncak emas di atas tubuh fisik. Batu
Bertuah. Melalui tangga tulang belakang, energi naik dan turun, beredar,
menghubungkan benak suci dengan tubuh fisik.
Peter tahu, bukan kebetulan jika tulang belakang tersusun tepat dari tiga puluh
tiga tulang. Tiga puluh tiga adalah derajat Persaudaraan Mason. Dasar tulang
belakang, atau sacrum, secara harfiah berarti "tulang suci". Tubuh manusia
memang sebuah kuil. Ilmu pengetahuan manusia yang dihormati oleh kaum Mason
adalah pemahaman kuno mengenai cara menggunakan kuil itu untuk tujuan tertinggi
dan termulianya. Sayangnya, menjelaskan kebenaran kepada lelaki ini sama sekali
tidak akan membantu Katherine. Peter memandang kisi simbol-simbol itu dan
menghela napas, menyerah.
"Kau benar," katanya berbohong. "Memang ada tangga rahasia di bawah gedung ini.
Dan, segera setelah kau memanggil bantuan untuk Katherine, aku akan membawamu ke
sana." Lelaki bertato itu hanya menatapnya.
Solomon membalas tatapannya dengan mata menantang.
"Selamatkan adikku dan ketahuilah kebenarannya... atau bunuh kami berdua dan
tetaplah tidak tahu selamanya!"
Pelan-pelan lelaki itu menurunkan kertas dan menggeleng.
"Aku tidak senang denganmu, Peter. Kau gagal dalam tesmu. Kau masih menganggapku
tolol. Kau benar-benar percaya aku tidak memahami apa yang kucari" Menurutmu,
aku belum memahami potensi sejatiku?"
Dengan perkataan itu, lelaki itu berbalik dan melepas jubahnya. Ketika sutra
putih itu melayang ke lantai, Peter melihat untuk per kalinya tato panjang yang
menjalari tulang punggung lelaki itu!
Ya Tuhan.... Berkelok-kelok dari cawat putih lelaki itu, sebuah tangga spiral elegan
menjalari bagian tengah punggung berototnya. Setiap tangga diposisikan pada
tulang yang berbeda. Peter, yang tak mampu berkata-kata, membiarkan matanya
menaiki tangga itu, terus sampai ke dasar tengkorak kepala lelaki itu.
Peter hanya bisa menatap.
Lelaki bertato itu kini mendongakkan kepala plontosnya, mengungkapkan lingkaran
daging telanjang di puncak kepalanya. Kulit perawan itu dibatasi oleh seekor
ular yang melingkar menyantap tubuhnya sendiri.
At-one-ment (penyatuan). Perlahan-lahan, lelaki itu kini menundukkan kepala dan berpaling menghadap
Peter. Phoenix besar berkepala-dua di dadanya menatap melalui mata tak bernyawa.
"Aku mencari Kata yang Hilang," ujar lelaki itu. "Kau hendak membantuku... atau
kau dan adikmu hendak mati?"
Kau tahu cara menemukannya, pikir Mal'akh. "Kau mengetahui sesuatu yang tidak
kau katakan kepadaku".
Peter Solomon sudah mengungkapkan banyak hal di bawah interogasi yang kini
mungkin bahkan tidak diingatnya. Berkali- kali keluar masuk tangki deprivasi-
indra telah membuatnya menceracau dan patuh. Yang menakjubkan, ketika dia
mencurahkan isi hatinya, segala yang diceritakannya kepada Mal'akh konsisten
dengan legenda Kata yang Hilang.
Kata yang Hilang bukanlah metafora ... kata itu nyata. Kata itu ditulis dalam
bahasa kuno ... dan telah tersembunyi selama berabad-abad. Kata itu mampu
mendatangkan kekuatan yang tak terbayangkan kepada siapa pun yang memahami arti
sejatinya. Kata itu tetap tersembunyi sampai sekarang... dan Piramida Mason
punya kekuatan untuk mengungkapkannya.
"Peter," ujar Mal'akh kini, seraya menatap ke dalam mata tawanannya, "ketika
memandang kisi simbol-simbol itu... kau melihat sesuatu. Kau mendapat
pencerahan. Kisi ini berarti sesuatu untukmu. Katakan."
"Aku tidak akan berkata apa-apa sampai kau memanggil bantuan untuk Katherine!"
Mal'akh tersenyurn kepadanya. "Percayalah, kini prospek kehilangan adik adalah
kekhawatiranmu terkecil saat ini." Tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi, dia
beralih pada tas bahu Langdon dan mulai mengeluarkan benda-benda yang tadi
dimasukkannya di ruang bawah tanahnya. Lalu, dia mulai mengatur benda-benda itu
dengan cermat di atas altar pengorbanan.
Kain sutra terlipat. Putih murni.
Wadah dupa perak. Wewangian Mesir.
Botol kecil berisi darah Peter. Dicampur abu. Bulu gagak hitam. Pena sucinya.
Pisau pengorbanan. Ditempa dari besi meteorit di padang pasir Kanaan.
"Kau pikir, aku takut mati?" teriak Peter. Suaranya penuh penderitaan. "Jika
Katherine tiada, tak ada lagi yang tersisa bagiku!
Kau telah membunuh seluruh keluargaku! Kau telah merengut semuanya dariku!"
"Tidak semuanya," jawab Mal'akh, "Belum." Dia merogoh tas bahu dan mengeluarkan
laptop yang berasal dari ruang kerjanya. Dia menyalakannya dan memandang
tawanannya. "Aku kuatir kau belum memahami kegentingan situasimu yang sesungguhnya."
BAB 117 Langdon merasakan perutnya mual ketika helikopter CIA itu melayang dari halaman,
miring hebat, dan bergerak lebih cepat daripada yang dibayangkannya mengenai
kecepatan helikopter. Katherine tetap tinggal untuk memulihkan diri bersama
Bellamy, sementara salah seorang agen CIA menggeledah mansion itu dan menunggu
tim pendukung. Sebelum Langdon pergi, Katherine mencium pipinya dan berbisik, "Berhati-hatilah,
Robert." Kini Langdon berupaya keras untuk tetap tenang ketika helikopter militer itu
akhimya terbang mendatar dan berpacu menuju House of the Temple.
Sato duduk di sampingnya, meneriakkan perintah-perintah kepada pilot. "Menuju
Dupont Circle!" teriaknya, mengalahkan kebisingan yang memekakkan. "Kita
mendarat di sana!" Dengan terkejut, Langdon berpaling kepadanya. "Dupont" Itu berblok-blok jauhnya
dari House of the Temple! Kita bisa mendarat di tempat parkir Temple!"
Sato menggeleng. "Kita harus memasuki gedung dengan diam-diam. Jika sasaran
mendengar kedatangan kita-"
"Kita tidak punya waktu!" bantah Langdon. "Orang gila ini hendak membunuh Peter!
Mungkin suara helikopter akan menakutkan dan menghentikannya!"
Sato menatapnya dengan mata sedingin es. "Seperti yang kubilang, keamanan Peter
Solomon bukanlah tujuan utamaku. Aku yakin, aku sudah menjelaskan."
Langdon sedang tidak ingin diceramahi lagi mengenai keamanan nasional. "Dengar,
aku satu-satunya di sini yang mengenal jalan-jalan di dalam gedung itu-"
"Hati-hati, Profesor," ujar Direktur itu memperingatkan.
"Kau berada di sini sebagai anggota timku, dan aku mengharapkan kerja sama
sepenuhnya darimu." Dia terdiam sejenak, lalu mengimbuhkan, "Sesungguhnya,
mungkin bijak jika kini aku memberitahumu selengkapnya mengenai kegentingan
krisis kita malam ini."
Sato menjulurkan tangan ke bawah kursi dan mengeluarkan tas kerja titanium
ramping, yang dibukanya untuk mengungkapkan komputer yang kerumitannya tampak
tidak biasa. Ketika dia mennyalakannya, logo CIA mewujud bersama-sama dengan
tanda log-in. Ketika melakukan log-in, Sato bertanya,"Profesor kau ingat wig pirang yang kita
temukan di rumah lelaki itu?"
"Ya." "Nah, sebuah kamera optik-serat mungil tersembunyi di dalam wig itu... tidak
terlihat di dalam poninya."
"Kamera tersembunyi" Aku tidak mengerti."
Sato tampak serius. "Kau akan mengerti." Dia membuka se buah arsip pada laptop.
HARAP TUNGGU SEBENTAR ... MENDEKRIPSIARSIP ...
Sebuah jendela video muncul, memenuhi seluruh layar. Sato lalu mengangkat tas
kerja itu dan meletakkannya di atas paha Langdon, dan memberinya keleluasaan
pandangan. Sebuah gambar yang tidak biasa mewujud di layar. Langdon terenyak dalam
keterkejutan. Apa"! Video tersamar dan gelap itu menunjukkan seorang lelaki dengan mata ditutupi.
Dia berpakaian seperti penganut ajaran sesat Abad Pertengahan yang sedang
digiring ke tiang gantungan - tali gantungan mengalungi lehernya, pipa kiri
celana panjangnya tergulung sampai ke lutut, lengan kanan bajunya tergulung
sampai; ke siku, dan kemejanya terbuka menampilkan dada telanjang.
Langdon menatap dengan tidak percaya. Dia sudah membaca cukup banyak mengenai
ritual Mason sehingga tahu persis apa yang sedang dilihatnya.
Seorang kandidat Mason... siap memasuki derajat pertama. Lelaki itu bertubuh
tinggi dan sangat kekar, dengan wig pirang yang tak asing lagi dan kulit sangat
kecokelatan. Langdon langsung mengenali raut wajahnya. Semua tato lelaki itu
jelas sudah disembunyikan di balik make-up warna perunggu. Dia sedang berdiri di
depan cermin setinggi badan, merekam pantulan dirinya sendiri melalui kamera
yang tersernbunyi di dalam wig.
Tapi ... mengapa" Layar memudar menjadi hitam.
Rekaman baru muncul. Sebuah bilik persegi panjang kecil berpenerangan suram.
Lantai papan-catur dramatis dari ubin hitam-putih. Sebuah altar kayu rendah,
diapit di ketiga sisinya oleh pilar-pilar, dan di atasnya terdapat lilin-lilin
yang berpendar menyala. Mendadak Langdon merasa khawatir.
Ya Tuhan. Direkam dengan gaya serampangan video rumahan arnatir, kamera itu kini menyoroti
pinggir ruangan untuk menunjukkan sekelompok laki-laki yang sedang mengamati
kandidat itu. Para lelaki itu mengenakan pakaian kebesaran Mason untuk ritual.
Di dalam kegelapan, Langdon tidak bisa mengenali wajah mereka, tapi dia yakin
sekali di mana ritual ini berlangsung.
Mungkin tata-letak tradisional Lodge Room ini ada di mana- mana di dunia, tapi
hiasan segitiga biru pucat di atas kursi master itu menyatakan ruangan itu
terletak di dalam rumah perkurnpulan Mason tertua di DC-Lodge Potomac No. 5 -
rumah George Washington dan para bapak bangsa penganut Mason yang meletakkan
batu pertama untuk White House dan Gedung Capitol.
Rumah perkumpulan itu masih aktif hingga saat ini.
Peter Solomon, selain mengawasi House of the Temple, juga master dari rumah
perkumpulan lokalnya. Dan di tempat- tempat seperti inilah, perjalanan kandidat
Mason selalu dimulai... disana dia menjalani tiga derajat pertama Persaudaraan
Mason Bebas. "Saudara-saudaraku," terdengar suara Peter yang tak asing lagi, "atas nama
Arsitek Besar Alam Semesta, aku membuka rumah ini untuk praktik Persaudaraan
Mason derajat pertama!"
Terdengar tepuk tangan riuh.
Langdon menyaksikan dengan tidak percaya ketika video berlanjut dengan
serangkaian cepat gambar kabur yang menunjukkan Peter Solomon melakukan beberapa
momen nyata ritual itu. Menekankan pisau berkilau ke dada telanjang kandidat itu... mengancamkan
penusukan seandainya kandidat itu "secara tidak pantas mengungkapkan Misteri-
Misteri Persaudaraan Mason"... menjelaskan lantai hitam-putih sebagai
merepresentasikan "yang hidup dan yang mati"... menjabarkan hukuman-hukuman yang
termasuk "leher digorok dari telinga ke telinga,' lidah dicerabut sampai ke
akar- akarnya, dan mayat dikubur di dalam pasir-pasir kasar lautan.....
Langdon terperangah. Apakah aku benar-benar menyaksikan ini. Ritual-ritual
inisiasi Mason tetap diselubungi oleh rahasia selama berabad-abad. Satu-satunya
penjelasan yang pernah dibocorkan adalah hasil tulisan sekelompok saudara yang
dikucilkan. Tentu saja Langdon sudah membaca semua cerita itu, tetapi melihat
inisiasi dengan mata kepala sendiri... ini cerita yang jauh berbeda.
Khususnya yang disunting seperti ini. Langdon bisa tahu kalau video ini
merupakan propaganda yang tidak adil, menghilangkan semua aspek termulia
inisiasi dan hanya menekankan aspek yang paling membingungkan. Seandainya video
ini beredar, Langdon tahu itu akan menjadi sensasi Internet dalam waktu semalam.
Para penganut teori konspirasi anti-Mason akan memangsanya seperti ikan hiu.
Organisasi Mason, dan terutama Peter Solomon, akan mendapati diri mereka
terlibat dalam kobaran kontroversi dan berupaya mati- matian untuk mengendalikan
kerusakan... walaupun ritual itu sebenarnya tidak membahayakan dan benar-benar
simbolis. Yang mengerikan, video itu menyertakan referensi Alkitab mengenai pengorbanan
manusia... "kepatuhan Abraham terhadap Yang Mahatinggi dengan mengorbankan
Ishak, putra pertamanya." Langdon memikirkan Peter dan berharap helikopter itu
terbang lebih cepat. Rekaman video kini beralih.
Ruangan yang sama. Malam yang berbeda. Kolompok Mason yang lebih besar
menyaksikan. Peter Solomon mengamati dari kursi master. Ini derajat kedua. Kini
lebih intens. Berlutut di altar... bersumpah untuk "selamanya menyembunyikan
misteri-misteri yang ada di dalam Persaudaraan Mason Bebas" ... menyetujui
hukuman "rongga dada dirobek hingga terbuka dan jantung berdenyut-denyut dibuang
ke permukaan tanah sebagai sampah bagi makhluk- makhluk rakus" ....
Kini jantung Langdon sendiri berdenyut-denyut panik ketika video beralih
kembali. Malam yang lain. Kerumunan yang jauh lebih besar. " Tracing board"
berbentuk peti mati di lantai.
Derajat ketiga. Ini ritual kematian - yang paling dahsyat dari semua derajat - momen ketika
kandidat itu dipaksa "menghadapi tantangan terakhir kepunahan pribadi".
Interogasi melelahkan ini sesungguhnya merupakan sumber frasa umum memberi
seseorang derajat ketiga (menginterogasi seseorang dengan saksama, disertai
ancaman dan kekerasan, untuk memperoleh informasi). Dan, walaupun Langdon sangat
mengetahui penjelasan-penjelasan akademisnya, dia benar-benar tidak siap dengan
apa yang kini dilihatnya.
Pembunuhan itu. Dalam potongan-potongan gambar cepat dan kejam, video itu menyajikan penjelasan
menggiriskan dari sudut pandang korban mengenai pembunuhan brutal kandidat itu.
Ada pukulan-pukulan pura-pura ke kepala, termasuk penganiayaan dengan batu
Mason. Sementara itu, seorang pembantu pendeta menceritakan dengan muram kisah
"putra sang janda" - Hiram Abiff - Arsitek utama kuil Raja Solomon, yang memilih
untuk mati ketimbang mengungkapkan kebijakan rahasia yang dimilikinya.
Serangan itu tentu saja pura-pura, tetapi efeknya mengerikan di kamera. Setelah
pukulan mematikan, kandidat itu - "dirinya yang dulu kini sudah mati" -
dimasukkan ke dalam peti mati simbolis. Di sana, matanya dipejamkan dan
lengannya disilangkan seperti mayat. Para saudara Mason bangkit dan dengan sedih
mengelilingi mayat itu, sementara organ pipa memainkan lagu kematian.
Adegan mengerikan itu sangat mengganggu. Dan hanya semakin buruk.
Ketika para lelaki itu berkumpul mengelilingi saudara mereka yang terbunuh,
kamera tersembunyi jelas menunjukkan wajah mereka. Kini Langdon menyadari bahwa
Solomon bukanlah satu-satunya lelaki terkenal di ruangan itu. Salah seorang
laki-laki yang menunduk memandangi kandidat di dalam peti mati muncul di
televisi hampir setiap hari.
Seorang senator AS terkemuka.
Astaga.... Adegan itu kembali beralih. Kini di luar... malam hari... rekaman video
terpotong-potong yang sama... lelaki itu berjalan menyusuri jalanan kota...
helaian-helaian rambut pirang tertiup di depan kamera... ... sudut kamera
direndahkan untuk menyoroti sesuatu di tangan lelaki itu... uang kertas satu
dolar... gambar dari dekat yang terpusat pada the Great Seal... mata serba-
melihat... piramida yang belum selesai... lalu mendadak, beralih untuk
mengungkapkan bentuk yang serupa di kejauhan... sebuah gedung besar berbentuk
piramida... dengan lereng-lereng melandai yang menjulang membentuk puncak
terpangkas. House of the Temple. Kengerian yang teramat sangat berkembang di dalam diri Langdon.
Video terus bergerak... kini lelaki itu bergegas menuju gedung tadi... menaiki
tangga bertingkat-tingkatnya... menuju pintu-pintu perunggu raksasa... di antara
dua penjaga berbentuk patung sphinx, seberat tujuh belas ton.
Seorang anggota baru sedang memasuki piramida inisiasi. Kini kegelapan.
Sebuah organ pipa yang penuh kekuatan dimainkan di kejauhan... dan gambar baru
mewujud. Temple Room. Langdon menelan ludah dengan susah payah.
Di layar, ruangan seperti gua itu menjadi hidup dengan penerangan listrik. Di
bawah jendela langit-langit, altar marmer hitam bersinar dalam cahaya bulan.
Dewan Mason derajat ketiga puluh tiga yang terkenal berkumpul di sekelilingnya
dengan serius, duduk di kursi-kursi kulit-babi buatan-tangan untuk menjadi
saksi. Kini video menyoroti wajah-wajah mereka dengan lambat dan sengaja.
Langdon menatap ngeri. Walaupun benar-benar di luar dugaan, apa yang dilihatnya benar-benar masuk akal.
Berkumpulnya kaum Mason paling berpangkat dan ahli di kota yang paling berkuasa
di dunia akan secara logis menyertakan banyak individu yang berpengaruh dan


Simbol Yang Hilang The Lost Symbol Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terkenal. Dan memang, yang duduk di sekeliling altar, mengenakan sarung tangan
sutra panjang, apron Mason, dan perhiasan berkilau, adalah beberapa lelaki yang
paling berkuasa di negeri ini.
Dua hakim Mahkamah Agung ... Menteri pertahanan...
Juru bicara House of Representatives ...
Langdon merasa mual ketika video itu terus menyoroti wajah-wajah mereka yang
hadir. Tiga senator terkemuka... termasuk pemimpin partai mayoritas...
Menteri keamanan dalam negeri ... Dan ...
Direktur CIA ... Langdon hanya ingin berpaling, tapi dia tidak bisa. Adegan itu benar-benar
menghipnotis, dan bahkan mengkhawatirkannya. Dalam sekejap, dia memahami sumber
kegelisahan dan kekhawatiran Sato.
Kini, di layar, rekaman itu melebur menjadi gambar tunggal yang mengejutkan.
Tengkorak manusia... berisikan cairan merah tua. Caput mortuum yang terkenal
sedang ditawarkan kepada kandidat itu oleh tangan-tangan ramping Peter Solomon -
yang cincin Mason emasnya berkilau dalam cahaya lilin. Cairan merah itu
anggur... tetapi berkilau seperti darah. Efek visualnya mengerikan.
Libation Kelima, (persembahan anggur kepada dewa- penerj.) pikir Langdon, yang
sudah membaca penjelasan tangan-pertama mengenai sakramen ini dalam Letters on
the Masonic Institution karya John Quincy Adams. Walaupun demikian, melihat
berlangsungnya peristiwa itu... melihat peristiwa itu disaksikan dengan tenang
oleh lelaki-lelaki paling berkuasa Amerika... adalah gambar paling menakjubkan
yang pernah dilihat Langdon.
Kandidat itu mengambil tengkorak dengan kedua tangannya... wajahnya terpantul di
permukaan tenang anggur. "Biarlah anggur yang sedang kuminum ini menjadi racun mematikan bagiku,"
ujarnya, "seandainya dengan sadar atau sengaja aku melanggar sumpahku."
Jelas, kandidat ini bermaksud melanggar sumpahnya melebihi segala yang bisa
dibayangkan. Langdon nyaris tidak sanggup membayangkan apa yang terjadi seandainya video ini
dipublikasikan. Tak seorang pun akan mengerti. Pemerintah akan terjerumus ke
dalam pergolakan. Gelombang-gelombang udara akan dipenuhi suara kelompok-
kelompok Mason, para fundamentalis, dan penganut-penganut teori konspirasi yang
memuntahkan kebencian dan ketakutan, meluncurkan perseruan penyihir Puritan
sekali lagi. Langdon tahu, kebenaran akan dibelokkan. Seperti yang selama terjadi dengan kaum
Mason. Kebenaran bahwa kelompok persaudaraan itu memusatkan perhatian pada kematian
sesungguhnya merupakan perayaan tegas kehidupan. Ritual Mason dirancang untak
membangkitkan manusia yang tertidur di dalam, mengangkatnya dari peti mati gelap
ketidaktahuan, mengangkatnya ke dalam cahaya, dan memberinya mata untuk melihat.
Hanya melalui pengalaman kematian, seorang manusia bisa memahami sepenuhnya
pengalaman hidup-nya. Hanya melalui kesadaran bahwa hari-harinya di dunia
terbatas, seorang manusia bisa memahami pentingnya menjalani hari-hari itu
dengan kehormatan, integritas, dan pelayanan terhadap sesama manusia.
Inisiasi Mason mengejutkan, karena dimaksudkan untuk mengubah. Sumpah-sumpah
Mason tidak kenal ampun, karena dimaksudkan sebagai pengingat bahwa hanya
kehormatan manusia dan "perkataan"-nya yang bisa dibawanya dari dunia ini.
Karena dimaksudkan agar universal, ajaran-ajaran Mason kuno diajarkan melalui
bahasa umum simbol dan metifora yang melampaui agama, kebudayaan, dan suku
bangsa ... menciptakan kesadaran seluruh-dunia" tentang kasih persaudaraan.
Sejenak Langdon merasakan secercah harapan. Dia mencoba meyakinkan diri sendiri
bahwa, seandainya video ini bocor keluar, publik akan berpikiran terbuka dan
toleran, menyadari bahwa semua ritual spiritual memang menyertakan aspek-aspek
yang nampaknya menakutkan jika dikeluarkan dari konteks-pengulangan-pengulangan
kembali peristiwa penyaliban, ritual-ritual penyunatan Yahudi, pembaptisan
Mormon bagi mereka yang sudah meninggal, pengusiran setan dalam Katolik, niqab
Islarn, penyembuhan dengan hipnotis ala dukun, upacara Kaparot Yahudi, bahkan
penyantapan tubuh dan darah Kristus secara figuratif.
Aku berkhayal, pikir Langdon. Video ini akan menciptakan kekacauan. Dia bisa
membayangkan apa yang akan terjadi jika para pemimpin terkemuka Rusia atau Dunia
Islam terlihat dalam sebuah video, sedang menekankan pisau ke dada telanjang,
mengucapkan sumpah-sumpah mengerikan, melakukan pembunuhan pura-pura, berbaring
dalam peti mati simbolis, dan minum anggur dari tengkorak manusia. Protes global
akan langsung terjadi dan sangat bergejolak.
Tuhan, tolong kami .... Kini, di layar, kandidat itu mengangkat tengkorak ke bibir. Dia
memiringkannya... menghabiskan anggur semerah darah... menyegel sumpahnya. Lalu,
dia menurunkan tengkorak dan memandang kumpulan orang di sekelilingnya. Lelaki-
lelaki yang paling berkuasa dan terpercaya di Amerika mengangguk puas tanda
menerima. "Selamat datang, Saudara," ujar Peter Solomon.
Ketika gambar itu memudar menjadi hitam, Langdon tersadar dirinya telah berhenti
bernapas. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Sato menjulurkan tangan, menutup tas kerja
itu, lalu mengangkatnya dari pangkuan Langdon. Langdon menoleh kepadanya,
mencoba bicara, tapi dia tidak bisa menemukan kata-kata. Tak masalah. Pemahaman
tampak di seluruh wajahnya. Sato benar. Malam ini terjadi krisis keamanan
nasional... dengan proporsi yang tak terbayangkan.
BAB 118 Dengan hanya mengenakan cawat, Mal'akh berjalan mondar-mandir di depan kursi
roda Peter Solomon. "Peter," bisiknya, menikmati setiap detik ketakutan
tawanannya, "kau lupa kalau kau punya keluarga kedua... saudara-saudara Masonmu.
Dan aku akan menghancurkan mereka juga...
kecuali jika kau membantuku."
Solomon tampak nyaris lumpuh dalam kilau laptop yang bertengger di atas pahanya.
"Kumohon," katanya terbata-bata pada akhirnya, seraya mendongak. "Jika video ini
beredar..." "Jika?" Mal'akh tertawa. "Jika video ini beredar?" Dia menunjuk modem seluler
kecil yang tersambung dengan sisi laptopnya. "Aku terhubung dengan dunia."
'Kau tidak akan...."
Aku akan melakukannya, pikir Mal'akh, menikmati kengerian Solomon. "Kau punya
kekuatan untuk menghentikanku," katanya. "Dan menyelamatkan adikmu. Tapi, kau
harus mengatakan apa yang ingin kuketahui. Kata yang Hilang tersembunyi di suatu
tempat, Peter, dan aku tahu kisi ini mengungkapkan dengan tepat di mana
lokasinya." Peter kembali memandang kisi simbol-simbol itu, matanya tidak mengungkapkan
sesuatu pun. "Mungkin ini akan membantu menginspirasimu." Mal'akh menjulurkan tangan melewati
bahu Peter dan menekan beberapa tombol pada laptop. Sebuah program e-mail
terpampang di layar, dan Peter tampak menegang. Layar kini menyajikan e-mail
yang dibuat Mal'akh malam tadi - arsip video yang ditujukan kepada sederetan
panjang jaringan media utama.
Mal'akh tersenyum. "Kurasa, sudah saatnya kita membagikan informasi, bukan?"
"Jangan!" Mal'akh menjulurkan tangan ke bawah dan menekan tombol kirim pada program itu.
Peter menyentakkan tubuh dalam ikatan-ikatannya, berupaya menjatuhkan laptop ke
lantai tanpa memproleh kesuksesan.
"Tenang, Peter," bisik Mal'akh. "Itu arsip besar. Perlu berapa menit untak
dikirimkan." Dia menunjuk progress bar
MENGIRIM PESAN: 2% SELESAI
"Jika kau mengatakan apa yang ingin kuketahui, aku akan menghentikan e-mail itu,
dan tak seorang pun akan melihatnya."
Wajah Peter memucat ketika pita kemajuan itu beringsut maju.
MENGIRIM PESAN: 4% SELESAI
Kini Mal'akh mengangkat komputer itu dari pangkuan Peter dan meletakkannya di
atas salah satu kursi kulit-babi di dekat situ, lalu memutar layar sehingga
Peter bisa menyaksikan kemajuannya. Lalu dia kembali ke samping Peter dan
meletakkan halaman berisi simbol-simbol itu di pangkuannya.
"Menurut legenda-legenda, Piramida Mason akan mengungkapkan Kata yang Hilang.
Ini adalah kode terakhir piramida. Aku yakin, kau tahu cara membacanya."'
Mal'akh melirik laptop. MENGIRIM PESAN: 8% SELESAI
Mal'akh mengalihkan matanya kembali kepada Peter. Peter sedang menatapnya, mata
kelabunya kini menyala oleh kebencian.
Harap membenciku, pikir Mal'akh. Semakin besar emosinya, semakin ampuh energi
yang akan dilepaskan ketika ritual berakhir.
Di Langley, Nola Kaye menekankan telepon ke telinga, nyaris tidak mampu
mendengar Sato di tengah kebisingan helikopter.
"Mereka bilang, mustahil untuk menghentikan pentransferan arsipnya!" teriak
Nola. "Menutup ISP-ISP lokal perlu waktu setidaknya satu jam. Dan, jika dia
punya akses untuk penyedia-layanan nirkabel, mematikan Internet melalui- kabel
tidak akan menghentikan lelaki itu untuk mengirimkannya."
Menghentikan aliran informasi digital telah menjadi nyaris mustahil saat ini.
Ada terlalu banyak rute akses menuju Internet. Dengan adanya jalur kabel, hot
spot Wi-Fi, modem seluler, telepon SAT, telepon-super, dan PDA yang dilengkapi
e-mail, satu-satunya cara untuk mengisolasi kebocoran data potensidl adalah
dengan menghancurkan mesin sumbernya.
"Aku melihat lembar spesifikasi helikopter UH-60 yang kau tumpangi," ujar Nola,
"dan tampaknya Anda dilengkapi EMP." Senapan electromagnetic-pulse atau EMP kini
sudah umum di antara para agen penegak hukum. Mereka terutama menggunakannya
untuk menghentikan mobil yang kabur dari jarak aman. Dengan menembakkan denyut
terkonsentrasi- tinggi radiasi elektromagnetik, sebuah senapan EMP bisa secara
efektif membakar elektronik alat apa pun yang menjadi sasaran - mobil, ponsel,
komputer. Menurut lembar spesifikasi Nola, UH-60 punya magnetron enam-gigahertz
dan pembidik- laser yang dipasang pada kerangka helikopter, dengan gain horn
lima puluh dB yang menghasilkan denyut sepuluh gigawatt. Jika ditembakkan
langsung pada sebuah laptop, denyut itu akan membakar motherboard komputer dan
langsung menghapus hard drive-nya.
"EMP tidak akan berguna," teriak Sato menjawab. "Sasaran berada di dalam gedung
batu. Tidak ada celah untuk melihat dan ada pelindung elektromagnetik tebal. Kau
sudah mendapat petunjuk apakah videonya sudah menyebar?"
Nola melirik monitor kedua yang terus-menerus menjalankan pencarian berita-
berita terkini mengenai kaum Mason. "Belum Ma'am. Tapi, seandainya sudah beredar
luas, kita akan tahu dalam hitungan detik."
"Laporkan terus perkembangannya." Sato menutup telepon. Langdon menahan napas
ketika helikopter turun dari langit menuju Dupont Circle. Sekelompok pejalan
kaki menyebar ketika helikopter itu turun melalui celah di antara pepohonan dan
mendarat keras di halaman, persis di selatan air mancur dua-tingkat yang
dirancang oleh dua lelaki yang juga menciptakan Lincoln Memorial.
Tiga puluh detik kemudian, Langdon ngebut di dalam SUV Lexus sitaan, membelah
New Hampshire Avenue menuju House of the Temple.
Peter Solomon berupaya mati-matian memikirkan apa yang harus dilakukan. Yang
terbayang di dalam pikirannya hanyalah Katherine berdarah di ruang bawah
tanah... dan video yang baru saja disaksikannya. Dia menoleh perlahan-lahan ke
arah laptop di atas kursi kulit-babi yang berjarak beberapa meter. Progress bar-
nya nyaris terisi sepertiganya.
MENGIRIM PESAN: 29 % SELESAI
Lelaki bertato itu kini berjalan pelan mengelilingi altar persegi empat, seraya
mengayun-ayunkan wadah dupa dan merapal sendiri. Gumpalan-gumpalan tebal asap
putih berpusar-pusar naik menuju jendela langit-langit. Mata lelaki itu kini
melebar, dan tampaknya dia kerasukan roh jahat. Peter mengalihkan pandangan ke
pisau kuno yang tergeletak menunggu di atas kain sutra putih yang dibentangkan
di atas altar. Peter Solomon yakin dirinya akan mati di kuil ini malam ini. Pertanyaannya
adalah cara matinya. Akankah dia menemukan jalan untuk menyelamatkan adiknya dan
kelompok persaudaraannya... atau akankah kematiannya benar-benar sia-sia"
Dia menunduk memandangi kisi simbol-simbol itu. Ketika pertama kali melihat kisi
itu, keterkejutannya saat itu telah membutakannya... mencegahnya untuk menembus
selubung kekacauan... untuk sekilas melihat kebenaran yang mengejutkan. Akan
tetapi, pentingnya simbol-simbol itu kini menjadi sangat jelas baginya. Dia
melihat kisi itu dengan pandangan yang sama sekali baru.
Peter Solomon tahu pasti apa yang harus dilakukannya.
Dia menghela napas panjang, mendongak memandang bulan melalui jendela langit-
langit di atas sana, lalu mulai bicara.
Semua kebenaran agung adalah sederhana.
Mal'akh sudah tahu itu lama sekali.
Solusi yang kini dijelaskan Peter Solomon begitu elegan dan murni, sehingga
Mal'akh meyakini kebenarannya. Yang menakjubkan, solusi untuk kode terakhir
piramida itu ternyata jauh lebih sederhana daripada segala yang dibayangkannya.
Kata yang Hilang berada tepat di depan mataku.
Dalam sekejap, cahaya terang menembus keburaman sejarah dan mitos yang
mengelilingi Kata yang Hilang. Seperti yang dijanjikan, Kata yang Hilang itu
memang ditulis dalam bahasa kuno, dan memiliki kekuatan mistis di dalam semua
filsafat, agama, dan ilmu pengetahuan yang dikenal oleh manusia. Alkimia,
astrologi, Kabbalah, Kristen, Buddhisme, Rosicrucianisme, Persaudaraan Mason
Bebas, astronomi, fisika, Noetic....
Mal'akh, yang kini berdiri di dalam bilik inisiasi ini di atas piramida besar
Heredom, memandang harta karun yang dicarinya selama bertahun-tahun ini. Dan dia
tahu, dia tidak mungkin bisa menyiapkan dirinya sendiri dengan lebih sempurna.
Sebentar lagi aku akan lengkap. Kata yang Hilang sudah ditemukan.
Di Kalorama Heights, seorang agen CIA berdiri di antara lautan sampah yang
dikeluarkannya dari tempat-tempat sampah yang ditemukan di garasi.
"Miss Kaye?" katanya, bicara dengan analis Sato lewat telepon "Menggeledah
sampahnya adalah ide yang bagus. Kurasa, aku baru saja menemukan sesuatu."
Di dalam rumah, Katherine Solomon merasa semakin kuat dengan berlalunya waktu.
Infus larutan laktat Ringer's telah sukses menaikkan tekanan darahnya dan
melenyapkan sakit kepalanya yang berdenyut-denyut. Dia kini beristirahat, duduk
di ruang makan dan mendapat instruksi eksplisit agar tetap tak bergerak. Saraf-
sarafnya terasa tegang, dan dia semakin cemas menantikan berita mengenai
kakaknya. Di mana semua orang" Tim forensik CIA belum datang, dan agen yang tetap tinggal
masih pergi menggeledah tempat itu. Tadinya Bellamy duduk bersama Katherine di
ruang makan, dengan masih berbalut selimut darurat, tapi kini lelaki itu juga
pergi mencari informasi apa pun yang mungkin bisa membantu CIA menyelamatkan
Peter. Katherine, yang tidak bisa duduk diam, bangkit berdiri, terhuyung-huyung, lalu
beringsut perlahan-lahan menuju ruang tamu. Dia menemukan Bellamy di ruang
kerja. Arsitek itu sedang berdiri di depan sebuah laci terbuka, memunggungi
Katherim, tampaknya terlalu asyik dengan isi laci sehingga tidak mendengar
perempuan itu masuk. Katherine berjalan ke belakangnya. "Warren?"
Lelaki tua itu terperanjat dan berbalik, cepat-cepat menutup laci dengan
pinggulnya. Wajahnya digurati keterkejutan dan ke dukaan, pipinya dialiri air
mata. "Ada apa"!" Katherine menunduk memandang laci itu. "Apa isinya?"
Bellamy tampak seperti tak mampu berkata-kata. Dia terlihat seperti seseorang
yang menyesal melihat sesuatu yang dia harap tak pernah dilihatnya.
"Apa isi laci itu?" desak Katherine.
Mata Bellamy yang penuh air mata memandangnya penuh kedukaan untuk waktu yang lama. Akhirnya dia bicara, "Kau
dan aku bertanya-tanya mengapa... mengapa lelaki ini tampaknya membenci
keluargamu." Alis Katherine berkerut. "Ya?"
"Nah...." Suara Bellamy tercekat. "Aku baru saja menemukan jawabannya."
BAB 119 Di dalam bilik di puncak House of the Temple, lelaki yang menamakan dirinya
sendiri Mal'akh itu berdiri di depan altar besar dan perlahan-lahan memijat
kulit perawan di puncak kepalanya.
Verbum significatium, rapalnya sebagai persiapan. Verbum significatium. Bahan
terakhir telah ditemukan pada akhirnya.
Sering kali harta karun yang paling berharga adalah yang paling sederhana.
Di atas altar, gumpalan-gumpalan asap wangi kini berpusar- pusar, membubung dari
wadah dupa. Asap itu naik melewati bekas cahaya bulan, membersihkan saluran
menuju langit yang bisa ditempuh dengan lancar oleh jiwa yang terbebaskan.
Saatnya sudah tiba. Mal'akh mengeluarkan botol kecil berisi darah Peter yang berwarna gelap dan
membuka tutupnya. Diiringi pandangan tawanannya, dia mencelupkan ujung pena bulu
gagak ke dalam tintamerah tua itu, lalu mengangkatnya ke lingkaran daging suci
di puncak kepalanya. Dia terdiam sejenak... merenungkan berapa lama dia telah


Simbol Yang Hilang The Lost Symbol Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menunggu untuk malam ini. Perubahan besarnya akhirnya sudah dekat. Ketika Kata
yang Hilang tertulis di benak manusia, manusia itu siap menerima kekuatan yang
tak terbayangkan. Begitulah janji kuno apotheosis. Sejauh ini, umat manusia
tidak mampu mewujudkan janji itu, dan Mal'akh berbuat sebisa mung kin untuk
menjaganya agar tetap seperti itu.
Dengan tangan mantap, Mal'akh menyentuhkan ujung pena bulu ke kulitnya. Dia
tidak memerlukan cermin, tidak memerlukan bantuan, hanya menggunakan indra
sentuhan dan mata pikirannya. Perlahan-lahan, dengan cermat, dia mulai
menuliskan Kata yang Hilang di dalam ouroboros melingkar di kulit kepalanya.
Peter Solomon menyaksikan dengan raut walah ngeri.
Ketika sudah selesai, Mal'akh memejamkan mata, meletakkan bulu itu, dan
membiarkan udara keluar seluruhnya dari paru-paru. Untuk pertama kalinya dalam
hidup, dia merasakan sensasi yang belum pernah dikenalnya.
Aku sudah lengkap. Aku menyatu.
Sudah bertahun-tahun Mal'akh mengerjakan artefak yang adalah tubuhnya. Dan kini,
ketika mendekati momen perubahan terakhimya, dia bisa merasakan setiap garis
yang pernah ditorehkan di kulitnya. Aku adalah mahakarya sejati. Sempurna dan
lengkap. "Sudah kuberikan apa yang kau minta," sela suara Peter.
"Panggilkan bantuan untuk Katherine. Dan hentikan arsip itu." Mal'akh membuka
mata dan tersenyum. "Kau dan aku belum benar-benar selesai." Dia berbalik ke
altar dan memungut pisau pengorbanan itu, lalu menelusurkan jari tangan
melintasi bilah besi rampingnya. "Pisau kuno ini dibuat atas Perintah Tuhan,"
katanya, "untuk digunakan dalam pengorbanan manusia. Kau tadi mengenalinya,
bukan?" Mata kelabu Solomon seperti batu. "Pisau itu unik, dan aku sudah mendengar
legendanya." "Legenda" Penjelasannya muncul di dalam Kitab Sud. Kau tidak memercayai
kebenarannya?" Peter hanya menatap. Mal'akh telah menghabiskan banyak uang untuk mencari dan memperoleh artefak ini.
Dikenal sebagai Pisau Akedah, benda ini diciptakan lebih dari tiga ribu tahun
lalu dari meteorit besi yang jatuh ke bumi. Besi dari surga, begitulah para
penganut mistik kuno menyebutnya. Benda ini diyakini merupakan pisau yang sama
yang digunakan oleh Abraham saat Akedah - pengorbanan putranya, Ishak, yang
nyaris terjadi di Gunung Moria-seperti yang dijelaskan dalam Kitab Kejadian.
Sejarah menakjubkan pisau itu menyertakan kepemilikan oleh paus-paus, penganut-
penganut mistik Nazi, alkemis-alkemis Eropa, dan kolektor-kolektor pribadi.
Mereka melindungi dan mengaguminya, pikir Mal'akh, tapi tak seorang pun berani
melepaskan kekuatan sejati pisau itu dengan menggunakannya untuk tujuannya yang
sesungguhnya. Malam ini, pisau Akedah itu akan memenuhi takdirnya.
Akedah selalu dianggap suci dalam ritual Mason. Di dalam derajat yang paling
awal, kaum Mason memperingati "hadiah termulia yang pernah dipersembahkan kepada
Tuhan... kepatuhan Abraham terhadap kehendak Yang Mahatinggi dengan
mempersembahkan Ishak, putra pertamanya."
Bobot pisau itu terasa menyenangkan di tangan Mal'akh ketika dia berjongkok dan
menggunakan pisau yang baru saja diasah itu untuk memutuskan tali-tali yang
mengikat Peter di kursi rodanya. Ikatan-ikatan itu jatuh ke lantai .
Peter Solomon mengernyit kesakitan ketika berupaya menggeser tungkai-tungkainya
yang mengejang. "Mengapa kau melakukan hal ini kepadaku" Menurutmu, apa yang
bisa kau capai dengan semua ini?"
"Dibandingkan dengan semua orang lainnya, kau seharusnya mengerti," jawab
Mal'akh. "Kau mempelajari tradisi kuno. Kau, tahu bahwa kekuatan misteri-misteri
itu bergantung pada pengorbanan... pada pelepasan jiwa manusia dari tubuhnya.
Sudah seperti ini semenjak permulaan."
"Kau tidak tahu apa-apa mengenai pengorbanan," ujar Peter. Suaranya dipenuhi
rasa sakit dan kebencian.
Bagus sekali, pikir Mal'akh. Kobarkan kebencianmu. Itu hanya akan membuat
pengorbanan ini lebih mudah.
Perut kosong Mal'akh keroncongan ketika dia mondar- mandir di hadapan
tawanannya. "Ada kekuatan yang sangat besar dalam tindakan mengeluarkan darah
manusia. Semuanya memahami hal itu, mulai dari orang Mesir kuno sampai pendeta
Celtic, orang Cina, suku Aztec. Ada keajaiban dalam pengorbanan manusia, tapi
manusia modern telah menjadi lemah, terlalu takut untuk memberikan persembahan
sejati, terlalu rapuh untuk menyerahkan kehidupan yang diperlukan untak
perubahan spiritual. Tapi, teks-teks kuno dengan amat jelas menerangkannya.
Seseorang hanya bisa mengakses kekuatan tertinggi dengan mempersembahkan sesuatu
yang tersuci," "Kau menganggap-ku sebagai persembahan suci?"
Kini Mal'akh tertawa keras. "Kau benar-benar belum mengerti, bukan?"
Peter memandangnya dengan aneh.
"Tahukah kau mengapa aku punya tangki deprivasi-indra di rumahku?" Mal'akh
berkacak pinggang dan melenturkan tubuhnya yang dihias rumit, yang hanya
ditutupi dengan cawat. "Aku sudah mempraktikkan... menyiapkan... mengantisipasi
momen ketika diriku hanya berupa pikiran... ketika aku terlepas dari cangkang
fana ini... ketika aku mempersembahkan tubuh indah ini kepada dewa-dewa dalam
pengorbanan. Aku-lah yang berharga! Aku domba putih murni!"
Mulut Peter ternganga, tapi tidak ada kata-kata yang keluar.
"Ya, Peter, seseorang harus mempersembahkan kepada dewa-dewa sesuatu yang paling
dicintainya. Merpati putih termurninya... persembahan yang paling berharga dan
layak. Kau tidak berharga bagiku. Kau bukan persembahan yang layak." Mal'akh
memelototinya. "Tidakkah kau mengerti" Bukan kau yang dikorbankan, Peter....
Aku-lah korbannya. Daging persembahan itu milikku. Aku-lah hadiah itu.
Pandanglah aku. Aku sudah siap, membuat diriku layak untuk perjalanan
terakhirku. Akulah hadiah itu!"
Peter tetap tidak mampu berkata-kata.
"Rahasianya adalah cara untuk mati," ujar Mal'akh kini.
"Kaum Mason memahaminya." Dia menunjuk altar. "Kau menghormati kebenaran-
kebenaran kuno, tetapi kau pengecut. Kau memahami kekuatan pengorbanan, tetapi
kau tetap mengambil jarak yang aman dari kematian, melakukan segala pembunuhan
pura-pura dan ritual kematian tanpa- darah. Malam ini, altar simbolismu akan
menyaksikan kekuatan sejatinya... dan tujuannya yang sesungguhnya."
Mal'akh menjulurkan tangan ke bawah dan mencengkeram tangan kiri Peter Solomon,
menekankan pegangan Pisau Akedah itu ke telapak tangannya. Tangan kiri melayani
kegelapan. Ini juga telah direncanakan. Peter tidak akan punya pilihan dalam hal
ini. Mal'akh tidak bisa membayangkan pengorbanan yang lebih ampuh dan simbolis
daripada pengorbanan yang dilakukan di atas altar ini, oleh lelaki ini, dengan
pisau ini, dihunjamkan ke dalam jantung persembahan yang daging fananya
terbungkus seperti hadiah dalam selubung simbol-simbol mistis.
Dengan persembahan diri ini, Mal'akh akan menetapkan tingkatannya dalam hierarki
iblis. Kekuatan sejati terletak di dalam kegelapan dan darah. Orang-orang kuno
tahu itu, dan para Ahli memilih sisi yang konsisten dengan sifat alami
individual mereka. Mal'akh telah memilih keberpihakannya dengan bijak. Kekacauan
adalah hukum alami alam semesta. Ketidakacuhan adalah mesin entropi. Keapatisan
manusia adalah lahan subur tempat roh-roh gelap merawat benih mereka.
Aku telah melayani mereka, dan mereka akan menerimaku sebagai dewa.
Peter tidak bergerak. Dia hanya menunduk menatap pisau kuno yang tergenggam di
tangannya. "Aku memaksamu," ejek Mal'akh. "Aku mengorbankan diri dengan sukarela. Peranan
terakhirmu telah digariskan. Kau akan mengubahku. Kau akan membebaskanku dari
tubuhku. Lakukan ini, atau kau akan kehilangan adik dan kelompok persaudaraanmu.
Kau akan benar-benar sendirian." Dia terdiam, tersenyum kepada tawanannya.
"Anggaplah ini sebagai hukuman terakhirmu."
Mata Peter perlahan-lahan terangkat dan bertemu dengan mata Mal'akh. "Membunuh-
mu" Hukuman" Menurutmu, aku akan merasa ragu" Kau membunuh putraku. Ibuku.
Seluruh keluargaku."
"Tidak!" teriak Mal'akh dengan kekuatan yang bahkan mengejutkan dirinya sendiri.
"Kau keliru! Aku tidak membunuh keluargamu! Kau-lah yang melakukannya! Kau-lah
yang membuat pilihan untuk meninggalkan Zachary di dalam penjara! Dan dari sana,
roda-roda menggelinding! Kau yang membunuh keluargamu, Peter, bukan aku!"
Buku-buku jari tangan Peter berubah putih, jari-jarinya mencengkeram pisau dalam
kemarahan. "Kau sama sekali tidak tahu mengapa aku meninggalkan Zachary di dalam
penjara." "Aku mengetahui semuanya!" bentak Mal'akh. "Aku ada di sana. Kau menyatakan
sedang mencoba membantu Zachary. Apakah kau sedang mencoba membantu-nya ketika
menawarinya pilihan antara kekayaan atau kebijakan" Apakah kau sedang mencoba
membantu-nya ketika kau memberinya ultimaturn untuk bergabung dengan
Persaudaraan Mason" Ayah macam apa yang memberi anaknya pilihan antara 'kekayaan
atau kebijakan' dan mengharapkannya tahu cara memilih yang benar! Ayah macam apa
yang meninggalkan putranya sendiri di dalam penjara, dan bukannya
menerbangkannya pulang ke tempat aman!" Kini Mal'akh berjalan ke depan Peter dan
berjongkok, meletakkan wajah bertatonya hanya beberapa inci dari wajah Peter.
"Tapi yang terpenting... ayah macam apa yang bisa memandang mata putranya
sendiri... bahkan setelah bertahun-tahun ini... dan bahkan tidak bisa mengenali-
nya?" Kata-kata Mal'akh menggema selama beberapa detik di dalam bilik batu itu.
Lalu hening. Dalam keheningan mendadak itu, Peter Solomon tampak terguncang dari keadaan
terhipnotisnya. Wajahnya kini diliputi ketidakpercayaan total.
Ya, Ayah. Ini aku. Mal'akh sudah menunggu bertahun-tahun untuk saat ini...
membalas dendam kepada lelaki yang telah meninggalkannya... menatap ke dalam
mata kelabu itu dan mengucapkan kebenaran yang terkubur selama bertahun- tahun
ini. Kini saat itu sudah tiba, dan dia bicara dengan lambat, ingin menyaksikan
beban kata-katanya perlahan-lahan menghancurkan jiwa Peter Solomon. "Kau
seharusnya senang, Ayah. Anak durhakamu sudah kembali."
Wajah Peter kini sepucat mayat.
Mal'akh menikmati setiap detiknya. "Ayahku sendiri yang membuat keputusan untuk
meninggalkanku di penjara... dan saat itu juga, aku bersumpah, itu akan menjadi
penolakan terakhirnya. Aku bukan lagi putranya. Zachary Solomon sudah tidak ada
lagi." Dua air mata berkilauan mendadak menggenangi mata ayahnya, dan Mal'akh
menganggapnya sebagai benda terindah yang pernah dilihatnya.
Peter menahan air matanya, menatap wajah Mal'akh seakan melihatnya untuk pertama
kali. "Yang diinginkan sipir itu hanyalah uang," ujar Mal'akh, "tapi kau menolak. Akan
tetapi, tak pernah terpikirkan olehmu bahwa uang-ku sama berharganya dengan
uangmu. Sipir itu tak peduli siapa yang membayarnya, asalkan dia dibayar. Ketika
aku menawarkan diri untuk membayarnya dengan banyak uang, dia memilih seorang
narapidana sakit-sakitan yang kira-kira seukuran denganku, memakaikan pakaianku
padanya, dan memukulinya sampai benar-benar tidak bisa dikenali lagi. Foto-foto
yang kau lihat... dan peti mati tertutup rapat yang kau kuburkan... bukanlah
milikku. Tapi milik seorang asing."
Wajah Peter yang dipenuhi air mata kini mengernyit dalam kesedihan dan
ketidakpercayaan. "Ya Tuhan... Zachary."
"Bukan lagi. Ketika Zachary berjalan meninggalkan penjara, dia berubah."
Perawakan remaja dan wajah kekanak-kanakannya berubah drastis ketika dia
membanjiri tubuh mudanya dengan hormon pertumbuhan eksperimental dan steroid.
Bahkan, pita suaranya telah rusak, mengubah suara kekanak-kanakannya menjadi
bisikan permanen. Zachary menjadi Andros. Andros menjadi Mal'akh.
Dan malam ini... Mal'akh akan menjadi inkarnasi terbesarnya.
Tepat pada saat itu, di Kalora,a Heights, Katherine Solomon berdiri di depan
laci meja terbuka dan menunduk memandangi sesuatu yang hanya bisa dijelaskan
sebagai koleksi artikel dan foto koran tua milik seorang pemuja.
"Aku tidak mengerti," katanya, seraya berpaling kepada Bellamy, "Orang gila ini
jelas terobsesi dengan keluargaku, tapi-"
"Teruslah mencari..." desak Bellamy, seraya duduk dan masih tampak sangat
terguncang. Katherine menggeledah lebih jauh artikel-artikel koran itu, yang kesemuanya
berhubungan dengan keluarga Solomon... semua kesuksesan Peter, riset Katherine,
pembunuhan mengerikan Isabel ibu mereka, penggunaan narkoba dan pemenjaraan
Zachary Solomon, serta pembunuhan brutalnya di sebuah penjara Turki yang
dipublikasikan secara luas.
Keterpikatan lelaki ini terhadap keluarga Solomon melebihi kefanatikan, tetapi
Katherine belum melihat sesuatu pun yang menjelaskan mengapa.
Lalu dia melihat foto-foto itu. Yang pertama menunjukkan Zachary sedang berdiri
di dalam air biru langit setinggi lutut di sebuah pantai yang dipenuhi rumah
berlabur putih. Yunani" Katherine menganggap foto itu diambil selama hari-hari
merdeka Zach yang penuh narkoba di Eropa. Akan tetapi, anehnya, Zach tampak
lebih sehat jika dibandingkan dengan yang tampak dalam foto-foto paparazi yang
menunjukkan seorang anak ceking berpesta dengan kelompok pecandu narkoba. Dia
tampak lebih bugar, entah bagaimana lebih kuat, lebih dewasa. Katherine tidak
ingat pernah melihat Zach tampak sesehat itu.
Dengan bingung, dia mengecek tanggal dalam foto.
Tapi itu... mustahil. Tanggalnya hampir setahun penuh setelah Zach meninggal di penjara.
Mendadak Katherine membolak-balik tumpukan foto itu dengan bersemangat. Semuanya
foto Zachary Solomon... perlahan-lahan menjadi semakin dewasa. Koleksi itu
tampaknya semacam autobiografi gambar, mengurutkan sebuah perubahan lambat.
Ketika foto-foto itu berlanjut, Katherine melihat perubahan yang mendadak dan
dramatis. Dia memandang ngeri ketika tubuh Zachary mulai bermutasi, otot-ototnya
menonjol, dan raut wajahnya berubah - jelas akibat pemakaian terlalu banyak
steroid. Massa tubuhnya tampak berkembang dua kali lipat, dan kekejaman
mengerikan merayapi matanya.
Aku bahkan tidak mengenali lelaki ini!
Dia sama sekali tidak tampak seperti keponakan kecil dalam ingatan-ingatan
Katherine. Ketika tiba pada foto Zach dengan kepala plontos, Katherine merasakan
lututnya mulai lemas. Lalu dia melihat foto tubuh telanjang Zach... dihiasi
sketsa- sketsa tato pertama.
Jantungnya hampir berhenti berdetak. "Ya Tuhanku."
BAB 120 "Belok kanan! " teriak Langdon dari kursi belakang SUV Lexus sitaan.
Simkins berbelok ke S Street dan mengarahkan kendaraan melewati lingkungan
perumahan yang didereti pepohonan. Ketika mereka mendekati pojok Sixteenth
Street, House of the Temple menjulang seperti gunung di sebelah kanan.
Simkins mendongak menatap bangunan besar itu. Seakan seseorang telah membangun
piramida di puncak Pantheon Roma. Dia bersiap untuk belok ke kanan di Sixteenth,
bagian depan gedung. "Lihat!", ujar Langdon, seraya menunjuk satu-satunya kendaraan yang terparkir di
dekat pintu masuk belakang. Van besar. "Mereka di sini!"
Simkins memarkir SUV dan mematikan mesin. Diam-diam semua orang keluar dan
bersiap masuk. Simkins mendongak memandang bangunan monolitik itu. "Kau bilang
Tempel Room ada di puncak-nya?"
Langdon mengangguk, menunjuk jauh ke puncak bangunan. "Area datar di puncak
piramida itu sesungguhnya jendela langit-langit."
Simkins berputar kembali menghadap Langdon. "Temple Room itu punya jendela di
langit-langitnya?" Langdon memandangnya dengan aneh. "Tentu saja. Jendela langit-langit menuju
surga... persis di atas altar."
UH-60 itu bertengger tenang di Dupont Circle.
Di kursi penumpang, Sato menggigiti kuku-kuku jari tangannya, menunggu berita
dari timnya. Akhirnya, suara Simkins bergemeresak di radio. "Direktur?"
"Sato di sini," bentaknya.
"Kami memasuki gedung, tapi aku punya informasi tambahan untukmu."
"Katakan." "Mr. Langdon baru saja memberi tahu bahwa ruangan yang kemungkinan besar
ditempati sasaran punya jendela langit- langit yang sangat besar."
Sato merenungkan informasi itu selama beberapa detik.
"Paham. Terima kasih.'
Simkins mengakhiri pembicaraan.
Sato meludahkan kuku jari tangan dan berpaling kepada pilot.
"Terbangkan helikopternya."
BAB 121 Seperti orangtua mana pun yang pernah kehilangan anak, Peter Solomon sering
membayangkan berapa usia putranya kini... bagaimana tampangnya... dan sudah
menjadi apa dia. Kini, Peter Solomon mendapatkan semua jawabannya. Makhluk besar bertato di
hadapannya memulai kehidupan sebagai bayi mungil yang berharga... bayi Zach yang
meringkuk di dalam keranjang bayi... melangkah gamang untuk pertama kalinya
melintasi ruang kerja Peter... belajar mengucapkan kata-kata pertamanya.


Simbol Yang Hilang The Lost Symbol Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kenyataan bahwa kejahatan bisa muncul dari anak tak berdosa di dalam keluarga
penuh cinta tetap menjadi salah satu paradoks jiwa manusia. Peter dipaksa untuk
menerima sejak awal bahwa, walaupun darahnya sendiri mengalir dalam pembuluh-
pembuluh darah putranya, jantung yang memompakan darah itu adalah jantung
putranya sendiri. Unik dan tunggal... seakan dipilih secara acak dari alam
semesta. Putraku ... dia membunuh ibuku, temanku Robert Langdon, dan mungkin adikku.
Jantung Peter dibanjiri perasaan mati-rasa yang membekukan ketika dia meneliti
mata putranya untuk mencari adanya hubungan... apa pun yang dikenalnya. Tetapi,
mata lelaki itu, walaupun kelabu seperti mata Peter, adalah milik orang yang
benar-benar asing, penuh kebencian dan dendam yang nyaris berasal dari dunia
lain. "Cukup kuatkah kau?" ejek putranya, seraya melirik Pisau Akedah yang tergenggam
di tangan Peter. "Bisakah kau menyelesaikan apa yang kau mulai bertahun-tahun
lalu itu?" "Nak...." Solomon nyaris tidak mengenali suaranya sendiri.
"Aku... aku mencintai... mu."
"Dua kali kau mencoba membunuhku. Kau meninggalkan di dalam penjara. Kau
menembakku di jembatan Zach. Sekarang selesaikan-lah!"
Sekejap, Solomon merasa seakan dirinya sedang melayang keluar dari tubuhnya. Dia
tidak lagi mengenali dirinya sendiri. Dia kehilangan sebelah tangan, benar-benar
botak, mengenakan jubah hitam, duduk di kursi roda, dan mencengkeram pisau kuno.
"Selesaikan!" teriak lelaki itu lagi. Tato-tato di dadanya beriak-riak.
"Membunuhku adalah satu-satunya caramu untuk nyelamatkan Katherine... satu-
satunya cara untuk menyelamatkan kelompok persaudaraanmu!"
Solomon merasakan pandangannya beralih menuju laptop dan modern seluler di atas
kursi kulit-babi. MENGIRIM PESAN: 92% SELESAI
Benaknya tidak mampu menyingkirkan gambaran Katherine berdarah sampai mati...
atau saudara-saudara Masonnya.
"Masih ada waktu," bisik lelaki itu. "Kau tahu, itu satu- satunya pilihan.
Bebaskan aku dari cangkang fanaku."
"Kumohon," ujar Solomon. "Jangan lakukan ini..."
"Kau yang melakukannya!" desis lelaki itu. "Kau memaksa anakmu untuk membuat
pilihan yang mustahil! Kau ingat malam itu" Kekayaan atau kebijakan" Malam itu,
kau menyingkirkanku untuk selamanya. Tapi aku kembali, Ayah... dan malam ini
giliranmu untuk memilih. Zachary atau Katherine" Yang mana" Akankah kau membunuh
putramu untuk menyelamatkan adikmu" Akankah kau membunuh putramu untuk
menyelamatkan saudara-saudaramu" Negaramu" Atau akankah kau menunggu sampai
terlambat" Sampai Katherine mati... sampai video itu tersebar... sampai kau
harus menjalani sisa hidupmu dengan kesadaran bahwa kau bisa menghentikan
tragedi-tragedi ini. Waktunya hampir habis. Kau tahu apa yang harus dilakukan."
Jantung Peter terasa nyeri. Kau bukan Zachary, katanya kepada diri sendiri.
Zachary sudah mati lama, lama sekali. Apa pun dirimu... dan dari mana pun kau
beraasal... kau bukan bagian dariku. Dan walaupun Peter Solomon tidak meyakini
kata-katanya sendirl, dia tahu dirinya harus memilih.
Dia kehabisan waktu. Temukan Tangga Utama! Robert Langdon melesat melewati lorong-lorong gelap, meliuk-liuk menuju bagian
tengah gedung. Turner Simkins tetap mengikuti di belakangnya. Seperti yang
diharapkan Langdon, dia memasuki atrium utama gedung.
Atrium yang didominasi delapan kolom Doric dari granit hijau itu tampak seperti
makam hibrida - Yunani - Romawi - Mesir - dengan patung-patung marmer hitam,
mangkuk- mangkuk lampu, salib-salib Teutonic, medali-medali phoenix berkepala-
dua, dan tempat-tempat lilin berhias kepala Hermes.
Langdon berbelok dan lari menuju tangga marmer megah di ujung jauh atrium. "Ini
langsung menuju Temple Room," bisiknya, ketika kedua lelaki itu naik secepat dan
sehening mungkin. Di puncak tangga pertama, Langdon berhadapan dengan patung-dada perunggu anggota
Mason terkenal Albert Pike, bersama-sama dengan ukiran ucapannya yang paling
terkenal: SESUATU YANG KITA LAKUKAN HANYA UNTUK DIRIKITA SENDIRIAKAN MATIBERSAMA
KITA; SESUATU YANG KITA LAKUKAN UNTUK ORANG LAIN DAN DUNIA AKAN BERTAHAN DAN
ABADI. Mal'akh merasakan pergeseran nyata dalam atmosfer Temple Room, seakan semua rasa
sakit dan frustrasi yang pernah dirasakan oleh Peter Solomon kini bergolak ke
permukaan... memusatkan diri, seperti laser, pada Mal'akh.
Ya ... sudah saatnya. Peter Solomon sudah bangkit dari kursi roda, dan kini sedang berdiri menghadap
altar dengan menggenggam pisau.
"Selamatkan Katherine," bujuk Mal'akh, yang memancingnya menuju altar. Mal'akh
mundur dan akhirnya membaringkan buhnya sendiri di atas selubung putih yang
sudah disiapkan. "Lakukan apa yang harus kau lakukan." Seakan bergerak melewati
mimpi buruk, Peter bergerak maju.
Mal'akh kini berbaring telentang sepenuhnya, memandang bulan musim dingin lewat
jendela langit-langit. Rahasianya adalah cara untuk mati. Momen ini tidak bisa
lebih sempurna lagi. Dihiasi Kata yang Hilang selama berabad-abad, aku
mempersembahkan diriku sendiri melalui tangan kiri ayahku.
Mal'akh menghela napas panjang.
Terimalah aku, para iblis, karena inilah tubuhku, yang kupersembahkan untuk
kalian. Berdiri menghadap Mal'akh, Peter Solomon gemetar. Matanya yang dibasahi air mata
berkilau oleh keputusasaan, keraguan dan kepedihan. Dia memandang modem dan
laptop di seberang ruangan untuk terakhir kalinya.
"Tentukan pilihanmu," bisik Mal'akh. "Lepaskan aku dari dagingku. Tuhan
menginginkannya. Kau menginginkannya." Dia, meletakkan lengannya pada masing-
masing sisi tubuh dan melengkungkan dadanya ke atas, mempersembahkan phoenix
berkepala-duanya yang menakjubkan. Bantu aku melepaskan tubuh yang menyelubungi
jiwaku. Kini mata Peter yang penuh air mata tampak menatap menembus Mal'akh, dan bahkan
tidak memandangnya. "Aku membunuh ibumu!" bisik Mal'akh. "Aku membunuh Robert Langdon! Aku sedang
membunuh adikmu! Aku sedang menghancurkan kelompok persaudaraan-mu! Lakukan apa
yang harus kau lakukan!"
Kini raut wajah Peter Solomon mengernyit membentuk kedok kesedihan dan
penyesalan absolut. Dia mendongak dan berteriak penuh kepedihan ketika
mengangkat pisau. Robert Langdon dan Agen Simkins tiba dengan tersengal- sengal di luar pintu-
pintu Temple Room ketika sebuah teriakan yang membekukan darah membahana dari
dalam. Suara Peter. Langdon yakin itu.
Teriakan Peter mengungkapkan penderitaan absolut.
Aku terlambat! Dengan mengabaikan Simkins, Langdon meraih pegangan pintu dan menariknya untuk
membuka pintu-pintu itu. Adegan mengerikan di hadapannya menegaskan ketakutan
terburuknya. Di sana, di tengah bilik berpenerangan suram, siluet seorang lelaki
berkepala plontos tampak berdiri di depan altar besar. Dia mengenakan jubah
hitam, dan tangannya mencengkeram pisau besar.
Sebelum Langdon bisa bergerak, lelaki itu menghunjamkan pisaunya ke arah tubuh
yang berbaring telentang di atas altar.
Mal'akh memejamkan mata. Begitu indah. Begitu sempurna.
Bilah Pisau Akedah kuno berkilau dalam cahaya bulan ketika berada di atas
tubuhnya. Gumpalan-gumpalan asap wangi bergulung-gulung naik di atas tubuhnya,
menyiapkan jalan bagi jiwanya yang akan segera terbebas. Teriakan penuh
penderitaan dan keputusasaan pembunuhnya masih menggema di seluruh ruang suci
itu ketika pisau menghunjam. Aku dilumuri darah pengorbanan manusia dan air mata
orangtua. Mal'akh menguatkan diri untuk menerima dampaknya yang gemilang.
Momen perubahannya sudah tiba. Anehnya, dia tidak merasa kesakitan.
Getaran bergemuruh memenuhi tubuhnya, memekakkan dan mendalam. Ruangan mulai
bergetar, dan cahaya putih cemerlang membutakannya dari atas. Langit meraung.
Dan Mal'akh tahu, hal itu sudah terjadi. Persis seperti yang direncanakannya.
Langdon tidak ingat berlari menuju altar ketika helikopter muncul di atas
kepala. Dia juga tidak ingat melompat dengan kedua lengan terjulur... melayang
menuju lelaki berjubah hitam dan berupaya mati-matian untuk mencegah lelaki itu
agar tidak menghunjamkan pisau untuk kedua kalinya.
Tubuh mereka saling bertabrakan, lalu Langdon melihat cahaya terang menyapu ke
bawah lewat jendela langit-langit dan menerangi altar. Dia berharap melihat
tubuh berdarah Peter Solomon di atas altar, tapi dada telanjang yang bersinar
dalam cahaya sama sekali tidak berdarah... hanya berupa permadani tato. Pisau
tergeletak patah di sampingnya, tampaknya telah dihunjamkan ke dalam altar batu,
dan bukannya ke dalam daging.
Ketika dia dan lelaki berjubah hitam itu sama-sama terjatuh ke atas lantai batu
keras, Langdon melihat bonggol yang diperban di ujung lengan kanan lelaki itu,
dan dengan bingung dia menyadari bahwa dirinya baru saja merobohkan Peter
Solomon. Ketika mereka meluncur bersama-sama melintasi lantai batu, lampu-lampu sorot
helikopter memancar dari atas. Helikopter itu bergemuruh turun, kaki-kakinya
nyaris menyentuh dinding luar kaca.
Di bagian depan helikopter, sebuah senapan yang tampak aneh berputar, mengarah
ke bawah melalui kaca. Sinar merah teropong lasernya menembus jendela langit-
langit dan menari- narl melintasi lantai, langsung terarah pada Langdon dan
Solomon. Tidak! Tapi, tidak terdengar tembakan senapan dari atas... hanya suara baling-baling
helikopter. Langdon tidak merasakan sesuatu pun, kecuali riak mengerikan energi yang
berkilau melewati sel-selnya. Di belakang kepalanya, di atas kursi kulit-babi,
laptop itu mendesis aneh. Langdon berbalik tepat pada waktunya untuk melihat
layar laptop mendadak berkilau, lalu berubah hitam. Sayangnya, pesan terakhir
yang tampak cukup jelas. MENGIRIM PESAN: 100% SELESAI
Naik! Sialan! Naik! Pilot UH-60 itu meningkatkan kecepatan, berupaya menjaga kaki-kaki helikopter
agar tidak menyentuh bagian mana pun dari jendela langit-langit dari kaca yang
besar itu. Dia tahu, tiga ribu kilogram daya-angkat yang mengalir keluar dari
rotor-rotor helikopter sudah menekan kaca sampai titik puncak daya tahannya.
Sayangnya, kemiringan piramida di bawah helikopter secara efektif mengalihkan
daya-angkat itu ke samping, membuat helikopter tidak bisa terangkat.
Ke atas! Sekarang! Pilot itu memiringkan hidung helikopter, mencoba melayang pergi, tapi kaki kiri
helikopter menghantam bagian tengah kaca. Sekejap saja. Tapi memang hanya itu
yang diperlukan. Jendela langit-langit besar di Temple Roorn meledak dalam
pusaran kaca dan angin... mengirimkan hujan pecahan kaca bergerigi ke dalam
ruangan di bawahnya. Bintang-bintang jatuh dari surga.
Mal'akh menatap cahaya putih indah itu dan melihat selubung perhiasan berkilau
melayang ke arahnya... semakin cepat... seakan berpacu untuk menyelubunginya
dalam kejayaan mereka. Mendadak ada rasa sakit. Di mana-mana.
Menusuk. Merobek. Mengiris. Pisau-pisau setajam silet menembus daging lunak.
Dada, leher, paha, wajah. Tubuhnya langsung mengejang, terenyak. Mulutnya yang
penuh darah berteriak ketika rasa sakit itu mengeluarkannya dari keadaan
terhipnotis. Cahaya putih di atas berubah sendiri. Dan mendadak, seakan oleh
sihir, helikopter berwarna gelap melayang di atas, baling-balingnya yang
bergemuruh menggerakkan angin yang membekukan ke dalam Temple Room, menggigilkan
Mal'akh sampai ke inti tubuhnya dan menyebarkan gumpalan-gumpalan asap dupa ke
pojok-pojok jauh ruangan.
Mal'akh menoleh dan melihat Pisau Akedah itu tergelak patah di sampingnya,
setelah dihunjamkan ke altar granit kini berselimutkan kaca pecah. Bahkan
setelah semua perbuatanku terhadapnya... Peter Solomon memelencengkan pisau itu.
Dia menolak menumpahkan darahku.
Dengan kengerian yang meluap-luap, Mal'akh mengangkat kepala dan menunduk
memandangi sekujur tubuhnya sendiri. Artefak hidup ini seharusnya menjadi
persembahan besarnya. Tapi kini artefak itu terkoyak-koyak. Tubuhnya bermandikan
darah. Dan pecahan-pecahan kaca besar menonjol dari dagingnya ke segala arah.
Dengan lemah, Mal'akh kembali menurunkan kepala ke granit dan menatap ke atas
melalui ruang terbuka di atap. Kelikopternya, kini sudah pergi, digantikan oleh
bulan musim dingin yang hening.
Dengan mata terbelalak, Mal'akh berbaring tersengal- sengal... sendirian di atas
altar besar. BAB 122 Rahasianya adalah cara untuk mati.
Mal'akh tahu, semuanya berjalan dengan keliru. Tidak ada cahaya cemerlang. Tidak
ada penerimaan yang mengagumkan. Hanya kegelapan dan rasa sakit hebat. Bahkan di
matanya. Dia tidak bisa melihat apa-apa, tetapi dia merasakan adanya gerakan di
sekelilingnya. Terdengar suara- suara ... suara manusia ... anehnya, salah
satunya adalah milik Robert Langdon. Bagaimana mungkin"
"Dia baik-baik saja," ujar Langdon berulang-ulang.
"Katherine baik-baik saja, Peter. Adikmu oke."
Tidak, pikir Mal'akh. Katherine sudah mati. Seharusnya begitu.
Mal'akh tidak bisa lagi melihat, bahkan tidak bisa tahu lagi apakah matanya
terbuka, tapi dia mendengar helikopter berbelok pergi. Keheningan mendadak
muncul di Temple Room. Mal'akh bisa merasakan irama-irama lembut dunia berubah
tidak teratur... seakan gelombang-gelombang pasang alami lautan terganggu oleh
kedatangan badai. Chao ab ordo. Suara-suara tak dikenal kini berteriak, bicara mendesak dengan Langdon mengenai
laptop dan arsip video. Sudah terlambat, Mal'akh tahu itu. Kerusakan sudah
terjadi. Saat ini, video, itu menyebar seperti kebakaran liar ke setiap pojok
dunia yang terguncang, menghancurkan masa depan kelompok persaudaraan. Mereka
yang paling mampu menyebarkan kebijakan harus dihancurkan. Ketidaktahuan umat
manusialah yang membantu meningkatkan kekacauan. Tidak adanya Terang di dunia
akan mengembangkan Kegelapan yang menanti Mal'akh.
Aku sudah melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, dan akan segera diterima sebagai
raja. Mal'akh merasakan adanya sesosok yang mendekat diam- diam. Dia tahu siapa itu.
Dia bisa mencium aroma minyak- minyak suci yang tadi dioleskannya ke tubuh licin
ayahnya. "Aku tidak tahu apakah kau bisa mendengarku," bisik Peter Solomon di telinganya.
"Tapi aku ingin kau mengetahui sesuatu. Dia menyentuhkanjari tangannya ke tempat
suci di puncak kepala Mal'akh. "Yang kau tuliskan di sini..." Dia terdiam.
"Bukanlah Kata yang Hilang."
Tentu saja itu Kata yang Hilang, pikir Mal'akh. Kau telah meyakinkanku, menepis
segala keraguan. Menurut legenda, Kata yang Hilang ditulis dalam bahasa yang begitu kuno dan
misterius sehingga umat manusia sudah benar-benar melupakan cara membacanya.
Bahasa misterius ini, ungkap Peter, sesungguhnya adalah bahasa tertua di bumi.
Bahasa simbol. Dalam idiom simbologi, ada satu simbol tertinggi yang mengalahkan semua simbol
lainnya. Simbol tertua dan paling universal ini menggabungkan semua tradisi kuno
dalam satu gambar soliter tunggal yang merepresentasikan penerangan dewa
matahari Mesir, kejayaan emas alkimia, kebijakan Batu Bertuah, kemurnian Mawar
Rosicrucian, momen Penciptaan, Sang Maha, kekuasaan, matahari astrologis, dan
bahkan mata serba-melihat dan mahatahu yang melayang di atas piramida yang belum
selesai. Circumpunct. Simbol Sang Sumber. Asal muasal segalanya. Inilah yang dikatakan
Peter kepada Mal'akh beberapa saat lalu. Pertama-tama Mal'akh merasa skeptis,
tapi kernudian dia memandang kisi itu sekali lagi, dan menyadari bahwa gambar
piramida itu menunjuk langsung ke simbol tunggal circumpunct - lingkaran dengan
titik di tengahnya. Piramida Mason adalah sebuah peta, pikirnya, mengingat-ingat
legenda itu, yang menunjuk pada Kata yang Hilang. Bagaimanapun, tampaknya
ayahnya berkata jujur. Semua kebenaran agung adalah sederhana.
Kata yang Hilang bukanlah kata... melainkan simbol.
Dengan bersemangat, Mal'akh mengukirkan simbol circumpunct di kulit kepalanya.
Ketika melakukannya, dia merasakan luapan kekuatan dan kepuasan yang mengalir ke
atas. Mahakarya dan pengorbananku sudah lengkap. Kekuaton-kekuntan kegelapan
kini menunggunya. Dia akan mendapat ganjaran atas pekerjaannya.
Ini akan menjadi momen kejayaannya ....
Akan tetapi, di saat terakhir, semuanya benar-benar keliru. Peter kini masih
berada di belakangnya, mengucapkan kata- kata yang nyaris tidak bisa dipahami


Simbol Yang Hilang The Lost Symbol Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

oleh Mal'akh. "Aku berbohong kepadamu," ujar Peter. "Kau tidak memberiku
pilihan. Seandainya aku mengungkapkan Kata yang Hilang yang sejati kepadamu, kau
tidak akan percaya, juga tidak akan mengerti."
Kata yang Hilang... bukan circumpunct"
"Sesungguhnya," ujar Peter, "Kata yang Hilang diketahui oleh semua orang... tapi
hanya sedikit yang mengenalinya."
Kata-kata itu menggema di dalam benak Mal'akh.
"Kau masih belum lengkap," ujar Peter, seraya meletakkan telapak tangannya
dengan lembut di puncak kepala Mal'akh.
"Pekerjaanmu belum, selesai. Tapi, ke mana pun kau pergi, harap ketahui bahwa...
kau dicintai." Untuk alasan tertentu, sentuhan lembut tangan ayahnya terasa seakan membakarnya
- seperti katalisator ampuh yang memulai suatu reaksi kimia di dalam tubuh
Mal'akh. Tanpa disertai peringatan, dia merasakan aliran energi yang
membengkakkan menjalari cangkang fisiknya, seakan semua sel di dalam tubuhnya
kini melarut. Dalam sekejap, semua kesakitan duniawinya menguap.
Perubahan. Sedang terjadi.
Aku menunduk memandangi diriku sendiri, rongsokan daging berdarah di atas
lempeng granit suci. Ayahku berlutut di belakangku, memegangi kepala tak
bernyawaku dengan sebelah tangan yang tersisa.
Aku merasakan adanya luapan kemarahan... dan kebingungan.
Ini bukanlah momen kasih sayang... ini momen untuk pembalasan dendam, untuk
perubahan... tetapi ayahku masih menolak untuk patuh, menolak untuk memenuhi
peranannya, menolak untuk menyalurkan sakit dan kemarahannya melalui bilah pisau
dan ke dalam jantungku. Aku terperangkap di sini, melayang-layang... terikat pada cangka duniawiku.
Perlahan-lahan, ayahku menelusurkan telapak tangan lembutnya melintasi wajahku
untuk menutup mata layuku.
Aku merasakan lepasnya ikatan.
Selubung yang berkibar-kibar mewujud di sekelilingku, menebalkan dan menyuramkan
cahaya, menyembunyikan dunia dari pandangan. Mendadak waktu bejalan semakin
cepat, dan aku tejun ke dalam jurang yangjauh lebih gelap daripada apa pun yang
pernah kubayangkan. Di sini, di dalam kekosongan tandus, aku mendengar
bisikan... aku merasakan berkumpulnya kekuatan. Kekuatan itu semakin hebat, naik
dengan kecepatan yang mengejutkan, mengelilingiku. Mengancam dan luar biasa,
Gelap dan berkuasa. Aku tidak sendirian di sini.
Ini adalah kejayaanku, penerimaan besarku. Akan tetapi, untuk alasan tertentu,
aku tidak dipenuhi kegembiraan, melainkan ketakutan yang tak terhingga.
Sama sekali tidak seperti yang kuharapkan.
Kekuatan itu kini bergolak, berputar-putar mengelilingiku dengan tenaga luar
biasa, mengancam hendak mencabik- cabikku. Mendadak, tanpa disertai peringatan,
kegelapan itu berkumpul sendiri seperti makhluk besar prasejarah dan menjulang
di hadapanku. Aku menghadapi semua jiwa gelap yang telah pergi sebelum diriku.
Aku berteriak dalam kengerian tak terhingga... ketika kegelapan menelanku
seluruhnya. BAB 123 Di dalam Katedral Nasional, Dean Galloway merasakan perubahan aneh di udara. Dia
tidak yakin mengapa, tapi merasa seakan sebuah bayang-bayang pucat menguap...
seakan sebuah beban terangkat... di tempat yang jauh, tapi tepat di sini.
Sendirian di mejanya, dia berpikir serius. Ketika telepon berdering, dia tidak
yakin berapa menit sudah berlalu. Dari Warren Bellamy.
"Peter masih hidup," ujar saudara Masonnya. "Aku baru saja mendapat kabar. Aku
tahu, kau pasti ingin segera tahu. Dia akan baik-baik saja."
"Syukurlah." Galloway mengembuskan napas. "Di mana dia?"
Galloway mendengarkan ketika Bellamy menceritakan kembali kisah menakjubkan
mengenai apa yang terjadi setelah mereka meninggalkan Kolese Katedral.
"Tapi, kalian semua baik-baik saja?"
"Pulih, ya," ujar Bellamy. "Tapi, ada satu hal." Dia terdiam.
"Ya?" "Piramida Mason... kurasa Langdon sudah memecahkan kodenya."'
Mau tak mau Galloway tersenyum. Entah bagaimana, dia tidak terkejut. "Dan
katakan, apakah menurut Langdon piramida itu memenuhi janjinya" Apakah piramida
itu mengungkapkan apa yang selalu dinyatakan oleh legenda akan diungkapkannya?"
"Aku belum tahu."
Kau akan tahu, pikir Galloway. "Kau perlu istirahat."
"Kau juga." Tidak, aku perlu berdoa. BAB 124 Ketika pintu lift terbuka, lampu-lampu di Temple Room terang benderang.
Kaki Katherine Solomon masih terasa lemas ketika dia bergegas masuk untuk
mencari kakaknya. Udara di dalam bilik besar ini terasa dingin dan beraroma
dupa. Adegan yang menyambutnya menghentikan langkahnya.
Di tengah ruangan yang luar biasa indahnya ini, di atas altar batu rendah,
berbaringlah sesosok mayat bertato dan berdarah, dengan tubuh dilubangi tombak-
tombak kaca pecah. Tinggi di atas, sebuah lubang menganga di langit-langit,
membuka menuju surga. Ya Tuhanku. Katherine langsung memalingkan wajah, matanya mencari-cari Peter.
Dia menemukan kakaknya sedang duduk di sisi lain ruangan, dirawat oleh seorang
tenaga medis sambil bicara dengan Langdon dan Direktur Sato.
"Peter!" panggil Katherine, seraya berlari menghampiri.
"Peter!" Kakaknya mendongak, raut wajahnya penuh kelegaan. Dia langsung berdiri, berjalan
ke arah Katherine. Dia mengenakan kemeja putih sederhana dan celana panjang
warna gelap-yang mungkin diambilkan oleh seseorang dari kantomya di lantai
bawah. Lengan kanannya berada dalam kain gendongan, dan pelukan lembut mereka
terasa canggung, tapi Katherine nyaris tidak memperhatikan. Kenyamanan yang
dikenalnya menyelubungi dirinya seperti kepompong, sebagaimana yang selalu
terjadi - bahkan ketika mereka masih kecil - ketika kakak sekaligus pelindungnya
memeluknya. Mereka berpelukan dalam keheningan.
Akhirnya Katherine berbisik, "Kau balk-baik saja" Maksudku... benarkah?" Dia
melepas Peter, menunduk memandangi kain gendongan dan perban yang berada di
bekas tempat tangan kanan kakaknya itu. Air mata kembali menggenangi matanya.
"Aku sangat... sangat menyesal."
Peter mengangkat bahu seakan itu tidak penting. "Daging fana. Tubuh tidak akan
bertahan selamanya. Yang penting, kau baik-baik saja."
Jawaban enteng Peter mencabik-cabik emosi Katherine, mengingatkannya pada semua
alasan mengapa dia mencintai kakaknya itu. Dia membelai kepala Peter, merasakan
ikatan keluarga yang tak terpatahkan... darah yang sama yang mengaliri pembuluh-
pembuluh darah mereka. Tragisnya, Katherine menyadari adanya Solomon ketiga di dalam ruangan itu malam
ini. Mayat di atas altar menarik perhatiannya, dan Katherine menggigil hebat,
mencoba memblokir foto-foto yang tadi dilihatnya.
Dia memalingkan wajah, matanya kini menemukan mata Robert Langdon. Ada kasih
sayang di sana, mendalam dan memahami, seakan, entah bagaimana, Langdon tahu
persis apa yang sedang dipikirkan Katherine. Peter tahu. Emosi yang alami
mencengkeram Katherine - kelegaan, simpati, keputusasaan. Dia merasakan tubuh
kakaknya mulai bergetar seperti tubuh anak kedl. Itu sesuatu yang tidak pernah
disaksikannya di sepanjang hidupnya.
"Jangan ditahan," bisiknya. "Tidak apa-apa. Lepaskan saja." Tubuh Peter semakin
gemetar. Katherine memeluknya kembali, membelai bagian belakang kepalanya. "Peter, kau
selalu menjadi yang kuat... kau selalu ada untukku. Tapi kini aku ada untuk-mu.
Tidak apa-apa. Aku ada di sini."
Katherine meletakkan kepala Peter dengan lembut di bahunya... dan Peter Solomon
yang agung tersedu-sedu di lengannya.
Direktur Sato melangkah pergi untuk menerima telepon. Dari Nola Kaye. Kali ini
berita baik. "Masih tidak ada tanda-tanda penyebaran, Ma'am." Dia tampak penuh harap. "Jika
ya, saya yakin kita pasti sudah melihatnya sekarang. Tampaknya Anda berhasil
membendungnya." Berkat kau, Nola, pikir Sato, seraya melirik laptop yang tadi dilihat Langdon
telah menyelesaikan pengiriman. Nyaris sekali. Atas saran Nola, agen yang
menggeledah mansion itu memeriksa tempat-tempat sampah, dan menemukan kemasan
modem seluler yang baru saja dibeli. Dengan nomor model yang pasti, Nola bisa
melakukan pengecekan-silang menyang carrier-carrier yang kompatibel, bandwidth,
dan service grid, lalu mengisolasi node akses yang paling memungkinkan bagi
laptoo itu - sebuah pentransmisi kecil di pojok antara Sixteenth dan Corcoran -
tiga blok dari Temple. Dengan cepat Nola meneruskan informasi itu kepada Sato di helikopter. Ketika
mendekati House of the Temple, pilot melakukan penerbangan rendah dan menembak
node perelai itu dengan hantaman radiasi elektromagnetik, memutuskan hubungannya
hanya beberapa detik sebelum laptop menyelesaikan pengiriman.
"Kerja yang baik malam ini," ujar Sato. "Sekarang tidurlah! Kau layak
mendapatkannya." "Terima kasih, Ma'am," jawab Nola ragu.
"Ada yang lain?"
Nola terdiam untuk waktu yang lama, tampaknya menimbang-nimbang apakah hendak
bicara atau tidak. "Semuanya bisa menunggu sampai besok pagi, Ma'am. Selamat malam."
BAB 125 Dalam keheningan kamar mandi elegan di lantai bawah House of the Temple, Robert
Langdon menghangatkan air dalam wastafel keramik dan mengamati dirinya sendiri
di dalam cermin. Dalam cahaya suram sekalipun, dia tampak persis seperti vang
dirasakannya... benar-benar kelelahan.
Tas bahunya kembali tersandang di bahu, kini jauh lebih ringan... kosong, hanya
berisi barang-barang pribadi dan beberapa catatan ceramah kusut. Mau tak mau dia
tergelak. Kunjungannya ke DC malam ini untuk memberi ceramah ternyata sedikit
lebih melelahkan daripada yang diharapkannya.
Walaupun demikian, Langdon harus bersyukur untuk banyak hal.
Peter masih hidup. Dan videonya berhasil diblokir.
Ketika Langdon beberapa kali menciduk air hangat dengan kedua tangan dan
membasuhkannya ke wajah, perlahan-lahan dia merasakan dirinya kembali hidup.
Segalanya masih kabur, tapi adrenalin di tubuhnya akhirnya menghilang... dan dia
merasa kembali menjadi dirinya sendiri. Setelah mengeringkan tangan, dia
menengok arloji Mickey Mouse-nya.
Astaga, sudah larut. Langdon keluar dari kamar mandi dan berjalan di sepanjang dinding melengkung
Hall of Honor - lorong melengkung indah yang didereti potret kaum Mason
penting... presiden-presiden AS, para filantrop, orang-orang terkenal, dan
orang-orang Amerika berpengaruh lainnya. Dia berhenti di depan lukisan minyak
Harry S. Truman dan mencoba membayangkan lelaki itu menjalani semua upacara,
ritual, dan studi yang disyaratkan untuk menjadi anggota Mason.
Ada dunia tersembunyi di belakang dunia yang bisa kita lihat. Bagi kita semua.
"Kau menghilang," ujar sebuah suara di lorong. Langdon menoleh.
Itu Katherine. Begitu berat cobaan yang dialaminya malam ini, tapi mendadak
perempuan itu tampak bercahaya... entah bagaimana, menjadi muda kembali.
Langdon tersenyum lelah. "Bagaimana Peter?"
Katherine berjalan menghampiri dan memeluknya dengan hangat. "Rasa terima
kasihku kepadamu tak terhingga."
Langdon tertawa. "Kau tahu aku tidak berbuat apa-apa, bukan?"
Katherine memeluknya untuk waktu yang lama. "Peter akan baik-baik saja...." Dia
melepas Langdon dan memandang matanya dalam-dalam. "Dan dia baru saja
menyampaikan kepadaku sesuatu yang luar biasa... sesuatu yang menakjubkan."
Suaranya bergetar penuh harap. "Aku harus melihatnya sendiri. Aku akan kembali
sebentar lagi." "Apa" Kau mau ke mana?"
"Aku tidak akan lama. Saat ini Peter ingin bicara denganmu... sendirian. Dia
menunggu di perpustakaan."
"Dia bilang mengapa?"
Katherine tergelak dan menggeleng. "Kau tahulah, Peter dan rahasia-rahasianya."
"Tapi-" "Sampai jumpa sebentar lagi." Lalu, Katherine pergi.
Langdon mendesah panjang. Dia merasa seakan sudah punya cukup banyak rahasia
untuk satu malam. Tentu saja masih ada pertanyaan-pertanyaan yang belum
terjawab- antara lain, Piramida Mason dan Kata yang Hilang - tapi dia merasa
bahwa semua jawabannya, seandainya pun ada, bukanlah untuknya. Dia bukan anggota
Mason. Dengan mengerahkan energi terakhirnya, Langdon berjalan ke perpustakaan Mason.
Ketika tiba di sana, dia melihat Peter duduk sendirian dengan piramida batu di
atas meja di hadapannya. "Robert?" Peter tersenyum dan melambaikan tangan menyuruhnya masuk. " Aku ingin
berbicara denganmu beberapa patah kata."
Langdon menyeringai. "Ya, kudengar kau kehilangan satu kata."
BAB 126 Perpustakaan House of the Temple merupakan ruang baca umum tertua di DC. Rak-rak
elegannya dipenuhi lebih dari seperempat juta buku, termasuk buku langka Ahiman
Rezon, The Secrets of a Prepared Brother. Selain itu, perpustakaan itu
memamerkan perhiasan-perhiasan Mason yang berharga, artefak-artefak ritual, dan
bahkan buku langka yang dicetak- tangan oleh Benjamin Franklin.
Akan tetapi, harta karun perpustakaan yang menjadi favorit Langdon adalah
sesuatu yang jarang diperhatikan orang.
Ilusinya. Solomon pernah menunjukkan kepadanya dulu sekali bahwa, dari sudut pandang yang
tepat, meja baca perpustakaan dan lampu meja keemasannya menciptakan ilusi optik
yang tak mungkin keliru... piramida dan batu-puncak emas berkilau. Menurut
Solomon, dia selalu menganggap ilusi itu sebagai pengingat-bisu bahwa misteri-
misteri Persaudaraan Mason Bebas terlihat jelas bagi siapa pun, seandainya
dilihat dari perspektif yang tepat.
Akan tetapi, malam ini, misteri-misteri Persaudaraan Mason Bebas mewujud persis
di hadapannya. Kini Langdon duduk menghadap Master Terhormat Peter Solomon dan
Piramida Mason. Peter tersenyum. "'Kata yang kau maksudkan, Robert, bukanlah legenda. Itu
kenyataan." Langdon menatap ke seberang meja dan akhirnya bicara.
"Tapi... aku tidak mengerti. Bagaimana mungkin?"
"Apa yang begitu sulit untuk diterima?"
Semuanya! Itulah yang ingin dikatakan Langdon, ketika meneliti mata teman
lamanya itu untuk menemukan adanya petunjuk akal sehat. " Kau bilang, kau
percaya Kata yang Hilang itu nyata... dan benar-benar punya kekuatan?"
"Kekuatan yang luar biasa," jawab Peter. "Kata itu punya kekuatan untuk mengubah
umat manusia dengan mengungkapkan Misteri Kuno."
"Kata?" tantang Langdon. "Peter, aku tidak mungkin percaya bahwa sebuah kata-"
"Kau akan percaya," ujar Peter tenang. Langdon menatap dalam keheningan.
"Seperti yang kau ketahui," lanjut Solomon, yang kini berdiri dan berjalan
mengitari meja, "sudah lama diramalkan datangnya hari ketika Kata yang Hilang
ditemukan kembali... hari ketika kata itu digali... dan sekali lagi umat manusia
bisa mengakses kekuatannya yang terlupakan."
Langdon mengingat ceramah Peter mengenai Apocalypse (Hari Kiamat). Walaupun
banyak orang salah menginterpretasikan apocalypse sebagai akhir dunia, kata itu
secara harfiah berarti "pengungkapan", dan diramalkan oleh orang-orang kuno
sebagai pengungkapan kebijakan yang luar biasa. Kedatangan abad pencerahan.
Walaupun demikian, Langdon tidak bisa membayangkan perubahan sebesar itu bisa
didatangkan oleh... sebuah kata.
Peter menunjuk piramida batu yang berdiri tegak di atas meja di samping batu-
puncak emasnya. "Piramida Mason," katanya. "Symbolon legendaris. Malam ini benda
ini disatukan... dan lengkap." Dengan hormat, dia mengangkat batu-puncak emas
itu dan meletakkannya di atas piramida. Benda emas berat itu berbunyi klik pelan
dan menduduki tempatnya. "Malam ini, Sobat, kau telah melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan
sebelumnya. Kau telah menyusun Piramida Mason, memecahkan semua kodenya, dan
pada akhirnya, mengungkapkan... ini."
Solomon mengeluarkan sehelai kertas dan meletakkannya di atas meja. Langdon
mengenali kisi simbol-simbol yang telah disusun-kembali dengan menggunakan
Persegi-Empat Franklin Formasi-Delapan itu. Dia telah mempelajarinya sekilas di
Temple Room. Kata Peter, "Aku penasaran, ingin tahu apakah kau bisa membaca


Simbol Yang Hilang The Lost Symbol Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

susunan simbol-simbol ini. Bagaimanapun, kau ahlinya."
Langdon mengamati kisi itu.
Heredom, circumpunct, piramida, tangga....
Langdon mendesah. "Wah, Peter, seperti yang mungkin bisa kau lihat, ini adalah
piktogram alegoris. Jelas bahasanya metaforis dan simbolis, dan bukan harfiah."
Solomon tergelak. "Inilah akibatnya jika mengajukan pertanyaan sederhana kepada
seorang simbolog.... Oke, katakan apa yang kau lihat."
Peter benar-benar ingin mendengarnya" Langdon menarik kertas itu ke arahnya.
"Wah, aku sudah melihatnya tadi dan, secara sederhana, aku melihat kisi ini
sebagai gambar... yang menunjukkan surga dan dunia."
Peter mengangkat sepasang alisnya, tampak terkejut. "Oh?"
"Pasti. Di atas gambar, kita mendapat kata Heredom - Rumah Suci - yang
kuinterpretasikan subagai Rumah Tuhan... atau surga."
"Oke." "Tanda panah yang menghadap ke bawah setelah kata Heredom, menunjukkan bahwa
keseluruhan piktogram jelas terletak di dalam ranah di bawah surga... yaitu...
dunia." Mata Langdon kini meluncur ke bagian bawah kisi. "Dua baris terendah,
yang berada di bawah piramida, merepresentasikan dunia itu sendiri - terra firma
- yang terendah dari semua ranah. Secara sesuai, ranah-ranah rendah ini
berisikan dua belas tanda astrologis yang merepresentasikan agama primordial
jiwa-jiwa manusia pertama yang memandang ke surga dan melihat tangan Tuhan dalam
pergerakan bintang- bintang dan planet-planet."
Solomon menggeser kursi lebih dekat dan mempelajari kisi itu.
"Oke, apa lagi?"
"Di atas dasar astrologi," lanjut Langdon, "piramida besar menjulang dari
dunia... menjangkau ke arah surga... simbol kebijakan yang hilang yang terus
bertahan. Piramida itu berisikan semua filsafat dan agama besar dalam sejarah...
Mesir, Pythagoras, Buddha, Hindu, Islam, Yudeo-Kristiani, dan seterusnya dan
seterusnya... semuanya mengalir ke atas, melebur menjadi satu, mengalirkan diri
melalui gerbang transformatif piramida... dan di sana, mereka akhirnya melebur
menjadi satu filsafat manusia yang menyatu dan tunggal." Dia terdiam. "Kesadaran
universal tunggal... visi global bersama mengenai Tuhan... direpresentasikan
oleh simbol kuno yang melayang di atas batu-puncak."
"Circumpunct," ujar Peter. "Simbol universal untuk Tuhan."
"Benar. Di sepanjang sejarah, circumpunct telah menjadi segalanya bagi semua
orang-Dewa Matahari Ra,, emas alkimia, mata serba-melihat, titik aneh sebelum
Ledakan Besar,-" "Arsitek Besar Alam Semesta."
Langdon mengangguk, merasa bahwa ini mungkin argumen yang sama yang digunakan
Peter di Temple Room ketika mengemukakan gagasan circumpunct sebagai Kata yang
Hilang. "Dan akhirnya?" tanya Peter." Bagaimana dengan tangga?" Langdon menunduk
memandangi gambar tangga di bawah piramida. "Peter, aku yakin kau tahu, seperti
juga orang lain, bahwa ini menyimbolkan Tangga Berkelok-kelok Persaudaraan Mason
Bebas... menuju ke atas, keluar dari kegelapan duniawi menuju terang... seperti
tangga Yakub yang naik ke surga... atau tulang punggung manusia yang bertingkat-
tingkat, yang menghubungkan tubuh fana manusia dengan pikiran abadinya." Dia
terdiam, "Sedangkan untuk simbol-simbol lainnya, mereka tampaknya merupakan
campuran antara simbol surgawi, Mason, dan ilmiah, yang kesemuanya mendukung
Misteri Kuno." Solomon mengelus-elus dagu. "Interpretasi yang elegan, Profesor. Tentu saja, aku
setuju bahwa kisi ini bisa dibaca sebagai alegori, tetapi matanya berkilau
semakin misterius. "Kumpulan simbol ini juga menceritakan kisah yang lain. Kisah yang jauh lebih
mengungkapkan." "Oh?" Solomon mulai mondar-mandir lagi, mengitari meja. "Tadi malam, di Temple Room,
ketika aku yakin hendak mati, aku memandang kisi ini dan, entah bagaimana, aku
melihat melampaui metaforanya, melampaui alegorinya, ke dalam inti yang
dikatakan oleh simbol-simbol ini kepada kita." Dia terdiam, mendadak menoleh
kepada Langdon. "Kisi ini mengungkapkan secara tepat lokasi di mana Kata yang
Hilang dikuburkan." "Apa?" Langdon beringsut tidak nyaman di kursinya, mendadak merasa khawatir
bahwa trauma malarn ini telah membuat Peter kebingungan dan kehilangan
orientasi. "Robert, legenda selalu menjelaskan Piramida Mason sebagal peta-peta yang sangat
spesifik - peta yang bisa menuntun mereka yang layak menuju lokasi rahasia Kata
yang Hilang." Solomon mengetuk kisi simbol-simbol di hadapan Langdon. "Kujamin,
simbol-simbol ini persis seperti yang dikatakan oleh legenda... sebuah peta.
Diagram spesifik yang mengungkapkan secara tepat di mana kita akan menemukan
tangga yang turun menuju Kata yang Hilang."
Langdon tertawa tidak nyaman, kini bersikap berhati-hati, "Seandainya pun aku
memercayai Legenda Piramida Mason, kled simbol-simbol ini tidak mungkin sebuah
peta. Lihatlah. Sama sekali tidak menyerupai peta."
Solomon tersenyum. "Terkadang yang diperlukan hanyalah sedikit pergeseran
perspektif, agar bisa melihat sesuatu yang dikenal dengan pandangan yang sama
sekali baru." Langdon kembali memandang piramida, tapi tidak melihat sesuatu yang baru.
"Aku ingin bertanya kepadamu," ujar Peter. "Ketika kaum Mason meletakkan batu
pertama, tahukah kau mengapa kami selalu meletakkannya di pojok timur laut
gedung?" "Pasti. Itu karena pojok timur laut menerima cahaya terang pagi pertama. Itu
menyimbolkan kekuatan arsitektur untuk naik meninggalkan dunia ke dalam terang."
"Benar," ujar Peter. "Jadi, mungkin kau harus mencari cahaya terang pertama di
sana." Dia menunjuk kisi. "Di pojok timur laut."
Langdon mengarahkan kembali matanya ke atas kertas, menggerakkan pandangannya ke
pojok kanan atas atau timur laut. Simbol di pojok itu adalah "Tanda panah yang
menunjuk ke bawah," ujar Langdon, berusaha memahami maksud Solomon. "Yang
berarti... di bawah Heredom."
"Bukan, Robert, bukan di bawah," jawab Solomon.
"Berpikirlah. Kisi ini bukan labirin metaforis. Ini peta. Dan di peta, tanda
panah yang menunjuk ke bawah berarti-"
"Selatan," teriak Langdon dengan terkejut.
"Tepat sekali", jawab Solomon, yang kini tersenyum gembira.
"Arah selatan! Di peta, bawah berarti selatan. Lagi pula, di peta, kata Heredom
bukanlah metafora untuk surga. Itu nama sebuah lokasi geografis."
"House of the Temple" Menurutmu, peta ini menunjuk... arah selatan gedung ini?"
"Terpujilah Tuhan!" ujar Solomon seraya tertawa. "Akhirnya fajar merekah."
Langdon mempelajari kisi itu. "Tapi, Peter... seandainya pun kau benar, arah
selatan gedung ini bisa berada di mana pun di garis bujur yang panjangnya lebih
dari empat puluh ribu kilometer."
"Tidak, Robert. Kau mengabaikan legendanya, yang menyatakan bahwa Kata yang
Hilang terkubur di DC. Itu sangat memperpendek jaraknya. Selain itu, legenda
juga menyatakan bahwa sebuah batu besar berdiri di atas lubang tangga... dan
batu ini diukir dengan pesan dalam bahasa kuno... sebagai semacam penanda
sehingga mereka yang layak bisa menemukannya."
Langdon mengalami kesulitan untuk menanggapi semua Ini dengan serius. Dan,
walaupun dia tidak cukup mengenal DC untuk membayangkan apa yang ada di arah
selatan lokasi mereka sekarang ini, dia yakin sekali tidak ada batu berukir
besar di atal tangga yang terkubur.
"Pesan yang dituliskan di batu," ujar Peter, "berada tepat di hadapan mata
kita." Dia mengetuk baris ketiga kisi di hadapan Langdon. "Ini inskripsinya,
Robert! Kau telah memecahkan teka-tekinya!"
Dengan takjub, Langdon meneliti ketujuh simbol itu.
Terpecahkan" Langdon sama sekali tidak tahu apa kemungkinan arti tujuh simbol
yang berlainan ini, dan dia yakin sekali kalau simbol-simbol ini tidak diukirkan
di mana pun di ibu kota negaranya... terutama pada sebuah batu raksasa di atas
sebuah tangga. "Peter," katanya, "aku tidak melihat bagaimana ini bisa menjelaskan sesuatu. Aku
tidak mengetahui adanya batu di DC yang diukir dengan... pesan ini."
Solomon menepuk-nepuk bahu Langdon. "Kau pernah berjalan melewatinya, tapi tidak
pernah melihatnya. Kita semua pernah berjalan melewatinya. Batu itu tampak
jelas, sama seperti misteri-misteri itu sendiri. Dan malam ini, ketika melihat
ketujuh simbol ini, langsung kusadari bahwa legenda itu benar. Kata yang Hilang
memang terkubur di DC.... dan memang terletak di bawah sebuah tangga panjang di
balik sebuah batu besar berukir."
Langdon, yang merasa takjub, diam saja.
"Robert, malam ini, aku yakin kau berhak mengetahui kebenarannya."
Langdon menatap Peter, mencoba mencerna apa yang baru saja didengarnya. "Kau
hendak mengatakan kepadaku di mana Kata yang Hilang dikuburkan?"
"Tidak," ujar Solomon, seraya berdiri dengan tersenyum.
"Aku hendak memperlihatkannya kepadamu."
Lima menit kemudian, Langdon duduk di kursi belakang Escalade, di samping Peter
Solomon. Simkins duduk di belakang kemudi ketika Sato melintasi tempat parkir
dan menghampiri mereka. "Mr. Solomon?" ujar Direktur itu, seraya menyalakan sebatang rokok setibanya di
sana. "Aku baru saja menelepon, sesuai permintaanmu."
"Dan?" tanya Peter melalui jendela terbuka.
"Aku memerintahkan mereka untuk memberimu akses. Sebentar saja."
"Terima kasih."
Sato mengamatinya, tampak penasaran. "Harus kukatakan, itu permintaan vang
paling aneh." Solomon mengangkat bahu dengan misterius.
Sato membiarkannya saja, berjalan mengitari mobil ke jendela Langdon, lalu
mengetuk jendela dengan buku-buku jarinya.
Langdon menurunkan kaca jendela.
"Profesor," ujar perempuan itu, tanpa sedikit pun nada kehangatan. "Bantuanmu
malam ini, walaupun diberikan dengan enggan, menunjang kesuksesan kami... dan
untuk itu, aku mengucapkan terima kasih." Dia mengisap rokok dalam- dalam, lalu
mengembuskan asapnya ke samping. "Akan tetapi, sedikit saran terakhir dariku.
Lain kali, jika seorang petagas senior CIA memberitahumu bahwa dia sedang
menghadapi krisis keamanan-nasional..." matanya berkilau hitam, "Tinggalkan omong
kosongmu di Cambridge." Langdon membuka mulut untuk bicara, tapi Direktur Inoue
Sato sudah berbalik dan berjalan melintasi tempat parkir menuju helikopter yang
menunggu. Simkins menoleh ke belakang dengan wajah tanpa ekspresi.
"Kalian sudah siap?"
"Sesungguhnya," jawab Solomon, "'tunggu sebentar." Dia mengeluarkan secarik
kecil kain terlipat warna gelap dan dan memberikannya kepada Langdon. "Robert,
aku ingin kau mengenakan ini sebelum kita pergi ke suatu tempat."
Dengan bingung, Langdon meneliti kain itu. Beledu hitam. Ketika membuka
lipatannya, dia menyadari bahwa dirinya sedang memegang sebuah penutup mata
Mason - penutup mata tradisional untuk kandidat derajat pertama. Apa-apaan ini"
"Aku lebih suka kau tidak melihat ke mana kita pergi," ujar Peter.
Langdon menoleh kepada Peter. "Kau ingin menutup mataku sepanjang perjalanan?"
Solomon menyeringai. "Rahasiaku. Peraturanku."
BAB 127 Angin sepoi-sepoi terasa dingin di luar markas CIA di Langley. Nola Kaye
menggigil ketika mengikuti spesialis keamanan sistem Rick Parrish melintasi
pekarangan tengah markas yang disinari cahaya bulan.
Ke mana Rick membawaku"
Walaupun krisis video Mason sudah terhindarkan, Nola masih merasa tidak nyaman.
Arsip teredaksi di partisi direktur CIA masih merupakan misteri, dan itu
mengganggunya. Dia dan Sato akan bertanya-jawab keesokan paginya, dan Nola
menginginkan semua fakta. Akhirnya, dia menelepon Rick Parrish dan meminta
bantuannya. Kini, ketika mengikuti Rick ke suatu lokasi yang tidak dikenalnya di luar, Nola
tidak bisa menyingkirkan frasa-frasa aneh itu dari ingatan.
... lokasi rahasia DIBAWAH TANAH tempat info ...
... suatu tempat di WASHINGTON, DC, koordinat-koordinat
... menemukan sebuah PORTAL KUNO yang menuntun ... memperingatkan bahwa PIRAMIDA
itu menyimpan.. . berbahaya
... mengartikan SYMBOLON TERUKIR ini untuk mengungkapkan ...
"Kau dan aku setuju," ujar Parrish ketika mereka berjalan, "bahwa peretas yang
meluncurkan spider untuk mencari kata- kata kunci itu jelas sedang mencari
informasi mengenai Piramida Mason."
Tentu saja, pikir Nola. "Akan tetapi, ternyata peretas itu menemukan aspek misteri Mason yang menurutku
tidak disangka-sangka."
"Apa maksudmu?"
"Nola, kau tahu bahwa direktur CIA mensponsori forum diskusi internal bagi para
karyawan Agensi untuk saling memperbincangkan gagasan mereka mengenai segala
macam hal"' "Tentu saja." Forum-forum itu menyediakan tempat aman bagi para personel Agensi
untuk berbincang-bincang online mengenai berbagai topik, dan memberikan semacam
gerbang virtual bagi direktur untuk menjumpai stafnya.
"Forum-forum itu diselenggarakan di partisi pribadi direktur, Akan tetapi, untuk
memberikan akses kepada para karyawan di semua tingkat kerahasiaan, forum-forum
itu ditempatkan di luar firewall rahasia direktur."
"Apa maksudmu?" desak Nola, ketika mereka berbelok dekat kafetaria Agensi.
"Dengan kata lain...." Parrish menunjuk ke dalam kegelapan.
"Itu." Nola mendongak. Di seberang plaza di hadapan mereka, terdapat sebuah patung
logam besar yang berkilau dalam cahaya bulan.
Di dalam sebuah agensi yang memamerkan lebih dari lima ratus karya seni asli,
patung inilah - yang berjudul Kryptos - yang paling terkenal. Dari kata Yunani
yang berarti "tersembunyi", Kryptos merupakan karya seniman Amerika James
Sanborn dan telah menjadi semacam legenda di CIA. Karya itu terdiri atas sebuah
panel tembaga berbentuk S besar yang ditegakkan pada ujungnya seperti dinding
logam melengkung. Pada permukaan luas dindingnya, terukir hampir dua ribu
huruf... yang disusun menjadi semacam kode membingungkan. Seakan ini belum cukup
misterius, berbagai eleman pahatan lainnya ditempatkan dengan cermat di area
sekeliling dinding S tersandi itu - lempeng-lempeng granit dengan sudut aneh,
lingkaran kompas, batu magnetis, dan bahkan pesan dalam kode Morse yang mengacu
pada "ingatan tajam", dan "kekuatan-kekuatan bayangan", Sebagian besar peminat
patung itu percaya bahwa benda-benda ini merupakan petunjuk yang bisa
mengungkapkan cara memecahkan kode patung.
Kryptos adalah seni... tapi juga misteri.
Berusaha memecahkan rahasia tersandinya telah menjadi obsesi banyak kriptolog di
dalam maupun di luar CIA. Akhirnya, beberapa tahun lalu, sebagian kodenya
terpecahkan dan menjadi berita nasional. Walaupun sebagian besar kode Kryptos
tetap tidak terpecahkan sampai sekarang, bagian- bagian yang sudah terpecahkan
begitu aneh sehingga hanya membuat patung itu semakin misterius. Kode itu
mengacu pada lokasi-lokasi rahasia di bawah tanah, portal-portal yang menuntun
ke dalam kuburan-kuburan kuno, garis-garis lintang dan garis-garis bujur ....
Nola masih bisa mengingat potongan-potongan dan bagian bagian dari kode yang
terpecahkan itu: Informasinya dikumpulkan dan dikirimkan di bawah tanah ke
sebuah lokasi rahasia... Benar-benar tak terlihat... bagaimana mungkin... mereka
menggunakan medan magnetis bumi....
Nola tidak pernah terlalu memperhatikan patung itu atau memedulikan apakah
kodenya terpecahkan seluruhnya. Akan tetapi, saat ini dia menginginkan jawaban.
"Mengapa kau menunjukkan Kryptos kepadaku?"
Parrish tersenyum penuh rahasia dan secara dramatis mengeluarkan selembar kertas
terlipat dari saku. "Voila, dokumen teredaksi misterius yang sangat kau
cemaskan. Aku mengakses keseluruhan teksnya."
Nola terlompat. "Kau mengintip partisi rahasia direktur?"
"Tidak. Teks itulah yang kudapat tadi. Coba lihat." Parrish menyerahkan arsip
itu kepadanya. Nola merebut halaman itu dan membuka lipatannya. Ketika melihat kop surat
standar Agensi di bagian atas halaman, dia memiringkan kepala dengan terkejut.
Dokumen ini bukan rahasia. Bahkan jauh dari itu.
DISCUSSION BOARD KARYAW AN: KRYPTOS PENYIMPANAN TERKOMPRESI: THREAD
# 2 4 5 6 2 8 2 .5 Nola mendapati dirinya memandang serangkaian posting yang telah dikompresi
menjadi satu halaman tunggal untuk penyimpanan yang lebih efisien.
"Dokumen kata-kuncimu," jelas Rick, "adalah semacam ocehan penggemar cipher
mengenai Kryptos." Nola meneliti dokumen itu sampai menemukan kalimat yang berisikan serangkaian
kata-kunci yang dikenalnya.
Jim, patung itu mengatakan dikirim ke sebuah lokasi rahasia DIBAWAH TANAH tempat


Simbol Yang Hilang The Lost Symbol Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

info itu disembunyikan. "Teks ini berasal dari forum Kryptos online direktur," jelas Rick. "Forum itu
sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Secara harfiah, ada ribuan posting. Aku
tidak heran jika salah satunya ternyata berisikan semua kata-kunci."
Nola terus meneliti sampai menemukan posting lain yang berisikan kata-kata
kunci. Walaupun menurut Mark topik garis lintang / bujur kodenya menunjuk ke suatu
tempat di WASHINGTON, DC, koordinat- koordinat yang digunakannya meleset satu
derajat - Kryptos pada dasarnya menunjuk kembali dirinya sendiri.
Parrish berjalan menuju patung itu dan menelusurkan telapak tangannya pada
lautan huruf tersandi. "Banyak di antara kode ini yang masih harus dipecahkan,
dan ada banyak orang yang mengira pesannya benar-benar berhubungan dengan
rahasia-rahasia Mason kuno."
Kini Nola ingat tentang bisik-bisik mengenai hubungan Mason/ Kryptos, tapi dia
cenderung mengabaikan ocehan gila itu.
Tapi sekali lagi, ketika memandang berbagai benda pahatan yang diatur di
sekeliling plaza, dia menyadari bahwa itu adalah kode yang terpecah - sebuah
symbolon - seperti Piramida Mason.
Aneh. Sejenak, Nola nyaris bisa melihat Kryptos sebagai Piramida Mason modern - kode
yang terdiri atas banyak bagian, dibuat dari materi-materi yang berlainan, dan
masing-masingnya memainkan peranan. "Menurutmu, ada kemungkinan Kryptos dan
Piramida Mason menyembunyikan rahasia yang sama?"
"Siapa yang tahu?" Parrish memandang Kryptos dengan frustrasi. " Aku ragu apakah
kita akan pernah mengetahui keseluruhan pesannya. Kecuali jika seseorang bisa
meyakinkan direktur untuk membuka lemari besinya dan mengintip solusinya."
Nola mengangguk. Semuanya kini teringat kembali olehnya. Ketika Kryptos
dipasang, patung itu tiba disertai amplop tersegel yang berisikan pemecahan
lengkap kode-kodenya. Solusi tersegel itu dipercayakan kepada William Webster,
Direktur CIA saat itu, yang menguncinya di dalam lemari besi kantornya. Konon,
dokumen itu masih ada di sana, setelah ditransfer dari satu direktur ke direktur
lain selama bertahun- tahun. Anehnya, pikiran Nola mengenai William Webster menyulut ingatannya, membawanya
kembali ke bagian lain teks Kryptos yang terpecahkan kodenya:
TERKUBUR DISUATU TEMPAT D1 LUAR SANA. SIAPA YANG TAHU LOKASITEPATNYA"
HANYA WW. Walaupun tak seorang pun tahu secara tepat apa yang terkubur di luar sana,
sebagian besar orang percaya WW mengacu kepada William Webster. Nola pernah
mendengar bisik-bisik bahwa WW sesungguhnya mengacu kepada seseorang yang bemama
William Whiston - seorang teolog Royal Society - walaupun Nola tak pernah
terlalu serius memikirkannya.
Rick kembali bicara. "Harus kuakui, aku tidak begitu tertarik dengan seniman,
tapi kurasa Sanborn ini benar - benar genius. Aku baru saja melihat proyek
Cyrillic Projector-nya secara online. Itu menampilkan huruf-huruf Rusia dari
sebuah dokumen mengenai pengontrolan pikiran. Aneh sekali." Nola tidak lagi
mendengarkan. Dia sedang meneliti kertas itu dan menemukan frasa kunci ketiga di
dalam posting lain. Benar, seluruh bagian itu adalah verbatim dari semacam buku harian arkeolog
terkenal, menceritakan momen ketika dia menggali dan menemukan sebuah PORTAL
KUNO yang menuntun ke kuburan Tutankhamen.
Nola tahu, arkeolog yang disebutkan dalam Kryptos sesungguhnnya adalah arkeolog
Kitab Pusaka 2 Walet Emas 08 Siluman Kedung Brantas Hilangnya Empu Baskara 2
^