Pencarian

Kelembutan Dalam Baja 1

Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella Bagian 1


KELEMBUTAN DALAM BAJA BAB 1 Suasana ramai di Hall Istana Vezuza menjadi sunyi tatkala seorang pemuda dalam
pakaian seragamnya yang berwarna putih kebiru-biruan, melintasi Hall dengan
terburu-buru. Pedang panjangnya terayun-ayun seiring dengan langkah kakinya yang lebar.
Wajahnya menampakkan ketegangan hatinya.
Entah apa yang membuat pemuda tampan itu begitu tegang. Tak seorangpun di Hall
itu yang tahu dan tak seorangpun yang ingin tahu. Semua orang di sana hanya
ingin tahu apa yang akan dilakukan pemuda tampan namun dingin itu kepada Putri
Eleanor yang mendekatinya.
"Selamat pagi, Kakyu," sapa Putri Eleanor sambil tersenyum manis.
Kakyu tahu apa yang diharapkan Putri cantik itu dari dirinya. Dengan sopan, ia
meraih tangan Putri Eleanor dan menciumnya sambil berkata, "Selamat pagi, Tuan
Puteri." "Apa yang membuatmu terburu-buru, Kakyu?"
"Maafkan saya, Tuan Puteri," kata Kakyu, "Saya tidak dapat memberitahu Anda."
"Apakah engkau benar-benar ingin segera bertemu Papa?" tanya Putri Eleanor -
meyakinkan dirinya sendiri.
"Benar, Tuan Puteri."
"Apakah terjadi sesuatu pada Istana?" selidik Putri Eleanor.
"Tidak, Tuan Puteri."
Putri Eleanor jengkel terus menerus menerima jawaban singkat. Walaupun begitu ia
tidak menampakkannya. Semua orang tahu Kakyu adalah seorang pemuda yang tampan dan dingin. Katakatanya
memang tidak pernah terdengar dingin tapi sikapnya yang selalu menjauhi
keramaian, menampakkan kedinginan hatinya.
Menghadapi segala macam pertanyaan pun, Kakyu bersikap dingin. Pertanyaan apa
pun selalu dijawabnya dengan singkat.
Kakyu benar-benar seorang pemuda tampan yang dingin.
Walaupun begitu banyak gadis yang tergila-gila padanya. Bukan hanya karena
ketampanannya, tapi juga karena ketangguhannya.
Semua orang di Kerajaan Aqnetta tahu Kakyu adalah Perwira Tinggi yang termuda
di kerajaan ini. Pada usianya yang masih sangat muda ini, Kakyu telah menduduki
sebuah posisi yang cukup penting di Kerajaan Aqnetta dan yang paling penting di
Istana Vezuza, yaitu Kepala Keamanan Istana.
Hal ini tidaklah mengherankan.
Sebagai putra Jenderal Reyn yang terkenal tangguh walaupun usianya telah tua,
sejak kecil Kakyu telah dididik dengan keras oleh ayahnya agar dapat
menggantikannya menjaga keamanan kerajaan ini.
Setiap hari dilalui Kakyu dengan berlatih pedang dengan ayahnya. Setiap hari
pula Jenderal Reyn mengajarkan kepandaian taktik perangnya kepada putranya.
Walaupun itu berarti Kakyu harus belajar keras setiap hari untuk menjadi seorang
prajurit yang tangguh seperti ayahnya, Kakyu tidak pernah mengeluh. Malahan
Kakyu menyukainya. Jenderal Reyn sangat senang ketika mengetahui putranya senang memainkan
pedangnya. Dan ia lebih senang lagi ketika menyadari putranya berbakat dalam
ilmu perang serta cepat menguasainya.
Melihatnya, Jenderal Reyn menjadi tidak sabar.
Ketika usia Kakyu mencapai empat belas tahun, Jenderal Reyn yang saat itu telah
menduduki posisi sebagai Jenderal Angkatan Darat, meminta kepada Jenderal
Tertinggi Kerajaan Aqnetta, Jenderal Decker untuk memasukkan Kakyu sebagai
pasukan pengawal Istana. Tentu saja Jenderal Decker merasa terkejut dengan permintaan itu. Dari beberapa
kali perjumpaannya dengan Kakyu, Jenderal Decker tahu pemuda itu adalah
seorang prajurit yang tangguh walau usianya masih muda.
Jenderal Decker tahu Kakyu cukup tangguh untuk menjadi prajurit Istana, tapi
tidak saat ini. Usia Kakyu masih terlalu muda untuk dapat menjadi prajurit apalagi
menjadi prajurit Istana yang bertugas menjaga keamanan dan keselamatan setiap penghuni
Istana khususnya keluarga Raja.
Jenderal yang telah mengenal Kakyu itu juga tahu Kakyu adalah pemuda yang
sopan dan pendiam. Pemuda itu takkan mencari apalagi menimbulkan masalah
selama ia berada di Istana Vezuza.
Segala sesuatu pada pemuda itu memenuhi syarat untuk menjadi satu dari pasukan
penjaga Istana. Semuanya baik kemahirannya memainkan pedang maupun
sikapnya yang dingin-dingin tenang.
Jenderal Decker sering bertanding pedang dengan Kakyu di saat ia mengunjungi
rumah Jenderal Reyn, Quentynna House. Dan dari setiap pertandingan itu, ia tahu
ketangguhan pemuda itu tidak perlu diragukan lagi.
Ketangguhan pemuda itu terus meningkat dari hari ke hari.
Dengan berbekal keyakinan itu, Jenderal Decker mengajukan permintaan itu kepada
Raja Alfonso. Seperti halnya dengan Jenderal Decker, Raja Alfonso juga terkejut dengan
permintaan Jenderal Reyn itu.
Jenderal Decker tahu Raja yang tidak pernah mengenal Kakyu itu meragukan
kemampuan Kakyu dalam usianya yang tergolong sangat muda itu.
Untuk menghilangkan keraguan Raja Alfonso itu, Jenderal Decker mengusulkan
diadakannya suatu ujian untuk menguji ketangguhan Kakyu di hadapan Raja sendiri.
Raja Alfonso menyetujui usul itu.
Keesokan paginya, Kakyu telah berdiri di hadapan Raja Alfonso. Kakyu telah siap
menghadapi setiap ujian Raja di halaman Istana Vezuza yang sangat luas.
Walaupun tahu hari ini takkan dilewatinya dengan mudah, Kakyu tetap tampak
tenang. Ketenangan di wajah muda Kakyu itu membuat Raja menyukai Kakyu apalagi mata
hijaunya yang membara seperti rambut merahnya. Raja Alfonso menyukai semangat
yang tampak di wajah tenang pemuda itu.
Tapi hal itu tidak cukup untuk membuat Alfonso mengurungkan niatnya menguji
ketangguhan Kakyu. Seharusnya Raja tidak perlu meragukan ketangguhan Kakyu. Dengan mudahnya,
Kakyu melewati setiap rintangan yang menghalanginya.
Kakyu sama sekali tidak gentar tatkala ia harus menghadapi sejumlah pasukan
Istana yang lebih tua sepuluh tahun bahkan lebih darinya. Walupun tahu lawan
yang dihadapinya lebih kuat dan lebih berpengalaman darinya, Kakyu tetap tampak
tenang. Dengan gerakannya yang lincah dan cepat, Kakyu menjatuhkan lawannya
satu per satu tanpa kesulitan.
Ketangguhan Kakyu telah terbukti tapi Raja Alfonso tetap tidak puas. Dan
sepertinya Raja tidak pernah puas menguji Kakyu.
Walaupun Raja Alfonso telah memasukkan Kakyu menjadi seorang prajurit Istana,
Raja Alfonso tetap sering menyuruh Kakyu melakukan berbagai hal yang aneh untuk
menguji pemuda itu. Bahkan sesaat sebelum Raja Alfonso mengakui ketangguhan Kakyu, Raja
menyuruh Kakyu melakukan hal yang paling aneh yang membuat Jenderal Decker
dan ayah Kakyu serta pejabat-pejabat kerajaan lainnya terkejut.
Bagaimana mungkin mereka tidak terkejut mendengar Raja berkata,
"Sebelum aku mengatakan sesuatu tentang ketangguhanmu, aku ingin mengujimu
sekali lagi," kata Raja Alfonso sambil menatap wajah tenang Kakyu, "Aku ingin
engkau mencuri mahkota kerajaanku di Ruang Mahkota."
Satu-satunya orang yang tidak terkejut mendengar kata-kata Raja itu hanya Kakyu
seorang. Dengan sopan ia berkata, "Baik, Paduka."
Raja tersenyum mendengar jawaban tegas itu. "Engkau harus tahu, engkau tidak
akan memasuki Istana dengan mudah," kata Raja, "Kamu akan menyambut
kedatanganmu dengan strategi. Anggap saja ini seperti latihan menyusup ke sarang
musuh." "Saya mengerti, Paduka."
"Ingat, engkau harus dapat mencuri mahkotaku tanpa diketahui siapapun. Engkau
juga tidak boleh meminta bantuan siapapun walaupun orang itu adalah ayahmu."
"Baik, Paduka."
"Engkau juga harus tahu engkau tidak akan mengetahui seluk beluk Istana ini
sebelum engkau menyusup masuk."
Sekali lagi Raja Alfonso membuat semua orang di sekitarnya terkejut, kecuali
Kakyu. Semua orang termasuk Jenderal Decker dan Jenderal Reyn yang mengetahui
ketangguhan pemuda itu, meragukan kemampuan Kakyu menyusup ke dalam
Istana Vezuza tanpa mengetahui apapun tentang Istana Vezuza sekaligus
menghadapi strategi yang akan dibuat untuk mempertahankan mahkota dan
mencegah Kakyu memasuki Istana Vezuza.
Jelas ini adalah kali pertama Kakyu memasuki Istana. Dan sangat jelas Raja akan
mempersiapkan strategi yang sulit ditembus siapapun khususnya Kakyu yang masih
muda, bersama para Jenderal.
"Saya mengerti, Paduka."
Raja tersenyum jengkel mendengar jawaban singkat dari pemuda itu untuk kesekian
kalinya. "Tidak dapatkah engkau mengatakan yang lain selain 'Baik, Paduka' ataupun 'Saya
mengerti, Paduka'?" "Tidak, Paduka," jawab Kakyu jujur.
Rajan terkesan melihat kejujuran pemuda di hadapannya yang masih berdiri dengan
semangat membara walaupun sepanjang siang ia telah melalui berbagai rintangan
yang melelahkan. Melihat semangat Kakyu yang tiada kunjung padam itu, Raja semakin ingin menguji,
menguji dan menguji Kakyu. Raja tahu ia takkan pernah puas menguji Kakyu.
"Baiklah, Kakyu, aku tidak akan menahanmu lagi. Bersiap-siaplah, Kakyu," kata
Raja, "Tentukan sendiri kapan engkau memasuki Istana, tapi ingat satu hal.
Sebelum waktu makan malam tiba, engkau harus sudah mengambil mahkota itu dan
itu berarti waktumu akan semakin sempit kalau engkau tidak segera bersiap-siap."
"Saya mengerti, Paduka."
"Ingat, Kakyu, engkau baru boleh memasuki Istana tiga jam lagi."
Untuk kesekian kalinya para pejabat itu terkejut mendengar perkataan Raja. Saat
ini matahari mulai mendekati peraduannya dan tiga jam lagi matahari telah sampai di
peraduannya. Itu berarti Kakyu harus menyusup ke dalam Istana pada malam hari.
Para pejabat semakin meragukan kemampuan Kakyu. Ketidaktahuan tentang seluk
beluk Istana ditambah harus menghadapi strategi pertahanan yang sulit ditembus
saja sudah membuat Kakyu kesulitan apalagi masih ditambah suasana malam yang
gelap. Setiap orang di sana meragukan keberhasilan Kakyu terlebih lagi saat mereka
melihat semangat Raja yang begitu besar untuk membuat strategi pertahanan yang
kuat. Baru kali ini mereka melihat Raja Alfonso yang baik hati begitu bersemangat
menguji seseorang apalagi orang itu masih berusia empat belas tahun.
Hari-hari berikutnya setelah Kakyu menjadi pasukan Istana, mereka tetap merasa
heran melihat semangat menguji Raja tetap besar.
Mereka mengerti mengapa Raja bisa sedemikian bersemangatnya untuk terus
menguji Kakyu. Ketangguhan dan kepandaian Kakyu dalam menghadapi strategi perang tidak perlu
diragukan lagi. Raja sendiri telah mengakuinya ketika Kakyu menyerahkan mahkota
kerajaan itu padanya. Semua orang menganggap Kakyu telah gagal ketika sampai saat makan malam
tiba, Kakyu belum juga muncul beserta mahkota curiannya. Bahkan prajurit yang
menjaga Ruang Mahkota pun belum melaporkan hilangnya mahkota dari ruangan
itu. Tak heran bila mereka sangat terkejut ketika Kakyu tiba-tiba melompat dari ujung
tirai jendela yang tinggi beserta mahkota kerajaan yang asli di tangannya.
Tanpa banyak berbicara, Kakyu menyerahkan mahkota itu kepada Raja Alfonso.
"Bagaimana engkau bisa tahu letak mahkota yang asli ini?" tanya Raja Alfonso
keheranan. Raja mengamati mahkota di tangannya. Sekali melihat saja, ia tahu mahkota yang
dibawa Kakyu adalah yang asli bukan mahkota palsu yang sengaja diletakkannya di
Ruang Mahkota. Jelas tidak seorangpun dari mereka yang menyusun strategi itu yang memberitahu
Kakyu. Sejak mereka selesai mempersiapkan strategi itu, tidak seorangpun dari
mereka yang beranjak dari sisi Raja.
Bersama-sama mereka menanti perkembangan yang terjadi dari pasukan yang telah
siap di tempat mereka masing-masing. Sejak menyusun strategi itu mereka terus
menanti Kakyu di Ruang Perundingan hingga tiba saat makan malam ini.
"Tuan rumah tidak akan memberitahu letak harta bendanya pada orang yang
diketahuinya sebagai pencuri," kata Kakyu tenang.
Sejak awal Kakyu sudah tahu mahkota itu tidak mungkin diletakkan di Ruang
Mahkota seperti kata Raja, tapi Kakyu tidak tahu di mana Raja akan meletakkan
mahkota asli itu. Baru ketika melihat Ruang Tahta itulah Kakyu menduga mahkota itu ada di Ruang
Tahta. Kakyu beruntung dugaannya tepat.
Raja tidak tahu harus berbuat apa. Yang pasti Raja senang sekaligus kagum pada
Kakyu yang dapat menyelesaikan tugas beratnya tanpa kesulitan.
"Aku sangat mengagumi ketangguhanmu, Kakyu, hingga aku tidak tahu harus
berbuat apa," kata Raja, "Tampaknya aku harus mengakui kemampuanmu, Kakyu.
Engkau telah menembus strategi pertahanan terbaikku tanpa kesulitan. Aku tidak
tahu bagaimana engkau mengetahui letak mahkota asli ini, tapi aku mengakui
kecerdasanmu itu." "Terima kasih, Paduka," kata Kakyu singkat.
Jenderal Reyn bangga pada putranya. Di matanya putranya ini memang tangguh
dan tidak perlu diragukan lagi kemampuannya.
"Kau tidak memasuk Istana dengan cara itu, bukan?" tanya Jenderal Reyn tiba-
tiba. "Maafkan aku, Papa."
"Kau tahu itu bahaya, mengapa engkau melakukannya?"
Kecemasan Jenderal Reyn membuat Raja Alfonso tertarik. "Apa yang kaucemaskan,
Reyn" Putramu telah membuktikan kemampuannya dengan menembus strategi
kita." "Cara apa yang kaumaksudkan, Reyn?" tanya Jenderal Decker ingin tahu.
"Menyusup lewat atap rumah," kata Jenderal Reyn.
"Apa!?" Seruan terkejut semua orang di ruangan itu tidak menganggu ketenangan Kakyu.
"Setiap kali aku menyuruhnya menyusup ke dalam rumah, Kakyu selalu melewati
atap," Jenderal Reyn memperjelas, "Dan setiap kali pula aku telah menasehatinya
tapi ia tidak pernah mendengarkanku."
"Maafkan aku, Papa," kata Kakyu tenang.
"Sudahlah, aku tahu engkau memang senang menantang bahaya."
"Sudahlah, Reyn. Jangan kaumarahi lagi putramu. Ia memang benar. Kita tidak
memikirkan kemungkinan ia menyusup melalui atap dan ia berhasil karena
kecerdikannya itu," kata Raja Alfonso, "Duduklah, Kakyu, aku ingin tahu
bagaimana caramu menyusup ke dalam Istana tanpa diketahui siapapun."
"Papa!" Seseorang tiba-tiba berseru di pintu.
Semua mata tertuju pada arah datangnya suara itu dan membungkuk memberi
hormat ketika gadis kecil itu memasuki ruangan, tak terkecuali Kakyu yang baru
pertama kali berjumpa Putri Eleanor.
"Papa, mengapa banyak prajurit yang memenuhi Istana?" tanya Putri Eleanor,
"Apakah terjadi sesuatu?"
"Tidak, Eleanor," kata Raja Alfonso, "Aku hanya ingin menguji seorang pemuda."
"Ia berhasil?" tanya Putri Eleanor tertarik.
"Tentu saja, Eleanor. Bagaimana mungkin putra Jenderal Reyn yang hebat, gagal
melewati ujian ini," kata Raja.
"Putra Jenderal Reyn?" tanya Putri Eleanor semakin tertarik, "Di mana dia?"
"Ia berada tepat di sampingku," kata Raja Alfonso sambil menarik Kakyu ke
depannya. "Kukenalkan padamu, Eleanor, pemuda terhebat yang pernah kutemui,
Kakyu." Itulah pertama kalinya Putri Eleanor bertemu Kakyu. Dan semua orang tahu sejak
saat itu Putri Eleanor yang hanya setahun lebih muda dari Kakyu, menyukai pemuda
itu. Walaupun tidak ada yang tahu pasti, tapi semua orang tahu Kakyu menjadi


Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pengawal pribadi Putri Eleanor, atas permintaan Putri Eleanor sendiri.
Sejak menjadi pengawal Putri Eleanor, semakin banyak orang yang mengenali
Kakyu. Seiring dengan itu semakin banyak pula orang yang mengagumi pemuda
tampan itu. Sebelumnya Jenderal Reyn memang tidak pernah melarang Kakyu meninggalkan
Quentynna House, tapi Kakyu sendiri yang lebih senang berlatih di Quentynna
House atau di tempat lain yang jauh dari keramaian.
Memang tidak setiap hari Kakyu berada di Quentynna House, ia juga sering
meninggalkan Quentynna House untuk berkuda serta berburu di hutan-hutan. Tapi
karena sifat Kakyu yang pada dasarnya pendiam, tidak banyak yang tahu tentang
pemuda itu. Sifat pendiam Kakyu tetap melekat pada diri pemuda itu walau ia terus berada di
samping Putri Eleanor yang tidak henti-hentinya mengusik ketenangan pemuda itu.
Ada-ada saja yang dilakukan Putri Eleanor untuk merepotkan Kakyu. Sebentar ia
mengajak Kakyu bermain. Tak lama kemudian ia memaksa Kakyu menemaninya
berjalan-jalan. Masih belum cukup kerepotan yang ditimbulkan Putri itu, Raja Alfonso masih
menambahi kerepotan Kakyu dengan menyuruhnya melakukan hal yang aneh-aneh.
Ada saja yang dilakukan Raja Alfonso untuk menguji pemuda itu.
Ratu yang melihatnya, merasa baik Raja maupun Putri sedang mempermainkan
Kakyu dan tampaknya mereka senang melakukannya.
Diam-diam Ratu merasa kagum pada kelincahan Kakyu dalam menghadapi setiap
perintah suami maupun putrinya.
Melihat sikap Kakyu yang tetap tenang walaupun tugas yang diterimanya sangat
berat, Ratu Ylmeria yakin putranya yang masih berada di Inggris juga akan
mengagumi pemuda itu. Kakak Putri Eleanor, Pangeran Reinald yang lebih tua sembilan tahu dari Putri
Eleanor, dikirim ke Inggris oleh Raja Alfonso sepuluh tahun yang lalu. Pangeran
Reinald berada di Inggris bukan untuk bersenang-senang melainkan untuk
bersekolah dii Oxford. Sebelum Pangeran Reinald berangkat, Pangeran tidak pernah bertemu Kakyu. Tapi
Ratu sangat yakin seperti halnya setiap orang di Istana Vezuza, Pangeran Reinald
juga akan mengagumi Kakyu.
Ratu Ylmeria juga sangat yakin Pangeran dan Kakyu akan dapat menjadi teman
baik. Walaupun Kakyu masih muda, ia nampak dewasa dengan sikap dingin-dingin
tenangnya itu. Kelakuan Kakyupun tidak perlu diragukan lagi, Kakyu sangat sopan
dan dibalik sikap dingin-dingin tenangnya, ia menyimpan keramahannya.
Ratu tahu bukan itu yang membuat Raja gemar mempermainkan Kakyu.
Kecerdasan yang didukung kelincahan Kakyu dalam usianya yang masih sangat
muda itulah yang menyebabkannya.
Suatu hari yang cerah di musim semi, Raja Alfonso berencana berburu di hutan di
kaki Pegunungan Alpina Dinaria.
Putri Eleanor yang mengetahui rencana ayahnya ini tidak mau ketinggalan.
Mulanya Raja melarang putrinya ikut, tapi Raja segera mengubah keputusannya itu
saat ia mendapat ide untuk mempermainkan Kakyu lagi.
Raja belum pernah bertanding sendiri dengan Kakyu, karena itu ia berniat
mewujudkan keinginannya itu di Hutan Naullie yang masih lebat dan berbahaya
dengan binatang buasnya. Seperti biasanya, Kakyu tampak tenang menghadapi tantangan Raja Alfonso itu.
Kakyu bukan pemuda yang bayak dikagumi orang bila ia tidak berani menerima
tantangan itu apalagi di Hutan Naullie yang paling sering dikunjunginya.
Jarak antara Chiatchamo dan Naullie yang biasanya ditempuh dalam satu setengah
hari berkuda, biasanya dicapai Kakyu dalam waktu kurang dari satu hari.
Tapi kali ini ia tidak pergi ke Naullie sendirian. Ada rombongan kerajaan yang
harus dikawal dan dijaganya. Begitu mereka sampai di Hutan Naullie, Raja segera menyuruh prajurit mencari
tanah yang lapang untuk mendirikan tenda. Karena tidak mungkin membangun
tenda di hutan yang lebat itu, mereka mendirikannya di depan hutan itu. Hanya
perlu berjalan kurang lebih sepuluh meter untuk mencapai tepi Hutan Naullie.
Rupanya kali ini Raja Alfonso benar-benar tidak sabar ingin segera mempermainkan
Kakyu. Begitu tenda berdiri, Raja segera memerintahkan pasukannya untuk bersiap-siap
berburu tanpa mempedulikan kelelahan mereka setelah seharian berkuda lalu
mendirikan tenda. Walau keinginan Raja kali ini terkesan keterlaluan, mereka semua mematuhinya.
Bukan karena mereka tidak berani menasehati Raja Alfonso untuk tidak
melakukannya, tapi karena mereka mengerti keinginan Raja itu.
Biasanya tugas atau orang suruhan Raja yang menguji Kakyu, kali ini Raja Alfonso
sendiri yang akan menguji pemuda itu. Dan itu membuat Raja menjadi tidak sabar.
Lain halnya dengan Kakyu.
Sejak awal Raja Alfonso mengajaknya berburu di Hutan Naullie, Kakyu berniat
untuk tidak menunjukkan apapun kepada Raja. Dengan kata lain sejak awal mula Kakyu
berniat mengalah kepada Raja.
Dalam pikiran Kakyu, tidak pantas ia yang masih muda ini mengalahkan orang yang
telah tua dan lebih berpengalaman darinya. Apalagi orang itu seorang Raja.
Tapi bukan karena itu saja Kakyu menolak menggunakan senapan berburu. Tapi
karena Kakyu sendiri memang tidak senang berburu.
Kakyu tidak senang memburu binatang hanya untuk kesenangan sendiri. Perburuan
yang sering dilakukan Kakyupun bukan untuk berburu binatang tapi untuk berburu
ilmu. Kakyu memburu ilmu perang dan kelincahannya di hutan.
Hingga mereka telah siap di punggung kuda masing-masing, Raja Alfonso tidak tahu
Kakyu tidak membawa senapan berburunya.
Raja terkejut melihat Kakyu menyandang busur dan anak panah di punggungnya.
"Ke mana senapanmu?" tanya Raja kebingungan, "Untuk apa engkau membawa
busur dan anak panahnya itu?"
Bukan hanya Raja yang terkejut melihat senjata yang dibawa Kakyu itu.
Para prajurit lainnya dan Putri Eleanor keheranan melihat senjata Kakyu itu.
Mereka merasa senjata Kakyu tidak cukup umum digunakan untuk berburu binatang liar
yang larinya cepat. Senapan saja belum tentu dapat mengalahkan hewan-hewan liar itu apalagi busur
dan anak panahnya itu. Kakyu tersenyum seolah-olah tidak ada yang aneh dan tidak ada yang perlu
dianggap aneh. "Saya menyukai senjata ini."
Jawaban singkat itu tidak memuaskan Raja Alfonso.
Walaupun Raja Alfonso tahu Kakyu yang pendiam sulit disuruh bicara panjang
lebar, Raja tetap berkata, "Katakanlah dengan jelas, Kakyu. Aku sama sekali tidak
mengerti maksudmu." Perintah tegas itu membuat Kakyu mau tidak mau berkata, "Daripada senapan, saya
lebih senang menggunakan busur dan anak panah ini untuk berburu."
"Baiklah, Kakyu, aku tidak akan bertanya lebih banyak lagi," kata Raja Alfonso
lalu dengan tersenyum ia meneruskan, "Memang sulit menyuruh pemuda pendiam
sepertimu berbicara panjang lebar."
Kakyu membalas senyuman Raja.
Kakyu tahu apa yang dikatakannya cukup jelas, hanya Raja saja masih kurang puas
dengan jawaban singkat yang jujur itu.
Kakyu memang tidak bohong. Kakyu membawa busur dan anak panah itu bukan
karena ia tidak mempunyai senapan berburu tapi karena ia memang menyukai
senjata itu. Dulu ketika Jenderal Reyn pertama kali menunjukkan busur dan anak panah yang
menjadi satu dari sekian harta pusaka keluarganya, keluarga Quentynna, Kakyu
langsung menyukai senjata itu.
Busur dan anak panah itu terlihat anggun dan kuat dalam warna peraknya.
Jenderal Reyn mengatakan senjata itu terbuat dari besi kuat yang kemudian
disepuh perak. Tapi bukan karena itu Kakyu menyukai senjata itu. Kakyu menyukai senjata itu
karena kelenturan busurnya dan kecepatan anak panahnya setelah lepas dari busur.
Tahu putranya menyukai senjata itu, Jenderal Reyn memberikan senjata itu pada
Kakyu dan berpesan agar putranya menjaga senjata itu baik-baik.
Tanpa perlu diberi pesanpun, Kakyu akan menjaga senjata itu baik-baik. Kakyu
sangat menyayangi senjata itu hingga ia begitu jarang menggunakan anak panah
peraknya yang hingga kini masih berjumlah sebelas buah.
Anak panah yang digunakan Kakyu hanyalah anak panah biasa yang terbuat dari
kayu. Walaupun begitu Kakyu tetap membawa serta kesebelas anak panah itu
setiap kali ia membawa busurnya.
Pada hari pertama mereka berada di Naullie, Raja diam saja melihat Kakyu tidak
ikut serta dalam perburuan mereka.
Ketika mereka semua sibuk membidikkan senapan mereka sambil mengikuti gerak
hewan buruan mereka, Kakyu tetap diam di punggung kudanya. Pemuda itu juga
tampak tenang-tenang saja ketika mereka berhasil mendapatkan hewan buruan
mereka. Pada hari-hari selanjutnyapun Raja tetap diam saja tatkala Kakyu masih tidak
turut serta dalam perburuan mereka.
Raja menduga Kakyu masih berusaha mengenali daerah sekelilingnya sambil
menemukan hewan yang akan diburunya.
Tapi ketika sampai satu minggu lebih keberadaan mereka di sana, Kakyu masih
tidak menampakkan tanda-tanda akan memburu hewan, Raja mulai heran.
"Mengapa engkau diam saja, Kakyu?" tanya Raja, "Kami semua telah mendapatkan
beberapa hewan, tapi engkau belum satupun. Bahkan engkau tidak menampakkan
tanda-tanda akan memburu seekor hewan."
"Ada apa denganmu, Kakyu" Engkau seperti bukan Kakyu yang kukenal," tanya
Putri Eleanor pula. "Tidak ada apa-apa," jawab Kakyu singkat.
"Jangan mengatakan 'tidak ada apa-apa' seperti itu, Kakyu," sergah Raja,
"Katakanlah masalahmu kepada kami. Katakan pula bila engkau tidak mau
menemani kami di sini."
"Papa!" seru Putri marah, "Kakyu bukan orang yang seperti itu."
Raja terkejut melihat kemarahan putrinya. "Maafkan Papa, Eleanor," kata Raja
Alfonso sambil tersenyum kemudian ia bertanya pada Kakyu, "Apa masalahmu?"
Sesaat sebelum Kakyu menjawab pertanyaan itu, Kakyu mendengar suara asing di
kejauhan. Kakyu yakin suara itu bukan suara kuda mereka. Dan yang pasti suara itu bukan
suara prajurit yang berasal dari tenda. Saat ini tenda mereka kosong. Semua
prajurit ikut Raja berburu di Hutan Naullie.
Untuk mencegah Raja curiga, Kakyu cepat-cepat berkata dengan tenang, "Tidak ada
apa-apa, Paduka. Benar."
"Tidak ada apa-apa, apanya, Kakyu?" tanya Putri Eleanor jengkel melihat sikap
Kakyu yang tenang, "Aku tahu engkau bisa mengalahkan ayahku. Aku tahu engkau
pandai berburu." Mulanya Kakyu berharap tadi itu hanya pendengarannya saja yang salah, tapi sudut
matanya menangkap sesuatu yang ganjil.
Kakyu tidak yakin bayangan yang sempat ditangkap matanya itu adalah orang.
Kakyu tahu pasti hutan lebat ini jatang didekati orang dan tidak mungkin ada
orang yang tinggal di hutan yang banyak binatang buasnya ini.
Demi keselamatan Raja Alfonso serta Putri Eleanor, Kakyu tahu ia tidak boleh
mempercayai hal ini semudah itu.
Kakyu berniat untuk menyelidiki hal ini setelah Raja memutuskan kembali ke
perkemahan mereka. Saat ini yang dapat dilakukan Kakyu adalah melindungi Raja.
Kakyu tahu akan sulit menjaga ketenangan di saat ia mencurigai sekelilingnya.
Tapi untunglah sepanjang hari itu Raja sama sekali tidak mencurigai apapun.
Di saat semua prajurit tahu mereka akan makan daging hewan buruan mereka,
Kakyu hanya tahu ia harus segera menyelidiki hutan ini sendirian.
Kakyu memutuskan untuk pergi sendiri bukan karena ia yakin ia mampu tapi karena
saat ini tidak ada lagi yang dapat diajaknya.
Dalam perburuan kali ini, Raja hanya mengikutsertakan sejumlah pasukan Istana.
Tidak seorang Jenderalpun yang diajak Raja.
Raja mempercayakan keselamatan dirinya dan putrinya pada Kakyu. Dan Kakyu
tahu itu. Tidak adanya seorangpun yang cukup handal untuk membantunya menyelidiki hutan
ini, membuat Kakyu memutuskan untuk pergi sendiri.
Kakyu tahu di antara pasukan yang pergi ke Naullie ini ada yang sering melakukan
tugas menyusup. Tapi Kakyu tidak berani mengajak mereka sebab ia yakin mereka
tidak mengenal hutan ini sebaik dirinya.
Kakyu pernah mengalami menyusup ke daerah yang sama sekali belum
diketahuinya pada malam hari. Dan ia tahu sulitnya melakukan tugas yang seperti
tugas buta itu. Begitu sampai di perkemahan, mereka membongkar hasil yang mereka dapat dari
hutan. Tanpa menanti matahari terbenam, Kakyu segera mengundurkan diri ke tendanya.
Saat itu pula Kakyu sadar ia tidak membawa persiapan apapun untuk menyusup ke
dalam hutan. Dan itu berarti Kakyu harus mempersiapkannya sesegera mungkin.
Satu-satunya cara tercepat mempersiapkan keperluannya itu tanpa membuat
siapapun curiga adalah membelinya di kota kecil dekat Naullie, Farreway.
Untuk lebih menyempurnakan rencananya, Kakyu membawa serta kudanya. Kepada
penjaga kuda, ia berpesan, "Bila ada yang mencariku, katakan aku pergi
berjalanjalan." Sebelum prajurit itu sempat berkata apa-apa, Kakyu telah melajukan kudanya ke
Farreway dengan cepat. Kakyu beruntung pemilik toko tempat ia membeli perlengkapannya, tidak curiga
melihatnya membeli pakaian serba hitam. Kepada pemilik toko itu, Kakyu
mengatakan ia baru saja memasuki masa berkabung.
Setelah mendapatkan perlengkapannya, Kakyu kembali ke Hutan Naullie sesegera
mungkin. Guna menjaga orang-orang di perkemahan percaya ia sedang berkuda, Kakyu
menambatkan kudanya di tempat yang jauh dari perkemahan dan cukup terlindungi
dari orang lain. Kakyu mempersiapkan dirinya sebelum menyusup ke dalam hutan, di tempat itu
juga. Pakaian seragam pasukan Istana yang berwarna putih kebiru-biruan,
disembunyikan Kakyu di semak-semak dekat kudanya.
Ketika Kakyu telah siap, hari masih terang. Kakyu memanfaatkan cahaya matahari
yang mulai terbenam itu untuk memastikan diri dengan memeriksa tempat di mana
ia melihat bayangan seseorang itu.
Kakyu tidak terkejut melihat tempat itu yang seperti telah didatangi orang.
Tiba-tiba saja Kakyu merasa sangat beruntung pernah mengenal teman ayahnya
yang seorang Jepang. Kenichi yang mengaku dirinya seorang ninja itu mengajarkan ilmunya kepada
Kakyu. Banyak hal yang diajarkannya pada Kakyu. Salah satunya adalah mencari
jejak ini. Hal lainnya yang diajarkan Kenichi pada Kakyu adalah menyusup ke sarang musuh
dan masih banyak lagi. Terlalu banyak yang diajarkan Kenichi pada Kakyu hingga rasanya semua hal mulai
dari yang paling mudah sampai yang paling sulit tidak terlewatkan.
Untung saja Kakyu cepat mengerti dan cerdas. Karena sering melatih ilmunya itu,
Kakyu tetap mengingat semua ajaran Kenichi walau telah lama berselang.
Karena ajaran Kenichi pula, Kakyu memilih mengenakan pakaian serba hitam dalam
penyusupannya di malam hari ini.
Kalau dulu dalam pernyusupannya ke Istana Vezuza, Kakyu mengenakan pakaian
serba putih, maka kali ini Kakyu mengenakan pakaian serba hitam.
Dulu Kakyu akan sangat mudah dilihat bila ia mengenakan pakaian serba hitam di
Istana Vezuza yang terang. Kini justru Kakyu tidak akan mudah dilihat di Hutan
Naullie yang gelap di malam hari.
Kakyu benar-benar menyadari perbedaan penyusupannya ke dalam Istana Vezuza
dengan penyusupannya kali ini.
Melihat jejak yang jelas-jelas bukan jejak binatang itu, Kakyu tahu apa yang
dibayangkannya tidak mungkin terjadi, benar-benar terjadi. Untuk itu Kakyu harus
membuktikannya dengan menyusup ke dalam hutan ini.
Kakyu yakin orang itu bukan penduduk Farreway yang sekedar lewat di Hutan


Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Naullie saat tadi mereka berburu. Kalau memang benar demikian, orang itu
seharusnya tidak perlu bersembunyi seperti itu walau ia ketakutan.
Lagipula jejak yang ada di hadapan Kakyu jelas-jelas bukan jejak orang awam. Di
tempat ini hampir-hampir tidak ada jejak. Dahan-dahan yang jatuhpun tampak
terjaga keutuhannya. Kalau orang itu adalah orang awam, ia tentu sudah menginjak dahan-dahan kecil
yang berserakan di tanah ini. Dan pasti Kakyu dapat melihatnya dengan jelas.
Tapi orang yang dilihat Kakyu melalui sudut matanya tadi benar-benar pandai.
Sikap orang yang tertangkap oleh Kakyu itu menampakkan ia sedang mengintai.
Sambil menanti langit semakin gelap, Kakyu memikirkan kemungkinan orang itu
bahkan mungkin kelompok orang itu berada.
Kakyu tahu hanya ada satu tempat yang cukup subur dan aman untuk permukiman
di Hutan Naullie. Tempat itu adalah tepi sungai yang melintas di sebuah lembah
di tengah Hutan Naullie. Walaupun landai, lembah itu sulit dituruni. Banyak semak-semak berduri dan
akarakar tumbuhan besar yang menutupi tanah.
Mungkin karena itulah hewan-hewan enggan mendekati tempat yang merupakan
sumber iar minum bagi mereka itu.
Melihat langit yang sudah gelap, Kakyu segera mengenakan kain hitamnya untuk
menutupi wajah dan rambut merahnya yang terus bersinar seperti api.
Setelah mengenakan sarung tangan hitamnya, Kakyu benar-benar nampak seperti
serang ninja. Seluruh tubuhnya kecuali matanya tertutup kain hitam.
Dengan bantuan sinar bintang dan bulan yang menyinari bumi, Kakyu memulai
penyusupannya. Untunglah langit cerah dan bulan bersinar terang di langit sehingga Kakyu tidak
kesulitan mencapai tempat tujuannya.
Semudah perjalanannya ke lembah itu pula Kakyu menemukan perkemahan
mereka. Kakyu sama sekali tidak terkejut melihat jumlah kelompok itu yang sangat banyak.
Kakyu juga tidak gentar melihat mereka.
Kakyu tahu ia harus sangat hati-hati bila tidak ingin dilihat mereka.
Barkat semak-semak dan pohon-pohon di lembah itu, Kakyu tidak terlihat oleh
orang-orang di perkemahan yang terang itu.
Perkemahan mereka cukup terang untuk dilihat dari puncak lembah. Kakyu
tersenyum menyadari musuhnya yang tidak sepandai yang diperkirakannya itu.
Walaupun begitu Kakyu tidak berani menyusup ke dalam perkemahan itu tanpa
persiapan matang. Kakyu hanya berani mengamati perkemahan itu dari sisi
perkemahan itu. Kakyu bukannya tidak berani menyusup sendirian ke perkemahan itu. Kakyu berani
dan ia yakin ia bisa. Tapi Kakyu tidak ingin rombongan kerajaan yang berada di
tepi hutan ikut menanggung resiko bila ia tertangkap.
Kakyu ingin baik rombongan kerajaan maupun kelompok itu tidak tahu apa-apa.
Cukup Kakyu sendiri yang mengetahui terbongkarnya letak perkemahan kelompok
tak dikenal itu dan bahaya yang dapat ditimbulkan kelompok itu bagi Raja Alfonso
maupun Putri Eleanor. Kakyu heran melihat banyaknya orang dalam perkemahan itu. Ia lebih heran lagi
melihat perubahan yang terjadi di lembah itu.
Selama kurang dari tiga tahun tidak pergi ke Naullie, lembah yang dulunya sepi
kini menjadi penuh tenda dan orang.
Menilik kelompok itu yang hanya terdiri dari kaum pria serta sikap mereka yang
kasar, Kakyu yakin kelompok itu bukan orang baik.
Untuk lebih meyakinkan dirinya, Kakyu memutari perkemahan itu sebelum ia
kembali ke perkemahan Raja.
Kakyu melihat beberapa di antara mereka ada yang tertawa-tawa di depan api
unggun sambil sesekali mengancungkan sebuah botol di tangannya ke api. Kakyu
yakin botol itu berisi minuman keras.
Beberapa di antara mereka juga ada yang bersila di dekat api unggun -
mendengarkan cerita kawan mereka yang lain sambil menghisap cerutu mereka.
Sikap mereka yang tidak menunjukkan kesopanan meyakinkan Kakyu kelompok
yang ada di depannya ini harus diwaspadai demi keselamatan Raja Alfonso serta
Putri Eleanor yang kini menjadi tanggung jawabnya.
Seperti datangnya yang bagai angin, Kakyupun kembali ke perkemahan Raja
dengan cepat dan tanpa menimbulkan suara.
Semua orang telah terlelap kecuali prajurit yang bertugas menjaga, ketika Kakyu
tiba. Melihat hal itu, barulah Kakyu menyadari penyusupannya memakan waktu yang
sangat lama. Kakyu tidak tahu berapa tepatnya waktu yang telah digunakannya,
Kakyu hanya tahu saat ia kembali, hari sudah sangat larut bahkan tidak sampai
lima jam lagi, matahari akan terbit.
Perlahan-lahan tanpa membuat prajurit jaga curiga, Kakyu menambatkan kudanya di
antara kuda lainnya kemudian segera beristirahat di tendanya.
Kakyu tahu ia harus dapat bangun pagi seperti biasanya bila tidak ingin membuat
siapapun curiga. BAB 2 Namun tak urung juga Raja Alfonso curiga pada Kakyu keesokan harinya.
"Ke mana saja engkau kemarin malam, Kakyu?" tanya Raja Alfonso antara jengkel
dan curiga. "Saya hanya berjalan-jalan, Paduka," jawab Kakyu.
"Kenapa sampai malam" Ke mana saja engkau pergi?" rujuk Putri Eleanor.
"Di sekeliling hutan ini," jawab Kakyu singkat.
"Akhir-akhir ini engkau memang aneh, Kakyu," kata Raja Alfonso, "Jangan-jangan
engkau berburu pada malam hari."
"Itu tidak mungkin, Paduka."
"Apa yang tidak mungkin bagimu, Kakyu?" kata Raja Alfonso, "Engkau dapat
mengerjakan setiap tugas berat yang kuberikan padamu dengan baik. Dengan
mudah dan cepat, engkau menembus strategi-strategi Jenderal terbaikku. Bagiku
engkau benar-benar menakjubkan sampai-sampai aku khawatir engkau adalah
penyihir." "Penyihir umumnya wanita, Paduka."
"Kalau begitu buktikan padaku kalau engkau bukan wanita."
Kakyu tersenyum. Ia tahu pasti apa yang diharapkan Raja Alfonso darinya, tapi ia
berkata, "Saya tidak senang berburu, Paduka."
Raja mengeluh. "Sudahlah, Kakyu, aku menyerah. Aku tidak akan membujukmu lagi.
Aku berbicara sepuluh kata tapi engkau hanya berbicara sepatah kata. Engkau
benar-benar membuatku merasa seperti orang yang banyak bicara."
"Tidak, Paduka."
Raja Alfonso yang telah lelah menghadapi jawaban singkat Kakyu hanya
mengangkat bahunya sambil tersenyum. Kemudian Raja memerintahkan
pasukannya untuk berangkat.
Selama perburuan di hari ini, Kakyu memusatkan perhatiannya pada sekelilingnya.
Kakyu yakin tak lama setelah mengintai, kelompok itu akan menyerang.
Sama seperti keyakinan Kakyu bahwa mereka tidak akan mengerahkan banyak
orang untuk menyerang Raja.
Kemarin malam Kakyu telah memeriksa tenda tempat mereka menyimpan senjata
dan melihat sendiri senjata yang mereka punyai tidak banyak.
Lagipula terlalu mudah dilihat bila mereka menyerang besar-besaran.
Melihat perkemahan kelompok itu yang tersembunyi baik di tengah hutan, Kakyu
yakin kelompok itu tidak ingin diketahui keberadaannya oleh siapapun sebelum
mereka cukup kuat. Seperti ajaran Kenichi, Kakyu memusatkan mata hatinya pada sekelilingnya.
Tiba-tiba Kakyu merasa ada bahaya yang mengancam mereka. Tanpa melakukan
banyak gerakan yang mencurigakan, Kakyu berusaha mencari asal perasaan itu.
"Bosan!" seru Putri Eleanor, "Sejak tadi kita tidak melihat seekor hewanpun.
Biasanya kita sudah mendapatkan walau hanya satu ekor."
Seruan Putri tidak mengejutkan Kakyu yang telah dilatih Kenichi dengan keras.
Putri Eleanor melihat Kakyu. Merasa sikap pemuda itu aneh, Putri bertanya,
"Engkau menemukan hewan apa, Kakyu?"
"Hewan apa yang kauburu, Kakyu?" tanya Raja pula, "Sejak tadi sikapmu sangat
aneh." Kakyu yang telah menentukan dengan tepat posisi musuh, segera mencabut anak
panah peraknya dan membidikkannya.
Raja dan Putri Eleanor sama-sama terkejut melihat Kakyu tiba-tiba menggunakan
senjata yang selama ini hanya dibawanya.
Mereka lebih terkejut lagi ketika sesaat kemudian terdengar letusan senjata di
kejauhan diiringi terbangnya burung-burung yang juga terkejut.
Sementara prajurit lainnya sibuk mengelilingi Raja dan Putri sambil berteriak,
"Lindungi Raja dan Putri", Kakyu memacu kudanya ke tempat ia membidikkan
panahnya. Kakyu tersenyum puas melihat seorang pria yang lebih tua darinya meringis
kesakitan karena panah perak yang menancap di pundak tangan kirinya.
Kakyu mengambil senapan pria itu yang tergeletak tak jauh dari pria itu.
"Sebaiknya engkau tidak mencoba berbuat apapun," kata Kakyu memperingati,
"Racun panahku dapat membunuhmu."
Pria itu tampak semakin pucat mendengar kata-kata itu.
Kakyu mengamati sekelilingnya sebelum berkata, "Sekarang naiklah ke kudaku dan
aku akan membawamu ke tempat buruanmu."
Melihat pria itu ragu-ragu, Kakyu berkata, "Sebaiknya engkau segera menuruti
perkataanku sebelum racun itu menyebar ke dalam tubuhmu."
Pria yang sudah kesakitan dan ketakutan itu hanya dapat menuruti perintah Kakyu.
Kakyu mengeluarkan tali yang kemarin dibelinya di Farreway dari saku bajunya.
Dengannya, ia mengikat tangan dan tubuh pria itu. Kemudian ia menuntun kudanya
ke sekelompok orang yang masih mengkhawatirkan keselamatan Raja dan putrinya.
Melihat Kakyu mendekat bersama seorang pria yang terluka, mereka tercengang.
Prajurit yang mengelilingi Raja dan Putri mulai bubar dan membantu Kakyu
menangani pria itu. "Mengapa engkau kejam seperti ini?" tanya Putri, "Ia pasti tidak akan mencelakai
kita." Kakyu tahu mengapa Putri Eleanor berkata seperti itu.
Pria yang sekarang duduk ketakutan di depannya itu memang tidak tampak jahat.
Kakyu juga yakin pria itu bukan orang jahat apalagi setelah melihat ketakutan
pria itu dalam menghadapi kematian. Kakyu yakin ada sesuatu yang menyebabkan pria itu
hendak membunuh Raja dan itu berkaitan dengan kelompok yang semalam
diintainya. Namun Kakyu tetap diam. Putri Eleanor jengkel melihat kediaman Kakyu. "Ia pasti sedang berburu seperti
kita, Kakyu." Kakyu tetap diam. "Kakyu!" seru Putri Eleanor kesal.
"Ia memang sedang berburu, Tuan Puteri," kata Kakyu pada akhirnya, "Dan hewan
buruannya adalah Anda."
"Kakyu! Jangan menuduh orang seperti itu," sergah Putri.
Kakyu melihat pria itu ingin mengatakan sesuatu. Dengan cepat ia mendahului pria
itu, "Jangan bicara, Tuan. Lebih baik engkau menyimpan tenagamu sebab ini akan
sakit sekali." "Kakyu!" Kakyu diam saja mendengar seruan jengkel Putri. Saat ini Kakyu lebih memusatkan
perhatiannya pada panah peraknya yang menancap di pundak pria itu.
Secepat Kakyu membidikkan panah itu, Kakyu menarik panah itu dari pundak pria
malang itu. Sebelum darah mengucur dari luka yang cukup dalam itu, Kakyu mengikat erat-erat
pundak pria itu dan menutupi lukanya dengan kain hitam yang kemarin.
Putri Eleanor tercengang melihat Kakyu yang seperti telah tahu apa yang akan
terjadi, hingga melupakan kejengkelannya.
Kakyu tersenyum pada pria itu tanpa berkata apa-apa. Kemudian ia bangkit
menghadapi Putri Eleanor.
"Di sini tidak nampak seekor hewanpun, Tuan Puteri," kata Kakyu menjelaskan,
"Satu-satunya hewan buruannya adalah Anda."
Raja yang sejak tadi diam saja tiba-tiba tertawa. "Engkau benar-benar luar
biasa, Kakyu, engkau tidak senang memburu hewan, tapi engkau memburu orang."
"Papa!" "Sudahlah, Eleanor. Kakyu memang benar. Di sini tidak ada seekor hewanpun dan
aku yakin Kakyu mempunyai alasan bahkan mungkin Kakyu tahu sesuatu."
Raja menatap lekat-lekat wajah Kakyu, "Aku benar, bukan" Tidak mungkin engkau
setiap hari membawa tali dan kain hitam."
"Anda benar, Paduka," kata Kakyu, "Sebelum saya mengatakan yang saya ketahui,
saya harap Anda mendengar nasehat saya."
"Katakanlah, Kakyu, engkau telah menyelamatkan nyawaku dan putriku, aku yakin
engkau juga akan memberi nasehat demi kebaikanku."
"Kita kembali ke Istana Vezuza hari ini juga."
"Apa!?" seru Putri Eleanor terkejut.
Raja tersenyum. "Baiklah, Kakyu. Aku setuju denganmu."
Walaupun tahu putrinya kecewa karena perburuan yang semula direncanakan
selama sebulan hanya berlangsung selama dua minggu kurang, Raja tetap
memerintahkan mereka berkemas-kemas hari itu juga.
Sebelum Kakyu mengatakan apapun pada Raja Alfonso, Kakyu memastikan dulu
kecurigaannya. Ketika semua orang sibuk berkemas, Kakyu berbicara dengan pria itu.
"Siapakah nama Anda?" tanya Kakyu membuka percakapan.
"Halberd, Tuan," jawab pria itu dengan ketakutan yang nampak jelas baik melalui
wajah maupun suaranya. Kakyu tersenyum. "Jangan takut, saya hanya ingin berbicara dengan Anda."
"Ten... tentu, Tuan."
"Panggil saya Kakyu."
"Ten... tentu, Tu... an."
Kakyu tersenyum melihat ketakutan pria itu. "Jangan takut. Saya benar-benar
hanya ingin berbicara dengan Anda. Saya tahu Anda bukan orang jahat."
Halberd tertunduk diam. "Katakanlah kepada saya, orang yang menyuruh Anda membunuh Raja."
Halberd masih diam. "Kalau Anda tidak mengatakannya, saya tidak dapat menjamin Anda akan selamat.
Setelah tiba di Istana Vezuza, mungkin Anda akan dihukum mati oleh Raja. Tapi
mungkin saja Anda sudah mati sebelum itu oleh racun panah saya."
"Ja... jangan, Tuan. Saya tidak ingin mati."
"Bila Anda ingin selamat, katakanlah kepada saya apa yang membuat Anda
melakukan ini semua," kata Kakyu lembut.
Halberd menatap lekat-lekat wajah Kakyu seakan-akan ingin mencari kebenaran di
sana. "Anda janji, Tuan?"
"Tentu saja." Sorenya rencana mereka semula berubah.
Raja yang telah menyerahkan segalanya pada Kakyu, hanya menyetujui semua
keinginan pemuda itu sambil menghibur kekecewaan putrinya.
Sore itu tenda yang seharusnya sudah dibongkar, tetap berdiri di tepi Hutan
Naullie. Mereka tetap melakukan kegiatan mereka seperti hari-hari sebelumnya.
Semua itu dilakukan Kakyu untuk mencegah kelompok tak dikenal di tengah hutan
itu curiga sementara ia dan beberapa pasukan Istana lainnya menyelamatkan
keluarga Halberd. Dari Halberd, Kakyu mengatahui kelompok yang diintainya kemarin malam
berencana untuk membunuh Raja beserta keluarganya.
Kata Halberd, kelompok pemberontak itu memaksanya membunuh Raja dan
putrinya saat mereka berburu atau keluarganya akan mati.
Kakyu telah berjanji akan menyelamatkan keluarga Halberd dan kini ia sedang
berusaha mewujudkannya bersama lima orang prajurit Istana lainnya yang
merupakan pilihan Raja. Karena mereka akan melakukannya di malam hari, maka seperti kemarin, Kakyu
mengenakan pakaian serba hitam.
Semua orang terkejut melihat Kakyu muncul dari tendanya dengan pakaian serba
hitam seperti pencuri. Tanpa mengatakan apa-apa, Kakyu menyuruh kelima orang pilihan Raja itu untuk
mengenakan pakaian serba hitam sepertinya.


Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kepada prajurit yang terpaksa membeli pakaian itu di Farreway, Kakyu berpesan
agar prajurit itu mengatakan hal yang sama seperti dirinya bila pemilik toko
bertanya. Kepadanya pula Kakyu menitipkan sehelai kain hitam untuk menggantikan kain
penutup wajahnya yang digunakannya untuk membalut luka Halberd.
Seperti sehari sebelumnya, Kakyu memulai aksinya setelah langit menghitam.
Penampilan Kakyupun seperti kemarin malam. Bedanya kali ini ia membawa busur
dan anak panahnya. Semua terpana melihat penampilan Kakyu yang seperti mata-mata bersenjatakan
busur dan anak panah itu dan kelima pasukan lainnya yang juga seperti mata-mata
tapi tanpa penutup kepala dan bersenjatakan pedang.
Kakyu memang melarang yang lain membawa senapan.
Satu suara letusan senjata api dapat membuat keluarga Halberd semakin berada
dalam bahaya. Kakyu yakin kelompok pemberontak itu tidak akan membiarkan keluarga Halberd di
Farreway bebas begitu saja.
Berapa orang yang menjaga tempat itu, Kakyu tidak tahu pasti. Tapi Kakyu yakin
ia dan kelima prajurit terbaik pilihan Raja dapat menyelamatkan keluarga malang
itu. "Kakyu, engkau tampak seperti mata-mata yang hebat," kata Putri Eleanor kagum.
"Terima kasih, Tuan Puteri."
Raa tertawa melihat Kakyu. "Engkau tidak mau memburu binatang tapi sekarang
engkau akan memburu manusia."
Kakyu diam saja. Raja benar saat ini ia akan memburu orang bukan hewan.
Tepatnya anggota kelompok pemberontak itu.
"Segeralah pergi berburu, Kakyu. Aku ingin tahu berapa 'hewan' yang akan
kaudapatkan." Tanpa perlu disuruh dua kali, Kakyu dan kelompoknya segera pergi. Langsung
menuju sasaran. Kelima pasukan pilihan Raja yang jauh lebih tua dan berpengalaman dari Kakyu,
tidak ada yang membantah maupun tersinggung ketika Kakyu memberikan
perintahperintahnya. Seperti Raja Alfonso, mereka mempercayai kemampuan Kakyu.
Kakyu yang menugasi dirinya melumpuhkan penjaga di luar rumah Halberd dengan
panahnya, segera menangkap letak orang itu dan membidikkan panahnya.
Kecepatan gerak Kakyu membuat prajurit lainnya yang ditugasi Kakyu untuk segera
mengikat orang yang dipanah Kakyu, terpana beberapa saat.
Untung Jewry cepat mengikuti Kakyu yang telah berlari mendekati 'hewan'
buruannya. Yang lain segera mengikuti mereka.
Ketika yang lain mengikat pria malang yang terluka pundaknya, Kakyu mengintip ke
dalam rumah melalui jendela kaca.
Seperti penjaga di luar, di dalam rumah hanya ada satu orang yang menjaga dengan
senapan panjang di tangannya.
Sebelum menentukan langkah selanjutnya, Kakyu mengamati keadaan rumah itu
terlebih dahulu. Kakyu segera kembali ke sekelompok orang yang telah menantinya.
"Di dalam hanya ada satu penjaga," kata Kakyu, "Tapi aku tidak ingin kita
menerobos langsug ke dalam."
"Kami mengerti," kata Fahd.
Kakyu menatap pria yang telah terikat dengan panah yang masih menancap di
pundak kanannya. "Cukup dua orang yang ikut bersamaku," kata Kakyu, "Yang lainnya menjaga pria
ini." "Aku ikut," kata Raugh tiba-tiba.
Kakyu yang lebih banyak menghabiskan waktunya dengan mengawal putri Eleanor
sejak ia masuk Istana, tidak tahu manakah yang terbaik dari kelima pengawal
pribadi Raja ini. "Phil, Paduka mengatakan engkau dapat membantuku,," kata Kakyu pada prajurit
yang paling diandalkan Raja tadi siang saat ia meminta Raja memilihkan lima
orang yang akan membantunya. Phil mengangguk tanda mengerti. "Keinginanmu terkabul, Raugh. Engkau dan aku
ikut Kakyu. Yang lain jaga baik-baik pria ini."
Sebelum pergi lagi, Kakyu berkata perlahan pada pria itu hingga tak terdengar
olah yang lainnya, "Kalau saya adalah Anda, saya tidak akan bergerak sehingga racun
panah itu tidak menyebar."
Kepada Phil dan Raugh, Kakyu menjelaskan singkat rencananya kemudian ia
memulai tugasnya sendiri.
Sewaktu Phil dan Raugh menanti waktu yang ditentukan di depan pintu masuk,
Kakyu, dengan ajaran Kenichi, memanjat ke atap rumah.
Dengan tali yang digunakannya untuk memanjat itulah, Kakyu perlahan-lahan
meluncur ke dalam cerobong asap.
Pakaian serba hitam Kakyu menyembunyikan tubuhya di perapian yang gelap itu.
Sambil menanti Phil dan Raugh mendobrak masuk, Kakyu menghitung jumlah
anggota keluarga Halberd yang berada di ruangan itu.
Merasa waktu yang diberikan pada Kakyu cukup lama, Phil dan Raugh mendobrak
pintu. Dan dengan senjata terhunus, mereka berkata, "Jangan bergerak."
Perhitungan Kakyu tepat. Pria anggota kawanan pemberontak itu segera
menodongkan senapannya pada seorang anggota keluarga Halberd yang berada di
dekatnya. Putra tertua Halberd, ketakutan melihat senapan itu ditodongkan ke kepala
adiknya. Seisi rumah menjerit kaget ketika sesaat kemudian pria itu jatuh beserta
senapannya dan di belakang pundaknya tampak sebuah panah menancap kokoh.
Phil tersenyum melihat sinar perak busur Kakyu di perapian di seberangnya.
Berlainan dengan keluarga Halberd yang menganggap Kakyu yang keluar
perlahanlahan dari perapian dengan busurnya, sebagai pencuri.
Phil dan Raugh segera mengikat pria kedua yang dijatuhkan Kakyu sementara
Kakyu memungut senapannya.
"Jangan takut, Nyonya," kata Kakyu, "Suami Anda yang meminta kami untuk
menyelamatkan Anda."
Wanita itu hanya mengangguk ketakutan sambil memeluk kedua putranya.
"Boleh saya meminjam kereta Anda?"
"Ten... tentu," jawab wanita itu terbata-bata.
"Terima kasih, Nyonya."
Kakyu segera membawa kereta Halberd yang berada di belakang rumah, ke depan
pintu. Kepada Fick yang menjaga di luar, diperintahkannya untuk menaikkan pria itu ke
kereta. Kemudian kepada Phil diperintahkannya hal yang sama.
"Nyonya, naiklah ke kereta," kata Kakyu.
"Di mana suami saya?" tanya wanita itu memberanikan diri.
"Ia aman bersama kami," jawab Kakyu, "Sekarang Anda sebaiknya ikut bersama
kami." "Mari saya bantu, Nyonya," kata Fick sambil mengulurkan tangannya kepada istri
Halberd yang masih berdiri ketakutan di samping kereta.
"Kakyu, tampaknya ia takut pada penampilanmu yang seperti pencuri itu," kata
Fick, "Sebaiknya engkau lepaskan topengmu. Sekarang tempat ini sudah aman."
"Tidak, Fick, tempat ini belum aman," kata Kakyu, "Mereka bisa datang
sewaktuwaktu." Mendengar kata-kata itu, wanita itu semakin ketakutan. Ia cepat-cepat menaikkan
kedua putranya ke kereta kemudian ia sendiri naik.
Kakyu tersenyum di balik topengnya melihat wanita itu meringkuk ketakutan di
pojok kereta yang cukup besar itu sambil memeluk putra-putranya.
"Kalian juga cepat naik," perintah Kakyu pada Fick dan Fahd yang masih berdiri
di sampingnya. Kakyu membiarkan rumah Halberd tetap terang.
Setelah menutup kembali pintu rumah kecil itu, Kakyu naik ke kereta.
Kakyu duduk sendiri di depan. Kakyu pula yang menjalankan kereta itu.
"Untung kereta ini besar sehingga kita tidak perlu berdesak-desakkan," kata
Jewry. "Benar," sahut Fick, "Tapi panah ini menganggu saja."
"Tarik saja." "Jangan kaulakukan, Fahd," Kakyu memperingati.
"Baik, Kakyu." "Biar aku menggantikanmu, Kakyu," kata Phil, "Engkau pasti lelah."
"Tidak, Phil. Aku harus mengarahkan kuda ini ke jalan yang tepat yang tidak
membuat mereka curiga."
"Baiklah, Kakyu. Terserah engkau."
Kakyu tidak berkata apa-apa sesudahnya.
Dugaan Kakyu benar. Kelompok yang menyembunyikan dirinya di tengah Hutan
Naullie yang lebat itu memang bukan orang baik. Mereka adalah sekelompok
pemberontak. Dari mana datangnya kelompok itu, Kakyu tidak tahu. Tapi yang pasti harus ada
yang menjaga Hutan Naullie sejak saat ini.
Kakyu tahu ia bisa saja memberitahu tempat pemberontak itu dan
menghancurkannya sebelum pemberontak pecah. Tapi siapa yang akan percaya
pada pemuda seperti dirinya.
Walaupun Raja mengagumi Kakyu, Raja masih meragukan kemampuannya di
usianya yang masih muda ini. Terbukti dengan banyaknya tugas berat yang
diberikan Raja Alfonso padanya.
Kakyu menyadari hal ini. Kakyu yakin dengan tidak kembalinya dua kawan mereka, pemberontak itu akan
curiga. Itu berarti keselamatan Raja Alfonso dan Putri Eleanor semakin terancam.
Kakyu tahu apa yang harus dilakukannya.
"Kita telah tiba, Nyonya," kata Raugh.
Kakyu melompat turun dari kereta diiringi pasukan lainnya.
Raugh dan Fick kembali membantu keluarga Halberd turun dari kereta.
Raja yang baru keluar dari tendanya, tersenyum melihat dua pria yang terikat di
kereta pengangkut jerami itu.
"Engkau mendapat dua ekor ditambah sebuah kereta," Raja menghitung.
"Kami terpaksa meminjamnya untuk membawa rombongan ini ke sini karena tadi
kami tidak membawa seekor kudapun," kata Phil melaporkan.
"Bagaimana perasaan kalian dapat bekerja bersama Kakyu?"
"Pemuda ini memang mengagumkan, Paduka," kata Jewry sambil menepuk pundak
Kakyu. "Ialah yang melumpuhkan kedua penjahat itu," tambah Phil.
"Ya, aku melihat panahnya menancap di pundak kedua orang itu."
"Kakyu hebat sekali, Paduka. Dua kali ia tepat mengenai pundak sasarannya
sehingga mereka menjatuhkan senjatanya tanpa sempat menarik picunya," kata
Raugh. "Dan mereka tidak akan dapat memegang senjata mereka lagi," tambah Jewry.
"Tampaknya kalian benar-benar dibuat kagum olehnya," kata Raja Alfonso, "Aku iri
pada kalian. Seharusnya tadi aku juga ikut kalian."
"Paduka, saya ingin menangani kedua pria ini, bila Anda tidak keberatan," sela
Kakyu. "Lakukan saja, Kakyu. Aku tahu engkau sedang memburu sesuatu."
"Terima kasih, Paduka."
Dengan ijin Raja Alfonso, Kakyu membawa keluarga Halberd pada Halberd beserta
dua pria hasil 'berburu'nya.
Kedua putra Halberd segera berlari memeluk ayahnya sementara itu istri Halberd
terkejut melihat suaminya terikat dalam keadaan terluka.
"Berbicaralah dengan Halberd, Nyonya. Saya tidak akan menganggu," kata Kakyu
sambil menuntun dua pria lainnya yang juga terikat seperti Halberd, ke sudut
sudut tenda lainnya. Kakyu mendudukkan kedua pria itu di lantai. Baru setelah itu ia melepaskan
topeng kain ala ninjanya. Kedua pria yang telah diberitahu mengenai panah beracun itu, diam saja ketika
Kakyu menarik panah itu dan membalut luka mereka dengan kain hitamnya.
"Sebaiknya kalian berterus terang padaku bila kalian ingin selamat."
Kakyu melayangkan pandangannya ke pintu tenda yang dijaga dua prajurit
kemudian beralih kepada dua pria di depannya.
"Kawan kalian mungkin dapat meloloskan kalian dari tenda ini tapi kalian tidak
akan dapat meloloskan diri dari racun panahku."
Kakyu diam memperhatikan kedua pria itu sebelum melanjutkan. "Racun ini bukan
sembarang racun," kata Kakyu sambil memperhatikan mata panah yang berlumuran
darah itu, "Racun ini racun khusus yang obat penawarnya hanya dimiliki olehku."
"Kalau kalian tidak mau berkata jujur, aku yakin kalian mati menderita oleh
racunku," tambah Kakyu - berbahaya.
Tatapan tajam Kakyu yang sebahaya ucapannya berhasil membuat kedua pria itu
bercerita panjang lebar tentang kelompok mereka.
Tapi mereka tetap mengatakan tidak mengetahui tempat persembunyian
pemberontak itu walau Kakyu telah berkata,
"Pengakuan kalian di sini lebih ringan daripada di Istana Vezuza. Raja dan para
Jenderal lainnya tidak akan segan-segan menghukum kalian bila kalian berbohong."
Tak seorangpun dari mereka yang tahu kalau Kakyu sudah mengetahui tempat
persembunyian mereka. Setelah puas dengan keterangan yang didapatnya, Kakyu tersenyum dan berkata,
"Maafkan saya saya yang telah membohongi Anda, Tuan-tuan. Panah ini sama
sekali tidak beracun."
Seperti halnya Halberd tadi siang, kedua pria itu terkejut dengan pengakuan
Kakyu. Kakyu sengaja berbohong baik kepada Halberd maupun kedua pria itu demi
mendapatkan keterangan yang diinginkannya.
Walaupun panah yang digunakannya malam ini adalah panah kayu, keduanya
sama-sama tidak beracun. Bila tadi siang Kakyu tidak menggunakan panah kayunya, itu karena panah perak
yang sedang melesat takkan mudah dilihat di bawah sinar matahari. Sebaliknya
panah kayu yang melesat takkan mudah dilihat di malam hari.
Kakyu meninggalkan kedua pria yang sedang menyesali diri itu.
"Anda tidak boleh tinggal di sini, Nyonya."
"Mengapa Anda tidak melepaskan suami saya" Ia tidak bersalah," kata wanita itu.
"Saya tidak dapat melepas orang yang hendak membunuh Raja sebelum pengadilan
atau Raja sendiri yang membebaskannya."
"Apakah Ayah akan dihukum mati?" tanya putra tertua Halberd.
"Tidak," jawab Kakyu, "Raja Alfonso seorang yang pemurah. Ia tidak akan
menjatuhkan hukuman berat kepada Halberd apalagi setelah mengetahui Halberd
melakukannya karena diancam."
"Saya ingin tinggal di sini," wanita itu bersikeras.
"Anda tidak boleh melakukannya, Nyonya."
"Imma, sebaiknya engkau ikuti saja kata-kata Tuan ini," Halberd ikut membujuk,
"Ia tidak akan mencelakaiku. Ia sangat baik padaku."
"Tapi, Halberd, lukamu itu..."
"Lukaku tidak apa-apa, Imma. Tuan ini telah mengobatinya."
"Bila Anda tidak memikirkan diri Anda, Nyonya, setidak-tidaknya pikirkan kedua
putra Anda yang masih kecil ini," kata Kakyu, "Anda tentu tidak ingin mereka
tidur di tempat yang tidak nyaman ini."
Imma memandang kedua putranya sebelum mengikuti Kakyu.
Karena tidak ada tenda kosong lagi, Kakyu membawa mereka ke tendanya sendiri.
"Tunggu sebentar di sini," kata Kakyu, "Saya akan merapikan tenda ini."
Seperti yang diucapkannya, Kakyu segera keluar.
Kakyu tersenyum pada Imma yang terkejut melihat pakaian hitamnya telah berganti
menjadi seragam putih kebiru-biruan dengan sebilah pedang panjang di pinggang
kirinya dan busur beserta anak panah di tangannya.
"Berisitirahatlah di dalam, Nyonya," kata Kakyu, "Besok pagi-pagi sekali kita
akan berangkat ke Chiatchamo."
Imma mengangguk kemudian membawa kedua putranya masuk.
Kakyu segera menuju tenda tempat Halberd dan kedua pria itu diikat.


Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Berjaga-jagalah," kata Kakyu pada prajurit yang menjaga tenda, "Kawan mereka
bisa muncul sewaktu-waktu."
"Kami mengerti."
Kakyu tersenyum puas kemudian menuju tenda terbesar tempat Raja Alfonso
berada. Kakyu terkejut melihat Raja Alfonso masih bercakap-cakap dengan kelima orang
yang melakukan penyelamatan keluarga Halberd bersama-sama dengannya itu.
"Kami baru saja hendak mencarimu, Kakyu," kata Raja.
"Sebaiknya Anda berisitirahat sekarang juga, Paduka," saran Kakyu.
"Mengapa?" tanya Raja Alfonso keheranan.
"Besok sebelum langit terang, kita harus meninggalkan tempat ini."
"Apa tidak terlalu pagi, Kakyu?" tanya Raugh.
"Itulah saat yang kita cari. Kita harus meninggalkan tempat ini."
"Apa tidak terlalu pagi, Kakyu?" tanya Raugh.
"Kita harus sudah meninggalkan hutan ini sebelum mereka mencium kejanggalan
yang ada." "Mereka siapa, Kakyu?" tanya Phil, "Sejak tadi engkau menyebut 'mereka' tanpa
memberi penjelasan apapun."
"Kali ini engkau harus mengatakan semua yang kauketahui padaku, Kakyu," tegas
Raja Alfonso. "Di suatu tempat di hutan ini ada sekelompok orang yang mengincar nyawa Anda,
Paduka," Kakyu menjelaskan singkat.
Mereka terkejut. "Di hutan ini?" tanya Phil tak percaya.
Kakyu mengangguk. "Engkau memang menakjubkan, Kakyu. Tak salah bila putriku menyukaimu," kata
Raja, "Engkau telah mengetahui letak musuh sebelum kami yang telah
berpengalaman ini." "Saya mengetahuinya dari Halberd," kata Kakyu merendahkan diri.
"Tapi sebelumnya engkau telah mengetahuinya, bukan?"
Kakyu tidak ingin berbohong kepada Raja juga tidak ingin mengaku. Ia memandang
tenang wajah curiga Raja Alfonso.
"Pasti ini ada hubungannya dengan kepergianmu kemarin sore yang mencurigakan."
Sekali lagi Kakyu tidak mengaku juga tidak berbohong pada Raja Alfonso. Dengan
tenang ia berkata, "Sebaiknya Anda segera berisitirahat, Paduka."
"Baiklah, Kakyu," kata Raja Alfonso mengalah, "Hingga kapanpun akan tetap sulit
menyuruhmu berbicara panjang lebar."
"Sebaiknya kalian juga beristirahat," kata Kakyu pada kelima pengawal pribadi
Raja Alfonso. Mereka berenam segera mengundurkan diri dari tenda Raja.
"Apa yang sekarang akan kaulakukan, Kakyu?" tanya Phil.
"Aku akan berjaga-jaga," kata Kakyu singkat.
"Aku akan menemanimu," kata Raugh.
"Tidak," kata Kakyu tegas, "Kalian harus beristirahat."
"Engkaulah yang harus berisitrahat, anak muda," kata Jewry sambil menepuk
pundak Kakyu. "Besok kalian harus dapat menjaga keselamatan Raja. Malam ini nyawa Paduka
masih aman, tapi tidak besok."
Phil memikirkan kata-kata Kakyu itu kemudian berkata, "Ia benar. Malam ini kita
harus menyerahkan keselamatan Raja padanya. Dan di hari berat esok, kitalah yang
akan menggantikannya."
"Baiklah," kata Jewry, "Selamat malam, Kakyu."
"Selamat malam," balas Kakyu.
Kakyu mengiringi kepergian mereka dengan pandangan matanya.
Setelah kelima orang itu memasuki tenda masing-masing, Kakyu mulai berkeliling
di sekitar perkemahan mereka sambil menantikan datangnya pagi.
BAB 3 Ketika waktu yang dinantikannya tiba, Kakyu mulai membangunkan setiap orang.
Yang paling dulu dibangunkan Kakyu adalah prajurit jaga baik yang menjaga
tendatenda penting maupun yang menjaga seluruh perkemahan.
Semua orang kecuali yang telah mengetahui rencana Kakyu, heran. Mereka tidak
mengerti mengapa mereka dibangunkan pagi-pagi lalu disuruh segera berkemas.
Tapi mereka semua mematuhi perintah yang tersebar cepat itu kecuali Putri
Eleanor yang jengkel kepada Kakyu dengan rencananya yang berulang kali berubah itu.
Untung Raja Alfonso segera menangani putrinya yang manja itu walau pada
akhirnya ia menyerah dan menyuruh pengawal pribadi putrinya, Kakyu, mengatasi
gadis itu. Kakyu yang sudah kerepotan dengan rencananya itu, semakin dibuat repot oleh
Putri Eleanor. Waktu yang semakin sempit tidak membuat Kakyu bingung.
Kakyu meminta Imma dan kedua putranya menemani Putri Eleanor yang semakin
jengkel karena diacuhkan Kakyu.
Hingga mereka telah selesai berkemas-kemas, Kakyu belum bertemu Putri Eleanor
di dini hari ini. Mereka baru bertemu ketika Kakyu melihat Putri tidak mau naik kereta bersamasama
Imma dan kedua putranya. Kakyu mengerti Putri Eleanor sangat marah kepadanya. Tapi tidak ada lagi yang
dapat dilakukan Kakyu selain menaikkan kedua penjahat yang terikat itu ke atas
punggung kuda. Kakyu tidak dapat membiarkan kedua pria itu berada di kereta
Halberd bersama-sama keluarga itu. Ia juga tidak dapat mengosongkan punggung
seekor kudapun. Ketika berangkat ke Naullie, rombongan Istana itu hanya terdiri dari tujuh belas
orang termasuk Raja dan Putri. Masing-masing orang menunggangi seekor kuda.
Dan ketika kembali, rombongan mereka bertambah enam orang serta sebuah kereta
petani. Guna melengkapi rencananya untuk tidak memisahkan kedua pria itu sekaligus
menjauhkan mereka dari keluarga Halberd, Kakyu meminta Putri Eleanor merelakan
kudanya untuk pemberontak itu sehingga masing-masing pria itu menaiki seekor
kuda. Semua telah diperhitungkan Kakyu dengan matang kecuali sikap Putri Eleanor.
Mulanya Kakyu berpikir Putri akan mengerti permintaannya ini. Tapi rupanya
kejengkelan Putri Eleanor pada pemuda itu membuatnya tidak mau mengerti hingga
Raja Alfonso menyerah membujuk Putrinya itu.
"Engkau membuatku jengkel, Kakyu," kata Putri Eleanor saat melihat Kakyu,
"Kemarin siang engkau ingin kita berkemas-kemas lalu sesaat kemudian engkau
ingin kita tetap tinggal. Pagi ini engkau membangunkan kami semua pagi-pagi dan
menyuruh kami segera berkemas. Dan sekarang engkau menyuruhku naik kereta."
"Maafkan saya, Tuan Puteri," kata Kakyu tenang dan singkat.
"Tidak adakah yang dapat kaukatakan selain 'maaf'?"
Kakyu tahu Putri Eleanor semakin jengkel mendengar jawaban singkatnya, tapi ia
tetap berkata, "Tidak ada, Tuan Puteri."
"Jangan memberiku jawaban pendek, Kakyu!"
"Saya berharap Anda mengerti permintaan saya ini, Tuan Puteri," kata Kakyu,
"Keselamatan Anda semakin terancam bila Anda terlalu lama berada di sini."
"Aku tidak peduli," balas Putri Eleanor tenang, "Keselamatanku adalah tanggung
jawabmu." Kakyu tetap tenang menghadapi Putri Eleanor. "Bila Anda tidak mempedulikan
keselamatan Anda, Tuan Puteri, setidak-tidaknya Anda mempedulikan keselamatan
Paduka serta keluarga Halberd yang juga terancam."
Putri memperhatikan kedua putra Halberd yang memeluk ibunya erat-erat.
"Bailkah, Kakyu," Putri Eleanor akhirnya mengalah, "Tapi ingat, aku malakukannya
demi mereka bukan karenamu."
Kakyu tersenyum. "Terima kasih, Tuan Puteri."
Putri Eleanor jengkel melihat senyum itu dan ia semakin jengkel ketika ia naik
kereta dibantu prajurit lain bukan Kakyu.
"Engkau berhasil membujuk putriku, Kakyu," kata Raja Alfonso sambil tersenyum.
Kakyu membalas senyuman itu tanpa berkata apa-apa.
Mereka kembali ke Istana Vezuza dimulai dari empat prajurit yang ditugas Kakyu
menjaga di depan. Diikuti Raja dan Jewry serta Raugh yang mengawal di samping kanan kirinya. Jewry
dan Raugh masing-masing menarik seekor kuda yang ditunggangi pria hasil berburu
Kakyu. Di belakang mereka, kereta Halberd dengan masing-masing dua prajurit di kanan
kirinya. Sebagai penutup formasi perlindungan Raja Alfonso dan Putri Eleanor yang sengaja
dibuat mencolok oleh Kakyu itu, Kakyu meletakkan Phil serta dua prajurit lainnya
di belakang. Sementara itu Kakyu sendiri berada di luar formasi yang dirancangnya dengan
mencolok itu. Dengan formasi yang mencolok ini, Kakyu berharap kelompok pemberontak yang
melihatnya, berpikir mereka tahu segala sesuatu tentang kegiatan mereka dan
akhirnya mereka mengundurkan niat mereka.
Seringkali ketika pasukan Istana berjalan sambil tetap mengelilingi Raja dan
kereta Halberd, Kakyu menghentikan kudanya untuk memperhatikan sekelilingnya.
Tak jarang pula Kakyu mendahului formasi itu untuk memeriksa keamanan jalan
yang akan mereka lalui. Mereka terus berada dalam posisi itu hingga mereka tiba di Istana Vezuza
keesokan harinya. Semua orang di Istana terkejut melihat kedatangan Raja Alfonso yang lebih cepat
dua minggu dari yang direncanakan. Terlebih lagi saat melihat hewan buruan Raja
yang tidak hanya terdiri dari hewan itu.
Begitu tiba di Istana Vezuza, Raja Alfonso segera mengumpulkan para Jenderal dan
pejabat untuk memeriksa ketiga pria yang ditangkap Kakyu.
Kakyu merasa ia tidak perlu memberi tahu apapun kepada Raja Alfonso. Raja dan
para pejabat lainnya dapat mengetahui apa yang ingin mereka ketahui dari ketiga
pria itu. Karena itu Kakyu memilih menenangkan kekhawatiran Imma saat melihat Halberd
dikawal masuk Istana Vezuza, setelah menyelesaikan tugas akhir dari
pengawalannya hari ini. Kakyu tidak terkejut ketika melihat Imma dan kedua putranya bersama Putri
Eleanor. Kakyu tahu dalam perjalanan pulang ke Chiatchamo, Putri yang satu kereta dengan
keluarga Halberd itu menjadi akrab dengan mereka.
"Apa yang terjadi pada Halberd?"
"Raja dan para Jenderal serta pejabat lainnya sedang memeriksanya bersama dua
pria lainnya, Tuan Puteri."
"Ia akan baik-baik saja?"
"Jangan khawatir, Imma, mereka hanya memeriksanya bukan menghukumnya."
"Jangan khawatir, Imma, Papa bukan orang yang kejam," Putri Eleanor turut
menghibur Imma, "Papa tidak akan menghukum Halberd karena aku yang akan
memintanya. Aku yakin Papa tidak akan menolak permintaanku ini."
Kakyu meragukan keyakinan Putri Eleanor.
Walaupun semua orang tahu Raja Alfonso baik hati, Raja bisa berbuat kejam bila
memang diperlukan. Apa yang akan menimpa Halberd, tergantung pada pemeriksaan yang dilakukan
Raja ini. Kakyu yakin hingga malam nanti Raja, para Jenderal serta pejabat yang menangani
urusan dalam negeri khususnya keamanan, tidak akan selesai memeriksa ketiga
pria malang itu. Setelah selesai diperiksa, Kakyu yakin ketiga pria malang itu masih belum bisa
mendapatkan pengobatan yang lebih baik dari yang telah diberikan Kakyu.
Raja dan yang lain pasti akan langsung merundingkan masalah pemberontakan ini
sesudah menyelesaikan pemeriksaan mereka.
Dan pasti mereka akan melupakan ketiga pria malang itu sewaktu mereka sibuk
berunding. "Sekarang mereka ada di mana, Kakyu?" tanya Putri Eleanor.
"Di Ruang Tahta."
"Aku akan ke sana."
"Jangan, Tuan Puteri," cegah Kakyu.
"Mengapa engkau mencegahku, Kakyu?"
"Raja tidak ingin diganggu."
Putri Eleanor tersenyum. "Papa tidak akan marah bila aku yang menganggunya."
"Sebaiknya Anda tidak melakukannya, Tuan Puteri," kata Kakyu, "Raja telah
memerintahkan prajurit untuk mencegah siapapun masuk."
"Jangan khawatir, Kakyu."
Sebelum Kakyu sempat mencegah lagi, Putri Eleanor telah menuju Ruang Tahta.
Kakyu yang telah mengenal sifat Putri Eleanor yang manja dan keras kepala itu,
membiarkan Putri sendiri yang membuktikan ucapannya.
"Tunggu kami di sini," pesan Kakyu.
Imma mengangguk. "Baik, Tuan," katanya.
Lalu Kakyu segera menyusul Putri Eleanor.
Dari kejauhan Kakyu melihat Putri Eleanor sedang berbantah dengan dua prajurit
yang menjaga pintu Ruang Tahta.
Kakyu yakin Putri Eleanor bersikeras masuk sementara kedua prajurit itu
bersikeras menjalankan perintah Raja Alfonso.
Mereka menghentikan pertengkaran mereka ketika melihat Kakyu mendekat.
"Raja benar-benar tidak ingin diganggu, Tuan Puteri."
"Tapi aku putrinya, bukan orang lain."
"Saya mohon Anda mengerti."
Putri Eleanor cemberut mendengar Kakyu tidak memihak padanya. Putri
memandang lekat-lekat wajah pemuda itu.
Tiba-tiba Putri menarik Kakyu menjauh.
"Ada apa, Tuan Puteri?" tanya Kakyu kebingungan.
"Kakyu," kata Putri Eleanor bersemangat, "Engkau menyusup masuk saja. Aku tahu
engkau pandai dalam hal itu.
"Apa!?" kata Kakyu terkejut.
Putri Eleanor benar Kakyu yang sering mendapat tugas penyusupan dari Raja
Alfonso, pasti bisa dengan mudah menyusup masuk ke Ruang Tahta dan melihat
apa yang terjadi di dalam. Apalagi dulu Kakyu pernah menyusup ke dalam ruangan
itu. Tapi Kakyu tidak mau melakukannya.
"Masuklah ke dalam Ruang Tahta diam-diam dan lihat apa yang terjadi," ulang
Putri Eleanor dengan lebih jelas.
"Tidak," kata Kakyu tegas.
"Ayolah, Kakyu," bujuk Putri, "Tidak akan terjadi apa-apa. Engkau hanya melihat
apa yang terjadi lalu keluar lagi."
Sekali lagi Kakyu menolak tegas, "Tidak, Tuan Puteri."
Putri Eleanor berusaha meyakinkan Kakyu. "Tidak akan ada yang marah padamu,
Kakyu. Kalau engkau ketahuan, aku yang akan bertanggung jawab dan tak
seorangpun yang akan memarahimu."
Kakyu tetap pada pendiriannya.
Putri Eleanor dibuat kesal karenanya, "Ini perintahku, Kakyu. Engkau tidak boleh
mengatakan 'tidak'!"
"Saya juga tidak dapat melanggar perintah Paduka," kata Kakyu tenang.
Putri dibuat semakin kesal karenanya.
Kakyu meninggalkan Putri Eleanor dengan tenang, setenang kata-katanya.
Pemuda itu tersenyum ketika mengetahui harapannya berjalan lancar.
Putri Eleanor mengikutinya untuk membujuknya.
Tahu Putri Eleanor mengikutinya, Kakyu mempercepat langkahnya ke tempat ia
meninggalkan Imma beserta kedua putranya.
"Selamat sore, Paduka Ratu," sapa Kakyu kepada Ratu Ylmeria yang berada di
samping Imma. "Selamat sore, Kakyu," balas Ratu sambil tersenyum, "Kudengar perburuanmu kali
ini membawa hasil yang sangat luar biasa."
"Anda terlalu melebihkannya, Paduka."
Putri Eleanor yang berhasil mengejar Kakyu, terkejut melihat ibunya. "Selamat
sore, Mama," katanya. "Engkau sungguh tidak sopan, Eleanor," kata Ratu Ylmeria, "Engkau mengundang
Imma tapi engkau meninggalkannya di sini sendirian."
Putri Eleanor terkejut menyadari kesalahannya sendiri. "Maafkan aku, Imma."


Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak apa-apa, Tuan Puteri," kata Imma sambil tersenyum.
"Dari mana saja engkau, Eleanor?"
"Aku ingin menemui Papa," kata Putri sambil melihat wajah tenang Kakyu, "Tapi
Kakyu mencegahku." Ratu Ylmeria juga ikut menatap Kakyu yang tetap tenang seolah-olah tidak terjadi
apa-apa. "Tindakan Kakyu benar. Ayahmu tidak ingin diganggu siapapun saat ini."
Karena dua kali tidak dibela orang yang diharapkannya, Putri Eleanor sangat
kesal hingga tidak berkata apa-apa lagi.
Ratu hanya tersenyum melihat tingkah putrinya yang kekanak-kanakan.
"Sebaiknya engkau segera berisitirahat di kamarmu, Eleanor. Aku yakin perjalanan
jauh membuatmu lelah," kata Ratu Ylmeria kemudian pada Kakyu dan Imma, ia
berkata, "Kalian juga terutama kedua putramu, Imma."
Karena terlalu kesal, Putri Eleanor segera menuruti perintah Ratu Ylmeria tanpamengatakan apa-apa.
Kakyu yang telah terbiasa dengan sikap Putri Eleanor yang seperti ini, bukannya
mengejar Putri Eleanor malah berkata, "Kalau Anda tidak keberatan, saya ingin
mengantar Imma ke Quentynna House. Saya janji akan kembali lagi ke Istana
sesudahnya." "Untuk apa, Kakyu" Kamar di Istana cukup banyak untuk kalian tempati."
"Saya yakin Imma akan merasa lebih baik bila tinggal di Quentynna House hingga
masa depan suaminya jelas."
"Tuan Kakyu benar, Paduka Ratu," Imma mendukung Kakyu, "Istana Vezuza terlalu
mewah untuk kami yang dari desa ini. Kami merasa gugup di tempat semewah ini."
"Baiklah, aku mengijinkanmu, Kakyu," kata Ratu Ylmeria, "Tapi setelah tiba di
Quentynna House, engkau tidak perlu kembali lagi ke sini. Aku tahu engkau lelah
dan merindukan keluargamu. Ini pertama kalinya engkau berpisah lama dengan
keluargamu, bukan?" "Benar, Paduka Ratu," kata Kakyu ragu-ragu.
Ratu Ylmeria mengerti kekhawatiran Kakyu. "Jangan mengkhawatirkan Eleanor.
Engkau sendiri tahu putriku yang satu ini memang semakin manja sejak kakaknya
pergi ke Inggris." Atas desakan Ratu Ylmeria itu, Kakyu akhirnya kembali ke Quentynna House dan
tidak kembali lagi ke Istana Vezuza setelah mengurus keberadaan keluarga Halberd
di rumahnya itu. Tak seorangpun yang bertanya apa-apa pada Kakyu. Mereka termasuk Vonnie,
kakak kedua Kakyu yang biasanya selalu ingin tahu, mengerti kelelahan pemuda
itu. Mereka membiarkan pemuda itu segera tidur setelah menyelesaikan semua
tugasnya. Kakyu senang dapat menebus dua hari waktu tidur malamnya yang digunakannya
untuk pemberontak itu. Karena ingin mengetahui perkembangan pemeriksaan Raja terhadap Halberd dan
dua pria lainnya, Kakyu segera pergi ke Istana Vezuza setelah menghabiskan
sarapannya. Kali ini Kakyu beruntung lagi.
Tak seorangpun yang berusaha mencegahnya bahkan Marie, kakak perempuan
Kakyu yang lain yang membenci keterburu-buruan, hanya diam saja melihat Kakyu
segera menghilang setelah menghabiskan makan paginya.
"Selamat pagi, Paduka Ratu," sapa Kakyu pada Ratu Ylmeria yang bertemu
dengannya di koridor menuju Ruang Tahta.
"Selamat pagi, Kakyu," balas Ratu Ylmeria, "Hendak ke mana engkau pagi-pagi
seperti ini?" Belum sempat Kakyu menjawab pertanyaan itu, Ratu telah berkata,
"Kalau engkau ingin mengetahui hasil pembicaraan Raja, sebaiknya engkau
mengurungkan niatmu itu," kata Ratu Ylmeria, "Mereka baru selesai beberapa jam
yang lalu dan kini mereka semua masih tidur."
Kakyu diam saja mendengar pemberitahuan itu lalu ia berkata, "Saya akan menemui
Tuan Puteri." "Sebaiknya engkau juga mengurungkan niatmu itu, Kakyu. Eleanor masih tidur."
Ratu tersenyum sambil mengenang sesuatu.
"Gadis itu memang nakal," kata Ratu Ylmeria tiba-tiba, "Engkau tahu, Kakyu" Saat
kemarin kita semua mengira ia kembali ke kamarnya, ia pergi ke Ruang Tahta."
Kakyu tahu apa yang kemudian terjadi.
"Eleanor berhasil menerobos masuk dan akhirnya ia mengikuti perundingan itu
hingga dini hari tadi."
Walaupun tidak ada lagi yang dapat dilakukan Kakyu, Ratu Ylmeria yakin pemuda
itu tidak akan menerima nasehatnya untuk beristirahat.
Ratu Ylmeria tahu itu. "Karena tidak ada lagi yang dapat kaulakukan, ikutlah aku," Ratu Ylmeria
mengajak Kakyu berjalan-jalan, "Aku ingin berbicara banyak hal denganmu."
"Baik, Paduka."
Kakyu mengikuti d samping Ratu Ylmeria.
"Tak kuduga engkau cukup kejam, Kakyu. Kata pelayan yang merawat luka ketiga
pria itu, luka mereka cukup dalam," kata Ratu Ylmeria sambil tersenyum penuh
arti. "Kakyu!" Panggilan itu membuat mereka berhenti dan menanti Putri Eleanor yang berlari
mendekat. "Kalian mau ke mana?" tanya Putri Eleanor.
"Kami ingin berjalan-jalan," jawab Ratu Ylmeria, "Mengapa engkau sudah bangun,
Eleanor?" Putri Eleanor menatap Kakyu sebagai jawabannya.
Ratu Ylmeria tersenyum melihat putrinya menatap lekat-lekat pemuda yang tetap
tenang itu. Sesaat kemudian mereka telah berjalan-jalan di taman Istana Vezuza.
Walaupun tadi Ratu Ylmeria mengatakan ingin berbicara dengannya, Kakyu lebih
menjadi pendengar yang baik daripada kawan bicara yang baik di pagi hari yang
cerah itu. Satu-satunya hal yang saat ini ingin dibicarakan Kakyu adalah hasil pembicaraan
Raja bersama para pejabat lainnya.
Namun pemuda itu tetap terlihat tenang ketika siang harinya Raja Alfonso
memanggilnya ke Ruang Tahta.
Karena ingin tahu, Ratu Ylmeria dan Putri Eleanor ikut pergi bersamanya ke Ruang
Tahta walau tidak ikut dipanggil.
"Selamat siang, Kakyu," kata Raja Alfonso tanpa memberi kesempatan bicara pada
Kakyu, "Aku akan memberitahumu apa yang paling ingin kauketahui saat ini."
"Mula-mula aku mengucapkan selamat padamu, Kakyu. Kuakui engkau memang
seorang pengawal yang hebat. Engkau benar soal pemberontak itu. Mereka sudah
ada di sana sejak dua tahun lalu."
"Karena tak seorangpun dari kita bahkan ketiga pria itu yang tahu tempat
persembunyian pemberontak itu, aku memutuskan untuk menyelidiki mereka terlebih
dulu sebelum menyerbu mereka. Engkau punya usul lain?"
Akhirnya Raja Alfonso memberi kesempatan bicara pada Kakyu tapi pemuda itu
tidak menggunakan kesempatan ini untuk bicara banyak. Ia hanya berkata, "Tidak,
Paduka." Yang dilakukan Raja Alfonso sudah benar.
Pemberontak itu akan memperkuat diri setelah mengetahui dua kawannya
tertangkap bahkan mungkin mereka pindah lebih dalam ke Hutan Naullie. Hal ini
akan mempersulit penyerbuan.
Seperti kata Raja Alfonso, saat ini yang dapat dilakukan hanya menyelidiki
pemberontak itu sebelum menghancurkannya.
"Tugas itu kuserahkan pada Jenderal Erin."
Kakyu tidak mengerti mengapa Raja Alfonso berhenti hanya untuk melihat reaksinya
mendengar keputusannya itu. Tapi ia tetap menjaga ketenangannya.
Raja tersenyum melihat ketenangan sikap Kakyu. "Engkau tahu siapa yang akan
menggantikan kedudukannya sebagai Kepala Keamanan Istana?" kata Raja Alfonso
berteka-teki. Kakyu tetap tenang dalam kediamannya.
"Pilihanku memang tepat," kata Raja puas, "Engkau memang seorang pemuda yang
tenang. Tak salah bila aku menunjukmu menggantikan Erin."
Ketenangan Kakyu buyar karena kalimat itu. "Apa!?" katanya terkejut.
"Papa mengangkatmu menjadi Kepala Keamanan Istana menggantikan Jenderal
Erin yang bertugas di Hutan Naullie," ulang Putri Eleanor dengan lebih jelas.
Kakyu menatap Jenderal Reyn sebelum berkata, "Saya tidak dapat menerimanya,
Paduka." Sekarang ganti Raja Alfonso yang terkejut. "APA!?" serunya.
"Saya tidak dapat menerima tugas itu, Paduka," ulang Kakyu tetap dengan
ketenangan yang dimilikinya.
"Mengapa?" tanya Raja Alfonso keheranan, "Apakah tugas ini terlalu berat
untukmu?" "Saya merasa senang mendapat kepercayaan Anda ini, Paduka, tapi saya merasa
tidak pantas menerimanya. Banyak Jenderal yang lebih berpengalaman dari saya."
"Engkau menolak tugas dariku?" kata Raja Alfonso pura-pura marah.
Kakyu segera berlutut. "Saya tidak berani, Paduka," katanya, "Hanya saja saya
terlalu muda untuk jabatan sepenting itu. Saya khawatir pengalaman saya tidak
cukup untuk melindungi penghuni Istana ini."
"Aku menunjukmu bukan tanpa alasan, Kakyu. Aku menunjukmu karena aku
percaya pada kemampuanmu," kata Raja.
"Terima saja tugas ini, Kakyu," bujuk Putri Eleanor, "Engkau memang pantas
menduduki posisi ini."
"Jangan kaupedulikan usiamu yang masih muda, Kakyu," bujuk Ratu Ylmeria pula,
"Engkau setangguh yang kamu percayai bahkan lebih tangguh dari yang dapat kami
bayangkan." "Paduka Ratu benar, Kakyu. Walaupun masih muda, engkau telah menunjukkan
ketangguhanmu," Jenderal Erin ikut membujuk penggantinya, "Jangan kauragukan
apapun, Kakyu. Kami semua percaya pada kemampuanmu."
"Kalau bukan karenamu, aku dan Papa tidak akan berada di sini saat ini."
"Karenamu juga, kami mengetahui adanya pemberontak itu di Hutan Naullie,"
tambah Jenderal Decker. "Sekarang apalagi yang dapat kaukatakan, Kakyu?" kata Raja Alfonso puas.
Kakyu tidak tahu harus berbuat apa lagi selain menerimanya.
Demikianlah hanya dalam tiga tahun sejak menjadi pasukan pengawal Istana
Vezuza, Kakyu diangkat menjadi Kepala Keamanan Istana menggantikan Jenderal
Erin. Jenderal Erin segera berangkat bersama pasukannya setelah menyerahkan
jabatannya pada Kakyu melalui suatu upacara resmi ketentaraan.
Bersamaan dengan pengangkatan itu, Raja Alfonso mengangkat Kakyu menjadi
seorang Perwira Tinggi. Mengenai pemberontak itu, Kakyu masih khawatir tapi ia sudah tidak
mengkhawatirkan Halberd dan keluarganya lagi.
Raja Alfonso mengabulkan permintaannya untuk mengampuni pria itu dengan
membebaskannya. Bahkan atas permintaan Putri Eleanor, keluarga itu
mendapatkan rumah dan tanah pertanian di Parcelytye yang jauh dari Farreway.
Dengan demikian keluarga itu aman dari ancaman kelompok pemberontak itu dan
Kakyu harus mengurungkan niatnya untuk mencarikan tempat baru yang aman bagi
keluarga Halberd. Rumah Halberd di Farreway yang ditinggalkan pemiliknya, digunakan Jenderal Erin
sebagai pusat pengintaian pemberontak di sana.
Keberhasilan Kakyu dalam mengetahui adanya pemberontak yang mereka sebut
Kirshcaverish inilah yang membuat pemuda itu menjadi seorang Perwira Tinggi yang
paling muda di Kerajaan Aqnetta dan menjadi Kepala Keamanan Istana.
Dengan pengangkatan ini Kakyu menjadi semakin terkenal dan dikagumi di
Kerajaan Aqnetta terutama di kalangan gadis-gadis. Walau sudah terkenal dalam
usianya yang masih muda, Kakyu tetap tidak sombong. Sikapnya pun tetap seperti
dulu. Bahkan kepada Putri Eleanor, ia tetap dingin-dingin tenang.
Raja Alfonso senang melihatnya.
Ketenangan Kakyulah yang membuat Raja Alfonso memilihnya selain karena
ketangguhannya yang tidak perlu diragukan lagi.
Setiap orang di Istana Vezuza tahu Putri Eleanor tidak menyukai sikap dingin-
dingin tenang Kakyu itu. Setiap kali bertemu dengan Kakyu, Putri selalu berusaha mengajak pemuda itu
menamaninya. Tak heran bila orang-orang di Hall itu mendengar Putri berkata, "Kalau tidak ada
masalah apapun, temani aku berjalan-jalan."
Dan seperti biasanya, Kakyu berkata, "Maafkan saya, Tuan Puteri."
Walaupun tahu Putri Eleanor kesal mendengar penolakan itu, Kakyu melanjutkan
kembali perjalanannya ke Ruang Baca untuk menemui Raja Alfonso.
Biasanya Kakyu memang tidak punya waktu untuk menemani Putri Eleanor karena
banyaknya tugas yang harus dilakukannya.
Tapi kali ini Kakyu benar-benar harus menemui Raja Alfonso untuk membicarakan
suatu masalah yang berkaitan dengan kejadian dua bulan yang lalu.
BAB 4 Pagi itu semua anggota keluarga Quentynna berkumpul di Ruang Makan untuk
sarapan. Semua ada di sana. Jenderal Reyn sebagai kepala keluarga Quentynna duduk di ujung meja dengan
istrinya, Lady Xeilan di samping kanannya. Kelima putra Jenderal Reyn juga tidak
ada yang ketinggalan. Putri pertama keluarga Quentynna yang sangat menyayangi Jenderal Reyn,
Joannie, tentu saja duduk di samping Jenderal Reyn yang lainnya.
Seperti biasa, putri keempat Jenderal Reyn yang paling suka bicara, Lishie,
berbicara panjang lebar disahut Vonnie, putri ketiga Jenderal Reyn yang selalu
ingin tahu. Marie juga tak mau ketinggalkan meramaikan suasana pagi keluarga
Quentynna. Hanya Kakyu sebagai putra bungsu Jenderal Reyn yang tidak ikut meramaikan
Ruang Makan. Kedatangan seorang pelayan yang terburu-buru, menghentikan canda tawa mereka.
"Ada yang terjadi?" tanya Jenderal Reyn.
"Di depan ada seorang prajurit yang ingin menemui Anda."
"Aku akan menemuinya sekarang juga."
Jenderal Reyn beranjak dari kursinya dan mengikuti pelayan itu.
"Mengapa prajurit itu mencari Papa sepagi ini?" tanya Vonnie ingin tahu.
"Aku tidak tahu, Vonnie," jawab Lishie.
"Aku juga tidak tahu," kata Joannie.
"Mungkin Kakyu tahu," kata Marie.
Keempat putri Jenderal Reyn itu menatap Kakyu yang sama sekali tidak terpengaruh
pembicaraan mereka. Menyadari tatapan keempat kakak perempuannya, Kakyu mengangkat kepalanya
dari piring. Dengan tenang ia berkata, "Tidak."
Keempat kakak beradik itu kesal melihat adik mereka kembali menekuni makan
paginya. "Percuma bertanya pada Kakyu," keluh Vonnie, "Ia selalu menjawab 'Ya' atau
'Tidak'." Lady Xeilan tersenyum. "Kalian ini seperti belum mengenal adik kalian yang
pendiam ini." "Benar, ia tak banyak bicara sepertimu, Lishie," tambah Marie.
"Lebih baik aku daripada engkau yang lamban," kata Lishie marah.
"Biar saja. Yang penting aku tidak sepertimu," Marie tidak mau kalah, "Aku heran
mengapa engkau bisa bicara terus sepanjang hari tanpa membuar bibirmu lelah."
"Sudah... sudah. Jangan bertengkar," cegah Lady Xeilan sebelum keduanya
bertengkar, "Apakah kalian tidak bisa tenang seperti Kakyu?"
"Benar. Lihat saja Kakyu yang sejak tadi diam saja sementara kalian ribut saja,"
tambah Joannie. Lishie menatap Kakyu yang tetap dengan tenang menghabiskan makan paginya.
"Aku tidak tertarik menjadi orang sedingin dia."
"Kalaupun engkau tertarik, engkau tidak akan pernah dapat setenang Kakyu,"
timpal Vonnie, "Disuruh diam sebentar saja engkau tidak mampu apalagi kalau
selamalamanya." "Tentu saja. Tidak enak seharian diam seperti dia," Lishie menyetujui kakaknya.
"Tapi enak kalau terkenal seperti dia," kata Marie, "Kalau aku terkenal seperti
Kakyu, pasti banyak pria tampan yang mengejarku."
"Engkau yang lamban?" kata Vonnie tak percaya, "Jangan membuatku tertawa
dengan khayalanmu itu, Marie."
"Marie benar, Vonnie. Kalau kita terkenal seperti Kakyu, pasti banyak pemuda


Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tampan yang mengejar kita."
"Aku tak tertarik," kata Joannie tiba-tiba.
"Kalau engkau yang berkata seperti itu, aku tak terkejut, Joannie," kata Lishie,
"Engkau sejak dulu hanya mengagumi Papa. Tak heran kalau sampai sekarang
tidak ada yang melamarmu."
"Aku tak peduli."
"Engkau ingin suami yang seperti apa?" tanya Vonnie ingin tahu.
"Pasti yang seperti Papa," sahut Marie.
"Tentu saja," Joannie membenarkan adiknya, "Suamiku harus kuat dan gagah
seperti Papa." Lady Xeilan tersenyum mendengar pembicaraan putri-putrinya.
Mereka sudah dewasa. Kakyu yang paling kecil di antara lima bersaudara itu saja, tahun ini genap
delapan belas tahun. Sedangkan Joannie yang paling tua tahun ini sudah berumur dua puluh
dua tahun. Lishie benar. Sudah saatnya bagi Joannie untuk menikah. Tapi Joannie sendiri
belum mau menikah karena ia belum menemukan pria yang seperti keinginannya.
Baik Lady Xeilan maupun Jenderal Reyn tidak mendesak Joannie untuk segera
menikah. Mereka yakin Joannie akan menemukan pria yang sesuai dengan dirinya.
Pembicaraan keempat gadis itu terhenti oleh munculnya Jenderal Reyn.
"Aku harus pergi sekarang. Jenderal Decker memanggilku."
"Tidak dapatkah engkau menghabiskan sarapanmu dulu?"
"Tidak, Xeilan," kata Jenderal Reyn, "Kalau sampai Jenderal Decker memanggilku
sepagi ini. Pasti ada masalah yang sangat penting yang harus dibicarakannya
denganku." "Baiklah, Reyn. Aku tidak akan mencegahmu lagi."
"Papa..." "Jangan khawatir, Joannie. Jenderal Decker hanya akan membicarakan sesuatu
dengan Papa," kata Jenderal Reyn.
"Habiskan dulu kopimu, Reyn."
"Tentu, Xeilan."
Jenderal Reyn segera meninggalkan ruangan itu setelah menghabiskan kopinya.
"Urusan apa yang akan dibicarakan Jenderal Decker dengan Papa?" Vonnie mulai
ingin tahu. "Aku tidak tahu, Vonnie," kata Marie, "Jangan mulai ingin tahu lagi."
Kakyu merasa sudah cukup lama berada di Ruang Makan.
"Aku juga harus pergi," kata Kakyu sambil beranjak berdiri.
"Hati-hati, Kakyu," kata Lady Xeilan saat pemuda itu mencium pipinya.
Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Kakyu meninggalkan mereka.
Kedatangannya di teras, disambut dengan pertanyaan pelayan yang memegang tali
kendali seekor kuda. "Anda akan pergi juga, Tuan Muda?"
"Ya," jawab Kakyu singkat.
Dengan kelincahannya, Kakyu melompat ke punggung kudanya.
Setelah menerima tali kendali kuda itu dari pelayan, Kakyu segera memacu kudanya
ke Istana Vezuza tanpa mengucapkan apapun.
Seperti biasanya, Kakyu menghabiskan harinya di Istana Vezuza dengan
mengawasi Istana yang luas itu. Berkeliling Istana Vezuza sambil sesekali
mengawasi para prajurit bawahannya, sudah menjadi pekerjaan sehari-hari Kakyu di
Istana Vezuza. Diganggu para gadis di Istana Vezuza terutama Putri Eleanor juga
sudah menjadi pekerjaan sehari-hari Kakyu. Tapi si dingin-dingin tenang Kakyu
tidak pernah sampai terganggu pekerjaannya karena mereka.
Itulah yang disukai Raja Alfonso pada diri Kakyu selain ketangguhan serta
kepiawaiannya mengatur pasukan pengawal Istana yang jauh lebih tua darinya.
Dipimpin seorang Perwira yang jauh lebih muda dari mereka, tidak membuat para
pasukan pengawal Istana itu merasa terhina. Sebaliknya, mereka merasa senang
dipimpin pemuda yang diakui ketangguhannya oleh Raja Alfonso itu.
Banyak prajurit muda yang iri pada Kakyu tapi tidak seorangpun dari mereka yang
tidak mengagumi pemuda itu. Mereka menyimpan kekaguman mereka di balik rasa
iri mereka. Semua orang tahu Kakyu dapat menjadi seorang Perwira Tinggi di saat pemuda itu
baru berusia tujuh belas tahun, bukan karena ayahnya yang seorang Jenderal yang
tangguh, tapi karena ketangguhan pemuda itu sendiri.
Semua orang terutama yang mengenal Kakyu, menyukai pemuda tampan yang
menyembunyikan keramahannya di balik sikap dingin-dingin tenangnya itu.
Tidak ada yang tahu pasti karena ketampanannya atau memang karena
ketangguhannya di usianya yang masih sangat muda, Kakyu menjadi terkenal.
Yang diketahui pasti oleh semua orang di Kerajaan Aqnetta adalah setiap hari
Kakyu semakin terkenal. Itu berarti semakin banyak pula saingan Putri Eleanor.
Semua tahu percuma saja Putri Eleanor maupun gadis-gadis lainnya mencoba
mendapatan perhatian pemuda itu. Kakyu hanya akan menanggapi mereka sebatas
demi kesopanan. Bukan hanya kepada mereka saja sikap Kakyu seperti itu, kepada
semua orang Kakyu bersikap ramah dan sopan tapi ia tidak pernah mau diajak
berbicara panjang lebar. Walaupun demikian tidak ada seorangpun yang
mengatakan Kakyu itu dingin. Mereka cenderung mengatakan Kakyu itu pendiam
karena memang Kakyu menyimpan keramahannya di balik sikap dingin-dingin
tenangnya. Mungkin karena keunikannya ini yang juga membuat Kakyu terkenal.
Walau demikian Kakyu tetap seorang pemuda yang tenang. Ketenangannya dalam
bekerja tidak membuat gangguan apapun menganggu pekerjaannya.
Selama menjabat sebagai Kepala Keamanan Istana Istana Vezuza, Kakyu
menunjukkan ketenangan dalam wibawanya memimpin pasukan pengawal Istana.
Walaupun ia harus memimpin pasukan yang lebih tua darinya, Kakyu sama sekali
tidak merasa gugup. Kakyu tahu bagaimana menangani perbedaan umur yang
kadang sampai berlipat dari usianya sendiri itu.
Tapi tidak seperti prajurit lainnya yang terpaksa tinggal di Istana Vezuza,
setiap malam Kakyu pulang ke Quentynna House dan setiap pagi ia kembali ke Istana
Vezuza. Untung jarak antara Quentynna House dengan Istana Vezuza tidak begitu jauh.
Sebagai Perwira yang bertanggung jawab penuh pada keamanan Istana, Kakyu
selalu mengawasi setiap orang yang masuk maupun meninggalkan Istana Vezuza.
Tak heran bila siang itu Kakyu melihat ayahnya datang terburu-buru dengan wajah
tegang bersama Jenderal Decker dan beberapa Jenderal tua lainnya.
Kakyu tidak tahu apa yang membuat mereka begitu tegang, tapi ia tahu masalah
yang mereka hadapi sangat serius dan perlu segera ditangani. Dan kemungkinan
besar masalah itu adalah masalah keamanan Kerajaan Aqnetta.
Kakyu semakin yakin ia benar ketika melihat Menteri Dalam Negeri, Kenny, dan
Menteri Keamanan, Marzzini, ikut masuk ke Ruang Perundingan.
Berjam-jam mereka berada di sana. Bahkan ketika tiba waktunya bagi Kakyu untuk
pulang, mereka tetap di sana.
Kakyu yang selalu tertib dalam segala hal, tetap memutuskan untuk kembali ke
Quentynna House walaupun ia ingin menanti ayahnya.
Kakyu tidak ingin membuat keluarganya semakin khawatir. Kakyu tahu kepergian
ayahnya sejak pagi hingga saat ini sudah membuat keluarganya khawatir apalagi
bila ditambah keterlambatannya.
Seperti yang diperkirakan Kakyu sebelumnya, begitu ia tiba, Vonnie menyambutnya
dengan berbagai macam pertanyaan.
Karena memang tidak tahu apsti apa yang dibicarakan ayahnya dan para Jenderal
lainnya dengan Raja Alfonso, Kakyu diam saja.
Kakyu memilih tidak memberikan jawaban apapun juga tidak mengatakan
kecurigaannya. Kediaman Kakyu tidak membuat keempat kakaknya putus asa. Mereka terus
mendesak Kakyu dengan pertanyaan-pertanyaan mereka.
Untuk kesekian kalinya Kakyu merasa beruntung mengenal Kenichi. Jika bukan
karena ajarannya, tentu ketenangan hati Kakyu menghadapi desakan keempat
kakaknya, sudah hilang entah ke mana.
Keempat gadis itu terus penasaran akan keadaan ayahnya hingga saat makan
malam. Saat itulah Jenderal Reyn baru tiba.
Tanpa memikirkan kelelahan Jenderal Reyn, keempat gadis cantik itu menyerbu
Jenderal Reyn dengan pertanyaan-pertanyaan mereka.
Jenderal Reyn tersenyum geli karenanya.
Ini bukan pertama kalinya Jenderal Reyn mendapat serbuan semacam ini dari
keempat putrinya. Setiap kali Jenderal Reyn harus meninggalkan Quentynna House tiba-tiba, keempat
gadis itu selalu menyambut kedatangannya dengan seribu satu macam pertanyaan.
Juga bila ada suatu kejadian besar.
Jenderal Reyn memandangi putra-putrinya satu per satu di meja makan itu.
Joannie yang sangat menyayangi ayahnya, tampak cemas melihat Jenderal Reyn
diam saja. Mata hijau Vonnie sudah berbinar-binar ingin tahu.
Marie yang paling tidak suka buru-buru, sudah tidak sabar menantikan jawaban
Jenderal Reyn atas pertanyaan-pertanyaan mereka. Si cerewet Lishie pun sudah
siap dengan pertanyaan-pertanyaan barunya.
Hanya Kakyu yang tetap tenang di antara kakak beradik itu. Pemuda itu tidak
tampak menanti apapun juga tidak nampak siap melakukan apapun.
Pemuda itu tampak begitu tenang sehingga tampak seolah-olah ia berada dalam
dunianya sendiri. Jenderal Reyn tahu putranya yang paling dibanggakannya itu selalu memperhatikan
sekitarnya sekalipun ia tampak sangat tenang seolah-olah berada dalam dunianya
sendiri. Sekali lagi Jenderal Reyn memperhatikan kelima anaknya.
Mereka mirip satu sama lain. Kelimanya menyerupai Lady Xeilan dengan rambut
merah mereka dan mata hijaunya.
Namun sifat mereka berbeda bahkan bertolak belakang.
Vonnie yang selalu ingin tahu dengan Joannie yang tidak mau mengurusi urusan
orang lain. Lishie yang banyak bicara dengan Kakyu yang pendiam. Marie yang
tidak suka terburu-buru dengan keempat saudaranya yang tidak suka
berlambanlamban. Sifat mereka yang beraneka macam dan saling berlawanan inilah yang meramaikan
Quentynna House. Lady Xeilan yang selalu mengawasi kakak beradik itu terutama keempat gadis
cantik itu, bertindak sebagai penengah bila mereka bertengkar.
Jenderal Reyn sangat mencintai keluarganya termasuk keramaian keempat putrinya
yang menyemarakkan Quentynna House yang kadang juga menjengkelkan.
"Besok pagi-pagi sekali aku harus pergi," kata Jenderal Reyn.
"Mendadak sekali," kata Lady Xeilan terkejut, "Ke mana engkau akan pergi sepagi
itu?" "Ke Naullie," jawab Kakyu tenang.
Lady Xeilan dan keempat putrinya terkejut lebih-lebih Joannie yang sangat
mencintai Jenderal Reyn. "Benarkah itu, Papa?" tanya Joannie tak percaya.
Jenderal Reyn menatap putri tertuanya dan mengangguk perlahan.
Sekali lagi mereka terkejut kecuali Kakyu yang telah menduganya.
Ini memang bukan pertama kalinya Jenderal Reyn bertugas di tempat yang jauh dari
Chiatchamo tapi mereka semua tahu di dalam Hutan Naullie ada sekelompok
pemberontak. Jenderal Reyn juga tahu kepergiannya kali ini sangat berbeda dengan kepergiannya
yang lain. Selain sangat jauh, kepergiannya kali ini sangat berbahaya dan bisa memakan
waktu berbulan-bulan bahkan ia bisa tidak pernah kembali kepada keluarga yang
sangat dicintainya lagi. Jenderal Reyn tahu ia akan sangat merindukan keluarganya beserta suasana
Quentynna House. Tapi Jenderal Reyn tahu ia harus pergi. Bukan saja karena ia seorang Jenderal
Angkatan Darat yang membawahi seluruh pasukan yang bertugas di darat, tapi juga
karena rasa cintanya pada Kerajaan Aqnetta.
Jenderal Erin mulai dapat melihat keberadaan Kirshcaverish di Hutan Naullie.
Secara pasti di mana, ia memang tidak tahu tapi ia sendiri dan pasukan yang
dibawanya semakin sering melihat mereka.
Bahkan akhir-akhir ini sering terjadi pertempuran kecil antara mereka dengan
kelompok Kirshcaverish itu di dalam Hutan Naullie.
Keadaan yang seprti itu membuat Jenderal Erin khawatir. Ia segera mengirimkan
Pendekar Mata Keranjang 22 Pendekar Gila 11 Perjalanan Ke Akhirat Wanita Iblis 9
^