Tangled 3
Tangled Karya Emma Chase Bagian 3
kepalaku ketika dia berteriak, "Jangan lihat!"
Demi Tuhan - ini keterlaluan. Ternyata perkiraanku salah, dia belum
bisa melupakan si brengsek.
"Ini hanya...Aku tidak bisa membiarkan dia melihatku seperti ini."
Sekarang aku yang bingung. "Apa yang kau bicarakan" Kau terlihat
hebat." Dia selalu terlihat hebat.
"Tidak, tidak dengan pakaian seperti ini. Dia bilang itu tidak menarik
bahwa aku terlihat begitu termotivasi. Itu salah satu alasan dia ingin
putus. Bahwa aku...dia bilang aku terlalu...maskulin."
Dia pasti bercanda denganku. Aku maskulin. Hillary Clinton
maskulin. Kate Brooks tak punya satu sel maskulin pun ditubuhnya.
Dia wanita sejati, percayalah.
Tapi aku tahu apa yang dimaksudkan bajingan itu. Kate wanita yang
cerdas, terus terang, ambisius. Banyak pria - seperti misalnya si
bajingan itu - tidak bisa menghadapi wanita semacam ini. Jadi
mereka memutarbalikkan kenyataan. Membuat kualitas seperti itu
terlihat tidak menarik. Sesuatu yang memalukan.
Persetan. Aku meraih lengan Kate dan menyeretnya keluar dari
bawah meja. Dia menatap sekeliling ruangan dengan cepat saat aku
membawanya ke lantai dansa.
"Apa yang kau lakukan?"
"Mengembalikan lagi martabatmu."
Aku berbenturan dengan beberapa orang saat berjalan ke lantai
dansa, membuat sedikit kegaduhan, jadi aku yakin si brengsek akan
melihat kami. "Ketika aku selesai, Billy Warren akan mencium
kakimu, pantatmu, dan semua bagian tubuh yang kau perintahkan
padanya, memohon padamu untuk kembali."
Dia mencoba untuk melepaskan diri dari cengkeramanku. "Tidak,
Drew ini tidak benar-benar..."
Aku berpaling menghadapnya dan memeluk pinggangnya.
"Percayalah, Kate." Tubuhnya menempel dengan tubuhku, wajahnya
begitu dekat hingga aku bisa melihat bintik hijau di matanya.
Kenapa aku melakukan ini lagi"
"Aku seorang pria. Aku tahu cara berpikir seorang pria. Tidak ada
pria yang ingin melihat mantannya bersama dengan pria lain. Ikut
saja denganku dalam urusan ini."
Dia tidak menjawab. Dia hanya mengangkat tangannya di leherku,
membawa kami menjadi satu - dada menempel dada, perut
menempel perut, paha dengan paha.
Ini siksaan. Siksaan yang sangat indah dan nikmat.
Dengan pikirannya sendiri, ibu jariku membuat lingkaran pelan di
punggung bawahnya. Musik berpusar di sekeliling kami, dan aku
merasa mabuk - bukan oleh minuman, tapi karena merasakan
dirinya. Aku ingin mengabaikan betapa sempurnanya tubuh Kate
dengan tubuhku. Aku mencoba mengingat niat muliaku. Aku harus
melirik ke atas untuk melihat apakah si brengsek mengawasi kami.
Aku harus, tapi aku tidak melakukannya. Aku terlalu terjerat dengan
cara Kate menatapku. Mungkin aku menipu diri sendiri, tapi aku bersumpah aku melihat
hasrat yang berenang di mata gelapnya yang indah. Telanjang,
keinginan tanpa hambatan. Aku membungkuk dan menggesek
hidungku dengan hidungnya, mencoba melihat bagaimana hasilnya.
Aku tidak melakukan ini untuk diriku sendiri. Sungguh. Aku tidak
melakukan ini karena begitu dekat dengannya sekarang ini adalah
rasa paling dekat ke surga yang pernah kurasakan.
Ini untuk Kate. Bagian dari rencana. Untuk merebut kembali hati
bajingan yang tak pantas mendapatkan Kate.
Aku menekan bibirku dengan lembut ke bibirnya. Pada awalnya
lembut, dan kemudian dia meleleh ke tubuhku. Saat itulah aku mulai
kehilangan kendali. Ia membuka mulutnya, dan aku meluncurkan
lidahku masuk dengan perlahan. Kemudian lebih keras, lebih kuat,
lebih intens, seperti gerakan menukik dari rollercoaster.
Aku lupa bagaimana nikmat dia rasanya. Lebih dekaden dibanding
cokelat yang paling kaya rasa. Penuh dosa. Ini berbeda dari ciuman
yang pernah kami lakukan sebelumnya. Lebih baik. Tak ada
kemarahan di balik itu, tak ada frustrasi atau rasa bersalah atau
sesuatu untuk dibuktikan. Ini tidak tergesa-gesa, perlahan, dan begitu
indah. Bibir kami terpisah, dan aku memaksa diri untuk mendongak,
menangkap tatapan terpukul dari Warren sebelum ia menghilang di
kerumunan. Aku berpaling kembali ke arah Kate dan menempelkan
keningku dengan keningnya. Napas kami berbaur - napasku
memburu, napas Kate sedikit terengah.
"Ini berhasil." kataku.
"Apa?" Aku merasakan jemarinya bermain dengan rambut di tengkukku.
Dan ketika dia bicara, suaranya mendesah. Mendamba.
"Drew...bisakah kau" Drew...kau ingin...?"
"Apa pun, Kate. Mintalah apa pun padaku dan aku akan
melakukannya." Bibirnya terbuka, dan ia menatapku sesaat. "Maukah
kau...menciumku lagi?"
Terima. Kasih. Tuhan. Dan untukmu, Jiminy" menyingkirlah.
*** *tri-state area: negara bagian New York, New Jersey dan
Connecticut *gay-dar: radar gay atau kemampuan seorang homoseksual untuk
mengenali satu sama lain secara intuitif
Bab 13 Perjalanan kembali ke apartemen adalah latihan dari ketangkasan
mengemudi. Berusaha mati-matian agar mulutku tetap menempel di
mulutnya dan tidak menyebabkan kami terbunuh. Kate duduk di
pangkuanku mengangkangi pinggangku, mencium telingaku,
menjilati telingaku - membuatku kehilangan akal. Satu tanganku ada
di kemudi dan tangan satunya terjepit di antara kami, meluncur di
atas perutnya, lehernya, dan payudara sempurnanya yang
menggodaku melalui kemejanya yang setengah terbuka.
Jangan coba ini di rumah, nak.
Roknya tersingkap tinggi di atas pahanya saat dia menggesek dirinya
pada kejantananku yang keras. Kate begitu panas di atas tubuhku,
aku harus menggunakan segenap tekad yang kumiliki agar mataku
tidak terbalik. Aku menciumnya dengan keras dan memperhatikan
jalan dari balik punggungnya. Dia bergerak naik dan turun,
memasturbasiku perlahan dengan tekanannya. Demi Tuhan, saling
menggesek sambil mengenakan pakaian lengkap belum pernah
senikmat ini. Kontrol" Penendalian diri" Mereka sudah lama menghilang.
Akhirnya, aku menepi di garasi parkir dari gedungku. Aku
menggenggam tempat yang pertama kulihat dan menyeret kami
keluar dari mobil. Tanganku di pantatnya, kakinya melingkari
pinggangku, aku mengangkat Kate ke arah lift, bibir dan lidah kami
menari dengan berapi-api.
Aku tidak mengunci mobilku. Kurasa aku juga tidak mengunci pintu
apartemenku. Persetan. Siapapun dapat mencurinya. Aku punya urusan yang lebih penting
sekarang. Aku tersandung masuk ke dalam lift dan menekan tombol menuju
lantai paling atas sebelum mengempaskan Kate menempel ke
dinding dan mendorong tubuhku ke arahnya seperti yang selama ini
sangat kuinginkan. Dia mengerang dengan panjang dan dalam di
mulutku. Ini seperti adegan film Fatal Attraction, tapi tanpa sesuatu
yang menyeramkan. Sesampainya di pintu apartemenku, aku menggerayangi sakuku
mencari kunci dengan satu tangan masih mengangkat Kate di atas
tubuhku. Kate menggigit kecil telingaku dan berbisik, "Buruan,
Drew." Aku mungkin akan menendang pintunya terbuka pada saat ini jika
saja kuncinya tidak berputar. Kami jatuh masuk ke dalam apartemen,
dan aku menendang pintunya tertutup dengan kakiku. Aku
melonggarkan kakinya dari pinggangku, dan kakinya meluncur turun
ke lantai, menciptakan gesekan nikmat dalam prosesnya. Aku perlu
membebaskan tanganku. Dengan bibir kami masih menyatu, aku mulai membuka kancing
blusnya. Kate tidak begitu terampil - atau ia hanya tidak sabar. Dia
memasukkan jarinya ke dalam bagian depan kemejaku dan
menyentak. Kancing bertebaran di atas lantai.
Dia merobek kemejaku terbuka begitu saja.
Betapa seksinya ini"
Aku menemukan kait branya dan membukanya. Aku ahli dalam
urusan ini. Siapa orang yang menemukan kait depan bra" Tuhan
memberkatimu. Kate menarik lepas bibirnya dan menempelkan telapak tangannya di
atas dada dan turun ke perutku. Matanya dipenuhi dengan
ketakjuban saat mengikuti gerakan tangannya. Aku
memperhatikannya bersamaan saat jariku meluncur dari tulang
selangkanya, turun ke tengah-tengah dari payudaranya yang mulus,
dan di atas lembah yang sangat kusukai sebelum akhirnya berhenti
di pinggangnya. "Ya Tuhan, Drew. Kau sangat..."
"Indah." Aku menyelesaikan ucapannya.
Aku menarik tubuhnya ke arah tubuhku, melingkarkan lenganku ke
tubuhnya dan mengangkat kakinya dari lantai saat aku berjalan
mundur ke arah sofa. Apakah kupikir menari dengannya rasanya
seperti surga" Tidak. Dada telanjangnya menempel dadaku - Ini
adalah bagaimana rasanya surga. Persetan dengan nirwana.
Aku mencium rahangnya dan mengisap kulit lembut di lehernya.
Aku suka leher Kate - dan dari suara yang bergetar di dalam
tenggorokannya, dia suka apa yang kulakukan. Aku duduk di atas
sofa, membawanya bersamaku dengan tubuhnya menempel tubuhku,
kakinya merapat di antara lututku yang terbuka. Dia menarik bibirku
untuk satu ciuman lagi sebelum berdiri dan mundur.
Kami berdua kehabisan napas dan saling menatap, praktis saling
menyerang dengan mata masing-masing. Dia menggigit bibirnya,
dan tangannya menghilang di balik punggungnya, aku mendengar
suara retsleting di turunkan, dan kemudian roknya perlahan
meluncur ke lantai. Ini adalah pemandangan paling seksi yang
pernah kulihat. Kate berdiri di depanku dengan memakai celana dalam boy-short
berenda warna hitam, blus putih yang terbuka, dan sepatu hak tinggi.
Bibirnya bengkak, pipinya memerah dan rambutnya acak-acakan
oleh tanganku. Dia seperti Dewi...sangat suci. Dan cara dia
menatapku hampir membuatku ejakulasi saat itu juga. Aku meraih
dompetku dan menarik kondom keluar, menaruhnya pada bantal sofa
di sampingku. Kate berjalan kearahku...masih memakai sepatu hak tingginya.
Ya Tuhan. Dia berlutut di antara kakiku dan membuka kancing celanaku,
menjaga tatapan matanya tetap terkunci dengan mataku. Aku
mengangkat pinggangku, dan dia menarik lepas celana panjang dan
boxerku. Kejantananku langsung berdiri, bangga, keras dan sangat
siap. Matanya bergerak turun, dan melihat ke atas lagi. Aku
membiarkan dia memuaskan pandangannya; aku juga bukan tipe
orang pemalu. Tapi ketika senyuman nakal muncul dari bibirnya dan Kate
membungkuk ke arah kejantananku, aku meraih dan menariknya
kembali ke mulutku. Aku tak tahu apa yang dia rencanakan - well,
aku punya gambaran - tapi jika aku tidak segera masuk ke dalam
dirinya, kurasa aku benar-benar akan mati.
Aku mengangkat tubuh Kate dengan memegang pinggangnya, dan
lututnya berada di kedua sisi tubuhku. Aku menahannya dengan satu
tangan sedang tangan yang satunya menggeser ke samping renda
yang berada di kedua kakinya. Aku memasukkan dua jari ke dalam
dirinya. Oh Tuhan. Dia juga sudah siap. Aku mendorong seluruh
jariku masuk ke dalam, dan kami berdua mengerang dengan keras.
Dia basah...dan panas. Miliknya mencengkeram dengan pas di
sekeliling jemariku, dan mataku terpejam, mengetahui betapa luar
biasa rasanya dia di sekeliling kejantananku. Aku memompa jariku
keluar masuk, dan Kate mulai menunggangi tanganku. Dia
merintih...mengerang...terengah menyebut namaku.
Musik di telingaku. Aku tidak tahan lagi. Kuraih kondom dan merobeknya dengan
gigiku. Kate mengangkat tubuhnya saat aku memasangnya. Dia
mendorong tanganku menjauh. Dan dia memasang kondomnya
untukku. Ya Tuhan. Aku menarik celana dalam rendanya. Aku ingin Kate telanjang, tak
ada yang menghalangi. Dengan suara robekan dan jepretan, aku
merobek celana dalamnya lepas. Bibir gelap dan berkilau seakan
memanggilku, dan aku bersumpah demi Tuhan nanti aku akan
memberikan perhatian yang sepantasnya. Tapi aku tak bisa
menunggu. Mataku tertuju kearahnya...Mata coklat gelapnya yang menarikku
saat pertama kali aku melihatnya.
Cantik sekali. Perlahan, dia menenggelamkan dirinya. Untuk sesaat, tak ada satu
pun dari kami yang bergerak. Atau bernapas. Dia
ketat...sialan...meskipun terhalang kondom, aku merasakan dinding
vaginanya meregang untukku.
Aku membisikkan namanya seperti doa. "Kate."
Aku memegang wajah Kate dan menariknya kearahku. aku harus
menciumnya. Dia mengangkat tubuhnya, menarik milikku hampir
sepenuhnya keluar sebelum dengan mulus meluncur ke bawah,
membawa kejantananku kembali ke dalam dirinya.
Oh Tuhan. Tak ada yang pernah terasa senikmat ini - tidak ada. Tanganku
memegang pinggulnya, membantunya menunggangi kejantananku
dengan gerakan yang stabil. Mulut kami sama-sama terbuka,
berciuman dan terengah-engah.
Aku memposisikan diri untuk duduk tegak, mengetahui bahwa
tekanan tambahan terhadap klitorisnya akan terasa lebih nikmat
untuknya. Dan aku tidak salah. Dia mengempas kearahku lebih
keras, lebih cepat, tanganku menekan ke dalam pinggulnya. aku
mencium lehernya dan menekuk kepalaku, menjilat turun menuju
putingnya yang mengeras. Aku memasukkannya ke dalam mulutku,
mengisap dan memutar lidahku, membuat tangannya mencengkeram
rambutku saat dia mengerang.
Aku tidak akan bertahan lama. Tidak mungkin. Aku sudah
menunggu ini terlalu lama, sangat menginginkannya. aku
mengukuhkan kakiku di lantai dan mulai mendorong naik, menusuk
ke dalam dirinya, mendorong pinggulnya ke bawah dengan keras. Ini
kenikmatan. Keras, dalam, kenikmatan yang basah, dan aku tak
pernah ingin ini berakhir.
Dia melemparkan kepalanya ke belakang dan merintih keras.
"Ya...ya...Drew."
Aku mengutuk dan memanggil namanya, kami berdua hampir
kehilangan akal. Hilang kendali. Karena rasanya begitu nikmat.
Dia meneriakkan namaku, dan kutahu dia orgasme.
Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Oh Tuhan, aku suka suaranya.
Dan kemudian milik Kate berkontraksi di sekeliling kejantananku -
vaginanya diseluruh kejantananku, kakinya menempel pahaku,
tangannya di bahuku - semuanya mengepal kencang dan kaku. Dan
aku segera kesana bersamanya.
"Kate, Kate...sial...Kate."
Aku mendorong keatas lagi dan lagi. Lalu aku klimaks lama dan
keras. Cairan kenikmatan berwarna putih dan panas menyembur dari
tubuhku tidak seperti apa yang pernah kurasakan sebelumnya.
Kepalaku jatuh pada sandaran sofa.
Setelah denyutan mereda, lenganku memeluk tubuh Kate, membawa
dada kami menyatu dan kepalanya bersandar di leherku. Aku merasa
detak jantungnya mulai kembali normal. Dan kemudian dia tertawa,
dengan suara rendah dan puas.
"Oh Tuhan...tadi begitu...begitu..."
Sekarang aku juga tersenyum. "Kutahu."
Menggoncang bumi. Di luar skala Richter. Cukup kuat untuk
menghancurkan sebuah negara pulau kecil.
Aku mengelus rambutnya...Begitu halus. Aku membungkuk dan
menciumnya lagi. Begitu sempurna.
Malam yang hebat. Kupikir ini bisa menjadi malam terbaik dalam
hidupku. Dan ini baru saja mulai.
*** Kate memekik saat aku berdiri dan membopongnya, kakinya
melingkar di sekitar tubuhku, menuju kamarku.
Aku belum pernah membawa seorang wanita ke kamarku
sebelumnya. Ini aturan. Tidak ada kencan sembarangan di
apartemenku - bahkan aku tidak pernah mempertimbangkannya.
Bagaimana jika salah satu dari gadis-gadis itu ternyata tahu tempat
tinggalku" Dapatkah kalian mengatakan bahwa dia adalah Penguntit
Gila" Namun aku tidak berpikir dua kali untuk membaringkan Kate di
tengah-tengah tempat tidurku. Dia memperhatikanku, berlutut saat
aku menanggalkan kemeja tanpa kancingku dan menyingkirkan
kondom yang sudah terpakai. Menggigit bibir sambil tersenyum, dia
melucuti blusnya sendiri yang masih tergantung di lengannya. Oh ya
- dan dia masih mengenakan sepatu hak tingginya.
Bagus. Sangat, sangat bagus.
Aku merangkak mendekatinya dan berlutut di tengah tempat tidur.
Aku membuai wajahnya di tanganku saat aku menciumnya dengan
lama dan panas. Aku siap untuk mulai lagi. Kemaluanku menusuk
perutnya di mana sekarang sudah berdiri kokoh dan siap. Tapi ronde
ini, Aku ingin berlama-lama. Aku mengagumi tubuhnya selama
berbulan-bulan - dan sekarang aku berencana untuk mengeksplorasi
setiap incinya, secara intim.
Aku membungkuk dan membaringkannya kembali. Rambut Kate
tersebar di belakang kepalanya dan jatuh di atas bantalku. Dia
terlihat seperti seorang peri dalam dongeng mitologi, dewi seks
kaum pagan dari legenda Romawi.
Atau bintang film porno yang pintar berakting.
Lututnya terbuka dengan sendirinya, dan aku mengambil posisi di
antara kakinya. Ya Tuhan...dia sudah basah. Aku bisa merasakan
betapa basahnya dia di bawah perutku ketika dia mendorong dan
menggesek kearahku. Diam-diam memohon - lagi.
Aku mencium kebawah dari lehernya dan tulang selangkanya, dan
akhirnya berhadapan dengan payudaranya yang kenyal. Tangan Kate
meremas bahuku saat aku menjilati lingkaran di sekitar pusat yang
berwarna merah muda kehitaman. Napasnya cepat dan memburu.
Aku menjentikkan lidahku di atas putingnya dengan cepat hingga ia
mengerang menyebut namaku.
Begitu kata itu meninggalkan dari bibirnya, aku menutup mulutku
dan menyedot dengan keras. Selama beberapa menit, aku bergantian
menjilat, mengisap, dan menggesek puncak runcing kecilnya.
Reaksinya begitu liar, aku tidak bisa menahan diri kecuali berganti
ke payudaranya yang lain dan memberikan perhatian yang sama
pada payudara indahnya. Pada saat aku bergerak turun lebih rendah lagi, Kate menggeliat di
bawahku, mengangkat pinggang dan menggesek dirinya pada setiap
bagian tubuhku yang bisa dia jangkau.
Ini tidak senonoh. Indah. Dan meskipun aku sangat menginginkan dia sekarang, betapa nikmat
rasanya dia menggesek tubuhku - Aku memiliki kendali penuh atas
apa yang kulakukan sekarang. Aku yang berkuasa. Dan ada satu hal
yang tak sabar ingin kulakukan. Sesuatu yang kuimpikan sejak
pertemuan malam itu di klub Howie. Aku menjilat turun di tengahtengah perutnya,
kemudian merangkak lebih rendah lagi. Aku
melepas sepatunya dan menjilat turun sampai pahanya hingga aku
berhadapan dengan targetku: garis rapi dari rambut ikal gelapnya.
Milik Kate di cukur pendek, rapi, dan kulit di sekitar vaginanya
sehalus sutra. Aku tahu karena saat ini aku sedang menggigit di
sekitar segitiga kecil yang terawat rapi miliknya. Pria menyukai
vagina yang hampir benar-benar bersih. Dan tidak, itu tidak ada
hubungannya dengan fantasi mesum terhadap anak pra-puber.
Gagasan bahwa seorang wanita nyaris tak berambut itu...nakal.
Merangsang. Aku menggesek hidungku ke dalam jalur kecil yang kesat dan
menghirup. Kate terengah-engah dan merintih di atasku - mata
tertutup, mulut terbuka. Asal kalian tahu, pria tidak mengharapkan seorang wanita berbau
seperti sabun Winter Pine atau Niagara Falls atau apa pun yang
diiklankan produk-produk feminin. Ini vagina - seharusnya bau
seperti vagina. Itu sungguh merangsang.
Aroma Kate khususnya telah membuatku meneteskan air liur seperti
hewan yang kelaparan. Aku menggosok lagi, mencium bibir luar
yang montok. Oh Tuhan. Tangan Kate mencengkeram selimut.
"Oh Tuhan, aromamu sangat nikmat, Aku ingin 'memakanmu'
sepanjang malam." Dan aku mungkin saja benar-benar akan melakukannya.
Aku menjilat celah basahnya, dan tubuh Kate melengkung keatas
dari tempat tidur dengan mengerang. Aku menekan pinggulnya ke
bawah dengan tanganku, menahannya agar tidak bergerak saat aku
melakukannya lagi, dan dia menjerit lebih keras lagi.
"Itu dia, Kate - biarkan aku mendengarmu."
Aku sangat menyadari tentang hal ini - bahwa aku - adalah orang
pertama yang pernah melakukan ini kepadanya. Dan ya, sebagai
seorang pria, fakta itu membuatnya merasa lebih baik lagi.
Kalian tahu siapa Neil Armstrong, bukan"
Sekarang katakan padaku siapa orang kedua yang menginjakkan
kaki di bulan. atau, ceritakan padaku orang lain yang kalian tahu
yang sampai ke bulan sesudah dia. Kalian tidak bisa, benar kan"
Itulah mengapa hal ini sangat menarik.
Kate tak akan pernah melupakan ini.
Dia akan selalu mengingat...aku.
Mungkin itu chauvinistik1 dan egois, tapi itulah yang sebenarnya.
Naik turun, berulang kali, Aku menjilat miliknya dari ujung ke
ujung. Cairannya manis dan kental. Sungguh lezat. Aku menekan
pahanya terpisah, menyebar pahanya lebih lebar lagi, dan
mendorong masuk dan keluar dari dalam dirinya - bercinta dengan
lidahku. Kepalanya berguling dari sisi ke sisi saat erangan bernada
tinggi bergema dari tenggorokannya. Dia lupa daratan, dan jari-jari
kakinya menekan di bahuku, tapi aku tidak menyerah. Tidak
mungkin. Dalam satu gerakan, Aku mengisap clit kecilnya yang
keras ke dalam mulutku dan menyelipkan dua jari di dalam dirinya.
Lalu giliran aku lah yang mengerang. Cairan panasnya melapisi
jemariku, hampir membakar. Aku tak bisa menghentikan pinggulku
untuk berputar dan menggeseknya ke tempat tidur. Persetan. Masih
memompa keluar masuk dengan tanganku, aku meratakan lidahku
dan menggesek dengan stabil, melingkari klitorisnya.
"Drew! Drew!" Mendengar Kate menjerit semakin membuatku lebih bersemangat
lagi. Aku menggerakkan jemariku lebih cepat, seirama dengan
lidahku, dan mendongak...ingin melihat bagaimana Kate kehilangan
kendali. Aku bisa klimaks hanya dengan menontonnya. Raut
wajahnya menunjukkan kenikmatan sepenuhnya, dan aku tak tahu
siapa di antara kami yang lebih puas.
"Oh Tuhan, oh Tuhan, oh Tuhan...Tuhan!"
Lalu tubuhnya menjadi kaku - kaku seperti papan. Tangannya
menarik rambutku, pahanya mengencang di kepalaku, dan kutahu
dia sudah sampai di sana.
Setelah beberapa saat dia mengendurkan pegangannya, dan aku
memperlambat lidahku untuk menjilatnya dengan santai. Ketika
Kate semakin melemaskan tubuhnya, aku duduk, menyeka wajahku
dengan tanganku, dan memasang kondom baru.
Oh ya - aku baru saja mulai.
Aku mencondongkan tubuhku kearahnya, dan dia menarikku ke
bawah dan menciumku dengan keras. Dia terengah di antara bibirku,
"Sangat...luar biasa."
Kepuasan dan bangga terpompa melalui pembuluh darahku, tapi aku
bahkan tidak bisa tersenyum. Aku sangat ingin bercinta dengannya.
Aku masuk kedalam dirinya dengan mudah. Dia licin namun ketat -
seperti kepalan tangan yang basah. Aku merasa miliknya
mencengkeram kejantananku saat aku menarik keluar dengan lambat
dan meluncur masuk kembali.
Aku mulai mendorong lebih cepat. Lebih keras. Lenganku lurus di
kedua sisi kepalanya sehingga aku dapat melihat kenikmatan yang
berkelip di wajahnya. Payudaranya bergoyang setiap kali aku
menyodok ke depan, dan aku hampir mengisap salah satu
payudaranya. Tapi kemudian ia membuka matanya dan mendongak menatapku.
Dan aku tidak bisa berpaling. Aku merasa seperti seorang raja -
seperti makhluk abadi. Dan setiap penguasaan diri yang kumiliki
seketika lenyap. Aku mendorong ke dalam dirinya, cepat dan tanpa
ampun. Kenikmatan panas yang murni mengembang di dalam
perutku dan turun ke bawah pahaku.
Oh Tuhan. Tubuh kami bertumbukan bersama berulang-ulang, keras dan cepat.
Aku mengaitkan satu tangan di bawah lututnya dan mengangkat
kakinya ke atas bahuku. Milik Kate terasa semakin ketat, dan aku
tidak tahan untuk tidak mengerang, "Kate..."
"Ya, seperti itu. Oh Tuhan, ya! Drew..." Dan kemudian tubuhnya
berubah menjadi kaku lagi di bawah tubuhku, matanya tertutup
ketika suara erangan tercekat keluar dari bibirnya.
Saat itulah aku melepaskannya. Aku menghentak ke dalam dirinya
untuk terakhir kali sebelum orgasme paling intens dalam hidupku
mengalir kedalam tubuhku. Aku mengerang dengan keras,
membanjiri kondom yang ada dalam dirinya sampai meluap.
Lenganku lunglai dan badanku sepenuhnya jatuh di atas tubuhnya.
Kate tampaknya tidak keberatan. Pada saat aku turun, dia
menciumku - mata, pipi, mulutku. Aku berusaha keras untuk
menarik napas, dan kemudian aku balas menciumnya.
Sungguh-luar-binasa. *** Bab 14 Aku pernah membaca sebuah artikel yang mengatakan bahwa
berhubungan seks dapat memperpanjang umur manusia. Pada laju
seperti ini, Kate dan aku akan hidup abadi. Aku sudah lupa berapa
kali kami sudah melakukannya. Ini seperti gigitan nyamuk -
semakin di garuk, maka semakin gatal.
Aku cukup senang karena aku sudah membeli kondom isi ekstra
besar di toserba Costco. Dan kalau saja kalian belum bisa memastikan dari reaksiku, aku
hanya akan mengatakannya terus terang: Kate Brooks adalah
pasangan seks yang fantastis. Seorang wanita yang spektakuler. Jika
aku sebelumnya tidak yakin bahwa Billy Warren adalah orang tolol
- setelah aku mencicipi apa yang dia campakkan - sekarang aku
benar-benar yakin akan hal itu.
Kate suka bertualang, sangat menuntut, spontan, dan percaya diri.
Sangat mirip denganku. Kami sangat cocok, dalam lebih dari satu
aspek. Ketika kami akhirnya beristirahat, langit malam di luar jendela
apartemenku baru saja berubah menjadi kelabu. Kate berbaring
dengan tenang, kepalanya bersandar di dadaku, jemarinya
menelusuri lekuk di dadaku dan sesekali membelai bulu-bulu di
sana. Kuharap setelah semua yang kukatakan pada kalian ini tidak akan
mengejutkan, tapi aku tidak "berpelukan". Biasanya, setelah seorang
wanita dan aku selesai, tidak ada yang namanya bergelung, tidak ada
yang namanya meringkuk, tidak ada percakapan intim di ranjang.
Aku mungkin, dalam beberapa kesempatan, tidur sejenak karena
kelelahan sebelum aku pergi. Tapi aku tidak tahan ketika seorang
gadis menempelkan dirinya ke tubuhku seperti sejenis gurita mutan.
Ini menyebalkan dan tidak nyaman.
Namun dengan Kate, aturan lama sepertinya tidak berlaku. Kulit
kami yang hangat menyatu bersama, tubuh kami selaras,
pergelangan kakinya di atas betisku, pahaku di bawah lututnya.
Rasanya...damai. Menenangkan dengan cara yang tidak sepenuhnya
bisa aku gambarkan. Aku sama sekali tidak punya keinginan untuk
pindah dari tempat ini. Kecuali itu untuk berguling dan menyetubuhinya lagi.
Kate yang lebih dulu memecah keheningan. "Kapan kau kehilangan
keperjakaanmu?" Aku tertawa. "Apakah kita bermain game First and Ten lagi" Atau
apa kau sekedar ingin tahu tentang riwayat seksualku" Karena kalau
itu alasannya, kurasa kau sudah sedikit terlambat, Kate."
Dia tersenyum. "Tidak. Bukan seperti itu. Aku hanya ingin
lebih...mengenalmu."
Aku mendesah saat aku mengingatnya lagi. "Oke. Pertama kalinya
adalah...Janice Lewis. Ulang tahun kelima belas. Dia mengundang
aku ke rumahnya untuk memberiku hadiah. Hadiahnya adalah dia."
Aku merasa senyumnya dadaku. "Apa dia perawan juga?"
"Tidak. Dia mendekati delapan belas tahun - kelas 3 SMA."
"Ah. Gadis yang lebih tua. Jadi dia mengajarimu semua yang kau
tahu?" Aku tersenyum dan mengangkat bahu. "Aku mengumpulkan
beberapa trik selama bertahun-tahun."
Kami diam lagi selama beberapa menit, dan kemudian ia bertanya,
"Tidakkah kau ingin tahu tentang masa laluku?"
Bahkan aku tidak perlu berpikir tentang yang satu ini.
"Tidak." Aku tidak ingin merusak suasana, tapi kita akan berhenti di sini
sebentar. Ketika itu berhubungan dengan pengalaman seksual masa lalu
seorang wanita, tak ada seorang pria pun yang mau mendengarnya.
Aku tak peduli jika kalian berhubungan seks dengan satu atau
ratusan orang - Simpanlah untuk dirimu sendiri.
Biar kujelaskan seperti ini: Ketika kalian datang ke restoran dan
pelayannya membawakan makananmu, apa kalian ingin dia
mengatakan padamu berapa orang yang telah menyentuh makanan
Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu sebelum kalian memakannya"
Tepat sekali. Aku juga berpikir cukup aman untuk mengasumsikan bahwa Kate
melakukan hubungan seks untuk pertama kalinya dengan Warren -
bahwa dia adalah pria satu-satunya. Dan Warren adalah orang
terakhir yang ingin kubahas pada situasi sekarang ini.
Sekarang, mari kembali ke kamar tidurku.
Aku berbaring miring sehingga aku menghadap Kate. Wajah kami
sangat dekat, kepala kami berbagi bantal yang sama. Tangan Kate
terselip di bawah pipinya yang membuat dia terlihat polos.
"Namun ada sesuatu yang ingin kutahu," Kataku.
"Tanyakan saja."
"Kenapa kau terjun ke bidang investasi perbankan?"
Aku berasal dari keturunan profesional kerah putih. Alexandra dan
aku tidak diharapkan untuk mengikuti jejak orang tua kami - itu
hanya terjadi begitu saja. Orang-orang selalu cenderung tertarik pada
apa yang mereka ketahui, apa yang sudah mereka kenal.
Seperti atlet profesional. Pernahkah kalian memperhatikan berapa
banyak mahasiswa tingkat Junior yang ada di liga utama bisbol" Ini
untuk mengenali mereka dengan ayah mereka yang masuk Hall of
Fame. Sebagai contohnya Manning bersaudara. Tapi aku ingin tahu
apa yang menarik Kate kedalam bidang investasi perbankan
mengingat perilaku buruk saat masa remajanya.
"Uang. Aku ingin berkarir di mana aku tahu aku akan menghasilkan
banyak uang." Aku mengangkat alisku. "Benarkah?"
Dia menatapku seakan sudah tahu. "Kau mengharapkan sesuatu yang
lebih luhur?" "Ya, Aku mengira seperti itu."
Senyumnya memudar. "Yang benar adalah, orangtuaku menikah
muda - melahirkanku juga di usia muda. Mereka membeli restoran
di Greenville. Menggadaikannya secara insting. Kami tinggal di
atasnya. Rumah itu...kecil...tapi nyaman."
Senyumnya semakin memudar. "Ayahku meninggal saat umurku tiga
belas tahun. akibat ulah pengemudi mabuk. Setelah itu, ibuku selalu
sibuk. Mencoba agar restorannya tetap berjalan, berusaha menjaga
dirinya agar tidak hancur berantakan."
Ketika dia berhenti lagi, aku menarik tubuhnya kearahku hingga
dahinya bersandar di dadaku. Dan kemudian dia melanjutkan:
"Dia berusaha agar kami tetap bisa bertahan. Aku tidak kekurangan
atau semacamnya, tapi...keadaannya tidaklah mudah. Segalanya
penuh perjuangan. Jadi, ketika mereka mengatakan padaku bahwa
aku akan menjadi *Valedictorian, dan aku menerima beasiswa penuh
dari universitas Wharton, aku berpikir - Oke - bidang investasi saja.
Aku tak pernah ingin menjadi tidak berdaya atau bergantung pada
orang lain. Meskipun aku punya Billy, sangat penting bagiku
mengetahui bahwa aku mampu menghidupi diri sendiri, dengan
usaha sendiri. Sekarang setelah aku mampu melakukannya, yang
sangat ingin kulakukan adalah mengurus ibuku. Aku sudah pernah
memintanya untuk pindah ke New York tapi sejauh ini dia menolak.
Dia bekerja seumur hidupnya...aku hanya menginginkan dia untuk
istirahat." Aku tak tahu harus berkata apa. Meskipun segala komentar pedas
tentang orangtuaku, aku cukup yakin aku akan kehilangan akalku
jika sesuatu terjadi pada salah satu dari mereka.
Aku mengangkat dagunya agar aku bisa menatap ke dalam matanya.
Lalu aku menciumnya. Setelah beberapa menit, Kate berbalik. aku
melingkarkan lenganku di pinggangnya dan menarik tubuhnya
menempel ke tubuhku. Aku menekan bibirku ke bahunya dan
memposisikan wajahku di rambutnya. Dan meskipun secara teknis
sekarang sudah pagi, itulah bagaimana posisi kami sampai kami
berdua tertidur. *** Setiap pria sehat di dunia bangun dengan tegang. Berdiri. Ereksi di
pagi hari. Aku yakin ada beberapa penjelasan medis untuk fenomena
ini, tapi aku hanya ingin menganggapnya sebagai karunia kecil dari
Tuhan. Sebuah kesempatan terbaik untuk memulai hari dengan
kejantananmu mengacung ke depan.
Aku tak ingat kapan terakhir kali aku tidur di samping seorang
wanita. Bagaimanapun, bangun di samping seorang wanita pasti
memiliki suatu manfaat. Dan aku siap untuk memanfaatkan
sepenuhnya keadaan ini. Dengan mata masih terpejam, aku berguling dan mencari Kate. Aku
berencana untuk menggodanya agar terjaga sebelum memberikannya
ucapan "selamat pagi" dari belakang. Ini satu-satunya alarm bangun
pagi yang bisa diterima, dalam kamusku. Tapi ketika tanganku
meluncur di atas seprei, aku hanya menemukan ruang kosong di
mana dia seharusnya berada. Aku membuka mataku, duduk, dan
melihat sekeliling. Tidak ada tanda-tanda keberadaannya.
Hah" Aku mendengarkan dengan cermat kalau saja ada gerakan di kamar
mandi atau suara air mengalir dari shower. Tapi yang ada hanya
keheningan. Sangat sunyi, benar kan"
Kemana dia pergi" Detak jantungku meningkat memikirkan bahwa dia menyelinap
pergi ketika aku tidur. Itu adalah tindakan yang pernah kulakukan
sendiri - dalam beberapa kesempatan - namun aku tak pernah
mengira mendapat perlakuan seperti ini dari Kate.
Aku hampir saja bangun dari tempat tidur ketika dia muncul di
ambang pintu. Rambutnya diikat dengan karet yang wanita selalu
dapatkan entah dari mana. Dia memakai T-shirt abu-abu dengan
tulisan Columbia - T-shirt Columbia abu-abu milikku - sejenak aku
terpukau oleh bagaimana payudaranya bergoyang di bawah tulisan
itu saat ia berjalan. Kate menaruh nampan yang ia bawa di meja samping ranjang.
"Selamat pagi."
Aku cemberut. "Ini bisa saja sudah pagi. Kenapa kau bangun?"
Ia tertawa. "Aku kelaparan. Perutku berbunyi seperti binatang buas
dalam kerangkeng. Aku sebenarnya akan memasak sarapan untuk
kita, tapi yang bisa kutemukan di dapurmu hanyalah sereal."
Sereal adalah makanan yang sempurna. Aku bisa memakannya
setiap hari. Dan bukannya jenis bran & oats yang biasa disediakan
oleh orangtuamu. Aku hanya makan yang enak: Lucky Charms,
Fruity Pebbles, Cookie Crisp. Lemariku penuh berisi segala macam
sereal rasa madu. Aku mengangkat bahu. "Aku lebih banyak memesan makanan."
Dia menyerahkan satu mangkok padaku. Apple Jacks - pilihan yang
bagus. Sambil mengunyah, Kate berkata, "Aku pinjam T-shirt mu.
Kuharap kau tidak keberatan."
Aku memakan sarapan sehatku. "Tidak masalah. Tapi aku benarbenar ingin kau tidak
memakainya." Lihat bagaimana dia menunduk malu" Bagaimana bibirnya
tersungging senyuman" Rona yang muncul di pipinya" Demi Tuhan
- Dia tersipu lagi. Setelah apa yang kita lakukan semalam" Setelah
segala kutukan, jeritan, garukan" Sekarang dia tersipu"
Sungguh menggemaskan, bukan" Kurasa juga begitu.
"Kurasa memasak telanjang tidaklah higienis."
Aku menaruh mangkuk yang sekarang kosong kembali di atas
nampan. "Apa kau suka memasak?" Selama berbulan-bulan kami
bekerja bersama-sama, aku telah belajar banyak tentang Kate, tapi
masih banyak lagi yang ingin kuketahui.
Dia mengangguk dan menghabiskan serealnya. "Jika kau tumbuh di
sekitar restoran, itu akan menular padamu. Membuat kue adalah
kesukaanku. Aku pembuat kue yang enak. Kalau nanti kita bisa
mendapatkan bahan-bahannya, Aku akan membuatnya."
Aku tersenyum nakal. "Aku suka memakan 'kuemu', Kate."
Dia menggeleng padaku. "Kenapa aku punya perasaan bahwa kau
sedang tidak membahas tentang berbagai jenis chocolate chip?"
Masih ingat tentang karunia kecil dari Tuhan itu" Aku tidak bisa
membiarkan ini terbuang sia-sia. Ini akan menjadi dosa - dan aku
tak mampu menanggung dosa seperti itu lagi. Aku menyeretnya ke
tempat tidur dan menarik T-shirt ke atas kepalanya.
"Karena aku tidak membahas itu. Sekarang, tentang 'kue' yang ini..."
*** "Menteri ke B7."
"Gajah ke G5." Main game itu menyenangkan.
"Kuda ke C6." "Skak." Game tanpa busana" Itu lebih menyenangkan lagi.
Alis Kate berkerut sambil menatap papan catur. Ini adalah
pertandingan ketiga kami. Siapa yang memenangkan dua game
sebelumnya" Ayolah, seperti perlu kalian tanyakan saja.
Kami saling berbagi cerita sembari bermain. Aku bercerita waktu
lenganku patah saat bermain skateboard ketika berumur dua belas
tahun. Dia bercerita tentang dia dan Delores mengecat bulu
hamsternya dengan warna merah muda. Kuceritakan padanya
tentang julukan untuk Alexandra yang diberikan oleh Matthew dan
aku. (Kate mencubit putingku setelah itu. Keras. Dia ingat saat aku
memanggilnya "seperti Alexandra" di kantorku.)
Nyaman, santai, menyenangkan. Tidak senikmat seperti bercinta -
tapi nomor dua. Kami berbaring miring di tempat tidur, kepala kami
ditumpu oleh tangan, papan catur ada di tengah.
Oh - dan kalau saja kalian lupa, kami telanjang.
Sekarang, kutahu beberapa wanita memiliki masalah dengan tubuh
mereka. Mungkin kalian punya lemak berlebih di tubuhmu"
Lupakannya. Tidak masalah. Setiap saat ketelanjangan mengalahkan
segala kesopanan. Pria adalah makhluk visual. Kami tidak akan
bercinta denganmu jika tidak ingin melihat tubuhmu.
Kalian bisa menulisnya kalau mau.
Kate tidak masalah untuk telanjang. Dia pasti nyaman dengan
dirinya sendiri. Dan itu seksi - sungguh seksi.
"Kau mau jalan atau mau membakar lubang di papan dengan
menatapnya?" "Jangan memaksaku."
Aku mendesah. "Baiklah. Gunakan waktu semaumu. Toh tak ada
tempat pergi untukmu. Aku sudah memojokkanmu."
"Kurasa kau curang."
Mataku melotot. "Itu menyakitkan, Kate. Aku terluka. Aku tidak
berbuat curang. Aku tak perlu melakukannya."
Dia mengangkat alisnya. "Apa kau harus begitu sombong?"
"Aku sungguh berharap begitu. Dan bicara kotor tidak akan berhasil.
Berhentilah mengulur-ulur waktu."
Dia mendesah dan menerima kekalahannya. Aku melakukan langkah
terakhirku. "Skak mat. Mau main lagi?"
Dia berguling telungkup dan menekuk lututnya hingga kakinya
hampir menyentuh kepalanya. Kejantananku berkedut saat
melihatnya. "Ayo main sesuatu yang lain."
Twister1" *Hide the Salami" *Kama Sutra charades"
"Apa kau punya game Guitar Hero?"
Apa aku punya game Guitar Hero" Game kompetisi terbaik
milenium ini" Game paling keren sepanjang masa" Tentu saja aku
punya. "Mungkin kau harus memilih game lainnya," Kataku. "Kalau aku
terus mengalahkanmu seperti ini, aku akan merusak ego wanitamu
yang rapuh." Kate melotot padaku. "Ayo siapkan."
Kegigihan Kate seharusnya menjadi tanda bahaya. Itu pembantaian.
Benar-benar brutal. Dia menendang pantatku dari ujung apartemen
ke ujung lainnya. Aku punya alasan, Kate tahu cara bermain gitar sungguhan.
Dan...dia meminta kami berpakaian. Bagaimana kejamnya ini" Aku
terus berusaha untuk melihat sekilas pantatnya yang indah mengintip
keluar dari bawah T-shirtnya. Itu menggangguku.
Aku tak pernah punya kesempatan.
*** Jadi, sekarang mungkin kalian bertanya-tanya apa sih yang
kulakukan, benar kan" Maksudku ini aku. Satu tunggangan per
pelanggan - tak ada pengulangan. Jadi kenapa aku membuang waktu
Sabtu soreku bermain Adam dan Hawa dengan Kate"
Inilah yang terjadi: aku telah berusaha selama berbulan-bulan untuk
membawanya sampai pada kondisi sekarang. Aku telah
menghabiskan malam demi malam tak berujung mendambakan,
memimpikan, berfantasi tentang hal itu.
Misalkan kalian terdampar di sebuah pulau kosong dan tidak makan
selama seminggu. Dan kemudian kapal penyelamatan akhirnya
muncul dengan sepiring besar makanan. Maukah kalian mencicipi
sedikit dan membuang sisanya"
Tentu saja tidak. Kalian memakan dengan cepat setiap gigitannya.
Melahap setiap remahnya. Menjilat bersih piringnya.
Itulah yang kulakukan. Berkumpul dengan Kate sampai
aku...kenyang. Jangan menilainya lebih jauh dari itu.
*** Apa aku pernah menyebutkan bahwa Kate punya tato" Oh ya.
Sebuah label wanita gampangan. Sebuah stempel pelacur. Sebut saja
apa pun yang kalian suka. Tatonya di gambar tepat di atas tonjolan
pantatnya, di punggung bagian bawah. Berbentuk kupu-kupu kecil
berwarna biru kehijauan. Rasanya lezat. Sekarang aku sedang menelusurinya dengan lidahku.
"Oh Tuhan, Drew..."
Setelah penghinaan pada game Guitar Hero, Kate memutuskan dia
ingin mandi. Dan mengatakan begini - dia bertanya apakah aku
ingin mandi duluan. Gadis bodoh. Seperti mandi sendirian masuk dalam pertimbanganku.
Aku berdiri dan menggodanya dari belakang. Dia lebih panas dari air
yang menyemprot kami di semua sisi. Aku menyibak rambutnya ke
samping saat aku menyantap lehernya yang nikmat. Suaraku serak
saat aku katakan padanya, "Buka kakimu untukku, Kate."
Dia menurut. "Lebih lebar." Dia menurut lagi. Aku menekuk lututku dan menggeser kejantananku masuk ke dalam.
Oh Tuhan. Sudah dua jam sejak aku berada dalam dirinya seperti ini.
Terlalu lama - seperti seumur hidup.
Kami mengerang bersama. Payudaranya licin oleh sabun saat aku
menggeser jemariku ke putingnya dan memainkannya dengan cara
yang kutahu akan membuatnya mendesah. Kepalanya mendongak
jatuh di bahuku, dan menggoreskan kukunya di atas pahaku. Aku
mendesis oleh sensasinya dan sedikit menambah kecepatan.
Lalu dia mencondongkan tubuhnya ke depan, membungkuk setinggi
pinggang dan menyangga tangannya di dinding ubin. Aku
membungkusnya dengan tanganku sendiri, menjalin jemari kami
menjadi satu. Aku memompa masuk dan keluar tanpa tergesa-gesa.
Aku mencium punggungnya, pundaknya, telinganya. "Kau terasa
begitu nikmat, Kate."
Kepalanya berputar, dan dia merintih, "Oh Tuhan, milikmu terasa
begitu...keras...begitu besar."
Kalimat itu" Mendengar kalimat itu adalah impian bagi setiap pria.
Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku tak peduli jika kalian biksu, kalian tetap saja ingin
mendengarnya. Ya, aku pernah mendengar kata-kata itu sebelumnya. namun berasal
dari bibir Kate - dengan suara manisnya - rasanya aku mendengar
kalimat itu untuk pertama dan terakhir kalinya.
Dan kemudian dia memohon. "Lebih keras, Drew...ayolah."
Aku melakukan apa yang dia minta sambil mengerang. Aku
meninggalkan satu tangan di dinding dan menggerakkan tanganku
yang lain ke klitorisnya, jadi setiap kali aku mendorong ke depan,
miliknya akan membentur jemariku. Dia merintih oleh sentuhanku.
Kemudian dia menuntut, "Lebih keras, Drew. setubuhi aku lebih
keras." Ketika perintahnya mencapai telingaku, aku tersentak, seperti atap
yang roboh pada kebakaran yang sedang berkecamuk. Aku
mendorong ke dalam dirinya sampai dia terjepit ke dinding, pipinya
menempel pada ubin yang dingin. Aku mendorong dengan kasar dan
cepat. Jeritan kepuasan Kate menggema di dinding, dan kami
klimaks bersama. Lama, intens dan gemilang.
Ketika kenikmatannya memudar, ia berbalik, melingkarkan
lengannya di leherku dan menciumku dengan perlahan. Kemudian
kepalanya bersandar di dadaku, kami masih berdiri bersama di
bawah semprotan. Aku tak bisa menjaga kekaguman keluar dari
suaraku saat berkata, "Oh Tuhan, jadi semakin nikmat setiap kali kita
melakukannya." Dia tertawa. "Kau juga merasakannya" Kupikir aku satu-satunya
yang merasakannya." Dia menatapku, menggigit bibir, dan menyibak
rambut basah dari mataku. Ini adalah sikap sederhana. Tapi ada
begitu banyak emosi di baliknya. Sentuhannya lembut, sorot
matanya begitu menyayang, seperti aku adalah hal terindah yang
pernah ia lihat. Seperti aku semacam...harta karun.
Biasanya, ekspresi seperti itu akan membuatku merunduk untuk
mencari perlindungan - pergi menuju pintu keluar terdekat.
Tapi ketika aku menatap wajah Kate, satu tangan memegang
pinggangnya, tangan yang lain menuju rambutnya, Aku tidak ingin
lari. Aku bahkan tidak ingin berpaling. Dan aku tak pernah ingin
melepaskannya. "Tidak...aku juga merasakannya."
*** *Valedictorian: lulusan terbaik yang membacakan pidato kelulusan
*Hide the Salami: eufemisme untuk istilah berhubungan seks
*Kamasutra Charades: permainan menebak kata-kata dgn gerakan
kamasutra Bab 15 Aku tidak membuat kalian bosan dengan detail jorok ini, kan" Aku
bisa mempersingkat semua ini dengan hanya mengatakan: Kate dan
aku bercinta sepanjang akhir pekan.
Tapi itu tidak akan benar-benar menyenangkan.
Dan itu tidak akan memberi kalian gambaran lengkapnya. Dengan
mengambil jalan memutar, kalian akan mendapatkan semua
faktanya. Dan pemandangan luas dari semua momen kecil kami.
Momen-momen yang tampak konyol dan tidak penting pada saat itu.
Tapi sekarang setelah aku terkena flu, itu satu-satunya hal yg bisa
kupikirkan. Setiap menit setiap hari.
Apakah kalian pernah mengalami bahwa sebuah lagu menempel
terus di dalam kepalamu" Tentu kalian pernah, semua orang
mengalaminya. Dan mungkin itu lagu yang indah, bahkan mungkin
itu lagu favorit kalian. Tapi itu masih mengganggu, bukan" Ini
tidaklah cukup. Karena kalian tidak ingin hanya mendengarnya di
otak kalian - kalian ingin lagu itu diputar di radio atau di konser
live. Memutar ulang dalam benak kalian hanyalah imitasi murahan.
Sebuah ejekan, pengingat bahwa kalian tak mampu mendengar
lagunya secara nyata. Apakah kalian mengerti ke mana arah pembicaraanku ini"
Jangan khawatir, kalian akhirnya akan tahu.
Sekarang, sampai di mana aku" Benar sekali - malam Minggu.
*** "Ini adalah bantal yang sempurna."
Kami baru saja memesan makanan - masakan Itali - dan kami
sedang menunggu pesanannya datang.
Kate duduk di sofa di tengah sebuah oase bantal dan selimut. Dan
Kate memegang satu bantal yang berasal dari kamar tidur di
pangkuannya. "Bantal yang sempurna?"
"Ya," katanya. "Aku sangat pilih-pilih ketika menyangkut urusan
bantal. Dan yang satu ini sempurna. Tidak terlalu kempis, tidak
terlalu gembung. Tidak terlalu keras, tidak terlalu lembek."
Aku tersenyum. "Senang mengetahuinya, Goldilocks1."
Kami telah memutuskan untuk menonton film. TV Kabel dengan
pilihan sesuai permintaan adalah penemuan terbesar kedua di zaman
ini. Yang pertama, tentu saja, TV plasma layar lebar. Aku bangkit
untuk mengambil remote sementara Kate meraih sesuatu dari tasnya
di lantai. Apakah aku menyebutkan bahwa kami masih telanjang" Benar
sekali. Ini pembebasan. Menyenangkan. Semua bagian yang indah mudah dijangkau. Dan pemandangannya
fantastis. Saat aku berbalik untuk berjalan kembali ke sofa, aroma yang sudah
kukenal menyerang lubang hidungku. Manis dan beraroma bunga.
Gula dan musim semi. Aku melihat Kate sedang menggosok lotion
di lengannya. Aku merebut botol itu darinya, seperti anjing
menggigit tulang. "Apa ini?"
Aku mendekatkan botol ke hidungku dan menghirup napas dalamdalam, kemudian jatuh
kembali di atas bantal dengan erangan puas.
Kate tertawa. "Jangan menghirupnya. Ini pelembab. Aku tidak sadar
melawan kulit kering bisa membuatmu begitu senang."
Aku mengamati botolnya. Vanili dan lavender. Aku kembali
menghirupnya dalam-dalam. "Aromanya seperti kamu. Setiap kali
kau dekat denganku, kau beraroma seperti...seperti buket bunga
sunshine dengan gula di atasnya."
Dia tertawa lagi. "Ah, Drew, Aku tak tahu kalau kau seorang penyair.
William Shakespeare akan sangat iri."
"Apa bisa dimakan?"
Dia membuat ekspresi muak. "Tidak."
Sayang sekali. Aku akan menuangkannya pada makanan seperti saus
hollandaise. Kurasa aku cukup puas mencicipinya pada Kate.
Sekarang karena aku memikirkannya - itu adalah pilihan yang lebih
kusukai. "Mereka juga membuat busa mandi. Karena kau begitu
menyukainya, lain kali aku akan membawanya."
Ini petunjuk pertama yang dia dibuat tentang lain kali. Sebuah
kencan di kemudian hari. Sebuah masa depan. Tidak seperti
kencanku sebelumnya, usulan pertemuan kedua dengan Kate tidak
membuatku menjadi acuh tak acuh atau terganggu. Sebaliknya, aku
antusias - bersemangat - tentang prospeknya.
Aku terpaku menatapnya untuk sesaat, tenggelam dalam kenikmatan
aneh hanya dari menatapnya. Aku bisa mengambil pekerjaan tetap
dengan menonton Kate Brooks.
"Jadi," dia bertanya, "Apa kita sudah memutuskan filmnya?"
Dia duduk disampingku, dan lenganku secara alami memeluknya.
"Aku sedang berpikir menonton Braveheart."
"Ugh. Ada apa dengan film itu" Kenapa semua orang kecanduan?"
"Ah, alasan yang sama kenapa wanita terobsesi dengan film The
Notebook. Itu film yang akan kau usulkan, bukan?"
Dia tersenyum licik, dan kutahu aku menebak dengan benar.
"The Notebook adalah film romantis."
"Ini sangat gay."
Dia memukul wajahku dengan bantal yang "sempurna".
"Ini manis." "Ini memuakkan. Aku punya beberapa teman homoseksual sejati dan
film itu katanya terlalu gay untuk mereka."
Dia mendesah sambil menerawang. "Ini adalah kisah cinta, kisah
cinta yang indah. Bagimana setiap orang mencoba memisahkan
mereka. Tapi kemudian, bertahun-tahun kemudian, mereka saling
bertemu lagi. Itu adalah takdir."
Aku memutar mata. "Takdir" Ayolah. Takdir itu cerita dongeng,
sayang. Dan sisanya adalah setumpuk omong kosong juga.
Kehidupan nyata tidak berjalan seperti itu."
"Tapi itu - " "Itulah sebabnya tingkat perceraian begitu tinggi. Karena film seperti
itu memberikan wanita harapan yang tidak masuk akal."
Dan hal yang sama berlaku untuk novel romantis. Alexandra praktis
pernah mencabut kepala Steven karena dia meminjam salah satu
majalah Playboy milikku. Namun anehnya setiap musim panas, Si
Menyebalkan berbaring di pantai membaca buku semi porno
bersampul *Fabio. Ya, aku sebut, "porno." Itulah kenyataannya.
Dan itu bahkan bukanlah cerita porno yang bagus: "Pria itu
mengarahkan batang yang berbentuk seperti kejantanan kearah
kelopak basah dari pusat kewanitaannya."
Memangnya masih ada orang yang bicara seperti itu sekarang"
Pria sejati tidak berpikir seperti Nolan atau Niles atau siapapun nama
bajingan itu." "Noah." "Dan pria manakah yang mau membangun kamar di rumahnya untuk
seorang gadis yang mengisap kejantanannya" Pria manakah yang
mau menunggu selama bertahun-tahun untuk gadis yang sama akan
muncul di pintu rumahnya, hanya untuk mengetahui bahwa gadis itu
sudah bersama pria lain" Dia sama sekali bukan seorang laki-laki."
"Kalau begitu siapa dia?"
"Vagina berambut lebat yang tidak di wax."
Apakah itu terlalu kasar"
Aku khawatir memang begitu.
Sampai akhirnya Kate menutup mulutnya dengan tangan dan jatuh di
atas sofa, tertawa terbahak-bahak. "Oh...Ya...Tuhan. Kau
benarbenar...orang...jorok. Bagaimana...kau bisa menemukan kalimat ini?"
Aku mengangkat bahu. "Aku menyebut mereka menurut
pandanganku. Aku tidak akan minta maaf untuk itu."
Tawanya mereda, tapi senyumnya masih tersisa. "Oke, jangan
menonton Notebook." "Terima kasih."
Kemudian wajahnya berseri. "Oohh, bagaimana kalau Anchorman:
The Legend of Ron Burgundy?"
"Kau suka Will Ferrell?"
"Apa kau bercanda" Apa kau pernah menonton Blades of Glory?"
Itu salah satu film favoritku. "The Iron Lotus" Film klasik."
Dia menaik turunkan alisnya kearahku dan mengutip kalimatnya
dengan ahli, "Kau punya krim untuk meredakan luka bakar yg parah
itu?" Aku tertawa. "Ya Tuhan, aku cinta k - "
Kemudian aku tersedak. Dan batuk. Dan berdehem. "Aku cinta...film itu." Aku memainkan remotenya, dan kami
berbaring di sofa ketika film Anchorman mulai.
Oke - jangan marah padaku sekarang. Mohon semua tenang
sebentar, bisa" Ini adalah kesalahan kecil. Keceplosan. Tidak lebih.
Lidahku akhir-akhir ini terlalu sering dipakai, jadi kupikir ini bisa
dimaklumi. *** Setelah makan, kami terus menonton Ron Burgundy, saling
menyandarkan tubuh satu sama lain di sofa, punggungnya menempel
dadaku. Wajahku di rambutnya lagi, menghirup aroma yang sudah
membuatku menjadi kecanduan. Aku terhanyut kedalam mimpi.
Tawa Kate bergetar di dadaku saat ia bertanya dengan lembut, "Apa
itu yang kau pikirkan tentangku?"
"Hmmm?" "Saat aku mulai bekerja di perusahaan. Apa kau pikir aku adalah
seorang 'wanita kalajengking'?"
Dia mengacu pada kalimat dari Will Ferrell yang baru saja
diucapkan dalam film. Aku tersenyum dengan mengantuk.
"Aku...ketika aku pertama kali melihatmu hari itu di ruang
konferensi, itu sangat mengejutkanku. Setelah itu, aku tahu bahwa
segalanya tidak akan pernah seperti dulu lagi."
Dia pasti menyukai jawabanku. Karena satu menit kemudian, ia
menggesek pinggulnya ke tubuhku. Dan kejantanan setengah
tegakku meluncur di antara celah pantatnya.
Aku tak peduli betapa lelahnya seorang pria - dia bisa saja bekerja
tiga puluh lima jam mengangkut kantong pasir ke seluruh penjuru
negeri - gerakan itu akan selalu dan selalu membangunkannya.
Bibirku bergerak menuju lehernya saat tanganku meluncur di
perutnya. "Oh Tuhan, Kate. Aku tidak bisa
berhenti...menginginkanmu."
Sudah mulai menggelikan, bukan"
Aku merasa napasnya meningkat. Dia berbalik menghadapku, dan
bibir kami bertemu. Tapi sebelum kami melangkah lebih jauh, rasa
penasaran menguasaiku, dan aku menarik diri. "Apa yang kau
pikirkan tentangku ketika kita pertama kali bertemu?"
Matanya bergulir ke langit-langit sambil merenungkan jawabannya.
Kemudian dia tersenyum. "Yah...malam pertama di REM, kupikir
kau...berbahaya. Kau memancarkan aura seks dan pesona."
Jemarinya menelusuri bibir dan alisku. "Senyum itu, matamu,
keduanya seharusnya terlarang. Itu satu-satunya waktu selama
hubunganku bersama Billy bahwa kuharap aku masih lajang."
Wow. "Dan kemudian di kantor aku mendengar para sekretaris
membicarakanmu. Bagaimana kau gonta-ganti cewek setiap akhir
pekan. Tapi setelah beberapa saat...Aku melihat bahwa ada banyak
hal yang lebih tentang dirimu. Kau brilian dan lucu. Kau protektif
dan perhatian. Kau bersinar begitu terang, Drew. Segala sesuatu
yang kau lakukan - caramu berpikir, hal-hal yang kau ucapkan,
caramu bergerak - itu...menyilaukan. Aku merasa beruntung...hanya
berada di dekatmu." Aku tak mampu bicara. Jika ada wanita lain mengatakan itu padaku, aku setuju dengannya.
Aku akan mengatakan padanya bahwa dia beruntung bisa bersamaku
- karena aku terbaik dari yang terbaik. Tak ada yang lebih baik.
Namun berasal dari bibir Kate" Dari seseorang yang pikirannya
membuatku iri, pendapat siapa yang sebenarnya lebih kukagumi"
Aku hanya...tidak punya kata-kata. Jadi, sekali lagi, aku membiarkan
perbuatanku saja yang bicara.
Bibirku menekan bibirnya, dan lidahku memohon untuk masuk. Tapi
ketika aku mencoba untuk memutar kami sehingga aku berada di
atas tubuhnya, Kate punya ide lain. Dia mendorong bahuku sampai
aku telentang. Lalu dia menggerakkan mulutnya di atas rahang dan
leherku, membakar jejak ke bawah dada dan perutku. Aku menelan
ludah. Dia memegang kejantananku di tangannya dan memompa dengan
Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perlahan, dan milikku sudah keras seperti baja. Milikku sudah
tegang saat dia mulai bicara tadi. "Oh Tuhan, Kate..." aku tetap
membuka mataku, dan melihat dari atas saat ia membasahi bibirnya,
membuka mulutnya, dan milikku meluncur masuk "Sial..." Dia
memasukkan seluruh kejantananku di dalam mulutnya dan mengisap
keras saat ia menarik keluar dengan perlahan. Lalu dia
melakukannya lagi. Aku adalah penikmat oral seks. Untuk seorang pria, oral seks adalah
jenis seks yang paling mudah. Tanpa repot, sedikit kekacauan. Jika
ada di antara kalian di luar sana belum pernah melakukannya, aku
akan memberitahu kalian sebuah rahasia kecil. Setelah kejantanan
seorang pria masuk ke dalam mulutmu, dia akan sangat senang,
hingga tidak terlalu peduli apa yang kalian lakukan pada dia
sesudahnya. Namun, ada trik tertentu yang membuat oral seks lebih
nikmat. Kate memompa milikku dengan tangannya sambil meningkatkan
hisapan di ujungnya dengan mulut kecilnya yang seksi.
Seperti sekarang, misalnya.
Dia memutar-mutar lidahnya di sekitar bagian kepala seperti dia
menjilati permen lolipop. Dari mana dia mempelajarinya" Aku
mengerang tak berdaya dan mencengkeram bantal sofa. Dia
memasukkan seluruh milikku ke tenggorokannya sekali, kemudian
dua kali. Kemudian dia berganti menjadi gerakan cepat, memompa
secara pendek dengan mulut dan tangan.
Ini luar biasa. Aku sudah pernah di hisap oleh yang terbaik dari
mereka. Dan aku bersumpah demi Tuhan, Kate Brooks punya teknik
seorang bintang porno. Aku mencoba untuk tetap diam, sadar bahwa ini sesungguhnya
adalah kali pertamanya, tapi sulit. Dan kemudian tangannya
berpindah ke bawah tubuhku - pada pantatku - mendesakku ke atas.
Dia membimbing pinggulku naik turun, mendorongku keluar masuk
mulutnya. Oh Tuhan. Dia menyingkirkan tangannya, tapi pinggulku
terus bergerak dalam tusukan dangkal.
Aku hampir kehilangan kendali - tapi aku selalu memberikan
peringatan terlebih dulu. Jika seorang pria tidak
memperingatkanmu" Campakkan dia secepatnya. Dia cowok
brengsek. "Kate...sayang, aku...kalau kau tidak menyingkir sekarang...Oh
Tuhan, aku akan..." kata-kata yang jelas rupanya sudah di luar
kemampuanku saat ini. Namun, kupikir dia memahaminya.
Tapi dia tidak menyingkir. Dia tidak berhenti. aku menunduk
bersamaan saat Kate membuka matanya dan mendongak. Dan hanya
itulah yang kubutuhkan. Ini adalah momen yang sudah kubayangkan
sejak pertama kali aku melihatnya. Mata cokelat besarnya
menatapku ketika kejantananku meluncur kedalam bibir
sempurnanya. Dengan merintih menyebut namanya, aku mengisi
mulutnya dengan semburan cairanku. Kate mengerang dan mengisap
semuanya, menelan dengan rakusnya.
Setelah apa yang nampaknya lama sekali, aku mulai tenang. Kalian
tahu rasanya saat pertama kali melangkah keluar dari Jacuzzi"
Bagaimana kaki kalian terasa lunglai seperti Jelly" Ya - itu aku. Saat
ini. Aku terengah-engah dan menyeringai seperti orang idiot saat aku
menarik Kate ke atas dengan memegang bahunya dan mencium
dengan dalam. Sebagian pria jijik mencium seorang wanita yang
mulutnya baru saja mereka masuki. Aku bukan salah satu dari
mereka. "Bagaimana kau belajar memberikan oral seperti itu?"
Kate menertawakan ekspresi heran dalam suaraku saat ia telentang
di atasku. "Delores berkencan dengan seorang cowok di kampus.
Cowok itu benar-benar suka film porno. Setiap kali datang cowok itu
selalu meninggalkan film di asrama kami. Dan, sesekali...Aku akan
menontonnya." Lain kali kalau aku bertemu Delores Warren" Ingatkan aku untuk
berlutut dan mencium pantatnya.
*** Setelah filmnya selesai, Kate dan aku memutuskan untuk menonton
film Will Ferrell secara marathon. Kami sudah menonton separuh
film Blades of Glory ketika teleponku berdering. Kami masih duduk
di sofa, berbaring berdampingan dengan nyaman, dan aku tak punya
niat untuk bangun. Atau bicara pada seseorang yang tidak ada di
ruangan ini, sebetulnya. Aku membiarkan mesin penjawab telepon yang menjawab. Suara
Jack memenuhi ruangan, berteriak diantara dentuman musik di
belakangnya: "Drew, bro, ayo angkat! Di mana kau?" Dia berhenti
sesaat, dan kukira dia menyadari aku tidak akan mengangkatnya.
"Kau harus keluar malam ini, bung! Aku ada di klub Sixty-Nine, dan
ada seseorang di sini yang ingin bertemu denganmu."
Ini tidak terdengar menjanjikan. Aku mulai duduk, naluri laki-lakiku
mengatakan untuk mematikan mesinnya. Sekarang. Tapi aku masih
kurang cepat. Dan suara wanita yang sensual keluar dari Kotak
Pandora. "Dreeewwww...ini Staaaacey. Aku merindukanmu, sayang.
Aku ingin naik taksi lagi. Ingat malam itu ketika aku mengisap
kejantananmu begitu nik-"
Tanganku menepuk ke bawah pada tombol off.
Lalu aku melirik ke arah Kate. Wajahnya beku ke layar TV,
ekspresinya tidak terbaca. Aku seharusnya mengatakan sesuatu. Tapi
apa yang harus kukatakan" "Maaf, salah satu pelacurku menelepon?"
Tidak, karena alasan tertentu, kupikir alasan itu tidak akan diterima
dengan baik. Dia duduk tegak dengan kaku. "Aku mungkin seharusnya pergi."
Sial. Terkutuk Jack. Kate bangkit, memegang bantal dengan erat, menutupi tubuhnya.
Yah, itu bukan pertanda bagus. Satu jam yang lalu dia mendorong
selangkangannya ke wajahku. Sekarang dia bahkan tidak ingin aku
melihatnya. Sialan. Dia berjalan melewatiku menuju kamar tidur. Bahkan dengan
perutku yang melilit, aku masih saja mengagumi goyangan pantat
ketatnya saat ia berlalu. Bisa ditebak, kejantananku berdiri seperti
Dracula bangkit dari peti matinya.
Ketika aku berumur sepuluh tahun, kami punya anjing. Dia
menggesek segala benda, apapun - mulai dari kaki pembantu,
ranjang empat-tiang milik orangtuaku. Anjing itu tak pernah puas.
Orangtuaku malu bila ada teman yang mampir. Tapi sekarang aku
menyadari bahwa ia benar-benar bukan anjing yang buruk. Itu bukan
salahnya. Aku merasakan penderitaanmu, Fido.
Aku mendesah. Dan bangun untuk mengikuti Kate. Pada saat aku
sampai ke kamar tidur, roknya sudah terpasang dan blusnya sudah
terkancing. Dia tidak melihat ke arahku ketika aku berjalan masuk.
"Kate - " "Apa kau tahu di mana sepatuku yang satunya?" Matanya menatap
lantai, tempat tidur - ke manapun kecuali kearahku.
"Kate - " "Mungkin di bawah tempat tidur." Dia berlutut.
"Kau tidak harus pergi."
Dia tidak mendongak. "Aku tidak ingin menghalangi rencanamu."
Rencana siapa" Satu-satunya rencana yang aku punya adalah
memakan dengan rakus prasmanan lezat yang ada di antara pahanya.
Lagi. "Aku tidak - " "Tidak apa-apa, Drew. Kau tahu, ini sudah bagus..."
Bagus" Dia menyebut apa yang kami lakukan tadi malam dan
sepanjang hari - di kamar tidur, dapur, kamar mandi, menempel
dinding lorong - "bagus?" Apa dia bercanda"
Dia pasti melihat ekspresi wajahku, karena dia berhenti di tengah
kalimat dan mengangkat alis. "Maafkan aku, apa itu kata sifat yang
salah" Apa aku menghina ego laki-lakimu yang rapuh?"
Aku tergagap dengan marah, "Well...ya."
"Kata apa yang lebih kau sukai?"
Sekedar info-Aku masih telanjang, dan jika kondisi kejantananku
adalah indikasinya, tidak butuh seorang Einstein untuk mengetahui
apa yang benar-benar kusukai pada saat ini.
"Luar biasa" Transenden" Tak tertandingi?" aku menekankan setiap
kata dengan langkah predator ke arahnya.
Dia mengimbangi langkah majuku dengan berjalan mundur secara
gugup, sampai pantatnya membentur meja. Aku menyeringai ke
arahnya. "Kau lulusan dari program bisnis paling bergengsi di
negara ini, Kate. Kehormatanku menuntutmu untuk memunculkan
sesuatu, apapun, yang lebih baik dari kata 'bagus.'"
Dia menatap dadaku sebentar. Lalu ia mendongak menatap mataku.
Dia tampak serius. "Aku harus pergi."
Dia mencoba untuk berjalan melewatiku, tapi aku meraih lengannya
dan menariknya kembali. "Aku tak ingin kau pergi."
Jangan - jangan tanya kenapa. aku tidak akan menjawab. Tidak
sekarang. Aku hanya terfokus pada kejadian di sini - dan dia.
Sisanya tidak penting. Dia melihat tanganku yang memegang
lengannya, lalu menatapku. "Drew..."
"Jangan pergi, Kate." aku mengangkat tubuhnya, mendudukkan dia
atas meja, dan melangkah di antara kedua kakinya. "Tinggallah." aku
mencium leher dan menggigit telinganya. Dia bergidik. Bisikku,
"Tinggallah bersamaku, Kate." aku menatap ke arah matanya.
"Kumohon." Dia menggigit bibir. Lalu tersenyum perlahan. "Baiklah."
Aku tersenyum membalasnya. Dan kemudian mulutku menempel di
bibirnya. Ciuman ini panjang dan lambat dan dalam. Aku
menyingkap roknya, menelusuri kulit pahanya dengan ujung jariku.
Dia masih tidak memakai celana dalam.
Kalian pasti menyukai akses yang mudah.
Aku berlutut di depannya. "Drew...?" Ini setengah pertanyaan,
setengah rintihan. "Shhh. Jika aku ingin mengungguli apa yang kau sebut 'bagus', aku
perlu berkonsentrasi."
Dan tak ada satu pun kata yang jelas dari kami sepanjang sisa
malam. *** *Fabio Lanzoni dikenal secara luas dengan panggilan Fabio,
adalah model fashion Italia dan aktor, yang tampil di sampul
ratusan novel roman sepanjang tahun 80 dan 90an.
Bab 16 Setiap superhero memiliki tempat persembunyian - tempat
perlindungan. Setidaknya semua superhero yang baik
melakukannya. Aku juga punya tempat persembunyian. Bat Cave
pribadi. Tempat di mana keajaiban terjadi. Di mana aku telah
membangun legenda, yaitu karierku.
Kantor yang ada di rumahku.
Ini adalah tempat berlindung kaum pria. Sebuah zona bebas wanita
- di lihat dari sudut pandang yang baik. Setiap orang harus
memilikinya. Aku mendekorasinya sendiri - setiap bagian, setiap
detail. Jika mobilku adalah anak bungsu, ruangan ini anak sulungku.
Kebanggaan dan sukacitaku.
Lantai kayu mahoni, karpet oriental buatan tangan, sofa kulit dari
Inggris. Sebuah perapian batu dan rak buku built-in berjajar di salah
satu dinding. Di belakang mejaku ada jendela lebar yang
menawarkan pemandangan tak ternilai dari kota ini. Dan di sudut
ada meja untuk bermain kartu di mana aku dan teman-temanku
minum Scotch tua, mengisap cerutu Kuba, dan bermain poker
sebulan sekali. Ini satu-satunya waktu di mana Steven diperbolehkan keluar dan
bermain. Aku berada di mejaku, memakai celana boxer, bekerja dengan
laptopku. Itu yang kulakukan setiap hari Minggu sore.
Kate" Tidak - dia masih di sini. Tapi setelah kami bercinta-secaramaraton tadi
malam, kurasa aku harus membiarkan dia tidur. Isi
ulang baterai. Aku membatalkan santap siang dengan ibuku dan
mengabaikan permainan basket dengan teman-temanku. Dan
sekarang aku menatap rancangan akhir dari sebuah kontrak ketika
suara mengantuk memanggilku dari ambang pintu.
"Hei." Aku mendongak dan tersenyum. "Hai."
Dia mengenakan salah satu dari T-shirt-ku - T-shirt Metallica
hitamku. Kaosnya menjuntai sampai melewati lututnya. Apa yang ia
kenakan dan rambut acak-acakan sehabis tidurnya - membuat dia
terlihat manis tapi seksi. Memikat. Dibandingkan dengan Kate,
bekerja terlihat tidak begitu membuatku berselera lagi.
Dia mengusap tangan keatas rambutnya saat matanya menyapu
seluruh ruangan. "Ini adalah kantor yang indah, Drew.
Menakjubkan." Kate adalah tipe wanita yang menghargai pentingnya
sebuah ruang kerja yang menakjubkan. Jika kalian ingin menjadi
pemenang, Kalian perlu sebuah kantor yang menyatakan bahwa
kalian memang sudah menjadi pemenang. "Terima kasih. Ini ruang
favorit di apartemenku."
"Aku bisa melihat alasannya."
Dia mengambil sebuah pigura dari salah satu rak dan
menunjukkannya padaku. "Siapa ini?"
Ini adalah foto Mackenzie dan aku saat di pantai musim panas lalu.
Dia menguburku sampai ke leher di pasir. "Keponakanku,
Mackenzie." Dia menatap foto itu dan tersenyum. "Dia menggemaskan. Aku
yakin dia memujamu."
"Ya, memang. Dan aku hampir yakin akan memotong tanganku
untuknya jika dia memintaku, jadi cukup adil. Aku akan senang
untuk mempertemukanmu dengannya suatu hari nanti."
Kate tidak ragu-ragu. "Aku akan sangat menyukainya."
Dia berjalan menghampiri kursiku dan mengambil posisi duduk di
lututku. Aku membungkuk sampai bibirku menemukan bibirnya -
lidahku mendorong jauh ke dalam bibirnya yang sekarang sudah
kukenal dengan baik. Dia merapatkan tubuhnya ke dada telanjangku. "Kau begitu hangat."
Dia menyandarkan kepalanya di bahuku dan melihat ke arah
komputerku. "Apa yang sedang kau kerjakan?"
Aku mendesah. "Ini kesepakatan dengan Jarvis Technologies."
Jarvis adalah sebuah perusahaan komunikasi. Mereka ingin
mengakuisisi anak perusahaan satelit broadband.
Aku mengusap mataku. "Ada masalah?" Aku biasanya adalah serigala kesepian ketika terkait dengan urusan
bisnis. Aku tidak curhat - Aku tidak berbagi. Pendapatku adalah
satu-satunya yang diperhitungkan. Tapi berbicara dengan Kate
tentang bisnis adalah seperti berbicara dengan diri sendiri. Aku
benar-benar tertarik untuk mendengar apa yang akan dia katakan.
"Ya. CEO-nya cuma pintar tapi tidak punya nyali. Aku sudah punya
kesepakatan sempurna yang berjajar mengantri, tapi dia tidak mau
menarik pelatuk. Dia cemas tentang risikonya."
Jarinya menelusuri rahangku. "Setiap akuisisi memiliki risiko. Kau
harus menunjukkan padanya imbalannya cukup layak."
"Itulah apa yang sedang coba kulakukan."
Dia kemudian berseri. "Kau tahu, aku punya sesuatu yang bisa
membantumu. Salah satu mitra studi lamaku dari Wharton
mendesain template untuk model valuasi baru. Kalau kau
Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjalankannya dan angkanya akurat, mungkin saja cukup untuk
membujuk Jarvis agar mau mengambil risiko."
Aku mulai menganggap bahwa kecerdasan Kate membuatku
menjadi terangsang hampir sama dengan pantatnya.
Hampir. "Itu ada di dalam flash disk di tasku. Akan kuambilkan untukmu."
Ketika dia berdiri untuk pergi, aku meraih bagian bawah kaosnya
dan menariknya kembali ke pangkuanku - jadi tidak mungkin dia
tidak merasakan kejantananku yang tegang terus menerus. Lenganku
melingkari pinggangnya, menjebak dirinya. Mulutku menempel
telinganya. "Sebelum kita masuk ke sana, ada sesuatu yang ingin kulakukan
terlebih dulu." Ada nada geli dalam suaranya saat ia bertanya, "Apa yang ingin kau
lakukan, Drew?" Aku mengangkatnya, menyapu segala benda dari mejaku, dan
membaringkannya. "Kamu." *** Kami menghabiskan sisa hari dengan bekerja. Dan ngobrol. Dan
tertawa. Aku menceritakan pada Kate tentang Mackenzie dan
Stoples Omongan Jorok yang mengisap uangku sampai kering. Dia
memberitahuku lebih jauh tentang masa remajanya di Greenville dan
kafe orangtuanya. Kami makan siang di balkon. Saat ini dingin, jadi
Kate duduk di pangkuanku agar tetap hangat dan menyuapiku
dengan jemarinya. Aku tidak ingat pernah menikmati waktu seindah ini. Dan kami
bahkan tidak bercinta. Sungguh aneh. *** Saat ini jam sepuluh lewat. Kami sedang bersiap-siap untuk tidur.
Kate ada di kamar mandi. Sendirian. Dia mengambil pisau cukurku dan mengusirku keluar. Berbeda
dengan wanita, pria tidak butuh privasi. Tidak ada kebutuhan
badaniah seorang pria yang tidak akan dilakukan di depan orang
lain. Kami tidak punya malu. Tapi terserah, jika Kate membutuhkan ruang, dia bisa
mendapatkannya. Aku menyibukkan diri sementara aku
menunggunya. Aku mengganti seprai. Aku mengambil kotak
kondom dari laciku - untuk menyiapkan beberapa buah agar mudah
dijangkau. Kemudian aku langsung kecewa. Dan jika bisa, penisku pasti akan
menangis. Kotaknya kosong. "Sial."
"Aku juga berpikir begitu. Dua orang yang berpikiran sama."
Aku berbalik mendengar suara Kate. Dia berdiri di ambang pintu,
satu tangan di pinggulnya, tangan yang lain berpegangan pada kusen
pintu. Dia telanjang dengan indah dan mengagumkan. Vaginanya
dicukur bahkan lebih pendek daripada sebelumnya - hanya ada
sedikit ikal gelap. Oh Tuhan.
Aku terus menunggu ketika tubuh Kate tidak lagi mempengaruhiku.
Ketika aku merasa sudah-pernah-mengalaminya. Sejauh ini, malah
sebaliknya. Ini seperti...makan lobster. Kalau kalian belum pernah memakannya,
kalian berpikir, "Eh, mungkin saja." Tapi setelah kalian
mencicipinya" Kesempatan untuk memakannya lagi membuat
mulutmu berliur seperti Sungai Mississippi. Karena sekarang kalian
tahu betapa lezat sebenarnya. Bahkan hanya berpikir dia...Oh Tuhan.
Aku mungkin menjadi orang pertama dalam sejarah yang mampu
bermasturbasi tanpa menyentuh diriku sendiri.
Lihat, Mom - tanpa tangan.
Dia berjalan ke arahku, melingkarkan lengannya di leherku dan
menciumku dengan perlahan, lidahnya keluar menelusuri bibir
bawahku dengan cara yang paling seksi. Aku memaksa diri untuk
mundur. "Kate, tunggu...kita tidak bisa."
Tangannya meluncur ke celana boxerku, menuju kejantananku yang
sudah keras. Dia memompanya beberapa kali. "Kupikir dia tidak
setuju denganmu." Aku menekan keningku dengan keningnya. Suaraku terdengar
seperti tercekik. "Tidak...maksudku, kita kehabisan. Kondom.
Aku...um..." Aku menaruh tanganku di tangannya, menghentikan
gesekannya sehingga aku bisa merangkai beberapa kata yang dapat
dipahami menjadi satu. "Aku harus pergi ke toko di sudut jalan dan
membeli lebih banyak lagi...dan kemudian...Oh Tuhan, lalu aku akan
bercinta denganmu sepanjang malam."
Kate menunduk dan menelan ludah. Suaranya berbisik. "Atau, kita
bisa...tidak...memakainya."
"Apa?" Aku belum pernah berhubungan seks tanpa kondom. Sekali pun.
Bahkan saat masa remajaku. Aku terlalu menyayangi kejantananku
sehingga takut terkena penyakit yang menyebabkan milikku jadi
mengerut dan rontok. "Aku minum pil KB, Drew. Dan Billy...dia bisa berarti banyak hal,
tapi ia tidak pernah berselingkuh. Apa kau pernah...dites?"
Tentu saja aku pernah. Sekali sebulan, selama aku bisa ingat. Ini
suatu keharusan untuk gaya hidupku. Bisa dibilang sebuah risiko
profesi. Suaraku praktis seperti mencicit. "Ya. Aku...aku pernah.
Hasilnya bagus. Tapi...apa kau yakin?"
Aku sudah pernah ditawari banyak hal di tempat tidur. Segala jenis
alat aneh dan permainan peran yang bisa kalian bayangkan.
Beberapa dari kalian mungkin tidak bisa membayangkannya. Namun
bercinta tanpa pelindung belum pernah masuk dalam daftar. Ini
bukan tindakan yang pintar atau aman. Seorang wanita bisa
mengatakan dia minum pil KB, tapi bagaimana kalian bisa benarbenar tahu" Orang
bisa mengatakan mereka bebas penyakit, tapi aku
tidak akan meyakininya. Itu membutuhkan kepercayaan.
Dan kepercayaan tidak pernah menjadi faktor dalam kehidupan
seksku. Ini bukan tentang saling berbagi - mengenal seseorang dan
membiarkan mereka mengenalku. Ini tentang bagaimana cara
membuatku klimaks dan membuat gadis orgasme dalam prosesnya.
Titik. "Aku ingin merasakan milikmu, Drew. Aku ingin kau merasakan
milikku. Aku tidak ingin...ada penghalang apapun diantara kita."
Aku menatap matanya. Cara dia menatapku...persis seperti yang dia
lakukan setelah kami mandi kemarin. Seolah dia memberiku sesuatu
- sebuah hadiah. Hanya untukku. Dan hadiah itu adalah dirinya.
Karena dia mempercayaiku, memiliki keyakinan padaku, percaya
padaku. Dan kalian tahu"
Aku tak pernah ingin Kate memandangku dengan cara yang lain.
"Kate, beberapa hari terakhir denganmu sungguh menakjubkan. Aku
tidak pernah...Aku belum pernah..." Aku bahkan tak tahu bagaimana
menjelaskan apa yang sedang kurasakan. Aku tak tahu bagaimana
mengatakan itu padanya. Aku mencari nafkah dengan memanfaatkan
kemampuanku dalam berkomunikasi. Dengan mampu
mengungkapkan sebuah ide. Mendeskripsikan rencana.
Tapi pada saat ini kata-kataku sangat tidak memadai.
Jadi aku meraih lengan atasnya dan menyeret Kate kearahku. Dia
mengerang karena terkejut atau senang - aku tidak yakin yang mana.
Lidahnya meluncur masuk ke dalam bibirku, dan tangannya
menarik-narik rambutku. Akhirnya kami berada di tempat tidur,
berdampingan, mulut melebur bersama, celana boxerku di atas
lantai. Tanganku meluncur di atas payudaranya, turun di perutnya,
dan di antara kedua kakinya.
Aku mengerang, "Sial, Kate, ternyata kau sudah basah."
Dan memang benar. Aku nyaris tidak menyentuhnya dan dia sudah
basah kuyup untukku. Oh Tuhan. Aku tak pernah menginginkan
siapapun atau apapun seperti aku menginginkannya saat ini. Dia
menggigit kecil leherku saat aku menggeser jemariku ke dalam.
Seksnya melingkupi jemariku seperti sarung tangan, dan kami
berdua mengerang dengan keras.
Kemudian tangan Kate bergerak di seluruh tubuhku. Menangkup
bolaku, membelai kejantananku, menggaruk dada dan punggungku.
Aku gulingkan dia di bawahku. Aku butuh dia - sekarang. Aku
merangsang miliknya agar terbuka dengan kejantananku, membasahi
ujungnya dengan cairan manisnya. Panas bergulung keluar darinya.
Dia seperti api - memanggilku, menarikku masuk. Aku mendorong
perlahan tapi sampai ke pangkalnya, dan mataku tertutup oleh
kenikmatan yang sempurna.
Dia telanjang, tak terjaga, melingkupiku. Dia terasa...lebih. Lebih
basah, lebih panas, lebih ketat. Lebih dalam segala hal. Sulit
dipercaya. Kate mencengkeram pantatku, meremas dan memijat dan
mendesakku lebih dalam lagi. Tapi aku menarik semuanya keluar,
hanya agar dapat meluncur masuk kembali.
Ya Tuhan. Aku mengatur temponya. Tidak lambat atau manis atau lembut. Ini
brutal dan panas, dan sangat menakjubkan.
Rintihan nyaring keluar dari bibirnya. Kemudian mulutku melumat
bibirnya lagi, memotong rintihannya. Dan kami mencengkeram satu
sama lain, putus asa dan liar.
Seperti ini adalah pertama kalinya. Seperti ini adalah terakhir
kalinya. Dia menggulung milikku dengan segala cara. Seksnya menyelubungi
kejantananku, kakinya melingkari pinggangku, tangannya merangkul
leherku - semua membungkus erat seperti suatu catok yang nikmat.
Dan aku membenamkan diri ke dalamnya, ingin menjadi lebih dekat,
butuh lebih dalam. Oh Tuhan, jika bisa aku sangat ingin merangkak
masuk dalam dirinya dan tak pernah ingin keluar lagi.
Tangan Kate menemukan tanganku. Jemari kami terjalin bersama,
dan aku menariknya bergabung di atas kepalanya. Dahi kami saling
menempel - setiap engahan, setiap napas bercampur dan berbaur.
Pinggulnya bergerak bersama dengan pinggulku, seperti aliran laut.
Maju mundur. Dengan gerakan yang serempak. Bersama.
Mata kami bertemu. "Oh Tuhan, Drew...jangan berhenti...tolong,
jangan pernah berhenti."
Aku tenggelam di dalam dirinya. Aku nyaris tak bisa menarik napas.
Tapi entah kenapa akhirnya aku bisa berkata, "Tidak akan. Aku tidak
akan pernah berhenti."
Aku merasakannya saat dia orgasme. Setiap inci miliknya yang
basah dan panas mengetat penuh kenikmatan di sekeliling
kejantananku. Dan begitu nikmat...begitu intens sampai aku ingin
menangis oleh kenikmatannya. Aku membenamkan wajahku di
lehernya, menghirup aromanya, melahapnya. Dan kemudian aku
klimaks bersamanya - di dalam dirinya. Membanjiri tubuhnya
dengan dorong penuh nafsu. Aliran listrik yang indah mengaliriku
saat satu kata keluar dari bibirku berulang kali:
"Kate...Kate...Kate...Kate."
Ini keajaiban. Setelah beberapa saat, tubuh kami terdiam. Satu-satunya suara di
kamar ini adalah napas yang cepat dan debaran jantung.
Lalu Kate berbisik, "Drew" Apa kau baik-baik saja?" Aku
mendongak dan mendapati matanya yang indah sedang menatapku
penuh keprihatinan. Tangannya menangkup pipiku dengan lembut.
"Kau gemetar." Pernahkah kalian mencoba untuk mengambil foto dari sesuatu yang
sangat jauh" Kalian melihat kedalam lensa dan seluruh
pemandangan yang terlihat adalah gumpalan buram" Jadi kalian
memainkan fokusnya, memperbesar dan memperkecilnya.
Kemudian kameranya berputar dan beberapa detik kemudian - boom
- jernih seketika. Semuanya terkunci pada tempatnya.
Gambarnya sejernih kristal.
Seperti itulah apa yang kurasakan - saat ini - memandang Kate.
Mendadak, semuanya begitu jelas. Jadi sangat jelas.
Aku jatuh cinta padanya. Secara total. Tanpa daya. Dengan
menyedihkan. Jatuh cinta. Kate memiliki diriku. Jiwa dan raga.
Dia yang selalu kupikirkan. Dia adalah segala hal yang tak pernah
kuinginkan. Bukan hanya sempurna - dia sempurna bagiku.
Aku akan melakukan apa pun untuknya.
Apa pun. Aku menginginkan Kate di dekatku, denganku. Setiap saat.
Selamanya. Ini bukan hanya tentang seks. Ini bukan hanya tubuh indahnya atau
pikiran cemerlangnya. Ini bukan hanya karena dia membuatku
berpikir atau betapa antusiasnya dia menantangku. Lebih dari semua
itu. Ini adalah semuanya. Ini adalah dia. Aku telah melanggar setiap aturan yang pernah kutetapkan sendiri
untuk bersamanya. Dan itu bukan hanya menidurinya.
Itu untuk memiliki dia. Untuk menjaga dirinya.
Bagaimana aku tak pernah melihat hal ini sebelumnya" Kenapa aku
tidak tahu" "Hei?" Dia mencium dengan lembut di bibirku. "Dari mana kau
pergi" Aku kehilanganmu sesaat. Apa kau baik-baik saja?"
"Aku..." Aku menelan ludah dengan susah. "Kate, aku..." Aku
mengambil napas dalam-dalam. "Aku...aku baik-baik saja." Aku
tersenyum dan balas menciumnya. "Kurasa kau sudah menguras
energiku." Dia tertawa. "Wow. Tidak kusangka itu akan terjadi."
Ya - Aku juga setuju. *** Bab 17 Aku tahu apa yang kalian pikirkan: Apa-apaan sih"
Kalau aku menyadari bahwa aku jatuh cinta dengan Kate, dan dia
jelas tergila-gila denganku - bagaimana bisa dia kembali dengan
Billy Kenapa-Kau-Belum-Juga-Mati Warren"
Pertanyaan yang sangat bagus. Kita hampir sampai. Tapi pertamatama: pelajaran
sains. Apa yang kalian tahu tentang katak"
Ya. Aku bilang katak. Apa kalian tahu bahwa kalau kalian menaruh seekor katak ke dalam
air mendidih, dia akan melompat keluar" Tapi, jika kalian menaruh
seekor katak di dalam air dingin dan dipanaskan perlahan-lahan,
Katak itu akan tetap tinggal di dalamnya. Dan direbus sampai mati.
Bahkan tidak akan mencoba untuk keluar. Katak itu bahkan tidak
akan tahu bahwa dirinya sekarat. Sampai sudah terlambat.
Pria sangat mirip seperti katak.
Apakah aku ketakutan oleh pencerahan kecilku" Tentu saja ya. Ini
sesuatu yang sangat besar. Sesuatu yang mengubah kehidupan. Tidak
ada wanita asing lagi. Tidak ada lagi cerita untuk teman-temanku.
Tak ada lagi acara malam Minggu. Tapi semua itu tidak penting lagi.
Sejujurnya. Karena ini sudah terlambat. Aku sudah direbus sampai mendidih -
oleh Kate. Sepanjang malam itu aku menyaksikan tidurnya. Dan menyusun
Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rencana...untuk kami. Kegiatan yang akan kami lakukan bersama,
tempat yang akan kami kunjungi - besok dan akhir pekan depan dan
tahun depan. Aku berlatih kalimat apa yang akan kuucapkan,
bagaimana caranya mengatakan perasaanku padanya. Aku
membayangkan reaksinya dan bagaimana ia akan mengakui bahwa
dia juga merasakan hal yang sama. Rasanya seperti sebuah film,
suatu film chick flick mengerikan yang tidak akan pernah aku
tonton. Playboy mempesona bertemu dengan gadis yang-sangatberkemauan-keras
impiannya, dan gadis itu merenggut hatinya
selamanya. Aku seharusnya tahu saat itu bahwa itu nyaris tidak masuk akal. Hal
terbaik biasanya: Santa Claus, G-spot pria, surga - daftar ini tidak
ada habisnya. Kalian akan lihat. *** Kami berjalan menyusuri Fifth Avenue. Daripada membuang-buang
waktu berharga menyetir melintasi kota ke apartemen Kate, kami
berhenti di Saks department store dalam perjalanan ke tempat kerja,
tempat aku membelikan Kate setelan baru warna biru tua merek
Chanel. Sekarang tidak boleh melihat dia memakai pakaian yang
sama saat ke kantor, benar kan" Ketika dia mencoba pakaian
untukku, aku bersumpah, aku merasa seperti Richard Gere di Pretty
Woman. Kate bahkan membelikan aku dasi.
Lihat" Kemudian dia bersikeras mampir ke bagian lingerie untuk
mengganti celana dalam yang telah kuhancurkan dengan begitu
erotisnya. Aku menolak dengan keras pada ide yang satu itu, tapi aku
kalah. Kalian para wanita pasti tahu - *berkomando, bukan" Itu
lebih seksi dibanding kulit, renda, cambuk dan rantai semua
digabung jadi satu. Kami mampir di Starbucks dan membeli kafein yang sangat kami
butuhkan. Saat kami berjalan kembali ke luar, aku menarik Kate
mendekat. Aku menangkup pipinya dan menciumnya. Rasanya dia
seperti kopi, ringan dan manis. Dia mendorong rambut yang
menutupi mataku dan tersenyum kearahku.
Aku tak akan pernah bosan memandangnya. Atau menciumnya.
Pussy whipped (terlalu penurut pada pacar), namamu sekarang Drew.
Ya aku tahu. Tidak masalah. Aku tidak keberatan. Karena jika ini
adalah Dark Side" Daftarkan aku. Serius. Jangan terkejut jika aku
mulai melompat-lompat menyusuri jalan bernyanyi, "Zip-a-DeeDoo-Dah." Aku begitu
bahagia. Kate dan aku berbelok di tikungan. Bergandengan tangan dan saling
tersenyum seperti dua idiot yang minum terlalu banyak obat
antidepresi. Memuakkan, bukan"
Kita harus berhenti di sini sebentar. Kalian harus melihat kami.
Bagaimana kami di sini, sekarang - bergandengan tangan. Kalian
harus mengingat momen ini. Karena aku mengingatnya.
Kami...sempurna. Kemudian kami masuk ke gedung. Aku membuka pintu bagi Kate
dan berjalan di belakangnya.
Dan yang pertama yang kulihat adalah bunga aster. Aster putih besar
dengan lembaga kuning cerah. Beberapa terletak di dalam vas di
meja keamanan, lainnya dalam tandan yang diikat dengan pita.
Beberapa bunga tersebar secara tunggal di seluruh lantai, kelopak
bunga secara acak tersebar di sana-sini. Di tengah lobi ada lingkaran
bunga aster yang lebih banyak. Di tengah lingkaran itu, berdiri Billy
Warren. Dan dia memegang gitarnya.
Oh sial! Tidak, itu kurang pas. Aku benar-benar sedang sial.
Ya - itu baru pas. Kalian pernah melihat orang brengsek bernyanyi" Inilah
kesempatanmu: I was so blind I didn't know
How much it would hurt to let you go
I want to heal us, want to mend
Come back, come back to me again
Jika aku tidak begitu membencinya - dan serigala yang melahirkan
dia - aku harus mengakui bahwa suaranya lumayan juga. Aku
memperhatikan ekspresi Kate secara cermat. Setiap emosi yang
melintasi wajahnya, setiap perasaan yang menari di matanya.
Kalian pasti tahu kapan saat menderita flu perut, bukan" Dan kalian
berbaring sepanjang hari dengan ember di sampingmu karena kalian
merasa sepertinya akan muntah setiap saat" Tapi kemudian ada
saatnya - kalian akan tahu kapan itu akan terjadi. seluruh tubuh
menjadi berkeringat dingin. Kepala berdenyut, dan kalian merasa
tenggorokanmu melebar untuk memberi jalan empedu yang mengalir
naik dari dalam perut. Itulah yang kualami. Sekarang.
Aku menaruh kopi dan mencari-cari tempat sampah terdekat hanya
untuk memastikan bahwa aku akan sampai di sana tepat waktu.
And I need to say I'm sorry
For all the pain I caused
Please give your heart back to me
I'll keep it safe for eternity
We belong together We've always known it's true
There will never be another
My soul cries out for you.
Pada waktu lain, dengan gadis yang lain, aku akan mengalahkan
Warren. Bahkan tanpa perlu berusaha. Dia tidak sebanding
denganku. Kalau aku Porsche, dia adalah sebuah truk pickup
rongsok yang bahkan tidak bisa lolos inspeksi.
Tapi ini adalah Kate. Mereka memiliki riwayat, senilai satu dekade.
Dan oleh sebab itu, membuat dia menjadi kompetitor kelas berat.
In the dark of night, it's your name I call
I can't believe I almost lost it all
One more chance, one breath, one try
No more reasons to say goodbye
Aku ingin membopong Kate, layaknya manusia gua, dan
membopongnya keluar dari sini. Aku ingin mengunci dia di
apartemenku di mana Billy tidak bisa melihatnya. Tidak bisa
menyentuhnya. Tidak bisa menyentuh kami. Sepanjang waktu aku
menatapnya, tapi Kate tidak menoleh ke arahku.
Tidak sekali pun. And I need to say I'm sorry
For all the pain I caused
Please give your heart back to me
I'll keep it safe for eternity
We belong together We've always known it's true
There will never be another
My soul cries out for you
Kenapa aku tidak belajar memainkan alat musik" Ketika aku
berumur sembilan tahun ibuku ingin aku memainkan terompet.
Setelah dua kali pelajaran, tutornya keluar karena aku membiarkan
anjingku kencing di mulut terompetnya.
Kenapa aku tidak mendengarkan kata-kata ibuku"
You are my beginning, you'll be my end
More than lovers, more than friends
I want you, I want you Dia tidak bisa memiliki Kate. Lakukan dan inginkan dia seharian,
brengsek. Menyanyi dari atap gedung. Mainkan gitar sampai jari-
jarimu copot. Ini sudah sangat terlambat. Dia sudah menjadi
milikku. Kate bukan tipe orang yang berhubungan seks dengan
sembarang orang. Dan dia bercinta denganku sepanjang akhir pekan
seperti dunia akan segera kiamat. Itu pasti sesuatu yang bernilai.
Benar, kan" And I need to say I'm sorry
For all the pain I caused
Please give your heart back to me
I'll keep it safe for eternity
For eternity You and me Kerumunan kecil yang berkumpul di lobi bertepuk tangan. Si
Brengsek menaruh gitarnya ke bawah dan berjalan mendekati Kate.
Jika dia menyentuh Kate, Aku akan mematahkan tangan sialan itu.
Aku bersumpah demi Tuhan.
Dia tidak menganggap kehadiranku sama sekali. Dia terfokus hanya
pada Kate. "Aku sudah meneleponmu sejak Jumat malam...dan aku
juga mampir ke apartemen beberapa kali akhir pekan ini, tapi kau
pergi ke luar." Itu benar. Kate tidak ada di rumah. Dia sedang sibuk. Sekarang
tanyakan pada Kate apa yang dia lakukan.
Dengan siapa Kate melakukannya.
"Aku tahu ini adalah tempat kerja...tapi apa kau pikir kita bisa pergi
ke suatu tempat" Untuk bicara" Mungkin kantormu?"
Katakan tidak. Katakan tidak. Katakan tidak, katakan tidak, katakan tidak, katakan tidak, katakan
tidak, katakan tidak, katakan tidak, katakan tidak...
"Oke." Brengsek. Ketika Kate mulai berjalan pergi, Aku menarik lengannya. "Aku
perlu bicara denganmu."
Matanya menanyaiku. "Aku hanya butuh - "
"Ada sesuatu yang harus kukatakan padamu. Sekarang. Ini penting."
Aku tahu aku terdengar putus asa, tapi aku benar-benar tak peduli.
Ia meletakkan tangannya di atas tanganku, yang masih
menggenggam lengannya. Dia tenang. berlagak seperti dia sedang
bicara dengan seorang anak kecil. "Baiklah, Drew. Biar aku bicara
dengan Billy lebih dulu dan aku akan menemuimu di kantormu,
oke?" Aku ingin mengentak kakiku seperti anak umur dua tahun. Tidak, itu
tidak oke. Dia harus tahu di mana aku berdiri. Aku harus
memancang klaimku. Melempar topi di atas ring. Membawa
mobilku ke balapan. Tapi aku menjatuhkan tanganku. "Baik. Kalian berdua silahkan
mengobrol." Dan aku memastikan bahwa aku pergi lebih dulu.
*** Aku melangkah menuju kantorku. Tapi aku tidak bisa menahan diri
mampir di meja Erin saat mereka lewat. Ketika Kate berbalik untuk
menutup pintu kantornya, mata kami bertemu. Dan dia tersenyum
padaku. Dan untuk pertama kalinya dalam hidupku, Aku tak tahu
apa artinya. Apakah dia meyakinkan aku bahwa tidak ada yang berubah" Bahwa
tidak akan ada perubahan" Apakah dia mengatakan terima kasih
untuk membawa si brengsek merangkak kembali padanya" Aku tak
tahu. Dan itu membuatku gila. Aku mengatupkan rahang dan bergegas menuju mejaku sendiri,
membanting pintu di belakangku. Dan kemudian aku berjalan
mondar-mandir. Seperti seorang pria yang segera menjadi ayah di
luar ruang bersalin, menunggu untuk melihat apakah sesuatu yang
tak ternilai harganya akan keluar dengan selamat.
Seharusnya aku mengatakan kepadanya. Tadi malam. Ketika aku
punya kesempatan. Aku seharusnya menjelaskan betapa berartinya
dia bagiku. Apa yang kurasakan tentangnya. Kukira aku punya
waktu. Kupikir aku akan mudah menyatakannya, perlahan-lahan
berusaha sampai kesana. Tolol. Kenapa aku tidak bilang saja padanya"
Terkutuk. Mungkin dia sudah tahu. Maksudku, aku membawa dia ke
apartemenku, aku tidur meringkuk dengannya. Aku memujanya. Aku
bercinta dengannya tanpa pelindung tiga kali. Dia seharusnya tahu.
Erin diam-diam memasuki ruangan. Aku pasti terlihat begitu kacau,
karena wajahnya melunak penuh simpati. "Jadi, Kate dan Billy
sedang bicara, ya?" Aku mendengus. "Apa aku terlihat begitu jelas?"
Ia membuka mulutnya, mungkin untuk mengatakan padaku ya, tapi
menutupnya dan mulai bicara lagi. "Tidak. Aku sudah tahu kamu,
Drew." Aku mengangguk. "Kau ingin aku berjalan-jalan" Lihat apa yang bisa kulihat...atau
kudengar?" "Kau pikir itu akan berhasil?"
Dia tersenyum. "CIA akan beruntung memiliki aku."
Aku mengangguk lagi. "Oke. Ya. Lakukanlah, Erin. Lihat apa yang
sedang terjadi." Dia berjalan keluar. Dan aku kembali ke berjalan mondar-mandir
dengan gelisah. Dan mengacak-acak rambutku sampai berdiri seperti
habis disambar petir. Beberapa menit kemudian, Erin muncul kembali. "Pintunya tertutup,
jadi aku tidak bisa mendengar apapun, tapi aku mengintip kedalam
melalui kaca. Mereka duduk di mejanya, saling berhadapan. Tangan
Billy menyangga kepalanya, dan Kate mendengarkan dia berbicara.
Tangan Kate ada di lutut Billy."
Oke. Billy sedang menuangkan isi hatinya. Dan Kate bersikap
simpatik. Aku bisa menerimanya. Karena dengan begitu Kate akan
menghancurkan dia, bukan" Kate akan mengatakan padanya untuk
pergi saja. Bahwa Kate sudah move on - menemukan seseorang
yang lebih baik. Benar, kan"
Benar, kan" Astaga, ayolah setuju saja kalian denganku.
"Jadi...apa yang harus kulakukan?"
Erin mengangkat bahu. "Semua yang bisa dilakukan hanyalah
menunggu. Dan menunggu apa yang akan Kate katakan ketika
mereka selesai." Aku tidak pernah pintar dalam urusan menunggu. Tak peduli
seberapa keras orangtuaku mencoba, aku tak pernah bisa menunggu
sampai pagi di hari Natal untuk mengetahui apa yang kudapat. Aku
seperti Indiana Jones kecil - mencari dan menggali sampai aku
menemukan setiap hadiahnya.
Kesabaran mungkin sebuah keutamaan, tapi itu bukan salah satu
sifatku. Erin berhenti di ambang pintu. "Kuharap kau berhasil, Drew."
"Terima kasih, Erin."
Dan kemudian dia pergi. Dan aku menunggu. Dan berpikir. Aku
memikirkan raut wajah Kate ketika ia menangis di mejanya. Aku
memikirkan tentang kepanikannya ketika dia melihat Warren di bar.
Apakah hanya itu artiku baginya" Sebuah selingan" Sebuah sarana
untuk mencapai tujuan dia sendiri"
Aku mulai mondar-mandir lagi. Dan berdoa. Kepada Tuhan, aku
tidak bicara lagi dengan-Nya sejak aku berusia sepuluh tahun. Tapi
aku bicara dengan-Nya sekarang. Aku berjanji dan aku bersumpah.
Aku membarter dan mengemis - dengan khusyuk.
Bagi Kate agar memilih aku.
Sembilan puluh menit terpanjang dalam hidupku, suara Erin
Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendesis keluar dari interkom di mejaku.
"Ada yang datang! Ada yang datang! Kate, arah jam sembilan."
Aku menunduk di balik mejaku, menjatuhkan pena dan penjepit
kertas ke lantai. Aku mendorong kursiku keatas, merapikan
rambutku, dan mengacak-acak kertas sehingga terlihat seperti aku
sedang bekerja. Lalu aku mengambil napas dalam-dalam.
Mengumpulkannya bersama. Saatnya permainan. Kate membuka pintu dan berjalan masuk.
*** Dia terlihat...normal. Benar-benar dirinya sendiri. Tidak ada rasa
bersalah. Tidak ada kecemasan. Tidak memedulikan dunia.
Dia berdiri di depan mejaku. "Hai."
"Hei." Aku memaksakan diri untuk tersenyum dengan santai.
Meskipun jantungku berdebar di dadaku. Mirip seperti binatang
sebelum disembelih. Aku seharusnya berbasa-basi jadi aku tidak terlihat terlalu
bersemangat - terlalu tertarik. Tapi aku tidak bisa mengatasinya.
"Jadi...Bagaimana urusannya dengan Billy?"
Dia tersenyum lembut. "Kami mengobrol. Kami mengatakan
beberapa hal yang kurasa perlu di dengar oleh kami berdua. Dan
sekarang kita baikan. Benar-benar baikan, sebenarnya."
Oh Tuhan. Dapatkah kalian melihat pisau menyembul dari dadaku"
Ya - pisau yang baru saja dia puntir. Mereka mengobrol - mereka
baikan - benar-benar baikan. Kate balikan lagi dengannya.
Persetan. "Itu bagus, Kate. Jadi misi berhasil, ya?" Aku seharusnya menjadi
seorang aktor. Aku layak mendapat Academy Award setelah ini.
Alisnya berkerut. "Misi?"
Ponselku berdering, menyelamatkan aku dari mimpi buruk suatu
percakapan. "Halo?" Ini dari Steven. Tapi Kate tidak tahu itu. Aku memaksa
suaraku terdengar kuat. Bersemangat. "Hei, Stacey. Ya, sayang, aku
senang kau menelepon."
Selalu mencetak skor lebih dulu. Ingat"
"Maaf Aku tidak bisa ketemu denganmu hari Sabtu. Apa yang
sedang kulakukan" Tak ada yang penting - sebuah proyek kecilku.
Sesuatu yang sudah coba kuselesaikan untuk sementara waktu. Ya,
aku sudah selesai sekarang. Ternyata itu tidak sebagus seperti yang
kukira." Ya, ucapanku sudah kuperhitungkan. Ya, Kuharap kata-kataku
menyakitinya. Apa yang kalian harap akan kukatakan" Ini aku yang
sedang kalian bicarakan di sini. Apakah kalian sungguh berpikir aku
akan duduk santai seperti orang tolol sementara Kate memberiku
penolakan" Tidak mungkin. Aku mengabaikan kebingungan Steven di seberang telepon dan
memaksa paru-paruku tertawa. "Malam ini" Tentu saja aku senang
bertemu denganmu. Baiklah, aku akan membawa taksi."
Kenapa kalian menatapku seperti aku si bajingan itu" Aku
memberikan semua yang kumiliki pada Kate, semua yang aku
sanggup berikan. Dan dia menolakku. Aku membuka jiwaku
padanya - dan aku tahu betapa cengeng kedengarannya. Tapi
memang benar. Jadi jangan menatapku seperti aku orang jahat,
karena - untuk sekali ini aku bukan.
Aku mencintainya. Demi Tuhan, aku sungguh mencintainya. Dan
sekarang, ini membunuhku. Aku merasa seperti salah satu pasien
UGD yang dadanya di belah terbuka dengan alat pembentang tulang
rusuk. Dengan ponsel masih di telingaku, akhirnya aku memandang Kate.
Dan sesaat, aku tidak bisa bernapas. Kupikir dia akan marah,
mungkin kecewa karena aku mencampakkan dia lebih dulu. Tapi itu
bukan bagaimana ekspresinya.
Pernahkah kalian melihat ekspresi seseorang yang tertabrak mobil"
Aku pernah melihatnya. Matthew dan Jack pada masa remaja kami,
pada suatu kesempatan tidak cukup cepat bergerak setelah berjalan
menuju seorang wanita yang mengemudi terlalu cepat. Ketika
mereka tertabrak - muncul ekspresi ini. Ini hanya terlihat beberapa
detik. Seluruh wajah mereka menjadi pucat pasi...dan kosong.
Kurasa itu syok, seperti mereka tidak percaya apa yang baru saja
terjadi ternyata benar-benar terjadi pada mereka.
Seperti itulah ekspresi Kate saat ini.
Seperti aku menampar wajahnya.
Kalian pikir aku harus merasa bersalah karena membuatnya jadi
seperti itu" Kalian ingin aku menyesal" Well sayang sekali. Aku
tidak bisa. Aku tidak akan. Dia yang membuat keputusannya. Dia
yang membuat pilihannya. Sekarang dia bisa menelannya.
Aku menutupi gagang telepon. "Maaf, Kate, aku harus menjawab
ini. Sampai ketemu saat makan siang, oke?"
Dia berkedip dua kali. Kemudian berbalik dan berjalan keluar dari
kantorku tanpa bicara. *** *going comando: no panties at all ;)
Bab 18 Setelah Kate Pergi, keadaan menjadi...samar. Bukankah itu cara
orang selalu menggambarkannya" Korban suatu bencana kecelakaan
kereta api" Bahwa disaat-saat setelah itu, segalanya tidak jelas.
Tidak nyata. Aku memberitahu Erin kalau aku sakit. Senyumnya sedih dan iba.
Sebelum aku masuk lift, aku menoleh ke kantor Kate, berharap
untuk melihatnya lagi. Hanya menyiksa diriku.
Tapi pintunya tertutup. *** Di luar hujan. Hujan di musim dingin. Hujan yang membasahi
pakaianmu dan membuatmu menggigil luar dalam. Itu tidak
mengangguku. Aku berjalan pulang ke apartemenku, mati rasa dan bingung. Seperti
zombie dari suatu film horor beranggaran rendah yang tidak
bereaksi, bahkan ketika ia memotong kakinya sendiri dengan gergaji.
Tapi ketika aku membuka pintu apartemenku, saat itulah
kesadaranku mulai bekerja kembali. Ketika aku mulai bisa
merasakan lagi. Dan merasakan Kate.
Di mana-mana. Aku masih bisa melihat matanya, sayu oleh gairah. Aku mendengar
bisikannya di telingaku saat aku jatuh di tempat tidurku. Aroma
tubuhnya menutupi bantalku. Dan aku tidak bisa melupakan
kenyataan bahwa dia berada di sini beberapa jam yang lalu. Dan aku
bisa menyentuh, memandang, dan menciumnya.
Dan sekarang aku...tidak bisa.
Ini seperti ketika seseorang meninggal. Dan kalian tidak percaya
mereka benar-benar pergi karena kalian baru bertemu mereka
kemarin. Mereka berada di sana denganmu. Masih hidup dan nyata.
Dan itu adalah memori yang kalian kenang - momen yang paling
membuatmu berduka. Karena itu adalah momen yang terakhir.
*** Kapan terjadinya" Itulah yang aku sendiri juga tak tahu. Kapan Kate menjadi begitu
penting bagiku dan bahwa aku tidak berfungsi tanpa dirinya"
Apakah itu ketika aku melihatnya menangis di kantornya" Atau
pertama kalinya aku menciumnya" Mungkin hal itu terjadi ketika
Anderson menghinanya, dan aku ingin menghajarnya untuk itu.
Apakah saat malam pertama di bar" Pertama kali aku menatap mata
cokelat tak berujung dan tahu aku harus memilikinya"
Atau di sini" Di apartemenku" Dalam salah satu momen dari ratusan
kali aku menyentuhnya... Oh Tuhan, kenapa aku tidak menyadarinya lebih awal"
Berminggu-minggu - berbulan-bulan - terbuang. Semua wanita
yang aku tiduri. Yang wajahnya sendiri bahkan tidak kuingat. Setiap
kali aku membuatnya marah. Ketika aku bisa saja membuatnya
tersenyum. Berhari-hari aku bisa saja mencintainya. Dan membuat
dia mencintaiku. Hilang. Wanita lebih cepat jatuh cinta daripada pria. Lebih mudah dan lebih
sering. Tapi ketika pria jatuh cinta" Kami jatuh lebih keras. Dan
ketika keadaan menjadi buruk. Ketika bukan pihak pria yang
memutuskannya" Kami tidak bisa berjalan pergi.
Kami merangkak. *** Aku seharusnya tidak mengucapkan kata-kata itu. Di kantorku. Kate
tidak seharusnya menerima itu. bukan salahnya dia tidak
menginginkan apa yang kuinginkan. Bahwa dia tidak merasakan apa
yang kurasakan. Oh Tuhan, ini mengerikan. Bunuh saja aku.
Dimana peluru nyasar dari pengendara liar yang penembak dari
dalam mobil ketika kalian memerlukannya"
Pernahkah kalian merasa seperti ini" Apakah kalian pernah
memegang sesuatu yang berarti...segalanya untukmu" Mungkin
kalian menangkap bola home run ketika bola itu terbang di atas
pagar stadion" Atau melihat foto diri sendiri yang berasal dari suatu
momen indah tak terlupakan" Mungkin ibumu memberi kalian
sebuah cincin warisan milik neneknya nenekmu" Apapun itu -
kalian melihatnya dan bersumpah bahwa kalian akan menjaga
selamanya. Karena benda itu spesial. Berharga.
Tak tergantikan. Dan kemudian suatu hari - kalian tak tahu bagaimana atau kapan
terjadinya - kalian menyadari benda itu hilang.
Lenyap. Dan kalian sedih karenanya. Kalian akan memberikan apa pun untuk
menemukannya lagi. Untuk mendapatkannya kembali, di mana
seharusnya berada. *** Aku meringkuk di sekitar bantal. Aku tak tahu berapa lama aku di
sana, tapi waktu berikutnya saat aku membuka mataku dan melihat
keluar jendela, di luar sudah gelap. Apa yang kalian pikir mereka
lakukan sekarang" Merayakan mungkin. Pergi keluar. Atau mungkin
tetap di rumah. Aku menatap langit-langit. Ya, itu adalah air mata. Cairan
penyesalan. Silakan - panggil aku cengeng. Panggil aku tukang merengek. Aku
layak mendapatkannya. Dan aku tidak peduli.
Tidak lagi. Apa menurut kalian Billy tahu betapa beruntungnya dia" Betapa di
berkahinya dia" Tentu saja dia tidak tahu. Dia si idiot yang membiarkan Kate pergi.
Dan aku adalah idiot yang tidak bisa menjaganya.
Mungkin mereka tidak akan bertahan. Mungkin mereka akan putus
lagi. Ketika Kate menyadari dia pantas mendapatkan yang lebih
baik. Tapi kurasa itu tidak akan membuat perbedaan bagiku, ya kan"
Tidak setelah apa yang kukatakan padanya. Tidak setelah aku
mengakibatkan ekspresi itu di wajahnya.
Ya Tuhan. Aku berguling dari tempat tidur dan jatuh ke arah tempat sampah.
hampir tidak berhasil sampai di sana sebelum aku muntah dan
tersengal. Dan apapun yang ada dalam perutku.
Dan pada saat itu - aku di sana sedang berlutut. Saat itulah aku
berkata pada diriku sendiri bahwa aku terkena flu. Karena...manusia
kacau ini tidak mungkin diriku yang sesungguhnya.
Selamanya tidak mungkin. Jika aku sekedar sakit, maka aku dapat minum aspirin, tidur
sebentar, dan aku akan merasa lebih baik. Aku akan menjadi diriku
lagi. Pada akhirnya. Tapi kalau aku mengakui bahwa aku sudah
remuk. Jika aku mengakui bahwa hatiku telah hancur menjadi jadi
ribuan keping...maka aku tak tahu kapan aku pernah akan sembuh
lagi. Mungkin tidak pernah.
Jadi aku kembali ke tempat tidur. Untuk menunggu saja.
Sampai aku sembuh dari flu.
*** Bab 19 Jadi begitulah. Itu kisahku. Kebangkitan. Kejatuhan. Akhir. Dan
sekarang - di sinilah aku - Alexandra dan Matthew menyeretku ke
restoran jelek ini, di mana aku baru saja selesai menceritakan kepada
mereka kisah yang hampir sama seperti yang sudah kuceritakan pada
kalian. Ketika aku berumur enam tahun, aku belajar naik sepeda. Sama
seperti semua anak-anak ketika mereka pertama kali belajar naik
sepeda, aku jatuh. Sering. Setiap kali itu terjadi, Alexandra adalah
orang yang ada di sana. Dia membersihkan debuku, mencium
lecetku dan meyakinkanku untuk naik lagi. Jadi wajar saja kalau aku
berharap kakakku akan bersikap penuh kasih tentang patah hatiku.
Lemah lembut. Simpatik. Tapi apa yang aku peroleh adalah, "Kau sungguh-sungguh idiot, kau
tahu itu, Drew?" Aku yakin kalian mulai bertanya-tanya kenapa kami memanggilnya
Si Menyebalkan. Nah, ini untuk kalian.
"Menyedihkan?" "Ya, menyedihkan adalah persis dirimu sekarang. Apakah kau tahu
kekacauan apa yang sudah kau buat" Aku selalu tahu kau manja dan
egois. Malah, aku adalah salah satu dari orang-orang yang
membuatmu jadi seperti itu. Tapi aku tidak pernah berpikir kau
orang bodoh." Hah" "Dan aku berani bersumpah kau lahir dengan testis."
Aku tersedak oleh minumanku. Dan Matthew tertawa.
"Aku serius. Aku ingat dengan jelas saat mengganti popokmu waktu
bayi dan melihat organ kecil yang lucu tergantung di sana. Apa yang
terjadi dengan organ itu" Apakah menyusut" Menghilang" Karena
itulah satu-satunya alasan yang bisa kupikirkan untuk menjelaskan
kenapa kau berperilaku seperti pengecut menyedihkan tak punya
nyali." "Demi Tuhan, Alexandra!"
"Tidak, kurasa bahkan Tuhan tidak bisa memperbaiki ini."
Kemarahan meresap ke dalam dadaku. "Aku benar-benar tidak butuh
ini sekarang. Bukan darimu. Semangatku sedang jatuh - kenapa kau
malah mengomeliku?" Dia mencemooh, "Karena tendangan cepat di pantat adalah apa yang
kau butuhkan untuk bangkit lagi. Apa kau pernah
mempertimbangkan ketika Kate mengatakan bahwa mereka 'benarbenar baikan,'
mungkin maksud dia mereka tidak bermusuhan"
Bahwa mereka telah memutuskan untuk menjadi teman" berpisah
secara damai" Jika kau tahu setengah saja tentang wanita seperti
yang kau pikir kau tahu, kau akan memahami bahwa tidak ada
wanita yang ingin mengakhiri hubungan sepuluh tahun dengan
saling membenci." Itu bahkan tidak masuk akal. Mengapa ada orang yang ingin
berteman dengan seseorang yang biasanya dapat di ajak bercinta tapi
tidak bisa lagi" Apa gunanya" "Tidak. Kau benar-benar salah."
Dia menggeleng. "Tetap saja, kalau kau bertindak seperti seorang
laki-laki bukannya seorang anak kecil yang terluka, kau akan
Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengatakan kepadanya bagaimana perasaanmu."
Sekarang dia membuatku jengkel. "Apa aku terlihat seperti bajingan
untukmu" Karena aku bukan. Dan tidak mungkin aku akan pergi ke
sana dan mengejar seseorang yang ingin bersama dengan orang
lain." Sebuah ekspresi yang belum pernah kulihat sebelumnya menyapu
wajah Alexandra. Setidaknya belum pernah ditujukan padaku.
Ekspresi kekecewaan. "Tentu saja tidak, Drew. Kenapa kau harus mengejar seseorang,
Istana Berdarah 2 Kisah Si Bangau Putih Bu Kek Sian Su 14 Karya Kho Ping Hoo Sumpah Palapa 21
kepalaku ketika dia berteriak, "Jangan lihat!"
Demi Tuhan - ini keterlaluan. Ternyata perkiraanku salah, dia belum
bisa melupakan si brengsek.
"Ini hanya...Aku tidak bisa membiarkan dia melihatku seperti ini."
Sekarang aku yang bingung. "Apa yang kau bicarakan" Kau terlihat
hebat." Dia selalu terlihat hebat.
"Tidak, tidak dengan pakaian seperti ini. Dia bilang itu tidak menarik
bahwa aku terlihat begitu termotivasi. Itu salah satu alasan dia ingin
putus. Bahwa aku...dia bilang aku terlalu...maskulin."
Dia pasti bercanda denganku. Aku maskulin. Hillary Clinton
maskulin. Kate Brooks tak punya satu sel maskulin pun ditubuhnya.
Dia wanita sejati, percayalah.
Tapi aku tahu apa yang dimaksudkan bajingan itu. Kate wanita yang
cerdas, terus terang, ambisius. Banyak pria - seperti misalnya si
bajingan itu - tidak bisa menghadapi wanita semacam ini. Jadi
mereka memutarbalikkan kenyataan. Membuat kualitas seperti itu
terlihat tidak menarik. Sesuatu yang memalukan.
Persetan. Aku meraih lengan Kate dan menyeretnya keluar dari
bawah meja. Dia menatap sekeliling ruangan dengan cepat saat aku
membawanya ke lantai dansa.
"Apa yang kau lakukan?"
"Mengembalikan lagi martabatmu."
Aku berbenturan dengan beberapa orang saat berjalan ke lantai
dansa, membuat sedikit kegaduhan, jadi aku yakin si brengsek akan
melihat kami. "Ketika aku selesai, Billy Warren akan mencium
kakimu, pantatmu, dan semua bagian tubuh yang kau perintahkan
padanya, memohon padamu untuk kembali."
Dia mencoba untuk melepaskan diri dari cengkeramanku. "Tidak,
Drew ini tidak benar-benar..."
Aku berpaling menghadapnya dan memeluk pinggangnya.
"Percayalah, Kate." Tubuhnya menempel dengan tubuhku, wajahnya
begitu dekat hingga aku bisa melihat bintik hijau di matanya.
Kenapa aku melakukan ini lagi"
"Aku seorang pria. Aku tahu cara berpikir seorang pria. Tidak ada
pria yang ingin melihat mantannya bersama dengan pria lain. Ikut
saja denganku dalam urusan ini."
Dia tidak menjawab. Dia hanya mengangkat tangannya di leherku,
membawa kami menjadi satu - dada menempel dada, perut
menempel perut, paha dengan paha.
Ini siksaan. Siksaan yang sangat indah dan nikmat.
Dengan pikirannya sendiri, ibu jariku membuat lingkaran pelan di
punggung bawahnya. Musik berpusar di sekeliling kami, dan aku
merasa mabuk - bukan oleh minuman, tapi karena merasakan
dirinya. Aku ingin mengabaikan betapa sempurnanya tubuh Kate
dengan tubuhku. Aku mencoba mengingat niat muliaku. Aku harus
melirik ke atas untuk melihat apakah si brengsek mengawasi kami.
Aku harus, tapi aku tidak melakukannya. Aku terlalu terjerat dengan
cara Kate menatapku. Mungkin aku menipu diri sendiri, tapi aku bersumpah aku melihat
hasrat yang berenang di mata gelapnya yang indah. Telanjang,
keinginan tanpa hambatan. Aku membungkuk dan menggesek
hidungku dengan hidungnya, mencoba melihat bagaimana hasilnya.
Aku tidak melakukan ini untuk diriku sendiri. Sungguh. Aku tidak
melakukan ini karena begitu dekat dengannya sekarang ini adalah
rasa paling dekat ke surga yang pernah kurasakan.
Ini untuk Kate. Bagian dari rencana. Untuk merebut kembali hati
bajingan yang tak pantas mendapatkan Kate.
Aku menekan bibirku dengan lembut ke bibirnya. Pada awalnya
lembut, dan kemudian dia meleleh ke tubuhku. Saat itulah aku mulai
kehilangan kendali. Ia membuka mulutnya, dan aku meluncurkan
lidahku masuk dengan perlahan. Kemudian lebih keras, lebih kuat,
lebih intens, seperti gerakan menukik dari rollercoaster.
Aku lupa bagaimana nikmat dia rasanya. Lebih dekaden dibanding
cokelat yang paling kaya rasa. Penuh dosa. Ini berbeda dari ciuman
yang pernah kami lakukan sebelumnya. Lebih baik. Tak ada
kemarahan di balik itu, tak ada frustrasi atau rasa bersalah atau
sesuatu untuk dibuktikan. Ini tidak tergesa-gesa, perlahan, dan begitu
indah. Bibir kami terpisah, dan aku memaksa diri untuk mendongak,
menangkap tatapan terpukul dari Warren sebelum ia menghilang di
kerumunan. Aku berpaling kembali ke arah Kate dan menempelkan
keningku dengan keningnya. Napas kami berbaur - napasku
memburu, napas Kate sedikit terengah.
"Ini berhasil." kataku.
"Apa?" Aku merasakan jemarinya bermain dengan rambut di tengkukku.
Dan ketika dia bicara, suaranya mendesah. Mendamba.
"Drew...bisakah kau" Drew...kau ingin...?"
"Apa pun, Kate. Mintalah apa pun padaku dan aku akan
melakukannya." Bibirnya terbuka, dan ia menatapku sesaat. "Maukah
kau...menciumku lagi?"
Terima. Kasih. Tuhan. Dan untukmu, Jiminy" menyingkirlah.
*** *tri-state area: negara bagian New York, New Jersey dan
Connecticut *gay-dar: radar gay atau kemampuan seorang homoseksual untuk
mengenali satu sama lain secara intuitif
Bab 13 Perjalanan kembali ke apartemen adalah latihan dari ketangkasan
mengemudi. Berusaha mati-matian agar mulutku tetap menempel di
mulutnya dan tidak menyebabkan kami terbunuh. Kate duduk di
pangkuanku mengangkangi pinggangku, mencium telingaku,
menjilati telingaku - membuatku kehilangan akal. Satu tanganku ada
di kemudi dan tangan satunya terjepit di antara kami, meluncur di
atas perutnya, lehernya, dan payudara sempurnanya yang
menggodaku melalui kemejanya yang setengah terbuka.
Jangan coba ini di rumah, nak.
Roknya tersingkap tinggi di atas pahanya saat dia menggesek dirinya
pada kejantananku yang keras. Kate begitu panas di atas tubuhku,
aku harus menggunakan segenap tekad yang kumiliki agar mataku
tidak terbalik. Aku menciumnya dengan keras dan memperhatikan
jalan dari balik punggungnya. Dia bergerak naik dan turun,
memasturbasiku perlahan dengan tekanannya. Demi Tuhan, saling
menggesek sambil mengenakan pakaian lengkap belum pernah
senikmat ini. Kontrol" Penendalian diri" Mereka sudah lama menghilang.
Akhirnya, aku menepi di garasi parkir dari gedungku. Aku
menggenggam tempat yang pertama kulihat dan menyeret kami
keluar dari mobil. Tanganku di pantatnya, kakinya melingkari
pinggangku, aku mengangkat Kate ke arah lift, bibir dan lidah kami
menari dengan berapi-api.
Aku tidak mengunci mobilku. Kurasa aku juga tidak mengunci pintu
apartemenku. Persetan. Siapapun dapat mencurinya. Aku punya urusan yang lebih penting
sekarang. Aku tersandung masuk ke dalam lift dan menekan tombol menuju
lantai paling atas sebelum mengempaskan Kate menempel ke
dinding dan mendorong tubuhku ke arahnya seperti yang selama ini
sangat kuinginkan. Dia mengerang dengan panjang dan dalam di
mulutku. Ini seperti adegan film Fatal Attraction, tapi tanpa sesuatu
yang menyeramkan. Sesampainya di pintu apartemenku, aku menggerayangi sakuku
mencari kunci dengan satu tangan masih mengangkat Kate di atas
tubuhku. Kate menggigit kecil telingaku dan berbisik, "Buruan,
Drew." Aku mungkin akan menendang pintunya terbuka pada saat ini jika
saja kuncinya tidak berputar. Kami jatuh masuk ke dalam apartemen,
dan aku menendang pintunya tertutup dengan kakiku. Aku
melonggarkan kakinya dari pinggangku, dan kakinya meluncur turun
ke lantai, menciptakan gesekan nikmat dalam prosesnya. Aku perlu
membebaskan tanganku. Dengan bibir kami masih menyatu, aku mulai membuka kancing
blusnya. Kate tidak begitu terampil - atau ia hanya tidak sabar. Dia
memasukkan jarinya ke dalam bagian depan kemejaku dan
menyentak. Kancing bertebaran di atas lantai.
Dia merobek kemejaku terbuka begitu saja.
Betapa seksinya ini"
Aku menemukan kait branya dan membukanya. Aku ahli dalam
urusan ini. Siapa orang yang menemukan kait depan bra" Tuhan
memberkatimu. Kate menarik lepas bibirnya dan menempelkan telapak tangannya di
atas dada dan turun ke perutku. Matanya dipenuhi dengan
ketakjuban saat mengikuti gerakan tangannya. Aku
memperhatikannya bersamaan saat jariku meluncur dari tulang
selangkanya, turun ke tengah-tengah dari payudaranya yang mulus,
dan di atas lembah yang sangat kusukai sebelum akhirnya berhenti
di pinggangnya. "Ya Tuhan, Drew. Kau sangat..."
"Indah." Aku menyelesaikan ucapannya.
Aku menarik tubuhnya ke arah tubuhku, melingkarkan lenganku ke
tubuhnya dan mengangkat kakinya dari lantai saat aku berjalan
mundur ke arah sofa. Apakah kupikir menari dengannya rasanya
seperti surga" Tidak. Dada telanjangnya menempel dadaku - Ini
adalah bagaimana rasanya surga. Persetan dengan nirwana.
Aku mencium rahangnya dan mengisap kulit lembut di lehernya.
Aku suka leher Kate - dan dari suara yang bergetar di dalam
tenggorokannya, dia suka apa yang kulakukan. Aku duduk di atas
sofa, membawanya bersamaku dengan tubuhnya menempel tubuhku,
kakinya merapat di antara lututku yang terbuka. Dia menarik bibirku
untuk satu ciuman lagi sebelum berdiri dan mundur.
Kami berdua kehabisan napas dan saling menatap, praktis saling
menyerang dengan mata masing-masing. Dia menggigit bibirnya,
dan tangannya menghilang di balik punggungnya, aku mendengar
suara retsleting di turunkan, dan kemudian roknya perlahan
meluncur ke lantai. Ini adalah pemandangan paling seksi yang
pernah kulihat. Kate berdiri di depanku dengan memakai celana dalam boy-short
berenda warna hitam, blus putih yang terbuka, dan sepatu hak tinggi.
Bibirnya bengkak, pipinya memerah dan rambutnya acak-acakan
oleh tanganku. Dia seperti Dewi...sangat suci. Dan cara dia
menatapku hampir membuatku ejakulasi saat itu juga. Aku meraih
dompetku dan menarik kondom keluar, menaruhnya pada bantal sofa
di sampingku. Kate berjalan kearahku...masih memakai sepatu hak tingginya.
Ya Tuhan. Dia berlutut di antara kakiku dan membuka kancing celanaku,
menjaga tatapan matanya tetap terkunci dengan mataku. Aku
mengangkat pinggangku, dan dia menarik lepas celana panjang dan
boxerku. Kejantananku langsung berdiri, bangga, keras dan sangat
siap. Matanya bergerak turun, dan melihat ke atas lagi. Aku
membiarkan dia memuaskan pandangannya; aku juga bukan tipe
orang pemalu. Tapi ketika senyuman nakal muncul dari bibirnya dan Kate
membungkuk ke arah kejantananku, aku meraih dan menariknya
kembali ke mulutku. Aku tak tahu apa yang dia rencanakan - well,
aku punya gambaran - tapi jika aku tidak segera masuk ke dalam
dirinya, kurasa aku benar-benar akan mati.
Aku mengangkat tubuh Kate dengan memegang pinggangnya, dan
lututnya berada di kedua sisi tubuhku. Aku menahannya dengan satu
tangan sedang tangan yang satunya menggeser ke samping renda
yang berada di kedua kakinya. Aku memasukkan dua jari ke dalam
dirinya. Oh Tuhan. Dia juga sudah siap. Aku mendorong seluruh
jariku masuk ke dalam, dan kami berdua mengerang dengan keras.
Dia basah...dan panas. Miliknya mencengkeram dengan pas di
sekeliling jemariku, dan mataku terpejam, mengetahui betapa luar
biasa rasanya dia di sekeliling kejantananku. Aku memompa jariku
keluar masuk, dan Kate mulai menunggangi tanganku. Dia
merintih...mengerang...terengah menyebut namaku.
Musik di telingaku. Aku tidak tahan lagi. Kuraih kondom dan merobeknya dengan
gigiku. Kate mengangkat tubuhnya saat aku memasangnya. Dia
mendorong tanganku menjauh. Dan dia memasang kondomnya
untukku. Ya Tuhan. Aku menarik celana dalam rendanya. Aku ingin Kate telanjang, tak
ada yang menghalangi. Dengan suara robekan dan jepretan, aku
merobek celana dalamnya lepas. Bibir gelap dan berkilau seakan
memanggilku, dan aku bersumpah demi Tuhan nanti aku akan
memberikan perhatian yang sepantasnya. Tapi aku tak bisa
menunggu. Mataku tertuju kearahnya...Mata coklat gelapnya yang menarikku
saat pertama kali aku melihatnya.
Cantik sekali. Perlahan, dia menenggelamkan dirinya. Untuk sesaat, tak ada satu
pun dari kami yang bergerak. Atau bernapas. Dia
ketat...sialan...meskipun terhalang kondom, aku merasakan dinding
vaginanya meregang untukku.
Aku membisikkan namanya seperti doa. "Kate."
Aku memegang wajah Kate dan menariknya kearahku. aku harus
menciumnya. Dia mengangkat tubuhnya, menarik milikku hampir
sepenuhnya keluar sebelum dengan mulus meluncur ke bawah,
membawa kejantananku kembali ke dalam dirinya.
Oh Tuhan. Tak ada yang pernah terasa senikmat ini - tidak ada. Tanganku
memegang pinggulnya, membantunya menunggangi kejantananku
dengan gerakan yang stabil. Mulut kami sama-sama terbuka,
berciuman dan terengah-engah.
Aku memposisikan diri untuk duduk tegak, mengetahui bahwa
tekanan tambahan terhadap klitorisnya akan terasa lebih nikmat
untuknya. Dan aku tidak salah. Dia mengempas kearahku lebih
keras, lebih cepat, tanganku menekan ke dalam pinggulnya. aku
mencium lehernya dan menekuk kepalaku, menjilat turun menuju
putingnya yang mengeras. Aku memasukkannya ke dalam mulutku,
mengisap dan memutar lidahku, membuat tangannya mencengkeram
rambutku saat dia mengerang.
Aku tidak akan bertahan lama. Tidak mungkin. Aku sudah
menunggu ini terlalu lama, sangat menginginkannya. aku
mengukuhkan kakiku di lantai dan mulai mendorong naik, menusuk
ke dalam dirinya, mendorong pinggulnya ke bawah dengan keras. Ini
kenikmatan. Keras, dalam, kenikmatan yang basah, dan aku tak
pernah ingin ini berakhir.
Dia melemparkan kepalanya ke belakang dan merintih keras.
"Ya...ya...Drew."
Aku mengutuk dan memanggil namanya, kami berdua hampir
kehilangan akal. Hilang kendali. Karena rasanya begitu nikmat.
Dia meneriakkan namaku, dan kutahu dia orgasme.
Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Oh Tuhan, aku suka suaranya.
Dan kemudian milik Kate berkontraksi di sekeliling kejantananku -
vaginanya diseluruh kejantananku, kakinya menempel pahaku,
tangannya di bahuku - semuanya mengepal kencang dan kaku. Dan
aku segera kesana bersamanya.
"Kate, Kate...sial...Kate."
Aku mendorong keatas lagi dan lagi. Lalu aku klimaks lama dan
keras. Cairan kenikmatan berwarna putih dan panas menyembur dari
tubuhku tidak seperti apa yang pernah kurasakan sebelumnya.
Kepalaku jatuh pada sandaran sofa.
Setelah denyutan mereda, lenganku memeluk tubuh Kate, membawa
dada kami menyatu dan kepalanya bersandar di leherku. Aku merasa
detak jantungnya mulai kembali normal. Dan kemudian dia tertawa,
dengan suara rendah dan puas.
"Oh Tuhan...tadi begitu...begitu..."
Sekarang aku juga tersenyum. "Kutahu."
Menggoncang bumi. Di luar skala Richter. Cukup kuat untuk
menghancurkan sebuah negara pulau kecil.
Aku mengelus rambutnya...Begitu halus. Aku membungkuk dan
menciumnya lagi. Begitu sempurna.
Malam yang hebat. Kupikir ini bisa menjadi malam terbaik dalam
hidupku. Dan ini baru saja mulai.
*** Kate memekik saat aku berdiri dan membopongnya, kakinya
melingkar di sekitar tubuhku, menuju kamarku.
Aku belum pernah membawa seorang wanita ke kamarku
sebelumnya. Ini aturan. Tidak ada kencan sembarangan di
apartemenku - bahkan aku tidak pernah mempertimbangkannya.
Bagaimana jika salah satu dari gadis-gadis itu ternyata tahu tempat
tinggalku" Dapatkah kalian mengatakan bahwa dia adalah Penguntit
Gila" Namun aku tidak berpikir dua kali untuk membaringkan Kate di
tengah-tengah tempat tidurku. Dia memperhatikanku, berlutut saat
aku menanggalkan kemeja tanpa kancingku dan menyingkirkan
kondom yang sudah terpakai. Menggigit bibir sambil tersenyum, dia
melucuti blusnya sendiri yang masih tergantung di lengannya. Oh ya
- dan dia masih mengenakan sepatu hak tingginya.
Bagus. Sangat, sangat bagus.
Aku merangkak mendekatinya dan berlutut di tengah tempat tidur.
Aku membuai wajahnya di tanganku saat aku menciumnya dengan
lama dan panas. Aku siap untuk mulai lagi. Kemaluanku menusuk
perutnya di mana sekarang sudah berdiri kokoh dan siap. Tapi ronde
ini, Aku ingin berlama-lama. Aku mengagumi tubuhnya selama
berbulan-bulan - dan sekarang aku berencana untuk mengeksplorasi
setiap incinya, secara intim.
Aku membungkuk dan membaringkannya kembali. Rambut Kate
tersebar di belakang kepalanya dan jatuh di atas bantalku. Dia
terlihat seperti seorang peri dalam dongeng mitologi, dewi seks
kaum pagan dari legenda Romawi.
Atau bintang film porno yang pintar berakting.
Lututnya terbuka dengan sendirinya, dan aku mengambil posisi di
antara kakinya. Ya Tuhan...dia sudah basah. Aku bisa merasakan
betapa basahnya dia di bawah perutku ketika dia mendorong dan
menggesek kearahku. Diam-diam memohon - lagi.
Aku mencium kebawah dari lehernya dan tulang selangkanya, dan
akhirnya berhadapan dengan payudaranya yang kenyal. Tangan Kate
meremas bahuku saat aku menjilati lingkaran di sekitar pusat yang
berwarna merah muda kehitaman. Napasnya cepat dan memburu.
Aku menjentikkan lidahku di atas putingnya dengan cepat hingga ia
mengerang menyebut namaku.
Begitu kata itu meninggalkan dari bibirnya, aku menutup mulutku
dan menyedot dengan keras. Selama beberapa menit, aku bergantian
menjilat, mengisap, dan menggesek puncak runcing kecilnya.
Reaksinya begitu liar, aku tidak bisa menahan diri kecuali berganti
ke payudaranya yang lain dan memberikan perhatian yang sama
pada payudara indahnya. Pada saat aku bergerak turun lebih rendah lagi, Kate menggeliat di
bawahku, mengangkat pinggang dan menggesek dirinya pada setiap
bagian tubuhku yang bisa dia jangkau.
Ini tidak senonoh. Indah. Dan meskipun aku sangat menginginkan dia sekarang, betapa nikmat
rasanya dia menggesek tubuhku - Aku memiliki kendali penuh atas
apa yang kulakukan sekarang. Aku yang berkuasa. Dan ada satu hal
yang tak sabar ingin kulakukan. Sesuatu yang kuimpikan sejak
pertemuan malam itu di klub Howie. Aku menjilat turun di tengahtengah perutnya,
kemudian merangkak lebih rendah lagi. Aku
melepas sepatunya dan menjilat turun sampai pahanya hingga aku
berhadapan dengan targetku: garis rapi dari rambut ikal gelapnya.
Milik Kate di cukur pendek, rapi, dan kulit di sekitar vaginanya
sehalus sutra. Aku tahu karena saat ini aku sedang menggigit di
sekitar segitiga kecil yang terawat rapi miliknya. Pria menyukai
vagina yang hampir benar-benar bersih. Dan tidak, itu tidak ada
hubungannya dengan fantasi mesum terhadap anak pra-puber.
Gagasan bahwa seorang wanita nyaris tak berambut itu...nakal.
Merangsang. Aku menggesek hidungku ke dalam jalur kecil yang kesat dan
menghirup. Kate terengah-engah dan merintih di atasku - mata
tertutup, mulut terbuka. Asal kalian tahu, pria tidak mengharapkan seorang wanita berbau
seperti sabun Winter Pine atau Niagara Falls atau apa pun yang
diiklankan produk-produk feminin. Ini vagina - seharusnya bau
seperti vagina. Itu sungguh merangsang.
Aroma Kate khususnya telah membuatku meneteskan air liur seperti
hewan yang kelaparan. Aku menggosok lagi, mencium bibir luar
yang montok. Oh Tuhan. Tangan Kate mencengkeram selimut.
"Oh Tuhan, aromamu sangat nikmat, Aku ingin 'memakanmu'
sepanjang malam." Dan aku mungkin saja benar-benar akan melakukannya.
Aku menjilat celah basahnya, dan tubuh Kate melengkung keatas
dari tempat tidur dengan mengerang. Aku menekan pinggulnya ke
bawah dengan tanganku, menahannya agar tidak bergerak saat aku
melakukannya lagi, dan dia menjerit lebih keras lagi.
"Itu dia, Kate - biarkan aku mendengarmu."
Aku sangat menyadari tentang hal ini - bahwa aku - adalah orang
pertama yang pernah melakukan ini kepadanya. Dan ya, sebagai
seorang pria, fakta itu membuatnya merasa lebih baik lagi.
Kalian tahu siapa Neil Armstrong, bukan"
Sekarang katakan padaku siapa orang kedua yang menginjakkan
kaki di bulan. atau, ceritakan padaku orang lain yang kalian tahu
yang sampai ke bulan sesudah dia. Kalian tidak bisa, benar kan"
Itulah mengapa hal ini sangat menarik.
Kate tak akan pernah melupakan ini.
Dia akan selalu mengingat...aku.
Mungkin itu chauvinistik1 dan egois, tapi itulah yang sebenarnya.
Naik turun, berulang kali, Aku menjilat miliknya dari ujung ke
ujung. Cairannya manis dan kental. Sungguh lezat. Aku menekan
pahanya terpisah, menyebar pahanya lebih lebar lagi, dan
mendorong masuk dan keluar dari dalam dirinya - bercinta dengan
lidahku. Kepalanya berguling dari sisi ke sisi saat erangan bernada
tinggi bergema dari tenggorokannya. Dia lupa daratan, dan jari-jari
kakinya menekan di bahuku, tapi aku tidak menyerah. Tidak
mungkin. Dalam satu gerakan, Aku mengisap clit kecilnya yang
keras ke dalam mulutku dan menyelipkan dua jari di dalam dirinya.
Lalu giliran aku lah yang mengerang. Cairan panasnya melapisi
jemariku, hampir membakar. Aku tak bisa menghentikan pinggulku
untuk berputar dan menggeseknya ke tempat tidur. Persetan. Masih
memompa keluar masuk dengan tanganku, aku meratakan lidahku
dan menggesek dengan stabil, melingkari klitorisnya.
"Drew! Drew!" Mendengar Kate menjerit semakin membuatku lebih bersemangat
lagi. Aku menggerakkan jemariku lebih cepat, seirama dengan
lidahku, dan mendongak...ingin melihat bagaimana Kate kehilangan
kendali. Aku bisa klimaks hanya dengan menontonnya. Raut
wajahnya menunjukkan kenikmatan sepenuhnya, dan aku tak tahu
siapa di antara kami yang lebih puas.
"Oh Tuhan, oh Tuhan, oh Tuhan...Tuhan!"
Lalu tubuhnya menjadi kaku - kaku seperti papan. Tangannya
menarik rambutku, pahanya mengencang di kepalaku, dan kutahu
dia sudah sampai di sana.
Setelah beberapa saat dia mengendurkan pegangannya, dan aku
memperlambat lidahku untuk menjilatnya dengan santai. Ketika
Kate semakin melemaskan tubuhnya, aku duduk, menyeka wajahku
dengan tanganku, dan memasang kondom baru.
Oh ya - aku baru saja mulai.
Aku mencondongkan tubuhku kearahnya, dan dia menarikku ke
bawah dan menciumku dengan keras. Dia terengah di antara bibirku,
"Sangat...luar biasa."
Kepuasan dan bangga terpompa melalui pembuluh darahku, tapi aku
bahkan tidak bisa tersenyum. Aku sangat ingin bercinta dengannya.
Aku masuk kedalam dirinya dengan mudah. Dia licin namun ketat -
seperti kepalan tangan yang basah. Aku merasa miliknya
mencengkeram kejantananku saat aku menarik keluar dengan lambat
dan meluncur masuk kembali.
Aku mulai mendorong lebih cepat. Lebih keras. Lenganku lurus di
kedua sisi kepalanya sehingga aku dapat melihat kenikmatan yang
berkelip di wajahnya. Payudaranya bergoyang setiap kali aku
menyodok ke depan, dan aku hampir mengisap salah satu
payudaranya. Tapi kemudian ia membuka matanya dan mendongak menatapku.
Dan aku tidak bisa berpaling. Aku merasa seperti seorang raja -
seperti makhluk abadi. Dan setiap penguasaan diri yang kumiliki
seketika lenyap. Aku mendorong ke dalam dirinya, cepat dan tanpa
ampun. Kenikmatan panas yang murni mengembang di dalam
perutku dan turun ke bawah pahaku.
Oh Tuhan. Tubuh kami bertumbukan bersama berulang-ulang, keras dan cepat.
Aku mengaitkan satu tangan di bawah lututnya dan mengangkat
kakinya ke atas bahuku. Milik Kate terasa semakin ketat, dan aku
tidak tahan untuk tidak mengerang, "Kate..."
"Ya, seperti itu. Oh Tuhan, ya! Drew..." Dan kemudian tubuhnya
berubah menjadi kaku lagi di bawah tubuhku, matanya tertutup
ketika suara erangan tercekat keluar dari bibirnya.
Saat itulah aku melepaskannya. Aku menghentak ke dalam dirinya
untuk terakhir kali sebelum orgasme paling intens dalam hidupku
mengalir kedalam tubuhku. Aku mengerang dengan keras,
membanjiri kondom yang ada dalam dirinya sampai meluap.
Lenganku lunglai dan badanku sepenuhnya jatuh di atas tubuhnya.
Kate tampaknya tidak keberatan. Pada saat aku turun, dia
menciumku - mata, pipi, mulutku. Aku berusaha keras untuk
menarik napas, dan kemudian aku balas menciumnya.
Sungguh-luar-binasa. *** Bab 14 Aku pernah membaca sebuah artikel yang mengatakan bahwa
berhubungan seks dapat memperpanjang umur manusia. Pada laju
seperti ini, Kate dan aku akan hidup abadi. Aku sudah lupa berapa
kali kami sudah melakukannya. Ini seperti gigitan nyamuk -
semakin di garuk, maka semakin gatal.
Aku cukup senang karena aku sudah membeli kondom isi ekstra
besar di toserba Costco. Dan kalau saja kalian belum bisa memastikan dari reaksiku, aku
hanya akan mengatakannya terus terang: Kate Brooks adalah
pasangan seks yang fantastis. Seorang wanita yang spektakuler. Jika
aku sebelumnya tidak yakin bahwa Billy Warren adalah orang tolol
- setelah aku mencicipi apa yang dia campakkan - sekarang aku
benar-benar yakin akan hal itu.
Kate suka bertualang, sangat menuntut, spontan, dan percaya diri.
Sangat mirip denganku. Kami sangat cocok, dalam lebih dari satu
aspek. Ketika kami akhirnya beristirahat, langit malam di luar jendela
apartemenku baru saja berubah menjadi kelabu. Kate berbaring
dengan tenang, kepalanya bersandar di dadaku, jemarinya
menelusuri lekuk di dadaku dan sesekali membelai bulu-bulu di
sana. Kuharap setelah semua yang kukatakan pada kalian ini tidak akan
mengejutkan, tapi aku tidak "berpelukan". Biasanya, setelah seorang
wanita dan aku selesai, tidak ada yang namanya bergelung, tidak ada
yang namanya meringkuk, tidak ada percakapan intim di ranjang.
Aku mungkin, dalam beberapa kesempatan, tidur sejenak karena
kelelahan sebelum aku pergi. Tapi aku tidak tahan ketika seorang
gadis menempelkan dirinya ke tubuhku seperti sejenis gurita mutan.
Ini menyebalkan dan tidak nyaman.
Namun dengan Kate, aturan lama sepertinya tidak berlaku. Kulit
kami yang hangat menyatu bersama, tubuh kami selaras,
pergelangan kakinya di atas betisku, pahaku di bawah lututnya.
Rasanya...damai. Menenangkan dengan cara yang tidak sepenuhnya
bisa aku gambarkan. Aku sama sekali tidak punya keinginan untuk
pindah dari tempat ini. Kecuali itu untuk berguling dan menyetubuhinya lagi.
Kate yang lebih dulu memecah keheningan. "Kapan kau kehilangan
keperjakaanmu?" Aku tertawa. "Apakah kita bermain game First and Ten lagi" Atau
apa kau sekedar ingin tahu tentang riwayat seksualku" Karena kalau
itu alasannya, kurasa kau sudah sedikit terlambat, Kate."
Dia tersenyum. "Tidak. Bukan seperti itu. Aku hanya ingin
lebih...mengenalmu."
Aku mendesah saat aku mengingatnya lagi. "Oke. Pertama kalinya
adalah...Janice Lewis. Ulang tahun kelima belas. Dia mengundang
aku ke rumahnya untuk memberiku hadiah. Hadiahnya adalah dia."
Aku merasa senyumnya dadaku. "Apa dia perawan juga?"
"Tidak. Dia mendekati delapan belas tahun - kelas 3 SMA."
"Ah. Gadis yang lebih tua. Jadi dia mengajarimu semua yang kau
tahu?" Aku tersenyum dan mengangkat bahu. "Aku mengumpulkan
beberapa trik selama bertahun-tahun."
Kami diam lagi selama beberapa menit, dan kemudian ia bertanya,
"Tidakkah kau ingin tahu tentang masa laluku?"
Bahkan aku tidak perlu berpikir tentang yang satu ini.
"Tidak." Aku tidak ingin merusak suasana, tapi kita akan berhenti di sini
sebentar. Ketika itu berhubungan dengan pengalaman seksual masa lalu
seorang wanita, tak ada seorang pria pun yang mau mendengarnya.
Aku tak peduli jika kalian berhubungan seks dengan satu atau
ratusan orang - Simpanlah untuk dirimu sendiri.
Biar kujelaskan seperti ini: Ketika kalian datang ke restoran dan
pelayannya membawakan makananmu, apa kalian ingin dia
mengatakan padamu berapa orang yang telah menyentuh makanan
Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu sebelum kalian memakannya"
Tepat sekali. Aku juga berpikir cukup aman untuk mengasumsikan bahwa Kate
melakukan hubungan seks untuk pertama kalinya dengan Warren -
bahwa dia adalah pria satu-satunya. Dan Warren adalah orang
terakhir yang ingin kubahas pada situasi sekarang ini.
Sekarang, mari kembali ke kamar tidurku.
Aku berbaring miring sehingga aku menghadap Kate. Wajah kami
sangat dekat, kepala kami berbagi bantal yang sama. Tangan Kate
terselip di bawah pipinya yang membuat dia terlihat polos.
"Namun ada sesuatu yang ingin kutahu," Kataku.
"Tanyakan saja."
"Kenapa kau terjun ke bidang investasi perbankan?"
Aku berasal dari keturunan profesional kerah putih. Alexandra dan
aku tidak diharapkan untuk mengikuti jejak orang tua kami - itu
hanya terjadi begitu saja. Orang-orang selalu cenderung tertarik pada
apa yang mereka ketahui, apa yang sudah mereka kenal.
Seperti atlet profesional. Pernahkah kalian memperhatikan berapa
banyak mahasiswa tingkat Junior yang ada di liga utama bisbol" Ini
untuk mengenali mereka dengan ayah mereka yang masuk Hall of
Fame. Sebagai contohnya Manning bersaudara. Tapi aku ingin tahu
apa yang menarik Kate kedalam bidang investasi perbankan
mengingat perilaku buruk saat masa remajanya.
"Uang. Aku ingin berkarir di mana aku tahu aku akan menghasilkan
banyak uang." Aku mengangkat alisku. "Benarkah?"
Dia menatapku seakan sudah tahu. "Kau mengharapkan sesuatu yang
lebih luhur?" "Ya, Aku mengira seperti itu."
Senyumnya memudar. "Yang benar adalah, orangtuaku menikah
muda - melahirkanku juga di usia muda. Mereka membeli restoran
di Greenville. Menggadaikannya secara insting. Kami tinggal di
atasnya. Rumah itu...kecil...tapi nyaman."
Senyumnya semakin memudar. "Ayahku meninggal saat umurku tiga
belas tahun. akibat ulah pengemudi mabuk. Setelah itu, ibuku selalu
sibuk. Mencoba agar restorannya tetap berjalan, berusaha menjaga
dirinya agar tidak hancur berantakan."
Ketika dia berhenti lagi, aku menarik tubuhnya kearahku hingga
dahinya bersandar di dadaku. Dan kemudian dia melanjutkan:
"Dia berusaha agar kami tetap bisa bertahan. Aku tidak kekurangan
atau semacamnya, tapi...keadaannya tidaklah mudah. Segalanya
penuh perjuangan. Jadi, ketika mereka mengatakan padaku bahwa
aku akan menjadi *Valedictorian, dan aku menerima beasiswa penuh
dari universitas Wharton, aku berpikir - Oke - bidang investasi saja.
Aku tak pernah ingin menjadi tidak berdaya atau bergantung pada
orang lain. Meskipun aku punya Billy, sangat penting bagiku
mengetahui bahwa aku mampu menghidupi diri sendiri, dengan
usaha sendiri. Sekarang setelah aku mampu melakukannya, yang
sangat ingin kulakukan adalah mengurus ibuku. Aku sudah pernah
memintanya untuk pindah ke New York tapi sejauh ini dia menolak.
Dia bekerja seumur hidupnya...aku hanya menginginkan dia untuk
istirahat." Aku tak tahu harus berkata apa. Meskipun segala komentar pedas
tentang orangtuaku, aku cukup yakin aku akan kehilangan akalku
jika sesuatu terjadi pada salah satu dari mereka.
Aku mengangkat dagunya agar aku bisa menatap ke dalam matanya.
Lalu aku menciumnya. Setelah beberapa menit, Kate berbalik. aku
melingkarkan lenganku di pinggangnya dan menarik tubuhnya
menempel ke tubuhku. Aku menekan bibirku ke bahunya dan
memposisikan wajahku di rambutnya. Dan meskipun secara teknis
sekarang sudah pagi, itulah bagaimana posisi kami sampai kami
berdua tertidur. *** Setiap pria sehat di dunia bangun dengan tegang. Berdiri. Ereksi di
pagi hari. Aku yakin ada beberapa penjelasan medis untuk fenomena
ini, tapi aku hanya ingin menganggapnya sebagai karunia kecil dari
Tuhan. Sebuah kesempatan terbaik untuk memulai hari dengan
kejantananmu mengacung ke depan.
Aku tak ingat kapan terakhir kali aku tidur di samping seorang
wanita. Bagaimanapun, bangun di samping seorang wanita pasti
memiliki suatu manfaat. Dan aku siap untuk memanfaatkan
sepenuhnya keadaan ini. Dengan mata masih terpejam, aku berguling dan mencari Kate. Aku
berencana untuk menggodanya agar terjaga sebelum memberikannya
ucapan "selamat pagi" dari belakang. Ini satu-satunya alarm bangun
pagi yang bisa diterima, dalam kamusku. Tapi ketika tanganku
meluncur di atas seprei, aku hanya menemukan ruang kosong di
mana dia seharusnya berada. Aku membuka mataku, duduk, dan
melihat sekeliling. Tidak ada tanda-tanda keberadaannya.
Hah" Aku mendengarkan dengan cermat kalau saja ada gerakan di kamar
mandi atau suara air mengalir dari shower. Tapi yang ada hanya
keheningan. Sangat sunyi, benar kan"
Kemana dia pergi" Detak jantungku meningkat memikirkan bahwa dia menyelinap
pergi ketika aku tidur. Itu adalah tindakan yang pernah kulakukan
sendiri - dalam beberapa kesempatan - namun aku tak pernah
mengira mendapat perlakuan seperti ini dari Kate.
Aku hampir saja bangun dari tempat tidur ketika dia muncul di
ambang pintu. Rambutnya diikat dengan karet yang wanita selalu
dapatkan entah dari mana. Dia memakai T-shirt abu-abu dengan
tulisan Columbia - T-shirt Columbia abu-abu milikku - sejenak aku
terpukau oleh bagaimana payudaranya bergoyang di bawah tulisan
itu saat ia berjalan. Kate menaruh nampan yang ia bawa di meja samping ranjang.
"Selamat pagi."
Aku cemberut. "Ini bisa saja sudah pagi. Kenapa kau bangun?"
Ia tertawa. "Aku kelaparan. Perutku berbunyi seperti binatang buas
dalam kerangkeng. Aku sebenarnya akan memasak sarapan untuk
kita, tapi yang bisa kutemukan di dapurmu hanyalah sereal."
Sereal adalah makanan yang sempurna. Aku bisa memakannya
setiap hari. Dan bukannya jenis bran & oats yang biasa disediakan
oleh orangtuamu. Aku hanya makan yang enak: Lucky Charms,
Fruity Pebbles, Cookie Crisp. Lemariku penuh berisi segala macam
sereal rasa madu. Aku mengangkat bahu. "Aku lebih banyak memesan makanan."
Dia menyerahkan satu mangkok padaku. Apple Jacks - pilihan yang
bagus. Sambil mengunyah, Kate berkata, "Aku pinjam T-shirt mu.
Kuharap kau tidak keberatan."
Aku memakan sarapan sehatku. "Tidak masalah. Tapi aku benarbenar ingin kau tidak
memakainya." Lihat bagaimana dia menunduk malu" Bagaimana bibirnya
tersungging senyuman" Rona yang muncul di pipinya" Demi Tuhan
- Dia tersipu lagi. Setelah apa yang kita lakukan semalam" Setelah
segala kutukan, jeritan, garukan" Sekarang dia tersipu"
Sungguh menggemaskan, bukan" Kurasa juga begitu.
"Kurasa memasak telanjang tidaklah higienis."
Aku menaruh mangkuk yang sekarang kosong kembali di atas
nampan. "Apa kau suka memasak?" Selama berbulan-bulan kami
bekerja bersama-sama, aku telah belajar banyak tentang Kate, tapi
masih banyak lagi yang ingin kuketahui.
Dia mengangguk dan menghabiskan serealnya. "Jika kau tumbuh di
sekitar restoran, itu akan menular padamu. Membuat kue adalah
kesukaanku. Aku pembuat kue yang enak. Kalau nanti kita bisa
mendapatkan bahan-bahannya, Aku akan membuatnya."
Aku tersenyum nakal. "Aku suka memakan 'kuemu', Kate."
Dia menggeleng padaku. "Kenapa aku punya perasaan bahwa kau
sedang tidak membahas tentang berbagai jenis chocolate chip?"
Masih ingat tentang karunia kecil dari Tuhan itu" Aku tidak bisa
membiarkan ini terbuang sia-sia. Ini akan menjadi dosa - dan aku
tak mampu menanggung dosa seperti itu lagi. Aku menyeretnya ke
tempat tidur dan menarik T-shirt ke atas kepalanya.
"Karena aku tidak membahas itu. Sekarang, tentang 'kue' yang ini..."
*** "Menteri ke B7."
"Gajah ke G5." Main game itu menyenangkan.
"Kuda ke C6." "Skak." Game tanpa busana" Itu lebih menyenangkan lagi.
Alis Kate berkerut sambil menatap papan catur. Ini adalah
pertandingan ketiga kami. Siapa yang memenangkan dua game
sebelumnya" Ayolah, seperti perlu kalian tanyakan saja.
Kami saling berbagi cerita sembari bermain. Aku bercerita waktu
lenganku patah saat bermain skateboard ketika berumur dua belas
tahun. Dia bercerita tentang dia dan Delores mengecat bulu
hamsternya dengan warna merah muda. Kuceritakan padanya
tentang julukan untuk Alexandra yang diberikan oleh Matthew dan
aku. (Kate mencubit putingku setelah itu. Keras. Dia ingat saat aku
memanggilnya "seperti Alexandra" di kantorku.)
Nyaman, santai, menyenangkan. Tidak senikmat seperti bercinta -
tapi nomor dua. Kami berbaring miring di tempat tidur, kepala kami
ditumpu oleh tangan, papan catur ada di tengah.
Oh - dan kalau saja kalian lupa, kami telanjang.
Sekarang, kutahu beberapa wanita memiliki masalah dengan tubuh
mereka. Mungkin kalian punya lemak berlebih di tubuhmu"
Lupakannya. Tidak masalah. Setiap saat ketelanjangan mengalahkan
segala kesopanan. Pria adalah makhluk visual. Kami tidak akan
bercinta denganmu jika tidak ingin melihat tubuhmu.
Kalian bisa menulisnya kalau mau.
Kate tidak masalah untuk telanjang. Dia pasti nyaman dengan
dirinya sendiri. Dan itu seksi - sungguh seksi.
"Kau mau jalan atau mau membakar lubang di papan dengan
menatapnya?" "Jangan memaksaku."
Aku mendesah. "Baiklah. Gunakan waktu semaumu. Toh tak ada
tempat pergi untukmu. Aku sudah memojokkanmu."
"Kurasa kau curang."
Mataku melotot. "Itu menyakitkan, Kate. Aku terluka. Aku tidak
berbuat curang. Aku tak perlu melakukannya."
Dia mengangkat alisnya. "Apa kau harus begitu sombong?"
"Aku sungguh berharap begitu. Dan bicara kotor tidak akan berhasil.
Berhentilah mengulur-ulur waktu."
Dia mendesah dan menerima kekalahannya. Aku melakukan langkah
terakhirku. "Skak mat. Mau main lagi?"
Dia berguling telungkup dan menekuk lututnya hingga kakinya
hampir menyentuh kepalanya. Kejantananku berkedut saat
melihatnya. "Ayo main sesuatu yang lain."
Twister1" *Hide the Salami" *Kama Sutra charades"
"Apa kau punya game Guitar Hero?"
Apa aku punya game Guitar Hero" Game kompetisi terbaik
milenium ini" Game paling keren sepanjang masa" Tentu saja aku
punya. "Mungkin kau harus memilih game lainnya," Kataku. "Kalau aku
terus mengalahkanmu seperti ini, aku akan merusak ego wanitamu
yang rapuh." Kate melotot padaku. "Ayo siapkan."
Kegigihan Kate seharusnya menjadi tanda bahaya. Itu pembantaian.
Benar-benar brutal. Dia menendang pantatku dari ujung apartemen
ke ujung lainnya. Aku punya alasan, Kate tahu cara bermain gitar sungguhan.
Dan...dia meminta kami berpakaian. Bagaimana kejamnya ini" Aku
terus berusaha untuk melihat sekilas pantatnya yang indah mengintip
keluar dari bawah T-shirtnya. Itu menggangguku.
Aku tak pernah punya kesempatan.
*** Jadi, sekarang mungkin kalian bertanya-tanya apa sih yang
kulakukan, benar kan" Maksudku ini aku. Satu tunggangan per
pelanggan - tak ada pengulangan. Jadi kenapa aku membuang waktu
Sabtu soreku bermain Adam dan Hawa dengan Kate"
Inilah yang terjadi: aku telah berusaha selama berbulan-bulan untuk
membawanya sampai pada kondisi sekarang. Aku telah
menghabiskan malam demi malam tak berujung mendambakan,
memimpikan, berfantasi tentang hal itu.
Misalkan kalian terdampar di sebuah pulau kosong dan tidak makan
selama seminggu. Dan kemudian kapal penyelamatan akhirnya
muncul dengan sepiring besar makanan. Maukah kalian mencicipi
sedikit dan membuang sisanya"
Tentu saja tidak. Kalian memakan dengan cepat setiap gigitannya.
Melahap setiap remahnya. Menjilat bersih piringnya.
Itulah yang kulakukan. Berkumpul dengan Kate sampai
aku...kenyang. Jangan menilainya lebih jauh dari itu.
*** Apa aku pernah menyebutkan bahwa Kate punya tato" Oh ya.
Sebuah label wanita gampangan. Sebuah stempel pelacur. Sebut saja
apa pun yang kalian suka. Tatonya di gambar tepat di atas tonjolan
pantatnya, di punggung bagian bawah. Berbentuk kupu-kupu kecil
berwarna biru kehijauan. Rasanya lezat. Sekarang aku sedang menelusurinya dengan lidahku.
"Oh Tuhan, Drew..."
Setelah penghinaan pada game Guitar Hero, Kate memutuskan dia
ingin mandi. Dan mengatakan begini - dia bertanya apakah aku
ingin mandi duluan. Gadis bodoh. Seperti mandi sendirian masuk dalam pertimbanganku.
Aku berdiri dan menggodanya dari belakang. Dia lebih panas dari air
yang menyemprot kami di semua sisi. Aku menyibak rambutnya ke
samping saat aku menyantap lehernya yang nikmat. Suaraku serak
saat aku katakan padanya, "Buka kakimu untukku, Kate."
Dia menurut. "Lebih lebar." Dia menurut lagi. Aku menekuk lututku dan menggeser kejantananku masuk ke dalam.
Oh Tuhan. Sudah dua jam sejak aku berada dalam dirinya seperti ini.
Terlalu lama - seperti seumur hidup.
Kami mengerang bersama. Payudaranya licin oleh sabun saat aku
menggeser jemariku ke putingnya dan memainkannya dengan cara
yang kutahu akan membuatnya mendesah. Kepalanya mendongak
jatuh di bahuku, dan menggoreskan kukunya di atas pahaku. Aku
mendesis oleh sensasinya dan sedikit menambah kecepatan.
Lalu dia mencondongkan tubuhnya ke depan, membungkuk setinggi
pinggang dan menyangga tangannya di dinding ubin. Aku
membungkusnya dengan tanganku sendiri, menjalin jemari kami
menjadi satu. Aku memompa masuk dan keluar tanpa tergesa-gesa.
Aku mencium punggungnya, pundaknya, telinganya. "Kau terasa
begitu nikmat, Kate."
Kepalanya berputar, dan dia merintih, "Oh Tuhan, milikmu terasa
begitu...keras...begitu besar."
Kalimat itu" Mendengar kalimat itu adalah impian bagi setiap pria.
Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku tak peduli jika kalian biksu, kalian tetap saja ingin
mendengarnya. Ya, aku pernah mendengar kata-kata itu sebelumnya. namun berasal
dari bibir Kate - dengan suara manisnya - rasanya aku mendengar
kalimat itu untuk pertama dan terakhir kalinya.
Dan kemudian dia memohon. "Lebih keras, Drew...ayolah."
Aku melakukan apa yang dia minta sambil mengerang. Aku
meninggalkan satu tangan di dinding dan menggerakkan tanganku
yang lain ke klitorisnya, jadi setiap kali aku mendorong ke depan,
miliknya akan membentur jemariku. Dia merintih oleh sentuhanku.
Kemudian dia menuntut, "Lebih keras, Drew. setubuhi aku lebih
keras." Ketika perintahnya mencapai telingaku, aku tersentak, seperti atap
yang roboh pada kebakaran yang sedang berkecamuk. Aku
mendorong ke dalam dirinya sampai dia terjepit ke dinding, pipinya
menempel pada ubin yang dingin. Aku mendorong dengan kasar dan
cepat. Jeritan kepuasan Kate menggema di dinding, dan kami
klimaks bersama. Lama, intens dan gemilang.
Ketika kenikmatannya memudar, ia berbalik, melingkarkan
lengannya di leherku dan menciumku dengan perlahan. Kemudian
kepalanya bersandar di dadaku, kami masih berdiri bersama di
bawah semprotan. Aku tak bisa menjaga kekaguman keluar dari
suaraku saat berkata, "Oh Tuhan, jadi semakin nikmat setiap kali kita
melakukannya." Dia tertawa. "Kau juga merasakannya" Kupikir aku satu-satunya
yang merasakannya." Dia menatapku, menggigit bibir, dan menyibak
rambut basah dari mataku. Ini adalah sikap sederhana. Tapi ada
begitu banyak emosi di baliknya. Sentuhannya lembut, sorot
matanya begitu menyayang, seperti aku adalah hal terindah yang
pernah ia lihat. Seperti aku semacam...harta karun.
Biasanya, ekspresi seperti itu akan membuatku merunduk untuk
mencari perlindungan - pergi menuju pintu keluar terdekat.
Tapi ketika aku menatap wajah Kate, satu tangan memegang
pinggangnya, tangan yang lain menuju rambutnya, Aku tidak ingin
lari. Aku bahkan tidak ingin berpaling. Dan aku tak pernah ingin
melepaskannya. "Tidak...aku juga merasakannya."
*** *Valedictorian: lulusan terbaik yang membacakan pidato kelulusan
*Hide the Salami: eufemisme untuk istilah berhubungan seks
*Kamasutra Charades: permainan menebak kata-kata dgn gerakan
kamasutra Bab 15 Aku tidak membuat kalian bosan dengan detail jorok ini, kan" Aku
bisa mempersingkat semua ini dengan hanya mengatakan: Kate dan
aku bercinta sepanjang akhir pekan.
Tapi itu tidak akan benar-benar menyenangkan.
Dan itu tidak akan memberi kalian gambaran lengkapnya. Dengan
mengambil jalan memutar, kalian akan mendapatkan semua
faktanya. Dan pemandangan luas dari semua momen kecil kami.
Momen-momen yang tampak konyol dan tidak penting pada saat itu.
Tapi sekarang setelah aku terkena flu, itu satu-satunya hal yg bisa
kupikirkan. Setiap menit setiap hari.
Apakah kalian pernah mengalami bahwa sebuah lagu menempel
terus di dalam kepalamu" Tentu kalian pernah, semua orang
mengalaminya. Dan mungkin itu lagu yang indah, bahkan mungkin
itu lagu favorit kalian. Tapi itu masih mengganggu, bukan" Ini
tidaklah cukup. Karena kalian tidak ingin hanya mendengarnya di
otak kalian - kalian ingin lagu itu diputar di radio atau di konser
live. Memutar ulang dalam benak kalian hanyalah imitasi murahan.
Sebuah ejekan, pengingat bahwa kalian tak mampu mendengar
lagunya secara nyata. Apakah kalian mengerti ke mana arah pembicaraanku ini"
Jangan khawatir, kalian akhirnya akan tahu.
Sekarang, sampai di mana aku" Benar sekali - malam Minggu.
*** "Ini adalah bantal yang sempurna."
Kami baru saja memesan makanan - masakan Itali - dan kami
sedang menunggu pesanannya datang.
Kate duduk di sofa di tengah sebuah oase bantal dan selimut. Dan
Kate memegang satu bantal yang berasal dari kamar tidur di
pangkuannya. "Bantal yang sempurna?"
"Ya," katanya. "Aku sangat pilih-pilih ketika menyangkut urusan
bantal. Dan yang satu ini sempurna. Tidak terlalu kempis, tidak
terlalu gembung. Tidak terlalu keras, tidak terlalu lembek."
Aku tersenyum. "Senang mengetahuinya, Goldilocks1."
Kami telah memutuskan untuk menonton film. TV Kabel dengan
pilihan sesuai permintaan adalah penemuan terbesar kedua di zaman
ini. Yang pertama, tentu saja, TV plasma layar lebar. Aku bangkit
untuk mengambil remote sementara Kate meraih sesuatu dari tasnya
di lantai. Apakah aku menyebutkan bahwa kami masih telanjang" Benar
sekali. Ini pembebasan. Menyenangkan. Semua bagian yang indah mudah dijangkau. Dan pemandangannya
fantastis. Saat aku berbalik untuk berjalan kembali ke sofa, aroma yang sudah
kukenal menyerang lubang hidungku. Manis dan beraroma bunga.
Gula dan musim semi. Aku melihat Kate sedang menggosok lotion
di lengannya. Aku merebut botol itu darinya, seperti anjing
menggigit tulang. "Apa ini?"
Aku mendekatkan botol ke hidungku dan menghirup napas dalamdalam, kemudian jatuh
kembali di atas bantal dengan erangan puas.
Kate tertawa. "Jangan menghirupnya. Ini pelembab. Aku tidak sadar
melawan kulit kering bisa membuatmu begitu senang."
Aku mengamati botolnya. Vanili dan lavender. Aku kembali
menghirupnya dalam-dalam. "Aromanya seperti kamu. Setiap kali
kau dekat denganku, kau beraroma seperti...seperti buket bunga
sunshine dengan gula di atasnya."
Dia tertawa lagi. "Ah, Drew, Aku tak tahu kalau kau seorang penyair.
William Shakespeare akan sangat iri."
"Apa bisa dimakan?"
Dia membuat ekspresi muak. "Tidak."
Sayang sekali. Aku akan menuangkannya pada makanan seperti saus
hollandaise. Kurasa aku cukup puas mencicipinya pada Kate.
Sekarang karena aku memikirkannya - itu adalah pilihan yang lebih
kusukai. "Mereka juga membuat busa mandi. Karena kau begitu
menyukainya, lain kali aku akan membawanya."
Ini petunjuk pertama yang dia dibuat tentang lain kali. Sebuah
kencan di kemudian hari. Sebuah masa depan. Tidak seperti
kencanku sebelumnya, usulan pertemuan kedua dengan Kate tidak
membuatku menjadi acuh tak acuh atau terganggu. Sebaliknya, aku
antusias - bersemangat - tentang prospeknya.
Aku terpaku menatapnya untuk sesaat, tenggelam dalam kenikmatan
aneh hanya dari menatapnya. Aku bisa mengambil pekerjaan tetap
dengan menonton Kate Brooks.
"Jadi," dia bertanya, "Apa kita sudah memutuskan filmnya?"
Dia duduk disampingku, dan lenganku secara alami memeluknya.
"Aku sedang berpikir menonton Braveheart."
"Ugh. Ada apa dengan film itu" Kenapa semua orang kecanduan?"
"Ah, alasan yang sama kenapa wanita terobsesi dengan film The
Notebook. Itu film yang akan kau usulkan, bukan?"
Dia tersenyum licik, dan kutahu aku menebak dengan benar.
"The Notebook adalah film romantis."
"Ini sangat gay."
Dia memukul wajahku dengan bantal yang "sempurna".
"Ini manis." "Ini memuakkan. Aku punya beberapa teman homoseksual sejati dan
film itu katanya terlalu gay untuk mereka."
Dia mendesah sambil menerawang. "Ini adalah kisah cinta, kisah
cinta yang indah. Bagimana setiap orang mencoba memisahkan
mereka. Tapi kemudian, bertahun-tahun kemudian, mereka saling
bertemu lagi. Itu adalah takdir."
Aku memutar mata. "Takdir" Ayolah. Takdir itu cerita dongeng,
sayang. Dan sisanya adalah setumpuk omong kosong juga.
Kehidupan nyata tidak berjalan seperti itu."
"Tapi itu - " "Itulah sebabnya tingkat perceraian begitu tinggi. Karena film seperti
itu memberikan wanita harapan yang tidak masuk akal."
Dan hal yang sama berlaku untuk novel romantis. Alexandra praktis
pernah mencabut kepala Steven karena dia meminjam salah satu
majalah Playboy milikku. Namun anehnya setiap musim panas, Si
Menyebalkan berbaring di pantai membaca buku semi porno
bersampul *Fabio. Ya, aku sebut, "porno." Itulah kenyataannya.
Dan itu bahkan bukanlah cerita porno yang bagus: "Pria itu
mengarahkan batang yang berbentuk seperti kejantanan kearah
kelopak basah dari pusat kewanitaannya."
Memangnya masih ada orang yang bicara seperti itu sekarang"
Pria sejati tidak berpikir seperti Nolan atau Niles atau siapapun nama
bajingan itu." "Noah." "Dan pria manakah yang mau membangun kamar di rumahnya untuk
seorang gadis yang mengisap kejantanannya" Pria manakah yang
mau menunggu selama bertahun-tahun untuk gadis yang sama akan
muncul di pintu rumahnya, hanya untuk mengetahui bahwa gadis itu
sudah bersama pria lain" Dia sama sekali bukan seorang laki-laki."
"Kalau begitu siapa dia?"
"Vagina berambut lebat yang tidak di wax."
Apakah itu terlalu kasar"
Aku khawatir memang begitu.
Sampai akhirnya Kate menutup mulutnya dengan tangan dan jatuh di
atas sofa, tertawa terbahak-bahak. "Oh...Ya...Tuhan. Kau
benarbenar...orang...jorok. Bagaimana...kau bisa menemukan kalimat ini?"
Aku mengangkat bahu. "Aku menyebut mereka menurut
pandanganku. Aku tidak akan minta maaf untuk itu."
Tawanya mereda, tapi senyumnya masih tersisa. "Oke, jangan
menonton Notebook." "Terima kasih."
Kemudian wajahnya berseri. "Oohh, bagaimana kalau Anchorman:
The Legend of Ron Burgundy?"
"Kau suka Will Ferrell?"
"Apa kau bercanda" Apa kau pernah menonton Blades of Glory?"
Itu salah satu film favoritku. "The Iron Lotus" Film klasik."
Dia menaik turunkan alisnya kearahku dan mengutip kalimatnya
dengan ahli, "Kau punya krim untuk meredakan luka bakar yg parah
itu?" Aku tertawa. "Ya Tuhan, aku cinta k - "
Kemudian aku tersedak. Dan batuk. Dan berdehem. "Aku cinta...film itu." Aku memainkan remotenya, dan kami
berbaring di sofa ketika film Anchorman mulai.
Oke - jangan marah padaku sekarang. Mohon semua tenang
sebentar, bisa" Ini adalah kesalahan kecil. Keceplosan. Tidak lebih.
Lidahku akhir-akhir ini terlalu sering dipakai, jadi kupikir ini bisa
dimaklumi. *** Setelah makan, kami terus menonton Ron Burgundy, saling
menyandarkan tubuh satu sama lain di sofa, punggungnya menempel
dadaku. Wajahku di rambutnya lagi, menghirup aroma yang sudah
membuatku menjadi kecanduan. Aku terhanyut kedalam mimpi.
Tawa Kate bergetar di dadaku saat ia bertanya dengan lembut, "Apa
itu yang kau pikirkan tentangku?"
"Hmmm?" "Saat aku mulai bekerja di perusahaan. Apa kau pikir aku adalah
seorang 'wanita kalajengking'?"
Dia mengacu pada kalimat dari Will Ferrell yang baru saja
diucapkan dalam film. Aku tersenyum dengan mengantuk.
"Aku...ketika aku pertama kali melihatmu hari itu di ruang
konferensi, itu sangat mengejutkanku. Setelah itu, aku tahu bahwa
segalanya tidak akan pernah seperti dulu lagi."
Dia pasti menyukai jawabanku. Karena satu menit kemudian, ia
menggesek pinggulnya ke tubuhku. Dan kejantanan setengah
tegakku meluncur di antara celah pantatnya.
Aku tak peduli betapa lelahnya seorang pria - dia bisa saja bekerja
tiga puluh lima jam mengangkut kantong pasir ke seluruh penjuru
negeri - gerakan itu akan selalu dan selalu membangunkannya.
Bibirku bergerak menuju lehernya saat tanganku meluncur di
perutnya. "Oh Tuhan, Kate. Aku tidak bisa
berhenti...menginginkanmu."
Sudah mulai menggelikan, bukan"
Aku merasa napasnya meningkat. Dia berbalik menghadapku, dan
bibir kami bertemu. Tapi sebelum kami melangkah lebih jauh, rasa
penasaran menguasaiku, dan aku menarik diri. "Apa yang kau
pikirkan tentangku ketika kita pertama kali bertemu?"
Matanya bergulir ke langit-langit sambil merenungkan jawabannya.
Kemudian dia tersenyum. "Yah...malam pertama di REM, kupikir
kau...berbahaya. Kau memancarkan aura seks dan pesona."
Jemarinya menelusuri bibir dan alisku. "Senyum itu, matamu,
keduanya seharusnya terlarang. Itu satu-satunya waktu selama
hubunganku bersama Billy bahwa kuharap aku masih lajang."
Wow. "Dan kemudian di kantor aku mendengar para sekretaris
membicarakanmu. Bagaimana kau gonta-ganti cewek setiap akhir
pekan. Tapi setelah beberapa saat...Aku melihat bahwa ada banyak
hal yang lebih tentang dirimu. Kau brilian dan lucu. Kau protektif
dan perhatian. Kau bersinar begitu terang, Drew. Segala sesuatu
yang kau lakukan - caramu berpikir, hal-hal yang kau ucapkan,
caramu bergerak - itu...menyilaukan. Aku merasa beruntung...hanya
berada di dekatmu." Aku tak mampu bicara. Jika ada wanita lain mengatakan itu padaku, aku setuju dengannya.
Aku akan mengatakan padanya bahwa dia beruntung bisa bersamaku
- karena aku terbaik dari yang terbaik. Tak ada yang lebih baik.
Namun berasal dari bibir Kate" Dari seseorang yang pikirannya
membuatku iri, pendapat siapa yang sebenarnya lebih kukagumi"
Aku hanya...tidak punya kata-kata. Jadi, sekali lagi, aku membiarkan
perbuatanku saja yang bicara.
Bibirku menekan bibirnya, dan lidahku memohon untuk masuk. Tapi
ketika aku mencoba untuk memutar kami sehingga aku berada di
atas tubuhnya, Kate punya ide lain. Dia mendorong bahuku sampai
aku telentang. Lalu dia menggerakkan mulutnya di atas rahang dan
leherku, membakar jejak ke bawah dada dan perutku. Aku menelan
ludah. Dia memegang kejantananku di tangannya dan memompa dengan
Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perlahan, dan milikku sudah keras seperti baja. Milikku sudah
tegang saat dia mulai bicara tadi. "Oh Tuhan, Kate..." aku tetap
membuka mataku, dan melihat dari atas saat ia membasahi bibirnya,
membuka mulutnya, dan milikku meluncur masuk "Sial..." Dia
memasukkan seluruh kejantananku di dalam mulutnya dan mengisap
keras saat ia menarik keluar dengan perlahan. Lalu dia
melakukannya lagi. Aku adalah penikmat oral seks. Untuk seorang pria, oral seks adalah
jenis seks yang paling mudah. Tanpa repot, sedikit kekacauan. Jika
ada di antara kalian di luar sana belum pernah melakukannya, aku
akan memberitahu kalian sebuah rahasia kecil. Setelah kejantanan
seorang pria masuk ke dalam mulutmu, dia akan sangat senang,
hingga tidak terlalu peduli apa yang kalian lakukan pada dia
sesudahnya. Namun, ada trik tertentu yang membuat oral seks lebih
nikmat. Kate memompa milikku dengan tangannya sambil meningkatkan
hisapan di ujungnya dengan mulut kecilnya yang seksi.
Seperti sekarang, misalnya.
Dia memutar-mutar lidahnya di sekitar bagian kepala seperti dia
menjilati permen lolipop. Dari mana dia mempelajarinya" Aku
mengerang tak berdaya dan mencengkeram bantal sofa. Dia
memasukkan seluruh milikku ke tenggorokannya sekali, kemudian
dua kali. Kemudian dia berganti menjadi gerakan cepat, memompa
secara pendek dengan mulut dan tangan.
Ini luar biasa. Aku sudah pernah di hisap oleh yang terbaik dari
mereka. Dan aku bersumpah demi Tuhan, Kate Brooks punya teknik
seorang bintang porno. Aku mencoba untuk tetap diam, sadar bahwa ini sesungguhnya
adalah kali pertamanya, tapi sulit. Dan kemudian tangannya
berpindah ke bawah tubuhku - pada pantatku - mendesakku ke atas.
Dia membimbing pinggulku naik turun, mendorongku keluar masuk
mulutnya. Oh Tuhan. Dia menyingkirkan tangannya, tapi pinggulku
terus bergerak dalam tusukan dangkal.
Aku hampir kehilangan kendali - tapi aku selalu memberikan
peringatan terlebih dulu. Jika seorang pria tidak
memperingatkanmu" Campakkan dia secepatnya. Dia cowok
brengsek. "Kate...sayang, aku...kalau kau tidak menyingkir sekarang...Oh
Tuhan, aku akan..." kata-kata yang jelas rupanya sudah di luar
kemampuanku saat ini. Namun, kupikir dia memahaminya.
Tapi dia tidak menyingkir. Dia tidak berhenti. aku menunduk
bersamaan saat Kate membuka matanya dan mendongak. Dan hanya
itulah yang kubutuhkan. Ini adalah momen yang sudah kubayangkan
sejak pertama kali aku melihatnya. Mata cokelat besarnya
menatapku ketika kejantananku meluncur kedalam bibir
sempurnanya. Dengan merintih menyebut namanya, aku mengisi
mulutnya dengan semburan cairanku. Kate mengerang dan mengisap
semuanya, menelan dengan rakusnya.
Setelah apa yang nampaknya lama sekali, aku mulai tenang. Kalian
tahu rasanya saat pertama kali melangkah keluar dari Jacuzzi"
Bagaimana kaki kalian terasa lunglai seperti Jelly" Ya - itu aku. Saat
ini. Aku terengah-engah dan menyeringai seperti orang idiot saat aku
menarik Kate ke atas dengan memegang bahunya dan mencium
dengan dalam. Sebagian pria jijik mencium seorang wanita yang
mulutnya baru saja mereka masuki. Aku bukan salah satu dari
mereka. "Bagaimana kau belajar memberikan oral seperti itu?"
Kate menertawakan ekspresi heran dalam suaraku saat ia telentang
di atasku. "Delores berkencan dengan seorang cowok di kampus.
Cowok itu benar-benar suka film porno. Setiap kali datang cowok itu
selalu meninggalkan film di asrama kami. Dan, sesekali...Aku akan
menontonnya." Lain kali kalau aku bertemu Delores Warren" Ingatkan aku untuk
berlutut dan mencium pantatnya.
*** Setelah filmnya selesai, Kate dan aku memutuskan untuk menonton
film Will Ferrell secara marathon. Kami sudah menonton separuh
film Blades of Glory ketika teleponku berdering. Kami masih duduk
di sofa, berbaring berdampingan dengan nyaman, dan aku tak punya
niat untuk bangun. Atau bicara pada seseorang yang tidak ada di
ruangan ini, sebetulnya. Aku membiarkan mesin penjawab telepon yang menjawab. Suara
Jack memenuhi ruangan, berteriak diantara dentuman musik di
belakangnya: "Drew, bro, ayo angkat! Di mana kau?" Dia berhenti
sesaat, dan kukira dia menyadari aku tidak akan mengangkatnya.
"Kau harus keluar malam ini, bung! Aku ada di klub Sixty-Nine, dan
ada seseorang di sini yang ingin bertemu denganmu."
Ini tidak terdengar menjanjikan. Aku mulai duduk, naluri laki-lakiku
mengatakan untuk mematikan mesinnya. Sekarang. Tapi aku masih
kurang cepat. Dan suara wanita yang sensual keluar dari Kotak
Pandora. "Dreeewwww...ini Staaaacey. Aku merindukanmu, sayang.
Aku ingin naik taksi lagi. Ingat malam itu ketika aku mengisap
kejantananmu begitu nik-"
Tanganku menepuk ke bawah pada tombol off.
Lalu aku melirik ke arah Kate. Wajahnya beku ke layar TV,
ekspresinya tidak terbaca. Aku seharusnya mengatakan sesuatu. Tapi
apa yang harus kukatakan" "Maaf, salah satu pelacurku menelepon?"
Tidak, karena alasan tertentu, kupikir alasan itu tidak akan diterima
dengan baik. Dia duduk tegak dengan kaku. "Aku mungkin seharusnya pergi."
Sial. Terkutuk Jack. Kate bangkit, memegang bantal dengan erat, menutupi tubuhnya.
Yah, itu bukan pertanda bagus. Satu jam yang lalu dia mendorong
selangkangannya ke wajahku. Sekarang dia bahkan tidak ingin aku
melihatnya. Sialan. Dia berjalan melewatiku menuju kamar tidur. Bahkan dengan
perutku yang melilit, aku masih saja mengagumi goyangan pantat
ketatnya saat ia berlalu. Bisa ditebak, kejantananku berdiri seperti
Dracula bangkit dari peti matinya.
Ketika aku berumur sepuluh tahun, kami punya anjing. Dia
menggesek segala benda, apapun - mulai dari kaki pembantu,
ranjang empat-tiang milik orangtuaku. Anjing itu tak pernah puas.
Orangtuaku malu bila ada teman yang mampir. Tapi sekarang aku
menyadari bahwa ia benar-benar bukan anjing yang buruk. Itu bukan
salahnya. Aku merasakan penderitaanmu, Fido.
Aku mendesah. Dan bangun untuk mengikuti Kate. Pada saat aku
sampai ke kamar tidur, roknya sudah terpasang dan blusnya sudah
terkancing. Dia tidak melihat ke arahku ketika aku berjalan masuk.
"Kate - " "Apa kau tahu di mana sepatuku yang satunya?" Matanya menatap
lantai, tempat tidur - ke manapun kecuali kearahku.
"Kate - " "Mungkin di bawah tempat tidur." Dia berlutut.
"Kau tidak harus pergi."
Dia tidak mendongak. "Aku tidak ingin menghalangi rencanamu."
Rencana siapa" Satu-satunya rencana yang aku punya adalah
memakan dengan rakus prasmanan lezat yang ada di antara pahanya.
Lagi. "Aku tidak - " "Tidak apa-apa, Drew. Kau tahu, ini sudah bagus..."
Bagus" Dia menyebut apa yang kami lakukan tadi malam dan
sepanjang hari - di kamar tidur, dapur, kamar mandi, menempel
dinding lorong - "bagus?" Apa dia bercanda"
Dia pasti melihat ekspresi wajahku, karena dia berhenti di tengah
kalimat dan mengangkat alis. "Maafkan aku, apa itu kata sifat yang
salah" Apa aku menghina ego laki-lakimu yang rapuh?"
Aku tergagap dengan marah, "Well...ya."
"Kata apa yang lebih kau sukai?"
Sekedar info-Aku masih telanjang, dan jika kondisi kejantananku
adalah indikasinya, tidak butuh seorang Einstein untuk mengetahui
apa yang benar-benar kusukai pada saat ini.
"Luar biasa" Transenden" Tak tertandingi?" aku menekankan setiap
kata dengan langkah predator ke arahnya.
Dia mengimbangi langkah majuku dengan berjalan mundur secara
gugup, sampai pantatnya membentur meja. Aku menyeringai ke
arahnya. "Kau lulusan dari program bisnis paling bergengsi di
negara ini, Kate. Kehormatanku menuntutmu untuk memunculkan
sesuatu, apapun, yang lebih baik dari kata 'bagus.'"
Dia menatap dadaku sebentar. Lalu ia mendongak menatap mataku.
Dia tampak serius. "Aku harus pergi."
Dia mencoba untuk berjalan melewatiku, tapi aku meraih lengannya
dan menariknya kembali. "Aku tak ingin kau pergi."
Jangan - jangan tanya kenapa. aku tidak akan menjawab. Tidak
sekarang. Aku hanya terfokus pada kejadian di sini - dan dia.
Sisanya tidak penting. Dia melihat tanganku yang memegang
lengannya, lalu menatapku. "Drew..."
"Jangan pergi, Kate." aku mengangkat tubuhnya, mendudukkan dia
atas meja, dan melangkah di antara kedua kakinya. "Tinggallah." aku
mencium leher dan menggigit telinganya. Dia bergidik. Bisikku,
"Tinggallah bersamaku, Kate." aku menatap ke arah matanya.
"Kumohon." Dia menggigit bibir. Lalu tersenyum perlahan. "Baiklah."
Aku tersenyum membalasnya. Dan kemudian mulutku menempel di
bibirnya. Ciuman ini panjang dan lambat dan dalam. Aku
menyingkap roknya, menelusuri kulit pahanya dengan ujung jariku.
Dia masih tidak memakai celana dalam.
Kalian pasti menyukai akses yang mudah.
Aku berlutut di depannya. "Drew...?" Ini setengah pertanyaan,
setengah rintihan. "Shhh. Jika aku ingin mengungguli apa yang kau sebut 'bagus', aku
perlu berkonsentrasi."
Dan tak ada satu pun kata yang jelas dari kami sepanjang sisa
malam. *** *Fabio Lanzoni dikenal secara luas dengan panggilan Fabio,
adalah model fashion Italia dan aktor, yang tampil di sampul
ratusan novel roman sepanjang tahun 80 dan 90an.
Bab 16 Setiap superhero memiliki tempat persembunyian - tempat
perlindungan. Setidaknya semua superhero yang baik
melakukannya. Aku juga punya tempat persembunyian. Bat Cave
pribadi. Tempat di mana keajaiban terjadi. Di mana aku telah
membangun legenda, yaitu karierku.
Kantor yang ada di rumahku.
Ini adalah tempat berlindung kaum pria. Sebuah zona bebas wanita
- di lihat dari sudut pandang yang baik. Setiap orang harus
memilikinya. Aku mendekorasinya sendiri - setiap bagian, setiap
detail. Jika mobilku adalah anak bungsu, ruangan ini anak sulungku.
Kebanggaan dan sukacitaku.
Lantai kayu mahoni, karpet oriental buatan tangan, sofa kulit dari
Inggris. Sebuah perapian batu dan rak buku built-in berjajar di salah
satu dinding. Di belakang mejaku ada jendela lebar yang
menawarkan pemandangan tak ternilai dari kota ini. Dan di sudut
ada meja untuk bermain kartu di mana aku dan teman-temanku
minum Scotch tua, mengisap cerutu Kuba, dan bermain poker
sebulan sekali. Ini satu-satunya waktu di mana Steven diperbolehkan keluar dan
bermain. Aku berada di mejaku, memakai celana boxer, bekerja dengan
laptopku. Itu yang kulakukan setiap hari Minggu sore.
Kate" Tidak - dia masih di sini. Tapi setelah kami bercinta-secaramaraton tadi
malam, kurasa aku harus membiarkan dia tidur. Isi
ulang baterai. Aku membatalkan santap siang dengan ibuku dan
mengabaikan permainan basket dengan teman-temanku. Dan
sekarang aku menatap rancangan akhir dari sebuah kontrak ketika
suara mengantuk memanggilku dari ambang pintu.
"Hei." Aku mendongak dan tersenyum. "Hai."
Dia mengenakan salah satu dari T-shirt-ku - T-shirt Metallica
hitamku. Kaosnya menjuntai sampai melewati lututnya. Apa yang ia
kenakan dan rambut acak-acakan sehabis tidurnya - membuat dia
terlihat manis tapi seksi. Memikat. Dibandingkan dengan Kate,
bekerja terlihat tidak begitu membuatku berselera lagi.
Dia mengusap tangan keatas rambutnya saat matanya menyapu
seluruh ruangan. "Ini adalah kantor yang indah, Drew.
Menakjubkan." Kate adalah tipe wanita yang menghargai pentingnya
sebuah ruang kerja yang menakjubkan. Jika kalian ingin menjadi
pemenang, Kalian perlu sebuah kantor yang menyatakan bahwa
kalian memang sudah menjadi pemenang. "Terima kasih. Ini ruang
favorit di apartemenku."
"Aku bisa melihat alasannya."
Dia mengambil sebuah pigura dari salah satu rak dan
menunjukkannya padaku. "Siapa ini?"
Ini adalah foto Mackenzie dan aku saat di pantai musim panas lalu.
Dia menguburku sampai ke leher di pasir. "Keponakanku,
Mackenzie." Dia menatap foto itu dan tersenyum. "Dia menggemaskan. Aku
yakin dia memujamu."
"Ya, memang. Dan aku hampir yakin akan memotong tanganku
untuknya jika dia memintaku, jadi cukup adil. Aku akan senang
untuk mempertemukanmu dengannya suatu hari nanti."
Kate tidak ragu-ragu. "Aku akan sangat menyukainya."
Dia berjalan menghampiri kursiku dan mengambil posisi duduk di
lututku. Aku membungkuk sampai bibirku menemukan bibirnya -
lidahku mendorong jauh ke dalam bibirnya yang sekarang sudah
kukenal dengan baik. Dia merapatkan tubuhnya ke dada telanjangku. "Kau begitu hangat."
Dia menyandarkan kepalanya di bahuku dan melihat ke arah
komputerku. "Apa yang sedang kau kerjakan?"
Aku mendesah. "Ini kesepakatan dengan Jarvis Technologies."
Jarvis adalah sebuah perusahaan komunikasi. Mereka ingin
mengakuisisi anak perusahaan satelit broadband.
Aku mengusap mataku. "Ada masalah?" Aku biasanya adalah serigala kesepian ketika terkait dengan urusan
bisnis. Aku tidak curhat - Aku tidak berbagi. Pendapatku adalah
satu-satunya yang diperhitungkan. Tapi berbicara dengan Kate
tentang bisnis adalah seperti berbicara dengan diri sendiri. Aku
benar-benar tertarik untuk mendengar apa yang akan dia katakan.
"Ya. CEO-nya cuma pintar tapi tidak punya nyali. Aku sudah punya
kesepakatan sempurna yang berjajar mengantri, tapi dia tidak mau
menarik pelatuk. Dia cemas tentang risikonya."
Jarinya menelusuri rahangku. "Setiap akuisisi memiliki risiko. Kau
harus menunjukkan padanya imbalannya cukup layak."
"Itulah apa yang sedang coba kulakukan."
Dia kemudian berseri. "Kau tahu, aku punya sesuatu yang bisa
membantumu. Salah satu mitra studi lamaku dari Wharton
mendesain template untuk model valuasi baru. Kalau kau
Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjalankannya dan angkanya akurat, mungkin saja cukup untuk
membujuk Jarvis agar mau mengambil risiko."
Aku mulai menganggap bahwa kecerdasan Kate membuatku
menjadi terangsang hampir sama dengan pantatnya.
Hampir. "Itu ada di dalam flash disk di tasku. Akan kuambilkan untukmu."
Ketika dia berdiri untuk pergi, aku meraih bagian bawah kaosnya
dan menariknya kembali ke pangkuanku - jadi tidak mungkin dia
tidak merasakan kejantananku yang tegang terus menerus. Lenganku
melingkari pinggangnya, menjebak dirinya. Mulutku menempel
telinganya. "Sebelum kita masuk ke sana, ada sesuatu yang ingin kulakukan
terlebih dulu." Ada nada geli dalam suaranya saat ia bertanya, "Apa yang ingin kau
lakukan, Drew?" Aku mengangkatnya, menyapu segala benda dari mejaku, dan
membaringkannya. "Kamu." *** Kami menghabiskan sisa hari dengan bekerja. Dan ngobrol. Dan
tertawa. Aku menceritakan pada Kate tentang Mackenzie dan
Stoples Omongan Jorok yang mengisap uangku sampai kering. Dia
memberitahuku lebih jauh tentang masa remajanya di Greenville dan
kafe orangtuanya. Kami makan siang di balkon. Saat ini dingin, jadi
Kate duduk di pangkuanku agar tetap hangat dan menyuapiku
dengan jemarinya. Aku tidak ingat pernah menikmati waktu seindah ini. Dan kami
bahkan tidak bercinta. Sungguh aneh. *** Saat ini jam sepuluh lewat. Kami sedang bersiap-siap untuk tidur.
Kate ada di kamar mandi. Sendirian. Dia mengambil pisau cukurku dan mengusirku keluar. Berbeda
dengan wanita, pria tidak butuh privasi. Tidak ada kebutuhan
badaniah seorang pria yang tidak akan dilakukan di depan orang
lain. Kami tidak punya malu. Tapi terserah, jika Kate membutuhkan ruang, dia bisa
mendapatkannya. Aku menyibukkan diri sementara aku
menunggunya. Aku mengganti seprai. Aku mengambil kotak
kondom dari laciku - untuk menyiapkan beberapa buah agar mudah
dijangkau. Kemudian aku langsung kecewa. Dan jika bisa, penisku pasti akan
menangis. Kotaknya kosong. "Sial."
"Aku juga berpikir begitu. Dua orang yang berpikiran sama."
Aku berbalik mendengar suara Kate. Dia berdiri di ambang pintu,
satu tangan di pinggulnya, tangan yang lain berpegangan pada kusen
pintu. Dia telanjang dengan indah dan mengagumkan. Vaginanya
dicukur bahkan lebih pendek daripada sebelumnya - hanya ada
sedikit ikal gelap. Oh Tuhan.
Aku terus menunggu ketika tubuh Kate tidak lagi mempengaruhiku.
Ketika aku merasa sudah-pernah-mengalaminya. Sejauh ini, malah
sebaliknya. Ini seperti...makan lobster. Kalau kalian belum pernah memakannya,
kalian berpikir, "Eh, mungkin saja." Tapi setelah kalian
mencicipinya" Kesempatan untuk memakannya lagi membuat
mulutmu berliur seperti Sungai Mississippi. Karena sekarang kalian
tahu betapa lezat sebenarnya. Bahkan hanya berpikir dia...Oh Tuhan.
Aku mungkin menjadi orang pertama dalam sejarah yang mampu
bermasturbasi tanpa menyentuh diriku sendiri.
Lihat, Mom - tanpa tangan.
Dia berjalan ke arahku, melingkarkan lengannya di leherku dan
menciumku dengan perlahan, lidahnya keluar menelusuri bibir
bawahku dengan cara yang paling seksi. Aku memaksa diri untuk
mundur. "Kate, tunggu...kita tidak bisa."
Tangannya meluncur ke celana boxerku, menuju kejantananku yang
sudah keras. Dia memompanya beberapa kali. "Kupikir dia tidak
setuju denganmu." Aku menekan keningku dengan keningnya. Suaraku terdengar
seperti tercekik. "Tidak...maksudku, kita kehabisan. Kondom.
Aku...um..." Aku menaruh tanganku di tangannya, menghentikan
gesekannya sehingga aku bisa merangkai beberapa kata yang dapat
dipahami menjadi satu. "Aku harus pergi ke toko di sudut jalan dan
membeli lebih banyak lagi...dan kemudian...Oh Tuhan, lalu aku akan
bercinta denganmu sepanjang malam."
Kate menunduk dan menelan ludah. Suaranya berbisik. "Atau, kita
bisa...tidak...memakainya."
"Apa?" Aku belum pernah berhubungan seks tanpa kondom. Sekali pun.
Bahkan saat masa remajaku. Aku terlalu menyayangi kejantananku
sehingga takut terkena penyakit yang menyebabkan milikku jadi
mengerut dan rontok. "Aku minum pil KB, Drew. Dan Billy...dia bisa berarti banyak hal,
tapi ia tidak pernah berselingkuh. Apa kau pernah...dites?"
Tentu saja aku pernah. Sekali sebulan, selama aku bisa ingat. Ini
suatu keharusan untuk gaya hidupku. Bisa dibilang sebuah risiko
profesi. Suaraku praktis seperti mencicit. "Ya. Aku...aku pernah.
Hasilnya bagus. Tapi...apa kau yakin?"
Aku sudah pernah ditawari banyak hal di tempat tidur. Segala jenis
alat aneh dan permainan peran yang bisa kalian bayangkan.
Beberapa dari kalian mungkin tidak bisa membayangkannya. Namun
bercinta tanpa pelindung belum pernah masuk dalam daftar. Ini
bukan tindakan yang pintar atau aman. Seorang wanita bisa
mengatakan dia minum pil KB, tapi bagaimana kalian bisa benarbenar tahu" Orang
bisa mengatakan mereka bebas penyakit, tapi aku
tidak akan meyakininya. Itu membutuhkan kepercayaan.
Dan kepercayaan tidak pernah menjadi faktor dalam kehidupan
seksku. Ini bukan tentang saling berbagi - mengenal seseorang dan
membiarkan mereka mengenalku. Ini tentang bagaimana cara
membuatku klimaks dan membuat gadis orgasme dalam prosesnya.
Titik. "Aku ingin merasakan milikmu, Drew. Aku ingin kau merasakan
milikku. Aku tidak ingin...ada penghalang apapun diantara kita."
Aku menatap matanya. Cara dia menatapku...persis seperti yang dia
lakukan setelah kami mandi kemarin. Seolah dia memberiku sesuatu
- sebuah hadiah. Hanya untukku. Dan hadiah itu adalah dirinya.
Karena dia mempercayaiku, memiliki keyakinan padaku, percaya
padaku. Dan kalian tahu"
Aku tak pernah ingin Kate memandangku dengan cara yang lain.
"Kate, beberapa hari terakhir denganmu sungguh menakjubkan. Aku
tidak pernah...Aku belum pernah..." Aku bahkan tak tahu bagaimana
menjelaskan apa yang sedang kurasakan. Aku tak tahu bagaimana
mengatakan itu padanya. Aku mencari nafkah dengan memanfaatkan
kemampuanku dalam berkomunikasi. Dengan mampu
mengungkapkan sebuah ide. Mendeskripsikan rencana.
Tapi pada saat ini kata-kataku sangat tidak memadai.
Jadi aku meraih lengan atasnya dan menyeret Kate kearahku. Dia
mengerang karena terkejut atau senang - aku tidak yakin yang mana.
Lidahnya meluncur masuk ke dalam bibirku, dan tangannya
menarik-narik rambutku. Akhirnya kami berada di tempat tidur,
berdampingan, mulut melebur bersama, celana boxerku di atas
lantai. Tanganku meluncur di atas payudaranya, turun di perutnya,
dan di antara kedua kakinya.
Aku mengerang, "Sial, Kate, ternyata kau sudah basah."
Dan memang benar. Aku nyaris tidak menyentuhnya dan dia sudah
basah kuyup untukku. Oh Tuhan. Aku tak pernah menginginkan
siapapun atau apapun seperti aku menginginkannya saat ini. Dia
menggigit kecil leherku saat aku menggeser jemariku ke dalam.
Seksnya melingkupi jemariku seperti sarung tangan, dan kami
berdua mengerang dengan keras.
Kemudian tangan Kate bergerak di seluruh tubuhku. Menangkup
bolaku, membelai kejantananku, menggaruk dada dan punggungku.
Aku gulingkan dia di bawahku. Aku butuh dia - sekarang. Aku
merangsang miliknya agar terbuka dengan kejantananku, membasahi
ujungnya dengan cairan manisnya. Panas bergulung keluar darinya.
Dia seperti api - memanggilku, menarikku masuk. Aku mendorong
perlahan tapi sampai ke pangkalnya, dan mataku tertutup oleh
kenikmatan yang sempurna.
Dia telanjang, tak terjaga, melingkupiku. Dia terasa...lebih. Lebih
basah, lebih panas, lebih ketat. Lebih dalam segala hal. Sulit
dipercaya. Kate mencengkeram pantatku, meremas dan memijat dan
mendesakku lebih dalam lagi. Tapi aku menarik semuanya keluar,
hanya agar dapat meluncur masuk kembali.
Ya Tuhan. Aku mengatur temponya. Tidak lambat atau manis atau lembut. Ini
brutal dan panas, dan sangat menakjubkan.
Rintihan nyaring keluar dari bibirnya. Kemudian mulutku melumat
bibirnya lagi, memotong rintihannya. Dan kami mencengkeram satu
sama lain, putus asa dan liar.
Seperti ini adalah pertama kalinya. Seperti ini adalah terakhir
kalinya. Dia menggulung milikku dengan segala cara. Seksnya menyelubungi
kejantananku, kakinya melingkari pinggangku, tangannya merangkul
leherku - semua membungkus erat seperti suatu catok yang nikmat.
Dan aku membenamkan diri ke dalamnya, ingin menjadi lebih dekat,
butuh lebih dalam. Oh Tuhan, jika bisa aku sangat ingin merangkak
masuk dalam dirinya dan tak pernah ingin keluar lagi.
Tangan Kate menemukan tanganku. Jemari kami terjalin bersama,
dan aku menariknya bergabung di atas kepalanya. Dahi kami saling
menempel - setiap engahan, setiap napas bercampur dan berbaur.
Pinggulnya bergerak bersama dengan pinggulku, seperti aliran laut.
Maju mundur. Dengan gerakan yang serempak. Bersama.
Mata kami bertemu. "Oh Tuhan, Drew...jangan berhenti...tolong,
jangan pernah berhenti."
Aku tenggelam di dalam dirinya. Aku nyaris tak bisa menarik napas.
Tapi entah kenapa akhirnya aku bisa berkata, "Tidak akan. Aku tidak
akan pernah berhenti."
Aku merasakannya saat dia orgasme. Setiap inci miliknya yang
basah dan panas mengetat penuh kenikmatan di sekeliling
kejantananku. Dan begitu nikmat...begitu intens sampai aku ingin
menangis oleh kenikmatannya. Aku membenamkan wajahku di
lehernya, menghirup aromanya, melahapnya. Dan kemudian aku
klimaks bersamanya - di dalam dirinya. Membanjiri tubuhnya
dengan dorong penuh nafsu. Aliran listrik yang indah mengaliriku
saat satu kata keluar dari bibirku berulang kali:
"Kate...Kate...Kate...Kate."
Ini keajaiban. Setelah beberapa saat, tubuh kami terdiam. Satu-satunya suara di
kamar ini adalah napas yang cepat dan debaran jantung.
Lalu Kate berbisik, "Drew" Apa kau baik-baik saja?" Aku
mendongak dan mendapati matanya yang indah sedang menatapku
penuh keprihatinan. Tangannya menangkup pipiku dengan lembut.
"Kau gemetar." Pernahkah kalian mencoba untuk mengambil foto dari sesuatu yang
sangat jauh" Kalian melihat kedalam lensa dan seluruh
pemandangan yang terlihat adalah gumpalan buram" Jadi kalian
memainkan fokusnya, memperbesar dan memperkecilnya.
Kemudian kameranya berputar dan beberapa detik kemudian - boom
- jernih seketika. Semuanya terkunci pada tempatnya.
Gambarnya sejernih kristal.
Seperti itulah apa yang kurasakan - saat ini - memandang Kate.
Mendadak, semuanya begitu jelas. Jadi sangat jelas.
Aku jatuh cinta padanya. Secara total. Tanpa daya. Dengan
menyedihkan. Jatuh cinta. Kate memiliki diriku. Jiwa dan raga.
Dia yang selalu kupikirkan. Dia adalah segala hal yang tak pernah
kuinginkan. Bukan hanya sempurna - dia sempurna bagiku.
Aku akan melakukan apa pun untuknya.
Apa pun. Aku menginginkan Kate di dekatku, denganku. Setiap saat.
Selamanya. Ini bukan hanya tentang seks. Ini bukan hanya tubuh indahnya atau
pikiran cemerlangnya. Ini bukan hanya karena dia membuatku
berpikir atau betapa antusiasnya dia menantangku. Lebih dari semua
itu. Ini adalah semuanya. Ini adalah dia. Aku telah melanggar setiap aturan yang pernah kutetapkan sendiri
untuk bersamanya. Dan itu bukan hanya menidurinya.
Itu untuk memiliki dia. Untuk menjaga dirinya.
Bagaimana aku tak pernah melihat hal ini sebelumnya" Kenapa aku
tidak tahu" "Hei?" Dia mencium dengan lembut di bibirku. "Dari mana kau
pergi" Aku kehilanganmu sesaat. Apa kau baik-baik saja?"
"Aku..." Aku menelan ludah dengan susah. "Kate, aku..." Aku
mengambil napas dalam-dalam. "Aku...aku baik-baik saja." Aku
tersenyum dan balas menciumnya. "Kurasa kau sudah menguras
energiku." Dia tertawa. "Wow. Tidak kusangka itu akan terjadi."
Ya - Aku juga setuju. *** Bab 17 Aku tahu apa yang kalian pikirkan: Apa-apaan sih"
Kalau aku menyadari bahwa aku jatuh cinta dengan Kate, dan dia
jelas tergila-gila denganku - bagaimana bisa dia kembali dengan
Billy Kenapa-Kau-Belum-Juga-Mati Warren"
Pertanyaan yang sangat bagus. Kita hampir sampai. Tapi pertamatama: pelajaran
sains. Apa yang kalian tahu tentang katak"
Ya. Aku bilang katak. Apa kalian tahu bahwa kalau kalian menaruh seekor katak ke dalam
air mendidih, dia akan melompat keluar" Tapi, jika kalian menaruh
seekor katak di dalam air dingin dan dipanaskan perlahan-lahan,
Katak itu akan tetap tinggal di dalamnya. Dan direbus sampai mati.
Bahkan tidak akan mencoba untuk keluar. Katak itu bahkan tidak
akan tahu bahwa dirinya sekarat. Sampai sudah terlambat.
Pria sangat mirip seperti katak.
Apakah aku ketakutan oleh pencerahan kecilku" Tentu saja ya. Ini
sesuatu yang sangat besar. Sesuatu yang mengubah kehidupan. Tidak
ada wanita asing lagi. Tidak ada lagi cerita untuk teman-temanku.
Tak ada lagi acara malam Minggu. Tapi semua itu tidak penting lagi.
Sejujurnya. Karena ini sudah terlambat. Aku sudah direbus sampai mendidih -
oleh Kate. Sepanjang malam itu aku menyaksikan tidurnya. Dan menyusun
Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rencana...untuk kami. Kegiatan yang akan kami lakukan bersama,
tempat yang akan kami kunjungi - besok dan akhir pekan depan dan
tahun depan. Aku berlatih kalimat apa yang akan kuucapkan,
bagaimana caranya mengatakan perasaanku padanya. Aku
membayangkan reaksinya dan bagaimana ia akan mengakui bahwa
dia juga merasakan hal yang sama. Rasanya seperti sebuah film,
suatu film chick flick mengerikan yang tidak akan pernah aku
tonton. Playboy mempesona bertemu dengan gadis yang-sangatberkemauan-keras
impiannya, dan gadis itu merenggut hatinya
selamanya. Aku seharusnya tahu saat itu bahwa itu nyaris tidak masuk akal. Hal
terbaik biasanya: Santa Claus, G-spot pria, surga - daftar ini tidak
ada habisnya. Kalian akan lihat. *** Kami berjalan menyusuri Fifth Avenue. Daripada membuang-buang
waktu berharga menyetir melintasi kota ke apartemen Kate, kami
berhenti di Saks department store dalam perjalanan ke tempat kerja,
tempat aku membelikan Kate setelan baru warna biru tua merek
Chanel. Sekarang tidak boleh melihat dia memakai pakaian yang
sama saat ke kantor, benar kan" Ketika dia mencoba pakaian
untukku, aku bersumpah, aku merasa seperti Richard Gere di Pretty
Woman. Kate bahkan membelikan aku dasi.
Lihat" Kemudian dia bersikeras mampir ke bagian lingerie untuk
mengganti celana dalam yang telah kuhancurkan dengan begitu
erotisnya. Aku menolak dengan keras pada ide yang satu itu, tapi aku
kalah. Kalian para wanita pasti tahu - *berkomando, bukan" Itu
lebih seksi dibanding kulit, renda, cambuk dan rantai semua
digabung jadi satu. Kami mampir di Starbucks dan membeli kafein yang sangat kami
butuhkan. Saat kami berjalan kembali ke luar, aku menarik Kate
mendekat. Aku menangkup pipinya dan menciumnya. Rasanya dia
seperti kopi, ringan dan manis. Dia mendorong rambut yang
menutupi mataku dan tersenyum kearahku.
Aku tak akan pernah bosan memandangnya. Atau menciumnya.
Pussy whipped (terlalu penurut pada pacar), namamu sekarang Drew.
Ya aku tahu. Tidak masalah. Aku tidak keberatan. Karena jika ini
adalah Dark Side" Daftarkan aku. Serius. Jangan terkejut jika aku
mulai melompat-lompat menyusuri jalan bernyanyi, "Zip-a-DeeDoo-Dah." Aku begitu
bahagia. Kate dan aku berbelok di tikungan. Bergandengan tangan dan saling
tersenyum seperti dua idiot yang minum terlalu banyak obat
antidepresi. Memuakkan, bukan"
Kita harus berhenti di sini sebentar. Kalian harus melihat kami.
Bagaimana kami di sini, sekarang - bergandengan tangan. Kalian
harus mengingat momen ini. Karena aku mengingatnya.
Kami...sempurna. Kemudian kami masuk ke gedung. Aku membuka pintu bagi Kate
dan berjalan di belakangnya.
Dan yang pertama yang kulihat adalah bunga aster. Aster putih besar
dengan lembaga kuning cerah. Beberapa terletak di dalam vas di
meja keamanan, lainnya dalam tandan yang diikat dengan pita.
Beberapa bunga tersebar secara tunggal di seluruh lantai, kelopak
bunga secara acak tersebar di sana-sini. Di tengah lobi ada lingkaran
bunga aster yang lebih banyak. Di tengah lingkaran itu, berdiri Billy
Warren. Dan dia memegang gitarnya.
Oh sial! Tidak, itu kurang pas. Aku benar-benar sedang sial.
Ya - itu baru pas. Kalian pernah melihat orang brengsek bernyanyi" Inilah
kesempatanmu: I was so blind I didn't know
How much it would hurt to let you go
I want to heal us, want to mend
Come back, come back to me again
Jika aku tidak begitu membencinya - dan serigala yang melahirkan
dia - aku harus mengakui bahwa suaranya lumayan juga. Aku
memperhatikan ekspresi Kate secara cermat. Setiap emosi yang
melintasi wajahnya, setiap perasaan yang menari di matanya.
Kalian pasti tahu kapan saat menderita flu perut, bukan" Dan kalian
berbaring sepanjang hari dengan ember di sampingmu karena kalian
merasa sepertinya akan muntah setiap saat" Tapi kemudian ada
saatnya - kalian akan tahu kapan itu akan terjadi. seluruh tubuh
menjadi berkeringat dingin. Kepala berdenyut, dan kalian merasa
tenggorokanmu melebar untuk memberi jalan empedu yang mengalir
naik dari dalam perut. Itulah yang kualami. Sekarang.
Aku menaruh kopi dan mencari-cari tempat sampah terdekat hanya
untuk memastikan bahwa aku akan sampai di sana tepat waktu.
And I need to say I'm sorry
For all the pain I caused
Please give your heart back to me
I'll keep it safe for eternity
We belong together We've always known it's true
There will never be another
My soul cries out for you.
Pada waktu lain, dengan gadis yang lain, aku akan mengalahkan
Warren. Bahkan tanpa perlu berusaha. Dia tidak sebanding
denganku. Kalau aku Porsche, dia adalah sebuah truk pickup
rongsok yang bahkan tidak bisa lolos inspeksi.
Tapi ini adalah Kate. Mereka memiliki riwayat, senilai satu dekade.
Dan oleh sebab itu, membuat dia menjadi kompetitor kelas berat.
In the dark of night, it's your name I call
I can't believe I almost lost it all
One more chance, one breath, one try
No more reasons to say goodbye
Aku ingin membopong Kate, layaknya manusia gua, dan
membopongnya keluar dari sini. Aku ingin mengunci dia di
apartemenku di mana Billy tidak bisa melihatnya. Tidak bisa
menyentuhnya. Tidak bisa menyentuh kami. Sepanjang waktu aku
menatapnya, tapi Kate tidak menoleh ke arahku.
Tidak sekali pun. And I need to say I'm sorry
For all the pain I caused
Please give your heart back to me
I'll keep it safe for eternity
We belong together We've always known it's true
There will never be another
My soul cries out for you
Kenapa aku tidak belajar memainkan alat musik" Ketika aku
berumur sembilan tahun ibuku ingin aku memainkan terompet.
Setelah dua kali pelajaran, tutornya keluar karena aku membiarkan
anjingku kencing di mulut terompetnya.
Kenapa aku tidak mendengarkan kata-kata ibuku"
You are my beginning, you'll be my end
More than lovers, more than friends
I want you, I want you Dia tidak bisa memiliki Kate. Lakukan dan inginkan dia seharian,
brengsek. Menyanyi dari atap gedung. Mainkan gitar sampai jari-
jarimu copot. Ini sudah sangat terlambat. Dia sudah menjadi
milikku. Kate bukan tipe orang yang berhubungan seks dengan
sembarang orang. Dan dia bercinta denganku sepanjang akhir pekan
seperti dunia akan segera kiamat. Itu pasti sesuatu yang bernilai.
Benar, kan" And I need to say I'm sorry
For all the pain I caused
Please give your heart back to me
I'll keep it safe for eternity
For eternity You and me Kerumunan kecil yang berkumpul di lobi bertepuk tangan. Si
Brengsek menaruh gitarnya ke bawah dan berjalan mendekati Kate.
Jika dia menyentuh Kate, Aku akan mematahkan tangan sialan itu.
Aku bersumpah demi Tuhan.
Dia tidak menganggap kehadiranku sama sekali. Dia terfokus hanya
pada Kate. "Aku sudah meneleponmu sejak Jumat malam...dan aku
juga mampir ke apartemen beberapa kali akhir pekan ini, tapi kau
pergi ke luar." Itu benar. Kate tidak ada di rumah. Dia sedang sibuk. Sekarang
tanyakan pada Kate apa yang dia lakukan.
Dengan siapa Kate melakukannya.
"Aku tahu ini adalah tempat kerja...tapi apa kau pikir kita bisa pergi
ke suatu tempat" Untuk bicara" Mungkin kantormu?"
Katakan tidak. Katakan tidak. Katakan tidak, katakan tidak, katakan tidak, katakan tidak, katakan
tidak, katakan tidak, katakan tidak, katakan tidak...
"Oke." Brengsek. Ketika Kate mulai berjalan pergi, Aku menarik lengannya. "Aku
perlu bicara denganmu."
Matanya menanyaiku. "Aku hanya butuh - "
"Ada sesuatu yang harus kukatakan padamu. Sekarang. Ini penting."
Aku tahu aku terdengar putus asa, tapi aku benar-benar tak peduli.
Ia meletakkan tangannya di atas tanganku, yang masih
menggenggam lengannya. Dia tenang. berlagak seperti dia sedang
bicara dengan seorang anak kecil. "Baiklah, Drew. Biar aku bicara
dengan Billy lebih dulu dan aku akan menemuimu di kantormu,
oke?" Aku ingin mengentak kakiku seperti anak umur dua tahun. Tidak, itu
tidak oke. Dia harus tahu di mana aku berdiri. Aku harus
memancang klaimku. Melempar topi di atas ring. Membawa
mobilku ke balapan. Tapi aku menjatuhkan tanganku. "Baik. Kalian berdua silahkan
mengobrol." Dan aku memastikan bahwa aku pergi lebih dulu.
*** Aku melangkah menuju kantorku. Tapi aku tidak bisa menahan diri
mampir di meja Erin saat mereka lewat. Ketika Kate berbalik untuk
menutup pintu kantornya, mata kami bertemu. Dan dia tersenyum
padaku. Dan untuk pertama kalinya dalam hidupku, Aku tak tahu
apa artinya. Apakah dia meyakinkan aku bahwa tidak ada yang berubah" Bahwa
tidak akan ada perubahan" Apakah dia mengatakan terima kasih
untuk membawa si brengsek merangkak kembali padanya" Aku tak
tahu. Dan itu membuatku gila. Aku mengatupkan rahang dan bergegas menuju mejaku sendiri,
membanting pintu di belakangku. Dan kemudian aku berjalan
mondar-mandir. Seperti seorang pria yang segera menjadi ayah di
luar ruang bersalin, menunggu untuk melihat apakah sesuatu yang
tak ternilai harganya akan keluar dengan selamat.
Seharusnya aku mengatakan kepadanya. Tadi malam. Ketika aku
punya kesempatan. Aku seharusnya menjelaskan betapa berartinya
dia bagiku. Apa yang kurasakan tentangnya. Kukira aku punya
waktu. Kupikir aku akan mudah menyatakannya, perlahan-lahan
berusaha sampai kesana. Tolol. Kenapa aku tidak bilang saja padanya"
Terkutuk. Mungkin dia sudah tahu. Maksudku, aku membawa dia ke
apartemenku, aku tidur meringkuk dengannya. Aku memujanya. Aku
bercinta dengannya tanpa pelindung tiga kali. Dia seharusnya tahu.
Erin diam-diam memasuki ruangan. Aku pasti terlihat begitu kacau,
karena wajahnya melunak penuh simpati. "Jadi, Kate dan Billy
sedang bicara, ya?" Aku mendengus. "Apa aku terlihat begitu jelas?"
Ia membuka mulutnya, mungkin untuk mengatakan padaku ya, tapi
menutupnya dan mulai bicara lagi. "Tidak. Aku sudah tahu kamu,
Drew." Aku mengangguk. "Kau ingin aku berjalan-jalan" Lihat apa yang bisa kulihat...atau
kudengar?" "Kau pikir itu akan berhasil?"
Dia tersenyum. "CIA akan beruntung memiliki aku."
Aku mengangguk lagi. "Oke. Ya. Lakukanlah, Erin. Lihat apa yang
sedang terjadi." Dia berjalan keluar. Dan aku kembali ke berjalan mondar-mandir
dengan gelisah. Dan mengacak-acak rambutku sampai berdiri seperti
habis disambar petir. Beberapa menit kemudian, Erin muncul kembali. "Pintunya tertutup,
jadi aku tidak bisa mendengar apapun, tapi aku mengintip kedalam
melalui kaca. Mereka duduk di mejanya, saling berhadapan. Tangan
Billy menyangga kepalanya, dan Kate mendengarkan dia berbicara.
Tangan Kate ada di lutut Billy."
Oke. Billy sedang menuangkan isi hatinya. Dan Kate bersikap
simpatik. Aku bisa menerimanya. Karena dengan begitu Kate akan
menghancurkan dia, bukan" Kate akan mengatakan padanya untuk
pergi saja. Bahwa Kate sudah move on - menemukan seseorang
yang lebih baik. Benar, kan"
Benar, kan" Astaga, ayolah setuju saja kalian denganku.
"Jadi...apa yang harus kulakukan?"
Erin mengangkat bahu. "Semua yang bisa dilakukan hanyalah
menunggu. Dan menunggu apa yang akan Kate katakan ketika
mereka selesai." Aku tidak pernah pintar dalam urusan menunggu. Tak peduli
seberapa keras orangtuaku mencoba, aku tak pernah bisa menunggu
sampai pagi di hari Natal untuk mengetahui apa yang kudapat. Aku
seperti Indiana Jones kecil - mencari dan menggali sampai aku
menemukan setiap hadiahnya.
Kesabaran mungkin sebuah keutamaan, tapi itu bukan salah satu
sifatku. Erin berhenti di ambang pintu. "Kuharap kau berhasil, Drew."
"Terima kasih, Erin."
Dan kemudian dia pergi. Dan aku menunggu. Dan berpikir. Aku
memikirkan raut wajah Kate ketika ia menangis di mejanya. Aku
memikirkan tentang kepanikannya ketika dia melihat Warren di bar.
Apakah hanya itu artiku baginya" Sebuah selingan" Sebuah sarana
untuk mencapai tujuan dia sendiri"
Aku mulai mondar-mandir lagi. Dan berdoa. Kepada Tuhan, aku
tidak bicara lagi dengan-Nya sejak aku berusia sepuluh tahun. Tapi
aku bicara dengan-Nya sekarang. Aku berjanji dan aku bersumpah.
Aku membarter dan mengemis - dengan khusyuk.
Bagi Kate agar memilih aku.
Sembilan puluh menit terpanjang dalam hidupku, suara Erin
Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendesis keluar dari interkom di mejaku.
"Ada yang datang! Ada yang datang! Kate, arah jam sembilan."
Aku menunduk di balik mejaku, menjatuhkan pena dan penjepit
kertas ke lantai. Aku mendorong kursiku keatas, merapikan
rambutku, dan mengacak-acak kertas sehingga terlihat seperti aku
sedang bekerja. Lalu aku mengambil napas dalam-dalam.
Mengumpulkannya bersama. Saatnya permainan. Kate membuka pintu dan berjalan masuk.
*** Dia terlihat...normal. Benar-benar dirinya sendiri. Tidak ada rasa
bersalah. Tidak ada kecemasan. Tidak memedulikan dunia.
Dia berdiri di depan mejaku. "Hai."
"Hei." Aku memaksakan diri untuk tersenyum dengan santai.
Meskipun jantungku berdebar di dadaku. Mirip seperti binatang
sebelum disembelih. Aku seharusnya berbasa-basi jadi aku tidak terlihat terlalu
bersemangat - terlalu tertarik. Tapi aku tidak bisa mengatasinya.
"Jadi...Bagaimana urusannya dengan Billy?"
Dia tersenyum lembut. "Kami mengobrol. Kami mengatakan
beberapa hal yang kurasa perlu di dengar oleh kami berdua. Dan
sekarang kita baikan. Benar-benar baikan, sebenarnya."
Oh Tuhan. Dapatkah kalian melihat pisau menyembul dari dadaku"
Ya - pisau yang baru saja dia puntir. Mereka mengobrol - mereka
baikan - benar-benar baikan. Kate balikan lagi dengannya.
Persetan. "Itu bagus, Kate. Jadi misi berhasil, ya?" Aku seharusnya menjadi
seorang aktor. Aku layak mendapat Academy Award setelah ini.
Alisnya berkerut. "Misi?"
Ponselku berdering, menyelamatkan aku dari mimpi buruk suatu
percakapan. "Halo?" Ini dari Steven. Tapi Kate tidak tahu itu. Aku memaksa
suaraku terdengar kuat. Bersemangat. "Hei, Stacey. Ya, sayang, aku
senang kau menelepon."
Selalu mencetak skor lebih dulu. Ingat"
"Maaf Aku tidak bisa ketemu denganmu hari Sabtu. Apa yang
sedang kulakukan" Tak ada yang penting - sebuah proyek kecilku.
Sesuatu yang sudah coba kuselesaikan untuk sementara waktu. Ya,
aku sudah selesai sekarang. Ternyata itu tidak sebagus seperti yang
kukira." Ya, ucapanku sudah kuperhitungkan. Ya, Kuharap kata-kataku
menyakitinya. Apa yang kalian harap akan kukatakan" Ini aku yang
sedang kalian bicarakan di sini. Apakah kalian sungguh berpikir aku
akan duduk santai seperti orang tolol sementara Kate memberiku
penolakan" Tidak mungkin. Aku mengabaikan kebingungan Steven di seberang telepon dan
memaksa paru-paruku tertawa. "Malam ini" Tentu saja aku senang
bertemu denganmu. Baiklah, aku akan membawa taksi."
Kenapa kalian menatapku seperti aku si bajingan itu" Aku
memberikan semua yang kumiliki pada Kate, semua yang aku
sanggup berikan. Dan dia menolakku. Aku membuka jiwaku
padanya - dan aku tahu betapa cengeng kedengarannya. Tapi
memang benar. Jadi jangan menatapku seperti aku orang jahat,
karena - untuk sekali ini aku bukan.
Aku mencintainya. Demi Tuhan, aku sungguh mencintainya. Dan
sekarang, ini membunuhku. Aku merasa seperti salah satu pasien
UGD yang dadanya di belah terbuka dengan alat pembentang tulang
rusuk. Dengan ponsel masih di telingaku, akhirnya aku memandang Kate.
Dan sesaat, aku tidak bisa bernapas. Kupikir dia akan marah,
mungkin kecewa karena aku mencampakkan dia lebih dulu. Tapi itu
bukan bagaimana ekspresinya.
Pernahkah kalian melihat ekspresi seseorang yang tertabrak mobil"
Aku pernah melihatnya. Matthew dan Jack pada masa remaja kami,
pada suatu kesempatan tidak cukup cepat bergerak setelah berjalan
menuju seorang wanita yang mengemudi terlalu cepat. Ketika
mereka tertabrak - muncul ekspresi ini. Ini hanya terlihat beberapa
detik. Seluruh wajah mereka menjadi pucat pasi...dan kosong.
Kurasa itu syok, seperti mereka tidak percaya apa yang baru saja
terjadi ternyata benar-benar terjadi pada mereka.
Seperti itulah ekspresi Kate saat ini.
Seperti aku menampar wajahnya.
Kalian pikir aku harus merasa bersalah karena membuatnya jadi
seperti itu" Kalian ingin aku menyesal" Well sayang sekali. Aku
tidak bisa. Aku tidak akan. Dia yang membuat keputusannya. Dia
yang membuat pilihannya. Sekarang dia bisa menelannya.
Aku menutupi gagang telepon. "Maaf, Kate, aku harus menjawab
ini. Sampai ketemu saat makan siang, oke?"
Dia berkedip dua kali. Kemudian berbalik dan berjalan keluar dari
kantorku tanpa bicara. *** *going comando: no panties at all ;)
Bab 18 Setelah Kate Pergi, keadaan menjadi...samar. Bukankah itu cara
orang selalu menggambarkannya" Korban suatu bencana kecelakaan
kereta api" Bahwa disaat-saat setelah itu, segalanya tidak jelas.
Tidak nyata. Aku memberitahu Erin kalau aku sakit. Senyumnya sedih dan iba.
Sebelum aku masuk lift, aku menoleh ke kantor Kate, berharap
untuk melihatnya lagi. Hanya menyiksa diriku.
Tapi pintunya tertutup. *** Di luar hujan. Hujan di musim dingin. Hujan yang membasahi
pakaianmu dan membuatmu menggigil luar dalam. Itu tidak
mengangguku. Aku berjalan pulang ke apartemenku, mati rasa dan bingung. Seperti
zombie dari suatu film horor beranggaran rendah yang tidak
bereaksi, bahkan ketika ia memotong kakinya sendiri dengan gergaji.
Tapi ketika aku membuka pintu apartemenku, saat itulah
kesadaranku mulai bekerja kembali. Ketika aku mulai bisa
merasakan lagi. Dan merasakan Kate.
Di mana-mana. Aku masih bisa melihat matanya, sayu oleh gairah. Aku mendengar
bisikannya di telingaku saat aku jatuh di tempat tidurku. Aroma
tubuhnya menutupi bantalku. Dan aku tidak bisa melupakan
kenyataan bahwa dia berada di sini beberapa jam yang lalu. Dan aku
bisa menyentuh, memandang, dan menciumnya.
Dan sekarang aku...tidak bisa.
Ini seperti ketika seseorang meninggal. Dan kalian tidak percaya
mereka benar-benar pergi karena kalian baru bertemu mereka
kemarin. Mereka berada di sana denganmu. Masih hidup dan nyata.
Dan itu adalah memori yang kalian kenang - momen yang paling
membuatmu berduka. Karena itu adalah momen yang terakhir.
*** Kapan terjadinya" Itulah yang aku sendiri juga tak tahu. Kapan Kate menjadi begitu
penting bagiku dan bahwa aku tidak berfungsi tanpa dirinya"
Apakah itu ketika aku melihatnya menangis di kantornya" Atau
pertama kalinya aku menciumnya" Mungkin hal itu terjadi ketika
Anderson menghinanya, dan aku ingin menghajarnya untuk itu.
Apakah saat malam pertama di bar" Pertama kali aku menatap mata
cokelat tak berujung dan tahu aku harus memilikinya"
Atau di sini" Di apartemenku" Dalam salah satu momen dari ratusan
kali aku menyentuhnya... Oh Tuhan, kenapa aku tidak menyadarinya lebih awal"
Berminggu-minggu - berbulan-bulan - terbuang. Semua wanita
yang aku tiduri. Yang wajahnya sendiri bahkan tidak kuingat. Setiap
kali aku membuatnya marah. Ketika aku bisa saja membuatnya
tersenyum. Berhari-hari aku bisa saja mencintainya. Dan membuat
dia mencintaiku. Hilang. Wanita lebih cepat jatuh cinta daripada pria. Lebih mudah dan lebih
sering. Tapi ketika pria jatuh cinta" Kami jatuh lebih keras. Dan
ketika keadaan menjadi buruk. Ketika bukan pihak pria yang
memutuskannya" Kami tidak bisa berjalan pergi.
Kami merangkak. *** Aku seharusnya tidak mengucapkan kata-kata itu. Di kantorku. Kate
tidak seharusnya menerima itu. bukan salahnya dia tidak
menginginkan apa yang kuinginkan. Bahwa dia tidak merasakan apa
yang kurasakan. Oh Tuhan, ini mengerikan. Bunuh saja aku.
Dimana peluru nyasar dari pengendara liar yang penembak dari
dalam mobil ketika kalian memerlukannya"
Pernahkah kalian merasa seperti ini" Apakah kalian pernah
memegang sesuatu yang berarti...segalanya untukmu" Mungkin
kalian menangkap bola home run ketika bola itu terbang di atas
pagar stadion" Atau melihat foto diri sendiri yang berasal dari suatu
momen indah tak terlupakan" Mungkin ibumu memberi kalian
sebuah cincin warisan milik neneknya nenekmu" Apapun itu -
kalian melihatnya dan bersumpah bahwa kalian akan menjaga
selamanya. Karena benda itu spesial. Berharga.
Tak tergantikan. Dan kemudian suatu hari - kalian tak tahu bagaimana atau kapan
terjadinya - kalian menyadari benda itu hilang.
Lenyap. Dan kalian sedih karenanya. Kalian akan memberikan apa pun untuk
menemukannya lagi. Untuk mendapatkannya kembali, di mana
seharusnya berada. *** Aku meringkuk di sekitar bantal. Aku tak tahu berapa lama aku di
sana, tapi waktu berikutnya saat aku membuka mataku dan melihat
keluar jendela, di luar sudah gelap. Apa yang kalian pikir mereka
lakukan sekarang" Merayakan mungkin. Pergi keluar. Atau mungkin
tetap di rumah. Aku menatap langit-langit. Ya, itu adalah air mata. Cairan
penyesalan. Silakan - panggil aku cengeng. Panggil aku tukang merengek. Aku
layak mendapatkannya. Dan aku tidak peduli.
Tidak lagi. Apa menurut kalian Billy tahu betapa beruntungnya dia" Betapa di
berkahinya dia" Tentu saja dia tidak tahu. Dia si idiot yang membiarkan Kate pergi.
Dan aku adalah idiot yang tidak bisa menjaganya.
Mungkin mereka tidak akan bertahan. Mungkin mereka akan putus
lagi. Ketika Kate menyadari dia pantas mendapatkan yang lebih
baik. Tapi kurasa itu tidak akan membuat perbedaan bagiku, ya kan"
Tidak setelah apa yang kukatakan padanya. Tidak setelah aku
mengakibatkan ekspresi itu di wajahnya.
Ya Tuhan. Aku berguling dari tempat tidur dan jatuh ke arah tempat sampah.
hampir tidak berhasil sampai di sana sebelum aku muntah dan
tersengal. Dan apapun yang ada dalam perutku.
Dan pada saat itu - aku di sana sedang berlutut. Saat itulah aku
berkata pada diriku sendiri bahwa aku terkena flu. Karena...manusia
kacau ini tidak mungkin diriku yang sesungguhnya.
Selamanya tidak mungkin. Jika aku sekedar sakit, maka aku dapat minum aspirin, tidur
sebentar, dan aku akan merasa lebih baik. Aku akan menjadi diriku
lagi. Pada akhirnya. Tapi kalau aku mengakui bahwa aku sudah
remuk. Jika aku mengakui bahwa hatiku telah hancur menjadi jadi
ribuan keping...maka aku tak tahu kapan aku pernah akan sembuh
lagi. Mungkin tidak pernah.
Jadi aku kembali ke tempat tidur. Untuk menunggu saja.
Sampai aku sembuh dari flu.
*** Bab 19 Jadi begitulah. Itu kisahku. Kebangkitan. Kejatuhan. Akhir. Dan
sekarang - di sinilah aku - Alexandra dan Matthew menyeretku ke
restoran jelek ini, di mana aku baru saja selesai menceritakan kepada
mereka kisah yang hampir sama seperti yang sudah kuceritakan pada
kalian. Ketika aku berumur enam tahun, aku belajar naik sepeda. Sama
seperti semua anak-anak ketika mereka pertama kali belajar naik
sepeda, aku jatuh. Sering. Setiap kali itu terjadi, Alexandra adalah
orang yang ada di sana. Dia membersihkan debuku, mencium
lecetku dan meyakinkanku untuk naik lagi. Jadi wajar saja kalau aku
berharap kakakku akan bersikap penuh kasih tentang patah hatiku.
Lemah lembut. Simpatik. Tapi apa yang aku peroleh adalah, "Kau sungguh-sungguh idiot, kau
tahu itu, Drew?" Aku yakin kalian mulai bertanya-tanya kenapa kami memanggilnya
Si Menyebalkan. Nah, ini untuk kalian.
"Menyedihkan?" "Ya, menyedihkan adalah persis dirimu sekarang. Apakah kau tahu
kekacauan apa yang sudah kau buat" Aku selalu tahu kau manja dan
egois. Malah, aku adalah salah satu dari orang-orang yang
membuatmu jadi seperti itu. Tapi aku tidak pernah berpikir kau
orang bodoh." Hah" "Dan aku berani bersumpah kau lahir dengan testis."
Aku tersedak oleh minumanku. Dan Matthew tertawa.
"Aku serius. Aku ingat dengan jelas saat mengganti popokmu waktu
bayi dan melihat organ kecil yang lucu tergantung di sana. Apa yang
terjadi dengan organ itu" Apakah menyusut" Menghilang" Karena
itulah satu-satunya alasan yang bisa kupikirkan untuk menjelaskan
kenapa kau berperilaku seperti pengecut menyedihkan tak punya
nyali." "Demi Tuhan, Alexandra!"
"Tidak, kurasa bahkan Tuhan tidak bisa memperbaiki ini."
Kemarahan meresap ke dalam dadaku. "Aku benar-benar tidak butuh
ini sekarang. Bukan darimu. Semangatku sedang jatuh - kenapa kau
malah mengomeliku?" Dia mencemooh, "Karena tendangan cepat di pantat adalah apa yang
kau butuhkan untuk bangkit lagi. Apa kau pernah
mempertimbangkan ketika Kate mengatakan bahwa mereka 'benarbenar baikan,'
mungkin maksud dia mereka tidak bermusuhan"
Bahwa mereka telah memutuskan untuk menjadi teman" berpisah
secara damai" Jika kau tahu setengah saja tentang wanita seperti
yang kau pikir kau tahu, kau akan memahami bahwa tidak ada
wanita yang ingin mengakhiri hubungan sepuluh tahun dengan
saling membenci." Itu bahkan tidak masuk akal. Mengapa ada orang yang ingin
berteman dengan seseorang yang biasanya dapat di ajak bercinta tapi
tidak bisa lagi" Apa gunanya" "Tidak. Kau benar-benar salah."
Dia menggeleng. "Tetap saja, kalau kau bertindak seperti seorang
laki-laki bukannya seorang anak kecil yang terluka, kau akan
Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengatakan kepadanya bagaimana perasaanmu."
Sekarang dia membuatku jengkel. "Apa aku terlihat seperti bajingan
untukmu" Karena aku bukan. Dan tidak mungkin aku akan pergi ke
sana dan mengejar seseorang yang ingin bersama dengan orang
lain." Sebuah ekspresi yang belum pernah kulihat sebelumnya menyapu
wajah Alexandra. Setidaknya belum pernah ditujukan padaku.
Ekspresi kekecewaan. "Tentu saja tidak, Drew. Kenapa kau harus mengejar seseorang,
Istana Berdarah 2 Kisah Si Bangau Putih Bu Kek Sian Su 14 Karya Kho Ping Hoo Sumpah Palapa 21