Pencarian

Hujan Punya Cerita 1

Hujan Punya Cerita Tentang Kita Karya Yoana Dianika Bagian 1


PROLOG " Kelvin, jangan terlalu ketengah." Kinanthi mengeluarkan seluruh tenaganya untuk berteriak.
Anak laki-laki berumur tujuh thun itu tdk menggubris teriakan mamanya. Dia semakin
menengah. Menyongsong gulungan ombak Pantai Kuta yg berkejaran menepi. Cuaca hari ini
cerah. Sangat cocok untuk bermain air atau sekedar berjemur santai.
Baju atas Kelvin sudah tanggal sejak 20 menit lalu. Teronggok begitu saja disamping mamanya
yg duduk santai dibawah pohon kelapa. Anak itu hanya mengenakan celana pendek 3/4. Ujung2
celananya basah, lengket dgn butiran pasir. Rambut pendek cepaknya terlihat bersinar. Teraliri
bulir2 keringat yg bercampur air laut. Kelvin menikmati liburannya hari itu.
" Ombaknya seru, Ma!" Kelvin berteriak balik. Tidak kalah kencang.
Kie nyaris saja berdiri kalau suaminya tdk meraih lengannya. " Biar aku yg menyusul Kelvin,"
kata laki-laki itu. Bibirnya menyungging senyuman ringan.
Kie mengangguk. Setuju akan usul suaminya.
Laki-laki bermata sipit itu beranjak dari tempat duduknya disamping Kie. Kakinya melangkah
maju. Dua langkah kemudain, dia berbalik lagi, sepasang matanya menatap Kie. " Ayo ikut,"
ajaknya. " Lebih seru kalo kita basah-basahan bersama."
"Aku disini saja, sayang."
" Ayolah." Laki-laki itu menarik jemari Kie tanpa mengulur waktu. Mereka berdua menghampiri
Kelvin yg asyik bermain ombak dibatas pantai.
Angin pantai Kuta siang itu sejuk. Pepohonan kelapa yg tumbuh disekitar pantai mengembuskan
semilir angin yg begitu tenang. Menyeruakan aroma khas kehdupan dilaut. Hiruk pikuk
pengunjung juga memberikan nuansa asyik tersendiri.
" Sini, Ma....." Kelvin membelah air laut dgn kakinya. Butiran air asin itu mengenai ujung kain
pantai yg terlilit dipinggang Kinanthi.
" Kalau ku tambahi bgaimana?" suami Kie tdk mau kalah. Dia meraup air dan memercikanny ke
arah Kie. Mereka saling lempar satu sama lain, hingga sama-sama basah. Saling mendorong, berkejaran di
ambang pantai, bahkan sesekali terjungkal diatas pasir basah.
*** Waktu2 berat yg menorehkan kenangan sudah berlalu. Sekarang Kie sudah bersuami, dan telah
dikarunai anak laki-laki tampan bernama Kelvin. Dia juga sudah terbiasa memanggil suaminya
dgn panggilan 'Sayang'. Sudah terbiasa menghabiskan waktu berdua. Mengawali kencan
pertama. Ciuman disudut ruang. Bergandengan tangan. Berpelukan untuk menyelusuri perasaan
masing-masing. Menatap dlm diam. Hingga pertengkaran kecil yg terselesaikan beberapa hari
selanjutnya. Semua itu menciptakan cinta baru di hati Kie. Mengikis kenangan-kenangan
bersama seseorang beberapa waktu lalu.
'Walaupun kenangan-kenangan itu terkikis seiring berjalannya waktu, ada satu nama yg tdk
pernah terhapus dari hatinya'
'Ranggadipta' Laki-laki berkulit eksotis yg slalu mengisi celah2 dihatinya. Laki-laki yg saat ini jauh diujung
pulau. Laki-laki yg rela membuang kenanangan di Indonesia. Termasuk menghapus Kinanthi
dari kenangannya. " Paman Rangga sudah lama nggak kirim kabar," celetuk Kelvin, seolah-olah bisa membaca
pikiran mamahnya. " Kelvin mau kirim postcard dari Bali, pa. Siapa tau Kelvin dibawakan
mainan lagi dari Jepang. Boleh kan, Pa?"
Laki-laki itu mengangguk. " Pasti boleh, sayang." katanya dgn suara tenang. " Sekalian saja
Kelvin minta paman Rangga pulang. Sudah lama kita nggak berkumpul."
Kelvin mengangguk senang.
BAB 1 Rangga menatap kertas putih yg tertempel di papan pengumunan Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Airlangga Surabaya. Semester ini dia sudah mengambil KKN. Ini tentu akan menjadi
pengalaman baru baginya. Akan ada banyak objek yg bisa dibidik dgn Nikon kesayangannya.
Terlebih tujuan KKN selalu tempat2 yg masih asri dipedesaan. Pasti akan menjadi sesuatu yg tak
terlupakan. Kata teman2, hari ini kelompok KKN dibagikan. Anggota tiap kelompok akan diberitahukan
lewat papan pengumuman. Pembagian anggota dgn sistem acak dan ditentukan langsung oleh
pihat universitas. Besar kemungkinan dlm suatu kelompok terdiri dari mahasiswa berbagai
fakultas. Kesempatan ini bisa dijadikan sebagai sarana untuk berinteraksi dgn mahasiswa lain.
" KKN itu nggak terlupakan. Kamu terjun ke masyarakat, bergaul dgn mereka, lalu mendapatkan
banyak pengalaman baru, dan yg paling nggak terlupakan.....bnyak yg cinlok loh selama KKN."
Rangga teringat wejangan seniornya beberapa hari lalu, yg diikuti derai tawa.
Dibalik kesan positif, tdk sdikit pula yg memberikan kesan negatif selama menjalani KKN.
" Bgaimana bisa menarik, lokasi KKN selalu ditempat terpencil. Dipelosok yg nggak ada
internet! Listrik pun ala kadarnya. Sinyal antara ada dan tiada. Udah gitu,....tiap hari harus masak
sendiri. Ribet pokoknya.!"
Setelah mematikan rokoknya, Rangga mulai menyusuri kertas putih itu. Mencari namanya
disana. Kertas satu...,namanya tdk ada.
Lanjut ke kertas dua..., tidak ada juga.
Kertas ketiga..., itu dia, namanya ada dipojok bawah. Rangga menengok sekali lagi, memastikan
bahwa yg tertulis dikertas ketiga itu memang namanya. Benar, tdk salah lagi. Tercetak
Ranggadipta Hadiwijaya dideretan nama kertas ketiga. Dari FIB jurusan sejarah. Itu memang
benar dirinya. Dia masuk ke kelompok lima disebuah desa di Bojonegoro. Nama2 yg tertera dikertas itu asing
semua. Itu berarti, dia tdk sekelompok dgn teman2 sekelasnya--yg juga berarti dia mendapatkan
anggota kelompok dari fakultas lain.
Itu pasti menjadi sesuatu yg menarik. Rangga suka travelling dan blm pernah mengunjungi
daerah Bojonegoro sebelumnya. Siapa tau dari KKN kali ini bnyak pengalaman baru yg bisa
dipetiknya. Kalau begitu, hal yg tak boleh terlupa adalah Nikon kesayangannya. Tdk masalah jika desa
tersebut belum dijangkau internet. Bagi Rangga bisa mengabadikan moment penting adalah hal
yg tdk boleh dilewatkan. Pemandangan dipedesaan yg masih asri lebih menarik ketimbang
sekedar koneksi internet.
Siplah.... Rangga meninggalkan papan pengumuman itu dgn hati ringan. Seringan anganangannya untuk menggali pengalaman baru selama KKN berlangsung.
BAB 2 Kinanthi -Kie- menatap lembaran kertas putih yg tertempel di papan pengumuman fakultas
ekonomi. Kepalanya sdikit mendongak. Hari ini kelompok KKN dibagikan, sekaligus penentuan
tempat untuk KKN. Harapannya hanya satu, : bisa sekelompok dgn orang yg dikenalnya. Kadang Kie benci dgn hal2
baru seperti ini. Dia tdk suka dgn perubahan. Bagi Kie, 'beradaptasi dgn orang2 baru yg berbeda
sifat' adalah salah satu betuk perubahan ekstrem.
Dengar2, KKN itu menyusahkan. Dalam KKN, para perempuan sering menjadi korban untuk :
masak, bersih2 rumah kontrakan yg ditinggali selama KKN, belanja, dan hal2 ribet semacamnya.
Selain itu, antar anggota juga harus sabar menyatukan ide demi terwujudnya progam. Padahal,
dlm satu anggota kelompok bisa saja terdiri dari 20 anggota, Kie tdk bisa membayangkan
susahnya mencari kesepakatan dari bnyak orang.
Blm lagi, KKN diadakan didesa, yg pastinya susah sinyal ponsel. Tanpa koneksi internet, listrik
ala kadarnya dan hal2 yg menyusahkan lainnya. Susah bagi Kie untuk bisa menyesuaikan diri
dgn bnyak orang yg baru dia kenal. Dia lebih suka berkutat dgn laptopnya ketimbang harus
bersosialisasi dgn orang2. Dia lebih suka menjelajar internet ketimbang harus berpura-pura
ramah kepada orang lain. Jemari Kinanthi menyusuri deretan nama kertas putih yg ditempelkan dipapan pengumuman dgn
jari telunjuknya. Satu..., namanya tdk ada.
Dua..., namanya juga tdk ada dilembar itu.
Kie mencoba sabar, lalu beranjak ke kertas selanjutnya.
Tiga..oh...,namanya ternyata tercantum dilembaran kertas ketiga. Kie memastikan sekali lagi.
Tdk salah lagi, yg tercantum dilembar kertas ketiga adalah namanya. Kinanthi Olivia, dari
Akuntasi, FEB-fakultas ekonomi bisnis- UNAIR, dia mendapatkan tempat KKN di Bojonegoro,
tepatnya di Desa Dander, kecamatan Sumber Arum.
Kie menelusuri nama lain yg sekelompok dgnnya di desa Dander. Berharap ada orang lain yg
dikenalnya, setdknya sekelas di salah satu mata kuliah atau sejurusan dgn dga. Atau kalau tdk,
teman SMA yg berasal dari fakultas lain. Kie mulai gelisah. Dari berderet nama itu tak ada
seorang pun yg dikenalnya. Memang ada beberap mahasiswa FEB, tp nama2 itu begitu asing
dibenak Kie. Dia sekelompok dgn mahasiswa dari fakultas lain. Sekelompok dgn orang2 baru yg tdk pernah
ditemuinya. Rasa cemas tiba2 melanda pikirannya. Membayangkan, apa yg harus dilakukan
dipertemuan pertama dgn orang2 baru. Kata2 apa yg harus diucapkan. Sikap seperti apa yg harus
ditunjukan. Semua itu semakin membuat Kie khawatir.
" Eh, aku sekelompok sama Kinanthi ya! Syukurlah. Setidaknya ada teman yg kukenal."
Kinanthi menoleh saat sebias suara menyapa gendang telinganya dgn lembut.
Krisanti. Oh, ternyata dia melewatkan nama teman sekelasnya itu, dia akn sekelompok dgnnya
saat KKN nanti. Dia tdk mengenal gadis ini secara resmi. Hanya tau nama karena namanya
memang cukup terkenal, dan cuku terkejut dia jg tau nama Kie. Mereka hanya sekelas dimata
kuliah pengantar praktpk pengauditan dan Akuntansi Biaya. Untunglah, stidaknya ada orang dia
'kenal' dlm kelompok itu. Dia sdikit senang.
Gadis itu berdiri disana dgn ekspresi gembira. Dia cantik dan populer dikelasnya. Otaknya encer.
Krisan seorang model. Tubuh dan wajahnya sadar kamera. Photogenic. Sosoknya sering muncul
dimajalah fashion yg ama di Surabaya. Tak jarang wajahnya yg cantik itu terpasang di beberapa
baliho dan iklan kota. Kabarnya, Krisan akan meniti karier diJakarta stelah merampungkan
studinya. Postur Krisan memang menunjang untuk menjadi seorang model. Semampai, dgn tinggi badan
nyaris mencapai 170 cm. Wajahnya persegi, begitu tegas dgn pipi bulat yg slalu tampak merona
dgn polesan blush on. Bulu matanya lentik. Krisanti tdk pernah lupa menyapukan maskara untuk
mempertegas bulu matanya yg indah itu. Rambut Krisan panjang wavy, jatuh menjuntai
menyentuh punggung. Keningnya ditutup poni straight yg begitu tipis. Dia memberikan sapuan
warna blonde pada rambutnya itu. Cara berpakaiannya slalu eye catching, fashionable, dan
trendy. Kie pernah mendengar kisah hdup Krisanti, ada garis keturunan Turki didarahnya.
Kie tersenyum manis pada Krisan. " Iya, kita sekelompok," timpalnya singkat.
" Syukurlah," balas Krisan senang. " setidaknya ada yg kukenal dikelompok ini."
Krisan melanjutkan membaca lembaran kertas putih itu. Beberapa menit kemudian, dia terpekik
girang. Sebuah nama yg tertulis dibawah namanya menarik perhatiannya.
" Kie, ada seorang lg yg kukenal dikelompok ini. Dia dari Fakultas Ilmu Budaya, prodi sejarah.
Namanya Ranggadipta."
Kinanthi ikut melongok ke sebuah nama yg ditunjuk Krisan. Disana, tertera sebuah nama :
'Ranggadipta Hadiwijaya', dari FIA. Bagi Kie, Apa menariknya seorang Ranggadipta ini. Kie
blm pernah bertemu dan tdk mengenal siapa laki-laki itu.
" Syukur deh," ucap Kie basa basi.
"Oh ya, Kie. Senin nanti kita kumpul di auditorium kan" Kita akan dipertemukan dgn anggota
dari fakultas lain."
Kie menganggukan kepala. " Bareng, yuk." Krisan mengerling.
Sejenak berpikir, Kie mengangguk lg. Ada sebersit rasa canggung yg menderanya. Dia memang
bersyukur, ada Krisan yg sekolmpok dgnnya. Walaupun tdk terlalu akbrab dikelas, setidaknya
dia tau gadis itu. Namun, tetap saja, kie masih merasa sdikit aneh. Krisan berbicara sangat
akbrab kepadanya, dgn cara riang dan ekspresi ceria--seolah mereka sudah kenal sejak lama dan
saling dekat sama lain. BAB 3 Kie dan Krisan datang ke auditorium terlalu awal. Baru ada beberapa gelintir mahasiswa disana.
Mahasiswa2 itulah yg nantinya akan diterjunkan untuk KKN. Wajah2 asing, dgn jaket almamater
dari berbagai jurusan berbeda.
Setelah menandatangani daftar hadir, Kie dan Krisan mencari tempat duduk sesuai nomer yg
ditentukan berdasarkan urutan kelompok.
Dalam 10 menit kemudian, jumlah mahasiswa diruangan luas itu mulai bertambah. 20 menit
kemudian, mendekati acara dimulai, ruangan ber AC itu mulai terasa penuh sesak. Beberapa
DPL-dewan pembimbing lapangan- yg diterjunkan untuk KKN sudah menempati tempat
masing2. Seorang laki2 jangkung datang beberapa menit setelah pidato dimulai, mengendap-endap
membungkukan punggung diantara kerumunan. Dia terlambat beberapa menit. Laki2 itu
menyeka keringat dgn punggung tangannya. Napasnya tersengal-sengal. Hari ini, dia lupa kalau
ada pertemuan antarkelompok di auditorium kampus. Dia terlalu asyik dikegiatan klub
backpacer. Kalau saja salah satu senior tdk mengingatkannya, mungkin dia tdk datang ke
auditorium ini. Setelah bertanya kepada petugas absensi, dia segera menuju ke sudut kanan ruangan.
Langkahnya tegap. Terkesan tergesa-gesa untuk ukuran tubuhnya yg sekitar 175 cm. Dia kurus,
terkesan jungkies dgn kulit eskotis sdikit kecokelatan. Mungkin warna kulitnya itu hasil dari
hobinya sbagai backpacer.
Rambutnya hitam legam, sdikit acak-acakan karna habis berlari selama beberapa menit. Panjang
hingga menyentuh kerah baju. Berbelah tp dgn poni tipis bermodel shaggy. Tetesan keringat
menempel dihelai anak rambut yg menjuntai disekitar daun telinganya.
Laki2 itu berkacamata. Bingkai hitam persegi memberikan kesan cerdas. Beberapa helai dari
poni dirambutnya jatuh menyentuh kacamatanya. Dia memiliki tulang rahang tegas dgn
pandangan tajam. Sekilas, fitur2 yg ada diwajahnya terlihat seperti Ramon Y. Tungka- hanya
saja laki2 ini sdikit lebih jangkung dan kurus.
" kelompok 5?" Rangga memastikan sebelum mengambil tempat duduk diantara kelompok
tersebut. Beberapa mahasiswa yg hadir sebelum Rangga menganggukkan kepala.
Ekspresi excited tergambar diwajah Rangga saat para DPL menjelaskan medan KKN yg akan
mereka hadapi. Dia memperhatikan penjelasan DPL dgn seksama, lalu merekam semuanya
didlm otak kecilnya. Desa Sumber Arum, Kecamatan Dander, Bojonegoro.
Nama asing yg blm pernah dikunjunginya. Sekalian menambah pengalaman sbagai backpacer.
" Rangga." seseoran menepuknya dari belakang. Suaranya lirih, tp terdengar antusias, "
Ranggadipta Hadiwijaya?"
Rangga menoleh, menangguhkan menyimak untuk sesaat. Keningnya berkerut saat melihat
perempuan berambut panjang blonde dgn sdikit gelombang itu. Rangga sempat salah mengira
bahwa yg memanggilnya barusan adalah perempuan berambut lurus yg ada disamping
perempuan blonde itu. Namun, yg menatapnya adalah sepasang bola mata grey ditambah rambut panjang bergelombang
blonde, didukung dgn kulit putih pucat dan hidung mancung. Rangga ragu sejenak, urung
menimpali sapaan perempuan itu. Ada bule yg ikut KKN tahun ini. Namun aneh, logat bicaranya
saat memanggil nama Rangga tdk terdengar seperti orang asing. Selain itu, disampingnya duduk
seorang perempuan lokal dgn wajah kalem. Sepertinya, perempuan itu teman si gadis blonde ini.
" Hei, aku Krisanti, Rangga. Kamu lupa?"
kerutan didahi Rangga mengendur. Matanya membulat seketika, terkejut. Selanjutnya, terpasang
senyum lebar dibibirnya yg tipis dan berbentuk seperti gunung. " Krisanti Larasati?"
Gadis itu mengangguk mantap. Dia lega, ternyata tdk salah menyapa orang.
" Aku pangling!" pupil mata Rangga membesar. " Kamu kelihatan beda." Rangga setengah syok.
Rangga baru sadar kalau gadis itu mengenakan contact lens berwarna grey. Membuatnya benar2
asing dimata Rangga. Krisan terkekeh. " Eh, ternyata kita sekelompok loh."
"Oh ya, kupikir nggak ada yg kukenal dikelompok ini," tukas Rangga.
" Masa tdk bertemu beberapa semester saja sudah membuatmu lupa padaku?" Krisanti pura2
cemberut. Rangga dan Krisan terlihat akrab, seperti teman lama yg sudah lama tdk ketemu, lalu
dipertemukan lg sbagai anggota yg sama dlm kelompok KKN.
Perempuan berambut lurus disamping Krisan menyimak percakapan keduanya dlm diam. Bola
matanya beralih pelan, dari laki2 berkacamata itu ke Krisan. Tiba2, rasa cemas kembali
menderanya. Ada keinginan untuk bisa akrab dgn orang lain, tp mengawali percakapan dgn
orang yg baru dikenal adalah hal sulit bagi gadis itu.
Rangga tertawa lebar, " Bukan begitu, kamu benar2 berubah. Aku jg nggak terlalu
memperhatikan nama2 orang yg sekelompok dgnku."
Tiba2 Krisan tersadar. Dia terlalu bnyak mengobrol dgn Rangga, hingga nyaris melupakan
seorang teman yg sejak tadi duduk tenang disampingnya.
" Oh iya, Ngga. Perkenalkan ini Kinanti, panggilannya Kie." Krisan menoleh pada teman
disebelahnya. Rangga memutar bola matanya, menatap sosok yg diperkenalkan Krisan dgn eksresi ramah.
Gadis berwajah kalem tadi.
Gadis yg dikenalakan Krisan tersenyum simpul. Senyum tipis yg nyaris tak terlihat.
Kie tampak pendiam. Hanya menanggapi percakapan seperlunya. Rambutnya hitam legam.
Panjangnya nyaris menyentuh punggung, dan lurus. Berbelah tp dgn poni miring ke kanan.
Rambutnya dibiarkan natural begitu saja, lurus tanpa diberi pewarna. Tanpa touching macam2
ala rambut Krisan. Sepasang jepit rambut pink terjepit di atas telinga, membuat anak2 rambut tdk
menutup pandangan matanya.
Sepasang anting bermata merah delima terpasang ditelinganya yg berdaun tegas, dgn ujung
menumpul. Wajahnya berbetuk bulat telur, dgn fitur2 khas yg memberi kesan tenang. Sepasang alis hitam
sdikit tebal yg nyaris bertaut, menaungi sepasang matanya yg berbentuk almond. Bola mata
berwarna cokelat gelap memberi kesan cerdas pada gadis itu. Kelopak matanya sdikit lebar,
menyambung dgn bulu mata lentik tanpa polesan maskara. Hidungnya berbentuk turned-up.
Tulang hidungnya panjang berlekuk dgn tulang hidung sdikit mencuat, hampir menyerupai
cekungan. Pipinya bulat sempurna, sdikit merona karna kulit gadis itu begitu putih. Lengkap dgn
bibir kecil mungil diatas dagunya yg bersudut tumpul. Sekilas, bibir gadis itu terlihat seperti
Drew Barrymore. Gadis itu memang tdk setinggi Krisan, mungkin tingginya sekitar 160cm. Namun, bentuk
tubuhnya proposional dan menarik.
" Kinanti. Panggil saja Kie." gadis itu mengulang untuk ketiga kalinya karna sepertinya Rangga
melamun. Rangga gelalapan. Entah apa yg ada dipikirannya.


Hujan Punya Cerita Tentang Kita Karya Yoana Dianika di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Rangga." ucap Rangga tersenyum salah tingkah.
*** "Kinanti. Panggil saja Kie." Kie mengulang kalimatnya lg. Sudah tiga kali. Sepertinya, laki2 yg
dikenalkan Krisan padanya sdang memikirkan sesuatu. Laki2 itu melamun dan mengabaikan
perkenalannya. " Rangga." akhirnya, dia merespon. Dia sdikit gelagapan dan terlihat gugup.
Laki2 bernama Rangga itu tersenyum. Senyumannya lebar. Begitu khas dan tampak supel. Dia
juga tdk canggung dgn perkenalan mereka.
Krisan sempat bercerita tentang Rangga. Seorang backpacer dan penyuka fotografi. Kie
mengulas senyum. Sama tipisnya dgn senyum sebelumnya.
Laki2 jangkung dgn kulit sdikit kecokelatan itu tampak cuek. Rambut lurusnya yg menyentuh
kerah dan berponi tipis sdikit acak-acakan memberi kesan manly pada Rangga.
Wajahnya bulat telur dgn tulang pipi tegas dan rahang keras. Tulang pipi tegas diwajahnya tdk
memberi kesan kejam karna dagunya nyaris berbentuk belah. Matanya oval, dgn sudut melancip
tegas seperti mata elang. Sepasang alis dgn pangkal tebal dan menipis dibagian ujung menaungi
kelopak matanya yg memiliki lipatan tipis, nyaris samar. Cuping telinganya mengeras, dgn
bentuk telinga menyudut kedalam. Hidungnya berbentuk greek, bertulang panjang, lurus dan
terkesan kuat. Terlihat serasi dgn bibirnya yg berbentuk busur menggunung. Bibir atas tipis, dgn
bibir bawahnya sdikit tebal. Bibir itu melebar jika Rangga tersenyum, memamerkan deretan
giginya yg rapi, tp bertaring gisul.
" Krisan pernah bercerita tentang kamu." Kie gelagapan. Hal tersulit baginya adalah
berkomunikasi dgn orang asing. Dia bingung untuk menimpali obrolan Rangga. Sepertinya, Kie
perlu kursus khusus untuk menambah pengetahuan tentang bgaimana membuka percakapan dgn
orang baru. Rangga tersenyum, " Kalian satu kelas?"
Kie mengangguk, " iya..., satu kelas dibeberapa matkul dan nggak begitu dekat."
" Wah, untunglah. Aku benar2 terpisah dari teman2ku, nih." Rangga menatap Kie lewat
kacamata tipisnya. Mereka berhenti sejenak, mendadak serius. DPL mulai memberikan beberapa bimbingan
mengenai KKN. Apa saja yg harus dilakukan selama KKN, termasuk proker universitar yg wajib
dijalankan. " jadi yg paling utama kalian harus bisa menyatu dgn maryasakat. Saling belajar bersama."
himbu DPL.. " KKN dilaksanakan dua minggu kedepan selama liburan semester. Tp, jangan terlalu serius, yg
santai saja. Anggap saja ini liburan bermanfaat, agar kalian bisa mendapatkan bnyak pengalaman
baru." Dia berdeham sejenak. Lalu, " Kabarnya, banyak yg cinlok juga ya?" guraunya.
Spontan, para mahasiswa diruang auditorium tertawa bersama.
BAB 4 Kie mengenakan kaus putih berlengan panjang dan sebuah rok polos sebatas betis berwarna
putih tulang. Scraft berwarna ungu tua yg disimpul longgar melingkari lehernya. Sepasang
sepatu flat berwarna cokelat tua tanpa kaus kaki menaungi kakinya. Rambutnya di ikat tinggi
dibelakang kepala. Berhiasan ikat rambut berwarna ungu. Pipinya memantulkan warna merah
karena terik matahari yg masuk melalui kaca bus.
Kie duduk disebelah jendela. Berada diurutan paling ujung setelah Krisan dan Rangga. Cuaca
mendung, awan hitam menggantung diluar jendela bus. Kie menatap langit sejenak, lalu segera
menutup telinga dgn earphone yg tersambung dgn ipod kesayangannya.
Jarak Surabaya-Bojonegoro bisa ditempuh kurang lebih selama empat jam. Cuaca semakin tdk
bersahabat, terlebih saat melewati tol yg menuju ke kota Gresik. Angin penjemput hujan seolah
bergerak bebas disepanjang jalan tol. Countainer2 besar melintas pelan, membawa barang
angkutan yg terlihat berat. Kendaraan2 besar itu bergerak merayap dgn kecepatan labil.
Kie tdk pernah menyukai perjalanan jauh. Terlebih lg karna keadaan jalan sangat tdk
mendukung. Mendung, dan perjalanan terasa memualkan karna jalan tol sudah mulai rusak. Dia
mendesah, ingin membenamkan diri dikamar kesayangannya. Terlarut bersama buku2 ekonomi,
berkutan dgn hitungan pembukuan dilajur debet kredit lengkap dgn kedipan kursor yg menyala
dilaptopnya. Ditemani dgn koneksi internet untuk sekedar googling, Kie betah berlama2
dikamarnya. Lamunan singkat itu membuatnya lupa sejenak tentang KKN. Namun, dia kembali tersadar saat
lelaki yg duduk diujung bangku menepuk pundaknya.
" Aku ingin cepat sampai, lalu mengambil foto kalian berdua," katanya sambil memainkan lensa
kameranya. Sebuah senyum hambar terkulum dibibir Kie. Kie tahu Rangga hanya ingin menghiburnya.
Tatapan mata Rangga yg tajam seolah-olah menegaskan bahwa semua akan baik2 saja. Namun
kie blm bisa tenang sekarang. Dia masih blm terbiasa dgn lingkungan baru, apalagi dgn orang2
yg baru dikenalnya. Salah satu teman sekelompok mengambil gitar yg sengaja dibawa Rangga. Selanjutnya, sayup2
terdengar melodi ceria di dlm bus.
Rangga ikut bergabung dgn teman yg lain. Walaupun bibirnya terbuka ikut bernyanyi, tangannya
asyik memainkan tombol kameranya. Mengabadikan momen2 ceria didlm bus. Membidik
beberapa angle saat mereka berangkat KKN.
Krisan sdikit terhibur. Bibirnya ikut terbuka, menyanyikan nada seperti petikan gitar.
" Suaramu bagus," puji Krisan pada Rangga.
Rangga menaikan alis kanannya, " Baru tahu?"
Krisan mendengus, " Ternyata sama saja, percuma ngomong sama kamu."
Rangga terkekeh. Banyak yg berubah sejak kali terakhir mereka bertemu. Dulu, Rangga dan
Krisan memang sahabat sejak kecil. Kemana2 slalu berdua, berangkat berdua, bermain berdua,
kotor2an juga berdua. Namun, sejak kuliah, jadwal mereka jadi sangat padat, bahkan tdk ada
waktu untuk bertemu. " Aku punya band diSurabaya," kata Rangga.
" Sudah bnyak yg berubah, ya." Krisan menimpali.
Rangga mengangguk sekali lg, " Kamu juga, saking cantiknya, aku sampai pangling."
Krisan terdiam, meresapi kata2 yg barusan keluar dari bibir Rangga. Tanpa sadar, pipinya terasa
merona, mungkin sekarang sudah memerah. Cepat2 Krisan memalingkan wajah ke jendela bus.
Tanpa sadar, dia mengawasi Kie. Wajahnya terlihat suram dgn sepasang earphone yg terjejal ke
lubang telinganya. Sesekali, Kie tersenyum simpul.
" Kok senyum2 sendiri?" tanya Krisan tiba2, membuat Kie kaget.
Kie menggeleng pelan, " Lagu favoritku." senyum Kie melebar. Tanpa dia sadari, Rangga sudah
mengatur fokus lensanya, mencuri gambar wajah Kie yg terbalut senyum simpul dgn background
jendela bus. Diluar, langit gelap. Titik2 hujan itu perlahan jatuh kebumi.
BAB 5 Bus yg ditumpangi mahasiswa peserta KKN berhenti di pendopo Kabupaten Bojonegoro.
Mereka dikumpulkan jadi satu untuk disambut secara formal oleh bupati setempat.
Krisan mengambil tempat duduk disamping Kie, sementara Rangga mengambil tempat duduk
disamping Krisan. Posisi duduk mereka sama seperti saat di bus.
Pidato panjang penyambutan bergema dibangunan beratap joglo tersebut. Mereka mulai bosan,
beberapa dari mereka mulai kelaparan. Saking bosennya, beberapa diantaranya sempat tertidur
dikursi. Rangga mulai menekan tombol kameranya. Sesekali dia mencuri foto hal2 yg menurutnya
menarik. Kie terlarut dgn dunianya seperti biasa. Walaupun tampak memperhatikan pidato dgn
seksama, sbenarnya pikiran Kie sudah melayang kemana2.
Hanya Krisan yg terlihat serius memperhatikan. Dia memang mahasiswa rajin, tangan kiri
memegang note kecil, tangan kanan memegang bolpoin hitam. Cara duduk Krisan tampak tegap.
Rambutnya yg bergelombang menjuntai lemas ke ujung punggung. Sepasang mata Krisanti
lebar, berbentuk daun yg menipis dibagian ujung. Kelopak matanya membentu lipatan lebar,
memberikan kesan sayu pada matanya. Dagu Krisan membentuk sudut tumpul, senada dgn daun
telinganya yg jg berujung tumpul.
" Kamu nggak bosan?" Rangga terheran. Krisan terlalu serius. " Ini cuma sekelumit pidato
membosankan." Krisan menoleh menatap Rangga, lalu tersenyum. " Nggak."
Rangga menguap, " Kie?"
Krisan menoleh kpada Kie, " Sejak dibus tadi, Kie asyik dgn dunianya sendiri tuh."
Krisan menempelkan jari telunjuknya kebibir, mengisyaratkan Rangga agar diam. Membuat
Rangga mendengus bosan. Dia menoleh pada Kie yg terlihat tenang seperti biasa. Rangga sdikit
menyesal, seharusnya dia membawa sesuatu yg bisa didengarkan seperti punya Kie.
Entah bgaimana, bagi Krisanti, isi pidato itu sangat penting. Wajah Krisan serius, dia mengalihkan pandangan
bergantian, dari sang pembawa pidato ke note kecil yg ada di genggamannya.
Setelah puas mencatat, Krisan menoleh lg kpada Rangga. Pemuda bergigi gingsul itu masih
asyik mengambil gambar2, termasuk beberapa gambar mahasiswa yg ketduran karna bosan
mendengarkan pidato penyambutan.
" Lain kali kamu harus memotretku." Krisan tertawa.
" Tentu saja," komentar Rangga singkat. " tp, kamu kan sudah biasa difoto," celetuknya.
" Boleh kupinjam kameramu?" Krisan mulai bosan.
Rangga menaikan alis kanannya sambil terkikik. Merasa menang. " Akhirny, kmu bosan juga."
Krisan mencibir, " pinjam kameramu."
" Boleh."Rangga menyodorkan kameranya pada Krisan.
Tangan Krisan sibuk memainkan tombol kamera Rangga, memperhatikan foto2 yg sudah ada.
Bibirnya tersenyum tanpa henti. Ada2 saja foto yg diambil Rangga. Beberapa kali Krisan
mengomentari foto Rangga. Tak jarang komentar2 Krisan membuat Rangga tertawa. Hasil
captured Rangga benar2 luar biasa dan terlihat natural. Krisan tertegun sejenak dibeberapa foto
terakhir yg diambil Rangga. Potret Kie. Wajah polos Kie yg terlihat lugu dan elegant, ekspresi
saat Kie melamun, sosok Kie yg diambil dari samping saat gadis itu menyelami dunianya dgn
earphone. Bahkan, senyum simpul Kie yg terlihat hdup, yg bahkan tdk disadari Krisan kpan Kie
tersenyum seperti itu. Krisan mengalihkan pandangannya,dari kamera-Rangga-gambar Kie.
Krisan tau, Rangga memang hobi mengambil gambar, tp terlalu aneh jika menemukan satu objek
sama dikamera Rangga. " Kmu pernah dengar istilah: foto yg bagus adalah foto yg jujur." Krisan menutup bibir dgn
tanganny, menahan kuap yg tiba2 mendera.
Rangga mengangguk, " Ya. Foto yg jujur adalah foto yg natural kan?"
Krisan mengangguk setuju. " foto2 yg ada disini....sbagian besar terlihat natural."
Rangga mengangkat alis kanannya, " Mungkin, karna apa yg kutangkap adalah gambaran
perasaanku saat itu."
Krisan mengerutkan kening. Belum mengerti maksud dari ucapan Rangga. " maksudnya" Kmu
menuangkan perasaan kmu disini?"
Rangga mengangguk sekali lg. Sepasang matanya seperti melirik Kie sekilas. Rangga tdk sadar
bahwa kilat dimatanya saat menatap Kie tertangkap oleh Krisan.
" Perasaanku mempengaruhi hasil gambar yg kuambil. Coba deh perhatikan gambar2 itu.
Gambar2 sebelumnya."
Krisan mencari gambar2 awal.
" Itu, gambar senja distasiun Malioboro kuambil saat aku bersedih. Terkesan suram kan?"
Krisan mengmati potret Malioboro pd senja hari. Rangga benar. Ada perasaan sepi saat di
menatap potret senja berwarna merah keemasan itu.
" bgaimana?" Rangga menelengkan kepalanya. "kmu merasakan sesuatu?" Rangga berhenti
sejenak. " Kie, km nggak mau lihat" Biar nggak bosan."
Kie kaget, tdk menyangka Rangga tiba2 menegurnya. Dia tersenyum sekilas sambil melorotkan
earphone dari telinganya. Ada sdikit rasa canggung yg tergambar di raut wajah Kie.
"Iya, foto senjanya bagus," kilah Kie dgn kalimat sangat pendek. Salah tingkah. Dia tdk tau,
harus menimpali dgn kalimat apalagi.
Krisan mengangguk. Jemarinya bergerak lg, menyusur ke gambar lain. " aku merasa gembira
saat melhat gambar ini." Krisan menunjuk gambar kumbang yg sdang mengelilingi kelopak
bunga mawar merah. Rangga tersenyum, " Oh, itu....., itu ku ambil saat aku sdang senang." dgn suara pelan, dia
bilang, " Aku baru mendapat kiriman uang dari rumah"
Krisan nyaris tertawa mendengar bisikan Rangga, begitu pula Kie yg merasa tergelitik dgn
perkataan Rangga barusan. Sadar situasi bahwa mereka tengah berada dipertemuan formal,
Krisan pura2 cemberut. Kie kembali menjejalkan erphone ke telinganya. Mata Krisan masih
menatap layar kamera Rangga. Jemarinya masih asyik memindahkan gambar satu kegambar
lainnya. " Aku nggak sabar ingin cepat2 sampai ditempat KKN dan mengambil foto kalian berdua."
Rangga menepuk bahu Kie. Melirik gadis itu sambil tersenyum padanya.
Rangga menangkap gurat terkejut diwajah Kie. Seolah tersadar dari dunianya yg jauh dari dunia
nyata. Ada satu hal yg disadari Rangga tentang Kie, gadis itu hanya merespons seperlunya, dgn
gayanya yg kalem dan sdikit kuluman senyum dibibir mungilnya. Rangga tau bahwa gadis itu
tak banyak bicara. Ekspresi yg tergambar diwajahnya sulit ditebak.
Kie tdk menimpali kalimat Rangga. Hanya sdikit melengkungkan senyum yg terkesn
dipaksakan. Kesan sama seperti kali pertama mereka berkenalan diauditorium.
Kie slalu sibuk dgn musik ditelinganya. Seolah musik adalah bgian terpenting yg tdk bisa
dipisahkan. Rangga diam2 mulai memperhatikan sgala sesuatu tentang gadis itu. Tentang Kie-Kinanthi....
Krisan memperhatikan Rangga dan Kie dlm diam. Tatapan mata Rangga saat melihat Kie terlihat
berbeda. Ada sebait puisi dimata Rangga saat menatap Kie. Sebait puisi yg susah dijabarkan dgn
logika. Krisan mulai gelisah. Apakah tatapan Rangga pada Kie bisa dikategorikan sbagai tatapan
suka" Dlm menyukai seseorang, ada pihak yg merasa bahagia, tp tak sdikit jg ada pihak yg
merasa terluka.. ** Acara penyambutan dipendopo kabupaten berlangsung lebih dari tiga jam. Stelah rombongan
dibubarkan secara formal, mereka kembali lg memasuki bus untuk diberangkatkan menuju ke
kecamatan masing2. Hujan mulai turun. Kecil2 dan membuat titik2 embun yg berangsur menumpuk dikaca bus. Kie
menyandarkan kepalanya dikaca. Dia mulai menikmati perjalanan. Awalnya, dia sempat bepikir
bahwa perjalanan terasa membosankan karna jalan berlubang dan bergelombang. Pemandangan
di tempat baru itu blm pernah ditemui di Surabaya. Rel2 kereta api yg sudah tua tampak
bersilang. Menyatu seperti miniatur dlm etalase mainan. Kereta tujuan semarang-cepu-tubanlamongan beberapa kali melaju dibelakang pembatas rel yg berwarna merah putih. Pohon2 jati
terlihat menghijau. Lengkap dgn warna tanah pedas. Persawahan yg lembut menghampar luas,
seperti permadani hijau. Kie sangsi, apakah ditempatnya menginap nanti akan ada listrik apa
tidak. Sebuah ddraha panjang terembus dari lubang hidung Kie. Sejauh ini, dia tdk merasa baik2 saja.
Dia blm tau apa yg akn terjadi sesampainya dilokasi.
Bus akhirnya berhenti stelah perjalanan panjang yg melelahkan. Langit Dander cerah, pdahal
beberapa menit yg lalu hujan mengguyur wilayah Bojonegoro. Para peserta KKN dikumpulkan
dipendopo kecamatan, kemudian disalurkan ke desa2 yg dituju.
Rangga berdiri disamping Kie. Kie diam2 melirhknya. Antusias masih tergambar dimata Rangga
yg tajam. KKN ini bagi Rangga sungguh menyenangkan. Sejak pertama menginjakan kaki ke
Dander, dia sudah suka dgn atmosfer khdupan dikecamatan ini. Senyum Rangga terkulum samar.
Ada sesuatuyg tersembunyi dibalik senyumnya.
" Dari sini kita naik apa?" Krisan menyenggol lengan Rangga.
Para peserta KKN berbaris sesuai kelompok masing2, kelompok 5 berada ditengah2. Jumlai
kelompok yg akan disebarkan ke desa lokasi KKN ada 10 kelompok.
Rangga mengendikan bahu," katanya, ada mobil kecamatan yg menjemput kita.
Krisan menghembuskan nafas lega.
" Kmu pikir apa" Jalan kaki?"
Krisan mengernyit, "Nggak juga sih, Rangga. Tapi, nggak mungkin kita disuruh naik motor kan"
Motor yg kita bawa dari Surabaya blm diturunkan dari truk pengangkut barang."
" tp, dngar2, yg bawa motor bisa mengendarai motornya sendiri."
Krisan mengernyit tdk percaya. Sudut bibirny terangkat sambil menatap Rangga dgn ekspresi
datar. " Dgn bawaan sbanyak itu naik motor?"
"Nggak usah seheboh itu deh," Rangga terkekeh. Merasa menang karna berhasil mengerjai
Krisan. " Ada satu Unit mobil yg disediakan untuk mengangkut barang bawaan kita."
Krisan memicingkan mata, " perasaan, sejak tadi ,kmu ngerjain aku terus."
Rangga menaikan sbelah alisnya. Wajahnya terlihat jail seperti biasa. Krisan mulai gemas. Tanpa
sadar dia mencubit lengan Rangga. Laki2 jangkung itu mengaduh kesakitan.
" Nah! Itu..., mobil pengangkut barang bawaan sudah tiba." Rangga menunjuk kijang bercat biru
yg mendekat. Dibelakangnya, menyusul anvanza hitam yg siap mengantar para peserta kelokasi
KKN. " Cuma dua" Satu untuk barang" Satu untuk peserta?" Krisan protes lg. Unit mobil yg disediakan
tdk sbandin dgn jumlah peserta KKN. Jika dhtambah barang bawaan peserta, mana mungkin dua
mobil bisa muat" " Dua mobil untuk peseserta KKN plus barang bawaan." Rangga menceletuk.
Kali ini Krisan memandangnya dgn tatapan curiga.
" Kali ini aku serius, Krisan," kilah Rangga cepat. " Beberapa yg bawa motor di harapkan untuk
bawa motor sendiri, kalau bisa berboncengan." Rangga menyampaikan intruksi yg td
disampaikan pak camat dipidatonya. "Apa boleh buat, transportasinya terbatas. Lg pula, lokasi
KKN terpencil." " Kamu bawa motor?" Krisan menuju truck pengangkut motor yg baru sampai.
Rangga mengangguk. Dia mengekor dibelakang Krisan. Motornya jg dititipkan di truk
pengangkut barang. Krisan menoleh sejenak, melirik Kie. Kie terlihat sibuk bercakap2 dgn DPL. Beberapa lembar
kertas putih diserahkan DPL kepada Kie karna peserta lain sibuk dgn barang2 yg baru diturunkan
dari truk. Setelah menurukan motornya, Krisan menghampiri Kie. Kali ini, Kie sibuk memilahmilah barang bawaan yg caris bercampur dgn peserta KKN lain.
" Kie, mau naik motor bareng aku" Titipkan barang bawaanmu ke mobil."
Krisan berdiri mematung ditempat. Rangga mendahuluinya, menawarkan tumpangan motor pada
Kie. " Mau ya?" Rangga stengah memaksa.
Kie mempertimbangkan jawaban.
" Kalau kamu naik mobil yg disdiakan panitia, nanti bakalan rebutan dgn peserta lain. Lebiah
baik kamu boncengan sama aku." Rangga meyakinkan.
Kie ragu, hingga akhirnya dia mengangguk sambil tersenyum tipis. Rangga benar. Kalau dia naik
mobil dgn peserta lain, bisa2 dia pingsan karna harus rebutan dgn bnyak mahasiswa.
" Krisan tau jalan menuju ke lokasi, karna dia termasuk tim survei. Jadi, jangan khawatir tersesat.
Aku akan mengikuti Krisan." Rangga menepuk bahu Kie, Kie terkejut.
Stelah berkata seperti, Rangga melambaikan tangan kpada Krisan, memintanya untuk mendekat.
Krisan tersadar dari lamunannya.


Hujan Punya Cerita Tentang Kita Karya Yoana Dianika di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Apa yg dilihatnya barusan" Ada rasa suka yg tergambar dimata Rangga untuk Kie. Prasangkanya
saat di pendopo kabupaten tdi tdk salah, saat dia melihat foto2 Kie dikamera Rangga.
" Kita pergi baren yuk. Kamu didpan." Ucap Rangga.
Krisa mengangguk. Anggukan lemah yg di dlmnya terdapat seribu satu pertanyaan. Benar2
mengusik ketenangannya. ** Dua motor itu melaju dijalanan berbatu. Motor Krisan dan motor Rangga yg berboncengan dgn
Kie. Jalan itu menghubungkan kantor kecamatan dgn desa tempat mereka KKN. Krisan melaju
dgn kecepatan sedang di dpan motor Rangga.
" Kie.... Kie?" Rangga melirik Kie dari kaca spionnya. Gadis itu sama sekali tdk bersuara.
" Hm.?" sahut Kie singkat.
" Kamu masih hdup kan?" Rangga mulai bercanda.
Kie terbeliak, lalu tersenyum. Ada bebera hal yg sdang diresapi saat ini. Persawahan yg
membentang luas didpannya, jalan sempit yg dia lalui bersama Krisan dan Rangga, serta suasana
tenang yg ada disekitarnya. Membuat Kie berpikir, suasana ini jauh dari suasana hiruk pikuk
kota dgn mobilitas yg sangat cepat itu. Bahkan, tdk ada gedung atau perkantoran besar
disepanjang jalan. Yg ada hanya warung2 kecil dgn makanan tradisional. Sejenak Kie berpikir,
hal2 seperti ini tdk memerlukan pembukuan rumit untuk menghitung laba-rugi. Pasti tdk perlu
pusing meninjau naik turunnya valas, pun sibuk mengamati koneksi internet untu terus update
info2 teraktual. " Kie?" ulang Rangga.
" Ya." lagi2, jawaban pendek. " Aku sdang memikirkan sesuatu. Membandingkan kehdupan
disini dgn dikota." Rangga menghela nafas panjang. Meresapi tiap kata yg diucapkan Kie. Dia tdk menyangka,
gadis yg terlihat pendiam itu memiliki pemikiran lain diotaknya.
" Misalnya?" selidik Rangga. Dia ingin memperpanjang komunikasinya dgn Kie.
" Memikirkan lajur debet-kredit dipembukuan. Memikir untung-rugi. Atau naik turun valas. Ya,
hal2 semacam itu." Kie tertegun sejenak. Dia menyadari sesuatu, pors4 bicaranya pada Rangga
mulai bnyak. Entah karna apa, mungkin karna Rangga memang pribadi yg mudah bergaul dgn
siapapun. Rangga mengangguk sejenak. Dia tau kalau Kie sejurusan dgn Krisan di FEB. Pastinya, hal2
seperti itulah yg stiap hari digelutinya, perhitungan rumit yg berhubungan dgn debet-kredit,
aktiva2 diperusahaan, valas, dan hal2 lain yg menurut Rangga terlampau rumit.
" Aku suka keadaan tenang seperti ini." Rangga jujur. " Karna itu aku suka backpacking,
membuatku bisa meredam kepenatan otak sejenak, melupakan hiruk pikuk di kota untuk
beberapa waktu." Kie mengangguk mengerti. Backpackin" Dia blm pernah melakukan backpacking sebelumnya.
Mamahnya terlalu sibuk mempersiapkan Kie untuk menjadi penerusnya diperusahaan. Awalnya,
Kie merasa sdikit terpaksa menuruti kemauan mamahnya untuk kuliah dijurusan Akuntansi.
Namun, lama2 dia mulai bisa menhkmatinya, walaupun kadang Kie merasa bosan dgn
rutinitasnya yg itu2 saja.
" Kok kayaknya tegang begitu, Kie?" Rangga melirik Kie dari Spion. Kie terlihat tercenung dijok
belakang. Gadis dibelakangnya mengangguk samar. Ini kali pertama dia boncengan dgn laki2 yg baru
dikenalnya. Sbelum ini, mamahnya slalu menyiapkan supir yg siap mengantar Kie kemana saja.
Rangga tersenyum tipis. Apa yg membuat gadis itu tegang" Suasana didesa ini bgitu nyaman.
Udaranya sejuk. Polusi tdk sbanyak di Surabaya. Dikanan kiri hanya trdapat sawah dan
perladangan luas, bkn pabrik tinggi yg menyilaukan mata. Bahkan, tak jarang mereka melewati
parit kecil yg airnya masih jernih, blm tercemar limbah pabrik. Hanya saja, jalanan sdikit
bergelombang. Sbagian ruas jalan berlubang. Mulai lubang kecil, hingga lubang besar yg begitu
dalam. Lubang2 itu kadang tertutup genangan air hujan, membuat roda motor menjadi licin.
Lubang2 itu membuat pantat pegal.
" Knapa tegang?"
Gadis itu menggeleng, " Entahlah," jawabnya singkat.
Rangga memelankan laju motornya. Tangan kirinya bergerak kebelakang, meraih tangan Kie yg
terasa dingin, lalu menarik sepasang tangan Kie kedepan. Rangga memasukan tangan Kie kedlm
saku jaketnya. " Pegangan. Dgn begini kamu nggak bakalan tegang." Rangga tersenyum. " Kalau dimasukan
kesaku jaketku, tanganmu bisa sdikit menghangat."
" Eh, tapi...." Kie salah tingkah.
" Jangan khawatir. Pinggangku lg jomblo, nggak ada yg bakalan marah." Rangga terkekeh.
Kie nyaris mengeluarkan tangannya dari saku jaket Rangga, tetapi urung. Sepasang tangannya yg
kedinginan menghangat saat berada disana. Secarik perasaan tenang menjalar ke dada Kie.
Mungkin karna tangannya yg dingin mulai menghangat.
Perlahan, Kie mulai menikmati perjalanannya menuju ke lokasi KKN bersama Rangga.
*** Dua rumah berdampingan disewa untuk tempat tinggal selama KKN. Rumah disebelah barat
untuk para perempuan, sdangkan rumah sbelah timur untuk laki2. Jarak rumah itu begitu dekat,
berdampingan dan hanya dibatasi sejengkal tanah yg ditumbuhi pohon mangga.
Sepuluh laki2 dan sembilan perempuan.
Mereka terliahat sibuk mengatur persiapan untuk 'rumah baru' yg mereka tempati. Beberapa
menyiapkan spanduk besar bertuliskan 'POSKO KKN'. Spanduk itu dipasang didpn rumah untuk
mempermudah kunjungan DPL. Dalam jangka waktu tertentu, DPL berkunjung untuk memantau
kinerja para anggota. " Spanduk ini enaknya dipasang dimana?" Adin, sang ketua kelompok terlihat kebingungan.
Tdk ada yg menggubris Adin. Smua sibuk dgn pekerjaan masing2. Ada yg membersihkan
rumah, menata barang, membongkar dari mobil pengangkut barang, beberapa ada yg berebut
mandi. " Pasang saja disitu, Din. Antara rumah laki2 dan perempuan. Disitu kan terlihat jelas," saran
Rangga menunjukan tempat strategis untuk memasang spanduk.
Adin mempertimbangkan lalu mengangguk setuju.
" Bantuin aku, Ngga. Aku ngambil tali dulu."
Rangga mengangguk. Spanduk yg tadi dibawa Adin beralih ke tangannya. Sekilas, mata Rangga
melirik kerumah perempuan.
Krisan terlihat sibuk memilah-milah barang. Dia kesusahan menenteng koper besarnya. Rangga
merasa ada yg kurang. " Kie, kemana gadis itu?" batinnya.
Sepasang mata Rangga menangkap sosok Kie. Gadis itu sdang membagikan lembaran kertas
putih pada anggota lain. Membagikan kertas itu dlm diam, tp dgn senyum simpul yg begitu tipis.
Samar2 Rangga mendengar bahwa kertas itu dari DPL. Semacam kertas untuk mengevaluasi
kinerja para anggota dlm menjalankan proker, lengkap dgn beberapa petunjuk penting tentang
KKN. " Rangga, ayo sini!" Adin datang lg lima menit kemudian. Membawa seutas tali panjang
bewarna putih. Dia tdk lupa membawa paku besar yg akn digunakan untjuk memasang spanduk
itu. Rangga mengikuti langkah Adin. Mereka berpencar. Rangga memegang sisi kiri spanduk
sdangkan Adin memegang sisi kanan spanduk. Sisi kiri berada tepat didpn rumah perempuan,
sdangkan sisi kanan berada tepat didpn rumah laki2. Jarak kedua rumah sempit sehingga
spanduk berukuran jumbo itu bisa terbagi dgn adil.
" Pegang yg kenceng, Ngga. Aku pasang pakunya." Adin memberikan intruksi. Laki2 kerempeng
berambut cepak itu memang cekatan dlm menangani apapun. Tdk salah kalau dia dipilih menjadi
ketua kelompok oleh teman2 yg lain.
Rangga menurut. Adin serius memasang paku. Stelah yakin paku terpasang kuat, dia mengikatkan kain yg sudah
tersambung dispanduk ke paku besar yg dipasang ditembok rumah perempuan.
" Pindah posisi, Ngga."
Rangga menurut. Sekarang, Adin memegang sisi kiri spanduk. Dia melakukan hal yg sama
seperti yg dilakukan di spanduk sisi kanan.
" Selesai!" Adin puas mengamati hasil kerjanya bersama Rangga. " Dgn begini, kalau DPL yg
mengunjungi kita, mereka tdk kebingungan mencari posko KKN kita."
" Yup!" Rangga ikut puas. " Oh ya, Din. Nanti ada rapat perdana, kan" Pukul berapa".
Adin menengok arloji merah yg melingkar dipergelangan tangannya, " Skarang pukul empat
sore. Kita kumpul pukul enam sore dirumah perempuan. Sepertinya, rumah perempuan lebih
strategis untuk dijadikan tempat rapat. Tempatnya lebih luas."
Rangga mengangguk mengerti. Berarti masih ada beberapa jam untuk mandi dan menata barang
yg ada dikoper. Sudah menjadi kesepakatan umum unuk menyebut rumah yg ditempati perempuan sbgai 'rumah
perempuan', dan menyebut rumah yg ditempati laki2 sbgai 'rumah laki2'.
Rangga melangkah masuk untuk mengambil peralatan mandi. Masing2 kamar mandi terletak
diluar rumah. Kamar mandi rumah perempua dan rumah laki2 terletak sejajar.
Rangga harus mengantre dgn tiga anggota lain. Kalah cepat karna harus membantu Adin
memasang spanduk raksasa itu.
" Rangga." Rangga menoleh mencari sumber suara. Krisan melambaikan tangan kpadanya. Dileher Krisan,
tersampir handuk berwarna pink. Tangan kanannya menenteng peralatan mandi yg begitu bnyak.
Rangga tersenyum. Jika hdup berdekatan seperti ini, dia merasa ada jurang pemisah antara laki2
dan perempuan. Dari segi peralatan mandi saja, laki2 bgitu simpel, semantara Krisan, dia
membawa sekotak penuh peralatan mandi yg entah apa isinya.
" Antre mandi, Ngga?"
Rangga mengangguk, " Hari ini rapat perdana pukul enam sore, kan?"
Rangga mengiyakan, " Dirumah perempuan kan ya?"
" Yup..." Sepasang mata Rangga terpaku pada sosok gadis berambut legam yg baru keluar dari dapur. Dia
menuju kamar mandi. Di lehernya, tersampir sbuah handuk berwarna turquoise. Tangan
kanannya menenteng peralatan mandi yg disimpan didlm kotak plastik transparan.
" Kie," sapa Rangga spontan.
Krisan menoleh, mencari sosok yg disapa Rangga.
Kie tesenyum simpul. " Mau mandi, Kie?" Krisan ikut nimbrung.
Kie mengangguk, matanya melongok ke antrean, " Antreannya panjang ya?"
" Kayaknya." Krisan mengeluh. Sebenarnya, dia paling malas jika disuruh menunggu.
Tak lama kemudian, kamar mandi laki2 kosong, sesokok laki2 berambut cepak keluar sambil
mengelap rambutnya dgn handuk. Laki2 itu hanya mengenakan celana pendek,bertelanjang dada
sambil menenteng peralatan mandinya.
" Sudah, Ngga," kata laki2 itu singkat.
Entah ide apa yg terlintas dipikiran Rangga, tiba2 Rangga menghampiri Kie. " Kamar mandi
cowok kosong. Mau pakai duluan?"
Kie menelengkan kepalanya, tdk mengerti.
"Skarang giliranku, sih. Tp, kalau kmu mau pakai duluan nggak papa, kok. Ladies first." Rangga
serius. Kie masih blm bergeming dari tempatnya berdiri. Rangga gerah menunggu.
" Ayo Kie, cepetan! Yg ngantre bnyak, nih." Rangga maju selangkah, menarik lengan Kie,
memberikan kesempatan pada Kie untuk mandi dikamar mandi laki2.
Kie pasrah. Dia tipe gadis yg susah menolak tawaran baik yg diberikan orang lain padanya. Kie
menatap Rangga dlm beberapa detik. Tanpa diucapkan dgn kata2, Rangga tau kalau Kie
mengucapkan kata terima kasih kpadanya. Tanpa sadar, Rangga tersenyum.
Disela langkahnya, Kie berpasan dgn laki2 bertelanjang dada itu. Kie berhenti sejenak. Wajah
laki2 berambut cepak itu sudah tdk asing lg dimata Kie. Kie merasa pernah bertemu dgn laki2 itu
sbelumnya. Namun, dimana", Kie lupa.
Laki2 itu menyampirkan handuknya kejemuran. Saat Kie memandangnya dgn kening berkerut,
laki2 itu menatapnya balik dgn rasa penasaran yg sama.
" Kita pernah bertemu?" Tanya laki2 itu spontan. Tatapannya langsung menghujam pada Kie.
Tinggi laki2 itu setara dgn tinggi Rangga. Dia jg berbadan tegap dan berotot seperti Rangga.
Namun, kulitnya sdikit lebih cerah dibandingkan dgn Rangga. Rambutnya menyentuh leher, dgn
rambut samping menyentuh daun telinga.
Kie menggeleng ragu. Ingin menjawab dgn anggukan kpala, tg dia lupa dimana pernah ketemu
dgn laki2 itu. " Azar," sapa Rangga mengalihkan perhatian laki2 itu.
Laki2 bertelanjang dada itu tersenyum sekilas kpada Kie, lalu mengamati punggung Kie yg
mulai menghilang dibalik pintu kamar mandi.
Kepala Azar masih berdengung. Sosok gadis kalem berambut legam itu memenuhi pikirannya.
Dia yakin pernah bertemu dgn gadis itu sbelumnya.
'Dimana ya"' Azar melangkah masuk rumah dgn kening tertaut.
** Rapat perdana diadakan di 'rumah perempuan'. Tikar digelar diruang tamu, kursi dan meja
diruang tamu sengaja digeser menepi. Seluruh anggota kelompok duduk melingkar diatas tikar.
Mereka memfokuskan diri pada Adin yg sdang membawa buku2 progam kerja dan proposal
sponsorship yg masih blm kelar.
Adin berdehem, " Kita bisa mulai kan?"
Seluruh anggota kelompok menganggukan kepala.
Rangga menyusuri teman2nya satu per satu. Masing2 dari mereka memiliki keunikan satu sama
lain. Matanya tdk bisa menolak untuk berhenti pada sosok Kie. Gadis itu duduk disamping
Krisan dgn menggamit bolpoin.
Kie mengenakan T-shirt pinj dgn short pants jeans berwarna biru muda. Rambut legamnya
digerai ala kadarnya. Sepasang hair pin sewarna dgn T-shirt tersemat diatas poninya. Gadis itu
terlihat berbeda malam ini. Dia terlihat lebih rileks tanpa earphone yg menyumpal sepasang
telinganya. Tanpa sadar Rangga tersenyum.
Rangga kembali mengamati temannya satu per satu. Tatapan matanya berhenti pd Azar yg duduk
bersebangan darinya. Azar terlihat tenang seperth biasa. Dia mencatat intruksi2 hasil rapat yg
diungkapkan Adin. Namun, ada yg janggal dgn Azar. Dia terlihat mencuri pandang kpada Kie,
sesekali. 'Apa ini" Knapa aku merasa gusar"'
" Yuli, tolong catat hasil rapat kali ini." Adin melirik Yuli yg menjabat sbagai sekretaris.
Yuli mengangguk, " Ini hasil rapat malam ini. Kuulangi jika ada yg kurang, tolong diingatkan."
Yuli meruntut. Malam itu terbentuk kesepakatan diantara 'keluarga baru' itu. Cewek maupun cowok harus
bergiliran mencuci piring, yg memasak stiap hari jg giliran, karna sponsor masih kurang, disela
melakukan kegiatan KKN juga harus menyebar proposal sponsorship ke perusahaan2 dikota
Bojonegoro, belanja untuk kebutuhan sehari2 jg harus dilakukan secara bergiliran.
" Pelanggar akn dikenai sanksi berupa denda," tegas Yuli membacakan kesepakatan.
Semua mengangguk setuju. " Oke, untuk masalah rumah tangga clear. Skarang, kita beralih ke proker yg akn kita jalankan
disini." Adin membuka sesi baru dlm rapat.
KKN ini akn berlngsung selama empat minggu, dari pertengahan januari dan berakhir pd
pertengahan febuari. Untk menjalankan progam yg sudah ditargetkan dlm buku panduan KKN
universitas, Adin membagi kelompok KKN kedlm subdivisi.
" Ada empa sub divisi untuk menjalankan progam," kata Adin bijak. Dia membolak balik
lembaran panduan KKN universitas. Sesekali, keningnya berkerut, meresapi maksud yg tertulis
dibuku tersebut. "Stiap divisi terdiri dari lima anggota. Divisi yg kirianya paling berat punya
enam anggota." jelas Adin.
" Inisiatif ya, yg cocok dgn bidangnya, angkat tanganan." Yuli memberi kesempatan. Dha
menyebutkan empat divisi yg akn dibentuk, pendidikan, kesehatan, kesejahteraan,dan
infrastruktur. Para anggota lain saling berbisik. Berbincang memikirkan divisi apa yg cocok dgn keahlian
masing2. Krisan dan Kie tampak serius. Sesekali, krisan mengangguk saat Kie memberi saran, dan
sebaliknya. " Sudah diputuskan?" tanya Yuli akhirnya.
Mereka mengangguk. " Divisi pendidikan siapa?" lanjut Yuli.
" Aku in." Kie angkat tangan.
" Aku juga," Krisan menyusul.
" Aku." Rangga angkat tangan, yg diikuti Azar.
Setelah itu, tdk ada lg yg angkat tangan.
" Empat orang, kurang satu," Yuli mencatat nama2 mereka ke note. " Aku jg masuk ke divisi
pendidikan," kata Yuli akhairnya.
Malam itu, empat divisi untuk menjalankan proker terbentuk. Rapat berlangsung sampai larut
malam. Tiap divisi harus menyusun progam kerja yg akan mereka jalankan selama KKN.
" berhubung aku sekretaris, nggak mungkin aku jd ketua divisi,"tolak Yuli. Dia menawarkan
posish ketua divisi pendidikan pada empat lainnya.
" Aku kurang tegas dlm menyatukan pikiran bnyak orang." Kie jujur.
" Jangan aku. Aku bkn tipe pekerja keras yg pantang menyerah." Krisan berkelit.
Tinggal dua yg blm mengutarakan alasan.
" Aku sudah rangkap jadi bendahar kelompok KKN." Azar menyela.
" No choice, Ngga." Yuli melirik Rangga.
Rangga tampak berpikir. " Oh.., oke. Bolehlah." Rangga tersenyum renyah.
Stelah ketua divisi pendidikan terpilih, mereka membicarakan progam2 yg akn dijalankan selama
KKN. ** " Progam kita, memberikan les untuk anak SD, pembagian bantuan alat tulis ke beberapa
sekolah, membantu tenaga pengajar disekolah2, serta mengadakan lomba cerdas cermat
diminggu terakhir KKN." Rangga membacakan hasil rapat
" Aku butuh sekretaris untuk menjalankan progam ini."Rangga mengamati satu persatu wajah
anggota divisinya. Yuli menggelengkan kepala sejak awal. Dia sekretaris kelompok, tdk mungkin dobel kerja jadi
sekretaris divisi. Krisan sdikit beringsut ditempat duduknya. Dia ingin menawarkan diri untuk menjadi sekretaris
Rangga. Memang, dia kurang suka dgn pekerjaan yg melelahkan seperti itu. Namun,kalau
bekerja sama Rangga, bisa lain ceritanya. Mereka sudah akrab satu sama lain, jd tdk ada kata


Hujan Punya Cerita Tentang Kita Karya Yoana Dianika di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membosankan dlm menjalankan proker. Terlebih, Rangga menyenangkan. Menyenangkan dlm
arti lain, yg membuat Krisan ingin slalu dekat dgn Rangga. Krisan menggerakan
tangannya,hendak menawarnan diri.
" Kie, mau jadi sekretarisku?" tawaran itu terlintas bgitu saja dibenak Rangga.
Kie gelagapan. Rangga menunjuknya bgitu saja.
Krisan terenyak ditempatnya duduk. Dia kalah cepat. Rangga telah menunjuk Kie sbelum dia
sempat mengajukan diri untuk menjadi sekretaris.
" Tugasnya nggak berat. Dan, nggak perlu bnya ngomong kok Kie, cuma dilingkup kecil divisi
ini kok," ucap Rangga menjelaskan seolah memahi karakter Kie.
Kie tampak tdk menolak. Dia mengangguk pelan menerima tawaran Rangga.
Krisan menelan rasa kecewanya. Ini hanya hal kecil, tetapi batinnya terasa mengganjal saat
Rangga menunjuk Kie begitu saja.
Azar memandangi mereka dgn penuh tanda tanya. Seperti ada something antara Kie dan Rangga.
Something yg tdk bisa dijelaskan dgn kata2. Dan itu membuat Azar semakin ingin mengenal
Kie. Gadis berambut legam dgn senyum simpul yg begitu tipis.
" Rencana proker sudah clear malam ini. Meski kita terbagi menjadi empat divisi, kita harus
saling kerja sama." Adin menutup rapat pertama malam itu.
Saat jam menunjukan pkl 12 malam, para laki2 kembali kerumah mereka. Beberapa masih
tinggal untuk mengobrol dan bermain kartu.
BAB 6 Hari pertama tugas divisi pendidikan adalah membantu mengajar di SD setempat. Kie dan Azar
mendapatkan jam pagi, sementara Yuli, Rangga, dan Krisan mendapatkan jam siang. Untuk
menghemat waktu, Yuli-Rangga-Krisan lebih memilih menunggu dikantor guru.
"Nanti kamu yg handle rumus matematika ya. Aku nggak begitu hafal rumus matematika..." Kie
jujur kepda Azar. Dia lebih suka menghitung jalur akuntansi yg membutuhkan ketelitian tinggi
dari pada harus menghafal rumus2 dlm matematika, seperti rumus luas dan keliling, serta rumus
rumit yg ada pada limit dan integral.
Sepertinya mereka berdua adalah partner yg cocok. Kie lemah pd rumus rumit matematika dan
lebih unggul dlm hitungan yg berhubungan dgn ilmu sosial, sdang Azar tdk begitu suka dgn ilmu
sosial dan begitu menggilai rumus rumit dlm ilmu eksak.
"Bahasa Indonesia ini kuserahkan padamu." Azar menyerah, " Aku tdk suka hal2 bertele2 seperti
mencari pokok pikiran dalam paragraf, mencari SPO, atau mencari kata baku, dan sebagainya
itu." Mereka tertawa sbelum masuk kelas. Suasana gaduh siswa tingkat akhir menyambut kedatangan
mereka. Antusiasme positif tiap menerima sesuatu yg baru.
" Kakak berdua akan mengajar disini selama satu bulan."Azaph memberi penjelasan didpan
kelas. "Wali kelas sudah memberi tahu sebelumnya, kan?" lanjutnya ramah sbelum
memperkenalkan diri. Beberapa siswa menggedor2 bangku saking antusiasnya. Beberapa lg tdk sabar menunggu
perkenalan Kie dan Azar. " Kita kenalan dulu ya, adik2." Ayr mengeraskan suaranya. Mengimbangi teriakan2 riuh seisi
kelas. " Iya, kaaak!" terdengar jawaban koor panjang.
Azar nyaris tertawa melihat kelakuan lucu anak2 itu. Pipi laki2 itu terangkat tegas, dgn tulang
rahang yg tdk begitu menonjol karna tertutup pipinya yg sdikit berisi. Suasana mereda walaupun
tdk sepenuhnya hening. Azar memiliki aura luar biasa untuk membuat anak2 itu menurut.
" Ayo kita tanya, siapa sih nama kakak cantik ini?" Azar mencairkan suasana didlm kelas.
Berkomunikasi di dpn kelas dgn gayanya yg khas dan ringan, tdk terkesan menggurui dan
memberi kesan akrab kpada anak2 itu. Dia berhasil mengalihkan perhatian anak2 itu untuk tdk
gaduh. Kie tersenyum simpul. Pipinya merona, ekspresi malu tergambar jelas diwajahnya. Azar adalah
laki2 pertama yg bilang kalau dia 'cantik'. Kie tahu kalau itu hnya kalimat basa basi Azar untuk
menghandle suasana. Tp, tetap saja terasa janggal ditelinganya, dan membuat Kie sdikit merasa
senang. " Nama kakak Kinanthi Olivia. Tp, kalian cukup panggil aku kakak Kie saja, ya."
Suasana dikelas menjadi akrab. Beberapa dari mereka bahkan bertanya tentang pengalaman Kie.
Progam studi yg dipilih Kie di universitas. Alamat rumah Kie, bahkan nomer hp Kie. Blm ada 15
menit, tp anak2 itu sudah terlihat akrab dgn Kie. Azar sempat melongo. Aura yg dikeluarkan Kie
saat berhadapan dgn anak2 terasa begitu menyenangkan. Menunjang pembawaannya yg kalem
dan sederhana. Tanpa sadar, Azar menatap Kie dlm diam begitu lama, larut dlm pikirannya
sendiri. Jika dilihat dari samping, garis2 lembut yg ada pada fitur wajah Kie terlihat
menyenangkan. Dia memiliki bentuk hidung turned up. Kata orang, bentuk hidung yg seperti itu
menggambarkan kepribadian yg penuh optimis, antusias, dan sportif.
" Jadi semuanya hanya tertarik pada kak Kie" Tdk ada yg tertarik untuk berkenalan dgn kakak?"
Azar mengerling akrab kpada anak2 itu,meredakam lamunannya sendiri.
Perhatian mereka cepat teralih. Terlebih lg, anak2 perempuan yg sejak tadi menaruh minat pada
Azar. Saat Azar tersenyum, terbentuk sebilah lipatan dibgian bawah matanya. Memberikan kesan sayu,
bulu matanya lembut dan pendek2, tp terkesan tegas jika dipadukan dgn mata daunnya. Sepasang
matanya sipit, dinaungi alis legam sdikit tebal yg meruncing dibgian ujung. Mata itu memiliki
lipatan tipis yg nyaris tdk terlihat. Hidungnya mancung, agak runcing, dgn lubang hidung sdikit
lebar. Rambut dpan bgian ujung bermodel cepak.
" Kakak belajar apa dikampus?" tanya salah satu dari mereka.
" Coba tebak," timpal Azar jail. Azar bergigi kelinci. Saat dia berbicara, terjadi perpaduan
menarik antara bibir tipisnya dan gigi tengahnya yg sdikit meruncing. Memberi kesan manis dan
menyenangkan. Bibir Azar berbentuk seperti busur panah, dgn ketebalan sama antara bibir atas
dam bibir bawah. Namun, pd saat dia mengatubkan bibir, bibirnya akan terlihat sebaris tipis yg
bgitu menarik. " Belajar jadi artis, kak?" murid perempuan menceletuk.
Terang saja Kie dan Azar tergelak.
"Memang ada pelajaram kayak gitu?" tnya murid lain.
" Kak Azar ini kuliah dijurusan Farmasi." Kie meluruskan, diikuti anggukan Azar. Mereka
smakin antusias saat Azar menerangkan tentang khdupan kampusnya. Praktikum2 menarik.
Pulang pergi rumah sakit. Berkutat dgn tabung2 reaksi.
" jadi, ada yg ingin belajar bareng?" Kalimat terakhir dari Azar sbelum mengakhiri perkenalan.
Tanpa terasa, mereka telah menghabiskan separuh dari waktu belajar untuk perkenalan. Diwaktu
yg tersisa, Kie memberikan tambahan materi bahasa indonesia. Bab yg dibahas tentan cara untuk
menentukan susunan S-P-O dlm sbuah kalimat sederhana.
" Untuk mengidentifikasi S caranya gampang. S bisa ditemukan dgn menjawab pertanyaan
'siapa"'." Tdk hanya menjelaskan secara teori, Kie jg mempraktikan beberapa contoh kalimat. Kelas
serius, tp santai Karna Kie memadukan dgn beberapa game yg terkait dgn materi.
Azar berdiri bersedakep didpn kelas. Terenyak dlm posisi diamnya. Dia tdk menyangka Kie
punya bakat sehebat itu. Kie terlihat pendiam, tp dia bgitu luwes saat berkomunikasi dgn anak2.
Sama sekali tdk menunjukan bahwa dia seorang gadis yg susah beradaptasi dgn orang lain. Kie
memiliki kemampuan spesial. Menempatkannya pd posisi istimewa diantara anak2 itu.
Mata Azar tdk beralih sdikit pun dari sosok Kie. Mengamati tiap garis lengkun dibibir tipis Kie,
mengamati rambut Kie yg berdesir pelan saat dia bergerak. Mendengarkan suara Kie yg riuh
rendah. Semua tergambar jelas dibenak Azar. Menjadi potongan2 kecil menyenankan yg
tersusun kehatinya. Potongan2 yg akhirnya membesar, menyisipkan rasa nyaman ketika dia
menatap Kie dari sudut manapun.
Saat Azar sadar bahwa detak di jantungnya masih berlanjut, dia menyadari sesuatu. Dia
menyukai Kie. ** Kie dan Azar mengintip diluar kelas. Pergantian jam. Sekarang, giliran Rangga dan Krisan yg
mengajar. Suasana dikelas gaduh, persis diawal perkenalan Kie dan Azar. Tp kali ini lebih parah.
Siapa yg akn tahan jika didatangi model ternama seperti Krisan" Model yg namanya sudah
sering muncul dimajalah. " Kita kedatangan kak Krisanti Larasati!" pekik salah satu dari mereka. Beberapa pernah
membaca majalag fashion yg pernah memuat profil Krisan.
Krisan tdk menyangka anak2 itu ada yg tau tentang dirinya.
" Jadi aku tdk perlu memperkenalkan diri kan?" goda Krisan ramah.
Anak2 itu protes berjamaah.
Krisan menyerah. Akhirnya, dia memperkenalkan diri. Mengulang2 biografi singkatnya yg
pernah ditampilkan dibeberapa media masa. Hebatnya, anak2 itu menyimak dgn seksama tanpa
berkomentar apapun. Walaupun sbagian dari mereka tahu tentang Krisan, mereka tetap
mendengarkan dgn sungguh2.
" Kak Krisan satu kelas sama kak Kie?" tanya ketua kelas.
Krisan mengangguk. Pertanyaan demi pertanyaan datang bertubi2 untuk Krisan.
" Nggak ada yg ingin kenak kakak ganteng satu ini?" goda Krisan saat mulai kewalahan.
Rangga akhirnya memiliki giliran untk memperkenalkan diri didpn kelas. Murid perempuan
menutup mulutnya rapat2. Tingkah mereka smakin menggemaskan saat Rangga bercerita tentang
kuliahnya. " Kak Rangga ini hobi fotografi, loh." Krisan menambahkan perkenalan Rangga yg begitu
simpel, hanya menyebutkan nama lengkap, alamat, serta kegiatan singkatnya dikampus.
Rangga tersenyum simpul. Dlm beberapa hal, Krisan memang menarik. Dia bisa mengendalikan
keadaan. " Kak Rangga jg hobi mendaki gunung!" seru Krisan lg.
Rangga smakin salah tingkah saat Krisam mempromosikan dirinya didpn kelas. Dia tersenyum
simpul sambil mengulum bibirnya. Selanjutnya, Rangga menggaruk2 kepalanya, kikuk.
Murid2 dikelas itu melongo. Mereka berdecak kagum sambil geleng2 kepala.
" Kita belajar dulu deh, setelah itu foto bareng, gmana?" bujuk Rangga.
" Kamera kak Rangga yg gede itu bukan?"
Rangga tersenyum dan mengangguk.
Anak2 itu menurut. Mereka semangat belajar, tdk sabar menanti foto bersama, terlebih ada
Krisanti disana. Disela jam mengajar, Rangga melirik keluar kelas. Tatapan matanya bertemu Kie tanpa sengaja.
Sejak td, Kie mengawasi Rangga dlm nafas tenangnya. Bgaimana Rangga terlihat bgitu
menyenangkan ditengah anak2 itu.
Kejutan tak terduga terselip ke jantung Kie. Tatapan Rangga bgitu teduh. Ada sesuatu yg
tersimpan disepasang bola matanya. Sesuatu yg tdk bisa dijelaskan dgn kata2, dan membuat
nafasnya serasa berhenti.
Rangga tersenyum pada Kie. Kie terpaku ditempat. Membelas senyum lebar Rangga dgn senyum
salah tingkah. ** Rangga menengadah, menatap langit hitam yg mulai menggantung. Kie berdiri disampingnya
dgn wajah cemas. Azar dan Krisan pulang lebih dulu karna harus mengurus sponsorship
diperusahaan air minum setempat.
Sepertinya, hujan akan turun. Hujan bkn masalah besar bagi Rangga. Dia suka hujan, seperti
kecintaannya pada bau tembakau. Tdk ada yg lebih menenangkan ketimbang bau hujan yg
menyentuh tanah. Bagi Rangga, langit gelap menarik. Ada ketenangan yg tersembunyi diantara
langit gelap itu. Denting tetes air yg menghujam ke atap rumah merupakan harmonisasi
tersendiri baginya. " Sebentar lg hujan, Kie." mata Rangga masih jelalatan melihat langit. Dia merasakan arah angin
yg berhembus disekitar situ.
Kie menghembuskan nafas panjang. Dia tdk pernah suka hujan. Terlebih saat sdang berada
diluar ruangan seperti ini. Langit gelap itu memberijan impresi mengerikan. Suara hujan yg
menhantam atap terdengar horor di telinganya. Blm lg tanah habis hujan, becek, dan tdk nyaman
untuk di injaki kaki. " Krisan baru saja SMS. Sepertinya, mereka bakalan lama mengurus sponsorship." Rangga
mengutak atik keypad ponselnya.
Kie menggigit bibir bawahnya, " lalu, kita gmana pulangnya?"
Rangga mengambil duduk dibangku panjang yg ada didpn kelas. Sekolah stdh berakhir siang itu.
Pintu2 kelas sudah ditutup. Guru dan staf karyawan sekolah sudah pulang sejak 25 menit yg lalu.
Hanya ada satu dua ayam di halaman sekolah, serta kucing liar didpn kantor guru.
Beberapa menit kemudian, Krisan menelpon.
" Aku nggak tahu kalau bakalan lama," sesal Krisan. " Tahu bgini, aku minta Azar nunggu aku
aja, biar bisa boncengan saja sama Azar. Td kan Azar buru2 bnget sih."
Rangga tersenyum, " Ngga papa. Kutunggu disini sama kie."
Sepeda motor Rangga dipinjam Azar karna Azar tdk membawa sepeda motor saat KKN dan dia
harus segera pergi tadi... Mau tak mau, Rangga harus menunggu mereka berdua jika ingin
kembali ke posko. Sebenarnya, bisa ditempuh dgn jalan kaki, tp membutuhkan waktu lebih lama.
" Birokrasinya susah, Ngga." keluh Krisan diseberang sana.
" iya, Krisan. Aku nggak papa kok menunggu motornya disekolah."
sambungan terputus. Kie semakin cemas mendengar telpon dari Krisan. Langit diujung barat semakim menggantung
rendah. Sepertinya, sbentar lg akan runtuh.
" Rangga, ayo pulang sambil jalan?" Kie ragu.
Rangga mengerjap, bknnya tdk mau. Namum, jarak tempuh sekolah dgn posko tdk dekat. Dgn
motor menghabiskan waktu sampai 10 menit. Kalau ditempuh dgn jalan kaki akn lebih lama.
" bisa 20 menit kalau jalan kaki." Rangga memperkirakan.
Kie bersikeras tetap ingin pulang jalan kaki. Semakin menunggu, dia takut hujan akan segera
turun. Setidaknya, dgn mempercepat jalan, dia tdk akan terjebak hujan diruangan terbuka. Kie
panik. Otaknya tdk bisa berpikir jernih bila panik. Yg ada dipikirannya hanyalah seger beralih
meninggalkan tempat itu, bgaimanapun caranya. Kie ingin cepat2 berada didlm ruangan, tanpa
memperhatikan resiko yg terjadi kalau dia nekat pulang dgn jalan kaki.
"kita jalan cepat ya," pinta kie.
" Oke." Rangga menyetujui.
Mereka berdua meninggalkan gedung asri berbentuk L itu. Menyusuri jalanan desa yg hanya
stengah diaspal. Melintasi kompleks tempat tinggal penduduk yg jarak antara rumah satu dan
lainnya masih lebar. Terbatas areal persawahan, sungai kecil, dan pepohonan besar di tiap sudut
jalan. Beberapa memit lg, mereka berdua sampai diposko. Hanya tinggl satu belokan. Disana, ada
gardu kecil dan sebatang pohon trembesi tua. Gardu itu masih dipakai. penduduk desa
menggunakannya untuk porkamling tiap malam.
Kilatan cahaya putih tiba2 menyambar angkasa. Menimbulkan percikan putih dilangit gelap.
Langitnya seolah terbelah. Kie pucat pasi melihat kilat yg baru saja terlihat. Kilat identik dgn
guruh menggelegar yg akan datan menyusulnya.
Dugaannya benar. Tak lama kemudian, terdengar guruh menggelegar begitu keras. Kie spontan
menutup telinganya. Wajahnya pucat pasi. Bibirnya gemetar. Seluruh tubuhnya mendingin.
Guruh selanjutnya Kie terpekik ketakutan.
Rangga menoleh, sejaj tadi dia tdk memperhatikan Kie. Dia jg tdk tahu perubahan tiba2 yg
terjadi pada Kie. Hantaman suara guruh yg selanjutnya, Kie terlonjak kaget. Dia refleks melompat ke arah
Rangga. Seperti ingin menyembunyikan kepalanya ke dada Rangga. Tangan Kie blm lepas dari
sepasang telinganya. " Kie, kamu tdk apa apa kan?" Rangga panik.
" Aku..., aku, takut petir..."
Rangga menyimak. Ada sesuatu yg bisa ditangkapnya dari sosok Kie. Sesuatu yg baru
disadarinya skarang. " sejak kecil, aku takut petir..." Kie masih menutup telinganya, mengulangi perihal astraphobia
yg ia derita. Rangga menghela nafas panjang. Hal ini sungguh diluar perhitungan Rangga. Dia tdj menyangka
Kie takut petir. Tahu bgini, dia akn menolak permintaan Kie untuk pulang jalan kaki, dan
memilih menunggu Azar dan Krisan kembali, walaupun harus menunggu lama disekolah.
" Kita berhenti dulu ya, di gardu itu." Kie memohon.
Rangga menolak permintaan kie. Dia tdk mau berteduh dibawah gardu itu. Disebelah gardu itu,
ada pohon besar yg sangat tinggi. Bahaya jika berteduh dibawah pohon dlm keadaan berpetir
seperti saat ini. " Kita lari sbelum hujan tambah deras. Smakin cepat sampai akn smakin baik." Rangga tdk
punya pilihan lain. Kie takut petir dan mengajaknya berteduh didekat pohon, itu sangat
berbahaya. Lebih baik berlari secepat mungkin dan basah kehujanan daripada harus berteduh
dibawah pohon besar. " Tapi, Ngga, aku benar2 nggak tahan dgn suara petir itu!"
" Percaya aku, ikuti saja apa kataku..." Rangga memantapkan tekad. Dia berniat akn menjaga
Kie, apapun yg terjadi, ia ingin melihat Kie baik2 saja setelah ini.
Intensitas hujan yg tercerah ke bumi smakin meningkat. Walaupun suara guruh smakin
berkurang, kilatan warna putih masih tergambar jelas di langit gelap. Mereka berdua berlari
ditengah gemericik suara hujan. Rangga tetap dlm posisi merangkul Kie. Tangannya ikut
menyumbat telinga Kie, menutupi jemari Kie yg sejak td tdk terlepas dari lubang telinga.
" Dgn bgini, setidaknya suara petir yg masuk ke telingamu akn berkurang." kata Rangga
protektif. Selanjutnya, Rangga menghalangi pandangan mata Kie dgn jemari tangan satunya. " Jangan
melihat apapun. Aku yg akan menjadi indra pengelihatmu untuk semantara."
Kie menurut tanpa banyak bicara. Yg ada dipikirannya saat ini hanya satu, bisa cepat berada
diruang tertutup untuk melindungadi diri dari petir yg membuatnya keakuan stengah mati.
Bagi Rangga, petir bkn hal yg mengerikan. Dia sudah terbiasa dgn hujan, petir, guruh dan
semacamnya. Hobinya sbagai sebagai pendaki gunung stidaknya bisa membuat lebiadg dekat
dengan alam. Rangga tdk menyangka bahwa Kie mengidap astraphobia.
Cara orang menyikapi nyanyian hujan memang berbeda2.
BAB 7 Memasuki minggu kedua KKN, proker2 yg direncanakan mulai terpenuhi satu per satu. In
progress, hanya tinggal beberapa persen yg blm tersentuh. Hari minggu diminggu kedua, para
laki2 membantu divisi infrastruktur untuk memasang plang nama jalan. Plang nama jalan di desa
sudah mulai rusak dan tdk terurus. Hari minggu bknnya istirahat, malahan alih profesi menjadi
tukang. " Harus bisa menyelesaikan ini dlm sehari!" Adin memperkirakan jam. Dia sibuk
menyemprotkan cat kayu pada plang nama. " Sampai malam tdk apa-apa. Yg penting hari ini
selesai biar kita bisa istirahat besok."


Hujan Punya Cerita Tentang Kita Karya Yoana Dianika di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Beberapa teman lain nyaris membuka mulut, protes. Namun urung. Memiliki ketua yg ambisius
dan terpaku pada jadwal terkadang merepotkan. Namun, stidaknya ada keuntungan yg bisa
diambil dari hal itu. Mereka bisa istirahat seharian besok. Tdk ada tanggungan lain, maupun
kerjaan yg tersisa. Tp, itu kalau pekerjaan hari ini selesai smua.
Beberapa orang diterjunkan untuk memasang plang dijalanan desa. Beberapa tetap membuat
plang nama diposko. Yg tinggal diposko dibagi lg ke beberapa job. Ada yg mengecat, ada yg
mencetak tulisan dgn karton, terakhir membentuk dan memotong kayu menjadi kotak2.
Semuanya harus rapi karna Adin tipe ketua perfeksionis.
"Aku yg ngecat tulisan aja, Din." Rangga menawarkan diri bersama seorang teman yg duduk
disampingnya. " Tulisanku bagus," katanya percaya diri.
Rangga memang bisa menulis dlm bentuk apapun. Dia tergabung dlm klub seni rupa dan mading
saat masih SMA. Tangannya terlatih tdk hanya untuk menulis Romawi. Tulisan jawa yg rumit
Rangga pun bisa menuliskannya. Bukan itu saja, dia jg pandai membuat grafiti. Urusan ngecat
mengecat bkn hal asing bagi Rangga. Dinding di kamarnya penuh dgn grafiti buatannya. Dia
menyukai hal apapun yg berhubungan dgn seni.
Tugasnya terbagi rata. Tiap laki2 mulai serius menggeluti pekerjaannya. Beberapa laki2 yg
bekerja di lapangan meluncur ke TKP. Mereka membawa plang jalan yg sudah jadi. Lengkap
dgn peralatan penunjang yg nanti dibutuhkan.
" Cewek2, nggak ada yg mau ngambilin minum?" Adin berteriak dari dpan pintu.
" Ambil sendiri kenapa?" sahut Yuli pedas. Dia memang seperti itu, tdk mau diganggu jika sdang
mengerjakan sesuatu. Beberapa gadis memang sdang sibuk siang itu. Tdk ada yg menganggur. Mereka jg terbagi
menjadi beberapa kelompok. Ada yg bertugas memasakkan makanan untuk anggota. Ada jg yg
membuat soal latihan untuk persiapan mengajar.
Adin pantang menyerah. Dia mengeraskan suaranya beberapa oktaf. " Yg lg masak didapur,
tolong ambilin air dong. Tanganku kotor nih."
Hening tdk ada sahutan. Adin mengulangi teriakannya sekali lg, kali ini lebih keras. Beruntung teriakannya tdk sia2. Kie
berjalan pelan dari dapur membawa nampan yg berisi gelas dan sebotol air minum. Dia
mengenakan celmek. Ada noda kerak hitam yg bertaburan dicelmeknya. Hari ini, ternyata giliran
Kie yg memasak. Kie bersama beberapa gadis lain bertugas menyiapkan minum untuk laki2 yg
kerja rodi hari ini. Minuman
manis ala kadarnya, disajikan dgn es batu yg dibeli dari pasar.
" Thanks, Kie." Adin menuang es teh ke dlm gelas dan menenggaknya dgn tdk sabaran. Sampai
habis. Haus parah. " Kie," ucap Rangga menahan Kie. " Ambilkan aku jg dong." Kie nyaris menolak kalau saja
Rangga tdk menunjukkan tangannya yg belepotan cat.
Kie menuang es teh ke dlm gelas, lalu menyodorkannya kpada Rangga. Gerakan kie terlihat
tergesah2. Gara2 teriakan Adin yg menggelegar, tempe di atas penggorengan ditinggalkan begitu
saja. Kie berharap gadis lain didapur sana berbaik hati mengangkatkan tempe dari penggorengan.
Tanpa pikir panjang, Kie meletakan es teh yg diminta Rangga keatas meja terdekat begitu saja
tanpa meninggalkan sepatah katapun.
" Kie," panggil Rangga sekali lg saat Kie nyaris menjauh.
Kie menoleh. Dia mengerutkan kening. Seolah ingin protes 'Ada apa lg sih"'.
" Kamu nggak akan membiarkanku minum dgn tangan kayak gini kan?" Rangga menjuk gelas.
" Eh?" Kie blm sadar maksud Rangga.
" Tolong minumkan ya, Kie." pinta Rangga to the point. " Nggak apa2?"
Walaupun sadar dan tahu maksud Rangga, Kie masih melongo. Rangga meminta Kie untuk
menyuapkan gelas berisi es teh karna tangannya belepotan.
" Haus nih, Kie." Nada suara Rangga terdengar akrab.
Kie mengerjap pelan. Dia mengangkat gelas berisi es teh dari atas meja. Berjalan mendekati
Rangga dgn langkah hati2. Laki2 itu terlihat berkeringat. Dia mengeluarkan seluruh tenaganya
untuk mengecat dan menulis beberapa papan. Wajahnya terlihat lelah, tp dia masih bersemangat
seperti biasa. Kilat dimatanya tetap sama, menarik.
Tangan Kie terangkat pelan bersama gelas berish es teh. Jaraknya menjadi sangat dekat dgn
Rangga. Rangga sdikit membungkuk, menerima sodoran gelas dari Kie. Dlm jarak sedekat itu,
Rangga bisa mengamati tiap detail wajah Kie. Bibir tipisnya yg slalu terlihat kalem saat
tersenyum. Mata teduhnya yg berbentuk almond, lengkap dgn bulu mata lentik dan kelopak mata
yg lebar. Wajah Kie klasik. Menggambarkan kecantikan eksotis yg tersimpan diantara
rambutnya yg panjang legam.
Bagi Rangga, menatap Kie dlm jarak sedekat itu adalah suatu yg menyejukan. Dia sempat haus
beberapa menit lalu. Namun,hal2 yg ada pada Kie membuat rasa hausnya lenyap seketika. Es teh
didlm gelas itu memang minuman biasa, tp terasa istimewa buat Rangga.
Kie salah tingkah mendapati Rangga menatapnya dgn seksama. Ini bkn kali pertama dia
mendapati Rangga menatapnya diam2 seperti itu. Ada sesuatu yg hdup pada tatapan Rangga.
Sesuatu yg jelas jika dirasakan dgn perasaan.
" Makasih banget ya, Kie." ucap Rangga mengendalikan suasana. Dia tdk mau terlarut,
terhipnotis sosok Kie disela jam sibuknya.
Pipi Kie memanas, bersemu merah. Hatinya berdegup dua kali lebih cepat. Bahkan lebih
kencang daripada saat hujan beberapa hari lalu. Saat Rangga memeluknya, menyumbat
telinganya dgn protektif, dan mengantarkannya pulang dlm keadaan basah kuyup. Dia blm
pernah merasakan perasaan ini pada seorang laki2. Kie yakin, ada sesuatu yg aneh didlm
dirinya..., dan itu tentang Rangga.
Mereka tdk sadar bahwa Krisan sdang mengamati dgn mata terpicing. Ada tanda tanya besar
diwajah Krisan, tentang harmonisasi perasaan yg merambat diantara hati Kie dan Rangga.
BAB 8 " Kita nganggur hari ini?" Rangga bergabung kerumah perempuan. Kamera DSLR tergantung
dilehernya. Akhirnya, dia bisa menenteng kamera itu lg, Stelah lama tersimpan didlm tasnya
karna terlalu sibuk dgn proker KKN yg harus dijalankan.
Teman2 Rangga masih tepar dirumah laki2. Mereka kelelahan setelah menguras tenaga untuk
perbaikan plang nama jalan. Hanya Rangga yg mampu terjaga tepat waktu.
Hari itu tdk ada jadwal apapun. Progam2 berat sudah dibereskan kemarin. Adin memang luar
biasa. Ambisinya yg membuat anggota lain mengeluh ternyata membuahkan hasil. Proker divisi
infrastruktur selesai dlm waktu sehari, walaupun sampai tengah malam.
" Aku nggak nganggur." Krisan berkelit. Dia berkutat dgn buku2 pelajaran SD. Duduk
bersimpuh ditikar yg biasa diagunakan untuk rapat.
Rangga mendekat. Tertarik dgn apa yg sdang dilakukan Krisan.
Kening Krisan kadang berkerut. Sesekali, dia membolak-balik halaman buku2 itu dgn acak. Pada
saat tertentu, Krisan tampak mengacak-acak rambutnya. Ada rasa kesal yg terselip saat dia
membaca beberapa materi pelajaran.
Klik! Krisan menoleh stelah mendengar bunyi kamera.
Rangga menjepret foto Krisan. Kebiasaan Rangga tiap kali membawa kamera DSLR. Menjepret
apapun yg menarik perhatiannya.
" Aku blm berpose, Ngga!
" kalau kamu bepose, bukan candid namanya."
Krisan tersenyum. Baginya, dijadikan model candid oleh Rangga adalah suatu yg menyenankan.
Rangga pernah bilang kalau gambar2 yg dibidiknya diambil dgn perasaan. Apa yg tertuang
dihasil foto Rangga adalah perasaannya. Itu berarti, pose Krisan yg barusan di candid Rangga jg
hasil oleh perasaan Rangga.
" Bagus, kan?" Rangga menunjukan hasil candid nya.
Krisan melongok kekamera Rangga.
Potret dirinya dari samping. Memberi lekuk sempurna pada hidungnya yg berujung lancip.
Helaian rambutnya yg bergelombang jatuh natural. Pencahayaan yg di setting Rangga
dikameranya jg pas. Warna blonde dirambutnya menjadi hdup. Ditambah, Krisan terlihat
menonjol diphoto itu. Dgn background yg dibuat blur oleh Rangga. Photo itu bercerita. Hasil
photo Rangga slalu seperti itu, memiliki sesuatu yg ingin disampaikan.
" Jangan terlalu terpesona dgn hasil jepretanku," kelakar Rangga.
Krisan memang terpesona dgn hasil jepretan Rangga. Dia jg suka fotografi. Namun, sejauh ini
dia slalu mengambil objek dgn tehnik, bkn dgn perasaan. Apa yg ada dikamerany adalah hasil2
jepretan bertehnik, bkn tuangan perasaannya. Dibandingkan hasil jepretan Rangga, hasil
jepretannya terkesan tak bernyawa.
" Pindahin ke laptop ya, aku mau copy." Krisan tersenyum lebar.
Rangga mengangguk. " Ngomong2, kalau nggak ada kerjaan kayak gini jd membosankan ya?"
Krisan menyodorkan buku pelajaran SD yg sejak tadi dibacanya. " Bantu aku buat soal buat
cerdas cermat?" Rangga menggeleng. " No! Bagianku sudah selesai."
Beberapa menit kemudian, Azar menyusul kerumah perempuan. Dia menahan kuap sambil
mengucek matanya. Matanya masih segaris, nyawanya blm sepenugnya terkumpul. Selembar
handuk tersampir dibahu kanannya. Tangan kirinya menenteng peralatan mandi.
Sebuah ide terlintas dikepala Rangga. Azar satu2nya anggota kelompok yg membawa mobil. Dia
tdk keberatan jika mobilnya digunakan untuk kepentingan kelompok dan mengerjakan proker
KKN. " Zar, jalan yuk."
Azar blm sepenuhnya sadar. Suara Rangga terdengar seperti dengungan yg susah dicerna.
" Aduh, buku dulu dong matamu. Mandi sana, " protes Rangga. " Kamu nggak mau refresing"
Ke waduk pacal yuk" Atau kayangan Api?"
Ajakan Rangga membuat Azar tersadar sepenuhnya. Refresing stelah berkuat dgn proker berat
selama dua minggu. Menarik, kebetulan hari ini tdk ada proker yg harus dikerjakan.
" Oke. Aku mandi dulu, Nggak." Azar mengerling dgn semangat.
** Azar mengerem langkahnya mendadak, sesuatu membuat matanya benar2 terbuka. Rasa kantuk
yg sejak tadi melandanya hilang tiba2. Keinginan untuk menguap lenyap seketika.
Kie berdiri didpnnya, beberapa langkah dari pintu kamar mandi. Dia jg bertingkah sama seperth
Azar, mengerem langkah tiba2. Berhenti, lalu menatap Azar selama beberapa detik tanpa berkata
apa2. Selembar handuk terlingkar dileher Kie, lengkap dgn sekotak peralatan mandi ditangan
kanannya. " Kamu mau mandi, Zar?" Kie mempersilahkan Azar mandi dulu.
Kamar mandi yg akan dipakai Kie memang kamar mandi cowok. Dia sudah terbiasa mandi disitu
jika kamar mandi cewek penuh. Seperti sekarang, teman2nya mengantre mandi dikamar mandi
cewek. Azar terdiam cukup lama hingga akhirnya tersadar. Kie suskes menyita perhatiannya. Walaupun
dlm keadaan blm mandi, gadis kalem satu itu tdk terlihat berantakan. Rambut panjangnya yg
lurus diikat dibelakang, ditekuk keatas hingga lehernya terlihat jelas. Dia masih mengenakan
setelan baby doll longgar berwarna biru langit.
" Kamu duluan aja Kie. Ladies first." Azar tersenyum.
Kie merasa tdk enak. Karna ini kamar mandi cowok, seharusnya Azar yg berhak mandi.
" Ayo Kie, cepetan mandi. Kalau nggak, aku duluan loh," paksa Azar. " Aku tunggu diluar sini."
Tdk bisa menolak tawaran Azar, Kie akhirnya mengiyakan.
" Makasih Zar," ungkapnya.
Gemericik air terdengar dari dlm kmar mandi. Air keran yg mengalir, bercampur air yg
digunakan Kie untuk mandi.
Azar melamun. Duduk dibangku panjang yg diletakan didpn kamar mandi.
Beberapa menit kemudian, suara dari dlm mandi mendadak hening. Suara percikan air yg sempat
terdengar tiba2 berhenti. Berganti suara bening yg sdang melantunkan harmonisasi dlm bahasa
asing. Bahasa yg tdk dimengerti Azar, walaupun Azar mendengarkannya dgn seksama.
Itu suara Kie, dia sdang melantunkan sesuatu dari dlm sana. Sbuah lagu yg harmonisasinya
begitu lembut, melankonis dgn sentuhan menenangkan. Walaupun Azar tdk tahu arti yg ada
dilagu itu, dia begitu menikmati tiap bait lirik yg dilantunkan Kie.
Moi je t'offrirai Des perles du pluie Venues de pays Ou il ne pleut pas Je creuserai la terre Jusqu'apres ma mort Pour couvrir ton corps D'or et de lumiere Je ferai un domaine Ou l'amour sera roi Ou l'amour sera roi Ou tu seras reine Ne me quitte pas { "Ne me quitte pas" ('Don't leave me') by Vicky Leandros.}
Azar meresapi tangga nada yg ada dilagu itu selama beberapa menit, pikirannya hanya terfokus
pada suara bening itu. Dia terenyak saat Kie tiba2 membuka pintu kamar mandi.
Kie terkejut, alunan lagunya terhenti tiba2. Dia tdk menyanka Azar menunggunya didpn.
Gerakan lembut saat mengeringkan rambut dgn handuk jg berhenti. Bingung dlm diam, Kie tdk
tahu apa yg harus dikatakannya. Dia sudah terbiasa menyanyi sambil mandi. Bagi Kie, menyanyi
saat mandi menyenangkan, bisa mendengar gema suara sendiri yg terpantul lewat tembok kamar
mandi. " Lagunya bagus." Azar mencairkan suasana yg sempat canggung.
Kie tersenyum, dia mas?h salah tingkah. Sbelumnya Kie tdk pernah bernyanyi didpn orang lain.
" Suaramu jg bagus," tambah Azar.
Kie berdeham. Azar bilang lirik yg dinyanyikan td bagus. Azar bilang, suaranya bagus. Azar
orang pertama yg berkata seperti itu kepadanya.
" Kamu tahu arti lagu tadi, ya?" tanya Kie.
Azar menggelengkan kepala. Dia beranjak berdiri untuk gantian masuk kekamar mandi. " Aku
nggak tahu bhasa apa itu tadi. Tp, melodisasinya yg melankonis terasa banget."
Kie tersenyum lg. Kali ini, senyumannya smakin lebar. " Untuk bisa meresapi sbuah lagu
memang perlu perasaan. Jadi, walaupun nggak tahu bhasanya, kmu bisa merasakan makna yg
tertuang dilagu itu, ya kan?"
Azar mengangaguk, dia terdiam tanpa bisa berkata apa2. Menatap punggung Kie yg terhalang
pintu kamar mandi. Rambut panjang Kie terkesan begitu lembut dimata Azar.
** Suara gelas dan sendok yg saling beradu terdengar berdenting didapur. Saling menyahut dgn
rintik hujan yg perlahan menitik diatas geting.
Kie berdiri termangu, melarutkan butir gula yg dicampur dgn teh didlm segelas air mendidih.
Udara didesa benar2 berbeda dgn udara diperkotaan. Rasa sejuk yg dihembuskan pepohonan
besar menimbulkan kesan dingin. Segelas teh hangat stidaknya bisa menemani pagi hari yg
dingin itu. Azar melangkah kedapur tanpa ragu2. Jarak kamar mandi dan dapur hanya beberapa langkah.
Setelah menjemur cucian dibelakang, dia duduk bgitu saja disalah satu kursi yg ada didapur.
Mengamati Kie yg sibuk mengaduk teh hangat sambil melamun.
Dapur yg ada diposko memang bkn dapur modern yg terbuat dari lantai keramik ataupun
memiliki konter2 lengkap. Itu hanya sbuah dapur tradisional yg sdikit sempit. Hanya ada rak tua
dipojok dekat tempat cuci piring. Kompor gas dan kompor tradisional yg terbuat dari tumpukan
bata dan semen. Serta sbuah tungku dari gerabah yg teronggok dibawah meja dapur. Lantainya
pun masih terbuat dari semen, sdikit kasar tp terawat bersih.
" Aku sekalian, Kie." kata Azar sambil duduk dikursi menyangga dagu.
Suara Azar yg tiba2 menggema didapur membuat Kie tergagap. Dia menoleh dgn tatapan ragu2,
" mau teh juga?"
Azar mengangguk sambil tersenyum. Kepolosan Kie selalu membuatnya tersenyum sendiri.
Kie cepat2 membuat segelas teh lg. Aroma harum daun teh menyeruak didapur sempit itu.
Menguar bersama dgn bau tanah yg sdikit terguyur rintik hujan, serta dedaunan yg setengah
basah. " Ngomong2, itu td bahasa apa ya?"Azar masih penasaran dgn sebait lagu yg dinyanyikan Kie
saat mandi tadi. " Perancis, bagus ya?" timpal Kie semangat. Walaupun ragu, akhirnya dia mengambik tempat
duduk kosong disbelah Azar. Menyeuh tehnya yg masih hangat sambil membayangkan lirik lagu
yg td dia nyanyikan. Azar terlongo, dia tdk menyangka Kie bisa bhasa prancis. Pasalnya, yg Azar tahu, progam studi
yg diambil Kie adalah akuntansi.
" Hebat. Kamu bisa berbahasa Prancis?"
Kie menggeleng, dia nyengir lebar. Entah faktor apa yg membuatnya bisa serelaks itu saat
berhadapan dgn Azar. " Tapi kamu bisa menyanyikan lagu itu..."
" Itu lagu kesukaan mamaku."
Bibir Azar membentuk huruf 'o' saat Kie menceritakan mamanya. Mama Kie pandai berbahasa
Prancis. Beliau sempat melanjutkan kuliah selama beberapa tahun di Prancis.
" Itu lagu favorit mama, mengikatkan mama sama seseorang disana."
Azar lagi2 ternganga. " Kamu blasteran?" tebaknya.
"Oh, nggak kok." Kie nyaris tertawa. " Jangan secepat itu menebak dong," protesnya. " Mama
dan kekasih prancis nya ini berpisah. Soalnya mam sudah ditunangkan dgn seseorang
diIndonesia. Almarhum papa..."
Comlicated. Begitulah hal yg ditangkap Azar dari cerita Kie. Mama Kie menyukai seorang laki2
berkewarganegaraan prancis. Namun, cinta mereka harus berpisah karna mama Kie dijodohkan
dgn seseorang dri Indonesia.
" Papa meninggal saat aku masih SMA." suara Kie terdengar datar. Selanjutnya, Kie terdiam
mengamati busa yg mengembang diteg panasnya. Menyusuri pikiran yg merayap begitu saja ke
benaknya. Kie bercerita bnyak hal kepada Azar, laki2 yg baru dikenalnya di KKN ini. Tentang
mamanya, jg tentang mendiang papanya. Azar adalah laki2 pertama yg mendengar cerita
pribadinya. Kie merasa ada yg aneh pada dirinya. Azar membuatnya nyaman menceritakan apapun. Tdk ada
rasa canggung yg merayap diperasaan Kie saat dia berbicara dgn laki2 ini.
Azar serba salah, seharusnya dia tdk memancing ke topik sedih seperti ini.
" Oh iya Kie," tambah Azar. " Aku dan Rangga ada rencana main ke kayangan api habis ini. Mau
ikut?" Sepasang mata Kie membulat. Walaupun kurang suka dgn kegiatan fisik, tp nama tempat itu
terdengar menarik. Walaupun Kie tdk tahu tempat apa itu, dia ingin ikut pergi kesana.
" Boleh," ucap Kie setuju. Sesaat Kie tercenung lalu menoleh lg kpada Azar, " Kamu nggak


Hujan Punya Cerita Tentang Kita Karya Yoana Dianika di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penasaran dgn arti lagu tdi?"
Azar mengerling. Dia mengangguk dgn senyum bersahabat. 'Gadis ini menarik'.
" Kurang lebih artinya seperti ini:
I will give you Pearls of rain Coming from countries Where it doesn't rain I will diadg the earth Until i die To cover your body With gold and light I will make a realm Where love would be king Where love would be law Where you would be queen Don't leave me" Kie mengatur nafasnya sejenak, " Bagur kan?"
Azar terdiam tanpa bisa berkata apa2, menatap sepasang mata Kie dgn berbagai perasaan yg
$usah diterjemahkan. Rambut panjang Kie yg basah berayun lembut, searah gerak tubuhnya.
Beberapa kalimat yg diucapkan Kie barusan memang hanya arti sbuah lagu. Namun, saat tahu
bahwa kalimat itu terucap dari bibir mungil Kie, smuanya terasa nyata dibenak Azar. Kalimat2
itu hdup dan berlarian dipikirannya. Seolah2 menghipnotisnya, membuat semakin tertarik kpada
Kie. ' I will give you pearls of rain....' kalimat itu menjadi sngat familier dikepala Azar.
** Sudah 30 menit mereka berada dlm perjalanan berliku2. Tempat pertama yg dikunjungi adalah
waduk pacal. Perjalanan menuju kesana ternya tdk sesingkat yg dibayangkan. Rangga dan Azar
spertinya sudah saling bernegosiasi sejak awal. Rangga menurut begitu saja saat Azar
memintanya untuk mengemudi mobil.
" Kamu yg nyetir, Ngga?" tawar Azar. Dia orang satu2nya yg membawa mobil dikelompok itu.
Azar langsung setuju saat Rangga mengajaknya keluar. Itung2 sbgai balas budi karna saat
mencari sponsorship beberapa hari yg laju Azar sudah meminjam sepeda motor Rangga.
Membuat Rangga harus pulang dlm keadaan basah kuyup bersama Kie karna kehujanan dijalan.
Sejauh ini, mobilnya hanya diagunakan untjuk kepentingan proker. Mengangkut peralatan yg
jumlahnya tdk sdikit ketempat lain, untuk tumpangam anggota lain saat menjalankan proker
ditempat jauh, sampe kehal sepele: membeli perlengkapan sehari2 dikota yg jaraknya beberapa
kilometer dari lokasi KKN.
" Okelah." Rangga menyanggupi saat Azar memintanya untuk mengemudi.
Mobil yg dikemudikan Rangga harus melalui tanjakan2 curam. Melewati hutan jati yg
menghijau saat musim hujan. Melewati jalan sempit yg disisi kanannya ada perkampungan
curam. Serta jalan2 menikung dgn kemiringan curam. Bagi rangga ini menarik. Sbagai pencinta
alam,adrenalinnya tertantang untuk mengemudi dijalanan seperti itu. Terlebih udara disepanjang
perjalanan begitu sejuk. Akhirnya, mereka sampai ditempat tujuan. Untuk menuju waduk, mereka harus memarkir mobil
terlebiah dulu, lalu berjalan kewaduk. Jalan menuju waduk menanjak. Pengunjung jg tdk begitu
ramai. Sbuah waduk buatan dgn area luas menghampar didpn mereka. Dinding2 waduk terlihat
kukuh dan menggambarkan ciri khas bangunan Belanda. Disalah satu bagian waduk, ada
bangunan yg menjorok ke perairan. Bangunan bercat kuning itu berdinding tebal, dgn sebuah
tulisan besar '1933'. Dari jauh, menghambar pegunungan dan dedaunan hijau. Seolah2
pegunungan itu menjadi pembatas area disekitar waduk. Udaranya benar2 bersih.
" Jadinya yg ikut cuma empat orang ya, kita." Rangga paling antusias. Kameranya menangkap
bnyak objek. Hanya ada Rangga,Azar, Khe, dan Krisan. Teman2 lain memilih menghabiskan waktu untuk
istirahat diposko. Kie menghela nafas panjang, lalu membuangnya perlahan. Sejauh mata memandang, yg ada
hanya hamparan air tenang. Hijau dedaunan, serta jajaran pegunungan yg tampak abu2.
Suasananya menenangkan. Tanpa derung mesin motor. Tanpa bau apak asap kendaraan. Jg tanpa
silau cahaya yg terpantul dari gedung berkaca.
Sepasang mata Kie menatap lurus kedpn, menikmati stiap menit saat udara disitu menyapu
wajahnya. Rambutnya tergerai. Dia menggunakan turtle neck garis2 hitam putih yg dipadukan
dgn cardigan oversize warna hitam, lengkap dgn legging skinny gelap. Sepasang sneakers putih
dgn corak hitam bernaung dikakinya. Pilihan cokok karna udara disitu dingin.
" Sepertinya aku salah kostum deh," Krisan menggigil walaupun sudah mengenakan baju lengan
Darah Monster 2 Hati Budha Tangan Berbisa Karya Gan K L Pedang Pusaka Naga Putih 3
^