Gadis Pengendara Sepeda 1
Sherlock Holmes - Gadis Pengendara Sepeda Bagian 1
Sir Arthur Conan Doyle Kembalinya Sherlock Holmes
GADIS PENGENDARA SEPEDA Download Ebook Jar Lainnya Di
http://mobiku.tk http://inzomnia.wapka.mobi
DARI tahun 1894 sampai tahun 1901, Mr. Sherlock Holmes sibuk sekali. Lebih tepatlah kalau
dikatakan bahwa tak ada kasus publik yang pelik yang tak dikonsultasikan padanya selama delapan
tahun penuh itu. Belum lagi perannya yang cukup dominan dalam ratusan kasus pribadi, yang di
antaranya ada yang sangat rumit dan aneh-aneh. Kariernya yang laris selama jangka waktu yang cukup
panjang itu membawa banyak keberhasilan yang benar-benar mengagumkan, walaupun ada juga
beberapa kegagalan yang tak bisa dihindari. Aku mencatat semua kasus yang pernah ditanganinya, dan
aku sendiri ikut terjun dalam sebagian besar penyelidikannya. Bisa dibayangkan bahwa tak mudah
bagiku untuk menentukan mana yang pantas disebarluaskan kepada publik. Namun aku punya
peraturan yang selalu kutaati, yaitu bahwa aku lebih suka menulis tentang kasus-kasus yang menarik
bukan karena kebrutalan tindak kejahatannya, tapi lebih karena kepiawaian dan segi dramatis cara
penyelesaiannya. Itulah sebabnya sekarang aku ingin mengisahkan tentang Miss Violet Smith,
pengendara sepeda dari Charlington, dan rangkaian penyelidikan kami yang mencapai puncaknya
dengan terjadinya tragedi yang sama sekali tak kami duga sebelumnya. Memang kasus ini tak terlalu
menampakkan kemahiran temanku yang terkenal itu, tapi kasus ini mengandung beberapa hal yang
lebih menarik dibanding dengan kisah-kisah kejahatan lain yang ada dalam catatanku.
Ketika membuka buku catatanku yang bertahun 1895, di situ tertulis bahwa pada hari Sabtu, 23
April, kami berkenalan dengan Miss Violet Smith untuk pertama kahnya. Aku ingat benar bahwa
kunjungannya ke tempat kami waktu itu benar-benar pada saat yang sangat tidak menguntungkan bagi
Holmes. Dia sedang asyik dengan kasus yang rumit dan muskil sehubungan dengan penganiayaan yang
dialami oleh John Vincent Harden, miliarder tembakau yang terkenal itu. Temanku yang selalu
mengutamakan ketepatan dan konsentrasi, pasti akan menolak apa pun yang bisa mengganggu
perhatiannya dari kasus yang sedang ditanganinya. Tapi kelembutannya membuatnya tak sampai hati
menolak mendengarkan kisah wanita muda yang cantik, semampai, anggun bak seorang ratu itu, yang
datang ke Baker Street larut malam untuk meminta pertolongan dan nasihatnya. Percuma saja
menjelaskan padanya bahwa dia sedang sibuk, karena wanita muda itu tetap bersikeras untuk
menceritakan kisahnya, dan jelas sekali bahwa dia takkan meninggalkan tempat kami sebelum dia
melaksanakan niatnya. Akhirnya Holmes menyerah, dan sambil tersenyum lesu dia mempersilakan
2 duduk pengacau yang cantik itu, lalu memintanya menceritakan masalah yang sedang mengganggunya.
"Paling tidak, pasti bukan masalah kesehatan," katanya sambil matanya yang menyelidik
mengamati gadis itu secara keseluruhan. "Pengendara sepeda yang aktif pasti kuat tubuhnya."
Gadis itu menengok ke kakinya dengan heran, dan aku pun melihat bagian tengah sol sepatunya
yang menjadi agak aus karena dipakai mengayuh sepeda.
"Ya, saya banyak bersepeda, Mr. Holmes, dan itu ada kaitannya dengan kunjungan saya
kemari." Temanku menarik tangan gadis itu yang tak terbungkus sarung tangan dan mengamatinya
dengan saksama, tapi tanpa perasaan apa-apa, bak seorang ahli terhadap objek percobaannya.
"Maaf, ya. Saya perlu mengadakan pengamatan,"
katanya sambil melepaskan tangan gadis itu. "Hampir
saja saya mengira bahwa Anda seorang tukang ketik.
Ternyata Anda terjun di bidang musik. Ujung-ujung
jari yang bulat itu, Watson, sebetulnya cocok untuk
kedua profesi itu. Tapi wajahnya memancarkan
semangat yang tak terlihat pada seorang tukang ketik.
Jadi gadis ini pastilah seorang pemusik."
"Ya, Mr. Holmes, saya mengajar musik."
"Di pedesaan, ya, kalau dilihat dari kondisi kulit
Anda." "Ya, sir, dekat Farnham, di perbatasan Surrey."
"Tempat yang indah pemandangannya. Saya sering berurusan dengan daerah itu. Kau ingat,
Watson, kita pernah menangkap Archie Stamford, si pemalsu itu, di dekat situ. Sekarang, Miss Violet,
apa yang telah terjadi kepada Anda di situ""
Wanita muda itu dengan jelas dan tenang mengisahkan demikian.
"Ayah saya sudah meninggal, Mr. Holmes. Dia adalah James Smith, yang dulu memimpin orkes
di Imperial Theatre. Ibu dan saya ditinggalkannya tanpa seorang famili pun di dunia ini kecuali seorang
3 paman bernama Ralph Smith, yang pindah ke Afrika dua puluh lima tahun yang lalu, dan sejak itu tak
pernah terdengar kabar beritanya. Ketika Ayah meninggal, kami dalam keadaan sangat miskin, tapi
suatu hari kami diberitahu bahwa ada iklan di The Times yang mencari kami. Dapat Anda bayangkan
betapa gembiranya kami, karena kami pikir tentu ada seseorang yang ingin mewariskan kekayaannya
pada kami. Kami langsung menemui pengacara yang namanya tercantum di iklan itu. Di sana kami
bertemu dengan dua orang pria, Mr. Carruthers dan Mr. Woodley, yang baru kembali dari Afrika
Selatan. Mereka mengatakan bahwa paman saya adalah teman mereka, dan bahwa Paman sudah
meninggal di Johannesburg beberapa bulan yang lalu dalam keadaan sangat miskin. Sebelum
meninggal dia sempat meminta mereka agar mencari familinya dan melihat keadaan mereka. Kami
merasa aneh karena Paman Ralph yang tak pernah memperhatikan kami selama masa hi dupnya tiba-tiba bisa berniat demikian menjelang ajalnya. Tapi Mr. Carruthers meyakinkan kami bahwa itu
disebabkan Paman baru saja mendengar tentang kematian kakaknya, hingga dia lalu merasa
bertanggung jawab atas nasib kami.
"Maaf," kata Holmes, "kapan percakapan ini terjadi""
"Bulan Desember empat bulan yang lalu."
"Silakan dilanjutkan."
"Menurut saya, Mr. Woodley itu orangnya sangat menjijikkan. Dia terus-terusan menatap saya.
Pemuda berkumis ini wajahnya kasar dan bulat. Model rambutnya belah tengah. Sikapnya benar-benar
tak menyenangkan dan saya yakin Cyril pasti akan melarang saya untuk berhubungan dengan
pemuda macam begitu."
"Oh, nama pacar Anda Cyril, ya"" kata Holmes sambil tersenyum.
Gadis itu memerah pipinya dan tertawa.
"Ya, Mr. Holmes; Cyril Morton, seorang insinyur elektro, dan kami merencanakan untuk
menikah akhir musim panas yang akan datang. Wah, cerita saya kok jadi membelok tentang dia, ya"
Begini, yang ingin saya katakan tadi ialah bahwa Mr. Woodley benar-benar seorang pemuda yang
menjijikkan, tapi Mr. Carruthers, yang jauh lebih tua, agak lebih baik. Pria yang pendiam ini berkulit
agak gelap dan dagunya tercukur rapi. Sikapnya sopan dan senyumnya menawan. Dia menanyakan
keadaan kami, dan ketika tahu bahwa kami sangat miskin dia mengusulkan agar saya mengajarkan
4 musik kepada putri satu-satunya yang berusia sepuluh tahun di rumahnya. Saya mengatakan bahwa
saya tak tega meninggalkan Ibu sendirian di rumah. Dia lalu mengusulkan saya boleh pulang setiap
akhir minggu, dan menawarkan bayaran sebanyak seratus pound setahun. Tawaran itu amat
menggiurkan sehingga akhirnya saya terima. Begitulah saya mulai bekerja di Chiltern Grange, kira-kira
sepuluh kilometer jauhnya dari Farnham. Mr. Carruthers itu duda. Dia mempekerjakan seorang
pengurus rumah tangga, seorang wanita tua yang baik-baik bernama Mrs. Dixon. Nyonya tua inilah
yang menjalankan seluruh urusan rumah tangga Mr. Carruthers. Putrinya juga amat menyenangkan dan
semua kelibatannya akan berjalan dengan baik-baik saja. Mr. Carruthers baik hati dan senang sekali
mendengarkan musik. Kami sering melewatkan malam hari bersama sambil saya menghiburnya dengan
mengalunkan musik. Setiap akhir minggu saya pulang ke rumah ibu saya di kota.
"Gangguan pertama dari kebahagiaan saya ialah datangnya Mr. Woodley, pemuda berkumis
merah itu. Dia tinggal di Chiltern Grange selama seminggu, dan oh, bagi saya seminggu itu bagaikan
tiga bulan lamanya! Sikapnya sangat memuakkan, lebih dari sekadar kurang ajar. Dia menyatakan
cintanya pada saya sambil menyombong-nyombongkan kekayaannya dan mengatakan bahwa kalau
saya mau menikah dengannya, saya akan dihujani dengan berlian-berlian terindah di London. Suatu
kali, setelah makan malam, karena saya tak menanggapi ocehannya dia lalu menangkap saya dia
ternyata cukup kuat juga dan mengancam
takkan melepaskan saya sebelum saya menciumnya. Tapi
untunglah, Mr. Carruthers masuk ke ruangan itu saat itu dan melepaskan saya dari cengkeramannya.
Dia ganti menyerang pemilik rumah yang diinapinya itu, dan memukulnya sampai wajahnya terluka.
Dengan demikian berakhirlah kunjungan Mr. Woodley. Mr. Carruthers minta maaf kepada saya atas
sikap tamunya itu keesokan harinya. Dia menjamin bahwa kejadian memalukan seperti itu takkan
pernah terulang lagi. Sejak itu saya tak pernah bertemu dengan Mr. Woodley lagi.
"Dan sekarang, Mr. Holmes, sampailah saya pada bagian yang menyebabkan saya datang
kemari untuk meminta nasihat Anda. Begini, setiap hari Sabtu tengah hari, saya bersepeda ke Stasiun
Farnham untuk naik kereta api jam 12.22 yang menuju ke kota. Jalanan dari Chiltern Grange sepi
sekali, terutama kalau sampai di suatu tempat yang terletak antara Charlington Heath dan hutan yang
mengelilingi Charlington Hall. Tak ada jalan sesepi jalan itu, dan jarang ada kereta atau petani yang
lewat, kecuali kalau sudah mendekati jalan dekat Crooksbury Hill. Dua minggu yang lalu ketika saya
melewati jalan ini, saya tak sengaja menengok ke belakang, dan kira-kira dua ratus meter di belakang
5 saya terlihat seorang pria yang juga mengendarai sepeda. Pria itu nampaknya setengah baya, dan dia
berjanggut pendek berwarna gelap. Saya menoleh kembali sebelum sampai di Farnham, tapi orang itu
sudah tak kelihatan lagi. Saya pun tak memikirkan soal itu lagi. Tapi bayangkan betapa terkejutnya
saya, Mr. Holmes, ketika saya kembali bersepeda menuju Chiltern Grange pada hari Seninnya dan saya
melihat orang itu lagi di tempat yang sama. Keheranan saya makin bertambah ketika hal itu terulang
lagi, persis seperti sebelumnya, pada hari Sabtu dan Senin berikutnya. Dia tak mendekati dan tak
mengganggu saya sedikit pun, tapi saya jadi penasaran. Saya menceritakan hal ini kepada Mr.
Carruthers dan dia nampaknya tertarik pada kisah saya, dan mengatakan bahwa dia sudah memesan
kereta untuk mengantar jemput saya sehingga saya tak perlu lewat jalan yang sepi itu sendirian lagi.
"Seharusnya kereta itu tiba minggu ini, tapi
entah kenapa ternyata tak dikirim. Maka saya pun
harus bersepeda lagi untuk menuju stasiun, yaitu tadi
pagi. Ketika saya sampai di daerah Charlington
Heath, saya menajamkan kewaspadaan terhadap
sekeliling saya. Dan memang orang itu terlihat lagi,
persis seperti minggu-minggu sebelumnya. Dia terlalu
jauh jaraknya dari saya, sehingga saya tak dapat
melihat wajahnya dengan jelas, tapi saya yakin tak
mengenalnya. Pakaiannya jubah dan topi berwarna
gelap. Satu-satunya yang jelas terlihat dari wajahnya
adalah janggutnya yang juga berwarna gelap. Tadi
pagi ketika saya melihatnya, saya tak merasa
terganggu sama sekali, tapi rasa penasaran saya tak
bisa dibendung, dan saya bermaksud untuk mencari
tahu siapa dia sebenarnya dan apa yang dia inginkan. Saya lalu memperlambat jalan sepeda saya, tapi
dia pun berbuat hal yang sama. Kemudian saya berhenti dengan mendadak, tapi dia pun mengikuti
gerakan saya. Lalu saya memasang perangkap. Ada belokan tajam di jalan itu. Saya mengayuh sepeda
saya dengan cepat ketika membelok, lalu berhenti dan menunggu. Saya mengharap dia akan keburu
saya pergoki sebelum dia sempat berhenti. Tapi dia tak muncul-mucul. Saya lalu menengok ke jalan
yang tadi saya lewati dan melihat sekeliling belokan itu. Tak nampak lagi batang hidungnya. Aneh,
6 karena tak ada belokan lain di sekitar situ."
Holmes tergelak dan menggosok-gosokkan kedua belah tangannya.
"Kasus ini cukup unik," katanya. "Kira-kira berapa lama waktu yang terlewat sejak Anda
membelok sampai Anda melongok-longok mencari orang yang menghilang begitu saja itu""
"Dua atau tiga menit"
"Kalau begitu tak mungkin dia berbalik arah. Padahal tak ada belokan lain lagi, begitukah""
"Ya." "Pastilah dia mengambil jalanan setapak di samping jalan yang kalian lewati itu."
"Tak mungkin ke arah Charlington Heath, karena jika demikian saya pasti akan melihatnya."
"Jadi, kita bisa menyimpulkan bahwa dia menghilang ke arah Charlington Hall yang memang
ada ha lamannya sendiri di sekelilingnya. Ada tambahan lagi""
"Tidak ada, Mr. Holmes, kecuali bahwa saya sangat penasaran dan tak merasa tenang sebelum
saya menemui Anda untuk meminta nasihat."
Holmes terdiam selama beberapa saat. "Pacar Anda itu, di manakah tinggalnya"" tanyanya pada
akhirnya. "Dia bekerja di Midland Electric Company, Conventry."
"Jangan-jangan dia ingin mengunjungi Anda dengan cara yang agak mengejutkan itu."
"Oh, Mr. Holmes! Memangnya saya takkan mengenalinya!"
"Adakah pemuda lain yang mengagumi Anda""
"Memang ada beberapa, tapi tidak lagi setelah saya berpacaran dengan Cyril."
"Sama sekali""
"Ya, cuma si Woodley yang memuakkan itu, itu pun kalau dia bisa dianggap sebagai pengagum
saya." "Tak ada lainnya lagi""
Klien kami yang manis ini menjadi ragu-ragu.
7 "Siapa"" tanya Holmes.
"Oh, mungkin cuma perasaan saya saja, tapi nampaknya Mr. Carruthers kadang-kadang sangat
memperhatikan saya. Kami memang dekat satu sama lain. Saya bermain musik sambil menemaninya
pada malam hari. Dia tak pernah mengatakan apa-apa. Dia benar-benar pria yang sopan. Tapi seorang
gadis kan bisa merasakan kalau ada pria yang menyukainya, walaupun pria itu tak secara langsung
mengatakannya." "Ha!" Holmes jadi serius. "Apa pekerjaan Mr. Carruthers""
"Dia orang kaya."
"Dia tak punya kereta, ataupun kuda""
"Yah, tapi pokoknya dia kaya. Dia pergi ke London dua atau tiga kali dalam seminggu. Dia
sangat tertarik pada bisnis bursa emas di Afrika Selatan."
"Kalau ada perkembangan lain, silakan memberitahu saya, Miss Smith. Saat ini saya sedang
amat sibuk, tapi saya yakin saya akan punya waktu untuk menyelidiki kasus Anda. Sementara itu,
tindakan apa pun yang akan Anda ambil, harus atas sepengetahuan saya. Selamat malam, dan semoga
kabar baik yang kelak Anda bawa."
"Ya, maklum saja kalau gadis secantik dia di buntuti pria," kata Holmes sambil mengambil pipa
yang biasa diisapnya ketika dia sedang mencari ilham. "Tapi cara membuntuti dengan naik sepeda di
jalanan pedesaan yang sepi rasanya kok tak umum, ya" Pasti pria itu mencintai gadis ini dengan diam-diam. Tapi ada hal-hal dari kasus ini yang membuat kita penasaran, Watson."
"Karena pria misterius itu munculnya hanya di tempat tertentu""
"Tepat. Langkah pertama kita ialah mencari tahu siapa saja yang tinggal di Charlington Hall.
Lalu, bagaimana hubungan antara Carruthers dan Woodley, karena mereka kok amat berlainan sifat-nya. Mengapa mereka berdua tertarik mengurus sanak famili Ralph Smith" Satu hal lagi. Orang kaya
macam apa dia itu, yang berani membayar guru musik dua kali lebih mahal dari umumnya, tapi tak
punya kuda. Padahal rumahnya berjarak sepuluh kilometer dari stasiun. Aneh, kan, Watson aneh
sekali." "Kau mau pergi untuk mengadakan penyelidikan""
8 "Tidak, Sobat, kaulah yang akan pergi. Mungkin saja ini hanya kasus sepele, jadi aku tak bisa
mengesampingkan kegiatan risetku yang penting demi kasus ini. Besok Senin pagi-pagi, pergilah ke
Farnham, bersembunyilah dekat Charlington Heath lalu amati kebenaran kisah gadis ini, dan
bertindaklah sesuai dengan kata hatimu. Setelah kau mendapatkan informasi tentang penghuni
Charlington Hall, kembalilah kemari untuk melaporkan hasil pengamatanmu. Sekarang, Watson,
jangan sebut-sebut lagi kasus itu sampai kita mendapatkan fakta-fakta yang cukup untuk mengambil
kesimpulan." Kami mengecek, dan tahulah kami bahwa gadis itu akan naik kereta jam 9.50 dari Waterloo
pada hari, Senin besok. Jadi aku berangkat lebih pagi naik kereta jam 9.13. Sesampainya di Stasiun
Farnham aku tak menemui kesulitan untuk mencari lokasi Charlington Heath, karena gadis itu telah
menggambarkannya dengan jelas sekali. Jalanan itu terletak di antara semak-semak terbuka di satu sisi
dan deretan pohon cemara di sisi lain yang mengelilingi sebuah taman. Ada pintu gerbang batu yang
dipenuhi tumbuhan lumut, dengan pilar-pilar di sampingnya yang bagian atasnya berhiaskan umbul-umbul semboyan yang sudah memudar tulisannya. Tapi di samping jalanan utama ini, ternyata ada
celah melewati pagar tanaman itu menuju sebuah jalan setapak. Gedung yang suram dan tak terawat di
tenga h halaman itu tak ke-lihatan dari jalan besar.
Semak-semaknya dipenuhi tumbuh-tumbuhan liar berbunga kuning yang tampak semarak di
bawah terik matahari musim semi. Aku bersembunyi di balik salah satu rumpunan semak ini supaya
aku bisa mengawasi pintu gerbang bangunan itu, sekaligus kedua sisi jalanan yang panjang itu. Ketika
aku baru sampai, tak ada seorang pun yang lewat di jalanan itu, tapi sekarang nampak seseorang
bersepeda dari arah yang berlawanan dengan yang tadi kutempuh. Dia berjubah gelap, dan berjanggut
gelap pula. Ketika sampai di ujung jalan Charlington, dia turun dari sepeda dan menuntun sepedanya
melewati jalan memotong pada pagar tanaman itu, lalu menghilang.
Seperempat jam kemudian ada seorang pengendara sepeda lagi yang lewat. Kali ini ternyata
gadis klien kami yang datang dari arah stasiun. Kulihat dia menoleh-noleh ke sekeliling ketika dia
sampai di Charlington. Sekejap kemudian pria yang menghilang tadi muncul dari persembunyiannya,
mengayuh sepedanya, dan membuntuti gadis itu. Sejauh mata memandang, hanya mereka berdualah
makhluk yang bergerak di sekitar situ.
Sang gadis mengayuh sepedanya sambil duduk di sadel dengan tegak, dan pria yang
9 membuntutinya merendahkan kepalanya sampai ke setang. Gerakannya serba waspada. Gadis itu
menoleh ke belakang, dan memperlambat kayuhan sepedanya. Pria itu pun berbuat hal yang sama.
Gadis itu lalu berhenti. Pria itu pun langsung berhenti. Jarak mereka kira-kira dua ratus meter. Tindakan
gadis itu selanjutnya benar-benar tak terduga. Dengan tiba-tiba dia membalik sepedanya dan mengayuh
sekuat tenaga ke arah pria itu! Tapi pria itu pun tak kalah gesit, dan dalam sekejap menghilang dari
pandangan. Tinggallah gadis itu sendirian lagi mengayuh sepedanya ke arah semula dengan kepalanya
mendongak ke atas seolah tak peduli lagi dengan sekelilingnya. Pria itu muncul lagi, tetap menjaga
jarak dengan gadis itu sampai mereka akhirnya menghilang di kelokan jalan.
Aku tetap bersembunyi, dan syukurlah aku berbuat begitu! Pria itu ternyata muncul lagi sambil
mengayuh sepedanya dengan perlahan-lahan. Dia membelok ke pintu gerbang gedung, lalu turun dari
sepedanya. Selama beberapa menit dia berdiri di antara pepohonan. Tangannya terangkat, dan
nampaknya dia sedang merapikan dasinya. Lalu dia menaiki sepedanya lagi menuju gedung itu. Aku
Sherlock Holmes - Gadis Pengendara Sepeda di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berlari menyeberangi semak-semak dan mengintip dari sela-sela pepohonan. Di kejauhan aku bisa
menangkap bayangan gedung tua berwarna kelabu dengan cerobong asap gaya Tudor yang menjulang
ke langit. Tapi aku tak bisa berlari dengan cepat karena padatnya gerumbulan semak belukar, dan pria
itu keburu mengbilang dari pandanganku.
Bagaimanapun juga, aku merasa telah melakukan tugasku pagi itu dengan baik. Maka dengan
gembira aku pun lalu menuju ke Farnham. Agen perumahan setempat tak tahu menahu tentang gedung
Charlington Hall, dan aku disuruhnya bertanya ke sebuah perusahaan perumahan terkenal di Pall Mall.
Dalam perjalanan pulang aku mampir ke sana, dan aku diterima oleh seorang pegawai dengan ramah.
Katanya, aku sudah terlambat kalau mau menyewa Charlington Hall musim panas mendatang. Gedung
itu telah disewa orang lain sejak sebulan yang lalu. Penyewanya bernama Mr. Williamson, seorang
bangsawan yang sudah tua. Hanya informasi itu yang bisa kudapatkan darinya, karena dia tak mau
menceritakan urusan-urusan pribadi langganannya.
Malam harinya, Mr. Sherlock Holmes mendengarkan laporanku yang cukup panjang dengan
penuh perhatian. Tapi tak sedikit pun kata pujian dilontarkannya padaku sebagaimana yang
kuharapkan. Sebaliknya, wajahnya yang keras malah menjadi lebih tegang dari biasanya saat ia
memberikan komentar-komentar terhadap apa yang telah kulakukan dan yang tak kulakukan.
"Tempat persembunyian yang kaupilih, sobatku Watson, sangat tak menguntungkan.
10 Seharusnya di balik pagar tanaman, sehingga kau bisa mengamati pria yang menarik perhatian itu dari
jarak dekat. Karena kau melihatnya dari jarak ratusan meter, deskripsi tentang pria yang kauhasilkan
malah lebih jelek dibanding dengan yang suda
h dijelaskan oleh Miss Smith. Menurut gadis itu dia tak
mengenal pria itu, tapi aku yakin tidak demikian halnya. Karena kalau dia memang tak mengenal pria
itu, untuk apa sang pria menjaga jarak sedemikian rupa sehingga wajahnya tak dapat dilihat dari dekat"
Kau mengatakan bahwa pria itu merendahkan kepalanya ke setang sepedanya. Maksudnya tentu untuk
menyembunyikan wajahnya. Pekerjaanmu mengecewakan sekali. Dia menghilang, dan kau lalu ingin
cari tahu siapa dia sebenarnya dari sebuah agen perumahan di London. Ya Tuhan!"
"Lalu apa yang seharusnya kulakukan"" teriakku dengan sengit.
"Pergi ke kedai minuman yang terdekat. Di situ kan pusat segala macam gosip. Tanyakan
tentang nama siapa saja, dari majikan sampai pelayan, dan kau akan mendapatkan informasi lengkap.
Williamson! Nama itu tak membawa manfaat apa-apa bagiku. Kalau dia sudah tua, dia tak mungkin
bersepeda dengan begitu cekatannya sebagaimana terbukti ketika gadis itu berbalik mengejarnya. Apa
yang kita dapatkan dari penyelidikanmu" Cuma membuktikan bahwa gadis itu tak berbohong pada kita.
Aku memang tak pernah meragukan kisahnya. Lalu, bahwa si pengendara misterius itu ada
hubungannya dengan Charlington Hall. Itu pun sudah dapat kupastikan sejak semula. Gedung itu
disewa oleh seseorang bernama Williamson. Untuk apa informasi itu" Yah, yah, Sobat, jangan putus
asa begitu. Tak ada yang bisa kita lakukan sampai hari Sabtu nanti, dan sementara itu aku sendiri akan
berusaha mendapatkan beberapa informasi."
Pagi berikutnya, kami menerima surat dari Miss Smith menceritakan secara singkat peristiwa
yang kemarin kusaksikan. Yang menarik perhatian ialah adanya Catalan di bawah surat itu:
Saya harap Anda akan mengerti, Mr. Holmes, bahwa saya sedang dalam keadaan yang sulit
karena bos saya melamar saya. Saya yakin dia sangat mencintai dan menghargai saya, tapi
saya telah terikat pada orang lain. Dia terpukul menerima penolakan saya, namun sikapnya
tetap lembut. Jadi Anda bisa bayangkan betapa tak enaknya keadaan saya.
"Masalah klien kita nampaknya makin rumit," kata Holmes sambil berpikir, begitu dia selesai
membaca surat itu. "Ada beberapa hal dan perkembangan dari kasus ini yang lebih menarik dari pada
yang kuduga semula. Aku tak keberatan untuk mengorbankan seharian waktuku menuju pedesaan yang
11 tenang dan damai itu. Kupikir aku akan berangkat siang ini untuk mencoba satu atau dua teori yang
sudah kudapatkan." Rencana Holmes untuk menghabiskan waktunya dengan tenang di pedesaan berakhir dengan
cukup unik, karena dia kembali ke Baker Street malam harinya dengan bibir dan dahi terluka serta
sikap riang yang nampaknya tak pada tempatnya. Mungkin malah dialah yang perlu dijadikan objek
penyelidikan oleh Scotland Yard. Dia merasa sangat geli atas petualangannya, dan tertawa terbahak-bahak ketika dia mengingatnya.
"Akhir-akhir ini aku memang tak banyak berlatih, jadi kupikir ada baiknya juga," katanya. "Kau
tahu kan bahwa kemampuanku bertinju lumayan juga. Kadang-kadang ada gunanya lho, seperti tadi
misalnya. Payah seandainya aku tak bisa bertinju."
Kudesak dia agar menceritakan apa yang telah terjadi.
"Aku pergi ke kedai minum desa seperti yang kusarankan padamu kemarin, dan aku lalu
mencari informasi secara tak mencolok. Ketika sedang di bar itulah, aku mendapatkan semua informasi
yang kubutuhkan dari pemilik bar yang cerewet. Williamson adalah seorang pria berjanggut putih yang
tinggal di gedung tua itu bersama beberapa
pelayannya. Desas-desus mengatakan bahwa dia itu
seorang pendeta atau pernah menjadi pendeta, tapi ada
satu-dua tindakannya selama tinggal di gedung itu
yang tak sesuai dengan kedudukannya sebagai bapak
rohani. Aku juga mencari informasi ke sebuah
organisasi pendeta, dan mereka mengatakan bahwa
memang ada seseorang bernama itu di catatan mereka
tapi yang memiliki reputasi yang amat jelek. Pemilik
bar itu juga mengatakan bahwa pada akhir minggu
biasanya gedung itu dikunjungi banyak tamu, dan
salah satunya berjanggut merah bernama Mr.
Woodley. Dia itu termasuk pengunjung setia. Sedang
kami berbincang- bincang sampai di situ, orang yang
kami bicarakan mendekati kami. Sejak tadi dia
12 ternyata sedang minum bir di kedai itu dan sempat mendengarkan semua percakapan kami. Dia pun
lalu menginterogasiku. Siapa aku" Apa yang kuinginkan" Untuk apa aku bertanya-tanya" Dia
mencerocos memaki-maki diriku dan akhirnya memukulku dengan punggung tangannya. Aku tak
sempat mengelak. Selama beberapa menit berikutnya aku bergulat melawan penjahat yang sedang
mengamuk itu. Begitulah mengapa rupaku jadi seperti ini, dan Mr. Woodley malah harus pulang naik
kereta. Berakhirlah sudah perjalananku di pedesaan, dan kuakui, walaupun cukup menyenangkan,
kepergianku ke daerah perbatasan Surrey ini tak menghasilkan lebih banyak dari kepergianmu
kemarin." Pada hari Kamis berikutnya kami menerima surat lagi dari klien kami:
Anda takkan terkejut, Mr. Holmes, kalau mendengar bahwa saya akan berhenti bekerja dari
tempat Mr. Carruthers. Walaupun digaji tinggi, situasi saya benar-benar tak enak. Besok Sabtu
saya akan kembali ke kota, dan takkan kembali lagi. Mr. Carruthers telah memesan kereta
untuk mengantarkan saya, maka bahaya di jalanan sepi itu, kalau memang benar itu, bahaya,
tak perlu mengganggu saya lagi.
Penyebab utama kepergian saya bukanlah ketegangan dengan Mr. Carruthers, melainkan
munculnya Mr. Woodley lagi di rumah itu. Dari dulu dia memang menyeramkan, dan sekarang
lebih-lebih lagi. Tampangnya makin amburadul, mungkin dia terluka karena kecelakaan. Saya
hanya kebetulan melihatnya dari jendela, dan syukurlah saya tak pernah berjumpa dengannya.
Dia berbicara lama sekali dengan Mr. Carruthers, dan setelah percakapan itu Mr. Carruthers
menjadi amat tegang. Mr. Woodley tentunya menginap di dekat situ, karena dia tak menginap di
rumah Mr. Carruthers, dan saya melihat bayangannya lagi pagi tadi ketika dia sedang berjalan
menyelinap di semak-semak. Wah, saya merasa bagaikan dikitari oleh seekor binatang buas
yang terlepas dari kandangnya di rumah itu. Saya amat benci dan takut padanya. Bagaimana
Mr. Carruthers bisa tahan bersamanya bahkan untuk sedetik saja! Bagaimanapun juga, semua
kesulitan saya akan berakhir pada hari Sabtu nanti.
"Apa kataku, Watson, apa kataku," kata Holmes dengan serius. "Ada intrik yang serius di
sekitar gadis itu, dan kita harus menjaga agar dia jangan sampai diganggu pada perjalanan terakhirnya
itu. Kukira, Watson, kita harus pergi bersama besok Sabtu pagi, dan harus kita usahakan agar
penyelidikan kita yang penuh teka-teki ini jangan sampai berakhir dengan kemalangan."
13 Harus kuakui bahwa sampai saat ini aku tak menganggap serius kasus ini. Cuma agak unik dan
aneh, tapi tak terlalu membahayakan. Kalau ada pemuda yang menunggui dan membuntuti gadis
cantik, itu kan sering terjadi. Dan kalaupun pria itu tak hanya takut menyapanya tapi juga melarikan
diri ketika didekati si gadis, itu pun tak berarti bahwa dia bermaksud jahat. Si bajingan Woodley lain
lagi, tapi dia hanya sekali pernah mengganggu klien kami, dan sekarang ketika dia mengunjungi rumah
Carruthers pun, dia tak berusaha menemui gadis itu. Pria bersepeda itu pastilah salah satu pengunjung
akhir minggu di Charlington Hall seperti yang dikatakan oleh pemilik bar, tapi siapa dia sebenarnya
atau apa yang diinginkannya masih tetap tak jelas. Sikap Holmes yang tegang dan kenyataan bahwa dia
menyelipkan pistol di saku celananya sebelum kami berangkatlah yang membuatku sadar bahwa di
balik rangkaian peristiwa kasus ini mungkin ada niat jahat yang bisa mengakibatkan tragedi.
Malam sebelumnya hujan turun, tapi pagi ini cerah sekali. Pedesaan yang dipenuhi tumbuhan
semak dan bunga-bunga liar terlihat indah sekali dibandingkan dengan pemandangan kota London
yang suram dan membosankan. Kami berjalan di sepanjang jalanan yang lebar dan berpasir sambil
menghirup udara pagi yang segar, menikmati kicau burung-burung dan cuaca musim semi yang cerah.
Dari tanjakan jalan dekat Crooksbury Hill kami bisa melihat Charlington Halt yang menyembul di
antara pohon-pohon ek yang sudah tua. Walaupun demikian, pohon-pohon itu masih kalah tua dengan
gedung di tengah tengahnya i
tu. Holmes menunjuk ke jalanan berwarna kuning kemerahan yang diapit
oleh semak-semak coklat dan hutan yang menghijau. Di kejauhan, tampak sebuah titik hitam. Rupanya
ada sebuah kendaraan yang sedang melaju ke arah kami. Holmes berteriak dengan kesal.
"Aku sebetulnya telah datang setengah jam lebih pagi," katanya. "Kalau yang terlihat itu
ternyata kereta yang ditumpangi si gadis, berarti dia mau berangkat dengan kereta api yang lebih awal
dari biasanya. Wah, Watson, jangan jangan dia sampai duluan di Charlington."
Ketika kami sudah melewati tanjakan, kami tak melihat kereta itu lagi. Kami mempercepat
langkah sampai aku merasa mau jatuh. Tapi Holmes sudah terbiasa berjalan secepat itu dan punya
cadangan tenaga ekstra. Langkahnya yang ringan tak pernah menjadi lebih lambat sedikit pun, sampai
tiba-tiba, ketika dia sudah kira-kira seratus meter di depanku, dia berhenti, dan kulihat dia mengangkat
tangannya dengan kecewa. Pada saat yang bersamaan, sebuah kereta lewat, tanpa penumpang. Kuda-nya berlari dengan kencang mengikuti kendali tali kekangnya. Kereta itu muncul dari belokan jalan dan
bergemeretak dengan nyaring ke arah kami.
14 "Terlambat, Watson, terlambat!" teriak Holmes
ketika aku berlari mengejarnya. "Goblok sekali aku ini tak
mempertimbangkan untuk berangkat lebih awal!
Penculikan, Watson penculikan! Bahkan mungkin
pembunuhan! Mari kita blokir jalan itu! Hentikan kudanya!
Baik. Ayo naik dan coba kita lihat apakah kita masih punya
kesempatan untuk memperbaiki kesalahan kita."
Kami melompat masuk ke kereta itu, dan sesudah
membalikkan arah kuda, Holmes memecutnya dengan
keras, dan kami pun melesat melewati jalanan itu. Ketika
tiba di belokan, di depan kami terbentang jalanan antara
Charlington Hall dan semak-semak yang terbuka. Aku
mencengkeram lengan Holmes.
"Itu dia orangnya!" teriakku dengan tercekat
Seseorang yang mengendarai sepeda sendirian sedang menuju ke arah kami. Kepalanya
menunduk dan bahunya dilengkungkannya supaya dia bisa mengayuh sepedanya secepat mungkin. Dia
ngebut bagaikan sedang berlomba. Ketika dia sudah berdekatan dengan kami, tiba-tiba dia mengangkat
wajahnya yang berjanggut. Dia melepas kayuhannya lalu melompat dari sepeda. Janggutnya yang gelap
sangat kontras dengan kulit wajahnya yang pucat, dan matanya berapi-api seolah-olah sedang sakit
panas. Dia menatap kami dan kereta yang kami tumpangi secara bergantian. Kemudian wajahnya
memancarkan keheranan. "Hei! Berhenti!" teriaknya sambil menaruh sepedanya di tengah jalan. "Dari mana kalian
mendapatkan kereta ini" Ayo, berhenti!" teriaknya sambil menarik pistol. "Berhenti, kataku, atau
kutembak kuda itu!" Holmes melemparkan tali kekang kuda itu ke pangkuanku dan melompat turun dari kereta.
"Kami memang sedang mencarimu. Di mana Miss Violet Smith"" tanya Holmes langsung
dengan suara keras. "Akulah yang seharusnya bertanya begitu kepada kalian. Bukankah kalian berada di keretanya"
15 Kalian seharusnya tahu di mana dia berada."
"Kami menemukan kereta ini di jalanan. Tak ada penumpangnya. Lalu kami kembali untuk
memberikan pertolongan kepada gadis itu."
"Ya Tuhan! Ya Tuhan! Apa yang harus kulakukan"" teriak orang asing itu dengan amat putus
asa. "Jadi mereka telah menangkapnya, si setan Woodley dan pendeta palsu itu. Ayolah, kalau kalian
benar-benar temannya. Mari kita bersama menolongnya, walaupun untuk itu aku harus mati di
Charlington Wood." Dia lalu berlari kencang dengan pistol di tangannya, melewati celah pagar tanaman dekat situ.
Holmes mengikutinya, dan setelah memarkir kereta di pinggir jalan, aku pun mengikuti jejak mereka.
"Mereka tadi lewat sini," kata Holmes sambil menunjuk jejak-jejak di jalan setapak yang
berlumpur. "Hei! Coba berhenti sejenak! Siapa di semak-semak itu""
Ternyata seorang pemuda berumur kira-kira tujuh belas tahun, berpakaian seperti seorang
pengurus kuda, lengkap dengan tali dan penutup kaki. Dia terbaring di tanah, lututnya terangkat, dan
kepalanya terluka parah. Dia pingsan. Setelah mengamati lukanya sekejap, tahulah aku bahwa lukanya
tak sampai kena tulang tengkoraknya.
"Itu kan si Peter, kusir kereta itu," teriak orang asing itu. "Dialah yang tadi mengantar Miss
Smith. Para penjahat itu pasti telah memukulnya. Biarkan dia berbaring di situ, toh kita tak bisa
menolongnya, tapi kita mungkin masih bisa menyelamatkan gadis itu dari malapetaka terburuk yang
bisa terjadi pada seorang wanita."
Bagai dikejar setan kami berlari menyusun jalan setapak yang membelok-belok di antara
pepohonan. Ketika tiba di bagian semak-semak yang mengelilingi gedung, Holmes menghentikan
langkahnya. "Mereka tidak masuk ke dalam situ. Lihat bekas kaki mereka di sebelah kiri nih, di samping
gerumbulan tanaman salam ini! Ah, begitulah!"
Ketika dia berkata demikian, terdengarlah jeritan ketakutan seorang wanita dari arah
gerumbulan semak belukar di depan kami. Tiba-tiba jeritan itu terhenti seolah suaranya tercekik.
"Ke sini! Ke sini! Mereka berada di ruangan boling," teriak orang asing itu sambil meayibakkan
16 semak-semak."Ah, anjing anjing pengecut itu! Mari ikuti aku! Terlambat! Terlambat! Sialan!"
Tiba-tiba kami sudah sampai ke hamparan halaman
menghijau indah yang dipagari pohon-pohon tua. Di
ujung sana, di bawah bayangan sebuah pohon ek
raksasa, nampak tiga orang berdiri dengan gaya yang
unik. Yang seorang wanita, klien kami. Ia kelihatan
lunglai dan tak berdaya, mulut-nya ditutupi
saputangan yang diikatkan ke belakang kepalanya. Di
depannya tegak pemuda brutal berkumis merah
dengan wajah yang tegang. Kedua kakinya terbuka,
satu lengannya berkacak pinggang sedang lengan
satunya mengayun-ayunkan cemeti dengan gaya
jagoan yang baru saja menang bertanding. Seorang
pria tua berjanggut abu-abu berdiri di antara mereka,
memakai pakaian pendeta. Jelas, dia baru saja
memimpin upacara pernikahan, karena dia sedang
memasukkan buku doanya ketika kami menghampiri mereka, dan menepuk punggung pengantin pria
sebagai ucapan selamat kepadanya.
"Mereka sudah dinikahkan!" kataku dengan tercekat
"Cepatlah!" teriak pemandu kami "Cepatlah!" Dia berlari menyeberangi halaman, dan kami
mengikutinya. Ketika kami mendekat, wanita muda itu terhuyung-huyung menghampiri batang pohon
untuk mencari pegangan. Williamson, pendeta gadungan itu, membungkukkan badan pura-pura
bersikap sopan kepada kami, dan si jahanam Woodley menyambut kami dengan tawanya yang
meledak-ledak. "Copot saja janggutmu, Bob," katanya. "Aku tahu kau menyamar. Yah, kau dan teman-temanmu
datang tepat pada waktunya bagiku untuk memperkenalkan Mrs. Woodley."
Pemandu kami menanggapi kata-kata ini dengan berbuat sesuatu yang mengejutkan kami.
Ditariknya janggut hitam yang dipakainya untuk menyamar itu, dan dibuangnya ke tanah. Kini
17 tampaklah wajahnya yang sebenarnya, wajah yang lonjong, pucat, dan bersih. Kemudian dia menarik
pistolnya dan mengarahkannya ke bajingan yang sedang mendekatinya sambil mengayun-ayunkan
cemeti. "Ya," kata sekutu kami, "aku memang Bob Carruthers, dan aku akan menyelamatkan gadis ini
apa pun konsekuensinya. Aku sudah mengingatkanmu apa yang akan kulakukan kalau kau berani
mengganggunya, dan demi Tuhan, aku akan lakukan apa yang kukatakan itu!"
"Kau terlambat. Dia sudah jadi istriku!"
"Tidak, dia akan segera jadi seorang janda."
Ditariknya pelatuk pistolnya, dan kulihat darah
mengalir dari bagian pinggang Woodley. Dia menggeliat
sambil berteriak dan jatuh dengan punggung mencium
tanah. Wajahnya yang merah dan seram segera berubah
menjadi pucat penuh coreng moreng mengerikan. Pria tua
yang masih dalam pakaian pendeta itu tiba-tiba
menyumpah-nyumpah dan menarik pistolnya juga. Tapi
sebelum dia sempat mengangkat pistol itu, dilihatnya
laras pistol Holmes sudah ada di depan hidungnya.
"Cukup sekian saja," kata temanku dengan dingin.
"Jatuhkan pistol itu! Watson, ambillah! Dan acungkan ke
kepalanya! Terima kasih. Kau, Carruthers, serahkan
pistolmu kepadaku. Kita tak usah pakai kekerasan lagi.
Ayo, serahkan pistolmu!"
"Kau ini siapa sebenarnya""
"Namaku Sherlock Holmes."
"Ya Tuhan!"
Sherlock Holmes - Gadis Pengendara Sepeda di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jadi kau sudah kenal namaku, ya" Aku mewakili polisi secara resmi sampai mereka tiba di sini.
Kem ari, kau!" teriaknya kepada pengendara kereta yang ketakutan yang muncul di ujung halaman.
18 "Kemarilah. Antar surat ini secepatnya ke Farnham." Dicoretkannya beberapa kata di secarik kertas
catatannya. "Serahkan ini kepada Inspektur di kantor polisi. Sementara menunggu kedatangannya,
kalian berada dalam tawananku."
Sosok Holmes yang kuat dan berwibawa menguasai situasi saat itu, dan semuanya bagaikan
boneka yang bisa dikendalikannya. Williamson dan Carruthers disuruh mengangkat Woodley yang
terluka ke dalam gedung, dan aku menggandeng gadis yang ketakutan itu. Woodley dibaringkan di
tempat tidurnya, dan atas permintaan Holmes aku memeriksa lukanya. Kulaporkan hasil
pemeriksaanku padanya. Ketika itu dia sedang duduk di ruang makan kuno yang berhiaskan permadani
yang digantung di dinding. Kedua tawanannya berada di depannya.
"Dia masih hidup," kataku.
"Apa!" teriak Carruthers sambil beranjak dari kursinya. "Akan kuhabisi dia sekarang juga! Aku
tak rela bidadariku terikat pada bajingan itu seumur hidupnya!"
"Kau tak perlu mencemaskan hal itu," kata Holmes. "Ada dua alasan kuat yang akan
membatalkan pernikahannya. Pertama, kita patut mempertanyakan keabsahan Mr. Williamson sebagai
seorang pendeta." "Aku sudah ditahbiskan jadi pendeta!" teriak bajingan tua itu.
"Dan sudah dipecat juga, kan""
"Sekali pendeta, seumur hidup pendeta."
"Tentu saja tidak. Bagaimana dengan surat nikahnya""
"Kami punya surat nikah. Nih, di sakuku."
"Kau pasti menipu untuk memperolehnya. Lagi pula kawin paksa itu tidak sah. Lihat saja nanti,
betapa berat hukuman yang harus kaujalani. Sedikitnya sepuluh tahun! Dan kau, Carruthers, nasibmu
sebetulnya bisa lebih baik, kalau saja tak kautembak si Woodley."
"Maunya begitu, Mr. Holmes, tapi kalau kuingat semua jerih payahku untuk melindungi gadis
itu karena aku mencintainya, Mr. Holmes, dan baru kali inilah aku benar-benar merasakan artinya
cinta aku jadi gila memikirkan bahwa dia berada dalam kekuasaan penjahat paling ganas di Afrika
Selatan, orang yang namanya berarti teror dari Kimberley sampai ke Johannesburg. Anda mungkin tak
19 percaya, Mr. Holmes, betapa ketat aku mengawasinya sejak dia bekerja di rumahku. Aku selalu
menguntitnya kalau dia sedang bersepeda melewati gedung ini, hanya untuk memastikan bahwa dia
telah melewatinya dengan selamat, karena di sinilah para bandit itu menginap. Aku menjaga jarak
dengan gadis ini dan memakai janggut palsu agar dia tak mengenaliku. Dia gadis yang baik dan penuh
semangat. Dia pasti akan minta berhenti kalau dia tahu bahwa aku menguntitnya sepanjang jalan
pedesaan ini." "Mengapa tak kauperingatkan dia tentang bahaya yang mungkin menantinya""
"Karena, tentu saja itu tadi, dia akan berhenti bekerja di rumahku, dan aku tak ingin itu terjadi.
Walaupun dia tak membalas cintaku, biarlah aku menikmati kecantikannya dan mendengar suara nya."
"Yah," kataku, "kauanggap itu cinta, Mr. Carruthers, tapi menurutku itu mau menangnya
sendiri." "Mungkin dua-duanya sekaligus. Pokoknya, aku tak ingin dia pergi. Di samping itu, dengan
adanya gerombolan penjahat yang mengintainya, aku malah menjadi semakin yakin bahwa dia perlu
dijaga. Lalu ketika telegram itu tiba, aku tahu bahwa mereka pasti segera bertindak."
"Telegram apa""
Carruthers mengambil sepucuk telegram dari sakunya. "Ini dia!" katanya. Bunyi telegram itu
singkat dan jelas: ORANG TUA ITU SUDAH MATI.
"Hm!" kata Holmes. "Kurasa aku mengerti semuanya, dan mengapa berita ini mendorong
mereka untuk bertindak. Tapi sementara kita menunggu, coba ceritakan apa yang kauketahui."
Bandit tua yang berpakaian pendeta itu segera mengancam, "Awas kalau kau berani
mengkhianati kami, Bob Carruthers," katanya. "Nasibmu akan sama seperti Jack Woodley! Kau boleh
ngoceh semaumu tentang gadis itu, itu urusanmu. Tapi kalau kau mengadukan teman-temanmu kepada
polisi preman ini, kau akan menyesal."
"Kau tak perlu ribut, Pendeta," kata Holmes sambil menyulut rokoknya. "Kasus ini jelas
memberatkanmu, dan yang ingin kuketahui hanyalah beberapa detail yang membuatku penasaran. Tapi
kalau kau tak mau menga takannya, biar aku sendiri yang melakukannya, dan kau akan lihat betapa
20 rahasiamu sudah sebagian besar ada di tanganku. Pertama, kalian bertiga datang dari Afrika Selatan
untuk urusan ini kau, Williamson, kau, Carruthers, dan Woodley."
"Salah besar," kata pria tua itu. "Aku baru kenal kedua orang itu dua bulan yang lalu, dan aku
belum pernah pergi ke Afrika selama hidupku. Kecele, kan, Mr. Holmes yang sok repot!"
"Apa yang dikatakannya itu benar adanya," kata Carruthers.
"Yah, yah, jadi hanya kalian berdua yang datang dari Afrika Selatan. Pendeta ini buatan dalam
negeri rupanya. Kalian mengenal Ralph Smith ketika berada di Afrika Selatan. Kalian tahu bahwa
usianya takkan lama lagi. Kalian juga tahu bahwa keponakannya akan mewarisi kekayaannya. Begitu,
kan"" Carruthers mengangguk, dan Williamson menyumpah-nyumpah.
"Gadis itu satu-satunya keluarganya, dan si tua itu pasti tak membuat surat wasiat"
"Dia tak bisa membaca maupun menulis," kata Carruthers.
"Lalu kalian berdua datang kemari, dan mencari gadis itu. Rencananya ialah salah satu dari
kalian akan menikahinya, dan yang lain akan mendapat bagian dari warisan itu. Lalu diputuskan bahwa
Woodley-lah yang akan menikahi gadis Itu. Mengapa demikian""
"Kami main kartu dalam perjalanan. Siapa yang menang, dialah yang akan menikahinya.
Woodley pemenangnya."
"Oh, begitu. Kau lalu menawarkan pekerjaan kepada gadis itu, dan rencananya di rumahmu
itulah Woodley akan mendekatinya. Ternyata gadis itu tahu bahwa si Woodley tukang mabuk, dan amat
membencinya. Sementara itu, rencana kalian jadi agak kacau karena ternyata kau sendiri malah jatuh
cinta pada gadis itu. Jadi kau tak rela kalau bajingan temanmu itu memilikinya."
"Tidak, demi Tuhan, aku takkan merelakannya!"
"Kalian lalu bertengkar. Dia meninggalkan rumahmu dengan sangat marah, dan mulai membuat
rencana sendiri tanpa sepengetahuanmu."
21 "Aku heran, Williamson, orang ini tahu segalanya," teriak Carruthers sambil tertawa pahit. "Ya,
kami bertengkar, dan dia memukulku sampai jatuh. Tapi aku sudah membalas. Jadi kami sudah impas
sekarang. Lalu dia menghilang. Rupanya saat itulah dia bersekongkol dengan bekas pendeta kita ini.
Mereka memilih tempat ini karena gadis itu selalu lewat jalan dekat sini untuk menuju stasiun. Aku
menguntitnya sejak itu, karena aku menyadari adanya bahaya di sekitar sini. Sesekali, aku juga
mengawasi tindak-tanduk mereka, karena aku ingin tahu apa yang akan mereka lakukan. Dua hari yang
lalu, Woodley datang ke rumahku dengan membawa telegram yang mengabarkan kematian Ralph
Smith. Dia menanyakan apakah aku masih setuju dengan rencana semula. Aku menolaknya. Dia lalu
menanyakan apakah aku mau menikahi gadis itu dan memberinya sebagian kekayaan paman gadis itu.
Kukatakan bahwa dengan senang hati aku akan menyetujuinya, tapi masalahnya gadis itu tak mau
menikah denganku. Dia berkata, 'Pokoknya kita paksa dia menikah denganmu dulu, nanti setelah satu
atau dua minggu, dia pasti akan berubah pikiran.' Kukatakan bahwa aku tak mau melakukan hal itu
dengan kekerasan. Maka dia pun meninggalkan rumahku sambil memaki-maki, benar-benar bajingan
bermulut kotor dia itu, dan dia mengancam akan menikahi gadis itu dengan cara apa pun. Gadis itu
minta berhenti bekerja akhir minggu ini, dan aku telah memesan kereta untuk mengantarnya ke stasiun,
tapi aku tetap merasa gelisah sehingga aku lalu mengayuh sepedaku dan mengikulinya. Tapi dia telah
keburu berangkat, dan belum sempat aku mengejar
kereta itu, ternyata rencana jahat ini telah
dilaksanakan. Lalu aku melihat dua orang pria
mengendarai kereta itu menuju arah yang berlawanan."
Holmes bangkit dari kursinya untuk membuang
puntung rokoknya. "Aku bodoh sekali, Watson,"
katanya. "Ketika dalam laporanmu kaukatakan bahwa
kau melihat si pengendara misterius merapikan
dasinya di semak belukar, seharusnya aku sudah
menduga semua ini. Tapi kita boleh bangga mendapat
kesempatan menangani kasus yang unik dan penuh
tanda tanya ini. Kurasa sudah ada tiga orang polisi di
luar sana; syukurlah pemuda pengendara kereta itu
berh asil memanggil mereka. Kukira petualangan kita
22 pagi ini tak menyebabkan dia ataupun sang mempelai pria terluka parah. Nah, Watson, sebaiknya
kauperiksa Miss Smith dan kalau dia sudah pulih, kita akan mengantarnya pulang. Kalau dia masih
agak payah keadaannya, mungkin kita perlu mengabari insinyur dari Midland itu. Pasti Miss Smith
akan cepat sembuh. Dan Anda, Mr. Carruthers, telah berbuat banyak untuk menebus peran serta Anda
dalam sebuah rencana kejahatan. Ini kartu nama saya, kalau kalau Anda nanti membutuhkan bantuan
kesaksian saya di pengadilan."
Dalam kebingungan atas segala kejadian yang berturut-turut dalam jangka waktu yang
sedemikian singkatnya, kadang-kadang aku mengalami kesulitan pembaca pasti merasakan hal ini
untuk mengakhiri penulisan sebuah kisah dengan memberikan detail-detail akhir yang diharapkan oleh
pembaca yang penasaran. Setiap kasus seolah merupakan awal bagi kasus berikutnya, dan begitu
sebuah krisis terlampaui, para pelaku dengan begitu saja menghilang dari kehidupan kami yang sibuk.
Walaupun demikian, aku menemukan sedikit catatan pada akhir coretanku tentang kasus ini, yang
menyatakan bahwa Miss Violet benar-benar mewarisi kekayaan pamannya yang cukup banyak, dan
sekarang dia telah menjadi Mrs. Cyril Morton. Sang suami bersama seorang rekannya memiliki
perusahan jasa perlistrikan terkenal di Westminster yang bernama Morton and Kennedy. Williamson
dan Woodley masing-masing diadili atas tuduhan penculikan dan penganiayaan. Williamson dihukum
penjara selama tujuh tahun, sedangkan Woodley sepuluh tahun. Aku tak menemukan catatan tentang
nasib Carruthers, tapi aku yakin kesalahannya tak dianggap terlalu berat oleh pengadilan, karena
Woodley yang ditembaknya itu memang terkenal sebagai penjahat ulung. Kukira dia paling-paling
dihukum beberapa bulan. TAMAT tamat Teror Topeng Merah 2 Vampire Academy Karya Richelle Mead Durjana Dan Ksatria 8
Sir Arthur Conan Doyle Kembalinya Sherlock Holmes
GADIS PENGENDARA SEPEDA Download Ebook Jar Lainnya Di
http://mobiku.tk http://inzomnia.wapka.mobi
DARI tahun 1894 sampai tahun 1901, Mr. Sherlock Holmes sibuk sekali. Lebih tepatlah kalau
dikatakan bahwa tak ada kasus publik yang pelik yang tak dikonsultasikan padanya selama delapan
tahun penuh itu. Belum lagi perannya yang cukup dominan dalam ratusan kasus pribadi, yang di
antaranya ada yang sangat rumit dan aneh-aneh. Kariernya yang laris selama jangka waktu yang cukup
panjang itu membawa banyak keberhasilan yang benar-benar mengagumkan, walaupun ada juga
beberapa kegagalan yang tak bisa dihindari. Aku mencatat semua kasus yang pernah ditanganinya, dan
aku sendiri ikut terjun dalam sebagian besar penyelidikannya. Bisa dibayangkan bahwa tak mudah
bagiku untuk menentukan mana yang pantas disebarluaskan kepada publik. Namun aku punya
peraturan yang selalu kutaati, yaitu bahwa aku lebih suka menulis tentang kasus-kasus yang menarik
bukan karena kebrutalan tindak kejahatannya, tapi lebih karena kepiawaian dan segi dramatis cara
penyelesaiannya. Itulah sebabnya sekarang aku ingin mengisahkan tentang Miss Violet Smith,
pengendara sepeda dari Charlington, dan rangkaian penyelidikan kami yang mencapai puncaknya
dengan terjadinya tragedi yang sama sekali tak kami duga sebelumnya. Memang kasus ini tak terlalu
menampakkan kemahiran temanku yang terkenal itu, tapi kasus ini mengandung beberapa hal yang
lebih menarik dibanding dengan kisah-kisah kejahatan lain yang ada dalam catatanku.
Ketika membuka buku catatanku yang bertahun 1895, di situ tertulis bahwa pada hari Sabtu, 23
April, kami berkenalan dengan Miss Violet Smith untuk pertama kahnya. Aku ingat benar bahwa
kunjungannya ke tempat kami waktu itu benar-benar pada saat yang sangat tidak menguntungkan bagi
Holmes. Dia sedang asyik dengan kasus yang rumit dan muskil sehubungan dengan penganiayaan yang
dialami oleh John Vincent Harden, miliarder tembakau yang terkenal itu. Temanku yang selalu
mengutamakan ketepatan dan konsentrasi, pasti akan menolak apa pun yang bisa mengganggu
perhatiannya dari kasus yang sedang ditanganinya. Tapi kelembutannya membuatnya tak sampai hati
menolak mendengarkan kisah wanita muda yang cantik, semampai, anggun bak seorang ratu itu, yang
datang ke Baker Street larut malam untuk meminta pertolongan dan nasihatnya. Percuma saja
menjelaskan padanya bahwa dia sedang sibuk, karena wanita muda itu tetap bersikeras untuk
menceritakan kisahnya, dan jelas sekali bahwa dia takkan meninggalkan tempat kami sebelum dia
melaksanakan niatnya. Akhirnya Holmes menyerah, dan sambil tersenyum lesu dia mempersilakan
2 duduk pengacau yang cantik itu, lalu memintanya menceritakan masalah yang sedang mengganggunya.
"Paling tidak, pasti bukan masalah kesehatan," katanya sambil matanya yang menyelidik
mengamati gadis itu secara keseluruhan. "Pengendara sepeda yang aktif pasti kuat tubuhnya."
Gadis itu menengok ke kakinya dengan heran, dan aku pun melihat bagian tengah sol sepatunya
yang menjadi agak aus karena dipakai mengayuh sepeda.
"Ya, saya banyak bersepeda, Mr. Holmes, dan itu ada kaitannya dengan kunjungan saya
kemari." Temanku menarik tangan gadis itu yang tak terbungkus sarung tangan dan mengamatinya
dengan saksama, tapi tanpa perasaan apa-apa, bak seorang ahli terhadap objek percobaannya.
"Maaf, ya. Saya perlu mengadakan pengamatan,"
katanya sambil melepaskan tangan gadis itu. "Hampir
saja saya mengira bahwa Anda seorang tukang ketik.
Ternyata Anda terjun di bidang musik. Ujung-ujung
jari yang bulat itu, Watson, sebetulnya cocok untuk
kedua profesi itu. Tapi wajahnya memancarkan
semangat yang tak terlihat pada seorang tukang ketik.
Jadi gadis ini pastilah seorang pemusik."
"Ya, Mr. Holmes, saya mengajar musik."
"Di pedesaan, ya, kalau dilihat dari kondisi kulit
Anda." "Ya, sir, dekat Farnham, di perbatasan Surrey."
"Tempat yang indah pemandangannya. Saya sering berurusan dengan daerah itu. Kau ingat,
Watson, kita pernah menangkap Archie Stamford, si pemalsu itu, di dekat situ. Sekarang, Miss Violet,
apa yang telah terjadi kepada Anda di situ""
Wanita muda itu dengan jelas dan tenang mengisahkan demikian.
"Ayah saya sudah meninggal, Mr. Holmes. Dia adalah James Smith, yang dulu memimpin orkes
di Imperial Theatre. Ibu dan saya ditinggalkannya tanpa seorang famili pun di dunia ini kecuali seorang
3 paman bernama Ralph Smith, yang pindah ke Afrika dua puluh lima tahun yang lalu, dan sejak itu tak
pernah terdengar kabar beritanya. Ketika Ayah meninggal, kami dalam keadaan sangat miskin, tapi
suatu hari kami diberitahu bahwa ada iklan di The Times yang mencari kami. Dapat Anda bayangkan
betapa gembiranya kami, karena kami pikir tentu ada seseorang yang ingin mewariskan kekayaannya
pada kami. Kami langsung menemui pengacara yang namanya tercantum di iklan itu. Di sana kami
bertemu dengan dua orang pria, Mr. Carruthers dan Mr. Woodley, yang baru kembali dari Afrika
Selatan. Mereka mengatakan bahwa paman saya adalah teman mereka, dan bahwa Paman sudah
meninggal di Johannesburg beberapa bulan yang lalu dalam keadaan sangat miskin. Sebelum
meninggal dia sempat meminta mereka agar mencari familinya dan melihat keadaan mereka. Kami
merasa aneh karena Paman Ralph yang tak pernah memperhatikan kami selama masa hi dupnya tiba-tiba bisa berniat demikian menjelang ajalnya. Tapi Mr. Carruthers meyakinkan kami bahwa itu
disebabkan Paman baru saja mendengar tentang kematian kakaknya, hingga dia lalu merasa
bertanggung jawab atas nasib kami.
"Maaf," kata Holmes, "kapan percakapan ini terjadi""
"Bulan Desember empat bulan yang lalu."
"Silakan dilanjutkan."
"Menurut saya, Mr. Woodley itu orangnya sangat menjijikkan. Dia terus-terusan menatap saya.
Pemuda berkumis ini wajahnya kasar dan bulat. Model rambutnya belah tengah. Sikapnya benar-benar
tak menyenangkan dan saya yakin Cyril pasti akan melarang saya untuk berhubungan dengan
pemuda macam begitu."
"Oh, nama pacar Anda Cyril, ya"" kata Holmes sambil tersenyum.
Gadis itu memerah pipinya dan tertawa.
"Ya, Mr. Holmes; Cyril Morton, seorang insinyur elektro, dan kami merencanakan untuk
menikah akhir musim panas yang akan datang. Wah, cerita saya kok jadi membelok tentang dia, ya"
Begini, yang ingin saya katakan tadi ialah bahwa Mr. Woodley benar-benar seorang pemuda yang
menjijikkan, tapi Mr. Carruthers, yang jauh lebih tua, agak lebih baik. Pria yang pendiam ini berkulit
agak gelap dan dagunya tercukur rapi. Sikapnya sopan dan senyumnya menawan. Dia menanyakan
keadaan kami, dan ketika tahu bahwa kami sangat miskin dia mengusulkan agar saya mengajarkan
4 musik kepada putri satu-satunya yang berusia sepuluh tahun di rumahnya. Saya mengatakan bahwa
saya tak tega meninggalkan Ibu sendirian di rumah. Dia lalu mengusulkan saya boleh pulang setiap
akhir minggu, dan menawarkan bayaran sebanyak seratus pound setahun. Tawaran itu amat
menggiurkan sehingga akhirnya saya terima. Begitulah saya mulai bekerja di Chiltern Grange, kira-kira
sepuluh kilometer jauhnya dari Farnham. Mr. Carruthers itu duda. Dia mempekerjakan seorang
pengurus rumah tangga, seorang wanita tua yang baik-baik bernama Mrs. Dixon. Nyonya tua inilah
yang menjalankan seluruh urusan rumah tangga Mr. Carruthers. Putrinya juga amat menyenangkan dan
semua kelibatannya akan berjalan dengan baik-baik saja. Mr. Carruthers baik hati dan senang sekali
mendengarkan musik. Kami sering melewatkan malam hari bersama sambil saya menghiburnya dengan
mengalunkan musik. Setiap akhir minggu saya pulang ke rumah ibu saya di kota.
"Gangguan pertama dari kebahagiaan saya ialah datangnya Mr. Woodley, pemuda berkumis
merah itu. Dia tinggal di Chiltern Grange selama seminggu, dan oh, bagi saya seminggu itu bagaikan
tiga bulan lamanya! Sikapnya sangat memuakkan, lebih dari sekadar kurang ajar. Dia menyatakan
cintanya pada saya sambil menyombong-nyombongkan kekayaannya dan mengatakan bahwa kalau
saya mau menikah dengannya, saya akan dihujani dengan berlian-berlian terindah di London. Suatu
kali, setelah makan malam, karena saya tak menanggapi ocehannya dia lalu menangkap saya dia
ternyata cukup kuat juga dan mengancam
takkan melepaskan saya sebelum saya menciumnya. Tapi
untunglah, Mr. Carruthers masuk ke ruangan itu saat itu dan melepaskan saya dari cengkeramannya.
Dia ganti menyerang pemilik rumah yang diinapinya itu, dan memukulnya sampai wajahnya terluka.
Dengan demikian berakhirlah kunjungan Mr. Woodley. Mr. Carruthers minta maaf kepada saya atas
sikap tamunya itu keesokan harinya. Dia menjamin bahwa kejadian memalukan seperti itu takkan
pernah terulang lagi. Sejak itu saya tak pernah bertemu dengan Mr. Woodley lagi.
"Dan sekarang, Mr. Holmes, sampailah saya pada bagian yang menyebabkan saya datang
kemari untuk meminta nasihat Anda. Begini, setiap hari Sabtu tengah hari, saya bersepeda ke Stasiun
Farnham untuk naik kereta api jam 12.22 yang menuju ke kota. Jalanan dari Chiltern Grange sepi
sekali, terutama kalau sampai di suatu tempat yang terletak antara Charlington Heath dan hutan yang
mengelilingi Charlington Hall. Tak ada jalan sesepi jalan itu, dan jarang ada kereta atau petani yang
lewat, kecuali kalau sudah mendekati jalan dekat Crooksbury Hill. Dua minggu yang lalu ketika saya
melewati jalan ini, saya tak sengaja menengok ke belakang, dan kira-kira dua ratus meter di belakang
5 saya terlihat seorang pria yang juga mengendarai sepeda. Pria itu nampaknya setengah baya, dan dia
berjanggut pendek berwarna gelap. Saya menoleh kembali sebelum sampai di Farnham, tapi orang itu
sudah tak kelihatan lagi. Saya pun tak memikirkan soal itu lagi. Tapi bayangkan betapa terkejutnya
saya, Mr. Holmes, ketika saya kembali bersepeda menuju Chiltern Grange pada hari Seninnya dan saya
melihat orang itu lagi di tempat yang sama. Keheranan saya makin bertambah ketika hal itu terulang
lagi, persis seperti sebelumnya, pada hari Sabtu dan Senin berikutnya. Dia tak mendekati dan tak
mengganggu saya sedikit pun, tapi saya jadi penasaran. Saya menceritakan hal ini kepada Mr.
Carruthers dan dia nampaknya tertarik pada kisah saya, dan mengatakan bahwa dia sudah memesan
kereta untuk mengantar jemput saya sehingga saya tak perlu lewat jalan yang sepi itu sendirian lagi.
"Seharusnya kereta itu tiba minggu ini, tapi
entah kenapa ternyata tak dikirim. Maka saya pun
harus bersepeda lagi untuk menuju stasiun, yaitu tadi
pagi. Ketika saya sampai di daerah Charlington
Heath, saya menajamkan kewaspadaan terhadap
sekeliling saya. Dan memang orang itu terlihat lagi,
persis seperti minggu-minggu sebelumnya. Dia terlalu
jauh jaraknya dari saya, sehingga saya tak dapat
melihat wajahnya dengan jelas, tapi saya yakin tak
mengenalnya. Pakaiannya jubah dan topi berwarna
gelap. Satu-satunya yang jelas terlihat dari wajahnya
adalah janggutnya yang juga berwarna gelap. Tadi
pagi ketika saya melihatnya, saya tak merasa
terganggu sama sekali, tapi rasa penasaran saya tak
bisa dibendung, dan saya bermaksud untuk mencari
tahu siapa dia sebenarnya dan apa yang dia inginkan. Saya lalu memperlambat jalan sepeda saya, tapi
dia pun berbuat hal yang sama. Kemudian saya berhenti dengan mendadak, tapi dia pun mengikuti
gerakan saya. Lalu saya memasang perangkap. Ada belokan tajam di jalan itu. Saya mengayuh sepeda
saya dengan cepat ketika membelok, lalu berhenti dan menunggu. Saya mengharap dia akan keburu
saya pergoki sebelum dia sempat berhenti. Tapi dia tak muncul-mucul. Saya lalu menengok ke jalan
yang tadi saya lewati dan melihat sekeliling belokan itu. Tak nampak lagi batang hidungnya. Aneh,
6 karena tak ada belokan lain di sekitar situ."
Holmes tergelak dan menggosok-gosokkan kedua belah tangannya.
"Kasus ini cukup unik," katanya. "Kira-kira berapa lama waktu yang terlewat sejak Anda
membelok sampai Anda melongok-longok mencari orang yang menghilang begitu saja itu""
"Dua atau tiga menit"
"Kalau begitu tak mungkin dia berbalik arah. Padahal tak ada belokan lain lagi, begitukah""
"Ya." "Pastilah dia mengambil jalanan setapak di samping jalan yang kalian lewati itu."
"Tak mungkin ke arah Charlington Heath, karena jika demikian saya pasti akan melihatnya."
"Jadi, kita bisa menyimpulkan bahwa dia menghilang ke arah Charlington Hall yang memang
ada ha lamannya sendiri di sekelilingnya. Ada tambahan lagi""
"Tidak ada, Mr. Holmes, kecuali bahwa saya sangat penasaran dan tak merasa tenang sebelum
saya menemui Anda untuk meminta nasihat."
Holmes terdiam selama beberapa saat. "Pacar Anda itu, di manakah tinggalnya"" tanyanya pada
akhirnya. "Dia bekerja di Midland Electric Company, Conventry."
"Jangan-jangan dia ingin mengunjungi Anda dengan cara yang agak mengejutkan itu."
"Oh, Mr. Holmes! Memangnya saya takkan mengenalinya!"
"Adakah pemuda lain yang mengagumi Anda""
"Memang ada beberapa, tapi tidak lagi setelah saya berpacaran dengan Cyril."
"Sama sekali""
"Ya, cuma si Woodley yang memuakkan itu, itu pun kalau dia bisa dianggap sebagai pengagum
saya." "Tak ada lainnya lagi""
Klien kami yang manis ini menjadi ragu-ragu.
7 "Siapa"" tanya Holmes.
"Oh, mungkin cuma perasaan saya saja, tapi nampaknya Mr. Carruthers kadang-kadang sangat
memperhatikan saya. Kami memang dekat satu sama lain. Saya bermain musik sambil menemaninya
pada malam hari. Dia tak pernah mengatakan apa-apa. Dia benar-benar pria yang sopan. Tapi seorang
gadis kan bisa merasakan kalau ada pria yang menyukainya, walaupun pria itu tak secara langsung
mengatakannya." "Ha!" Holmes jadi serius. "Apa pekerjaan Mr. Carruthers""
"Dia orang kaya."
"Dia tak punya kereta, ataupun kuda""
"Yah, tapi pokoknya dia kaya. Dia pergi ke London dua atau tiga kali dalam seminggu. Dia
sangat tertarik pada bisnis bursa emas di Afrika Selatan."
"Kalau ada perkembangan lain, silakan memberitahu saya, Miss Smith. Saat ini saya sedang
amat sibuk, tapi saya yakin saya akan punya waktu untuk menyelidiki kasus Anda. Sementara itu,
tindakan apa pun yang akan Anda ambil, harus atas sepengetahuan saya. Selamat malam, dan semoga
kabar baik yang kelak Anda bawa."
"Ya, maklum saja kalau gadis secantik dia di buntuti pria," kata Holmes sambil mengambil pipa
yang biasa diisapnya ketika dia sedang mencari ilham. "Tapi cara membuntuti dengan naik sepeda di
jalanan pedesaan yang sepi rasanya kok tak umum, ya" Pasti pria itu mencintai gadis ini dengan diam-diam. Tapi ada hal-hal dari kasus ini yang membuat kita penasaran, Watson."
"Karena pria misterius itu munculnya hanya di tempat tertentu""
"Tepat. Langkah pertama kita ialah mencari tahu siapa saja yang tinggal di Charlington Hall.
Lalu, bagaimana hubungan antara Carruthers dan Woodley, karena mereka kok amat berlainan sifat-nya. Mengapa mereka berdua tertarik mengurus sanak famili Ralph Smith" Satu hal lagi. Orang kaya
macam apa dia itu, yang berani membayar guru musik dua kali lebih mahal dari umumnya, tapi tak
punya kuda. Padahal rumahnya berjarak sepuluh kilometer dari stasiun. Aneh, kan, Watson aneh
sekali." "Kau mau pergi untuk mengadakan penyelidikan""
8 "Tidak, Sobat, kaulah yang akan pergi. Mungkin saja ini hanya kasus sepele, jadi aku tak bisa
mengesampingkan kegiatan risetku yang penting demi kasus ini. Besok Senin pagi-pagi, pergilah ke
Farnham, bersembunyilah dekat Charlington Heath lalu amati kebenaran kisah gadis ini, dan
bertindaklah sesuai dengan kata hatimu. Setelah kau mendapatkan informasi tentang penghuni
Charlington Hall, kembalilah kemari untuk melaporkan hasil pengamatanmu. Sekarang, Watson,
jangan sebut-sebut lagi kasus itu sampai kita mendapatkan fakta-fakta yang cukup untuk mengambil
kesimpulan." Kami mengecek, dan tahulah kami bahwa gadis itu akan naik kereta jam 9.50 dari Waterloo
pada hari, Senin besok. Jadi aku berangkat lebih pagi naik kereta jam 9.13. Sesampainya di Stasiun
Farnham aku tak menemui kesulitan untuk mencari lokasi Charlington Heath, karena gadis itu telah
menggambarkannya dengan jelas sekali. Jalanan itu terletak di antara semak-semak terbuka di satu sisi
dan deretan pohon cemara di sisi lain yang mengelilingi sebuah taman. Ada pintu gerbang batu yang
dipenuhi tumbuhan lumut, dengan pilar-pilar di sampingnya yang bagian atasnya berhiaskan umbul-umbul semboyan yang sudah memudar tulisannya. Tapi di samping jalanan utama ini, ternyata ada
celah melewati pagar tanaman itu menuju sebuah jalan setapak. Gedung yang suram dan tak terawat di
tenga h halaman itu tak ke-lihatan dari jalan besar.
Semak-semaknya dipenuhi tumbuh-tumbuhan liar berbunga kuning yang tampak semarak di
bawah terik matahari musim semi. Aku bersembunyi di balik salah satu rumpunan semak ini supaya
aku bisa mengawasi pintu gerbang bangunan itu, sekaligus kedua sisi jalanan yang panjang itu. Ketika
aku baru sampai, tak ada seorang pun yang lewat di jalanan itu, tapi sekarang nampak seseorang
bersepeda dari arah yang berlawanan dengan yang tadi kutempuh. Dia berjubah gelap, dan berjanggut
gelap pula. Ketika sampai di ujung jalan Charlington, dia turun dari sepeda dan menuntun sepedanya
melewati jalan memotong pada pagar tanaman itu, lalu menghilang.
Seperempat jam kemudian ada seorang pengendara sepeda lagi yang lewat. Kali ini ternyata
gadis klien kami yang datang dari arah stasiun. Kulihat dia menoleh-noleh ke sekeliling ketika dia
sampai di Charlington. Sekejap kemudian pria yang menghilang tadi muncul dari persembunyiannya,
mengayuh sepedanya, dan membuntuti gadis itu. Sejauh mata memandang, hanya mereka berdualah
makhluk yang bergerak di sekitar situ.
Sang gadis mengayuh sepedanya sambil duduk di sadel dengan tegak, dan pria yang
9 membuntutinya merendahkan kepalanya sampai ke setang. Gerakannya serba waspada. Gadis itu
menoleh ke belakang, dan memperlambat kayuhan sepedanya. Pria itu pun berbuat hal yang sama.
Gadis itu lalu berhenti. Pria itu pun langsung berhenti. Jarak mereka kira-kira dua ratus meter. Tindakan
gadis itu selanjutnya benar-benar tak terduga. Dengan tiba-tiba dia membalik sepedanya dan mengayuh
sekuat tenaga ke arah pria itu! Tapi pria itu pun tak kalah gesit, dan dalam sekejap menghilang dari
pandangan. Tinggallah gadis itu sendirian lagi mengayuh sepedanya ke arah semula dengan kepalanya
mendongak ke atas seolah tak peduli lagi dengan sekelilingnya. Pria itu muncul lagi, tetap menjaga
jarak dengan gadis itu sampai mereka akhirnya menghilang di kelokan jalan.
Aku tetap bersembunyi, dan syukurlah aku berbuat begitu! Pria itu ternyata muncul lagi sambil
mengayuh sepedanya dengan perlahan-lahan. Dia membelok ke pintu gerbang gedung, lalu turun dari
sepedanya. Selama beberapa menit dia berdiri di antara pepohonan. Tangannya terangkat, dan
nampaknya dia sedang merapikan dasinya. Lalu dia menaiki sepedanya lagi menuju gedung itu. Aku
Sherlock Holmes - Gadis Pengendara Sepeda di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berlari menyeberangi semak-semak dan mengintip dari sela-sela pepohonan. Di kejauhan aku bisa
menangkap bayangan gedung tua berwarna kelabu dengan cerobong asap gaya Tudor yang menjulang
ke langit. Tapi aku tak bisa berlari dengan cepat karena padatnya gerumbulan semak belukar, dan pria
itu keburu mengbilang dari pandanganku.
Bagaimanapun juga, aku merasa telah melakukan tugasku pagi itu dengan baik. Maka dengan
gembira aku pun lalu menuju ke Farnham. Agen perumahan setempat tak tahu menahu tentang gedung
Charlington Hall, dan aku disuruhnya bertanya ke sebuah perusahaan perumahan terkenal di Pall Mall.
Dalam perjalanan pulang aku mampir ke sana, dan aku diterima oleh seorang pegawai dengan ramah.
Katanya, aku sudah terlambat kalau mau menyewa Charlington Hall musim panas mendatang. Gedung
itu telah disewa orang lain sejak sebulan yang lalu. Penyewanya bernama Mr. Williamson, seorang
bangsawan yang sudah tua. Hanya informasi itu yang bisa kudapatkan darinya, karena dia tak mau
menceritakan urusan-urusan pribadi langganannya.
Malam harinya, Mr. Sherlock Holmes mendengarkan laporanku yang cukup panjang dengan
penuh perhatian. Tapi tak sedikit pun kata pujian dilontarkannya padaku sebagaimana yang
kuharapkan. Sebaliknya, wajahnya yang keras malah menjadi lebih tegang dari biasanya saat ia
memberikan komentar-komentar terhadap apa yang telah kulakukan dan yang tak kulakukan.
"Tempat persembunyian yang kaupilih, sobatku Watson, sangat tak menguntungkan.
10 Seharusnya di balik pagar tanaman, sehingga kau bisa mengamati pria yang menarik perhatian itu dari
jarak dekat. Karena kau melihatnya dari jarak ratusan meter, deskripsi tentang pria yang kauhasilkan
malah lebih jelek dibanding dengan yang suda
h dijelaskan oleh Miss Smith. Menurut gadis itu dia tak
mengenal pria itu, tapi aku yakin tidak demikian halnya. Karena kalau dia memang tak mengenal pria
itu, untuk apa sang pria menjaga jarak sedemikian rupa sehingga wajahnya tak dapat dilihat dari dekat"
Kau mengatakan bahwa pria itu merendahkan kepalanya ke setang sepedanya. Maksudnya tentu untuk
menyembunyikan wajahnya. Pekerjaanmu mengecewakan sekali. Dia menghilang, dan kau lalu ingin
cari tahu siapa dia sebenarnya dari sebuah agen perumahan di London. Ya Tuhan!"
"Lalu apa yang seharusnya kulakukan"" teriakku dengan sengit.
"Pergi ke kedai minuman yang terdekat. Di situ kan pusat segala macam gosip. Tanyakan
tentang nama siapa saja, dari majikan sampai pelayan, dan kau akan mendapatkan informasi lengkap.
Williamson! Nama itu tak membawa manfaat apa-apa bagiku. Kalau dia sudah tua, dia tak mungkin
bersepeda dengan begitu cekatannya sebagaimana terbukti ketika gadis itu berbalik mengejarnya. Apa
yang kita dapatkan dari penyelidikanmu" Cuma membuktikan bahwa gadis itu tak berbohong pada kita.
Aku memang tak pernah meragukan kisahnya. Lalu, bahwa si pengendara misterius itu ada
hubungannya dengan Charlington Hall. Itu pun sudah dapat kupastikan sejak semula. Gedung itu
disewa oleh seseorang bernama Williamson. Untuk apa informasi itu" Yah, yah, Sobat, jangan putus
asa begitu. Tak ada yang bisa kita lakukan sampai hari Sabtu nanti, dan sementara itu aku sendiri akan
berusaha mendapatkan beberapa informasi."
Pagi berikutnya, kami menerima surat dari Miss Smith menceritakan secara singkat peristiwa
yang kemarin kusaksikan. Yang menarik perhatian ialah adanya Catalan di bawah surat itu:
Saya harap Anda akan mengerti, Mr. Holmes, bahwa saya sedang dalam keadaan yang sulit
karena bos saya melamar saya. Saya yakin dia sangat mencintai dan menghargai saya, tapi
saya telah terikat pada orang lain. Dia terpukul menerima penolakan saya, namun sikapnya
tetap lembut. Jadi Anda bisa bayangkan betapa tak enaknya keadaan saya.
"Masalah klien kita nampaknya makin rumit," kata Holmes sambil berpikir, begitu dia selesai
membaca surat itu. "Ada beberapa hal dan perkembangan dari kasus ini yang lebih menarik dari pada
yang kuduga semula. Aku tak keberatan untuk mengorbankan seharian waktuku menuju pedesaan yang
11 tenang dan damai itu. Kupikir aku akan berangkat siang ini untuk mencoba satu atau dua teori yang
sudah kudapatkan." Rencana Holmes untuk menghabiskan waktunya dengan tenang di pedesaan berakhir dengan
cukup unik, karena dia kembali ke Baker Street malam harinya dengan bibir dan dahi terluka serta
sikap riang yang nampaknya tak pada tempatnya. Mungkin malah dialah yang perlu dijadikan objek
penyelidikan oleh Scotland Yard. Dia merasa sangat geli atas petualangannya, dan tertawa terbahak-bahak ketika dia mengingatnya.
"Akhir-akhir ini aku memang tak banyak berlatih, jadi kupikir ada baiknya juga," katanya. "Kau
tahu kan bahwa kemampuanku bertinju lumayan juga. Kadang-kadang ada gunanya lho, seperti tadi
misalnya. Payah seandainya aku tak bisa bertinju."
Kudesak dia agar menceritakan apa yang telah terjadi.
"Aku pergi ke kedai minum desa seperti yang kusarankan padamu kemarin, dan aku lalu
mencari informasi secara tak mencolok. Ketika sedang di bar itulah, aku mendapatkan semua informasi
yang kubutuhkan dari pemilik bar yang cerewet. Williamson adalah seorang pria berjanggut putih yang
tinggal di gedung tua itu bersama beberapa
pelayannya. Desas-desus mengatakan bahwa dia itu
seorang pendeta atau pernah menjadi pendeta, tapi ada
satu-dua tindakannya selama tinggal di gedung itu
yang tak sesuai dengan kedudukannya sebagai bapak
rohani. Aku juga mencari informasi ke sebuah
organisasi pendeta, dan mereka mengatakan bahwa
memang ada seseorang bernama itu di catatan mereka
tapi yang memiliki reputasi yang amat jelek. Pemilik
bar itu juga mengatakan bahwa pada akhir minggu
biasanya gedung itu dikunjungi banyak tamu, dan
salah satunya berjanggut merah bernama Mr.
Woodley. Dia itu termasuk pengunjung setia. Sedang
kami berbincang- bincang sampai di situ, orang yang
kami bicarakan mendekati kami. Sejak tadi dia
12 ternyata sedang minum bir di kedai itu dan sempat mendengarkan semua percakapan kami. Dia pun
lalu menginterogasiku. Siapa aku" Apa yang kuinginkan" Untuk apa aku bertanya-tanya" Dia
mencerocos memaki-maki diriku dan akhirnya memukulku dengan punggung tangannya. Aku tak
sempat mengelak. Selama beberapa menit berikutnya aku bergulat melawan penjahat yang sedang
mengamuk itu. Begitulah mengapa rupaku jadi seperti ini, dan Mr. Woodley malah harus pulang naik
kereta. Berakhirlah sudah perjalananku di pedesaan, dan kuakui, walaupun cukup menyenangkan,
kepergianku ke daerah perbatasan Surrey ini tak menghasilkan lebih banyak dari kepergianmu
kemarin." Pada hari Kamis berikutnya kami menerima surat lagi dari klien kami:
Anda takkan terkejut, Mr. Holmes, kalau mendengar bahwa saya akan berhenti bekerja dari
tempat Mr. Carruthers. Walaupun digaji tinggi, situasi saya benar-benar tak enak. Besok Sabtu
saya akan kembali ke kota, dan takkan kembali lagi. Mr. Carruthers telah memesan kereta
untuk mengantarkan saya, maka bahaya di jalanan sepi itu, kalau memang benar itu, bahaya,
tak perlu mengganggu saya lagi.
Penyebab utama kepergian saya bukanlah ketegangan dengan Mr. Carruthers, melainkan
munculnya Mr. Woodley lagi di rumah itu. Dari dulu dia memang menyeramkan, dan sekarang
lebih-lebih lagi. Tampangnya makin amburadul, mungkin dia terluka karena kecelakaan. Saya
hanya kebetulan melihatnya dari jendela, dan syukurlah saya tak pernah berjumpa dengannya.
Dia berbicara lama sekali dengan Mr. Carruthers, dan setelah percakapan itu Mr. Carruthers
menjadi amat tegang. Mr. Woodley tentunya menginap di dekat situ, karena dia tak menginap di
rumah Mr. Carruthers, dan saya melihat bayangannya lagi pagi tadi ketika dia sedang berjalan
menyelinap di semak-semak. Wah, saya merasa bagaikan dikitari oleh seekor binatang buas
yang terlepas dari kandangnya di rumah itu. Saya amat benci dan takut padanya. Bagaimana
Mr. Carruthers bisa tahan bersamanya bahkan untuk sedetik saja! Bagaimanapun juga, semua
kesulitan saya akan berakhir pada hari Sabtu nanti.
"Apa kataku, Watson, apa kataku," kata Holmes dengan serius. "Ada intrik yang serius di
sekitar gadis itu, dan kita harus menjaga agar dia jangan sampai diganggu pada perjalanan terakhirnya
itu. Kukira, Watson, kita harus pergi bersama besok Sabtu pagi, dan harus kita usahakan agar
penyelidikan kita yang penuh teka-teki ini jangan sampai berakhir dengan kemalangan."
13 Harus kuakui bahwa sampai saat ini aku tak menganggap serius kasus ini. Cuma agak unik dan
aneh, tapi tak terlalu membahayakan. Kalau ada pemuda yang menunggui dan membuntuti gadis
cantik, itu kan sering terjadi. Dan kalaupun pria itu tak hanya takut menyapanya tapi juga melarikan
diri ketika didekati si gadis, itu pun tak berarti bahwa dia bermaksud jahat. Si bajingan Woodley lain
lagi, tapi dia hanya sekali pernah mengganggu klien kami, dan sekarang ketika dia mengunjungi rumah
Carruthers pun, dia tak berusaha menemui gadis itu. Pria bersepeda itu pastilah salah satu pengunjung
akhir minggu di Charlington Hall seperti yang dikatakan oleh pemilik bar, tapi siapa dia sebenarnya
atau apa yang diinginkannya masih tetap tak jelas. Sikap Holmes yang tegang dan kenyataan bahwa dia
menyelipkan pistol di saku celananya sebelum kami berangkatlah yang membuatku sadar bahwa di
balik rangkaian peristiwa kasus ini mungkin ada niat jahat yang bisa mengakibatkan tragedi.
Malam sebelumnya hujan turun, tapi pagi ini cerah sekali. Pedesaan yang dipenuhi tumbuhan
semak dan bunga-bunga liar terlihat indah sekali dibandingkan dengan pemandangan kota London
yang suram dan membosankan. Kami berjalan di sepanjang jalanan yang lebar dan berpasir sambil
menghirup udara pagi yang segar, menikmati kicau burung-burung dan cuaca musim semi yang cerah.
Dari tanjakan jalan dekat Crooksbury Hill kami bisa melihat Charlington Halt yang menyembul di
antara pohon-pohon ek yang sudah tua. Walaupun demikian, pohon-pohon itu masih kalah tua dengan
gedung di tengah tengahnya i
tu. Holmes menunjuk ke jalanan berwarna kuning kemerahan yang diapit
oleh semak-semak coklat dan hutan yang menghijau. Di kejauhan, tampak sebuah titik hitam. Rupanya
ada sebuah kendaraan yang sedang melaju ke arah kami. Holmes berteriak dengan kesal.
"Aku sebetulnya telah datang setengah jam lebih pagi," katanya. "Kalau yang terlihat itu
ternyata kereta yang ditumpangi si gadis, berarti dia mau berangkat dengan kereta api yang lebih awal
dari biasanya. Wah, Watson, jangan jangan dia sampai duluan di Charlington."
Ketika kami sudah melewati tanjakan, kami tak melihat kereta itu lagi. Kami mempercepat
langkah sampai aku merasa mau jatuh. Tapi Holmes sudah terbiasa berjalan secepat itu dan punya
cadangan tenaga ekstra. Langkahnya yang ringan tak pernah menjadi lebih lambat sedikit pun, sampai
tiba-tiba, ketika dia sudah kira-kira seratus meter di depanku, dia berhenti, dan kulihat dia mengangkat
tangannya dengan kecewa. Pada saat yang bersamaan, sebuah kereta lewat, tanpa penumpang. Kuda-nya berlari dengan kencang mengikuti kendali tali kekangnya. Kereta itu muncul dari belokan jalan dan
bergemeretak dengan nyaring ke arah kami.
14 "Terlambat, Watson, terlambat!" teriak Holmes
ketika aku berlari mengejarnya. "Goblok sekali aku ini tak
mempertimbangkan untuk berangkat lebih awal!
Penculikan, Watson penculikan! Bahkan mungkin
pembunuhan! Mari kita blokir jalan itu! Hentikan kudanya!
Baik. Ayo naik dan coba kita lihat apakah kita masih punya
kesempatan untuk memperbaiki kesalahan kita."
Kami melompat masuk ke kereta itu, dan sesudah
membalikkan arah kuda, Holmes memecutnya dengan
keras, dan kami pun melesat melewati jalanan itu. Ketika
tiba di belokan, di depan kami terbentang jalanan antara
Charlington Hall dan semak-semak yang terbuka. Aku
mencengkeram lengan Holmes.
"Itu dia orangnya!" teriakku dengan tercekat
Seseorang yang mengendarai sepeda sendirian sedang menuju ke arah kami. Kepalanya
menunduk dan bahunya dilengkungkannya supaya dia bisa mengayuh sepedanya secepat mungkin. Dia
ngebut bagaikan sedang berlomba. Ketika dia sudah berdekatan dengan kami, tiba-tiba dia mengangkat
wajahnya yang berjanggut. Dia melepas kayuhannya lalu melompat dari sepeda. Janggutnya yang gelap
sangat kontras dengan kulit wajahnya yang pucat, dan matanya berapi-api seolah-olah sedang sakit
panas. Dia menatap kami dan kereta yang kami tumpangi secara bergantian. Kemudian wajahnya
memancarkan keheranan. "Hei! Berhenti!" teriaknya sambil menaruh sepedanya di tengah jalan. "Dari mana kalian
mendapatkan kereta ini" Ayo, berhenti!" teriaknya sambil menarik pistol. "Berhenti, kataku, atau
kutembak kuda itu!" Holmes melemparkan tali kekang kuda itu ke pangkuanku dan melompat turun dari kereta.
"Kami memang sedang mencarimu. Di mana Miss Violet Smith"" tanya Holmes langsung
dengan suara keras. "Akulah yang seharusnya bertanya begitu kepada kalian. Bukankah kalian berada di keretanya"
15 Kalian seharusnya tahu di mana dia berada."
"Kami menemukan kereta ini di jalanan. Tak ada penumpangnya. Lalu kami kembali untuk
memberikan pertolongan kepada gadis itu."
"Ya Tuhan! Ya Tuhan! Apa yang harus kulakukan"" teriak orang asing itu dengan amat putus
asa. "Jadi mereka telah menangkapnya, si setan Woodley dan pendeta palsu itu. Ayolah, kalau kalian
benar-benar temannya. Mari kita bersama menolongnya, walaupun untuk itu aku harus mati di
Charlington Wood." Dia lalu berlari kencang dengan pistol di tangannya, melewati celah pagar tanaman dekat situ.
Holmes mengikutinya, dan setelah memarkir kereta di pinggir jalan, aku pun mengikuti jejak mereka.
"Mereka tadi lewat sini," kata Holmes sambil menunjuk jejak-jejak di jalan setapak yang
berlumpur. "Hei! Coba berhenti sejenak! Siapa di semak-semak itu""
Ternyata seorang pemuda berumur kira-kira tujuh belas tahun, berpakaian seperti seorang
pengurus kuda, lengkap dengan tali dan penutup kaki. Dia terbaring di tanah, lututnya terangkat, dan
kepalanya terluka parah. Dia pingsan. Setelah mengamati lukanya sekejap, tahulah aku bahwa lukanya
tak sampai kena tulang tengkoraknya.
"Itu kan si Peter, kusir kereta itu," teriak orang asing itu. "Dialah yang tadi mengantar Miss
Smith. Para penjahat itu pasti telah memukulnya. Biarkan dia berbaring di situ, toh kita tak bisa
menolongnya, tapi kita mungkin masih bisa menyelamatkan gadis itu dari malapetaka terburuk yang
bisa terjadi pada seorang wanita."
Bagai dikejar setan kami berlari menyusun jalan setapak yang membelok-belok di antara
pepohonan. Ketika tiba di bagian semak-semak yang mengelilingi gedung, Holmes menghentikan
langkahnya. "Mereka tidak masuk ke dalam situ. Lihat bekas kaki mereka di sebelah kiri nih, di samping
gerumbulan tanaman salam ini! Ah, begitulah!"
Ketika dia berkata demikian, terdengarlah jeritan ketakutan seorang wanita dari arah
gerumbulan semak belukar di depan kami. Tiba-tiba jeritan itu terhenti seolah suaranya tercekik.
"Ke sini! Ke sini! Mereka berada di ruangan boling," teriak orang asing itu sambil meayibakkan
16 semak-semak."Ah, anjing anjing pengecut itu! Mari ikuti aku! Terlambat! Terlambat! Sialan!"
Tiba-tiba kami sudah sampai ke hamparan halaman
menghijau indah yang dipagari pohon-pohon tua. Di
ujung sana, di bawah bayangan sebuah pohon ek
raksasa, nampak tiga orang berdiri dengan gaya yang
unik. Yang seorang wanita, klien kami. Ia kelihatan
lunglai dan tak berdaya, mulut-nya ditutupi
saputangan yang diikatkan ke belakang kepalanya. Di
depannya tegak pemuda brutal berkumis merah
dengan wajah yang tegang. Kedua kakinya terbuka,
satu lengannya berkacak pinggang sedang lengan
satunya mengayun-ayunkan cemeti dengan gaya
jagoan yang baru saja menang bertanding. Seorang
pria tua berjanggut abu-abu berdiri di antara mereka,
memakai pakaian pendeta. Jelas, dia baru saja
memimpin upacara pernikahan, karena dia sedang
memasukkan buku doanya ketika kami menghampiri mereka, dan menepuk punggung pengantin pria
sebagai ucapan selamat kepadanya.
"Mereka sudah dinikahkan!" kataku dengan tercekat
"Cepatlah!" teriak pemandu kami "Cepatlah!" Dia berlari menyeberangi halaman, dan kami
mengikutinya. Ketika kami mendekat, wanita muda itu terhuyung-huyung menghampiri batang pohon
untuk mencari pegangan. Williamson, pendeta gadungan itu, membungkukkan badan pura-pura
bersikap sopan kepada kami, dan si jahanam Woodley menyambut kami dengan tawanya yang
meledak-ledak. "Copot saja janggutmu, Bob," katanya. "Aku tahu kau menyamar. Yah, kau dan teman-temanmu
datang tepat pada waktunya bagiku untuk memperkenalkan Mrs. Woodley."
Pemandu kami menanggapi kata-kata ini dengan berbuat sesuatu yang mengejutkan kami.
Ditariknya janggut hitam yang dipakainya untuk menyamar itu, dan dibuangnya ke tanah. Kini
17 tampaklah wajahnya yang sebenarnya, wajah yang lonjong, pucat, dan bersih. Kemudian dia menarik
pistolnya dan mengarahkannya ke bajingan yang sedang mendekatinya sambil mengayun-ayunkan
cemeti. "Ya," kata sekutu kami, "aku memang Bob Carruthers, dan aku akan menyelamatkan gadis ini
apa pun konsekuensinya. Aku sudah mengingatkanmu apa yang akan kulakukan kalau kau berani
mengganggunya, dan demi Tuhan, aku akan lakukan apa yang kukatakan itu!"
"Kau terlambat. Dia sudah jadi istriku!"
"Tidak, dia akan segera jadi seorang janda."
Ditariknya pelatuk pistolnya, dan kulihat darah
mengalir dari bagian pinggang Woodley. Dia menggeliat
sambil berteriak dan jatuh dengan punggung mencium
tanah. Wajahnya yang merah dan seram segera berubah
menjadi pucat penuh coreng moreng mengerikan. Pria tua
yang masih dalam pakaian pendeta itu tiba-tiba
menyumpah-nyumpah dan menarik pistolnya juga. Tapi
sebelum dia sempat mengangkat pistol itu, dilihatnya
laras pistol Holmes sudah ada di depan hidungnya.
"Cukup sekian saja," kata temanku dengan dingin.
"Jatuhkan pistol itu! Watson, ambillah! Dan acungkan ke
kepalanya! Terima kasih. Kau, Carruthers, serahkan
pistolmu kepadaku. Kita tak usah pakai kekerasan lagi.
Ayo, serahkan pistolmu!"
"Kau ini siapa sebenarnya""
"Namaku Sherlock Holmes."
"Ya Tuhan!"
Sherlock Holmes - Gadis Pengendara Sepeda di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jadi kau sudah kenal namaku, ya" Aku mewakili polisi secara resmi sampai mereka tiba di sini.
Kem ari, kau!" teriaknya kepada pengendara kereta yang ketakutan yang muncul di ujung halaman.
18 "Kemarilah. Antar surat ini secepatnya ke Farnham." Dicoretkannya beberapa kata di secarik kertas
catatannya. "Serahkan ini kepada Inspektur di kantor polisi. Sementara menunggu kedatangannya,
kalian berada dalam tawananku."
Sosok Holmes yang kuat dan berwibawa menguasai situasi saat itu, dan semuanya bagaikan
boneka yang bisa dikendalikannya. Williamson dan Carruthers disuruh mengangkat Woodley yang
terluka ke dalam gedung, dan aku menggandeng gadis yang ketakutan itu. Woodley dibaringkan di
tempat tidurnya, dan atas permintaan Holmes aku memeriksa lukanya. Kulaporkan hasil
pemeriksaanku padanya. Ketika itu dia sedang duduk di ruang makan kuno yang berhiaskan permadani
yang digantung di dinding. Kedua tawanannya berada di depannya.
"Dia masih hidup," kataku.
"Apa!" teriak Carruthers sambil beranjak dari kursinya. "Akan kuhabisi dia sekarang juga! Aku
tak rela bidadariku terikat pada bajingan itu seumur hidupnya!"
"Kau tak perlu mencemaskan hal itu," kata Holmes. "Ada dua alasan kuat yang akan
membatalkan pernikahannya. Pertama, kita patut mempertanyakan keabsahan Mr. Williamson sebagai
seorang pendeta." "Aku sudah ditahbiskan jadi pendeta!" teriak bajingan tua itu.
"Dan sudah dipecat juga, kan""
"Sekali pendeta, seumur hidup pendeta."
"Tentu saja tidak. Bagaimana dengan surat nikahnya""
"Kami punya surat nikah. Nih, di sakuku."
"Kau pasti menipu untuk memperolehnya. Lagi pula kawin paksa itu tidak sah. Lihat saja nanti,
betapa berat hukuman yang harus kaujalani. Sedikitnya sepuluh tahun! Dan kau, Carruthers, nasibmu
sebetulnya bisa lebih baik, kalau saja tak kautembak si Woodley."
"Maunya begitu, Mr. Holmes, tapi kalau kuingat semua jerih payahku untuk melindungi gadis
itu karena aku mencintainya, Mr. Holmes, dan baru kali inilah aku benar-benar merasakan artinya
cinta aku jadi gila memikirkan bahwa dia berada dalam kekuasaan penjahat paling ganas di Afrika
Selatan, orang yang namanya berarti teror dari Kimberley sampai ke Johannesburg. Anda mungkin tak
19 percaya, Mr. Holmes, betapa ketat aku mengawasinya sejak dia bekerja di rumahku. Aku selalu
menguntitnya kalau dia sedang bersepeda melewati gedung ini, hanya untuk memastikan bahwa dia
telah melewatinya dengan selamat, karena di sinilah para bandit itu menginap. Aku menjaga jarak
dengan gadis ini dan memakai janggut palsu agar dia tak mengenaliku. Dia gadis yang baik dan penuh
semangat. Dia pasti akan minta berhenti kalau dia tahu bahwa aku menguntitnya sepanjang jalan
pedesaan ini." "Mengapa tak kauperingatkan dia tentang bahaya yang mungkin menantinya""
"Karena, tentu saja itu tadi, dia akan berhenti bekerja di rumahku, dan aku tak ingin itu terjadi.
Walaupun dia tak membalas cintaku, biarlah aku menikmati kecantikannya dan mendengar suara nya."
"Yah," kataku, "kauanggap itu cinta, Mr. Carruthers, tapi menurutku itu mau menangnya
sendiri." "Mungkin dua-duanya sekaligus. Pokoknya, aku tak ingin dia pergi. Di samping itu, dengan
adanya gerombolan penjahat yang mengintainya, aku malah menjadi semakin yakin bahwa dia perlu
dijaga. Lalu ketika telegram itu tiba, aku tahu bahwa mereka pasti segera bertindak."
"Telegram apa""
Carruthers mengambil sepucuk telegram dari sakunya. "Ini dia!" katanya. Bunyi telegram itu
singkat dan jelas: ORANG TUA ITU SUDAH MATI.
"Hm!" kata Holmes. "Kurasa aku mengerti semuanya, dan mengapa berita ini mendorong
mereka untuk bertindak. Tapi sementara kita menunggu, coba ceritakan apa yang kauketahui."
Bandit tua yang berpakaian pendeta itu segera mengancam, "Awas kalau kau berani
mengkhianati kami, Bob Carruthers," katanya. "Nasibmu akan sama seperti Jack Woodley! Kau boleh
ngoceh semaumu tentang gadis itu, itu urusanmu. Tapi kalau kau mengadukan teman-temanmu kepada
polisi preman ini, kau akan menyesal."
"Kau tak perlu ribut, Pendeta," kata Holmes sambil menyulut rokoknya. "Kasus ini jelas
memberatkanmu, dan yang ingin kuketahui hanyalah beberapa detail yang membuatku penasaran. Tapi
kalau kau tak mau menga takannya, biar aku sendiri yang melakukannya, dan kau akan lihat betapa
20 rahasiamu sudah sebagian besar ada di tanganku. Pertama, kalian bertiga datang dari Afrika Selatan
untuk urusan ini kau, Williamson, kau, Carruthers, dan Woodley."
"Salah besar," kata pria tua itu. "Aku baru kenal kedua orang itu dua bulan yang lalu, dan aku
belum pernah pergi ke Afrika selama hidupku. Kecele, kan, Mr. Holmes yang sok repot!"
"Apa yang dikatakannya itu benar adanya," kata Carruthers.
"Yah, yah, jadi hanya kalian berdua yang datang dari Afrika Selatan. Pendeta ini buatan dalam
negeri rupanya. Kalian mengenal Ralph Smith ketika berada di Afrika Selatan. Kalian tahu bahwa
usianya takkan lama lagi. Kalian juga tahu bahwa keponakannya akan mewarisi kekayaannya. Begitu,
kan"" Carruthers mengangguk, dan Williamson menyumpah-nyumpah.
"Gadis itu satu-satunya keluarganya, dan si tua itu pasti tak membuat surat wasiat"
"Dia tak bisa membaca maupun menulis," kata Carruthers.
"Lalu kalian berdua datang kemari, dan mencari gadis itu. Rencananya ialah salah satu dari
kalian akan menikahinya, dan yang lain akan mendapat bagian dari warisan itu. Lalu diputuskan bahwa
Woodley-lah yang akan menikahi gadis Itu. Mengapa demikian""
"Kami main kartu dalam perjalanan. Siapa yang menang, dialah yang akan menikahinya.
Woodley pemenangnya."
"Oh, begitu. Kau lalu menawarkan pekerjaan kepada gadis itu, dan rencananya di rumahmu
itulah Woodley akan mendekatinya. Ternyata gadis itu tahu bahwa si Woodley tukang mabuk, dan amat
membencinya. Sementara itu, rencana kalian jadi agak kacau karena ternyata kau sendiri malah jatuh
cinta pada gadis itu. Jadi kau tak rela kalau bajingan temanmu itu memilikinya."
"Tidak, demi Tuhan, aku takkan merelakannya!"
"Kalian lalu bertengkar. Dia meninggalkan rumahmu dengan sangat marah, dan mulai membuat
rencana sendiri tanpa sepengetahuanmu."
21 "Aku heran, Williamson, orang ini tahu segalanya," teriak Carruthers sambil tertawa pahit. "Ya,
kami bertengkar, dan dia memukulku sampai jatuh. Tapi aku sudah membalas. Jadi kami sudah impas
sekarang. Lalu dia menghilang. Rupanya saat itulah dia bersekongkol dengan bekas pendeta kita ini.
Mereka memilih tempat ini karena gadis itu selalu lewat jalan dekat sini untuk menuju stasiun. Aku
menguntitnya sejak itu, karena aku menyadari adanya bahaya di sekitar sini. Sesekali, aku juga
mengawasi tindak-tanduk mereka, karena aku ingin tahu apa yang akan mereka lakukan. Dua hari yang
lalu, Woodley datang ke rumahku dengan membawa telegram yang mengabarkan kematian Ralph
Smith. Dia menanyakan apakah aku masih setuju dengan rencana semula. Aku menolaknya. Dia lalu
menanyakan apakah aku mau menikahi gadis itu dan memberinya sebagian kekayaan paman gadis itu.
Kukatakan bahwa dengan senang hati aku akan menyetujuinya, tapi masalahnya gadis itu tak mau
menikah denganku. Dia berkata, 'Pokoknya kita paksa dia menikah denganmu dulu, nanti setelah satu
atau dua minggu, dia pasti akan berubah pikiran.' Kukatakan bahwa aku tak mau melakukan hal itu
dengan kekerasan. Maka dia pun meninggalkan rumahku sambil memaki-maki, benar-benar bajingan
bermulut kotor dia itu, dan dia mengancam akan menikahi gadis itu dengan cara apa pun. Gadis itu
minta berhenti bekerja akhir minggu ini, dan aku telah memesan kereta untuk mengantarnya ke stasiun,
tapi aku tetap merasa gelisah sehingga aku lalu mengayuh sepedaku dan mengikulinya. Tapi dia telah
keburu berangkat, dan belum sempat aku mengejar
kereta itu, ternyata rencana jahat ini telah
dilaksanakan. Lalu aku melihat dua orang pria
mengendarai kereta itu menuju arah yang berlawanan."
Holmes bangkit dari kursinya untuk membuang
puntung rokoknya. "Aku bodoh sekali, Watson,"
katanya. "Ketika dalam laporanmu kaukatakan bahwa
kau melihat si pengendara misterius merapikan
dasinya di semak belukar, seharusnya aku sudah
menduga semua ini. Tapi kita boleh bangga mendapat
kesempatan menangani kasus yang unik dan penuh
tanda tanya ini. Kurasa sudah ada tiga orang polisi di
luar sana; syukurlah pemuda pengendara kereta itu
berh asil memanggil mereka. Kukira petualangan kita
22 pagi ini tak menyebabkan dia ataupun sang mempelai pria terluka parah. Nah, Watson, sebaiknya
kauperiksa Miss Smith dan kalau dia sudah pulih, kita akan mengantarnya pulang. Kalau dia masih
agak payah keadaannya, mungkin kita perlu mengabari insinyur dari Midland itu. Pasti Miss Smith
akan cepat sembuh. Dan Anda, Mr. Carruthers, telah berbuat banyak untuk menebus peran serta Anda
dalam sebuah rencana kejahatan. Ini kartu nama saya, kalau kalau Anda nanti membutuhkan bantuan
kesaksian saya di pengadilan."
Dalam kebingungan atas segala kejadian yang berturut-turut dalam jangka waktu yang
sedemikian singkatnya, kadang-kadang aku mengalami kesulitan pembaca pasti merasakan hal ini
untuk mengakhiri penulisan sebuah kisah dengan memberikan detail-detail akhir yang diharapkan oleh
pembaca yang penasaran. Setiap kasus seolah merupakan awal bagi kasus berikutnya, dan begitu
sebuah krisis terlampaui, para pelaku dengan begitu saja menghilang dari kehidupan kami yang sibuk.
Walaupun demikian, aku menemukan sedikit catatan pada akhir coretanku tentang kasus ini, yang
menyatakan bahwa Miss Violet benar-benar mewarisi kekayaan pamannya yang cukup banyak, dan
sekarang dia telah menjadi Mrs. Cyril Morton. Sang suami bersama seorang rekannya memiliki
perusahan jasa perlistrikan terkenal di Westminster yang bernama Morton and Kennedy. Williamson
dan Woodley masing-masing diadili atas tuduhan penculikan dan penganiayaan. Williamson dihukum
penjara selama tujuh tahun, sedangkan Woodley sepuluh tahun. Aku tak menemukan catatan tentang
nasib Carruthers, tapi aku yakin kesalahannya tak dianggap terlalu berat oleh pengadilan, karena
Woodley yang ditembaknya itu memang terkenal sebagai penjahat ulung. Kukira dia paling-paling
dihukum beberapa bulan. TAMAT tamat Teror Topeng Merah 2 Vampire Academy Karya Richelle Mead Durjana Dan Ksatria 8