Misteri Manusia Gua 1
Trio Detektif 34 Misteri Manusia Gua Bagian 1
THE MYSTERY OF THE WANDERING CAVE MAN
by Alfred Hitchcock Text by MV. Carey
TRIO DETEKTIF MISTERI MANUSIA GUA
Alihbahasa: Aryotomo Markam
Penerbit: PT Gramedia. Jakarta, Oktober 1988
Edit & Convert: inzomnia
http://inzomnia.wapka.mobi
PESAN HECTOR SEBASTIAN SELAMAT berjumpa, Para penggemar misteri!
Kalau di antara kalian ada yang sudah sangat mengenal Trio Detektif, silakan lompati bagian ini dan langsung mulai dengan Bab 1. Tetapi jika ada yang belum pernah berjumpa dengan Trio Detektif, dengan senang hati saya akan memperkenalkan mereka.
Jupiter Jones, alias Jupe, yang sangat gemar membaca dan memiliki otak cerdas serta ingatan yang amat kuat, adalah pimpinan Trio Detektif. Ia bangga sekali dengan julukan Penyelidik Satu yang disandangnya. Pete Crenshaw, Penyelidik Dua, memang tidak sepandai Jupe, tetapi ia memiliki kelebihan lain. Ia pandai berolahraga. Tidak heran jika tubuhnya jangkung dan kekar. Selain itu ia juga memiliki rasa setia kawan yang besar. Bob Andrews menangani urusan Data dan Riset. Orangnya pendiam, dan walaupun tidak sehebat Pete dalam olahraga, tapi ia seorang pemberani.
Kali ini Trio Detektif menghadapi persoalan yang tak masuk akal. Mereka mencari makhluk yang telah mati berabad-abad yang lalu! Makhluk itu pernah terlihat berjalan di malam hari, di suatu desa. Dalam perburuan itu, mereka menjumpai tiga orang ilmuwan yang melakukan eksperimen-eksperimen yang aneh dan menakutkan. Tanpa disadari mereka terperangkap dalam suatu bangunan kuno, lalu...
Saya tidak berani menceritakannya lagi. Pengalaman mereka membuat saya ngeri. Lebih baik kalian membacanya sendiri. Saya hanya bisa mengucapkan selamat bertualang dan bermisteri.
HECTOR SEBASTIAN Bab 1 PENDATANG DARI BALIK KABUT
SUARA seorang wanita bernada prihatin terdengar memecah kesunyian. Jupiter Jones tertegun dan memasang telinganya.
Kabut tebal menyelimuti Rocky Beach sore itu, menghalangi pemandangan dari Pangkalan Jones ke rumah-rumah di seberangnya. Jupe berdiri seorang diri. Ke mana-mana ia memandang, hanya kabut yang dilihatnya. Ia merasa kesepian.
Namun suara itu menggugahnya. Dan sekarang terdengar suara langkah yang mendekat. Perlahan-lahan Jupe mendekati pintu gerbang.
Kini samar-samar terlihat bayang-bayang dua orang yang sedang berjalan, makin lama makin jelas, seakan-akan muncul dari kabut itu sendiri. Seorang laki-laki tua bungkuk berjalan tertatih-tatih di trotoar, dipapah seorang wanita muda kurus dengan rambut panjang terurai.
"Ini ada tempat duduk," wanita itu berkata sambil menuntun orang tua itu ke arah tempat duduk di samping kantor. "Istirahatlah dulu. Anda tentu lelah sekali."
"Adakah yang dapat saya bantu"" Jupe mendekati kedua orang itu.
Orang tua itu memandang dengan linglung, satu tangannya ditempelkan di kepalanya. "Kami mencari... mencari..." Ia menoleh kepada wanita itu. "Tolong ceritakan padanya. Kami ingin... ingin..."
"Harborview Lane," wanita muda itu membantu menjelaskan pada Jupe. "Kami harus pergi ke sana."
"Ikuti saja jalan besar terus ke barat," dengan sigap Jupe memberi petunjuk. "Tetapi kelihatannya teman Anda sakit. Akan saya panggilkan dokter, segera, dan-"
"Jangan!" potong orang tua itu. "Nanti kami terlambat!"
Jupe mengamat-amati orang itu dengan saksama. Wajah orang itu pucat dan penuh keringat. "Aduh!" orang itu menggumam. "Capek sekali!"
Kedua tangannya menekan kepalanya. "Mau pecah rasanya kepalaku ini! Heran, belum pernah aku mengalami sakit kepala seperti ini!"
"Saya panggilkan dokter, ya!" Jupe mendesak.
Tiba-tiba orang itu berdiri. "Tidak apa-apa, sebentar lagi juga sembuh, tetapi sulit sekali untuk... untuk..." Ia jatuh terduduk ke bangku itu, napasnya berat dan tersengal-sengal, berusaha menahan sakitnya. "Aahhh," gumamnya. Lalu terdiam.
Jupe memegang tangan orang itu. Dingin!
Mata orang itu melotot, tidak berkedip dan... pandangannya kosong! Suasana hening kembali menyelimuti Pangkalan Jones. Si wanita muda memegang orang itu sambil terisak-isak.
Terdengar derap langkah yang sigap di trotoar. Bibi Mathilda muncul di gerbang dan segera menghampiri mereka. Ia langsung melihat orang tua
di bangku, si gadis, dan Jupiter yang berlutut di hadapan orang tua itu.
"Jupiter, ada apa"" seru Bibi Mathilda cemas. "Akan kupanggilkan dokter, segera!"
"Ya," Jupiter berkata. "Panggil saja... tapi kukira tidak ada gunanya lagi. Ia sudah meninggal!"
Setelah itu ingatan Jupe kabur. Ada sirene, ambulans, dan orang-orang yang sibuk dalam kepekatan kabut. Orang ramai berkumpul di depan gerbang untuk mengetahui apa yang terjadi. Gadis berambut pirang itu menangis tersedu-sedu dalam pelukan Bibi Mathilda. Jupe dan bibinya bersama-sama dengan gadis pirang itu ikut ke rumah sakit, menyertai ambulans yang membawa jenazah orang tua itu. Sirene ambulans meraung-raung dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Semua itu bagaikan mimpi bagi Jupe. Tetapi setibanya di rumah sakit, Jupe sadar bahwa itu benar-benar terjadi. Jupe, Bibi Mathilda, dan si gadis menunggu tanpa berkata-kata di ruang tunggu yang penuh asap rokok. Tegang. Akhirnya datang seorang dokter.
"Tabahkan dirimu," kata dokter pada si gadis sambil menyalaminya. "Mungkin lebih baik begitu, daripada hidup menderita. Apakah Anda saudaranya""
Si gadis menggelengkan kepalanya.
"Akan dilakukan otopsi," kata dokter, "untuk menyelidiki sebab-sebab kematiannya. Ini biasa dilakukan pada orang yang meninggal tanpa sebab-sebab yang jelas. Tetapi kami memerlukan izin dari salah seorang saudaranya sebelum kami dapat melakukannya. Bagaimanakah menghubungi saudaranya""
Si gadis menggeleng lagi. "Saya tidak tahu. Saya akan tanyakan pada yayasan."
Kembali ia tersedu-sedu. Seorang perawat datang menenangkan, sambil menuntunnya meninggalkan tempat itu. Jupe dan Bibi Mathilda menunggu dengan sabar. Tak lama kemudian gadis itu kembali. Ia telah menelepon dari kantor.
"Akan datang orang dari yayasan," ia menjelaskan pada Jupiter dan Bibi Mathilda.
Yayasan apa, ya" Jupe bertanya dalam hati, tetapi ia cukup maklum bahwa saat itu bukanlah saat yang tepat untuk menanyakan hal itu.
"Yuk, kita minum di kantin rumah sakit, sambil menunggu," Bibi Mathilda mengajak. Ia menggamit lengan si gadis dan dengan lemah-lembut menuntunnya menuju kantin. Mereka minum tanpa berkata-kata. Akhirnya gadis itu memulai.
"Ia sangat baik hati," gadis itu berkata lirih. "Namanya DR. Kari Birkensteen, ahli genetika yang ternama. Ia bekerja pada Yayasan Spicer, mempelajari berbagai macam hewan. Pada hewan-hewan itu dilakukan eksperimen untuk menguji kecerdasan mereka-dan juga kecerdasan keturunan mereka. Saya juga bekerja di sana, membantu memelihara hewan-hewan itu."
"Aku pernah dengar tentang Yayasan Spicer," kata Jupe. "Bukankah letaknya di dekat pantai" Dekat San Diego"" Si gadis mengangguk. "Ya, letaknya di kota kecil dekat daerah berbukit pada jalan yang menuju padang pasir." "Aku tahu, kota itu bernama Citrus Groove." Jupe melanjutkan.
Untuk pertama kalinya gadis itu tersenyum. "Betul. Saya senang sekali. Maksud saya, biasanya orang tidak tahu nama kota itu. Yayasan Spicer cukup dikenal, tetapi kota itu tidak."
"Jupiter banyak membaca, karena itu ia tahu," kata Bibi Mathilda, "dan ingatannya kuat sekali. Apa yang dibacanya tentu diingatnya. Saya saja tidak tahu tentang kota dan yayasan itu. Yayasan apa itu""
"Yayasan itu adalah suatu lembaga yang melakukan riset di bidang sains," Jupiter yang menjawab. Ia tiba-tiba merasa sebagai seorang profesor yang sedang menerangkan suatu persoalan kecil.
Ia memang selalu begitu kalau sedang menerangkan sesuatu yang ia kuasai. Bibi Mathilda telah terbiasa mendengarnya, jadi ia tidak begitu peduli. Tetapi gadis pirang itu terheran-heran.
"Almarhum Abraham Spicer adalah pengusaha plastik," Jupe meneruskan. "Perusahaannya memproduksi peralatan rumah tangga. Jutaan yang sudah dihasilkannya semasa hidupnya. Namun, sesungguhnya ia tidak pernah mencapai ambisinya, yaitu menjadi ahli fisika. Karena itu, ketika meninggal, ia mewariskan seluruh kekayaannya pada suatu badan yang mengumpulkan dana untuk aktivitas sosial. Dari situ dana disalurkan kepada yayasan tempat para saintis melakukan riset-riset orisinal dan bahkan revolusioner -di bidang masing-masing."
Gadis itu melongo melihat cara Jup
e berbicara. Bibi Mathilda tersenyum. "Ia memang begitu. Habis, bacaannya banyak sekali sih!"
"Ooo, pantas," gadis itu memaklumi. "Oke. Maksud saya, itu baik sekali, yah begitulah. Oh ya, sampai lupa saya memperkenalkan diri. Nama saya Hess. Lengkapnya Eleanor Hess, kalau kalian ingin tahu." "Tentu saja kami ingin tahu," kata Bibi Mathilda. "Tetapi, maksud saya, saya kan bukan orang terkenal."
"Tapi itu bukan berarti aku tidak mau mengenal Anda," jawab Bibi Mathilda. "Aku Nyonya Titus Jones, dan ini keponakanku, Jupiter Jones."
Eleanor Hess tersenyum. Tiba-tiba ia membuang muka, seolah-olah takut orang lain tahu lebih banyak tentang dirinya.
"Ceritakan dong, apa saja yang Anda lakukan di Yayasan Spicer," pinta Bibi Mathilda. "Hewan apa saja yang Anda pelihara""
"Hewan-hewan untuk eksperimen," jawab Eleanor seraya menoleh perlahan-lahan. "Ada tikus putih, ada simpanse, dan ada seekor kuda."
"Kuda"" Bibi Mathilda kaget. "Ada kuda dalam laboratorium""
"Oh, bukan. Blaze tinggal di kandangnya. Tetapi ia juga hewan untuk eksperimen. DR. Birkensteen menyuntikkan isotop pada induknya, sebelum Blaze dilahirkan. Katanya, itu berpengaruh pada kromosomnya. Saya tidak paham betul, tetapi ia kuda yang amat pandai. Ia bisa aritmatika."
Bibi Mathilda dan Jupiter melongo mendengarnya.
"Ah, cuma berhitung yang sederhana saja," tukas Eleanor. "Jika diletakkan dua buah apel, lalu tiga buah apel, Blaze tahu bahwa ada lima buah apel. Ia kemudian mengetuk lima kali dengan kakinya. Saya kira itu tidak terlalu hebat, tetapi biasanya kuda kan tidak bisa begitu. Yang benar-benar cerdas adalah simpanse-simpanse. Mereka itu mengerti bahasa isyarat, bahkan bisa mengutarakan beberapa hal yang sulit."
"Aku mengerti sekarang," kata Bibi Mathilda. "Lalu apa rencana DR. Birkensteen setelah mendidik hewan-hewan itu""
"Sebenarnya bukan hewan-hewan itu yang menjadi tujuannya," kata Eleanor pelan. "Ia tidak peduli dengan kuda yang pandai atau simpanse yang cerdas. Ia sebenarnya ingin menolong manusia, dan itu dimulainya dengan melakukan eksperimen pada hewan. Tidak boleh kan, melakukan eksperimen langsung pada bayi manusia."
Bibi Mathilda merasa ngeri.
Eleanor kembali membuang muka. Ia menjadi tertutup lagi. "Anda tidak perlu repot-repot menemani saya terus," katanya. "Terima kasih atas bantuan Anda. Sebentar lagi DR. Terreano dan Mrs. Coolinwood datang. Mereka akan mengurusnya dengan dokter di sini, dan... dan..."
Ia menunduk. Air matanya mengalir lagi.
"Tenanglah," kata Bibi Mathilda dengan lemah-lembut. "Kami tidak kerepotan menemani Anda."
Mereka tetap menunggu, sampai seorang laki-laki kurus, jangkung, beruban, masuk ke kantin. Eleanor memperkenalkannya sebagai DR. Terreano. Ia ditemani seorang wanita bertubuh gemuk, berumur sekitar enam-puluhan, memakai bulu mata palsu hitam tebal yang amat lentik, dan wig keriting berwarna merah menyala. Ia adalah Mrs. Coolinwood, yang lalu mengajak Eleanor ke mobil, sementara DR. Terreano menghubungi dokter yang mengurus jenazah DR. Birkensteen.
Bibi Mathilda menggeleng-geleng ketika mereka sudah pergi. "Orang-orang aneh," katanya. "Tega benar melakukan percobaan pada hewan agar keturunannya berubah. Si Terreano itu-menurutmu siapa dia""
"Pasti seorang peneliti, kalau ia bekerja di Yayasan Spicer," kata Jupe.
Bibi Mathilda berkerut dahinya. "Benar-benar orang aneh," ulangnya lagi. "Ih, seram. Seenaknya saja mengutak-atik makhluk-makhluk lain. Itu tidak alamiah! Mengerikan!"
Bab 2 UANG ATAU PENGETAHUAN"
MALAMNYA Bibi Mathilda menceritakan kepada Paman Titus apa yang terjadi tadi sore di pangkalan mereka. Ia berusaha menghindarkan pembicaraan mengenai Yayasan Spicer, dan jika Jupiter menyinggung-nyinggung tentang itu, dengan cepat dialihkannya ke masalah lain. Eksperimen tentang genetika membuatnya merasa ngeri. Tetapi meskipun sudah berusaha keras untuk melupakan Yayasan Spicer, mau tak mau ia akan teringat kembali, karena berita tentang yayasan itu sering muncul di koran-koran.
Mula-mula berita tentang kematian DR. Birkensteen. Seperti yang sebelumnya telah diduga oleh para dokter di rumah sakit, ia meninggal karena
serangan jantung. Diceritakan pula apa yang telah dikerjakannya selama hidupnya, apa yang ditelitinya, dan apa yang berhasil ditemukannya di bidang genetika. Sebagai penutup diberitakan bahwa jenazahnya akan dikirim ke tempat asalnya di wilayah Amerika Timur untuk dikebumikan di sana.
Tidak sampai seminggu kemudian muncul kembali berita tentang Yayasan Spicer, kali ini mengenai penemuan yang mengejutkan. Para wartawan membanjiri kota kecil Citrus Groove untuk meliput peristiwa itu. Seorang ahli arkeologi, James Brandon, yang juga bekerja di yayasan sebagai peneliti, telah menemukan tulang-belulang makhluk zaman prasejarah dalam sebuah gua di pinggir kota.
"Ini misteri besar!" Jupe berteriak. Waktu itu sore hari di bulan Mei. Jupe dan kawan-kawannya sedang berada dalam karavan yang merupakan kantor sekaligus laboratorium Trio Detektif di pangkalan barang bekas yang dikelola oleh keluarga Jones. Jupe sedang membaca koran dengan teliti. Bob Andrews mengatur berkas-berkas, sementara Pete Crenshaw membersihkan peralatan dalam laboratorium kriminal mini itu.
Pete menoleh. "Misteri apa"" tanyanya.
"Manusia gua dari Citrus Groove," kata Jupe. "Apakah ia sudah dapat dibilang manusia" Berapa ribu tahun umurnya sekarang" James Brandon, ahli arkeologi yang menemukannya, menyebutnya hominid. Itu dapat berarti manusia, dapat pula berarti hewan yang menyerupai manusia. Semacam pramanusia begitulah."
"He, sore ini James Brandon akan muncul di TV," kata Bob. "Ia akan menjadi bintang tamu dalam acara Bob Engel Show. Jam 5 sore disiarkannya."
"Sekarang sudah jam 5. Mau nonton"" tanya Pete sambil mengelap meja.
"Ya, pasti dong," jawab Jupiter Jones.
Kantor Trio Detektif memiliki sebuah TV hitam-putih kecil yang diletakkan di rak buku dekat meja Jupiter. Paman Titus memperolehnya dalam keadaan rusak ketika ia berburu barang bekas. Jupiter yang tangannya gatal kalau melihat barang rusak, dengan cekatan memperbaiki TV itu sehingga dapat dipakai kembali. TV itu langsung dinyalakan, dan muncullah wajah Bob Engel, pembawa acara yang hangat dan murah senyum.
"Tamu kita kali ini DR. James Brandon," kata Engel. "Ia adalah penemu sisa-sisa fosil manusia prasejarah dalam sebuah gua di sini, di California Selatan."
Kamera diarahkan pada James Brandon yang kurus dengan raut muka tegas dan rambut terpotong pendek. Di sebelahnya ada seorang laki-laki pendek, berperut buncit dan memakai baju koboi lengkap dengan ikat pinggang lebar dan sepatu bot bertumit tinggi.
"Hari ini DR. James Brandon ditemani Mr. Newt McAfee. Mr. McAfee seorang pedagang di kota Citrus Groove, dan ia pemilik tanah tempat manusia gua itu ditemukan."
"Betul!" kata manusia tembam itu. "Aku McAfee. Ingat-ingat itu, karena mulai saat ini namaku akan sering disebut-sebut."
Bob Engel tersenyum pahit, lalu mengalihkan perhatiannya pada DR. James Brandon.
"DR. Brandon," kata Bob Engel. "Dapatkah Anda menceritakan bagaimana Anda sampai pada penemuan fosil-fosil itu""
"Itu terjadi secara kebetulan sekali," kata James Brandon sambil membetulkan posisi duduknya. "Saya sedang berjalan-jalan sekitar seminggu yang lalu. Waktu itu hujan baru saja berhenti, dan saya tertarik pada tanah longsor di bukit, di atas padang rumput milik McAfee. Longsornya tanah itu menyebabkan ada bagian yang terbuka di sisi bukit. Ketika saya mendekat, saya melihat sebuah gua, dan seperti ada tengkorak di dalamnya. Hanya tengkoraknya saja yang kelihatan, sisanya tertimbun dalam lumpur di dasar gua itu. Mula-mula saya tidak tahu apa yang saya temukan itu, maka-"
"Bukan Anda yang menemukan, Sobat," McAfee memotong. "Tapi aku!"
Brandon tidak mempedulikannya. "Saya kembali ke Yayasan Spicer untuk mengambil senter," katanya.
"Dan ketika ia kembali ke tanahku, aku telah menunggunya dengan senapan di tangan," kata McAfee. "Seenaknya saja ia memasuki wilayahku tanpa permisi!"
Brandon menghela napas. Kelihatan sekali ia dengan susah-payah menahan emosinya. "Saya jelaskan apa yang telah saya lihat," katanya. "Kami melihat lebih dekat, dan saya yakin bahwa itu memang tengkorak."
"Tengkorak tua!" seru McAfee. "Beribu-ribu tahun umurn
ya!" "Sebagian besar kerangkanya masih utuh. Saya belum sempat mempelajarinya, tetapi ada kesamaannya dengan fosil yang amat tua yang ditemukan di Afrika." "Apakah ia seorang laki-laki"" tanya Engel.
Brandon mengerutkan dahinya. "Belum tentu ia manusia. Dilihat dari ciri-cirinya, ia termasuk hominid, tetapi tidak termasuk golongan manusia modern. Saya hampir merasa pasti bahwa ia lebih tua dari hominid-hominid yang pernah ditemukan di Amerika sampai saat ini."
Brandon semakin bersemangat. "Ada teori yang mengatakan bahwa orang Indian adalah keturunan kaum pemburu Mongolia yang bermigrasi dari Siberia ke Alaska selama zaman es terakhir. Itu terjadi kira-kira delapan ribu tahun yang lalu. Saat itu banyak lautan yang membeku. Selat di antara Siberia dan Alaska membeku seluruhnya, sehingga
kaum pemburu dari Asia dengan mudah melintasinya, lalu menetap di tempat yang baru itu. Selanjutnya mereka menyebar ke berbagai daerah, sampai ada yang mencapai Amerika Selatan.
"Sampai sekarang teori ini yang diterima. Anda bisa menjumpainya dalam sebagian besar buku-buku sekolah. Tetapi kadang-kadang muncul teori lain. Ada yang mengatakan bahwa sudah ada manusia di Amerika sebelum kaum pengembara melintasi selat antara Siberia dan Alaska. Bahkan ada pula yang mengatakan bahwa manusia modern berasal dari Amerika. Manusia Amerikalah yang bermigrasi ke Asia dan Eropa."
"Fosil manusia gua di Citrus Groove itu mendukung teori yang mana"" tanya Engel.
"Saya belum tahu," kata Brandon. "Umurnya saja saya belum tahu pasti. Tetapi kerangka yang kami miliki akan dapat-"
"Kerangka itu milikku," potong Newt McAfee dengan bernafsu sekali. "Pasti milikku itu seorang manusia, tidak salah lagi. Jadi, jika ia telah di sana sejak dua atau tiga juta tahun yang lalu, maka-" "Saya tidak bilang begitu!" protes Brandon.
"Anda sendiri yang mengatakan Anda tidak tahu berapa umurnya!" McAfee mengotot. "Anda bilang lebih dari delapan atau sepuluh ribu tahun. Aku tidak salah! Dua atau tiga juta kan lebih dari delapan atau sepuluh ribu. Pasti manusia modern berasal dari Amerika, bukan Asia atau Eropa. Manusia Amerika yang menyeberangi selat menuju Eropa dan Asia. Bisa jadi makhluk di guaku itu merupakan nenek moyang kita semua!"
"Anda sembrono dalam mengambil kesimpulan," kata Brandon kesal. "Kita akan lakukan penelitian dengan saksama untuk memastikan-"
"Tidak boleh ada penelitian terhadap makhluk milikku!" kata McAfee dengan lantang.
Brandon menoleh pada McAfee dengan mata terbelalak.
"Makhluk itu terkubur dalam tanahku, jadi merupakan milikku, dan tak seorang pun boleh menyentuhnya!" kata McAfee. "Makhluk itu harus tetap berada di sana, karena akan kujadikan obyek wisata. Orang-orang pasti akan membanjiri tempatku untuk melihat manusia gua itu."
"Fosil itu bukan barang tontonan!" tukas Brandon. "Itu adalah benda yang sangat berharga bagi ilmu pengetahuan!"
"Masa bodoh!" ujar McAfee tak peduli. "Yang penting orang berminat untuk melihatnya. Aku tinggal mengaturnya saja."
"Anda ngaco! Bicaramu ngawur!" teriak Brandon.
"Sama sekali tidak," kata McAfee seraya memandang lekat-lekat ke kamera TV. "Aku akan mempersiapkan tempatku, dan segera kubuka gua itu bagi setiap pengunjung yang ingin menyaksikan keajaiban terbesar saat ini. Saksikanlah nenek-moyang kita yang telah berumur jutaan tahun. Aku jamin, tempatku tidak kalah dengan tempat-tempat hiburan yang indah-indah di California, dan-"
"Kau sinting!" Brandon berteriak sambil melompat dari tempat duduknya.
Kamera cepat-cepat dialihkan sehingga yang terlihat hanyalah wajah Bob Engel. Terdengar teriakan-teriakan dan suara orang yang baku hantam. Dengan tergesa-gesa Bob Engel berkata, "Sayang sekali, Para pemirsa sekalian, waktu tidak mengizinkan kita untuk melanjutkan acara yang menarik ini. Sampai jumpa dalam acara yang sama, minggu depan. Tamu kita minggu depan ialah..."
Pete mematikan TV. "Wah!" katanya. "Gawat sekali. Tampaknya Brandon akan memukul KO si McAfee!"
"Aku sendiri sebal pada McAfee," kata Jupe.
"Kalau ia tidak mengizinkan Brandon meneliti tulang-belulang itu..." "Apakah ia berhak melarang Brandon"" kata B
ob. "Aku kira begitu, sebab gua itu terletak dalam tanah miliknya. Kasihan ahli arkeologi itu, ia menemukan sesuatu yang sangat berharga, tetapi tidak dapat berbuat apa-apa! Mungkin memang sudah ada ketidakcocokan antara keduanya sejak awal pertemuan mereka. Bayangkan... McAfee sambil membawa senjata memergoki Brandon di gua itu, lalu Brandon menjadi emosi. Itu dapat berakhir dengan... dengan..."
"Pertumpahan darah"" kata Pete.
"Ya, ya... pertumpahan darah!"
Bab 3 SAMBUTAN ANEH SETELAH wawancara itu, James Brandon tidak pernah muncul di TV lagi. Justru McAfee yang sering tampil pada beberapa show, mengiklankan manusia gua Citrus Groove. Sampai pertengahan Juli, hampir semua orang di California Selatan sudah tahu tentang manusia gua itu. McAfee menyatakan bahwa gua itu akan dibuka untuk umum mulai awal Agustus.
Di minggu terakhir bulan Juli, Jupiter bertemu dengan tetangganya, Les Wolf.
Wolf bekerja sebagai kontraktor pemasangan peralatan dapur restoran dan hotel. Ia menempati rumah besar, tidak jauh dari Pangkalan Jones. Jupiter sedang bersepeda melewati rumah itu ketika ia melihat Mr. Wolf yang sedang berusaha menangkap kucingnya yang bersembunyi di bawah pagar semak. Jupe berhenti untuk membantu. Sambil berjingkat-jingkat didekatinya kucing itu dari belakang. Tiba-tiba ia membuat gerakan mengejut. Kucing kecil itu melompat ke arah yang berlawanan, tak sadar bahwa Mr. Wolf sudah menunggunya. Dengan mudah Mr. Wolf menangkap kucing itu, lalu mengangkatnya dengan gemas.
"Kutangkap kau, Kucing nakal," kata Wolf sambil tersenyum lebar pada Jupe. "Terima kasih, Jupe. Istriku pasti marah-marah kalau kucing ini sampai hilang."
Wolf berjalan masuk ke rumahnya sambil menggendong kucingnya. Namun di pintu ia berhenti lalu menoleh pada Jupiter. "Kau tahu, ya, cerita tentang kota kecil dekat pantai itu" Kota tempat ditemukannya manusia gua" Aku sedang melakukan pemasangan peralatan dapur di sebuah restoran di sana. Bibimu menceritakan pada istriku bahwa kau mengikuti terus berita-berita di koran tentang manusia gua itu."
"Tentu saja aku tahu!" kata Jupe bersemangat. "Gua itu akan dibuka untuk umum Sabtu ini. Apakah Anda membawa truk besar ke Citrus Groove nanti" Adakah yang bisa kubantu""
"Sayang sekali tidak, kau terlalu muda dan bukan pegawai perusahaanku," kata Mr. Wolf. "Hal Knight yang akan membantuku. Tetapi kalau kau mau ikut boleh saja, kau dapat membonceng di belakang bersama-sama dengan peralatanku...."
"Aku mau!" sahut Jupe cepat. "Boleh kan kuajak Bob dan Pete, teman-temanku itu""
"Tentu. Hanya kalian harus mencari tempat menginap sendiri. Pihak restoran menyediakan tempat untukku dan Hal, tetapi tidak ada tempat buat kalian. Kira-kira pekerjaan itu akan selesai dalam tiga hari." "Tidak apa-apa," kata Jupe. "Kami bisa berkemah di suatu tempat."
Jupe bergegas pulang untuk memberi tahu teman-temannya serta minta izin pada Bibi Mathilda dan Paman Titus. Jumat pagi mereka berangkat dengan membonceng truk Mr. Wolf.
Mereka berkendaraan ke arah selatan selama dua jam, lalu membelok ke timur mengarah ke bukit-bukit. Jalan-jalannya berkelok-kelok serta turun-naik. Selama perjalanan anak-anak itu menikmati pemandangan yang indah. Pohon-pohon jeruk berbuah lebat banyak dijumpai di kiri-kanan jalan, ada pula padang rumput yang luas dengan sapi-sapi yang sedang merumput.
Setengah jam kemudian truk itu menurunkan kecepatannya, yakni ketika melalui kota Centerdale. Akhirnya mereka menjumpai papan bertuliskan: Anda memasuki wilayah Citrus Groove. Maksimal 60 km/jam.
Citrus Groove hanya sebuah desa kecil. Meskipun demikian, desa kecil itu mempunyai fasilitas yang cukup lengkap. Ada sebuah supermarket, dua pompa bensin, sebuah dealer mobil, dan sebuah motel kecil bernama The Elms. Mereka melewati satu-satunya kolam renang di kota itu, kemudian stasiun tua kereta api, yang sudah tidak dipakai lagi. Di tengah kota terdapat pusat pertokoan yang berbaris memanjang, sebuah bank, toko besi, apotek, dan perpustakaan umum. Meskipun kecil, kota itu ramai sekali. Papan bertuliskan "Penuh" dipasang di depan Motel The Elms, dan orang-orang membent
uk antrian panjang untuk membeli makanan di Kantin Lazy Daze.
"Semua ini gara-gara iklan tentang manusia gua," kata Jupe.
Jupe geli melihat kerumunan orang-orang di stand hamburger, di Kantin Lazy Daze yang menjual dinosaurus burger.
"Lihat, Jupe, mereka menjual dinosaurus burger. Isinya daging dinosaurus, ya"" kata Pete. Jupe terbahak-bahak.
"Aduh, Pete! Kau terlalu! Mana ada dinosaurus zaman sekarang"" katanya. "Paling-paling cuma ukuran hamburger-nya saja yang besar."
"Macam-macam saja kau, Pete," kata Bob yang turut geli mendengar kata-kata Pete.
Pete dongkol sekali mendengar tanggapan Jupe. Tetapi ia diam saja, karena kesalahan memang terletak pada dirinya. Yang bisa ia lakukan cuma berusaha menyembunyikan rasa malunya.
Les Wolf menghentikan truknya di pinggir jalan. Ia turun dan keluar untuk berbicara dengan anak-anak itu.
"Restoran Happy Hunter tempat aku bekerja terletak dijalan ini, setengah mil lagi ke arah sana," kata Wolf. "Aku menelepon pemiliknya semalam dan ia bilang tempat berkemah dekat kota penuh. Ia menganjurkan agar kalian menemui Newt McAfee. McAfee yang biasa mencarikan penginapan bagi pendatang baru. Rumahnya abu-abu dan terletak di ujung jalan utama itu."
"Mudah-mudahan bukan McAfee yang di TV itu!" seru Pete.
"Kelihatannya memang yang itu," kata Jupe.
Anak-anak itu turun dari truk.
"Hubungi aku di Happy Hunter hari Senin," Wolf berpesan. Ia lalu melanjutkan perjalanannya.
Dari jauh rumah Newt McAfee kelihatan cukup menyenangkan. Di depannya terdapat halaman rumput dan teras kecil. Tetapi ketika didekati baru terlihat bahwa rumah itu kurang terawat. Catnya banyak yang mengelupas, kain gordennya kumal, dan halamannya banyak ditumbuhi rumput liar.
"Kok tidak terawat, ya"" kata Bob. "Padahal McAfee pemilik toko besi dan dealer mobil."
"Mungkin tokonya kurang laku, kota ini kan kecil," kata Jupe.
Papan pengumuman yang tertempel di teras mempersilakan para tamu yang ingin menanyakan tentang penginapan supaya pergi ke bagian belakang rumah. Anak-anak mengitari rumah menuju ke belakang. Mereka melihat padang rumput yang terbentang luas sampai ke sebuah hutan kecil di belakang. Terdapat sebuah gudang tua tak jauh dari rumah itu. Di sisi yang berlawanan dengan pusat kota, padang rumput itu dibatasi bukit-bukit dan jalan yang menuju bukit itu. Di lereng bukit berdiri sebuah bangunan baru. Bangunan itu modern, terbuat dari kayu merah, dan tak mempunyai jendela. Di atas pintunya tertulis: Pintu Masuk Menuju Gua.
"Wah, wah!" kata Pete. "Rupanya tempat ini benar-benar dikomersilkan."
"Kalian mencari apa"" terdengar suara lembut di belakang anak-anak itu.
Mereka berbalik, dan Jupe melihat seorang gadis berambut pirang dengan wajah pucat. Ia langsung teringat pada sore berkabut di muka rumahnya, tatkala seorang laki-laki tua yang muncul dari balik kabut meninggal dunia. "Oh!" kata Eleanor Hess terkejut. "Kau di sini"" "Hai!" Jupe mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
"Saya... ngngng... saya baru saja mau menulis surat kepada bibimu," katanya sambil menjabat tangan Jupe. "Tapi saya takut merepotkan."
"Ah, tidak, kami akan senang sekali menerima surat Anda," kata Jupe, lalu memperkenalkan Bob dan Pete pada Eleanor.
Ketika itu pintu belakang terbuka, dan seorang wanita gemuk berambut pendek dan kusut melongok ke luar. "Ellie, mau apa anak-anak itu"" ia berseru. Ia berbicara dengan kasar, seolah-olah anak-anak itu tidak mendengarnya.
"Bibi Thalia, ini Jupiter Jones," kata Eleanor. Ia kelihatan tidak enak. "Ia yang saya ceritakan waktu itu. Ia dan bibinya yang menolong saya ketika DR. Birkensteen sakit di Rocky Beach. Dan ini Pete Crenshaw dan Bob Andrews, teman-teman Jupiter. Mungkin mereka mau melihat manusia gua itu. Bolehkah mereka menginap di rumah kita, Bibi Thalia""
Tiba-tiba seorang laki-laki muncul dan berdiri di samping Bibi Thalia. Wajahnya sudah sering terlihat dalam acara-acara TV. Eleanor Hess kembali memperkenalkan teman-temannya pada orang itu. Jupe terbengong-bengong ketika menyadari bahwa Bibi Thalia adalah istri Newt McAfee-dan itu berarti bahwa Newt adalah paman Eleanor!
"Jadi kau yang telah
berbaik hati pada Ellie," kata Newt. "Well, kalian boleh menginap di sini. Rumah kami kecil, tetapi kalian dapat menggelar kasur di loteng gudang itu. Kalian boleh menggunakan kakus tua di belakangnya, di sampingnya ada keran air."
Mata McAfee yang kecil memandang dengan licik. "Akan kuberi tarif yang murah, cuma sepuluh dolar semalam bagi kalian bertiga."
"Paman Newt!" Eleanor Hess memprotes.
"Diam!" kata McAfee sambil memandang tajam pada Eleanor. Eleanor langsung tertunduk. "Tidak ada tempat lain yang semurah ini," katanya pada anak-anak itu.
"Kita cari tempat berkemah saja, mungkin ada dekat hutan kecil itu," usul Bob. Ia menunjuk ke arah hutan kecil di seberang padang rumput.
"Sekarang musim kering, hutan itu mudah terbakar," kata McAfee. "Berbahaya."
Jupe mengeluarkan dompetnya, menyerahkan uang sepuluh dolar pada McAfee. "Ini," katanya. "Untuk malam ini." "Bagus." McAfee mengantungi uang itu dengan perasaan penuh kemenangan. "Ellie, antarkan mereka ke gudang." "Hati-hati di sana, Anak-anak," Bibi Thalia mengingatkan. "Jangan mengotori tempat itu, dan jangan menyalakan api."
"Kalian tidak merokok, bukan"" tanya McAfee.
"Kami tidak merokok," kata Pete merasa tersinggung. "He, Jupe, kita pindah saja. Di kota tadi aku melihat taman, mungkin..."
"Dilarang berkemah di taman," kata McAfee. "Lagi pula ada alat penyiram otomatis yang setiap tengah malam menyala."
McAfee masuk ke dalam rumah, dan Eleanor mengantarkan anak-anak ke gudang. Mukanya merah karena malu. "Maaf, ya," katanya. "Kalau kalian masih tinggal di sini besok, tidak usah bayar. Saya punya uang, biar saya yang mengurusnya."
"Tidak usah," kata Jupe. "Tidak apa-apa."
"Saya sebal kalau ia bersikap begitu," kata Eleanor pahit. "Pendapat saya tidak pernah dianggap, karena... karena mereka selalu bilang bahwa merekalah yang mengurus saya sejak saya berumur delapan tahun. Orang tua saya meninggal karena kecelakaan mobil."
Anak-anak itu merasa kasihan melihat Eleanor.
"Bibi Thalia saudara kandung ibuku," katanya melanjutkan. "Saya harus tinggal di rumah yatim-piatu jika Bibi Thalia tidak mengurusi saya."
Mereka memasuki gudang yang penuh debu. Ternyata di dalamnya terdapat sebuah pick-up baru yang masih mengkilat catnya, dan sebuah mobil sedan besar yang berkilauan. Terdapat pula bertumpuk-tumpuk koran-koran tua, kertas-kertas tidak terpakai, serta seonggok peralatan yang sudah berkarat.
Sebuah tangga tersandar di dinding belakang. Anak-anak itu menaikinya dan sampai di sebuah ruangan yang gelap dan pengap. Ada sebuah jendela berlapis debu tebal, dan penuh sarang labah-labah. Jupe melap kaca jendela itu. Dibukanya jendela itu lebar-lebar, udara segar menerobos masuk memenuhi loteng itu.
"Kalian perlu handuk"" terdengar suara Eleanor dari bawah.
"Terima kasih," Pete menyahuti. "Kami sudah bawa sendiri."
Eleanor tetap menunggui di bawah tangga. Akhirnya ia berkata, "Saya akan mengunjungi yayasan sebentar lagi. Mau ikut" Nanti akan saya perlihatkan binatang-binatang peliharaan saya."
Ia berusaha sekali untuk bersikap ramah. Jupe melongok ke bawah. "Kenalkah kau dengan ahli arkeologi penemu tulang-belulang itu"" tanya Jupe.
"DR. Brandon" Kenal sekali! Kalian ingin berkenalan" Saya dapat mengenalkannya kalau ia ada di rumah."
"Sejak pertama kali aku mendengar tentang penemuan itu, aku sudah tak sabar ingin berjumpa dengannya," kata Jupe. "Apakah ia sudah merumuskan teorinya tentang tulang-belulang itu" Tahukah ia asal-usul fosil-fosil itu""
Eleanor mengernyit. "Rupanya setiap orang jadi tertarik pada manusia gua itu. Padahal ia jelek sekali. Seperti gorila, tetapi jauh lebih kecil."
Tiba-tiba ia ingat sesuatu. "Jangan pergi ke gua itu kalau tidak ada orang di sana," ia memperingatkan. "Paman Newt punya senjata. Ia bilang orang harus membayar untuk dapat melihat manusia gua. Kalau ada yang berani-berani melanggarnya, ia tidak akan segan-segan menembaknya."
"Pasti ia benci pada ahli arkeologi itu," tebak Jupe.
"Ya, dan juga pada setiap orang yang mencoba mengusik-usik manusia gua itu. Saya takut akan terjadi sesuatu- sesuatu yang mengerikan!"
Bab 4 ELEANOR BERBOHONG YAY ASAN SPICER terletak di sebuah rumah di bukit dan berjarak setengah mil dari jalan yang melalui rumah McAfee. Rumah itu dikelilingi kebun-kebun indah, tidak dibatasi dengan pagar, tetapi hanya dengan tonggak-tonggak serta sebuah gerbang. Anak-anak mengikuti Eleanor menuju rumah itu. Eleanor masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.
Mereka langsung berada di ruang tamu besar. Ada James Brandon di sana. Ia berjalan cepat dengan langkah-langkah panjang. Ketika Eleanor memanggilnya, ia berhenti. Dengan kening dikerutkan ia berpaling pada Eleanor dan anak-anak.
"Ada apa, Eleanor"" tanya Brandon.
"Teman-teman saya ingin berkenalan dengan Anda, mereka tertarik sekali pada manusia gua itu," kata Eleanor sambil memperkenalkan anak-anak satu per satu.
"Kalian mau nonton sirkus di sini"" kata Brandon dengan nada mengejek.
"Maksud Anda melihat manusia gua, barangkali," kata Pete. "Kami ingin sekali melihatnya."
"Kalian semua sama saja," kata Brandon. Ia mengernyit. "Mereka akan merusak segalanya. Kalau ada fosil-fosil lain di sekitar bukit-bukit ini, pasti akan hancur. Untung aku tidak punya senjata, kalau tidak..."
"Kau akan menembaki mereka semua," terdengar suara bernada tenang.
Anak-anak berpaling. Seorang laki-laki tinggi berwajah sayu memasuki ruangan. Segera Jupiter mengenalinya sebagai orang yang datang ke rumah sakit di Rocky Beach, ketika Karl Birkensteen meninggal. Kalau waktu itu ia mengenakan baju kelabu yang telah usang, sekarang ia memakai celana pendek dan polo shirt-kaus olahraga berkerah. Ia duduk di kursi dekat perapian sambil memandang ke bawah.
"DR. Terreano, ini Jupiter" Masih ingat"" kata Eleanor Hess.
"Oh, siapa ya"" Terreano keheranan.
"Itu, yang menolong saya waktu saya di Rocky Beach bersama DR. Birkensteen," Eleanor menjelaskan. "Anda menjumpainya di rumah sakit itu, ingat""
"Oh ya, sekarang aku ingat. Halo, apa kabar"" Terreano tersenyum. Tiba-tiba ia seperti muda kembali.
"DR. Terreano juga ahli arkeologi," kata Eleanor. "Ia banyak menulis buku tentang arkeologi." Terreano menyeringai. "Menulis memang merupakan salah satu pekerjaan kami." "Ya, ya!" kata Jupe bersemangat. "Aku ingat! Anda yang menulis buku Ancient Enemy, kan"" Alis mata Terreano terangkat. "Kau tahu" Pernah baca""
"Ya," jawab Jupe. "Aku membacanya di perpustakaan. Bukunya menarik sekali, tetapi juga menyeramkan. Kalau manusia selalu ingin memerangi sesamanya, dan kalau manusia selalu ingin..."
"Menyedihkan, bukan"" kata Terreano. "Sifat merusak memang merupakan bawaan kita sejak lahir. Itulah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya, di samping akal dan kecerdasan."
"Tidak!" seru Brandon. "Manusia tidak dilahirkan dengan membawa sifat merusak. Anda salah tafsir."
"Oh, ya"" balas Terreano sambil memandangi Brandon. "Kita lihat saja almarhum Abraham Spicer. Spicer dikenang karena jasa-jasanya dalam menolong umat manusia. Dialah pendiri yayasan ini. Mulia sekali, bukan" Tetapi sebenarnya ia juga seorang pembunuh. Coba lihat, berapa banyak hewan yang jadi korbannya."
Terreano menoleh ke arah rak di atas perapian. Di situ terpajang kepala hewan-hewan buruan bertanduk yang biasa dijadikan hiasan. Di atasnya terdapat juga kepala-kepala hewan lainnya-seekor macan, seekor puma, dan seekor kuda nil. Kulit-kulit beruang, singa, dan macan tutul, tergelar di lantai.
"Sekarang dibolehkan membunuh hewan," kata Terreano, "memotong kepalanya, serta mengambil kulitnya untuk dijadikan pajangan. Suatu saat nanti, orang akan diperbolehkan pula untuk berbuat serupa terhadap musuhnya, sesama manusia."
"Mustahil!" seru Brandon.
"Anda selalu menjadi emosi kalau kita berdiskusi tentang hal ini," kata Terreano. "Mungkin itu menunjukkan bahwa akulah yang benar."
Seorang laki-laki botak bertubuh pendek tiba-tiba menyelonong masuk. "Kalian berdebat soal itu lagi"" katanya. "Aku sudah bosan mendengarnya." Eleanor memperkenalkan DR. Elwood Hoffer pada anak-anak.
"DR. Hoffer, ahli imunologi-ilmu yang mempelajari kekebalan makhluk hidup terhadap penyakit," kata Eleanor pada anak-anak. "Ia punya banyak tikus putih. Lucu-lucu, deh. Bolehkah saya memperlihatkan tikus-ti
kus itu pada kawan-kawan saya""
"Boleh, tapi jangan sentuh apa pun di laboratorium," pesan Hoffer.
"Baik, DR. Hoffer," jawab Eleanor.
Anak-anak mengikuti Eleanor ke luar, menuju sebuah gedung panjang yang dibangun membentuk sudut siku-siku dengan rumah bagian depan.
"Laboratorium-laboratorium terletak di dalam gedung ini," kata Eleanor. "Tempat DR. Hoffer bekerja di sebelah sini."
Mereka masuk ke ruangan kecil. Eleanor mengambil empat buah kedok operasi. "Ini," katanya. "Pakai dulu." Ia memakai kedoknya, lalu mengenakan sarung tangan karet.
Mereka masuk ke ruangan besar yang terang-benderang. Di sana terdapat puluhan kandang kecil terbuat dari kaca. Seekor tikus berlari mondar-mandir di kandang-kandang itu.
"Jangan dekat-dekat, dan jangan pegang-pegang, ya," kata Eleanor. Ia memberi makan tikus-tikus itu satu per satu.
"Ini tikus-tikus istimewa," ia menjelaskan. "Kau tahu kan, seperti manusia, tikus juga memiliki imunitas- kekebalan tubuh. Gunanya untuk menahan penyakit. Nah, DR. Hoffer telah mengambil sebagian imunitas mereka. Jadi harus dijaga agar mereka tidak terserang penyakit. Beberapa di antara mereka ada yang tidak memiliki imunitas terhadap infeksi, lho. Inilah gunanya kita memakai kedok. Bakteri-bakteri yang terdapat di mulut kita akan tertahan oleh kedok ini."
"Kasihan!" komentar Bob. "Kalau mereka tidak mempunyai imunitas, kan mereka akan mati."
"Saya kira beberapa di antaranya akan mati juga," kata Eleanor. "Tetapi menurut DR. Hoffer, kadang-kadang orang terserang penyakit justru karena imunitasnya sendiri. Imunitas itu kan berupa sel-sel tertentu yang akan memakan bakteri dan virus yang masuk ke tubuh. Tetapi sel-sel itu juga yang kadang-kadang membuat kita sakit. Penyakit yang disebabkan sel-sel itu misalnya saja penyakit encok, maag, atau bahkan beberapa jenis penyakit jiwa."
"Hiii!" Pete tampak ketakutan.
"Tapi kalau tidak ada imunitas, kita kan bisa terserang cacar," kata Bob. "dan... dan campak, dan..."
"Memang," sahut Eleanor. "Apa yang diusahakan DR. Hoffer ialah supaya kita dapat mengontrol imunitas kita. Imunitas itu harus melindungi kita, jangan malahan membuat kita sakit."
"Hebat!" kata Jupiter. "Apakah hasilnya akan dimuat dalam buku karangan DR. Terreano yang terbaru""
"Tidak tahu, ya," jawab Eleanor. "Soalnya DR. Brandon juga sedang menyusun buku barunya. Isinya tentang manusia yang disimpan dalam sebuah lemari di kamarnya."
"Manusia disimpan dalam lemari"" tanya Pete keheranan.
"Bukan manusia hidup," Eleanor menjelaskan, "tetapi fosil manusia. DR. Brandon menemukan tulang-belulangnya di Afrika. Ia tertarik sekali untuk mempelajari fosil itu. Kalau sedang meneliti fosil itu, ia sampai lupa makan, bahkan kadang-kadang lupa tidur. Yang dipikirkannya hanyalah fosil tadi."
"Busyet!" seru Pete. "Apa saja yang dilakukannya""
"O, banyak," jawab Eleanor. "Mula-mula ia menyusun tulang-belulang itu sampai tersusun menjadi sebuah kerangka utuh. Lucu deh, itu lho, seperti teka-teki menyusun potongan gambar. Lalu kerangka itu difoto dan diukur. Dan selanjutnya DR. Brandon mempelajarinya dari buku-buku."
"Aku paham sekarang," kata Jupiter. "DR. Brandon pasti ingin sekali melakukan penelitian serupa terhadap manusia Citrus Groove."
"Ya," Eleanor nampak murung. "Tapi pamanku tidak mengizinkan."
Eleanor sudah selesai memberi makan tikus-tikus. Ia dan anak-anak kembali ke kamar kecil tadi. Kedok-kedok operasi dilepaskan dan diletakkan dalam sebuah tempat dekat bak cuci. Eleanor juga melepas sarung tangan plastiknya. Anak-anak mengikutinya.
"Sekarang kita ke tempat simpanse," kata Eleanor.
Laboratorium yang dulu digunakan DR. Birkensteen terletak di ujung gedung. Laboratorium itu lebih besar dari laboratorium DR. Hoffer. Dua ekor simpanse terkurung dalam sebuah kandang dekat jendela. Banyak mainan di kandang itu, bahkan ada juga papan tulis dan kapur warna-warni.
Kedua simpanse itu menjerit-jerit kegirangan melihat Eleanor. Simpanse yang besar menjulur-julurkan tangannya.
"Halo!" Eleanor menyapa. Ia membuka pintu kandang. Simpanse besar keluar dan menjabat tangan Eleanor.
Trio Detektif 34 Misteri Manusia Gua di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa kabar"" tanya Eleanor. "Nyenyakkah
tidurmu semalam""
Simpanse itu memejamkan kedua matanya, dan memiringkan kepalanya ke kiri. Lalu ia menunjuk ke arah jam dinding dan satu jarinya diputar-putarkan membentuk lingkaran. "Wah, lama ya, kau tidurnya"" tebak Eleanor.
Simpanse itu melompat-lompat kegirangan sambil bertepuk-tepuk tangan.
Simpanse kedua keluar kandang. Ia langsung menaiki sebuah rak yang penuh botol-botol berisi zat kimia.
"Jangan. Jangan! Jangan sentuh!" seru Eleanor. "Ayo, turun! Duduk di sini!" Eleanor menoleh pada anak-anak sambil tertawa. "Mereka memang nakal, seperti anak kecil. Apa saja ingin dipegang dan dimainkan."
Simpanse itu segera turun, dan duduk dengan manisnya di lantai, menghadap ke Eleanor. Simpanse besar duduk di sampingnya. Eleanor mengambilkan susu, makanan, dan dua buah mangkuk dari lemari es.
"Ih, lucunya!" kata Jupiter. "Mereka seperti orang saja."
"Memang," kata Eleanor sambil menuang susu dan makanan ke dalam mangkuk. "Mereka menggunakan bahasa isyarat. Menurut DR. Birkensteen mereka dapat berkomunikasi seperti anak-anak TK. Saya tidak mengerti bahasa isyarat, jadi cuma bisa menebak-nebak saja. Tetapi mereka memang benar-benar lucu."
"Mereka akan diapakan"" tanya Bob.
Eleanor mendesah. "Tak tahu, ya. Bulan depan pengurus inti yayasan ini akan rapat. Merekalah yang akan menentukan nasib simpanse-simpanse ini. Dulu yayasan membeli mereka buat diteliti oleh DR. Birkensteen. Ada banyak simpanse dulunya. Sekarang tinggal dua."
Eleanor meletakkan kedua mangkuk itu di sebuah meja kecil. Kedua simpanse berlarian mengikuti Eleanor. Mereka duduk di kursi kecil di samping meja tadi, lalu makan. Setelah mereka selesai, Eleanor membujuk mereka untuk masuk ke kandang. Mereka menjerit-jerit protes sambil menggelantung pada Eleanor.
"Iya deh," kata Eleanor menenangkan. "Saya akan kembali secepatnya. Sabar, ya."
Anak-anak memperhatikan. Jupe merasa bahwa baru kali ini ia melihat Eleanor begitu gembira dan percaya diri. Berbeda sekali dengan keadaannya ketika di rumah McAfee.
"Mereka kehilangan DR. Birkensteen," kata Eleanor. "Saya juga kehilangan dia. Ia sangat baik, sekalipun sedang marah."
"Pernahkah ia sakit sebelumnya"" tanya Jupe. "Aku kira serangan jantung waktu itu terjadi secara mendadak."
"Memang mendadak," kata Eleanor, "tetapi ia agak lain beberapa saat sebelum kejadian itu. Ia pernah tertidur di kursinya. Pernah juga ia terlelap ketika simpanse-simpansenya sedang di luar kandangnya. Wah, semua jadi berantakan. Saya temani dia pada hari... hari kematiannya itu, sebab saya takut terjadi apa-apa padanya."
"Apa tujuannya ke Rocky Beach waktu itu"" tanya Jupe.
Jupe bertanya tanpa maksud apa-apa. Ia hanya ingin mengobrol saja. Tetapi tiba-tiba wajah Eleanor bersemu merah.
"Ia... ia... saya tidak tahu apa-apa." Eleanor membuang muka. Ia lari meninggalkan anak-anak.
Pete dan Jupe berpandang-pandangan keheranan.
"Ada apa lagi ini"" Pete bingung. "Kenapa ia lari meninggalkan kita""
Jupe mengernyit. "Ia berbohong. Kau tentu juga merasakan hal itu. Tetapi kenapa" Apa yang disembunyikannya""
Bab 5 KUNJUNGAN PERTAMA KE GUA ANAK-ANAK kembali ke ruang tamu. Eleanor ada di situ. Terlihat seorang wanita gemuk sedang merapikan tempat duduk, dan seorang laki-laki muda berpakaian necis sedang membersihkan kaca. Melalui kaca terlihat sebuah kolam renang.
"Selamat pagi, Eleanor," sapa wanita itu. "Itu teman-temanmu, ya. Senang ya, kau punya teman sekarang."
Jupe segera mengenali suara itu. Ia Mrs. Coolinwood, orang yang datang ke rumah sakit di Rocky Beach ketika DR. Birkensteen meninggal. Wig yang dipakainya sekarang berwarna kuning, namun bulu mata palsunya tetap yang dulu, hitam tebal dan amat lentik. Bulu matanya dikedip-kedipkan dengan genit ketika Eleanor memperkenalkan anak-anak.
"Oh," katanya ketika berjabat tangan dengan Jupe. "Bukankah kau anak muda yang baik hati yang menolong Eleanor waktu itu di Rocky Beach" Tahukah kau, kau mirip sekali dengan Charles, Charles Coolinwood. Bahkan gemuknya pun serupa. Ia suamiku yang terakhir. Orangnya sangat bertanggung jawab."
Jupe cemberut mendengar komentar Mrs. Coolinwood tentang dirinya. Tetapi
ia diam saja, karena Mrs. Coolinwood nyerocos terus.
Mrs. Coolinwood gemar berbicara. Anak-anak segera menyadari hal itu. Tapi tak bisa lain, anak-anak terpaksa mendengarkan celotehnya.
Dengan bersemangat Mrs. Coolinwood menceritakan suami-suaminya. Panjang-lebar diceritakannya tentang suami pertama yang memiliki asuransi. Lalu dipaparkan pula tentang suami kedua yang berprofesi editor film. Kemudian tentang Charles, yang paling disayanginya, yang bekerja sebagai dokter hewan.
"Mereka semua baik kepadaku," lanjutnya. "Namun mereka mati muda. Sedih sekali. Setelah Charles meninggal, aku harus mencari pekerjaan sendiri. Itulah latar belakang mengapa aku di sini sekarang. Aku menjadi pembantu rumah tangga. Mula-mula seram juga melihat para ilmuwan itu. Muka mereka selalu tegang. Tapi setelah mengenal mereka, aku menjadi tenang. Laki-laki memang begitu. DR. Terreano yang baik hati itu selalu mengatakan betapa kasarnya manusia itu. Tetapi ia sendiri tidak tega membunuh seekor lalat sekalipun. Sebaliknya dengan DR. Brandon. Menurutnya manusia itu baik. Namun ia sendiri sering marah-marah. Ia tidak boleh dekat-dekat dengan pamanmu, Eleanor, pasti mereka akan berantem."
"Memang," jawab Eleanor singkat.
Mrs. Coolinwood lalu pergi. Anak-anak merasa lega.
"Capek juga mendengarnya," kata Pete polos. "Ia nyerocos terus."
Laki-laki muda yang membersihkan kaca tadi melempar kain pelnya ke dalam ember. "Kau mengajak teman-temanmu keliling, ya" Berapa ongkosnya" Sepuluh dolar"" tanyanya dengan nada mengejek. Eleanor merasa tersinggung. Namun begitu, ia tetap bersikap ramah.
"Ini Frank," kata Eleanor memperkenalkan. "Frank DiStefano. Pekerjaannya seperti saya juga, membantu yayasan ini."
DiStefano menyeringai. "Hai, Ellie. Maaf ya, semalam ban mobilku bocor, sehingga... Well, kupikir kau pasti sudah tidak menungguku lagi. Sudah terlalu malam."
"Yah, sudahlah," kata Eleanor. Ia lalu mengajak anak-anak ke luar, mengunjungi kandang kuda yang terletak lima puluh meter dari rumah itu. Sepanjang jalan Eleanor diam saja. Ketika bertemu Blaze, kuda eksperimen DR. Birkensteen, ia kembali gembira. Ia menepuk-nepuk leher kuda itu, membelai-belainya dengan penuh rasa sayang, dan mengajaknya bicara seolah-olah kuda itu manusia. Dengan bangga ia mendemonstrasikan kepandaian kuda itu. Diletakkannya empat buah apel di depan kandang.
"Berapa"" tanyanya.
Blaze menghentakkan kakinya empat kali.
"Bagus!" kata Eleanor memuji. Apel itu diberikan pada Blaze.
Begitu asyiknya Eleanor dan anak-anak bermain-main dengan kuda itu sehingga tak terasa hari sudah siang.
"Wah, perutku berbunyi," kata Jupe. "Makan, yuk!"
"Usul yang bagus," sahut Bob. "Perutku juga sudah keroncongan."
"Usulku," kata Pete, "kita makan dinosaurus burger saja."
Jupe tertawa. "Rupanya kau masih penasaran, ya" Tapi aku setuju usulmu itu."
Anak-anak pamit pada Eleanor. Bergegas-gegas mereka kembali ke kota untuk makan siang, tak sabar ingin mencicipi dinosaurus burger. Ternyata kota sudah semakin ramai, anak-anak baru memperoleh burger setelah hampir satu jam antri di depan Kantin Lazy Daze.
Sambil menikmati dinosaurus burger, mereka berjalan-jalan keliling kota, melihat-lihat keramaian serta toko-toko yang berlomba-lomba memanfaatkan manusia gua sebagai sarana promosi. Sehari menjelang pembukaan gua itu, terlihat kesibukan luar biasa para penjaja yang berusaha keras untuk membuat dagangannya laku. Macam-macam upaya mereka. Ada yang menempelkan reklame bergambar manusia gua mengenakan kulit binatang sambil membawa busur dan anak panah, ada pula yang bergambar manusia gua dengan istri manusia gua yang dilukiskan berambut panjang. Tentu ini hanya karang-karangan saja. Di taman sedang dilakukan persiapan terakhir untuk merayakan hari pembukaan gua, pita-pita warna-warni menjuntai dari pohon ke pohon, spanduk dan balon-balon dijumpai di mana-mana. Meriah sekali suasananya. Banyak yang menawarkan suvenir berupa gantungan kunci berbentuk manusia gua. Pedagang es krim tak menyia-nyiakan kesempatan itu dengan menjual dagangannya dari sebuah truk yang diparkir dekat stasiun kereta api.
Setelah puas meli hat-lihat, anak-anak kembali ke gudang di belakang rumah McAfee. Seorang laki-laki tinggi dengan wajah penuh cambang dan berpakaian lusuh terlihat sibuk membersihkan sebuah karavan yang diparkir di sana.
"Ini tidak boleh!" terdengar ia mengomel. "Sama sekali tidak boleh. Mereka akan sadari ini nanti. Lihat saja." Anak-anak mendekat. Ada peralatan makan, tungku kecil, dan sebuah lemari es di dalam karavan. Sebuah tempat tidur terbujur di dalamnya.
"Apakah orang itu tinggal di dalam karavan"" pikir Jupe.
Orang itu menoleh pada anak-anak. "Kalian akan merasakannya kalau kalian menjadi dia." Saat itu terdengar seseorang berteriak.
"Itu bukan kau punya," terdengar suara James Brandon. Ia berdiri di luar bangunan dari kayu merah di sisi bukit. "Pergi kau dari sini!" teriak McAfee dari pintu bangunan itu. Ia membidikkan senjatanya.
Brandon surut ke belakang. Tinjunya dikepalkan. "Awas kau!" ancamnya pada McAfee. "Kau tak berhak atas tulang-belulang itu. Seenaknya kau membuatnya menjadi barang tontonan!"
"Cepat angkat kaki dari sini!" McAfee membalas. "Kalau memang mau melihat manusia gua milikku, datang saja besok. Karcisnya lima dolar!"
"Dasar mata duitan!" Dengan geram Brandon berbalik dan pergi dari situ.
McAfee menyeringai. "Ini cuma kesalahpahaman," katanya pada anak-anak.
"Perbuatan ini salah!" gerutu orang dekat karavan itu.
"Well, salah atau benar ini bukan urusanmu," tukas McAfee. "Kerjakan saja apa yang kuperintahkan! Mengerti"" McAfee lalu menoleh pada anak-anak. "Anak-anak, kalian mau melihat-lihat ke dalam" Karena kalian menginap di tempatku, kalian boleh melihat manusia guaku dan museum yang kubangun untuknya."
Ia masuk, diikuti Trio Detektif dengan bersemangat. Baru di bagian depan mereka sudah ternganga.
Dinding museum penuh dengan foto-foto besar: foto-foto tulang-belulang dan sebuah tengkorak dilihat dari berbagai sudut. Di sana-sini disisipkan foto-foto pemandangan indah yang telah banyak dikenal: semburan air panas di Lassen, air terjun di Yosemite, pantai indah dekat Big Sur.
Di sebuah meja di tengah ruangan terdapat model perkemahan Indian lengkap dengan api unggun dan kuda-kuda. Di sampingnya didapati model manusia prasejarah sedang bertempur melawan mammoth raksasa.
"Unik, bukan"" kata McAfee. "Ini cuma pembuka. Yang sesungguhnya terletak di sana."
Sebuah panggung berdiri di seberang pintu masuk. Mulut gua terletak di balik panggung itu, disinari cahaya lampu sorot.
Jupiter, Pete, dan Bob menaiki panggung itu. Mereka melongok ke mulut gua. Dilihatnya fosil-fosil itu. Jupe menghela napas. Bob mendesah.
Manusia gua itu terbaring di sana. Tulang-belulangnya telah berwarna cokelat. Mengerikan. Rongga matanya seakan mengancam orang yang melihatnya. Rahang atas menyeringai menakutkan. Beberapa tulang rusuk masih ada, mencuat dari dasar gua. Tulang paha masih lengkap, tetapi tulang kaki bagian bawah tidak ada. Tulang tangan kirinya dekat sekali dengan mulut gua, terjulur, seolah ingin meraih sesuatu.
McAfee telah memasang lampu-lampu sorot pada langit-langit gua. Di dasar gua, dekat fosil, telah dibuatnya api unggun tiruan. Di sebelah fosil tergeletak keranjang anyaman Indian, dan sebuah selimut Navajo.
Seketika itu juga anak-anak bersimpati pada DR. Brandon. Pemandangan itu cukup menyedihkan. Tapi yang lebih parah lagi, banyak bekas tapak kaki di sekitar fosil. Bahkan beberapa tulang telah rusak karena terinjak-injak.
"Kalau kakinya masih lengkap, pasti kutambah dengan sepasang moccasin-sepatu Indian," kata McAfee. "Pasti lebih dramatis kelihatannya."
Anak-anak tidak mempedulikan. Mereka keluar dari gua. Di salah satu sisi pintu masuk dipamerkan dan dijual gantungan kunci dengan hiasan patung-patung plastik kecil berujud manusia gua, serta T-shirt bertuliskan Citrus Groove. Awal Peradaban Manusia. Anak-anak tidak mengacuhkannya, melirik pun tidak.
"Oke, sekarang kita bisa istirahat," kata Newt McAfee. Ia mematikan lampu, dan mengunci pintu gua. "John the Gypsy akan berjaga-jaga di luar malam ini. Tak seorang pun bisa masuk."
"John the Gypsy"" kata Jupe.
McAfee menoleh ke arah laki-laki kurus yang sekarang dudu
k di dalam karavan. "Itu dia. Kami menyebutnya John the Gypsy karena ia tinggal di karavan itu, bukan di rumah biasa."
Ketika McAfee berjalan menuju rumahnya, John the Gypsy keluar dari karavannya. "Oke," katanya. "McAfee membayarku untuk berjaga-jaga. Tetapi makhluk gua itu pasti tidak suka diawasi. Aku saja tidak senang kalau tulang-tulangku diawasi."
"Tapi, ia kan sudah mati," sahut Pete. "Orang mati kan tidak bisa melihat." "Siapa bilang"" kata John the Gypsy.
Bab 6 MANUSIA GUA GENTAYANGAN! MENJELANG petang anak-anak menyikat hamburger lagi di Kantin Lazy Daze. Setelah itu mereka mencicipi es krim yang dijual di truk dekat stasiun. Hari sudah gelap ketika mereka tiba kembali di gudang tempat menginap. Melalui jendela mereka memandang bulan yang mulai muncul, dikelilingi bintang-bintang yang berkelap-kelip. Padang rumput mulai diselimuti kabut tipis, namun pandangan belum terhalang. Dinginnya malam membuat anak-anak segera tertidur.
Lewat tengah malam Jupe terbangun. Ia mendengar suara. Ada orang masuk gudang. Orang itu terengah-engah seperti habis lari dikejar hantu.
Jupe berdiri. Ia memasang telinga.
Suara itu hilang sebentar, lalu terdengar kembali.
Pete bangun dan berdiri. "Apa itu"" bisiknya.
Jupe merangkak menuju tangga. Ia mengintip ke bawah. Gelap. Tidak terlihat apa-apa.
"Anak-anak"" terdengar suara serak. "Kaliankah itu""
Itu suara John the Gypsy. Tiba-tiba terdengar suara berdebam.
Bob berteriak kaget. Pete meraba-raba mencari senter di ranselnya. Begitu menemukannya, ia segera lari ke tangga dan menyenter ke bawah.
John the Gypsy jatuh tersandung barang rongsokan. Ia lalu berdiri dan memandang ke arah datangnya sinar senter. "Siapa itu"" ia berteriak dengan panik. "Siapa" Jawab!"
"Kami, John," kata Jupe. Ia, Bob, dan Pete menuruni tangga. John the Gypsy bersandar pada sisi truk milik McAfee. Badannya gemetar.
"Ada apa"" tanya Jupe.
"Makh... makhluk itu!" kata John the Gypsy. "Apa kubilang"! Ia tidak suka diamat-amati." "Kenapa"" kata Pete. "Apa yang terjadi""
"Ia... ia ba... bangun dan... gentayangan!" kata John the Gypsy terbata-bata. "Aku lihat sendiri Pasti tulang-tulang itu telah hilang."
Melalui pintu gudang yang terbuka anak-anak melihat ke arah museum. Dengan bantuan sinar bulan tampak pintu museum masih tertutup rapat.
"Kau mimpi barangkali," kata Bob menenangkan.
"Tidak mungkin." John the Gypsy menggeleng. "Aku sedang di dalam karavan ketika ada suara pintu dibuka. Aku melihat ke luar, dan kulihat manusia gua itu berjalan ke luar. Tubuhnya penuh bulu, seperti gorila. Matanya menakutkan sekali. Seperti ada api memancar dari kedua matanya. Dan rambutnya... rambutnya panjang dan acak-acakan. Ia melewati karavanku, lalu berlari melintasi padang rumput."
John the Gypsy memejamkan matanya, seakan-akan berusaha menghapus pengalaman menakutkan itu dari ingatannya.
"Mari kita cek," kata Jupe.
Mereka berjalan berdekatan dengan sikap waspada, seolah takut disergap makhluk zaman prasejarah itu.
Tetapi ternyata pintu museum masih terkunci. Ketika Jupe memeriksa pintu, Newt McAfee muncul di teras rumah.
"He, ada apa di sana"" seru McAfee. "Sedang apa kalian""
"Cuma menyelidik," sahut Jupe. "John the Gypsy melihat sesosok manusia keluar dari gua." Thalia McAfee muncul di teras. Newt berlari-lari menghampiri mereka. "Siapa"" tanyanya. "Si Brandon gila itu, ya""
"Bukan," jawab John the Gypsy, "tapi manusia gua itu. Ia melarikan diri."
"Mana mungkin"" McAfee tak percaya. Ia lalu melambaikan tangannya sambil berteriak, "Thalia! Ambilkan kunciku!"
Thalia McAfee datang berlari membawa kunci. McAfee bergegas membuka pintu museum dan menyalakan lampu. Ia segera menuju panggung. Anak-anak mengikuti. Mereka melihat ke dalam gua. Manusia gua masih ada di situ. Posisinya tidak berubah.
McAfee menoleh pada John the Gypsy. "Kau mimpi!" serunya. "Buktinya, ia masih ada di sini." "Aku melihatnya keluar gua," kata John the Gypsy bersikeras. "Ia memakai bulu binatang berwarna gelap! Dan ada rambutnya! Panjang dan acak-acakan!"
"Diam kau!" bentak McAfee. "Kau mengigau!"
Ia mematikan lampu dan keluar dari museum. Yang lain mengik
uti. "Mana mungkin"" gerutunya sambil mengunci pintu museum. Ia lalu kembali ke rumah. Di teras Eleanor sedang menunggu.
"Masuk kau, Eleanor," perintah McAfee. "Tidak ada apa-apa. John gila itu mengigau."
Ia berpaling. "John, kaujaga yang benar. Kau kubayar untuk menjaga, bukan untuk mimpi, tahu!"
Ia dan Eleanor masuk. Sambil menggerutu John the Gypsy mengeluarkan kursi lipatnya dari karavan. Diletakkannya kursi itu di tengah-tengah -antara gua dengan karavan. Ia mengambil senapannya dan duduk sambil berjaga di kursi.
Trio Detektif kembali ke loteng gudang.
"Pasti ia mimpi," kata Pete.
"Kelihatannya orang itu tidak terpelajar," kata Bob.
"Memang," Jupe menyetujui. "Tapi itu tidak berarti ia salah lihat, kan" Mungkin saja memang ada seseorang yang menyelinap."
"Iya, memang. Tapi kan orang bisa saja bermimpi seolah-olah melihat sesuatu," kata Bob. "John nampaknya yakin sekali," tukas Jupe.
"Tapi kan pintunya terkunci. Jadi tidak ada orang keluar dari gua," Pete mengajukan pendapatnya.
"Mungkin seseorang punya kunci palsunya," kata Jupe. Ia duduk memandang ke seberang padang rumput melalui jendela. Hutan kecil di seberang sana tampak hitam menyeramkan, namun embun yang turun membuat rerumputan di padang rumput tampak berkilau. Samar-samar dilihatnya jejak-jejak di rerumputan yang menuju hutan kecil.
Mungkinkah seseorang telah berjalan di sana, merebahkan rerumputan yang dilaluinya dan menghapus embun di permukaannya"
Jupe berdiri mendekat ke jendela. Dilihatnya John the Gypsy bangkit dari tempat duduknya dan memandang ke seberang padang rumput. John mengepit senjatanya. Kepalanya dimiringkan ke kiri, seolah-olah hendak mendengarkan sesuatu.
Ia berjalan menuju karavannya, mengambil selimut dari tempat tidur. Ia menyelimuti tubuhnya, lalu duduk kembali di kursinya dengan sikap waspada.
"Mungkin memang mimpi," kata Jupe perlahan. "Dan ia lalu ketakutan."
Pete memandang dengan gugup ke luar jendela. "Kalau aku yang melihat manusia gua gentayangan malam-malam," katanya, "aku akan lari ketakutan. Hiii!"
Bab 7 MENJELANG PEMBUKAAN GUA JUPE-LAH yang pertama kali bangun. Ia segera keluar gudang menuju padang rumput. Sabtu pagi itu matahari bersinar cerah, menerangi padang rumput dan hutan kecil di seberangnya. Hutan itu tidak terlihat menyeramkan lagi sekarang. Jupe mulai berjalan perlahan-lahan menuju hutan. Matanya mengamati rerumputan dengan cermat, namun tidak terlihat bekas tapak kaki. Jejak-jejak yang ia lihat semalam telah hilang tersaput embun pagi.
Setelah kira-kira seratus meter melangkah, ia menjumpai tempat yang rumputnya tipis. Di sana-sini terdapat tanah yang tidak ditumbuhi rumput sama sekali. Ia berlutut. Matanya bersinar-sinar.
Pete muncul di sampingnya.
"Apa itu"" kata Pete. "Kau menemukan sesuatu""
"Bekas tapak kaki," kata Jupe. "Seseorang telah berjalan di sini belum lama ini-ia bertelanjang kaki." Pete membungkuk untuk melihat jejak itu lebih dekat. Tiba-tiba ia berdiri tegak. Matanya melihat ke hutan. Wajahnya pucat.
"Bertelanjang kaki"" katanya. "Di... di tanah yang kasar ini" Jadi John the Gypsy benar-benar melihat sesuatu"" Ia memandang berkeliling.
Jupe diam saja. Ia malah berjalan mendekati hutan. Dengan tergesa-gesa Pete mengikutinya. Dengan hati-hati mereka mengikuti jejak itu. Tetapi sampai di suatu tempat, jejak itu menghilang.
"Rumputnya tebal di sini," kata Jupe, "tapi di sebelah sana mungkin ada lagi." Sambil berkata begitu Jupe terus berjalan makin mendekat ke hutan.
"He, tunggu dulu!" seru Pete. "Jangan masuk ke sana! Mungkin... mungkin ada orang di dalamnya... dan..., dan kita belum sarapan, kan" Di kantin pasti banyak orang. Nanti kita kehabisan, lho!"
"Pete, ini penting sekali!" kata Jupe.
"Apanya yang penting"" balas Pete. "Ayolah, kita sarapan dulu. Nanti saja kita ke sini lagi."
Dengan enggan Jupe menurut. Ia dan Pete kembali ke gudang. Bob muncul ketika mereka tiba. Saat itu pula Newt McAfee menampakkan dirinya di teras.
"Pagi," sapa Newt pada anak-anak. "Pagi yang ceria, bukan" Upacara pembukaan guaku pasti meriah." Ia tersenyum puas.
"He. John!" panggil Newt John the Gypsy keluar dari ka
ravan sambil memegang semangkuk makanan. "Kau ketemu manusia gua lagi semalam"" Newt tertawa kecil, tetapi John menggerutu.
"Satu sudah cukup, aku tak mau ketemu yang lain lagi," omel John sambil masuk kembali ke karavan.
Newt berseru lagi, "Jangan pergi dulu, John. Setelah sarapan aku perlu bantuanmu. Museum itu harus dicek sekali lagi. Lalu kau tetap berjaga di sini sementara aku mengikuti upacara pembukaan di taman."
Newt masuk kembali ke rumah, dan anak-anak menuju pusat kota untuk sarapan. Lagi-lagi Kantin Lazy Daze penuh sesak. Ketika akhirnya anak-anak mendapat tempat duduk, mereka sudah sangat lapar.
Ketika menunggu pesanan makanan, anak-anak mendengar nada-nada meriah yang berasal dari marching band. Sebuah grup yang terdiri dari pemusik-pemusik muda terlihat sedang melakukan pemanasan di taman, dikerumuni orang-orang yang menontonnya.
"Itu pasti band dari SMA sini," Bob menebak.
Di balik kerumunan itu Jupe dan kawan-kawannya masih dapat melihat seragam merah menyala yang dikenakan pemain marching band. Mereka mengenakan topi tinggi berwarna kuning emas, serta selempang biru berumbai-rumbai. Tidak jauh dari situ terlihat kendaraan dari beberapa stasiun televisi sibuk mengatur peralatannya.
Rahasia Puri Merah 2 Goosebumps - 52 Ramuan Ajaib Kehidupan Para Pendekar 6
THE MYSTERY OF THE WANDERING CAVE MAN
by Alfred Hitchcock Text by MV. Carey
TRIO DETEKTIF MISTERI MANUSIA GUA
Alihbahasa: Aryotomo Markam
Penerbit: PT Gramedia. Jakarta, Oktober 1988
Edit & Convert: inzomnia
http://inzomnia.wapka.mobi
PESAN HECTOR SEBASTIAN SELAMAT berjumpa, Para penggemar misteri!
Kalau di antara kalian ada yang sudah sangat mengenal Trio Detektif, silakan lompati bagian ini dan langsung mulai dengan Bab 1. Tetapi jika ada yang belum pernah berjumpa dengan Trio Detektif, dengan senang hati saya akan memperkenalkan mereka.
Jupiter Jones, alias Jupe, yang sangat gemar membaca dan memiliki otak cerdas serta ingatan yang amat kuat, adalah pimpinan Trio Detektif. Ia bangga sekali dengan julukan Penyelidik Satu yang disandangnya. Pete Crenshaw, Penyelidik Dua, memang tidak sepandai Jupe, tetapi ia memiliki kelebihan lain. Ia pandai berolahraga. Tidak heran jika tubuhnya jangkung dan kekar. Selain itu ia juga memiliki rasa setia kawan yang besar. Bob Andrews menangani urusan Data dan Riset. Orangnya pendiam, dan walaupun tidak sehebat Pete dalam olahraga, tapi ia seorang pemberani.
Kali ini Trio Detektif menghadapi persoalan yang tak masuk akal. Mereka mencari makhluk yang telah mati berabad-abad yang lalu! Makhluk itu pernah terlihat berjalan di malam hari, di suatu desa. Dalam perburuan itu, mereka menjumpai tiga orang ilmuwan yang melakukan eksperimen-eksperimen yang aneh dan menakutkan. Tanpa disadari mereka terperangkap dalam suatu bangunan kuno, lalu...
Saya tidak berani menceritakannya lagi. Pengalaman mereka membuat saya ngeri. Lebih baik kalian membacanya sendiri. Saya hanya bisa mengucapkan selamat bertualang dan bermisteri.
HECTOR SEBASTIAN Bab 1 PENDATANG DARI BALIK KABUT
SUARA seorang wanita bernada prihatin terdengar memecah kesunyian. Jupiter Jones tertegun dan memasang telinganya.
Kabut tebal menyelimuti Rocky Beach sore itu, menghalangi pemandangan dari Pangkalan Jones ke rumah-rumah di seberangnya. Jupe berdiri seorang diri. Ke mana-mana ia memandang, hanya kabut yang dilihatnya. Ia merasa kesepian.
Namun suara itu menggugahnya. Dan sekarang terdengar suara langkah yang mendekat. Perlahan-lahan Jupe mendekati pintu gerbang.
Kini samar-samar terlihat bayang-bayang dua orang yang sedang berjalan, makin lama makin jelas, seakan-akan muncul dari kabut itu sendiri. Seorang laki-laki tua bungkuk berjalan tertatih-tatih di trotoar, dipapah seorang wanita muda kurus dengan rambut panjang terurai.
"Ini ada tempat duduk," wanita itu berkata sambil menuntun orang tua itu ke arah tempat duduk di samping kantor. "Istirahatlah dulu. Anda tentu lelah sekali."
"Adakah yang dapat saya bantu"" Jupe mendekati kedua orang itu.
Orang tua itu memandang dengan linglung, satu tangannya ditempelkan di kepalanya. "Kami mencari... mencari..." Ia menoleh kepada wanita itu. "Tolong ceritakan padanya. Kami ingin... ingin..."
"Harborview Lane," wanita muda itu membantu menjelaskan pada Jupe. "Kami harus pergi ke sana."
"Ikuti saja jalan besar terus ke barat," dengan sigap Jupe memberi petunjuk. "Tetapi kelihatannya teman Anda sakit. Akan saya panggilkan dokter, segera, dan-"
"Jangan!" potong orang tua itu. "Nanti kami terlambat!"
Jupe mengamat-amati orang itu dengan saksama. Wajah orang itu pucat dan penuh keringat. "Aduh!" orang itu menggumam. "Capek sekali!"
Kedua tangannya menekan kepalanya. "Mau pecah rasanya kepalaku ini! Heran, belum pernah aku mengalami sakit kepala seperti ini!"
"Saya panggilkan dokter, ya!" Jupe mendesak.
Tiba-tiba orang itu berdiri. "Tidak apa-apa, sebentar lagi juga sembuh, tetapi sulit sekali untuk... untuk..." Ia jatuh terduduk ke bangku itu, napasnya berat dan tersengal-sengal, berusaha menahan sakitnya. "Aahhh," gumamnya. Lalu terdiam.
Jupe memegang tangan orang itu. Dingin!
Mata orang itu melotot, tidak berkedip dan... pandangannya kosong! Suasana hening kembali menyelimuti Pangkalan Jones. Si wanita muda memegang orang itu sambil terisak-isak.
Terdengar derap langkah yang sigap di trotoar. Bibi Mathilda muncul di gerbang dan segera menghampiri mereka. Ia langsung melihat orang tua
di bangku, si gadis, dan Jupiter yang berlutut di hadapan orang tua itu.
"Jupiter, ada apa"" seru Bibi Mathilda cemas. "Akan kupanggilkan dokter, segera!"
"Ya," Jupiter berkata. "Panggil saja... tapi kukira tidak ada gunanya lagi. Ia sudah meninggal!"
Setelah itu ingatan Jupe kabur. Ada sirene, ambulans, dan orang-orang yang sibuk dalam kepekatan kabut. Orang ramai berkumpul di depan gerbang untuk mengetahui apa yang terjadi. Gadis berambut pirang itu menangis tersedu-sedu dalam pelukan Bibi Mathilda. Jupe dan bibinya bersama-sama dengan gadis pirang itu ikut ke rumah sakit, menyertai ambulans yang membawa jenazah orang tua itu. Sirene ambulans meraung-raung dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Semua itu bagaikan mimpi bagi Jupe. Tetapi setibanya di rumah sakit, Jupe sadar bahwa itu benar-benar terjadi. Jupe, Bibi Mathilda, dan si gadis menunggu tanpa berkata-kata di ruang tunggu yang penuh asap rokok. Tegang. Akhirnya datang seorang dokter.
"Tabahkan dirimu," kata dokter pada si gadis sambil menyalaminya. "Mungkin lebih baik begitu, daripada hidup menderita. Apakah Anda saudaranya""
Si gadis menggelengkan kepalanya.
"Akan dilakukan otopsi," kata dokter, "untuk menyelidiki sebab-sebab kematiannya. Ini biasa dilakukan pada orang yang meninggal tanpa sebab-sebab yang jelas. Tetapi kami memerlukan izin dari salah seorang saudaranya sebelum kami dapat melakukannya. Bagaimanakah menghubungi saudaranya""
Si gadis menggeleng lagi. "Saya tidak tahu. Saya akan tanyakan pada yayasan."
Kembali ia tersedu-sedu. Seorang perawat datang menenangkan, sambil menuntunnya meninggalkan tempat itu. Jupe dan Bibi Mathilda menunggu dengan sabar. Tak lama kemudian gadis itu kembali. Ia telah menelepon dari kantor.
"Akan datang orang dari yayasan," ia menjelaskan pada Jupiter dan Bibi Mathilda.
Yayasan apa, ya" Jupe bertanya dalam hati, tetapi ia cukup maklum bahwa saat itu bukanlah saat yang tepat untuk menanyakan hal itu.
"Yuk, kita minum di kantin rumah sakit, sambil menunggu," Bibi Mathilda mengajak. Ia menggamit lengan si gadis dan dengan lemah-lembut menuntunnya menuju kantin. Mereka minum tanpa berkata-kata. Akhirnya gadis itu memulai.
"Ia sangat baik hati," gadis itu berkata lirih. "Namanya DR. Kari Birkensteen, ahli genetika yang ternama. Ia bekerja pada Yayasan Spicer, mempelajari berbagai macam hewan. Pada hewan-hewan itu dilakukan eksperimen untuk menguji kecerdasan mereka-dan juga kecerdasan keturunan mereka. Saya juga bekerja di sana, membantu memelihara hewan-hewan itu."
"Aku pernah dengar tentang Yayasan Spicer," kata Jupe. "Bukankah letaknya di dekat pantai" Dekat San Diego"" Si gadis mengangguk. "Ya, letaknya di kota kecil dekat daerah berbukit pada jalan yang menuju padang pasir." "Aku tahu, kota itu bernama Citrus Groove." Jupe melanjutkan.
Untuk pertama kalinya gadis itu tersenyum. "Betul. Saya senang sekali. Maksud saya, biasanya orang tidak tahu nama kota itu. Yayasan Spicer cukup dikenal, tetapi kota itu tidak."
"Jupiter banyak membaca, karena itu ia tahu," kata Bibi Mathilda, "dan ingatannya kuat sekali. Apa yang dibacanya tentu diingatnya. Saya saja tidak tahu tentang kota dan yayasan itu. Yayasan apa itu""
"Yayasan itu adalah suatu lembaga yang melakukan riset di bidang sains," Jupiter yang menjawab. Ia tiba-tiba merasa sebagai seorang profesor yang sedang menerangkan suatu persoalan kecil.
Ia memang selalu begitu kalau sedang menerangkan sesuatu yang ia kuasai. Bibi Mathilda telah terbiasa mendengarnya, jadi ia tidak begitu peduli. Tetapi gadis pirang itu terheran-heran.
"Almarhum Abraham Spicer adalah pengusaha plastik," Jupe meneruskan. "Perusahaannya memproduksi peralatan rumah tangga. Jutaan yang sudah dihasilkannya semasa hidupnya. Namun, sesungguhnya ia tidak pernah mencapai ambisinya, yaitu menjadi ahli fisika. Karena itu, ketika meninggal, ia mewariskan seluruh kekayaannya pada suatu badan yang mengumpulkan dana untuk aktivitas sosial. Dari situ dana disalurkan kepada yayasan tempat para saintis melakukan riset-riset orisinal dan bahkan revolusioner -di bidang masing-masing."
Gadis itu melongo melihat cara Jup
e berbicara. Bibi Mathilda tersenyum. "Ia memang begitu. Habis, bacaannya banyak sekali sih!"
"Ooo, pantas," gadis itu memaklumi. "Oke. Maksud saya, itu baik sekali, yah begitulah. Oh ya, sampai lupa saya memperkenalkan diri. Nama saya Hess. Lengkapnya Eleanor Hess, kalau kalian ingin tahu." "Tentu saja kami ingin tahu," kata Bibi Mathilda. "Tetapi, maksud saya, saya kan bukan orang terkenal."
"Tapi itu bukan berarti aku tidak mau mengenal Anda," jawab Bibi Mathilda. "Aku Nyonya Titus Jones, dan ini keponakanku, Jupiter Jones."
Eleanor Hess tersenyum. Tiba-tiba ia membuang muka, seolah-olah takut orang lain tahu lebih banyak tentang dirinya.
"Ceritakan dong, apa saja yang Anda lakukan di Yayasan Spicer," pinta Bibi Mathilda. "Hewan apa saja yang Anda pelihara""
"Hewan-hewan untuk eksperimen," jawab Eleanor seraya menoleh perlahan-lahan. "Ada tikus putih, ada simpanse, dan ada seekor kuda."
"Kuda"" Bibi Mathilda kaget. "Ada kuda dalam laboratorium""
"Oh, bukan. Blaze tinggal di kandangnya. Tetapi ia juga hewan untuk eksperimen. DR. Birkensteen menyuntikkan isotop pada induknya, sebelum Blaze dilahirkan. Katanya, itu berpengaruh pada kromosomnya. Saya tidak paham betul, tetapi ia kuda yang amat pandai. Ia bisa aritmatika."
Bibi Mathilda dan Jupiter melongo mendengarnya.
"Ah, cuma berhitung yang sederhana saja," tukas Eleanor. "Jika diletakkan dua buah apel, lalu tiga buah apel, Blaze tahu bahwa ada lima buah apel. Ia kemudian mengetuk lima kali dengan kakinya. Saya kira itu tidak terlalu hebat, tetapi biasanya kuda kan tidak bisa begitu. Yang benar-benar cerdas adalah simpanse-simpanse. Mereka itu mengerti bahasa isyarat, bahkan bisa mengutarakan beberapa hal yang sulit."
"Aku mengerti sekarang," kata Bibi Mathilda. "Lalu apa rencana DR. Birkensteen setelah mendidik hewan-hewan itu""
"Sebenarnya bukan hewan-hewan itu yang menjadi tujuannya," kata Eleanor pelan. "Ia tidak peduli dengan kuda yang pandai atau simpanse yang cerdas. Ia sebenarnya ingin menolong manusia, dan itu dimulainya dengan melakukan eksperimen pada hewan. Tidak boleh kan, melakukan eksperimen langsung pada bayi manusia."
Bibi Mathilda merasa ngeri.
Eleanor kembali membuang muka. Ia menjadi tertutup lagi. "Anda tidak perlu repot-repot menemani saya terus," katanya. "Terima kasih atas bantuan Anda. Sebentar lagi DR. Terreano dan Mrs. Coolinwood datang. Mereka akan mengurusnya dengan dokter di sini, dan... dan..."
Ia menunduk. Air matanya mengalir lagi.
"Tenanglah," kata Bibi Mathilda dengan lemah-lembut. "Kami tidak kerepotan menemani Anda."
Mereka tetap menunggu, sampai seorang laki-laki kurus, jangkung, beruban, masuk ke kantin. Eleanor memperkenalkannya sebagai DR. Terreano. Ia ditemani seorang wanita bertubuh gemuk, berumur sekitar enam-puluhan, memakai bulu mata palsu hitam tebal yang amat lentik, dan wig keriting berwarna merah menyala. Ia adalah Mrs. Coolinwood, yang lalu mengajak Eleanor ke mobil, sementara DR. Terreano menghubungi dokter yang mengurus jenazah DR. Birkensteen.
Bibi Mathilda menggeleng-geleng ketika mereka sudah pergi. "Orang-orang aneh," katanya. "Tega benar melakukan percobaan pada hewan agar keturunannya berubah. Si Terreano itu-menurutmu siapa dia""
"Pasti seorang peneliti, kalau ia bekerja di Yayasan Spicer," kata Jupe.
Bibi Mathilda berkerut dahinya. "Benar-benar orang aneh," ulangnya lagi. "Ih, seram. Seenaknya saja mengutak-atik makhluk-makhluk lain. Itu tidak alamiah! Mengerikan!"
Bab 2 UANG ATAU PENGETAHUAN"
MALAMNYA Bibi Mathilda menceritakan kepada Paman Titus apa yang terjadi tadi sore di pangkalan mereka. Ia berusaha menghindarkan pembicaraan mengenai Yayasan Spicer, dan jika Jupiter menyinggung-nyinggung tentang itu, dengan cepat dialihkannya ke masalah lain. Eksperimen tentang genetika membuatnya merasa ngeri. Tetapi meskipun sudah berusaha keras untuk melupakan Yayasan Spicer, mau tak mau ia akan teringat kembali, karena berita tentang yayasan itu sering muncul di koran-koran.
Mula-mula berita tentang kematian DR. Birkensteen. Seperti yang sebelumnya telah diduga oleh para dokter di rumah sakit, ia meninggal karena
serangan jantung. Diceritakan pula apa yang telah dikerjakannya selama hidupnya, apa yang ditelitinya, dan apa yang berhasil ditemukannya di bidang genetika. Sebagai penutup diberitakan bahwa jenazahnya akan dikirim ke tempat asalnya di wilayah Amerika Timur untuk dikebumikan di sana.
Tidak sampai seminggu kemudian muncul kembali berita tentang Yayasan Spicer, kali ini mengenai penemuan yang mengejutkan. Para wartawan membanjiri kota kecil Citrus Groove untuk meliput peristiwa itu. Seorang ahli arkeologi, James Brandon, yang juga bekerja di yayasan sebagai peneliti, telah menemukan tulang-belulang makhluk zaman prasejarah dalam sebuah gua di pinggir kota.
"Ini misteri besar!" Jupe berteriak. Waktu itu sore hari di bulan Mei. Jupe dan kawan-kawannya sedang berada dalam karavan yang merupakan kantor sekaligus laboratorium Trio Detektif di pangkalan barang bekas yang dikelola oleh keluarga Jones. Jupe sedang membaca koran dengan teliti. Bob Andrews mengatur berkas-berkas, sementara Pete Crenshaw membersihkan peralatan dalam laboratorium kriminal mini itu.
Pete menoleh. "Misteri apa"" tanyanya.
"Manusia gua dari Citrus Groove," kata Jupe. "Apakah ia sudah dapat dibilang manusia" Berapa ribu tahun umurnya sekarang" James Brandon, ahli arkeologi yang menemukannya, menyebutnya hominid. Itu dapat berarti manusia, dapat pula berarti hewan yang menyerupai manusia. Semacam pramanusia begitulah."
"He, sore ini James Brandon akan muncul di TV," kata Bob. "Ia akan menjadi bintang tamu dalam acara Bob Engel Show. Jam 5 sore disiarkannya."
"Sekarang sudah jam 5. Mau nonton"" tanya Pete sambil mengelap meja.
"Ya, pasti dong," jawab Jupiter Jones.
Kantor Trio Detektif memiliki sebuah TV hitam-putih kecil yang diletakkan di rak buku dekat meja Jupiter. Paman Titus memperolehnya dalam keadaan rusak ketika ia berburu barang bekas. Jupiter yang tangannya gatal kalau melihat barang rusak, dengan cekatan memperbaiki TV itu sehingga dapat dipakai kembali. TV itu langsung dinyalakan, dan muncullah wajah Bob Engel, pembawa acara yang hangat dan murah senyum.
"Tamu kita kali ini DR. James Brandon," kata Engel. "Ia adalah penemu sisa-sisa fosil manusia prasejarah dalam sebuah gua di sini, di California Selatan."
Kamera diarahkan pada James Brandon yang kurus dengan raut muka tegas dan rambut terpotong pendek. Di sebelahnya ada seorang laki-laki pendek, berperut buncit dan memakai baju koboi lengkap dengan ikat pinggang lebar dan sepatu bot bertumit tinggi.
"Hari ini DR. James Brandon ditemani Mr. Newt McAfee. Mr. McAfee seorang pedagang di kota Citrus Groove, dan ia pemilik tanah tempat manusia gua itu ditemukan."
"Betul!" kata manusia tembam itu. "Aku McAfee. Ingat-ingat itu, karena mulai saat ini namaku akan sering disebut-sebut."
Bob Engel tersenyum pahit, lalu mengalihkan perhatiannya pada DR. James Brandon.
"DR. Brandon," kata Bob Engel. "Dapatkah Anda menceritakan bagaimana Anda sampai pada penemuan fosil-fosil itu""
"Itu terjadi secara kebetulan sekali," kata James Brandon sambil membetulkan posisi duduknya. "Saya sedang berjalan-jalan sekitar seminggu yang lalu. Waktu itu hujan baru saja berhenti, dan saya tertarik pada tanah longsor di bukit, di atas padang rumput milik McAfee. Longsornya tanah itu menyebabkan ada bagian yang terbuka di sisi bukit. Ketika saya mendekat, saya melihat sebuah gua, dan seperti ada tengkorak di dalamnya. Hanya tengkoraknya saja yang kelihatan, sisanya tertimbun dalam lumpur di dasar gua itu. Mula-mula saya tidak tahu apa yang saya temukan itu, maka-"
"Bukan Anda yang menemukan, Sobat," McAfee memotong. "Tapi aku!"
Brandon tidak mempedulikannya. "Saya kembali ke Yayasan Spicer untuk mengambil senter," katanya.
"Dan ketika ia kembali ke tanahku, aku telah menunggunya dengan senapan di tangan," kata McAfee. "Seenaknya saja ia memasuki wilayahku tanpa permisi!"
Brandon menghela napas. Kelihatan sekali ia dengan susah-payah menahan emosinya. "Saya jelaskan apa yang telah saya lihat," katanya. "Kami melihat lebih dekat, dan saya yakin bahwa itu memang tengkorak."
"Tengkorak tua!" seru McAfee. "Beribu-ribu tahun umurn
ya!" "Sebagian besar kerangkanya masih utuh. Saya belum sempat mempelajarinya, tetapi ada kesamaannya dengan fosil yang amat tua yang ditemukan di Afrika." "Apakah ia seorang laki-laki"" tanya Engel.
Brandon mengerutkan dahinya. "Belum tentu ia manusia. Dilihat dari ciri-cirinya, ia termasuk hominid, tetapi tidak termasuk golongan manusia modern. Saya hampir merasa pasti bahwa ia lebih tua dari hominid-hominid yang pernah ditemukan di Amerika sampai saat ini."
Brandon semakin bersemangat. "Ada teori yang mengatakan bahwa orang Indian adalah keturunan kaum pemburu Mongolia yang bermigrasi dari Siberia ke Alaska selama zaman es terakhir. Itu terjadi kira-kira delapan ribu tahun yang lalu. Saat itu banyak lautan yang membeku. Selat di antara Siberia dan Alaska membeku seluruhnya, sehingga
kaum pemburu dari Asia dengan mudah melintasinya, lalu menetap di tempat yang baru itu. Selanjutnya mereka menyebar ke berbagai daerah, sampai ada yang mencapai Amerika Selatan.
"Sampai sekarang teori ini yang diterima. Anda bisa menjumpainya dalam sebagian besar buku-buku sekolah. Tetapi kadang-kadang muncul teori lain. Ada yang mengatakan bahwa sudah ada manusia di Amerika sebelum kaum pengembara melintasi selat antara Siberia dan Alaska. Bahkan ada pula yang mengatakan bahwa manusia modern berasal dari Amerika. Manusia Amerikalah yang bermigrasi ke Asia dan Eropa."
"Fosil manusia gua di Citrus Groove itu mendukung teori yang mana"" tanya Engel.
"Saya belum tahu," kata Brandon. "Umurnya saja saya belum tahu pasti. Tetapi kerangka yang kami miliki akan dapat-"
"Kerangka itu milikku," potong Newt McAfee dengan bernafsu sekali. "Pasti milikku itu seorang manusia, tidak salah lagi. Jadi, jika ia telah di sana sejak dua atau tiga juta tahun yang lalu, maka-" "Saya tidak bilang begitu!" protes Brandon.
"Anda sendiri yang mengatakan Anda tidak tahu berapa umurnya!" McAfee mengotot. "Anda bilang lebih dari delapan atau sepuluh ribu tahun. Aku tidak salah! Dua atau tiga juta kan lebih dari delapan atau sepuluh ribu. Pasti manusia modern berasal dari Amerika, bukan Asia atau Eropa. Manusia Amerika yang menyeberangi selat menuju Eropa dan Asia. Bisa jadi makhluk di guaku itu merupakan nenek moyang kita semua!"
"Anda sembrono dalam mengambil kesimpulan," kata Brandon kesal. "Kita akan lakukan penelitian dengan saksama untuk memastikan-"
"Tidak boleh ada penelitian terhadap makhluk milikku!" kata McAfee dengan lantang.
Brandon menoleh pada McAfee dengan mata terbelalak.
"Makhluk itu terkubur dalam tanahku, jadi merupakan milikku, dan tak seorang pun boleh menyentuhnya!" kata McAfee. "Makhluk itu harus tetap berada di sana, karena akan kujadikan obyek wisata. Orang-orang pasti akan membanjiri tempatku untuk melihat manusia gua itu."
"Fosil itu bukan barang tontonan!" tukas Brandon. "Itu adalah benda yang sangat berharga bagi ilmu pengetahuan!"
"Masa bodoh!" ujar McAfee tak peduli. "Yang penting orang berminat untuk melihatnya. Aku tinggal mengaturnya saja."
"Anda ngaco! Bicaramu ngawur!" teriak Brandon.
"Sama sekali tidak," kata McAfee seraya memandang lekat-lekat ke kamera TV. "Aku akan mempersiapkan tempatku, dan segera kubuka gua itu bagi setiap pengunjung yang ingin menyaksikan keajaiban terbesar saat ini. Saksikanlah nenek-moyang kita yang telah berumur jutaan tahun. Aku jamin, tempatku tidak kalah dengan tempat-tempat hiburan yang indah-indah di California, dan-"
"Kau sinting!" Brandon berteriak sambil melompat dari tempat duduknya.
Kamera cepat-cepat dialihkan sehingga yang terlihat hanyalah wajah Bob Engel. Terdengar teriakan-teriakan dan suara orang yang baku hantam. Dengan tergesa-gesa Bob Engel berkata, "Sayang sekali, Para pemirsa sekalian, waktu tidak mengizinkan kita untuk melanjutkan acara yang menarik ini. Sampai jumpa dalam acara yang sama, minggu depan. Tamu kita minggu depan ialah..."
Pete mematikan TV. "Wah!" katanya. "Gawat sekali. Tampaknya Brandon akan memukul KO si McAfee!"
"Aku sendiri sebal pada McAfee," kata Jupe.
"Kalau ia tidak mengizinkan Brandon meneliti tulang-belulang itu..." "Apakah ia berhak melarang Brandon"" kata B
ob. "Aku kira begitu, sebab gua itu terletak dalam tanah miliknya. Kasihan ahli arkeologi itu, ia menemukan sesuatu yang sangat berharga, tetapi tidak dapat berbuat apa-apa! Mungkin memang sudah ada ketidakcocokan antara keduanya sejak awal pertemuan mereka. Bayangkan... McAfee sambil membawa senjata memergoki Brandon di gua itu, lalu Brandon menjadi emosi. Itu dapat berakhir dengan... dengan..."
"Pertumpahan darah"" kata Pete.
"Ya, ya... pertumpahan darah!"
Bab 3 SAMBUTAN ANEH SETELAH wawancara itu, James Brandon tidak pernah muncul di TV lagi. Justru McAfee yang sering tampil pada beberapa show, mengiklankan manusia gua Citrus Groove. Sampai pertengahan Juli, hampir semua orang di California Selatan sudah tahu tentang manusia gua itu. McAfee menyatakan bahwa gua itu akan dibuka untuk umum mulai awal Agustus.
Di minggu terakhir bulan Juli, Jupiter bertemu dengan tetangganya, Les Wolf.
Wolf bekerja sebagai kontraktor pemasangan peralatan dapur restoran dan hotel. Ia menempati rumah besar, tidak jauh dari Pangkalan Jones. Jupiter sedang bersepeda melewati rumah itu ketika ia melihat Mr. Wolf yang sedang berusaha menangkap kucingnya yang bersembunyi di bawah pagar semak. Jupe berhenti untuk membantu. Sambil berjingkat-jingkat didekatinya kucing itu dari belakang. Tiba-tiba ia membuat gerakan mengejut. Kucing kecil itu melompat ke arah yang berlawanan, tak sadar bahwa Mr. Wolf sudah menunggunya. Dengan mudah Mr. Wolf menangkap kucing itu, lalu mengangkatnya dengan gemas.
"Kutangkap kau, Kucing nakal," kata Wolf sambil tersenyum lebar pada Jupe. "Terima kasih, Jupe. Istriku pasti marah-marah kalau kucing ini sampai hilang."
Wolf berjalan masuk ke rumahnya sambil menggendong kucingnya. Namun di pintu ia berhenti lalu menoleh pada Jupiter. "Kau tahu, ya, cerita tentang kota kecil dekat pantai itu" Kota tempat ditemukannya manusia gua" Aku sedang melakukan pemasangan peralatan dapur di sebuah restoran di sana. Bibimu menceritakan pada istriku bahwa kau mengikuti terus berita-berita di koran tentang manusia gua itu."
"Tentu saja aku tahu!" kata Jupe bersemangat. "Gua itu akan dibuka untuk umum Sabtu ini. Apakah Anda membawa truk besar ke Citrus Groove nanti" Adakah yang bisa kubantu""
"Sayang sekali tidak, kau terlalu muda dan bukan pegawai perusahaanku," kata Mr. Wolf. "Hal Knight yang akan membantuku. Tetapi kalau kau mau ikut boleh saja, kau dapat membonceng di belakang bersama-sama dengan peralatanku...."
"Aku mau!" sahut Jupe cepat. "Boleh kan kuajak Bob dan Pete, teman-temanku itu""
"Tentu. Hanya kalian harus mencari tempat menginap sendiri. Pihak restoran menyediakan tempat untukku dan Hal, tetapi tidak ada tempat buat kalian. Kira-kira pekerjaan itu akan selesai dalam tiga hari." "Tidak apa-apa," kata Jupe. "Kami bisa berkemah di suatu tempat."
Jupe bergegas pulang untuk memberi tahu teman-temannya serta minta izin pada Bibi Mathilda dan Paman Titus. Jumat pagi mereka berangkat dengan membonceng truk Mr. Wolf.
Mereka berkendaraan ke arah selatan selama dua jam, lalu membelok ke timur mengarah ke bukit-bukit. Jalan-jalannya berkelok-kelok serta turun-naik. Selama perjalanan anak-anak itu menikmati pemandangan yang indah. Pohon-pohon jeruk berbuah lebat banyak dijumpai di kiri-kanan jalan, ada pula padang rumput yang luas dengan sapi-sapi yang sedang merumput.
Setengah jam kemudian truk itu menurunkan kecepatannya, yakni ketika melalui kota Centerdale. Akhirnya mereka menjumpai papan bertuliskan: Anda memasuki wilayah Citrus Groove. Maksimal 60 km/jam.
Citrus Groove hanya sebuah desa kecil. Meskipun demikian, desa kecil itu mempunyai fasilitas yang cukup lengkap. Ada sebuah supermarket, dua pompa bensin, sebuah dealer mobil, dan sebuah motel kecil bernama The Elms. Mereka melewati satu-satunya kolam renang di kota itu, kemudian stasiun tua kereta api, yang sudah tidak dipakai lagi. Di tengah kota terdapat pusat pertokoan yang berbaris memanjang, sebuah bank, toko besi, apotek, dan perpustakaan umum. Meskipun kecil, kota itu ramai sekali. Papan bertuliskan "Penuh" dipasang di depan Motel The Elms, dan orang-orang membent
uk antrian panjang untuk membeli makanan di Kantin Lazy Daze.
"Semua ini gara-gara iklan tentang manusia gua," kata Jupe.
Jupe geli melihat kerumunan orang-orang di stand hamburger, di Kantin Lazy Daze yang menjual dinosaurus burger.
"Lihat, Jupe, mereka menjual dinosaurus burger. Isinya daging dinosaurus, ya"" kata Pete. Jupe terbahak-bahak.
"Aduh, Pete! Kau terlalu! Mana ada dinosaurus zaman sekarang"" katanya. "Paling-paling cuma ukuran hamburger-nya saja yang besar."
"Macam-macam saja kau, Pete," kata Bob yang turut geli mendengar kata-kata Pete.
Pete dongkol sekali mendengar tanggapan Jupe. Tetapi ia diam saja, karena kesalahan memang terletak pada dirinya. Yang bisa ia lakukan cuma berusaha menyembunyikan rasa malunya.
Les Wolf menghentikan truknya di pinggir jalan. Ia turun dan keluar untuk berbicara dengan anak-anak itu.
"Restoran Happy Hunter tempat aku bekerja terletak dijalan ini, setengah mil lagi ke arah sana," kata Wolf. "Aku menelepon pemiliknya semalam dan ia bilang tempat berkemah dekat kota penuh. Ia menganjurkan agar kalian menemui Newt McAfee. McAfee yang biasa mencarikan penginapan bagi pendatang baru. Rumahnya abu-abu dan terletak di ujung jalan utama itu."
"Mudah-mudahan bukan McAfee yang di TV itu!" seru Pete.
"Kelihatannya memang yang itu," kata Jupe.
Anak-anak itu turun dari truk.
"Hubungi aku di Happy Hunter hari Senin," Wolf berpesan. Ia lalu melanjutkan perjalanannya.
Dari jauh rumah Newt McAfee kelihatan cukup menyenangkan. Di depannya terdapat halaman rumput dan teras kecil. Tetapi ketika didekati baru terlihat bahwa rumah itu kurang terawat. Catnya banyak yang mengelupas, kain gordennya kumal, dan halamannya banyak ditumbuhi rumput liar.
"Kok tidak terawat, ya"" kata Bob. "Padahal McAfee pemilik toko besi dan dealer mobil."
"Mungkin tokonya kurang laku, kota ini kan kecil," kata Jupe.
Papan pengumuman yang tertempel di teras mempersilakan para tamu yang ingin menanyakan tentang penginapan supaya pergi ke bagian belakang rumah. Anak-anak mengitari rumah menuju ke belakang. Mereka melihat padang rumput yang terbentang luas sampai ke sebuah hutan kecil di belakang. Terdapat sebuah gudang tua tak jauh dari rumah itu. Di sisi yang berlawanan dengan pusat kota, padang rumput itu dibatasi bukit-bukit dan jalan yang menuju bukit itu. Di lereng bukit berdiri sebuah bangunan baru. Bangunan itu modern, terbuat dari kayu merah, dan tak mempunyai jendela. Di atas pintunya tertulis: Pintu Masuk Menuju Gua.
"Wah, wah!" kata Pete. "Rupanya tempat ini benar-benar dikomersilkan."
"Kalian mencari apa"" terdengar suara lembut di belakang anak-anak itu.
Mereka berbalik, dan Jupe melihat seorang gadis berambut pirang dengan wajah pucat. Ia langsung teringat pada sore berkabut di muka rumahnya, tatkala seorang laki-laki tua yang muncul dari balik kabut meninggal dunia. "Oh!" kata Eleanor Hess terkejut. "Kau di sini"" "Hai!" Jupe mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
"Saya... ngngng... saya baru saja mau menulis surat kepada bibimu," katanya sambil menjabat tangan Jupe. "Tapi saya takut merepotkan."
"Ah, tidak, kami akan senang sekali menerima surat Anda," kata Jupe, lalu memperkenalkan Bob dan Pete pada Eleanor.
Ketika itu pintu belakang terbuka, dan seorang wanita gemuk berambut pendek dan kusut melongok ke luar. "Ellie, mau apa anak-anak itu"" ia berseru. Ia berbicara dengan kasar, seolah-olah anak-anak itu tidak mendengarnya.
"Bibi Thalia, ini Jupiter Jones," kata Eleanor. Ia kelihatan tidak enak. "Ia yang saya ceritakan waktu itu. Ia dan bibinya yang menolong saya ketika DR. Birkensteen sakit di Rocky Beach. Dan ini Pete Crenshaw dan Bob Andrews, teman-teman Jupiter. Mungkin mereka mau melihat manusia gua itu. Bolehkah mereka menginap di rumah kita, Bibi Thalia""
Tiba-tiba seorang laki-laki muncul dan berdiri di samping Bibi Thalia. Wajahnya sudah sering terlihat dalam acara-acara TV. Eleanor Hess kembali memperkenalkan teman-temannya pada orang itu. Jupe terbengong-bengong ketika menyadari bahwa Bibi Thalia adalah istri Newt McAfee-dan itu berarti bahwa Newt adalah paman Eleanor!
"Jadi kau yang telah
berbaik hati pada Ellie," kata Newt. "Well, kalian boleh menginap di sini. Rumah kami kecil, tetapi kalian dapat menggelar kasur di loteng gudang itu. Kalian boleh menggunakan kakus tua di belakangnya, di sampingnya ada keran air."
Mata McAfee yang kecil memandang dengan licik. "Akan kuberi tarif yang murah, cuma sepuluh dolar semalam bagi kalian bertiga."
"Paman Newt!" Eleanor Hess memprotes.
"Diam!" kata McAfee sambil memandang tajam pada Eleanor. Eleanor langsung tertunduk. "Tidak ada tempat lain yang semurah ini," katanya pada anak-anak itu.
"Kita cari tempat berkemah saja, mungkin ada dekat hutan kecil itu," usul Bob. Ia menunjuk ke arah hutan kecil di seberang padang rumput.
"Sekarang musim kering, hutan itu mudah terbakar," kata McAfee. "Berbahaya."
Jupe mengeluarkan dompetnya, menyerahkan uang sepuluh dolar pada McAfee. "Ini," katanya. "Untuk malam ini." "Bagus." McAfee mengantungi uang itu dengan perasaan penuh kemenangan. "Ellie, antarkan mereka ke gudang." "Hati-hati di sana, Anak-anak," Bibi Thalia mengingatkan. "Jangan mengotori tempat itu, dan jangan menyalakan api."
"Kalian tidak merokok, bukan"" tanya McAfee.
"Kami tidak merokok," kata Pete merasa tersinggung. "He, Jupe, kita pindah saja. Di kota tadi aku melihat taman, mungkin..."
"Dilarang berkemah di taman," kata McAfee. "Lagi pula ada alat penyiram otomatis yang setiap tengah malam menyala."
McAfee masuk ke dalam rumah, dan Eleanor mengantarkan anak-anak ke gudang. Mukanya merah karena malu. "Maaf, ya," katanya. "Kalau kalian masih tinggal di sini besok, tidak usah bayar. Saya punya uang, biar saya yang mengurusnya."
"Tidak usah," kata Jupe. "Tidak apa-apa."
"Saya sebal kalau ia bersikap begitu," kata Eleanor pahit. "Pendapat saya tidak pernah dianggap, karena... karena mereka selalu bilang bahwa merekalah yang mengurus saya sejak saya berumur delapan tahun. Orang tua saya meninggal karena kecelakaan mobil."
Anak-anak itu merasa kasihan melihat Eleanor.
"Bibi Thalia saudara kandung ibuku," katanya melanjutkan. "Saya harus tinggal di rumah yatim-piatu jika Bibi Thalia tidak mengurusi saya."
Mereka memasuki gudang yang penuh debu. Ternyata di dalamnya terdapat sebuah pick-up baru yang masih mengkilat catnya, dan sebuah mobil sedan besar yang berkilauan. Terdapat pula bertumpuk-tumpuk koran-koran tua, kertas-kertas tidak terpakai, serta seonggok peralatan yang sudah berkarat.
Sebuah tangga tersandar di dinding belakang. Anak-anak itu menaikinya dan sampai di sebuah ruangan yang gelap dan pengap. Ada sebuah jendela berlapis debu tebal, dan penuh sarang labah-labah. Jupe melap kaca jendela itu. Dibukanya jendela itu lebar-lebar, udara segar menerobos masuk memenuhi loteng itu.
"Kalian perlu handuk"" terdengar suara Eleanor dari bawah.
"Terima kasih," Pete menyahuti. "Kami sudah bawa sendiri."
Eleanor tetap menunggui di bawah tangga. Akhirnya ia berkata, "Saya akan mengunjungi yayasan sebentar lagi. Mau ikut" Nanti akan saya perlihatkan binatang-binatang peliharaan saya."
Ia berusaha sekali untuk bersikap ramah. Jupe melongok ke bawah. "Kenalkah kau dengan ahli arkeologi penemu tulang-belulang itu"" tanya Jupe.
"DR. Brandon" Kenal sekali! Kalian ingin berkenalan" Saya dapat mengenalkannya kalau ia ada di rumah."
"Sejak pertama kali aku mendengar tentang penemuan itu, aku sudah tak sabar ingin berjumpa dengannya," kata Jupe. "Apakah ia sudah merumuskan teorinya tentang tulang-belulang itu" Tahukah ia asal-usul fosil-fosil itu""
Eleanor mengernyit. "Rupanya setiap orang jadi tertarik pada manusia gua itu. Padahal ia jelek sekali. Seperti gorila, tetapi jauh lebih kecil."
Tiba-tiba ia ingat sesuatu. "Jangan pergi ke gua itu kalau tidak ada orang di sana," ia memperingatkan. "Paman Newt punya senjata. Ia bilang orang harus membayar untuk dapat melihat manusia gua. Kalau ada yang berani-berani melanggarnya, ia tidak akan segan-segan menembaknya."
"Pasti ia benci pada ahli arkeologi itu," tebak Jupe.
"Ya, dan juga pada setiap orang yang mencoba mengusik-usik manusia gua itu. Saya takut akan terjadi sesuatu- sesuatu yang mengerikan!"
Bab 4 ELEANOR BERBOHONG YAY ASAN SPICER terletak di sebuah rumah di bukit dan berjarak setengah mil dari jalan yang melalui rumah McAfee. Rumah itu dikelilingi kebun-kebun indah, tidak dibatasi dengan pagar, tetapi hanya dengan tonggak-tonggak serta sebuah gerbang. Anak-anak mengikuti Eleanor menuju rumah itu. Eleanor masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.
Mereka langsung berada di ruang tamu besar. Ada James Brandon di sana. Ia berjalan cepat dengan langkah-langkah panjang. Ketika Eleanor memanggilnya, ia berhenti. Dengan kening dikerutkan ia berpaling pada Eleanor dan anak-anak.
"Ada apa, Eleanor"" tanya Brandon.
"Teman-teman saya ingin berkenalan dengan Anda, mereka tertarik sekali pada manusia gua itu," kata Eleanor sambil memperkenalkan anak-anak satu per satu.
"Kalian mau nonton sirkus di sini"" kata Brandon dengan nada mengejek.
"Maksud Anda melihat manusia gua, barangkali," kata Pete. "Kami ingin sekali melihatnya."
"Kalian semua sama saja," kata Brandon. Ia mengernyit. "Mereka akan merusak segalanya. Kalau ada fosil-fosil lain di sekitar bukit-bukit ini, pasti akan hancur. Untung aku tidak punya senjata, kalau tidak..."
"Kau akan menembaki mereka semua," terdengar suara bernada tenang.
Anak-anak berpaling. Seorang laki-laki tinggi berwajah sayu memasuki ruangan. Segera Jupiter mengenalinya sebagai orang yang datang ke rumah sakit di Rocky Beach, ketika Karl Birkensteen meninggal. Kalau waktu itu ia mengenakan baju kelabu yang telah usang, sekarang ia memakai celana pendek dan polo shirt-kaus olahraga berkerah. Ia duduk di kursi dekat perapian sambil memandang ke bawah.
"DR. Terreano, ini Jupiter" Masih ingat"" kata Eleanor Hess.
"Oh, siapa ya"" Terreano keheranan.
"Itu, yang menolong saya waktu saya di Rocky Beach bersama DR. Birkensteen," Eleanor menjelaskan. "Anda menjumpainya di rumah sakit itu, ingat""
"Oh ya, sekarang aku ingat. Halo, apa kabar"" Terreano tersenyum. Tiba-tiba ia seperti muda kembali.
"DR. Terreano juga ahli arkeologi," kata Eleanor. "Ia banyak menulis buku tentang arkeologi." Terreano menyeringai. "Menulis memang merupakan salah satu pekerjaan kami." "Ya, ya!" kata Jupe bersemangat. "Aku ingat! Anda yang menulis buku Ancient Enemy, kan"" Alis mata Terreano terangkat. "Kau tahu" Pernah baca""
"Ya," jawab Jupe. "Aku membacanya di perpustakaan. Bukunya menarik sekali, tetapi juga menyeramkan. Kalau manusia selalu ingin memerangi sesamanya, dan kalau manusia selalu ingin..."
"Menyedihkan, bukan"" kata Terreano. "Sifat merusak memang merupakan bawaan kita sejak lahir. Itulah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya, di samping akal dan kecerdasan."
"Tidak!" seru Brandon. "Manusia tidak dilahirkan dengan membawa sifat merusak. Anda salah tafsir."
"Oh, ya"" balas Terreano sambil memandangi Brandon. "Kita lihat saja almarhum Abraham Spicer. Spicer dikenang karena jasa-jasanya dalam menolong umat manusia. Dialah pendiri yayasan ini. Mulia sekali, bukan" Tetapi sebenarnya ia juga seorang pembunuh. Coba lihat, berapa banyak hewan yang jadi korbannya."
Terreano menoleh ke arah rak di atas perapian. Di situ terpajang kepala hewan-hewan buruan bertanduk yang biasa dijadikan hiasan. Di atasnya terdapat juga kepala-kepala hewan lainnya-seekor macan, seekor puma, dan seekor kuda nil. Kulit-kulit beruang, singa, dan macan tutul, tergelar di lantai.
"Sekarang dibolehkan membunuh hewan," kata Terreano, "memotong kepalanya, serta mengambil kulitnya untuk dijadikan pajangan. Suatu saat nanti, orang akan diperbolehkan pula untuk berbuat serupa terhadap musuhnya, sesama manusia."
"Mustahil!" seru Brandon.
"Anda selalu menjadi emosi kalau kita berdiskusi tentang hal ini," kata Terreano. "Mungkin itu menunjukkan bahwa akulah yang benar."
Seorang laki-laki botak bertubuh pendek tiba-tiba menyelonong masuk. "Kalian berdebat soal itu lagi"" katanya. "Aku sudah bosan mendengarnya." Eleanor memperkenalkan DR. Elwood Hoffer pada anak-anak.
"DR. Hoffer, ahli imunologi-ilmu yang mempelajari kekebalan makhluk hidup terhadap penyakit," kata Eleanor pada anak-anak. "Ia punya banyak tikus putih. Lucu-lucu, deh. Bolehkah saya memperlihatkan tikus-ti
kus itu pada kawan-kawan saya""
"Boleh, tapi jangan sentuh apa pun di laboratorium," pesan Hoffer.
"Baik, DR. Hoffer," jawab Eleanor.
Anak-anak mengikuti Eleanor ke luar, menuju sebuah gedung panjang yang dibangun membentuk sudut siku-siku dengan rumah bagian depan.
"Laboratorium-laboratorium terletak di dalam gedung ini," kata Eleanor. "Tempat DR. Hoffer bekerja di sebelah sini."
Mereka masuk ke ruangan kecil. Eleanor mengambil empat buah kedok operasi. "Ini," katanya. "Pakai dulu." Ia memakai kedoknya, lalu mengenakan sarung tangan karet.
Mereka masuk ke ruangan besar yang terang-benderang. Di sana terdapat puluhan kandang kecil terbuat dari kaca. Seekor tikus berlari mondar-mandir di kandang-kandang itu.
"Jangan dekat-dekat, dan jangan pegang-pegang, ya," kata Eleanor. Ia memberi makan tikus-tikus itu satu per satu.
"Ini tikus-tikus istimewa," ia menjelaskan. "Kau tahu kan, seperti manusia, tikus juga memiliki imunitas- kekebalan tubuh. Gunanya untuk menahan penyakit. Nah, DR. Hoffer telah mengambil sebagian imunitas mereka. Jadi harus dijaga agar mereka tidak terserang penyakit. Beberapa di antara mereka ada yang tidak memiliki imunitas terhadap infeksi, lho. Inilah gunanya kita memakai kedok. Bakteri-bakteri yang terdapat di mulut kita akan tertahan oleh kedok ini."
"Kasihan!" komentar Bob. "Kalau mereka tidak mempunyai imunitas, kan mereka akan mati."
"Saya kira beberapa di antaranya akan mati juga," kata Eleanor. "Tetapi menurut DR. Hoffer, kadang-kadang orang terserang penyakit justru karena imunitasnya sendiri. Imunitas itu kan berupa sel-sel tertentu yang akan memakan bakteri dan virus yang masuk ke tubuh. Tetapi sel-sel itu juga yang kadang-kadang membuat kita sakit. Penyakit yang disebabkan sel-sel itu misalnya saja penyakit encok, maag, atau bahkan beberapa jenis penyakit jiwa."
"Hiii!" Pete tampak ketakutan.
"Tapi kalau tidak ada imunitas, kita kan bisa terserang cacar," kata Bob. "dan... dan campak, dan..."
"Memang," sahut Eleanor. "Apa yang diusahakan DR. Hoffer ialah supaya kita dapat mengontrol imunitas kita. Imunitas itu harus melindungi kita, jangan malahan membuat kita sakit."
"Hebat!" kata Jupiter. "Apakah hasilnya akan dimuat dalam buku karangan DR. Terreano yang terbaru""
"Tidak tahu, ya," jawab Eleanor. "Soalnya DR. Brandon juga sedang menyusun buku barunya. Isinya tentang manusia yang disimpan dalam sebuah lemari di kamarnya."
"Manusia disimpan dalam lemari"" tanya Pete keheranan.
"Bukan manusia hidup," Eleanor menjelaskan, "tetapi fosil manusia. DR. Brandon menemukan tulang-belulangnya di Afrika. Ia tertarik sekali untuk mempelajari fosil itu. Kalau sedang meneliti fosil itu, ia sampai lupa makan, bahkan kadang-kadang lupa tidur. Yang dipikirkannya hanyalah fosil tadi."
"Busyet!" seru Pete. "Apa saja yang dilakukannya""
"O, banyak," jawab Eleanor. "Mula-mula ia menyusun tulang-belulang itu sampai tersusun menjadi sebuah kerangka utuh. Lucu deh, itu lho, seperti teka-teki menyusun potongan gambar. Lalu kerangka itu difoto dan diukur. Dan selanjutnya DR. Brandon mempelajarinya dari buku-buku."
"Aku paham sekarang," kata Jupiter. "DR. Brandon pasti ingin sekali melakukan penelitian serupa terhadap manusia Citrus Groove."
"Ya," Eleanor nampak murung. "Tapi pamanku tidak mengizinkan."
Eleanor sudah selesai memberi makan tikus-tikus. Ia dan anak-anak kembali ke kamar kecil tadi. Kedok-kedok operasi dilepaskan dan diletakkan dalam sebuah tempat dekat bak cuci. Eleanor juga melepas sarung tangan plastiknya. Anak-anak mengikutinya.
"Sekarang kita ke tempat simpanse," kata Eleanor.
Laboratorium yang dulu digunakan DR. Birkensteen terletak di ujung gedung. Laboratorium itu lebih besar dari laboratorium DR. Hoffer. Dua ekor simpanse terkurung dalam sebuah kandang dekat jendela. Banyak mainan di kandang itu, bahkan ada juga papan tulis dan kapur warna-warni.
Kedua simpanse itu menjerit-jerit kegirangan melihat Eleanor. Simpanse yang besar menjulur-julurkan tangannya.
"Halo!" Eleanor menyapa. Ia membuka pintu kandang. Simpanse besar keluar dan menjabat tangan Eleanor.
Trio Detektif 34 Misteri Manusia Gua di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa kabar"" tanya Eleanor. "Nyenyakkah
tidurmu semalam""
Simpanse itu memejamkan kedua matanya, dan memiringkan kepalanya ke kiri. Lalu ia menunjuk ke arah jam dinding dan satu jarinya diputar-putarkan membentuk lingkaran. "Wah, lama ya, kau tidurnya"" tebak Eleanor.
Simpanse itu melompat-lompat kegirangan sambil bertepuk-tepuk tangan.
Simpanse kedua keluar kandang. Ia langsung menaiki sebuah rak yang penuh botol-botol berisi zat kimia.
"Jangan. Jangan! Jangan sentuh!" seru Eleanor. "Ayo, turun! Duduk di sini!" Eleanor menoleh pada anak-anak sambil tertawa. "Mereka memang nakal, seperti anak kecil. Apa saja ingin dipegang dan dimainkan."
Simpanse itu segera turun, dan duduk dengan manisnya di lantai, menghadap ke Eleanor. Simpanse besar duduk di sampingnya. Eleanor mengambilkan susu, makanan, dan dua buah mangkuk dari lemari es.
"Ih, lucunya!" kata Jupiter. "Mereka seperti orang saja."
"Memang," kata Eleanor sambil menuang susu dan makanan ke dalam mangkuk. "Mereka menggunakan bahasa isyarat. Menurut DR. Birkensteen mereka dapat berkomunikasi seperti anak-anak TK. Saya tidak mengerti bahasa isyarat, jadi cuma bisa menebak-nebak saja. Tetapi mereka memang benar-benar lucu."
"Mereka akan diapakan"" tanya Bob.
Eleanor mendesah. "Tak tahu, ya. Bulan depan pengurus inti yayasan ini akan rapat. Merekalah yang akan menentukan nasib simpanse-simpanse ini. Dulu yayasan membeli mereka buat diteliti oleh DR. Birkensteen. Ada banyak simpanse dulunya. Sekarang tinggal dua."
Eleanor meletakkan kedua mangkuk itu di sebuah meja kecil. Kedua simpanse berlarian mengikuti Eleanor. Mereka duduk di kursi kecil di samping meja tadi, lalu makan. Setelah mereka selesai, Eleanor membujuk mereka untuk masuk ke kandang. Mereka menjerit-jerit protes sambil menggelantung pada Eleanor.
"Iya deh," kata Eleanor menenangkan. "Saya akan kembali secepatnya. Sabar, ya."
Anak-anak memperhatikan. Jupe merasa bahwa baru kali ini ia melihat Eleanor begitu gembira dan percaya diri. Berbeda sekali dengan keadaannya ketika di rumah McAfee.
"Mereka kehilangan DR. Birkensteen," kata Eleanor. "Saya juga kehilangan dia. Ia sangat baik, sekalipun sedang marah."
"Pernahkah ia sakit sebelumnya"" tanya Jupe. "Aku kira serangan jantung waktu itu terjadi secara mendadak."
"Memang mendadak," kata Eleanor, "tetapi ia agak lain beberapa saat sebelum kejadian itu. Ia pernah tertidur di kursinya. Pernah juga ia terlelap ketika simpanse-simpansenya sedang di luar kandangnya. Wah, semua jadi berantakan. Saya temani dia pada hari... hari kematiannya itu, sebab saya takut terjadi apa-apa padanya."
"Apa tujuannya ke Rocky Beach waktu itu"" tanya Jupe.
Jupe bertanya tanpa maksud apa-apa. Ia hanya ingin mengobrol saja. Tetapi tiba-tiba wajah Eleanor bersemu merah.
"Ia... ia... saya tidak tahu apa-apa." Eleanor membuang muka. Ia lari meninggalkan anak-anak.
Pete dan Jupe berpandang-pandangan keheranan.
"Ada apa lagi ini"" Pete bingung. "Kenapa ia lari meninggalkan kita""
Jupe mengernyit. "Ia berbohong. Kau tentu juga merasakan hal itu. Tetapi kenapa" Apa yang disembunyikannya""
Bab 5 KUNJUNGAN PERTAMA KE GUA ANAK-ANAK kembali ke ruang tamu. Eleanor ada di situ. Terlihat seorang wanita gemuk sedang merapikan tempat duduk, dan seorang laki-laki muda berpakaian necis sedang membersihkan kaca. Melalui kaca terlihat sebuah kolam renang.
"Selamat pagi, Eleanor," sapa wanita itu. "Itu teman-temanmu, ya. Senang ya, kau punya teman sekarang."
Jupe segera mengenali suara itu. Ia Mrs. Coolinwood, orang yang datang ke rumah sakit di Rocky Beach ketika DR. Birkensteen meninggal. Wig yang dipakainya sekarang berwarna kuning, namun bulu mata palsunya tetap yang dulu, hitam tebal dan amat lentik. Bulu matanya dikedip-kedipkan dengan genit ketika Eleanor memperkenalkan anak-anak.
"Oh," katanya ketika berjabat tangan dengan Jupe. "Bukankah kau anak muda yang baik hati yang menolong Eleanor waktu itu di Rocky Beach" Tahukah kau, kau mirip sekali dengan Charles, Charles Coolinwood. Bahkan gemuknya pun serupa. Ia suamiku yang terakhir. Orangnya sangat bertanggung jawab."
Jupe cemberut mendengar komentar Mrs. Coolinwood tentang dirinya. Tetapi
ia diam saja, karena Mrs. Coolinwood nyerocos terus.
Mrs. Coolinwood gemar berbicara. Anak-anak segera menyadari hal itu. Tapi tak bisa lain, anak-anak terpaksa mendengarkan celotehnya.
Dengan bersemangat Mrs. Coolinwood menceritakan suami-suaminya. Panjang-lebar diceritakannya tentang suami pertama yang memiliki asuransi. Lalu dipaparkan pula tentang suami kedua yang berprofesi editor film. Kemudian tentang Charles, yang paling disayanginya, yang bekerja sebagai dokter hewan.
"Mereka semua baik kepadaku," lanjutnya. "Namun mereka mati muda. Sedih sekali. Setelah Charles meninggal, aku harus mencari pekerjaan sendiri. Itulah latar belakang mengapa aku di sini sekarang. Aku menjadi pembantu rumah tangga. Mula-mula seram juga melihat para ilmuwan itu. Muka mereka selalu tegang. Tapi setelah mengenal mereka, aku menjadi tenang. Laki-laki memang begitu. DR. Terreano yang baik hati itu selalu mengatakan betapa kasarnya manusia itu. Tetapi ia sendiri tidak tega membunuh seekor lalat sekalipun. Sebaliknya dengan DR. Brandon. Menurutnya manusia itu baik. Namun ia sendiri sering marah-marah. Ia tidak boleh dekat-dekat dengan pamanmu, Eleanor, pasti mereka akan berantem."
"Memang," jawab Eleanor singkat.
Mrs. Coolinwood lalu pergi. Anak-anak merasa lega.
"Capek juga mendengarnya," kata Pete polos. "Ia nyerocos terus."
Laki-laki muda yang membersihkan kaca tadi melempar kain pelnya ke dalam ember. "Kau mengajak teman-temanmu keliling, ya" Berapa ongkosnya" Sepuluh dolar"" tanyanya dengan nada mengejek. Eleanor merasa tersinggung. Namun begitu, ia tetap bersikap ramah.
"Ini Frank," kata Eleanor memperkenalkan. "Frank DiStefano. Pekerjaannya seperti saya juga, membantu yayasan ini."
DiStefano menyeringai. "Hai, Ellie. Maaf ya, semalam ban mobilku bocor, sehingga... Well, kupikir kau pasti sudah tidak menungguku lagi. Sudah terlalu malam."
"Yah, sudahlah," kata Eleanor. Ia lalu mengajak anak-anak ke luar, mengunjungi kandang kuda yang terletak lima puluh meter dari rumah itu. Sepanjang jalan Eleanor diam saja. Ketika bertemu Blaze, kuda eksperimen DR. Birkensteen, ia kembali gembira. Ia menepuk-nepuk leher kuda itu, membelai-belainya dengan penuh rasa sayang, dan mengajaknya bicara seolah-olah kuda itu manusia. Dengan bangga ia mendemonstrasikan kepandaian kuda itu. Diletakkannya empat buah apel di depan kandang.
"Berapa"" tanyanya.
Blaze menghentakkan kakinya empat kali.
"Bagus!" kata Eleanor memuji. Apel itu diberikan pada Blaze.
Begitu asyiknya Eleanor dan anak-anak bermain-main dengan kuda itu sehingga tak terasa hari sudah siang.
"Wah, perutku berbunyi," kata Jupe. "Makan, yuk!"
"Usul yang bagus," sahut Bob. "Perutku juga sudah keroncongan."
"Usulku," kata Pete, "kita makan dinosaurus burger saja."
Jupe tertawa. "Rupanya kau masih penasaran, ya" Tapi aku setuju usulmu itu."
Anak-anak pamit pada Eleanor. Bergegas-gegas mereka kembali ke kota untuk makan siang, tak sabar ingin mencicipi dinosaurus burger. Ternyata kota sudah semakin ramai, anak-anak baru memperoleh burger setelah hampir satu jam antri di depan Kantin Lazy Daze.
Sambil menikmati dinosaurus burger, mereka berjalan-jalan keliling kota, melihat-lihat keramaian serta toko-toko yang berlomba-lomba memanfaatkan manusia gua sebagai sarana promosi. Sehari menjelang pembukaan gua itu, terlihat kesibukan luar biasa para penjaja yang berusaha keras untuk membuat dagangannya laku. Macam-macam upaya mereka. Ada yang menempelkan reklame bergambar manusia gua mengenakan kulit binatang sambil membawa busur dan anak panah, ada pula yang bergambar manusia gua dengan istri manusia gua yang dilukiskan berambut panjang. Tentu ini hanya karang-karangan saja. Di taman sedang dilakukan persiapan terakhir untuk merayakan hari pembukaan gua, pita-pita warna-warni menjuntai dari pohon ke pohon, spanduk dan balon-balon dijumpai di mana-mana. Meriah sekali suasananya. Banyak yang menawarkan suvenir berupa gantungan kunci berbentuk manusia gua. Pedagang es krim tak menyia-nyiakan kesempatan itu dengan menjual dagangannya dari sebuah truk yang diparkir dekat stasiun kereta api.
Setelah puas meli hat-lihat, anak-anak kembali ke gudang di belakang rumah McAfee. Seorang laki-laki tinggi dengan wajah penuh cambang dan berpakaian lusuh terlihat sibuk membersihkan sebuah karavan yang diparkir di sana.
"Ini tidak boleh!" terdengar ia mengomel. "Sama sekali tidak boleh. Mereka akan sadari ini nanti. Lihat saja." Anak-anak mendekat. Ada peralatan makan, tungku kecil, dan sebuah lemari es di dalam karavan. Sebuah tempat tidur terbujur di dalamnya.
"Apakah orang itu tinggal di dalam karavan"" pikir Jupe.
Orang itu menoleh pada anak-anak. "Kalian akan merasakannya kalau kalian menjadi dia." Saat itu terdengar seseorang berteriak.
"Itu bukan kau punya," terdengar suara James Brandon. Ia berdiri di luar bangunan dari kayu merah di sisi bukit. "Pergi kau dari sini!" teriak McAfee dari pintu bangunan itu. Ia membidikkan senjatanya.
Brandon surut ke belakang. Tinjunya dikepalkan. "Awas kau!" ancamnya pada McAfee. "Kau tak berhak atas tulang-belulang itu. Seenaknya kau membuatnya menjadi barang tontonan!"
"Cepat angkat kaki dari sini!" McAfee membalas. "Kalau memang mau melihat manusia gua milikku, datang saja besok. Karcisnya lima dolar!"
"Dasar mata duitan!" Dengan geram Brandon berbalik dan pergi dari situ.
McAfee menyeringai. "Ini cuma kesalahpahaman," katanya pada anak-anak.
"Perbuatan ini salah!" gerutu orang dekat karavan itu.
"Well, salah atau benar ini bukan urusanmu," tukas McAfee. "Kerjakan saja apa yang kuperintahkan! Mengerti"" McAfee lalu menoleh pada anak-anak. "Anak-anak, kalian mau melihat-lihat ke dalam" Karena kalian menginap di tempatku, kalian boleh melihat manusia guaku dan museum yang kubangun untuknya."
Ia masuk, diikuti Trio Detektif dengan bersemangat. Baru di bagian depan mereka sudah ternganga.
Dinding museum penuh dengan foto-foto besar: foto-foto tulang-belulang dan sebuah tengkorak dilihat dari berbagai sudut. Di sana-sini disisipkan foto-foto pemandangan indah yang telah banyak dikenal: semburan air panas di Lassen, air terjun di Yosemite, pantai indah dekat Big Sur.
Di sebuah meja di tengah ruangan terdapat model perkemahan Indian lengkap dengan api unggun dan kuda-kuda. Di sampingnya didapati model manusia prasejarah sedang bertempur melawan mammoth raksasa.
"Unik, bukan"" kata McAfee. "Ini cuma pembuka. Yang sesungguhnya terletak di sana."
Sebuah panggung berdiri di seberang pintu masuk. Mulut gua terletak di balik panggung itu, disinari cahaya lampu sorot.
Jupiter, Pete, dan Bob menaiki panggung itu. Mereka melongok ke mulut gua. Dilihatnya fosil-fosil itu. Jupe menghela napas. Bob mendesah.
Manusia gua itu terbaring di sana. Tulang-belulangnya telah berwarna cokelat. Mengerikan. Rongga matanya seakan mengancam orang yang melihatnya. Rahang atas menyeringai menakutkan. Beberapa tulang rusuk masih ada, mencuat dari dasar gua. Tulang paha masih lengkap, tetapi tulang kaki bagian bawah tidak ada. Tulang tangan kirinya dekat sekali dengan mulut gua, terjulur, seolah ingin meraih sesuatu.
McAfee telah memasang lampu-lampu sorot pada langit-langit gua. Di dasar gua, dekat fosil, telah dibuatnya api unggun tiruan. Di sebelah fosil tergeletak keranjang anyaman Indian, dan sebuah selimut Navajo.
Seketika itu juga anak-anak bersimpati pada DR. Brandon. Pemandangan itu cukup menyedihkan. Tapi yang lebih parah lagi, banyak bekas tapak kaki di sekitar fosil. Bahkan beberapa tulang telah rusak karena terinjak-injak.
"Kalau kakinya masih lengkap, pasti kutambah dengan sepasang moccasin-sepatu Indian," kata McAfee. "Pasti lebih dramatis kelihatannya."
Anak-anak tidak mempedulikan. Mereka keluar dari gua. Di salah satu sisi pintu masuk dipamerkan dan dijual gantungan kunci dengan hiasan patung-patung plastik kecil berujud manusia gua, serta T-shirt bertuliskan Citrus Groove. Awal Peradaban Manusia. Anak-anak tidak mengacuhkannya, melirik pun tidak.
"Oke, sekarang kita bisa istirahat," kata Newt McAfee. Ia mematikan lampu, dan mengunci pintu gua. "John the Gypsy akan berjaga-jaga di luar malam ini. Tak seorang pun bisa masuk."
"John the Gypsy"" kata Jupe.
McAfee menoleh ke arah laki-laki kurus yang sekarang dudu
k di dalam karavan. "Itu dia. Kami menyebutnya John the Gypsy karena ia tinggal di karavan itu, bukan di rumah biasa."
Ketika McAfee berjalan menuju rumahnya, John the Gypsy keluar dari karavannya. "Oke," katanya. "McAfee membayarku untuk berjaga-jaga. Tetapi makhluk gua itu pasti tidak suka diawasi. Aku saja tidak senang kalau tulang-tulangku diawasi."
"Tapi, ia kan sudah mati," sahut Pete. "Orang mati kan tidak bisa melihat." "Siapa bilang"" kata John the Gypsy.
Bab 6 MANUSIA GUA GENTAYANGAN! MENJELANG petang anak-anak menyikat hamburger lagi di Kantin Lazy Daze. Setelah itu mereka mencicipi es krim yang dijual di truk dekat stasiun. Hari sudah gelap ketika mereka tiba kembali di gudang tempat menginap. Melalui jendela mereka memandang bulan yang mulai muncul, dikelilingi bintang-bintang yang berkelap-kelip. Padang rumput mulai diselimuti kabut tipis, namun pandangan belum terhalang. Dinginnya malam membuat anak-anak segera tertidur.
Lewat tengah malam Jupe terbangun. Ia mendengar suara. Ada orang masuk gudang. Orang itu terengah-engah seperti habis lari dikejar hantu.
Jupe berdiri. Ia memasang telinga.
Suara itu hilang sebentar, lalu terdengar kembali.
Pete bangun dan berdiri. "Apa itu"" bisiknya.
Jupe merangkak menuju tangga. Ia mengintip ke bawah. Gelap. Tidak terlihat apa-apa.
"Anak-anak"" terdengar suara serak. "Kaliankah itu""
Itu suara John the Gypsy. Tiba-tiba terdengar suara berdebam.
Bob berteriak kaget. Pete meraba-raba mencari senter di ranselnya. Begitu menemukannya, ia segera lari ke tangga dan menyenter ke bawah.
John the Gypsy jatuh tersandung barang rongsokan. Ia lalu berdiri dan memandang ke arah datangnya sinar senter. "Siapa itu"" ia berteriak dengan panik. "Siapa" Jawab!"
"Kami, John," kata Jupe. Ia, Bob, dan Pete menuruni tangga. John the Gypsy bersandar pada sisi truk milik McAfee. Badannya gemetar.
"Ada apa"" tanya Jupe.
"Makh... makhluk itu!" kata John the Gypsy. "Apa kubilang"! Ia tidak suka diamat-amati." "Kenapa"" kata Pete. "Apa yang terjadi""
"Ia... ia ba... bangun dan... gentayangan!" kata John the Gypsy terbata-bata. "Aku lihat sendiri Pasti tulang-tulang itu telah hilang."
Melalui pintu gudang yang terbuka anak-anak melihat ke arah museum. Dengan bantuan sinar bulan tampak pintu museum masih tertutup rapat.
"Kau mimpi barangkali," kata Bob menenangkan.
"Tidak mungkin." John the Gypsy menggeleng. "Aku sedang di dalam karavan ketika ada suara pintu dibuka. Aku melihat ke luar, dan kulihat manusia gua itu berjalan ke luar. Tubuhnya penuh bulu, seperti gorila. Matanya menakutkan sekali. Seperti ada api memancar dari kedua matanya. Dan rambutnya... rambutnya panjang dan acak-acakan. Ia melewati karavanku, lalu berlari melintasi padang rumput."
John the Gypsy memejamkan matanya, seakan-akan berusaha menghapus pengalaman menakutkan itu dari ingatannya.
"Mari kita cek," kata Jupe.
Mereka berjalan berdekatan dengan sikap waspada, seolah takut disergap makhluk zaman prasejarah itu.
Tetapi ternyata pintu museum masih terkunci. Ketika Jupe memeriksa pintu, Newt McAfee muncul di teras rumah.
"He, ada apa di sana"" seru McAfee. "Sedang apa kalian""
"Cuma menyelidik," sahut Jupe. "John the Gypsy melihat sesosok manusia keluar dari gua." Thalia McAfee muncul di teras. Newt berlari-lari menghampiri mereka. "Siapa"" tanyanya. "Si Brandon gila itu, ya""
"Bukan," jawab John the Gypsy, "tapi manusia gua itu. Ia melarikan diri."
"Mana mungkin"" McAfee tak percaya. Ia lalu melambaikan tangannya sambil berteriak, "Thalia! Ambilkan kunciku!"
Thalia McAfee datang berlari membawa kunci. McAfee bergegas membuka pintu museum dan menyalakan lampu. Ia segera menuju panggung. Anak-anak mengikuti. Mereka melihat ke dalam gua. Manusia gua masih ada di situ. Posisinya tidak berubah.
McAfee menoleh pada John the Gypsy. "Kau mimpi!" serunya. "Buktinya, ia masih ada di sini." "Aku melihatnya keluar gua," kata John the Gypsy bersikeras. "Ia memakai bulu binatang berwarna gelap! Dan ada rambutnya! Panjang dan acak-acakan!"
"Diam kau!" bentak McAfee. "Kau mengigau!"
Ia mematikan lampu dan keluar dari museum. Yang lain mengik
uti. "Mana mungkin"" gerutunya sambil mengunci pintu museum. Ia lalu kembali ke rumah. Di teras Eleanor sedang menunggu.
"Masuk kau, Eleanor," perintah McAfee. "Tidak ada apa-apa. John gila itu mengigau."
Ia berpaling. "John, kaujaga yang benar. Kau kubayar untuk menjaga, bukan untuk mimpi, tahu!"
Ia dan Eleanor masuk. Sambil menggerutu John the Gypsy mengeluarkan kursi lipatnya dari karavan. Diletakkannya kursi itu di tengah-tengah -antara gua dengan karavan. Ia mengambil senapannya dan duduk sambil berjaga di kursi.
Trio Detektif kembali ke loteng gudang.
"Pasti ia mimpi," kata Pete.
"Kelihatannya orang itu tidak terpelajar," kata Bob.
"Memang," Jupe menyetujui. "Tapi itu tidak berarti ia salah lihat, kan" Mungkin saja memang ada seseorang yang menyelinap."
"Iya, memang. Tapi kan orang bisa saja bermimpi seolah-olah melihat sesuatu," kata Bob. "John nampaknya yakin sekali," tukas Jupe.
"Tapi kan pintunya terkunci. Jadi tidak ada orang keluar dari gua," Pete mengajukan pendapatnya.
"Mungkin seseorang punya kunci palsunya," kata Jupe. Ia duduk memandang ke seberang padang rumput melalui jendela. Hutan kecil di seberang sana tampak hitam menyeramkan, namun embun yang turun membuat rerumputan di padang rumput tampak berkilau. Samar-samar dilihatnya jejak-jejak di rerumputan yang menuju hutan kecil.
Mungkinkah seseorang telah berjalan di sana, merebahkan rerumputan yang dilaluinya dan menghapus embun di permukaannya"
Jupe berdiri mendekat ke jendela. Dilihatnya John the Gypsy bangkit dari tempat duduknya dan memandang ke seberang padang rumput. John mengepit senjatanya. Kepalanya dimiringkan ke kiri, seolah-olah hendak mendengarkan sesuatu.
Ia berjalan menuju karavannya, mengambil selimut dari tempat tidur. Ia menyelimuti tubuhnya, lalu duduk kembali di kursinya dengan sikap waspada.
"Mungkin memang mimpi," kata Jupe perlahan. "Dan ia lalu ketakutan."
Pete memandang dengan gugup ke luar jendela. "Kalau aku yang melihat manusia gua gentayangan malam-malam," katanya, "aku akan lari ketakutan. Hiii!"
Bab 7 MENJELANG PEMBUKAAN GUA JUPE-LAH yang pertama kali bangun. Ia segera keluar gudang menuju padang rumput. Sabtu pagi itu matahari bersinar cerah, menerangi padang rumput dan hutan kecil di seberangnya. Hutan itu tidak terlihat menyeramkan lagi sekarang. Jupe mulai berjalan perlahan-lahan menuju hutan. Matanya mengamati rerumputan dengan cermat, namun tidak terlihat bekas tapak kaki. Jejak-jejak yang ia lihat semalam telah hilang tersaput embun pagi.
Setelah kira-kira seratus meter melangkah, ia menjumpai tempat yang rumputnya tipis. Di sana-sini terdapat tanah yang tidak ditumbuhi rumput sama sekali. Ia berlutut. Matanya bersinar-sinar.
Pete muncul di sampingnya.
"Apa itu"" kata Pete. "Kau menemukan sesuatu""
"Bekas tapak kaki," kata Jupe. "Seseorang telah berjalan di sini belum lama ini-ia bertelanjang kaki." Pete membungkuk untuk melihat jejak itu lebih dekat. Tiba-tiba ia berdiri tegak. Matanya melihat ke hutan. Wajahnya pucat.
"Bertelanjang kaki"" katanya. "Di... di tanah yang kasar ini" Jadi John the Gypsy benar-benar melihat sesuatu"" Ia memandang berkeliling.
Jupe diam saja. Ia malah berjalan mendekati hutan. Dengan tergesa-gesa Pete mengikutinya. Dengan hati-hati mereka mengikuti jejak itu. Tetapi sampai di suatu tempat, jejak itu menghilang.
"Rumputnya tebal di sini," kata Jupe, "tapi di sebelah sana mungkin ada lagi." Sambil berkata begitu Jupe terus berjalan makin mendekat ke hutan.
"He, tunggu dulu!" seru Pete. "Jangan masuk ke sana! Mungkin... mungkin ada orang di dalamnya... dan..., dan kita belum sarapan, kan" Di kantin pasti banyak orang. Nanti kita kehabisan, lho!"
"Pete, ini penting sekali!" kata Jupe.
"Apanya yang penting"" balas Pete. "Ayolah, kita sarapan dulu. Nanti saja kita ke sini lagi."
Dengan enggan Jupe menurut. Ia dan Pete kembali ke gudang. Bob muncul ketika mereka tiba. Saat itu pula Newt McAfee menampakkan dirinya di teras.
"Pagi," sapa Newt pada anak-anak. "Pagi yang ceria, bukan" Upacara pembukaan guaku pasti meriah." Ia tersenyum puas.
"He. John!" panggil Newt John the Gypsy keluar dari ka
ravan sambil memegang semangkuk makanan. "Kau ketemu manusia gua lagi semalam"" Newt tertawa kecil, tetapi John menggerutu.
"Satu sudah cukup, aku tak mau ketemu yang lain lagi," omel John sambil masuk kembali ke karavan.
Newt berseru lagi, "Jangan pergi dulu, John. Setelah sarapan aku perlu bantuanmu. Museum itu harus dicek sekali lagi. Lalu kau tetap berjaga di sini sementara aku mengikuti upacara pembukaan di taman."
Newt masuk kembali ke rumah, dan anak-anak menuju pusat kota untuk sarapan. Lagi-lagi Kantin Lazy Daze penuh sesak. Ketika akhirnya anak-anak mendapat tempat duduk, mereka sudah sangat lapar.
Ketika menunggu pesanan makanan, anak-anak mendengar nada-nada meriah yang berasal dari marching band. Sebuah grup yang terdiri dari pemusik-pemusik muda terlihat sedang melakukan pemanasan di taman, dikerumuni orang-orang yang menontonnya.
"Itu pasti band dari SMA sini," Bob menebak.
Di balik kerumunan itu Jupe dan kawan-kawannya masih dapat melihat seragam merah menyala yang dikenakan pemain marching band. Mereka mengenakan topi tinggi berwarna kuning emas, serta selempang biru berumbai-rumbai. Tidak jauh dari situ terlihat kendaraan dari beberapa stasiun televisi sibuk mengatur peralatannya.
Rahasia Puri Merah 2 Goosebumps - 52 Ramuan Ajaib Kehidupan Para Pendekar 6