Pencarian

Pelangi Dilangit Singosari 14

02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja Bagian 14


Sekali lagi dada Kuda Sempana berdesir. Kali ini mendjadi semakin tadjam. la tahu benar maksud Kebo Sindet dengan kata2-nja itu. Ia akan mendjadi tontonan jang sangat menarik bagi Kebo Sindet itu. Ia harus berkelahi melawan Mahisa Agni Tetapi ia menjadari apakah jang akan terdjadi pada achir dari perkelahian itu. Siapapun jang menang dan siapapun jang kalah.
" Bagaimana" Kuda-Sempana masih berdiam diri.
" Kau tidak perlu takut lagi kepada kelintji tjengeng itu. Ia akan segera dapat kau djatuhkan. Kemudian kau dapat berbuat apa sadja atasnja. Bukankah itu menjenangkan bagimu"
Kuda-Sempana masih belum mendjawab. Namun tiba-tiba ia mendjadi semakin muak kepada orang jang berwadjah beku seperti majat itu. Tetapi ia masih harus tetap menjadari, bahwa ia tidak akan dapat berbuat apapun atas iblis jang mengerikan itu. Terbajang diruang matanja apa jang baru sadja terdjadi atas Djadjar jang gemuk itu. Kuda-Sempana rnenjangka bahwa Djadjar itu kini telah mendjadi abu, setelah ia me-mekik2 dan ber-teriak2 ketakutan dan kepanasan.
Terasa bulu2 tengkuk Kuda-Sempana meremang. Djadjar jang gemuk itu benar-benar bernasib malang. Ia telah hantjur karena pamrihnja jang ber-lebih2an.
Sedjenak keduanja saling berdiam diri. Kini langkah kuda2 mereka mendjadi semakin surut. Mereka telah berada diluar kota Tumapel, diantara pategalan jang hidjau kehitam2 an dimalam hari. Ketika tanpa dikehendakirija sendiri Kuda Sempana mengangkat wadjahnja menengadah kelangit, maka dilihatnja awan jang hitam melapisi tjahaja bintang jang bergajutan diudara.
Kuda-Sempana itu berpaling ketika ia mendengar Kebo Sindet berkata - Kau harus melakukannja Kuda-Sempana. Kau harus melepaskan dendammu supaja tidak membara didada dan membakar djantungmu sendiri. Kau akan mendapatkan gairah hidupmu kembali apabila kau telah berhasil melepaskan sakit hatimu. Selama ini aku melarangmu untuk membunuhnja karena aku mengharap Mahisa Agni akan dapat mendatangkan keuntungan jang tidak sedikit. Tetapi ternjata Permaisuri itu terlampau kikir, dan orang-orang jang telah menghubunginja adalah orang-orang jang terlampau tamak. Karena itu apabila aku tidak merubah pikiranku karena aku menemu kan djalan jang baik dengan tiba-tiba, maka kau harus melaku kannja. Kita bawa Mahisa Agni itu ke Tumapel. Dan kau dapat membunuhnja ditempat jang pasti akan diketemukan oleh pradjurit2 Tumapel, sehingga dengan demikian berita kematiannja akan menjiksa perasaan Permaisuri.
Kuda-Sempana masih membisu. Namun dadanja mendja di semakin berdentangan dilanda oleh kebentjian jang tiba-tiba sadja memuntjak. Tetapi ia tidak dapat berbuat apa2.
" Apakah kau sedang memikirkan tjara jang se-baik2 nja untuk membunuhnja " " bertarja Kebo Sindet karena Kuda-Sempana masih sadja berdiam diri " pikirkanlah tjara itu.
Kuda-Sempana tetap dalam kediamannja.
" Apakah kau takut " " bertanja Kebo Sindet kemudian " Benar " Kau sedang ketakutan "
Kuda-Sempana tidak dapat terus menerus berdiam diri. Karena itu maka ia mendjawab - Tidak. Aku tidak pernah merasa takut kepada siapapun.
Wadjah Kebo Sindet jang beku masih tetap membeku. Tetapi djawaban Kuda-Sempana itu tidak menjenangkannja. Meskipun demikian dibiarkannja sadja Kuda-Sempana melepaskan segala matjam perasaannja seandainja diingininja. Di dalam hati Kebo Sindet berkata - Kau memang sudah tidak berguna lagi bagiku. Memang sebaiknja kau sadjalah jang membunuh Mahisa Agni. Kemudian kaupun akan mati pula seperti- orang-orang lain jang sudah tidak dapat memberikan arti apa2 lagi bagiku.
Kini mereka sekali lagi terbenam kedalam kediaman. Masing2 sedang mendjeladjahi angan2 sendiri. Kuda-Sempana jang sedang diganggu oleh perasaan muak dan bentji itu hampir tidak dapat berpikir lagi, apa jang sebaiknja dilakukan. Tetapi Kebo Sindet sedang memikirkan hal jang sangat baik baginja. Ia akan dapat mengadu kedua anak muda itu seperti menjabung ajam Keduanja pasti menjimpan dendam jang membara didalam dada masing2. Perkelahian diantara keduanja pasti akan merupakan perkelahian jang sangat menjenangkan.
" Sajang, Wong Sarimpat tidak dapat ikut melihat tontonan jang sangat menarik ini " katanja didalam hatinja" kalau ia masih sempat, maka ia akan mendjadi sangat bersenang hati. Mungkin ia akan melihat perkelahian ini dengan tjambuk ditangan. " Kebo Sindet berpaling kearah Kuda-Sempana. Dilihatnja wadjah anak muda itupun se- akan2 telah membeku pula.
" Ia harus diadjar untuk menjadari dirinja " gumam Kebo Sindet didalam hati pula lalu tiba-tiba seolah-olah terlondjak didalam dadanja. " Akupun harus menggenggam tjambuk. Aku harus melihat seolah-olah dua ekor tjengkerik sedang beradu. Aku harus mendjaga keseimbangan mereka, sehingga perkelahian itu akan mendjadi sangat ramai. " Ia kini menemu kan suatu permainan jang baginja akan sangat menjenangkan " Mereka tidak perlu segera mati. Mereka harus tetap dipelihara. Mungkin aku dapat mempertontonkannja dirumah2 perdjudian.
Kebo Sindet itu tertawa didalam hatinja, meskipun wa djahnja sama sekali tidak menundjukkan kesan apapun. Sekali-sekali ia masih berpaling memandangi wadjah Kuda-Sempana jang atjuh tidak atjuh. Namun Kebo Sindet itu sudah tidak terlampau sering berbitjara lagi. Ia lebih senang ber-angan2 tentang perkelahian antara kedua anak muda jang akan di pakainja sebagai ajam sabungan.
Sementara itu Akuwu Tunggul Ametung jang2 berada diistananja duduk tepekur dihadap oleh Permaisjurinja. Ken Dedes jang telah mendengar tentang sikap Djadjar jang litjik itu mendjadi kian tjemas. Ia tjemas akan nasib Mahisa Agni. Mungkin dalam kekesalan dan kemarahannja Kebo Sindet akan dapat berbuat apa sadja untuk melepaskan perasaan jang menjesak dadanja.
" Aku sudah berusaha " berkata Akuwu Tunggul Ametung.
" Hamba Tuanku " sahut Ken Dedes perlahan sekali Namun sekali dadanja dirajapi oleh keketjewaan jang mendalam. Ia menganggap bahwa Akuwu Tunggul Ametung terlambat berbuat sesuatu sehingga keadaan Mahisa Agni mendjadi semakin sulit. Terbajang didalam angan2nja penderi taan jang terdjadi atas kakaknja itu. Bahkan kini terbajang sesosok majat jang terbudjur di-tengah2 hutan tanpa seorang pun jang mengurusnja. Majat itu semakin lama mendjadi semakin djelas. Mahisa Agni.
Tiba-tiba Ken Dedes itu mendjadi ter-isak2.
Akuwu Tunggul Ametung mendjadi semakin pepat Ia baru sadja dibakar oleh kemarahan jang hampir mengha nguskan djantungnja. Kini ia melihat Ken Dedes itu me nangis penuh penjesalan, sehingga tanpa sesadarnja Akuwu Tunggul Ametung itu menggeram " Bukan salahku Ken Dedes, Aku sudah berusaha dan aku sendiri telah melakukannja. Tetapi keadaan memang tidak dapat teratasi. Kau djangan menjatahkan aku atau menjesali kegagalan ini.
Ken Dedes terkedjut mendengar kata2 Akuwu Tunggul Ametung itu Sehingga djustru tangisnja terputus. Dipandanginja wadjah Akuwu Tunggul Ametung jang tegang dan berkeringat. Akuwu itu masih dalam pakaian kepradjuritan, dan bahkan sendjata pusakanja jang ngedab-edabi masih tergan tung dilambungnja.
Tetapi Akuwu jang hatinja sedang gelap itu berkata se terusnja " Kalau Kebo Sindet kemudian berhasil melepas kan dirinja, kalau aku terlambat datang kerumah Djadjar jang gemuk itu, sama sekali bukan maksudku. Bahkan seandainja Kebo Sindet itu kemudian mendjadi gila dan membunuh Mahisa Agni itupun bukan salahku.
" Hamba Tuanku " tiba-tiba tanpa dikehendakinja sendiri Ken Dedes memotong " hamba tahu, bahwa Tuanku
memang tidak bersalah. Hamba sama sekali tidak menjesali Tuanku. Hamba memang sedang menjesali keadaan jang pahit bagi hamba dan kakang Mahisa Agni.
" Tetapi kau menjesal bahwa semuanja itu terdjadi djustru dihadapanku. Djustru dengan sengadja kau tundjukkan kepadaku, seolah-olah kau sedang mengalami bentjana karena kesalahanku. Mungkin kau menganggap bahwa aku tidak ber-sungguh2 atau karena aku tidak segera berbuat sesuatu.
" Tidak Tuanku. Sama sekali tidak. Hamba memang sedang menelan kepahitan jang tiada taranja, seperti apa jang selalu terdjadi pada diri hamba.
" Kau mengutuki nasibmu sendiri. Kau anggap bahwa aku seolah-olah tidak pernah berusaha membuatmu bahagia"
" Bukan maksud hamba Sudah hamba katakan bahwa tidak ada orang lain jang bersalah. Keadaan jang datang berurutan telah mendjadikan apa jang telah terdjadi tanpa kesengadjaan seorangpun.
" Kau hanja mengatakannja, tetapi hatimu tidak menerimanja sebagai suatu keadaan jang harus kita lampaui bersama.
" Aku telah tnenjerahkan diriku kepada nasib Tuanku. Aku tahu bahwa tuanku telah berusaha sebagai seharusnja dilakukan oleh manusia. Tetapi kekuasaan Jang Maha Agunglah jang menentukan achir dari setiap persoalan.
" Bohong, - bantah Akuwu Tunggul Ametung, kau tidak ichlas menerima peritiwa itu suatu keharusan. Kau tidak ichlas menerima putusan terachir dari Jang Maha Agung. Ternjata kau menangis. Ternjata kau menjesali keadaanmu. Kalau kau menerima persoalan ini sebagai keharusan jang tidak dapat diingkari lagi, sebagaimana manusia tidak dapat mengingkari keharusan jang datang dari Jang Maha Agung, maka kau tidak akan menangis. Kau akan berkata dengan wadjah tengadah " Demikianlah kehendak Jang Maha Agung,
Mata Ken Dedes masih ber-katja2. Tetapi ia sudah terisak lagi. Kini ia benar-benar menengadahkan wadjahnja. Dan dengan lantang ia berkata " Tuanku, kita adalah manusia jang lemah. Manusia jang djauh dari sifat" sempurna. Hambapun dapat mengatakan seperti jang Tuanku katakan. Hambapun dapat menjebut apa jang sebaiknja hamba lakukan. Tetapi apakah hamba mampu" Apakah hamba sebagai manusia jang lemah memiliki kekuatan untuk melakukannja"
Wadjah Akuwu Tunggul Ametung jang tegang mendjadi semakin tegang. Bahkan dari sepasang matanja seolah-olah memanijarkan pergolakan didalam dadanja. Dan ia masih mendengar Ken Dedes berkata seterusnja - Tuanku. Bukan sadja hamba jang bodoh ini jang tidak mampu untuk melawan perasaan hamba sendiri dan rnenempatkanrja kedalam keichlasan sepenuhnja. Bukankah Akuwu sendiri djuga telah dibakar oleh kemarahan dan penjesalan bahwa Tuanku tidak berhasil menangkap Kebo Sindet.
" Tetapi aku berdiri dalam persoalan jang berbeda " nada suara Akuwu Tunggul Ametung meninggi - aku sama sekali tidak menjesali orang lain, tidak menjesali apapun. Aku hanja menjesal. Hanja menjesal sadja karena usahaku tidak berhasil. Usahaku sendiri, kekuatanku sendiri. Tetapi sesudah itu akupun tidak menganggap orang lain bersalah.
" Dan Tuanku dapat menumpahkan kepepatan hati kepada hamba - dsngan beraninja Ken Dedes memotong kata2 Akuwu Tunggul Ametung - Sebab Tuanku adalah seorang Akuwu. Seorang laki2 jang mempunjai tjara sendiri untuk melepaskan penjesalan hati. Tetapi hamba adalah seorang perempuan. Jang ada didalam bilik ini selain hamba adalah Tuanku, Akuwu Tumapel jang memegang segenap kekuasaan ditangannja. Apakah hamba dapat melepaskan ke kesalan dan penjesalan kepada Akuwu dan mem-bentak2 se kehendak hamba " Tidak. Hamba hanja dapat menangis. Hamba hanja dapat melepaskan penjesalan itu dalam butiran2 air mata. Kalau itu tidak menjenangkan hati Akuwu Tunggul Ametung, sama sekali bukan maksud Hamba minta
" maaf. - Ken Dedes berhenti sedjenak, tetapi wadjahnja masih tetap tangalah dan bibirnja mendjadi gemetar. Dan kata2 jang meluntjur lewat bibirnja mendjadi gemetar pula " Hamba minta maaf Tuanku. Tetapi dengan demikian hamba tahu, bahwa Tuanku ternjata tidak menerima hamba seluruhnja dalam keadaan hamba. Tuanku hanja ingin melihat hamba tertawa dan bergembira. Tuanku hanja ingin melihat hamba dapat menjenangkan hati Akuwu. Tetapi Tuanku tidak ingin melihat apabila hamba sedang dalam keadaan seperti ini. " Ken Dedes berhenti sedjenak. Dan kata2nja mendjadi semakin bergelar " Tetapi Tuanku, seharusnja hamba tidak perlu mengatakannja atau lebih2 lagi mengadjari Tuanku bahwa demikianlah hamba seutuhnja Didalam diri hamba tersimpan suka dan duka. Tawa dan air mata. Hamba tidak dapat menjembunjikannja sebelah dari padanja. Sekali-sekali hamba tertawa, dan sekali-sekali hamba menangis, didalam pengaruh keadaan jang ber-beda2." Ken Dedes tidak dapat melandjutkan kata2nja. Tiba-tiba dadanja mendjadi sesak dan napasnja se-olah tersumbat dikerongkongan. Sedjenak ia diam membeku Namun kemudian, seperti sebuah bendungan jang petjah tertimpa bandjir bandang, maka meledaklah tangis Permaisuri itu. Tangis jang masih belum tuntas, tetapi terpaksa ditahankannja. Jang kemudian tanpa dapat dikendali kan lagi membandjir dengan derasnja.
" Akuwu Tunggul Ametung kini berdiri mematung. Terasa dadanja akan petjah oleh perasaannja jang bergolak dengan dahsjatnja. Tetapi ia sudah tidak kuasa lagi untuk berkata sepatah katapun. Ia tidak dapat mengutjapkan perasaannja jang bergelora.
" Akuwu itu berdiri tegak seperti tiang2 jang mati.
" Sedjenak mereka terbenam dalam keadaan masing2. Ken Dedes menangis se-puas2nja, dan Akuwu Tunggul Ametung berdiri membeku. Hanja kadang-kadang sadja Akuwu mentjoba melepaskan ketegangan jang menjesak didadanja dengan berdjalan hilir mudik didalam bilik itu Namun sedjenak kemudian ia telah berdiri lagi ditempatnja.
" Tetapi Akuwu tidak dapat membiarkan dirinja ditelan oleh kegelisahan jang membuatnja pening. Ketika tangis Ken Dedes sudah mereda, maka Akuwu itu tiba-tiba berkata " Baiklah Ken Dedes. Aku akan menjiapkan pradjurit. Aku akan menangkap Kebo Sindet disarangnja. Aku tidak dapat membiarkan keadaan ini ber-larut2. Aku tidak dapat melihat kau menangis setiap saat. Kepalaku akan mendjadi petjah karenanja. Lebih baik aku turun kemedan perang dari pada aku berada terus-menerus dalam keadaan ini.
Ken Dedes terkedjut mendengar kata2 itu. Ketika ia menengadahkan kepalanja ia melihat Akuwu itu melangkah pergi. Namun ia masih mendengar Akuwu itu berkata " Besok aku akan membawa orang-orang terkuat. Tidak terlalu banjak, tidak lebih dari sepuluh orang. Termasuk Witantra dan mungkin aku akan mengambil Ken Arok dari padang Karautan untuk pergi bersamaku ke Kemundungan.
" Tuanku. Aku tidak bermaksud demikian.
" Aku tidak tahu maksudmu sebenarnja. Kau tidak berkata apapun tentang sesuatu jang sebaiknja aku lakukan Aku harus memilih tjara sendiri. Mungkin tjara itu tidak seperti jang kau ingini. Tetapi besok aku akan pergi. Tjara ini adalah tjara jang se-baik2nja bagiku. Apakah aku akan berhasil atau tidak, itu bukan soal lagi bagiku.
" Tuanku. - Tetapi Ken Dedes tidak sempat mentjegahnja. Akuwu Tunggul Ametung telah hilang dibalik pintu. Dengan tergesa-gesa Akuwu itu memerintahkan semang pradjurit untuk memanggil orang-orang terpenting. Termasuk Se napati pengawal istana, Witantra.
" Sekarang semua harus menghadap - perintah Akuwu.
Pradjurit itu termangu-mangu sedjenak. Hari telah terlampau djauh malam. Namun pradjurit itu terkedjut ketika Akuwu rnembentaknja " Pergi, pergi. Tjepat. Apakah jang kaul tunggu lagi " Apakah kau menunggu matahari terbit " Atau kau menunggu aktu memenggal lehermu "
" Ampun Tuanku " sembah pradjurit itu jang kemudian dengan ter-gesa4 pula pergi meninggalkan Tunggul Ametung seorang diri dalam kekesalan jang hampir2 memetjahkan dadanja. Namun sebelum pradjurit itu hilang, tiba-tiba Akuwu itu berteriak lagi " He, kemari kau.
Pradjurit itu mendjadi tjemas. Apakah Akuwu sudah mendjadi sedemikian marahnja. sehingga ia harus mengalami perlakuan jang tidak diingininja"
Tetapi pradjurit itu tertegun ketika ia mendengar Akuwu Tunggul Ametung berteriak - Tjepat, panggil dahulu Daksina. la harus datang kemari dengan Kakawin Bharatayuda.
" Oh - pradjurit itu menarik nafas dalam2. Tetapi djustru ia tidak segera pergi.
Namun alangkah terkedjutnja pradjurit itu ketika tiba-tiba sadja sebuah mangkuk tanah telah menghantam lututnja. Sekedjap kemudian mangkuk itupun terdjatuh dilantai, petjah berserakan.
Pradjurit itu hampir2 sadja terdjatuh. Betapa sakit lutut nja jang terkena mangkuk jang dilemparkan oleh Akuwu Tunggul Ametung itu. Tetapi dengan sigapnja pradjurit itu melontjat turun kehalaman. Ia sadar, apabila ia terlambat lagi, mangkuk berikutnja akan menjambar kepalanja.
Ketika ia telah turun kehalaman, baru terasa bahwa lutut itu tidak mampu dipergunakan dengan wadjar. Karena itu, maka ia berlari-lari menjeret sebelah kakinja sambil mengumpat tidak habis2uja didalam hati.
Kedjengkelan pradjurit itu dibawanja sampai kemuka pintu bilik Daksina. Diketuknja pintu itu sekuat tenaga sehingga seisi bilik itu terkedjut.
" Siapa" - terdengar suara Daksina.
"- Tjepat bangun pemalas. Akuwu memanggilmu. Bawalah Kakawin Baratayuda.
" Hari sudah hampir pagi " djawab Daksina sambil menguap.
" Tjepat. Aku lempar lututmu dengan mangkuk kala2 kau tidak segera berangkat. Akuwu menunggumu. Atau kau ingin Akuwu datang kemari sambil membawa pedangnja untuk memenggal lebermu.
" Apakah Akuwu sedang marah.
"- Mungkin. Tetapi tjepat. Tjepat - pradjurit jang marah itu berteriak. Tetapi ia mendengar Daksina tertawa di dalam biliknja. " Baik, baik " katanja.
" Kau mentertawakan aku" " geram pradjurit itu " awas, aku pukul kepalamu sampai retak.
" Lakukanlah. - djawab Daksina - tetapi dengan demi kian aku tidak dapat menghadap Akuwu malam ini. Dan kaulah jang menjebabkan.
" Oh anak gila. Ajo tjepat keluar.
Sedjenak kemudian Daksina membuka pintu biliknja sambil mendjindjing sebuah kitab rontal jang tebal dilapisi dengan sehelai kulit.
Sebelum pradjurit itu berkata sepatah katapun, Daksina sudah berlari melintasi halaman menudju kebilik Akuwu Tunggul Ametung. " Untunglah kitab rontal ini aku sim pan dirumahku " berkata anak itu didalam hatinja " sehingga aku tidak perlu mentjari dibilik penjimpanan
Pradjurit itu masih berdiri dengan mulut ternganga Ia terkedjut ketika ia mendengar derak pintu itu ditutup dari dalam Namun segera ia melontjat dan menjeret sebelah kakinja kegardunja " Aku harus menghubungi beberapa orang Senapati terpenting malam ini djuga.
Beberapa orang perwira dan pemimpin pradjurit pilihan mendjadi terkedjut ketika rumah2 mereka diketuk oleh be berapa orang pradjurit. Sebagian dari mereka, masih belum tidur kembali setelah mereka terbangun karena beberapa orang mendjadi ribut oleh api jang menjala dikedjauhan, jang ternjata telah membakar rumah Djadjar jang gemuk. Tetapi para perwira dan pemimpin pradjurit pilihan itu menjangka, bahwa jang terdjadi hanjalah sekedar ketjelakaan. Mereka menjangka bahwa seseorang kurang ber-hati2 atas api pelita jang mereka pasang, sehingga menjentuh dinding dan membakar rumah mereka.
Namun naluri mereka sebagai seorang pradjurit segera dapat menghubungkan kebakaran jang baru sadja terdjadi, dengan ketukan jang tergesa-gesa di-pintu2 mereka.
" Siapa diluar " " bertanja seorang perwira jang pintu rumahnja diketuk oleh seorang pradjurit.
" Aku, pradjurit jang mengemban perintah Tuanku Akuwu Tunggul Ametung.
Dada perwira itu mendjadi ber-debar2. Jang per-tana2 dilakukan adalah menjisipkan kerisnja dilambung. Pe-lahan-lahan ia berdjalan keluar biliknja dan berkata kepada isterinja " Tidak ada apa2 tenanglah. Diluar ada dua orarg peronda.
Tetapi isteri perwira itu mendjsdi tjemas,dan berbisik " Hati2lah kakang.
Perwira itu tersenjum. Namun tangarnja telah mendorong hulu kerisnja kedadanja.
Ketika dengan hati2 ia membuka pintu, maka ia melihat dua bajangan berdiri dipendapa rumahnja, dan dua orang lagi dihalaman.
" Aku Ki Lurah - pradjurit jang berdiri dipcndapa berdesis
" Oh - perwira itu menarik nafas - ada apa "
" Ki Lurah dipanggil oleh Tuanku Akuwu Tunggul Ametung.
" Kapan " " Sekarang. " Sekarang " Pradjurit itu mengangguk sambil niendjawab " Ja.
Perwira itu menarik nafas dalam4. Ia kenal betul tabiat Akuwu Tunggul Ametung. Karena itu maka ia tidak membantah. Sambil mengerutkan dahinja ia mendjawab " Aku akan menghadap.
" Baiklah. Aku mohon diri.
Pradjurit itu segera turun dari pendapa diikuti oleh seorang peronda dirumah perwira itu Kemudian bersama seorang temannja jang berdiri dihalaman segera minta diri kepada para peronda untuk meneruskan perdjalanan mereka. Diregol mereka mengambil kuda2 mereka, dan sedjenak ke mudian terdengar gemertak disepandjang djalan berbatu.
" Kenapa kakang harus menghadap dimalam begini"
Perwira itu menggeleng. Namun ia mendjawab " Mungkin ada hubungannja dengan kebakaran itu. Tetapi entahlah demikianlah kebiasaan Akuwu Tunggul Ametung. Ia berbuat apa sadja jang diingini pada suatu saat tanpa mempertimbangkan masalah2 lain.
Sebagai seorang isteri pradjurit, maka isteri perwira itu pun melepaskan suaminja dengan hati jang ber-debar2. Tetapi sedikit banjak ia pernah mendengar tabiat Akuwu Tunggul Ametung itu. Memang kadang-kadang suaminja harus mengharap pada saat2 jang tidak wadjar seperti saat ini. Tetapi pada saat fadjar menjingsing, suaminja itu sudah pulang tanpa mendapat perintah apapun. Mungkin malam ini Akuwu tidak dapat tidur, sehingga ia memerlukan kawan untuk berbitjara.
Dirumah jang lain, rumah Witantra, suasana jang demikian itu telah terdjadi pula. Dengan hati jang ber-tanja2 isteri Witantra melepaskan suaminja sampai ditangga pendapa. Ia sadar, bahwa suaminja adalah Senapati pengawal jang paling dipertjaja. Setiap saat suaminja diperlukan.
Ketika Witantra telah hilang dibalik regol rumahnja, diatas punggung kuda jang berlari kentjang, maka terdengar suara lembut dibelakang isteri perwira itu, suara adik perempuannja " Sedjak gadis padesan itu tinggal diistana, djarang2 hal serupa ini terdjadi. Tetapi kini tiba-tiba hal ini terulang seperti pada saat2 gadis desa jang tjengeng itu belum tinggal diistana.
" Ah - desah isteri Witantra - kau terlampau lantjang dengan kata2mu Umang.
Ken Umang tertawa. Tetapi ia tidak menjahut. Dengan langkahnja jang tjekatan ia berdjalan meninggalkan kakak perempuannja. Ketika ia hampir sampai dimuka pintu, terdengar suara tertawanja berkepandjangan.
" He, Ken Umang. Apakah kau sudah kepandjingan setan" suara tertawamu terlampau menakutkan.
" Ken Umang2 berhenti. Ketika ia berpaling dilihatnja kakaknja berdiri membeku ditempatnja.
" " Apakah suaraku telah berobah" " bertanja Ken Umang itu masih diantara derai tertawanja.
" Isteri Witantra tidak segera mendjawab. Dalam remang2 tjahaja pelita jang redup dikegelapan malam ia hanja melihat sosok tubuh adiknja. Seorang gadis jang baru sadja meningkat dewasa. Seorang gadis jang bertubuh ramping, lintjah dan tjantik. Tetapi dalam kegelapan malam jang tampak hanjalah sebuah bajangan hitam. Wadjah gadis itupun seolah-olah mendjadi hitam pekat. Hitam.
" Terasa bulu2 tengkuk Njai Witantra meremang. Tetapi dipaksanja perasaannja untuk tunduk kepada nalarnja. Gadis itu adalah adiknja.
" Pe-lahan-lahan ia melangkah madju. Dipaksanja dirinja untuk mendekat. Tetapi sebelum Njai Witantra itu dekat benar dengan adiknja, maka Ken Umang telah memutar tu buhnja dan melangkah masuk kedalam rumah. Ketika sinar pelita jang tjukup terang djatuh diwadjah gadis itu, maka Njai Witantra menarik nafas dalam2. Wadjah itu sama sekali tidak berubah.
" Sementara itu diistana Tumapel, Akuwu Tunggul Ametung dengan gelisahnja menunggu para Senapati jang dipanggilnja. Hampir2 ia tidak sabar menunggu mereka satu demi satu berdatangan. Sedang disudut bilik Daksina jang ter-kantuk2 sama sekali tidak diatjuhkannja.
" Ketika para perwira kemudian telah lengkap terkumpul, maka Akuwu sama sekali tidak membawa mereka untuk berbintjang. Jang dilakukan hanjalah mengutjapkan perintah, Hanja beberapa kata. - Besok, pada saat matahari terbit, kalian harus sudah berada dihalaman ini. Lengkap dalam kesiagaan tempur. Kita akan pergi ke Kemundungan untuk menangkap iblis jang bernama Kefco Sindet.
" Para perwira itu mengerutkan keningnja. Sebagian besar dari mereka memang pernah mendengar nama Kebo Sindet,
bahkan sebagian lagi telah dapat mengetahui pula, sampai dimana kesaktian orang jang buas itu.
Witantra jang duduk diantara para perwira itu mengerutkan keningnja. Ia menjadari benar-benar siapakah jang sedang mereka hadapi. Kebo Sindet adalah orang jang memiliki ilmu setingkat dengan gurunja. Tetapi Kebo Sindet mempunjai sifat2 iblis jang mengerikan.
Ketika para perwira tidak ada jang mengutjapkan sepatah katapun, maka Akuwu Tunggul Ametung bertanja lantang - Kenapa kalian diam sadja dan mendjadi putjat " Apa kah kalian takut, he "
Para perwira itu menarik nafas dalam2. Pertanjaan itu terasa menggelitik hati. Seandainja bukan Akuwu Tunggul Ametung jang rnengutjapkannja, maka akan dapat menimbulkan salah paham d antara mereka. Tetapi mereka telah mengenal betul tabiat dan sifat2 dari Akuwu Tumapel, sehingga pertanji-an itu sama sekali tidak mereka telan bulat2.
" Kita ber-sama-sama akan berangkat besok. Kita tidak perlu membawa pradjurit2. Tidak ada gunanja.
Sekali lagi para perwira saling berpandangan. Hampir tidak pernah terdjadi, bahwa dalam suatu tindakan atas seseorang atau segerombolan Akuwu membawa begitu banjak perwira tanpa pradjurit dari tingkat jang lebih rendah.
" Kita berangkat dua belas orang - berkata Akuwu itu kemudian.
Para perwira masih belum rnencijawab. Dan mereka men dengar Akuwu Tunggul Ametung meneruskan " Hanja se bagian ketjil sadja jang akan tinggal diistana untuk melaku kati pekerdjaan se bari2. Sisa dari dua belas orang itu.
Para perwira itu masih terdiam. Dan Akuwu berkata pula " Nah, apakah kalian telah mendengar "
Hampir bersamaan para perwira itu menjahut - Hamba Tuanku.
" Bagus. Kalian t dak perlu takut. Kita tidak berhadap an dengan sebuah gerombolan dengan ratusan anak buahnja. Menurut pendengaranku, Kebo Sindet adalah seorang pendjahat jang berbuat seorang diri. Se-banjak2nja dua atau tiga orang. Karena itu kita tidak perlu membawa pasukan.
Sedjenak para perwira saling berpandangan. Lalu salah seorang dari mereka, Witantra mentjoba memberanikan diri berkata " Ampun Tuanku. Kita tidak tahu pasti, siapakah jang berada disekeliling Kebo Sindet Hamba pernah mengalami, dalam perdjumpaan hamba diperdjalanan ke Panawidjen pada saat hamba mengantarkan Tuan Puteri Ken Dedes, dengan seorang jang bernama mPu Sada. Ternjata mPu Sada mernpunjai pengikut dalam djumlah jang tjukup banjak.
Para perwira itu terkedjut ketika tiba-tiba sadja Akuwu memotong kata2 Witantra sambil berteriak - He, aku tidak berbitjara tentang mPu Sada. Aku berbitjara tentang Kebo Sindet, kau dengar"
Seandainja mereka belum tahu sifat dan tabiat Akuwu Tunggul Ametung, maka mereka pasti akan terbungkam. Tetapi Witantra jang sudah mengenal betul akan Akuwunja itu mendjawab - Ampun Tuanku. Hamba hanja ingin memberikan perbandingan. Mungkin Kebo Sindet djuga mempunjai pengikut2 jang tidak kita ketahui seperti mPu Sada pada watu itu.
" Djadi kau taku2, he"
" Ampun Akuwu. Hamba tidak pernah berpikir tentang hamba sendiri apabila hamba harus mengikuti Tuanku kemanapun. Tetapi hamba berpikir tentang Tuanku. Keselamatan Tuanku.
" Aku bukan pengetjut tjengeng Witantra. Kalau kalian tidak berani, biar aku berangkat sendiri.
" Tidak Tuanku. Bukan maksud hamba mengatakan bahwa Tuanku mendjadi takut dan tjemas. Tetapi djusrru Tuanku memiliki keberanian jang tidak kami mengerti. Dengan demikian menurut nalar kami, maka Tuanku agaknja terlampau berani. Kami hanja memikirkan bahaja jang dapat mengantjam Tuanku, meskipun Tuanku sendiri sama sekali tidak takut menghadapi apapun.
" Djadi menurut pertimbangan, aku harus mengerahkan seluruh pasukan Tumapel. Pradjurit dari segala kesatuan.
- Ampun Tuanku, bukan begitu. Tetapi hamba ingin keselamatan Tuanku benar-benar terdjamin. Hamba berbitjara sebagai Senapati pasukan pengawal Tuanku.
" Setan kau Witantra. Kau memang seorang pengetjut. Bawalah besok pasukan sesukamu menurut pertimbanganmu. Tetapi aku akan memilih duabelas orang diantata kalian. Jang lain harus tinggal diistana. Tanggung djawab ada pada kalian. Kalian akan menunggu perintah dari Permaisuriku. Mengerti"
Hampir bersama para perwira itu menganggu dan mendjawab - Hamba Tuanku.
" Sekarang pergilah. - berkata Akuwu Tunggul Ametung. Lalu disebutkan dua belas nama diantara para perwira jang akan dibawanja besok ke Kemundungan. Sedang jang lain harus tinggal di Tumapel untuk mengawasi keadaan pemerintahan sehari-hari disamping para pemimpin pemerintahan.
Tetapi sebelum para perwira itu berandjak dari tempatnja, Akuwu itu berkata - Kita akan singgah dipadang Karautan. Ken Arok dan Kebo Idjo akan aku bawa pula.
Para perwira itu meng-angguk2. Tetapi mereka tidak mendjawab. Jang kemudian mereka dengar adalah Akuwu itu berteriak - Sekarang pergi. Pergi. Kalian boleh pergi.
Dengan tergesa-gesa para perwira itu pulang kerumahnja masing2. Apalagi mereka jang harus mengikuti perdjalanan Akuwu Tunggul Ametung besok Mereka harus segera berkemas dan menjiapkan perlengkapan perang mereka. Sisa malam itu sama sekali sudah tidak dapat mereka pergunakan lagi untuk melandjutkan mimpi mereka.
Isteri2 merekapun ikut pula mendjadi sibuk. Mereka menjiapkan perlengkapan suaminja dan menjiapkan makan pagi, Sebagian dari mereka mendjadi ber-debar2, karena suami2 mereka mengatakan, siapa jang akan dihadapinja sekarang.
Meskipun isteri2 pradjurit itu telah terbiasa ditinggal oleh suaminja untuk melakukan tugasi jang berbahaja, untuk pergi berperang, namun sebenarnja dihati merekapun masih juga selalu diliputi oleh ketjemasan. Setiap suaminja mempersiapkan diri mereka dengan alat2 perangnja, pedang di lambung atau keris dipunggung, maka djantung merekapun mendjadi semakin tjepat berdetak. Meskipun mereka sadar bahwa suami2 mereka adalah seorang pradjurit, tetapi sebenarnja mereka lebih senang apabila suami mereka tidak pergi berperang. Mereka lebih senang apabila suami2 mereka ada diantara keluarganja. Menimang bajinja dan ber-main2 dengan anak2nja jang lebih besar.
Tetapi kali ini suami2 mereka itu harus pergi meninggalkan keluarga masing2. Mereka kali ini akan menemui seorang jang namanja tjukup mendebarkan djantung, Kebo Sindet.
Berbeda dengan para perwira itu, Witantra tidak hanja sekedar mengurusi dirinja sendiri. Ia masih harus menjiapkan sepasukan pengawal pilihan. Tidak terlampau banjak, hanja sepuluh orang. Tetapi jang sepuluh orang itu adalah pengawal" utama istana Tumapel. Pengawal2 jang paling dipertjaja oleh Witantra untuk mendjaga keselamatan Akuwu Tunggul Ametung, meskipun jang sepuluh orang itu bagi Tunggul Ametung masih belum lebih berarti dari sendjatanja jang dahsjat itu. Tetapi Witantra telah berbuat sesuai dengan tugasnja. Ia tidak mau lengah karena dorongan perasaan. Ia tidak tahu benar, berapa djumlah orang" jang berada dibawah pengaruh Kebo Sindet, meskipun ia memang pernah mendengar bahwa semula Kebo Sindet hanja bergerak berdua sadja dengan adiknja Wong Sarimpat. Tetapi berita tcrachir jang sampai padanja adalah, Wong Sarimpat telah mati, dan kini Kebo Sindet berkawan dengan Kuda-Sempana.
Pada saat jang dikehendaki oleh Akuwu Tunggul Ametung, maka para perwira sudah berkumpul dihalaman istana. Mereka telah siap dalam kesiagaan tertinggi. Sendjata2 mereka bergantungan dilambung, dan pusaka2 sipat kandel mereka masing2 tidak pula ketinggalan. Disudut halaman itu telah bersiap pula sepuluh orang pradjurit pilihan, pengawal istana. Mereka adalah orang-orang jang paling setia akan tugasnja, jang tidak pernah menilai hidup mereka sendiri. Mereka adalah orang-orang jang mengabdikan dirinja kepada tugasnja, sampai pengorbanan jang terachir,
Disamping mereka, maka mereka akan mendapat tambahan kawan lagi dipadang Karautan. Ken Arok dan Kebo Idjo. Dengan demikian maka pasukan ketjil itu merupakan sekelompok orang-orang jang pilih tanding, sehingga Akuwu Tunggul Ametung jang melihat kesiapan orang-orangnja berkata didalam hati - Djangankan seorang Kebo Sindet, sepuluh Kebo Sindet akan disapu oleh pasukan ketjilku ini. -
Ketika pasukan itu kemudian berangkat, Permaisuri Tumapel berdiri diatas tangga paseban depan. Dipandanginja debu jang melontar dari belakang kaki2 kuda jang berlari kentjang, menjusup keluar regol dan hilang dibalik dinding dalam istana.
Ken Dedes menarik nafas dalam2. Iapun sebenarnja mendjadi ber-debar2 seperti setiap isteri pradjurit jang ikut didalam rombongan ketjil itu, Sebenarnja Ken Dadespun dirajapi oleh ketjemasan tentang keselamatan suaminja. Meskipun setiap kali ia mentjoba menghibur diri, bahwa kekuatan pasukan suaminja itu djauh berlipat ganda dari kekuatan lawannja, namun ia tidak dapat menjembunjikan kegelisahannja.
Tetapi selain kegelisahan jang bergetar didalam dadanja, Ken Dedes merasakan sesuatu jang aneh pula didalam hatinja. Ia tidak merasakan kesungguhan pada sikap Akuwu Tunggul Ametung.
Apa jang dilakukan ini adalah se-mata2 didorong oleh kemarahannja. Bukan karena keinginannja jang tulus untuk melepaskan Mahisa Agni.
Betapapun Ken Dedes mentjoba menghilangkan perasaan itu, namun semakin lama djustru semakin mentjengkam hatinja.
Bahkan keketjewaannja terhadap Akuwu Tunggul Ametung, serasa semakin lama semakin tebal membalut djantung
nja. Bagi ken Dedes, Akuwu Tunggul Ametung adalah seorang jang me-ledak2. Seorang jang memandang setiap persoalan dari seginja sendiri.
Bahkan achirnja Ken Dedes sampai pada keketjewaan dan keragu-raguan jang terbesar didalam dunia perkawinannja. Sebuah pertanjaan tumbuh dihatinja - apakah jang sebenarnja telah dilakukan oleh Akuwu Tunggul Ametung pada saat aku belum mendjadi Permaisurinja" Apakah usahanja untuk membebaskan aku dari tangan Kuda-Sempana itu benar tumbuh karena penjesalan, atau karena nafsu dan pamrih pribadinja, untuk merebut aku dari tangan Kuda-Sempana itu" -
Ken Dedes terkedjut dan seolah-olah tersedar dari sebuah mimpi jang menggelisahkan ketika ia mendengar seorang perwira jang berdiri dihalaman, di bawah tangga, berkata - Ampun Tuan Puteri, apakah perintah Tuan Puteri atas kami jang mendapat tugas mendjaga istana dan kota Tumapel ini.
" Oh - Ken Dedes menarik nafas dalam2. Dipandanginja satu2 perwira jang berdiri berdjadjar dihalaman, disam ping beberapa orang-orang tua jang mendjadi pembantu2 Akuwu didalam pemerintahan.
Sesaat kemudian Ken Dedes berkata " Lakukanlah pekerdjaanmu sehari-hari Tidak ada perintah chusus dari padaku saat ini.
" Hamba Tuan Puteri.
Ken Dedes itupun kemudian melangkahkan kakinja masuk kedalam ruang dalam istana diiringi oleh para emban. Namun kemudian ia langsung masuk kedalam biliknja. Ketika ia melihat emban pemomongnja ikut masuk pula kedalam bilik itu, hampir2 ia tidak kuasa lagi menahan air matanja. Tetapi ditabahkannja hatinja, dan dibiarkannja emban pemomongnja itu melepas dan mengganti pakaiannja dengan pakaian sehari-hari.
Emban tua itu dengan sepenuh hati telah melajani Ken Dedes seperti ia melajaninja dimasa kanak-kanaknja. Ditolongnja Permaisuri itu membenahi pakaiannja dan mengenakan pakaian sehari-harinja. Kemudian mengurai sanggulnja dan menjanggulnja kembali seperti kebiasaannja menjanggul rambutnja tinggi2 karena udara jang sering terasa terlampau panas.
Emban itu telah terlampau biasa melajani Ken Dedes, sebelum dan sesudah mendjadi seorang Permaisuri. Emban itu telah mengerti betul, apakah jang disukai dan apakah jang tidak. Karena itu, maka hampir tidak pernah ia berbuat kesalahan.
Ken Dedes jang kali ini sedang mentjoba bertahan untuk tidak menangis itu masih sadja berdiam diri. Dan ia terkedjut ketika emban tua itu bertanja dekat sekali dibelakang telinganja sambil menjanggul rambutnja - Tuan Puteri. Apakah Tuanku Akuwti Tunggul Ametung pergi ke Kemundungan "
Ken Dedes berpaling. Ditatapnja wadjah pemomongnja. Wadjah jang telah dipenuhi kerut-merut urnurnja itu tampak terlampau suram.
" Ja bibi " djawab Ken Dedes " Tuanku Akuwu Tunggul Ametung pergi ke Kemundungan.
" Apakah Tuanku Akuwu ingin merebut Mahisa Agni dengan kekerasan "
Ken Dedes diam sedjenak. Tenggorokannya terasa mendjadi semakin sesak. Djawabnja - Jang penting bagi Tuanku Akuwu adalah menjingkirkan Kebo Sindet, jang dianggapnja selalu membuat kisruh di Tumapel.
" Tetapi bukankah Akuwu djuga berusaha membebaskan angger Mahisa Agni "
" Aku tidak jakin, bahwa itu adalah tudjuannja bibi. Seandainja ia dapat membinasakan Kebo Sindet, meskipun kakang Mahisa Agni tidak dapat dibebaskannja, ia telah mendjadi puas. Sebaliknja, seandainja ia mendapat kesempatan membebaskan kakang Mahisa Agni, tetapi tidak berhasil melenjapkan Kebo Sindet, maka ia pasti masih merasa gagal.
Emban tua itu meng-angguk2kan kepalanja. Pe-lahan-lahan ia berdesis " Begitukah Tuan Puteri "
" Ja- " Tetapi tanpa di-sangka2 oleh Ken Dedes, emban itu berkata -- Tuan Puteri. Tuanku Akuwu Tunggul Ametung adalah seorang Akuwu. Ia memandang semua persoalan pasti dalam sangutannja dengan kedudukannja. Kali inipun ia berusaha untuk melakukan tugasnja sebagai seorang Akuwu dan sebagai seorang suami. Tetapi ia adalahs eorang Akuwu sebelum mendjadi seorang suami. Tanggung djawabnja tjukup besar dan berat. karena itu Tuanku, hamba mengharap Tuan Puteri dapat mengerti.
" Ken Dedes menatap mata emban tua itu sedjenak. Ia melihat mata itu basah. Tetapi ia tidak berkata sepatah katapun lagi. Nalarnja dapat mengerti kata2 emban tua itu, tetapi perasaannja masih ditjengkap oleh keketjewaan dan ketjemasan.
" Ketika Ken Dedes selesai berkemas, mak emban tua itupun segera mohon diri untuk pergi kebelakang sebentar. Untuk melajani permaisuri apabila ia memerlukan sesuatu, beberapa orang emban masih sadja duduk dimuka bilik.
" Tetapi kemudian tidak seorangpun jang megnetahuinja, bahwa emban tua itu segera masuk kedalam biliknja sendiri dibelakang istana itu. Hampir ia tidak dapat menahan dirinja lagi. Didjatuhkannja tubuhnja jang tua itu di atas amben pembaringannja. Dan tangisnja sudah tidak dapa tditahannja. Ia tidak pernah akan dapat ingkar dari perasaan sendiri, bahwa Mahisa Agni adalah satu2 anak laki2. Bahkan satu2nja anak jang akan dapat menjambung keturunannja. Apabila bentjana menimpa anak itu, djustru karena ia dianggap saudara oleh Ken Dedes jang kini mendjadi Permaisuri, alangkah malang nasibnja.
" Sementara itu, Akuwu Tunggul Ametung berpatju dengan kentjangnja kepadang Karautan. ia akan singgah disana, untuk membawa Ken Arok dan Kebo Idjo serta. Disana ia akan dapa tmelihat pula apakah jang sudah dikerjakan oleh Ken Arok. Apakah taman jang dipesankannja sudah dikerjakan dengan baik. Taman jang akan dihadiahkannja kepada permaisurinja.
Djauh dari padang Karautan, Kebo Sindet dan Kuda-Sempana telah sampai dipinggir rawa2 jang menjekat tempat jang dipergunakannja untuk menjembunjikan Mahisa Agni dan dunia diseputarnja. Sedjenak mereka berhenti ditepi rawa2 itu. Kebo Sindet dengan matanja jang tadjam memandangi daerah disekelilingnja. Tetapi tidak ada sesuatu jang mentjurigakannja. Ia sama sekali tidak melihat perubahan-perubahan apapun dan tanda2 jang lain jang dapat membahajakan diri nja. Karena itu, maka pe-lahan-lahan didorongnja kudanja untuk turun kadalam rawa2.
Kebo Sindet mengenal betul daerah jang dilewatinja itu. Ketjuali djalan jang harus dilalui, ia mengenal pula watak dan sifat2 dari rawa2 itu. Ia mengenal waktu2 jang paling baik untuk menjeberang. Dan ia mengenal saat2 dimana ia harus menunggu apabila bahaja berada diperdjalanan. Binatang2 air jang berbisa adalah lawan2 jang paling sulit untuk dilajaninja. Tetapi pengenalannja atas daerah itu benar5 hampir sempurna.
Pe-lahan-lahan kudanja melangkah madju diikuti oleh Kuda- Sempana. Selangkah demi selangkah. Dan setiap langkah mereka madju, maka setiap kali dada Kuda-Sempana djadi se makin ber-debar2. Selama ini ia hampir atjuh tak atjuh sadja atas semua peristiwa iang terdjadi atas dirinja dan atas Kebo Sindet. Tetapi kali ini ia telah diganggu oleh kegelisahan jang semakin mentjengkam. Ia tahu benar bahwa beberapa saat lagi, ia akan didjadikan ajam aduan. Ia harus berkelahi melawan Mahisa Agni. Mungkin sekali, mungkin dua kali bahkan mungkin beberapa kali. Adalah lebih baik apabila ia harus berkelahi sampai mati. Atau keduanja mati sama sekali. Tetapi tangkapannja atas maksud Kebo Sindet tjukup tadjam. Ia akan sekedar didjadikan tontonan, sebelum orang itu mendjadi djemu dan membunuhnja. Mungkin sebulan, dua bulan, bahkan mungkin tetaunan.
Berbagai perasaan telah bergelora didalam dada Kuda- Sempana. Kadang-kadang ia mentjoba untuk atjuh tidak atjuh sadja atas apa jang akan terdjadi. Kadang-kadang ia mendjadi muak dan gelisah. Tetapi kadang-kadang ia masih menjangka bahwa Kebo
Sindet belum melepaskan keinginannja untuk mempergunakan Mahisa Agni memeras permaisuri Tunggul Ametung. Kalau sekali-sekali ia harus berkelahi, maka Kebo Sindet masih menginginkan Mahisa Agni itu hidup terus, betapapun keadaannja.
Tiba-tiba Kuda-Sempana mengumpat didalam hatinja - Iblis ini benar-benar buas dan litjik -
Ketika mereka telah sampai di-tengah2 rawa2 itu, maka terdengar Kebo Sindet bergumam - Kuda-Sempana. Sebentar lagi kita akan sampai. Kau harus mempersiapkan dirimu. Aku Aku ingin memberi kau kesempatan sekali-sekali melepaskan sakit hatimu. Tetapi aku masih memikirkan kemungkinan2 lain dari Mahisa Agni itu. Apakah ia masih berguna bagiku atau tidak.
Kuda-Sempana tidak mendjawab. Dan Kebo Sindet berkata terus - Aku mengharap kau mengerti maksudku. -
Kebo Sindet itu berpaling ketika ia mendengar Kuda-Sempana berdesis - Aku tidak mengerti.
Wadjah Kebo Sindet jang beku itu masih sadja membeku. Namun ia berkata - Aku kira masih ada sisa2 kekuatan didalam diri Mahisa Agni. Kau akan dapat mempergunakannja untuk berlatih sambil melepaskan sakit hatimu. Tetapi kau harus tahu, bahwa sulit bagimu untuk mentjari orang seperti anak itu. Karena itu, maka biarlah untuk sementara ia hidup,
" Maksudmu, kami, aku dan Mahisa Agni akan kau pergunakan sebagai tontonan. Sebagai ajam sabungan - tiba-tiba sadja kedjemuan jang tersimpan didalam dada Kuda-Sempana tidak dapat ditahannja lagi. Ia sama sekali tidak dapat berpikir apa sadja jang akan dilakukan oleh Kebo Sindet atasnya.
Tetapi tanpa di-sangka2, Kebo Sindet itu mendjawab sareh -- Djangan berprasangka. Aku ingin mendjadikan kau seperti Wong Sarimpat. Aku sudah tidak punja kawan lagi. Bukankah Mahisa Agni jang sekarat itu dapat kau pergunakan.
" Ia sudah tidak akan bermanfaat lagi bagiku. Aku akan membunuhnja. Lalu kau akan membunuhku djuga karena akupun sudah tidak bermanfaat lagi bagimu
" Kau salah - sahut Kebo Sindet, Selama itu kuda2 mereka masih sadja berdjalan didalam rawa2 itu. - Aku tidak akan-berbuat demikian. Kalau kau sekali-sekali berlatih dengan Mahisa Agni, maka kau akan mendjadi semakin madju. Mungkin aku terpaksa menunggui latihan itu dengan tjambuk ditangan, supaja salah seorang dari kalian tidak terdorong untuk membunuh lawan Mungkin beberapa kawan2ku berdjudi ingin melihat latihan itu. Atau mungkin beberapa orang pradjurit Tumapel jang harus aku tangkap supaja mereka melihat apa jang terdjadi atas Mahisa Agni, kemudian aku lepaskan lagi supaja ia dapat melaporkannja kepada Akuwu Tunggul Ametung, Atau, atau seribu matjam rentjana jang menjenangkan lainnja. Itu tergantung sama sekali kepadaku. Tidak kepada mu atau Mahisa Agni. Apakah kelak aku akan membunuhmu atau memeliharamu seperti memelihara kudaku ini, itu pun tergantung sekali kepadaku. Apakah kelak aku mendjadii demikian pertjaja kepadamu dan memberikan seluruh ilmukus itupun tergantung kepadaku djuga. Tetapi mungkin djuga djustru Mahisa Agnilah jang akan menerima ilmukudaa kau akan mengalami nasib jang paling djelek
" Aku sudah siap untuk melakukan apa sadja - geram Kuda-Sempana. Dadanja sudah terlampau pepat. Dan lebih dari pada itu sebenarnja ia telah terlempar kedalam keputus-asaan jang parah. Ia sudah tidak mempunjai harapan untuk lepas dari tangan Kebo Sindet dan menghindari tjara2 jang akan dilakukan atasnja dan atas Mahisa Agni. Dalam keputus-asaan itulah maka ia kehilangan segala nalarnja
Tetapi Kebo Sindet masih tetap dalam sikapnja. Ia duduk tenang diatas kudanja jang berdjalan selangkah demi selangkah madju. Didepan mereka seonggok tanah mendjorok dari permukaan rawa2 jang masih berkabut. Remang2 dian tara sulur2 jang berdjuntai dari pepohonan jang tumbuh di atas tanah berlumpur.
" Mungkin Mahisa Agni masih tidur. - gumam Kebo Sindet. Tetapi Kuda-Sempana sama sekali tidak menjahut,
Sedjenak kemudian, mereka telah memandjat pinggir rawa2 itu dan sesaat kemudian mereka telah berdiri diatas tanah jang lembab basah, tetapi sudah tidak digenangi oleh air jang keruh.
Ajo, suruh Mahisa Agni menjediakan makan dan minum kita - berkata Kebo Sindet.
Kuda sempana tidak mendjawab. Hai itu telah mendjadi kebiasaan. Dan kebiasaan itupun kali ini dilakukannja dengan hati jang kosong.
Kebo Sindet menarik nafas dalam2 ketika ia melihat Kuda-Sempana mendahuluinja. Tetapi iapun kemudian mengikuti dibelakangnja. Tiba-tiba ia mendjadi tjemas, apabila Kuda-Sempana tanpa setahunja telah membunuh Mahisa Agni, supaja mereka tidak dapat diadu seperti ajam djantan atau seperti tjengkerik jang ganas.
Tetapi Kuda Sempana tidak mendjumpai Mahisa Agni didalam sarang mereka. Itupun tidak mengherankannja, karena mahisa Agni sedang berkeliaran disektiar pulau di tengah2 rawa2 itu. Mungkin untuk mentjari kaju, mungkin untuk mengail.
Untuk memanggilnja Kuda Sempana dapat membunjikan tanda jang terbantung dimulut sarang mereka. Tetapi kali ini Kuda Sempana tidak berminat untuk memanggilnja. Tanpa diketahui sebab2nja, ia ingin mentjari sadja Mahisa Agni disekitar sarang mereka. namun langkahnja tertegun ketika ia mendengar Kebo Sindet bertanja -- Kenapa tidak kau panggil saja anak setan itu dengan tanda.
Kuda Sempana tidak segera dapat mendjawab.
- Apakah kau akan mentjarinja dan membunuhnja "
- Tidak - djawab Kuda Sempana - aku sama sekali tidak bernafsu untuk melakukannja.
Kebo Sindet tidak menjahut, tetapi ia melangkah pe-lahan-lahan kemuka sarangnja. Ia akan membunjikan tengara sendiri untuk memanggil Mahisa Agni.
Kuda-Sempana berdiri saja mengawasinja. Tampaklah dahinja berkerut-merut. hal jang demikian itu hampir tidak pernah dilakukannja. Biasanja ia berteriak sadja menjuruhnja membunjikan tanda itu. Tetapi kali ini, ia melakukannja sendiri.
Tetapi sebelum tengara itu berbunji, mereka berpaling ber-sama-sama. Mereka mendengar langkah ber-laris dari balik dedaunan perdu. Dan sedjenak kemudian mereka melihat Mahisa Agni muntjul dengan nafas ter-engah2.
Kebo Sindet berdiri tegak sambil memandangnja dengan tadjam, Pe-lahan-lahan Mahisa Agni kemudian berdjalan mendekatinja Sekali-sekali ia berpaling kearah Kuda-Sempana dengan penuh kebimbangan.
Tetapi tiba-tiba tubuh anak muda itu terlempar ketika kaki Kebo Sindet menyentuh pahanja. Mahisa Agni2 djatuh berguling beberapa kali Sambil menjeringai ia berkata - Ampun tuan.
" Setan - geram Kebo Sindet " dari mana kau sepagi ini "
" Aku sedang bersiap untuk mengail tuan
" Bohong, Kau pasti masih tidur pemalas,
" Tidak tuan. Aku sudah bangun sebelum fadjar, Aku sedang mengail,
Tjepat, sediakan minum dan makan kami, Djangan menunggu aku marah.
" Ja tuan, Mahisa Agnipun segera berlari-lari meninggalkan Kebo Sindet untuk menjiapkan makan dan minum mereka. Dengan tergesa-gesa dipungutnja se-onggok kaju dan dimasukkannja ke dalam mulut perapian
Sementara itu Kebo Sindet masih berdiri tegak ditempat nja. Ketika ia melihat Mahisa Agni, maka bergeloralah isi dadanja. Ia mendjadi sangat muak dan djemu. Hampir2 ia kehilangan pertimbangan dan memukulnja sampai pingsan. Tetapi ketika dilihatnja Kuda-Sempana, maka teringatlah ia akan permainan jang dapat diselenggarakannja. " Mudah2n menjenangkan. Menilik keadaan Mahisa Agni sekarang, maka ia tidak akan dapat mengalahkan Kuda-Sempana dengan segera dan sebaliknja, Mereka akan dapat mendjadi tjengkerik aduan jang baik, Alangkah senangnja apabila Permaisuri mengetahuinja, bahwa kakaknja disini tidak lebih dari pada seekor tjengkerik jang tidak dapa tmenghindarkan diri dari gelanggang pertarunan.
Meskipun wadjahnja sama sekali tidak berkesan apapun2 tetapi Kebo Sindet itu tertawa didalam hatinja. Tanpa dikehendakinja sendiri, dipandanginja Kuda-Sempana dari udjung kaki sampai keudjung kepalanja, Se-olahs ia sedang menilai, apakah keduanja tjukup seimbang.
Namun dengan litjiknja ia berkata " Kuda-Sempana. Djangan mentjari kesempatan untuk membunuh Mahisa Agni. Dengan demikian maka kita tidak dapat membalas sakit hati kita kepada Permaisuri itu se-baik2nja. Kita harus menemukan tjara untuk membuat Permaisuri itu menjesal karena sikapnja dan kekikirannja. Ia harus disiksa oleh penjesalan sepandjang umurnja.
Kuda-Sempana tidak menjahut. Bahkan dilontarkan pandangan matanja djauh kedalam semak2 dipinggir rawa2. sorot matanja benar-benar telah mentjerminkan keputus-asaan dan kegelapan hati. Hidup bagi Kuda-Sempana kini telah tidak mempunjai arti apapun lagi.
Ingat2lah Kuda-Sempana. -- berkata Kebo Sindet jang tidak mempedulikan sama sekali perasaan anak muda itu -- djangan kau bunuh, bahkan djangan kau sakiti anak itu.
Kuda-Sempana masih sadja berdiam diri. ia masih belum berandjak dari tempatnja ketika Kebo Sindet emudian melangkahkan kakinja masuk kedalam sarangnja jang lembab dan gelap.
Sesaat Kuda-Sempana masih berdiri mematung. Sekilas tersirat dikepalanja peristiwa2 jang telah mendorongnja sampai ketempat ini. Sepertjik penjesalan menjentuh hatinja, tetapi jang ada kemudian adalah kegelapan.
Seperti kehilangan kesadarannja Kuda-Sempana mengajunkan kakinja. Selangkah demi selangkah. Ia tidak tahu apa jang akan dilakukannja. ketika seberkas sorot matahari menjentuh wadjahnja, maka ditengadahkannja kepalanja. Tetapi matahari itu seolah-olah sudah tidak lagi berarti lagi baginja Sama sekali tidak terasa gairah kehidupan jang terpantjar lewat sinarnya jang putih.
Semuanja sudah tidak berarti lagi baginja. Kenangan masa lampaunja, hidup kini, dan mungkin umuinja jang masih akan didjalaninja, semuanja sudah tidak berarti. Bab kan penjesalanpun sama sekali sudah tidak berarti lagi bagi nja. Semuanja sudah terlambat. Ia sudah berada dalam dunia jang asing.
Tiba-tiba langkah Kuda-Sempana itu terhenti. Ia melihat Mahisa Agni duduk dimuka perapian. Diatas perapian itu terdjerang sebuah belanga jang berisi air, dan sebuah lagi untuk menanak nasi.
Kuda-Sempana sendiri tidak tahu, kenapa ia mendekatinja. Diperhatikannja Mahisa Agni itudengan saksama. Dipandanginja api jang se-oiah2 sedangme-ronta2 mendjilat belanga2 jang terletak diatasnja.
Pe-lahan-lahan Mahisa Agni berpaling. Tetapi ia masih sadja duduk dimuka perapian. Bahkan kemudian ditundukkannya kepalanja. Dipandanginja mulut perapiannja seperti baru se kali ini dilihatnja.
" Mahisa Agni " tiba-tiba ia mendengar Kuda-Sempana berdesis perlahan sekali.
Mahisa Agni sekali lagi berpaling. Tetapi ia tidak djuga berandjak dari tempatnja. Namun ia merasakan suatu keanehan pada nada suara Kuda-Sempana. Suara itu sama sekali bukan panitjaran dari perasaan dendam dan kebentjian. Bahkan pada sikapnjapun Mahisa Agni tidak melihat lagi dendam jang membara didalam dada Kuda-Sempana.
Tetapi Kuda-Sempana tidak meneruskan kata2nja. Wadjahnja tampak mendjadi muram, namun sekali lagi Mahisa Agni mendjadi heran. Kuda Sempana itu pergi meninggal kannja tanpa mengutjapkan sepatah katapun lagi.
Tetapi belum lagi Kuda-Sempana itu berandjak lima langkah dari tempatnja, iapun tertegun. Ketika ia berpaling, oleh suara gemersik disampingnja, ia melihat Kebo Sindet telah berdiri tidak djauh dari padanya. Kuda-Sempana kemudian
mendjadi atjuh tidak atjuh sadja. Ia melangkah terus meninggalkan tempat itu.
" Hem - terdengar suara Kebo Sindet - aku sangka kau akan membunuhnja.
" Sudah aku katakan, aku tidak bernafsu lagi - sahut Kuda-Sempana.
" Bagaimana kalau aku tidak datang kemari"
" Aku tidak tahu kalau paman ada disini.
Kebo Sindet tidak mendjawab. Dibiarkannja Kuda-Sempana pergi mendjauh. Baru ketika Kuda-Sempana telah hilang dibalik gerumbul Kebo Sindet itu berpaling kepada Mahisa Agni sambil menggeram - Mahisa Agni. Nasibmu adalah nasib jang paling djelek dari setiap orang jang pernah aku temui. Adikmu ternjata terlampau kikir dan Akuwu Tunggul Ametung adalah seorang jang paling gila di Tumapel. Sebenarnja aku tidak memerlukan kau lagi. Dan kau dapat menduga, apakah jang akan aku lakukan atasmu. Tatapi sebelum kau aku tjintjang2 di-alun2 Tumapel, maka kau akan mendjadi permainan jang menjenangkan. Bukankah kau masih berani berkelahi melawan Kuda-Sempana " He "
Mahisa Agni tidak mendjawab. Tetapi kepalanja menunduk dalam2.
- Setiap kali kau harus berkelahi. Aku disini tidak akan mendjadi kesepian lagi. Mugnkin kalian berdua akan aku bawa ke-tempat2 perdjudian. Kalian harus berkelahi. Ber-sungguh2. aku tahu apakah kalian ber-sungguh2 atau tidak. Perkelahian jang demikian pasti akan menjenangkan orang-orang jang melihatnja.
Mahisa Agni masih menundukkan kepalanja. Tetapi mengumpat didalam hatinja. Kebentjiannja Kebo Sindet mendjadi semakin meluap sampai diujung rambutnja. Tetapi ia masih belum berbuat sesuatu. Ia ingin tahu lebih banjak apa jang akan dilakukan oleh Kebo Sindet. Namun sekali-sekalisekali terpertjik pula pertanjaan didalam hatinja - Apakah aku sekarang telah mampu mengalahkannja, se-tidak2nja mengimbanginja "
Tetapi Mahisa Agni masih menahan diri. Kedua orang jang memberinja bekal olah kanuragan masih berpesan kepa danja - Agni, kalau kau mempunyai waktu, djangan tergesa-gesa. Kau harus mejakinkan dirimu sendiri. Ketjuali apabila kau telah disudutkan kedalam suatu keadaan, bahwa kau harus melakukan perlawanan untuk keselamatanmu. - Dan kadang-kadang Mahisa Agni hampir tidak bersabar lagi menunggu Kebo Sindet memaksanya untuk membela dirinja. Apalagi kini ia men dengar bahwa ia akan didjadikan sematjam binatang aduan. Maka kesempatan jang ditunggunja itu pasti akan mendjadi lebih lama lagi.
" Tetapi aku dapat mempertjepat " desis Mahisa Agni didalam hatinja- Kalau aku tidak mau berkelahi melawan Kuda-Sempana, maka aku akan mendapatkan kesempatan itu. Melawan Kebo Sindet sendiri.
Tetapi Mahisa Agni masih djuga menundukkan kepalanja. Ia mendengar Kebo Sindet mendekatinja dan berdiri dekat dibelakangnja. Didalam hatinja ia berkata " Kalau kau mulai lagi Kebo Sindet, mungkin aku akan kehilangan kesabaran untuk menunggu lebih lama lagi. Langit mendjadi semakin suram, dan mendung mendjadi semakin tebal. Aku harus Segera berada dipadang Karautan. " Namun kemudian ia menggeram didalam hatinja pula " Ajolah Kebo Sindet. Aku sudah djemu menunggu dineraka ini.
Tetapi Kebo Sindet tidak berbuat apa2. Ia masih berdiri sadja dibelakang Mahisa Agni. Baru sedjenak kemudian ia berkata " Kau harus berusahaa memperpandjang hidupmu Kau harus bersedia berkelahi. Kalau tidak, nasibmu benar-benar terlampau djelek. Tetapi kalau kau berhasil menjenangkan aku dan orang-orang lain jang melihat perkelahian itu, maka umurmu akan bertambah pandjang,
Mahisa Agni sama sekali tidak mendjawab. Tetapi kemuakan dan kemarahan semakin membara didadanja,
" Nah, bekerdjalah baik2. Kau akan mendapat kesempatan untuk melatih diri. Mengulang dan mempeladjari unsur2 gerak jang telah kau lupakan. Kau akan langsung berada dibawah pengawasanku. Mungkin hari ini, atau besok atau kapan sadja, aku ingin melihat kau berkelahi sebelum aku dapat menentukan keseimbangan diantara kalian.
Hampir2 Mahisa Agni tidak dapat mengendalikan diri. Tetapi dengan se-kuat2 tenaganja ia memaksa dirinja untuk duduk tepekur dimuka perapian. Hanja kadang-kadang tangannja sadja jang bergerak mendorong kaju bakarnja lebih dalam diperapian.
- Nah, bekerdjalah - desis Kebo Sindet kemudian - tetapi djangan mentjoba untuk membunuh diri. Sama sekali tidak menjenangkan. Dalam waktu sehari rakjat Tumapel akan mendengar berita itu dan pasti akan selalu memperkatakan kau. Seorang jang dahulu disegani, kakak Permaisuri Ken Dedes, ternjata mati membunuh dirinja.
Mahisa Agni menarik nafas dalam2 untuk mengendapkan kemarahan didalam dadanja. Tetapi ia belum berbuat apa2.
- Lakukan pekerdjaanmu dengan baik. Aku akan beristirahat. Ingat, kau pada saatnja akan mendapat kesempatan dan kedudukan jang sama dengan Kuda-Sempana.
Kebo Sindet itupun kemudian melangkah pergi meninggalkan Mahisa Agni jang masih duduk dimuka perapiannja. Ketika Mahisa Agni itu mengangkat wadjahnja maka Kebo Sindet telah hilang dibalik pepohonan.
Waktu itu tidak akan lama lagi, desis Mahisa Agni perlahan2. Ia masih berhasil menahan darahnja jang hampir mendidih.
Ketika air dan nasi jang didjerangnja telah masak, maka Mahisa Agnipun segera menghidangkannja seperti biasa. Ditaruhnja air panas itu kedalam mangkuk dan nasinjapun telah disediakannja didalam tjeting bambu. Ia mengharap, bahwa pada saat Kebo Sindet makan ia mendapat kesempatan untuk menemui gurunja dan mPu Sada jang saat itu berada tidak djauh dari tempat itu pula.
Seperti biasanja, Kebo Sindet dan Kuda-Sempanapun segera duduk diatas sebuah amben kaju jang kasar, menikmati hidangan jang telah disediakan oleh Mahisa Agni. Nasi jang hangat dengan ikan air jang telah dikeringkan dengan dibubuhi garam.
Ketika Kebo Sindet dan Kuda-Sempana sedang sibuk memilih dan menjisihkan duri ikan kering jang dimakannja, maka dengan tergesa-gesa Mahisa Agni menjelinap kedalam gerumbul dibelakang sarang iblis itu. Ditempat jang rimbun, ditemuinja gurunja dan mPu Sada memang sedang menunggunja.
"Agaknja Kebo Sindet kali ini gagal lagi guru " berkata Mahisa " tetapi ia mempunjai suatu tjara jang sangat litjik. Ia ingin mendjadikan aku dan Kuda-Sempana ajam sabungan
Kedua prang tua2 itu mengerutkan keningnja. Apalagi ketika Mai isa Agni mendjelaskan apa jang telah didengarnja dari Kebo Sindet.
"Iblis itu benar-benar tidak berperasaan. " desis mPu Purwa " ia dapat berbuat apa sadja diluar dugaan kita. Karena itu Agni, kau harus mempersiapkan dirimu se-baik2nja. Kau akan berhadapan dengan iblis iiu. Meskipun, mungkin ilmumu sudah tidak kalah lagi dari ilmu Kebo Sindet menurut aliran masing2, tetapi dalam keadaan jang gawat maka Kebo Sindet dapat berbuat apa sadja. Ia dapat herbuat hal2 diluar dugaan. Mungkin kau akan terkedjut dan kau akan kehilangan waktu sekedjap. Jang sekedjap itu mungkin akan dapat dipergunakan oleh iblis itu dengan buasnja. Apakah kau mengerti maksudku "
Mahisa Agni meng-angguk2kan kepala " Ja, aku tahu guru.
" Nalar dan perasaanmu harus kau kuasai se-baik2nja Agni " berkata mPu Sada " kalau kau gagal hanja karena kekasaran dan kebuasan lawanmu, maka kau akan mengetjewakan kami. Karena itu persiapkan dirimu. Bukan hanja kemampuan lahir, tetapi djuga batinmu. Kau harus berdiri diatas landasan jang sudah kau letakkan. Iblis itu memang harus dilenjapkan karena pokalnja jang membahajakan sendi2 peradaban. Sehingga apapun jang akan diiakukan, jang barangkali sama sekali tidak kau sangka2 sekalipun, djangan menggojahkan nalar dan perasaanmu. Kau tidak boleh kehilangan akal,
Ja mPu " sahut Mahisa Agni sambil menundukkan kepalanja.
-Tetapi, bagaimana dengan Kuda-Sempana " bertanja mPu Sada tiba-tiba2.


02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku melihat beberapa keanehan padarja " djawab Mahisa Agni, jang kemudian mentjeriterakan apa jang dilihatnja atas anak muda itu.
Mahisa Agni terkedjut ketika ia mendengar mPu Sada berdesis " Kasihan anak itu. Tidak semua kesalahan dapat dibebankan kepadanja. Sebenarnja ia bukan seorang jang terlampau djahat. Tetapi aku telah ikut mendotongnja ketempatnja jang aekarang Agaknja kini ia telah benar-benar kehilang arah hidupnja. Ia merasa bahwa hidupnja sama sekali sudah tidak mempunjai arti lagi.
-Ja mPu " sahut mPu Purwa " ia telah didorong oleh keadaan, apalagi ternjata Kuda-Sempana kemudian kehilangan keseimbangan berpikir, sehingga ia telah kehilangan arah dan kehilangan tempat berpidjak
mPu Sada meng-angguk2kan kepalanja. Dan terdengar ia bergumam " Akulah jang seharusnja meluruskan djalannja pada waktu itu. Tetapi aku djustru ikut mendjerumuskannja " Orang tua itu berhenti sedjenak. Wadjahnja mendjadi muram. Lalu sedjenak kemudian ia berkata " Agni. Bagaimanakah kira2 dengan Kuda-Sempana itu " Apakah ia masih mendendammu "
-Aku tidak tahu mPu. Tetapi aku melihat keanehan itu.
mPu Sada mengerutkan keningnja. Katanja kemudian - Agni. Apakah kau dapat menunda perasaan muakmu terhadap Kebo Sindet sehari dua hari " Meskipun kini kau telah siap menghadapinja, tetapi aku masih ingin mengandjurkan kau menundanja. Kalau kau sempat melakukan keinginan Kebo Sindet, kau akan mengetatui perasaan Kuda-Sempana jang sesungguhnja. Apakah ia masih tetap mendendammu ataukah ia telah benar-benar kehilangan .nafsunja itu karena hidupnja sendiri jang seolah-olah sudah tidak berarti apa2 lagi. Kalau ia masih sadja mendendammu seperti dahulu Agni, aku serahkan ia kepadamu. Apa sadja jang akan kau lakukan. Tetapi kalau ia telah kehilangan nafsunja itu karena alasan apapun, apakah kau mau memberinja sedikit sadja peluang.
Kening Mahisa Agni mendjadi berkerut. " Maksud mPu " " bertanja Mahisa Agni itu,
mPu Sada mendjadi ragu-ragu. Dipandangnja mPu Purwa sedjenak seolah-olah ingin mendapat pertimbangan dari pada nja " Maksudku ngger, apabila Kuda-Sempana itu sudah tidak lagi mendendammu karena alasan apapun, mungkin bukan karena kesadaran tentang kekeliruannja, sebab mungkin ia hanja sekedar didera oleh keputus-asaan dan tidak tahu arah hidupnja lagi, namun aku ingin minta maaf kepadamu untuknja. Aku ingin mentjoba memperbaiki tingkah lakunja sebagai tebusan dari kesalahan2 jang aku buat selama ini.
Mahisa Agni menarik nafas dalam2. Seperti mPu Sada maka sekilas ditatapnja wadjah mPu Purwa untuk mendapatkan pertimbangannja. Dan didengarnja gurunja berkata " Itu adalah wadjar sekali mPu. Kalau Kuda-Sempana sudah kehilangan nafsunja untuk membalas dendam, maka Agnipun harus rnelenjapkan segala matjam permusuhan jang ada di antara mereka. Mahisa Agni memang seharusnja berbuat sesuatu tanpa dilandaskan pada perasaan dendam dan kebentjian. Jang dilakukannja atas Kebo Sindetpun seharusnja tidak diberatkan kepada dendam dan kebentjian Tetapi ketjintaannja kepada kebebasan diri, kepada adiknja Ken Dedes kepada orang-orang Panawidjen dipadang Karautan, kepada semua orang jang mungkin akan raengalami bentjana karena tingkah laku Kebo Sindet, Itulah jang harus mendjadi landasan perbuatannja. Sehingga aku kira Mahisa Agni tidak akan berkeberatan apapun untuk melepaskan sikap permusuhannja terhadap Kuda-Sempana. Apalagi Kuda-Sempana, seandainja, ja hanja sekedar seandainja, Kebo Sindet dapat merubah dirinja, tingkah laku dan angan2nja, maka tidak ada manf aatnja untuk membunuhnja. Tetapi itu hanja dapat terdjadi didalam mimpi sadja2.
mPu Sada meng-angguk2kan kepalanja. Ketika ia memandang wadjah Mahisa Agni, ia melihat pengertian mentjar dari wadjah anak muda itu, sehingga dengan serta-merta mPu sada berkata - Terima kasih. Agaknja Mahisa Agnipun berpendirian demikian pula. Kemana air menitik, maka demikian pula agaknja sifat2 gurunja melimpah kepadanja.
Ah - desah mPu Purwa - kau memudji. Terima kasih.
mPu Sada tersenjum. Lalu katanja - Bagaimana Mahisa Agni "
- Aku tidak berkeberatan, mPu. Aku memang melihat sesuatu pada dirinja. Mungkin ia mendapatkan kesadarannja. Atau mungkin seperti jang mPu katakan - djawab Mahisa Agni. Meskipun demikian masih djuga terasa sesuatu bergetar didalam dadanja. Adalah terlampau sulit untuk melupakan begitu sadja semua persoalan jang pernah timbul diantara dirinja dengan Kuda-Sempana. Adalah terlampau sulit untuk degagan sebuah senjuman berkata - Kau telah aku maafkan Kuda-Sempana.
Tetapi kedua orang tua2 jang selama ini telah menempanja berpendapat demikian. Mereka, apalagi mPu Sada, telah dengan terang, minta maaf untuk bekas muridnja itu. Apakah dengan demikian ia akan berkeras pada pendiriannja. Dan terngiang ditelinganja kata2 gurunja - Kalau Kuda-Sempana sudah kehilangan nafsunja untuk membalas dendam maka Mahisa Agnipun harus melenjapkan segala matjam permusuhan jang ada diantara mereka.
Mahisa Agni itupun kemudian mentjoba untuk dapat melakukannja. Untuk dapat memaafkan Kuda-Sempana. Ia merasa bahwa seharusnja hal itu memang dilakukannja. Hanja kadang-kadang sadja perasaannja masih djuga melondjak. Namun dengan penuh pengertian ia berkata didalam hatinya.
- Aku memang harus melupakan segala permusuhan itu. mPu Sada telah banjak berdjasa kepadaku disamping guru. Orang tua itu telah dengan suka rela memberikan dasar2 dan kemudian dengan berbagai pantjarannja Adji jang selama ini mendjadi puntjak kekuatannja. Ia telah bersedia pula ber-sama-sama gurunja mentjari bentuk keserasian dari kedua Adji jang ada pada orang tua2 itu. Dan hasilnja adalah dahsjat sekali.
Mahisa Agni itu tersedar ketika ia mendengar gurunja berkata " Kembahlah kepada Kebo Sindet. Mungkin ia telah selesai makan, Kau harus berbuat seperti biasa. Dan kau harus menunggu saat jang se-baik2nja. Ingat, kau harus mempersiapkan dirimu lahir dan batin. Aku sudah tidak mentjemaskan ilmumui lagi. Kau telah mendjadi seorang jang akan mampu mengladapinja. Ilmumu sudah tjukup
Mahisa Agni menganjkat wadjahnja. Tanpa disengadja ia menengadahkan wadjahnja menatap langit. Memang kadang-kadang mendung telah mengalir semakin sering. Bahkan gerimis2 ketjil kadang-kadang telah djatuh pula,
"Belum terlampau tergesa-gesa Agni. " berkata gurunja " dipadang Karautan masih ada Ki Bujut Panawidjen dan masih ada pula Ken Arok dan pasukannja,
Mahisa Agni menarik nafas dalam2. Agaknja gurunja mengerti apa jang sedang bergoiak didalam hatinja.
Dan ia mendengar gurunja itu berkata pula - Kembalilah kepada Kebo Sindet dan Kuda-Sempana.
"Baik guru - djawab Mahisa Agni, jang kemudian minta diri kepada gurunja dan mPu Sada,
Keiika ia telah berada didekat sarang iblis itu, ia rnende ngar namanja dipanggil. Dangan tergesa-gesa ia berlari, masuk kedalam, langsung mendapatkan Kebo Sindet dan Kuda-Sempana jang masih duduk menghadapi sisa2 makanannja.
"He, keraana kau tikus malas" - bentak Kebo Sindet.
" Aku sedang mengambil kail jang tadi pagi sudah aku siapkan dipinggir rawa2.
" Setan alas, Kenapa kau tinggalkan kami jang sedang makan" Apakah tidak dapat kau ambil nanti sesudah kami selesai "
Mahisa Agni tidak mendjawab. Tetapi kepalarja ditundukkannja.
" Bawalah sisa2 ini pergi. Ambilkan air. Tjepat.
Segera Mahisa Agni rncmutar tububnja. Tetapi ketika ia baru sadja melangkah, tiba-tiba ia mendengar Kebo Sindet berteriak - Kenapa barang2 ini tidak kau bawa sama sekali ke" Kau memang terlampau bodoh,
Dengan ragu-ragu Mahisa Agni mendekat. Tetapi beberapa langkah dari amben tempat duduk Kebo Sindet, ia tertegun Kemudian terasa matanja mendjadi panas Kebo Sindet telah melemparkan sisa2 nasinja kewa dah Mahia Agni.
Mahisa Agni menarik nafas dalam2. Segera ia berdjongkok untuk memunguti gum a!au2 nasi dan mangkuk tanah jang petjah terbanting dilantai,
Ambil. Ambil semua itu. Kau harus memakannja.. Mengerti"
Mahisa Agni tidak segera mendjawab. Ditjobanja untuk menenangkan gelora didadanja. Hampir2 ia tidak dapat menahan diri lagi untuk bersabar Hampir2 sadja ia melontjat menerkam wadjah Kebo Sindet jang beku seperti majat. Tetapi ia masih selalu ingat pesan gurunja. Ia harus mentjari saat jang se-baik2nja. Apalagi kini ia mendapat pesan baru dari mPu Sada, untuk mejakinkan, apakah Kuda-Sempana benar-benar sudah tidak mendedamnja.
Mahisa Agnipun kemudian mcnirggalkan ruangan itu, membawa mangkuk2 tanah dan sisa2 makanan kebelakang, namun ia masih harus segera kembali membawa air untuk Kebo Sindet.
" Setan - geram Kebo Sindet - kau memang terlampau malas. Untuk mengambil air semangkuk ketjil sadja, kau mmerlukan waktu hampir seudjung pagi - Hampir sadja mangkuk itu melajang kewadjah Mahisa Agni. Tetapi Kebo Sindet mengurungkan niatnja. Ditatapnja wadjah Mahisa Agni lama2. Kemudian pandangan matanja berkisar kepada Kuda-Sempana.
Tiba-tiba sadja ia berteriak - Sekarang. Aku ingin melihat kalian berkelahi sekarang. Nah Kuda-Sempana. Aku minta tolong kepadamu. Adjarilah anak ini supaja tidak terlampau malas. Tjepat. Kalian harus berkelahi. Aku akan melihat. Tjepat-
Dada Mahisa Agni berdesir mendengar kata22 itu Tanpa sesadarnja dipandanginja wadjah Kuda-Sempana Tampaklah wadjah itupun menegang, Agaknja Kuda-Sempana mendjadi terkedjut djuga mendengarnja. Djustru karena itu maka untuk sedjenak ia diam mematung.
" Apakah kalian tidak mendengar, sekali lagi Kebo Sindet berteriak - Ajo, tjepat kehalaman,
Kebo Sindetlah jang segera melontjat berdiri. Didorongnja Mahisa Agni sehingga anak muda itu hampir2 sadja djatub terdjerembab, Kemudian Kebo Sindet itu berpaling kepada Kuda-Sempana " Ajo mulailah. Memang kau dahulu dapat dikalahkan oleh Mahisa Agni. Tetapi kau sudah mendapat beberapa tambahan Ilmu dari Kernundungan. Seharusnja kau kini mendjadi djauh lebih kuat dari Mahisa Agni. Tetapi djustru karena itu aku harus selalu mengawasi perkelahian itu, supaja kau tidak terdorong untuk membunuhnja.
Kuda Sempana mendjadi ber-debar2. Tetapi kemudian tumbuhlah sikap atjuh tidak atjuhnja itu lagi. Dengan kepala kosong ia berdiri dan melangkah mengikuti Kebo Sindet kehalaman.
- Kenmri kalian berdua, Kebo Sindet masih sadja ber-teriak2.
Keduanja segera mendekat. Tetapi ada perbedaan perasaan jang beiketjamuk didalam dada keduanja. Kuda-Sempana hampir atjuh tidak atjuh sadja atas apa jang akan terdjadi. Kalau kemudian ia bersiap untuk berkelahi, bukan lagi karena didorong oleh nafsunja untuk berkelahi. Ia hanja sekedar melakukan perintah Kebo Sindet seperti ia melakukan perintah2nja jang lain dengan hati jang kosonp. Tanpa maksud, tanpa tudjuan dan tanpa pertimbangan2 lain, Sedang didalam dada Mahisa Agni bergolak suatu prrasaan ingin tahu, seperti djuga mPu Sada ingin tahu, apakah Kuda-Sempana masih memiliki nafsu2 dan dendamnja terhadap Mahisa Agni. Namun bahwa sekarang djuga ia harus berkelahi, itu telah tnengedjutkannja.
"Tidak ada bedaaja, berkata Mahisa Agni didalam hatinja, sckarang atau nanti atau bcsuk. Semakin tjepat semakin baik. Aku segera mendapat keputusan. Dengan demikian aku akan segera dapat menjelesaikan tugas "ni. Menjingkirkan Kebo Sindet, sebelum aku kembali kepadang Karautan.
Kini keduanja telah berdiri bcrhadapan. Tetapi wadjah2 mereka jang sama sekali tidak memantjarkan gairah untuk berkelahi, telah sangat mengetjewakan Kebo Sindet. Sehingga tiba-tiba ia berteriak pula " Ajo, tjepat. Bersiaplah untuk berkelahi. Aku ingin melihat keseimbangan jang sebenarnja diantara kalian. Kalau kalian tidak sungguh2 berkelahi, maka aku akan memaksa kalian dengan tjaraku.
Tiba-tiba sadja Kebo Sindet itu melontjat meraih ranting sebesar ibu djari. Katanja kemudian " Tubuh kalian akan dibekasi oleh djalur2 dari tjambukku ini. Aku akan dapat memperlakukau kalian seperti seekor tjengkerik, tetapi djuga dapat memperlakukan kalian seperti seekor lembu penarik pedati. Aku dapat sekedar menggelitik kalian, tetapi aku djuga dapat memukul kalian sampai pingsan sekalipun. Nah, sekarang bersiaplah.
Tidak ada pilihan lain bagi keduanja. Mereka melihat Kebo Sindet meng-atju.ng2kan ranting ditangannja Sekali-sekali disentuhnja Mahisa Agni dan sekali-sekali Kuda-Sempana. Dergan tongkat ketjil itu didorongnja kedua anak2 muda itu madju semakin dekat
"Tetapi supaja perkelahian ini adil " berkata Kebo Sindet itu " serahkanlah pedangmu.
Kuda-Sempana jang sudah mendjadi semakin atjuh tidak atjuh lagi kepada dirinja sendiri, dengan tanpa mendjawab sepatah katapun menarik pedangnja dan dibcrikanrja kepada Kebo Sindet.
"Bagus " berkata Kebo Sindet sambil menerima pedang itu " sekarang bersiaplah untuk mulai.
Kini kedua anak2 muda itu telah berdiri berhadapan. Tetapi keduanja sama sekali tidak memberi kepuasan kepada Kebo Sindet. Wadjah Kuda-Sempana kosong dan beku,
sedang wadjah Mahisa Agni diwarnat oleh keragu-raguan dan kebimbangan
"Djangan membual aku ketjewa. Kalian tahu, akibat dari keketjewaanku,
Kedua anak muda itu tidak mendjawab.
"Ajo tjepat, mulailah.
Ketika keduanja masih berdiri sadja mematung, maka Kebo Sindet hampir2 kehilangan kesabarannja Disetuhnja sekali lagi tubuh anak2 muda itu dengan ranting ditangannja, Tetapi kali Ini agak lebih keras sedikit.
Mahisa Agni menarik naifas dalam2. Ia sedang berdjuang untuk menahan perasaannja. Ia sedang berusaha keras untuk tidak segera melontjat menjerang Kebo Sindet sendiri Djustru karena itu maka tampaklah ia selalu ditjengkam oleh kebimbangan. Namun dalam tangkapan Kebo Sindet, Mahisa Agni kini benar-benar sudab kehilangan keberarian untuk berbuat sesuatu.
"Ajo Agni. Aku menghendaki kau berkelahi. djangan takut, Kau harus benar-benar berkelahi membela dirimu Kalau kau kalah, maka kau akan menjesal nanti, sebab tubuhmu akan mendjadi merah biru, Aku akan memukuli kan dengan ranting ini. Sebaliknja demikian djuga Kuda-Sempana Tegasnja, siapa jang kalah, akan mendapat hukumatinja. Tjepat sebelum aku kehilangan kesabaran
Sentuhan2 tongkat Kebo Sindet jang sebesar ibu djari itu, telah berhasil mendorong keduanja mendjadi semakin dekat Djarak mereka tinggal beberapa langkah sadja Keduanja kini benar-benar telah bersiap untuk memulai dengan sebuah permainan gila2an jang sangat memuakkan. Telapi tidak seorangpun diantara keduanja jang bernafsu untuk memulainja.
"He, apakah kalian telah ber-sama-sama mendjadi bantji he" " terdengar suara itu lagi.
Ketika keduanja masih sadja berdiri ditempatnja Kebo Sindet mendjadi semakin marah. Maka kini ia tidak hanja sekedar menjentuh tubuh2 jang berdiri kaku itu. tetapi kini ia mengajunkan ranting Itu, mendera punggung Mahisa Agni " Ajo, kan harus segera mulai
Terasa sengatan ranting ketjil itu seperti menjobek kulit. Tetapi Mahisa Agni jang sekarang, bukan Mahisa Agni jang dahulu. Ketahanan tubuhnja telah berkembang melampaui kebanjakan orang. Hanja sesaat kemudian ia sudah berhasil melenjapkan perasaan pedih dan njeri. Namun Mahisa Agni masih djuga menjeringai sambil me-raba2 punggungnja. Bahkan terdengar ia berdesis dan mengeluh pendek.
" Ajo, tjepat. Kalau kan tidak mau mulai, maka aku akan mengulanginja semakin lama semakin keras. Mungkin kau akan pingsan karenarja, atau bahkan kalau aku fcenar2 kehilangan kesabaranku, umurmu akan berachir hari ini. " teriak Kebo Sindet.
Mahisa Agni segera memperbaiki sikapnja. Ia tidak ingin mendapat pukulan-pukulan lagi. Bukan karena ia tidak akan dapat menahan sakit, tetasi ia takut kalau ia kehilangan kesabarannja pula seperti Kebo Sindet,
Karena itu maka segera ia mclangkah madju semakin dekat dengan Kuda-Sempana. Dengan demikian maka Kuda Sempanapun telah bersiap pula menerima serangan Mahisa Agni.
Sesaat kemudian, maka Mahisa Agnipun telah melontjat menjerang Kuda-Sempana. Tangannja terajun langsung mengarah dada lawannja. Tetapi Kuda-Sempana telah siap menunggunja. Karena itu maka dengan gerakan jang sederhana ia berhasil menghindari serangan itu.
" Oh, kau benar-benar sudah gila Mahisa Agni " teriak Kebo Sindet. Ia mendjadi marah melihat tjara Mahisa Agni menjerang, Seperti anak2 jang berkelahi berebut makanan. Tanpa perhitungan dan tanpa un"ur2 gerak ilmunja jang terkenal.
" Ingat " berkata Kebo Sindetl kemudian " kalau kau tidak berkelahi ber-sungguh", maka kau akan ketjewa.
Terdengar Mahisa Agni berdesis. ia mengalami kesulitan dalam perkelahian ini. Ia harus berusaha untuk membuat dirinja tidak lebih baik dari Kuda-Sempana Ketika ia mentjoba menjederhanakan gerak nja, ternjata gerak itu terlampau
sederhana sehingga Kebo Sindet mendjadi ketjewa karena nja.
Namun dalam gerak selandjutnja, Mahisa Agnilah jang menjesuaikan dirinja dengan Kuda-Sempana. Meskipun Kuda-Sempana djuga berkelahi tanpa nafsu, namun tata geraknja dapat menuntun Mahisa Agni untuk menemukan tingkatan jang harus dilakukan.
"Oh, kalian memang sudah gila - Kebo Sindet meng-umpat2 Tiba-tiba ia melontjat madju. Dengan tjepatnja ranting ketji2 ditangannja telah meletjut punggung Mahisa Agni dan Kuda-Sempana sehingga keduanja mengeluh ber-sama-sama.
Kalau kalian masih sadja ber-main2, maka kalian akan mendjadi korban kebedohan kalian.
Tidak ada pilihan lain bagi Kuda-Sempana dari pada berkelahi terus. Meskipun hatinja kosong, namun ia kini mendjadi semakin tjepat bergerak. Serangan2nja mendjadi semakin mantap dan mapan. Pe-lahan-lahan dalam ketiadaan tudjuan, selain sekedar meghindarkan diri dari letjutan tongkat Kebo Sindet, Kuda-Sempana mendjadi semakin garang.
Dengan demikian maka perkelahian itupun mendjadi semakin tjepat pula. Lambat laun, setelah Kuda-Sempana dibasahi oleh keringatnja, maka iapun mendjadi semakin ber-sungguh2 Namun dalam pada itu, terasa oleh Mahisa Agni, bahwa sebenarnja Kuda-Sempana sama sekali tidak bernafsu untuk berbuat sesuatu. Terasa oleh Mahisa Agni, bahwa Kuda-Sempana hanja sekedar terdorong oleh hasratnja untuk menghindari pukulan Kebo Sindet.
Tersirat sepertjik pertanjaan didalam dada Mahisa Agni tentang lawannja itu. Kenapa Kuda-Sempana mendjadi se-akan2 telah melupakan dendamnja.
"Tentu pengaruh keadaannja sendiri jang telah mengadjarnja untuk mengerti berkata Mahisa Agni didalam hatinja " tetapi seandainja ada penjesalan didalam dadanja, namun penjesalan itu datang terlampau lambat. Meskipun demikian, meskipun terlambat, tetapi baik djuga penjesalan
itu mengekang segala kegilaannja. Gurunja jang telah menjadari kesalahannja pula, mudah2an akan dapat menuntunnja kedjalan jang lebih baik.
Mahisa Agni terkedjut ketika sekali lagi tongkat ketjil Kebo Sindet hinggap dipunggungnja. Sekali lagi ia menjeringai dan berdesis. Ternjata angan2nja telah mengekang geraknja sehingga tampaklah bahwa ia tidak berkelahi ber-sungguh2.
" Aku memperingatkan kau sekali lagi, Agni.
Mahisa Agni tidak mendjawab. Tetapi wadjah nja kini tampak ber-sungguh2. Seka!i2 ia menggeram, kemudian me lontar dengan tjepatnja menjerang lawam ja.
Kuda-Sempana terkedjut mendapat serangan jang tidak terduga2 itu. Karena itu, maka dengan tergesa-gesa ia melontjat mendjauh, namun kemudian dengan tjepatnja pula, ia membalas serangan itu dengan serangan kaki jang mengarah kelambung Mahisa Agni.
Mahisa Agni sengadja ridak menghindarkan dirinja. Ia ingin tahu, sampai dimana kekuatan serangan Kuda-Sempana kini setelah ia mendapat tuntunan ilmu Kemundungan jang kasar itu.
Ketika kaki Kuda-Sempana mengenai lambung Mahisa Agni jang se-akan2 tidak sempatn menghindarkan dirinja, maka terasa kaki itu bergetar. Kuda-Sempana merasakan kakinja membentur suatu kekuatan jang tidak terduga sebelumnja. Karena itu, maka ia terdorong oleh kekuatan serangannja sendiri beberapa langkah surut.
Sedang Mahisa Agni, terlempar beberapa langkah. Kemudian terbanting djatuh di tanah. Beberapa kali ia ber-guling2, Ketika ia berusaha untuk melontjat bangun maka kakinjapun terperosok kedalam sebuah lubang ketjil, sehingga sekali lagi ia terdjatuh ditanah. Dan sekali lagi ia tertatih-tatih untuk mentjoba bangkit dan berdiri diatas kedua kakinja.
Namun waktu jang sesaat itu telah dapat dipergunakannja untuk mengetahui kekuatan Kuda-Sempana Meskipun ia tahu bahwa Kuda-Sempanapun tidak mempergunakan se
luruh kekuatannja. Tetapi ia mendjadi heran sendiri. Sebagian ketjil dari daja tahannja ternjata telah berhasil melemparkan Kuda-Sempana beberapa langkah surut. Untunglah bahwa ia tidak rnempergunakan kekuatan jang lebih besar, sehingga Kuda-Sempana tidak mendapat tjidera karenanja.
Tetapi dengan demikian ia harus memainkan peranannja se-baik2nja. Kebo Sindet harus menjangka bahwa iapun mengalami kedjutan jang telah membantingnja.
Kini keduanja berdiri dalam djarak jang agak djauh. Tetapi menurut pengamatan Kebo Sindet. keduanja telah terpengaruh oleh benturan itu. Apalagi Mahisa Agni. Menurut penglihatan Kebo Sindet Mahisa Agni masih belum dapat mengimbangi kekuatan Kuda Sempana meskipun selisih kekuatan itu tidak seberapa. Namun dengan demikian djustru menjenangkannja. Ia akan dapat membuat keduanja mendjadi seimbang dan untuk kali lain memaksa mereka berkelahi lebih baik.
Perkelahian jang disaksikannja kali ini sama sekali tidak memuaskannja. Tetapi ia dapat mengerti. Mahisa Agni jang selama ini djiwanja selalu diguntjang oleh ketakutan dan ketjemasan pasti tidak segera dapat menemukan kekuatannja kembali. Terutama kekuatan hati untuk melawan Kuda-Sempana dengan sempurna. Karena itu, maka ia mempunjai harapan jang baik dimasa jang akan datang.
Ketika Kebo Sindet masih melihat kedua anak2 muda itu berdiri dengan tegangnja, maka dengan serta-merta ia me langkah madju dan memukul keduanja ber-ganti2 dengan tongkatnja sambil berteriak " Nah, kali ini kalian sama sekali mengetjewakan aku. Kalian berkelahi seperti ajam2 tjengeng Tetapi biarlah. Lain kali kalian harus berkelahi lebih baik. Kalian harus bersunggnh2 supaja jang menjaksikan perkelahian kalian mendjadi puas. " Kebo Sindet berhenti Sedjenak. Dipandanginja wadjah Mahisa Agni dan Kuda Sempana jang sedang menjeringai kesakitan itu ber-ganti2. Tetapi sedjenak kemudian, ketika rasa sakit dipunggung mereka telah berkurang, wadjah Kuda-Sempana mendjadi atjuh tidak
atjuh lagi, dan wadjah Mahisa Agni diselimuti oleh ketegangan dan ketakutan.
" Setan " dcsis Kebo Sindet " kalian harus bet-sungguh2. " Dan didalam hatinja ia berkata " Pada saatnja mereka akan mendjadi ajam aduan jang baik. Aku dapat membuat mereka seimbang. Pertundjukan ini akan mendjadi pertundjukan baru dilingkungan orang-orang gila. " Dan Kebo Sindet jang berwadjah majat itu tertawa didalam hati.
" Sekarang kalian boleh pergi " berkata Kebo Sindet itu bemudian. Kalian harus tetap berada dalam kehidupan kalian sehari-hari Apakah kalian mengerti "
Keduanja sama sekali tidak mendjawab. Mahisa Agni memandangi wadjah Kebo Sindet sorot mata penuh kebimbangan. Sedang Kuda-Sempana masih sadja bersikap atjuh tidak atjuh.
-" Apa lagi jang kalian tunggu " teriak Kebo .Sindet " ajo pergi sebelum aku berubah pendirian. Sebelum aku menjuruhmu berkelahi untuk kedua kalinja hari ini.
Kedua anak2 muda itu masih tetap membisu. Tetapi Mahisa Agni dengan tergesa-gesa meninggalkan tempat itu dan pergi kebelakang sarang iblis itu, sedang Kuda-Sempana berdjalan pe-lahan-lahan masuk kedalamnja. Dibelakangnja Kebo Sindet berdjalan sambil mengawasi punggung anak muda itu jang ber-djalura merah biru bekas pukulanja.
"Hem" Kebo Sindet bergumam - aku terpaksa memukulmu. Kau tidak memuaskan hatiku karena kau tidak mau ber-sungguh2 melawan Mahisa Agni. Aneh, kau jang selama ini mendendamnja, ketika aku memberi kesempatan, kau sama sekali tidak rnempergunakan kesempatan ini se-baik2nja.
Kuda-Sempana tidak mendjawab. Berpalingpun tidak. la berdjalan sadja dengan wadjah tunduk, seolah-olah ingin melihat setiap butir batu jang akan dilangkahinja.
* Lain kali kau harus berkelahi lebih baik -- Kebo Sindet menjambung. Kau berada diatas Mahisa Agni didalam segala hal, Ketjekatan, kekuatan dan kemantapan. Hatimu harus lebih besar dan lebih gairah daripada Mahisa Agni, Lain kali ia harus kau lumpuhkan sehingga kau mendjadi puas. Tetapi djangan kau bunuh, supaja kau mendapat kepuasan lagi dilain kali.
Kuda-Sempana tidak mendjawab, Ia duduk sadja diatas amben kaju tua jang kotor. Pandangan matanja jang kosong menembus mulut sarang iblis itu, hinggap didaunan jang hidjau diluar.
"Ini pedangmu " berkata Kebo Sindet sambil memberikan pedang Kuda-Sempana.
Kuda-Sempana menerima pedangnja dengan sikap jang atjuh tak atjuh sadja. Kini ia benar-benar telah terbenam dalam keputus-asaan jang dalam. Hampir2 tidak mungkin lagi bagi baginja untuk bangkit dan melihat dirinja sendiri dan kediriannja. Ia merasa bahwa kini adanja sama sekali sudah tidakdapat dihajati, Ia merasa ada dalam ketiadaan.
"Nah, sekarang beristirahatlah. Besok kau harus mentjoba sekali lagi. Tetapi kau djangan mengetjewakan aku, " Kebo Sindet bethenti sedjenak, lalu " Untuk seterusnja kau akan berlatih dan berkelahi setiap waktu aku kehendaki. Kalian harus bersama-sama meningkat, supaja setiap perkelahian jang terdjadi akan mendjadi lebih sengit, lebih seru dan menarik.
Kuda-Sempana masih tetap berdiam. Sorot matanja jang kosong masih sadja hinggap didedaunan diluar. Sinar matahari jang putih satu2 djatuh diatas tanah jang lembab.
Dibelakang sarang itu Mahisa Agni duduk terpekur. Sekali-sekali dirabanja punggung jang didjaluri oleh warna hitam ke-merah2an. Tetapi ia sudah tidak merasakan lagi kadang-kadang masih djuga terasa tusukan pedih jang ringan.
"Bukan main " geramnja tetapi aku sudah tahu, bahwa sebenarnja Kuda-Sempana telah kehilangan dirinja sendiri. Ia kini seolah-olah telah mendjadi orang baru. Orang, jang kosong tanpa kehendak, tudjuan dan tjita2. Seperti anak2- jang baru mengenal dunia disckitarnja sebagai benda2 asing jang tidak dimengertinja. Tetapi dengan demikian, maka mPu
Sada akan dapat mengisinja dengan kehidupan baru didalam dirinja. Sebagai kelenting jang dipenuhi oleh tjairan jang kotor, kini agaknja telah tertumpah sama sekali. Keadaan telah membuatnja demikian. Mudah2an mPu Sada mampu rnengisinja dengan tjairan jang baru, bening,
Mahisa Agni meng " angguk2 seorang diri. Namun tiba-tiba ia bangkit dan berguman " Aku harus segera mendapat kesempatan itu, menjingkirkan Kebo Sindet,
Mahisa Agni kini berdiri tegak dengan dada tengadah. Lenjaplah segala matjam ke-raguzan dan kebimbang jang se lama ini membajangi wadjahnja dalam peranannja. Mahisa Agni sama sekali sudah tidak mengesankan ketakutannja lagi Tiba-tiba ia mendjadi garang. Tangannja jang selama ini terkulai dengan lemahnja, tiba3 mendjadi tegang. Djari2nja mengepal dan giginja getneretak Terdengar ia berdesis " Aku kira sudah tiba waktunja. Aku sunah memenuhi pesan mPu Sada. Aku kini sudah jakin, bahwa Kuda-Sempana sudah kehilangan nafsunja untuk membalas dendam, bahkan seluruh gairah kehidupan telah mendjauh daripadanta. Mahisa Agni terdiam sedjenak. D.tebarkannja pandangan matanja diseki tarnja. Tetapi ia tidak melihat seorangpun Kuda-Sempana atau Kebo Sindet, Jang ada disampingnja adalah perapian, periuk tanah dan beberapa matjam alat2 jang selama ini dipergunakannja untuk memasak.
"Hem " Mahisa Agni menarik nafas dalam2 Aku sudah tjukup lama bertapa ditempat ini Aku kira sudah tjukup bersabar. Bukan sekedar ingin segera mernbinasakari Kebo Sindet. Tetapi jang lebih penting bagiku adalah keiuar dari tempat ini dan pergi kepadang Karautan.
Gelora didada Mahisa Agni mendjadi semakin dahsjat Darahnja serasa semakin tjepat mengalir, Tetapi ia tidak dapat berbuat begitn sadja tanpa setahu gurunja dan mPu Sada jang selama ini ikut serta mengasuhnja. Karena itu, maka timbullah niatnja untuk segera pergi menemui mereka
"Mereka pasti masih berada ditempat itu - katanja didalam hati " kalau mereka sudah pergi keluar daerah ini, maka aku harus menunggu sampai besuk. Pada saat me
nunggu itu pearasanku akan tersiksa djauh lebih sakit dari pada tubuhku.
Kini Mahisa Agni tidak perlu ragu-ragu lagi. Biarlah Kebo Sindet dan Kuda-Sempana mentjarinja apabila mereka memerlukan. Ia tidak perlu lagi ber-main2 dan mengorbankantubuh dan perasaannja.
Maka dengan langkah jang tetap Mahisa Agni pergi meninggalkan perapian itu untuk menemui gurunja dan mPu Sada. Ia berhadap bahwa mereka masih belum meninggalkan tempat itu,
Mahisa Agni menarik nafas lega ketika ia melihat kedua orang itu masih sadja duduk diternpatnja, Mereka masih belum bsrkisar sedjengkelpun. Agaknja mereka sedang asjik ber-tjakap2 sehingga mereka mendjadi betah duduk diterapat itu.
"He " sapa mPu Purwa " begitu tjepat kau kembali kemari Agni.
"Punggungku sudah tjukup didjalari oleh djalur2 merah biru ini guru " sahut mahisa Agni sambil menundjukkan punggungnja.
"Kenapa" "Aku harus berkelahi melawan Kuda-Sempana. Agaknja Kebo Sindet kurang puas melihat perkelahian kami sehingga ia merasa perlu untuk memukuli kami berdua.
Kedua orang tua itu meng-angguk2. Sedjenak kemudian mPu Purwa berkata " Kalian berdua dipukuhnja "
"Ja guru. Meskipun hanja dengan ranting basah sebesar ibu djari, tetapi jang mengajunkannja adalah Kebo Sindet.
mPu Purwa rnengerutkan keningnj. Kemudian ia bertanja pula. Apakah daja tahanmu tidak tjukup mampu untuk melawan rasa sakit itu.
"Ja guru. Agaknja aku berhasil menguasairasa sakitku.
"Bagus. Tetapi ingat, bahwa pukulan itu hanja dilepaskan dengan sebagian ketjil sadja dari kekuatannja. Meskipun hanja dengan ranting ketjil tetapi apabila dilepaskan dengan
seluruh kekuatannja, maka dalam keadaan jang wadjar, seseorang akan rontok iganja. -Kau harus menjadari, bahwa kekuatan tenaga iblis itu memang luar biasa.
Mahisa Agni meng-anggukakan kepalanja. Djawabnja.
-Ja guru. Aku akan meng-ingat2.
Lalu bagaimana dengan Kuda Sempana" - bertanja mPu Sada kemudian.
Aku melihat perubahan padanja ~ djawab Mahisa Agni, jang kemudian mentjeriterakan apa jang dilihatnja pada Kuda Sempana.
"Ia telah mendjadi baji kembali - guman mPu Sada -baji dalam takaran nalar dan perasaan. Perhitungan dan
angan2. Tetapi apabila demikian, ia mempunjai harapan untuk mendjadi baik kembali, meskipun masih harus dilakukan pengawasan jang tjukup.
Mahisa Agni meng-anggttk2kan kepalanja. Deiisnja - Mungkin sekali mPu.
"Apakah Kebo Sindet djuga memukul Kuda Sempana seperti ia memukulmu"
"Ja mPu. " Kalau begitu aku dapat mejakini pula seperti kau, bahwa sebenarnja Kuda Sempana telah kehilangan dirinja. Djantung dan hatinja se akan2 telah tertjutji bersih, sehingga mudah2an aku dapat mengisinja se-baik2nja.
" Mudah2an mPu - sahut Mahisa Agni. Namun kemudian ia terdiam. Kepalanja ditundnkkannja dalam2. Ia ingin segera mendapat kesempatan untuk berbuat sesuatu. Tetapi ia segan untuk mengatakannja.
Agaknja mPu Purwa dan mPu Sada melihat keinginan jang tersirat dari dalam dada anak muda itu. Keinginan untuk melepaskan diri, keinginan untuk segera menjingkirkan orang jang bernama Kebo Sindet itu supaja untuk seterusnja ia tidak akan dapat mengganggu lagi.
"Mahisa Agni - berkata mPu Purwa - agaknja kau su d&h tidak sabar lagi. Baiklah. Aku memperhitungkan, bahwa kekuatanmu sudah tjukup untuk menandingi Kebo Sindet
Bahkan kau mempunjai beberapa kelebihan dengan kekuasan Adji Pamungkasmu. Tetapi kau masih harus tetap ber-hati2. Kebo Sindet mempunjai pengalaman jang djauh lebih banjak daripada pengalamamnu sendiri.
Tiba-tiba wadjah Mahisa Agni mendjadi tjerah, setjerah matahari dilangit. Ia akan segera dapat mengobati kedjemuannja. Namun ia masih bertanja - Kapan aku boleh melakukan"
"Terserah kepadamu Agni
Dada Mahisa Agni mendjadi ber-debar2. Kalau sadja ia mendapat kesempatan, maka ia sudah tidak ingin menundanja lagi. Sekarang. Hari ini.
Terasa darah Mahisa Agni mendjadi semakin hangat. Waktu jang dipergunakan untuk menunggu kesempatan seper ti ini terasa sudah terlampau pandjang baginja. Waktunja sudah banjak terbuang dineraka jang mendjemukan ini.
"Tidak " tiba-tiba Mahisa Agni itu berdesis didalam hatinja sendiri " waktuku tidak terbuang. Aku disini mendapat ilmu jang tidak aku sangka2 sebelumnja Aku sama sekali tidak bermimpi bahwa guru ber-sama-sama dengan mPu Sada akan memberikan ilmu mereka seluruhnja. Dan aku sekarang sudah mereka lepaskan untuk berhadapan dengan Kebo Sindet itu sendiri.
Ketika Mahisa Agni itu sedang bcr-angnn2, terdengarlah gurunja berkata - Bagaimana menurut pertimbanganmu " Apakah kau akan segera melakukannja.
"Ja guru, Segera. Sekarang djuga.
mPu Purwa dan mPu Sada terscnjum. Terdengar gurunja berkata - Kau terlampau tergesa-gesa. Djustru karena itu Agni, aku nasehatkan padamu, djangan kau lakukan hari ini.
Mahisa Agni mcngerutkan keningnja. Ia tidak tahu maksud gurunja. Semula gurunja menjerahkan semuanja kepadanja, kapan sadja ia kehendaki. Tetapi tiba-tiba gurunja mentjegahnja untuk melakukannja sekarang.
"Kenapa tidak sekarang guru " - bertanja Mahisa Agni
"Nafsunja untuk berkelahi terlampau besar Agni. Dengan demikian maka nalarmu sudah tidak bening lagi. Jang ada didalam angan2mu sekarang adalah barkelahi untuk segera memenangkannja dan membinasakan lawan. Nah, kalau demikian, maka apakah bedanja kau dengan Kebo Sindet.
Kening Mahisa Agni mendjadi semakin berkerut-merut.
"Tundalah sampai hatimu bening. Tunggulah sampai kau tidak lagi dibakar oleh nafsu. Mungkin nanti malam, mungkin besok pagi setelah kau sempat memenangkan dan mengendapkan hatimu. Kalau kau masih dikuasai oleh naAumu jang me-londjak2, maka kau akan mudah tergelitjir kedalam arus kebentjan, dedam dan kehilangan kevvaspadaan. Ingat, djangan dibakar oleh nafsu tanpa kendali dalam segala persoalan.
Mahisa Agni tidak mendj awab. Tetapi k;ni kepalanja tertunduk rendah. Terasa sepertjik penjesalan didalam dadanja Ia mendjadi malu sendiri, seolah-olah ia telah kehilangan pertimbangan jang bening. Seperti anak2 nakal ia mendjadi gembira ketika ia mendapat kesempatan untuk berkelahi.
Apakah kau dapat mengerti"
Mahisa Agni mengangguk lemah - Ja guru. Aku dapat mengerti.
" Dengan beberapa kelebihan kau djangan mudah dihanjutkan oleh arus darah mudamu. Kau sudah harus mendjadi tjukup dewasa, Djaclikanlah hal ini peringatan untuk saat2 mendatang.
" Ja guru, " Bagus - berkata gurunja - sekarang pergilah kepada Kebo Sindet. Persiapkan dirimu. Kau akan mendapat kesempatan itu. Tidak usah hari ini. Pada saatnja aku akan berada didekatmu untuk melihat apa jang dapat kau lakukan menghadapi iblis dari Kemundungan itu. Kau sudah tidak perlu minta idjin lagi kepadaku, Lakukanlah apabila kau merasa bahwa kau telah siap. Tanpa perasaan dendam dan kebentji an jans me-luap2. Lakukanlah seperti kau sedang melakukan kuwadjiban jang tidak dapat kau hindarkan. Dengan perasaan wadjib, bukan dengan perasaan dendam.
"Ja guru - berkata Mahisa Agni dengan nada jang dalam - aku minta idjin kepada guru dan kepada mPu Sada. Mudah2an aku berhasil.
" Berhasil menunaikau kuwadjibanmu -sambung gurunja.
" Ja guru "Nah, pergilah - berkata mPu Purwa - aku akan keluar dahulu dari sarang iblis ini. Aku memerlukan beberapa ekor ikan basah Aku belum makan
mPu Sada tersenjum. Tetapi ia berkata kepada Mahisa Agni - Djangan kau ikut sertakan Kuda-Sempana. Kalau kau mau memaafkannja, biarkanlah aku kelak jang meugurusnja.
" Ja mPu " Bukankah kau bcrsedia "
"Ja, ja mPu. Aku sama sekali tidak berkeberatan, seperti mPu tidak berkeberatan membeikan ilmu jang dahsjat itu kepadaku.
"- Terima kasih Mahisa Agni. Nah. mudah2an kau berhasil. Aku berdoa seperti gurumi berdoa. " Ja mPu.
Dan gurunjapun kemudian berkata - Tetapi kau harus selalu ingat, bahwa achir dari semua persoalan terletak ditangan-Nja. Ditangan Jang Maha Agung
"Ja guru. Ketika sepertjik awan terbang dilangit, maka Mahisa Agni menengadahkan wadjahnja Hatinja berdesir ketika dikedjauhan ia melihat segumpal awan jang kelabu berkisar pe-lahan-lahan keutara. Mendung dikedjauhan itu berdjalan lambat sekali.
Sedjenak kemudian maka Mahisa Agni itupun segera minta diri kepada gurunja dan kepada mPu Sada. Ia kini mendjadi lebih tentang. Tidak lagi gelisah dan tergesa-gesa. Meskipun mendung dilangit selalu mcngingatkannja kepada padang Karautan, namun Mahisa Agni berusaha untuk tidak hangus di bakar oleh nafsunja sendiri jang mcmbara didalam dada. - Aku tidak boleh kehilangan akal. Meskipun ilmuku lebih baik dari Kebo Sindet, tetapi kalau aku kehilangan akal, maka aku akan diterkamnja dan diseretnja kedalam rawa2 itu.
Ketika Mahisa Agni sampai disarang iblis itu, ia masih belum melihat seorangpun. Agaknja Kebo Sindet dan Kuda-Sempana sedang beristirahat didalamnja.
Mungkin mereka sedang tidur - gumam Mahisa Agni. Tetapi ia tidak mempedulikannja lagi. Ia langsung pergi ketempatnja, disamping perapian. Tiba-tiba sadja timbullah laparnja. Karena itu maka kemudian dibuatnja api. Ia kini menanak nasi untuk dirinja sendiri karena sisa nasi Kebo Sindet telah dilemparkanna dan ditumpahkannja.
"Nasi hangat dengan ikan kcring - desisnja. Namun tiba-tiba ia bergumam - Hari ini mungkin adalah hari terachirku disini. - Mahisa Agni menarik nafas dalam2. Dalam sekali.
Terasa hari itu pandjang sekali bagi Mahisa Agni. Namun dalam kesempatan itu dipermhilah pesan gurunja. Mempersiapkan dirinja baik2. Lahir dan batin Karena itulah maka ia tidak lagi mendjadi gelisah, tjemas dan ber-debar2. Meskipun kadang-kadang djuga dadanja berdesir, tetapi bukan karena nafsunja untuk segera membalas dendam.
Pada sisa2 hari jang teracbir itu Mahisa Agni masih djuga melajani Kebo Sindet seperti biasa. Ia masih djuga menjediakan makan dan minum. Masih djuga didorong dan dibanting. Di-maki2 dan bahkan disiram dengan air.
" Ternjata aku memang memerlukan persiapan ini " desis Mahisa Agni didalam hatinja jang sudah mengendap. Hari ini dipergunakannja baik2 untuk mengenal tabiat Kebo Sindet. Kebiasaan serta sikapnja.
" Memang menarik sekali " katanja didalam hati " meskipun sukar dimengerti, bahwa ada seseorang jang memiliki sifat dan tabiat seperti itu. Aku hampir tidak dapat membajangkan, dorongan apakah jang telah membuatnja lain dari watak dan tabiat orang-orang biasa jang lain.
Ketika malam datang, maka Mahisa Agnipun mendjadi semakin dalam mempersiapkan dirinja. Diheningkannja hatinja, supaja ia tidak terdorong kedalam suatu keadaan jang tidak dikehendakinja dan apalagl tidak dikehendaki oleh gurunja. Namun dengan demikian malam itu Mahisa Agni hampir
tidak dapat memedjamkan matanja sama sekali. Dan malam itupun terasa betapa pandjangnja. Dadanja berdesir apabila dilihatnja kilat memantjar dilangit. Apalagi ketika ia mene ngadahkan wadjahnja kelangit. Dilihatnja langit jang gelap. Mendung.
Namun ketika fadjar ditimur memerahi langit, terasa hatinja mendjadi ber-debar2 kembali. Kadang-kadang timbul djuga keragu-raguan didalam hatinja, apakah kuwadjibannja itu akan dapat diselesaikannja dengan baik.
"Aku mohon kepada Jang Maha Agung, semoga aku dituntun-Nja. Semoga dibenarkan-Nja, bahwa manusia sematjam Kebo Sindet memang harus disingkirkan.
Ketika sinar matahari djatuh diatas wadjah rawa2 jang buram, Mahisa Agni sudah sampai pada kesiagaan tertinggi. Ia tinggal menunggu kesempatan jang terbuka baginja untuk berbuat sesuatu. Namun meskipun demikian, ia masih djuga menjiapkan makanan dan minuman bagi Kebo Sindet dan Kuda-Sempana untuk pagi itu.
Tetapi benar-benar diluar dugaannja ketika pagi itu ia mendengar Kebo Sindet berkata kepadanja " Kemarilah Agni. Marilah kita makan ber-sama-sama.
Mahisa Agni djustru terdiam beku ditempatnja. Ia tidak segera dapat menangkap maksud hantu dari Kemundungan itu, Apalagi ketika ia melihat apa jang selama ini belum pernah dilihatnja, Wadjah jang beku itu tiba-tiba tersenjum.
"Oh - Mahisa Agni berdesah didalam hatinja " mengerikan sekali. Seolah-olah aku melihat majat jang sudah membeku itu tersenjum kepadaku. " Tanpa disadarinja, Mahisa Agni mengusap matanja se-akan2 ia tidak jakin pada penglihatannja.
Karena2 Mahisa Agni tidak mendjawab, maka Kebo Sindet itu mengulanginja " Kemarilah Mahisa Agni. Kau makan pula bersama dengan kami. Djangan takut.
Seperti kena pesona jang tidak dapat dihindarinja Mahisa Agni mclangkah madju. Sekilas dilihat wadjah Kuda-Sempana jang atjuh tidak atjuh, bahkan seolah-olah tidak melihatnja berdiri disitu.
"Duduklah. " terdengar suara Kebo Sindet.
Mahisa Agni kemudian duduk bersama mereka diatas sebuah amben kaju tua.
"Marilah kita makan ber-sama-sama. - adjak Kebo Sindet.
Mahisa Agni masih ditjengkam oleh kebimbangannja. Tetapi segera ia dapat meraba, apakah jang sebenarnja dikehendaki oleh Kebo Sindet ketika kemudian Kebo Sindet berkata " Makanlah. Kalian harus berada dalam keadaan jang baik dan seimbang. Kuda Sempana dan Mahisa Agni akan merupakan dua kekuatan jang dahsjat. Kalau kalian berhasil memberi aku kepuasan, maka aku tidak akan berkeberatan apabila memberikan kesempatan kepada kalian untuk mendjadi kawan jang sebenarnja didalam perdjuanganku. Seperti adikku Wong Sarimpat.
Kuda-Sempana masih bersikap atjuh tidak atjuh sadja. Kata2 itu sama sekali tidak berpengaruh apa2 atasnja Namun bagi Mahisa Agni kata2 itu menimbulkan pertanjaan didalam hati. Apakah sebenarnja jang sedang diperdjuangkan oleh Kebo Sindet "
Tetapi achirnja Mahisa Agnipun mengerti pula arah pembitjarakan itu, Berkata Kebo Sindet itu " Hidup adalah perdjuangan, Perdjuangan jang tidak akan mengenal selesai selama kita masih tetap menjadati hidup kita masing2. Itulah sebabnja aku bekerdja dan berdjuang terus
Mahisa Agni menarik nafas dalam2. Ternjata Kebo Sindet telah terdjerumus kedalam suatu sikap hidup jang keliru. Perdjuangan selamanja harus mengenal landasan dan arah, Mengenal titik tudjuan. Kalau kita berdjuang dengan sekuat tcnaga, bekerdja tidak mengenal djemu dan lelah, tetapi tanpa tudjuan dan arah, maka kita akan tersesat kedalam suatu lingkaran tanpa udjung dan pangkal. Bahkan mungkin kita akan sampai pada suatu djalan hidup jang paling gelap. Perdjuangan jang tanpa dasar, arah dan tudjuan ternjata telah menjeret Kebo Sindet kedalam tindakan2 jang kasar, ganas dan kedjam. Sebab Kebo Sindet sendiri tidak tahu, apakah jang diperdjuangkan dan apakah dasar perdjuangannja.
Tetapi Mahisa Agni tidak mendapat kesempatan untuk memikirkannja. Begitu mereka mulai makan, maka terdengar Kebo Sindet itu berkata " Makanlah se-banjak2nja. Kalian berdua harus segera berlatih. Aku ingin melihat, apakah ada kemadjuan pada diri kalian musing2. Apalagi Mahisa Agni jang barangkali sudah sempat membentuk dirinja lagi.
Sekali lagi dada Mahisa Agni berdesir. Namun kemudian timbul ingatan didalam hatinja " Ini adalah kesempatan jang baik. Aku harus dapat rnempergunakan kesempatan ini. Djangan tertunda lagi. Kalau aku berhasil membuatnja marah maka akan sampailah saatnja aku berhadapari dengan Kebo Sindet sendiri.
Balada Padang Pasir 15 Gento Guyon 10 Tangan Rembulan Penghuni Rimba Gerantang 1
^