Pelangi Dilangit Singosari 9
02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja Bagian 9
" Itupun berbahaja. Apalagi kalau Kebo Sindet melihat dua orang datang ber-sama2. Segera ia akan mentjekik Mahisa Agni sampai mati, atau berbuat hal2 diluar dugaan. Mungkin ia menjeret Mahisa Agni kehadapan kita dan mengantjam akan membunuhnja. Sementara itu ia minta kita untuk menjelam kedalam lumpur.
" Apakah kita akan bersedia untuk melakukan "
" Ah, sudah tentu kita akan dapat melontjat menepi dan membunuh Kebo Sindet itu. Kita berdua pasti mampu melakukan. Tetapi Mahisa Agnipun pasti sudah mendjadi bangkai.
Laki2 tua itu meng-angguk2kan kepalanja. Tetapi tiba2 wadjahnja mendjadi tegang. Sambil memutar tubuhnja ia berkata " Aku menganggap kau orang aneh. Kau mengenal djalan2 didalam rawa2 ini. Kau pasti pernah melihat Kebo Sindet pergi meninggalkan sarangnja. Nah, kenapa kau tidak masuk kedalamnja pada saat2 Kebo Sindet itu pergi, dan menjelamatkan Mahisa Agni " Kalau Mahisa Agni itu sudah lepas dari tangan Kebo Sindet, maka kau pasti akan dapat berbuat sekehendakmu atasnja. Menantangnja berkelahi sampai salah seorang dari kalian mati. Kau atau Kebo Sindet.
Orang itu meng-angguk2kan kepalanja. Tetapi wadjah nja tidak menundjukkan kesan apapun djuga. Suaranja masih djuga bernada datar. Tanpa ragu2 orang itu berkata " Ja. Kalau aku mau aku akan dapat melakukannja.
" Kenapa tidak kau lakukan hal itu "
" Aku mempunjai pertimbangan lain.
" Pertimbangan apa "
Orang itu tidak segera mendjawab. Dilontarkannja pandangan matanja djauh2 ke-tengah2 rawa2 itu. Sekali2 dipandanginja sulur2 jang bergajutan pada tjabang2 pepohonan berdjuntai dan menjentuh wadjah air jang keruh, dan sekali sekali dipandanginja binatang2 air jang masih sadja bergulat meskipun sudah agak berkurang.
" Bagaimanakah pertimbanganmu " " desak laki-laki tua itu.
Orang itu tidak segera mendjawab. Matanja jang tjekung masih djuga menatap djauh ke-tengah2 rawa2 itu.
Tiba2 ia berkata " Djauh kesanalah, sarang Kebo Sindet itu.
" Kenapa kau tidak pergi kesana "
Orang itu menggeleng " Tidak. Aku sedang melakukan rentjanaku sendiri.
" Aneh " laki2 tua itu berdesis " kau memang orang aneh bagiku. Aku belum mengenal tabiatmu se-baik2nja, se perti kau belum mengenal aku pula. Mungkin kau masih djuga menaruh tjuriga. Atau malahan kau ingin berbuat atasku, tetapi kau mentjari djalan jang berputar-putar.
" Tidak " sahut orang tua itu " aku sudah jakin bahwa kau akan pergi menolong Mahisa Agni.
" Kalau jang berbitjara dengan aku sekarang ini bukan kau, maka aku pasti tidak akan pertjaja bahwa kau benar2 bermaksud baik terhadap Mahisa Agni " djawab laki2 tua itu " Aku tidak melihat tanda2, bahwa kau bersungguh sungguh ingin melepaskannja dari tangan Kebo Sindet. Se andainja mPu Gandring pada saat ini ada djuga disini, maka ia pasti akan berpendirian sama seperti aku.
" Kau salah mengerti.
" Tidak. Aku tidak salah mengerti. Aku memang sama sekali tidak mengerti maksudmu dan tjaramu.
" Serahkan kepadaku. Tinggalkanlah tempat ini. Aku akan menjelesaikan sesuai dengan rentjanaku.
Laki2 tua itu mengerutkan keningnja. Lalu katanja " Kau benar9 membuat aku heran. Barangkali akan lebih baik apabila aku menunggu disini. Kalau Kebo Sindet itu keluar, kita bunuh bersama-sama. Kita akan dapat melepaskan Mahisa Agni tanpa membahajakan djiwanja.
Orang itu tidak segera mendjawab. Kerut-merut dahinja membajangkan suatu pergolakan didalam dadanja. Sedjenak kemudian per-lahan2 ia mendjawab " Hal itu memang mungkin kita lakukan mPu, tetapi aku tidak akan puas. Meskipun Kebo Sindet akan terbunuh, namun kematiannja tidak akan menumbuhkan persoalan didalam dirinja. Di-saat2 ia menghadapi maut karena kita berdua ber-sama2 melawannja, ia tidak akan heran, bahwa achirnja ia harus mati. Tetapi aku tidak ingin berbuat demikian. Aku akan membuatnja mendjadi bingung dan tidak dapat mengerti apa jang terdjadi.
Laki2 tua itu masih menggelengkan kepalanja " Aku pun tidak mengerti. Kalau kau ingin membuat Kebo Sindet bingung, maka jang per-tama2 mendjadi bingung adalah aku.
" Selain hal2 jang membingungkan kau mPu " orang itu telah menjambung - akupun sudah mematerikan suatu keinginan didalam hatimu, bahwa tanganku sudah tidak pantas lagi untuk diwarnai dengan darah. Seumurku dan seumurmu mPu, sebaiknja sudah tidak menambah dosa lagi.
Laki2 tua itu meng-angguk2kan kepalanja. Per-lahan2 ia mendjawab " Sebenarnja akupun berkeinginan untuk berbuat demikian. Tetapi kali ini aku berada dalam keada an jang chusus. Aku akan merasa berdosa dan menambah dosaku jang telah her-timbun2 itu apabila aku tidak berbuat sesuatu untuk melepaskan Mahisa Agni dari tangan iblis2 dari Kemundungan.
" Kau telah melakukannja - sabut orang itu - kau sudah terlepas dari segala akibat jang timbul dari keadaan Mahisa Agni jang bagaimanapun djuga. Aku sudah mengambil keputusan bahwa aku akan membebaskan dengan tjaraku.
" Hem - laki2 tua itu menarik nafas dalam2 - aku benar2 bingung dan tidak mengerti. Apakah kau sudah ke rasukan roh djahat dari Wong Sarimpat.
Orang itu mengerinjitkan alisnja - Ah - desahnja - apakah kau tidak pertjaja kepadaku.
" Seharusnja aku pertjaja. Terlampau pertjaja. Tetapi sikapmu meragukan aku. Atau, apakah kau sedang memper-olok2kan aku"
" Tidak, aku berkata sebenarnja.
Laki2 tua itu terdiam sedjenak. Tetapi kemudian ia menggelengkan kepalanja - Tidak masuk di-akalku.
" Djangan kau peningkan kepalamu karena persoalanku dengan anak itu, mPu. Sebaiknja kau kembali, beristirahat dan mensutjikan diri.
Laki2 itu masih berdiam diri sedjenak. Tetapi tiba2 ia menggeleng - Tidak. Aku akan pergi kesarang iblis itu untuk membebaskan Mahisa Agni. Kalau kau tidak mau mengotori tanganmu dengan darah, maka biarlah aku sendiri jang melakukan. Aku hanja minta kau menundjukkan djalan.
Orang itu menarik nafas dalam2. Djawabnja " Djangan mPu. Tinggalkan sadja tempat ini. mPu Gandringpun bersedia berbuat demikian. Kenapa kau tidak"
" mPu Gandring pada saat itu tidak dapat meragukanmu. Pada saat itu semuanja baru sadja terdjadi. Tetapi kini beberapa waktu telah lampau, dan Mahisa Agni masih sadja belum terbebaskan. Apakah aku masih dapat mempertjajaimu" Se-tidak2nja aku mentjurigai kemampuanmu, seandainja kau benar2 ingin melepaskannja dari tangan Kebo Sindet. Jang tidak masuk diakalku adalah, karena kau menolak bekerdja bersama dengan aku untuk kepentingan Mahisa Agni itu.
Orang itu menarik nafas dalam2. Kerut merut diwadjah nja se-akan2 mendjadi semakin dalam.Per-lahan2 ia meng-angguk2kan kepalanja sambil berdesis - Aku dapat mengerti seandainja kau mendjadi ragu2 mPu. Tetapi aku tidak dapat berbuat lain.
" Kalau kau bersedia, aku ingin membantumu. Atau kau membantuku seandainja kau tidak mau lagi mengotori dirimu dengan dosa2 baru. Sebab bagiku, apa jang aku lakukan ini djustru untuk mentjegah atau se-tidak2nja mengurangi dosa2 baru jang akan terpaksa terdjadi karena dosa2ku jang telah bertumpuk itu.
Orang itu tidak segera mendjawab. Direnunginja rawa2 jang kini telah mendjadi semakin djelas terhampar dimuka kaki mereka. Pedut semakin tipis2 kini telah lenjap disapu oleh angin jang semakin keras berhembus dari dalam hutan.
" mPu, apakah kau sudah tidak mempunjai tanggungan apapun lagi "
Laki2 tua itu berpaling. Wadjahnja jang ke-heran2an itu tampak berkerut-merut.
" Apakah maksudmu " " laki2 tua itu bertanja. Apakah kau sudah tidak mempunjai kuwadjiban2 lagi
d i padepokan mu, misalnja menjiapkan murid2mu atau kuwa djiban apapun lagi "
" Aku tidak tahu maksudmu. Tetapi aku kira aku sudah tidak mempunjai tanggungan dan kuwadjiban apapun lagi selain melepaskan Mahisa Agni.
" Tidak ada lagi muridmu jang memerlukan bimbing anmu.
Laki2 tua itu menggeleng. Tetapi ia bertanja " Apakah maksudmu bahwa aku pasti akan mati di-tengah rawa2 itu. Tidak. Kau selalu salah paham.
" Lalu" " Aku tidak dapat menolak keinginan baikmu menolong aku melepaskan Mahisa Agni. Tetapi itu memerlukan waktu jang lama, Karena itu aku tidak dapat minta kepada mPu Gandring untuk melakukannja, sebab ia mempunjai anak isteri tanggungan dan kuwadjiban. Tetapi seandainja kau bersedia, maka aku akan berterima kasih sekali kepadamu.
" Apa jang harus aku lakukan "
" Tinggal disini bersama aku. Tidak terbatas waktu, sampai. Mahisa Agni dapat terlepas dari tangan Kebo Sindet dengan tjaraku.
Laki2 tua itu terdiam sedjenak. Kerut merut dikeningnja mendjadi semakin dalam. Berbagai pertimbangan berketjamuk didalam dadanja.
Namun kemudian laki" tua itu terlempar kedalam suatu keinginan untuk mengetahui apa jang akan dilakukan oleh orang itu. Tjara jang akan dipakainja untuk melepaskan Mahisa Agni. Sekilas ia ingin bertanja, tjara apa jang akan ditempuhnja, tetapi agaknja orang itu. merasa, bahwa saatnja belum tiba untuk menjebutkannja.
" Bagaimana" " terdengar orang itu bertanja "- apakah kau dapat menjediakan waktu jang tidak terbatas itu.
Laki2 tua itu mendjadi ragu2 sedjenak. Namun keinginannja untuk mengetahui apa jang akan terdjadi mendesaknja, sehingga ia berkata " Sebenarnja aku tidak tahu apakah jang akan kau lakukan itu menguntungkan Mahisa Agni. Tetapi aku ingin tahu apa jang akan terdjadi. Karena itu, maka biarlah aku tinggal disini bersamamu. Aku tidak berkeberatan seandainja tiba2 sadja kau membunuhku untuk melepaskan dendam hatimu.
" Hem " orang itu menarik nafas dalam " kau masih djuga prasangka. Kalau aku ingin membunuh dengan tjurang, maka jang per tama2 aku bunuh sambil bersembunji adalah Kebo Sindet. Mungkin aku dapat mengintainja dan dengan diam22 aku melontarnja dengan sebilah pisau. Dengan tangan kiri kepunggung Kuda-Sempana, dan dengan tangan kanan kepunggung Kebo Sindet. Seandainja Kebo Sindet tidak mati seketika itu, tetapi tanaganja pasti sudah separo surut, sedang Kuda-Sempana pasti tidak usah mengulangi untuk jang kedua kalinja.
Laki2 tua itu meng-anggukskan kepalanja. Ia tidak menjangkal bahwa hal jang demikian itu dapat terdjadi. Ia jakin, seandainja orang itu ingin, maka pasti dapat dilakukannja.
Karena itu maka djawabnja " Baiklah, aku tinggal disini. Aku masih mempunjai sisa2 kepertjajaan kepadamu.
" Terserahlah, tetapi apabila kau bersedia tinggal disini, aku akan sangat berterima kasih. Tetapi kau harus menahan nafsumu. Betapapun mengendap hati dan nalarmu, tetapi sifat2mu masih sadja tumbuh setiap saat. Karena itu, kau harus bersabar. Terlampau sabar untuk melakukan pekerdjaan ini.
Laki2 tua itu masih meng-angguk2kan kepalanja " Aku akan mentjobanja.
" Mudah2an kau berhasil. Kalau kau ditjengkam oleh nafsumu maka semuanja akan gagal.
Mudah2an " desis laki2 tua itu.
" Kalau begitu, marilah kita menepi. Djalan ini adalah djalan jang sering dilalui oleh Kebo Sindet dan Kuda-Sempana.
" Baru sadja ia masuk kedalam sarangnja.
" Tetapi mereka tidak kerasan berada dirumah mereka. Paling lama mereka berada disana satu hari satu malam. Kemudian mereka pergi lagi untuk dua tiga hari.
" Kemana sadja mereka itu pergi "
Orang itu menggeleng " Aku tidak tahu. Tetapi adalah kebiasaan Kebo Sindet untuk berdjalan dari lorong kelorong, dari padesan kepadesan. Dari rumah kerumah. Ia adalah seorang radja jang tidak bermahkota. Tak seorangpun jang berani menentang kebendaknja.
" Dan kau lebih baik tidur sadja selama ini.
." Sudah aku katakan. Ikutlah aku berbuat sesuatu.
Laki2 tua itu terdiam. Dan sedjenak mereka saling berdiam diri, sehingga desir angin didedaunan terdengar semakin njata diantara gemersik sajap burung2 liar jang berkeliaran dipepohonan.
" Mari kita menepi. " Dimana kau tinggal selama ini "
" Di-mana2. Diantara pepohonan dan gerumbu2 liar itu. Tetapi aku kadang2 berada di-lereng2 bukit ketjil itu.
" Bagaimana kalau tanah itu longsor "
" Akibatnja sudah pasti. Aku mati tertimbun dibawahnja.
Laki2 tua itu bertanja lagi. Keduanja berdjalan dan menjelinap dibelakang gerumbul2 liar. Mereka kemudian berhenti disebuah ereng2 padas dari sebuah gumuk ketjil.
" Disini aku berteduh bila hudjan turun.
Lak"2 tua itu meng-angguk2kan kepalanja. Tetapi keningnja kemudian tampak berkerut merut. Dilihatnja didalam ereng2 itu berbagai matjam benda jang semula tidak dikenalnja. Sulur2 kaju, kepingan batu2 ketjil dan gulung tali tersangkut dipinggiran ereng2 itu.
" Hem " laki2 tua itu menarik nafas dalam2 " ternjata kau masih djuga tekun. Ilmu apa lagi jang akan kau lahirkan disini "
Orang itu menggeleng " Aku hanja membiasakan diri mempergunakan alat2 jang dapat aku temui disini.
" Apakah kau sedang mentjiptakan suatu tata gerak dari sebuah ilmu jang akan kau persiapkan untuk membunuh Kebo Sindet. Itu adalah lutju sekali. Sekarang djuga kau tidak akan dapat dikalahkan, meskipun kau tidak djuga jakin akan mengalahkannja. Kalau kau memerlukan waktu terlalu lama dengan sebuah ilmu baru, maka Mahisa Agni pasti sudah mendjadi makanan buaja2 kerdil.
Orang itu menggeleng " Kau salah. Mahisa Agni tidak akan dibunuhnja. Anak itu akan didjual oleh Kebo Sindet kepada permaisuri Tunggul Ametung itu.
Laki2 itu sekali lagi terdiam. Namun pandangan matanja beredar ke-tempat2 disekitarnja. Batu2 jang petjah berhamburan. Batang2 kaju jang patah. Dan jang paling menarik baginja adalah batu2 ketjil jang masuk membenam kedalam batang2 kaju. Sambil menarik nafas ia bergumam -Kau telah menemukan ilmu lemparan jang tiada taranja. Kau dapat membenamkan batu2 ketjil itu kedalam tubuh batang2 kaju sedemikian dalamnja.
Orang itu menggeleng " Tidak terlampau aneh. Kita sudah mengenal bandil sedjak bertahun-tahun sebelumnja.
" Tetapi dengan bandil batu2 itu tidak akan dapat membenam sekian dalam.
Orang itu memandangi laki2 tua itu dengan herannja. Sedjenak ia tidak menjahut. Namun kemudian sambil meng gelengkan kepalanja ia berkata " Kau memang orang aneh. Se-olah2 kau adalah anak kemarin sore jang kagum melihat tupai ber-lontjat2an di-dahan2.
" Tidak, tetapi kau memang dahsjat. " Laki2 itu kemudian berdiri. Melangkah per-lahan2 meng-amat2i beberapa lubang bekas lemparan. Bahkan kemudian ia meng-angguk2 sambil bergumam " Luar biasa. Dahan2 ketjil ini tidak sadja dibenami oleh kerikil2 jang kau lemparkan, tetapi dahan2 ketjil ini berlubang tembus karenanja.
" Ah - sahut orang itu - djangan terlampau memudii. Aku kira bagimu hal itu sama sekali tidak berarti apa2. Marilah, mPu duduklah disini. Kita berbitjara sebagai orang tua2 jang tidak lagi terlampau banjak menghiraukan masalah2 lahiriah.
" Aneh. Kau sendiri masih mesu diri, memperdalam ilmu2 kanuragan. Tetapi kau berkata, bahwa kita tidak perlu lagi terlampau banjak menghiraukan masalah2 lahiriah.
" Aku tidak menjadap ilmu itu untuk kepentingan sendiri.
" Ja, untuk orang lain, untuk muridmu misalnja. Tetapi dengan demikian bukankah kau ingin mendapat kelangsungan dari masalah2 lahiriah jang kau tekuni ini.
- " Ja - orang itu termenung sedjenak. Per-lahan2 ia mendjawab - Itulah keringkihan djiwa mnusia. Manusia selalu dibajangi oleh nafsu2 lahiriah akupun aku telah mentjoba mengasingkan diriku, tetapi akupun masih djuga diburu oleh nafsu jang tidak akan ---- tidak jelas ---- dengan kekuatanku sendiri, ketjuali ---- tidak jelas ---- Maha Agung. Dan aku berdoa ---- tidak jelas ---- jang demikian. ---- tidak jelas ----- tanganmu, mPu.
" Tetapi - Iaki2 itu menjahut - kau ingin menurunkan ilmu ini kepada orang lain. Bukankah begitu.
Orang itu kemudian- memandangi bintik2 dikedjauhan dengan sinar matanja jang buram. Per-lahan2 ia mendjawab - Ja.
Laki2 tua itu menarik nafas dalam2. Desisnja - itu adalah sifat manusiawi. Tetapi aku kira kau memiliki tjita2 jang lebih bening dari pada aku. Aku kira kau masih djuga memikirkan kebenaran dan keadilan, meskipun tidak seorangpun jang dapat melihatnja dengan sempurna.
" Setiap mulut jang menjebut kebenaran dan keadilan tidak akan dapat dilepaskan dari kepentingan pribadi. Aku pun tidak dapat melepaskannja pula. Kebenaran dan keadilan jang menguntungkan diriku sendiri.
" Tetapi ada nilai2 jang umum dari kebenaran dan keadilan. Nilai2 jang sewadjarnja menurut penilaian manusia jang pitjik betapapun djuga ilmunja bertimbun didalam diri. Dan penilaian itulah jang se-djauh2nja kita pergunakan.
" Nilai9 manusiawi jang gojah. - sahut orang itu - kalau sadja kita dapat berpegangan kepada nilai2 jang abadi.
" Nilai2 jang tidak dapat digajuh oleh kekuatan manusia.
" Se-tidak2nja kita berusaha. Tetapi kita memang harus menjadari, bahwa tidak ada seorangpun, ja tidak seorang pun jang dapat melihat nilai2 jang sempurna dari kebenaran dan keadilan itu. Meskipun demikian kita berusaha untuk menemukannja. Kita harus bersandar diri kepada budi jang wening. Bukan datang dari kebidjaksanaan kita sendiri, tetapi hanja dapat ada pada diri kita apabila kita mendapat kemurahan ---- tidak jelas ----
" Kau telah menemukan ilmu lemparan jang kuat disaat-saat umurmu semakin .... tidak jelas .... sedemikian dalamnja.
" Kau akan mengerti. Kemarilah. Duduklah disini. Aku dapat merebus air buat menghangatkan tubuh kita, mPu.
" Ja. " laki2 itu memutar tubuhnja dan berdjalan mendekati orang jang masih sadja duduk dipereng gumuk padas.
" Salah satu dari kebodohanku adalah, bihwa aku lebih tertarik pada kedahsjatan permainan kerikil dari pada nilai2 jang kau katakan.
" Djangan tjemas. Akupun masih djuga lebih banjak berbuat demikian. Sudah aku katakan. Marilah kita memohon, agar kepada kita diturunkannja budi wening dan mulus2, supaja kita dapat melihat djalan jang paling bersih jang harus kita tempuh.
" Hem " lak i 2 tua itu menarik nafas dalam.2 " sekali lagi aku mengagumi nilai kanuraganmu. Kau agaknja telah berhasil meletakkan dasar dari ilmumu jang baru.
" Ah, kau selalu kembali kepada hal itu djuga.
" Apakah kau mempunjai nama buat ilmumu jang baru"
" Sama sekali bukan baru. Kaupun akan dapat melakukannja. Kita tinggal menjalurkan2 kekuatan jang telah kita miliki untuk mendasari lontaran batu itu.
" Aku mengerti. Tetapi menilik bekas2nja, kau dapat melempar lebih dari satu batu. Bahkan lebih dari lima batu sekaligus dan mengenai sasaran jang kau kehendaki.
" Permainan kanak2. Sudahlah. Marilah kita berbitjara tentang jang lain. Tentang sepasang pedangmu misalnja. Apakah itu djuga sedjenis ilmu jang baru. Sepandjang umurmu kau tidak pernah membawa pedang. Apalagi berpasangan.
" Aku akan berhadapan dengan iblis Kemundungan. Aku sudah berniat bertempur sampai salah seorang dari kami mati. Itulah sebabnja aku membawa sendjata rangkap. Seandainja tanganku ada tiga, maka akupun pasti membawa tiga putjuk sendjata.
Orang jang diadjaknja berbitjara tersenjum. Djawabnja
" Kenapa tidak kau pasang tanduk sama sekali dikepalamu, tadji dikaki dan siku tanganmu, mPu.
Laki2 tua itupun tersenjum pula. Katanja " Aku bersungguh2 ingin membunuh Kebo Sindet.
" Dimana sendjatamu, tjiri kebesaran namamu selama ini "
Laki2 tua itu menarik nafas dalam2. Tetapi ia tidak segera mendjawab pertanjaan itu.
Sedjenak kedua orang tua2 itu terdiam. Tetapi laki2 tua berpedang itu tidak henti2nja mengherani kerikil2 jang membenam kedalam batang2 kaju. Maka katanja kemudian " Pedang, tombak atau apapun adalah sendjata2 jang paling umum dipakai. Tetapi ketepatan membidik adalah kechususan. Mungkin aku djuga dapat melontarkan batu dengan kekuatan seperti jang kau lakukan. Tetapi aku tidak mempeladjari sifat2 dari tjara jang demikian. Sehingga aku pasti tidak akan setangkas dan setjepat kau melakukannja, apalagi ketepatan membidik sekaligus untuk lima sampai sepuluh butir kerikil.
" Ah " lawannja berbitjara menjahut " kau jakin bahwa aku dapat berbuat demikian.
" Pengamatanku biasanja tidak berbohong. Apalagi menilik kebesaran namamu.
" Kau memudji. " Tidak " sedjenak orang itu terdiam " apakah kau mau mentjobanja sekali sadja supaja aku jakin.
" Tidak perlu. " Aku perlu mejakinkan pengamatanku.
" Kalau kau tidak jakin sekalipun, aku tidak ber keberatan.
" Apakah ilmumu itu kau rahasiakan. Orang itu terdiam.
" Berilah aku kesempatan melihat ilmumu. Kalau kau tidak menjebutnja sebagai suatu tjabang ilmu tata bela diri, katakanlah permainan batu2 kerikilmu.
Orang itu menggeleng " Tidak perlu.
" Djangan seperti laki2 tjengeng " berkata laki2 tua itu " kita sudah sama2 tua. Dan bukankah kita sudah saling berdjandji untuk ber-sama2 melepaskan Mahisa Agni"
" Kelak kau akan melihatnja, tetapi tidak perlu dengan chusus aku perlihatkan kepadamu. Hanja anak2 muda jang masih mengagumi dirinja sendiri akan berbuat demikian.
Laki2 itu tidak memaksanja lagi. Ia tahu bahwa orang itu telah melatih dirinja dalam ketjepatan melepaskan batu2 dengan tenaga lontaran jang dahsjat.
Tetapi agaknja bukan itu sadja. Ia melihat sulur2 didalam pereng itu. Agaknja ia telah melatih diri dalam berbagai matjam penggunaan sendjata jang dapat diketemukannja didalam hutan itu.
Ternjata orang itu dapat melihat perasaannja menilik sikapnja. Maka katanja " Apakah kau heran melihat benda2 itu disini" Kalau demikian kau seperti aku pula jang heran melihat pedang2 itu dilambungmu. Kau belum mendjawab pertanjaanku, dimana sendjatamu itu.
" Aku kini membawa pedang " djawab laki2 itu " Tetapi sebaliknja, kau mentjoba mempergunakan sendjata2 jang kau ketemukan disekitar tempat ini. Kau ternjata tidak lagi mempergunakan sendjata2 jang biasa dipakai orang.
" Kau menghindari pertanjaanku mPu. Dimana sendjatamu itu r
Laki2 tua itu termenung sedjenak. Dipandanginja pepohonan disekitarnja. Hutan ini memang tidak begitu lebat, tetapi pepohonan raksasa tumbuh pula satu2 disana-sini.
" Kau berkeberatan untuk mengatakannja " Tetapi aku sudah melihat bahwa kau membawa sepasang pedang, besar dan agak ketjil.
Laki2 itu menarik nafas dalam2. Tiba2 ia berdesis lambat sekali " Sendjataku telah patah.
"- He " orang itu mengerutkan keningnja " bertahun2 kau mempergunakannja. Kenapa tiba2 sadja patah"
" Tidak. Sendjataku jang ber-tahun2 ikut dalam petualanganku jang djahat itu tidak patah. Sendjata itu harus berpisah dengan aku. Kalau sendjataku itu masih tersentuh nafasku, maka aku kira masih akan datang petualangan itu berulang. Sendjata itu telah aku berikan kepada muridku.
" He " sekali lagi orang itu mendjadi heran " djadi kau ingin menghentikan petualanganmu dan membiarkan muridmu itu bertualang. Aku tidak dapat mengerti mPu.
" Muridku memiliki djiwa jang kuat. Ia anak jang baik, dan aku sudah mentjoba menasehatinja supaja ia bertjermin kepadaku, kepada gurunja. Beberapa puluh tahun aku bertualang tanpa udjung dan pangkal untuk mengumpulkan kekajaan. Namun sekarang aku sama sekali tidak memerlu kannja. Aku tidak dapat membebaskan Mahisa Agni itu dengan kekajaan jang ada padaku. Meskipun mungkin aku dapat menawar untuk kebebasan Agni dengan tebusan itu, tetapi aku tahu betapa litjiknja Kebo Sindet. Ia akan menerima uang dan kekajaan itu. Tetapi aku jakin bahwa Mahisa Agni tidak akan dibebaskannja, apabila iblis itu belum terbunuh.
Orang itu meng-angguk2kan kepalanja - Djadi kau jakin bahwa muridmu itu tidak akan berbuat seperti kau "
" Ja. Ia adalah anak jang paling aku bentji sebelumnja karena ia tidak dapat menjesuaikan dirinja dengan keinginanku. Namun achirnja aku tahu, bahwa ia adalah murid jang paling baik. Apalagi ketika aku tahu, bahwa ia terdjerumus masuk kedalam padepokanku. Aku tahu, bahwa ia. menentang sikapku saat2 itu. Tetapi ia tidak dapat berbuat apa2. Ia kemudian bersikap atjuh tak atjuh sadja, asal ia menerima sekedar ilmu. Dan akupun menurunkan ilmu jang paling sedikit kepadanja. Tetapi achirnja ia adalah muridku jang paling baik. Kepadanja aku serahkan semuanja. Sendjata tjiri kebesaranku itupun aku berikan kepadanja. Sentuhan sendjata itu dengan aliran darahnja, tidak akan menimbulkan kedjahatan seperti jang pernah aku lakukan.
Orang itu masih meng-angguk2 kan kepalanja. Kemudi an ia bertanja - Lalu apakah jang mPu katakan patah itu"
" Sendjata sematjam itu djuga. Tetapi jang lain, rangkapannja. Sendjata itu patah ketika aku berkelahi dengan iblis dari Kemundungan ini. Kemudian aku terpaksa mempeladjari ilmu pedang. Aku tidak akan minta sendjataku kembali. Aku ingin melawan Kebo Sindet jang bersendjata golok itu dengan pedang.
Orang itu meng-angguk2kan kepalanja. Sedjenak ia tidak mengutjapkan kata2. Diamatinja beberapa matjam benda jang ada di pereng padas jang dipergunakannja sebagai rumahnja itu. Untuk berteduh djika hudjan turun.
Namun tiba2 ia berkata " mPu, kalau muridmu jang seorang itu tidak kau sukai, kenapa ia dapat mendjadi muridmu "
" Itu adalah karena ketamakanku masa2 jang lampau. Aku ingin mempunjai murid jang se-banjak2nja.
" Murid2 jang tidak sesuai dengan pendirian gurunja akan banjak merugikan perguruannja.
" Aku tidak mempedulikan di-saat2 itu. Siapa jang dapat memenuhi sjarat jang aku tetapkan, maka ia dapat mendjadi muridku.
" Apakah sjarat itu"
" Sekeping emas, atau sekerat permata.
" Oh - orang itu menarik nafas dalam2 - kau memang aneh.
"- Tetapi saat2 jang demikian itu sudah lampau. Aku sudah menjerahkan semuanja kepada muridku. Aku sudah berkata kepadanja beberapa kali dan aku ulangi lagi ketika aku pergi jang terachir bahwa jang lampau itu ternjata salah dan tidak berarti apa2.
" Muridmu jang mana"
" Djustru jang dahulu kurang dapat mengikuti keinginan2ku. Ketika aku pergi untuk mentjari Mahisa Agni jang terdahulu, akupun sudah bertekad untuk mati seperti saat ini. Tetapi aku tidak mati, djustru Wong Sarimpatlah jang mati. Aku masih dapat kembali kepadepokanku dan menjembuhkan luka2ku. Tetapi ternjata Mahisa Agni belum terbebaskan. Nah, sekarang, sisa2 umurku ini akan aku pergunakan dalam usaha membebaskan anak jang terperosok ketangan iblis dari Kemundungan ini, karena sebagian terbesar adalah karena salahku.
Orang itu meng-angguk2kan kepalanja pula " Aku dapat mengerti. Dan kau telah mentjoba menjusun ilmu pedang untuk melawan ilmu Kebo Sindet jang terkenal serta goloknja jang berbau maut itu. Sebenarnja kau lebih menakutkan dengan tongkat pandjangmu jang menggemparkan itu mPu.
Laki2 tua itu menggeleng " Tidak. Aku tidak akan membawa tongkat pandjang itu lagi, supaja aku jang sekarang berbeda dengan aku jang lampau.
Lawan bitjaranja itu tersenjum " Kau telah benar2 menjesal.
" Kalau tidak, maka kaulah jang pertama sekali harus berkelahi melawan aku.
" Terima kasih, kau akan mendjadi kawanku jang baik. Tetapi tidak untuk membunuh Kebo Sindet.
" Hem, aku tidak mengerti.
" Bukankah tudjuan kita adalah membebaskan Mahisa Agni, tidak untuk membunuh Kebo Sindet.
" Aku tetap tidak mengerti, tetapi aku akan mengikutimu, djustru karena aku ingin tahu bagaimana tjaramu itu.
Orang itu meng-angguk2 sambil berkata " Terima kasih atas kesediaanmu.
Pembitjaraan itu terputus ketika mereka mendengar lamat2 suara kentongan. Laki2 tua jang membawa pedang dan belati pandjang itu mengangkat kepalanja sambil bertanja " Suara apakah itu"
" Kentongan. Siapakah jang membunjikan kentongan itu"
" Kebo Sindet. Laki2 itu mengerutkan keningnja " Untuk apa"
" Kebo Sindet sedang memanggil Mahisa Agni, Kalau ia kembali dan Mahisa Agni sedang tidak berada didalam goanja, maka Kebo Sindet selalu memanggilnja dengan kentongan.
Kerut merut didahi laki2 tua itu mendjadi semakin dalam " Apakah jang harus dilakukan oleh Mahisa Agni "
" Ia tidak lebih dari seorang pelajan. Mahisa Agni harus menjediakan makan untuk kedua orang itu. Setiap saat makanan itu harus sudah tersedia. Apabila mereka datang dan tidak dilihatnja Mahisa Agni dan segera dimenjediakan makan mereka, maka dipukulnja kentongan itu. Apabila nanti Mahisa Agni datang, maka Mahisa Agnilah jang akan dipukulnja.
" Ah - laki2 tua itu berdesah - dan kau diam sadja disini "
" Sudah aku katakan, aku mempunjai rentjana tersendiri.
" Gila. Itu adalah perbuatan gila, sementara itu Mahisa Agni mengalami siksaan lahir dan batin.
" Bukankah itu akan mendjadi pengalaman jang baik baginja. Suatu gemblengan lahir dan batin pula.
" Oh, kau salah. Hal2 jang serupa itu dapat membunuh keberaniannja. Ia akan mendjadi seorang laki2 jang tidak berani berbuat apa2. Kalau kau biarkan ber-lama2 maka benar2 Mahisa Agni tidak lebih dari seorang budak. Seorang jang takut melihat perdjoangan.
Tetapi orang itu menggeleng " Marilah kita melihat ber-sama". Apakah Mahisa Agni akan mendjadi seorang jang dapat menengadahkan wadjahnja lagi dihadapan Kebo Sindet atau tidak.
" Hem - laki2 tua itu tidak mendjawab. Tetapi ia hanja menarik nafas dalam 2.
Sementara itu masih terdengar beberapa kali suara kentongan dari mulut sarang Kebo Sindet. Kuda-Sempana jang memukul kentongan itu mengajunkan tangan dengan atjuh tak atjuh.
Sedjenak kemudian Mahisa Agni jang basah datang ber"lari2 mendekatinja.
Tiba2 terdengar Kebo Sindet membentaknja - He kelintji bodoh. Dari mana kau he"
" Aku baru mandi tuan - djawab Mahisa Agni ketakutan.
Dengan tadjamnja Kebo Sindet memandangi tubuh Mahisa Agni jang basah. " Pemalas " geramnja - matahari sudah ada dipuntjak langit kau baru sadja mandi. Apa kerdjamu. sepagi ini he "
Mahisa Agni menundukkan kepalanja. Tetapi tiba2 ia terdorong dan djatuh terpelanting ketika tangan Kebo Sindet menampar pipinja.
Kuda-Sempana memalingkan mukanja. Ia melihat MaMisa Agni dengan susah pajah bangun dan duduk sambil menun iukkan kepalanja dalam2. Tetapi Kuda-Sempana itu mendjadi atjuh tak atjuh sadja. Bahkan kemudian dengan tidak berpaling lagi ia melangkah pergi.
Meskipun demikian, tumbuh suatu pertanjaan didalam hatinja. Mahisa Agni adalah seorang anak muda jang keras hati. Seorang jang hampir tidak mengenal takut sampaipun bertaruh njawa, apalagi apabila ia berada dipihak jang tidak bersalah. Bahkan terhadap Akuwu Tunggul Ametungpun Ma hisa Agni tidak dapat menundukkan kepalanja, pada saat ia melarikan diri Ken Dedes dari Panawidjen. Namun tiba2 anak itu kini mendjadi benar2 sedjinak kelintji. Setiap kali Mahisa Agni hanja dapat menundukkan kepalanja dengan gemetar ketakutan.
" Apakah benar kata paman Kebo Sindet " Kuda Sempana berguman didalam hatinja " bahwa dengan menekan perasaan Mahisa Agni setiap saat, maka djiwa anak muda itu pasti akan berubah dengan sendirinja. Ketahanan djiwa pasti akan gojah. Setiap kali ia harus mengalami ketakutan dan ketjemasan. Setiap kali ia harus dipaksa untuk tunduk dan berlutut, sehingga achirnja ia akan kehilangan segala sifat 2nja.
" Mustahil - hatinja terbantah sendiri - kekerasan hati Mahisa Agni tidak akan dapat ditjairkan dengan tjara itu.
" Tetapi kenapa sifat2nja kini berubah sama sekali " " pertanjaan itu selalu mengganggunja " apakah akupun achirnja akan kehilangan kedirianku.
Kuda-Sempana itu meng-anggukkan kepalanja " Ja, aku memang sudah kehilangan diriku sendiri. Guruku hampir terbunuh oleh paman Kebo Sindet dan Wong Sarimpat. Bahkan mungkin kini sudah mati benar2. Dan aku berada disini mem bantunja.
Kuda-Sempana itu tertegun sedjenak. Tetapi ketika ia berpaling maka ia sudah agak djauh sehingga ia tidak melihat lagi apa jang dilakukan oleh Kebo Sindet atas Mahisa Agni.
" Mungkin pendapat itu benar, dan paman Kebo Sindet sedang membentuk seorang Mahisa Agni jang djinak dan tidak berani berbuat apapun.
Kuda-Sempana itupun kemudian melangkah terus. Ia ingin membersihkan dirinja, mandi djustru didalam air jang keruh. Tetapi kini ia sudah mendjadi biasa dengan air jang keruh itu. Bahkan minumpun tidak lagi terasa muak, meskipun ia tahu bahwa didalam rawa2 itu kadang2 terapung sisa bangkai binatang2 jang mesti dibunuh oleh buaja2 kerdil.
Kebo Sindet jang melihat Mahisa Agni duduk dengan gemetar membentak dengan kerasnja " Ajo pergi. Siapkan makan kami. Kalau masih djuga selalu ber-malas2, maka kau sekali lagi akan aku ikat dipohon itu dan aku pukuli sampai kulitmu terkelupas.
Dengan menggigil Mahisa Agni bangkit per-lahan2. Ke tika ia telah tegak berdiri dan melangkah meninggalkan Ke bo Sindet, tiba2 kaki iblis itu mendorong punggungnja, se hingga anak muda itu djatuh terdjerembab.
Sekali lagi Mahisa Agni mentjoba merangkak bangkit: Ketika ia mentjoba berpaling, dilihatnja sorot mata Kebo Sindet se-olah2 menusuk djantungnja, sehingga segera Mahisa Agni itu memalingkan wadjahnja.
" Tjepat pergi setan ketjil " teriak Kebo Sindet.
Mahisa Agnipun segera bangkit dan berdjalan tjepat2 meninggalkan Kebo Sindet jang berdiri sadja mengawasinja. Meskipun wadjahnja sama sekali tidak berkesan apapun, namun sorot matanja memantjarkan kepuasan hatinja. Per-lahan2 ia berdesis " Sebentar lagi anak itu pasti akan mendjadi seekor siput jang tidak berani berbuat apapun. Djika demikian maka ia akan mendjadi barang dagangan jang menjenangkan sekali. Aku akan dapat membawanja ke Tumapel tanpa tjemas lagi bahwa pemalas ketjil itu akan berani melarikan dirinja. Atau membawa seseorang jang dapat menawarkannja kepada permaisuri untuk datang kemari. Anak itu pasti tidak akan berani berbuat apa2 lagi.
Demikianlah jang dilakukan oleh Kebo Sindet. Setiap hari apabila ia berada didalam sarangnja itu, selalu me-nakut2i, mem-bentak2, memukul dan apa sadja untuk membuat Mahisa Agni kehilangan keberanian. Kebo Sindet mengharap, betapapun kuatnja djiwa seseorang, tetapi apabila setiap hari ia mendapat perlakuan jang mempengaruhi keberaniannja, maka achirnja ketahanan djiwanja itu pasti akan runtuh pula. Seperti apa jang dilakukannja atas Kuda Sempana meskipun dengan tjara jang berbeda.
Kini ia melihat Mahisa Agni mendjadi ketakutan apa bila melihatnja sebelum ia berbuat apa2. Maka Kebo Sindet itu mengharap dalam waktu singkat, Mahisa Agni telah mendjadi seorang jang mempunjai sifat seperti jang dikehendakinja.
Mahisa Agnipun kemudian segera berlari kedapur jang kotor. Segera dipersiapkannja makan buat Kebo Sindet dan Kuda-Sempana. Nasi djagung dan daging rusa. Ikan jang didapatnja dari dalam rawa2 dan sedjenis daging burung air. Mahisa Agni sendirilah jang harus memburu makanan jang disediakannja kepada Kebo Sindet dan Wong Sarimpat dengan panah. Disekitar sarang jang dikitari rawa2 itu memang terdapat beberapa ekor rusa liar. Ternjata pulau di-tengah2 rawa itu tjukup luas bagi rusa2 itu untuk menikmati hidupnja. Dan rusa2 itulah jang setiap kali harus ditjari oleh Mahisa Agni. Tetapi jang paling mudah dilakukan adalah mengail ikan di-rawa2 itu dan mentjari burung2 air.
Hanja djagungnjalah jang diterimanja dari Kuda-Sem pana setiap kali. Apabila djagung itu habis, maka Kuda Sempana dan Kebo Sindet mentjarinja kemana sadja, padesan2 jang dilaluinja.
Hidup jang demikian itu harus didjalani oleh Mahisa Agni tanpa batas, kapan ia dapat lepas daripadanja, Untung lah bahwa Kebo Sindet dan Kuda Sempana djarang berada disarang mereka. Setiap kali mereka pergi meninggalkan tempat itu untuk waktu jang kadang2 tjukup lama. Se tjepat2nja .tiga empat hari mereka baru kembali, dan tinggal ditempat itu untuk waktu jang sama.
Ketika kemudian Kebo Sindet dan Kuda-Sempana makan, maka Mahisa Agni harus duduk didekat mereka. Setiap kali Kebo Sindet memerlukan sesuatu, maka disuruhnja Mahisa Agni untuk mengambilkannja.
" Ambil air panas - teriak Kebo Sindet tiba2.
Mahisa Agni terkedjut. Segera ia bangkit dan berdjalan ter-gesa2 kebahagian belakang dari sarang mereka itu untuk mengambil air hangat.
" Ia sudah mendjadi semakin sehat - desis Kebo Sindet kemudian kepada Kuda-Sempana - apabila ia telah mendjadi sehat benar, maka ia harus dilemahkan. Se-tidak2nja ia tidak dapat menjamaimu.
Wadjah Kuda-Sempana sama sekali tidak menundjuk kan kesan apapun. Namun ia mendjawab - Terserah kepada paman. Tetapi dalam keadaan apapun aku masih sanggup membunuhnja.
" Sekarang. Ia sudah kehilangan sebagian terbesar dari keberaniannja. Kau memang dapat berbuat apa sadja atasnja tanpa perlawanan. Tetapi kemadjuan kekuatannja akan sedikit berbahaja djuga bagimu.
" Sama sekali tidak.
Kebo Sindet terdiam ketika ia melihat Mahisa Agni datang membawa mangkuk berisi air hangat. Setelah air itu seteguk diminumnja, maka sisanja tiba2 sadja disiramkannja kepada Mahisa Agni jang duduk tepekur disampingnja " Gila. - Kebo Sindet itu menggeram - kau tidak menjediakan gula kelapa untukku"
Mahisa Agni terkedjut. Sekali lagi ia melontjat berdiri dan melangkah pergi. Tetapi Kebo Sindet berteriak - Kema na kau "
" Mengambil gula kelapa. - djawab Mahisa Agni.
" Kau memang gila. Kau lihat, bahwa air panas itu telah habis seluruhnia "
Mahisa Agni berdiri ter-mangu2. Ia tidak tahu apa jang harus segera dilakukan.
" Pergi, pergi - Kebo Sindet itu masih ber-teriak2 -ambil air panas dan gula kelapa.
Mahisa Agnipun segera melontjat pergi untuk memenuhi permintaan Kebo Sindet.
" Aku hampir berhasil - desis Kebo Sindet kepada Kuda-Sempana - Lihat ia mendjadi sangat ketakutan.
Kuda-Sempana tidak mendjawab.
Sudah beberapa hari aku tidak mengadjarnja. Besok, setelah kita pergi ke Balantur, aku akan mentjambuknja supaja ia mendjadi agak lemah dan mendjadi semakin ketakutan.
Kuda-Sempana masih berdiam diri.
"- Apakah kau ingin melakukannja lagi seperti beberapa waktu jang lalu "
" Tidak. Saat itupun aku sebenarnja tidak ingin mentjambuknja. Tetapi paman memaksa aku untuk mejakukannja.
" Huh - Kebo Sindet menjahut - apakah kau djuga sudah mendjadi pengetjut seperti Mahisa Agni.
Kuda-Sempana terdiam. " Kalau begitu aku harus berbuat sebaliknja terhadapmu. Kau harus mendjadi laki2 jang berani melihat darah, tetapi kau tidak akan dapat melepaskan diri dari tanganku2 Kau mengerti" Kau harus melakukan beberapa kali. Mengelupas kulit Mahisa Agni, tetapi djaga djangan sampai ia mati. Kau harus dapat melakukannja tanpa kesan apapun dihatimu.
" Tidak perlu Aku tidak kehilangan keberanianku menghadapi apa sadja. Tetapi tidak menghadapi orang jang terikat. Hal itu tidak akan menambah kemampuan apapun padaku.
Kebo Sindetlah jang kemudian berdiam diri untuk sedjenak. Mereka tidak meneruskan pembitjaraan itu ketika Mahisa Agni datang sambil membawa mangkuk air panas dan segumpal gula kelapa.
" Letakkan disitu - perintah Kebo Sindet - lalu pergi dari sini.
" Baik tuan " sahut Mahisa Agni dengan suara gemetar.
Mahisa Agnipun segera pergi. Ia tahu, bahwa untuk sementara ia tidak diperlukan lagi sampai datang saatnja Kebo Sindet memanggilnja.
Segera dipersiapkannja pantjingnja. Dengan kepala tunduk ia melangkah kepinggir rawa2 sambil raendjindjing pantjing ditangan kanan dan busur serta beberapa anak panah ditangan kiri. Dalam saat2 senggang demikian, Mahisa Agni lebih senang mengail atau berburu dari pada berada didekat Kebo Sindet jang selalu mem-bentak2nja dan memukulnja.
Sedjenak kemudian Mahisa Agni sudah duduk ter-kantuk2 dipinggir rawa, diatas sebongkah batu, dengan pakaian jang basah. Dilemparkannja umpan kailnja kedalam air jang keruh, kemudian diletakkannja walesan kailnja diatas i"atu tempat ia duduk, ditindih dengan busur dan anak panahnja. Sementara ia duduk memeluk lututnja dan meletakkan kepalanja diatas mulut itu.
Mahisa Agni itu terkedjut ketika ia mendengar desir dibelakangnja. Ketika ia berpaling, dilihatnja Kuda-Sempana berdiri tegak dengan sehelai pedang dilambungnja.
Dada Mahisa Agni mendjadi ber-debar2. Djalur2 tjambuk dipunggungnja masih membekas sedjak beberapa hari jang lalu ketika Kuda-Sempana itu memukulinja, sementara ia diikat pada sebatang pohon.
" Apa jang kau lakukan"
" E, mengail, Kuda-Sempana.
Kuda-Sempana berdiam sedjenak. Dipandanginja wadjah Mahisa Agni jang putjat. Tampaklah pada sorot matanja, Kuda-Sempana ingin mengatakan sesuatu, tetapi tertahan dimulutnja.
Sesaat mereka saling berdiam diri. Kuda-Sempana memandangi Mahisa Agni dengan mata jang hampir tidak berkedip, sedang Mahisa Agni menundukkan kepalanja dalam2.
Tetapi belum lagi Kuda-Sempana mengutjapkan sesuatu terdengar Kebo Sindet berdesis dibelakang mereka - Kuda-Sempana, tinggalkan setan ketjil itu.
Kuda-Sempana terperandjat djuga mendengar suara itu. Tetapi tanpa kesan apapun ia berpaling. Dipandanginja Kebo Sindet jang berdiri beberapa langkah dibelakangnja.
Mahisa Agnipun mengangkat wadjahnja pula. Terbajang perasaan kesal pada sorot matanja. Tetapi kemudian iapun menunduk pula.
Karena Kuda-Sempana masih djuga tidak berandjak pergi, maka sekali lagi Kebo Sindet berkata " Tinggalkan tikus itu dengan kesenangannja. Ia baru menangkap ikan untuk menjediakan makan kita nanti.
Kuda-Sempana menarik nafas. Per-lahan2 ia melangkah meninggalkan tempat itu. Ketika mereka telah berbelok kebelakang sebuah gerumbul ketjil, Kebo Sindet jang berdjalan dibelakangnja berkata " Aku peringatkan sekali lagi, djangan kau bunuh dia, supaja kaupun tidak aku bunuh pula.
Kuda-Sempana tidak mendjawab. Antjaman itu telah didengarnja berpuluh kali. Karena itu maka telinganja telah mendjadi kebal karenanja.
" Kuda-Sempana - berkata Kebo Sindet itu pula - sebaiknja kau selalu sadja aku bawa berdjalan berkeliling daerah Tumapel dan Kediri. Disini kau ternjata berbahaja bagi Mahisa Agni. Kalau aku sedang tidur atau lengah sedikit sadja, mungkin kau akan melakukan pembunuhan itu meski pun kau tahu akibatnja. Karena itu, biarlah kita berdjalan lagi. Bukankah kita telah mendapat sedikit djalan untuk dapat herhubungan dengan permaisuri. Agaknja orang jang kita datangi beberapa saat jang lalus meskipun belum menjediakan diri, tetapi kemungkinan itu dapat terdjadi. Baiklah besuk kita datang kepadanja sekali lagi. Kita beri djandji jang lebih baik kepadanja. Tetapi kalau ia berchianat, lebih baik kita binasakan sadja.
Kuda-Sempana tidak mendjawab. Ia berdjalan sadja selangkah demi selangkah.
" Orang itu adalah orang litjik. Tetapi ia senang sekali kepada harta kekajaan. Kau telah menundjuk orang jang dapat diharapkan.
Kuda-Sempana masih berdiam diri. Kebo Sindetpun kemudian berkata pula " Tetapi kita harus mentjari orang lain jang lebih pasti dari padanja.
02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kuda-Sempana achirnja berkata " Kita sebenarnja tidak perlu bersusah pajah mentjari. Permaisuri itulah kelak jang akan mentjari kita.
" Aku tahu - djawab Kebo Sindet - tetapi itu akan langsung terdjadi sematjam djual beli. Aku tidak senang. Aku perlu perantara. Aku sama sekali tidak ingin berhubung an langsung dengan Akuwu Tunggul Ametung.
" Apakah paman menjangka permaisuri dan Akuwu akan sebodoh itu memenuhi tuntutan paman tanpa mendapat djaminan apapun.
" Mereka harus memenuhi tuntutanku. Kuntji persoalan ini ada ditanganku.
" Bagaimana kalau mereka tidak mau"
"- Mereka harus mau. Bagaimana pertimbanganmu seandainja sepotong kuping Mahisa Agni aku kirimkan kepada permaisuri "
Kuda-Sempana adalah seorang anak muda jang berhati batu. Tetapi mendengar kata2 Kebo Sindet itu hatinja berdesir. Sehingga wadjahnja jang hampir2 membeku itu tampak menegang untuk sedjenak. Tetapi sedjenak kemudian kesan jang mengerikan itu segera terhapus dari wadjahnja.
" Bagaimana" " bertanja Kebo Sindet " apakah dengan demikian permaisuri tetap menolak tuntutanku"
Kuda-Sempana tidak mendjawab.
" Nah, sekarang beristirahatlah. Akupun akan tidur sebentar. Tetapi ingat, djangan kau ganggu anak itu supaja bukan kuping atau hidungmu jang terpaksa aku kirimkan kepada Ken Dedes.
Kuda-Sempana masih berdiam diri.
Kebo Sindetpun kemudian tidak berbitjara lagi. Langsung ia masuk kedalam sarangnja dan merebahkan dirinja diatas sepotong amben kaju jang kasar. Sedang Kuda-Sempanapun kemudian masuk pula. Ia duduk sebentar diamben jang lain sambil melepas pedangnja.
" Tidurlah. Aku tidak akan terlalu lama disini. Kau berbahaja bagi Mahisa Agni. Lagi pula aku ingin persoalan anak itu segera selesai, supaja kita tidak terlampau lama memeliharanja. Kita harus segera menemukan orang jang dapat dipertjaja untuk membitjarakan masalah djual-beli ini. Kau harus sedikit mempergunakan otakmu. Bukankah kau bekas seorang pelajan dalam, sehingga sebenarnja terlampau banjak orang jang seharusnja kau kenal untuk kepentingan ini.
Kuda-Sempana tidak mendjawab. Direbahkannja dirinja Dan ditjobanja untuk menghentikan angan2nja. Ia ingin tidur. Tidur se-puas2nja.
Hari2 jang demikian sangat menjesakkan napas Mahisa Agni. Pada saat2 Kebo Sindet dan Kuda-Sempana ada disarangnja. Banjak sekali jang harus dilakukannja. Bahkan hampir2 ia tidak sempat berbuat apa2. Menjediakan makanan, kemudian mentjutji mangkuk dan alat2, merebus air, dan sisa waktunja dipergunakan untuk berburu atau mengail. Apa bila ia tidak mendapat buruan tjukuup, maka tubuhnja pasti akan mendjadi babak-belur.
Hal jang demikian itu hampir2 tidak dapat masuk akal Kuda-Sempana. Pertanjaan tentang Mahisa Agni selalu sadja menjelimutinja. Seperti pertanjaan tentang dirinja sendiri. Dengan sadar Kuda-Sempana merasa bahwa ia sudah
tidak mempunjai minat untuk berbuat sesuatu. Ia kini tinggal menurut sadja perintah apapun jang diberikan kepadanja oleh Kebo Sindet. Semua keinginan dan tjita2 untuk dirinja sendiri se-olah2 telah mati.
Kuda-Sempana dan Kebo Sindet itupun kemudian te tidur pula. Dalam saat2 jang demikian, di-masa2 sebelumnja tumbuh didalam angan2 Mahisa Agni untuk membunuh sadja keduanja. Tetapi Kebo Sindet adalah orang jang luar biasa, sehingga langkahnja betapapun lambatnja pasti akan membangunkannja. Apalagi didalam sarang itu terdapat berbagai matjam barang2 jang terbudjur lintang tidak keruan. Kaju2 dan bambu2. Gledeg dan birang2 petjah belah jang berserakan.
Tetapi lambat laun keinginan itupun padam dengan sendirinja, sehingga Mahisa Agni sama sekali2 belum pernah melakukan pertjobaan itu.
Kebo Sindet sendiri merasa jakin bahwa Mahisa Agni tidak akan berani berbuat sesuatu. Semula iapun memperhitungkan pula kemungkinan itu, sehingga beberapa kali ia ber-puras tidur ditempat jang mudah sekali didatangi oleh Mahisa Agni seandainja ia ingin melakukan pertjobaan untuk membunuhnja. Tetapi pertjobaan itu sama sekali tidak pernah terdjadi, sehingga Kebo Sindet achirnja mengambil kesimpulan bahwa Mahisa Agni tidak akan berani melakukannja. Apalagi setelah anak itu mendjadi djinak.
Kali ini seperti biasanja, Kebo Sindet tidak terlampau lama berada disarangnja jang mendjemukan itu. Mendjemukan bagi Kebo Sindet sendiri. Sepeninggal adiknja, ia lebih suka merantau. Mendatangi padesan2 dan kampung2. Masuk keluar warung2 tanpa mempersoalkan uang untuk membajarnja. Berdjudi ber-sama2 dengan orang2 djahat dan kasar seperti dirinja sendiri. Berkelahi dan saling membunuh. Tetapi tidak seorangpun jang pernah didjumpainja dapat mengalahkannja. Kadang2 didalam lingkaran djudi orang2jang belum mengenalnja berani menentang kehendaknja. Tetapi biasanja erang itu akan kehilangan semuanja. Uang dan barang2nja. Bahkan njawanja.
Ketika matari mulai melontarkan sinarnja jang kuning ke-merah2an, maka Kebo Sindet dan Kuda-Sempana telah siap untuk meninggalkan sarangnja jang kotor itu, setelah tiga hari ia tinggal. Meskipun rawa2 disekitar sarangnja masih disaput oleh kabut jang rapat, namun Kebo Sindet sama sekali tidak mendjadi tjemas bahwa ia akan terdjerumus kedalam lumpur didalam dasar rawa2 itu. Ia sudah begitu hafalnja. Bahkan sambil berlaripun ia dapat melintasinja tanpa terperosok kedalam lumpur.
Kuda jang dipergunakan oleh Kebo Sindetpun lambat laun mendjadi hafal pula seperti penunggangnja. Kemana kakinja harus melangkah supaja ia tidak tersesat. Dengan demikian maka Kebo Sindet hampir2 tidak perlu lagi mengendalikan kudanja disepandjang rawa2 itu, betapa tebalnja kabut dan bahkan dimalam hari sekalipun. Hidung kuda itu seolah2 telah mendapatkan sebuah mata jang dapat melihat langsung menembus air jang berwarna lumpur itu, melihat sampai kedasarnja.
Ketika mereka berdua, Kebo Sindet dan Kuda-Sempana sudah berada dipunggung kudanja, maka berkatalah iblis dari Kemundungan itu kepada Mahisa Agni - He, pemalas. Kau harus menunggu rumah ini. Pelihara baik2. Aku akan pergi untuk sepekan atau dua pekan mentjari orang jang sudi mengambilmu dari tempat ini. Kau sudah terlampau lama mengotori rumahku. Seharusnja kau segera mendapat tebusan. Tetapi agaknja tidak seorangpun didunia ini jang mempedulikanmu. Adikmu, apalagi Tunggul Ametung.
Mahisa Agni tidak mendjawab. Tetapi kepala tertunduk dalam2.
" He, apa katamu"
"- Ja, ja, aku mengerti " djawab Agni tergagap.
" Apa jang kau mengerti he"
" Mendjaga dan memelihara rumah ini baik2.
" Hanja itu" Mahisa Agni terdiam. Ia tidak mengerti apa jang harus dikatakannja.
" Apa he" - Kebo Sindet tiba2 berteriak.
Mahisa Agni masih terbungkam. Ia masih belum mengerti maksud Kebo Sindet itu.
Sekali lagi Mahisa Agni mendengar Kebo Sindet berteriak.2 Ia melihat kuda jang ditungganginja bergerak madju kearahnja, dan sedjenak kemudian ia terdorong djatuh karena sentuhan kaki iblis jang garang itu.
" Pemalas jang bodoh. Kau harus berkata bahwa memang tidak ada seorangpun jang mempedulikan kau lagi. Kau tinggal menunggu nasib djelek jang bakal datang. Apa bila aku tidak segera dapat berhubungan dengan orang jang masih bersedia mengambilmu, maka kupingmu sepotong2 akan aku kirimkan kepada Ken Dedes. Kemudian hidung, tangan dan kaki2mu sebelum kau aku lemparkan ke-rawa2 itu, ketjuali kepalamu jang akan aku simpan sebagai pesugiban.
Ter-tatih2 Mahisa Agni mentjoba berdiri. Tetapi Kebo Sindet itu telah menggerakkan kudanja meninggalkannja diikuti oleh Kuda Sempana.
Ketika Kebo Sindet berpaling, dilihatnja Mahisa Agni. berdiri dengan lemahnja, memandanginja.
" Anak itu memang bodoh " gumamnja. Kuda-Sempanapun berpaling, tetapi ia tidak menjahut.
" Ternjata ia tidak lebih dari seekor tikus pengetjut. Aku jakin bahwa ia telah kehilangan seluruh kepribadiannja. Dan aku semakin senang melihatnja.
Kuda-Sempana masih berdiam diri. Ternjata Kebo Sindet itupun tidak berbitjara lagi. Kini mereka telah turun kedalam air dan sedjenak kemudian mereka berdua hilang ditelan oleh kabut diatas rawa" jang keruh itu.
Ketika mereka sudah tidak tampak lagi, Mahisa Agni menarik nafas dalam2. Seperti ia ingin melepaskan semua jang sedang menjumbat dadanja. Sekali disekanja keringat jang se-akan2 mengembun dipelipisnja. Dikibaskannja pakaian nja jang kotor oleh tanah lembab ketika ia djatuh berguling disentuh kaki Kebo Sindet.
Per-lahans matahari merajap dikaki langit. Semakin lama mendjadi semakin tinggi. Dan Mahisa Agni masih berdiri ditempatnja memandangi kabut jang putih.
Tetapi tiba2 wadjahnja jang lesu itu mendjadi semakin terang seperti matahari jang semakin meninggi. Bahkan anak muda itupun kemudian tersenjum.
Lenjaplah segala kelesuan dan ketakutan dari wadjahnja. Tiba2 ia melon2jat tinggi2. Menggeliat dan tangannja menggapai dahan kaju diatasnja. Sedjenak kemudian tubuhnja menggantung didahan itu, dan sambil menggeram diangkatnja tubuh itu tinggi2. Demikian dilakukannja ber-kali2. Sesaat kemudian maka tubuh itupun berputar seperti baling2. Ketika tangan Mahisa Agni terlepas maka tubuhnja itupun terlempar ketanah. Tetapi dengan lintjahnja ia melenting dan iapun telah berdiri diatas tanah, pada kedua belah kakinja.
Mahisa Agni menarik nafas pandjang. Terdengar ia berdesis perlahan " Mudah2an aku berhasil.
Mahisa Agni itupun kemudian berdjalan dengan langkah jang tjepat menudju ketepi rawa2 diudjung lain. Ter-suruk2 ia menjelinap kebalik gerumbul2 liar, kemudian sampailah ia ketetnpat jang agak lapang, dibawah pepohonan jang djarang.
" Sudah beberapa hari aku tidak sempat mengundjungi tempat ini - desisnja - iblis itu selalu sadja mengganggu aku. Mumpung masih pagi, biarlah segera aku mulai.
Mahisa Agni itupun kemudian berdjongkok pada lutut-nja. Sedjenak kemudian tiba2 sadja ia melinting tinggi. Dan mulailah ia berlatih. Mula2 garakannja tidak begitu tjepat, sekedar untuk memanaskann badannja. Tetapi semakin lama gerakan itu mendjadi semakin lintjah. Seperti kidjang ia ber-lontjat2an, sambil meng-ajun2kan tangannja. Setiap kali disentuhnja udjung2 perdu jang sudah ditandainja. Semakin lama semakin tjepat, semakin tjepat. sehingga sesaat kemudian gerakannja hampir2 tidak dapat diikuti dengan mata. Sekali ia melontjat kedepan, namun tiba2 ia sudah melun tjur surut. Berputar, melenting dan menggeliat.
Ketika tubuh Mahisa Agni telah dibasahi oleh keringatnja jang hangat, maka iapun memperlambat gerakannja. Namun dalam pada itu, gerakannja jang semakin lambat itu, tampak mendjadi semakin tangguh dan kuat. Kini ia tidak melatih ketjepatan bergerak, tetapi ia ingin melatih kekuatan tenaganja. Pada saat ia menerima Adji tertinggi dari perguruannja, ia sudah mampu menghantam hantjur batu padas. Tetapi kini kekuatannja telah ber-tambah2. Tidak sadja batu padas dan batu hitam, bahkan batang2 kaju jang masih berdiri tegak itu, akan berguntjang oleh sentuhan tangannja.
Demikianlah, maka sesaat kemudian maka hutan ketjil di-tengah2 rawa2 itu mendjadi se-olah2 dihantam oleh badai jang keras. Dari kedjauhan akan tampak daun2annja bergetar seperti diguntjang oleh angin prahara. Dengan dahsjatnja Mahisa Agni melontjat dari sebatang pohon kebatang jang lain. Pohon2 jang tjukup besar itu dipukulnja berganti ganti sehingga pohon2 itu tergetar. Daun2nja jang mulai menguning berguguran djatuh ditanah. Bahkan kemudian tjabang2nja jang mulai mengeringpun terdengar berderak-derak patah.
Tetapi tiba2 Mahisa Agni itu terlontjat. Ia berdiri tegak seperti patung. Matanja tiba2 se-olah2 menjala ketika ia me lihat seseorang tanpa diketahuinja telah berdiri beberapa langkah dari padanja.
" Alangkah dahsjatnja " terdengar orang itu berkata Mahisa Agni masih berdiri tegak ditempatnja. Matanja
kini bagaikan menjala. Tiba2 detak djantungnja seolah-olah mendjadi berlipat ganda memukul dinding dadanja.
" Kau - terdengar menggeram.
" Ja, aku datang kepadamu Agni.
Mulut Mahisa Agni tiba2 mengatub rapat2. Terdeng giginja gemeretak. " Apakap kau akan membunuhku t
" Apakah aku sekarang mampu melakukannja" Mahisa Agni terdiam sedjenak. Dilihatnja orang itu dari udjung kakinja sampai udjung kepalanja.
Beberapa waktu jang lampau ia sama sekali tidak berdaja menghadapinja. Tetapi kini ia telah berubah. Sedjak ia berada di pengasingan ini, ia merasa bahwa ilmunja telah bertambah madju. Meskipun demikian ia masih belum berani mejakini dirinja, bahwa ia sudah dapat menjamai Kebo Sindet. Karena itu, maka iapun masih belum jakin bahwa ia dapat menjamai orang jang dengan tanpa di-sangka2nja telah berdiri dihadapannja.
" Bagaimana Agni, apakah aku masih mampu melaku kannja "
Mahisa Agni menggeram. Ia merasa bahwa pertanjaan itu se-mata2 untuk menghinanja. Bagaimanapun djuga orang itu adalah seseorang jang tidak kalah dahsjatnja dari Kebo Sindet sendiri. Dan apapun jang pernah dilakukannja dan terdjadi atas diri orang itu, namun Mahisa Agni masih merasakan sikap jang berbahaja baginja,
Tetapi Mahisa Agni telah bertekad untuk keluar dari rawa2 itu dengan tjara jang akan mengedjutkan Kebo Sindet. Karena itu, maka sudah barang tentu ia tidak akan dengan suka rela menjerahkan kepalanja kepada orang jang sangat dibentjinja itu, apapun jang sudah diperbuatnja.
" Apakah jang kau kehendaki sekarang " " bertanja Mahisa Agni " apakah kau masih belum puas melihat aku berada disarang iblis ini " Meskipun aku tidak pasti, tetapi aku mendengar sedikit banjak tentang kau dan Kebo Sindet. Pertjakapan2 jang aku dengar dan kenjataan jang aku lihat. Apakah kau masih menganggap aku sebagai barang jang sangat berharga untuk kau perebutkan. " Kenapa kau tidak datang menemui Kebo Sindet langsung "
" Mungkin kau pernah mendengar pertjakapan Kuda-Sempana dan Kebo Sindet, mungkin dari orang lain. Bagai mana tanggapanmu sekarang tentang diriku. Apakah sekian lama kau disini, maka kau tidak lagi dapat melihat sesuatu diluar daerah rawa2 ini "
Mahisa Agni tidak segera mendjawab. Tetapi sekali lagi direnunginja laki2 itu. Terasa suatu perbedaan jang dalam terpantjar dari wadjah orang itu dari pada wadjahnja jang pernah dikenalnja dahulu.
Namun demikian terbersit suatu pertanjaan didalam diri nja " Apakah aku telah benar2 berubah setelah aku ter asing didaerah neraka jang memuakkan ini" " Lalu kata nja pula didalam hatinja itu " Aku memang merasa asing. Djuga terhadap diriku sendiri.
" Bagaimana" " terdengar laki2 itu bertanja pula.
Mahisa Agni masih memandanginja dengan saksama. Se makin tadjam ia memandang wadjah orang itu, semakin te rasa, bahwa orang ini se-olahs bukan orang jang pernah di kenalnja dahulu, meskipun wadagnja adalah wadag jang itu djuga.
" Apakah kau tidak dapat mengenal aku lagi dengan baik " - bertanja orang itu pula.
Mahisa Agni tidak mau ber-lama2 diombang-ambingkan oleh perasaan dan ke-ragu2annja. Karena itu maka apapun jang pernah didengarnja tentang orang itu, namun ia akan mengambil sikap jang paling hati2. Ia harus mendjaga diri nja baik2.
" Agni " berkata laki2 itu " mungkin kau pernah mendengar serba sedikit tentang diriku. Tetapi ternjata seka rang aku datang mentjarlmu. Anggaplah bahwa tidak ada suatu perubahan apapun tentang aku. Anggaplah seandainja kau pernah mendengar serba sedikit tentang aku, itu sama sekali tidak benar. Aku masih tetap ingin mendapatkan ha diah jang se-besar2nja dengan menemukanmu. Meskipun aku dapat berbuat seperti Kebo Sindet, menjembunjikan kau dan menuntut agar kau ditukar dengan harta benda, meski pun setelah harta benda itu diterima, kau pasti akan dibu nuhnja djuga, tetapi aku akan berbuat lain. Aku akan membebaskanmu. Aku akan mendjadi seorang pahlawan. Dan aku akan mendapat harta jang aku kehendaki seperti jang di ingini oleh Kebo Sindet. Bedanja, Kebo Sindet akan selalu di-kedjar2 oleh Akuwu Tunggul Ametung jang pasti tidak akan dapat kami kalahkan karena pusaka penggadanja jang nggegirisi itu, sedang aku akan disandjungnja sebagai seorang pahlawan jang telah membebaskan kau.
Kesan didalam hati Mahisa Agni tentang laki2 itu sege ra larut seperti awan jang disapu angin kentjang. Sekali lagi ia menggeretakkan giginja. Terdengar ia menggeram " Litjik. Kau ternjata lebih litjik dari Kebo Sindet. Apakah dengan demikian kau sangka, aku tidak dapat berbitjara de ngan mulutku tentang engkau"
" Oh, djadi kau tidak akan berterima kasih kepadaku apabila aku berbuat demikian"
" Kau adalah sumber dari bentjana ini.
Laki2 itu tertawa. Katanja " Tetapi aku adalah pahlawan jang akan membebaskan kau dari bentjana ini.
" Itulah kelitjikanmu. Dan kau akan digantung ka renanja.
Laki2 itu masih tertawa. Katanja kemudian " Bagai manakah kalau aku berhasil merebutmu dari tangan Kebo Sindet dalam keadaan jang tidak dikehendaki oleh Permaisuri dan Akuwu Tunggul Ametung "
" Maksudmu " " bertanja Mahisa Agni.
" Aku berkelahi dengan Kebo Sindet. Aku berhasil meng alahkannja. Tetapi sebelum ia lari, maka kau dibunuhnja lebih dahulu, sehingga aku tinggal dapat merebut majalmu.
Darah Mahisa Agni serasa mendidih mendengar djawab an itu. Tiba2 ia merenggangkan kakinja sambil bergumam " Bunuhlah kalau kau ingin membunuh Mahisa Agni. Aku sudah bersedia Tetapi aku tidak akan menjerahkan njawaku seperti seekor kerbau dipembantaian.
" Bagus, kau sudah terlalu djauh madju. Apakah Kebo Sindet selama ini telah memberimu ilmunja jang hitam itu "
" Persetan dengan Kebo Sindet. Seperti sikapku ter hadapmu, aku akan bersikap serupa terhadap Kebo Sindet.
" He " - tiba2 laki2 tertawa berkepandjangan " sudah berapa lama kau berada disini tanpa berbuat sesuatu. He "
Mahisa Agni terdiam sedjenak. Terbajang apa jang selalu dilakukan disarang iblis kemundungan ini. Berlutut dan tunduk dalam2. Mendjatuhkan diri ber-guling2 apabila ditampar pipinja. Djawabannja selalu tergagap ketakutan apa bila dibentak oleh iblis itu.
Tiba2 suaranja meledak " Tetapi itu bukan maksudku. Aku bukan pengetjut jang sekedar menjembunjikan njawa dengan mengorbankan harga diri.
" Oh " laki2 itu mengerutkan keningnja "- bukan maksudmu sendiri " Lalu, apakah itu maksud Kebo Sindet.
" Tidak. " Lalu siapa " Sekali lagi Mahisa Agni terdiam. Tetapi sorot matanja mendjadi merah seperti soga.
" Itu bukan urusanmu " ia menggeram " sekarang kalau kau ingin membunuhku, lakukanlah.
Laki2 itu meng-angguk2kan kepalanja " Kau masih djuga keras kepala. Aku memberi kau kesempatan untuk memilih. Sebenarnja aku ingin menjerahkan kau dengan baik. Tetapi kau sudah mengantjamku untuk membuka rahasia. Karena itu, maka pilihan itu mendjadi tidak terlampau menjenangkan. Jang pertama, apabila kau tidak melawan, kau akan tetap hidup. Kau aku bawa kepada permaisuri, tetapi dalam keadaan gagu. Aku akan memilin lidahmu dan mem buat kau tidak dapat ber-kata2 untuk waktu jang agak lama. Maaf, itu adalah karena pokalmu sendiri. Jang kedua, apa bila kau melawan, maka kau akan aku bunuh. Majatmulah jang akan abu bawa ke Tumapel. Tetapi itu akan lebih baik dari pada tubuhmu mendjadi makanan buaja2 kerdil di rawa2 itu.
Tubuh Mahisa Agni kemudian menggigil karena kema rahan jang sudah hampir tidak tertahankan lagi. Kebentji annja kepada orang itu telah mentjapai puntjaknja. Namun ia masih tetap sadar dengan siapa ia berhadapan. Karena itu, maka ia tidak mau berbuat ter-gesa2. Ia harus ber-hati2 sekali.
Dadanja berdentangan ketika ia mendengar orang itu berkata " Nah, Agni. Manakah jang kau pilih diantara ke duanja "
U pelangi dilangit "ingkari XXXII
" Djangan banjak bitjara lagi mPu. Kalau kau ingin membunuh tjepatlah. Tetapi kau barus sadar pula bahwa akupun ingin membunuhmu.
Laki2 itu tertawa. Katanja " Apakah dengan permainan lontjat2an itu kau merasa mampu mengimbangi aku kini"
" Persetan " djawab Mahisa Agni " Ajo berbuatlah.
" Nanti dulu. Aku senang melihat kau ketakutan. Aku tidak ingin tjepat2 berbuat sesuatu.
Hampir sadja Mahisa Agni melontjat menerkam laki2 itu. Tetapi beruntunglah, bahwa bekalnja kini mendjadi semakin banjak untuk menghadapi keadaan jang demikian. Bahkan tiba2 ia menjadari, bahwa didalam setiap benturan badaniah, maka kemarahan jang me-luap2 hanja akan membuat akalnja mendjadi gelap. Itulah sebabnja. maka tiba2 ia menarik nafas dalam2, se-akan2 ingin mengendapkan lagi darahnja jang telah mendidih sampai di-ubun2.
Dengan berusaha untuk menekan luapan perasaannja ia berkata " Baiklah mPu. Kalau kau masih akan menunggu. Akupun akan bersabar pula. Mungkin kau sedang mem pertimbangkan apakah kau masih mampu berbuat sesuatu.
Laki2 itu mengerutkan keningnja. Sekilas terbersit di dalam dadanja, pertanjaan tentang anak itu. Ternjata Mahisa Agni telah mendjadi semakin mengendap dan mampu menahan diri menghadapi sentuhan2 perasaan. Anak itu kini telah berhasil menahan diri, menenan kemarahan jang telah sampai membakar kepalanja.
Laki2 itu kemudian meng-angguk2kan kepalanja. Namun ia masih berkata " Hem, agaknja kau mendjadi semakin ber-hati2. Apakah gurumu jang baru, Kebo Sindet mengadjarmu demikian "
" Ja " sahut Mahisa Agni pendek.
Sekali lagi orang itu mengerutkan keningnja.
Tetapi tiba2 wadjahnja menegang. Dengan gemetar tangannja diangkatnja menundjuk kehidung Mahisa Agni " Agni, ternjata kau memilih tjara jang kedua. Kau akan melawanku. Bukankah begitu "
" Ja " sahut Mahisa Agni pendek. Tetapi ia telah berhasil menahan hati untuk tidak ditjengkam oleh kemarahannja sendiri. Djustru dengan demikian ia mampu melihat lawannja dengan terang. Sikapnja, langkahnja dan bahkan jang agak mengedjutkan adalah sendjatanja. Sehingga dengan herannja ia bertanja " mPu, baru sekarang aku melihat sesuatu jang lain daripadamu. Kenapa membawa pedang. Kenapa kau tidak membawa tongkat pandjangmu"
Laki2 itu tertawa, katanja - Kau memperhatikan sendjataku pula " Baiklah, dengan pedang2 ini aku akan dengan mudahnja membunuhmu. Begitu "
Mahisa Agni tidak mendjawab, tetapi tampaklah dari sorot matanja, bahwa ia tidak mempertjajainja.
" Oh, kau tidak pertjaja " " laki2 itu menebak perasaannja " Baiklah. Kalau begitu aku akan berterus terang. Tongkatku telah aku berikan kepada muridku. Nah, apakah kau sekarang pertjaja "
Mahisa Agni masih sadja berdiam diri.
" Nah, sekarang aku akan sampai pada rentjanaku. Kalau mungkin aku akan membuatmu pingsan sadja. Kemudian sesudah aku rusakkan lidahmu, maka kau akan aku serahkan kepada adikmu. Aku akan menerima hadiah jang tjukup besar. Menurut perhitunganku, hadiahnja pasti akan lebih besar seandainja aku menjerahkanmu hidup2.
Terdengar Mahisa itu menggeram. Tetapi sekali lagi ia menekan perasaannja untuk tidak membakar akalnja.
" Kau tidak marah " Apakah kau telah benar2 mendja di seorang pengetjut setelah sekian lama kau berada disini.
Jang terdengar adalah gemeretak gigi Mahisa Agni. Te tapi ia masih tetap berdiri tegak ditempatnja. Namun kesiagaannja mendjadi semakin mantap.
Ternjata laki2 itulah jang kemudian tidak sabar me nunggu. Per-lahan2 ia melangkah madju sambil berkata " Bersiaplah. Aku akan segera membunuhmu.
Mahisa Agni memang sudah bersiap sedjak lama. Karena itu, maka ia tidak merubah sikapnja.
Tetapi Mahisa Agni mendjadi semakin heran melihat gerak orang itu. Orang itu melangkah sadja seenaknja mendekatinja. Beberapa langkah daripadanja kedua belah tangannja terdjulur sambil berkata " Aku akan mentjekikmu, teta pi tidak sampai mati.
Betapa laki2 itu telan menghina Mahisa Agni. Bagaimanapun djuga penghinaan itu tidak akan dapat ditahankanja. Karena itu, maka Mahisa Agni sudah tidak dapat menge kang diri lagi. Terdengar ia menggeram, dan tiba2 sadja tu buhnja melenting dengan tjepatnja. Kakinja terdjulur lurus mengarah kelambung orang itu.
" Oh " ternjata orang itu terperandjat. Benar2 terperandjat. Ketjepatan gerak Mahisa Agni itu sama sekali tidak ter-duga2. Karena itu maka dengan ter-gesa2 ia melontjat menghindarinja.
Tetapi sekali lagi ia terkedjut. Ternjata serangan berikutnja telah mengedjarnja.
Dengan demikian maka sekali lagi ia terpaksa melontjat menghindar. Kali ini orang itu melontar tjukup djauh, se hingga ia sempat untuk menjiapkan dirinja menerima serangan Mahisa Agni berikutnja jang datang seperti badai.
" Bukan main " desis orang itu " kau madju pesat sekali Agni, ternjata gurumu benar2 mampu menuntunmu. Kau akan mendjadi murid Kebo Sindet jang djauh lebih baik dari Kuda-Sempana.
Mahisa Agni sama sekali tidak bernafsu untuk mendja wab. Namun geraknja mendjadi lebih lintjah dan mantap. Serangannja beruntun berurutanj sehingga lawannja terpaksa melontjat surut beberapa kali.
Tetapi Mabisa Agni mengerti, bahwa tidak hanja sekian djauh nilai lawannja. Itulah sebabnja, maka iapun telah ber siap untuk bertempur dalam tataran jang lebih tinggi.
Ternjata perhitungan Mahisa Agni itu tidak melesat. Sesaat kemudian lawannja tidak mau lagi hanja berlontjatan mundur dan menghindar. Pada saatnja, maka mulailah la wannja itu melakukan serangan untuk mematahkan serangan2 Mahisa Agni.
Dengan demikian maka perkelahian itu mendjadi semakin sengit. Masing2 mentjoba mentjari kelemahan lawannja. Dengan gerak jang ber ubah2 Mahisa Agni mentjoba untuk mendesak lawannja. Namun lawannjapun memiliki pengalaman jang djauh lebih banjak daripadanja sehingga mampu untuk melakukan gerak memotong hampir setiap serangan Mahisa Agni.
Meskipun demikian, ternjata bahwa Mahisa Agni kini bukan Mahisa Agni beberapa waktu jang lampau. Meskipun belum sampai pada tataran Kebo Sindet, tetapi lawan Mahisa Agni itu tidak dapat menguasainja sepenuhnja Setiap kali ia dikedjutkan oleh gerak Mahisa Agni jang terlampau tjepat. Terlampau tjepat menurut perhitungannja, bahwa gerak itu dapat dilakukan oleh Mahisa Agni.
" Anak ini benar luar biasa " berkata laki2 itu di dalam hatinja " ia sudah mendapat kemadjuan jang tidak aku duga.
Dengan demikian maka laki2 itupun harus mengerahkan sebagian besar dari tenaga dan kemampuannja untuk melawan Mahisa Agni itu.
Perkelahian itu semakin seru dan seru. Mereka berlontjatan seperti ajam2 djantan sedang berlaga Melontar dan menjerang dengan dahsjatnja. Sentuhan2 tangan mereka pada pepohonan telah menimbulkan gontjangan2 jang keras, sehingga ranting2 dan daun2 jang sudah mulai kuning ber guguran ditanah, se-olah2 hudjan bunga jang turun dari langit, mengagumi dua orang jang sedang bertempur dengan dahsjatnja itu. v
" Hem " berkata laki2 itu didalam hati " aku kini benar2 tidak dapat berbuat sekehendak hatiku atasnja. Kini bukan akulah jang menentukan bentuk dari perkelahian ini. Tetapi kekuatan dan ketjepatannja bergerak benar2 merupakan unsur jang tidak dapat diabaikan.
Namun sementara itu Mahisa Agnipun menjadari, bahwa ilmunja masih belum dapat menjamai ilmu lawannja. Betapa ia mengerahkan segenap kemampuannja, namun ia merasa, bahwa achirnja dengan tjara jang demikian, ia pasti tidak
akan dapat berbuat lebih banjak lagi. Karena itu ia harus berbuat lain. Ia harus mentjari tjara untuk se-tidak2nja memperpandjang waktu perlawanannja, sehingga ia menemukan kesempatan untuk melepaskan diri atau mati.
Pada saat lawannja kemudian mengerahkan tenaganja, maka terasa betapa Mahisa Agni mendjadi semakin terdesak. Kini anak muda itulah jang terpaksa harus melontjat surut setiap kali. Menghindari serangan jang semakin lama semakin dahsjat.
Ketika Mahisa Agni merasa bahwa ia sudah tidak akan tahan lebih lama dengan tjara itu, maka tiba2 ia melenting tinggi. Digapainja sepotong sulur batang preh jang ber djuntai hampir sampai ketanah. Dengan kekuatan jang luar biasa direnggutnja sulur preh itu sehingga berderak patah.
" He " teriak lawannja berkelahi " apakah jang sedang kau lakukan.
Tetapi Mahisa Agni tidak menjahut. Akar preh itu di putar diatas kepalanja seperti baling2, kemudian anak muda itu melontjat madju dengan garangnja.
Kini sekali lagi Mahisa Agni melibat lawannja dengan akar preh jang dipergunakannja sebagai sendjata. Udjungnja jang lentur ternjata tjukup berbahaja bagi lawannja. Agaknja tangan Mahisa Agni benar2 mampu menguasai sendjatanja, sehingga sulur preh itu rasa2nja mempunjai mata jang selalu dapat melibat tempat2 jang lemah dan berbahaja.
" He " sekali lagi lawannja berteriak " tjara apakah jang kau pakai untuk melawanku ini " Sendjata apakah namanja jang kau pergunakan itu "
Mahisa Agni tidak mendjawab, tetapi sulur pohon preh jang ditangannja berputar semakin tjepat. Melingkar dan me-matuk2 seperti ribuan ular menjerang ber-sama2.
" Hem " lawannja berkata lagi " ilmu sulur preh ini memang dahsjat sekali. Karena itu aku pasti tidak akan mampu melawannja tanpa bersendjata. Karena itu aku terpaksa mempergunakan sendjataku. Sebenarnja aku segan menjentuh kulitmu dengan udjung pedangku. Tetapi apa boleh
buat. Kau benar2 telah membabi buta dengan permainan sulur prehmu itu.
Laki2 itu tidak menunggu mulutnja terkatub rapat. Tiba2 sadja tangannja telah menggenggam pedang ditangan kanan dan sebuah pisau belati pandjang ditangan kirinja.
" Nah " katanja " aku kini sudah bersendjata pula. Mudah2an aku dapat melawan sendjatamu jang aneh itu.
Mahisa Agni masih tetap berdiam diri. Tetapi tiba2 wa djahnja jang tegang mendjadi semakin tegang. Ternjata orang jang biasa mempergunakan sebatang tongkat pandjang itu, mampu mempermainkannja dengan dahsjatnja. Kedua pedang itu saling bergulung dalam suatu gumpalan maut jang mengerikan.
" Bukan main " Mahisa Agni menggeram dihatinja " ilmu pedang ini benar sulit untuk ditembus. Apalagi hanja sekedar dengan sebatang sulur.
Tetapi Mahisa Agni tidak boleh berputus asa menghadapi keadaan jang betapapun beratnja.
Karena itu maka iapun semakin memperketat serangannja. Ia masih mentjoba untuk mentjari kemungkinan menemukan Iubang2 pertahanan lawannja.
Tetapi sepasang sendjata lawannja benar2 merupakan perisai jang sangat rapat. Tidak ada kesempatan sama sekali bagi Mahisa Agni. Bahkan ketika sulur prehnja mematuk dari ataspun, terasa sulur itu bergetar. Ketika sulur itu di tariknja, maka udjungnja telah tertebas beberapa tjengkang.
" Bukan main, bukan main " ber-kali2 Mahisa Agni memudji permainan pedang itu didalam hatinja. Ia mengenal orang itu dengan sendjatanja jang chusus. Sebatang tongkat pandjang sebagai tjiri kebesarannja. Dengan tongkat pandjangnja, orang itu hampir2 tidak terkalahkan. Tetapi ternjata ia tidak hanja mampu mempergunakan sendjatanja jang chusus. Kini ternjata ia mampu menggerakkan sepasang pedang dengan dahsjatnja, awan jang putih ber-gumpal2 menjelubunginja.
" Setelah sekian lama bertempur dengan sekuat tenaganja, bahkan kadang2 Mahisa Agni harus mengerahkan tenaganja ber-lebih2an, maka semakin lama tenaga anak muda itu mendjadi semakin susut. Sementara itu matahari jang merajap dilangit mendjadi semakin djauh melampaui titik puntjak langit Tanpa mereka sadari maka keduanja telah berkelahi lebih dari setengah hari.
" Meskipun lawan Mahisa Agni itu semakin lama mendjadi semakin melihat kelemahan lawannja, tetapi apa jang dihadapinja benar2 mengherankan. Setengah hari ia sudah melakukan perlawanan. Tetapi benar2 diluar dugaannja, bahwa ia masih belum mampu menguasai lawannja sepenuhnja. Setiap kali ia masih dikedjutkan oleh serangan2 Mahisa Agni dengan bentuk tata gerak jang sangat dikaguminja.
" Tetapi laki2 tua itupun melihat bahwa ketika matahari telah mulai menurun, tenaga Mahisa Agni jang diperasnja ber-lebih2an itu sudah mulai susut. Maka ketika Mahisa Agni terdorong beberapa langkah surut, orang itu tertawa sambil berkata " Nah, Mahisa Agni, tenagamu sudah mendjadi susut. Aku akan melihat apakah kau mampu berkelahi sampai matahari terbenam.
" Mahisa Agni menggeram. Ia merasakan pula bahwa tenaganja memang telah mulai susut. Tetapi iapun menjadari bahwa ia telah mengerahkan tenaganja agak ber-lebih2an. Seandainja ia tidak harus melawan orang tua itu, maka ia tidak akan segera mendjadi lelah. Kalau ia harus bertempur kekuatan ilmu jang sebajanja, maka ia akan tahan berkelahi empat hari empat malam tanpa berhenti. Tetapi lawannja kini ada ditataran jang lebih tinggi. Dengan demikian maka ia harus berbuat terlampau banjak, meskipun perlawanan jang diberikan kali ini djauh lebih banjak dari perlawanannja pada masa2 lampau.
" Memang sebagai seorang Iaki2 Mahisa Agni tidak dapat mengharapkan bantuan orang lain, namun kadang2 terbersit pula didalam hatinja, barapan, bahwa ia akan dapat lepas dari tangan orang ini. Ia merasa masih mempunjai kewadjiban untuk menjelesaikan persoalannja dengan Kebo Sindet. Tetapi tiba2 orang ini datang merusak rentjananja.
Tetapi ia tidak akan dapat menghindar. Ia harus melawan, apapun jang terdjadi.
Semakin lama maka perkelaian itu mendjadi semakin dahsjat. Mahisa Agni mentjoba mempergunakan segenap sisa2 tenaganja untuk mematahkan serangan2 pedang lawannja. Tetapi ia tidak mampu melakukannja. Apalagi nafasnja kemudian mulai berdesakan dilubang hidungnja.
" Aku tidak dapat melawannja terus-menerus " berkata Mahisa Agni didalam hatinja " aku harus mengurangi tenaganja. Kalau mungkin membuatnja lelah seperti aku.
Sesaat kemudian ketika tekanan orang itu hampir tidak terhindarkan lagi, maka Mahisa Agni telah mentjoba dengan sekuat tenaganja untuk melihat pedang orang tua itu dengan udjung sulurnja. Se-tidak2nja ia akan mendapat kesempatan untuk berbuat sesuatu selama pedang itu belum dapat diurai.
Namun alangkah terkedjut Mahisa Agni ketika sentuhan sendjatanja atas pedang lawannja, telah menggetarkan tangannja. Sedjenak kemudian ia merasakan suatu tarikan jang keras. Meskipun Mahisa Agni tidak melepaskan pangkal sendjatanja, tetapi kemudian disadarinja bahwa sendjatanja telah terpotong hampir separo.
Mengalami kedjadian itu, maka tidak ada djalan lain baginja dari pada menghindar sedjenak. Karena itu, maka segera ia melontar beberapa langkah surut.
Kini tidak ada djalan lain baginja selain memperguna kan tjara perlawanan jang terachir. Se-tidak2nja ia akan membuat lawannja mendjadi lelah. Apalagi setelah sendjata nja terputus hampir separo. Ia sudah tidak ingin lagi mem pergunakan sendjata serupa dengan merenggutnja lagi dari pohon preh disamping tempat mereka bertempur. Sendjata jang serupa ternjata tidak akan banjak bermanfaat untuk melawan ilmu pedang lawannja jang dahsjat itu.
Mahisa Agnipun sama sekali tidak ingin mempergunakan ilmu pamungkasnja. Ia menjadari bahwa hal itupun tidak akan banjak berarti. Bahkan benturan antara Adji tertingginja dengan ilmu laki2 itu pasti tidak akan menguntungkannja
lagi Mahisa Agni terpaksa mengaguminja. Sepasang sendjata itupun se-olah2 memiliki mata jang tadjam, jang dapat me lihat setiap batu jang menjambarnja.
Setiap kali terdengarlah sendjata2 itu berdentangan. Setiap kali sendjata2 itu membentur batu2 kerikil jang dilemparkan oleh Mahisa Agni.
" He, Mahisa Agni " teriak laki2 tua itu " ilmu apakah jang kau pergunakan ini " Ilmu batu kerikil "
Mahisa Agni tidak mendjawab. Dipungutinja batu2 kerikil jang berserakan. Satu2 batu itu melontar dari tangannja, seperti batu2 itu sendiri jang berlontjatan.
" Apakah akan kau kuras habis batu2 kerikil dikandang Kebo Sindet.
" Mahisa Agni masih tetap membisu. Tetapi tangannja semakin tjepat bergerak, dan batu2 kerikilpun semakin ba jak berlontjatan.
" Ternjata kau seperti djuga pamanmu mPu Gandring, lebih senang me-lempar2 lawannja dengan batu2 kerikil " berkata laki2 tua itu sambil berlontjatan dan memutar sendjatanja menangkis serangan2 Mahisa Agni. Tetapi Mahisa Agni se-akan2 tidak mempedulikannja. Ia masih sibuk melempar lawannja dengan batu2 ketjil.
Namun dengan demikian usahanja ternjata tjukup ber hasil. Ia pasti akan dapat membuat lawannja mendjadi le lah. Dengan demikian maka ada suatu saat ia akan dapat berbuat sesuatu, memberikan serangan2 jang sebenarnja, jang akan dapat mempengaruhi lawannja jang perkasa itu.
Sedjenak orang tua itu masih terpaksa me-lontjat2 sambil menangkis batu2 jang dilemparkan oleh Mahisa Agni dengan sendjatanja. Ia tidak dapat membiarkan batu2 itu menjentuh tubuhnja. Benturan2 pada sendjatanja memberitahukan kepadanja bahwa tenaga Mahisa Agni ternjata tjukup kuat, sehingga akan mampu menjakitinja apabila lemparan itu dapat mengenainja.
" Apakah kau tidak dapat berbuat lain dari pada dengan ilmu kerikilmu itu " bertanja orang tua itu sambil me-lontar2kan dirinja dan memutar sendjatanja.
Mahisa Agni masih sadja tetap berdiam diri. Bahkan ia msndjadi semakin tjepat me-lontar2kan batu kerikilnja. Kini ia telah berdjongkok. Tangannja semakin tjepat bergerak, supaja orang tua itu semakin tjepat mendjadi lelah.
" Bukan main " desis lawannja itu didalam hati " tangannja mendjadi demikian tjekatan. Hampir tidak tampak gerak djari dan pergelangan tangannja, tetapi batu2 kerikil itu terlontar djuga kearah jang dikebendakinja.
Sementara itu laki2 tua itu masih harus bekerdja keras. Tetapi apa jang dilakukan oleh Mahisa Agni itu ternjata hanja akan mempertjepat penjelesaian dari perkelahian itu.
Sedjenak kemudian laki2 itu berkata " Mahisa Agni. Aku mengerti bahwa kau ingin membuat aku lelah, supaja tenagaku susut seperti tenagamu. Tetapi apa jang kau lakukan itu membuat aku mendjadi semakin bernafsu untuk menangkapmu sebelum aku mendjadi kehabisan tenaga. Kau dengar "
Dada Mahisa Agni mendjadi ber-debar2. Apakah jang akan dilakukan oleh laki2 tua itu.
Dengan demikian maka Mahisa Agni mendjadi semakin ber-hat2. Ia berkisar beberapa langkah untuk mendapatkan tempat jang masih banjak bertebaran batu2 kerikil jang tjukup besar untuk melempar lawannja. Ia tidak mau lawannja itu mendahuluinja. Karena itu, maka iapun segera menjerangnja semakin sengit. Batu2 jang berterbangan mendjadi semakin banjak mengarah kesegenap tubuh laki2 itu. Tetapi sepasang sendjatanja benar2 merupakan perisai jang sangat rapat. Mes kipun demikian sekali2 ia masih harus melontjat menghindar apabila satu dua batu berhasil melampaui putaran pedangnja.
Namun kini laki2 itu tidak hanja sekedar menangkis dan menghindar. Beberapa langkah ia bergerak madju sambil ber"lontjatan. Semakin lama semakin mendekati Mahisa Agni.
Tetapi Mahisa Agni mengetahuinja pula, sehingga iapun selalu bergeser mundur.
" Hem, inikah tjaramu berkelahi " Apakah tjara ini dapat disebut djudjur dan djantan "
Mahisa Agni tidak ingin mendjawab. Tetapi terasa harga dirinja tersentuh. Karena itu maka ia menggeram " Aku tidak bersendjata.
" Apakah kau ingin mempergunakan salah satu dari sendjataku supaja kau tidak usah memunguti batu2 kerikil"
Terasa sesuatu berdesir didalam dada Mahisa Agni. Memang terasa olehnja bahwa perlawanannja kali ini atas laki2 tua itu kurang sewadjarnja. Ia masih belum menguasai ilmu tu se-baik2nja, sehingga ia masih belum dapat menundjuk kan nilai dari perlawanannja jang se-olah2 tanpa perhitungan me-lempar2 dengan batu begitu sadja asal melempar se- banjak2nja.
" Bagaimana" " Mahisa Agni mendengar lawannja bertanja pula.
Dan Mahisa Agnipun mendjawab " Aku tidak memerlukannja. Aku tjukup mempergunakan sendjata apa sadja aku pegang dengan tanganku.
" O, batu2 kerikil, sulur pohon preh dan kemudian pa sir dan tanah kau hambur2kan kemataku" Inikah seorang laki2 jang sedang berkelahi "
Terasa darah Mahisa Agni se-akan2 tersirat kekepalanja. Tetapi dengan serta-merta pula ia mendjawab " Dan kau hanja berani berkelahi dengan orang2 jang pasti tidak akan dapat melawanmu.
" Itu bukan salahku, kenapa kau tidak mampu mengimbangi ilmuku. Sebenarnja aku memang tidak ingin berkelahi melawanmu. Aku hanja akan menangkapmu. Salahmulah kalau kau mengadakan perlawanan sehingga terpaksa aku berkelahi.
" Sekehendak pula bagaimana tjaraku melawanmu, Dengan batu, sulur atau tanah dan pasir.
Laki2 tua itu menggeram, katanja " Bagus. Kalau begitu kau benar2 harus mendjadi korban. Kau tidak melibat kenjataan jang kau hadapi, bahwa kau pasti tidak akan dapat melawanku.
" Kau hanja dapat menangkap aku sesudah aku mati " sahut Mahisa Agni dengan pasti.
Laki2 itu tidak ber-kata2 lagi. Tandangnja mendjadi semakin tjepat dan garang. Seperti burung srigunting ia berlontjatan dengan lintjahnja, meskipun batu2 Mahisa Agni semakin banjak berterbangan. Bahkan orang itu mampu mendekati Mahisa Agni semakin dekat.
Achirnja, Mahisa Agnipun sampai pada suatu kesimpulan bahwa perlawanannja segera akan berachir. Njawanjapun segera akan terbang meninggalkan tubuhnja.
Sedjenak ia mendjadi ragu2 menghadapi keadaannja. Ia telah mempersiapkan dirinja sekian lama dan dengan ber bagai matjam pengorbanan dan penderitaan untuk menghadapi Kebo Sindet. Ia ingin berbuat sesuatu karena perlakuan Kebo Sindet atasnja. Tetapi tiba2 datang orang lain untuk merenggut djiwanja.
Tetapi ia membentji orang ini seperti ia membentji Kebo Sindet. Karena itu, maka seandainja ia harus mati, maka ia harus mati sebagai seorang laki2.
Hati Mahisa Agnipun mendjadi semakin mantap menghadapi lawannja. Tiba2 iapun melontjat. Ditinggalkannja tjaranja melawan orang itu dengan ilmu lemparannja jang sama sekali belum sempurna. Kini sekali lagi ia merenggut sulur pohon preh jang tumbuh didekat tempat ia berkelahi. Dengan sulur preh itulah maka ia akan mengadakan perlawan an terachir.
Maka sedjenak kemudian merekapun telah terlibat dalam perkelahian jang sengit pula. Tetapi tenaga Mahisa Agni benar2 telah mendjadi susut. Meskipun demikian ia melihat tenaga orang tua itupun telah mendjadi surut setelah ia ber-lontjat2an beberapa lama. Namun meskipun demikian, tenaga orang itu masih terasa terlampau kuat buat Mahisa Agni jang lelah, sehingga beberapa kali sendjata laki2 tua itu hampir menjentuh tubuhnja.
Tetapi Mahisa Agni sudah bertekad untuk melawan sampai mati. Ia tidak ingin tertangkap hidup2. Perlawanan
nja akan berachir bersama dengan umurnja. Karena itulah maka perlawanannja mendjadi sangat gigih. Betapa tenaganja semakin susut, namun tekadnja djustru mendjadi semakin bulat. Dan tekad jang bulat itulah agaknja, jang se-olah2 selalu memberikan tenaga baru kepadanja.
Demikianlah maka sulur preh ditangannja itupun berputar dengan tjepatnja diatas kepalanja. Sekali2 meletjut dan sekali2 mematuk.
Tetapi bagi laki2 tua itu perlawanan Mahisa Agni kini sudah tidak sedahsjat semula. Tenaga anak muda itu jang terperas benar2 telah menjulitkannja. Dengan demikian, maka iapun mendjadi semakin terdesak.
Ketika keadaannja mendjadi semakin sulit, maka perlawanannjapun mendjadi semakin tidak terarah. Kini ia tinggal bertahan untuk tidak dapat ditangkap hidup2 oleh laki2 tua itu. Ia harus bertahan terus sehingga udjung pedang lawannja itu benar2 membenam didadanja. Tidak hanja sekedar melukainja.
Tetapi Mahisa Agni tidak dapat menentukan achir perkelahian itu menurut kehendaknja. Sebagian besar dari perkelahian ini sudah tergantung pada lawannja, apapun jang akan diperbuatnja.
Maka kemudian terulanglah apa jang sudah terdjadi. Tiba2 sadja pedang2 lawannja itu berhasil memutus sendjatanja. Setjengkang, kemudian setjengkang lagi. Ber-turut2 se-olah2 dengan sengadja ia membuat Mahisa Agni djatuh kehabisan tenaga.
Dalam saat2 terachir itu Mahisa Agni mentjoba mengerahkan segenap sisa2 tenaganja. Dengan sendjatanja jang mendjadi semakin pendek ia menjerang se-djadi2nja. Namun dengan darah jang bergelora ia terpaksa melihat sendjatanja itu terpotong sekali lagi. Kali ini tidak hanja setjengkang. tetapi jang digenggamnjalah jang tinggal terlampau pendek, Setjengkang dari genggamannja.
Tubuh Mahisa Agni itupun tiba2 mendjadi bergetar oleh kemarahan jang membara didadanja. Kini ia sudah
tidak bersendjata lagi. Tetapi ia tidak ingin menjerah. Itulah sebabnja maka ia akan melakukan perlawanannja jang ter chir. Berkelahi sampai mati. Dan tjara jang dipilihnja kali ini adalah membenturkan ilmu pamungkasnja. Ilmu jang kini telah ditekuni mendjadi semakin nggegirisi. Meskipun dalam benturan jang akan terdjadi ia akan binasa, namun me mang memilih djalan itu dari pada tertangkap hidup2 sebagai barang dagangan, setelah ia mendjadi tjatjat,
Mahisa Agni itupun kemudian tidak mendapat kesempat an lagi untuk mempertimbangkan terlampau lama. Ia harus tjepat mengambil keputusan sebelum ia djatuh ketangan orang tua itu.
Karena itu maka Mahisa Agnipun segera melontjat surut beberapa langkah untuk mendapat waktu memusatkan segenap kekuatannja dalam ilmu pamungkasnja, Gundala Sasra. Waktu jang diperlukan dalam keadaannja kini, hanjalah sekedjap sadja. Sehingga lawannja jang terkedjut melihat sikapnja, tidak mendapat kesempatan lagi untuk mentjegahnja.
Ketika Mahisa Agni telah siap dengan kekuatan terachir nja, maka segera ia melontjat madju, mengajunkan tangannja untuk membenturkan kekuatan Adji Gundala Sasra. Ia menjangka bahwa lawannjapun pasti akan melepaskan adji pamungkasnja pula. Adji jang tidak kalah dahsjatnja, Kala Bama.
Tetapi Mahisa Agni terkedjut ketika ia melihat lawannja itu sama sekali tidak bersikap melawan serangannja dengan sebuah benturan jang akan dapat mematikannja. Ia melihat lawannja terkedjut. Tetapi kemudian djustru melepaskan kedua sendjatanja dan menjilangkan tangannja.
Namun Mahisa Agni sudah tidak sempat membuat penilaian lagi. Lontjatannja jang terlampau tjepat seperti tatit jang menjambar dilangit tidak memberinja kesempatan un tuk mendjawab pertanjaan jang tumbuh didalam dadanja.
Sedjenak kemudian tangannja telah terajun dengan deras nja, langsung mengenai pundak lawannja jang berdiri tegang
sambil menjilangkan tangannja didadanja. Ternjata lawannja benar2 tidak berusaha membentur serangannja. Meski pun demikian, tetapi lawannja itupun tidak membiarkan tubuhnja lumat oleh Adji Gundala Sasra.
Ketika tangan Mahisa Agni membentur tubuh orang itu, maka terasa se-olah2 tangannja itu menjentuh seonggok badja jang tidak terduga betapa kerasnja. Mahisa Agni merasakan kekuatan jang tersalur pada tangannja itu menggelegak pada telapak tangannja. Kekuatan jang dilepaskan telah menjentak didalam tubuhnja sendiri. Terasa sesuatu se-akan2 meledak didalam dadanja Tjepat ia memusatkan segenap daja tahannja. Mentjoba untuk manahan sentakan jang mengedjut didalam dirinja. Namun demikian Mahisa Agni itupun terlempar surut beberapa langkah dan terbanting djatuh di tanah. Jang terachir diingatnja adalah, bahwa tubuhnja serasa petjah karena kekuatan Adji Gundala Sasra. Tetapi itulah jang diharapkannya, daripada mendjadi tangkai an hidup2. Mendjadi rebutan antara orang2 djabat jang mentjoba memperdagangkannja.
Tetapi ternjata Mahisa Agni tidak mati. Mahisa Agni jang terlempar dan terbanting ditanah itu hanjalah sekedar pingsan karena lawannja sengadja tidak membentur serangannja, Seandainja tidak demikian, maka akibatniapun pasti akan berbeda.
Sementara itu angin jang sedjuk telah mengusap tubuh Mahisa Agni jang terbaring diam. Dedaunan jang ber-gerak2 disekitanja berdesir lembut, se-olah2 sedang saling membisik kan nama Mahisa Agni jang sedang pingsan itu.
Namun angin jang segar jang mengalir perlal an lahan telah meniegarkan tubuh Mahisa Agni jang sedang pingsan itu. Ia tidak tabu, berapa lama ia berbaring diam. Tetapi ketika ia kemudian telah dapat mentjoba membuka matanja dilihatnja laki2 tua itu masih berdiri disampingnja.
Terdengar Mahisa Agni jang lemah itu menggeram. Ia melontjat dan mentjekik lawannja. Tetapi ia tidak mampu untuk bergerak. Bahkan bernafaspun hampir tidak dapat dilakukannja.
Anak muda itu mengumpat didalam hati ketika ia me lihat laki2 ia berdjongkok disampingnja. Kini ia tahu, bahwa laki2 tua itu sengadja tidak membentur Adji Gundala Sasra supaja ia tidak mati. Orang itu hanja membangun kekuatannja untuk menerima serangannja dan melumpuhkan lawannja dengan kekuatan lawan itu sendiri.
Meskipun demikian, Mahisa Agni melihat bahwa orang tua itu mendjadi putjat dan gemetar. Bahkan kemudian Mahisa Agni mendengar orang itu berdesis " Agni, kekuatan Adjipun benar2 luar biasa. Aku tidak menjangka bahwa kau sudah sampai pada tataran ini, sehingga aku hampir2 pingsan dibuatnja.
Mahisa Agni tidak mendjawab. Tetapi dadanja jang sesak itu terasa semakin sesak.
" Kalau aku tidak segera berhasil mengerahkan daja tahan jang ada didalam diriku dalam lindungan Adji Kala Bama, maka aku kira akupun akan mendjadi lumat.
" Ah " terdengar Mahisa Agni berdesah - kenapa kau tidak mati atau kenapa kau tidak membunuhku sadja.
Mahisa Agni mendjadi sangat muak ketika melihat orang itu tersenjum.
" Aku memang tidak ingin membunuhmu Agni.
" Persetan. Ajo, bunuhlah aku. Kalau aku nanti men djadi kuat kembali, maka kaulah jang pasti akan aku bunuh.
Djangan berkata begitu. " Aku akan membunuhmu - Mahisa Agni berteriak. Tetapi karena itu maka terasa dadanja serasa mendjadi retak. Sambil menjeringai Mahisa Agni mentjoba menggerakkan tangannja. Perlahan lahan ia berhasil. Ditekankannja tangannja itu didadanja. Tetapi rasa njeri dan pedih masih sadja terasa menjengat djantungnja.
Sedjenak kemudian Mahisa Agni memedjamkan matanja. Kalau ia tidak mati, maka ia harus berhasil menenang kan darahnja jang serasa bergolak. Seandainja ia nanti mampu bangun dan berdiri, maka sudah ditetapkannja didalam
hatinja, bahwa ia akan mengulangi serangannja dalam kekuatan Adji Gundala Sasra. Meskipun kekuatan itu tidak akan melumpuhkan lawannja, tetapi biarlah seandainja ia sendiri jang binasa.
" Sudahlah Agni " laki2 tua itu kemudian berkata " djangan kau gelisahkan dirimu dengan berbagai prasangka. Kau benar2 luar biasa. Kau madju dengan pesatnja. Djauh diluar dugaanku semula.
Tetapi bagi Mahisa Agni kata2 itu tidak lebih dari kata2 sindiran jang sangat menjakitkan hati. Se-olah2 laki2 tua jang kini berdjongkok dihadapannja itu menjeringaikan wadjahnja jang putjat dengan penuh hinaan.
Karena itu maka dengan perasaan marah jang me-luap2 Mahisa Agni berkata " Bunuhlah aku. Kau tidak akan dapat membawa aku hidup2.
" Agni " berkata orang itu " tenangkan hatimu. Pusatkan tenagamu untuk penjaluran ketahanan tubuhmu dalam tataran tertinggi. Kau tidak terlampau parah.
" Aku sudah akan mati " sahut Agni;
" Tidak. Lukamu tidak terlampau parah. Tetapi karena hatimu dibakar oleh kemarahan jang me-luap2, maka kau tidak dapat memusatkan segenap kekuatan lahir dan batinmu.
" Tidak ada gunanja.
" Baiklah Agni. Kau tidak bersedia melakukannja karena kau melihat aku disini. Tetapi biarlah orang lain me nuntunmu untuk menjembuhkan luka2mu karena sentakan kekuatanmu itu sendiri.
Mahisa Agni mendjadi heran mendengar kata2 orang tua itu. Tetapi belum lagi ia bertanja sesuatu, maka dilihatnja seseorang muntjul dari balik gerumbul2 disampingnja ber baring. Seorang tua jang ternjata berada didekatnja dalam keadaannja itu.
" Guru " desisnja.
" Ja, Agni. Namun Mahisa Agni kemudian dibakar oleh keheranannja. Agaknja gurunja telah lama berada ditempat itu. Orang tua itu sama sekali tidak heran dan terkedjut melihat kehadiran laki2 tua jang telah melukainja.
Kini orang tua itu, gurunja jang bernama mPu Purwa telah berdjongkok pula disampingnja, disisi laki2 tua jang me lukainja itu.
Dengan nada jang dalam gurunja berkata " Pusatkan daja tahanmu Agni. Marilah aku bantu supaja luka2 didalam tubuhmu itu dapat berkurang.
Wadjah Mahisa Agni benar2 diwarnai oleh keheranan jang memuntjak. Tetapi ia tidak sempat bertanja. Dirasakan nja gurunja memegang pergelangan tangannja. Kemudien berkata pula " Marilah Agni.
Mahisa Agnipun segera memusatkan segenap kekuatan jang tersisa didalam dirinja. Disalurkannja segenap kemampuan daja tahannja untuk melawan luka didadanja. Terasa pula dari pergelangan tangannja se-olah2 tenaga jang segar mengalir kesegenap tubuhnja jang njeri dan pedih.
Mahisa Agni berusaha mengatur djalan pernafasannja. Per-lahan2. Ditjobanja untuk menenangkan perasaannja jang masih sadja bergolak Namun kini gurunja ada disampingnja, sehingga lambat laun ia dapat mendjadi tenang dan dapat memusatkan pikiran perasaan dan setiap getaran didalam di rinja, untuk menahankan luka didalam dirinja. Apalagi saluran kekuatan gurunja kini telah mendjalari urat2 nadinja pula, sehingga dengan demikian maka tubuhnja mendjadi semakin lama semakin segar pula.
Achirnja luka2 didadanja itu tidak lagi sangat mengganggunja. Djantungnja tidak lagi digigit oleh kenjerian jang sangat, meskipun keadaan tubuhnja masih belum pulih sama sekali.
02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
" Apakah keadaanmu sudah mendjadi bertambah baik" bertanja gurunja.
" Sudah guru - sahut Mahisa Agni.
" Bangunlah. Per-lahan2 Mahisa Agni mentjoba untuk bangun. Bertelekan atas kedua tangan ia mengangkat kepalanja, kemudian badannja sehingga ia berhasil duduk dimuka gurunja.
mPu Purwapun kemudian mengambil sebutir obat dan memberikannja kepada muridnja - Makanlah, kau akan segera mendjadi sehat kembali. Tenagamu akan segera pulih. Setiap saat Kebo Sindet akan datang kembali kepulau hantu ini. Dan ia akan menemuimu dalam keadaan jang wadjar.
Mahisa Agni segera menerima obat jang diberikan oleh gurunja itu dan kemudian menelannja. Per-lahan ia merasakan sesuatu menjelusuri peredaran darahnja. Terasa tubuh nja mendjadi hangat dan per-lahan2 kekuatannjapun tumbuh kembali.
Ketika terasa tubuhnja telah mendjadi segar, serta luka-luka didadanja tidak mengganggunja lagi, maka tiba2 Mahisa Agni menjadari kegandjilan jang dihadapinja. Ternjata gurunja sama sekali tidak berbuat sesuatu atas laki2 jang telah melukainja. Terasa bahwa ada ketidak wadjaran terdjadi atas dirinja. Karena itu maka diberikannja dirinja kepada gurunja - mPu, apakah jang sebenarnja terdjadi atas diriku. Orang inilah jang bernama mPu Sada, jang telah melukai dadaku. Ia pulalah jang telah mendorong aku. kedalam neraka ini dan menghambat usahaku membangun bendungan. Orang ini pernah bertemu dengan paman mPu Gandring dan jang pernah berusaha mentjegat Ken Dedes ditengah- tengah hutan.
mPu Purwa berpaling. Dipandanginja wadjah mPu Sada. Namun kemudian ia berkata - Ja, aku sudah mendengarnja Agni. mPu Sada sendiri tidak akan mengingkarinja. Tetapi sesuatu telah terdjadi didalam dirinja. Bukankah kau mendengar bahwa mPu Sada pulalah jang telah berkelahi melawan Wong Sarimpat sehingga Wong Sarimpat mati karenanja.
" Ja guru. Tetapi itu adalah karena pertengkaran jang terdjadi diantara mereka jang berebut redjeki.
" Ja. Mungkin begitu. Tetapi mungkin pula tidak. Di dalam diri seseorang dapat berkembang perasaan dan nalar
Suatu ketika ia berpindjak pada suatu pendirian jang salah, perkembangan budi jang ada didalam dirinja telah menuntunnja kedjalan jang lain. Peristiwa2 jang beruntun terdjadi pada diri seseorang akan dapat mempengaruhi sikap dan pandangannja terhadap sesuatu persoalan.
Mahisa Agni tidak segera mendjawab. Ditatapnja wadjah gurunja dan mPu Sada ber-ganti2. Wadjah gurunja jang tenang sedjuk, seperti rimbunnja daun preh jang tumbuh di dekat tempat itu. Bagi Mahisa Agni wadjah itu telah memberinja ketenangan lahir dan batin.
Disisinja berdjongkok pula seorang jang hampir sebaja dengan gurunja mPu Sada. Orang jang pernah mendorongnja kedalam keadaan jang sampai saat ini masih dialaminja. Tetapi dalam keadaannja kini, Mahisa Agni memang melihat beberapa perubahan. Sedjak ia bertemu dengan orang ini sebelum berkelahi, dilihatnja sorot mata jang berbeda dengan sorot mata mPu Sada beberapa waktu jang lampau. Tetapi ia tidak sempat mempertimbangkannja. Kebentjiannja segera membakar hatinja, dan hilanglah segala matjam perhitungan.
Apa jang dialaminja selama ia berada didalam sarang iblis Kemundungan itupun ternjata mempengaruhi perasaan dan nalarnja. Meskipun Mahisa Agni tidak mengarah ke dalam keadaan seperti jang diharapkan oleh Kebo Sindet, kehilangan keberanian dan harga diri, tetapi bahwa ia terpisah dari pergaulan jang lajak telah mendjadikannja kehilangan beberapa bentuk pertimbangan. Kedjemuan jang ter-tahan2 membuat hatinja lekas bergedjolak.
Mahisa Agni kini kekuatannja telah hampir pulih kembali. Hanja sekali2 terasa dadanja bergetar dan agak njeri, tetapi sama sekali sudah tidak mengganggunja lagi.
" Kau sudah baik Agni " -" bertanja gurunja.
" Sudah guru " sahutnja.
" Nah, sekarang kau harus mentjoba mengerti, bahwa kedatangan mPu Sada sama sekali tidak akan bermaksud buruk.
" Tetapi ia masih ingin menangkap aku hidup2 guru Ia masih ingin membawa aku sebagai barang dagangan jang akan didjualnja kepada Ken Dedes dan Akuwu Tunggul Ametung.
mPu Purwa tersenjum. Sekali ia berpaling kepada mPu Sada, kemudian katanja " Tidak, Agni. Ia tidak ingin berbuat demikian lagi.
" Mungkin karena guru segera datang.
mPu Purwa menggelengkan kepalanja " Tidak. Aku datang bersama mPu Sada.
" Guru melihat aku berkelahi.
-Ja- " Aku melepaskan Adji Gundala Sasra.
" Ja- Mahisa Agni menarik nafas dalam2. Dipandanginja wadjah mPu Sada jang telah dilukisi oleh garis2 umurnja jang semakin banjak dan dalam. Terasa kini didalam dirinja, perbedaan sorot mata orang tua itu. Sorot mata itu kini sudah tidak liar dan buas lagi. Sorot mata jang lain sama sekali dari sorot mata mPu Sada jang pernah dikenalnja da hulu.
" Tetapi " tiba2 Mahisa Agni bertanja " apakah maksudnja bahwa aku telah dipaksanja untuk berkelahi"
mPu Purwa tersenjum2 mendengar pertanjaan itu. Ketika ia berpaling dan memandangi wadjah mPu Sada, orang tua itupun tersenjum pula.
" Agni - berkata gurunja " aku bertemu dengan mPu Sada pada saat Kebo Sindet datang kesarangnja ini beberapa hari jang lalu. Aku telah mengatakan kepadanja apa jang sedang kau lakukan disarang iblis ini. Agaknja mPu Sada ingin membuktikan sendiri, sampai dimana kau mendapat kemadjuan selama ini. Ternjata tjara jang ditempuhnja agaknja tidak kausenangi. Tetapi apabila tidak demikian, maka ia tidak akan dapat mengerti ukuran jang sebenarnja dari tingkat ilmumu sekarang.
Mahisa Agni menarik nafas dalam2. Sambil mengangguk anggukkan kepalanja la berkata " Aku dapat mengerti, tetapi aku benar2 hampir mati karenanja.
" Bukan maksudku Agni " berkata mPu Sada kemudian - dan akupun telah menemukan ukuran, bahwa dengan demikian kau tidak akan mati. Bahkan aku agaknja terlampau rendah menilai ilmumu jang sekarang berkembang dengan pesatnja, sehingga djantungku sendiri terasa akan rontok membentur kekuatan Adji Gundala Sasra jang telah dja uh madju.
" Ah - Mahisa Agni berdesah.
" Dengan demikian Agni - berkata mPu Purwa kemudian - kau dapat menilai dirimu pula. Kebo Sindet dan kami jang tua2 ini pasti tidak akan terlampau banjak terpaut. Kini kau akan mendapat ukuran, bahwa kau masih belum mampu mengimbangi Kebo Sindet. Djarak itu masih agak djauh. Dan kau masih harus bekerdja lebih keras lagi.
Mahisa Agni jang kini telah duduk dihadapan gurunja dan mPu Sada meng-angguk2kan kepalanja.
" Aku sudah terlampau djemu berada disini guru " katanja kemudian.
" Karena itu kau harus bekerdja lebih keras Agni, supaja kau dapat segera melepaskan dirimu. - sahut gurunja " aku sudah memberitahukan kepadamu Agni, bahwa aku dan sekarang mPu Sada tidak ingin membebaskan kau dengan tjara jang terlampau biasa. Aku sekarang mendapat kawan untuk mengalahkan Kebo Sindet seandainja aku sendiri tidak mampu karena kekuatan kami berimbang. Tetapi dengan mPu Sada, kami berdua pasti akan dapat membunuh nja. Namun dengan demikian Kebo Sindet tidak akan mengalami gontjangan perasaan jang dahsjat. Ia tidak akan terkedjut. Adalah wadjar, bahwa aku berdua dengan mPu Sada dapat mengalahkannja. Tetapi apabila ia harus berhadapan dengan kau sendiri, jang selama ini disangkanja telah kehilangan segala keberanian dan keinginan untuk lepas dari padanja, maka ia pasti akan terkedjut sekali. Sikapmu jang se-akan2 kehilangan segala matjam harga diri adalah suatu
lontjatan jang djauh, lontjatan jang akan menentukan hari depanmu sendiri dan hari2 terachir bagi Kebo Sindet.
Mahisa Agni tidak segera mendjawab kata2 gurunja. Meskipun ia-dapat mengerti, tetapi ia hampir2 sudah tidak tahan lagi berada disarang Kebo Sindet jang mendjemukan itu. Bukan karena tekanan2 badaniah jang harus ditanggungkannja, bukan pula karena pekerdjaan2 berat jang harus dilakukannja, tetapi berbagai hal selalu sadja mengganggunja.
Karena itu maka sedjenak kemudian ia berkata " Guru, aku dapat mengerti, dan aku akan sangat senang melakukannja. Tetapi dengan demikian maka aku tidak dapat lagi berada dilingkungan pekerdjaan jang sudah aku mulai. Bendungan di padang Karautan seperti jang guru sendiri menghendaki.
Darah Dan Cinta Di Kota Medang 14 Negara Kelima Karya Es Ito Tujuh Pembunuh 1
" Itupun berbahaja. Apalagi kalau Kebo Sindet melihat dua orang datang ber-sama2. Segera ia akan mentjekik Mahisa Agni sampai mati, atau berbuat hal2 diluar dugaan. Mungkin ia menjeret Mahisa Agni kehadapan kita dan mengantjam akan membunuhnja. Sementara itu ia minta kita untuk menjelam kedalam lumpur.
" Apakah kita akan bersedia untuk melakukan "
" Ah, sudah tentu kita akan dapat melontjat menepi dan membunuh Kebo Sindet itu. Kita berdua pasti mampu melakukan. Tetapi Mahisa Agnipun pasti sudah mendjadi bangkai.
Laki2 tua itu meng-angguk2kan kepalanja. Tetapi tiba2 wadjahnja mendjadi tegang. Sambil memutar tubuhnja ia berkata " Aku menganggap kau orang aneh. Kau mengenal djalan2 didalam rawa2 ini. Kau pasti pernah melihat Kebo Sindet pergi meninggalkan sarangnja. Nah, kenapa kau tidak masuk kedalamnja pada saat2 Kebo Sindet itu pergi, dan menjelamatkan Mahisa Agni " Kalau Mahisa Agni itu sudah lepas dari tangan Kebo Sindet, maka kau pasti akan dapat berbuat sekehendakmu atasnja. Menantangnja berkelahi sampai salah seorang dari kalian mati. Kau atau Kebo Sindet.
Orang itu meng-angguk2kan kepalanja. Tetapi wadjah nja tidak menundjukkan kesan apapun djuga. Suaranja masih djuga bernada datar. Tanpa ragu2 orang itu berkata " Ja. Kalau aku mau aku akan dapat melakukannja.
" Kenapa tidak kau lakukan hal itu "
" Aku mempunjai pertimbangan lain.
" Pertimbangan apa "
Orang itu tidak segera mendjawab. Dilontarkannja pandangan matanja djauh2 ke-tengah2 rawa2 itu. Sekali2 dipandanginja sulur2 jang bergajutan pada tjabang2 pepohonan berdjuntai dan menjentuh wadjah air jang keruh, dan sekali sekali dipandanginja binatang2 air jang masih sadja bergulat meskipun sudah agak berkurang.
" Bagaimanakah pertimbanganmu " " desak laki-laki tua itu.
Orang itu tidak segera mendjawab. Matanja jang tjekung masih djuga menatap djauh ke-tengah2 rawa2 itu.
Tiba2 ia berkata " Djauh kesanalah, sarang Kebo Sindet itu.
" Kenapa kau tidak pergi kesana "
Orang itu menggeleng " Tidak. Aku sedang melakukan rentjanaku sendiri.
" Aneh " laki2 tua itu berdesis " kau memang orang aneh bagiku. Aku belum mengenal tabiatmu se-baik2nja, se perti kau belum mengenal aku pula. Mungkin kau masih djuga menaruh tjuriga. Atau malahan kau ingin berbuat atasku, tetapi kau mentjari djalan jang berputar-putar.
" Tidak " sahut orang tua itu " aku sudah jakin bahwa kau akan pergi menolong Mahisa Agni.
" Kalau jang berbitjara dengan aku sekarang ini bukan kau, maka aku pasti tidak akan pertjaja bahwa kau benar2 bermaksud baik terhadap Mahisa Agni " djawab laki2 tua itu " Aku tidak melihat tanda2, bahwa kau bersungguh sungguh ingin melepaskannja dari tangan Kebo Sindet. Se andainja mPu Gandring pada saat ini ada djuga disini, maka ia pasti akan berpendirian sama seperti aku.
" Kau salah mengerti.
" Tidak. Aku tidak salah mengerti. Aku memang sama sekali tidak mengerti maksudmu dan tjaramu.
" Serahkan kepadaku. Tinggalkanlah tempat ini. Aku akan menjelesaikan sesuai dengan rentjanaku.
Laki2 tua itu mengerutkan keningnja. Lalu katanja " Kau benar9 membuat aku heran. Barangkali akan lebih baik apabila aku menunggu disini. Kalau Kebo Sindet itu keluar, kita bunuh bersama-sama. Kita akan dapat melepaskan Mahisa Agni tanpa membahajakan djiwanja.
Orang itu tidak segera mendjawab. Kerut-merut dahinja membajangkan suatu pergolakan didalam dadanja. Sedjenak kemudian per-lahan2 ia mendjawab " Hal itu memang mungkin kita lakukan mPu, tetapi aku tidak akan puas. Meskipun Kebo Sindet akan terbunuh, namun kematiannja tidak akan menumbuhkan persoalan didalam dirinja. Di-saat2 ia menghadapi maut karena kita berdua ber-sama2 melawannja, ia tidak akan heran, bahwa achirnja ia harus mati. Tetapi aku tidak ingin berbuat demikian. Aku akan membuatnja mendjadi bingung dan tidak dapat mengerti apa jang terdjadi.
Laki2 tua itu masih menggelengkan kepalanja " Aku pun tidak mengerti. Kalau kau ingin membuat Kebo Sindet bingung, maka jang per-tama2 mendjadi bingung adalah aku.
" Selain hal2 jang membingungkan kau mPu " orang itu telah menjambung - akupun sudah mematerikan suatu keinginan didalam hatimu, bahwa tanganku sudah tidak pantas lagi untuk diwarnai dengan darah. Seumurku dan seumurmu mPu, sebaiknja sudah tidak menambah dosa lagi.
Laki2 tua itu meng-angguk2kan kepalanja. Per-lahan2 ia mendjawab " Sebenarnja akupun berkeinginan untuk berbuat demikian. Tetapi kali ini aku berada dalam keada an jang chusus. Aku akan merasa berdosa dan menambah dosaku jang telah her-timbun2 itu apabila aku tidak berbuat sesuatu untuk melepaskan Mahisa Agni dari tangan iblis2 dari Kemundungan.
" Kau telah melakukannja - sabut orang itu - kau sudah terlepas dari segala akibat jang timbul dari keadaan Mahisa Agni jang bagaimanapun djuga. Aku sudah mengambil keputusan bahwa aku akan membebaskan dengan tjaraku.
" Hem - laki2 tua itu menarik nafas dalam2 - aku benar2 bingung dan tidak mengerti. Apakah kau sudah ke rasukan roh djahat dari Wong Sarimpat.
Orang itu mengerinjitkan alisnja - Ah - desahnja - apakah kau tidak pertjaja kepadaku.
" Seharusnja aku pertjaja. Terlampau pertjaja. Tetapi sikapmu meragukan aku. Atau, apakah kau sedang memper-olok2kan aku"
" Tidak, aku berkata sebenarnja.
Laki2 tua itu terdiam sedjenak. Tetapi kemudian ia menggelengkan kepalanja - Tidak masuk di-akalku.
" Djangan kau peningkan kepalamu karena persoalanku dengan anak itu, mPu. Sebaiknja kau kembali, beristirahat dan mensutjikan diri.
Laki2 itu masih berdiam diri sedjenak. Tetapi tiba2 ia menggeleng - Tidak. Aku akan pergi kesarang iblis itu untuk membebaskan Mahisa Agni. Kalau kau tidak mau mengotori tanganmu dengan darah, maka biarlah aku sendiri jang melakukan. Aku hanja minta kau menundjukkan djalan.
Orang itu menarik nafas dalam2. Djawabnja " Djangan mPu. Tinggalkan sadja tempat ini. mPu Gandringpun bersedia berbuat demikian. Kenapa kau tidak"
" mPu Gandring pada saat itu tidak dapat meragukanmu. Pada saat itu semuanja baru sadja terdjadi. Tetapi kini beberapa waktu telah lampau, dan Mahisa Agni masih sadja belum terbebaskan. Apakah aku masih dapat mempertjajaimu" Se-tidak2nja aku mentjurigai kemampuanmu, seandainja kau benar2 ingin melepaskannja dari tangan Kebo Sindet. Jang tidak masuk diakalku adalah, karena kau menolak bekerdja bersama dengan aku untuk kepentingan Mahisa Agni itu.
Orang itu menarik nafas dalam2. Kerut merut diwadjah nja se-akan2 mendjadi semakin dalam.Per-lahan2 ia meng-angguk2kan kepalanja sambil berdesis - Aku dapat mengerti seandainja kau mendjadi ragu2 mPu. Tetapi aku tidak dapat berbuat lain.
" Kalau kau bersedia, aku ingin membantumu. Atau kau membantuku seandainja kau tidak mau lagi mengotori dirimu dengan dosa2 baru. Sebab bagiku, apa jang aku lakukan ini djustru untuk mentjegah atau se-tidak2nja mengurangi dosa2 baru jang akan terpaksa terdjadi karena dosa2ku jang telah bertumpuk itu.
Orang itu tidak segera mendjawab. Direnunginja rawa2 jang kini telah mendjadi semakin djelas terhampar dimuka kaki mereka. Pedut semakin tipis2 kini telah lenjap disapu oleh angin jang semakin keras berhembus dari dalam hutan.
" mPu, apakah kau sudah tidak mempunjai tanggungan apapun lagi "
Laki2 tua itu berpaling. Wadjahnja jang ke-heran2an itu tampak berkerut-merut.
" Apakah maksudmu " " laki2 tua itu bertanja. Apakah kau sudah tidak mempunjai kuwadjiban2 lagi
d i padepokan mu, misalnja menjiapkan murid2mu atau kuwa djiban apapun lagi "
" Aku tidak tahu maksudmu. Tetapi aku kira aku sudah tidak mempunjai tanggungan dan kuwadjiban apapun lagi selain melepaskan Mahisa Agni.
" Tidak ada lagi muridmu jang memerlukan bimbing anmu.
Laki2 tua itu menggeleng. Tetapi ia bertanja " Apakah maksudmu bahwa aku pasti akan mati di-tengah rawa2 itu. Tidak. Kau selalu salah paham.
" Lalu" " Aku tidak dapat menolak keinginan baikmu menolong aku melepaskan Mahisa Agni. Tetapi itu memerlukan waktu jang lama, Karena itu aku tidak dapat minta kepada mPu Gandring untuk melakukannja, sebab ia mempunjai anak isteri tanggungan dan kuwadjiban. Tetapi seandainja kau bersedia, maka aku akan berterima kasih sekali kepadamu.
" Apa jang harus aku lakukan "
" Tinggal disini bersama aku. Tidak terbatas waktu, sampai. Mahisa Agni dapat terlepas dari tangan Kebo Sindet dengan tjaraku.
Laki2 tua itu terdiam sedjenak. Kerut merut dikeningnja mendjadi semakin dalam. Berbagai pertimbangan berketjamuk didalam dadanja.
Namun kemudian laki" tua itu terlempar kedalam suatu keinginan untuk mengetahui apa jang akan dilakukan oleh orang itu. Tjara jang akan dipakainja untuk melepaskan Mahisa Agni. Sekilas ia ingin bertanja, tjara apa jang akan ditempuhnja, tetapi agaknja orang itu. merasa, bahwa saatnja belum tiba untuk menjebutkannja.
" Bagaimana" " terdengar orang itu bertanja "- apakah kau dapat menjediakan waktu jang tidak terbatas itu.
Laki2 tua itu mendjadi ragu2 sedjenak. Namun keinginannja untuk mengetahui apa jang akan terdjadi mendesaknja, sehingga ia berkata " Sebenarnja aku tidak tahu apakah jang akan kau lakukan itu menguntungkan Mahisa Agni. Tetapi aku ingin tahu apa jang akan terdjadi. Karena itu, maka biarlah aku tinggal disini bersamamu. Aku tidak berkeberatan seandainja tiba2 sadja kau membunuhku untuk melepaskan dendam hatimu.
" Hem " orang itu menarik nafas dalam " kau masih djuga prasangka. Kalau aku ingin membunuh dengan tjurang, maka jang per tama2 aku bunuh sambil bersembunji adalah Kebo Sindet. Mungkin aku dapat mengintainja dan dengan diam22 aku melontarnja dengan sebilah pisau. Dengan tangan kiri kepunggung Kuda-Sempana, dan dengan tangan kanan kepunggung Kebo Sindet. Seandainja Kebo Sindet tidak mati seketika itu, tetapi tanaganja pasti sudah separo surut, sedang Kuda-Sempana pasti tidak usah mengulangi untuk jang kedua kalinja.
Laki2 tua itu meng-anggukskan kepalanja. Ia tidak menjangkal bahwa hal jang demikian itu dapat terdjadi. Ia jakin, seandainja orang itu ingin, maka pasti dapat dilakukannja.
Karena itu maka djawabnja " Baiklah, aku tinggal disini. Aku masih mempunjai sisa2 kepertjajaan kepadamu.
" Terserahlah, tetapi apabila kau bersedia tinggal disini, aku akan sangat berterima kasih. Tetapi kau harus menahan nafsumu. Betapapun mengendap hati dan nalarmu, tetapi sifat2mu masih sadja tumbuh setiap saat. Karena itu, kau harus bersabar. Terlampau sabar untuk melakukan pekerdjaan ini.
Laki2 tua itu masih meng-angguk2kan kepalanja " Aku akan mentjobanja.
" Mudah2an kau berhasil. Kalau kau ditjengkam oleh nafsumu maka semuanja akan gagal.
Mudah2an " desis laki2 tua itu.
" Kalau begitu, marilah kita menepi. Djalan ini adalah djalan jang sering dilalui oleh Kebo Sindet dan Kuda-Sempana.
" Baru sadja ia masuk kedalam sarangnja.
" Tetapi mereka tidak kerasan berada dirumah mereka. Paling lama mereka berada disana satu hari satu malam. Kemudian mereka pergi lagi untuk dua tiga hari.
" Kemana sadja mereka itu pergi "
Orang itu menggeleng " Aku tidak tahu. Tetapi adalah kebiasaan Kebo Sindet untuk berdjalan dari lorong kelorong, dari padesan kepadesan. Dari rumah kerumah. Ia adalah seorang radja jang tidak bermahkota. Tak seorangpun jang berani menentang kebendaknja.
" Dan kau lebih baik tidur sadja selama ini.
." Sudah aku katakan. Ikutlah aku berbuat sesuatu.
Laki2 tua itu terdiam. Dan sedjenak mereka saling berdiam diri, sehingga desir angin didedaunan terdengar semakin njata diantara gemersik sajap burung2 liar jang berkeliaran dipepohonan.
" Mari kita menepi. " Dimana kau tinggal selama ini "
" Di-mana2. Diantara pepohonan dan gerumbu2 liar itu. Tetapi aku kadang2 berada di-lereng2 bukit ketjil itu.
" Bagaimana kalau tanah itu longsor "
" Akibatnja sudah pasti. Aku mati tertimbun dibawahnja.
Laki2 tua itu bertanja lagi. Keduanja berdjalan dan menjelinap dibelakang gerumbul2 liar. Mereka kemudian berhenti disebuah ereng2 padas dari sebuah gumuk ketjil.
" Disini aku berteduh bila hudjan turun.
Lak"2 tua itu meng-angguk2kan kepalanja. Tetapi keningnja kemudian tampak berkerut merut. Dilihatnja didalam ereng2 itu berbagai matjam benda jang semula tidak dikenalnja. Sulur2 kaju, kepingan batu2 ketjil dan gulung tali tersangkut dipinggiran ereng2 itu.
" Hem " laki2 tua itu menarik nafas dalam2 " ternjata kau masih djuga tekun. Ilmu apa lagi jang akan kau lahirkan disini "
Orang itu menggeleng " Aku hanja membiasakan diri mempergunakan alat2 jang dapat aku temui disini.
" Apakah kau sedang mentjiptakan suatu tata gerak dari sebuah ilmu jang akan kau persiapkan untuk membunuh Kebo Sindet. Itu adalah lutju sekali. Sekarang djuga kau tidak akan dapat dikalahkan, meskipun kau tidak djuga jakin akan mengalahkannja. Kalau kau memerlukan waktu terlalu lama dengan sebuah ilmu baru, maka Mahisa Agni pasti sudah mendjadi makanan buaja2 kerdil.
Orang itu menggeleng " Kau salah. Mahisa Agni tidak akan dibunuhnja. Anak itu akan didjual oleh Kebo Sindet kepada permaisuri Tunggul Ametung itu.
Laki2 itu sekali lagi terdiam. Namun pandangan matanja beredar ke-tempat2 disekitarnja. Batu2 jang petjah berhamburan. Batang2 kaju jang patah. Dan jang paling menarik baginja adalah batu2 ketjil jang masuk membenam kedalam batang2 kaju. Sambil menarik nafas ia bergumam -Kau telah menemukan ilmu lemparan jang tiada taranja. Kau dapat membenamkan batu2 ketjil itu kedalam tubuh batang2 kaju sedemikian dalamnja.
Orang itu menggeleng " Tidak terlampau aneh. Kita sudah mengenal bandil sedjak bertahun-tahun sebelumnja.
" Tetapi dengan bandil batu2 itu tidak akan dapat membenam sekian dalam.
Orang itu memandangi laki2 tua itu dengan herannja. Sedjenak ia tidak menjahut. Namun kemudian sambil meng gelengkan kepalanja ia berkata " Kau memang orang aneh. Se-olah2 kau adalah anak kemarin sore jang kagum melihat tupai ber-lontjat2an di-dahan2.
" Tidak, tetapi kau memang dahsjat. " Laki2 itu kemudian berdiri. Melangkah per-lahan2 meng-amat2i beberapa lubang bekas lemparan. Bahkan kemudian ia meng-angguk2 sambil bergumam " Luar biasa. Dahan2 ketjil ini tidak sadja dibenami oleh kerikil2 jang kau lemparkan, tetapi dahan2 ketjil ini berlubang tembus karenanja.
" Ah - sahut orang itu - djangan terlampau memudii. Aku kira bagimu hal itu sama sekali tidak berarti apa2. Marilah, mPu duduklah disini. Kita berbitjara sebagai orang tua2 jang tidak lagi terlampau banjak menghiraukan masalah2 lahiriah.
" Aneh. Kau sendiri masih mesu diri, memperdalam ilmu2 kanuragan. Tetapi kau berkata, bahwa kita tidak perlu lagi terlampau banjak menghiraukan masalah2 lahiriah.
" Aku tidak menjadap ilmu itu untuk kepentingan sendiri.
" Ja, untuk orang lain, untuk muridmu misalnja. Tetapi dengan demikian bukankah kau ingin mendapat kelangsungan dari masalah2 lahiriah jang kau tekuni ini.
- " Ja - orang itu termenung sedjenak. Per-lahan2 ia mendjawab - Itulah keringkihan djiwa mnusia. Manusia selalu dibajangi oleh nafsu2 lahiriah akupun aku telah mentjoba mengasingkan diriku, tetapi akupun masih djuga diburu oleh nafsu jang tidak akan ---- tidak jelas ---- dengan kekuatanku sendiri, ketjuali ---- tidak jelas ---- Maha Agung. Dan aku berdoa ---- tidak jelas ---- jang demikian. ---- tidak jelas ----- tanganmu, mPu.
" Tetapi - Iaki2 itu menjahut - kau ingin menurunkan ilmu ini kepada orang lain. Bukankah begitu.
Orang itu kemudian- memandangi bintik2 dikedjauhan dengan sinar matanja jang buram. Per-lahan2 ia mendjawab - Ja.
Laki2 tua itu menarik nafas dalam2. Desisnja - itu adalah sifat manusiawi. Tetapi aku kira kau memiliki tjita2 jang lebih bening dari pada aku. Aku kira kau masih djuga memikirkan kebenaran dan keadilan, meskipun tidak seorangpun jang dapat melihatnja dengan sempurna.
" Setiap mulut jang menjebut kebenaran dan keadilan tidak akan dapat dilepaskan dari kepentingan pribadi. Aku pun tidak dapat melepaskannja pula. Kebenaran dan keadilan jang menguntungkan diriku sendiri.
" Tetapi ada nilai2 jang umum dari kebenaran dan keadilan. Nilai2 jang sewadjarnja menurut penilaian manusia jang pitjik betapapun djuga ilmunja bertimbun didalam diri. Dan penilaian itulah jang se-djauh2nja kita pergunakan.
" Nilai9 manusiawi jang gojah. - sahut orang itu - kalau sadja kita dapat berpegangan kepada nilai2 jang abadi.
" Nilai2 jang tidak dapat digajuh oleh kekuatan manusia.
" Se-tidak2nja kita berusaha. Tetapi kita memang harus menjadari, bahwa tidak ada seorangpun, ja tidak seorang pun jang dapat melihat nilai2 jang sempurna dari kebenaran dan keadilan itu. Meskipun demikian kita berusaha untuk menemukannja. Kita harus bersandar diri kepada budi jang wening. Bukan datang dari kebidjaksanaan kita sendiri, tetapi hanja dapat ada pada diri kita apabila kita mendapat kemurahan ---- tidak jelas ----
" Kau telah menemukan ilmu lemparan jang kuat disaat-saat umurmu semakin .... tidak jelas .... sedemikian dalamnja.
" Kau akan mengerti. Kemarilah. Duduklah disini. Aku dapat merebus air buat menghangatkan tubuh kita, mPu.
" Ja. " laki2 itu memutar tubuhnja dan berdjalan mendekati orang jang masih sadja duduk dipereng gumuk padas.
" Salah satu dari kebodohanku adalah, bihwa aku lebih tertarik pada kedahsjatan permainan kerikil dari pada nilai2 jang kau katakan.
" Djangan tjemas. Akupun masih djuga lebih banjak berbuat demikian. Sudah aku katakan. Marilah kita memohon, agar kepada kita diturunkannja budi wening dan mulus2, supaja kita dapat melihat djalan jang paling bersih jang harus kita tempuh.
" Hem " lak i 2 tua itu menarik nafas dalam.2 " sekali lagi aku mengagumi nilai kanuraganmu. Kau agaknja telah berhasil meletakkan dasar dari ilmumu jang baru.
" Ah, kau selalu kembali kepada hal itu djuga.
" Apakah kau mempunjai nama buat ilmumu jang baru"
" Sama sekali bukan baru. Kaupun akan dapat melakukannja. Kita tinggal menjalurkan2 kekuatan jang telah kita miliki untuk mendasari lontaran batu itu.
" Aku mengerti. Tetapi menilik bekas2nja, kau dapat melempar lebih dari satu batu. Bahkan lebih dari lima batu sekaligus dan mengenai sasaran jang kau kehendaki.
" Permainan kanak2. Sudahlah. Marilah kita berbitjara tentang jang lain. Tentang sepasang pedangmu misalnja. Apakah itu djuga sedjenis ilmu jang baru. Sepandjang umurmu kau tidak pernah membawa pedang. Apalagi berpasangan.
" Aku akan berhadapan dengan iblis Kemundungan. Aku sudah berniat bertempur sampai salah seorang dari kami mati. Itulah sebabnja aku membawa sendjata rangkap. Seandainja tanganku ada tiga, maka akupun pasti membawa tiga putjuk sendjata.
Orang jang diadjaknja berbitjara tersenjum. Djawabnja
" Kenapa tidak kau pasang tanduk sama sekali dikepalamu, tadji dikaki dan siku tanganmu, mPu.
Laki2 tua itupun tersenjum pula. Katanja " Aku bersungguh2 ingin membunuh Kebo Sindet.
" Dimana sendjatamu, tjiri kebesaran namamu selama ini "
Laki2 tua itu menarik nafas dalam2. Tetapi ia tidak segera mendjawab pertanjaan itu.
Sedjenak kedua orang tua2 itu terdiam. Tetapi laki2 tua berpedang itu tidak henti2nja mengherani kerikil2 jang membenam kedalam batang2 kaju. Maka katanja kemudian " Pedang, tombak atau apapun adalah sendjata2 jang paling umum dipakai. Tetapi ketepatan membidik adalah kechususan. Mungkin aku djuga dapat melontarkan batu dengan kekuatan seperti jang kau lakukan. Tetapi aku tidak mempeladjari sifat2 dari tjara jang demikian. Sehingga aku pasti tidak akan setangkas dan setjepat kau melakukannja, apalagi ketepatan membidik sekaligus untuk lima sampai sepuluh butir kerikil.
" Ah " lawannja berbitjara menjahut " kau jakin bahwa aku dapat berbuat demikian.
" Pengamatanku biasanja tidak berbohong. Apalagi menilik kebesaran namamu.
" Kau memudji. " Tidak " sedjenak orang itu terdiam " apakah kau mau mentjobanja sekali sadja supaja aku jakin.
" Tidak perlu. " Aku perlu mejakinkan pengamatanku.
" Kalau kau tidak jakin sekalipun, aku tidak ber keberatan.
" Apakah ilmumu itu kau rahasiakan. Orang itu terdiam.
" Berilah aku kesempatan melihat ilmumu. Kalau kau tidak menjebutnja sebagai suatu tjabang ilmu tata bela diri, katakanlah permainan batu2 kerikilmu.
Orang itu menggeleng " Tidak perlu.
" Djangan seperti laki2 tjengeng " berkata laki2 tua itu " kita sudah sama2 tua. Dan bukankah kita sudah saling berdjandji untuk ber-sama2 melepaskan Mahisa Agni"
" Kelak kau akan melihatnja, tetapi tidak perlu dengan chusus aku perlihatkan kepadamu. Hanja anak2 muda jang masih mengagumi dirinja sendiri akan berbuat demikian.
Laki2 itu tidak memaksanja lagi. Ia tahu bahwa orang itu telah melatih dirinja dalam ketjepatan melepaskan batu2 dengan tenaga lontaran jang dahsjat.
Tetapi agaknja bukan itu sadja. Ia melihat sulur2 didalam pereng itu. Agaknja ia telah melatih diri dalam berbagai matjam penggunaan sendjata jang dapat diketemukannja didalam hutan itu.
Ternjata orang itu dapat melihat perasaannja menilik sikapnja. Maka katanja " Apakah kau heran melihat benda2 itu disini" Kalau demikian kau seperti aku pula jang heran melihat pedang2 itu dilambungmu. Kau belum mendjawab pertanjaanku, dimana sendjatamu itu.
" Aku kini membawa pedang " djawab laki2 itu " Tetapi sebaliknja, kau mentjoba mempergunakan sendjata2 jang kau ketemukan disekitar tempat ini. Kau ternjata tidak lagi mempergunakan sendjata2 jang biasa dipakai orang.
" Kau menghindari pertanjaanku mPu. Dimana sendjatamu itu r
Laki2 tua itu termenung sedjenak. Dipandanginja pepohonan disekitarnja. Hutan ini memang tidak begitu lebat, tetapi pepohonan raksasa tumbuh pula satu2 disana-sini.
" Kau berkeberatan untuk mengatakannja " Tetapi aku sudah melihat bahwa kau membawa sepasang pedang, besar dan agak ketjil.
Laki2 itu menarik nafas dalam2. Tiba2 ia berdesis lambat sekali " Sendjataku telah patah.
"- He " orang itu mengerutkan keningnja " bertahun2 kau mempergunakannja. Kenapa tiba2 sadja patah"
" Tidak. Sendjataku jang ber-tahun2 ikut dalam petualanganku jang djahat itu tidak patah. Sendjata itu harus berpisah dengan aku. Kalau sendjataku itu masih tersentuh nafasku, maka aku kira masih akan datang petualangan itu berulang. Sendjata itu telah aku berikan kepada muridku.
" He " sekali lagi orang itu mendjadi heran " djadi kau ingin menghentikan petualanganmu dan membiarkan muridmu itu bertualang. Aku tidak dapat mengerti mPu.
" Muridku memiliki djiwa jang kuat. Ia anak jang baik, dan aku sudah mentjoba menasehatinja supaja ia bertjermin kepadaku, kepada gurunja. Beberapa puluh tahun aku bertualang tanpa udjung dan pangkal untuk mengumpulkan kekajaan. Namun sekarang aku sama sekali tidak memerlu kannja. Aku tidak dapat membebaskan Mahisa Agni itu dengan kekajaan jang ada padaku. Meskipun mungkin aku dapat menawar untuk kebebasan Agni dengan tebusan itu, tetapi aku tahu betapa litjiknja Kebo Sindet. Ia akan menerima uang dan kekajaan itu. Tetapi aku jakin bahwa Mahisa Agni tidak akan dibebaskannja, apabila iblis itu belum terbunuh.
Orang itu meng-angguk2kan kepalanja - Djadi kau jakin bahwa muridmu itu tidak akan berbuat seperti kau "
" Ja. Ia adalah anak jang paling aku bentji sebelumnja karena ia tidak dapat menjesuaikan dirinja dengan keinginanku. Namun achirnja aku tahu, bahwa ia adalah murid jang paling baik. Apalagi ketika aku tahu, bahwa ia terdjerumus masuk kedalam padepokanku. Aku tahu, bahwa ia. menentang sikapku saat2 itu. Tetapi ia tidak dapat berbuat apa2. Ia kemudian bersikap atjuh tak atjuh sadja, asal ia menerima sekedar ilmu. Dan akupun menurunkan ilmu jang paling sedikit kepadanja. Tetapi achirnja ia adalah muridku jang paling baik. Kepadanja aku serahkan semuanja. Sendjata tjiri kebesaranku itupun aku berikan kepadanja. Sentuhan sendjata itu dengan aliran darahnja, tidak akan menimbulkan kedjahatan seperti jang pernah aku lakukan.
Orang itu masih meng-angguk2 kan kepalanja. Kemudi an ia bertanja - Lalu apakah jang mPu katakan patah itu"
" Sendjata sematjam itu djuga. Tetapi jang lain, rangkapannja. Sendjata itu patah ketika aku berkelahi dengan iblis dari Kemundungan ini. Kemudian aku terpaksa mempeladjari ilmu pedang. Aku tidak akan minta sendjataku kembali. Aku ingin melawan Kebo Sindet jang bersendjata golok itu dengan pedang.
Orang itu meng-angguk2kan kepalanja. Sedjenak ia tidak mengutjapkan kata2. Diamatinja beberapa matjam benda jang ada di pereng padas jang dipergunakannja sebagai rumahnja itu. Untuk berteduh djika hudjan turun.
Namun tiba2 ia berkata " mPu, kalau muridmu jang seorang itu tidak kau sukai, kenapa ia dapat mendjadi muridmu "
" Itu adalah karena ketamakanku masa2 jang lampau. Aku ingin mempunjai murid jang se-banjak2nja.
" Murid2 jang tidak sesuai dengan pendirian gurunja akan banjak merugikan perguruannja.
" Aku tidak mempedulikan di-saat2 itu. Siapa jang dapat memenuhi sjarat jang aku tetapkan, maka ia dapat mendjadi muridku.
" Apakah sjarat itu"
" Sekeping emas, atau sekerat permata.
" Oh - orang itu menarik nafas dalam2 - kau memang aneh.
"- Tetapi saat2 jang demikian itu sudah lampau. Aku sudah menjerahkan semuanja kepada muridku. Aku sudah berkata kepadanja beberapa kali dan aku ulangi lagi ketika aku pergi jang terachir bahwa jang lampau itu ternjata salah dan tidak berarti apa2.
" Muridmu jang mana"
" Djustru jang dahulu kurang dapat mengikuti keinginan2ku. Ketika aku pergi untuk mentjari Mahisa Agni jang terdahulu, akupun sudah bertekad untuk mati seperti saat ini. Tetapi aku tidak mati, djustru Wong Sarimpatlah jang mati. Aku masih dapat kembali kepadepokanku dan menjembuhkan luka2ku. Tetapi ternjata Mahisa Agni belum terbebaskan. Nah, sekarang, sisa2 umurku ini akan aku pergunakan dalam usaha membebaskan anak jang terperosok ketangan iblis dari Kemundungan ini, karena sebagian terbesar adalah karena salahku.
Orang itu meng-angguk2kan kepalanja pula " Aku dapat mengerti. Dan kau telah mentjoba menjusun ilmu pedang untuk melawan ilmu Kebo Sindet jang terkenal serta goloknja jang berbau maut itu. Sebenarnja kau lebih menakutkan dengan tongkat pandjangmu jang menggemparkan itu mPu.
Laki2 tua itu menggeleng " Tidak. Aku tidak akan membawa tongkat pandjang itu lagi, supaja aku jang sekarang berbeda dengan aku jang lampau.
Lawan bitjaranja itu tersenjum " Kau telah benar2 menjesal.
" Kalau tidak, maka kaulah jang pertama sekali harus berkelahi melawan aku.
" Terima kasih, kau akan mendjadi kawanku jang baik. Tetapi tidak untuk membunuh Kebo Sindet.
" Hem, aku tidak mengerti.
" Bukankah tudjuan kita adalah membebaskan Mahisa Agni, tidak untuk membunuh Kebo Sindet.
" Aku tetap tidak mengerti, tetapi aku akan mengikutimu, djustru karena aku ingin tahu bagaimana tjaramu itu.
Orang itu meng-angguk2 sambil berkata " Terima kasih atas kesediaanmu.
Pembitjaraan itu terputus ketika mereka mendengar lamat2 suara kentongan. Laki2 tua jang membawa pedang dan belati pandjang itu mengangkat kepalanja sambil bertanja " Suara apakah itu"
" Kentongan. Siapakah jang membunjikan kentongan itu"
" Kebo Sindet. Laki2 itu mengerutkan keningnja " Untuk apa"
" Kebo Sindet sedang memanggil Mahisa Agni, Kalau ia kembali dan Mahisa Agni sedang tidak berada didalam goanja, maka Kebo Sindet selalu memanggilnja dengan kentongan.
Kerut merut didahi laki2 tua itu mendjadi semakin dalam " Apakah jang harus dilakukan oleh Mahisa Agni "
" Ia tidak lebih dari seorang pelajan. Mahisa Agni harus menjediakan makan untuk kedua orang itu. Setiap saat makanan itu harus sudah tersedia. Apabila mereka datang dan tidak dilihatnja Mahisa Agni dan segera dimenjediakan makan mereka, maka dipukulnja kentongan itu. Apabila nanti Mahisa Agni datang, maka Mahisa Agnilah jang akan dipukulnja.
" Ah - laki2 tua itu berdesah - dan kau diam sadja disini "
" Sudah aku katakan, aku mempunjai rentjana tersendiri.
" Gila. Itu adalah perbuatan gila, sementara itu Mahisa Agni mengalami siksaan lahir dan batin.
" Bukankah itu akan mendjadi pengalaman jang baik baginja. Suatu gemblengan lahir dan batin pula.
" Oh, kau salah. Hal2 jang serupa itu dapat membunuh keberaniannja. Ia akan mendjadi seorang laki2 jang tidak berani berbuat apa2. Kalau kau biarkan ber-lama2 maka benar2 Mahisa Agni tidak lebih dari seorang budak. Seorang jang takut melihat perdjoangan.
Tetapi orang itu menggeleng " Marilah kita melihat ber-sama". Apakah Mahisa Agni akan mendjadi seorang jang dapat menengadahkan wadjahnja lagi dihadapan Kebo Sindet atau tidak.
" Hem - laki2 tua itu tidak mendjawab. Tetapi ia hanja menarik nafas dalam 2.
Sementara itu masih terdengar beberapa kali suara kentongan dari mulut sarang Kebo Sindet. Kuda-Sempana jang memukul kentongan itu mengajunkan tangan dengan atjuh tak atjuh.
Sedjenak kemudian Mahisa Agni jang basah datang ber"lari2 mendekatinja.
Tiba2 terdengar Kebo Sindet membentaknja - He kelintji bodoh. Dari mana kau he"
" Aku baru mandi tuan - djawab Mahisa Agni ketakutan.
Dengan tadjamnja Kebo Sindet memandangi tubuh Mahisa Agni jang basah. " Pemalas " geramnja - matahari sudah ada dipuntjak langit kau baru sadja mandi. Apa kerdjamu. sepagi ini he "
Mahisa Agni menundukkan kepalanja. Tetapi tiba2 ia terdorong dan djatuh terpelanting ketika tangan Kebo Sindet menampar pipinja.
Kuda-Sempana memalingkan mukanja. Ia melihat MaMisa Agni dengan susah pajah bangun dan duduk sambil menun iukkan kepalanja dalam2. Tetapi Kuda-Sempana itu mendjadi atjuh tak atjuh sadja. Bahkan kemudian dengan tidak berpaling lagi ia melangkah pergi.
Meskipun demikian, tumbuh suatu pertanjaan didalam hatinja. Mahisa Agni adalah seorang anak muda jang keras hati. Seorang jang hampir tidak mengenal takut sampaipun bertaruh njawa, apalagi apabila ia berada dipihak jang tidak bersalah. Bahkan terhadap Akuwu Tunggul Ametungpun Ma hisa Agni tidak dapat menundukkan kepalanja, pada saat ia melarikan diri Ken Dedes dari Panawidjen. Namun tiba2 anak itu kini mendjadi benar2 sedjinak kelintji. Setiap kali Mahisa Agni hanja dapat menundukkan kepalanja dengan gemetar ketakutan.
" Apakah benar kata paman Kebo Sindet " Kuda Sempana berguman didalam hatinja " bahwa dengan menekan perasaan Mahisa Agni setiap saat, maka djiwa anak muda itu pasti akan berubah dengan sendirinja. Ketahanan djiwa pasti akan gojah. Setiap kali ia harus mengalami ketakutan dan ketjemasan. Setiap kali ia harus dipaksa untuk tunduk dan berlutut, sehingga achirnja ia akan kehilangan segala sifat 2nja.
" Mustahil - hatinja terbantah sendiri - kekerasan hati Mahisa Agni tidak akan dapat ditjairkan dengan tjara itu.
" Tetapi kenapa sifat2nja kini berubah sama sekali " " pertanjaan itu selalu mengganggunja " apakah akupun achirnja akan kehilangan kedirianku.
Kuda-Sempana itu meng-anggukkan kepalanja " Ja, aku memang sudah kehilangan diriku sendiri. Guruku hampir terbunuh oleh paman Kebo Sindet dan Wong Sarimpat. Bahkan mungkin kini sudah mati benar2. Dan aku berada disini mem bantunja.
Kuda-Sempana itu tertegun sedjenak. Tetapi ketika ia berpaling maka ia sudah agak djauh sehingga ia tidak melihat lagi apa jang dilakukan oleh Kebo Sindet atas Mahisa Agni.
" Mungkin pendapat itu benar, dan paman Kebo Sindet sedang membentuk seorang Mahisa Agni jang djinak dan tidak berani berbuat apapun.
Kuda-Sempana itupun kemudian melangkah terus. Ia ingin membersihkan dirinja, mandi djustru didalam air jang keruh. Tetapi kini ia sudah mendjadi biasa dengan air jang keruh itu. Bahkan minumpun tidak lagi terasa muak, meskipun ia tahu bahwa didalam rawa2 itu kadang2 terapung sisa bangkai binatang2 jang mesti dibunuh oleh buaja2 kerdil.
Kebo Sindet jang melihat Mahisa Agni duduk dengan gemetar membentak dengan kerasnja " Ajo pergi. Siapkan makan kami. Kalau masih djuga selalu ber-malas2, maka kau sekali lagi akan aku ikat dipohon itu dan aku pukuli sampai kulitmu terkelupas.
Dengan menggigil Mahisa Agni bangkit per-lahan2. Ke tika ia telah tegak berdiri dan melangkah meninggalkan Ke bo Sindet, tiba2 kaki iblis itu mendorong punggungnja, se hingga anak muda itu djatuh terdjerembab.
Sekali lagi Mahisa Agni mentjoba merangkak bangkit: Ketika ia mentjoba berpaling, dilihatnja sorot mata Kebo Sindet se-olah2 menusuk djantungnja, sehingga segera Mahisa Agni itu memalingkan wadjahnja.
" Tjepat pergi setan ketjil " teriak Kebo Sindet.
Mahisa Agnipun segera bangkit dan berdjalan tjepat2 meninggalkan Kebo Sindet jang berdiri sadja mengawasinja. Meskipun wadjahnja sama sekali tidak berkesan apapun, namun sorot matanja memantjarkan kepuasan hatinja. Per-lahan2 ia berdesis " Sebentar lagi anak itu pasti akan mendjadi seekor siput jang tidak berani berbuat apapun. Djika demikian maka ia akan mendjadi barang dagangan jang menjenangkan sekali. Aku akan dapat membawanja ke Tumapel tanpa tjemas lagi bahwa pemalas ketjil itu akan berani melarikan dirinja. Atau membawa seseorang jang dapat menawarkannja kepada permaisuri untuk datang kemari. Anak itu pasti tidak akan berani berbuat apa2 lagi.
Demikianlah jang dilakukan oleh Kebo Sindet. Setiap hari apabila ia berada didalam sarangnja itu, selalu me-nakut2i, mem-bentak2, memukul dan apa sadja untuk membuat Mahisa Agni kehilangan keberanian. Kebo Sindet mengharap, betapapun kuatnja djiwa seseorang, tetapi apabila setiap hari ia mendapat perlakuan jang mempengaruhi keberaniannja, maka achirnja ketahanan djiwanja itu pasti akan runtuh pula. Seperti apa jang dilakukannja atas Kuda Sempana meskipun dengan tjara jang berbeda.
Kini ia melihat Mahisa Agni mendjadi ketakutan apa bila melihatnja sebelum ia berbuat apa2. Maka Kebo Sindet itu mengharap dalam waktu singkat, Mahisa Agni telah mendjadi seorang jang mempunjai sifat seperti jang dikehendakinja.
Mahisa Agnipun kemudian segera berlari kedapur jang kotor. Segera dipersiapkannja makan buat Kebo Sindet dan Kuda-Sempana. Nasi djagung dan daging rusa. Ikan jang didapatnja dari dalam rawa2 dan sedjenis daging burung air. Mahisa Agni sendirilah jang harus memburu makanan jang disediakannja kepada Kebo Sindet dan Wong Sarimpat dengan panah. Disekitar sarang jang dikitari rawa2 itu memang terdapat beberapa ekor rusa liar. Ternjata pulau di-tengah2 rawa itu tjukup luas bagi rusa2 itu untuk menikmati hidupnja. Dan rusa2 itulah jang setiap kali harus ditjari oleh Mahisa Agni. Tetapi jang paling mudah dilakukan adalah mengail ikan di-rawa2 itu dan mentjari burung2 air.
Hanja djagungnjalah jang diterimanja dari Kuda-Sem pana setiap kali. Apabila djagung itu habis, maka Kuda Sempana dan Kebo Sindet mentjarinja kemana sadja, padesan2 jang dilaluinja.
Hidup jang demikian itu harus didjalani oleh Mahisa Agni tanpa batas, kapan ia dapat lepas daripadanja, Untung lah bahwa Kebo Sindet dan Kuda Sempana djarang berada disarang mereka. Setiap kali mereka pergi meninggalkan tempat itu untuk waktu jang kadang2 tjukup lama. Se tjepat2nja .tiga empat hari mereka baru kembali, dan tinggal ditempat itu untuk waktu jang sama.
Ketika kemudian Kebo Sindet dan Kuda-Sempana makan, maka Mahisa Agni harus duduk didekat mereka. Setiap kali Kebo Sindet memerlukan sesuatu, maka disuruhnja Mahisa Agni untuk mengambilkannja.
" Ambil air panas - teriak Kebo Sindet tiba2.
Mahisa Agni terkedjut. Segera ia bangkit dan berdjalan ter-gesa2 kebahagian belakang dari sarang mereka itu untuk mengambil air hangat.
" Ia sudah mendjadi semakin sehat - desis Kebo Sindet kemudian kepada Kuda-Sempana - apabila ia telah mendjadi sehat benar, maka ia harus dilemahkan. Se-tidak2nja ia tidak dapat menjamaimu.
Wadjah Kuda-Sempana sama sekali tidak menundjuk kan kesan apapun. Namun ia mendjawab - Terserah kepada paman. Tetapi dalam keadaan apapun aku masih sanggup membunuhnja.
" Sekarang. Ia sudah kehilangan sebagian terbesar dari keberaniannja. Kau memang dapat berbuat apa sadja atasnja tanpa perlawanan. Tetapi kemadjuan kekuatannja akan sedikit berbahaja djuga bagimu.
" Sama sekali tidak.
Kebo Sindet terdiam ketika ia melihat Mahisa Agni datang membawa mangkuk berisi air hangat. Setelah air itu seteguk diminumnja, maka sisanja tiba2 sadja disiramkannja kepada Mahisa Agni jang duduk tepekur disampingnja " Gila. - Kebo Sindet itu menggeram - kau tidak menjediakan gula kelapa untukku"
Mahisa Agni terkedjut. Sekali lagi ia melontjat berdiri dan melangkah pergi. Tetapi Kebo Sindet berteriak - Kema na kau "
" Mengambil gula kelapa. - djawab Mahisa Agni.
" Kau memang gila. Kau lihat, bahwa air panas itu telah habis seluruhnia "
Mahisa Agni berdiri ter-mangu2. Ia tidak tahu apa jang harus segera dilakukan.
" Pergi, pergi - Kebo Sindet itu masih ber-teriak2 -ambil air panas dan gula kelapa.
Mahisa Agnipun segera melontjat pergi untuk memenuhi permintaan Kebo Sindet.
" Aku hampir berhasil - desis Kebo Sindet kepada Kuda-Sempana - Lihat ia mendjadi sangat ketakutan.
Kuda-Sempana tidak mendjawab.
Sudah beberapa hari aku tidak mengadjarnja. Besok, setelah kita pergi ke Balantur, aku akan mentjambuknja supaja ia mendjadi agak lemah dan mendjadi semakin ketakutan.
Kuda-Sempana masih berdiam diri.
"- Apakah kau ingin melakukannja lagi seperti beberapa waktu jang lalu "
" Tidak. Saat itupun aku sebenarnja tidak ingin mentjambuknja. Tetapi paman memaksa aku untuk mejakukannja.
" Huh - Kebo Sindet menjahut - apakah kau djuga sudah mendjadi pengetjut seperti Mahisa Agni.
Kuda-Sempana terdiam. " Kalau begitu aku harus berbuat sebaliknja terhadapmu. Kau harus mendjadi laki2 jang berani melihat darah, tetapi kau tidak akan dapat melepaskan diri dari tanganku2 Kau mengerti" Kau harus melakukan beberapa kali. Mengelupas kulit Mahisa Agni, tetapi djaga djangan sampai ia mati. Kau harus dapat melakukannja tanpa kesan apapun dihatimu.
" Tidak perlu Aku tidak kehilangan keberanianku menghadapi apa sadja. Tetapi tidak menghadapi orang jang terikat. Hal itu tidak akan menambah kemampuan apapun padaku.
Kebo Sindetlah jang kemudian berdiam diri untuk sedjenak. Mereka tidak meneruskan pembitjaraan itu ketika Mahisa Agni datang sambil membawa mangkuk air panas dan segumpal gula kelapa.
" Letakkan disitu - perintah Kebo Sindet - lalu pergi dari sini.
" Baik tuan " sahut Mahisa Agni dengan suara gemetar.
Mahisa Agnipun segera pergi. Ia tahu, bahwa untuk sementara ia tidak diperlukan lagi sampai datang saatnja Kebo Sindet memanggilnja.
Segera dipersiapkannja pantjingnja. Dengan kepala tunduk ia melangkah kepinggir rawa2 sambil raendjindjing pantjing ditangan kanan dan busur serta beberapa anak panah ditangan kiri. Dalam saat2 senggang demikian, Mahisa Agni lebih senang mengail atau berburu dari pada berada didekat Kebo Sindet jang selalu mem-bentak2nja dan memukulnja.
Sedjenak kemudian Mahisa Agni sudah duduk ter-kantuk2 dipinggir rawa, diatas sebongkah batu, dengan pakaian jang basah. Dilemparkannja umpan kailnja kedalam air jang keruh, kemudian diletakkannja walesan kailnja diatas i"atu tempat ia duduk, ditindih dengan busur dan anak panahnja. Sementara ia duduk memeluk lututnja dan meletakkan kepalanja diatas mulut itu.
Mahisa Agni itu terkedjut ketika ia mendengar desir dibelakangnja. Ketika ia berpaling, dilihatnja Kuda-Sempana berdiri tegak dengan sehelai pedang dilambungnja.
Dada Mahisa Agni mendjadi ber-debar2. Djalur2 tjambuk dipunggungnja masih membekas sedjak beberapa hari jang lalu ketika Kuda-Sempana itu memukulinja, sementara ia diikat pada sebatang pohon.
" Apa jang kau lakukan"
" E, mengail, Kuda-Sempana.
Kuda-Sempana berdiam sedjenak. Dipandanginja wadjah Mahisa Agni jang putjat. Tampaklah pada sorot matanja, Kuda-Sempana ingin mengatakan sesuatu, tetapi tertahan dimulutnja.
Sesaat mereka saling berdiam diri. Kuda-Sempana memandangi Mahisa Agni dengan mata jang hampir tidak berkedip, sedang Mahisa Agni menundukkan kepalanja dalam2.
Tetapi belum lagi Kuda-Sempana mengutjapkan sesuatu terdengar Kebo Sindet berdesis dibelakang mereka - Kuda-Sempana, tinggalkan setan ketjil itu.
Kuda-Sempana terperandjat djuga mendengar suara itu. Tetapi tanpa kesan apapun ia berpaling. Dipandanginja Kebo Sindet jang berdiri beberapa langkah dibelakangnja.
Mahisa Agnipun mengangkat wadjahnja pula. Terbajang perasaan kesal pada sorot matanja. Tetapi kemudian iapun menunduk pula.
Karena Kuda-Sempana masih djuga tidak berandjak pergi, maka sekali lagi Kebo Sindet berkata " Tinggalkan tikus itu dengan kesenangannja. Ia baru menangkap ikan untuk menjediakan makan kita nanti.
Kuda-Sempana menarik nafas. Per-lahan2 ia melangkah meninggalkan tempat itu. Ketika mereka telah berbelok kebelakang sebuah gerumbul ketjil, Kebo Sindet jang berdjalan dibelakangnja berkata " Aku peringatkan sekali lagi, djangan kau bunuh dia, supaja kaupun tidak aku bunuh pula.
Kuda-Sempana tidak mendjawab. Antjaman itu telah didengarnja berpuluh kali. Karena itu maka telinganja telah mendjadi kebal karenanja.
" Kuda-Sempana - berkata Kebo Sindet itu pula - sebaiknja kau selalu sadja aku bawa berdjalan berkeliling daerah Tumapel dan Kediri. Disini kau ternjata berbahaja bagi Mahisa Agni. Kalau aku sedang tidur atau lengah sedikit sadja, mungkin kau akan melakukan pembunuhan itu meski pun kau tahu akibatnja. Karena itu, biarlah kita berdjalan lagi. Bukankah kita telah mendapat sedikit djalan untuk dapat herhubungan dengan permaisuri. Agaknja orang jang kita datangi beberapa saat jang lalus meskipun belum menjediakan diri, tetapi kemungkinan itu dapat terdjadi. Baiklah besuk kita datang kepadanja sekali lagi. Kita beri djandji jang lebih baik kepadanja. Tetapi kalau ia berchianat, lebih baik kita binasakan sadja.
Kuda-Sempana tidak mendjawab. Ia berdjalan sadja selangkah demi selangkah.
" Orang itu adalah orang litjik. Tetapi ia senang sekali kepada harta kekajaan. Kau telah menundjuk orang jang dapat diharapkan.
Kuda-Sempana masih berdiam diri. Kebo Sindetpun kemudian berkata pula " Tetapi kita harus mentjari orang lain jang lebih pasti dari padanja.
02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kuda-Sempana achirnja berkata " Kita sebenarnja tidak perlu bersusah pajah mentjari. Permaisuri itulah kelak jang akan mentjari kita.
" Aku tahu - djawab Kebo Sindet - tetapi itu akan langsung terdjadi sematjam djual beli. Aku tidak senang. Aku perlu perantara. Aku sama sekali tidak ingin berhubung an langsung dengan Akuwu Tunggul Ametung.
" Apakah paman menjangka permaisuri dan Akuwu akan sebodoh itu memenuhi tuntutan paman tanpa mendapat djaminan apapun.
" Mereka harus memenuhi tuntutanku. Kuntji persoalan ini ada ditanganku.
" Bagaimana kalau mereka tidak mau"
"- Mereka harus mau. Bagaimana pertimbanganmu seandainja sepotong kuping Mahisa Agni aku kirimkan kepada permaisuri "
Kuda-Sempana adalah seorang anak muda jang berhati batu. Tetapi mendengar kata2 Kebo Sindet itu hatinja berdesir. Sehingga wadjahnja jang hampir2 membeku itu tampak menegang untuk sedjenak. Tetapi sedjenak kemudian kesan jang mengerikan itu segera terhapus dari wadjahnja.
" Bagaimana" " bertanja Kebo Sindet " apakah dengan demikian permaisuri tetap menolak tuntutanku"
Kuda-Sempana tidak mendjawab.
" Nah, sekarang beristirahatlah. Akupun akan tidur sebentar. Tetapi ingat, djangan kau ganggu anak itu supaja bukan kuping atau hidungmu jang terpaksa aku kirimkan kepada Ken Dedes.
Kuda-Sempana masih berdiam diri.
Kebo Sindetpun kemudian tidak berbitjara lagi. Langsung ia masuk kedalam sarangnja dan merebahkan dirinja diatas sepotong amben kaju jang kasar. Sedang Kuda-Sempanapun kemudian masuk pula. Ia duduk sebentar diamben jang lain sambil melepas pedangnja.
" Tidurlah. Aku tidak akan terlalu lama disini. Kau berbahaja bagi Mahisa Agni. Lagi pula aku ingin persoalan anak itu segera selesai, supaja kita tidak terlampau lama memeliharanja. Kita harus segera menemukan orang jang dapat dipertjaja untuk membitjarakan masalah djual-beli ini. Kau harus sedikit mempergunakan otakmu. Bukankah kau bekas seorang pelajan dalam, sehingga sebenarnja terlampau banjak orang jang seharusnja kau kenal untuk kepentingan ini.
Kuda-Sempana tidak mendjawab. Direbahkannja dirinja Dan ditjobanja untuk menghentikan angan2nja. Ia ingin tidur. Tidur se-puas2nja.
Hari2 jang demikian sangat menjesakkan napas Mahisa Agni. Pada saat2 Kebo Sindet dan Kuda-Sempana ada disarangnja. Banjak sekali jang harus dilakukannja. Bahkan hampir2 ia tidak sempat berbuat apa2. Menjediakan makanan, kemudian mentjutji mangkuk dan alat2, merebus air, dan sisa waktunja dipergunakan untuk berburu atau mengail. Apa bila ia tidak mendapat buruan tjukuup, maka tubuhnja pasti akan mendjadi babak-belur.
Hal jang demikian itu hampir2 tidak dapat masuk akal Kuda-Sempana. Pertanjaan tentang Mahisa Agni selalu sadja menjelimutinja. Seperti pertanjaan tentang dirinja sendiri. Dengan sadar Kuda-Sempana merasa bahwa ia sudah
tidak mempunjai minat untuk berbuat sesuatu. Ia kini tinggal menurut sadja perintah apapun jang diberikan kepadanja oleh Kebo Sindet. Semua keinginan dan tjita2 untuk dirinja sendiri se-olah2 telah mati.
Kuda-Sempana dan Kebo Sindet itupun kemudian te tidur pula. Dalam saat2 jang demikian, di-masa2 sebelumnja tumbuh didalam angan2 Mahisa Agni untuk membunuh sadja keduanja. Tetapi Kebo Sindet adalah orang jang luar biasa, sehingga langkahnja betapapun lambatnja pasti akan membangunkannja. Apalagi didalam sarang itu terdapat berbagai matjam barang2 jang terbudjur lintang tidak keruan. Kaju2 dan bambu2. Gledeg dan birang2 petjah belah jang berserakan.
Tetapi lambat laun keinginan itupun padam dengan sendirinja, sehingga Mahisa Agni sama sekali2 belum pernah melakukan pertjobaan itu.
Kebo Sindet sendiri merasa jakin bahwa Mahisa Agni tidak akan berani berbuat sesuatu. Semula iapun memperhitungkan pula kemungkinan itu, sehingga beberapa kali ia ber-puras tidur ditempat jang mudah sekali didatangi oleh Mahisa Agni seandainja ia ingin melakukan pertjobaan untuk membunuhnja. Tetapi pertjobaan itu sama sekali tidak pernah terdjadi, sehingga Kebo Sindet achirnja mengambil kesimpulan bahwa Mahisa Agni tidak akan berani melakukannja. Apalagi setelah anak itu mendjadi djinak.
Kali ini seperti biasanja, Kebo Sindet tidak terlampau lama berada disarangnja jang mendjemukan itu. Mendjemukan bagi Kebo Sindet sendiri. Sepeninggal adiknja, ia lebih suka merantau. Mendatangi padesan2 dan kampung2. Masuk keluar warung2 tanpa mempersoalkan uang untuk membajarnja. Berdjudi ber-sama2 dengan orang2 djahat dan kasar seperti dirinja sendiri. Berkelahi dan saling membunuh. Tetapi tidak seorangpun jang pernah didjumpainja dapat mengalahkannja. Kadang2 didalam lingkaran djudi orang2jang belum mengenalnja berani menentang kehendaknja. Tetapi biasanja erang itu akan kehilangan semuanja. Uang dan barang2nja. Bahkan njawanja.
Ketika matari mulai melontarkan sinarnja jang kuning ke-merah2an, maka Kebo Sindet dan Kuda-Sempana telah siap untuk meninggalkan sarangnja jang kotor itu, setelah tiga hari ia tinggal. Meskipun rawa2 disekitar sarangnja masih disaput oleh kabut jang rapat, namun Kebo Sindet sama sekali tidak mendjadi tjemas bahwa ia akan terdjerumus kedalam lumpur didalam dasar rawa2 itu. Ia sudah begitu hafalnja. Bahkan sambil berlaripun ia dapat melintasinja tanpa terperosok kedalam lumpur.
Kuda jang dipergunakan oleh Kebo Sindetpun lambat laun mendjadi hafal pula seperti penunggangnja. Kemana kakinja harus melangkah supaja ia tidak tersesat. Dengan demikian maka Kebo Sindet hampir2 tidak perlu lagi mengendalikan kudanja disepandjang rawa2 itu, betapa tebalnja kabut dan bahkan dimalam hari sekalipun. Hidung kuda itu seolah2 telah mendapatkan sebuah mata jang dapat melihat langsung menembus air jang berwarna lumpur itu, melihat sampai kedasarnja.
Ketika mereka berdua, Kebo Sindet dan Kuda-Sempana sudah berada dipunggung kudanja, maka berkatalah iblis dari Kemundungan itu kepada Mahisa Agni - He, pemalas. Kau harus menunggu rumah ini. Pelihara baik2. Aku akan pergi untuk sepekan atau dua pekan mentjari orang jang sudi mengambilmu dari tempat ini. Kau sudah terlampau lama mengotori rumahku. Seharusnja kau segera mendapat tebusan. Tetapi agaknja tidak seorangpun didunia ini jang mempedulikanmu. Adikmu, apalagi Tunggul Ametung.
Mahisa Agni tidak mendjawab. Tetapi kepala tertunduk dalam2.
" He, apa katamu"
"- Ja, ja, aku mengerti " djawab Agni tergagap.
" Apa jang kau mengerti he"
" Mendjaga dan memelihara rumah ini baik2.
" Hanja itu" Mahisa Agni terdiam. Ia tidak mengerti apa jang harus dikatakannja.
" Apa he" - Kebo Sindet tiba2 berteriak.
Mahisa Agni masih terbungkam. Ia masih belum mengerti maksud Kebo Sindet itu.
Sekali lagi Mahisa Agni mendengar Kebo Sindet berteriak.2 Ia melihat kuda jang ditungganginja bergerak madju kearahnja, dan sedjenak kemudian ia terdorong djatuh karena sentuhan kaki iblis jang garang itu.
" Pemalas jang bodoh. Kau harus berkata bahwa memang tidak ada seorangpun jang mempedulikan kau lagi. Kau tinggal menunggu nasib djelek jang bakal datang. Apa bila aku tidak segera dapat berhubungan dengan orang jang masih bersedia mengambilmu, maka kupingmu sepotong2 akan aku kirimkan kepada Ken Dedes. Kemudian hidung, tangan dan kaki2mu sebelum kau aku lemparkan ke-rawa2 itu, ketjuali kepalamu jang akan aku simpan sebagai pesugiban.
Ter-tatih2 Mahisa Agni mentjoba berdiri. Tetapi Kebo Sindet itu telah menggerakkan kudanja meninggalkannja diikuti oleh Kuda Sempana.
Ketika Kebo Sindet berpaling, dilihatnja Mahisa Agni. berdiri dengan lemahnja, memandanginja.
" Anak itu memang bodoh " gumamnja. Kuda-Sempanapun berpaling, tetapi ia tidak menjahut.
" Ternjata ia tidak lebih dari seekor tikus pengetjut. Aku jakin bahwa ia telah kehilangan seluruh kepribadiannja. Dan aku semakin senang melihatnja.
Kuda-Sempana masih berdiam diri. Ternjata Kebo Sindet itupun tidak berbitjara lagi. Kini mereka telah turun kedalam air dan sedjenak kemudian mereka berdua hilang ditelan oleh kabut diatas rawa" jang keruh itu.
Ketika mereka sudah tidak tampak lagi, Mahisa Agni menarik nafas dalam2. Seperti ia ingin melepaskan semua jang sedang menjumbat dadanja. Sekali disekanja keringat jang se-akan2 mengembun dipelipisnja. Dikibaskannja pakaian nja jang kotor oleh tanah lembab ketika ia djatuh berguling disentuh kaki Kebo Sindet.
Per-lahans matahari merajap dikaki langit. Semakin lama mendjadi semakin tinggi. Dan Mahisa Agni masih berdiri ditempatnja memandangi kabut jang putih.
Tetapi tiba2 wadjahnja jang lesu itu mendjadi semakin terang seperti matahari jang semakin meninggi. Bahkan anak muda itupun kemudian tersenjum.
Lenjaplah segala kelesuan dan ketakutan dari wadjahnja. Tiba2 ia melon2jat tinggi2. Menggeliat dan tangannja menggapai dahan kaju diatasnja. Sedjenak kemudian tubuhnja menggantung didahan itu, dan sambil menggeram diangkatnja tubuh itu tinggi2. Demikian dilakukannja ber-kali2. Sesaat kemudian maka tubuh itupun berputar seperti baling2. Ketika tangan Mahisa Agni terlepas maka tubuhnja itupun terlempar ketanah. Tetapi dengan lintjahnja ia melenting dan iapun telah berdiri diatas tanah, pada kedua belah kakinja.
Mahisa Agni menarik nafas pandjang. Terdengar ia berdesis perlahan " Mudah2an aku berhasil.
Mahisa Agni itupun kemudian berdjalan dengan langkah jang tjepat menudju ketepi rawa2 diudjung lain. Ter-suruk2 ia menjelinap kebalik gerumbul2 liar, kemudian sampailah ia ketetnpat jang agak lapang, dibawah pepohonan jang djarang.
" Sudah beberapa hari aku tidak sempat mengundjungi tempat ini - desisnja - iblis itu selalu sadja mengganggu aku. Mumpung masih pagi, biarlah segera aku mulai.
Mahisa Agni itupun kemudian berdjongkok pada lutut-nja. Sedjenak kemudian tiba2 sadja ia melinting tinggi. Dan mulailah ia berlatih. Mula2 garakannja tidak begitu tjepat, sekedar untuk memanaskann badannja. Tetapi semakin lama gerakan itu mendjadi semakin lintjah. Seperti kidjang ia ber-lontjat2an, sambil meng-ajun2kan tangannja. Setiap kali disentuhnja udjung2 perdu jang sudah ditandainja. Semakin lama semakin tjepat, semakin tjepat. sehingga sesaat kemudian gerakannja hampir2 tidak dapat diikuti dengan mata. Sekali ia melontjat kedepan, namun tiba2 ia sudah melun tjur surut. Berputar, melenting dan menggeliat.
Ketika tubuh Mahisa Agni telah dibasahi oleh keringatnja jang hangat, maka iapun memperlambat gerakannja. Namun dalam pada itu, gerakannja jang semakin lambat itu, tampak mendjadi semakin tangguh dan kuat. Kini ia tidak melatih ketjepatan bergerak, tetapi ia ingin melatih kekuatan tenaganja. Pada saat ia menerima Adji tertinggi dari perguruannja, ia sudah mampu menghantam hantjur batu padas. Tetapi kini kekuatannja telah ber-tambah2. Tidak sadja batu padas dan batu hitam, bahkan batang2 kaju jang masih berdiri tegak itu, akan berguntjang oleh sentuhan tangannja.
Demikianlah, maka sesaat kemudian maka hutan ketjil di-tengah2 rawa2 itu mendjadi se-olah2 dihantam oleh badai jang keras. Dari kedjauhan akan tampak daun2annja bergetar seperti diguntjang oleh angin prahara. Dengan dahsjatnja Mahisa Agni melontjat dari sebatang pohon kebatang jang lain. Pohon2 jang tjukup besar itu dipukulnja berganti ganti sehingga pohon2 itu tergetar. Daun2nja jang mulai menguning berguguran djatuh ditanah. Bahkan kemudian tjabang2nja jang mulai mengeringpun terdengar berderak-derak patah.
Tetapi tiba2 Mahisa Agni itu terlontjat. Ia berdiri tegak seperti patung. Matanja tiba2 se-olah2 menjala ketika ia me lihat seseorang tanpa diketahuinja telah berdiri beberapa langkah dari padanja.
" Alangkah dahsjatnja " terdengar orang itu berkata Mahisa Agni masih berdiri tegak ditempatnja. Matanja
kini bagaikan menjala. Tiba2 detak djantungnja seolah-olah mendjadi berlipat ganda memukul dinding dadanja.
" Kau - terdengar menggeram.
" Ja, aku datang kepadamu Agni.
Mulut Mahisa Agni tiba2 mengatub rapat2. Terdeng giginja gemeretak. " Apakap kau akan membunuhku t
" Apakah aku sekarang mampu melakukannja" Mahisa Agni terdiam sedjenak. Dilihatnja orang itu dari udjung kakinja sampai udjung kepalanja.
Beberapa waktu jang lampau ia sama sekali tidak berdaja menghadapinja. Tetapi kini ia telah berubah. Sedjak ia berada di pengasingan ini, ia merasa bahwa ilmunja telah bertambah madju. Meskipun demikian ia masih belum berani mejakini dirinja, bahwa ia sudah dapat menjamai Kebo Sindet. Karena itu, maka iapun masih belum jakin bahwa ia dapat menjamai orang jang dengan tanpa di-sangka2nja telah berdiri dihadapannja.
" Bagaimana Agni, apakah aku masih mampu melaku kannja "
Mahisa Agni menggeram. Ia merasa bahwa pertanjaan itu se-mata2 untuk menghinanja. Bagaimanapun djuga orang itu adalah seseorang jang tidak kalah dahsjatnja dari Kebo Sindet sendiri. Dan apapun jang pernah dilakukannja dan terdjadi atas diri orang itu, namun Mahisa Agni masih merasakan sikap jang berbahaja baginja,
Tetapi Mahisa Agni telah bertekad untuk keluar dari rawa2 itu dengan tjara jang akan mengedjutkan Kebo Sindet. Karena itu, maka sudah barang tentu ia tidak akan dengan suka rela menjerahkan kepalanja kepada orang jang sangat dibentjinja itu, apapun jang sudah diperbuatnja.
" Apakah jang kau kehendaki sekarang " " bertanja Mahisa Agni " apakah kau masih belum puas melihat aku berada disarang iblis ini " Meskipun aku tidak pasti, tetapi aku mendengar sedikit banjak tentang kau dan Kebo Sindet. Pertjakapan2 jang aku dengar dan kenjataan jang aku lihat. Apakah kau masih menganggap aku sebagai barang jang sangat berharga untuk kau perebutkan. " Kenapa kau tidak datang menemui Kebo Sindet langsung "
" Mungkin kau pernah mendengar pertjakapan Kuda-Sempana dan Kebo Sindet, mungkin dari orang lain. Bagai mana tanggapanmu sekarang tentang diriku. Apakah sekian lama kau disini, maka kau tidak lagi dapat melihat sesuatu diluar daerah rawa2 ini "
Mahisa Agni tidak segera mendjawab. Tetapi sekali lagi direnunginja laki2 itu. Terasa suatu perbedaan jang dalam terpantjar dari wadjah orang itu dari pada wadjahnja jang pernah dikenalnja dahulu.
Namun demikian terbersit suatu pertanjaan didalam diri nja " Apakah aku telah benar2 berubah setelah aku ter asing didaerah neraka jang memuakkan ini" " Lalu kata nja pula didalam hatinja itu " Aku memang merasa asing. Djuga terhadap diriku sendiri.
" Bagaimana" " terdengar laki2 itu bertanja pula.
Mahisa Agni masih memandanginja dengan saksama. Se makin tadjam ia memandang wadjah orang itu, semakin te rasa, bahwa orang ini se-olahs bukan orang jang pernah di kenalnja dahulu, meskipun wadagnja adalah wadag jang itu djuga.
" Apakah kau tidak dapat mengenal aku lagi dengan baik " - bertanja orang itu pula.
Mahisa Agni tidak mau ber-lama2 diombang-ambingkan oleh perasaan dan ke-ragu2annja. Karena itu maka apapun jang pernah didengarnja tentang orang itu, namun ia akan mengambil sikap jang paling hati2. Ia harus mendjaga diri nja baik2.
" Agni " berkata laki2 itu " mungkin kau pernah mendengar serba sedikit tentang diriku. Tetapi ternjata seka rang aku datang mentjarlmu. Anggaplah bahwa tidak ada suatu perubahan apapun tentang aku. Anggaplah seandainja kau pernah mendengar serba sedikit tentang aku, itu sama sekali tidak benar. Aku masih tetap ingin mendapatkan ha diah jang se-besar2nja dengan menemukanmu. Meskipun aku dapat berbuat seperti Kebo Sindet, menjembunjikan kau dan menuntut agar kau ditukar dengan harta benda, meski pun setelah harta benda itu diterima, kau pasti akan dibu nuhnja djuga, tetapi aku akan berbuat lain. Aku akan membebaskanmu. Aku akan mendjadi seorang pahlawan. Dan aku akan mendapat harta jang aku kehendaki seperti jang di ingini oleh Kebo Sindet. Bedanja, Kebo Sindet akan selalu di-kedjar2 oleh Akuwu Tunggul Ametung jang pasti tidak akan dapat kami kalahkan karena pusaka penggadanja jang nggegirisi itu, sedang aku akan disandjungnja sebagai seorang pahlawan jang telah membebaskan kau.
Kesan didalam hati Mahisa Agni tentang laki2 itu sege ra larut seperti awan jang disapu angin kentjang. Sekali lagi ia menggeretakkan giginja. Terdengar ia menggeram " Litjik. Kau ternjata lebih litjik dari Kebo Sindet. Apakah dengan demikian kau sangka, aku tidak dapat berbitjara de ngan mulutku tentang engkau"
" Oh, djadi kau tidak akan berterima kasih kepadaku apabila aku berbuat demikian"
" Kau adalah sumber dari bentjana ini.
Laki2 itu tertawa. Katanja " Tetapi aku adalah pahlawan jang akan membebaskan kau dari bentjana ini.
" Itulah kelitjikanmu. Dan kau akan digantung ka renanja.
Laki2 itu masih tertawa. Katanja kemudian " Bagai manakah kalau aku berhasil merebutmu dari tangan Kebo Sindet dalam keadaan jang tidak dikehendaki oleh Permaisuri dan Akuwu Tunggul Ametung "
" Maksudmu " " bertanja Mahisa Agni.
" Aku berkelahi dengan Kebo Sindet. Aku berhasil meng alahkannja. Tetapi sebelum ia lari, maka kau dibunuhnja lebih dahulu, sehingga aku tinggal dapat merebut majalmu.
Darah Mahisa Agni serasa mendidih mendengar djawab an itu. Tiba2 ia merenggangkan kakinja sambil bergumam " Bunuhlah kalau kau ingin membunuh Mahisa Agni. Aku sudah bersedia Tetapi aku tidak akan menjerahkan njawaku seperti seekor kerbau dipembantaian.
" Bagus, kau sudah terlalu djauh madju. Apakah Kebo Sindet selama ini telah memberimu ilmunja jang hitam itu "
" Persetan dengan Kebo Sindet. Seperti sikapku ter hadapmu, aku akan bersikap serupa terhadap Kebo Sindet.
" He " - tiba2 laki2 tertawa berkepandjangan " sudah berapa lama kau berada disini tanpa berbuat sesuatu. He "
Mahisa Agni terdiam sedjenak. Terbajang apa jang selalu dilakukan disarang iblis kemundungan ini. Berlutut dan tunduk dalam2. Mendjatuhkan diri ber-guling2 apabila ditampar pipinja. Djawabannja selalu tergagap ketakutan apa bila dibentak oleh iblis itu.
Tiba2 suaranja meledak " Tetapi itu bukan maksudku. Aku bukan pengetjut jang sekedar menjembunjikan njawa dengan mengorbankan harga diri.
" Oh " laki2 itu mengerutkan keningnja "- bukan maksudmu sendiri " Lalu, apakah itu maksud Kebo Sindet.
" Tidak. " Lalu siapa " Sekali lagi Mahisa Agni terdiam. Tetapi sorot matanja mendjadi merah seperti soga.
" Itu bukan urusanmu " ia menggeram " sekarang kalau kau ingin membunuhku, lakukanlah.
Laki2 itu meng-angguk2kan kepalanja " Kau masih djuga keras kepala. Aku memberi kau kesempatan untuk memilih. Sebenarnja aku ingin menjerahkan kau dengan baik. Tetapi kau sudah mengantjamku untuk membuka rahasia. Karena itu, maka pilihan itu mendjadi tidak terlampau menjenangkan. Jang pertama, apabila kau tidak melawan, kau akan tetap hidup. Kau aku bawa kepada permaisuri, tetapi dalam keadaan gagu. Aku akan memilin lidahmu dan mem buat kau tidak dapat ber-kata2 untuk waktu jang agak lama. Maaf, itu adalah karena pokalmu sendiri. Jang kedua, apa bila kau melawan, maka kau akan aku bunuh. Majatmulah jang akan abu bawa ke Tumapel. Tetapi itu akan lebih baik dari pada tubuhmu mendjadi makanan buaja2 kerdil di rawa2 itu.
Tubuh Mahisa Agni kemudian menggigil karena kema rahan jang sudah hampir tidak tertahankan lagi. Kebentji annja kepada orang itu telah mentjapai puntjaknja. Namun ia masih tetap sadar dengan siapa ia berhadapan. Karena itu, maka ia tidak mau berbuat ter-gesa2. Ia harus ber-hati2 sekali.
Dadanja berdentangan ketika ia mendengar orang itu berkata " Nah, Agni. Manakah jang kau pilih diantara ke duanja "
U pelangi dilangit "ingkari XXXII
" Djangan banjak bitjara lagi mPu. Kalau kau ingin membunuh tjepatlah. Tetapi kau barus sadar pula bahwa akupun ingin membunuhmu.
Laki2 itu tertawa. Katanja " Apakah dengan permainan lontjat2an itu kau merasa mampu mengimbangi aku kini"
" Persetan " djawab Mahisa Agni " Ajo berbuatlah.
" Nanti dulu. Aku senang melihat kau ketakutan. Aku tidak ingin tjepat2 berbuat sesuatu.
Hampir sadja Mahisa Agni melontjat menerkam laki2 itu. Tetapi beruntunglah, bahwa bekalnja kini mendjadi semakin banjak untuk menghadapi keadaan jang demikian. Bahkan tiba2 ia menjadari, bahwa didalam setiap benturan badaniah, maka kemarahan jang me-luap2 hanja akan membuat akalnja mendjadi gelap. Itulah sebabnja. maka tiba2 ia menarik nafas dalam2, se-akan2 ingin mengendapkan lagi darahnja jang telah mendidih sampai di-ubun2.
Dengan berusaha untuk menekan luapan perasaannja ia berkata " Baiklah mPu. Kalau kau masih akan menunggu. Akupun akan bersabar pula. Mungkin kau sedang mem pertimbangkan apakah kau masih mampu berbuat sesuatu.
Laki2 itu mengerutkan keningnja. Sekilas terbersit di dalam dadanja, pertanjaan tentang anak itu. Ternjata Mahisa Agni telah mendjadi semakin mengendap dan mampu menahan diri menghadapi sentuhan2 perasaan. Anak itu kini telah berhasil menahan diri, menenan kemarahan jang telah sampai membakar kepalanja.
Laki2 itu kemudian meng-angguk2kan kepalanja. Namun ia masih berkata " Hem, agaknja kau mendjadi semakin ber-hati2. Apakah gurumu jang baru, Kebo Sindet mengadjarmu demikian "
" Ja " sahut Mahisa Agni pendek.
Sekali lagi orang itu mengerutkan keningnja.
Tetapi tiba2 wadjahnja menegang. Dengan gemetar tangannja diangkatnja menundjuk kehidung Mahisa Agni " Agni, ternjata kau memilih tjara jang kedua. Kau akan melawanku. Bukankah begitu "
" Ja " sahut Mahisa Agni pendek. Tetapi ia telah berhasil menahan hati untuk tidak ditjengkam oleh kemarahannja sendiri. Djustru dengan demikian ia mampu melihat lawannja dengan terang. Sikapnja, langkahnja dan bahkan jang agak mengedjutkan adalah sendjatanja. Sehingga dengan herannja ia bertanja " mPu, baru sekarang aku melihat sesuatu jang lain daripadamu. Kenapa membawa pedang. Kenapa kau tidak membawa tongkat pandjangmu"
Laki2 itu tertawa, katanja - Kau memperhatikan sendjataku pula " Baiklah, dengan pedang2 ini aku akan dengan mudahnja membunuhmu. Begitu "
Mahisa Agni tidak mendjawab, tetapi tampaklah dari sorot matanja, bahwa ia tidak mempertjajainja.
" Oh, kau tidak pertjaja " " laki2 itu menebak perasaannja " Baiklah. Kalau begitu aku akan berterus terang. Tongkatku telah aku berikan kepada muridku. Nah, apakah kau sekarang pertjaja "
Mahisa Agni masih sadja berdiam diri.
" Nah, sekarang aku akan sampai pada rentjanaku. Kalau mungkin aku akan membuatmu pingsan sadja. Kemudian sesudah aku rusakkan lidahmu, maka kau akan aku serahkan kepada adikmu. Aku akan menerima hadiah jang tjukup besar. Menurut perhitunganku, hadiahnja pasti akan lebih besar seandainja aku menjerahkanmu hidup2.
Terdengar Mahisa itu menggeram. Tetapi sekali lagi ia menekan perasaannja untuk tidak membakar akalnja.
" Kau tidak marah " Apakah kau telah benar2 mendja di seorang pengetjut setelah sekian lama kau berada disini.
Jang terdengar adalah gemeretak gigi Mahisa Agni. Te tapi ia masih tetap berdiri tegak ditempatnja. Namun kesiagaannja mendjadi semakin mantap.
Ternjata laki2 itulah jang kemudian tidak sabar me nunggu. Per-lahan2 ia melangkah madju sambil berkata " Bersiaplah. Aku akan segera membunuhmu.
Mahisa Agni memang sudah bersiap sedjak lama. Karena itu, maka ia tidak merubah sikapnja.
Tetapi Mahisa Agni mendjadi semakin heran melihat gerak orang itu. Orang itu melangkah sadja seenaknja mendekatinja. Beberapa langkah daripadanja kedua belah tangannja terdjulur sambil berkata " Aku akan mentjekikmu, teta pi tidak sampai mati.
Betapa laki2 itu telan menghina Mahisa Agni. Bagaimanapun djuga penghinaan itu tidak akan dapat ditahankanja. Karena itu, maka Mahisa Agni sudah tidak dapat menge kang diri lagi. Terdengar ia menggeram, dan tiba2 sadja tu buhnja melenting dengan tjepatnja. Kakinja terdjulur lurus mengarah kelambung orang itu.
" Oh " ternjata orang itu terperandjat. Benar2 terperandjat. Ketjepatan gerak Mahisa Agni itu sama sekali tidak ter-duga2. Karena itu maka dengan ter-gesa2 ia melontjat menghindarinja.
Tetapi sekali lagi ia terkedjut. Ternjata serangan berikutnja telah mengedjarnja.
Dengan demikian maka sekali lagi ia terpaksa melontjat menghindar. Kali ini orang itu melontar tjukup djauh, se hingga ia sempat untuk menjiapkan dirinja menerima serangan Mahisa Agni berikutnja jang datang seperti badai.
" Bukan main " desis orang itu " kau madju pesat sekali Agni, ternjata gurumu benar2 mampu menuntunmu. Kau akan mendjadi murid Kebo Sindet jang djauh lebih baik dari Kuda-Sempana.
Mahisa Agni sama sekali tidak bernafsu untuk mendja wab. Namun geraknja mendjadi lebih lintjah dan mantap. Serangannja beruntun berurutanj sehingga lawannja terpaksa melontjat surut beberapa kali.
Tetapi Mabisa Agni mengerti, bahwa tidak hanja sekian djauh nilai lawannja. Itulah sebabnja, maka iapun telah ber siap untuk bertempur dalam tataran jang lebih tinggi.
Ternjata perhitungan Mahisa Agni itu tidak melesat. Sesaat kemudian lawannja tidak mau lagi hanja berlontjatan mundur dan menghindar. Pada saatnja, maka mulailah la wannja itu melakukan serangan untuk mematahkan serangan2 Mahisa Agni.
Dengan demikian maka perkelahian itu mendjadi semakin sengit. Masing2 mentjoba mentjari kelemahan lawannja. Dengan gerak jang ber ubah2 Mahisa Agni mentjoba untuk mendesak lawannja. Namun lawannjapun memiliki pengalaman jang djauh lebih banjak daripadanja sehingga mampu untuk melakukan gerak memotong hampir setiap serangan Mahisa Agni.
Meskipun demikian, ternjata bahwa Mahisa Agni kini bukan Mahisa Agni beberapa waktu jang lampau. Meskipun belum sampai pada tataran Kebo Sindet, tetapi lawan Mahisa Agni itu tidak dapat menguasainja sepenuhnja Setiap kali ia dikedjutkan oleh gerak Mahisa Agni jang terlampau tjepat. Terlampau tjepat menurut perhitungannja, bahwa gerak itu dapat dilakukan oleh Mahisa Agni.
" Anak ini benar luar biasa " berkata laki2 itu di dalam hatinja " ia sudah mendapat kemadjuan jang tidak aku duga.
Dengan demikian maka laki2 itupun harus mengerahkan sebagian besar dari tenaga dan kemampuannja untuk melawan Mahisa Agni itu.
Perkelahian itu semakin seru dan seru. Mereka berlontjatan seperti ajam2 djantan sedang berlaga Melontar dan menjerang dengan dahsjatnja. Sentuhan2 tangan mereka pada pepohonan telah menimbulkan gontjangan2 jang keras, sehingga ranting2 dan daun2 jang sudah mulai kuning ber guguran ditanah, se-olah2 hudjan bunga jang turun dari langit, mengagumi dua orang jang sedang bertempur dengan dahsjatnja itu. v
" Hem " berkata laki2 itu didalam hati " aku kini benar2 tidak dapat berbuat sekehendak hatiku atasnja. Kini bukan akulah jang menentukan bentuk dari perkelahian ini. Tetapi kekuatan dan ketjepatannja bergerak benar2 merupakan unsur jang tidak dapat diabaikan.
Namun sementara itu Mahisa Agnipun menjadari, bahwa ilmunja masih belum dapat menjamai ilmu lawannja. Betapa ia mengerahkan segenap kemampuannja, namun ia merasa, bahwa achirnja dengan tjara jang demikian, ia pasti tidak
akan dapat berbuat lebih banjak lagi. Karena itu ia harus berbuat lain. Ia harus mentjari tjara untuk se-tidak2nja memperpandjang waktu perlawanannja, sehingga ia menemukan kesempatan untuk melepaskan diri atau mati.
Pada saat lawannja kemudian mengerahkan tenaganja, maka terasa betapa Mahisa Agni mendjadi semakin terdesak. Kini anak muda itulah jang terpaksa harus melontjat surut setiap kali. Menghindari serangan jang semakin lama semakin dahsjat.
Ketika Mahisa Agni merasa bahwa ia sudah tidak akan tahan lebih lama dengan tjara itu, maka tiba2 ia melenting tinggi. Digapainja sepotong sulur batang preh jang ber djuntai hampir sampai ketanah. Dengan kekuatan jang luar biasa direnggutnja sulur preh itu sehingga berderak patah.
" He " teriak lawannja berkelahi " apakah jang sedang kau lakukan.
Tetapi Mahisa Agni tidak menjahut. Akar preh itu di putar diatas kepalanja seperti baling2, kemudian anak muda itu melontjat madju dengan garangnja.
Kini sekali lagi Mahisa Agni melibat lawannja dengan akar preh jang dipergunakannja sebagai sendjata. Udjungnja jang lentur ternjata tjukup berbahaja bagi lawannja. Agaknja tangan Mahisa Agni benar2 mampu menguasai sendjatanja, sehingga sulur preh itu rasa2nja mempunjai mata jang selalu dapat melibat tempat2 jang lemah dan berbahaja.
" He " sekali lagi lawannja berteriak " tjara apakah jang kau pakai untuk melawanku ini " Sendjata apakah namanja jang kau pergunakan itu "
Mahisa Agni tidak mendjawab, tetapi sulur pohon preh jang ditangannja berputar semakin tjepat. Melingkar dan me-matuk2 seperti ribuan ular menjerang ber-sama2.
" Hem " lawannja berkata lagi " ilmu sulur preh ini memang dahsjat sekali. Karena itu aku pasti tidak akan mampu melawannja tanpa bersendjata. Karena itu aku terpaksa mempergunakan sendjataku. Sebenarnja aku segan menjentuh kulitmu dengan udjung pedangku. Tetapi apa boleh
buat. Kau benar2 telah membabi buta dengan permainan sulur prehmu itu.
Laki2 itu tidak menunggu mulutnja terkatub rapat. Tiba2 sadja tangannja telah menggenggam pedang ditangan kanan dan sebuah pisau belati pandjang ditangan kirinja.
" Nah " katanja " aku kini sudah bersendjata pula. Mudah2an aku dapat melawan sendjatamu jang aneh itu.
Mahisa Agni masih tetap berdiam diri. Tetapi tiba2 wa djahnja jang tegang mendjadi semakin tegang. Ternjata orang jang biasa mempergunakan sebatang tongkat pandjang itu, mampu mempermainkannja dengan dahsjatnja. Kedua pedang itu saling bergulung dalam suatu gumpalan maut jang mengerikan.
" Bukan main " Mahisa Agni menggeram dihatinja " ilmu pedang ini benar sulit untuk ditembus. Apalagi hanja sekedar dengan sebatang sulur.
Tetapi Mahisa Agni tidak boleh berputus asa menghadapi keadaan jang betapapun beratnja.
Karena itu maka iapun semakin memperketat serangannja. Ia masih mentjoba untuk mentjari kemungkinan menemukan Iubang2 pertahanan lawannja.
Tetapi sepasang sendjata lawannja benar2 merupakan perisai jang sangat rapat. Tidak ada kesempatan sama sekali bagi Mahisa Agni. Bahkan ketika sulur prehnja mematuk dari ataspun, terasa sulur itu bergetar. Ketika sulur itu di tariknja, maka udjungnja telah tertebas beberapa tjengkang.
" Bukan main, bukan main " ber-kali2 Mahisa Agni memudji permainan pedang itu didalam hatinja. Ia mengenal orang itu dengan sendjatanja jang chusus. Sebatang tongkat pandjang sebagai tjiri kebesarannja. Dengan tongkat pandjangnja, orang itu hampir2 tidak terkalahkan. Tetapi ternjata ia tidak hanja mampu mempergunakan sendjatanja jang chusus. Kini ternjata ia mampu menggerakkan sepasang pedang dengan dahsjatnja, awan jang putih ber-gumpal2 menjelubunginja.
" Setelah sekian lama bertempur dengan sekuat tenaganja, bahkan kadang2 Mahisa Agni harus mengerahkan tenaganja ber-lebih2an, maka semakin lama tenaga anak muda itu mendjadi semakin susut. Sementara itu matahari jang merajap dilangit mendjadi semakin djauh melampaui titik puntjak langit Tanpa mereka sadari maka keduanja telah berkelahi lebih dari setengah hari.
" Meskipun lawan Mahisa Agni itu semakin lama mendjadi semakin melihat kelemahan lawannja, tetapi apa jang dihadapinja benar2 mengherankan. Setengah hari ia sudah melakukan perlawanan. Tetapi benar2 diluar dugaannja, bahwa ia masih belum mampu menguasai lawannja sepenuhnja. Setiap kali ia masih dikedjutkan oleh serangan2 Mahisa Agni dengan bentuk tata gerak jang sangat dikaguminja.
" Tetapi laki2 tua itupun melihat bahwa ketika matahari telah mulai menurun, tenaga Mahisa Agni jang diperasnja ber-lebih2an itu sudah mulai susut. Maka ketika Mahisa Agni terdorong beberapa langkah surut, orang itu tertawa sambil berkata " Nah, Mahisa Agni, tenagamu sudah mendjadi susut. Aku akan melihat apakah kau mampu berkelahi sampai matahari terbenam.
" Mahisa Agni menggeram. Ia merasakan pula bahwa tenaganja memang telah mulai susut. Tetapi iapun menjadari bahwa ia telah mengerahkan tenaganja agak ber-lebih2an. Seandainja ia tidak harus melawan orang tua itu, maka ia tidak akan segera mendjadi lelah. Kalau ia harus bertempur kekuatan ilmu jang sebajanja, maka ia akan tahan berkelahi empat hari empat malam tanpa berhenti. Tetapi lawannja kini ada ditataran jang lebih tinggi. Dengan demikian maka ia harus berbuat terlampau banjak, meskipun perlawanan jang diberikan kali ini djauh lebih banjak dari perlawanannja pada masa2 lampau.
" Memang sebagai seorang Iaki2 Mahisa Agni tidak dapat mengharapkan bantuan orang lain, namun kadang2 terbersit pula didalam hatinja, barapan, bahwa ia akan dapat lepas dari tangan orang ini. Ia merasa masih mempunjai kewadjiban untuk menjelesaikan persoalannja dengan Kebo Sindet. Tetapi tiba2 orang ini datang merusak rentjananja.
Tetapi ia tidak akan dapat menghindar. Ia harus melawan, apapun jang terdjadi.
Semakin lama maka perkelaian itu mendjadi semakin dahsjat. Mahisa Agni mentjoba mempergunakan segenap sisa2 tenaganja untuk mematahkan serangan2 pedang lawannja. Tetapi ia tidak mampu melakukannja. Apalagi nafasnja kemudian mulai berdesakan dilubang hidungnja.
" Aku tidak dapat melawannja terus-menerus " berkata Mahisa Agni didalam hatinja " aku harus mengurangi tenaganja. Kalau mungkin membuatnja lelah seperti aku.
Sesaat kemudian ketika tekanan orang itu hampir tidak terhindarkan lagi, maka Mahisa Agni telah mentjoba dengan sekuat tenaganja untuk melihat pedang orang tua itu dengan udjung sulurnja. Se-tidak2nja ia akan mendapat kesempatan untuk berbuat sesuatu selama pedang itu belum dapat diurai.
Namun alangkah terkedjut Mahisa Agni ketika sentuhan sendjatanja atas pedang lawannja, telah menggetarkan tangannja. Sedjenak kemudian ia merasakan suatu tarikan jang keras. Meskipun Mahisa Agni tidak melepaskan pangkal sendjatanja, tetapi kemudian disadarinja bahwa sendjatanja telah terpotong hampir separo.
Mengalami kedjadian itu, maka tidak ada djalan lain baginja dari pada menghindar sedjenak. Karena itu, maka segera ia melontar beberapa langkah surut.
Kini tidak ada djalan lain baginja selain memperguna kan tjara perlawanan jang terachir. Se-tidak2nja ia akan membuat lawannja mendjadi lelah. Apalagi setelah sendjata nja terputus hampir separo. Ia sudah tidak ingin lagi mem pergunakan sendjata serupa dengan merenggutnja lagi dari pohon preh disamping tempat mereka bertempur. Sendjata jang serupa ternjata tidak akan banjak bermanfaat untuk melawan ilmu pedang lawannja jang dahsjat itu.
Mahisa Agnipun sama sekali tidak ingin mempergunakan ilmu pamungkasnja. Ia menjadari bahwa hal itupun tidak akan banjak berarti. Bahkan benturan antara Adji tertingginja dengan ilmu laki2 itu pasti tidak akan menguntungkannja
lagi Mahisa Agni terpaksa mengaguminja. Sepasang sendjata itupun se-olah2 memiliki mata jang tadjam, jang dapat me lihat setiap batu jang menjambarnja.
Setiap kali terdengarlah sendjata2 itu berdentangan. Setiap kali sendjata2 itu membentur batu2 kerikil jang dilemparkan oleh Mahisa Agni.
" He, Mahisa Agni " teriak laki2 tua itu " ilmu apakah jang kau pergunakan ini " Ilmu batu kerikil "
Mahisa Agni tidak mendjawab. Dipungutinja batu2 kerikil jang berserakan. Satu2 batu itu melontar dari tangannja, seperti batu2 itu sendiri jang berlontjatan.
" Apakah akan kau kuras habis batu2 kerikil dikandang Kebo Sindet.
" Mahisa Agni masih tetap membisu. Tetapi tangannja semakin tjepat bergerak, dan batu2 kerikilpun semakin ba jak berlontjatan.
" Ternjata kau seperti djuga pamanmu mPu Gandring, lebih senang me-lempar2 lawannja dengan batu2 kerikil " berkata laki2 tua itu sambil berlontjatan dan memutar sendjatanja menangkis serangan2 Mahisa Agni. Tetapi Mahisa Agni se-akan2 tidak mempedulikannja. Ia masih sibuk melempar lawannja dengan batu2 ketjil.
Namun dengan demikian usahanja ternjata tjukup ber hasil. Ia pasti akan dapat membuat lawannja mendjadi le lah. Dengan demikian maka ada suatu saat ia akan dapat berbuat sesuatu, memberikan serangan2 jang sebenarnja, jang akan dapat mempengaruhi lawannja jang perkasa itu.
Sedjenak orang tua itu masih terpaksa me-lontjat2 sambil menangkis batu2 jang dilemparkan oleh Mahisa Agni dengan sendjatanja. Ia tidak dapat membiarkan batu2 itu menjentuh tubuhnja. Benturan2 pada sendjatanja memberitahukan kepadanja bahwa tenaga Mahisa Agni ternjata tjukup kuat, sehingga akan mampu menjakitinja apabila lemparan itu dapat mengenainja.
" Apakah kau tidak dapat berbuat lain dari pada dengan ilmu kerikilmu itu " bertanja orang tua itu sambil me-lontar2kan dirinja dan memutar sendjatanja.
Mahisa Agni masih sadja tetap berdiam diri. Bahkan ia msndjadi semakin tjepat me-lontar2kan batu kerikilnja. Kini ia telah berdjongkok. Tangannja semakin tjepat bergerak, supaja orang tua itu semakin tjepat mendjadi lelah.
" Bukan main " desis lawannja itu didalam hati " tangannja mendjadi demikian tjekatan. Hampir tidak tampak gerak djari dan pergelangan tangannja, tetapi batu2 kerikil itu terlontar djuga kearah jang dikebendakinja.
Sementara itu laki2 tua itu masih harus bekerdja keras. Tetapi apa jang dilakukan oleh Mahisa Agni itu ternjata hanja akan mempertjepat penjelesaian dari perkelahian itu.
Sedjenak kemudian laki2 itu berkata " Mahisa Agni. Aku mengerti bahwa kau ingin membuat aku lelah, supaja tenagaku susut seperti tenagamu. Tetapi apa jang kau lakukan itu membuat aku mendjadi semakin bernafsu untuk menangkapmu sebelum aku mendjadi kehabisan tenaga. Kau dengar "
Dada Mahisa Agni mendjadi ber-debar2. Apakah jang akan dilakukan oleh laki2 tua itu.
Dengan demikian maka Mahisa Agni mendjadi semakin ber-hat2. Ia berkisar beberapa langkah untuk mendapatkan tempat jang masih banjak bertebaran batu2 kerikil jang tjukup besar untuk melempar lawannja. Ia tidak mau lawannja itu mendahuluinja. Karena itu, maka iapun segera menjerangnja semakin sengit. Batu2 jang berterbangan mendjadi semakin banjak mengarah kesegenap tubuh laki2 itu. Tetapi sepasang sendjatanja benar2 merupakan perisai jang sangat rapat. Mes kipun demikian sekali2 ia masih harus melontjat menghindar apabila satu dua batu berhasil melampaui putaran pedangnja.
Namun kini laki2 itu tidak hanja sekedar menangkis dan menghindar. Beberapa langkah ia bergerak madju sambil ber"lontjatan. Semakin lama semakin mendekati Mahisa Agni.
Tetapi Mahisa Agni mengetahuinja pula, sehingga iapun selalu bergeser mundur.
" Hem, inikah tjaramu berkelahi " Apakah tjara ini dapat disebut djudjur dan djantan "
Mahisa Agni tidak ingin mendjawab. Tetapi terasa harga dirinja tersentuh. Karena itu maka ia menggeram " Aku tidak bersendjata.
" Apakah kau ingin mempergunakan salah satu dari sendjataku supaja kau tidak usah memunguti batu2 kerikil"
Terasa sesuatu berdesir didalam dada Mahisa Agni. Memang terasa olehnja bahwa perlawanannja kali ini atas laki2 tua itu kurang sewadjarnja. Ia masih belum menguasai ilmu tu se-baik2nja, sehingga ia masih belum dapat menundjuk kan nilai dari perlawanannja jang se-olah2 tanpa perhitungan me-lempar2 dengan batu begitu sadja asal melempar se- banjak2nja.
" Bagaimana" " Mahisa Agni mendengar lawannja bertanja pula.
Dan Mahisa Agnipun mendjawab " Aku tidak memerlukannja. Aku tjukup mempergunakan sendjata apa sadja aku pegang dengan tanganku.
" O, batu2 kerikil, sulur pohon preh dan kemudian pa sir dan tanah kau hambur2kan kemataku" Inikah seorang laki2 jang sedang berkelahi "
Terasa darah Mahisa Agni se-akan2 tersirat kekepalanja. Tetapi dengan serta-merta pula ia mendjawab " Dan kau hanja berani berkelahi dengan orang2 jang pasti tidak akan dapat melawanmu.
" Itu bukan salahku, kenapa kau tidak mampu mengimbangi ilmuku. Sebenarnja aku memang tidak ingin berkelahi melawanmu. Aku hanja akan menangkapmu. Salahmulah kalau kau mengadakan perlawanan sehingga terpaksa aku berkelahi.
" Sekehendak pula bagaimana tjaraku melawanmu, Dengan batu, sulur atau tanah dan pasir.
Laki2 tua itu menggeram, katanja " Bagus. Kalau begitu kau benar2 harus mendjadi korban. Kau tidak melibat kenjataan jang kau hadapi, bahwa kau pasti tidak akan dapat melawanku.
" Kau hanja dapat menangkap aku sesudah aku mati " sahut Mahisa Agni dengan pasti.
Laki2 itu tidak ber-kata2 lagi. Tandangnja mendjadi semakin tjepat dan garang. Seperti burung srigunting ia berlontjatan dengan lintjahnja, meskipun batu2 Mahisa Agni semakin banjak berterbangan. Bahkan orang itu mampu mendekati Mahisa Agni semakin dekat.
Achirnja, Mahisa Agnipun sampai pada suatu kesimpulan bahwa perlawanannja segera akan berachir. Njawanjapun segera akan terbang meninggalkan tubuhnja.
Sedjenak ia mendjadi ragu2 menghadapi keadaannja. Ia telah mempersiapkan dirinja sekian lama dan dengan ber bagai matjam pengorbanan dan penderitaan untuk menghadapi Kebo Sindet. Ia ingin berbuat sesuatu karena perlakuan Kebo Sindet atasnja. Tetapi tiba2 datang orang lain untuk merenggut djiwanja.
Tetapi ia membentji orang ini seperti ia membentji Kebo Sindet. Karena itu, maka seandainja ia harus mati, maka ia harus mati sebagai seorang laki2.
Hati Mahisa Agnipun mendjadi semakin mantap menghadapi lawannja. Tiba2 iapun melontjat. Ditinggalkannja tjaranja melawan orang itu dengan ilmu lemparannja jang sama sekali belum sempurna. Kini sekali lagi ia merenggut sulur pohon preh jang tumbuh didekat tempat ia berkelahi. Dengan sulur preh itulah maka ia akan mengadakan perlawan an terachir.
Maka sedjenak kemudian merekapun telah terlibat dalam perkelahian jang sengit pula. Tetapi tenaga Mahisa Agni benar2 telah mendjadi susut. Meskipun demikian ia melihat tenaga orang tua itupun telah mendjadi surut setelah ia ber-lontjat2an beberapa lama. Namun meskipun demikian, tenaga orang itu masih terasa terlampau kuat buat Mahisa Agni jang lelah, sehingga beberapa kali sendjata laki2 tua itu hampir menjentuh tubuhnja.
Tetapi Mahisa Agni sudah bertekad untuk melawan sampai mati. Ia tidak ingin tertangkap hidup2. Perlawanan
nja akan berachir bersama dengan umurnja. Karena itulah maka perlawanannja mendjadi sangat gigih. Betapa tenaganja semakin susut, namun tekadnja djustru mendjadi semakin bulat. Dan tekad jang bulat itulah agaknja, jang se-olah2 selalu memberikan tenaga baru kepadanja.
Demikianlah maka sulur preh ditangannja itupun berputar dengan tjepatnja diatas kepalanja. Sekali2 meletjut dan sekali2 mematuk.
Tetapi bagi laki2 tua itu perlawanan Mahisa Agni kini sudah tidak sedahsjat semula. Tenaga anak muda itu jang terperas benar2 telah menjulitkannja. Dengan demikian, maka iapun mendjadi semakin terdesak.
Ketika keadaannja mendjadi semakin sulit, maka perlawanannjapun mendjadi semakin tidak terarah. Kini ia tinggal bertahan untuk tidak dapat ditangkap hidup2 oleh laki2 tua itu. Ia harus bertahan terus sehingga udjung pedang lawannja itu benar2 membenam didadanja. Tidak hanja sekedar melukainja.
Tetapi Mahisa Agni tidak dapat menentukan achir perkelahian itu menurut kehendaknja. Sebagian besar dari perkelahian ini sudah tergantung pada lawannja, apapun jang akan diperbuatnja.
Maka kemudian terulanglah apa jang sudah terdjadi. Tiba2 sadja pedang2 lawannja itu berhasil memutus sendjatanja. Setjengkang, kemudian setjengkang lagi. Ber-turut2 se-olah2 dengan sengadja ia membuat Mahisa Agni djatuh kehabisan tenaga.
Dalam saat2 terachir itu Mahisa Agni mentjoba mengerahkan segenap sisa2 tenaganja. Dengan sendjatanja jang mendjadi semakin pendek ia menjerang se-djadi2nja. Namun dengan darah jang bergelora ia terpaksa melihat sendjatanja itu terpotong sekali lagi. Kali ini tidak hanja setjengkang. tetapi jang digenggamnjalah jang tinggal terlampau pendek, Setjengkang dari genggamannja.
Tubuh Mahisa Agni itupun tiba2 mendjadi bergetar oleh kemarahan jang membara didadanja. Kini ia sudah
tidak bersendjata lagi. Tetapi ia tidak ingin menjerah. Itulah sebabnja maka ia akan melakukan perlawanannja jang ter chir. Berkelahi sampai mati. Dan tjara jang dipilihnja kali ini adalah membenturkan ilmu pamungkasnja. Ilmu jang kini telah ditekuni mendjadi semakin nggegirisi. Meskipun dalam benturan jang akan terdjadi ia akan binasa, namun me mang memilih djalan itu dari pada tertangkap hidup2 sebagai barang dagangan, setelah ia mendjadi tjatjat,
Mahisa Agni itupun kemudian tidak mendapat kesempat an lagi untuk mempertimbangkan terlampau lama. Ia harus tjepat mengambil keputusan sebelum ia djatuh ketangan orang tua itu.
Karena itu maka Mahisa Agnipun segera melontjat surut beberapa langkah untuk mendapat waktu memusatkan segenap kekuatannja dalam ilmu pamungkasnja, Gundala Sasra. Waktu jang diperlukan dalam keadaannja kini, hanjalah sekedjap sadja. Sehingga lawannja jang terkedjut melihat sikapnja, tidak mendapat kesempatan lagi untuk mentjegahnja.
Ketika Mahisa Agni telah siap dengan kekuatan terachir nja, maka segera ia melontjat madju, mengajunkan tangannja untuk membenturkan kekuatan Adji Gundala Sasra. Ia menjangka bahwa lawannjapun pasti akan melepaskan adji pamungkasnja pula. Adji jang tidak kalah dahsjatnja, Kala Bama.
Tetapi Mahisa Agni terkedjut ketika ia melihat lawannja itu sama sekali tidak bersikap melawan serangannja dengan sebuah benturan jang akan dapat mematikannja. Ia melihat lawannja terkedjut. Tetapi kemudian djustru melepaskan kedua sendjatanja dan menjilangkan tangannja.
Namun Mahisa Agni sudah tidak sempat membuat penilaian lagi. Lontjatannja jang terlampau tjepat seperti tatit jang menjambar dilangit tidak memberinja kesempatan un tuk mendjawab pertanjaan jang tumbuh didalam dadanja.
Sedjenak kemudian tangannja telah terajun dengan deras nja, langsung mengenai pundak lawannja jang berdiri tegang
sambil menjilangkan tangannja didadanja. Ternjata lawannja benar2 tidak berusaha membentur serangannja. Meski pun demikian, tetapi lawannja itupun tidak membiarkan tubuhnja lumat oleh Adji Gundala Sasra.
Ketika tangan Mahisa Agni membentur tubuh orang itu, maka terasa se-olah2 tangannja itu menjentuh seonggok badja jang tidak terduga betapa kerasnja. Mahisa Agni merasakan kekuatan jang tersalur pada tangannja itu menggelegak pada telapak tangannja. Kekuatan jang dilepaskan telah menjentak didalam tubuhnja sendiri. Terasa sesuatu se-akan2 meledak didalam dadanja Tjepat ia memusatkan segenap daja tahannja. Mentjoba untuk manahan sentakan jang mengedjut didalam dirinja. Namun demikian Mahisa Agni itupun terlempar surut beberapa langkah dan terbanting djatuh di tanah. Jang terachir diingatnja adalah, bahwa tubuhnja serasa petjah karena kekuatan Adji Gundala Sasra. Tetapi itulah jang diharapkannya, daripada mendjadi tangkai an hidup2. Mendjadi rebutan antara orang2 djabat jang mentjoba memperdagangkannja.
Tetapi ternjata Mahisa Agni tidak mati. Mahisa Agni jang terlempar dan terbanting ditanah itu hanjalah sekedar pingsan karena lawannja sengadja tidak membentur serangannja, Seandainja tidak demikian, maka akibatniapun pasti akan berbeda.
Sementara itu angin jang sedjuk telah mengusap tubuh Mahisa Agni jang terbaring diam. Dedaunan jang ber-gerak2 disekitanja berdesir lembut, se-olah2 sedang saling membisik kan nama Mahisa Agni jang sedang pingsan itu.
Namun angin jang segar jang mengalir perlal an lahan telah meniegarkan tubuh Mahisa Agni jang sedang pingsan itu. Ia tidak tabu, berapa lama ia berbaring diam. Tetapi ketika ia kemudian telah dapat mentjoba membuka matanja dilihatnja laki2 tua itu masih berdiri disampingnja.
Terdengar Mahisa Agni jang lemah itu menggeram. Ia melontjat dan mentjekik lawannja. Tetapi ia tidak mampu untuk bergerak. Bahkan bernafaspun hampir tidak dapat dilakukannja.
Anak muda itu mengumpat didalam hati ketika ia me lihat laki2 ia berdjongkok disampingnja. Kini ia tahu, bahwa laki2 tua itu sengadja tidak membentur Adji Gundala Sasra supaja ia tidak mati. Orang itu hanja membangun kekuatannja untuk menerima serangannja dan melumpuhkan lawannja dengan kekuatan lawan itu sendiri.
Meskipun demikian, Mahisa Agni melihat bahwa orang tua itu mendjadi putjat dan gemetar. Bahkan kemudian Mahisa Agni mendengar orang itu berdesis " Agni, kekuatan Adjipun benar2 luar biasa. Aku tidak menjangka bahwa kau sudah sampai pada tataran ini, sehingga aku hampir2 pingsan dibuatnja.
Mahisa Agni tidak mendjawab. Tetapi dadanja jang sesak itu terasa semakin sesak.
" Kalau aku tidak segera berhasil mengerahkan daja tahan jang ada didalam diriku dalam lindungan Adji Kala Bama, maka aku kira akupun akan mendjadi lumat.
" Ah " terdengar Mahisa Agni berdesah - kenapa kau tidak mati atau kenapa kau tidak membunuhku sadja.
Mahisa Agni mendjadi sangat muak ketika melihat orang itu tersenjum.
" Aku memang tidak ingin membunuhmu Agni.
" Persetan. Ajo, bunuhlah aku. Kalau aku nanti men djadi kuat kembali, maka kaulah jang pasti akan aku bunuh.
Djangan berkata begitu. " Aku akan membunuhmu - Mahisa Agni berteriak. Tetapi karena itu maka terasa dadanja serasa mendjadi retak. Sambil menjeringai Mahisa Agni mentjoba menggerakkan tangannja. Perlahan lahan ia berhasil. Ditekankannja tangannja itu didadanja. Tetapi rasa njeri dan pedih masih sadja terasa menjengat djantungnja.
Sedjenak kemudian Mahisa Agni memedjamkan matanja. Kalau ia tidak mati, maka ia harus berhasil menenang kan darahnja jang serasa bergolak. Seandainja ia nanti mampu bangun dan berdiri, maka sudah ditetapkannja didalam
hatinja, bahwa ia akan mengulangi serangannja dalam kekuatan Adji Gundala Sasra. Meskipun kekuatan itu tidak akan melumpuhkan lawannja, tetapi biarlah seandainja ia sendiri jang binasa.
" Sudahlah Agni " laki2 tua itu kemudian berkata " djangan kau gelisahkan dirimu dengan berbagai prasangka. Kau benar2 luar biasa. Kau madju dengan pesatnja. Djauh diluar dugaanku semula.
Tetapi bagi Mahisa Agni kata2 itu tidak lebih dari kata2 sindiran jang sangat menjakitkan hati. Se-olah2 laki2 tua jang kini berdjongkok dihadapannja itu menjeringaikan wadjahnja jang putjat dengan penuh hinaan.
Karena itu maka dengan perasaan marah jang me-luap2 Mahisa Agni berkata " Bunuhlah aku. Kau tidak akan dapat membawa aku hidup2.
" Agni " berkata orang itu " tenangkan hatimu. Pusatkan tenagamu untuk penjaluran ketahanan tubuhmu dalam tataran tertinggi. Kau tidak terlampau parah.
" Aku sudah akan mati " sahut Agni;
" Tidak. Lukamu tidak terlampau parah. Tetapi karena hatimu dibakar oleh kemarahan jang me-luap2, maka kau tidak dapat memusatkan segenap kekuatan lahir dan batinmu.
" Tidak ada gunanja.
" Baiklah Agni. Kau tidak bersedia melakukannja karena kau melihat aku disini. Tetapi biarlah orang lain me nuntunmu untuk menjembuhkan luka2mu karena sentakan kekuatanmu itu sendiri.
Mahisa Agni mendjadi heran mendengar kata2 orang tua itu. Tetapi belum lagi ia bertanja sesuatu, maka dilihatnja seseorang muntjul dari balik gerumbul2 disampingnja ber baring. Seorang tua jang ternjata berada didekatnja dalam keadaannja itu.
" Guru " desisnja.
" Ja, Agni. Namun Mahisa Agni kemudian dibakar oleh keheranannja. Agaknja gurunja telah lama berada ditempat itu. Orang tua itu sama sekali tidak heran dan terkedjut melihat kehadiran laki2 tua jang telah melukainja.
Kini orang tua itu, gurunja jang bernama mPu Purwa telah berdjongkok pula disampingnja, disisi laki2 tua jang me lukainja itu.
Dengan nada jang dalam gurunja berkata " Pusatkan daja tahanmu Agni. Marilah aku bantu supaja luka2 didalam tubuhmu itu dapat berkurang.
Wadjah Mahisa Agni benar2 diwarnai oleh keheranan jang memuntjak. Tetapi ia tidak sempat bertanja. Dirasakan nja gurunja memegang pergelangan tangannja. Kemudien berkata pula " Marilah Agni.
Mahisa Agnipun segera memusatkan segenap kekuatan jang tersisa didalam dirinja. Disalurkannja segenap kemampuan daja tahannja untuk melawan luka didadanja. Terasa pula dari pergelangan tangannja se-olah2 tenaga jang segar mengalir kesegenap tubuhnja jang njeri dan pedih.
Mahisa Agni berusaha mengatur djalan pernafasannja. Per-lahan2. Ditjobanja untuk menenangkan perasaannja jang masih sadja bergolak Namun kini gurunja ada disampingnja, sehingga lambat laun ia dapat mendjadi tenang dan dapat memusatkan pikiran perasaan dan setiap getaran didalam di rinja, untuk menahankan luka didalam dirinja. Apalagi saluran kekuatan gurunja kini telah mendjalari urat2 nadinja pula, sehingga dengan demikian maka tubuhnja mendjadi semakin lama semakin segar pula.
Achirnja luka2 didadanja itu tidak lagi sangat mengganggunja. Djantungnja tidak lagi digigit oleh kenjerian jang sangat, meskipun keadaan tubuhnja masih belum pulih sama sekali.
02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
" Apakah keadaanmu sudah mendjadi bertambah baik" bertanja gurunja.
" Sudah guru - sahut Mahisa Agni.
" Bangunlah. Per-lahan2 Mahisa Agni mentjoba untuk bangun. Bertelekan atas kedua tangan ia mengangkat kepalanja, kemudian badannja sehingga ia berhasil duduk dimuka gurunja.
mPu Purwapun kemudian mengambil sebutir obat dan memberikannja kepada muridnja - Makanlah, kau akan segera mendjadi sehat kembali. Tenagamu akan segera pulih. Setiap saat Kebo Sindet akan datang kembali kepulau hantu ini. Dan ia akan menemuimu dalam keadaan jang wadjar.
Mahisa Agni segera menerima obat jang diberikan oleh gurunja itu dan kemudian menelannja. Per-lahan ia merasakan sesuatu menjelusuri peredaran darahnja. Terasa tubuh nja mendjadi hangat dan per-lahan2 kekuatannjapun tumbuh kembali.
Ketika terasa tubuhnja telah mendjadi segar, serta luka-luka didadanja tidak mengganggunja lagi, maka tiba2 Mahisa Agni menjadari kegandjilan jang dihadapinja. Ternjata gurunja sama sekali tidak berbuat sesuatu atas laki2 jang telah melukainja. Terasa bahwa ada ketidak wadjaran terdjadi atas dirinja. Karena itu maka diberikannja dirinja kepada gurunja - mPu, apakah jang sebenarnja terdjadi atas diriku. Orang inilah jang bernama mPu Sada, jang telah melukai dadaku. Ia pulalah jang telah mendorong aku. kedalam neraka ini dan menghambat usahaku membangun bendungan. Orang ini pernah bertemu dengan paman mPu Gandring dan jang pernah berusaha mentjegat Ken Dedes ditengah- tengah hutan.
mPu Purwa berpaling. Dipandanginja wadjah mPu Sada. Namun kemudian ia berkata - Ja, aku sudah mendengarnja Agni. mPu Sada sendiri tidak akan mengingkarinja. Tetapi sesuatu telah terdjadi didalam dirinja. Bukankah kau mendengar bahwa mPu Sada pulalah jang telah berkelahi melawan Wong Sarimpat sehingga Wong Sarimpat mati karenanja.
" Ja guru. Tetapi itu adalah karena pertengkaran jang terdjadi diantara mereka jang berebut redjeki.
" Ja. Mungkin begitu. Tetapi mungkin pula tidak. Di dalam diri seseorang dapat berkembang perasaan dan nalar
Suatu ketika ia berpindjak pada suatu pendirian jang salah, perkembangan budi jang ada didalam dirinja telah menuntunnja kedjalan jang lain. Peristiwa2 jang beruntun terdjadi pada diri seseorang akan dapat mempengaruhi sikap dan pandangannja terhadap sesuatu persoalan.
Mahisa Agni tidak segera mendjawab. Ditatapnja wadjah gurunja dan mPu Sada ber-ganti2. Wadjah gurunja jang tenang sedjuk, seperti rimbunnja daun preh jang tumbuh di dekat tempat itu. Bagi Mahisa Agni wadjah itu telah memberinja ketenangan lahir dan batin.
Disisinja berdjongkok pula seorang jang hampir sebaja dengan gurunja mPu Sada. Orang jang pernah mendorongnja kedalam keadaan jang sampai saat ini masih dialaminja. Tetapi dalam keadaannja kini, Mahisa Agni memang melihat beberapa perubahan. Sedjak ia bertemu dengan orang ini sebelum berkelahi, dilihatnja sorot mata jang berbeda dengan sorot mata mPu Sada beberapa waktu jang lampau. Tetapi ia tidak sempat mempertimbangkannja. Kebentjiannja segera membakar hatinja, dan hilanglah segala matjam perhitungan.
Apa jang dialaminja selama ia berada didalam sarang iblis Kemundungan itupun ternjata mempengaruhi perasaan dan nalarnja. Meskipun Mahisa Agni tidak mengarah ke dalam keadaan seperti jang diharapkan oleh Kebo Sindet, kehilangan keberanian dan harga diri, tetapi bahwa ia terpisah dari pergaulan jang lajak telah mendjadikannja kehilangan beberapa bentuk pertimbangan. Kedjemuan jang ter-tahan2 membuat hatinja lekas bergedjolak.
Mahisa Agni kini kekuatannja telah hampir pulih kembali. Hanja sekali2 terasa dadanja bergetar dan agak njeri, tetapi sama sekali sudah tidak mengganggunja lagi.
" Kau sudah baik Agni " -" bertanja gurunja.
" Sudah guru " sahutnja.
" Nah, sekarang kau harus mentjoba mengerti, bahwa kedatangan mPu Sada sama sekali tidak akan bermaksud buruk.
" Tetapi ia masih ingin menangkap aku hidup2 guru Ia masih ingin membawa aku sebagai barang dagangan jang akan didjualnja kepada Ken Dedes dan Akuwu Tunggul Ametung.
mPu Purwa tersenjum. Sekali ia berpaling kepada mPu Sada, kemudian katanja " Tidak, Agni. Ia tidak ingin berbuat demikian lagi.
" Mungkin karena guru segera datang.
mPu Purwa menggelengkan kepalanja " Tidak. Aku datang bersama mPu Sada.
" Guru melihat aku berkelahi.
-Ja- " Aku melepaskan Adji Gundala Sasra.
" Ja- Mahisa Agni menarik nafas dalam2. Dipandanginja wadjah mPu Sada jang telah dilukisi oleh garis2 umurnja jang semakin banjak dan dalam. Terasa kini didalam dirinja, perbedaan sorot mata orang tua itu. Sorot mata itu kini sudah tidak liar dan buas lagi. Sorot mata jang lain sama sekali dari sorot mata mPu Sada jang pernah dikenalnja da hulu.
" Tetapi " tiba2 Mahisa Agni bertanja " apakah maksudnja bahwa aku telah dipaksanja untuk berkelahi"
mPu Purwa tersenjum2 mendengar pertanjaan itu. Ketika ia berpaling dan memandangi wadjah mPu Sada, orang tua itupun tersenjum pula.
" Agni - berkata gurunja " aku bertemu dengan mPu Sada pada saat Kebo Sindet datang kesarangnja ini beberapa hari jang lalu. Aku telah mengatakan kepadanja apa jang sedang kau lakukan disarang iblis ini. Agaknja mPu Sada ingin membuktikan sendiri, sampai dimana kau mendapat kemadjuan selama ini. Ternjata tjara jang ditempuhnja agaknja tidak kausenangi. Tetapi apabila tidak demikian, maka ia tidak akan dapat mengerti ukuran jang sebenarnja dari tingkat ilmumu sekarang.
Mahisa Agni menarik nafas dalam2. Sambil mengangguk anggukkan kepalanja la berkata " Aku dapat mengerti, tetapi aku benar2 hampir mati karenanja.
" Bukan maksudku Agni " berkata mPu Sada kemudian - dan akupun telah menemukan ukuran, bahwa dengan demikian kau tidak akan mati. Bahkan aku agaknja terlampau rendah menilai ilmumu jang sekarang berkembang dengan pesatnja, sehingga djantungku sendiri terasa akan rontok membentur kekuatan Adji Gundala Sasra jang telah dja uh madju.
" Ah - Mahisa Agni berdesah.
" Dengan demikian Agni - berkata mPu Purwa kemudian - kau dapat menilai dirimu pula. Kebo Sindet dan kami jang tua2 ini pasti tidak akan terlampau banjak terpaut. Kini kau akan mendapat ukuran, bahwa kau masih belum mampu mengimbangi Kebo Sindet. Djarak itu masih agak djauh. Dan kau masih harus bekerdja lebih keras lagi.
Mahisa Agni jang kini telah duduk dihadapan gurunja dan mPu Sada meng-angguk2kan kepalanja.
" Aku sudah terlampau djemu berada disini guru " katanja kemudian.
" Karena itu kau harus bekerdja lebih keras Agni, supaja kau dapat segera melepaskan dirimu. - sahut gurunja " aku sudah memberitahukan kepadamu Agni, bahwa aku dan sekarang mPu Sada tidak ingin membebaskan kau dengan tjara jang terlampau biasa. Aku sekarang mendapat kawan untuk mengalahkan Kebo Sindet seandainja aku sendiri tidak mampu karena kekuatan kami berimbang. Tetapi dengan mPu Sada, kami berdua pasti akan dapat membunuh nja. Namun dengan demikian Kebo Sindet tidak akan mengalami gontjangan perasaan jang dahsjat. Ia tidak akan terkedjut. Adalah wadjar, bahwa aku berdua dengan mPu Sada dapat mengalahkannja. Tetapi apabila ia harus berhadapan dengan kau sendiri, jang selama ini disangkanja telah kehilangan segala keberanian dan keinginan untuk lepas dari padanja, maka ia pasti akan terkedjut sekali. Sikapmu jang se-akan2 kehilangan segala matjam harga diri adalah suatu
lontjatan jang djauh, lontjatan jang akan menentukan hari depanmu sendiri dan hari2 terachir bagi Kebo Sindet.
Mahisa Agni tidak segera mendjawab kata2 gurunja. Meskipun ia-dapat mengerti, tetapi ia hampir2 sudah tidak tahan lagi berada disarang Kebo Sindet jang mendjemukan itu. Bukan karena tekanan2 badaniah jang harus ditanggungkannja, bukan pula karena pekerdjaan2 berat jang harus dilakukannja, tetapi berbagai hal selalu sadja mengganggunja.
Karena itu maka sedjenak kemudian ia berkata " Guru, aku dapat mengerti, dan aku akan sangat senang melakukannja. Tetapi dengan demikian maka aku tidak dapat lagi berada dilingkungan pekerdjaan jang sudah aku mulai. Bendungan di padang Karautan seperti jang guru sendiri menghendaki.
Darah Dan Cinta Di Kota Medang 14 Negara Kelima Karya Es Ito Tujuh Pembunuh 1