Pelangi Di Langit Singosari 33
03 Pelangi Di Langit Singosari Karya S H Mintardja Bagian 33
" Dan karena itu, kau telah menyuruh pangalasan ini untuk membunuhku?"
" Tentu tidak. Hamba tidak menyuruhnya seperti yang udah. hamba katakan."
" Aku tidak percaya."
" Terserah kepada ayahanda."
" Dan sekarang, jangan menyesal. Aku akan membunuhmu juga. Aku tidak akan dapat dipersalahkan, karena kaw berada disini dengan pengalasan itu. Apalagi disini ada kera mPu Gandring yang telanjang. Setiap orang tentu akan dapat mengerti apa yang telah terjadi, sehingga semua orangpun. mengerti, bahwa aku sekedar membela diriku."
Anusapati menjadi ter-mangu2 sejenak.
" Jangan menyesal, bahwa kau sudah terperosok keda-lam kandang serigala. Kau akan mati- Dan jabatanrou akan berpindah kepada Tohjaya."
Anusapati tidak segera menyahut. Dipandanginya saja wajah ayahandanya yang tegang. Namun dalam pada itu, ter-kilas di dalam kepalanya kata2 ibunya, bahwa Sri Rajasa sebenarnya memang bukan ayahnya. Dan justru Sri Rajasalah yang telah membunuh ayahandanya yang sebenarnya, Akuwu Tunggul Ametung.
" Nah, apakah sebelum matimu kau akan mengucapkan pesan?" bertanya Sri Rajasa.
" Tidak ayahanda" jawab Anusapati" hamba tidak akan berpesan apapun. Tetapi biarlah sebelum hamba mati', apakah hamba boleh bertanya ?"
" Apa?" " Apakah benar ayahanda memang akan membunuh hamba ?"
Ken Arok menjadi ragu2. Namun kemudian sambil mengangguk ia menjawab" Ya. Aku memang akan menyingkirkan kau yang selama ini bagiku merupakan sepucuk duri didalam daging."
Terasa dada Anusapati tersirap. Ternyata bahwa rencana yang pernah didengarnya itu bukan sekedar isapan jari saja.
Sambil menengadahkan kepalanya ia bertanya pula" Jadi benar kata orang bahwa ayahanda memang ingin melimpahkan kedudukanku kepada adinda Tohjaya?" .
" Ya. Dan tentu kau tahu sebabnya. Kau sebenarnya .bukan anakku. Tetapi kau dengan enaknya ingin merampas bak dari keturunanku. Akulah yang telah mempersatukan Singasari yang besar Bukan Akuwu Tunggul Ametung."
" Ya ayahanda. Aku memang putera ayahanda Tunggui Ametung yang mati terbunuh. Tentu tidak salah pula pendengaranku, bahwa ayahanda Sri Rajasalah yang telah membunuhnya pula."
" Ya. Aku yang sudah membunuhnya. Karena itu apa yang akan aku kerjakan sekarang, tidak berdiri sendiri. Kau adalah rangkaian dari sekian banyak pembunuhan. Karena itu kau memang harus mati. Singasari harus benar2 jatuh kedalam tangan keturunan Sri Rajasa."
" Ayahanda" bertanya Anusapati" apakah adik-adik hamba yang lahir dari ibunda Permaisuri bukan keturunan ayahanda Sri Rajasa ?"
Pertanyaan itu tidak diduga sama sekali oleh Ken Arok. Karena itu ia menjadi bingung sejenak. Namun kemudian jawabnya" Aku berhak menentukan, siapa saja yang akan aku angkat menjadi Putera Mahkota."
" Tetapi adalah menjadi ketentuan, bahwa yang berhak menggantikan kedudukan seorang raja per-tama2 adalah putera Permaisuri. Jika yang dimaksud bagi Singasari bukannya Anusapati, maka tentu Mahisa " Wonga " Teleng yang berhak menggantikan ayahanda kelak, bukan Tohjaya"
" Diam" bentak Sri Rajasa" kau tidak berhak me ngigau sekarang. Kau memang harus mati. Jika aku memberikan pengakuan yang berangkah sudah pernah kau dengar dari ibundamu itu tentu karena kau sudah akan mati, dan kau tidak akan dapat berbuat apa-apa lagi."
" Ayahanda benar. Hamba memang tidak akan dapat berbuat apa2 lagi. Tetapi apakah ayahanda tidak mengeru bahwa ada pihak yang tentu tidak akan dapat menyetujui bahwa adinda Tohjaya akan menggantikan kedudukan ayahanda" Justru karena ayahanda mempunyai putera laki2 yang lahir dari ibunda Permaisuri?"
" Aku tidak peduli. Aku mempunyai kekuasaan."
" Jika kekuasaan adalah bentuk penindasan atas ketentuan yang berlaku, maka tentu orang lain tidak akan menghiraukan pula atas ketentuan2 yang ada. Dan mereka akan cenderung mempergunakan kekerasan untuk mencapai maksudnya daripada mengikuti ketentuan2 yang dianggap sah di dalam negeri ini."
" Dan agaknya kau sudah memulainya. Kau sudah mempergunakan kekerasan untuk menyingkirkan aku. Itukah suatu sikap yang sesuai dengan ketentuan2 yang berlaku ?"
" Sudah hamba katakan, bahwa hamba sama sekali tidak menyuruhnya memasuki bangsal ini, apalagi untuk membunuh ayahanda, karena hamba sama sekali masih belum yakin bali wa sebenarnyalah ayahanda mempunyai rencana untuk membunuh hamba."
" Jangan membohong. Sekarang, jika ada yang ingin kau pesankan katakanlah. Aku sudah mulai muak melihat wajahmu."
" Hamba menyadari ayahanda. Tetapi seperti yang sudah hamba katakan, hamba tidak mempunyai pesan apapun karena pesan itu tidak akan ada artinya sama sekali."
Wajah Sri Rajasa terbelalak karenanya. Katanya" Kau memang sombong seperti ayahmu. Baiklah, jika kau memang tidak mempunyai pesan yang lain, aku akan segera membunuhmu. Aku dapat memukul kepalamu sampai hancur, atau dadamu sehingga seluruh isi tubuhmu akan rontok. Akibatnya sama saja bagimu. Kau akan mati."
" Kenapa ayahanda tidak mempergunakan cara seperti yang sudah ayahanda lakukan " Sudah berapa orang yang mati terbunuh oleh keris mPu Gandring ini ?"
Dada Ken Arok tiba2 berdesir tajam. Dilihatnya keris mPu Gandring yang terletak ditangan Sumekar yang sudah membeku.
Namun tiba2 terbayang diwajahnya keris yang itu jugalah yang telah mengakhiri hidup pembuatnya. Tanpa disadarinya ia mulai ber-angan2. Dan tanpa dikehendakinya tiba2 bayangan mPu Gandring itu bagaikan hadir dilongkangan itu. Ketika ia memandang wajah pangalasan yang mati itu, seakan2 ia melihat kembali wajah mPu Gandring yang menyeringai menahan sakit ketika tiba2 saja ia menusuk lambungnya dengan keris itu. Dan tiba2 saja terbayang diwajah Anusapati itu wajah ayahandanya, Akuwu Tunggul Ametung."
" Pergi,-pergi" Ken Arok tiba2 berteriak. Namun suaranya tenggelam didalam ledakan guruh yang keras.
Anusapati menjadi termangu2 sejenak. Namun perlahan-lahan timbul pula gejolak didalam hatinya. Jika ayahandanya terbunuh dan meninggalkan seorang anak laki2 saja, maka apakah anak laki-laki itu akan menyerahkan dirinya pula untuk dibunuh " Dan kemudian jika Anusapati sudah terbunuh, bagaimanakah nasib anak laki2nya.
Ketika Anusapati teringat kepada anak laki2nya, yang tentu merupakan duri pula bagi Sri Rajasa, terasa hatinya menjadi ber-debar2.
Namun dalam pada itu Sri Rajasa sudah menggeram" Aku bunuh kau ular kecil yang berbisa. Aku bunuh kau dengan semua keturunanmu."
Anusapati menjadi semakin ber-debar2. Kini jelas baginya, bahwa ,Ken Arok memang berniat untuk memusnakan keturunan Akuwu Tunggul Ametung. jika tidak, maka keturunan Tunggul Ametung itu benar2 akan menjadi duri didalam dagingnya. Dan sudah terucapkan, bahwa Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa itu memang akan membunuhnya dan keturunannya.
" Apakah aku akan membiarkan keturunan Tunggul Ametung punah?" bertanya Anusapati kepada diri sendiri.
Terbayang wajah isteri dan anaknya yang tidak tahu menahu sama sekali tentang persoalan yang ada di Singasari itu. Dan apakah mereka harus juga ikut menanggung akibatnya.
Dalam ke-ragu2an itulah maka ia melihat Ken Arok melangkah maju. Tatapan matanya bukan lagi tatapan seorang Maharaja. Tetapi sorot matanya menjadi liar, seperti liarnya Hantu yang haus akan darah.
Terasa bulu tengkuk Anusapati meremang. Bahkan kemudian ia berdesis" Jangan ayahanda."
Tetapi Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa itu tidak menghiraukan kata2 itu. Setapak demi setapak ia maju dengan jari2 tangan yang mengembang." Aku akan mencekik kau sampai mati. Jangan berbuat sesuatu. Jangan sentuh keris mPu Gandring itu, supaya kau tidak mati karena racunnya seperti pengalasan yang gila itu."
" Tetapi jangan bunuh anak dan isteriku."
" Aku akan membunuh mereka semua, termasuk Mahisa Agni."
" Tidak, jangan."
" Aku tidak peduli."
Jawaban yang meyakinkan itu membuat darah Anusapati tiba2 saja bergetar. Hampir diluar sadarnya tangannya telah menggapai hulu keris mPu Gandring.
" Anusapati, kau akan melawan aku"Kau akan mencoba menghindarkan diri dari keharusan yang akan berlaku atasmu". Kau memang harus mati, dan kau akan kehilangan darah keturunanmu, sebagai penerus nafas kehidupan Akuwu Tunggul Ametung."
" Ayahanda, anak dan isteri hamba tidak mengetahui semua persoalan ini. Jika ayahanda akan membunuh hamba, ayahanda tidak akan mengalami kesulitan tetapi jika ayahanda berjanji, sebagai seorang Maharaja yang tidak pemah ingkar, bahwa ayahanda tidak akan membunuh anak. dan isteriku. juga paman Mahisa Agni."
" Persetan" geram Sri Rjasa" aku tidak peduli. Aku akan membunuh kau dan semua keluargamu, termasuk Mahisa Agni."
Wajah Ken Arok menjadi merah, semerah sorot matannya yang benar2 menjadi liar.
Anusapati yang cemas menjadi semakin cemas. Tetapi hampir diluar sadarnya ia telah menggenggam keris itu.
Anusapati mundur selangkah. Ia sudah hampir berputus" asa. Sumekar yang membawa keris itu pula tidak dapat melawan Sri Rajasa, apalagi dirinya yang masih belum berhasil menyempurnakan ilmunya sejauh Sumekar.
" Menyerahlah. Kau dan anak isterimu akan aku bunuh malam ini juga." geram Sri Rajasa.
Ternyata bahwa suara itu bagaikan membangunkan Anusapati dari mimpinya. Ia sadar, bahwa yang terjadi ini benar2 diluar rencana siapapun.Juga bukan rencana Sri Rajasa, karena Sumekar telah mengambil sikap sendiri. Namun demikian tentu ia tidak akan dapat menyerahkan seluruh keluarganya itu.
" Aku harus lari dari tempat ini" berkata Anusapati.."se-tidak2nya aku berhasil menyelamatkan diri sampai ke-bangsal pamanda Mahisa Agni. Persoalannya tentu akan menjadi berbeda jika ayahanda malam ini bertemu dengan salah seorang yang ada didalam bangsal itu. Apakah ia paman Kuda Sempana yang telah berhasil menyempurnakan diri dengan ilmunya, atau paman Mahendra, atau ke-dua2-nya. Atau bahkan paman Witantra."
" Kau tidak akan dapat lari" geram Sri Rajasa" semuanya sudah terjadi. Dan yang sudah terjadi tidak akan dapat dicegah lagi. Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa, sudah menentukan, bahwa kau dan keluargamu harus mati. Tidak ada kekuasaan dan kemampuan yang dapat mencegah."
Anusapati terus melangkah surut, sedang Sri Rajasa-mengikutinya dengan jari2 tangan yang mengembang.
" Aku akan mencekikmu. Aku sendiri bukan orang lain. Bukan para prajurit, dan bukan pula seorang Senapati.
Dada Anusapati bagaikan menjadi pepat. Tetapi tiba2 saja tangannya yang menggenggam keris itu telah bersilang didepan dadanya.
" Kau akari melawan he, kau akan melawan" Tidak ada gunanya. Itu hanya akan memperpanjang caramu mati. Dan itu sangat merugikan kau sendiri."
Anusapati tidak menyambut. Ia telah berdiri didepan dinding, sehingga ia tidak akan dapat melangkah lagi. Ka-rena itulah, maka iapun kemudian berdiri diatas kakinya yang merenggang sambil mengacungkan senjatanya. Keris mPu Gandring yang sudah berbau darah itu. Darah beberapa orang yang sama sekali tidak bersalah.
Ken Arok tertegun sejenak memandang Anusapati yang se-akan2 sudah tidak dapat bergeser lagi. Namun sorot matanya yang bagaikan menusuk langsung kedalam jantung Pu-tera Mahkota itu membuat Anusapati bergetar.
Kemudian selangkah demi selangkah Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi itu melangkah maju dengan jari2 tangan yang mengembang. Anusapati baginya tidak lebih dari anak2 yang tidak berdaya.
Dalam pada itu, Mahisa Agni sedang me-runduk2 di-sekitar bangsal Ken Umang. Dengan hati2 ia berusaha untuk mendekati bangsal itu. Ternyata seperti yang diduganya, bangsal itu mendapat pengawasan yang sangat ketat.Para. prajurit tidak saja berada didepan bangsal, tetapi juga dibagi-an belakang telah mendapat pengawasan yang seksama.
" Tidak mudah mendekati bangsal itu, apalagi memasukinya tanpa diketahui orang" berkata Mahisa Agni di dalam hatinya.
Namun demikian ia mempunyai dugaan yang kuat, bahwa Sumekar telah datang kebangsal itu. Agaknya kebenciannya kepada Tohjaya tidak dapat ditahankannya lagi.
" Jika terjadi pembunuhan dibangsal ini, maka tuduhan yang pertama tentu akan jatuh kepada Anusapati, siapakah yang telah melakukannya. Bahkan seandainya pelakunya tertangkap, maka tentu Anusapatilah yang disangka telah meminjam tangan untuk membinasakan Tohjaya dan barangkali juga Ken Umang" berkata Mahisa Agni didalam hati" dan itu sangat merugikan perjuangan Anusapati, 'karena setiap orang akan menyangka, bahwa Anusapati telah melakukan perbuatan yang terkutuk itu untuk mempertahankan kedudukannya."
Karena itulah maka Mahisa Agni mencoba untuk berusaha menemukan Sumekar disekitar bangsal itu.
Tetapi beberapa lamanya ia berada disekitar bangsal itu, ia sama sekali tidak melihat sesosok bayanganpun. Ia telah berada dibagian belakang bangsal itu, yang menurut dugaannya adalah satu2nya jalan untuk memasuki longkangan.
Namun Mahisa Agni tidak melihat seseorang- Ia tidak melihat Sumekar memasuki longkangan, atau berada didalam longkangan itu.
" Apakah ia tidak datang kemari?" bertanya Mahisa Agni didalam hatinya.
Tetapi untuk beberapa lamanya Mahisa Agni masih menunggu. Ia masih mengharap bahwa ia dapat menemukan Sumekar disekitar tempat itu.
" Mungkin ia tidak segera memasuki daerah ini" katanya didalam hati" atau barangkali Sumekar belum menemu-can jalan yang paling baik untuk memasuki daerah ini."
Untuk beberapa saat mahisa Agni masih tetap bersembunyi sambil menunggu. Tetapi beberapa saat kemudian hatinya menjadi cemas. Agaknya Sumekar memang tidak datang ke-tempat itu.
" Mungkin ia langsung pergi kebangsal Sri Rajasa" katanya didalam had.
Dalam pada itu, hatinya menjadi bergetar. Bahkan kemudian ia hampir pasti, bahwa Sumekar pergi kebangsal Sri Rajasa.
" Aku harus menengoknya. Jika benar ia pergi kesans mudahkan Anusapati sempat mencegahnya. Ia agaknya dapat dilunakkan oleh Anusapati yang hampir setiap hari dilayaninya seperti muridnya yang paling manja.
Sejenak kemudian, maka Mahisa Agnipun berusaha meninggalkan tempat itu. Seperti pada saat ia datang, maka iapun. harus sangat ber-hati2 ketika ia melalui beberapa orang prajurit yang mengawasi bagian balakang dari bangsal itu.
Ketika Mahisa Agni telah berada agak jauh dengan para penjaga itu, iapun menarik nafas dalam2, se-olah2 ia terlepas dari terkaman serigala.
Namun iapun segera sadar, bahwa sesuatu yang penting sedang menunggunya. Sumekar yang masih belum dapat dike-temukamrya.
Dengan hati2 sekali Mahisa Agnipun meninggalkan bagian istana yang dihuni oleh Ken L'niang dan putera2nya itu. Dengan penuh kewaspadaan ia meloncati dinding yang memisahkan kedua bagian dari istana Singasari itu.Ketika kemudian la meloncat turun, maka Mahisa Agni itupun sudah berada liibagian yang lain dari istana itu.
Setiap kali ia harus memperhatikan setiap gerak dan bunyi.Ia sadar, bahwa penjagaan halaman istana malam itu niperkuat. Bahkan seperti yang dikatakan oleh Sumekar, beberapa orang Senapati telah ikut didalam penjagaan yang kuat diihalaman itu.
Mahisa Agni itupun bergeser semakin maju mendekati pangsa! Sri Rajasa. Meskipun bangsal ini tidak dijaga sekuat Bangsal Tohjaya, karena Sri Rajasa sendiri yakin akan dirinya dan pengaruhnya, namun Mahisa Agni masih juga harus menembus beberapa bagian yang agak sulit.
Namun tiba2 Mahisa Agni itu tertegun.Telinga yang tajam mendengar sesuatu berdesir tidak, begitu jauh daripadanya. Karena itu, maka iapun berhenti. Dengan segenap kemampuannya ia berusaha menangkap suara yang semakin Lama menjadi semakin dekat.
Beberapa saat kemudian ternyata desir yang lembut itu berhenti. Sebagai seorang yang memiliki kemampuan yang me-empaui kemampuan manusia biasa, maka Mahisa Agnipun mengetahui bahwa seseorang berada tidak begitu jauh dari padanya.
Karena itu, maka Mahisa Agnipun segera mempersiapkan kiri untuk menghadapi setiap kemungkinan. Dengan ketajaman Inderanya, ia tahu dimana orang itu berada, sehingga karena itu ia tidak mau menunggu lebih lama lagi. Bahkan ialah yang kemudian bergeser mendekati.
Tetapi ternyata bahwa orang itupun berusaha mendekatinya pula, sehingga dengan demikian Mahisa Agni dapat menduga bahwa orang itu bukannya orang kebanyakan karena orang itu dapat pula mengetahui kehadirannya.
Sejenak kemudian Mahisa Agni berhenti, la sudah dapat mengetahui dengan tepat, dimana orang itu berada. Karena itu ketika selembar daun bergetar, tidak sejalan dengan arah angin bertiup Mahisa Agni segera bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Namun ternyata, ketika sesosok tubuh meloncat dari batik geruinbul dan bersiap dengan tangan bersilang didada Mahisa Agni menarik nafas dalam2. Orang itu adalah Witantra.
" Kau Witantra" desis Mahisa Agni.
Witantrapun berdesah lembut. Sambil tersenyum ia berkata" Untunglah, aku belum lari ketakutan. Jika demikian kau tentu akan mentertawakan."
" Juga untung bahwa kau tidak segera menyerang aku. sehingga aku masih sempat bernafas sekarang."
Keduanya tertawa tertahan, karena keduanya tetap sadar, bahwa mereka sedang menghindarkan diri dari .pengamatan para prajurit Singasari yang sedang bertugas.
Dalam pada itu, maka Mahisa Agnipun kemudian bertanya tentang Anusapati, apakah Witantra melihatnya.
" Bukankah ia pergi kebangsal Sri Rajasa."
" Jika ia tidak menemukan Sumekar disana, ia tentu akan bergeser pula."
" Aku belum melihat keduanya. Sumekar tidak, dan tuanku Putera Mahkota juga tidak." jawab Witantra" bahkan aku menyangka bahwa kau adalah Sumekar sebelum kau memperlihatkan diri."
" Jika demikian Anusapati tentu masih ada dibangsal Sri Rajasa. Ada dua kemungkinan. Ia memang menunggu karena Sumekar belum ada disana, atau ada persoalan lain yang gawat justru karena Sumekar sudah terlanjur berusaha mendapatkan Sri Rajasa."
" Marilah kita lihat."
Mahisa Agni ragu2 sejenak. Namun kemudian sambil meng-angguk2 ia menjawab" Baiklah Marilah kita lihat."
Keduanyapun kemudian dengan sangat hari2 mencoba mendekati bangsal Sri Rajasa. Betapapun sulitnya, namun keduanya berhasil menembus setiap daerah penjagaan para prajurit pengawal istana. Mereka menyusup diantara gardu2 penjagaan dan setiap kali menghindari para peronda yang mengelilingi halaman istana Singasari itu.
Akhirnya, keduanya berhasil mencapai halaman belakang bangsal Sri Rajasa. Seperti yang lain, menurut perhitungan mereka, yang paling mungkin mereka lakukan adalah melihat dan apabila perlu memasuki longkangan.
Sementara itu, angin masih juga bertiup. Sekali2 terdengar guntur dan guruh gemuruh dilangit. Namun demikian kedua orang itu masih dapat juga membedakan desir lembut kaki mereka sendiri daripada gemuruhnya angin yang keras.
Ketika kemudian mereka berhasil menjengukkan kepala mereka dari sebatang pohon yang se-olah2 diayun oleh angin, maka hati mereka berdesir.Mereka melihat orang2 yang sedang mereka cari itu berada dilongkangan bangsal Sri Rajasa.
Yang mula-mula mereka lihat adalah sesosok tubuh yang tekapar ditanah. Tubuh itu segera dapat mereka kenal, bahwa orang itu adalah Sumekar.
" Terlambat" desis Mahisa Agni tidak seorang-pun yang dapat menyelamatkannya. Sumekar agaknya sudah, terbunuh."
Witantra menarik nafas dalam-dalam. Sambil mengangguk-anggukkan kepalanya ia berkata" Ya, kita sudah terlambat. Tetapi dimanakah tuanku Anusapati?"
" Mungkin iapun ada dilongkangan itu. Mudah-mudahan kita tidak terlambat. Mudah-mudahan Anusapati belum terbaring ditanah seperti Sumekar itu."
Witantra mengangguk-anggukkan kepalanya.Lalu katanya" Kita harus mendekat. Keadaan sudah benar2 diluar dugaan kita, sehingga kita harus mengambil sikap dengan segera menghadapi keadaan yang tiba-tiba ini"
Mahisa Agni menganggukkan kepalanya tanpa menjawab separah katapun. Dengan sigapnya keduanyapun segera teran dari pohon itu dan dengan hati-hati mendekati dinding bagian belakang longkangan bangsal itu.
" Satu-satunya jalan" berbisik Mahisa Agni.
" Kita memanjat", sahut Witantra.
Keduanyapun kemudian dengan hati-hati sekali dan hampir tidak dapat dilihatnya bahwa keduanya sedang merayap naik pada dinding longkangan itu. Jika mereka kehendaki, mereka dapat meloncat naik dengan mudahnya, namun dengan demikian tentu akan menarik perhatian seseorang jika orang itu berada dilongkangan.
Sejenak kemudian, maka merekapun dengan sangat hati-hati mencoba untuk menjengukkan kepalanya mereka. Jika ikat kepala mereka dapat terlihat, maka usaha mereka itupun akan gagal karenanya.
Namun darah mereka serasa terhenti, ketika pada saat itu tampak oleh mereka, Anusapati sedang dalam kesulitan.
Yang mereka lihat adalah Sri Rajasa sudah siap untuk menerkam Anusapati yang tidak mempunyai kesempatan untuk melangkah surut karena punggungnya sudah melekat dinding.
Tetapi yang terjadi kemudian adalah cepat sekali, sehingga baik Mahisa Agni, maupun Witantra tidak mempunyai kesempatan untuk berbuat banyak.
Ketika mereka tanpa menghiraukan lagi Sri Rajasa, meloncat keatas dinding, mereka melihat, bahwa kedua orang dilongkangan itu sudah mulai bertempur. Sri Rajasa sudah mulai menyerang.
Hanya karena ditangan Anusapati tergenggam keris-mPu Gandring sajalah, maka Anusapati masih dapat menghindarkan diri pada setangan yang pertama,
Namun Anusapatipun sadar, bahwa Sumekar dengan keris mPu Gandring itu ditangannya, sama sekali tidak berhasil menyelamatkan dirinya. Dan sudah barang tentu Sumekar memiliki ilmu yang lebih matang dari ilmunya sendiri
Dalam keragu-raguan atas keadaan yang sedang dihadapinya, Anusapati tanpa sesadarnya, telah menyentuh sesuatu dibawah ikat pinggangnya. Ternyata sentuhan itu telah mengejutkannya sendiri. Tetapi ia tidak mendapat kesempatan banyak untuk mempertimbangkan keadaan yang sedang dihadapi. Karena itulah maka ketika Sri Rajasa maju setapak lagi dengan tangan terkembang, tiba-tiba ditangan Anusapati telah tergenggam sebuah trisula yang berwarna kekuning-kuningan.
Sri Rajasa terkejut melihat Trisula itu. Meskipun Sri Rajasa sudah menduga, bahwa akhirnya Trisula itu akan dapat jatuh ketangan Anusapati, namun ketika tiba2 saja ta harus menghadapinya, maka iapun masih juga terperanjat, sehingga rasa-rasanya jantungnya berhenti berdenyut.
Pada saat yang bersamaan, Witantra dan Mahisa Agni telah meloncat kedalam longkangan. Sentuhan kakinya diatas tanah masih dapat didengar oleh ketajaman indera Sri Rajasa disela-sela desah angin yang semakin keras.
Ketika sekali langit seakan-akan menyala, Sri Rajasa -dapat melihat, dengan jelas, bahwa dua orang yang datang, ini adalah Mahisa Agni dan Witantra. Namun kemudian ia menjadi silau bukan oleh kilat yang meloncat diudara, tetapi oleh trisula yang seakan-akan bercahaya kekuning-Jkuningaru
Sri Rajasa mundur beberapa langkah surut. Dengan" suara yang berat ia berkata" Mahisa Agni, ternyata bahwa saatnya akan tiba, kau membalas sakit hatimu karena kematian pamanmu."
Mahisa Agni memandang Sri Rajasa yang silau itu sejenak. Kemudian jawabnya" Tidak Sri Rajasa..Hamba tidak datang dengan dendam didalam hati. Sebenarnyalah hamba datang dengan niat yang baik. Untunglah bahwa belum terjadi sesuatu atas tuanku. Tetapi sayang, bahwa-Sumekar agaknya telah terbunuh."
" Siapakah Sumekar?" bertanya Sri Rajasa.
" Juru taman itu."
Sri Rajasa mengerutkan keningnya.Katanya" Pangalasan dari Batil"
" Ya, Pangalasan dari Batil itu bernama Sumekar."
Sri Rajasa memandang tubuh Sumekar yang masih terbaring diam. Kemudian ditatapnya Anusapati yang hanya dapat dilihatnya lamat-lamat, diantara silaunya cahaya trisula yang masih saja diacukan kepadanya.
Dalam keadaan itulah, Sri Rajasa seakan-akan telah dihadapkan pada suatu pengadilan. Disekitarnya berdiri beberapa orang yang mempunyai kepentingan terhadap, dirinya. Mahisa Agni telah kehilangan pamannya mPu Gandring, Witantra telah kehilangan adik seperguruannya, Kebo Ijo yang telah diumpankan sebagai tertuduh pada saat terbunuhnya Akuwu Tunggul Ametung. Kemudian Anusapati yang agaknya sudah mengetahui pula, apakah yang telah terjadi atasnya.
" Tuanku" berkata Witantra" barangkali tuanku telah mendengar bahwa hamba memang sudah berada didalam kota Singasari."
" Apa maksud kedatanganmu Witantra?" bertanya Sri Rajasa kemudian meskipun sebenarnya ia telah dapat menduga justru karena ia datang bersama Mahisa Agni. Namun ia masih juga melanjutkannya" Apakah ada hubungannya dengan kekalahanmu dari Mahisa Agni saat itu?"
" Benar tuanku. Kedatangan hamba memang mempunyai hubungan dengan kekalahan hamba waktu itu. Tetapi bukan untuk melepaskan dendam kepada Mahisa Agni, karena pada waktu itu ia sedang diliputi oleh kesedihan karena pamannya telah terbunuh."
" Jadi siapakah yang kau cari?"
" Tidak apa-apa tuanku. Hamba hanya ingin melihat Singasari yang sekarang dibandingkan dengan Tumapel yang kecil. Dan barangkali setelah sekian tahun hamba dapat menemukan pembunuh Kebo Ijo yang sebenarnya. Karena sejak semula hamba yakin bahwa Kebo Ijo tidak bersalah."
" Apakah kau sudah menemukannya?"
" Ampun tuanku. Hamba sudah menemukannya seperti Mahisa Agni juga sudah menemukan pembunuh pamannya.Selain kami berdua agaknya Puteran Mahkota-pun telah menemukan pula pembunuh ayahandanya."
Ken Arok mengerutkan keningnya. Namun iapun kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya" Ya. Kalian telah menemukan orang yang kalian cari. Dan yang kalian cari itupun telah melihat, bahwa cahaya yang kuning keputih-putihan itu adalah cahaya keluhuran yang akan menjemput aku."
Mahisa Agni, Witantra dan Anusapati menjadi ter-mangu-mangu sejenak. Dilihatnya Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa itu dengan tatapan mata yang mengandung pertanyaan.
Namun Sri Rajasa itupun tersenyum sambil berkata selanjutnya" Kenapa kalian termangu-mangu. Bukankah sudah datang saatnya" Dihadapan cahaya itu aku seolah-olah sudah tidak berdaya lagi. Didalam bayangan yang silau, aku tidak akan dapat melihat bagaimana ujung keris mPu Gandring itu akan menyentuh kulitku. Benar-benar suatu gabungan yang tidak terlawan bagiku. Keris mPu Gandring yang sakti dan cahaya yang kuning silau itu. Apalagi disini berdiri orang-orang Sakti seperti Mahisa Agni dan Witantra."
" Tuanku. Jangan berhayal terlampau jauh. Sebenarnyalah kami tidak membawa dendam diliati atas kematian-kematian itu. Kami hanya ingin meyakinkan bahwa sebenarnyalah kami telah menemukan pembunuh dari orang-orang yang kami cintai. Tetapi setelah itu, kami tidak akan berbuat apa-apa."
Sri Rajasa mengerutkan keningnya. Lalu katanya" Jadi apakah yang kalian kehendaki?"
Kami memang sedang mencari pangalasan ini dengan harapan untuk mencegah sesuatu yang dapat terjadi. Tetapi kami terlambat. Anusapati juga agaknya telah terlambat."
" Kalian telah menyuruhnya memasuki bangsal ini."
" Tidak tuanku. Hamba berkata sebenarnya. Jika kami memang menghendakinya, kenapa kami tidak datang sendiri dengan trisula itu sekaligus?"
Namun Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa itupun tersenyum pula. Kesan diwajahnya telah berubah sama sekali. Matanya tidak lagi liar dan wajahnya tidak menjadi bengis.
" Anusapati" berkata Sri Rajasa" ternyata bahwa semuanya memang harus berakhir. Ceritera tentang Sri Rajasa yang berhasil duduk diatas Singasari beralaskan mayat dan darah inipun memang harus berakhir. Aku tahu, sejak aku duduk diatas Singasari, aku sudah menduga bahwa singgasana itu bagaikan bara api yang akan membakarku dan akan membakar siapa saja yang akan duduk diatasnya apabila ia memang tidak dilindungi oleh dewa-dewa. Itulah sebabnya, maka sepeninggalku, berhati-hatilah. Tentu tidak ada orang lain yang akan diangkat untuk duduk diatas Singgasana itu selain Anusapati. Mudah-mudahan kau mendapat perlindungan Anusapati, sehingga kau tidak mengalami nasib seperti nasibku. ?"
" Hamba tidak ingin berbuat sesuatu saat ini ayahanda. Biarlah ayahanda tetap duduk diatas Singgasana Singasari."
" Jangan berkata begitu Anusapati. Kau ternyata sudah menyiksa aku dengan sikapmu itu. Aku lebih senang melihat kau marah dan menghujamkan keris itu didadaku selagi aku silau melihat cahaya trisula itu. Tetapi kau tidak berbuat demikian. Kau berbuat seperti seorang yang berhati putih. Kau seakan-akan tidak mendendam meskipun kau tahu bahwa aku telah membunuh ayahmu yang sebenarnya seperti Mahisa Agni juga seolah-olah tidak mendendam karena aku sudah membunuh mPu Gandring dan juga adik seperguruan Witantra. Kenapa kau tidak bersama-sama dengan Mahisa Agni dan Witantra membunuhku saja?"
Anusapati tidak dapat menjawab pertanyaan itu. Namun sebenarnyalah nafsunya untuk melihat Sri Rajasa binasa seperti yang menyala sesaat ketika ia melihat Sumekar bertempur melawan Sri Rajasa itu telah' lenyap.
" Anusapati, jangan menyiksa dengan pameran kebesaran jiwa dan keluhuran budi seperti itu. Aku pernah membunuh orang-orang yang aku anggap dapat menghalangi usaha untuk merebut tahta Tumapel waktu itu. Kenapa kau tidak berbuat serupa, membunuh aku, karena selama aku masih ada, aku tidak akan menyerahkan tahta Singasari kepadamu."
" Ayahanda adalah Maharaja Singasari. jika memang itu keputusan ayahanda, maka aku akan melepaskan kedudukanku sebagai Putra Mahkota."
" Omong kosong. Aku tidak percaya. Didalam keadaan seperti ini kau memang berusaha menyiksaku, menyakiti hatiku karena aku akan merasa terlampau kecil berhadapan dengan kau yang berjiwa samodra, yang menampung segala macam perasaan didalam hatimu. Tetapi terbuatlah jujur. Kau tentu ingin melihat aku mati."
Tetapi Anusapati menjawab" Tidak. Tidak ayahanda. Hamba tidak ingin membunuh."
" Gila, kau gila dan tidak jujur. Orang gila biasanya berbuat sesuai dengan gerak perasaannya tanpa kendali. Tetapi kau adalah orang gila yang berpura-pura."
Anusapati menjadi bingung. Ketika ia memandang Mahisa Agni sejenak, maka dilihatnya keningnya berkerut-merut dalam sekali,
" Cepat, lakukan. Aku tidak dapat melihat kau dengan jelas. Aku tidak dapat melihat keris itu." berkata Sri Rajasa.
Tetapi Anusapati masih tetap berdiam diri.
" Anusapati, jangan berdiri saja seperti patung. Sebentar lagi para prajurit didepan bangsal ini akan meronda sampai keiongkangan ini. Lebih baik kau bunufa akiT sekarang, selagi suara kita tidak didengar oleh mereka karena angin dan guruh yang terus-menerus. Rupa-rupanya alampun telah siap membawa jiwaku kembali kepada penciptanya, setelah aku menunaikan tugasku mempersatukan Singasari. ?"
" Ah" terdengar Anusapati berdesis.
" Cepat" sekali lagi Sri Rajasa menggeram. Dan tiba-tiba saja Sri Rajasa itulah yang meloncat menyerang Anusapati.
Yang terjadi itu benar-benar mengejutkan. Mahisa Agni dan Witantra tidak sempat berbuat apa-apa.Mereka melihat Sri Rajasa bagaikan tatit yang meloncat dilangit.
Demikian pula Anusapati. Ia sama sekali tidak sempat berpikir. Ketika ia melihat Sri Rajasa meloncat menyerang nya, maka dengan gerak-gerak naluriah ia mempertahankan dirinya. Karena ia tidak dapat bergeser mundur lagi, maka hampir diluar sadarnya ia telah mempergunakan kerisnya.
Sebenarnyalah bahwa Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa itu benar-benar telah disilaukan oleh cahaya trisula kecil ditangan Anusapati itu. Trisula yang pernah pula dilihatnya ketika ia masih bertualang dipadang Karautan. Seolah-olah Trisula ku telah memperingatkan kepadanya apa yang pernah terjadi dan apa yang pernah dilakukan olehnya dipadang Karautan itu. Juga atas seorang tua yang seakan-akan telah membimbingnya untuk mengenal Yang Maha Agung meskipun sebelumnya ia pernah merasakan pertolongan tangan-Nya yang Maha Kuasa.
Itulah sebabnya selain mata wadagnya yang silau oleh trisula kecil ditangan Anusapati, maka mata hatinyapun telah menjadi silau pula melihat dosa-dosa yang pernah dilakukannya sendiri.
Dengan demikian, maka Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa itu sama sekali tidak melihat, bagaimana Anusapati berbuat diluar sadarnya, mengacungkan keris buatan mPu Gandring itu untuk menahan serangannya.
Jika Anusapati berbuat demikian, ia berniat untuk sekedar mengurungkan serangan Ken Arok yang bagaikan tatit itu. Namun Anusapati tidak tahu, bahwa sebenarnyalah Ken Arok tidak dapat melihat ujung keris yang mengerikan itu.
Didalam kesilauannya, tiba-tiba saja terasa oleh Keh Arok ujung keris ditangan Anusapati itu telah menyentuhnya. Sejenak ia berdesis dan meloncat surut. Namun kemudian dipandanginya luka dilengannya itu sejenak sambil berkata" Ternyata telah datang saatnya."
" Ayahanda" desis Anusapati.
" Jangan mendekat Anusapati" berkata Sri Rajasa ?" aku adalah ujud dari kekasih Dewa yang melakukan tugasku dibumi, tetapi aku juga ujud daripada dosa yang paling besar dimuka bumi ini.Jika kau mendekati aku, maka tanganku yang berlumuran dosa ini tentu akan meremaskan menjadi debu. Biarlah kebesaran kasih Dewa yang ada padaku menyelamatkan kau dari kehancuran itu."
Kata2 Sri Rajasa itu ternyata telah menggetarkan hati setiap orang yang mendengarkanya. Anusapati menjadi termangu-mangu sejenak. Sedang Mahisa Agni dan Witantra bagaikan membeku diternpatnya.
Namun seperti permintaan Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa.itu Anusapati sama sekali tidak mendekat ketika kemudian Sri Rajasa berlutut sambil bertelekan dengan kedua tangannya.Sekali-Sekali ia meraba lukanya. Luka karena ujung keris mPu Gandring.
Tubuh Sri Rajasa semakin lama menjadi semakin lemah. Didalam keremangan cahaya malam dan lampu di-kejauhan, Sri Rajasa memandang Mahisa Agni, Witantra dan Anusapati yang berdiri mematung.
" Jangan bingung" berkata Sri Rajasa" memang sudah waktunya aku mati.Aku tidak akan berteriak memanggil para prajurit yang sedang bertugas didepan bangsal ini. Mereka tidak akan tahu apa sebabnya aku mati." Ken Arok berhenti sejenak, lalu" tetapi bawalah pangalasan itu keluar dari bangsal ini. Apapun alasannya, kehadiran seseorang dibangsal ini akan menimbulkan banyak pertanyaan. Dan Anusapati tidak akan dapat
Terbuat banyak disini, karena jika demikian, kehadiran-nyapun mencurigakan pula."
" Jadi apa yang harus hamba lakukan?" tiba-tiba saja Anusapati bertanya.''
" Bawalah pangalasan itu kebangsahnu. Kau dapat mengatakan kepada siapapun juga, bahwa peristiwa ini Idalah peristiwa yang tidak ada sangkut pautnya dengan perkembangan keadaan akhir2 ini diLstana Singasari."
" Maksud ayahanda?"
" Pangalasan itu telah membunuh aku karena sakit hati. Kemudian akan membunuhmu pula. Tetapi kau berhasil membinasakannya. Itulah ceriteranya. Dan mudah-mudahan orang-orang Singasari mempercayainya dan memberikan hakmu atas tahta, Anusapati. Sebab jika ada yang mencurigaimu memasuki bangsal ini, maka akan timbul persoalan yang berkepanjangan, karena kau tahu, aku mempunyai seorang anak laki-laki yang ingin aku tempatkan diatas tahta pula."
" O" terasa kerongkongan Anusapati menjadi panas.
Namun tiba-tiba Putc-ra Mahkota itu terkejut ketika ia mendengar Sri Rajasa mengumpat" Jahanam, jahanam kau Anusapati. Tentu kau yang menyuruh pengatasan itu membunuh aku. Agaknya kau sudah tahu rencana yang aku susun sebiak-baiknya untuk membinasakan kau dan Mahisa Agni. Dengar, bahwa Tohjaya tidak akan merelakan pembunuhan ini terjadi."
" Tetapi, tetapi hamba tidak pernah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk membunuh ayahanda. Memang kadang-kadang terbersit ingatan untuk melakukannya. Namun hamba selalu berhasil mengendalikannya."
" O" kepala Ken Arok seakan-akan terkulai. Tubuhnya menjadi semakin lemah. Katanya" Ya, kau memang tidak bersalah. Karena itu, lakukanlah pesanku, agar kau tidak dicurigai oleh siapapun. Agaknya memang keturunan Ken Dedes yang pantas untuk menggantikan kedudukanku di Singasari ini.
Anusapati tidak segera menjawab. Dipandanginya saja Sri Rajasa yang semakin lama menjadi semakin lemah. Namun yang tiba-tiba telah mengumpat sekali lagi" O, kau telah berkhianat Anusapati. Meskipun aku bukan ayahandamu sendiri, tetapi sejak lahir kau berada dibawahi asuhanku. akulah yang memberikan kedudukan kepadamu sebagai seorang Putera Mahkota."
Sri Rajasa yang lemah itu seakan-akan ingin meloncat dan meremas Anusapati menjadi berkeping-keping.
Tetapi tubuh itu benar-benar sudah sangat lemah oleh racun yang keras dari keris mPu Gandring itu. Semakin lama Sri Rajasa, Maharaja di Singasari itu menjadi semakin tidak mampu lagi untuk tetap duduk. Akhirnya, perlahan-lahan Sri Rajasa seakan-akan telah membaringkan dirinya sendiri sambil berkata" Aku minta diri. Tidak ada yang pantas menunggui kematianku selain kau Anusapati. Kau yang berjiwa samodra dan berhati seputih kapas." namun kemudian" tetapi, justru itulah yang menyiksaku, yang membuat aku ingin membunuhmu sekarang." suaranya mulai surut, lalu" jangan mendekat
Anusapati. Tungguilah aku dari kejauhan. Sarungkan trisulamu supaya aku dapat menatap wajahmu, karena, trisula itu membuat mataku bagaikan buta."
Anusapati ragu-ragu sejenak. Namun ketika Mahisa Agni mengangguk-anggukkan kepalanya, maka trisula itupun disarungkannya juga.
" Hem" Sri Rajasa bergumam" terima kasih. Aku minta diri. Tetapi jangan mendekat. Jangan sampai tersentuh jari-jari tanganku."
Anusapati melangkah maju. Tetapi ia tidak dapat mengabaikan pesan Sri Rajasa.
Sejenak kemudian Sri Rajasa itu menyilangkan tangan didadanya. Matanyapun terpejam dan mulutnya terkatub rapat. Bahkan bibirnya tampak bagaikan tersenyum, seperti juga bibir Sumekar yang terbaring tidak jauh dari Sri Rajasa itu.
Pada saat terakhir masih terdengar suara Sri Rajasa lamat-lamat." Jahanam kau Anusapati kau telah berhasil merebut tahta yang aku sediakan buat Tohjaya."
Namun sejenak kemudian ia berdesah" Hanya kau yang pantas menggantikan kedudukanku Anusapati. Hanya kau. Aku serahkan kekuasaan Singasari sepenuhnya kepadamu, kepada keturunan Ken Dedes yang memiliki pertanda langsung dari Dewa-dewa bahwa ia akan menurunkan Maharaja bagi Singasari. Bukan Ken Umang. Bukan Tohjaya tetapi Anusapati."
Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa itu sudah berbaring bagaikan tidak bernyawa lagi. Namun masih terdengar suaranya meskipun bibir itu sudah tidak bergerak" Anusapati, kau adalah jahanam yang pantas menjadi seorang Maharaja."
Anusapati yang berdiri tegak itu masih termangu-mangu, Hatinya tersentuh juga mendengar kata-kata Sri Rajasa yang seakan-akan tidak diucapkan oleh mulutnya. Dan Anusapatipun memang tidak dapat ingkar, bagi Sri Rajasa, ia adalah jahanam yang akan menggantikan kedudukannya. Tidak ada orang lain yang lebih berhak daripada dirinya untuk menggantikan kedudukan Sri Rajasa pada waktu itu.
Dalam pada itu, longkangan itupun menjadi sepi. Dengan hati yang tegang mereka memperhatikan Sri Rajasa yang terbaring diam dengan tangan bersilang didada dan mata terpejam.
Namun tiba-tiba saja tetasa dada ketiga orang itu bergetar. Mereka dapat melihat dengan jelas, bahwa dari ubun-ubun Ken Arok itu seakan-akan meluncur perlahan-lahan sebuah cahaya yang berwarna kemerah-merahan. Bagaikan gumpalan warna yang sangat ringan, maka cahaya yang kemerah-merahan itupun terapung diudara-dan sejenak kemudian seolah-olah dihembus oleh mulut bumi, sehingga cahaya itupun terbang keangkasa. Semakin lama semakin tinggi dan akhirnya hilang dikebiruan wajah langit.
Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam. Sudah-pernah ia melihat cahaya itu diubun-ubun Ken Arok yang; bergelar Sri Rajasa. Agaknya memang sudah datang saatnya Ken Arok yang kemudian bergelar Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi itu kembali keasalnya setelah beberapa lama ia melakukan tugasnya dibumi.
Perlahan-lahan ketiga orang itupun kemudian melangkah mendekatinya. Yang kemudian ada dihadapan mereka memang tidak ubahnya sebagai tubuh manusia sewajarnya apabila ajal telah tiba. Karena Ken Arok yang, tinggal itu adalah Ken Arok dalam bentuknya yang wadag.
" Ia memang ujud dari kasih dewa atas Singasari,. tetapi juga ujud yang paling mengerikan dari iblis yang paling laknat" berkata Mahisa Agni kemudian.
" dan itu pulalah sikapnya atasmu Anusapati. Ia menganggapmu sebagai penggantinya, sebagai saluran kasih dewa-dewa atas Singasari, namun ia memandangmu sebagai orang yang paling mengganggu nafsu ketamakan-nya. Dan tanggapan itulah yang tampak pada saat akhirnya. Ia ingin menyerahkan Singasari kepadamu, namun sekaligus ingin meremasmu menjadi debu."
Anusapati hanya dapat menundukkan kepalanya.
" Nah, sekarang Anusapati. Kau dapat melakukan pesannya. Bawalah Sumekar kebangsalmu. Dan tentu saja kita akan minta izin kepada Kuda Sempana, kakak seperguruannya, bahwa meskipun Sumekar sudah meninggal, kau masih akan minta bantuannya. Dengan nama Pangalasan Batil, ia harus mengorbankan bukan saja jiwanya, tetapi juga nama itu, karena setiap orang akan menyangka, bahwa ialah pembunuh Sri Rajasa, dan kemudian pergi kebangsalmu untuk membunuhmu juga, tetapi kau berhasil membinasakannya lebih dahulu"-
Anusapati masih menundukkan kepalanya. Bahkan kemudian terasa betapa matanya menjadi panas. Sumekar adalah seorang yang sangat baik kepadanya. Orang yang seakan-akan telah mewakili pamannya Mahisa Agni apabila pamannya itu tidak ada di Singasari. Justru karena itu, maka iapun ikut terlibat didalam persoalan yang ttumbuh didalam keluarga besar dari Sri Rajasa.Sumekar seakan-akan terlibat dalam perebutan pengaruh antara. Anusapati dan Tohjaya. Dan itulah sebabnya, maka Sumekar telah hanyut pula didalam arus kebencian kepada Sri Rajasa. Bahkan melampaui dirinya sendiri sehingga ia tidak dapat mengendalikan perasaannya dan dengan keris mPu Gandring yang sakti itu ia ingin membinasakan Sri Rajasa. Namun Sri Rajasa bukannya manusia sewajarnya. Dan itulah sebabnya Sumekar tidak berhasil menyentuhnya dengan keris itu, justru dirinya sendirilah yang terbunuh karenanya.
Dan sekarang mayat itu harus dihinakan sebagai seorang pembunuh.
Sulit bagi Anusapati untuk memenuhinya. Terkenang olehnya ceritera tentang Kebo Ijo yang sama sekali tidak bersalah, namun harus menebus dengan nyawa dan namanya ketika Akuwu Tunggul Ametung terbunuh.
" Aku tahu keberatanmu Anusapati" berkata Mahisa Agni" karena itu, maka sebaiknya kita menemui Kuda Sempana.Kakak seperguruan Sumekar. Kita mendengar pendapatnya."
" Jadi, bagaimana dengan tubuh paman Sumekar. ini?" bertanya Anusapati.
" Biarlah kita bawa lebih dahulu kelongkang bangsalmu."
Anusapati menganggukkan kepalanya. Ia memang tidak dapat tinggal dtbangsal Sri Rajasa terlampau lama. Jika para prajurit kemudian meronda kebagian belakang bangsal ini, maka mereka akan menemukannya dan harus bertempur lagi. Jika ia salah langkah maka ia akan membunuh bukan saja satu dua orang, tetapi beberapa orang. Apalagi jika kemudian timbul pertentangan terbuka.
" Baiklah paman" berkata Anusapati kemudian" aku akan mencoba membawa tubuh paman Sumekar.
Tentu cukup berat. Kami akan membantumu. Jika kita tidak harus menyusup diantara pengawasan para pra jurit, maka tidak akan terlampau sulit kiranya Tetapi sekarang kita harus menerobos pengawasan para prajurit.
Demikianlah maka dengan susah payah, ketiga orang itu berhasil membawa Sumekar keluar dari dinding bangsal Sri Rajasa. Dengan susah payah pula mereka berhasil membawa lewat rimbunnya tumbuh-tumbuhan perdu di halaman istana Singasari dari bangsal Sri Rajasa, sampai kebangsal Putera Mahkota.
Malam itu juga Kuda Semparta, Mahisa Agni dan Witantra terpaksa melepaskan Sumekar menjadi seorang pengkhianat dengan nama Pangalasan Batil. Tetapi ia bagi Anusapati adalah seorang yang paling baik, yang telah mempertaruhkan nyawanya untuk kepentingannya, meskipun caranya kurang disetujui. Namun niat terkandung didalam hati Sumekar adalah menempatkannya pada kedudukan yang paling tinggi di Singasari.
Setelah semuanya dibicarakan dengan masak, dan setelah Mahisa Agni, Kuda Sempana dan Witantra dengan dada yang berdebar-debar menunggu dibangsalnya, apa yang akan terjadi diistana itu, maka mulailah Anusapati memainkan peranannya.
Lebih dahulu ia berbisik ditelinga Sumekar" Maafkan aku paman.Aku sama sekali tidak berniat jelek. Kau bagiku adalah seorang pahlawan. Bukan saja dikala hidup paman, tetapi juga sesudah paman meninggal."
Maka kemudian terjadilah keributan dibangsal itu. Beberapa orang prajurit yang bertugas itupun berlari-larian dengan senjata telanjang.
Keributan itupun segera menjalar kesegenap halaman istana Singasari. Benar-benar diluar rencana yang sudah disusun oleh beberapa orang Senapati. Tiba tiba saja seorang telah menyusup kedalam bangsa! Anusapati dan mencoba membunuhnya. Namun ternyata usaha ini gagal, dan bahkan orang yang dikenal sebagai pangalasan Batil itu telah mati terbunuh.
" Cepat, lihat kebangsal ayahanda Sri Rajasa" Ini kata Anusapati" pangalasan ini telah menyebut-nyebut nama ayahanda. Ia akan membunuh ayahanda pula setelah membunuh aku, atau sebaliknya."
Halaman istana itu menjadi semakin gempar setelah ternyata Sri Rajasa diketemukan telah meninggal dilong-kangan bangsalnya, terbujur seperti orang tidur dengan tangan bersilang dan mata terpejam.
Dalam keributan itulah Mahisa Agni telah muncul pula dihalaman. Ternyata bahwa ia memiliki wibawa yang cukup bagi para Senapati, meskipun mereka yang telah disiapkan untuk menangkapnya besok.
" Tutup semua gerbang." perintah Mahisa Agni.
Maka tidak seorangpun yang dapat lolos lagi dari dinding istana.Namun Kuda Sempana, Witantra dan Mahendra sudah berada diluar dinding.
Dalam pada itu, Anusapati yang masih menggenggam keris telanjang memberikan aba-aba pula. Hampir diluar sadarnya para prajurit yang dipersiapkan untuk membunuh Putera Mahkota itu justru melakukan segala perintahnya.
" Periksa setiap orang yang mencurigakan. Aku tidak yakin bahwa pangalasan ini berdiri sendiri."
Kegemparan itu benar-benar telah mengguncangkan istana Singasari. Bahkan dalam sekejap, berita tentang terbunuhnya Sri Rajasa itu telah menjalar keseluruh kota. Setiap orang yang mendengar berita itu, segera mengetuk pintu rumah tetangganya dan menceriterakan apa yang didengarnya, sehingga dengan demikian maka berita kemati-an Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi segera menjalar.
Jenazah Sri Rajasa itupun segera diusung masuk ke-dalam bangsalnya. Permaisuripun segera mendengar apa yang telah terjadi. Karena itu, maka dengan tergesa-gesa iapun pergi kebangsal Maharaja Singasari itu.
Ketika tampak olehnya jenazah itu, terasa kepala Ken Dedes menjadi pening. Jenazah itu tidak ubahnya seperti jenazah Akuwu Tunggul Ametung, Dibeberapa tempat tampak noda kebiru-biruan, meskipun wajah Sri Rajasa itu seakan-akan sama sekali tidak berubah seperti disaat ia tidur.
Ken Dedespun segera mengetahui, apakah yang sudah terjadi. Ternyata bahwa keris mPu Gandring telah melukai Sri Rajasa seperti keris itu telah melukai pula Akuwu Tunggul Ametung.
Bayangan yang bercampur baur itu membuat kepala Ken Dedes menjadi semakin pening. Pandangannya menjadi berkunang-kunang. Dan sejenak kemudian, Ken Dedes tidak mengetahui apakah yang telah terjadi.
Permaisuri itupun menjadi pingsan. Beberapa orang emban menjadi kebingungan. Dengan segala macam cara mereka berusaha untuk menolong Permaisuri itu.
Dalam pada itu, Ken Umangpun bergegas datang pula kebangsal itu. Ketika ia datang, ternyata Permaisuri sudah dibawa menyingkir untuk mendapat pertolongan.
Yang terdengar adalah jerit yang menyayat. Ken Umang menelungkup dibawah jenazah Sri Rajasa. Tangis nya bagaikan bendungan yang pecah. Sedang yang ter selip diantara suara isaknya adalah ratapan yang pedih."Tuanku, kenapa Tuanku, sampai hati meninggal kah hamba dan putera - putera tuanku. Justru dalam saat-saat perjuangan putera tuanku sedang memuncak. Dengan demikian, maka lenyaplah segala harapan hamba, bahwa hamba akan dapat menurunkan seorang Maharaja yang akan berkuasa di Singasari."
Tidak ada yang mendengar ratap itu selain seorang emban yang sedang mencoba menghiburnya. Ratapan itu diucapkannya terlalu lirih. Orang2 yang sedang menunggui jenazah itupun sama sekali tidak mendengar dengan pasti kata-kata yang diucapkannya. Namun emban itu sempat juga mengurut dadanya. Ternyata yang paling menyedihkan bagi Ken Umang bukan kematian Sri Rajasa. Tetapi adalah karena cita-citanya untuk menurunkan seorang Maharaja telah gagal karenanya.
Dalam pada itu, para prajurit dihalaman istana masih sibuk memeriksa setiap sudut halaman. Mereka mencoba untuk menemukan orang yang mencurigakan, yang barangkali adalah kawan dari pangalasan dari Batil itu.
Tetapi tidak seorangpun yang pantas dicurigai. Yang ada didalam halaman itu adalah prajurit-prajurit yang justru telah dipersiapkan oleh orang-orang yang ditentukan, untuk tujuan yang sama sekali berbeda dari apa yang celah terjadi.
Ternyata yang telah terjadi itu menghapuskan semua rencana dikepala beberapa orang Senapati itu. Dihadapan Mahisa Agni, seorang Senapati Agung Singasari, mereka itu menjadi bingung. Apalagi ketika kemudian hadir beberapa orang Panglima dan Senapati yang tidak tahu me nahu tentang rencana itu.
Akhirnya, ketika matahari kemudian terbit di Timur, sidang di bangsal paseban telah dipimpin langsung oleh Putera Mahkota didampingi oleh Senapati Agung yang menjadi wakil Mahkota di Kediri. Didalam sidang itu telah ditetapkan kesimpulan bahwa seorang pengalasan telah membunuh Sri Rajasa dan kemudian berhasil dibunuh oleh Anusapati, Putera Mahkota Singasari. Dan sidang itupun telah menetapkan upacara yang akan dilakukan untuk menyempurnakan jenazah Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi.
Namun demikian, meskipun sidang itu sependapat, bahwa pangalasan Batil telah membunuh Sri Rajasa dan kemudian terbunuh oleh Anusapati, tetapi ternyata bahw"i Tohjaya tidak dapat menerima keputusan itu didalam hatinya. Dengan beberapa orang kepercayaannya ia menetapkan, bahwa pangalasan dari Batil itu telah mendapar perintah dari Anusapati untuk membunuh Sri Rajasa, te tapi kemudian pangalasan itu telah dibunuh sendiri oleli
Anusapati, agar rahasia pembunuhan itu tidak akan pernah didengar oleh orang lain.
Tetapi pengaruh Anusapati dan Mahisa Agni ternyata lebih besar dari pengaruh Tohjaya. Karena itulah kemudian para pimpinan pemerintahan menetapkan, Anusapati menggantikan kedudukan ayahanda Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi yang telah gugur didalam jabatannya.
Dalam pada itu, dengan diam-diam Anusapati berhasil menyingkirkan tubuh Sumekar yang telah mengorbankan segalanya untuknya. Sejak hidupnya, masa-masa mudanya, masa-masa menjelang usia pertengahan dan kemudian bahkan nyawanya dan bahkan namanya. Atas kehendak Anusapati, maka jenazah Sumekarpun telah disempurnakan sebaik-baiknya oleh kakak seperguruannya di padepokannya.
Namun kejutan peristiwa itulah agaknya yang membuat kesehatan Ken Dedes menjadi semakin mundur. Namun demikian ia masih sempat menunggui puteranya memerintah Singasari yang besar.
Tetapi yang terjadi bukannya akhir dari pemerintahan yang damai di Singasari.
-ooo0dw0ooo-
03 Pelangi Di Langit Singosari Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
(TAMAT BAGIAN KE I) IKUTI CERITERA BERIKUTNYA (Bag. ke II)
SEPASANG ULAR NAGA DALAM SATU SARANG.
SEPASANG ULAR NAGA DI SATU SARANG
KARYA : SH. MINTARDJA SEPERCIK DARAH telah membasahi tahta Singasari, seperti juga saat tahta Tumapel jatuh ketangan Ken Arok, yang kemudian berhasil mempersatukan Singasari dan menjadi seorang raja yang bergelar Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi
Kini Sri Rajasa telah disingkirkan dengan cara yang sama seperti ia menyingkirkan Akuwu Tunggul Ametung, meskipun dengan alasan yang agak berbeda, oleh Anusapati.
Maka mulai terbuktilah ucapan mPu Gandring sebelum saat meninggalnya oleh tangan Ken Arok dengan keris buatannya sendiri yang minta kepada Ken Arok itu, bahwa sebaiknya keris yang telah dilumuri dengan darah mPu Gandring itu sendiri, dihancurkan saja, karena disaat mendatang keris itu akan menjilat darah orang lain lagi. Dan orang itu adalah Ken Arok sendiri.
" Apakah keris itu sudah akan berhenti menitikkaus darah?"
Tidak seorangpun yang mengetahuinya bahwa keris seakan beruntun menghisap darah, karena Ken Arok yang langsung mendengarnya dari mPu Gandring tidak mengatakannya kepada Anusapati pada saat terakhir.
Namun agaknya Anusapati sendiri selalu dibayangi olehi kecemasan dan ke-ragu2an, apakah tidak ada dendam yang menyala didalam istana Singasari itu. Karena itu, maka keris itu pun disimpannya baik2.
Sebenarnyalah bahwa Tohjaya putera Ken Arok dari isteri nya Ken Umang, yang kehilangan ayahandanya benar2 telah di cengkam oleh dendam yang membara didalam dadanya. Ia memutuskan didalam hatinya, bahwa pengalasan Batil itu adalah utusan Anusapati yang kemudian dibinasakan sendiri untuk melenyapkan jejak pembunuhan itu.
Namun untuk sementara Tohjaya tidak dapat berbuat apa apa.Ia harus tunduk kepada keadaan. Ternyata bahwa pengaruh Anusapati cukup kuat untuk menguasai seluruh Singasari, meskipun hidupnya sendiri selalu dibayangi oleh kecemasan.
Dalam pada itu, Ken Umang yang menjadi sangat bersedih bukan saja karena kematian Sri Rajasa, tetapi karena dengan demikian hilangnya semua harapannya untuk mengangkat Toh jaya menjadi putera Mahkota, masih saja dibakar oleh nafsunya. Ia tidak menjadi putus asa, bahwa Tohjaya tidak dapat menduduki jabatan Putera Mahkota. Ken Umang sadar bahwa pada saatnya Anusapati tentu akan mengangkat anak laki2nya untuk jabatan itu, sehingga apabila ia lenyap dari merintahan, anak laki2nyalah yang akan menduduki tahta ngasari. Ia adalah keturunan Ken Dedes. Bukan keturunan Ken Umang.
Sedangkan anak laki2 Anusapati yang bernama Ranggawuni itu setiap hari tumbuh dengan suburnya.Ia menjadi se orang anak laki2 yang tampan dan kuat. Meskipun usianya masih sangat muda, namun ia mewarisi kelebihan ayahnya. Dengan pesat ia maju didalam olah kanuragan dan ilmu kejiwaan. Ia cepat menguasai segala macam tata gerak yang diajarkan, tetapi ia juga dengan cepat menguasai ilmu kesusasteraan, ilmu cacah dan ilmu perbintangan.
Demikian juga adik sepupunya, yang meskipun agak lebih muda, tetapi nakalnya bukan main. Anak laki2 Mahisa Wonga Teleng itupun tumbuh cepat seperti Ranggawuni.
Sejak masih kanak2 keduanya bagaikan tidak terpisahkan. Ranggawuni dengan Mahisa Cempaka. Bahkan keduanya seperti kakak beradik yang lahir berurutan. Bentuk tubuhnya, wajahnya dan kesenangannya hampir tidak berbeda.
Demikianlah keduanya merupakan isi dari halaman istana Singasari yang mengasikkan. Setiap prajurit yang bertugas di-halaman istana, tentu akan tersenyum melihat keduanya berlari2 ber-kejar2an. Para pengasuh dan pengawalnya memandangnya saja dari kejauhan, jika keduanya menjadi semakin jauh barulah mereka mengikutinya. Dan rasa2nya halaman Singasari itu adalah suatu daerah yang paling aman dan damai dipermukaan bumi, sehingga keduanya tidak usah kuatir bahwa pada suatu saat mereka akan mengalami bencana.
Tetapi sebenarnyalah tidak demikian. Disebelah dinding yang memisahkan dua bagian istana Singasari, terdapat timbunan dendam yang menyala. Tetapi Ken Umang dan anak2nya ternyata mampu mengendalikan diri. Didalam kehidupannya se-hari2 se-akan2 mereka dengan ikhlas menerima kenyataan itu. Se-akan2 mereka sama sekali tidak mempunyai niat apapun juga sepeninggal Ken Arok. Namun sebenarnyalah bahwa Ken Umang telah menyusun rencana yang paling berbahaya bagi keseluruhan Anusapati.
" Aku harus menempuh jalan lain" berkata Ken Umang didalam hati." Jika aku tidak dapat lagi mengharap bahwa Tohjaya akan menduduki jabatan Putera Mahkota, maka jalan yang paling baik adalah menyingkirkan Anusapati. Tahta Singasari harus jatuh ketangan Tohjaya dengan cara yang sama pula. Seperti jatuhnya tahta Tumapel dan Tahta Sri Rajasa."
Tetapi Ken Umang tidak kehilangan akal dan berbuat ter-gesa2. Ia cukup sabar menunggu saat2 yang menguntungkan baginya dan bagi anaknya.
Karena itulah, maka yang tampak didalam kehidupannya sehari2 adalah sifat yang se-akan2 telah berubah sama sekali. Hampir seluruh penghuni istana dan para juru taman dan hamba yang lain menganggap bahwa Ken Umang telah berubah sama sekali.
" Kini ia menjadi seorang yang baik" desis seorang juru panebah,
" Ya. Ia sekarang menumpang kamukten pada anak tirinya yang sebelumnya sangat dibencinya. Namun agaknya kebaikan hati Anusapati telah menyentuh perasaannya, dan ia tidak dapat berbuat lain daripada mengucapkan terima kasih kepadanya." sahut seorang emban.
" Mudah2an sifat itu tidak segera berubah lagi" desis yang lain.
Demikianlah untuk beberapa lamanya, se-akan2 istana Singasari telah menjadi aman dan damai. Se-akan2 tidak ada persoalan lagi yang dapat membahayakan kesatun dan kedamaian diseluruh negeri.
Dengan sepenuh hati Rakyat Singasari dapat melakukan kerjanya se-hari2. Yang bekerja disawah dengan tekun mengerjakan sawah dan ladangnya. Beberapa orang yang merasa bahwa tanah garapan mereka menjadi kian sempit karena turun temurun yang lahir beruntun, segera memperluas tanah mereka dengan menebang hutan, sehingga dengan demikian maka se-akan2 Singasari menjadi semakin lama semakin luas.
Hutan belantara yang bertebaran hampir diseluruh negeri merupakan daerah perluasan yang tanpa merugikan pihak manapun juga. Usaha perluasan yang demikian bukannya usaha perluasan daerah dan jajahan. Tetapi perluasan yang benar2 bersih dari perselisihan dan apalagi bentrokan berdarah kareca hutan masih sangat luas dan tidak bertuan.
Namun kadang2 dapat juga timbul persoalan. Apabila daerah itu merupakan sarang dari sekelompok penjahat yang tidak diketahui lebih dahulu. Namun perselisihan yang demikian biasanya akan segera dapat diselesaikan, karena apabila laporan tentang hal itu sampai diistana Singasari, maka Anusa-patipun segera mengirimkan sepasukan prajurit untuk mengusir para penjahat itu.
Dihalaman istana, kecerahan itu nampak pada kedua anak2 yang sedang tumbuh dengan suburnya. Ranggawuni dan Mahisa Cempaka. Seperti Anusapati, maka keduanya dekat dengan Mahisa Agni.Dan seperti Anusapati, keduanyapun mendapat tuntunan olah kanuragan dari Mahisa Agni pula.
Sesuai dengan usia mereka berdua, maka Mahisa Agnipun mulai dengan tata gerak yang nampaknya seperti permainan yang mengasikkan. Permainan yang merupakan pendahuluan dari tata gerak yang sangat sederhana sebelum memulai dengan mempelajari ilmu olah kanuragan yang sebenarnya.
Dan ternyata tuntunan yang dilakukan oleh Mahisa Agni itu sangat digemari oleh kedua anak2 yang masih sangat muda itu, sehingga hubungan mereka dengan Mahisa Agni seperti hubungan mereka dengan orang tua sendiri.
Tetapi Mahisa Agni tidak selalu berada di Singasari. Ia masih memangku jabatannya yang lama. Setiap kali ia masih harus pergi ke Kediri. Namun tidak seperti pada jaman pemerintahan Sri Rajasa, maka ia kini dapat datang ke Singasari setiap saat, dan untuk waktu yang dikehendakinya. Meskipun demikian ia tidak mengabaikan tugasnya. Ia tetap melakukannya dengan se-baik2nya seperti yang dilakukan pada masa pemerintahan Ken Arok. Dan bagi rakyat Kediripun sama sekali tidak menimbulkan persoalan, apalagi prasangka karena sikap Mahisa Agni itu.
Meskipun demikian, meskipun tidak setiap hari Mahisa Agni ada di Singasari, namun Ranggawuni dan Mahisa Cem paka tidak pernah melupakan latihan2 yang telah diterimanya. Meskipun kebetulan Mahisa Agni tidak ada di Singasari, mereka berlatih terus dibawah pengawasan ayahanda mereka Kadang2 Anusapati sendiri didalam waktu2nya yang senggang. kadang2 Mahisa Wonga Teleng.
Perkembangan kedua anak2 itu dihidang kanuragan sang memberi kebanggaan kepada orang tua masing2.
Namun dalam pada itu, dalam ketenangan dan kedamaian yang nampak, Anusapati selalu diliputi oleh kecemasan dan was-was. Bayangan kematian Ken Arok yang bergelar Sri Ra jasa itu tidak dapat lenyap dari hatinya. Meskipun ia sama se kali tidak dengan pasti berusaha membunuh Sri Rajasa, namun ia merasa bahwa sebenarnyalah hasrat itu memang ada didalam dirinya meskipun hanya sepercik kecil. Dan yang sepercik kecil itulah yang se-akan2 selalu mengejarnya sampai saat itu..
TAMAT Ikuti kelanjutannya dalam kisah "SEPASANG ULAR NAGA DI SATU SARANG"
Pendekar Bego 3 Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long Menyingkap Karen 1
" Dan karena itu, kau telah menyuruh pangalasan ini untuk membunuhku?"
" Tentu tidak. Hamba tidak menyuruhnya seperti yang udah. hamba katakan."
" Aku tidak percaya."
" Terserah kepada ayahanda."
" Dan sekarang, jangan menyesal. Aku akan membunuhmu juga. Aku tidak akan dapat dipersalahkan, karena kaw berada disini dengan pengalasan itu. Apalagi disini ada kera mPu Gandring yang telanjang. Setiap orang tentu akan dapat mengerti apa yang telah terjadi, sehingga semua orangpun. mengerti, bahwa aku sekedar membela diriku."
Anusapati menjadi ter-mangu2 sejenak.
" Jangan menyesal, bahwa kau sudah terperosok keda-lam kandang serigala. Kau akan mati- Dan jabatanrou akan berpindah kepada Tohjaya."
Anusapati tidak segera menyahut. Dipandanginya saja wajah ayahandanya yang tegang. Namun dalam pada itu, ter-kilas di dalam kepalanya kata2 ibunya, bahwa Sri Rajasa sebenarnya memang bukan ayahnya. Dan justru Sri Rajasalah yang telah membunuh ayahandanya yang sebenarnya, Akuwu Tunggul Ametung.
" Nah, apakah sebelum matimu kau akan mengucapkan pesan?" bertanya Sri Rajasa.
" Tidak ayahanda" jawab Anusapati" hamba tidak akan berpesan apapun. Tetapi biarlah sebelum hamba mati', apakah hamba boleh bertanya ?"
" Apa?" " Apakah benar ayahanda memang akan membunuh hamba ?"
Ken Arok menjadi ragu2. Namun kemudian sambil mengangguk ia menjawab" Ya. Aku memang akan menyingkirkan kau yang selama ini bagiku merupakan sepucuk duri didalam daging."
Terasa dada Anusapati tersirap. Ternyata bahwa rencana yang pernah didengarnya itu bukan sekedar isapan jari saja.
Sambil menengadahkan kepalanya ia bertanya pula" Jadi benar kata orang bahwa ayahanda memang ingin melimpahkan kedudukanku kepada adinda Tohjaya?" .
" Ya. Dan tentu kau tahu sebabnya. Kau sebenarnya .bukan anakku. Tetapi kau dengan enaknya ingin merampas bak dari keturunanku. Akulah yang telah mempersatukan Singasari yang besar Bukan Akuwu Tunggul Ametung."
" Ya ayahanda. Aku memang putera ayahanda Tunggui Ametung yang mati terbunuh. Tentu tidak salah pula pendengaranku, bahwa ayahanda Sri Rajasalah yang telah membunuhnya pula."
" Ya. Aku yang sudah membunuhnya. Karena itu apa yang akan aku kerjakan sekarang, tidak berdiri sendiri. Kau adalah rangkaian dari sekian banyak pembunuhan. Karena itu kau memang harus mati. Singasari harus benar2 jatuh kedalam tangan keturunan Sri Rajasa."
" Ayahanda" bertanya Anusapati" apakah adik-adik hamba yang lahir dari ibunda Permaisuri bukan keturunan ayahanda Sri Rajasa ?"
Pertanyaan itu tidak diduga sama sekali oleh Ken Arok. Karena itu ia menjadi bingung sejenak. Namun kemudian jawabnya" Aku berhak menentukan, siapa saja yang akan aku angkat menjadi Putera Mahkota."
" Tetapi adalah menjadi ketentuan, bahwa yang berhak menggantikan kedudukan seorang raja per-tama2 adalah putera Permaisuri. Jika yang dimaksud bagi Singasari bukannya Anusapati, maka tentu Mahisa " Wonga " Teleng yang berhak menggantikan ayahanda kelak, bukan Tohjaya"
" Diam" bentak Sri Rajasa" kau tidak berhak me ngigau sekarang. Kau memang harus mati. Jika aku memberikan pengakuan yang berangkah sudah pernah kau dengar dari ibundamu itu tentu karena kau sudah akan mati, dan kau tidak akan dapat berbuat apa-apa lagi."
" Ayahanda benar. Hamba memang tidak akan dapat berbuat apa2 lagi. Tetapi apakah ayahanda tidak mengeru bahwa ada pihak yang tentu tidak akan dapat menyetujui bahwa adinda Tohjaya akan menggantikan kedudukan ayahanda" Justru karena ayahanda mempunyai putera laki2 yang lahir dari ibunda Permaisuri?"
" Aku tidak peduli. Aku mempunyai kekuasaan."
" Jika kekuasaan adalah bentuk penindasan atas ketentuan yang berlaku, maka tentu orang lain tidak akan menghiraukan pula atas ketentuan2 yang ada. Dan mereka akan cenderung mempergunakan kekerasan untuk mencapai maksudnya daripada mengikuti ketentuan2 yang dianggap sah di dalam negeri ini."
" Dan agaknya kau sudah memulainya. Kau sudah mempergunakan kekerasan untuk menyingkirkan aku. Itukah suatu sikap yang sesuai dengan ketentuan2 yang berlaku ?"
" Sudah hamba katakan, bahwa hamba sama sekali tidak menyuruhnya memasuki bangsal ini, apalagi untuk membunuh ayahanda, karena hamba sama sekali masih belum yakin bali wa sebenarnyalah ayahanda mempunyai rencana untuk membunuh hamba."
" Jangan membohong. Sekarang, jika ada yang ingin kau pesankan katakanlah. Aku sudah mulai muak melihat wajahmu."
" Hamba menyadari ayahanda. Tetapi seperti yang sudah hamba katakan, hamba tidak mempunyai pesan apapun karena pesan itu tidak akan ada artinya sama sekali."
Wajah Sri Rajasa terbelalak karenanya. Katanya" Kau memang sombong seperti ayahmu. Baiklah, jika kau memang tidak mempunyai pesan yang lain, aku akan segera membunuhmu. Aku dapat memukul kepalamu sampai hancur, atau dadamu sehingga seluruh isi tubuhmu akan rontok. Akibatnya sama saja bagimu. Kau akan mati."
" Kenapa ayahanda tidak mempergunakan cara seperti yang sudah ayahanda lakukan " Sudah berapa orang yang mati terbunuh oleh keris mPu Gandring ini ?"
Dada Ken Arok tiba2 berdesir tajam. Dilihatnya keris mPu Gandring yang terletak ditangan Sumekar yang sudah membeku.
Namun tiba2 terbayang diwajahnya keris yang itu jugalah yang telah mengakhiri hidup pembuatnya. Tanpa disadarinya ia mulai ber-angan2. Dan tanpa dikehendakinya tiba2 bayangan mPu Gandring itu bagaikan hadir dilongkangan itu. Ketika ia memandang wajah pangalasan yang mati itu, seakan2 ia melihat kembali wajah mPu Gandring yang menyeringai menahan sakit ketika tiba2 saja ia menusuk lambungnya dengan keris itu. Dan tiba2 saja terbayang diwajah Anusapati itu wajah ayahandanya, Akuwu Tunggul Ametung."
" Pergi,-pergi" Ken Arok tiba2 berteriak. Namun suaranya tenggelam didalam ledakan guruh yang keras.
Anusapati menjadi termangu2 sejenak. Namun perlahan-lahan timbul pula gejolak didalam hatinya. Jika ayahandanya terbunuh dan meninggalkan seorang anak laki2 saja, maka apakah anak laki-laki itu akan menyerahkan dirinya pula untuk dibunuh " Dan kemudian jika Anusapati sudah terbunuh, bagaimanakah nasib anak laki2nya.
Ketika Anusapati teringat kepada anak laki2nya, yang tentu merupakan duri pula bagi Sri Rajasa, terasa hatinya menjadi ber-debar2.
Namun dalam pada itu Sri Rajasa sudah menggeram" Aku bunuh kau ular kecil yang berbisa. Aku bunuh kau dengan semua keturunanmu."
Anusapati menjadi semakin ber-debar2. Kini jelas baginya, bahwa ,Ken Arok memang berniat untuk memusnakan keturunan Akuwu Tunggul Ametung. jika tidak, maka keturunan Tunggul Ametung itu benar2 akan menjadi duri didalam dagingnya. Dan sudah terucapkan, bahwa Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa itu memang akan membunuhnya dan keturunannya.
" Apakah aku akan membiarkan keturunan Tunggul Ametung punah?" bertanya Anusapati kepada diri sendiri.
Terbayang wajah isteri dan anaknya yang tidak tahu menahu sama sekali tentang persoalan yang ada di Singasari itu. Dan apakah mereka harus juga ikut menanggung akibatnya.
Dalam ke-ragu2an itulah maka ia melihat Ken Arok melangkah maju. Tatapan matanya bukan lagi tatapan seorang Maharaja. Tetapi sorot matanya menjadi liar, seperti liarnya Hantu yang haus akan darah.
Terasa bulu tengkuk Anusapati meremang. Bahkan kemudian ia berdesis" Jangan ayahanda."
Tetapi Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa itu tidak menghiraukan kata2 itu. Setapak demi setapak ia maju dengan jari2 tangan yang mengembang." Aku akan mencekik kau sampai mati. Jangan berbuat sesuatu. Jangan sentuh keris mPu Gandring itu, supaya kau tidak mati karena racunnya seperti pengalasan yang gila itu."
" Tetapi jangan bunuh anak dan isteriku."
" Aku akan membunuh mereka semua, termasuk Mahisa Agni."
" Tidak, jangan."
" Aku tidak peduli."
Jawaban yang meyakinkan itu membuat darah Anusapati tiba2 saja bergetar. Hampir diluar sadarnya tangannya telah menggapai hulu keris mPu Gandring.
" Anusapati, kau akan melawan aku"Kau akan mencoba menghindarkan diri dari keharusan yang akan berlaku atasmu". Kau memang harus mati, dan kau akan kehilangan darah keturunanmu, sebagai penerus nafas kehidupan Akuwu Tunggul Ametung."
" Ayahanda, anak dan isteri hamba tidak mengetahui semua persoalan ini. Jika ayahanda akan membunuh hamba, ayahanda tidak akan mengalami kesulitan tetapi jika ayahanda berjanji, sebagai seorang Maharaja yang tidak pemah ingkar, bahwa ayahanda tidak akan membunuh anak. dan isteriku. juga paman Mahisa Agni."
" Persetan" geram Sri Rjasa" aku tidak peduli. Aku akan membunuh kau dan semua keluargamu, termasuk Mahisa Agni."
Wajah Ken Arok menjadi merah, semerah sorot matannya yang benar2 menjadi liar.
Anusapati yang cemas menjadi semakin cemas. Tetapi hampir diluar sadarnya ia telah menggenggam keris itu.
Anusapati mundur selangkah. Ia sudah hampir berputus" asa. Sumekar yang membawa keris itu pula tidak dapat melawan Sri Rajasa, apalagi dirinya yang masih belum berhasil menyempurnakan ilmunya sejauh Sumekar.
" Menyerahlah. Kau dan anak isterimu akan aku bunuh malam ini juga." geram Sri Rajasa.
Ternyata bahwa suara itu bagaikan membangunkan Anusapati dari mimpinya. Ia sadar, bahwa yang terjadi ini benar2 diluar rencana siapapun.Juga bukan rencana Sri Rajasa, karena Sumekar telah mengambil sikap sendiri. Namun demikian tentu ia tidak akan dapat menyerahkan seluruh keluarganya itu.
" Aku harus lari dari tempat ini" berkata Anusapati.."se-tidak2nya aku berhasil menyelamatkan diri sampai ke-bangsal pamanda Mahisa Agni. Persoalannya tentu akan menjadi berbeda jika ayahanda malam ini bertemu dengan salah seorang yang ada didalam bangsal itu. Apakah ia paman Kuda Sempana yang telah berhasil menyempurnakan diri dengan ilmunya, atau paman Mahendra, atau ke-dua2-nya. Atau bahkan paman Witantra."
" Kau tidak akan dapat lari" geram Sri Rajasa" semuanya sudah terjadi. Dan yang sudah terjadi tidak akan dapat dicegah lagi. Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa, sudah menentukan, bahwa kau dan keluargamu harus mati. Tidak ada kekuasaan dan kemampuan yang dapat mencegah."
Anusapati terus melangkah surut, sedang Sri Rajasa-mengikutinya dengan jari2 tangan yang mengembang.
" Aku akan mencekikmu. Aku sendiri bukan orang lain. Bukan para prajurit, dan bukan pula seorang Senapati.
Dada Anusapati bagaikan menjadi pepat. Tetapi tiba2 saja tangannya yang menggenggam keris itu telah bersilang didepan dadanya.
" Kau akari melawan he, kau akan melawan" Tidak ada gunanya. Itu hanya akan memperpanjang caramu mati. Dan itu sangat merugikan kau sendiri."
Anusapati tidak menyambut. Ia telah berdiri didepan dinding, sehingga ia tidak akan dapat melangkah lagi. Ka-rena itulah, maka iapun kemudian berdiri diatas kakinya yang merenggang sambil mengacungkan senjatanya. Keris mPu Gandring yang sudah berbau darah itu. Darah beberapa orang yang sama sekali tidak bersalah.
Ken Arok tertegun sejenak memandang Anusapati yang se-akan2 sudah tidak dapat bergeser lagi. Namun sorot matanya yang bagaikan menusuk langsung kedalam jantung Pu-tera Mahkota itu membuat Anusapati bergetar.
Kemudian selangkah demi selangkah Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi itu melangkah maju dengan jari2 tangan yang mengembang. Anusapati baginya tidak lebih dari anak2 yang tidak berdaya.
Dalam pada itu, Mahisa Agni sedang me-runduk2 di-sekitar bangsal Ken Umang. Dengan hati2 ia berusaha untuk mendekati bangsal itu. Ternyata seperti yang diduganya, bangsal itu mendapat pengawasan yang sangat ketat.Para. prajurit tidak saja berada didepan bangsal, tetapi juga dibagi-an belakang telah mendapat pengawasan yang seksama.
" Tidak mudah mendekati bangsal itu, apalagi memasukinya tanpa diketahui orang" berkata Mahisa Agni di dalam hatinya.
Namun demikian ia mempunyai dugaan yang kuat, bahwa Sumekar telah datang kebangsal itu. Agaknya kebenciannya kepada Tohjaya tidak dapat ditahankannya lagi.
" Jika terjadi pembunuhan dibangsal ini, maka tuduhan yang pertama tentu akan jatuh kepada Anusapati, siapakah yang telah melakukannya. Bahkan seandainya pelakunya tertangkap, maka tentu Anusapatilah yang disangka telah meminjam tangan untuk membinasakan Tohjaya dan barangkali juga Ken Umang" berkata Mahisa Agni didalam hati" dan itu sangat merugikan perjuangan Anusapati, 'karena setiap orang akan menyangka, bahwa Anusapati telah melakukan perbuatan yang terkutuk itu untuk mempertahankan kedudukannya."
Karena itulah maka Mahisa Agni mencoba untuk berusaha menemukan Sumekar disekitar bangsal itu.
Tetapi beberapa lamanya ia berada disekitar bangsal itu, ia sama sekali tidak melihat sesosok bayanganpun. Ia telah berada dibagian belakang bangsal itu, yang menurut dugaannya adalah satu2nya jalan untuk memasuki longkangan.
Namun Mahisa Agni tidak melihat seseorang- Ia tidak melihat Sumekar memasuki longkangan, atau berada didalam longkangan itu.
" Apakah ia tidak datang kemari?" bertanya Mahisa Agni didalam hatinya.
Tetapi untuk beberapa lamanya Mahisa Agni masih menunggu. Ia masih mengharap bahwa ia dapat menemukan Sumekar disekitar tempat itu.
" Mungkin ia tidak segera memasuki daerah ini" katanya didalam hati" atau barangkali Sumekar belum menemu-can jalan yang paling baik untuk memasuki daerah ini."
Untuk beberapa saat mahisa Agni masih tetap bersembunyi sambil menunggu. Tetapi beberapa saat kemudian hatinya menjadi cemas. Agaknya Sumekar memang tidak datang ke-tempat itu.
" Mungkin ia langsung pergi kebangsal Sri Rajasa" katanya didalam had.
Dalam pada itu, hatinya menjadi bergetar. Bahkan kemudian ia hampir pasti, bahwa Sumekar pergi kebangsal Sri Rajasa.
" Aku harus menengoknya. Jika benar ia pergi kesans mudahkan Anusapati sempat mencegahnya. Ia agaknya dapat dilunakkan oleh Anusapati yang hampir setiap hari dilayaninya seperti muridnya yang paling manja.
Sejenak kemudian, maka Mahisa Agnipun berusaha meninggalkan tempat itu. Seperti pada saat ia datang, maka iapun. harus sangat ber-hati2 ketika ia melalui beberapa orang prajurit yang mengawasi bagian balakang dari bangsal itu.
Ketika Mahisa Agni telah berada agak jauh dengan para penjaga itu, iapun menarik nafas dalam2, se-olah2 ia terlepas dari terkaman serigala.
Namun iapun segera sadar, bahwa sesuatu yang penting sedang menunggunya. Sumekar yang masih belum dapat dike-temukamrya.
Dengan hati2 sekali Mahisa Agnipun meninggalkan bagian istana yang dihuni oleh Ken L'niang dan putera2nya itu. Dengan penuh kewaspadaan ia meloncati dinding yang memisahkan kedua bagian dari istana Singasari itu.Ketika kemudian la meloncat turun, maka Mahisa Agni itupun sudah berada liibagian yang lain dari istana itu.
Setiap kali ia harus memperhatikan setiap gerak dan bunyi.Ia sadar, bahwa penjagaan halaman istana malam itu niperkuat. Bahkan seperti yang dikatakan oleh Sumekar, beberapa orang Senapati telah ikut didalam penjagaan yang kuat diihalaman itu.
Mahisa Agni itupun bergeser semakin maju mendekati pangsa! Sri Rajasa. Meskipun bangsal ini tidak dijaga sekuat Bangsal Tohjaya, karena Sri Rajasa sendiri yakin akan dirinya dan pengaruhnya, namun Mahisa Agni masih juga harus menembus beberapa bagian yang agak sulit.
Namun tiba2 Mahisa Agni itu tertegun.Telinga yang tajam mendengar sesuatu berdesir tidak, begitu jauh daripadanya. Karena itu, maka iapun berhenti. Dengan segenap kemampuannya ia berusaha menangkap suara yang semakin Lama menjadi semakin dekat.
Beberapa saat kemudian ternyata desir yang lembut itu berhenti. Sebagai seorang yang memiliki kemampuan yang me-empaui kemampuan manusia biasa, maka Mahisa Agnipun mengetahui bahwa seseorang berada tidak begitu jauh dari padanya.
Karena itu, maka Mahisa Agnipun segera mempersiapkan kiri untuk menghadapi setiap kemungkinan. Dengan ketajaman Inderanya, ia tahu dimana orang itu berada, sehingga karena itu ia tidak mau menunggu lebih lama lagi. Bahkan ialah yang kemudian bergeser mendekati.
Tetapi ternyata bahwa orang itupun berusaha mendekatinya pula, sehingga dengan demikian Mahisa Agni dapat menduga bahwa orang itu bukannya orang kebanyakan karena orang itu dapat pula mengetahui kehadirannya.
Sejenak kemudian Mahisa Agni berhenti, la sudah dapat mengetahui dengan tepat, dimana orang itu berada. Karena itu ketika selembar daun bergetar, tidak sejalan dengan arah angin bertiup Mahisa Agni segera bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Namun ternyata, ketika sesosok tubuh meloncat dari batik geruinbul dan bersiap dengan tangan bersilang didada Mahisa Agni menarik nafas dalam2. Orang itu adalah Witantra.
" Kau Witantra" desis Mahisa Agni.
Witantrapun berdesah lembut. Sambil tersenyum ia berkata" Untunglah, aku belum lari ketakutan. Jika demikian kau tentu akan mentertawakan."
" Juga untung bahwa kau tidak segera menyerang aku. sehingga aku masih sempat bernafas sekarang."
Keduanya tertawa tertahan, karena keduanya tetap sadar, bahwa mereka sedang menghindarkan diri dari .pengamatan para prajurit Singasari yang sedang bertugas.
Dalam pada itu, maka Mahisa Agnipun kemudian bertanya tentang Anusapati, apakah Witantra melihatnya.
" Bukankah ia pergi kebangsal Sri Rajasa."
" Jika ia tidak menemukan Sumekar disana, ia tentu akan bergeser pula."
" Aku belum melihat keduanya. Sumekar tidak, dan tuanku Putera Mahkota juga tidak." jawab Witantra" bahkan aku menyangka bahwa kau adalah Sumekar sebelum kau memperlihatkan diri."
" Jika demikian Anusapati tentu masih ada dibangsal Sri Rajasa. Ada dua kemungkinan. Ia memang menunggu karena Sumekar belum ada disana, atau ada persoalan lain yang gawat justru karena Sumekar sudah terlanjur berusaha mendapatkan Sri Rajasa."
" Marilah kita lihat."
Mahisa Agni ragu2 sejenak. Namun kemudian sambil meng-angguk2 ia menjawab" Baiklah Marilah kita lihat."
Keduanyapun kemudian dengan sangat hari2 mencoba mendekati bangsal Sri Rajasa. Betapapun sulitnya, namun keduanya berhasil menembus setiap daerah penjagaan para prajurit pengawal istana. Mereka menyusup diantara gardu2 penjagaan dan setiap kali menghindari para peronda yang mengelilingi halaman istana Singasari itu.
Akhirnya, keduanya berhasil mencapai halaman belakang bangsal Sri Rajasa. Seperti yang lain, menurut perhitungan mereka, yang paling mungkin mereka lakukan adalah melihat dan apabila perlu memasuki longkangan.
Sementara itu, angin masih juga bertiup. Sekali2 terdengar guntur dan guruh gemuruh dilangit. Namun demikian kedua orang itu masih dapat juga membedakan desir lembut kaki mereka sendiri daripada gemuruhnya angin yang keras.
Ketika kemudian mereka berhasil menjengukkan kepala mereka dari sebatang pohon yang se-olah2 diayun oleh angin, maka hati mereka berdesir.Mereka melihat orang2 yang sedang mereka cari itu berada dilongkangan bangsal Sri Rajasa.
Yang mula-mula mereka lihat adalah sesosok tubuh yang tekapar ditanah. Tubuh itu segera dapat mereka kenal, bahwa orang itu adalah Sumekar.
" Terlambat" desis Mahisa Agni tidak seorang-pun yang dapat menyelamatkannya. Sumekar agaknya sudah, terbunuh."
Witantra menarik nafas dalam-dalam. Sambil mengangguk-anggukkan kepalanya ia berkata" Ya, kita sudah terlambat. Tetapi dimanakah tuanku Anusapati?"
" Mungkin iapun ada dilongkangan itu. Mudah-mudahan kita tidak terlambat. Mudah-mudahan Anusapati belum terbaring ditanah seperti Sumekar itu."
Witantra mengangguk-anggukkan kepalanya.Lalu katanya" Kita harus mendekat. Keadaan sudah benar2 diluar dugaan kita, sehingga kita harus mengambil sikap dengan segera menghadapi keadaan yang tiba-tiba ini"
Mahisa Agni menganggukkan kepalanya tanpa menjawab separah katapun. Dengan sigapnya keduanyapun segera teran dari pohon itu dan dengan hati-hati mendekati dinding bagian belakang longkangan bangsal itu.
" Satu-satunya jalan" berbisik Mahisa Agni.
" Kita memanjat", sahut Witantra.
Keduanyapun kemudian dengan hati-hati sekali dan hampir tidak dapat dilihatnya bahwa keduanya sedang merayap naik pada dinding longkangan itu. Jika mereka kehendaki, mereka dapat meloncat naik dengan mudahnya, namun dengan demikian tentu akan menarik perhatian seseorang jika orang itu berada dilongkangan.
Sejenak kemudian, maka merekapun dengan sangat hati-hati mencoba untuk menjengukkan kepalanya mereka. Jika ikat kepala mereka dapat terlihat, maka usaha mereka itupun akan gagal karenanya.
Namun darah mereka serasa terhenti, ketika pada saat itu tampak oleh mereka, Anusapati sedang dalam kesulitan.
Yang mereka lihat adalah Sri Rajasa sudah siap untuk menerkam Anusapati yang tidak mempunyai kesempatan untuk melangkah surut karena punggungnya sudah melekat dinding.
Tetapi yang terjadi kemudian adalah cepat sekali, sehingga baik Mahisa Agni, maupun Witantra tidak mempunyai kesempatan untuk berbuat banyak.
Ketika mereka tanpa menghiraukan lagi Sri Rajasa, meloncat keatas dinding, mereka melihat, bahwa kedua orang dilongkangan itu sudah mulai bertempur. Sri Rajasa sudah mulai menyerang.
Hanya karena ditangan Anusapati tergenggam keris-mPu Gandring sajalah, maka Anusapati masih dapat menghindarkan diri pada setangan yang pertama,
Namun Anusapatipun sadar, bahwa Sumekar dengan keris mPu Gandring itu ditangannya, sama sekali tidak berhasil menyelamatkan dirinya. Dan sudah barang tentu Sumekar memiliki ilmu yang lebih matang dari ilmunya sendiri
Dalam keragu-raguan atas keadaan yang sedang dihadapinya, Anusapati tanpa sesadarnya, telah menyentuh sesuatu dibawah ikat pinggangnya. Ternyata sentuhan itu telah mengejutkannya sendiri. Tetapi ia tidak mendapat kesempatan banyak untuk mempertimbangkan keadaan yang sedang dihadapi. Karena itulah maka ketika Sri Rajasa maju setapak lagi dengan tangan terkembang, tiba-tiba ditangan Anusapati telah tergenggam sebuah trisula yang berwarna kekuning-kuningan.
Sri Rajasa terkejut melihat Trisula itu. Meskipun Sri Rajasa sudah menduga, bahwa akhirnya Trisula itu akan dapat jatuh ketangan Anusapati, namun ketika tiba2 saja ta harus menghadapinya, maka iapun masih juga terperanjat, sehingga rasa-rasanya jantungnya berhenti berdenyut.
Pada saat yang bersamaan, Witantra dan Mahisa Agni telah meloncat kedalam longkangan. Sentuhan kakinya diatas tanah masih dapat didengar oleh ketajaman indera Sri Rajasa disela-sela desah angin yang semakin keras.
Ketika sekali langit seakan-akan menyala, Sri Rajasa -dapat melihat, dengan jelas, bahwa dua orang yang datang, ini adalah Mahisa Agni dan Witantra. Namun kemudian ia menjadi silau bukan oleh kilat yang meloncat diudara, tetapi oleh trisula yang seakan-akan bercahaya kekuning-Jkuningaru
Sri Rajasa mundur beberapa langkah surut. Dengan" suara yang berat ia berkata" Mahisa Agni, ternyata bahwa saatnya akan tiba, kau membalas sakit hatimu karena kematian pamanmu."
Mahisa Agni memandang Sri Rajasa yang silau itu sejenak. Kemudian jawabnya" Tidak Sri Rajasa..Hamba tidak datang dengan dendam didalam hati. Sebenarnyalah hamba datang dengan niat yang baik. Untunglah bahwa belum terjadi sesuatu atas tuanku. Tetapi sayang, bahwa-Sumekar agaknya telah terbunuh."
" Siapakah Sumekar?" bertanya Sri Rajasa.
" Juru taman itu."
Sri Rajasa mengerutkan keningnya.Katanya" Pangalasan dari Batil"
" Ya, Pangalasan dari Batil itu bernama Sumekar."
Sri Rajasa memandang tubuh Sumekar yang masih terbaring diam. Kemudian ditatapnya Anusapati yang hanya dapat dilihatnya lamat-lamat, diantara silaunya cahaya trisula yang masih saja diacukan kepadanya.
Dalam keadaan itulah, Sri Rajasa seakan-akan telah dihadapkan pada suatu pengadilan. Disekitarnya berdiri beberapa orang yang mempunyai kepentingan terhadap, dirinya. Mahisa Agni telah kehilangan pamannya mPu Gandring, Witantra telah kehilangan adik seperguruannya, Kebo Ijo yang telah diumpankan sebagai tertuduh pada saat terbunuhnya Akuwu Tunggul Ametung. Kemudian Anusapati yang agaknya sudah mengetahui pula, apakah yang telah terjadi atasnya.
" Tuanku" berkata Witantra" barangkali tuanku telah mendengar bahwa hamba memang sudah berada didalam kota Singasari."
" Apa maksud kedatanganmu Witantra?" bertanya Sri Rajasa kemudian meskipun sebenarnya ia telah dapat menduga justru karena ia datang bersama Mahisa Agni. Namun ia masih juga melanjutkannya" Apakah ada hubungannya dengan kekalahanmu dari Mahisa Agni saat itu?"
" Benar tuanku. Kedatangan hamba memang mempunyai hubungan dengan kekalahan hamba waktu itu. Tetapi bukan untuk melepaskan dendam kepada Mahisa Agni, karena pada waktu itu ia sedang diliputi oleh kesedihan karena pamannya telah terbunuh."
" Jadi siapakah yang kau cari?"
" Tidak apa-apa tuanku. Hamba hanya ingin melihat Singasari yang sekarang dibandingkan dengan Tumapel yang kecil. Dan barangkali setelah sekian tahun hamba dapat menemukan pembunuh Kebo Ijo yang sebenarnya. Karena sejak semula hamba yakin bahwa Kebo Ijo tidak bersalah."
" Apakah kau sudah menemukannya?"
" Ampun tuanku. Hamba sudah menemukannya seperti Mahisa Agni juga sudah menemukan pembunuh pamannya.Selain kami berdua agaknya Puteran Mahkota-pun telah menemukan pula pembunuh ayahandanya."
Ken Arok mengerutkan keningnya. Namun iapun kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya" Ya. Kalian telah menemukan orang yang kalian cari. Dan yang kalian cari itupun telah melihat, bahwa cahaya yang kuning keputih-putihan itu adalah cahaya keluhuran yang akan menjemput aku."
Mahisa Agni, Witantra dan Anusapati menjadi ter-mangu-mangu sejenak. Dilihatnya Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa itu dengan tatapan mata yang mengandung pertanyaan.
Namun Sri Rajasa itupun tersenyum sambil berkata selanjutnya" Kenapa kalian termangu-mangu. Bukankah sudah datang saatnya" Dihadapan cahaya itu aku seolah-olah sudah tidak berdaya lagi. Didalam bayangan yang silau, aku tidak akan dapat melihat bagaimana ujung keris mPu Gandring itu akan menyentuh kulitku. Benar-benar suatu gabungan yang tidak terlawan bagiku. Keris mPu Gandring yang sakti dan cahaya yang kuning silau itu. Apalagi disini berdiri orang-orang Sakti seperti Mahisa Agni dan Witantra."
" Tuanku. Jangan berhayal terlampau jauh. Sebenarnyalah kami tidak membawa dendam diliati atas kematian-kematian itu. Kami hanya ingin meyakinkan bahwa sebenarnyalah kami telah menemukan pembunuh dari orang-orang yang kami cintai. Tetapi setelah itu, kami tidak akan berbuat apa-apa."
Sri Rajasa mengerutkan keningnya. Lalu katanya" Jadi apakah yang kalian kehendaki?"
Kami memang sedang mencari pangalasan ini dengan harapan untuk mencegah sesuatu yang dapat terjadi. Tetapi kami terlambat. Anusapati juga agaknya telah terlambat."
" Kalian telah menyuruhnya memasuki bangsal ini."
" Tidak tuanku. Hamba berkata sebenarnya. Jika kami memang menghendakinya, kenapa kami tidak datang sendiri dengan trisula itu sekaligus?"
Namun Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa itupun tersenyum pula. Kesan diwajahnya telah berubah sama sekali. Matanya tidak lagi liar dan wajahnya tidak menjadi bengis.
" Anusapati" berkata Sri Rajasa" ternyata bahwa semuanya memang harus berakhir. Ceritera tentang Sri Rajasa yang berhasil duduk diatas Singasari beralaskan mayat dan darah inipun memang harus berakhir. Aku tahu, sejak aku duduk diatas Singasari, aku sudah menduga bahwa singgasana itu bagaikan bara api yang akan membakarku dan akan membakar siapa saja yang akan duduk diatasnya apabila ia memang tidak dilindungi oleh dewa-dewa. Itulah sebabnya, maka sepeninggalku, berhati-hatilah. Tentu tidak ada orang lain yang akan diangkat untuk duduk diatas Singgasana itu selain Anusapati. Mudah-mudahan kau mendapat perlindungan Anusapati, sehingga kau tidak mengalami nasib seperti nasibku. ?"
" Hamba tidak ingin berbuat sesuatu saat ini ayahanda. Biarlah ayahanda tetap duduk diatas Singgasana Singasari."
" Jangan berkata begitu Anusapati. Kau ternyata sudah menyiksa aku dengan sikapmu itu. Aku lebih senang melihat kau marah dan menghujamkan keris itu didadaku selagi aku silau melihat cahaya trisula itu. Tetapi kau tidak berbuat demikian. Kau berbuat seperti seorang yang berhati putih. Kau seakan-akan tidak mendendam meskipun kau tahu bahwa aku telah membunuh ayahmu yang sebenarnya seperti Mahisa Agni juga seolah-olah tidak mendendam karena aku sudah membunuh mPu Gandring dan juga adik seperguruan Witantra. Kenapa kau tidak bersama-sama dengan Mahisa Agni dan Witantra membunuhku saja?"
Anusapati tidak dapat menjawab pertanyaan itu. Namun sebenarnyalah nafsunya untuk melihat Sri Rajasa binasa seperti yang menyala sesaat ketika ia melihat Sumekar bertempur melawan Sri Rajasa itu telah' lenyap.
" Anusapati, jangan menyiksa dengan pameran kebesaran jiwa dan keluhuran budi seperti itu. Aku pernah membunuh orang-orang yang aku anggap dapat menghalangi usaha untuk merebut tahta Tumapel waktu itu. Kenapa kau tidak berbuat serupa, membunuh aku, karena selama aku masih ada, aku tidak akan menyerahkan tahta Singasari kepadamu."
" Ayahanda adalah Maharaja Singasari. jika memang itu keputusan ayahanda, maka aku akan melepaskan kedudukanku sebagai Putra Mahkota."
" Omong kosong. Aku tidak percaya. Didalam keadaan seperti ini kau memang berusaha menyiksaku, menyakiti hatiku karena aku akan merasa terlampau kecil berhadapan dengan kau yang berjiwa samodra, yang menampung segala macam perasaan didalam hatimu. Tetapi terbuatlah jujur. Kau tentu ingin melihat aku mati."
Tetapi Anusapati menjawab" Tidak. Tidak ayahanda. Hamba tidak ingin membunuh."
" Gila, kau gila dan tidak jujur. Orang gila biasanya berbuat sesuai dengan gerak perasaannya tanpa kendali. Tetapi kau adalah orang gila yang berpura-pura."
Anusapati menjadi bingung. Ketika ia memandang Mahisa Agni sejenak, maka dilihatnya keningnya berkerut-merut dalam sekali,
" Cepat, lakukan. Aku tidak dapat melihat kau dengan jelas. Aku tidak dapat melihat keris itu." berkata Sri Rajasa.
Tetapi Anusapati masih tetap berdiam diri.
" Anusapati, jangan berdiri saja seperti patung. Sebentar lagi para prajurit didepan bangsal ini akan meronda sampai keiongkangan ini. Lebih baik kau bunufa akiT sekarang, selagi suara kita tidak didengar oleh mereka karena angin dan guruh yang terus-menerus. Rupa-rupanya alampun telah siap membawa jiwaku kembali kepada penciptanya, setelah aku menunaikan tugasku mempersatukan Singasari. ?"
" Ah" terdengar Anusapati berdesis.
" Cepat" sekali lagi Sri Rajasa menggeram. Dan tiba-tiba saja Sri Rajasa itulah yang meloncat menyerang Anusapati.
Yang terjadi itu benar-benar mengejutkan. Mahisa Agni dan Witantra tidak sempat berbuat apa-apa.Mereka melihat Sri Rajasa bagaikan tatit yang meloncat dilangit.
Demikian pula Anusapati. Ia sama sekali tidak sempat berpikir. Ketika ia melihat Sri Rajasa meloncat menyerang nya, maka dengan gerak-gerak naluriah ia mempertahankan dirinya. Karena ia tidak dapat bergeser mundur lagi, maka hampir diluar sadarnya ia telah mempergunakan kerisnya.
Sebenarnyalah bahwa Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa itu benar-benar telah disilaukan oleh cahaya trisula kecil ditangan Anusapati itu. Trisula yang pernah pula dilihatnya ketika ia masih bertualang dipadang Karautan. Seolah-olah Trisula ku telah memperingatkan kepadanya apa yang pernah terjadi dan apa yang pernah dilakukan olehnya dipadang Karautan itu. Juga atas seorang tua yang seakan-akan telah membimbingnya untuk mengenal Yang Maha Agung meskipun sebelumnya ia pernah merasakan pertolongan tangan-Nya yang Maha Kuasa.
Itulah sebabnya selain mata wadagnya yang silau oleh trisula kecil ditangan Anusapati, maka mata hatinyapun telah menjadi silau pula melihat dosa-dosa yang pernah dilakukannya sendiri.
Dengan demikian, maka Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa itu sama sekali tidak melihat, bagaimana Anusapati berbuat diluar sadarnya, mengacungkan keris buatan mPu Gandring itu untuk menahan serangannya.
Jika Anusapati berbuat demikian, ia berniat untuk sekedar mengurungkan serangan Ken Arok yang bagaikan tatit itu. Namun Anusapati tidak tahu, bahwa sebenarnyalah Ken Arok tidak dapat melihat ujung keris yang mengerikan itu.
Didalam kesilauannya, tiba-tiba saja terasa oleh Keh Arok ujung keris ditangan Anusapati itu telah menyentuhnya. Sejenak ia berdesis dan meloncat surut. Namun kemudian dipandanginya luka dilengannya itu sejenak sambil berkata" Ternyata telah datang saatnya."
" Ayahanda" desis Anusapati.
" Jangan mendekat Anusapati" berkata Sri Rajasa ?" aku adalah ujud dari kekasih Dewa yang melakukan tugasku dibumi, tetapi aku juga ujud daripada dosa yang paling besar dimuka bumi ini.Jika kau mendekati aku, maka tanganku yang berlumuran dosa ini tentu akan meremaskan menjadi debu. Biarlah kebesaran kasih Dewa yang ada padaku menyelamatkan kau dari kehancuran itu."
Kata2 Sri Rajasa itu ternyata telah menggetarkan hati setiap orang yang mendengarkanya. Anusapati menjadi termangu-mangu sejenak. Sedang Mahisa Agni dan Witantra bagaikan membeku diternpatnya.
Namun seperti permintaan Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa.itu Anusapati sama sekali tidak mendekat ketika kemudian Sri Rajasa berlutut sambil bertelekan dengan kedua tangannya.Sekali-Sekali ia meraba lukanya. Luka karena ujung keris mPu Gandring.
Tubuh Sri Rajasa semakin lama menjadi semakin lemah. Didalam keremangan cahaya malam dan lampu di-kejauhan, Sri Rajasa memandang Mahisa Agni, Witantra dan Anusapati yang berdiri mematung.
" Jangan bingung" berkata Sri Rajasa" memang sudah waktunya aku mati.Aku tidak akan berteriak memanggil para prajurit yang sedang bertugas didepan bangsal ini. Mereka tidak akan tahu apa sebabnya aku mati." Ken Arok berhenti sejenak, lalu" tetapi bawalah pangalasan itu keluar dari bangsal ini. Apapun alasannya, kehadiran seseorang dibangsal ini akan menimbulkan banyak pertanyaan. Dan Anusapati tidak akan dapat
Terbuat banyak disini, karena jika demikian, kehadiran-nyapun mencurigakan pula."
" Jadi apa yang harus hamba lakukan?" tiba-tiba saja Anusapati bertanya.''
" Bawalah pangalasan itu kebangsahnu. Kau dapat mengatakan kepada siapapun juga, bahwa peristiwa ini Idalah peristiwa yang tidak ada sangkut pautnya dengan perkembangan keadaan akhir2 ini diLstana Singasari."
" Maksud ayahanda?"
" Pangalasan itu telah membunuh aku karena sakit hati. Kemudian akan membunuhmu pula. Tetapi kau berhasil membinasakannya. Itulah ceriteranya. Dan mudah-mudahan orang-orang Singasari mempercayainya dan memberikan hakmu atas tahta, Anusapati. Sebab jika ada yang mencurigaimu memasuki bangsal ini, maka akan timbul persoalan yang berkepanjangan, karena kau tahu, aku mempunyai seorang anak laki-laki yang ingin aku tempatkan diatas tahta pula."
" O" terasa kerongkongan Anusapati menjadi panas.
Namun tiba-tiba Putc-ra Mahkota itu terkejut ketika ia mendengar Sri Rajasa mengumpat" Jahanam, jahanam kau Anusapati. Tentu kau yang menyuruh pengatasan itu membunuh aku. Agaknya kau sudah tahu rencana yang aku susun sebiak-baiknya untuk membinasakan kau dan Mahisa Agni. Dengar, bahwa Tohjaya tidak akan merelakan pembunuhan ini terjadi."
" Tetapi, tetapi hamba tidak pernah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk membunuh ayahanda. Memang kadang-kadang terbersit ingatan untuk melakukannya. Namun hamba selalu berhasil mengendalikannya."
" O" kepala Ken Arok seakan-akan terkulai. Tubuhnya menjadi semakin lemah. Katanya" Ya, kau memang tidak bersalah. Karena itu, lakukanlah pesanku, agar kau tidak dicurigai oleh siapapun. Agaknya memang keturunan Ken Dedes yang pantas untuk menggantikan kedudukanku di Singasari ini.
Anusapati tidak segera menjawab. Dipandanginya saja Sri Rajasa yang semakin lama menjadi semakin lemah. Namun yang tiba-tiba telah mengumpat sekali lagi" O, kau telah berkhianat Anusapati. Meskipun aku bukan ayahandamu sendiri, tetapi sejak lahir kau berada dibawahi asuhanku. akulah yang memberikan kedudukan kepadamu sebagai seorang Putera Mahkota."
Sri Rajasa yang lemah itu seakan-akan ingin meloncat dan meremas Anusapati menjadi berkeping-keping.
Tetapi tubuh itu benar-benar sudah sangat lemah oleh racun yang keras dari keris mPu Gandring itu. Semakin lama Sri Rajasa, Maharaja di Singasari itu menjadi semakin tidak mampu lagi untuk tetap duduk. Akhirnya, perlahan-lahan Sri Rajasa seakan-akan telah membaringkan dirinya sendiri sambil berkata" Aku minta diri. Tidak ada yang pantas menunggui kematianku selain kau Anusapati. Kau yang berjiwa samodra dan berhati seputih kapas." namun kemudian" tetapi, justru itulah yang menyiksaku, yang membuat aku ingin membunuhmu sekarang." suaranya mulai surut, lalu" jangan mendekat
Anusapati. Tungguilah aku dari kejauhan. Sarungkan trisulamu supaya aku dapat menatap wajahmu, karena, trisula itu membuat mataku bagaikan buta."
Anusapati ragu-ragu sejenak. Namun ketika Mahisa Agni mengangguk-anggukkan kepalanya, maka trisula itupun disarungkannya juga.
" Hem" Sri Rajasa bergumam" terima kasih. Aku minta diri. Tetapi jangan mendekat. Jangan sampai tersentuh jari-jari tanganku."
Anusapati melangkah maju. Tetapi ia tidak dapat mengabaikan pesan Sri Rajasa.
Sejenak kemudian Sri Rajasa itu menyilangkan tangan didadanya. Matanyapun terpejam dan mulutnya terkatub rapat. Bahkan bibirnya tampak bagaikan tersenyum, seperti juga bibir Sumekar yang terbaring tidak jauh dari Sri Rajasa itu.
Pada saat terakhir masih terdengar suara Sri Rajasa lamat-lamat." Jahanam kau Anusapati kau telah berhasil merebut tahta yang aku sediakan buat Tohjaya."
Namun sejenak kemudian ia berdesah" Hanya kau yang pantas menggantikan kedudukanku Anusapati. Hanya kau. Aku serahkan kekuasaan Singasari sepenuhnya kepadamu, kepada keturunan Ken Dedes yang memiliki pertanda langsung dari Dewa-dewa bahwa ia akan menurunkan Maharaja bagi Singasari. Bukan Ken Umang. Bukan Tohjaya tetapi Anusapati."
Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa itu sudah berbaring bagaikan tidak bernyawa lagi. Namun masih terdengar suaranya meskipun bibir itu sudah tidak bergerak" Anusapati, kau adalah jahanam yang pantas menjadi seorang Maharaja."
Anusapati yang berdiri tegak itu masih termangu-mangu, Hatinya tersentuh juga mendengar kata-kata Sri Rajasa yang seakan-akan tidak diucapkan oleh mulutnya. Dan Anusapatipun memang tidak dapat ingkar, bagi Sri Rajasa, ia adalah jahanam yang akan menggantikan kedudukannya. Tidak ada orang lain yang lebih berhak daripada dirinya untuk menggantikan kedudukan Sri Rajasa pada waktu itu.
Dalam pada itu, longkangan itupun menjadi sepi. Dengan hati yang tegang mereka memperhatikan Sri Rajasa yang terbaring diam dengan tangan bersilang didada dan mata terpejam.
Namun tiba-tiba saja tetasa dada ketiga orang itu bergetar. Mereka dapat melihat dengan jelas, bahwa dari ubun-ubun Ken Arok itu seakan-akan meluncur perlahan-lahan sebuah cahaya yang berwarna kemerah-merahan. Bagaikan gumpalan warna yang sangat ringan, maka cahaya yang kemerah-merahan itupun terapung diudara-dan sejenak kemudian seolah-olah dihembus oleh mulut bumi, sehingga cahaya itupun terbang keangkasa. Semakin lama semakin tinggi dan akhirnya hilang dikebiruan wajah langit.
Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam. Sudah-pernah ia melihat cahaya itu diubun-ubun Ken Arok yang; bergelar Sri Rajasa. Agaknya memang sudah datang saatnya Ken Arok yang kemudian bergelar Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi itu kembali keasalnya setelah beberapa lama ia melakukan tugasnya dibumi.
Perlahan-lahan ketiga orang itupun kemudian melangkah mendekatinya. Yang kemudian ada dihadapan mereka memang tidak ubahnya sebagai tubuh manusia sewajarnya apabila ajal telah tiba. Karena Ken Arok yang, tinggal itu adalah Ken Arok dalam bentuknya yang wadag.
" Ia memang ujud dari kasih dewa atas Singasari,. tetapi juga ujud yang paling mengerikan dari iblis yang paling laknat" berkata Mahisa Agni kemudian.
" dan itu pulalah sikapnya atasmu Anusapati. Ia menganggapmu sebagai penggantinya, sebagai saluran kasih dewa-dewa atas Singasari, namun ia memandangmu sebagai orang yang paling mengganggu nafsu ketamakan-nya. Dan tanggapan itulah yang tampak pada saat akhirnya. Ia ingin menyerahkan Singasari kepadamu, namun sekaligus ingin meremasmu menjadi debu."
Anusapati hanya dapat menundukkan kepalanya.
" Nah, sekarang Anusapati. Kau dapat melakukan pesannya. Bawalah Sumekar kebangsalmu. Dan tentu saja kita akan minta izin kepada Kuda Sempana, kakak seperguruannya, bahwa meskipun Sumekar sudah meninggal, kau masih akan minta bantuannya. Dengan nama Pangalasan Batil, ia harus mengorbankan bukan saja jiwanya, tetapi juga nama itu, karena setiap orang akan menyangka, bahwa ialah pembunuh Sri Rajasa, dan kemudian pergi kebangsalmu untuk membunuhmu juga, tetapi kau berhasil membinasakannya lebih dahulu"-
Anusapati masih menundukkan kepalanya. Bahkan kemudian terasa betapa matanya menjadi panas. Sumekar adalah seorang yang sangat baik kepadanya. Orang yang seakan-akan telah mewakili pamannya Mahisa Agni apabila pamannya itu tidak ada di Singasari. Justru karena itu, maka iapun ikut terlibat didalam persoalan yang ttumbuh didalam keluarga besar dari Sri Rajasa.Sumekar seakan-akan terlibat dalam perebutan pengaruh antara. Anusapati dan Tohjaya. Dan itulah sebabnya, maka Sumekar telah hanyut pula didalam arus kebencian kepada Sri Rajasa. Bahkan melampaui dirinya sendiri sehingga ia tidak dapat mengendalikan perasaannya dan dengan keris mPu Gandring yang sakti itu ia ingin membinasakan Sri Rajasa. Namun Sri Rajasa bukannya manusia sewajarnya. Dan itulah sebabnya Sumekar tidak berhasil menyentuhnya dengan keris itu, justru dirinya sendirilah yang terbunuh karenanya.
Dan sekarang mayat itu harus dihinakan sebagai seorang pembunuh.
Sulit bagi Anusapati untuk memenuhinya. Terkenang olehnya ceritera tentang Kebo Ijo yang sama sekali tidak bersalah, namun harus menebus dengan nyawa dan namanya ketika Akuwu Tunggul Ametung terbunuh.
" Aku tahu keberatanmu Anusapati" berkata Mahisa Agni" karena itu, maka sebaiknya kita menemui Kuda Sempana.Kakak seperguruan Sumekar. Kita mendengar pendapatnya."
" Jadi, bagaimana dengan tubuh paman Sumekar. ini?" bertanya Anusapati.
" Biarlah kita bawa lebih dahulu kelongkang bangsalmu."
Anusapati menganggukkan kepalanya. Ia memang tidak dapat tinggal dtbangsal Sri Rajasa terlampau lama. Jika para prajurit kemudian meronda kebagian belakang bangsal ini, maka mereka akan menemukannya dan harus bertempur lagi. Jika ia salah langkah maka ia akan membunuh bukan saja satu dua orang, tetapi beberapa orang. Apalagi jika kemudian timbul pertentangan terbuka.
" Baiklah paman" berkata Anusapati kemudian" aku akan mencoba membawa tubuh paman Sumekar.
Tentu cukup berat. Kami akan membantumu. Jika kita tidak harus menyusup diantara pengawasan para pra jurit, maka tidak akan terlampau sulit kiranya Tetapi sekarang kita harus menerobos pengawasan para prajurit.
Demikianlah maka dengan susah payah, ketiga orang itu berhasil membawa Sumekar keluar dari dinding bangsal Sri Rajasa. Dengan susah payah pula mereka berhasil membawa lewat rimbunnya tumbuh-tumbuhan perdu di halaman istana Singasari dari bangsal Sri Rajasa, sampai kebangsal Putera Mahkota.
Malam itu juga Kuda Semparta, Mahisa Agni dan Witantra terpaksa melepaskan Sumekar menjadi seorang pengkhianat dengan nama Pangalasan Batil. Tetapi ia bagi Anusapati adalah seorang yang paling baik, yang telah mempertaruhkan nyawanya untuk kepentingannya, meskipun caranya kurang disetujui. Namun niat terkandung didalam hati Sumekar adalah menempatkannya pada kedudukan yang paling tinggi di Singasari.
Setelah semuanya dibicarakan dengan masak, dan setelah Mahisa Agni, Kuda Sempana dan Witantra dengan dada yang berdebar-debar menunggu dibangsalnya, apa yang akan terjadi diistana itu, maka mulailah Anusapati memainkan peranannya.
Lebih dahulu ia berbisik ditelinga Sumekar" Maafkan aku paman.Aku sama sekali tidak berniat jelek. Kau bagiku adalah seorang pahlawan. Bukan saja dikala hidup paman, tetapi juga sesudah paman meninggal."
Maka kemudian terjadilah keributan dibangsal itu. Beberapa orang prajurit yang bertugas itupun berlari-larian dengan senjata telanjang.
Keributan itupun segera menjalar kesegenap halaman istana Singasari. Benar-benar diluar rencana yang sudah disusun oleh beberapa orang Senapati. Tiba tiba saja seorang telah menyusup kedalam bangsa! Anusapati dan mencoba membunuhnya. Namun ternyata usaha ini gagal, dan bahkan orang yang dikenal sebagai pangalasan Batil itu telah mati terbunuh.
" Cepat, lihat kebangsal ayahanda Sri Rajasa" Ini kata Anusapati" pangalasan ini telah menyebut-nyebut nama ayahanda. Ia akan membunuh ayahanda pula setelah membunuh aku, atau sebaliknya."
Halaman istana itu menjadi semakin gempar setelah ternyata Sri Rajasa diketemukan telah meninggal dilong-kangan bangsalnya, terbujur seperti orang tidur dengan tangan bersilang dan mata terpejam.
Dalam keributan itulah Mahisa Agni telah muncul pula dihalaman. Ternyata bahwa ia memiliki wibawa yang cukup bagi para Senapati, meskipun mereka yang telah disiapkan untuk menangkapnya besok.
" Tutup semua gerbang." perintah Mahisa Agni.
Maka tidak seorangpun yang dapat lolos lagi dari dinding istana.Namun Kuda Sempana, Witantra dan Mahendra sudah berada diluar dinding.
Dalam pada itu, Anusapati yang masih menggenggam keris telanjang memberikan aba-aba pula. Hampir diluar sadarnya para prajurit yang dipersiapkan untuk membunuh Putera Mahkota itu justru melakukan segala perintahnya.
" Periksa setiap orang yang mencurigakan. Aku tidak yakin bahwa pangalasan ini berdiri sendiri."
Kegemparan itu benar-benar telah mengguncangkan istana Singasari. Bahkan dalam sekejap, berita tentang terbunuhnya Sri Rajasa itu telah menjalar keseluruh kota. Setiap orang yang mendengar berita itu, segera mengetuk pintu rumah tetangganya dan menceriterakan apa yang didengarnya, sehingga dengan demikian maka berita kemati-an Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi segera menjalar.
Jenazah Sri Rajasa itupun segera diusung masuk ke-dalam bangsalnya. Permaisuripun segera mendengar apa yang telah terjadi. Karena itu, maka dengan tergesa-gesa iapun pergi kebangsal Maharaja Singasari itu.
Ketika tampak olehnya jenazah itu, terasa kepala Ken Dedes menjadi pening. Jenazah itu tidak ubahnya seperti jenazah Akuwu Tunggul Ametung, Dibeberapa tempat tampak noda kebiru-biruan, meskipun wajah Sri Rajasa itu seakan-akan sama sekali tidak berubah seperti disaat ia tidur.
Ken Dedespun segera mengetahui, apakah yang sudah terjadi. Ternyata bahwa keris mPu Gandring telah melukai Sri Rajasa seperti keris itu telah melukai pula Akuwu Tunggul Ametung.
Bayangan yang bercampur baur itu membuat kepala Ken Dedes menjadi semakin pening. Pandangannya menjadi berkunang-kunang. Dan sejenak kemudian, Ken Dedes tidak mengetahui apakah yang telah terjadi.
Permaisuri itupun menjadi pingsan. Beberapa orang emban menjadi kebingungan. Dengan segala macam cara mereka berusaha untuk menolong Permaisuri itu.
Dalam pada itu, Ken Umangpun bergegas datang pula kebangsal itu. Ketika ia datang, ternyata Permaisuri sudah dibawa menyingkir untuk mendapat pertolongan.
Yang terdengar adalah jerit yang menyayat. Ken Umang menelungkup dibawah jenazah Sri Rajasa. Tangis nya bagaikan bendungan yang pecah. Sedang yang ter selip diantara suara isaknya adalah ratapan yang pedih."Tuanku, kenapa Tuanku, sampai hati meninggal kah hamba dan putera - putera tuanku. Justru dalam saat-saat perjuangan putera tuanku sedang memuncak. Dengan demikian, maka lenyaplah segala harapan hamba, bahwa hamba akan dapat menurunkan seorang Maharaja yang akan berkuasa di Singasari."
Tidak ada yang mendengar ratap itu selain seorang emban yang sedang mencoba menghiburnya. Ratapan itu diucapkannya terlalu lirih. Orang2 yang sedang menunggui jenazah itupun sama sekali tidak mendengar dengan pasti kata-kata yang diucapkannya. Namun emban itu sempat juga mengurut dadanya. Ternyata yang paling menyedihkan bagi Ken Umang bukan kematian Sri Rajasa. Tetapi adalah karena cita-citanya untuk menurunkan seorang Maharaja telah gagal karenanya.
Dalam pada itu, para prajurit dihalaman istana masih sibuk memeriksa setiap sudut halaman. Mereka mencoba untuk menemukan orang yang mencurigakan, yang barangkali adalah kawan dari pangalasan dari Batil itu.
Tetapi tidak seorangpun yang pantas dicurigai. Yang ada didalam halaman itu adalah prajurit-prajurit yang justru telah dipersiapkan oleh orang-orang yang ditentukan, untuk tujuan yang sama sekali berbeda dari apa yang celah terjadi.
Ternyata yang telah terjadi itu menghapuskan semua rencana dikepala beberapa orang Senapati itu. Dihadapan Mahisa Agni, seorang Senapati Agung Singasari, mereka itu menjadi bingung. Apalagi ketika kemudian hadir beberapa orang Panglima dan Senapati yang tidak tahu me nahu tentang rencana itu.
Akhirnya, ketika matahari kemudian terbit di Timur, sidang di bangsal paseban telah dipimpin langsung oleh Putera Mahkota didampingi oleh Senapati Agung yang menjadi wakil Mahkota di Kediri. Didalam sidang itu telah ditetapkan kesimpulan bahwa seorang pengalasan telah membunuh Sri Rajasa dan kemudian berhasil dibunuh oleh Anusapati, Putera Mahkota Singasari. Dan sidang itupun telah menetapkan upacara yang akan dilakukan untuk menyempurnakan jenazah Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi.
Namun demikian, meskipun sidang itu sependapat, bahwa pangalasan Batil telah membunuh Sri Rajasa dan kemudian terbunuh oleh Anusapati, tetapi ternyata bahw"i Tohjaya tidak dapat menerima keputusan itu didalam hatinya. Dengan beberapa orang kepercayaannya ia menetapkan, bahwa pangalasan dari Batil itu telah mendapar perintah dari Anusapati untuk membunuh Sri Rajasa, te tapi kemudian pangalasan itu telah dibunuh sendiri oleli
Anusapati, agar rahasia pembunuhan itu tidak akan pernah didengar oleh orang lain.
Tetapi pengaruh Anusapati dan Mahisa Agni ternyata lebih besar dari pengaruh Tohjaya. Karena itulah kemudian para pimpinan pemerintahan menetapkan, Anusapati menggantikan kedudukan ayahanda Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi yang telah gugur didalam jabatannya.
Dalam pada itu, dengan diam-diam Anusapati berhasil menyingkirkan tubuh Sumekar yang telah mengorbankan segalanya untuknya. Sejak hidupnya, masa-masa mudanya, masa-masa menjelang usia pertengahan dan kemudian bahkan nyawanya dan bahkan namanya. Atas kehendak Anusapati, maka jenazah Sumekarpun telah disempurnakan sebaik-baiknya oleh kakak seperguruannya di padepokannya.
Namun kejutan peristiwa itulah agaknya yang membuat kesehatan Ken Dedes menjadi semakin mundur. Namun demikian ia masih sempat menunggui puteranya memerintah Singasari yang besar.
Tetapi yang terjadi bukannya akhir dari pemerintahan yang damai di Singasari.
-ooo0dw0ooo-
03 Pelangi Di Langit Singosari Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
(TAMAT BAGIAN KE I) IKUTI CERITERA BERIKUTNYA (Bag. ke II)
SEPASANG ULAR NAGA DALAM SATU SARANG.
SEPASANG ULAR NAGA DI SATU SARANG
KARYA : SH. MINTARDJA SEPERCIK DARAH telah membasahi tahta Singasari, seperti juga saat tahta Tumapel jatuh ketangan Ken Arok, yang kemudian berhasil mempersatukan Singasari dan menjadi seorang raja yang bergelar Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi
Kini Sri Rajasa telah disingkirkan dengan cara yang sama seperti ia menyingkirkan Akuwu Tunggul Ametung, meskipun dengan alasan yang agak berbeda, oleh Anusapati.
Maka mulai terbuktilah ucapan mPu Gandring sebelum saat meninggalnya oleh tangan Ken Arok dengan keris buatannya sendiri yang minta kepada Ken Arok itu, bahwa sebaiknya keris yang telah dilumuri dengan darah mPu Gandring itu sendiri, dihancurkan saja, karena disaat mendatang keris itu akan menjilat darah orang lain lagi. Dan orang itu adalah Ken Arok sendiri.
" Apakah keris itu sudah akan berhenti menitikkaus darah?"
Tidak seorangpun yang mengetahuinya bahwa keris seakan beruntun menghisap darah, karena Ken Arok yang langsung mendengarnya dari mPu Gandring tidak mengatakannya kepada Anusapati pada saat terakhir.
Namun agaknya Anusapati sendiri selalu dibayangi olehi kecemasan dan ke-ragu2an, apakah tidak ada dendam yang menyala didalam istana Singasari itu. Karena itu, maka keris itu pun disimpannya baik2.
Sebenarnyalah bahwa Tohjaya putera Ken Arok dari isteri nya Ken Umang, yang kehilangan ayahandanya benar2 telah di cengkam oleh dendam yang membara didalam dadanya. Ia memutuskan didalam hatinya, bahwa pengalasan Batil itu adalah utusan Anusapati yang kemudian dibinasakan sendiri untuk melenyapkan jejak pembunuhan itu.
Namun untuk sementara Tohjaya tidak dapat berbuat apa apa.Ia harus tunduk kepada keadaan. Ternyata bahwa pengaruh Anusapati cukup kuat untuk menguasai seluruh Singasari, meskipun hidupnya sendiri selalu dibayangi oleh kecemasan.
Dalam pada itu, Ken Umang yang menjadi sangat bersedih bukan saja karena kematian Sri Rajasa, tetapi karena dengan demikian hilangnya semua harapannya untuk mengangkat Toh jaya menjadi putera Mahkota, masih saja dibakar oleh nafsunya. Ia tidak menjadi putus asa, bahwa Tohjaya tidak dapat menduduki jabatan Putera Mahkota. Ken Umang sadar bahwa pada saatnya Anusapati tentu akan mengangkat anak laki2nya untuk jabatan itu, sehingga apabila ia lenyap dari merintahan, anak laki2nyalah yang akan menduduki tahta ngasari. Ia adalah keturunan Ken Dedes. Bukan keturunan Ken Umang.
Sedangkan anak laki2 Anusapati yang bernama Ranggawuni itu setiap hari tumbuh dengan suburnya.Ia menjadi se orang anak laki2 yang tampan dan kuat. Meskipun usianya masih sangat muda, namun ia mewarisi kelebihan ayahnya. Dengan pesat ia maju didalam olah kanuragan dan ilmu kejiwaan. Ia cepat menguasai segala macam tata gerak yang diajarkan, tetapi ia juga dengan cepat menguasai ilmu kesusasteraan, ilmu cacah dan ilmu perbintangan.
Demikian juga adik sepupunya, yang meskipun agak lebih muda, tetapi nakalnya bukan main. Anak laki2 Mahisa Wonga Teleng itupun tumbuh cepat seperti Ranggawuni.
Sejak masih kanak2 keduanya bagaikan tidak terpisahkan. Ranggawuni dengan Mahisa Cempaka. Bahkan keduanya seperti kakak beradik yang lahir berurutan. Bentuk tubuhnya, wajahnya dan kesenangannya hampir tidak berbeda.
Demikianlah keduanya merupakan isi dari halaman istana Singasari yang mengasikkan. Setiap prajurit yang bertugas di-halaman istana, tentu akan tersenyum melihat keduanya berlari2 ber-kejar2an. Para pengasuh dan pengawalnya memandangnya saja dari kejauhan, jika keduanya menjadi semakin jauh barulah mereka mengikutinya. Dan rasa2nya halaman Singasari itu adalah suatu daerah yang paling aman dan damai dipermukaan bumi, sehingga keduanya tidak usah kuatir bahwa pada suatu saat mereka akan mengalami bencana.
Tetapi sebenarnyalah tidak demikian. Disebelah dinding yang memisahkan dua bagian istana Singasari, terdapat timbunan dendam yang menyala. Tetapi Ken Umang dan anak2nya ternyata mampu mengendalikan diri. Didalam kehidupannya se-hari2 se-akan2 mereka dengan ikhlas menerima kenyataan itu. Se-akan2 mereka sama sekali tidak mempunyai niat apapun juga sepeninggal Ken Arok. Namun sebenarnyalah bahwa Ken Umang telah menyusun rencana yang paling berbahaya bagi keseluruhan Anusapati.
" Aku harus menempuh jalan lain" berkata Ken Umang didalam hati." Jika aku tidak dapat lagi mengharap bahwa Tohjaya akan menduduki jabatan Putera Mahkota, maka jalan yang paling baik adalah menyingkirkan Anusapati. Tahta Singasari harus jatuh ketangan Tohjaya dengan cara yang sama pula. Seperti jatuhnya tahta Tumapel dan Tahta Sri Rajasa."
Tetapi Ken Umang tidak kehilangan akal dan berbuat ter-gesa2. Ia cukup sabar menunggu saat2 yang menguntungkan baginya dan bagi anaknya.
Karena itulah, maka yang tampak didalam kehidupannya sehari2 adalah sifat yang se-akan2 telah berubah sama sekali. Hampir seluruh penghuni istana dan para juru taman dan hamba yang lain menganggap bahwa Ken Umang telah berubah sama sekali.
" Kini ia menjadi seorang yang baik" desis seorang juru panebah,
" Ya. Ia sekarang menumpang kamukten pada anak tirinya yang sebelumnya sangat dibencinya. Namun agaknya kebaikan hati Anusapati telah menyentuh perasaannya, dan ia tidak dapat berbuat lain daripada mengucapkan terima kasih kepadanya." sahut seorang emban.
" Mudah2an sifat itu tidak segera berubah lagi" desis yang lain.
Demikianlah untuk beberapa lamanya, se-akan2 istana Singasari telah menjadi aman dan damai. Se-akan2 tidak ada persoalan lagi yang dapat membahayakan kesatun dan kedamaian diseluruh negeri.
Dengan sepenuh hati Rakyat Singasari dapat melakukan kerjanya se-hari2. Yang bekerja disawah dengan tekun mengerjakan sawah dan ladangnya. Beberapa orang yang merasa bahwa tanah garapan mereka menjadi kian sempit karena turun temurun yang lahir beruntun, segera memperluas tanah mereka dengan menebang hutan, sehingga dengan demikian maka se-akan2 Singasari menjadi semakin lama semakin luas.
Hutan belantara yang bertebaran hampir diseluruh negeri merupakan daerah perluasan yang tanpa merugikan pihak manapun juga. Usaha perluasan yang demikian bukannya usaha perluasan daerah dan jajahan. Tetapi perluasan yang benar2 bersih dari perselisihan dan apalagi bentrokan berdarah kareca hutan masih sangat luas dan tidak bertuan.
Namun kadang2 dapat juga timbul persoalan. Apabila daerah itu merupakan sarang dari sekelompok penjahat yang tidak diketahui lebih dahulu. Namun perselisihan yang demikian biasanya akan segera dapat diselesaikan, karena apabila laporan tentang hal itu sampai diistana Singasari, maka Anusa-patipun segera mengirimkan sepasukan prajurit untuk mengusir para penjahat itu.
Dihalaman istana, kecerahan itu nampak pada kedua anak2 yang sedang tumbuh dengan suburnya. Ranggawuni dan Mahisa Cempaka. Seperti Anusapati, maka keduanya dekat dengan Mahisa Agni.Dan seperti Anusapati, keduanyapun mendapat tuntunan olah kanuragan dari Mahisa Agni pula.
Sesuai dengan usia mereka berdua, maka Mahisa Agnipun mulai dengan tata gerak yang nampaknya seperti permainan yang mengasikkan. Permainan yang merupakan pendahuluan dari tata gerak yang sangat sederhana sebelum memulai dengan mempelajari ilmu olah kanuragan yang sebenarnya.
Dan ternyata tuntunan yang dilakukan oleh Mahisa Agni itu sangat digemari oleh kedua anak2 yang masih sangat muda itu, sehingga hubungan mereka dengan Mahisa Agni seperti hubungan mereka dengan orang tua sendiri.
Tetapi Mahisa Agni tidak selalu berada di Singasari. Ia masih memangku jabatannya yang lama. Setiap kali ia masih harus pergi ke Kediri. Namun tidak seperti pada jaman pemerintahan Sri Rajasa, maka ia kini dapat datang ke Singasari setiap saat, dan untuk waktu yang dikehendakinya. Meskipun demikian ia tidak mengabaikan tugasnya. Ia tetap melakukannya dengan se-baik2nya seperti yang dilakukan pada masa pemerintahan Ken Arok. Dan bagi rakyat Kediripun sama sekali tidak menimbulkan persoalan, apalagi prasangka karena sikap Mahisa Agni itu.
Meskipun demikian, meskipun tidak setiap hari Mahisa Agni ada di Singasari, namun Ranggawuni dan Mahisa Cem paka tidak pernah melupakan latihan2 yang telah diterimanya. Meskipun kebetulan Mahisa Agni tidak ada di Singasari, mereka berlatih terus dibawah pengawasan ayahanda mereka Kadang2 Anusapati sendiri didalam waktu2nya yang senggang. kadang2 Mahisa Wonga Teleng.
Perkembangan kedua anak2 itu dihidang kanuragan sang memberi kebanggaan kepada orang tua masing2.
Namun dalam pada itu, dalam ketenangan dan kedamaian yang nampak, Anusapati selalu diliputi oleh kecemasan dan was-was. Bayangan kematian Ken Arok yang bergelar Sri Ra jasa itu tidak dapat lenyap dari hatinya. Meskipun ia sama se kali tidak dengan pasti berusaha membunuh Sri Rajasa, namun ia merasa bahwa sebenarnyalah hasrat itu memang ada didalam dirinya meskipun hanya sepercik kecil. Dan yang sepercik kecil itulah yang se-akan2 selalu mengejarnya sampai saat itu..
TAMAT Ikuti kelanjutannya dalam kisah "SEPASANG ULAR NAGA DI SATU SARANG"
Pendekar Bego 3 Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long Menyingkap Karen 1