Pencarian

Duka Lara 3

Duka Lara Karya Bois Bagian 3


195 hati. Zikir dan pikir sepanjang hari, cahaya Illahi menerangi hati. Andai Insan mau mengerti, tentu hidup akan berarti. Tak ada gundah di dalam hati, sebab cinta Tuhan tak pernah mati.
Itulah cinta yang sesungguhnya, yang kini mulai dipahami Bobby sebagai anugerah yang dikaruniakan Tuhan kepadanya. Kini dia betul-betul menyadari kalau cintanya kepada makhluk adalah atas dasar cintanya kepada Tuhan, dan karenanyalah jangan sampai dia mengulangi perbuatannya yang lampau, yang mana telah menodai cintanya kepada Tuhan. Betapa selama ini dia sudah merendahkan derajat kemanusiaannya hingga setara hewan, dan perbuatan itu sungguh sangat rendah di mata Tuhan sehingga tak pantas baginya untuk mendapatkan cinta-Nya yang tak pernah mati itu. Kini setelah semua kekhilafannya yang disesali dengan sebenar-benarnya menyesal, dan tekadnya yang kuat untuk tidak mengulanginya lagi tentu Tuhan akan memaafkan dan senantiasa mencintainya.
196 Kini pemuda itu sedang menuju ke rumah sahabatnya yang bernama Randy. Begitu sampai di tempat itu Bobby tampak kecewa, dia sama sekali tidak menduga kalau Randy sedang berada di luar negeri. "Emm... kalau begitu sebaiknya aku langsung menemui Lara saja," gumam Bobby seraya melangkah pergi.
Seketika pemuda itu teringat kembali dengan gadis yang dulu sangat dicintainya itu. Dan entah kenapa, tiba-tiba saja perasaan itu hadir kembali. Sungguh perasaan yang sama disaat mereka masih bersatu, bahkan dia pun merasa kalau perpisahannya dengan Lara belumlah lama. Namun setelah dia kembali sadar kalau Lara itu pacar sahabatnya, lantas dia pun berusaha kembali untuk meredam perasaannya.
Setibanya di rumah Lara, lagi-lagi Bobby tampak kecewa. Berita yang telah disampaikan oleh orang tua Lara mengenai Lara yang kini tinggal di Yogya membuatnya agak tidak bersemangat. Padahal dia sudah begitu rindu dan ingin mencurahkan isi hatinya.
197 Hingga akhirnya, pemuda itu tampak melangkah lunglai menuju ke sebuah taman. Lantas di tempat itulah dia duduk menyendiri melamunkan ketiga pujaan hatinya, yaitu Nina, Lara, dan Li Qin, yang sudah sangat lekat di hati namun tak bisa dimiliki. Sementara itu di kota yang berbeda, Lara terlihat sedang membaca SMS yang diterimanya.
Lara aku begitu merindukanmu. Maaf kalau aku baru bisa mengabarimu sekarang. Begini Ra. Lusa aku sudah berada di tanah air. Dan aku harap kau bisa datang ke Jakarta. Kabari aku jika kau sudah berangkat, dan aku akan menjemputmu.
Begitulah bunyi SMS yang baru dibaca Lara. Mengetahui itu, hati Lara pun senang bukan kepalang. Dua hari lagi dia bertemu Randy, dan kerinduannya selama ini tentu akan terlepaskan.
"Mmm... untung saja pagelaran tari itu bisa diselenggarakan besok malam, sehingga aku masih mempunyai waktu untuk mempersiapkan diri."
198 Usai menyimpan HP-nya, gadis itu segera berganti pakaian dan segera bergabung dengan
teman-temannya untuk latihan menari. Tak lama kemudian, Lara dan teman-temannya sudah memperlihatkan gerakan-gerakan gemulai yang diiringi bunyi gamelan yang mengalun merdu. Pada saat yang sama, sepasang mata pria tampak memperhatikan Lara dengan mata hampir tak berkedip. Gerakan-gerakan indah nan gemulai yang dibawakan Lara terus berpadu dengan pikiran kotor pria tadi sehingga membuatnya sesekali menelan air liur. Dialah pria yang selama ini selalu mengamati Lara ketika berlatih tari. Pria yang sepertinya sangat menyukai Lara dan sangat terobsesi dengannya.
Sepulang latihan, Lara terlihat mengunjungi sebuah tempat yang menjadi landmark kota Yogyakarta. Di tempat itulah dia bertemu dengan seorang pemuda yang selama ini dikenalnya baik, dialah Rahman-pemuda yang juga dikenalnya pada pesta waktu itu.
199 "Lara, aku senang sekali kau mau memenuhi undanganku."
"Hmm... memangnya kau mau memberi kejutan apa""
"Nanti kau juga akan tahu," kata pemuda itu seraya tersenyum. "Kalau begitu, ayo kita pergi sekarang!" Ajak pemuda itu kemudian.
Kini keduanya tampak melangkah menuju ke sebuah restoran yang tak begitu jauh. Dan tak lama kemudian, keduanya sudah duduk saling berhadapan. Suasana restoran yang hening dan sangat kental dengan ornamen jawa sungguh membuat keduanya merasa nyaman. Di tempat itulah keduanya menikmati santap malam sambil berbincang-bincang penuh keakraban, hingga akhirnya Rahman pun mengatakan maksud hatinya.
"Ra... sesungguhnya. A-aku mencintaimu," ungkap pemuda itu.
"Apa!" Lara tampak terkejut.
"A-aku mencintaimu, Ra. Be-bersediakah kau menjadi pacarku""
200 "Hmm... Jadi, ini kejutan yang Kakak maksudkan
itu"" Rahman mengangguk. "Kau berhasil, Kak. Aku memang sudah begitu terkejut. Tapi, maaf! Aku tidak bisa menerima cintamu. Sebab, aku sudah mempunyai kekasih yang begitu kucintai, dan lusa kami akan bertemu. Sekali lagi aku minta maaf, Kak" Aku betul-betul tidak bisa menerima cintamu, namun begitu aku sangat menghargai isi hatimu itu."
"Tapi, Ra. Kenapa selama ini kau seperti memberi respon padaku" Kenapa selama ini kau begitu baik dan sangat perhatian padaku""
"Itu kulakukan karena aku menganggapmu sebagai seorang sahabat yang baik, Kak. Tidak lebih dari itu. Maaf kan aku, Kak! Aku betul-betul menyesal karena sudah membuatmu salah tanggap!"
"Tidak apa-apa, Ra. Aku bisa mengerti. Selama ini aku memang sudah terlalu ke-GR-an, kupikir perhatian dan kebaikanmu itu karena kau mencintaiku. Namun ternyata, semua itu hanya
201 karena kau menganggapku sebagai sahabat yang baik."
Saat itu di dalam hatinya, Lara betul-betul menyesal karena sudah membuat pemuda itu mencintainya, "Kak Rahman... Aku betul-betul merasa berdosa. Maafkanlah aku karena selama ini sudah memanfaatkanmu untuk kepentinganku sendiri. Semua itu terpaksa kulakukan karena aku membutuhkan sosok yang bisa menggantikan peran Randy untuk sementara. Semenjak kepergiannya aku sering kesepian, dan karenanyalah aku membutuhkan seseorang yang setiap saat bisa memberikan perhatian padaku, juga menjadi tempat curahan hatiku.
Aku ini memang gadis yang jahat, dan karena ulahku itu tentu sudah membuat hatimu hancur. Padahal, selama ini kau sudah begitu baik padaku. Namun, aku membalasnya dengan menyakitimu. Andai dari awal aku sudah menegaskan kalau aku sudah mempunyai kekasih dan bersedia menjadi sahabat yang baik untukmu mungkin akan lain
202 ceritanya. Tapi... aku memang tidak mempunyai pilihan lain, dan semua itu karena sebab ketakutanku akan pengkhianatan Randy, yang mana jika hal itu terjadi kaulah pemuda yang akan menggantikannya."
"Ra, kau kenapa"" tanya Rahman membuyarkan renungan Lara.
"Eng, tidak. Aku hanya merasa tidak enak karena sudah membuatmu patah hati."
"Sudahlah, Ra! Aku bisa menerima keputusanmu itu kok. Jujur saja, hatiku memang pilu. Namun, demi kebahagiaanmu aku rela menerima kenyataan ini."
"Sungguh!" Rahman mengangguk. "Eng... bagaimana kalau sekarang kau kuantar pulang."
Lara setuju, saat itu dia benar-benar bangga dengan Rahman yang menurutnya pemuda yang berjiwa besar dan sangat pengertian. Andai dia bukan kekasih Randy, tentu dia tidak
akan menolak cinta pemuda yang menurutnya sangat baik itu.
203 Dua hari kemudian di stasiun Gambir, seorang gadis tampak berdiri sambil celingukan. Kedua matanya tampak awas memperhatikan mobil-mobil yang keluar-masuk parkiran, dan sesekali juga memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang di sekitar tempatnya berdiri. Berkali-kali tiupan angin sepoi-sepoi menerpa rambutnya, dan berkali-kali pula gadis itu menyingkap rambut yang sempat menutupi pandangannya. Kini gadis tampak tertunduk, hembusan nafas panjang yang baru dikeluarkannya menandakan kalau ia sudah begitu jenuh dan kecewa. "Hmm... kenapa dia belum datang juga, apa dia lupa untuk menjemputku"" tanya gadis itu resah.
Kini gadis itu kembali memperhatikan sekitarnya dan sambil terus berharap agar orang yang ditunggunya itu segera datang. Namun setelah sekian lama menunggu, ternyata orang yang ditunggunya itu tak kunjung datang. "Hmm, baiklah... Jika lima menit lagi dia belum juga datang, terpaksa aku pulang sendiri," kata gadis itu mengambil keputusan.
204 Jarum jam terus berputar, dan satu menit sungguh terasa begitu lama. Hingga akhirnya kesabaran Lara pun habis, dan ketika dia hendak menaiki taksi tiba-tiba. "Non Lara!" teriak seorang memanggil. Seketika itu juga Lara menoleh ke asal suara, saat itu dia melihat seorang pemuda tengah berlari menghampirinya. "Mmm... siapa pria itu"" tanya Lara dalam hati.
"Maaf Non, Lara. Pak Randy meminta saya untuk menjemput anda. Ayo, mari ikut saya ke mobil!" ajak pria itu yang mengaku sebagai orang suruhan Randy.
"Sebentar, Pak. Ngomong-ngomong, kenapa tidak dia sendiri yang menjemput saya""
"Pak, Randy sedang ada pertemuan penting, Non."
"O... Kalau begitu mari!"
Lantas Lara pun berjalan mengikuti pria itu, dan ketika dia memasuki mobil dilihatnya beberapa pria yang tidak dikenalnya duduk di jok belakang. "Siapa mereka"" tanya Lara heran seraya duduk di atas jok yang dilapisi kulit berkualitas tinggi.
205 "Mereka juga orang-orangnya Pak Randy, Non."
"Hmm... ini benar-benar aneh. Sejak kapan Randy jadi seperti mafia begini" Apa mungkin sekarang ini dia sudah begitu sukses sehingga mengharuskannya bertindak seperti ini" Sebab, kata temanku persaingan bisnis itu sangat tidak sehat. Orang bisa melakukan apa saja demi untuk menyingkirkan pesaingnya. Hmm.. jika benar demikian, apakah Randy sudah kembali menjalani bisnis dengan cara tidak sehat, yaitu karena terpengaruh oleh para mafia di Barat," duga Lara dalam hati.
Tak lama kemudian, mobil itu sudah meninggalkan pelataran parkir. Pada saat yang sama, sebuah mobil terlihat baru saja memasuki tempat itu. Kini pengemudinya yang ternyata seorang pemuda berwajah tampan tampak melangkah ke pintu masuk dengan terengah-engah. Kemudian dia tampak celingukan mencari-cari seseorang. "Aduh... di mana ya dia" Apa mungkin dia sudah pergi"" tanyanya sambil terus celingukan mencari-cari.
206 Kini pemuda itu sudah kembali ke mobil dan segera menyusuri jalan yang menuju ke arah rumahnya. "Hmm... Naik apa ya dia"" tanyanya lagi. Sesekali matanya tampak menatap tajam ke setiap mobil yang dilihatnya, berharap akan melihat gadis yang sedang dicarinya.
Sambil terus mencari-cari, pemuda itu tampak membatin. "Duhai Laraku sayang... selama di luar negeri aku selalu merindukanmu, dan aku sangat mendambakan hangatnya pelukanmu, juga ciuman mesramu. Aku yakin, kau pun merasakan hal serupa. Karenanyalah aku memutuskan untuk segera pulang ke tanah air dan akan menikahimu secepatnya. Terus terang, selama ini aku sungguh merasa berdosa karena telah melibatkanmu dengan perbuatan yang dilarang agama, dan semua itu karena kebodohanku yang belum mengerti betul ajaran agama yang sebenarnya. Untunglah selama di luar negeri aku sempat belajar banyak mengenai agama dari seorang ustad yang tinggal di sana, dan karenanyalah kini aku lebih mengerti perihal cinta yang sebenarnya. Kini aku
207 sudah bertobat dan tidak akan mengulangi perbuatan dosa itu lagi bersamamu, dan karenanyalah kini aku ingin merubah status hubungan kita itu dengan ikatan yang diridhai Tuhan."
Mendadak mata pemuda itu tertuju pada sebuah mobil yan
g kini sedang berhenti di depan lampu merah, saat itu dilihatnya seorang gadis tampak sedang meronta-ronta. "Lara!!!" teriaknya ketika menyadari kalau gadis itu adalah Lara.
Lalu dengan segera pemuda itu bergegas turun dan menghampirinya, "Lepaskan dia!!!" teriaknya lantang.
Keempat pemuda yang berada di dalam mobil bersama-sama menatapnya, kemudian salah seorang dari mereka tampak menghampiri. "Siapa kau" Beraninya mau memerintahkan kami. Jangan sok menjadi pahlawan bung!" katanya dengan suara lantang.
"Dia itu kekasihku, dan aku tidak akan tinggal diam melihat orang yang kucintai diperlakukan begitu,"
208 kata Randy yang saat itu betul-betul geram ketika melihat kekasihnya tampak sedang dibekap.
"Hahaha... rupanya orang ini pacarnya, dan dia mau berlagak seperti pangeran yang mau melindungi sang Putri, hahaha...!" kata pemuda itu kepada tiga rekannya. "Ayo kita habisi dia," sambungnya kemudian.
Lalu dengan serta-merta ke empat pemuda itu turun dari mobil dan segera mengeroyok Randy. Saat itu Randy berusaha melawan dengan sekuat tenaga, namun pemuda itu tampak kewalahan lantaran jumlah yang tak seimbang. Sementara itu, Lara sedang berusaha melepas ikatan yang membelenggunya. Dan setelah bersusah payah, akhirnya dia berhasil juga membebaskan diri. Kini gadis itu tengah berlari untuk meminta bantuan. Dan setelah agak lama, dia sudah kembali bersama beberapa orang satpam. Betapa terkejutnya gadis itu ketika mengetahui kekasihnya tampak sudah terkapar, dan keempat pemuda yang mengeroyoknya tadi tampak sudah pergi entah ke mana. Lalu dengan segera gadis itu
209 menghampiri Randy dan memeriksa keadaannya. "Apa ini" Oh tidak.... Randy...!" pekiknya ketika melihat darah tampak mengalir dari ulu hati kekasihnya.
Seketika Lara langsung mendekap tubuh Randy yang terkulai tak bernyawa, kemudian berteriak histeris dan menangis sejadi-jadinya. Sungguh dia tak kuasa melepas kepergian kekasihnya itu. Derai air matanya pun terus mengalir bersamaan dengan isak tangisnya yang terdengar begitu lirih. Saat itu di sekelilingnya sudah banyak orang berkumpul, menyaksikan pemandangan yang sangat memilukan itu.
Seminggu kemudian, di malam yang dingin di sekitar area pertokoan yang tampak sepi. Seorang gadis terlihat berlari dengan terengah-engah melewati deretan toko yang sudah tutup.
210 "Kejar terus jangan sampai lepas!" Teriak seorang pria yang berniat jahat sambil terus mengejar buruannya yang ternyata Lara.
Saat itu Lara terus berlari dan berlari, sesekali dia terjatuh di atas trotoar. Rasa sakit tak dihiraukannya, dia selalu segera bangkit dan berlari kembali. Belum jauh dia berlari, mendadak dia kembali terjatuh, namun kali ini dia tak kuasa untuk berdiri. Rupanya dia sudah sangat kelelahan, dan akhirnya dia pun hanya bisa pasrah ketika keempat penjahat yang mengejarnya kian bertambah dekat.
"Hahaha... ! Sekarang kau sudah tidak berlari lagi gadis manis... Ayolah! Kalau kau tidak melawan, kami akan bersikap baik padamu."
Lara meronta ketika para pria itu memaksanya ikut. Bersamaan dengan itu tiba-tiba, "Lepaskan dia!" teriak seorang pemuda yang tiba-tiba sudah berdiri di tempat itu. Wajah pemuda itu tak kelihatan jelas, dia mengenakan ponco yang menutupi kepalanya dan sebagian rambut yang menutupi wajahnya.
"Siapa kau""
211 "Kau tidak perlu tahu siapa aku, sekarang lepaskan gadis itu, dan biarkan dia pergi!"
"Enak saja! Memangnya kau ini siapa, hah""
Lantas keempat penjahat itu segera menyerang orang tersebut, namun orang yang tak jelas wajahnya itu tampak melayaninya dengan jurus-jurus yang tampak begitu hebat. Keempat penjahat itu pun tampak kewalahan dan sepertinya mereka memang tidak mungkin bisa mengalahkannya.
Kini keempat penjahat itu tampak menggunakan senjata tajam dan kembali menyerang dengan membabi-buta. Orang yang tak jelas wajahnya itu kembali melayani serangan itu, gerakannya pun tampak lincah dan begitu mahir menghindari setiap tikaman yang mengarah ke dirinya. Hingga akhirnya Orang yang tak jelas wajahnya itu balas menyerang, dan tak lama kemudian dia sudah berhasil membuat keempat penjahat itu tak berdaya.
Kini pemuda it u menoleh ke tempat Lara berada, "Hmm... di mana dia" Apa mungkin dia sudah pergi ketika aku melawan mereka tadi"" duga pemuda itu
212 seraya melangkah meninggalkan keempat penjahat yang masih terkapar tak berdaya, dia terus berjalan menyusuri gelapnya malam dan akhirnya menghilang di balik pertokoan. Sementara itu di sebuah jalan yang sepi, Lara tampak melangkah dengan gontai. "Huff...! Syukurlah Tuhan masih melindungiku dengan kehadiran pemuda tadi. Kalau tidak pasti aku sudah celaka," ucapnya sambil terus melangkah. Hingga akhirnya gadis itu melihat sebuah taksi dan langsung menumpanginya.
Setibanya di rumah, gadis itu langsung bersih-bersih dan merebahkan diri di tempat tidur. "Hmm... siapa sebenarnya para penjahat itu, kenapa mereka
begitu menginginkan aku. Apa mungkin dia itu.... Ah,
sudahlah... Masa iya hanya karena keinginannya kutolak terus dia mengejarku sampai seperti itu, sepertinya dia tidak bisa mendapatkan gadis yang lain saja. Tapi... jika dia memang sudah sangat mencintaiku dan sudah terobsesi untuk mendapatkanku, bisa saja dia melakukannya. "
213 Lara terus memikirkan pria yang diduga telah menjadi dalang semua perkara yang menimpanya. Gadis itu betul-betul tidak habis pikir, hanya karena sebab penolakannya dia bisa menjadi sekejam itu.
214 DELAPAN Di sebuah stasiun kereta api, seorang gadis tampak melangkah dengan tergesa-gesa. Sesekali dia terlihat mengelap peluh yang mengalir di keningnya, dan sesekali dia tampak membetulkan posisi pegangan tangan pada koper besar yang dijinjingnya. Ketika gadis itu hendak melewati pintu keluar, tiba-tiba gadis itu dihadang oleh seorang pemuda berperawakan tegap.
"Si-siapa kau" Ke-kenapa kau menghalangi jalanku"" tanya Lara tergagap, menduga orang itu mau berbuat jahat padanya.
"Lara... masa kau lupa dengan suaraku," kata orang itu pelan.
"Ka-kau mengenalku. Si-siapa kau sebenarnya" Ma-maaf jika aku benar-benar lupa!" "Ini aku, Lara. Bobby..."
215 Mengetahui itu, Lara langsung terkejut. "Ka-Kak Bobby! Be-benarkah kau Kak Bobby..."" tanyanya seakan tak percaya.
"Iya, Ra. Ini memang aku." Saat itu Bobby langsung membuka ponconya dan menyingkap rambut yang menutupi sebagian wajahnya.
"Kak Bobby... " kata Lara tak berkedip memandang wajah tampan yang selama ini begitu dirindukan. "Ke-kenapa kau menyembunyikan wajahmu, Kak"" tanyanya kemudian.
"Lihat ini," kata Bobby seraya memberikan selebaran yang didapatnya di jalan.
Lara pun segera menanggapi selebaran itu dan memperhatikan foto-foto yang terpampang di dalamnya. "Ja-jadi... ka-kau seorang 'teroris'"" tanya Lara terbata ketika mengetahui kalau salah satu foto yang ada di selebaran itu adalah Bobby.
"Tidak, Ra. Aku tidak seperti yang kau duga," jawab Bobby mencoba meluruskan.
Lara kembali memandang Bobby, kemudian dia menatap mata pemuda itu dalam-dalam. "La-lalu...
216 kenapa gambarmu bisa ada di selebaran ini"" tanya gadis itu penuh kebingungan.
"Ceritanya panjang, Ra. Waktu itu..." tiba-tiba Bobby terdiam. Saat itu dia tampak serius memperhatikan empat orang pria yang sedang berjalan di peron. "Lihat di sana! Bukankah mereka yang mengejarmu waktu itu""
Lara pun segera menoleh memperhatikan apa yang dikatakan Bobby, "Be-benar, Kak. Merekalah orangnya," ungkap Lara setengah terkejut. "Me-merekalah orang-orang yang telah membunuh Kak Randy," ungkapnya lagi sambil terus memperhatikan para penjahat yang sudah berada di dalam kereta yang mulai melaju.
Mengetahui itu Bobby tampak terkejut, "A-apa! Ja-jadi Randy..." Pemuda itu tak kuasa menyelesaikan kalimatnya, saat itu dia hanya bisa tertunduk dengan penuh kesedihan.
Saat itu, Lara pun ikut sedih. Kemudian dengan berlinang air mata, gadis itu segera menceritakan semua kejadian yang memilukan itu.
217 "Kurang ajar! Kalau saja kutahu mereka yang membunuh Randy, tentu kemarin malam aku sudah menghabisi semuanya," kata Bobby geram.
"Ja-jadi, yang menghajar mereka kemarin itu kau, Kak"" tanya Lara hampir tak mempercayainya.
"Iya, Ra. Itu memang aku."
"Ka-kalau begitu maafkan aku, Kak...! Kalau saja aku tahu, tentu aku tidak akan meninggalkanmu."
"Sudahlah, Ra! Aku bisa mengert
i kok." "Kak... Terima kasih karena kau sudah menyelamatkan aku. O ya, sebetulnya aku sedang mencarimu. Ketahuilah! Setelah kepergian Randy, aku merasa betul-betul kesepian. Kini hanya kaulah yang bisa meredam rasa kesepianku itu," ungkap Lara mengenai perasaannya setelah ditinggal pergi oleh kekasihnya.
"Aku juga, Ra. Sebetulnya semenjak malam itu aku benar-benar kehilanganmu dan merasa begitu kesepian."
"A-apa maksud perkataanmu itu, Kak""
218 "Aku bohong kalau aku tidak mencintaimu, dan aku melakukan semua itu demi sahabatku. Kalau kau mau tahu, sebenarnya aku sangat mencintaimu, dan saat itu aku benar-benar kehilanganmu. Sejak itu hidupku begitu sepi, siang dan malam aku selalu merindukanmu. Hingga akhirnya aku bisa meredam kesepianku itu, yaitu setelah perjumpaanku dengan seorang gadis yang telah begitu tulus merawatku, dan karenanyalah akhirnya aku pun mencintainya. Namun karena perbedaan keyakinan, akhirnya kami berpisah. Kini yang menjadi harapanku cuma kau Lara. Kaulah satu-satunya gadis yang kucintai sebagai kekasih dan bisa mengobati kesepianku... Lara, kini cintaku hanya untukmu."
"Benarkah..."" tanya Lara dengan air mata mengembang.
Bobby mengangguk, dan tatapan matanya pun mengisyaratkan hal itu. Mengetahui itu, air mata Lara tiba-tiba berderai bahagia. Kini dia kembali teringat dengan goresan yang dibuat Bobby di pohon, ciuman hangat yang tak pernah dilupakan, dan juga ukiran
219 kata-kata cinta pada cincin perak yang dibuatkan untuknya. Kini dia kembali yakin kalau semua itu memang telah dilakukan Bobby sebagai tanda cintanya yang tulus. "Oh, Kak... aku benar-benar tidak mengerti. Kenapa saat itu kau bisa mengambil keputusan itu-mengorbankan perasaanmu yang begitu mencintaiku hanya demi sahabatmu""
"Randy itu sahabat yang baik, Ra. Aku pernah berhutang nyawa padanya. Karenanyalah aku tidak mau membuat dia menderita, aku tidak mau berbahagia di atas penderitaannya-di atas penderitaan orang yang hampir mengorbankan nyawanya sendiri demi untuk menyelamatkanku. Lagi pula, aku yakin sekali kalau sahabatku itu akan membahagiakanmu, sebab dia itu betul-betul mencintaimu. Dan karenanyalah aku terpaksa memutuskanmu demi kebahagiaan kalian berdua. Lara... katakanlah sejujurnya! Apakah kau merasa bahagia saat bersamanya""
"Iya, Kak. Walaupun pada mulanya aku merasa menderita karena harus berpisah denganmu, namun
220 pada akhirnya aku bisa bahagia karena Randy telah memberikan sebuah harapan baru yang membuatku menjadi sangat mencintainya. Saat itu pun aku memaknai perpisahan kita itu sebagai sebuah karunia yang diberikan Tuhan kepadaku. Aku merasa Tuhan memisahkan kita karena kau memang bukan pria yang tepat untukku. Sebab, pria yang baik hanya untuk wanita yang baik, dan pria yang masih suci hanya untuk wanita yang masih suci."
"Ra, apa maksud perkataan terakhirmu itu""
"Maaf, Kak. Kau itu memang pemuda yang baik, tapi bukankah kau sudah tidak suci lagi."
"A-apa""" Aku sudah tidak suci lagi" Kenapa kau bisa mendugaku begitu""
"Eng.. bukankah malam itu, di saat kau dan Nina jadian, kalian pergi ke hotel dan.... "
"Cukup, Ra! Kini aku mengerti. Kau sudah menduga aku dan Nina telah berbuat yang tidak-tidak. Iya kan""
Lara mengangguk. 221 "Kau salah, Ra. Sebenarnya waktu itu kami pergi ke hotel bukan untuk itu, namun untuk..." Bobby pun segera menceritakan kejadian malam itu.
"O, jadi begitu," kata Lara mengerti bahwa waktu itu Bobby dan Nina pergi ke hotel bukanlah untuk berbuat yang tidak-tidak.
Sebenarnya pada malam itu, Bobby pergi ke hotel untuk memenuhi undangan Randy yang sangat mendadak. Malam itu, setibanya di hotel Bobby langsung menghubungi sahabatnya dan memberitahukan kalau dia sudah tiba di hotel bersama Nina. "Iya.. iya... lima belas menit lagi aku sampai di tempat tujuan. Sudah ya, sampai bertemu nanti!" ucap Randy mengakhiri pembicaraan.
Lima belas menit kemudian, Randy sudah tiba di tempat itu dan langsung menemui mereka. "Hi, Bob, Nin... Apa kabar!" sapa pemuda itu.
"Baik!" jawab Bobby dan Nina serempak.
"Tunggu sebentar ya! Aku mau menghubungi temanku itu di kamarnya," kata pemuda itu seraya duduk d
i sebelah Bobby. 222 Randy pun segera menghubungi temannya, dan setelah itu dia kembali berbincang-bincang dengan Bobby dan Nina. "Untung saja kau bisa kemari, Bob. Sebab kalau tidak, tentu kita bisa kehilangan kesempatan emas. Soalnya proyek ini betul-betul bersih, dan kau tidak perlu khawatir akan terlibat dalam dosa."
"Ya mungkin ini memang sudah rezekiku, Ran. O ya, Ran... ngomong-ngomong, tadi kulihat HP-mu pakai pelindung juga."
"Betul, Bob. Sebenarnya aku mengetahui tentang pelindung ini sudah sejak lama, namun aku baru menyadari kalau dampak radiasi HP itu ternyata memang sangat berbahaya. Karenanyalah, mau tidak mau aku pun memang harus memakainya."
"Ketika dalam perjalanan kemari, aku pun sempat membicarakan masalah itu dengan Nina. Dan sekarang ini aku pun merasa perlu untuk memakainya."
223 Mereka terus berbincang-bincang, hingga akhirnya teman Randy datang menemui mereka. "Hallo, Pak Randy. Maaf kalau lama menunggu!"
"Sama sekali tidak, Pak," kata Randy seraya tersenyum. "O ya, Pak. Kenalkan, ini Pak Bobby-arsitek yang akan mengerjakan proyek kita
itu." "Apa kabar, Pak Bobby"" tanya teman bisnis Randy.
"Baik, Pak," jawab Bobby singkat.
"O ya, Pak Bobby. Ngomong-ngomong, apa benar kau yang mengerjakan gedung besar yang terkenal itu. Soalnya kata Pak Randy kaulah yang mengerjakannya, dan setelah itu kau hanya mengerjakan proyek-proyek kecil karena suatu sebab."
"Betul Pak," kata Bobby seraya menjelaskan alasannya.
Dan setelah saling berkenalan, mereka pun melanjutkan perbincangan di sebuah cafe yang cukup nyaman. Hingga akhirnya mereka sepakat untuk
224 membina kerja sama dalam mengerjakan proyek besar yang bernilai trilyunan rupiah. Namun sayangnya ternyata proyek itu cuma fiktif belaka, dan pada saat itu Bobby dan Randy adalah orang-orang yang diperalat untuk mengelabui para investor. Karenanyalah, ketika keduanya berada di puncak waktu itu mereka langsung dibekuk polisi dan akhirnya dibebaskan karena mereka memang tidak bersalah. Sebab, mereka itu juga korban yang diperalat oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab itu. Para pelaku proyek fiktif itu berhasil ditangkap disaat melakukan transaksi penukaran dollar di dealing room sebuah bank di Jakarta, yaitu sebelum proses over booking kedua rekening on screen.
"O ya, Ra. Ngomong-ngomong, kenapa ketika kau tahu tentang perihal keberadaan kami di hotel, kau tidak berusaha untuk mencari tahu lebih jauh""
"Tidak sempat, Kak. Apa lagi setelah Nina tiada, bukankah tidak baik membicarakan keburukan orang yang sudah meninggal. Karenanyalah sejak itu aku tidak pernah membicarakannya kepadamu maupun
225 kepada Randy. Kini aku betul-betul menyesal karena sering berprasangka buruk, dan karena hal itu pula yang membuatku sering gelisah."
Mendengar jawaban itu, Bobby jadi berpikir. Kalau setiap keburukan yang dilakukan seseorang adalah jalan untuk mengerti akan arti kehidupan, yaitu dimana keburukan dijadikan bahan renungan sehingga pelakunya tak mengulanginya lagi, maka budinya pun tentu akan menjadi lebih baik dari sebelumnya.
"Ra, aku sangat mencintaimu. Maukah kau menikah denganku"" tanya Bobby tiba-tiba.
Mendengar itu, Lara seketika terkejut. Sungguh dia tidak menyangka kalau pemuda itu melamarnya dengan mendadak seperti itu. "Kak, tidakkah ini terlalu cepat""
"Tidak, Ra. Aku ingin cepat menikahimu karena aku tak mau menodai lagi cinta kita yang suci ini dengan hal-hal yang rendah-seperti yang pernah kita lakukan selama pacaran dulu-bermesraan di luar ikatan yang sakral. Kini aku sudah lebih mengerti akan
226 arti cinta yang sesungguhnya, yaitu cintaku kepadamu atas dasar cintaku kepada Tuhan. Karenanyalah, bagaimana mungkin aku mau menodai cinta itu dengan hal-hal yang tidak Tuhan kehendaki. Lagi pula, hanya dengan cara inilah aku bisa lebih meyakini kalau kau memang betul-betul mencintaiku. Sebab, aku mempercayai kalau pernikahan itu adalah suatu yang sakral dan mempunyai nilai ibadah. Dan jika pernikahan itu hanya dibuat main-main, maka pelakunya akan mendapat hukuman dari Tuhan." Bobby pun melanjutkan dengan menjelaskan kedua itu lebih detail lagi, sehingga L
ara pun bisa memahaminya. Dan akhirnya dia mau menerima lamaran Bobby dengan penuh keikhlasan.
Esok harinya, sepulang mengambil uang deposito yang kebetulan sudah jatuh tempo, Bobby langsung mengontrak sebuah rumah yang cukup besar. Berlokasi di sebuah pemukiman elit yang jauh dari
227 keramaian. Di tempat itulah dia berniat untuk membina rumah tangga bersama Lara-cinta sejatinya yang sempat dia tinggalkan. Kini pemuda itu dan kekasihnya tampak berbincang-bincang perihal rencana pernikahan mereka.
"Bagaimana ini, Kak" Tampaknya orang tuaku tidak merestui pernikahan kita. Kata mereka, tidak sepantasnya aku menikahi seorang 'teroris'. Dan mereka pun tidak mau mempunyai menantu yang sudah membunuh banyak orang."
"Mmm... apa kau sudah menjelaskan kalau aku ini tidak terlibat""
"Sudah, Kak. Namun, tetap saja mereka tidak percaya. Kata mereka, jika kau memang tidak terlibat kenapa tidak menyerahkan diri ke polisi."
"Itu kan tidak mungkin, Ra. Bukti mengenai keberadaanku di dalam van waktu itu sulit untuk dibantah. Andai waktu itu kamera polisi tidak menangkap gambarku mungkin akan lain ceritanya."
"Hmm... kalau begitu, bagaimana kalau Kakak sendiri saja yang menjelaskan kepada orang tuaku.
228 Mungkin dengan begitu, mereka akan percaya-seperti halnya aku mempercayaimu karena didukung oleh bahasa tubuhmu yang kupercaya tidak mungkin berbohong."
"Tapi, Ra. Bagaimana jika mereka justru melaporkan aku kepada pihak berwajib""
"Aku akan mengancam mereka. Jika sampai mereka melakukan hal itu, aku akan minggat, atau kalau perlu aku akan bunuh diri."
"Laraku sayang... itu cuma ancamanmu saja kan" Dan kau tidak akan melakukan itu kan""
"Tentu saja, Kak. Itu hanya ancaman saja."
"Mmm... bagaimana jika orang tuamu berpikiran itu hanya ancaman saja, dan mereka pun tetap melaporkan aku""
"Entahlah... aku tidak tahu."
"Mmm... Kalau beitu baiklah... aku akan menemui kedua orang tuamu dan menjelaskan semuanya. Andai mereka mengadukan aku, aku akan menerimanya sebagai takdir yang harus kujalani. Ini memang berat, namun demi untuk menegakkan
229 kebenaran aku siap menerima apa pun yang bakal terjadi."
"Eng, bagaimana kalau kita menikah dengan Wali Hakim saja, Kak""
"Tidak, Ra. Ayahmu masih ada. Dan selama beliau tidak merestui dengan alasan yang dibenarkan oleh agama kita tidak mungkin bisa menikah."
"Eng... Apa menurutmu, sekarang ini ayahku tidak merestui kita dibenarkan oleh agama""
"Tentu saja. Bukankah beliau tidak merestui kita karena aku ini dianggap seorang 'teroris'. Dan jika beliau memang mempunyai keyakinan kalau 'teroris' itu merupakan perbuatan yang melanggar ajaran agama, tentulah tindakannya itu tepat. Andai beliau mempercayai kalau aku bukan 'teroris' tentulah beliau akan merestuinya. Dan langkah terbaik yang memang harus aku lakukan adalah berusaha meyakinkan ayahmu, kalau aku ini bukanlah pria yang seperti diberitakan selama ini."
Akhirnya sepasang kekasih itu sepakat untuk menemui kedua orang tua Lara. Sebab, saat ini
230 mereka memang sudah tidak mempunyai alternatif lain, dan mengenai apa pun yang akan terjadi mereka serahkan kepada Tuhan, karena sebaik-baiknya tempat berserah diri adalah kepada-Nya.
Seminggu kemudian, setelah Bobby dan Lara berusaha dengan gigih untuk meyakinkan kedua orang tua Lara, kalau Bobby bukanlah 'teroris' seperti yang diberitakan selama ini, akhirnya keduanya direstui untuk menikah. Pernikahan itu pun diselenggarakan dengan sangat sederhana karena ada kekhawatiran Bobby akan dikenali banyak orang. Saat itu pun Bobby sempat berjanji kepada kedua orang tua Lara, Jika kelak ia mempunyai bukti bahwa keterlibatannya dengan 'teroris' bukankah karena keinginannya, namun karena saat itu dia berada pada waktu dan tempat salah, maka ia pasti akan menyerahkan diri dan menyerahkan semua perkaranya kepada hukum. Maklumlah, undang-
231 undang mengenai teroris masih belum sempurna, sehingga siapa pun yang mempunyai teman 'teroris' bisa dituduh sebagai 'teroris', walau pun sebenarnya ia sendiri tidak tahu kalau temannya itu merupakan seorang 'teroris'. Karenanyalah ia harus mendapatkan bukti itu agar luput dari tu
duhan, dan namanya pun bisa dibersihkan.
Hingga saat ini Bobby masih tetap mempunyai keyakinan kalau memperjuangkan keadilan itu masih bisa dilakukan dengan cara-cara yang lebih santun, karena agama yang diyakininya memang menganjurkannya demikian. Namun sebagai manusia yang tidak tahu apa-apa, Bobby berusaha untuk tidak menghakimi siapa pun. Sebab, dia menyadari betul kalau setiap perjuangan yang dilandasi oleh keyakinan yang kuat merupakan jalan untuk mencari kebenaran yang hakiki. Dan perbedaan cara memperjuangkannya bisa jadi berbeda tergantung dari pemahaman agama dan sudut pandang orang yang mencari kebenaran itu. Karena itulah, tidak mustahil kalau seorang 'teroris' hanyalah sebagai
232 korban dari pemikiran yang keliru. Kini semuanya dikembalikan kepada Tuhan yang Maha Tahu segalanya, karena memang Tuhanlah yang paling berhak menghakimi benar salahnya seseorang.
Apalagi sekarang, dimana perang ideologi masih terus berlangsung. Dimana setiap manusia yang beragama merasa berkewajiban untuk menyampaikan kebenaran yang diyakininya. Maka setiap orang yang berbeda keyakinan akan menjadi musuh karena menjadi penghalang kebenaran yang diwajibkan kepadanya agar disampaikan. Sehingga pendoktrinan dan perang pemikiran yang tak sehat terus berkembang, mencuci otak orang-orang awam agar bisa menerima keyakinan yang disampaikan itu. Hingga akhirnya perang kepentingan pun tak terelakkan, yang mana masing-masing pihak berusaha memperjuangkan keyakinannya dalam kancah percaturan politik. Dalam perang kepentingan itulah, kekuasaan menjadi sarana yang paling mempuni guna mewujudkan cinta-cita mereka. Dilema... sungguh bagai buah simalakama. Hanya
233 Pemerintahan Islam yang betul-betul Islami-lah yang bisa mendamaikan dunia ini dari perang kepentingan. Andai setiap pihak yang mau memperjuangkan Pemerintahan Islam dengan cara yang Islami, mungkin tidak akan ada lagi pihak yang merasa terzolimi.
Karenanyalah, sebagai orang awam, Bobby lebih memilih untuk tidak memikirkan masalah yang pelik itu lebih jauh. Dia lebih memilih memperbaiki budinya sendiri, yaitu dengan membaktikan diri kepada Tuhan-berbuat baik dan menyampaikan kebenaran dengan cara yang lebih santun. Dia menyadari kalau tugasnya di dunia ini hanya untuk menyampaikan kebenaran dan bukan memaksakannya. Karenanyalah dia tidak mau ambil pusing dengan manusia yang menolak apa pun yang disampaikannya, semua dikembalikan kepada budi mereka sendiri yang sudah dikaruniakan Tuhan dengan akal yang dengannya dia bisa membedakan mana yang baik dan yang tidak. Untuk itulah, kini dia terus berusaha untuk senantiasa mencintai semua
234 makhluk ciptaan Tuhan yang beragam, dan berusaha bijak menyikapi setiap perbedaan yang ada. Namun dalam hatinya masih ada keraguan, apakah dia bisa betul-betul mencintai jika pada budinya tidak ada kepedulian sejati. Karenanyalah, selain menyampaikan kebenaran, dia pun berusaha untuk mengajak orang untuk mengikuti jejaknya yaitu memperjuangkan kebenaran dengan cara yang penuh kelembutan.
Saat ini pun Bobby sedang menyampaikan sebuah kebenaran kepada istri tercintanya dengan penuh kelembutan. "Sayang... ketahuilah! Bahwa melayani suami adalah ibadah yang dengannya kau bisa mendapat kebahagiaan di akhirat kelak. "
"Iya, Kak. Namun, apakah semua hal yang bisa membahagiakan suamiku dapat kulayani""
"Tidak, Sayang.... hanya hal-hal yang tidak
menyimpang dari ajaran agama. Andai saja aku sampai memintamu untuk melayaniku, sedang hal itu bertentangan dengan ajaran agama kita, tolaklah aku dengan cara yang baik. Ketahuilah, Sayang... manusia
235 itu tempatnya salah, dan jika aku sampai khilaf hendak melakukan perbuatan yang tidak semestinya. Berilah peringatan kepadaku, dan sampaikanlah kebenaran itu dengan tanpa keraguan! Sekalipun kebenaran itu bisa jadi sangat menyakitkan."
Suami istri itu terus berbincang-bincang mengenai hal-hal yang boleh dan tidak. Sementara itu di tempat lain, di sebuah ruangan yang dipenuhi berbagai barang mewah. Seorang pemuda tampak memberikan instruksi kepada empat orang anak buahnya. "Pokoknya kali ini kalian jangan sampai gagal! Jik
a kalian gagal lagi maka bonus tahun ini tidak akan kuberikan. O ya, gunakan ini untuk mendukung operasi kalian," kata pemuda itu seraya memberikan sepucuk pistol kepada seorang anak buahnya yang dipercaya untuk pemimpin operasi. Dia bernama Reno, pemuda bertubuh kekar pemegang sabuk hitam.
"Baik, Pak. Kami akan berusaha," kata Reno seraya menanggapi pistol itu.
236 Tak lama kemudian, Reno dan ketiga temannya segera meninggalkan ruangan. Mereka lantas menaiki mobil dan segera bergerak menuju ke wilayah yang menurut mata-mata mereka menjadi tempat persembunyian orang yang mereka cari.
237 SEMBILAN Tiga bulan kemudian, di sebuah ruang tamu, Bobby dan Lara tampak serius menonton televisi. Saat itu mereka sedang menyimak berita tentang 'teroris' Internasional yang diduga bersembunyi di Indonesia. Jaringan 'teroris' itu pun diduga berkaitan dengan para 'teroris' yang belakangan sedang gercar dicari aparat karena kasus beberapa peledakan bom yang terjadi di Indonesia. Ketika nama Bobby dikait-kaitkan dengan 'teroris' dan masyarakat dimintai pendapat tentangnya sungguh membuat Bobby sedih. Opini orang-orang yang diwawancarai saat itu sudah menuduhnya yang tidak-tidak, bahkan ada yang begitu menginginkan kematiannya.
Andai praduga tak bersalah mereka hormati dengan tidak menciptakan opini publik yang bisa membuat masyarakat membencinya mungkin dia
238 akan sedikit lega. Dalam hati, pemuda itu sangat mengkhawatirkan teman-teman dan saudara-saudaranya mungkin juga ikut membencinya. Andai saat ini dia sudah mempunyai bukti perihal ketidakterlibatannya tentu dia akan segera menyerahkan diri. Sebab, tanpa bukti bagaimana mungkin dia bisa dipercaya. Pemuda itu sangat khawatir kalau dia menyerahkan diri mungkin akan diintrograsi dan dipaksa untuk mengaku bersalah.
Ini memang sebuah dilema, pihak berwajib dan tersangka saling tak percaya, dan itu semua karena hukum yang prematur. Jika demikian bisa saja orang yang semula tidak tahu apa-apa lantaran dituduh terlibat akhirnya menjadi terlibat. Apalagi jika ada tekanan dari pihak luar, tentu bisa fatal akibatnya. Orang yang semula tidak tahu apa-apa bisa jadi malah sengaja melibatkan diri karena menganggap musuh 'teroris' adalah musuhnya juga. Dan jadilah dia seorang 'teroris' baru yang siap mengorbankan jiwa dan raganya demi melawan kesewenangan dan ketidakadilan. Siapa pun yang mendukung dan
239 berpartisipasi dengan pihak-pihak yang menjadi musuhnya adalah musuhnya juga.
"Kak bagaimana jika kau tertangkap sedang kau sendiri belum mempunyai bukti""
"Jika demikian mungkin aku hanya bisa pasrah dan menyerahkan semuanya pada hukum yang berlaku."
"Tapi, bagaimana jika hukum di negeri ini sudah tak berpihak lagi pada kebenaran. Terus terang aku khawatir, bagaimana jika mereka memaksamu mengaku."
"Aku cuma bisa pasrah."
Saat itu Lara langsung menyandarkan kepalanya di dada suaminya. Dan di dalam benaknya terangkai peristiwa yang membuatnya meneteskan air mata. "Aku tidak mau itu menimpa dirimu, Kak," ungkap gadis itu sedih.
"Sudahlah, Sayang... kau jangan berpikir macam-macam! Semua itu kan belum tentu seperti yang kau khawatirkan. Tuhan pasti melindungi orang-orang yang baik, dan atas kehendak-Nya hukum pasti akan
240 berpihak padaku, yang terpenting sekarang aku harus berusaha semaksimal mungkin untuk membuktikan kalau aku tidak bersalah. Andaipun sesuatu yang buruk menimpaku disaat proses itu aku akan menerimanya sebagai ujian Tuhan yang akan membuatku lebih mengenal-Nya. Dan seandainya aku sampai dihukum mati, berarti itu memang sudah kehendak Tuhan. Dan aku harus menerimanya sebagai bukti ketaatanku kalau aku ini memang sudah tidak diizinkan lagi untuk melaksanakan tugas-tugasku sebagai manusia di muka bumi ini."
"Kak, aku tidak mau kau meninggalkanku."
"Hal itu kan belum terjadi, Sayang... Kau tidak perlu merisaukannya! Lagi pula, andai Tuhan memang sudah menghendaki aku mati, maka tidak seorang pun yang bisa mencegahnya. Lihat saja setiap hari pasti ada saja yang mati, dan kematian itu bisa terjadi di mana saja. Jika aku mati dalam memperjuangkan kebenaran maka matiku adalah mati syahi
d, dan jika kita terus konsisten menjalani
241

Duka Lara Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ajaran agama Insya Allah atas Izin-Nya kita pasti akan dipertemukan kembali."
Mendengar itu hati Lara menjadi tenang, di dalam hatinya sudah tak ada lagi kerisauan yang semula sangat membebani hatinya. "Kak, sebelum orang-orang di kampung ini ada yang mengenalimu, bagaimana kalau kita pindah saja ke tempat yang jauh""
"Sayang... di mana pun kita tinggal bagiku sama saja. Malah aku merasa lebih aman di pemukiman kita ini, di mana tetangga kita tidak saling mengenal satu sama lain. Lagi pula, aku kan sudah merubah penampilanku sehingga sangat berbeda dengan gambarku di selebaran itu."
"O ya, Kak. Aku..."
Belum sempat Lara menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba HP yang menggantung di lehernya terdengar berbunyi. "Sebentar, Kak. Aku terima telepon ini dulu," kata gadis itu seraya menerima telepon yang masuk.
242 Tak lama kemudian, dia sudah bicara kembali dengan suaminya. "Kak, polisi sudah menggeledah rumah orang tuaku."
"Untung saja kau tidak jadi memberi tahu kepada orang tuamu perihal tempat tinggal kita ini. Kalau saja saat itu kau melakukannya mungkin mereka sudah menuju kemari."
"Kau betul, Kak. Andai saat itu kau tidak melarangku dengan tegas mungkin aku sudah memberitahukannya."
"O ya, ngomong-ngomong apa yang ingin kau katakan tadi"" tanya Bobby penasaran.
"Mmm... Aku cuma mau memberitahumu kalau sekarang aku kepingin sekali makan tongseng."
"O..., kalau begitu baiklah.... dengan senang hati aku akan membelikannya untukmu."
"Tapi, Kak... "
"Kau jangan khawatir, Insya Allah tidak akan terjadi apa-apa."
Tak lama kemudian, Bobby sudah mengendarai sepeda motornya menuju ke penjual tongseng yang
243 terkenal enak. Setiba di sana, pemuda itu segera memesan dua porsi dan duduk menunggu. Saat itu, dia mendengar dua orang pengunjung tampak sedang membicarakan dirinya.
"Aku betul-betul tidak menyangka. Dia itu kan dulunya arsitek yang pernah membangun gedung terkenal itu. Dan kata orang-orang yang mengenalnya, dia itu pemuda yang baik dan sama sekali tidak pernah terlibat kasus kriminal."
"Ya mungkin saja dia telah dicuci otak oleh para 'teroris' yang merekrutnya, sehingga dia jadi berubah dan tega berbuat sekejam itu."
"Menurutmu apakah orang seperti itu bisa dikatakan bersalah."
"Menurutku dia itu cuma korban yang diperalat dengan menggunakan doktrin agama yang sama sekali tidak bisa dipertanggungjawabkan."
"Ya aku rasa juga begitu. Kasihan orang-orang seperti mereka, maksud hati ingin mencari kebenaran tapi malah diperalat begitu."
244 Bobby terus mendengarkan pembicaraan kedua orang itu, hingga akhirnya tongseng yang dipesannya selesai dibuat. Setelah membayar tongseng, pemuda itu segera pergi meninggalkan tempat itu dan akhirnya tiba kembali di rumah dengan selamat.
"Ini tongsengnya, Sayang... " kata Bobby seraya memberikannya kepada istri tercintanya, kemudian dia segera melangkah ke dapur untuk mengambil piring dan sendok.
Tak lama kemudian, pemuda itu sudah kembali ke ruang tengah dan segera menikmati tongseng yang masih hangat itu bersama istrinya.
"Tongseng ini enak sekali, Kak. Di mana kau membelinya""
"Di tempat biasa"
"Tapi, kenapa kali ini terasa lebih enak""
"Mungkin karena saat ini kau sedang lapar dan nafsu makanmu yang lain dari biasanya itulah penyebabnya."
"Mmm... memangnya selama ini aku banyak makan ya, Kak."
245 "Tentu saja, kalau tidak masa pipimu bisa jadi tembam begitu."
Saat itu Lara langsung memegang pipinya sendiri, "Aduh, sepertinya aku memang mengalami kegemukan, Kak."
"Wajarlah, mungkin karena selama ini kau sering tertekan sehingga menjadi agak stress. Dan sebagai pelampiasannya, kau pun jadi banyak makan."
"Kau betul, Kak. O ya, ngomong-ngomong kenapa tongsengmu tidak kau habiskan"" tanya Lara ketika mengetahui Bobby tidak menghabiskan tongsengnya.
"Aku sudah cukup kenyang, Sayang.... "
"Kalau begitu, biar aku yang habiskan ya""
Bobby mengangguk, sedang di bibirnya tampak tersungging sebuah senyuman. Pemuda itu terus memperhatikan istrinya yang kini tampak bersemangat, menghabiskan sisa tongseng miliknya.
"Habis sudah! Hmm... tongseng ini memang be
nar-benar enak, Kak. Emm... kenapa kau senyam-senyum sendirian, Kak"" tanya Lara heran ketika mengetahui suami seperti itu.
246 "Tidak kenapa-napa, Sayang.... Terus terang, aku senang sekali karena kau mau menghabiskan tongseng itu. Sebab kalau tidak, kan bisa jadi mubazir."
"O, begitu.... tentu saja aku mau menghabiskannya, karena tongseng itu memang betul-betul enak. O ya, Kak. Besok kau belikan aku lagi ya!"
"Kenapa harus besok" Jika sekarang kau masih merasa kurang aku bisa membelikan lagi."
"Tidak usah, Kak! Terima kasih! Sekarang ini aku sudah merasa cukup kenyang. Lagi pula, jika aku menuruti keinginanku mungkin tongseng itu akan jadi tidak enak."
"Kau betul, Sayang... dengan begitu, selain agar makanan tetap terasa nikmatnya, tubuh pun akan menjadi sehat. Lagi pula, bukankah Rasulullah menganjurkan untuk berhenti makan sebelum kenyang."
Bobby dan istrinya terus berbincang-bincang hingga akhirnya malam pun semakin larut. Dan ketika
247 istrinya mengajaknya tidur, Bobby tampak menolak. "Maaf sayang! Aku masih memikirkan sesuatu. Jika kau sudah mengantuk, tidur saja duluan. Nanti aku akan menyusul."
"Tapi, Kak. Aku ingin... " Lara menggantung kalimatnya, sepertinya saat itu dia berat untuk mengatakannya.
"Ingin apa, Sayang..."" tanya Bobby tidak paham.
"A-anu, Kak. A-aku mau... "
"Ayolah, Sayang... katakan saja! Aku ini kan suamimu. Jadi, jika kau memang menginginkan sesuatu, katakan saja terus terang!"
"Eng, sebenarnya... a-ku mau dikeloni olehmu."
Mengetahui sifat manja Lara, Bobby pun segera merespon, "Sayang... ketahuilah! Saat ini aku mau memikirkan sesuatu yang penting. Dan karenanyalah, aku mohon kau mau mengerti!"
"Iya, Kak... Sebenarnya, tadi pun aku sudah tidak mau bilang. Tapi karena Kakak mendesak, maka aku pun terpaksa mengatakannya."
248 "Hmm... Benarkah! Kalau begitu baiklah. sekarang ayo kita tidur...!" ajak Bobby seraya menggandeng istrinya ke kamar.
"Tapi, Kak." "Sudahlah. tidak apa-apa. Kan aku bisa berpikir sambil mengelonimu," kata Bobby meredakan rasa tidak enak di hati istrinya.
Kini suami istri itu sudah berada di tempat tidur, saat itu Bobby tampak sedang membelai istrinya yang tampak manja berada di dalam dekapannya. Dalam hati, pemuda itu agak menyesal juga karena lagi-lagi harus memanjakan istrinya, dan dia pun sempat khawatir jika hal itu sampai menjadi kebiasaan. Sebab jika terlalu memanjakannya, mungkin saja suatu saat nanti istrinya itu akan sulit tidur sendirian. Apa lagi jika suatu saat dia dipanggil Tuhan, apa mungkin istrinya itu bisa bertahan hidup tanpa kehadirannya, kehadiran seorang suami yang senantiasa menyayanginya dan selalu memanjakannya.
249 Esok harinya di siang yang terik, Bobby tampak sedang menerima telepon dari istrinya yang kini berada di tempat praktek dokter. Saat itu dia tampak sedikit kesal lantaran istrinya itu pergi tanpa seizinnya, dan menurut alasan istrinya itu, dia sengaja pergi sendiri lantaran suaminya takut dikenali orang.
"Iya, iya... aku mengerti."
"Tapi, Kak." "Sudahlah, Sayang... pokoknya aku tidak mau kau pulang sendirian, biarlah aku yang akan datang menjemputmu."
"Kak, terus terang aku khawatir. Bagaimana jika nanti ada yang mengenalimu""
"Percayalah! Tidak akan ada yang mengenaliku. Aku kan mengenakan helm."
"Eng, baiklah... kalau begitu aku akan menunggumu, Kak."
"Nah, begitu dong. Itu baru namanya istri yang menurut pada suami. Terus terang, aku tidak mengizinkanmu ke mana-mana sendirian karena aku sangat menyayangimu. Kau tahu kan, kondisi di
250 negeri kita sekarang. Sungguh aku sangat mengkhawatirkanmu, Sayang... "
Tak lama kemudian, Bobby terlihat sudah melaju dengan sepeda motornya. Dan setibanya di tempat tujuan, pemuda itu terlihat langsung menemui istrinya.
"Apa penyakitmu parah, Sayang..."" tanya Bobby khawatir.
Lara menggeleng. "Hmm... kau sakit karena tongseng semalam, ya""
Lagi-lagi Lara menggeleng, kemudian gadis itu malah duduk di atas jok motor dan meminta suaminya untuk segera jalan. Bobby pun segera menjalankan sepeda motornya, pada saat itu hatinya semakin tambah penasaran. "Kalau begitu, katakanlah! Apa yang menyebabkan sak
itmu itu"" tanya pemuda itu lagi.
"Eng, sebenarnya... " Lara tidak melanjutkan kata-katanya.
"Ayolah, Sayang. katakanlah!"
"Maafkan aku, Kak! Sebaiknya kita bicara di rumah saja. Terus terang aku takut mengganggu
251 konsentrasimu mengendara, lagi pula di rumah kan aku bisa menjelaskannya dengan tenang!" kata Lara seperti menyembunyikan sesuatu.
Saat itu Bobby tampak bertanya dalam hati, "Mmm... apa mungkin istriku menderita penyakit yang parah sehingga dia tidak berani langsung berterus terang. Kalau begitu, biarlah kuturuti keinginannya itu."
"Awas, Kak!" teriak Lara yang melihat seekor kucing tampak menyeberangi jalan.
"Astagfirullah....! Hampir saja makhluk yang tak berakal itu aku tabrak," ucap Bobby terkejut.
"Makanya, Kak. Sebaiknya kau lebih berkonsentrasi berkendara."
"Iya, Sayang..."
Suami istri itu terus melaju pulang. Selama perjalanan, Bobby terus bertanya-tanya dalam hati dan sangat mengkhawatirkan istrinya yang mungkin saja sedang menderita penyakit parah. Ketika mereka sedang melewati jalan yang sepi, tiba-tiba motor yang mereka tumpangi disalip oleh sebuah kendaraan roda empat dan langsung menghadangnya. Seketika
252 Bobby terkejut dan langsung menghentikan sepeda motornya, kemudian dengan jantung yang masih berdebar, pemuda itu tampak mewaspadai apa yang bakal terjadi.
"Mo-mobil itu, Kak! Mobil itulah yang telah membawaku pergi ketika Randy akan menjemputku di stasiun," jelas Lara panik.
Mengetahui itu, Bobby buru-buru turun dari motor dan datang menghampiri. Pada saat yang sama, empat orang pemuda yang baru turun dari mobil juga terlihat menghampiri Bobby. Kini mereka sudah berdiri saling berhadapan dan dengan tanpa senyum sama sekali.
"Hmm... ternyata memang kalian. Apa tidak kapok setelah kuhajar malam itu""
"Bedebah! Ternyata kau yang telah menggagalkan kami. Hahaha! Tidak mengapa, waktu itu kami memang kalah, tapi... kali ini kami punya ini," kata seseorang dari ke empat penjahat itu seraya menodongkan pistolnya.
253 Mengetahui itu, Bobby segera mengolah pernafasan dan memproteksi dirinya dengan tenaga dalam. "Hmm... Aku harus menyingkirkan pistol itu dulu, setelah itu baru kulumpuhkan mereka semua," kata Bobby dalam hati.
Setelah yakin apa yang akan dilakukannya, tiba-tiba Bobby bergerak menyerang. Pada saat yang sama, orang yang memegang pistol berusaha menembak. Namun bukannya menembak, dia malah terjengkang karena efek proteksi tenaga dalam yang dimiliki Bobby. Pada saat itulah Bobby langsung menendang senjata itu hingga terpental jauh, kemudian dilanjutkan dengan menghajar ke empat penjahat itu dengan sekuat tenaga. Namun karena energinya sudah banyak terkuras, serangan pemuda itu pun jadi tidak maksimal, dan akibatnya ke empat penjahat itu masih bisa melakukan perlawanan dengan begitu gigih. "Agh...!!!" tiba-tiba Bobby mengerang, saat itu lengan kanannya sempat terkena sabetan sangkur.
254 Baku hantam terus berlanjut, hingga akhirnya para petarung itu sama-sama kelelahan dan dengan tubuh yang sama-sama penuh luka. Tak beberapa lama kemudian, Bobby sudah berhasil melumpuhkan tiga orang lawannya. Namun pada saat yang sama, salah seorang yang belum berhasil dilumpuhkan berhasil melukai pahanya. Tak ayal, Bobby pun langsung terjatuh dan sulit untuk berdiri. Mengetahui itu, si penjahat tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Dia segera mencekiknya dan berusaha mengarahkan sangkurnya ke lambung Bobby. Menyadari apa yang akan terjadi, Bobby tidak tinggal diam-dia segera menangkap tangan lawannya dan berusaha keras mengambil alih sangkur itu. Dan setelah perjuangannya yang gigih, akhirnya Bobby berhasil juga merebut sangkur itu dan segera mengarahkannya ke ulu hati lawannya. "Terimalah ini sebagai pembalasan dari sahabatku... " kata Bobby seraya bersiap-siap hendak menikamkan sangkur yang berada digenggamannya.
255 "Kak! Sudahlah...! Kau jangan membunuhnya!" tahan Lara tiba-tiba.
"Tidak, Ra. Orang ini harus menerima ganjarannya, dia memang sangat pantas untuk mati. Selain sudah membunuh Randy yang sudah kuanggap sebagai saudaraku, dia pun sudah berani melukaiku. Karenanyalah dia memang tidak pantas untuk
diberi pengampunan."
"Kak... dengarlah! Dia itu sudah tak berdaya, dan jika kau sampai menzoliminya karena dendammu, maka hal itu merupakan perbuatan dosa."
"Kau tidak mengerti, Ra. Kalau sesungguhnya nyawa harus dibalas nyawa."
"Sudahlah, Kak! Aku Mohon! Bukankah agama kita mengajarkan kalau memaafkan adalah hal yang lebih utama. Lagi pula, aku sangat mencintaimu, Kak. Aku tidak mau kau masuk penjara. Sebab, a-aku tidak mau mengurus anak kita sendirian."
Mendengar itu, Bobby seketika tersentak. "Ra... benarkah yang kau katakan itu""
256 "Benar, Kak. Saat ini aku sedang mengandung anak kita."
"Itukah kenapa kau merahasiakannya" Rupanya kau ingin memberi kejutan padaku."
Lara mengangguk. Saat itu juga Bobby langsung melepaskan sangkur yang dipegangnya, kemudian dengan segera pemuda itu memeluk istrinya dan menciumnya berkali-kali. "Aku bahagia sekali, Ra. Aku akan menjadi seorang ayah."
Sementara itu, penjahat yang semula tampak tak berdaya kini tampak berusaha bangkit seraya mengambil sangkur yang dijatuhkan Bobby, kemudian dengan serta-merta dia menikamkannya ke punggung lelaki yang kini sedang berbahagia itu. Tak ayal, lelaki itu pun langsung roboh dan tak bergerak lagi, sedang di punggungnya sebuah sangkur masih terus menancap.
Melihat itu Lara berteriak histeris. Pada saat yang sama, Reno segera membungkam mulut Lara dengan sebuah tamparan yang begitu keras. Seketika itu juga, Lara tersungkur dengan bibir yang mengeluarkan
257 darah. Pada saat yang sama, di kejauhan terlihat sebuah mobil yang melaju mendekat.
Mengetahui itu, Reno buru-buru mengambil tindakan. "Ayo cepat ikut denganku!" Perintah penjahat itu seraya menyeret Lara menaiki mobil. Pada saat yang sama, ketiga teman Reno yang sudah dilumpuhkan Bobby juga ikut naik dengan bersusah payah. Hingga akhirnya, mobil yang mereka tumpangi melaju meninggalkan tempat itu.
Malam harinya, di sebuah rumah peristirahatan. Lara terlihat duduk di sebuah kursi kayu dengan tubuh yang terikat erat, sedangkan di mulutnya masih menempel sepotong lakban yang melekat erat. Saat itu Lara cuma bisa menangis dan menangis. Hingga akhirnya seseorang datang menemuinya dan langsung melepas lakban yang menempel di mulutnya.
258 "Hmm... jadi, memang kaulah dalang dari semua ini," kata Lara geram.
"Hahaha...!!! Semua itu karena salahmu sendiri. Coba kalau malam itu kau tidak menolakku. Mungkin aku tidak akan sampai berbuat begini."
"Kau memang biadab!"
"Silakan maki aku sesukamu! Percayalah... aku tidak akan marah! Lara sayang... aku sangat mencintaimu. Keindahan tubuhmu sungguh telah membuatku ingin menikmatinya. Dan tak lama lagi aku pasti bisa mewujudkannya, walaupun tanpa kerelaanmu. Tapi kusarankan, sebaiknya kau merelakannya. Karena dengan demikian, kau pun bisa menikmatinya bersamaku."
Setelah berkata begitu, pemuda itu segera menyuruh anak buahnya untuk memindahkan Lara ke atas ranjang dan mengikatnya kuat-kuat. "Nah, sekarang kalian boleh pergi!" perintah pria itu kepada anak buahnya seraya mulai menggerayangi tubuh Lara.
259 Ketika penjahat itu akan bertindak lebih jauh, tiba-tiba. "Hentikan perbuatanmu, Jahanam!" perintah seorang pemuda yang kini sedang berdiri di ambang pintu dengan sebilah pisau yang berlumuran darah.
"O, kau rupanya," kata Pak Sasongko seraya duduk di tepian ranjang.
"Ya, kau tidak menyangka bukan. Sungguh aku tidak habis pikir, ternyata keberadaanmu di dunia tari bukanlah untuk melestarikannya, namun lebih kepada menodainya. Untunglah aku cepat menyadari, kalau tidak tentu akan lebih banyak lagi korban yang berjatuhan."
"Hahaha... ! Memang itulah tujuanku. Soalnya aku sangat menyayangkan jika tubuh-tubuh indah nan gemulai itu cuma untuk dilihat saja, bukanlah lebih baik tubuh-tubuh itu juga dinikmati di atas ranjang. Hahaha...!" kata penjahat itu seraya menunduk dan mengambil sesuatu di bawah ranjangnya. "Nah, pahlawan kemarin sore. Sebaiknya kau buang pisaumu itu dan berlututlah di hadapanku!" kata penjahat itu lagi sambil menodongkan sebuah
260 pistolnya kepada pemuda yang dianggap sudah mengganggu kesenangannya itu.
Karena tidak mempunyai pilihan yang lebi
h baik, akhirnya pemuda itu menjatuhkan pisaunya. Bersamaan dengan jatuhnya pisau itu, tiba-tiba... Lara yang saat itu masih terikat tampak membenturkan kepalanya pada lengan si penjahat. Tak ayal, lengan penjahat itu pun langsung terayun dan menembak ke sasaran kosong. Pada saat yang sama, pemuda pemberani itu langsung bergerak cepat-mengambil pisaunya dan segera menikam penjahat itu hingga tewas bersimbah darah.
Tak lama kemudian, Lara dan pemuda yang menolongnya segera meninggalkan rumah itu dan melapor kepada pihak berwajib.
261 SEPULUH Langit menghitam seiring dengan angin yang terus berhembus. Pada saat itu di bawah pohon nan rindang, seorang gadis tampak duduk termenung. Pikirannya begitu kalut, terbayang akan masa depan yang begitu gelap, seperti gelapnya awan yang ada di atas kepalanya. Kini gadis itu menatap goresan-goresan yang melekat erat pada batang pohon di dekatnya, goresan-goresan itu membentuk dua baris nama yang di antaranya terdapat gambar hati. Bobby love Lara begitulah bunyi goresan-goresan
itu. Tiba-tiba saja, gadis yang bernama Lara itu beranjak bangun, kemudian melangkah ke tepian sungai yang tak begitu jauh. Dia duduk di sebuah batu sambil memeluk kedua kakinya yang menyiku, sedangkan kepalanya tampak tertunduk-bersandar pada kedua lututnya. Pada saat itu, sayup-sayup
262 terdengar isak tangis yang cukup memilukan. Gadis itu menangis, kedua matanya basah oleh air mata yang seakan tak mau berhenti.
Lara terus menangis. Sementara itu di langit, awan sudah semakin gelap, dan sebentar lagi hujan lebat pasti akan turun menyiram bumi. Benar saja, dalam waktu singkat hujan sudah turun dengan lebatnya. Angin yang mengiringinya berhembus kencang, membuat butiran-butiran hujan terasa agak sakit. Saat itu Lara masih belum beranjak dari duduknya, dia terus menangis di bawah siraman hujan yang semakin lebat saja.
Tiba-tiba halilintar menjilat sebuah pohon yang tak begitu jauh, suara ledakannya begitu dasyat-membaur dengan derasnya hujan dan deru angin yang semakin menjadi-jadi. Mendengar itu, Lara tersentak kaget, kemudian dengan serta-merta gadis itu beranjak bangun dan berlari menuju ke sebuah saung yang tak begitu jauh.
Di saung itulah Lara duduk bersendekap, saat itu tubuhnya tampak menggigil kedinginan, sedang
263 bibirnya yang pucat tampak bergetar bersamaan dengan gemeretak giginya. Di dalam kedinginan yang menusuk itu, gadis itu masih saja menangis memikirkan suaminya yang dituduh sebagai 'teroris' telah diberitakan tewas oleh media-media yang ada di Indonesia. Kini di benak gadis itu terbayang kembali peristiwa yang menyedihkan itu, dimana orang yang dicintainya itu terkapar dengan sebilah sangkur yang menancap di punggungnya. Dan kejadian itu terjadi persis di depan matanya, seusai dia menyampaikan kebenaran yang ternyata memang sangat pahit akibatnya, dan dia menduga karena kebenaran yang disampaikan itulah suaminya jadi terbunuh. Andai waktu itu dia membiarkan Bobby membunuh penjahat itu tentu tidak seperti itu jadinya. Sungguh duka Lara yang mendalam itu sudah membuat budinya menurun, bahkan akal sehatnya pun seperti sudah tak bisa digunakan lagi. Di dalam benaknya hanya ada dukalara yang sulit dihilangkan, terasa pilu dan membuatnya semakin tidak mempercayai akan makna kebenaran. Di saat itulah, akhirnya setan
264 membisikkan sesuatu yang menyesatkan sehingga Lara berniat melepas segala dukalaranya dengan menyusul sang Suami yang diduganya sedang menunggu di alam baka.
Usai hujan, Lara kembali keluar, kemudian dipandangnya pepohonan dan rerumputan yang tampak basah, tanah yang digenangi air, serta beberapa hewan kecil yang merayap. "Huff...!" gadis itu menarik nafas panjang, dan tak lama kemudian dia mulai melangkah-perlahan namun pasti, menuju ke bibir jurang yang jika memandang pada kejauhan akan terlihat pemandangan yang begitu indah. Tak lama kemudian, gadis itu pun tiba di tempat itu. Sejenak kedua matanya memandang indahnya lembah yang sedikit tertutup kabut.
Kini gadis itu tampak terpejam, wajahnya yang manis tampak pucat-tak ada gairah kehidupan. "Oh Tuhan... apa yang mesti aku lakukan
"" Suasana hati semakin terasa kelam, dan kesedihan semakin mendalam. Saat itu sepertinya tak ada seorang pun yang mampu mengobati
265 dukalaranya, dan tak seorang pun yang bisa menghentikan niat sesatnya. Hanya pertemuan kepada suami tercintalah yang diharapkan bisa meredam segala dukalaranya. Kini gadis itu tampak memandang curamnya jurang yang menganga bersamaan dengan air matanya yang kembali berderai.
"Selamat tinggal orang-orang yang kucintai, selamat tinggal dunia yang fana, dan selamat tinggal penderitaan. Duhai suamiku tercinta-kekasih belahan jiwa, sambutlah kedatangaku ini!"
Begitu gadis itu hendak melompat, tiba-tiba...
"Apa yang hendak kau perbuat sayang.... " Kenapa
kau mau meninggalkan aku"" tanya seorang pria yang pada saat itu menggenggam tangannya erat, sebuah genggaman tangan yang kekar.
Seketika Lara menoleh, dan saat itu dia tak mampu berkata. Hanya air matanya yang bicara, seperti kebahagiaan yang tiada terkira. Rupanya kini dihadapannya telah berdiri seorang pria tampan yang selama ini disangkanya sudah tiada.
266 "Kenapa sayang... " kenapa kau memandangku seperti itu" Apakah kau tak merindukanku"" tanya Bobby seraya tersenyum.
"Ka-Kakak... ! Ka-kau ma-masih hidup""
"Emm... apakah saat ini aku terlihat seperti hantu""
"La-lalu yang diberitakan itu""
"Begitulah pers. Begitu mendengar kabar tentang kematianku, mereka pun langsung menyebarluaskannya. Padahal pada saat itu aku cuma mati suri."
"Benarkah"" Lara hampir tak mempercayainya. "Hmm. Andai saja waktu itu polisi mengijinkanku melihatmu di rumah sakit, tentu aku tidak akan berbuat seperti ini."
"Ya, mereka melakukan itu demi mengamankan aku," kata Bobby seraya menceritakan perihal kejadian yang membuatnya bisa selamat. Ternyata sangkur yang menancap di punggungnya hanya menggangu syaraf motorik dan menyebabkannya mengalami kelumpuhan sementara dan kemudian berkembang menjadi mati suri.
267 "Begitulah ceritanya, Sayang... Hingga akhirnya aku pun sembuh dan diizinkan pulang."
"Oh, Kak. Aku benar-benar bahagia mengetahui kenyataan ini."
"Aku juga, Sayang.dan itu semua karena berkat pertolongan Tuhan. O ya, ngomong-ngomong aku dengar para penjahat itu sudah mati."
"Ya, itu semua karena rasa cinta Rahman yang besar kepadaku. Dan karena rasa cintanya itulah, dia rela berkorban untuk menyelamatkan aku. Kasihan Rahman, kini dia harus mendekam dipenjara karena dituduh main hakim sendiri."
"Ya, kasihan sekali dia. Semoga dia lekas dibebaskan dan kembali menjalani hari-harinya dengan penuh suka cita."
"O ya, Kak. Ngomong-ngomong, kenapa setelah sembuh polisi tidak menahanmu""
"Siapa bilang aku tidak ditahan. Setelah sembuh aku langsung ditahan aparat selama seminggu. Namun akhirnya aku dibebaskan karena terbukti memang tidak bersalah. Semua itu karena Rizky
268 temanku yang 'teroris' itu, ternyata dia pun selamat dari ledakan itu. Dan dialah yang telah menjelaskan perihal siapa aku sebenarnya, selain itu dia pun menyerahkan beberapa dokumen yang semakin menguatkan pernyataannya itu. Hingga akhirnya polisi betul-betul yakin kalau aku ini memang tidak terlibat."
"Kasihan sekali temanmu itu. O ya, ngomong-ngomong apakah kau tahu kenapa dia bisa terlibat dengan jaringan 'teroris' itu""
"Tentu saja, soalnya Rizky sempat menceritakan semua itu ketika kami sama-sama diintrogasi." Bobby pun segera menceritakan mengenai keterlibatan Rizky.
Dulu, ketika pemuda itu masih di dalam tahanan karena bisnis illegal. Dia bertobat dan bertekad untuk memperbaiki kehidupannya dengan mencari jalan kebenaran. Hingga akhirnya dia bertemu dengan teman lamanya dan diajak bergabung ke dalam sebuah pengajian yang saat itu menurutnya bagus sekali karena mengajarkan konsep ajaran agama yang sangat sesuai dengan hati nuraninya. Iming-
269 iming untuk mencari jalan kebenaran itulah yang membuatnya bertekad untuk terus mengikuti pengajian itu, hingga akhirnya dia direkrut sebagai seorang 'teroris'. Motivasinya saat itu adalah keyakinannya yang kuat sebagai bentuk penghambaannya kepada Tuhan untuk memperjuangkan keadilan dan menegakkan kebenaran di muka bumi ini. Karenanyalah dia pun berni
at untuk mengajakku bergabung karena dia mengetahui kondisi kejiwaanku yang saat itu sedang labil dan sangat membutuhkan pegangan untuk memaknai kehidupan ini dengan sebenar-benarnya."
"Kak, andai saat itu polisi tidak menggerebek rumah itu, apa sekarang kau juga sudah menjadi 'teroris'."
"Tidak semudah itu, Sayang... Konsep jihad yang diajarkan itu sama sekali tidak sejalan dengan hati nuraniku. Bagaimana mungkin aku tega menghilangkan nyawa manusia yang tak tahu-menahu demi untuk tujuan yang mulia. Aku masih meyakini pemahaman yang dulu diajarkan oleh
270 guruku, yaitu selama air masih bisa untuk memadamkan api sebaiknya jangan menggunakan api untuk memadamkan api. Kecuali jika air memang sudah tidak mampu memadamkan api, barulah api yang terkendali boleh digunakan untuk memadamkan api. Apalagi dengan konsep bom jihad, aku sama sekali tidak sependapat. Terus terang, hati nuraniku belum bisa menerima konsep itu sebagai bentuk jihad. Karena konsep itu masih menjadi perdebatan di kalangan para ulama, yaitu antara bunuh diri dan kondisi perang fisik, keduanya mempunyai dasar yang sama-sama kuat. Kata guruku, sebaik-baiknya mengambil sikap adalah meninggalkan segala bentuk yang masih menjadi keraguan. Contohnya seperti bunga bank, orang yang percaya bunga bank itu halal maka ia tidak akan merasa berdosa karenanya. Begitu pun sebaliknya, orang yang meyakini kalau bunga bank itu adalah riba dan haram hukumnya, maka ia akan meninggalkannya. Dan langkah yang paling aman adalah meninggalkannya, sebab andai bunga bank itu memang halal maka ia tidak berdosa,
271 dan jika ternyata bunga bank itu memang haram jelas ia pun tidak akan berdosa. Karenanyalah sebagai manusia yang berakal, manusia wajib mencari alternatif yang dapat menjembatani kedua keyakinan itu. Dalam hal bunga bank ini, dibuatlah konsep Bank Syariah yang diklaim sudah tidak ada lagi keraguan di dalamnya (walau masih jauh dari sempurna). Sebab kalau tidak, orang-orang yang ragu dan meninggalkan bunga bank tentu akan menjadi bingung dan tidak tahu ke mana ia harus menyimpan uangnya. Inilah yang dinamakan win win solution. Orang yang meyakini bunga bank halal maupun yang meyakininya haram akhirnya bisa bersama-sama menabung di Bank Syariah.
Andai dalam masalah 'teroris' ini juga dijembatani dengan cara win win solution mungkin tidak ada lagi orang yang berkeinginan untuk menjadi 'teroris'. Sebab, para pejuang keadilan 'teroris' adalah orang yang peduli terhadap orang lain, dan mereka sama persis dengan orang yang percaya kalau bunga bank itu halal. Sedangkan para pejuang keadilan 'muslim
272 sejati' adalah orang yang juga peduli terhadap orang lain, dan mereka sama persis dengan orang yang percaya bunga bank itu haram. Mereka 'muslim sejati' betul-betul bingung dan tidak tahu bagaimana caranya memperjuangkan rasa kepeduliannya itu. Jika mereka tak segera dicarikan solusi maka akan ada dua kemungkinan, menjadi 'teroris' (terpaksa menabung walaupun ia tahu bunga bank itu haram) atau membuang rasa kepedulian terhadap sesama alias masa bodo (tidak menabung)."
"Eng... lalu jika tidak ada solusinya, maka dari kedua kemungkinan itu manakah yang Kakak pilih""
"Tidak kedua-duanya. Aku adalah 'muslim sejati', dan aku akan terus memperjuangkannya melalui perang pemikiran yang islami dan juga lewat perang kebudayaan yang islami sambil terus menunggu kemunculan Imam Mahdi. (menabung di rumah sambil terus menunggu adanya konsep Bank Syariah)."
273 "Syukurlah kalau Kakak berpandangan demikian. Sebab, semula aku sempat khawatir kalau kakak akan menjadi 'teroris'."
"Kini kau tidak perlu khawatir lagi, Sayang... Aku berkeyakinan biarlah mereka memperjuangkan kebenaran dengan cara mereka, dan aku dengan caraku. Pokoknya selama aku masih bisa memperjuangkannya dengan cara yang lembut, maka aku pun merasa berkewajiban untuk menggunakan cara yang lembut itu."
"Janji ya, Kak! Kalau kakak akan memperjuangkannya dengan cara yang lembut itu."
"Insya Allah Sayang... Doakanlah aku agar senantiasa bisa konsisten. Pokoknya selama aku masih bisa menabung di rumah karena masih aman dan tidak menyulitk
an, dan juga selama masih ada air yang bisa memadamkan api tentu aku akan terus berjuang dengan cara demikian. O ya, ngomong-ngomong siapa sebenarnya otak dari pembunuhan Randy""
274 "Mmm... Dia itu Pak Sasongko, Kak-orang yang telah memberikan kesempatan padaku untuk menjadi penari professional. Namun ternyata itu cuma alasan saja, karena niat yang sesungguhnya dia itu menginginkan aku."
Lara pun menceritakan kejadian itu. Waktu itu sekitar pukul 10 malam, ketika Lara baru selesai menari di sebuah gedung kesenian. Sasongko menawarkan diri untuk mengantar gadis itu pulang. Namun sungguh tidak disangka-sangka, ternyata pemuda itu bukan saja mau mengeksploitasi bakatnya tapi justru lebih dari itu-keindahan tubuh Lara yang setiap kali dilihatnya saat menari telah membuatnya betul-betul ingin menikmatinya lebih dari sekedar gerakan tari.
Ketika di tengah perjalanan, Lara sempat menyadari kalau mobil yang ditumpanginya tidak menuju ke arah rumahnya. "Pak, kita mau ke mana"" tanya Lara heran.
275 "Kita mampir dulu sejenak ke rumahku, kebetulan di rumahku ada sampanye untuk merayakan kesuksesan pertunjukan tadi."
"Tapi, Pak. Aku tidak suka minum, lagi pula ini kan sudah terlalu malam."
"Kau jangan khawatir, Dik. Kau tidak perlu minum, kita hanya bersulang saja. Dan aku janji akan mengantarmu pulang sebelum jam dua belas."
"Betul ya, Pak. Soalnya besok pagi aku harus ke Jakarta. Terus terang aku tidak mau sampai terlambat karena aku sudah mengabarkan untuk menjemputku tepat waktu."
Pak Sasongko mengangguk. Lalu tanpa curiga, Lara pun akhirnya mau diajak mampir. Hingga akhirnya pemuda yang sudah sangat bernafsu itu segera memaksa Lara untuk mau tidur bersamanya. Kontan saat itu Lara menolak dan akhirnya berhasil melarikan diri. Dan setelah kejadian itu, Lara memutuskan untuk keluar dari sanggar tari yang belakangan diketahui hanya sebagai kedok demi
276 untuk menikmati gadis-gadis molek yang ingin menjadi penari terkenal.
"Begitulah ceritanya, Kak. Hingga akhirnya Randy tewas di tangan anak buah Sasongko. Dan setelah kejadian itu, aku pun memutuskan untuk tinggal di Jakarta dan mencarimu ke Bandung-tempat di mana orang tuaku bilang kalau kau tinggal di sana. Dan akhirnya, kita bertemu di stasiun ketika aku kembali dari kota itu."
Kini suami-istri itu tampak berpelukan. Saat itu mereka betul-betul bahagia karena sudah tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan, dan semua hal yang masih membingungkan kini terungkap sudah.
"O ya, Kak. Ngomong-ngomong dari mana kau tahu aku berada di sini""
"Aku tahu dari orang tuamu, juga dari paman dan bibimu."
Bobby pun segera menceritakan peristiwa yang dialaminya, yaitu pada saat dia ingin sekali bertemu dengan istrinya itu, hingga akhirnya dia berhasil tiba di tempat itu pada saat yang tepat. Beberapa jam yang
277 lalu, ketika tahu Lara pergi ke tempat yang paling berkesan untuknya, Bobby segera mengendarai sebuah jeep yang dipinjamnya dari sang Paman dengan kecepatan yang cukup tinggi. Jeep itu terus melaju menyusuri jalan tanah yang berdebu. Pada saat itu cuaca tampak kian memburuk. Awan hitam tampak berarak menyelimuti angkasa, sedangkan angin kencang terus berhembus hingga membuat beberapa pohon tumbang dan hampir saja menimpa mobil yang dikendarainya.
"Apapun yang terjadi aku harus segera menemuinya. Oh Lara, aku datang untuk menghilangkan semua dukamu... "
Jeep terus melaju, sementara itu hujan lebat sudah mulai turun. Jalan yang semula berdebu dengan cepat berubah menjadi jalan yang sangat licin. Beberapa kali jeep yang dikendarai Bobby sempat tergelincir dan terjebak di kubangan, dan karena usaha yang gigih akhirnya dia berhasil melewatinya. Ketika melewati sebuah tikungan tiba-tiba dilihatnya sebuah sungai dengan jembatan yang sudah ambruk
278 tampak terbentang di depan mata. Tak ayal, Bobby pun terkejut seraya berusaha menghindar dengan menginjak pedal rem dalam-dalam. CIEEET... Jeep yang dikendarainya mendadak kehilangan kendali, jeep itu tampak berputar di jalan yang licin dan berlumpur sampai beberapa kali. Hingga akhirnya jeep itu berhenti persis di tepian sungai. "Oh Tuhan. Terima k
asih... kau telah menyelamatkan aku," ucapnya.
Kini pemuda itu mulai menyeberangi sungai dengan hati-hati. Kabel baja yang ada di mobil jeep-nya dimanfaatkan untuk membantunya menyeberangi sungai. Ketika pemuda itu sedang berada di tengah-tengah sungai, tiba-tiba alirannya yang sangat deras itu sempat membuat tubuhnya terseret sampai beberapa meter. Namun pemuda muda itu tidak mau menyerah, dia terus berusaha dan berusaha. Hingga akhirnya dia bisa tiba di seberang dengan selamat.
Tak lama kemudian pemuda itu sudah melangkah menyusuri jalan yang licin dan becek. Pemuda itu terus melangkah dan melangkah di bawah guyuran
279 hujan yang begitu lebat, hingga akhirnya hujan itu pun berhenti disaat pemuda itu sudah tidak begitu jauh lagi ke tempat tujuan. Setibanya di tempat tujuan, dia melihat Lara yang sedang berdiri di bibir jurang. Saat itulah Bobby buru-buru menghampiri istrinya dan langsung menahan tindakannya yang tidak semestinya itu.
Setelah mendengar cerita itu, Lara sangat terkesan dengan perjuangan suaminya yang gigih ingin menemuinya. Andai saat itu suaminya tidak segera menemuinya mungkin ia sudah berada di alam kubur sendirian dan tidak akan bertemu untuk selamanya.
Esok malamnya setibanya di Jakarta, Bobby dan Lara tampak sedang menonton televisi. Kali ini berita yang mereka tonton adalah pelurusan mengenai berita miring tentang dirinya, yang selama ini di tuduh sebagai 'teroris'. Begitulah pers yang baik dan betul-
280 betul professional, sangat berimbang dan tidak berpihak kepada pihak mana pun. Juga selalu konsisten untuk tidak mau diperalat sebagai alat propaganda.
Kini Bobby sudah bisa hidup tenang di masyarakat, dan dia pun sudah tidak khawatir lagi akan dibenci oleh orang-orang yang dikenalnya. Itu semua berkat namanya yang sudah dibersihkan oleh pers yang mana sebelumnya sudah begitu memojokkannya. Dia sangat bersyukur karena masih ada keadilan di negeri ini, sebab kalau tidak mungkin dia pun akan menjadi seorang 'teroris'.
"O ya, Kak. Ngomong-ngomong, saat ini aku ingin sekali makan tongseng. Tolong belikan aku ya, Kak!"
"Untukmu, aku akan membelikannya dengan senang hati, Sayang... "
Tak lama kemudian, Bobby sudah mengendarai sepeda motornya menuju ke penjual tongseng yang menjadi langganannya. Setibanya di sana, pemuda itu segera memesan dua porsi dan langsung duduk menunggu. Saat itu, dia mendengar dua orang
281 pengunjung yang dulu pernah membicarakannya kini kembali membicarakan perihal dirinya.
"Aku betul-betul tidak menyangka, ternyata dia memang tidak terlibat."
"Ya itu semua karena dia mempunyai teman yang seorang 'teroris'."
"Untung saja waktu itu aku tidak langsung menghakiminya. Sebab kalau tidak, aku pasti berdosa karena telah berprasangka buruk padanya."
"Kau betul. Sebagai orang awam kita wajib menjunjung tinggi azas praduga tak bersalah. Karenanyalah mengenai perkara benar atau salah, biarlah hukum yang menentukan. "
"Ya aku setuju. Sebab jika ternyata tersangka itu memang bersalah kita tidak menjadi berdosa karenanya, dan jika dia memang tidak bersalah kita pun tidak menjadi berdosa karenanya."
Kedua orang itu terus membicarakan perihal Bobby, hingga akhirnya tongseng yang dipesan Bobby selesai dibuat. Tak lama kemudian, Bobby pun segera meninggalkan tempat itu. Hingga akhirnya pemuda itu
282 tiba di rumah dan langsung menikmatinya bersama sang Istri.
"Kak, sekarang aku semakin bertambah gemuk ya"" tanya Lara seraya memasukkan tongseng ke dalam mulutnya..
"Wajarlah, kau ini kan sedang hamil. Kalau kau tidak banyak makan, kasihan anak kita yang masih dalam kandungan itu. Dia itu kan juga membutuhkan suplai makanan untuk pertumbuhannya."
"Kau betul, Kak. O ya, ngomong-ngomong kenapa tongsengmu tidak kau habiskan"" tanya Lara.


Duka Lara Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku sudah cukup kenyang, Sayang.... "
"Kalau begitu, biar aku yang habiskan ya""
Bobby mengangguk, sedang di bibirnya tampak tersungging sebuah senyuman. Pria itu terus memperhatikan calon ibu dari anaknya itu, yang kini tampak bersemangat-menghabiskan sisa tongseng miliknya.
"Habis sudah! Hmm... tongseng ini memang benar-benar enak. Emm... kenapa kau senyam-senyum
sendirian, Kak"" tanya Lara heran.
283 "Tidak kenapa-napa, Sayang.... Aku cuma lagi bahagia, kelak jika anakku lahir dia mungkin akan jadi gemuk dan sehat."
"Kenapa kau bisa menebak demikian, Kak."
"Tentu saja, ibunya kan makannya banyak tentu suplai makanan untuk bayi kita pun banyak."
"Kau ini ada-ada saja, Kak. Memangnya ada hubungannya ibu yang makan banyak dengan anak yang dikandungnya."
"Tentu saja, apa lagi jika kau cukup mengkonsumsi makanan yang mengandung DHA, kolin, dan asam folat, tentu bayi kita kelak tidak hanya gemuk dan sehat, namun dia juga akan menjadi anak yang cerdas."
"O ya, Kak. Ngomong-ngomong, kau ingin anak kita laki-laki atau perempuan""
"Laki-laki atau perempuan bagiku sama saja, yang terpenting dia mau berbakti kepada kedua orang tuanya dan berguna untuk agama, nusa dan bangsa."
"Kalau aku sih kepingin anak laki-laki, sebab jika sudah dewasa dia tentu akan menjadi pemuda yang
284 tampan sepertimu dan senantiasa akan melindungi kita di saat masa tua nanti."
"Kenapa tidak anak perempuan saja" Sebab jika sudah dewasa dia tentu akan menjadi anak yang cantik sepertimu dan dengan perasaannya yang lembut tentu dia akan senantiasa memperhatikan dan menyayangi kedua orang tuanya."
"Tidak, Kak. Aku tetap mau anak laki-laki, karena anak laki-laki lebih banyak kelebihannya ketimbang anak perempuan. Lagi pula, jika mempunyai anak perempuan aku merasa khawatir. Sebab, jika kelak ia dewasa mungkin akan dicelakakan orang. Soalnya sistem di negeri ini masih belum mampu melindungi kaum petempuan yang lemah. Terus terang, aku bisa menilai demikian karena aku mengalaminya sendiri, sungguh sesuatu yang semula kuanggap baik tapi ternyata justru hampir membuatku celaka. Dulu aku memang sudah begitu dibutakan oleh berbagai informasi yang kupikir baik tapi ternyata justru sebaliknya. Kini aku menyadari, kalau sebaik-baiknya informasi adalah yang bersumber dari-Nya."
285 "Sudahlah istriku tercinta...! Sebaiknya kita tidak perlu berpolemik! Langkah terbaik yang harus kita tempuh sekarang adalah aksi yang nyata. Pokoknya apapun jenis kelamin anak kita nanti, kita wajib memberikan kasih sayang dan pendidikan yang baik kepadanya. Soal menjadi apa dia kelak, semuanya kita serahkan kepada Tuhan. Yang terpenting, selama proses itu kita harus terus berusaha dan berusaha agar dia menjadi anak yang berbakti dan bisa memaknai perannya di dunia ini. Namun, kita pun wajib memperjuangkan apa yang menjadi haknya dengan cara yang santun."
"Kak, ngomong-ngomong... sampai kapan kita akan menggunakan cara seperti itu" Sedangkan di luar sana, korban terus saja berjatuhan seiring dengan waktu yang terus berjalan."
"Bersabarlah, Sayang... biarlah waktu yang akan menjawabnya."
Akhirnya sepasang suami istri itu sepakat untuk terus berusaha agar senantiasa berani dan tegar dalam menjalani kehidupan ini. Mereka pun tidak akan
286 berhenti untuk berjuang dengan cara yang santun demi masa depan orang-orang yang mereka cintai. Di dalam lubuk hati mereka yang terdalam, keduanya terus memohon kepada Tuhan agar senantiasa para pemimpin di berikan jalan keluar yang terbaik, sehingga bisa membawa negeri ini menjadi negeri yang dirahmati Tuhan, penuh dengan keberkahan dan seluruh rakyatnya makmur sentosa.
SELESAI Assalam.... Mohon maaf jika pada tulisan ini terdapat kesalahan di sana-sini, sebab saya hanyalah manusia yang tak luput dari salah dan dosa. Saya menyadari kalau segala kebenaran itu datangnya dari Allah SWT, dan segala kesalahan tentulah berasal dari saya. Karenanyalah, jika saya telah melakukan kekhilafan karena kurangnya ilmu, mohon kiranya teman-teman mau memberikan nasihat dan meluruskannya. Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih banyak.
Akhir kata, semoga cerita ini bisa bermanfaat buat saya sendiri dan juga buat para pembaca. Amin. Kritik dan saran bisa anda sampaikan melalui e-mail bangbois@yahoo.com
Wassalam... [ Cerita ini ditulis tahun 2006 ]
Convert Jar: inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
tamat Kisah Pendekar Bongkok 3 The Heroes Of Olympus 4 House Of Hades Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam 4
^