Pencarian

3200 Miles Away From Home 1

3200 Miles Away From Home Karya Valerossi86 Bagian 1


?"3200 Miles Away From Home
BY : valerossi86 Prolog: Saat itu bulan Oktober 2011. Aku dalam perjalananku mendaki bukit menuju kamarku di asrama setelah mengumpulkan paper ujian tengah semester. Suhu udara bulan ini menurutku masih cukup bersahabat. Suasana hatiku saja yang sedang tidak bersahabat. Beberapa tugas paper tengah semester yang masih bersisa merupakan salah satu penunjang utama kegalauanku saat itu. Tapi penyumbang utama kegalauanku saat itu adalah e-mail yang kuterima pagi ini. E-mail perpisahan dengan sosok yang sudah mewarnai kehidupanku 5 tahun belakangan ini.
Hatiku semakin galau ketika mengingat kata demi kata dalam e-mail itu. Kepalaku semakin menunduk menahan kesedihan seolah bersimpati dengan suasana hatiku. Angin musim gugur yang berhembus perlahan dan bergugurannya daun-daun beraneka warna secara perlahan menambah dalam kegalauanku.
Satu daun merah. Dua daun merah. Empat daun kuning. Lima daun jingga. Dan kemudian diikuti kawan-kawan daunnya secara perlahan gugur dengan keanggunan dan seolah satu ritme dengan langkah kakiku. Ya. Aku dengan sukses berubah menjadi orang yang kehilangan semangat hidup hari itu.
Namun di depan pintu masuk asrama aku berpapasan dengan sosok lain berambut merah yang baru kukenal sekitar dua bulan belakangan. Senyum manisnya secara instan muncul ketika berpapasan denganku di situ. Melihat senyumnya aku memaksa kedua ujung bibirku membalasnya. Dia seolah mengerti ada sisa-sisa kegalauan dalam air mukaku. Dia langsung menghampiriku dan memelukku sejenak. Sejurus kemudian dia memeluk tangan kiriku dan menggiring langkahku ke spot favorit kami di lantai basement asrama. Sesampainya di sana kami duduk bersebelahan di sofa empuk yang sudah jadi langganan kami. Tanpa berkata-kata lagi aku langsung merebahkan kepalaku di pundaknya dan secara refleks air mataku mulai menetes seiring mulutku yang mulai terisak.
It s alright Jojo, it s alright. Just let it out now and you ll feel better soon. I m here just for you. , hiburnya sembari mengelus-elus rambutku.
Yah, moodku jadi sedikit membaik hari itu. Sedikit. Sedikit sekali.
That Call at the Tip of the Year
Hari itu tanggal 30 Desember. Aku baru saja menyelesaikan makan siangku bersama beberapa rekan kantorku. Ketika aku mau kembali ke ruanganku, tiba-tiba ponselku berbunyi. Nomor yang belum ada di daftarku. Kucoba saja menjawabnya.
Quote: Selamat siang, dengan Jojo. Ini dari mana"
Siang Mas Jojo, saya Avi dari Badan Kerja Sama Internasional Korea. Saya mau ngabarin aja nih kalo Mas Jojo aplikasi beasiswanya diterima dan diharapkan bisa berangkat kira-kira dua bulan lagi.
eh yang bener nih Mbak" Jadi saya ke Korea nih dua bulan lagi"
iya Mas. Ini saya sebentar lagi juga mau kirim surat resminya ke kantor Mas Jojo dan Kedutaan. Nanti Mas kami tembuskan juga kok.
.... Mas Jojo" Masih di situ"
eh, i... iya Mbak. Saya masih ga percaya aja saya bakal dapet beasiswanya.
hahahaha... ya udah Mas. Selamat ya
i... iya Mbak. Terima Kasih.
sama-sama . Dan panggilan pun berakhir. Langsung kubuka menu sms dari ponselku dan segera kuketik sebaris pesan singkat.
Quote: To: Riani Sayang, aku lolos yang program beasiswa ke Korea. Kira-kira berangkat dua bulan lagi.
Begitu sukses terkirim, aku tidak terlalu menunggu pesan tadi dibalas segera. Aku masih sedikit gembira, euforia dan ada rasa tidak percaya atas semua yang baru saja terjadi.
Kira-kira pada pukul 1630 masih pada hari yang sama ponselku berbunyi lagi. Kali ini caller ID menunjukkan nama Riani.
Quote: Halo Abang, selamat ya! , ada suara renyah di ujung sana.
Terima kasih sayang. Maaf ya tadi aku rapat jadi ga bisa langsung bales pesennya. Yang jelas aku ikut senang kamu akhirnya bisa lanjut sekolah sebagaimana kamu impikan.
iya, alhamdulillah. Tapi jujur ya Bang, tadi aku agak sedih juga begitu sadar bakal kamu tinggal ke sana. Jadi kita bakal LDR kan Bang"
... Duh, aku jadi ga enak ngerusak suasana begini. Besok Abang ke tempatku aja gimana"
Iya deh kalo gitu. Sekalian tahun baruan kali ya"
iyaaaaa! Tahun baruan sebelum aku kamu tinggal. Btw, keluargamu udah dikabarin belom"
hehehe... kamu kayak ga tau aku aja
Nah kan... Jadi kapan kamu mau kasih tau surprise ini ke mereka"
Abis tahun baruan aja deh. Itung-itung jadi kado tahun baru
ya udah, sampe ketemu besok yaaaaa... mmuuuaaahhh
sampe besok sayang Obat Galau combo di malam tahun baru
Besoknya aku begitu pulang kantor langsung menjemput Riani di tempat kerjanya. Dia terlihat sudah menungguku di depan lobby utama kantornya. Ia terlihat cukup berubah semenjak mengenalnya di masa awal kuliah. Dulu dia cenderung berpenampilan tomboi di mana lebih sering terlihat berambut pendek, tidak memakai make-up dan berpakaian cukup kaos dan jeans serta sepatu kets. Namun makin ke sini dia mulai berubah di mana dia sudah mulai bersolek serta berpakaian yang lebih feminin seperti blouse dan rok. Sesekali Ia terlihat memakai sepatu wanita dengan heels yang cukup tinggi.
Begitu melihat mobilku, ia langsung berlari menuju mobilku dan langsung masuk ke dalamnya. Begitu di dalam ia langsung memelukku erat dan mencium bibirku. Tentu saja aku merasa jadi sedikit canggung. Eh jangan cium-cium gini ah. Malu nih kita masih di parkiran kantormu.
Biarin ah, mumpung Abang masih di sini. , katanya yang diikuti juluran lidahnya. Yeee... nanti keburu macet & tahun baruan di jalan lho... mau" ya udah yuk, jalan.
Sepanjang perjalanan tangan Riani tidak mau lepas dari tubuhku. Terkadang cukup memegangi tanganku yang bertumpu pada persneling, kadang lebih jauh sampai memeluk lengan kiriku. Terkadang malah ia tidak ragu-ragu menciumi pipiku. Entah kenapa ia jadi sangat manja.
Tidak. Bukan entah kenapa karena sepertinya aku tahu kenapa.
Setelah cukup lama berjalan, akhirnya tiba juga di rumahnya di daerah Bogor. Kami sempat bertemu sejenak dengan orang tua dan adiknya yang berencana bermalam tahun baru di daerah puncak. Kami" Tidak ikut. Riani hanya ingin menghabiskan malam tahun baru kali ini cukup berdua saja di rumahnya. Keluarga Riani tak pernah keberatan putrinya hanya berdua saja denganku di sini. Selama 5 tahun lebih kami berhubungan memang orang tuanya cenderung membebaskan kami. Bahkan aku sudah berkali-kali menginap di sini. Dan jujur saja, kami berdua sudah melepas keperawanan dan keperjakaan kami di tahun ketiga hubungan kami.
Setelah melepas keluarga Riani, aku langsung mandi dan mengganti bajuku dengan pakaian yang lebih santai. Setelah itu aku segera melangkah menuju tempat favoritku di rumah Riani: balkon kamar Riani yang menghadap ke sungai di belakang rumahnya.
Sejenak di atas sofa di balkon itu kumelamunkan apa saja yang sudah terjadi antara kami berdua khususnya di balkon itu. Balkon di kamarnya yang lantai atas itu seakan menjadi saksi bisu banyak interaksi kami selama 5 tahun belakangan. Obrolan ngalor-ngidul-ngetan-ngulon, perdebatan, pernyataan cinta, kemesraan, bahkan ciuman pertama kami terjadi di balkon ini.
Dor! Jangan ngelamun gitu dong Jo. Kesannya jadi galau banget kamu. , Riani rupanya sudah ada di sampingku sambil membawa makanan.
Mau ninggalin seseorang yang udah jadi bagian penting dalam hidupku selama 5 tahunan ini" Wajar atuh kalo galau mah.
Please sayang, jangan kayak gitu. Ini malam tahun baru lho. Please jangan rusak suasana malam yang seharusnya jadi simbol harapan kita di tahun depan.
iya maaf. Udah yuk kita makan aja dulu. Ini aku sudah bawain sate padang kesukaan kamu. Tadi Mami beliin khusus untuk kamu.
Spoiler for sebaiknya baca bagian ini setelah buka puasa:
Sate padang. Makanan dari surga yang bisa meruntuhkan segala pertahananku. Jika saja semua sate ini dibuat dengan tipe daging, racikan bumbu dan kekentalan yang pas, aku percaya tentara tidak akan dibutuhkan lagi di dunia ini. Bahkan setiap orang dapat mencapai bodhi tanpa perlu bermeditasi selama berhari-hari. Aku sendiri sangat bisa mengkhianati segala kesetiaanku pada norma-norma sosial, kesetiaan pada kekasih, kesetiaan pada kode etik dan profesionalitas, kesetiaan pada negara, bahkan ada kemungkinan kesetiaan kepada Tuhan dapat kukhianati demi seporsi makanan ini. Menurutku hal ini tidak berlebihan karena setiap serat daging sate yang masuk ke mulutku dan paduannya dengan bumbu kental dengan cita rasa pedas dan gurih seolah ingin menyampaikan bahwa surga itu ada. Surga menyapa diriku melalui mulutku yang yang sedang sibuk dimanjakan oleh campuran daging bakar dan bumbu tadi. Keberadaan lontong dan bawang goreng seolah melengkapi kenikmatan sate padang tersebut.
Mulutku orgasme! Hilang sudah suasana galau yang kurasakan dua hari belakangan ini. Air mataku mulai sedikit berlinang menyesapi sisa-sisa orgasme di mulutku ini.
udah gak galau nih ceritanya" , tanya Riani mengusik sensasi orgasme mulutku.
obat galauku yang paling mujarab! , jawabku antusias sambil mengangkat piring yang isinya sudah berpindah ke perutku itu.
kamu tuh ya, ga berubah. Masak iya semua penderitaan bisa dinulifikasi Cuma pake sate padang" Well, that works at least for me!
iya aku ngerti. Tapi aku tau kok alternatif nulifikasi kegalauanmu selain sate padang , Riani mengatakan hal itu sambil senyum dan menatapku tajam.
alternatif" Spoiler for bagian ini juga!:
Riani meletakkan piring sisa sate padang agak jauh lalu bergerak mendekatiku dan akhirnya duduk di atas pangkuanku. Tidak perlu menunggu lama, bibirnya sudah merapat dengan bibirku. Dan bibir kami pun rendezvous cukup lama.
yang barusan itu alternatifnya, sayang. Gimana" Udah ga galau kan" makasih ya sayang. Tapi kan kegalauanku emang udah ilang gara-gara sate padangnya. iiiihhhh...
Dan Riani menarik tanganku ke dalam kamarnya lalu menghempaskanku ke ranjangnya. Dilanjutkannya sesi rendezvous kedua pasang bibir kami. Semakin panas. Dan panas. Sampai yang seharusnya terjadi pun terjadi.
Dan, yak! Hilang sudah semua kegalauanku hari itu! Benar-benar nol!
The List Pukul 23.30, kami sudah kembali berada di atas sofa di balkon dengan hanya berlapiskan selimut. Kami saling peluk, belai dan sesekali berciuman sambil menikmati keindahan malam itu serta sisa-sisa sensasi orgasme kami.
Sayang... , Riani memecah kesunyian. iya kenapa"
Aku boleh minta sesuatu gak" sesuatu
sebenernya ada beberapa hal sih ...
iya. Jadi sebelum kamu pergi aku punya list hal yang harus aku lakukan sama kamu berdua aja asal ga aneh-aneh sih, mangga
nggak lah. Ini hal-hal yang gampang kok. Cuma biar kita bisa nikmatin sisa waktu kebersamaan kita selama dua bulan ke depan kok.
Misalnya" ke dufan, keliling Jakarta pake KRL & busway, ke warung special sambal, yang kayak gitu-gitu deh. Mau ya" Please...
biasanya Riani kalau sudah begini raut mukanya sudah 11-12 dengan raut muka puss in boots kalo lagi minta sesuatu. Irressistable! Mana bisa ditolak"!
yah... okelah. Kalo aku jawab nggak nanti galaunya malah pindah lagi ke kamu.
yeee... Mau ditinggalin seseorang yang udah jadi bagian penting dalam hidupku selama 5 tahunan ini" Wajar atuh kalo galau mah
Dih... ngebales... Riani cuma membalasnya dengan menjulurkan lidahnya.
Tidak lama nyala kembang api yang menandakan pergantian tahun terlihat oleh kami. Yah, semoga tahun 2011 ini bisa jadi lebih baik lagi.
Besok siangnya aku kembali ke rumahku dan bertemu dengan keluargaku yang nampaknya masih agak capek sehabis tahun baruan. Berhubung aku tiba di rumah pada saat yang tepat (baca: makan siang), aku pun langsung menuruti nafsu biologisku yang muncul akibat perjalanan cukup jauh dari rumah Riani. Tidak lupa juga momentum ini akan kugunakan untuk menyampaikan berita baik yang perlu keluargaku ketahui. Ma... Pa... , ucapku sambil mulai mengunyah ayam goreng dan nasi.
Kenapa" Abis nyenggol ya mobilnya" , Papa mulai interogasi. Nggak lah... ini mungkin berita bagus kok
yaitu... , sambung Mama. Februari nanti aku mau ke Korea
Oh... tumben... biasanya Jenewa... brapa lama" , tanya Papa. yeee... bukan dines yang biasa... Aku bakal lanjut sekolah di sana Hening... semua orang pada stop mengunyah...
S2 maksudmu" Yang bener nih" , tanya Papa yang seakan ga percaya. Kapan seleksinya emang" Kok ga pake cerita-cerita sih" Mama ikutan interogasi.
Kapok ah kalo pake cerita-cerita pas seleksi. Beberapa yang sebelom ini aku kan gagal terus, jadi ya coba ga pake cerita-cerita. Kali aja dapet surprise... dan bener kan" New year surprise!
Dan apa yang terjadi selanjutnya" Facepalm berjamaah! Tapi bagaimanapun keluargaku sangat senang saat itu. Sontak suasana jadi lebih ceria dan mereka mulai bertanya-tanya lebih detail bagaimana proses penerimaan beasiswaku serta rencanaku setibanya di sana.
Farewell, comrades (1) Semenjak hari itu, fokusku sehari-hari selain pekerjaan rutinku adalah memenuhi list yang telah dibuat Riani. List itu sebenarnya sederhana. Sangat sederhana. Intinya adalah memaksimalkan waktu dua bulan tersisa ini untuk kebersamaan kita berdua. Yup. Kebersamaan yang sepertinya mustahil didapatkan saat aku sudah pergi nanti.
Demi memenuhi list tersebut aku sampai harus resign dari pekerjaan sampingan, bangun pagi saat weekend, mengurangi jatah bermalas-malasan akhir pekan dan tentu saja materi yang juga perlu dikeluarkan. Tapi semua itu rasanya bukan apa-apa jika harus mengingat keberangkatanku yang sebentar lagi.
Selain dengan Riani, aku juga meluangkan waktuku untuk pamitan dengan rekan-rekan kantor, keluargakeluarga terdekat, dan tentu saja teman-teman satu geng yang memang sudah jadi partner paling asyik buat diajak menggila.
Aku ingat malam itu, Jumat di awal bulan Februari, aku dan rekan-rekan satu geng membuka room karaoke yang cukup besar di daerah kelapa gading. Kami memesan ruangan itu untuk 3 jam. Setengah jam pertama, kami masih bernyanyi-nyanyi dengan normal. Suasananya masih jinak. Satu-persatu dari kami menyumbangkan suara yang kategorinya beraneka ragam mulai dari platinum, emas, sampai ke tingkat besi berkarat.
Lewat setengah jam, pintu room terbuka dan datang pelayan membawa beberapa gelas dan tentunya tiga botol air api .
Jo, seriusan Jo" Ente traktir ini semua" , Tama kaget melihat kedatangan botol-botol itu. iye... kan ini farewell ane... puas-puasin deh...
Ente juga nikmatin dong Jo... ga enak banget masak cuma bayarin doang" , Toro mulai mancing-mancing.
Ane nikmatin ntar yang nyetir pulang siapa" Ente smua kan kalo ama yang ginian bisa dijabanin ampe ke Jonggol
Jadi terharu ane, Jo. Ane gak bakal lupa sama kebaikan ente kali ini, Jo. Ente memang sahabat terbaik. , sahut Tyo sambil menahan matanya yang mulai berkaca-kaca. Agak geli juga melihatnya terharu mengingat di geng kami, Tyo merupakan personil yang memiliki tongkrongan paling sangar. Tinggi besar (183/73), sangar dan kulit gelap yang sesuai dengan profesinya sebagai anggota tim SAR. Memang tampang bukan jaminan isi hati.
Sebelum air mata Tyo membasahi pipinya, tiba-tiba pintu room kami dibuka dari luar dan muncullah dua wajah yang tidak asing bagi kami. Yak, dua orang anggota geng kami menyusul kami. Bli Hendra dan Pak Dokter Dana.
wah, dateng juga akhirnya ente berdua! , sambutku.
Sori, kita ngejemput temen dulu soalnya. , jawab Hendra cengengesan. temen"
Come on girls, get inside! , seru Dana.
Dan masuklah enam orang gadis berpakaian seronok ke room kami. Tampang" kami tidak terlalu peduli karena room karaoke kami suasananya sudah remang-remang. Nama" Buat apa kami pedulikan lagi" Dan seolah sudah mengerti perannya, keenam gadis itu mengambil tempat di antara kami. Apa yang terjadi kemudian sepertinya tidak perlu diceritakan di sini. Intinya begini: Akhir Pekan + Malam hari + Room karaoke sejuk dan remang-remang + air api + gadis-gadis seksi + partners in crime = PROFIT! BLOODY HUGE PROFIT!
Setidaknya sampai dua jam dan lima belas menit ke depan... sampai kemudian entah siapa yang menyusun lagu-lagu terakhir di playlist...
1. Seasons in the sun Westlife
2. Sebuah Kisah Klasik Sheila on 7 3. Ingatlah Hari ini Project Pop
Semua kenakalan di ruangan itu seolah berhenti ketika ketiga lagu terakhir mulai dimainkan. Atmosfir berubah drastis. Tidak ada lagi suasana panas dari kenakalan-kenakalan kami. Bahkan pengaruh alkohol seolah sirna begitu saja. Semua orang di ruangan kompak bernyanyi. Semua orang, termasuk gadis-gadis seksi yang asalnya sampai saat ini tidak begitu kupahami. Aura kami seolah membiru. Masing-masing kami sadar bahwa suasana saat itu akan menjadi langka di masa depan. Kami hanya bernyanyi dengan penuh penghayatan. Sambil mencoba menahan air mata yang mulai membebani pelupuk mata kami.
ingatlah hari ini.... , pungkas kami saat itu.
Setelah selesai, teman-temanku memelukku satu persatu. Kami mencoba meresapi makna kebersamaan kami melalui pelukan dan ucapan-ucapan dusta yang berupaya saling menguatkan. Ya, ucapan dusta. Kami sadar ucapan-ucapan tersebut dusta belaka karena memang kami tidak kuat dengan perpisahan tersebut. Terutama aku yang memang sudah sepuluh tahun bersama mereka. Tapi persetanlah. Mungkin ucapan-ucapan dusta itu merupakan pengisi terbaik untuk kebersamaan terakhir kami saat itu.
Sekitar 40 menit kemudian, aku sudah tiba di muka jalan di mana rumahku berada. Aku memang meminta teman-temanku untuk mengantarku sampai di sini saja. Begitu mobil mereka sudah tidak terlihat lagi, aku mulai melangkah kearah rumahku.
Namun baru beberapa langkah aku berjalan...
Farewell, Comrades (2) Namun baru beberapa langkah aku berjalan ke arah rumah, dari belakang sebuah mobil sedan berjalan agak kencang dari arah belakang dan tiba-tiba berhenti ketika mobil itu sudah berada di sampingku. "Jo!", seru seseorang dari dalam.
Aku lalu menundukkan kepalaku sedikit untuk melihat sosok yang memanggilku tersebut. Seorang wanita. Kuning langsat manis seperti putri solo dengan rambut bergelombang sepanjang punggung.
Ya. Dia adalah Wulan. Wanita yang pernah jadi bagian dari mimpi basahku di masa remaja. Kedekatanku dengannya sedikit lebih tua daripada keanggotaanku dengan geng yang barusan menggila bersamaku. Kami bahkan pernah mengkonfirmasikan perasaan kami masing-masing, namun entah kenapa kami menolak untuk terikat. Awalnya kami cukup nyaman dan percaya diri dengan persamaan perasaan yang tak terikat tersebut. Namun semua berubah ketika kami memutuskan untuk melanjutkan pendidikan tinggi di kota yang berbeda. Selain itu, kami juga pada akhirnya menemukan tambatan hati kami masing-masing. "Eh, lu rupanya. Sudah malem ini. Ga baik anak gadis keluar malem sendirian. Nyatronin cowok pula." "Masuk sini dulu. Aku mau ngomong sedikit sama kamu."
Aku penuhi ajakannya untuk masuk ke dalam mobil. Wulan lalu memacu mobil itu dengan perlahan entah ke mana tujuannya. Yang jelas rumahku sudah terlewat.
"Kamu jahat Jo! Mau pergi jauh ga kabar-kabari aku.", kata Wulan dengan lirih sembari terus menyetir.
"Yeeee... sama juga lu... punya cincin bagus ga ngabar-ngabarin...", sindirku tentang cincin yang melingkar manis di jari manisnya.
"Eh, itu... aku..."
"Gua sudah tahu kok soal pertunangan lu bulan lalu. Gua sama sekali ga ada masalah dengan itu. Toh kita cuma masa lalu. Mungkin dia memang sudah ditakdirkan jadi masa depan lu. Dan masa depan gua, doain aja memang sama Riani."
"..." Wulan mulai agak sesenggukan di sini.
"Gua ikhlas kok lu mau lanjut berkeluarga sama dia. Cuma ya itu aja. Lu sama dia sudah harus dewasa kalo memang mau lanjut. Jangan kayak waktu enam bulanan lalu."
Enam bulan lalu mungkin memang masa kritis dalam hubungan mereka berdua. Entah kenapa Wulan dengan Tora, pacarnya sering berkelahi. Aku yang memang secara historis sangat dekat dengan Wulan terkena imbas buruknya hubungan mereka berdua. Wulan sering sekali meneleponku hanya untuk curhat. Lebih gila lagi, beberapa kali dia menghampiriku di rumah pada tengah malam hanya untuk minta ditemani jalan-jalan keliling Jakarta tengah malam dengan mobilnya. Sebagai sahabat dan mantan HTSan yang baik aku hanya manutmanut saja. Tapi ya namanya lelaki dan perempuan yang berdekatan, apalagi di antara kami memang pernah ada perasaan, beberapa kali terjadi hubungan intim antara kami berdua. Hubungan kami yang dekat pada saat itu kemudian merenggang setelah Riani mulai cemburu dengan kedekatan kami. Di sisi lain, Wulan dengan Tora mulai mereda konfliknya. Dan kami pun akhirnya kembali ke jalur kami masing-masing.
"Jangan ribut lagi sama Tora ya. Gak sampe dua minggu lagi gua sudah jauh lho. Ga bisa lu satronin tengah malem lagi kayak biasa", kataku cengengesan.
"Kamu tahu gak sih kenapa aku bisa sama Tora"" "Heh""
Mobil lalu berhenti karena sudah sampai di tujuannya: rumah Wulan. "Yuk masuk dulu. Kita lanjut di dalem aja", ajak Wulan padaku. "Jadi ga enak ini namu malem-malem begini."
"Ga papa. Cuma ada aku doang kok." "Sianjrit!"
Wulan lalu masuk ke dalam setelah mempersilakanku duduk di ruang tamu. Sepenanakan nasi kemudian, Ia kembali ke tempatku duduk sambil membawa teh manis hangat dan kue kuping gajah. Wah... jadi ngerepotin nih...
Ga papa kok Jo. Jadi gimana" Apa yang mau lu ceritain tadi" Aku akan nikah bulan depan Jo
Yah... gua ga bisa dateng dong... ntaran aja napa" Bulan Juli sebelum puasa gitu... mungkin gua balik buat liburan summer
Kamu emang ga ngerti sama aku ya Jo , Wulan mulai menangis. Yah Lan... Jangan nangis dong... Gua ga ngerti knapa nih... Jadi balik lagi nih... Kamu tahu gak sih kenapa aku bisa sama Tora"
Nggak... tapi kalian udah pacaran lumayan lama kan" Udah banyak mengalami susah seneng bersama lah. Kamu udah pernah ketemu dia kan"
Iya sih... asik orangnya... kalo sama gua gampang banget nyambung gituh... Lagian orangnya juga baik dan ga macem-macem lah... Kadang rada cabul juga sih... tapi pinter banget...
Dan dia mirip siapa coba gaya & kelakuannya"
Heh" Siapah" Iya sih kayak pernah tau gituh siapa yang gayanya mirip kayak dia Kamu pernah ngaca ga sih Jo"
Ngaca mah pasti atuh.... ...
Eh... bentar... bentar... ...
Masak sih" Ga mungkin ah... Lu ga serius kan Lan"
Seriusan Jo! Aku tuh akhirnya mau sama dia karena dia mirip banget sama kamu! Apalagi waktu kita jadian kamu lagi mesra-mesranya sama Riani sampe sering banget share foto di friendster (ada yang masih inget socmed purba ini")! Dia tuh KW-supernya kamu tau gak"!
Ada yang tahu lukisan The Scream masterpiecenya Edvard Munch" Waktu pas Wulan bilang itu, pikiranku pas banget sebagaimana digambarkan lukisan itu. Ada suatu perasaan tidak percaya yang mendesak ingin keluar dari dalam hati sehingga memaksa Jojo kecil di dalam sini untuk teriak. Tapi yang keluar dari mulutku saat itu...
Huehehehe... KW-super gua! Anjrit gelo ieu mah! Aing aya KW-super na!
Jika sedang menggila atau marah memang bahasa sundaku sering keluar dengan sendirinya tanpa terkontrol.
Aku nggak becanda Jo! Kamu tau waktu enam bulan lalu waktu aku sama dia di titik kritis" Salah satu sebabnya itu karena aku berharap dia bisa berubah jadi lebih mirip kamu! Gimanapun dia adalah dia dan kamu adalah kamu! Pasti ada yang beda dan perbedaan itu yang bikin aku berantem sama dia waktu itu! , berondong Wulan.
Sori Lan... gua ga tau kalo sampe segitunya
Tapi makin ke sini, aku makin sadar kalo aku sayang banget sama Tora. Dan mulai bisa terima dia apa adanya khususnya setelah konflik waktu itu. Aku harus bisa terus sama dia dan relain kamu buat lanjut sama pilihan kamu Jo.
... Bulan lalu waktu dia melamar aku, aku sengaja ga undang kamu biar aku bisa lebih mudah move on. Dia sendiri sempet nanyain kamu tau gak"
Trus gua kudu ngapain" Terus terang gua agak kecewa juga sama lu ga diundang ke acara lamaran lu kemaren
Bulan depan aku nikah Jo. Dan kamu pasti gak bisa hadir karena ga sampe dua minggu lagi kamu udah berangkat ke tempat yang jauh. Aku cuma mau minta satu hal aja untuk terakhir kalinya ...
Temenin aku malem ini. Aku janji aku akan completely move on dari kamu setelah malam ini berakhir. Well, if that s what you wish
Dan... kami pun menghabiskan sisa malam itu berdua di rumah Wulan. Banyak hal yang kami bicarakan malam itu dan juga berbagai posisi, IYKWIM. Ketika pagi menjelang, Wulan tampak sudah ikhlas untuk melanjutkan hidupnya tanpa aku dan melihat Tora sebagai masa depannya.
Dan pagi itu aku melihat senyum Wulan yang manis. Sangat manis. Senyum termanis darinya yang pernah kulihat.
See you again Jakarta! Waktu itu sudah 1 minggu menjelang keberangkatan. Ya, akhirnya perwakilan dari Badan Kerja Sama Internasional Korea mengabarkan bahwa seluruh perizinan, visa dan tiketku sudah selesai semuanya dan aku harus meninggalkan Jakarta pada tanggal 21 Februari. Itu artinya juga bahwa hari ini adalah hari valentine.
Jujur antara aku dan Riani sebenarnya tidak pernah menganggap hari ini sebagai hari yang spesial. Tidak pernah ada event spesial dalam lima tahun lebih hubungan kami pada hari valentine karena kami menganggap setiap hari dalam hubungan kami adalah hari yang spesial. Tapi selalu saja ada pengecualian khususnya untuk hari ini. Dan ini sebenarnya tidak terlalu terkait dengan keberangkatanku ke Negeri Ginseng.
Siang itu di sela-sela kesibukanku di kantor aku iseng mengecek timeline twitterku. Aku melihat dua kicauan dari dua orang yang ku-follow yang muncul dalam waktu yang berdekatan. Isinya sebenarnya tidak eksplisit, lebih seperti kode. Secara tidak sadar otakku mencerna maksud kode tersebut dan akhirnya mengerti maksud kode tersebut. Ini benar-benar berita!
Dan tidak lama setelah aku mengerti maksud kode tersebut ponselku berbunyi. Caller ID menunjukkan: Lita. "Joooo! tega lu ye ga ngajak farewell sama temen2! Udah ga nganggap gue jadi temen nih ceritanya"!"
Lita ini salah satu sahabat semasa aku kuliah. Gadis asli Tanah Karo yang saat itu bekerja di sebuah LSM anti korupsi ini cenderung rame dan pintar pastinya. Tapi skill yang paling menonjol dari dirinya adalah insting gosip yang luar biasa! Jika dia menelepon, aku sudah bisa menebak akan ke mana arah pembicaraannya.
"Lu yang keasikan kerja sampe kaga jawab sms & telpon kita! Udah seharian dihubungin ga bisa... sibuk bener sih Kaka aktipis anti korupsi inih..."
"Hish! jangan ngeledek deh! Pokoknya ntar malem gue ga mau tau kudu ada farewell dinner sama gua! Dan berhubung gua ngerti hari ini hari palentin, lu ajak Riani sekalian biar agak romantis-romantis gimana gituh..." "Kalo gua ajak Riani, lu mau ajak siapa""
"Bangke lu Jo! Tega nian kau sama jomblo berkualitas ekspor macem gua ini! BTW, ngomong2 soal jomblo... kayaknya gua bakal seret jomblo keluaran terbaru aja nih buat ikutan dinner ntar malem..." "Maksud lu""
"Iya... lu udah liat twitternya Ian & Riani (bukan pacar ane) kan" Itu kode banget kalo mereka udahan kali... dan berhubung Riani sedang di Jakarta dan tempat praktiknya ga terlalu jauh dari kantor gue, kayaknya perlu banget tuh doi gue seret & interogasi ntar malem"
"heh" seret" interogasi""
"udah yah... sampe ketemu ntar malem di restoran vegan di plaza semanggi ya! dadah!"
Dan, klik! Panggilan telepon diputus. Padahal belum aku setujui ajakannya. Tapi ya ga masalah toh malam ini aku tidak ada rencana sama sekali. Lagipula ngerumpi sama Lita akan selalu seru apalagi akan ada rencana 'seret dan interogasi'. Segera saja kukabari Riani (pacarku) untuk ikut bergabung di acara dinner kami.
Malamnya aku dari kantor langsung menuju tempat yang dijanjikan. Di sana rupanya sudah menunggu tiga orang yang memang akan hadir: Riani (pacarku), Riani (yang jomblo) dan tentu saja Lita.
Oke... pemainnya udah lengkap nih... sambil nunggu Jojo pesen makanan monggo Riani kasih klarifikasi kenapa kok tau-tau bisa udahan sama Ian. , kata Lita.
Sekilas mengenai Riani, jadi dia itu dulunya adalah pacar dari Ian, sohib kentalku semasa kuliah. Dokter gigi lulusan sebuah universitas di surabaya ini mulai mengenal Ian setelah Ian ditugaskan kantornya untuk bekerja di Surabaya. Secara fisik Drg. Riani ini sangat-sangat mirip dengan Riani pacarku. Jadi bukan hanya nama saja, tetapi juga ciri-ciri fisik juga. Sempat ada kecurigaan jika sebenarnya Ian sangat terobsesi dengan aku, sahabatnya, sehingga mencari pasangan pun harus dengan wanita yang karakteristiknya mirip dengan pasanganku. Pasangan ini sebenarnya kalau boleh terus terang merupakan pasangan yang bisa bikin iri siapapun yang melihat baik dari segi fisik maupun tingkah laku. Mereka bisa sangat romantis namun tetap menjaga perilaku mereka. Sori buat penggemar pasangan Bintang & Bastian di serial tetangga masa gitu, tapi aku merasa mereka agak berlebihan romantisnya.
Jadi menurut Riani masalahnya bermula dari ketidaknyamanan Ian di tempat kerjanya, dan satu lagi yang cukup klasik: LDR. Sahabatku ini rupanya tipe yang tidak ingin berkali-kali pacaran sebelum menikah dan berniat untuk menjadikan Drg. Riani sebagai masa depannya. Namun demikian Ian merasa kurang sreg dengan karirnya sedangkan ia sudah menandatangani kontrak jangka panjang dengan tempat kerjanya tersebut. Ketidaknyamanan karirnya itulah yang sering mengakibatkan Ian sangat ragu untuk melangkah lebih jauh dengan Riani. Ketika Riani masih di Surabaya, ia selalu berhasil untuk memotivasi Ian untuk dapat bertahan dengan karirnya. Masalah lain timbul ketika Riani pindah praktik ke Jakarta agar dapat lebih dekat dengan keluarganya. Perkembangan teknologi rupanya tidak dapat menggantikan keberadaan fisik seorang kekasih bagi Ian. Akibatnya makin ke sini Ian jadi lebih tempramental. Ian sadar sifat tempramennya jadi sering menyakiti Riani dan ia juga tidak yakin dengan masa depannya. Dengan berat hati akhirnya Ian memutuskan untuk bubar dengan Riani agar Riani dapat memilih masa depan yang lebih baik.
Jujur ya Lit, aku masih sayang banget sama dia. Aku sebenernya udah mulai kebal sama sifat tempramennya dia itu. Dan sumpah aku kaget banget waktu dia putusin aku. Tadi siang aja aku terus nangis waktu lagi ga ada pasien. Tapi aku mengerti kok keputusannya. Dan kalo di masa depan bisa balik sama dia, aku mau banget buat balikan sama dia.
Kita cuma bisa diam saja mendengar kata-kata Riani.
Jo, Ri, aku juga mau kasih tau... LDR itu bakal berat banget... Berat banget karena biasanya kita terbiasa dengan keadaan fisik orang yang kita sayang, tapi tau-tau dia gak ada... Aku termasuk orang yang gagal... Mudah-mudahan kalian ga ngikutin jejak aku ya
DEG! Lagi-lagi LDR! Beberapa waktu yang lalu Wulan juga menyinggung soal ini. Dia cerita tentang temannya yang sedang sekolah di negeri ginseng akhirnya putus setelah berpacaran 7 tahun. Dan lebih parah lagi, kelakuan temannya itu jadi sangat berubah jadi terlalu bebas setelah putus dari LDR itu. Se-horror itukah LDR"
Skip ke hari keberangkatan, hari itu Riani pulang lebih cepat dari kantornya agar bisa membantu packing serta ikut mengantarku ke Bandara bersama keluargaku. Setelah makan malam dan Shalat Isya, kami beranjak dari rumah menuju bandara. Sepanjang perjalanan ke Bandara, Orang tuaku memberi beberapa wejangan untuk hidupku di Korea. Intinya sih jangan lupa ibadah, fokus belajar, tahan godaan dan juga hati-hati dengan makanan yang tidak halal. Adik-adikku yang ikut mengantar juga ikut berpesan padaku, yaitu pesan jersey original klub sepakbola K-league.
Setibanya di bandara, kami dikagetkan dengan Tyo yang sudah menunggu kami di pintu terminal. Selamat datang Bapak Jojo! Flight jam berapa Pak" , sambut Tyo cengengesan. Waaahhhh! Ga nyangka ente ada di sini!
Pas ane lagi jadwal jaga di kantor sih sebenernya. Mumpung lagi santai ane sempetin lah ke sini ngelepas ente
Lalu Tyo bersalaman dengan rombongan pengantarku dan lanjut mengobrol dengan mereka sementara aku check in penerbangan dan mengurus bagasiku. Selesai check in, aku kembali keluar untuk menunggu bersama keluargaku juga Tyo dan Riani. Kami pun mengobrol sambil menikmati makanan dan minuman.
Ketika waktu menunjukkan satu jam sebelum keberangkatan, aku memutuskan untuk masuk ke dalam dan menunggu pesawat di anjungan keberangkatan. Tentunya aku berpamitan dulu dengan rombongan pengantarku. Suasananya cukup haru ketika aku memeluk satu persatu keluargaku dan juga Tyo. Dan ketika aku berpamitan dengan Riani...
Abang, pesenku ga jauh beda sama orang tuamu. Sering-sering kontak aku ya biar kita bisa survive. Aku percaya sama kamu. Dan satu lagi, jangan ngerokok lho!
Aku sebenarnya memang merokok, hanya saja sebatas social smoker. Dan Riani saat itu menginginkan aku untuk berhenti total.
Setelah itu Riani memelukku cukup lama. Adikku dan Tyo dengan iseng mengambil foto kami ketika sedang berpelukan. Dan begitu melepas pelukannya, terlihat mata Riani berkaca-kaca namun mulutnya memaksa untuk tersenyum. Jadi agak berat meninggalkannya seperti itu.
Aku coba menghela napas panjang dan kemudian melangkah ke dalam sembari melambaikan tangan tanda perpisahan kepada para pengantarku. Mudah-mudahan aku kuat dan bisa survive!
Setibanya di anjungan keberangkatan, aku mendengarkan lagu yang ada di ponselku. Pas sekali yang berputar adalah lagu klasik dari John Denver... Leaving on a jet plane...
Pikiranku melayang sembari mendengarkan lagu lama tersebut... terbayang Riani, teman-temanku, keluargaku, kantorku... sampai akhirnya terbayang satu hal yang sangat penting dan entah kenapa aku bisa lupa memikirkan hal ini...
Bahasa Inggris! Aku jadi teringat jika aku harus menggunakan bahasa ini untuk pendidikanku! Khawatir" Pasti, mengingat aku tidak terlalu percaya diri dengan kemampuan bahasa Inggrisku. Okelah untuk sekadar percakapan atau menulis tulisan pendek aku masih bisa sedikit percaya diri. Namun untuk menulis essay panjang, makalah atau bahkan tesis"!
(Sebenarnya aku harus bersyukur karena tidak harus menggunakan Bahasa Korea untuk pendidikanku saat itu)
Lagi-lagi lukisan the scream dari Edvard Munch menggambarkan dengan jelas kondisi mentalku saat itu. Dan belum hilang Lukisan the scream tersebut, badan pesawat Boeing 777-900 Korean Air sudah membawaku sejauh 3200 mil ke utara.
Touchdown! Kegalauan atas kemampuanku berbahasa Inggris ternyata tidak sanggup melawan lelahnya tubuhku hari itu. Hanya beberapa menit setelah burung besi Korean Air mengudara dari langit Tangerang mataku terasa berat dan sukses membawa pikiranku berwisata ke dunia paralel yang biasa dikenal sebagai alam mimpi. Aku tidak begitu ingat mimpiku saat itu. Yang aku ingat hanyalah turbulensi yang cukup keras yang berhasil memaksa pikiranku kembali ke dunia nyata dari perjalanan wisatanya.
Aku sama sekali tidak mengingat berapa lama aku tertidur. Yang jelas aku terbangun seolah dibangunkan oleh suatu ledakan hebat.
""re you alright Sir" Can I get you something""
Rupanya tidak jauh dari tempat dudukku ada seorang pramugari yang sedang stand by. Wajah dari pramugari bernama Lee Myeong-Ju ini cantik sebagaimana tipikal wajah wanita Korea umur 20-an. Nampaknya bagaimana aku terbangun dari tidur cukup menarik perhatiannya. Mungkin aku perlu terbangun dengan cara unik tadi ketika tiba di negeri ginseng nanti agar dapat menarik perhatian gadis-gadis cantik.
"eeehhh.... aaaahhhh... Have you got any liquors"", tanyaku yang masih mencoba mengumpulkan nyawaku. Sepertinya pertanyaanku tadi merupakan pertanyaan setengah sadar.
""f course Sir. We've got Johnnie Walker Red Label, Bombay Sapphire, Baileys...." "Ah, Baileys please... on the rocks"
"Please wait for a moment, Sir"
Sembari menunggu, aku mencoba mengutak-atik layar di depan mataku. Aku coba cek sudah berada di wilayah mana burung besi yang sedang kutumpangi ini. Terlihat di peta digital yang muncul di layar bahwa burung besi ini baru saja melewati Pulau Formosa atau yang lebih dikenal dengan nama Taiwan. "Here's your Baileys Sir. Please enjoy it", sahut Myeong-Ju dengan memberikan senyum termanisnya.
"Kamsa Hamnida", jawabku sambil mengucapkan satu dari sedikit kata dalam Bahasa Korea yang bisa kukuasai pada saat itu. Myeong-Ju hanya merespon ucapanku dengan tawa kecilnya. Mungkin agak janggal baginya seorang dengan tampang melayu sepertiku berbahasa Korea.
Kusesap sedikit Baileys dalam gelas itu dan mencoba merasakan efeknya di kerongkongan, perut sampai akhirnya di otakku. Sensasinya selalu sama: hangat dan dingin pada waktu yang nyaris bersamaan dan diakhiri dengan hantaman lembut di ujung saraf otak. Kusesap kembali minuman itu sedikit demi sedikit sampai kemudian habis dan dengan sukses mataku kembali berat tanda pikiranku ingin kembali plesiran ke alam mimpi.
Tidak seberapa lama, aku kembali tersadar. Hanya saja kali ini aku terbangun dengan cukup lembut tidak seperti sebelumnya. Dan tentu saja tidak ada wajah manis Myeong-Ju yang menghampiriku kali ini. Sedikit penyesalan muncul dalam diriku. Tiba-tiba kuteringat pesan dari orang-orang yang mengantarku tadi. Kulihat arlojiku dan waktu menunjukkan pukul 0520. Aku langsung mengambil posisi untuk tayamum untuk kemudian menjalankan ibadah Subuh.
Mungkin pembaca agak heran dengan kelakuanku yang masih beribadah setelah beberapa jam sebelumnya minum-minum. Well, terus terang aku pun pada saat itu juga heran namun tak pernah kuambil pusing. Aku selalu mencoba menyeimbangkan ibadah yang harus kulakukan dengan dosa yang juga kuperbuat. Mungkin istilah gaulnya STMJ. Solat Terus, Maksiat Jalan. Kira-kira sudah lima tahun terakhir aku menjalani pola hidup yang demikian. Bagian dari kenakalan masa muda, mungkin"
Tidak lama setelah solat, Myeong-Ju kembali menghampiriku dan menanyakan makanan apa yang kuinginkan untuk sarapan. Aku tidak terlalu ingat apa menu yang kupilih saat itu, namun aku ingat bahwa aku merasa cukup puas dengan menu yang kudapatkan.
Satu jam kemudian, terdengar suara dari pilot bahwa pesawat akan segera mendarat di Bandara International Incheon dan seperti biasa disampaikan juga prosedur keselamatan pada saat pesawat akan mendarat. Seiring dengan berkurangnya ketinggian pesawat, kegalauanku atas kemampuan bahasa Inggrisku muncul kembali. Namun kali ini aku mencoba untuk berdamai dengan kegalauan tersebut mengingat posisiku saat itu sudah pada point of no return.
Begitu pesawat berhasil mendarat dengan mulus, kegalauanku masih tersisa. Sampai saat pilot mengumumkan...
"Ladies and Gentlemen, We have landed safely at the Incheon International Airport. The local time here is two hours ahead of Jakarta time. The temperature outside is minus six degrees of celcius. bla bla bla....."
What"! Minus six"!
Gila! Aku sebenarnya sudah siap untuk bertemu dengan udara dingin, tapi ya tidak sedingin ini juga! Pakaianku waktu itu lebih sebagaimana pakaianku jika berjalan-jalan ke puncak pas. Baru hari pertama dan Korea sudah menghadiahiku dengan suhu di bawah nol! Korea 1 Aku 0!
Indonesian Strong Guy! Aku melangkahkan kakiku keluar dari pesawat Korean Air dengan hati yang campur aduk antara antusias, grogi, senang, dan tentu saja sedikit takut. Begitu diriku telah berhasil melangkah dengan sempurna dari garbarata, perasaan campur aduk tadi terhapus dengan instan oleh perasaan kagum terhadap bandara Incheon. Ini bandara terbaik yang pernah kukunjungi!
Terus terang pada saat itu aku baru pernah beberapa kali bepergian ke luar negeri dan itu pun tujuannya hanya satu kota: Jenewa. Dan setiap kali aku pergi ke Jenewa entah kenapa aku selalu mendapatkan transit di Bandara Doha. Dengan demikian, sebelum Incheon, baru tiga bandara internasional yang pernah kujejaki: Cengkareng, Doha dan Jenewa. Dan tiga bandara itu menurutku bahkan jika digabungkan belum ada apaapanya jika dibandingkan dengan Incheon! Rupanya Korea masih ingin memberiku kesan di masa-masa awal kehadiranku di sana.
Setelah aku mengurus imigrasi dan bagasi, aku segera mencari counter Badan Kerja Sama Internasional Korea (biar gampang mulai dari sini kita sebut saja BKIK) di Bandara Incheon tersebut. Counter tersebut letaknya agak di pojok area kedatangan bandara Incheon dan pada saat itu seorang wanita Korea berusia 40- an sedang menjaga counter tersebut.
"Good Morning, Maam. I'm Jonathan from Indonesia and I'm a BKIK scholarship awardee for the BKIK-Anam University GSIS program. I'd like to report my arrival here"
Spoiler for disclaimer: soal nama, ane sampe sini baru bisa bilang itu bukan nama ane. nama asli ane jauh banget dari nama di sini. Di bagian-bagian berikut ane akan sedikit cerita tentang nama ane. Intinya mah banyak nama yang dipake di sini, mulai dari nama orang, badan sampe kampus ane coba samarkan.
"Ah, hold a second Sir"
Segera dia mengambil ponselnya kemudian berbicara dengan bahasa Korea dengan lawan bicaranya. Sejurus kemudian seorang perempuan berusia dua puluhan datang tergopoh-gopoh ke arah counter BKIK. "Good morning Sir. Welcome to Korea. Can you please follow me to the bus"" "Sure... why not""
"Well, since the bus you're about to bound is gonna depart in any seconds can you please run with me to the bus""
Gila! Pagi-pagi baru sampai di Korea dan aku sudah diajak jogging mengejar bus! Yo Korea! You're really bloody impressing!
Setelah jogging yang sebenarnya lebih mengarah pada sprint sejauh 200 meter, akhirnya kami sampai pada sebuah bus dengan tulisan airport limousine di badannya. Kemudian wanita-Korea-yang-tidak-kuketahuinamanya-dan-mengajakku-jogging-barusan berbicara pada seseorang yang sepertinya supir bus tersebut. Setelah itu Ia mengarahkanku menaiki bus dan memberitahu bahwa di titik ketibaan nanti akan ada orang yang akan mengantarku ke tempat tinggal sementaraku.
Bus kemudian segera meninggalkan Bandara Incheon dan mengarah ke pusat kota Seoul. Sengaja kududuk di tepi jendela untuk menikmati perjalanan ini. Korea masih belum bosan memberiku impresi dengan bagaimana negeri ini dibangun. sepanjang perjalanan Incheon-Seoul tidak bosan-bosan kupandangi bagaimana jalan tol, jembatan di atas laut, serta jalur kereta cepat. Tentu saja deretan pencakar langit yang mulai terlihat ketika bus mulai memasuki kota Seoul juga ikut memberikan impresi kepadaku. Sayangnya ketika deretan pencakar langit itu semakin mendekat, terjadi hal yang umum terjadi di Jakarta khususnya di pagi dan sore hari. Apakah itu" Betul sekali. Macet.
Setelah merayap sekitar 40 menit di tengah kepadatan lalu lintas Seoul, akhirnya bus tiba di sebuah gedung pusat perbelanjaan yang sepertinya jadi satu dengan tempat perhentian bus. Segera aku turun dan mengurus bagasiku. Tidak seberapa lama terlihat seorang Bapak berusia 50-an memegang kertas bertuliskan namaku. Segera kuhampiri dia dan dia segera ia membawakan koperku serta menggiring diriku ke mobilnya. Kucoba aku mengajaknya berbicara dalam bahasa Inggris, namun dia tidak meresponsnya. Sepertinya dia hanya supir yang disewa BKIK untuk mengantarku dan tidak bisa berbahasa Inggris.
Setibanya di mobil, ternyata di dalamnya sudah menunggu seorang gadis manis dan bertubuh mungil berwajah oriental.
"Hello. I'm Jonathan from Indonesia. But please call me Jojo."
"Hi, I'm Dao from Vietnam", jawab gadis itu dengan logat yang menurutku cukup unik. "BKIK scholarship awardee"", tanyaku lagi
"yup" "For which programme""
"BKIK-Anam University GSIS scholarship" "Ahahaha... So we'll be college mates"
Kemudian kami berbincang sepanjang perjalanan kami menuju tempat tinggal sementara kami di kota kecil sebelah tenggara Seoul. Cukup banyak yang kita bicarakan saat itu. Namun aku ingat jelas salah satu yang jadi fokus pembicaraan kami adalah sesuatu yang kami lihat di luar dan tidak pernah kami temukan di negara kami: salju.
"This is my first time to see snow directly!", seru Dao kagum. "Me, as well!", sahutku tak kalah kagumnya.
"Wanna play with the snow once we arrive"" "Sure!"
Setelah melaju sekitar 30 menit, akhirnya kami tiba di tujuan kami. Rupanya tempat itu adalah semacam training centre milik BKIK dan kami akan diinapkan di sana selama satu minggu sebelum kami dipindahkan ke asrama kampus kami.
Segera setelah aku mengurus kedatanganku serta menaruh barang-barangku di kamar, aku langsung keluar untuk bermain salju dengan Dao. Rupanya Dao sudah ada di luar dan bermain-main membentuk bola salju. Ketika dia melihatku, dia agak terbengong seperti ada sesuatu yang salah. Aku juga sedikit heran tapi aku lanjut saja mencoba bermain-main dengan salju. Bahkan sampai iseng melempari Dao dengan bola salju yang kucoba buat.
Lima menit kemudian aku mulai merasa agak aneh. Dan lima menit berikutnya aku langsung lari ke dalam kamarku dan membongkar koperku. Ya! Karena kepilonanku aku jadi kedinginan luar biasa akibat bermainmain di luar hanya dengan mengenakan sweater tipis dan celana jins tanpa dilapisi long john. Aku sama sekali tidak ingat temperatur -6 derajat celcius yang tadi diberitahukan pilot ketika mendarat. Pantas saja Dao tadi sampai bengong!
The First Night Setelah mengganti pakaianku dengan pakaian yang lebih proper, aku kembali bermain-main salju dengan Dao di luar. Dao yang melihat aku kembali dengan pakaian yang berbeda, langsung menyadari kondisi yang sebenarnya.
"So your strength only last for 10 minutes, eh"", ejek Dao. "hahahaha... Screw that!"
"I wonder if your other strength would only last for 10 minutes too." "Heh" What do you mean with that""
Dao tidak menjawab dan hanya menjulurkan lidahnya padaku. Aku pun tidak terlalu ambil pusing dengan responsnya dan dengan enteng melempar bola salju yang kubuat ke mukanya. PLOK! "Jojoooooooo!"
Dan perang bola salju pun berlangsung sampai kira-kira satu jam kemudian. Kami yang merasa lelah pun kembali ke kamar kami masing-masing dan berjanji akan bertemu kembali saat makan malam. Aku sendiri sebelum kembali ke kamar menyempatkan diri untuk mengambil gambar salju dengan kamera ponselku untuk kupamerkan kepada Riani.
Setibanya di kamar, aku coba rapikan beberapa barang bawaan khususnya barang-barang yang kira-kira diperlukan untuk keperluanku selama seminggu di BKIK training centre ini. Tidak lupa kuambil juga laptopku dan menyambungkannya dengan kabel lan yang tersedia di meja kerja di kamar ini.
Setelah laptop menyala kusambungkan ponselku ke laptop agar gambar yang tadi kuambil bisa kukirim via email kepada Riani. Sambil menunggu proses sinkronisasi antara laptop dengan ponselku, aku iseng mencoba unduh mp3 dari sebuah situs pengunduh lagu gratisan. Dan di sinilah aku melihat mukjizat.
Ya! Pertama kalinya aku melihat sebuah file mp3 berukuran 5mb bisa diunduh dalam waktu 3 detik saja! Untuk orang Indonesia sepertiku tentunya hal ini adalah keajaiban luar biasa mengingat biasanya aku biasanya perlu waktu 1-3 menit untuk mengunduh file sebesar itu! Sungguh luar biasa karuniamu Tuhan bagi bangsa pemakan kimchi ini!
Belum lama aku terkagum-kagum, aku teringat hal yang perlu kulakukan: mengabari Riani. Quote:Halo sayang,
Aku akhirnya mendarat nih pagi ini sekitar jam 7 kurang. Di sini dingin banget. Mungkin kalo kamu ada di sini bakal enak banget buat saling menghangatkan.
Oh iya, ini ada foto tentang sesuatu yang ga bisa kamu dapatkan di Indonesia: salju. attachment: img666.jpg
ps: Aku mau pamer kalo tadi aku sudah main salju dong! Sebenernya mirip banget sama bunga es di kulkas sih.


3200 Miles Away From Home Karya Valerossi86 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah terkirim, aku membuka facebook dan terlihat ada beberapa pesan masuk ke inboxku. Quote:Ian: C*k! Udah sampe lu di Kroya" Salam buat Prof. Mulbuldosa ya! Aku balas saja dengan:
Quote:Tadi pagi touchdown di ICN. So far ane baru ketemu Kongja nih. Ntar ane kirimin doi ke sana deh biar lu bisa mup on. :P
Setelah membalas pesan Ian, aku mencoba menghubungi Achi, juniorku di kampus yang sudah lebih dulu melanjutkan kuliah di negeri ginseng ini.
Quote:Chi, ane udah di Kroya nih. Tadi pagi sampe & sementara ini bakal tinggal di daerah Seongnam. Ada titipan yang ente pesen juga. Kapan & di mana nih kita bisa ketemu"
Kemudian aku melihat jam dan ternyata sudah masuk jam 1230. Aku coba cek waktu solat daerah sini via internet dan ternyata sudah masuk waktu dzuhur. Segera saja aku mempersiapkan diriku beribadah. Setelahnya aku merasa perutku sudah meminta diisi. Namun aku merasa terlalu malas berjalan ke tempat makan sehingga aku mengambil seporsi mie cup yang memang kubawa untuk persediaan.
Entah kenapa seporsi mie cup yang kunikmati waktu itu sudah cukup membuatku kenyang. Formula Cuaca dingin + perut kenyang + kasur dan selimut yang terlihat nyaman membuatku ingin menyelesaikan persamaan non matematis tersebut dengan jawaban yang sudah pasti: tidur nyenyak.
Aku terbangun pada pukul 1630 dan agak panik ketika sadar bahwa aku belum ibadah ashar. Aku coba cek jadwal shalat dan aku cukup lega karena masih punya waktu sampai pukul 1715. Segera aku sholat dan setelahnya kembali internetan sambil menunggu waktu makan malam. Begitu cek facebook terlihat Achi telah membalas pesanku dan dia mengajakku bertemu hari sabtu pekan ini di stasiun subway dekat KBRI. Kubalas saja dengan persetujuanku dan kemudian berlanjut lagi menikmati internet dengan kecepatan yang tidak mungkin kunikmati di Indonesia ini.
Begitu jam menunjukkan pukul 1800, interphone di kamarku berbunyi. Rupanya Dao mengajakku makan malam sebagaimana janjinya siang ini. Segera saja kuganti pakaianku dan melangkahkan kakiku ke tempat makan di training centre ini.
Setibanya di sana aku melihat Dao sudah duduk dengan 4 orang di dekatnya. "Jojoooo... here! here!"
Segera aku menuju ke arahnya dan duduk di kursi kosong di sebelahnya. "Hi comrades", sapaku ramah kepada empat orang di dekat Dao.
Di dekat Dao terdapat dua perempuan yang dari wajahnya yang eksotis sepertinya orang Latin, seorang negro yang sepertinya berumur 30an tinggi besar, dan seorang pria muda gemuk berwajah Timur Tengah. "These guys are the Anam University scholarship awardees just like us", terang Dao kepadaku.
"Wow! So great to see you guys. By the way, I'm Jonathan from Indonesia, but please call me Jojo. I'm also Anam University scholarship awardee like you."
"Hi Jo. My name is Atongba from Ghana", kata si negro. "Hallo, I'm Saddam from Egypt. So good to see you Jo!"
"Holla, My name is Carolina. I am from Guatemala. And right next to me is mi amiga Arantxa from Equador.", kata cewek Latin yang berkacamata dan bertubuh mungil. Adapun Arantxa agak lebih tinggi sedikit, dan lebih berisi daripada Carolina.
Kami pun mulai mengobrol ringan sembari satu-persatu dari kami mulai keluar dari kelompok sejenak untuk mengambil makanan yang sudah disediakan.
Tidak seberapa lama... "Can I join you guys" I just overheard that you're the BKIK-Anam University scholarship awardees."
"Sure! Just join us here.", Dao menyambut permintaan gadis berwajah oriental yang barusan menginterupsi pembicaraan kami. Gadis itu kemudian duduk di sebelahku yang memang masih kosong. "Jamil...", celetuk Saddam lirih.
"I understand that word, ya Akhi Saddam...", ledekku mendengar celetukannya sambil mengedipkan sebelah mataku.
Saddam terlihat panik dan kemudian memohon-mohon padaku agar tidak membocorkan maksud perkataan dia tadi. Aku hanya cengengesan saja mendengar permohonannya.
Tapi Saddam perlu diakui tidak salah juga berucap kata ' Jamil' tadi. Gadis tadi memang cantik sekali seperti seorang model. Tingginya hampir sama denganku dengan tubuh yang sintal serta beberapa tonjolan-tonjolan yang berada tepat pada tempatnya dengan proporsi yang sangat pas. Wajah orientalnya juga perlu kuakui merupakan wajah tercantik yang kulihat setelah menjejakkan kakiku di negeri ginseng ini. Outfit yang dikenakannya saat itu menambah kuat alasan mengapa Saddam mengucapkan kata 'Jamil' tadi. "Hallo guys, I'm Khali from Mongolia. So nice to see you here", kata cewek itu memperkenalkan dirinya. "Mongolia" So you're an Anam University Scholarship awardee just like us"", tanya Atongba. "correct!"
"Damn, I thought you're the BKIK officer that in charge of this programme! You know... you're appearance is so... Korean!", cerocos Atongba. Yup! Aku setuju pada poin ini.
"Hahahaha... you know... That was the third time on this day people misjudged me as a Korean. Even the airport security ordered me to take the immigration line for the Koreans!"
Dan tawa pun pecah. "I think I need to fix my appearance to avoid being misjudged again"
Kami kembali tertawa dan melanjutkan menikmati makan malam kami sembari berbincang-bincang. Setelah selesai makan, iseng aku coba ajak Saddam shalat Isya. Dan tentu saja dia kaget begitu kuajak shalat. "You're a muslim" I thought that you're not one!"
"I know... my name, right" I often have this kind of experience even in my city. You know my Dad's clan can be blamed for this. They have started to give the kids western names since 1950s. Even my Dad's name is as western as mine: Joseph. I have no idea from whom this tradition came from. But one thing that you have to know is all members of my Dad's clan are muslims."
"How about your Grandpa" Is his name is western as well""
"Nope... Finally you can find an arabic name in my clan. His name's Ali.", sahutku sambil tersenyum. Saddam hanya tertawa kecil mendengarnya.
Saddam lalu menggiringku ke musholla yang surprisingly tersedia di gedung ini. Musholla ini cukup luas dan sangat bersih serta terawat. Lalu kami shalat berjamaah dengan Saddam sebagai imamnya. Setelah selesai Saddam mohon diri untuk lebih dulu kembali ke kamarnya karena sudah ada janji untuk menghubungi keluarganya via skype.
Selang 5 menit kemudian, aku berjalan kembali ke kamarku. Di tengah perjalanan, aku melewati sebuah teras di mana kulihat Khali sedang merokok. Iseng kusapa saja dia yang sedang asyik itu. "Smoking" Here, take mine", tawarnya.
"Naaahhh... Not anymore... My girlfriend forbid me." "But she's away, right""
"Yup, but that was the promise I made to her. I'm trying my best to fulfill my promise like a true man"
Khali lalu mematikan rokoknya kemudian kembali ke kamarnya bersamaku. Kami berjalan bersama sampai kemudian kami sadari bahwa kamar kami bersebelahan.
"Good night Khali"
"Good night Jo"
Aku lalu masuk kamar dan kembali menikmati nikmat internet di laptopku. Kira-kira sejam kemudian interphone di kamarku berbunyi.
"Hallo..." "Hi Jo. This is Khali. Sleeping yet"" "Nope. I'm still enjoying the internet."
"Fancy to enjoy some coffee" You can just get inside your next door if you want some. It's unlocked." "Sure, why not" I'll be there soon"
Aku langsung berjalan ke kamar sebelah dan seperti kata Khali di telepon, ternyata pintunya memang tidak dikunci.
"Khali... I'm coming in!" "Sure, Jo!"
Dan begitu sudah masuk ke kamarnya... "What's wrong Jo" Anything wrong""
Spoiler for agak bebe: "No.. nothing's wrong Khal... Everything's just right.... very damn right..." batinku ketika melihat Khali yang hanya mengenakan tanktop tipis warna hitam dan hotpants satin warna putih.
"N... Nothing... So where's the bloody coffee"", sahutku agak gelagapan. Khali menunjukkan di mana kopi serta gula, krim dan gelasnya. "Please help yourself"
Aku pun mengambil kopinya dan mencoba menikmatinya sembari mengobrol bersamanya. Dari obrolan tersebut, aku jadi mengetahui bahwa Khali sedikit lebih muda dariku dan merupakan anak dari pejabat tinggi di negaranya. Kemudian dia bercerita hubungannya dengan mantan kekasihnya yang terpaksa berakhir karena tidak yakin hubungan jarak jauh mereka akan berhasil. Begitu bercerita mengenai mantannya, terlihat mood Khali jadi sedikit lebih sendu.
Tidak ingin terlalu lama dalam kegalauan, Khali menawarkan sesuatu padaku. "Hey Jo, wanna make the coffee tastes much better""
"make the coffee taste much better" how""
Khali lalu mengambil botol dari kulkas kecil di kamarnya. Ternyata botol vodka. "Here... pour some in your coffee..."
Kucampur sedikit vodka ke kopiku dan boom! Memang jadi lebih enak dan hangat. Sangat cocok dengan cuaca dingin di luar.
Khali yang juga ikut mencampur vodka ke kopinya terlihat menikmati sensasi alkohol di otaknya. Tak lama kami kembali mengobrol sembari menikmati oplosan kopi dan vodka tersebut. Semakin lama obrolan kita semakin ngelantur seiring dengan bertambahnya gelas oplosan kopi dan vodka yang kami nikmati. Bahkan seingatku kami sempat ngelantur dengan bahasa asli kami masing-masing yang tentu saja tidak dimengerti lawan bicara.
Spoiler for bebe; khusus dewasa:
Tak hanya itu, semakin lama kami duduk semakin berdekatan di ranjang. Semakin dekat dan dekat. Dan semakin panas. Kedua pasang bibir kamipun bertemu. Berpisah. Dan bertemu lagi dengan semakin panas. Beberapa jurus kemudian pakaian kami terlepas dari tubuh kami dan tergeletak secara brutal di lantai. Dan tubuh kami semakin mendekat. Mendekat. Dan akhirnya bersatu dengan panas dan bergairah. Dan akhirnya aku menghabiskan malam pertamaku di negeri sejauh 3200 mil dari rumah ini bersama dengan gadis cantik keturunan Jengis Khan.
x?"" (Norae) Time!
Aku terbangun sekitar beberapa jam setelah kejadian nikmat dengan gadis keturunan Jengis Khan itu berlangsung. Kepalaku terasa agak berat, atau lebih dikenal dengan istilah hangover. Aku melihat jam dinding di pojok kamar Khali dan terlihat saat itu sudah pukul 0500. Namun rasanya masih terlalu gelap bagiku yang terbiasa dengan suasana pukul 5 pagi di Jakarta. Sejurus kemudian aku baru sadar jika tubuh polos mulus bak porselen Khali masih menempel pada tubuhku. Lengannya melintangi dadaku dan sepasang tungkai indahnya masih menjepit kaki kiriku.
Ah! Entah kenapa aku merasa bersalah. Well, ini memang bukan pertama kalinya aku tidur dengan wanita selain Riani. Tapi tetap saja aku tidak pernah merasa bahwa tindakan seperti ini merupakan sesuatu yang bisa dibenarkan. Mungkinkah ini yang disebut suara dari hati kecil"
Aku mencoba melepaskan diri dari rengkuhan Khali dengan lembut agar tidak mengganggu lelapnya. Kulihat wajahnya sejenak. Terlihat kedamaian dan kelembutan pada ekspresi wajahnya. Nuansa yang biasa kulihat dari wajah Wulan ketika ia tertidur. Dan juga Riani. Yah, mungkin nuansa wajah yang demikian hanya dapat muncul dari wanita baik-baik yang pernah kutiduri.
Tiba-tiba kuteringat Riani. Aku rindu dengan suaranya. Ekspresi wajahnya. Kehangatannya. Sifat manjanya. Keberadaan fisiknya. Sepertinya aku memang harus menghubunginya hari ini. Dan juga agar beban perasaan yang aku dapatkan setelah tidur dengan Khali bisa sedikit terangkat.
Setelah berhasil melepaskan diri dari rengkuhan tubuh Khali, aku memakai pakaianku dan segera kembali ke kamarku. Kemudian aku mandi dan mensucikan diri untuk dapat beribadah pada pagi itu. Yah, si pendosa yang belum lama mabuk-mabukan dan berzina ini masih perlu menghadiri sesi privat bersama Tuhannya. Selepas sesi ibadah, aku langsung menyalakan laptopku dan segera menyusun email kepada Riani. Quote:Sayang,
Jarak di antara kita rupanya mulai mencoba mengoyak-ngoyak dadaku. Bisa web cam-an nanti sore sekitar jam 5an WIB"
love You so much, Jojo Begitu email terkirim, Aku arahkan kursiku ke arah jam 9 dan menghadap ke arah matahari yang pelan-pelan terbit dari peraduannya. Entah apa yang kupikirkan saat itu namun aku sangat menikmati kontemplasi yang diiringi terbangunnya sang surya saat itu. Ada perasaan damai yang datang bersamaan dengan semakin terangnya ufuk Timur dan berubahnya warna bukit salju jadi sedikit keemasan.
"Coffee, Jo"", tiba-tiba ada suara lembut wanita dari arah belakangku.
Aku menoleh dan terlihat Khali yang kali ini sudah berpakaian dengan cukup sopan membawakanku segelas kopi hangat. Aku tersenyum ke arahnya.
"Sure. But no vodka please."
"Hahaha! Of course not. It's unwise to have booze this early." Aku hanya tersenyum
"But I've got milk if you want some addition to your coffee", katanya sambil tersenyum nakal sambil sedikit membusungkan dadanya.
"Naaahhhh... not this time please. I've had more than enough last night."
Kami pun terdiam sambil menyesapi nikmatnya kopi. Aku sendiri melanjutkan kontemplasiku ke arah Timur sembari menikmati kopi tersebut.
"Jo, how come you left me alone a few moments ago"", tanya Khali memecah keheningan. "..."
"You know, I feel a bit sad when I know I slept with someone last night but then wake up alone."
"My deep apologize for that, Khali. My intention was to take the early morning prayer but I afraid to disturb your sleep."
"Please promise me to not ever do that again." "Do what" Sexy time with you""
"No, not that. In fact I really enjoyed that thing with you. But please do not leave me alone like that. You can just tell me if you want to leave. I won't mind if my sleep is being disturbed.", seru Khali dengan aura yang membiru.
"OK, Khali. Cross my heart."
"You know the last time I broke up with my ex, I clearly remembered he left me alone after spending night together with me. All he left to me was a farewell letter. And I could never contacted him since." "So sorry for that, Khali. I never meant it."
"And you know one more thing" When I was a sophomore at the highschool, I slept with my mom at night. And when I woke up I on the morning, I was all alone on the bed. And then I found my mom died of heart attack in the bathroom", seru Khali sambil meneteskan air matanya.
Aku jadi sangat menyesal telah meninggalkan Khali sendirian pagi ini. Apalagi kemudian Khali mulai menangis tersedu-sedu. Aku coba peluk tubuhnya untuk menenangkan dirinya.
Setelah Khali sudah agak tenang, aku mencuri-curi kesempatan mengecek inboxku. Ada satu surat baru rupanya dari BKIK yang menyebutkan bahwa sesi perkenalan seluruh peserta beasiswa yang dijadwalkan pagi ini ditunda menjadi siang ini setelah makan siang. Segera kusampaikan berita itu kepada Khali dan kemudian bisa kulihat sedikit senyum tipisnya.
Spoiler for bebe: "It looks like we have some more free time. Should we spend it wisely"", tanya Khali sambil tersenyum aneh. "Sure, but how""
Khali lalu menarik tanganku dan menghempaskanku di ranjang. "Wait! wait Khali! Shouldn't we have our breakfast first"!"
"You'll be my breakfast!", jawab Khali sebelum menerjangku di atas ranjang dengan agresif.
Dan ulangan kejadian semalam pun terjadi hanya saja di tempat yang berbeda. Dan juga kali ini lebih terasa nikmat dan bergairah karena absennya faktor alkohol.
Damn! aku jadi harus mengontak Riani segera!
Tiga jam kemudian, atau lebih tepatnya satu jam setelah permainan panas kami berakhir. "Khali, wake up. I'm starving"
"Hmm... of course you're starving. You were so hot thus it consumed lots of energy." "Come on, it's still possible for us to have breakfast at the canteen at this hour." "Ok... ok... Lemme wash my face first."
Kami kemudian berjalan ke arah kantin dan di sana rupanya masih ada Dao yang sedang menikmati sarapan. "Morning guys!"
"Morning, Dao!", jawabku dengan agak lemas. "What's going on with you" You look so messed up!"
"Oh, yeah. Didn't sleep well last night. You know, I feel kinda home sick.", jawabku berdusta dengan suara serak. Siapa yang tidak lemas jika harus melayani kuda betina dengan total tujuh ronde"!
"And you look so charming this morning Khali even without make up like yesterday. You look so naturally charming! I bet your night was really wonderful."
"Best night ever, Dao! Ever!", jawab Khali sambil melirik genit ke arahku.
Setelah menikmati sarapan, Dao mengajak kami berdua untuk bersepeda keliling kompleks BKIK training centre untuk menunggu sampai waktu makan siang. Well, kupikir lumayan juga untuk menghabiskan waktu sekitar tiga jam sampai siang ini. Lagipula, aku agak takut jika tetangga sebelah kamarku sewaktu-waktu memasuki sange mode dalam waktu tiga jam tersebut. Bukan apa-apa, tapi apa yang nanti kukatakan di sesi perkenalan siang ini dengan suaraku yang serak dan tubuhku yang semakin lemas"!
Kompleks BKIK Training centre ini cukup luas. Mungkin dua hektar. Selain gedung tempat pelatihan, terdapat juga taman yang sangat asyik dijadikan tempat nongkrong dan beberapa fasilitas olah raga outdoor seperti lapangan basket, tennis, badminton sampai peralatan fitness yang umum berada di taman-taman di kota-kota besar di Korea.
Skip ke sesi perkenalan siang itu, aku jadi mengetahui jika peserta program beasiswa BKIK-Anam University ini berjumlah 20 orang dari berbagai negara berkembang. Masing-masing dari kami mengenalkan diri dan sedikit bercerita tentang latar belakang dan motivasi kami mengikuti program beasiswa ini. Begitu tiba giliranku mengenalkan diriku.
"Hallo Comrades, annyeong haseyo, good afternoon & Assalamualaikum. My name is Jonathan, but please call me Jojo. I'm Indonesian and 24 years old. The reason why I took this programme is simply because Korea is a perfect example of economic development. You know this state once trashed by the huge war but look at this country at the time being! It is one of the current global economic players! I hope by following this scholarship programme, I could take Indonesia as one of Korea's main competitor at the global economy." Sebagian besar peserta merespon perkenalanku dengan
Sampai tiba-tiba... "Very magnificent introduction, my brother Jojo. I really impressed! But what's wrong with your voice" you didn't sound so well.", tanya peserta bertubuh jangkung dari Yaman yang bernama Faisal.
Belum sempat kujawab, tiba-tiba...
"He had a bad night last night. Even I could hear his anxious sounds last night from the next door.", sambar Khali.
"He also mentioned something about home sick, earlier on this day.", tambah Dao.
Brengsek. Screw you descendants of Jengis Khan & Ho Chi Minh! Dan aku pun dengan sukses menjadi objek tertawaan pada sesi perkenalan itu.
Masih di hari itu, tepatnya pada saat makan malam, seluruh peserta program beasiswa duduk berkumpul pada sebuah meja besar di pojok kantin. Kami menikmati makan malam bersama sambil mencoba lebih mengakrabkan diri dengan masing-masing peserta. Pada saat itu aku berhasil berkenalan lebih dekat dengan Faisal yang tadi bertanya padaku, seorang wanita gemuk dari Tanzania bernama Mwanaisha, serta seorang pria bertubuh mungil dari Kamboja yang bernama Veng.
Ketika sesi makan malam hampir selesai, Dao berseru kepada kami.
"Guys, I just found out there's a noraebang at the 5th floor of this building! Wanna get some fun in there""
"What is a noraebang"", tanya seorang cowok Azerbaijan yang bertubuh pendek namun lumayan ganteng dan bernama Farid.
"It is what we usually know as karaoke room in common english." "For sure! Let's assemble there within 30 minutes from now, comrades!", seru Farid. "Yeah!", seru kami.
Kemudian kulihat arloji yang kupakai dan waktu menunjukkan 1855. Akupun segera berlari ke ke kamarku dan menyalakan laptopku dan menyambungkannya dengan akun skype-ku.
Dan kulihat Riani sedang online. Langsung saja kuundang dia untuk melakukan video-call. Tersambung.
"Sayaaaaaaannnnggggg! Aku Kangeeeeeeennnnn!", seruku kencang. Aku tidak terlalu peduli jika Khali di sebelah kamar bisa mendengarnya.
"Akupuuuunnn!" Kemudian kami pun diam dan tidak berbicara sampai selama lima menit. Kami hanya melihat wajah lawan bicara kami yang terpampang di layar monitor. Mungkin mirip dengan apa yang terjadi antara Deni dengan Ocha pada part 62 dari cerita Dia.. dia.. dia.. sempurna di Forum SFTH Kaskus ini.
Aku bisa melihat raut kegembiraan pada wajahnya walaupun tidak dapat menutupi rasa sepi yang terdapat di matanya. Mungkin itu juga yang Riani lihat padaku.
"Kok kita jadi diem-dieman gini sih"", tanya Riani.
"Aku saking kangennya sama kamu, cuma liat wajah kamu aja secara langsung udah seneng banget Ri. Agak kecewa juga sih soalnya wajah yang biasanya bisa aku jangkau, belai bahkan kukecup sekarang hanya bisa aku pandangi saja."
"Abaaaannngggg.... aku jadi sedih tauuukkk... Drg. Riani bener nih waktu itu... berat banget LDR ini...", kata Riani dengan mata berkaca-kaca.
"Tapi kamu percaya kita akan kuat kan ngejalanin ini"" "Iya Bang. Mudah-mudahan ya."
"Aku janji Ri... kalo kita bisa sukses jalanin LDR ini, aku akan jadi bagian terpenting dari hidup kamu..." "Tapi itu kan udah Bang..."
"Bukan itu, Ri... Aku akan jadi orang pertama yang kamu lihat waktu bangun pagi dan orang terakhir yang kamu lihat sebelum memejamkan mata di malam hari..."
Riani hanya meresponsnya dengan mata yang semakin berkaca-kaca dan menutup mulutnya. Dan terlihat tubuhnya semakin bergetar.
"Iya Sayang. Ketika aku kembali nanti aku akan melamar kamu." Dan tangis Riani pun pecah.
Beberapa menit kemudian kami pun dapat kembali bercakap-cakap dengan normal. Kami saling menanyakan kabar dan apa saja yang terjadi belakangan ini. Sampai kemudian...
"Joooo... come on let's go to the noraebang!", seru Khali sambil menghambur ke kamarku. "Siapa tuh Bang""
"Oooohhh... itu Khali... Anak Mongolia peserta program beasiswa yang sama denganku... Tadi temen-temen satu program emang janjian mau karaokean bareng."
"Kok kamu ga ke sana" Kan kamu doyan karaokean", kata Riani sambil memeletkan lidah. "First things first, Ri. And you're my my first on the list!"
"Ooops.. sorry Jo... I didn't know that you're contacting someone..." "It's alright, Khali. Come here, let me introduce you to my other half"
"Hi Khali, My name is Riani. Oh My God, Jojo never told me that he has a friend as sexy as you!", kata Riani agak heboh ketika melihat Khali untuk pertama kali.
"Nice to see you too Riani. You look so hot too! You guys really make a perfect couple! I am so envy!" Dan mereka pun mengobrol dengan cukup heboh seleama beberapa menit. Maklumlah, cewek.
Setelah selesai video call, aku dan Khali segera menuju ruang karaoke dan di sana rekan-rekan kami sudah menunggu. Dan lebih gilanya ternyata tersedia beberapa lagu Indonesia di ruangan tersebut. Entah siapa di antara orang-orang tersebut memasukkan satu lagu Indonesia ke playlist.
"Jojooooo! welcome... welcome... you really come at the right time! You know what song would be played next on the playlist" I believe you know this song!", sambut Faisal.
Dan begitu kulihat lagu yang akan dimainkan... Brengsek... Jamrud Kabari Aku... Kenapa tentang LDR sih lagunya"! Apa tidak cukup siksaannya setelah tadi aku termehek-mehek berdua dengan Riani"!
Tapi aku tak bisa berdusta jika aku tidak mengetahui lagu itu. Langsung saja kuambil mic dari Faisal dan menyanyikan lagu tersebut dengan sepenuh hati. Dan lagi-lagi mereka melihatku bernyanyi
dengan "Jo, tell me what song is it about" You look totally using your feeling when you sang it.", tanya Farid. "eh... eerrr...."
"Yeah Jo, tell us please...", tanya Arantxa.
"OK... it's about two lovers that separated thousand miles away... like currently happening to
me..." Dan lagi-lagi aku menjadi objek tertawaan mereka.
Please... Keesokan harinya kami dikumpulkan di sebuah ruangan yang cukup besar dengan meja bundar di tengahnya. Di meja tersebut sudah terdapat name board dengan nama kami tertulis di situ serta bendera kecil yang melambangkan asal negara kami. Ya, kami dikondisikan untuk menjadi representasi dari negara kami masingmasing. Terus terang aku jadi merasa kasihan dengan Indonesia yang harus direpresentasikan dengan seorang pria seperti aku.
Hari itu kami berkenalan dengan seorang profesor yang menjadi pengarah program ini, yaitu kita sebut saja Prof. Jeong dari Anam University. Prof. Jeong ini merupakan seorang wanita Korea berusia 30an akhir dengan postur gemuk dan pendek. Selain itu juga terlihat bahwa Prof. Jeong sangat tegas, jika tidak bisa disebut galak. Pada sesi perkenalan dirinya, ia memberikan standar yang sangat tinggi agar para peserta program ini dapat menghasilkan paper-paper serta tesis yang berkualitas.
Selain Prof. Jeong, kami juga berkenalan dengan program manager dari BKIK yang mengawasi pelaksanaan program ini. Kita sebut saja wanita Korea berpostur langsing, bertampang standar Korea dan berusia akhir 20an ini dengan nama Nara. Nara menyampaikan bahwa BKIK akan berusaha sebisa mungkin memenuhi semua kebutuhan kami selama hidup di Korea.
Kemudian Nara juga mempresentasikan biaya hidup yang akan kami terima selama tinggal di Korea. Tak kurang dari 1,2 juta won akan kami terima setiap bulannya tanpa potongan untuk biaya akomodasi, pajak dan sebagainya. Selain itu kami juga akan mendapatkan uang tambahan di setiap awal semester untuk membeli buku dan modul serta tambahan lagi di akhir program untuk mengirimkan barang ke tanah air. Jumlah ini tentunya sangat besar untukku! Bahkan sangat besar untuk mahasiswa Indonesia lainnya di Korea yang mungkin hanya menerima 2/3 dari jumlah yang kuterima dan harus membayar biaya akomodasi juga. Kemudian jika dibandingkan dengan gaji yang kuterima setiap bulan di kantor, sepertinya uang sakuku bisa mencapai tiga kali lipatnya! God Bless Korea! God Bless BKIK!
Kemudian dilanjutkan lagi dengan sesi presentasi kurikulum program yang akan kami ikuti selama di sini. Jadi pada dasarnya program kami adalah program S2 normal yang seharusnya ditempuh selama 2 tahun namun dipadatkan menjadi setahun plus penulisan tesis selama 6 bulan secara remote. Disampaikan bahwa standar untuk Anam University, program S2 harus diselesaikan dalam setidaknya 50 credit (atau di Indonesia dikenal dengan istilah SKS). dari 50 sks tersebut, disebutkan bahwa 12 credit akan dijalankan pada additional semester pada winter & summer break (mungkin di Indonesia dikenal dengan istilah semester pendek) serta 3 credit untuk tesis secara remote. Artinya 35 credit sisanya harus dijalankan selama dua semester di masa spring & fall. Atau dua semester itu harus kami tempuh dengan 17 atau 18 credit.
"Beneran nih"", batinku.
"Prof, I do not know whether Anam Univ. system is this demanding, but somehow we feel this programme is gonna be the though one.", kata Farid, mewakili kami. Well, tidak semua dari kami sih.
"Yes, Prof. I have to agree with my Azeri friend that this programme is very though. Please consider our condition as the representatives from developing countries.", timpal seorang peserta beasiswa yang jangkung, kurus dan botak dari Rwanda yang bernama Muhirwa.
Banyak dari peserta lainnya ikut menyampaikan bahwa 17 18 credit per semester sangatlah berat. Kecuali aku tentunya.
"Well, guys. You should have learned about the system of this scholarship before applied this programme. If you do not agree, you shouldn't have applied for this programme. The exit door is always open for you.", jawab Prof. Jeong tanpa kompromi.
Dan suasana ruangan menjadi sepi. Nampaknya berat bagi mereka menerima kenyataaan untuk harus menempuh 17 18 credit tiap semester.
Terus terang 17 18 credit untukku tidak terlalu berat. Bukan. Tidak berat sama sekali. Yah, terima kasih pada sistem pendidikan tinggi Indonesia yang dulu memaksaku untuk menempuh 21 24 sks per semester! Viva Indonesia!
17 18 credit per semester is though" Please...
Ketika makan malam, Atongba, Veng, Khali dan Dao duduk satu meja denganku. Dan mereka masih membicarakan beratnya program yang akan kami lalui.
"Jo, I haven't heard any opinion form you about the credits that we should take in this programme. This is a sick programme!", cetus Atongba.
"Well, should I be honest""
"You must be honest to us Jo!", respon Veng dengan logat Khmernya yang khas. "Honestly, I don't find any problem with the credits."
"You must be out of your mind, Jo. How come you didn't find any problem with that"", tanya Khali ikutan gemas.
"Well, honestly I used to take 21 24 credits per semester during my college time. And now I'm here. Safe and sound."
Dan mereka pun... Agenda untuk pengarahan program besok adalah Seoul city tour untuk mengenalkan kami dengan lingkungan kota Seoul sekaligus mengantarkan kami yang yang muslim untuk beribadah jumat di Masjid Seoul di daerah Itaewon. Mengingat akan cukup banyak tempat yang akan kami kunjungi besok hari serta akan cukup banyak perjalanan yang akan kami tempuh dengan subway, aku merasa perlu untuk tidur lebih awal. Sekitar pukul 2100, aku sudah masuk kamar dan bersiap-siap untuk tidur. Namun rupanya aku melakukan satu kesalahan. Cukup fatal. Tapi ya...
Spoiler for bebe: Kira-kira 30 menit kemudian ketika aku mulai terlelap tidur, rupanya pintu kamarku yang lupa kukunci terbuka. Aku yang sudah setengah sadar tidak terlalu memperhatikannya. Dan orang itu mengendap-endap ke arah ranjang tempatku tertidur. Kemudian pelan-pelan orang itu masuk ke dalam selimutku. Sejurus kemudian aku merasa aneh di bawah perutku. Rasanya sangat lembut dan hangat. Kucoba kumpulkan kesadaranku dan pandanganku kupaksa menembus gelapnya kamar.
Damn! Khali dengan senyumnya yang aneh sebagai indikator dirinya ada dalam sange mode! Dan akhirnya terjadilah kembali peristiwa dua malam lalu!
Dan pagi itu aku kembali terbangun dengan suara serak dan tubuh agak lemas. Bagaimana dengan Khali"
Tentu saja bangun pagi itu ia makin terlihat segar dan charming!
Kompatriot Pagi itu sebagaimana disampaikan pada akhir pertemuan kemarin, kami berkumpul di lobby utama gedung BKIK training centre pada pukul 0730. Memang dasarnya orang Indonesia, yang sukanya ngaret atau setidaknya mepet, Aku baru keluar kamar pukul 0727. Itu pun setelah Khali meneriakiku dari depan pintu kamarku. Aku jadi heran terhadap gadis keturunan Jengis Khan ini. Kenapa setiap kali kami habis berduel, selalu saja dia menjadi lebih segar sementara aku malah jadi lemas. Mungkin pembaca ada yang mengerti
soal ini" Tepat pukul 0730, kami berdua tiba di lobby dan sebagaimana telah diduga, kami adalah orang terakhir yang mereka tunggu. Tentu saja ketika kami berjalan ke arah lobby, seluruh pasang mata mereka tertuju pada kami. Entah karena kondisi aku dan Khali yang terlihat cukup kontras, atau karena Khali yang memang terlihat luar biasa pagi ini, atau mungkin simply karena kami adalah orang yang terakhir tiba, yang jelas rekan-rekan sekelompok kami menjadikan kami sebagai fokus pandangan mereka.
"Okay guys, since everyone's already here let's just move to the bus!", seru Nara.
Lalu kami menuju bus yang sudah terparkir di depan lobby dan secara random memilih tempat duduk. Aku sengaja memilih tempat duduk agak belakang karena aku sedang dalam mood untuk menikmati perjalanan ini sendiri. Namun demikian, ada saja orang yang memilih untuk duduk di sebelahku. Siapa kira-kira" Betul. Khali. Tanpa meminta izin, Khali langsung menempatkan bokong seksinya di kursi kosong di sebelahku.
"What's wrong with you Jo, you look so tired. Where's your passionate soul"", tanya Khali sambil cengengesan.
"Are you bloody kidding me" You're the one that successfully turned me into this state.", jawabku dengan suara agak parau.
"What did she do to you last night, Jo"", tanya Dao tiba-tiba dari kursi di depan kami. Terlihat kepalanya mengintip dari arah kursi tersebut bersama satu kepala lainnya milik Mwanaisha. Duh! Kenapa mereka jadi ikut bertanya" Aku yang tiba-tiba ditanya seperti itu jadi agak gelagapan. "eehh.... eerrr... she..."
"We played poker till late. And you know, his luck is terrible. I won almost 80% of all games last night." Selain cantik, ngibulnya keren juga ini keturunan Jengis Khan.
"Poker" Why didn't you invite me" I love that game! Let's play it again tonight!", rengek Mwanaisha. Mampus! Aku tidak punya kartu sama sekali!
"Sure! You can just come to my room tonight.", jawab Khali.
Aku hanya bisa mendelik ke arah Khali. Dia sendiri senyum-senyum tengil ke arahku. "No need to worry, Jo. I have the stuff.", bisik Khali yang cukup melegakanku.
Kemudian bus bergerak keluar dari kompleks BKIK di Seongnam dan bergerak mulus ke arah kota Seoul. Begitu masuk kota Seoul, Nara yang berperan sebagai guide di tour ini mengambil mic yang tersedia di bagian depan bus dan memulai memberikan penjelasan mengenai kota Seoul. Dari sekian banyak penjelasan yang diberikan, aku jadi teringat betapa miripnya kota ini sebenarnya dengan Jakarta mulai dari luas wilayah, peranan dalam negara, populasi dan demografi, sampai dengan bagaimana Seoul ditunjang dengan wilayahwilayah suburban. Namun entah kenapa kota ini bisa begitu teraturnya dan jauh lebih bersih. Padahal pada dasarnya kedua kota ini begitu mirip. Mungkin perlu diidentifikasi lebih lanjut faktor X yang menyebabkan kedua kota tersebut bisa menjadi begitu jauh proses perkembangannya.
Pada pukul 1200, bus yang naiki merapat ke sebuah sudut jalan di daerah Itaewon. Kami lalu turun dan mengikuti langkah kaki Nara. Wilayah Itaewon ini bisa dibilang bagian kota Seoul yang paling internasional. Orang-orang asing sangat banyak yang berlalu lalang, toko toko souvenir, money changers, night club & bar, restoran-restoran asing, sampai dengan toko-toko yang menjual bahan kebutuhan yang perlu diimpor. Sekitar 20 menit kemudian kami berhenti di restoran Turki yang cukup besar di pinggir jalan utama Itaewon. Sebagian dari kami masuk ke restoran itu, sementara sebagian dari kami mengikuti Nara yang mengarahkan kami ke Masjid Seoul untuk beribadah Jumat.
Masjid Seoul sebenarnya tidak terlalu jauh dari jalan utama Itaewon. Mungkin hanya 400 meter jaraknya. Namun yang membuatnya agak berat menuju ke sana adalah kontur wilayah Itaewon yang agak berbukit-bukit sehingga perlu naik turun bukit untuk menuju masjid. Selain itu begitu berbelok dari jalan utama Itaewon menuju masjid, yang pertama kali ditemui adalah deretan bar dan night club. Mungkin hal ini bisa menjadi godaan tersendiri bagiku yang imannya agak-agak senin-kamis ini jika mau ke masjid di malam
hari. Setelah kami menjalankan ibadah jumat dan juga makan siang, kami melanjutkan perjalanan kembali, namun kali ini tidak dengan bus yang tadi kami gunakan. Nara menggiring kami ke arah stasiun subway Itaewon untuk mengenalkan kami dengan sistem transportasi massal yang paling banyak digunakan di kota ini. Di stasiun, kami berkumpul di sebuah titik di depan sebuah mesin dan sejurus kemudian Nara membagikan kami peta jaringan jalur subway Seoul serta sebuah kartu yang berfungsi sebagai tiket untuk dapat mengakses jaringan transportasi massal di Seoul. Jika dibandingkan, mungkin tiket tersebut sama dengan e-money yang mulai tahun 2013 mulai banyak digunakan di Indonesia.
Hari itu berakhir ketika kami berhasil kembali ke BKIK training centre dengan menggunakan subway dan disambung dengan bus umum dari stasiun terdekat. Kemudian aku berniat untuk benar-benar beristirahat malam itu mengingat besoknya aku harus bertemu dengan Achi di dekat KBRI. Namun baru sepuluh menit aku merebahkan tubuhku tiba-tiba interphoneku berbunyi. Rupanya Khali mengingatkanku untuk membayar utang mengajak Mwanaisha bermain poker di kamar Khali. Sejenak kuberpikir apakah aku harus melakukan hal tersebut sampai akhirnya kuputuskan untuk ke kamar sebelah dan bermain sebentar saja.
Di kamar sebelah rupanya sudah cukup ramai di mana tidak hanya Khali dan Mwanaisha saja, tetapi ada juga Atongba, Veng, Farid, Saddam, Dao, Carolina serta seorang peserta dari Nepal bernama Narayan. Tentu saja suasana di kamar Khali jadi sangat ramai dengan keberadaan mereka. Sesuai rencanaku, aku bermain dengan mereka selama satu jam sebelum pamit untuk selesai duluan dan menjelaskan rencanaku besok. Mereka nampaknya mengerti dan akhirnya mengizinkanku kembali ke kamar. Sedikit kulihat Khali memandangiku ketika aku melangkah ke luar dari kamarnya. Entah apa arti pandangan tersebut, namun aku jadi merasa perlu segera kembali ke kamar. Dan mengunci pintunya.
Keesokan paginya sekitar pukul 0630 aku sudah berada di kantin dan menikmati sarapan. Tidak lama Khali menyusul dan duduk di kursi di sebelahku. Dan pagi ini tentunya dia tidak terlihat segar seperti kemarin, IYKWIM.
Where to go today, Jo"
Gonna meet my old friend in Saetgang area. Not so far from Indonesian Embassy. Wanna go with me"
Naaahhh... not this time. You know we just finished the game about an hour ago. I feel too tired. I think I m gonna resume my rest after having this breakfast.
Wow! So how was it" I bet it was greatly fun.
It was. But still less fun compared to having sexy time with you. heh"!
Khali hanya nyengir dan kemudian diikuti senyum nakalnya.
Segera setelah aku menyelesaikan sarapan aku meluncur keluar dari kompleks BKIK training centre menuju halte terdekat untuk melanjutkan perjalanan ke Saetgang. Setelah menempuh 90 menit perjalanan menggunakan bus dan subway, akhirnya aku tiba juga di stasiun Saetgang. Segera kumenuju pintu 3 yang merupakan pintu terdekat dengan KBRI dan di sana sudah menungguku seorang wanita bertubuh agak gemuk dan fashionable dan sudah kukenal semenjak tahun 2005. Achi.
Jojooooo! Apa kabar lu" Gila! Gua ga nyangka kita bakal ketemu lagi di sini!
Iya Chi. Alhamdulillah sehat nih. Lu sendiri gimana" Gua agak kaget begitu pas mau berangkat ke sini tau-tau dapet kabar lu udah di sini duluan.
Achi merupakan juniorku sewaktu di kampus dulu. Cewek manis asal Banten ini cukup dekat denganku terutama ketika kami sama-sama menjadi pengurus perpustakaan kampus. Selain itu Achi juga punya reputasi cinlok dengan mudah. Aku ingat ketika ia jadian dengan seorang seniorku hanya beberapa saat setelah ospek jurusan. Kemudian ketika ia magang di sebuah kantor pemerintah, ia dengan sukses cinlok dengan seorang tenaga honorer. Bahkan ketika ia mengikuti program pertukaran mahasiswa di Australia, lagi-lagi Achi dengan sukses cinlok dengan mahasiswa lokal. Aku berani bertaruh jika Achi saat ini pasti sedang cinlok lagi dengan teman kuliahnya!
Aku sendiri tidak pernah punya perasaan khusus dengan Achi. Secara fisik dia bukan tipeku. Selain itu selama 6 tahun aku mengenalnya, aku mengetahui jika kami hanya akan cocok sebagai teman atau rekan kerja. Tidak lebih.
Ada apa nih hari sabtu gini kita ke KBRI" Emang ada orang di sana"
Jadi gini Jo. PPI sini ngadain program kursus bahasa Inggris buat TKI di Korea. Dan gua ikutan ngelamar buat jadi pengajarnya. Lumayan ada bayarannya. Cukup lah buat nutupin kebutuhan di tengah beasiswa gua yang cekak ini. Hari ini ada briefing awal buat program itu di KBRI.
Jadi bakal banyak orang Indo nih di sana"
Iya Ada makanan juga dong"
Begitu tiba di KBRI, kami langsung menuju sebuah ruangan yang ternyata merupakan ruang serbaguna tempat warga Indonesia biasa berkumpul dan mengadakan acara. Dan kali itu di bagian depan ruangan ada seorang yang kelihatannya masih mahasiswa seumuranku sedang mempresentasikan mengenai program kursus bahasa Inggris ini. Ia terlihat mahir dan menguasai materi serta dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh hadirin dengan baik dan jelas.
Begitu acara briefing selesai, aku mencoba mengakrabkan diri dengan panitia inti program tersebut sembari menikmati hidangan nasi kotak (dosirak) yang sudah disediakan panitia. Selain itu terdapat juga cemilan berupa tahu dan tempe goreng yang ditemani dengan cabe rawit.
Permisi Mas, ini nasinya aman kan Mas" Maksudnya ga ada babinya gitu" , tanyaku pada seorang mahasiswa bertubuh pendek yang duduk di dekatku.
Terus terang saya juga baru di sini Mas. Baru nyampe hari selasa kemaren jadi blom ngerti Bahasa Korea. Lha... sama dong kalo gitu!
Hyahahahaha! Oh iya kenalin... nama saya Iman... Baru mau kuliah Elektro di Shinchon University. Oh iya... saya Jojo. Baru mau masuk Anam University ambil Development Study.
Perkenalan kami kemudian berlanjut dengan obrolan ringan. Selain itu aku juga berkenalan dengan panitia lainnya seperti Yudis sang ketua panitia program yang tadi presentasi, Mei yang bertugas sebagai koordinator pengajar, Isni selaku bendahara program, Rio selaku koordinator kurikulum serta Iwan dan Irul yang bertanggung jawab atas lokasi kegiatan. Selain itu aku juga berkenalan dengan beberapa calon pengajar seperti Tiwi, Mbak Aya dan Mas Anto.
Terus terang aku cukup senang juga bisa bertemu dengan mahasiswa senasib di tanah rantau ini. Mungkin mereka baru sebatas teman mengobrol yang asyik saja untuk saat ini. Tapi ke depannya" Mungkin saja ada yang bisa kuminta tolong masak sate padang! Hehehehe! Lagipula satu hal yang cukup kusukai adalah akhirnya ada juga teman yang bisa kuajak mengobrol dalam bahasa asliku. Terus terang walaupun aku sudah cukup terbiasa mengobrol dengan bahasa Inggris, tetapi perlu diakui bahwa berbicara dengan bahasa sendiri masih jauh lebih nyaman. Apalagi ada Iman yang ternyata asli Bandung dan terbiasa berbahasa Sunda. Sohib lah ieu mah!
Tidak terasa sudah sore ketika aku menyudahi obrolan sembari merapikan ruangan serbaguna KBRI. Setelah ruangan beres, kusempatkan diriku ibadah Ashar dan kemudian berpamitan kepada mereka untuk meluncur kembali ke BKIK Training Centre. Dalam perjalanan ke stasiun subway, kusempatkan diriku mampir membeli waffle di dekat stasiun. Sengaja kubeli agak banyak agar dapat berbagi dengan teman-temanku di sana.
Setelah satu setengah jam perjalanan, akhirnya aku tiba di kompleks BKIK training centre. Tidak terasa hari senin aku sudah akan pindah ke asrama Anam University dan meninggalkan tempat ini. Well, artinya senin besok aku akan merasakan menjadi mahasiswa rantau yang sebenarnya!
Kulihat arlojiku dan kuperkirakan saat itu sudah masuk waktu Isya. Kusempatkan diriku beribadah sejenak di musholla sebelum mampir lagi ke kantin. Sepertinya aku berada pada saat yang tepat karena beberapa temanku terlihat sedang menikmati makan malamnya di situ.
Hi guys... how s your day" , tanyaku saat bergabung dengan mereka sambil membawa baki makanan.
Great! We tried to explore the area surrounding this Complex and also trying some sprots facilities around. How about you Jo" , jawab Muhirwa.
Great as well. I finally met some Indonesian comrades and enjoying some notorious Indonesian spicy food.
Spicy food" Can you please share some to me if we have chance" I love exploring the taste of various foods. , jawab Carolina.
For sure. Just lemme know later. Well, for the time being I can only share these waffles. I like this food.
Dan mereka pun menyerbu waffle tersebut. Sebagian besar dari mereka terlihat menyukai waffle tersebut. Selanjutnya kami melanjutkan obrolan kami sembari menikmati waffle dan juga makan malam. Setelah selesai, aku kembali ke kamarku bersama dengan Khali yang tadi ikut berkumpul bersama kami. How s your rest today"
Perfect! You know, I just woke up around 5pm this evening. Wow! No wonder you look so refreshed.
Yup. We ll be moving out from here on Monday. How do you feel" At one side I feel excited to see a new place for me. But I also feel sad to leave this place. To be honest, I love the atmosphere of this place.
Don t worry, I ll move to the same dorm with you. We ll be college mates, right" I believe we can overcome the challenges in our new place.
I hope so, Jo. Begitu kami tiba di depan kamar Khali, kami berpamitan seperti biasa dan Ia membuka pintu kamarnya terlebih dulu. Kemudian ketika aku akan membuka kunci pintu kamarku.
Jo... Yeah" Spoiler for bebe: Khali memberikan isyarat agar aku mendekat ke arahnya. Begitu aku sudah mencapai zona jangkauan tangannya, lenganku ditarik sampai masuk ke kamarnya dan pintunya dikunci!
Jo, let s make our last memories in this place! , cetus Khali sambil menahan nafsunya. Ia pun menarikku lebih jauh ke ranjangnya dan kembali menyerbuku dengan panas. Dan malam itu pun aku kembali bercinta dengan panas dengan Khali.
Tidak. Tidak hanya malam itu saja. Pagi hari di keesokannya aku masih ditahan di kamar itu dan menghabiskan waktu dengan panas bersama Khali! Kami baru keluar kamar kira-kira satu jam menjelang makan siang.
Tetapi itu pun belum cukup rupanya. Setelah makan siang Khali kembali menyeretku namun kali ini ia menyeretku ke kamarku sendiri dan kembali menghabiskan waktu secara panas dan bergairah. Dan akhirnya permainan ini berakhir pada saat tengah malam di mana kami akhirnya tertidur dengan sangat pulas sampai pagi menjelang karena kehabisan tenaga.
Di Atas Bukit! Anam University. Berdiri pada tahun 1905 oleh sekelompok pejuang nasionalis Korea yang pada saat itu sedang berjuang melawan pengaruh Jepang di negeri tersebut. Lokasi kampus yang sejak awal berada di daerah Anam-dong di sebelah Utara Seoul tersebut pernah dijadikan markas tentara koalisi pimpinan Amerika Serikat pada Perang Korea di dekade 1950-an.
Kini Anam University telah tumbuh menjadi salah satu kampus paling bergengsi di seluruh penjuru negeri ginseng khususnya di daerah Seoul. Bersama dengan Gwanak National University dan Shinchon University, Anam University secara tidak resmi membentuk GAS alliance yang terbentuk dari singkatan ketiga kampus tersebut. Abreviasi GAS bagi warga Korea seolah melambangkan prestise di mana jika sudah berhasil masuk kampus yang menjadi anggota GAS maka akan terjamin lah masa depan seseorang. Tidak berlebihan memang pandangan umum bangsa pemakan kimchi tersebut jika salah satu tolok ukur keberhasilannya adalah daftar alumni yang dihasilkan kampus GAS tersebut. Sudah terlalu panjang daftar alumni beken yang dihasilkan GAS. Khusus untuk Anam University, ada beberapa nama yang cukup kukenal misalnya atlet figure skating Kim Yuna, Kapten Tim Legendaris Korea Selatan di Piala Dunia 2002 Hong Myung Bo, duo legenda sepakbola dua generasi Cha Bum-keun dan Cha Doo-ri, serta tentu saja Presiden Korea Selatan pada saat itu: Lee Myung-bak. Yah, jadi cukup memotivasi diriku lah daftar alumni dari Anam University tersebut.
Namun demikian, rupanya di antara kampus yang menjadi anggota aliansi GAS tersebut terdapat semacam rivalitas, khususnya antara kampusku dengan Shinchon University. Well, kedua kampus tersebut mungkin banyak kemiripannya. Sama-sama kampus swasta, hanya saja Anam merupakan kampus kelompok nasionalis sementara Shinchon merupakan kampus Kristen. Beda dengan Gwanak yang merupakan kampus negeri. Sama-sama kuat di bidang keilmuan maupun olah raga. Hanya saja Shinchon terkenal kuat di bidang ilmu-ilmu medik dan hayati sementara Anam sangat kuat pengaruhnya di bidang ilmu-ilmu sosial khususnya hukum dan bisnis. Dan khusus untuk olah raga, kedua kampus ini memiliki tradisi pertandingan tahunan yang disebut ChonAm-Jon. Lebih jauh mengenai ChonAm-Jon akan dibahas lebih lanjut pada bagian lain dari cerita ini.
Hari senin pukul 1000, bus yang kami naiki telah membawa kami memasuki asrama khusus mahasiswa internasional milik Anam University. Aku yang tertidur sepanjang perjalanan dari kompleks BKIK dibangunkan oleh Khali yang duduk di sebelahku. Mungkin tidak perlu dijelaskan kenapa aku sampai tertidur sepanjang perjalanan menuju dorm jika pembaca menyimak dengan baik chapter sebelumnya.
Dengan agak lemas aku menuruni bus sambil membawa tasku, dan melakukan stretching ringan begitu sudah menjejak tanah. Sambil menguap dan mengumpulkan nyawa, aku mencoba melihat dengan baik gedung asrama yang akan kuhuni selama setahun ke depan. Bangunan 6 lantai itu cukup megah dengan warna agak kemerahan serta dengan nuansa warna crimson khas Anam University. Bangunan ini memiliki empat sayap di masing-masing arah mata angin dan bagian tengah dari kompleks bangunan ini merupakan tanah kosong yang biasa digunakan sebagai lahan parkir.
Setelah bawaan kami selesai diturunkan semua, kami mengurus urusan administrasi kami untuk tinggal di asrama ini dengan dibantu oleh seorang mahasiswa Korea bernama Jong-min. Mahasiswa yang gayanya agak kemayu ini rupanya merupakan asisten khusus yang memfasilitasi kami peserta beasiswa BKIK dengan pihak kampus. Ia mengaku mendapatkan sedikit uang saku dan juga beasiswa dari BKIK sebagai bayaran atas pekerjaannya sebagai asisten khusus tersebut. Ia juga mengenalkan dirinya sebagai mahasiswa baru yang akan belajar bersama kami di Graduate School of International Studies (GSIS) Anam University.
Satu jam kemudian, setelah kami berhasil mendapatkan kamar dan menempatkan barang-barang bawaan kami di kamar kami berkumpul di lobby asrama. Lobby yang cukup luas ini berada di lantai dasar dan tepat di atasnya di lantai dua terdapat beberapa study room dan juga sebuah gym yang cukup luas. Ada pun lantai 3 dan 4 asrama ini dikhususkan untuk mahasiswa sementara dua lantai di atas sisanya ditinggali untuk mahasiswi. Aku sedikit lega namun agak kecewa juga begitu mengetahui adanya sistem zona bagi mahasiswa dan mahasiswi tersebut. Tapi yah, mungkin saja ini merupakan pertanda agar aku tidak terlalu banyak bermain-main lagi khususnya dengan Khali dan memang harus lebih serius dengan pelajaran. Dan juga Riani.
Jong-min kemudian mengajak kami untuk tour singkat mengelilingi kampus di mana untuk mencapai kampus kami harus menuruni bukit bergradien tinggi. Saat itu aku cukup senang saja mengingat jalan yang perlu ditempuh hanya turun bukit.
Kampus Anam University ternyata sangat indah! Perpaduan arsitektur modern di beberapa gedung kampus dengan arsitektur klasik di gedung-gedung utama kampus ini seolah membentuk harmoni yang sangat indah. Belum lagi penataan pohon, taman, trotoar, serta patung-patung pemanis kesan positif kampus ini. Luar biasa memang keindahan kampus ini. Jong-min kemudian membawa kami ke gedung GSIS dan memberikan orientasi mengenai ruang kelas, kantor para profesor, kantin, perpustakaan sampai dengan students union. Di ruang students union kami bertemu dengan Carl asal Amerika yang merupakan ketua dari Students Union ini. Terus terang aku cukup takjub juga mengetahui mahasiswa asing dapat menjadi ketua dari Students Union.
Selesai tour singkat tersebut, Jong-min mengajak kami kembali ke asrama. Ya. Kembali ke asrama. Melalui bukit bergradien tinggi tersebut. Mendaki. Bukan menuruni. Dan tentunya bukan aku saja yang tidak nyaman dengan kenyataan harus mendaki bukit ini. Kami semua tidak nyaman. Kecuali Jong-min.
Dan setelah 25 menit pendakian, kami semua lelah dan bernapas terputus-putus di lobby asrama. Dengan Jong-min sebagai pengecualian tentunya.
Come-on guys! We still need to do one more thing! Let s head for the basement! , serunya bersemangat. Jo... can we kill this Korean guy" , bisik Saddam kepadaku sambil terengah-engah.
My Neighbour My Bro! Siang itu rupanya Jong-min membantu kami mengurus alien card (sejenis ktp untuk orang asing) dan juga pembukaan rekening bank di ruang yang terdapat di basement tersebut. Basement dorm kami mungkin bisa dibilang sebagai bagian paling menyenangkan di dorm ini. Selain ada ruang serbaguna yang ukurannya cukup untuk 20an orang berkumpul, terdapat juga studio musik mini, recreation room yang dilengkapi TV besar dan beberapa deret sofa yang sangat nyaman, laundry room, vending machines, dan satu lagi yang cukup membuatku takjub adalah adanya sebuah ruang ukuran 4 x 4 meter yang biasa digunakan untuk beribadah. Saddam terlihat sangat antusias melihat adanya ruangan ibadah tersebut. Segera saja ia memberitahukannya kepadaku, Mwanaisha, Faisal, Farid, Amina (wanita mungil berkulit hitam manis peserta beasiswa dari Ghana; senegara dengan Atongba), Hasyim (peserta dari Gaza, Palestina yang bertubuh kekar dan menjulang seperti Atongba), dan juga Ahmed (Peserta beasiswa asal Yaman yang paling kebapakan karena memang paling tua usianya di antara kami). Dan dengan bersemangat ia mengajak kami untuk solat berjamaah malam nanti.
Aku jadi agak heran dengan Saddam. Sepertinya baru beberapa menit yang lalu ia sudah nyaris tewas kehabisan tenaga dihajar tanjakan bukit Anam. Aku masih ingat jelas 'wasiat'-nya saat itu untuk membunuh Jong-min yang masih bisa terlihat segar dan bersemangat setelah melalap tanjakan bukit Anam yang bergradien besar tersebut. Tapi sekarang" Bisa jadi sangat bersemangat hanya setelah menemukan ruang untuk ibadah bersama di asrama ini. Mungkin memang kekuatan spiritual mahasiswa tambun asal negeri Pharaoh ini memang luar biasa.
Dan rupanya keturunan Pharaoh ini benar-benar jadi tetangga sebelah kamarku. Sepertinya memang aku harus menjadi orang baik selama tinggal di dorm ini. Bye bye sexy time with Khali
Kamar dorm yang kutempati ini sebenarnya agak meragukan juga jika disebut sebagai dorm. Jujur kamar ini terlalu mewah untuk disebut sebagai dorm. Lebih mirip mansion mungkin. Jadi yang disebut kamar dorm tempatku tinggal merupakan sebuah mansion yang terdiri atas empat kamar tidur berukuran sedang, dua toilet dan kamar mandi, serta sebuah ruang tengah yang cukup luas sebagai area bersama. Yang jelas yang paling membuatku senang adalah di tiap kamar terdapat wi-fi router dengan kecepatan internet yang luar biasa dan tidak mungkin kudapatkan di Indonesia. Sepertinya hard disc ukuran 1 terabyte yang kubawa dari tanah air akan penuh dengan berbagai konten IYKWIM dalam hitungan bulan. Bukan. Bukan bulan. Pekan.


3200 Miles Away From Home Karya Valerossi86 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Masih pada hari yang sama, hanya saja waktu itu hari sudah malam. Dan sebagaimana siang tadi sudah dijanjikan, kami shalat berjamaah magrib dan isya di ruang ibadah di basement. Hanya saja kami berpakaian agak rapi karena memang agenda pada malam itu adalah acara dinner sekaligus ramah tamah dengan petinggi-petinggi Anam University dan juga GSISnya, serta peserta program yang sama satu angkatan di atas kami. Waktu itu aku dengan percaya diri tidak memakai setelan jas sebagaimana standar global tentang pakaian formal. Aku cukup percaya diri dengan memakai kemeja batik lengan panjang bermotif mega mendung biru tua dan juga memakai peci hitam.
Merasa ganteng" Pasti! Perasaanku jadi seperti seorang tokoh negara sekelas Bung Karno, atau setidaknya Marty Natalegawa, yang akan mewakili bangsa Indonesia di forum internasional! Walau begitu melihat cermin
jadi lebih mirip dengan Pak Lurah yang akan membuka acara rapat di kelurahan.
Beberapa menit kami menunggu bus yang akan membawa kami di lobby, kemudian bus tiba dan kami dalam beberapa menit telah tiba di sebuah restoran fine dining yang cukup mewah. Begitu kami tiba kami disambut oleh petinggi-petinggi Anam University antara lain Rektor dan juga Dekan GSIS, serta senior-senior seangkatan di atas kami yang sudah lebih dulu tiba di venue.
Rupanya sambutan dari senior-senior kami menentukan di mana kami akan duduk. Satu-persatu temantemanku disambut oleh senior-senior kompatriotnya. Kecuali Khali. Ya. Yang mencoba mendekatinya agar dia mau duduk semeja dengan mereka justru sangat banyak dan tidak peduli dari negara mana asalnya. Memang dasar wanita 'Jamil'. Tapi tetap saja ia menampik ajakan mereka dan justru semakin mendekat ke arahku. Sampai beberapa menit kemudian.
"Mas, dari Indonesia"", tanya seseorang dari sampingku. Rupanya ada seseorang yang ukuran fisiknya tidak jauh beda dariku namun berkulit agak gelap tersenyum ramah. Tidak jauh di sebelahnya ada pria berwajah oriental yang menegur Khali dengan bahasa yang sama sekali asing bagiku.
Aku melongo sejenak. Senang juga ada yang menyapaku dengan bahasa ibuku. Dan pria hitam manis itu tersenyum semakin lebar.
"Dari Indonesia juga Mas"" "Ah, nggak. Aku dari Timor Leste."
"Oooo... masih ngerti Bahasa Indonesia toh""
"Ya jelas lah Mas, waktu lahir kan saya WNI. Saya jadi warga Timor Leste baru sejak 1999. Lagian saya juga lulusan Bandung. Dari Universitas Teknologi Dipati Ukur."
"Tiasa nyarios sunda atuh 'A""
"Henteu... hese!"
Dan kami pun tertawa-tawa sambil bergerak ke meja tempat pria itu duduk. "Oh iya, namaku Jonathan, tapi panggil aja Jojo."
Misteri Bayangan Setan 2 Renjana Pendekar Karya Khulung Dewi Dalam Pasungan 2
^