Solmet 2
Solmet Karya Restee Bagian 2
"Gini, gue ada ide. Shall, elo harus bisa nge-lindungin kita. Terus, kalo kita cabut bareng, yang nyetir itu elo, bukan gue. Terus, elo juga harus cariin kita cowok. Terus ... apa lagi, ya"" Cindy nyebutin syarat-syaratnya.
"Ah, gampang, kecil. Cuma gitu, doang" Sekarang, intinya gue jadi bagian dari elo semua, kan" Sekarang cari nama geng baru! Kan, ada personel baru, nih. Paling gan-teng lagi. Iya, nggak"" kata Marshall pede yang langsung dihujani jitakan Tasya
dan Cindy. Sementara Nana, malah cengar-cengir.
"Eh, gue ada ide. Gimana kalo nama geng kita Geng Berempat""
"Haaah ..." Jayuuus ...!" kata Tasya dan Cindy bareng.
Sementara Nana yang sejak awal diem dan cekikikan, mulai bersuara membela Marshall. "Tapi, emang bagus juga nama gengnya. Kenapa nggak coba""
"Aduuuh Nana, kita emang sehati. Elo emang baek, nggak kayak temen elo yang dua ini," rayu Marshall.
"Huuuh ... dasar cowok jayus! Udahlah, terserah elo mau nyebut kita geng apaan. Yang penting, cariin gue soulmate," kata Tasya yang dipikirannya cuma ada soulmate.
"Ini lagi, solmat-solmet melulu. Bosen, gue!" protes Cindy.
"TU-WA-GA-PAT. Tu ... Wa ... Ga ... Pat! Ayo semangat!!!" teriak pelatih paskibra, yang saat itu lari bareng anggota lainnya. Tak ketinggalan Tasya dan Nana mengekor di belakang pelatih.
Latihan kali ini tidak melibatkan Meli, Sita, dan senior-senior lainnya. Mereka hanya bertugas melatih dan mengawasi saat latihan baris berbaris. Jadi, latihan kali ini langsung dipimpin guru yang bersangkutan. Dan tentu aja, ini jadi kabar gembira yang bikin hati Nana tenang.
Setelah lari bersama-sama, kini giliran lari perorangan, memakai stopwatch. Setiap orang berlari lima keliling lapangan bola dan waktunya akan dihitung. Ini meru-pakan salah satu tes agar dapat menentukan siapa saja yang masuk lima besar untuk dicalonkan jadi anggota paskibra tingkat nasional.
Ini adalah tes pertama. Masih ada dua tes lagi yang harus diikuti setiap peserta, yaitu tes tinggi badan, karena untuk menjadi anggota paskibra, harus mempunyai tinggi yang cukup. Dan yang terakhir, tentunya tes baris-berbaris.
Nana dapet giliran pertama. Tes lari ini, buat Nana adalah tes terberatnya. Nana yang punya penyakit asma yang sebelumnya nggak dapet izin dari ortunya, kini harus bener-bener nyiapin diri. Banyak persiapan yang ia bawa, termasuk obat. Takut-takut, bakalan kumat.
"Elo pasti bisa, Na! Elo harus bisa!" Tasya ngasih sema-ngat buat Nana.
Nana membalas dengan senyuman dan anggukan, seakan berkata, "Gue pasti bisa!"
"Bersedia! Siaaap ...! Gol" pelatih ngasih aba-aba.
Nana pun mulai berlari mengelilingi lapangan bola yang lumayan gede itu.
Satu putaran. Dua putaran. Tiga putaran. Empat putar-an. Sepertinya tenaga Nana terkuras, t
api dia masih ber-usaha berlari menyelesaikan putaran kelimanya. Terlihat sekali semangat Nana yang berkobar-kobar.
"Ya! Selesai. Waktu kamu sepuluh menit lima belas detik. Bagus, Nana! Waktumu bagus banget. Kamu boleh istirahat!" seru pelatih itu lagi.
Nana masih ngos-ngosan. Keringatnya bercucuran di sekitar dahi. Tasya menghampiri Nana. "Nih ...!" Tasya mem-berikan handuk kecil dan air minum pada Nana.
"Trims," kata Nana
"Elo hebat, Na. Waktu elo cukup cepet. Gue nggak nyangka napas elo kuat juga," puji Tasya.
Nana duduk di bawah pohon rindang. Ia menyelon-jorkan kakinya. Sebentar-sebentar, ia mengelap lagi keringat di dahinya dan menyeruput minumannya.
Kini, tiba giliran Tasya yang paling akhir.
"Bersedia! Siaaap ...! Go!" aba-aba pelatih.
Satu putaran. Dua putaran. Tiga putaran. Empat putar-an. Empat setengah putaran. Ups ... kaki Tasya me-nyan-dung sesuatu. Badannya kehilangan keseimbangan, dan Tasya pun tersungkur jatuh. Semua orang kaget melihat- nya, termasuk Nana yang melihat dengan penuh kekha-watiran.
"Tasya ... bangun! Cepetan, Sya ... dikit lagi!" teriak Nana memberi semangat.
Tasya pun berusaha bangun lagi dari jatuhnya. Se-pertinya kaki Tasya terkilir. Tapi, ia masih berusaha sekuat mungkin.
Gue harus bisa ... gue harus bisa!
Akhirnya, Tasya pun mulai berlari. Ia masih terus berusaha dan memaksa terus berlari. Walaupun terlihat sesekali wajahnya meringis kesakitan.
"Ya!! Hebat! Waktu kamu dua belas me- nit lima detik," kata pelatih ngumumin hasil waktu Tasya.
"Sya, elo nggak apa-apa, kan" Apanya yang sakit" Sini, gue pijitin!" Nana menghampiri Tasya dengan penuh kekhawatiran.
"Nggak apa-apa, kok. Paling keseleo dikit. Ntar juga sembuh," Tasya ngeyakinin Nana.
"Ya. Tes kalian yang pertama selesai, besok tes ke-dua. Karena itu, Bapak akan mengumumkan siapa saja yang harus mengikuti tes besok. Mulai dari yang pertama, yaitu waktu yang tercepat adalah Tora, Farhan, Nana, Budi, Galih, Tasya, dan Gina. Ya, itulah nama-nama yang wajib ikut tes kedua besok," ujar pelatih, langsung disambut sorak bahagia mereka yang terpilih.
"Tasyaaa ...! Kita lolos!" teriak Nana sambil memeluk Tasya.
"Tos dulu, dong!" kata Tasya beradu tos sama Nana. Tasya dan Nana kini sudah sampai tes terakhir. Mereka berdua lolos di tes kedua. Ya ... tes kedua paling mudah. Cuma tes tinggi badan. Jadi, semua anak lolos di tes kedua.
Akhirnya, dari sisa tujuh orang, yang akan dipilih hanya lima orang. Tes terakhir paling sulit dan nggak dila-kukan hanya dalam sehari. Tapi, hampir setiap hari semua anak dilatih dan digembleng dan
layak dicalonkan ke tingkat nasional. Karena itu, semua anak berusaha semak-simal mungkin jadi yang terbaik.
Hari demi hari dilalui Tasya dan Nana dengan latihan. Banyak pelajaran mereka yang tertinggal. Walaupun mereka mendapat dispensasi dari sekolah, tetap aja Tasya dan Nana belum puas. Makanya, mereka selalu meminjam catatan-catatan pelajaran pada Cindy atau Marshall.
Hasil pengumuman calon-calon anggota paskibra buat tingkat nasional diumumkan pada akhir semester. Berte-patan dengan acara malam amal dan bazar sekolah.
Nana yang semula selalu pesimis ditambah dengan ledekan-ledekan Meli dan gengnya yang bikin Nana tambah pesimis kini mulai bangga sama diri sendiri. Ternyata, Nana bisa membuktikan bahwa mentalnya tak secemeti yang mereka kira. Buktinya, ia bisa lolos sampe tahap dua.
7 Dunia Preti #4 Masa kehamilan kucing berkisar 63 hari. Anak kucing terlahir buta dan tuli. Mata mereka baru terbuka pada usia 8-10 hari. Anak kucing akan disapih oleh induknya pada usia 6-7 minggu dan kematangan seksual dicapai pada umur 10-15 bulan. Kucing dapat me-ngan-dung empat janin sekaligus karena ra-himnya memiliki bentuk yang khusus dengan empat bagian yang berbeda.
Kucing biasanya memiliki berat badan antara 2,5 hingga 7 kg dan jarang melebihi 10 kg. Bila diberi makan berlebihan, kucing dapat mencapai berat badan 23 kg. Tapi, kondisi ini amat tidak sehat bagi kucing dan harus dihin-dari. Dalam penangkaran, kucing dapat hidup selama 15 hingga 20 tahun, kucing tertua dike-tahui berusia 36 tahun. Kucing peliharaan yang tidak di
perbo-leh-kan keluar rumah dan disterilkan dapat hidup lebih lama (mengu-rangi risiko perkelahian dan kecelakaan). Kucing liar yang hidup di lingkungan urban modern hanya hidup selama dua tahun atau bahkan kurang dari itu.
Monster Ganas Satu bulan Marshall temenan sama Tasya, Nana,
dan Cindy. Perasaan tertarik Tasya, Nana, dan Cindy sama Marshall pun hilang gitu aja.
Setiap jam istirahat, Tasya, Cindy, Nana, dan Marshall memilih duduk-duduk di depan kelas dari pada berdesak-desakan di kantin. Dan seperti biasanya, mereka selalu kompak membawa bekal ke sekolah.
Setelah selesai menyantap bekal masing-masing, mereka selalu ngobrol dan bercanda di depan kelas itu.
"Eh, kayaknya geng kita nggak lagi identik sama cantik, deh! Abis ... si maskulin ngekor kita terus! Geng kita jadi tambah personel baru yang aneh gini!" Tasya menggoda Marshall.
"Iya niiih, aneh, deh! Bukannya maen sana sama cowok! Ntar disangka bences Ion!" Cindy menambahi.
Marshall cuek bebek diledek kedua temannya, sementara Nana cuma cekikikan.
"Jadi, kalian nggak mau lagi temenan sama gue" Oooh ... jadi gitu! Oke-oke, elo berdua emang pada nggak asyik!
Kayak Nana, dong ... udah cantik, baik lagi!" Marshall balas menggoda sekaligus memuji Nana.
"Iya nih ... kasian Marshall temennya cuma kita! Lagian, Marshall itu cokiber!" Nana membela Marshall.
"Cokiber" Apaan tuh, Na" Bahasa baru dari mana"" tanya Cindy heran.
"Cowok kita bersama," eja Nana.
"Cieee ... cokiber" Bukan cokiber kallee ... tapi coloang alias cowok elo doang," ledek Tasya.
"Ih ... biarin aja Na, emang gue cowok elo doang!" bela Marshall
"Aiiih ... Marshall suka sama Nana, ya"" Cindy ikutan meledek.
"Iya, dong! Biarin, ya!" bela Nana.
"Ehem ... ehem ... ngebelain ni, yeee ...!" Tasya kali ini menggoda Nana, kontan aja muka Nana langsung merah.
"Ih ... mukanya merah! Malu, ya"" Cindy ikutan meng-goda Nana.
Cindy dan Tasya berlari waktu Nana mencoba memukul kedua temanya. Tiba-tiba, Marshall membantu Nana mengejar Tasya dan Cindy.
Cewek-cewek, terutama kakak kelas yang masih pena-saran sama Marshall, langsung syok melihat Marshall lari bareng Nana. Kakak kelas yang merasa dikalahkan oleh seorang Nana-yang terkenal cengeng dan agak-agak lemot itu-langsung merasa panas. Mereka tidak terima melihat pemandangan di siang bolong itu.
TENG ... TENG ... TENG! Bel tanda selesai
istirahat berbunyi. Tasya, Nana, Cindy, dan Marshall kembali duduk di tempat masing-masing. Siang itu, pelajaran Bahasa Indo-nesia oleh Pak Widodo, guru yang terkenal sangat baik namun kurang berwibawa dan tegas. Satu lagi, Pak Widodo juga terkenal dengan ciri khasnya, yaitu logat Jawanya yang kental.
"Ya ... annak-annak! Cobba ya kalian kerjakan tuggas hallaman dua pulluh limma! Yang suddah selesai, bolleh pullang!" Pak Widodo memberi instruksi.
Kebetulan Bahasa Indonesia ini adalah pelajaran ter-akhir, sehingga seisi kelas mengerjakan tugasnya sekilat mungkin agar bisa pulang buru-buru.
Setengah jam sebelum bel pulang berbunyi, tiba-tiba pintu kelas diketuk. Tak lama terlihat Meli, kakak kelas yang berbadan agak besar dan mukanya yang agak menyeram-kan itu masuk ke kelas dan meminta izin pada Pak Widodo.
Meli adalah ketua geng Gulz yang beranggotakan lima orang. Jadi, jumlahnya dengan Meli adalah enam orang. Meli berbeda dengan teman-temannya yang anak dancer. Meli bukan cewek seksi ataupun cantik seperti kelima temannya. Namun, Meli lebih berani dan punya badan yang besar, makanya ia lebih disegani atau mungkin lebih ditakuti oleh anggota-anggotanya. Apalagi Meli sangat terkenal, bukan karena prestasinya yang membanggakan walaupun ia memang anggota paskibra sekolah-tapi Meli dikenal sering melabrak
cewek-cewek yang tidak disukainya.
"Maaf Pak, kami dari paskibra, ada perlu sebentar dengan Nana. Boleh"" izin Meli.
Nana yang merasa dirinya disebut-sebut merasa was-was, masalahnya Meli itu sangat menyeramkan baginya. Nana bingung dan ada perasaan takut yang amat sangat, masalahnya ia merasa tidak pernah mempunyai urusan apa-apa dengan Meli selain cuma urusan paskibra. Bah-kan, Nana sampai berdoa dalam hatinya, semoga saja Pak Widodo t
idak memberinya izin keluar kelas.
"Ooo ... silahkan! Nana, kamu boleh keluar!" kata Pak Widodo yang tidak bisa membaca gelagat buruk Meli.
Nana yang merasa sangat sial karena Pak Widodo malah memperlancar aksi Meli itu, langsung bingung dan melihat ke arah Tasya dan Cindy. Tatapannya seakan me-nga-takan bahwa dirinya membutuhkan pertolongan. Namun, Tasya dan Cindy tidak bisa berbuat apa-apa.
Nana pun terpaksa dengan langkah berat keluar kelas dan mengikuti Meli dari belakang. Meli yang merasa sudah menjauh dari kelas Nana, langsung menarik paksa tangan Nana dan membawanya ke dalam gudang sekolah yang terletak di ujung koridor lantai dua. Ketika masuk ke gudang, Nana semakin lemas dan merasa tak berdaya. Masalahnya, monster yang akan menerkamnya bukan hanya Meli, tapi masih ada lima monster lagi yang sudah menantinya dan siap-siap menerkamnya.
Bruuuk! Tubuh Nana didorong sampai terjatuh
dan mengenai barang-barang bekas yang ada di situ. Nana yang saat itu juga ingin menangis dan berteriak, masih berusaha menahannya.
"HEH! ANAK KECIL! ELO JANGAN SOK KECAKEPAN, DEH! NGAPAIN ELO TADI PAKE CENTIL-CENTILAN SEGALA DI DEPAN MARSHALL" HAH"!" bentak Meli.
Nana terdiam nggak mau menjawab apalagi melawan, karena ia tahu, melawan akan sia-sia baginya.
"IYA, JAWAB! JANGAN CUMA DIEM! TADI BISA SENENG-SENENG SAMA MARSHAL!" teriak monster yang lainnya.
"KALO GUE LIAT ELO MASIH MESRA-MESRAAN SAMA SI MARSHALL, LIAT AJA NTAR AKIBATNYA!" Meli mengancam Nana.
Meli dan Sita bertugas sebagai juru bicara, sementara yang lainnya saling berbagi tugas. Seorang menjaga di luar gudang, takut-takut ada guru yang melihat. Seorang lagi spesialis melototin Nana, lalu seorang menunjuk-nunjuk muka Nana. Terakhir, seorang lagi bertugas men-do-rong-dorong badan Nana. Gila ... kompak bener ya, mereka" Kayak yang udah direncanain aja.
Nana masih berusaha menahan diri, padahal air mata-nya sudah membendung dan siap-siap mengalir.
TENG ... TENG ... TENG ...! Bel pulang sekolah berbunyi. Monster-monster itu buru-buru pergi meninggalkan Nana sendiri di dalam gudang.
Nana tak kuasa lagi menitikkan air matanya.
Bahkan, ia menangis dengan keras, seperti anak kecil yang habis dimarahi ibunya.
"Dy, Nana gimana, nih" Cepetan yuk, susulin! Kira-kira dibawa ke mana"" Tasya cemas.
"Yuk ... gue juga cemas, nih! Kita cari ke toilet aja atau ke gudang!" Cindy tak kalah cemas.
Marshal yang nggak tahu apa-apa, bingung melihat Tasya dan Cindy buru-buru. "Kalian mau pada ke mana, sih" Nana mana""
Pertanyaannya nggak dijawab oleh kedua temannya, jadi ia memutuskan untuk mengikuti saja ke mana teman-temanya pergi.
Tasya dan Cindy langsung berlari ke arah gudang, ketika di toilet mereka tidak menemukan Nana. Mereka pun masuk ke gudang dan dilihatnya Nana sedang menangis tersedu-sedu. Mereka menghampiri Nana. Tasya langsung memeluk Nana, membuat tangis Nana semakin menjadi-jadi.
"SIAL! BERANINYA SAMA NANA!" Cindy menggerutu kesal.
"Dy, Sya, ini kenapa, sih" Jelasin dong, ke gue!" pinta Marshall dengan tatapan memohon.
"Nana dilabrak sama kakak kelas yang namanya Meli Brengsek!" Cindy menjelaskan dengan nada penuh keke-salan dan dendam membara.
"SIAL!" hanya itu yang keluar dari mulut Marshall. Marshall mengepalkan kedua tangannya, ia terlihat serius. Ada amarah yang terlihat jelas di sorot matanya yang tajam. Seketika, Marshall keluar dari gudang dan berlari.
Cindy mengikuti Marshall. Tangisan Nana belum juga reda.
"Nana Sayaaang ... udah, ya! Jangan nangis lagi, dong! Pulang, yuk!" bujuk Tasya.
Nana pun mengangguk pelan. Tasya membantu Nana berdiri dan membawanya ke toilet untuk membersihkan muka dan baju yang sempat kotor terkena debu di gudang.
Sementara itu, senyum sinis terlihat di wajah Marshall ketika ia mendapati Meli sedang asyik tertawa terbahak-bahak bersama teman-temannya. Marshall menarik bahu Meli ke hadapannya.
"HEH! APA MAKSUD ELO NGELABRAK NANA, HAH"!" bentak Marshall.
Detik itu juga, Meli merasa malu. Abis, dibentak cowok cakep di depan banyak orang.
"Maksud elo"!" Meli menjawab tergagap karena ketakutan.
"PAKE TANYA LAGI! NGGAK USAH SOK BEGO, DEH! AWAS AJA KALO BE
RANI GANGGU NANA LAGI!" Marshall mengancam sambil nunjuk-nunjuk jidat Meli.
"KENAPA SIH, ELO NGEBELAIN NANA BANGET" EMANG, APA BAGUSNYA DIA"" kali ini, Meli mulai berani.
"ELO MAU TAU, BAGUSNYA DIA APA" BAGUSNYA DIA ITU, NGGAK PECICILAN KAYAK ELO. TAU"!" Marshall semakin kesal menghadapi Meli, namun kata-katanya jus-tru bikin Meli gondok, bahkan jadi bahan tertawaan yang nonton.
"MAKSUD ELO" KENAPA SIH, NGEBELAIN BANGET" GUE JADI CURIGA! JANGAN-JANGAN, ELO SUKA SAMA CEWEK LEMOT ITU" IYA""
"KALO IYA, EMANG KENAPA, HAH" GUE EMANG CINTA SAMA NANA! MAKANYA, SEKALI LAGI GUE INGETIN KALO ELO BERANI MACEM-MACEM, BAKAL TAU AKIBATNYA!" Marshall pergi ninggalin Meli yang masih mematung tak percaya mendengar penyataan tadi. Air mata Meli mulai menetes. Ternyata, Meli si monster ganas itu bisa juga menangis.
"Shall, tunggu!" Cindy memanggil Marshall yang jalan terburu-buru.
Marshall langsung menghentikan langkahnya begitu tahu Cindy yang memanggil.
"Elo serius Shall, sama yang diomongin tadi" Elo serius suka sama Nana"" tanya Cindy lagi penasaran.
"Iya, Dy, gue suka sama Nana sejak pertama kali gue liat dia. Dia itu lucu, imut, pokoknya kalo di deket dia, gue bawaannya selalu pengin ngelindungin dia terus, Dy!" Marshall menjelaskan dengan tenang, berbeda sekali dengan yang dia utarakan pada Meli.
"Duuuh ... bisa serius juga elo, ya" Kirain gue, elo error melulu! Ya udah, kita cari si Nana sama Tasya," ajak Cindy.
Marshall hanya menurut dan mengikuti Cindy mencari Nana dan Tasya. Ternyata, Tasya dan Nana sudah ada di kantin, nunggu Cindy dan Marshall yang tadi kabur.
"Ke mana aja sih, elo berdua"" tanya Tasya pada kedua temannya, tapi nggak dijawab oleh keduanya.
Marshall langsung menghampiri Nana yang masih ada di pelukan Tasya. "Na, elo nggak apa-apa, kan"" kata Marshall dengan lembut.
Nana hanya mengangguk pelan. "Ya udah, kita balik aja. Biar gue yang anterin Nana, oke"" Marshall mengambil keputusan sepihak tanpa ada yang protes.
Seperti biasa, Tasya nebeng lagi sama Cindy, sedangkan Nana, ikut mobil Marshall.
Di mobil Cindy, Tasya masang CD lagu-lagu kesukaan-nya. Glen Fredly.
"Dy, elo berdua tadi pada ke mana, sih"" tanya Tasya waktu masangin CD.
"Gila deh, pokoknya! Gue aja bener-bener nggak nyangka! Duuuh ... senengnya jadi Nana. Gue jadi iri."
"Aduuuh Dy ... elo kok, malah heboh sendiri" Nggak nyambung banget! Yang bener dong, Dy! Jangan bikin gue makin penasaran!"
"Si Marshall, Sya "Iya, gue juga tau! Tapi, kenapa" Ceritain,
dong!" "Duh, jangan sewot gitu! Gue kan, cuma seneng. Marshall tadi ngelabrak si Meli, Sya. Gila nggak, tuh"! Di depan banyak orang gitu, deh. Sampai si Meli nangis. Terus, yang bikin gue ... mau tau nggak si Marshall bilang apa" Marshall bilang
"Marshall bilang apa""
"Diem, dong! Jangan motong dulu!" bentak
Cindy. "Iya, tapi Marshall bilang apa""
"Marshall bilang ... KALO DIA SUKA SAMA NANA! Gila nggak, tuh" Nana bener-bener beruntung kan, Sya""
"Haaah ..." Yang bener" Mantep banget!" Tasya masih kaget dan bener-bener nggak nyangka.
"Gue aja sampe bengong ngedengernya."
"Kok, bisa, ya" Gue jadi iri! Abis, Nana aja Lidah nemuin soulmate-nya. Nggak perlu nyari, eh ... malah datang sendiri. Duuuh ... wahai soulmate-ku di manakah engkau berada"" kata Tasya sok puitis.
"Udah deh, Sya, jangan sampe gue muntah, gara-gara ngedengirin elo cuma mikirin solmet-solmetan mulu."
"Ah, payah elo, Dy. Nggak bisa ngerti perasaan gue. Ya udah, terus kira-kira si Nana suka juga nggak ya sama Marshall""
Selama perjalanan, mereka terus ngobrolin Nana dan Marshall.
Sementara itu, selama perjalanan, Marshall dan Nana malah saling tutup mulut. Mereka sama-sama salah ting-kah. Butuh waktu empat puluh lima menit untuk sampai ke rumah Nana. Cukup lama, tapi jadi semakin terasa lama karena keduanya masih tetap tutup mulut. Akhirnya, sampai juga Marshall nganterin Nana ke rumahnya dengan selamat.
"Shall! Makasih, ya! Mau mampir dulu nggak"" kata Nana sebelum membuka pintu mobil.
"Nggak deh, lain kali aja! Lagian, elo mending istirahat!" kata Marshall masih dengan nada lembut.
"Ya udah! Gue masuk, ya!"
"Tunggu, Na!" Marshall menarik
tas Nana. "Kenapa, Shall""
"Mmm ... gue ... sayang elo, Na!"
Nana kaget. Dan yang lebih membuat Nana kaget adalah ketika Marshall mengedipkan matanya sambil tersenyum. Terus, Marshal mengangguk dalam untuk membuat Nana percaya.
Perasaan Nana langsung campur aduk. Dalam hati, Nana memang suka sama Marshall. Tapi, dia ingat pesan mamanya agar nggak pacaran dulu.
Nana masih terdiam. Ia bener-bener bingung harus jawab apa, sampai akhirnya ia putuskan meminta waktu untuk berpikir. Marshall pun mengerti.
Dunia Preti #5 Kucing peliharaan yang tinggal di dalam rumah harus diberi kotak kotoran yang berisi pasir atau bahan khusus yang dijual di toko hewan peliharaan. Perlu juga disediakan tempat khusus bagi ku- cing untuk mencakar. Hal ini penting karena kucing memerlukan kegiatan mencakar ini untuk menanggalkan lapisan lama pada kukunya agar kukunya dapat tetap tajam dan terjaga kesehatan -nya. Tidak adanya tempat khusus ini, akan menyebabkan kucing banyak merusak perabotan.
Seringkah kucing menunjukkan perilaku me-milih makanan. Hal ini dikarenakan mereka memiliki organ pembau khusus di langit-langit mulut-nya yang disebut sebagai organ vomero-nasal atau organ Jacobson. Kucing akan menolak makanan selain yang biasa dimakannya.
Tukaran Nomor HP SuDAH seminggu Nana belum juga ngasih jawaban
sama Marshall. Nana pernah konsultasi sama Tasya dan Cindy. Hasilnya adalah Nana harus nerima Marshall. Tapi, Nana masih bingung.
"Apa lagi sih, yang bikin elo bingung"" tanya Tasya ketika rapat mereka baru dimulai.
"Apa lagi coba yang kurang dari Marshall"" Cindy ikutan nimbrung.
"Masalahnya bukan ada di Marshall, tapi gue bingung sama nyokap gue!" jelas Nana.
"Aduuh ... cuma masalah gitu doang. Gampang! Elo backstreet aja! Iya nggak, Dy"" kata Tasya dengan santai.
"Iya! Lagian, gue yakin si Marshall juga mau ngerti, kok!" Cindy meyakinkan.
"Mmm ... tapi Nana masih ragu.
"Apaan lagi, sih" Apa perlu gue yang minta i-zin sama nyokap elo" Hehehe ...!" Tasya malah bercanda.
"Tapi ... masa gue punya pacar sendirian" Sementara elo berdua masih pada jomblo!" Nana mencari alasan lagi.
"YA AMPUN, NANA! ELO TUH, KAYAK ANAK KECIL AMAT"!" bentak Cindy. Nana terdiam.
"Na, alasan elo tuh aneh banget, deh! E-mangnya harus ada aturan, kalo kita jomblo, jadi elo juga harus jomblo, gitu"! Udah deh, elo mau terima apa nggak si Marshall"" Tasya mendesak.
"Mmm ... ntar, deh! Gue mau jawabannya di waktu yang tepat," jawab Nana polos dan tanpa beban.
Tasya dan Cindy hanya menghela napas menghadapi Nana yang semakin polos.
PULANG sekolah, Tasya, Nana, Cindy, dan pengawal mereka yaitu Marshall, pergi jalan-jalan ke mal. Mereka makan di foodcourt sambil ngobrol-ngobrol dan bercanda.
"Eh, malem amal sama bazar nanti, pada mau nyumbang apaan"" tanya Cindy pada sahabat-sahabatnya.
"Lho, emang kapan acaranya"" tanya Tasya.
"O iya, Sya, bukannya pengumuman paskibra juga diumuminnya pas malem amal" Iya, kan"" tanya Nana yang langsung dijawab oleh Tasya dengan anggukan.
"Jadi, kapan acaranya"" tanya Tasya lagi gemas.
"Huuuh, makanya elo jangan pada sibuk mulu sama paskibra. Jadi gini deh, ketinggalan berita. Jadi kuper!" ledek Cindy.
"Iya nih, kalian pada sibuk terus. Gue sama Cindy jadi kesepian," tambah Marshall.
"Gue apa elo yang kesepian"" ledek Cindy.
"Eh, kita jual gelang-gelangan aja, yuk!" ide Tasya.
"Gelang-gelangan apa, Sya"" tanya Nana kemudian.
"Itu loh, gelang persahabatan warna-warni yang ada macem-macem tulisannya di setiap gelang. Tau, kan"" kata Tasya berusaha menjelaskan.
"Ide bagus, tuh! Oke juga idenya," dukung Marshall.
"Tapi, kita harus punya slogan yang oke. Biar orang-orang tertarik en mau beli," Cindy menambahi. "Wah, bener juga. Ide bagus," sela Marshall
lagi. "Ah, elo Shall, dari tadi cuma bilang 'oke juga tuh idenya, ide bagus tuh1 ... apaan tuh" Nggak kreatif!" ledek Tasya.
Marshall malah cengengesan.
"Ya udahlah kalo soal slogannya, bisa kita piki-rin nanti. Yang penting, kita udah dapet ide mau ngapain nantinya. Iya nggak"" giliran Nana sok bijak.
Saat mereka asyik-asyik ngobrol. Tiba-tiba, seseorang menghampiri Tasya. Seseorang yang pernah Tas
ya kenal. "Tasya" Kamu Tasya, kan" Masih inget aku""
kata orang itu. "ARI" Ari, kan" Yang waktu ketemu di pet shop itu" Iya, kan"" sahut Tasya tersenyum girang karena bisa ketemu Ari lagi, yang waktu itu nggak sempet tukeran nomor telepon.
"Iya, aku Ari. Lho ... kamu pasti Cindy, ya" Kamu Nana, kan"" tanya Ari lagi pada Cindy dan Nana.
Cindy dan Nana pun tersenyum mengiyakan.
"Kamu lagi ngapain, Ri" Gabung aja sama kita!" ajak Cindy pada Ari yang masih berdiri.
Ari nggak mikir dua kali, langsung duduk satu meja sama mereka.
"Shall, kenalin , ini Ari. Waktu itu, kita ketemu di pet shop1." Nana ngenalin Ari sama Marshall yang duduk di sampingnya.
Mereka pun berkenalan, dan langsung akrab sama Ary yang supel dan ramah.
Selesai bernostalgia, mereka pun berpisah. Pastinya, mereka saling tukar nomor telepon. Tasya yang happy, di sepanjang jalan pulang nggak henti-hentinya ngebahas soal Ari.
"Dy, Na ... gue seneng bisa ketemu lagi sama Ari. Nggak kebayang, deh!" kata Tasya dengan senyumnya yang mengembang.
"Hm ... happy ni yeee. Ketemu gebetannya lagi!" goda Nana dan Cindy.
Marshall yang sore itu jadi sopir pribadi sekaligus pengawal mereka, cuma senyum-senyum.
"Iya dong, happy1. Siapa yang nggak seneng" Sekarang, gue udah tuker-tukeran nomor HP. Jadi,
nggak perlu khawatir lagi!" sahut Tasya.
"Iya! Tapi, cariin gebetan dong, buat gue!" kata Cindy dengan tampang sok cemberut.
"KASIAAAN DEH, LO!" Tasya, Nana, dan Marshall kompak menggoda Cindy.
"Eh, Dy ... Ari tambah ganteng, ya"! Cocok nggak, sama gue"" Tasya membahas Ari lagi.
"Ya ampun nih, anak. Ari lagi, Ari lagi! Lagian, pede banget! Kayak si Ari mau aja sama elo!" goda Cindy, lalu tertawa puas, soalnya gantian Tasya yang masang tam-pang cemberutnya.
Nggak lama, HP Tasya berbunyi, dilihatnya nama Ari di layar. Tasya yang saat itu juga girang, langsung nun-jukkin sama teman-temannya.
"HAH"! ARI" Ari nih, yang nelepon gue! Aduuuh ... gimana, nih"" Tasya kikuk dan salting.
"Cepet Sya ... angkat! Cepet!" kata Nana.
"Tapi, gue ngomong apaan"" Tasya malah na-nya lagi.
"Aduuuh ... ini anak, bukannya cepet-cepet diangkat! Ntar keburu mati teleponnya! Pake speaker phone, Sya!" Cindy gemas melihat Tasya yang dari tadi kegirangan.
Marshall cekikikan melihat ulah teman-temannya yang heboh. Tasya pun menuruti kata Cindy.
"Halo Tasya menjawab teleponnya dengan suara yang dimanis-maniskan.
"Hai, Sya! Kalian iagi pada di jaian, ya"" suara Ari terdengar lewat speaker HP Tasya. "Iya ... kenapa, Ri""
"Nggak, aku cuma mau tanya, kalo nanti malam nelepon kamu ke rumah, boleh nggak" Nge-ganggu nggak""
"Boleh! Telepon aja! Nggak usah minta izin segala!" Tasya menjawab sambil senyum-senyum.
Nana dan Cindy ikutan senyum-senyum sambil tetap memasang kupingnya mendengar pembicaraan Ari dan Tasya.
"Oh ...ya udah, deh! Nanti malam, aku nelepon kamu ya, Sya! Salam buat semuanya! Hati-hati, ya!"
"AAA ...!!! GUE SENEEENGM!" Tasya berteriak kencang setelah Ari menutup teleponnya.
Nana dan Cindy ikut-ikutan teriak dan tertawa
keras. Marshall yang masih serius nyetir, cuma geleng-geleng dan berkomentar sedikit, "Sya! Teriaknya jangan pake toa, nanti kaca mobil gue pecah, nih!"
Tasya langsung menjitak Marshall.
"Dy, Na ... gue seneng! Aduh ... gue nggak sabar pengin cepet-cepet nyampe rumah! Kali ini, gue pastiin Ari soulmate gue!" kata Tasya pede.
Mendengar kata soulmate itu, Nana dan Cindy langsung berpandangan.
"LAGIII ..."!" kata Cindy dan Nana bareng.
Tasya yang masih kegirangan, nggak peduli sama teman-temannya yang bingung.
TASYA gelisah. Sebentar-bentar ia keluar kamar, terus duduk di dekat meja telepon, lalu balik lagi masuk kamar. Pokoknya, bolak-balik, deh! Nggak kehitung berapa kali. Mama dan papanya yang ngobrol di ruang tengah, sampai bosen dan heran dengan tingkah Tasya.
"Sya, kamu kenapa, sih" Kok, bolak-balik terus" Udah kayak setrikaan aja!" kata mamanya.
"Iya nih, Papa sampai pusing liat kamu bolak-balik mulu. Sebentar lagi, mata Papa jereng nih, gara-gara ka-mu," goda papanya.
Tapi, kali ini Tasya bener-bener serius dan nggak me-nanggapi atau tertawa dengan candaan mama dan papanya.
"Sya . .. kamu kenapa, sih" Nungguin telepon" Emang, siapa yang mau nelepon" Tumben banget!" kata mama-nya.
"Paling juga pacarnya, Ma. Liat aja Tasya sampe gelisah gitu. Hehehe ... hayo ... pacar baru lagi, ya" Atau siapa tuh namanya" Itu loh ... Rido ... nah ... pasti Rido, ya" Udah, ngaku aja!" lagi-lagi papanya menggoda Tasya.
"Aduuh ... kok, berisik banget, sih" Tasya serius, nih! Pokoknya, nanti kalo ada telepon, cepet-cepet panggil Tasya, ya! Soalnya, ini menyangkut masa depan Tasya!" kata Tasya mantap, sambil ngeloyor masuk lagi ke kamarnya.
Mama dan papanya saling pandang bingung.
Duuuh, Ari! Kamu jadi nelepon nggak, sih" Nggak tau apa, orang udah bulukan gini! Mana, sih" Lama banget! Sekarang udah jam delapan!
"SYA! TASYA!!!" panggil mama. Tasya buru-buru keluar kamar sambil tersenyum riang. Pasti ada telepon dari Ari! Tasya pun langsung berlari ke meja telepon, tiba-tiba ia berhenti di depan meja dengan tatapan bingung.
"Lho, Ma" Mana teleponnya" Kok, ditutup"" Tasya bingung.
"Yeee ... kamu ini gimana, sih" Emang dari tadi juga nggak ada telepon masuk, kok!" jawab mama.
"Terus, kenapa Mama manggil Tasya"" Tasya mulai kesal.
"Mama manggil karena ada sinetron kesukaan kamu, tuh! Kamu nggak nonton""
"Ya ampuuun, Mama! Kan, tadi Tasya udah bilang ... panggil Tasya kalo ada telepon aja!" omel Tasya yang semakin kesal dan langsung balik ke kamar lagi.
Tasya benar-benar kesal menunggu, makanya ia mu-tusin ngirim SMS duluan.
Solmet Karya Restee di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hi, kmu j d ga tip ke rmh" Ce-pet-an! Aq dan ngantuk!
Nggak lama kemudian, HP Tasya bersuara. Tasya buru-buru mengangkat teleponnya.
"Tasya" Aduh sori! Kamu nungguin, ya"! Aku tadinya mau nelepon kamu sekitar jam sembilan," kata Ari tanpa basa-basi.
"Nggak apa-apa kok, Ri, kamu mau nelepon aku ke rumah nggak""
"Nggak deh, Sya, biar aku nelepon ke HP aja.
kamu bolak-balik." Hah! Tau dari mana dia, kalo gue bolak-balik" Dasar soulmate!
"O ... ya udah terserah kamu aja!"
"Sya, gimana kabar Pretti" Pretti kan, nama kucing kamu. Udah sembuh belum"" tanya Ari perhatian.
Tasya makin ge-er aja, karena Ari masih ingat Pretti.
Duuuh ... ini cowok perhatian banget sih, sama kucing gue" Masih inget lagi nama si Pretti. Berarti, selama ini dia emang merhatiin gue" Tuh kan, teori gue emang bener! Kalo cowok suka kucing, pasti orangnya perhatian dan penya-yang.
"Iya, Pretti namanya. Dia udah sembuh, kok! Waktu itu, kamu mau ngapain ke pet shop""
"Oh, waktu itu aku mau jemput Felix di salon."
"Oh ... jadi, nama kucing kamu Felix" Bagus juga namanya! Pasti ngikutin nama kucing di film kartun, ya"!"
"Sya, besok jalan, yuk! Mau nggak" Sekalian aku mau beli makanan Felix, persediaan di rumah udah mau abis."
"Ayo! Sekalian aku juga mau beli sampo sama bedak Pretti."
"Waaah, kita satu selera, ya" Aku seneng deh, sama cewek yang suka kucing,"
"Aku juga suka ngeliat cowok suka sama kucing."
"Ya udah ... besok aku jemput kamu di sekolah atau kita janjian aja""
"Ya udah ... jemput aku aja. Pake mobil kamu aja, ya."
"Sip! Nanti aku jemput, Non!" Klik.
Tasya senyum-senyum sambil nyiumin HP-nya. Ari, kamu baik banget, sih" Romantis lagi! Gue jadi semakin yakin nih, dia soulmate gue f Tasya membatin senang.
"HALO Dy, elo jemput gue, ya! Pliiis! Gue nggak bawa mobil, nih! Soalnya, nanti gue mau dijemput sama Ari," kata Tasya yang pagi-pagi udah nelepon Cindy minta dijemput.
"Sialan! Bagus, ya! Pasti aja deh ... setiap elo mau janjian sama cowok, gue yang ketiban sial. Pasti aja gue jadi sopir ngedadak buat elo! Duuuh Tasya ... kapan sih, elo nggak ngerepotin gue"!"
"Dy, nggak bisa ngeliat sobat seneng aja! Harusnya, elo seneng ... dukung gue, dong! Gimana, sih""
"Ye ... dukung sih, dukung, Sya! Tapi kalo keseringan, namanya bukan dukung lagi, tapi NGEREPOTIN, TAU"!"
"Udah deh ... sekali-kali, sekalian amal membantu teman yang sedang membutuhkan. Oke" Pokoknya, gue tunggu! Jangan telat! Inget!"
"Ye ... dasar nggak tau diri! Udah minta, malah
nyuruh jangan telat lagi! Gue jitak ya, nanti."
"Hahaha ... ya udah. Daaagh Cindy!"
Cindy terpaksa menjemput Tasya. Biasanya, Tasya memang suka dianter sama sopir, tapi sejak sopirnya minta berhenti
, jadi ... kadang-kadang Tasya bawa mobil sendiri atau nebeng sama Cindy.
Jarak rumah Cindy dan Tasya nggak terlalu jauh. Cuma butuh waktu sepuluh menit. Tasya yang dari tadi nunggu jemputan gratis di depan rumahnya, langsung masuk ke mobil Cindy.
"Aduuuh ... Cindy, elo emang s ahabat gue yang paling baik! Cindy makin cantik aja, nih!" Tasya merayu Cindy.
"Dasar ya ... puji aja terus, giliran gini, elo baek-baekin gue! Kalo orang kayak elo ada dua, bisa makin stres gue!"
Mobil melaju ke SMA Plus 05. Tasya seenaknya masang CD favoritnya.
Sampai sekolah, ada pengumuman rapat guru. Jadi, waktu belajar dipakai buat rapat guru. Semua anak menyambut gembira. Tapi, tetap aja belajar dimulai setelah jam istirahat.
Selama jam kosong, Tasya, Nana, Cindy, dan Marshall duduk di depan kelas. Nana dan Marshall yang belum resmi jadian, malah makin deket. Sedangkan Tasya, sibuk ber-SMS ria sama gebetan barunya, Ari. Cindy kesal sendiri melihat teman-temannya yang cuek.
"Duuuh ... udahan dong, seneng-senengnya! Tega banget sih, sama gue! Mentang-mentang gue nggak punya gebetan, malah dicuekin. Nggak tau
apa, kalo gue juga mupeng"" Cindy langsung ngangetin teman-teman-nya yang lagi asyik.
"Kasian banget, sih! Makanya, cari gebetan, dong!" goda Marshall.
"Cindy, Sayang! Mending elo denger curhatan gue tentang Ari. Mau, nggak"" rayu Tasya.
"OGAH!!!" Cindy ketus.
"Dy, jangan marah, dong! Nanti make-up elo luntur kalo marah-marah mulu," canda Nana dengan tampang tak berdosanya.
"Eh, Dy, Na, Shall ...! Mau tau, nggak" Gue yakin banget nih, udah nemuin soulmate1. Tau nggak" Semalem, Ari manggil gue dengan sebutan 'Non'! Romantis, kan"" Tasya lagi-lagi membahas soal soulmate-nya.
"idiiih kok, elo malah bangga dipanggil 'Non1" Kok, mau, sih" Kalo dia manggil elo 'Non', berarti dia kacung elo, dong!" Cindy puas menggoda Tasya yang nggak bosen-bosennya membanggakan Ari.
"Ih ... biarin aja! Vang penting gue cinta! Duuuh ... soulmate-ku\ My soulmate ... My soulmate .... "
"Wah ... udah nggak waras nih anak!" sela Marshall.
"Iya nih, kita masukin RSJ aja, yuk!" Nana menambahkan.
"Hahaha bener Na, orang gila kayak gini, harus cepet-cepet diobatin!" kata Cindy, yang disambung tawa mereka.
Tiba-tiba .... "ADUUH!" Cindy dan Nana kompak mengaduh,
karena dijitak Tasya. "Kita liat aja! Gue pastiin si Ari jadi soulmate gue!" kata Tasya pasti.
"Oke, deh! Kita liat aja! Paling-paling, ntar juga elo sendiri yang kabur! Kayak waktu si Rido juga gitu, kan"" Cindy pun nggak kalah yakin.
"Sori, deh! Gue yakin, kali ini nggak mungkin! Gue berani jamin seratus persen!"
"Kok, elo yakin banget sih, Sya"" tanya Marshall kemudian.
"Oh, jelas dong, Shall. Gue sama Ari udah satu selera. Tipe-tipe kayak Ari itu, tipe yang selama ini gue cari-cari. Jadi, mana mungkin gitu loh ... gue kabur trus lepasin orang yang selama ini gue cari! Pokoknya, gue jamin, deh. Terus, gue yakin dan pasti ... Ari soulmate gue!" ucap Tasya pede.
"Kalo ternyata dugaan elo meleset, gimana"" tanya Cindy.
"Nggak mungkin! Gue jamin, deh!" jawab Tasya.
"Lho, tapi kan, kemungkinan selalu ada. Lagian, cuma kalo ... hayo, gimana"" tambah Nana.
"Duuuh ... elo-elo ini kok, kayaknya nggak seneng ba-nget liat gue seneng. Harusnya, kalian ngasih gue dukung-an, biar gue makin pede sama yakin ... bukannya ngejatoh-jatohin gitu. Bikin gue down aja!" kata Tasya kesal.
"Lho ... Sya, elo jadi sewot gitu, sih" Kan, tadi cuma bercanda. Lagian, cuma kalo ... jangan marah, dong," Marshall meredakan.
"Iya nih, Tasya, gitu aja sewot. Kita cuma bercanda. Elo kayak yang baru kenal kita-kita aja.
Udah dong, jangan cemberut terus. Cheese, senyum, dong!" Cindy mencoba menghibur, Tasya pun kembali tersenyum, dan mereka semua tertawa.
"Iya ... iya ... abis, gue bete aja! Ya udah ... pokoknya ntar kalo gue tiba-tiba nggak jadi lagi sama Ari ... elo semua gue traktir, deh! Tapi ntar kalo ternyata dan terbukti Ari itu soulmate gue ... elo semua gue jitakin satu-satu. Deal"" ujar Tasya semangat.
"DEAL!!!'' jawab Cindy, Nana, dan Marshall bareng.
"Asyiiik ... makan-makan ... makan-makan ... hehehe ... kita harus menang!!!" kata Nana
tiba-tiba dengan semangat mendengar kata traktiran itu.
"Nana! Tuh ... kan, elo malah seneng kalo gue yang kalah! Dasar!" Tasya protes sambil cemberut.
"Sori, Sya, bukan gitu. Gue keceplosan, gue kesenengan sih, kalo udah ada yang mau nraktir," jawab Nana asal.
Pulang sekolah, Tasya buru-buru ke luar gerbang. Dia melihat Meli dan kelima temannya menggoda Ari. Buru-buru, Tasya menghampiri Ari di depan mobilnya.
"Heh, minggir elo semua! MUPENG, YA"!" kata Tasya sambil mengusir Meli dan teman-temannya yang benar-benar mupeng.
"Yuk, Ri, cabut!" ajak Tasya.
Ari tersenyum dan mengangguk. Ari membukakan pintu mobil buat Tasya, bikin Tasya semakin ge-er. Meli dan gengnya melihat Tasya dengan
tatapan iri, sementara Tasya tersenyum bangga.
Tasya dan Ari pun menuju sebuah pet shop yang terletak di pusat kota. Perjalanan mereka kurang lancar, karena arus lalu lintas yang padat. Siang benar-benar macet dan panas, huuuh ... udah dibayangin kalo mereka keluar dari mobil ber-AC itu, pasti langsung keringetan karena suasa-na yang panas dan macet.
Setelah sampai di parkiran pet shop, mereka pun lang-sung masuk. Sengaja mereka memilih pet shop yang ada di pusat kota yang terbesar dan terlengkap.
Tasya dan Ari pun berkeliling mencari segala keperluan Pretti dan Felix.
"Wah ... bagus banget kalungnya nih, Ri," ujar Tasya sambil memegang kalung untuk kucing itu.
"Iya Sya, bagus! Beli, yuk! Biar samaan kalungnya. Siapa tau Pretti sama Felix jodoh."
"Ngaco!" Satu jam kemudian, Ari memegang dua kantong belan-ja-an; miliknya dan milik Tasya. Ari benar-benar pengertian. Tasya semakin suka dan yakin sama Ari. Tasya pun lang-sung diantar pulang. Sesampai di rumah, Tasya langsung mencari Pretti.
"Pretti ... Pretti pus ... kamu di mana"!" Tasya memanggil-manggil Pretti sambil mencarinya. Nggak lama, seekor kucing yang berbulu lebat dan badan yang gemuk menghampiri Tasya.
Meong ... Meong ...! Pretti menghampiri Tasya, dan menggeliat-geliat di kakinya dengan manja. Tasya langsung menggendong kucingnya, dan
mengelus-elus penuh sayang.
"Aduuuh ... Pretti, Sayang! Kamu ke mana aja, sih" Pretti, udah makan belum"" Tasya ngajak Pretti ngobrol, sedangkan Pretti menjawab dengan bahasanya.
"Eh, Pretti ... aku punya oleh-oleh buat kamu. Nih, aku beliin kalung buat kamu. Lucu, kan" Sini, aku pakein, ya!" kata Tasya sambil memakaikan kalung di leher Pretti. Kalung yang baru dibelinya sama seperti kalung yang Ari beli juga untuk kucingnya.
"Naaah ... bagus, kan" Duh kamu makin cantik aja. Kalungnya juga sama lho, kayak punya Felix, kucingnya Ari. Kata Ari, siapa tau kamu jodoh sama Felix. Kamu mau nggak, aku jodohin" Moga yang jodoh nggak cuma kucingnya aja! Siapa tau, aku juga jodoh sama Ari."
Dunia Preti #6 Kucing dapat melihat dalam cahaya yang amat terang maupun gelap. Ketika cahaya yang ada terlalu sedikit untuk melihat, kucing akan meng-gu-na-kan "kumis" atau misalnya (vibrissae) untuk membantunya menentukan arah dan menjadi alat indera tambahan. Misai dapat mendeteksi perubahan angin yang amat kecil, membuat kucing dapat mengetahui ada-nya benda-benda di sekitar-nya tanpa melihat.
Kucing memiliki kelopak mata ketiga yang disebut membrana niktitans. Kelopak ketiga ini terdiri dari suatu lapisan tipis yang dapat menu-tupi mata dan nampak ketika mata ku-cing terbuka. Membran ini menutup sebagian ketika kucing sedang sakit. Kadang kucing yang amat mengantuk atau gembira juga memperlihatkan membran ini.
Baunya itu, Lhooo!! I IpTasya berbunyi ketika ia sibuk ngerjain pe-er
nya pagi-pagi di sekolah. Duuuh siapa sih, pagi-pagi gini nelepon" Nggak tau apa orang lagi sibuk ny on teki Dasar, ngeganggu ajal Tasya bergumam kesal sambil mengambil HP yang masih berbunyi dari dalam tasnya.
Mukanya langsung berubah ceria ketika melihat nama Ari di layar HP. Hihihi ... Ari, mau ngapain, ya" Pasti dia kangen sama gue! "Halo, kenapa, Ri""
"Halo Tasya, sori nelepon kamu pagi-pagi. Pasti kamu lagi di sekolah, ya" Belum masuk" Lagi ngapain" Aku nge-ganggu, nggak""
"Nggak kok, aku lagi nunggu nih, belum masuk juga. Kenapa"" jawab Tasya berbohong. Apa sih, yang nggak gue lakuin buat
elo" Kalo cuma pe-er, nggak apa-apa deh, gue rela nggak ngerjain, asal gue bisa ngobrol sama elo.
"Sya, rencananya nanti aku mau ngajakin kamu jalan-jalan, mau nggak""
"Ke mana" Kapan""
"Belum tau sih, ke mananya. Yang penting bisa jalan sama kamu. Mau nggak" Kalo mau, nanti
kamu pulang sekolah, aku jemput Gimana"" "Boleh ... boleh ...!"
"Ya udah kalo gitu. Sampai nanti siang ya, Sya Daaagh!"
Setelah menutup teleponnya, Tasya masih senyum-senyum sendiri. "YESSSM!" teriaknya.
Tiba-tiba, Cindy nyenggol badan Tasya. Cindy yang kebetulan saat itu pun sedang nyontek pe-er Nana, mera-sa aneh melihat Tasya malah bengong sambil senyum-senyum sendirian.
"Inget pe-er, cepet kerjain! Dasar tukang ngelamun! Siapa sih, yang nelepon, Sya"" tanya Cindy tanpa mema-ling-kan wajah dari bukunya.
"Ari. Dia nanti mau jemput gue. Seneng deh
gue!" TASVA langsung ke depan gerbang sekolah. Dilihatnya Ari menunggu di dalam mobil. Kacamata hitam masih bertengger di wajahnya, dan itu membuat Ari semakin ganteng.
"Sya, kita nonton, yuk! Mau nggak"" ajak Ari setelah Tasya masuk ke mobilnya.
Tanpa pikir panjang, Tasya langsung nerima ajakan Ari dengan mengangguk sambil tersenyum manis. Mereka nonton di bioskop Mal Indah Palm.
"Kita nonton apaan nih, Sya"" tanya Ari ketika
sampai di depan barisan loket.
"Mmm ... apa, ya" Kalo kamu, sukanya film kayak gimana" Yang romantis, horor, atau laga"" Tasya malah balik nanya.
"Kalo aku, suka semua. Tergantung kebutuhan."
"Maksudnya""
"Kalo aku lagi jalan berdua sama cewek, aku lebih suka nonton yang romantis. Biar tambah seru. Iya nggak" Terus, kalo film horor sama laga, aku lebih suka nonton bareng temen-temen. Lebih seru! Kalo kamu""
"Kalo aku emang suka banget sama film romantis. Aku nggak suka film lainnya. Nggak rame."
"Ya udah, berarti kita emang satu selera. Yuk ... kita nonton film Dian Sastro terbaru aja, mau nggak" Kamu belum nonton, kan"" ajak Ari.
"Kebeneran, aku juga tadi mau ngajakin kamu nonton film ini, abis ... aku fan berat Dian Sastro," kata Tasya de-ngan polos dan senang.
"Wah ... pantesan "Pantesan kenapa""
"Nggak ... aku sebenernya ngeliat kamu itu, sekilas mirip sama Dian Sastro."
"Udah deh, jangan ngeledek!"
"Ih ... serius! Suer! Nggak pake bo'ong!"
Mereka berbaris mengikuti antrean yang panjang banget. Untung mereka tetap kebagian tiketnya. Uh ... kalo nggak, bete banget. Udah ngantre panjang-panjang, eh ... keabisan. Tapi sialnya, mereka kebagian duduk di deretan pertama
dari depan. Bisa dipastiin bakal bikin kepa-la jadi pegel-pegel, soalnya selama dua jam, harus nonton dengan kepala ke atas. Tapi buat Tasya, semua pengorbanan itu justru membuatnya semakin bahagia asal bareng Ari.
Selesai nonton, mereka langsung menuju parkiran.
"Gimana, Sya" Filmnya suka nggak"" tanya Ari sambil memasang sabuk pengaman.
"Suka banget! Bagus banget, ya" Aduuh ... aku tuh bener-bener suka sama Dian Sastro," jawab Tasya puas.
"Sya, sekarang kita ke mana, nih""
"Terserah kamu aja."
"Sya, kita nongkrong dulu yuk, sebelum pulang. Kamu mau nggak"" ajak Ari.
Lagi-lagi, Tasya nerima tawaran Ari dengan senang hati. Mereka mencari tempat parkir yang enak di tempat terbuka, lalu ngobrol. Obrolan-obrolan mereka bukan seputar Pretti dan Felix lagi. Tapi lebih serius, kayak orang pacaran.
DUUUT ...!!! Tiba-tiba, terdengar suara cukup keras, memecah keheningan. Tasya yang kaget mendengar suara itu, langsung menutup hidungnya dengan kedua tangan. Bukannya apa-apa, tapi gas beracun yang Ari keluarkan itu benar-benar bau busuk. Malah, Tasya sampai mual menciumnya. Buru-buru ia keluar dari mobil untuk menghindari bau itu.
Ari yang merasa mengeluarkan gas beracun itu cuma cengengesan tanpa dosa, walaupun ada rasa
malu dalam dirinya. Ya ... ampuuun ini cowok, giia banget! Nggak bisa kontrol! Ngerusak suasana aja! Bisa-bisanya kentut di depan gue! Jorok banget, sih!
"Sya, sori ya ... soriii. Udah yuk, masuk lagi ke mobil. Kita cabut aja. Yuk, masuk. Udah nggak bau, kok. Barusan aku langsung semprotin pewangi," bujuk Ari yang udah mastiin kalo gas beracunnya udah ilang karena disemprot pewangi.
Tasya pun mengangguk pelan, da
n dengan ragu-ragu masuk ke mobil lagi.
"Sya, sori, ya! Kamu nggak apa-apa, kan"" kata Ari melajukan mobilnya.
"Hah" Oh ... nggak apa-apa, kok!" Tasya menjawab sambil tersenyum tipis dan dengan kesal. Nggak apa-apa gimana" Jelas-jelas kentut elo itu bau banget! Elo mau bikin gue pingsan apa" Sabar, Sya ... sabar ... mungkin Ari lagi sakit perut.
"Sya, jujur aja, aku tuh punya penyakit masuk angin setiap malem. Pokoknya kalo udah malem, pasti aja perut aku selalu kembung. Kata dokter sih, kebanyakan gas di perut aku. Makanya, kalo tiap malem, aku suka kentut-kentut gitu! Maaf, ya!" Ari mencoba menjelaskan dan berharap Tasya mau mengerti penyakit yang dideritanya.
"Nggak apa-apa lagi, Ri, namanya juga penyakit."
"Kalo gitu ... sebagai rasa maafku, gimana kalo seka-rang aku traktir kamu makan" Mau, ya! Pliiis ...!"
"Oke, deh!" Tasya tersenyum tipis.
Ari pun memarkirkan mobilnya di sebuah kafe tenda di pinggir jalan. Mereka memesan makanan, tapi memutus-kan untuk makan di mobil.
Tasya yang masih merasa gondok dan kesal dengan kejadian tadi, berusaha mati-matian melupakan kejadian itu. Tasya masih berusaha menerima Ari sebagai salah satu kriterianya, padahal jelas-jelas Tasya nggak suka sama cowok jorok.
EEEUUU ...! Dengan spontan, suara lengkingan yang lain lagi terdengar dari Ari. Kali ini keluar dari mulut Ari.
Tasya kesal banget dengan kelakuan Ari. Bener-bener nggak bisa ditoieiir iagi! Ini orang maunya apa, sih" Bener-bener bikin gue muak!
Tasya yang saat itu juga kehilangan selera makan, langsung menyudahi makanannya yang masih bersisa banyak. Sementara Ari, lagi-lagi cengengesan dengan kelakuannya, namun kali ini Ari nggak minta maaf sama Tasya. Menurut Ari, sendawa masih dalam hal yang wajar.
"Lho, Sya, makanannya nggak diabisin, sih"" tanya Ari sambil melihat makanan Tasya yang dibiarkannya.
"Gue udah kenyang! Pulang, yuk!" Tasya ketus pada Ari, dan mulai ber-elo-gue.
Ari sama sekali nggak nyadar sama Tasya yang semakin kesal pada dirinya. Padahal, Tasya terang-terangan nun-jukin kebeteannya.
Ari pun mengantar Tasya pulang sampai depan rumah-nya.
"Oke Ri, gue duluan! Daaagh ...!" kata Tasya sedikit jutek.
"Sya!" panggil Ari sebelum Tasya memasuki pagar rumah-nya.
"Kenapa"" "Kamu nggak apa-apa, kan"" tanya Ari hati-hati dan sedikit kebingungan dengan perubahan sikap Tasya.
"Nggak! Emangnya kenapa sama gue"" Tasya malah balik nanya.
"Nggak, sih. Mmm ... besok jalan lagi, yuk!"
"Aduh, sori! Gue nggak janji, gimana besok aja. Udah ya, gue masuk, daaagh!"
"IIIH ... gue sebel banget! Kok, bisa-bisanya dia kentut sama sendawa di depan gue"! Jorok banget nggak sih, tuh orang"!" Tasya menceritakan pada teman-temannya ketika pulang sekolah keesokan harinya.
"Hahaha Cindy, Nana, dan Marshall kompak tertawa mendengar curhat Tasya yang menurut mereka sangat lucu.
"Kok, malah pada ketawa, sih" Nggak tau apa, gue lagi kesel gini" Gue bingung, kenapa ya, tiap gue jalan sama gebetan gue, pasti aja selalu akhirnya gue iifeei sama mereka"!" Tasya nyerocos dengan kesal.
"Elo aja kali Sya, terlalu tinggi matok standar kriteria," kata Marshall yang masih kegelian.
"Iya! Makanya, jadi orang nggak usah sok pengin dapet yang sempurna. Emangnya, ada cowok yang sesempurna yang elo mau"" Cindy ikut-ikutan nyalahin Tasya.
"Iya Sya, mending mulai sekarang coba nerima cowok itu apa adanya, pasti elo dapetin soulmate1. Percaya, deh," saran Nana.
"Iya juga, sih. Elo bener, Na. Kalo gue kayak gini terus, pasti gue nggak bakal dapet cowok. Ya udah deh, gue bakal coba! Tapi ... gue nggak mau ah, kalo harus deket lagi sama Ari. Udah keburu ilfeel ! Elo bayangin aja ken-tutnya itu ... wuiiih! Bau telor busuk! Gue aja sampe mau muntah!"
"Tapi, siapa tau Ari bakalan berubah. Siapa tau kema-ren dia nggak sengaja aja kelepasan kentut di depan elo," kata Cindy.
"Aduuh ... tetep deh, gue nggak mau! Lagian, gue kasih tau sama elo semua, yang namanya Ari itu punya penyakit kentut tiap malem. Bayangin aja, bisa-bisa gue mati keracunan! Cinta sih, cinta, tapi ... kalo pake kentut, ogah gue!"
"Ya udah ... ntar elo gue kenalin sama temen gue. Mau nggak" Anaknya cak
ep juga, kok. Kalo suka kucing apa nggak, nggak usah ditanya. Tapi, dia rada-rada cuek sama dandanannya. Jadi, kadang suka urakan, dekil ya ... gitulah ... tapi dijamin nggak bau, kok. Gimana, mau coba nggak"" tawar Marshall.
"Boleh, deh!" Tasya tersenyum tipis.
"MARSHALL! Elo kok, jahat" Kok, cuma nawarin Tasya aja" Gue, dong! Elo nggak kasian apa sama gue" Gue kan, kesepian."
"Dy ... sayangnya, stok gue terbatas Marshall menggoda.
Cindy langsung manyun. "Cieee ... yang bakal punya soulmate baru!" goda Nana pada Tasya.
"Eits! Ntar dulu ... bukannya udah ada yang janji nih, bakalan nraktir kita-kita kalo ternyata prediksinya salah!" Marshall mengingatkan janji Tasya.
"Bener! Asyik, akhirnya makan-makan juga! Kebeneran lagi kelaperan," Cindy menimpali.
"Iya, Sya! Ayo, dong! Yuk, makan!" rengek Nana.
"Iya ... iya! Dasar ya, elo semua emang pada nggak tau diri. Temen lagi sedih, malah diminta nraktir! Bahagia di atas penderitaan orang tuh, namanya!"
"Jadi, kapan makan-makannya"" tanya Marshall
lagi. "Iya, kapan"" Cindy ikut mendesak. "Sekarang juga kita cabut! Come on ... Geng Ber-empat!"
Mereka pun langsung pergi ke kafe The Black Coffebar. Marshall langsung mengontak Rio, temannya yang mau dicomblangin sama Tasya.
Ternyata, Rio lebih dulu datang daripada mereka berempat. Marshall menyapa Rio lebih dulu sambil memeluknya.
"Hai Man ... apa kabar" Gileee ... bawa bidadari tiga biji, nih"" sapa Rio pada Marshall.
Rio yang sore itu berpakaian agak urakan dengan aksesori yang banyak di tubuhnya, ternyata bukan cuma cuek, tapi juga ngomongnya ceplas-ceplos nggak di-kontrol.
"Hai, Bro! Wah ... makin gila aja elo kayaknya!" sapa Marshall balik sambil menepuk pundak Rio.
"Oya, kenalin bidadari-bidadari gue. Cantik-cantik, kan"" ujar Marshall bangga.
"Halo ... gue Rio. Nama gue sih, sebenernya Mario Pratama, tapi panggil aja gue Rio, okey"" kata Rio.
Gue Tasya. Sebenernya, nama gue Fatasya Hezkika. Tapi, panggil gue Tasya aja. Oke"" kata Tasya niruin kata-kata Rio.
"Oh ... Tasya, halo Tasya, kamu cantik, ya!" puji Rio asal.
"Nana," giliran Nana memperkenalkan dirinya.
"Oh ... ini yang namanya Nana, Shall" Jadi, ini calon nyonya Marshall"" kata Rio lagi asal, dan membuat muka Nana memerah.
"Aku Cindy," kata Cindy yang juga menjabat tangan Rio.
"Wuiiih ... Cindy kamu cakep juga!" puji Rio lagi
asal. Dunia Preti #7 Suara kucing sering ditulis "meong" dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Inggris yang digunakan di Amerika, suara kucing ditulis "meow". Di negara Inggris sendiri, penulisan-nya adalah "meow" juga dalam bahasa Perancis, "nya" dalam bahasa Jepang. Suara "meong" kucing memiliki berbagai arti tergantung pengucapannya oleh si kucing. Kucing juga dapat mengelu-ar-kan suara seperti deng-kuran panjang yang sering disukai manusia. Karena suara ini bukan vokal, maka kucing dapat mengeluarkan suara dengkuran dan me-ngeong pada saat yang sama.
Umumnya, semua daun telinga kucing tegak. Tidak seperti pada anjing, kucing dengan telinga terlipat amat jarang ditemukan. Jenis Scottish Fold adalah salah satu jenis kucing dengan mutasi genetik yang langka ini. Ketika marah atau takut, daun telinga kucing jenis ini akan tertekuk ke belakang sementara si kucing mengeluarkan suara menggeram atau mendesis. Ketika mendengarkan suatu suara, daun telinga kucing akan bergerak
ke arah sumber suara; daun telinga kucing dapat mengarah ke depan, ke samping, bahkan seolah menoleh ke belakang.
Inikah si Solmet" Seperti biasa, kalo urusan menarik perhatian
cowok, Tasya juaranya. Siapa sih, yang nggak suka sama Tasya" Sekali melihat Tasya tersenyum aja, pasti langsung serasa ada magnet yang menarik para cowok.
Tasya pun semakin dekat sama Rio. Tasya mulai belajar nerima orang apa adanya, terbukti udah seminggu ini Tasya sering jalan bareng Rio. Setiap Rio melakukan hal-hal yang dirasa nggak pantas oleh Tasya, Tasya langsung buru-buru menepisnya. Demi soulmate.
Tasya senang jika dekat dengan Rio, walaupun pembicaraan mereka hanya seputar teman-temannya, ataupun hal-hal yang standar, tapi Tasya merasa sangat nyambung. Baginya, Rio itu unik. Di depan Rio, Tasya
merasa nggak perlu jaim-jaim lagi, mereka malah seperti seorang sahabat yang sudah lama saling kenal.
"Eh, gimana kabarnya si Cindy" Dia udah dapet gebet-an, belum"" kata Rio waktu mereka jalan-jalan ke mal.
"Iya, tuh anak sampe sekarang masih suka sewot aja kalo udah ngeliat si Nana sama Marshall deket-deketan. Sirik gitu, deh!"
"Hahaha ... kasian juga tuh anak! Padahal, dia cantik! Gue seneng lho, sama cewek yang suka dandan kayak dia. Elo kok, nggak dandan sih, Sya" Kalo dandan, pasti makin cantik, deh!"
"Huuuh ... gombal!"
"Eh, Nana belum pernah pacaran, ya" Kasian ya, Marshall sampe sekarang cintanya belum dijawab juga."
"Iya, Nana emang kayak anak kecil! Tau tuh, mau sampe kapan ngegantung perasaan Marshall."
"Kalo Cindy, dia udah berapa kali pacaran" Kalo elo pasti banyak ya, Sya"" tanya Rio lagi.
"Uh ... malah banyakan Cindy daripada gue!"
"Iya, sih. Elo kan, kebanyakan jual mahalnya.
"Ih ... enak aja! Sok tau!" protes Tasya.
"Tau, dooong! Marshall yang bilang."
Sial! Marshall cerita apa aja nih, tentang gue" Jangan-jangan, dia cerita tentang Ari juga! Oh my God, malu-maluin aja!
Sepulang dari mal, Tasya yang sore itu diantar pulang oleh Rio sampe depan rumahnya, langsung masuk ke kamarnya. Buru-buru Tasya mencari Pretti.
"Pretti ... Pretti Tasya memanggil kucing kesayang-annya itu.
"Meong ...." Pretti menghampiri Tasya.
"Aduh Sayang, kamu ngapain aja hari ini" Duh, aku kangen banget sama kamu. Pretti udah makan belum" Kok, kamu kayaknya kurusan, sih" Eh Pretti, aku mau curhat lagi nih, tentang Rio. Barusan, aku abis jalan-jalan sama Rio. Makin hari,
aku makin deket aja sama Rio. Pretti, kalo kata kamu, kira-kira dia soulmate aku bukan"" "Meooong ...."
"Apa" Kamu bilang Rio soulmate aku" Yang bener" Makasih Pretti, kamu emang kucing aku yang paling cantik sedunia. O iya, jujurnya ya ... sebenernya sih, Rio itu sama sekali bukan tipe aku, walaupun dia emang suka juga sama kucing. Tapi kalo diliat-liat, Rio tuh bertolak bela-kang banget sama yang aku mauin. Tapi kenapa ya Pretti, aku sama sekali nggak peduli. Yang aku tau, aku sekarang ngerasa suka banget sama Rio. Makanya walaupun dia urakan, dekil, pecicilan ... tapi kok, aku mau, ya" Oh ... mungkin ini yang namanya soulmate. Iya, kan"" curhat Tasya lagi panjang lebar.
"Meooong..." lagi-lagi Pretti menjawab curhat-an Tasya, seolah-olah memang sedang ngobrol bersama.
"SELAMAT siang anak-anak. Baiklah untuk membuka acara bazar dan malam amal ini marilah kita bersama-sama mengucapkan basmalah," kata kepala sekolah saat pidato pembukaan acara.
Semua anak yang hadir di situ serentak mengucap-kan,"Bismillahirrahmanirrahiim ...."
"Ya, sebelum kita mulai acara bazar ini. Saya
selaku kepala sekolah 5MA Plus 05 ingin menyampaikan kabar gembira. Kabar gembira bagi 5MA tercinta kita. Kabar yang juga mengharumkan nama sekolah kita. Yaitu pengu-muman peserta yang lolos menjadi calon anggota paskibra tingkat nasional."
"Horrreee ... Tasya ... Tasya ... Tasya ...!" terdengar suara riuh anak-anak yang juga memanggil-manggil nama Tasya.
Hidung Tasya jadi kembang kempis melihat dukungan-nya yang begitu banyak.
"Ada lima orang anak yang lolos. Baiklah, Bapak akan menyebutkan nama-namanya. Yang bersangkutan harap maju ke depan. Yang pertama, Tora dari kelas 2-E. Yang kedua Gina dari kelas 1-C. ketiga, Fatasya Hezkika dari kelas 2-A
Suara anak-anak bertambah riuh saat nama Tasya disebutkan. Tinggal nama Nana yang belum disebut.
"Keempat, Galih. Dan kelima Budi dari kelas 2-B. Ya ... itulah nama anak-anak yang telah mengharumkan seko-lah kita. Tepuk tangan untuk mereka
"Tuh kan, gue bilang juga apa" Anak cengeng, anak lemah kayak elo, nggak mungkin bisa lolos. Elo tuh cuma mimpi doang, tau"! Kasian banget elo, ya!" ledek Meli, Sita, dan keempat temannya pada Nana. Nana diam dan hanya menunduk.
"Heh, Nenek Lampir kurang kerjaan. Diem elo semua! Pergi nggak" Resek!" bentak Cindy membela Nana.
Keenam orang itu pun pergi meninggalkan Nana, Cindy, dan Marshall.
"Mereka bener lagi, Dy. Gue tuh emang nggak bakat. Gue tuh emang lemah kayak apa yang mereka bilang. Bukti-nya, kayak gini aja gue
pake nangis segala," kata Nana dengan penuh kesedihan.
"Aduh Na, udah, dong! Elo harusnya bangga. Elo udah bisa lolos sampe tes kedua aja itu udah suatu kebanggaan. Daripada mereka"" bujuk Cindy.
"Iya, Na. Masa gitu aja elo nyerah" Elo kan, masih bisa seneng, soalnya Tasya sahabat elo bisa lolos juga. Iya, kan"" giliran Marshall membujuk Nana.
"Na, elo harusnya bangga sama diri sendiri. Elo harus pede. Belum tentu semua orang bisa ngelakuin apa yang udah elo lakuin. Jadi, elo nggak boleh pesimis gitu. Keme-nangan gue, kemenangan elo juga, kan"" tiba-tiba, Tasya datang dan ikut memberikan dukungan.
Nana pun tersenyum dan memeluk Tasya. "Selamat ya, Sya
Solmet Karya Restee di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Makasih ya, Na."
"Hey ... udahan yuk, maen film Indianya. Mending sekarang kita mulai jualan gelang!" ajak Marshall.
"Yuk ya yuuuk!" jawab Tasya, Nana, dan Cindy kompak.
"Gelaang ... gelang ... gelang persahabatan. Murah murah ... cuma tiga rebu perak. Ayoo gelang
gelang!" teriak Marshall mempromosikan gelang-gelangnya di stan bazarnya.
"Iya nih ... gelang persahabatan model terbaru. Yang nggak punya nggak gaul. Gelang persahabatan, yang nggak punya, nggak gaul!" teriak Tasya nggak kalah ken-ceng mempromosikan gelangnya.
"Sya, nggak punya, nggak gaul" Maksudnya apaan, tuh"" tanya Cindy heran.
"Yeee ... itu moto gelang produk kita. Bagus kan, motonya""
Mereka berempat sibuk menjual gelang-gelang per-sahabatan itu. Anak-anak kontan langsung membeli gelang-gelang itu. Abis ... takut dibilang nggak gaul. Hahaha ... ada-ada aja!
"Gue beli juga dong, Sya." Tiba-tiba, Rio muncul di acara bazar yang dibuka untuk umum itu.
"Eh, elo. Asyiiik ... belinya yang banyak, ya! Asyik ... penglaris!" kata Tasya serasa penjual di pasar-pasar.
"Gue beli dua, deh. Satu buat gue, yang satu lagi buat sahabat gue. Elo!" Rio menyerahkan gelang yang sudah dibelinya ke Tasya.
Tasya senyum-senyum kege-eran dengan perlakuan khusus Rio.
Acara bazar berlangsung meriah. Selain banyak per-wakilan dari kelas yang berjualan di stan bazar. Anak-anak juga nyumbang kreativitas masing-masing sebagai perwakilan dari setiap kelas. Ada band-band, opera, dan juga modern dance. Semua anak begitu menik-mati acara bazar tersebut. Apalagi saat perwakilan anak kelas tiga, yaitu geng Gulz Dancer yang turut memeriahkan acara siang itu.
"Ya, berikut ini kita sambut perwakilan dari anak-anak kelas tiga dengan modern dance-nya. Tepuk tangan!" kata MC.
Satu per satu anak-anak Gulz Dancer menaiki panggung.
"Five-six-seven .... Go!" aba-aba Sita pada teman-temannya untuk memberikan hormat ala mereka.
Tak lama, terdengar musik yang begitu keras. Uuups! Nah, lho" Kok, malah lagu dangdut yang terdengar"
Kontan aja semua penonton berteriak, "Huuu
...!" Akhirnya, Gulz Dancer turun panggung tanpa sempat beraksi. Dengan terpaksa, mereka pun harus menahan malu.
Ya, itulah aksi yang paling seru dalam acara bazar SMA Plus 05. Kejadian itu benar-benar menghibur mereka. Apalagi untuk Tasya, Nana, Cindy, dan Marshall. Yang bisa dipastiin mereka tertawa puas melihat tingkah konyol kakak kelasnya itu. Abiiis ... udah dandan abis-abisan. Nggak taunya GATOT! GAGAL TOTAL!
Acara bazar pun selesai dengan sukses. Semua gelang yang dijual Tasya cs terjual tak tersisa. Gelang mereka benar-benar paling laris di bazar itu. Hasil penjualan gelang mereka pun tentu akan langsung diserahkan pada acara malam amal. Tasya, Nana, Cindy, dan Marshall benar-benar puas dan senang dengan hasil kerja mereka yang sukses.
Dunia Preti #8 Kucing termasuk hewan yang bersih. Mereka sering merawat diri dengan menjilati rambut mereka. Saliva atau air liur mereka adalah agen pem-bersih yang kuat, tapi dapat memicu alergi pada manusia. Kadang kala kucing memuntahkan hairball atau gulungan rambut yang terkumpul di dalam perut mereka.
Kucing menyimpan energi dengan cara tidur lebih sering ketimbang hewan lain. Lama tidur kucing bervariasi antara 12-16 jam per hari, dengan angka rata-rata 13-14 jam. Tetapi tidak jarang dijumpai kucing yang tidur selama 20 jam dalam satu hari.
Gue bilang juga Apa "!
'.L'asya masih jalan bareng Rio. Walaupun sebenernya yang dilakukan Tasya dan Rio
setiap harinya selalu sama, nggak jauh dari makan dan ngobrol.
"Sya, gimana" Sukses nggak, gelang-gelang yang kemaren"" tanya Rio sambil melahap makanan pesanannya.
"Sukses abis, dong! Gila, gue bener-bener seneng! Nggak nyangka bakalan laku nggak bersisa."
"Jelas aja laku. Semua orang kan, beli gara-gara nggak mau dianggap nggak gaul. Abis, ada-ada aja punya slogan. Apaan tuh slogannya" Gue lupa!"
"Nggak punya, nggak gaul. Hehehe jawab Tasya girang.
"Tuh ... kan, jelas aja mereka beli. Hahaha
"Termasuk elo, dong" Berarti, elo takut juga ya, dibilang nggak gaul"" ledek Tasya.
"Nggak juga, tuh. Gue sih, ngebantuin kalian aja, biar cepet laku. Oya, elo seneng kan, sama gelangnya""
"Iya, trims, ya!" Tasya tersenyum semanis mungkin.
"Sya, elo sama Cindy dan Nana itu temenannya udah lama banget, ya" Kayaknya akrab banget," kata Rio lagi di sela-sela pembicaraan mereka.
"Ya iyalah ... kita temenan udah dari awal masuk SMA. Pokoknya, kita tuh bener-bener kompak," jawab Tasya bangga.
"Berarti, udah kenal sifat masing-masing, dong""
"Jelas, dong ... apa sih, yang nggak kita tau. Kita pasti udah kenal sifat masing-masing, makanya kita tuh nggak pernah berantem."
"Kalo gue perhatiin, Nana anaknya manja, ya" Kayak anak kecil gitu. Terus, kalo elo kayaknya cuek sama penam-pilan, kadang-kadang gila. Pokoknya, elo tuh, paling asyik diajak temenannya."
"Kok, elo tau, sih""
"Ya ... keliatan aja. Tapi, kalo Cindy sifatnya gimana, sih""
"Cindy itu orangnya bener-bener perhatian sama penampilan. Wah, tuh anak hobinya ke salon. Dia paling betah kalo udah di salon. Cindy juga anaknya asyik banget diajak temenan. Pokoknya, dia baek banget sama temen. Gue aja kadang-kadang suka minta dianter-jemput dia. Hehehe .... Oh iya, ada lagi. Cindy tuh pembalap sejati. Dia kalo udah nyetir, ngebut banget. Suka nyalip-nyalip kayak sopir angkot gitu, malah sopir angkot aja kayaknya kalah sama dia."
"Ooo .... Jadi, Cindy kayak gitu, ya" Baru tau gue. Sya, tipe cowok yang disuka cewek itu kayak apa, sih" Atau tipe elo kayak apa, Sya""
"Yang jelas, tipe setiap orang itu beda-beda. Kalo gue, gue suka sama cowok yang perhatian,
sayang sama gue, cakep, baek ... yang standar-standar. Yang pasti sih, gue nggak suka sama cowok yang nggak suka sama kucing," jelas Tasya.
"Gue pernah denger tuh dari si Marshall. Katanya elo benci banget sama cowok yang nggak suka kucing. Emangnya kenapa, sih" Kok, kayaknya alesan elo aneh banget!"
"Enak aja dibilang aneh! Denger ya ... gue punya teori tentang kucing. Kalo cowok yang sayang sama kucing, berarti itu cowok juga bakal sayang dan merhatiin cewek-nya," papar Tasya dengan semangat mempromosikan teori kucingnya.
"Kata siapa" Emang udah pasti" Berarti, gue termasuk tipe elo, dong""
"Mmm ... gue pikir-pikir dulu, ya!"
"Terus ... terus ... kalo tipe Cindy kayak apa" Kalo tipenya Nana kan, jelas kayak si Marshall. Nah, kalo tipe Cindy kayak apa, Sya"" Rio masih penasaran dengan tipe-tipe yang cewek suka dari cowok.
"Mmm ... setau gue, Cindy itu seneng banget sama cowok yang rapi. Kayak eksekutif muda gitu. Ya ... po-koknya yang satu selera sama dialah. Yang merhatiin penampilan juga, yang wangi, rambutnya rapi, pokoknya nggak urakan," Tasya menggambarkan ciri-ciri tipe cowok Cindy.
"Oh ... gitu, ya" Gue bingung deh, sama cewek. Kenapa sih, kayaknya jarang ada cewek yang mau nerima cowok apa adanya" Padahal, penampilan itu belum tentu nun-jukin sifat orang yang sebenernya."
"Iya juga, sih. Buktinya ... elo. Gue kira, awalnya sifat elo seurakan penampilan elo. Ternyata, elo lebih baek dari yang gue kira," puji Tasya.
"Tuh kan, gue bilang juga apa! Harusnya, semua cewek itu punya teori kayak gue. Bukan kayak elo," ledek Rio.
"Dasar!" "Sya, nanti gue ke rumah elo, ya" Ada hal yang penting banget yang mau gue bilang."
"Ngomong apaan, sih" Di sini juga bisa! Di sini aja, deeeh!" bujuk Tasya manja.
"Nggak, ah ... malu! Nanti aja. Biar jadi kejutan buat elo."
"Di sini aja, ya," rayu Tasya lagi.
"Nggak pas waktunya. Pokoknya, ntar juga elo tau, deh! Oke""
Waaah ... Rio mau bilang apa, ya" Apa dia bakai nembak gue" Akhirnya ... gue nemuin
soulmate/ Sampai rumah, Tasya langsung buru-buru nelepon Cindy dan Nana. Tasya nyeritain semua yang dialaminya. Nana dan Cindy ngasih jawaban mirip.
"Waaah .... Hebat elo, Sya! Itu tandanya, nanti malem Rio bakalan nembak elo! Duuuh ... akhirnya temen gue nggak jomblo lagi! Pokoknya Sya, elo nanti harus buru-buru kabarin gue lagi, ya. Kalo si Rio udah pulang dari rumah elo nanti. O iya, Sya, kalo udah jadian nanti ... elo jangan lupa sama gue yang masih jomblo! Minta cariin ke Rio buat gue. Masa sih, dia nggak punya stok buat gue" Apa
perlu nih, gue banting harga"!" kata Cindy pan-jang lebar.
"GILA!!! Aduh, Tasya! Akhirnya, elo berhasil juga dapetin soulmate1. Tuh, gue bilang juga apa" Kalo kita mau nerima orang apa adanya, pasti kita dapetin orang yang terbaik. Duuuh Sya, gue nggak sabar nih, nungguin nanti malem. Oh ... gini aja, Sya, gimana kalo elo rekam semua omongannya Rio nanti malem" Gue juga pengin denger langsung kata-katanya. Hehehe ... seneng deh, gue ngedengernya. Nggak sia-sia ya, semua perjuangan elo! Va ... Sya! Pliiis ... rekamin buat gue! Nggak rugi ini dan bisa buat kenang-kenangan. Iya, nggak" Pliiis ...!" kata Nana tak kalah panjang dengan Cindy.
Malamnya, Tasya sibuk mencari baju yang pas. Tasya mencoba dandan dengan make-up. Bahkan, Tasya bela-belain minjem make-up mama demi Rio seorang. Padahal, Tasya sendiri juga tau kalo mereka nggak akan pergi ke mana-mana. Tapi, apa salahnya dandan sekali-kali, buat orang yang disayang.
"Ma, aku udah cantik, belum"" tanya Tasya pada ma-ma-nya yang mendandani anak semata wayangnya.
"Cantik. Siapa dulu dong, mamanya""
"Yeee ... Mama, malah muji diri sendiri."
"Iya,nih Harusnya, siapa dulu dong, papanya," kata papa nggak mau kalah.
"Huuuh ... ini Mama sama papa sama aja! Suka ngejayus!" ledek Tasya pada mama-papanya.
"Duuuh, Rio mana ya, Ma" Kok, lama bener" Tasya udah nggak sabar deh, Ma!" kata Tasya.
"Sabar, dong! Rio juga perlu dandan, sama kayak kamu."
"Masa Rio dandan juga, sih""
"Lho ...jangan salah. Cowok juga suka dandan. Papa aja dulu kalo mau ngapel ke rumah mama, pasti selalu rapi, wangi lagi. Emangnya, cewek aja yang harus dandan""
TING ... TONG! Bel rumah Tasya berbunyi. Tasya langsung melirik mamanya sambil tersenyum penuh arti.
"Udah ... sana, gih! Tuh, pangeran udah datang!" goda mama.
Tasya pun langsung berlari kecil menghampiri pintu rumahnya, ia yakin sekali Rio yang datang malam itu.
"Hai Tasya sapa Rio ketika Tasya membuka pintu.
"Hai juga Rio sapa Tasya dengan manis. Tasya saat itu benar-benar heran dengan perubahan Rio yang drastis.
Rio memakai kemeja putih dan jins bersih, nggak belel kayak biasanya. Rambutnya disisir rapi. Pokoknya, beda banget.
"Wah ... Sya, elo cantik banget. Mau pergi, ya"" kata Rio memuji.
"Elo juga mau ke mana" Tumben banget!"
"Ada, deeeh! Sya, gue nggak diajak masuk, nih"" kata Rio yang masih berdiri di depan pintu.
"Iya ... masuk, deh!" Tasya mempersilakan
masuk. "Elo mau ngomong apaan, sih"" Tasya penasaran, dan siap dengan HP-nya. Tasya siap-siap merekam semua per-ca-kapannya malam itu, seperti yang disarankan Nana.
"Mmm ...." "Udah, deh. Nggak usah grogi gitu, dong."
"Sya, kok, elo jadi dandan gitu sih, kayak Cindy aja dandan. Ngikutin Cindy, ya"" Rio malah mengalihkan pembicaraan.
Tasya senyum-senyum aja nggak menjawab dan mulai menyalakan rekamannya.
"Sya. Mmm ... gue ... gue suka sama
Bener juga nih, apa yang Nana sama Cindy bilang. Ternyata ... dia mau nembak gue. Malah, dia pake acara gugup segala lagi.
"Kok, berhenti" Terusin, dong!"
"Tapi, elo janji, ya"!" pinta Rio tiba-tiba.
"Janji apaan, sih" Udah deh, bilang dulu ada apa" Elo kok, gugup banget" Nyantai aja lagi!"
"Janji dulu, elo nggak bakal ngetawain gue," pinta Rio.
"Iya gue janji. Masa sih, gue ngetawain elo. Lagian, apa yang musti gue ketawain""
"Gue suka ... Cindy. Sya ... gue minta elo ante-rin gue ke rumah Cindy sekarang," kata Rio mantap dan penuh harap.
Tasya yang malam itu udah prepare abis-abisan demi Rio ... langsung kaget! Dia nggak percaya semua yang Rio bilang.
Nggak mungkin. Gue pasti saiah denger! Nggak mungkin Rio suka sama Cindy. K
enapa" Kenapa harus Cindy" Terus, kenapa selama ini Rio deket sama gue" Kenapa nggak sama Cindy" Pan tes aja selama ini Rio lebih seneng ngebahas Cindy. Pantes aja Rio bilang dia suka ngeliat cewek kayak Cindy yang dandan. Pantes aja tadi pas Rio muji gue, dia masih juga nyebut nama Cindy!
Batin Tasya menangis. Tasya masih terdiam dan be-ngong dari kagetnya. Tasya sama sekali nggak bisa nangis. Yang menangis adalah batinnya.
"Sya ... elo kenapa" Kaget" Gimana, sih" Seneng ya, ngedengernya" Makanya, sekarang anterin gue ke rumah Cindy. Gue kan, malu kalo tiba-tiba datang sendirian," ajak Rio tanpa rasa bersalah karena nggak tau apa-apa tentang perasaan Tasya.
"Hah" Ke rumah Cindy" Sekarang" Mmm ... gimana ya ...." Tasya ragu dan malas.
"Ayo dong, Sya. Kok, elo tega sama gue" Elo kan, adik gue yang paling cantik. Lagian, gue pengin elo nyaksiin hari kebahagiaan gue. Gue pengin elo jadi orang yang per-ta-ma tau. Karena gue udah nganggep elo sahabat gue. Mau, ya""
Apa " Dia bilang adik " Jadi, selama ini dia cuma anggep gue sebagai adiknya" Sial! Brengsek! Kok, gue bisa sebodoh ini"! Tasya mengutuk diri sendiri dalam hati.
Tasya berusaha untuk tetap tegar dan tidak menangis. Baginya, kebahagian Cindy juga adalah kebahagiannya. Malam itu, Tasya dan Rio pergi ke rumah Cindy. Tasya sadar, HP-nya yang masih
merekam itu belum dimatikan, buru-buru Tasya menekan tombol cancel di HP-nya. Rekaman yang sengaja ia buat, benar-benar kenangan yang tak terlupakan baginya. Kenangan buruk yang pernah ia alami sepanjang hidupnya.
Belum pernah Tasya merasa dikecewain orang yang disukainya, batinnya selalu menyalahkan diri sendiri. Dia merasa semua ini adalah karma karena telah seenaknya meninggalkan orang-orang yang diberi harapan olehnya hanya karena nggak masuk kriterianya.
Dengan terpaksa, Tasya mengantar Rio ke rumah Cindy. Walaupun selama perjalanan, mereka saling berdiam diri.
Mereka pun sampai di depan rumah Cindy, kaki Tasya semakin lemas. Setiap langkahnya mendekati pintu rumah Cindy. Ada perasaan kesal dan iri tentunya pada Cindy, tapi Tasya buru-buru menepisnya, karena ia tahu semua ini sama sekali bukan salah Cindy. Bahkan, Cindy selalu mendukung setiap langkah Tasya. Jadi, nggak adil kalo Tasya menyalahkannya.
Pintu rumah itu terbuka setelah Rio mengetuknya, dilihatnya cewek cantik berdiri di hadapan mereka. Cindy malam itu hanya mengenakan jins dan kaus kuning. Dengan rambut yang dibiarkan terurai, Cindy terlihat semakin menarik di mata Rio.
"Waaah ... ada acara apaan, nih" Kok, pada ke sini" Oh ... gue tau! Pasti elo berdua mau traktir gue, ya" Selamat, ya! Wuiiih ... elo berdua kompak banget! Udah pada rapi semua Cindy ngoceh
tanpa henti, tanpa ngasih kesempatan pada mereka untuk bicara. Cindy menyangka kedatangan mereka itu membawa kabar gembira.
Tasya semakin menunduk dan menahan malu, sementara Rio bingung dengan semua ucapan Cindy.
"Sya, kok, elo diem aja"" Cindy mulai merasa a-da yang aneh ketika Tasya menunduk, nggak seperti biasanya.
"Gue ke sini nganterin Rio, Dy. Dia ada perlu sama elo," Tasya berkata pelan.
"Hah" Gue" Maksud elo"" Cindy kebingungan dan kesulitan mencerna kata-kata Tasya.
"Gue ... gue suka elo ... Dy .....11 Rio menatap
Cindy penuh rasa cinta. Cindy kaget seketika. Dia langsung menatap bingung pada Tasya, seakan minta penjelasan dari Tasya.
"Iya, Dy. Elo denger sendiri barusan, kan" Rio suka sama elo!" Tasya dengan berat hati menjelaskan kembali. Kali ini, Tasya nggak tahan sama perasaannya. Walaupun udah bertekad untuk nggak nangis, tapi semua itu nggak bisa dihindari lagi.
Tesi Air matanya mulai mengalir. Tasya langsung berlari pergi meninggalkan mereka berdua. Meninggalkan Cindy yang masih bingung dengan keadaan malam itu.
"Maksud elo apaan, sih" Udah deh, jangan bercanda sama gue!" suara Cindy meninggi ketika ditinggal berdua-an sama Rio.
"Kayak yang tadi gue udah bilang. Gue suka sama elo!"
"Hah"! Gila apa"!"
"Gue serius, Cin. Gue suka sama elo sejak kita kenalan. Gue suka sama elo karena elo cantik. Elo tuh, cewek yang selama ini gue cari."
"Aduuuh ... sumpah deh, ya! Gue bener-bener nggak ngert
i maksud elo apaan" Terus, kenapa elo selama ini deket sama Tasya"" Cindy masih dengan nada tingginya.
"Gue sama Tasya nggak ada hubungan apa-apa. Gue selama ini deket sama dia ... karena gue pengin cari tau informasi semua tentang elo. Dan gue nganggep Tasya cuma sebates sahabat. Nggak lebih."
"Gila elo, ya! Elo bener-bener nggak punya o-tak, apa" Elo nggak punya perasaan, apa" Elo nggak mikir apa, gima-na perasaan Tasya""
"Perasaan Tasya gimana" Tasya biasa aja, kok. Buktinya, dia nganterin gue ke sini."
"Biasa aja ... muka elo peang!"
"Cindy! Kok, kasar banget sih, sama gue" Elo nggak suka, ya" Ya udah. Gue cuma mau pastiin aja, elo mau nggak jadi pacar gue" Pliiis ... jawab sekarang," Rio memohon.
Cindy masih masang muka perang.
"O iya, ini bunga mawar kuning buat elo. Ini kesukaan elo, kan" Gue tau semua kesukaan elo dari Tasya," lanjut Rio lagi sambil menyodorkan mawar kuning.
Cindy menerimanya. "Gimana" Kok, dari tadi diem aja" Elo mau nggak jadi pacar gue" Jawab, dong!" desak Rio. "Mau tau jawabannya"" "Iya."
"Sekarang""
"Hm ...." Rio mengangguk pasti sambil tersenyum-seyum.
"Jawabannya ... elo merem dulu, deh! Gue mau kasih elo surprise," suruh Cindy.
Rio mengikuti perintah Cindy.
PLAAAK!!! "Itu jawaban dari gue!" kata Cindy kasar setelah mendaratkan tanparannya di pipi Rio, ditambah dengan me-lemparkan bunga mawar kuning ke muka Rio.
Rio masih bingung dengan sikap Cindy. Dia mengelus-ngelus pipinya yang kesakitan sambil berkata, "Tapi ... Dy
"Tapi apa, hah" Mau gue tonjok lagi" Pergi nggak, lo! Awas ya, kalo sampe liat muka elo lagi, gue hajar elo abis-abisan!" kata Cindy kasar, lalu ninggalin Rio yang masih mematung di teras depan rumahnya.
Cindy langsung masuk ke kamarnya. Ia buru-buru mengambil HP, memastikan Tasya baik-baik aja. Berkali-kali Cindy menelepon, tapi selalu mailbox yang menjawab. Cindy benar-benar khawatir dengan keadaan Tasya. Apalagi tadi Tasya berlari sambil menagis. Cindy takut terjadi sesuatu pada Tasya, hari sudah semakin malam.
Cindy langsung memutuskan untuk nelepon Na
na, dan kebetulan Nana malam itu belum tidur seperti hari-hari biasanya. Padahal, saat itu sudah jam sepuluh malam. Ajaib banget kan, Nana yang biasanya tidur jam delapan, sekarang masih melek. Jadi, Cindy nggak perlu repot-repot membantu Nana mengumpulkan kesadarannya dari tidurnya.
"Na, Na ... duh gimana, nih"" kata Cindy langsung, tanpa basa-basi.
Keruan Nana yang berpredikat lemot itu, semakin lemot.
"Aduh kenapa sih, Dy" Belom ngerjain pe-er lagi" Aduuuh ... itu kan, masih lama! Besok hari Minggu, masih banyak waktu lagi!"
"Aduuuh, Nana! Bukan itu!"
"Abis" Ooo ... gue tau! Pasti elo abis ketemu kecengan, ya""
"Bukan, Na! Ini gawat! Ini gawat, tau"!" ucap Cindy khawatir.
"Iya ... kenapa sih, Dy" Aduuuh ... elo tuh bukannya bantu gue supaya sembuh dari lemot. Malah bikin gue makin lemot aja!"
"Tasya ... Tasya lagi sedih!"
"Ah, elo ... bercanda aja! Elo ngigo, ya" Sedih gimana " Jelas gitu lho ... si Tasya itu jadi orang ter-happy hari ini. Elo sirik" Nggak suka ya, Tasya seneng" Ntar deh, gue mintain cowok buat elo ke Marshall."
"iiih ... Nana! Sialan elo, ya" Diem, dong! Jangan nyerocos aja. Bukan gara-gara itu, Dodol!" Cindy mulai kesal.
"Terus" Apa, dong""
"Tadi, Tasya sama Rio datang ke rumah gue ... terus ...." Belum selesai Cindy bicara, Nana udah memotong lagi.
"Ih ... Tasya kok, licik, sih" Kok, cuma elo yang di-datangin" Pasti mereka udah jadian, kan" Jangan-jangan, tadi elo ditraktir" Kok, gue nggak""
"Ya ampuuun ... Nana! Gue telen juga elo, ya! Bisa diem dulu nggak, sih"" Cindy membentak Nana.
Nana langsung diam, karena takut Cindy marah beneran.
"Gini ya, Na! Tadi itu Tasya sama Rio datang ke sini. Mereka datang bukannya mau ngabarin jadian. Ternyata, Tasya datang ke rumah gue itu mau nganterin si Rio yang mau nembak gue! Gila nggak, tuh" Sumpah ... gue ngerasa nggak enak abis sama Tasya. Gue kasian, Na. Tasya lang-sung lari sambil nangis gitu. Tadi gue teleponin dia, tapi HP-nya nggak aktif terus. Na, gimana, ya" Gue jadi kha-watir sama dia ...." Cindy menjelaskan panjang lebar.
Nggak ada jawaban dari Nan
a. "Nana" Kok, elo jadi diem" Gue lagi cerita Na, bukannya lagi ngedongeng, tau! Elo tidur ya, Na"" lanjut Cindy yang heran karena nggak ada reaksi dari Nana.
"Abisnya ... elo ngomel-ngomel terus. Gue jadi ngeri. Terus, Tasya gimana, dong" Kok, Rio gitu, sih""
"Gue juga nggak ngerti, kenapa jadinya kayak begini"! Besok pagi, kita ke rumah Tasya, yuk!" ajak Cindy.
"Jangan, Dy, jangan pagi-pagi! Gue rencananya mau janjian dulu sama Marshall. Jadi, abis gue janjian aja, ya! Pliiis ...." Nana memohon.
"Ngapain sih, elo pagi-pagi janjian sama Marshall" Kayak nggak ada hari laen aja! Udah deh, janjiannya nanti aja, urusan Tasya lebih penting, nih."
"Nggak bisa, Dy. Pokoknya, gue usahain se-cepetnya, deh! Oke""
Dunia Preti #9 Orang Mesir kuno menganggap kucing sebagai penjelmaan Dewi Bast, juga dikenal sebagai Bastet atau Thet. Hukuman untuk mem-bunuh kucing adalah mati, dan jika ada kucing yang mati kadang dimurnikan seperti halnya manusia.
Di abad pertengahan, kucing sering dianggap teman penyihir, sehingga saat itu banyak dibu-nuh. Beberapa ahli sejarah berpendapat bahwa takhayul seperti inilah yang menyebabkan wabah Black Death, yakni penyakit pes di Eropa pada abad 14. Penurun-an jumlah populasi kucing menyebabkan meningkatnya jumlah tikus, hewan pembawa penyakit pes yang sesungguhnya.
Di Asia, kucing termasuk salah satu zodiak Vietnam. Namun, kucing tidak termasuk zodiak Cina. Menurut legenda, ketika Raja Langit meng-adakan pesta untuk hewan yang akan dipilih menjadi zodiak, ia mengutus tikus untuk mengundang hewan-hewan yang telah dipilihnya. Bagian cerita ini dikisahkan dalam berbagai
versi, tikus lupa untuk mengundang kucing, tikus menipu kucing mengenai hari pes-ta, dan berbagai variasi lainnya. Pada akhir-nya kucing tidak hadir dalam pesta itu, tidak terpilih menjadi hewan zodiak, sehingga me-miliki dendam kesumat pada tikus.
Parfum, Pink, & Mal jPagi sekali, Nana janjian sama Marshall di taman
kota. Marshall datang dengan dandanan rapi dan pastinya ganteng abis. Marshall nggak lupa pake parfum. Badannya wangi ... banget!
Marshall sebenernya masih bingung, karena Nana ngajak janjian di taman secara tiba-tiba. Gimanapun, Marshal menyanggupi. Marshall malah sempat-sempat-nya membeli seikat mawar merah untuk Nana.
"Na, kenapa sih, ngajakin janjian pagi-pagi"" tanya Marshall, ketika mereka duduk di bangku taman.
"Ada yang penting dan harus gue omongin," Nana menjawab dengan jutek.
"Apaan, sih" Kok, hari ini elo jutek banget sama gue" Gue buat kesalahan sama elo ya, Na"" lanjut Marshall yang masih bingung dengan sikap Nana yang nggak biasanya.
"Iya! Elo salah banget!" bentak Nana.
"Salah" Salah kenapa, Na""
"Elo tau nggak, sih" Kalo temen elo si Mario Pratama, udah nyakitin hati sahabat gue, Fatasya Hezkika. Tau"!"
"Rio" Tasya" Mereka kenapa" Bukannya kemaren malem elo yang bilang sendiri, kalo Rio bakalan nembak Tasya""
"Iya, gue kira awalnya bakalan gitu. Nggak taunya si Rio sama sekali nggak suka sama Tasya. Rio sukanya sama Cindy!"
"Lho" Kok, bisa gitu" Bukannya Tasya yang paling deket sama Rio""
"Tau tuh! Makanya, ini semua salah elo! Harusnya, elo kalo mau nyomblangin temen yang bener, dong! Ngenalin cowok, tapinya brengsek! Kasian Tasya, kan
"Aduuh, Na ... sori, deh. Gue sama sekali nggak tau kalo jadinya bakalan berantakan. Gini aja deh, biar nanti gue yang tanya sama Rio, sebenernya dia suka sama siapa. Terus, biar gue tanyain jawabannya, oke""
"Nggak perlu, soalnya dia udah digampar sama Cindy. Biar tau rasa itu orang! Sok kecakepan banget, sih!"
"Ya udah ... sabar, ya! Jadi, elo ngajakin ketemuan cuma untuk ngebahas ini aja" Kirain gue, elo bakal ngasih jawab-an buat gue, trus bakalan nerima gue jadi cowok elo," ucap Marshall sambil malu-malu kucing.
"Elo bener, kok. Gue juga sekalian mau ngasih jawaban buat elo." Nana tersenyum tipis.
"Oya" Waaah ... feeling so good, nih!" Marshall senyum-senyum kegirangan.
"Gue ... gue ... gue nggak mau jadi pacar elo!" Marshall yang semula senyum-senyum pede,
langsung kaget mendengar penolakan Nana.
"Tapi ... kenapa, Na" Alasannya apa" Apa gara-gara Rio, elo jadi ilfeel sama
gue"" "Ya ... salah satunya itu. Tapi yang paling penting, gue nolak elo karena gue nggak mau pacaran sendirian. Masa sih, gue punya pacar tapi temen-temen gue pada jomblo"! Nggak asyik, kan"!" Nana menjelaskan.
Walaupun Marshall bingung dengan alasan yang Nana berikan, tapi dia mencoba memahami dan tidak memaksa Nana. Marshall sama sekali tidak ingin kehilangan teman-temannya hanya karena masalahnya sama Nana.
"Ya udah, terserah elo aja. Apa yang udah jadi keputus-an elo, gue terima, kok. Tapi, gue mohon elo jangan ber-ubah sama gue. Gue pengin, kita biasa aja dan tetep deket," kata Marshall, sedikit kecewa.
"Ya ... udah!" "Ya udah"! Elo mau ke mana" Biar gue anter!" tawar Marshall.
"Gue sama Cindy mau ke rumah Tasya. Kita mau ngehi-bur dia. Kasian dia. Pasti lagi sedih banget, gara-gara temen elo itu!" kata Nana yang tiba-tiba kesal karena ingat Rio.
"Ya udah, elo gue anterin ke rumah Cindy."
"Lho, emang elo nggak mau ikut ke rumah Tasya""
"Nggak, Na. Gue nggak bisa hari ini. Besok aja kita ketemuan di sekolah," kata Marshall mencari alasan sam-bil tersenyum simpul pada Nana.
Mashall dan Nana menjemput Cindy, baru menuju rumah Tasya. Sampai di rumah Tasya, mereka langsung ke kamarnya. Ternyata Tasya masih tidur. Nana dan Cindy langsung membangunkannya.
Tasya terbangun. Matanya masih sembap karena me-na-ngis semalaman, meratapi kemalangannya.
"Sya ... maafin gue, ya ...." Cindy mendekati Tasya yang masih terduduk di tempat tidurnya.
"Elo nggak salah lagi, Dy. Guenya aja yang selama ini kege-eran," kata Tasya sambil mengucek-ngucek matanya.
Tasya sebenarnya males ngebahas soal Rio, tepatnya soal kejadian semalam yang membuatnya sakit hati dan sedih.
"Beneran nih, Sya, elo nggak apa-apa" Kita tetep temen-an, kan" Gue nggak ada perasaan apa-apa kok, sama Rio. Emang dasar tuh si Rio brengsek, makanya semalem begitu gue sadar kejadian yang sebenernya, gue tampar aja si Rio."
"Lho, kok, ditampar" Sebenernya, Rio nggak salah," Tasya masih membela Rio. Dia sadar dalam hal ini Rio me-mang nggak sepenuhnya salah.
"Tapi tetep aja, dia salah karena udah maenin perasaan sobat gue! Iya nggak, Na"" Cindy meminta pembelaan Nana.
Nana yang sejak awal hanya diam, mengangguk-angguk pasti.
"Makasih ya, Dy, Na. Elo berdua emang sobat gue!" Tasya memeluk kedua sahabatnya.
"Waaah ... ternyata kita tetep geng jomblo,
ya" Bagus deh, kalian nggak ada yang jadian. Jadi kan, gue nggak terlantar lagi kayak kemaren-kemaren," Cindy malah bersyukur.
Tasya langsung menatap Nana aneh dan bingung.
"Lho ... emang, Nana nggak jadi sama Marshall""
"Nggak ah, Sya. Marshall udah gue tolak tadi pagi, waktu gue tau kejadian yang menimpa elo. Gue nggak mau punya pacar sendirian. Kan, nggak asyiiik
"BETUUUL! Sekali jomblo, tetep jomblo, hahaha ... oke"!" jawab Cindy.
"Kok, gitu" Kasian kan, Marshall" Terus, dia gimana"" tanya Tasya heran.
"Ya ... nggak apa-apa. Dia nggak marah, malah masih tetep biasa. Beneran, deh!" jelas Nana.
"Ya udah, kalo gitu. Oke, deh .... No man no cry. Oke"" Tasya mulai bersemangat lagi.
"Waaah ... bagus juga tuh, buat moto kita bertiga!" kata Nana.
"OKE, DEH!" teriak mereka bersamaan.
"Jadi, usaha elo cari soulmate masih berlanjut nggak nih, Sya"" goda Cindy.
"Nggak, ah. No solmet-solmetan lagi! Ogah, gue! Kapok!" kata Tasya yakin.
"Bener ya, Sya! Awas kalo elo kumat lagi!" Nana mengancam.
"Eh, buruan mandi! Kita cabut yuk, ke mal, biasa ... belanja ... belanja," ajak Cindy pada Tasya.
TASYA kembali ceria. Semua berkat Nana dan Cindy yang selalu mendukungnya. Siang itu, mereka kompak memakai baju pink.
Mereka pun pergi ke mal yang biasa dikunjungi. Seperti biasa, mereka have fun tanpa satu kantong belanjaan pun di tangan. Setiap sudut mal mereka jelajahi. Baju-baju yang bagus sengaja mereka coba-coba hanya untuk difo-to. Walaupun banyak para pramuniaga cemberut karena ulah mereka yang cuma numpang coba-coba, tapi me-reka tetap cuek bebek.
"Ke sana, yuk! Liat tuh ... lagi saie\" ajak Nana pada kedua temannya.
"Tunggu!" Tasya menghentikan langkahnya.
"Dy, Na, liat tuh cowok! Ganteng banget, ya"! Ya ... ampuuun keren banget! Kok, gue nger
asa dia soulmate gue, ya" Ah ... pokoknya gue harus dapetin tuh cowok!" Tasya ngoceh sendirian.
Tak jauh dari Tasya, berdiri cowok keren, putih, tinggi, hidung mancung, badan tegap, waaah ... gaya sama dandannya ... pokoknya mirip artis!
Nana dan Cindy langsung lemas mendengar kata-kata Tasya. "Lagiii ..."!" kata mereka kompak.
Solmet Karya Restee di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tasya malah cengar-cengir.
"Hehehe ... gimana, dong" Abis, lucu baget! Boleh ya ..." Sekali lagiii ... aja!" rengek Tasya.
Nana dan Cindy berpandangan lagi, lalu menatap Tasya tajam.
"NGGAK!" kata Nana dan Cindy dengan tegas sambil menarik paksa tangan Tasya yang mulai kumat lagi.
ReSTee adalah nama pena Resti Martrianawati. Cewek berbintang cancer jebolan SMA Plus YPHB (Yayasan Persaudaraan Haji Bogor) ini lahir di Bogor, 13 Juli 1984. ReSTee punya hobi difoto dan menulis. Tapi, hobi menulisnya baru ditekuninya saat kuliah di Fikom UNPAD. Bakat Terpendam nya ini muncul saat ia mendapat tugas membuat majalah dari do-sen-nya. Buat cewek penyayang kucing ini, menulis adalah sesuatu yang menyenangkan. Malah kalo udah nulis bisa lupa waktu. Soimet adalah novel pertamanya. Novel berikutnya ... tunggu aja, ya!
I i R GIMANA CAPA sue NEMBAK i DOi yA tamat Panji Wulung 3 Pengemis Binal 23 Hantu Merah Burung Hoo Menggetarkan Kun Lun 12
"Gini, gue ada ide. Shall, elo harus bisa nge-lindungin kita. Terus, kalo kita cabut bareng, yang nyetir itu elo, bukan gue. Terus, elo juga harus cariin kita cowok. Terus ... apa lagi, ya"" Cindy nyebutin syarat-syaratnya.
"Ah, gampang, kecil. Cuma gitu, doang" Sekarang, intinya gue jadi bagian dari elo semua, kan" Sekarang cari nama geng baru! Kan, ada personel baru, nih. Paling gan-teng lagi. Iya, nggak"" kata Marshall pede yang langsung dihujani jitakan Tasya
dan Cindy. Sementara Nana, malah cengar-cengir.
"Eh, gue ada ide. Gimana kalo nama geng kita Geng Berempat""
"Haaah ..." Jayuuus ...!" kata Tasya dan Cindy bareng.
Sementara Nana yang sejak awal diem dan cekikikan, mulai bersuara membela Marshall. "Tapi, emang bagus juga nama gengnya. Kenapa nggak coba""
"Aduuuh Nana, kita emang sehati. Elo emang baek, nggak kayak temen elo yang dua ini," rayu Marshall.
"Huuuh ... dasar cowok jayus! Udahlah, terserah elo mau nyebut kita geng apaan. Yang penting, cariin gue soulmate," kata Tasya yang dipikirannya cuma ada soulmate.
"Ini lagi, solmat-solmet melulu. Bosen, gue!" protes Cindy.
"TU-WA-GA-PAT. Tu ... Wa ... Ga ... Pat! Ayo semangat!!!" teriak pelatih paskibra, yang saat itu lari bareng anggota lainnya. Tak ketinggalan Tasya dan Nana mengekor di belakang pelatih.
Latihan kali ini tidak melibatkan Meli, Sita, dan senior-senior lainnya. Mereka hanya bertugas melatih dan mengawasi saat latihan baris berbaris. Jadi, latihan kali ini langsung dipimpin guru yang bersangkutan. Dan tentu aja, ini jadi kabar gembira yang bikin hati Nana tenang.
Setelah lari bersama-sama, kini giliran lari perorangan, memakai stopwatch. Setiap orang berlari lima keliling lapangan bola dan waktunya akan dihitung. Ini meru-pakan salah satu tes agar dapat menentukan siapa saja yang masuk lima besar untuk dicalonkan jadi anggota paskibra tingkat nasional.
Ini adalah tes pertama. Masih ada dua tes lagi yang harus diikuti setiap peserta, yaitu tes tinggi badan, karena untuk menjadi anggota paskibra, harus mempunyai tinggi yang cukup. Dan yang terakhir, tentunya tes baris-berbaris.
Nana dapet giliran pertama. Tes lari ini, buat Nana adalah tes terberatnya. Nana yang punya penyakit asma yang sebelumnya nggak dapet izin dari ortunya, kini harus bener-bener nyiapin diri. Banyak persiapan yang ia bawa, termasuk obat. Takut-takut, bakalan kumat.
"Elo pasti bisa, Na! Elo harus bisa!" Tasya ngasih sema-ngat buat Nana.
Nana membalas dengan senyuman dan anggukan, seakan berkata, "Gue pasti bisa!"
"Bersedia! Siaaap ...! Gol" pelatih ngasih aba-aba.
Nana pun mulai berlari mengelilingi lapangan bola yang lumayan gede itu.
Satu putaran. Dua putaran. Tiga putaran. Empat putar-an. Sepertinya tenaga Nana terkuras, t
api dia masih ber-usaha berlari menyelesaikan putaran kelimanya. Terlihat sekali semangat Nana yang berkobar-kobar.
"Ya! Selesai. Waktu kamu sepuluh menit lima belas detik. Bagus, Nana! Waktumu bagus banget. Kamu boleh istirahat!" seru pelatih itu lagi.
Nana masih ngos-ngosan. Keringatnya bercucuran di sekitar dahi. Tasya menghampiri Nana. "Nih ...!" Tasya mem-berikan handuk kecil dan air minum pada Nana.
"Trims," kata Nana
"Elo hebat, Na. Waktu elo cukup cepet. Gue nggak nyangka napas elo kuat juga," puji Tasya.
Nana duduk di bawah pohon rindang. Ia menyelon-jorkan kakinya. Sebentar-sebentar, ia mengelap lagi keringat di dahinya dan menyeruput minumannya.
Kini, tiba giliran Tasya yang paling akhir.
"Bersedia! Siaaap ...! Go!" aba-aba pelatih.
Satu putaran. Dua putaran. Tiga putaran. Empat putar-an. Empat setengah putaran. Ups ... kaki Tasya me-nyan-dung sesuatu. Badannya kehilangan keseimbangan, dan Tasya pun tersungkur jatuh. Semua orang kaget melihat- nya, termasuk Nana yang melihat dengan penuh kekha-watiran.
"Tasya ... bangun! Cepetan, Sya ... dikit lagi!" teriak Nana memberi semangat.
Tasya pun berusaha bangun lagi dari jatuhnya. Se-pertinya kaki Tasya terkilir. Tapi, ia masih berusaha sekuat mungkin.
Gue harus bisa ... gue harus bisa!
Akhirnya, Tasya pun mulai berlari. Ia masih terus berusaha dan memaksa terus berlari. Walaupun terlihat sesekali wajahnya meringis kesakitan.
"Ya!! Hebat! Waktu kamu dua belas me- nit lima detik," kata pelatih ngumumin hasil waktu Tasya.
"Sya, elo nggak apa-apa, kan" Apanya yang sakit" Sini, gue pijitin!" Nana menghampiri Tasya dengan penuh kekhawatiran.
"Nggak apa-apa, kok. Paling keseleo dikit. Ntar juga sembuh," Tasya ngeyakinin Nana.
"Ya. Tes kalian yang pertama selesai, besok tes ke-dua. Karena itu, Bapak akan mengumumkan siapa saja yang harus mengikuti tes besok. Mulai dari yang pertama, yaitu waktu yang tercepat adalah Tora, Farhan, Nana, Budi, Galih, Tasya, dan Gina. Ya, itulah nama-nama yang wajib ikut tes kedua besok," ujar pelatih, langsung disambut sorak bahagia mereka yang terpilih.
"Tasyaaa ...! Kita lolos!" teriak Nana sambil memeluk Tasya.
"Tos dulu, dong!" kata Tasya beradu tos sama Nana. Tasya dan Nana kini sudah sampai tes terakhir. Mereka berdua lolos di tes kedua. Ya ... tes kedua paling mudah. Cuma tes tinggi badan. Jadi, semua anak lolos di tes kedua.
Akhirnya, dari sisa tujuh orang, yang akan dipilih hanya lima orang. Tes terakhir paling sulit dan nggak dila-kukan hanya dalam sehari. Tapi, hampir setiap hari semua anak dilatih dan digembleng dan
layak dicalonkan ke tingkat nasional. Karena itu, semua anak berusaha semak-simal mungkin jadi yang terbaik.
Hari demi hari dilalui Tasya dan Nana dengan latihan. Banyak pelajaran mereka yang tertinggal. Walaupun mereka mendapat dispensasi dari sekolah, tetap aja Tasya dan Nana belum puas. Makanya, mereka selalu meminjam catatan-catatan pelajaran pada Cindy atau Marshall.
Hasil pengumuman calon-calon anggota paskibra buat tingkat nasional diumumkan pada akhir semester. Berte-patan dengan acara malam amal dan bazar sekolah.
Nana yang semula selalu pesimis ditambah dengan ledekan-ledekan Meli dan gengnya yang bikin Nana tambah pesimis kini mulai bangga sama diri sendiri. Ternyata, Nana bisa membuktikan bahwa mentalnya tak secemeti yang mereka kira. Buktinya, ia bisa lolos sampe tahap dua.
7 Dunia Preti #4 Masa kehamilan kucing berkisar 63 hari. Anak kucing terlahir buta dan tuli. Mata mereka baru terbuka pada usia 8-10 hari. Anak kucing akan disapih oleh induknya pada usia 6-7 minggu dan kematangan seksual dicapai pada umur 10-15 bulan. Kucing dapat me-ngan-dung empat janin sekaligus karena ra-himnya memiliki bentuk yang khusus dengan empat bagian yang berbeda.
Kucing biasanya memiliki berat badan antara 2,5 hingga 7 kg dan jarang melebihi 10 kg. Bila diberi makan berlebihan, kucing dapat mencapai berat badan 23 kg. Tapi, kondisi ini amat tidak sehat bagi kucing dan harus dihin-dari. Dalam penangkaran, kucing dapat hidup selama 15 hingga 20 tahun, kucing tertua dike-tahui berusia 36 tahun. Kucing peliharaan yang tidak di
perbo-leh-kan keluar rumah dan disterilkan dapat hidup lebih lama (mengu-rangi risiko perkelahian dan kecelakaan). Kucing liar yang hidup di lingkungan urban modern hanya hidup selama dua tahun atau bahkan kurang dari itu.
Monster Ganas Satu bulan Marshall temenan sama Tasya, Nana,
dan Cindy. Perasaan tertarik Tasya, Nana, dan Cindy sama Marshall pun hilang gitu aja.
Setiap jam istirahat, Tasya, Cindy, Nana, dan Marshall memilih duduk-duduk di depan kelas dari pada berdesak-desakan di kantin. Dan seperti biasanya, mereka selalu kompak membawa bekal ke sekolah.
Setelah selesai menyantap bekal masing-masing, mereka selalu ngobrol dan bercanda di depan kelas itu.
"Eh, kayaknya geng kita nggak lagi identik sama cantik, deh! Abis ... si maskulin ngekor kita terus! Geng kita jadi tambah personel baru yang aneh gini!" Tasya menggoda Marshall.
"Iya niiih, aneh, deh! Bukannya maen sana sama cowok! Ntar disangka bences Ion!" Cindy menambahi.
Marshall cuek bebek diledek kedua temannya, sementara Nana cuma cekikikan.
"Jadi, kalian nggak mau lagi temenan sama gue" Oooh ... jadi gitu! Oke-oke, elo berdua emang pada nggak asyik!
Kayak Nana, dong ... udah cantik, baik lagi!" Marshall balas menggoda sekaligus memuji Nana.
"Iya nih ... kasian Marshall temennya cuma kita! Lagian, Marshall itu cokiber!" Nana membela Marshall.
"Cokiber" Apaan tuh, Na" Bahasa baru dari mana"" tanya Cindy heran.
"Cowok kita bersama," eja Nana.
"Cieee ... cokiber" Bukan cokiber kallee ... tapi coloang alias cowok elo doang," ledek Tasya.
"Ih ... biarin aja Na, emang gue cowok elo doang!" bela Marshall
"Aiiih ... Marshall suka sama Nana, ya"" Cindy ikutan meledek.
"Iya, dong! Biarin, ya!" bela Nana.
"Ehem ... ehem ... ngebelain ni, yeee ...!" Tasya kali ini menggoda Nana, kontan aja muka Nana langsung merah.
"Ih ... mukanya merah! Malu, ya"" Cindy ikutan meng-goda Nana.
Cindy dan Tasya berlari waktu Nana mencoba memukul kedua temanya. Tiba-tiba, Marshall membantu Nana mengejar Tasya dan Cindy.
Cewek-cewek, terutama kakak kelas yang masih pena-saran sama Marshall, langsung syok melihat Marshall lari bareng Nana. Kakak kelas yang merasa dikalahkan oleh seorang Nana-yang terkenal cengeng dan agak-agak lemot itu-langsung merasa panas. Mereka tidak terima melihat pemandangan di siang bolong itu.
TENG ... TENG ... TENG! Bel tanda selesai
istirahat berbunyi. Tasya, Nana, Cindy, dan Marshall kembali duduk di tempat masing-masing. Siang itu, pelajaran Bahasa Indo-nesia oleh Pak Widodo, guru yang terkenal sangat baik namun kurang berwibawa dan tegas. Satu lagi, Pak Widodo juga terkenal dengan ciri khasnya, yaitu logat Jawanya yang kental.
"Ya ... annak-annak! Cobba ya kalian kerjakan tuggas hallaman dua pulluh limma! Yang suddah selesai, bolleh pullang!" Pak Widodo memberi instruksi.
Kebetulan Bahasa Indonesia ini adalah pelajaran ter-akhir, sehingga seisi kelas mengerjakan tugasnya sekilat mungkin agar bisa pulang buru-buru.
Setengah jam sebelum bel pulang berbunyi, tiba-tiba pintu kelas diketuk. Tak lama terlihat Meli, kakak kelas yang berbadan agak besar dan mukanya yang agak menyeram-kan itu masuk ke kelas dan meminta izin pada Pak Widodo.
Meli adalah ketua geng Gulz yang beranggotakan lima orang. Jadi, jumlahnya dengan Meli adalah enam orang. Meli berbeda dengan teman-temannya yang anak dancer. Meli bukan cewek seksi ataupun cantik seperti kelima temannya. Namun, Meli lebih berani dan punya badan yang besar, makanya ia lebih disegani atau mungkin lebih ditakuti oleh anggota-anggotanya. Apalagi Meli sangat terkenal, bukan karena prestasinya yang membanggakan walaupun ia memang anggota paskibra sekolah-tapi Meli dikenal sering melabrak
cewek-cewek yang tidak disukainya.
"Maaf Pak, kami dari paskibra, ada perlu sebentar dengan Nana. Boleh"" izin Meli.
Nana yang merasa dirinya disebut-sebut merasa was-was, masalahnya Meli itu sangat menyeramkan baginya. Nana bingung dan ada perasaan takut yang amat sangat, masalahnya ia merasa tidak pernah mempunyai urusan apa-apa dengan Meli selain cuma urusan paskibra. Bah-kan, Nana sampai berdoa dalam hatinya, semoga saja Pak Widodo t
idak memberinya izin keluar kelas.
"Ooo ... silahkan! Nana, kamu boleh keluar!" kata Pak Widodo yang tidak bisa membaca gelagat buruk Meli.
Nana yang merasa sangat sial karena Pak Widodo malah memperlancar aksi Meli itu, langsung bingung dan melihat ke arah Tasya dan Cindy. Tatapannya seakan me-nga-takan bahwa dirinya membutuhkan pertolongan. Namun, Tasya dan Cindy tidak bisa berbuat apa-apa.
Nana pun terpaksa dengan langkah berat keluar kelas dan mengikuti Meli dari belakang. Meli yang merasa sudah menjauh dari kelas Nana, langsung menarik paksa tangan Nana dan membawanya ke dalam gudang sekolah yang terletak di ujung koridor lantai dua. Ketika masuk ke gudang, Nana semakin lemas dan merasa tak berdaya. Masalahnya, monster yang akan menerkamnya bukan hanya Meli, tapi masih ada lima monster lagi yang sudah menantinya dan siap-siap menerkamnya.
Bruuuk! Tubuh Nana didorong sampai terjatuh
dan mengenai barang-barang bekas yang ada di situ. Nana yang saat itu juga ingin menangis dan berteriak, masih berusaha menahannya.
"HEH! ANAK KECIL! ELO JANGAN SOK KECAKEPAN, DEH! NGAPAIN ELO TADI PAKE CENTIL-CENTILAN SEGALA DI DEPAN MARSHALL" HAH"!" bentak Meli.
Nana terdiam nggak mau menjawab apalagi melawan, karena ia tahu, melawan akan sia-sia baginya.
"IYA, JAWAB! JANGAN CUMA DIEM! TADI BISA SENENG-SENENG SAMA MARSHAL!" teriak monster yang lainnya.
"KALO GUE LIAT ELO MASIH MESRA-MESRAAN SAMA SI MARSHALL, LIAT AJA NTAR AKIBATNYA!" Meli mengancam Nana.
Meli dan Sita bertugas sebagai juru bicara, sementara yang lainnya saling berbagi tugas. Seorang menjaga di luar gudang, takut-takut ada guru yang melihat. Seorang lagi spesialis melototin Nana, lalu seorang menunjuk-nunjuk muka Nana. Terakhir, seorang lagi bertugas men-do-rong-dorong badan Nana. Gila ... kompak bener ya, mereka" Kayak yang udah direncanain aja.
Nana masih berusaha menahan diri, padahal air mata-nya sudah membendung dan siap-siap mengalir.
TENG ... TENG ... TENG ...! Bel pulang sekolah berbunyi. Monster-monster itu buru-buru pergi meninggalkan Nana sendiri di dalam gudang.
Nana tak kuasa lagi menitikkan air matanya.
Bahkan, ia menangis dengan keras, seperti anak kecil yang habis dimarahi ibunya.
"Dy, Nana gimana, nih" Cepetan yuk, susulin! Kira-kira dibawa ke mana"" Tasya cemas.
"Yuk ... gue juga cemas, nih! Kita cari ke toilet aja atau ke gudang!" Cindy tak kalah cemas.
Marshal yang nggak tahu apa-apa, bingung melihat Tasya dan Cindy buru-buru. "Kalian mau pada ke mana, sih" Nana mana""
Pertanyaannya nggak dijawab oleh kedua temannya, jadi ia memutuskan untuk mengikuti saja ke mana teman-temanya pergi.
Tasya dan Cindy langsung berlari ke arah gudang, ketika di toilet mereka tidak menemukan Nana. Mereka pun masuk ke gudang dan dilihatnya Nana sedang menangis tersedu-sedu. Mereka menghampiri Nana. Tasya langsung memeluk Nana, membuat tangis Nana semakin menjadi-jadi.
"SIAL! BERANINYA SAMA NANA!" Cindy menggerutu kesal.
"Dy, Sya, ini kenapa, sih" Jelasin dong, ke gue!" pinta Marshall dengan tatapan memohon.
"Nana dilabrak sama kakak kelas yang namanya Meli Brengsek!" Cindy menjelaskan dengan nada penuh keke-salan dan dendam membara.
"SIAL!" hanya itu yang keluar dari mulut Marshall. Marshall mengepalkan kedua tangannya, ia terlihat serius. Ada amarah yang terlihat jelas di sorot matanya yang tajam. Seketika, Marshall keluar dari gudang dan berlari.
Cindy mengikuti Marshall. Tangisan Nana belum juga reda.
"Nana Sayaaang ... udah, ya! Jangan nangis lagi, dong! Pulang, yuk!" bujuk Tasya.
Nana pun mengangguk pelan. Tasya membantu Nana berdiri dan membawanya ke toilet untuk membersihkan muka dan baju yang sempat kotor terkena debu di gudang.
Sementara itu, senyum sinis terlihat di wajah Marshall ketika ia mendapati Meli sedang asyik tertawa terbahak-bahak bersama teman-temannya. Marshall menarik bahu Meli ke hadapannya.
"HEH! APA MAKSUD ELO NGELABRAK NANA, HAH"!" bentak Marshall.
Detik itu juga, Meli merasa malu. Abis, dibentak cowok cakep di depan banyak orang.
"Maksud elo"!" Meli menjawab tergagap karena ketakutan.
"PAKE TANYA LAGI! NGGAK USAH SOK BEGO, DEH! AWAS AJA KALO BE
RANI GANGGU NANA LAGI!" Marshall mengancam sambil nunjuk-nunjuk jidat Meli.
"KENAPA SIH, ELO NGEBELAIN NANA BANGET" EMANG, APA BAGUSNYA DIA"" kali ini, Meli mulai berani.
"ELO MAU TAU, BAGUSNYA DIA APA" BAGUSNYA DIA ITU, NGGAK PECICILAN KAYAK ELO. TAU"!" Marshall semakin kesal menghadapi Meli, namun kata-katanya jus-tru bikin Meli gondok, bahkan jadi bahan tertawaan yang nonton.
"MAKSUD ELO" KENAPA SIH, NGEBELAIN BANGET" GUE JADI CURIGA! JANGAN-JANGAN, ELO SUKA SAMA CEWEK LEMOT ITU" IYA""
"KALO IYA, EMANG KENAPA, HAH" GUE EMANG CINTA SAMA NANA! MAKANYA, SEKALI LAGI GUE INGETIN KALO ELO BERANI MACEM-MACEM, BAKAL TAU AKIBATNYA!" Marshall pergi ninggalin Meli yang masih mematung tak percaya mendengar penyataan tadi. Air mata Meli mulai menetes. Ternyata, Meli si monster ganas itu bisa juga menangis.
"Shall, tunggu!" Cindy memanggil Marshall yang jalan terburu-buru.
Marshall langsung menghentikan langkahnya begitu tahu Cindy yang memanggil.
"Elo serius Shall, sama yang diomongin tadi" Elo serius suka sama Nana"" tanya Cindy lagi penasaran.
"Iya, Dy, gue suka sama Nana sejak pertama kali gue liat dia. Dia itu lucu, imut, pokoknya kalo di deket dia, gue bawaannya selalu pengin ngelindungin dia terus, Dy!" Marshall menjelaskan dengan tenang, berbeda sekali dengan yang dia utarakan pada Meli.
"Duuuh ... bisa serius juga elo, ya" Kirain gue, elo error melulu! Ya udah, kita cari si Nana sama Tasya," ajak Cindy.
Marshall hanya menurut dan mengikuti Cindy mencari Nana dan Tasya. Ternyata, Tasya dan Nana sudah ada di kantin, nunggu Cindy dan Marshall yang tadi kabur.
"Ke mana aja sih, elo berdua"" tanya Tasya pada kedua temannya, tapi nggak dijawab oleh keduanya.
Marshall langsung menghampiri Nana yang masih ada di pelukan Tasya. "Na, elo nggak apa-apa, kan"" kata Marshall dengan lembut.
Nana hanya mengangguk pelan. "Ya udah, kita balik aja. Biar gue yang anterin Nana, oke"" Marshall mengambil keputusan sepihak tanpa ada yang protes.
Seperti biasa, Tasya nebeng lagi sama Cindy, sedangkan Nana, ikut mobil Marshall.
Di mobil Cindy, Tasya masang CD lagu-lagu kesukaan-nya. Glen Fredly.
"Dy, elo berdua tadi pada ke mana, sih"" tanya Tasya waktu masangin CD.
"Gila deh, pokoknya! Gue aja bener-bener nggak nyangka! Duuuh ... senengnya jadi Nana. Gue jadi iri."
"Aduuuh Dy ... elo kok, malah heboh sendiri" Nggak nyambung banget! Yang bener dong, Dy! Jangan bikin gue makin penasaran!"
"Si Marshall, Sya "Iya, gue juga tau! Tapi, kenapa" Ceritain,
dong!" "Duh, jangan sewot gitu! Gue kan, cuma seneng. Marshall tadi ngelabrak si Meli, Sya. Gila nggak, tuh"! Di depan banyak orang gitu, deh. Sampai si Meli nangis. Terus, yang bikin gue ... mau tau nggak si Marshall bilang apa" Marshall bilang
"Marshall bilang apa""
"Diem, dong! Jangan motong dulu!" bentak
Cindy. "Iya, tapi Marshall bilang apa""
"Marshall bilang ... KALO DIA SUKA SAMA NANA! Gila nggak, tuh" Nana bener-bener beruntung kan, Sya""
"Haaah ..." Yang bener" Mantep banget!" Tasya masih kaget dan bener-bener nggak nyangka.
"Gue aja sampe bengong ngedengernya."
"Kok, bisa, ya" Gue jadi iri! Abis, Nana aja Lidah nemuin soulmate-nya. Nggak perlu nyari, eh ... malah datang sendiri. Duuuh ... wahai soulmate-ku di manakah engkau berada"" kata Tasya sok puitis.
"Udah deh, Sya, jangan sampe gue muntah, gara-gara ngedengirin elo cuma mikirin solmet-solmetan mulu."
"Ah, payah elo, Dy. Nggak bisa ngerti perasaan gue. Ya udah, terus kira-kira si Nana suka juga nggak ya sama Marshall""
Selama perjalanan, mereka terus ngobrolin Nana dan Marshall.
Sementara itu, selama perjalanan, Marshall dan Nana malah saling tutup mulut. Mereka sama-sama salah ting-kah. Butuh waktu empat puluh lima menit untuk sampai ke rumah Nana. Cukup lama, tapi jadi semakin terasa lama karena keduanya masih tetap tutup mulut. Akhirnya, sampai juga Marshall nganterin Nana ke rumahnya dengan selamat.
"Shall! Makasih, ya! Mau mampir dulu nggak"" kata Nana sebelum membuka pintu mobil.
"Nggak deh, lain kali aja! Lagian, elo mending istirahat!" kata Marshall masih dengan nada lembut.
"Ya udah! Gue masuk, ya!"
"Tunggu, Na!" Marshall menarik
tas Nana. "Kenapa, Shall""
"Mmm ... gue ... sayang elo, Na!"
Nana kaget. Dan yang lebih membuat Nana kaget adalah ketika Marshall mengedipkan matanya sambil tersenyum. Terus, Marshal mengangguk dalam untuk membuat Nana percaya.
Perasaan Nana langsung campur aduk. Dalam hati, Nana memang suka sama Marshall. Tapi, dia ingat pesan mamanya agar nggak pacaran dulu.
Nana masih terdiam. Ia bener-bener bingung harus jawab apa, sampai akhirnya ia putuskan meminta waktu untuk berpikir. Marshall pun mengerti.
Dunia Preti #5 Kucing peliharaan yang tinggal di dalam rumah harus diberi kotak kotoran yang berisi pasir atau bahan khusus yang dijual di toko hewan peliharaan. Perlu juga disediakan tempat khusus bagi ku- cing untuk mencakar. Hal ini penting karena kucing memerlukan kegiatan mencakar ini untuk menanggalkan lapisan lama pada kukunya agar kukunya dapat tetap tajam dan terjaga kesehatan -nya. Tidak adanya tempat khusus ini, akan menyebabkan kucing banyak merusak perabotan.
Seringkah kucing menunjukkan perilaku me-milih makanan. Hal ini dikarenakan mereka memiliki organ pembau khusus di langit-langit mulut-nya yang disebut sebagai organ vomero-nasal atau organ Jacobson. Kucing akan menolak makanan selain yang biasa dimakannya.
Tukaran Nomor HP SuDAH seminggu Nana belum juga ngasih jawaban
sama Marshall. Nana pernah konsultasi sama Tasya dan Cindy. Hasilnya adalah Nana harus nerima Marshall. Tapi, Nana masih bingung.
"Apa lagi sih, yang bikin elo bingung"" tanya Tasya ketika rapat mereka baru dimulai.
"Apa lagi coba yang kurang dari Marshall"" Cindy ikutan nimbrung.
"Masalahnya bukan ada di Marshall, tapi gue bingung sama nyokap gue!" jelas Nana.
"Aduuh ... cuma masalah gitu doang. Gampang! Elo backstreet aja! Iya nggak, Dy"" kata Tasya dengan santai.
"Iya! Lagian, gue yakin si Marshall juga mau ngerti, kok!" Cindy meyakinkan.
"Mmm ... tapi Nana masih ragu.
"Apaan lagi, sih" Apa perlu gue yang minta i-zin sama nyokap elo" Hehehe ...!" Tasya malah bercanda.
"Tapi ... masa gue punya pacar sendirian" Sementara elo berdua masih pada jomblo!" Nana mencari alasan lagi.
"YA AMPUN, NANA! ELO TUH, KAYAK ANAK KECIL AMAT"!" bentak Cindy. Nana terdiam.
"Na, alasan elo tuh aneh banget, deh! E-mangnya harus ada aturan, kalo kita jomblo, jadi elo juga harus jomblo, gitu"! Udah deh, elo mau terima apa nggak si Marshall"" Tasya mendesak.
"Mmm ... ntar, deh! Gue mau jawabannya di waktu yang tepat," jawab Nana polos dan tanpa beban.
Tasya dan Cindy hanya menghela napas menghadapi Nana yang semakin polos.
PULANG sekolah, Tasya, Nana, Cindy, dan pengawal mereka yaitu Marshall, pergi jalan-jalan ke mal. Mereka makan di foodcourt sambil ngobrol-ngobrol dan bercanda.
"Eh, malem amal sama bazar nanti, pada mau nyumbang apaan"" tanya Cindy pada sahabat-sahabatnya.
"Lho, emang kapan acaranya"" tanya Tasya.
"O iya, Sya, bukannya pengumuman paskibra juga diumuminnya pas malem amal" Iya, kan"" tanya Nana yang langsung dijawab oleh Tasya dengan anggukan.
"Jadi, kapan acaranya"" tanya Tasya lagi gemas.
"Huuuh, makanya elo jangan pada sibuk mulu sama paskibra. Jadi gini deh, ketinggalan berita. Jadi kuper!" ledek Cindy.
"Iya nih, kalian pada sibuk terus. Gue sama Cindy jadi kesepian," tambah Marshall.
"Gue apa elo yang kesepian"" ledek Cindy.
"Eh, kita jual gelang-gelangan aja, yuk!" ide Tasya.
"Gelang-gelangan apa, Sya"" tanya Nana kemudian.
"Itu loh, gelang persahabatan warna-warni yang ada macem-macem tulisannya di setiap gelang. Tau, kan"" kata Tasya berusaha menjelaskan.
"Ide bagus, tuh! Oke juga idenya," dukung Marshall.
"Tapi, kita harus punya slogan yang oke. Biar orang-orang tertarik en mau beli," Cindy menambahi. "Wah, bener juga. Ide bagus," sela Marshall
lagi. "Ah, elo Shall, dari tadi cuma bilang 'oke juga tuh idenya, ide bagus tuh1 ... apaan tuh" Nggak kreatif!" ledek Tasya.
Marshall malah cengengesan.
"Ya udahlah kalo soal slogannya, bisa kita piki-rin nanti. Yang penting, kita udah dapet ide mau ngapain nantinya. Iya nggak"" giliran Nana sok bijak.
Saat mereka asyik-asyik ngobrol. Tiba-tiba, seseorang menghampiri Tasya. Seseorang yang pernah Tas
ya kenal. "Tasya" Kamu Tasya, kan" Masih inget aku""
kata orang itu. "ARI" Ari, kan" Yang waktu ketemu di pet shop itu" Iya, kan"" sahut Tasya tersenyum girang karena bisa ketemu Ari lagi, yang waktu itu nggak sempet tukeran nomor telepon.
"Iya, aku Ari. Lho ... kamu pasti Cindy, ya" Kamu Nana, kan"" tanya Ari lagi pada Cindy dan Nana.
Cindy dan Nana pun tersenyum mengiyakan.
"Kamu lagi ngapain, Ri" Gabung aja sama kita!" ajak Cindy pada Ari yang masih berdiri.
Ari nggak mikir dua kali, langsung duduk satu meja sama mereka.
"Shall, kenalin , ini Ari. Waktu itu, kita ketemu di pet shop1." Nana ngenalin Ari sama Marshall yang duduk di sampingnya.
Mereka pun berkenalan, dan langsung akrab sama Ary yang supel dan ramah.
Selesai bernostalgia, mereka pun berpisah. Pastinya, mereka saling tukar nomor telepon. Tasya yang happy, di sepanjang jalan pulang nggak henti-hentinya ngebahas soal Ari.
"Dy, Na ... gue seneng bisa ketemu lagi sama Ari. Nggak kebayang, deh!" kata Tasya dengan senyumnya yang mengembang.
"Hm ... happy ni yeee. Ketemu gebetannya lagi!" goda Nana dan Cindy.
Marshall yang sore itu jadi sopir pribadi sekaligus pengawal mereka, cuma senyum-senyum.
"Iya dong, happy1. Siapa yang nggak seneng" Sekarang, gue udah tuker-tukeran nomor HP. Jadi,
nggak perlu khawatir lagi!" sahut Tasya.
"Iya! Tapi, cariin gebetan dong, buat gue!" kata Cindy dengan tampang sok cemberut.
"KASIAAAN DEH, LO!" Tasya, Nana, dan Marshall kompak menggoda Cindy.
"Eh, Dy ... Ari tambah ganteng, ya"! Cocok nggak, sama gue"" Tasya membahas Ari lagi.
"Ya ampun nih, anak. Ari lagi, Ari lagi! Lagian, pede banget! Kayak si Ari mau aja sama elo!" goda Cindy, lalu tertawa puas, soalnya gantian Tasya yang masang tam-pang cemberutnya.
Nggak lama, HP Tasya berbunyi, dilihatnya nama Ari di layar. Tasya yang saat itu juga girang, langsung nun-jukkin sama teman-temannya.
"HAH"! ARI" Ari nih, yang nelepon gue! Aduuuh ... gimana, nih"" Tasya kikuk dan salting.
"Cepet Sya ... angkat! Cepet!" kata Nana.
"Tapi, gue ngomong apaan"" Tasya malah na-nya lagi.
"Aduuuh ... ini anak, bukannya cepet-cepet diangkat! Ntar keburu mati teleponnya! Pake speaker phone, Sya!" Cindy gemas melihat Tasya yang dari tadi kegirangan.
Marshall cekikikan melihat ulah teman-temannya yang heboh. Tasya pun menuruti kata Cindy.
"Halo Tasya menjawab teleponnya dengan suara yang dimanis-maniskan.
"Hai, Sya! Kalian iagi pada di jaian, ya"" suara Ari terdengar lewat speaker HP Tasya. "Iya ... kenapa, Ri""
"Nggak, aku cuma mau tanya, kalo nanti malam nelepon kamu ke rumah, boleh nggak" Nge-ganggu nggak""
"Boleh! Telepon aja! Nggak usah minta izin segala!" Tasya menjawab sambil senyum-senyum.
Nana dan Cindy ikutan senyum-senyum sambil tetap memasang kupingnya mendengar pembicaraan Ari dan Tasya.
"Oh ...ya udah, deh! Nanti malam, aku nelepon kamu ya, Sya! Salam buat semuanya! Hati-hati, ya!"
"AAA ...!!! GUE SENEEENGM!" Tasya berteriak kencang setelah Ari menutup teleponnya.
Nana dan Cindy ikut-ikutan teriak dan tertawa
keras. Marshall yang masih serius nyetir, cuma geleng-geleng dan berkomentar sedikit, "Sya! Teriaknya jangan pake toa, nanti kaca mobil gue pecah, nih!"
Tasya langsung menjitak Marshall.
"Dy, Na ... gue seneng! Aduh ... gue nggak sabar pengin cepet-cepet nyampe rumah! Kali ini, gue pastiin Ari soulmate gue!" kata Tasya pede.
Mendengar kata soulmate itu, Nana dan Cindy langsung berpandangan.
"LAGIII ..."!" kata Cindy dan Nana bareng.
Tasya yang masih kegirangan, nggak peduli sama teman-temannya yang bingung.
TASYA gelisah. Sebentar-bentar ia keluar kamar, terus duduk di dekat meja telepon, lalu balik lagi masuk kamar. Pokoknya, bolak-balik, deh! Nggak kehitung berapa kali. Mama dan papanya yang ngobrol di ruang tengah, sampai bosen dan heran dengan tingkah Tasya.
"Sya, kamu kenapa, sih" Kok, bolak-balik terus" Udah kayak setrikaan aja!" kata mamanya.
"Iya nih, Papa sampai pusing liat kamu bolak-balik mulu. Sebentar lagi, mata Papa jereng nih, gara-gara ka-mu," goda papanya.
Tapi, kali ini Tasya bener-bener serius dan nggak me-nanggapi atau tertawa dengan candaan mama dan papanya.
"Sya . .. kamu kenapa, sih" Nungguin telepon" Emang, siapa yang mau nelepon" Tumben banget!" kata mama-nya.
"Paling juga pacarnya, Ma. Liat aja Tasya sampe gelisah gitu. Hehehe ... hayo ... pacar baru lagi, ya" Atau siapa tuh namanya" Itu loh ... Rido ... nah ... pasti Rido, ya" Udah, ngaku aja!" lagi-lagi papanya menggoda Tasya.
"Aduuh ... kok, berisik banget, sih" Tasya serius, nih! Pokoknya, nanti kalo ada telepon, cepet-cepet panggil Tasya, ya! Soalnya, ini menyangkut masa depan Tasya!" kata Tasya mantap, sambil ngeloyor masuk lagi ke kamarnya.
Mama dan papanya saling pandang bingung.
Duuuh, Ari! Kamu jadi nelepon nggak, sih" Nggak tau apa, orang udah bulukan gini! Mana, sih" Lama banget! Sekarang udah jam delapan!
"SYA! TASYA!!!" panggil mama. Tasya buru-buru keluar kamar sambil tersenyum riang. Pasti ada telepon dari Ari! Tasya pun langsung berlari ke meja telepon, tiba-tiba ia berhenti di depan meja dengan tatapan bingung.
"Lho, Ma" Mana teleponnya" Kok, ditutup"" Tasya bingung.
"Yeee ... kamu ini gimana, sih" Emang dari tadi juga nggak ada telepon masuk, kok!" jawab mama.
"Terus, kenapa Mama manggil Tasya"" Tasya mulai kesal.
"Mama manggil karena ada sinetron kesukaan kamu, tuh! Kamu nggak nonton""
"Ya ampuuun, Mama! Kan, tadi Tasya udah bilang ... panggil Tasya kalo ada telepon aja!" omel Tasya yang semakin kesal dan langsung balik ke kamar lagi.
Tasya benar-benar kesal menunggu, makanya ia mu-tusin ngirim SMS duluan.
Solmet Karya Restee di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hi, kmu j d ga tip ke rmh" Ce-pet-an! Aq dan ngantuk!
Nggak lama kemudian, HP Tasya bersuara. Tasya buru-buru mengangkat teleponnya.
"Tasya" Aduh sori! Kamu nungguin, ya"! Aku tadinya mau nelepon kamu sekitar jam sembilan," kata Ari tanpa basa-basi.
"Nggak apa-apa kok, Ri, kamu mau nelepon aku ke rumah nggak""
"Nggak deh, Sya, biar aku nelepon ke HP aja.
kamu bolak-balik." Hah! Tau dari mana dia, kalo gue bolak-balik" Dasar soulmate!
"O ... ya udah terserah kamu aja!"
"Sya, gimana kabar Pretti" Pretti kan, nama kucing kamu. Udah sembuh belum"" tanya Ari perhatian.
Tasya makin ge-er aja, karena Ari masih ingat Pretti.
Duuuh ... ini cowok perhatian banget sih, sama kucing gue" Masih inget lagi nama si Pretti. Berarti, selama ini dia emang merhatiin gue" Tuh kan, teori gue emang bener! Kalo cowok suka kucing, pasti orangnya perhatian dan penya-yang.
"Iya, Pretti namanya. Dia udah sembuh, kok! Waktu itu, kamu mau ngapain ke pet shop""
"Oh, waktu itu aku mau jemput Felix di salon."
"Oh ... jadi, nama kucing kamu Felix" Bagus juga namanya! Pasti ngikutin nama kucing di film kartun, ya"!"
"Sya, besok jalan, yuk! Mau nggak" Sekalian aku mau beli makanan Felix, persediaan di rumah udah mau abis."
"Ayo! Sekalian aku juga mau beli sampo sama bedak Pretti."
"Waaah, kita satu selera, ya" Aku seneng deh, sama cewek yang suka kucing,"
"Aku juga suka ngeliat cowok suka sama kucing."
"Ya udah ... besok aku jemput kamu di sekolah atau kita janjian aja""
"Ya udah ... jemput aku aja. Pake mobil kamu aja, ya."
"Sip! Nanti aku jemput, Non!" Klik.
Tasya senyum-senyum sambil nyiumin HP-nya. Ari, kamu baik banget, sih" Romantis lagi! Gue jadi semakin yakin nih, dia soulmate gue f Tasya membatin senang.
"HALO Dy, elo jemput gue, ya! Pliiis! Gue nggak bawa mobil, nih! Soalnya, nanti gue mau dijemput sama Ari," kata Tasya yang pagi-pagi udah nelepon Cindy minta dijemput.
"Sialan! Bagus, ya! Pasti aja deh ... setiap elo mau janjian sama cowok, gue yang ketiban sial. Pasti aja gue jadi sopir ngedadak buat elo! Duuuh Tasya ... kapan sih, elo nggak ngerepotin gue"!"
"Dy, nggak bisa ngeliat sobat seneng aja! Harusnya, elo seneng ... dukung gue, dong! Gimana, sih""
"Ye ... dukung sih, dukung, Sya! Tapi kalo keseringan, namanya bukan dukung lagi, tapi NGEREPOTIN, TAU"!"
"Udah deh ... sekali-kali, sekalian amal membantu teman yang sedang membutuhkan. Oke" Pokoknya, gue tunggu! Jangan telat! Inget!"
"Ye ... dasar nggak tau diri! Udah minta, malah
nyuruh jangan telat lagi! Gue jitak ya, nanti."
"Hahaha ... ya udah. Daaagh Cindy!"
Cindy terpaksa menjemput Tasya. Biasanya, Tasya memang suka dianter sama sopir, tapi sejak sopirnya minta berhenti
, jadi ... kadang-kadang Tasya bawa mobil sendiri atau nebeng sama Cindy.
Jarak rumah Cindy dan Tasya nggak terlalu jauh. Cuma butuh waktu sepuluh menit. Tasya yang dari tadi nunggu jemputan gratis di depan rumahnya, langsung masuk ke mobil Cindy.
"Aduuuh ... Cindy, elo emang s ahabat gue yang paling baik! Cindy makin cantik aja, nih!" Tasya merayu Cindy.
"Dasar ya ... puji aja terus, giliran gini, elo baek-baekin gue! Kalo orang kayak elo ada dua, bisa makin stres gue!"
Mobil melaju ke SMA Plus 05. Tasya seenaknya masang CD favoritnya.
Sampai sekolah, ada pengumuman rapat guru. Jadi, waktu belajar dipakai buat rapat guru. Semua anak menyambut gembira. Tapi, tetap aja belajar dimulai setelah jam istirahat.
Selama jam kosong, Tasya, Nana, Cindy, dan Marshall duduk di depan kelas. Nana dan Marshall yang belum resmi jadian, malah makin deket. Sedangkan Tasya, sibuk ber-SMS ria sama gebetan barunya, Ari. Cindy kesal sendiri melihat teman-temannya yang cuek.
"Duuuh ... udahan dong, seneng-senengnya! Tega banget sih, sama gue! Mentang-mentang gue nggak punya gebetan, malah dicuekin. Nggak tau
apa, kalo gue juga mupeng"" Cindy langsung ngangetin teman-teman-nya yang lagi asyik.
"Kasian banget, sih! Makanya, cari gebetan, dong!" goda Marshall.
"Cindy, Sayang! Mending elo denger curhatan gue tentang Ari. Mau, nggak"" rayu Tasya.
"OGAH!!!" Cindy ketus.
"Dy, jangan marah, dong! Nanti make-up elo luntur kalo marah-marah mulu," canda Nana dengan tampang tak berdosanya.
"Eh, Dy, Na, Shall ...! Mau tau, nggak" Gue yakin banget nih, udah nemuin soulmate1. Tau nggak" Semalem, Ari manggil gue dengan sebutan 'Non'! Romantis, kan"" Tasya lagi-lagi membahas soal soulmate-nya.
"idiiih kok, elo malah bangga dipanggil 'Non1" Kok, mau, sih" Kalo dia manggil elo 'Non', berarti dia kacung elo, dong!" Cindy puas menggoda Tasya yang nggak bosen-bosennya membanggakan Ari.
"Ih ... biarin aja! Vang penting gue cinta! Duuuh ... soulmate-ku\ My soulmate ... My soulmate .... "
"Wah ... udah nggak waras nih anak!" sela Marshall.
"Iya nih, kita masukin RSJ aja, yuk!" Nana menambahkan.
"Hahaha bener Na, orang gila kayak gini, harus cepet-cepet diobatin!" kata Cindy, yang disambung tawa mereka.
Tiba-tiba .... "ADUUH!" Cindy dan Nana kompak mengaduh,
karena dijitak Tasya. "Kita liat aja! Gue pastiin si Ari jadi soulmate gue!" kata Tasya pasti.
"Oke, deh! Kita liat aja! Paling-paling, ntar juga elo sendiri yang kabur! Kayak waktu si Rido juga gitu, kan"" Cindy pun nggak kalah yakin.
"Sori, deh! Gue yakin, kali ini nggak mungkin! Gue berani jamin seratus persen!"
"Kok, elo yakin banget sih, Sya"" tanya Marshall kemudian.
"Oh, jelas dong, Shall. Gue sama Ari udah satu selera. Tipe-tipe kayak Ari itu, tipe yang selama ini gue cari-cari. Jadi, mana mungkin gitu loh ... gue kabur trus lepasin orang yang selama ini gue cari! Pokoknya, gue jamin, deh. Terus, gue yakin dan pasti ... Ari soulmate gue!" ucap Tasya pede.
"Kalo ternyata dugaan elo meleset, gimana"" tanya Cindy.
"Nggak mungkin! Gue jamin, deh!" jawab Tasya.
"Lho, tapi kan, kemungkinan selalu ada. Lagian, cuma kalo ... hayo, gimana"" tambah Nana.
"Duuuh ... elo-elo ini kok, kayaknya nggak seneng ba-nget liat gue seneng. Harusnya, kalian ngasih gue dukung-an, biar gue makin pede sama yakin ... bukannya ngejatoh-jatohin gitu. Bikin gue down aja!" kata Tasya kesal.
"Lho ... Sya, elo jadi sewot gitu, sih" Kan, tadi cuma bercanda. Lagian, cuma kalo ... jangan marah, dong," Marshall meredakan.
"Iya nih, Tasya, gitu aja sewot. Kita cuma bercanda. Elo kayak yang baru kenal kita-kita aja.
Udah dong, jangan cemberut terus. Cheese, senyum, dong!" Cindy mencoba menghibur, Tasya pun kembali tersenyum, dan mereka semua tertawa.
"Iya ... iya ... abis, gue bete aja! Ya udah ... pokoknya ntar kalo gue tiba-tiba nggak jadi lagi sama Ari ... elo semua gue traktir, deh! Tapi ntar kalo ternyata dan terbukti Ari itu soulmate gue ... elo semua gue jitakin satu-satu. Deal"" ujar Tasya semangat.
"DEAL!!!'' jawab Cindy, Nana, dan Marshall bareng.
"Asyiiik ... makan-makan ... makan-makan ... hehehe ... kita harus menang!!!" kata Nana
tiba-tiba dengan semangat mendengar kata traktiran itu.
"Nana! Tuh ... kan, elo malah seneng kalo gue yang kalah! Dasar!" Tasya protes sambil cemberut.
"Sori, Sya, bukan gitu. Gue keceplosan, gue kesenengan sih, kalo udah ada yang mau nraktir," jawab Nana asal.
Pulang sekolah, Tasya buru-buru ke luar gerbang. Dia melihat Meli dan kelima temannya menggoda Ari. Buru-buru, Tasya menghampiri Ari di depan mobilnya.
"Heh, minggir elo semua! MUPENG, YA"!" kata Tasya sambil mengusir Meli dan teman-temannya yang benar-benar mupeng.
"Yuk, Ri, cabut!" ajak Tasya.
Ari tersenyum dan mengangguk. Ari membukakan pintu mobil buat Tasya, bikin Tasya semakin ge-er. Meli dan gengnya melihat Tasya dengan
tatapan iri, sementara Tasya tersenyum bangga.
Tasya dan Ari pun menuju sebuah pet shop yang terletak di pusat kota. Perjalanan mereka kurang lancar, karena arus lalu lintas yang padat. Siang benar-benar macet dan panas, huuuh ... udah dibayangin kalo mereka keluar dari mobil ber-AC itu, pasti langsung keringetan karena suasa-na yang panas dan macet.
Setelah sampai di parkiran pet shop, mereka pun lang-sung masuk. Sengaja mereka memilih pet shop yang ada di pusat kota yang terbesar dan terlengkap.
Tasya dan Ari pun berkeliling mencari segala keperluan Pretti dan Felix.
"Wah ... bagus banget kalungnya nih, Ri," ujar Tasya sambil memegang kalung untuk kucing itu.
"Iya Sya, bagus! Beli, yuk! Biar samaan kalungnya. Siapa tau Pretti sama Felix jodoh."
"Ngaco!" Satu jam kemudian, Ari memegang dua kantong belan-ja-an; miliknya dan milik Tasya. Ari benar-benar pengertian. Tasya semakin suka dan yakin sama Ari. Tasya pun lang-sung diantar pulang. Sesampai di rumah, Tasya langsung mencari Pretti.
"Pretti ... Pretti pus ... kamu di mana"!" Tasya memanggil-manggil Pretti sambil mencarinya. Nggak lama, seekor kucing yang berbulu lebat dan badan yang gemuk menghampiri Tasya.
Meong ... Meong ...! Pretti menghampiri Tasya, dan menggeliat-geliat di kakinya dengan manja. Tasya langsung menggendong kucingnya, dan
mengelus-elus penuh sayang.
"Aduuuh ... Pretti, Sayang! Kamu ke mana aja, sih" Pretti, udah makan belum"" Tasya ngajak Pretti ngobrol, sedangkan Pretti menjawab dengan bahasanya.
"Eh, Pretti ... aku punya oleh-oleh buat kamu. Nih, aku beliin kalung buat kamu. Lucu, kan" Sini, aku pakein, ya!" kata Tasya sambil memakaikan kalung di leher Pretti. Kalung yang baru dibelinya sama seperti kalung yang Ari beli juga untuk kucingnya.
"Naaah ... bagus, kan" Duh kamu makin cantik aja. Kalungnya juga sama lho, kayak punya Felix, kucingnya Ari. Kata Ari, siapa tau kamu jodoh sama Felix. Kamu mau nggak, aku jodohin" Moga yang jodoh nggak cuma kucingnya aja! Siapa tau, aku juga jodoh sama Ari."
Dunia Preti #6 Kucing dapat melihat dalam cahaya yang amat terang maupun gelap. Ketika cahaya yang ada terlalu sedikit untuk melihat, kucing akan meng-gu-na-kan "kumis" atau misalnya (vibrissae) untuk membantunya menentukan arah dan menjadi alat indera tambahan. Misai dapat mendeteksi perubahan angin yang amat kecil, membuat kucing dapat mengetahui ada-nya benda-benda di sekitar-nya tanpa melihat.
Kucing memiliki kelopak mata ketiga yang disebut membrana niktitans. Kelopak ketiga ini terdiri dari suatu lapisan tipis yang dapat menu-tupi mata dan nampak ketika mata ku-cing terbuka. Membran ini menutup sebagian ketika kucing sedang sakit. Kadang kucing yang amat mengantuk atau gembira juga memperlihatkan membran ini.
Baunya itu, Lhooo!! I IpTasya berbunyi ketika ia sibuk ngerjain pe-er
nya pagi-pagi di sekolah. Duuuh siapa sih, pagi-pagi gini nelepon" Nggak tau apa orang lagi sibuk ny on teki Dasar, ngeganggu ajal Tasya bergumam kesal sambil mengambil HP yang masih berbunyi dari dalam tasnya.
Mukanya langsung berubah ceria ketika melihat nama Ari di layar HP. Hihihi ... Ari, mau ngapain, ya" Pasti dia kangen sama gue! "Halo, kenapa, Ri""
"Halo Tasya, sori nelepon kamu pagi-pagi. Pasti kamu lagi di sekolah, ya" Belum masuk" Lagi ngapain" Aku nge-ganggu, nggak""
"Nggak kok, aku lagi nunggu nih, belum masuk juga. Kenapa"" jawab Tasya berbohong. Apa sih, yang nggak gue lakuin buat
elo" Kalo cuma pe-er, nggak apa-apa deh, gue rela nggak ngerjain, asal gue bisa ngobrol sama elo.
"Sya, rencananya nanti aku mau ngajakin kamu jalan-jalan, mau nggak""
"Ke mana" Kapan""
"Belum tau sih, ke mananya. Yang penting bisa jalan sama kamu. Mau nggak" Kalo mau, nanti
kamu pulang sekolah, aku jemput Gimana"" "Boleh ... boleh ...!"
"Ya udah kalo gitu. Sampai nanti siang ya, Sya Daaagh!"
Setelah menutup teleponnya, Tasya masih senyum-senyum sendiri. "YESSSM!" teriaknya.
Tiba-tiba, Cindy nyenggol badan Tasya. Cindy yang kebetulan saat itu pun sedang nyontek pe-er Nana, mera-sa aneh melihat Tasya malah bengong sambil senyum-senyum sendirian.
"Inget pe-er, cepet kerjain! Dasar tukang ngelamun! Siapa sih, yang nelepon, Sya"" tanya Cindy tanpa mema-ling-kan wajah dari bukunya.
"Ari. Dia nanti mau jemput gue. Seneng deh
gue!" TASVA langsung ke depan gerbang sekolah. Dilihatnya Ari menunggu di dalam mobil. Kacamata hitam masih bertengger di wajahnya, dan itu membuat Ari semakin ganteng.
"Sya, kita nonton, yuk! Mau nggak"" ajak Ari setelah Tasya masuk ke mobilnya.
Tanpa pikir panjang, Tasya langsung nerima ajakan Ari dengan mengangguk sambil tersenyum manis. Mereka nonton di bioskop Mal Indah Palm.
"Kita nonton apaan nih, Sya"" tanya Ari ketika
sampai di depan barisan loket.
"Mmm ... apa, ya" Kalo kamu, sukanya film kayak gimana" Yang romantis, horor, atau laga"" Tasya malah balik nanya.
"Kalo aku, suka semua. Tergantung kebutuhan."
"Maksudnya""
"Kalo aku lagi jalan berdua sama cewek, aku lebih suka nonton yang romantis. Biar tambah seru. Iya nggak" Terus, kalo film horor sama laga, aku lebih suka nonton bareng temen-temen. Lebih seru! Kalo kamu""
"Kalo aku emang suka banget sama film romantis. Aku nggak suka film lainnya. Nggak rame."
"Ya udah, berarti kita emang satu selera. Yuk ... kita nonton film Dian Sastro terbaru aja, mau nggak" Kamu belum nonton, kan"" ajak Ari.
"Kebeneran, aku juga tadi mau ngajakin kamu nonton film ini, abis ... aku fan berat Dian Sastro," kata Tasya de-ngan polos dan senang.
"Wah ... pantesan "Pantesan kenapa""
"Nggak ... aku sebenernya ngeliat kamu itu, sekilas mirip sama Dian Sastro."
"Udah deh, jangan ngeledek!"
"Ih ... serius! Suer! Nggak pake bo'ong!"
Mereka berbaris mengikuti antrean yang panjang banget. Untung mereka tetap kebagian tiketnya. Uh ... kalo nggak, bete banget. Udah ngantre panjang-panjang, eh ... keabisan. Tapi sialnya, mereka kebagian duduk di deretan pertama
dari depan. Bisa dipastiin bakal bikin kepa-la jadi pegel-pegel, soalnya selama dua jam, harus nonton dengan kepala ke atas. Tapi buat Tasya, semua pengorbanan itu justru membuatnya semakin bahagia asal bareng Ari.
Selesai nonton, mereka langsung menuju parkiran.
"Gimana, Sya" Filmnya suka nggak"" tanya Ari sambil memasang sabuk pengaman.
"Suka banget! Bagus banget, ya" Aduuh ... aku tuh bener-bener suka sama Dian Sastro," jawab Tasya puas.
"Sya, sekarang kita ke mana, nih""
"Terserah kamu aja."
"Sya, kita nongkrong dulu yuk, sebelum pulang. Kamu mau nggak"" ajak Ari.
Lagi-lagi, Tasya nerima tawaran Ari dengan senang hati. Mereka mencari tempat parkir yang enak di tempat terbuka, lalu ngobrol. Obrolan-obrolan mereka bukan seputar Pretti dan Felix lagi. Tapi lebih serius, kayak orang pacaran.
DUUUT ...!!! Tiba-tiba, terdengar suara cukup keras, memecah keheningan. Tasya yang kaget mendengar suara itu, langsung menutup hidungnya dengan kedua tangan. Bukannya apa-apa, tapi gas beracun yang Ari keluarkan itu benar-benar bau busuk. Malah, Tasya sampai mual menciumnya. Buru-buru ia keluar dari mobil untuk menghindari bau itu.
Ari yang merasa mengeluarkan gas beracun itu cuma cengengesan tanpa dosa, walaupun ada rasa
malu dalam dirinya. Ya ... ampuuun ini cowok, giia banget! Nggak bisa kontrol! Ngerusak suasana aja! Bisa-bisanya kentut di depan gue! Jorok banget, sih!
"Sya, sori ya ... soriii. Udah yuk, masuk lagi ke mobil. Kita cabut aja. Yuk, masuk. Udah nggak bau, kok. Barusan aku langsung semprotin pewangi," bujuk Ari yang udah mastiin kalo gas beracunnya udah ilang karena disemprot pewangi.
Tasya pun mengangguk pelan, da
n dengan ragu-ragu masuk ke mobil lagi.
"Sya, sori, ya! Kamu nggak apa-apa, kan"" kata Ari melajukan mobilnya.
"Hah" Oh ... nggak apa-apa, kok!" Tasya menjawab sambil tersenyum tipis dan dengan kesal. Nggak apa-apa gimana" Jelas-jelas kentut elo itu bau banget! Elo mau bikin gue pingsan apa" Sabar, Sya ... sabar ... mungkin Ari lagi sakit perut.
"Sya, jujur aja, aku tuh punya penyakit masuk angin setiap malem. Pokoknya kalo udah malem, pasti aja perut aku selalu kembung. Kata dokter sih, kebanyakan gas di perut aku. Makanya, kalo tiap malem, aku suka kentut-kentut gitu! Maaf, ya!" Ari mencoba menjelaskan dan berharap Tasya mau mengerti penyakit yang dideritanya.
"Nggak apa-apa lagi, Ri, namanya juga penyakit."
"Kalo gitu ... sebagai rasa maafku, gimana kalo seka-rang aku traktir kamu makan" Mau, ya! Pliiis ...!"
"Oke, deh!" Tasya tersenyum tipis.
Ari pun memarkirkan mobilnya di sebuah kafe tenda di pinggir jalan. Mereka memesan makanan, tapi memutus-kan untuk makan di mobil.
Tasya yang masih merasa gondok dan kesal dengan kejadian tadi, berusaha mati-matian melupakan kejadian itu. Tasya masih berusaha menerima Ari sebagai salah satu kriterianya, padahal jelas-jelas Tasya nggak suka sama cowok jorok.
EEEUUU ...! Dengan spontan, suara lengkingan yang lain lagi terdengar dari Ari. Kali ini keluar dari mulut Ari.
Tasya kesal banget dengan kelakuan Ari. Bener-bener nggak bisa ditoieiir iagi! Ini orang maunya apa, sih" Bener-bener bikin gue muak!
Tasya yang saat itu juga kehilangan selera makan, langsung menyudahi makanannya yang masih bersisa banyak. Sementara Ari, lagi-lagi cengengesan dengan kelakuannya, namun kali ini Ari nggak minta maaf sama Tasya. Menurut Ari, sendawa masih dalam hal yang wajar.
"Lho, Sya, makanannya nggak diabisin, sih"" tanya Ari sambil melihat makanan Tasya yang dibiarkannya.
"Gue udah kenyang! Pulang, yuk!" Tasya ketus pada Ari, dan mulai ber-elo-gue.
Ari sama sekali nggak nyadar sama Tasya yang semakin kesal pada dirinya. Padahal, Tasya terang-terangan nun-jukin kebeteannya.
Ari pun mengantar Tasya pulang sampai depan rumah-nya.
"Oke Ri, gue duluan! Daaagh ...!" kata Tasya sedikit jutek.
"Sya!" panggil Ari sebelum Tasya memasuki pagar rumah-nya.
"Kenapa"" "Kamu nggak apa-apa, kan"" tanya Ari hati-hati dan sedikit kebingungan dengan perubahan sikap Tasya.
"Nggak! Emangnya kenapa sama gue"" Tasya malah balik nanya.
"Nggak, sih. Mmm ... besok jalan lagi, yuk!"
"Aduh, sori! Gue nggak janji, gimana besok aja. Udah ya, gue masuk, daaagh!"
"IIIH ... gue sebel banget! Kok, bisa-bisanya dia kentut sama sendawa di depan gue"! Jorok banget nggak sih, tuh orang"!" Tasya menceritakan pada teman-temannya ketika pulang sekolah keesokan harinya.
"Hahaha Cindy, Nana, dan Marshall kompak tertawa mendengar curhat Tasya yang menurut mereka sangat lucu.
"Kok, malah pada ketawa, sih" Nggak tau apa, gue lagi kesel gini" Gue bingung, kenapa ya, tiap gue jalan sama gebetan gue, pasti aja selalu akhirnya gue iifeei sama mereka"!" Tasya nyerocos dengan kesal.
"Elo aja kali Sya, terlalu tinggi matok standar kriteria," kata Marshall yang masih kegelian.
"Iya! Makanya, jadi orang nggak usah sok pengin dapet yang sempurna. Emangnya, ada cowok yang sesempurna yang elo mau"" Cindy ikut-ikutan nyalahin Tasya.
"Iya Sya, mending mulai sekarang coba nerima cowok itu apa adanya, pasti elo dapetin soulmate1. Percaya, deh," saran Nana.
"Iya juga, sih. Elo bener, Na. Kalo gue kayak gini terus, pasti gue nggak bakal dapet cowok. Ya udah deh, gue bakal coba! Tapi ... gue nggak mau ah, kalo harus deket lagi sama Ari. Udah keburu ilfeel ! Elo bayangin aja ken-tutnya itu ... wuiiih! Bau telor busuk! Gue aja sampe mau muntah!"
"Tapi, siapa tau Ari bakalan berubah. Siapa tau kema-ren dia nggak sengaja aja kelepasan kentut di depan elo," kata Cindy.
"Aduuh ... tetep deh, gue nggak mau! Lagian, gue kasih tau sama elo semua, yang namanya Ari itu punya penyakit kentut tiap malem. Bayangin aja, bisa-bisa gue mati keracunan! Cinta sih, cinta, tapi ... kalo pake kentut, ogah gue!"
"Ya udah ... ntar elo gue kenalin sama temen gue. Mau nggak" Anaknya cak
ep juga, kok. Kalo suka kucing apa nggak, nggak usah ditanya. Tapi, dia rada-rada cuek sama dandanannya. Jadi, kadang suka urakan, dekil ya ... gitulah ... tapi dijamin nggak bau, kok. Gimana, mau coba nggak"" tawar Marshall.
"Boleh, deh!" Tasya tersenyum tipis.
"MARSHALL! Elo kok, jahat" Kok, cuma nawarin Tasya aja" Gue, dong! Elo nggak kasian apa sama gue" Gue kan, kesepian."
"Dy ... sayangnya, stok gue terbatas Marshall menggoda.
Cindy langsung manyun. "Cieee ... yang bakal punya soulmate baru!" goda Nana pada Tasya.
"Eits! Ntar dulu ... bukannya udah ada yang janji nih, bakalan nraktir kita-kita kalo ternyata prediksinya salah!" Marshall mengingatkan janji Tasya.
"Bener! Asyik, akhirnya makan-makan juga! Kebeneran lagi kelaperan," Cindy menimpali.
"Iya, Sya! Ayo, dong! Yuk, makan!" rengek Nana.
"Iya ... iya! Dasar ya, elo semua emang pada nggak tau diri. Temen lagi sedih, malah diminta nraktir! Bahagia di atas penderitaan orang tuh, namanya!"
"Jadi, kapan makan-makannya"" tanya Marshall
lagi. "Iya, kapan"" Cindy ikut mendesak. "Sekarang juga kita cabut! Come on ... Geng Ber-empat!"
Mereka pun langsung pergi ke kafe The Black Coffebar. Marshall langsung mengontak Rio, temannya yang mau dicomblangin sama Tasya.
Ternyata, Rio lebih dulu datang daripada mereka berempat. Marshall menyapa Rio lebih dulu sambil memeluknya.
"Hai Man ... apa kabar" Gileee ... bawa bidadari tiga biji, nih"" sapa Rio pada Marshall.
Rio yang sore itu berpakaian agak urakan dengan aksesori yang banyak di tubuhnya, ternyata bukan cuma cuek, tapi juga ngomongnya ceplas-ceplos nggak di-kontrol.
"Hai, Bro! Wah ... makin gila aja elo kayaknya!" sapa Marshall balik sambil menepuk pundak Rio.
"Oya, kenalin bidadari-bidadari gue. Cantik-cantik, kan"" ujar Marshall bangga.
"Halo ... gue Rio. Nama gue sih, sebenernya Mario Pratama, tapi panggil aja gue Rio, okey"" kata Rio.
Gue Tasya. Sebenernya, nama gue Fatasya Hezkika. Tapi, panggil gue Tasya aja. Oke"" kata Tasya niruin kata-kata Rio.
"Oh ... Tasya, halo Tasya, kamu cantik, ya!" puji Rio asal.
"Nana," giliran Nana memperkenalkan dirinya.
"Oh ... ini yang namanya Nana, Shall" Jadi, ini calon nyonya Marshall"" kata Rio lagi asal, dan membuat muka Nana memerah.
"Aku Cindy," kata Cindy yang juga menjabat tangan Rio.
"Wuiiih ... Cindy kamu cakep juga!" puji Rio lagi
asal. Dunia Preti #7 Suara kucing sering ditulis "meong" dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Inggris yang digunakan di Amerika, suara kucing ditulis "meow". Di negara Inggris sendiri, penulisan-nya adalah "meow" juga dalam bahasa Perancis, "nya" dalam bahasa Jepang. Suara "meong" kucing memiliki berbagai arti tergantung pengucapannya oleh si kucing. Kucing juga dapat mengelu-ar-kan suara seperti deng-kuran panjang yang sering disukai manusia. Karena suara ini bukan vokal, maka kucing dapat mengeluarkan suara dengkuran dan me-ngeong pada saat yang sama.
Umumnya, semua daun telinga kucing tegak. Tidak seperti pada anjing, kucing dengan telinga terlipat amat jarang ditemukan. Jenis Scottish Fold adalah salah satu jenis kucing dengan mutasi genetik yang langka ini. Ketika marah atau takut, daun telinga kucing jenis ini akan tertekuk ke belakang sementara si kucing mengeluarkan suara menggeram atau mendesis. Ketika mendengarkan suatu suara, daun telinga kucing akan bergerak
ke arah sumber suara; daun telinga kucing dapat mengarah ke depan, ke samping, bahkan seolah menoleh ke belakang.
Inikah si Solmet" Seperti biasa, kalo urusan menarik perhatian
cowok, Tasya juaranya. Siapa sih, yang nggak suka sama Tasya" Sekali melihat Tasya tersenyum aja, pasti langsung serasa ada magnet yang menarik para cowok.
Tasya pun semakin dekat sama Rio. Tasya mulai belajar nerima orang apa adanya, terbukti udah seminggu ini Tasya sering jalan bareng Rio. Setiap Rio melakukan hal-hal yang dirasa nggak pantas oleh Tasya, Tasya langsung buru-buru menepisnya. Demi soulmate.
Tasya senang jika dekat dengan Rio, walaupun pembicaraan mereka hanya seputar teman-temannya, ataupun hal-hal yang standar, tapi Tasya merasa sangat nyambung. Baginya, Rio itu unik. Di depan Rio, Tasya
merasa nggak perlu jaim-jaim lagi, mereka malah seperti seorang sahabat yang sudah lama saling kenal.
"Eh, gimana kabarnya si Cindy" Dia udah dapet gebet-an, belum"" kata Rio waktu mereka jalan-jalan ke mal.
"Iya, tuh anak sampe sekarang masih suka sewot aja kalo udah ngeliat si Nana sama Marshall deket-deketan. Sirik gitu, deh!"
"Hahaha ... kasian juga tuh anak! Padahal, dia cantik! Gue seneng lho, sama cewek yang suka dandan kayak dia. Elo kok, nggak dandan sih, Sya" Kalo dandan, pasti makin cantik, deh!"
"Huuuh ... gombal!"
"Eh, Nana belum pernah pacaran, ya" Kasian ya, Marshall sampe sekarang cintanya belum dijawab juga."
"Iya, Nana emang kayak anak kecil! Tau tuh, mau sampe kapan ngegantung perasaan Marshall."
"Kalo Cindy, dia udah berapa kali pacaran" Kalo elo pasti banyak ya, Sya"" tanya Rio lagi.
"Uh ... malah banyakan Cindy daripada gue!"
"Iya, sih. Elo kan, kebanyakan jual mahalnya.
"Ih ... enak aja! Sok tau!" protes Tasya.
"Tau, dooong! Marshall yang bilang."
Sial! Marshall cerita apa aja nih, tentang gue" Jangan-jangan, dia cerita tentang Ari juga! Oh my God, malu-maluin aja!
Sepulang dari mal, Tasya yang sore itu diantar pulang oleh Rio sampe depan rumahnya, langsung masuk ke kamarnya. Buru-buru Tasya mencari Pretti.
"Pretti ... Pretti Tasya memanggil kucing kesayang-annya itu.
"Meong ...." Pretti menghampiri Tasya.
"Aduh Sayang, kamu ngapain aja hari ini" Duh, aku kangen banget sama kamu. Pretti udah makan belum" Kok, kamu kayaknya kurusan, sih" Eh Pretti, aku mau curhat lagi nih, tentang Rio. Barusan, aku abis jalan-jalan sama Rio. Makin hari,
aku makin deket aja sama Rio. Pretti, kalo kata kamu, kira-kira dia soulmate aku bukan"" "Meooong ...."
"Apa" Kamu bilang Rio soulmate aku" Yang bener" Makasih Pretti, kamu emang kucing aku yang paling cantik sedunia. O iya, jujurnya ya ... sebenernya sih, Rio itu sama sekali bukan tipe aku, walaupun dia emang suka juga sama kucing. Tapi kalo diliat-liat, Rio tuh bertolak bela-kang banget sama yang aku mauin. Tapi kenapa ya Pretti, aku sama sekali nggak peduli. Yang aku tau, aku sekarang ngerasa suka banget sama Rio. Makanya walaupun dia urakan, dekil, pecicilan ... tapi kok, aku mau, ya" Oh ... mungkin ini yang namanya soulmate. Iya, kan"" curhat Tasya lagi panjang lebar.
"Meooong..." lagi-lagi Pretti menjawab curhat-an Tasya, seolah-olah memang sedang ngobrol bersama.
"SELAMAT siang anak-anak. Baiklah untuk membuka acara bazar dan malam amal ini marilah kita bersama-sama mengucapkan basmalah," kata kepala sekolah saat pidato pembukaan acara.
Semua anak yang hadir di situ serentak mengucap-kan,"Bismillahirrahmanirrahiim ...."
"Ya, sebelum kita mulai acara bazar ini. Saya
selaku kepala sekolah 5MA Plus 05 ingin menyampaikan kabar gembira. Kabar gembira bagi 5MA tercinta kita. Kabar yang juga mengharumkan nama sekolah kita. Yaitu pengu-muman peserta yang lolos menjadi calon anggota paskibra tingkat nasional."
"Horrreee ... Tasya ... Tasya ... Tasya ...!" terdengar suara riuh anak-anak yang juga memanggil-manggil nama Tasya.
Hidung Tasya jadi kembang kempis melihat dukungan-nya yang begitu banyak.
"Ada lima orang anak yang lolos. Baiklah, Bapak akan menyebutkan nama-namanya. Yang bersangkutan harap maju ke depan. Yang pertama, Tora dari kelas 2-E. Yang kedua Gina dari kelas 1-C. ketiga, Fatasya Hezkika dari kelas 2-A
Suara anak-anak bertambah riuh saat nama Tasya disebutkan. Tinggal nama Nana yang belum disebut.
"Keempat, Galih. Dan kelima Budi dari kelas 2-B. Ya ... itulah nama anak-anak yang telah mengharumkan seko-lah kita. Tepuk tangan untuk mereka
"Tuh kan, gue bilang juga apa" Anak cengeng, anak lemah kayak elo, nggak mungkin bisa lolos. Elo tuh cuma mimpi doang, tau"! Kasian banget elo, ya!" ledek Meli, Sita, dan keempat temannya pada Nana. Nana diam dan hanya menunduk.
"Heh, Nenek Lampir kurang kerjaan. Diem elo semua! Pergi nggak" Resek!" bentak Cindy membela Nana.
Keenam orang itu pun pergi meninggalkan Nana, Cindy, dan Marshall.
"Mereka bener lagi, Dy. Gue tuh emang nggak bakat. Gue tuh emang lemah kayak apa yang mereka bilang. Bukti-nya, kayak gini aja gue
pake nangis segala," kata Nana dengan penuh kesedihan.
"Aduh Na, udah, dong! Elo harusnya bangga. Elo udah bisa lolos sampe tes kedua aja itu udah suatu kebanggaan. Daripada mereka"" bujuk Cindy.
"Iya, Na. Masa gitu aja elo nyerah" Elo kan, masih bisa seneng, soalnya Tasya sahabat elo bisa lolos juga. Iya, kan"" giliran Marshall membujuk Nana.
"Na, elo harusnya bangga sama diri sendiri. Elo harus pede. Belum tentu semua orang bisa ngelakuin apa yang udah elo lakuin. Jadi, elo nggak boleh pesimis gitu. Keme-nangan gue, kemenangan elo juga, kan"" tiba-tiba, Tasya datang dan ikut memberikan dukungan.
Nana pun tersenyum dan memeluk Tasya. "Selamat ya, Sya
Solmet Karya Restee di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Makasih ya, Na."
"Hey ... udahan yuk, maen film Indianya. Mending sekarang kita mulai jualan gelang!" ajak Marshall.
"Yuk ya yuuuk!" jawab Tasya, Nana, dan Cindy kompak.
"Gelaang ... gelang ... gelang persahabatan. Murah murah ... cuma tiga rebu perak. Ayoo gelang
gelang!" teriak Marshall mempromosikan gelang-gelangnya di stan bazarnya.
"Iya nih ... gelang persahabatan model terbaru. Yang nggak punya nggak gaul. Gelang persahabatan, yang nggak punya, nggak gaul!" teriak Tasya nggak kalah ken-ceng mempromosikan gelangnya.
"Sya, nggak punya, nggak gaul" Maksudnya apaan, tuh"" tanya Cindy heran.
"Yeee ... itu moto gelang produk kita. Bagus kan, motonya""
Mereka berempat sibuk menjual gelang-gelang per-sahabatan itu. Anak-anak kontan langsung membeli gelang-gelang itu. Abis ... takut dibilang nggak gaul. Hahaha ... ada-ada aja!
"Gue beli juga dong, Sya." Tiba-tiba, Rio muncul di acara bazar yang dibuka untuk umum itu.
"Eh, elo. Asyiiik ... belinya yang banyak, ya! Asyik ... penglaris!" kata Tasya serasa penjual di pasar-pasar.
"Gue beli dua, deh. Satu buat gue, yang satu lagi buat sahabat gue. Elo!" Rio menyerahkan gelang yang sudah dibelinya ke Tasya.
Tasya senyum-senyum kege-eran dengan perlakuan khusus Rio.
Acara bazar berlangsung meriah. Selain banyak per-wakilan dari kelas yang berjualan di stan bazar. Anak-anak juga nyumbang kreativitas masing-masing sebagai perwakilan dari setiap kelas. Ada band-band, opera, dan juga modern dance. Semua anak begitu menik-mati acara bazar tersebut. Apalagi saat perwakilan anak kelas tiga, yaitu geng Gulz Dancer yang turut memeriahkan acara siang itu.
"Ya, berikut ini kita sambut perwakilan dari anak-anak kelas tiga dengan modern dance-nya. Tepuk tangan!" kata MC.
Satu per satu anak-anak Gulz Dancer menaiki panggung.
"Five-six-seven .... Go!" aba-aba Sita pada teman-temannya untuk memberikan hormat ala mereka.
Tak lama, terdengar musik yang begitu keras. Uuups! Nah, lho" Kok, malah lagu dangdut yang terdengar"
Kontan aja semua penonton berteriak, "Huuu
...!" Akhirnya, Gulz Dancer turun panggung tanpa sempat beraksi. Dengan terpaksa, mereka pun harus menahan malu.
Ya, itulah aksi yang paling seru dalam acara bazar SMA Plus 05. Kejadian itu benar-benar menghibur mereka. Apalagi untuk Tasya, Nana, Cindy, dan Marshall. Yang bisa dipastiin mereka tertawa puas melihat tingkah konyol kakak kelasnya itu. Abiiis ... udah dandan abis-abisan. Nggak taunya GATOT! GAGAL TOTAL!
Acara bazar pun selesai dengan sukses. Semua gelang yang dijual Tasya cs terjual tak tersisa. Gelang mereka benar-benar paling laris di bazar itu. Hasil penjualan gelang mereka pun tentu akan langsung diserahkan pada acara malam amal. Tasya, Nana, Cindy, dan Marshall benar-benar puas dan senang dengan hasil kerja mereka yang sukses.
Dunia Preti #8 Kucing termasuk hewan yang bersih. Mereka sering merawat diri dengan menjilati rambut mereka. Saliva atau air liur mereka adalah agen pem-bersih yang kuat, tapi dapat memicu alergi pada manusia. Kadang kala kucing memuntahkan hairball atau gulungan rambut yang terkumpul di dalam perut mereka.
Kucing menyimpan energi dengan cara tidur lebih sering ketimbang hewan lain. Lama tidur kucing bervariasi antara 12-16 jam per hari, dengan angka rata-rata 13-14 jam. Tetapi tidak jarang dijumpai kucing yang tidur selama 20 jam dalam satu hari.
Gue bilang juga Apa "!
'.L'asya masih jalan bareng Rio. Walaupun sebenernya yang dilakukan Tasya dan Rio
setiap harinya selalu sama, nggak jauh dari makan dan ngobrol.
"Sya, gimana" Sukses nggak, gelang-gelang yang kemaren"" tanya Rio sambil melahap makanan pesanannya.
"Sukses abis, dong! Gila, gue bener-bener seneng! Nggak nyangka bakalan laku nggak bersisa."
"Jelas aja laku. Semua orang kan, beli gara-gara nggak mau dianggap nggak gaul. Abis, ada-ada aja punya slogan. Apaan tuh slogannya" Gue lupa!"
"Nggak punya, nggak gaul. Hehehe jawab Tasya girang.
"Tuh ... kan, jelas aja mereka beli. Hahaha
"Termasuk elo, dong" Berarti, elo takut juga ya, dibilang nggak gaul"" ledek Tasya.
"Nggak juga, tuh. Gue sih, ngebantuin kalian aja, biar cepet laku. Oya, elo seneng kan, sama gelangnya""
"Iya, trims, ya!" Tasya tersenyum semanis mungkin.
"Sya, elo sama Cindy dan Nana itu temenannya udah lama banget, ya" Kayaknya akrab banget," kata Rio lagi di sela-sela pembicaraan mereka.
"Ya iyalah ... kita temenan udah dari awal masuk SMA. Pokoknya, kita tuh bener-bener kompak," jawab Tasya bangga.
"Berarti, udah kenal sifat masing-masing, dong""
"Jelas, dong ... apa sih, yang nggak kita tau. Kita pasti udah kenal sifat masing-masing, makanya kita tuh nggak pernah berantem."
"Kalo gue perhatiin, Nana anaknya manja, ya" Kayak anak kecil gitu. Terus, kalo elo kayaknya cuek sama penam-pilan, kadang-kadang gila. Pokoknya, elo tuh, paling asyik diajak temenannya."
"Kok, elo tau, sih""
"Ya ... keliatan aja. Tapi, kalo Cindy sifatnya gimana, sih""
"Cindy itu orangnya bener-bener perhatian sama penampilan. Wah, tuh anak hobinya ke salon. Dia paling betah kalo udah di salon. Cindy juga anaknya asyik banget diajak temenan. Pokoknya, dia baek banget sama temen. Gue aja kadang-kadang suka minta dianter-jemput dia. Hehehe .... Oh iya, ada lagi. Cindy tuh pembalap sejati. Dia kalo udah nyetir, ngebut banget. Suka nyalip-nyalip kayak sopir angkot gitu, malah sopir angkot aja kayaknya kalah sama dia."
"Ooo .... Jadi, Cindy kayak gitu, ya" Baru tau gue. Sya, tipe cowok yang disuka cewek itu kayak apa, sih" Atau tipe elo kayak apa, Sya""
"Yang jelas, tipe setiap orang itu beda-beda. Kalo gue, gue suka sama cowok yang perhatian,
sayang sama gue, cakep, baek ... yang standar-standar. Yang pasti sih, gue nggak suka sama cowok yang nggak suka sama kucing," jelas Tasya.
"Gue pernah denger tuh dari si Marshall. Katanya elo benci banget sama cowok yang nggak suka kucing. Emangnya kenapa, sih" Kok, kayaknya alesan elo aneh banget!"
"Enak aja dibilang aneh! Denger ya ... gue punya teori tentang kucing. Kalo cowok yang sayang sama kucing, berarti itu cowok juga bakal sayang dan merhatiin cewek-nya," papar Tasya dengan semangat mempromosikan teori kucingnya.
"Kata siapa" Emang udah pasti" Berarti, gue termasuk tipe elo, dong""
"Mmm ... gue pikir-pikir dulu, ya!"
"Terus ... terus ... kalo tipe Cindy kayak apa" Kalo tipenya Nana kan, jelas kayak si Marshall. Nah, kalo tipe Cindy kayak apa, Sya"" Rio masih penasaran dengan tipe-tipe yang cewek suka dari cowok.
"Mmm ... setau gue, Cindy itu seneng banget sama cowok yang rapi. Kayak eksekutif muda gitu. Ya ... po-koknya yang satu selera sama dialah. Yang merhatiin penampilan juga, yang wangi, rambutnya rapi, pokoknya nggak urakan," Tasya menggambarkan ciri-ciri tipe cowok Cindy.
"Oh ... gitu, ya" Gue bingung deh, sama cewek. Kenapa sih, kayaknya jarang ada cewek yang mau nerima cowok apa adanya" Padahal, penampilan itu belum tentu nun-jukin sifat orang yang sebenernya."
"Iya juga, sih. Buktinya ... elo. Gue kira, awalnya sifat elo seurakan penampilan elo. Ternyata, elo lebih baek dari yang gue kira," puji Tasya.
"Tuh kan, gue bilang juga apa! Harusnya, semua cewek itu punya teori kayak gue. Bukan kayak elo," ledek Rio.
"Dasar!" "Sya, nanti gue ke rumah elo, ya" Ada hal yang penting banget yang mau gue bilang."
"Ngomong apaan, sih" Di sini juga bisa! Di sini aja, deeeh!" bujuk Tasya manja.
"Nggak, ah ... malu! Nanti aja. Biar jadi kejutan buat elo."
"Di sini aja, ya," rayu Tasya lagi.
"Nggak pas waktunya. Pokoknya, ntar juga elo tau, deh! Oke""
Waaah ... Rio mau bilang apa, ya" Apa dia bakai nembak gue" Akhirnya ... gue nemuin
soulmate/ Sampai rumah, Tasya langsung buru-buru nelepon Cindy dan Nana. Tasya nyeritain semua yang dialaminya. Nana dan Cindy ngasih jawaban mirip.
"Waaah .... Hebat elo, Sya! Itu tandanya, nanti malem Rio bakalan nembak elo! Duuuh ... akhirnya temen gue nggak jomblo lagi! Pokoknya Sya, elo nanti harus buru-buru kabarin gue lagi, ya. Kalo si Rio udah pulang dari rumah elo nanti. O iya, Sya, kalo udah jadian nanti ... elo jangan lupa sama gue yang masih jomblo! Minta cariin ke Rio buat gue. Masa sih, dia nggak punya stok buat gue" Apa
perlu nih, gue banting harga"!" kata Cindy pan-jang lebar.
"GILA!!! Aduh, Tasya! Akhirnya, elo berhasil juga dapetin soulmate1. Tuh, gue bilang juga apa" Kalo kita mau nerima orang apa adanya, pasti kita dapetin orang yang terbaik. Duuuh Sya, gue nggak sabar nih, nungguin nanti malem. Oh ... gini aja, Sya, gimana kalo elo rekam semua omongannya Rio nanti malem" Gue juga pengin denger langsung kata-katanya. Hehehe ... seneng deh, gue ngedengernya. Nggak sia-sia ya, semua perjuangan elo! Va ... Sya! Pliiis ... rekamin buat gue! Nggak rugi ini dan bisa buat kenang-kenangan. Iya, nggak" Pliiis ...!" kata Nana tak kalah panjang dengan Cindy.
Malamnya, Tasya sibuk mencari baju yang pas. Tasya mencoba dandan dengan make-up. Bahkan, Tasya bela-belain minjem make-up mama demi Rio seorang. Padahal, Tasya sendiri juga tau kalo mereka nggak akan pergi ke mana-mana. Tapi, apa salahnya dandan sekali-kali, buat orang yang disayang.
"Ma, aku udah cantik, belum"" tanya Tasya pada ma-ma-nya yang mendandani anak semata wayangnya.
"Cantik. Siapa dulu dong, mamanya""
"Yeee ... Mama, malah muji diri sendiri."
"Iya,nih Harusnya, siapa dulu dong, papanya," kata papa nggak mau kalah.
"Huuuh ... ini Mama sama papa sama aja! Suka ngejayus!" ledek Tasya pada mama-papanya.
"Duuuh, Rio mana ya, Ma" Kok, lama bener" Tasya udah nggak sabar deh, Ma!" kata Tasya.
"Sabar, dong! Rio juga perlu dandan, sama kayak kamu."
"Masa Rio dandan juga, sih""
"Lho ...jangan salah. Cowok juga suka dandan. Papa aja dulu kalo mau ngapel ke rumah mama, pasti selalu rapi, wangi lagi. Emangnya, cewek aja yang harus dandan""
TING ... TONG! Bel rumah Tasya berbunyi. Tasya langsung melirik mamanya sambil tersenyum penuh arti.
"Udah ... sana, gih! Tuh, pangeran udah datang!" goda mama.
Tasya pun langsung berlari kecil menghampiri pintu rumahnya, ia yakin sekali Rio yang datang malam itu.
"Hai Tasya sapa Rio ketika Tasya membuka pintu.
"Hai juga Rio sapa Tasya dengan manis. Tasya saat itu benar-benar heran dengan perubahan Rio yang drastis.
Rio memakai kemeja putih dan jins bersih, nggak belel kayak biasanya. Rambutnya disisir rapi. Pokoknya, beda banget.
"Wah ... Sya, elo cantik banget. Mau pergi, ya"" kata Rio memuji.
"Elo juga mau ke mana" Tumben banget!"
"Ada, deeeh! Sya, gue nggak diajak masuk, nih"" kata Rio yang masih berdiri di depan pintu.
"Iya ... masuk, deh!" Tasya mempersilakan
masuk. "Elo mau ngomong apaan, sih"" Tasya penasaran, dan siap dengan HP-nya. Tasya siap-siap merekam semua per-ca-kapannya malam itu, seperti yang disarankan Nana.
"Mmm ...." "Udah, deh. Nggak usah grogi gitu, dong."
"Sya, kok, elo jadi dandan gitu sih, kayak Cindy aja dandan. Ngikutin Cindy, ya"" Rio malah mengalihkan pembicaraan.
Tasya senyum-senyum aja nggak menjawab dan mulai menyalakan rekamannya.
"Sya. Mmm ... gue ... gue suka sama
Bener juga nih, apa yang Nana sama Cindy bilang. Ternyata ... dia mau nembak gue. Malah, dia pake acara gugup segala lagi.
"Kok, berhenti" Terusin, dong!"
"Tapi, elo janji, ya"!" pinta Rio tiba-tiba.
"Janji apaan, sih" Udah deh, bilang dulu ada apa" Elo kok, gugup banget" Nyantai aja lagi!"
"Janji dulu, elo nggak bakal ngetawain gue," pinta Rio.
"Iya gue janji. Masa sih, gue ngetawain elo. Lagian, apa yang musti gue ketawain""
"Gue suka ... Cindy. Sya ... gue minta elo ante-rin gue ke rumah Cindy sekarang," kata Rio mantap dan penuh harap.
Tasya yang malam itu udah prepare abis-abisan demi Rio ... langsung kaget! Dia nggak percaya semua yang Rio bilang.
Nggak mungkin. Gue pasti saiah denger! Nggak mungkin Rio suka sama Cindy. K
enapa" Kenapa harus Cindy" Terus, kenapa selama ini Rio deket sama gue" Kenapa nggak sama Cindy" Pan tes aja selama ini Rio lebih seneng ngebahas Cindy. Pantes aja Rio bilang dia suka ngeliat cewek kayak Cindy yang dandan. Pantes aja tadi pas Rio muji gue, dia masih juga nyebut nama Cindy!
Batin Tasya menangis. Tasya masih terdiam dan be-ngong dari kagetnya. Tasya sama sekali nggak bisa nangis. Yang menangis adalah batinnya.
"Sya ... elo kenapa" Kaget" Gimana, sih" Seneng ya, ngedengernya" Makanya, sekarang anterin gue ke rumah Cindy. Gue kan, malu kalo tiba-tiba datang sendirian," ajak Rio tanpa rasa bersalah karena nggak tau apa-apa tentang perasaan Tasya.
"Hah" Ke rumah Cindy" Sekarang" Mmm ... gimana ya ...." Tasya ragu dan malas.
"Ayo dong, Sya. Kok, elo tega sama gue" Elo kan, adik gue yang paling cantik. Lagian, gue pengin elo nyaksiin hari kebahagiaan gue. Gue pengin elo jadi orang yang per-ta-ma tau. Karena gue udah nganggep elo sahabat gue. Mau, ya""
Apa " Dia bilang adik " Jadi, selama ini dia cuma anggep gue sebagai adiknya" Sial! Brengsek! Kok, gue bisa sebodoh ini"! Tasya mengutuk diri sendiri dalam hati.
Tasya berusaha untuk tetap tegar dan tidak menangis. Baginya, kebahagian Cindy juga adalah kebahagiannya. Malam itu, Tasya dan Rio pergi ke rumah Cindy. Tasya sadar, HP-nya yang masih
merekam itu belum dimatikan, buru-buru Tasya menekan tombol cancel di HP-nya. Rekaman yang sengaja ia buat, benar-benar kenangan yang tak terlupakan baginya. Kenangan buruk yang pernah ia alami sepanjang hidupnya.
Belum pernah Tasya merasa dikecewain orang yang disukainya, batinnya selalu menyalahkan diri sendiri. Dia merasa semua ini adalah karma karena telah seenaknya meninggalkan orang-orang yang diberi harapan olehnya hanya karena nggak masuk kriterianya.
Dengan terpaksa, Tasya mengantar Rio ke rumah Cindy. Walaupun selama perjalanan, mereka saling berdiam diri.
Mereka pun sampai di depan rumah Cindy, kaki Tasya semakin lemas. Setiap langkahnya mendekati pintu rumah Cindy. Ada perasaan kesal dan iri tentunya pada Cindy, tapi Tasya buru-buru menepisnya, karena ia tahu semua ini sama sekali bukan salah Cindy. Bahkan, Cindy selalu mendukung setiap langkah Tasya. Jadi, nggak adil kalo Tasya menyalahkannya.
Pintu rumah itu terbuka setelah Rio mengetuknya, dilihatnya cewek cantik berdiri di hadapan mereka. Cindy malam itu hanya mengenakan jins dan kaus kuning. Dengan rambut yang dibiarkan terurai, Cindy terlihat semakin menarik di mata Rio.
"Waaah ... ada acara apaan, nih" Kok, pada ke sini" Oh ... gue tau! Pasti elo berdua mau traktir gue, ya" Selamat, ya! Wuiiih ... elo berdua kompak banget! Udah pada rapi semua Cindy ngoceh
tanpa henti, tanpa ngasih kesempatan pada mereka untuk bicara. Cindy menyangka kedatangan mereka itu membawa kabar gembira.
Tasya semakin menunduk dan menahan malu, sementara Rio bingung dengan semua ucapan Cindy.
"Sya, kok, elo diem aja"" Cindy mulai merasa a-da yang aneh ketika Tasya menunduk, nggak seperti biasanya.
"Gue ke sini nganterin Rio, Dy. Dia ada perlu sama elo," Tasya berkata pelan.
"Hah" Gue" Maksud elo"" Cindy kebingungan dan kesulitan mencerna kata-kata Tasya.
"Gue ... gue suka elo ... Dy .....11 Rio menatap
Cindy penuh rasa cinta. Cindy kaget seketika. Dia langsung menatap bingung pada Tasya, seakan minta penjelasan dari Tasya.
"Iya, Dy. Elo denger sendiri barusan, kan" Rio suka sama elo!" Tasya dengan berat hati menjelaskan kembali. Kali ini, Tasya nggak tahan sama perasaannya. Walaupun udah bertekad untuk nggak nangis, tapi semua itu nggak bisa dihindari lagi.
Tesi Air matanya mulai mengalir. Tasya langsung berlari pergi meninggalkan mereka berdua. Meninggalkan Cindy yang masih bingung dengan keadaan malam itu.
"Maksud elo apaan, sih" Udah deh, jangan bercanda sama gue!" suara Cindy meninggi ketika ditinggal berdua-an sama Rio.
"Kayak yang tadi gue udah bilang. Gue suka sama elo!"
"Hah"! Gila apa"!"
"Gue serius, Cin. Gue suka sama elo sejak kita kenalan. Gue suka sama elo karena elo cantik. Elo tuh, cewek yang selama ini gue cari."
"Aduuuh ... sumpah deh, ya! Gue bener-bener nggak ngert
i maksud elo apaan" Terus, kenapa elo selama ini deket sama Tasya"" Cindy masih dengan nada tingginya.
"Gue sama Tasya nggak ada hubungan apa-apa. Gue selama ini deket sama dia ... karena gue pengin cari tau informasi semua tentang elo. Dan gue nganggep Tasya cuma sebates sahabat. Nggak lebih."
"Gila elo, ya! Elo bener-bener nggak punya o-tak, apa" Elo nggak punya perasaan, apa" Elo nggak mikir apa, gima-na perasaan Tasya""
"Perasaan Tasya gimana" Tasya biasa aja, kok. Buktinya, dia nganterin gue ke sini."
"Biasa aja ... muka elo peang!"
"Cindy! Kok, kasar banget sih, sama gue" Elo nggak suka, ya" Ya udah. Gue cuma mau pastiin aja, elo mau nggak jadi pacar gue" Pliiis ... jawab sekarang," Rio memohon.
Cindy masih masang muka perang.
"O iya, ini bunga mawar kuning buat elo. Ini kesukaan elo, kan" Gue tau semua kesukaan elo dari Tasya," lanjut Rio lagi sambil menyodorkan mawar kuning.
Cindy menerimanya. "Gimana" Kok, dari tadi diem aja" Elo mau nggak jadi pacar gue" Jawab, dong!" desak Rio. "Mau tau jawabannya"" "Iya."
"Sekarang""
"Hm ...." Rio mengangguk pasti sambil tersenyum-seyum.
"Jawabannya ... elo merem dulu, deh! Gue mau kasih elo surprise," suruh Cindy.
Rio mengikuti perintah Cindy.
PLAAAK!!! "Itu jawaban dari gue!" kata Cindy kasar setelah mendaratkan tanparannya di pipi Rio, ditambah dengan me-lemparkan bunga mawar kuning ke muka Rio.
Rio masih bingung dengan sikap Cindy. Dia mengelus-ngelus pipinya yang kesakitan sambil berkata, "Tapi ... Dy
"Tapi apa, hah" Mau gue tonjok lagi" Pergi nggak, lo! Awas ya, kalo sampe liat muka elo lagi, gue hajar elo abis-abisan!" kata Cindy kasar, lalu ninggalin Rio yang masih mematung di teras depan rumahnya.
Cindy langsung masuk ke kamarnya. Ia buru-buru mengambil HP, memastikan Tasya baik-baik aja. Berkali-kali Cindy menelepon, tapi selalu mailbox yang menjawab. Cindy benar-benar khawatir dengan keadaan Tasya. Apalagi tadi Tasya berlari sambil menagis. Cindy takut terjadi sesuatu pada Tasya, hari sudah semakin malam.
Cindy langsung memutuskan untuk nelepon Na
na, dan kebetulan Nana malam itu belum tidur seperti hari-hari biasanya. Padahal, saat itu sudah jam sepuluh malam. Ajaib banget kan, Nana yang biasanya tidur jam delapan, sekarang masih melek. Jadi, Cindy nggak perlu repot-repot membantu Nana mengumpulkan kesadarannya dari tidurnya.
"Na, Na ... duh gimana, nih"" kata Cindy langsung, tanpa basa-basi.
Keruan Nana yang berpredikat lemot itu, semakin lemot.
"Aduh kenapa sih, Dy" Belom ngerjain pe-er lagi" Aduuuh ... itu kan, masih lama! Besok hari Minggu, masih banyak waktu lagi!"
"Aduuuh, Nana! Bukan itu!"
"Abis" Ooo ... gue tau! Pasti elo abis ketemu kecengan, ya""
"Bukan, Na! Ini gawat! Ini gawat, tau"!" ucap Cindy khawatir.
"Iya ... kenapa sih, Dy" Aduuuh ... elo tuh bukannya bantu gue supaya sembuh dari lemot. Malah bikin gue makin lemot aja!"
"Tasya ... Tasya lagi sedih!"
"Ah, elo ... bercanda aja! Elo ngigo, ya" Sedih gimana " Jelas gitu lho ... si Tasya itu jadi orang ter-happy hari ini. Elo sirik" Nggak suka ya, Tasya seneng" Ntar deh, gue mintain cowok buat elo ke Marshall."
"iiih ... Nana! Sialan elo, ya" Diem, dong! Jangan nyerocos aja. Bukan gara-gara itu, Dodol!" Cindy mulai kesal.
"Terus" Apa, dong""
"Tadi, Tasya sama Rio datang ke rumah gue ... terus ...." Belum selesai Cindy bicara, Nana udah memotong lagi.
"Ih ... Tasya kok, licik, sih" Kok, cuma elo yang di-datangin" Pasti mereka udah jadian, kan" Jangan-jangan, tadi elo ditraktir" Kok, gue nggak""
"Ya ampuuun ... Nana! Gue telen juga elo, ya! Bisa diem dulu nggak, sih"" Cindy membentak Nana.
Nana langsung diam, karena takut Cindy marah beneran.
"Gini ya, Na! Tadi itu Tasya sama Rio datang ke sini. Mereka datang bukannya mau ngabarin jadian. Ternyata, Tasya datang ke rumah gue itu mau nganterin si Rio yang mau nembak gue! Gila nggak, tuh" Sumpah ... gue ngerasa nggak enak abis sama Tasya. Gue kasian, Na. Tasya lang-sung lari sambil nangis gitu. Tadi gue teleponin dia, tapi HP-nya nggak aktif terus. Na, gimana, ya" Gue jadi kha-watir sama dia ...." Cindy menjelaskan panjang lebar.
Nggak ada jawaban dari Nan
a. "Nana" Kok, elo jadi diem" Gue lagi cerita Na, bukannya lagi ngedongeng, tau! Elo tidur ya, Na"" lanjut Cindy yang heran karena nggak ada reaksi dari Nana.
"Abisnya ... elo ngomel-ngomel terus. Gue jadi ngeri. Terus, Tasya gimana, dong" Kok, Rio gitu, sih""
"Gue juga nggak ngerti, kenapa jadinya kayak begini"! Besok pagi, kita ke rumah Tasya, yuk!" ajak Cindy.
"Jangan, Dy, jangan pagi-pagi! Gue rencananya mau janjian dulu sama Marshall. Jadi, abis gue janjian aja, ya! Pliiis ...." Nana memohon.
"Ngapain sih, elo pagi-pagi janjian sama Marshall" Kayak nggak ada hari laen aja! Udah deh, janjiannya nanti aja, urusan Tasya lebih penting, nih."
"Nggak bisa, Dy. Pokoknya, gue usahain se-cepetnya, deh! Oke""
Dunia Preti #9 Orang Mesir kuno menganggap kucing sebagai penjelmaan Dewi Bast, juga dikenal sebagai Bastet atau Thet. Hukuman untuk mem-bunuh kucing adalah mati, dan jika ada kucing yang mati kadang dimurnikan seperti halnya manusia.
Di abad pertengahan, kucing sering dianggap teman penyihir, sehingga saat itu banyak dibu-nuh. Beberapa ahli sejarah berpendapat bahwa takhayul seperti inilah yang menyebabkan wabah Black Death, yakni penyakit pes di Eropa pada abad 14. Penurun-an jumlah populasi kucing menyebabkan meningkatnya jumlah tikus, hewan pembawa penyakit pes yang sesungguhnya.
Di Asia, kucing termasuk salah satu zodiak Vietnam. Namun, kucing tidak termasuk zodiak Cina. Menurut legenda, ketika Raja Langit meng-adakan pesta untuk hewan yang akan dipilih menjadi zodiak, ia mengutus tikus untuk mengundang hewan-hewan yang telah dipilihnya. Bagian cerita ini dikisahkan dalam berbagai
versi, tikus lupa untuk mengundang kucing, tikus menipu kucing mengenai hari pes-ta, dan berbagai variasi lainnya. Pada akhir-nya kucing tidak hadir dalam pesta itu, tidak terpilih menjadi hewan zodiak, sehingga me-miliki dendam kesumat pada tikus.
Parfum, Pink, & Mal jPagi sekali, Nana janjian sama Marshall di taman
kota. Marshall datang dengan dandanan rapi dan pastinya ganteng abis. Marshall nggak lupa pake parfum. Badannya wangi ... banget!
Marshall sebenernya masih bingung, karena Nana ngajak janjian di taman secara tiba-tiba. Gimanapun, Marshal menyanggupi. Marshall malah sempat-sempat-nya membeli seikat mawar merah untuk Nana.
"Na, kenapa sih, ngajakin janjian pagi-pagi"" tanya Marshall, ketika mereka duduk di bangku taman.
"Ada yang penting dan harus gue omongin," Nana menjawab dengan jutek.
"Apaan, sih" Kok, hari ini elo jutek banget sama gue" Gue buat kesalahan sama elo ya, Na"" lanjut Marshall yang masih bingung dengan sikap Nana yang nggak biasanya.
"Iya! Elo salah banget!" bentak Nana.
"Salah" Salah kenapa, Na""
"Elo tau nggak, sih" Kalo temen elo si Mario Pratama, udah nyakitin hati sahabat gue, Fatasya Hezkika. Tau"!"
"Rio" Tasya" Mereka kenapa" Bukannya kemaren malem elo yang bilang sendiri, kalo Rio bakalan nembak Tasya""
"Iya, gue kira awalnya bakalan gitu. Nggak taunya si Rio sama sekali nggak suka sama Tasya. Rio sukanya sama Cindy!"
"Lho" Kok, bisa gitu" Bukannya Tasya yang paling deket sama Rio""
"Tau tuh! Makanya, ini semua salah elo! Harusnya, elo kalo mau nyomblangin temen yang bener, dong! Ngenalin cowok, tapinya brengsek! Kasian Tasya, kan
"Aduuh, Na ... sori, deh. Gue sama sekali nggak tau kalo jadinya bakalan berantakan. Gini aja deh, biar nanti gue yang tanya sama Rio, sebenernya dia suka sama siapa. Terus, biar gue tanyain jawabannya, oke""
"Nggak perlu, soalnya dia udah digampar sama Cindy. Biar tau rasa itu orang! Sok kecakepan banget, sih!"
"Ya udah ... sabar, ya! Jadi, elo ngajakin ketemuan cuma untuk ngebahas ini aja" Kirain gue, elo bakal ngasih jawab-an buat gue, trus bakalan nerima gue jadi cowok elo," ucap Marshall sambil malu-malu kucing.
"Elo bener, kok. Gue juga sekalian mau ngasih jawaban buat elo." Nana tersenyum tipis.
"Oya" Waaah ... feeling so good, nih!" Marshall senyum-senyum kegirangan.
"Gue ... gue ... gue nggak mau jadi pacar elo!" Marshall yang semula senyum-senyum pede,
langsung kaget mendengar penolakan Nana.
"Tapi ... kenapa, Na" Alasannya apa" Apa gara-gara Rio, elo jadi ilfeel sama
gue"" "Ya ... salah satunya itu. Tapi yang paling penting, gue nolak elo karena gue nggak mau pacaran sendirian. Masa sih, gue punya pacar tapi temen-temen gue pada jomblo"! Nggak asyik, kan"!" Nana menjelaskan.
Walaupun Marshall bingung dengan alasan yang Nana berikan, tapi dia mencoba memahami dan tidak memaksa Nana. Marshall sama sekali tidak ingin kehilangan teman-temannya hanya karena masalahnya sama Nana.
"Ya udah, terserah elo aja. Apa yang udah jadi keputus-an elo, gue terima, kok. Tapi, gue mohon elo jangan ber-ubah sama gue. Gue pengin, kita biasa aja dan tetep deket," kata Marshall, sedikit kecewa.
"Ya ... udah!" "Ya udah"! Elo mau ke mana" Biar gue anter!" tawar Marshall.
"Gue sama Cindy mau ke rumah Tasya. Kita mau ngehi-bur dia. Kasian dia. Pasti lagi sedih banget, gara-gara temen elo itu!" kata Nana yang tiba-tiba kesal karena ingat Rio.
"Ya udah, elo gue anterin ke rumah Cindy."
"Lho, emang elo nggak mau ikut ke rumah Tasya""
"Nggak, Na. Gue nggak bisa hari ini. Besok aja kita ketemuan di sekolah," kata Marshall mencari alasan sam-bil tersenyum simpul pada Nana.
Mashall dan Nana menjemput Cindy, baru menuju rumah Tasya. Sampai di rumah Tasya, mereka langsung ke kamarnya. Ternyata Tasya masih tidur. Nana dan Cindy langsung membangunkannya.
Tasya terbangun. Matanya masih sembap karena me-na-ngis semalaman, meratapi kemalangannya.
"Sya ... maafin gue, ya ...." Cindy mendekati Tasya yang masih terduduk di tempat tidurnya.
"Elo nggak salah lagi, Dy. Guenya aja yang selama ini kege-eran," kata Tasya sambil mengucek-ngucek matanya.
Tasya sebenarnya males ngebahas soal Rio, tepatnya soal kejadian semalam yang membuatnya sakit hati dan sedih.
"Beneran nih, Sya, elo nggak apa-apa" Kita tetep temen-an, kan" Gue nggak ada perasaan apa-apa kok, sama Rio. Emang dasar tuh si Rio brengsek, makanya semalem begitu gue sadar kejadian yang sebenernya, gue tampar aja si Rio."
"Lho, kok, ditampar" Sebenernya, Rio nggak salah," Tasya masih membela Rio. Dia sadar dalam hal ini Rio me-mang nggak sepenuhnya salah.
"Tapi tetep aja, dia salah karena udah maenin perasaan sobat gue! Iya nggak, Na"" Cindy meminta pembelaan Nana.
Nana yang sejak awal hanya diam, mengangguk-angguk pasti.
"Makasih ya, Dy, Na. Elo berdua emang sobat gue!" Tasya memeluk kedua sahabatnya.
"Waaah ... ternyata kita tetep geng jomblo,
ya" Bagus deh, kalian nggak ada yang jadian. Jadi kan, gue nggak terlantar lagi kayak kemaren-kemaren," Cindy malah bersyukur.
Tasya langsung menatap Nana aneh dan bingung.
"Lho ... emang, Nana nggak jadi sama Marshall""
"Nggak ah, Sya. Marshall udah gue tolak tadi pagi, waktu gue tau kejadian yang menimpa elo. Gue nggak mau punya pacar sendirian. Kan, nggak asyiiik
"BETUUUL! Sekali jomblo, tetep jomblo, hahaha ... oke"!" jawab Cindy.
"Kok, gitu" Kasian kan, Marshall" Terus, dia gimana"" tanya Tasya heran.
"Ya ... nggak apa-apa. Dia nggak marah, malah masih tetep biasa. Beneran, deh!" jelas Nana.
"Ya udah, kalo gitu. Oke, deh .... No man no cry. Oke"" Tasya mulai bersemangat lagi.
"Waaah ... bagus juga tuh, buat moto kita bertiga!" kata Nana.
"OKE, DEH!" teriak mereka bersamaan.
"Jadi, usaha elo cari soulmate masih berlanjut nggak nih, Sya"" goda Cindy.
"Nggak, ah. No solmet-solmetan lagi! Ogah, gue! Kapok!" kata Tasya yakin.
"Bener ya, Sya! Awas kalo elo kumat lagi!" Nana mengancam.
"Eh, buruan mandi! Kita cabut yuk, ke mal, biasa ... belanja ... belanja," ajak Cindy pada Tasya.
TASYA kembali ceria. Semua berkat Nana dan Cindy yang selalu mendukungnya. Siang itu, mereka kompak memakai baju pink.
Mereka pun pergi ke mal yang biasa dikunjungi. Seperti biasa, mereka have fun tanpa satu kantong belanjaan pun di tangan. Setiap sudut mal mereka jelajahi. Baju-baju yang bagus sengaja mereka coba-coba hanya untuk difo-to. Walaupun banyak para pramuniaga cemberut karena ulah mereka yang cuma numpang coba-coba, tapi me-reka tetap cuek bebek.
"Ke sana, yuk! Liat tuh ... lagi saie\" ajak Nana pada kedua temannya.
"Tunggu!" Tasya menghentikan langkahnya.
"Dy, Na, liat tuh cowok! Ganteng banget, ya"! Ya ... ampuuun keren banget! Kok, gue nger
asa dia soulmate gue, ya" Ah ... pokoknya gue harus dapetin tuh cowok!" Tasya ngoceh sendirian.
Tak jauh dari Tasya, berdiri cowok keren, putih, tinggi, hidung mancung, badan tegap, waaah ... gaya sama dandannya ... pokoknya mirip artis!
Nana dan Cindy langsung lemas mendengar kata-kata Tasya. "Lagiii ..."!" kata mereka kompak.
Solmet Karya Restee di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tasya malah cengar-cengir.
"Hehehe ... gimana, dong" Abis, lucu baget! Boleh ya ..." Sekali lagiii ... aja!" rengek Tasya.
Nana dan Cindy berpandangan lagi, lalu menatap Tasya tajam.
"NGGAK!" kata Nana dan Cindy dengan tegas sambil menarik paksa tangan Tasya yang mulai kumat lagi.
ReSTee adalah nama pena Resti Martrianawati. Cewek berbintang cancer jebolan SMA Plus YPHB (Yayasan Persaudaraan Haji Bogor) ini lahir di Bogor, 13 Juli 1984. ReSTee punya hobi difoto dan menulis. Tapi, hobi menulisnya baru ditekuninya saat kuliah di Fikom UNPAD. Bakat Terpendam nya ini muncul saat ia mendapat tugas membuat majalah dari do-sen-nya. Buat cewek penyayang kucing ini, menulis adalah sesuatu yang menyenangkan. Malah kalo udah nulis bisa lupa waktu. Soimet adalah novel pertamanya. Novel berikutnya ... tunggu aja, ya!
I i R GIMANA CAPA sue NEMBAK i DOi yA tamat Panji Wulung 3 Pengemis Binal 23 Hantu Merah Burung Hoo Menggetarkan Kun Lun 12