Strawberry Shortcake 1
Strawberry Shortcake Karya Ifa Avianty Bagian 1
STRAWBERRY SHORTCAKE IFA AVIANTY Download Ebook Jar Lainnya Di
http://mobiku.tk http://inzomnia.wapka.mobi
Isi Ucapan Terima Kasih - Recipe for Strawberry Shortcake -
Prolog The Prebaked Cake -
Secangkir Tepung Serbagunan Ayakan -
Tiga Sendok Makan Gula - Seseondok Teh Baking Powder -
Seperempat Cangkir Buttermilk -
Seperempat SendokTeh Garam -
Seperempat Cangkir Krim Kental -
Tiga Sendok Makan Unsalted Butter Beku -
Satu Sendok Makan Butter -
Hampir Satu Liter Strawberry -
Secangkir Krim Kental - Dua Sendok Makan Gula Halus -
Satu Sendok Teh Ekstrak Vanila -
Gua Halus Secukupnya - Pra-Epilog Still The Prebaked Cake -
Untuk suamiku, Thobib, dan buah hati kami, Akna Ucapan Terima Kasih Sungguh, ini salah satu kue kegemaran saya. Belakangan, saya juga menemukan ini sebagai judul sebuah seri DVD kartun yang bagus untuk anak-anak. Anak saya, Akna, ternyata suka sekali menotonnya. So, novel ketiga saya ini terinspirasi darinya. Alhamdulillah, sebab akhirnya saya begituter gila-gila menulis novel. Sebuah kerja eksplorasi, penelitian, penghayatan, dan pelaksanaan dari sekian banyak teori menulis yang langsung saya gali dari para pakarnya, yang saya rasa prosesnya hampir sama rumitnya dengan memasak, my other hobby.
Untuk itu, ingin sekali saya buatkan strawberry shortcake yang moga-moga lezat ini untuk:
Allah Swt. yang telah mengizinkan saya mengecap enaknya strawberry shortcake dan memberi saya berjuta jenak kesempatan untuk merasakan dan membagikan kembali semua keindahan dalam hidup itu sendiri.
Rasulullah Saw., yang dengan perantaraannya, saya bisa menemukan semangat yang takkunjung padam untuk mencoba semua kebaikan.
My Ltttle Strawberry Shortcake; Akna, Ibu janji suatu saat akan buatkan strawberry shortcake yang uenaaak ... buatmu!
Ayah Akna, Thobib, yang saya yakin banget belum pernah merasakan strawberry shortcake buatan istrinya.
Keluarga besar Munir Mochtar, yang banyak sekali memegang andil dalam warna-warni hidup saya, yang ternyata nggak sewarna strawberry doang.
Sekumpulan sahabat paling romantis abad ini: Bu Rini (yang selalu bisa menebak isi hati saya dengan jelas), Mbak Mita (thanks for our sweettalkat Dailybread pagi itu), Imun (Ini bukan kisah nyata, Mun, percayalah! I swear!), Mbak Wanda WRM, Mbak Mamiek Syamil Jonesboro, Kak Dian Rubiyanti, dan Mbak Titin Wakayama Shi (thanks atas jurnal-jurnalnya yang 50 inspiring), serta bapak-bapak: Herman di NUS Singapore dan Yoffi di Denso (thanks atas filosofi-filosofinya yang "kepake banget"), "dosen"
sekaligus editor sukarelawan bagi saya yang selalu siap dengan helping hand nya yang mengagumkan: Mas Tasaro dan Mas Sakti Wibowo ( Thanks foryour big heart, big helpful hand, yang selalu ada whenever Ineed. Em ...
berarti banget, lho ....).
Segepok CD Brothers, Izzis (Album Kembali dari Izzis Marching Out), Snada, Saujana (Suci Sekeping Hati), Vana Juho, Ruth Sahanaya, Marcell, Jose Mari Chan, Andrea Bocelli, Luciano Pavarotti and The Three Tenors, Demis Roussos, Chff Richard and The Shadows, "Old" Kylie Minogue (Especially "If You Were with Me Now"), dan REM
(Especially "Loosing My Religion" dan "Everybody Hurts") yang sangat membantu saya in ke dalam beberapa karakter utama cerita ini.
Mas Ali Muakhir dan Mas Salman Iskandar ... for giving me the second chance. Berharga banget buat penulis yang selalu jadi pemula kayak saya ini.
My lonely and dark room, yang tak pernah tergantikan oleh apa pun dan siapa pun, till the end of time.
My Sophia, Kang Bayu, dan Dokter Wahyudi, kalianlah intisari percik pesona itu. Makasih sudah membuat saya mampu menyelami sebuah rangkaian twist antara rasa dan takdir.
Also Anda semua yang telah sudi mencicipi sedikit rasa ramuan strawberry shortcake ala saya. Ada saran, apa ingredients yang seharusnya ditambah atau dikurangi"
Anyway, hidup memang berwarna-warni dan beraneka ragam rasanya, seperti strawberry shortcake. Maka, nikmatilah hidup itu dan resapkan rasanya hingga kita menemukan banyak hikmah didalamnya. Lagi pula, setiap keputusan yang kita ambil akan memperkaya warna dan rasa. So, jangan takut untuk membuat sebuah keputus
an as long as kita yakin itu benar dan tepat. Hargai itu! And we don 't need to change a thing but just make our life more colorful.
Have a fun reading! Cinere, Agustus 2005 Ifa Avianty http://ifathobibakna.multiply.com
RECIPE FOR STRAWBERRY SHORTCAKE
Recipe from The '21' Cookbook, by Michael Lornonaco, Doubleday Shortcake:
1 cup sifted all-purpose flour
3 tablespoons granulated sugar
1 teaspoon baking powder 1/4 teaspoon salt 1/4 cup buttermilk 1/4 cup heavy crearn 3 tablespoons cold unsalted butter, cut into small pieces, plus 1 tablespoon butter (for the cookie sheet)
Filling: 1 quart strawberry Topping:
1 cup heavy crearn 2 tablespoons confectioner's sugar 1 teaspoon vanilla extract
Garnish: Confectioner's sugar To make the shortcakes: In the bowl of anelectric mixer fitted with a dough hook, combine the flour, sugar, baking powder, and salt. After the dry ingredients are thoroughly blended, add the butter-milk, cream, and cold butter in quick succession, combining only briefly, to leave the mixture as lumpy as possible. Or use a foodprocessor fitted with a dough blade.
Combine the dry ingredients, pulse briefly, then add the liquid ingredients and butter, and pulse briefly.
Turn this lumpy dough out onto a lightly floured board and flatten gently with a rolling pin into a squarish shape approximately 1-inch thick.
Cut into 6 equal squares. Spread 1 tablespoon butter on a non-stick cookie sheet, place the squares on the sheet, and place the entire cookie sheet in the refrigerator to rest 20 minutes while you preheat the oven to 375". Bake the chilled shortcakes 20 to 25 minutes, or until they are nicely browned.
While the shortcakes are baking, make the filling and topping. Clean and slice the strawberries. Whip the heavy cream, powdered sugar, and vanilla together into soft peaks. When the shortcakes are finished baking, allow them to cool 5 minutes. Then split them in half, slather the bottorn with 2 or 3 tablespoons whipped cream and 1/2 cup sliced strawberries, cover with the top biscuit, and sprinkle with confectioner's sugar.
PROLOG THE PREBAKED CAKE Life is nothing but like a piece of strawberry shortcake.
Aku terkesiap saat menemukan kembali kartu berwarna pink dan merah strawberry itu di sela-sela buku harian lamaku. Tulisan di sana masih sama seperti tahun-tahun yang lalu; kecil-kecil dan berbaris rapi. Hanya, kali ini beberapa hurufnya sudah mulai meluntur, dimakan usia tentunya.
Ya,usia kartu itu bahkan jauh lebih tua daripada usia anak-anakku.
Ya, benar katamu, La, life is nothing but like a piece of strawberry shortcake.
Seperti yang tertulis pada kartu persahabatan kita enam belas tahun lalu, yang kau berikan padaku saat kita sama-sama akan meninggalkan bangku SMA. Saat kita sama-sama diterima di UI. Dan, saat kita masih sama-sama muda dan belum lagi dibebani oleh sekian banyak cerita serta belum pula bergelar mom seperti sekarang.
Hidup itu seperti sepotong kue strawberry.
Ya, kadang manis dengan segala keceriaannya, seperti waktu kita muda dulu. Ada juga rasa asam-nya, saat kita menertawai hidup itu sendiri atau menertawai diri kita. Lalu, bisa juga sedikit getir, saat Tuhan mengirimkan ujian-ujianNya yang kadang hikmahnya telat kita tangkap (Keburu bete duluan ya, La"). Kadang, kalau kebanyakan garam, ya asin juga. Jadinya, kita suka sok wise. Hehehe ...
Let's talk. about texture now.
Strawberry shortcake itu lembut, seperti cara kita dalam memandang hidup, La. So softsmooth and silky. Idih, kayak iklan body lotion aja, sih"
Tapi, kalau kebanyakan ingredients; bisa saja menjadi keras, kaku, atau bantat! Kayak yang sempat kita lakukan juga dalam menyikapi hidup.
Tuh, kaaan ....La, kita ternyata sudah tua, ya" Gimana nggak"
Ternyata, kita sudah pandai memaknai apa-apa yang kita terima dan kita alami dalam hidup, yang tanpa terasa sudah lewat dari tiga puluh lima tahun ini. Tiga puluh lima tahun! So what gitu, lho"!
Hahaha .... We 're getting older now, La.
(By the way, kita kan sama-sama suka masak. Kalau sudah nambah tua, seharusnya koleksi resep masakan kita sudah nambah buanyak sekali....
Jadi kangen sekali aku padamu, Lila ....) And you ... call life with "strawberry short-cake""
Hmmm , mengingatkanku pada seseorang yang suka kue itu dan diam-diam kita gelari "straw-berry shortcake". Apa kabar, ya, dia sekarang"
Dailybread, Cinere Mali, suatu pagi...
"Pagi, Bu. Mau order""
"Pagi. Pastrami cheese dengan croissant satu ya, Mbak""
"Minumnya, Bu""
"Ada ice mint tea""
"Nggak ada, Bu. Adanya hot tea."
"Ummm ... nggak, deh. Orange juice satu, ya""
"Dimakan di sini""
"Ya." Aku menunggu si mbak-mbak kasir menyiapkan pesanan dan menghitung belanjaanku sambil menepi. Ia mengangsurkan sejumlah uang kembalian sehingga aku mesti sedikit repot dengan beberapa koin yang harus kumasukkan ke saku tas. Duh, siapa, sih, yang awalnya iseng begini-menciptakan koin untuk alat tukar"
"Pagi, Pak. Mau order""
"Pagi. Minta coffe latte satu."
"Lainnya""
"Strawberry shortcake ada, Mbak""
Tuhan, tiba-tiba aku merasakan sekujur tubuh dialiri arus listrik yang entah dari mana datangnya. Arus listrik ribuan volt! Membadaikan hatiku segera setelah kudengar nada suara itu. Timbre yang tak bisa kulupakan itu.
Bahkan, setelah bertahun-tahun lamanya!
Refleks, aku memutar kepalaku yang tadi sempat sangat sibuk dengan koin-koin menyebalkan.
Kami (maksudnya aku, mbak-mbak kasir tadi, dan "bapak itu") masih dalam hitungan sepersekon atau sepermenit dan kata "strawberry shortcake" itu .... What a magic key word we had ....didn 't wel
(Ya, kali ini aku, kamu La, dan ... my God1).
Kudapati mbak-mbak kasir itu menggeleng manis.
"Maaf, Pak, nggak ada strawberry shortcake di sini.
Kualihkan mata dari mbak kasir yang memang manis itu. Kali ini ke
"bapak itu". Subhanallah ... subhanallah, my God! Dia memang "bapak itu", Laaa .. "Bapak itu" juga refleks menoleh ke arahku. He is the real "bapak itu"!
Sepersekon kemudian, kami sama-sama kaget. But life is not the same anyway. Maka, aku beranjak segera.
Hatiku lirih berbisik saat aku menunduk mencari kursi pojok yang sepi.
I'm a loner, and still a loner, kan" Sorry for this inconvenience, Kang Bayu.
Sangat lirih. La, hingga tak seorang pun bisa mendengarnya.
Aku kemudian mencoba tak peduli padanya lagi. Mmm ... bukankah seharusnya memang aku tak peduli pada apa pun sekarang"
Aku sengaja memilih kursi yang membelakangi kafe kecil itu, menghadap tembok. Jadi, aku nggak mau tahu sedang ngapain dia sekarang di kafe itu. Yang kutahu, aku segera menekan tombol-tombol HP-ku.
La, ada strawberry shortcake di Dailybread Cimall.
Sent. Kok tumben " Kpn2 aku mau jg ke sana ah nyicipi. Yg di PI kok gak ada ya " Aku memaki dalam hati, Dodoool.... Lila dodolll...!
Maksudku strawberry shortcake yg itu the man L shouldn 't call his name again! Got it" Sent.
Aduh, kenapa pula mesti ada lagu Close to Perfectton-nya Miguel Brown, sih" Lagunya anak majalah Lentera itu ....
many years ago! Kok bisa" Ngapa dia di sana" Kan dia rmhnya di Menteng" Apa dah pny rmh sndr" Atau dah merit" Bukannya blum kan"
Lilaaa kenapa kamu mesti bertanya sesuatu yang sudah pasti aku juga nggak tahu jawaban-nya, sih" Kan, buang-buang pulsa saja"!
Gak tau. Mang aku pikirin "Org aku hny FYI doang kok. Sent.
By the way, mengapa aku harus kembali ketemu dengan orang itu saat aku merasa harus mengambil sebuah keputusan besar"
Kembali sebuah SMS masuk. Ibu mertuaku.
Kamu dimana" Pulanglah. Si kecil Bhumi rewel sekali, tanya2 ibunya.
Grrrhhh . Baru juga sejam aku pergi! Dengan kecepatan ekstra, kugigit croissant dan kuminum habis orange juice dalam beberapa teguk saja. Look, bahkan ruang untuk diriku saja tak punya!
Saat tergesa melangkah ke luar, kulewati kursi "bapak itu". Ia dan lamunannya, serta coffelattenya tentu. Satu momen kecil berlalu lagi dalam hidupku yang membosankan ini! SECANGKIR TEPUNG SERBAGUNA
Bagaimana bisa aku jadi seperti mi" "Kamu beruntung sekali."
Kontan, aku menghentikan gerak kakiku yang sedang melangkah menuju gerbang sekolah. Kutatap manik mata orang di sebelahku yang baru saja bersuara.
"Maksudnya, beruntung gimana, sih, La"" tanyaku sejurus kemudian.
Orang itu sahabatku, teman sebangku sejak kelas satu SD, Lila namanya terseny
um memamerkan sebaris gigi yang tampak rapi. Cantik.
Nggak kayak gigiku yang bagian atas depannya agak maju sehingga banyak orang menggelariku "Maju Tak Gentar". Hihihi.... Aku nyengir dalam hati.
"Kok, malah senyum doang, La""
"Kamu juga senyum."
"Kan, biar kamu mau jawab."
Lila menghentikan jalannya. Kucir duanya bergoyang-goyang sejenak saat si empunya kepala berpikir sambil menggelengkan kepala.
"Kamu, kan, anak orang kaya. Pasti gampang banget dapat apa yang kamu inginkan. Nggak kayak aku. Aku masih harus kerja keras merayu ibu-bapakku untuk membeli satu set alat gambar keren seperti yang dijual di koperasi sekolah."
"Ha"! Memangnya harus ya, La""
"Ya, harus, dong! Kamu saja pasti beli, kan" Bagus gitu juga." "Nggak. Aku nggak mau beli." Lila menatapku lekat. "Kenapa""
"Karena aku masih punya krayon bekas tahun kemarin saat kita masih kelas lima. Juga, karena aku nggak punya alasan apa pun untuk minta krayon baru pada mama-papaku. Lagi pula, aku juga lagi nggak ketemu cara untuk punya uang sendiri supaya bisa beli itu krayon."
Kontan, Lila melongo. Aku tersenyum geli. "Kenapa lagi, La""
"Ya, ampuuun .... Kamu, tuh, ya! Ngapain pake susah-susah cari alasan segala buat beli krayon bagus itu" Ya, kamu tinggal bilang kamu mau
"Nggak. Aku nggak mau! Kalau aku nggak mau,ya, aku nggak mau!" "Bilang aja kamu perlu. Krayon yang dulu itu udah rusak."
"Nggak, ah. Bohong itu, kan, dosa. Aku ngeri,La. Nanti masuk neraka kayak yang diceritain Bu Sri, guru agama kita."
Lila tertegun-tegun. Mukanya sedih.
"Kenapa, sih, kamu nggak mau nolong aku" Padahal kamu, kan, akan gampang sekali dapat krayon-krayon itu. Beda dengan aku yang betulan nggak punya duit," gumamnya nyaris seperti gerundelan.
Aku cepat berpikir. Ya, harga krayon isi 24 warna itu, tentulah tidak murah bagi orangtua Lila yang guru SD sore yang satu lokal dengan SD
kami. Aku menelan ludah. Sementara aku" Papaku kaya raya. Seharusnya mudah banget kalau hanya minta dibelikan sekotak krayon isi 24 warna yang keren itu.
Apalagi, aku anak bungsu. Tapi aku kembali menelan ludah. Pahit rasanya.
" Kamu jangan hanya bisa minta ini-itu sama orangtua. Kerja keraslah, rajin belajar supaya kamu bisa dapat apa yang kamu mau. Kalau kebutuhan kamu, sih, itu kami akan penuhi. Tapi, nggak, demikian halnya dengan keinginan kamu. "
Kata-kata papa terngiang terus di telingaku saat aku naik kelas empat SD hampir dua tahun lalu.
Ya, aku memang terbiasa bekerja keras agar orangtuaku mau membelikan apa yang kuinginkan. Aku selalu berusaha menjadi peringkat satu. Dan berhasil! Maka, aku terbiasa bekerja keras agar tujuanku tercapai.
Nah, kali ini pun, aku harus berusaha keras! Aku ingin menolong Lila, sahabatku.
Bagaimana caranya" Aku jualan permen di acara Temu Pramuka sekompleks yayasan pendidikan tempat kami sekolah. Permen-permen itu aku dapat setelah berhasil "melobi" pihak kantin sekolah. Yes!
Pada hari "H" itu, aku sukses menggelar daganganku. Permen yang kami hias dengan berbagai pernik kertas warna. Aku dan Lila begadang mengerjakannya. Banyak yang membeli dagangan kami. Lila terlonjak senang begitu melihat dagangan kami tinggal sedikit.
"Beli permennya, dong"" Sebuah suara mengagetkan kami yang sedang menghitung uang hasil dagangan. Wah, kayaknya masih kurang sedikit lagi, nih, agar aku bisa membelikan Lila krayon itu.
Kami-aku dan Lila-menoleh ke arah datangnya suara.
Mami! Itu kan, Kang Bayu"!
* * * Sedikit tentang manusia bernama Kang Bayu ...
Dia adalah anak laki-laki kelas satu SMP di yayasan pendidikan ini.
Pintar, bintang kelas, aktif di Pramuka, dan teman les pianoku. Cakep, tentu saja. Sebab, namanya sering kudengar diperbincangkan gadis-gadis teman sekelasku yang sudah "gede", kayak Haryati, Muhani, Elus, Ferna, hingga Romlah (yang sudah dua kali nggak naik kelas itu), Nancy, dan Butet yang ukuran badannya sudah kayak anak kelas tiga SMP itu.
Aku yang belum "gede" saja ngaku kalau Kang Bayu itu terlalu cakep, sekaligus terlalu pendiam. Dia bisanya ngomong sama buku dan piano.
Kalau ngomong sama orang, kayaknya aku jarang lihat, tuh. Nah, kali ini, dia ada di depanku dan Lila
. Mau beli permen! Ha "! Kang Bayu suka permen "
Lila mencolek lenganku sambil menunjuk kantong permen yang masih sisa sedikit. "Berapa" Tinggal segini, nih," kutunjuk kantong itu.
Ia melongok sejenak ke dalam kantong itu. Lalu, mengeluarkan dompet dari dalam saku celana pramukanya. Menghitungnya sebentar, kemudian mengangsurkannya kepadaku.
Aku bengong. Bukan apa-apa. Uangnya terlalu "besar". Kami nggak punya kembalian.
Lila menjeling sambil lagi-lagi menjawil lenganku. Aku menangkap isyarat matanya, Terima aja, Phie, itu cukup, kok, untuk, menambah kekurangan beli krayon. Aduh, dia sebegitu inginnya, sih, sama krayon-krayon itu! Aku mengeluh panjang tanpa sadar.
"Kenapa"" tanya Kang Bayu heran.
"Kembaliannya nggak ada. Uangnya kegedean," jawabku nggak enak hati. "Ambil aja, deh, buat kamu. Ini permennya buat saya semua." Kembali aku melongo.
Nggak fair dong, namanya. Dia hanya dapat permen sedikit, sementara uangnya jauh lebih besar, bahkan untuk harga sekantong permen kami sebelum ada yang laku.
Cling!. Tiba-tiba, muncul bohlam ide di kepalaku kayak yang ada di komik Lang Ling Lung itu. Mungkin, kembaliannya bisa kuberikan kepadanya kalau kami ketemu di les piano besok sore.
"Ya, sudah, deh. Gini aja nanti kembaliannya saya kasih pas les piano aja. Gimana""
Cowok tinggi kurus berkacamata itu mengangguk.
Transaksi pun terjadi. Aku mendapatkan uang yang cukup untuk menebus harga krayon dikoperasi sekolah itu, sementara Kang Bayu mendapat segenggam permen strawberry berhias yang kalau kupikir lagi kini, kecil kemungkinannya dia suka. Tetapi sudahlah, aku nggak peduli.
Yang kutahu, mata Lila berbinar bahagia begitu akhirnya ia mendapatkan krayon idamannya itu. Berbeda dengan aku, bagaimana nasibku"
Begitu acara selesai, aku dikerubuti anggota-anggota fans club Kang Bayu. Haryati cs dan Nancy cs. Mereka semangat banget mengorek keterangan apa yang terjadi antara kami dan Kang Bayu tadi.
Aku bengong. Memangnya, ada kejadian apa, sih, antara kami dan Kang Bayu tadi" Begitu istimewakah " Bukannya tadi hanya jual beli biasa "
Lalu, kenapa, sih, mereka segitu ributnya" seakan-akan, Kang Bayu itu artis siapa ... gitu!
"Pasti, deh, Kang Bayu naksir kamu, Phie," celetuk Haryati tiba-tiba yang segera diaminkan oleh yang lain.
Aku masih melongo. Kok, jadi segitu jauhnya, sih"
"Iya, dong. Sama-sama juara kelas dan juara umum!" timpal Elus dengan nada khasnya, penuh unsur kesirikan. Tahu apa yang kulakukan" Aku hanya nyengir bingung!
* * * Hari les piano itu... Aku datang agak awal dengan membawa bekal kue buatan mama. Kue favoritku. Namanya strawberry shortcake. Rasanya enak, manis, asam, dan lembut di lidah. Tak lupa, kubawa uang kembalian untuk Kang Bayu yang kuambil dari tabunganku di celengan ayam.
Nah, itu dia orangnya! "Kang! Kang Bayu!" Aku memanggilnya sambil berlari ke arahnya.
Ia menoleh sejenak. Tersenyum samar (Hmmm, ... bener juga kata Nancy cs dan Haryati cs .... , dia memang cakep! Asli!).
"Ya"" "Kang, ini kembalian waktu Kang Bayu beli permen pas acara Temu Pramuka itu." Ia tertegun. "Ini, Kang."
"Mmm nggak usah, deh. Ambil buat kamu aja." "Jangan, Kang! Harganya, kan, nggak segitu banyak." "Nggak apa-apa, kok ... ngngng Sophia."
Ih, dia tahu namaku" Dia tahu nama Haryati, Elus, dan Nancy, atau Butet nggak, ya"
"Sophie. Panggil saja saya, Sophie."
"Ya, kamu juara umum kelas lima, tahun lalu, kan""
Ih, lagi-lagi ih .... "Itu apa, Phie""
Aku bengong. Apa maksudnya kue ini" "Ini""
"Ya. Kue yang kamu makan itu""
"Oh, ini strawberry shortcake. Kue kegemaran saya. Mama saya yang bikin. Kang Bayu mau""
Kuangsurkan kotak kue kepadanya. Aku duduk di bangku panjang di depan kelas lesku. Ia duduk disebelahku. Lalu, mengambil satu potong kue dan memasukkannya ke mulut.
"Enak, Kang""
"Ya, enak banget. Kamu bisa bikin kue ini"" "Belum. Kayaknya agak susah, deh."
"Belajar, Phie. Kali, kalau kamu bisa bikin sendiri, saya bisa pesan ke kamu tiap les." Aku nyengir sambil menerima kotak kueku yang sudah kosong. "Terima kasih, ya, Kang"" "Saya, dong, yang terima kasih." "Buat apa""
"Buat kue dari kamu ini."
"Saya, dong. Kan, Kang Bayu
sudah beli permen-permen saya""
Ia tersenyum tipis. Mata di balik kacamata minusnya juga ikut tersenyum. Tiba-tiba hatiku juga ikut tersenyum, bahkan bernyanyi.
Aku bangkit hendak berdiri. Namun, mendadak kurasakan sesuatu telah terjadi. Memang, sih, dari tadi pagi aku sakit perut. Nah, barusan waktu duduk sama Kang Bayu, kayaknya ada sesuatu yang keluar dari....
Aduuuh ... kok, sakit banget gini, sih"
Tiba-tiba, Kang Bayu ikut bangkit juga.
Dicekalnya lenganku. Aku kaget. Mana sakit pula perutku ... adddduuhhh .
"Kamu nggak kenapa-kenapa, kan, Phie"" tanyanya khawatir.
Aku menggeleng. "Kamu pucat dan ... di rokmu, kok, ada darahnya"" Mami! Dunia berhenti berputar saat itu juga bagiku. "Kamu ... baru pertama""
Ya Tuhan, jadikan aku kodok saat ini juga atau aku akan mati sekarang!
"Kata kakak-kakak saya kelima kakak saya perempuan semua itu namanya haid, Phie."
Sudah tahu! Lila sudah dapat tiga bulan lalu. Haryati, Elus, Romlah, Nancy, dan Butet malah sudah lama, pas kelas empat dan lima!
"Pulang, ya, Phie" Atau, kita beli pembalut dulu""
Mati! Dan, satu-satunya cara teraman adalah ... aku pingsan dengan sukses!
* * * Hari itu, aku pulang diantar mobil Bu Sukma-guru pianoku-segera setelah aku siuman dan diajari cara memakai pembalut oleh Bu Sukma.
Malunya lagi, Kang Bayu sempat-sempatnya mengucek kepalaku saat aku akan diantar pulang. Katanya, "Hati-hati ya, Phie, besok kalau masih sakit jangan sekolah!" Masa bodoh!
Yang kutahu, aku tak punya muka lagi didepannya!
* * * Esoknya, aku nekat sekolah dengan perhitungan nggak akan ketemu Kang Bayu. Lagi pula, aku butuh cerita pada Lila. Dan, seperti yang kubayangkan, Lila nyaris pingsan mendengar kisah haid pertamaku.
"Jitak kepala bebek. Pasti, Haryati dan Nancy akan ngiri berat sama kamu!" kata Lila sambil melirik kiri-kanan, takut yang diomongin didengar kali.
"Kok, ngiri" Apa enaknya haid pertama kali dan ketahuan anak cowok pula, udah SMP pula dianya"" "Bego, ah! Dia, kan, bukan sembarang cowok."
"Hahaha Aku ketawa lepas. Memangnya, Kang Bayu cowok, yang gimana, sih" "La, ntar pulang sekolah jangan ngelewatin anak SMP, ya" Malu, nih!"
"Abis lewat mana, Phie" Terjun bebas" Tetep aja mesti ngelewatin lokal SMP. Kan, lokal kita diatas lokal mereka ..." "Lewat mana, kek, asal jangan ngelewatin kelas Kang Bayu. Tengsin, Kuya!"
"Hahaha Gantian Lila yang menertawaiku. Kurasa mukaku saat itu sudah lebih merah daripada kepiting rebus!
"Sophia"!"
Mati! Mati! Mati! "Kang Bayu, Phie. Mau ngapain dia"" Lila berbisik kaget.
Aku langsung panik. Kucekal lengan Lila erat-erat.
"Mana aku tahu, La" Aduuuh ... ngapain, sih, dia""
"Masih sakit, Phie" Kok, sekolah, sih""
Iiih .... Si Lila malah cengar-cengir nggakjelas gitu"
Strawberry Shortcake Karya Ifa Avianty di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Eh ngngng ... nggak terlalu sakit lagi, kok. Ehhh ngapain, Kang""
"Kata Dudi, teman sebangku saya, dia ketemu kamu di gerbang tadi pagi. Makanya saya heran, katanya kamu sakit kemarin, kok, sekarang malah sekolah""
"Ngngng...." "Sophie mah sehari nggak sekolah, malah bisa mati dia, Kang," celetuk Lila asal.
"Juara umum, ya, harus gitu. Ya, kan, Phie""
Tiba-tiba, Kang Bayu kembali mengucek kepalaku dengan lembut, seperti saat aku baru siuman pingsan waktu itu. Aduuuh...!
"Udah disisir, Kang! Jangan diacak-acak lagi, dong!" Aku spontan protes dengan galaknya.
Kurapikan lagi rambut pendekku dengan tangan. Lila ngakak, sementara Kang Bayu hanya tersenyum menatapku. Saat tangannya mulai akan mengacak-ngacak lagi, segera kutangkap.
"Berani ngacak lagi, benjol!" ancamku sadis.
"Lepas, dong, Phie! Sakit, tahu! Kamu kukunya tajam kayak macan!"
Lila masih ngakak saat aku melepas tangan Kang Bayu, yang ternyata jail itu, dengan sentakan keras. Aku cemberut kesal.
"Maaf, ya, Phie. Bercanda, kok. Saya senang kamu nggak sakit lama-lama."
"Ya, udah, sana minggat ke kelasnya! Nanti saya disirikin banyak cewek kalau Kang Bayu masih ngetem di sini!" tukasku sambil mendorongnya pergi.
"Emang, kenapa""
Aku bingung mau jawab apa! Kalau terus terang, nanti dia kege-er-an.
Bikin repot! Kalau nggak, dia kayaknya nggak bakalan pergi sebelum diusir, nih! Padahal lagi, aku nggak mau ketemu diala
gi. Malu, gila! "Cepetan, sana pergi! Atau ... tunggu benjol dulu"" usirku judes. Soalnya, fans club-nya sudah mulai berdatangan.
* * * Sejak hari itu, hidupku tidak lagi tenteram dan damai sejahtera karena ada banyak cewek yang sirik berat kepadaku. Ada Kang Bayu yang hobi banget menemuiku saat datang dan pulang sekolah di kelasku. Ada gosip di lokal kami berdua bahwa kami pacaran.
Jujur, aku sebenarnya senang bersahabat dengan Kang Bayu.
Anaknya baik, perhatian, nggak suka judes meskipun akunya asli judes, dan enak dijadikan tempat curhat.
Kamu tahu, La, semuanya berawal dari permen... permen rasa strawberry yang kita jual itu .... Permen serba guna. Kamu bisa beli krayon, aku dan Kang Bayu bisa bersahabat.
* * * TIGA SENDOK MAKAN GULA Apakah ini yang disebut cinta"
Waktu berlalu serasa berlari. Di dalamnya, aku dan Kang Bayu juga ikut berlari. Kami merebut semua saat agar kami bisa bersama-sama. Kami berusaha mengisinya dengan cara sendiri. Apakah kami benar-benar saling jatuh hati"
Jangan tanya kepadaku sebab aku sendiri tak pernah tahu pasti, sedangkan perasaanku kepadanya pun, saat itu, tak bisa didefinisikannya dengan jelas. Apalagi perasaannya" Yang jelas, orangnya demikian tertutup.
Aku jujur mengakui senang sekali bila berada di dekatnya.
Tak terasa, aku tumbuh menjadi remaja bersamanya. Ia ada saat aku membutuhkannya. Ia disisi-ku saat aku- mungkin-sebenarnya tak terlalu membutuhkannya. Bahkan, ia tetap ada dalam jarak tertentu saat aku yakin tak memerlukannya.
Kami memang jarang pergi atau pulang sekolah bareng. Tetapi, ia selalu menemuiku di saat aku ingin atau ia ingin. Pernah suatu hari, saat aku sudah kelas dua SMP, kutanya ia, "Kang, apa nggak bosen sahabatan sama saya terus"" Waktu itu, kami sedang makan bakso bersama di lapangan GOR, sehabis nonton anak-anak bertanding basket. Ia menatapku lama, sebelum akhirnya menjawab, "Emang kenapa""
"Nggak apa-apa. Heran aja. Kang Bayu bisa setia sama saya yang lari-lari melulu kayak bola bekel, sementara "Sementara ... saya kayak patung hidup" Gitu,ya, Phie"" "Saya nggak bilang begitu, kan" Suka sensitif Bapak ini, sih""
"Justru saya yang pengin tanya sama kamu. Kamu nggak merasa sebel gitu, digandengin saya terus"" Aku menjeling sebal. "Ih, dia mah suka begitu. Ditanya, malah balik nanya!" "Kan, namanya juga anak cerdas ..."
Aku mencibir sebal. "Jawab, dong, Kaaang ...T'
"Yaaa kalau saya bosen, kan, saya nggak mau bareng kamu lagi, Phie." Aku tersenyum.
"Syukur, deh. Kirain, Kang Bayu sebenernya udah bosen sahabatan sama saya. Terus, mau ngomong, tapi takut benjol!"
Dia tersenyum seperti kebiasaannya dan bukan ngakak seperti kebiasaanku. Diacaknya rambut pendekku seperti biasa. Tiba-tiba, ia menatapku lekat. Aku jadi bengong.
* * * Tiba-tiba juga, aku teringat kata Lila, kemarin di kantin.
"Jitak pala kodok bangkong. Sebentar lagi, Kang Bayumu yang aneh itu pasti nembak. kamu!" Aku jelas ngakak.
"Kenapa ngakak, Dodol"! Bukannya tanda-tandanya juga udah jelas banget"\"
Aku masih ngakak dan baru berhenti saat Lila mencubit pahaku keras-keras. Namun, sebagai gantinya, ia nyaris kusiram dengan kuah siomay.
"Kenapa kamu mesti ngakak, Sapi"!"
"Karena kamu anehi"
"Kang Bayu kamu, tuh, yang aneh. Udah jelas-jelas kalian kayak orang pacaran, nggak, juga dia nembak kamu!" "Kang Bayu, sih, nggak, mau nembak!." "Chicken pokpokpok.... "
"Ngapain nembak" Nggak, usah ditembak, juga, kita udah seneng, kok." "Ah, itu mah elonya aja yang edun, Nyonya Bayu!" "Hus, sembarangan!"
"Aku bilang juga, jitak pala kebo! Sebentar lagi, Kang Bayumu itu, kalau udah nggak chicken lagi; pasti nembak. kamu. Mau nggak, kamu jadi pacarku, Neng Sophie yang tercinta""
"Huekkk! Yucccks!"
Aku pura-pura mau muntah melihat gaya tengilnya Lila. "Alaaa , pake sok pura-pura muntah lagiii..."
* * * Back to present... Aku jadi jengah karena dia menatapku seperti itu.
"Ada apa, sih" Ada yang aneh pada saya""
Ia lagi-lagi tersenyum dan perlahan meraih kepalaku ke dadanya.
Namun, aku refleks menghindar.
"Apa-apaan, sih, Kang" Nggak enak dilihat orang!"
"Saya suka, kok, jadi sahabat kamu, Phie. Kamu""
"Ya, ampuuun .... Segala begituan ditanyain lagi" Kan, tadi udah kita bahas" Kang Bayu emang aneh, nih. Saya kirain..."
"Kirain apa""
Waduuuh kok, jadi keceplosan gini, sih" Aku jadi merah padam sendiri. "Apa, sih, Phie" Bilang dong "Kirain ... kirain ... Kang Bayu "Apa""
"Bakal... nembak ... saya
Tak kusangka, ia malah tersenyum. Aku jadi bingung. Ngapain, sih, dia ini sebenarnya" "Emang, kamu mau saya tembak gitu"" Huaaaa ....pertanyaan macam apa ini"
"Sophie, saya bukannya nggak mau nembak kamu ... tapi bagi saya....
saya takut nggak bisa ngapa-ngapain dengan 'tembakan' saya itu .... Toh, kita juga masih remaja banget.... Bagi saya kalau saya nembak cewek ...
itu artinya, saya udah cukup bisa bertanggung jawab sama dia ..." "Aduh, Kang.....Yaaa .... tentu saja nggak sejauh itu ...."
"Bagi saya, artinya ya, begitu itu. Jadi ....kalau selama ini saya begini sama kamu, ya, artinya kamu bisa terjemahin sendiri, kan" Ketimbang saya udah nembak kamu, terus, tau-tau saya pergi nggak jelas, gimana""
Aku menatapnya dengan pandangan, please, deh, aku pusing banget, nih!
"Pusing, ya""
Aku nyengir sambil menggaruk rambut cepakku.
"Gini, deh. Saya hanya bisa bilang ke kamu kalo saya seneng dengan kita kayak gini. Tetapi, jika kamu nggak suka, kamu boleh jauhin saya selamanya. Jujur, saya sebenarnya takut banget kalau kamu pada akhirnya maksa saya untuk bilang sesuatu tentang kita ini. Lalu, ketika suatu saat ada masalah besar, kata-kata itu malah dilupakan gitu aja. Ikatannya nggak kuat..."
"Kenapa"" "Karena bagi saya, kamu lebih dari sekadar cewek yang saya ingin tembak .... Saya ... saya rasa, kamu adalah orang yang paling saya nggak ingin kalau kamu pergi dari saya .... Ehmmm apa saya udah nembak kamu, Phie""
Aku bengong asli. Maksudnya"
"Terserah Kang Bayu, deh."
"Lho, kok, pasrah""
"Pusing .... Mau nambah bakso, ah!"
"Makanya, siapa suruh nantangin nembak segala" Memangnya, sayang itu harus selalu diomongin"" Hekh"!
"Kang Bayu sayang sama saya""
"Bawel, ya" Kalau saya nggak sayang sama kamu, dari kemarin kamu udah saya omelin melulu!" "Kok, gitu""
"Abis ... kamu bawel, cerewet, dan nyebelin!"
"Ya, udah. Pergi sana jauh-jauh!" Kudorong tubuhnya menjauh dan buru-buru ngabur sebelum dia mengacak-acak rambutku lagi.
Namun, sejak saat itu, aku baru yakin akan sebuah hal; kami punya perasaan yang sama!
* * * Kata orang, mungkin ini yang disebut cinta. Tapi, aku sendiri tak terlalu yakin. Sebab, Kang Bayu tak pernah marah jika aku dekat dengan cowok lain. Ia tak pernah juga datang khusus di malam Minggu kayak anak-anak lain yang ngapelin ceweknya. Ia juga nggak pernah aneh-aneh. Paling, hanya ngacak-ngacak rambut atau memeluk bahu. Itu juga kalau aku nggak keburu ngamuk. Kami juga nggak pernah, tuh, makan di tempat yang romantis gitu. Paling, hanya makan di warung bakso atau jalan-jalan ke toko buku, toko kaset, atau sesekali nonton ... kartun! Kata Lila, inilah dia ...
pacaran gaya bocah! Dan aku tak peduli!
Oya, Kang Bayu juga nggak pernah ngatur-ngatur aku mesti gimana, pakai baju apa, atau ngapain! Nggak pernah kasih kartu atau apa gitu yang romantis. Kami juga nggak pernah merayakan Valentine Day berdua.
Pokoknya, dia tipe "lurus-lurus" aja.
Kalau aku ulang tahun, misalnya, ia lebih suka memberiku buku atau kaset ketimbang bunga, cokelat, atau sesuatu yang romantis lainnya.
Pernah suatu kali aku protes. Kali itu adalah ulang tahunku yang keempat belas. Aku kelas tiga SMP dan dia kelas satu SMA. Ia memberiku kado buku agenda yang tebelnya ngalahin kamus.
"Kang, mbokya, sekali-kali saya dikadoin apagitu yang rada gimanaaa
...gitu!" "Emang, kamu nggak suka kado saya" Eh, Phie, itu belinya di Singapura, lho. Pas bapak saya dinas ke sana bulan kemarin."
"Bukan gitu, Kang .... Saya, sih, seneng-seneng aja kado ini, apa pun juga yang Kang Bayu kasih.Tapiii... saya mau juga, kok, dikadoin cokelat."
"Cokelat" Nggak ah, kamu, kan, kalau makan cokelat suka kebanyakan. Nanti gendut lagi, kayak bom ...jelek!" "Emang kenapa kalau saya gendut dan jelek""
"Ya, nggak apa-apa, sih. Saya, kan, hanya bercanda. Kalau kamu mau cokelat, besok, deh,saya
beliin yang banyak." "Ah, payah! Kan, ulang tahunnya udah lewat!" "Heeeh dasar aja kamunya yang manja!" "Emang nggak boleh, ya""
"Ya ampuuun Sophie! Kamu kenapa, sih, sensitif amat" Kamu kepengaruh temen-temen kamu, ya" Yang kalau ulang tahun dikadoin apa
... gitu sama pacarnya!"
Aduuuh , ketebak lagi! Mati, deh!
"Phie, maaf, ya, kalau saya nggak mau ngasih yang gitu-gitu sama kamu. Saya hanya nggak mau nantinya kita jadi banyakan sok manisnya.
Saya lebih seneng kita begini, apa adanya, nggak sok romantis!" Hah"!
Mungkin benar kata Lila bahwa sebenarnya Kang Bayu nyebelin! Kuper! Nggak asyik! Terlalu keukeuh dengan pendiriannya yang kuno itu. Nggak bisa bergaul. Huaaa .
Malam itu, aku menangis sedih. Sebab, ternyata "pacaranku" dengan Kang Bayu tidak seromantis pacarannya Annie, Esti, Dinda, dan banyak lagi teman kami.
"Waktu gue ulang tahun, cowok gue ngajakin dinner, lho, di hotel," cerita Dinda bahagia banget.
"Gue dibeliin baju pesta waktu ulang tahun sama mantan cowok gue."
Kali ini, Esti yang cerita.
"Huuu masih kalah sama gue. Waktu gue ultah, gue dikasih kartu yang romantiis ... banget. Dikasih nih !" Anne memamerkan sebentuk cincin perak yang keren banget.
Aku hanya menelan ludah penuh rasa iri.
Apalagi, waktu tahu-tahu mereka cerita ramai-ramai tentang pengalaman firstkiss mereka.
Aku" Aku sudah dekat dengan Kang Bayu sejak kelas enam SD, which is empat tahun lalu. Dengan rekor hingga sekarang, dia nggak pernah melewati kelakuan mengacak rambut dan memeluk bahu.
Mungkin, akunya juga yang suka kelewat ngeri. Tetapi, memang urusan yang ini agaknya kami sama. Aku sendiri jengah membayangkan Kang Bayu menciumku, even hanya di pipi, misalnya. Lagi pula, aku takut nanti, setelah itu hubungan kami nggak asyik lagi. Nggak bebas haha-hihi lagi sebab aku merasa ada sesuatu yang telah tercuri dariku oleh-nya.
Aduuuh ... agaknya aku juga sudah ketularan ribet dari Kang Bayu. Tapi...
Itulah sebabnya, teman-temanku menganggap hubunganku dengan Kang Bayu sebagai "pacarannya orang culun". Belum lagi, soal panggilanku terhadapnya, "Kang".
"Kayak di mana aja," kata si Esti. "Kenapa nggak panggil nama atau yayang, misalnya"" Huek!
Yayang" Nggak, ah. Nggak mau! Kalau dia duluan, sih, kali nggak apa-apa juga. Malah, siapa tahu aku jadi tersanjung!
Manggil nama" Dia, kan, setahun lebih tua. Lagi pula, aku sudah biasa. Sejak SD, aku terbiasa memanggil kakak kelas di Pramuka dengan "Kang" atau "Mbak".
Sudahlah, mengapa jadi ribet begini, sih"
* * * # Yang jelas, aku tak pernah absen memberinya kado yang spesial saat dia ulang tahun. Seperti, jam tangan, kaset yang kurekam khusus, buku yang kutulisi kata-kata manis penyemangat, atau sekadar memasakkan sesuatu yang spesial buat dia. Dan, ada satu yang tetap, strawberry shortcake. Yang ini, pasti buatan mama atau aku beli ditoko kue.
Demikianlah, kami melalui tahun demi tahun dengan selamat. Manis, seperti gula meskipun sesekali ada juga masalah yang menghadang.
Namun, ketenangannya membuatku merasa aman dan nyaman.
Bersama waktu pula, aku yakin, hatiku telah tercuri olehnya. Dan, bersama waktu pula, aku perlahan yakin bahwa kami punya perasaan yang sama.
* * * SESENDOK TEH BAKING POWDER
Bagaimana cinta menjadikanku berkembang"
Pada awalnya, kami hanyalah sepasang bocah yang kebetulan (mungkin) saling jatuh cinta, La. Seperti juga engkau tahu. Tapi, cinta membuat kami berkembang dan mengetahui apa-apa yang semula kami tak tahu atau tak peduli. Seperti anak kecil yang baru mempelajari sesuatu, aku khususnya, merasa exciting akan banyak hal yang kutemui.
Aku, misalnya, merasa heran dengan bagaimana cara kerjanya cinta sehingga kami yang sebenarnya punya karakter sama bisa bertemu dan merasa cocok satu sama lain. Kami sama-sama suka menyendiri walaupun aku termasuk anak yang gaul. Tapi, pada dasarnya, kami lebih suka menikmati hari sendiri atau berdua.
Tampaknya, aku termasuk anak yang ramai. Kemana-mana berteman.
Pulang sekolah atau istirahat sekolah, aku biasa ditemui beramai-ramai dengan teman-temanku, bersenda gurau sambil saling meledek. Kadang juga, pergi bareng-bareng ke mana ...
gitu. Makan dan minum dari satu tempat yang sama. Apalagi, kalau bareng si Lila yang, pada dasarnya, otaknya rada konslet.
Berbeda dengan Kang Bayu yang ke mana-mana sanggup sendirian.
Istirahat sendirian, pulang juga begitu (kalau nggak pulang bareng aku). Kemana-mana, teman setianya adalah buku dan walkman.
Jujur, kadang aku heran. Bagaimana bisa, Kang Bayu yang demikian penyendiri itu begitu dihormati teman-teman cowok dan digila-gilai teman cewek" Sementara, aku yang menganggap dunia sekolah adalah dunia ekskul dan berteman, malah jadi anak yang biasa-biasa saja-dalam artian bukan anak ngetop. Meskipun, kadang orang mengenalku sebagai "Sophie-nya Bayu" itu, lhooo ....
Huh, betapa menyebalkannya!
Namun, tetap saja, saat terindah adalah saat kami sedang sendiri atau berdua. Membaca, mendengarkan musik, atau main piano berdua dirumahnya atau di rumahku. Aku suka materi suaranya yang pas buat nyanyi seriosa atau yang model paduan suara gitu, sedangkan materi suaraku sendir lebih ngepop sebab dominan oleh serak-serak basah. Nggak heran, sih, soalnya dia juga kursus vokal di Bina Vokalia, sedangkan aku"
Kursus piano aja kalau nggak digubrak-gubrak dia, males banget.
Kalau sudah main piano berdua sambil nyanyi, pasti, deh, kakak-kakaknya mengusulkan kami untuk bikin duet saja. Tapi, biasanya kami hanya tertawa. Bagaimanapun, referensi dan selera musik kami sama.
Kadang, aku juga heran bisa ketemu orang yang begini pas.
Oya, kami juga sama-sama nggak suka olah raga. Apa pun jenisnya.
Aku hanya suka olah-raga asah otak, alias ngisi TTS. Itu juga banyakan menjeritnya, tanya isinya. Kalau dia lebih suka ngurusin mobil atau motor.
Ngebut juga lumayan jago,lho. O ya, ini hobi baru kami setelah bisa nyetir. Kami sama-sama suka makan. Tambahan, aku juga suka masak.
Inilah satu-satunya bukti feminitasku sebagai cewek! Kami biasa makan kemana saja untuk nyoba berbagai makanan dan minuman baru. Nggak peduli habis itu muntah atau sakit perut bareng. Satu hal, kami sama-sama paling suka strawberry shortcake. Mama sampai mengeluh bosan membuatnya sebab itu yang selalu kuminta saat dia akan berkunjung.
Hahaha ....Mana berani aku bikin sendiri" Takut bantat!
Demikianlah cinta bagiku. Ia membuatku berkembang dan mengerti banyak hal bahwa diantara kesendirianku dan keinginanku bergaul, aku harus bisa berbagi. Dan, aku melakukannya dengan suka-rela bagi seorang laki-laki loner sejati sepertinya.
Terlebih, saat aku tahu, setiap tahun dia harus menjalani operasi sehubungan dengan penglihatannya. Aku sendiri nggak tahu apa penyakitnya. Yang jelas, kata dokter yang merawatnya; kalau sampai setahun nggak operasi, dikhawatirkan ia bisa kehilangan penglihatannya.
Jadi, tempat yang setiap tahun rutin kukunjungi, terutama saat libur panjang sekolah, adalah rumah sakit. Biasanya, akulah yang mendampinginya sebelum dan sesudah masuk ruangan operasi. Bercerita ini dan itu, menggenggam erat tangannya sekadar memompakan semangat.
Nggak heran, aku jadi ngetop juga di keluarganya.
Aku sudah pernah mengusulkan kepadanya untuk nyoba operasi ke luar negeri. Dan akhirnya, pas dia lulus SMP, keinginan itu terlaksana.
Orangtuanya membawa dia berobat ke Singapura. Aku jelas nggak boleh ikut sama mama. Masih kecil, katanya. Masih dua SMP, kok, sudah mau ke luar negeri,nganter pacar pula.
By the way, siapa yang pacaran, ya"
* * * Suatu hari, saat ia habis operasi mata, ia bertanya kepadaku, "Kalau misalnya, misalnya nih, saya jadi buta, kamu gimana, Phie""
Aku yang sedang asyik makan apel hasil jarahan orang yang pada besuk, kaget. Ya, bagaimana" Huhuhu ... ini dia, nih, hal yang paling malas aku pikirin!
"Phie, gimana""
Hekh! Aku nyaris tersedak. Gelagapan aku mencari air minum.
Apa, Kang" Aduuuh .... Ngapain, sih, ngomongin buta segala""
Harus diomongin, dong, Phie. Kan, banyak, tuh, yang nggak mau ngurusin orang buta ...T' Emangnya, Kang Bayu pasti buta" Kan, nggak gitu juga judulnya" Udahlah, Kang, nggak usah terlalu sensi, dong!" Phie, saya, sih, nggak apa-apa, kok, kalau misalnya nanti saya buta .." Kang Bayu! Bisa diam nggak, sih" Buta-buta melulu! Kalau but
a beneran, nanti gimana"" Justru itu yang saya tanya, Sophie" "Ya, nggak bisa lihat, kan"" "Sophie"!" "Ih, dasar ngeyel!"
"Kamu, tuh, yang ngeyeR Jawab dong, Phie,gimana kamu""
"Yaaa... ngapain dipikirin, sih" Butanya aja belum tentu, kok, udah heboh duluan" Lagian, apa coba bedanya buat saya" Saya, kan, tetep bisa temenan, sahabatan sama Kang Bayu tanpa memandang Kang Bayu buta apa nggak. Emangnya, ngaruh ya, bagi kita""
"Phie, kamu nggak malu, orang-orang pada ngomongin, 'Ih kasian ya, tuh cewek nuntun-nuntun cowok buta'""
"Emang kenapa" Pasti saya cuek, tuh. Emangnya, mereka yang ngasih saya makan, kok, bisa-bisanya ngomong gitu""
"Nah, kalau yang ngomong misalnya, mama atau papa kamu" Kan, mereka yang ngasih kamu makan""
"Emangnya, kalau Kang Bayu buta, bakal ganggu hidup mereka gitu"!"
"Ya jelas ganggulah! Kamu, kan, anak bungsu mereka, terus sahabatan sama anak buta."
"Kan, hanya sahabatan" Emangnya, kita udah kawin gitu""
"Kalau saya butanya pas kita udah kawin, ntar gimana""
Aku bengong. Kawini Emang, ada ya, pembicaraan tentang itu di usia kita yang baru empat belas dan lima belas" Kok, jauh amat"
"Emangnya, kita bakal kawin, ya, Kang" Kita, kan, masih muda ..."
"Emang kamu nggak pernah kepikiran misalnya, nikah sama saya gitu" Atau, kamu maunya nikah sama siapa, Phie""
"Yeeey ... mana saya tahu"! Emang Kang Bayu udah kepikiran nikah segala" Tua amat, sih""
"Ya, nggak gitu juga, sih. Tapi, seandainya saya nikah nanti, saya inginnya nikah sama kamu. Kamu""
Tahu nggak, La, saat itu aku serasa terbang. Nggak salah, nih" Apa memang gitu, ya, kalau pacaran sama cowok loner. Pikirannya suka loncat-loncat nggak keruan"
"Aduh .... Kok, jadi ngaco gini, sih" Ya, lihat aja nanti! Kan, masih lama juga!"
"Ya, itu sebabnya, saya pengin tahu. Kamu gimana kalau nanti, misalnya saya jadi buta""
"Jangan, dong! Kan, bisa dicegah, asal rutin operasi..."
"Kalau buta juga""
"Huuu-uuuh! Ya, udah, deh, lihat aja nanti! Kalau bener kita nikah, ya pasti saya bantuin. Saya, kan, orangnya baik sejak lahir!"
"Huuuu ..." Dia malah menoyor kepalaku lembut. Aku nyengir kucing.
"Kalau misalnya nggak jadi nikah, yaaa ... kan, Kang Bayu pasti juga nikah sama cewek yang baik. Pasti adalah yang mau nolongin. Udah, ah, panik amat, sih""
Sebelum dia nanya-nanya yang ajaib lagi, aku buru-buru ngacir ke toilet. Bete banget, sih!
Kang Bayu memang penyakitan. Dia juga punya asma, mag akut, pernah kena sakit kuning, dan punya sinus yang juga pernah operasi. Kalau nggak salah, waktu dia SMA dan aku baru kelas satu SMA.
Jadi, kalau mau tanya gimana caranya merawat makhluk yang penyakitan, tanya saja aku, La. Secara bercanda, kamu pernah mengusulkan kepadaku agar aku masuk Fakultas Keperawatan saja selulus SMA agar bisa lebih terampil merawat Kang Bayu. Hahaha .... Mana mau aku" Aku, kan, maunya masuk Teknik Kimia atau Sastra Inggris!
* * * Anyway, hubungan ini membuatku berkembang jauh melewati usiaku, seperti fungsi baking powder dalam ingredients strawberry shortcakenya.
Sebab, aku ternyata dekat dengan seorang cowok langka, cowok yang sepertinya datang dari zaman batu yang menganggap semua hal dalam hidup harus begitu dipikirkan dan dipersiapkan matang-matang. Lama-lama, aku sedikit terbawa cara berpikirnya.
Aku juga terbawa dalam gaya hidupnya yang old fashioned itu.
Bayangkan, sementara anak-anak lain pacaran dengan backsound musik Wham atau Georgio Moroder, kami menikmati hari dengan The Shadow dari Cliff Richard atau bahkan Nat King Cole dan Frank Sinatra. Kalau orang-orang pada nonton Star Wars, kami asyik ketawa-ketiwi nonton Summer Holiday produksi tahun 60-an, yang warnanya hitam-putih doang. Kadang-kadang, aku malah suka nyeletuk, "Kang, kalau ada film bisu zamannya Charlie Chaplin atau Mary Pickford atau Johnny Weissmuller, boleh juga, tuh!"
Eh, dasar manusia zaman batu, dia malah antusias, "Oh, kamu suka juga, Phie" Ya, udah,kita cari, yuk"" Yeeey!
(Aku, sih, sebenarnya masih anak gaul yang mengikuti selera zaman juga, kok. Tapi, sekali-kali old fashioned, ternyata asyik juga.) Aku masih ingat ekspresimu, La, saat kuceritakan apa yang kami
lakukan berdua. Kamu langsung mau muntah dan dengan nada penuh tekanan bilang gini, " Aduh, kasian banget, deh, kamu, Phie, pacaran sama cowok, zaman batu! Tampang mah idola masa kini, tapi selera ... wiih...
nggak janji, deeeh."
* * * Ada satu lagu yang selalu kami setel kalau lagi musuhan.
"Constantly"-nya Cliff Richard. Kayaknya, pas banget, deh, sama suasana hati kalau lagi feeling blue. Tahukah kamu, La, aku bahkan masih melakukannya hingga kini, saat aku sedang blue!
Oya, kalau musuhan, biasanya juga aku yang mulai. Biasalah, temperamental lady!. Sementara, dia begitu sangat tidak ekspresif. Dia lagi!
Makhluk paling pendiam, sekaligus paling keras kepala. Jadilah nggak bisa klop kalau lagi musuhan. Dan, biasanya juga, dia yang mulai berbaikan.
Begitulah kami bertahan dari tahun ke tahun. Bahkan, hingga sebuah alunan ombak pantai yang begitu lembut datang dan membawa hati dan diri kami pada sesuatu yang baru. Sebuah pulau dengan pantai yang penuh ketenangan. Yang tak pernah kami dapatkan di keluarga kami masing-masing.
Keluargaku yang terdiri atas papa yang super-duper-sibuk, mama yang ibu rumah tangga sibuk dengan kateringnya, dan ketiga kakak laki-lakiku yang juga supersibuk sama urusan masing-masing. Keluargaku yang cuek.
Sementara, keluarga Kang Bayu yang bangsawan dan terlalu pakai tata krama ini dan itu. Yang kaku dan penuh aturan ini dan itu. Yang memandang manusia dari warna darah dan banyak hartanya. Untunglah, karena orangtuaku cukup berada, aku tak terlalu sulit masuk ke keluarganya.
* * * Back to masalah ombak yang lembut itu.
Ombak yang berdebur lembut itu, ternyata perlahan dan pasti mampu menuntun kami kesebuah pemahaman lain tentang hidup dan kehidupan.
Thanks God for leading me into that way.
Namun, maafkan kami. Ternyata, ada satu hal yang tak bisa kami hindari yaitu bahwa ikatan rasa itu telah terlampau kuat hingga kami harus tertatih-tatih menata semuanya.
SEPEREMPAT CANGKIR BUTTERMILK
Teman sejati hanya ada dalam cinta sejati. Lalu, siapakah dia "
Sudahkah kukisahkan kepadamu tentang sesuatu yang kukatakan sebagai debur ombak yang amat damai, namun mampu mengubah sebagian besar hidup kami, La"
Kang Bayu yang memulai. Saat itu, ia masuk SMA yang berada di bawah yayasan pendidikan yang sama dengan SD dan SMP kami. Ia masuk ekskul yang amat sesuai kepribadiannya; KIR, Tim Cepat Tepat, Majalah Lentera Ilmu, Pramuka, Paskibra, Language Club, Paduan Suara, dan
...Rohani Islam alias Rohis. Pada dasarnya, Kang Bayu adalah orang yang taat terhadap agamanya. Shalatnya nggak pernah tertinggal dan dialah yang amat rajin mengingatkanku akan hal yang sangat penting ini. Setiap habis magrib juga, ia rutin membaca Al-Quran.
Nah, setelah masuk Rohis ini, Kang Bayu memang tambah alim. Ia tambah tawadhu, tambah sabar, dan tambah peduli dengan keislaman dan kemuslimannya. Aku merasakan ada jutaan semangat yang mengaliri dirinya saat ia bicara permasalahan umat; bagaimana umat Islam ditindas dan dianggap sebagai sesuatu virus yang harus disingkirkan dari permukaan bumi ini. Aku merasa terseret dalam aliran air terjun cintanya kepada Allah Sang Mahabaik, jalan Raslullah, dan para nabi serta syuhada. Ia begitu cepat berubah. Ia bahkan dengan indahnya bicara kematian yang syahid dan kehidupan yang mulia. Buku-bukunya yang membakar semangatku serta mengguyur jiwaku dengan berember-ember air sejuk mulai mengalir ke dalam daftar buku yang harus kubaca.
Ia juga tak lagi suka jail mengucek kepalaku. Ia mulai membatasi pertemuan kami. Tambahan lagi, ia juga mulai bercerita kepadaku tentang jilbab yang pada tahun segitu, tahun delapan hinaan, masih jadi barang langka tidak hanya di sekolah kami, tapi juga di negeri ini. Sejujurnya, aku merasa mulai tersentuh. Aku memang paling cepat tersentuh dengan hal-hal yang sifatnya militansi. Kayak-nya, gimana ... gitu kalau mendengar dan melihat kisahnya para akhwat Mushmah yang berjilbab itu diuber-uber sekolah. Rasanya pengin segera ikutan berjuang gitu, deh!
Meskipun belum bisa meninggalkan musik dan ternyata hingga kini belum juga bisa, ia mulai memperkenalkan nasyid yang sejuk
dan bersemangat kepadaku. Tambahan lagi, Kang Bayu juga masuk anggota tim nasyid Rohis SMAnya.
Jadilah aku mulai menemukan apa yang ia sebut hidayah saat akhir masa SMP-ku. Aku tahu, kamu mulai menatapku aneh, La. Namun, itu pun tak lama, kan"
Masuk SMA, aku belumlah berjilbab, tapi sudah kuputuskan untuk masuk Rohis. Kebetulan, kami masih satu SMA. Selain itu, aku juga ikutan ekskul yang sama dengan Kang Bayu plus ikutan pengaderan OSIS. Kang Bayu, sih, nggak terlalu berminat di OSIS.
Saat bersentuhan dengan Rohis itulah, aku mulai merasakan sendiri serbuan ombak yang lembut itu membasahi dinding-dinding hatiku. Aku mulai merasakan bahwa keislamanku saat itu amat jauh dari cukup untuk dapat dibanggakan kelak di mata Allah.
Ketika kurasa hatiku sudah cukup mantap, aku ingin segera berjilbab.
Saat itu, aku baru duduk di kelas satu semester dua, tahun delapan enam awal.
"Kang, kalau saya berjilbab, gimana"" tanyaku kepadanya saat ia ke rumah, mengantarkan buku yang akan kupinjam. Ia tampak terkejut. Sambil menatapku lama, ia malah balik tanya, "Emang kamu udah mantap gitu, Phie"" "Emang kenapa""
"Iya, jangan sampai kamu udah pakai, terus lepas lagi, buka-tutup gitu. Kamu tahu, kan, pakai jilbab itu berat banget. Kalau nggak tabah-tabah dan nggak lurus-lurus amat niatnya, malah nantinya kamu nggak kuat..."
"Kang Bayu tuh, gimana, sih" Nggak suka saya berjilbab""
"Bukan gitu, Phie. Demi Allah, saya seneng banget kalau kamu punya niat begitu mulia. Malah, saya pasti langsung sujud syukur, deh, kalau kamu beneran serius. Saya, sih, hanya pengin kamunya lebih mantap lagi. Nggak maju-mundur dan bisa menghormati diri kamu untuk keputusan yang kamu buat. Gimana""
"Insya Allah, Kang ..."
"Orang tua kita gimana""
Aku terdiam. Papa-mamaku pasti amat murka, aku yakin. Sedangkan orang tua Kang Bayu" Yang juga sudah menganggapku sebagai calon mantu dan telanjur sayang kepadaku (kata Kang Bayu) ....
"Papa-mama saya pasti murka. Tapi, saya yakin insya Allah bisa, deh, ngadepinnya. Nggak tahu kalau ibu sama bapak ..."
"Kalau kamu dicoret dari daftar calon mantu, gimana"" Aku melengak. Ada nada bercanda atau serius, nih" "Kalau terjadi begitu Kang Bayu sendiri gimana"" Ia tersenyum lembut.
"Phie sebenernya kita dosa nggak, sih" Coba tanya Mbak Euis, deh .... Pasti, deh, dia bilang, nggak ada pacaran dalam Islam..."
Aku tertunduk. Bingung ....
"Tetapi, saya saya menganggap kamu bukan sekadar pacar. Lebih dari itu, Phie .... Saya nggak bisa melepas kamu saya..., suatu saat kamu mau kan, nunggu saya""
"Untuk apa, Kang""
"Untuk jika saya sudah siap, saya saya akan menikah denganmu .... Mau, Phie""
La, itulah pernyataan resminya yang pertama setelah kami dekat bertahun-tahun. Aku bahagia, La, namun juga bingung dengan follow up-
nya. So, aku hanya bisa terdiam.
"Sophie, dijawab, dong!"
"Ya, udah ..." "Kok, ya udah, sih""
"Ini orang ngapain, sih" Kok, ndesek-desek gitu" Suka-suka saya, dong, mau jawab apa nggak. Lagian, tadi kan, kita ngomongin jilbab.
Ngapain juga, kok, malah ngomongin ginian"" "Kamu marah, ya, Phie"" "Nggak tapi bingung aja."
"Sama. Saya juga bingung, Phie. Tapi sungguh, saya nggak bisa melepas kamu. Meskipun, misalnya, bapak dan ibu mencoret nama kamu dari daftar calon mantu karena kamu berjilbab. Saya ...sayang kamu, Phie, sayang sekali..."
Duuuh gimana kalau kamu yang jadi aku, La"
"Terima kasih, Kang. Saya seneng karena kita ternyata punya perasaan yang sama ..."
"Jadi, kapan pakai jilbabnya, Yang""
Yang" (Tahu nggak, La, dia ngomong gitu kaku banget, kayak ngomong, "Siapa namamu" Aku Bayu," saat pertama kenalan sama orang.) "Besok, Kang. Boleh""
"Ya, tentu saja boleh, Phie. Bagus malah. Alhamdulillah."
"Katanya, kalau saya pakai jilbab, Kang Bayu mau sujud syukur" Ayo, dong, sujud sekarang didepan saya! Cepetan sana!"
Strawberry Shortcake Karya Ifa Avianty di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nggak di sini, dong! Lagian, kamunya juga belum pakai betulan.
Besok aja, kalau saya ketemu kamu di sekolah
"Curang! Sekarang dong, ayooo ..."
"Nggak, ah, kamu apaan, sih""
"Yeee ... gimana, sih" Katanya sayang sama saya""
"Sayang mah nggak ada hubungannya sama perintah kamu, Phie. Ngaco!"
"Ya, udah, sek arang gini aja, bilang sayang lagi, dong "Husss! Kamu, nih, badung banget, sih" Masa akhwat gitu"" "Biarin! Bilang sayang, dooong
Hahaha .... Mukanya langsung kayak kepiting rebus, malah lebih merah lagi. Aku jadi makin suka menggoda dia.
"Tapi, tadi Antum bilang apa, Akh" Antum bilang sayang, kan, sama ana" Waaah ... gimana niih .... ikhwan kok, nembak akhwat""
"Saya pulang, nih, sekarang!"
"Pulang gih, sono, yang jauh! Hahaha ... ikhwan nembak akhwat... nyenyenyenyenye ..."
"Sophieee ... ampun, deh! Kamu jail amat, sih"!"
Aku ketawa ngakak melihat dia yang sudah siap-siap menyambar kunci kontak Kijang Buayanya.
"Hahaha ... dia serius, lhooo " godaku.
"Phie, dari pada kamu iseng gitu, kita keluar,yuk""
"Nggak! Mana ada ikhwan ngajak akhwat keluar""
"Emang, kamu udah beli jilbab sama baju dan roknya gitu""
"Udah, sama Lila kemarin."
"Ya, udah. Tapi, saya pengin beliin jilbab juga buat kamu. Dipakai, ya"" "Ya, boleh. Yang mahal, ya"" "Hus! Kamu nih, bercanda melulu!"
Malam itu, kami muter-muter Pasar Blok M dan Sunan Giri dengan Kijangnya. Dijalan, dia bilang gini, "Berarti, malam ini, saya terakhir melihat rambut cepak kamu, ya, Phie""
Aku menatapnya haru, "Insya Allah, Kang."
"Istiqamah, ya, Sayang""
"Insya Allah. Doakan, ya, Kang""
Sayang" "Eh, ikhwan nggak boleh ngomong sayang sama akhwat, lho ..."
Ia nyengir malu. Spontan kuulurkan tanganku,mengacak-acak rambut cepaknya. Jelas, ia kaget dan ngomel-ngomel, "Aduuuh Sophie .... Kamu, kok, jail banget, sih" Saya bisa nabrak kalau begini!"
"Terakhir, Akhii.... Besok, kan, nggak gini lagi""
Ia terdiam. "Sedih nggak, Phie""
"Ngapain sedih" Kita, kan, mau jadi lebih baik""
Ia tersenyum dan mengangguk. Malam itu, hatiku lapang sekali.
Belum pernah aku merasa seperti ini. Alhamdulillah
Esoknya, aku semangat banget bangun pagi. Aku shalat Subuh, bahkan sebelum azannya sendiri kedengaran. Jadi, pas selesai azan subuh, aku shalat Subuh lagi, deh. Aku langsung mandi, mematut diri di depan kaca dengan jilbab baruku. Hmmm ... cantik juga kamu, Phie. Paling nggak, kamu kelihatan lebih feminin. Aku nyengir sendiri.
Saat sarapan, aku menegar-negarkan diri. Ada papa dan mama, juga ketiga abangku. Kulihat mereka semuanya kaget. Abangku, Kang Hardi, malah sampai keselek dan batuk-batuk.
Tiba-tiba, dia ketawa keras banget, "Hahaha ....si Macho tobat, euy!"
Aku yang tadinya nyaris marah, jadi tersenyum saat mama bangkit dan memelukku, "Phieee, kamu cantik banget "Mama nggak marah""
"Ya, nggaklah. Anak temen mama juga ada yang jilbaban. Cantik banget. Mama sama papa sampai ngomong, 'Kapan, ya, Sophie juga gitu
"Iya, Pa""
"Iya. Selamat, ya, Phie" Tadinya, kami sempat takut kamu ikut-ikutan bergaul yang aneh-aneh. Maklum, kami kan, sibuk."
"Yah Pa, orang dia aja pacarannya sama manusia paling alim di sekolah, mana bisa dia rusak"" sambung Kang Ceppy iseng.
Aku melotot, "Siapa yang pacaran, sih""
"Ya, kamu sama Kangmas Bayumu itu, lhooo ..."
"Bohong, ah! Kang Ceppy iseng ditanggapin!"
"Yaaa .... Yang penting, kita semua kaget, tapi mendukung kamu, kok," tukas Kang Rusdi, kakak sulung kami dengan bijak.
Serentak, semua abangku menyelamatiku bergantian sambil tak lupa mengacak-acak jilbabku yang memang masih mencong-mencong itu.
Alhamdulillah, sesuatu yang tak kubayangkan. Keluargaku yang cuek dan nyaris tak pernah ekspresif itu ternyata mendukungku. Sebuah kehangatan yang indah meresap dalam hatiku. Keluargaku, ternyata tak secuek yang kubayangkan ....
Habis sarapan yang tumben lahap banget, aku pergi sekolah dengan Toyota DX papa. Papa malah mau mengantarku sampai sekolah, tapi aku menolak. Sudah cukup sampai terminal bus saja.
Kontan, si Jail Kang Ceppy nyeletuk, "Daripada nganter nona sok gengsi kayak dia, mendingan antar Ceppy sampai UI aja, Pa. Dia wah pasti janjian sama pacarnya."
"Enak aja! Siapa juga yang janjian""
"Sudahlah, Cep! Cepat habiskan sarapanmu! Makan, kok, kayak bayi, diemut!" omel mama sambil menoyor lembut kepala Kang Ceppy.
Aku meleletkan lidah ke arahnya yang dibalas acungan tinju. Aku nyengir. "Apa perlu Ceppy juga berjilbab, Ma" Biar Ceppy bisa diantar papa ke kampus""
"Gila kamu, ya" Berisik!" omel mama lagi dengan jengkelnya.
Di sekolah, berbagai reaksi kuterima. Dan, kamu selalu ada di sampingku untuk menguatkanku, La. Akhwat-ikhwan Rohis juga. Mbak Euis senior pembimbing mentoringku yang sudah kuliah di IKIP juga. Kang Bayu juga. Ia menepati janjinya untuksujud syukur segera setelah ia menatapku, what a surprised!
Reaksi dan guru-guru yang luar biasa. Bayangkan, dari jam pertama hingga jam ketujuh, aku disuruh ke luar sebab menolak lepas jilbab. Aku menangis di musala ditemani kamu, La. Masih ingat" Sampai basah sajadah musala yang kupakai alas menangis. Akhwat ramai menghiburku. Tapi, bagaimana, mereka juga senasib denganku; diusir!
Oya, di kelas kita saat itu, hanya aku yang berjilbab. Makanya, berasa banget kan, sendirinya"
Kang Bayu bolak-balik terus ke musala. Kalau nggak ada akhwat atau ikhwan, ia berbisik-bisik menghiburku dari balik hijab. Atau, menyampaikan selembar kertas penyemangat lewat kamu, ya, La. Misalnya gini, nih, bunyinya:
Istiqamah ya, my strawberry shortcake. Hidup itu indah, kok.
Kamu ketawa, La. Tapi, kemudian termenung, "Ih, dia romantis juga, ya, Phie""
Aku yang lagi sedih nggak ngopi, "Siapa, La"" "Ituuu ... si Strawberry Shortcake-mu itu, lho!" "Oh ..."
Kamu bengong melihat reaksiku yang hanya segitu. Habis, mau bagaimana lagi" Aku lagi shock akan hari jilbabku yang pertama, kamu malah ngomongin Kang Bayu. Aduuuh please deh, La! Aku lagi nggak sempat mikirin dia!
* * * Hari-hari terus berganti. Aku terbiasa dengan intimidasi pihak sekolah.
Lalu, kutemui sosok-sosok yang begitu berarti dalam perjalanan hijrahku, Mbak Euis, kamu, La, juga teman-teman mentoringku, Kang Bayu, keluargaku .... dan masih banyak lagi.
Sementara, hubunganku dengan Kang Bayu juga tetap jalan di tempat. Tak ada yang bisa kami lakukan saat itu, sementara kami juga hanyalah sepasang manusia yang baru belajar mengenali Islam lebih dalam lagi. Maka, kami membiarkan semuanya berjalan bersama waktu ....
SEPEREMPAT SENDOK TEH GARAM
Adakah kita telah bersiap memaknai sebuah kehilangan "
Kata orang, berhijrah sama dengan lahir kembali. Demikian pula yang kami, aku dan Kang Bayu rasakan bahwa kami masih merasa ikatan rasa antara kami terlalu kuat, kami juga tak pungkiri.
Tapi anyway, kami selalu berusaha menekan semuanya hingga tak sempat mencuat kembali dan mengaburkan semua yang telah kami jalani dalam lingkar hijrah. Tambahan lagi, tantangan yang kualami demikian berat, terutama dari sekolah.
Bayangkan saja, setiap hari, aku dan para ukhti yang lain harus selalu kucing-kucingan dengan pihak sekolah. Kadang, kami disuruh belajar di gudang sekolah yang pengap dan bau kecoak. Dikali yang lain, kami dipulangkan lebih cepat sambil membawa surat peringatan yang harus ditandatangani orangtua masing-masing.
Alhamdulillah, orangtuaku mendukungku penuh. Bahkan, mama sampai berkali-kali menghadap kepala sekolah. Mama yang sibuk dengan bisnis kateringnya itu, lho! Dengan demikian, hubunganku dengan mama mendekat kembali, seperti saat akumasih kecil dulu dan mama masih belum punya bisnis katering itu.
Kang Bayu juga selalu memberikan support dengan caranya sendiri.
Dialah orangnya yang setia memberikan tentir mata pelajaran kepada akhwat kelas satu, termasuk aku ini. Nggak ada yang tahu hubunganku dengan Kang Bayu sebab kami memang amat rapat menyimpannya.
Namun, siapa, sih, yang bisa bersembunyi dari Tuhan"
Demikian serbuan rasa gelisah mendera setiapkali kami bertemu berdua. Kami jadi tak seperti dulu lagi. Kaku, seperti terbentang jarak ribuan mil antara kami. La, bukankah engkau pun nyaris bosan setiap aku bercerita tentang beban yang menggelayut di pundakku setiap kali kami habis bertemu"
Lalu, apakah yang seharusnya kami lakukan.
Bagaimana bisa aku berpisah dengannya yang telah demikian lekat dalam setiap detik waktu dalam hidupku" Bagaimana bisa, aku menjauhinya jika setiap tempat yang kujejaki juga ada jejaknya"
Bagaimana bisa aku melupakannya jika setiap sel otakku pasti telah terisi bentuk wajahnya, caranya bicara, bernyanyi, tertawa, bahkan marah"
Dia pun demikian saat kutanya.
Benar ka tamu, La, kami telah saling terbiasa. Tapi, seharusnya jika kita telah terbiasa dekat, kitapun akan segera bersiap untuk terbiasa dengan kehilangan. Sebab, hakikatnya segala yang ada didunia ini sifatnya fana, sementara. Maka,seharusnya kedekatan itu juga tidak abadi.
Aduh, La, kamu masih ingat, kan, bagaimana aku pontang-panting menyiapkan diri untuk sebuah kata kehilangan" Lalu, simpulanku adalah, sungguh sebenarnya aku tak pernah siap kehilangannya. Maka, kami tetap memaksa sepakat untuk mulai saling menjauh dengan sepenuh kesadaran.
Betapa aku tak pernah bisa lupa saat itu. Disuatu senja yang basah dan hujan, ia datang kerumahku untuk membicarakan semuanya.
"Kita harus mencoba jadi Muslim yang lebih baik, ya, Phie"" "Iya, Kang."
"Kata Mas Hamzah, Muslim dan Muslimah yang baik tidak suka bersembunyi dari Allah." "That's why kita sekarang sedang mencoba jujur kepada-Nya ..."
"Juga jujur pada diri sendiri, kan, Phie" Bahwa kita ternyata juga tersiksa menyembunyikan diri dari Allah ..."
"Tapi, sakit nggak, sih, Kang""
"Apanya"" "Yaaa ... kita kan, sudah terbiasa begini, terus tiba-tiba jauh gitu ..."
"Sakit, pasti. Tapi, paling tidak, kita masih punya harapan."
"Harapan apa, Kang""
"Yaaa mungkin saja kan, kita berjodoh."
"Kalau ternyata nggak jodoh juga, gimana,Kang""
"Ya ... diusahainlah."
"Caranya""
"Berdoa terus ...Juga ...usaha dong" "Usaha gimana""
"Kamunya jangan mau nikah sama orang lain, gitu!" "Hahaha judulnya nggak rela, nih, yeee""
"Emang, kamu juga rela gitu kalau saya nikah sama akhwat lain"" "Yaaa nggak tahu, ya" Mungkin, sih, enggak; mungkin rela juga." "Bohong, ah! Kamu lagi jealous-an gitu!"
"Hahaha kayaknya kita nggak bakat jadi ikhwan-akhwat sejati, ya, Kang"" "Enak aja! Kamu kali! Kalau saya, sih, sudah jadi ikhwan hanif sejak lahir." "Cuih! Mana ada ikhwan nembak akhwat""
"Yaaa ... gimana" Abis, akhwatnya duluan, sih, yang mancing-mancing""
"Huaaa ...! Jijay bajaj! Sapa juga yang mancing" Emangnya, situ ikan, ya, pake dipancing segala"" "Nah, yang kayak gini mau jadi akhwat sejati""
"Hohoho jangan salah, Akhi Bayu. Saksikan saja, beberapa tahun ke depan, ukhti cantik didepan Antum ini akan jadi salah satu tokoh aktivis dakwah terkemuka di negeri ini."
"Hus! Niat, kok, aneh gitu. Mau jadi akhwat salehah apa jadi orang beken, sih""
"Hahaha..." "Ngakak lagi! Bukannya sedih mau jauhan sama saya"" "Sapa gitu yang sedih" Oh, jangan salah, ana bahagia, kok ... bahagaiaaa... sekali."
Tiba-tiba, Kang Bayu menatapku lekat. Ada sedih di matanya. "Betul gitu, Phie""
Ya ampuuun stupid question banget kan, La"
"Ya, nggaklah, Kang .... I miss you and I'm gonna miss you ..."
"Ehmmm ... miss you too, Honey... "
"Hus! Udah-udah, bubar-bubar! Dilarang gegombalan, nanti ada setan lewat! Hus ... husss ...pulang sana, Akhi! Bentar lagi magrib!"
Kang Bayu nyengir sambil garuk-garuk kepala tak gatal.
"Ya, udah, saya pulang ya, Phie. Istiqamah ya, Bu" Tunggu saya ngelamar, ya" Jangan nikah duluan, lho! Awas!" "Sapa, ya" Nggak boleh nge- take, Pak,kecuali pake DP." "DP" Ngaco kamu!"
"Bohongan, lagi! Ih, Kang Bayu mah segala sesuatu, kok diseriusin, sih" Udah, ah, pulang cepetan, nanti saya keburu nangis seember, lagi. Kan, repot!"
"Ya, udah. Saya pulang, ya" Is ..."
"Iya, istiqamah! Diulang-ulang melulu! Lama-lama, nama saya tak ganti jadi Sophia Istiqamah juga, nih! Sana, saya bilang!"
Benar saja, habis itu, aku benar-benar nangis hingga basah bantalku.
Apalagi, malamnya dia nelepon. Kenapa, sih, pakai nelepon segala"
* * * Hari-hari selanjutnya, begitu membuat hidup kami blue. Di mana-mana biru dan abu-abu. Semua terasa muram. Kadang, kalau nggak tahan mau curhat, kami saling menelepon juga.
Tapi, apa sih, yang tidak bisa dilatih dari manusia"
Begitu juga kami, sepasang remaja yang sedang berlatih menahan rasa dan gejolak jiwa. Jadi, kami berusaha saling menguatkan meskipun nggak jarang juga, kami sama-sama dodol alias turun iman secara berjamaah. Hus! Mana ada perbuatan jelek dilakukan berjamaah dan pelakunya bangga pula"
Paling, kalau sudah demikian sedihnya, aku pasang kaset Cliff Richard yang ada lagu Constantly-nya.
Sampai nyaris tergulung pita kasetnya sebab keseringan diputar. Habis itu nangis lagi, terus shalat sunnah, nangis lagi, ngaji, nangis lagi, terus terakhir ketiduran di sajadah dengan masih pakai uniform shalat lengkap. Habis itu, pas bangun baru agak legaan. Sebagai gantinya energi yang terkuras akibat nangis tadi, aku jadi makan melulu.
Tapi anehnya, nggak gemuk-gemuk, nih badan. Tetep begeng alias tetap kurus!
Naik kelas dua, aku jadi sekretaris OSIS. Ini jelas-jelas menggemparkan sekolah. Sebab, mana boleh BPH OSIS berjilbab"
Tetapi, aku bismilah saja. Lha, wong, si Arya Ketua OSISnya aja cuek dan mendukungku, kok. Maka, kepala sekolah hanya bisa mengintimidasiku dari luar. Aku lihat juga Bu Masnun guru agama dan Pak Harris guru menggambar mulai terlihat pro pada kami yang berjilbab ini. Alhamdulillah!
Paling tidak, kami sudah mulai punya barisan pendukung di kalangan guru-guru.
Aku tahu, Kang Bayu bangga sekali kepadaku. Tetapi, ia hanya sesekali meneleponku atau menemuiku di sekolah, itu pun nggak lama-lama. Ya, sudahlah. Toh, aku juga mulai sibuk dengan OSIS dan segala ekskulku, juga dengan pelajaranku. O ya, aku masuk Jurusan Al alias Jurusan Fisika. Aku kudu serius belajar. Apalagi, dengan kesibukanku dan seringnya aku dikeluarkan dari kelas karena masalah jilbab ini.
Kang Bayu yang kelas tiga Al juga mulai sibuk dengan segala persiapan menembus UMPTN. Dia, kan, pengin banget masuk UI Jurusan Teknik Mesin atau ITB Jurusan Teknik Elektro. Dia ikut bimbingan tes Islami yang katanya juga suka ada pengajian untuk siswa-siswanya. Maka, kami secara alamiah tidak bisa sering bertemu. Walaupun demikian, aku masih sering merindukannya. Salahkah aku, La"
* * * Aku juga masih ingat saat dia ikut UMPTN, aku ikutan senewen diam-diam.
Wong dia yang ujian, aku yang mules-mules dan diare. Hahaha ... Kelewat sayang, apa norak, sih, aku ini"
Ketika ternyata dia keterima di UI, aku yang pertama sujud syukur dan langsung ngibrit ke Senayan, melihat dia lagi bareng ikhwan-ikhwan yang juga pada keterima di universitas negeri. Sedihnya, aku inginnya, sih, ngucapin selamat. Tapi, apa daya ... sesuai perjanjian, aku hanya bisa memandanginya dari jauh. Baru malamnya, aku meneleponnya untuk mengucapkan selamat.
By the way, dia di UI, ya" Di Depok, kan" Aku masih di SMA ini, di Jakarta Timur. Jauh, kan" Jauh nggak, La" Waktu aku tanya itu sama kamu, La, kamu malah menjitakku dan mengatai aku sebagai orang yang nggak konsekuen dengan peraturan. Katanya mau berjauhan, tapi, kok, segitu saja ributnya minta ampun"
Akhirnya, aku terbiasa juga tidak melihat Kang Bayu dalam lokal sekolahku. Aku terbiasa tidak menjumpainya berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, hingga akhirnya aku lulus SMA. Aku juga ikutan UMPTN dan ternyata dia juga men-support-ku. Aku memilih Jurusan Kimia MIPA UI, Komunikasi Massa FISIP UI, dan Sastra Inggris UI.
Alhamdulillah, aku diterima di Kimia UI. Senangnya masya Allah! Kamu sendiri akhirnya masuk Ekonomi Akuntansi Trisakti, ya, La"
Malamnya, Kang Bayu datang ke rumah. Ia mengucapkan selamat dan memberiku sebuah kado. Hanya sebentar, lalu ia pulang dengan deru Kijang Buaya-nya. Dengan terharu, kadonya kubuka. Ternyata, isinya sebuah Al-Quran saku, selembar jilbab, dan sehelai gamis. Cantik sekali. Aku jadi terharu ....
Hari-hari perkuliahan, kemudian menyergapku dengan segala kesibukannya. Lagi-lagi, kami jarang sekali bertemu. Kami juga makin aktif dalam berbagai kegiatan dakwah. Kami sama-sama menikmatinya.
Perlahan, kami mulai mengikhlaskan jika saja terjadi sesuatu pada diri
"kekasih" masing-masing. Sesekali, kami memang masih badung juga.
Kadang, dia yang berkunjung ke MIPA atau sebaliknya.
Sebenarnya, aku males banget datang ke FT. Anaknya buas-buas kayak nggak pernah lihat cewek. Padahal, kan, di Teknik Arsitektur, lumayan banyak juga ceweknya. Apalagi, kalau ke jurusan dia, Teknik Mesin. Ternyata, dari satu angkatan dia, nggak ada ceweknya sama sekali.
Serasa sekolah di Kanisius nggak, sih"
Lagi pula, aku datang ke FT paling-paling untuk menyampaikan titipan strawberry shortcake dari mama yang t
elanjur nge fans sama dia.
Lalu, habislah aku "dianiaya" anak-anak jurusannya dengan kata-kata ledekan. "Oh, ini toh, ceweknya Bayu, si Patung Es""
"Jilbaban, lagi! Pantesan, gue kira tadinya cowok elo itu nggak doyan cewek ..."
"Eh, nggak sopan, lo! Kualat ntar, godain cewek jilbaban! Dia wah bukan ceweknya Bayu, tapi calon bininya!" Kebayang, kan, gimana warna mukaku saat itu"
Kalau sudah gitu, Kang Bayu nongol dengan gaya cool-nya dan buru-buru ngajak aku menjauh, meskipun diiringi teriakan norak teman-temannya yang barbar bin kanibal itu.
"Maaf, ya, Phie, temen-temen saya, sih, edun semua!"
"Nggak apa-apa, Kang. Ini ada titipan dari mama."
"Kapan kamu yang bikin sendiri buat saya""
"Bawel, ah! Cepetan, nih! Jangan-jangan, sebentar lagi mereka pada mau makan saya!"
Biasanya, Kang Bayu hanya tersenyum sambil menerima kotak kue itu. Bisa ditebak, tak lama kemudian, kue itu sudah dijarah dengan sukses oleh teman-temannya, yang menurutku, sih, mirip para pengungsi yang kelaparan.
Entah bagaimana juga, tahu-tahu, mulai tersebar kabar "Bayu anak Mesin pacaran sama Sophia anak Kimia". Sangat tidak sedap, bukan"
Padahal lagi, saat itu, kami bukan junior lagi. Kami sudah memegang beberapa amanah dakwah kampus. Jelas, itu bikin kami risi dan segera tersadar. Itu salah kami juga yang masih badung. Lihatlah, Tuhan menegur kami dengan telak, La!
Lalu, aku harus bagaimana, La"
SEPEREMPAT CANGKIR KRIM KENTAL
Apakah setiap cinta akan selalu diuji" "Assalamu 'alaikum..."
"Wa 'alaikumussalam .... Eh, Mbak Dede." "Apa kabar, nih, Sophie"" "Baik, Mbak, insya Allah ..."
Tak seperti biasanya, seniorku dari Jurusan Biologi itu tiba-tiba menarikku ke salah satu sudut perpustakaan MIPA. Untungnya, saat itu perpustakaan sedang tidak terlalu ramai. Tapi, tak urung aku jadi heran.
"Ada apa, Mbak""
"Ini, kebetulan ada Sophie, saya mau meluruskan kabar yang akhir-akhir ini beredar." "Kabar apa lagi, Mbak""
"Kebetulan, kamu sudah lama nggak nongol dimusala, ya""
"Iya, Mbak. Lagi kerja praktik di BPPT Serpong, nih
"Iya, gini, Dik, apa benar Adik akan menikah dalam waktu dekat ini""
Menikah" Aku mengerutkan kening, terheran-heran. Iseng banget.
Baru juga kuliah semester enam.
Refleks aku menggeleng keras-keras.
"Oh, nggak betul, Dik" Gimana bisa kabar itu menjadi demikian santer""
Barangkali, kalau bukan karena Mbak Dede itu ketua keputrian di fakultasku, pasti sudah dengan marah kukatakan kepadanya, " Udah, deh, Mbak.nggak, usah ngurusin orang lain!"
Namun, di sisi lain aku sadar, itu adalah wujud perhatian dan kasih sayangnya kepadaku. Aku tahu, Mbak Dede orangnya tulus. Kalau ia bertanya kepadaku, tentulah untuk meminta penjelasan atas kabar burung yang sedang ramai beredar karena khawatir akan berkembang menjadi gosip dan fitnah. Tentu, efeknya tak baik bagi kami aku dan Kang Bayu sebagai aktivis dakwah kampus.
"Mbak Dede tahu dari siapa""
"Itulah, nggak jelas siapa sumber pertamanya. Yang jelas, kabar itu telah menjadi demikian ngetop di MIPA, Teknik, dan beberapa kampus lain."
Ooo ... mulutku membulat. Memangnya, seberapa ngetopnya, sih, kami" Aku, sih, merasa biasa-biasa saja. Kami bukan aktivis papan atas yang nama-nya beredar di UI dan sekitarnya.Ke-cuah, mung-kin Kang Bayu yang cukup ngetop; sebab tahun kemarin, ia terpilih sebagai salah satu mahasiswa utama berprestasi di UI.
"Kata kabar nggak jelas itu, kamu akan segera menikah dengan Bayu, ikhwan Teknik Mesin, yang tahun kemarin jadi mahasiswa utama berprestasi itu."
"Nggak, Mbak. Aduuuh ... keterlaluan amat, sih, yang bikin gosip itu
"Ya, sudah. Mbak Dede, sih, percaya sama kamu. Nanti, Mbak bantu menjelaskan pada orang-orang yang bertanya kepada Mbak, ya""
"Terima kasih, Mbak .... Saya dan Kang Bayu hanya satu SMA dan kebetulan punya banyak aktivitas yang sama. Jadi, mungkin orang mengira kami sedang membicarakan sebuah persiapan pernikahan."
Ya, hanya itu yang bisa kujelaskan. Begitu juga, penjelasan yang sama kuberikan kepada setiap orang yang kukenal. Hingga aku capek sendiri. Mana aku sedang kerja praktik lagi!
* * * Ternyata, Kang Bayu pun menghadapi masalah yang sama. Dia yang
sedang persiapan seminar tugas kecilnya juga merasa sangat terganggu. Ia bahkan sempat dipanggil oleh pembina pengajian-nya, Mas Hamzah. Kalau aku, sih, sebelum dipanggil Mbak Euis, sudah keburu memberikan press release di hadapan pembina pengajianku itu dan juga teman-teman ngajiku.
Malah, aku dengar dari Apsari akhwat FT banyak cewek FT yang
"patah hati" begitu mendengar kabar bahwa Kang Bayu akan menikahdengan akhwat MIPA. Aduh, kenapa sih, dia begitu ngetop di mana-mana" Memangnya, nggak ada ikhwan atau cowok lain yang lebih ganteng daripada dia"
Suatu Minggu pagi, saat aku sedang menikmati semangkuk bubur ayam di teras depan rumah saat orang-orang rumah sedang pergi ke Bandung kulihat Kijang Buaya Kang Bayu memasuki halaman rumah.
"Bubur ayam, Kang, mau"" tawarku setelah menjawab salamnya.
"No thanks. Kalau strawberry shortcake wah mau. Ada nggak""
"Nggak ada, tuh, mama nggak bikin."
"Sekali-kali kamu, kek, yang bikin."
"Ogah, takut bantat! Nanti jadinya brownies strawberry, kan, nggak lucu." "Nggak apa-apa, yang penting saya udah nyoba strawberry shortcake ala kamu."
"Yaaa, males, ah! Lagian, Kang Bayu juga nggak ngabarin dulu kalau mau datang. Kali gitu kalau ngabarin dulu, saya bisa ngibrit sebentar ke toko kue di depan kompleks buat beli strawberry shortcake itu."
Kakiku meraih sendai jepit. Aku bangkit mau mengembalikan mangkuk bekas bubur yang sudah tandas isinya. "Beneran, nih, nggak mau bubur"" "Makasih, deh, udah makan di rumah tadi."
Kang Bayu meraih gelas dari botol air mineral yang kebetulan ada di meja teras, mengisinya, lalu meminumnya. "Eh, punya saya, tuh ..."
"Nggak apa-apa, kan" Kamu, kan, nggak lagi sakit, ya"" "Idih! Nggak sabaran amat, sih" Ntar, saya ambilin gelas." "Biar, deh, nggak apa-apa," dia ngeyel.
Aku cemberut dan mengalah masuk sebentar untuk mengambil gelas baru. Dasar laki-laki jorok! omel batinku. "Phie, kabar gosip udah sampai mana"" "Sampai ke laut! Nyebelin banget, sih!" "Kamu keganggu ya, Phie""
"Sangat! Memangnya, Kang Bayu nggak keganggu gitu"" "Justru itu, Phie. Gimana, ya, caranya biar kita nggak terganggu"
Bahaya juga, soalnya khawatir banyak pihak menyangka kita memang pacaran betulan ."
Aduh, ewangnya selawa ini kita nggak, pacaran, ya" Mendadak, kepalaku senut-senut nggak keruan.
"Kamu tahu Mas Harry, kakak tingkat saya dijurusan""
"Tahu. Yang orangnya lumayan bawel itu, ya" Yang waktu itu jadi humas bazar di masjid UI, ya" Kenapa emangnya""
"Minggu depan, kan, dia mau married."
"What" Married" Bukannya kata Kang Bayu, dia kuliahnya rada ketinggalan""
"Nah, justru itu, Phie. Katanya, dia mau married agar kuliahnya cepat kelar, biar ada yang nyemangatin."
"Ah, itu sih, emang dianya aja yang udah kepengin!"
"Emangnya nggak boleh" Kan, bagus juga gitu, supaya hati tetap bersih."
Aku mendadak terdiam. Betul, sih ...
"Emang dia udah kerja""
"Yaaa ngajar-ngajar privat, sih. Sama kayak saya." "Cukup, ya, buat hidup setelah married""
"Phie, rezeki itu, kan, di tangan Allah. Lagian, janji Allah itu, kan, pasti benar, ya" Allah, kan, menjanjikan akan memberi rezeki kepada orang miskin yang menikah karena Allah."
"Iya, sih. Tapi, kalau setelah married kuliahnya malah terbengkalai, gimana""
"Itu, sih, urusan hasil akhir. Itu, kan, sudah wilayah Allah. Yang penting, usahanya dulu. Dan usaha tiap orang, boleh dong lain-lain.
Sepanjang itu baik, seharusnya kita dukung, Phie."
"Yaaa ... iya juga, sih. Banyak juga, kok, temen-temen saya, anak MIPA, yang married pas kuliah. Eh, siapa sih, akhwat yang mau sama Mas Harry itu""
"Rantina, akhwat Sipil, satu angkatan sama dia juga."
"Huaaa nggak takut fitnah, ya" Kan, satu fakultas, satu angkatan pula" Berapa gedenya, sih, Teknik" Pasti mereka udah saling kenal, ya""
"Justru itu poinnya, Phie! Jika mereka udah married, kan, nggak jadi fitnah kalau mereka berdua-duaan. Lagian juga, nggak waswas, nggak takut dosa lagi, kan udah halal."
Aku terdiam lagi. Apakah ini satu solusi yang coba dia tawarkan pada hubungan kami" "Kalau kita married juga, gimana, Phie"" Tuh, kan!
"Udah, deh, jangan latah!"
"Latah kalau dalam kebaikan, kan, bagus-bagus saj
a, Phie"" "Kita masih kuliah, Kang. Saya berani jamin, orangtua kita pasti nggak setuju. Lagian saya masih pengin kerja dulu setelah lulus nanti, terus kuliah lagi"
"Terus, kapan married-nya""
"Ya, kalau sudah siap."
"Sekarang belum siap, Phie""
"Belum. Masih mau keliling-keliling dulu, masih mau ngapa-ngapain dulu." "Kalau saya bilang, saya sudah siap, gimana, Phie"" "Ya, udah. Kang Bayu married aja duluan." "Sama siapa" Sama akhwat lain" Kamu rela gitu"" Kembali aku tercenung. Iya, relakah aku"
Namun, aku belum siap. Mau jadi apa rumah tanggaku nanti" Aku nggak terlalu pandai beres-beres rumah, nggak terlalu bisa memasak, masih suka ke sana kemari bareng teman-teman, masih suka sesekali bangun siang akibat ketiduran setelah shalat Subuh, masih suka egois .... Kasihan amat suamiku nanti! Lha, modelnya Kang Bayu pula, yang apa-apa mesti dilayani! Huaaa
"Phie, saya udah ngomong, lho, sama Mas Hamzah."
Iiih .... Aku langsung merinding. Kok, gitu, sih"
"Terus sama akhwat mana" Kang Bayu bilang sama Mas Hamzah""
"Bilang. Saya bilang ... saya mau menikah dengan akhwat MIPA, namanya Sophia Prastyani."
Aku ternganga. Kok, gitu"
"Kok, Kang Bayu nggak tanya saya dulu, sih""
"Emang, kamu nggak mau married sama saya""
"Bukan gitu urusannya, Kang! Saya, kan, belum siap."
"Kita bisa belajar setelah nikah, Phie, daripada ketimpa gosip nggak sedap gini, kan, mendingan kita lempengin sekalian."
"Ya, nggak gitu logikanya dong, Kang. Itu, sih, sama saja membenarkan gosip yang berembus!" "Ya, paling enggak, kita bisa bilang, 'Nih, kita udah married, lho.' So, nggak bisa digosipin lagi..." "Ibu sama bapak gimana""
"Itu nanti urusannya. Yang penting, kamu setuju dulu." "Kang Bayu maksa saya""
"Nggak .... Kenapa, Phie" Apa apa kamu nggak mau menikah dengan saya""
Aku menarik napas berat. "Bukan gitu, Kang. Saya hanya belum siap."
"Kita memang nggak akan pernah sampai pada kesiapan seratus persen untuk menikah, Phie, dengan siapa pun dan kapan pun."
"Kata siapa""
"Kata banyak ikhwan senior .... Lagian, Phie, kata mereka juga, kesiapan kita menikah seharusnya sama dengan kesiapan kita untuk mati syahid."
Aku tertunduk. Memangnya, wenikah selalu sewudah yang dibayangkan" "Ya, sudah. Saya nggak mau bikin kamu pusing. Tolong pikirkan, ya" Apalagi, kalau biodata saya sudah sampai ke Mbak Euis." Haaa " Pakai biodata segala " Ngapain, sih, kan sudah kenal" "Pakai foto juga""
"Iyalah. Saya udah kasih yang paling cakep. Kali bisa kamu simpan di dompet nanti."
Yucks! "Hahaha .... Ini dia, ikhwan paling sok imut sedunia!"
Pembalesan 1 Kampung Setan Karya Khulung Sang Penerus 4
STRAWBERRY SHORTCAKE IFA AVIANTY Download Ebook Jar Lainnya Di
http://mobiku.tk http://inzomnia.wapka.mobi
Isi Ucapan Terima Kasih - Recipe for Strawberry Shortcake -
Prolog The Prebaked Cake -
Secangkir Tepung Serbagunan Ayakan -
Tiga Sendok Makan Gula - Seseondok Teh Baking Powder -
Seperempat Cangkir Buttermilk -
Seperempat SendokTeh Garam -
Seperempat Cangkir Krim Kental -
Tiga Sendok Makan Unsalted Butter Beku -
Satu Sendok Makan Butter -
Hampir Satu Liter Strawberry -
Secangkir Krim Kental - Dua Sendok Makan Gula Halus -
Satu Sendok Teh Ekstrak Vanila -
Gua Halus Secukupnya - Pra-Epilog Still The Prebaked Cake -
Untuk suamiku, Thobib, dan buah hati kami, Akna Ucapan Terima Kasih Sungguh, ini salah satu kue kegemaran saya. Belakangan, saya juga menemukan ini sebagai judul sebuah seri DVD kartun yang bagus untuk anak-anak. Anak saya, Akna, ternyata suka sekali menotonnya. So, novel ketiga saya ini terinspirasi darinya. Alhamdulillah, sebab akhirnya saya begituter gila-gila menulis novel. Sebuah kerja eksplorasi, penelitian, penghayatan, dan pelaksanaan dari sekian banyak teori menulis yang langsung saya gali dari para pakarnya, yang saya rasa prosesnya hampir sama rumitnya dengan memasak, my other hobby.
Untuk itu, ingin sekali saya buatkan strawberry shortcake yang moga-moga lezat ini untuk:
Allah Swt. yang telah mengizinkan saya mengecap enaknya strawberry shortcake dan memberi saya berjuta jenak kesempatan untuk merasakan dan membagikan kembali semua keindahan dalam hidup itu sendiri.
Rasulullah Saw., yang dengan perantaraannya, saya bisa menemukan semangat yang takkunjung padam untuk mencoba semua kebaikan.
My Ltttle Strawberry Shortcake; Akna, Ibu janji suatu saat akan buatkan strawberry shortcake yang uenaaak ... buatmu!
Ayah Akna, Thobib, yang saya yakin banget belum pernah merasakan strawberry shortcake buatan istrinya.
Keluarga besar Munir Mochtar, yang banyak sekali memegang andil dalam warna-warni hidup saya, yang ternyata nggak sewarna strawberry doang.
Sekumpulan sahabat paling romantis abad ini: Bu Rini (yang selalu bisa menebak isi hati saya dengan jelas), Mbak Mita (thanks for our sweettalkat Dailybread pagi itu), Imun (Ini bukan kisah nyata, Mun, percayalah! I swear!), Mbak Wanda WRM, Mbak Mamiek Syamil Jonesboro, Kak Dian Rubiyanti, dan Mbak Titin Wakayama Shi (thanks atas jurnal-jurnalnya yang 50 inspiring), serta bapak-bapak: Herman di NUS Singapore dan Yoffi di Denso (thanks atas filosofi-filosofinya yang "kepake banget"), "dosen"
sekaligus editor sukarelawan bagi saya yang selalu siap dengan helping hand nya yang mengagumkan: Mas Tasaro dan Mas Sakti Wibowo ( Thanks foryour big heart, big helpful hand, yang selalu ada whenever Ineed. Em ...
berarti banget, lho ....).
Segepok CD Brothers, Izzis (Album Kembali dari Izzis Marching Out), Snada, Saujana (Suci Sekeping Hati), Vana Juho, Ruth Sahanaya, Marcell, Jose Mari Chan, Andrea Bocelli, Luciano Pavarotti and The Three Tenors, Demis Roussos, Chff Richard and The Shadows, "Old" Kylie Minogue (Especially "If You Were with Me Now"), dan REM
(Especially "Loosing My Religion" dan "Everybody Hurts") yang sangat membantu saya in ke dalam beberapa karakter utama cerita ini.
Mas Ali Muakhir dan Mas Salman Iskandar ... for giving me the second chance. Berharga banget buat penulis yang selalu jadi pemula kayak saya ini.
My lonely and dark room, yang tak pernah tergantikan oleh apa pun dan siapa pun, till the end of time.
My Sophia, Kang Bayu, dan Dokter Wahyudi, kalianlah intisari percik pesona itu. Makasih sudah membuat saya mampu menyelami sebuah rangkaian twist antara rasa dan takdir.
Also Anda semua yang telah sudi mencicipi sedikit rasa ramuan strawberry shortcake ala saya. Ada saran, apa ingredients yang seharusnya ditambah atau dikurangi"
Anyway, hidup memang berwarna-warni dan beraneka ragam rasanya, seperti strawberry shortcake. Maka, nikmatilah hidup itu dan resapkan rasanya hingga kita menemukan banyak hikmah didalamnya. Lagi pula, setiap keputusan yang kita ambil akan memperkaya warna dan rasa. So, jangan takut untuk membuat sebuah keputus
an as long as kita yakin itu benar dan tepat. Hargai itu! And we don 't need to change a thing but just make our life more colorful.
Have a fun reading! Cinere, Agustus 2005 Ifa Avianty http://ifathobibakna.multiply.com
RECIPE FOR STRAWBERRY SHORTCAKE
Recipe from The '21' Cookbook, by Michael Lornonaco, Doubleday Shortcake:
1 cup sifted all-purpose flour
3 tablespoons granulated sugar
1 teaspoon baking powder 1/4 teaspoon salt 1/4 cup buttermilk 1/4 cup heavy crearn 3 tablespoons cold unsalted butter, cut into small pieces, plus 1 tablespoon butter (for the cookie sheet)
Filling: 1 quart strawberry Topping:
1 cup heavy crearn 2 tablespoons confectioner's sugar 1 teaspoon vanilla extract
Garnish: Confectioner's sugar To make the shortcakes: In the bowl of anelectric mixer fitted with a dough hook, combine the flour, sugar, baking powder, and salt. After the dry ingredients are thoroughly blended, add the butter-milk, cream, and cold butter in quick succession, combining only briefly, to leave the mixture as lumpy as possible. Or use a foodprocessor fitted with a dough blade.
Combine the dry ingredients, pulse briefly, then add the liquid ingredients and butter, and pulse briefly.
Turn this lumpy dough out onto a lightly floured board and flatten gently with a rolling pin into a squarish shape approximately 1-inch thick.
Cut into 6 equal squares. Spread 1 tablespoon butter on a non-stick cookie sheet, place the squares on the sheet, and place the entire cookie sheet in the refrigerator to rest 20 minutes while you preheat the oven to 375". Bake the chilled shortcakes 20 to 25 minutes, or until they are nicely browned.
While the shortcakes are baking, make the filling and topping. Clean and slice the strawberries. Whip the heavy cream, powdered sugar, and vanilla together into soft peaks. When the shortcakes are finished baking, allow them to cool 5 minutes. Then split them in half, slather the bottorn with 2 or 3 tablespoons whipped cream and 1/2 cup sliced strawberries, cover with the top biscuit, and sprinkle with confectioner's sugar.
PROLOG THE PREBAKED CAKE Life is nothing but like a piece of strawberry shortcake.
Aku terkesiap saat menemukan kembali kartu berwarna pink dan merah strawberry itu di sela-sela buku harian lamaku. Tulisan di sana masih sama seperti tahun-tahun yang lalu; kecil-kecil dan berbaris rapi. Hanya, kali ini beberapa hurufnya sudah mulai meluntur, dimakan usia tentunya.
Ya,usia kartu itu bahkan jauh lebih tua daripada usia anak-anakku.
Ya, benar katamu, La, life is nothing but like a piece of strawberry shortcake.
Seperti yang tertulis pada kartu persahabatan kita enam belas tahun lalu, yang kau berikan padaku saat kita sama-sama akan meninggalkan bangku SMA. Saat kita sama-sama diterima di UI. Dan, saat kita masih sama-sama muda dan belum lagi dibebani oleh sekian banyak cerita serta belum pula bergelar mom seperti sekarang.
Hidup itu seperti sepotong kue strawberry.
Ya, kadang manis dengan segala keceriaannya, seperti waktu kita muda dulu. Ada juga rasa asam-nya, saat kita menertawai hidup itu sendiri atau menertawai diri kita. Lalu, bisa juga sedikit getir, saat Tuhan mengirimkan ujian-ujianNya yang kadang hikmahnya telat kita tangkap (Keburu bete duluan ya, La"). Kadang, kalau kebanyakan garam, ya asin juga. Jadinya, kita suka sok wise. Hehehe ...
Let's talk. about texture now.
Strawberry shortcake itu lembut, seperti cara kita dalam memandang hidup, La. So softsmooth and silky. Idih, kayak iklan body lotion aja, sih"
Tapi, kalau kebanyakan ingredients; bisa saja menjadi keras, kaku, atau bantat! Kayak yang sempat kita lakukan juga dalam menyikapi hidup.
Tuh, kaaan ....La, kita ternyata sudah tua, ya" Gimana nggak"
Ternyata, kita sudah pandai memaknai apa-apa yang kita terima dan kita alami dalam hidup, yang tanpa terasa sudah lewat dari tiga puluh lima tahun ini. Tiga puluh lima tahun! So what gitu, lho"!
Hahaha .... We 're getting older now, La.
(By the way, kita kan sama-sama suka masak. Kalau sudah nambah tua, seharusnya koleksi resep masakan kita sudah nambah buanyak sekali....
Jadi kangen sekali aku padamu, Lila ....) And you ... call life with "strawberry short-cake""
Hmmm , mengingatkanku pada seseorang yang suka kue itu dan diam-diam kita gelari "straw-berry shortcake". Apa kabar, ya, dia sekarang"
Dailybread, Cinere Mali, suatu pagi...
"Pagi, Bu. Mau order""
"Pagi. Pastrami cheese dengan croissant satu ya, Mbak""
"Minumnya, Bu""
"Ada ice mint tea""
"Nggak ada, Bu. Adanya hot tea."
"Ummm ... nggak, deh. Orange juice satu, ya""
"Dimakan di sini""
"Ya." Aku menunggu si mbak-mbak kasir menyiapkan pesanan dan menghitung belanjaanku sambil menepi. Ia mengangsurkan sejumlah uang kembalian sehingga aku mesti sedikit repot dengan beberapa koin yang harus kumasukkan ke saku tas. Duh, siapa, sih, yang awalnya iseng begini-menciptakan koin untuk alat tukar"
"Pagi, Pak. Mau order""
"Pagi. Minta coffe latte satu."
"Lainnya""
"Strawberry shortcake ada, Mbak""
Tuhan, tiba-tiba aku merasakan sekujur tubuh dialiri arus listrik yang entah dari mana datangnya. Arus listrik ribuan volt! Membadaikan hatiku segera setelah kudengar nada suara itu. Timbre yang tak bisa kulupakan itu.
Bahkan, setelah bertahun-tahun lamanya!
Refleks, aku memutar kepalaku yang tadi sempat sangat sibuk dengan koin-koin menyebalkan.
Kami (maksudnya aku, mbak-mbak kasir tadi, dan "bapak itu") masih dalam hitungan sepersekon atau sepermenit dan kata "strawberry shortcake" itu .... What a magic key word we had ....didn 't wel
(Ya, kali ini aku, kamu La, dan ... my God1).
Kudapati mbak-mbak kasir itu menggeleng manis.
"Maaf, Pak, nggak ada strawberry shortcake di sini.
Kualihkan mata dari mbak kasir yang memang manis itu. Kali ini ke
"bapak itu". Subhanallah ... subhanallah, my God! Dia memang "bapak itu", Laaa .. "Bapak itu" juga refleks menoleh ke arahku. He is the real "bapak itu"!
Sepersekon kemudian, kami sama-sama kaget. But life is not the same anyway. Maka, aku beranjak segera.
Hatiku lirih berbisik saat aku menunduk mencari kursi pojok yang sepi.
I'm a loner, and still a loner, kan" Sorry for this inconvenience, Kang Bayu.
Sangat lirih. La, hingga tak seorang pun bisa mendengarnya.
Aku kemudian mencoba tak peduli padanya lagi. Mmm ... bukankah seharusnya memang aku tak peduli pada apa pun sekarang"
Aku sengaja memilih kursi yang membelakangi kafe kecil itu, menghadap tembok. Jadi, aku nggak mau tahu sedang ngapain dia sekarang di kafe itu. Yang kutahu, aku segera menekan tombol-tombol HP-ku.
La, ada strawberry shortcake di Dailybread Cimall.
Sent. Kok tumben " Kpn2 aku mau jg ke sana ah nyicipi. Yg di PI kok gak ada ya " Aku memaki dalam hati, Dodoool.... Lila dodolll...!
Maksudku strawberry shortcake yg itu the man L shouldn 't call his name again! Got it" Sent.
Aduh, kenapa pula mesti ada lagu Close to Perfectton-nya Miguel Brown, sih" Lagunya anak majalah Lentera itu ....
many years ago! Kok bisa" Ngapa dia di sana" Kan dia rmhnya di Menteng" Apa dah pny rmh sndr" Atau dah merit" Bukannya blum kan"
Lilaaa kenapa kamu mesti bertanya sesuatu yang sudah pasti aku juga nggak tahu jawaban-nya, sih" Kan, buang-buang pulsa saja"!
Gak tau. Mang aku pikirin "Org aku hny FYI doang kok. Sent.
By the way, mengapa aku harus kembali ketemu dengan orang itu saat aku merasa harus mengambil sebuah keputusan besar"
Kembali sebuah SMS masuk. Ibu mertuaku.
Kamu dimana" Pulanglah. Si kecil Bhumi rewel sekali, tanya2 ibunya.
Grrrhhh . Baru juga sejam aku pergi! Dengan kecepatan ekstra, kugigit croissant dan kuminum habis orange juice dalam beberapa teguk saja. Look, bahkan ruang untuk diriku saja tak punya!
Saat tergesa melangkah ke luar, kulewati kursi "bapak itu". Ia dan lamunannya, serta coffelattenya tentu. Satu momen kecil berlalu lagi dalam hidupku yang membosankan ini! SECANGKIR TEPUNG SERBAGUNA
Bagaimana bisa aku jadi seperti mi" "Kamu beruntung sekali."
Kontan, aku menghentikan gerak kakiku yang sedang melangkah menuju gerbang sekolah. Kutatap manik mata orang di sebelahku yang baru saja bersuara.
"Maksudnya, beruntung gimana, sih, La"" tanyaku sejurus kemudian.
Orang itu sahabatku, teman sebangku sejak kelas satu SD, Lila namanya terseny
um memamerkan sebaris gigi yang tampak rapi. Cantik.
Nggak kayak gigiku yang bagian atas depannya agak maju sehingga banyak orang menggelariku "Maju Tak Gentar". Hihihi.... Aku nyengir dalam hati.
"Kok, malah senyum doang, La""
"Kamu juga senyum."
"Kan, biar kamu mau jawab."
Lila menghentikan jalannya. Kucir duanya bergoyang-goyang sejenak saat si empunya kepala berpikir sambil menggelengkan kepala.
"Kamu, kan, anak orang kaya. Pasti gampang banget dapat apa yang kamu inginkan. Nggak kayak aku. Aku masih harus kerja keras merayu ibu-bapakku untuk membeli satu set alat gambar keren seperti yang dijual di koperasi sekolah."
"Ha"! Memangnya harus ya, La""
"Ya, harus, dong! Kamu saja pasti beli, kan" Bagus gitu juga." "Nggak. Aku nggak mau beli." Lila menatapku lekat. "Kenapa""
"Karena aku masih punya krayon bekas tahun kemarin saat kita masih kelas lima. Juga, karena aku nggak punya alasan apa pun untuk minta krayon baru pada mama-papaku. Lagi pula, aku juga lagi nggak ketemu cara untuk punya uang sendiri supaya bisa beli itu krayon."
Kontan, Lila melongo. Aku tersenyum geli. "Kenapa lagi, La""
"Ya, ampuuun .... Kamu, tuh, ya! Ngapain pake susah-susah cari alasan segala buat beli krayon bagus itu" Ya, kamu tinggal bilang kamu mau
"Nggak. Aku nggak mau! Kalau aku nggak mau,ya, aku nggak mau!" "Bilang aja kamu perlu. Krayon yang dulu itu udah rusak."
"Nggak, ah. Bohong itu, kan, dosa. Aku ngeri,La. Nanti masuk neraka kayak yang diceritain Bu Sri, guru agama kita."
Lila tertegun-tegun. Mukanya sedih.
"Kenapa, sih, kamu nggak mau nolong aku" Padahal kamu, kan, akan gampang sekali dapat krayon-krayon itu. Beda dengan aku yang betulan nggak punya duit," gumamnya nyaris seperti gerundelan.
Aku cepat berpikir. Ya, harga krayon isi 24 warna itu, tentulah tidak murah bagi orangtua Lila yang guru SD sore yang satu lokal dengan SD
kami. Aku menelan ludah. Sementara aku" Papaku kaya raya. Seharusnya mudah banget kalau hanya minta dibelikan sekotak krayon isi 24 warna yang keren itu.
Apalagi, aku anak bungsu. Tapi aku kembali menelan ludah. Pahit rasanya.
" Kamu jangan hanya bisa minta ini-itu sama orangtua. Kerja keraslah, rajin belajar supaya kamu bisa dapat apa yang kamu mau. Kalau kebutuhan kamu, sih, itu kami akan penuhi. Tapi, nggak, demikian halnya dengan keinginan kamu. "
Kata-kata papa terngiang terus di telingaku saat aku naik kelas empat SD hampir dua tahun lalu.
Ya, aku memang terbiasa bekerja keras agar orangtuaku mau membelikan apa yang kuinginkan. Aku selalu berusaha menjadi peringkat satu. Dan berhasil! Maka, aku terbiasa bekerja keras agar tujuanku tercapai.
Nah, kali ini pun, aku harus berusaha keras! Aku ingin menolong Lila, sahabatku.
Bagaimana caranya" Aku jualan permen di acara Temu Pramuka sekompleks yayasan pendidikan tempat kami sekolah. Permen-permen itu aku dapat setelah berhasil "melobi" pihak kantin sekolah. Yes!
Pada hari "H" itu, aku sukses menggelar daganganku. Permen yang kami hias dengan berbagai pernik kertas warna. Aku dan Lila begadang mengerjakannya. Banyak yang membeli dagangan kami. Lila terlonjak senang begitu melihat dagangan kami tinggal sedikit.
"Beli permennya, dong"" Sebuah suara mengagetkan kami yang sedang menghitung uang hasil dagangan. Wah, kayaknya masih kurang sedikit lagi, nih, agar aku bisa membelikan Lila krayon itu.
Kami-aku dan Lila-menoleh ke arah datangnya suara.
Mami! Itu kan, Kang Bayu"!
* * * Sedikit tentang manusia bernama Kang Bayu ...
Dia adalah anak laki-laki kelas satu SMP di yayasan pendidikan ini.
Pintar, bintang kelas, aktif di Pramuka, dan teman les pianoku. Cakep, tentu saja. Sebab, namanya sering kudengar diperbincangkan gadis-gadis teman sekelasku yang sudah "gede", kayak Haryati, Muhani, Elus, Ferna, hingga Romlah (yang sudah dua kali nggak naik kelas itu), Nancy, dan Butet yang ukuran badannya sudah kayak anak kelas tiga SMP itu.
Aku yang belum "gede" saja ngaku kalau Kang Bayu itu terlalu cakep, sekaligus terlalu pendiam. Dia bisanya ngomong sama buku dan piano.
Kalau ngomong sama orang, kayaknya aku jarang lihat, tuh. Nah, kali ini, dia ada di depanku dan Lila
. Mau beli permen! Ha "! Kang Bayu suka permen "
Lila mencolek lenganku sambil menunjuk kantong permen yang masih sisa sedikit. "Berapa" Tinggal segini, nih," kutunjuk kantong itu.
Ia melongok sejenak ke dalam kantong itu. Lalu, mengeluarkan dompet dari dalam saku celana pramukanya. Menghitungnya sebentar, kemudian mengangsurkannya kepadaku.
Aku bengong. Bukan apa-apa. Uangnya terlalu "besar". Kami nggak punya kembalian.
Lila menjeling sambil lagi-lagi menjawil lenganku. Aku menangkap isyarat matanya, Terima aja, Phie, itu cukup, kok, untuk, menambah kekurangan beli krayon. Aduh, dia sebegitu inginnya, sih, sama krayon-krayon itu! Aku mengeluh panjang tanpa sadar.
"Kenapa"" tanya Kang Bayu heran.
"Kembaliannya nggak ada. Uangnya kegedean," jawabku nggak enak hati. "Ambil aja, deh, buat kamu. Ini permennya buat saya semua." Kembali aku melongo.
Nggak fair dong, namanya. Dia hanya dapat permen sedikit, sementara uangnya jauh lebih besar, bahkan untuk harga sekantong permen kami sebelum ada yang laku.
Cling!. Tiba-tiba, muncul bohlam ide di kepalaku kayak yang ada di komik Lang Ling Lung itu. Mungkin, kembaliannya bisa kuberikan kepadanya kalau kami ketemu di les piano besok sore.
"Ya, sudah, deh. Gini aja nanti kembaliannya saya kasih pas les piano aja. Gimana""
Cowok tinggi kurus berkacamata itu mengangguk.
Transaksi pun terjadi. Aku mendapatkan uang yang cukup untuk menebus harga krayon dikoperasi sekolah itu, sementara Kang Bayu mendapat segenggam permen strawberry berhias yang kalau kupikir lagi kini, kecil kemungkinannya dia suka. Tetapi sudahlah, aku nggak peduli.
Yang kutahu, mata Lila berbinar bahagia begitu akhirnya ia mendapatkan krayon idamannya itu. Berbeda dengan aku, bagaimana nasibku"
Begitu acara selesai, aku dikerubuti anggota-anggota fans club Kang Bayu. Haryati cs dan Nancy cs. Mereka semangat banget mengorek keterangan apa yang terjadi antara kami dan Kang Bayu tadi.
Aku bengong. Memangnya, ada kejadian apa, sih, antara kami dan Kang Bayu tadi" Begitu istimewakah " Bukannya tadi hanya jual beli biasa "
Lalu, kenapa, sih, mereka segitu ributnya" seakan-akan, Kang Bayu itu artis siapa ... gitu!
"Pasti, deh, Kang Bayu naksir kamu, Phie," celetuk Haryati tiba-tiba yang segera diaminkan oleh yang lain.
Aku masih melongo. Kok, jadi segitu jauhnya, sih"
"Iya, dong. Sama-sama juara kelas dan juara umum!" timpal Elus dengan nada khasnya, penuh unsur kesirikan. Tahu apa yang kulakukan" Aku hanya nyengir bingung!
* * * Hari les piano itu... Aku datang agak awal dengan membawa bekal kue buatan mama. Kue favoritku. Namanya strawberry shortcake. Rasanya enak, manis, asam, dan lembut di lidah. Tak lupa, kubawa uang kembalian untuk Kang Bayu yang kuambil dari tabunganku di celengan ayam.
Nah, itu dia orangnya! "Kang! Kang Bayu!" Aku memanggilnya sambil berlari ke arahnya.
Ia menoleh sejenak. Tersenyum samar (Hmmm, ... bener juga kata Nancy cs dan Haryati cs .... , dia memang cakep! Asli!).
"Ya"" "Kang, ini kembalian waktu Kang Bayu beli permen pas acara Temu Pramuka itu." Ia tertegun. "Ini, Kang."
"Mmm nggak usah, deh. Ambil buat kamu aja." "Jangan, Kang! Harganya, kan, nggak segitu banyak." "Nggak apa-apa, kok ... ngngng Sophia."
Ih, dia tahu namaku" Dia tahu nama Haryati, Elus, dan Nancy, atau Butet nggak, ya"
"Sophie. Panggil saja saya, Sophie."
"Ya, kamu juara umum kelas lima, tahun lalu, kan""
Ih, lagi-lagi ih .... "Itu apa, Phie""
Aku bengong. Apa maksudnya kue ini" "Ini""
"Ya. Kue yang kamu makan itu""
"Oh, ini strawberry shortcake. Kue kegemaran saya. Mama saya yang bikin. Kang Bayu mau""
Kuangsurkan kotak kue kepadanya. Aku duduk di bangku panjang di depan kelas lesku. Ia duduk disebelahku. Lalu, mengambil satu potong kue dan memasukkannya ke mulut.
"Enak, Kang""
"Ya, enak banget. Kamu bisa bikin kue ini"" "Belum. Kayaknya agak susah, deh."
"Belajar, Phie. Kali, kalau kamu bisa bikin sendiri, saya bisa pesan ke kamu tiap les." Aku nyengir sambil menerima kotak kueku yang sudah kosong. "Terima kasih, ya, Kang"" "Saya, dong, yang terima kasih." "Buat apa""
"Buat kue dari kamu ini."
"Saya, dong. Kan, Kang Bayu
sudah beli permen-permen saya""
Ia tersenyum tipis. Mata di balik kacamata minusnya juga ikut tersenyum. Tiba-tiba hatiku juga ikut tersenyum, bahkan bernyanyi.
Aku bangkit hendak berdiri. Namun, mendadak kurasakan sesuatu telah terjadi. Memang, sih, dari tadi pagi aku sakit perut. Nah, barusan waktu duduk sama Kang Bayu, kayaknya ada sesuatu yang keluar dari....
Aduuuh ... kok, sakit banget gini, sih"
Tiba-tiba, Kang Bayu ikut bangkit juga.
Dicekalnya lenganku. Aku kaget. Mana sakit pula perutku ... adddduuhhh .
"Kamu nggak kenapa-kenapa, kan, Phie"" tanyanya khawatir.
Aku menggeleng. "Kamu pucat dan ... di rokmu, kok, ada darahnya"" Mami! Dunia berhenti berputar saat itu juga bagiku. "Kamu ... baru pertama""
Ya Tuhan, jadikan aku kodok saat ini juga atau aku akan mati sekarang!
"Kata kakak-kakak saya kelima kakak saya perempuan semua itu namanya haid, Phie."
Sudah tahu! Lila sudah dapat tiga bulan lalu. Haryati, Elus, Romlah, Nancy, dan Butet malah sudah lama, pas kelas empat dan lima!
"Pulang, ya, Phie" Atau, kita beli pembalut dulu""
Mati! Dan, satu-satunya cara teraman adalah ... aku pingsan dengan sukses!
* * * Hari itu, aku pulang diantar mobil Bu Sukma-guru pianoku-segera setelah aku siuman dan diajari cara memakai pembalut oleh Bu Sukma.
Malunya lagi, Kang Bayu sempat-sempatnya mengucek kepalaku saat aku akan diantar pulang. Katanya, "Hati-hati ya, Phie, besok kalau masih sakit jangan sekolah!" Masa bodoh!
Yang kutahu, aku tak punya muka lagi didepannya!
* * * Esoknya, aku nekat sekolah dengan perhitungan nggak akan ketemu Kang Bayu. Lagi pula, aku butuh cerita pada Lila. Dan, seperti yang kubayangkan, Lila nyaris pingsan mendengar kisah haid pertamaku.
"Jitak kepala bebek. Pasti, Haryati dan Nancy akan ngiri berat sama kamu!" kata Lila sambil melirik kiri-kanan, takut yang diomongin didengar kali.
"Kok, ngiri" Apa enaknya haid pertama kali dan ketahuan anak cowok pula, udah SMP pula dianya"" "Bego, ah! Dia, kan, bukan sembarang cowok."
"Hahaha Aku ketawa lepas. Memangnya, Kang Bayu cowok, yang gimana, sih" "La, ntar pulang sekolah jangan ngelewatin anak SMP, ya" Malu, nih!"
"Abis lewat mana, Phie" Terjun bebas" Tetep aja mesti ngelewatin lokal SMP. Kan, lokal kita diatas lokal mereka ..." "Lewat mana, kek, asal jangan ngelewatin kelas Kang Bayu. Tengsin, Kuya!"
"Hahaha Gantian Lila yang menertawaiku. Kurasa mukaku saat itu sudah lebih merah daripada kepiting rebus!
"Sophia"!"
Mati! Mati! Mati! "Kang Bayu, Phie. Mau ngapain dia"" Lila berbisik kaget.
Aku langsung panik. Kucekal lengan Lila erat-erat.
"Mana aku tahu, La" Aduuuh ... ngapain, sih, dia""
"Masih sakit, Phie" Kok, sekolah, sih""
Iiih .... Si Lila malah cengar-cengir nggakjelas gitu"
Strawberry Shortcake Karya Ifa Avianty di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Eh ngngng ... nggak terlalu sakit lagi, kok. Ehhh ngapain, Kang""
"Kata Dudi, teman sebangku saya, dia ketemu kamu di gerbang tadi pagi. Makanya saya heran, katanya kamu sakit kemarin, kok, sekarang malah sekolah""
"Ngngng...." "Sophie mah sehari nggak sekolah, malah bisa mati dia, Kang," celetuk Lila asal.
"Juara umum, ya, harus gitu. Ya, kan, Phie""
Tiba-tiba, Kang Bayu kembali mengucek kepalaku dengan lembut, seperti saat aku baru siuman pingsan waktu itu. Aduuuh...!
"Udah disisir, Kang! Jangan diacak-acak lagi, dong!" Aku spontan protes dengan galaknya.
Kurapikan lagi rambut pendekku dengan tangan. Lila ngakak, sementara Kang Bayu hanya tersenyum menatapku. Saat tangannya mulai akan mengacak-ngacak lagi, segera kutangkap.
"Berani ngacak lagi, benjol!" ancamku sadis.
"Lepas, dong, Phie! Sakit, tahu! Kamu kukunya tajam kayak macan!"
Lila masih ngakak saat aku melepas tangan Kang Bayu, yang ternyata jail itu, dengan sentakan keras. Aku cemberut kesal.
"Maaf, ya, Phie. Bercanda, kok. Saya senang kamu nggak sakit lama-lama."
"Ya, udah, sana minggat ke kelasnya! Nanti saya disirikin banyak cewek kalau Kang Bayu masih ngetem di sini!" tukasku sambil mendorongnya pergi.
"Emang, kenapa""
Aku bingung mau jawab apa! Kalau terus terang, nanti dia kege-er-an.
Bikin repot! Kalau nggak, dia kayaknya nggak bakalan pergi sebelum diusir, nih! Padahal lagi, aku nggak mau ketemu diala
gi. Malu, gila! "Cepetan, sana pergi! Atau ... tunggu benjol dulu"" usirku judes. Soalnya, fans club-nya sudah mulai berdatangan.
* * * Sejak hari itu, hidupku tidak lagi tenteram dan damai sejahtera karena ada banyak cewek yang sirik berat kepadaku. Ada Kang Bayu yang hobi banget menemuiku saat datang dan pulang sekolah di kelasku. Ada gosip di lokal kami berdua bahwa kami pacaran.
Jujur, aku sebenarnya senang bersahabat dengan Kang Bayu.
Anaknya baik, perhatian, nggak suka judes meskipun akunya asli judes, dan enak dijadikan tempat curhat.
Kamu tahu, La, semuanya berawal dari permen... permen rasa strawberry yang kita jual itu .... Permen serba guna. Kamu bisa beli krayon, aku dan Kang Bayu bisa bersahabat.
* * * TIGA SENDOK MAKAN GULA Apakah ini yang disebut cinta"
Waktu berlalu serasa berlari. Di dalamnya, aku dan Kang Bayu juga ikut berlari. Kami merebut semua saat agar kami bisa bersama-sama. Kami berusaha mengisinya dengan cara sendiri. Apakah kami benar-benar saling jatuh hati"
Jangan tanya kepadaku sebab aku sendiri tak pernah tahu pasti, sedangkan perasaanku kepadanya pun, saat itu, tak bisa didefinisikannya dengan jelas. Apalagi perasaannya" Yang jelas, orangnya demikian tertutup.
Aku jujur mengakui senang sekali bila berada di dekatnya.
Tak terasa, aku tumbuh menjadi remaja bersamanya. Ia ada saat aku membutuhkannya. Ia disisi-ku saat aku- mungkin-sebenarnya tak terlalu membutuhkannya. Bahkan, ia tetap ada dalam jarak tertentu saat aku yakin tak memerlukannya.
Kami memang jarang pergi atau pulang sekolah bareng. Tetapi, ia selalu menemuiku di saat aku ingin atau ia ingin. Pernah suatu hari, saat aku sudah kelas dua SMP, kutanya ia, "Kang, apa nggak bosen sahabatan sama saya terus"" Waktu itu, kami sedang makan bakso bersama di lapangan GOR, sehabis nonton anak-anak bertanding basket. Ia menatapku lama, sebelum akhirnya menjawab, "Emang kenapa""
"Nggak apa-apa. Heran aja. Kang Bayu bisa setia sama saya yang lari-lari melulu kayak bola bekel, sementara "Sementara ... saya kayak patung hidup" Gitu,ya, Phie"" "Saya nggak bilang begitu, kan" Suka sensitif Bapak ini, sih""
"Justru saya yang pengin tanya sama kamu. Kamu nggak merasa sebel gitu, digandengin saya terus"" Aku menjeling sebal. "Ih, dia mah suka begitu. Ditanya, malah balik nanya!" "Kan, namanya juga anak cerdas ..."
Aku mencibir sebal. "Jawab, dong, Kaaang ...T'
"Yaaa kalau saya bosen, kan, saya nggak mau bareng kamu lagi, Phie." Aku tersenyum.
"Syukur, deh. Kirain, Kang Bayu sebenernya udah bosen sahabatan sama saya. Terus, mau ngomong, tapi takut benjol!"
Dia tersenyum seperti kebiasaannya dan bukan ngakak seperti kebiasaanku. Diacaknya rambut pendekku seperti biasa. Tiba-tiba, ia menatapku lekat. Aku jadi bengong.
* * * Tiba-tiba juga, aku teringat kata Lila, kemarin di kantin.
"Jitak pala kodok bangkong. Sebentar lagi, Kang Bayumu yang aneh itu pasti nembak. kamu!" Aku jelas ngakak.
"Kenapa ngakak, Dodol"! Bukannya tanda-tandanya juga udah jelas banget"\"
Aku masih ngakak dan baru berhenti saat Lila mencubit pahaku keras-keras. Namun, sebagai gantinya, ia nyaris kusiram dengan kuah siomay.
"Kenapa kamu mesti ngakak, Sapi"!"
"Karena kamu anehi"
"Kang Bayu kamu, tuh, yang aneh. Udah jelas-jelas kalian kayak orang pacaran, nggak, juga dia nembak kamu!" "Kang Bayu, sih, nggak, mau nembak!." "Chicken pokpokpok.... "
"Ngapain nembak" Nggak, usah ditembak, juga, kita udah seneng, kok." "Ah, itu mah elonya aja yang edun, Nyonya Bayu!" "Hus, sembarangan!"
"Aku bilang juga, jitak pala kebo! Sebentar lagi, Kang Bayumu itu, kalau udah nggak chicken lagi; pasti nembak. kamu. Mau nggak, kamu jadi pacarku, Neng Sophie yang tercinta""
"Huekkk! Yucccks!"
Aku pura-pura mau muntah melihat gaya tengilnya Lila. "Alaaa , pake sok pura-pura muntah lagiii..."
* * * Back to present... Aku jadi jengah karena dia menatapku seperti itu.
"Ada apa, sih" Ada yang aneh pada saya""
Ia lagi-lagi tersenyum dan perlahan meraih kepalaku ke dadanya.
Namun, aku refleks menghindar.
"Apa-apaan, sih, Kang" Nggak enak dilihat orang!"
"Saya suka, kok, jadi sahabat kamu, Phie. Kamu""
"Ya, ampuuun .... Segala begituan ditanyain lagi" Kan, tadi udah kita bahas" Kang Bayu emang aneh, nih. Saya kirain..."
"Kirain apa""
Waduuuh kok, jadi keceplosan gini, sih" Aku jadi merah padam sendiri. "Apa, sih, Phie" Bilang dong "Kirain ... kirain ... Kang Bayu "Apa""
"Bakal... nembak ... saya
Tak kusangka, ia malah tersenyum. Aku jadi bingung. Ngapain, sih, dia ini sebenarnya" "Emang, kamu mau saya tembak gitu"" Huaaaa ....pertanyaan macam apa ini"
"Sophie, saya bukannya nggak mau nembak kamu ... tapi bagi saya....
saya takut nggak bisa ngapa-ngapain dengan 'tembakan' saya itu .... Toh, kita juga masih remaja banget.... Bagi saya kalau saya nembak cewek ...
itu artinya, saya udah cukup bisa bertanggung jawab sama dia ..." "Aduh, Kang.....Yaaa .... tentu saja nggak sejauh itu ...."
"Bagi saya, artinya ya, begitu itu. Jadi ....kalau selama ini saya begini sama kamu, ya, artinya kamu bisa terjemahin sendiri, kan" Ketimbang saya udah nembak kamu, terus, tau-tau saya pergi nggak jelas, gimana""
Aku menatapnya dengan pandangan, please, deh, aku pusing banget, nih!
"Pusing, ya""
Aku nyengir sambil menggaruk rambut cepakku.
"Gini, deh. Saya hanya bisa bilang ke kamu kalo saya seneng dengan kita kayak gini. Tetapi, jika kamu nggak suka, kamu boleh jauhin saya selamanya. Jujur, saya sebenarnya takut banget kalau kamu pada akhirnya maksa saya untuk bilang sesuatu tentang kita ini. Lalu, ketika suatu saat ada masalah besar, kata-kata itu malah dilupakan gitu aja. Ikatannya nggak kuat..."
"Kenapa"" "Karena bagi saya, kamu lebih dari sekadar cewek yang saya ingin tembak .... Saya ... saya rasa, kamu adalah orang yang paling saya nggak ingin kalau kamu pergi dari saya .... Ehmmm apa saya udah nembak kamu, Phie""
Aku bengong asli. Maksudnya"
"Terserah Kang Bayu, deh."
"Lho, kok, pasrah""
"Pusing .... Mau nambah bakso, ah!"
"Makanya, siapa suruh nantangin nembak segala" Memangnya, sayang itu harus selalu diomongin"" Hekh"!
"Kang Bayu sayang sama saya""
"Bawel, ya" Kalau saya nggak sayang sama kamu, dari kemarin kamu udah saya omelin melulu!" "Kok, gitu""
"Abis ... kamu bawel, cerewet, dan nyebelin!"
"Ya, udah. Pergi sana jauh-jauh!" Kudorong tubuhnya menjauh dan buru-buru ngabur sebelum dia mengacak-acak rambutku lagi.
Namun, sejak saat itu, aku baru yakin akan sebuah hal; kami punya perasaan yang sama!
* * * Kata orang, mungkin ini yang disebut cinta. Tapi, aku sendiri tak terlalu yakin. Sebab, Kang Bayu tak pernah marah jika aku dekat dengan cowok lain. Ia tak pernah juga datang khusus di malam Minggu kayak anak-anak lain yang ngapelin ceweknya. Ia juga nggak pernah aneh-aneh. Paling, hanya ngacak-ngacak rambut atau memeluk bahu. Itu juga kalau aku nggak keburu ngamuk. Kami juga nggak pernah, tuh, makan di tempat yang romantis gitu. Paling, hanya makan di warung bakso atau jalan-jalan ke toko buku, toko kaset, atau sesekali nonton ... kartun! Kata Lila, inilah dia ...
pacaran gaya bocah! Dan aku tak peduli!
Oya, Kang Bayu juga nggak pernah ngatur-ngatur aku mesti gimana, pakai baju apa, atau ngapain! Nggak pernah kasih kartu atau apa gitu yang romantis. Kami juga nggak pernah merayakan Valentine Day berdua.
Pokoknya, dia tipe "lurus-lurus" aja.
Kalau aku ulang tahun, misalnya, ia lebih suka memberiku buku atau kaset ketimbang bunga, cokelat, atau sesuatu yang romantis lainnya.
Pernah suatu kali aku protes. Kali itu adalah ulang tahunku yang keempat belas. Aku kelas tiga SMP dan dia kelas satu SMA. Ia memberiku kado buku agenda yang tebelnya ngalahin kamus.
"Kang, mbokya, sekali-kali saya dikadoin apagitu yang rada gimanaaa
...gitu!" "Emang, kamu nggak suka kado saya" Eh, Phie, itu belinya di Singapura, lho. Pas bapak saya dinas ke sana bulan kemarin."
"Bukan gitu, Kang .... Saya, sih, seneng-seneng aja kado ini, apa pun juga yang Kang Bayu kasih.Tapiii... saya mau juga, kok, dikadoin cokelat."
"Cokelat" Nggak ah, kamu, kan, kalau makan cokelat suka kebanyakan. Nanti gendut lagi, kayak bom ...jelek!" "Emang kenapa kalau saya gendut dan jelek""
"Ya, nggak apa-apa, sih. Saya, kan, hanya bercanda. Kalau kamu mau cokelat, besok, deh,saya
beliin yang banyak." "Ah, payah! Kan, ulang tahunnya udah lewat!" "Heeeh dasar aja kamunya yang manja!" "Emang nggak boleh, ya""
"Ya ampuuun Sophie! Kamu kenapa, sih, sensitif amat" Kamu kepengaruh temen-temen kamu, ya" Yang kalau ulang tahun dikadoin apa
... gitu sama pacarnya!"
Aduuuh , ketebak lagi! Mati, deh!
"Phie, maaf, ya, kalau saya nggak mau ngasih yang gitu-gitu sama kamu. Saya hanya nggak mau nantinya kita jadi banyakan sok manisnya.
Saya lebih seneng kita begini, apa adanya, nggak sok romantis!" Hah"!
Mungkin benar kata Lila bahwa sebenarnya Kang Bayu nyebelin! Kuper! Nggak asyik! Terlalu keukeuh dengan pendiriannya yang kuno itu. Nggak bisa bergaul. Huaaa .
Malam itu, aku menangis sedih. Sebab, ternyata "pacaranku" dengan Kang Bayu tidak seromantis pacarannya Annie, Esti, Dinda, dan banyak lagi teman kami.
"Waktu gue ulang tahun, cowok gue ngajakin dinner, lho, di hotel," cerita Dinda bahagia banget.
"Gue dibeliin baju pesta waktu ulang tahun sama mantan cowok gue."
Kali ini, Esti yang cerita.
"Huuu masih kalah sama gue. Waktu gue ultah, gue dikasih kartu yang romantiis ... banget. Dikasih nih !" Anne memamerkan sebentuk cincin perak yang keren banget.
Aku hanya menelan ludah penuh rasa iri.
Apalagi, waktu tahu-tahu mereka cerita ramai-ramai tentang pengalaman firstkiss mereka.
Aku" Aku sudah dekat dengan Kang Bayu sejak kelas enam SD, which is empat tahun lalu. Dengan rekor hingga sekarang, dia nggak pernah melewati kelakuan mengacak rambut dan memeluk bahu.
Mungkin, akunya juga yang suka kelewat ngeri. Tetapi, memang urusan yang ini agaknya kami sama. Aku sendiri jengah membayangkan Kang Bayu menciumku, even hanya di pipi, misalnya. Lagi pula, aku takut nanti, setelah itu hubungan kami nggak asyik lagi. Nggak bebas haha-hihi lagi sebab aku merasa ada sesuatu yang telah tercuri dariku oleh-nya.
Aduuuh ... agaknya aku juga sudah ketularan ribet dari Kang Bayu. Tapi...
Itulah sebabnya, teman-temanku menganggap hubunganku dengan Kang Bayu sebagai "pacarannya orang culun". Belum lagi, soal panggilanku terhadapnya, "Kang".
"Kayak di mana aja," kata si Esti. "Kenapa nggak panggil nama atau yayang, misalnya"" Huek!
Yayang" Nggak, ah. Nggak mau! Kalau dia duluan, sih, kali nggak apa-apa juga. Malah, siapa tahu aku jadi tersanjung!
Manggil nama" Dia, kan, setahun lebih tua. Lagi pula, aku sudah biasa. Sejak SD, aku terbiasa memanggil kakak kelas di Pramuka dengan "Kang" atau "Mbak".
Sudahlah, mengapa jadi ribet begini, sih"
* * * # Yang jelas, aku tak pernah absen memberinya kado yang spesial saat dia ulang tahun. Seperti, jam tangan, kaset yang kurekam khusus, buku yang kutulisi kata-kata manis penyemangat, atau sekadar memasakkan sesuatu yang spesial buat dia. Dan, ada satu yang tetap, strawberry shortcake. Yang ini, pasti buatan mama atau aku beli ditoko kue.
Demikianlah, kami melalui tahun demi tahun dengan selamat. Manis, seperti gula meskipun sesekali ada juga masalah yang menghadang.
Namun, ketenangannya membuatku merasa aman dan nyaman.
Bersama waktu pula, aku yakin, hatiku telah tercuri olehnya. Dan, bersama waktu pula, aku perlahan yakin bahwa kami punya perasaan yang sama.
* * * SESENDOK TEH BAKING POWDER
Bagaimana cinta menjadikanku berkembang"
Pada awalnya, kami hanyalah sepasang bocah yang kebetulan (mungkin) saling jatuh cinta, La. Seperti juga engkau tahu. Tapi, cinta membuat kami berkembang dan mengetahui apa-apa yang semula kami tak tahu atau tak peduli. Seperti anak kecil yang baru mempelajari sesuatu, aku khususnya, merasa exciting akan banyak hal yang kutemui.
Aku, misalnya, merasa heran dengan bagaimana cara kerjanya cinta sehingga kami yang sebenarnya punya karakter sama bisa bertemu dan merasa cocok satu sama lain. Kami sama-sama suka menyendiri walaupun aku termasuk anak yang gaul. Tapi, pada dasarnya, kami lebih suka menikmati hari sendiri atau berdua.
Tampaknya, aku termasuk anak yang ramai. Kemana-mana berteman.
Pulang sekolah atau istirahat sekolah, aku biasa ditemui beramai-ramai dengan teman-temanku, bersenda gurau sambil saling meledek. Kadang juga, pergi bareng-bareng ke mana ...
gitu. Makan dan minum dari satu tempat yang sama. Apalagi, kalau bareng si Lila yang, pada dasarnya, otaknya rada konslet.
Berbeda dengan Kang Bayu yang ke mana-mana sanggup sendirian.
Istirahat sendirian, pulang juga begitu (kalau nggak pulang bareng aku). Kemana-mana, teman setianya adalah buku dan walkman.
Jujur, kadang aku heran. Bagaimana bisa, Kang Bayu yang demikian penyendiri itu begitu dihormati teman-teman cowok dan digila-gilai teman cewek" Sementara, aku yang menganggap dunia sekolah adalah dunia ekskul dan berteman, malah jadi anak yang biasa-biasa saja-dalam artian bukan anak ngetop. Meskipun, kadang orang mengenalku sebagai "Sophie-nya Bayu" itu, lhooo ....
Huh, betapa menyebalkannya!
Namun, tetap saja, saat terindah adalah saat kami sedang sendiri atau berdua. Membaca, mendengarkan musik, atau main piano berdua dirumahnya atau di rumahku. Aku suka materi suaranya yang pas buat nyanyi seriosa atau yang model paduan suara gitu, sedangkan materi suaraku sendir lebih ngepop sebab dominan oleh serak-serak basah. Nggak heran, sih, soalnya dia juga kursus vokal di Bina Vokalia, sedangkan aku"
Kursus piano aja kalau nggak digubrak-gubrak dia, males banget.
Kalau sudah main piano berdua sambil nyanyi, pasti, deh, kakak-kakaknya mengusulkan kami untuk bikin duet saja. Tapi, biasanya kami hanya tertawa. Bagaimanapun, referensi dan selera musik kami sama.
Kadang, aku juga heran bisa ketemu orang yang begini pas.
Oya, kami juga sama-sama nggak suka olah raga. Apa pun jenisnya.
Aku hanya suka olah-raga asah otak, alias ngisi TTS. Itu juga banyakan menjeritnya, tanya isinya. Kalau dia lebih suka ngurusin mobil atau motor.
Ngebut juga lumayan jago,lho. O ya, ini hobi baru kami setelah bisa nyetir. Kami sama-sama suka makan. Tambahan, aku juga suka masak.
Inilah satu-satunya bukti feminitasku sebagai cewek! Kami biasa makan kemana saja untuk nyoba berbagai makanan dan minuman baru. Nggak peduli habis itu muntah atau sakit perut bareng. Satu hal, kami sama-sama paling suka strawberry shortcake. Mama sampai mengeluh bosan membuatnya sebab itu yang selalu kuminta saat dia akan berkunjung.
Hahaha ....Mana berani aku bikin sendiri" Takut bantat!
Demikianlah cinta bagiku. Ia membuatku berkembang dan mengerti banyak hal bahwa diantara kesendirianku dan keinginanku bergaul, aku harus bisa berbagi. Dan, aku melakukannya dengan suka-rela bagi seorang laki-laki loner sejati sepertinya.
Terlebih, saat aku tahu, setiap tahun dia harus menjalani operasi sehubungan dengan penglihatannya. Aku sendiri nggak tahu apa penyakitnya. Yang jelas, kata dokter yang merawatnya; kalau sampai setahun nggak operasi, dikhawatirkan ia bisa kehilangan penglihatannya.
Jadi, tempat yang setiap tahun rutin kukunjungi, terutama saat libur panjang sekolah, adalah rumah sakit. Biasanya, akulah yang mendampinginya sebelum dan sesudah masuk ruangan operasi. Bercerita ini dan itu, menggenggam erat tangannya sekadar memompakan semangat.
Nggak heran, aku jadi ngetop juga di keluarganya.
Aku sudah pernah mengusulkan kepadanya untuk nyoba operasi ke luar negeri. Dan akhirnya, pas dia lulus SMP, keinginan itu terlaksana.
Orangtuanya membawa dia berobat ke Singapura. Aku jelas nggak boleh ikut sama mama. Masih kecil, katanya. Masih dua SMP, kok, sudah mau ke luar negeri,nganter pacar pula.
By the way, siapa yang pacaran, ya"
* * * Suatu hari, saat ia habis operasi mata, ia bertanya kepadaku, "Kalau misalnya, misalnya nih, saya jadi buta, kamu gimana, Phie""
Aku yang sedang asyik makan apel hasil jarahan orang yang pada besuk, kaget. Ya, bagaimana" Huhuhu ... ini dia, nih, hal yang paling malas aku pikirin!
"Phie, gimana""
Hekh! Aku nyaris tersedak. Gelagapan aku mencari air minum.
Apa, Kang" Aduuuh .... Ngapain, sih, ngomongin buta segala""
Harus diomongin, dong, Phie. Kan, banyak, tuh, yang nggak mau ngurusin orang buta ...T' Emangnya, Kang Bayu pasti buta" Kan, nggak gitu juga judulnya" Udahlah, Kang, nggak usah terlalu sensi, dong!" Phie, saya, sih, nggak apa-apa, kok, kalau misalnya nanti saya buta .." Kang Bayu! Bisa diam nggak, sih" Buta-buta melulu! Kalau but
a beneran, nanti gimana"" Justru itu yang saya tanya, Sophie" "Ya, nggak bisa lihat, kan"" "Sophie"!" "Ih, dasar ngeyel!"
"Kamu, tuh, yang ngeyeR Jawab dong, Phie,gimana kamu""
"Yaaa... ngapain dipikirin, sih" Butanya aja belum tentu, kok, udah heboh duluan" Lagian, apa coba bedanya buat saya" Saya, kan, tetep bisa temenan, sahabatan sama Kang Bayu tanpa memandang Kang Bayu buta apa nggak. Emangnya, ngaruh ya, bagi kita""
"Phie, kamu nggak malu, orang-orang pada ngomongin, 'Ih kasian ya, tuh cewek nuntun-nuntun cowok buta'""
"Emang kenapa" Pasti saya cuek, tuh. Emangnya, mereka yang ngasih saya makan, kok, bisa-bisanya ngomong gitu""
"Nah, kalau yang ngomong misalnya, mama atau papa kamu" Kan, mereka yang ngasih kamu makan""
"Emangnya, kalau Kang Bayu buta, bakal ganggu hidup mereka gitu"!"
"Ya jelas ganggulah! Kamu, kan, anak bungsu mereka, terus sahabatan sama anak buta."
"Kan, hanya sahabatan" Emangnya, kita udah kawin gitu""
"Kalau saya butanya pas kita udah kawin, ntar gimana""
Aku bengong. Kawini Emang, ada ya, pembicaraan tentang itu di usia kita yang baru empat belas dan lima belas" Kok, jauh amat"
"Emangnya, kita bakal kawin, ya, Kang" Kita, kan, masih muda ..."
"Emang kamu nggak pernah kepikiran misalnya, nikah sama saya gitu" Atau, kamu maunya nikah sama siapa, Phie""
"Yeeey ... mana saya tahu"! Emang Kang Bayu udah kepikiran nikah segala" Tua amat, sih""
"Ya, nggak gitu juga, sih. Tapi, seandainya saya nikah nanti, saya inginnya nikah sama kamu. Kamu""
Tahu nggak, La, saat itu aku serasa terbang. Nggak salah, nih" Apa memang gitu, ya, kalau pacaran sama cowok loner. Pikirannya suka loncat-loncat nggak keruan"
"Aduh .... Kok, jadi ngaco gini, sih" Ya, lihat aja nanti! Kan, masih lama juga!"
"Ya, itu sebabnya, saya pengin tahu. Kamu gimana kalau nanti, misalnya saya jadi buta""
"Jangan, dong! Kan, bisa dicegah, asal rutin operasi..."
"Kalau buta juga""
"Huuu-uuuh! Ya, udah, deh, lihat aja nanti! Kalau bener kita nikah, ya pasti saya bantuin. Saya, kan, orangnya baik sejak lahir!"
"Huuuu ..." Dia malah menoyor kepalaku lembut. Aku nyengir kucing.
"Kalau misalnya nggak jadi nikah, yaaa ... kan, Kang Bayu pasti juga nikah sama cewek yang baik. Pasti adalah yang mau nolongin. Udah, ah, panik amat, sih""
Sebelum dia nanya-nanya yang ajaib lagi, aku buru-buru ngacir ke toilet. Bete banget, sih!
Kang Bayu memang penyakitan. Dia juga punya asma, mag akut, pernah kena sakit kuning, dan punya sinus yang juga pernah operasi. Kalau nggak salah, waktu dia SMA dan aku baru kelas satu SMA.
Jadi, kalau mau tanya gimana caranya merawat makhluk yang penyakitan, tanya saja aku, La. Secara bercanda, kamu pernah mengusulkan kepadaku agar aku masuk Fakultas Keperawatan saja selulus SMA agar bisa lebih terampil merawat Kang Bayu. Hahaha .... Mana mau aku" Aku, kan, maunya masuk Teknik Kimia atau Sastra Inggris!
* * * Anyway, hubungan ini membuatku berkembang jauh melewati usiaku, seperti fungsi baking powder dalam ingredients strawberry shortcakenya.
Sebab, aku ternyata dekat dengan seorang cowok langka, cowok yang sepertinya datang dari zaman batu yang menganggap semua hal dalam hidup harus begitu dipikirkan dan dipersiapkan matang-matang. Lama-lama, aku sedikit terbawa cara berpikirnya.
Aku juga terbawa dalam gaya hidupnya yang old fashioned itu.
Bayangkan, sementara anak-anak lain pacaran dengan backsound musik Wham atau Georgio Moroder, kami menikmati hari dengan The Shadow dari Cliff Richard atau bahkan Nat King Cole dan Frank Sinatra. Kalau orang-orang pada nonton Star Wars, kami asyik ketawa-ketiwi nonton Summer Holiday produksi tahun 60-an, yang warnanya hitam-putih doang. Kadang-kadang, aku malah suka nyeletuk, "Kang, kalau ada film bisu zamannya Charlie Chaplin atau Mary Pickford atau Johnny Weissmuller, boleh juga, tuh!"
Eh, dasar manusia zaman batu, dia malah antusias, "Oh, kamu suka juga, Phie" Ya, udah,kita cari, yuk"" Yeeey!
(Aku, sih, sebenarnya masih anak gaul yang mengikuti selera zaman juga, kok. Tapi, sekali-kali old fashioned, ternyata asyik juga.) Aku masih ingat ekspresimu, La, saat kuceritakan apa yang kami
lakukan berdua. Kamu langsung mau muntah dan dengan nada penuh tekanan bilang gini, " Aduh, kasian banget, deh, kamu, Phie, pacaran sama cowok, zaman batu! Tampang mah idola masa kini, tapi selera ... wiih...
nggak janji, deeeh."
* * * Ada satu lagu yang selalu kami setel kalau lagi musuhan.
"Constantly"-nya Cliff Richard. Kayaknya, pas banget, deh, sama suasana hati kalau lagi feeling blue. Tahukah kamu, La, aku bahkan masih melakukannya hingga kini, saat aku sedang blue!
Oya, kalau musuhan, biasanya juga aku yang mulai. Biasalah, temperamental lady!. Sementara, dia begitu sangat tidak ekspresif. Dia lagi!
Makhluk paling pendiam, sekaligus paling keras kepala. Jadilah nggak bisa klop kalau lagi musuhan. Dan, biasanya juga, dia yang mulai berbaikan.
Begitulah kami bertahan dari tahun ke tahun. Bahkan, hingga sebuah alunan ombak pantai yang begitu lembut datang dan membawa hati dan diri kami pada sesuatu yang baru. Sebuah pulau dengan pantai yang penuh ketenangan. Yang tak pernah kami dapatkan di keluarga kami masing-masing.
Keluargaku yang terdiri atas papa yang super-duper-sibuk, mama yang ibu rumah tangga sibuk dengan kateringnya, dan ketiga kakak laki-lakiku yang juga supersibuk sama urusan masing-masing. Keluargaku yang cuek.
Sementara, keluarga Kang Bayu yang bangsawan dan terlalu pakai tata krama ini dan itu. Yang kaku dan penuh aturan ini dan itu. Yang memandang manusia dari warna darah dan banyak hartanya. Untunglah, karena orangtuaku cukup berada, aku tak terlalu sulit masuk ke keluarganya.
* * * Back to masalah ombak yang lembut itu.
Ombak yang berdebur lembut itu, ternyata perlahan dan pasti mampu menuntun kami kesebuah pemahaman lain tentang hidup dan kehidupan.
Thanks God for leading me into that way.
Namun, maafkan kami. Ternyata, ada satu hal yang tak bisa kami hindari yaitu bahwa ikatan rasa itu telah terlampau kuat hingga kami harus tertatih-tatih menata semuanya.
SEPEREMPAT CANGKIR BUTTERMILK
Teman sejati hanya ada dalam cinta sejati. Lalu, siapakah dia "
Sudahkah kukisahkan kepadamu tentang sesuatu yang kukatakan sebagai debur ombak yang amat damai, namun mampu mengubah sebagian besar hidup kami, La"
Kang Bayu yang memulai. Saat itu, ia masuk SMA yang berada di bawah yayasan pendidikan yang sama dengan SD dan SMP kami. Ia masuk ekskul yang amat sesuai kepribadiannya; KIR, Tim Cepat Tepat, Majalah Lentera Ilmu, Pramuka, Paskibra, Language Club, Paduan Suara, dan
...Rohani Islam alias Rohis. Pada dasarnya, Kang Bayu adalah orang yang taat terhadap agamanya. Shalatnya nggak pernah tertinggal dan dialah yang amat rajin mengingatkanku akan hal yang sangat penting ini. Setiap habis magrib juga, ia rutin membaca Al-Quran.
Nah, setelah masuk Rohis ini, Kang Bayu memang tambah alim. Ia tambah tawadhu, tambah sabar, dan tambah peduli dengan keislaman dan kemuslimannya. Aku merasakan ada jutaan semangat yang mengaliri dirinya saat ia bicara permasalahan umat; bagaimana umat Islam ditindas dan dianggap sebagai sesuatu virus yang harus disingkirkan dari permukaan bumi ini. Aku merasa terseret dalam aliran air terjun cintanya kepada Allah Sang Mahabaik, jalan Raslullah, dan para nabi serta syuhada. Ia begitu cepat berubah. Ia bahkan dengan indahnya bicara kematian yang syahid dan kehidupan yang mulia. Buku-bukunya yang membakar semangatku serta mengguyur jiwaku dengan berember-ember air sejuk mulai mengalir ke dalam daftar buku yang harus kubaca.
Ia juga tak lagi suka jail mengucek kepalaku. Ia mulai membatasi pertemuan kami. Tambahan lagi, ia juga mulai bercerita kepadaku tentang jilbab yang pada tahun segitu, tahun delapan hinaan, masih jadi barang langka tidak hanya di sekolah kami, tapi juga di negeri ini. Sejujurnya, aku merasa mulai tersentuh. Aku memang paling cepat tersentuh dengan hal-hal yang sifatnya militansi. Kayak-nya, gimana ... gitu kalau mendengar dan melihat kisahnya para akhwat Mushmah yang berjilbab itu diuber-uber sekolah. Rasanya pengin segera ikutan berjuang gitu, deh!
Meskipun belum bisa meninggalkan musik dan ternyata hingga kini belum juga bisa, ia mulai memperkenalkan nasyid yang sejuk
dan bersemangat kepadaku. Tambahan lagi, Kang Bayu juga masuk anggota tim nasyid Rohis SMAnya.
Jadilah aku mulai menemukan apa yang ia sebut hidayah saat akhir masa SMP-ku. Aku tahu, kamu mulai menatapku aneh, La. Namun, itu pun tak lama, kan"
Masuk SMA, aku belumlah berjilbab, tapi sudah kuputuskan untuk masuk Rohis. Kebetulan, kami masih satu SMA. Selain itu, aku juga ikutan ekskul yang sama dengan Kang Bayu plus ikutan pengaderan OSIS. Kang Bayu, sih, nggak terlalu berminat di OSIS.
Saat bersentuhan dengan Rohis itulah, aku mulai merasakan sendiri serbuan ombak yang lembut itu membasahi dinding-dinding hatiku. Aku mulai merasakan bahwa keislamanku saat itu amat jauh dari cukup untuk dapat dibanggakan kelak di mata Allah.
Ketika kurasa hatiku sudah cukup mantap, aku ingin segera berjilbab.
Saat itu, aku baru duduk di kelas satu semester dua, tahun delapan enam awal.
"Kang, kalau saya berjilbab, gimana"" tanyaku kepadanya saat ia ke rumah, mengantarkan buku yang akan kupinjam. Ia tampak terkejut. Sambil menatapku lama, ia malah balik tanya, "Emang kamu udah mantap gitu, Phie"" "Emang kenapa""
"Iya, jangan sampai kamu udah pakai, terus lepas lagi, buka-tutup gitu. Kamu tahu, kan, pakai jilbab itu berat banget. Kalau nggak tabah-tabah dan nggak lurus-lurus amat niatnya, malah nantinya kamu nggak kuat..."
"Kang Bayu tuh, gimana, sih" Nggak suka saya berjilbab""
"Bukan gitu, Phie. Demi Allah, saya seneng banget kalau kamu punya niat begitu mulia. Malah, saya pasti langsung sujud syukur, deh, kalau kamu beneran serius. Saya, sih, hanya pengin kamunya lebih mantap lagi. Nggak maju-mundur dan bisa menghormati diri kamu untuk keputusan yang kamu buat. Gimana""
"Insya Allah, Kang ..."
"Orang tua kita gimana""
Aku terdiam. Papa-mamaku pasti amat murka, aku yakin. Sedangkan orang tua Kang Bayu" Yang juga sudah menganggapku sebagai calon mantu dan telanjur sayang kepadaku (kata Kang Bayu) ....
"Papa-mama saya pasti murka. Tapi, saya yakin insya Allah bisa, deh, ngadepinnya. Nggak tahu kalau ibu sama bapak ..."
"Kalau kamu dicoret dari daftar calon mantu, gimana"" Aku melengak. Ada nada bercanda atau serius, nih" "Kalau terjadi begitu Kang Bayu sendiri gimana"" Ia tersenyum lembut.
"Phie sebenernya kita dosa nggak, sih" Coba tanya Mbak Euis, deh .... Pasti, deh, dia bilang, nggak ada pacaran dalam Islam..."
Aku tertunduk. Bingung ....
"Tetapi, saya saya menganggap kamu bukan sekadar pacar. Lebih dari itu, Phie .... Saya nggak bisa melepas kamu saya..., suatu saat kamu mau kan, nunggu saya""
"Untuk apa, Kang""
"Untuk jika saya sudah siap, saya saya akan menikah denganmu .... Mau, Phie""
La, itulah pernyataan resminya yang pertama setelah kami dekat bertahun-tahun. Aku bahagia, La, namun juga bingung dengan follow up-
nya. So, aku hanya bisa terdiam.
"Sophie, dijawab, dong!"
"Ya, udah ..." "Kok, ya udah, sih""
"Ini orang ngapain, sih" Kok, ndesek-desek gitu" Suka-suka saya, dong, mau jawab apa nggak. Lagian, tadi kan, kita ngomongin jilbab.
Ngapain juga, kok, malah ngomongin ginian"" "Kamu marah, ya, Phie"" "Nggak tapi bingung aja."
"Sama. Saya juga bingung, Phie. Tapi sungguh, saya nggak bisa melepas kamu. Meskipun, misalnya, bapak dan ibu mencoret nama kamu dari daftar calon mantu karena kamu berjilbab. Saya ...sayang kamu, Phie, sayang sekali..."
Duuuh gimana kalau kamu yang jadi aku, La"
"Terima kasih, Kang. Saya seneng karena kita ternyata punya perasaan yang sama ..."
"Jadi, kapan pakai jilbabnya, Yang""
Yang" (Tahu nggak, La, dia ngomong gitu kaku banget, kayak ngomong, "Siapa namamu" Aku Bayu," saat pertama kenalan sama orang.) "Besok, Kang. Boleh""
"Ya, tentu saja boleh, Phie. Bagus malah. Alhamdulillah."
"Katanya, kalau saya pakai jilbab, Kang Bayu mau sujud syukur" Ayo, dong, sujud sekarang didepan saya! Cepetan sana!"
Strawberry Shortcake Karya Ifa Avianty di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nggak di sini, dong! Lagian, kamunya juga belum pakai betulan.
Besok aja, kalau saya ketemu kamu di sekolah
"Curang! Sekarang dong, ayooo ..."
"Nggak, ah, kamu apaan, sih""
"Yeee ... gimana, sih" Katanya sayang sama saya""
"Sayang mah nggak ada hubungannya sama perintah kamu, Phie. Ngaco!"
"Ya, udah, sek arang gini aja, bilang sayang lagi, dong "Husss! Kamu, nih, badung banget, sih" Masa akhwat gitu"" "Biarin! Bilang sayang, dooong
Hahaha .... Mukanya langsung kayak kepiting rebus, malah lebih merah lagi. Aku jadi makin suka menggoda dia.
"Tapi, tadi Antum bilang apa, Akh" Antum bilang sayang, kan, sama ana" Waaah ... gimana niih .... ikhwan kok, nembak akhwat""
"Saya pulang, nih, sekarang!"
"Pulang gih, sono, yang jauh! Hahaha ... ikhwan nembak akhwat... nyenyenyenyenye ..."
"Sophieee ... ampun, deh! Kamu jail amat, sih"!"
Aku ketawa ngakak melihat dia yang sudah siap-siap menyambar kunci kontak Kijang Buayanya.
"Hahaha ... dia serius, lhooo " godaku.
"Phie, dari pada kamu iseng gitu, kita keluar,yuk""
"Nggak! Mana ada ikhwan ngajak akhwat keluar""
"Emang, kamu udah beli jilbab sama baju dan roknya gitu""
"Udah, sama Lila kemarin."
"Ya, udah. Tapi, saya pengin beliin jilbab juga buat kamu. Dipakai, ya"" "Ya, boleh. Yang mahal, ya"" "Hus! Kamu nih, bercanda melulu!"
Malam itu, kami muter-muter Pasar Blok M dan Sunan Giri dengan Kijangnya. Dijalan, dia bilang gini, "Berarti, malam ini, saya terakhir melihat rambut cepak kamu, ya, Phie""
Aku menatapnya haru, "Insya Allah, Kang."
"Istiqamah, ya, Sayang""
"Insya Allah. Doakan, ya, Kang""
Sayang" "Eh, ikhwan nggak boleh ngomong sayang sama akhwat, lho ..."
Ia nyengir malu. Spontan kuulurkan tanganku,mengacak-acak rambut cepaknya. Jelas, ia kaget dan ngomel-ngomel, "Aduuuh Sophie .... Kamu, kok, jail banget, sih" Saya bisa nabrak kalau begini!"
"Terakhir, Akhii.... Besok, kan, nggak gini lagi""
Ia terdiam. "Sedih nggak, Phie""
"Ngapain sedih" Kita, kan, mau jadi lebih baik""
Ia tersenyum dan mengangguk. Malam itu, hatiku lapang sekali.
Belum pernah aku merasa seperti ini. Alhamdulillah
Esoknya, aku semangat banget bangun pagi. Aku shalat Subuh, bahkan sebelum azannya sendiri kedengaran. Jadi, pas selesai azan subuh, aku shalat Subuh lagi, deh. Aku langsung mandi, mematut diri di depan kaca dengan jilbab baruku. Hmmm ... cantik juga kamu, Phie. Paling nggak, kamu kelihatan lebih feminin. Aku nyengir sendiri.
Saat sarapan, aku menegar-negarkan diri. Ada papa dan mama, juga ketiga abangku. Kulihat mereka semuanya kaget. Abangku, Kang Hardi, malah sampai keselek dan batuk-batuk.
Tiba-tiba, dia ketawa keras banget, "Hahaha ....si Macho tobat, euy!"
Aku yang tadinya nyaris marah, jadi tersenyum saat mama bangkit dan memelukku, "Phieee, kamu cantik banget "Mama nggak marah""
"Ya, nggaklah. Anak temen mama juga ada yang jilbaban. Cantik banget. Mama sama papa sampai ngomong, 'Kapan, ya, Sophie juga gitu
"Iya, Pa""
"Iya. Selamat, ya, Phie" Tadinya, kami sempat takut kamu ikut-ikutan bergaul yang aneh-aneh. Maklum, kami kan, sibuk."
"Yah Pa, orang dia aja pacarannya sama manusia paling alim di sekolah, mana bisa dia rusak"" sambung Kang Ceppy iseng.
Aku melotot, "Siapa yang pacaran, sih""
"Ya, kamu sama Kangmas Bayumu itu, lhooo ..."
"Bohong, ah! Kang Ceppy iseng ditanggapin!"
"Yaaa .... Yang penting, kita semua kaget, tapi mendukung kamu, kok," tukas Kang Rusdi, kakak sulung kami dengan bijak.
Serentak, semua abangku menyelamatiku bergantian sambil tak lupa mengacak-acak jilbabku yang memang masih mencong-mencong itu.
Alhamdulillah, sesuatu yang tak kubayangkan. Keluargaku yang cuek dan nyaris tak pernah ekspresif itu ternyata mendukungku. Sebuah kehangatan yang indah meresap dalam hatiku. Keluargaku, ternyata tak secuek yang kubayangkan ....
Habis sarapan yang tumben lahap banget, aku pergi sekolah dengan Toyota DX papa. Papa malah mau mengantarku sampai sekolah, tapi aku menolak. Sudah cukup sampai terminal bus saja.
Kontan, si Jail Kang Ceppy nyeletuk, "Daripada nganter nona sok gengsi kayak dia, mendingan antar Ceppy sampai UI aja, Pa. Dia wah pasti janjian sama pacarnya."
"Enak aja! Siapa juga yang janjian""
"Sudahlah, Cep! Cepat habiskan sarapanmu! Makan, kok, kayak bayi, diemut!" omel mama sambil menoyor lembut kepala Kang Ceppy.
Aku meleletkan lidah ke arahnya yang dibalas acungan tinju. Aku nyengir. "Apa perlu Ceppy juga berjilbab, Ma" Biar Ceppy bisa diantar papa ke kampus""
"Gila kamu, ya" Berisik!" omel mama lagi dengan jengkelnya.
Di sekolah, berbagai reaksi kuterima. Dan, kamu selalu ada di sampingku untuk menguatkanku, La. Akhwat-ikhwan Rohis juga. Mbak Euis senior pembimbing mentoringku yang sudah kuliah di IKIP juga. Kang Bayu juga. Ia menepati janjinya untuksujud syukur segera setelah ia menatapku, what a surprised!
Reaksi dan guru-guru yang luar biasa. Bayangkan, dari jam pertama hingga jam ketujuh, aku disuruh ke luar sebab menolak lepas jilbab. Aku menangis di musala ditemani kamu, La. Masih ingat" Sampai basah sajadah musala yang kupakai alas menangis. Akhwat ramai menghiburku. Tapi, bagaimana, mereka juga senasib denganku; diusir!
Oya, di kelas kita saat itu, hanya aku yang berjilbab. Makanya, berasa banget kan, sendirinya"
Kang Bayu bolak-balik terus ke musala. Kalau nggak ada akhwat atau ikhwan, ia berbisik-bisik menghiburku dari balik hijab. Atau, menyampaikan selembar kertas penyemangat lewat kamu, ya, La. Misalnya gini, nih, bunyinya:
Istiqamah ya, my strawberry shortcake. Hidup itu indah, kok.
Kamu ketawa, La. Tapi, kemudian termenung, "Ih, dia romantis juga, ya, Phie""
Aku yang lagi sedih nggak ngopi, "Siapa, La"" "Ituuu ... si Strawberry Shortcake-mu itu, lho!" "Oh ..."
Kamu bengong melihat reaksiku yang hanya segitu. Habis, mau bagaimana lagi" Aku lagi shock akan hari jilbabku yang pertama, kamu malah ngomongin Kang Bayu. Aduuuh please deh, La! Aku lagi nggak sempat mikirin dia!
* * * Hari-hari terus berganti. Aku terbiasa dengan intimidasi pihak sekolah.
Lalu, kutemui sosok-sosok yang begitu berarti dalam perjalanan hijrahku, Mbak Euis, kamu, La, juga teman-teman mentoringku, Kang Bayu, keluargaku .... dan masih banyak lagi.
Sementara, hubunganku dengan Kang Bayu juga tetap jalan di tempat. Tak ada yang bisa kami lakukan saat itu, sementara kami juga hanyalah sepasang manusia yang baru belajar mengenali Islam lebih dalam lagi. Maka, kami membiarkan semuanya berjalan bersama waktu ....
SEPEREMPAT SENDOK TEH GARAM
Adakah kita telah bersiap memaknai sebuah kehilangan "
Kata orang, berhijrah sama dengan lahir kembali. Demikian pula yang kami, aku dan Kang Bayu rasakan bahwa kami masih merasa ikatan rasa antara kami terlalu kuat, kami juga tak pungkiri.
Tapi anyway, kami selalu berusaha menekan semuanya hingga tak sempat mencuat kembali dan mengaburkan semua yang telah kami jalani dalam lingkar hijrah. Tambahan lagi, tantangan yang kualami demikian berat, terutama dari sekolah.
Bayangkan saja, setiap hari, aku dan para ukhti yang lain harus selalu kucing-kucingan dengan pihak sekolah. Kadang, kami disuruh belajar di gudang sekolah yang pengap dan bau kecoak. Dikali yang lain, kami dipulangkan lebih cepat sambil membawa surat peringatan yang harus ditandatangani orangtua masing-masing.
Alhamdulillah, orangtuaku mendukungku penuh. Bahkan, mama sampai berkali-kali menghadap kepala sekolah. Mama yang sibuk dengan bisnis kateringnya itu, lho! Dengan demikian, hubunganku dengan mama mendekat kembali, seperti saat akumasih kecil dulu dan mama masih belum punya bisnis katering itu.
Kang Bayu juga selalu memberikan support dengan caranya sendiri.
Dialah orangnya yang setia memberikan tentir mata pelajaran kepada akhwat kelas satu, termasuk aku ini. Nggak ada yang tahu hubunganku dengan Kang Bayu sebab kami memang amat rapat menyimpannya.
Namun, siapa, sih, yang bisa bersembunyi dari Tuhan"
Demikian serbuan rasa gelisah mendera setiapkali kami bertemu berdua. Kami jadi tak seperti dulu lagi. Kaku, seperti terbentang jarak ribuan mil antara kami. La, bukankah engkau pun nyaris bosan setiap aku bercerita tentang beban yang menggelayut di pundakku setiap kali kami habis bertemu"
Lalu, apakah yang seharusnya kami lakukan.
Bagaimana bisa aku berpisah dengannya yang telah demikian lekat dalam setiap detik waktu dalam hidupku" Bagaimana bisa, aku menjauhinya jika setiap tempat yang kujejaki juga ada jejaknya"
Bagaimana bisa aku melupakannya jika setiap sel otakku pasti telah terisi bentuk wajahnya, caranya bicara, bernyanyi, tertawa, bahkan marah"
Dia pun demikian saat kutanya.
Benar ka tamu, La, kami telah saling terbiasa. Tapi, seharusnya jika kita telah terbiasa dekat, kitapun akan segera bersiap untuk terbiasa dengan kehilangan. Sebab, hakikatnya segala yang ada didunia ini sifatnya fana, sementara. Maka,seharusnya kedekatan itu juga tidak abadi.
Aduh, La, kamu masih ingat, kan, bagaimana aku pontang-panting menyiapkan diri untuk sebuah kata kehilangan" Lalu, simpulanku adalah, sungguh sebenarnya aku tak pernah siap kehilangannya. Maka, kami tetap memaksa sepakat untuk mulai saling menjauh dengan sepenuh kesadaran.
Betapa aku tak pernah bisa lupa saat itu. Disuatu senja yang basah dan hujan, ia datang kerumahku untuk membicarakan semuanya.
"Kita harus mencoba jadi Muslim yang lebih baik, ya, Phie"" "Iya, Kang."
"Kata Mas Hamzah, Muslim dan Muslimah yang baik tidak suka bersembunyi dari Allah." "That's why kita sekarang sedang mencoba jujur kepada-Nya ..."
"Juga jujur pada diri sendiri, kan, Phie" Bahwa kita ternyata juga tersiksa menyembunyikan diri dari Allah ..."
"Tapi, sakit nggak, sih, Kang""
"Apanya"" "Yaaa ... kita kan, sudah terbiasa begini, terus tiba-tiba jauh gitu ..."
"Sakit, pasti. Tapi, paling tidak, kita masih punya harapan."
"Harapan apa, Kang""
"Yaaa mungkin saja kan, kita berjodoh."
"Kalau ternyata nggak jodoh juga, gimana,Kang""
"Ya ... diusahainlah."
"Caranya""
"Berdoa terus ...Juga ...usaha dong" "Usaha gimana""
"Kamunya jangan mau nikah sama orang lain, gitu!" "Hahaha judulnya nggak rela, nih, yeee""
"Emang, kamu juga rela gitu kalau saya nikah sama akhwat lain"" "Yaaa nggak tahu, ya" Mungkin, sih, enggak; mungkin rela juga." "Bohong, ah! Kamu lagi jealous-an gitu!"
"Hahaha kayaknya kita nggak bakat jadi ikhwan-akhwat sejati, ya, Kang"" "Enak aja! Kamu kali! Kalau saya, sih, sudah jadi ikhwan hanif sejak lahir." "Cuih! Mana ada ikhwan nembak akhwat""
"Yaaa ... gimana" Abis, akhwatnya duluan, sih, yang mancing-mancing""
"Huaaa ...! Jijay bajaj! Sapa juga yang mancing" Emangnya, situ ikan, ya, pake dipancing segala"" "Nah, yang kayak gini mau jadi akhwat sejati""
"Hohoho jangan salah, Akhi Bayu. Saksikan saja, beberapa tahun ke depan, ukhti cantik didepan Antum ini akan jadi salah satu tokoh aktivis dakwah terkemuka di negeri ini."
"Hus! Niat, kok, aneh gitu. Mau jadi akhwat salehah apa jadi orang beken, sih""
"Hahaha..." "Ngakak lagi! Bukannya sedih mau jauhan sama saya"" "Sapa gitu yang sedih" Oh, jangan salah, ana bahagia, kok ... bahagaiaaa... sekali."
Tiba-tiba, Kang Bayu menatapku lekat. Ada sedih di matanya. "Betul gitu, Phie""
Ya ampuuun stupid question banget kan, La"
"Ya, nggaklah, Kang .... I miss you and I'm gonna miss you ..."
"Ehmmm ... miss you too, Honey... "
"Hus! Udah-udah, bubar-bubar! Dilarang gegombalan, nanti ada setan lewat! Hus ... husss ...pulang sana, Akhi! Bentar lagi magrib!"
Kang Bayu nyengir sambil garuk-garuk kepala tak gatal.
"Ya, udah, saya pulang ya, Phie. Istiqamah ya, Bu" Tunggu saya ngelamar, ya" Jangan nikah duluan, lho! Awas!" "Sapa, ya" Nggak boleh nge- take, Pak,kecuali pake DP." "DP" Ngaco kamu!"
"Bohongan, lagi! Ih, Kang Bayu mah segala sesuatu, kok diseriusin, sih" Udah, ah, pulang cepetan, nanti saya keburu nangis seember, lagi. Kan, repot!"
"Ya, udah. Saya pulang, ya" Is ..."
"Iya, istiqamah! Diulang-ulang melulu! Lama-lama, nama saya tak ganti jadi Sophia Istiqamah juga, nih! Sana, saya bilang!"
Benar saja, habis itu, aku benar-benar nangis hingga basah bantalku.
Apalagi, malamnya dia nelepon. Kenapa, sih, pakai nelepon segala"
* * * Hari-hari selanjutnya, begitu membuat hidup kami blue. Di mana-mana biru dan abu-abu. Semua terasa muram. Kadang, kalau nggak tahan mau curhat, kami saling menelepon juga.
Tapi, apa sih, yang tidak bisa dilatih dari manusia"
Begitu juga kami, sepasang remaja yang sedang berlatih menahan rasa dan gejolak jiwa. Jadi, kami berusaha saling menguatkan meskipun nggak jarang juga, kami sama-sama dodol alias turun iman secara berjamaah. Hus! Mana ada perbuatan jelek dilakukan berjamaah dan pelakunya bangga pula"
Paling, kalau sudah demikian sedihnya, aku pasang kaset Cliff Richard yang ada lagu Constantly-nya.
Sampai nyaris tergulung pita kasetnya sebab keseringan diputar. Habis itu nangis lagi, terus shalat sunnah, nangis lagi, ngaji, nangis lagi, terus terakhir ketiduran di sajadah dengan masih pakai uniform shalat lengkap. Habis itu, pas bangun baru agak legaan. Sebagai gantinya energi yang terkuras akibat nangis tadi, aku jadi makan melulu.
Tapi anehnya, nggak gemuk-gemuk, nih badan. Tetep begeng alias tetap kurus!
Naik kelas dua, aku jadi sekretaris OSIS. Ini jelas-jelas menggemparkan sekolah. Sebab, mana boleh BPH OSIS berjilbab"
Tetapi, aku bismilah saja. Lha, wong, si Arya Ketua OSISnya aja cuek dan mendukungku, kok. Maka, kepala sekolah hanya bisa mengintimidasiku dari luar. Aku lihat juga Bu Masnun guru agama dan Pak Harris guru menggambar mulai terlihat pro pada kami yang berjilbab ini. Alhamdulillah!
Paling tidak, kami sudah mulai punya barisan pendukung di kalangan guru-guru.
Aku tahu, Kang Bayu bangga sekali kepadaku. Tetapi, ia hanya sesekali meneleponku atau menemuiku di sekolah, itu pun nggak lama-lama. Ya, sudahlah. Toh, aku juga mulai sibuk dengan OSIS dan segala ekskulku, juga dengan pelajaranku. O ya, aku masuk Jurusan Al alias Jurusan Fisika. Aku kudu serius belajar. Apalagi, dengan kesibukanku dan seringnya aku dikeluarkan dari kelas karena masalah jilbab ini.
Kang Bayu yang kelas tiga Al juga mulai sibuk dengan segala persiapan menembus UMPTN. Dia, kan, pengin banget masuk UI Jurusan Teknik Mesin atau ITB Jurusan Teknik Elektro. Dia ikut bimbingan tes Islami yang katanya juga suka ada pengajian untuk siswa-siswanya. Maka, kami secara alamiah tidak bisa sering bertemu. Walaupun demikian, aku masih sering merindukannya. Salahkah aku, La"
* * * Aku juga masih ingat saat dia ikut UMPTN, aku ikutan senewen diam-diam.
Wong dia yang ujian, aku yang mules-mules dan diare. Hahaha ... Kelewat sayang, apa norak, sih, aku ini"
Ketika ternyata dia keterima di UI, aku yang pertama sujud syukur dan langsung ngibrit ke Senayan, melihat dia lagi bareng ikhwan-ikhwan yang juga pada keterima di universitas negeri. Sedihnya, aku inginnya, sih, ngucapin selamat. Tapi, apa daya ... sesuai perjanjian, aku hanya bisa memandanginya dari jauh. Baru malamnya, aku meneleponnya untuk mengucapkan selamat.
By the way, dia di UI, ya" Di Depok, kan" Aku masih di SMA ini, di Jakarta Timur. Jauh, kan" Jauh nggak, La" Waktu aku tanya itu sama kamu, La, kamu malah menjitakku dan mengatai aku sebagai orang yang nggak konsekuen dengan peraturan. Katanya mau berjauhan, tapi, kok, segitu saja ributnya minta ampun"
Akhirnya, aku terbiasa juga tidak melihat Kang Bayu dalam lokal sekolahku. Aku terbiasa tidak menjumpainya berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, hingga akhirnya aku lulus SMA. Aku juga ikutan UMPTN dan ternyata dia juga men-support-ku. Aku memilih Jurusan Kimia MIPA UI, Komunikasi Massa FISIP UI, dan Sastra Inggris UI.
Alhamdulillah, aku diterima di Kimia UI. Senangnya masya Allah! Kamu sendiri akhirnya masuk Ekonomi Akuntansi Trisakti, ya, La"
Malamnya, Kang Bayu datang ke rumah. Ia mengucapkan selamat dan memberiku sebuah kado. Hanya sebentar, lalu ia pulang dengan deru Kijang Buaya-nya. Dengan terharu, kadonya kubuka. Ternyata, isinya sebuah Al-Quran saku, selembar jilbab, dan sehelai gamis. Cantik sekali. Aku jadi terharu ....
Hari-hari perkuliahan, kemudian menyergapku dengan segala kesibukannya. Lagi-lagi, kami jarang sekali bertemu. Kami juga makin aktif dalam berbagai kegiatan dakwah. Kami sama-sama menikmatinya.
Perlahan, kami mulai mengikhlaskan jika saja terjadi sesuatu pada diri
"kekasih" masing-masing. Sesekali, kami memang masih badung juga.
Kadang, dia yang berkunjung ke MIPA atau sebaliknya.
Sebenarnya, aku males banget datang ke FT. Anaknya buas-buas kayak nggak pernah lihat cewek. Padahal, kan, di Teknik Arsitektur, lumayan banyak juga ceweknya. Apalagi, kalau ke jurusan dia, Teknik Mesin. Ternyata, dari satu angkatan dia, nggak ada ceweknya sama sekali.
Serasa sekolah di Kanisius nggak, sih"
Lagi pula, aku datang ke FT paling-paling untuk menyampaikan titipan strawberry shortcake dari mama yang t
elanjur nge fans sama dia.
Lalu, habislah aku "dianiaya" anak-anak jurusannya dengan kata-kata ledekan. "Oh, ini toh, ceweknya Bayu, si Patung Es""
"Jilbaban, lagi! Pantesan, gue kira tadinya cowok elo itu nggak doyan cewek ..."
"Eh, nggak sopan, lo! Kualat ntar, godain cewek jilbaban! Dia wah bukan ceweknya Bayu, tapi calon bininya!" Kebayang, kan, gimana warna mukaku saat itu"
Kalau sudah gitu, Kang Bayu nongol dengan gaya cool-nya dan buru-buru ngajak aku menjauh, meskipun diiringi teriakan norak teman-temannya yang barbar bin kanibal itu.
"Maaf, ya, Phie, temen-temen saya, sih, edun semua!"
"Nggak apa-apa, Kang. Ini ada titipan dari mama."
"Kapan kamu yang bikin sendiri buat saya""
"Bawel, ah! Cepetan, nih! Jangan-jangan, sebentar lagi mereka pada mau makan saya!"
Biasanya, Kang Bayu hanya tersenyum sambil menerima kotak kue itu. Bisa ditebak, tak lama kemudian, kue itu sudah dijarah dengan sukses oleh teman-temannya, yang menurutku, sih, mirip para pengungsi yang kelaparan.
Entah bagaimana juga, tahu-tahu, mulai tersebar kabar "Bayu anak Mesin pacaran sama Sophia anak Kimia". Sangat tidak sedap, bukan"
Padahal lagi, saat itu, kami bukan junior lagi. Kami sudah memegang beberapa amanah dakwah kampus. Jelas, itu bikin kami risi dan segera tersadar. Itu salah kami juga yang masih badung. Lihatlah, Tuhan menegur kami dengan telak, La!
Lalu, aku harus bagaimana, La"
SEPEREMPAT CANGKIR KRIM KENTAL
Apakah setiap cinta akan selalu diuji" "Assalamu 'alaikum..."
"Wa 'alaikumussalam .... Eh, Mbak Dede." "Apa kabar, nih, Sophie"" "Baik, Mbak, insya Allah ..."
Tak seperti biasanya, seniorku dari Jurusan Biologi itu tiba-tiba menarikku ke salah satu sudut perpustakaan MIPA. Untungnya, saat itu perpustakaan sedang tidak terlalu ramai. Tapi, tak urung aku jadi heran.
"Ada apa, Mbak""
"Ini, kebetulan ada Sophie, saya mau meluruskan kabar yang akhir-akhir ini beredar." "Kabar apa lagi, Mbak""
"Kebetulan, kamu sudah lama nggak nongol dimusala, ya""
"Iya, Mbak. Lagi kerja praktik di BPPT Serpong, nih
"Iya, gini, Dik, apa benar Adik akan menikah dalam waktu dekat ini""
Menikah" Aku mengerutkan kening, terheran-heran. Iseng banget.
Baru juga kuliah semester enam.
Refleks aku menggeleng keras-keras.
"Oh, nggak betul, Dik" Gimana bisa kabar itu menjadi demikian santer""
Barangkali, kalau bukan karena Mbak Dede itu ketua keputrian di fakultasku, pasti sudah dengan marah kukatakan kepadanya, " Udah, deh, Mbak.nggak, usah ngurusin orang lain!"
Namun, di sisi lain aku sadar, itu adalah wujud perhatian dan kasih sayangnya kepadaku. Aku tahu, Mbak Dede orangnya tulus. Kalau ia bertanya kepadaku, tentulah untuk meminta penjelasan atas kabar burung yang sedang ramai beredar karena khawatir akan berkembang menjadi gosip dan fitnah. Tentu, efeknya tak baik bagi kami aku dan Kang Bayu sebagai aktivis dakwah kampus.
"Mbak Dede tahu dari siapa""
"Itulah, nggak jelas siapa sumber pertamanya. Yang jelas, kabar itu telah menjadi demikian ngetop di MIPA, Teknik, dan beberapa kampus lain."
Ooo ... mulutku membulat. Memangnya, seberapa ngetopnya, sih, kami" Aku, sih, merasa biasa-biasa saja. Kami bukan aktivis papan atas yang nama-nya beredar di UI dan sekitarnya.Ke-cuah, mung-kin Kang Bayu yang cukup ngetop; sebab tahun kemarin, ia terpilih sebagai salah satu mahasiswa utama berprestasi di UI.
"Kata kabar nggak jelas itu, kamu akan segera menikah dengan Bayu, ikhwan Teknik Mesin, yang tahun kemarin jadi mahasiswa utama berprestasi itu."
"Nggak, Mbak. Aduuuh ... keterlaluan amat, sih, yang bikin gosip itu
"Ya, sudah. Mbak Dede, sih, percaya sama kamu. Nanti, Mbak bantu menjelaskan pada orang-orang yang bertanya kepada Mbak, ya""
"Terima kasih, Mbak .... Saya dan Kang Bayu hanya satu SMA dan kebetulan punya banyak aktivitas yang sama. Jadi, mungkin orang mengira kami sedang membicarakan sebuah persiapan pernikahan."
Ya, hanya itu yang bisa kujelaskan. Begitu juga, penjelasan yang sama kuberikan kepada setiap orang yang kukenal. Hingga aku capek sendiri. Mana aku sedang kerja praktik lagi!
* * * Ternyata, Kang Bayu pun menghadapi masalah yang sama. Dia yang
sedang persiapan seminar tugas kecilnya juga merasa sangat terganggu. Ia bahkan sempat dipanggil oleh pembina pengajian-nya, Mas Hamzah. Kalau aku, sih, sebelum dipanggil Mbak Euis, sudah keburu memberikan press release di hadapan pembina pengajianku itu dan juga teman-teman ngajiku.
Malah, aku dengar dari Apsari akhwat FT banyak cewek FT yang
"patah hati" begitu mendengar kabar bahwa Kang Bayu akan menikahdengan akhwat MIPA. Aduh, kenapa sih, dia begitu ngetop di mana-mana" Memangnya, nggak ada ikhwan atau cowok lain yang lebih ganteng daripada dia"
Suatu Minggu pagi, saat aku sedang menikmati semangkuk bubur ayam di teras depan rumah saat orang-orang rumah sedang pergi ke Bandung kulihat Kijang Buaya Kang Bayu memasuki halaman rumah.
"Bubur ayam, Kang, mau"" tawarku setelah menjawab salamnya.
"No thanks. Kalau strawberry shortcake wah mau. Ada nggak""
"Nggak ada, tuh, mama nggak bikin."
"Sekali-kali kamu, kek, yang bikin."
"Ogah, takut bantat! Nanti jadinya brownies strawberry, kan, nggak lucu." "Nggak apa-apa, yang penting saya udah nyoba strawberry shortcake ala kamu."
"Yaaa, males, ah! Lagian, Kang Bayu juga nggak ngabarin dulu kalau mau datang. Kali gitu kalau ngabarin dulu, saya bisa ngibrit sebentar ke toko kue di depan kompleks buat beli strawberry shortcake itu."
Kakiku meraih sendai jepit. Aku bangkit mau mengembalikan mangkuk bekas bubur yang sudah tandas isinya. "Beneran, nih, nggak mau bubur"" "Makasih, deh, udah makan di rumah tadi."
Kang Bayu meraih gelas dari botol air mineral yang kebetulan ada di meja teras, mengisinya, lalu meminumnya. "Eh, punya saya, tuh ..."
"Nggak apa-apa, kan" Kamu, kan, nggak lagi sakit, ya"" "Idih! Nggak sabaran amat, sih" Ntar, saya ambilin gelas." "Biar, deh, nggak apa-apa," dia ngeyel.
Aku cemberut dan mengalah masuk sebentar untuk mengambil gelas baru. Dasar laki-laki jorok! omel batinku. "Phie, kabar gosip udah sampai mana"" "Sampai ke laut! Nyebelin banget, sih!" "Kamu keganggu ya, Phie""
"Sangat! Memangnya, Kang Bayu nggak keganggu gitu"" "Justru itu, Phie. Gimana, ya, caranya biar kita nggak terganggu"
Bahaya juga, soalnya khawatir banyak pihak menyangka kita memang pacaran betulan ."
Aduh, ewangnya selawa ini kita nggak, pacaran, ya" Mendadak, kepalaku senut-senut nggak keruan.
"Kamu tahu Mas Harry, kakak tingkat saya dijurusan""
"Tahu. Yang orangnya lumayan bawel itu, ya" Yang waktu itu jadi humas bazar di masjid UI, ya" Kenapa emangnya""
"Minggu depan, kan, dia mau married."
"What" Married" Bukannya kata Kang Bayu, dia kuliahnya rada ketinggalan""
"Nah, justru itu, Phie. Katanya, dia mau married agar kuliahnya cepat kelar, biar ada yang nyemangatin."
"Ah, itu sih, emang dianya aja yang udah kepengin!"
"Emangnya nggak boleh" Kan, bagus juga gitu, supaya hati tetap bersih."
Aku mendadak terdiam. Betul, sih ...
"Emang dia udah kerja""
"Yaaa ngajar-ngajar privat, sih. Sama kayak saya." "Cukup, ya, buat hidup setelah married""
"Phie, rezeki itu, kan, di tangan Allah. Lagian, janji Allah itu, kan, pasti benar, ya" Allah, kan, menjanjikan akan memberi rezeki kepada orang miskin yang menikah karena Allah."
"Iya, sih. Tapi, kalau setelah married kuliahnya malah terbengkalai, gimana""
"Itu, sih, urusan hasil akhir. Itu, kan, sudah wilayah Allah. Yang penting, usahanya dulu. Dan usaha tiap orang, boleh dong lain-lain.
Sepanjang itu baik, seharusnya kita dukung, Phie."
"Yaaa ... iya juga, sih. Banyak juga, kok, temen-temen saya, anak MIPA, yang married pas kuliah. Eh, siapa sih, akhwat yang mau sama Mas Harry itu""
"Rantina, akhwat Sipil, satu angkatan sama dia juga."
"Huaaa nggak takut fitnah, ya" Kan, satu fakultas, satu angkatan pula" Berapa gedenya, sih, Teknik" Pasti mereka udah saling kenal, ya""
"Justru itu poinnya, Phie! Jika mereka udah married, kan, nggak jadi fitnah kalau mereka berdua-duaan. Lagian juga, nggak waswas, nggak takut dosa lagi, kan udah halal."
Aku terdiam lagi. Apakah ini satu solusi yang coba dia tawarkan pada hubungan kami" "Kalau kita married juga, gimana, Phie"" Tuh, kan!
"Udah, deh, jangan latah!"
"Latah kalau dalam kebaikan, kan, bagus-bagus saj
a, Phie"" "Kita masih kuliah, Kang. Saya berani jamin, orangtua kita pasti nggak setuju. Lagian saya masih pengin kerja dulu setelah lulus nanti, terus kuliah lagi"
"Terus, kapan married-nya""
"Ya, kalau sudah siap."
"Sekarang belum siap, Phie""
"Belum. Masih mau keliling-keliling dulu, masih mau ngapa-ngapain dulu." "Kalau saya bilang, saya sudah siap, gimana, Phie"" "Ya, udah. Kang Bayu married aja duluan." "Sama siapa" Sama akhwat lain" Kamu rela gitu"" Kembali aku tercenung. Iya, relakah aku"
Namun, aku belum siap. Mau jadi apa rumah tanggaku nanti" Aku nggak terlalu pandai beres-beres rumah, nggak terlalu bisa memasak, masih suka ke sana kemari bareng teman-teman, masih suka sesekali bangun siang akibat ketiduran setelah shalat Subuh, masih suka egois .... Kasihan amat suamiku nanti! Lha, modelnya Kang Bayu pula, yang apa-apa mesti dilayani! Huaaa
"Phie, saya udah ngomong, lho, sama Mas Hamzah."
Iiih .... Aku langsung merinding. Kok, gitu, sih"
"Terus sama akhwat mana" Kang Bayu bilang sama Mas Hamzah""
"Bilang. Saya bilang ... saya mau menikah dengan akhwat MIPA, namanya Sophia Prastyani."
Aku ternganga. Kok, gitu"
"Kok, Kang Bayu nggak tanya saya dulu, sih""
"Emang, kamu nggak mau married sama saya""
"Bukan gitu urusannya, Kang! Saya, kan, belum siap."
"Kita bisa belajar setelah nikah, Phie, daripada ketimpa gosip nggak sedap gini, kan, mendingan kita lempengin sekalian."
"Ya, nggak gitu logikanya dong, Kang. Itu, sih, sama saja membenarkan gosip yang berembus!" "Ya, paling enggak, kita bisa bilang, 'Nih, kita udah married, lho.' So, nggak bisa digosipin lagi..." "Ibu sama bapak gimana""
"Itu nanti urusannya. Yang penting, kamu setuju dulu." "Kang Bayu maksa saya""
"Nggak .... Kenapa, Phie" Apa apa kamu nggak mau menikah dengan saya""
Aku menarik napas berat. "Bukan gitu, Kang. Saya hanya belum siap."
"Kita memang nggak akan pernah sampai pada kesiapan seratus persen untuk menikah, Phie, dengan siapa pun dan kapan pun."
"Kata siapa""
"Kata banyak ikhwan senior .... Lagian, Phie, kata mereka juga, kesiapan kita menikah seharusnya sama dengan kesiapan kita untuk mati syahid."
Aku tertunduk. Memangnya, wenikah selalu sewudah yang dibayangkan" "Ya, sudah. Saya nggak mau bikin kamu pusing. Tolong pikirkan, ya" Apalagi, kalau biodata saya sudah sampai ke Mbak Euis." Haaa " Pakai biodata segala " Ngapain, sih, kan sudah kenal" "Pakai foto juga""
"Iyalah. Saya udah kasih yang paling cakep. Kali bisa kamu simpan di dompet nanti."
Yucks! "Hahaha .... Ini dia, ikhwan paling sok imut sedunia!"
Pembalesan 1 Kampung Setan Karya Khulung Sang Penerus 4