Pencarian

Fazahra Akmila 3

Fazahra Akmila Karya Naima Adida Bagian 3


Nisa hanya mengerjapkan matanya. Mengusap kasar wajahnya. Ia butuh udara segar sekarang.
Ia dibuat emosi, tegang, marah, dan senang hanya dalam hitungan menit.
"Bisa gila gue kalo kayak gini tiap hari." ujar nisa pelan. Ia lantas keluar ruangan itu untuk mencari udara segar.
Nisa melihat- lihat kantor ini. Ia berjalan kesembarang arah. Matanya menangkap ruang bertuliskan toilet wanita diatasnya.
Tanpa ragu, nisa masuk kesana. Ia pikir, membasuh wajahnya dengan air akan membuat pikirannya kembali fresh setelah terkontaminasi oleh racun-racun berbahaya
yang membuatnya gagal fokus nantinya.
Ia membuka jilbabnya. Membasuhnya dengan air tiga kali. Ia menatap dirinya di cermin. Ada 3 bayangan lain yang terpantul di cermin itu.
Kemungkinan besar itu adalah karyawan-karyawan faiz karena mereka memakai baju formal. Nisa tak terlalu memperdulikannya. Ia kembali memakai hijabnya dengan
benar. Ketika dirasa sudah rapi, nisa membalikkan badannya.
PLAKkkk.... Satu tamparan keras langsung mengenai pipi kanannya. Kedua tangannya juga di pegang erat oleh 2 karyawan lain.
Nisa ingin berontak. Namun, satu tamparan keras kembali menghantam pipi kanannya.
Wajah nisa terasa panas. Matanya juga terasa memanas karena saking kerasnya tamparan tersebut.
"Dasar, wanita murahan."
Plakkk... "Wanita penggoda."
Plakkk.... "Mr. Zidan baru saja gagal menikah dengan tunangannya. Loe berani-beraninya deketin dia"
Plakkk... Nisa meringis sambil tersenyum kecut. Rasa sakit di pipinya tak sebanding dengan sakit hatinya.
Ia baru sadar. Karyawannya hanya mengetahui faiz batal menikah dengan tunangannya. Ia tak tau jika nisa adalah istri sah dari atasan mereka. Yah, karyawan
Zidan's corp memang tidak diundang dalam acara pernikahan mereka. Hanya rekan bisnis orang tuanya yang diundang kemarin.
"Udah puas" Kalo udah, giliran gue yang hajar kalian bertiga." ucap nisa dengan dingin.
Ketiga wanita itu justru tertawa meremehkan.
"Loe pikir kita bertiga takut" Dasar, wanita sok suci. Tapi, nyatanya penggoda. Atau jangan-jangan loe itu penyebab batalnya pernikahan Mr. Zidan?" ujar
wanita itu dengan nada tinggi.
Tangan kanannya sudah siap memukul nisa kembali. Sebuah tangan kokoh mencegah tangan wanita itu.
"Berani kamu menampar pipinya sekali lagi. Kalian akan saya laporkan pada polisi atas tindak penganiayaan" ancamnya menurunkan tangan wanita itu dengan
kasar. " Ngapain dia disini?" gumam nisa dengan lirih. Kenapa disaat ia kesusahan, pasti pria itu akan selalu ada menolongnya.
Ketiga wanita itu sedikit ketakutan ketika nama polisi di sebut. Keringat dingin membasahi pelipis mereka.
"Lepaskan tangannya." bentak pria itu dengan tajam. Mereka melepaskan tangan nisa.
Pria bertubuh jangkung itu menarik nisa kebelakang tubuhnya. Berusaha nemberi perlindungan.
"Kalian gak tau siapa dia" Dia itu istri sah dari Mr.Zidan. kalian bisa dipecat saat ini juga" ucap pria itu dengan penuh amarah pada ketiga wanita itu.
Mereka ketakutan sendiri dan langsung pergi dari hadapan nisa tanpa mengatakan apapun.
Nisa menundukkan kepala. Pipinya terasa sakit semua. Bahkan kulitnya memar dan rahangnya terasa seperti retak saja.
Pria itu menarik nisa keluar dari sana. Ia menatap nisa yang masih menunduk menyentuh pipinya sendiri.
Pria itu menatap sendu kearahnya. Berani sekali karyawan tak tau diri itu menampar pipi seseorang gadis yang sangat ia cintai sejak dulu. Bahkan, ia sendiri
tak pernah barang sekali menyentuh pipi mulus itu. Dan kini, pipi putihnya itu berwarna kebiruan karena lebam.
"Sakit?" tanyanya dengan lembut pada nisa. Gadis itu mendongak menatap pria yang sudah menolongnya.
Nisa hanya menggeleng. "Ngapain loe kesini" Mau ketemu kak faiz?" tanya nisa mengalihkan topik pembicaraan.
"Iya... Gue mau bicarain soal kontrak kerja. Loe kenapa gak ngelawan tadi" Lupa cara bela diri" Sabuk hitam loe kemana" Untung gue masuk tadi. Kalo gak
gimana" Habis wajah cantik loe" ujarnya panjang lebar.
Nisa terkekeh pelan. Pria memang tak berubah. Ia sangat perhatian padanya.
"Makasih ya udah nolongin gue"
"Pengen sih gue hajar 3 cewek tadi. Tapi, kalo gue hajar mereka... Lalu, apa bedanya gue sama mereka?" tanya balik nisa membuat pria itu tersenyum.
Gadis dihadapannya ini sangat cerdas. Ia selalu mencari jawaban yang tidak bisa dibantah olehnya.
"Yuk, keruangan kak faiz aja. Dia sedang rapat. Mungkin, sebentar lagi selesai. Tunggu disana aja" ucap nisa sambil menahan sakit.
Setiap ia berbicara, rasa sakit dipipinya akan semakin bertambah.
Mereka berdua masuk di ruang kerja faiz.
Nisa menyuruh pria itu duduk di sofa yang ia tempati tadi. Ia berjalan menyusuri ruang ini. Iya yakin, ruang ini lebih dari sekedar ruang kerja.
Benar saja, di ujung lorong ruang ini, ada tempat tidur yang luas dan nyaman. Ada juga kulkas disana. Nisa mengambil es batu dari kulkas. Ia juga mengambil
minuman dingin dan makanan ringan untuk pria itu.1
"Nih, minum dulu" ujar nisa sembari meletakkan makanan dan minuman itu.
Orang itu hanya mengangguk. Bukannya minum, ia justru mengambil buku sketsa rancangan busana nisa. Ia membolak-balikannya. Sedikit kagum dengan hasil karya
gadis itu. Nisa membiarkannya saja. Ia sibuk mencari wasslap yang akan digunakan untuk mengompres wajahnya.
Setelah ketemu, nisa duduk disamping zaki. Menaruh es batu itu diatas wasslap dan mengompres pipinya sendiri.
Ringisan ringan keluar dari mulutnya membuat pria itu menoleh ke arahnya.
"Sini aku tiup, biar gak terasa berdenyut-denyut" ujar zaki yang melihat nisa mengibaskan tangannya ke arah pipinya sendiri.
Nisa meletakkan wasslap itu. Berhenti mengompres wajahnya sebentar. Membiarkan pria itu untuk meniup nya.
Ia menyingkap jilbab uang menutupi pipi nisa. Kemudian, mendekatkan wajahnya ke arah nisa.
Seseorang pria yang berada di ambang pintu itu mengepalkan tanganya erat. Menggertakan giginya dengan keras.
Amarahnya, berada di ubun-ubun. Ia masuk keruang itu lantas menarik ke arah baju pria yang ada sisamping nisa dan mengantamnya dengan satu bogem mentah.
Bugh.... part 28 salah paham Bugh... Satu bogem mentah menghantam wajah tampannya. Pria itu meringis. Darah segar mengalir dari sudut bibirnya.
Nisa membulatkan matanya sempurna. Terkejut dengan tindakan suaminya. Pasti faiz mengira pria itu akan berbuat lebih padanya.
Nisa menyentak kasar tangan faiz untuk melepas kerah baju pria itu. Sorot mata nisa tajam menatap suaminya.
"Apaan sih loe kak. Loe kira zaki mau ngapain?" bentak nisa pada suaminya. Faiz melirik nisa tajam. Kilatan amarah terlihat jelas dimatanya. Kenapa istrinya
justru membela pria itu".
Nisa membalas tatapan tajam suaminya dengan sengit.
"Loe kira gue serendah itu" Kissing sama pria lain" Menjijikan" bentak nisa lagi dengan sangat dingin dan datar.
Perkataan nisa berhasil membuat faiz melepas cengkraman pada kerah baju faiz. Ia mematung. Mencerna perkataan istrinya. Dalam hati ia merutuki kebodohan
dirinya sendiri yang gampang tersulut emosi.
Zaki tersenyum miring. Mengusap kasar darah disudut bibirnya.
"Ngapain loe disini?" tanya faiz dengan dingin ke arah zaki.
Pria itu mendekat kearah faiz. Mengepalkan tangannya kuat dan memberi satu hantaman keras ke wajah faiz.
"Kalo loe gak bisa jagain istri loe, bilang sama gue. Gue akan dengan ikhlas jagain dia" ucap zaki dengan nada tinggi.
Nisa hanya membulatkan matanya sempurna. Sangat kaget dengan tindakan zaki. Ia memilih diam saja. Sabenarnya, ia ingin berbicara. Namun, Pipinya semakin
terasa sakit. Bahkan, hanya untuk menggerakkan bibir, pipinya terasa nyeri.
"Maksud loe apa?" bentak faiz pada zaki. Mereka berdua saling bertatap tajam.
"Loe lihat wajah cantik istri loe. Kalo gue gak dateng tepat waktu. Mungkin, wajah manisnya sudah hancur ditangan karyawan loe yang bego itu." balas zaki
dengan nada tinggi sambil menunjuk ke arah nisa.
Tubuh gadis itu menegang seketika. Namun, sedetik kemudian ia memasang wajah tenang dan menatap ke arah mereka berdua.
Faiz mengalihkan pandangannya ke arah nisa. Pria itu membelalakkan matanya. Melihat wajah istrinya yang lebam. Pipi mulus yang baru saja ia sentuh tadi,
kini sudah berubah warna menjadi kebiruan dan tercetak jelas itu bekas tamparan.
"Hebat banget. Sambutan karyawan loe pada istri sah loe. Gue yakin seratus persen mereka gak tau nisa itu istri loe. Mau cari mati mereka ditangan boss
nya". Karyawan loe udah nampar dia tanpa ampun. Mencaki maki dia seperti cewek murahan.
Loe itu bego atau gimana" Kenalin kek nisa sebagai istri sah loe pada mereka. Buat konferensi pers kalo perlu. Atau perlu gue aja yang ngenalin nisa sebagai
istri gue didepan public?" ucap zaki dengan penuh penekanan di setiap katanya.
Faiz hanya diam. Ia tak peduli dengan apa yang diucapkan zaki. Pandangnya fokus ke arah istrinya yang masih berdiri dengan wajah tenang dan terangkat.
Rasa bersalah menggerayangi dirinya.
Nisa menghela nafas sebentar. Berjalan pelan menghampiri dua pria itu. Jika ia tak bertindak. Entah apa yang akan terjadi setelah ini bila ia tak melerai
mereka". Perang dunia ke tujuh mungkin.
Nisa tau mereka bukanlah orang yang mudah tersulut emosi. Dan jangan hanya karena dirinya, maka tercipta dendam antara mereka.
Derapan langkah kaki nisa membuat dua pria itu menatap ke arahnya.
"Kenapa berhenti" Gak main pukul aja sampai mati?" sindir nisa pelan namun penuh penekanan.
Kedua pria itu menatap lekat ke arah nisa. Gadis itu benar-benar berbeda dari yang lain. Biasanya, gadis lain akan menangis saat melihat orang bertengkar.
Menundukkan kepalanya dan menangis pula setelah di aniaya seperti itu.
Tapi, tidak dengan nisa. Wajahnya begitu tenang. Kepalanya terangkat. Sikapnya biasa, seolah tak terjadi apapun padanya.
"Ish... " erang nisa saat pipinya terasa nyeri setelah berbicara.
Faiz hanya diam saja. Sedang, raut muka zaki sudah sangat khawatir padanya. Pria itu mungulurkan sapu tangannya. Namun, nisa menolaknya secara halus.
"Pakai itu gk bisa buat pipi gue cepet sembuh. Mending loe beliin gue salep dan bedak. Yakin, gak keren lagi kan gue kalo kayak gini" ucap nisa dengan
datar. Zaki tersenyum ke arah nisa. Memasukkan kembali sapu tangannya. Ia tau gadis itu mengusirnya secara halus dengan alibi menyuruhnya membelikan salep.
"Oke. Tunggu aja disini. Gue akan belikan salep." jawab zaki sambil ternyum manis ke arahnya.
"Makasih" ujar nisa dengan datar saat zaki berjalan ke arah pintu.
"Kalo loe di cakar macan lagi, telpon gue. Gue akan selalu ada kapanpun dan dimanapun loe butuh. Sampai kapanpun loe akan selalu jadi prioritas utama gue."
ujap zaki saat pria itu sudah berada diambang pintu sambil tersenyum penuh arti pada nisa.
Nisa hanya membalasnya dengan senyuman singkat. Lalu, menutup pintu ruang ini ketika zaki sudah pergi.
Faiz masih diam ditempat memperhatilan nisa. Namun, gadis itu sama sekali tak melihat ke arahnya.
Nisa duduk di atas sofa. Mengambil kaca yang ada didalam tasnya. Melihat seberapa parah ke adaan pipinya. Ia kembali mengompres pipinya dengan es batu.
Faiz mendekat ke arahnya. Duduk disampingnya. Memandang lekat wajah istrinya.
Perlahan tangan faiz menarik dagu nisa agar menghadap ke arahnya. Nisa menurut saja. Memberontak sama saja melukai pipinya sendiri.
Salah satu tangan faiz yang bebas, membuka jilbab nisa. Menyibaknya, memperlihatkan pipi nisa yang memar.
Faiz mengelusnya pelan. Erangan kecil keluar dari mulut nisa. Faiz menatap istrinya sendu.
"Pasti rasanya sakit?" tanya faiz dengan lembut. Nisa menatap mata faiz dengan lekat.
Menatap mata elang faiz yang meneduhkan. Ia tersenyum sangat manis. Namun, tiba-tiba... ada sesuatu yang mendesak didalam dadanya. Matanya memanas. Perlahan
pandangannya buram. Tanpa diminta perlahan buliran bening jatuh di pipinya. Refleks faiz menariknya dalam pelukan.
Melihat istrinya menangis, membuat hatinya terasa sakit. Rasa bersalahnya bertambah-tambah. Nisa bukanlah orang yang mudah menangis. Ini kali pertama,
faiz melihat nisa menangis.
"Maaf..." ucap faiz dengan lembut. Ia membelai punggung istrinya. Memberikan ketenangan padanya.
Ya Allah... Ampunilah hambaMu ini ya Robbi... Istriku telah menangis karena aku. Sungguh, air matanya terlalu berharga untuk laki-laki yang belum bisa
menjaganya sepertiku. Bahkan, aku sekarang meragukan diriku sendiri untuk bisa membahagiakan orang yang ku cintai.1
Nisa melepas pelukan suaminya. Ia mengusap pelan air matanya dengan tissue kering yang ada diatas meja.
"Aku tidak akan berpura-pura tegar dihadapanmu, kak. Sakit dipipiku ini tak seberapa. Tapi, kamu meragukanku" Sakit, kak. Tindakanmu yang memukul zaki
tadi bukti bahwa kamu meragukanku. Kamu sudah kenal aku berapa lama sih, kak" Apa pernah aku mau di sentuh oleh laki-laki" Tak sengaja tersenggol saja
badanku sudah geli minta ampun. Sudahlah, Maaf... aku tidak bisa menjaga diriku hingga membuatmu menghajar orang tak berdosa." ucap nisa dengan datar membuat
faiz merasa sangat bersalah.
Ia terlalu gegabah. Menghajar orang tanpa tau duduk masalahnya. Kadang, apa yang kita lihat itu bukan kebenaran yang nyata.
"Ini salahku. Jika saja, aku memperkenalkanmu pada karyawan disini. Mungkin, hal ini tidak akan terjadi" ujar faiz dengan merasa bersalah.
Ketika di perusahaan nisa saja, gadis itu memperkenalkannya pada semua karyawannya. Lalu, beginikah balasan yang ia berikan". Tamparan dan cacian" Belum
lagi tindakannya tadi yang jelas meragukan nisa. Padahal, gadis itu tak masalah dengan rekan kerjanya yang rata-rata berpakaian seksi juga sering menggodanya.1
Maafin aku, dear. "Nobody is false. Never regret with what's been happen" balas nisa sembari melihat pantulan wajahnya dicermin.
Faiz tersenyum tipis. Istrinya itu tidak marah padanya. Apalagi menyalahkan dirinya. Ia justru menyalahkan dirinya sendiri.
Pria itu kembali menarik nisa dalam pelukannya. Ia telah salah besar dalam hal ini. Semuanya pun terjadi karena salah paham.
Cklek... Suara pintu terbuka. Pria bertubuh tegap, masuk dalam ruang ini. Rambutnya acak-acakan. Ia masuk dengan membawa map juga tas bag kecil.
Nisa melepas pelukan suaminya. Menegakkan tubuhnya ketika pria itu datang. Gadis itu memakai kembali jilbabnya dengan benar. Mereka menatap ke arah zaki
yng menghampiri mereka. Pria itu duduk di sofa terpisah antara mereka. Ia meletakkan bawaannya di atas meja.
Zaki mengulurkan tangannya dengan wajah tenang. Faiz membalas uluran tangan itu dengan senang hati. Mereka bersalaman dan toss seperti yang mereka lakukan
dulu di SMA. Mereka bertiga memang satu sekolah. Namun, tidak satu tingkatan. Zaki hanya beda satu tahun tingkatan dengan faiz. Sedang, nisa beda 2 tahun tingkatan
dengan faiz. Dalam organisasilah mereka saling kenal.
"Damai" ucap mereka bersamaan.
"Maaf, gue gak bermaksud buat mukul loe" ujar faiz dengan datar.
"Gue juga. Kita bersaing sehat aja. Inget aja ancam gue dulu. Sekali loe nyakitin nisa dan buat dia menderita. Tanpa izin loe, gue akan rebut dia" sahut
zaki dengan santai. Faiz hanya diam tak berniat menanggapi.
Nisa menatap kedua pria itu. Kilatan marah sudah tak terlihat di keduanya lagi. Mereka sudah berdamai. Nisa tersenyum, kedua pria itu ternyata masih sama,
selalu bersaing sehat. Nisa mengambil kaca yang ia letakkan di meja tadi. Gadis itu sedikit meringis melihat wajahnya sangat berantakan.
"Yakin. Parah nih. Pipi gue gak mulus lagi. Wajah gue gak cantik lagi kalo gini. Gak keren sama sekali" ujar nisa dingin dan datar saat melihat pantulan
wajahnya di cermin. Kedua pria itu terkekeh pelan mendengar keluhan nisa. Gadis itu selalu bisa menjadi pencair suasana.
Zaki menyodorkan tas bag kecil pada faiz. Yang di beri justru menyerngitkan dahinya bingung.
Zaki mendecak sekali. Pria didepannya terlalu tidak peka.
"Apa perlu, gue yang nyentuh pipi mulus istri loe buat pakaiin dia salep"." cedak zaki membuat faiz mengerti.
Ia menyambar tas bag yang disodorkan padanya. Mengambil salep didalamnya. Mengolesnya pelan pada wajah istrinya.
Nisa hanya diam saja. Membiarkan suaminya mengobati lukanya. Ia sama sekali tak protes maupun mengerang kesakitan saat tangan faiz menyentuh pipinya.
Disetiap sentuhan suaminya sudah bagaikan obat untuknya. Membuat dirinya nyaman. Takerasa geli berlebihan seperti jika orang lain menyentuhnya. Bahkan,
sentuhan faiz menjadi candu untuknya agar di sentuh lagi dan lagi.
Selesai memakaikan salep. Faiz menatap zaki yang dengan santainya memakan makanan ringan yang ada di meja.
"Siapa yang suruh loe makan?" tanya faiz dengan dingin. Tapi, zaki terus saja makan. Marah-marah membuat energinya terkuras.
"Lah terus gue mau ngapain" Ngeliatih kemesraan loe berdua?" balas zaki dengan kesal. Lantas meminum soft drink yang ada didepannya.
Faiz hanya menatap pria itu dingin. Sedangkan, nisa hanya tekekeh pelan tanpa suara. Melihat dua pria ini saling keki, terlihat lucu dimatanya. Tak jauh
beda dengan anak SD yang berebut permen.
"Katanya damai. Tadi zaki bilang kesini mau bicarain soal kontrak kerja. Cepet gih. Gue udah pengen keluar dari neraka ini" ujat nisa dengan datar dan
dingin. Zaki mengangguk dan memberikan map yang ia taruh di meja. Faiz membacanya dengan cepat lalu menanda tanganinya. Ia yakin, pria itu takkan menipunya.
Faiz meletakkan map itu, kemudian membicarakan kerja sama itu dengan zaki. Mereka berbicara dengan serius. Tapi, nisa sama sekali tak tertarik untuk mengetahuinya.
Ponsel ini bergetar. Satu notif bbm masuk. Ia membukanya cepat siapa tau penting. Ternyata itu dari sahabatnya, rikha.
Rikha kasyafani: Loe udah nyiapin perlengkapan buat Ospek besok".
Nisa menyerngitkan dahinya membaca pesan itu. Rikha menanyakan, apakah dirinya sudah menyiapkan perlengkapan Ospek besok".
Gadis itu sama sekali tak ingat, besok dia sudah ospek. Perlengkapan apa saja yang harus di bawa ia tidak tau.
Belum. Gue aja gak tau besok udah Ospek.
Nisa menekan tombol send. Satu balasan kembali ia terima.
Rikha kasyafani : Gak niat banget sih loe mau kuliah" Ini, daftar perlengkapan buat besok.
Begitulah isi pesan balasan dari sahabatnya yang di sertai dengan multi media.
Nisa membalasnya singkat.
Thanks... Setelah membalas pesan itu, ia melempar asal ponselnya. Pikirannya mengarah ke acara besok. Bagaimana dia bisa ikut Ospek besok dengan keadaan wajah setengah
hancur seperti ini".
Nisa mengambil cermin dan melihat memar dipipinya. Memar di pipinya terlalu parah. Ia mengeratkan pegangan tangannya di cermin.
Pyaaarrr.... part 29 perhatian Pyaaar... Suara pecahan kaca membuat kedua pria ini terlonjak kaget. Refleks mereka menatap ke arah gadis yang membuat kegaduhan itu.
Wajah gadis itu ditekuk seratus lipatan. Bibirnya di kerucutkan. Tangannya dilipat di depan dada. Terlihat sangat menggemaskan sekali ekspresinya.
Sedetik kemudian, gadis itu berteriak frustasi.
"Argh.... Wajah gue yang imut-imut hancur sudah. Gimana nasib gue buat Ospek besok" Gak asyiiiik... " teriaknya terdengar sangat kesal yang dibuat-buat.
Jiwa labil remajanya baru muncul.
Kedua pria itu hanya bisa menatap gadis itu dengan tatapan yang tidak dapat di ekspresikan.
Seorang gadis yang selalu terlihat tenang. Cuek dengan keadaan. Dingin kayak kristal. Kini, sedang bersikap selayaknya gadis kecil yang baru menginjak
remaja. Labil! Kedua pria itu mengerjapkan matanya. Memastikan gadis itu adalah nisa si kristal dingin. Mereka sedikit tak percaya dengan apa yang dilihat dan didengarnya
saat ini. Sejak kapan" Istriku jadi alay kayak gini" Narsis pula. Apa dia terserang virus alay remaja" Entahlah.... Bathin faiz.
"Kenapa loe, nis" Kesurupan jin alay" Perlu di ruqyah?" ujar zaki yang tersadar duluan akan keterkejutannya.
Perkataan zaki membuat faiz tersadar. Sedetik kemudian, suara tawa menggelegar diseluruh ruang ini.
Nisa semakin kesal saja. Ia menyenderkan badannya di sofa. Semakin menekuk mukanya.
"Rese, loe kak... Seneng liat istri loe menderita" Jelek banget muka gue. Yakin" ucap nisa dengan datar dan dingin.
Faiz menghentikan tawanya. Ucapan nisa sangat mengena di hatinya. Raut muka berubah menjadi dingin.
"Kamu maunya gimana" Gak usah ikut Ospek" Aku ketua BEM nya.... Kalo kamu gak mau ikut. Tidak usah berangkat. Aku yang akan mengurusnya" ujar faiz dengan
datar. Kini, gantian zaki dan nisa yang terdiam. Seluruh ruangan hening selama beberapa menit.
Hal yang tadinnya menjadi pencair suasana, justru membuat keadaan menjadi canggung.
Nisa menatap suaminya dengan tatapan datar. Wajah suaminya itu terlihat tenang. Namun, tatapannya begitu dingin. Ia baru sadar ada yang salah dengan perkataannya.
"Aku tetep ikut Ospek." balas nisa dengan dingin.
Zaki yang merasa sangat tidak nyaman dengan keadaan ini. Apalagi melihat gadis yang ia cintai bersitegang dengan suaminya sendiri. Padahal, pernikahan
mereka baru diadakan beberapa minggu kemarin. Tapi, ujian sudah menguji mereka. Dan nisalah yang selalu jadi sasarannya.
Walau, zaki tak bisa memilikinya. Tapi, ia tak tega melihat gadis itu menderita. Baginya, melihat nisa bahagia itu saja sudah cukup.
"Tenang aja, nis. Gue udah pindah universitas ke Exford. Gue pastiin gak bakal ada yang bisa nyentuh loe barang secenti pun" ucap zaki sambil tersenyum
ke arah nisa. Gadis itu membulatkan matanya sempurna. Apa ia tak salah dengar" Pria itu pindah ke Exdord" Ninggalin study nya yang udah berjalan 2 semester di Harvert
begitu saja" Apa pria itu sudah gila".
"Ngapain loe pindah?" tanya nisa dengan penasaran.
"Pengen jagain loe" jawabnya singkat membuat nisa terpeganga. Pria itu rela pindah kampus hanya untuknya". Tak bisa dipercaya.
"Gue ada. Loe ngak perlu repot-repot pindah universitas buat jagain ISTRIKU." ujar faiz dengan wajah tenang. Ucapannya datar dan penuh penekanan.
Zaki tersenyum miring. Sama sekali tak menghiraukan ucapan faiz.
"Jangankan pindah universitas. Pindah negarapun akan gue lakuin buat mastiin orang yang gue cintai bahagia. Gue ikhlasin loe nikahin nisa karena gue tau
kebahagiaannya hanya sama loe. Tapi, sekali aja loe buat dia kecewa lagi kayak kemarin. Jangan salahkan gue akan rebut dia dari loe" balas zaki dengan
sengit. Kadang, cinta tak harus memiliki karena cinta bukanlah ambisi. Cinta adalah rasa murni dan suci. Jangan menghalalkan segala cara atas nama cinta. Untuk
apa bersatu, jika yang dicintai justru menderita. Tenang saja... Jika Allah mengizinkan, pasti bersatu karena di dunia ini tidak ada jodoh yang tertukar.1
Faiz hanya membalasnya dengan tatapan tajam. Namun, raut mukanya masih sangat tenang.
Nisa yang melihat percakapan dua pria itu hanya mendecak. Dua pria ini tak tau sikon jika ingin berbicara mengenai dirinya. Apa mereka tak memikirkan perasaan
nisa sebagai objeknya".
Gadis itu hanya mampu menghela nafas sebentar.
"Udahlah, zaki. Gue nyaman. Gue aman. Gue bahagia. Gue merasa terjaga. Gue udah bersuami. Gak pantes jika loe masih menaruh hati sama gue. Itu nyiksa diri
loe sendiri. Di luar sana banyak gadis yang lebih baik, pinter, cantik dan lebih-lebih lainnya" ucap nisa dengan datar sambil menatap ke arah zaki.
Pria itu membalas senyumnya.
"Tenang aja. Gue gak bakal ngelakuin hal yang diluar batasnya. Gue masih waras. Yah... Itung-itung sambil nunggu jodoh gue datang, godaain loe gak papalah.
Salah sendiri, loe terlalu sempurna di mata gue". Ucap zaki dengan entengnya.
Nisa membulatkan matanya sempurna. Pria ini sangat gila dan tidak waras menurutnya. Dengan kesal, ia meraih papan sketsa didekatnya. Dengan asal ia melemparnya
ke arah zaki. Dakkk... "Urat malu loe udah putus" Atau otak loe udah geser" Ada suami gue disini dan loe godain gue dari tadi?" tanya nisa dengan dingin dan kesal.
Zaki justru melempar senyum dan kerlingan nakal pada nisa. Gadis itu bergidik ngeri dan jijik. Sifat suka menggodanya kembali muncul.
Nisa melempar bantal yang ada disofa ke arah zaki. Namun, meleset. Pria itu justru menangkapnya dengan mudah.


Fazahra Akmila Karya Naima Adida di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Suami loe aja gak marah. Kenapa loe sewot?" tanya zaki yang diiringi tawa membuat nisa menekuk mukanya sebal.
Gadis itu melirik tajam suaminya yang duduk, diam, dengan wajah tenangnya. Ia tak berkomentar apapun. Padahal, jelas-jelas zaki menggodanya dari tadi didepan
matanya. Sekali lagi di HADAPANNYA!.
"Loe anggep gue apasih" Istri sendiri digoda orang lain malah loe diem dengan santainya. Kelewat santai lagi. Gak perhatian banget sih?" ucap nisa dengan
kesal. Faiz tersenyum lalu merapatkan diri dengan nisa. Ia menarik bahunya agar lebih dekat lalu mencium singkat puncuk kepalanya.
"Lah terus aku harus ngapain, dear?"" Salto" Koprol" Atau hajar dia" Itu gak perlu. Dia hanya goda kamu kan" Gak nyentuh ataupun nyakitin kamu. Aku bahkan
bisa lebih dari sekedarmenggodamu. Menyentuh setiap inchi tubuhmu pun halal untukku" bisik faiz di telinga nisa sangat pelan. Mungkin, hanya mereka yang
bisa mendengarnya. Nisa merasakan tubuhnya merinding mendengar kalimat terakhir yang diucapkan suaminya. Dan dia yakin, pipinya yang biru akibat lebam pasti sudah semerah
kepiting rebus. Gadis itu cepat-cepat menjauhkan tubuhnya dari suaminya. Takut-takut sesuatu akan terjadi pada dirinya malam ini.
Faiz yang melihat reaksi istrinya seperti itu ingin tertawa saja. Raut muka nisa ketika malu dan setengah tegang sangat lucu.
"Sepet mata gue disini lama-lama liat loe berdua. Gue pulang aja." ucap zaki dengan datar lantas berdiri. Nisa mendongakkan kepalanya melihat zaki. Mengerjap-ngerjapkan
matanya seperti anak kecil. Mengembalikan kesadaran pemikirannya yang tadi ngelantur kemana-mana.
Zaki yang melihatnya hanya mendecak sekali.
"Jangan liatin puppy eyes loe dong, baby imut. Gue jadi pengen cubit pipi loe kalo kayak gitu." ucap zaki dengan datar dengan wajah kesal.
Nisa yang cukup sadar mendengar ucapan zaki hanya melongo pasrah. Lama-lama ia keki sendiri dengan sikap zaki yang terlalu lebay jika sudah didekatnya.
Faiz yang merasa istrinya sangat terganggu, lantas berdiri. Menatap zaki dengan dingin. Ia juga ikut geram melihat tingkah mantan adik kelasnya itu.
Faiz kira, zaki akan mengikhlaskan nisa untuknya setelah mereka menikah. Namun, sepertinya pria itu masih sangat mencintai istrinya. Buktinya, sampai detik
ini ia berani menggoda nisa di hadapannya dengan santainya seperti yang selalu ia lakukan di SMA dulu. Dasar gila!!!
Cinta memang bisa membuat orang menjadi bodoh dan gila. Namun, kita tak bisa menyalahkan rasa itu sendiri. Karena cinta tak pernah salah. Hanya saja cara
kita untuk menyikapi dampak dari rasa cinta itulah yang salah.
"Gue udah sepet liat loe godain istri gue. Sekarang, loe pilih pergi atau gue hajar?" usir faiz dengan dingin, datar, dan penuh penekanan.
Zaki membalas faiz dengan meliriknya tajam. Lantas, mengambil map yang tadi ia bawa kesini.
"Wassalamualaikum" ucap zaki lalu berjalan keluar.
"Waalaikum salam" jawab faiz dan nisa bersamaan.
Keadaan ruang ini begitu hening setelah zaki keluar. Sepasang suami-istri ini terdiam. Mereka hanyut dalam pikiran masing-masing.
'Tadi aja tenang zaki godain gue. Kenapa dia ngusir zaki kayak orang marah gitu"' bathin nisa. Ia melihat suaminya masih diam menatap kosong ke depan.
Wajahnya memang tenang. Tapi, siapa tau isi hati orang". Susah ditebak memang.
Faiz mengalihkan pandangannya menatap nisa. Tangan terulur menyentuh pipi istrinya. Yang sentuh justru sedikit kaget dan tubuhnya menegang. Rasa bersalah
itu muncul kembali. Tatapan dinginnya berubah sendu.
"Ayo... Pulang." ucapnya dengan datar. Nisa hanya mengangguk dan membereskan semua barangnya. Ia lantas berdiri dan berjalan keluar pintu .
Tepat di depan meja sekretris pribadi suaminya, nisa berhenti. Ada sedikit rasa takut untuk keluar sendiri lagi. Ia menunggu faiz untuk keluar.
Memang, beberapa meter dari pintu ruang kerja faiz sebelah kiri, ada ruang kerja yang di batasi dinding kaca dengan gadis berbaju kurang bahan yang menatap
layar komputer. Iya sangat yakin, itu sekertaris pribadi suaminya karena wanita itulah yang masuk tanpa permisi keruangan faiz tadi yang membuat acara
mereka gagal. Nisa menatap orang itu. Mengamati gerak-geriknya dengan seksama.
"Dandannya menor. Baju kurang bahan. Muka boros. Kurang...." gumam nisa terhenti saat ia merasa ada tangan kokoh merangkul pinggangnya dari samping. Ternyata,
itu suaminya. part 30 Mami Faiz membasuh mukanya dengan air wudlu. Kesegaran menerpa dirinya. Selesai wudlu, ia mengangkat kedua tangannya. Melafalkan doa sesudah wudlu.
Ia keluar dari kamar mandi. Melangkah mendekati istrinya yang masih terlelap. Wajahnya terlihat tenang dan sangat cantik. Tidurnya pulas sekali. Ia tak
tega untuk membangunkannya.
'Toleransi sampai jam 4' gumamnya pelan pada istrinya yang masih terlelap.
Ia menggelar sajadahnya di samping kasur yang ditidur istrinya. Lantas, melakukan sholat ashar. Selesai sholat dan berdzikur, ia menengadahkan tangannya
berdo'a. ?"?"" ?"" ?" ?"?"?"?". ?"?" ?"?"?"?". ?"?" ?"?"?"?". ?"?" ?"?" ?"?" ?"?"?" ?"?"". ?"?"?"?" ?"?"?"?"?"?" ?"?"" ?"?" ?"?"" ?"?"?". ?"?"" ?"" ?"" ?"?"" ?"?".
?"?" ?" ?"?"" ?"?".
Ya Allah, Ya Rahma, Ya Rokhim...
Yang maha Adil dan yang maha segala-galanya. Aku tidak meminta apapun lagi dariMu kecuali limpahan ridho dan rahmatMu pada kami. Ya Allah... Berikanlah
kami selalu petunjukMu. Jangan biarkan kami mencintai melebihi cinta kami padaMu. Sesungguhnya, Engkaulah yang lebih mengetahui atas segalanya. Semua yang
terjadi ini atas kehendakMu dan inilah yang terbaik bagi kami. Tetapkanlah selalu iman dalam hati kami.
?"?" ?"?"?" ?"?"?"?"?" ?"" ?"?"?" ?"?" ?"?" ?"?" ?"?"".
?"?"?" ?"" ?" ?"?"?"?". ?"?" ?"?" ?"" ?"?"" ?"?".
?"?"" ?"" ?" ?"" ?"" ?"?"". ?"?"" ?"" ?"?"?"?" ?"?"?" ?"" ?" ?"?"?"?".... ?"?".
Faiz mengawali dan mengakhiri doanya dengan sholawat, karena hanya dengan sholawatlah do'a itu bisa sampai pada Allah.
Ia menutup doanya dengan mengusapkan kedua tangannya pada wajahnya. Pria itu melipat sajadahnya kembali. Ia melangkah mendekati istrinya yang masih terlelap
sangat pulas. Ia mensejajarkan wajahnya. Merapalkan beberapa doa.
Ya Allah... Ampunilah dosa-dosa istriku. Tetapkanlah iman dalam hatinya. Jangan biarkan cintanya padaku melebihi cintanya padaMu. Ridhoi dan Rahmatillah
dirinya. Aku mencintainya.
Begitulah doa terakhir yang ia ucapkan secara lirih. Meniupkannya ke ubun-ubun istrinya dan mencium keningnya.
Senyum tiba-tiba terukir di wajah manus istrinya. Seolah tau apa yang suaminya doakan untuknya.
Faiz hanya tersenyum singkat melihat istrinya yang tersenyum dalam tidurnya. Pria itu lantas keluar kamar lalu menuju ruang tengah.
Baru saja ia duduk, suara ketukan pintu terdengar. Pria itu lantas beranjak dari duduknya dan membukakan pintu.
Terlihat seorang wanita paruh baya yang sangat cantik dengan fashion yang sangat elegan sedang menenteng satu tas bag kecil. Ia tersenyum ke arah faiz.
Pria itu membalasnya dengan senyuman dan langsung menyalimi wanita itu.
"Assalamualaikum, faiz. Mana nisa" Apa kalian habis sholat tadi?" tanya wanita itu sambil mengamati penampilan menantunya itu. Faiz masih memakai sarung
dan baju koko. "Waalaikum salam, mi. Ayo... Masuk. Kita ngobrol didalam aja" jawab faiz sesopan mungkin.
Wanita itu mengangguk mengiyakan. Faiz mempersilahkan ibu mertuanya untuk berjalan didepan. Mereka menuju ruang tengah.
Wanita itu duduk di sofa. Memperhatikan sekeliling. Faiz juga ikut duduk disampingnya.
"Mana nisa" Mami gak liat dia dari tadi." ujar wanita itu kembali.
3rd party ad content frame
Advertisement 3rd party ad content frame end
Faiz membasuh mukanya dengan air wudlu. Kesegaran menerpa dirinya. Selesai wudlu, ia mengangkat kedua tangannya. Melafalkan doa sesudah wudlu.
Ia keluar dari kamar mandi. Melangkah mendekati istrinya yang masih terlelap. Wajahnya terlihat tenang dan sangat cantik. Tidurnya pulas sekali. Ia tak
tega untuk membangunkannya.
'Toleransi sampai jam 4' gumamnya pelan pada istrinya yang masih terlelap.
Ia menggelar sajadahnya di samping kasur yang ditidur istrinya. Lantas, melakukan sholat ashar. Selesai sholat dan berdzikur, ia menengadahkan tangannya
berdo'a. ?"?"" ?"" ?" ?"?"?"?". ?"?" ?"?"?"?". ?"?" ?"?"?"?". ?"?" ?"?" ?"?" ?"?"?" ?"?"". ?"?"?"?" ?"?"?"?"?"?" ?"?"" ?"?" ?"?"" ?"?"?". ?"?"" ?"" ?"" ?"?"" ?"?".
?"?" ?" ?"?"" ?"?".
Ya Allah, Ya Rahma, Ya Rokhim...
Yang maha Adil dan yang maha segala-galanya. Aku tidak meminta apapun lagi dariMu kecuali limpahan ridho dan rahmatMu pada kami. Ya Allah... Berikanlah
kami selalu petunjukMu. Jangan biarkan kami mencintai melebihi cinta kami padaMu. Sesungguhnya, Engkaulah yang lebih mengetahui atas segalanya. Semua yang
terjadi ini atas kehendakMu dan inilah yang terbaik bagi kami. Tetapkanlah selalu iman dalam hati kami.
?"?" ?"?"?" ?"?"?"?"?" ?"" ?"?"?" ?"?" ?"?" ?"?" ?"?"".
?"?"?" ?"" ?" ?"?"?"?". ?"?" ?"?" ?"" ?"?"" ?"?".
?"?"" ?"" ?" ?"" ?"" ?"?"". ?"?"" ?"" ?"?"?"?" ?"?"?" ?"" ?" ?"?"?"?".... ?"?".
Faiz mengawali dan mengakhiri doanya dengan sholawat, karena hanya dengan sholawatlah do'a itu bisa sampai pada Allah.
Ia menutup doanya dengan mengusapkan kedua tangannya pada wajahnya. Pria itu melipat sajadahnya kembali. Ia melangkah mendekati istrinya yang masih terlelap
sangat pulas. Ia mensejajarkan wajahnya. Merapalkan beberapa doa.
Ya Allah... Ampunilah dosa-dosa istriku. Tetapkanlah iman dalam hatinya. Jangan biarkan cintanya padaku melebihi cintanya padaMu. Ridhoi dan Rahmatillah
dirinya. Aku mencintainya.
Begitulah doa terakhir yang ia ucapkan secara lirih. Meniupkannya ke ubun-ubun istrinya dan mencium keningnya.
Senyum tiba-tiba terukir di wajah manus istrinya. Seolah tau apa yang suaminya doakan untuknya.
Faiz hanya tersenyum singkat melihat istrinya yang tersenyum dalam tidurnya. Pria itu lantas keluar kamar lalu menuju ruang tengah.
Baru saja ia duduk, suara ketukan pintu terdengar. Pria itu lantas beranjak dari duduknya dan membukakan pintu.
Terlihat seorang wanita paruh baya yang sangat cantik dengan fashion yang sangat elegan sedang menenteng satu tas bag kecil. Ia tersenyum ke arah faiz.
Pria itu membalasnya dengan senyuman dan langsung menyalimi wanita itu.
"Assalamualaikum, faiz. Mana nisa" Apa kalian habis sholat tadi?" tanya wanita itu sambil mengamati penampilan menantunya itu. Faiz masih memakai sarung
dan baju koko. "Waalaikum salam, mi. Ayo... Masuk. Kita ngobrol didalam aja" jawab faiz sesopan mungkin.
Wanita itu mengangguk mengiyakan. Faiz mempersilahkan ibu mertuanya untuk berjalan didepan. Mereka menuju ruang tengah.
Wanita itu duduk di sofa. Memperhatikan sekeliling. Faiz juga ikut duduk disampingnya.
"Mana nisa" Mami gak liat dia dari tadi." ujar wanita itu kembali.
Setelah selesai ia keluar dari kamar. Membiarkan istrinya membersihkan badan. Faiz kembali menghampiri ibu mertuanya yang ada di ruang tengah. Tapi, tidak
ada. Kemana ibu mertuanya itu". Tunggu, ada suara gaduh di dapur. Bukan, tepatnya diruang makan.
Faiz segera menyusul ke ruang makan. Terlihat, mami sedang menuangkan beberapa makanan di atas piring dibantu dengan bi inah. Faiz menyerngitkan dahinya.
Darimana semua makanan ini". Apa mami yang membuat". Tidak mungkin.
"Mami kenapa sih repot-repot nyiapin makan buat kami?" tanya faiz dengan merasa tidak enak sendiri. Harusnyakan ibu mertuanya yang di jamu bukan tuan rumahnya.
Tapi, ini justru kebalikannya.
"Apanya yang repot" Mami delivery kok. Kalian pasti belum makankan" Entah, gimana kamu bisa betah tinggal sama putri mami. Apa dia melayanimu dengan baik"
ucap ibu mertuanya saat menuangkan air putih ke setiap gelas yang ada dimeja.
"Sangat baik. Sebelumnya terimakasih. Harusnya, kami yang menyambut mami. Ini justru kebalikannya" balas faiz.
Mami hanya tersenyum melihat menantunya ini. Ia bersyukur mempunyai menantu seperti faiz. Suami mana yang mengizinkan istrinya masih tidur siang sampai
larut sore seperti ini" Padahal mereka juga belum makan".
Faiz hanya membalasnya dengan senyuman. Wajar saja jika mertuanya berkata seperti itu karena dia tidak tau kejadian sebenarnya. Mungkin, jika mami tau
apa yang terjadi. Maka, dirinya lah yang akan di cap sebagai suami yang tidak bisa menjaga istrinya.
"Bi... Tolong, buatkan susu coklat dingin satu, teh satu, dan kopinya satu" ucap mami pada bi inah.
"Baik, nyonya... Tunggu sebentar" balas bi inah. Wanita paruh baya itu langsung menuju dapur dan membuatkan apa yang diminta oleh mertua majikannya.
Faiz mengamati makanan yang ada dimeja. Sederhana, hanya ada 3 menu makanan utama untuk mereka. 3 air putih. 3 piring kecil yang berisi potongan kue yang
dibawa mami tadi. Dan juga 3 piring kecil salad buah.
Namun, ada satu makanan yang menyita perhatian faiz. Pasta. Kenapa ada makanan khas itali itu" Padahal, 2 makanan utama lainnya khas indonesia. Apa nisa
penggemar pasta". Tapi, kenapa ia tidak tau".
"Mi... Nisa suka pasta?" tanya faiz saat mertuanya itu sudah duduk manis dimeja makan.
"Bukan suka lagi. Kadang, ia bisa kalap kalau sudah makan pasta. Dia hanya suka pasta, bukan spageti." balas mami seperti mengingat bagaimana putrinya
itu sangat menyukai pasta.
"Bukannya dia suka pizza dan coklat" Bukan pasta dan kue coklat?" tanya faiz lagi karena seingatnya dulu, nisa selalu membeli pizza dan coklat ketika sebuah
acara besar di sekolah telah sukses dibawah kepanitiannya. Dan ia selalu mengambil satu kotak pizza dan coklat hanya untuk dirinya sendiri.
"Iya... Memang, dia juga suka itu. Makanan kesukaan nisa itu banyak. Tapi, gak jauh-jauh dari coklat. Ia selalu suka makanan yang serba coklat. Kamu tau"
Nisa itu makannya banyak. Apalagi, soal coklat. Tapi, tubuhnya tetep baguskan"." balas wanita itu dengan santai.
Ia menatap makanan kesukaan putrinya itu. Entah kenapa hari ini ia bisa datang kesini dan membelikan makanan kesukaan putrinya itu. Entahlah ..... Ia juga
tak tau. Tapi, didasar hatinya berkata ia perlu melakukan ini. Naluri seorang ibu itu sangat kuat.
Faiz hanya tersenyum. Kedatangan Ibu mertuanya kesini bisa membuat nisa lebih baik. Apalagi, mami juga membawakan beberapa makanan kesukaannya. Pasti dia akan sangat senang.
"Mami... " teriak seseorang begitu nyaring di telinga mereka. Terlihat seorang gadis berjalan dengan anggun ke arah mereka.
Faiz menatap ke arah gadis itu. Mulutnya sedikit terbuka melihat siapa yang menghampiri mereka di meja makan. Apa benar itu istrinya" Jujur saja, kali
ini istrinya terlihat sangat cantik dan berbeda.
Gadis itu memakai hot pans hitam diatas lutut. Dengan kaos berwarna crem tanpa lengan. Rambut panjangnya yang indah digerai. Dua kepangan kecil menyatukan
rambutnya kebelakang. Ia membuat poni miring di wajah cantiknya. Belum lagi, make up yang ia pakai sangat sederhana. Namun, mampu menutupi bekas memar dipipinya.
Ia terlihat bak model dunia. Sangat cantik. Bahkan, mengalahkan model-model papan atas itu sendiri.
Bekas memar di pipinya sama sekali tak terlihat. Hanya wajah cantiknya yang terpampang nyata didepannya.
Faiz bahkan sampai tak berkedip melihat gadis itu. Tak menyangka, istrinya bisa berpenampilan seperti itu.
Ia tau nisa adalah gadis modern. Cantik tapi seimbang dengan kecerdasan. Muslimah tapi tidak ketinggalan zaman.
Tapi, ia tak tau semodern apakah istrinya" Yah, maklum saja... Bukankah istrinya itu seorang designer terkenal" Soal fashion pastilah ia sangat paham.
"Biasa aja kali kak mukanya" pekik nisa saat melihat ekspresi muka suaminya yang gak banget dan gak enak dipandang.
Mendengar teguran dingin dari istrinya, lantas ia mengusap wajahnya kasar. Ia sudah tertangkap basah, terpesoma dengan istri sendiri. Tapi, harusnya tidak
papa. Toh, sudah halal. "Assalamualaikum, mami... " ujar nisa saat telah sampai dihadapan ibunya. Lantas, mencium tangan ibunya.
"Waalaikum salam. Pantes aja, sudah wangi. Masih fresh. Tidur berapa jam tadi kamu". Harusnya kebiasaan itu kamu hilangkan nisa" ucap mami dengan nada
datarnya. Nisa hanya tersenyum tipis. Lalu, duduk disamping maminya. Ia mengalihkan pandangannya ke arah meja makan. Matanya berbinar seketika. Semua makanan kesukaannya
ada disini. Tangannya langsung mengambil secendok kue yang siap dimasukan kedalam mulut. Tapi, ada yang menahannya.
"Berdoa dulu, dear. Ada mami juga. Biar mami dulu yang mengawali makannya." tegur faiz pada istrinya. Nisa menurunkan sendoknya dengan pasrah.
Gadia itu menoleh ke arah maminya.
"Ayo mi, berdoaku. Aku udah laper" ucapnya dengan manja pada ibunya.
Maminya hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan putrinya yang sama sekali tak berubah. Ia akan menasehatinya setelah makan saja. Tak baik jika ia bicara
sekarang. Nafsu makan putri sedang dilevel atas. Jika ia menegurnya saat ini, pastilah nafsu makannya akan langsung lenyap.
Mami lantas mengangkat kedua tangannya diikuti nisa dan faiz. Mereka berdoa dengan lirih. Lantas, menyantap hidangan yang ada didepannya. Mereka hanya
memakan hidangan utama saja.
Mami telah menyelesaikan makannya. Sedang nisa masih sibuk dengan salad buah di depannya.
"Nis... Kamu itu sudah menjadi istri faiz. Hilangkan kebiasaan buruk kamu yang suka kebablasan saat tidur. Harusnya, kamu itu bangun sebelum suami kamu
bangun." ucap mami dengan datar membuat bisa menghentikan makannya.
"Kamu harusnya masakin suami kamu. Layani dia. Jangan manja terus. Kalo kamu gini terus... Apa gunanya kamu jadi istri faiz?" ujar mami lagi. Nisa hanya
diam tidak menanggapi. Ia menahan sesuatu dalam dirinya.
Perkataan ibunya sangat mengena dihatinya. Sama saja, ibunya mengatakan ia istri yang tidak baik bagi suaminya.
Baru saja, menikah beberapa minggu kemarin. Ada-ada saja cobaanMu Ya Robb.
Faiz yang melihat ekspresi nisa yang tak terbaca membuatnya khawatir saja. Karena dirinya, istrinya dianggap sebagai istri yang tidak baik bagi suaminya.
"Mi... Kita masih sama-sama belajar. Maklum saja, baru beberapa minggu kami menikah. Kita masih butuh belajar dan menyesuaikan diri. Nisa sudah melayaniku
dengan baik. Dia sekarang tanggung jawabku. Tujuan utamaku menikahinya agar kita tidak terjerumus dalam lembah dosa bukan semata-mata untuk melayaniku
saja. Dia istri yang sangat baik untukku. Harap mami mengerti" ujar faiz membuat maminya terdiam.
"Tapi faiz, seorang istri itu harus gesit, cepat, tanggap. Bukan hanya bisa dandan. Kalo hanya cantik, boneka berbie pun bisa. Tugas utama istri ya melayani
suami." balas mami dengan datar.
Faiz hanya menghela nafas sebentar. Ia harus menjawab bagaimana lagi. Ia melirik ke arah istrinya. Wajahnya tenang. Namun, sama sekali tak terbaca.
"Sebenarnya, nisa tadi tidur karena kita habis .... " ucap faiz tergantung. Ia menyentuh bagian titik dilehernya sambil melirik kearah nisa. Ia memberikan
kode pada mertuanya untuk melihat itu dileher nisa.
Gadis itu tak sadar, jika ibunya sedang mengamatinya. Tatapannya lurus kedepan. Ia sama sekali tak menghiraukan perkacapan suami dan ibunya.
Mertuanya hanya mengangguk mengerti dan tersenyum sekilas. Ia melihat beberapa kissmark yang tercetak jelas dileher putrinya. Dan itu terlihat masih baru.
Kini, ia paham alasan mengapa nisa tidur sampai sesore ini.
"Mami pasti pahamkan" Aku membiarkannya tidur saja sebentar" lanjut faiz kembali.
Pria itu sebenarnya tidak bermaksud membohongi mertuanya. Tapi, bukankah itu yang terjadi sebenarnya" Ia hanya mencium nisa dan membiarkan gadis itu tidur.
Tidak lebih. Salahkan saja mertuanya jika dia berfikir lebih dalam.
"Kalo begitu, mami pulang dulu. Keburu malam." ucap wanita itu lantas berdiri.
Suara gesekan kursi dan lantai membuat nisa tersadar.
"Mami mau pulang sekarang" Cepet banget. Padahal, aku kangen sama mami" ucap nisa sambil memaksakan senyumnya.
Wanita itu membalasnya dengan senyuman dan membelai rambut nisa. Putrinya itu berdiri. Tatapannya sendu. Lantas, ia memeluk ibunya dengan erat.
"Maafin nisa ya, mi. Nisa belum bisa jadi istri yang baik buat kak faiz" ucapnya sangat pelan dan lirih. Mungkin, maminyapun tidak bisa mendengarnya.
"Keluar lagikan manjanya" Udah... Mami pulang dulu. Keburu malam. Nanti macet lagi dijalan" balas maminya dengan datar. Ia sedikit tak suka jika sifat
manja nisa keluar seperti ini.
Nisa melepas pelukannya. Mereka bertiga keluar dari ruang makan bersama. Faiz dan nisa mengantarkan mami sampai kedepan rumah.
"Mami pulang dulu ya. Kalian yang akur. Nisa jangan manja. Harus nurut sama suami. Harus jadi istri yang baik. Faiz, jaga putri mami ya. Dia memang manja.
Tapi, kesayangan mami. Awas saja jika putri mami lecet. Kamu yang akan mami salahkan" ucap wanita itu dengan tersenyum.
Faiz merangkul pinggang istrinya. Membuat jarak mereka sangat dekat.
"Tenang aja, mi. Gak bakal lecet kok. Palingan aku serang diatas ranjang nanti malam" ujar faiz membuat mertuanya terkekeh pelan. Sedang, nisa sudah meliriknya
dengan tajam. "Mami, pulang dulu... Assalamualaikum" ucap mami lantas masuk kedalam mobil.
"Waalaikum salam... Hati-hati, mi" teriaknya nisa begitu nyaris.
Setelah mobil maminya menjauh, nisa menepis kasar tangan faiz dipinggangnya. Dan mencubit pinggang faiz.
Gadis itu tak habis pikir dengan ucapan suaminya yang terlalu vulgar.
"Kak faiz, mulutnya itu loh minta aku lakban. Ucapannya gak difilter, gak disensor, vulgar tau gak. Gak malu apa sama mami" ucap nisa lantas beranjak masuk
kembali ke dalam rumah. Faiz hanya tersenyum tipis. Ternyata, nisa tidak tersinggung dengan ucapan ibunya. Ia masuk kembali kedalam rumah, menyusul keberadaan istrinya.
"Dear, kalo keluar kamar itu jilbabnya dipakai. Kamu gak pengenkan orang lain tau apa yang kita lakuin berdua didalam kamar" Sekalipun itu orang tua kamu
sendiri" ujarnya menyamai lankah istrinya yang sibuk memberesi alat makan di meja makan.
Gadis itu menghentikan langkahnya. Menyerngitkan dahinya. Lantas, meneruskan kegiatannya. Ia berusaha tenang walaupun hatinya sedikit resah.
"Apa sih yang kita lakuin emangnya?" tanyanya dengan datar sambil meletakkan piring kotor diwastafel dapur.
Faiz mendekati istrinya. Menarik tangannya agar berdiri didepannya. Tepatnya didepan cermin. Mereka berdua menghadap ke cermin yang terpasang didinding
dapur. "Kamu itu polos" Atau pura-pura polos" Nih... Aku tunjukin" ucap faiz menujuk salah satu titik dileher nisa.
Nisa melongo pasrah. Ia baru sadar. Ada tiga kissmark dilehernya. Pasti ini ulah faiz tadi. Ia kira tidak akan meninggalkan jejak seperti ini karena tadi
ia sudah menghentikan aktifitas faiz dilehernya dengan cepat.
"Jadi, mami liat" Dia tau" Dia paham?"
"Sangatlah... Dia lebih pengalaman malah" balas faiz dengan penuh keyakinan.
"Masa' sih kak?"
"Makanya... Walau dirumah, jilbab tetap wajib dipakai. Sejak kapan annisa zahra kamilah bisa dandan kayak gini?" tanya sambil menghadapkan nisa agar menatap
ke arahnya. "Kebiasaan dirumah, kak." jawab nisa seadanya.
"Kalo keluar rumah juga?" tanya faiz menyelidik. Nisa menggeleng keras.
"Ya enggaklah... Aku masih berpikir 2 kali buat keluar rumah tanpa hijab" jawab nisa lantas membalikkan tubuhnya.
Gadis itu mulai mencuci piring yang kotor. Faiz mengamatinya saja. Istrinya terlihat sangat cantik hari ini.
Nisa terus mencuci piring. Tapi, sekelebat ucapan maminya terngiang lagi ditelinganya.
'seorang istri itu harus gesit, cepat, tanggap. Bukan hanya bisa dandan. Kalo hanya cantik, boneka berbie pun bisa. Tugas utama istri ya melayani suami'
Tanpa diminta, buliran halus mengalir dipipinya. Dengan cepat ia menghapusnya. Namun, faiz sudah melihatnya sangat jelas karena suaminya itu berdiri tepat
disampingnya. "Ucapan mami gak usah diambil hati. Yang bisa nilai kamu istri yang baik atau tidak itu aku. Bagiku kamu istri terbaikku. Kita bisa belajar bersama dalam
membina rumah tangga." ujar faiz dengan datar. Nisa menoleh kearahnya. Ia segera mencuci tangannya di wastafel.
"Benarkah" Aku merasa... Mami benar. Apa sih gunanya aku jadi istrimu" Aku juga punya kesibukan sendiri di kantor, di butik, dan di kampus nantinya." jawabnya
dengan nada berat. Tes.... Satu tetesan air matanya kembali jatuh. Ia mengusapnya dengan kasar. Faiz hanya menatapnya sendu.
"Mukanya biasa aja kali, kak. Aku gak papa. Kamu juga tau kan, kak. Aku gak bisa kena tegur sama mami. Aku selalu cengeng jika dihadapkan dengan mami.
Beliau itu segalanya untukku. Aku gak bisa membuat hatinya kesal sedikit saja." lanjut nisa sembari memaksakan senyumnya.
Faiz menarik istrinya dalam pelukannya. Ia memeluknya sangat erat. Seakan tak ingin melepasnya.
"Kamu istriku. Selamanya akan begitu. Kamu yang terbaik untukku. Maaf untuk semuanya. Harusnya aku yang dicap buruk sebagai suami. Aku belum bisa menjagamu
dengan baik. Maaf..." ucap faiz dengan lembut saat melepas pelukannya.
Nisa menatap suaminya dengan sendu.
"Kenapa juga kita buang waktu buat nyesel kayak gini. Remember! Never regret with what's been happen. It can happen because Allah wanna it happen." ujar
nisa dengan dingin. Faiz hanya terkekeh pelan. Ia mengacak pelan rambut istrinya.
"Sama suami sendiri masih aja sifat dinginnya keluar. Mau nantangin aku buat perang dingin ke 2" balasnya dengan datar dan dingin.
Mereka berdua tertawa. Merasa bodoh sendiri dengan sikap mereka yang masih sama-sama dingin. Padahal mereka sudah menikah. Pasangan yang aneh bin ajaib.
part 31 Everlasting friends
Seorang gadis berwajah tirus sedang memasang wajah datarnya di meja makan. +


Fazahra Akmila Karya Naima Adida di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Selesai makan tadi, ia beradu mulut dengan pria dihadapannya. Gadis itu terdiam. Ia kalah bicara dengan suaminya.
"Istri yang baik. Gitu dong nurut sama suami. Udah baik, aku mau antar jemput kamu ke kampus. Sok-sok an mau pakai mobil sendiri. E-KTP aja gak punya."
ucapnya mengejek istrinya kembali.
Nisa sudah menekuk mukanya seratus lipatan. Ia memutar bola matanya malas. Faiz mulai lagi.
"Udah deh, kak. Nyetir gak pakai e-ktp juga bisa" balas nisa dengan sengit.
"Eits.... Tetep aja. Gadis dibawah umur dilarang pakai mobil" ujar faiz dengan santai. Nisa hanya membulatkan matanya sempurna. Suaminya sudah keterlaluan
mengejeknya. " Tau gitu aku masih dibawah umur, masih aja dinikahin. Tapi, bentar lagi umurku 17 kok." balas nisa dengan lebih santai.
"Yah... Kenapa aku mau nikah sama gadis kecil kayak kamu" Tapi... 16 tahun apa gak terlalu muda dengan wajah dan cara berpikirmu. Sama sekali gak menyakinkan"
decak faiz sembari memakan apel sebagai hidangan penutup.
"Yakin ya, kak. Sifat kamu emang gak berubah dari dulu. Suka banget bikin aku kesel. Gak di SMA, gak dirumah.
Pokoknya, setelah aku punya SIM, aku mau pakai mobilku sendiri.
Awas aja, sampai nanti aku harus nungguin manusia dingin super sibuk dan ngeselin buat jemput aku pulang" balas nisa dengan dingin.
JTAKkkk... Satu jitakan mulus mendarat indah didahinya.
"Hush... Suami sendiri dikatain kayak gitu" tegur faiz yang merasa tersindir oleh ucapan istrinya.
"Kesindir, bang" Makanya, gak usah nyebelin jadi orang. Suka banget buat adek abang yang cantik ini naik darah" balas nusa dengan dingin dan tajam.
Gadis itu lantas beranjak dari duduknya. Menyudahi percakapan mereka yang tidak jelas.
Sedetik kemudian terdengar tawa yang meledak dari ruang makan. Nisa berusaha acuh akan hal itu. Ia lantas berjalan ke garasi dan memanasi mobil suaminya.
Ia tau, faiz suka sekali bila melihatnya sangat kesal dan keki sendiri.
Baru saja, nisa mematikan mesin mobil dan berjalan keluar. Faiz sudah bersandar di pintu belakang mobil.
Pria itu memakai celana jeans panjang. Kemeja kotak-kotak berwarna biru dongker yang tidak dikancingkan. Memperlihatkan kaos putih yang ada didalamnya.
Jas almamater hitam khas Universitas Exford bertengger manis dibahunya. Benar-benar style yang cool.
Pria itu mengamati nisa dari atas sampai bawah. Gadis itu memakai kemeja biru donker polos dengan sabuk coklat yang melilit indah dipinggangnya. Celana
hitam panjang dan juga jilbab biru muda yang sangat cocok dengan wajahnya. Sangat serasi dengannya.
Gadis itu juga tas punggung hitam yang faiz yakini hanya berisi ponsel, dompet, kertas, pensil dan papan.
"Kamu, gak bawa perlengkapan buat Ospek?" tanya faiz dengan serius.
"Gak usah. Kamu kan ketua BEMnya" balas nisa dengan santai. Faiz hanya menyerngitkan dahinya. Heran dengan perkataan istrinya.
"Eits... Gak ada perlakuan istimewa, dear. Aku profesional." ujar faiz dengan datar.
"Silahkan saja hukum adek, abang. Mau hukum apa" Lari" Oke. Ngeringkas ensikoplesia" Oke. Jaga perpus" Oke. Jadi pengisi waktu luang" Oke. Apa?"". Aku
bisa kok. Kan abang yang ngajarin saat di Osis SMA. Panitia harus gesit dengan seribu ide kreatif. Pantang malu apalagi lari dari tanggung jawab" balasnya
dengan wajah tenang. Bahkan, terlewat santai.
Bukan bermaksud untuk menantang. Memang... Dulu ketika masih di SMA, faiz terkenal sebagai ketua Osis berdarah dingin. Siapapun yang melanggar pasti dihukum.
Toh, hujuman yang ia sebutkan diatas adalah hukuman yang pernah diberikan faiz padanya.
"Ckckck... Kamu gak ada bedanya sama aku, dear. Good" ujar faiz sembari berdecak 3 kali. Istrinya ini sangat berbeda dari kebanyakan gadis lainnya.
"Yaiyalah... Istrinya seorang faiz akmal zidan... Harus serba bisa. Biar gak kalah sama suami sendiri" ucap nisa berbangga diri.
"Inget! Ketua Ospeknya bukan aku. Jadi, siap-siap aja dapat hukuman dari senior" balas faiz dengan sengit. Nisa membalas tatapan faiz dengan senyuman remeh.
"Oh ya" Aku aja bisa lolos dari hukuman yang kamu berikan. Cuma senior itu gak ada apa-apanya. Masih otoriteran kakak kemana-mana kali. Perjuangan tau
gak jadi sekretaris Osis super dingin dan paling otoriter" balas nisa dengan datar namun penuh penekanan. Lantas ia masuk kedalam mobil.
Faiz hanya tersenyum sekilas. Lalu, masuk kedalam mobilnya.
Dalam hati, ia membenarkan perkataan nisa yang terakhir. Hanya nisa, satu-satunya gadis yang betah dengan sikap dingin dan otoriternya. Mungkin, jika gadis
lain yang menjadi istrinya, ia tidak menjamin gadis itu betah tinggal dengannya bahkan hanya satu minggu saja.
**** Didalam mobil, faiz meletakkan sembarng jas almamaternya. Lantas, ia menyalakan mesin mobil. Melajukan mobilnya dengan kecepatan standar. Tangannya terulur
mengambil kacamata hitamnya dan memakainya. Terlihat sangat perfect. Gadis mana saj pasti akan langsung terpesona olehnya.
Tapi, tidak dengan nisa. Gadis itu hanya melihatnya sekilas. Bukan hal baru lagi, melihat faiz memakai style seperti ini. Itu hal biasa menururnya karena
ia sudah sering meluhat faiz berpakai seperti ini saat ada acara osis di luar sekolah.
Tangan gadis itu justru terlurur mengambil jas almamater suaminya yang tadi diletakkan sembarang di atas jok mobil.
Gadis itu melipatnya kembali dan merapikannya. Lantas, menggantungkannya di tangannya sendiri.
10 menit sudah perjalan dilalui mereka dalam diam. Kini, mereka sudah berada tepat ditempat parkir area Univeraitas Exsford.
Faiz memberhentikan mobilnya. Nisa segera keluar dari mobil. Ia tak sadar, jas almamater faiz masih ada ditangannya.
Faiz menurunkan kaca mobilnya.
"Dear... Sini" panggil faiz pada nisa. Yang dipanggil justru memutar bola matanya malas.
"Apa?"?" jawab nisa dengan datar sembari mendekat ke arah faiz yang masih ada didalam mobil. Ia mensejajarkan mukanya dengan faiz.
Setelah mendekat, faiz langsung menarik kepala nisa dengan pelan. Secepat kilat, mencium kening dan bibirnya.
"Morning kiss" ucap faiz dengan tanpa dosa. Ia melepaskan tangannya dari kepala istrinya.
Nisa mematung ditempat. Ia syok dengan apa yang dilakukan suaminya. Faiz memang tak tau sikon. Bagaimana jika ada mahasiswa lain yang melihat kelakuan
ketua BEM nya seperti ini. Dasar! Faiz.
Pria itu keluar dari mobil. Menyampirkan tasnya dibahu kananya. Menarik jas almamater yang dipegang nisa.
"Cie.. Nisa sama kak faiz. Habis ngapain tadi di mobil?" suara khas perempuan membuat nisa tersadar. Ia menoleh kesumber suara. Ternyata itu sahabatnya,
rikha. "Ngapain kalian disini?" tanya faiz mengalihkan topik pembicaraan.
"Mau nongkrong" jawab rikha asal.
"Heh rikha ngawur... Enggak kak. Kita mau kuliah lah" sahut zizi ysng entah kapan sudah berdiri disamping rikha.
"Habis pertanyaannya gak mutu sih. Paling cuma alibi kak faiz buat ngalihin pembicaraan. Padahal, kita liat loh tadi. Ecieee.... Faza" balas rikha sembari
terkekeh pelan. "Gak bisa salam dulu gitu. Dateng-dateng langsung godain orang. Syirik mbak" Makanya, cari suami sono" balas nisa dengan datar.
Rikha menekuk mukanya kesal. Sahabatnya itu sama sekali tak berubah. Masih saja seperti itu. Padahal, pada sahabatnya sendiri.
"Akmal... Ayo" teriak seorang laki-laki dari kejauhan. Pria itu memberinya kode agar faiz menyusulnya.
Faiz hanya membalasnya dengan mengacungkan jempolnya.
"Gue udah ditunggu. Selamat datang di Exford. Good luck buat kalian di Ospek kali ini. Gue duluan. Assalamualaikum" ucap faiz dengan datar lantas berlalu
dari hadapan mereka. "Waalaikum salam" jawab mereka bertiga serempak.
"Eh... Tadi kak zakikan" Bukannya dia gak kuliah disini ya" Tapi, kok dia ada disini?" tanya zizi entah pada siapa. Mungkin, kedua sahabatnya suka rela
untuk menjawabnya. "Iya... Dia pindah kesini" jawab nisa seadanya. Kedua sahabatnya menyerngitkan dahinya.
"Pindah?"?" tanya mereka serempak. Seakan tak percaya dengan ucapan sahabatnya. Nisa hanya membalasnya dengan anggukan.
"Wah... Cinta mati tuh cowok sama loe, nis. Dibela-belain pindah universitas segala lagi" cedak rikha mendramantisir. Nisa mengacuhkannya saja.
Namun, tidak dengan zizi. Raut muka tenangnya menjadi sendu. Ia tersenyum tipis melihat kenyataan. Seorang pria yang disukainya dalam diam sudah terlebih
dulu jatuh cinta pada sahabatnya. Bahkan, pria itu tak menyerah meskipun ditolak berkali-kali oleh nisa.
Zizi hanya bisa menerima kenyataan bahwa tak ada lagi ruang untuknya hanya sekedar singgah dalam hati seorang pria yang sering ia sebut dalam doanya. Hatinya
sedikit tergores karena gadis yang pria itu cintai adalah sahabat karibnya sendiri.
Ia bahkan sama sekali tak berani mengungkapkan apa yang ia rasakan saat ini. Ia terlalu takut dengan kemungkinan terbesar yang akan terjadi. Walau, itu
sama saja menyakiti dirinya sendiri.
Zizi menggelengkan kepalanya. Mengusir pikiran-pikiran negatif dikepalanya.
Ia menatap ke arah nisa. Melihat wajah sahabatnya itu, ia ingat tujuan utamanya menghampiri nisa.
Tangan zizi mengulurkan tasbag berisi perlengkapan yang diperlukan saat Ospek hari ini.
Nisa menatap zizi dengan senyuman tulus. Ia menerimanya dengan senang hati.
"Wah... Loe berdua emang the best. Tau aja, gue gak akan bawa perlengkapan Ospek. Thanks ya. Sorry... Gue selalu ngerepotin kalian." ujar nisa yang sudah
bisa menebak apa isi tas bag tersebut.
"Yaelah santai aja, nis... walau kita gak sejurusan. Loe juga jarang ketemu kita. Jarang pula ngeluangin waktu buat kita. Tapi, We are Everlasting friends"
ujar rikha dengan hebohnya. Lantas mengepalkan tangannya kedepan.
Mereka bertiga menyatukan kepalan tangan.
"Friendship forever Friends . We are different but our heart are same. Always trust and respect. We can't stand alone because we are one. We are everlasting
friend. Not just freinds but one family ( Sahabat Kita berbeda. Namun, hati kita sama. Saling percaya dan menghargai. Kita tidak bisa berdiri sendiri karena
kita adalah satu. Kita sahabat selamanya. Bukan sekedar teman, tapi keluarga)"
Ujar mereka bertiga serempak. Lalu, mereka tertawa bersama setelah mengucapkan mantra persahabatan mereka dan saling berpelukan.
Mereka bertiga berjalan bergandengan dan beriringan menuju tempat yang akan menjadi tujuan mereka untuk masa depan yang lebih baik.
Yah, begitulah persahabatan. Ini bukan hanya soal berapa lama kita saling mengenal. Bukan berapa sering kita hang out bareng. Dan bukan seberapa kita mengenal
diri masing-masing. Bukan juga seberapa bisa kita selalu ada buat sahabat kita. Emang, sahabat itu apa" Dituntut untuk selalu ada" Mereka hanya manusia
biasa. Kadang, merekapun punya kesibukan sendiri. Padahal, arti sahabat hakikatnya itu sederhana. Sahabat, dialah orang yang selalu menganggap kita sahabatnya
apapun yang terjadi dan selalu percaya serta menghormati satu sama lain. Sahabat itu bukan didepan. Bukan juga dibelakang. Mereka ada disamping kita. Selalu
berjalan beriringan walau harus berpisah ditengah jalan. Namun, akan selalu pulang kerumah yang disebut sahabat.
**** Nb: kenapa ya umur nisa masih 16 tahun padahal udah lulus SMA" Karena dia ceritanya ikut program akselerasi sekolah. Jadi, usianya masih muda ya guys...
Btw ini cerita fiksi, alias sama sekali tidak berdasarkan pengalaman siapapun. Jadi, jangan terlalu dipermasalahkan soal usianya ya. Tema utama cerita
ini juga nikah muda kok guys.. Mohon di maklum
**** part 32 Ospek Terlihat banyak calon mahasiswa dari berabagai jurusan tengah nimbrung di aula utama. Mereka semua berkumpul disini untuk menjalani Ospek. Yah, hari ini
adalah hari pertama Ospek.+
Susana diruang ini begitu riuh. Banyak orang sudah berkumpul disini. Beberapa mahasiswa berjas hitam juga sudah berada disini. Dipastikan mereka adalah
panitia Ospek kali ini. Suara derapan langkah kaki 3 orang gadis menyita perhatian mereka semua. Seolah, ada sesuatu yang membuat mereka menoleh kearah 3 gadis yang baru melangkahkan
kaki ke ruang ini. Ah, bukan ketiganya, melainkan satu gadis yang berada ditengah.
Gadis yang berwajah tirus dan berhidung mancung. Kulitnya putih bersih. Tingginya proporsional. Tidak gemuk, tidak pula kurus. Semuanya serba sedang, membuat
setiap lekuk tubuhnya terlihat sempurna. Apalagi, wajah tirusnya yang bisa dibilang lebih dari sekedar cantik. Bahkan sangat cantik. Semua orang yang melihatnya
pasti akan terpesona. Seakan aura yang dipancarkannya mampu memikat semua pasang mata untuk menatapnya.
Ketiga gadis itu berjalan santai dengan wajah tenang. Mereka berjalan dengan dagu terangkat. Walau, banyak orang yang melihat ke arahnya. Tapi, mereka
cuek saja. Terdengar desas-desus calon mahasiswa lain mengenai mereka bertiga.
"Siapa sih mereka" Aku baru liat"
"Wah, yang ditengah cantik banget."
"Yang ada dikanan kirinya pun tak kalah cantik"
"Emang sih, cantik. Tapi, sok banget mereka. Siapa sih" Mahasiswa jurusan apa?"
"Bisa tiap hari cuci mata kalau satu jurusan"
Yah, begitulah beberapa pendapat mengenai mereka bertiga. Tidak hanya cedakan kekaguman. Namun, tatapan tak suka pun mereka dapatkan. Tapi, mereka berdua
cuek saja dan ikut nimbrung dengan calon mahasiswa lain.4
Bersamaan dengan itu, seorang pria bertubuh jangkung memasuki ruang ini. Pria itu memakai jas almamater yang digulung sesiku. Wajahnya sangat tampan dan
dingin. Semua orang diruang ini mendadak diam. Aura kharismatiknya memenuhi ruang ini. Perhatian mereka teralihkan. Menatap pria itu dengan kagum.
"Selamat pagi.... Perkenalkan, nama saya faiz akmal. Sebagai ketua BEM disini, saya ucapkan selamat datang di Universitas Exford." ujarnya dengan datar
dan dingin. Ucapannya terhenti. Digantikan dengan suara riuh tepuk tangan dan sorak sorai yang menyambutnya.
"Baik, Saya harap kalian bisa menikmati dan menaati peratuan Ospek kali ini dengan baik. Selebihnya, akan saya serahkan pada ketua panitia untuk membuka
kegiatan hari ini" lanjutnya kembali. Ia menyerahkan acara pada ketua panitia.
Ketua panitia itu langsung membuka acara dan membacakan tata tertib Ospek untuk 3 hari kedepan.
Ketiga gadis yang berada di tengah mengacuhkan ketua panitia yang sedang mengoceh di depan. Mereka bertiga fokus menatap sang ketua BEM dengan tatapan
tidak bisa diekspresikan.
"Gitu aja sambutan dari ketua BEM" Singkat banget" cedak rikha yang mengamati pria yang kini tengah berdiri disamping ketua panitia.
"Loe kasih makan apa tuh kak faiz, nis" Jangan-jangan loe masukin kulkas ya" Dingin banget sikapnya" cerca zizi menyahuti perkataan rikha.
3rd party ad content frame
Advertisement 3rd party ad content frame end
"Gue kasih makan balok es" jawab nisa asal.
Gadis itu, hanya mendecak sekali. Ia menatap ke arah pria itu. Suaminya itu memang sangat dingin dengan orang lain. Bahkan, sekarang saja nisa sama sekali
tak melihat ke arah dirinya. Pria itu justru mengedarkan pandangannya ke semua calon mahasiswa ini.
"Baik, tata tertib sudah dibacakan. Disitu tertera, siapa saja yang tidak membawa perlengkapan Ospek sendiri alias tidak boleh dibawakan oleh teman harus
dihukum." ujar seorang cewek dengan nada tinggi.
Cewek itu termasuk panitia acara ini. Dia memakai rok biru selutut dan jas almamater hitam. Dandanannya sedikit menor dan rambutnya di gerai.
Beberapa panitia langsung mengecek perlengkapan. Para peserta terlihat sangat tegang. Takut ada perlengkapan yang tertinggal. Tapi, tidak dengan ketiga
gadis tadi. Mereka terlihat santai saja.
Pemeriksaan telah selesai dilakukan. Panitia yang mengecek perlengkapan memberi kode pada cewek yang ada didepan bahwa semuanya aman.
Cewek itu mengangguk. Namun, seorang pria yang tak lain si ketua BEM, membisikinya sesuatu. Cewek itu tersenyum miring. Seperti ada kabar baik untuknya.
Namun, para peserta menjadi tegang. Kabar baik panitia berarti kabar buruk bagi mereka.
"Bagus. Semuanya lengkap. Tapi, ada informasi... Salah satu dari kalian ada yang dibawakan perlengkapannya oleh temannya. Padahal, dia sama sekali tidak
berusaha untuk bawa perlengkapan itu. Kalian ada yang mengaku atau hukuman lebih berat?" ujar wanita itu dengan lantang dan menatap ke arah gadis berkemeja
biru. Semua orang saling berbisik. Menerka-nerka siapa orang yang dimaksud.
Rikha dan zizi saling menatap nisa. Namun, gadis itu cuek saja.
"Nis, cewek itu liatin loe. Kayaknya, dia tau deh loe yang kita bawain perlengkapannya" ucap rikha dengan pelan.
Nisa memasang wajah datarnya. Ia sama sekali tak takut. Saat faiz membisiki cewek itu, firasat nisa sudah tidak baik. Iya yakin, ia akan dapat masalah.
"Kak faiz emang bener-bener deh, sama istri sendiri aja, adilnya minta ampun" cedak zizi menatap nisa prihatin.
"Biasa aja mukanya, mbak." balas nisa dengan dingin lantas maju kedepan. Kedua sahabatnya itu hanya melongo pasrah melihat nisa menyerahkan dirinya sendiri.
Mendadak, semua yang ada diruang itu juga terdiam karena terkejut melihat seorang gadis cantik itu maju kedepan.
Namun, tidak dengan faiz. Pria itu tersenyum miring melihat gadisnya maju kedepan. Gadis itu sama sekali tak berubah. Tidak pernah lari dari kesalahan.
Sekalipun, caranya membela diri akan menciptakan kehebohan.
"Jadi, loe yang gak mau repot buat bawa perlengkapan sendiri" Mau jadi ratu loe?" ucap cewek tadi dengan nada tinggi ketika nisa sampai didepan.
"To the point aja. Hukuman gue apa?" tanya nisa dengan datar membuat semua orang kaget. Tak terkecuali cewek itu. Wajahnya sedikit blank. Sedetik kemudian,
raut mukanya kembali judes.
"Jangan sok berani sama panitia loe. Disini loe jadi peserta. Harus menghormati panitia" balas cewek itu dengan sengit. Cewek itu menatap tajam ke arah
nisa. "Ya iyalah gue berani. Takut itu sama Allah bukan sama panitia. Aneh loe, jadi panitia pengen dihormati. Cantik-cantik gila hormat" balas nisa dengan nada
sedatar mungkin. Membuat peserta lain tertawa.
Nisa membalas tatapan tajam cewek itu dengan dingin.
"Jangan belagu ya loe. Gak taat aturan aja bangga" balasnya dengan nada tinggi. Nisa hanya tersenyum miring.
"Aturan macam apa yang ngelarang temen sendiri buat membantu temannya" Kalian aja panitia saling kerjasama buat acara ini sukses" balas nisa dengan datar.
Skakmat. Cewek itu terdiam. Ia tak bisa mengelak. Upacan gadis ini sangatlah benar. Hal itu membuatnya semakin kesal dengan nisa. Tiba-tiba terlintas ide jahil
untuk menghukum nisa. "Aturan tetap aturan. Dan loe gue hukum buat ngehibur kita dengan joget dangdut selucu mungkin" ucapnya dengan penuh penekanan dan senyum kemenangan.
"Loe pikir ini audisi dangdut akademi" Kalau loe suka dangdut, loe aja yang joget" balas nisa dengan datar membuat tawa semua orang meledak seketika.
'Sial nih cewek. Berani banget. Awas loe! Gue akan beri perhitungan'
Suasana di ruang ini menjadi panas. Cewek itu menahan amarahnya yang diubun-ubun. Nisa telah mempermalukan dirinya didepan umum.
"Hukuman gak mutu dan gak elegan. Kita ini akan jadi mahasiswa. Hukuman keren dikit napa" Ngeringkas ensikopledia kek" Jawab kuis" Atau buat essay" Itukan
lebih menantang. Dan yang paling penting bermutu" lanjut nisa membuat semua orang kembali terdiam.1
Para peserta dan panitia mencerna baik-baik perkataan nisa. Ucapan gadis itu sangatlah benar. Daripada memberi hukuman yang tidak jelas, lebih baik diberi
hukuman kayak gitu. Itu lebih bermanfaat.
"Loe... " ucap cewek itu penuh penekanan sambil menahan amarahnya untuk tidak mencakar nisa saat ini juga.
Nisa yang melihatnya hanya diam saja. Cewek didepannya ini tidak akan melakukan hal nekad. Apalagi, didepan banyak peserta seperti ini.
"Jadi, hukuman gue apa?" tanya nisa sekali lagi. Cewek itu semakin kesal saja melihat nisa sama sekali tidak takut dengannya.
"Loe..." Baru saja, cewek itu akan angkat bicara. Faiz sudah memotongnya.
"Jadi moderator disetiap pemberian materi untuk hari ini. Itu hukumannya" sahut faiz dengan datar.
Nisa hanya mengangguk. Ia tersenyum remeh kearah cewek itu.
"Oke" balas nisa singkat lalu kembali ketempatnya tanpa melihat kearah suaminya.
Setelah kejadian panas tadi, acara demi acara berlangsung. Semuanya berjalan dengan lancar dan seru.
Nisa menjalani hukumannya dengan baik. Bahkan, sangatlah baik.
Pengalaman di organisasi membuatnya cukup mahir menjadi moderator acara.
Tak terasa, kegiatan Ospek untuk hari ini telah selesai. Semua peserta sudah bubar. Kecuali rikha dan zizi.
Mereka menghampiri nisa yang sedang membereskan berkas biodata pengisi matreri di acara ini.
"Nis, kita langsung pulang ya."
"Hm" " Terus nanti ke butik. Ada banyak pesanan dibutik"
"Hm" "Kita pulang dulu ya"
"Hm" "Ya Allah, nisa... Sahabat loe ini mau pulang. Bilang Ttdj kek. Atau apa kek" geram zizi pada sahabatnya.1
Ia merasa sangat diabaikan oleh nisa. Gadis itu menoleh ke arah rikha dan zizi. Ia menyerngitkan dahinya.
"Ttdj?"?" tanya nisa dengan singkat. Ia lalu kembali menata berkas itu dan terlihat mencari sesuatu.
"Hati-hati dijalan" jawab zizi menjelaskan.
"Yaudah, pulang sana. Urus bisnis gue dengan baik" ujar nisa mengusir kedua sahabatnya. Ia masih sibuk mencari sesuatu.
Rikha dan zizi hanya mampu mengelus dada. Sahabatnya ini terlalu cuek dan dingin.
"Oke, kita pulang. Wassalamualaikum" ujar rikha penuh kekesalan.
Nisa menarik tangan rikha. Bersalaman dua kali dengan menggenggam tangannya satu kali. Sebuah salaman khas SMA mereka dulu.+
"Waalaikum salam. Ttdj dan thanks for everything. Pulang sana" ujar nisa saat berganti menyalami zizi.
Kedua sahabatnya tersenyum ringan. Walau, nisa sangat cuek. Ia tetap peduli pada sahabatnya dengan caranya sendiri.
"Oke. Loe hati-hati disini. Ada banyak mak lampir" ucap rikha dengan penuh penekanan. Namun, nisa justru tertawa mengetahui maksud ucapan sahabatnya.
Seorang pria bertubuh jangkung dengan jas almamater digulung sesiku.
"Ecie... Ada yang disamperin nih. Tapi, btw kak faiz keterlaluan banget sih.... Sama istri sendiri aja dihukum" ucap zizi membuat nisa meliriknya tajam.
"Sana pergi. Ini urusan kita" ucap nisa sangat datar dan dingin. Rikha dan zizi hanya mampu meneguk ludah dalam.
Raut muka nisa sangat dingin. Tatapannya tajam. Menyeramkan!. Kedua sahabat memilih menyelamatkan diri mereka dengan pergi dari sini.
"Jangan ceroboh" ucap faiz sambil menyodorkan benda kotak yang sedari tadi nisa cari.
Gadis menyerngitkan dahinya. Kenapa ponselnya bisa berada ditangan pria itu?""
Nisa segara menarik ponselnya dengan kasar. Lantas, memasukkannya dalam saku.
"Nanti tunggu dimana?" tanya nisa dengan datar.
"Di taman dekat gedung ini" jawabnya singkat.
Nisa merapikan kertas-kertas diatas meja yang menjadi batas antara dirinya dan faiz.
Gadis itu langsung berbalik dan
SORrr... Segelas air jeruk tumpah dengan indahnya.
"Ups... Sorry" Seorang cewek yang terkena tumpahan air itu menganga lebar. Jas almamaternya kotor oleh jus jeruk.
Nisa hanya tersenyum miring. Cewek itu adalah wanita yang sama tadi pagi. Cewek yang berdebat dengaanya masalah perlengkapan Ospek.
"Kalo benci, bilang aja. Basi banget cara loe. Senjata makan tuankan?" ujar nisa dengan datar.
Cewek itu menatap nisa dengan sinis. Ia kesal setengah hidup padanya.
Niatnya ingin menumpahkan minuman itu ke baju nisa, justru berbalik pada dirinya sendiri.
Cewek itu mengibaskan tangannya ke arah bajunya yang basah. Ia mengalihkan pandangannya pada faiz.
Cewek itu menatap faiz dengan tatapan memohon.
"Faiz... Liat nih, gara-gara cewek ini baju gue kotor " ujar cewek itu dengan manja pada faiz. Tapi, pria itu mengacuhkannya. Sedangkan, nisa hanya bergidik
ngeri melihat tingkah cewek itu yang kecentilan dengan suaminya.
"Dear... Aku gak lama. Tunggu disana. Jangan kemana-mana sampai aku dateng. Siniin kertasnya" ujar faiz seraya melihat ke arah nisa.
Nisa mendekat, menyerahkan kertas itu pada faiz. Namun, pria itu justru menarik tengkuknya dan mencium singkat keningnya.
Nisa hanya diam saja. Kemudian mengambil tasnya dan melirik singkat cewek genit itu dengan tajam.
"Urus tuh anggota kakak. Jadi pengurus BEM jangan kegatelan sama ketuanya" ujar nisa dengan datar dan penuh penekanan. Ia lantas meningganggalkan mereka.
Cewek itu hanya menganga tak percaya dengan apa yang ia lihat dan ia dengar. Faiz memanggilnya dengan sebutan 'dear (sayang)"' dan mencium keningnya" Apa
tidak salah" Sebenernya siapa gadis itu".
"Loe manggil dia dear" Sayang?" pekik cewek itu dengan tidak percaya. Faiz hanya membalasnya dengan deheman.
"Dia siapanya loe?" tanya cewek itu lagi.
"Istri gue" jawab faiz dengan spj. Singkat, padat dan sangat jelas. Lalu, meninggalkan cewek itu yang sudah melongo tak percaya. Ia dibuat syok berkali-kali
dengan fakta yang ada.

Fazahra Akmila Karya Naima Adida di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Semenit kemudian cewek itu mencak-mencak tak jelas. Matanya menyorot tajam.
"Sumpah dia istrinya" Cewek itu istrinya" Gak mungkin. Gue akan buat perhitungan sama cewek itu. Berani-beraninya dia rebut faiz dari gue".1
**** part 33 pick me up! Semilir angin membelai lembut wajah gadis ini. Ia menundukkan kepalanya. Merogoh ponsel disakunya dan mengeluarkan headset dari tasnya. Ia memasangnya
pada kedua telinganya. Mengotak-atik ponselnya, memutar asal lagu yang ada di pustaka musik.
Hanya dagu sampai hidung mancungnya yang terlihat dari samping. Kakinya ia silangkan. Ia memejamkan matanya dan menyenderkan tubuhnya dikursi taman gedung
fakultas kedokteran.+ Beberapa mahasiswa yang berlalu-lalang melihatnya. Cukup lama ia bertahan dalam posisi tersebut.
Beberapa mahasiswa mengamatinya dari kejauhan. Mereka berbisik-bisik tak jelas.
"Eh, liat! Dia mahasiswi baru ya. Gue belum pernah lihat. Sumpah, cantik banget. Kenalan yuk"
"Loe aja sana. Dia kayaknya cuek banget. Kalo loe berani, loe aja sana."
"Ah, kelamaan. Cepetan napa. Keburu kabur tuh cewek."
"Cepet sana. Minta nomernya kalo berani"
Begitulah perkacapan mereka.
Nisa yang tau dirinya sedang diawasi. Diam saja dan mengacuhkanya selamatidak mereka menanggu dirinya.
Tiba-tiba ada yang menepuk bahunya pelan. Refleks, nisa menyentaknya kasar.
"Eh... Sorry" ujar pria itu sesopan mungkin. Pria itu sadar, telah mengagetkan gadis itu.
Nisa mendongakkan kepalanya.
Tampan. Itulah, kesan pertama nisa. Tak bisa dipungkiri, pria itu sangatlah tampan. Ia memakai jaket kulit hitam yang digulung sesiku. Gaya rambutnya dibuat
spike. Really Cool. "Boleh kenalan" Gue Arkan." ujarnya dengan tersenyum dan mengulurkan tangannya.
Nisa hanya melihatnya sekilas. Lantas mengalihkan pandangannya.
"Gue gak lagi mau sensus" jawab nisa singkat.
Suara tawa dari temannya terdengar jelas ditelinganya. Beberapa pria yang tadi hanya melihat mereka dari kejauhan, kini menghampiri mereka.
"Cuek amat sih, dek" sahut salah satu teman pria itu.
Nisa sama sekali tak menatap ataupun menghiraukan mereka. Ia melepas headsetnya. Menyibukkan diri dengan ponselnya.
Salah seorang dari pria itu geram. Lantas, menarik paksa ponsel ditangannya. Nisa hanya menatap beberapa pria itu dingin.
"Kalian mau apa?" tanya nisa datar. Gadis itu masih dalam posisinya.
Seorang pria bernama arkan itu menarik ponsel nisa dari tangan temannya. Lantas, duduk disamping nisa. Pria itu melempar senyum ke arahnya.
"Siapa nama loe?" tanya arkan dengan cepat. Pria itu mengotak-atik ponsel nisa.
"Gini cara kenalan sama cewek?" balas nisa dengan datar dan dingin.
"Terus gimana" Tadi, ditanya baik-baik. Loe cuekin gue." balas arkan sambil menatap nisa.
Gadis itu diam saja. Sama sekali tidak mood untuk meladeni orang-orang ini.
"Jangan cuek-ceuk dong. Nanti cantiknya luntur loh" ujar salah seorang pria sembari ingin mencolek pipinya.
Nisa menyentak tangan itu kasar.
"Heh.. Yang sopan ya" ucap nida dengan nada tinggi.
"Wih... Galak amat, non" sahut pria itu lagi. Beberapa temannya justru terkekeh pelan. Entah apa yang mereka tertawakan" Nisa tidak tau dan tidak ingin
tau. "Kembaliin ponsel gue" ujar nisa dengan dingin pada arkan bak anak SD yang memalak temannya.
Pria itu tersenyum miring. Ia berpikir, gadis ini sangatlah langka, unik dan menarik. Lain dari yang lain.
"Gue kembaliin. Tapi, jawab dulu pertanyaan gue. Siapa nama loe" jawab arkan yang masih memainkan ponsel nisa.
"Gue..." Ucapan nisa terpotong. "Baby imut...." teriak seseorang membuat mereka menoleh padanya.
Arkan menyerngitkan dahinya. Kenapa pria itu memanggilnya 'baby imut'" Apa cewek ini kekasihnya".
"Eh.. Ngapain loe disini, Ar?" tanya pria itu saat melihat teman baru satu kelasnya ada disini.
"Wah... Loe mau godain baby imut gue?"" Atau loe semua gangguin dia?" tebak pria itu.
"Bukan gangguin zak... Gue cuma mau kenalan. Eh... Ternyata orangnya cuek banget." jawab arkan seadanya. Temannya yang lain hanya mengguk setuju.
"Terus, ngapain ponselnya ada ditangan loe?" tanya zaki dengan sengit.
"Kok loe tau ini ponselnya dia" Terus kenapa juga loe manggil dia baby imut" Loe pacarnya?" tanya arkan beruntun.
Nisa hanya membulatkan matanya sempurna. Pria bernama Arkan itu bicaranya asal jeplak saja.
"Enggaklah. Dia nisa, adik kelas gue waktu SMA" jawab zaki dengan santai membuat nisa bernafas lega.
"Oh bukan pacar loe. Berarti gue masih punya kesempatan dong buat deketin dia" ucap arkan penuh percaya diri.
Nisa hanya melengos pasrah. Memasang wajah sedatar dan setenang mungkin. Matanya hanya fokus pada ponselnya.
"Minta digorok loe sama suaminya?" balas zaki dengan sengit.
"Suami" Loe udah nikah?" tanya arkan pada nisa dengan satu alis terangkat. Pertanda ia kepo berat.
Nisa hanya membalasnya dengan deheman. Ia mengambil ponselnya kembali.
"Yakin. Loe udah nikah" Kecil-kecil udah nikah" decak arkan dengan keras.
Nisa hanya membalasnya dengan tatapan tajam.
"Gue nikah secara sah menurut agama" ucap nisa penuh penekanan.
"Eits... Santai aja neng, kalo loe emang beneran udah nikah. Gue malah lebih tertantang. Yaudah, cabut aja yuk bro... " ucap arkan dengan santai lantas
beranjak dari duduknya. Arkan kembali menoleh ke arah nisa. Mengamatinya sebentar. Senyum miring tercetak jelas di wajah tampannya.
'Persetan dengan pernikahan loe. Tunggu aja, gue bakal dapetin hati loe. Ini semua salah loe yang buat gue tertarik'
"Oh ya... Sampaikan salam gue ke suami loe. Bye, baby imut." ujar arkan kembali sambil menyerlingkan sebelah matanya pada nisa.
Gadis itu bergidik ngeri sendiri. Seharian ini, ia bertemu dengan orang-orang aneh dan abnormal.
Pertama, si mbak bohay kecentilan itu. Kedua, si zaki sableng yang selalu memanggilnya baby imut. Dan terakhir... Si arkan-arkan itu. Pria teraneh dan
lebih aneh dari zaki. Segera, nisa menyalakan ponselnya. Membuka aplikasi wattsap. Mengirim pesan singkat pada seseorang. Sebuah kontak yang tak pernah ia hubungi lagi. Tidak
pula menghapusnya. Tidak juga mengganti nama kontaknya. Masih sama seperti 2 tahun lalu.
Ia tak tau, apa kontak orang itu masih aktif atau tidak. Yang penting, ia ingin cepat pulang.
To: kakak tersayang Pick me up! Quickly! (Jemput aku! Cepat!)
Setelah mengetik beberapa kata itu, ia langsung menekan tombol send. Berharap yang dituju, cepat membalas pesannya.
Cekrekkk... Sebuah bunyi kamera mempotret.
Nisa menolehkan kepalanya. Menatap zaki yang sudah nyengir tak berdosa sambil memegang kamera di tangannya.
Cekrekk... Sekali lagi, zaki mengambil gambarnya tanpa izin. Nisa menatap zaki dengan dingin.
"Loe mau jadi reyhan ke 2" Hidup mati kamera mulu" cerca nisa pada pria disampingnya.
Zaki hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Gadis itu membandingkan dirinya dengan reyhan. Si ketua ekskul jurnalistik yang hobi mempotret. Padahal,
dirinya hanya kebetulan membawa kamera hari ini untuk dokumentasi kegiatan Ospek.
"Yah, loe cuekin gue mulu sih. Daripada diem, mending gue foto loe." balas zaki dengan santai.
"Emang gue model?" tanya nisa dengan sengit. Alisnya ia tautkan. Bibirnya ia kerucutkan. Terlihat sangat menggemaskan.
"Iyah... Model yang selalu menangin hati gue" balas zaki dengan lembut sambil menarik hidung nisa pelan.
"Zakiiii... Kebiasaan sih loe. Sakit, dodol" keluh nisa sambil mengusap hidungnya yang memang terasa sakit.
"Iyah-iyah.. Sorry, habis loe mancung sih. Imut lagi." ujar zaki sambil mengembangkan senyumnya. Kemudian, ia melihat hasil jepretannya. Lumayan. Tak terlalu
buruk. Nisa yang melihat zaki fokus pada kamera menjadi kepo akut. Ia penasaran bagaimana fotonya di kamera itu.
Tanpa babibu, nisa menarik kamera itu. Lantas, ia melihat hasil jepretan yang baru saja diambil zaki tadi.
Gadis itu membulatkan matanya. Ada beberapa pose yang memperlihatkan mukanya sangat hancur karena tidak siap dan tidak tau jika sedang di foto.
Tidak sampai disitu aja. Semua foto di kamera ini kebanyakan adalah foto dirinya.
Mulai dari pertama kali dirinya masuk SMA. Masih polos dan lugu. Lalu, saat menjadi pengurus Osis, pengisi acara sekolah, panitia acara, maupun menjadi
ketua panitia. Saat dirinya kelas 11 juga ada. Saat dia makan di kantin. Saat dia bermain basket di lapangan outdoor SMA. Saat dirinya mendapat penghargaan sebagai 'The
Queen of clever' juga ada. Saat dia wisuda pun ada. Semuanya ada. Bahkan, lebih banyakan ini, daripada foto nisa diponsel miliknya sendiri.
Bahkan yang tak kalah mengejutkan, saat Ospek tadi. Semuanya foto dirinya. Ada juga beberapa foto mahasiswa baru lain, tapi hanya sebagian kecil. Namun,
tetap saja yang mendominasi adalah foto dirinya.
Dan yang harus kalian tau, foto ini diambil secara diam-diam. Terbukti, hampir di semua foto itu, dirinya sama sekali tidak menghadap ke kamera.
Nisa menatap zaki dengan sendu. Ternyata, semua perkataannya semasa SMA sampai sekarang, bukanlah suatu gurauan.
Nisa pikir, pria ini hanya bergurau semata.
'Loe beneran cinta sama gue"'. Ucap nisa dalam hati.
"Loe su... Loe stalker gue dari SMA" Wow... Parah loe. Lebih parah dari reyhan" decak nisa untuk menghilangkan kecanggungan. Sebenarnya, bukan itu hal
yang ingin ia katakan. Tapi, lidahnya sangat kelu untuk mengatakannya. Jadilah, kata absurd yang keluar dari mulutnya.
Zaki hanya terkekeh pelan mendengar perkatan nisa. Gadis itu sangat menggemaskan dan sangat jauh berbeda dari gadis lain menurutnya.
"Kalo iya kenapa" Gue emang hoby motret dari kecil. Dan loe adalah objek foto gue yang paling awesome!!!" jawab zaki dengan santai.
Nisa masih melihat-lihat semua fotonya dikamera ini. Matanya membulat sempurna ketika melihat foto dirinya dengan pose yang palung absurd dan gak banget
menurutnya. Entah bagaimana zaki bisa mendapat foto itu" Yang jelas, ia tak bisa mendeskripsikan keadaannya difoto itu. Benar-benar menurunkan imagenya.+
"Foto gue jelek banget, sih. Kalo loe mau foto gue bilang dong. Biar gue pose yang cantik." protes nida dengan kesal lalu menghapus foto itu.
"Emangnya, kalo gue minta... Loe mau gue foto?" tanya zaki memancing. Nisa mengalihkan pandangannya ke arah zaki.
"Enggak juga sih" jawab nisa singkat. Ia kembali fokus pada kamera ditangannya. Ia membuka menu dan menekan tombol untuk memotret. Ia mengarahkannya kedepan.
Mencoba memotret menggunakan kamera itu.
"Ya udah... Sekarang gue minta izin. Loe mau gak gue foto?" tanya zaki dengan sok dilembutkan.
Nisa hanya bergidik ngeri.
"Yakin. Loe gak banget. Biasa aja sih. Gak usah diimutin kayak gitu" ujar nisa dengan sengit. Ia tak suka jika sikap berlebihan pria ini kumat.
"Jadi, mau gak gue foto" tanya zaki lagi. Kali ini denganintonasi yang normal.
"Oke" jawab nisa singkat lalu menyerahkan kamera yang ia pegang pada zaki.
Pria itu beranjak dari duduknya. Melangkah sedikit jauh dari nisa. Gadis itu, merapikan jilbab dan kemejanya. Lalu, berpose seadanya. Tidak neko-neko.
Ia mengembangkan senyum manisnya ke arah kamera.
Cekrek... Satu bidikan telah ia ambil. Zaki segara duduk kembali disamping nisa. Memperlihatkan pada gadis itu hasil fotonya.
Nisa tersenyum puas melihat foto dirinya yang jauh lebih baik dari semua foto yang ada disitu.
"Nah, ginikan gue kelihatan cantik" ujar nisa dengan datar.
"Iya... Loe cantik. Nah, gue yang memporet. Gak pernah kelihatan di foto. Padahal, itu juga kamera gue" ujar zaki mendrmantisir.
Nisa tertawa ringan. Mendengar ucapan zaki yang melas. Apalagi ditambah ekspresi wajahnya yang dibuat-buat seolah kesal.
"Resiko ditanggung sendiri. Jangan ajak-ajak gue" ucap nisa masih diringi tawa.
"Loe gak niat gitu ngajak gue foto?" tanya zaki dengan serius.
Nisa hanya menyerngitkan dahinya. Heran. Kenapa lagi pria ini"
"Enggak ada tuh" jawab nisa singkat.
"Ayolah... Sekali aja. Loe kan temen gue. Sekali-kali buat temen loe seneng. Buat orang seneng itu dapet pahala loh. Terus..."
"Iyah-iyah... Sekali aja" balas nisa dengam cepat. Ia sedang gak mood untuk mendengarkan ocehan dari pria disampingnya.
Zaki tersenyum puas. Lantas, ia mengeluarkan ponsel dari sakunya. Membuka apl kamera dan mengarahkan pada mereka berdua.
Zaki menunjukan senyum terbaiknya. Sedangkan, nisa hanya tersenyum tipis saja. Namun, sama sekali tak mengurangi kadar kecantikannya.
Pria itu hanya menekan tombol kamera sekali, seperti yang diminta oleh nisa.
"Jangan pernah loe upload foto itu di media sosial manapun. Awas aja sampai gue lihat foto itu muncul di social network!. Gue hajar juga loe" ancam nisa
dengan nada datar tanpa menoleh kearah zaki.
Pria itu hanya membalasnya dengan anggukan. Lalu, memasukkan ponselnya kembali dalam saku.
Ia melirik jam tangannya sekilas. Jarum jam telah menunjukan jam 3 sore.
"Kenapa loe gak pulang?" tebak zaki dengan penasaran.
Nisa hanya menggeleng. "Nanti" jawab nisa singkat.
Pria itu menautkan alisnya. Penasaran kenapa gadis ini belum pulang.
Tiba-tiba adzan ashar berkumandang. Zaki yang ingin bertanya, mendadak diam. Mereka berdua terdiam. Mendengarkan adzan. Bibir merekapun hanya berkomat-kamit
menjawab adzan tanpa mengeluarkan suara.
"Sholat dulu, yuk. Didekat sini ada musholla" ajak zaki.
Nisa menimbang sebentar. Ia mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan singkat pada seseorang.
To : kakak tersayang Aku sholat ashar di masjid dekat sini. Tunggu aja, ditaman.
Tangan nisa menekan tombol send. Lantas, ia beranjak dari duduknya.
"Dimana mushollanya?" tanya nisa datar. Zaki tersenyum. Gadis ini sama sekali gak berubah. Selalu mementingkan ibadahnya. Katanya, 'sholat itu harus tetep
nomor satu. Walau, sholat itu nomor 2 dalam rukum islam'.
Mereka berdua segera menuju musholla yang paling dekat. Mereka melaksanakan sholat ashar disana. Usai melakukan sholat, mereka kembali ke taman itu lagi.
"Ngapain kesini lagi" Loe gak pulang" Loe nungguin rikha sama zizi?" tanya zaki dengan beruntun. Nisa hanya menggeleng keras.
"Terus" Loe nungguin siapa" Suami loe" Faiz?" tebak zaki dengan penuh keyakinan. Hadia itu hanya mengangguk, lalu duduk kembali dikursi taman yang ia duduki
tadi. Zaki hanya membulatkan matanya sempurna. Bukankah faiz udah pergi dari tadi" Dia nyuruh nisa nungguin dia" Disini" Yang benat saja!.
"Faiz udah pergi dari tadi, nis. Dia tadi dapet telfon penting dari kantor katanya" ucap zaki seraya duduk disamping nisa.
Gadis itu hanya menyerngitkan dahinya. Menatap tajam ke arah zaki, seolah berkata 'benarkah"'.
"Yakin. Dia tadi buru-buru. Loe mau gue anterin pulang?" tawar zaki padanya. Nisa hanya menggeleng.
"No. Thanks... Kak faiz pasti jemput aku kok" balas nida dengan datar. Nisa menatap lurus kedepan. Ekspresinya sama sekali tak terbaca.
"Yaudah... Gye temenin sampai faiz jemput loe" ujar zaki santai.
Ponsel disaku pria itu berdering. Tanpa melihat siapa yang menelfon, ia langsung saja menekan tombol hijau.
"Waalaikum salam. Ada apa, ma?"
"Pulang" Sekarang" Emang ada apa?"
"Maaf, zaki gak bisa. Nanti malam zaki nyusul kesana."
"Iya, mama hati-hati. Sampaikan salamku pada kak rasya dan mas rasyid"
Begitulah percakapan zaki dengan orang disebrang telfon.
Nisa menoleh ke arah zaki. Pria itu terlihat santai aja.
"Pulang sana." ujar nisa dengan datar.
"Iya, tapi nanti. Gue bisa nyusul ke jerman nanti malam"
"Jerman" Loe batalin penerbangan loe?"
"Why not" You are my priority"
"Ck... Emang loe ke jerman mau ngapain?"
"Nengok ponakan baru"
"Hm" "Loe laper?" "Hm" "Mau pizza?" "Hm" "Chocholate milk"
"Hm" "Loe puasa suara?"
"Ya, begitulah"
"Jangan ham hem ham hem aja."
"Ya" "Alah... Susah ya ngomong sama cewem cuek kayak loe. Untung, loe ngangenin"
"Gak nyambung" "Hm" "Balas dendam nih ye?"
"Hm" "Cepet pesen satu pizza dan 2 susu coklat dingin. Gue laper"
"With my pleasure, baby imut"
Zaki segera menelfon manager resteron miliknya. Ia memesan seperti yang diinginkan oleh nisa.
Mereka berdua kembali terdiam. Nisa memeriksa ponselnya. Mengechek apakah faiz membalas pesannya. Tapi, nothing. Tak ada satu notifikasi yang masuk diponselnya.
Ia mencoba menelfonnya. Mengechek apa nomor itu masih aktif atau tidak. Terdengar suara sambungan telepon. Tapi, justru mbak-mbak operator yang menjawabnya.
Nisa menghembuskan nafasnya sekali dengan kasar. Sebenarnya, suaminya itu sedang apa" Apa ia lupa untuk menjemputnya".
Gadis itu menggeleng keras. Mengusir semua pikiran negatif dari otaknya.
"Always be positive thinking" gumam nisa lirih.
Zaki mengamati setiap gerak-geriknya gadis dusampingnya.
"Kenapa?" tanya zaki dengan lembut.
"Gak papa. Eh... Itu liat! Pizzanya udah dateng. Cepet banget" pekik nisa dengan mata berbinar saat melihat petugas pengantar pizza berjalan ke arah mereka.
Zaki tersenyum melihat nisa seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan permen kesukaannya. Menggemaskan!.
'Ya iyalah, cepet. Restoran pizza deket sini itukan milik gue'. bathin zaki.
"Ini Tuan... Pesanannya" ujar petugas itu. Zaki menerimanya dengan senang hati tanpa membayar. Pria itu hanya memberi petugas itu uang tips.
"Kok gak dibayar, zak?" tanya nisa dengan heran.
Petugas itu tersenyum tipis.
"Nona... Saya ini bekerja di Restoran pizza Anzala milik Tuan El Rasyad" balas petugas itu dengan ramah.
Nisa hanya menganggukan kepala mengerti. El Rasyad adalah nama belakang zaki. Alias nama keluarga besar zaki.
"Baik, kamu boleh pergi" ujar zaki membuat petugas itu segera undur diri.
Nisa membuka kotak pizza itu. Merapalkan doa dengan cepat lalu memakannya satu gigitan. Merasakannya dengan pelan.
"Lezat. Sejak kapan loe punya restoran?"
"Belum lama... Loe tau kenapa nama restorannya Anzala?"
"Gak tau" "Loe gak penasaran?"
"Gak juga sih" "Masa'?" "Hm... Nih, makan. Jangan ngomong mulu" ucap nisa sambil menyodorkan sepotong pizza ke arah zaki.
"Anzala itu nama loe. Annisa Zahra Kamila." ujar zaki membuat nisa berhenti makan.
Ia meletakkan kembali potongan pizza ke tempatnya. Sedangkan, zaki justru mengambil potongan itu dan memakannya. Bertingkah seolah ia tak mengatakan apapun
tadi. Pria itu menyodorkan potongan kecil pizza ke arah nisa yang melamun.
"Hei... Gak usah dipikir. Nih, makan. Gue tau loe laper pakai banget lagi. Entar kalo gue habisin. Loe marah-marah lagi" ucap zaki menyadarkan lamunan
nisa. + Ia mengambil potongan pizza itu dan memakannya dengan tangannya sendiri.
Mereka makan dalam diam. Tak terasa, waktu cepat berlalu. Makanan yang mereka pesanpun sudah habis.
Nisa masih saja diam. Ia terus menatap layar ponselnya. Tapi, tak ada satupun pesan yang masuk.
Gadis itu melirik jam tangannya. Jam 5 lebih. Lantas, Ia menengadahkan wajahnya ke langit. Tak ia sadari, ternyata langit sudah dipenuhi awan mendung.
Pertanda akan turun hujan. Tapi, orang yang akan menjemputnya belum datang.
Ia mencoba kembali menghubunginya. Tapi, tidak bisa. Lalu, ia mencoba mengirim pesan padanya.
To: kakak tersayang Kak, mau ujan. Kapan jemput"
To: kakak tersayang Jangan lupa jemput aku! To: kakak tersayang Dear... Please pick me up!
Itulah beberapa pesan singkat yang ia kirimkan pada suaminya.
Tepat ketika semua pesan itu terkirim. Butiran-buliran hujan perlahan turun.
"Ayo pulang... Gue anter" ucap zaki sedikit khawatir. Memang, baru gerimis belum sampai hujan deras. Namun, tetap saja. Gadis ini bisa sakit. Mengingat,
ia sangat alergi dan gak tahan dingin.
"Nanti. Gue kangen hujan" jawab nisa singkat. Ia membiarkan dirinya terkena gerimis.
Zaki hanya membiarkannya saja. Memaksa gadis ini sama sekali tidak ada gunanya. Ia sangat menyukai hujan.
Pria itu melepas jaketnya dan menyampirkannya di bahu nisa. Gadis itu diam saja. Ia menikmati hujan. Merasakannya, berharap hujan mampu menghanyutkan semua
masalahnya juga mendinginkan hatinya yang panas dingin.
Cukup lama, namun hanya gerimis yang turun. Tidak ada hujan deras. Tapi, tubihnys sudah setengah basah.
"Loe bisa sakit. Kalo loe gak mau pulang. Ayo kita berteduh" ucap zaki yang terdengar penuh kekhawatiran.
"Gak akan. Ini hanya grimis. Bentar lagi juga reda" jawab nisa dengan santai.
Entah, kebetulan atau apa" Yang pasti setelah nisa mengatakan hal itu, gerimispun reda.
**** Seorang pria bertubuh jangkung itu merbahkan tubuhnya dikursi kejayaannya. Tadi, saat masih ditempat kuliah, ia mendapat telepon penting. Para inventor


Fazahra Akmila Karya Naima Adida di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saham datang ke kantornya untuk membahas permasalahan yang terjadi dicabang perusahaannya yang berdampak pada penurunan saham.
Pria itu memijat pangkal hidungnya sendiri. Cukup lama ia memimpin rapat hari ini. Tiba-tiba, ia ingat akan sesuatu.
Ia mencari ponsel dalam lacinya. Mati" Ternyata, batreinya low. Segera ia menchargernya ke power bank.
Pria itu kemudian menghidupkan ponselnya. Beberpa notifikasi langsung masuk dalam hanphonenya.
Ia membulatkan matanya sempurna. Ada 3 kali missedcall dan 5 kali pesan singkat serta 1 pesan di Wattsap. Dan itu semua berasal dari istrinya.
Ia menepuk jidatnya sendiri. Pasti, gadis itu belum pulang. Ia yakin, istrinya masih ada disana. Menunggu dirinya untuk menjemputnya.
Ia segera merai kunci mobilnya dan menancap gas ke arah universitasnya kembali.
**** Nisa memandang kearah langit yang kembali bersinar. Seorang pria jakung besetelan jas rapi menghampiri mereka.
"Ayo, pulang" ucap pris itu dengan datar. Zaki menatap pria itu tajam.
"Kemana aja tadi loe" Loe gak lihat tubuhnya basah cuma buat nungguin loe buat jemput dia?" cerca zaki dengan nada tinggi.
"Kalo loe gak sanggup antar jemput dia, biar gue aja yang lakuin itu" lanjutnya lagi.
Nisa hanya memasang wajah datarnya.
"Udah" Ayo pulang. Tubuh gue udah dingin. Thanks, zaki. Udah mau nemenin gue" ucap nisa lantas beranjak dari duduknya dan segera masuk ke dalam mobil.
Gadis itu melewati suaminya begitu saja. Sama sekali tidak melihat ke arahnya.
Faiz mengikuti nisa dari belakang. Lalu, menyusulnya masuk dalsm mobil. Zaki hanya melihatnya saja.
'Gue yakin loe bahagia sama faiz. Tapi, liat dia kayak gitu sams loe. Gue mulai ragu, apa loe bahagia hidup dengannya"' ucap zaki dalam hati.
**** Keadaan di mobil sangat hening. Tak ada yang berbicara. Suasana canggung menyelimuti mereka.
Gadiz berwajah tirus itu menyelimutkan jaket yang diberikan zaki ketubuhnya. Ia memejamkan matanya. Mencari kehangatan.
Faiz hanya meliriknya sekilas.
"Maaf, ponselku tadi lowbat" ucap faiz membuka percakapan.
Nisa hanya membalasnya dengan deheman. Ia masih memejamkan matanya.
"Tadi, ada rapat penting dikantor" ujar faiz kembali. Nisa hanya membalsnya dengan deheman lagi.
"Loe marah?" tanya faiz dengan datar membuat nisa membuka matanya.
"Tidak. Hanya saja, besok aku mau pakai mobil sendiri. Aku minta, kakak izinin aku. Jadi kakak gak perlu repot jemput aku lagi" balas nisa sama datarnya.
Merekapun kembali terdiam. Keadaan kembali hening.
"Ya udah" balas faiz seadanya.
Nisa hanya mendengus kesal. Suaminya ini sama sekali tidak peka dan sangat dingin. Harusnya, tanpa nisa berkata... Faiz sudah tau kalau nisa dalam keadaan
marah. Siap juga cewek yng mau berjam-jam menunggu jemputan suaminya. Bahkan, sampai kehujanan. Tapi, begitulah... dasar sama sekali tidak peka!
Kadang, seorang wanita itu tidak mengatakan apapun. Namun, ia ingin kekasihnya mengerti. Lalu, bagaimana seorang lelaki bisa tau tanpa kita bicara" Membicaran
hal kecil itu bermanfaat agar tidak terjadi salah paham.
part 34 Maaf... Seorang gadis berwajah tirus sedang bersandar didepan mobilnya. Ia melipat tangannya didepan dada. Pikirannya melayang kemana-mana.
Sudah 2 hari ini ia dan suaminya tidak saling bicara. Mereka hanya berbicara saat ada hal penting saja.
Pagi ini, setelah menghabiskan sarapannya. Suaminya langsung pergi duluan ke kampus dengan hanya mengucap salam. Tak ada kecupan singkat didahinya seperti
biasa. Sikap dingin sedang mendominasi keduanya.
Gadis itu tak habis pikir dengan sikap dingin suaminya yang kadang melebihi dinginnya es di kutub utara.
"Ini yang gak peka dia" Atau aku yang terlalu berlebihan?" gumamnya lirih lantas mengusap wajahnya dengan kasar.
Sebuah mobil berwarna merah mendekat ke arahnya. Pintu kaca mobil terbuka. Seorang gadis berpipi chubby turun dari mobil itu. Ia mendekat ke arah sahabatnya
itu. "Kenapa sih loe bawa mobil sendiri" Kan ada kak faiz. Kalo loe nanti nyasar gimana" Loe kan payah buat hapal jalan" ucap gadis itu dengan dibuat-buat.
Nisa hanya melengos saja. Suasana hatinya sedang tidak baik hari ini.
"Makanya, gue minta loe nyamperin gue." ucap nisa sembari membuka pintu mobilnya sendiri.
Namun, segera ditahan oleh rikha. Gadis itu menatap nisa tajam.
"Loe bertengkar sama kak faiz?" tanyanya menyelidik.
"Enggak. Gue cuma gak enak badan." alibi nisa.
"Kalo loe sakit. Mending gak usah berangkat" ujar rikha penuh kekhawatiran.
"Ayo... Berangkat. Gue gak mau dimarahin si lampir kalo telat"
"Yaudah... Ayo. Gue sama loe aja. Biar zizi yang bawa mobil gue"
"Terserah" "Ziii... Gue sama nisa. Bye-bye... Nyetir yang bener. Awas aja loe buat kita nyasar. Apalagi mobil gue sampai lecet" teriak rikha dengan keras.
Seorang gadis bermata sipit didalam mobil hanya mendecak keras.
"Bungkus aja nih mobil kalo gak mau lecet" balasnya dengan tak kalah keras. Mereka berdua saling adu mulut, mendebatkan masalah yang tidak jelas.
Nisa hanya memutar bola matanya malas melihat kelakuan 2 sahabatnya. Ia langsung masuk dalam mobilnya. Menghidupkan mesinnya dan memencet klakson dengan
kelas. Tatapannya tajam ke arah dua gadis itu. Memberi kode agar mereka segera masuk dalam mobil.
Rikha dan zizi hanya nyengir tak jelas ke arah nisa. Zizi menutup kaca mobilnya dan segera menjalankan mobilnya. Rikha juga langsung masuk ke mobil nisa.
Mereka berangkat bersama ke kampus.
**** Nisa menyetir mobil dengan tidak konsen. Rikha dari tadi terus mengoceh. Entah apa yang ia katakan. Nisa sama sekali tidak tertarik. Ia juga hanya membalasnya
dengan deheman. "Kok loe nyebeln sih, nis. Gue bicara dari tadi. Loe diem aja. Lagi puasa suara, neng?" tanya rikha dengan sengit.
Lagi-lagi nisa hanya menjawab dengan deheman.
3rd party ad content frame
Advertisement 3rd party ad content frame end
"Ya ampun... Nih anak. Kenapa sih loe" Cerita sama gue. Loe ada masalah sama kak faiz?" tanya rikha lagi. Kali ini dengan serius.
Nisa menatap sahabatnya itu sekilas. Lalu, menatap ke arah depan lagi.
"Nothing. I'm just bad mood. Understand and silent, please "
"Oke. Oke. I will silent. But... Jika loe mau cerita, gue siap dengerin"
"Hm" Keadaan menjadi hening seketika. Namun, bukan rikha namanya kalau harus lama-lama diem. Ia pasti akan mengoceh lagi.
"Oh ya, nis. Hari ini Ospek terakhirkan?"
"Hm" "Berarti acaranya sampai malam"
"Masa' sih. Bukannya di jadwal kayak biasanya ya"
"Wah, parah loe nis. Saking malesnya loe ikut Ospek.... Jadwalnya di rubah aja enggak tau."
"Emang kenapa dirubah?"
"Mana gue tau. Katanya, perwakilan dari setiap kelompok disuruh nampilin satu perform nanti malam sebagai acara penutup."
"Ooh" "Gitu aja?" "Lah terus gue harus apa" Koprol" Salto" Atau terjun dari pesawat?"
"Ya enggak juga sih... Hehe"
"Semua mahasiswa baru harus ikut?"
"Wajib katanya."
"Bolos gak bisa?"
"Heh... Nanti malam pasti seru. Sayang kalo dilewatin"
"Gue lagi males"
"Gak bisa. Loe harus ikut."
"Nantilah gampang." ujar nisa dengan datar. Ia mengakhiri obrolan mereka.
Tak terasa, mobil yang mereka naiki sudah sampai di depan kampus. Mereka keluar dari mobil dan berjalan beriringan ke aula utama.
Rikha dan zizi saling menyenggol siku. Berbisik-bisik tak jelas.
"Kenapa sih tuh anak?" tanya zizi pelan. Ia mengamati wajah tenang nisa. Namun, dibalik ketenangan itu, ia tau bahwa sahabatnya itu sedang ada masalah.
"Gak tau tuh. Nanti juga baik sendiri" jawab rikha seadanya. Mereka berdua berjalan dibelakang nisa. Membiarkan gadis itu berjalan terlebih dulu.
Terkadang, seorang sahabat tak perlu berkata untuk menjelaskan bahwa ia sedang tidak baik-baik saja, karena hanya dengan melihat matanya itu adalah penjelasan.
**** Ssstttt... Sttt... Rik, zi...
Paling seseorang pada mereks berdua. Refleks mereka berdua menoleh kebelakang.
Tiba-tiba, seorang pria bertubuh jangkung, muncul di belakangnya.
"Astaghfirullahaladzim... " pekik zizi dengan keras. Namun, pria itu langsung menatapnya tajam. Membuat zizi membekap mulutnya sendiri.
"Ngapain loe kak... Ngagetin kita aja. Pakai sat sut sat sut lagi" ucap rikha dengan pelan.
Pris itu mengarahkan telunjuknya ke bibirnya sendiri. Memberi kode agar mereka berbicara dengan pelan.
Lalu, melambaikan tangan agar mereka mendekat. Kedua gadis itu menurutinya saja.
Pria membisikan sesuatu pada mereka berdua. Kedua gadis itu mengangguk mantap. Senyum mengembang di wajah keduanya.
"Oke. Intinya, nanti malam. Nisa harus duduk di bangku paling depan. Paham?" ucap pria itu dengan lirih.
"Okeh... Siap, boss" ucap mereka berdua serempak.
Pria itu mangacungkan jempolnya.
"Udah.. Sana. Nanti dia curiga lagi" ujar pria itu mengusir mereka.
Kedua gadis itu mengerucutksn bibirnya.
"Gitu ya.. Kalo ada maunya aja, baik. Kalo gini, ngusir. Oke fine. Pokoknya, good luck buat nanti malam" ujar zizi dengan intonasi yang dibuat-buat.
Pria itu tersenyum tipis. Lalu, memasang wajah datarnya lagi.
"Thanks " ucap pria itu pelan dan datar. Kedua gadis itu membalasnya dengan senyuman. Lalu, kembali menghampiri nisa.
**** Ba'da maghrib, seorang gadis berjilbab biru sedang manatap langit dengan wajah sendu. Ia baru selesai melakukan sholat maghrib di musholla dekat kampusnya
bersama mahasiswa baru lainnya.
Gadia itu duduk diteras masjid.Tangannya merogoh sesuatu dalam saku rok hitamnya.
Sebuah kalung putih polos ia keluarkan. Ukiran kata Faza tercetak samar didalam kalung itu. Ia mengamatinya dengan seksama.
'Kalung ini, sengaja aku beli dulu untukmu. Tapi.. Entahlah, aku tak yakin akan memberikannya padamu'
Satu tepukan dibahunya membuat gadis itu sadar dari lamunannya.
"Heh... Jangan ngelamun, nis. Kesambet tau rasa loe" suara cempreng khas seorang cewek menyusup indra pendengarannya.
Gadis itu mendongakkan kepalanya. Ternyata itu sahabatnya, zizi.
"Ayo... Ke aula. Acaranya mau dimulai" ucap zizi dengan penuh semangat.
"Rikha mana?" tanya nisa yang tak melihat sahabatnya yang berpipi chubby itu dari tadi. Tangannya memasukkan kembali kalung itu kedalam sakunya.
"Dia udah disana. Dia gak sholat. Dia lagi udzur" jawab zizi dengan santai.
Nisa hanya mengangguk. Ia beranjak dari duduknya. Mereka berdua berjalan ke aula utama.
**** Di aula utama, mahasiswa baru dan para panitia sudah berkumpul. Para panitia sibuk berlalu lalang. Sedangkan para maba, sibuk membicarakan perform apa
yang akan mereka tampilkan.
Seorang gadis berjilbab pink melambaikan tangannya ke arah nisa dan zizi.
"Itu... Rikha. Yuk, Kesana. Kita duduk disana aja" ujar zizi ketika melihat rikha tengah duduk manis di bangku depan.
"Yakin didepan" Gue gak mau ah" tolak nisa dengan keras. Tapi, zizi justru menarik tangannya ke arah bangku paling depan. Memaksanya duduk di sebelah rikha.
"Apaan sih loe berdua?" sungut nisa. Namun, kedua sahabatnya justru nyengir tak jelas.
"Duduk disini aja. Kalo di belakang gak kelihatan. Lagian bukan loe juga kan yabg akan wakilin kelompok loe buat perform?" tanya balik rikha.
Nisa hanya membalasnya dengan deheman. Seharian ini, ia sangat bad mood.
Kegiatan Ospek hari ini juga terasa membosankan. Dan sekarang, ia harus terjebak disini. Menatap hiburan gratis yang akan ia lihat sebentar lagi.
Seorang MC sudah naik kepanggung. Para mahasiswa baru itu juga sudah menempatkan diri masing-masing.
Acarapun dimulai. Sorak sorai penonton menyambut setiap pertunjukan. Mulai dari membaca puisi, menyanyi, sampai pertunjukan drama. Semua perfome dari maba
sudah ditampilkan. Senyum terukir diwajah semua penonton. Mereka sangat terhibur dengan acara ini. Tapi, tidak dengan nisa. Gadis itu, sama sekali tak menikmati acara yang
berlangsung meriah ini. Seorang MC naik kembali diatas panggung.+
"Bagaimana" Sudah puas melihat peryunjukan malam ini?" suara MC menggelegar ke seluruh ruang ini.
"Beluuum...." "Oke. Baiklah. Sebagai acara puncak dan penutupan acara malam ini, akan ada satu penampilan yang spesial dari most wanted boy in university exford. Please,
give an applause" ujar MC dengan lantang. Semua penonton bertepuk tangan.
Tiba-tiba, semua lampu padam. Keadaan langsung hening. Hanya bisik-bisik yang terdengar tidak jelas.
Sebuah lampu menyala. Menyoroti seorang pria jangkung yang sedang memangku gitar didepan panggung.
Pria itu terlihat sangat tampan sekali dengan jaket hitam dan kemeja biru yang digulung sesiku. Rambutnya di model spike, membuatnya terlihat sangat cool.
Jreng... Jreng... Jreng Pria itu mulai memetik gitarnya.
Suara tepuk tangan dan sorak sorai menyambutnya.
Nisa menatap pria yang ada didepan tanpa ekspresi. Ia sedikit terkejut dengan apa yang dilakukan pria itu. Banyak pertanyaan muncul di otaknya.
'Sejak kapan dia ada disana" Dia mau apa"
"Lagu ini, aku persembahkan untuk menepati janjiku pada wanita paling berharga dalam hidupku" ucapnya dengan datar. Matanya melirik ke arah gadis berjilbab
biru yang duduk dibangku paling depan.
Gadis itu hanya menatapnya. Melihat apa yang akan dilakukan oleh pria itu.
{Gantung ya lagunya" Setengah lagi akan ku nyanyikan setelah kita nikah nanti}
Apa kamu akan menepati janjimu dulu padaku"
Jreng... Jreng... Jreng...1
I praise Allah for sending me you, my love
You've found your home, it's here with me
And I'm here with you (Aku bersyukur kau disini, kasih)
Now let me let you know (Dari kalbuku mengiringi kepadamu ingin ku sampaikan)
You've opened my heart (Kau cahaya hati) I was always thinking that love was wrong
(Dulu ku palingkan diri dari cinta)
But everything was changed when you came along
(Dan kini kau hadir rubah segalanya)
And there's a couple of words I wanna say
(Inilah janjiku kepadamu)
For the rest of my life (Sepanjang hidup) I'll be with you (Bersamamu) I'll stay by your side honest and true
(Kesetiaanku tulus untukmu)
'Til the end of my time (Hingga akhir waktu) I'll be loving you, loving you
(Kaulah cintaku... Cintaku)
For the rest of my life (Sepanjang hidup) Through days and nights (Seiring waktu) I'll thank Allah for opening my eyes
(Aku bersyukur atas hadirmu)
Now and forever I (Kini dan selamanya) I'll be there for you (Aku milikmu) I know it deep in my heart
I feel so blessed when I think of you
And I ask Allah to bless all we do
You're my wife and my friend and my strength
And I pray we're together in Jannah
Finally now I've found myself, I feel so strong
I guess everything was changed when you came along
And there's a couple of words I wanna say
For the rest of my life I'll be with you I'll stay by your side honest and true
'Til the end of my time I'll be loving you, loving you
For the rest of my life Through days and nights I'll thank Allah for opening my eyes
Now and forever I I'll be there for you1 Begitulah lagu yang pria itu nyanyikan. Dia benar-benar menepati janjinya.
Nisa menatapnya tanpa ekspresi. Ia tak tau harus bagaimana. Mendengar suara merdu khas milik pria itu membuat dadanya sesak.
'Kau benar-benar menepati janjimu saat malam itu. Malam dimana aku merasa menjadi gadis yang paling beruntung di dunia'
Pria itu meletakkan gitarnya. Mengambil sesuatu dari atas meja didekatnya. Ia menyalakan korek dan menyulutnya di atas lilin. Yah, pria itu kini mendekat
ke arahnya seraya membawa kue tart dengan angka 17 di atasnya.
Alunan lagu selamat ulang tahun milik jamrud mengalun seiring langkahnya mendekati nisa. Tak lupa ia menunjukan senyum termanis yang ia miliki.
"Yah... Inilah acara sebenarnya malam ini. Selamat datang di acara pesta kejutan ulang tahun Annisa Zahra Kamilah Zidan." ujar pembawa acara itu dengan
lantang disela-sela nyanyian selamat ultah itu.
Semua orang bertepuk tangan riuh melihat adegan romantis akan terjadi sebentar lagi.
Gadis berwajah tirus itu mematung ditempat. Tak tau harus bagaimana ia mengekspresikan perasaannya saat ini. Ternyata, pria itu masih mengingat hari ulang
tahunnya. Padahal, dia sendiri lupa jika hari ini merupakan hari lahirnya. Dan acara malam ini hanya kedok belaka karena acara sebenarnya adalah pesta
ulang tahun khusus untuknya.
Rasa kesal, bingung, syok, haru, senang bercampur jadi satu.
Semua kenangan 2 tahun silam, kini berputar jelas diotaknya.
{Dia cewek paling cuek yang pernah ada. Tapi, dia cewek yang paling perhatian dengan sifat cuek nya itu. Dia cantik dengan kesederhanaannya.
Aku adalah orang yang tak percaya dengan cinta. Aku juga tidak tau apa itu cinta. Tapi, bersamanya membuatku mengerti apa arti cinta yang sesungguhnya.
Dia yang mengajarkanku cara mencintai Allah. Keyakinannya dan kecintaannya pada sang khaliq membuatku jatuh hati padanya. Tak ada alasan untuk mencintai
karena cinta ada, sebab Allah menghendaki itu.
Dia cewek modern dengan mutiara keimanan dalam hatinya. Aku bukan pria yang baik untuk semua wanita. Tapi, aku ingin menjadi pria terbaik untukmu. Annisa
Pendekar Latah 14 The Propotition The Propotition 1 Karya Katie Ashley Sepotong Hati Yang Baru 2
^