Pencarian

Oliver Twist 1

Oliver Twist Karya Charles Dickens Bagian 1


Daftar Isi Kelahiran Oliver Twist ~ 1
Masalah Pertama Oliver Twist ~ 5
Penawar pertama ~ 20 Melangkah ke Luar Rumah ~ 31
Kehidupan Suram Sang Majikan ~ 41
Ledakan Kemarahan Oliver ~ 55
Kabur dari Rumah ~ 62 Teman Baru yang Aneh ~ 71
Keluarga Baru Oliver ~ 83
Oliver Ditangkap ~ 91 Kebijakan Polisi Fang ~ 97
Surga yang Didambakan ~ 107
Oliver Harus Ditemukan~ 119
Prediksi Tuan Grimwing ~ 129
Pertemuan yang Tak Terduga ~ 143
Kembali ke Dunia yang Gelap ~ 152
Keaksian Tuan Bumble ~ 164
Bujukan Tuan Fagin ~ 176 Sebuah Rencana Penting ~ 188
Pindah ke Rumah Williams Sikes ~ 201
Ekspedisi ~ 212 Perampokan ~ 220 Percakapan Tuan Bumble dan Nyonya Coney ~ 229
Pengakuan Menjelang Ajal ~ 237
Toboy Crackit Menyampaikan Berita ~ 247
Keresahan Tuan Fagin ~ 255
Masa Depan Cemerlang Tuan Bumble ~ 270
Oliver Kembali ke Tempat Perampokan ~ 280
Para Penolong Oliver ~ 292
Ketulusan Nona Rose ~ 297
Posisi Kritis ~ 306 Sekali Lagi Merasakan Kebahagiaan ~320
Duka yang Begitu Tiba-Tiba ~ 332
Kemunculan Harry Maylie ~ 344
Ungkapan Hati Harry Maylie ~ 356
Kepergian Harry ~ 366 Kehidupan Pernikahan Tuan Bumble ~ 370
Suatau Malam di Rumah Tuan Monks ~ 383
Monks dan Fagin Bertukar Pikiran ~ 396
Percakapan Aneh ~ 415 Kejutan ~ 424 Kenalan Lama Oliver ~ 436
Dodger Terlibat Masalah ~ 449
Nancy Gagal Menepati Janjinya ~ 462
Noah Claypole dan Misi Rahasia Fagin ~ 472
Janji yang Ditepati ~ 477
Akibat Fatal ~ 490 Pelarian Sikes ~ 500 Pertemuan Monks dan Tuan Brownlow ~ 513
Pengerjaan dan Pelarian ~ 526
Beberapa Misteri Terungkap ~ 542
Malam Terakhir Fagin ~ 560
Sebuah Akhir ~ 572 https://pustaka-indo.blogspot.com/
Kelahiran Oliver Twist i antara gedung-gedung publik lain di sebuah kota"
yang karena berbagai alasan sebaiknya tidak dise"
butkan, bahkan dengan nama fiktif"terdapat sebuah
bangunan kuno yang biasa dijumpai di banyak kota, baik besar
maupun kecil. Tepatnya, sebuah rumah sosial1. Di rumah sosial
ini lahirlah Oliver Twist kecil, pada hari serta tanggal yang tak
perlu disebutkan pula. Setelah ahli bedah2 desa menuntunnya menuju dunia penuh
duka dan kesusahan ini, belum jelas apakah bayi tersebut
akan selamat sehingga berhak menyandang sebuah nama. Bila
demikian keadaannya, kemungkinan besar memoar ini takkan
muncul. Atau, kalaupun muncul, karena isinya hanya beberapa
halaman, ini akan menjadi karya biografi paling ringkas serta
akurat dalam lingkup literatur di masa kapan pun atau negara
mana pun. Walaupun menurutku lahir di rumah sosial bukanlah
kondi"si paling menguntungkan dan paling didambakan yang
mungkin menimpa manusia, tapi dalam kasus ini, dilahirkan
Institusi yang didirikan untuk menampung kaum papa. Memiliki reputasi buruk
karena para penghuninya acap kali menerima perlakuan tak manusiawi. Institusi
ini dihapuskan di Inggris pada 1930."penerj.
Praktisi kedokteran yang kewenangannya lebih terbatas daripada dokter (tidak
sama dengan ahli bedah masa kini). Tugasnya antara lain mengobati luka-luka luar
dan tulang yang patah, mencabut gigi, hingga membantu persalinan. Secara sosial
kedudukannya lebih rendah daripada dokter."penerj.
2~ OLIVER TWIST di rumah sosi"al adalah hal terbaik yang mungkin terjadi pada
Oliver Twist. Faktanya adalah, sulit membuat Oliver bernapas
sendiri"memang tidak mudah, tapi mampu bernapas sendiri
adalah hal yang sangat penting demi kelangsungan hidup kita.
Dan, selama beberapa waktu Oliver tergolek di kasur sambil
tersengal-sengal, terombang-ambing antara dunia ini dan duni"a
lain"keseimbangannya lebih memihak dunia yang disebut be"
la?"kang"an. Nah, seandainya saat itu Oliver dikelilingi oleh nenek yang
perhatian, bibi yang cemas, perawat berpengalaman, dan dokter
mahabijaksana, dia pasti akan segera tewas. Namun, karena tak
ada siapa-siapa kecuali seorang wanita tua miskin yang agak
linglung karena kebanyakan bir serta seorang ahli bedah desa
yang mengerjakan hal-hal semacam itu berdasarkan kontrak,
Oliver dan alam pun bertarung habis-habisan. Hasilnya, setelah
sejumlah pergumulan, Oliver pun bernapas, bersin, dan berlanjut
dengan menangis lantang sekali selama tiga seperempat menit.
Tangisan itu merupakan pengumuman bagi para penghuni
rumah sosial mengenai beban baru yang ditimpakan pada desa3
tersebut. Saat Oliver menunjukkan bukti kehidupannya, selimut kain
perca yang dilemparkan asal-asalan ke atas tempat tidur besi pun
berdesir. Wajah pucat seorang wanita muda terangkat lemah dari
bantal. Dia mengucapkan kata-kata yang tak sempurna dengan
suara lirih, "Biar kulihat anak itu, lalu mati."
Sang ahli bedah tengah duduk menghadap perapian,
silih berganti menghangatkan dan menggosok-gosok telapak
tangannya. Saat sang wanita muda berbicara, dia pun bangkit.
Sambil menghampiri kepala tempat tidur, dia berkata dengan
teramat ramah, hal yang tak terduga darinya.
Satuan administratif terkecil di Inggris. Secara historis terkait erat dengan keberadaan gereja berikut jemaatnya di suatu kawasan tertentu."penerj.
CHARLES DICKENS "Oh, kau tidak boleh bicara tentang kematian. Belum
saatnya." "Tentu tidak! Tuhan, berkatilah jiwanya "," timpal sang
perawat sambil buru-buru memasukkan botol kaca hijau ke
sakunya. Isi botol ini sedari tadi dicicipinya di pojok dengan
ekspresi puas yang kentara sekali.
"Tuhan, berkatilah jiwanya. Saat dia sudah hidup selama
saya, Tuan, dan punya tiga belas anak, dan semuanya meninggal
kecuali dua orang yang tinggal di rumah sosial bersama saya, dia
pasti tahu sebaiknya tidak berbuat begitu. Terberkatilah jiwanya!
Pikirkan indahnya menjadi seorang ibu, itulah yang dilakukan
seorang perempuan muda."
Rupanya perspektif penghiburan tentang seperti apa rasa"
nya men"jadi ibu gagal memberikan hasil yang diharapkan. Si
pasi?"en menggelengkan kepala dan mengulurkan tangan ke arah
anaknya. Sang ahli bedah meletakkan si bayi dalam pelukannya.
Wanita itu menempelkan bibir pucat dinginnya kuat-kuat
ke kening si bayi, menelusurkan tangan ke wajahnya sendiri,
menatap ke sana kemari dengan pandangan liar, gemetaran,
lalu terjatuh ke belakang"dan mati. Mereka menggosok-gosok
dada, tangan, dan pelipisnya. Namun, darah telah berhenti
mengalir selamanya. "Semua sudah berakhir, Nyonya Thingummy!" kata sang
ahli bedah pada akhirnya.
"Ah, wanita malang, begitulah nasibnya!" kata sang pera"
wat sambil memungut sumbat botol hijau yang telah terjatuh
ke bantal saat dia membungkuk untuk menggendong si bayi.
"Wanita malang!"
"Anda tidak perlu memanggilku jika anak itu menangis,
Perawat," kata sang ahli bedah sambil mengenakan sarung ta"
ngan dengan amat hati-hati. "Dia pasti akan merepotkan. Beri
saja sedikit bubur jika dia rewel." Sang ahli bedah mengenakan
topinya dan berhenti di samping tempat tidur dalam perjalanan
4~ OLIVER TWIST ke pintu, lalu menambahkan, "Dia gadis yang rupawan. Dari
mana asalnya?" "Dia dibawa ke sini kemarin malam," jawab sang wanita tua,
"berdasarkan perintah pengawas. Dia ditemukan tergeletak di
jalanan. Dia sudah berjalan jauh sebab sepatunya sudah aus.
Tapi, dari mana asalnya atau ke mana dia hendak pergi, tak ada
yang tahu." Sang ahli bedah mencondongkan badan ke atas jasad tersebut,
dan mengangkat tangan kirinya. "Cerita lama," katanya sambil
menggeleng-gelengkan kepala. "Tak ada cincin kawin. Ah! Sela"
mat malam!" Sang dokter pun berjalan pergi untuk makan malam, sedang"
kan sang perawat, setelah sekali lagi menenggak isi botol hijau,
duduk di sebuah kursi pendek di depan perapian, kemudian
memakaikan baju untuk si bayi.
Oliver Twist menunjukkan betapa hebatnya kekuatan sebu"
ah pakaian! Terbungkus selimut yang sebelumnya merupakan
satu-satunya penutup tubuhnya, dia bisa menjadi anak siapa
saja, anak seorang bangsawan, atau pengemis. Akan sulit bagi
orang asing paling sok tahu sekalipun untuk menentukan status"
nya yang pantas dalam masyarakat. Namun, setelah dibalut
jubah katun tua yang menguning karena dimakan usia, dia
pun menempati posisinya seketika"anak tanggungan desa,
yatim piatu dari sebuah rumah sosial, kuli hina yang setengah
kelaparan"untuk dibelenggu serta dilempar ke sana kemari di
dunia, dibenci semua orang, dan tak dikasihani siapa pun.
Oliver menangis sejadi-jadinya. Seandainya tahu dirinya
seorang anak yatim piatu dan ditinggalkan dalam belas kasihan
penanggung jawab gereja dan pengawas, barangkali dia akan
menangis lebih keras lagi.[]
Masalah Pertama Oliver Twist elama delapan atau sepuluh bulan berikutnya, Oliver
adalah korban pengkhianatan dan penipuan sistematis.
Dia tak diberi susu ibu. Kondisi si bayi yatim piatu yang
papa dan kelaparan dengan patuh dilaporkan oleh pengurus
rumah sosial ke pengurus desa. Pengurus desa dengan sopan
menanyai pengurus rumah sosial, apakah saat itu tak ada
perempuan penghuni "rumah" yang kondisinya memungkinkan
untuk mengurus Oliver Twist, memberi perawatan, dan gizi
yang dibutuhkannya. Pengurus rumah sosial menjawab dengan
takzim bahwa tidak ada perempuan seperti itu. Mendengar ini,
pengurus desa dengah murah hati dan manusiawi memutuskan
bahwa Oliver sebaiknya "diternakkan". Dengan kata lain, dia
sebaiknya dikirim ke rumah sosial cabang, sejauh empat setengah
kilometer dari sana. Di sana tinggal sekitar dua puluh atau tiga puluh anak berandal
pelanggar hukum yang keluyuran seharian, tanpa direpotkan
oleh terlalu banyak makanan ataupun pakaian. Mereka diawasi
seorang wanita berumur yang keibuan, yang menerima para
pesakitan ini beserta uang sejumlah tujuh pence-setengah pen?"n?"y
per kepala kecil per minggu. Uang tujuh pence-setengah penny
per minggu cukup untuk menyediakan makanan lengkap bagi
seorang anak. Banyak sekali yang dapat diperoleh berkat tujuh
pence-setengah penny"cukup banyak sehingga perutnya bisa
kepenuhan, dan membuatnya merasa tak nyaman.
6~ OLIVER TWIST Si wanita berumur adalah wanita yang bijak dan berpeng"
alaman. Dia tahu apa yang baik untuk anak-anak dan dia punya
pendapat yang sangat akurat mengenai apa yang baik bagi
dirinya sendiri. Jadi, dia mengalokasikan sebagian besar jatah
mingguan tersebut untuk keperluannya sendiri. Dan, bagi anakanak tanggungan desa yang jumlahnya kian banyak, disisakan
tunjangan bernilai jauh di bawah besaran asli yang disediakan
untuk mereka. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Wanita itu
membuktikan diri sebagai seorang filsuf eksperimental yang
amat luar biasa. Semua orang kenal cerita tentang seorang filsuf eksperi?"men"
tal lainnya yang punya teori hebat tentang seekor kuda yang
sanggup hidup tanpa makan. Dia mendemonstrasikannya
degan begitu baik sehingga kudanya sendiri hanya diberi makan
sebatang jerami sehari. Tak diragukan lagi, dia akan men"da?"?"lil?"
kan tanpa dasar apa pun, betapa penuh energi dan berse"ma?"ngat"
nya binatang itu seandainya ia tidak mati, dua puluh empat?"jam
setelah ia menghirup udara dengan nyaman untuk kali per"tama.
Sayangnya, dalam filsafat eksperimental si wanita yang ber"
tanggung jawab mengurus Oliver Twist, hasil serupa kerap terjadi
dalam pelaksanaan sistem buatannya. Karena, tepat pada saat
seorang anak sanggup bertahan hanya berkat makanan paling
murah dengan porsi paling kecil"tepatnya dalam delapan sete?""
ngah dari sepuluh kasus"dia akan sakit karena kurang gizi
dan kedinginan, jatuh ke api karena kurangnya perhatian, atau
setengah gosong gara-gara kecelakaan. Dalam kasus-kasus itu,
makhluk kecil malang tersebut biasanya dipanggil ke dunia lain,
dan di sana berkumpul dengan Ayah yang tak pernah dikenalnya
di dunia ini. Terkadang, ketika terjadi penyelidikan lebih mendalam
mengenai seorang anak tanggungan desa yang tertimpa tempat
tidur atau tak sengaja tersiram air panas untuk mencuci sehingga
mati"walaupun kecelakaan yang disebut belakangan ini sangat
CHARLES DICKENS jarang karena pekerjaan yang menyerupai mencuci jarang terjadi
di peternakan tersebut"juri akan bersusah payah mengajukan
pertanyaan menyulitkan, atau para penduduk desa dengan
penuh pembangkangan akan membubuhkan tanda tangan
untuk menyatakan keberatan.
Namun, kekurangajaran ini dengan cepat dikendalikan oleh
bukti dari ahli bedah dan kesaksian dari sekretaris desa. Sang
ahli bedah akan membedah jenazah dan tak menemukan apaapa di dalam (kemungkinannya sangat besar) dan sekretaris desa
selalu bersumpah sesuai yang diinginkan pengurus desa, yang


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tentu saja menguntungkan dirinya sendiri. Lagi pula, dewan
desa melakukan kunjungan periodik ke peternakan, dan selalu
mengutus sang sekretaris desa ke sana sehari sebelumnya untuk
menyampaikan bahwa dewan desa akan datang. Anak-anak rapi
dan bersih, enak dipandang ketika mereka datang. Yah, apa lagi
yang diinginkan orang-orang!
Tentunya, sistem beternak macam ini tak bisa diharapkan
akan menghasilkan panen luar biasa atau subur. Pada ulang
tahunnya yang kesembilan, Oliver Twist adalah anak pucatkurus, berpostur mungil dengan lingkar pinggang yang jelas-jelas
kecil. Namun, orangtuanya mewariskan semangat yang kukuh
dalam dada Oliver. Hal ini pulalah yang tampaknya membuat
Oliver berkesempatan berulang tahun yang kesembilan.
Bagaimanapun, di tengah semua keterbatasan, ini adalah ulang
tahunnya yang kesembilan. Saat ini dia sedang merayakannya
di gudang batu bara bawah tanah bersama tamu pilihan yang
terdiri dari dua pemuda kecil lainnya. Mereka dikurung karena
ikut protes bersama Oliver dengan berpura-pura lapar ketika
Nyonya Mann, sang nyonya rumah yang baik, tak diduga-duga
dikejutkan oleh kemunculan Tuan Bumble, sekretaris desa, yang
sedang berjuang membuka pintu pagar taman.
"Ya, ampun! Apakah itu Anda, Tuan Bumble?" kata Nyonya
Mann, menjulurkan kepalanya ke luar jendela sambil berlagak
riang gembira. "(Susan, bawa Oliver dan kedua bocah nakal itu
8~ OLIVER TWIST ke lantai atas, dan langsung mandikan mereka.) " Gembiranya
hati saya! Tuan Bumble, saya benar-benar senang sekali melihat
Anda!" Tuan Bumble adalah seorang pria gemuk dan gampang ke"
sal. Jadi, alih-alih merespons sambutan ramah ini dengan sikap
bersahabat, dia malah mengguncangkan pintu keras-keras,
kemudian menganugerahkan tendangan yang tak mungkin ke"
luar dari kaki selain kaki seorang sekretaris desa.
"Ya Tuhan, baru ingat," kata Nyonya Mann sambil berlari
keluar"sebab ketiga anak lelaki telah disingkirkan pada saat
ini?"saya baru ingat! Saya pasti lupa bahwa pagar digembok
dari dalam demi melindungi anak-anak tersayang! Masuklah,
Tuan. Masuklah. Silakan, Tuan Bumble."
Meskipun undangan ini disertai gerakan membungkuk
hormat yang mungkin saja melunakkan hati seorang penanggung
jawab gereja, hal tersebut sama sekali tidak menenangkan sang
sekretaris desa. "Apa menurut Anda pantas, Nyonya Mann," selidik Tuan
Bumble sambil mencengkeram tongkatnya, "membiarkan peja"
bat desa menunggu di pagar taman Anda ketika mereka datang
ke sini dalam rangka urusan desa dengan para yatim piatu
tanggungan desa" Apa Anda sadar, Nyonya Mann, bahwa Anda,
bisa dikatakan, adalah pegawai desa dan seorang penerima
gaji?" "Saya tahu, Tuan Bumble. Saya semata-mata memberi tahu
satu atau dua orang anak tersayang yang sangat menyukai Anda,
bahwa Andalah yang datang," jawab Nyonya Mann dengan
teramat sopan. Tuan Bumble sangat bangga akan kemampuan orasi serta
arti penting dirinya. Sikapnya pun jadi lebih tenang.
"Nah, nah, Nyonya Mann," jawabnya dengan nada suara yang
lebih tenang, "mungkin Anda benar. Mungkin memang begitu
kejadiannya. Antar aku ke dalam, Nyonya Mann. Aku datang ke
sini untuk suatu urusan dan ada yang harus kukatakan."
CHARLES DICKENS Nyonya Mann membawa sang sekretaris desa ke ruang
tamu kecil berlantai bata, menyiapkan kursi untuknya, dan
dengan sigap meletakkan topi tinggi serta tongkatnya ke meja
di hadapannya. Tuan Bumble mengusap peluh dari keningnya,
dengan puas melirik topi tingginya, dan tersenyum. Ya, dia
tersenyum. Sekretaris desa cuma pria biasa, dan Tuan Bumble
pun tersenyum. "Anda jangan tersinggung dengan apa yang akan saya
katakan," ujar Nyonya Mann, dengan sikap manis yang
memikat. "Anda sudah berjalan jauh, bukan, atau saya takkan
menyinggungnya. Nah, maukah Anda minum sesuatu, Tuan
Bumble" Setetes saja."
"Tidak usah. Tidak perlu," kata Tuan Bumble seraya me"
lambaikan tangan kanan dengan sikap sok kuasa, tapi kalem.
"Menurut saya, Anda menginginkannya," kata Nyonya
Mann, yang memperhatikan nada suara dalam penolakan itu
dan gerakan yang menyertainya. "Sedikiiit saja, dengan air
dingin dan sebongkah gula."
Tuan Bumble batuk-batuk. "Sedikiiit saja," kata Nyonya Mann persuasif.
"Minuman apa?" tanya sang sekretaris desa.
"Apa lagi kalau bukan minuman yang wajib saya simpan
sedikit saja di rumah untuk dimasukkan ke obat anak-anak saat
mereka tidak enak badan, Tuan Bumble," jawab Nyonya Mann
sambil membuka lemari pojok dan mengeluarkan botol serta
gelas. "Gin. Saya takkan membohongi Anda, Tuan Bumble. Ini
gin." "Apa Anda memberi anak-anak obat, Nyonya Mann?" tanya
Bumble, mengikuti proses pencampuran yang menarik dengan
matanya. "Ah, terberkatilah mereka, saya melakukan itu meskipun
harganya mahal," jawab sang pengasuh. "Saya tidak bisa melihat
mereka menderita di depan mata kepala saya sendiri, kan,
Tuan." 10~ OLIVER TWIST "Tentu saja," kata Tuan Bumble setuju, "Anda tak bisa mem"
biarkan mereka menderita. Anda wanita yang lembut hati,
Nyonya Mann." (Saat inilah Nyonya Mann meletakkan gelas.)
"Aku akan mengambil kesempatan sedini mungkin untuk me"
nying?"gungnya kepada dewan, Nyonya Mann." (Tuan Bumble
mena"rik gelas ke arahnya.) "Anda seperti layaknya seorang ibu,
Nyonya Mann." (Tuan Bumble mengaduk gin-dan-air.) "Aku ...
aku bersulang demi kesehatan Anda, Nyonya Mann." Tuan
Bumble meneguk setengah isi gelasnya.
"Dan sekarang soal pekerjaan," kata sang sekretaris desa
sambil mengeluarkan sebuah buku saku bersampul kulit. "Anak
yang setengah dibaptis sebagai Oliver Twist, berumur sembilan
tahun hari ini." "Terberkatilah dia!" seru Nyonya Mann sambil menotolnotol mata kirinya dengan sudut celemeknya.
"Dan, terlepas dari tawaran imbalan sebesar sepuluh pound,
yang kemudian dinaikkan menjadi dua puluh pound"imbalan
berlebihan yang ditawarkan oleh pihak desa," kata Tuan Bumble,
"kita tidak pernah bisa menemukan siapa ayahnya serta status,
nama, maupun kondisi ibunya."
Nyonya Mann mengangkat tangan keheranan, lalu menam"
bahkan setelah merenung sesaat, "Kalau begitu, bagaimana
ceritanya sampai dia punya nama?"
Sang sekretaris desa menegakkan tubuhnya dengan teramat
bangga, lalu berkata, "Aku yang mengarangnya."
"Anda, Tuan Bumble!"
"Aku, Nyonya Mann. Kita menamai anak-anak tanggungan
kita sesuai abjad. Yang terakhir adalah S"Swubble. Yang ini
T"Twist, begitulah aku menamainya. Yang datang selanjutnya
akan dinamai Unwin, dan berikutnya Vilkins. Aku sudah
menyiapkan nama sampai penghujung abjad, dan mulai lagi
dari awal ketika kita sampai pada huruf Z."
"Wah, Anda ternyata pandai mengarang, Tuan!" kata Nyonya
Mann. CHARLES DICKENS ~11 "Yah," kata sang sekretaris desa, kentara sekali senang men"
dengar pujian itu, "barangkali memang begitu. Barangkali aku
memang pandai mengarang, Nyonya Mann." Dia menghabiskan
gin-dan-air, lalu menambahkan, "Oliver sekarang sudah terlalu
besar untuk tetap tinggal di sini sehingga dewan menyatakan
akan mengembalikannya ke "rumah". Aku datang ke sini sendiri
untuk membawanya ke sana. Jadi, biarkan aku menemuinya
sekarang juga." "Saya sendiri yang akan memanggilnya," kata Nyonya Mann,
meninggalkan ruangan tersebut untuk tujuan itu. Oliver, yang
wajah dan tangannya telah dibersihkan sekadarnya, dibimbing
ke dalam ruangan tersebut oleh pengasuhnya yang baik hati.
"Beri hormat, Oliver," kata Nyonya Mann.
Oliver membungkuk, antara sang sekretaris desa di kursi dan
topi tinggi di meja. "Kau mau ikut denganku, Oliver?" kata Tuan Bumble dengan
suara agung. Oliver hendak mengatakan bahwa dia siap ikut siapa saja,
ketika"melirik ke atas"melihat Nyonya Mann, yang telah
berdiri di belakang kursi sang sekretaris desa dan mengayunayunkan kepalannya kepada Oliver dengan gusar. Oliver
menangkap maksud isyarat itu seketika sebab kepalan Nyonya
Mann sudah terlalu sering singgah di tubuhnya sehingga tidak
mungkin tidak tertoreh dalam-dalam di ingatannya.
"Apakah Nyonya Mann akan ikut?" tanya Oliver yang
malang. "Tidak, dia tidak bisa," jawab Tuan Bumble. "Tapi, dia akan
datang dan menemuimu sesekali."
Ini sama sekali tak menghibur Oliver. Kendati masih muda,
sudah cukup banyak penderitaan yang dirasakannya sehingga dia
bisa dengan mudah berpura-pura teramat menyesal karena harus
pergi. Tidak sulit bagi anak lelaki itu untuk memunculkan air
mata. Rasa lapar dan perlakuan buruk yang baru saja menimpa
teramat membantu siapa saja yang ingin menangis. Oliver pun
12~ OLIVER TWIST menangis dengan sangat alami. Nyonya Mann memberinya
seribu pelukan dan"yang lebih diinginkan Oliver"sepotong
roti dan mentega kalau-kalau dia terlalu lapar ketika sampai di
rumah sosial. Dengan seiris roti di tangan dan topi desa dari kain cokelat
di kepala, Oliver dituntun pergi oleh Tuan Bumble dari rumah
terkutuk tempat satu kata cinta atau ekspresi ramah tak pernah
menerangi kesuraman masa kecilnya. Meskipun demikian,
Oliver larut dalam derita duka kanak-kanak saat pagar pondok
tertutup di belakangnya. Meskipun kawan-kawan kecil yang di"
tinggalkannya tak menyenangkan, hanya merekalah teman yang
pernah dikenalnya dan perasaan kesepian di dunia yang mahaluas
ini merasuk ke hati si anak malang untuk kali pertama.
Tuan Bumble berjalan dengan langkah panjang. Oliver kecil
mencengkeram manset berenda emas Tuan Bumble, berderap
di sebelahnya dan bertanya di setiap penghujung seperempat
mil apakah mereka "hampir sampai". Atas interogasi ini, Tuan
Bumble melontarkan jawaban sangat singkat dan ketus. Sebab,
sikap lemah lembut yang terbangkitkan sementara berkat gindan-air telah menguap pada saat ini dan dia sekali lagi menjadi
seorang sekretaris desa. Oliver belum lagi berada dalam kungkungan dinding rumah
sosial selama seperempat jam dan belum sempat menuntaskan
irisan roti yang kedua ketika Tuan Bumble, yang telah menye"
rahkannya untuk diurus seorang wanita tua, kembali untuk
memberi tahu Oliver bahwa malam itu ada rapat dewan. Tuan
Bumble menyampaikan pesan kepada Oliver bahwa Dewan
memerintahkannya hadir di hadapan Dewan saat itu juga.
Karena tidak tahu dengan jelas "dewan" itu apa, Oliver agak
terperangah mendengar kabar ini, dan tidak yakin apakah harus
tertawa atau menangis. Walau begitu, dia tak punya waktu untuk
memikirkan masalah tersebut sebab Tuan Bumble memukul
kepala Oliver dengan tongkatnya untuk membangunkannya
dan memukul sekali lagi di punggung supaya dia bersemangat.
CHARLES DICKENS ~13 Tuan Bumble menyuruh Oliver mengikutinya, kemudian meng"
arahkannya ke sebuah ruangan besar berlabur putih, tempat
delapan atau sepuluh pria gemuk sedang duduk mengelilingi
meja. Di kepala meja, duduk di kursi berlengan yang agak lebih
tinggi dibandingkan yang lain, terdapat seorang pria kegendutan
berwajah merah dan sangat bundar.
"Membungkuklah kepada Dewan," kata Bumble. Oliver
menghapus dua atau tiga tetes air mata yang masih menggenang
di matanya. Karena tidak melihat papan apa pun selain meja itu,
ia membungkuk dengan penuh syukur kepada meja.
"Siapa namamu, Nak?" kata pria di kursi tinggi.
Oliver ketakutan melihat begitu banyak pria sehingga dia
gemetaran. Sang sekretaris desa lagi-lagi memukul pantatnya
sehingga dia menangis. Kedua hal itu membuatnya menjawab
dengan suara sangat pelan dan enggan sehingga seorang pria
berompi putih mengatakan dia bodoh.
"Nak," kata pria di kursi tinggi, "dengarkan aku. Kau tahu
kau seorang anak yatim piatu, kan?"
"Apa itu, Tuan?" tanya Oliver yang malang.
"Anak laki-laki ini memang bodoh"sudah kukira," kata pria
berompi putih. "Ssst!" kata pria yang bicara lebih dulu. "Kau tahu kau tidak
punya Ayah ataupun Ibu, dan bahwa kau dibesarkan oleh desa,
bukan?" "Ya, Tuan," jawab Oliver sambil menangis getir.
"Buat apa kau menangis?" tanya pria berompi putih. Dan,
memang kejadian itu amatlah tak biasa. Apa yang ditangisi anak
laki-laki" "Kuharap kau berdoa setiap malam," kata pria lain dengan
suara kasar, "dan mendoakan orang-orang yang memberimu
makan, dan merawatmu"layaknya seorang penganut Kristen."
"Ya, Tuan," bocah itu terbata-bata. Pria yang bicara terakhir,
tanpa disadarinya, memang benar. Memang suatu tindakan
yang Kristiani, dan tindakan Kristiani yang teramat baik pula
14~ OLIVER TWIST apabila Oliver mendoakan orang-orang yang memberi makan
serta merawatnya. Namun, dia tak melakukannya sebab tak ada
yang mengajarinya. "Nah! Kau datang ke sini untuk dididik dan diajari kete"
rampilan yang bermanfaat," ujar pria berwajah merah di kursi
tinggi. "Jadi, kau akan mulai melucuti tambang besok pagi pukul
enam," imbuh pria masam berompi putih.
Atas kombinasi kedua berkah dalam satu proses sederhana
berupa pelucutan tambang, Oliver membungkuk rendah ke
arah sang sekretaris desa, kemudian cepat-cepat dibawa pergi ke
sebuah bangsal besar, tempat dia terisak-isak hingga tertidur di
sebuah ranjang yang kasar dan keras. Sungguh suatu ilustrasi
orisinal dalam penggambaran hukum yang lunak! Mereka mem"
persilakan kaum papa tidur!
Oliver yang malang! Saat tertidur dalam kebahagiaan karena
tak menyadari segala hal di sekelilingnya, dia hanya sedikit


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berpikir bahwa tepat pada hari itu dewan telah sampai pada
keputusan yang akan menimbulkan pengaruh paling signifikan
terhadap seluruh peruntungannya di masa mendatang. Tapi,
memang itulah yang terjadi. Dan inilah ceritanya:
Para anggota dewan ini adalah pria yang sangat bijak,
berpikiran mendalam, dan filosofis. Ketika tiba saatnya untuk
memalingkan perhatian mereka ke rumah sosial, mereka seke"
tika mendapati sesuatu yang takkan pernah ditemukan oleh
orang awam"orang miskin menyukainya! Rumah sosial adalah
tempat biasa untuk hiburan umum bagi kelas bawah; rumah
minum gratis; sarapan, makan siang, kudapan sambil minum
teh, serta makan malam bersama sepanjang tahun; surga dari
bata dan mortar, tempat bermain tanpa kerja sepanjang waktu.
"Oho!" kata Dewan, terlihat sangat serbatahu. "Kamilah
orang-orang yang akan memperbaiki ini. Kami akan meng"
hentikan semuanya, secepatnya." Jadi, mereka menetapkan
aturan bahwa semua orang miskin harus punya pilihan (sebab
CHARLES DICKENS ~15 mereka takkan memaksa siapa pun, mereka bukan orang
seperti itu): mati pelan-pelan karena kelaparan di dalam rumah
tersebut atau mati dengan cepat di luar rumah tersebut. Dengan
pandangan ini, mereka bersepakat dengan pihak penyedia air
untuk menjatahkan suplai air dengan jumlah tak terbatas; dan
deng"an pabrik jagung untuk secara periodik menyuplai sejumlah
kecil bubur gandum dan menyiapkan makanan berupa bubur
encer tiga kali sehari, dengan sesiung bawang bombai dua kali
seminggu, dan separuh roti gulung setiap hari Minggu.
Mereka membuat banyak aturan lainnya terkait dengan
perempuan, yang tidak perlu diulangi di sini. Dengan baiknya
mereka menceraikan orang-orang miskin yang menikah sebagai
konsekuensi atas besarnya biaya tuntutan di Pengadilan. Dan,
alih-alih mendorong seorang laki-laki untuk menyokong kelu"
arganya, seperti yang telah mereka lakukan sampai saat itu,
mengambil keluarganya darinya dan menjadikannya seorang
bujangan! Entah ada berapa banyak orang yang akan mendaftar untuk
dibebaskan dari dua tanggung jawab yang disebutkan belakangan,
dari semua kelas dalam masyarakat, apabila pembebasan tersebut
tak disertai aturan untuk masuk ke rumah sosial. Tetapi, para
anggota dewan adalah pria arif dan telah mengantisi?"pasi ke"
mung"kinan ini. Pembebasan tidak terpisahkan dengan rumah
sosial dan bubur; dan itu membuat orang ketakutan.
Selama enam bulan pertama setelah Oliver Twist pindah,
sistem tersebut beroperasi penuh. Pada mulanya memang ma?"
hal akibat meningkatnya jumlah tagihan dari pengurus pema"
kaman, dan perlunya mengecilkan pakaian semua orang miskin
yang berkibar-kibar kebesaran di tubuh mereka yang kian ku?""
rus dan keriput setelah dua minggu makan bubur. Tapi, jum"
lah penghuni rumah sosial dan jumlah orang miskin makin
berkurang. Dewan senang bukan kepalang.
Ruang makan untuk anak-anak lelaki berupa aula batu
besar, dengan kuali di satu ujungnya. Dari kuali inilah sang
16~ OLIVER TWIST kepala yang mengenakan celemek, dibantu oleh satu atau dua
wanita, mencentong bubur untuk anak-anak miskin itu. Dalam
peristiwa menggembirakan ini, setiap anak diberi semangkuk,
dan tidak lebih"kecuali di saat hari raya, ketika dia memperoleh
tambahan roti sebanyak dua seperempat ons.
Mangkuk tak pernah perlu dicuci. Anak-anak memolesnya
dengan sendok mereka hingga mangkuk bersinar kembali. Dan,
ketika mereka menyelesaikan kegiatan ini (yang tidak pernah
makan waktu terlalu lama sebab sendok mereka berukuran
hampir sebesar mangkuk), mereka akan duduk sambil menatap
kuali dengan mata yang begitu penuh harap, seolah-olah mereka
bisa saja melahap bata penyusunnya, seraya menyibukkan diri
mengisap jari mereka dengan tekun, berharap menangkap
cipratan bubur, kalau ada.
Anak laki-laki biasanya punya nafsu makan besar. Oliver
Twist dan rekan-rekannya menderita siksaan kelaparan selama
tiga bulan. Pada akhirnya mereka menjadi gila dan liar saking
keroncongannya. Seorang anak lelaki, yang termasuk tinggi
untuk anak seusianya, tidak terbiasa dengan hal semacam itu
(sebab ayahnya dulu punya rumah makan kecil). Ia menyiratkan
dengan suram kepada rekan-rekannya bahwa jika dia tidak
mendapatkan tambahan semangkuk bubur lagi per hari, dia
khawatir suatu malam dirinya akan memakan anak yang tidur
di sebelahnya, yang kebetulan adalah bocah kecil lemah. Rapat
pun digelar. Dilakukan undian untuk menentukan siapa yang
harus menghampiri Kepala setelah makan malam petang itu,
dan minta tambah. Dan, undian jatuh kepada Oliver Twist.
Petang pun tiba. Anak-anak menempati posisi mereka. Sang
Kepala yang mengenakan seragam juru masaknya, memosisikan
diri di balik tungku. Asisten-asistennya yang miskin berbaris
di belakangnya. Bubur disajikan, dan doa panjang diucapkan
sebelum acara makan yang singkat itu. Bubur menghilang;
anak-anak berbisik-bisik dan berkedip kepada Oliver, sementara
teman sebelahnya menyikutnya. Meskipun masih kanak-kanak,
CHARLES DICKENS ~17 dia menjadi putus asa karena kelaparan dan ceroboh karena
sengsara. Oliver bangkit dari tempat duduknya, lalu maju
menghampiri sang Kepala. Dengan mangkuk dan sendok di
ta?"ng?""an, dia berkata dan merasa kaget dengan kenekatannya
sendiri. "Saya mohon, Tuan, saya minta lagi."
Sang Kepala adalah pria gendut dan sehat, tapi mukanya
mendadak jadi sangat pucat mendengar permintaan Oliver.
Beberapa detik ditatapnya si pemberontak kecil sambil terbe"
ngong-bengong karena terkejut, kemudian dia berpegangan ke
tungku untuk menopang tubuhnya. Para asisten lumpuh karena
takjub, sementara anak-anak terpaku karena ketakutan.
"Apa?" kata sang Kepala pada akhirnya, dengan suara pelan.
"Saya mohon, Tuan," jawab Oliver, "saya minta lagi."
Sang Kepala mengarahkan pukulan ke kepala Oliver dengan
centong, membelenggu Oliver dalam dekapan lengannya, dan
menjerit-jerit memanggil sekretaris desa.
Dewan sedang duduk berunding dengan serius ketika Tuan
Bumble bergegas memasuki ruangan dengan penuh semangat
dan berseru kepada pria di kursi tinggi.
"Tuan Limbkins, permisi, Tuan! Oliver Twist minta tam"bah!"
Semua terkesiap. Kengerian tampak di raut muka semua
orang. "Minta tambah!" kata Tuan Limbkins. "Kendalikan dirimu,
Bumble, dan jawab aku dengan jelas. Apakah aku tak salah
dengar" Dia minta tambah setelah menyantap makan malam
yang disediakan sesuai jatah?"
"Itulah yang dilakukannya, Tuan," jawab Bumble.
"Bocah itu akan digantung," kata pria berompi putih. "Aku
tahu bocah itu akan digantung."
Tidak ada yang menentang ramalan pria itu. Diskusi untuk
membahas hal tersebut pun berlangsung. Oliver diperintahkan
untuk dikurung seketika. Lalu, sebuah pengumuman ditem"
pelkan keesokan paginya di luar gerbang, menawarkan imbalan
18~ OLIVER TWIST sebesar lima pound bagi siapa pun yang berkenan mengambil
Oliver Twist dari tangan Desa. Dengan kata lain, lima pound
plus Oliver Twist ditawarkan kepada pria atau wanita mana pun
yang menginginkan pekerja magang4 dalam usaha, bisnis, atau
bidang apa saja. "Aku tidak pernah lebih yakin mengenai apa pun seumur
hidupku," kata pria berompi putih saat mengetuk gerbang
dan membacakan pengumuman keesokan paginya. "Aku ti"dak
pernah lebih yakin mengenai apa pun seumur hidupku dari"
pada keyakinanku sekarang bahwa bocah itu nantinya akan
digantung." Aku barangkali akan menghilangkan daya tarik cerita ini
(mengasumsikan bahwa cerita ini memang menarik) apabila
menyiratkan sekarang tentang benar-tidaknya ucapan pria
berompi putih serta tragis-tidaknya akhir kehidupan Oliver
Twist dalam lanjutan kisah ini.[]
Seseorang yang belajar dan bekerja di bawah bimbingan seorang ahli (misalnya,
pengrajin kayu, tukang bangunan, dan sebagainya) selama jangka waktu tertentu
yang telah disepakati, biasanya tujuh tahun."penerj.
Penawar Pertama eminggu setelah terjadinya pelanggaran durhaka dan
tak berbudi, yaitu minta tambahan makanan, Oliver
tetap menjadi tahanan dalam ruang isolasi gelap yang
dianugerahkan berkat kebijaksanaan dan belas kasih Dewan.
Tampaknya, tidak salah untuk berandai-andai, bahwa sean"
dainya dia menghormati perkiraan pria berompi putih, dia
akan membuktikan kemampuan meramal orang bijak itu, sekali
dan selamanya, dengan cara menambatkan salah satu ujung
saputangannya ke sebuah kait di tembok, dan mengikatkan diri"
nya ke ujung lain saputangan tersebut.
Namun, tampaknya hal itu mustahil dilakukan. Tepatnya,
karena saputangan dinyatakan sebagai barang mewah, benda ini
selama-lamanya disingkirkan dari hidung kaum papa. Keputusan
itu berdasarkan perintah ekspres dewan, dalam suatu ketetapan
rapat yang dengan khidmat dikeluarkan dan disahkan di bawah
tangan serta segel mereka. Selain itu, Oliver kecil tak mungkin
melakukan itu. Dia hanya menangis getir sepanjang siang.
Dan, ketika malam panjang memilukan tiba, dia merentang"
kan tela"pak tangan di depan mata untuk mengusir kegelapan,
dan berjongkok di pojok sambil mencoba tidur. Sesekali dia
terkesiap bangun sambil gemetaran, dan menarik diri kian dekat
ke tembok, seolah-olah merasakan permukaan tembok yang
keras serta dingin saja sudah memberikan perlindungan di te"
ngah keremangan dan kesendirian yang mengelilinginya.
CHARLES DICKENS ~21 Selama dikurung sendirian, Oliver tetap merasakan ber"bagai
hal yang dirasakan orang-orang di luar, yaitu merasakan manfaat
olahraga, nikmatnya bermasyarakat, atau untungnya penghi"
buran agama. Terkait olahraga, di sana hawanya dingin dan
enak. Oliver diperbolehkan membasuh diri setiap pagi di bawah
pompa di halaman batu, di hadapan Tuan Bumble yang memu"
kul?"kan tongkat berulang-ulang sehingga menimbulkan sensasi
tergelitik di sekujur tubuhnya. Terkait hidup bermasyarakat,
dia dibawa dua hari sekali ke aula tempat anak-anak makan.
Di sana dia dirotan di depan umum sebagai bentuk peringatan
bagi publik. Terkait dengan penghiburan agama, Oliver juga
merasakan manfaatnya. Dia ditendang ke dalam ruangan yang
sama tiap malam di waktu berdoa. Di sana dia diizinkan men?"?"de"
ngar, serta menghibur benaknya dengan doa umum anak-anak
lelaki yang berisi klausul khusus. Berkat wewenang dewan, di
dalamnya disisipkan doa semoga mereka dijadikan baik, berbudi,
penuh syukur, dan patuh, serta dijauhkan dari dosa serta tabiat
buruk Oliver Twist"yang secara gamblang disebutkan dalam
doa tersebut sebagai seseorang yang berada dalam perlindungan
dan pengaruh kekuatan jahat, serta hasil karya langsung sang
iblis. Suatu pagi, selagi Oliver sedang "enak-enaknya" dan "nya"
man-nyamannya" hidup, Tuan Gamfield, si tukang sapu cero"
bong asap, berjalan menyusuri High Street. Benaknya sibuk
berpikir tentang cara dan sarana untuk membayar tunggakan
sewa yang sudah ditagih berkali-kali oleh pemilik rumah. Tuan
Gamfield memperkirakan jumlah uangnya masih kurang lima
pound dari yang dibutuhkan. Dia tengah merenungi hitunghitungan penuh keputusasaan yang mendera otaknya sambil
menghajar keledainya ketika melewati rumah sosial. Matanya
langsung melihat pengumuman di gerbang.
"Wo-o!" kata Tuan Gamfield kepada si keledai.
Si keledai sedang termenung-menung"barangkali tengah
bertanya-tanya apakah ia ditakdirkan mengecap satu atau dua
22~ OLIVER TWIST bonggol kol apabila kantong abu yang membebani gerobak kecil
itu telah diturunkan. Jadi, tanpa memperhatikan kata perintah,
ia terus saja melaju. Tuan Gamfield menggeramkan sumpah serapah kasar pada si
keledai. Ia berlari mengejar hewan itu, lalu memukul kepalanya,
dengan kekuatan yang pasti akan mematahkan batok kepala
makhluk lain selain seekor keledai. Ia menangkap tali kekang
dan merenggut rahang si keledai keras-keras, yang menjadi
pengingat halus baginya bahwa Tuan Gamfield-lah majikannya.
Dengan cara ini pula dia memutar si keledai ke belakang. Tuan
Gamfield memukul kepala keledainya sekali lagi, hanya untuk
mengejutkannya sampai ia kembali lagi. Setelah menuntaskan
rangkaian kegiatan ini, Tuan Gamfield berjalan ke gerbang un"
tuk membaca pengumuman. Pria berompi putih sedang berdiri di gerbang dengan tangan
di belakang, setelah mengantarkan sejumlah sentimen tegas
di ruang dewan. Setelah menyaksikan pertikaian kecil-kecilan
antara Tuan Gamfield dan si keledai, dia tersenyum senang
ketika tukang cerobong asap itu mendekat untuk membaca
pengumuman. Dia menyadari seketika bahwa Tuan Gamfield
adalah tipe majikan yang dibutuhkan Oliver Twist. Tuan
Gamfield juga tersenyum saat dia menelaah pengumuman
tersebut. Lima pound adalah jumlah uang yang diharapkannya.
Dan, terkait anak laki-laki yang menyertai uang sejumlah itu,
Tuan Gamfield"yang tahu seperti apa makanan di rumah
sosial"tahu persis anak laki-laki itu pasti kecil, pas sekali untuk
cerobong tungku arang. Jadi, diejanya lagi pengumuman itu
secara menyeluruh, dari awal sampai akhir. Kemudian, sambil
menyentuh topi bulunya untuk bersopan santun, ditegurnya
sang pria berompi putih. "Anak laki-laki ini, Tuan, yang ingin dijadikan pekerja
magang oleh desa," kata Tuan Gamfield.
"Ya, Bung," kata pria berompi putih sambil tersenyum
merendahkan. "Ada apa dengan dia?"
CHARLES DICKENS ~23 "Kalau desa ingin supaya dia belajar usaha yang baik dan
menyenangkan, bisnis sapu cerobong asap yang baik dan ter"
hormat adalah pilihan yang tepat," kata Tuan Gamfield. "Saya
membutuhkan pekerja magang, dan saya siap menerimanya."
"Masuklah," kata pria berompi putih. Sebelum mengikuti
pria berompi putih, Tuan Gamfield berdiam sejenak di belakang
untuk lagi-lagi memberi keledainya pukulan di kepala dan ta"
rikan rahang, sebagai peringatan agar tidak kabur selama dia
pergi. Setelah itu barulah dia mengikuti pria berompi putih ke


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ruangan tempat Oliver kali pertama melihatnya.
"Itu usaha yang berbahaya," kata Tuan Limbkins ketika
Gamfield kembali menyatakan permohonannya.
"Anak-anak lelaki yang masih kecil pernah mati tercekik
dalam cerobong asap sebelumnya," kata seorang pria lain.
"Itu karena mereka melembapkan jerami sebelum mereka
menyalakannya di dalam cerobong supaya mereka turun lagi,"
kata Gamfield. "Itu sebabnya banyak asap, dan tidak ada api.
Asap sama sekali tidak berguna untuk membuat seorang anak
laki-laki turun karena itu cuma menjadikannya mengantuk,
dan itu yang mereka sukai. Anak laki-laki sangat keras kepala
dan pemalas, Tuan-Tuan. Tidak ada yang lebih bagus selain api
panas membara untuk membuat mereka buru-buru turun. Itu
manusiawi juga, Tuan-Tuan, karena, bahkan kalaupun mereka
terjebak di dalam cerobong, kaki mereka yang terpanggang
membuat mereka berusaha untuk mengeluarkan diri."
Pria berompi putih tampak sangat geli mendengar penjelasan
ini, tapi kegirangannya segera saja diredam oleh tatapan dari Tuan
Limbkins. Dewan kemudian melanjutkan dengan berunding
sendiri selama beberapa menit, tapi dengan nada suara demikian
rendah sehingga hanya kata-kata "menghemat pengeluaran",
"terlihat bagus dalam akun", "terbitkan laporan cetak" saja yang
terdengar. Sesungguhnya, kata-kata ini kebetulan saja terdengar
karena diulang berkali-kali disertai penekanan sedemikian
rupa. 24~ OLIVER TWIST Akhirnya bisik-bisik berhenti. Dan, setelah para anggota
dewan kembali ke kursi mereka dan kembali memasang raut
khidmat, Tuan Limbkins berkata.
"Kami telah mempertimbangkan tawaran Anda, dan kami
tak menyetujuinya." "Tidak sama sekali," kata pria berompi putih.
"Jelas tidak," imbuh para anggota lain.
Karena Tuan Gamfield kebetulan terbebani tuduhan remeh
karena menghajar tiga atau empat anak laki-laki sampai mati,
terbetik di benaknya bahwa barangkali secara tak terduga-duga,
dewan beranggapan bahwa kejadian tak relevan tersebut bisa
memengaruhi keputusan mereka. Biasanya mereka tak seperti
ini. Tapi, karena tak ingin menghidupkan kembali rumor terse"
but, dia memuntir-muntir topinya di tangan, dan berjalan
pelan-pelan menjauhi meja.
"Jadi, Anda tak mengizinkan saya menerimanya, TuanTuan?" kata Tuan Gamfiled sambil berhenti di dekat pintu.
"Tidak," jawab Limbkins, "paling tidak, karena itu pekerjaan
berbahaya, menurut kami Anda harus menerima kurang dari
jumlah imbalan yang kami tawarkan."
Wajah Tuan Gamfield jadi cerah. Dia kembali ke meja de"
ngan langkah cepat, dan berkata:
"Berapa yang akan Anda berikan, Tuan-Tuan" Ayolah! Ja"
ngan terlalu keras pada seorang laki-laki miskin. Berapa yang
akan Anda berikan?" "Menurut pendapatku, tiga pound sepuluh shilling sudah
banyak," kata Tuan Limbkins.
"Kebanyakan sepuluh shilling," kata pria berompi putih.
"Ayolah!" kata Tuan Gamfield "Ucapkan empat pound, TuanTuan. Ucapkan empat pound, dan Anda sudah menyingkirkan
anak itu selamanya. Begitu saja!"
"Tiga pound sepuluh shilling," ulang Tuan Limbkins tegas.
"Ayolah! Tambah sedikit lagi saja, Tuan-Tuan," desak Gamfield.
"Tiga pound lima belas shilling."
CHARLES DICKENS ~25 "Tak ada tambahan se-farthing5 pun," adalah jawaban tegas
Tuan Limbkins. "Anda tega sekali pada saya, Tuan-Tuan," kata Gamfield
bimbang. "Huh! Omong kosong!" kata pria berompi putih. "Anak itu
tidak ada harganya tanpa imbalan yang menyertai. Bawa dia! Dia
anak laki-laki yang tepat untukmu. Dia perlu dirotan sesekali,
itu bagus buatnya, dan biaya hidupnya pasti tidak mahal sebab
dia sudah kebanyakan makan sejak lahir. Ha ha ha!"
Tuan Gamfield mengamati wajah-wajah di sekeliling me"
ja baik-baik, dan setelah menyaksikan senyum di semua wa"
jah, pelan-pelan merekahkan senyum. Kesepakatan telah dica"
pai. Tuan Bumble seketika diperintahkan untuk membawa
Oliver Twist dan surat kontraknya ke hadapan hakim untuk
ditandatangani dan disetujui siang itu juga.
Berdasarkan keputusan ini, Oliver kecil yang luar biasa
tercengang, dilepaskan dari kurungan dan diperintahkan untuk
mengenakan pakaian bersih. Dia belum lagi menyelesaikan
aktivitas yang sangat tak lazim ini ketika Tuan Bumble mem"
bawakannya, dengan tangannya sendiri, semangkuk bubur
dan jatah hari raya sejumlah dua seperempat ons roti. Melihat
pemandangan mengagumkan ini, Oliver mulai menangis pilu
karena mengira bahwa dewan pasti telah bertekad untuk mem"
bunuhnya demi suatu alasan yang bermanfaat. Kalau tidak,
mereka takkan mulai menggemukkannya seperti itu.
"Jangan buat matamu merah, Oliver. Santap makananmu
dan berterima kasihlah," kata Tuan Bumble dengan nada pongah
yang mengesankan. "Kau akan dijadikan pekerja magang,
Oliver." "Pekerja magang, Tuan?" tanya Oliver sambil gemetaran.
"Ya, Oliver," kata Tuan Bumble. "Pria baik dan terberkati
yang pantas kauanggap orangtua, Oliver. Ketika kau tak punya
Pecahan uang Inggris bernilai seperempat penny."penerj.
26~ OLIVER TWIST orangtua sendiri, dia akan menjadikanmu pekerja magang dan
memberimu tempat hidup, dan menjadikanmu laki-laki dewasa
meskipun biaya yang harus dikeluarkan desa berjumlah tiga
pound sepuluh shilling! Tiga pound sepuluh shilling, Oliver!
Tujuh puluh shilling"seratus empat puluh enam pence! Semua
untuk anak yatim piatu nakal yang tak pantas dicintai siapa
pun." Saat Tuan Bumble berhenti untuk menghirup napas sete"
lah mengantarkan celoteh ini dengan suara kasar, air mata
bercucuran di wajah Oliver, dan dia terisak-isak getir.
"Sudahlah," kata Tuan Bumble, tidak sepongah tadi sebab
dia puas melihat efek yang dihasilkan kefasihan bicaranya.
"Sudahlah, Oliver! Hapus air mata dengan lengan jasmu, dan
jangan menangis ke buburmu. Tak ada gunanya, Oliver." Me"
mang itu tindakan yang tak ada gunanya sebab sudah cukup
banyak air di dalam bubur.
Dalam perjalanan mereka menemui Hakim, Tuan Bumble
memberi petunjuk tentang apa saja yang harus dilakukan Oliver
di depan Hakim. Pertama, Oliver harus kelihatan sangat gembira.
Kedua, ketika pria itu bertanya apakah dia ingin dijadikan
pekerja magang, dia harus berkata bahwa dia sungguh sangat
menginginkannya. Oliver berjanji mematuhi kedua amanat ini
karena Tuan Bumble memberi isyarat halus bahwa jika dia gagal
melakukan satu di antaranya, entah apa yang akan menimpa
dirinya. Ketika mereka tiba di kantor, dia dikurung di dalam
sebuah ruangan kecil sendirian dan disuruh diam di sana sampai
Tuan Bumble kembali untuk menjemputnya.
Di sanalah anak laki-laki itu tinggal dengan jantung berdebardebar selama setengah jam. Pada penghujung waktu tersebut
Tuan Bumble menjulurkan kepalanya, tak dihiasi topi tinggi,
dan berkata keras-keras. "Nah, Oliver, Sobat, ayo ke sini." Saat Tuan Bumble menga"
takan ini, dia memasang raut suram dan mengancam, serta
menambahkan dengan suara rendah, "Ingat apa yang kukatakan
kepadamu, Berandal Kecil!"
CHARLES DICKENS ~27 Oliver menatap wajah Tuan Bumble dengan polos saat
mendengar gaya bicara yang bertolak belakang dengan gaya
bicara sebelumnya ini, tetapi pria itu segera menuntunnya "ke
dalam ruangan sebelah yang pintunya terbuka. Ruangan itu
luas dengan jendela besar. Di balik meja, duduklah dua orang
pria tua dengan wig putih di kepala. Salah seorang sedang mem"
baca koran, sedangkan yang satu lagi sedang menelaah, dengan
bantuan kacamata berbingkai cangkang penyu, selembar kecil
perkamen yang terhampar di hadapannya. Tuan Limbkins
berdiri di depan meja di satu sisi dan Tuan Gamfield, dengan
wajah yang tidak dicuci bersih, di sisi lain, sementara dua atau
tiga pria bertampang garang yang mengenakan sepatu bot tinggi
berdiri malas di sepenjuru ruangan.
Pria tua berkacamata lambat laun tertidur di atas selembar
kecil perkamen. Ada jeda singkat setelah Oliver ditempatkan di
depan meja oleh Tuan Bumble.
"Ini anaknya, Yang Mulia," kata Tuan Bumble.
Pria tua yang sedang membaca koran mengangkat kepala
sesaat, dan menarik lengan baju pria tua yang satunya lagi. Saat
itulah pria tua yang disebut belakangan terbangun.
"Oh, ini anaknya?" kata si pria tua.
"Ini dia, Tuan," jawab Tuan Bumble. "Membungkuklah
kepada Hakim, Nak." Oliver menegakkan diri, lalu melakukan penghormatan ter"
baik"nya. Dia bertanya-tanya, dengan mata melekat pada wig
hakim, apakah semua dewan dilahirkan dengan benda putih itu
di kepala mereka, dan apakah mereka dijadikan dewan karena
hal itu. "Nah," kata si pria tua, "kurasa dia suka menyapu cerobong
asap." "Dia menyukainya, Yang Mulia," jawab Tuan Bumble; mem"
beri Oliver cubitan sembunyi-sembunyi untuk menegaskan
bahwa dia sebaiknya tak berkata sebaliknya.
"Dan, dia kelak pasti menjadi tukang sapu cerobong asap,
bukan?" selidik si pria tua.
28~ OLIVER TWIST "Jika kami mengikatnya ke bidang usaha lain besok, dia pasti
akan langsung kabur, Yang Mulia," jawab Tuan Bumble.
"Dan, pria ini yang akan menjadi majikannya"Anda,
Tuan"Anda akan memperlakukannya dengan baik serta mem"
berinya makan, dan melakukan hal-hal semacam itu, bukan?"
kata si pria tua. "Ya, iyalah, Tuan," jawab Tuan Gamfield sungguh-sungguh.
"Bicaramu kurang sopan, Kawan, tapi kau kelihatannya
seorang laki-laki jujur dan berhati lapang," kata si pria tua sambil
mema"lingkan kacamatanya ke arah kandidat penerima Oliver
beserta uang imbalan. Tampang keji pria itu menunjukkan sifat
kejamnya. Namun, sang hakim yang setengah buta tak bisa me"
nyadarinya. "Saya harap begitu, Tuan," kata Tuan Gamfield, disertai se"
ringai jelek. "Aku tak ragu kau memang seperti itu, Kawan," jawab si
pria tua sambil meletakkan kacamatanya dengan lebih kukuh ke
hidungnya, dan melihat ke sana kemari untuk mencari wadah
tinta. Ini adalah saat kritis bagi nasib Oliver. Jika wadah tinta
berada di tempat seperti yang dikira si pria tua, dia pasti akan
mencelupkan pena ke dalamnya, dan menandatangani surat
kontrak, lalu Oliver akan langsung dibawa pergi. Namun, kare"
na kebetulan wadah tinta itu berada tepat di bawah batang
hi?""dung?"nya, yang terjadi adalah dia mencari-cari ke sepanjang
meja tanpa menemukan wadah itu. Dan, selagi pencariannya
meng"arahkannya untuk melihat ke depan, tatapannya menjum"
pai wajah Oliver Twist yang pucat serta ketakutan. Anak lakilaki ini, meskipun dipelototi dan dicubit penuh peringatan oleh
Tuan Bumble, tidak bisa menyembunyikan ekspresi ngeri dan
takut melihat wajah calon majikannya yang kejam sehingga
hakim yang setengah buta sekalipun tak mungkin salah menilai.
Si pria tua berhenti, meletakkan penanya, dan memandang
berganti-ganti dari Oliver ke Tuan Limbkins yang mendengus
dengan sikap riang dan tak peduli.
CHARLES DICKENS ~29 "Nak!" kata si pria tua "Kau terlihat pucat dan waswas. Ada
apa?" "Menjauhlah sedikit darinya, Sekretaris Desa," kata hakim
yang satu lagi sambil meletakkan koran ke samping dan men"
condongkan badan ke depan dengan ekspresi penuh minat.
"Nah, Nak, beri tahu kami ada masalah apa. Jangan takut."
Oliver jatuh berlutut. Sambil mengatupkan kedua tangan,
memohon agar mereka memerintahkannya kembali ke ruangan
gelap itu"tak peduli mereka membuatnya kelaparan, memukuli,
atau membunuhnya jika mereka mau"alih-alih mengirimnya
pergi bersama pria mengerikan itu.
"Wah!" kata Tuan Bumble, mengangkat tangan dan pan?""dang"
an matanya dengan kekhidmatan yang teramat mengesankan.
"Wah! Di antara semua anak yatim piatu panjang akal dan
pandai berbohong yang pernah kutemui, Oliver, kau adalah
salah satu yang paling kurang ajar."
"Tahan lidahmu, Sekretaris Desa," kata pria tua kedua, ketika
Tuan Bumble telah melampiaskan rangkaian kata sifatnya.
"Maaf, Yang Mulia," kata Tuan Bumble, yakin dirinya salah
dengar. "Apakah Yang Mulia bicara kepada saya?"
"Ya. Tahan lidahmu."
Tuan Bumble terbengong-bengong karena kaget. Seorang
sekretaris desa diperintahkan untuk menahan lidahnya! Sebuah
revolusi moral! Pria tua berkacamata bingkai cangkang penyu memandang
rekannya, lalu dia mengangguk penuh arti.
"Kami menolak mengesahkan surat kontrak ini," kata si pria
tua sambil melemparkan lembar perkamen saat dia bicara.
"Saya harap," Tuan Limbkins terbata-bata, "saya harap ha"
kim tidak berpendapat bahwa pihak berwenang bersalah atas
per"lakuan tak pantas, berdasarkan kesaksian tanpa bukti dari
seorang anak." "Hakim tidak dipanggil bersidang untuk menyatakan pen"
dapat dalam perkara ini," kata pria tua kedua dengan tajam.
30~ OLIVER TWIST "Bawa anak laki-laki ini kembali ke rumah sosial dan perlakukan
dia dengan baik. Dia tampak membutuhkannya."
Petang itu juga, pria berompi putih yakin seyakin-yakinnya,
bahwa Oliver bukan saja akan digantung, melainkan juga akan
menerimanya dengan senang hati. Tuan Bumble menggelengkan
kepala dengan murung dan misterius, dan mengatakan dia
berharap dirinya bisa membantu. Tuan Gamfield pun menim"
pali bahwa dia berharap mereka mendatanginya untuk minta
bantuan. Namun harapan ini, meskipun dia setuju dengan sang
sekretaris desa dalam sebagian besar urusan, sepertinya punya
makna lain. Keesokan paginya, diinformasikan kepada publik bahwa
Oliver Twist lagi-lagi "dilepas", dan bahwa lima pound akan


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dibayarkan kepada siapa saja yang berkenan mengambilnya.[]
Melangkah ke Luar Rumah alam keluarga besar, ketika harta, utang budi, peng"
harapan, dan peluang yang tersisa tak memung"kinkan
seorang pemuda yang tengah tumbuh dewasa untuk
memperoleh posisi yang menguntungkan, lazim kiranya untuk
mengirimnya ke laut. Dewan berniat meniru teladan yang
demikian bijak serta patut diacungi jempol tersebut. Mereka
berunding bersama untuk mempertimbangkan apakah layak
mengirim Oliver Twist ke kapal dagang kecil yang tertambat ke
pelabuhan. Menurut dewan, saran ini tampaknya merupakan hal terbaik
yang dapat dilakukan pada Oliver. Ada dua kemungkinan yang
bisa terjadi di kapal, yaitu sang kapten kapal memukulinya sampai
mati meskipun awalnya hanya main-main atau menggebuki
kepalanya dengan tongkat besi sampai otaknya terburai. Kedua
hal tersebut, seperti diketahui banyak orang, merupakan jenis
hiburan yang amat disukai serta biasa dilakukan oleh para pria
dari kelas sosial tersebut untuk mengisi waktu senggang. Sema"
kin dipertimbangkan, tampaknya semakin berlipat pula"lah ke"
un"tungannya. Maka, mereka memutuskan bahwa satu-satunya
cara untuk menafkahi Oliver secara efektif adalah dengan mengi"
rimnya ke laut sesegera mungkin.
Tuan Bumble telah diutus untuk melakukan berbagai pe"
nye"lidikan pendahuluan. Dia ditugasi mencari kapten kapal
yang menginginkan seorang bocah kabin tanpa teman dan
32~ OLIVER TWIST harus segera kembali ke rumah sosial untuk menyampaikan
hasil misinya. Ketika sampai di gerbang, dia bertemu Tuan
Sowerberry, pengurus pemakaman desa.
Tuan Sowerberry adalah laki-laki tinggi ceking bersendi
besar, mengenakan setelan hitam usang dengan kaus kaki katun
ber?"tambal yang berwarna senada dan sepatu yang serasi. Sosok
Tuan Sowerberry sesungguhnya tak tampak riang, tapi secara
umum dia punya kecenderungan berkelakar terkait profesinya.
Langkahnya panjang dan wajahnya memancarkan keramahan
alami saat dia maju mendekati Tuan Bumble, lalu menjabat ta"
ngan?"nya dengan ramah.
"Aku sudah mengukur dua wanita yang meninggal semalam,
Tuan Bumble," kata sang pengurus pemakaman.
"Anda akan mendapatkan uang banyak, Tuan Sowerberry,"
kata sang sekretaris desa sambil menjejalkan jempol serta
te?"?"lun?""juknya ke dalam kotak tembakau yang diso"dorkan si
peng?"?""urus pemakaman, yang berbentuk seperti peti mati kulit
kecil. "Menurutku Anda akan mendapatkan banyak uang,
Tuan Sowerberry," ulang Tuan Bumble sambil menepuk bahu
sang pengurus pemakaman dengan ramah menggunakan tong"
katnya. "Menurut Anda begitu?" kata sang pengurus pemakaman
dengan nada suara yang setengah mengakui dan setengah me"
nyang"sikan peluang peristiwa tersebut. "Harga yang di"alokasikan
oleh dewan sangatlah kecil, Tuan Bumble."
"Begitu juga peti matinya," timpal sang sekretaris desa, nyaris
mendekati tawa sedekat yang dimungkinkan oleh posisinya
sebagai pejabat penting. Tuan Sowerberry geli mendengar ini dan tertawa lama tanpa
berhenti. "Ya, Tuan Bumble," dia berkata pada akhirnya, "tak
bisa disangkal bahwa sejak sistem pemberian makan yang baru
diterapkan, peti mati jadi berukuran lebih sempit dan lebih
dangkal dibandingkan dulu. Tapi, kami harus memperoleh laba,
Tuan Bumble. Kayu yang ditebang tepat waktu adalah barang
CHARLES DICKENS ~33 mahal, Tuan, dan semua engsel besi didatangkan lewat kanal,
dari Birmingham." "Ya," kata Bumble, "setiap usaha punya kekurangan. Laba
yang masuk akal tentu saja diperkenankan."
"Tentu saja, tentu saja," timpal sang pengurus pemakaman,
"dan jika aku tidak memperoleh laba untuk barang yang ini atau
itu, nah, aku akan mendapatkannya juga pada akhirnya, pada
jangka panjang, Anda paham, kan " he! he! he!"
"Begitulah," kata Tuan Bumble.
"Meskipun harus kukatakan," lanjut sang pengurus pema"
kaman, meneruskan jalannya paparan yang telah dipotong sang
sekretaris desa, "meskipun harus kukatakan, Tuan Bumble,
bahwa aku harus ikhlas menghadapi satu kerugian besar, yaitu
bahwa semua orang gempal berpulang paling cepat. Orangorang yang dahulunya lebih makmur dan telah membayar
cicilan selama bertahun-tahun, adalah yang pertama tewas
ketika mereka masuk ke rumah. Dan, biar kuberi tahu Anda,
Tuan Bumble, bahwa tiga atau empat inci melebihi perhitungan
akan menghasilkan lubang besar dalam laba seseorang, terutama
ketika seseorang itu punya keluarga yang harus diberi makan,
Tuan." Tuan Sowerberry mengucapkannya dengan sikap berang yang
pantas ditampilkan oleh seorang pria yang telah dicurangi. Tuan
Bumble merasa perlu menyampaikan opini demi martabat desa,
tapi ia berpikir lebih baik mengganti topik pembicaraan. Karena
Oliver Twist-lah yang ada di puncak benaknya, dia menjadikan
bocah itu sebagai tema obrolannya.
"Omong-omong," kata Tuan Bumble, "apakah Anda kenal
seseorang yang menginginkan bocah laki-laki" Anak tanggungan
desa, yang saat ini merupakan beban, ya ", kalau boleh kubi?""lang,
menggelayuti leher desa. Syaratnya ringan, Tuan Sowerberry,
syaratnya ringan." Saat Tuan Bumble bicara, dia mengangkat
tongkat ke atasnya, dan tiga kali mengetuk keras ke kata-kata
"lima pound" yang dicetak di sana dalam huruf kapital Romawi
berukuran raksasa. 34~ OLIVER TWIST "Ya, ampun!" kata sang pengurus pemakaman sambil meme"
gangi tepi kerah jas resminya yang berlapis emas. "Inilah yang
ingin saya bicarakan dengan Anda. Anda tahu " wah, wah,
beta"pa elegannya kancing ini, Tuan Bumble! Aku tak pernah
memperhatikan sebelumnya."
"Ya, menurutku memang cukup indah," kata sang sekretaris
desa sambil melirik bangga ke kancing kuningan besar yang
menghiasi jasnya. "Cetakannya sama seperti segel paroki desa"
"Orang Samaria yang Baik menyembuhkan pria yang sakit
dan luka". Dewan menghadiahkannya kepadaku pada Tahun
Baru, Tuan Sowerberry. Aku ingat, aku memakainya untuk kali
pertama saat menghadiri sidang penyelidikan terkait pedagang
bangkrut itu, yang meninggal di sebuah ambang pintu pada
tengah malam." "Aku ingat," kata sang pengurus pemakaman. "Juri membawa
jenazahnya masuk, "Meninggal karena kedinginan, dan tidak
terpenuhinya kebutuhan pokok," bukan begitu?"
Tuan Bumble mengangguk. "Dan, mereka menjatuhkan putusan khusus, kurasa," kata
sang pengurus pemakaman, "dengan cara menambahkan katakata yang pada intinya menyatakan bahwa, jika petugas penyalur
santunan "." "Hah! Omong kosong!" sela sang sekretaris desa. "Jika
dewan melayani semua omong kosong juri tolol itu, mereka
pasti kewalahan." "Benar sekali," kata sang pengurus pemakaman, "memang
benar." "Juri," kata Tuan Bumble sambil mencengkeram tongkatnya
erat-erat, sesuai kebiasaannya ketika sedang berapi-api, "para
juri adalah manusia-manusia terkutuk tak terdidik, vulgar, dan
penjilat." "Memang benar," kata sang pengurus pemakaman.
"Mereka tidak punya pemahaman filosofis maupun politikekonomi lebih dari segini," kata sang sekretaris desa sambil
menjentikkan jari dengan muak.
CHARLES DICKENS ~35 "Begitulah adanya," sang pengurus pemakaman sepakat.
"Aku benci mereka," kata sang sekretaris desa, mukanya jadi
sangat merah. "Saya pun demikian," sang pengurus pemakaman turut
serta. "Dan, kuharap kalau saja juri independen itu masuk ke
rumah satu atau dua minggu," kata sang sekretaris desa, "aturan
dan regulasi dewan pasti akan segera menjatuhkan semangat
mereka." "Biar mereka rasakan itu," timpal sang pengurus pemakaman.
Saat mengucapkan itu, dia tersenyum mendukung untuk me"
ne?"nangkan membuncahnya amarah sang pejabat desa yang
jengkel. Tuan Bumble mengangkat topi tingginya, mengeluarkan
sapu"tangan dari puncak topi sebelah dalam, mengelap keringat
yang dimunculkan rasa murkanya dari dahi, lalu membetulkan
topi tingginya, dan sambil menoleh kepada sang pengurus
pemakaman, dia berkata dengan suara lebih tenang.
"Nah, bagaimana dengan anak laki-laki itu?"
"Oh!" jawab sang pengurus pemakaman, "begini. Anda tahu,
Tuan Bumble, aku membayar pajak besar untuk menghidupi
orang-orang miskin."
"Hmm!" kata Tuan Bumble. "Lalu?"
"Ya," jawab sang pengurus pemakaman, "aku berpikir bahwa
jika aku membayar begitu banyak untuk menghidupi mereka,
aku punya hak atas diri mereka, Tuan Bumble. Oleh sebab itu,
kupikir akan kuambil sendiri bocah itu."
Tuan Bumble mencengkeram lengan sang pengurus pe?"ma"
kaman, dan menuntunnya ke dalam gedung. Tuan Sowerberry
berdiskusi seruangan dengan dewan selama lima menit.
Setelah itu, diatur bahwa Oliver harus pergi ke tempatnya
malam itu "sesuai kehendak?"frase yang berarti, dalam kasus
anak tanggungan desa yang dijadikan pekerja magang, bahwa
jika sang majikan mendapati selama masa percobaan singkat
36~ OLIVER TWIST dirinya bisa menyuruh seorang anak laki-laki bekerja tanpa
memberinya makan terlalu banyak, dia akan menerima anak
laki-laki itu selama periode satu tahun, untuk diperlakukan
sesuai kehendaknya. Oliver kecil dibawa ke hadapan "para pria terhormat" malam
itu dan diberi tahu bahwa dia harus pergi malam itu juga
sebagai pembantu rumah tangga seorang pembuat peti mati.
Oliver diingatkan bahwa jika dia mengeluhkan situasinya atau
kembali lagi ke rumah sosial milik desa, dia akan dikirim ke
laut. Di sana dia akan ditenggelamkan atau dihajar kepalanya,
seperti yang mungkin saja terjadi. Oliver memperlihatkan
sedikit sekali emosi sehingga berdasarkan persetujuan umum,
mereka menyatakannya sebagai berandalan kecil keras hati, dan
memerintahkan Tuan Bumble agar membawanya pergi saat itu
juga. Nah, meskipun tidak aneh bahwa anggota dewan yang
berbudi luhur"di antara semua orang di dunia"merasa heran
dan ngeri melihat betapa tidak berperasaannya Oliver, dalam
hal ini mereka salah duga. Fakta sederhananya adalah kondisi
Oliver telah dilemahkan habis-habisan sehingga wajar saja dia
jadi bengong dan murung gara-gara perlakuan buruk yang telah
diterimanya. Oliver mendengar kabar tentang tempat tujuannya malam itu
dalam keheningan total. Setelah memegangi barang bawaannya
dengan tangan"yang tidak sulit dibawa karena isinya hanya
sebesar bungkusan kertas cokelat, kira-kira seluas 15 cm persegi
dan bertinggi 7,5 cm"dia menarik topinya ke bawah hingga
menutupi mata. Oliver pun dituntun pergi oleh Tuan Bumble
ke tempat penderitaan yang baru.
Selama beberapa saat, Tuan Bumble menarik Oliver tanpa
memperhatikannya ataupun berkata sebab sang sekretaris desa
mengangkat kepalanya tinggi-tinggi, layaknya sikap yang se"
nan?"tiasa dilakukan seorang sekretaris desa. Karena hari itu
ber?"angin, Oliver kecil sepenuhnya diselubungi oleh kelepak
CHARLES DICKENS ~37 ba"wah jas Tuan Bumble yang tertiup ke atas sehingga dengan
jelas menampakkan rompinya yang berkibar-kibar serta celana
selutut kelabu kusam yang empuk. Namun, saat mereka
mendekati tempat tujuan, Tuan Bumble berpikir sebaiknya dia
menunduk, dan melihat apakah bocah itu dalam keadaan layak
untuk diperiksa oleh majikan barunya. Dilakukannya hal ini
dengan gaya kebapakan. "Oliver!" kata Tuan Bumble.
"Ya, Tuan," jawab Oliver dengan suara pelan dan gemetar.
"Tarik topi itu dari matamu, dan angkat kepalamu, Nak."
Meskipun Oliver melakukan yang diperintahkan seketika
dan mengusapkan punggung tangan ke matanya, dia menyi"
sakan air mata ketika mendongak untuk memandang Tuan
Bumble. Saat Tuan Bumble menatapnya dengan galak, setetes
air mata itu mengalir di pipinya. Tetes pertama itu diikuti oleh
tetes berikutnya, dan berikutnya lagi. Oliver berusaha keras
menghentikan air matanya, tapi gagal. Dia menarik tangannya
yang satu lagi dari tangan Tuan Bumble, lalu menutupi wajahnya
dengan kedua tangan, dan menangis sampai air mata merembes
keluar di sela jari-jari kurusnya.
"Wah!" seru Tuan Bumble, serta-merta berhenti, dan melem"
parkan ekspresi sebal menusuk kepada tanggungan kecilnya.
"Wah! Di antara semua anak laki-laki paling tak tahu terima
kasih dan berperangai paling buruk yang pernah kutemui,
Oliver, kaulah yang paling "."
"Tidak, tidak, Tuan," isak Oliver sambil memegangi tangan
Tuan Bumble, yang mencengkeram tongkat yang sudah di"
kenalnya dengan baik, "tidak, tidak, Tuan. Saya sungguh akan
jadi anak baik. Sungguh, saya sungguh-sungguh, Tuan! Saya
anak laki-laki yang masih sangat kecil, Tuan, dan saya merasa
amat ... amat ...." "Amat apa?" tanya Tuan Bumble keheranan.
"Amat kesepian, Tuan! Amat sangat kesepian!" tangis anak itu.
"Semua orang membenci saya. Oh! Tuan, jangan, jangan marah
38~ OLIVER TWIST kepada saya!" Anak itu memukulkan tangan ke jantungnya dan
memandang wajah pendampingnya dengan air mata sengsara
yang memilukan. Tuan Bumble mengamati raut wajah Oliver yang menye"
dihkan dan tak berdaya dengan heran selama beberapa detik,
lalu berdehem dua atau tiga kali dengan serak. Setelah menggu"
mamkan sesuatu tentang "dasar batuk yang mengganggu", dia
menyuruh Oliver mengeringkan matanya dan jadi anak baik.
Lalu, setelah sekali lagi menggandeng tangan Oliver, dia berjalan
bersama bocah itu dalam kesunyian.


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sang pengurus pemakaman, yang baru saja memasang kerai
di tokonya, sedang mencatatkan entri ke buku besarnya dite"
rangi sinar remang-remang lilin yang hampir habis ketika Tuan
Bumble masuk. "Aha!" kata sang pengurus pemakaman sambil mendongak
dari bukunya dan berhenti di tengah-tengah sebuah kata.
"Apakah itu Anda, Bumble?"
"Tidak lain dan tidak bukan, Tuan Sowerberry," jawab sang
sekretaris desa. "Ini! Kubawa anak itu." Oliver membungkuk.
"Oh! Itu anaknya, ya?" kata sang pengurus pemakaman sam"
bil mengangkat lilin ke atas kepalanya supaya dapat melihat
Oliver lebih jelas. "Nyonya Sowerberry, bersediakah kau ke sini
sebentar, Sayangku?"
Nyonya Sowerberry keluar dari sebuah ruangan kecil di
belakang toko. Dia adalah wanita yang pendek dan kurus
dengan raut judes. "Sayangku," kata Tuan Sowerberry dengan takzim, "ini anak
laki-laki dari rumah sosial yang kuceritakan kepadamu." Oliver
membungkuk lagi. "Ya, ampun!" kata istri si pengurus pemakaman. "Dia kecil
sekali." "Ya, dia memang agak kecil," timpal Tuan Bumble sambil me"
mandangi Oliver seolah menyalahkan Oliver karena tidak lebih
besar, "dia memang kecil. Itu tak bisa disangkal. Tapi dia akan
tumbuh, Nyonya Sowerberry, dia akan tumbuh."
CHARLES DICKENS ~39 "Ah! Tentu saja dia akan tumbuh," timpal wanita itu de"
ngan kesal, "berkat makanan dan minuman kami. Menurut
pendapatku, anak tanggungan desa tak bisa diselamatkan
sebab biaya yang diperlukan untuk merawat mereka lebih besar
daripada nilai mereka. Namun, para lelaki selalu mengira mereka
tahu yang terbaik. Sana! Turun ke bawah, Bocah Kerempeng,"
kata istri sang pengurus pemakaman seraya membuka pintu
samping, lalu mendorong Oliver menuruni serangkaian tangga
ke sebuah sel batu lembap dan gelap, yang membentuk ruang
menuju gudang batu bara bawah tanah, dan dinamai "dapur".
Di dalamnya duduklah seorang gadis kumal yang mengenakan
sepatu aus dan kaus kaki wol biru compang-camping.
"Charlotte," kata Nyonya Sowerberry, yang mengikuti Oliver
ke bawah. "Beri bocah ini sebagian potongan daging dingin
yang disisihkan untuk Trip. Ia belum pulang sejak pagi, ia bisa
keluyuran tanpa makan. Berani kukatakan bocah ini tidak
terlalu pilih-pilih sehingga tidak mau memakannya. Bukan
begitu, Bocah?" Oliver, yang matanya berbinar mendengar daging disebutsebut, dan yang gemetaran karena tidak sabar menyantap ma"
kanan tersebut, mengiyakan. Sepiring hidangan ala kadarnya
pun diletakkan di hadapannya.
Kuharap seorang filsuf cukup makan, yang daging serta
minumannya berubah jadi batu di dalam tubuhnya; yang da"
rahnya sedingin es, yang hatinya sekeras besi; bisa melihat Oliver
Twist mencengkeram cuilan makanan yang disisakan anjing.
Kuharap dia bisa menyaksikan pemandangan mengerikan ini:
betapa lahapnya Oliver mencabik-cabik potongan tersebut de"
ngan ganas layaknya orang kelaparan. Hanya ada satu hal yang
lebih kuinginkan, yaitu melihat sang Filsuf menyantap hidangan
seperti itu sendiri, dengan sama rakusnya.
"Nah," kata istri sang pengurus pemakaman ketika Oliver
telah menghabiskan makan malam yang ditontonnya tanpa
suara dengan ngeri, dan dengan ketakutan membayangkan naf"
su makan anak itu di masa depan, "apa kau sudah selesai?"
40~ OLIVER TWIST Karena tidak ada lagi yang dapat dimakan dalam jangkau"
annya, Oliver mengiyakan.
"Kalau begitu, ikutlah denganku," kata Nyonya Sowerberry
sambil mengambil sebuah lampu redup kotor, dan memimpin
jalan ke lantai atas. "Tempat tidurmu di bawah konter. Kau
ti?"dak keberatan tidur di antara peti mati, kan" Tapi, tidak
masalah apakah kau keberatan atau tidak, sebab kau tidak bisa
tidur di tempat lain. Ayo, jangan buat aku menunggu di sini
semalaman!" Oliver tidak berlama-lama lagi diam di sana, dan dengan
patuh mengikuti majikan perempuannya yang baru.[]
Kehidupan Suram Sang Majikan liver ditinggalkan sendirian di toko pengurus pe"ma"
kaman. Dia menyalakan lampu di bangku kerja, lalu
menatap takut-takut ke sana kemari dengan pera"
saan takjub serta ngeri"perasaan yang akan dipahami siapa
pun yang berusia jauh lebih tua darinya. Di tengah-tengah
ruangan, sebuah peti mati belum jadi di atas dudukan hitam
kelihatan begitu suram dan menyerupai kematian. Dia selalu
bergidik setiap kali menatap benda menyeramkan itu. Dia
membayangkan, dari dalam peti mati itu, sosok menakutkan
pelan-pelan menyembulkan kepala, membuatnya gila karena
ngeri. Di dinding, tertata barisan panjang teratur papan elm yang
dipotong dengan bentuk sama. Di tengah cahaya remangremang, papan-papan itu kelihatan seperti hantu berbahu tinggi
dengan tangan yang dimasukkan ke saku celana. Pelat peti
mati, serpihan kayu elm, paku yang berkilauan, dan lembaran
kain hitam bertebaran di lantai, sementara dinding di belakang
konter dihiasi gambar nyata dua pelayat bayaran berkerah baju
sangat kaku, berjaga di sebuah pintu besar pribadi, dengan
kereta jenazah dihela oleh empat kuda hitam tengah mendekat
dari kejauhan. Toko tersebut tertutup serta panas. Suasananya
seakan dilingkupi bau peti mati. Relung di bawah konter tempat
kasur Oliver dijejalkan, terlihat seperti kuburan.
42~ OLIVER TWIST Bukan hanya itu perasaan menyedihkan yang membuat
Oliver depresi. Dia sendirian di tempat asing"dan kita se"
mu"a tahu betapa terkadang orang-orang terbaik di antara
kita merasa pilu dan kesepian pada situasi semacam itu. Anak
laki-laki itu tidak punya teman untuk disayangi ataupun yang
menyayanginya. Penyesalan karena perpisahan yang belum lama
terjadi masih segar dalam benaknya. Ketiadaan wajah terkasih
yang diingatnya terbenam dalam-dalam di hatinya.
Hatinya terasa berat. Saat merayap masuk ke tempat ti"dur"
nya yang sempit, dia berharap ini adalah peti matinya, dan
berharap bisa dibaringkan dalam tidur damai selamanya di ha"
laman gereja, dengan rumput tinggi yang terayun-ayun lembut
di atas kepalanya, serta bunyi membahana genta tua untuk
menenangkannya dalam tidur.
Keesokan paginya, Oliver dibangunkan oleh tendangan nya"
ring di luar pintu toko. Dia belum sempat merapikan pakai"annya
ketika tendangan itu diulangi lagi dengan sikap marah serta
tak sabaran, kira-kira dua puluh lima kali. Ketika dia hendak
melepas rantai, kaki itu berhenti, dan sebuah suara terdengar.
"Buka pintu!" seru suara pemilik kaki yang sebelumnya me"
nen"dangi pintu. "Saya bukakan segera, Tuan," jawab Oliver sambil melepas
rantai dan memutar kunci.
"Kurasa kau si anak baru, ya, kan?" kata suara itu lewat lu"
bang kunci. "Ya, Tuan," jawab Oliver.
"Berapa umurmu?" tanya suara itu.
"Sepuluh, Tuan," jawab Oliver.
"Kalau begitu, akan kuhajar kau waktu aku masuk," kata
suara itu, "aku sungguh-sungguh, lihat saja sendiri, bocah rumah
sosial!" dan setelah mengutarakan janji yang mengikat ini, suara
tersebut mulai bersiul. Oliver sudah terlalu sering menjadi korban ancaman seperti
yang disebutkan tadi sehingga dia hampir yakin bahwa siapa
pun pemilik suara itu akan menepati janjinya dengan sangat ter"
CHARLES DICKENS ~43 hormat. Dia menarik selot dengan tangan gemetar, lalu mem"
buka pintu. Selama satu atau dua detik, Oliver melirik ke kiri dan kanan
jalan, serta lurus ke depan. Dia yakin, orang tak dike"nal yang
menyapanya lewat lubang kunci telah berjalan pergi untuk
menghangatkan diri sebab tak seorang pun yang dilihatnya ke"
cuali seorang anak derma6 bertubuh besar. Dia tengah duduk di
tiang depan rumah sambil makan seiris roti beroleskan mentega
yang dia potong kecil-kecil seukuran mulutnya dengan pisau
lipat, kemudian dilahapnya dengan amat tangkas.
"Mohon maaf, Tuan," kata Oliver pada akhirnya, setelah me"
lihat bahwa tak ada pengunjung lain yang menampakkan diri,
"apa tadi Anda mengetuk?"
"Aku menendang," jawab si anak derma.
"Apa Anda ingin peti mati, Tuan?" tanya Oliver polos.
Mendengar ini, si anak derma terlihat sangat galak. Dia
berkata dengan garang apakah Oliver ingin peti mati tidak lama
lagi, sampai-sampai dia berani berkelakar dengan atasannya
seperti itu. "Kurasa kau tak tahu siapa aku, bocah rumah sosial?" kata
si anak derma, melanjutkan ucapannya sambil turun dari atas
tiang dengan sikap khidmat yang mengesankan.
"Tidak, Tuan," jawab Oliver.
"Aku Tuan Noah Claypole," kata si anak derma, "dan kau
bawahanku. Lepas kerainya, dasar berandalan kecil kurang ker"
jaan!" Disertai kata-kata ini, Tuan Claypole melancarkan ten"
dangan kepada Oliver, dan memasuki toko dengan lagak penuh
martabat, yang patut dikagumi. Sulit bagi seorang anak muda
berkepala besar, bermata kecil, berperawakan dan berbadan gem"
pal, untuk terlihat bermartabat dalam kondisi apa pun, apalagi
ditambah dengan hidung merah serta celana pendek kuning.
Anak dari keluarga miskin yang tidak tinggal di rumah sosial, dan disekolahkan
di sekolah gratis atas tanggungan pemerintah. Bisa dikenali dari seragamnya."
penerj. 44~ OLIVER TWIST Setelah melepas kerai, dengan terhuyung-huyung Oliver
membawa kerai menuju halaman kecil di samping rumah, tempat
kerai itu disimpan pada siang hari. Dalam upayanya itu, Oliver
memecahkan panel kaca. Setelah menghibur Oliver dengan
jaminan bahwa "kau pasti ketahuan", Noah merendahkan diri
untuk menolong bocah itu. Tuan Sowerberry turun tidak lama
setelahnya, disusul dengan kemunculan Nyo?"nya Sowerberry.
Oliver, yang "ketahuan?"seperti yang diramalkan Noah"meng"
ikuti pemuda itu turun untuk sara"pan.
"Dekat-dekatlah dengan api, Noah," kata Charlotte. "Aku
menyimpan sepotong kecil daging babi bagus dari sarapan Tuan
dan Nyonya. Oliver, tutup pintu di belakang Tuan Noah, dan
bawa potongan-potongan yang kuletakkan di tutup wajan roti.
Ini tehmu. Bawa ke kotak itu, dan minum di sana secepatnya
sebab mereka akan segera memanggilmu untuk mengurus toko.
Kau dengar?" "Kau dengar, bocah rumah sosial?" kata Noah Claypole.
"Ya Tuhan, Noah!" kata Charlotte. "Betapa isengnya kau ini!
Kenapa tak kaubiarkan bocah itu sendiri?"
"Biarkan dia sendiri!" kata Noah. "Sebenarnya semua orang
sudah cukup membiarkannya sendiri. Baik ayah maupun ibu"
nya takkan pernah mengusiknya. Semua kerabatnya telah mem"
biarkannya sendirian seenaknya. Iya, kan, Charlotte" He! he!
he!" "Oh, dasar orang aneh!" kata Charlotte sambil tertawa
tergelak, yang kemudian ditimpali oleh tawa Noah. Mereka ber"
dua lalu memandangi Oliver Twist yang malang dengan tatapan
menghina. Saat itu Oliver tengah duduk sambil gemetaran di
atas kotak di pojok terdingin ruangan, dan makan potongan
makanan basi yang disiapkan secara khusus untuknya.
Noah bukanlah anak derma sembarangan sebab dia da"pat
melacak garis keturunannya sampai ke orangtuanya yang tinggal
di dekat sana. Ibunya tukang cuci dan Ayahnya tentara pemabuk
yang telah diberhentikan dengan uang pensiun harian sebesar
CHARLES DICKENS ~45 dua pence-setengah penny beserta potongan yang tak disebut"
kan. Anak-anak toko di lingkungan tersebut sudah lama ter"biasa
melabeli Noah di jalan-jalan umum, dengan julukan hina se"per"
ti "kere", "derma", dan sebang"sanya. Noah menerimanya tanpa
membalas. Namun, ketika sekarang nasib mempertemukannya
dengan seorang anak yatim piatu yang malang, Noah merasa
mendapat kesempatan untuk melampiaskan pembalasan olokolok mereka. Sifat manusia seperti yang Noah miliki ini dapat
ditemui dalam diri bangsawan paling anggun sekalipun"ini
menunjukkan betapa indahnya sifat manusia, bisa terdapat di
mana saja tanpa pilih-pilih.
Oliver telah tinggal di rumah sang pengurus pemakaman
sela"ma kira-kira tiga minggu atau sebulan. Tuan dan Nyonya
Sowerberry"setelah toko ditutup"sedang makan malam di
ruang belakang berukuran kecil. Setelah beberapa kali melirik
istrinya dengan ragu-ragu, Tuan Sowerberry berkata.
"Sayangku "." Dia hendak mengucapkan lebih banyak lagi,
tapi Nyonya Sowerberry mendongak dengan ekspresi keberatan
yang ganjil sehingga dia pun terdiam.
"Apa?" kata Nyonya Sowerberry tajam.
"Tidak ada apa-apa, Sayangku, tidak ada apa-apa," kata Tuan
Sowerberry. "Uh, dasar iseng!" kata Nyonya Sowerberry.
"Tidak sama sekali, Sayangku," kata Tuan Sowerberry rendah
hati. "Kukira kau tidak ingin mendengarnya, Sayangku. Aku
semata-mata hendak mengatakan "."
"Oh, jangan beri tahu aku apa yang hendak kaukatakan,"
potong Nyonya Sowerberry. "Aku bukan siapa-siapa. Jangan
minta pertimbanganku, tidak usah. Aku tidak ingin mengulik
rahasiamu." Saat Nyonya Sowerberry mengucapkan ini, dia
mengeluarkan tawa histeris yang menyeramkan.
"Tapi, Sayangku," kata Sowerberry, "aku ingin minta saran"
mu." "Tidak, tidak, jangan minta saranku," timpal Nyonya Sower"
berry dengan sikap merana, "minta saran orang lain saja." Saat
46~ OLIVER TWIST ini, terdengarlah lagi tawa histeris, yang sangat menakuti Tuan
Sowerberry. Ini adalah strategi yang sangat ampuh dan boleh
dicoba dalam perkawinan, yang sering kali sangat efektif. Hal
tersebut seketika membuat Tuan Sowerberry memohon-mohon,
agar diperbolehkan mengatakan apa yang ingin sekali didengar
Nyonya Sowerberry. Tidak lama kemudian, izin pun diberikan
dengan amat murah hati. "Ini hanya tentang Twist muda, Sayangku," kata Tuan Sower"
berry. "Dia itu bocah yang sangat tampan, Sayangku."


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Harus begitu, sebab dia cukup makan," komentar sang istri.
"Ada ekspresi melankolis di wajahnya, Sayangku," lanjut
Tuan Sowerberry, "yang sangat menarik. Dia akan jadi pelayat
bayaran yang luar biasa, Cintaku."
Nyonya Sowerberry mendongak, ekspresinya takjub. Tuan
Sowerberry melihatnya dan segera meneruskan tanpa memberi
kesempatan pada istrinya untuk berkomentar.
"Maksudku bukan pelayat bayaran biasa yang mengurus
orang dewasa, Sayangku, tapi khusus untuk kanak-kanak. Punya
pelayat bayaran yang proporsional akan jadi praktik yang sangat
orisinal, Sayangku. Kau boleh yakin bahwa efeknya pasti akan
mengagumkan." Nyonya Sowerberry, yang memiliki selera bagus dalam bis"nis
pemakaman, terperangah mendengar kebaruan ide ini. Namun,
karena martabatnya terancam apabila dia mengakuinya dalam
situasi yang sudah ada sekarang, dia hanya bertanya dengan sa"
ngat ketus, kenapa gagasan yang sedemikian gamblang tidak
pernah muncul di benak suaminya sebelumnya. Tuan Sowerberry
sangat mengenal istrinya. Dia tahu pertanyaan istrinya itu adalah
persetujuan atas usulannya. Oleh sebab itu, diputuskan bahwa
Oliver harus segera diinisiasi ke dalam bidang usaha tersebut
beserta rahasia-rahasianya. Dengan mempertimbangkan hal ini,
Oliver harus menemani majikannya pada kesempatan berikut"
nya ketika jasa sang pengurus pemakaman dibutuhkan.
Kesempatan ini tiba tak lama kemudian. Setengah jam setelah
sarapan keesokan paginya, Tuan Bumble memasuki toko. Dan,
CHARLES DICKENS ~47 sambil menopangkan tongkatnya ke konter, dia mengeluarkan
buku saku bersampul kulitnya yang besar. Dari buku inilah dia
merobek secarik kecil kertas, lalu diserahkannya kepada Sower"
berry. "Aha!" kata sang pengurus pemakaman, melirik kertas de"
ngan raut riang. "Pesanan peti mati, ya?"
"Pertama-tama peti mati, dan pemakaman desa setelahnya,"
jawab Tuan Bumble sambil mengencangkan pengikat buku saku
bersampul kulit yang, sama seperti dirinya, sangat gemuk.
"Bayton," kata sang pengurus pemakaman, membaca tulisan
di secarik kertas, lalu memandang Tuan Bumble. "Aku tak
pernah mendengar nama ini sebelumnya."
Bumble menggelengkan kepala saat dia menjawab, "Orangorang yang sangat keras kepala, Tuan Sowerberry, sangat keras
kepala. Sombong pula."
"Sombong, ya?" seru Tuan Sowerberry sambil menyeringai
mengejek. "Ayolah, itu berlebihan."
"Oh, memang memuakkan," jawab sang sekretaris desa.
"Sungguh tercela, Tuan Sowerberry!"
"Memang begitu," sang pengurus pemakaman sepakat.
"Kami baru mendengar tentang keluarga tersebut dua malam
lalu," kata sang sekretaris desa, "dan kami sepantasnya tak tahu
apa-apa tentang mereka saat itu. Hanya saja, seorang wanita yang
memondok di rumah yang sama membuat permohonan kepada
komite desa agar mereka mengirim ahli bedah guna menemui
seorang wanita yang keadaannya sangat buruk. Ahli bedah se"
dang pergi ke luar untuk makan malam, tapi pekerja ma"gang"
nya (anak muda yang sangat pintar) mengirim obat dalam botol
buram, sekenanya." "Ah, itu yang namanya sigap," kata sang pengurus pema"ka"
man. "Sigap, benar sekali!" timpal sang sekretaris desa. "Tapi apa
balasannya" Betapa tak tahu berterima kasihnya para pembang"
kang ini, Tuan. Si suami mengirim kabar bahwa obat terse"
but tidak cocok dengan keluhan istrinya sehingga istrinya tak
48~ OLIVER TWIST mau meminumnya"mengatakan dia tak mau meminumnya,
Tuan! Obat bagus, kuat, manjur, seperti yang diberikan dengan
sukses besar kepada dua kuli Irlandia dan seorang pengangkut
batu bara, hanya seminggu sebelumnya"mengirimnya dengan
cuma-cuma, dalam botol buram"dan laki-laki itu membalas
dengan kabar bahwa istrinya tidak mau meminumnya, Tuan!"
Saat kebiadaban ini menampakkan dirinya dengan kekuatan
penuh ke benak Tuan Bumble, dia menghantam konter dengan
keras menggunakan tongkatnya, dan wajahnya jadi merona
karena gusar. "Wah," kata sang pengurus pemakaman, "ti ... dak ... ku ...
sang ... ka "."
"Tidak disangka, Tuan!" bentak sang sekretaris desa. "Ya, tak
disangka-sangka oleh siapa pun. Tapi, sekarang wanita itu su"
dah mati, kita harus menguburnya, dan begitulah perintahnya.
Lebih cepat dilakukan, lebih baik."
Setelah mengucapkan itu, Tuan Bumble mengenakan topi
tingginya, pertama-tama terbalik gara-gara luapan kemarahan
atas nama desa, lalu berderap keluar toko.
"Wah, dia marah sekali, Oliver, sehingga dia bahkan lupa me"
nanyakanmu!" kata Tuan Sowerberry, memandangi sang sekre"
taris desa saat dia melenggang menyusuri jalan.
"Ya, Tuan," jawab Oliver, yang dengan hati-hati menjauhkan
dirinya dari pandangan selama perbincangan tersebut. Dia
gemetaran dari kepala hingga kaki saat teringat suara Tuan
Bumble. Namun, dia tidak perlu bersusah payah mengenyahkan diri
dari pandangan Tuan Bumble sebab sang pejabat desa yang sa"ngat
terkesan dengan prediksi pria berompi putih itu berpendapat
bahwa setelah sang pengurus pemakaman menerima Oliver
untuk masa percobaan, topik tersebut sebaiknya dihindari. Ya,
setidaknya sampai dia sudah terikat kuat-kuat selama tujuh ta"
hun sehingga bahaya kembalinya bocah itu ke tangan desa telah
secara resmi dan efektif teratasi.
CHARLES DICKENS ~49 "Nah," kata Tuan Sowerberry sambil memakai topinya,
"sema?""kin cepat pekerjaan ini diselesaikan, semakin baik. Noah,
jaga toko. Oliver, pakai topimu dan ikutlah denganku." Oliver
patuh dan mengikuti sang majikan dalam misi profesionalnya.
Setelah beberapa saat berjalan, mereka melewati bagian kota
yang paling penuh sesak dan paling padat penduduk. Kemu"
dian, mereka menyusuri jalan sempit yang lebih kotor dan lebih
menyedihkan daripada yang telah mereka lintasi, berhenti un"
tuk mencari rumah yang merupakan tujuan pencarian mereka.
Rumah-rumah di kedua sisi tinggi dan besar, tapi sangat tua.
Rumah-rumah itu disewa oleh orang-orang termiskin, seperti
yang ditunjukkan dengan kentara oleh penampilan tak terurus
rumah-rumah tersebut. Ditambah lagi dengan rupa lusuh
segelintir lelaki dan perempuan yang sesekali tersaruk-saruk le"
wat dengan lengan bersedekap serta tubuh membungkuk.
Banyak hunian yang memiliki etalase, tetapi bekas toko
ini telah ditutup dan rusak, hanya ruang-ruang di lantai atas
yang dihuni. Sebagian rumah yang tidak aman karena usia dan
pelapukan, dicegah agar tidak jatuh ke jalan dengan palangpalang kayu besar yang ditopangkan ke tembok, dan dipan"
cangkan kuat-kuat ke tanah. Namun, rupanya sarang-sarang
bobrok ini sekalipun tampaknya telah dipilih sebagai tempat
bersemayamnya para tunawisma malang pada malam hari se"
bab banyak papan kayu pengganti pintu dan jendela yang telah
direnggut dari posisinya sehingga cukup lebar untuk dilewati
tubuh manusia. Air got menggenang dan jorok. Bahkan, tikustikus bertebaran dalam keadaan busuk di sana-sini, kurus kering
karena kelaparan. Tidak ada pengetuk maupun gagang di pintu tempat Oliver
dan majikannya berhenti. Jadi, mereka melewati jalan gelap
dengan hati-hati sambil meraba-raba. Sang pengurus pemakaman
menyuruh Oliver dekat-dekat dengannya dan jangan takut, lalu
naik hingga ke puncak rangkaian tangga yang pertama. Setelah
tergopoh-gopoh ke pintu di pelataran tangga, Tuan Sowerberry
mengetuk dengan buku-buku jarinya.
50~ OLIVER TWIST Pintu dibuka oleh seorang gadis muda berumur tiga belas atau
empat belas tahun. Sang pengurus pemakaman seketika melihat
isi ruangan tersebut sehingga tahu bahwa itulah apartemen yang
ditujunya. Dia melangkah masuk diikuti oleh Oliver.
Tidak ada api di ruangan tersebut, tapi seorang pria sedang
berjongkok di dekat tungku kosong. Seorang wanita tua juga
telah menarik dingklik pendek ke dekat tungku dingin tersebut
dan duduk di samping pria itu. Ada sejumlah anak berpakaian
compang-camping di sudut lain, sementara di sebuah relung ke"
cil, di seberang pintu, tergoleklah sesuatu yang ditutupi seli"mut
tua di lantai. Oliver bergidik saat matanya mengamati tempat
itu, dan tanpa sadar beringsut mendekati majikannya sebab
meskipun benda tersebut tertutup selimut, sang bocah yakin
bahwa itu adalah mayat. Wajah sang pria terlihat kurus dan sangat pucat, rambut dan
janggutnya beruban, dan matanya semerah darah. Wajah sang
wanita tua berkeriput, dua giginya yang tersisa menyembul ke
bibir bawahnya, dan matanya tajam serta menusuk. Oliver takut
melihat keduanya. Mereka mirip sekali dengan tikus-tikus yang
dilihatnya di luar. "Tidak boleh ada yang mendekatinya," kata sang pria, bangkit
dengan galak, saat sang pengurus pemakaman mendekati relung.
"Mundur! Sialan kau! Mundur kalau kau masih sayang nyawa!"
"Omong kosong, Bung," kata sang pengurus pemakaman,
yang telah terbiasa dengan penderitaan dalam segala bentuknya.
"Omong kosong!"
"Kuberi tahu kau," kata pria itu sambil mengepalkan tangan
dan menjejak dengan marah ke lantai, "kuberi tahu kau, aku
takkan memasukkannya ke tanah. Dia tidak bisa beristirahat
di sana. Cacing-cacing akan mengganggunya"bukan mema"
kannya"dia begitu tirus."
Tanpa membalas celoteh pria itu, sang pengurus pemakaman
mengeluarkan pita penggaris dari sakunya, lalu berlutut sesaat di
samping mayat. CHARLES DICKENS ~51 "Ah!" kata sang pria, tangisnya meledak, dan jatuh berlutut
di kaki sang wanita yang meninggal. "Berlutut, berlutut"ber"
lututlah di sekelilingnya, kalian semua, dan camkan kata-kataku!
Kubilang dia meninggal karena kelaparan. Aku tak pernah tahu
seberapa buruk keadaannya, sampai demam menyerangnya, ke"
mudian tulang mulai menonjol di kulitnya. Tak ada api ataupun
lilin. Dia meninggal di kegelapan " di kegelapan! Dia bahkan
tak bisa melihat wajah anak-anaknya meskipun kami dengar dia
tersengal-sengal menyebutkan nama mereka. Aku mengemis
untuknya di jalanan, dan mereka me"ngirimku ke penjara. Saat
aku kembali, dia sudah sekarat. Hatiku jadi perih, mereka telah
membuatnya mati kelaparan. Aku bersumpah di hadapan Tuhan
yang menyaksikannya! Mereka membuatnya mati kelaparan!"
Dia mengatupkan kedua tangan di rambutnya. Dan, disertai
jeritan lantang, dia berguling-guling di lantai, matanya nyalang
dan busa melumuri bibirnya.
Anak-anak yang ketakutan menangis getir. Namun, sang
wanita tua, yang sampai saat itu tak berkata-kata seolah dia tak
mendengar semua yang terjadi, menggertak mereka agar diam.
Setelah melonggarkan syal si pria yang masih telentang di lantai,
dia tertatih-tatih menghampiri pengurus pemakaman.
"Dia anak perempuanku," kata sang wanita tua sambil meng?"
anggukkan kepalanya ke arah mayat. Sambil menyeringai, bah"
kan lebih menyeramkan daripada keberadaan ajal di tem"pat
semacam itu, wanita tua itu bicara. "Ya Tuhan, ya Tuhan! Ya,
memang aneh bahwa aku yang melahirkannya, masih hidup dan
segar bugar sekarang, sedangkan dia terbaring di sana, begitu
dingin dan kaku! Ya Tuhan, ya Tuhan! " Bila dipikirkan, pe"
ris?"tiwa ini sama bagusnya seperti sebuah sandiwara " sama
bagusnya seperti sebuah sandiwara!"
Saat makhluk malang itu menggumam dan terkekeh-kekeh,
rasa girangnya terasa mengerikan. Sang pengurus pemakaman
berbalik untuk pergi. 52~ OLIVER TWIST "Setop, setop!" kata sang wanita tua dalam bisikan nyaring.
"Akankah dia dikubur besok, lusa, atau malam ini" Aku yang
membaringkannya. Dan aku harus berjalan, kau tahu. Kirimi
aku jubah besar yang hangat sebab hawanya dingin menggigit.
Kami harus menyantap kue dan anggur juga sebelum kami
pergi! Tak usahlah, kirim saja roti " seloyang roti dan secangkir
air saja. Bolehkah kami minta roti, Sayang?" katanya penuh
sema"ngat sambil mencengkeram jas sang pengurus pemakaman,
saat dia sekali lagi bergerak menuju pintu.
"Ya, ya," kata sang pengurus pemakaman, "tentu saja. Apa
saja yang Anda suka!" Dia melepaskan diri dari genggaman
wanita tua itu. Dan, sambil menarik Oliver agar mengikutinya,
bergegas pergi. Keesokan harinya, (sementara itu, keluarga tersebut telah
diberi seperempat loyang roti dan sepotong keju, diserahkan
kepada mereka oleh Tuan Bumble sendiri), Oliver dan majikan"
nya kembali ke hunian menyedihkan itu. Tuan Bumble sudah
tiba di sana, ditemani empat pria dari rumah sosial yang akan
bertindak selaku pengusung peti. Sebuah jubah hitam tua telah
disampirkan ke atas baju compang-camping si wanita tua dan
sang pria. Peti mati sederhana yang telah dibuka, ditopangkan
ke pundak para pengusung, lalu dibawa ke jalan.
"Nah, sekarang Anda harus menguatkan kaki Anda, Nek!"
bisik Sowerberry ke telinga sang wanita tua. "Kita sudah terlam"
bat dan kita tidak boleh membuat pendeta menunggu. Jalan
terus, Anak-Anak, secepat yang kalian suka!"
Diarahkan seperti itu, para pengusung pun berderap di bawah
beban mereka yang ringan, sementara dua orang yang berkabung
menjaga jarak agar tetap dekat dengan mereka, sebisanya. Tuan
Bumble dan Sowerberry berjalan dengan langkah cepat di depan,
sedangkan Oliver, yang kakinya tidak sepanjang sang majikan,
lari di sebelahnya. Walau begitu, ternyata tidak ada perlunya terburu-buru se?"?"per"
ti yang telah diantisipasi Tuan Sowerberry sebab ketika me"reka
CHARLES DICKENS ~53 sampai di pojok tak mencolok halaman gereja yang ditumbuhi
alang-alang tempat kubur desa telah digali, pendeta belum tiba.
Sang kerani, yang sedang duduk di dekat perapian sakristi,
tampaknya berpendapat bahwa kemungkinan besar baru satu
jam atau lebih lagilah, sang pendeta tiba. Jadi, mereka mele"tak"
kan keranda di tepi kubur. Dua orang yang berkabung menanti
dengan sabar di tanah liat lembap, diiringi hujan gerimis dingin.
Sementara itu, bocah-bocah lelaki berpakaian compang-cam"
ping yang telah masuk ke halaman gereja karena tertarik dengan
tontonan tersebut ribut memainkan petak umpet di antara batu
nisan, atau meragamkan hiburan mereka dengan cara melompati


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

peti mati bolak-balik. Tuan Sowerberry dan Tuan Bumble yang
merupakan teman pribadi sang kerani, duduk di dekat perapian
bersamanya dan membaca koran.
Akhirnya, setelah berlalunya waktu yang lebih dari satu jam,
Tuan Bumble, Tuan Sowerberry, serta sang kerani berlari menu"
ju kuburan. Segera sesudahnya, sang pendeta muncul sambil
mengenakan jubahnya saat dia mendekat. Tuan Bumble kemu"
dian memukul satu atau dua anak, semata untuk menunjukkan
kewibawaannya. Sang pendeta yang terhormat membacakan
sebanyak mungkin doa penguburan yang bisa diringkas dalam
empat menit, lalu menyerahkan jubahnya kepada kerani, dan
berjalan pergi lagi. "Sekarang, Bill!" kata Sowerberry kepada penggali kubur.
"Timbun!" Tugas itu tidaklah terlalu sukar sebab kubur sudah demikian
penuh, sampai-sampai bagian teratas peti mati berjarak bebe"
rapa kaki saja dari permukaan tanah. Sang penggali kubur me"
nyekopkan tanah, menginjak-injak pelan dengan kakinya, me"
nyandangkan sekop ke bahunya, lalu berjalan pergi diikuti oleh
para anak lelaki yang menggerutu keras-keras, mengeluh karena
keasyikan mereka begitu cepat berakhir.
"Ayo, Bung!" kata Tuan Bumble sambil menepuk punggung
sang pria. "Mereka hendak menutup halaman."
54~ OLIVER TWIST Pria yang tak pernah satu kali pun bergerak sejak dia duduk
di samping liang kubur, terperanjat, mengangkat kepala, mena"
tap orang yang telah mengajaknya bicara, lalu berjalan maju
beberapa langkah dan jatuh pingsan. Pria itu disiram dengan air
dingin untuk membuatnya bangun, sementara sang wanita tua
sedang terlalu sibuk meratapi jubahnya (yang telah dicopot sang
pengurus pemakaman) sehingga tak memperhatikan pria itu.
Dan, setelah pria itu siuman, orang-orang mengantarkannya
dengan selamat ke luar halaman gereja, mengunci gerbang, dan
pergi ke tujuan masing-masing yang berbeda.
"Nah, Oliver," kata Sowerberry saat mereka berjalan pulang,
"apa kau menyukai acara tadi?"
"Lumayan, terima kasih, Tuan," jawab Oliver, dengan teramat
ragu. "Tidak terlalu, Tuan."
"Ah, kau akan terbiasa pada waktunya, Oliver," kata
Sowerberry. "Bukan apa-apa ketika kau sudah terbiasa, Nak."
Oliver bertanya-tanya, dalam pikirannya sendiri, apakah bu"
tuh waktu sangat lama hingga Tuan Sowerberry terbiasa. Namun,
dia berpendapat sebaiknya tidak mengajukan pertanyaan itu
dan berjalan pulang ke toko sambil memikirkan semua yang
telah dilihat dan didengarnya. []
Ledakan Kemarahan Oliver etelah masa percobaan sebulan berakhir, Oliver secara res"
mi diterima sebagai pekerja magang. Musim penyakit tiba
tepat pada saat itu. Dalam istilah komersial, permintaan
peti mati meningkat. Dan, dalam waktu beberapa minggu,
Oliver memperoleh banyak sekali pengalaman. Keberhasilan
spe?"kulasi Tuan Sowerberry yang orisinal melampaui harapannya
yang paling optimistis sekalipun.
Para warga tertua pun tidak mampu mengingat suatu masa
ketika campak sedemikian merajalela atau begitu mematikan
bagi anak-anak. Begitu banyak prosesi dukacita yang dipimpin
Oliver kecil, sambil mengenakan topi berpita panjang selutut,
hingga mengaduk-aduk kekaguman serta emosi tak terperi dalam
diri para ibu di kota tersebut. Karena Oliver juga menemani
majikannya dalam sebagian pemakaman orang dewasa"supaya
dia memperoleh ketenangan sikap dan pengendalian diri yang
sangat diperlukan seorang pengurus pemakaman sejati"dia
mendapatkan banyak kesempatan untuk mengamati indahnya
kepasrahan serta ketabahan orang-orang bertekad kuat dalam
menghadapi cobaan dan kehilangan.
Contohnya, ketika Tuan Sowerberry mendapat perintah
untuk menguburkan wanita atau pria tua kaya, yang dikelilingi
oleh sejumlah besar keponakan laki-laki dan perempuan yang
keberadaannya sama sekali tidak bisa menghibur selama masa
sakitnya dan yang dukanya sepenuhnya tak dapat diredam pada
56~ OLIVER TWIST ajang paling umum sekalipun, mereka akan bersikap sukacita
sejauh yang dimungkinkan saat berada di tengah-tengah mereka
sendiri"cukup gembira dan senang"berbincang bersama se"be?"
bas-bebasnya serta seriang-riangnya, seakan-akan tidak ada ke"
jadian apa-apa yang telah mengusik mereka.
Para suami juga menanggung berpulangnya istri mereka
dengan ketenangan yang amat heroik. Sedangkan para istri yang
ditinggalkan suami, meneteskan air mata buaya untuk suami
mereka, seolah-olah bukannya bersedih dalam balutan duka,
melainkan bertekad menjadikan kepiluan tersebut seindah dan
semenarik mungkin. Dapat dilihat juga bahwa para wanita
dan pria yang dilanda gelombang nestapa pada saat upacara
penguburan, pulih hampir seketika setelah mereka sampai di
rumah, dan menjadi cukup tenang sebelum acara minum teh
usai. Semua ini sangat menyenangkan dan mencerahkan pikiran
untuk dilihat, dan Oliver menyaksikannya dengan kekaguman
luar biasa. Aku tak bisa memastikan, meskipun aku adalah penulis
biografinya, apakah hati Oliver Twist tergerak hingga menjadi
pasrah berkat teladan orang-orang baik ini. Namun, bisa kuka"
takan dengan pasti bahwa selama berbulan-bulan, dengan tabah
Oli?"ver terus tunduk di bawah dominasi serta perlakuan jahat
Noah Claypole, yang memperalatnya jauh lebih buruk daripada
sebelumnya. Kecemburuannya muncul setelah melihat si anak
baru dipromosikan ke posisi bertongkat hitam dan bertopi pita,
sedangkan dia yang sudah lama, tetap stagnan dengan topi baret
dan tangan kosong. Charlotte ikut-ikutan memperlakukan Oliver dengan buruk
karena meniru Noah. Sementara itu, Nyonya Sowerberry
memutuskan menjadi musuh Oliver karena Tuan Sowerberry
menganggap Oliver sebagai temannya. Jadi, di antara ketiga
orang ini pada satu pihak, dan jamuan makan pemakaman pada
pihak lain, Oliver tak sepenuhnya merasa nyaman.
Dan sekarang, aku sampai pada bagian sangat penting dalam
riwayat Oliver sebab aku harus mencatat sebuah tindakan yang
CHARLES DICKENS ~57 kelihatannya remeh dan tak penting, tetapi secara tak langsung
menghasilkan perubahan besar dalam semua kesempatan serta
perjalanan hidupnya di masa mendatang.
Suatu hari, Oliver dan Noah telah turun ke dapur pada jam
makan malam seperti biasanya untuk melahap sepotong kecil
daging biri-biri panggang"satu pon setengah dari ujung jelek
leher. Ketika Charlotte sedang dipanggil sang majikan, Noah
Claypole yang kejam serta kelaparan merasa perlu mengisi waktu
senggang itu dengan kegiatan menganiaya dan menggoda Oliver
Twist muda. Bertekad mengerjakan hiburan yang dianggapnya benar
ini, Noah menaikkan kakinya ke taplak. Ia menjambak rambut
Oliver, menjewer telinganya, dan mengutarakan pendapatnya
bahwa dia "pengadu". Lebih lanjut ia mengumumkan niatnya
untuk datang melihat Oliver digantung, kapan pun peristiwa
yang didamba-dambakannya itu berlangsung. Setelah itu, ia pun
melanjutkan dengan berbagai keisengan kecil-kecilan, layaknya
seorang anak derma keji dan terpinggirkan.
Namun, setelah membuat Oliver menangis, Noah berupaya
berkelakar lebih lagi. Dalam upayanya itu, dia melakukan sesu"
atu yang dilakukan banyak orang hingga hari ini ketika mereka
ingin melucu: dia menyinggung topik yang pribadi.
"Bocah rumah sosial," kata Noah, "bagaimana kabar ibumu?"
"Dia sudah meninggal," jawab Oliver, "jangan katakan apaapa tentangnya kepadaku!"
Wajah Oliver memerah saat dia mengucapkan ini. Napas
menjadi cepat dan ada gerakan ganjil di mulut serta lubang
hidungnya, yang menurut Tuan Claypole merupakan tandatanda awal munculnya tangis menjadi-jadi. Karena dugaan ini"
lah dia melanjutkan serangan.
"Kenapa dia meninggal, bocah rumah sosial?" kata Noah.
"Karena patah hati, perawat tua memberitahuku," timpal
Oliver, lebih seperti bicara kepada dirinya sendiri alih-alih men"
jawab Noah. "Kurasa aku tahu bagaimana rasanya meninggal
karena patah hati!" 58~ OLIVER TWIST "Hahahaha, lucu sekali, bocah rumah sosial," kata Noah,
saat air mata bercucuran di pipi Oliver. "Sekarang kenapa kau
menangis?" "Bukan karena kau," jawab Oliver tajam. "Sudah, itu sudah
cukup. Jangan katakan apa-apa lagi tentangnya, sebaiknya
tidak!" "Sebaiknya tidak!" seru Noah. "Wah! Sebaiknya tidak! Bocah
ru?"mah sosial, jangan kurang ajar. Ibumu pula! Dia memang
orang baik, ibumu itu. Ya Tuhan!" Noah mengangkat kepalanya
dengan ekspresif dan mengernyitkan hidung merah kecilnya
sejauh yang sanggup dikerahkan oleh gerak ototnya, dalam
kesempatan ini. "Kau tahu, bocah rumah sosial," lanjut Noah, jadi berani
me"lihat sikap diam Oliver, dan bicara dengan nada pura-pura
kasihan yang mengejek di antara semua nada suara yang paling
menjengkelkan. "Kau tahu, bocah rumah sosial, yang sudah
terjadi terjadilah. Dan, tentu saja kau tidak bisa melakukan apaapa saat itu dan aku sangat turut menyesal soal itu. Aku yakin
kita semua merasa begitu, dan sangat kasihan kepadamu. Tapi
kau harus tahu, bocah rumah sosial, ibumu orang yang tidak
baik." "Apa katamu?" tanya Oliver, mendongak cepat sekali.
"Orang yang tidak baik, bocah rumah sosial," jawab Oliver
kalem. "Dan untung saja, bocah rumah sosial, dia meninggal
saat itu. Kalau tidak, dia pasti sedang kerja paksa di Bridewell,
dibuang7, atau yang kemungkinannya paling besar, digantung.
Ya, kan?" Merah padam karena murka, Oliver berdiri, menggulingkan
meja dan kursi, mencekik Noah, mengguncang-guncangkannya,
bersikap kasar karena mengamuk sampai giginya bergemeletuk
Terpidana kasus kejahatan berat acap kali dibuang ke koloni-koloni Inggris di luar
negeri, misalnya di Amerika Utara dan Australia."penerj.
CHARLES DICKENS ~59 di kepala, dan mengumpulkan seluruh kekuatannya dalam satu
tinju keras untuk menjatuhkan Noah ke tanah.
Semenit lalu, bocah laki-laki itu kelihatan seperti anak pen?""
diam, makhluk yang lemah dan patah semangat gara-gara per"
la"kuan jahat yang menimpanya. Namun, tiba-tiba amarahnya
me"le"dak. Penghinaan keji terhadap mendiang ibunya membuat
darahnya mendidih. Dadanya kembang kempis; badannya
tegak; matanya terang dan jernih; seluruh pembawaannya
berubah, saat dia berdiri sambil memelototi penyiksa pengecut
yang kini tergolek dalam posisi berjongkok di kakinya; dan
melawan anak laki-laki yang lebih besar itu dengan energi yang
tak pernah diduga sebelumnya.
"Dia mau membunuhku!" sembur Noah. "Charlotte! Nyonya!
Si anak baru mau membunuhku! Tolong! Tolong! Oliver jadi
gila! Char ... lotte!"
Teriakan Noah direspons oleh jeritan nyaring dari Charlotte,
dan yang lebih nyaring lagi dari Nyonya Sowerberry. Charlotte
bergegas memasuki dapur lewat pintu samping, sedangkan
Nyonya Sowerberry berhenti sejenak di tangga sampai dia cukup
yakin bahwa nyawanya akan selamat meskipun dia turun lebih
jauh lagi. "Oh, dasar berandal kecil!" jerit Charlotte sambil menangkap
Oliver sekuat tenaga, yang kira-kira sebanding dengan laki-laki
dewasa berkekuatan sedang yang rajin berolahraga. "Oh, dasar
penjahat kecil me-nge-ri-kan, pem-bu-nuh, tak ta-hu te-ri-ma
ka-sih!" Dan, di antara setiap suku kata, Charlotte memberi
Oliver pukulan sekeras-kerasnya, disertai jeritan.
Tinju Charlotte sama sekali tidak lemah. Namun, kalauka?"lau tidak efektif dalam menenangkan amuk Oliver, Nyonya
Kematian Kedua 3 Dibawah Kaki Pak Dirman Karya Nasjah Djamin Iblis Sungai Telaga 32
^