Pencarian

Oliver Twist 10

Oliver Twist Karya Charles Dickens Bagian 10


Karena sekarang hari sudah gelap, kerai pun ditutup, dan
sebatang lilin dinyalakan serta diletakkan di atas meja. Kejadian
mengerikan selama dua hari terakhir ini telah menghasilkan ke"
san mendalam pada diri ketiga orang itu, diperkuat oleh bahaya
dan ketidakpastian yang dihadapi oleh mereka sendiri. Mere"
ka menarik kursi mereka hingga saling berdekatan, terkesiap
mendengar setiap suara. Mereka hanya mengobrol sedikit, dan
itu pun sambil berbisik-bisik, dan bersikap diam serta tegang
seakan tubuh perempuan yang dibunuh itu tergolek di ruangan
tersebut. Mereka telah duduk seperti itu beberapa lama, ketika tibatiba terdengarlah ketukan terburu-buru di pintu, di bawah.
"Bates muda," kata Kags, menoleh ke sekeliling dengan ma"
rah, untuk mengecek rasa takut yang juga ia rasakan.
Ketukan terdengar lagi. Tidak, bukan dia. Ia tidak pernah
mengetuk seperti itu. Crackit menghampiri jendela, dan setelah menggelenggeleng, menarik kepalanya ke dalam. Tidak ada perlunya mem"
beri tahu mereka siapa yang mengetuk pintu. Wajah pucatnya
sudah cukup. Si anjing juga seketika bersikap waspada, dan lari
sambil merengek-rengek ke pintu.
"Kita harus membiarkannya masuk," kata Crackit sembari
mengambil lilin. "Tidak bisa tidak?" tanya laki-laki yang satunya lagi dengan
suara serak. "Tidak bisa. Dia harus masuk."
"Jangan tinggalkan kami dalam kegelapan," kata Kags sem"
bari mengambil sebatang lilin dari rak perapian dan menyala"
CHARLES DICKENS ~533 kannya, dengan tangan yang gemetar hebat sampai-sampai
ketukan sudah diulang dua kali sebelum ia selesai.
Crackit turun hingga ke pintu. Ia kembali sambil diikuti
oleh seorang laki-laki yang bagian bawah wajahnya disembunyi"
kan oleh syal, dan sehelai syal lagi diikatkan ke kepala di bawah
topinya. Ia melepas ikatan syalnya pelan-pelan. Wajah pasi, mata
cekung, pipi kempot, janggut yang sudah tumbuh tiga hari tan"
pa dicukur, badan ceking, napas berat pendek-pendek; laki-laki
itu adalah hantu dari Sikes.
Ia meletakkan tangan ke kursi yang ada di tengah-tengah
ruangan tapi sambil bergidik saat hendak duduk di sana, dan
tampaknya ia melirik ke balik pundaknya, menyeret kursi terse"
but ke belakang hingga hampir merapat ke dinding"sedekat
mungkin dengan dinding"dan menumbukkan kursi tersebut
ke dinding, lalu duduk. Tak satu patah kata pun terlontarkan. Ia menoleh ke arah
mereka, dari satu orang ke orang lainnya dalam keheningan.
Jika ada mata yang diangkat sembunyi-sembunyi dan bertemu
pandang dengannya, pandangannya serta-merta dipalingkan.
Ketika suara hampanya memecah keheningan, mereka bertiga
terkesiap. Mereka tampaknya tak pernah mendengar nada suara"
nya seperti itu sebelumnya.
"Bagaimana anjing itu sampai ada di sini?" tanyanya.
"Sendirian. Tiga jam lalu."
"Malam ini koran-koran bilang Fagin ditangkap. Apa berita
itu benar atau hanya kabar bohong?"
"Betul." Mereka terdiam lagi. "Sialan kalian semua!" kata Sikes sambil menelusurkan ta"
ngan ke keningnya. "Tak adakah yang ingin kalian katakan pa"
daku?" Mereka bergerak dengan gelisah tapi tak seorang pun bicara.
"Kau yang menjaga rumah ini," kata Sikes sambil memaling"
kan wajahnya kepada Crackit, "Apa kau bermaksud mengadu"
534~ OLIVER TWIST kanku, atau membiarkanku bersembunyi di sini sampai perbu"
ruan ini berakhir?" "Kau boleh berhenti sementara di sini, kalau menurutmu
tempat ini aman," balas orang yang diajak bicara, setelah raguragu beberapa saat.
Sikes mengangkat pandangan matanya pelan-pelan ke din"
ding di belakangnya"memilih untuk memalingkan kepala alihalih sungguh-sungguh melihat dengan baik-baik"dan berkata,
"Apakah itu ... mayatnya ... sudahkah dikubur?"
Mereka menggelengkan kepala.
"Kenapa belum!" bentaknya sambil terus melirik ke arah be"
lakangnya. "Buat apa mereka mempertahankan mayat mengeri"
kan seperti itu di atas tanah?"Siapa itu yang mengetuk?"
Crackit mengisyaratkan dengan gerakan tangannya selagi
ia meninggalkan ruangan bahwa tak ada yang perlu ditakuti.
Segera saja ia kembali bersama Charley Bates di belakangnya.
Sikes duduk di seberang pintu sehingga pada saat anak laki-laki
itu memasuki ruangan, ia melihat sosok laki-laki tersebut.
"Toby," kata anak laki-laki itu sambil mundur, saat Sikes me"
malingkan matanya ke arahnya, "kenapa kau tidak memberita"
huku tentang ini, di lantai bawah?"
Ada sesuatu yang begitu luar biasa dalam gerakan berjengit
ketiga orang tersebut, sehingga si laki-laki terkutuk bersedia
mengesampingkan amarahnya pada pemuda ini. Oleh sebab itu,
ia pun mengangguk dan bersikap seakan ia mau berjabat tangan
dengan anak muda itu. "Biar aku pergi ke ruangan lain," kata anak laki-laki itu,
mundur kian jauh. "Charley!" kata Sikes sambil melangkah maju. "Tidakkah
kau ... tidakkah kau mengenalku?"
"Jangan dekati aku," jawab anak laki-laki itu, masih saja
mundur, dan memandang wajah si pembunuh dengan kenge"
rian terbayang di matanya. "Dasar monster!"
Laki-laki itu berhenti setengah jalan, dan mereka saling pan"
dang, tapi mata Sikes lambat laun tertuju ke tanah.
CHARLES DICKENS ~535 "Kalian bertiga jadi saksinya," seru si anak laki-laki sam"
bil menggoyangkan tinjunya yang terkepal, dan menjadi kian
menggebu-gebu selagi ia bicara. "Kalian bertiga jadi saksi"
nya"aku tidak takut padanya"kalau mereka datang ke sini
mencarinya, akan kuserahkan dia, akan kulakukan. Kuberi tahu
kalian sekarang juga. Dia bisa saja membunuhku kalau dia mau,
atau kalau dia berani, tapi kalau aku ada di sini akan kuserahkan
dia. Akan kuserahkan dia meskipun dia nantinya bakal direbus
hidup-hidup. Pembunuhan! Tolong! Kalau di antara kalian ber"
tiga ada yang punya nyali seorang laki-laki secuil saja, kalian
bakal menolongku. Pembunuhan! Tolong! Jatuhkan dia!"
Sembari berteriak, Bates menerjang laki-laki kuat itu sendi"
rian, dan menjatuhkan laki-laki itu hingga berdebum ke lantai.
Ketiga penonton yang berdiri di sana tampak terbengongbengong. Mereka tidak menawarkan bantuan apa pun; si anak
laki-laki serta laki-laki itu berguling-guling di lantai bersama.
Yang pertama, tak menghiraukan pukulan yang menghujaninya,
merenggut pakaian di sekitar dada si pembunuh dalam kepalan
erat tangannya, dan tak pernah berhenti meminta pertolongan
dengan sekuat tenaga. Namun demikian, pertandingan itu terlalu tak seimbang se"
hingga tidak bertahan lama. Sikes berhasil menjatuhkan anak
itu, dan lututnya tepat berada di leher anak laki-laki itu, ke"tika
Crackit menarik laki-laki itu ke belakang disertai ekspresi was"
was, dan menunjuk ke jendela. Ada lampu-lampu yang ber"ki"
lau di bawah, suara-suara yang tengah bercakap-cakap lantang
dan serius, jejak kaki terburu-buru"jumlahnya seolah tak ada
habisnya"yang sedang menyeberangi jembatan kayu yang ada
di dekat tempat itu. Seorang laki-laki penunggang kuda tam"
paknya berada di antara banyak orang tersebut sebab terdengar
bunyi kaki kuda yang berkelotakan di trotoar yang tak rata.
Pendar lampu kian terang. Langkah kaki mendekat dengan
bunyi semakin berat dan ribut. Lalu, terdengarlah ketukan keras
di pintu, kemudian gumaman serak dari berpuluh-puluh suara
536~ OLIVER TWIST marah, yang pasti akan membuat orang paling berani, gemetar
ketakutan. "Tolong!" pekik si anak laki-laki dengan suara yang merobek
udara. "Dia di sini! Dobrak pintunya!"
"Atas nama Raja," seru suara-suara di luar, dan teriakan serak
kembali terdengar tapi lebih nyaring.
"Dobrak pintunya!" jerit si anak laki-laki. "Kuberi tahu, me"
reka takkan pernah membukanya. Langsung larilah ke ruangan
berpenerangan. Dobrak pintunya!"
Gedoran, kukuh dan berat, mengguncangkan pintu dan
kerai jendela di lantai bawah selagi ia berhenti bicara, dan
teriakan lantang datang dari banyak orang itu, memberi gam"
baran memadai kepada sang pendengar untuk pertama kalinya,
mengenai betapa banyaknya jumlah mereka.
"Bukakan pintu suatu tempat yang bisa kupakai untuk me"
ngunci anak setan ini," seru Sikes bengis sambil lari bolak-balik,
dan menyeret si anak laki-laki, sekarang semudah mengangkat
karung kosong. "Pintu itu. Cepat!" Ia melemparkan anak lakilaki itu ke dalam, menggerendel pintu, dan memutar kunci.
"Apa pintu lantai bawah terkunci?"
"Dikunci ganda dan dirantai," jawab Crackit yang sama se?"per"
ti kedua laki-laki lainnya, masih tak berdaya dan kebingungan.
"Daun pintu"kuatkah?"
"Dilapisi besi."
"Dan jendela juga?"
"Ya, jendelanya juga."
"Bedebah kalian!" seru si penjahat yang putus asa itu, meng"
geser jendela ke atas dan mengancam khalayak. "Lakukan yang
terburuk! Akan kukalahkan kalian!"
Dari semua teriakan mengerikan yang pernah didengar oleh
telinga manusia, tak satu pun yang dapat melampaui pekikan
massa yang sedang murka. Sebagian berteriak kepada yang ter"
dekat agar membakar rumah tersebut, yang lain meraung kepada
CHARLES DICKENS ~537 para petugas agar menembak mati laki-laki tersebut. Di antara
semuanya, tak satu pun menunjukkan amarah seperti laki-laki
penunggang kuda, yang setelah turun dari pelana dan menembus
kerumunan seolah-olah sedang membelah air, berseru dengan
suara yang lebih keras daripada semua suara lain, "Dua puluh
guinea untuk laki-laki yang membawakan tangga!"
Suara-suara yang ada di dekatnya menanggapi teriakan terse"
but, dan ratusan menggemakannya. Sebagian meminta tangga,
sebagian godam, sebagian berlari ke sana kemari sambil mem"
bawa obor seolah-olah untuk mencari barang-barang tersebut,
dan tetap saja kembali lagi dan meraung lagi. Sebagian meng"
habiskan napas mereka untuk mengeluarkan sumpah sera?"pah
dan umpatan sia-sia. Sebagian yang lain, merangsek maju de"
ngan kegairahan seperti orang gila, dan alhasil menghambat
kemajuan orang-orang di bawah. Sebagian di antara yang paling
nekat berusaha memanjat pipa air dan retakan di dinding, dan
semua bergelombang maju-mundur dalam kegelapan di bawah,
bagaikan ladang jagung yang digerakkan oleh angin ganas, dan
disertai sesekali oleh satu teriakan gusar yang lantang.
"Pasang!" seru si pembunuh, saat ia terhuyung-huyung kem"
bali ke ruangan dan menghalau wajah-wajah tersebut. "Pasang
sedang naik waktu aku datang. Beri aku tali, tali yang panjang.
Mereka semua di depan. Aku bisa menjatuhkan diri ke Folly
Ditch, dan menyingkir dengan cara itu. Beri aku tali, atau aku
akan melakukan tiga pembunuhan lagi dan membunuh diriku
sendiri." Para laki-laki yang dicekam rasa panik menunjuk tempat pe"
nyimpanan benda tersebut. Si pembunuh buru-buru memilih
tambang terpanjang dan terkuat, dan bergegas naik ke atap
rumah. Semua jendela di bagian belakang rumah sudah lama ditem"
bok, kecuali satu tingkap kecil di ruangan tempat si anak lakilaki dikunci, dan itu pun terlalu kecil, bahkan untuk dilewati
oleh tubuhnya. Namun dari celah ini, ia tak pernah berhenti ber"
538~ OLIVER TWIST seru kepada orang-orang di luar agar menjaga bagian belakang.
Oleh sebab itu, ketika si pembunuh akhirnya bisa keluar, ke atas
rumah melalui pintu di atap, sebuah teriakan kencang meng"
umumkan kenyataan tersebut kepada orang-orang yang ada di
depan, yang seketika mulai bergerak maju, bertubrukan, saling
tumpah tindih dalam aliran arus yang tak terputus.
Ia mengganjalkan papan yang dibawanya ke atas untuk tu"
juan itu, kuat-kuat ke pintu supaya sulit dibuka dari dalam, dan
sambil merangkak di atas genting, menengok ke pagar rendah
yang ada di bawahnya. Air sedang surut, dan parit berlapis lumpur.
Orang-orang terdiam selama beberapa saat, menyaksikan
pergerakannya dan meragukan tujuannya. Namun, tepat saat me?"
reka paham dan tahu bahwa niatnya tak mungkin tercapai, me"
reka memekikkan jeritan sumpah serapah penuh keme"nangan,
yang membuat semua teriakan mereka sebelumnya bagai bisikan
semata. Lagi dan lagi, teriakan itu bertambah keras. Mereka yang
berada terlalu jauh sehingga tidak mengetahui makna teriakan
itu, kemudian menanggapinya. Teriakan tersebut bergema dan
bergema kembali, seakan seluruh kota telah menumpahkan para
penduduknya untuk mengutuk si pembunuh.
Orang-orang terus merangsek maju dari depan"terus, te"
rus, terus, bergulat di dalam aliran wajah-wajah marah, diwar"
nai obor yang menyala di sana-sini untuk menerangi mereka,
dan menunjukkan wajah mereka semua dalam kemarahan dan
nafsu mereka. Rumah-rumah di seberang parit telah dimasuki
oleh gerombolan orang; jendela digeser ke atas, atau dicabut ke
luar. Wajah-wajah tampak berderet di setiap jendela; kumpulan
orang berpegangan pada setiap puncak rumah. Tiap jembatan
kecil (dan ada tiga yang terlihat) melengkung karena menahan
bobot kerumunan orang di atasnya. Namun tetap saja arus ter"
tum"pah maju, dan menemukan ceruk atau lubang untuk melam"
piaskan teriakan mereka, serta untuk melihat penjahat itu barang
sekejap saja. CHARLES DICKENS ~539 "Mereka menangkapnya sekarang," seru seorang lelaki di
jembatan terdekat. "Hore!"
Kerumunan pun dimeriahkan oleh orang-orang yang
bergembira, dan teriakan lagi-lagi terdengar.
"Akan kuberikan lima puluh pound," seru seorang laki-laki
tua dari wilayah yang sama, "kepada siapa pun yang menang"
kapnya hidup-hidup. Aku akan tetap berada di sini, sampai ia
datang untuk menagihnya kepadaku."
Lagi-lagi terdengar raungan. Tepat pada saat itulah terdengar
kabar di antara kerumunan bahwa pintu telah berhasil didob?"
rak, dan bahwa laki-laki yang pertama kali meminta tangga
telah naik ke ruangan tersebut. Aliran massa mendadak berbelok


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saat berita ini beredar dari mulut ke mulut. Dan orang-orang
yang ada di jendela, sesudah melihat bahwa mereka yang berada
di jembatan telah mundur, segera meninggalkan tempat mere"
ka, dan mereka pun berlari ke jalan, bergabung dengan orang
banyak yang kini berdesak-desakan ke tempat yang baru saja
mereka tinggalkan. Masing-masing orang saling dorong dan
bersaing dengan tetangganya, semua terengah-engah tak sabar"
an untuk sampai ke dekat pintu, untuk melihat si penjahat saat
para petugas membawanya keluar. Teriakan dan pekikan orangorang yang terhimpit hingga hampir kehabisan napas, atau
terinjak-injak di tengah-tengah kericuhan tersebut, sangatlah
mengerikan. Jalan-jalan sempit buntu sepenuhnya. Dan kali ini,
di antara desakan sebagian orang untuk memperoleh ruang di
depan rumah, dan perjuangan sia-sia sebagian lainnya untuk
membebaskan diri dari kerumunan orang tersebut, perhatian
serta-merta teralihkan dari si pembunuh; walaupun antusiasme
publik atas penangkapannya, jika mungkin, justru bertambah.
Laki-laki itu telah patah arang, semangatnya dipadamkan
sepenuhnya oleh kebengisan massa, dan kemustahilan untuk
melarikan diri. Namun, saat ia menyaksikan perubahan men"
dadak ini terjadi tak kalah cepatnya seperti saat muncul, ia pun
melompat. Ia bertekad untuk melakukan upaya terakhir guna
540~ OLIVER TWIST menyelamatkan nyawanya dengan cara menjatuhkan diri ke
parit, dan mengambil risiko terjepit. Ia mencoba untuk meng"
endap-endap menjauh di tengah-tengah kegelapan serta keri"
cuhan itu. Karena terpacu oleh kekuatan dan energi baru, dan dibang?"
kitkan oleh suara ribut yang ada di dalam rumah yang meneriak"
kan bahwa jalan masuk telah berhasil diterobos, ia menjejakkan
kaki ke pinggir cerobong asap, mengikatkan salah satu ujung
tali erat-erat dan kuat-kuat ke sekeliling cerobong asap tersebut,
dan dengan ujung lainnya membuat simpul kuat dengan ban"
tuan tangan serta giginya dalam waktu singkat. Ia bisa menu"
run"kan diri dengan menggunakan tambang hingga jarak kurang
dari tingginya sendiri ke tanah, dan ia sudah menyiapkan pisau?"
nya untuk memotong tali tersebut dan kemudian menjatuhkan
diri. Tepat pada saat ia mengalungkan simpul itu ke kepalanya
sebelum menggelincirkannya ke bawah ketiaknya, dan ketika
laki-laki tua yang telah disinggung sebelumnya (yang berpe"
gangan kuat-kuat pada pinggiran jembatan untuk menahan diri
dari kekuatan massa, dan mempertahankan posisinya) dengan
sungguh-sungguh memperingatkan orang-orang di sekitarnya
bah"wa laki-laki itu hendak menurunkan dirinya. Tepat saat itulah
sang pembunuh menoleh ke belakangnya di atap, mengangkat
tangan ke atas kepalanya, dan berteriak penuh kengerian.
"Mata itu lagi!" teriaknya dalam jeritan yang menakutkan.
Ia terhuyung-huyung seperti disambar petir, kehilangan ke"
seimbangan, dan terguling ke balik pagar balkon. Jerat meling"
kari lehernya. Simpul pun menyempit karena bobot tubuhnya.
Sekencang tali busur, dan secepat anak panah ia melaju. Si pem"
bunuh jatuh sejauh sepuluh setengah meter. Badannya tersentak
tiba-tiba, kakinya terkejang hebat; dan di sanalah ia tergantung,
dengan pisau terbuka dalam genggaman tangannya yang kaku.
Cerobong asap tua itu bergetar karena guncangan terse"but
tetapi ia tetap berdiri kukuh dengan berani. Si pembunuh
CHARLES DICKENS ~541 ber?""ayun-ayun tak bernyawa ke dinding, dan si anak laki-laki
me?"nge"s"ampingkan tubuh bergelantungan yang menghalangi
pandangannya, berseru kepada orang-orang di bawah untuk
datang dan mengeluarkannya, demi Tuhan.
Si anjing yang sejak tadi bersembunyi, lari mondar-mandir
di dekat pagar sambil melolong memilukan. Setelah memper"
siapkan diri untuk melompat, ia kemudian meloncat ke pundak
si laki-laki yang sudah mati itu. Akan tetapi, ia meleset dan jatuh
ke parit. Ia jatuh terguling-guling dan kepalanya menghantam
batu, maka terburailah otaknya keluar.[]
Beberapa Misteri Terungkap eristiwa yang dipaparkan pada bab terakhir itu, baru
saja berlangsung dua hari sebelumnya, ketika Oliver
mendapati dirinya, pada pukul tiga sore, berada dalam
sebuah kereta yang bergerak menuju ke kota asalnya. Nyonya
Maylie, Rose, Nyonya Bedwin, dan sang dokter yang baik
bersamanya, sedangkan Tuan Brownlow mengikuti mereka
dalam kereta lainnya, ditemani oleh satu orang lain yang
namanya belum disebutkan.
Mereka tidak banyak mengobrol dalam perjalanan sebab
Oliver sedang tegang dan gelisah, sehingga kehilangan kemam"
puan untuk menenangkan pikirannya, hampir kehilangan ke"
mam"puan bicaranya, dan tampaknya nyaris tak menyadari ke"
hadiran rekan-rekannya, yang juga merasakan hal yang sama,
paling tidak dalam derajat yang sama. Dia dan kedua perem"
puan tersebut telah diinformasikan dengan saksama oleh Tuan
Brownlow mengenai isi pengakuan yang telah diperoleh secara
paksa dari Monks. Meskipun mereka tahu bahwa maksud per"
jalanan mereka saat ini adalah untuk menyelesaikan tugas yang
telah dimulai dengan begitu baik, seluruh perkara itu masih saja
berselimut keraguan dan misteri, sehingga membuat mereka
dicekam ketegangan tinggi.
Sang teman baik yang sama, dibantu oleh Tuan Losberne,
dengan hati-hati telah menghentikan semua saluran komunikasi
yang memungkinkan mereka untuk menerima informasi ten"
CHARLES DICKENS ~543 tang peristiwa mengerikan yang baru-baru ini terjadi. "Memang
benar," katanya, "bahwa mereka harus mengetahuinya tidak
lama lagi, tapi barangkali ada waktu yang lebih baik daripada
saat ini, dan itu tak mungkin lebih buruk." Jadi, mereka menem"
puh perjalanan dalam keheningan. Masing-masing dari mereka
menyibukkan diri dengan cara merenungkan topik yang telah
menyatukan mereka, dan tak seorang pun yang berkeinginan
untuk menyuarakan pikiran yang menyesaki benak mereka.
Namun apabila Oliver, di bawah pengaruh ini, hanya diam
selagi mereka menuju tempat kelahirannya melalui jalan yang
tak pernah dilihatnya, betapa seluruh arus ingatannya bermuara
kembali ke masa lalu. Betapa menyesakkannya emosi yang bang"
kit di dadanya, ketika mereka berbelok ke jalan yang disusurinya
dengan berjalan kaki"seorang anak laki-laki tuna wisma miskin
yang terlunta-lunta, tanpa seorang teman untuk menolongnya,
ataupun atap untuk menaungi kepalanya.
"Lihat itu, itu!" seru Oliver sambil mencengkeram tangan
Rose penuh semangat, dan menunjuk ke luar jendela kereta.
"Itu penanda jarak yang saya lewati. Itu pagar tanaman tempat
saya merangkak di belakangnya, karena saya takut kalau sese"
orang akan menyusul dan memaksa saya kembali! Di sana itu
adalah jalan setapak menyeberang ladang, yang mengarah ke
rumah lama tempat saya tinggal sewaktu kecil! Oh Dick, Dick,
teman lamaku tersayang, seandainya saja kau bisa melihatku
sekarang!" "Kau akan segera bertemu dengannya," kata Rose dengan
lembut sembari menggenggam kedua tangan Oliver yang dika"
tupkan. "Kau akan memberitahunya betapa bahagianya kau
sekarang, dan betapa kau sudah jadi kaya, dan di tengah seluruh
kebahagiaanmu itu, tak ada yang lebih hebat daripada kembali
ke sana untuk membuatnya bahagia juga."
"Ya, ya," kata Oliver, "dan kita akan ... kita akan membawanya
pergi dari sini, memberinya pakaian dan menyekolahkannya,
dan mengirimnya ke desa yang tenang, tempat ia bisa tumbuh
kuat dan sehat, bukan begitu?"
544~ OLIVER TWIST Rose semata-mata mengangguk mengiyakan sebab anak lakilaki itu tersenyum di balik air mata yang begitu bahagia sehingga
perempuan muda itu tak sanggup bicara.
"Anda akan bersikap baik dan ramah kepadanya, seperti
yang Anda lakukan pada semua orang," kata Oliver. "Anda pasti
menangis, saya tahu, mendengar apa yang bisa diceritakannya.
Tetapi tak apa, tak apa, semuanya akan berakhir, dan Anda akan
tersenyum lagi"saya mengetahui itu juga"saat memikirkan
betapa ia telah berubah. Anda melakukan hal yang sama pada
saya. Ia berkata, "Tuhan memberkatimu" kepada saya ketika saya
melarikan diri," seru si anak laki-laki, dilanda emosi penuh haru.
"Dan saya akan mengatakan "Tuhan memberkatimu" sekarang,
dan menunjukkan kepadanya betapa saya menyayanginya kare"
na itu!" Ketika mereka memasuki kota, dan menyusuri jalan-jalan
sempit kota tersebut, tidak mudah bagi anak itu untuk mengua"
sai perasaannya. Ada Toko Sowerberry, si pengurus pemakaman
yang sama seperti dulu. Hanya saja toko itu tampak lebih kecil
dan tampak kurang mengesankan dibandingkan dengan yang
diingatnya. Ia masih melihat toko-toko dan rumah-rumah yang
dikenalnya dengan baik, dan semuanya terhubung dengan diri"
nya melalui beberapa peristiwa. Ia melihat gerobak Gamfield,
gerobak yang dulu dimiliki laki-laki itu, berada di depan pintu
bar tua. Rumah panti asuhan, penjara masa kanak-kanaknya
yang mengerikan, dengan jendela-jendela seram yang meman"
dang galak ke jalanan, masih ada di sana. Masih ada portir kurus
yang sama yang berdiri di gerbang, yang membuat Oliver spon"
tan berjengit saat melihatnya. Kemudian, ia menertawakan diri"
nya sendiri karena bersikap begitu bodoh, lalu menangis, lalu
tertawa lagi. Ada banyak wajah di pintu dan jendela yang cukup
dikenalnya dan hampir semuanya masih ada di sana, seolah-olah
ia baru saja meninggalkan tempat itu kemarin, dan kehidupan
yang dialami sekarang hanyalah mimpi bahagia semata.
Namun ini adalah kenyataan yang murni, sesungguhnya,
dan menggembirakan. Mereka langsung menuju ke depan pin"
CHARLES DICKENS ~545 tu hotel utama (Oliver dulu sering kali memandangi hotel itu
dengan takjub, sambil berpikir bahwa tempat itu adalah istana
mewah tapi entah mengapa saat ini tempat itu sepertinya telah
berkurang kemegahan dan ukurannya). Di sinilah Tuan Grimwig
siap menyambut mereka, mengecup perempuan muda itu, dan
juga perempuan tua yang bersamanya ketika mereka keluar dari
kereta, seolah-olah ia adalah kakek dari seluruh rombongan
tersebut. Sikapnya yang penuh senyum dan kebaikan hati, dan
tidak sombong"tidak, satu kali pun tidak. Bahkan tidak ketika
ia berdebat dengan seorang kurir yang sudah sangat tua menge"
nai jalan terdekat menuju London, dan berkeras bahwa dialah
yang paling tahu, walaupun ia baru melewati jalan itu sekali,
dan pada waktu itu ia tertidur pulas. Di sana, makan malam
dihidangkan dan kamar tidur disiapkan, dan semuanya seolah
dilakukan oleh sihir. Terlepas dari semua ini, ketika kehebohan pada setengah jam
pertama telah usai, keheningan dan ketegangan yang sama seper?"
ti yang telah menandai perjalanan mereka pun berlanjut. Tuan
Brownlow tidak bergabung dengan mereka saat makan malam
tapi tinggal di sebuah ruangan terpisah. Kedua laki-laki lainnya
bergegas-gegas keluar masuk dengan wajah cemas, dan sepan"
jang rentang waktu pendek ketika mereka hadir, mereka berbin"
cang-bincang terpisah dari yang lainnya. Suatu kali, Nyonya
Maylie dipanggil dan ia pergi meninggalkan ruangan. Setelah
absen se"lama hampir satu jam, ia kembali dengan mata bengkak
karena menangis. Semua hal ini membuat Rose dan Oliver, yang
tidak diberi tahu akan adanya rahasia baru, resah dan gelisah.
Mereka duduk sambil bertanya-tanya dalam keheningan. Atau
jika mere"ka berbincang, itu pun diucapkan sambil berbisikbisik, seolah mereka takut mendengar suara mereka sendiri.
Pada akhirnya, ketika pukul sembilan tiba, dan mereka
mulai mengira bahwa mereka takkan mendengar apa-apa lagi
malam itu, ketika Tuan Losberne dan Tuan Grimwig memasuki
ruangan, diikuti oleh Tuan Brownlow dan seorang laki-laki yang
membuat Oliver hampir memekik kaget saat melihatnya. Mere"
546~ OLIVER TWIST ka telah memberitahunya bahwa laki-laki itu adalah kakaknya,
dan ia adalah laki-laki yang sama yang ditemuinya di pasar di
kota, dan dilihatnya bersama Fagin di jendela ruangan kecilnya.
Monks melemparkan ekspresi benci, yang saat itu sekalipun, tak
dapat disembunyikannya kepada si anak laki-laki yang terkejut
memandangnya, dan ia duduk di dekat pintu. Tuan Brownlow,
yang memegang berkas-berkas di tangannya, berjalan ke meja
dekat Rose dan Oliver duduk.
"Ini tugas yang menyakitkan," kata laki-laki itu, "Tetapi per"
nyataan ini, yang telah ditandatangani di London di hadapan
banyak orang, harus diulangi pokok-pokoknya di sini. Aku ti"
dak ingin mempermalukanmu, tapi kita harus mendengarnya
dari bibirmu sendiri sebelum kita berpisah, dan kau tahu ala"
sannya." "Lanjutkan saja," kata orang yang diajak bicara sambil me"
malingkan wajah. "Cepat. Aku sudah melakukan cukup banyak
hal, menurutku. Jangan menahanku di sini."
"Anak ini," kata Tuan Brownlow sambil menarik Oliver ke
dekatnya, dan meletakkan tangannya ke atas kepala anak itu,
"adalah adik tirimu. Anak hasil hubungan di luar nikah ayahmu,
temanku yang tersayang, Edwin Leeford dan Agnes Fleming
muda yang malang, yang meninggal setelah melahirkannya."
"Ya," kata Monks sambil merengut kepada anak laki-laki
yang gemetaran itu, yang debaran jantungnya mungkin saja
dapat didengarnya. "Itu si anak haram."
"Istilah yang kaugunakan," kata Tuan Brownlow dengan
galak, "istilah itu merupakan cemoohan bagi mereka yang sudah
lama pergi melampaui segala celaan yang ada dunia ini. Istilah
itu tidak membawa aib bagi siapa pun yang masih hidup, kecuali
kau yang menggunakannya. Kesampingkan saja. Dia dilahirkan
di kota ini." "Di panti asuhan kota ini," jawabnya suram. "Kau sudah
mendapatkan ceritanya di sana." Ia menunjuk berkas-berkas
yang dibawa Tuan Brownlow dengan tak sabar selagi ia bicara.
CHARLES DICKENS ~547 "Aku harus mendapatkannya di sini juga," kata Tuan Brown"
low sambil menoleh kepada para pendengar di sekelilingnya.
"Dengarkan, kalau begitu! Kau!" balas Monks. "Ayahnya
jatuh sakit di Roma, dan dijenguk oleh istrinya, ibuku, yang
sudah lama berpisah dengannya. Ibuku pergi dari Paris dan
mengajakku bersamanya untuk mengurus harta benda laki-laki
itu, setahuku, sebab ibuku tidak memiliki perasaan apa pun
padanya, begitu pula sebaliknya. Laki-laki itu tidak menyadari
kehadiran kami, sebab indranya sudah mati rasa, dan ia tidur
terus sampai keesokan harinya ketika ia meninggal. Di antara
surat-surat yang ada di mejanya, ada dua, tertanggal malam saat


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penyakitnya pertama kali muncul, dialamatkan kepadamu?"
ia menunjuk Tuan Brownlow?"dan berisi lampiran pendek
untuk"mu, dengan petunjuk di amplopnya bahwa surat tersebut
tidak boleh dikirim sampai setelah ia meninggal. Salah satunya
adalah surat untuk si gadis Agnes ini. Satunya lagi surat wasiat."
"Apa isi surat itu?" tanya Tuan Brownlow.
"Surat itu" Selembar kertas penuh dengan tanda silang, diser"
tai permohonan ampun, dan doa kepada Tuhan agar menolong
gadis itu. Ia telah mengarang cerita untuk dikisahkan kepada
gadis itu, bahwa sebuah misteri rahasia"yang akan dijelaskan
kemudian hari"mencegahnya menikahi si gadis saat itu. Oleh
sebab itu, gadis itu terus saja memercayainya dengan sabar, sampai
ia memercayai terlalu jauh, dan kehilangan sesuatu yang tak
bisa diperolehnya kembali. Ia, pada saat itu, baru mengandung
beberapa bulan. Laki-laki itu menceritakan kepada si gadis semua
yang ingin dilakukannya, untuk menyembunyikan aib gadis itu,
seandainya ia masih hidup, dan mendoakan si gadis, seandainya
ia meninggal, agar tidak mengutuk kenangan akan dirinya, atau
berpikir bahwa konsekuensi atas dosa mereka akan menimpa
gadis itu atau anak mereka yang masih kecil. Karena, semua ke"
salahan adalah tanggung jawabnya. Ia mengingatkan gadis itu
tentang hari ketika ia memberinya kalung berbandul kecil serta
cincin dengan nama baptis gadis itu terukir di dalamnya, dan
548~ OLIVER TWIST bagian kiri yang dikosongkan untuk diisi nama keluarga baru
yang kelak akan dihadiahkan oleh laki-laki itu. Ia memohon ke"
pada gadis itu agar menyimpan keduanya, dan mengenakannya
di atas jantungnya, seperti sebelumnya. Ia kemudian terus saja
meracau liar, dengan kata-kata yang sama, berulang-ulang, seo"
lah-olah perhatiannya telah teralih. Aku yakin memang itulah
yang terjadi." "Surat wasiatnya!" kata Tuan Brownlow, saat air mata Oliver
jatuh berderai. Monks diam saja. "Surat wasiatnya," kata Tuan Brownlow, bicara mewakilinya,
"mengandung semangat yang sama seperti surat itu. Ia membi"
carakan kesengsaraan yang telah ditimpakan istrinya kepadanya,
tentang sifat pembangkang, jahat, keji, dan nafsu kejam pre"
matur yang telah terbangkitkan dalam dirimu, anak laki-laki
satu-satunya, yang telah dilatih untuk membencinya. Dan, ia
meninggalkan untukmu dan ibumu, tunjangan tahunan ma"
sing-masing sebesar delapan ratus pound. Keseluruhan harta
bendanya dibagi menjadi dua sama rata. Satu untuk Agnes
Fleming, dan satunya lagi untuk si anak, seandainya ia lahir
dalam keadaan hidup dan mencapai usia dewasa. Jika anak itu
perempuan, ia akan mewarisi uang tanpa syarat. Tetapi jika lakilaki, hanya dengan syarat bahwa selama ia belum cukup umur,
ia tak pernah menodai namanya dengan tindakan publik yang
kejam, pengecut, keliru, atau mendatangkan aib. Ia melakukan
ini untuk menyatakan kepercayaannya dan keyakinannya"
justru semakin diperkuat oleh ajal yang kian mendekat"bahwa
si anak akan memiliki hati lembut dan sifat mulia seperti ibunya.
Jika pengharapannya ini tidak terwujud, maka uang itu akan
jatuh ke tanganmu; sebab baru saat itulah, dan tidak sampai saat
itu tiba, ketika kedua anak setara, ia bersedia mengakui klaimmu
atas hartanya, meskipun kau tak punya klaim atas hatinya yang
sudah muak padamu sejak kecil, karena sikapmu yang dingin
dan menghindarinya."
CHARLES DICKENS ~549 "Ibuku," kata Monks dengan suara lebih keras, "melakukan
apa yang semestinya dilakukan seorang perempuan. Ia mem"
bakar surat wasiat laki-laki itu. Surat tersebut tak pernah men"
capai tujuannya. Tetapi, ibuku menyimpan bukti-bukti lain,
kalau-kalau mereka berusaha berbohong untuk menutupi aib
pada nama mereka. Ayah si gadis mendapatkan kebenaran dari
ibuku, dengan dibumbui keburukan sebanyak mungkin yang
bisa ditambahkan oleh ibuku karena kebenciannya yang luar
bi"asa itu. Aku menyayanginya untuk itu sekarang. Terdorong
oleh malu dan aib, ayah gadis itu pun kabur bersama anakanaknya ke daerah yang paling terpencil dari Wales; mengubah
namanya sehingga teman-temannya sekalipun takkan tahu ten"
tang tem"pat persembunyiannya. Dan di sini, tidak lama sesu"
dahnya, ia ditemukan meninggal di tempat tidurnya. Gadis itu
telah meninggalkan rumahnya, diam-diam, beberapa minggu
sebelumnya. Ayahnya telah mencarinya dengan berjalan kaki, ke
semua kota dan desa di dekat sana. Di malam hari saat ia pulang
ke rumah, ia yakin bahwa gadis itu telah bunuh diri, untuk me"
nyem"bunyikan rasa malunya dan juga ayahnya. Hal itulah yang
membuat laki-laki tua itu patah hati dan sangat bersedih."
Suasana hening sejenak, sampai Tuan Brownlow melanjutkan
ceritanya itu. "Bertahun-tahun setelah kejadian ini," katanya, "ibu laki-laki
ini"Edward Leeford"datang menemuiku. Ia telah meninggal"
kan ibunya ketika usianya baru delapan belas tahun. Ia meram"
pok perhiasan dan uang ibunya, berjudi, berfoya-foya, menipu,
dan kabur ke London, tempat ia bergaul dengan orang-orang
buangan terendah selama dua tahun. Perempuan itu terserang
penyakit parah yang tak bisa disembuhkan, dan berharap dapat
memulihkan putranya sebelum ia meninggal. Penyelidikan di"
langsungkan, dan pencarian saksama dilakukan. Upaya ini lama
tak membuahkan hasil, namun akhirnya sukses, dan ia pun
kembali bersama ibunya ke Prancis."
"Di sanalah dia meninggal," kata Monks, "setelah lama men"
derita sakit, dan di ranjang kematiannya, ia memberitahukan
550~ OLIVER TWIST rahasia ini kepadaku, beserta kebencian mematikan yang tak
kunjung padam kepada semua orang yang terlibat di dalam"
nya"meskipun sebenarnya ia tak perlu menyerahkan itu kepa"
daku, sebab aku sudah lama mewarisinya. Ia tidak percaya ga"
dis itu telah membinasakan dirinya sendiri, dan si anak juga. Ia
merasa bahwa seorang anak laki-laki telah dilahirkan, dan mas"ih
hidup. Aku bersumpah kepadanya, jika suatu saat anak itu ber?"
simpang jalan denganku, untuk memburu anak itu. Aku tak?"kan
pernah membiarkannya beristirahat. Aku akan me"ngejarnya
dengan kebencian yang paling pahit dan paling tak kenal am"
pun. Aku akan melampiaskan kepadanya kebencian mendalam
yang kurasakan, dan meludahi bualan surat wasiat yang sangat
merendahkan itu dengan cara menyeret si anak, jika aku bisa, ke
kaki tiang gantungan. Ibuku benar. Anak itu akhirnya bersim"
pang jalan denganku. Aku mulai dengan baik, dan seandainya
bukan karena perempuan jalang banyak omong itu, aku pasti
akan menyelesaikannya sesukses saat aku me"mulainya!"
Saat si penjahat melipat tangannya di depan dadanya, dan
menggumamkan sumpah serapah penuh kedengkian sia-sia
terhadap dirinya sendiri, Tuan Brownlow berpaling kepada ke"
lompok yang ketakutan di sampingnya, dan menjelaskan bahwa
si Tua Fagin, yang merupakan rekan lama dan orang keper"ca"
yaan"nya, telah menerima imbalan besar apabila berhasil men"
jerat Oliver"sebagian akan diserahkan kembali, seandainya ia
diselamatkan"dan bahwa pertikaian atas dirinya telah men"
dorong mereka untuk berkunjung ke rumah di desa dalam
rangka mengidentifikasinya.
"Kalung berbandul dan cincin?" kata Tuan Brownlow sambil
menoleh kepada Monks. "Aku membelinya dari sepasang laki-laki dan perempuan
yang sudah kuceritakan kepadamu. Mereka mencurinya dari
si perawat, yang mencurinya dari mayat," jawab Monks tanpa
mengangkat matanya. "Kau tahu apa jadinya mereka."
Tuan Brownlow semata-mata mengangguk kepada Tuan
CHARLES DICKENS ~551 Grim"wig, yang kemudian dengan cepat meninggalkan ruangan
itu, saat ini kembali sambil mendorong Nyonya Bumble ke
dalam, dan menyeret pasangan perempuan ini yang berjalan
dengan enggan di belakangnya.
"Apakah mataku telah mengelabuiku!" seru Tuan Bumble,
dengan lagak antusias yang sama sekali tidak meyakinkan.
"Ataukah itu Oliver kecil" Oh O-li-ver, kalau saja kau tahu
betapa aku telah berduka untukmu?"
"Tutup mulutmu, Bodoh," gumam Nyonya Bumble.
"Bukankah wajar, wajar, Nyonya Bumble?" protes sang kepala
panti asuhan. "Tak bolehkah aku merasa senang"karena akulah yang sudah membesarkannya di desa"ketika aku melihat"
nya duduk-duduk di sini bersama para laki-laki dan perempuan
terhormat yang berpenampilan sangat memukau! Aku dari dulu
menyayangi anak itu seolah dia itu ... dia itu ... dia itu kakekku
sendiri," kata Tuan Bumble, terbata-bata demi mencari perban"
dingan yang sesuai. "Tuan Oliver, Sobat, kau ingat laki-laki
terpuji berompi putih" Ah! Ia pergi ke surga minggu lalu, dalam
peti mati kayu dengan gagang berlapis emas, Oliver."
"Ayolah, Tuan," kata Tuan Grimwig masam. "Kendalikan
perasa"anmu." "Saya akan berusaha, Tuan," ujar Tuan Bumble. "Apa kabar,
Tuan" Kuharap Anda sehat-sehat saja."
Salam ini dialamatkan kepada Tuan Brownlow, yang telah
me"langkah maju sehingga berada cukup dekat dengan pasangan
ini. Ia bertanya, sambil menunjuk Monks:
"Apa kalian kenal orang itu?"
"Tidak," jawab Nyonya Bumble datar.
"Mungkin kau juga tidak kenal?" kata Tuan Brownlow,
bicara kepada suami perempuan itu.
"Aku tak pernah melihatnya seumur hidupku," kata Tuan
Bumble. "Atau menjual apa pun kepadanya, mungkin?"
"Tidak," jawab Nyonya Bumble.
552~ OLIVER TWIST "Kalian, mungkin, tidak pernah punya kalung berbandul
dan cincin emas?" kata Tuan Brownlow.
"Jelas tidak," jawab sang matron. "Kenapa kami dibawa ke
sini untuk menjawab pertanyaan omong kosong semacam ini?"
Lagi-lagi Tuan Brownlow mengangguk kepada Tuan Grim"
wig, dan lagi-lagi laki-laki itu dengan sigap meninggalkan
ruangan itu sekali lagi. Namun, ia tidak kembali lagi bersama
seorang laki-laki gempal dan istrinya seperti sebelumnya sebab
kali ini ia membimbing dua orang perempuan tua yang setengah
lumpuh, yang tubuhnya bergetar dan bergoyang-goyang selagi
mereka berjalan. "Anda menutup pintu di malam ketika Sally tua meninggal,"
kata perempuan yang paling depan sambil mengangkat tangan"
nya yang keriput, "tapi Anda tidak bisa membungkam suarasuara, atau menghentikan bunyi berdenting."
"Tidak, tidak," kata yang satunya lagi sambil melihat ke se"
ke"lilingnya dan menggoyang-goyangkan rahangnya yang tak
bergigi. "Tidak, tidak, tidak."
"Kami mendengarnya mencoba memberi tahu Anda apa
yang telah dilakukannya, dan melihat Anda mengambil kertas
dari tangannya, dan mengamati Anda juga, keesokan harinya,
pergi ke toko tukang gadai," kata perempuan pertama.
"Ya," imbuh perempuan kedua. "Dan, tulisannya adalah
"kalung berbandul dan cincin emas". Kami tahu soal itu, dan
melihat benda tersebut diberikan kepada Anda. Kami ada sana.
Oh, ya! Kami ada sana."
"Dan, kami tahu lebih dari itu," lanjut perempuan pertama,
"sebab ia sering memberi tahu kami, dulu sekali, bahwa si ibu
muda telah memberitahunya bahwa"karena merasa dirinya tak"
kan bertahan hidup pada saat ia jatuh sakit"ia sedang sekarat
dan ia ingin meninggal di dekat kuburan ayah dari anaknya."
"Apa kau ingin menemui si tukang gadai sendiri?" tanya
Tuan Grimwig sambil memberi isyarat ke pintu.
CHARLES DICKENS ~553 "Tidak," jawab sang matron. "Jika dia?"menunjuk kepada
Monks?"sudah cukup pengecut sehingga mengaku, seperti
yang kulihat telah dilakukannya, dan kau sudah mengajak bi"
cara semua nenek tua ini sampai kau menemukan kebenaran"
nya, tak ada lagi yang perlu kukatakan. Aku memang menjual
barang itu, dan barang tersebut berada di tempat di mana kau
takkan pernah bisa mendapatkannya. Lalu kenapa?"
"Tidak kenapa-kenapa," jawab Tuan Brownlow, "kecuali
bah"wa kami bertanggung jawab memastikan bahwa tak satu pun
dari kalian akan dipekerjakan lagi dalam posisi yang membu"
tuhkan tanggung jawab. Kalian boleh meninggalkan ruangan."
"Kuharap," kata Tuan Bumble, melihat ke sekelilingnya de"
ngan penuh penyesalan, sementara Tuan Grimwig menghilang
bersama kedua perempuan tua itu, "kuharap bahwa kejadian
kecil yang tak menguntungkan ini takkan menyebabkanku ke"
hilangan kedudukan sebagai pejabat desa."
"Pastinya begitu," jawab Tuan Brownlow. "Kau boleh yakin
bahwa kau pasti kehilangan kedudukanmu, dan menganggap
dirimu beruntung bahwa hanya itu saja kerugianmu."
"Semua gara-gara Nyonya Bumble. Dia yang memulainya."
kata Tuan Bumble, pertama-tama melihat ke sekelilingnya
untuk memastikan bahwa pasangannya telah meninggalkan
ruangan. "Itu bukan alasan," kata Tuan Brownlow. "Kau hadir pada
saat perhiasan ini dihancurkan, dan justru merupakan pihak
yang lebih bersalah di antara keduanya, di mata hukum, sebab
hu"kum mengasumsikan bahwa istrimu bertindak di bawah
perin"tahmu." "Jika hukum mengasumsikan demikian," kata Tuan Bumble
sambil meremas-remas topinya dengan kedua tangannya, "ber?"ar"
ti hukum itu tolol. Jika mata hukum memandangnya seperti itu,
berarti hukum itu bujangan; dan harapan terburuk saya untuk
hukum, adalah semoga matanya dibukakan oleh pengalaman"
oleh pengalaman." 554~ OLIVER TWIST Tuan Bumble memberikan tekanan kuat pada pengulangan
kedua kata ini, dan memasang topinya erat-erat sambil mema"
sukkan tangan ke sakunya, kemudian mengikuti rekan senasib
sepenanggungannya ke lantai bawah.
"Nona Muda," kata Tuan Brownlow sambil menoleh kepada
Rose, "ulurkan tanganmu. Jangan gemetar. Kau tidak perlu takut
mendengar segelintir kata tersisa yang perlu kami utarakan."
"Jika kata-kata itu"saya tidak tahu bagaimana mungkin itu
bisa terjadi, tapi jika memang demikian dan ada hubungannya
dengan saya," kata Rose, "tolong biarkan saya mendengarnya
pada waktu lain. Saya tidak punya kekuatan ataupun semangat
saat ini." "Tidak," balas sang laki-laki tua sambil mengaitkan lengan
Rose ke lengannya. "Kau punya keteguhan hati lebih daripada
ini, aku yakin. Apa kau mengenal perempuan muda ini, Tuan?"
"Ya," jawab Monks.
"Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya," kata Rose le"


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mah. "Aku sering melihatmu," balas Monks.
"Ayah Agnes yang malang punya dua anak perempuan," kata
Tuan Brownlow. "Bagaimana nasib yang satunya lagi"yang
masih kanak-kanak?" "Anak itu," jawab Monks, "ketika ayahnya meninggal di
tem?"pat asing, dengan nama asing, tanpa sepucuk surat, buku,
atau secarik kertas yang mengungkapkan petunjuk paling kecil
sekalipun yang bisa melacak jejak teman atau kerabatnya. Anak
itu diambil oleh penduduk desa, yang membesarkannya sebagai
anak mereka sendiri."
"Lanjutkan," kata Tuan Brownlow sambil memberi isyarat
ke"pada Nyonya Maylie agar mendekat. "Lanjutkan!"
"Tempat yang dituju orang-orang ini tidak bisa ditemukan,"
kata Monks, "tapi di saat persahabatan gagal, kebencian acap
kali menyelinap masuk. Ibuku menemukannya, setelah mencari
dengan cerdik selama setahun"ya, dan menemukan anak itu."
CHARLES DICKENS ~555 "Ibumu mengambil anak itu, ya?"
"Tidak. Orang-orang itu miskin dan sifat baik mereka mulai
menipis"paling tidak yang laki-laki begitu. Jadi, ibuku mening"
galkan anak itu bersama mereka, memberi mereka hadiah kecil
berupa uang yang takkan bertahan lama, dan menjanjikan lebih.
Meskipun ia tak pernah bermaksud mengirimkan tambahan
uang. Namun demikian, ibuku tak semata-mata mengandalkan
ketidakpuasan dan kemiskinan mereka untuk menjamin keti"
dakbahagiaan anak itu. Ibuku justru bercerita kepada mereka
tentang aib yang menimpa kakak perempuannya, disertai peru"
bahan sesuai dengan yang dirasanya cocok. Ibuku menyuruh
mereka agar menjaga anak itu baik-baik, sebab ia berasal dari ke"
turunan yang buruk dan memberi tahu mereka bahwa ia adalah
anak luar nikah, dan anak itu pasti akan salah jalan suatu saat
nanti. Situasi mereka mendukung semua hal ini. Orang-orang itu
memercayainya. Dan, di sanalah si anak bertahan hidup dalam
kondisi mengenaskan, yang bahkan cukup untuk memuaskan
kami, hingga datang suatu saat ketika seorang janda, yang saat
itu tinggal di Chester, kebetulan melihat anak perempuan itu,
kemudian merasa kasihan kepadanya dan membawanya pulang.
Kurasa, ada semacam mantra terkutuk yang menghalau kami.
Sebab, walaupun kami sudah berusaha keras, anak perempuan
itu tetap tinggal di sana dan berbahagia. Aku kehilangan jejak
anak perempuan itu, dua atau tiga tahun lalu, dan tidak pernah
melihatnya lagi sampai beberapa bulan lalu."
"Apa kau melihatnya sekarang?"
"Ya. Dia yang sedang bersandar di lenganmu."
"Tapi yang kukasihi seperti keponakanku sendiri," tangis
Nyonya Maylie sambil mendekap si gadis yang merosot lemas
itu, dalam pelukannya, "Ia kukasihi seperti anak tersayangku
sendiri. Aku takkan kehilangan dia sekarang, demi semua harta
karun di dunia sekalipun. Pendampingku yang manis, anak
perem"puanku yang tersayang!"
556~ OLIVER TWIST "Satu-satunya teman yang pernah kumiliki," tangis Rose
sambil memeluknya erat-erat. "Sahabat yang paling ramah, pa"
ling baik. Hatiku rasanya ingin meledak. Aku tak tahan menang"
gung semua ini." "Kau sudah pernah menanggung segala penderitaan yang
lebih berat, wahai makhluk paling baik hati dan paling lem"but
yang pernah memancarkan kebahagiaan kepada setiap orang
yang dikenalnya," kata Nyonya Maylie sambil mendekap"nya
de"ngan lembut. "Sudah, sudah, cintaku, ingat siapa ini yang
menunggu untuk memelukmu, anak malang! Lihat sini"lihat,
lihat, Sayang!" "Bukan bibi," tangis Oliver sambil melingkarkan lengannya
ke leher Rose. "Saya takkan pernah memanggilnya bibi, tapi ka"
kak, kakak perempuan tersayang. Seseorang yang sudah meng"
ajari hati saya untuk menyayanginya dengan sangat sejak awal!
Rose, Rose sayang yang terkasih!"
Biarlah air mata yang berjatuhan, dan kata terpatah-patah
yang saling diucapkan oleh kedua anak yatim piatu yang sedang
berpelukan erat itu, disucikan. Ayah, saudara perempuan, dan
ibu, diperoleh dan hilang kembali, sekaligus dalam saat itu. Ke"
gem"biraan dan duka bercampur jadi satu. Namun, tak ada air
mata kepedihan sebab kesedihan yang muncul sekalipun telah
menjadi sangat lembut, dan dibungkus oleh kenangan yang
amat manis serta indah, sehingga terasa begitu syahdu serta
membahagiakan, dan semua penderitaan lenyap.
Waktu serasa berhenti lama. Ketukan lembut di pintu pada
akhirnya memberitahukan bahwa seseorang berada di luar. Oli"
ver membukanya, kemudian menyingkir, dan memberi tempat
bagi Harry Maylie. "Aku tahu semuanya," katanya sambil duduk di sebelah si
gadis cantik itu. "Rose sayang, aku tahu semuanya."
"Aku tidak di sini karena kebetulan," imbuhnya setelah ke"
heningan berkepanjangan. "Aku pun bukan baru mendengar
semua ini malam ini, sebab aku sudah mengetahuinya kema"
CHARLES DICKENS ~557 rin"baru kemarin. Apakah kau sudah bisa menebak bahwa aku
datang untuk mengingatkanmu akan sebuah janji?"
"Tinggallah," kata Rose. "Kau memang tahu semuanya."
"Semua. Kau memberiku waktu, kapan pun dalam rentang
satu tahun ini, untuk memperbarui topik pembicaraan kita yang
terakhir." "Memang." "Bukan untuk menekanmu agar mengubah tekadmu," lanjut
si pemuda, "tapi untuk mendengarmu mengulangnya, jika kau
berkenan. Aku bersedia meletakkan kedudukan atau kekayaan
apa pun yang kumiliki di kakimu, dan jika kau masih berpegang
pada tekadmu semula, aku bersumpah takkan berusaha meng"
ubahnya, melalui kata maupun perbuatan."
"Alasan yang sama yang memengaruhiku dulu, akan meme"
ngaruhiku sekarang," kata Rose tegas. "Jika aku berhutang tugas
dan tanggung jawab yang kaku dan mengekang pada dia, orang
yang oleh karena kebaikan hatinya telah menyelamatkanku dari
kehidupan penuh kemiskinan dan kesengsaraan. Kapankah aku
pernah merasakannya, kalau bukan saat ini" Ini keputusan be"rat,"
kata Rose, "tapi aku bangga mengambilnya. Ini menyakitkan,
tapi hatiku rela menanggungnya."
"Rahasia yang terungkap malam ini?" Harry memulai.
"Rahasia yang terungkap malam ini," timpal Rose lembut,
"menempatkanku pada posisi yang sama, terkait dirimu, seperti
sebelumnya." "Kau mengeraskan hatimu terhadapku, Rose," desak keka"
sihnya. "Oh, Harry, Harry," kata perempuan muda itu, tangisnya
meledak. "Kuharap aku bisa, sehingga tak usah merasakan sakit
ini." "Kalau begitu, mengapa kau menyakiti dirimu sendiri?" kata
Harry sambil menggenggam tangannya. "Pikirkan, Rose sayang,
pikirkan apa yang telah kau dengar malam ini."
"Dan apa yang telah kudengar! Apa yang telah kudengar!"
tangis Rose. "Betapa mendalam aib yang menimpa ayahku se"
558~ OLIVER TWIST hingga ia menjauhkan diri dari semuanya"nah, sudah cukup
yang kita katakan Harry, sudah cukup yang kita katakan."
"Belum, belum," kata si pemuda, menahan Rose saat gadis
itu berdiri. "Harapanku, impianku, peluangku, perasaanku"
semua pemikiran dalam hidup kecuali cintaku padamu"telah
berubah. Saat ini, aku tidak bisa menawarkan apa pun kepa"
damu. Tak ada reputasi yang menjulangkanku di antara khala"
yak ramai, tak ada pergaulan dengan dunia penuh dengki dan
fitnah, tempat orang-orang yang berlagak jujur menjelek-jelek"
kan garis keturunan seseorang karena apa saja kecuali aib dan
rasa malu yang sesungguhnya. Satu-satunya yang bisa kutawar"
kan kepadamu adalah sebuah rumah"hati dan rumah"ya,
Rose tersayang, hanya itu."
"Apa maksudmu!" kata Rose terbata-bata.
"Beginilah maksudku"bahwa ketika aku meninggalkanmu
terakhir kali, aku meninggalkanmu dengan tekad kuat untuk
mendobrak semua penghalang yang kita bayangkan ada di an?"ta?"
ra kau dan aku. Aku berketetapan bahwa jika duniaku tidak bisa
men"jadi duniamu, aku akan menjadikan duniamu seba"gai duni"
aku, bahwa takkan ada orang tinggi hati yang akan mencibirkan
bibir menghinamu, sebab aku akan berpaling darinya. Ini yang
sudah kulakukan. Orang-orang yang menghindariku karena
hal ini, telah menghindarimu, dan itu membuktikan bahwa
kau benar sejauh ini. Pemegang kekuasaan dan pemberi perlin"
dungan"kera"bat berpengaruh dan berkedudukan tinggi"yang
dahulu ter"senyum padaku, kini memandang dengan dingin.
Tapi ada ladang-ladang penuh senyum dan pohon-pohon yang
melambai-lambai di wilayah terkaya di Inggris, dan di dekat
sebuah ge"reja desa"milikku Rose, milikku sendiri!"berdirilah
rumah se"der"hana yang bisa membuatmu lebih bangga, diban"
dingkan de"ngan semua harapan yang telah kulepaskan, beriburibu kali lipat. Inilah posisi dan kedudukanku sekarang, dan di
sinilah aku meletakkannya!"
CHARLES DICKENS ~559 **** "Sungguh sangat melelahkan menanti sepasang kekasih un"
tuk makan malam." kata Tuan Grimwig sambil berdiri dan me"
narik saputangan dari atas kepalanya.
Sebenarnya, makan malam sudah menunggu terlalu lama.
Baik Nyonya Maylie, Harry, maupun Rose (yang datang
bersama-sama), tidak bisa menawarkan sepatah kata penjelasan
pun un"tuk minta maaf.
"Aku serius mempertimbangkan untuk memakan kepalaku
malam ini," kata Tuan Grimwig, "sebab aku mulai berpikir
bahwa aku takkan mendapatkan makanan lain. Kalau boleh,
kuambil kesempatan ini untuk menyelamati sang calon
pengantin perem"puan."
Tuan Grimwig tidak membuang-buang waktu untuk meng"
umumkan hal ini dan menjadikan pipi si gadis merona. Hal
tersebut yang menular, segera diikuti oleh sang dokter serta Tuan
Brownlow. Sebagian orang menegaskan bahwa Harry Maylie,
awalnya, terlihat menyiapkan lokasi di ruangan gelap di se"
belah. Namun pihak berwenang terbaik menganggap bahwa ini
jelas-jelas skandal, mengingat ia masih muda sekaligus seorang
pendeta. "Oliver, Nak," kata Nyonya Maylie, "ke mana saja kau, dan
kenapa kau terlihat begitu sedih" Air mata bercucuran di pipimu
saat ini. Ada apa?" Dunia ini penuh dengan kekecewaan. Sering kali harapan
yang paling kita dambakan, dan harapan kita yang paling mulia,
tidak terkabul. Dick yang malang sudah meninggal![]
Malam Terakhir Fagin uang sidang dipenuhi dengan wajah manusia, dari lan"
tai hingga atap. Mata-mata penasaran dan ingin tahu
mengintip dari setiap inci ruang. Dari pagar di depan
dok, hingga ke sudut tersempit di pojok terkecil di pelataran,
semua wajah tertuju ke seorang laki-laki"Fagin. Di depan dan
di belakangnya, di atas, di bawah, di kanan serta di kiri, ia tam"
pak berdiri dikelilingi langit, terang benderang dengan mata
berkilat. Ia berdiri di sana, disorot cahaya hidup, dengan satu tangan
ditumpukan ke atas kayu di hadapannya, tangannya yang di"
tempelkan ke telinga, dan mencondongkan kepalanya ke depan
untuk menangkap setiap kata yang diutarakan hakim kepala,
yang tengah menyampaikan tuntutan kepada juri dengan jelas.
Sesekali, ia mengalihkan pandangannya ke arah mereka untuk
mengamati dampak perihal yang meringankannya"walau ha"
nya seringan bulu sekalipun"terhadap diri mereka. Dan ketika
tuduhan yang memberatkannya dinyatakan dengan sangat jelas,
ia memandang penasihat hukumnya tanpa suara, dan memo"
hon agar laki-laki itu berkenan untuk menyatakan keberatan
atas namanya. Meskipun dilanda kecemasan dan gelisah, ia ti"
dak menggerakkan tangan ataupun kaki sedikit pun. Ia nyaris
tak bergerak sejak persidangan dimulai. Dan sekarang setelah
hakim berhenti bicara, ia tetap mempertahankan sikap penuh
perhatiannya yang begitu tegang, dengan tatapan tertuju kepada
hakim, seolah-olah ia masih mendengarkan.
CHARLES DICKENS ~561 Sedikit kegaduhan di ruang sidang menyadarkannya kem"
bali. Fagin menoleh dan melihat bahwa para juri tengah berun"
ding untuk mempertimbangkan vonis mereka. Saat matanya
me?"nel?"usuri ke pelataran, ia bisa melihat orang-orang mencoba
ber"diri berdesakan untuk melihat wajahnya, sebagian buru-buru
me"ma"sang kacamata, dan yang lainnya berbisik kepada tetangga
mereka dengan raut muka jijik yang begitu kentara. Segelintir
dari mereka, yang tampaknya tak menghiraukan dirinya, dan
memandang para juri, tak sabar bercampur tak percaya betapa
mereka bisa menunda-nunda. Namun tak ada satu wajah pun"
bahkan tidak juga di antara para perempuan, yang jumlahnya
banyak"yang menunjukkan simpati sekecil apa pun terhadap
dirinya. Satu-satunya perasaan yang tampak di raut muka me"reka
adalah minat mendalam agar ia dihukum seberat-beratnya.
Selagi ia menyaksikan semua ini dengan tercengang, kehe"
ningan yang mencekam bagai kematian datang lagi, dan saat ia
menoleh kembali, dilihatnya para juri telah menghadap ke arah
hakim. Ssst! Mereka hanya minta izin untuk beristirahat.
Fagin memandang penuh harap wajah mereka satu demi
satu ketika mereka melintas keluar, seolah-olah ia ingin menge"
tahui siapa yang akan memberatkannya tapi hal itu sia-sia. Sipir
menyentuh bahunya. Ia mengikutinya secara mekanis ke ujung
galangan, dan duduk di kursi. Laki-laki itu menunjuk kursi
tersebut, atau ia takkan melihatnya.
Ia memandang ke arah pelataran lagi. Sebagian orang sedang
makan, dan sebagian mengipasi diri dengan saputangan karena
tempat yang penuh sesak itu terasa sangat panas. Seorang pemu"
da sedang menggambar sketsa wajahnya di buku catatan kecil. Ia
bertanya-tanya seperti apa gambar wajahnya, dan terus melihat
ke sana ketika sang seniman mematahkan ujung pensilnya, dan
menajamkannya lagi dengan pisaunya, layaknya seorang penon"
ton yang kurang kerjaan. Dengan cara yang sama, ketika Fagin mengarahkan pan"
dangan"nya ke hakim, pikirannya mulai sibuk dengan gaya


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

562~ OLIVER TWIST busana si hakim, dan berapa harganya, dan bagaimana ia menge"
nakannya. Ada juga seorang laki-laki tua gendut di bangku,
yang telah keluar kira-kira setengah jam sebelumnya, dan kini
kembali. Ia bertanya dalam hati apakah laki-laki ini tadi keluar
untuk makan, lalu apa yang disantapnya, dan di mana ia me?"
nyan"tapnya. Ia terus mengikuti alur pemikiran tanpa arti ini
sampai suatu ketika, matanya menangkap objek baru dan mem"
bangkitkan pikiran lainnya.
Meskipun demikian, bukan berarti bahwa sepanjang waktu
ini benaknya terbebas sedikit pun dari perasaan risau bahwa ku"
buran telah terbuka di bawah kakinya. Pikiran tersebut senan"
tiasa hadir tetapi hanya secara samar dan selintas, dan ia tidak
bisa memusatkan perhatiannya pada hal tersebut. Oleh sebab
itu, bahkan selagi tubuhnya gemetar, dan terasa panas membara
saat membayangkan kematian yang akan datang menjemput"
nya, ia malah menghitung pasak besi di depannya, dan berta"
nya-tanya bagaimana sampai kepala salah satu pasak tersebut
bisa patah, dan apakah mereka akan memperbaikinya, atau
membiarkannya begitu saja. Lalu, ia memikirkan segala kenge"
rian tiang dan mimbar gantungan"ia berhenti sejenak untuk
menonton seorang lelaki yang memercikkan air ke lantai un"tuk
mendinginkannya"kemudian ia kembali tenggelam dalam pi"
kirannya. Pada akhirnya terdengarlah teriakan yang memerintahkan
hadirin untuk tenang, dan tatapan terkesiap dari seluruh hadi"
rin tertuju ke arah pintu. Juri telah kembali dan melewatinya
dari dekat. Ia tidak bisa menebak apa pun dari wajah mereka.
Sama saja seperti jika mereka terbuat dari batu. Kesunyian
total mengisi ruangan"tak ada bunyi kemerisik"tak ada yang
bernapas"Bersalah. Bangunan tersebut bergemuruh oleh teriakan lantang, lalu
lagi, dan lagi, dan kemudian berkumandanglah teriakan nya"
ring, yang kekuatannya terkumpul saat mereka berkumpul da"
lam jumlah besar, bagaikan amukan guntur. Terdengarlah riuh
CHARLES DICKENS ~563 rendah penuh rasa girang dari masyarakat di luar, menyambut
kabar bahwa ia akan dihukum mati pada hari Senin.
Keributan mereda, dan hakim bertanya kepadanya apakah ia
mempunyai pendapat, mengapa hukuman mati tak semestinya
dijatuhkan padanya. Ia kembali bersikap penuh perhatian, dan
memandang penanyanya lekat-lekat selagi pertanyaan tersebut
diajukan. Namun, pertanyaan tersebut harus diulang dua kali
sebelum ia mendengarnya, dan kemudian ia hanya bergumam
bahwa ia sudah tua"sudah tua"dan setelah itu, suaranya
memelan hingga tinggal bisikan, lalu terdiam lagi.
Hakim meraih palu hitam, dan sang tahanan berdiri diam
dengan sikap serta gerak tubuh yang sama. Seorang perempuan
di pelataran berseru, memecahkan keheningan yang mencekam
ini. Si tahanan tersebut buru-buru mendongak, seakan-akan
marah karena gangguan itu, dan membungkukkan badan ke
depan dengan sikap yang lebih penuh perhatian daripada sebe"
lumnya. Pernyataan hakim terasa sungguh-sungguh dan menge"
sankan. Akan tetapi, keputusannya sungguh menyeramkan un"
tuk didengar. Namun ia tetap berdiri bagaikan patung pualam,
tanpa bergerak sedikit pun. Wajah kuyunya masih saja condong
ke depan, rahang bawahnya menganga, dan matanya menatap
lurus ke hadapannya, ketika sipir meletakkan tangan di lengan"
nya, dan memberi isyarat kepadanya agar pergi mengikutinya.
Ia menatap sipir dengan tatapan tak mengerti, lalu mengikuti
sipir itu. Mereka menuntunnya menyusuri ruangan berubin di bawah
ruang sidang, tempat sejumlah tahanan sedang menunggu giliran
mereka, dan yang lainnya sedang bercakap-cakap dengan teman
mereka, yang mengerumuni teralis yang menghadap ke halaman
terbuka. Tak ada siapa pun di sana yang ingin bicara kepada-nya.
Namun saat ia melintas, para tahanan mundur agar orang-orang
yang menempel di jeruji itu dapat melihatnya dengan lebih
jelas. Mereka pun menyerangnya dengan cemoohan mencela,
serta memekik dan mendesis. Ia menggoyang-goyangkan tinju"
564~ OLIVER TWIST nya, dan sudah pasti akan meludahi mereka, jika para pembim"
bingnya tak menghelanya agar bergegas menyusuri lorong
re"mang-remang yang diterangi oleh beberapa lampu redup,
menuju ke bagian dalam penjara.
Di sini ia digeledah, guna memastikan bahwa ia tidak mem"
bawa alat yang memungkinkannya untuk mengakali hukum.
Sesudah upacara ini dilaksanakan, mereka menuntunnya ke salah
satu sel terkutuk, dan meninggalkannya di sana"sendirian.
Fagin duduk di bangku batu di seberang pintu, yang ber"
fungsi sebagai kursi sekaligus dipan, seraya mengarahkan pan"
dang"an matanya yang merah darah ke tanah, dan berusaha me?"?""ne?"
nangkan pikirannya. Setelah beberapa lama, ia mulai meng?""ingat
segelintir potongan kalimat yang diucapkan juri, walau tadi
ia merasa seolah-olah tidak bisa mendengar sepatah kata pun.
Potongan-potongan kalimat tersebut lambat laun menempati
posisinya yang tepat, dan perlahan-lahan mengungkap"kan lebih
banyak hal, sehingga dalam waktu singkat itu ia telah mem"
peroleh susunan utuh, hampir persis sama seperti saat diucapkan
oleh hakim. Leher digantung sampai mati"itulah akhirnya.
Leher digantung sampai mati.
Saat suasana menjadi sangat gelap, Fagin mulai memikirkan
semua laki-laki kenalannya yang mati di atas mimbar gantungan.
Sebagian dari mereka mati karena akal liciknya. Mereka bermun"
culan silih berganti dengan cepat, sampai-sampai ia nyaris tak
kuasa menghitung jumlahnya. Ia melihat sebagian dari mereka
meninggal, dan berkelakar juga soal itu sebab mereka meninggal
dengan doa di bibir mereka. Disertai bunyi berderak, mereka
pun jatuh dan betapa mendadaknya mereka berubah, dari lakilaki kuat menjadi gumpalan pakaian yang menjuntai!
Sebagian dari mereka mungkin saja pernah menghuni sel
tersebut"duduk tepat di lokasi itu. Suasananya gelap sekali.
Kenapa mereka tidak membawakan penerangan" Sel tersebut
sudah dibangun bertahun-tahun lalu. Pasti sudah banyak sekali
laki-laki yang menghabiskan jam-jam terakhir mereka di sini.
CHARLES DICKENS ~565 Rasanya seperti duduk di makam yang dipenuhi mayat ber"
serakan"tutup kepala, jerat, lengan terikat, wajah-wajah yang
dikenalnya, bahkan di balik selubung mengerikan itu"Cahaya,
cahaya! Pada akhirnya, ketika tangannya sudah nyeri karena memu"
kuli pintu berat serta dinding, muncullah dua orang laki-laki"
seorang membawa lilin, yang dijejalkannya ke wadah lilin besi
yang menempel di dinding, yang satunya lagi menyeret masuk
sebuah kasur untuk ditidurinya malam itu sebab sang tahanan
takkan ditinggalkan sendirian lagi.
Lalu datanglah malam"malam yang gelap, suram, dan su"
nyi. Orang lain pasti senang mendengar bunyi jam gereja sebab
bunyi tersebut mengumumkan kehidupan serta datangnya hari
baru bagi mereka. Baginya, bunyi tersebut membawa keputus"
asaan. Gelegar setiap genta besi mengumandangkan satu bunyi
hampa"Maut. Apa gunanya keributan dan keriuhan pagi ceria,
yang bahkan menyusup hingga ke sini, baginya" Itu hanyalah se"
bentuk sangkakala penanda petaka, membawa peringatan yang
disertai cemoohan. Siang pun berlalu. Siang" Tidak ada siang di sana, perginya
secepat datangnya"dan malam pun kembali tiba. Malam yang
begitu panjang tapi begitu pendek. Malam terasa lama dalam ke"
heningannya yang mencekam, dan pendek dalam hitungan jam"
nya yang singkat. Pada satu saat, ia meracau dan mengumpat,
dan pada saat lainnya ia melolong serta menjambaki rambutnya.
Pendeta datang untuk mendoakannya tapi ia mengusir laki-laki
tersebut dengan sumpah serapah. Laki-laki itu mencoba berbuat
baik tetapi ia menghajarnya supaya menyingkir.
Sabtu malam. Hidupnya tinggal semalam lagi. Dan selagi ia
memikirkan ini, pagi pun merekah"Minggu.
Baru pada malam di hari terakhir yang mengerikan inilah,
muncul kesadaran dalam jiwanya yang rusak atas kondisinya
yang menyedihkan dan tanpa daya. Hal ini bukan berarti bahwa
ia pernah punya harapan untuk sebuah pengampunan, hanya
566~ OLIVER TWIST saja selama ini ia hanya sanggup membayangkan samar-samar
bahwa dirinya akan segera mati. Ia hanya bicara sedikit kepada
kedua laki-laki yang bergiliran mengawasinya, dan mereka sen"
diri tidak berusaha menarik perhatiannya. Ia duduk saja di sana,
terjaga tapi sekaligus bermimpi. Kini, ia terkesiap setiap menit,
dan dengan mulut megap-megap serta kulit panas membara,
berjalan mondar-mandir, dalam cengkeraman rasa takut dan
murka, yang bahkan membuat mereka"yang sudah terbiasa
dengan pemandangan semacam itu"berjengit menjauhinya
dengan ngeri. Pada akhirnya ia menjadi begitu menyeram"
kan dan menyedihkan oleh karena siksaan kesadarannya yang
mengerikan. Tak ada seorang pun tahan duduk di sana, meng"
awasinya sendirian dan alhasil, keduanya berjaga bersama.
Ia bergelung di ranjang batunya, dan memikirkan masa lalu.
Ia terluka terkena misil yang dilemparkan massa pada hari ia
ditangkap, dan kepalanya dibalut kain linen. Rambut merahnya
terurai di wajahnya yang pucat pasi. Janggutnya kusut, dan di"
untai membentuk simpul. Matanya berkilat oleh cahaya yang
mengerikan. Kulitnya yang belum dimandikan meretih karena
demam yang membakar tubuhnya. Delapan"sembilan"waktu
terus berjalan. Apabila ini bukanlah tipuan untuk menakutinya,
dan waktu benar-benar berjalan, di mana ia berada nanti, di jam
berikutnya! Sebelas! Sudah pukul sebelas lagi, sebelum pukul
sepuluh selesai mendengungkan getarannya. Pada pukul de"
lapan, ia akan menjadi satu-satunya pelayat di kereta jenazahnya
sendiri; pada pukul sebelas"
Dinding-dinding Newgate yang menyeramkan, yang telah
menyembunyikan begitu banyak misteri serta derita tak terperi,
bukan saja dari mata, melainkan juga terlalu sering, serta ter"
lalu lama dari pemikiran manusia, tidak pernah menampung
pemandangan semengerikan itu. Beberapa orang melambatkan
langkah kakinya ketika melintasi tempat itu, dan bertanya-tanya
apa yang dilakukan laki-laki yang akan digantung besok. Ia pasti
tidak bisa tidur nyenyak malam itu, seandainya mereka bisa me"
lihatnya. CHARLES DICKENS ~567 Sejak awal petang hingga hampir tengah malam, kelompokkelompok kecil yang terdiri dari dua dan tiga orang muncul di
gerbang penjara, dan menanyakan dengan wajah penasaran,
apakah orang itu telah diberikan pengampunan. Begitu dijawab
tidak, mereka segera menyampaikan informasi menggembirakan
tersebut ke kumpulan orang yang ada di jalan, dan menunjuk"
kan kepada satu sama lain pintu yang pasti nanti akan dilewati si
terhukum saat keluar, serta menunjukkan tempat mimbar akan
dibangun. Kemudian sambil berjalan menjauh dengan lang"
kah enggan, mereka membayangkan kejadian itu dalam benak
mereka. Lambat laun jumlah orang berkurang, satu demi satu.
Satu jam kemudian, di tengah malam buta, jalanan ditinggalkan
dalam keadaan sepi dan gelap.
Halaman di depan penjara dikosongkan, dan beberapa pem"
batas kuat bercat hitam, telah didirikan melintangi jalan untuk
menangkal tekanan massa yang diduga akan datang nanti, ke"tika
Tuan Brownlow dan Oliver muncul di pagar, dan menunjuk"kan
surat izin mengunjungi tahanan yang ditandatangani oleh salah
seorang sheriff10. Mereka serta-merta diperbolehkan masuk ke
penjara. "Apakah anak ini ikut juga, Tuan?" kata laki-laki yang ber"
tu"gas membimbing mereka. "Pemandangan di sini tidak sesuai
untuk anak-anak, Tuan."
"Memang tidak, Kawan," timpal Tuan Brownlow. "Tapi
uru"sanku dengan laki-laki ini terkait erat dengan anak ini, dan
karena anak ini sudah pernah melihatnya dalam perjalanan hi"
dup"nya yang penuh kesuksesan dan kejahatan, kurasa tidak apaapa"sekalipun menimbulkan kepedihan dan kengerian"jika
ia bertemu dengan laki-laki itu sekarang."
Segelintir kata ini diucapkan jauh-jauh dari Oliver, supaya
tidak terdengar olehnya. Laki-laki tersebut menyentuh topinya
Jabatan seremonial sebagai wakil Raja/Ratu di suatu wilayah. Diberi tanggung
jawab dan kewenangan tertentu dalam bidang hukum."penerj.
568~ OLIVER TWIST untuk memberi hormat, dan sambil melirik Oliver penasaran,
membuka gerbang lainnya di seberang gerbang yang tadi mere"
ka masuki, lalu menuntun mereka melewati jalan yang gelap
dan berliku-liku ke sel. "Ini," kata laki-laki tersebut, berhenti di lorong remangremang tempat dua orang pekerja sedang melakukan persiapan
dalam keheningan yang menusuk. "Inilah tempat yang dilewati"
nya. Jika Anda melangkah ke sini, Anda bisa melihat pintu tem"
pat ia keluar." Ia menuntun mereka ke dapur batu, dilengkapi kuali untuk
memasak makanan penjara, dan menunjuk sebuah pintu. Ada
jeruji terbuka di atasnya. Dari sini terdengarlah suara laki-laki,
berbaur dengan bunyi palu, dan papan yang dilempar. Rupanya
mimbar tengah didirikan. Dari tempat ini, mereka melewati beberapa gerbang kukuh
yang dibuka oleh penjaga dari dalam, dan sesudah memasuki
halaman terbuka, menaiki tangga sempit, sampai di lorong
dengan deretan pintu kukuh di sebelah kiri. Memberi mereka
isyarat agar diam di sana, penjaga mengetuk salah satu pintu
tersebut dengan serenteng kuncinya. Dua pengawas, setelah ber"
bisik-bisik sebentar, keluar ke lorong, meregangkan tubuh seo"
lah-olah bersyukur mendapat kesempatan bebas sementara, dan
memberi isyarat kepada kedua pengunjung agar mengikuti sipir
ke dalam penjara. Mereka menurut.
Si terpidana kriminal duduk di tempat tidurnya, bergoyanggoyang ke kiri dan ke kanan, dengan raut wajah yang lebih
menyerupai hewan yang terperangkap daripada manusia. Pikir"
annya jelas tengah mengembara ke kehidupan lamanya sebab
ia terus saja bergumam, tampaknya tak menyadari kehadiran
mereka sesungguhnya dan hanya menganggap mereka sebagai
bagian dari khayalannya. "Anak baik, Charley"kerja yang bagus?" gumamnya.
"Oliver juga, ha! Ha! Ha! Oliver juga"ia sudah menjadi lelaki
terhormat sekarang"laki-laki terhormat"bawa anak laki-laki
itu ke tempat tidur!"
CHARLES DICKENS ~569 Sipir meraih tangan Oliver yang tak digandeng, dan sambil
berbisik kepadanya agar jangan kaget, terus memandang tanpa
bicara. "Bawa dia ke tempat tidur!" seru Fagin. "Apa kalian


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendengarku, sebagian dari kalian" Dialah yang ... yang ... entah
bagaimana menyebabkan semua ini. Mendidiknya menghasil"
kan uang yang sebanding ... leher Bolter, Bill. Jangan hiraukan
gadis itu ... gorok leher Bolter sedalam yang kau bisa. Gergaji
kepalanya sampai putus!"
"Fagin," kata si sipir.
"Saya!" seru si laki-laki tua, seketika bersikap penuh perha"
tian seperti saat di persidangan. "Saya sudah tua, Yang Mulia.
Laki-laki yang sudah amat sangat tua!"
"Ini," kata si penjaga sambil menempelkan tangannya ke
dada si tahanan untuk menahannya. "Ini ada orang yang ingin
menemuimu untuk mengajukan beberapa pertanyaan padamu,
kurasa. Fagin, Fagin! Kau ini manusia, bukan?"
"Aku takkan lama lagi menjadi seorang manusia," jawabnya
sambil mendongak dengan wajah yang tak menyisakan ekspresi
manusiawi apa pun selain kemarahan dan kengerian. "Hajar
mereka semua sampai mati! Apa hak mereka sehingga boleh
membunuhku?" Saat bicara, Fagin melihat Oliver dan Tuan Brownlow. Ia
segera menyingkir ke sudut terjauh dari tempat duduknya. Ia
menun"tut untuk mengetahui apa yang mereka inginkan di sana.
"Tenang," kata penjaga, masih menahannya. "Nah, Tuan,
beri "tahu dia apa yang Anda inginkan. Tolong cepat, jika Anda
ber?"ke?"nan, sebab dia makin parah saja seiring berjalannya waktu."
"Kau menyimpan berkas-berkas," kata Tuan Brownlow sambil
maju, "yang dipercayakan ke tanganmu untuk diamankan, oleh
seorang laki-laki bernama Monks."
"Bohong semua," timpal Fagin. "Aku tak menyimpannya
sama sekali"sama sekali."
"Demi Tuhan," kata Tuan Brownlow tenang, "jangan katakan
hal itu sekarang, di ambang kematian yang akan menjemput"
570~ OLIVER TWIST mu. Tetapi, beri tahu aku di mana berkas-berkas itu. Kau tahu
bahwa Sikes sudah mati dan Monks sudah mengaku bahwa tak
ada harapan untuk memperoleh keuntungan lebih lanjut. Mana
berkas-berkas itu?" "Oliver," seru Fagin sembari memberi isyarat kepada Oliver
untuk mendekat. "Sini, sini! Biar aku berbisik kepadamu."
"Aku tidak takut," kata Oliver dengan suara pelan sambil
melepaskan tangan Tuan Brownlow.
"Berkas-berkasnya," kata Fagin sambil menarik Oliver
mendekatinya, "disimpan di kantung kanvas, dalam lubang ke"
cil di cerobong asap di ruangan depan di lantai paling atas.
Aku ingin mengobrol denganmu, Sobat. Aku ingin mengobrol
denganmu." "Ya, ya," balas Oliver. "Biar aku berdoa. Tolong! Biar aku
berdoa. Ucapkan satu doa saja, sambil berlutut bersamaku, dan
kita akan mengobrol sampai pagi."
"Di luar, di luar," timpal Fagin, mendorong anak laki-laki
itu ke depannya menuju pintu, dan memandang kosong ke atas
kepalanya. "Katakan aku sudah pergi tidur"mereka pasti per"
caya padamu. Kau bisa mengeluarkanku, jika kau membawaku.
Ayo, ayo!" "Oh! Semoga Tuhan mengampuni laki-laki terkutuk ini!"
seru si anak laki-laki sambil berlinang air mata.
"Benar, benar," kata Fagin. "Itu pasti membantu kita. Per"
tama-tama pintu ini. Jika aku bergidik dan gemetar ketika kita
melintasi tiang gantungan, jangan kauhiraukan, tapi bergegas
sajalah terus. Ayo, ayo, ayo!"
"Tak ada lagikah yang ingin Anda tanyakan kepadanya,
Tuan?" tanya sang penjaga.
"Tidak ada pertanyaan lagi," jawab Tuan Brownlow. "Jika aku
berharap kalau saja kita bisa menyadarkannya atas posisinya?"
"Mustahil, Tuan. Tak ada yang bisa Anda lakukan dengan"
nya," timpal laki-laki itu sambil menggelengkan kepala. "Anda
seba"iknya meninggalkannya."
CHARLES DICKENS ~571 Pintu sel terbuka, dan para pengawas kembali.
"Lanjukan, lanjutkan," seru Fagin. "Pelan-pelan, tapi jangan
terlalu lambat. Lebih cepat, lebih cepat!"
Kedua laki-laki itu memegangi Fagin, dan setelah melepas"
kan Oliver dari genggamannya, menahannya ke belakang. Fagin
meronta-ronta sekuat tenaga dalam keputusasaannya, selama
be"berapa saat. Kemudian, ia mengeluarkan teriakan demi teri"
akan yang bahkan sanggup menembus dinding tebal itu, dan
mengiang di telinga mereka hingga mereka sampai di halaman
yang terbuka. Butuh waktu bagi mereka untuk meninggalkan penjara. Oli"
ver hampir pingsan setelah menyaksikan pemandangan mengeri"
kan ini, dan jadi begitu lemah selama satu jam atau lebih, hingga
ia tidak punya kekuatan untuk berjalan.
Pagi merekah saat mereka keluar. Sejumlah besar orang su"
dah berkumpul. Jendela dipenuhi orang, merokok dan bermain
kartu untuk mengisi waktu. Kerumunan orang saling dorong,
berkelahi, dan bercanda. Semuanya menampakkan kehidupan
dan keceriaan, kecuali sekumpulan objek gelap di tengah-te"ngah
semuanya"panggung hitam, palang bersilang, tali, beserta se"
mua perangkat maut yang mengerikan.[]
Sebuah Akhir isah orang-orang yang telah ditampilkan dalam cerita
ini, hampir berakhir. Sedikit yang tersisa untuk disam"
paikan oleh penulis riwayat mereka, diungkapkan me"
lalui kata-kata sederhana.
Sebelum tiga bulan berlalu, Rose Fleming dan Harry Maylie
menikah di gereja desa yang mulai saat itu menjadi tempat sang
pendeta muda bekerja. Pada hari yang sama pula, mereka tinggal
di rumah baru mereka yang membahagiakan.
Nyonya Maylie pindah rumah bersama anak laki-laki dan
menantu perempuannya, untuk menikmati"kegembiraan ter"
besar akan usia dan kemuliaan yang telah dianugerahkan ke"
padanya terus-menerus"sepanjang sisa hidupnya yang damai,
perenungan akan kebahagiaan mereka yang telah diberinya cinta
terhangat dan kasih terlembut.
Tampaknya, berdasarkan penyelidikan yang menyeluruh dan
saksama, jika sisa-sisa harta benda yang dikuasai Monks (yang
tak pernah tumbuh dan berkembang di tangannya ataupun
ibunya) dibagi rata antara dirinya dan Oliver, masing-masing
dari mereka hanya memperoleh tiga ribu pound lebih sedikit.
Berdasarkan ketentuan yang ada dalam surat wasiat ayahnya,
Oliver semestinya berhak atas seluruh harta tersebut. Namun,
Tuan Brownlow rupanya tidak ingin menghilangkan kesempatan
si anak sulung untuk bertobat atas kejahatan masa lalunya dan
menjalani hidup yang jujur, lantas ia mengusulkan cara pemba"
gian seperti ini, yang disetujui dengan senang hati oleh Oliver.
CHARLES DICKENS ~573 Monks, masih menyandang nama samarannya, pergi ke su"
atu wilayah jauh di Dunia Baru dengan membawa serta bagi"
annya. Di tempat itu, setelah dengan cepat memboroskan uang
tersebut, ia sekali lagi jatuh ke jalan lamanya. Dan sesudah men"
jalani hukuman kurungan panjang karena tindak penipuan dan
muslihat baru, pada akhirnya ia terpuruk di bawah serangan pe?"
nyakit lamanya, dan meninggal di penjara. Meninggallah ang"
gota utama gerombolan Fagin yang tersisa.
Tuan Brownlow mengangkat Oliver sebagai anaknya. Oliver
kemudian pindah bersamanya dan juga sang pembantu rumah
tangga tua, ke rumah dinas yang berjarak satu setengah kilome"
ter dari tempat tinggal teman baiknya. Ia mengabulkan satusatunya harapan yang masih tersisa di hati Oliver yang hangat
serta tulus, dan pada akhirnya mampu menyatukan sebuah ko"
munitas kecil, yang kondisinya paling mendekati kebahagiaan
sempurna di dunia yang senantiasa berubah ini.
Segera setelah pernikahan kedua anak muda tersebut, sang
dokter yang terpandang kembali ke Chertsey. Ia merasa tidak
senang karena kehilangan teman-teman lamanya, dan perasaan
seperti itu mungkin terjadi jika perangainya menegaskan hal
itu. Mungkin ia akan berubah menjadi seorang yang pemarah
seandainya ia tahu bagaimana caranya. Selama dua atau tiga bu"
lan, ia menghibur diri dengan mengkhawatirkan bahwa udara
di sana mulai tidak cocok untuknya. Ia lalu mendapati bahwa
tempat itu sungguh tidak sama lagi seperti dulu. Ia kemudian
menyerahkan bisnisnya kepada asistennya, menghuni pondok
di luar desa tempat teman mudanya menjadi pendeta, dan seke"
tika saja ia pulih kembali. Di sini, ia sibuk berkebun, bertani,
memancing, menjadi tukang kayu, dan mengerjakan kegiatankegiatan lain yang serupa"semua dikerjakan dengan sikap tak
sabarannya yang biasa. Ia menjadi terkenal di lingkungan terse"
but sebagai tokoh yang paling andal.
Sebelum pindah, sang dokter sempat menjalin persa"ha?"batan
erat dengan Tuan Grimwig, yang dengan sopan disambut oleh
574~ OLIVER TWIST laki-laki eksentrik itu. Dalam rentang waktu setahun, Tuan
Grim"wig sering kali mengunjunginya. Pada kesempatan-kesem"
pat"an semacam ini, Tuan Grimwig bertani, memancing, dan
menukang dengan penuh semangat. Ia melakukan segalanya
dengan cara yang ganjil dan tak pernah disaksikan sebelumnya
tapi selalu disertai keyakinan kesukaannya, bahwa caranyalah
yang benar. Pada hari Minggu, ia tidak pernah luput mengkritik
khotbah di depan muka sang pendeta muda. Ia senantiasa memberi
tahu Tuan Losberne, agar jangan bilang siapa-siapa setelah itu,
bahwa menurutnya penampilan anak muda tersebut luar biasa
tapi merasa tidak baik apabila ia berkata demikian. Ramalan la"
manya terkait Oliver menjadi kelakar favorit yang sering sekali
diulang-ulang oleh Tuan Brownlow. Laki-laki tersebut meng"
ingatkan temannya tentang malam ketika mereka berdua duduk
dengan jam di antara mereka, menunggu kembalinya anak itu.
Akan tetapi, Tuan Grimwig beranggapan bahwa pada dasarnya
ia benar sebab terbukti Oliver pada akhirnya tidak kembali ke
sana. Komentar ini selalu memunculkan tawanya, dan membuat
suasana hatinya bertambah senang.
Tuan Noah Claypole"setelah menerima pengampunan
bebas dari Kerajaan karena bersedia memberi kesaksian yang
mem"beratkan Fagin, dan mempertimbangkan bahwa profesinya
tidak seaman yang diharapkannya"selama beberapa waktu
kebingungan mencari cara untuk memperoleh nafkah yang
tidak dibebani oleh terlalu banyak pekerjaan. Setelah menim"
bang-nimbang, ia memilih sebagai mata-mata, yang disadarinya
merupakan cara yang paling beradab untuk memperoleh peng"
hidupan. Rencananya adalah jalan-jalan sekali seminggu pada
waktu misa Minggu pagi sambil diiringi Charlotte, dengan
busana yang terhormat. Perempuan itu pingsan di depan pintu
pengelola bar yang murah hati, dan si laki-laki yang membawa
brendi seharga tiga penny untuk memulihkannya, menyodorkan
informasi keesokan harinya, dan mengantungi separuh imbalan.
Terkadang Tuan Claypole sendiri yang pingsan tapi hasilnya sa"
ma saja. CHARLES DICKENS ~575 Tuan dan Nyonya Bumble, dicopot dari posisi mereka.
Mereka lambat laun terpuruk ke dalam kemiskinan serta
penderitaan, dan akhirnya menjadi orang miskin di panti yang
sama seperti yang dulu mereka kuasai. Tuan Bumble pernah
ter?"dengar me"ngatakan bahwa dalam kondisi yang merana dan
sengsara ini, ia bahkan tidak punya semangat untuk bersyukur
karena sudah dipisahkan dari istrinya.
Sementara itu, Tuan Giles dan Brittles masih menempati
ja"batan lama mereka, meskipun yang disebut pertama sudah
botak, sedangkan anak laki-laki yang disebut belakangan, sudah
beruban. Mereka tidur di rumah dinas tapi membagi perhatian
mereka sama rata antara para penghuninya, Oliver, serta Tuan
Brownlow dan Tuan Losberne. Sampai hari ini para penduduk
desa tidak pernah berhasil mengetahui siapakah sebenarnya pe"
milik rumah tersebut. Tuan Charles Bates, muak karena kejahatan Sikes, mere"
nungkan bahwa kehidupan yang jujur, bagaimanapun, adalah
yang terbaik. Ia menyimpulkan bahwa pasti memang begitu.
Ia tidak mau lagi menengok masa lalunya, dan bertekad untuk
menebus perbuatannya dalam hal lain. Ia berjuang de"ngan
keras, dan banyak menderita selama beberapa waktu. Namun,
karena ia memiliki sifat gampang puas, dan punya niat baik,
pada akhirnya ia berhasil juga. Dari seorang buruh tani dan
pesuruh portir, ia kini menjadi peternak muda paling riang di
seluruh Northamptonshire.
Dan sekarang, tangan yang merangkai kata-kata ini, terhen"
ti, saat ia mendekati penghujung tugasnya. Dan di sedikit ruang
yang tersisa, akan menjalin simpul-simpul penutup petualangan
ini. Aku akan dengan senang hati berlama-lama bersama bebe"
rapa orang yang kehidupannya sudah lama kumasuki, dan mem"
bagi kebahagiaan mereka dengan cara menceritakannya. Aku
akan menunjukkan Rose Maylie dalam keanggunannya ketika
baru mekar sebagai seorang perempuan muda. Ia memancarkan
576~ OLIVER TWIST ca"haya lembut dan halus di alur sepi kehidupannya, yang menye"
limuti semua orang yang menjejakkan langkah bersamanya, dan
bersinar dalam hati mereka. Aku akan melukiskan untuknya,
kehidupan dan kebahagiaan di sekeliling perapian dan dalam
kelompok musim panas. Aku akan mengikutinya menyusuri
ladang lembap di tengah hari, dan mendengar nada rendah su"
ara manisnya saat berjalan-jalan diterangi sinar bulan di malam
hari. Aku akan memperhatikannya dalam segala kebaikan dan
kemurahan hatinya di luar rumah, dan senyumnya yang tak ke"
nal letih saat membereskan tugas rumah sehari-hari. Aku akan
melukiskannya serta anak kakak perempuannya, berbahagia
dalam cinta mereka satu sama lain, dan saat melewatkan ber"
jam-jam sambil membayangkan teman-teman, yang sayangnya
telah pergi dari kehidupan mereka. Aku akan memunculkannya
di hadapanku, sekali lagi, wajah-wajah kecil riang gembira yang
berkumpul di sekitar lututnya, dan mendengarkan ocehan riang
mereka. Aku akan mengingat-ingat nada suara jernih itu, dan
memunculkan air mata penuh simpati yang berkilau di mata
biru lembut itu. Ini, ribuan ekspresi serta senyum, dan pikiran
serta pembicaraan yang bergulir silih berganti"aku akan de"
ngan senang hati mengingat semuanya.
Betapa Tuan Brownlow senantiasa, dari hari ke hari, memenuhi
benak anak asuhnya dengan kumpulan pengetahuan, dan kian
lama menjadi kian lekat padanya, saat sifat alaminya semakin
berkembang, dan menampakkan bibit unggul seperti yang di"
harapkannya. Betapa ia dapat melacak watak teman lamanya
itu pada diri anak itu, sehingga dalam dadanya bangkitlah ke"
nangan lama, melankolis dan sekaligus manis serta menghibur.


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Betapa kedua anak yatim piatu, diuji oleh kesusahan, meng"ingat
pelajaran untuk mengasihi orang lain, saling mencintai, dan
berterima kasih sepenuh hati pada Dia yang telah melindungi
dan menjaga mereka. Semua ini adalah perkara yang tidak perlu
diceritakan. Aku sudah mengatakan bahwa mereka betul-betul
berbahagia. Dan tanpa kasih sayang kuat serta hati yang tulus,
CHARLES DICKENS ~577 syukur kepada Tuhan yang maha mengampuni, dan kasih serta
kebaikan adalah sifat hebatnya yang diberikan kepada semua
yang bernapas, kebahagiaan takkan pernah bisa didapatkan.
Di altar gereja tua berdirilah nisan pualam putih, yang hanya
menyandang satu kata: "AGNES". Tak ada peti mati di makam
itu, dan semoga saja masih bertahun-tahun lagi sebelum nama
lain ditempatkan di atasnya! Namun, jika arwah orang mati
suatu saat kembali ke bumi untuk mengunjungi tempat yang
disucikan oleh cinta"cinta yang melampaui kubur"cinta pada
orang-orang yang mereka kenal saat masih hidup, aku yakin
bahwa bayangan Agnes terkadang melayang di atas relung sunyi
itu. Aku lebih yakin lagi karena relung itu ada di gereja, dan ia
semata-mata lemah serta telah berbuat salah.[]
Panji Sakti ( Jit Goat Seng Sim Ki) 2 Pendekar Gila 36 Balada Di Karang Sewu Legenda Kelelawar 6
^