Pencarian

Oliver Twist 9

Oliver Twist Karya Charles Dickens Bagian 9


ditidurinya, pada malam kedatangannya di London.
Saat itu sudah pukul sebelas lewat, dan pintu tertutup. Pintu
terbuka dengan pelan pada engselnya saat Fagin bersiul pelan.
Mereka masuk tanpa suara, dan pintu pun tertutup di belakang
mereka. Mereka nyaris tidak berani untuk berbisik, melainkan ha"nya
menggunakan gerak isyarat untuk berkata-kata. Fagin dan anak
muda yang membiarkan mereka masuk, menunjukkan jendela
kaca kepada Noah, dan memberi isyarat kepadanya agar naik
serta mengamati orang di ruangan sebelah.
"Perempuan itukah?" tanyanya, pelan sekali.
Fagin mengangguk mengiyakan.
"Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas," bisik Noah.
"Dia sedang menunduk, dan membelakangi cahaya lilin."
"Tetap di tempatmu," bisik Fagin. Ia memberi isyarat ke"pada
Barney yang kemudian menyingkir. Beberapa saat ke"mudian,
pemuda itu memasuki ruangan sebelah, dan dengan berdalih
ingin mengecilkan nyala lilin, ia memindahkannya ke posisi
yang sesuai, dan bicara kepada si gadis yang menyebabkannya
mengangkat wajahnya. 476~ OLIVER TWIST "Aku melihatnya sekarang," seru si mata-mata.
"Dengan jelas?"
"Aku pasti mengenalinya di antara seribu orang."
Noah buru-buru turun saat pintu ruangan terbuka, dan si
gadis keluar. Fagin menarik Noah ke belakang sebuah dinding
pemisah kecil yang tak bertirai, dan mereka menahan napas saat
gadis itu melintas begitu dekat dengan tempat persem"bunyian
mereka, dan bergegas keluar melalui pintu yang tadi mereka
masuki. "Ssst!" seru pemuda yang memegangi pintu. "Sekarang."
Noah saling bertukar pandang dengan Fagin, dan melesat
keluar. "Ke kiri," bisik si pemuda, "belok kiri, teruslah berjalan di
seberang." Noah melakukan apa yang disarankan pemuda itu, dan
diterangi cahaya lampu, ia melihat sosok gadis itu yang kian
mengecil, dan sudah berada cukup jauh di depannya. Ia bergerak
mendekat dengan hati-hati, dan tetap bertahan di se"berang jalan
agar bisa mengamati gerakan gadis itu dengan lebih baik. Si gadis
memandang sekelilingnya dengan cemas, dua atau tiga kali, dan
kemudian berhenti sejenak untuk mem"biarkan dua pria yang
berjalan di belakangnya untuk menda"huluinya. Ia tampaknya
mengerahkan seluruh keberaniannya ketika mulai mendekat ke
tujuannya, dan berjalan dengan langkah yang lebih mantap dan
teguh. Si mata-mata memper"tahankan jarak yang relatif sama
di antara mereka, dan tetap mengikutinya dengan mata tertuju
pada gadis itu.[] Janji yang Ditepati am gereja berdentang menandakan pukul sebelas lewat em"
pat puluh lima menit, saat kedua sosok tersebut muncul di
Jembatan London. Sosok pertama, yang berjalan mendekat
dengan langkah cepat dan bergegas, adalah sosok seorang
perempuan yang tampak begitu penasaran seolah-olah ia sedang
mencari sesuatu yang sangat diharapkannya; sosok yang satunya
lagi adalah seorang laki-laki yang mengendap-endap, menyeli?"
nap di dalam bayangan yang paling gelap yang bisa ditemukan"
nya, dan menjaga jaraknya dengan si perempuan"berhenti saat
perempuan itu berhenti, dan saat perempuan itu bergerak, ia
pun melanjutkan langkahnya, mengendap perlahan"tapi ia tak
pernah membiarkan dirinya, dalam usaha pengejarannya, untuk
menyusul si perempuan. Demikianlah, mereka menyeberangi
jembatan, dari Middlesex ke lepas pantai Surrey, ketika si pe"
rempuan yang tampak kecewa dengan pencariannya, berbalik.
Gerakan tersebut sangat mendadak tapi si laki-laki yang sejak
tadi mengawasinya, tidak menghindar karena hal ini. Si laki-laki
kemudian dengan cepat menyelinap ke salah satu ceruk di atas
dermaga jembatan, dan menyandarkan tubuhnya ke dinding
jembatan agar dapat menyembunyikan sosoknya dengan lebih
baik. Ia membiarkan perempuan itu melintasinya di trotoar
se"be"rang. Ketika jarak antara dirinya dan si perempuan sudah
sama seperti sebelumnya, ia menyelinap keluar perlahan, dan
478~ OLIVER TWIST ke"mudian mengikutinya lagi. Ketika hampir sampai di tengah
jembatan, perempuan itu berhenti. Sang laki-laki pun berhenti.
Malam itu sangat gelap. Cuaca hari itu tidak terlalu bagus,
dan pada jam itu serta tempat seperti itu hanya ada segelintir
orang yang melintas di jalan. Yang ada sekalipun, bergegas ber"
jalan dengan cepat, sangat mungkin tanpa memperhatikan seke"
lilingnya tapi yang pasti tanpa menyadari kehadiran mereka
berdua, baik si perempuan ataupun si laki-laki yang terus meng"
awasinya. Penampilan mereka tidak masuk dalam hitu"ngan un"
tuk bisa menarik pandangan menyelidik dari penduduk miskin
London, yang kebetulan saja tengah berjalan melintasi jembatan
tersebut malam itu untuk mencari emperan dingin atau gubuk
tak berpintu untuk membaringkan kepala mereka. Dua sosok itu
berdiri di sana dalam keheningan, tidak ada satu pun berbicara
atau diajak bicara oleh orang-orang yang melintas.
Kabut menggantung di atas sungai, memperjelas secercah
merah dari api yang menyala di atas perahu-perahu kecil yang
ditambatkan di dermaga yang berlainan, dan ba"ngunan-ba"
ngunan suram di pinggiran sungai menjadi kian gelap dan tak
kentara. Gudang-gudang tua kotor di kedua sisi sungai berdiri
tegak dan membosankan, menonjol di antara deretan atap dan
langkan yang padat, berkerut galak di atas air yang terlalu hi"
tam bahkan untuk memantulkan bentuk mereka yang mi"
ring. Menara gereja tua Santo Saviour, serta atap lancip gereja
Santo Magnus, telah sedemikian lama menjadi raksasa penjaga
jembatan kuno tersebut, terlihat di keremangan. Akan tetapi,
perahu-perahu yang lalu-lalang di bawah jembatan, serta atap
lancip menara gereja yang terserak di atasnya, hampir seluruhnya
tersembunyi dari penglihatan.
Si gadis berjalan mondar-mandir beberapa kali dengan ge"
lisah"semua gerak-geriknya itu diperhatikan dengan saksama
oleh pengamat rahasianya"ketika lonceng berat Katedral Santo
Paulus berdentang untuk menandakan berakhirnya hari ini.
Tengah malam telah tiba di kota yang penuh sesak itu. Istana,
CHARLES DICKENS ~479 gudang bawah tanah, penjara, rumah sakit jiwa; kamar dari
kelahiran dan kematian, dari orang sehat dan orang sakit, wajah
kaku mayat serta tidur damai kanak-kanak; tengah malam me"
nyelimuti semuanya itu. Belum lagi dua menit selepas tengah malam, ketika seorang
perempuan muda, ditemani oleh seorang laki-laki berambut
kelabu, turun dari kereta sewaan tak jauh dari jembatan, dan se"
sudah menyuruh kereta tersebut pergi, langsung berjalan menu"
ju jembatan. Mereka baru saja menginjakkan kaki ke trotoar,
ketika si gadis terkesiap dan segera menghampiri mereka.
Mereka terus berjalan, melihat ke sekeliling mereka dengan
sikap layaknya orang yang hanya memiliki sedikit harapan akan
terwujudnya sebuah kesempatan, ketika sang kawan baru ini
tiba-tiba mendatangi mereka. Mereka tertegun, hendak ber?"seru
kaget tapi segera menahannya karena seorang laki-laki yang
mengenakan pakaian desa datang mendekat"menyenggol me"
reka"pada saat yang tepat.
"Jangan di sini," kata Nancy buru-buru. "Aku takut bicara
pada kalian di sini. Ayo pergi"menyingkir dari jalan umum"
turuni undakan yang di sana itu!"
Saat ia mengucapkan kata-kata ini, dan memberi isyarat de"
ngan tangannya ke arah yang ia tunjukkan, si orang desa melihat
ke arah mereka, dan bertanya dengan kasar untuk apa mereka
mengambil tempat di seluruh trotoar, setelah itu ia melanjutkan
langkahnya. Undakan yang ditunjuk oleh gadis itu terletak di pinggiran
sungai Surrey, dan berada di sisi jembatan yang sama seperti hal"
nya dengan Gereja Saint Saviour, dan membentuk anak tangga
menuju sungai. Ke lokasi inilah, laki-laki yang berpenam"pilan
seperti orang desa itu, bergegas maju tanpa diketahui, dan se"
telah mengamati tempat itu sebentar, ia mulai turun.
Anak tangga ini merupakan bagian dari jembatan, terdiri
atas tiga undakan. Tepat di ujung undakan kedua, di bagian
bawah, di sisi menurun, terdapat tembok batu di sebelah kiri
480~ OLIVER TWIST yang berujung pada sebuah pilar ornamental yang menghadap
ke Sungai Thames. Pada titik inilah, undakan di bawahnya me"
lebar sehingga seseorang yang merapat ke tembok, tidak sertamerta terlihat oleh orang lain yang ada di tangga yang kebetulan
berada di atasnya, walaupun hanya satu undakan. Si orang desa
buru-buru melihat ke sekelilingnya ketika ia mencapai titik ini,
dan karena tampaknya tidak ada tempat persembunyian yang
lebih baik, dan karena pasang sedang surut sehingga ruang yang
tersedia lumayan luas, ia menyelinap ke dalam dengan pung"gung
merapat ke pilar, dan di sanalah ia menunggu. Ia cukup yakin
bahwa mereka takkan turun lebih jauh lagi, dan seandainya ia
tidak bisa mendengar apa yang dikatakan, ia bisa membuntuti
mereka lagi dengan aman. Waktu berlalu dengan sangat lambat di tempat sepi ini, se"
mentara si mata-mata begitu berhasrat mencari tahu motif dari
sebuah percakapan yang sungguh berbeda dengan apa yang
diharapkannya, sehingga ia menyerah lebih dari sekali, dan
meyakinkan dirinya bahwa mereka entah telah berhenti jauh di
atas, atau memilih lokasi yang sepenuhnya berbeda untuk me"
langsungkan percakapan rahasia mereka. Ia hampir keluar dari
tempat persembunyiannya dan kembali ke jalan di atas, ketika
mendengar bunyi langkah kaki dan segera setelahnya, suara yang
dekat sekali dengan telinganya.
Ia menegakkan tubuhnya sambil merapat ke tembok dan
sambil menahan napas, mendengarkan baik-baik.
"Ini sudah cukup jauh," kata sebuah suara, yang jelas meru"
pakan milik seorang laki-laki. "Aku takkan memaksa wanita
muda ini berjalan lebih jauh lagi. Banyak orang yang pasti tak
memercayaimu sehingga takkan rela datang sejauh ini, tapi kau
lihat aku bersedia mengikutimu."
"Mengikuti saya!" seru suara si gadis. "Anda sungguh penuh
perhatian, Pak. Mengikuti saya! Wah, wah, bukan masalah."
"Mengapa, untuk apa," kata laki-laki itu dengan nada suara
yang lebih ramah, "Apa tujuanmu membawa kami ke tempat
CHARLES DICKENS ~481 aneh ini" Mengapa kau tidak membiarkan kita bicara di atas
sana, di tempat yang terang dan memiliki cahaya, dan penuh
dengan benda-benda yang menyenangkan, alih-alih membawa
kami ke lubang gelap dan muram ini?"
"Saya sudah memberi tahu Anda sebelumnya," jawab Nancy,
"bahwa saya takut bicara kepada kalian di sana. Saya tidak tahu
alasannya," kata si gadis sambil bergidik, "tapi saya begitu takut
dan ngeri malam ini sehingga saya nyaris tidak tahan."
"Takut pada apa?" tanya si laki-laki yang tampaknya menga"
sihani gadis itu. "Saya tidak tahu," jawab si gadis. "Saya berharap saya tahu.
Pikiran menyeramkan mengenai kematian, dan kain kafan ber?"
lumur darah di atasnya, dan rasa takut yang membuat saya ter"
bakar seolah-olah saya dilalap api, telah melanda diri saya sehari"
an. Saya sedang membaca buku malam ini untuk menghabiskan
waktu, dan hal-hal yang sama muncul di dalam halaman buku
yang saya baca." "Imajinasi," kata si laki-laki, menenangkannya.
"Bukan imajinasi," timpal si gadis dengan suara parau. "Saya
bersumpah saya melihat "peti mati" tertulis pada setiap halaman
buku, dalam huruf-huruf hitam besar"sungguh, dan kata-kata
tersebut membawa salah satu peti mati itu mendekat kepada
saya, di jalanan malam ini."
"Tidak ada yang aneh dengan hal itu," kata laki-laki itu. "Aku
sering melewati peti mati."
"Yang asli," timpal si gadis. "Yang ini bukan."
Ada sesuatu yang begitu janggal dalam tingkah lakunya, se"
hingga bulu kuduk sang pendengar rahasia meremang saat ia
mendengar gadis itu mengucapkan kata-kata ini, dan darahnya
pun seakan membeku di dalam tubuhnya. Ia tidak pernah mera"
sakan kelegaan yang lebih besar daripada ketika mendengar su"
ara manis perempuan muda terhormat itu selagi ia memohon
kepada gadis itu untuk tenang, dan tidak membiarkan dirinya
dimangsa oleh khayalan-khayalan mengerikan itu.
482~ OLIVER TWIST "Bicaralah kepadanya dengan ramah," kata si perempuan
muda kepada rekannya. "Makhluk malang! Ia tampaknya me"
merlukannya." "Kalian orang-orang religius yang angkuh akan dengan senang
hati mendongakkan kepala untuk melihatku seperti malam ini,
dan berkhotbah soal nyala api dan pembalasan," seru si gadis.
"Oh, Nona yang baik, mengapa orang-orang yang mengklaim
bahwa diri mereka adalah umat Tuhan tak bisa selembut dan
sebaik diri Anda kepada orang-orang malang seperti kami. Pada"
hal Anda, yang memiliki kemudaan dan kecantikan, dan memi"
liki semua yang telah hilang dari diri mereka, bisa saja menjadi
sombong alih-alih jauh lebih rendah hati?"
"Ah!" kata si laki-laki. "Seorang Turki memalingkan wajah"
nya ke Timur, setelah membasuhnya baik-baik ketika ia berdoa.
Orang-orang baik ini, setelah mencuci bersih wajah mereka dari
dunia beserta kenikmatannya, berpaling ke sisi gelap surga. An"
tara orang-orang Muslim dan Farisi, serahkan aku pada yang
pertama!" Kata-kata ini tampaknya ditujukan kepada perempuan
muda itu, dan barangkali diucapkan dengan tujuan untuk me"
nyediakan waktu bagi Nancy guna memulihkan diri. Laki-laki
itu, tak lama kemudian, bicara kepada si gadis.
"Kau tak ada di sini Minggu malam lalu," katanya.
"Saya tak bisa datang," balas Nancy. "Saya ditahan secara
paksa." "Oleh siapa?" "Laki-laki yang saya ceritakan kepada nona muda ini sebe"
lumnya." "Apakah kau tidak dicurigai berkomunikasi dengan siapa
pun mengenai topik yang telah membawa kami kemari malam
ini?" tanya si laki-laki tua.
"Tidak," jawab gadis itu sambil menggelengkan kepala. "Ti"
dak terlalu mudah bagi saya untuk meninggalkannya kecuali ia
tahu alasannya. Saya tidak bisa memberinya minum laudanum
sebelum saya pergi."


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

CHARLES DICKENS ~483 "Apa ia terbangun sebelum kau kembali?" tanya laki-laki
itu. "Tidak. Tak seorang pun dari mereka maupun dirinya yang
mencurigai saya." "Bagus," kata sang laki-laki. "Sekarang dengarkan aku."
"Saya siap," ujar si gadis, saat laki-laki tua itu terdiam sesaat.
"Nona muda ini," laki-laki itu memulai, "telah menyampai"
kan kepadaku, dan kepada beberapa teman lainnya yang bisa
dipercayai dengan aman, perkara yang telah kauceritakan ke"
padanya hampir dua minggu lalu. Kuakui kepadamu bahwa aku
ragu, pada awalnya, apakah kau bisa diandalkan sepenuhnya,
tapi sekarang aku sungguh yakin kau dapat diandalkan."
"Memang bisa," kata gadis itu tulus.
"Kuulangi bahwa aku sungguh memercayainya. Untuk
membuktikan kepadamu bahwa aku memercayaimu, kuberi
tahu kau tanpa sungkan-sungkan, bahwa kami mengusulkan
untuk mengorek rahasia tersebut, apa pun itu, dari ketakutan
akan laki-laki Monks ini. Tapi seandainya"seandainya?" kata
sang pria tua, "ia tidak bisa diamankan, atau jika diamankan,
tidak bisa bersikap seperti yang kami kehendaki, kau harus me"
nyerahkan si tua itu."
"Fagin," seru si gadis sambil berjengit.
"Laki-laki itu harus kauserahkan," kata laki-laki tersebut.
"Saya tak akan melakukannya! Saya takkan melakukannya!"
balas si gadis. "Meskipun dia iblis, dan sikapnya kepada saya
lebih buruk daripada iblis, saya takkan pernah melakukan itu."
"Kau tidak mau?" tanya laki-laki tua itu, yang tampaknya
sudah sepenuhnya siap mendengar jawaban ini.
"Takkan pernah!" balas si gadis.
"Katakan alasannya kepadaku."
"Satu alasannya," kata si gadis dengan teguh, "satu alasannya,
yang diketahui oleh si nona dan dia akan mendukung saya; saya
tahu dia bersedia, sebab dia sudah berjanji kepada saya. Dan
karena satu alasan lainnya, di samping itu, yaitu bahwa meski"pun
484~ OLIVER TWIST laki-laki itu telah menjalani kehidupan yang kejam dan keras,
demikian juga dengan saya, ada banyak di antara kami yang
telah mengarungi jalan yang sama bersama-sama, dan saya tidak
akan mengkhianati mereka"siapa saja"yang mungkin saja
mengkhianati saya, namun tidak, seburuk apa pun mereka."
"Kalau begitu," kata laki-laki itu cepat, seakan-akan inilah
inti perkara yang ingin dibidiknya, "serahkan si Monks ke ta"
ngan"ku, dan tinggalkan dia untuk kutangani."
"Bagaimana jika ia mengkhianati yang lain?"
"Aku berjanji kepadamu bahwa apabila demikian, asalkan
kebenaran telah didapat dari dirinya, masalah ini akan selesai.
Pasti ada kondisi di mana riwayat kecil Oliver akan terasa me"
nyakitkan apabila diungkapkan di depan umum, dan jika ke"
benaran telah diperoleh, mereka boleh melenggang bebas."
"Dan jika kebenaran tak diperoleh?" tanya gadis itu.
"Jika demikian," lanjut si laki-laki, "si Fagin ini takkan di"
hadapkan ke peradilan tanpa persetujuanmu. Bila hal itu yang
terjadi, aku bisa menunjukkan alasan kepadamu, kupikir yang
akan mendorongmu untuk mengalah."
"Apakah Nona berjanji?" tanya si gadis.
"Ya," jawab Rose. "Janji sejati dan dapat dipercayai."
"Orang Monks itu takkan pernah tahu bagaimana Anda
tahu apa yang Anda lakukan, bukan?" tanya si gadis, setelah jeda
singkat. "Takkan pernah," jawab laki-laki itu. "Penyelidik harus di"
datangkan kepadanya sedemikian rupa, sehingga ia bahkan tak"
kan bisa menduga." "Saya ini seorang penipu, dan sudah berada di antara penipu
sejak kanak-kanak," kata si gadis setelah hening beberapa saat
lagi, "tapi saya akan memegang janji kalian."
Setelah menerima jaminan dari keduanya bahwa ia dapat
memercayai mereka sepenuhnya, ia melanjutkan dengan suara
begitu pelan, sehingga si pendengar kesulitan untuk memahami
apa yang dikatakan oleh gadis itu. Ia menjelaskan melalui nama
CHARLES DICKENS ~485 dan situasinya, sebuah bar yang dari sanalah ia diikuti malam
itu. Dari cara bicara si gadis yang sesekali berhenti, tampaknya
laki-laki itu sedang mencatat informasi yang disampaikan oleh
si gadis dengan terburu-buru. Ketika telah tuntas menjelaskan
wilayah yang menjadi lokasi tempat tersebut, posisi terbaik un"
tuk mengawasi bar tersebut tanpa menarik perhatian, dan hari
serta jam ketika Monks paling sering mengunjunginya, gadis itu
tampak terdiam beberapa saat, dalam rangka mengingat-ingat
ciri-ciri serta penampilan laki-laki itu dengan lebih saksama
dalam ingatannya. "Dia tinggi," kata si gadis, "dan berperawakan tegap, tapi
tidak gempal, gaya jalannya mengendap-endap, dan selagi ber"
jalan ia sering menoleh, pertama ke samping, kemudian ke
samping satunya lagi. Jangan lupakan itu, sebab matanya lebih
cekung dibandingkan dengan laki-laki lainnya, sehingga Anda
mungkin bisa langsung mengenalinya lewat ciri itu saja. Wajah"
nya gelap seperti rambut dan matanya, dan meskipun usianya
tak mungkin lebih dari dua puluh enam atau dua puluh delapan
tahun, ia keriput dan kurus pucat. Bibirnya sering kali memutih
dan rusak karena sering digigiti, sebab ia punya penyakit
kejang yang parah, dan terkadang bahkan menggigit tangannya
sampai terluka"kenapa Anda terkesiap?" kata si gadis, berhenti
mendadak. Laki-laki itu menjawab dengan terburu-buru bahwa ia tidak
menyadari telah terkesiap, dan meminta gadis itu agar melanjut"
kan informasinya. "Sebagian yang lainnya," kata si gadis, "saya simpulkan dari
pemaparan orang-orang lain di bar yang saya beritahukan ke"
pada Anda, sebab saya baru melihatnya dua kali, dan kedua kali
itu ia diselimuti jubah besar. Kurasa hanya itu yang bisa saya
berikan kepada Anda agar bisa mengenalinya. Tapi, lihat baikbaik," imbuhnya, "di lehernya. Terletak begitu tinggi sehingga
Anda bisa melihat sebagian di bawah syal ketika ia memalingkan
wajahnya, terdapat?"
486~ OLIVER TWIST "Parut merah besar, seperti bekas terbakar atau melepuh?"
seru laki-laki itu. "Apa-apaan ini?" kata si gadis. "Anda mengenalnya!"
Perempuan muda terhormat itu mengeluarkan seruan kaget,
dan selama beberapa saat mereka begitu hening sehingga si pen"
dengar bisa dengan jelas mendengar mereka bernapas.
"Kurasa aku mengenalnya," kata laki-laki tua itu, memecah"
kan kesunyian. "Sepertinya aku memang mengenalnya, dari
deskripsimu. Kita lihat saja nanti. Banyak orang yang mirip satu
sama lain. Mungkin tidak sama."
Saat mengutarakan pernyataan ini, dengan sikap seolah tidak
peduli, ia menapak satu atau dua langkah mendekati si matamata, yang dapat diketahui laki-laki yang disebut belakangan
ini dari betapa kentaranya ia mendengar laki-laki tua itu bergu"
mam, "Pasti dia!"
"Nah," kata laki-laki terhormat itu, kembali ke tempatnya
berdiri semula, atau begitulah sepertinya dari suaranya, "kau su"
dah memberi kami bantuan yang amat bernilai, Nona Muda,
dan aku mengharapkan yang terbaik darimu. Apa yang bisa ku"
lakukan untuk melayanimu?"
"Tak ada," jawab Nancy.
"Kau tak boleh berkeras mengatakan itu," timpal sang pria,
dengan suara dan keramahan sedemikian rupa yang mungkin
saja mampu menyentuh hati yang lebih keras dan lebih kukuh.
"Pikirkanlah sekarang. Beri tahu aku."
"Tak ada, Pak," timpal si gadis sambil menangis. "Anda tidak
bisa berbuat apa-apa untuk menolong saya. Saya sudah tidak
punya harapan, sungguh."
"Kau sendiri yang berhenti berharap. Jangan begitu," kata
laki-laki itu. "Masa lalumu adalah masa lalu yang suram sudah
terbuang percuma, energi mudamu salah dipergunakan, dan
harta tak ternilai yang dianugerahkan Pencipta kepadamu
hanya sekali dan takkan pernah dilimpahkanNya lagi telah ter"
sia-sia, tapi untuk masa depan, kau boleh berharap. Aku tidak
CHARLES DICKENS ~487 mengatakan bahwa kami mampu menawarimu kedamaian hati
dan pikiran, sebab itu datang selagi kau mencarinya, tapi tempat
perlindungan yang tenang, entah di Inggris, atau jika kau takut
tetap tinggal di sini, kau dapat tinggal di sebuah negara asing.
Ini tidak hanya ada dalam jangkauan kemampuan kami, tapi
memang sangat ingin kami berikan kepadamu supaya kau
aman. Sebelum datangnya pagi, sebelum sungai dibangunkan
oleh pendar pertama fajar, kau akan ditempatkan jauh di luar
jangkauan mantan rekan-rekanmu, dan tidak meninggalkan je"
jak sedikit pun di belakangmu, seakan kau telah menghilang dari
muka bumi tepat saat ini. Mari! Aku tidak ingin kau kembali
untuk bertukar satu patah kata pun dengan rekan lamamu, atau
menengok sarang lamamu, atau menghirup udara yang mem"
bawa wabah serta penyakit bagimu. Tinggalkanlah itu semua,
selagi ada waktu dan kesempatan!"
"Dia akan terbujuk sekarang," seru sang wanita muda. "Dia
ragu-ragu, aku yakin."
"Aku khawatir tidak, Sayang," kata laki-laki itu.
"Tidak, Pak, saya tidak terbujuk," jawab si gadis, setelah
sejenak bergulat dengan batinnya sendiri. "Saya sudah terikat
dengan kehidupan lama saya. Saya muak dan membencinya seka"
rang, tapi saya tidak bisa meninggalkannya. Saya sudah menga"
runginya terlalu jauh sehingga tak bisa berbalik"tapi entahlah,
seandainya Anda bicara kepada saya seperti ini, beberapa waktu
lalu, saya pasti akan menertawakannya. Namun," dia berkata,
melihat ke sekelilingnya dengan terburu-buru, "rasa takut ini
melanda saya lagi. Saya harus pulang."
"Pulang!" ulang si nona muda, dengan tekanan kuat pada
kata tersebut. "Pulang, Nona," timpal si gadis. "Pulang ke rumah tem?"pat
aku membesarkan diriku sendiri dengan pekerjaan seumur hi"
dup"ku. Biarlah kita berpisah. Aku mungkin diawasi atau dili"
hat. Pergi! Pergi! Jika aku telah membantu kalian, yang kuminta
hanyalah agar kalian meninggalkanku, dan membiarkanku
menempuh jalanku sendirian."
488~ OLIVER TWIST "Tidak ada gunanya," kata laki-laki itu sambil mendesah.
"Kita telah membahayakan keselamatannya, barangkali dengan
cara berdiam diri lama-lama di sini. Kita mungkin sudah mena"
hannya lebih lama daripada yang diharapkannya."
"Ya, ya," desak gadis itu. "Memang."
"Tapi," seru si nona muda, "bagaimana akhir nasib makhluk
malang ini!" "Apa!" timpal si gadis. "Lihat ke hadapanmu, Nona. Lihat
air yang gelap itu. Berapa kali kau membaca kisah semacam itu,
seperti aku yang melompat ke dalam gelombang pasang, dan ti"
dak meninggalkan satu makhluk hidup pun, yang menyayangi,
atau meratapi kepergiannya. Mungkin butuh waktu bertahuntahun, atau mungkin hanya dalam hitungan bulan, tapi pada
akhirnya aku akan bernasib seperti itu."
"Jangan bicara seperti itu, tolong," kata perempuan muda
terhormat itu sambil terisak-isak.
"Kisah semengerikan itu takkan pernah sampai di telingamu,
nona yang baik, dan mudah-mudahan saja Tuhan menjauh"
kannya!" balas si gadis. "Selamat malam, selamat malam!"
Laki-laki itu memalingkan wajahnya.
"Dompet ini," seru sang wanita muda. "Bawalah ini demi
aku, supaya kau memiliki simpanan di masa penuh kekurangan
dan kesulitan." "Tidak!" balas si gadis. "Aku tidak melakukan ini demi uang.
Biarkan aku memiliki pikiran itu. Tapi ... berikan sesuatu yang
kau kenakan, aku ingin mendapatkan sesuatu"jangan, jangan,
jangan cincin"sarung tangan atau sapu tanganmu"apa pun
yang bisa kusimpan, sebagai sesuatu yang pernah kau miliki,
Nona Manis. Nah. Teberkatilah kau! Tuhan memberkatimu.
Sela"mat malam, selamat malam!"
Ketegangan dahsyat dan kecemasan yang melanda diri gadis
itu, kalau-kalau ia ketahuan sehingga akan dianiaya dan disakiti,
tampaknya membuat laki-laki itu bertekad untuk mening"
galkannya, sesuai permintaannya.
CHARLES DICKENS ~489 Terdengar bunyi langkah kaki yang menjauh dan suara-suara
pun menghilang. Sosok perempuan muda dan rekannya segera saja muncul di
jembatan. Mereka berhenti di puncak tangga.
"Dengarkan!" seru perempuan muda itu, memasang telinga.
"Apakah ia memanggil" Kupikir aku mendengar suara."
"Tidak, Sayang," jawab Tuan Brownlow sambil melihat ke
be"lakang dengan sedih. "Ia belum bergerak, dan takkan bergerak
sampai kita pergi." Rose Maylie diam saja tapi laki-laki tua itu menggandeng
tangannya, dan menuntunnya pergi dengan lembut. Ketika
mereka menghilang, si gadis menjatuhkan diri ke salah satu
undakan batu, dan melampiaskan kepedihan hatinya dalam air
mata getir. Setelah beberapa lama, ia pun berdiri dengan langkah lemah
dan sempoyongan naik ke jalan. Si pendengar yang tercengang
tetap tak bergerak pada posisinya selama beberapa menit sesu"
dah itu, dan setelah memastikan dengan berhati-hati melirik ke
sekelilingnya bahwa ia sendirian lagi, ia merayap perlahan keluar
dari tempat persembunyiannya, dan kembali diam-diam me"ng"
endap dalam bayang-bayang tembok, dengan tindak tanduk
yang sama seperti saat ia turun.
Ia mengintip ke luar, lebih dari sekali, ketika sampai di pun"
cak tangga untuk memastikan bahwa ia tidak diamati. Kemu"
dian Noah Claypole melesat pergi dengan kecepatan maksimal"
nya, dan menuju ke rumah si tua Fagin secepat kakinya bisa
membawanya.[] Akibat Fatal aat itu hampir dua jam sebelum fajar; dini hari di musim
gugur; ketika jalanan sepi dan lengang; ketika suara-suara
dan bunyi-bunyian sekalipun seakan terlelap, dan hirukpikuk serta kericuhan telah terhuyung-huyung pulang untuk
bermimpi; pada jam yang sunyi senyap inilah Fagin duduk sam"
bil memicingkan mata di sarang lamanya, dengan wajah yang
begitu mengerikan dan pucat, serta mata begitu merah semerah
darah, sehingga ia terlihat makin tak mirip manusia tapi lebih
menyerupai siluman yang mengerikan, masih lembap setelah
bangkit dari kubur, dan ditakuti oleh roh jahat.


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Fagin duduk sambil meringkuk di depan perapian dingin,
berselimutkan seprai tua yang compang-camping, dengan wajah
menghadap ke lilin pendek redup yang berada di atas meja di
sampingnya. Tangan kanannya diangkat ke bibirnya, dan saat
larut dalam pikirannya, ia memukulkan kuku hitam panjangnya.
Di antara gusinya yang tak bergigi ampaklah beberapa taring
yang semestinya dimiliki oleh seekor anjing atau tikus.
Meregang di atas kasur di lantai, berbaringlah Noah Clay"
pole, tertidur pulas. Laki-laki tua itu terkadang melayangkan
pandangan matanya sekejap ke arah laki-laki itu, kemudian
kembali memandang ke arah lilin. Lilin yang sumbu gosongnya
terkulai serta hampir terlipat dua. Lelehan panasnya mengalir
turun membentuk gumpalan-gumpalan di atas meja. Hal itu
kentara sekali menunjukkan bahwa pikiran laki-laki tua itu
sedang sibuk di tempat lain.
CHARLES DICKENS ~491 Memang benar itu yang terjadi. Ia ngeri membayang"kan
kegagalan rencananya. Ia benci pada gadis yang berani melakukan
perjanjian dengan orang asing. Akan tetapi, ia sepenuhnya takjub
dengan ketulusan gadis itu saat menolak menyerahkannya. Ia
merasakan kekecewaan getir karena ke"hilangan kesempatan
untuk membalas dendam pada Sikes. Perasaan takut ketahuan,
celaka, dan mati serta kemarahan yang amat sangat campur aduk
dalam dirinya. Semua hal itu menjadi pertimbangan yang penuh
nafsu, yang silih berganti berputar-putar dengan cepat tanpa
henti. Hal-hal itu melesat di otak Fagin, selagi setiap pemikiran
paling kejam dan niat paling kelam muncul di hatinya.
Ia duduk tanpa mengubah sikapnya sama sekali. Seperti"
nya ia juga tidak menyadari berjalannya waktu, sampai telinga
tajamnya tampak tertarik oleh suara langkah kaki di jalan.
"Akhirnya," gumamnya sambil menjilat bibirnya yang kering
dan pecah-pecah. "Akhirnya!"
Bel berbunyi dengan pelan selagi ia bicara. Ia merayap ke
lantai atas menuju pintu. Dan saat ia kembali, ia ditemani oleh
laki-laki yang berbaju rapat hingga ke dagu, yang mengepit
buntalan di ketiaknya. Laki-laki itu kemudian duduk dan me"
nyibakkan mantel luarnya, menampakkan sosok tegap Sikes.
"Tuh!" katanya sambil meletakkan bungkusan di meja.
"Urus itu, dan manfaatkan sebaik mungkin. Cukup susah
mendapatkannya. Kukira aku seharusnya sudah di sini, tiga jam
lalu." Fagin mengambil buntalan itu, dan setelah menguncinya
di dalam lemari, duduk lagi tanpa berbicara. Namun, ia tidak
melepaskan pandangannya dari si perampok, sekejap pun. Dan
kini begitu mereka duduk berhadapan lagi, Fagin mena"tap pria
itu lekat-lekat, dengan bibir gemetar hebat, dan wajah berkerut
karena emosi yang telah menguasainya. Si pembobol rumah
secara spontan menarik mundur kursinya, dan meng"amati lakilaki tua itu dengan ekspresi takut.
"Apa sekarang?" seru Sikes. "Kenapa kau memandangiku
seperti itu?" 492~ OLIVER TWIST Fagin mengangkat tangan kanannya, dan menggoyang"
kan telunjuknya yang gemetar di udara. Namun emosinya
sedemikian hebat, sehingga ia tidak mampu bicara.
"Sialan!" kata Sikes, meraba dadanya dengan wajah was"was.
"Ia jadi gila. Aku harus mengandalkan diriku sendiri di sini."
"Tidak, tidak," timpal Fagin, menemukan suaranya. "Ti"
dak"bukan kau orangnya, Bill. Aku tidak"tidak menemukan
kesalahan dalam dirimu."
"Oh, tidak, ya?" kata Sikes, menatapnya dengan galak, dan
dengan kentara memindahkan pistol ke saku yang lebih pas.
"Itu menguntungkan"bagi salah seorang dari kita. Yang mana,
tidak jadi soal." "Aku harus memberitahukan sesuatu kepadamu, Bill," kata
Fagin, menarik kursinya mendekat, "Dan hal ini akan membuat
peruntunganmu lebih buruk daripada aku."
"O,ya?" balas si perampok dengan gaya tak percaya. "Katakan
saja! Cepat, atau Nance bakal mengira aku ter"sesat."
"Tersesat!" seru Fagin. "Justru dia yang sudah tersesat. Dia
sudah menetapkan hal itu dalam pikirannya."
Sikes memandang wajah si Tua itu kebingungan. Karena
tidak berhasil menemukan penjelasan yang memuaskan atas
teka-teki itu di sana, ia mencengkeram kerah jas laki-laki tua itu
dengan tangan besarnya, dan mengguncangnya keras-keras.
"Ayo, bicara!" katanya. "Atau kalau tidak, kau akan mem"
buka mulutmu karena kekurangan udara. Buka mulutmu dan
katakan apa yang harus kaukatakan dengan kata-kata yang
gamblang. Katakan! Dasar anjing tua brengsek, katakan!"
"Misalnya saja pemuda yang berbaring di sana itu?" Fagin
memulai. Sikes berputar ke tempat Noah sedang tidur, seolah-olah ia
sebelumnya tak melihat anak muda itu. "Teruskan!" katanya,
kembali ke posisinya semula.
"Misalnya saja pemuda itu," lanjut Fagin, "berceloteh"
mengadukan kita semua"pertama-tama mencari orang-orang
CHARLES DICKENS ~493 yang tepat untuk tujuan itu. Kemudian, ia mengadakan
pertemuan dengan mereka di jalan untuk menggambarkan
penampilan kita. Ia akan memaparkan setiap ciri yang me"
mungkinkan mereka untuk mengenali kita, dan sarang tem"pat
kita paling mudah disergap. Misalnya saja ia melakukan semua
ini, dan mencelakakan kita semua, kurang lebih be"gitu"semua
karena keinginannya sendiri. Ia melakukannya bukan karena
ditangkap, dijebak, dipaksa, atau didesak oleh polisi, dan
sebentar lagi akan dihukum mati"tapi karena ke"ingin"annya
sendiri. Ia ingin memuaskan keinginan sendiri. Ia mengendapendap keluar di malam hari untuk menemukan orang-orang yang
paling berkepentingan melawan kita, dan menceritakan kepada
mereka semua hal mengenai kita. Apa kau mendengarku?" seru
laki-laki tua itu, matanya berkilat marah. "Misalnya saja ia
melakukan semua ini, lalu bagai"mana?"
"Lalu bagaimana!" balas Sikes sambil menyumpah habishabisan. "Kalau ia dibiarkan hidup sampai aku datang, akan
kugerinda tengkoraknya dengan tumit besi sepatu botku se"
hingga menjadi biji yang jumlahnya sama dengan rambut di
kepalanya." "Bagaimana kalau aku yang melakukannya!" seru Fagin,
hampir berteriak. "Aku, yang tahu begitu banyak, dan yang bisa
menggantung begitu banyak orang selain diriku sen"diri!"
"Aku tak tahu," jawab Sikes, menggertakkan giginya dan
wajahnya pucat pasi saat mendengar kemungkinan itu. "Aku
akan melakukan sesuatu di penjara yang akan membuatku
dikenai kerja paksa. Dan jika aku dihukum bersamamu, aku
akan menghajarmu bersama mereka di lapangan terbuka, dan
memukulimu sampai otakmu terburai di hadapan orang-orang.
Aku semestinya punya kekuatan," gumam si peram"pok sambil
menjulurkan lengannya yang berotot, "untuk me"remukkan
kepalamu seolah gerobak yang terisi penuh telah melindasnya."
"Kau akan melakukannya?"
"Tentu!" kata sang perampok. "Coba saja."
494~ OLIVER TWIST "Seandainya saja itu Charley, atau Dodger, atau Bet, atau?""
"Aku tak peduli siapa orangnya," balas Sikes tak sabar. "Siapa
pun orangnya, aku akan menghadiahi mereka imbalan yang
sama." Fagin menatap si perampok dengan saksama dan me"nyu"ruh"
nya diam. Ia membungkuk ke kasur di lantai, dan meng"gun"
cangkan orang yang tidur di atasnya untuk mem"bangunkannya.
Sikes mencondongkan badan ke depan, di kursinya. Ia menonton
dengan tangan diletakkan di lututnya, seolah ber"tanya-tanya
dengan apa semua interogasi ini akan diakhiri.
"Bolter, Bolter! Anak malang!" kata Fagin, mendongak de"
ngan ekspresi harap-harap cemas yang keji, menyeru"pai iblis.
Ia bicara dengan perlahan, dan dengan penekanan pada setiap
kata. "Dia capek ... capek karena mengamatinya sedemikian
lama ... mengamati-nya, Bill."
"Apa maksudmu?" tanya Sikes, menarik badannya ke be"
lakang. Fagin tidak menjawab, melainkan membungkuk ke atas
badan orang yang sedang tidur itu lagi, untuk menegakkannya
ke posisi duduk. Ketika nama palsunya disebut beberapa kali,
Noah menggosok-gosok matanya, dan sambil menguap lebar,
memandangi sekitarnya dengan mengantuk.
"Beri tahu aku lagi"sekali lagi, agar ia bisa mendengar," kata
si Tua itu, menunjuk Sikes saat ia bicara.
"Memberitahumu apa?" tanya Noah yang mengantuk, meng"
goyang-goyangkan tubuhnya dengan kesal.
"Itu, tentang ... Nancy," kata Fagin, mencengkeram perge"
langan tangan Sikes, seakan untuk mencegahnya meninggalkan
rumah sebelum ia mendengar cukup banyak hal. "Kau mem"
buntutinya?" "Ya." "Ke Jembatan London?"
"Ya." "Ia menemui dua orang."
CHARLES DICKENS ~495 "Begitulah." "Ia menemui seorang laki-laki dan seorang perempuan atas
kehendaknya sendiri sebelumnya. Mereka memintanya untuk
menyerahkan teman-temannya. Dan, pertama-tama adalah
Monks. Ia menurutinya ... dan ia memaparkan ciri-ciri laki-laki
itu ... dan memberitahukan rumah tempat kita biasa bertemu
kepada mereka ... dan kapan waktunya orang-orang kita pergi
ke sana. Ia menuruti semua permintaan mereka. Ia mem"be"
ritahukan semuanya tanpa diancam, tanpa keengganan"ia me"
la"kukannya"bukan begitu?" seru Fagin, setengah gila karena
amarah. "Iya," jawab Noah sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Tepat seperti itulah yang terjadi!"
"Apa yang mereka katakan, tentang Minggu lalu?"
"Tentang Minggu lalu!" timpal Noah sambil berpikir-pikir.
"Aku kan sudah memberitahukan itu padamu sebelumnya."
"Lagi. Katakan lagi!" seru Fagin, mengeratkan cengkeraman"
nya pada pergelangan tangan Sikes, dan mengangkat tangannya
yang satu lagi tinggi-tinggi, sementara busa beterbangan dari
mulutnya. "Mereka menanyainya," kata Noah yang semakin dia terjaga,
semakin menyadari siapa Sikes sebenarnya. "Mereka mena"
nyainya kenapa ia tidak datang Minggu lalu, seperti janjinya. Ia
bilang ia tidak bisa datang."
"Kenapa"kenapa" Beritahukan itu kepadanya."
"Karena ia ditahan secara paksa di rumah oleh Bill, laki-laki
yang pernah diceritakannya pada mereka sebelumnya," jawab
Noah. "Apa lagi tentangnya?" seru Fagin. "Apa lagi tentang laki-laki
yang pernah diceritakannya kepada mereka sebelumnya" Berita"
hukan itu kepadanya, beritahukan itu kepadanya."
"Yah, bahwa ia tidak bisa dengan mudah keluar rumah kecu"
ali laki-laki itu tahu ke mana ia pergi," kata Noah. "Jadi, pertama
kali ia pergi untuk menemui perempuan ini, dia"Ha! Ha! Ha!
496~ OLIVER TWIST Aku jadi tertawa waktu ia mengatakannya, betul"ia memberi
laki-laki itu minuman laudanum."
"Demi api neraka!" pekik Sikes, melepaskan diri dengan
kasar dari si Tua. "Biarkan aku pergi!"
Ia menepiskan tangan laki-laki tua itu darinya. Ia bergegas
meninggalkan ruangan, dan melesat dengan liar dan ganas, me"
naiki tangga. "Bill, Bill!" seru Fagin, mengikutinya dengan terburu-buru.
"Satu kata. Satu kata saja."
Kata itu tidak keluar dari mulut Sikes saat si pembobol rumah
itu tidak bisa membuka pintu. Saat ia sedang mengelu?"arkan sum"
pah serapah dan memaki, Fagin datang sambil terengah-e"ngah.
"Biarkan aku keluar," kata Sikes. "Jangan bicara padaku, itu
tidak aman. Biarkan aku keluar, kubilang!"
"Dengarkan aku bicara satu patah kata saja," timpal Fagin
sambil menggenggam gembok. "Kau takkan?"
"Apa?" balas laki-laki yang satu lagi.
"Kau takkan"terlalu"kasar, kan, Bill?"
Fajar tengah merekah. Cahaya pagi sudah cukup terang, se"
hingga kedua laki-laki itu dapat melihat wajah mereka satu sama
lain. Mereka bertukar pandang singkat. Ada api menyala di mata
mereka berdua, yang tak mungkin salah dikenali.
"Maksudku," kata Fagin, menunjukkan bahwa sikap purapura yang ia perlihatkan, kini sia-sia saja. "Jangan terlalu kasar,
demi keamanan. Bertindaklah dengan cerdik, Bill, dan jangan
terlalu terus terang."
Sikes tidak menjawab. Setelah menarik pintu yang gem"
boknya sudah dibukakan oleh Fagin hingga terbuka, ia kemu"
dian melesat ke jalanan yang sepi.
Tanpa berhenti atau berpikir sejenak, tanpa satu kali pun
menolehkan kepalanya ke kanan atau kiri, atau mengangkat
matanya ke langit, atau menundukkannya ke tanah, ia menatap
lurus ke depan dengan kemarahan yang luar biasa. Giginya di"
gertakkan begitu kuat sehingga tulang rahangnya yang tertekan,
CHARLES DICKENS ~497 seolah menonjol di kulitnya. Si perampok terus melaju ke de"
pan, tanpa menggumamkan satu kata pun, atau mengendurkan
ototnya, sampai ia mencapai pintu rumahnya. Ia membuka pin"
tu perlahan, menggunakan anak kunci. Ia melenggang menaiki
tangga dengan langkah ringan, dan begitu memasuki kamarnya,
ia mengunci pintu dua kali. Kemudian sesudah mengganjalnya
dengan sebuah meja berat, ia menyibakkan kelambu tempat
tidur. Si gadis sedang berbaring, setengah berpakaian, di atas tem"
pat tidur itu. Sikes telah membangunkannya dari tidurnya, ia
terbangun dengan ekspresi terperanjat dan kaget.
"Bangun!" kata laki-laki itu.
"Rupanya kau, Bill!" kata si gadis dengan ekspresi senang
melihat kepulangannya. "Memang," adalah jawabannya. "Bangun."
Laki-laki itu seketika menarik lilin yang menyala hingga
lepas dari wadahnya, dan melemparkannya ke bawah jelujur
perapian. Melihat cahaya samar fajar di luar, si gadis kemu"dian
bangkit untuk membuka tirai.
"Biarkan saja," kata Sikes, menyodokkan tangan ke depan
gadis itu. "Sudah cukup cahaya untuk menerangi apa yang harus
kulakukan." "Bill," kata si gadis dengan suara rendah karena waswas,


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"kenapa kau memandangiku seperti itu!"
Si perampok duduk sambil memperhatikan gadis itu sela"ma
beberapa detik, dengan hidung kembang kempis dan dada naik
turun. Kemudian, ia menjambak rambut dan mencekik leher
Nancy. Diseretnya gadis itu ke tengah-tengah ruangan, dan
setelah menoleh sekali ke pintu, menutup mulut si gadis dengan
tangan besarnya. "Bill, Bill!" gadis itu megap-megap, bergulat dengan keta"
kutan yang amat sangat. "Aku ... aku takkan menjerit atau
menangis ... tidak satu kali pun ... dengarkan aku ... bicaralah
padaku ... beri tahu aku apa yang telah kulakukan!"
498~ OLIVER TWIST "Kau tahu, dasar setan perempuan!" balas si perampok,
menahan napasnya. "Kau diawasi malam ini, setiap kata yang
kauucapkan, didengar."
"Kalau begitu, ampunilah nyawaku, demi Tuhan, seperti aku
sudah mengampuni nyawamu," timpal gadis itu, ber"pegangan
pada si perampok. "Bill, Bill Sayang, kau tidak mungkin tega
membunuhku. Oh! Pikirkan semua yang sudah kukorbankan,
malam ini saja, demi kau. Kau harus menyem"patkan waktu
untuk berpikir, dan menyelamatkan dirimu dari kejahatan
ini. Aku takkan mengendurkan peganganku, kau tidak bisa
melemparku. Bill, Bill, demi Tuhan, demi dirimu sendiri,
demi aku, berhentilah sebelum kau menumpahkan darahku!
Aku selalu setia padamu, demi jiwaku yang berdosa, aku selalu
setia!" Laki-laki itu meronta-ronta dengan kasar untuk membe"
baskan lengannya dari tangan gadis itu. Namun, tangan si ga"dis
mencengkeram erat di sekeliling lengannya. Meskipun berusaha
melepaskan diri, ia tidak bisa.
"Bill," seru si gadis, berusaha untuk menyandarkan kepa"
lanya ke dada lelaki itu. "Bapak itu dan nona yang baik itu
memberitahuku malam ini tentang sebuah tempat di negara
asing, tempat aku bisa mengakhiri hari-hariku dalam kesen"di"
rian dan damai. Biarkan aku menemui mereka lagi, dan ber"lutut
memohon pada mereka, agar menunjukkan peng"am"punan dan
kebaikan hati yang sama padamu. Dan, supaya membiarkan
kita berdua meninggalkan tempat mengerikan ini, dan berpisah
untuk menjalani kehidupan yang lebih baik, dan melupakan
hidup yang telah kita jalani, kecuali dalam doa, serta tak pernah
saling bertemu lagi. Tak pernah terlam"bat untuk menyesal.
Mereka mengatakan demikian"aku merasakannya sekarang"
tapi kita harus punya waktu"sedikit, sedikit saja!"
Si pembobol rumah membebaskan satu lengannya, dan
mencengkeram pistolnya. Pikiran untuk menembakkan pis"
tol tersebut melesat di benaknya, bahkan di tengah-tengah
CHARLES DICKENS ~499 amarahnya. Ia memukulkan pistol tersebut dua kali dengan
seluruh kekuatan yang dimilikinya ke wajah tengadah yang
hampir menyentuh wajahnya sendiri.
Nancy terhuyung-huyung dan jatuh. Ia hampir dibutakan
oleh darah yang mengucur dari luka sobek yang dalam di
keningnya. Namun, ia berusaha bangkit berdiri dengan susah
payah. Ia mengambil saputangan putih"saputangan Rose
Maylie"dari dadanya. Ia mengangkat saputangan itu tinggitinggi, dalam tangannya yang terkatup dan mengangkatnya
setinggi mungkin ke surga, sekuat tenaga, sambil mengem"
buskan doa memohon ampun kepada Penciptanya.
Sosok itu terlalu mengerikan untuk dipandang. Si pem"
bunuh terhuyung-huyung ke belakang, ke dinding, dan sambil
menghalau pemandangan itu dengan tangannya, ia mengang"kat
sebuah pentungan besar dan memukulkannya pada gadis itu.[]
Pelarian Sikes ari semua perbuatan jahat yang bersembunyi di balik
kegelapan, perbuatan jahat yang ada di dalam batas
London ketika malam turun adalah yang terburuk. Di
antara semua kengerian yang muncul dengan disertai bau busuk
dalam udara pagi, itulah kengerian yang paling busuk dan keji.
Matahari"matahari yang bersinar terang, yang membawa
kembali, bukan sekadar cahaya, melainkan juga kehidupan,
harapan, serta kesegaran baru bagi manusia"terbit di atas kota
yang penuh sesak itu dengan cahaya yang cerah dan cemerlang.
Ia memancarkan berkas sinarnya melalui kaca berwarna yang
mahal serta jendela bertambal kertas, lewat kubah katedral ser"
ta ceruk busuk. Ia menerangi kamar tempat perempuan yang
dibunuh itu tergeletak. Ia menyinari semuanya. Si pembunuh
mencoba menghalau sinar matahari tapi cahayanya tetap saja
memancar masuk. Jika pemandangan itu tampak menyeramkan
di pagi yang kelabu, apa jadinya sekarang, di tengah cahaya
gemilang itu! Laki-laki itu belum juga beranjak. Ia takut bergerak. Terde"
ngar erangan dan gerakan tangan, dan dengan kengerian yang
bercampur aduk bersama amarahnya, ia memukul dan memu"
kul lagi. Kemudian ia menutupi tubuh itu dengan permadani.
Namun, yang terjadi justru lebih buruk dari khayalan dan mem"
bayangkannya bergerak ke arahnya, alih-alih melihat mata terse"
but membelalak menatap ke atas, seakan memandangi pan"tula"n
CHARLES DICKENS ~501 genangan darah yang bergoyang-goyang dan menari-nari di
langit-langit, yang diterangi sinar matahari. Ia telah menco"pot
kar"pet itu lagi. Dan tubuh itu tergeletak di sana"darah dan
daging semata"hanya onggokan daging itu, dan begitu banyak
darah! Ia menyalakan korek, menyulut perapian, dan menjejalkan
pentungan ke dalamnya. Ada rambut di ujung pentungan, yang
terbakar dan mengerut hingga menghasilkan bara cerah. Dan ke"
mudian, terbawa udara, masuk ke dalam cerobong asap. Hal itu
sekalipun membuatnya ketakutan, meski tubuhnya gagah dan
tegap. Namun, ia terus memegangi senjata itu hingga patah, lalu
menumpuknya di atas batu bara agar terbakar habis, dan ha"ngus
menjadi abu. Ia membasuh diri dan menggosok pakaiannya.
Ada bekas yang tak mau hilang tertinggal di pakaiannya tetapi
ia kemudian memotong bagian itu, dan membakar semuanya.
Betapa noda tersebut tersebar di seluruh penjuru ruangan! Kaki
si anjing sekalipun terkena darah.
Sepanjang waktu ini, ia tak pernah, satu kali pun, memung"
gungi tubuh yang telah menjadi mayat itu. Tidak, tidak sesaat
pun. Setelah semua persiapan selesai, ia bergerak mundur ke
arah pintu sambil menyeret si anjing bersamanya, kalau-kalau
ia akan mengotori kakinya lagi dan membawa bukti baru atas
kejahatannya tersebut ke jalanan. Ia menutup pintu dengan per"
lahan, menguncinya, mengambil kuncinya, dan meninggalkan
rumah itu. Ia menyeberang, dan memandang sekilas ke atas ke arah jen"
dela, untuk memastikan bahwa tak ada yang terlihat dari luar.
Tirai jendela itu masih tertutup. Tirai yang hendak dibuka oleh
gadis itu untuk membiarkan cahaya yang takkan pernah dilihat"
nya lagi, masuk. Tubuh itu tergeletak di sana. Di bawah jendela.
Ia tahu itu. Ya, Tuhan, betapa matahari menumpahkan sinarnya
tepat ke situ! Pandangan sekilas itu spontan saja. Lega rasanya bisa mem"
bebaskan diri dari kamar itu. Ia bersiul kepada si anjing, dan
berjalan menjauh cepat-cepat.
502~ OLIVER TWIST Ia melewati Islington, menaiki bukit di Highgate, tempat
didirikannya batu untuk menghormati Whittington, kemu?"
dian berbelok ke Highgate Hill tanpa tujuan, dan tak yakin
harus pergi ke mana. Ia lantas berbelok kanan lagi, setelah mu"
lai menuruni bukit tersebut dan melewati jalan setapak yang
melintasi ladang, mengitari Caen Wood, kemudian muncul di
Hampstead Heath. Ia melintasi Vale of Heath, kemudian naik
ke pinggiran seberang sungai, dan sesudah melintasi jalan yang
menghubungkan desa Hampstead dan Highgate, ia menyusuri
bentangan padang rumput yang tersisa menuju ladang di North
End. Di salah satu ladang inilah, ia membaringkan diri di bawah
pagar tanaman, dan tertidur.
Tak lama kemudian ia pun terbangun lagi, kemudian me"
nyingkir. Ia tidak menjauh ke pedesaan, melainkan kembali ke
London melalui jalan raya, lalu kembali lagi. Ia lalu melewati
bagian lahan yang sama dengan yang telah dilewatinya. Kemu"
dian ia mengeluyur di ladang, dan berbaring di tepi selokan
untuk beristirahat, lalu bangkit kembali untuk menuju tempat
lain, semata-mata untuk mengerjakan rangkaian aktivitas yang
sama, dan mengembara lagi.
Ke mana ia bisa pergi" Sebuah tempat yang dekat dan ti"
dak terlalu ramai, untuk makan daging dan minum. Hendon.
Tempat itu adalah tempat yang bagus, tidak terlalu jauh, dan
tidak banyak orang. Ke sanalah ia mengarahkan langkahnya.
Terkadang ia berlari, dan terkadang, dengan sikapnya yang agak
ganjil, ia berjalan dengan sangat pelan seperti siput, atau ber"
henti sama sekali, dan memukuli pagar tanaman sambil lalu
dengan menggunakan tongkat. Akan tetapi, ketika ia sampai
di sana, semua orang yang ditemuinya"anak-anak di depan
pintu"seakan memandanginya dengan curiga. Maka, ia pun
berputar dan berbalik, tanpa keberanian untuk membeli secuil
makanan atau setetes minuman, walaupun ia belum mengecap
makanan selama berjam-jam. Sekali lagi, ia luntang-lantung di
Heath, tak yakin ke mana harus pergi.
CHARLES DICKENS ~503 Ia keluyuran melintasi lahan bermil-mil jauhnya, dan tetap
saja kembali ke tempat yang lama. Pagi dan tengah hari telah
berlalu, dan hari sudah hampir gelap tapi tetap saja ia berkeli"
aran tak tentu arah; ke sana kemari, mondar-mandir, berputarputar, dan tetap saja kembali ke tempat yang sama. Akhirnya ia
menjauh, dan menetapkan arah menuju Hatfield.
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, ketika
laki-laki itu cukup kelelahan, dan si anjing terpincang-pincang
serta loyo karena olahraga yang tak terbiasa dijalaninya itu,
menuruni bukit di dekat gereja, di sebuah desa kecil yang sepi.
Dan setelah tertatih-tatih menyusuri jalan sempit, ia merayap
masuk ke sebuah bar kecil, yang lampu redupnya telah meman"
du laki-laki itu datang ke tempat tersebut. Ada perapian di ruang
minum, dan beberapa buruh desa sedang minum di depannya.
Mereka menyediakan ruang bagi si orang asing. Namun, ia
duduk di sudut terjauh, dan makan serta minum sendirian, atau
tepatnya bersama anjingnya, yang ia lempari potongan makanan
dari waktu ke waktu. Percakapan antara para lelaki yang berkumpul di sana berkisar
seputar lahan sebelah dan para petani. Ketika topik ini sudah
mulai membosankan, yakni pembicaraan mengenai usia lakilaki tua yang dikubur Minggu sebelumnya. Para laki-laki muda
yang hadir di sana menganggapnya sangat tua, sedang"kan para
laki-laki tua yang hadir di sana menyatakan usianya lumayan
muda"tak lebih tua dari dirinya, salah seorang kakek berambut
putih berkata. Paling tidak, laki-laki yang sudah me"ning"gal itu
masih bisa bertahan hidup sepuluh atau lima belas tahun lagi
jika saja ia menjaga diri baik-baik.
Tak ada yang menarik perhatian ataupun membangkitkan
kewaspadaan dalam percakapan itu. Si perampok, setelah mem"
beri salam, duduk diam dan tak diperhatikan di pojok, dan
hampir jatuh tertidur, ketika ia setengah terbangun oleh ma"
suknya seorang pendatang baru yang ribut.
Si pendatang baru ini adalah lelaki unik, separuh pedagang
keliling dan separuh penipu, yang berkelana di desa-desa dengan
504~ OLIVER TWIST berjalan kaki untuk menjajakan gerinda, sabuk, silet, sabun cuci,
semir tali kekang, obat untuk anjing dan kuda, parfum murah,
kosmetik, dan barang-barang semacam itu. Barang-barang itu
dibawanya dalam tas yang disandangkan ke punggungnya. Ma"
suknya lelaki ini menandakan munculnya kelakar ramah dengan
para penduduk desa, yang tidak berkurang sampai ia menyantap
makan malamnya, dan membuka kotak harta karunnya. Ia se"
cara cerdik, sukses menggabungkan bisnis dengan hiburan.
"Benda apa pula itu" Enak dimakan, Harry?" tanya seorang
penduduk desa yang cengar-cengir, menunjuk adonan di pojok.
"Ini," kata lelaki itu sambil mengeluarkan salah satu, "ini
adalah adonan ampuh dan tak ternilai untuk menghilangkan
segala macam noda, karat, tanah, jamur, noktah, bercak, burik,
atau percikan, dari sutra, satin, linen, katun, kain, kertas krep,
bahan, karpet, bulu domba, muslin, bombasin, atau bahan wol.
Noda anggur, noda buah, noda bir, noda air, noda cat, noda ter,
noda apa saja, semuanya bersih hanya dengan satu gosok adonan
ampuh dan tak ternilai ini. Jika seorang perempuan menodai ke"
hormatannya, ia hanya perlu menelan sepotong adonan dan ia
pun sembuh seketika"karena ini racun. Jika seorang laki-laki
ingin membuktikan hal ini, ia hanya perlu memakai sekubus
kecil adonan ini saja, dan ia pun sanggup membereskannya.
Karena, benda ini cukup memuaskan seperti halnya peluru pis"
tol, dan rasanya jauh lebih tidak enak sehingga patut diacungi
jempol apabila dilakukan. Sekubus satu penny. Dengan semua
manfaat ini, harganya cuma satu penny untuk satu kubus!"
Langsung saja ada dua pembeli. Akan tetapi, lebih banyak
pendengar yang kentara sekali ragu-ragu. Si pedagang menyak"
sikan ini, sehingga ia pun menjadi lebih cerewet menjajakan da"
gangannya. "Semuanya terbeli secepat benda ini bisa dibuat," kata lelaki
itu. "Ada empat belas kincir air, enam mesin uap, dan satu baterai,
yang selalu bekerja untuk menghasilkannya. Dan alat-alat ini
tidak bisa membuatnya dengan cukup cepat, meskipun para
pekerja membanting tulang sedemikian kerasnya hingga mereka
CHARLES DICKENS ~505 meninggal, dan para janda diberi santunan pensiun seketika;
dengan uang sejumlah dua puluh pound setahun untuk tiap
anak, beserta bonus lima puluh untuk anak kembar. Sekubus
satu penny! Dua setengah pence sama saja, dan empat farthing
diterima dengan hati girang. Sekubus satu penny! Noda anggur,
noda buah, noda bir, noda air, noda cat, noda ter, noda lum"
pur, noda darah! Ini ada noda di topi seorang laki-laki terhormat
di tengah-tengah kita, yang akan kubersihkan, sebelum ia bisa
memesankanku satu pint bir."
"Hah!" seru Sikes sambil berdiri. "Kembalikan itu."
"Aku akan membersihkannya hingga tak bernoda, Pak," kata
laki-laki itu sambil mengedipkan matanya kepada yang lain,
"sebelum Anda sempat menyeberangi ruangan untuk mengam"
bilnya. Bapak-bapak, perhatikan noda gelap di topi bapak ini;
tidak lebih besar dari koin satu shilling, tapi lebih tebal daripada
koin setengah crown. Entah ini noda anggur, noda buah, noda
bir, noda cat, noda ter, noda lumpur, atau noda darah?"
Laki-laki itu tidak meneruskan lebih lanjut karena Sikes,


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

disertai sumpah serapah mengerikan, menggulingkan meja, dan
setelah merebut topi itu darinya, kabur seketika dari bar itu.
Oleh karena perubahan perasaan serta kebimbangan yang
menderanya tanpa dikehendaki, sepanjang hari"si pembunuh,
begitu mendapati bahwa ia tidak diikuti, dan bahwa mereka ke"
mungkinan besar menganggapnya sebagai pemabuk murung"
kembali menuju kota. Sambil menghindari cahaya lampu kereta
yang diparkir di jalan, ia berjalan melintas, ketika ia mengenali
bahwa kereta itu adalah jasa pos London, dan melihat bahwa ia
tengah berdiri di depan sebuah kantor pos kecil. Ia hampir bisa
memastikan apa yang akan terjadi, tapi ia menyeberang saja, dan
mendengarkan. Penjaga sedang berdiri di depan pintu, menunggu kantung
surat. Seorang laki-laki, berpakaian seperti pengawas hewan liar,
muncul tepat saat itu, dan si penjaga pun memberikan keran"
jang yang diletakkan di trotoar kepada laki-laki ini.
506~ OLIVER TWIST "Itu untuk orang-orangmu," kata si penjaga. "Nah, hati-hati,
ya. Sialan, kantung ini, dua malam lalu belum siap. Tidak boleh
begitu, kau tahu!" "Ada kabar baru di kota, Ben?" tanya si pengawas hewan liar
sambil mundur ke daun jendela, agar bisa mengagumi kudakuda kereta dengan lebih baik.
"Tidak, setahuku tidak ada," jawab lelaki itu sambil me"
ngenakan sarung tangannya. "Harga jagung naik sedikit. Aku
juga mendengar pembicaraan tentang pembunuhan di daerah
Spitalfields, tapi aku tidak terlalu menghiraukannya."
"Oh, benar juga," kata seorang laki-laki yang ada di dalam
kereta, yang sedang memandang ke luar jendela. "Dan pem"
bunuhan yang mengerikan pula."
"Begitukah, Tuan?" timpal si penjaga sambil menyentuh
topi"nya untuk memberi hormat. "Kalau boleh tahu, laki-laki
atau perempuan, Tuan?"
"Perempuan," jawab laki-laki tersebut. "Katanya?"
"Sudahlah, Ben," ujar sais tak sabaran.
"Sialan kantung ini," ujar si penjaga. "Apa kau tidur di dalam
sana?" "Sebentar!" seru pegawai kantor sambil berlari keluar.
"Sebentar," geram si penjaga. "Ah, dan nona muda dari
rumah itu juga akan suka padaku sebentar lagi, tapi aku tidak
tahu kapan. Sini, pegangi. Ya ... hati-hati!"
Klakson berbunyi. Nada riang terdengar, dan kereta itu pun
berlalu dari pandangan. Sikes tetap berdiri di jalan, rupanya ia tak tergerak sama
sekali oleh apa yang baru saja ia dengar. Ia pun tidak terusik oleh
perasaan yang lebih kuat daripada keraguan, mengenai tempat
mana yang harus ditujunya. Pada akhirnya ia kembali lagi, dan
mengambil jalan yang mengarah dari Hatfield ke St. Albans.
Sikes berjalan terus tanpa memperhatikan sekelilingnya.
Namun, saat ia meninggalkan kota di belakangnya, dan me"
larutkan diri ke dalam kesendirian serta kegelapan jalan, ia
CHARLES DICKENS ~507 merasakan kengerian dan rasa takjub merayapinya sehingga
mengguncang lubuk hatinya. Setiap hal di hadapannya, ber"
wujud atau hanya bayangan, diam atau bergerak, mewujud
menyerupai sesuatu yang menyeramkan. Akan tetapi, rasa ta"
kut ini tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan perasaan
yang menghantuinya; bahwa sosok tubuh yang tergeletak pagi
itu membuntuti di belakangnya. Ia bisa mencari bayangan so"sok
itu di keremangan, membayangkan bentuknya, dan mera"sakan
bagaimana sosok itu mengikutinya. Ia bisa mendengar gaunnya
berkerisik di antara daun-daun, dan setiap kali angin datang
bertiup menghantarkan pekik pelannya yang terakhir. Jika
ia berhenti, sosok itu berbuat serupa. Jika ia berlari, sosok itu
mengikuti. Sosok itu seperti bayangan yang timbul tenggelam.
Sosok itu seperti jasad yang hidup, yang didorong oleh angin.
Sesekali ia berbalik, dengan sisa-sisa keberaniannya. Ia
bertekad untuk mengalahkan hantu ini, meskipun ia harus
mati. Akan tetapi, rambut di kepala laki-laki itu pun berdiri,
dan darahnya seolah berhenti mengalir, sebab sosok tersebut
berbalik bersamanya dan berada di belakangnya pada saat itu.
Ia berusaha menempatkan sosok di depannya pagi itu tapi ia
kini berada di belakangnya"selalu. Ia menyandarkan kepala
ke pematang, dan merasa bahwa sosok itu berdiri menjulang di
atasnya, tampak jelas dilatarbelakangi langit malam yang dingin.
Ia menjatuhkan diri ke jalan, punggungnya merapat ke jalan.
Sosok itu berdiri, tepat di atas kepalanya: berdiri, diam, tegak,
dan tak bergerak. Ia bagaikan batu nisan hidup, dengan tulisan
yang ditulis dengan darah.
Jika ada orang berkata bahwa ada pembunuh yang lolos
dari jeratan keadilan, dan berkata bahwa Tuhan tidur, maka itu
bohong belaka. Ada dua puluh kematian mengenaskan yang bisa
terjadi dalam satu menit panjang dan penuh dengan kengerian.
Ada sebuah gubuk di ladang yang ia lewati, yang menye"
diakan tempat bernaung untuk malam itu. Di depan pintu,
berjajar tiga pohon poplar yang tinggi, yang membuat gubuk
508~ OLIVER TWIST itu tampak gelap. Angin pun meraungkan lolongan merana
melalui pohon-pohon tersebut. Ia tidak sanggup terus berjalan
sampai sinar matahari pagi muncul kembali. Dan di sinilah ia
meregangkan tubuhnya sambil menyandarkannya ke din"ding"
untuk menjalani siksaan baru.
Saat ini, penampakan baru muncul di hadapannya. Penam"
pakan itu sama konstannya dan lebih mengerikan dari yang
selama ini ia coba hindari. Mata membelalak lebar yang
menatapnya, tanpa cahaya dan sebening kaca. Ia lebih baik
terbangun dan melihat mata itu daripada memikirkannya
muncul di tengah-tengah kegelapan, bercahaya dengan sen"
dirinya tapi tak menerangi apa pun. Hanya ada sepasang mata
tapi sepasang mata itu seolah ada di mana-mana. Jika ia men"coba
menghalau penampakan tersebut, maka yang muncul kemudian
adalah ruangan dengan setiap benda yang dikenal"nya, masingmasing pada tempatnya. Sebagian dari benda itu malah sudah
dilupakannya, seandainya ia mengingat kem"bali isi ruangan
tersebut dalam memorinya. Tubuh itu ada di tempat-nya, di
sana, tergeletak. Matanya sama seperti saat ia melihatnya ketika
ia menyelinap pergi. Ia bangun, bangkit berdiri, dan bergegas
menuju ladang di luar. Sosok itu ada di belakangnya. Ia kembali
masuk ke gubuk, dan menggelosor, menyembunyikan diri sekali
lagi. Mata itu ada di sana, sebe"lum ia membaringkan dirinya.
Dan di sinilah ia berdiam dalam cengkeraman kengerian
yang lebih menakutkan dari yang pernah dikenalnya. Selu"
ruh anggota tubuhnya gemetaran, dan keringat dingin mun"
cul dari setiap pori-pori tubuhnya, ketika tiba-tiba di tengah
a"ngin malam terdengar bunyi teriakan yang jauh, dan raungan
suara waswas bercampur takjub. Suara manusia apa pun di
tempat sesepi itu, meski itu menyampaikan peringatan agar ia
waspada, merupakan sesuatu yang berarti baginya. Keku"atan
dan energinya kembali saat ia merasakan adanya bahaya yang
bisa saja menimpanya. Kemudian ia segera berdiri, dan bergegas
menuju udara terbuka. CHARLES DICKENS ~509 Langit yang luas seakan sedang terbakar. Diiringi perci"kan
bara, dan bergulung-gulung saling tumpuk, menjulanglah
lapisan api ke angkasa, menerangi cakrawala hingga radius
bermil-mil, serta membubungkan kepulan asap ke tempat lakilaki itu berdiri. Teriakan semakin keras saat suara-suara baru
terdengar menambah dahsyatnya raungan tersebut. Dan ia bisa
mendengar pekikan: Kebakaran! Bercampur dengan denting
lonceng peringatan, debum tubuh-tubuh berat yang terjatuh,
dan retih bara api menjalar semakin luas, dan me"lejit kian tinggi
seolah-olah telah disegarkan kembali oleh makanan. Suarasuara ribut terdengar selagi ia menonton. Ada orang-orang di
sana"laki-laki dan perempuan"gesit, bergegas-gegas. Rasanya
seperti kehidupan baru baginya. Ia pun melesat"maju, lurus"
menerjang semak berduri, serta melompati gerbang dan pagar
seliar anjingnya, yang berlari sambil menggonggong lantang dan
berisik di depannya Ia sampai di lokasi kebakaran. Ia melihat sosok-sosok yang
hanya setengah berpakaian melesat ke sana kemari. Sebagian
di antara mereka bersusah payah menyeret kuda-kuda yang
ketakutan dari istal, sedangkan yang lain menggiring ternak dari
pekarangan dan gudang, dan yang lainnya lagi mondar-mandir
sambil membawa tumpukan barang yang terbakar, di antara
bara api yang beterbangan, serta robohnya tiang yang panas
menyala. Celah-celah menganga, tempat pintu dan jen"dela
berdiri sejam lalu, menampakkan lidah-lidah api yang sedang
mengamuk. Dinding bergoyang-goyang dan runtuh ke dalam
sumur yang terbakar. Timah dan besi leleh tumpah, putih panas,
ke tanah. Perempuan dan anak-anak menjerit, dan para laki-laki
saling dukung dengan teriakan dan sorak-sorai ramai. Kelontang
mesin pompa, dan percikan serta de"sis air saat diguyurkan
pada kayu yang menyala, menambah nyaringnya raungan. Ia
berteriak juga, hingga suaranya serak. Dan, pikirannya terbang
dari kenangan serta dirinya sendiri, masuk ke dalam kerumunan
massa itu. Ia berlarian ke sana kemari malam itu. Ia bekerja
510~ OLIVER TWIST keras memompa air, kemudian bergegas menembus asap dan
api. Namun, ia tidak pernah berhenti untuk ikut dalam setiap
kegaduhan dan kerumunan manusia. Ia naik turun tangga.
Ia kemudian naik ke atas atap bangunan, ke atas lantai yang
berderit serta bergetar meno"pang bobotnya, merosot ke bawah
di keteduhan bata dan batu yang berjatuhan, masuk ke setiap
bagian dari kebakaran hebat itu. Namun, ia beruntung. Ia tidak
menderita lecet ataupun memar, dan tak merasa lelah ataupun
memikirkan apa-apa, sampai pagi tiba kembali, dan tinggal asap
serta reruntuhan gosong yang tersisa.
Begitu peristiwa ini berakhir, kembalilah, sepuluh kali lipat,
kesadaran mengerikan akan kejahatannya. Ia meman"dang
curiga ke sekelilingnya sebab para laki-laki sedang mengobrol
berkelompok, dan ia takut menjadi subjek perbin"cangan mereka.
Si anjing melangkah patuh melihat lambaian jarinya, dan
mereka pun menyingkir diam-diam, bersama-sama. Ia melewati
mesin yang diduduki beberapa orang laki-laki, dan mereka
memanggilnya untuk makan bersama mere"ka. Ia menyantap
roti dan daging yang mereka sajikan, dan saat meneguk bir, ia
mendengar para pemadam kebakaran yang berasal dari London,
bicara tentang pembunuhan. "Ia sudah pergi ke Birmingham,
kata mereka," ujar salah seorang di antara mereka, "Tapi mereka
akan segera menangkapnya, sebab regu pencari sudah disebar,
dan besok malam akan ada perintah penangkapan di seluruh
penjuru negeri." Ia bergegas pergi, dan berjalan sampai ia hampir jatuh ke
tanah. Kemudian ia berbaring di jalan setapak, serta tertidur
lama tapi sering kali terbangun dan gelisah. Ia mengeluyur
lagi, tak pasti dan tak tentu arah, dan tertekan karena takut
membayangkan satu lagi malam yang dihabiskan sendirian.
Tiba-tiba saja, ia mengambil keputusan yang mengejutkan
untuk kembali ke London. "Ada seseorang untuk diajak bicara di sana, bagaimana pun
juga," pikirnya. "Tempat persembunyian yang bagus pula.
CHARLES DICKENS ~511 Mereka takkan pernah menduga bisa menangkapku di sana,
setelah semua aroma pedesaan ini. Memangnya aku ti"dak bisa
sembunyi kira-kira seminggu, dan kemudian setelah memeras
Fagin, pergi ke Prancis" Persetan, aku akan mengam"bil risiko
itu." Ia bertindak berdasarkan dorongan ini tanpa menundanunda lagi. Setelah memilih jalan yang paling jarang dile"wati,
ia memulai perjalanannya kembali, diiringi tekad un"tuk bersem"
bunyi tak jauh dari ibu kota. Begitu memasuki kota tersebut
saat senja, melalui rute yang berputar-putar, ia melanjutkan
perjalanan, langsung ke bagian kota yang telah ia tetapkan
sebagai tujuannya. Namun, ada si anjing. Jika ciri-cirinya telah tersebar luas,
takkan dilupakan bahwa si anjing menghilang, dan barang"
kali pergi bersamanya. Ini mungkin akan menyebabkan ia
ditang"kap selagi ia menyusuri jalan. Ia bertekad untuk meneng"
gelamkan anjingnya itu. Ia pun berjalan terus, mencari kolam,
sambil memungut batu besar dan mengikatkan batu tersebut ke
saputangannya selagi ia berjalan.
Binatang itu memandang wajah majikannya sementara
persiapan ini tengah dilakukan. Entah instingnya menangkap
tujuan dari tindakan ini, ataukah lirikan si perampok ke arah"
nya lebih galak daripada biasanya, anjing itu berjalan perlahan
sedikit lebih jauh di belakang laki-laki itu daripada biasanya,
dan mengkeret saat majikannya tersebut berjalan lebih pelan di
sampingnya. Ketika majikannya menghentikan langkahnya di
tepi sebuah kolam, dan menoleh ke belakang untuk me"mang"
gilnya, si anjing serta-merta berhenti.
"Apa kau mendengarku memanggilmu" Ayo, sini!" seru
Sikes. Binatang itu menghampiri, semata-mata karena kebiasaan.
Akan tetapi, saat Sikes berhenti untuk mengikatkan saputangan
ke lehernya, ia mengeluarkan geraman rendah dan mendadak
mundur. 512~ OLIVER TWIST "Kembali!" kata si perampok.
Si anjing menggoyang-goyangkan ekornya tapi ia tidak
bergerak. Sikes membuat simpul tali dan memanggil anjing"nya
lagi. Anjing itu maju, mundur, kemudian berhenti sesaat, dan
melesat pergi dengan kecepatan tinggi.
Laki-laki itu bersiul lagi dan lagi, dan duduk serta menung"
gu dengan harapan bahwa anjingnya akan kembali. Namun
tak ada anjing yang muncul, dan pada akhirnya ia melanjut"kan
perjalanannya.[] Pertemuan Monks dan Tuan Brownlow ahaya senja mulai meredup, ketika Tuan Brownlow tu"
run dari kereta sewaan di depan pintu rumahnya sen"
diri. Ia mengetuk pintu kereta dengan lembut. Begitu
pintu di"buka, seorang laki-laki tegap keluar dari kereta dan
me?"mo?"?"sisikan diri di samping undakan, sementara seorang lakilaki lain, yang duduk di kursi sais, juga turun dan berdiri di sisi
satunya lagi. Melihat tanda dari Tuan Brownlow, mereka mem"
bantu laki-laki ketiga turun, dan sembari mengapitnya di antara
mereka, meng"giringnya ke dalam rumah. Laki-laki ini adalah
Monks. Mereka berjalan menaiki tangga dengan cara yang sama
tanpa berbicara, dan Tuan Brownlow mendahului mereka, me"
mim"pin jalan ke ruang belakang. Di pintu ruangan ini, Monks,
yang ken"tara sekali naik dengan enggan, berhenti. Kedua lakilaki yang ada di samping kiri dan kanannya, memandang si lakilaki tua seolah-olah menunggu perintah.


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dia tahu alternatifnya," kata Tuan Brownlow. "Jika ia raguragu atau menggerakkan satu jari saja tanpa kalian suruh, seret
dia ke jalan, panggil bantuan polisi, dan tuntut dia sebagai
pelaku kejahatan atas namaku."
"Berani-beraninya kau mengatakan hal seperti ini tentang
diriku?" tanya Monks.
"Berani-beraninya kau memaksaku berbuat begitu, anak
muda?" timpal Tuan Brownlow, membalasnya dengan tatapan
tak gentar. "Apa kau cukup sinting sehingga berani mening"
514~ OLIVER TWIST galkan rumah ini" Lepaskan dia. Nah, Bung. Kau bebas untuk
pergi, dan kami bebas mengikuti. Tapi kuperingatkan kau, demi
semua yang kuanggap paling penting dan paling suci, tepat
saat itu kau akan ditangkap atas tuduhan penipuan dan peram"
pokan. Tekadku sudah bulat dan tidak bisa diganggu-gugat. Jika
kau bertekad bersikap serupa, berarti kau menimpakan petaka
pada dirimu sendiri!"
"Atas wewenang siapa sehingga aku bisa diculik di jalanan,
dan dibawa ke sini oleh anjing-anjing ini?" tanya Monks, me"
mandang kedua laki-laki yang berdiri di sampingnya silih ber"
ganti. "Atas wewenangku," jawab Tuan Brownlow. "Orang-orang
ini kupekerjakan. Jika kau mengeluh bahwa kebebasanmu
direng"gut"kau punya kemampuan dan kesempatan untuk
mem?"?"pe"ro"lehnya kembali, tapi sebaiknya kau tetap diam saja"
kukatakan lagi, serahkan saja dirimu untuk dilindungi hukum.
Aku juga akan minta bantuan hukum. Tapi, ketika kau sudah
melangkah terlalu jauh sehingga tak bisa mundur lagi, jangan
tuntut aku untuk memberi keringanan, ketika kekuasaan akan
berpindah tangan. Dan jangan katakan aku menyeretmu ke
kubangan yang kaumasuki atas pilihanmu sendiri."
Monks jelas-jelas bingung, dan juga waswas. Ia ragu-ragu.
"Kau akan memutuskannya dengan cepat," kata Tuan Brown"
low, dengan ketegasan dan ketenangan yang sempurna. "Jika kau
lebih memilih agar aku mengajukan tuntutan secara terbuka,
dan menyeretmu menuju hukuman yang, meskipun dapat ku"
duga, tak dapat kukendalikan. Sekali lagi kukatakan, kau tahu
jalan keluarnya. Jika tidak, dan kau memohon kesabaranku, dan
pengampunan dari orang-orang yang telah kausakiti dengan
teramat dalam, silakan duduk, tanpa berkata-kata, di kursi itu.
Kursi itu sudah menunggumu selama dua hari penuh."
Monks menggumamkan kata-kata yang tak bisa dipahami
tapi ia tetap bimbang. "Kau akan cepat memutuskan," kata Tuan Brownlow. "Satu
kata dariku, dan alternatif tersebut lenyap selamanya."
CHARLES DICKENS ~515 Laki-laki itu tetap saja ragu-ragu.
"Aku tidak punya keinginan untuk berunding," kata Tuan
Brownlow, "Dan, karena aku mewakili kepentingan orang lain,
aku memang tidak punya hak untuk itu."
"Apakah ...." tuntut Monks dengan lidah kelu, "Apakah tidak
ada ... jalan tengah?"
"Tidak." Monks memandang laki-laki tua itu dengan mata cemas.
Namun, ia tidak menemukan apa pun di raut wajah itu selain
ketegasan dan ketetapan hati. Ia pun berjalan masuk ke ruang"
an, dan sambil mengangkat bahu, duduk.
"Kunci pintu dari luar," kata Tuan Brownlow kepada para
penjaga. "Dan masuklah ketika aku membunyikan bel."
Kedua laki-laki itu menurut, dan keduanya pun ditinggalkan
sendirian. "Ini perlakuan yang bagus, Tuan," kata Monks sambil me"
lem?"?"parkan topi dan jubahnya ke bawah, "Dari teman lama
ayah?"ku." "Justru karena aku teman lama ayahmu, anak muda," balas
Tuan Brownlow. "Karena aku terikat padanya melalui harapan
dan cita-cita di masa muda dan bahagia, dan melalui makh"
luk cantik yang sedarah dengannya, yang menemui Tuhan di
masa muda, serta meninggalkanku sebagai seorang laki-laki
yang sendirian dan kesepian. Karena, ia berlutut bersamaku di
sam"ping ranjang kematian saudara perempuan satu-satunya ke?"
tika ia masih kanak-kanak, pada pagi yang"jika bukan karena
kehendak Tuhan"akan menjadikan gadis itu istriku. Karena,
hatiku yang luka berpegangan padanya, sejak saat itu hingga
seterusnya, melewati semua cobaan serta kesusahan, sampai ia
meninggal. Oleh karena kenangan dan persahabatan lama meme"
nuhi hatiku, dan bahkan melihatmu, semata mengembalikan
kenangan lama mengenai dirinya. Karena semua hal inilah, aku
bergerak untuk memperlakukanmu dengan lembut sekarang"
ya, Edward Leeford, bahkan sekarang"dan kau pantas untuk
merasa malu karena tidak patut menyandang nama itu."
516~ OLIVER TWIST "Apa hubungannya nama itu dengan masalah ini?" tanya
laki-laki yang satu lagi setelah merenungkan, setengah dalam ke"
heningan, dan setengah dalam kebingungan yang tak kunjung
lenyap atas sikap emosional laki-laki tua itu. "Apa artinya nama
itu bagiku?" "Tidak ada," jawab Tuan Brownlow. "Tak ada artinya bagimu.
Tapi itu adalah nama gadis itu. Meskipun sudah terpisahkan
oleh waktu selama ini sekalipun, aku yang sudah tua ini selalu
teringat kembali akan kegembiraan dan kegairahan yang pernah
kurasakan, ketika aku mendengar nama itu diucapkan, bahkan
oleh orang asing sekalipun. Aku sangat bersyukur kau telah
mengubahnya"sangat"sangat."
"Terserahlah," kata Monks (untuk tetap menggunakan nama
aliasnya) sesudah keheningan panjang, yang diisinya dengan
cara mengayun-ayunkan tubuhnya ke depan dan ke belakang,
dan Tuan Brownlow duduk sambil menutupi wajahnya dengan
tangan. "Tapi, apa yang akan kaulakukan denganku?"
"Kau punya seorang adik laki-laki," kata Tuan Brownlow
seraya bangkit berdiri. "Seorang adik laki-laki, yang begitu kau
dengar namanya kubisikkan di telingamu dari belakang ketika
bertemu di jalan, sudah cukup membuatmu sukarela mene"
maniku di sini, karena terkejut dan cemas."
"Aku tidak punya adik," balas Monks. "Kau tahu aku anak
tung"gal. Kenapa kau bicara kepadaku tentang adik" Kau tahu
itu." "Dengarkan saja omonganku, dan mungkin yang tak kau"
ketahui," kata Tuan Brownlow. "Aku akan membuatmu semakin
penasaran. Aku tahu bahwa dari pernikahan terkutuk itu; perni"
kahan yang dipaksakan kepada ayahmu yang tak bahagia demi
kebanggaan keluarga serta ambisi paling menjijikkan dan paling
sempit di antara segalanya, saat ia masih sangat muda, melahir"
kan dirimu. Kau adalah satu-satunya hasil yang gagal."
"Aku tidak peduli dengan semua yang kauomongkan itu,"
potong Monks sambil tertawa mengejek. "Kau tahu faktanya,
dan itu sudah cukup bagiku."
CHARLES DICKENS ~517 "Tapi aku juga mengetahui," lanjut laki-laki tua itu, "bahwa
penderitaan, siksaan perlahan, dan kesengsaraan berkepanjang"
an yang ditimbulkan oleh perkawinan yang dipaksakan itu. Aku
tahu betapa lelahnya pasangan yang sangat menyedihkan itu.
Mereka harus terus menyeret rantai berat yang dibebankan ke"
pada mereka, di dunia yang telah meracuni mereka berdua. Aku
tahu betapa formalitas yang dingin itu, akhirnya dilanjutkan
dengan cemoohan terbuka. Betapa ketidakpedulian digantikan
oleh ketidaksukaan, ketidaksukaan diganti kebencian, dan ke"
bencian diganti oleh rasa muak, sampai pada akhirnya mereka
menghancurkan ikatan itu hingga remuk berkeping-keping.
Dan masing-masing dari mereka, sembari menjauhi jurang
menga"nga itu, membawa kepingan menyakitkan yang untaian"
nya tak dapat dipatahkan oleh apa pun kecuali kematian. Mere"
ka kemudian menyembunyikannya di dalam lingkungan baru,
di balik ekspresi paling ceria yang bisa mereka tampilkan. Ibumu
berhasil; ia segera melupakannya. Namun, kepingan itu berkarat
dan bernanah dalam hati ayahmu selama bertahun-tahun."
"Yah, mereka berpisah," kata Monks. "Lalu kenapa?"
"Ketika mereka sudah berpisah beberapa lama," lanjut Tuan
Brownlow, "dan ibumu, larut dalam pesta pora di Eropa da"
ratan, telah lupa sepenuhnya pada suaminya yang sepuluh ta"
hun lebih muda. Sementara itu, ayahmu sudah tidak memiliki
apa pun dan harapannya hancur binasa. Dia berdiam diri saja di
kampung halamannya. Ayahmu kemudian berkenalan dengan
kawan-kawan baru. Peristiwa ini, setidaknya, sudah kauke"ta"
hui." "Aku tidak tahu," kata Monks, memalingkan mata dan men?"
jejakkan kakinya ke lantai, layaknya seorang laki-laki yang ber"
tekad untuk menyangkal segalanya. "Aku tidak tahu."
"Sikapmu, juga tindakanmu, meyakinkanku bahwa kau ti"
dak pernah melupakannya, ataupun berhenti melupakannya
dengan perasaan getir," balas Tuan Brownlow. "Aku bicara ten"
tang lima belas tahun lalu, ketika umurmu tak lebih dari sebelas
tahun, dan ayahmu baru tiga puluh satu"sebab dia, kuulangi
518~ OLIVER TWIST sekali lagi, masih sangat muda, ketika ayahnya memerintahkan"
nya menikah. Haruskah aku kembali ke peristiwa yang meng"
ingatkanmu pada kenangan akan orangtuamu, atau akankah
kau membaginya, dan mengungkapkan kebenaran kepadaku?"
"Tak ada yang perlu kuungkapkan," timpal Monks. "Kau
harus bicara terus kalau kau mau."
"Kalau begitu, akan kulanjutkan. Teman-teman baru ini,"
kata Tuan Brownlow, "adalah perwira angkatan laut yang sudah
pensiun dari dinas aktif, yang istrinya telah meninggal kira-kira
setengah tahun sebelumnya, dan meninggalkannya dua anak"
sebetulnya ada lebih, tetapi di antara seluruh keluarga mere"
ka, sayangnya hanya dua yang bertahan hidup. Mereka berdua
anak perempuan. Salah seorang dari dua orang anak itu adalah
makhluk cantik berusia sembilan belas tahun, dan yang satu lagi
adalah kanak-kanak berusia dua atau tiga tahun."
"Apa hubungan hal ini denganku?" tanya Monks.
"Mereka tinggal," kata Tuan Brownlow, tampaknya tak men"
dengar interupsi ini, "di bagian negeri ini, yang menjadi salah
satu tempat yang didatangi ayahmu dalam pengembaraannya,
dan yang menjadi tempat tinggalnya. Perkenalan, keakraban,
persahabatan, masing-masing mengikuti satu sama lain dengan
cepat. Ayahmu diberi anugerah yang hanya dimiliki segelintir
laki-laki. Ia memiliki jiwa dan kepribadian sebaik saudara perem"
puannya. Semakin sang perwira tua mengenalnya, semakin ia
menyukai ayahmu. Aku berharap semoga saja ceritanya berakhir
sampai di situ. Anak perempuannya pun bersikap serupa."
Laki-laki tua itu menghentikan kata-katanya. Monks meng"
gigit bibirnya, dengan mata ditujukan ke lantai. Melihat hal ini,
ia serta-merta meneruskan:
"Pada penghujung tahun itu, ia telah terpikat; terpikat se"
penuh hati, pada si anak perempuan itu. Pada saat bersamaan, ia
pun menjadi objek dari cinta pertama, sejati, dan bergelora dari
seorang gadis tak berdosa."
"Ceritamu panjang sekali," komentar Monks sambil ber"
gerak-gerak gelisah di kursinya.
CHARLES DICKENS ~519 "Ini adalah kisah sejati penuh kesedihan dan cobaan, serta
duka, anak muda," balas Tuan Brownlow. "Dan, kisah semacam
ini memang biasanya begitu. Jika isinya penuh dengan kegem?"
biraan dan kebahagiaan semata, pasti pendek sekali. Pada akhir"
nya, meninggallah salah seorang koneksi kaya. Ayahmu dikor"
bankan demi memperkuat kepentingan serta kedudukannya,
seperti yang acap kali menimpa orang lain. Itu kejadian yang
sudah lazim. Beserta itu, ayahmu diberi warisan obat mujarab
untuk semua duka: uang, untuk memperbaiki derita yang telah
ditimbulkannya. Penting kiranya agar ayahmu segera menuju
Roma, tempat laki-laki ini beristirahat untuk memulihkan ke"
sehatan, dan tempatnya meninggal dunia. Laki-laki itu mening"
galkan urusannya dalam keadaan kacau-balau. Ayahmu pun
pergi. Ia disergap oleh penyakit fatal di sana. Ia diikuti, tepat pada
saat intelejen sampai di Paris, oleh ibumu yang mengajakmu
bersamanya. Ia pun meninggal sehari setelah ibumu tiba, tanpa
meninggalkan surat wasiat"tanpa meninggalkan surat wasiat"
sehingga seluruh harta bendanya jatuh ke tangan ibumu dan
kau." Ketika paparan tersebut sampai pada bagian ini, Monks me"
nahan napas, dan mendengarkan dengan wajah yang penuh
i"ngin tahu, meskipun matanya tak diarahkan ke sang pembicara.
Saat Tuan Brownlow berhenti, ia mengubah posisinya seolah ia
baru saja merasakan kelegaan tiba-tiba, dan mengusap wajahnya
yang berkeringat serta tangannya.
"Sebelum ia pergi ke luar negeri, dan selagi ia melintasi Lon"
don dalam perjalanannya," kata Tuan Brownlow, perlahan, dan
sambil melekatkan tatapan matanya pada laki-laki yang satunya
lagi, "ia datang menemuiku."
"Aku tak pernah dengar soal itu," potong Monks dengan
nada yang diniatkan untuk terdengar tak percaya, tapi justru
menyampaikan perasaan terkejut yang ketus.
"Ia datang menemuiku, dan meninggalkan untukku barangbarang, di antaranya sebuah gambar"potret yang dilukisnya
sendiri"lukisan si gadis malang ini"yang tidak ingin ia tinggal"
520~ OLIVER TWIST kan, dan tidak bisa dibawanya dalam perjalanan buru-buru ini.
Ia diselimuti oleh kecemasan dan penyesalan yang dalam sehing"
ga ia hampir seperti bayangan. Ia bicara dengan sikap liar dan
gundah serta cemas, mengenai perusakan dan pencemaran ke"
hormatan yang disebabkannya. Ia mengungkapkan niatnya ke"
padaku untuk mengalihkan seluruh harta bendanya, tak peduli
kerugiannya, ke dalam bentuk uang. Dan, sesudah menyisihkan
sebagian harta tersebut untuk istrinya dan dirimu, ia hendak
kabur ke pedesaan"kutebak ia takkan kabur sendirian"dan
tak pernah melihat harta bendanya lagi. Ia tidak mencerita"
kan apa pun kepadaku. Bahkan diriku sekalipun, aku teman
lama"nya, hubungan kami sudah berurat dan berakar menan"
cap dan menyelimuti orang yang sangat kami sayangi. Bahkan
dari diriku, ia menahan informasi lebih lanjut. Ia berjanji akan
menulis surat dan memberitahuku mengenai sebuah pengakuan
terperinci. Setelah itu ia menemuiku sekali lagi, untuk terakhir
kalinya. Tapi, apa mau dikata! Itu-lah terakhir kalinya. Aku tidak
mendapat surat, dan tak pernah melihatnya lagi."
"Aku pergi," kata Tuan Brownlow, setelah jeda singkat, "aku
pergi, ketika semua sudah selesai, ke tempat"aku akan meng"
gunakan istilah yang dengan seenaknya digunakan dunia, sebab
kekejaman atau kebaikan dunia sama saja baginya sekarang"
cinta terlarangnya. Aku bertekad bahwa apabila kekhawatiranku


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjadi kenyataan, maka anak itu akan menemukan satu hati
dan rumah untuk menampung dan mengasihinya. Keluarga
tersebut telah meninggalkan wilayah itu seminggu sebelumnya;
mereka menagih utang budi yang sedemikian sepele sehingga
sulit dipercaya, menerima balasannya, dan meninggalkan tem"
pat itu pada malam hari. Apa alasannya, atau ke mana tujuan"
nya, tak ada yang tahu."
Monks menghela napas panjang dengan lebih leluasa, dan
menoleh ke sekeliling diiringi senyum kemenangan.
"Ketika adik laki-lakimu," kata Tuan Brownlow, mendekat
ke kursi pria satunya lagi, "ketika adik laki-lakimu"seorang
CHARLES DICKENS ~521 anak yang lemah, berbaju compang-camping, terlantar"diso"
rongkan ke jalanku oleh campur tangan sesuatu yang lebih kuat
dari hanya kebetulan semata, dan diselamatkan dari kehidupan
penuh perbuatan jahat dan keji?"
"Apa?" seru Monks.
"Olehku," kata Tuan Brownlow. "Aku sudah memberitahumu
bahwa aku pasti akan segera memancing rasa penasaranmu.
Ku?"ka"takan sekali lagi"kulihat bahwa rekanmu yang cerdik
menyem"bunyikan namaku, walaupun mungkin saja ia mengira
bahwa nama itu asing bagimu. Ketika dia kuselamatkan; saat itu,
ketika ia terbaring di rumahku, kemiripannya yang sedemikian
rupa dengan lukisan yang telah kubicarakan tadi, membuatku
terperanjat. Ketika aku melihatnya pertama kali, meskipun ia
kotor, compang-camping dan berdebu, ada sesuatu di wajahnya
yang mengingatkan aku pada raut wajah seorang teman dalam
mimpi yang begitu nyata, yang muncul begitu saja. Aku tidak
perlu memberitahumu bahwa ia diculik sebelum aku menge"
tahui riwayatnya?" "Kenapa tidak?" tanya Monks buru-buru.
"Karena kau tahu benar tentang hal itu."
"Aku!" "Sia-sia saja menyanggahku." kata Tuan Brownlow. "Aku
akan menunjukkan kepadamu bahwa aku tahu lebih banyak."
"Kau ... kau ... tidak bisa membuktikan apa-apa untuk men"
jatuhkan aku." Monks terbata-bata. "Kutantang kau untuk
melakukannya!" "Kita lihat saja nanti," balas laki-laki tua itu sambil mena"
tapnya penuh selidik. "Aku kehilangan anak laki-laki itu, dan
aku tak mampu menemukannya kembali. Karena ibumu sudah
meninggal, aku tahu hanya kau sendirilah yang bisa memecah"
kan misteri itu. Dan, karena terakhir kali kudengar kau memi"
liki rumah di Hindia Barat"tempat yang kau tuju, seperti yang
telah kauketahui dengan baik, untuk menyingkir selepas wafat"
nya ibumu guna melarikan diri dari konsekuensi tindakan ke"
522~ OLIVER TWIST jimu di sini"aku pun berlayar ke sana. Kau telah meninggalkan
tempat itu, berbulan-bulan sebelumnya. Konon, kau berada di
London, tapi tak seorang pun tahu di mana tepatnya. Aku pun
kembali. Agenmu sama sekali tidak tahu di mana kau tinggal.
Kau datang dan pergi, kata mereka, seaneh seperti yang biasa
kaulakukan. Kadang berhari-hari dan kadang berbulan-bulan.
Aku mendatangi sarang-sarang rendahan dan bergaul dengan
kawanan penjahat yang sudah jadi rekanmu, sejak kau masih
berupa seorang anak yang tak bisa diatur. Aku membuat mereka
bosan dengan banyak pertanyaan-pertanyaan baru. Aku mon"
dar-mandir di jalanan siang malam, tapi sampai dua jam lalu,
semua usahaku tak berbuah, dan aku tak akan pernah melihat"
mu sekejap pun." "Dan, sekarang setelah kau sudah melihatku," kata Monks
sambil berdiri dengan berani. "Lalu apa" Penipuan dan peram"
pokan adalah kata-kata yang terdengar hebat"dijustifikasi,
menurutmu, oleh kemiripan yang cuma kaukhayalkan antara
seorang bocah kecil dengan lukisan butut seorang laki-laki ter"
buang yang sudah mati! Kau bahkan tidak tahu apakah ada
anak yang lahir dari pasangan tolol ini, kau bahkan tidak menge"
tahuinya." "Aku dahulu tidak tahu," jawab Tuan Brownlow, juga sam"
bil berdiri. "Tapi dalam dua minggu terakhir ini, aku sudah
menge"tahui segalanya. Kau punya seorang adik, kau tahu ten"
tang rahasia itu, dan juga tentang anak itu. Ada surat wasiat
yang dihancurkan ibumu, sehingga menjadikannya rahasia dan
menguntungkanmu saat ia sendiri meninggal. Surat wasiat itu
mengacu pada seorang anak yang mungkin saja dihasilkan dari
hubungan menyedihkan ini. Anak ini benar-benar lahir, dan
tanpa sengaja kautemukan, ketika kecurigaanmu pertama kali
dibangkitkan oleh kemiripannya dengan ayahmu. Kau datang
ke tempat kelahirannya. Tersedia bukti-bukti"bukti-bukti yang
sudah lama disembunyikan"mengenai kelahiran dan orangtua"
nya. Bukti-bukti ini kauhancurkan, dan sekarang, dalam kata-
CHARLES DICKENS ~523 katamu sendiri yang kauucapkan kepada si Tua kaki tanganmu
itu, "satu-satunya bukti mengenai identitas anak itu tergolek di
dasar sungai, dan si nenek tua yang menerima benda itu dari
ibunya, sudah membusuk dalam peti matinya." Anak durhaka,
penge"cut, penipu. Kau berunding dengan pencuri dan pembu"
nuh dalam ruangan gelap di malam hari. Kau, dengan siasat dan
tipu muslihat yang telah mendatangkan kematian tragis bagi
seseorang yang jauh lebih bernilai dari dirimu. Kau, yang sedari
kecil telah membawa luka dan kepahitan ke dalam hati ayahmu
sendiri, dan di dalam hatimu semua nafsu kejam, kejahatan,
dan kebiadaban, membusuk, sampai semuanya itu menemukan
pelampiasan dalam bentuk penyakit mengerikan yang bahkan
telah menjadikan wajahmu sebagai perwujudan atas pikiranmu.
Kau, Edward Leeford, beraninya kau menantangku!"
"Tidak, tidak, tidak!" balas si pengecut, tak mampu mem"ben"
dung semua tuduhan tersebut.
"Setiap kata!" seru laki-laki tua itu. "Aku mengetahui setiap
kata yang terlintas antara kau dan si penjahat yang menjijik"kan
ini. Bayangan di dinding mendengarkan semua bisikanmu, dan
membawakannya ke telingaku. Melihat anak malang itu, hati
seorang penjahat sekalipun akan berubah, dan memberinya
keberanian serta juga sifat-sifat kebaikan. Telah terjadi pembu"
nuhan, dan kau ikut bertanggung jawab atasnya secara moral,
walaupun kau tidak ikut turun tangan."
"Tidak, tidak," potong Monks. "Aku ... aku tidak tahu apaapa tentang hal itu. Aku hendak menanyakan kebenaran cerita
itu ketika kau menyergapku. Aku tidak tahu penyebabnya. Aku
pikir itu cuma pertengkaran biasa."
"Peristiwa itu merupakan pengungkapan sebagian rahasia"
mu," ujar Tuan Brownlow. "Bersediakah kau mengungkapkan
se"muanya?" "Ya, aku bersedia."
"Menandatangani pernyataan berisi kebenaran dan fakta,
dan mengulanginya di hadapan saksi?"
524~ OLIVER TWIST "Aku berjanji untuk itu juga."
"Kau tetap diam di sini, sampai dokumen semacam itu sele"
sai disusun, dan kau akan ikut denganku ke tempat yang menu"
rutku paling layak untuk mengesahkannya?"
"Kalau kau berkeras untuk itu, akan kulakukan itu juga,"
jawab Monks. "Kau harus berbuat lebih dari itu," kata Tuan Brownlow.
"Kau harus mengganti kerugian anak yang tak berdosa dan tak
ber"salah itu, meskipun ia merupakan buah cinta terlarang dan
sa"ngat menyedihkan. Kau belum melupakan rincian surat wasiat
itu. Laksanakan amanatnya terkait dengan adikmu, kemudian
pergilah ke mana pun sesukamu. Kau tak perlu lagi bertemu
dengannya di dunia ini."
Sementara Monks mondar-madir, dengan ekspresi kelam
dan kejam merenungkan tawaran ini serta peluang untuk meng"
hindarinya. Ia tercabik antara rasa takut di satu sisi dan kebencian
di sisi lain. Kunci pintu buru-buru dibuka, dan seorang laki-laki
(Tuan Losberne) memasuki ruangan dengan berapi-api.
"Laki-laki itu akan ditangkap," serunya. "Dia akan ditang"
kap malam ini!" "Si pembunuh?" tanya Tuan Brownlow.
"Ya, ya," jawab laki-laki yang satunya lagi. "Anjingnya ter"
lihat keluyuran di sekitar sebuah rumah tua, dan hampir tak
diragukan lagi bahwa majikannya juga ada di sana, atau akan
ada di sana, di bawah perlindungan kegelapan. Mata-mata te"
ngah bergerak di sekitar sana dari segala arah. Aku sudah bicara
kepada para laki-laki yang bertanggung jawab atas penangkapan"
nya. Mereka memberitahuku bahwa dia tak mungkin lolos.
Imbalan sebesar seratus pound diumumkan oleh pemerintah
malam ini." "Akan kutambah lima puluh," kata Tuan Brownlow, "Dan
akan kuumumkan dengan mulutku sendiri di tempat itu, jika
aku bisa sampai di sana. Di mana Tuan Maylie?"
"Harry" Segera setelah ia melihat temanmu di sini, aman
dalam kereta bersamamu, ia bergegas pergi ke tempat ia men"
CHARLES DICKENS ~525 dengar kabar ini," jawab sang dokter. "Dan ia menunggangi ku"
danya untuk bergabung dengan kelompok pertama, ke sebuah
lokasi di pinggiran yang telah mereka setujui."
"Fagin," kata Tuan Brownlow. "Bagaimana dengannya?"
"Terakhir kali kudengar, ia belum ditangkap, tapi ia pasti
akan ditangkap, atau sudah ditangkap saat ini. Mereka yakin."
"Sudahkah kau memutuskan?" tanya Tuan Brownlow de"
ngan suara rendah kepada Monks.
"Ya," jawabnya. "Kau ... kau ... akan merahasiakan na"ma"
ku?" "Ya. Tetaplah berada di sini sampai aku kembali. Hanya ini"
lah harapanmu supaya selamat."
Mereka meninggalkan ruangan, dan pintu pun kembali di"
kunci. "Apa yang sudah kaulakukan?" tanya sang dokter sambil ber"
bisik. "Semua yang kuharap bisa kulakukan, dan lebih lagi. Meng"
gabungkan informasi gadis malang itu dengan pengetahuan
yang sudah kupunya sebelumnya, dan dari hasil penyelidikan te"
man kita yang baik di lokasi. Aku tidak akan memberinya ruang
sedikit pun untuk meloloskan diri, dan dia akan memaparkan
seluruh kejahatan yang kini sudah terang benderang. Tulislah
surat dan tetapkan malam lusa, pukul tujuh, untuk rapat. Kita
akan datang ke sana, beberapa jam sebelumnya, tapi kita pasti
membutuhkan istirahat, terutama untuk nona muda itu, yang
mungkin lebih memerlukan keteguhan hati daripada yang dapat
aku atau kauperkirakan saat ini. Akan tetapi, darahku mendidih.
Aku ingin membalas kematian makhluk malang yang dibunuh
itu. Arah mana yang mereka ambil?"
"Berkendara sajalah langsung ke kantor dan kau akan tiba
tepat waktu," jawab Tuan Losberne. "Aku akan tetap tinggal di
sini." Kedua laki-laki tersebut buru-buru berpisah. Masing-masing
dari mereka dilanda demam kegairahan yang tak sepenuhnya
dapat dikendalikan.[] Pengejaran dan Pelarian i dekat bagian Thames yang berbatasan dengan gereja
Rotherhithe, di pinggiran sungai, berdirilah bangu"n"
an-bangunan terkotor yang bisa dilihat dan perahuperahu terhitam karena jelaga dari tongkang pengangkut batu
bara, tertambat di sana. Asap membumbung dari rumah-rumah
yang berdesakan dan beratap rendah. Di sanalah, terdapat ka"
wasan paling jorok, paling aneh, dan paling luar biasa di antara
banyak wilayah tersembunyi di London. Wilayah yang tidak
dikenal, bahkan namanya sekalipun tidak, oleh sebagian besar
penduduk kota tersebut. Untuk mencapai tempat ini, orang harus melewati labirin
yang terdiri dari jalan-jalan sesak, sempit, dan berlumpur. La"
birin yang dijejali oleh orang-orang yang paling kasar dan paling
miskin dari pinggiran sungai, dan penuh sesak oleh mereka yang
lalu lalang. Barang-barang kebutuhan yang paling murah dan
paling butut ditumpuk-tumpuk di toko. Bahan pakaian yang
paling kasar dan paling biasa bergelantungan di pintu kios peda"
gang, dan terjurai dari pagar balkon dan jendela rumah. Ia ber"
j"alan dengan susah payah. Saling sikut dengan buruh pengang?"
gur"an dari kelas paling bawah, pengangkut batu, pembelah batu
bara, perempuan tuna susila, anak-anak berbaju compang-cam"
ping, dan kotoran serta sampah sungai. Ia diserang oleh peman"
dangan serta bau tak sedap dari gang-gang sempit yang berca"
bang ke kanan dan ke kiri, dan ditulikan oleh bunyi tumbukan
CHARLES DICKENS ~527 kereta-kereta berat yang mengangkut tumpukan besar barang
dagangan dari gudang berderet-deret yang menjulang dari setiap
pojokan. Setelah tiba, pada akhirnya, di jalan yang lebih jauh
dan jarang dikunjungi orang, dibandingkan dengan yang telah
dilewatinya tadi, ia berjalan di bawah muka reyot rumah-rumah
yang terjulur ke trotoar, dinding-dinding keropos yang seakan
bergoyang-goyang selagi ia melintas, cerobong-cerobong sepa"
ruh-remuk separuh-ragu untuk runtuh, jendela-jendela yang
dijaga teralis besi berkarat, yang sudah hampir habis dimakan
waktu dan debu; semua pertanda kemiskinan dan pengabaian
yang bisa dibayangkan. Di lingkungan seperti inilah, di belakang Dockhead di wilayah
administratif Southwark, berdirilah Jacob"s Island. Wilayah itu
dikelilingi oleh parit-parit berlumpur, sedalam enam atau dela"
pan kaki dan selebar lima belas atau dua puluh kaki ketika pasang
sedang naik, yang dahulu disebut Mill Pond. Namun, pada masa
berlangsungnya cerita ini dikenal sebagai Folly Ditch"Selokan
Kumuh. Ini adalah anak sungai Thames, dan selalu bisa diren"
dam saat pasang naik dengan cara membuka pintu air di Lead
Mills. Dari situ ia memperoleh nama lamanya. Pada saat seperti
itu, seorang asing, melihat dari salah satu jembatan kayu yang
ada di Mill Lane; ia akan menyaksikan para penghuni rumah di
pinggiran sungai menurunkan berbagai macam barang seperti
ember, baskom, dan segala macam perabot rumah tangga mi"
lik mereka dari pintu dan jendela belakang, untuk mengangkut
air ke atas. Ketika mata si pengamat berpindah dari kegiatan
ini ke rumah-rumah itu sendiri, ia akan tercengang menyaksi"
kan pemandangan di depannya. Beranda kayu yang aneh dapat
dilihat di belakang setengah lusin rumah, dengan lubang untuk
mengintip apa yang sedang terjadi di bawah. Jendela patah dan
bertambal, dengan galah dijulurkan ke luar untuk menggantung
seprai yang tak pernah ada di sana. Ruangan yang begitu kecil,
begitu jorok, begitu sesak, sampai-sampai udaranya sekalipun


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seolah begitu tercemar bagi kekumuhan dan kemelaratan yang
528~ OLIVER TWIST disembunyikannya. Kamar kayu yang mencuat di atas lumpur,
dan terancam akan jatuh ke dalamnya. Seperti yang telah ter"
jadi pada sebagian di antara kamar-kamar itu. Dinding penuh
dengan bercak tanah dan pondasi yang lapuk. Semua itu meru"
pakan ciri menjijikkan pertanda kemiskinan, semua lambang
memuakkan yang menandakan adanya kecemaran, kebusukan,
dan sampah; ini semua merupakan bagian yang menghiasi ban"
taran Folly Ditch. Di Jacob"s Island, gudang-gudang kosong dan tak beratap.
Dinding-dinding keropos; jendela-jendelanya sudah tidak bisa
disebut jendela lagi; pintu-pintunya roboh ke jalan; cerobongcerobong asap menghitam tapi tidak mengeluarkan asap. Tiga
puluh atau empat puluh tahun lalu, sebelum bencana dan nasib
buruk menimpanya, tempat ini adalah tempat yang sibuk dan
berkembang. Akan tetapi, sekarang lokasi tersebut benar-benar
telah menjadi pulau terpencil. Rumah-rumah tak lagi punya pe"
milik, semuanya dibobol dan dimasuki oleh orang-orang yang
punya keberanian. Dan pada akhirnya menjadi tempat mereka
hidup, dan tempat mereka mati. Hanya orang-orang yang pasti
punya alasan kuat untuk mendapatkan hunian rahasia, atau
mereka yang sungguh telah terpuruk, yang mencari tempat
bernaung di Jacob"s Island.
Di sebuah ruangan atas, di salah satu rumah yang ada di
tempat itu"rumah terpisah berukuran sedang, yang sudah po"
rak poranda tapi pintu dan jendelanya masih utuh, yang bagian
belakangnya menghadap parit seperti yang sudah digambar"
kan"berkumpullah tiga orang laki-laki. Mereka duduk sam"
bil sesekali saling pandang dengan raut wajah ekspresif penuh
kebingungan dan pengharapan. Mereka duduk beberapa lama
dalam keheningan yang muram. Salah satu dari mereka bertiga
adalah Toby Crackit, yang satu lagi Tuan Chitling, dan yang
ke"tiga adalah seorang perampok berusia lima puluh tahun, yang
hidungnya nyaris gepeng gara-gara sebuah perkelahian yang
lama terjadi, dan di wajahnya terdapat bekas luka mengerikan,
CHARLES DICKENS ~529 yang barangkali dapat dilacak sampai ke peristiwa yang sama.
Laki-laki ini adalah orang buangan yang pulang kembali, dan
namanya adalah Kags. "Kuharap," kata Toby sambil menoleh kepada Tuan Chitling, "semoga saja kau memilih rumah lain ketika dua rumah tua
itu menjadi terlalu hangat, dan bukannya datang ke sini, Bung."
"Kenapa tidak, dasar bodoh!" kata Kags.
"Yah, kupikir kalian akan lebih senang melihatku daripada
ini," ujar Tuan Chitling, dengan gaya melankolis.
"Wah, coba lihat anak muda ini," kata Toby, "waktu seseorang
sudah mempertahankan diri seeksklusif mungkin seperti aku,
dan karena itu punya rumah nyaman di atas kepalanya tanpa
siapa pun yang ikut campur dan mengendus-endusnya, rasanya
cukup mengejutkan, mendapat kehormatan berupa kunjungan
dari seorang pemuda terhormat (tak peduli betapa terpuji dan
menyenangkannya dirinya untuk diajak bermain kartu sesuka"
nya) dengan keadaan seperti dirimu."
"Terutama, waktu pemuda eksklusif itu punya teman yang
mampir bersamanya, yang tiba lebih cepat daripada yang di"
harapkan dari wilayah asing, dan terlalu rendah hati sehingga
tidak bersedia dihadapkan pada Hakim begitu dia kembali,"
imbuh Tuan Kags. Hening sejenak. Kemudian setelah beberapa saat, dengan
mengabaikan lagak sombongnya, Toby Crackit menoleh kepada
Chitling, dan berkata: "Kalau begitu, kapan Fagin ditangkap?"
"Tepat pada waktu makan"pukul dua siang ini. Charley
dan aku kabur memanjat cerobong asap tukang cuci, dan Bolter
masuk ke tong air kosong, kepala di bawah. Tetapi, karena
kakinya terlalu panjang sehingga mencuat ke atas, dan akibatnya
mereka membawanya juga."
"Dan, Bet?" "Bet yang malang! Ia pergi menemui mereka, untuk bicara
pada orang yang berwenang," jawab Chitling, raut wajahnya
530~ OLIVER TWIST kian murung dan murung, "Ia jadi gila, menjerit-jerit dan meng"
a"muk, serta membenturkan kepalanya ke papan, jadi mereka
memakaikannya jaket pengekang dan membawanya ke rumah
sakit"dan sekarang ia ada di sana."
"Bagaimana kabar Bates muda?" tuntut Kags.
"Ia keluyuran, ia tidak mau datang ke sini sebelum gelap,
tapi akan segera sampai di sini," jawab Chitling. "Tak ada tem"
pat lain untuk dituju saat ini, sebab semua orang di Cripples
ditahan, dan bar itu"aku ke sana dan melihatnya dengan mata
kepalaku sendiri"penuh dengan jebakan."
"Ini penangkapan besar-besaran," komentar Toby sambil
menggigit bibir. "Lebih dari seorang yang akan pergi karena ini."
"Sidang sedang berlangsung," kata Kags. "Kalau pemerik"
saan sudah selesai, dan Bolter menguatkan bukti jaksa penun"
tut"tentu saja dia akan melakukannya, dari apa yang sudah
dikatakannya"mereka bisa membuktikan bahwa Fagin adalah
kaki tangan berdasarkan faktanya, dan ia akan mendapatkan
persidangan pada hari Jumat, dan dia akan digantung, enam
hari dari hari ini, demi Tuhan!"
"Kalian seharusnya mendengar orang-orang itu mengerang,"
kata Chitling. "Para petugas bertarung kesetanan, atau mereka
akan membunuhnya. Ia jatuh sekali, tapi mereka membuat ling"
karan mengelilinginya, dan terus berjuang. Kalian seharusnya
melihat betapa ia menengok ke sekelilingnya, bersimbah lumpur
dan berdarah-darah, dan berpegangan pada mereka seolah-olah
mereka adalah teman-teman terbaiknya. Aku bisa melihatnya
sekarang. Ia tidak bisa berdiri tegak karena desakan massa, dan
terseret-seret di tengah-tengah mereka. Aku bisa melihat orangorang melompat-lompat, satu di belakang yang lain, dan me"
nyeringai sambil memamerkan gigi mereka, serta meneriakinya.
Aku bisa melihat darah di rambut dan janggutnya, dan mende"
ngar jeritan para perempuan saat mereka masuk ke tengahtengah kerumunan orang di pojok jalan, dan bersumpah mereka
akan merenggut jantungnya ke luar!"
CHARLES DICKENS ~531 Saksi kejadian ini dicekam rasa ngeri. Ia merapatkan tangan"
nya ke telinga, dan dengan mata terpejam, ia pun bangkit dan
mondar-mandir dengan cepat, seperti seseorang yang sedang
gelisah. Sementara Chitling sedang sibuk seperti itu, dan kedua
laki-laki lainnya masih tetap duduk dalam hening dengan pan"
dangan mata terpaku ke lantai, terdengar bunyi derap kaki di
tangga, dan anjing Sikes melompat masuk ke ruangan. Mereka
lari ke jendela, turun ke lantai bawah, dan langsung ke jalan. Si
anjing melompat masuk melalui jendela yang terbuka. Ia tidak
berupaya mengikuti mereka, sedangkan majikannya sendiri ti"
dak kelihatan. "Apa artinya ini?" kata Toby ketika mereka telah kembali. "Ia
tidak mungkin datang ke sini. Aku ... aku ... kuharap tidak."
"Kalau ia datang ke sini, ia bakal datang bersama anjing itu,"
kata Kags sambil membungkuk untuk mengamati hewan terse"
but, yang terkulai terengah-engah di lantai. "Sini! Beri dia air.
Dia sudah lari sampai hampir pingsan."
"Dia meminum semuanya, setiap tetesnya," kata Chitling
setelah memperhatikan si anjing beberapa lama dalam kehe"
ningan. "Berlumur lumpur"pincang"setengah buta"ia pasti
sudah menempuh perjalanan yang jauh sekali."
"Dari mana dia datang!" seru Toby. "Dia pasti datang dari
tempat lain, dan mendapati semuanya dipenuhi orang asing, dia
kemudian datang ke sini, ke tempat yang sering didatanginya.
Tapi, dari mana ia datang pada awalnya, dan bagaimana sampai
ia datang ke sini sendirian dan tanpa majikannya!"
"Dia?"(tak seorang pun dari mereka menyebut si pem"
bunuh dengan nama lamanya)?"Dia tidak mungkin bunuh
diri. Bagaimana pendapat kalian?" kata Chitling.
Toby menggelengkan kepala.
"Kalau dia bunuh diri," kata Kags, "Anjing itu pasti ingin
membimbing kita ke tempatnya melakukan itu. Tidak. Menu"
532~ OLIVER TWIST rutku, ia sudah keluar dari pedesaan, dan meninggalkan anjing"
nya. Ia pasti berhasil melepaskan diri dari anjingnya, atau anjing
itu takkan bersikap sesantai ini."
Solusi ini, yang tampaknya paling mungkin, dianggap seba"
gai hal yang benar. Si anjing merayap ke bawah kursi, berge"lung
untuk tidur, tanpa diperhatikan lagi oleh siapa pun.
Pedang Berkarat Pena Beraksara 10 Wiro Sableng 137 Aksara Batu Bernyawa Dendam Orang Orang Gagah 2
^