Pencarian

Oliver Twist 8

Oliver Twist Karya Charles Dickens Bagian 8


dan nyawa orang-orang lain di tanganmu. Akulah gadis yang
menyeret Oliver kembali ke rumah si tua Fagin pada malam saat
dia pergi dari rumah di Pentonville."
"Kau!" kata Rose Maylie.
"Aku, Nona!" balas gadis itu. "Akulah makhluk bereputasi
buruk yang sudah kau dengar ceritanya. Aku tinggal di antara
pencuri, dan sejak saat pertama mata dan indraku terbuka terha"
dap jalan-jalan London, tidak pernah mengenal kehidupan yang
CHARLES DICKENS ~417 lebih baik, ataupun kata-kata yang lebih ramah daripada yang
telah kauberikan kepadaku, demi Tuhan! Tidak usah takut men"
jaga jarak secara terbuka dariku, Nona. Aku lebih muda daripa"
da yang kau kira, meskipun penampilanku seperti ini, tapi aku
sudah terbiasa. Wanita termiskin sekalipun menjauhkan diri,
saat aku berjalan menyusuri trotoar yang penuh sesak."
"Alangkah mengerikan!" kata Rose, secara spontan menjauh"
kan diri dari rekan bicaranya yang aneh.
"Berlutut dan bersyukurlah kepada Tuhan, Nona yang baik,"
isak gadis itu, "karena kau punya teman yang bisa kausayangi
dan yang merawatmu di masa kanak-kanak, dan karena kau tak
pernah kedinginan dan kelaparan, dan berada di tengah-tengah
kericuhan dan orang-orang mabuk, dan " dan " sesuatu yang
lebih buruk daripada semuanya " seperti yang telah kualami
sejak dari buaian. Aku bersumpah, demi gang dan got yang
menjadi rumahku, dan kelak menjadi ranjang tempatku mati."
"Aku mengasihanimu!" kata Rose, dengan suara terpatahpatah. "Hatiku perih mendengar kata-katamu!"
"Tuhan memberkatimu atas kebaikan hatimu!" timpal si ga"
dis. "Jika kau tahu seperti apa keadaanku kadang-kadang, kau
pasti mengasihaniku, tak diragukan lagi. Tapi aku sudah pergi
diam-diam dari orang-orang yang pasti akan membunuhku apa"
bila mereka tahu aku ada di sini, untuk memberitahumu apa
yang tak sengaja kudengar. Apa kau mengenal seorang laki-laki
bernama Monks?" "Tidak," kata Rose.
"Dia mengenalmu," timpal gadis itu. "Dan tahu kau ada di
sini. Aku mendengarnya menyebutkan tempat ini, begitulah
aku menemukanmu." "Aku tidak pernah mendengar nama itu," kata Rose.
"Berarti dia salah satu di antara kami," sahut si gadis. "Aku
sudah menduganya. Beberapa waktu lalu, dan tidak lama setelah
Oliver dimasukkan ke rumahmu pada malam terjadinya peram"
pokan, aku"karena mencurigai laki-laki ini"mendengarkan
418~ OLIVER TWIST percakapan antara dia dan Fagin di kegelapan. Aku mengetahui,
dari apa yang kudengar, bahwa Monks"laki-laki yang tadi ku"
tanyakan padamu, kau tahu?"
"Ya," kata Rose. "Aku mengerti."
"Monks," lanjut gadis itu, "tak sengaja melihatnya bersama
dua anak laki-laki kami pada hari pertama kami kehilangannya,
dan langsung tahu bahwa dialah anak yang dicarinya, meskipun
aku tidak tahu alasannya. Kesepakatan dijalin dengan Fagin,
bahwa jika Oliver didapatkan kembali, dia akan memperoleh
sejumlah uang. Dan, Fagin harus meneruskan melatihnya men"
jadi pencuri, yang diinginkan Monks untuk suatu tujuan."
"Untuk tujuan apa?" tanya Rose.
"Dia melihat bayanganku di dinding saat aku menguping,
untuk mendengarkannya," kata gadis itu. "Dan tak banyak
orang selain aku yang bisa keluar tepat waktu supaya tidak ke"
tahuan. Tapi aku berhasil lolos, dan aku tidak melihatnya lagi
sampai kemarin malam."
"Dan apa yang terjadi saat itu?"
"Akan kuberi tahu kau, Nona. Kemarin malam dia datang
lagi. Lagi-lagi mereka naik ke lantai atas, dan membungkus diri"
ku supaya bayanganku tidak mengungkapkan jati diriku. Lagilagi aku menguping di pintu. Kata-kata pertama yang kudengar
diucapkan Monks adalah ini, "Jadi, satu-satunya bukti mengenai
identitas anak itu tergolek di dasar sungai, dan si nenek tua yang
menerima benda itu dari ibunya sudah membusuk dalam peti
matinya." Mereka tertawa, dan membicarakan keberhasilannya
melakukan ini. Monks terus membicarakan anak itu dan sema"
kin menjadi, berkata bahwa meskipun dia sudah mendapatkan
uang si bocah iblis itu dengan aman sekarang, ada baiknya apa"
bila rencana diteruskan. Sebab, betapa menyenangkannya me"
nyombongkan wasiat ayahnya, dengan cara menggiring"nya ke
setiap penjara di kota. Kemudian, melibatkannya dalam keja"
hatan yang dijatuhi hukuman mati, yang dapat dengan mudah
diusahakan Fagin, tentu saja sesudah memperoleh laba besar
darinya." CHARLES DICKENS ~419 "Apa-apaan semua ini!" ujar Rose.
"Yang sebenarnya, Nona, walaupun datangnya dari bibirku,"
jawab si gadis. "Lalu, dia berkata, disertai sumpah serapah yang
sudah sering terdengar telingaku, tapi janggal bagi telingamu,
bahwa jika dia bisa memuaskan kebenciannya dengan cara me"
renggut nyawa bocah itu tanpa membahayakan lehernya sen"di"
ri, dia bersedia melakukannya. Tapi, karena dia tidak bisa, dia
akan terus mengawasi anak itu pada setiap lika-liku kehidup"
annya. Dan jika dia memanfaatkan asal usul serta riwayatnya,
dia mungkin saja merugikannya. "Singkatnya, Fagin," katanya,
"walaupun kau Yahudi, kau tak pernah menebarkan jerat seperti
yang akan kusiapkan untuk adikku, Oliver"."
"Adiknya!" seru Rose.
"Itulah kata-katanya," ujar Nancy, sambil terus melirik ke
sekeliling dengan gelisah, sejak dia mulai bicara, sebab dia terus
menerus dihantui oleh bayangan Sikes. "Ada lagi. Waktu dia
membicarakan kau dan wanita yang satu lagi, dan mengatakan
bahwa sepertinya Tuhan, atau iblis, telah merencanakan agar
Oliver jatuh ke tangan kalian. Dia tertawa, dan berkata bahwa
itu ada bagusnya juga. Sebab berapa ribu pound yang akan ka"
lian berikan, jika kalian memilikinya, untuk mengetahui siapa
sebenarnya anjing berkaki dua kalian itu."
"Kau tidak bermaksud," kata Rose, memucat, "untuk mem"
beritahuku bahwa ini dikatakan dengan sungguh-sungguh?"
"Dia bicara sungguh-sungguh dengan kasar dan marah,
lebih daripada sebelumnya," jawab si gadis sambil menggelenggelengkan kepala. "Dia pria yang penuh kesungguhan ketika
kebenciannya tengah memuncak. Aku tahu banyak orang yang
melakukan hal-hal lebih buruk. Tapi aku lebih memilih mende"
ngarkan mereka lusinan kali, daripada mendengarkan si Monks
mengucapkannya satu kali. Sudah larut, dan aku harus pulang
tanpa membangkitkan kecurigaan bahwa aku telah pergi untuk
melakukan hal seperti ini. Aku harus kembali cepat-cepat."
"Tapi apa yang bisa kulakukan?" kata Rose. "Bisa kuman"
faatkan untuk apa informasi ini tanpamu" Kembalilah! Kenapa
420~ OLIVER TWIST kau ingin kembali ke rekan-rekan yang kaugambarkan dengan
demikian buruk" Jika kau mengulangi informasi ini kepada
seorang pria yang bisa kupanggil sekarang juga dari kamar se"
belah, kau bisa dikirim ke tempat aman dalam waktu tak lebih
da"ri setengah jam."
"Aku ingin kembali," kata gadis itu. "Aku harus kembali,
karena"bagaimana bisa aku menceritakan hal semacam ini ke"
pada seorang wanita baik yang polos sepertimu?"karena di an"
tara para pria yang telah kuceritakan kepadamu, ada satu orang,
yang paling parah di antara mereka, yang tidak bisa kutinggal"
kan. Tidak, bahkan tidak demi diselamatkan dari kehidupan
yang kujalani sekarang."
"Kau sudah turut campur demi anak laki-laki ini sebelum"
nya," kata Rose. "Kau sekarang datang ke sini, dengan risiko
sedemikian besar, untuk memberitahuku tentang apa yang kau
dengar. Tindak tandukmu, yang membuatku meyakini kebe"
naran perkataanmu. Penyesalanmu yang jelas terlihat, dan rasa
malumu, semua ini membuatku percaya bahwa kau masih bisa
diarahkan menjadi baik. Oh!" kata gadis tulus itu, mengatupkan
kedua belah tangannya saat air mata bercucuran di wajahnya.
"Jangan menutup telinga terhadap permohonan salah seorang
kaummu sendiri, yang pertama"yang pertama, kuyakin"yang
pernah meminta kepadamu dengan suara penuh iba dan belas
kasihan. Tolong dengar kata-kataku, dan biarkan aku menye"
lamatkanmu, demi kebaikan."
"Nona," tangis si gadis, jatuh berlutut, "Nona yang baik,
manis, bagai malaikat, kau memang yang pertama yang per"nah
menganugerahiku kata-kata seperti ini, dan seandainya aku
mendengarnya bertahun-tahun lalu, kata-kata tersebut mung"
kin akan memalingkanku dari kehidupan penuh dosa dan duka.
Tapi sekarang sudah terlambat, sudah terlambat!"
"Tidak pernah ada kata terlambat," kata Rose, "untuk penye"
salan dan pertobatan."
CHARLES DICKENS ~421 "Sudah terlambat," tangis si gadis, meronta-ronta kesakitan
dalam benaknya. "Aku tak bisa meninggalkannya sekarang! Aku
tidak mau membawa maut baginya."
"Kenapa mesti begitu?" tanya Rose.
"Tak ada yang bisa menyelamatkannya," tangis si gadis. "Jika
aku memberi tahu orang lain apa yang telah kuberitahukan ke"
padamu, dan mengakibatkan mereka ditangkap, dia pasti akan
mati. Dia yang paling nekat, dan sudah bertindak begitu ke"
jam!" "Masuk akalkah," seru Rose, "bahwa demi laki-laki seperti
ini, kau bisa melepaskan harapan untuk masa depan, dan kepas"
tian untuk diselamatkan segera" Itu gila."
"Aku tak tahu apa itu," jawab si gadis. "Aku hanya tahu
bahwa begitulah perasaanku, dan tidak hanya aku, tetapi juga
ratusan orang lain yang sama buruk dan sama tengiknya seperti
aku. Aku harus kembali. Apakah ini murka Tuhan atas kesalah"
an yang telah kuperbuat, aku tidak tahu. Tapi aku ditarik kem"
bali kepadanya seiring setiap penderitaan dan penganiayaan,
dan aku pasti tetap kembali. Aku yakin, sekalipun aku tahu aku
akan mati di tangannya pada akhirnya."
"Apa yang harus kulakukan?" kata Rose. "Aku tidak boleh
membiarkanmu pergi meninggalkanku seperti ini."
"Kau harus membiarkanku, Nona, dan aku tahu kau akan
melakukannya," timpal si gadis sambil berdiri. "Kau takkan
menghentikan kepergianku karena aku sudah memercayai ke"
baikan hatimu, dan tidak memaksamu berjanji, seperti yang
mungkin saja akan kulakukan."
"Kalau begitu, apa gunanya informasi yang telah kausampai"
kan ini?" ujar Rose. "Misteri ini harus diselidiki, atau bagaimana
mungkin pengungkapannya kepadaku dapat menguntungkan
Oliver, yang ingin sekali kau bantu?"
"Pasti ada pria baik di dekatmu yang bersedia merahasiakan"
nya, dan menyarankanmu harus berbuat apa," timpal si gadis.
422~ OLIVER TWIST "Tapi di mana aku bisa menemukanmu lagi ketika diper"
lukan?" tanya Rose. "Aku tidak ingin tahu di mana orang-orang
mengerikan ini tinggal. Tapi ke mana kau akan menuju atau
pulang di saat seperti ini?"
"Maukah kau berjanji kepadaku bahwa kau akan menyim"
pan rahasiaku rapat-rapat, dan datang sendirian, atau dengan
satu-satunya orang lain yang mengetahuinya, dan bahwa aku
takkan diawasi atau diikuti?" tanya gadis itu.
"Aku berjanji sepenuh hati kepadamu," kata Rose.
"Setiap Minggu malam, dari pukul sebelas sampai dua be"
las," kata gadis itu tanpa ragu-ragu, "aku akan berjalan menyu"
suri Jembatan London jika aku masih hidup."
"Tinggallah sebentar lagi," bujuk Rose, saat gadis itu berge"
rak buru-buru ke pintu. "Pikirkan sekali lagi kondisimu sendiri,
dan kesempatanmu meloloskan diri dari sana. Kau punya kuasa
atas diriku, bukan saja sebagai seseorang yang secara sukarela
membawakan informasi ini, melainkan juga sebagai wanita yang
hampir kehilangan kesempatan untuk diselamatkan. Akankah
kau kembali ke gerombolan perampok ini, dan kepada pria ini,
ketika sepatah kata dapat menyelamatkanmu" Perasaan terpe"so"
na apa yang membawamu kembali, dan membuatmu berpegang
pada kejahatan serta penderitaan" Oh! Apakah tak ada dawai
yang dapat kusentuh di hatimu" Tak adakah yang tersisa, yang
mau menjawab permohonanku untuk melawan kegilaan yang
mengerikan ini!" "Ketika perempuan semuda, sebaik hati, dan secantik diri"
mu," timpal gadis itu dengan mantap, "memberikan hatinya,
cinta akan membawanya mengarungi semua cobaan"bahkan
untuk seseorang sepertimu, yang memiliki rumah, teman, pe"
ngagum lain, segalanya, untuk mengisi hatinya. Ketika perem"
puan sepertiku, yang tidak punya atap yang pasti di atas ke"
palanya kecuali tutup peti mati, dan tidak punya teman dalam
sakit maupun sehat kecuali perawat rumah sakit, menetapkan
hatinya yang busuk pada laki-laki mana saja, dan membiar"
CHARLES DICKENS ~423 kannya mengisi tempat yang telah kosong sepanjang hidupnya
yang terkutuk, siapa yang bisa menyembuhkannya" Kasihanilah
orang-orang seperti kami, Nona. Kasihanilah kami karena hanya
memiliki satu rasa yang tersisa, dan karena perasaan itu telah
mengalihkan kami dari kenyamanan dan kebanggaan diri ke
tindak kekerasan dan kesengsaraan yang baru. Itulah hukuman
berat bagi kami." "Kau," kata Rose, setelah jeda singkat, "harus menerima uang
dariku, yang dapat memungkinkanmu hidup tanpa ketidakju"
juran"sampai kita bertemu lagi?"
"Tak se-sen pun," jawab gadis itu sambil melambaikan ta"
ngan?"nya. "Jangan tutup hatimu terhadap semua upayaku untuk me"
nolongmu," kata Rose sambil melangkah maju dengan lembut.
"Aku sungguh berharap bisa membantumu."
"Kau akan sangat membantuku, Nona," sahut si gadis, mere"
mas-remas tangannya, "jika kau bisa mencabut nyawaku seka"
rang juga. Sebab aku tak pernah merasa lebih sedih memikirkan
siapa aku, malam ini, daripada sebelumnya, dan patut disyu"kuri
apabila aku tidak mati di neraka yang kutinggali. Tuhan mem"
berkatimu, Nona Manis, dan semoga Dia merahmatimu keba"
hagiaan sebanyak rasa malu yang telah kutimpakan pada diriku
sendiri!" Sambil bicara seperti itu, dan terisak keras, makhluk tak
bahagia ini berbalik pergi. Sedangkan Rose Maylie, kewalahan
karena perbincangan luar biasa ini, yang lebih mirip mimpi
tiba-tiba daripada kejadian nyata, akhirnya menjatuhkan diri ke
kursi, dan berusaha menenangkan pikirannya yang kacau.[]
Kejutan

Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ituasi yang dihadapinya ini memang bukan sembarang
cobaan dan kesulitan. Kendati dia merasakan gairah he"
bat dan menyala-nyala untuk membongkar misteri yang
menyelimuti riwayat Oliver, dia hanya bisa menyimpan rapat
kerahasiaan informasi yang telah dipercayakan wanita malang
itu kepadanya, sebagai seorang gadis muda yang jujur. Kata-kata
dan perilakunya telah menyentuh hati Rose Maylie bercampur
rasa kasih karena bebannya, yang tak kalah tulus dan berapi-api.
Dia sangat ingin memenangkan perempuan buangan itu, agar
dia menyesal dan mau berharap.
Mereka berniat tinggal di London tiga hari saja, sebelum
kemudian berangkat untuk tinggal di wilayah pesisir yang
jauh selama beberapa minggu. Langkah macam apa yang bisa
ditetapkannya, yang bisa dilaksanakan dalam waktu empat pu"
luh delapan jam" Atau bagaimana dia bisa menunda perjalanan
tersebut tanpa membangkitkan kecurigaan"
Tuan Losberne bersama mereka, dan akan terus begitu sam"
pai dua hari lagi. Namun, Rose terlalu mengenal baik sikap
buru-buru pria terhormat itu, dan bisa membayangkan dengan
terlalu jelas amukan yang akan muncul pertama-tama dalam
le?"dakan amarahnya, ditujukan pada instrumen penangkap O"li"
ver. Alhasil, dia tak bisa memercayakan rahasia tersebut kepada
pria itu, kendati niat baiknya demi gadis itu perlu disokong oleh
se"seorang yang berpengalaman. Tindak waspada dan hati-hati
CHARLES DICKENS ~425 ini jugalah yang mencegahnya memberi tahu Bu Maylie, yang
dorongan hati pertamanya sudah pasti adalah merundingkan
topik tersebut dengan sang dokter terpandang. Berkonsultasi
kepada penasihat hukum, bahkan jika dia tahu cara melakukan"
nya, tindakannya tak terduga, karena alasan yang sama. Pernah
tebersit di benaknya untuk minta bantuan dari Harry. Namun,
ini membangkitkan ingatan mengenai perpisahan terakhir me"re"
ka, dan rasanya tak pantas baginya memanggil Harry kembali,
ketika"air mata muncul di matanya selagi dia merenungkan
ini"pemuda itu mungkin saja saat ini sudah belajar melupa"
kannya, dan berbahagia. Karena terganggu oleh renungan yang berbeda, kini piki"ran"
nya melompat dari satu hal ke hal yang lain, dan ia kembali
ke pikiran awalnya, saat masing-masing pertimbangan muncul
di benaknya. Rose melewati malam dengan gelisah tanpa tidur.
Setelah mempertimbangkan banyak hal keesokan harinya, dia
me"ngam"bil keputusan putus asa, yaitu minta saran kepada
Harry. "Jika terasa menyakitkan baginya," pikir Rose, "untuk kem"
bali ke sini, betapa menyakitkan rasanya bagiku! Tapi barangkali
dia takkan datang. Dia bisa saja menulis surat, atau dia bisa saja
datang sendiri, dan bersusah payah menghindar agar tidak usah
menemuiku"dia melakukan itu waktu dia pergi terakhir kali.
Aku tak mengira dia akan melakukannya, tapi itu lebih baik
untuk kami berdua." Dan di sini Rose menjatuhkan penanya,
dan berpaling, seolah-olah kertas yang akan menjadi pembawa
pesannya tak boleh melihatnya menangis.
Dia telah mengambil pena yang sama, dan meletakkannya
lagi untuk kelima puluh kalinya, serta mempertimbangkan
dan mempertimbangkan kembali baris pertama suratnya tanpa
menuliskan kata pertama, ketika Oliver, yang tadinya keluyuran
di jalanan, ditemani Tuan Giles sebagai pengawal, memasuki
ruangan itu dengan tersengal-sengal dan bersemangat, seakan
melihat perihal baru yang patut diwaspadai.
426~ OLIVER TWIST "Kenapa kau terlihat begitu gundah?" tanya Rose, maju meng?"
hampirinya. "Entahlah. Saya merasa sesak napas," jawab anak laki-laki
itu. "Ya, ampun! Bayangkan saja, saya akhirnya bisa melihat be"
liau, dan Anda bisa mengetahui bahwa saya telah menceritakan
yang sebenarnya kepada Anda!"
"Aku tidak pernah berpikir bahwa kau mengatakan sesuatu
selain kebenaran kepada kami," kata Rose, menenangkannya.
"Tapi ada apa ini" Siapa yang kaubicarakan?"
"Saya melihat pria itu," jawab Oliver, nyaris tak sanggup ber"
bicara dengan jelas. "Pria yang telah begitu baik pada saya"
Tuan Brownlow, yang sering sekali kita bicarakan."
"Di mana?" tanya Rose.
"Keluar dari kereta," jawab Oliver sambil meneteskan air
mata gembira, "dan masuk ke sebuah rumah. Saya tidak bicara
kepadanya. Saya tidak bisa bicara kepadanya, sebab dia tidak
melihat saya, dan saya gemetar hebat, sehingga saya tidak kuasa
menghampirinya. Tapi Giles bertanya, untuk saya, apakah dia
tinggal di sana, dan mereka bilang ya. Lihat ini," kata Oliver
sambil membuka secarik kertas. "Ini dia. Di sinilah dia tinggal.
Saya akan langsung pergi ke sana! Oh, ya, ampun, ya, ampun!
Apa yang akan saya lakukan ketika saya datang menemuinya
dan mendengarnya bicara lagi!"
Dengan perhatian yang teralihkan oleh hal ini dan banyak
seruan girang tak jelas lainnya, Rose membaca alamat itu, Craven
Street, di Strand. Dia segera saja bertekad untuk memanfa"at?"kan
penemuan itu. "Cepat!" katanya. "Suruh mereka memanggil kereta sewaan,
dan bersiap pergi denganku. Aku akan membawamu langsung
ke sana, tanpa buang-buang waktu. Aku hanya akan memberi
tahu bibiku bahwa kita akan pergi ke luar selama sejam, dan
bersiaplah sesegera mungkin."
Oliver tidak perlu didesak lagi, dan dalam waktu lima menit
lebih sedikit mereka telah berada dalam perjalanan ke Craven
CHARLES DICKENS ~427 Street. Ketika mereka tiba di sana, Rose meninggalkan Oliver
di kereta, dengan alasan untuk mempersiapkan si pria tua yang
akan menerimanya. Sambil menyerahkan kartu namanya lewat
pelayan, dia minta bertemu Tuan Brownlow untuk satu urusan
yang sangat mendesak. Sang pelayan segera saja kembali untuk
mempersilakannya naik ke lantai atas. Dia mengikuti pelayan
itu ke sebuah ruangan di lantai atas, tempat Nona Maylie di"
pertemukan dengan seorang pria tua berpenampilan ramah,
yang mengenakan jas hijau tua. Tidak jauh darinya, duduklah
seorang pria tua lain, mengenakan celana dan pembungkus betis
dari katun kuning pucat, yang tidak terlihat terlalu ramah. Dia
duduk dengan tangan mencengkeram puncak sebatang tongkat
tebal, dan menopangkan dagu di atasnya.
"Ya, ampun," kata pria berjas hijau tua, bergegas bangun
dengan teramat sopan, "aku mohon maaf, Nona Muda"kukira
seseorang yang menyusahkanlah yang"aku mohon maafkanlah
aku. Silakan duduk."
"Anda Tuan Brownlow, benar begitu?" kata Rose, mengalih"
kan pandangan dari pria yang lainnya lalu ke pria yang baru saja
berbicara. "Itulah namaku," kata pria tua itu. "Ini temanku, Tuan
Grimwig. Grimwig, berkenankah kautinggalkan kami beberapa
menit?" "Saya yakin," sela Nona Maylie, "bahwa saat ini, saya tidak
perlu merepotkan bapak itu dengan memintanya pergi. Jika in"
formasi yang saya peroleh benar, beliau mengetahui urusan yang
ingin saya bicarakan dengan Anda."
Tuan Brownlow memiringkan kepalanya. Tuan Grimwig,
yang telah membungkuk sangat kaku satu kali, dan bangkit dari
kursinya, lagi-lagi membungkuk sangat kaku, dan kembali men"
jatuhkan diri ke kursi. "Saya akan sangat mengagetkan Anda, saya yakin," kata Rose,
yang tentu saja merasa malu. "Tapi, Anda pernah menunjukkan
kedermawanan serta kebaikan hati luar biasa pada seorang te"
428~ OLIVER TWIST man muda yang sangat saya sayangi, dan saya yakin Anda akan
berminat mendengar tentangnya lagi."
"Betul sekali!" kata Tuan Brownlow.
"Anda mengenalnya sebagai Oliver Twist," timpal Rose.
Kata-kata ini baru saja keluar dari bibirnya ketika Tuan
Grimwig, yang sedang berpura-pura membaca buku besar yang
tergeletak di meja, menjatuhkannya disertai bunyi berdebum
yang dahsyat. Sambil bangkit dari kursinya, dia menunjukkan
ekspresi heran bukan kepalang, dan berlama-lama menatap
hampa. Lalu, seakan-akan malu karena sudah menunjukkan be"
gitu banyak emosi, dia menegakkan tubuhnya ke posisi semula.
Kemudian, sembari memandang lurus ke depan, dia mengeluar"
kan siulan panjang yang dalam, yang seolah, pada akhirnya, tak
terdengar, dan hilang di relung terdalam perutnya.
Tuan Brownlow tidak kalah kagetnya, meskipun keterke"
jutannya tidak diekspresikan dengan gaya eksentrik yang sama.
Dia menarik kursinya mendekat ke tempat duduk Nona Maylie,
dan berkata: "Tolong aku, Nona muda yang baik, kesampingkanlah
perkara kebaikan hati serta kedermawanan yang kaubicarakan,
dan yang tak diketahui orang lain. Jika kau punya kemampuan
untuk menunjukkan bukti yang akan mengubah opiniku yang
tak menyenangkan terhadap anak malang itu, demi Tuhan, se"
rahkanlah bukti itu kepadaku."
"Berandal! Akan kumakan kepalaku seandainya dia bukan
anak berandal," geram Tuan Grimwig, bicara menggunakan
suatu kemampuan ventriloquial, tanpa menggerakkan satu otot
pun di wajahnya. "Dia anak berpembawaan mulia dan berhati hangat," kata
Rose, wajahnya memerah. "Dan di dadanya, kekuatan yang ber"
anggapan pantas kiranya untuk mengujinya melampaui usianya,
telah menanamkan kasih sayang dan perasaan yang membang"
gakan bagi seseorang enam kali lipat usianya."
"Aku baru enam puluh satu," kata Tuan Grimwig, dengan
wajah kaku yang sama. "Dan, pasti karena ada pekerjaan iblis
CHARLES DICKENS ~429 apabila umur si Oliver kini setidaknya dua belas tahun, menu"
rutku komentar tadi tidak tepat sasaran."
"Jangan hiraukan temanku, Nona Maylie," kata Tuan Brown"
low. "Dia tidak bersungguh-sungguh."
"Ya, dia bersungguh-sungguh," geram Tuan Grimwig.
"Tidak, dia tidak bersungguh-sungguh," kata Tuan Brown"
low, jelas-jelas naik darah saat dia berbicara.
"Dia akan makan kepalanya, jika dia tidak bersungguh-sung"
guh," geram Tuan Grimwig.
"Kepalanya layak dipukul, jika dia bersungguh-sungguh,"
kata Tuan Brownlow. "Dan dia ingin sekali melihat pria mana saja yang menawar"
kan diri untuk memukulnya," Tuan Grimwig merespons sambil
menghentakkan tongkatnya ke lantai.
Setelah bertengkar sejauh ini, kedua pria tua itu menghisap
tembakau bergantian, dan sesudah itu berjabat tangan, sesuai
kebiasaan mereka. "Nah, Nona Maylie," kata Tuan Brownlow, "mari kembali
ke topik yang membuat kemanusiaanmu begitu tertarik. Ber"
se"diakah kau memberitahuku informasi apa yang kaumiliki
mengenai anak malang ini" Aku sudah mengerahkan seluruh
kemampuanku untuk menemukannya, dan sejak aku pergi
dari negara ini, kesan pertamaku tentangnya telah berubah.
Aku menduga dia telah dibujuk oleh mantan rekannya untuk
merampokku." Rose, yang berkesempatan mengatur pemikirannya, seketika
menceritakan dengan kata-kata wajar, semua yang telah menim"
pa Oliver sejak dia meninggalkan rumah Tuan Brownlow. Dia
menyimpan informasi Nancy untuk telinga pria itu saja, dan
menutup kisahnya dengan jaminan bahwa satu-satunya kesedih"
an anak itu selama beberapa bulan terakhir adalah karena tidak
bisa bertemu mantan penolong dan temannya.
"Puji Tuhan!" kata sang pria tua. "Ini kegembiraan besar ba"
giku, kegembiraan besar. Tapi kau belum memberitahuku di
430~ OLIVER TWIST mana dia sekarang, Nona Maylie. Maaf karena sudah mencaricari kesalahanmu"tapi kenapa kau tidak mengajaknya?"
"Dia sedang menunggu dalam kereta di depan pintu," jawab
Rose. "Di depan pintu!" pekik sang pria tua. Seketika, dia buruburu keluar ruangan, menuruni tangga, menaiki undakan kere"
ta, dan memasuki kereta, tanpa berkata-kata.
Ketika pintu ruangan tertutup di belakangnya, Tuan Grimwig
mengangkat kepalanya, lalu mengubah kaki belakang kursinya
menjadi poros, berputar tiga kali dengan bantuan tongkatnya
dan meja. Kemudian, dia duduk di kursi itu sepanjang waktu.
Sesudah melakukannya, dia bangkit dan mondar-mandir di ru"
angan sambil terpincang-pincang secepat yang dia bisa setidak"
nya beberapa kali, kemudian setelah berhenti tiba-tiba di ha"
dapan Rose, dia menciumnya tanpa basa-basi.
"Ssst!" katanya, saat Rose bangkit karena terkejut oleh ke"
jadian ganjil ini. "Jangan takut. Aku cukup tua untuk menjadi
kakekmu. Kau gadis manis. Aku menyukaimu. Ini mereka!"
Faktanya, saat dia menjatuhkan diri dengan gesit ke tem"pat
duduknya semula, Tuan Brownlow kembali bersama Oliver,
yang disambut Tuan Grimwig dengan sangat ramah. Kalaupun
rasa senang pada saat itu merupakan satu-satunya imbalan atas
semua kerisauan dan kecemasannya pada Oliver, itu sangatlah
setimpal untuk Rose Maylie.
"Omong-omong, ada orang lain yang tidak boleh dilupakan,"
kata Tuan Brownlow sambil membunyikan bel. "Panggil Nyonya
Bedwin ke sini, tolong."
Sang pembantu rumah tangga tua menjawab panggilan itu
dengan segera. Dan sambil membungkuk hormat di depan pin"
tu, dia menunggu perintah.
"Wah, kian hari kau kian buta saja, Bedwin," kata Tuan
Brown"low agak kesal.
"Yah, memang begitu, Tuan," jawab sang wanita tua. "Mata
orang seusia saya tidak membaik seiring bertambahnya umur,
Tuan." CHARLES DICKENS ~431 "Aku bisa saja memberitahumu," timpal Tuan Brownlow,
"tapi kenakan saja kacamatamu, dan lihat sendiri apakah kau
bisa mencari tahu alasanmu dipanggil?"
Sang wanita tua merogoh-rogoh saku mencari kacamatanya.
Namun, ketidaksabaran Oliver tidak kebal terhadap cobaan
baru ini, dia menyerah pada dorongan hatinya, dia pun melom"
pat ke dalam pelukan Nyonya Bedwin.
"Syukur kepada Tuhan!" seru sang wanita tua sambil men"
dekapnya. "Rupanya anakku tersayang!"
"Perawat tuaku tersayang!" seru Oliver.
"Dia pasti kembali"saya tahu dia pasti kembali," kata wanita


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tua itu, memeluk Oliver dalam dekapannya. "Dia terlihat begitu
sehat, dan berpakaian seperti putra pria terhormat! Ke mana saja
kau, selama ini" Ah! Wajah manis yang sama, tapi tidak sepu?""
cat dulu. Mata lembut yang sama, tapi tidak sesedih dulu. Saya
tidak pernah melupakan wajah dan matanya dan senyum tenang"
nya. Namun, saya menyaksikannya setiap hari, berdam"ping"an
de"ngan wajah anak-anak tersayang saya sendiri, yang sudah
mening"gal dan berpulang sejak saya masih muda dan cekatan."
sambil berceloteh, sesekali dia memandangi Oliver untuk me"
nyaksikan betapa dia telah tumbuh, sesekali memeluknya dan
membelai rambutnya. Wanita berhati baik ini silih berganti
tertawa dan menangis sambil memeluknya.
Mereka meninggalkan wanita tua itu dan Oliver untuk ber"
bagi rasa sesuka mereka. Tuan Brownlow memimpin jalan ke ru"
ang"an lain. Di sanalah dia mendengar dari Rose narasi lengkap
mengenai perbincangannya dengan Nancy, yang menyebabkan
pria itu amat terkejut dan tercengang. Rose juga menjelaskan
alasannya untuk tak langsung berbagi rahasia dengan temannya,
Tuan Losberne. Pria tua itu menganggap bahwa Rose telah
bertindak bijaksana, dan seketika berjanji untuk mengadakan
perbincangan serius dengan sang dokter terpandang itu sendiri.
Untuk memberinya kesempatan sedini mungkin guna melak"
sanakan rencana ini, dia mengatur supaya lelaki itu datang ke
432~ OLIVER TWIST hotel pukul delapan malam itu. Sementara itu, Nyonya Maylie
harus diberi tahu dengan hati-hati tentang semua yang telah
terjadi. Setelah menentukan tindakan awal, Rose dan Oliver
pun pulang. Rose ternyata sama sekali tak salah memperkirakan tingkat
amarah sang dokter. Riwayat Nancy baru saja diungkapkan ke"
padanya ketika dia memuntahkan hujan ancaman bercampur
sumpah serapah. Dia mengancam untuk menjadikan gadis itu
korban pertama dari kecerdasan gabungan Tuan Blathers dan
Tuan Duff. Kemudian, dia bergegas mengenakan topinya ber"
siap pergi untuk meminta bantuan dari kedua orang terpandang
itu. Dan, tak diragukan lagi, dia, yang sedang dalam keadaan
marah, pasti telah membuat niat ini menjadi nyata tanpa sesaat
pun mempertimbangkan konsekuensinya. Apabila dia tidak di"
tahan, sebagian oleh kekerasan yang dilakukan Tuan Brownlow,
yang sebenarnya berperangai gampang marah, dan sebagian oleh
argumen serta uraian penuh perhitungan yang tampaknya paling
tepat untuk mencegahnya menjalankan niat dari emosinya yang
sedang tinggi. "Kalau begitu, apa yang harus dilakukan?" kata sang dokter
impulsif, ketika kedua wanita telah bergabung bersama mereka.
"Apakah kita harus mengucapkan pidato terima kasih kepada
semua gelandangan ini, laki-laki dan perempuan, dan memo"
hon agar mereka masing-masing menerima seratus pound, atau
lebih, sebagai bukti remeh kebaikan kita, dan penghargaan kecil
atas kebaikan mereka terhadap Oliver?"
"Bukan begitu persisnya," timpal Tuan Brownlow sambil
tertawa, "tapi kita harus maju pelan-pelan dan dengan teramat
hati-hati." "Pelan-pelan dan hati-hati," seru sang dokter. "Akan kukirim
mereka semua ke?" "Tidak jadi soal ke mana," potong Tuan Brownlow. "Tapi re"
nungkan apakah mengirim mereka ke mana pun kemungkinan
dapat membantu kita mencapai tujuan yang kita targetkan."
CHARLES DICKENS ~433 "Tujuan apa?" tanya sang dokter.
"Sederhananya, menemukan siapa orangtua Oliver, dan men"
dapatkan warisan untuknya yang, jika cerita ini benar, telah
direngggut darinya dengan curang."
"Ah!" kata Tuan Losberne, menenangkan diri dengan sapu"
tangan. "Aku hampir melupakan itu."
"Jadi," lanjut Tuan Brownlow, "apabila kita kesampingkan
gadis malang ini, dan seandainya memang mungkin mengha"
dapkan penjahat-penjahat ini ke keadilan tanpa membahayakan
keselamatannya, kebaikan apa yang akan kita datangkan?"
"Paling tidak menggantung sebagian dari mereka, barang"
kali," usul sang dokter, "dan membuang sisanya."
"Bagus sekali," timpal Tuan Brownlow sambil tersenyum,
"tapi tak diragukan lagi mereka akan menimpakan nasib itu
sendiri pada diri mereka pada waktunya. Dan jika kita ikut
campur untuk menghambat mereka, menurutku kita akan
melakukan tindakan sia-sia, bertentangan dengan kepentingan
kita sendiri. Atau paling tidak, kepentingan Oliver, yang sesung"
guhnya sama saja." "Bagaimana?" tanya sang dokter.
"Begini. Cukup jelas bahwa kita akan sangat kesulitan men"
capai akar misteri ini, kecuali kita bisa membuat pria ini, Monks,
berlutut. Itu hanya bisa dilakukan lewat siasat, dan dengan cara
menangkapnya ketika dia tidak dikelilingi oleh orang-orang ini.
Sebab, misalkan saja dia ditahan, kita tidak punya bukti untuk
melawannya. Dia bahkan"sejauh yang kita ketahui, atau se"
perti yang ditunjukkan fakta kepada kita"tidak terlibat dengan
gerombolan itu, tidak dalam satu perampokan pun. Jika dia ti"
dak dibebaskan, sangat tidak mungkin dia menerima hukuman
selain menjadi begundal dan gelandangan. Tentu saja setelah itu
mulutnya akan terbungkam rapat sehingga, terkait tujuan kita,
dia sama saja seperti orang tuli, bisu, buta, dan idiot."
"Kalau begitu," kata sang dokter tak sabar, "kusampaikan
lagi kepadamu, apakah menurutmu masuk akal menganggap
434~ OLIVER TWIST jan"ji kepada gadis ini sebagai sesuatu yang mengikat. Janji yang
di"buat dengan niat baik dan tulus, tapi sesungguhnya?"
"Jangan diskusikan perkara itu, Nona muda yang baik, to"
long," kata Tuan Brownlow, menginterupsi Rose saat dia hendak
bicara. "Janji tersebut akan ditepati. Menurutku janji itu sama
sekali takkan mengganggu rencana kita. Tapi, sebelum kita bisa
menetapkan langkah tertentu, perlu kiranya menemui gadis itu,
untuk memastikan darinya apakah dia bersedia menunjukkan
si Monks ini. Dengan pemahaman bahwa kitalah, dan bukan
hukum yang akan menangani laki-laki itu sekarang. Atau, jika
dia tidak bersedia, atau tidak bisa melakukan itu untuk mem"
peroleh paparan mengenai tempat-tempat yang didatangi lakilaki itu dan deskripsi mengenai penampilannya, sehingga me"
mungkinkan kita untuk mengidentifikasinya. Gadis itu tidak
bisa ditemui sampai malam Sabtu mendatang. Sekarang hari
Se?""lasa. Kusarankan agar sementara ini, kita tetap diam dan mera"
hasiakan urusan ini bahkan dari Oliver sendiri."
Walaupun Tuan Losberne menanggapi usulan penundaan
selama lima hari penuh dengan muka masam, dia rela mengakui
bahwa tidak ada langkah lebih baik yang terpikir olehnya saat
itu. Dan karena baik Rose maupun Nyonya Maylie berpihak
pada Tuan Brownlow, tawaran pria itu disetujui dengan suara
bulat. "Aku ingin," katanya, "minta bantuan teman lamaku, Grimwig.
Dia makhluk yang aneh, tapi cerdik, dan mungkin saja dapat
memberikan pertolongan penting bagi kita. Harus kukatakan
bahwa dia dididik sebagai pengacara, dan berhenti berpraktik
karena muak, sebab dia hanya mendapatkan satu kasus dan satu
mosi, dalam waktu dua puluh tahun. Tapi, entah itu patut di"
jadikan rekomendasi atau tidak, kalian harus putuskan sendiri."
"Aku tidak keberatan memanggil temanmu jika aku boleh
memanggil temanku," kata sang dokter.
"Kita harus mengadakan pemungutan suara untuk menen"
tukannya," timpal Tuan Brownlow. "Siapa orang itu?"
CHARLES DICKENS ~435 "Putra Nyonya itu, dan " teman lama wanita muda ini," kata
sang dokter, memberi isyarat ke arah Nyonya Maylie, dan meng?"
akhiri dengan lirikan ekspresif ke arah keponakan wanita itu.
Wajah Rose merah padam. Namun, dia tidak mengajukan
keberatan terhadap usulan ini (barangkali karena dia merasa
sebagai minoritas dan tidak mungkin menang). Maka, Harry
Maylie dan Tuan Grimwig pun alhasil diikutsertakan ke dalam
komite tersebut. "Kami akan tinggal di kota, tentu saja," kata Nyonya Maylie,
"selagi urusan ini masih mungkin diselesaikan dengan sukses.
Aku tak keberatan mencurahkan energi dan uang demi anak
yang kepentingannya sangat kita pedulikan. Aku senang-senang
saja tetap tinggal di sini, walaupun sampai dua belas bulan,
selama kalian meyakinkanku bahwa masih ada harapan yang
tersisa." "Bagus!" timpal Tuan Brownlow. "Dan saat kulihat wajahwajah di sekitarku, kusaksikan ekspresi penasaran, ingin tahu
bagaimana ceritanya sampai aku tak berada di tempat untuk
menguatkan kisah Oliver, dan tiba-tiba saja meninggalkan ke"
rajaan. Biar kutegaskan bahwa aku tidak ingin ditanya sampai
aku merasa sudah waktunya mengenyahkan rasa penasaran itu
dengan cara mengisahkan ceritaku sendiri. Percayalah padaku,
aku mengajukan permintaan ini dengan maksud baik, sebab jika
aku bercerita, aku mungkin saja membangkitkan harapan yang
ditakdirkan untuk tak pernah terwujud, dan semata-mata me"
nambah kesulitan dan kekecewaan yang sudah cukup banyak.
Mari! Waktunya makan malam, dan Oliver muda, yang sendi"
rian di ruangan sebelah, pasti sudah mulai berpikir, pada saat
ini, apakah kita bosan ditemani olehnya, dan sedang merancang
konspirasi gelap untuk menyingkirkannya dari dunia ini."
Kemudian, pria tua itu mengulurkan tangan kepada Nyo"
nya Maylie, dan mengantarnya ke ruang makan. Tuan Losberne
me"ng"ikuti, sambil menuntun Rose. Rapat itu untuk saat ini
dibubarkan.[] Kenalan Lama Oliver ada malam ketika Nancy, setelah meninabobokan Tuan
Sikes hingga tertidur, bergegas menjalankan misi yang
dia paksakan pada dirinya sendiri untuk menemui Rose
Maylie. Berderap majulah dua orang menuju London, lewat
Great North Road, yang kehadirannya dalam riwayat ini patut
diperhatikan. Mereka adalah seorang pria dan seorang wanita. Atau, ba"
rangkali mereka lebih tepat dideskripsikan sebagai seorang lakilaki dan seorang perempuan, sebab yang disebut pertama adalah
jenis orang yang bertungkai panjang, berlutut menonjol, ber"
langkah gontai, dan bertulang besar, sehingga sulit menentukan
usianya yang sesungguhnya. Ketika masih kanak-kanak, dia ber"
penampilan seperti pria dewasa kerdil, dan ketika hampir dewa"sa,
seperti bocah laki-laki yang dewasa. Si perempuan masih muda,
tapi berperawakan kukuh dan tegap, sesuai yang dibutuhkan,
se"bab dia harus menanggung bobot sebuah buntalan besar yang
dipikul di punggungnya. Rekannya tidak dibebani oleh banyak
bawaan karena dari tongkat yang ditopangkannya ke pundak"
nya, hanya bergelayut sebuah bungkusan saputangan kecil, dan
rupanya cukup ringan. Kondisi ini ditambah oleh panjang kaki"
nya yang tak lazim jangkauannya, hingga memungkinkannya
untuk dengan mudah mendahului rekannya sejauh kira-kira
enam langkah. Kepada rekannya inilah dia sesekali menoleh
sambil menyentakkan kepalanya tak sabaran. Seakan memarahi
kelambanannya, dan mendesaknya agar berusaha lebih keras.
CHARLES DICKENS ~437 Beginilah mereka bersusah payah menyusuri jalanan berdebu,
tak menghiraukan satu pun objek yang terlihat, kecuali ketika
mereka melangkah ke samping untuk menyediakan jalan yang
lebih lebar bagi kereta pos yang sedang berdesing keluar dari
kota, sampai mereka melintasi gerbang Highgate. Ketika sang
pengelana terdepan berhenti dan memanggil rekannya dengan
tak sabaran: "Ayo, cepat, bisa tidak" Pemalas sekali kau ini, Charlotte."
"Ini cuma gara-gara beban yang berat, tahu!" kata si perem"
puan menyusul, hampir kehabisan napas karena kelelahan.
"Berat! Apa yang kaubicarakan" Kau terbuat dari apa, sih?"
timpal si pengelana laki-laki, memindahkan buntalan kecilnya
sendiri ke pundaknya yang sebelah selagi dia bicara. "Oh, rupa"
nya kau di situ, istirahat lagi! Wah, kalau sikapmu tidak cukup
membuat siapa saja kehilangan kesabaran, entah apa namanya!"
"Apa masih jauh?" tanya si perempuan, beristirahat di trotoar,
dan mendongak dengan keringat yang menganak sungai di wa"
jahnya. "Masih jauh! Kau harus sampai di sana," kata si pengembara
berkaki panjang sambil menunjuk ke depannya. "Lihat ke sana!
Itu cahaya Kota London."
"Jaraknya masih tiga kilometer lagi, paling tidak," kata si
perempuan, patah semangat.
"Terserah mau tiga kilometer atau tiga puluh kilometer," kata
Noah Claypole, sebab dialah orang itu, "pokoknya bangun dan
cepatlah, atau kutendang kau. Sudah kuberi kau peringatan."
Saat hidung Noah semakin merah karena marah, dan saat dia
menyeberangi jalan sambil bicara, seolah-olah siap untuk mewu"
judkan ancamannya, si perempuan bangkit tanpa berkomentar
lebih lanjut, dan tersaruk-saruk maju di sampingnya.
"Kau bermaksud berhenti di mana malam ini, Noah?" tanya"
nya, setelah mereka berjalan beberapa ratus yar.
"Bagaimana kutahu?" balas Noah yang emosinya terganggu
karena kelamaan berjalan.
438~ OLIVER TWIST "Dekat, mudah-mudahan," kata Charlotte.
"Tidak, tidak dekat," balas Tuan Claypole. "Lihat! Tidak
dekat, jadi memikirkannya pun jangan."
"Kenapa tidak?"
"Waktu kubilang padamu bahwa aku tidak bermaksud
melakukan sesuatu, itu sudah cukup, meski tanpa menjelaskan
sebab atau alasannya," balas Tuan Claypole penuh martabat.
"Yah, kau tidak perlu marah-marah," kata rekannya.
"Nyaman sekali seandainya kita pergi dan berhenti di bar
pertama di pinggiran kota, supaya Sowerberry, kalau dia menge"
jar kita, bisa menyembulkan batang hidungnya, dan membawa
kita kembali naik kereta dengan tangan diborgol," kata Tuan
Claypole dengan nada mencemooh. "Tidak! Aku akan pergi
dan menyembunyikan diri di jalan-jalan tersempit yang bisa
kutemukan, dan tidak berhenti sampai kita sampai di rumah
paling terpencil yang kulihat. Demi Tuhan, berterima kasihlah
pada bintang keberuntunganmu karena aku punya otak, karena
kalau kita tidak secara sengaja menempuh jalan yang salah, dan
kembali melintasi pedesaan, kau pasti sudah dikurung seminggu
lalu, Nona. Itu pantas, karena kau bodoh."
"Aku tahu aku tidak secerdik kau," timpal Charlotte, "tapi
jangan menyalahkanku atas segalanya, dan mengatakan aku
seharusnya dikurung. Lagi pula, kau pasti dikurung kalau aku
dikurung." "Kau mengambil uang dari laci, kau tahu kau yang melaku"


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kannya," kata Tuan Claypole.
"Aku mengambilnya untukmu, Noah, Sayang" timpal Char"
lotte. "Apa aku menyimpannya?" tanya Tuan Claypole.
"Tidak. Kau memercayakannya padaku, dan membiarkanku
membawa uang itu seperti orang baik, dan kau memang baik,"
kata perempuan itu sambil menjawil dagu Tuan Claypole, dan
mengaitkan lengannya dengan lengan pria itu.
Memang begitulah keadaannya. Namun, karena Tuan Clay"
pole tak terbiasa menaruh kepercayaan buta dan bodoh pada
CHARLES DICKENS ~439 sembarang orang, harus dicatat"agar adil bagi pria itu"bahwa
dia memercayai Charlotte dalam perkara ini supaya jika mereka
dikejar, uang akan ditemukan pada gadis itu, sehingga membe"
rinya kesempatan untuk menegaskan ketidakbersalahannya
dalam kasus pencurian, dan memfasilitasi peluangnya untuk
melarikan diri. Tentu saja, pada saat ini, dia tidak menjelaskan
motifnya, dan mereka terus berjalan penuh kasih bersamasama.
Untuk menjalankan rencananya yang penuh kehati-hatian,
Tuan Claypole terus berjalan tanpa berhenti, sampai dia tiba
di distrik Angel di Islington. Di tempat inilah, dia secara bijak"
sana menilai berdasarkan penumpang yang berlimpah dan jum"
lah kendaraan bahwa London sudah ada di depan mata. Dia
berhenti sejenak untuk mengamati jalan mana saja yang paling
penuh sesak dan harus dihindari. Dia menyeberang ke Saint
John"s Road, dan segera saja lenyap tak kentara di dalam jalanjalan rumit dan kotor yang terletak di antara Gray"s Inn Lane
dan Smithfield. Daerah itu adalah bagian kota terburuk dan
terjelek, tak pernah direnovasi di tengah-tengah London.
Berjalanlah Noah Claypole melintasi jalan-jalan ini, menye"
ret Charlotte di belakangnya. Dia sesekali menginjak got untuk
sekilas merengkuh keseluruhan karakter eksternal sejumlah bar
kecil. Kadang dia berlari, seolah-olah sebuah penampakan yang
dibayangkannya memicunya untuk memercayai bahwa tempat
itu terlalu ramai baginya. Akhirnya, dia berhenti di depan se"
buah bar yang lebih sederhana dan lebih kotor daripada yang
telah dilihatnya. Setelah menyeberang jalan dan mengamatinya
dari trotoar seberang, dengan murah hati dia memberitahu niat"
nya untuk menginap di sana malam itu.
"Berikan buntalan itu," kata Noah sambil melepaskan bun"
talan dari bahu si perempuan, dan menyandangkannya ke
pundaknya sendiri, "dan jangan bicara, kecuali waktu kau diajak
bicara. Apa nama bar itu"t-h-r"three apa?"
"Cripples," kata Charlotte.
440~ OLIVER TWIST "Three Cripples," ulang Noah, "dan plangnya juga bagus.
Nah, ayo! Dekat-dekatlah di belakangku, dan ayo, cepat." Ke"
mudian, dia mendorong pintu yang berkelotakan dengan
bahunya dan memasuki bar diikuti oleh rekannya.
Tak ada seorang pun di bar kecuali seorang pemuda yang
kedua sikunya ditopangkan ke meja layan sambil membaca
koran kotor. Dia menatap Noah lekat-lekat, dan Noah pun
demikian. Seandainya Noah memakai seragam sosialnya, mungkin saja
pemuda itu punya alasan untuk benar-benar melihatnya. Na"
mun, karena dia telah menyingkirkan jas dan lencana dan me"
nge"nakan kemeja longgar pendek di atas celananya, tampaknya
tak ada alasan khusus sehingga penampilannya menarik begitu
banyak perhatian di sebuah bar.
"Apa ini Three Cripples?" tanya Noah.
"Itu memad bar idi," jawab pemuda itu.
"Seorang pria yang kami temui dalam perjalanan dari desa
merekomendasikan kami ke sini," kata Noah sambil menyikut
Charlotte. Barangkali untuk menarik perhatiannya terhadap
metode ini, yang merupakan cara cerdik untuk meraih peng"
hormatan dari orang lain. Akan tetapi, mungkin juga dia ingin
mengingatkan gadis itu agar tidak menunjukkan rasa kaget.
"Kami ingin tidur di sini malam ini."
"Agu tak yakid bisa," kata Barney, si penunggu, "dabi agad
guudajakan." "Tunjukkan pada kami di mana ada keran, dan beri kami
secuil daging dingin, dan seteguk bir sementara kau mencari
tempat, ya?" kata Noah.
Barney menurut dengan cara menggiring mereka ke sebuah
ruang belakang berukuran kecil, dan meletakkan hidangan yang
diminta di hadapan mereka. Lalu, dia memberi tahu bahwa
mereka bisa mondok di sana malam itu, dan meninggalkan pa"
sang"an ramah ini untuk menyantap makanan mereka.
Ruang belakang itu terletak tepat di belakang bar, dan lebih
rendah beberapa undakan, sehingga siapa pun yang ada di bar
CHARLES DICKENS ~441 itu, apabila menarik tirai kecil yang menyembunyikan panel
kaca pada dinding ruangan itu, kira-kira satu setengah meter
dari lantai, bukan saja dapat melihat para tamu di ruang be"
lakang tanpa risiko ketahuan (kaca berada di sudut gelap, jadi
pengamat harus menjejalkan diri ke antara permukaan dinding
dengan sebatang tiang tegak lurus), tapi juga bisa dengan cara
menempelkan telinganya ke partisi, mendengar dengan cukup
jelas topik percakapan mereka. Si pemilik bar belum lagi me?"na"
rik matanya dari lokasi memata-matai ini selama lima menit, dan
Barney baru saja kembali seusai menyampaikan informasi yang
telah disebutkan di atas, ketika Fagin, yang sedang mengerjakan
urusan malam itu, masuk ke bar untuk bertanya tentang muridmurid mudanya.
"Ssst!" kata Barney. "Ada orag asig di ruag sebelah."
"Orang asing!" ulang pria tua itu, berbisik.
"Ah! Dad juga pedcuri," imbuh Barney. "Dari desa, dabi ada
hubugaja degadmu, galau agu didak salah."
Fagin tampaknya menanggapi informasi ini dengan penuh
minat. Sambil menaiki bangku, dengan hati-hati Fagin menempel"
kan matanya ke kaca. Dari tempat rahasia inilah dia bisa melihat
Tuan Claypole mengambil daging sapi dingin dari piring dan
bir hitam dari bejana sembari menyerahkan keduanya kepada
Charlotte dalam porsi kecil, yang duduk dengan sabar, makan
dan minum sesuai kehendak laki-laki itu.
"Aha!" bisik Fagin, menoleh kepada Barney. "Aku suka tam"
pang pemuda itu. Dia akan bermanfaat bagi kita. Dia sudah
tahu cara melatih seorang gadis. Jangan buat suara sepelan ti"
kus sekalipun, Sobat, dan biar kudengar mereka bicara"biar
kudengar mereka." Fagin lagi-lagi menempelkan matanya ke kaca. Setelah me"
malingkan telinganya ke partisi, mendengarkan dengan sak"
sama, disertai ekspresi culas dan penuh semangat di wajahnya
yang mungkin saja mirip setan tua.
442~ OLIVER TWIST "Jadi, aku bermaksud menjadi pria terhormat," kata Tuan
Claypole, menendangkan kakinya dan melanjutkan percakapan
yang permulaannya terlewatkan oleh Fagin karena dia terlambat
datang. "Tidak ada peti mati lagi, Charlotte. Hanya kehidupan
pria terhormat untukku, dan kalau kau mau, kau bisa jadi wa"
nita terhormat." "Aku ingin sekali, Sayang," balas Charlotte, "tapi tidak ada
laci uang yang bisa dikosongkan setiap hari, dan orang-orang
yang diusir sesudahnya."
"Persetan dengan laci uang!" kata Tuan Claypole. "Ada ben"
da-benda lain selain laci uang yang bisa dikosongkan."
"Apa maksudmu?" tanya rekannya.
"Saku, tas perempuan, kuda, kereta pos, bank!" kata Tuan
Claypole, naik darah karena bir hitam.
"Tapi kau tidak bisa melakukan semua itu, Sayang," kata
Charlotte. "Aku akan berusaha bergabung dengan suatu kelompok,"
balas Noah. "Mereka pasti bisa memanfaatkan kita dengan satu
atau lain cara. Lagi pula, kau sendiri sebanding dengan lima
puluh perempuan. Aku tak pernah bertemu makhluk berharga
secerdik dan seculas kau, sewaktu aku membiarkanmu bersikap
begitu." "Ya, Tuhan, senangnya mendengarmu berkata begitu!" pekik
Charlotte sambil memberi kecupan ke wajah jelek Noah.
"Sudah, sudah cukup. Jangan bersikap terlalu penuh kasih
sayang, kalau-kalau aku malah jadi marah padamu," kata Noah,
melepaskan diri dengan sangat kasar. "Aku ingin menjadi kapten
dari suatu gerombolan dan menghajar mereka dan membun"tuti
mereka, tanpa mereka ketahui. Itu cocok untukku, kalau ada
laba besar. Kalau saja kita bisa bergaul dengan pria jenis ini,
menurutku harga sebesar dua puluh pound yang kau dapat itu
sudah murah, terutama karena kita tidak tahu cara menying"
kirkan uang itu sendiri."
Setelah mengungkapkan opininya, Tuan Claypole meman"
dang ke dalam bejana bir dengan raut wajah arif tak terkira.
CHARLES DICKENS ~443 Sesudah mengguncang-guncangkan bejana hingga isinya habis,
dia menunduk kepada Charlotte dengan sikap merendahkan,
dan meneguk minuman yang membuatnya tampak sangat segar.
Dia sedang merenungkan hal lain, ketika terbukanya pintu seca"
ra tiba-tiba, dan kemunculan seorang asing, mengusiknya.
Orang asing itu adalah Tuan Fagin. Dan dia terlihat begitu
ramah, dan membungkuk sangat rendah saat dia maju, dan
duduk di balik meja terdekat, memesan minuman kepada Bar"
ney yang cengar-cengir. "Malam yang menyenangkan, Tuan, tapi sejuk untuk saat
seperti ini dalam setahun," kata Fagin sambil menggosok-gosok"
kan kedua belah tangannya. "Dari desa, kelihatannya. Bukan
begitu, Tuan?" "Bagaimana kau tahu?" tanya Noah Claypole.
"Debu di London tidak sebanyak itu," jawab Fagin sambil
menunjuk sepatu Noah, lalu sepatu rekannya, dan kemudian
kedua buntalan mereka. "Kau laki-laki berotak tajam," kata Noah. "Ha! ha! Coba
dengar itu, Charlotte!"
"Wah, orang memang harus berotak tajam di kota ini,
Sobat," timpal Fagin, merendahkan suaranya menjadi bisikan
penuh rahasia. "Dan itulah yang sebenarnya."
Fagin menindaklanjuti komentar ini dengan gerakan mene"
puk-nepuk bagian samping hidungnya menggunakan telun"
juk kanan. Gestur yang coba ditirukan Noah, walaupun tidak
berhasil sepenuhnya, sebab hidungnya kurang besar. Namun
demikian, Tuan Fagin tampaknya menginterpretasikan tinda"
kan tersebut sebagai ekspresi persetujuan total atas opininya,
dan menenggak minuman keras yang dibawa Barney dengan
sikap sangat bersahabat. "Barang bagus, tuh," komentar Tuan Claypole sambil men"
jilat bibirnya. "Ya, ampun!" ujar Fagin. "Seorang pria harus terus-menerus
mengosongkan laci uang, atau saku, atau tas perempuan, atau
444~ OLIVER TWIST kereta pos, atau bank, jika dia ingin meminum ini secara te"r"
atur!" Tuan Claypole baru saja mendengar kutipan dari komen"
tarnya sendiri ketika dia terenyak ke kursinya, dan mengalihkan
pandangannya dari Fagin kepada Charlotte, disertai raut pucat
pasi dan ekspresi ngeri tak terperi.
"Jangan pedulikan aku, Sobat," kata Fagin, menarik kursinya
mendekat. "Ha ha! Untung cuma aku yang tak sengaja mende"
ngarmu. Untung sekali cuma aku."
"Aku tidak mengambilnya," Noah terbata, tak lagi men"
julurkan kakinya seperti seorang pria mandiri, melainkan
menekuknya sebisa mungkin ke bawah kursinya. "Itu semua
perbuatannya. Kau yang menyimpannya sekarang, Charlotte.
Kau tahu kau yang menyimpannya."
"Tidak jadi soal siapa yang menyimpannya, atau siapa yang
melakukannya, Sobat," timpal Fagin sambil, mau tak mau, me"
lirik si gadis dan kedua buntalan dengan mata elangnya. "Aku
sendiri seperti itu, dan aku menyukaimu karena itu."
"Seperti apa?" tanya Tuan Claypole, agak pulih.
"Berbisnis seperti itu," timpal Fagin, "dan begitu pula orangorang di bar ini. Kau tepat sasaran, dan lebih aman di sini dari"
pada di mana pun. Tak ada tempat yang lebih aman di seluruh
kota ini daripada Cripples, apabila aku menginginkannya. Dan
aku menyukaimu dan wanita muda itu. Jadi, tenangkan piki"r"
anmu." Pikiran Noah Claypole mungkin saja jadi tenang setelah
jaminan ini diutarakan. Namun, tubuhnya jelas tidak, sebab
dia bergeser dan menggeliat-geliut ke berbagai posisi tak sopan
sambil mengamati teman barunya dengan rasa takut bercampur
curiga. "Kuberi tahu kau lebih lagi," kata Fagin, setelah dia mene"
nangkan gadis itu, dengan cara mengangguk ramah serta meng"
gumamkan dukungan. "Aku punya teman yang menurutku bisa
memuaskan keinginan berhargamu, dan mengarahkanmu ke
CHARLES DICKENS ~445 jalan yang benar, tempat kau bisa menempuh bagian apa saja
dalam bisnis ini yang menurutmu paling cocok untukmu, dan
diajari semua bidangnya yang lain."
"Kau bicara seakan-akan kau sungguh-sungguh," timpal
Noah. "Apa untungnya jika aku tidak sungguh-sungguh?" tanya
Fagin sambil mengangkat bahu. "Kemari! Biar aku mengobrol
denganmu di luar." "Tidak ada perlunya merepotkan diri untuk pindah," kata
Noah, lambat laun mengeluarkan kakinya dari bawah kursi.
"Dia akan membawa barang-barang ke lantai atas. Charlotte
akan mengurus buntalan-buntalan itu."
Mandat ini, yang dihantarkan dengan keagungan besar lak"
sana raja, ditaati tanpa keberatan sedikit pun. Charlotte berusaha
sebaik-baiknya membawa kedua buntalan itu, sementara Noah
menahan pintu yang terbuka dan memperhatikannya keluar.
"Dia lumayan patuh, kan?" tanya Noah saat dia kembali ke
tempat duduknya, dengan nada bicara seperti seorang pawang
yang telah menjinakkan hewan liar.
"Cukup sempurna," timpal Fagin sambil menepuk bahu pe"
muda itu. "Kau genius, Sobat."
"Wah, kalau aku tidak genius, aku tidak mungkin ada di
sini," balas Noah. "Tapi, menurutku dia bakal keburu kembali
kalau kau membuang-buang waktu."
"Nah, bagaimana pendapatmu?" ujar Fagin. "Seandainya
kau menyukai temanku, adakah cara lebih baik selain bergabung
dengannya?"

Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah bisnisnya bagus, itu pertanyaannya!" respons Noah
sambil mengedipkan salah satu matanya yang mungil.
"Tiga teratas; mahir menggunakan tangannya; memiliki
rekanan terbaik dalam profesi ini."
"Orang-orang kota?" tanya Tuan Claypole.
"Tak satu pun orang desa di antara mereka, dan menurutku
dia takkan menerimamu, atas rekomendasiku sekalipun, sean"
dainya dia tidak kekurangan orang sekarang ini," jawab Fagin.
446~ OLIVER TWIST "Haruskah aku membayar?" kata Noah sambil menampar
saku celananya. "Tidak mungkin tanpa membayar," jawab Fagin dengan si"
kap teguh. "Tapi dua puluh pound itu banyak!"
"Tidak ketika itu adalah uang yang tidak bisa kau singkir"
kan," balas Fagin. "Nomor dan tanggalnya sudah dicatat, kurasa"
Dibayarkan ke Bank" Ah! Uang sejumlah itu tak bernilai banyak
baginya. Uang itu harus dikeluarkan, dan dia tidak bisa men"
jualnya dengan harga mahal di pasar."
"Kapan aku bisa menemuinya?" tanya Noah ragu.
"Besok pagi." "Di mana?" "Di sini." "Mm!" kata Noah. "Bagaimana bayarannya?"
"Hidup layaknya pria terhormat"makanan dan tempat
tinggal, pipa dan alkohol gratis"setengah dari semua yang
kauhasilkan, dan setengah dari semua yang dihasilkan si wanita
muda," jawab Tuan Fagin.
Sangat diragukan bahwa Noah Claypole yang sangat tamak,
bersedia menerima syarat dan ketentuan yang menggiurkan ini
sekalipun dia benar-benar bebas merdeka. Namun, saat dia ter"
ingat bahwa apabila dia menolak, kenalan barunya punya kemam"
puan untuk menghadapkannya ke tangan hukum seketika (dan
kemungkinan besar segalanya takkan berlalu begitu saja), dia
lambat laun mengalah, dan berkata bahwa menurutnya tawaran
itu sesuai dengan seleranya.
"Tapi, begini," komentar Noah, "karena Charlotte sanggup
bekerja berat, aku ingin melakukan sesuatu yang sangat en"
teng." "Kerja kecil-kecilan?" usul Fagin.
"Ah, iya! Sesuatu yang seperti itu," jawab Noah. "Menu"
rutmu apa yang cocok denganku sekarang" Sesuatu yang tidak
terlalu melelahkan, dan tidak terlalu berbahaya, kau tahu. Yang
seperti itu!" CHARLES DICKENS ~447 "Kudengar kau membicarakan sesuatu tentang memata-ma"
tai orang lain, Sobat," kata Fagin. "Temanku mengingin"kan se"
s"e?"ora"ng yang bisa melakukan itu dengan baik, dia sangat mem"
butuhkannya." "Wah, aku memang menyinggung soal itu, dan aku tidak ke"
beratan mengulurkan tanganku untuk itu sesekali," timpal Tuan
Claypole pelan. "Tapi, pekerjaan seperti itu tidak menghasilkan
bayaran dengan sendirinya, kau tahu."
"Itu betul!" komentar Fagin sambil termenung, atau purapura termenung. "Tidak, mungkin tidak."
"Menurutmu apa, kalau begitu?" tanya Noah, memandang
pria tua itu dengan waswas. "Sesuatu yang ada hubungannya
dengan mengendap-endap, pekerjaan yang pasti, dan tidak lebih
berisiko daripada diam di rumah saja."
"Apa pendapatmu tentang wanita-wanita tua?" tanya Fagin.
"Ada banyak uang yang bisa dihasilkan dengan cara merebut tas
dan dompet mereka, kemudian melarikan diri ke pojok jalan."
"Bukankah mereka menjerit-jerit keras, dan kadang menca"
kar?" tanya Noah sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Menu"
rutku itu tak sesuai dengan tujuanku. Tak adakah bidang lain
yang terbuka?" "Stop!" kata Fagin sambil meletakkan tangannya di lutut
Noah. "Rampas teri."
"Apa itu?" tuntut Tuan Claypole.
"Teri, Sobat," kata Fagin, "anak-anak kecil yang diutus
mengerjakan tugas remeh-temeh oleh Ibu mereka, sambil mem"
bawa uang enam sen dan satu shilling. Rampas uang mereka.
Mereka selalu memegangi uang di tangan mereka. Jatuhkan
mereka ke got dan tinggalkan pergi pelan-pelan sekali, seolaholah tak ada yang terjadi kecuali seorang anak yang terjatuh dan
melukai dirinya sendiri. Ha ha ha!"
"Ha! ha!" Tuan Claypole tergelak, menendangkan kakinya ke
atas karena kegirangan. "Ya, Tuhan, itu dia!"
"Pastinya," timpal Fagin, "dan kau bisa dapat tangkapan
bagus di Camden Town, dan Battle Bridge, dan lingkungan-
448~ OLIVER TWIST lingkungan seperti itu, tempat mereka sering pergi. Kau bisa
menghajar teri sebanyak yang kauinginkan pada jam berapa pun
dalam sehari. Ha ha ha!"
Diiringi tawa, Fagin menyodok pinggang Tuan Claypole, dan
mereka berdua pun tertawa terbahak-bahak, lama dan nyaring.
"Baiklah, itu boleh!" kata Noah ketika dia telah menenang"
kan diri, dan Charlotte telah kembali. "Kira-kira besok jam
berapa?" "Bagaimana kalau pukul sepuluh?" tanya Fagin. Setelah Tuan
Claypole mengangguk setuju, dia menambahkan, "Nama siapa
yang harus kuberitahukan kepada teman baikku?"
"Tuan Bolter," jawab Noah, yang telah mempersiapkan diri
untuk keadaan darurat semacam itu. "Tuan Morris Bolter. Ini
Nyonya Bolter." "Aku berkenan menjadi pelayan setia Nyonya Bolter," kata
Fagin, membungkuk dengan ketakziman fantastis. "Kuharap
aku bisa segera mengenalnya dengan baik."
"Apa kau dengar pria ini, Charlotte?" gelegar Tuan Claypole.
"Ya, Noah, Sayang!" jawab Nyonya Bolter sambil mengulur"
kan tangan. "Dia memanggilku Noah, sebagai panggilan sayang," kata
Tuan Morris Bolter, atau Claypole, sambil menoleh kepada
Fagin. "Kau mengerti?"
"Oh, ya, aku mengerti"sepenuhnya," jawab Fagin, berkata
jujur sekali ini. "Selamat malam! Selamat malam!"
Diiringi banyak ucapan selamat berpisah dan semoga berha"
sil, Tuan Fagin pun pergi. Noah Claypole, meladeni perhatian
puannya yang baik, lalu mencerahkan wanita itu dengan ren"
ca"na yang telah dibuatnya, disertai sikap pongah dan gaya su"
perior, tidak saja karena dia menjadi salah satu lelaki yang keras,
tetapi juga pria terhormat yang menghargai martabatnya karena
mendapat tugas khusus sebagai perampas teri di London dan
sekitarnya.[] Dodger Terlibat Masalah Jadi, rupanya kau sendirilah temanmu, ya?" tanya Tuan
Claypole, alias Bolter, ketika"berdasarkan kesepakatan
antara mereka"dia pindah keesokan harinya ke rumah
Fagin. "Ya, Tuhan, sudah kukira begitu semalam!"
"Setiap orang adalah temannya sendiri, Sobat," balas Fagin
sambil menyunggingkan senyum menyindir. "Dia tidak punya
teman sebaik dirinya sendiri di mana pun."
"Kecuali kadang-kadang," timpal Morris Bolter, bergaya
seperti pria yang sudah banyak makan asam garam. "Sebagian
orang bukanlah musuh siapa pun kecuali diri mereka sendiri,
kau tahu." "Jangan percayai itu," kata Fagin. "Ketika seseorang adalah
musuhnya sendiri, itu semata-mata karena dia terlalu yakin pada
dirinya sendiri, bukan karena dia berhati-hati pada semua orang
kecuali diri sendiri. Puh! Itu tidak benar."
"Pasti ada benarnya, kalau memang ada ungkapan seperti
itu," timpal Tuan Bolter.
"Itu masuk akal juga. Sebagian tukang sulap berkata bahwa
nomor tiga adalah nomor ajaib, dan sebagian mengatakan no"
mor tujuh. Tapi, tak satu pun yang benar, Sobat. Nomor ajaib
adalah nomor satu." "Ha ha!" seru Tuan Bolter. "Hidup nomor satu!"
"Dalam komunitas kecil seperti komunitas kita, Sobat," kata
Fagin yang merasa perlu mempertegas posisinya, "kita punya
450~ OLIVER TWIST nomor satu yang umum. Pada saat bersamaan, patut dipertim"
bangkan bahwa aku dan semua pemuda lain juga nomor satu."
"Oh, ampun!" seru Tuan Bolter.
"Begini," lanjut Fagin, pura-pura tak memedulikan interupsi
ini, "kita bekerja sama dan punya kepentingan yang saling ter"
kait, sehingga patutlah beranggapan seperti itu. Contohnya, kau
bertujuan menjaga nomor satu"yaitu dirimu sendiri."
"Jelas," timpal Tuan Bolter. "Kau benar soal itu."
"Nah! Kau tidak bisa menjaga dirimu sendiri, nomor satu,
tanpa menjaga aku, nomor satu."
"Nomor dua, maksudmu," kata Tuan Bolter, yang dianuge"
rahi sifat egois yang besar.
"Tidak, bukan itu maksudku!" bentak Fagin. "Aku dan kau
sama pentingnya, seperti dirimu sendiri."
"Menurutku," sela Tuan Bolter, "kau laki-laki yang sangat
baik, dan aku suka sekali padamu. Tapi, kita belum cukup akrab,
jadi sepertinya tidak."
"Pikirkan saja," kata Fagin sambl mengangkat bahu dan
mengulurkan tangannya, "pertimbangkan saja. Kau melakukan
kerja yang sangat bagus, dan pekerjaanmu itu sangat kusukai.
Tapi, pekerjaan ini, pada saat bersamaan, membelitkan dasi ke
lehermu, yang bisa dengan sangat mudah terikat dan sangat sulit
dilepaskan. Dalam bahasa Inggris sederhana, tali gantungan."
Tuan Bolter menempelkan tangan ke syalnya, seolah-olah
dia merasa ikatannya terlalu ketat sehingga dia jadi tak nyaman.
Lalu, menggumamkan persetujuan. Nadanya sepakat tapi tidak
sungguh-sungguh. "Tiang gantungan," lanjut Fagin, "tiang gantungan, Sobat,
adalah marka jalan yang buruk. Penanda belokan sangat pendek
dan tajam yang telah menghentikan karier banyak lelaki pem"
berani di jalanan. Untuk terus menyusuri jalan yang mudah,
sekaligus menjaga jarak dari sana, adalah tujuan nomor satu"
mu." "Tentu saja," balas Tuan Bolter. "Untuk apa kau membicara"
kan hal semacam itu?"
CHARLES DICKENS ~451 "Hanya untuk menunjukkan maksudku dengan jelas," kata
Fagin sambil mengangkat alis. "Supaya bisa melakukan itu, kau
bergantung padaku. Untuk mempertahankan bisnisku supaya
tetap rapi, aku bergantung padamu. Pertama adalah nomor sa"
tumu, kedua adalah nomor satuku. Semakin kau menghargai
nomor satumu, semakin kau harus waspada akan nomor satuku.
Jadi, kita akhirnya sampai pada apa yang kukatakan pertamatama tadi kepadamu. Kesetiaan pada nomor satu menyatukan
kita semua, dan harus begitu, kecuali kita ingin hancur beramairamai."
"Itu benar," timpal Tuan Bolter sambil merenung. "Oh! Kau
memang kakek tua yang cerdik!"
Tuan Fagin melihat dengan senang bahwa penghormatan ter"
hadap kemampuannya bukan sekadar pujian, melainkan bahwa
dia telah benar-benar membuat rekan barunya terkesan dengan
kegeniusannya yang memesona. Sifat yang wajib dia tunjuk"kan
sedari awal perkenalan mereka. Untuk memperkuat kesan yang
begitu menguntungkan dan bermanfaat ini, dia menindak"lan"
juti kejutan tersebut dengan cara memperkenalkan kepada si
pemuda, secara mendetail, ruang lingkup dan cakupan ope"
rasinya, dengan mencampur kebenaran dan fiksi menjadi satu
sebaik mungkin, sesuai tujuannya. Dia menguraikan keduanya
sedemikian rupa dengan begitu kreatif, sehingga rasa hormat
Tuan Bolter kentara sekali meningkat, dan diredakan, pada saat
bersamaan, oleh rasa takut yang menjadi-jadi, yang memang
sangat ingin dibangkitkan oleh Fagin.
"Saling percaya yang kita miliki satu sama lainlah yang
meng"hiburku di saat aku mengalami kehilangan besar," kata
Fagin. "Kaki tangan terbaikku direnggut dariku, kemarin pagi."
"Kau tak bermaksud mengatakan bahwa dia meninggal?"
seru Tuan Bolter. "Tidak, tidak," jawab Fagin, "tidak seburuk itu. Tidak sam"
pai seburuk itu." "Ah, kukira dia ..."
452~ OLIVER TWIST "Dituntut," potong Fagin. "Ya, dia dituntut."
"Berat sekali?" tanya Tuan Bolter.
"Tidak," jawab Fagin, "tidak terlalu. Dia dituduh berusaha
mencopet, dan mereka menemukan kotak tembakau perak pada
dirinya. Tapi benda itu miliknya sendiri, Sobat, miliknya sen"
diri, sebab dia sendiri mengisap tembakau, dan sangat menyu"
kainya. Mereka menahannya hingga hari ini, sebab mereka kira
mereka tahu pemilik kotak itu. Ah! Dia bernilai sama seperti
lima puluh kotak, dan aku mau membayar sebesar itu untuk
mendapatkannya kembali. Kau seharusnya mengenal Dodger,
Sobat. Kau seharusnya mengenal Dodger."
"Wah, tapi aku pasti akan mengenalnya, mudah-mudahan,
tidakkah kau berpendapat begitu?" kata Tuan Bolter.
"Aku meragukannya," jawab Fagin sambil mendesah. "Jika
mereka tidak memperoleh bukti baru, hukumannya akan sing"
kat saja, dan kita akan mendapatkannya kembali dalam waktu
kira-kira enam minggu. Tapi, jika mereka memperoleh bukti
baru, mereka akan memperpanjang hukumannya. Mereka tahu
dia adalah pemuda yang sangat pintar. Dia akan divonis seumur
hidup. Mereka takkan menghukum Artful kurang dari hu"kum"
an seumur hidup." "Apa maksudmu hukuman diperpanjang dan seumur hi"
dup?" tanya Tuan Bolter. "Apa gunanya bicara seperti itu pada"
ku" Kenapa kau tidak bicara apa adanya saja supaya aku mema"
hami"mu?" Fagin hendak menerjemahkan istilah misterius ini ke ba"
hasa awam. Bila sudah diterjemahkan, Tuan Bolter akan tahu
bahwa ungkapan tersebut mewakili kombinasi kata yang artinya
"dibuang seumur hidup", ketika dialog tersebut dipotong oleh
masuknya Tuan Bates, dengan tangan di dalam saku celananya
dan wajah nestapa tapi sedikit kocak.
"Sudah tamat, Fagin," kata Charley, ketika dia dan rekan
barunya telah saling diperkenalkan.
"Apa maksudmu?"
CHARLES DICKENS ~453 "Mereka sudah menemukan pria pemilik kotak itu. Dua
atau tiga orang lagi akan datang untuk mengidentifikasinya,
dan Artful sudah memesan tiket perjalanan," jawab Tuan Bates.
"Aku harus mengenakan setelan berkabung lengkap, Fagin, dan


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

topi berpita, untuk mengunjunginya sebelum dia berangkat
untuk menempuh perjalanannya. Membayangkan bahwa Jack
Dawkins-Jack yang hebat-Dodger-Artful Dodger-pergi ke luar
negeri gara-gara kotak tembakau biasa seharga dua setengah sen!
Kukira dia akan dihukum seperti itu karena mengambil jam
emas, atau setidaknya rantai dan segel. Oh, kenapa dia tidak
merampok semua barang berharga milik seorang pria terhor"
mat, dan pergi ke luar sebagai pria terhormat, dan bukan seperti
maling biasa tanpa kehormatan atau kejayaan!"
Disertai ekspresi penuh perasaan untuk temannya yang sial,
Tuan Bates duduk di kursi terdekat dengan raut pedih dan patah
semangat. "Untuk apa kau bicara soal dia yang tidak punya kehor"
matan atau kejayaan!" seru Fagin dengan ekspresi marah kepada
muridnya. "Bukankah selama ini dialah pekerja paling unggul
di antara kalian semua! Adakah satu dari kalian yang bisa men"
dekatinya" Hah?"
"Tak ada seorang pun," jawab Tuan Bates, dengan suara yang
serak karena menyesal, "tak seorang pun."
"Kalau begitu, apa yang kaubicarakan?" timpal Fagin marah.
"Buat apa kau mengoceh?"
"Karena semua itu tidak ter-ca-tat, kan?" kata Charley naik
darah, penyesalan yang melanda membuatnya menampik pres?"
tasi temannya yang terpandang. "Karena semua itu tidak di"
ungkapkan dalam tuntutan, karena takkan pernah ada yang
tahu setengah saja dari pencapaiannya. Bagaimana dia akan di"
ce"ritakan di Newgate Calendar" Barangkali dia takkan pernah
masuk sana sama sekali. Oh, mataku, mataku, betapa telaknya
pukulan ini!" 454~ OLIVER TWIST "Ha! ha!" seru Fagin, mengulurkan tangan kanannya, dan
menoleh kepada Tuan Bolter sambil terkekeh-kekeh sehingga
badannya terguncang-guncang, seakan dia sedang kejang. "Li"
hat betapa bangganya mereka pada profesi mereka, Sobat.
Bukan"kah itu indah?"
Tuan Bolter mengangguk setuju, dan Fagin, setelah meng"
amati kesedihan Charley Bates selama beberapa detik de?"ngan
raut wajah yang jelas-jelas puas, melangkah menghampiri pe"
muda itu dan menepuk pundaknya.
"Sudahlah, Charley," kata Fagin menghibur. "Kabarnya pasti
tersebar, pasti tersebar. Mereka semua tahu betapa pintarnya
dia. Dia akan menunjukkannya sendiri, dan tak memalukan
kawan-kawan lama dan gurunya. Pikirkan betapa mudanya dia!
Sungguh suatu kehormatan, Charley, diseret pada usia semuda
itu!" "Yah, itu memang suatu kehormatan!" kata Charley sedikit
terhibur. "Dia akan memperoleh semua yang diinginkannya," lanjut
Fagin. "Dia akan dimasukkan penjara, Charley, layaknya seorang
pria terhormat. Layaknya seorang pria terhormat! Dengan bir
setiap hari, dan uang di sakunya untuk dimain-mainkan dan
dibuang-buang, jika dia tidak bisa membelanjakannya."
"Oh, tidak. Benarkah?" seru Charley Bates.
"Iya, itu pasti," jawab Fagin. "Dan kita akan mempekerjakan
pengacara hebat, Charley"yang pintar bicara"untuk membe"
lanya. Dan dia akan berpidato untuk membela dirinya sendiri
jika dia mau. Lalu, kita akan membaca semua itu di ko"rankoran?"Artful Dodger"pekik tawa"pengadilan kontan ter"
pingkal-pingkal?"bagaimana, Charley, bagaimana?"
"Ha ha!" tawa Tuan Bates, "betapa konyolnya itu, bukan be"
gitu, Fagin" Menurutku, Artful akan mengerjai mereka, kan?"
"Pasti!" seru Fagin. "Dia pasti mengerjai mereka. Pasti!"
"Ah, benar juga, dia pasti melakukannya," ulang Charley
sambil menggosok-gosokkan tangannya.
CHARLES DICKENS ~455 "Sepertinya aku melihat dia sekarang," seru Fagin sambil me"
micingkan mata kepada muridnya.
"Aku juga," seru Charley Bates. "Ha ha ha! Aku juga. Aku
melihat semuanya di hadapanku. Sumpah demi jiwaku aku me"
lihatnya, Fagin. Betapa hebatnya! Sungguh hebat! Semua hakim
mencoba terlihat khidmat, dan Jack Dawkins menyapa mereka
seakrab dan senyaman mungkin, seolah dia adalah putra hakim
sendiri, yang sedang berpidato setelah makan malam. Ha ha
ha!" Faktanya, Tuan Fagin berhasil sekali menghibur pembawaan
eksentrik teman mudanya, sehingga Tuan Bates, yang pada
mu"lanya cenderung memandang pemenjaraan Dodger dari
kaca"mata seorang korban, kini memandangnya sebagai aktor
utama dalam adegan yang sangat ganjil dan lucu tak terkira.
Dia tak sabar menanti datangnya waktu ketika rekan lamanya
memperoleh kesempatan menyenangkan untuk memamerkan
kemampuannya. "Kita harus tahu bagaimana kabarnya hari ini, lewat suatu
cara cerdik atau yang lain," kata Fagin. "Biar kupikirkan."
"Haruskah aku pergi?" tanya Charley.
"Jangan," jawab Fagin. "Apa kau gila, Sobat, itu gila, jika kau
mau ke tempat itu, kau benar-benar gila. Tidak Charley, tidak.
Sudah cukup kehilangan satu orang."
"Kau tak bermaksud pergi sendiri, kan?" kata Charley sam"bil
menyeringai jenaka. "Tentu saja tidak," jawab Fagin sambil menggeleng-geleng"
kan kepala. "Kalau begitu, kenapa tidak kau kirim saja si anak baru ini?"
tanya Tuan Bates sambil memegang lengan Noah. "Tak ada yang
mengenalnya." "Yah, jika dia tidak keberatan." komentar Fagin.
"Keberatan!" potong Charley. "Kenapa dia harus keberatan?"
"Sungguh bukan apa-apa, Sobat," kata Fagin sambil menoleh
kepada Tuan Bolter, "sungguh bukan apa-apa."
456~ OLIVER TWIST "Oh, kau tidak salah, kau tahu," komentar Noah, mundur
ke pintu, dan menggeleng-gelengkan kepala. Dia benar-benar
waswas. "Tidak, tidak. Aku tidak mau. Itu bukan bagianku. Bu"
kan." "Memang bagiannya apa, Fagin?" tanya Tuan Bates, meng"
amati sosok ceking Noah dengan muak. "Kabur waktu ada masa"
lah, dan menggasak semua makanan saat semuanya baik-baik
saja. Itukah keahliannya?"
"Tutup mulutmu," bentak Tuan Bolter, "dan jangan seenak"
nya pada atasanmu, Bocah Kecil, atau kau akan celaka."
Tuan Bates tertawa sengit mendengar ancaman luar biasa ini,
sehingga butuh waktu sebelum Fagin bisa menyela, dan meng"
uraikan kepada Tuan Bolter bahwa tak ada bahayanya datang
ke kantor polisi. Tidak ada urusan kecil apa pun yang melibat"
kannya, ataupun deskripsi mengenai penampilannya, yang telah
disampaikan ke kota. Selain itu, sangatlah mungkin bahwa dia
bahkan tidak dicurigai telah kabur ke sana untuk mencari perlin"
dungan. Jika dia menyamar sepantasnya, kantor polisi akan sama
amannya seperti lokasi lain di London untuk dikunjunginya.
Terutama karena kantor polisi adalah tempat terakhir yang
mungkin didatanginya atas kehendak bebasnya sendiri.
Terbujuk sebagian oleh uraian ini, tapi lebih karena dikuasai
rasa takut terhadap Fagin, Tuan Bolter akhirnya setuju, dengan
sangat enggan, untuk melaksanakan ekspedisi itu. Berdasarkan
arahan Fagin, dia seketika mengganti busananya sendiri de"ngan
kemeja pengemudi kereta kuda, celana beludru tiruan, dan ce"
lana kulit ketat. Semua pakaian ini disediakan Fagin. Dia pun
diberi aksesori berupa topi wol berhiaskan tiket tol dan cambuk
sais. Sesudah diperlengkapi seperti itu, dia diperintahkan masuk
ke kantor, seperti yang mungkin akan dilakukan seorang pemu?"
da desa dari pasar Covent Garden untuk memuaskan rasa pena"
sarannya. Dan karena dia adalah pemuda canggung, kikuk, dan
kurus kering, yang memang dibutuhkan untuk perannya, Tuan
CHARLES DICKENS ~457 Fagin tidak khawatir bahwa dia takkan sanggup menjalankan
peran tersebut dengan sempurna.
Sesudah persiapan ini tuntas, Tuan Bolter diberi tahu ten"
tang tanda-tanda dan ciri-ciri untuk mengenali Artful Dodger.
Dia diantar oleh Tuan Bates lewat jalan gelap berliku-liku yang
dekat sekali dari Bow Street. Setelah memaparkan kondisi ter"
perinci kantor, dan menyertainya dengan petunjuk berlimpah
tentang bagaimana dia harus berjalan lurus menyusuri lorong,
dan di mana harus berbelok ke samping, dan harus melepas
topinya saat dia masuk ke ruangan, Charley Bates menyuruhnya
bergegas sendirian, dan berjanji menantinya kembali di lokasi
perpisahan mereka. Noah Claypole, atau Morris Bolter jika pembaca suka, seke"
tika mengikuti petunjuk yang telah diterimanya, yang"karena
Tuan Bates mengenal baik daerah ini"begitu tepat sehingga dia
dimungkinkan menemukan kantor penegak hukum tanpa ber"
tanya, atau bertemu rintangan di sepanjang jalan.
Dia mendapati dirinya berdesak-desakan dengan kerumunan
orang, terutama perempuan, yang berkumpul di sebuah ruangan
kotor apak. Di ujung ruangan ini terdapat sebuah podium ber"
pagar yang ditinggikan, dengan sebuah dok untuk tahanan yang
merapat ke dinding kiri, kotak untuk saksi di tengah-tengah, dan
sebuah meja untuk hakim di kanan. Bagian mengerikan yang
disebut belakangan ini, karena dilindungi oleh partisi yang me"
nyembunyikan bangku dari pandangan, membuat orang-orang
awam membayangkan sendiri (apabila mereka bisa) keagungan
hukum. Hanya ada dua orang perempuan di dok yang mengangguk
kepada teman-teman mereka yang mengagumkan, sementara
panitera membacakan pernyataan resmi kepada dua orang poli"
si, serta seorang pria berpakaian preman yang mencondongkan
badan ke meja. Seorang sipir berdiri sambil bersandar ke pagar
dok. Dia mengetuk-ngetuk hidungnya dengan lesu menggu"
nakan sebuah kunci besar. Kecuali, ketika dia menghalau kecen"
458~ OLIVER TWIST derungan mengobrol di antara orang-orang yang nongkrong di
sana, dengan cara menyuruh mereka diam, atau menatap galak
untuk memerintahkan seorang wanita, "bawa bayi itu ke luar,"
ketika keseriusan jalannya pengadilan diganggu oleh teriakan
lemah, setengah diredam oleh selendang sang ibu, dari seorang
bayi ceking. Ruangan itu berbau pengap dan bacin. Dindingnya
sewarna debu dan langit-langitnya menghitam. Ada patung
kepala tua buram di rak perapian, serta jam berdebu di atas
dok. Satu-satunya komponen di sana yang tampaknya bekerja
seperti seharusnya, karena kekurangan, atau kemiskinan, atau
kedekatan rutin dengan keduanya, telah meninggalkan noda
pada semua perkara kehidupan, tidak kalah tak menyenangkan
dibandingkan dengan daki tebal berminyak pada setiap benda
mati yang berkerut memandanginya.
Noah melihat ke sekeliling penuh semangat untuk men"cari
Dodger. Namun, meskipun ada beberapa perempuan yang
mungkin saja adalah ibu atau saudari dari tokoh terkemuka
itu, dan ada lebih dari seorang pria yang barangkali mirip sekali
dengan ayahnya, tak terlihat seorang pun yang sesuai dengan
ciri-ciri Tuan Dawkins. Dia menunggu dengan amat tegang
dan bimbang sampai kedua wanita, setelah disidang, meleng"
gang bangga ke luar, kemudian digantikan dengan cepat oleh
munculnya tahanan lain yang seketika dia rasa, tak lain dan tak
bukan, adalah objek dari kunjungannya.
Itu memang Tuan Dawkins. Dia tersaruk-saruk memasuki
ruang pengadilan dengan lengan jas besarnya terlipat ke atas
seperti biasa. Tangan kiri di dalam sakunya, dan topi dipegang
di tangan kanan, meluncur mendahului sipir, dengan gaya ber"
jalan yang sama sekali tak dapat digambarkan. Setelah menem"
pati posisinya di dok, dia bertanya dengan suara lantang, apa
alasannya dia ditempatkan pada situasi memalukan ini.
"Tahan lidahmu, bisa, kan?" kata si sipir.
"Aku orang Inggris, kan?" timpal Dodger. "Mana hak-hak"
ku?" CHARLES DICKENS ~459 "Kau akan segera mendapatkan hakmu," bentak si sipir,
"dalam jumlah yang berlimpah ruah."
"Kita lihat saja apa yang akan dikatakan Menteri Dalam
Negeri pada para jaksa," balas Tuan Dawkins. "Nah! Ada urusan
apa ini" Aku berterima kasih pada para hakim yang sudah menge"
sampingkan urusan kecil ini. Tidak usah repot-repot menahan
aku sementara mereka sedang membaca koran, soalnya aku
punya janji dengan seorang pria di Kota Tua, dan karena aku lakilaki yang selalu menepati janji dan tepat waktu dalam berbisnis.
Dia akan pergi kalau aku tidak datang tepat pada waktunya.
Kemudian, barangkali takkan ada ganti rugi dari mereka yang
sudah membuatku tak bisa datang. Oh, tidak. Jelas tidak!"
Pada titik ini, Dodger menunjukkan bahwa dia mengenal
benar proses yang akan berjalan, meminta sipir untuk menyam"
paikan "nama dua orang yang ada di bangku". Ini membuat
para penonton begitu geli sehingga mereka tertawa terbahakbahak hampir senyaring Tuan Bates seandainya dia mendengar
permintaan itu. "Semua diam!" seru si sipir.
"Apa ini?" tanya salah seorang hakim.
"Kasus pencopetan, Yang Mulia."
"Pernahkah anak laki-laki itu berada di sini sebelumnya?"
"Pasti sudah pernah, berkali-kali," jawab si sipir. "Dia sudah
sering berada di mana-mana. Saya kenal sekali dengannya, Yang
Mulia." "Oh! Kau mengenalku, ya?" seru Artful, memperhatikan per"
nyataan itu. "Bagus sekali. Itu kasus pencemaran nama baik."
Lagi-lagi tawa meledak, dan terdengar seruan agar diam.
"Nah, kalau begitu, mana saksi-saksinya?" ujar panitera.
"Ah! Itu benar," tambah Dodger. "Mana mereka" Aku ingin
sekali melihat mereka."
Permintaan ini serta-merta dikabulkan sebab melangkah
majulah seorang polisi yang menyaksikan si tahanan berupaya
mencopet seorang pria tak dikenal di tengah kerumunan orang.
460~ OLIVER TWIST Dia benar-benar sudah mengambil selembar saputangan dari
sana. Namun karena sudah tua, dia sengaja mengembalikan"
nya setelah mengelapkan ke wajahnya sendiri. Karena alasan
inilah dia menahan Dodger segera setelah dia bisa mendekati
pemuda itu. Setelah menggeledahnya, dia kedapatan membawa
kotak tembakau perak, dengan nama si pemilik terukir pada
tutupnya. Pria ini ditemukan berkat acuan terhadap Laporan
Kasus. Karena pada saat itu hadir di sana, dia bersumpah bahwa
kotak tembakau itu adalah miliknya. Dia kehilangan kotak itu
kemarin, tepat pada saat dia melepaskan diri dari kerumunan
orang yang telah disebutkan sebelumnya. Dia juga berkomentar


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahwa seorang pemuda di tengah kerumunan itu bergerak sa"
ngat aktif untuk lewat, dan bahwa pemuda itu adalah tahanan
di hadapannya. "Adakah yang ingin kautanyakan kepada saksi ini, Nak?"
kata hakim. "Aku tidak mau merendahkan diriku dengan cara menjalin
percakapan dengannya," jawab Dodger.
"Adakah yang ingin kaukatakan?"
"Apa kau dengar Yang Mulia bertanya apakah ada yang ingin
kaukatakan?" tanya si sipir sambil menyikut Dodger yang diam
saja. "Aku mohon maaf," kata Dodger sambil mendongak dengan
sikap bengong. "Apa kau bicara padaku, Bung?"
"Saya tidak pernah berjumpa berandalan muda sekurang
ajar ini, Yang Mulia," komentar petugas itu sambil menyeringai.
"Apa kau bermaksud mengatakan sesuatu, Anak Muda?"
"Tidak," jawab Dodger "bukan di sini, sebab ini bukan
pe?"ng?"adilan. Lagi pula, pengacaraku sedang sarapan pagi ini
dengan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Tapi aku akan
mengatakan sesuatu di tempat lain. Begitu pun dia. Demikian
juga dengan lingkaran besar kenalan yang akan membuat para
jaksa berharap semoga mereka tak pernah dilahirkan, atau se"
mo"ga pelayan mereka menggantung mereka ke gantungan to"pi
CHARLES DICKENS ~461 mere"ka sendiri, sebelum mereka keluar pagi ini untuk meng"gan"
tung?"ku. Aku akan ...."
"Sudah! Dia dinyatakan bersalah!" potong panitera. "Bawa
dia pergi." "Ayo pergi," kata si sipir.
"Oh, ah! Aku akan pergi," jawab Dodger sambil mengusap
topi dengan telapak tangannya. "Ah! (ke bangku) Tidak ada gu"
nanya pasang tampang takut. Aku takkan menunjukkan belas
kasihan pada kalian, tidak sedikit pun. Kalian pasti akan mem"
bayar ini. Aku tidak mau jadi kalian meskipun dibayar! Aku tak"
kan mau dibebaskan sekarang, sekalipun kalian jatuh berlutut
dan memohon-mohon padaku. Ayo, bawa aku ke penjara! Bawa
aku pergi!" Dengan kata-kata terakhir ini, Dodger membiarkan kerahnya
dicengkeram dan diseret. Dia masih terus mengancam, sampai
dia masuk ke pekarangan, untuk mengajukan kasus ini ke par"
lemen. Lalu, menyeringai di hadapan wajah si petugas, dengan
riang dan puas pada diri sendiri.
Sesudah melihatnya dikurung sendirian dalam sebuah sel
kecil, Noah berusaha sebaik mungkin untuk kembali ke tempat"
nya meninggalkan Tuan Bates. Setelah menunggu di sini bebe"
rapa lama, dia dihampiri oleh pemuda itu yang secara bijaksana
telah menahan diri untuk tak menampakkan diri sebelum dia
telah melihat dengan saksama dari sebuah persembunyian aman,
dan memastikan bahwa teman barunya tidak diikuti oleh orang
yang tak diinginkan. Keduanya bergegas kembali untuk menyampaikan kepada
Tuan Fagin kabar hebat bahwa Dodger telah bersikap tak
mengecewakan, dan bahwa dia telah mengukuhkan reputasi
gemilang bagi dirinya sendiri.[]
Nancy Gagal Menepati Janjinya alaupun mahir berbohong, Nancy tidak bisa sepe?"
nuhnya menyembunyikan kegelisahan yang berge"
jolak di benaknya, atas kesadaran akan langkah yang
telah diambilnya. Ia ingat bahwa baik si tua culas itu maupun
si brutal Sikes telah memercayakan rahasia mereka kepadanya,
rahasia yang disembunyikan dari orang lain. Mereka sangat ya"
kin bahwa Nancy bisa dipercaya dan tak patut mereka curigai.
Meski rencana itu begitu keji, meski mereka sangat menyedih"
kan, dan walaupun perasaannya pada Fagin"orang yang telah
menuntunnya masuk kian dalam ke jurang kejahatan dan pen"
deritaan, dan ia tidak mampu melarikan diri"sungguh getir,
tetap saja ada suatu ketika, bahkan demi pria tua itu sekalipun,
ia merasakan kecemasan. Ia khawatir jika apa yang dikatakan"
nya itu akan menjebloskan Fagin ke balik terali besi yang telah
sedemikian lama dihindarinya, dan ialah yang mendatangkan
petaka bagi pria tua itu, meski si tua itu memang pantas me"
nerimanya. Namun, ini hanyalah pikiran tak jelas yang mengembara dari
seseorang yang tidak mampu melepaskan diri sepenuhnya dari
teman-teman lama, kendati benaknya sudah diteguhkan untuk
satu tujuan, dan hatinya telah bertekad untuk tidak goyah atas
pertimbangan apa pun. Rasa takutnya pada Sikes seharusnya
menjadi pendorong lebih kuat yang mampu mendesaknya me"
ngaku selagi masih ada waktu; tapi ia telah memutuskan untuk
CHARLES DICKENS ~463 menyimpan rapat-rapat semua rahasia tersebut. Ia tidak menam"
pakkan petunjuk apa pun yang akan membuatnya ketahuan. Ia
bahkan telah menolak"demi Sikes"kesempatan untuk mening"
galkan semua kesalahan dan keadaan yang menyedihkan, yang
melingkupinya, dan apa lagi yang bisa dilakukannya! Ia sudah
bertekad. Meskipun semua pergulatan batinnya berujung pada kesim"
pulan ini, banyak pikiran yang mau tak mau muncul di benak"
nya, lagi dan lagi, serta meninggalkan jejak dalam dirinya. Ia
menjadi pucat dan kurus, bahkan hanya dalam waktu beberapa
hari saja. Adakalanya ia tak menghiraukan apa yang ada di de"
pan"nya, atau diam saja dalam percakapan yang dahulu pasti
akan diikutinya dengan suara paling lantang. Di kali lain, ia
tertawa saat tak ada satu pun hal yang lucu dan sangat ribut,
lalu men?"dadak terdiam serta murung, termangu dengan kepala
ditelekan di atas tangannya. Usaha yang dikerahkannya untuk
tetap tegar dan bersemangat justru menyiratkan dengan lebih
jelas apa yang dirasakannya ini; bahwa ia sedang gundah, dan
bahwa pikirannya tengah dipenuhi dengan hal yang sangat ber"
beda dan berjarak dari yang tengah dibicarakan oleh kawankawannya.
Saat itu Minggu malam, dan lonceng di gereja terdekat
menandakan pukul berapa saat itu. Sikes dan si Tua sedang
mengobrol tapi mereka berhenti sejenak untuk mendengar?"kan
lonceng itu. Si gadis mendongak dari bangku pendek yang di"
dudukinya, dan mendengarkan pula. Pukul sebelas.
"Satu jam lagi tengah malam," kata Sikes, menyibakkan
kerai untuk melihat ke luar dan kemudian kembali ke tempat
duduknya. "Gelap dan pekat pula. Malam yang bagus untuk
kerja seperti ini." "Ah!" timpal Fagin. "Sayang sekali, Bill, Sobat, bahwa tak
ada hal yang bisa dikerjakan."
"Kau benar sekali," ujar Sikes bersungut-sungut. "Sayang
sekali, padahal aku sedang bersemangat."
464~ OLIVER TWIST Fagin menghela napas panjang dan menggeleng-gelengkan
kepala putus asa. "Kita harus mengganti waktu yang hilang saat kita punya
kesempatan. Hanya itu yang kutahu," kata Sikes.
"Itu baru omongan yang benar, Sobat," kata Fagin, membe"
ranikan diri untuk menepuk bahu Sikes. "Senang mendengarmu
bicara seperti itu."
"Bagus buatmu, ya!" seru Sikes. "Ya, sudah, biar saja begitu."
"Ha! Ha! Ha!" tawa Fagin, seolah ia lega karena ucapan Sikes
itu. "Kau seperti dirimu sendiri malam ini, Bill. Seperti dirimu
sendiri." "Aku tidak merasa seperti diriku sendiri waktu kau meletak"
kan tangan keriputmu itu ke atas pundakku, jadi singkirkan
tanganmu," kata Sikes sambil menyingkirkan tangan Fagin dari
atas pundaknya. "Itu membuatmu gugup, Bill, eh"seperti disergap polisi,
ya?" kata Fagin, berusaha untuk tidak tersinggung.
"Ini mengingatkanku seperti disergap iblis," balas Sikes.
"Tak pernah ada laki-laki dengan muka sejelek mukamu, kecu"ali
ayahmu. Dan kutebak saat ini ia sedang memanggang jang"gut
merah ubanannya, kecuali kau keturunan langsung dari si tua
itu tanpa ayah sama sekali, dan hal itu takkan membuatku heran
sedikit pun." Fagin tidak menjawab pujian ini tapi menarik kerah Sikes,
dan menudingkan jarinya ke arah Nancy, yang memanfaatkan
percakapan itu untuk memasang topinya, dan kini meninggal"
kan ruangan. "Hei!" seru Sikes. "Nance. Ke mana gadis itu pergi malammalam begini?"
"Tidak jauh." "Jawaban macam apa itu?" bentak Sikes. "Kau mende"
ngarku?" "Aku tidak tahu mau ke mana," jawab si gadis.
"Kalau begitu, aku tahu," kata Sikes, lebih karena ia keras
kepala alih-alih karena keberatan apabila gadis itu ingin pergi.
CHARLES DICKENS ~465 "Kau tidak akan pergi ke mana-mana. Duduk."
"Aku tidak enak badan. Aku sudah memberitahumu tadi,"
kata gadis itu. "Aku ingin jalan-jalan menghirup udara segar."
"Julurkan kepalamu ke luar jendela," balas Sikes.
"Tidak ada cukup udara di sana," kata gadis itu. "Aku meng"
inginkannya di jalanan."
"Kalau begitu, kau takkan mendapatkannya," balas Sikes.
Disertai jaminan itu, ia pun berdiri, mengunci pintu, mengam"
bil kunci, dan menarik topi dari kepala Nancy, kemudian melem"
parkannya ke atas lemari tua. "Duduk," kata si perampok. "Seka"
rang duduk dengan tenang di tempatmu, ya?"
"Perkara sesepele topi takkan merintangiku," kata gadis itu,
wajahnya berubah jadi sangat pucat. "Apa maksudmu, Bill" Kau
tahu apa yang kaulakukan?"
"Tahu apa yang ku"Oh!" seru Sikes sambil menoleh kepada
Fagin. "Ia sedang tidak waras, kau tahu, atau ia takkan berani
bicara padaku seperti itu."
"Kau akan membawaku ke sesuatu yang sangat menye"
dihkan," gumam si gadis sambil menempelkan kedua tangan
ke dadanya, seakan ia menahan ledakan sesuatu yang dahsyat.
"Biarkan aku pergi"saat ini"sekarang juga."
"Tidak!" kata Sikes.
"Suruh dia agar membiarkanku pergi, Fagin. Sebaiknya be"
gitu. Itu lebih baik baginya. Apa kau mendengarku?" pekik
Nancy sambil menghentakkan kakinya ke lantai.
"Mendengarmu!" ulang Sikes sambil memutar kursinya
menghadap ke arah Nancy. "Iya! Dan jika aku mendengarmu
setengah menit lebih lama, si anjing akan menggigit lehermu
kuat-kuat sehingga teriakanmu itu akan terenggut keluar. Apa
yang terjadi padamu, dasar perempuan bawel! Apa?"
"Biarkan aku pergi," kata gadis itu dengan sungguh-sung"
guh. Lalu sambil duduk di lantai, di depan pintu, ia berkata,
"Bill, biarkan aku pergi, kau tidak tahu apa yang kaulakukan.
Kau tidak tahu, sungguh. Hanya satu jam saja"ayo"ayo!"
466~ OLIVER TWIST "Biar tanganku terpotong satu demi satu!" seru Sikes, men"
cengkeram lengan gadis itu dan menariknya bangun dengan
kasar. "Gadis ini sudah gila menurutku. Bangun."
"Tidak, sampai kau membiarkanku pergi"tidak, sampai
kau membiarkanku pergi"Takkan pernah!"takkan pernah!"
jerit gadis itu. Sikes hanya memandangnya selama semenit,
menunggu kesempatan, dan tiba-tiba menelikung kedua tangan
gadis itu, lalu menyeretnya ke ruangan kecil di sebelah, semen"
tara Nancy meronta-ronta dan melawannya sepanjang jalan.
Di sini Sikes pun duduk di bangku, dan setelah mendudukkan
si gadis di kursi, menahannya secara paksa agar tetap duduk.
Nancy terus meronta dan memohon hingga jam berdentang dua
belas kali, kemudian ia menghentikan usahanya karena capek
dan lelah. Sikes meninggalkan Nancy sendirian disertai dengan
peringatan, berikut sumpah serapah, agar ia tidak berusaha ke"
luar malam itu, dan Sikes bergabung kembali dengan Fagin.
"Fiuh!" kata si pembobol rumah sambil mengusap keringat
dari wajahnya. "Sungguh gadis aneh yang luar biasa!"
"Kau bisa mengatakannya demikian, Bill," jawab Fagin
pelan. "Bisa dibilang begitu."
"Menurutmu apa yang ada di kepalanya, sampai-sampai ia
ingin keluar malam ini?" tanya Sikes. "Ayolah, kau seharusnya
mengenal baik dirinya dengan lebih baik daripada aku. Apa
maksudnya?" "Sifat keras kepala. Sifat keras kepala perempuan, kurasa,
Sobat." "Yah, kurasa memang begitu," geram Sikes. "Kupikir aku
sudah menjinakkannya, tapi dia sama buruknya seperti sebe"
lumnya." "Lebih parah," kata Fagin kemudian terdiam. "Aku tak per"
nah melihatnya seperti ini, hanya karena soal kecil."
"Aku juga tidak," kata Sikes. "Menurutku dia tertular demam
itu dalam darahnya, dan itu takkan pernah sembuh. Begitu,
kan?" CHARLES DICKENS ~467 "Mungkin saja."
"Akan kubuat dia berdarah sedikit, tanpa perlu merepotkan
dokter9, kalau ia berbuat begitu lagi," kata Sikes.
Fagin menganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuan
atas metode pengobatan ini.
"Ia berada di dekatku sepanjang siang, dan malam juga,
sewaktu aku beristirahat, dan kau, seperti serigala berhati kelam,
menjauhkan dirimu," kata Sikes. "Kita ini miskin, sepanjang
waktu, dan kupikir keadaan itu yang membuatnya khawatir
dan kecewa, dan begitu lama terkurung di sini membuatnya ge"
lisah"bukan begitu?"
"Begitulah, Sobat," jawab si Tua itu sambil berbisik. "Ssst!"
Saat ia mengucapkan kata-kata tersebut, Nancy muncul dan
duduk di kursinya semula. Matanya bengkak dan merah; ia
mengayunkan tubuh ke depan dan ke belakang; menelengkan
kepala; dan setelah beberapa saat, tawanya meledak.
"Walah, sekarang sikapnya berlawanan!" seru Sikes sambil
mengarahkan ekspresi kaget tak terkira kepada kawannya.
Fagin mengangguk kepadanya supaya mengabaikan saja ga"
dis itu untuk beberapa saat, dan beberapa menit kemudian gadis
itu kembali seperti biasa. Setelah berbisik kepada Sikes bahwa
ia tak perlu khawatir kalau gadis itu kumat lagi, Fagin meng"
ambil topinya dan mengucapkan selamat malam kepadanya.
Ia berhenti sejenak ketika mencapai pintu ruangan, dan sambil
melihat berkeliling, bertanya jika seseorang bersedia menerangi
jalannya menuruni tangga yang gelap.


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Terangi dia," kata Sikes yang sedang mengisi pipanya. "Sa"
yang kalau ia sampai mematahkan lehernya sendiri, dan mengece"
wakan orang-orang yang menonton. Beri dia penerangan."
Nancy mengikuti pria tua itu ke lantai bawah sambil mem"
bawa lilin. Ketika mereka sampai di koridor, Fagin menempel"
Mengeluarkan darah secara sengaja dari tubuh pasien (bekam) adalah metode
pengobatan yang sangat lazim dipraktikkan di Eropa pada zaman dahulu untuk
menyembuhkan berbagai macam penyakit."penerj.
468~ OLIVER TWIST kan jari ke bibirnya, dan sambil mendekat kepada gadis itu,
berkata, sambil berbisik.
"Ada apa, Nancy sayang?"
"Apa maksudmu?" balas si gadis dengan nada suara yang
sama. "Alasan semua ini," jawab Fagin. "Jika dia?"menunjuk de"
ngan telunjuk cekingnya ke atas tangga?"begitu keras padamu
(ia kejam, Nancy, sekejam binatang buas), kenapa kau tidak?"
"Apa?" kata si gadis saat Fagin berhenti, dengan mulut ham"
pir menyentuh telinga gadis itu, dan mata tuanya menatap mata
Nancy. "Sudahlah. Untuk saat ini. Kita akan membicarakan hal ini
lagi. Aku ini temanmu, Nance, teman setia. Aku punya caracara yang bisa kugunakan untuk menolongmu. Jika kau meng"
inginkan pembalasan terhadap orang-orang yang memperlaku"
kanmu seperti anjing"seperti anjing! Lebih buruk daripada
anjingnya, membuatnya gembira dan tertawa"datanglah kepa"
daku. Kubilang, datanglah kepadaku. Ia hanya orang baru, tapi
kau sudah lama mengenalku, Nance."
"Aku mengenalmu dengan baik," timpal si gadis tanpa me"
nunjukkan emosi apa pun. "Selamat malam."
Nancy berjengit saat Fagin hendak meletakkan tangannya di
atas tangan gadis itu, kemudian ia mengucapkan selamat malam
lagi dengan suara mantap, dan menjawab ekspresi perpisahan
pria tua itu dengan anggukan penuh selidik, kemudian menu"
tup pintu. Fagin berjalan menuju rumahnya, sibuk merenungkan pikir"
an yang berputar-putar dalam otaknya. Di benaknya terbetik
suatu gagasan"bukan dari apa yang baru saja terjadi, meski"
pun hal itu cenderung menegaskan kecurigaannya bahwa secara
perlahan dan lambat laun, Nancy lelah dengan kekejaman si
pembobol rumah, dan mulai tertarik pada teman-teman baru.
Perangainya yang berubah, kepergiannya dari rumah berulangulang dan hanya sendiri, sikapnya yang relatif tak peduli pada
kepentingan kelompok yang dahulu didukungnya dengan be"
CHARLES DICKENS ~469 gitu fanatik, dan di atas semua ini, ketidaksabarannya untuk
mening?"?""galkan rumah di malam hari pada jam-jam tertentu.
Semu"anya mengukuhkan semua dugaan yang muncul, dan
menja"dikan dugaan tersebut hampir pasti, paling tidak bagi
Fagin. Objek rasa suka Nancy yang baru tidak berada di antara
centeng-centeng Sikes. Lelaki itu akan menjadi anggota baru
yang berharga jika ia memiliki seorang asisten seperti Nancy,
dan harus (begitulah pendapat Fagin) diamankan tanpa perlu
ditunda lagi. Ada tujuan lain yang lebih kelam, yang harus diraih. Sikes
terlalu banyak tahu, dan olok-olok ala berandalannya tidak
mengecilkan nyali Fagin sama sekali karena ia menyembunyikan
luka hatinya. Gadis itu pasti tahu sekali bahwa jika ia melepas"
kan diri, ia takkan pernah bisa selamat dari kemarahan Sikes,
dan bahwa kemarahannya itu pastilah dilampiaskan"sehingga
sanggup untuk membuntungkan kaki dan tangan, atau barang"
kali bahkan menghilangkan nyawa"kepada objek kasih sayang
Nancy yang baru "Dengan sedikit bujukan," pikir Fagin, "bukankah sangat
mungkin ia bersedia meracuni laki-laki itu" Perempuan pernah
melakukan hal-hal semacam itu, dan perbuatan yang lebih bu"
ruk, untuk mencapai tujuan yang sama, sebelum saat ini. Akan
ada seorang penjahat berbahaya yang lenyap"laki-laki yang
kubenci"orang lain tetap aman di tempatnya dan pengaruhku
terhadap gadis itu tidak terbatas, karena aku mengetahui segala
sesuatu yang berkaitan dengan kejahatan ini."
Hal-hal ini terlintas di benak Fagin saat ia duduk sendirian
di kamar si pembobol rumah, dan pikiran ini memuncak dalam
benaknya. Ia telah mengambil kesempatan yang tersedia, untuk
memberikan petunjuk kepada gadis itu yang disampaikannya
saat mereka berpisah. Tak ada ekspresi terkejut, tak ada lagak
bahwa gadis itu tak memahami maksudnya. Gadis itu jelas-jelas
mengerti. Pandangannya sekilas saat mereka berpisah menun"
jukkan hal itu. 470~ OLIVER TWIST Namun, barangkali ia akan menolak rencana untuk mem"
bunuh Sikes, dan itulah salah satu persoalan utama yang ha"rus
diatasi. "Bagaimana," pikir Fagin selagi ia berjalan perlahan
me"nuju rumahnya, "aku bisa meningkatkan pengaruhku pada
dirinya" Kekuasaan baru apa yang bisa kuperoleh?"
Otak semacam ini memungkinkan ide tumbuh. Jika tidak
mendapatkan pengakuan dari Nancy sendiri, ia akan berusaha
menemukan objek cinta gadis itu, dan mengancam akan meng"
ungkapkan seluruh cerita tersebut kepada Sikes (yang amat dita"
kuti oleh gadis itu), kecuali si gadis ikut serta dalam rencananya,
bukankah dia bisa menjamin kepatuhan Nancy"
"Aku bisa," kata Fagin. "Ia tak mungkin menolakku. Tidak
demi nyawanya sekalipun, tidak demi nyawanya! Aku mempu"
nyai semuanya. Semua cara sudah siap, dan akan dilaksanakan.
Aku akan membalasmu!"
Ia memperlihatkan raut wajah kelam saat menoleh ke be"
lakang, dan mengepalkan tinjunya ke arah rumah si penjahat
besar mulut itu, serta melanjutkan perjalanannya sambil menyi"
bukkan tangan kurusnya ke dalam lipatan bajunya yang com"
pang-camping. Ia menarik keras-keras kain dalam cengkeraman"
nya, seolah-olah kain tersebut adalah musuh yang dibencinya,
diremukkan seiring dengan setiap gerakan jemarinya.[]
CHARLES DICKENS ~471 Noah Claypole dan Misi Rahasia Fagin eesokan paginya, pria tua itu bangun awal sekali, dan
dengan tak sabar menunggu kemunculan rekan baru"
nya yang setelah penantian yang serasa tak ada habis"
nya, pada akhirnya muncul juga, dan memakan dengan lahap
sarapan yang ada di hadapannya.
"Bolter," kata Fagin, menarik kursi dan duduk di seberang
Morris Bolter. "Yah, di sinilah aku," balas Noah. "Ada masalah apa" Jangan
minta aku berbuat apa pun sampai aku selesai makan. Itulah
kekurangan besar di tempat ini. Kau tidak pernah punya cukup
waktu untuk makan." "Kau bisa bicara sambil makan, kan?" kata Fagin, mengutuk
kerakusan teman muda tersayangnya dari lubuk hatinya yang
terdalam. "Oh, ya, aku bisa bicara. Suasana hatiku lebih baik waktu
aku bicara," kata Noah sambil memotong segepok besar roti.
"Mana Charlotte?"
"Keluar," kata Fagin. "Aku menyuruhnya keluar pagi ini ber"
s"ama wanita muda lain, sebab aku ingin kita sendirian."
"Oh!" kata Noah. "Kuharap kau memintanya membuat
roti mentega panggang dulu. Ya, sudah. Bicaralah. Kau takkan
menggangguku." CHARLES DICKENS ~473 Tampaknya memang tidak ada yang bisa mengganggunya
karena ia jelas-jelas sudah duduk dengan tekad untuk menye"
lesaikan urusannya. "Kerjamu kemarin bagus, Sobat," kata Fagin. "Luar biasa!
Enam shilling dan sembilan pence setengah penny pada hari
pertama! Ini akan jadi peruntunganmu!"
"Jangan lupa tambahkan tiga kendi minuman dan sekaleng
susu," kata Tuan Bolter.
"Tidak, tidak, Sobat. Kendi minuman adalah inovasi genius,
tapi kaleng susu adalah mahakarya sempurna."
"Cukup bagus, menurutku, untuk pemula," komentar Tuan
Bolter puas. "Kendi ini aku ambil dari atas pagar waktu dianginanginkan, dan kaleng susu itu ada di luar sebuah bar. Kupikir
mungkin kaleng itu akan karatan terkena hujan, atau tertular
demam, kau tahu. Ya" Ha! Ha! Ha!"
Fagin pura-pura tertawa terbahak-bahak, dan setelah Tuan
Bolter tertawa lepas juga, ia menggigit besar-besar roti untuk
menghabiskan bongkahan besar roti mentega pertamanya, dan
mengambil sendiri bongkahan kedua.
"Aku mau kau, Bolter," kata Fagin sambil mencondongkan
badan ke meja, "melakukan sebuah pekerjaan untukku, Sobat.
Pekerjaan yang membutuhkan kehati-hatian dan kewaspadaan
tinggi." "Begini, ya," timpal Bolter, "jangan mendorongku ke dalam
bahaya, atau mengirimku ke kantor polisi lagi. Itu tidak cocok
untukku, tidak. Jadi, kuberi tahu kau."
"Bahayanya kecil"kecil sekali," kata si Tua itu. "Cuma
membuntuti seorang perempuan saja."
"Perempuan tua?" tuntut Tuan Bolter.
"Perempuan muda," jawab Fagin.
"Aku bisa melakukan itu dengan cukup baik, aku tahu," kata
Bolter. "Aku pintar mengendap-endap waktu aku di sekolah.
Buat apa aku membuntutinya" Bukan untuk?"
474~ OLIVER TWIST "Bukan untuk melakukan apa-apa, tapi kau cukup mem"
beritahuku ke mana dia pergi, siapa yang ditemuinya, dan jika
mungkin, apa yang dikatakannya; mengingat nama jalan, jika
itu sebuah jalan, atau rumah, jika itu sebuah rumah; dan mem"
bawakanku semua informasi yang kau bisa."
"Apa untungnya untukku?" tanya Noah, meletakkan cang"
kirnya, dan memandang wajah majikannya dengan penuh se"
mangat. "Jika kau melakukannya dengan baik, satu pound, Sobat.
Satu pound," kata Fagin, berharap dapat membuatnya tertarik
dengan pengintaian itu. "Dan itu jumlah yang tak pernah ku"
berikan, untuk pekerjaan yang tak menghasilkan sesuatu yang
berharga." "Siapa dia?" tanya Noah.
"Salah satu dari kita."
"Ya, Tuhan!" seru Noah sambil mengernyitkan hidungnya.
"Kau meragukannya, ya?"
"Dia telah menemukan teman baru, Sobat, dan aku harus
tahu siapa mereka," jawab Fagin.
"Aku mengerti," kata Noah. "Hanya ingin tahu siapa me"reka,
kalau-kalau mereka orang terhormat, ya" Ha! Ha! Ha! Aku siap
bekerja untukmu." "Aku tahu kau siap," seru Fagin, girang menyaksikan kesuk"
sesan tawarannya. "Tentu saja, tentu saja," balas Noah. "Di mana dia" Di mana
aku harus menunggunya" Ke mana aku harus pergi?"
"Semua itu, Sobat, akan kau dengar dariku. Akan kutun"
jukkan dia pada saat yang tepat," kata Fagin. "Kau siap-siap saja,
dan serahkan sisanya kepadaku."
Malam itu, dan keesokannya, dan keesokannya lagi, si
mata-mata duduk dengan bersepatu bot dan memakai pa"
kaian tukang gerobaknya, siap untuk berangkat ketika Fagin
memerintahkannya. Enam malam berlalu"enam malam
panjang yang melelahkan"dan tiap malam, Fagin pulang ke
CHARLES DICKENS ~475 rumah dengan wajah kecewa, dan secara singkat menyam"paikan
bahwa waktunya belum tiba. Pada malam ketujuh, ia kembali
lebih awal, dan dengan perasaan bergairah yang tidak dapat
disembunyikannya. Saat itu hari Minggu.
"Dia pergi keluar malam ini," kata Fagin. "Saat yang te"
pat untuk melakukan sesuatu, aku yakin sebab ia sendirian
sepanjang hari, dan laki-laki yang ditakutinya takkan kembali
sebelum fajar. Ikutlah denganku. Cepat!"
Noah segera bangkit berdiri tanpa mengucapkan sepatah
kata pun sebab si Tua itu sedang berada dalam kondisi yang
amat bergairah sehingga ia pun tertular. Mereka meninggal"
kan rumah diam-diam, berjalan bergegas melewati jalan-jalan
yang bagaikan labirin, dan pada akhirnya tiba di depan sebuah
bar, yang dikenali Noah sebagai bar yang sama yang pernah
Kisah Si Pedang Kilat 3 Perjanjian Dengan Maut Appointment With Death Karya Agatha Christie Dua Musuh Turunan 10
^