Pencarian

The Last Secret 6

The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman Bagian 6


bersama Anda akan membuatnya masuk dalam banyak masalah.
Lalu dia tiba-tiba muncul, memberikan Anda semua uang ini, dan
tidak meminta apa-apa sebagai imbalannya."
Khalifa masih meregangkan badan sesaat lebih lama, meraba
lututnya, kemudian terenyak oleh selintas pikiran yang tiba-tiba,
dan berhenti. "Apa dia menginginkan sesuatu sebagai imbalan?"
Syaikh tidak mengatakan apa-apa, hanya memandangnya.
Senyum tipis mengembang di sudut mulutnya, seperti lekukan yang
tertinggal pada pasir akibat arus surut. Khalifa kembali bersila di
hadapannya. "Apakah dia menginginkan sesuatu?" ia mengulang.
masih tidak ada jawaban. Urat nadi detektif ini mulai terasa
semakin cepat. "Dia memang menginginkan sesuatu, "kan" Apa" Apa yang dia
inginkan?" Syaikh memiringkan kepalanya terlebih dahulu ke sisi kiri,
kemudian ke kanan, tulang belakang lehernya mengklik seperti
bunyi kunci, tatapannya tidak pernah lepas dari wajah Khalifa.
"Bantuanku untuk menghubungi al-mulatham."
mata Khalifa melebar, terperangah.
"Anda serius?" ~ 277 ~ PAUL SUSSMAN "Untuk apa aku berbohong" Inilah yang dia minta dariku."
Khalifa terduduk lemas di atas tumitnya, kepala menggeleng.
Setiap kali ia merasa dirinya mendekat sekian inci pada Jansen
beberapa informasi baru muncul yang meninggalkannya lebih jauh
lagi dari laki-laki itu daripada sebelumnya. Seperti seorang pemburu yang, setelah mengendap-endap dengan sangat hati-hati,
sudah berada dalam jarak tembak terhadap buruannya, tiba-tiba
terpental lagi. "Kenapa?" tanyanya. "mengapa dia ingin menghubungi almulatham?"
Syaikh mengangkat bahu. "Dia bilang al-mulatham memiliki
sesuatu yang bisa menolongnya. Senjata yang dapat dia gunakan
untuk menyerang Yahudi. Sesuatu yang dapat membuat mereka
sakit." Di luar terdengar suara denting yang keras karena seseorang
mulai memukul-mukul metal. Khalifa hampir tidak memerhatikan
suara itu. "Senjata seperti apa?"
Syaikh mengangkat tangannya. "Yang ini tidak dia katakan. Dia
mengatakan padaku dirinya sedang sekarat, dia tidak punya
banyak waktu untuk hidup. Dia ingin benda itu berada di tangan
seseorang yang akan menggunakannya dengan baik. menggunakannya untuk menyakiti orang Yahudi. Itu yang dia katakan.
Seseorang yang akan menggunakannya untuk menyakiti orang
Yahudi." Suara denting berhenti sesaat, kemudian mulai lagi, bahkan
lebih keras. Suara itu menggema di sekitar bagian dalam mesjid.
"Anda menolongnya?"
Syaikh mendengus. "Apa, kau pikir aku punya alamat
mulatham" Nomor teleponnya" Kau kira aku bisa begitu saja
dengan segera meneleponnya" Aku memang mengagumi orang
itu, Inspektur; Aku bahagia setiap kali dia merenggut nyawa orang
Israel; kalau kami bertemu, aku akan memeluknya dan memanggilnya saudaraku. Tetapi, siapa dia dan di manakah dia, aku tidak
~ 278 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
lebih tahu daripada kau."
Dia melepas kacamata dan mulai menyekanya dengan hemnya
yang terbuat dari quftan, sambil memutarkan bahan itu secara lembut dan perlahan pada lensa kacamata. Di luar, pukulan pada
metal sudah terhenti, membuat mesjid kembali menjadi hening
bagai air. "Aku memberinya sejumlah nama orang-orang yang kukenal di
Gaza," kata laki-laki itu akhirnya, setelah selesai menyeka kacamatanya. "Itulah sedikitnya yang bisa kulakukan setelah dia memberikan sumbangan."
"Dan" Apakah dia mengontak orang-orang itu?"
"Aku tak tahu. Aku juga tidak ingin mengetahuinya. Aku tidak
ada urusan dengannya lagi setelah pertemuan pertama itu. Dan
andai kau bertanya, aku tidak akan mengkhianati kawan-kawan
Palestinaku dengan memberi nama mereka padamu."
Ia menatap Khalifa, kemudian meluruskan kakinya, mengambil
tongkatnya dengan satu tangan dan quran dengan tangan yang
lain, kemudian berusaha berdiri. Baru separuhnya, dia berhenti,
kesakitan. Sembari dia sendiri berdiri, Khalifa menggamit siku lakilaki itu dan membantunya berdiri, menghormati orang yang lebih
tua darinya membantu mengurangi ketidaksukaannya pada pendapat laki-laki tua itu. Begitu ia berdiri tegak, Syaikh membersihkan
quftannya dan mulai berjalan. Di pintu ia berbalik.
"Ingat, inspektur: ada terang dan ada gelap, Islam dan
kekosongan. Tidak ada jalan tengah. Tidak ada kompromi. Inilah
waktunya kau membuat pilihan."
Ia menatap mata Khalifa, kemudian meninggalkan mesjid.
Wawancara itu pun berakhir.
Pos PenJagaan miLiTer ~ 279 ~ PAUL SUSSMAN KaLanDia, anTara YerusaLem
Dan ramaLLah SeBAGAImANA DIINSTRUKSIKAN, YUNIS ABU JISh PeRGI Ke PoS PeNJAGAAN
militer Kalandia di tengah hari bolong dengan mengenakan T-shirt
"Kubah Batu", mengambil posisi tepat di bawah papan iklan raksasa master Satellite Dishes.
Selama dua puluh empat jam terakhir, sejak menerima panggilan telepon dari perwakilan al-mulatham, suasana hatinya
bergonta-ganti secara liar antara teror yang menghinakan dan
kegembiraan yang memusingkan. Pada satu waktu seluruh tubuhnya akan gemetar seakan membeku, terpesona oleh kebesaran misi
yang ditawarkan padanya; di saat berikutnya dia akan terhanyut
dalam kebahagiaan yang meracuni, seperti ketika dia bermain di
tepi pantai semasa masa kanak-kanak, bergulung-gulung dalam
ombak yang hangat dan berbusa, tertawa cekikikan dan berpikir
itu adalah perasaan paling baik di seluruh dunia.
Kini, dia berdiri sambil menatap garis lalu lintas yang merayap
menuju blok jalan Israel. Dia tidak merasakan ketakutan atau
ekstasi, atau apa pun sama sekali"hanya pendirian yang hampa
dan tanpa emosi; penerimaan yang laksana baja bahwa ini adalah
apa yang harus dia lakukan; bahwa ini adalah nasib yang dituliskan
untuknya. Apalagi yang ada di sana, sesungguhnya" Penaklukkan
dan kepahitan sepanjang hidup; menonton tanpa daya dari garis
tepi ketika dari hari ke hari bangsa Israel merampas lebih banyak
lagi tanah rakyatnya, mengelupas lapisan kehormatan diri mereka
lagi" Lingkaran permusuhan, aib, dan penyesalan yang tiada henti"
Tidak, ia tidak sanggup bertahan dengan itu. Ia sudah tak
mampu lagi menanggung untuk waktu yang lama. Inilah jalannya.
Satu-satunya jalan. Satu pola yang memberikan kekuatan dan kebanggaan diri, memberinya kesempatan untuk bisa memengaruhi
berbagai peristiwa yang sedang terjadi dan bukan semata selamanya ditenggelamkan oleh mereka. Sekalipun jika ini harus membawanya kepada kematian ... yahh, memangnya seperti apa
~ 280 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
hidupnya selain seperti dikuburkan hidup-hidup"
Ia tetap berada di bawah papan iklan itu tepat selama tiga
puluh menit, sebagaimana yang diperintahkan kepadanya,
memeriksa dan memeriksa kembali jam tangannya untuk memastikan bahwa waktunya tepat. Kemudian, dengan anggukan kepala
seolah berkata, "Kau tahu jawabannya," berbalik dan berjalan
menuju kamp pengungsi tempat ia tinggal, bangunannya memakan jalan mereka di lanskap seperti jamur abu-abu yang buruk.
L uxor SeKemBALINYA KhALIfA DARI PeRTemUANNYA DeNGAN SYAIKh omAR IA
mendapati Tuan muhammad hasun, pejabat dari Bank mesir yang
ia percaya untuk memeriksa batangan emas bernilai tinggi milik
Jansen, sedang duduk di ruang kerja Khalifa, menantinya. Laki-laki
bertubuh tegap dan berpakaian rapi dengan rambut berminyak,
kacamata kawat dan sepatu hitam mengkilap mencolok itu berteriak terperanjat ketika sang detektif membuka pintu ruang kerjanya. Laki-laki itu memeluk erat koper kecil Samsonite berwarna
perak di dadanya, seolah-olah takut ada orang yang akan merebut
tas itu darinya. Ia baru bisa agak rileks saat menyadari dirinya tidak
sedang diserang, walaupun kedutan berulang pada mata kirinya
menandakan dirinya belum sepenuhnya merasa nyaman dan lega.
"Kau membuatku takut," tegurnya, matanya setengah melotot
dan tajam seperti lampu indikator mobil. "Aku membawa ... kau
tahu...." Ia mengetuk-ngetuk kopornya.
Khalifa meminta maaf karena telah mengejutkannya. "Walaupun aku kira tidak akan ada orang yang akan menyerangmu di
dalam kantor polisi," ia menambahkan.
Pejabat bank itu melemparkan tatapan tak setuju.
"Aku telah beberapa kali diserang di banyak tempat yang tidak
~ 281 ~ PAUL SUSSMAN menyenangkan dan oleh banyak orang yang tidak menyenangkan
pula, inspektur. Termasuk sekali waktu, berat untuk mengatakannya, oleh bapak mertuaku sendiri. Kalau menyangkut emas, tidak
ada istilah terlalu berhati-hati. Tidak pernah ada."
Ia menatap mata Khalifa sesaat untuk menekankan pentingnya
pesan yang dia maksud, kemudian bangkit dari kursinya menuju
meja Khalifa dan meletakkan koper itu di atasnya.
"Tapi, aku telah menelitinya untukmu. menarik. Sangat
menarik. Kau punya waktu?"
"Tentu saja." "maka kalau kau tak berkeberatan...."
Ia mengangguk ke arah pintu. Khalifa berbalik dan menutupnya.
"Dan umh...." Pejabat bank ini batuk dengan gugup, mengedipkan matanya pada kunci pintu. "Agar aman saja."
Khalifa berbalik lagi, kali ini memutar kunci untuk mengunci
pintu. "Kau mau aku menutup tirai jendela juga?"
Sebenarnya ia hanya bercanda. Namun hasun menerimanya
begitu saja dan berkata ya, dalam kondisi seperti ini hal itu sangat
mungkin merupakan ide yang sangat baik. Sembari menggelengkan
kepala karena sedikit jengkel, Khalifa berjalan menuju jendela dan
menutup tirainya, membuat ruangan itu setengah gelap.
"ok?" "Jauh lebih baik," kata hasun. "Kau benar-benar tidak akan
pernah yang namanya terlalu berhati-hati."
Ia mendoyongkan badannya ke depan dan menyalakan lampu
meja, menatap ke sekeliling ruangan dengan tatapan curiga seolah,
terlepas dari bukti yang dilihatnya sendiri, ia tetap merasa tidak
sepenuhnya yakin bahwa hanya mereka berdua saja di ruangan
itu. Ia kemudian membuka kunci koper dan membuka tutupnya.
Tangannya masuk dan mengangkat batang baja, masih terbungkus
kain hitam yang ditemukan Khalifa, menempatkannya di atas meja
di bawah lampu. Khalifa datang ke sisinya dan menyalakan rokok,
~ 282 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
menghirup asap pekat berwarna biru abu-abu.
"Jadi, apa yang kau temukan?"
"Cukup banyak sebenarnya," kata si pejabat bank, sambil
menepikan kain. Lensa kacamatanya bersinar kuning dalam cahaya
yang terpantul dari permukaan batang yang berkaca-kaca. "Ya, ya,
ini merupakan sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan. Bahkan
setelah tiga puluh tahun dalam bisnis ini, emas masih tetap menyimpan kapasitas untuk mengejutkan. Barang yang luar biasa.
Benar-benar luar baisa."
Ia meraih dan menyentuh batang baja dengan penuh takzim,
kemudian menegakkan tubuhnya dan, sambil menggapai peti itu
lagi, mengeluarkan laporan yang diketik dari laci dalam di balik
tutupnya. "Rincian dasarnya semua cukup jelas," ia memulai. "Batang
baja trapezoid yang baku, dua puluh enam sentimeter kali sembilan kali lima, dua belas seperempat kilogram, sembilan-sembilanlima bagiannya emas, ya sekitar dua puluh empat karat, mungkin
sedikit lebih." "Nilainya?" "Yahh, jelasnya fluktuasi itu bergantung pada pasar, tetapi
harga sekarang yang akan kukatakan sekitar lima ratus dua puluh
ribu pound mesir. Seratus empat puluh ribu dolar."
Khalifa terbatuk, asap rokok mengepul di depannya seperti
tirai robek yang melambai-lambai tertiup angin.
"Abadan! Tidak mungkin!"
hasun mengangkat bahu. "Ini emas. emas bernilai tinggi.
Khususnya emas dengan kualitas seperti ini."
Ia mengulurkan tangannya lagi dan menepuk-nepuk puas permukaannya seakan mengucapkan selamat pada hewan peliharaan
yang telah menampilkan tipuan tertentu yang mengesankan.
Khalifa menyondongkan badan ke depan dan memerhatikan
batangan itu, kedua tangannya sedang memegang ujung meja.
"Dan capnya?" ia menggerakkan kepalanya ke arah elang dan
swastika yang terdapat pada permukaan baja. "Apakah kau mene~ 283 ~
PAUL SUSSMAN mukan apa pun yang berkaitan dengannya"
"Ya tentu saja." kata hasun. "Dan di sinilah barang-barang itu
menjadi menarik." Ia meluruskan tangannya, menyatukannya bersama-sama dan
menggeretakkan buku-buku jarinya, seperti seorang pemain piano
konser yang akan memulai resitalnya.
"Aku tak pernah menemukan cap seperti itu sebelumnya,"
katanya. "Jadi aku harus sedikit menggali. Aku tidak akan membuat
kau bosan dengan semua rincian."
Ia mengatakan hal ini dengan agak prihatin, seolah membuat
Khalifa bosan dengan semua rincian adalah sesuatu yang akan
memberinya kesenangan. Sang detektif merasakan hal ini dan tidak
mengatakan apa-apa, hanya sedikit cemas.
"Ngomong-ngomong," lanjut si pejabat bank setelah jeda sejenak, sambil menyadari ia tidak akan mendapatkan undangan
penuh harap untuk menjelaskan secara rinci, "kelihatannya burung
elang dan swastika adalah tanda menghilangnya Percetakan
Negara Prussia (Prussian State mint), yang, sampai akhir Perang
Dunia II, merupakan percetakan uang logam nasional Jerman.
Berbasis di Berlin."
Khalifa melihat dengan saksama pada batang baja itu, asap
rokok mengepul ke atas dari sudut bibirnya.
"Jadi, dengan sendirinya ia tidak terlalu sulit untuk ditemukan.
hanya dengan melihat sekilas pada buku referensi standar, dan
membuat beberapa hubungan telepon. Apa dan di mana kisah ini
menjadi lebih kompleks?"ia menggenggam batangan itu dengan
kedua tangannya dan, dengan sedikit usaha, ia membalikkannya"
"adalah di sini."
Ia menunjuk pada sebaris angka kecil, hampir tidak terlihat,
melesak ke dalam metal pada sudut kiri atas dari sisi bawah batang.
Khalifa mengeluarkan gumaman keterkejutan. Ia benar-benar luput
memerhatikan angka itu pada penelitian awal terhadap batang
emas itu yang diakuinya dilakukan sambil lalu saja.
"Nomor seri?" ia bertanya tidak pasti.
~ 284 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
"Tepat sekali. Beberapa batang memilikinya, yang lain tidak.
Bila batang memiliki nomor, pada dasarnya ini akan membuatmu
dapat menelusuri sejarah batang itu"kapan dileburkan, di mana,
sejenis itulah." "Dan yang ini?"
"oh, yang ini begitu informatif. Ya, ya, sangat informatif. Tetapi
tidak semudah itu. Nomor itu bukan bagian dari sistem universal
atau apa pun. mereka hanya merujuk pada catatan kertas pada
institusi apa pun untuk mencetak banyak batang. Aku menghabiskan separuh hariku kemarin dan pagi ini untuk menelepon
Jerman, mencoba menelusurinya. Arsip Percetakan Negara Prussia
bisa jadi sudah dimusnahkan atau berserakan setelah 1945.
Bundesbank tidak memiliki catatan apa pun. Jujur saja, aku hampir ingin menyerah sampai seseorang di museum Bundesbank menyarankan aku agar mencoba menghubungi...." Ia berhenti sejenak,


The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuka laporannya. "Degussa Corporation. Di Dusseldorf.
mereka tadinya adalah perusahaan peleburan utama Jerman.
Banyak melakukan pekerjaan untuk Nazi, dalam segala hal. Sudah
benar-benar jelas sekarang tentu saja. Berbagai macam kepentingan yang berbeda...."
"Ya, ya," potong Khalifa dengan tidak sabar. "Apa yang kau
temukan?" "hmm, SeoRANG AhLI KeARSIPAN DI DeGUSSA"orangnya baik dan sangat sopan, memberikan penekanan pada kata terakhir ini,
mengimplikasikan bahwa ahli arsip di Degussa tidak akan pernah
bermimpi untuk menginterupsi di tengah kalimat yang sedang diucapkan siapa pun, sebagaimana yang baru saja dilakukan
Khalifa"meneliti seluruh catatan mereka, dan hebatnya ia berhasil
mendapatkan kecocokan pada nomor serinya. Sangat efisien
orang-orang Jerman ini."
"Dan?" wajah Khalifa langsung tertuju pada batangan, abu
yang panjang berputar membahayakan pada ujung rokoknya.
"Yahh, tampaknya batangan ini adalah salah satu dari lima
~ 285 ~ PAUL SUSSMAN puluh yang dihasilkan oleh Degussa pada 1944. mei 1944 tepatnya. mereka kemudian dialihkan ke Percetakan Negara pada tanggal 17 bulan itu dan dari sana kemudian dilanjutkan ke Reichsbank,
pelopor berdirinya Bundesbank."
"Dan setelah itu?"
"Sepertinya hampir semua dileburkan dan disusun kembali
pada akhir perang." "hampir semua?"
"Yahh, yang satu ini jelas-jelas masih bertahan. Dan menurut
orang Degussa, paling sedikit ada dua lainnya yang seperti ini."
Ia berhenti menunggu reaksi, menarik dirinya seperti aktor
yang akan memberikan solilokui.
"mereka ditemukan di Buenos Aires. Pada 1966. oleh para
agen rahasia Israel. Di sebuah rumah seorang laki-laki bernama...."
Ia membaca laporannya lagi. "Julius Schechtmann. Pejabat militer
Nazi yang telah melarikan diri ke Argentina pada akhir perang dan
tinggal di sana sejak itu, dengan nama samaran. orang Israel dapat
menelusuri keberadaan laki-laki itu, membawa dirinya dan batangan itu sekaligus kembali ke Israel. mereka sekarang disimpan di
Bank Sentral Yerusalem."
"Dan Schechtmann?"
Lagi-lagi jeda untuk efek dramatis, yang melebarkan bahunya.
"Israel menggantungnya."
Terdengar suara kelenting tajam di luar karena penjual gas
lewat di bawah jendela dengan kereta keledainya, memukulkan
silinder metal pada perentangnya untuk membuat pembeli potensial sadar akan kehadirannya. Rokok Khalifa telah terbakar habis
dan, setelah menjentikkannya ke keranjang sampah, ia pun
menyalakan sebatang rokok lagi, menggosok mata dengan ibu jari
dan jari telunjuknya. Apa pun tentang kasus ini, setiap potongan
informasi baru"sepertinya semakin berputar dan membingungkan. Ia merasa seolah berada di bawah air dan dengan panik berupaya menemukan cara menuju permukaan, tapi upaya itu justru
membuatnya terperosok semakin dalam dengan lengan yang
~ 286 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
semakin payah untuk bergerak.
Sesaat lamanya mereka diam.
"Ada lagi yang lain?" ia akhirnya bertanya, ada keanehan
dalam suaranya, seolah bertanya ada berapa banyak lagi informasi
mengejutkan yang mungkin akan diterima dari penyelidikan ini.
hasun mengangkat bahu. "Tidak banyak. hanya ada sedikit
rincian teknis tentang komposisi aktual emas, tetapi rasanya tidak
cukup relevan." Ia menyentuhkan tangannya pada batang itu lagi, mengusir
serpihan abu rokok yang berjatuhan pada permukaannya yang
mengkilap, kemudian membungkusnya kembali dalam kain hitam
panjang. "Kau mau ini disimpan di sini?"
Khalifa menarik rokoknya.
"Bisakah kau simpan ini di bank untukku?"
"Dengan senang hati."
hasun menyimpan kembali batangan itu ke dalam kopernya,
kemudian berjalan ke jendela dan membuka tirainya, matanya
berkedip dalam cahaya terik matahari sore. Dari bawah terdengar
suara riuh dan klentengan dari kereta penjual gas.
"Sebenarnya, ada satu hal lagi," kata hasun, suaranya tiba-tiba
terdengar merendah dan tenang. "Aneh. membuat jengkel, sungguh. Agak merusak." Ia menyilangkan kaki kanannya di belakang
kaki kiri dan mengusapkan sepatunya pada betisnya. "Seperti
kataku, nomor seri ini memungkinkanmu menelusuri tanggal dan
tempat pembuatan batangan itu. Dalam beberapa kasus, informasi
ekstra tercatat baik: nama orang yang menangani proses peleburan, orang di percetakan yang bertugas ketika itu, yang semacam
itulah. Detail kecil." Ia mengganti posisi kakinya, mengusapkan
permukaan sepatu kirinya pada betis kanannya. "Arsip Degussa
tidak memiliki informasi itu. Yang mereka miliki adalah catatan dari
mana emas leburan itu datang pertama kali."
Ia selesai menyeka sepatunya dan kembali menatap Khalifa.
Perlahan, tangannya secara gugup bergerak-gerak pada pelataran
~ 287 ~ PAUL SUSSMAN jendela. Detektif itu mengernyitkan alisnya penuh pertanyaan.
"Sebenarnya batangan ini berasal dari Auschwitz. Kelihatannya, Pak Inspektur, batangan itu terbuat dari emas yang disarikan
dari gigi orang-orang Yahudi yang mati."
Setelah pejabat bank ini pergi, Khalifa duduk sembari menatap
langit-langit ruang kerjanya, dengan kaki menyilang di ujung meja.
Asap rokok yang seperti karangan bunga berputar-putar di sekitar
kepalanya seperti serban. Ada hal lain yang harus ia selesaikan:
hasani mendesaknya untuk memberi laporan tentang kemajuan
yang ia buat sejauh ini; teman Jansen di Kairo masih belum menghubungi dan perlu dikejar; dan mungkin tidak akan menyakitkan
bila ia menelepon kembali rekan Israel sialan itu, memeriksa
bahwa ia telah menghilangkan lemak di bagian belakang tubuhnya
dan mulai membuat pertanyaan mendalam seperti yang diminta
tentang masa lalu Schlegel. Begitu banyak hal yang harus
dilakukan. Banyak hal yang harus ditutupi. Dan semua yang dapat
dilakukannya hanyalah duduk dengan menatap langit-langit,
berpikir tentang emas, dan gigi yang tercecer, serta prosesi angka
berwarna yang ditatokan pada lengan hannah Schlegel.
Ia tahu tentang holocaust, tentu saja, tentang Auschwitz. hal
yang umum, rumor, detail yang tidak tepat benar"bukan sesuatu
yang ia rasa perlu untuk dilihat lebih dalam. Ia tentu saja menerima bahwa hal itu memang terjadi, detektif Israel itu pasti salah bila
ia menuduhnya tidak memercayai hal itu. Pada saat bersamaan,
peristiwa itu terasa begitu jauh, begitu abstrak, bukan sesuatu yang
memiliki relevansi baginya atau dunianya. Sampai sekarang. Kini,
kelihatannya hal itu menjadi relevan.
Ia menjatuhkan kepalanya kembali dan mengembuskan
lingkaran asap rokok berikutnya, lubang seperti kue donat dari uap
air saling berkejaran ke atas ke langit-langit, lalu pecah dan tidak
terintegrasi lagi menjadi asap yang redup dan tak menghilang.
Lima menit berlalu, sepuluh, jam di dinding berdetak menggerakkan jarum detiknya seperti degup jantung mekanis. Kemudian, seolah sudah sampai pada keputusan, ia mengayunkan kakinya ke
~ 288 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
lantai, meraih jaketnya dan meninggalkan kantor polisi.
Di jalan ia berbelok ke kanan, kemudian ke kiri, menerobos
kerumunan hiruk-pikuk sore hari menuju pusat pasar kota, melewati kafe, toko cinderamata dan kedai yang penuh dengan
tumpukan kelopak hibiskus dan bubuk kunyit merah, sebelum
akhirnya masuk ke kafe internet yang terang-benderang dengan
setengah lusin komputer berjajar di dinding belakang. Ia menganggukkan kepala tanda memberi salam kepada pemiliknya, seorang anak laki-laki dengan rambut berlumaskan jel dan ikat pinggang dalam bentuk sepeda motor, yang mengarahkannya ke komputer paling ujung di sisi kiri, di sebelah gadis eropa dengan bahu
terbakar terik matahari. Ia menuju ke sana, duduk, dan setelah
sedikit ragu, ia mengakses Yahoo! dan mengetik "holocaust" di
dalam kotak subjek, sedikit mengernyit sebagaimana biasa ia
lakukan, seperti bocah yang sedang menggerakkan jarinya ke
dalam api"takut, tetapi pada waktu yang sama penasaran ingin
mengetahui seperti apa rasanya api itu.
Y erusaLem "K oTa T ua
"APA YANG TeLAh KITA LAKUKAN TeRhADAP meReKA SehINGGA meReKA
harus datang ke sini dan mengatakan pada kita bagaimana seharusnya menjalankan negara ini" Apakah kita bahkan tidak diizinkan
untuk mempertahankan diri kita sendiri sekarang" meshugina!
Semua mereka! meshugina!"
Laki-laki tua ini menyuarakanYediot Ahronotnya dengan
penuh kemarahan, mulutnya yang berbibir tipis dan kendur mengeriput karena amarah besar, seperti siput yang telah ditaburi
garam. Ben-Roi meneguk birnya dan mengamati objek dari kemarahan
laki-laki itu"kisah halaman depan tentang kelompok aktivis perdamaian eropa yang datang ke Israel untuk memprotes dinding
keamanan berukuran panjang tiga ratus kilometer antara Israel dan
~ 289 ~ PAUL SUSSMAN Tepi Barat yang sedang dibangun pemerintah. foto yang menyertai kisah itu adalah komedian Inggris yang tidak pernah didengar
Ben-Roi memiliki hubungan dengan kelompok Palestina di depan
buldozer IDf, di bawah judul SeLeBRITIS meNGeCAm PALANG
"APARTeID". "Nazi!" teriak orang tua itu sembari meremas surat kabar, seolah mencoba mencekiknya. "mereka menyebut kita seperti ini.
Lihat ini" Saudara laki-lakiku mati di Buchenwald dan mereka
menyebutku Nazi! Seharusnya mereka malu! mereka, goyim kotor
tidak tahu malu!" Ia mengempas surat kabar itu ke samping dan duduk kembali
ke kursinya. Untuk sesaat lamanya Ben-Roi berpikir akan mengatakan sesuatu, mengatakan pada laki-laki itu bagaimana ia juga membenci para pelaku kebaikan asing ini, cara mereka datang ke sini
untuk menyerukan dan menyalahkan sebelum terbirit-birit kembali
ke rumah mereka yang aman di negara mereka yang aman, memberi selamat pada diri mereka sendiri karena telah menjadi manusia peduli yang hebat sekali sementara di belakang mereka perempuan dan anak-anak dibantai menjadi sampah oleh orang Palestina
sialan yang miskin dan terjajah.
Namun, ia tidak berkata apa-apa, khawatir kalau ia mulai
membicarakan subjek itu akan memicu kemarahan, membuatnya
berada dalam kegelapan yang membutakan sehingga sebelum ia
tahu apa yang terjadi ia akan berteriak dan marah lalu menghantamkan tinjunya ke meja, mempermalukan dirinya sendiri.
Tidak, pikirnya, lebih baik ia menyimpannya untuk diri sendiri saja.
Lebih aman. Ia memegang menorah yang tergantung di lehernya, memutarmutarnya seolah mencoba dan mendorong sesuatu kembali ke
dalam dirinya, kemudian, teringat akan birnya, ia berdiri, menyelipkan uang senilai 20 shekel ke atas meja dan beranjak menuju jalan untuk melihat apa yang dapat ia gali tentang perempuan
yang terbunuh itu untuk si polisi mesir sialan itu.
~ 290 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
LeBIh JoRoK DAN KURANG eKSKLUSIf dibandingkan blok lain di sekitarnya, ohr ha-Chaim adalah jalan yang redup dan terkungkung
tepat di ujung atas Wilayah Yahudi, dekat sektor Armenia, dengan
lantai pelataran datar yang bersinar oleh sapuan kaki yang tiada
henti melewati jalan itu, dan perumahan berdinding tinggi yang
mengepung dari sisi mana saja seperti dinding-dinding yang kokoh.
Nomor empat puluh enam kira-kira separuh perjalanan, gedung
dengan batu keras yang bagian atasnya dibagi ke dalam beberapa
kamar"jalur pencuci yang kosong terkulai pada parabola dari
banyak jendela"yang lantai bawah tanahnya didiami yeshiva
yang berdesakan dengan pintu masuk sendiri yang terpisah. Begitu
sampai, Ben-Roi melihat lembaran kertas catatan yang sudah diremas yang berisi catatannya tentang detail yang diberikan oleh si
mesir itu pada sore sebelumnya, kemudian naik ke pintu utama
dan memencet interkom flat empat.
Ia bisa saja berada di sini lebih awal"tapi tidak terjadi seolah
ia memiliki begitu banyak hal yang harus dilakukan dalam dua
puluh empat jam terakhir"tetapi ia tidak menyukai nada suara si
mesir itu dan tidak merasa ingin membantunya. Sebenarnya ia
berpikiran untuk membiarkan urusan ini lebih lama lagi, khususnya
setelah malam kemarin ketika, terlepas dari kenyataan bahwa BenRoi telah secara spesifik mengatakan padanya bahwa ia tidak
menginginkannya, si jarum kecil itu telah mengirim faksimili tentang semua catatan kasus, yang dalam prosesnya memacetkan
mesin faksnya yang telah memekik terhadapnya seperti anak kecil
yang merengek hingga, dalam keputusasaan yang menjengkelkan,
ia akhirnya mencabut kabelnya dari soket dan melemparkannya.
Tidak, ia tidak merasa adanya dorongan terjauh untuk menolong. Namun, akhirnya ia memutuskan bahwa ia juga sebaiknya
menangani kasus itu, sebelum Khediva atau siapa pun namanya
menelepon dan mengganggunya terus-menerus, sebagaimana
hampir pasti dilakukannya. Jadi ia kini berada di sini.
Ia memencet tombol lagi, melihat ke bawah melalui jendela
lantai bawah tanah ke barisan laki-laki haredi muda yang
memanggul Talmud, pe"ot mereka berayun-ayun seperti ekor
~ 291 ~ PAUL SUSSMAN anjing spanil, wajah mereka pucat dan bertampang sakit di balik
kacamatanya (Yerusalem, ia pernah mendengarnya, memiliki konsentrasi ahli mata tertinggi di kota mana pun di dunia). Suara parau
terdengar dari mulutnya?"penguin" istilah yang digunakan Galia
untuk menyebut mereka"dan mendongak lagi, ia memencet
tombol untuk ketiga kalinya, dan yang terakhir ini akhirnya menghasilkan respons.
"Shalom?" Seorang perempuan muda melongok dari jendela di atas.
Wajahnya yang gendut dibingkai rambut palsu sheitel tradisional
yang dikenakan oleh para istri Yahudi ortodoks. Ben-Roi menjelaskan siapa dirinya dan untuk apa ia di sana.
"Kami baru saja pindah ke sini," kata si perempuan. "Dan
orang yang menempati sebelum kami hanya di sini selama beberapa tahun saja."
"Sebelum mereka?"
Perempuan itu mengangkat bahu, membalikkan badan untuk
meneriakkan sesuatu kepada seseorang yang berada di belakangnya.
"Anda mau bicara dengan Nyonya Weinberg," katanya sambil
melihat ke bawah kembali. "Di apartemen nomor dua. Ia sudah
tinggal di sini selama tiga puluh tahun. Ia tahu siapa saja. Juga apa
saja." Dari nada suaranya tampak jelas bahwa ia berpikiran nyonya
Weinberg adalah orang yang suka ikut campur urusan orang lain.
Ben-Roi berterima kasih padanya dan, sambil memusatkan penglihatannya pada panel interkom, menekan tombol flat nomor dua.
Ia baru saja menarik tangannya ketika pintu depan mulai terbuka
dan memperlihatkan perempuan tua yang mungil dan berkeriput
sedikit lebih tinggi daripada anak-anak, mengenakan pakaian
rumah berimpel dan sandal murah. Tangannya bergerak-gerak
karena rematik. "Nyonya Weinberg?" Ben-Roi mengeluarkan identitasnya.
"Namaku Inspektur Ben-Roi dari...."
~ 292 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
Ia mengeluarkan suara agak parau, tangannya diangkat ke
dada. "oh Tuhan! Apa yang terjadi" Ini pasti tentang Samuel, ya
"kan" Katakan padaku apa yang terjadi dengannya!"
Ben-Roi meyakinkan padanya bahwa tidak ada apa pun yang
terjadi pada Samuel, siapa pun dia; ia hanya ingin mengajukan
beberapa pertanyaan. Tentang seorang perempuan yang pernah
tinggal di flat atas. Untuk sesaat ia sepertinya tidak memercayai
Ben-Roi. Dadanya menaik, matanya lembab oleh air mata ketakutan. Perlahan ia tenang kembali dan, dengan gerakan tangannya,
mempersilakan Ben-Roi masuk ke apartemennya yang berada di
lantai dasar gedung, ke sisi kanan aula.
"Samuel adalah cucu laki-lakiku," jelasnya ketika mereka berjalan. "Anak laki-laki paling baik di dunia. mereka menangkapnya
di Gaza"Tuhan, tolong kami"dalam tugas nasionalnya. Setiap
kali aku melihat berita, kapan pun telepon berdering ... aku tidak
bisa tidur karena khawatir. Ia hanyalah bocah ingusan, anak-anak.
mereka semua hanyalah anak-anak."
Ibu itu membawanya ke sebuah ruang tamu kecil, sesak dan
redup dengan lemari kayu besar di ujung yang satu dan dua kursi
tangan yang ditata di depan pesawat televisi hitam-putih, yang di
atasnya ada sangkar berisi burung kecil berwarna kuning. Banyak
foto terpajang di mana-mana, dan bau sesuatu yang manis dan
agak tidak mengenakkan"pastinya apa, Ben-Roi tidak tahu.
Kotoran burung, mungkin, atau lemak yang dimasak. Ia mencoba
untuk tidak terlalu ambil pusing. entah dari arah mana di flat itu ia
dapat mendengar suara Radio militer Israel.
Perempuan tua itu meyilakan Ben-Roi duduk di salah satu kursi
berlengan dan menghilang sebentar, mematikan radio sebelum
kembali dengan segelas jus jeruk yang ia berikan pada Ben-Roi. Ia


The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memang tidak memintanya tetapi ia terima juga, untuk bersopansantun dan meletakkannya ke meja kecil di sebelah kursinya. Ibu
itu kemudian duduk di kursi lain, mengambil benang wol biru dan
putih yang seperti spageti dari lantai dan mulai merajut. Jarumnya
dipegang di depan wajahnya dan tangannya bergerak dengan
~ 293 ~ PAUL SUSSMAN keterampilan yang menakjubkan untuk seorang nenek yang sudah
bungkuk dan rematik seperti dia. Sepertinya ia sedang membuat
yarmulke, sebagian dari lingkarannya telah terlihat pada ujung
kedua untaian wol, dan Ben-Roi tersenyum tipis pada dirinya
sendiri, mengingat kisah keluarga lama tentang neneknya, ibu dari
bapaknya, yang selama perang tahun 1967 telah merajut tutup
kepala merah bagi setiap laki-laki di perusahaan artileri anak lakilakinya, lebih dari lima puluh, hasilnya perusahaan itu memeroleh
julukan Blazing Yarmulkes, judul yang, sejauh ia tahu, tetap mereka gunakan sampai hari ini.
"Jadi, apa pertanyaannya?"
"hmm?" "Kau bilang kau ingin mengajukan beberapa pertanyaan
padaku. Tentang flat empat."
"Ya, tentu saja."
Ia melihat pada lembar catatan yang tetap berada di tangannya, berusaha memusatkan pikirannya.
"Apa ini tentang perempuan Goldstein" Karena kalau aku mengatakannya sekali, aku mengatakannya seratus kali"ia sedang
menuju akhir yang buruk. Dia berada di sini selama tiga tahun, dan
ketika dia pergi seluruh blok bertepuk tangan. Aku ingat sekali
waktu itu, hari Jumat, demi Tuhan hari Shabbat...."
"Ini tentang seseorang bernama hannah Schlegel," kata BenRoin menyela.
Suara klik jarum melambat dan berhenti.
"oh." "Nyonya di atas tadi mengatakan bahwa mungkin Anda mengenalnya."
Ia menatap rajutannya untuk sesaat, kemudian meletakkannya
pada pangkuannya dan duduk kembali.
"hal yang mengerikan," keluhnya. "mengerikan. Dibunuh, kau
tahu. oleh orang Arab. Di piramid. Secara kejam. mengerikan."
Ia menyatukan kedua tangannya. ...
~ 294 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
"Perempuan pendiam. menyimpan semua tentang dirinya
hanya untuk dirinya sendiri. Selalu berkata selamat pagi. Ia memiliki...." Ia melepaskan kembali tangannya dan membuat gerakan
mengetuk pada bagian dalam lengan kirinya. "Kau tahu ... angka
itu. Auschwitz." Burung kecil itu tiba-tiba bernyanyi, kemudian diam dan mulai
mematuk dengan paruhnya, kepalanya bergerak ke atas dan ke
bawah seperti sampan pemancing terapung di atas air yang berombak. Ben-Roi menyesap jus jeruknya.
"Polisi mesir sedang menyelidik ulang kasus ini," jelasnya.
"mereka menginginkan kami mendapatkan sedikit rincian personal
tentang Nyonya Shlegel. Pekerjaan, keluarga, hal semacam itulah.
Yang mendasar." Si perempuan tua mengangkat alisnya yang pucat dan tipis,
kemudian mengerjakan lagi rajutannya. Jarumnya bekerja lebih
perlahan daripada sebelumnya, lingkaran wol dari yarmulke melebar di bawah jari-jarinya seperti bunga alga yang aneh.
"Aku tidak kenal baik dengannya," katanya. "Tidak seperti
orang yang berteman. hanya menyapa sekali-kali. Dia lebih suka
menyimpannya untuk dirinya sendiri. hampir sepanjang waktu
kau hampir tidak tahu dengan pasti apakah dia ada di sana. Tidak
seperti nyonya Goldstein. Kau akan selalu tahu kalau dia ada di
sana. Ribut-ribut yang biasa kau dengar. oy vey!"
Ia mengerutkan wajahnya. Ben-Roi merogoh sakunya, mencoba
mendapatkan pulpen, dan beberapa saat kemudian menyadari
bahwa ia lupa membawanya. Ada sebuah pulpen di vas gelas di
lemari, tetapi ia tidak enak memintanya, khawatir hal itu akan membuatnya terlihat tidak profesional. Persetan, pikirnya, aku akan
menuliskan sedikit catatan bila sudah sampai di kantor polisi.
"Dia sudah berada di sini ketika kami sampai," kata perempuan
tua ini. "Itu tahun 1969. Kami datang dari Tel Aviv, aku dan Teddy.
Agustus 1969. Ia selalu ingin tinggal di sini, Aku sendiri, tidak begitu pasti. Ketika pertama kali aku melihat tempat ini, aku pikir klog
iz mir! Apa yang bisa kita lakukan di tempat seperti ini"
~ 295 ~ PAUL SUSSMAN Reruntuhan di mana-mana oleh orang Arab, separuh bangunan
yang ada runtuh. Kini, tentu saja, aku tidak akan pernah tinggal di
tempat lain. Itu dia, di sana." Ia menunjuk dengan jarum rajutnya
ke arah foto di rak tengah pada lemari itu"laki-laki pendek dan
sintal sedang mengenakan trilby dan tallit, berdiri di depan
Dinding Barat. "Kami menikah selama empat puluh tahun. Tidak
seperti anak-anak sekarang. empat puluh tahun. Betapa aku
merindukannya!" Ia mengangkat pergelangan tangannya dan menyeka matanya.
Ben-Roi menunduk, menatap lantai, malu.
"Dia sudah berada di sini. Ketika kami datang. Pindah tepat
setelah pembebasan."
Ben-Roi menggeser duduknya di kursi.
"Sebelum itu?" Perempuan tua ini mengangkat bahunya, kembali ke rajutannya. "Aku ingat ia pernah mengatakan dirinya hidup dengan mea
Sharim, tetapi aku tak begitu pasti. Dia berasal dari Prancis.
Sebelum perang. Kau tahu, dia biasa menggunakan kata-kata
Prancis, berbicara pada dirinya sendiri sambil menuruni tangga."
"Dan Anda mengatakan bahwa dia ada di Auschwitz."
"Yahh, itu yang dikatakan Dr Tauber tua. Kau tahu, Dr Tauber,
dari nomor enam belas."
Ben-Roi tidak tahu sama sekali, tetapi tidak mengatakan apaapa.
"Aku melihat tatonya beberapa kali sehingga aku tahu dia pernah berada di kamp itu. Ia tidak pernah mengatakannya langsung.
Sangat pribadi. Tetapi kemudian aku berbicara dengan Dr Tauber"
pria yang baik, sudah meninggal sekitar empat atau lima tahun
lalu, semoga Tuhan menerima jiwanya"dan dia bilang "Kau tahu
perempuan yang tinggal di atas flatmu, Nyonya Schlegel," dan aku
jawab "Ya," lalu dia melanjutkan, "Tebak coba?""dia memang
seperti itu, tahu tidak, sangat baik dalam bercerita, membuatnya
seru?"Coba tebak," katanya. "Kami datang bersama dalam kapal
yang sama. Tahun 1946. Dari eropa." Pemerintah Inggris mencoba
~ 296 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
mengembalikan mereka di haifa, tetapi mereka melompat ke
dalam laut dan berenang sampai ke pantai. Lebih dari satu mil.
malam hari. Dan lantas, dua puluh tahun kemudian mereka
akhirnya tinggal di jalan yang sama! Kebetulan sekali!?"
Ada gema langkah kaki dari flat di atas, seolah seseorang sedang berlari-lari. Perempuan tua itu mendongak ke atas, ke langitlangit.
"Dan Dr Tauber ini yang mengatakan pada Anda bahwa dia
pernah berada di Auschwitz?"
"hmm?" "hannah Schlegel."
Untuk sesaat ia terlihat bingung, kemudian menyadari apa
yang sedang dibicarakannya.
"oh... Ya, ya. Ia berkata bahwa mereka berbicara di dalam perahu itu. Aku tadi bilang bahwa mereka datang dengan kapal yang
sama, bukan" Dua minggu mereka berada dalam kapal itu.
Bersama enam ratus orang. Bertumpuk seperti ikan sarden. Kau
bisa bayangkan" menyelamatkan diri dari kamp dan harus menjalani pengalaman seperti itu. Ia perempuan yang cantik, katanya.
Sangat muda dan sangat cantik. Kuat. Keras. Saudara laki-lakinya
tidak mengatakan sepatah kata pun pada perjalanan itu. hanya
duduk memandang laut lepas. Sangat traumatis."
Ben-Roi tidak dapat mengingat bahwa detektif mesir itu pernah menyebut-nyebut soal saudara laki-laki. Ia menggigit bibirnya
sebentar, kemudian, sambil mengesampingkan gengsinya, ia pun
berdiri, berjalan menuju lemari dan mengambil pulpen dari vas
bunga, mengangkat alis matanya pada Nyonya Weinberg seolah
berkata "Boleh "kan?" Ia sedang hanyut pada pikirannya sendiri
dan bahkan tidak menyadari Ben-Roi sudah pindah dari kursinya.
"malang sekali," ia bergumam. "Pasti belum lebih dari lima
belas atau enam belas tahun. Sudah mengalami pengalaman seperti itu. Dunia macam apa ini, aku tanya kau" Dunia macam apa ini
sehingga hal seperti itu harus terjadi pada seorang anak" Pada siapa
saja?" ~ 297 ~ PAUL SUSSMAN Ben-Roi berjalan menuju kursinya kembali dan duduk, mencoretkan pulpen itu di telapak tangannya agar tintanya mengalir.
"Apa dia masih hidup?" Ben-Roi bertanya. "Saudara laki-lakinya?"
Perempuan itu mengangkat bahu. "menurut Dr Tauber dia ...
kau tahu...." Ia mengangkat tangan dan mengetuk-ngetukkan ke
kepalanya, gerakan tubuh yang mengisyaratkan gangguan, gila.
"Dan apa yang kau harapkan" membelahnya seperti ini, memasukkan sesuatu, seperti hewan saja!"
Ben-Roi mendongak. Telapak tangannya tertutupi garis-garis
pulpen yang malang melintang.
"maksud Anda?" "Yahh, mereka saudara kembar, "kan" Tidakkah aku mengatakannya padamu" Aku yakin sudah. Nyonya Schlegel dan saudara
laki-lakinya. Dan kau tahu apa yang mereka lakukan pada orang
kembar di kamp. eksperimen. Kau pasti sudah pernah mendengarnya."
Dada Ben-Roi menegang. Ia memang sudah mendengar:
bagaimana para dokter Nazi itu telah menggunakan orang kembar
sebagai kelinci percobaan, menjadikan mereka sebagai eksperimen
genetik yang paling kejam dan menyakitkan, memotongnya, membuat mereka steril, mengiris-iris mereka. Penjagalan.
"oh Tuhan," ia berusaha bergumam.
"Perlukah kita heran jika si bocah malang itu sedikit...." Lagilagi ia mengetuk-ngetukkan sisi kepalanya. "Tidak pada si perempuan. Dia begitu kuat, tabah. Itu yang dikatakan Dr Tauber. Tipis
bagai kayu korek api, namun kuat laksana besi. merawat saudara
laki-lakinya, memerhatikannya. Tidak membiarkan dia jauh sedikit
pun dari pandangannya."
Perempuan tua itu memandang Ben-Roi.
"Kau tahu apa yang dikatakannya" Ketika mereka semua berada di atas kapal. "Aku akan menemukan mereka." Itu yang
dikatakan Dr Tauber padaku. Dia tidak menangis, tidak mengeluh.
hanya berkata, "Bila hal ini harus aku alami sepanjang sisa hidup~ 298 ~
THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
ku, aku akan menemukan orang-orang yang telah melakukan ini
pada kami. Dan kalau aku menemukan mereka, aku akan membunuhnya." Demi Tuhan, anak usia enam belas tahun. Tidak satu
pun anak-anak harus merasakan perasaan seperti itu. Isaac. Itu
nama saudara laki-lakinya, Isaac Schlegel."
Ia berhenti merajut dan, sembari mendesah, meletakkan jarum
dan wol di tepi, berdiri lalu mendekati sangkar burung, mengetukngetuk jerujinya dengan kuku jarinya.
"Siapa yang cantik, kalau begitu?" dia berkata mengikuti suara
burung. "Siapa yang cantik?"
Ben-Roi telah merentangkan halaman buku catatannya sampai
ke pahanya dan sedang mencatat sesuatu di tempat kosong yang
tersedia. "Apa Anda tahu kalau saudara laki-lakinya itu masih hidup?" ia
bertanya, mengulang pertanyaan yang diucapkannya beberapa
menit lalu. "Aku tak bisa mengatakannya padamu," katanya, sambil menggerakkan jari-jarinya pada terali sangkar itu, gerakan yang membuat suara ritmis, tang-tang-tang. "Aku bahkan tak pernah berjumpa dengan laki-laki itu."
"Apa dia tinggal bersama saudara perempuannya?"
"oh tidak. Sakitnya terlalu parah. Terakhir aku dengar dia tinggal di Kfar Shaul. Itu yang dikatakan Dr Tauber."
Kfar Shaul adalah klinik psikiatris di tepi kota arah barat laut.
Ben-Roi menuliskan dengan cepat catatan untuk dirinya sendiri.
"Sebenarnya nyonya Schlegel biasa mengunjunginya setiap
hari. Namun, tidak pernah berbicara tentang saudaranya itu.
Setidaknya, tidak padaku. Aku tak tahu apa dia masih hidup. Tak
ada satu pun di antara kita yang semakin muda, "kan?"
Burung kecil itu melompat berayun-ayun di sudut sangkar,
bergoyang sendiri kian kemari. Ia bersiul padanya tanpa nada.
"Dan tadi Anda bilang mereka berasal dari Prancis!"
"Yahh, itulah yang dikatakannya padaku. Saat itu adalah satusatunya kesempatan untuk kami berbincang dengan enak. Dalam
~ 299 ~ PAUL SUSSMAN dua puluh tahun. Kau percaya itu" Ia datang dengan belanjaannya"saat itu pasti waktu Pesah karena ia membawa tas penuh
berisi kotak matzah"dan kami hanya berbincang. Tepat di lorong
sana itu. Aku tak dapat mengingat bagaimana kami sampai pada
pembicaraan itu, tetapi jelas sekali ia mengatakan dirinya lahir di
Prancis. Dan ada sesuatu tentang daerah pertanian dan kastil yang
runtuh. Atau, apa aku sedang membayangkannya" Aku benarbenar tidak dapat mengingat detailnya. Aku masih dapat melihat
kotak matzah itu, begitu jelas seolah benda itu ada di sini di
depanku sekarang. Lucu sekali "kan?"
Ia bersuit pada burung kecil itu lagi, dan menyelipkan satu tangannya ke dalam saku jaketnya.
"Apa ia memiliki keluarga lain yang Anda kenal?" tanya BenRoi. "Suami, anak-anak, orangtua?"
"Tidak pernah aku melihatnya." Ia merogoh saku, mencari sesuatu. "hidup hanya untuk dirinya sendiri, perempuan malang.
Tidak ada keluarga, tidak ada teman. Benar-benar sendiri. Paling
tidak aku memiliki Teddyku, semoga Tuhan menerima jiwanya.
empat puluh empat tahun kami bersama, dan tidak pernah sekali
pun bersilang kata. Aku sering berpikir bahwa dia akan ada di
sana." Ia menjulurkan lehernya ke satu sisi, melihat ke dalam sakunya,
tangan masih merogoh-rogoh.
"Bagaimana dengan pekerjaan?" tanya Ben-Roi. "Apa Nyonya
Schlegel memiliki pekerjaan?"
"Aku rasa ia melakukan sesuatu di Yad Vashem. Penyimpanan
arsip, atau sesuatu semacam itulah. Ia biasanya pergi pagi-pagi
sekali dan pulang agak telat di sore hari dengan tangan penuh kertas dan arsip. Selebihnya hanya Tuhan yang tahu. Suatu kali, ia pernah meninggalkan beberapa arsip, di aula, dan aku membantu
membawakannya. Sesuatu tentang Dachau, dengan cap Yad
Vashem di atasnya. hanya Tuhan yang tahu mengapa dia mau
membawa sesuatu seperti itu ke dalam rumahnya setelah semua
yang dia lakukan. Ah!"
~ 300 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
Ia menarik tangannya, sejenis biji atau kacang kecil terjepit di
antara ibu jari dan jari telunjuknya. Ia menggoyang-goyangkannya
di depan kandang seolah berkata, "Lihat apa yang aku punya!"
Kemudian, sembari menggenggam pergelangan tangannya dengan
tangannya yang lain agar ajeg dan stabil, ia menyorongkan biji itu
melalui terali. Burung kecil itu mengeluarkan kicauan gembira dan
meloncat-loncat dari ayunannya.
Ben-Roi meneliti catatannya, bertanya-tanya dalam hati
apakah ada hal lain yang harus ia cari tahu. Ia memerhatikan nama
yang diberikan oleh detektif mesir itu.
"Apa nama Piet Jansen memiliki arti tertentu bagi Anda?"
tanyanya. Si perempuan tua itu berpikir sejenak.
"Aku kenal Renee Jansen," katanya. "Dia tinggal di jalan
berikutnya tetapi dekat kami di Tel Aviv. memiliki pangkal paha
pengganti, dan punya anak laki-laki di angkatan laut."
"Yang ini Piet Jansen."
"o dia, aku tak kenal."
Ben-Roi mengangguk dan melirik jam tangannya. Ia mengajukan sedikit lagi pertanyaan"Apa Nyonya Schlegel memiliki
musuh yang ia kenal" Ada minatnya yang tidak biasa" Apa ada
tetangga lain yang mengenalnya dengan baik?""tetapi perempuan itu tidak dapat lagi memberikan informasi lebih banyak.
Akhirnya, merasa bahwa ia telah melakukan sebanyak yang dapat
secara nalar diharapkan, Ben-Roi pun kemudian melipat lembar
catatannya, mengembalikan pulpen itu pada vasnya di lemari dan
mengatakan bahwa ia tidak akan mengganggunya lebih jauh lagi.
Perempuan itu menyarankannya untuk menghabiskan jus jeruknya?"Bila kau tidak minum kau akan dehidrasi.?"mengantarnya
pulang melalui flat dan keluar menuju aula gedung.
"Kau tahu, aku bahkan tidak dapat membayangkan di mana
mereka menguburnya," kata perempuan tua itu ketika ia membuka
pintu depan. "Selama dua puluh satu tahun kami hidup bertetangga, aku bahkan tidak tahu di mana makamnya. Bila kau menge~ 301 ~
PAUL SUSSMAN tahuinya, maukah kau memberi tahuku" Aku hanya ingin mengucapkan kiddush untuknya pada yahrzeit-nya. Perempuan malang."
Ben-Roi bergumam sesuatu yang tidak jelas dan, berterima kasih
padanya, kemudian melangkah menuju jalan. Setelah beberapa
langkah, ia membalikkan badan.
"Satu hal terakhir. Anda tidak tahu apa yang terjadi dengan
harta milik Nyonya Schlegel, "kan?"


The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perempuan tua itu menengok ke arahnya. Alis matanya sedikit
naik seolah ia terkejut dengan pertanyaan tersebut.
"Semuanya terbakar, tentu saja."
"Terbakar?" "Dalam kebakaran. Kau pasti mendengar tentang kebakaran
itu." Ben-Roi menatapnya. "Pada hari setelah kematiannya. Atau dua hari ya" Beberapa
anak-anak Arab memanjat pipa air di belakang, menuangkan
minyak pada apa saja dan membakarnya. merusak lahan. Andai si
tua Stern tidak menyalakan alarm, seluruh blok akan terbakar
habis." Ia menggelengkan kepalanya. "Perempuan malang. Telah
berhasil menyelamatkan diri dari kamp, dan kemudian hidupnya
berakhir dengan cara seperti itu, terbunuh, rumahnya dirusak.
Dunia macam apa yang kita tinggali ini, aku bertanya padamu.
orang-orang terbunuh, anak-anak dikirim ke militer. Dunia macam
apa?" Ia mendesah panjang dan, sembari mengangkat tangan tanda
berpisah, menutup pintu, meninggalkan Ben-Roi berdiri di jalan,
alisnya yang menonjol berkerut, mengernyit dalam dan tak pasti,
seperti tanda kerukan yang menggores lereng bukit berbatu.
Y erusaLem ~ 302 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
CASTeLomBReS SIALAN . m ALAm SeBeLUmNYA L AYLA BeGITU GemBIRA
dengan temuan barunya, yakin bahwa itu adalah terobosan yang
ia perlukan untuk memecah teka-teki William de Relincourt.
Setelah sehari mencari dan menggali, ia kini merasa hampir sebingung sebelum ia mendengar nama tempat sialan itu.
Ia menelepon Cambridge, dengan harapan dapat berbicara
dengan Profesor magnus Topping, tetapi hanya untuk diberitahu
oleh porter yang lemah lembut dan suka mencampuri urusan
orang lain bahwa profesor tidak memiliki telepon ("Suara deringnya mengganggunya, Bu") dan tidak juga memiliki alamat e-mail
("Lebih senang pada mesin ketiknya, Bu").
"Jadi bagaimana caranya aku dapat berkomunikasi dengannya?" ia bertanya, sambil membayangkan seorang pintar yang
tidak ramah dengan pipa rokok terkurung dalam ruang kerja
penuh buku, lupa sama sekali pada dunia luar.
"Yahh, Bu," porter itu menjawab"ia kelihatan ingin menyindir
"ibu" yang sopan tapi merendahkan diri di setiap kalimatnya"
"Anda dapat menulis padanya walaupun, antara Anda dan saya
saja, dia tidak pernah bagus dalam menjawab surat. Atau Anda
datang saja dan mengetuk pintunya, yang biasanya merupakan
cara paling baik untuk dapat bertemu dengannya."
"Aku menelepon dari Yerusalem."
"Ah. Yahh, kalau begitu, ini akan menjadi masalah, bukan begitu Bu?"
Dengan pilihan Topping dekat dengannya, ia kembali ke internet. Tidak seperti William de Relincourt, Castelombres hampir saja
tidak tergambarkan di dalam web, separuh hari yang dihabiskan
untuk mencari dan merujuk silang gagal menambah informasi pada
keenam pasangan singkat yang telah ia temukan pada malam
sebelumnya (yang keenam malah merupakan perusahaan Castelombres Sanitary Porcelain di Antwerp). Di antara lima yang lain,
salah satunya merupakan silsilah terpotong yang telah memberi
Layla koneksi ke esclarmonde de Rolincoeur; yang lain berupa terjemahan yang agak buruk dari artikel akademis Prancis tentang tra~ 303 ~
PAUL SUSSMAN disi troubador (penyanyi atau penyair yang berkeliling istana atau
kastil) dari Languedoc pada abad dua puluh; yang lain adalah situs
yang didedikasikan untuk sejarah Kabala dan mistisisme Yahudi;
kemudian ada yang berupa catatan kaki untuk artikel tentang cendekiawan Yahudi abad pertengahan bernama Rashi; dan yang terakhir adalah referensi dalam bagian "Reruntuhan yang Angker"
dari situs berjudul "Prancis yang Tersembunyi."
Dari sini Layla dapat memungut berbagai serpihan informasi
yang tercecer, sinar redup yang acak dari sebuah misteri yang lebih
luas. Namun, bukan pembuka rahasia yang ia harapkan. Sebaliknya, jauh dari membantu mengklarifikasi seluruh hal berkaitan
dengan William de Relincourt, petunjuk Castelombres sepertinya
malah hanya memperkeruh situasi saja, menambahkan sudut pandang baru dan membingungkan pada gambar yang telah menyerupai komposisi Braque yang tak jelas dan campur aduk"segepok
elemen berbeda yang semuanya memberi petunjuk pada sesuatu
yang signifikan tanpa sepenuhnya mengubah diri mereka sendiri ke
dalam bentuk yang dapat ia kenali.
Ia membungkuk ke depan dan melihat catatan di hadapannya,
bertanya-tanya apa yang harus dilakukan dengan semua ini, ke
bagian bumi yang mana ia akan dibawa.
Castelombres "Kastil Bayangan". Tempat kedudukan Comptes de Castelombres. Kastil menghancurkan perang salib Cathar 1243"
hanya sedikit reruntuhan yang tersisa (Ya Tuhan!) Dept
Arriege. Desa Castelombres 3 km.
esclarmonde de Rolincoeur (Relincourt).
"esclarmonde yang Bijaksana" "Perempuan Putih dari Castelombres". menikahi Raymond III dari Castelombres c. 1079.
Tidak ada rincian biografi yang masih ada. Terkenal karena
pintar, cantik, dermawan, dan lain-lain.
Sosok yang populer dalam tradisi penyanyi dan penyair ke~ 304 ~
THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
liling kastil. Bona domna esclarmonda, Contessa Castelombres, era bella e entendia esclarmonda la blanca (Nona bangsawan esclarmonde/Ia cantik dan bijaksana/esclarmonde si Putih). Jaufre Rudel (1125-48) bahasa occitane.
C. pusat belajar yang penting. Termasyhur karena toleransi
agama. Banyak cendekiawan Yahudi. Cabbala.
"Lo Privat de Castelombres?"Rahasia Castelombres. Rujukan
dalam penyanyi dan penyair keliling kastil. esclarmonde si
"pelindung". Tidak ada yang pasti apa rahasia sebenarnya.
hal yang membuatnya frustrasi adalah bahwa ia tahu dirinya
telah membuat kemajuan yang berarti. Kaitannya terlalu ketat,
kesamaannya terlalu tajam, untuk membuatnya hanya sebagai
sebuah kebetulan belaka. Dalam benaknya tidak ada keraguan
bahwa esclarmonde si Putih adalah sama dengan esclarmonde
yang kepadanya William de Relincourt mengalamatkan surat
berkodenya, juga tentang C dan kastil Castelombres adalah satu
dan sama. Dan bila semua potongan itu dicocokkan maka cukup
masuk akal bila menduga bahwa "barang antik William"dari
kekuatan yang besar dan indah" adalah terkait dengan "Rahasia
Castelombres" yang misterius ini.
Lebih dari itu semua, Layla tampaknya tidak dapat maju lagi.
Ia telah menghubungi sejumlah ahli di Univesitas hebrew, termasuk Gershom Scholem, Profesor Cabbala, yang menambahkan
beberapa sentuhan garis pada gambar keseluruhan: Castelombres
tidak semata menarik cendekiawan Yahudi, katanya pada Layla,
tetapi, dari pertengahan abad dua belas, tampak menjadi situs
khusus bagi jamaah Yahudi. Namun, mengapa dan apa, bila ada,
kaitannya dengan William de Relincourt atau yang disebut "harta
~ 305 ~ PAUL SUSSMAN karun dari Cathars" tetap tidak jelas sepenuhnya. Seolah ia telah
melompati jurang yang luas hanya untuk terempas pada dinding
batu. Ia membaca seluruh catatannya berulang-ulang, kemudian
memungut hasil cetakan tentang halaman web St John"s College
history Society yang ia buat pada malam sebelumnya, dan membaca ulang. Dalam tulisan panjang yang terang dan penuh warna
ini, Professor Topping menjelaskan bagaimana risetnya mengenai
catatan pertanyaan tentang Abad ketiga belas telah mengungkapkan hubungan yang tidak diperkirakan antara harta karun Cathars
dan apa yang disebut "Rahasia Castelombres". Semakin ia berpikir
tentang hal ini semakin ia yakin bahwa Topping adalah kuncinya;
bahwa ia dapat berselancar pada jaringan internet terus-menerus,
menelepon setiap ahli, tetapi tanpa bicara langsung dengan
Profesor Topping dia tidak akan pernah bergerak maju dengan
semua ini. Dan dari apa yang dikatakan penjaga kampus itu, satusatunya yang memungkinkannya dapat berbicara dengan Topping
adalah naik pesawat dan terbang ke Inggris.
"Tidak mungkin," ia bergumam. "Sungguh-sungguh tak mungkin."
meskipun ia berkata begitu, ternyata ia segera menyisihkan
cetakan tulisan itu dan mulai membuka halaman buku alamatnya,
mencari nomor telepon agen perjalanannya, Salim.
Y erusaLem K emBALI Ke KANToRNYA , B eN -R oI meNeGUK BRANDI DARI BoToL
pinggangnya dan melihat laporan tiga perempat halaman di layar
komputer yang ada di depannya. Dirinya telah, dia membatin,
mengerjakan apa saja yang mungkin diharapkan darinya. Dia telah
mewawancarai perempuan tua di ohr ha-Chaim; menelepon Kfar
Shaul untuk menanyakan lebih lanjut tentang saudara kembar
~ 306 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
Schlegel (sesungguhnya masih hidup, walaupun dalam keadaan
"sangat terganggu"); bahkan menghubungi Yad Vashem untuk
mengonfirmasi bahwa Schlegel benar-benar pernah menjadi pekerja di sana (dan memang ya, paruh waktu, di departemen arsip).
Baiklah, ada beberapa jalan yang seharusnya telah ia tempuh: ia
belum sepenuhnya mengarahkan dirinya ke inti persoalan. Tetapi
kenapa dia harus, memangnya" "Sedikit informasi tentang latar
belakang," itulah yang diminta Khediva. Dan itulah yang ia berikan
padanya. Ia akan mengetik beberapa baris tambahan, membuatnya
menjadi lebih dari satu halaman dan selesai di sana. Kirim melalui email dan cuci tangan dari semua persoalan sialan ini.
Kecuali"kecuali"
Kebakaran rumah itu. Ia tidak dapat melepaskan hal itu dari
pikirannya. hal terakhir yang dikatakan perempuan Weinberg
padanya, tentang semua harta milik hannah Schlegel yang dirusak
dalam serangan gila itu. Ia tidak dapat melepaskan hal itu dari
pikirannya. mengapa, ia terus berpikir sendiri"ini terlepas dari
segala usaha terbaiknya untuk tidak berpikir untuk dirinya
sendiri"sekelompok anak-anak Arab mengambil risiko masuk ke
dalam Wilayah Yahudi dan memanjat pipa air untuk satu tujuan
mengguyur flat perempuan tua itu dengan minyak dan membakarnya" Benar-benar tidak masuk akal. Ia pernah berurusan dengan
para pencuri Arab sebelumnya, dan juga para vandal Arab, tetapi
ini tidak masuk dalam kategori mana pun.
Rasa sakit dalam perutnya. Itulah sebutan yang biasa diucapkan
oleh mentornya, Komandan Levi. "Rasa sakit dalam perut, Arieh,
adalah apa yang membuat beda antara detektif yang baik dan
detektif yang hebat. Detektif yang baik akan melihat pada bukti
dan menggunakan logika dalam upaya menemukan bahwa ada
sesuatu yang salah. Tetapi, detektif yang hebat akan merasakan ada
sesuatu yang salah bahkan sebelum ia melihat bukti. Ini insting
belaka. Rasa sakit dalam perut."
Ia biasa merasakan rasa sakit itu sepanjang waktu, rasa sakit
dalam perutnya itu"pergolakan yang tidak pasti di dalam perut~ 307 ~
PAUL SUSSMAN nya, indera keenam yang merasakan bahwa sesuatu itu tidaklah
seperti apa yang terlihat. Ia merasakan hal itu ketika menangani
kasus penipuan Rehevot, ketika setiap orang mengatakan padanya
bahwa ia sedang menembaki bayangan saja sampai ahli komputer
memulihkan arsip yang telah dibuang di kotak sampah dan membuktikan kecurigaannya tepat setelahnya. Dan ia merasakan itu
juga pada kasus pembunuhan pemukim Saphiro, ketika semua
bukti menunjuk pada seorang anak Arab, setiap hal kecil darinya,
tapi ia tetap yakin bahwa anak itu tidak bersalah, bahwa masih ada
sudut lain. Ia telah menerima banyak tangkisan terhadap kasus itu,
tetapi ia terus menggali, dan tentu saja pada akhirnya mereka
menemukan pisau besar di gudang milik seorang rabbi dan kebenaran pun terkuak. "Aku bangga padamu, Arieh," Komandan Levi
pernah mengatakan hal itu padanya ketika ia menganugerahi
penghargaan pada hasil kerjanya yang memuaskan. "Kau seorang
detektif besar. Dan kau akan menjadi lebih besar lagi, asal kau terus
mendengar rasa sakit itu."
Tetapi tentu saja ia berhenti mendengarkannya tahun lalu.
Bahkan berhenti memiliki rasa sakit itu, selain semua hal tentang almulatham. Ia mengikuti gerakan, melakukan apa yang harus ia
lakukan, tetapi semangat lama, hasrat untuk sampai ke dasar persoalan, kehendak untuk menjadi seperti Al Pacino di film"telah
pudar dan lenyap. Ia tidak peduli lagi. Benar, salah, kebenaran,
kebohongan, keadilan, ketidakadilan"bukan apa-apa lagi. Ia
benar-benar tidak peduli.
Sampai sekarang. Karena sekarang ia memiliki rasa sakit terkuat
yang pernah ia alami dan tidak mau pergi. Ia tidak ingin memilikinya, ia marah karena ia memilikinya, tetapi rasa itu tetap ada di
sana, bergerak-gerak di bagian dalam tubuhnya. Anak-anak, membakar rumah dengan sengaja, perempuan yang terbunuh, Wilayah
Yahudi. Ini salah. Sepenuhnya salah.
"Sialan kau Khediva," ia bergumam. "Kau sialan, keparat!"
Ia berhenti beberapa menit lebih lama, nekat mencuci tangan
dari semua urusan ini, tidak tertarik lebih jauh lagi. Kemudian,
~ 308 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
tidak mampu menghentikan dirinya sendiri, ia pun mengangkat
telepon dan memencet nomor.
"feldman?" katanya ketika ada jawaban. "Aku harus mendapatkan arsip tentang kasus pembakaran rumah sejak lima belas
tahun lalu.... Bukan urusanmu. Katakan saja di mana harus kucari."
PeRLU WAKTU hAmPIR DUA JAm untuk menelusuri arsip, yang untuk
alasan yang tidak dijelaskan tersimpan dalam kearsipan di moriah,
salah satu kantor polisi regional lain. Ia menerima berkas yang
dikirim dengan sepeda, dan kini ia duduk dengan kaki menempel
pada tepi meja, membaca seluruh berkas, dan sekali-kali meneguk
minuman dari botolnya. Sesuatu yang segera melompat di depannya, dan hanya memperdalam rasa was-wasnya, adalah tanggal dan jam peristiwa
kebakaran itu. Nyonya Weinberg mengatakan padanya bahwa
peristiwa itu terjadi sehari atau dua hari setelah kematian hannah
Schlegel; menurut catatan, hal itu sesungguhnya terjadi pada hari
yang sama dengan hari pembunuhan atas dirinya, hanya beberapa
jam kemudian saja, sebuah kebetulan yang luar biasa dan satu hal
yang bahkan penyelidik paling bodoh sekalipun akan terdorong
untuk tidak menemukan kecurigaan.
Sayangnya, dan yang membuat frustrasi, tidak ada apa-apa lagi
di sisa berkas sisanya yang menjelaskan sinkronisitas bermasalah ini.
memang ada pernyataan dari para tetangga Schlegel, termasuk
Nyonya Weinberg; foto flat yang musnah; dan formulir penangkapan bagi tiga anak-anak Arab yang dianggap sebagai pelaku kejahatan, dua di antaranya dikatakan bersalah dan masing-masing
dikenai delapan belas bulan penahanan untuk remaja, sementara
yang ketiga, yang paling muda, diidentifikasi dalam lembar
penangkapannya hanya sebagai "Ani", dilepaskan tanpa jaminan
dengan pertimbangan usianya"ketika itu tujuh tahun"dan
kurangnya bukti yang ada padanya.
mengapa mereka memilih flat tersebut untuk dibakar pada hari
tertentu dan jam tertentu pula, dan apa, kalau ada, kaitan serang~ 309 ~
PAUL SUSSMAN an tersebut dengan pembunuhan hannah Schlegel"semua adalah
pertanyaan yang tetap tak terjawab. "Kami melakukan itu untuk
sebuah keberanian," hanya itulah yang dikatakan anak-anak itu,
dan interogator polisi puas mendapatkan secara licik pengakuan
bersalah mereka, tampak tidak berusaha menyelidik lebih dalam
lagi. Ben-Roi membaca catatan itu dua kali, kemudian menyandarkan kepalanya ke belakang dan meminum sisa vodka dari botolnya. Semua salah. Benar-benar salah. Pertanyaannya adalah apa
yang dapat ia lakukan dalam hal ini" Kebakaran itu terjadi satu
setengah dekade lalu, semua petunjuk sudah mati, pelakunya sangat boleh jadi sudah pindah atau berganti nama, atau mungkin
juga keduanya. Ia dapat menghabiskan waktu berbulan-bulan
dalam mencoba mencapai dasar dari semua ini. Dan untuk apa"
Semacam pembenci Yahudi yang ambisius.
"zoobi!" gumamnya. "Sialan. Apa pentingnya" Rasa sakit dalam perut ataupun bukan."
Ia menutup berkas itu, melemparkannya di atas meja, dan
mengangkat telepon, memencet nomor kantor kearsipan moriah,
bermaksud mengatakan pada mereka bahwa ia telah selesai dengan semua itu. Ketika ia melakukan itu, sesuatu tertangkap oleh
matanya, sebaris tulisan di balik arsip, dalam pensil yang sudah
memudar. Ia tidak memerhatikan itu sebelumnya. Ia meraihnya,
menarik berkas itu ke arahnya. Tulisan itu hampir tak terbaca, dan
ia harus berkedip-kedip membacanya: "Ani"hani al-hajjar haniJamal. Lahir 11/2/83. Kamp Al-Amari."
Ia melihat ke catatan itu, mata mengecil, kemudian miring ke


The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kiri"secara perlahan, seolah malas melakukannya"ia meraba
tumpukan kertas, menarik berkas kasus orang Palestina yang ia
buru, pengedar obat-obatan Kota Tua. Ia membukanya dan
meneliti form penangkapan laki-laki itu.
Nama Usia : hani al-hajjar hani-Jamal
: 22 ~ 310 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
Tanggal lahir : 11 februari 1983
Alamat : 14, Ginna Lane, Kamp Al-Amari, Ramallah
"Salom, kantor kearsipan."
Gagang telepon penerima bergema di telinganya. matanya
beralih dari catatan ke lembar penangkapan dan kembali ke
catatan lagi. "Kantor kearsipan," ulang suara itu.
"Ya," katanya. "Ini Ben-Roi. Di David."
"hai. Sudah selesai dengan berkas itu?"
Ben-Roi menggigit bibirnya, terluka.
"Belum," katanya setelah jeda sesaat. "Aku rasa aku masih memerlukannya untuk beberapa saat lagi."
L uxor KeADAAN SUDAh GeLAP KeTIKA KhALIfA AKhIRNYA KeLUAR DARI KAfe
internet. mata lamur, bibir tebal karena asap rokok. Ia berjalan
melewati pasar"lampu terang benderang, musik menggelegar,
orang berkerumun"dan menuju ke Corniche el-Nil, berhenti di
tepi jalan untuk membeli sekaleng Sprite sebelum menuruni anak
tangga batu bekas ke dermaga di sepanjang Nil, air hitam menyentuh dan merendam kakinya.
Anehnya, setelah ia melihat dan membaca semuanya, semua
gambar dan statistik, kesaksian dan deskripsi, satu-satunya hal yang
dapat diingatnya adalah keluarganya. zenab, Batah, Ali, dan Yusuf
kecil"empat titik kardinal dalam dunianya, cahayanya, hidupnya.
Bagaimana perasaanku bila itu semua adalah mereka, ia bertanya
dalam hati: zenab berdiri dalam keadaan tulang belulang dan
mata bolong, menatap kamera seperti setan gila; Batah dan Ali
tertumpuk dalam lubang dengan ribuan mayat lain, tanpa nama,
tak dikenal seperti kayu busuk" Bagaimana yang akan mereka
~ 311 ~ PAUL SUSSMAN lakukan terhadapku" Bagaimana aku dapat hidup dengan siksaan
seperti itu" Ia pernah kehilangan orang yang dicintai sebelum ini,
tentu saja"ayahnya, ibunya, abangnya Ali, yang untuk mengenangnya ia memberi nama Ali untuk anak laki-lakinya. Tetapi, kehilangan seseorang karena penjagalan yang tanpa perasaan dan
penuh benci; melihat mereka tersiksa dan disakiti, roboh dan disembelih"hal ini belum pernah ia alami. Bahkan membayangkan
mengalaminya pun ia tidak bisa. Sangat menakutkan, terlalu menyakitkan, seperti suara kuku jari yang sedang digesek-gesekkan di
papan hitam. Ia mendesah dan menghabiskan Sprite-nya. Pikirannya tertarik
kembali ke semua masa indah yang mereka alami bersama, saatsaat keluarga yang membahagiakan. hari ketika mereka berlayar di
sungai dalam sebuah felucca untuk merayakan ulang tahun Batah
yang ketiga belas, berhenti untuk piknik di sebuah pulau kecil yang
sudah ditinggalkan sebelum berlayar kembali ke Luxor saat matahari tenggelam, Batah berdiri di haluan dengan rambut hitamnya
tergerai di belakangnya terembus angin. Saat mereka mengunjungi
Pasar onta Bil"esh di Kairo, sebelum bayi Yusuf lahir, ketika Batah
menangis karena semua onta terlihat begitu sedih, dan Ali mencandai salah satu hewan yang diterima oleh juru lelang, dan
menyebabkan debat sekaligus kekacauan. Ulang tahunnya sendiri
yang baru saja lewat, usia yang ketiga puluh sembilan, ketika istri
dan anak-anaknya sudah mengatur pesta kejutan untuknya, berbusana mesir kuno, menyambutnya dan bersorak begitu ia datang
melalui pintu depan. Ia tertawa keras mengingat kenangan itu"Yusuf kecil berceloteh dalam pakaiannya yang seperti kertas tisu; zenab sebagai
Ratu Nefertiti"suara bergema melalui tiang-tiang felucca yang
mencambuki dermaga sebelum tiba-tiba ia tersedak, matanya
lamur seolah ia membukanya di bawah air. orang-orang ini begitu berharga, ia berkata dalam hati, tetapi aku hanya meluangkan
sedikit sekali waktu untuk mereka, menyediakan keperluan mereka
secara tidak baik dengan gaji polisi yang tidak meningkat sejak lima
tahun terakhir dan yang kurang daripada yang didapatkan husni
~ 312 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
dalam satu bulannya. Dan bila saja mereka tiba-tiba diambil darinya"bagaimana aku dapat menguasai keadaan itu" Dengan pikiran bahwa begitu banyak hal lain yang semestinya dapat kulakukan
untuk mereka, lebih banyak lagi dari diriku yang seharusnya dapat
kuberikan. Aku akan mencoba lebih keras lagi, ia berbisik pada dirinya
sendiri. meluangkan lebih banyak waktu lagi di rumah, bukan bekerja lebih keras. menjadi seorang suami dan ayah yang lebih baik.
Namun, hanya ketika hal ini berlalu, datang suara lain. hanya
ketika aku tahu kebenaran tentang Piet Jansen dan hannah
Schlegel. hanya ketika aku memiliki semua jawaban.
Ia melemparkan pandangan ke seberang sungai. Air menyelusup ke kakinya, lampu hijau pada menara sepasang mesjid yang
bersebelahan tengah menatapnya di kegelapan seperti mata ular.
Kemudian, sambil meremas kaleng kosongnya menjadi seperti bola
dan menyepaknya hingga masuk ke dalam sungai, ia berbalik dan
berjalan menanjak menuju Corniche.
Y erusaLem hANI AL-hAJJAR hANI-JAmAL TeLAh DIPINDAhKAN PADA hARI SeBeLUmNYA
ke sel penahanan di zion, pos polisi regional Yerusalem terbesar,
dan di sanalah Ben-Roi akan mewawancarainya, dengan menelepon sebelumnya untuk mendapatkan otorisasi yang diperlukan.
Dalam kompleks bangunan yang kokoh dan menakutkan di
ujung sesuatu yang tadinya adalah Kompleks Rusia di dalam kota,
stasiun ini memiliki jendela penghalang yang sangat kotor, bekas
seperti eksim dari tanaman merambat yang telah mengeras pada
wajah dan dindingnya tertutupi pipa kawat tajam yang kusut.
Sebagaimana tempat penjahat biasa, gedung ini pun telah lama
berperan sebagai pusat interogasi utama bagi mereka yang dicurigai sebagai militan Palestina, dan memeroleh reputasi tak sehat
~ 313 ~ PAUL SUSSMAN dengan perlakuan brutal dan semena-mena terhadap para
tawanannya. Al-moscobiyyeh, nama yang diberikan oleh orang
Palestina untuk tempat itu, mengikuti kata dalam bahasa Arab
untuk moskow, menyebutkannya dengan campuran rasa takut dan
meramalkan. Ben-Roi selalu memiliki perasaan buruk tentang tempat itu"
beberapa tahun belakangan ia menolak promosi karena itu artinya
ia akan dipindahkan ke sana"dan begitu ia masuk sekarang
melalui pintu di bagian belakang pos polisi, lewatlah sekumpulan
perempuan Arab yang tampak bingung mencari berita tentang
orang tercinta mereka yang ditahan di dalam, ia merasakan perutnya mengeras, seperti hewan ketakutan yang meringkukkan dirinya sendiri menjadi seperti bola yang melindunginya.
Ia memperkenalkan diri pada seorang sersan yang sedang
bertugas, menandatangani sejumlah formulir dan diantar melewati
koridor yang berliku, kotor dan berpenerangan kasar dan turun ke
lantai bawah tanah, ketika ia dipersilakan masuk ke sebuah ruang
wawancara yang kecil dengan meja, dua kursi dan, secara tidak
serasi sebuah poster bunga tulip berwarna ungu terang tertempel
di dinding. Bunyi-bunyian bercampur dengung entah dari mana di
pos itu, menyelusup masuk ke dalam ruangan"dering telepon,
seseorang yang berteriak, suara sayup yang hampir tak terdengar
yang bisa saja berupa tawa atau sedu-sedan rintihan"membiarkannya dengan perasaan tidak nyaman bahwa ia sedang
mendengarkan bukan kebisingan eksternal melainkan gema yang
seperti hantu dari setiap orang yang pernah memiliki ketidakberuntungan mendapati dirinya ada di ruang khusus ini. Ia menunggu
sampai sersan itu pergi, kemudian duduk, mengeluarkan botolnya
dan menikmati tegukan panjang dan memuaskan.
Lima menit berlalu, kemudian pintu terbuka kembali dan polisi
lain datang, membawa laki-laki yang telah ditahan Ben-Roi beberapa malam yang lalu. Untuk alasan tertentu ia hanya mengenakan
T-shirt dan celana pendek boxer ukuran besar, tanpa celana panjang. Polisi itu mengantarnya ke meja dan mendudukkannya,
memborgol pergelangan tangan kirinya ke salah satu kaki kursi,
~ 314 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
posisi tidak biasa yang membuat tawanan ini membungkuk ke
depan dan ke kiri. "Panggil aku jika kau sudah selesai," katanya. "Aku akan berada
di koridor, kamar ketiga di sebelah kanan."
Ia berjalan keluar dan mengempaskan pintu di belakangnya,
meninggalkan Ben-Roi dan si Palestina itu sendiri.
Seperti juga mata hitam yang ia terima pada malam penangkapannya, laki-laki ini kini menghiasi pipi kiri bagian atasnya dengan luka lebam yang jelek. Ia tidak bercukur, dan mengeluarkan
bau asam, berkeringat dan agak bau kotoran yang secara perlahan
merambat dalam ruangan. Ia mendongak ke arah Ben-Roi, kemudian ke lantai bawah, bergeser ke depan dan ke belakang di kursinya, benar-benar merasa tidak nyaman dalam posisi yang dipaksakan oleh borgol di tangannya. Ben-Roi menarik permen karet dari
sakunya dan menyelipkannya di mulut.
"Ada apa dengan celana panjangmu?"
Si Palestina ini mengangkat bahu, tidak berkata apa pun.
"Seseorang mencurinya?"
Si Palestina ini tetap tidak menjawab. Ben-Roi mengulang pertanyaannya.
"Tidak seorang pun mencurinya," kata laki-laki itu, matanya
yang merah menatap ke depan dan kemudian ke bawah lagi.
"Jadi, apa yang terjadi?"
Laki-laki itu memutar pergelangan tangan yang berada dalam
borgol. "Aku sakit," ia bergumam setelah jeda sesaat, wajahnya memerah. "Aku ingin buang air besar. Aku bilang pada penjaga tetapi
dia tidak membolehkan aku keluar, jadi aku buang air besar di
celana. orang lain dalam sel, mereka memberikan ini padaku, tetapi
tidak ada yang memiliki celana panjang baru. okay" Senang?"
Ia mendongak lagi, mata penuh perasaan permusuhan dan
kebencian. Ben-Roi kembali menatapnya, memerhatikan pipi yang
berwarna ungu, celana pendek dan pergelangan tangan yang terborgol, suara decak permen karetnya bergema ke sekeliling ruang
~ 315 ~ PAUL SUSSMAN seperti suara kaki yang berjalan di dalam rawa lumpur. Tiga puluh
detik berlalu, kemudian, dengan desahan kesal ia bangkit berdiri
dan, sambil memperingatkan laki-laki itu bahwa jika ia mencoba
sesuatu yang lucu ia akan membuat matanya yang lain hitam, lebih
buruk lagi, kemudian meninggalkan ruangan. Ia kembali beberapa
saat kemudian dengan sekumpulan kunci dan, membungkuk, melepaskan borgol. Si Palestina meluruskan badan, menggosok-gosok
pergelangan tangannya. Ben-Roi duduk kembali dan membuka
berkas pembakaran rumah yang sengaja ia bawa.
"Aku punya beberapa pertanyaan," ia berkata, sembari melihat
pada catatannya. "Peraturan yang sama seperti sebelumnya: kau
bertingkah di depanku, aku akan menyakitimu. Jelas?"
Si Palestina ini masih memijat-mijat pergelangan tangannya.
Ben-Roi mengangkat muka. "Jelas?" Si Palestina mengangguk. "Baik. Pada tanggal 10 maret 1990 kau dan dua orang lain
pergi ke Wilayah Yahudi dan membakar apartemen di sana. masih
ingat?" hani-Jamal menggumamkan afirmasinya. Ben-Roi menyorongkan tubuhnya ke depan.
"mengapa?" PADA AKhIRNYA, BeN-RoI tidak mendapatkan banyak darinya. Si
Palestina ini gugup dan selalu mengelak, yakin bahwa Ben-Roi
sedang mencoba menjebaknya ke dalam pengakuan bersalah.
Sebenarnya bukan ini yang jadi masalah, melainkan fakta bahwa
dia sepertinya tidak tahu terlalu banyak. Saudaranya, majdi, salah
satu dari kedua bocah laki-laki yang secara aktual telah didakwa
melakukan serangan pembakaran, telah mengikatnya ke dalam
usaha besar itu, menjanjikannya dua puluh dolar bila ia ikut serta
dan bertindak sebagai orang yang mengawasi sekeliling. Ia sendiri
tidak naik ke flat, hanya menunggu di gang di bawah, sementara
yang lain naik ke atas dan menyulutkan api pada properti perem~ 316 ~
THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
puan tua itu. mengapa mereka melakukan itu dan apa, bila ada,
yang mereka lakukan terhadap perempuan itu, dia tidak tahu. BenRoi memaksa, membujuk dan menggali lebih dalam, tetapi tak
berhasil dan akhirnya ia menyadari dirinya tidak akan mendapatkan apa-apa lebih banyak lagi dari laki-laki itu. Dia pun segera
menyudahi interogasinya. "majdi ini...." ia membuka halaman berkas di depannya. "Ia
masih hidup dan tinggal di kamp Al-Amari" Nomor dua, Jalan AlDin?"
Si Palestina memandang kakinya, diam.
"Ayo, jangan berbelit-belit."
Laki-laki itu berkata parau. "Aku tak punya informan."
"Aku tidak memintamu untuk memberitahu, idiot. Aku punya
alamatnya di sini di depanku. Aku hanya perlu kau untuk mengonfirmasinya."
Si Palestina mendongak, sorot mata penuh ketidakpercayaan
dan ketidakpastian, kemudian memberikan anggukan lemah. BenRoi mencoret catatan untuk dirinya sendiri, menutup berkas, dan
berdiri, pergi menuju pintu dan berteriak di koridor bahwa ia telah
selesai. Ketika ia kembali ke ruangan itu lagi si Palestina telah
berputar-putar pada kursinya dan sedang menatapnya.
"mengapa kau membukanya?"
Laki-laki itu menunjuk pada borgol yang telah terbuka yang
tergeletak di atas meja. Ben-Roi tidak menjawab, hanya menuju
meja dan mengambil berkasnya.
"mengapa kau lakukan ini?" hani-Jamal memaksa.
Di luar, suara langkah kaki mendekat bergema di koridor.
"Kau merasa kasihan padaku?"
"Tidak, aku tidak merasa kasihan padamu," gerutu Ben-Roi,
sebal dengan pertanyaan itu.
"Lalu, mengapa kau melakukannya?"
Ben-Roi menatapnya, berkas itu ada dalam genggamannya,
jari-jarinya mengorek-ngorek kertas tebal. mengapa ia melepaskan
~ 317 ~ PAUL SUSSMAN borgol itu" Ia benar-benar tidak dapat menjelaskan. Ada suara di
dalam kepalanya"suara perempuan itu, dan suaranya juga, Arieh
yang dulu, yang terlupakan. Arieh dalam pikirannya yang telah
hilang selamanya. "Karena bila kau ingin buang air besar lagi, aku tak mau kau
melakukannya di depanku," ia menjawab sekenanya. "Aku tidak
jauh-jauh datang kemari hanya untuk duduk membaui kotoran
Arabmu." Ia menuju pintu dan, memberikan anggukan kecil ke arah polisi
yang baru saja tiba, kemudian menuruni koridor. Pertanyaan si
Palestina ini mengganggunya lebih daripada kenyataan bahwa
wawancaranya hanya buang-buang waktu saja.
m esir , s emenanJung s inai ,
D eKaT P erbaTasan Dengan
i sraeL LAKI-LAKI ITU meNATAP BINTANG DI LANGIT, memUTAR-mUTAR KUNCIR YANG
terdapat pada keffiyehnya dengan salah satu jarinya.
"Kau tahu apa yang pernah dikatakan ayahku padaku" Bahwa
Tanah Suci adalah cermin dari seluruh dunia. Bila tanah ini dalam
keadaan sakit, begitu juga dunia adanya. Dan ketika tanah ini
damai, maka, dan hanya itu, akan ada harapan di mana saja."
Di sebelahnya adalah sosok kedua, lebih tua, juga sedang
menatap langit, dengan cerutu terjepit di antara giginya. Sinar di
ujung cerutunya bergantian antara merah redup dan oranye ketika
ia mengisapnya perlahan. "Ayahmu masih hidup?"
Laki-laki yang lebih muda menggelengkan kepalanya. "Wafat
tahun 1984. Di Ketziot. Ayahmu?"
Laki-laki dengan rokok cerutu juga menggelengkan kepalanya.
"enam puluh tujuh. Tanah Tinggi Golan. Peluru menembus perut~ 318 ~
THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
nya." mereka terdiam, masing-masing terbenam dalam pikirannya
sendiri. Padang pasir di sekitar mereka berbayang dan tenang,
daun jendela yang berkarat berderik di belakang mereka seperti
celoteh serangga malam raksasa. Bintang terang di atas kepala


The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka, memecah langit ke dalam pecahan instan sebelum lenyap
kembali; formasi batu yang aneh terlihat dalam bayangan, seperti
cakar yang muncul dari kolam yang dalam dan gelap. Jauh di sana,
seekor burung yang terkejut tiba-tiba melesat ke udara, bercicit
dengan kerasnya. "Kau pikir ini akan benar-benar bekerja?" tanya si laki-laki
muda pada akhirnya, sambil mengangkat tangan dan menggosok
matanya. "Kau benar-benar mengira kita akan dapat membujuknya?"
Temannya mengangkat bahu, tidak berkata apa-apa.
"Kadang-kadang aku khawatir kita terlalu terlambat. Sepuluh
tahun lalu, bahkan lima"kemudian, barangkali, ini akan mungkin
terjadi. Tetapi kini, setelah semua kejadian itu...."
Ia mendesah. Kepalanya terkulai sedih ke dadanya. Laki-laki
dengan cerutu menatapnya sesaat, kemudian melangkah mendekat
dan meletakkan tangannya ke bahu temannya.
"menjualnya memang selalu akan menjadi bagian terberat.
Ini"ia menganggukkan kepala ke arah gedung yang berada di
belakang mereka"tidak pernah lebih dari langkah pertama. Tetapi
kini, kita telah mengambil langkah yang mau tidak mau harus kita
lanjutkan. Kita harus. Demi ayahmu. Demi anak perempuanku.
Demi orang-orang kita berdua."
Si lelaki muda mendongak ke atas. Untuk sesaat wajahnya
kosong, berat; kemudian, tiba-tiba dan tanpa diperkirakan, ia
tersenyum. "Siapa yang telah memikirkannya, eh" Kau dan aku, bertemu di
sini seperti sepasang kekasih!"
Si perokok cerutu tersenyum juga.
"Kalau kita dapat melakukannya, setiap orang pun dapat. Bagai~ 319 ~
PAUL SUSSMAN mana kalau kita ke Yerusalem sekali lagi, hanya untuk memastikan?"
Si laki-laki muda mengangguk dan, berbalik, keduanya pun
melangkah menuju gedung, dengan lengan masing-masing di atas
bahu yang lain. Y erusaLem "ANDA INGIN AKU ANTAR Ke mANA?"
Sopir taksi menatap Ben-Roi dengan curiga.
"Kamp Al-Amari. Jalan Al-Din."
Sopir menggelengkan kepalanya, jari-jarinya mengetuk-ngetuk
dengan gugup pada kemudi Peugeot.
"Ini di seberang batas. Anda orang Israel. Bahaya."
"Aku butuh kendaraan, bukan ceramah," gerutu Ben-Roi,
dalam keadaan tidak ingin berdiskusi. "Kau mau mengantarku atau
aku cari taksi lain" Pilihan ada padamu. Cepat."
Sopir menggigit bibirnya, susah memilih antara ingin mendapatkan uang dan ketidakmudahan membawa orang Israel dalam
taksinya. Akhirnya, masalah ekonomi menang, dan dengan
anggukan enggan ia memiringkan badannya dan membuka pintu
penumpang. "Anda ingin ke Al-Amari, aku antar Anda ke Almari," ia bergumam. "Itu kuburan Anda."
Ben-Roi memasuki kabin taksi dan mereka melesat, dalam
diam, menelusuri jalan Derekh ha-Shalom menuju jalan bebas
hambatan Yerusalem-Ramallah dan ngebut ke arah utara, ke luar
kota. Daerah Yahudi pinggir kota yang baru di Pisgat ze"ev membentang di sisi kanan mereka, perumahan batu kuning yang seragam berbaris pada lanskap seperti barisan depan tentara yang
besar. Ben-Roi memandangnya melalui jendela mobil yang terbuka, rambutnya melambai-lambai tertiup angin. Wajahnya yang
kosong dan tenang menyiratkan kegelisahan yang ia rasakan jauh
~ 320 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
di dalam perutnya. Sopir ini benar. memang berbahaya untuk seseorang seperti
dirinya menyeberangi batas. Seorang polisi Israel, sendiri, di
wilayah yang dikontrol oleh PA, dalam iklim politik seperti ini"
benar-benar berbahaya. Pilihan lain adalah dengan melibatkan
otoritas Palestina, atau memanggil operasi militer penuh dengan
mobil berlapis baja dan Tuhan tahu selebihnya, keduanya dapat
membuatnya tertunda berhari-hari. Dan rasa sakit dalam perutnya
terlalu kuat untuk itu. Ia ingin sekali tahu apa yang terjadi dengan
serangan pembakaran rumah itu. harus tahu. Dengan sedikit
keberuntungan ia dapat saja keluar masuk tanpa seorang pun
memerhatikannya. Dan bila tidak.... Ia mengangkat tangannya dan
menyentuh jaketnya, merasakan buhul metalik pistol Jerichonya
yang membuatnya tenang. mereka sampai di pos pemeriksaan Kalandia dan berada di
bagian belakang barisan antrean lalu lintas, mengantre selama dua
puluh menit sebelum akhirnya berhasil melewatinya dan memacu
kendaraan, jalan di sini, di bagian Palestina, berlubang dan tidak
rata, bangunannya jorok, murahan dan berantakan, seolah mereka tidak hanya melintasi batas antara dua area dari negeri yang
sama tetapi lebih berupa batas ke dalam daerah yang seluruhnya
berbeda dan daerah yang lebih miskin. Tiga kilometer telah mereka lewati menuju pos pemeriksaan kedua, kali ini Palestina"hanya
beberapa drum minyak yang diatur secara sembarangan di jalan,
dijaga seorang polisi penjaga bertampang membosankan dalam
baret merah"sebelum akhirnya mereka berbelok ke kiri dari jalan
bebas hambatan utama menuju sisi jalan landai yang mengarah ke
gedung suram dari beton abu-abu dan blok sinder, semua tertumpuk di atas yang lain seperti gundukan tulang yang memutih
karena matahari. Sopir memperlambat laju mobilnya dan berhenti.
"Selamat datang di Al-Amari," ia berkata.
mereka diam sesaat, memerhatikan pemandangan yang ada,
kemudian jalan terus ke bawah, berhenti sejenak untuk
~ 321 ~ PAUL SUSSMAN menanyakan arah pada seorang anak laki-laki dengan rambut
berdebu sebelum bergerak masuk ke dalam area kamp, bangunan
abu-abu yang sudah rapuh mengelilingi mereka, penduduknya"
laki-laki tua dengan keffiyeh, sekelompok shebab berkeliaran di
sudut jalan"melemparkan tatapan curiga pada mereka ketika
mereka melewatinya, mobil bergelinjang di jalan berlubang.
hiasan kabel listrik bergelantungan di atas kepala; coret-coretan
bahasa Arab dengan bermacam warna menutupi setiap inci yang
tersedia dalam ruang dinding"hamas, al-mulatham, matila Israel,
Kemenangan untuk Intifada"dengan barisan poster di sana-sini
berisikan gambar tentang martir bunuh diri lokal.
"Apa sih yang sedang kulakukan di lubang kotoran ini?" BenRoi berpikir untuk dirinya sendiri, melawan dorongan untuk mengatakan pada sopir agar berbalik dan cepat keluar dari sana. "Aku
pasti sudah gila." Semakin jauh mereka pergi, semakin dalam dan semakin
dalam, jalan-jalan menjadi lebih sempit dan lebih susah untuk bernegosiasi. Perasaan Ben-Roi lebih gelisah, sampai akhirnya, setelah
seperti seabad rasanya padahal sebenarnya tidak lebih dari beberapa menit saja, mereka mengitari sudut yang tajam dan berhenti
di depan sebuah gang, yang penuh sampah dan material gedung
yang dibongkar. "Al-Din," kata sopir. "Nomor berapa yang Anda tuju?"
"Dua." Laki-laki itu melongokkan badannya keluar jendela dan
memandang ke arah gang. "Itu." Ia menunjuk ke pintu baja yang
berat, yang pertama di sebelah kiri, yang di atasnya ada angka
Arab besar bercat putih. "Anda mau aku menunggu?"
"Ya, tentu saja," kata Ben-Roi, sembari keluar dari mobil.
Ia memandang ke sekeliling, gugup, membayangkan mata yang
menatapnya dan suara bisik-bisik. Kemudian, sembari memastikan
Jericho-nya dan mengecek apakah telepon genggamnya sudah
menyala, ia melangkah ke dalam gang itu, menerobos tumpukan
kaleng cat bekas dan kantong sampah. Pintu yang ditunjuk oleh
~ 322 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
sopir itu agak sedikit terbuka, suara televisi terdengar dari ruangan
dalam. Ia mendekati pintu dan mengetuknya.
"Aiwa, udkhul, al-bab maftuh."
Suara seorang perempuan terdengar dari dalam, tampaknya
sudah tua. Ben-Roi ragu, tidak mengerti apa yang tadi dikatakannya.
"Udhul!" Ia tetap ragu, menduga mungkin ia diminta untuk masuk,
tetapi tidak yakin. Diam sejenak, kemudian suara lain terdengar,
kali ini laki-laki, lebih muda.
"La, la, istani hinnaak, ya umi. Ana rai"h."
Terdengan desis tipis, seperti sepeda yang sedang dikendarai di
atas lantai, dan pintu pun terbuka. Seorang laki-laki muda"akhir
dua puluhan atau awal tiga puluhan, kurus seperti tongkat, dalam
balutan jins dan T-shirt manchester United berwarna merah"
sedang duduk di depannya, tubuh bagian bawahnya terikat di atas
kursi roda. Di balik bahunya, Ben-Roi dapat melihat ruang sederhana yang besar dengan lantai keramik, sejumlah gambar
berbingkai di dinding"foto, kutipan al-quran"dan, melalui pintu
di belakang, area dapur yang sesak. Perempuan tua tak terlihat ada
di sisi kanan. "mi-in hinaak?" perempuan itu berkata.
"Yahudi," jawab si laki-laki muda, sambil melihat Ben-Roi.
"Yahudi! Shu Bidu?"
"ma-ba"rif," ia menjawab. Kemudian, kepada Ben-Roi, "Apa
yang Anda inginkan?"
Detektif itu mengambil kartu identitasnya dan menunjukkan
padanya. "Polisi Yerusalem. Aku mencari seseorang bernama majdi."
mata laki-laki itu mengecil penuh curiga.
"Aku majdi." "majdi al-Sufi, saudara sepupu hani-Jamal?"
"Shu bidu?" suara perempuan itu lagi, penuh perhatian,
~ 323 ~ PAUL SUSSMAN bertubi-tubi. Si laki-laki muda menggerak-gerakkan tangannya tak
sabar, memberi tanda padanya untuk diam.
"Ya, itu aku." Ben-Roi menatap kursi roda itu.
"Sudah berapa lama ...?"
mata si laki-laki muda ini menyala. "Dua tahun. Sejak
punggungku patah karena peluru karet. Peluru karet dari seorang
Israel. Sekarang, Anda mau apa di sini?"
Ben-Roi bergerak gelisah.
"Aku perlu mengajukan beberapa pertanyaan pada Anda."
Laki-laki muda ini mendengus. "Ini area Palestina. Anda tidak
memiliki otoritas di sini."
"Kalau begitu aku akan memanggil militer ke sini dan menarik
Anda kembali ke Yerusalem. Itu yang Anda inginkan?" Ia menatap
laki-laki itu. "Aku hanya berpikir bahwa akan lebih mudah seperti
ini. Untuk kita berdua. Informal saja. Katakan saja padaku apa
yang ingin kuketahui, setelah itu aku pergi dan Anda tidak akan
mendengar apa pun lagi dariku. Terserah Anda."
Laki-laki muda itu membalas tatapan Ben-Roi dengan wajah
penuh sikap antipati dan ketidakpercayaan. Kemudian, dengan
dengusan mengalah, ia menggerakkan kursi rodanya mundur ke
dalam ruangan. Ben-Roi mengikuti, menutup pintu d belakangnya,
tak terlihat dari jalan. "Shu bidu, majdi" Shu aam bi-mil?"
Perempuan tua itu sedang duduk di sofa di sebelah kanan lakilaki muda, berpakaian dalam thobe berbordir halus dan mendil,
tangannya menutup dan membuka di pangkuannya. majdi menggerakkan kursi rodanya mendekati perempuan itu dan menyentuh
tangannya, berbicara secara cepat dalam bahasa Arab, menjelaskan
apa yang sedang terjadi, dan menenangkan dirinya.
"Ia memiliki pengalaman buruk dengan orang-orang Israel,"
katanya, sambil menggerakkan kursi rodanya sehingga ia kini
berhadapan dengan Ben-Roi. "Kami semua memiliki pengalaman
buruk dengan orang Israel."
~ 324 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
Ketiganya saling menatap. Satu-satunya bunyi adalah suara dari
televisi yang menyala. Kemudian, dengan berat laki-laki muda itu
mengangguk ke arah tempat tidur kayu yang disenderkan pada
dinding di sebelah pintu, mempersilakan Ben-Roi untuk duduk.
Ben-Roi mengikuti, sambil menatap perempuan tua itu terlebih
dahulu, kemudian, merasakan bahwa intensitas tatapan perempuan itu tidak menyamankan. Ia mengalihkan tatapannya ke dinding di atas kepala perempuan itu, tempat sepasang dokumen legal
berbahasa Arab kuno tergantung dalam bingkai. Akte propertinya,
ia menduga. Ia pernah melihat benda yang sama sebelumnya, di
rumah orang Palestina lain"pengingat yang menyedihkan dan
menyimpang tentang tanah yang pernah mereka miliki dan tetap
berharap dengan sia-sia untuk memulihkannya.
"Ada apa tentang hani?" tanya si laki-laki muda, sembari mengeluarkan kotak rokok marlboro dari kantong yang tergantung di
sisi kursinya dan menarik keluar satu batang dengan giginya.
"Tentang obat-obatan?"
Ben-Roi menggelengkan kepala.
"Kalau begitu tentang apa?"
"Ini tentang sesuatu yang Anda lakukan pada 1990. Apartemen
yang kalian bakar. Di Kota Tua."
Laki-laki itu mendengus kaget. "Peristiwa itu terjadi lima belas
tahun lalu! Aku menjalani waktuku."
"Aku tahu Anda begitu."
"Jadi?" "Aku ingin Anda mengatakan padaku mengapa Anda lakukan
itu," kata Ben-Roi. mengapa Anda membakar flat itu."
Laki-laki muda itu kembali mendengus kemudian, sembari
menyulut rokoknya, ia bergerak di ruang itu dan mengambil asbak
dari atas televisi, meletakkan dengan seimbang pada lututnya dan
mundur lagi ke belakang ke sisi perempuan itu.
"Anda sudah melakukan perjalanan sia-sia, Bung. Aku sudah
mengatakan semua pada mereka saat itu."
"Katakan padaku lagi."
~ 325 ~ PAUL SUSSMAN "Aku masih kanak-kanak ketika itu. hanya untuk bersenangsenang. Bukan urusan besar."
"Kalau Anda ingin membakar properti orang Israel ada banyak
target yang lebih mudah daripada satu yang tepat berada di tengah-tengah Wilayah Yahudi."
majdi menggerakkan tangannya tak peduli. "hanya keberanian. Itu intinya. Anda cuma membuang waktu saja, Bung."
"mengapa flat itu?" ulang Ben-Roi, mendesak.
"Aku tak tahu! Itu satu saja yang kami pilih. Tidak ada alasan
apa-apa. Aku sudah mengatakan pada mereka tentang semua ini."
"Anda tahu bahwa perempuan yang memiliki flat itu terbunuh
di hari yang sama." Laki-laki itu bergumam sesuatu.
"Apa?" "Kami mengetahuinya kemudian. Di stasiun. Kami tidak tahu
waktu itu." Ia menoleh ke televisi, kemudian, seolah dikejutkan oleh pikiran tiba-tiba, mendongakkan kepalanya ke arah Ben-Roi lagi.
"hey! Kalau Anda mencoba menuduh...."
"Aku tidak sedang menuduh Anda atas sesuatu hal."
"Karena aku tahu orang macam Anda yang...."
"Aku tidak sedang menuduh Anda atas sesuatu hal! Perempuan
itu terbunuh di mesir. Tidak mungkin Anda dapat terlibat di situ."
Laki-laki muda itu bergumam sesuatu dan dengan marah
menarik rokoknya, membuangnya ke asbak di atas lututnya.
"Anda berbohong padaku tentang kebakaran itu," tambah BenRoi setelah diam selama beberapa saat. "Aku tahu itu, Anda tahu
itu. Perempuan itu terbunuh dan dua jam kemudian seseorang
membakar flatnya. Terlalu kebetulan, majdi. Pasti ada sesuatu yang
lain. Alasan lain. Sekarang, aku ingin tahu mengapa Anda
melakukan itu." Si perempuan tua memukul sesuatu, menanyakan apa yang
sedang terjadi. Laki-laki muda itu menjawab, kemudian menatap
~ 326 ~

The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
kembali sang detektif. "Seperti yang telah kukatakan pada mereka saat itu, dan seperti itulah yang kukatakan padamu sekarang: kami melakukan itu
untuk berani-beranian saja. Anda mengerti" Itu saja. Tidak ada
yang lain. Kalau Anda tidak memercayaiku, bawalah aku dan
tahan aku." Ia menatap tajam sang detektif, menantang, kemudian mengalihkan pandangannya kembali ke layar televisi yang menayangkan
adegan dua laki-laki sedang berkelahi, berguling-guling dalam tempat seperti kolam besar berisi minyak hitam. Ben-Roi meneliti
catatannya, kemudian melihat ke perempuan tua, lalu ke dokumen
tanah yang sudutnya terlipat di atas kepalanya. Ben-Roi tahu
bahwa ia sedang diperdaya, dibohongi, dapat terlihat dalam ketegangan yang ada pada bahu laki-laki itu, tarikan pendek dan gugup
saat ia mengisap rokoknya. Ia bisa saja menggertak, sangat tahu
bahwa ia sedang menembak di dalam gelap dan tidak memiliki
bukti bahwa ia tengah berbohong. Ia dapat membawanya ke
tahanan, menginterogasinya sebagaimana biasanya, menginterogasinya sampai sapi-sapi pulang ke rumah; tidak akan berhasil baik.
Ia terhenti pada kisahnya di tahun 1990, dan ia melekat di situ
sekarang. Ben-Roi tidak akan mendapatkan apa-apa lagi darinya.
Kecuali.... Ben-Roi perlahan berdiri, berjalan menuju televisi dan mematikannya. Dia tidak merasa bangga dengan apa yang akan dilakukannya ini, hanya saja dia tidak mampu melihat cara lain lagi.
"Aku bisa mempersulit saudaramu," katanya.
Napas laki-laki muda ini terlihat tercekat.
"Ia baru menjalani hukuman selama dua tahun, hanya untuk
asosiasi. Bila hukuman dinaikkan, mungkin bisa sampai lima atau
enam tahun. mungkin lebih. Kau pikir dia sanggup menjalaninya?"
"Brengsek kau!"
Ben-Roi menggeretakkan giginya. Ia tidak merasa nyaman
memainkan permainan pikiran seperti ini, tidak pernah merasa
nyaman, bahkan setelah kematian Galia, ketika menyakiti orang
~ 327 ~ PAUL SUSSMAN Palestina tampak menjadi hal penting utama dalam hidupnya. Kini
ia telah memulai, ia harus menyaksikannya.
"enam tahun di Ashkelon," lanjutnya. "enam tahun bersama
para pemerkosa dan pembunuh dan orang-orang bejat. Dan mereka masih termasuk orang-orang baik kalau dibandingkan dengan
para penjaga. masa-masa keras, majdi. Aku tidak yakin hani bisa
mengatasinya. Jadi, apa kau ingin mengatakan padaku mengapa
kau bakar flat itu?"
Perempuan tua itu dapat melihat ekspresi tersiksa di wajah
anak laki-lakinya dan nyerocos sesuatu padanya, cemas, ingin
mengetahui apa yang baru saja dikatakan. Si laki-laki muda menjawab, matanya tidak pernah lepas dari Ben-Roi, tubuhnya terlihat
tegang mengencang dengan ikat pinggang yang menahannya di
kursi. "Dasar brengsek kau orang Israel!" ulangnya.
Detektif itu tidak berkata apa-apa.
"Tahi kucing kau!"
Rokoknya telah terbakar sampai ke puntungnya dan, dengan
tangan gemetar, ia tuntaskan rokoknya ke dalam asbak, menekannya keras-keras, melumatkannya sehingga otot-otot lengan bawahnya menegang dan membesar. Ia melihat ke puntung yang hancur,
menggelengkan kepalanya dengan pahit, seolah ia sedang melihat
bayangan dirinya sendiri; kemudian, dengan memegang roda pada
kursinya, ia bergerak dalam ruang itu, mengembalikan asbak ke
atas televisi dan kembali ke sisi perempuan tua. Ada kesenyapan
yang panjang. "off the record?" akhirnya ia berbicara.
Ben-Roi mengangguk. "Dan hani" Anda akan biarkan dia sendiri" Anda tidak akan
menyakitinya?" "Pegang omonganku."
Laki-laki muda itu mendengus tanda mengejek. Ia memandang
Ben-Roi sekilas, kemudian melihat ke lantai lagi.
"Aku dibayar," ia bergumam, suaranya hampir tak terdengar.
~ 328 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
Ben-Roi maju setengah langkah.
"oleh siapa?" "Pamanku. Ia berbisnis dengan seorang laki-laki di Kairo.
ekspor buah-buahan"jeruk, lemon, sejenis itulah. Suatu hari lakilaki itu menelepon, mengatakan bahwa ia memerlukan bantuan.
Ingin apartemen itu dibakar. Ia akan membayar dengan bayaran
yang bagus. Lima ratus dolar. Tetapi itu harus dilakukan dengan
cepat. Tidak ada pertanyaan. Kemudian, pamanku meneleponku."
"Kau tahu siapa laki-laki itu?"
majdi menggelengkan kepala. "Aku tak pernah bicara padanya.
Pamanku yang mengatur semuanya." Ia mengangkat tangannya
dan mulai menggosok matanya. "Gad, Getz, seperti itulah. Bukan
nama mesir." Ben-Roi menulis semua itu dalam buku catatannya.
"Dan pamanmu" Di mana dia?"
"Sudah wafat. empat tahun lalu."
Di luar, terdengar suara metal seolah seseorang baru saja
menendang kaleng cat. Ben-Roi terlalu terbenam dalam wawancara sehingga tak terlalu memerhatikannya.
"Jadi, Gad, Getz ini, ia menelepon dari Kairo, menawarkan
lima ratus dolar untuk membakar flat perempuan tua itu...."
"Kami tidak tahu flat milik siapa itu. Ia hanya memberikan
alamat." "Dan dia tidak mengatakan alasannya" Tidak ada penjelasan?"
Laki-laki muda itu menggelengkan kepala.
"Kau tidak berpikir hal itu aneh?"
"Tentu saja kami pikir ini sesuatu yang aneh. memangnya apa
yang seharusnya kami lakukan" menolaknya" Kami menginginkan
uang itu." Ben-Roi menatap tajam padanya, kemudian kembali ke dipan
dan duduk lagi. "Baik, jadi dia mengatakan padamu untuk membakar flat.
Kemudian apa?" ~ 329 ~ PAUL SUSSMAN Laki-laki muda itu mengangkat bahu. "Seperti yang telah
kukatakan pada mereka waktu itu, kami pergi ke Wilayah Yahudi.
Ada gang di belakang gedung itu; hani berdiam di situ untuk
mengawasi, kami naik ke flat, memecah jendela, menuangkan
minyak pada apa saja yang ada, lalu menyulut api. Seseorang melihat kami turun, mengejar kami, dan kami tertangkap. Itu saja.
Seperti yang telah kukatakan pada mereka ketika itu."
"Ada apa di dalamnya?"
"Apa maksudmu?"
"Di dalam flat. Ada apa saja di dalam flat itu?"
"Bagaimana mungkin aku ingat" Itu terjadi lima belas tahun
lalu!" "Kau pasti mengingat sesuatu."
"Aku tak tahu! furnitur, meja, TV ... barang-barang biasa.
Dimiliki siapa saja."
Ia menarik sebatang marlboro lagi, menyelipkannya di bibir
dan menyulutnya. Terdengar suara gemerincing di luar, dan apa
yang terdengar seperti bisik-bisik.
"Ada banyak sekali kertas."
"Kertas?" "Itulah sebabnya tempat itu terbakar dengan cepat. Banyak
kertas di mana-mana."
"Surat kabar?" "Bukan, bukan. Berkas dan sejenisnya. fotokopi. Di manamana, bertumpuk-tumpuk. Seperti sejenis...."
Ia berhenti, mencoba menemukan kata yang tepat. Ben-Roi
mengingat apa yang dikatakan perempuan Weinberg tentang
Schlegel yang bila pulang kerja selalu membawa setumpuk kertas
dari Yad Vashem. "Berkas?" ia bertanya.
"Ya, sejenis arsip. Kau hampir tak bisa bergerak karena kertas.
Dan pada salah satu dinding, di ruang tengah, ada foto besar, terbakar, sebesar ini...." Ia membuat gerakan dengan tangannya.
~ 330 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
"Seorang laki-laki. Dalam seragam tertentu. hitam dan putih. Kau
tahu, seperti foto yang dibuat sudah lama sekali. Itu satu-satunya
gambar di tempat itu."
Ada lebih banyak lagi suara di luar, derap kaki. Ada kerumunan
orang yang kelihatannya melewati gang itu.
"Dan kau tidak mengenal laki-laki yang ada dalam foto itu?"
tanya Ben-Roi, tak memerhatikan suara-suara di luar.
"Tidak pernah melihatnya sebelumnya. Seperti kataku, itu foto
tua. hitam-putih. Bukan keluarga, aku kira."
Detektif itu menyorotkan matanya sambil bertanya-tanya.
"Bagaimana kau tahu tentang itu?"
"Aku tak tahu. Aku hanya"tidak seperti keluarga. Dibesarkan
seperti itu, dan ditempelkan di dinding. Itu lebih seperti"ia mengisap rokoknya"seperti gambar yang kau dapatkan di kantor polisi.
Kau tahu, seperti orang-orang yang dicari. Seperti itulah kira-kira.
Gambar yang dicari polisi. Aneh."
Ia menyisipkan rokok ke dalam mulutnya dan, menggerakkan
kursi rodanya kembali ke televisi, mengambil asbak, dan diletakkan
pada dengkulnya dan terus menuju area dapur. Terdengar suara
bergemuruh pipa, dan kemudian cipratan air keran yang menyala.
Ia muncul kembali beberapa saat kemudian, dengan segelas air
putih terkepit di antara pahanya.
"Itu saja yang kuketahui," katanya. "Tidak ada hal lain lagi."
Ia kembali ke sisi perempuan tua itu dan memutar kursinya.
Ben-Roi mengajukan sedikit lagi pertanyaan, tetapi jelas bahwa
laki-laki muda ini sudah menceritakan kebenaran, dan setelah
beberapa menit, menerima bahwa ia telah mendapatkan apa yang
ia inginkan, ia pun menutup buku catatannya dan bersiap.
"Baiklah," katanya bergumam. "Itu saja."
Tidak terlalu penting untuk mengucapkan selamat tinggal"ini
pastinya bukan kunjungan sosial"jadi, dengan menyusupkan kembali buku catatannya ke dalam saku, ia hanya menganggukkan
kepala dan beranjak menuju pintu. Ketika ia berjalan, perempuan
tua itu mengucapkan sesuatu di belakangnya."
~ 331 ~ PAUL SUSSMAN "ehna mish kilab."
Ben-Roi membalikkan badan.
"Apa itu?" majdi mendongak, sambil mengisap rokoknya.
"Apa yang dia katakan?" Ben-Roi mengulang pertanyaannya.
Laki-laki muda itu mengembuskan asap yang melingkar-lingkar.
"Dia bilang bahwa kami bukanlah anjing."
Perempuan tua itu menatap tajam sang detektif. ekspresinya
bukan takut bukan juga menantang, hanya kesedihan yang membosankan dan tak terbatas. Ben-Roi separuh membuka mulutnya
membuat suatu respons, mengatakan padanya tentang Galia,
bagaimana mereka memisahkan kepalanya, memotong kakinya,
orang yang sama yang wajahnya kini diplester pada poster di
perkemahan seperti pahlawan. Tetapi ia tidak dapat berpikir tentang apa yang akan dikatakannya, kata apa pun yang mampu
mengekspresikan dalamnya kesepian dan kebenciannya. maka,
dengan hanya menggelengkan kepala, ia pun berbalik, berjalan
menuju pintu dan membukanya,
"Al-maut li yahudi! Al-maut li yahudi !"
Ledakan suara berisik menerpa wajahnya. Gang kecil, yang
tadinya sepi, kini dipenuhi laki-laki muda, dengan gigi terlihat, tangan mengepal, mata bersinar dengan gembira, pemburu yang
bernafsu dan tahu mereka telah memojokkan mangsa buruannya.
Sejenak diam, hanya beberapa detik, seperti gelombang sedang
berada pada titiknya yang tertinggi sebelum pecah menuju pantai,
dan kemudian gerombolan itu melesak mendekatinya, sembari
berteriak. "Uqtul! Uqtul! Uqtul al-yahudi!"
Ben-Roi bahkan tidak memiliki waktu untuk bereaksi. Ia sedang
berdiri di pintu. Kemudian, lusinan pasang tangan telah mencengkeram jaketnya, bajunya, rambutnya, dan ia ditarik keluar ke gang.
Seseorang menarik pistol dari sarungnya dan meletuskannya ke
udara tepat di sebelah telinganya, membuatnya tuli; dekat di
bagian belakang kerumunan ia menangkap sekilas anak laki-laki
~ 332 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
Palestina yang ditanya oleh sopir taksi tentang arah tadi sedang
tertawa bertepuk tangan di atas kepalanya. Jerat terasa di sekitar
lehernya dan mengencang; sesuatu dihantamkan pada perutnya"
pemukul baseball, kayu, menghajarnya, menghabiskannya.
"Aku mati," pikirnya, tercekat penuh ketakutan dan pada saat
bersamaan terlepas secara aneh, seolah ia sedang menonton video
penyerangan daripada benar-benar menjadi bagian darinya.
"Tuhanku, aku mati."
Ia mencoba meletakkan lengannya pada kepalanya, melindungi diri dari pukulan bertubi-tubi. Tetapi mereka merenggut lagi
dan menghantam punggungnya. Ludah menghujani dirinya dari
segala arah, panas, lengket, mengalir di pipi dan dagunya seperti
jalur siput. Ia merasakan dirinya didorong ke bawah gang seolah
tertangkap dalam celah berlumpur.
Dan kemudian, secepat awal terjadinya, serangan itu tiba-tiba
saja berhenti. Di suatu saat ia dipukuli dan ditarik, berikutnya, tak
dapat dijelaskan, kerumunan bubar dan menarik diri ke balik dinding gang, meninggalkannya meringkuk, dengan suara mendenging menggema di telinganya. mulanya ia berpikir itu akibat
pukulan; kemudian, begitu inderanya mulai jernih kembali, ia
menyadari bahwa itu adalah suara teriakan seorang perempuan. Ia
tetap dalam keadaannya, batuk, ketakutan bila bergerak seinci pun
akan memicu kekerasan baru lagi. Lalu, secara perlahan, ia menegakkan tubuhnya, tali masih menjuntai dari lehernya seperti dasi
yang terpasang secara acak-acakan.
majdi sedang duduk di pintu rumahnya, wajahnya memucat,
tangannya memegang kencang roda kursinya. Ibunya, bungkuk
dan lemah, sedang berdiri di luar, melambaikan tangannya, memukul-mukul kerumunan, memperingatkan mereka. Walaupun
Sumpah Palapa 10 Pedang Siluman Darah 8 Pembalasan Dewi Bunga Kematian Titisan Darah Terkutuk 1
^