Anna Karenina 11

Anna Karenina Jilid 1 Karya Leo Tolstoi Bagian 11


Stepan Arkadyich senang sekali makan siang, tapi lebih senang lagi menyuguh makan siang, tidak mewah, tapi dengan selera tinggi dalam makanan, minuman, maupun pemilihan para tamu. Acara makan siang
i ni sangat menyenangkan: ada ikan perch segar, asparagus, dan la p i ece de resistencess roastbee f yang nikmat sekali walaupun sederhana, dan macam-macam anggur yang cocok untuknya: itu mengenai makanan dan minumannya. Mengenai tamunya: akan datang Kitty dan Levin, dan supaya tidak kentara, akan datang pula saudara sepupunya dan Shcherbatskii muda, sedangkan sebagai la piece de resi stence di antara tamu akan datang Koznishov Sergei dan Aleksei Aleksandrovich. Sergei Ivanovich adalah orang Moskwa dan uf, sedangkan Aleksei Aleksandrovich adalah orang Petersburg dan praktisi; lalu diundangnya pula seorang antusias eksentr ik yang terkenal, Pestsov, seorang li beral, tukang omong, pemusik, ahli sejarah, dan orang berusia limapuluh tahun yang paling simpatik, yang akan jadi saus atau lalapan bagi Koznishov dan Karenin. Ia akan menyuguhi mereka dengan omongan yang lucu, dan akan mengadu mereka.
Uang angsuran kedua dari pedagang untuk pembayaran hutan sudah diterima dan belum lagi digunakan, dan Dolly baik dan mesra
li sikapnya akhir-akhir itu. Maka bayangan tentang makan siang itu, dalam segala ha!, sangat menyenangkan hati Stepan Arkadyich. Ia betul-betul merasa gembira. Hanya ada dua hal yang agak kurang menyenangkan; tapi kedua ha! itu tenggelam dalam lautan kegembiraan penuh na, yang kini bergelora dalamjiwa Stepan Arkadyich. Kedua hal itu adalah: pertama, ketika kemarin ia berjumpa dengan Aleksei Aleksandrovich di jalan, ia melihat sikap Aleksei Aleksandrovich kering dan tegang kepadanya. Melihat ekspresi wajah Aleksei Aleksandrovich, menimbang bahwa ia tak mengunjungi mereka dan tak memberitahu pula kedatangannya, dan ditambah dengan apa yang mereka dengar mengenai Anna dan Vronskii, Stepan Arkasdcih menduga bahwa di antara suami-istri itu tengah terjadi sesuatu yang tak beres.
Itulah ha! pertama yang tak menyenangkan. Hal lain adalah bahwa atasannya yang baru, sepert i semua atasan yang baru, punya reputasi sebagai orang yang mengerikan. Ia bangun pukul enam pagi, lalu bekerja seperti kuda, dan i a menuntut bekerja seperti itu pula kepada para
85 La piece d e resistence (Pr): Menu utama.
bawahannya. Selain itu, atasannya yang barn itu masih punya reputasi sebagai seeker bernang ketika berhadapan dengan orang la in, dan menurnt pendengarannya, ia punya aliran yang samasekali berlawanan dengan aliran yang dianut atasan lama dan juga dianut sampai sekarang oleh Stepan Arkadyich. Kemarin Stepan Arkadyich menghadap untuk urnsan dinas dengan mengenakan pakaian seragam, dan atasan barn itu bersikap baik sekali, dan bicara dengan Oblonskii seper t i bicara dengan seorang kenalan; karena itu Stepan Arkadyich menganggap wajib melakukan kunjungan kepadanya dengan mengenakan jas panjang. Pikiran tentang kemungkinan atasan barn menerimanya secara tak baik itulah hal kedua yang kurang menyenangkannya. Tapi secara naluriah Stepan Arkadyich telah merasa bahwa semuanya akan belaka. "Semua orang, semua manusia, sama juga dengan kita orang berdosa: apa yang mesti dimarahkan dan dipertengkarkan?" pikimya tatakala memasuki hotel itu.
"Halo, Vasilii," katanya kepada pesurnh yang d ikenalnya, ketika ia melewati Iorong hotel dengan topi miring. "Kamu pakai cambang sekarang, ya" Levin nomor tujuh, ya" Antarkan aku. Dan coba tanyakan, apa Pangeran Anichkin (atasan yang barn) akan menerima tamu?"
"Baik, Tuan," jawab Vasilii tersenyum. "Lama tak singgah kemari."
"Kemarin aku kemari, cuma dari pintu-masuk lain. Itu kamar tujuh?"
Levin tengah berdir i dengan seorang petani dar i Tver di tengahtengah kamar mengukur kulit bernang yang masih baru dengan ukuran arshin ketika Stepan Arkadyich masuk.
"Aa, dapat dari berburu?" sern Stepan Arkadyich. "Hebat sekali! Betina, ya" Apa kabar, Arkhip?"'
Disalaminya tangan petani itu, lalu duduk di kursi tanpa melepaskan mantel dan topi.
"Lepaskan itu, duduk yang tenang!" kata Levin sambil melepaskan topi Stepan Arkadyich.
"Tidak, tak ada waktu lagi; aku cuma sebentar sekali," jawab Stepan Arkadyich. D ibukanya kancing: mantel, dan kemudi an dilepaskannya mantel, dan duduklah ia satu jam penuh, mengobrol dengan Levin tentang perburnan dan tentang hal-hal yang paling akrab. "Nah, sekarang ceritakan, apa yang kamu lakukan di luar negeri"
Pergi ke mana saja?" kata Stepan Arkadyicb ketika petani itu sudab keluar.
"Aku pergi keJerman, Prusia, Francis, Inggris; bukan ke ibukotanya, tapi ke kota-kota yang punya pabrik; banyak ha! baru yang kulibat. Dan aku senang sudab pergi ke sana."
"Ya, aku tabu pikiranmu tentang penataan burub."
"Ah, itu samasekali tak benar: di Rusia tak mungkin ada persoalan burub. Yang ada di Rusia soal sikap rakyat pekerja terbadap tanab; di sana soal itu ada juga, tapi di sana soalnya adalab memperbaiki rusak, sedangkan di negeri kita .... "
Stepan Arkadyicb mendengarakan Levin dengan saksama. "Ya, ya!" katanya. "Kemungkinan besar kamu memang benar," katanya lagi. "Tapi aku senang kamu bersemangat tinggi; ya berburu beruang, ya bekerja, dan mengbibur diri. Tak benar yang dikatakan Sbcberbatskii-dia pernab bertemu denganmu-babwa kamu muram dan cuma bicara tentang maut."
"Memang aku masib berpikir tentang maut," kata n. "Benar ini, memang sudab waktunya mati. Dan semua yang lain itu cuma omongkosong. Sekarang dengarkan aku bicara sunggub-sunggub; aku amat mengbarg a i pikiran dan pekerjaanku, tapi bakikatnya-cobalab ini kau pikirkan: duni a kita ini kan cuma lumut kecil yang tumbub di planet kita yang kecil. Tapi kita menyangka babwa kita punya sesuatu yang besar, pikiran-pikiran besar, urusan-urusan besar! Padabal semua itu cuma butiran pasir."
"Itu, Kawan, soal yang sudab setua dunia kita!"
"Memang soal lama, tapi kamu tabu tidak, kalau kamu bisa memabami semua ini dengan jelas., nyata babwa semua ini tak ada artinya. Kalau kamu mengerti babwa besok kamu akan mati, dan tak sedikit pun yang tersisa, akan nyata babwa semua ini tak ada artinya! Dan aku anggap sangat penting pikiranku sendiri, padabal pikiran itu ternyata tak lebib berbarga daripada menguliti kulit beruang ini, walaupun pikiran itu bisa saja diwujudkan. Begitulab kita mengbabiskan bidup kita sambil berburu, bekerja, melulu supaya kita tak memikirkan mati."
Mendengar Levin, Stepan Arkadyich tersenyum tipis tapi mesra. "Itu dengan sendirinya! Nab, dulu kamu datang ke tempatku. Ingat tidak, waktu itu kamu menyerangku karena dalam hidup ini aku mencari kenikmatan"
"Janganlah terlalu kereng, o morali st"
"Tidak, bagaimanapun, dalam hidup ini ada hal yang bai k," kata Levin bingung. "Tapi tak tahulah aku. Aku cuma tahu bahwa sebentar lagi kita akan mampus."
"Kenapa pula se ar lagi?"
"Kamu tidak tahu bahwa dalam hidup ini tak banyak hal yang memesona kalau kita memikirkan mati-tapi lebih tenang."
"Sebaliknya, menjelang akhir akan lebih menyenangkan. Yah, tapi barangkali sudah waktunya aku pergi sekarang," kata Stepan Arkadyich yang untuk kesepuluh kalinya berdiri.
"Ah, duduklah dulu!" kata Levin mencegahnya. "Ka pan kita ketemu lagi" Besok aku pergi."
"Aku ini orang konyol! Karena itu sekarang aku datang .... datanglah hari ini juga ke rumahku untuk makan siang. Abangmu akan hadir, Karenin iparku itu akan hadir pula."
"Apa dia di sini?" kata Levin yang lalu ingin bertanya tentang Kitty. Ia mendengar, Kittypada awal musim dingin ada di Petersburg, di rumah ka.kak perempuannya, istri diplomat, tapi ia tak tahu apakah sudah kembali atau belum. Namun ia takjadi bertanya. "Kitty mau datang, mau tidak, masa bodoh," pi ya.
"Kamu datang tidak?" "Dengan sendirinya."
"Kalau begitu pukul lima, pakaijas panjang."
Lalu berdirilah Stepan Arkadyich dan n menemui atasannya yang baru. Nalurinya ternyata tak salah. Atasannya yang baru dan mengerikan itu ternyata orang yang betul-betul tahu sopan-santun, dan Stepan Arkadyich sempat makan siang dengannya dan duduk-duduk bersama dia begitu lama, sehingga pukul empat baru sempat menemui Aleksei Aleksandrovich.
VIII Pu Jang dari misa, AlekseiAleksandrovich tinggal di rumah sepanjang pagi. Pagi itu ada dua hal yang dihadapinya: pertama, menerima perutusan golongan minoritas yang akan menuju ke Petersburg dan sekarang tengah berada di Moskwa; kedua, menulis surat yang telah dijanjikan kepada pengacara. Meskipun perutusan golongan minori tas diundang atas prakarsa Aleksei Aleksandrovich, mereka telah menimbulkan
hal-hal yang kurang menyenangkan baginya, bahkan hal-hal yang berbahaya, dan Aleksei Aleksandrovich senang sekali bisa menjumpai mereka itu di Moskwa. Perutusan itu samasekali tak punya pemahaman tentang peran dan kewa jibannya. Secara naif saja mereka ber nan bahwa tugas mereka adalah menjelaskan kebutuhan-kebutuhan mereka dan keadaan yang tengah mereka hadapi, dan bersamaan dengan itu meminta bantuan pemerintah; tapi mereka samasekali tak mengerti bahwa beberapa pernyataan dan tuntutan mereka merupakan dukungan terhadap partai yang bermusuhan, dan karena itu merugikan urusan mereka. Aleksei Aleksandrovich lama menyertai mereka, menulis untuk mereka program yang harus digunakan sebagai pegangan, dan ketika i a melepas mereka, ia pun menulis surat-surat ke Petersburg mengenai perutusan itu. Yang harus jadi pembantu utama dalam urusan ini adalah Nyonya Pangeran Lidia Ivanovna. Ia seorang ahli khusus dalam urusan perutusan, dan tak ada orang lain lagi yang bisa memberikan dasar dan petunjuk untuk mengarahkan perutusan itu. Selesai melakukan itu Aleksei Aleksandrovich menulis surat kepada pengacara. Tanpa ragu sedikit pun ia berikan kepada pengacara itu izin untuk bertindak menurut pertimbangan baiknya. Dalam surat itu ia lampirkan tiga surat Vronskii kepada Anna, yang ditemukan dalam tas yang dirampasnya.
Sejak Aleksei Aleksandrovich pergi dari rumah dengan maksud tidak akan kembali ke keluarga, sejak ia mengunjungi pengacara dan menyampaikan maksud hatinya, walaupun hanya kepada seorang, dan terutama sejak ia mengalihkan perkara hidupnya jadi perkara di atas kertas, semakin bertambah-tambah ia terbiasa pada maksudnya itu, dan terlihat olehnya dengan jelas kemungkinan untuk melaksanakannya.
Ia tengah melak amplop yang akan dikirimkan kepada pengacara ketika didengamya suara keras Stepan Arkadyich. Stepan Arkadyich bertengkar dengan pesuruh Aleksei Aleksandrovich dan bersikeras minta supaya kedatangannya disampaikan kepada tuannya.
"Biarlah dia datang," pikir Aleksei Aleksandrovich. "Dan lebih baik Iagi; sekarang akan kusampaikan sekalian keadaanku sehubungan dengan saudara perempuannya, dan akan kusampaikan pula kenapa aku tak bisa makan siang di rumahnya."
"Silakan!" katanya keras sambil mengumpulkan kertas-kertas dan dimasukkannya ke dalam map.
"Nah, sekarang kamu lihat sendiri, kamu bohong; dia ada di tempat!" jawab suara Stepan Arkadyich kepada pesuruh yang tak memberikan
jalan kepadanya; dan sambil terus membuka mantel ia pun masuk ke kamar. "Yah, aku senang sekali bisa menjumpa imu! Aku berharap sekali...," kata Stepan Arkadyich memulai.
"Aku tak bisa datang," kata Aleksei Aleksandrovich dingin dan sambil berdiri tanpa mempersilakan tamunya duduk.
Memang waktu itu Aleksei Aleksandrovich bermaksud memperlihatkan sikap dingin dalam rnenghadapi saudara laki-laki istrinya, justru sewaktu ia sedang memulai perkara perceraian dengan istrinya, tapi ia tak memperhitungkan la utan kebaikan hati yang waktu itu tengah membanjiri jiwa Stepan Arkadyich.
Stepan Arkadyich membuka matanya yang terang berkilauan itu lebar-lebar.
"Kenapa tak bisa" Apa maksudmu?" katanya dalam bahasa Prancis dengan nada tak mengerti. "Tidak, itu sudah kamu janjikan. Dan kami semua mengharapkan kedatanganmu."
"Aku tak mengatakan bisa datang ke rumah kalian, karena hubungan kekeluargaan di antara kita harus putus. n
"Apa" Maksudnya bagaimana" Kenapa?" ujar Stepan Arkadyich sambil tersenyum.
"Karena aku sudah mulai. membuat perkara perceraian dengan saudaramu, istriku. Aku harus .... n
Tapi belum lagi Alekse i Aleksandrovich menyelesaikan kalimatnya, Stepan Arkadyich sudah mengambil langkah yang samasekali tak terduga. Stepan Arkadyich mengatakan "oh", lalu duduk di kursi besar.
"Tidak, Aleksei Aleksandrovich, apa pula yang kamu katakan itu!" teriak Oblonskii, sementara di wajahnya tergambar penderitaan. "Memang begitu."
"M aku, tapi aku tak bisa, sekali lagi tak bisa memercayai ini." Aleksei Aleksandrovich duduk, dan merasa kata-kata yang telah diucapkannya tak mencapai efek yang diharapkan. Karena itu ia perlu memberikan penjelasan; tapi apapun penjelasan yang akan diberikan, sikapnya terhadap sang ipar agaknya akan sama saja.
"Ya, aku telah dipaksa untuk menuntut percerai an," katanya "Hanya satu yang hendak kukatakan, Aleksei Aleksandrovich. Kukenal kamu sebagai orang yang amat baik dan adil, dan kukenal juga Anna; maafkan aku, sungguh aku tak bisa mengubah pandanganku tentang dia sebagai perempuan yang juga amat baik dan sempurna; karena itu, maaf, tak bisa aku memercayai ini. D i s ini telah terjadi salah
pengertian," kata Stepan Arkadyich.
"Ya, kalau sekiranya itu cuma salah pengertian .... "
"Maaf, itu aku bisa mengert i," tukas Stepan Arkadyich. "Tapi dengan sendirinya .... Satu hal saja: jangan buru-buru. Jangan, jangan buruburu."
"Alm tidak buru-buru," kata Aleksei Aleksandrovich dingin. "Dan tentang urusan seperti ini, tak bisa kita berkonsultasi dengan siapapun. Sudah kuputuskan dengan mantap."
"O, ini mengerikan!" kata Stepan Arkadyich sambil menarik napas berat. "Ingin rasanya aku melakukan satu hal, Aleksei Aleksandrovich. Aku mohon, cobalah lakukan itu, Aleksei Aleksandrovich!" katanya. "Kalau tak salah, perkaranya belum dimulai, bukan" Sebelum kamu memulai perkara ini, bertemulah dulu dengan istriku, bicaralah dengan dia. Ia cinta sekali pada Anna, seperti saudara sendiri, cinta padamu juga, dan ia adalah perempuan yang mengagumkan. Demi Tuhan, bicaralah kamu dengan dia! Lakukanlah itu demi persahabatan kita, aku mohon!"
Aleksei Aleksandrovich merenung, dan Stepan Arkadyich dengan rasa simpati memandangnya, tanpa mengganggu diamnya. "Mau tidak kamu datang padanya?"
"Tak tahulah. Itu juga sebabnya aku tak bisa datang ke tempat kal ian. Alm berpendapat, hubungan kita harus berubah."
"Kenapa begitu" Alm tak melihat alasannya. Izinkan aku menilai. Bahwa selain hubungan kekeluargaan kita, kamu setidak-tidaknya punya rasa persahabatan terhadapku, dan sebaliknya aku pun punya perasaan seperti itu padamu .... Dan juga rasa hormat yang tulus," kata Stepan Arkadyich sambil menjabat tangan Aleksei Aleksandrovich. "Bahkan jika penilaianmu yang Iebih buruk tentang Anna benar, tak bakal aku membiarkan diriku memihak dia, dan aku juga tak melihat alasan mengapa hubungan kita harus berubah. Tapi sekarang, cobalah lakukan itu, temuilah istriku."
"Yah, penglihatan kita berbeda dalam hal ini," kata Aleksei Aleksandrovicb dingin. "Singkatnya, tak akan kita bicara lagi soal ini."
"Tidak, kenapa kamu tak mau datang" Untuk makan siang, misalnya, hari ini" Istriku menantimu. Aku minta, datanglah. Dan yang penting, bicaralah lagi dengan istriku. Dia perempuan yang mengagumkan. Demi Tuhan, aku mohon kamu sambil berlutut!"
"Kalau kalian memang mengbendaki, baiklah, aku akan datang," kata Aleksei Aleksandrovich sambil menarik napas.
Dan untuk mengubah pokok pembicaraan, i a pun bertanya tentang hal yang jad i minat mereka berdua, tentang atasan Stepan Arkadyich yang baru, orang yang belum tua, tapi tiba-tiba sudah menerima jabatan yang amat tinggi.
Dulu pun Alekse i Aleksandrovich tak menyukai Pangeran Anichkin dan selalu berbeda pendapat dengannya, tapi sekarang tak bisa ia menahan diri dari rasa benc i itu, yang memang bisa dimengerti orangorang yang jad i pegawai. Itulah rasa benci orang yang telah mender ita kekalahan dalam dinas, rasa benci terhadap orang yang telah memperoleh kenaikan pangkat.
"Jadi bagaimana, kamu sudah berjumpa dengannya?" kata Aleksei Aleksandrovich dengan nada mengejek berbisa.
"Tentu saja, kemarin dia datang ke kantor kami. Tampaknya dia orang yang tahu betul urusannya, dan sangat aktif."
"Ya, tapi apa sasaran keaktifannya?" kata Aleksei Aleksandrovich. "Untuk sekadar mengurus sesuatu, atau mengulang-ulang apa yang telah dilakukan orang" Kesialan negara kita ini adalah administrasi kertasnya, dan dia yang jadi penguasa terhormatnya. n
"Tapi, aku betul-betul tak melihat apa yang mesti dikecam dari di rinya. Alirannya aku tak tahu, tapi satu hal, dia orang yang baik sekali," jawab Stepan Arkadyich. "Baru saja aku mendatanginya, dan betul, i a orang yang baik sekali. Kam i berdua makan pagi, dan aku menga jarinya, tahu tidak, bikin minuman itu, anggur dengan jeruk man is. Minuman itu sangat menyegarkan. Dan yang mengherankan, ternyata d i a tak kenal minuman itu. Ia senang minuman itu. Sungguh, betul, dia orang yang ... bolehlah."
Stepan Arkadyich melihat arlojinya.
"Oh, minta ampun, sudah pukul lima, padahal aku masih harus menemui Dolgovushin! Jadi, aku minta, datanglah untuk makan siang. Betul-betul tak bisa kamu bayangkan, betapa kamu mengecewakan aku dan istri."
Kini Aleksei Aleksandrovich mengantarkan iparnya sudah tidak seper t i waktu menyambutnya tadi.
"Aku sudah berjanji, jadi aku akan datang," jawabnya suram. "Percayalah, itu aku hargai, dan aku berharap kamu tidak menyesal," jawab Stepan Arkadyich sambil t yum.
Dan sambil mengenakan mantel i a pun menolakkan kepala pesuruh, ketawa, lalu keluar.
"Pukul lima, dan pakai jas panjang, ya!" teriaknya sekali lagi sambil kembali menuju ke pintu.
Hari sudah pukul enam, dan beberapa tamu sudah datang ketika tuan rumah sendiri tiba. Ia masuk bersama Sergei Ivanovich Koznishov dan Pestsov yang serentak dijumpainya di pi ntu-masuk. Mereka adalah wakil-wakil utama cendekiawan Moskwa, demikian nama yang diberikan Oblonskii. Keduanya orang terhonnat, baik dalam watak maupun otak. Mereka saling hormat, tapi hampir dalam segala hal berlainan pendapat tanpa kompromi-bukan karena mereka menganut aliran yang berlawanan, tapi justru karena mereka tergolong dalam satu kubu (musuh-musuh mereka menyamaratakan saja mereka), namun dalam kubu itu masing-masing punya ciri sendiri. Dan karena tak ada yang lebih mampu mencapai persesuaian daripada pihak-pihak yang berlainan pendapat tentang hal yang sifatnya setengah abstrak, maka pandangan mereka pun tak pemah bertemu, tapi mereka terbiasa saling menertawakan kesesatan masing-masing yang tak bisa diperbaik i lagi tanpa marah.
Mereka sedang masuk pintu sambil bicara tentang cuaca Stepan Arkadyich menge jar mereka. Di kamar tamu sudah duduk Pangeran Aleksandr Dmitriyevich, mertua Oblonskii, Shcherbatskii muda, Turovtsin, Kitty, dan Karenin.
Stepan Arkadyich langsung melihat bahwa tanpa dirinya, di dalam kamar tamu itu, suasana buruk sekali. Darya Aleksandrovna, mengenakan gaun sutra kelabu mewah, agaknya waktu itu prihatin memikirkan anak-anak yang harus makan siang sendiri di kamar mereka, dan prihatin memikirkan sang suami yang belum juga datang; tanpa suami tak bisa ia mempertemukan orang-orang itu dengan baik. Semua duduk seperti anak-anak perempuan pendeta sedang bertamu (demikian istilah yang digunakan Pangeran Tua itu), dan agaknya mereka pun bertanya-tanya pada diri sendiri, buat apa mereka kemari memaksa-maksakan keluarnya kata-kata agar tak diam saja" Turovtsin yang simpatik rupanya merasa dirinya tidak berada pada tempatnya, dan senyuman pada bibir tebal yang d ipakainya untuk menyambut Stepan Arkadyich sebaga i ganti kata-kata itu seolah menyatakan: "Wah, Kawan, rupanya kamu lemparkan aku ke tengah orang-orang intelek!
Kalau minum, atau pergi ke Chateau des fleurs, itu wilayahku." Pangeran Tua duduk d iam sambil mengawas-awasi Karenin dari samping dengan matanya yang berki l at-kilat, dan mengerti l ah Stepan Arkadyich bahwa tamunya itu sudah menemukan kata jitu untuk melukiskan orang pemerintahan itu, yang telah diundang untuk dilahap seperti masakan ikan sturgeon. Kitty memandang ke pintu disertai usaha keras agar wajahnya tak memerah sewaktu Konstantin Levin . Shcherbatskii muda yang belum diperkenalkan dengan Karenin berusaha menampakkan diri bahwa suasana itu sam i tak membuatnya malu. Sesuai kebi asaannya di Petersburg, Karenin dalam acara makan siang dengan para perempuan itu mengenakan setelan hitam dan dasi putih. Melihat wajahnya, Stepan Arkadyich mengerti bahwa Karenin datang hanya untuk menepati janji, dan hadir di tengah-tengah orang-orang itu baginya sama dengan melaksanakan tugas berat. Dialah biang keladi suasana yang telah membuat dingin semua tamu sebelum datangnya Stepan Arkadyich.
Sambil masuk ke kamar tamu Stepan Arkadyich meminta maaf dengan menyatakan bahwa ia dihambat seorang pangeran yang selalu jadi kambing h itamnya apabila ia terlambat atau tak hadir, lalu langsung ia perkenalkan semuanya kembali. Ia hubungkan Aleksei Aleksandrovich dengan Serge i Koznishov, ia luncurkan kepada mereka tema pembicaraan tentang rusianisasi Polandia, dan dengan tema itu mereka pun segera sating berpautan, ditambah Pestsov. Turovtsin ditepuk-tepuk bahunya, kemudi an dibisikkan kepada dia sesuatu yang lucu, dan ia minta dia duduk di dekat istrinya dan Pangeran Tua. Lalu ia katakan kepada Kitty bahwa ia tampak manis sekali hari itu, dan i a perkenalkan Shcherbatskii dengan Karenin. Dalam seke jap ia sudah berhasil mengaduk adonan orang banyak itu sehingga suasana kamar tamu menjadi baik, dan suarasuara berkumandang riuh. Cuma Konstantin Levin yang belum hadir. Tapi itu lebih baik, karena ketika Stepan Arkadyich masuk ke kamar makan, terlihat olehnya bahwa anggur port dan anggur Kheres ternyata telah diambil Depret dan bukan dari Leve; maka disuruhnya kusir selekas mungkin pergi ke , lalu ia masuk kembali ke kamar tamu. D i kamar tamu ia temui Konstantin Levin.
"Aku tidak terlambat?"
"Apa memang bisa kamu tidak terlambat?" kata Stepan Arkadyich sambil memegang tangannya.
"Banyak tamunya" Si apa saja?" tanya Levin sambil mengenyahkan
salju dari topinya dengan memukulkan sarong tangan, dan tan pa disadari wajahnya pun memerah.
"Semua orang kita sendiri. Kitty ada di sini. Mari kuperkenalkan kamu dengan Karenin."
Walaupun berwatak liberal, Stepan Arkadyich tahu bahwa perkenalan dengan Karenin tak mungkin tak mem ikat. Karena itu i a hidangkan kepada sahabat-sahabat terbaiknya dengan perkenalan itu. Tapi waktu itu Konstantin Levin sedang tak bisa merasakan nikmatnya perkenalan tersebut. Ia belum melihat Kitty sejak malam penuh kenangan itu, ketika ia bertemu dengan Vron s kii, jika perjumpaannya dengan Kitty yang hanya s as dijalan raya itu tak dihitung. Di dasar hatinya ia tahu bahwa sebentar lagi ia akan melihat Kitty di sini. Tapi agar tidak tegang, ia coba yakinkan dirinya bahwa i a salah lihat tentang perjumpaannya yang sekilas itu. Kini, sesudah didenga Kitty ada di sini, tiba-tiba saja ia merasakan kegembiraan yang luarbiasa, dan serentak dengan itu ia pun merasa ketakutan, sehingga napasnya tersengal-sengal, dan ia tak sanggup mengatakan apa yang hendak dikatakannya.
"Kittyyang mana, ya, yang mana" Kitt y yang dulu, atau Kittyyangada di dalam kereta" Bagaimana kalau yang dikatakan Darya Aleksandr itu benar" Ah, kenapa pula tak benar?" pikirnya.
"Bolehlah, kenalkan aku dengan Karenin," ujarnya dengan susahpayah, dan dengan langkah putusasa tapi pasti, masuklah i a ke kamar tamu, dan di situ dilihatnya Kitty.
Kitty tak seperti dulu, dan tak juga seperti waktu berada di dalam kereta; ia lain sam i.
Gadis itu takut-takut, agak segan, malu-malu, tapi justru karena itu i a Iebih memikat. Ia melihat Levin ketika Iaki-laki itu masuk ke ruangan. Ia nantikan Levin. Ia merasa gi g, dan karena rasa girang itu ia jadi begitu bingung, sehingga terasa olehnya sendiri, oleh Levin, maupun oleh Dolly yang terns memerhatikannya, bahwa ia tak tahan lagi dan hendak menangis ke Levin menghampiri nyonya rumah dan kembali menoleh ke arahnya. W a jahnya memerah, menjadi pucat, kembali memerah dan tertegun, dan bibirnya sedikit gemetar ketika menanti Levin. Levin menghampirinya, membungkuk, dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun mengulurkan tangan kepadanya. Sekiranya bibirnya tak bergetar dan matanya tak tertutup airmata yang menambah rona mata itu, senyumannya waktu itu pastilah nyaris tenang keti ka i a mengatakan:
"Lama sekali kita tak berjumpa!" dan dengan sangat mantap dijabatnya tangan Levin dengan tangannya yang dingin.
"Anda tak berjumpa dengan saya, tapi saya berjumpa dengan Anda," kata Le vin berseri dengan senyum bahag ia. "Saya lihat Anda sewaktu ke Yergushovo dari stasiun keretaapi."
"Kapan?" tanya Kitty heran.
"W Anda ke YergushovQ," kata Levin tercekik rasa bahagia yang menyelimuti jiwanya. "Bagaimana bisa aku menghubungkan pikiran tentang sesuatu yang keliru dengan makhluk yang menyentuh hati i ni! Rupanya benar apa yang dikatakan Darya Aleksandrovna!" pikirnya.
Stepan Arkadyich menangkap tangan Levin dan mengantarnya ke tempat Karenin.
"Izinkan saya memperkenalkan Anda berdua." Ia sebutkan namanama mereka.
"Senang bertemu kembali dengan Anda," kata Alekse i Aleksandrovich dingin sambil menjabat tangan n.
"Anda sudah saling kenal?" tanya Stepan Arkadyich heran. "Kami tiga jam bersama di keretaapi," kata Levin tersenyum, "tapi keluar dari situ penuh tanda-tanya, seperti keluar dari bal maskarad, saya setidak-t idaknya."
"O, begi tu! Silakan!" kata Stepan Arkadyich sambil menunjuk kamar makan.
Para lelaki masuk ke kamar makan dan menghampiri meja berisi makanan kecil dengan enam jeni s wodka dan sejumlah itu juga jenis keju dengan sekop-sekop kecil perak atau tanpa sekop, telur ikan, ikan herring, makanan kaleng berbagai macam, dan irisan roti Prancis di sejumlah piring.
Mereka berdiri di dekat wodka dan makanan yang semerbak baunya; sementara menanti makan, percakapan tentang rusi anisasi Polandia antara Serge i Ivanovich Koznishov, Karenin, dan Pestsov mereda.
Sergei lvanovich paling mahir menaburkan garam At secara mendadak untuk mengakhiri pembicaraan yang paling abstrak dan serius demikian, dan dengan demikian mengubah suasana hati mereka yang tengah berbicara. Kali ini pun ia lakukan hal itu.
Aleksei Aleksandrovich membuktikan bahwa rusianisasi Polandia hanya bisa terlaksana kalau ada prinsip-prinsip agung yang dijalankan pemerintah Rusia.
P v bersikeras menyatakan bahwa suatu bangsa bisa mengasimilasikan bangsa lain ke dalam d irinya hanya apabila penduduknya berjumlah besar.
Koznishov membenarkan yang pe a maupun yang kedua, tapi dengan pembatasan-pembatasan. Namun mereka keluar dari kamar tamu untuk menutup percakapan itu, Koznishov berkata sambil tersenyum:
"Karena itu, untuk rusianisasi golongan minoritas ada satu cara yang bisa ditempuh, yakni melahirkan anak sebanyak-banyaknya. Jadi dalam ha! ini saya dan adik saya merupakan pelaksana yang paling buruk. Sedangkan Anda sekalian, tuan-tuan yang sudah berumahtangga, terutama Anda, Stepan Arkadyich, Anda dalam ha! ini bertindak cukup patriotik; berapa Anda punya?" katanya kepada tuan rumah sambil tersenyum lembut dan mengulurkan kepadanya gelas mungil untuk diisi.
Semua ketawa, terutama Stepan Arkadyicb ketawa gembira. "Ya, itu dia cara yang paling baik!" katanya sambil mengunyah keju dan menuangkan wodkajenis khusus ke gelas yang diulurkan kepadanya. Percakapan betul-betul berhenti pada lelucon itu.
"Keju ini t idak jelek. Anda mau?" kata tuan rumah. "Kamu babis senam lagi, ya?" katanya kepada Levin, dan dengan tangan ia meraba otot Levin. Levin tersenyum, memegas-megaskan otot lengannya, dan dengan dipegang Stepan Arkadyich terbentuklah bukit baja seperti keju bulat dari bawah kain jas Levin yang tipis.
"Bukan main otot lengan ini! Samson!"
"Saya pikir memang diperlukan tenaga besar buat berburu beruang," kataAleksei Aleksandrovich yang bayangannya tentang perburuan hanya samar-samar sambil melumaskan keju pada irisan roti tipis seperti sarang labah-labah.
Levin tersenyum. "Samasekali tidak. Sebaliknya, seorang anak pun b i s a membunuh beruang," katanya sambil menjauhkan diri dan membungkuk sedikit ke arah para perempuan yang bersama nyonya rumah tengah menghampiri meja makanan.
"Anda ah membunuh beruang, kata orang?" kata Kitty sambil berusaha keras menangkap jamur yang licin liar dengan garpu, dan sambil menggerak-gerakkan renda yang melilit tangannya yang putih. "Memang di tempat Anda ada beruang?" tambahnya seraya menolehkan kepalanya yang mungil setengah lingkaran ke arah Levin, tersenyum.
Dalam kata-kata itu rasanya tak ada sesuatu yang luarbiasa, tapi dalam tiap bunyi, dalam tiap gerak bibirnya, matanya, dan tangannya, sewaktu berbicara, sungguh terkandung makna yang tak terucapkan dengan kata-kata! Di situ terasa pula permohonan maaf dan rasa percaya kepada Levin, dan kemesraan penuh kelembutan dan rasa malu, dan janji, dan harapan, dan cinta kepadanya, yang tak mungkin tidak dipercaya Levin, yang kini mencekiknya dengan kebahagiaan.
"Tidak, kami pergi ke gubernia Tver. Kembali sana saya berjumpa di keretaapi dengan beau frere86 Anda atau iparnya ipar Anda," kata Levin tersenyum. "Pertemuan yang lucu juga."
Dan dengan riang dan lucu ia pun bercerita bahwa karena tak bisa tidur sepanjang malam, maka dengan mengenakan mantel kulit biri-bir i ia pun menyerbu ke kupe Aleksei Aleksandrovich.
"Mengabaikan kata peribahasa, kondektur hendak mengusir saya karena melihat pakai an saya; tapi waktu itu saya mulai bicara dengan gaya bahasa tinggi, dan ... Anda juga," katanya kepada Karenin, lupa namanya, "mula-mula karena melihat mantel saya, Anda juga berniat mengusir saya, tapi kemudian berpihak kepada saya, dan untuk itu saya sangat berterimakasih."
"Memang hak penumpang untuk memilih tempat itu sangat tak pasti," kata Aleksei Aleksandrovich sambil menghapus ujung-ujung jarinya dengan saputangan.
"Saya lihat waktu itu Anda tak begitu yakin dengan penampilan saya," kata Levin tersenyum lembut, "tapi saya segera memulai percakapan tinggi untuk menghaluskan mantel kulit biri-biri itu."
Sergei Ivanovich mengerling ke arah adiknya sambil terus bercakapcakap dengan nyonya rumah, dan dengan sebelah telinga mendengarkan adiknya. "Apa yang terjadi dengan dia sekarang" Sudah jadi pemenang rupanya," pikirnya. Ia tak tahu bahwa Levin kini merasa dirinya bersayap. Levin tahu bahwa Kitty mendengarkan kata-katanya, dan bahwa Kitty senang mendengarkan dia. Hanya ha! itulah yang k ini menarik perhatiannya. Bukan hanya di dalam kamar ini, tapi di seluruh dunia ini, baginya, hanya ada dia yang punya makna agung dan penting, bersama Kitty. Ia merasa dirinya berada di puncak yang membuat orang pening
86 Beau frere (Pr): I par laki-laki.
kepala, dan di bawah sana, jauh di bawah sana, terdapat semua orang yang baik hati dan mengagumkan, !keluarga Karenin, keluarga Oblonskii, dan seluruh dunia.
Samasekali tak kentara, tanpa memandang Levin dan Kitty, spontan saja, seakan-akan sudah tak ada lagi tempat lain untuk d iduduki, Stepan Arkadyich mempersilakan kedua muda-mudi itu duduk. "Kamu duduk saja di sini," katanya kepada Levin.
Makan siang itu sama bagusnya dengan pecah-belah yang jadi kegemaran Stepan Arkadyich. Sop buatan Marie-Louise sukses besar, pastel kecil yang meluncur dalam mulut betul-betul tanpa cela. Dua pelayan dan Matvei yang berdasi putih menangani urusan makanan dan anggur nyaris tanpa cacat, tenang dan cepat. Makan siang, dipandang dari sudut materi, memang berhasil; sama berhasilnya dipandang dari sudut nonmateri. Percakapan, bail< yang bersifat um um maupun pribadi, tak henti-henti terdengar, dan menjelang akhir makan percakapan jadi demikian ramai sampai para lelaki bangkit dari meja, tak henti-hentinya berbicara, termasuk Aleksei Aleksandrovich.
Pestsov orang yang senang berargumentasi sampai tuntas dan tak puas dengan kata-kata Serg e i Ivanovich, lebih-Iebih karena ia merasakan ada kerancuan dalam pandangannya sendiri.
"Saya tak pemah menafsirkan apa yang dinamakan kepadatan penduduk sebagai ha! yang berdiri sendiri," katanya kepada Aleksei Aleksandrovich ia menghadapi sop, "tapi selalu berhubungan dengan dasar-dasamya, bukan dengan prinsip-prinsipnya."
"Menurut pendapat saya," jawab Aleksei Aleksandrovich tanpa tergesa, tak bersemangat, "keduanya sama saja. Menurut pendapat saya, yang dapat memengaruhi bangsa lain hanyalah bangsa yang punya peradaban lebih tinggi, yang .... "
"Justru di sini persoalannya," dengan suara bas tukas Pestsov, yang selalu bicara dengan tergesa dan agaknya selalu mempertaruhkan seluruh jiwa untuk topik yang dibicarakannya, "apa yang dimaksud dengan peradaban lebih tinggi" Orang Inggris, orang Prancis, orang Jerman, siapa di antara mereka yang sudah mencapai taraf perkembangan yang lebih tinggi" Siapa yang akan menasionalisasi pihak lain" Kita melihat betapa Rhein jadi Prancis, padahal orang Jerman tak lebih rendah
peradabannya!" serunya. "Di sini berlaku hukum yang lain!"
"Menurut saya, yang berpengaruh adalah pihak yang punya peradaban yang sejati," kata Aleksei Aleksandrovich sambil mengangkat kening sedikit.
"Tapi bagaimana kita bisa menangkap tanda-tanda peradaban yang sejati itu?" kata Pestsov.
"Saya kira, tanda-tanda itu sudah kita ketahui," kata Alekse i Aleksandrovich.
"Apakah betul tanda-tanda itu sudah kita ketahui sepenuhnya?" kata Sergei Ivanovich ikut nimbrung sambil tersenyum tipis. "Sekarang diakui orang bahwa pendidikan sejati hanya mungkin dilakukan dengan pendidikan klasik; tapi kita melihat adanya perdebatan seru di antara berbagai pihak, dan tak bisa disangkal bahwa kubu yang berlawanan itu juga punya alasan-alasan kuat yangjadi penopangnya."
"Anda ini ilmuwan klasik, Sergei Ivanovich. Anda mau anggur merah?" kata Stepan Arkadyich.
"Saya tak mengemukakan pendapat pribadi mengenai pendidikan ini atau itu," kata Sergei Ivanovich sambil tersenyum merendahkan diri, seperti senyuman kepada anak-anak, dan sambil meletakkan gelas, "saya hanya mengatakan bahwa kedua pihak itu punya alasan sendiri yang kuat," sambungnya, yang ditujukan kepada Alekse i Aleksandrovich. "Dilihat dari pendidikan, saya adalah orang klasik, tapi dalam perdebatan ini, secara pribadi, tak bisa saya menemukan posisi saya. Saya tak melihat alasan yang jelas mengapa ihnu-ilmu klasik dinyatakan Jebih unggul ketimbang i lmu-ilmu riil modern."
"Ilmu-ilmu pengetahuan alam pun punya pengaruh pedagogis dan pengaruh yang bersifat mengembangkan," sahut Pestsov. "Ambil misal astronomi, ambil contoh botani, zoologi, yang memiliki sistem hukum yang bersifat umum!"
"Saya tak sepenuhnya sependapat dengan itu," jawab Aleksei Aleksandrovich. "Saya kira tak mungkin kita tidak mengakui bahwa proses mempelajari bentuk-bentuk bahasa memberikan pengaruh yang berguna bagi perkembangan spiritual. Selain itu, tak bisa d imungkiri bahwa pengaruh pengarang-pengarang klasik kebanyakan bersifat moral, tapi sayang sekali, dengan adanya pengajaran ilmu-ilmu alam, ajaran-ajaran yang merug ikan dan palsu telah bergabung jadi satu dan jadi borok zaman ki ta."
Sergei lvanovich ingin mengatakan sesuatu, tapi Pestsov dengan suara basnya yang dalam menukas. Dengan bersemangat ia mulai membuktikan salahnya pendapat itu. Sergei Ivanovich dengan tenang menantikan giliran bicara, terang sekali dengan a i r muka yang menandakan kemenangan.
"Tidak," kata Sergei Ivanovich sambil t yum tipis kepada Kareni n, "tak mungkin kita tak setuju bahwa betapa sukar menimbang dengan sebaik-baiknya kelebihan dan kekurangan bidang-bidang ilmu tertentu, dan bahwa masalah bidang-bidang ilmu mana yang harus dipilih tak bisa kiranya dipecahkan dengan cepat dan tuntas, jika di pihak pendidikan klasik tak ada keunggulan seperti yang barn saja Anda kemukakan: keunggulan pengaruh moral-disons le mot87-pengaruh antinihilis."
"Dengan sendirinya."
"Jika sekiranya tak ada keunggulan pengaruh antinihilis di pihak ilmu-ilmu klasik, tentu kita lebib banyak memikirkan dan mempertimbangkan alasan-alasan kedua belah pihak," kata Sergei Ivanovich sambil tersenyum t ipis, "dan kiranya k ita akan memberikan kelonggaran pada kedua aliran itu. Tapi sekarang k ita sudah tahu bahwa dalam pil pendidikan klasik tersembunyi kekuatan antinihilisme yang bersifat mengobati, dan dengan berani kilta menawarkannya pada para pasien kita .... Bagaimanajadinya kalau tak ada kekuatan yang bersi fat mengobati itu?" tutupnya menabur garam Attika.
Mendengar soal pil dar i Sergei lvanovich, semua pun tertawa, terntama Turovtsi n, yang dengan keras dan gembi ra ketawa, karena pada akhirnya ia mendengar hal lucu yang memang dinanti-nantikannya dari percakapan itu.
Stepan Arkadyich tak salah telah mengundang Pestsov. Dengan Pestsov, percakapan intelek tak pernah sedikit pun terhenti. Barn saja Sergei Ivanovich menutup percakapan dengan leluconnya, seketika itu pula Pestsov sudah memulai percakapan yang barn.
"Bahkan tak mungkin kita tidak sependapat," katanya, "bahwa pemerintah punya tujuan itu. Pemerintah agaknya berpegangan pada pertimbangan umum, dan pada waktu yang sama tetap bersikap masa bodoh terhadap pengarnh yang mungkin ada dalam langkah-langkah yang diambilnya. Sebagai contoh, masalah pendidikan perempuan itu mestinya dianggap merugikan, tapi pemerintah membuka juga kursus-
87 Oisons le mot (Pr): Katakanlah.
kursus dan universitas-universitas untuk perempuan."
Dan percakapan pun seketika melompat ke tema baru mengenai pendidikan perempuan.
Aleksei Aleksandrovich mengemukakan pendapat bahwa pendidikan perempuan biasanya berkaitan dengan masalah kebebasan perempuan, dan melulu karena itu bisa dianggap merugikan.
"Saya, sebaliknya, berpendapat bahwa kedua masalah itu berkaitan sangat erat," kata Pestsov, "itu adalah lingkaran setan. Perempuan tak punya hak karena kurang pendidikan, sedangkan kurangnya pendidikan terjadi karena tak ada hak. Kita tak boleh lupa bahwa perbudakan perempuan sudah demikian hebat dan demikian tua umurnya sampai kita sering tak tahu lagi jurang yang memisahkan mereka dari kita," katanya.
"Anda bicara tentang hak," kata Sergei Ivanovich, yang menanti Pestsov berhenti bicara, "apakah yang Anda maksudkan adalah hak untuk jadi anggota dewan juri, bak untuk jadi ketua dewan pemerintah, hak untukjadi pegawai negeri, hak untukjadi anggota parlemen .... " "Ya, tentu sa ja."
"Tapi kalau para perempuan, sebagai perkecualian yang jarang terjadi, bisa menduduki jabatan-jabatan itu pula, saya kira Anda tak benar menggunakan ungkapan 'hak' itu. Barangkali lebih tepat kalau disebut: kewajiban. Semua orang akan menyatakan setuju bahwa kalau kita menjalankan tugas sebagai anggota juri, sebagai hakim pengadilan terbuka, sebagai pegawai telegrap, kita merasa bahwa kita tengah menjalankan kewajiban. Karena itu, lebih tepat bila kita mengatakan bahwa para perempuan mencari kewajiban, dan itu sepenuhnya sesuai dengan hukum. Dan di sini kita hanya bisa ikut bersimpati terhadap keinginan mereka untuk membantu pekerjaan laki-laki yang bersifat kemasyarakatan."
"Itu benar sekali,'' tekan Aleksei Aleksandrovich. "Saya kira persoalannya semata pada apakah mereka itu mampu memikul kewajiban tersebut."
"Agaknya mereka akan sangat mampu," sela Stepan Arkadyich, "ketika nanti pendidikan juga berkembang di antara mereka. Kita melihat hal itu .... "
"Tapi apa kata pepatah?" kata Pangeran Tua yang sudah lama mendengar-dengarkan percakapan itu, dan matanya yang kecil mengejek berkelap-kelip. "Biar saja di sini didengar anak-anak perempuan saya: rambut panjang, .... "
"Orang berpikir demikian pula sebelum orang Negro dibebaskan!" kata Pestsov marah.
"Buat saya, cuma mengherankan bahwa kaum perempuan mencari kewajiban-kewajiban baru," kata Sergei lvanovich, "sedangkan kita melihat, sayang sekali, kaum lelaki biasanya menghindari kewa jibankewajiban itu."
"Kewajiban itu berkaitan erat dengan hak; kekuasaan, uang, kehormatan: itulah yang dicari perempuan," kata Pestsov.
"Ibaratnya, saya mencari balk jadi ibu susuan, dan tersinggung bahwa para perempuan mendapat bayaran, sedangkan saya tidak," kata Pangeran Tua.
Turovtsin ketawa terbahak, dan Sergei Ivanovich menyesal bahwa bukan dia yang telah mengatakan hal itu. Bahkan Aleksei Aleksandrovich pun tersenyum.
"Ya, tapi laki-laki tak bisa menyusui," kata Pestsov, "sedangkan perempuan .... "
"Tidak, laki-laki Inggris sudah menyusui anaknya di kapal," kata Pangeran Tua, yang telah mengumbar dirinya bicara terlalu bebas di depan kedua anak perempuannya.
"Seberapa banyak lelaki Inggris seperti itu, sebanyak itu pula perempuan yang akan jadi birokrat," kata Serg e i Ivanovich.
"Ya, ta pi apa yang harus dilakukan anak gadis yang tak berkeluarga ?" kata Stepan Arkadyich ikut percakapan; ia terkenang Chibisova, dan memang gadis itulah yang dimaksudnya, karena ia berpihak kepada Pestsov dan mendukung pendapatnya.
"Kalau kita teliti dengan baik sejarah gadis itu, Anda tahu bahwa gadis itu meninggalkan keluarga, entah keluarga sendiri entah keluarga saudara perempuannya, padahal mestinya ia bisa punya pekerjaan perempuan," t iba-tiba Darya Aleksandrova ikut campur dalam percakapan dengan marah; ia agaknya sudah menduga siapa gadis yang dimaksud Stepan Arkadyich.
"Tapi kita di sini membela prinsip, membela cita-cita!" kata P menyatakan keberatan dengan suara bas yang nyaring. "Perempuan ingin punya hak untuk bebas, hak untuk berpendidikan. Ia merasa malu dan tertindas oleh kesadaran akan tiadanya hak itu."
"Sedangkan saya merasa malu dan tertindas karena tak diterimajadi penyusu di lembaga pendidikan," kata Pangeran Tua lagi; mendengar itu Turovtsin merasa senang sekali, dan karena ketawa asparagusnya jatuh ke dalam saus, pangkalnya dulu ..
Semua ikut dalam percakapan itu kecuali Kitty dan Levin. Semula,
orang bicara tentang pengaruh bangsa yang satu terhadap bangsa yang lain, Levin terpikir bahwa ada yang hendak dikatakannya tentang masalah itu, tapi pikiran yang baginya semula sangat penting itu kini seolah dalam bayangan saja melintas dalam benaknya dan seolah samasekali tak ada kepentingannya dengan dia. Ia bahkan merasa heran, buat apa mereka demikian bernafsu membicarakan hal yang tak ada faedahnya buat siapapun itu. Kitty pun merasa bahwa barangkali akan lebih menarik kalau mereka membicarakan hak-hak dan pendidikan perempuan. Berapa kali ia memikirkan hal itu sambil mengenangkan sahabatnya di luar negeri, Varenka, dan mengenangkan pula posisinya yang sangat tergantung itu; berapa kali ia memikirkan dirinya, apa yang bakal terjadi dengannya jika ia tidak kawin; dan berapa kali ia berdebat tentang itu dengan kakaknya! Tapi sekarang soal itu samasekali tak menarik hatinya. Dia dan Levin punya bahan percakapan sendiri, dan itu bukan percakapan seperti biasa, melainkan semacam hubungan rahasia yang dari menit ke menit makin erat mengikatkan mereka dan menimbulkan rasa takut bercampur gembira menghadapi bidang asing yang kini mereka masuki.
Semula Levin menjawab pertanyaan Kitty mengenai bagaimana ia melihat gadis itu tahun lalu di dalam kereta. Levin menceritakan kepadanya bahwa waktu itu ia sedang berjalan di jalan raya sepulang dari memotong rumput, dan di situlah ia melihat Kitty.
"Waktu itu masih pagi benar. Anda pasti baru saja bangun tidur. Mama Anda masih tidur di pojok. Pagi yang indah. Saya berjalan, dan saya berpikir: siapa yang naik kereta dengan empat kuda ini" Pasangan kuda yang hebat, pakai bering-bering, dan untuk sesaat Anda melintas; saya menjenguk ke arah jendela, Anda duduk seperti ini juga sambil memegang tali topi dengan kedua tangan, sedang merenung entab tentang apa," kata Levin sambil tersenyum. "Mau rasanya saya tahu, apa yang tengah Anda pi kirkan waktu itu. Soal penting?"
"Apa tidak kusut aku waktu itu?" pikir Kitty; tapi melihat senyuman gembira yang ditimbulkan peristiwa kecil masa lampau dalam kenangan Levin itu, Kitty pun merasa bahwa, sebaliknya, kesan yang ditimbulkan peristiwa kecil itu baik sekali. Maka wajahnya pun memerah dan i a ketawa gembira.
"Saya tak ingat."
"Bukan main senangnya i n ketawa!" kata Levin yang waktu itu mengagumi mata sin yang basah dan tubuhnya yang berguncang. "Anda sudah lama kenal dia?" tanya Kitty.
"Siapa yang t idak kenal dial"
"Ta pi saya lihat, Anda merasa dia orang yang jelek?" "Bukan jelek, tapi tak berarti sam i."
"Dan itu tak betul! Lekas-Jekaslah berhenti merasa begitu!" kata Kitty. "Saya "Bagaimana Anda b i s a tahu isi hatinya?"
"Saya bersahabat dengan dia. Saya kenal d ia. Musim dingin yang lalu, segera sesudah ... Anda berkunjung ke tempat kami itu," kata Kitty tersenyum dengan nada bersalah, tapi sekaligus menaruh kepercayaan, "anak-anak Dolly semua kena demam kulit merah, dan waktu itulah dia singgah ke rumah Dolly. Dan Anda bisa membayangkan sendiri," katanya isik, "ia begitu iba kepada Dolly, sehingga i a tinggal dan membantunya merawat anak-anak itu. Ya; tiga minggu i a tinggal di rumah, dan seperti seorang bibi merawat anak-anak itu."
"Alm sedang cerita pada Konstantin Dmitrich tentang T sin waktu demam merah itu," katanya sambil membungkuk kepada kakaknya.
"Ya, mengagumkan, dan memikat sekali orang itu!" kata Dolly sambil menoleh-noleh ke arah Turovtsin yang waktu itu pun merasa sedang dibicarakan orang, dan tersenyum lunak kepadanya. Levin sekali lagi menoleh ke arah Turovtsin, dan ia pun heran, kenapa sebelumnya ia tak tahu bahwa orang itu menarik.
"Ya, ya, saya mengaku salah, dan tidak akan lagi saya berprasangka buruk tentang orang lain!" katanya r iang, menyatakan dengan jujur apa yang tengah dirasakannya.
XII Dalam percakapan yang terjadi mengenai hak-hak perempuan itu ada masalah yang harus d itanggapi dengan hati-hati karena hadi para perempuan, yaitu masalah tiadanya persamaan hak dalam perkawinan. Selama makan siang itu beberapa kali Pestsov menyinggung masalah itu, tapi Sergei Ivanovich dan Stepan Arkadyich dengan hati-hati menghindarinya.
Ketika para perempuan sudah bangkit meninggalkan meja dan keluar, Pestsov yang tak mengikuti mereka berbicara dengan Alekse i Aleksandrovich dan mulai menyampaikan sebab utama tiadanya persamaan tersebut. Tiadanya persamaan hak pada suami-istri itu, menurut pendapatnya, adalah karena selingkuh istr i dan se l ingkuh suami dihukum secara berlainan baik oleh hukum maupun oleh pendapat um um.
Stepan Arkadyich buru-buru menghampiri Aleksei Aleksandrovich untuk menawarkan rokok.
"Tidak, aku tak merokok," jawab Aleksei Aleksandrovich tenang, seakan dengan itu ia sengaja hendak menunjukkan bahwa dirinya tak takut dengan percakapan itu, dan dengan senyuman dingin ia pun berkata kepada Pestsov:
"Saya kira dasar pandangan seperti itu ada dalam hakikat halihwal," katanya, dan sesudah itu ia hendak masuk ke kamar tamu, tapi tanpa d iduga Turovtsin membuka suara, tertuju kepada Alekse i Aleksandrovich:
"Tapi apa Anda pernah mendengar tentang Pryachnikov?" kata Turovtsin yangjadi bergairah aki bat minum sampanye, dan sudah lama menunggu kesempatan untuk mengakhir i sikap diam yang membebani dirinya. "Vasya Pryachnikov," katanya disertai senyum simpati k dengan bibir basah kemerahan, terutama kepada tamu terpenting hari itu, Aleksei Aleksandrovich, "barn saja orang cerita pada saya bahwa dia berduel di Tver dengan Kvitskii, dan berhasil membunuh Kvitskii."
Seperti orang terserang rasa nyeri di tempat yang justru memang sakit, Stepan Arkadyich pun kini merasa bahwa tiap detik percakapan orang-orang itu dapat menyerang tempat yang nyeri dalam diri Aleksei Aleksandrovich. Ia kembali ingin menjauhkan iparnya itu, tapi justru Aleksei Aleksandrovich sendiri yang dengan rasa ingin tahu waktu itu bertanya:
"Kenapa Pryachnikov berduel?"
"Karena istri. Betul dia bertindak begitu! Dia tantang, lalu dia bunuh!"
"Aa!" kata Aleksei Aleksandrovich masa bodoh sambil mengangkat alis, lalu masuk ke kamar ta mu.
"Saya senang sekali Anda datang," kata Dolly kepada Aleksei Aleksandrovich diserta i senyuman khawatir ketika ia menyambut lakilaki itu di kamar tamu yang harus dilaluinya, "saya ingin bicara dengan Anda. Mari kita duduk di sini."
Dengan wajah masa bodoh seperti tadi juga akibat terangkatnya alis, Alekse i Aleksndrovich pun duduk di dekat Darya Aleksandr dan tersenyum palsu.
"Kebetulan sekali," kata Aleksei Aleksandrovich, "karena saya pun ingin menyampaikan permintaan maaf pada Anda, sambil sekaligus minta diri. Besok saya harus pergi."
Darya Aleksandrovna yakin bahwa Anna tak bersalah, dan ia merasa dirinya memucat dan kedua bibirnya bergetar karena marah kepada orang yang di ngin dan tak berperasaan itu, yang dengan demikian tenang bermaksud menghancurkan sahabatnya yang tak bersalah.
"Aleksei Aleksandrovich," katanya sambil menatap mata Aleksei Aleksandrovich dengan sangat mantap, "saya bertanya pada Anda tentang Anna, tapi Anda belum memberikan jawaban. Apa kabarnya?"
"Dia agaknya sehat, Darya Aleksandrovna," jawab Aleksei Aleksandrovich tanpa menatap Dolly.
"Aleksei Aleksandrovich, maafkan saya, karena saya tak punya hak di sini ... tapi saya menyayangi dan menghormati Anna seperti saudara sendiri; saya minta, saya mohon Anda mengatakan pada saya, apa yang sesungguhnya terjadi antara Anda sekalian" Apa tuduhan yang Anda Iemparkan padanya?"
Aleksei Aleksandrovich mengerutkan dahi, kemudian menundukkan kepala, nyaris menutup matanya.
"Saya kira suami Anda telah menyampaikan pada Anda alasanalasan mengapa saya menganggap perlu mengubah hubungan saya yang dulu dengan Anna Arkadyevna," katanya tanpa menatap mata Dolly, tapi tanpa disengaja memerhatikao Shcherbatskii yang sedang melewati kamartamu.
"Saya tak percaya, saya tak percaya, tak bisa saya percaya itu!" ujar Dolly sambil mengepalkan kedua tangan yang menonjol tulang-tulangnya itu dengan gerak tegas. Dengan cepat ia pun bangkit, lalu meletakkan tangan ke lengan baju Aleksei Aleksandrovich. "Kita akan terganggu di sini."
Kegelisahan Dollyitu berpengaruhjuga padaAlekseiAleksandrovich.
Ia pun bangkit dan dengan patuh mengikuti Dolly ke kamar belajar anakanak. Mereka duduk menghadap meja yang tertutup kain perlak yang di sana-sini teriris pisau lipat.
"Saya tak percaya, saya tak percaya itu!" ujar Dolly sambil mencoba menangkap tatapan mata Alekse i Aleksandrovich yang mau menghindar darinya.
"J tak mungkin percaya tanpa melihat fakta, Darya Aleksand ," kata Aleksei Aleksandrovich dengan tekanan pada katafakta.
"Tapi apa yang telah dia lakukan?" ujar Darya Aleksandrovna. "Apa yang sesungguhnya dia perbuat?"
"Di a membenci kewajibannya dan berkhianat terhadap suam i. Itulah yang telah dia perbuat," katanya.
"Tidak, tidak, itu tak mungkin. Tidak, demi Tuhan, Anda keliru!" kata Dolly sambil menyentuh pelipisnya dan menutup mata.
Aleksei Aleksandrovich tersenyum dingin, dan dengan itu ia hendak menunjukkan kepada Dolly d!an dirinya sendiri kernantapan keyakinannya; tapi sikap bela diri yang bersemangat itujustru memperdalam Iuka hatinya, walaupun memang tak menggoyahkan keyakinannya. Maka ujarnya dengan penuh semangat:
"Sangat tak mungkin keliru kalau istri itu sendiri yang menyatakan ha! itu pada suami nya. Ia menyatakan bahwa hidup selama delapan tahun dan anak itu semuanya merupakan kekeliruan, dan bahwa ia ingin hidup dari awal lagi," katanya marah sambil mendengus.
"Anna dan kekurangannya; tak bisa saya menyatukannya, dan tak bisa saya rnemercayainya."
"Darya Aleksandrovna!" kata Aleksei Aleksandrovich, yang kini menatap tajam wa jah Dolly yang sedang resah, dan merasa bahwa lidahnya, tan pa dikehendaki, telah Ian car sekali bicara. "Mau saya rasanya menebus dengan harga mahal agar di sini masih mungkin terdapat keraguan. Pada waktu saya merasa ragu-ragu, saya merasa sangat berat, tapi itu rnasih lebih ringan dibandingkan sekarang ini. Pada waktu saya merasa ragu-ragu, di situ masih ada harapan; tapi sekarang tak ada lagi harapan; walaupun begitu, saya masih tetap meragukannya. Saya benarbenar meragukan semuanya sekarang ini, sampai-sampai saya benci anak sendiri dan terkadang tak percaya bahwa dia itu anak saya sendiri. Sungguh, saya tak bahagia."
Sebetulnya tak perlu ia mengatakan ha! itu. Darya Aleksandrovna sudah mengerti semua begitu Aleksei Aleksandrovich menatap tajam wajahnya; dan kini ia merasa kasiban kepada Aleksei Aleksandrovicb, sedangkan keyak inannya bahwa sahabatnya tak bersalah kini terguncang.
"Oh, ini mengerikan, ya, mengerikan! Tapi apa memang betul babwa Anda berdua memutuskan untuk bercerai?"
"Saya memutuskan untuk memgambil langkab terakhir. Tak ada lagi yang bisa saya perbuat. n
"Tak ada yang bisa diperbuat ... ," ulang Dolly disertai airmata mengembang. "Tidak, bukan tak ada yang bisa diperbuat!" katanya Iag i.
"Inilab yang mengerikan dalam kesulitan jenis ini, karena di sini tak mungkin kita memanggul salib seperti dalam tiap kesulitan lain seperti kehilangan atau kematian; di sini kita hams bertindak," kata Aleksei Aleksandrovich seakan menebak isi pikiran Dolly. "Kita harus keluar dari status menghinakan yang mengungkung diri kita: tak mungkin kita bidup bertiga. n
"Itu saya mengerti, ya, itu betul-betul saya mengerti," kata Dolly, lalu menekurkan kepalanya. Ia terdiam memik irkan dirinya sendiri, memikirkan kesulitan keluarganya sendiri, dan tiba-tiba dengan gerak bertenaga ia pun mengangkat kepala dan dengan nada memobon merapatkan kedua tangannya. "Tapi tunggu! Anda orang Kristen. Pikirkanlab dia! Apa yang akan terjadi dengan dia kalau Anda meninggalkannya?"
"Saya sudah memikirkan itu, DaryaAleksandrovna, dansudah ban yak memikirkannya," kata Aleksei Aleksandrovich. Wajabnya jadi berbintikbintik merab, dan matanya yang keruh menatap tajam Dolly. Sekarang dengan sepenuh jiwanya Darya Al.eksandrovna merasa kasihan kepada Aleksei Aleksandrovich. "Justru itu yang saya perbuat sesudab pada saya ditegaskan olehnya posisi saya yang memalukan; saya biarkan semuanya berjalan seperti sediakala. Saya berikan kepadanya kemungkinan untuk memperbaiki dan saya berusaha menyelamatkannya. Tapi apa yang terjadi" Dia tak memenubi tuntutan saya yang paling ringan, yakni memerhatikan sopan-santun," kata Aleksei Aleksandrovicb naik darah. "Memang bisa kita menyelamatkan manusia yang tak hendak binasa; tapi kalau manusia itu sudah sedemikian rusak, sedemikian cabul, sehingga kebinasaan sendiri dianggapnya sebagai penyelamatan, apa yang bisa kita perbuat?"
"Apa saja, asalkan bukan cerai!" jawab Darya Aleksandr . "Lalu apa yang apa saja itu?"
"Tidak, tapi ini mengerikan. Dengan perceraian tak bakal dia jadi istr i si apapun; dia akan binasa!''
"Apa yang bisa saya perbuat?" kata Aleksei Aleksandrovich sambil mengangkat bahu dan alisnya. Kenangan mengenai perbuatan terakhir istrinya amat membuat dia berang, sehingga kembali ia jadi dingin seperti pada awal percakapan tadi. "Saya ucapkan terimakasih banyak atas simpati Anda, tapi sekarang sudah tiba waktunya saya pergi," kata Aleksei Aleksandrovich sambil berdiri.
"Tidak, tunggu dulu! Anda tak boleh membiarkan dia binasa. Tunggu saya ceritakan diri saya sendiri. Saya , Ialu suami saya berselingkuh; dengan dendam dan cemburu saya mau meninggalkan semuanya, dan saya sendiri mau .... Tapi kemudian saya sadar; dan siapa yang berjasa" Anna yang menyelamatkan saya. Dan inilah saya, masih hidup terus. Anak-anak tumbuh jadi dewasa, suami kembali lagi pada keluarga dan mengakui kesalahannya, jadi Iebih bersih, Iebih baik, dan saya hidup .... Saya tel a h mengampuni dia, jadi Anda juga harus mengampuninya!"
Aleksei Aleksandrovich mendengarkan, tapi kata-kata Dolly sudah tak lagi berpengaruh baginya. Dari dalam jiwanya kembali muncul ke permukaan seluruh rasa murka sewaktu ia memutuskan untuk bercerai. Ia pun mengibaskan diri, dan katanya dengan suara keras menusuk:
"Mengampuni, saya tak bisa dan tak mau, dan itu saya anggap tak adil. Untuk perempuan itu saya telah melakukan segalanya, tapi dia menginjak-i n jak segalanya m lumpur yang memangjadi tempatnya. Saya bukan orang jahat, tak pernah saya membenci siapapun, tapi sekarang saya membencinya dengan segenap jiwa, dan bahkan tak bisa saya mengampuninya, karena saya terlalu membencinya akibat segala kejahatan yang telah dia perbuat terhadap saya!" u jarnya dengan nada benci dalam suaranya.
"Cintailah orang yang membencimu .. .," bisik Darya Aleksandrovna malu-malu.
Aleksei Aleksandrovich tertawa benci. Perkataan itu sudah lama ia kenal, tapi tak bisa diterapkan untuk masalahnya.
"Cintailah orang yang membencimu, itu betul, tapi mencintai orang yang kita benci tak mungkin. Maafkan, karena saya telah mengesalkan Anda. Tiap orang punya kesed ihannya sendiri!" Dan sesudah menguasai d i r i kembali, dengan tenang Al Aleksandrovich pun pamit, lalu pergi.
XIII orang sudah bangkit dari meja, Levin ingin menemui Kitty di kamar tamu; tapi ia takut apakah tindakannya itu bagi Kitty tidak akan mengganggu, karena akan terlalu lkentara bahwa ia menghampiri gadis itu. Karena itu tinggallah ia di tengah-tengah lingkungan para lelaki dan ikut ambil bag ian dalam percakapan. Tapi tanpa memandang Kitty pun i a bisa merasakan gerak gadis itu, pandangan matanya, dan tern pat gadis itu duduk di kamar tamu.
Sekarang, tanpa kesulitan sedikit pun, ia sudah menepati janji yang diucapkannya kepada gadis itu, yaitu untuk selalu berpikir baik tentang semua orang dan selalu mencintai mereka semua. Percakapan waktu itu berkisar tentang masyarakat, yang menurut penglihatan Pestsov di dalamnya terdapat asas khusus yang dinamakan asas bersama. Levin tak sependapat baik dengan Pestsov maupun dengan abangnya, yang dengan caranya sendiri menyetujui dan sekaligus tak menyetujui pentingnya komune desa Rusia. Tapi ia berbicara dengan mereka sekadar untuk meleraikan keduanya dan melunakkan sikap mereka. Ia samasekali tak peduli dengan apa yang i a katakan sendiri, lebih-lebih lagi tak peduli dengan apa yang mereka katakan; banya satu yang ia inginkan, yaitu agar keduanya dan mereka semua baik dan senang. Ia tahu sekarang bahwa hanya satu yang penting. Dan satu ha! yang penting itu mula-mula ada di sana, di kamar tamu, tapi kemudian berpindah tempat, dan berhenti di dekat pintu. Tanpa menoleh pun ia merasakan tatapan mata dan senyuman yang ditujukan kepadanya, dan ia tak dapat tidak menoleh. Gadis itu berdiri di pintu bersama Shcherbatskii dan memandangnya.
"Saya kira Anda hendak pergi main piano," kata n sambil menghampiri Kitty. "Itulah yang tak ada pada saya di desa: musik."
"Tidak, kami datang hanya untuk mengajak Anda, dan saya mengucapkan terimakasih," kata Kitty sambil menghadiahi Levin dengan senyuman, "bahwa Anda telah datang. Bukan main ramainya orangorang itu berdebat. Dan tak akan pernah yang satu berhasil meyakinkan yang lain."
"Ya, itu benar," kata Levin, "kebanyakan orang berdebat dengan be angat melulu karena sam tak paham apa yang ingin dibuktikan oleh lawannya."
Levin memang sering melihat dalam perdebatan di antara orangorang yang paling i ntelek, bahwa sesudah mengerahkan segenap tenaga dan sesudah mengemukakan sejumlah besar kata dan masalah yang musykil, orang-orang yang berdebat baru sadar bahwa apa yang lama mereka coba buktikan dengan segenap tenaga kepada pihak lain sudah lama sekali mereka kenal, yaitu sejak dimulainya perdebatan, namun mereka memang menyukai hal yang a, dan karena itu mereka tak mau menyebut apa yang mereka sukai tersebut agar tak menjadi pihak yang . Sering Levin mengalami bahwa kadang-kadang di tengah perdebatan ia bisa memahami apa yang disukai lawan berdebat, dan tibatiba ia pun me pula ha! itu, dan seketika itu pula ia sependapat dengannya. Maka semua argumen pun gugur karena tak diperlukan; tapi kadang-kadang ia mengalami sebaliknya: akhimya ia sendiri mengemukakan apa yang ia sukai dan menjadi dasar argumennya, dan sewaktu ia mengemukakan hal itu dengan baik danjujur, tiba-tiba lawan berdebat setuju dengannya dan tak lag i mendebat. Hal itulah yang ingin ia katakan.
Kitty mengerutkan dahi untuk mencoba memahami kata-kata Levin. Tapi baru saja Levin menjelaskan, ia sudah mengerti.
"Saya mengerti: kita perlu tahu kenapa orang berdebat, apa yang ia sukai, agar bisa .... "
Kitty sepenuhnya bisa menebak dan mengungkapkan pikiran Levin yang telah dinyatakan secara kacau itu. Dan Levin pun tersenyum riang; alangkah menarik peralihan perdebatan dengan Pestsov dan abangnya yang berbelit dan menggunakan banyak kata itu ke pertukaran pikiran yang paling rumit, lakomik dan terang, nyaris tanpa kata-kata.
Shcherbatskii meninggalkan mereka, lalu Kitty menghampiri meja main yang sudah ditebari kartu, duduk, mengambil kapur, dan dengan kapur itu mulai menggambar lingkaran-lingkaran di atas kain hijau yang baru.
Mereka memulai lagi percakapan yang tadi berlangsung sambil makan siang: tentang kebebasan dan kerja perempuan. Levin sependapat dengan Darya Aleksandrovna bahwa seorang gadi s yang tak kawin akan memperoleh pekerjaan perempuan dalam keluarga. Ia menguatkan pendapat itu dengan menyatakan bahwa tak satu keluarga pun bisa berjalan tanpa seorang pembantu perempuan, dan dalam tiap keluarga, miskin atau kaya, ada dan harus ada bibi-bibi, bai k yang bayaran maupun dari keluarga sendiri.
"Tidak," kata Kitty memerah wajahnya, tapi makin lebih berani menatap Levin dengan mata yang jujur, "seorang gadis barangkali sedemikian rupa posisinya sampai tak mungkin ia masuk dalam kehidupan rumahtangga tanpa dihina, tapi dia sendiri .... "
Levin segera mengerti isyarat Kitty itu.
"O! Ya!" katanya, "Ya, ya, ya, Anda benar, Anda benar!" Dan ia pun mengerti semua yang hendak dibuktikan Pestsov waktu makan siang tadi mengenai kebebasan perempuan, walaupun hanya dengan melihat kengerian menjadi gadis tua dan dihina seperti dikatakan Kitty. Karena mencintai Kitty, ia pun bisa merasakan kengerian dan penghinaan itu, dan se itu pula ia pun mengingkar i argumenargumen yang pernah dikemukakannya.
Kitty masih juga mengambar dengan kapur di atas meja. Matanya berkilau lembut. Sesuai dengan suasana hati Kitty, dengan segenap jiwa Levin pun merasakan pesona bahagia yang terus juga memuncak.
"Ah! Hampir seluruh meja sudah saya gambari!" kata Kitty; diletakkannya kapur, lalu ia membuat gerakan seakan hendak berdiri.


Anna Karenina Jilid 1 Karya Leo Tolstoi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagaimana mungkin aku tinggal sendiri tanpa dia?" pikir Levin ngeri, karena itu diambilnya kapur. "Tunggu dulu," katanya sambil duduk ke dekat meja. "Sudah lama saya ingin menanyakan satu hal pada Anda."
Dengan tajam ia tatap mata Kitty yang mesra tapi ketakutan. "Silakan."
"Ini pertanyaan saya," katanya, lalu menuliskan huruf-huruf awal: w, a, m, t, m, a, i, m, s, a, w, i, s" Huruf-huruf itu berarti: "Waktu Anda menjawab tak mungkin, apakah i1tu maksudnya selamanya atau waktu itu saja?" Tak ada kemungkinan bagi Kitty mengert i kalimat majemuk itu; tapi Levin menatap Kitty dengan wajah yang menunjukkan seakan hidupnya tergantung pada persoalan apakah Kitty mengerti rangkaian huruf awal itu atau tidak.
Kitty pun melihatnya dengan sungguh-sungguh, kemudian menopangkan dahinya yang dikerutkan ke tangan, dan mulailah ia mencoba. Sesekali ia tatap Levin, dan dengan tatapan matanya itu ia bertanya kepada Levin: "Apa bunyinya seperti yang saya duga"
"Saya mengerti," katanya sambil memerah wajahnya. "Kata apa ini?" kata Levin sambil menunjuk huruf s yang berarti selamanya.
"Ini maksudnya selamanya," kata Kitty, "tapi itu tak benar!" Dengan cepat Levin menghapus yang telah ditulisnya dengan menyerahkan kapur kepada Kitty, lalu berdiri, Kitty menulis w, i, s, t, b, m, I.
Dolly merasa terhibur betul dari kesedihan gara-gara percakapan dengan Aleksei Aleksandrovich tad i ketika melihat kedua orang itu: pada Kitty yang memegang kapur, yang tersenyum dengan takut-takut dan bahagia, yang menengadah ke arah Levin, dan pada sosok Levin yang tampan, yang menjulang dengan mata menyala, sekali tertuju ke meja dan sekali ke Kitty. Levin tiba-tiba berseri: ia mengerti. Huruf-huruf itu berarti: "W itu saya tak bisa menjawab lain."
Levin menoleh kepada Kitty dengan penuh tanda-tanya, dengan takut-takut.
"Hanya waktu itu?"
"Ya," jawab Kitty dengan te:rsenyum. "Tapi sek ... Tapi sekarang?" tanya Levin.
"N ah, bacalah ini. Akan saya katakan apa yang sangat saya inginkan. Sangat saya inginkan!" Dan ia pun menuliskan huruf-huruf awal: a, a, b, m, d, m, y, I. Huruf-huruf itu berarti: "Agar Anda bisa melupakan dan memaafkan yang lalu".
n menangkap kapur dengan jemari yang tegang dan gemetar, mematahkannya, dan ia pun menuli skan huruf-huruf awal kata-kata berikut: "Tak ada yang harus saya lupakan atau maafkan, saya tak pernah berhenti mencintai Anda."
Kitty menoleh kepada n dengan senyuman yang lalu berhenti. "Saya mengerti," Kitty berbi sik.
Levin duduk, lalu menuliskan kalimat panjang. Kitty bisa mengert i semuanya, dan tanpa bertanya kepada Levin apakah memang demikian maknanya, ia mengambil kapur, dan seketika itu memberikanjawaban.
Lama Levin tak mengerti apa yang ditulis Kitty, dan berkali-kali i a menatap mata Kitty. Tatapan matanya mulai kabur karena rasa bahagia. Ia betul-betul tak bisa menan p kata-kata yang ingin dikatakan Kitty; tapi pada mata Kitty yang jelita dan berserikan kebahagiaan, i a bisa menangkap semua yang harus diketahuinya. Maka dituli snya tiga bentuk huruf. Tapi belum lagi selesai menulis, Kitty sudah membaca mengikuti tangan Levin sampai sele:sai, lalu menuliskan jawabannya sekali: Ya.
"Main secretaire, ya?" tanya Pangeran Tua sambil mendekat. "Tapi ayolah k ita pergi sekarang kalau kamu mau memburu waktu." Levin berdiri dan mengantarkan Kitty sampai ke pintu. Dalam percakapan yang mereka lakukan itu semuanya telah d iucapkan; telah d iucapkan bahwa Kitty mencintai Levin dan ia akan mengatakan kepada ayah-ibunya bahwa besok pagi Levin akan datang.
XIV Ketika Kitty telah pergi, dan Levin tinggal sendirian. Maka tanpa Kitty Levin pun merasakan keresahan dan ke inginan yang tak tertahankan untuk selekasnya, ya, selekasnya sampai pada esok hari, ia akan melihat Kitty lagi dan menyatukan diri mereka selamanya. Akibatnya, ia merasa tan menghadapi empat belas jam yang masih harus dihabiskannya tanpa Kitty, seperti ketakutan terhadap maut. Ia merasa perlu tinggal bersama seseorang dan berbicara dengannya agar tidak tinggal seorang diri, dan agar bisa menyiasati waktu. Stepan Arkadyich kiranya bisa menjadi teman bicara yang paling menyenangkan baginya, tapi Stepan Arkadyich, seperti dikatakannya sendiri, telah pergi ke acara pertemuan, walaupun dalam kenyataannya pergi nonton balet. Levin sempat mengatakan kepadanya bahwa ia merasa bahagia, bahwa ia rnencintai Stepan Arkadyich dan tak pernah, ya, tak akan pernah melupakan jasa yang telah dibuat Stepan Arkadyich terhadap dia. Mata dan senyuman Stepan Arkadyich menunjukkan kepada Levin bahwa ia bisa memahami perasaannya itu sebagaimana mestinya.
"Lalu bagaimana, jadi belum waktunya mati?" kata Stepan Arkadyich sambil menjabat tangan Levin terharu.
"Beluuuum!" kata Levin.
Waktu berpisah dengannya, Darya Aleksandrovna pun seakan mengucapkan selamat waktu ia mengatakan:
"Sungguh saya merasa senang Anda bertemu kembal i dengan Kitty; memang persahabatan lama barus dipelihara."
Tapi bagi Levin kata-kata Darya Aleksandrovna itu tak menyenangkan. Menurut pendapatnya, Darya Aleksandrovna tak mungkin mampu mernahami betapa agung semua itu dan tak terjangkau olehnya, bahkan Darya Aleksandrovna tak mungkin berani mengingatkan ha! itu kepadanya. Levin pun berpisah dengan mereka, tapi agar tak tinggal sendirian, ia pun bergabung dengan abangnya.
"Kamu ke rnana sekarang?"
"Ke sidang." "Aku ikut boleh?"
"Tentu sa ja; ayo," kata Sergei Ivanovich tersenyum. "Apa yang terjadi denganmu sekarang ini?"
"Denganku" Bahag ia!" kata Levin sarnbil menurunkan jendela kereta yang mereka naiki. "Tak apa-apa aku buka" Pengap rasanya.
Bahagia aku! Kenapa kamu tak pernah mau kawin?" Sergei Ivanovich tersenyum.
"Aku ikut senang; d i a gadis yang manis ... ," kata Serg e i Ivanovich memulai.
"Jangan teruskan, jangan teruskan, jangan teruskan!" teriak Levin sambil menangkap leher mantel bulu Sergei lvanovich dengan kedua tangannya dan menutup wajah. "Dia gadis yang manis" kata-kata yang terJaJu sederhana dan rendah, tak sepadan dengan perasaan yang dipendamnya.
Sergei Ivanovich tertawa gembira, suatu haJ yang jarang terjadi dengannya.
"Yah, tapi bagaimanapun bisa kukatakan bahwa aku ikut senang." "Itu besok saja, besok saja, dan lebih daripada itu, tak usah! T idal<, tidak, sekarang diam!" kata Levin sambil sekali lagi menutupkan mantel bulu itu, lalu tambahnya: "Aku sayang padamu! Lalu, boleh tidak aku hadir dalam sidang?"
"Tentu saja boleh."
"Apa yang tengah kalian bahas sekarang?" tanya Levin yang tak henti-hentinya tersenyum.
Sampailah mereka di tempat sidang. Levin mendengarkan sekretaris yang waktu itu dengan tergagap membacakan notulen sidang yang laJu yangjelas tak dia mengerti; tapi dari wajah sekretaris itu Levin melihat bahwa i a orang yang lembut, baik, dan simpatik. ltu terlihat dari sikapnya yang kacau dan bingung sewaktu membacakan notuJen tersebut. Kemudian muJailah pidato-pidato. Mereka berdebat mengenai perincian jumJah dana dan mengenai pemasangan pipa, dan Sergei Ivanovich, dalam pembahasan itu, menyinggung dua orang anggota Jain dan bicara Jama sekali entah tentang apa dengan nada kemenangan; sementara itu seorang anggota yang lain menuliskan sesuatu di atas kertas, mula-mula dengan sikap takut-takut, tapi kemudian menjawab Sergei Ivanovich dengan sangat berbisa, namun lembut. Dan kemudian Sviya:zskii (diajuga ada di situ) rnenyinggung sesuatu dengan indah dan anggun. Levin mendengarkan mereka, dan dengan terang ia bisa melihat bahwa perincian jumJah uang maupun pipa itu sesungguhnya tak ada; sesungguhnya mereka tidak marah, dan mereka itu semua orang-orang yang baik dan simpatik, sehingga semua berjalan baik dan manis di antara mereka. Mereka tak mengganggu siapapun, dan semua merasa senang. Dan patut diperhatikan Levin bahwa mereka semua sekarang tampak terang-benderang di matanya, dan dari tanda-tanda kecil yang dulu tak tampak olehnya, ia kini mengenal jiwa masing-masing, dan ia melihat dengan jelas bahwa mereka orang-orang yang ba ik. Khusus mengenai dirinya, sekarang mereka lebih mencintainya. Hal itu tampak sewaktu mereka berbicara dengannya, sewaktu mereka menatapnya dengan mesra, penuh rasa cinta, bahkan juga orang-orang yang tak mengenalnya.
"Jadi bagaimana, kamu puas tidakr tanya Serge i lvanovich kepada Levin.
"Puas sekali. Alm samasekali tak menduga bahwa di sini begitu menarik! Sungguh simpatik, baik sekali!"
Sviyazskii menghampiri Levin dan mengundangnya minum teh. Levin samasekali tak mengerti ataupun mengingat apa yang ada dalam diri Sviyazskii yang membuat ia puas, dan apa yang ia earl pada diri Sviyazskii. Sviyazskii seorang intelek dan bukan main baiknya.
"Aku senang sekali," kata Levin, lalu ia bertanya tentang istri Sviyazskii dan iparnya, karena dalam bayangannya pembicaraan tentang ipar Sviyazskii berkaitan dengan perkawinan. Maka sesuai dengan jalan pikirannya yang aneh itu, ia menyimpulkan bahwa tak ada orang lain yang lebih tepat baginya untuk be ta tentang kebahagiannya selain istri dan ipar Sviyazskii. Karena itu, dengan sangat senang hati ia bersedi a pergi ke rumah mereka.
Svi i , seperti biasa, banyak bertanya kepada n tentang urusannya di desa, dan mengemukakan pendapatnya bahwa tak mungkin di sini melakukan sesuatu yang belum pemah dilakukan di Eropa; tapi sekarang semua itu samasekali tak menggusarkan Levin. Ia, sebaliknya, merasa bahwa Sviyazskii benar, bahwa soal itu tak penting, dan ia melihat adanya sikap lunak dan mesra yang luarbi asa pada diri Sviyazskii, sewaktu Sviyazskii menghindar untuk mengemukakan kebenaran pendapatnya. Para perempuan di rumah Sviyazskii lebih simpatik lagi. Levin merasa, mereka semua telah tahu dan menaruh simpati kepadanya, tapi mereka tak mengemukakannya karena alasan kesopanan. Ia tinggal di rumah itu satujam, duajam, tigajam, berbicara tentang berbagai masalah, walaupun yang dimaksudkannya selalu hal lain yang kini tengah memenuhi jiwanya; ia tak melihat bahwa mereka benar-benar sudah bosan kepadanya, dan waktu tidur sudah lama lewat buat mereka. Sviyazskii mengantarkan Levin sampa i ke kamar depan sambil menguap dan terheran-heran melihat suasana aneh yang meliputi
sahabatnya itu. Harl sudah pukul dua malam. Levin kembali ke hotel, dan takutlah ia memikirkan bagaimana ia sekarang akan menghabiskan waktu sembilan jam lagi seorang diri. Pesuruh yang sedang bertugas tidak tidur, menyalakan Jilin untuknya dan hendak pergi, tapi Levin menghentikannya. Pesuruh bernama Yegor itu, dan sebelumnya tak diperbatikan Levin, ternyata orang yang sangat pandai dan baik, tapi yang penting lagi ia orang yang baik hati.
"Susah juga tidak tidur, ya, Yegor?"
"Apa boleh buat, Tuan. Tugas kami begini. Tuan-tuan sih lebih tenang; tapi rekeningnya lebih besar."
Ternyata Yegor punya keluarga, tiga anak laki-laki dan seorang perempuan yang jadi penjahit, yang ingin ia kan dengan seorang pengatur rumahtangga di bengkel pembuat abah-abah.
Dalam kesempatan itu Levin mengemukakan pendapatnya kepada Yegor bahwa dalam perkawinan yang penting adalab c inta; dengan cinta orang akan selalu babagia, karena kebahagiaan banya ada dalam dir i sendiri.
Yegor mendengarkan dengan teliti; agaknya ia mengerti sepenuhnya pikiran Levin, tapi untuk membenarkan pi kiran itu i a mengemukakan pendapat yang tak disangka-sangka oleh Levin, yaitu bahwa ia bekerja pada tuan-tuan yang baik, ia selalu puas dengan para tuannya, dan sekarang pun ia puas sekalii dengan tuan rumah, sekalipun ia orang Prancis.
"Orang yang sungguh baik hati," pikir Levin.
"Lalu waktu kamu kawin, Yegor, kamu cinta tidak pada istr imu?" "Bagaimana bisa tidak cinta, Tuan," jawab Yegor.
Dan Tampak oleh Levin bahwa Yegor pun tengah dalam suasana gembira dan bermaksud mengungkapkan seluruh isi hatinya.
"Hidup sayajuga mengagumkan, Tuan. Sejak kecil saya ... ," demikian ia memulai dengan mata berseri, agaknya tertular kegembiraan Levin, seperti biasa orang yang tertular uapan rang.
Tapi waktu itu terdengar lonceng. Yegor pergi, dan tinggallah Levin seorang diri. Ia hampir tak makan apa-apa dalam acara makan siang, dan di rumah Sviyazskii i a menolak minum teh dan makan malam, tapi sampai sekarang tak juga ia bisa memikirkan makam malam. Malam sebelumnya ia tak tidur, tapi tak bisa pula i a memikirkan tidur. Udara di dalam kamar itu sejuk, tapi ia merasa tercekik karena panas. Dia buka kedua tingkap yang ada di kamar itu, lalu duduk menghadap meja di
tentang tingkap. D i atas atap yang tertutup salju tampak salib berpola hiasan rantai, dan di atasnya menjllll ang seg itiga rasi bintang Pengendara dengan Gereja Kecil warna terang keemasan. Ia mengarahkan matanya ke arah salib dan bintang itu bergantian, menghirup udara dingin yang segar dan merata menyerbu ke dalam kamar, dan seperti dalam mi mpi i a mengikuti gambar-gambar dan kenangan-kenangan yang muncul dalam angannya. Pada pukul empat i a mendengar langkah-langkah kaki dalam lorong, dan melompatlah ia ke pintu. Kenalannya, pemain kartu, kembali dari klub. Ia berjalan murung sarnbil mengerutkan alis dan terbatukbatuk. "Orang yang malang," pikir Levin, dan airmata pun menggerabak di matanya karena rasa cinta dan kasihan kepada orang itu. Ia ingin bicara dengannya, menghiburnya; tapi ketika diingatnya bahwa ia hanya mengenakan kemeja, ia pun mengurungkan niatnya dan kembali duduk di dekat t ingkap untuk mandi udara dingin dan memandang salib yang ganjil bentuknya, diam, tapi penuh makna baginya, dan memandang pula bintang keemasan yang menjulang terang itu. Pukul tujuh mulai timbul hiruk-pikuk suara para pengepel lantai, Ionceng mulai dibunyikan untuk suatu urusan, dan Levin pun merasa mulai kedinginan. Ditutupnya tingkap, dibasuhnya badan, lalu ia berpakaian dan keluar rumah.
Di luar keadaan masih sepi. Levin menghampiri rumah keluarga Shcherbatskii. Pintu depan masih tertutup dan semua masih tidur. la pun kembali pulang, masuk lagi ke kamar hotelnya dan minta disedi akan kopi. Sekarang pesuruh jaga siang yang membawakannya, bukan Iagi Yegor. Levin ingin mula i bicara dengannya, tapi pesuruh itu etul tak tahu apa yang mesti diperbuat dengan roti itu. Disemburkannya roti itu, dikenakannya mantel, dan kembali ia pergi. Hari sudah pukul sepuluh ketika untuk kedua kalinya ia sampai di serambi keluarga Shcherbatskii. Di rumah itu orang baru saja bangun dan juru masak pergi berbelanja. Perlu menanti Iagi setidaktidaknya dua jam.
Sepanjang malam dan pagi itu Levin benar-benar hidup tanpa kesadaran dan merasakan dirinya benar-benar tercerabut dari syaratsyarat kehidupan materiil. Ia tidak makan sepanjang hari, tidak tidur dua malam, beberapa jam lamanya dalam keadaan tidak berpakaian di udara ding in, namun ia merasa lebih sehat dan segar dibandingkan dengan kapan pun sebelumnya, dan merasa samasekali tak tergantung pada tubuhnya; ia bisa bergerak tanpa mengerahkan otot dan merasa bisa melakukan segalanya. Ia yakin bahwa i a bisa terbang ke langit atau menggeser sudut rumah sekiranya ha! itu diperlukan. Waktu selebihnya ia habiskan di jalan-jalan, dan tak henti-hentinya ia melihat arloji dan menoleh ke kanan-kiri.
Dan apa yang i a lihat waktm itu, tak pemah ia lihat lagi sesudahnya. Yang terutama mengharukan dirinya adalah anak-anak yang pergi ke sekolah, burung merpati wama kelabu kebiruan yang terbang turun dari atap ke trotoar, dan bungkah-bungkah roti bertabur tepung yang dilontarkan tangan yang tak terlihat. Bungkah-bungkah roti, burung merpati, dan kedua anak laki-laki itu, baginya, merupakan makhluk yang bukan dari dunia ini. Dan semua itu terjadi pada waktu bersamaan: anak laki-laki berlari menghampiri burung merpati, dan sambil tersenyum menoleh ke arab Levin; burung merpati mengepakkan sayap dan terbang berlalu, berk ilauan terkena sinar matahari di tengah butir-butir salju yang bergetar d i udara, sedangkan dari dalam jendela tercium bau barum roti yang selesai dibakar. Semua itu bersamasama merupakan hal yang luarbi asa, sebingga Levin mulai ketawa dan mencucurkan ai rmata gembira. Sesudah berjalan memutar menyusuri Jalan Suratkabar dan Kislovka, ia kembali lagi ke hotel, dan sesudab ditaruhnyajam di badapannya, duduklab ia menanti pukul du . D i kamar sebelab didengamya orang bicara tentang mesin dan penipuan, dan orang terbatuk-batuk seperti biasa orang batuk di pag i bari. Mereka tak mengerti bahwa jarum jam sudah mendekati angka duabelas. Bahkan jarum sudah menunjuk angkadua belas kini. Levin masuk ke serambi. Para tukang kereta rupanya sudah pada tabu. Dengan wajah riang mereka mengelilingi Levin sambil berebut menawarkan jasa kepada Levin. Levin berusaha untuk tak menyinggung perasaan tukang kereta yang lain dan berjanji juga akan menggunakan mereka sesudah mengambil satu saja dan memerintahkannya menuju ke rumab keluarga Shcherbatsk ii. Tukang kereta i t u menarik sekali; ia mengenakan kerah kemeja putih yang menyembul dari balik baju kaftan, melingkari lehemya yang si ntal, merab kekar. Kereta salju itu tinggi, lincah, jenis kereta salju yang sesudab itu tak pernab lagi di tumpangi Levin, dan kuda kereta itu amat baik dan berusaha keras lari kencang, namun ia seolah tak beranjak dari tempatnya. Kusir kereta tahu rumah keluarga Shcherbatskii, dan dengan cekatan menguncupkan siku-sikunya, menghentikan lari kuda dan mengucapkan "brr". Lalu ia menurunkan sang penumpang di pintumasuk. Penjaga pintu keluarga Shcherbatskii barangkali sudah tahu semuanya. Itu tampak dari mata dan caranya bicara:
"Lama tak datang, Konstantin Dmitrich!"
Penjaga pintu itu bukan hanya tahu, tapi agaknyajuga merasa amat riang dan berusaha sekuat tenaga menyembunyikan rasa riangnya. Menatap matanya yang ketuaan dan simpatik, Levin bahkan menangkap adanya sesuatu yang lain lagi dalam kebahagiaannya.
"Sudah bangun semua?"
"Silakan! Atau silakan tinggalkan di sini saja," kata petugas pintu sambil tersenyum ketika Levin hendak kembali mengambil topi. Hal itu terasa ada maknanya.
"Pada siapa saya harus menyampaikan kedatangan Tuan?" tanya pesuruh.
Pesuruh itu, sekalipun masih muda, masih baru, dan dendi, adalah orang yang sangat baik dan simpatik, dan mengerti segalanya. "Nona Pangeran .... Pangeran .... Nyonya Pangeran ... ," kata Levin. Orang pertama yang ia jumpai adalah Mademoiselle88 Linon. Nona itu berjalan meli ntas ruangan, dan wajahnya berseri-seri. Baru saja Levin mulai bicara dengan nona itu, tiba-tiba di sebelah sana pintu terdengar gemersik bunyi gaun dan Mademoiselle Li non lenyap dari pandangan Levin; dan rasa ngeri yang menggembirakan terhadap makin dekatnya kebahagiaan pun menyerangnya. Mademoiselle Linon buru-buru pergi meningglkan Levin menuju ke pintu lain. Baru saja ia keluar, langkahlangkah ringan cepat terdengar di atas lantai parket; maka kebahagiaan Levin, hidup Levin, bahkan diri Levin sendiri sekarang ini-yang lebih baik daripada sebelumnya, yang ia cari dan hasratkan begitu lamamendekat cepat kepadanya. Kitty tidak berjalan, melainkan dengan kekuatan yang tak tampak dan entah apa seolah terbang kepadanya.
Levin hanya melihat mata Kitty yang terang dan jujur, mata yang ketakutan oleh kegembiraan cinta yang juga telah memenuhi hatinya. Mata itu bersinar makin lama makin dekat, membutakan Levin dengan cahaya c intanya. Kitty berhenti di dekatnya, bersinggungan dengannya. Kedua tangannya naik dan kemudian turun ke atas bahunya. Kitty telah melakukan semua yang bisa i a lakukan-ia cepat
88 Mademoiselle (Pr): Nona.
menjumpai Levin dan menyerabkan diri sepenuhnya kepadanya dengan sikap takut-takut gembira. Levin memeluknya dan menekankan bibir ke mulut Kitty yang memang mengharapkan ciumannya.
Kitty pun tak tidur sepan jang malam, dan sepanjang pagi itu ia terus menantikan kedatangan . lbu dan ayahnya, tanpa perdebatan lagi, menyatakan setuju dan bahagia dengan kebahagiaan Kitty. Kitty menantikan Levin. Dialah yang pertama ingin menyatakan kepada Levin tentang kebahagiaan mereka berdua. Ia bersi ap seorang diri saja menyambut Levin dan merasa girang dengan maksudnya itu, tapi ia takut-takut, malu-malu, dan tak tahu apa yang hendak diperbuatnya. Ia mendengar langkah-langkah Levin dan suaranya, dan i a menanti di balik pintu, sementara Mademoiselle Linon pergi dari situ. Mademoiselle Linon akhimya pergi. Maka tanpa berpikir, tanpa bertanya pada diri sendiri ini-itu, pergilah ia menemui Levin, dan dia berbuat apa yang telah diperbuatnya.
"Mari kita menemui Mama!"katanya sambil memegang tangan Levin. Lama Levin tak mampu mengucapkan sesuatu, bukan karena ia takut dengan perkataan yang bisa merusak kesucian cinta yang dirasakannya, melainkan karena tiap kali i a hendak mengatakan sesuatu, bukan katakata yang keluar, melainkan airmata bahagia, yang menderas keluar dari matanya .... D ipegangnya tangan Kitty, lalu diciumnya.
"Benarkah ini?" katanya de:ngan suara terpendam. "Alm betul-betul tak percaya bahwa kamu menc intaiku!"
Kitty tersenyum mendengar kata "kamu" dan melihat sikap Levin yang takut-takut waktu memandangnya.
"Betul!" u jar Kitty pelan, penuh makna.
Tanpa melepaskan tangan Levin, masuklah Kitty ke kamar tamu. Melihat mereka, napas Nyonya Pangeran memburu dan seketika itu ia pun menangis, tapi bersamaan dengan itu ia ketawa, dan dengan langkah tak terduga ia berlari menemui Levin, memeluk kepalanya, menciumnya, dan membasahi pipinya dengan airmata.
"Jadi, sudah selesailah sekarang! Aku senang. Cintailah dia. Aku Ki I" senang.... tty.
"Beg itu cepat beres!" kata Pangeran Tua yang berusaha bersikap masa bodoh; tapi Levin meliha1t betapa mata pangeran itu basah berbicara dengannya.
"Sudah lama aku menghaFapkan ini!" katanya sambil memegang tangan Levin dan menekankan tangan itu ke tubuhnya. "Itu sejak anak yang sembrono ini mengira ... . "
"Papa!" ter iak Kitty dan menutup mulut ayahnya dengan kedua tangan.
"Baiklah, takjadi!" kata Pangeran. "Alm senang, ya, senang ... sek. ... Oh! Bukan main bodohnya aku ini."
Dipeluknya Kitty, dic ium wajahnya, tangannya, lalu wajahnya lagi, dan dibuatnya tanda salib untuknya.
Maka Levin pun tercengkam rasa cinta barn pada orang yang tadinya asing baginya, Pangeran Tua itu, ketika Pangeran menatapnya lama-lama dan mesra, seperti dilakukannya kepada Kitty, serta mencium tangannya yang berisi.
XVI Nyonya Pangeran duduk di kursi besar dan tersenyum; Pangeran duduk di dekatnya. Kitty berdiri dekat kursi ayahnya sambil terns memegang tangannya. Semua diam.
Nyonya Pangeranlah yang pertama-tama mengucapkan segalanya dengan kata-kata, dan mengubah semua pikiran dan perasaan itu jadi masalah yang hidup. Dan semula hal itu dirasakan aneh dan menyakitkan oleh mereka semua
"Jadi kapan" Kita perlu me:mberkati dan mengumumkan. Jadi kapan annya" Bagaimana pendapatmu, Aleksander?"
"Dialah," kata Pangeran Tua sambil menunjuk Levin. "Dialah tokoh utama."
"Kapan?" kata Levin memerah wajahnya. "Besok. Kalau Anda bertanya pada saya, menurnt saya, sekarang ini diberkati, dan besok perkawinannya."
"Jangan begitu, mon cher, itu ,gila-gilaan!" "Yah, seminggu lagilah."
"Dia seperti orang gila." "Ah, tidak, kenapa gila?"
"Cobalah pikir!"kata si ibusambil tersenyum gembira, menertawakan ketergesaan sikap Levin. "Lalu emas kawinnya bagaimana?"
"Lo, apa mesti ada emas kawin dan segalanya itu?" pikir Levin ngeri. "Tapi, apa mas kawin, pemberkatan, dan semua yang lain itu bisa merusak kebahagiaanku" Tak ada yang bisa mernsaknya!" Ia pun menoleh kepada Kitty, dan tampak olehnya Kitty benar-benar, ya, benar-
benar tak tersinggung oleb persoalan mas kawin itu. "Kalau begitu, berarti perlu," pi ya.
"Saya tak tabu apa-apa dalam hal ini, saya banya menyampaikan keinginan saya," ujarnya dengan nada minta maaf.
"Beg ini saja kita putuskan.. Pemberkatan diberikan sekarang dan diumumkan. Beg itu saja."
Nyonya Pangeran menghampiri suaminya, menciumnya dan kemudian hendak pergi; tapi Pangeran menahannya, memeluknya, dan menciumnya beberapa kali sambil tersenyum, demikian mesra, seperti
muda yang baru jatuh cinta. Kedua orang itu rnpanya untuk sesaat jatuh c inta lagi. Mereka berdua untuk sesaat bi ngung dan benar-benar tak tahu apakah mereka yang kembali jatuh cinta ataukah anak perempuan mereka. Ketika Pangeran dan Nyonya Pangeran sudah keluar, Levin menghampiri calon istrinya dan menggenggam tangannya. Sekarang ia sudah bisa menguasai dirinya dan bisa berbicara, dan banyaklah yang perlu ia katakan kepada Kitty. Tapi yang dikatakan temyata samasekali lain daripada yang seharusnya.
"Saya sudah tahu, memang inilah yang bakal terjadi! Memang tak pemah saya berharap, tapi dalam hati selalu merasa yakin," katanya. "Saya percaya bahwa ini sudah ditakdirkan."
"Dan saya?" kata Kitty. "Bahkan sudah pada waktu itu .... " Sampai di situ ia berhenti, lalu kembali melanjutkan sambil menatap Levin dengan mantap, dengan matanya yangjujur. "Bahkan sudah pada waktu itu, ketika saya menolak kebahagiaan dari diri saya. Saya selamanya hanya mencintai Anda seorang, tapi waktu itu saya terikat. Harns saya nyatakan .... Bisakab Anda melupakan itu?"
"Barangkali itu justrn Jebih baik. Banyak juga hal yang barns Anda maafkan pada saya. Saya perlu menyatakan pada Anda .... "
Inilah satu di antara hal-hal yang ia putuskan mesti disampaikan kepada Kitty. Sejak awal ia sudab memutuskan untuk menyampaikan kepada Kitty dua hal, bahwa i a tak sebersih Kitty, dan ia bukan orang yang beragama. Ini memang menyiksa, tapi menurnt anggapannya, ia harus menyampaikan baik yang pertama maupun yang kedua. "Tapi tidak, bukan sekarang, nanti sa ja!" katanya lagi. "Baiklah, nanti saja, tapi jangan lupa mengatakan. Saya tak takut apapun. Saya perlu tabu semuanya. Sekarang sudah berakbir." Levin menambahkan:
"Berakhir dengan Anda mener ima saya, bagaimanapun keadaan saya; Anda tidak akan menolak saya" Tidak?"
"Tidak, tidak."
Percakapan mereka terganggu dengan kedatangan Mademoiselle Linon, yang walaupun berpura-pura tersenyum mesra sewaktu datang mengucapkan selamat kepada anak didik yang disayanginya itu. Belum lagi ia keluar, para hamba telah datang untuk mengucapkan selamat. Kemudian berdatangan sanak-saudara, dan mulailah kekalutan yang nikmat itu, yang takjuga meninggalkan Levin sampai hari kedua sesudah perkawinan. n terus-menerus merasa kikuk, bosan, tapi tegangan kebahag iaan berjalan juga, makin lama makin tinggi. Ia terus-menerus merasa bahwa dari dirinya dituntut banyak hal yang tak i a ketahui, tapi ia lakukan semua yang diminta orang kepadanya, dan semua itu memberinya kebahagiaan. Ia merasa, pernikahannya samasekali t idak akan mirip dengan pernikahan lainnya, dan syarat-syarat pernikahan seperti biasa itu bisa merusak kebahagiaannya yang khusus itu; tapi akhirnya ternyata ia melakukan ha! yang sama juga dengan yang dilakukan orang lain, dan karena itu kebahag iaannya bertambah besar dan menjad i makin khas dan tak mirip dengan yang mana pun, dulu maupun sekarang.
"Sekarang mari kita nikmati gula-gula," kata Mademoiselle Linon, dan pergilah Levin membeli gula-gula.
"Yah, saya ikut senang," kata Sviyazskii. "Saya sarankan Anda ambil karangan bunga dari Fomin."
"Apa itu perlu?" Dan i a pun pergi ke Fomin.
Abangnya mengatakan bahwa ia perlu mengambil utang, karena akan banyak pengeluaran, hadiah ....
"Apa perlu hadiah?" Dan ia pun mencongklang ke rumah Fulde. Dan di rumah pembuat gula-gula, di rumah Fomin, dan di rumah Fulde ia pun melihat bahwa kedatangannya dinantikan orang, dan orang-orang merasa ikut senang dan merayakan kebahagiaannya, seperti halnya orang-orang lain yang punya urusan dengannya hari-hari itu. Yang luarbiasa adalah bahwa semua orang bukan hanya mencintainya, tapi bahkan orang-orang yang tadinya tak simpatik, dingin, clan masa bodoh, sekarang mengaguminya, tunduk kepadanya dalam segala ha!, menenggang perasaannya dengan mesra dan santun, dan ber nan sama dengannya bahwa i a orang yang paling bahagia d i seluruh dunia, karena calon istrinya orang yang lebih daripada sempurna. Kitty juga
merasa demikian. Ketika Nyonya GrafNordston nekat menyindir bahwa sesungguhnya ia mengharapkan jodoh yang Iebih baik bagi Kitty, Kitty begitu naik darah dan dengan meyakinkan bisa membuktikan kepada nyonya itu bahwa tak mungkin ada yang lebih baik daripada Levin di dunia ini, dan Nyonya Graf Nordston pun terpaksa mengakui hal itu, sehingga Nyonya Graf Nordston, d i hadapan Kitty, tak lagi menemui Levin tanpa senyuman kagum.
Pemberian penjelasan yang telah dijanjikan Levin merupakan peristiwa berat baginya. Ia berkonsultasi dulu dengan Pangeran Tua, dan sesudah menerima persetujuan darinya, i a pun menyampaikan kepada Kitty buku harian yang memuat apa-apa yang menyiksa batinnya. Ia menuli s buku harian itu memang dengan maksud ditunjukkan kepada calon istrinya. Ada dua hal yang menyiksa batinnya, bahwa ia bukannya tak punya dosa, dan bahwa ia orang yang tak beriman. Pangakuan tentang tiadanya iman berlangsung tak kentara. Kitty orang yang religius, tak pernah ragu menerima kebenaran agama, tapi ketiadaan iman pada Levin itu, secara fisik, samasekali tak menyinggung Kitty. Ia kenal seluruh jiwa Levin penuh dengan cinta, dan dalam jiwa Levin itu ia melihat apa yang memang diinginkannya; bahwa keadaan jiwa seperti itu yang dinamakan tak beriman, itu buat Kitty tak jadi masalah. Tapi pengakuan yang lain telah memaksa Kitty menangis .
Bukannya tanpa pertarungan batin bahwa Levin menyampaikan buku hariannya kepada Kitty. l a tahu antara dia dan Kitty tak boleh ada rahasia, karena itulah ia memutuskan memang demikian seharusnya; tapi ia tak menyadari akibat yang bakal terjadi, karena i a tak mampu membayangkan dirinya pada posisi Kitty. Ketika malam itu ia datang sebelum pergi ke teater, masuk ke kamar Kitty dan melihat wajahnya yang manis tapi patut dikasihani, mengertilah iajurangyang memisahkan masa lalunya yang memalukan itu dengan kesucian Kitty yang tiada cela, dan n jadi merasa ngeri terhadap langkah yang telah diambilnya. Tampak oleh Levin waktu itu wajah Kitty sedang menangis merana akibat kesedihan yang tak bisa diperbaiki Iagi dan ditimbulkan olehnya.
"Ambillah, ambillah buku-buku yang mengerikan ini!" kata Kitty sambil menolakkan buku-buku tuli s yang tergeletak di atas meja di hadapannya. "Buat apa Anda memberikan itu pada saya!. .. Tapi tidak, bagaimanapun itu lebih ba ik," sambungnya sambil menunjukkan sikap belas kasihan melihat wajah Levin yang tampak putusasa. "Tapi itu mengerikan, mengerikan!"
Levin menundukkan kepala, di am. Ia tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun.
"Anda tak perlu memaafkan saya," bisik Levin. "Tidak, saya memaafkan, tapi "itu mengerikan!"
Namun kebahagiaan Levin demikian besar, sehingga pengakuan itu tidak merusak dirinya, malahan memberinya rona baru. Kitty telah memaafkannya; tapi sejak itu ia makin menganggap dirinya tak pantas untuk Kitty, makin rendah lagi. Secara batiniah, i a menundukkan kepala kepada Kitty, dan makin lebih tinggi lagi ia menghargai kebahagiaan dirinya, yang sebetulnya tak pantas i a peroleh.
lacajuja: PENGAKUAN ANTON CHEKHOV ISBN: 979.91 "0004-6 13,S x 20crn., 152 him., Rp25.000 Kemvnafikan, keeendetungin untuk mem:inlpulasl l:sln, sert.1 praktek penjilatan dan korupsi adal3h sebagian tema kumpulan cerpen ini.
KEBANGKITAN LEOTOLSTOI ISBN: 979-91-0038-0 14 x 21 cm, 589 him., Rp65.000 Kebangkitan adalah satu di antara tiga karya puncak Tolstoi, selain Anna Karenina dan Perang don Damai. Novel ini, yang diterjemahkan langsung dari bahasa Rusia oleh Koesalah S.Toer, bercerita tentang usaha bangsawan Nekhlyudov menebus dosanya terhadap Katyusha, gad is desa yang dia tinggalkan saat mengandung darah
dagingnya. RUANG INAP N0.6 ANTON CHEKHOV ISBN: 979.91"0015"1
13,5 )( 20(m,.300 him., Rp3S.OOO Buku lnl ber1$1 cetpeo-ee rpen Anton
Chekhov d:.ri kem:nanganny: i seb3gai sastrawan. seperci "Ruang lnap N.6" ... Manus i ia dalam Kotak", 'Wanita dcogaoAnjing" dan "Riwayat yang Mcmbosankan" .
KAMPUS KABELNAYA KOESALAH SOE O TOER
ISBN: 979-9023-98-x 14 x 21 crn. 200 him .. l\p20.000 O baha?" yang sederhana Koesal:th Soe?" Toer melukl.skan su a bel.ljar di perguruan tinggi dan kehidupan sehari-hari di Uni Soviet masa pcrang dingin.
lbu/Bapak yang baik. Terimakasih Anda telah membeli buku kami: Sebagai wujud terimakasih, kami memberikan rabat 15 persen kepada Anda setiap kali membeli buku-buku KPG langsung lewat KPG. Untuk menggunakan kesempatan ini, A nda bisa bergabung dalam Komunitas Sains dan Humaniora KPG dengan mengisi formulir di bawah ini dan mengirimnya kembali ke alamat kami.
Nam a Ala ma t Ko ta T el epon HP E-mail Profesi Tanggal Lahir DL OP ?"?"?"?" ?"?"
Kode Pos: Fax Tandatangan Sebagai anggota Komunitas Sains dan Humaniora KPG, Anda akan memperoleh keuntungan berupa:
1. Rabat minimal 15 persen untuk pembelian buku KPG.
2. lnformasi terbaru buku terbltan KPG.
3. lnformasi berkala seputar kegiatan KPG seperti pameran, pesta buku, seminar, dan lain-lain.
4. Rabat 10 persen biaya pendaftaran acara yang diselenggarakan oleh KPG .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . ?"
"Keluarga bahagia miri p satu dengan lainnya, keluarga tak bahagia tidak bahagia dengan jalannya sendiri-sendiri."
Novel Anna Karenina adalah kisah tentang tiga kel uarga, salah satunya keluarga Karenin. Anna, istri Karenin, menyeleweng dengan seorang opsir muda yang mengaguminya, Aleksei Vronskii, dan akhirnya mem utuskan tali perkawinan. Bagi Anna, penyelewengan itu merupakan petaka yang tak dapat ditolak dengan segudang alasannya. Salah satunya, di mata Anna, Karenin hanyalah sepotong boneka tanpa jiwa dan harga diri meskipun dia seorang pejabat tinggi. "Dia itu bukan laki-laki, bukan manusia, tapi bonekal. ... Dia itu bukan manusia, ta pi mesin kementerian," kata Anna tentang sua m inya .
Kekuatan Anna Karenina bukan pada konflik utama novel, melainkan pada "ketelitian penggambaran seluk-beluk dunia batin para tokohnya," kata Leo Tolstoi sendiri, sang pengarang. Dan gambar an itu ditulis dengan bahasa yang luarbiasa plastis dan mampu membangkitkan imajinasi pembaca sampai sejauh-jauhnya.
Tak berlebihan bila Fyodor Dostoyevskii, novelis kenamaan Rusia lainnya (1821-1881) menyatakan: " ... pen, ggarapan batin manusianya paling teliti dan realisme seni-tulisnya belum pernah dicapai oleh siapapun sebelum ini. " Sementara Thomas Mann, penulis kenamaan Jerman (18 75-1955), menyatakan: "Saya tanpa ragu menyatakan bahwaAnna Karenina adalah novel sosial terbesar dalam sastra dunia."
Anna Karenina sampai sekarang masih terus disalin dan diterbitkan dalam berbagai bahasa. Hingga akhir abad ke-20, novel ini telah diterjemahkan dan diterbitkan 625 kali dalam 40 bahasa (tidak termasuk bahasa aslinya). Dalam bahasa I ngg ris saja, hasil terjemahan yang berbeda pernah dicetak 75 kali, Belanda 14 kali, Jerman 67 kali, Prancis dan I tali 36 kali, Cina 15 kali, dan Arab 6 kali. Terjemahan Indonesia ini sendiri dilakukan dua kali oleh penerjemah yang sama, Koesalah Soebagyo Toer, langsung dari
K PG ( K"PUS'T AKAAN POPULER G DIA) J I. PE RIM T A HUAU RAYA BLOK A"f 8 JA K ARtA fl210 Telp. (02f) 5309f7 0 , 53 93, 532 Fax. 5309294 E -Matl:kJ> a?"pe "nerbl t-k p a.co m,
Web!ii te: htt p : / /www .pcne " rbl t .co m
La ng: E"mall: pesanan"penerbft"kpt.com, SMS: 0815 90 8 . 0660
bahasa Rusia. ISBN" 13: 978-979-91-0060"3 ISBN-10: 979-91-0060-7
. l.IJlll ll?"L Mendung Dilangit Kepatihan 1 Pendekar Rajawali Sakti 185 Geger Di Telaga Warna Suling Emas Dan Naga Siluman 12
^