City Of Bones 3

The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare Bagian 3


kata Pangborn yang terdengar sedih. "Pastinya orang yang
punya begitu banyak buku tahu sesuatu."
"Kalau kamu mgin tahu di mana kita bisa menemukan
tumbuhan pemakan daging di musim semi, aku bisa
mengarahkanmu ke buku acuan yang tepat. Tapi kalau
kamu ingin tahu di mana lenyapnya Piala Mortal..."
177 "Lenyap mungkin bukan kata yang cocok," Panborn
mendengkur. "Disembunyikan, lebih tepat. Disembunyikan
oleh Jocelyn." "Itu juga mungkin," kata Luke. "Jadi, ia belum mem-
beritahumu di mana Piala itu?"
"Ia belum sadarkan diri," kata Pangborn sambil mengukir
udara dengan tangannya yang berjari panjang. "Valentine
jadi kecewa. Dia sangat menunggu-nunggu pertemuan
kembali mereka." "Aku yakin Jocelyn tidak membalas perasaannya," Luke
bergumam. Pangborn tergelak. "Cemburu, Graymark" Mungkin
perasaanmu kepadanya tidak seperti biasanya lagi."
Jemari Clary mulai gemetaran sangat hebat sehingga ia
menyatukan tangannya dengan erat supaya berhenti gemetaran.
]ocelyfz" Apakah mereka sedang membicarakan ibuku."
"Aku tidak punya perasaan khusus kepadanya," kata
Luke. "Kami sama-sama Pemburu Bayangan yang dibuang
dari kaumnya sendiri. Kalian bisa melihat kenapa kami telah
terikat bersama. Tapi aku tidak mau mencoba mencampuri
rencana Valentine untuk Jocelyn, kalau itulah yang dia
khawatirkan." "Aku tidak akan menyebutnya khawatir," kata Pangborn.
"Penasaran lebih tepat. Karni semua penasaran apakah kamu
masih hidup. Masih bisa dikenali sebagai manusia."
Luke melengkungkan alisnya. "Lalu?"
178 "Kondisimu tampak cukup baik," kata Pangborn dengan
segan. Dia mengatur patung Kali di atas rak. "Ada seorang
anak, ya kan" Anak perempuan."
Luke tersentak. "Apa?"
"Jangan pura-pura bodoh," kata Blackwell dengan
suara menggertak. "Karni tahu wanita jalang itu punya
seorang anak perempuan. Mereka menemukan foto-fotonya
di apartemen, ada kamar tidur..."
"Aku kira kamu sedang bertanya tentang anak"anakku,"
Luke menyela dengan mulus. "Ya, Joceiyn memang punya
seorang anak perempuan. Clarissa. Menurutku, ia sudah kabur.
Apakah Valentine mengirimmu untuk mencarinya?"
"Bukan kami," kata Pangborn. "Tapi dia memang
sedang mencarinya." "Kami bisa mencari"eari di tempat ini," Blackwell
menambahkan. "Aku tidak akan menyarankan hal itu," kata Luke, lalu
dia turun dari meja. Ada ancaman dingin di wajahnya saat
dia memandangi kedua pria itu, meskipun ekspresinya tidak
berubah. "Apa yang membuat kalian berpikir anak itu masih
hidup" Aku kira Valentine telah mengirim Pembuas ke sana.
Racun Pembuas yang cukup banyak bisa menghancurkan
kaum fana menjadi abu, tanpa meninggalkan bekas sedikit
pun." "Ada bangkai Pembuas," kata Pangborn. "Itu membuat
Valentine curiga." "Semuanya membuat Valentine curiga," kata Luke.
"Mungkin ]ocelyn yang membunuhnya. Ia jelas mampu."
179 Blackwell mendengkur. "Mungkin."
Luke mengangkat bahu. "Dengar, aku tidak tahu di
mana anak itu. Tapi berdasarkan apa yang telah terjadi,
aku rasa ia sudah mati. Kalau tidak, ia pasti sudah muncul.
Lagipula, ia tidak berbahaya. Ia masih lima belas tahun,
ia tidak pernah mendengar tentang Valentine, dan ia tidak
percaya adanya iblis."
Pangborn terkekeh-kekeh. "Anak yang beruntung."
"Tidak lagi," kata Luke.
Blackwell menaikkan alisnya. "Kamu terdengar marah,
Lucian." "Aku tidak marah. Aku jengkel. Aku tidak berencana
mencampuri rencana Valentine, kalian mengerti itu" Aku
tidak bodo ." "Benarkah?" kata Blackwell. "Senang melihat bahwa
kamu telah mengembangkan rasa hormat yang sehat kepada
kulitmu sendiri selama bertahun"tahun ini, Lucian. Dulu
kamu tidak selalu praktis begitu."
"Kamu sebenarnya tahu," kata Pangborn dengan nada
suara seperti mengobrol, "bahwa kami akan menukar Jocelyn
dengan Piala itu" Diantarkan dengan selamat, tepat ke depan
pintu rumahmu. Itu janji dari Valentine sendiri."
"Aku tahu," kata Luke. "Aku tidak tertarik. Aku tidak
tahu di mana Pialarnu yang berharga itu berada, dan aku
tidak ingin terlibat di dalam politikmu. Aku benci Valentine,"
dia menambahkan sambil berdiri. "Tapi aku menghargainya.
Aku selalu tahu dia akan kembali pada suatu hari. Dan
pada saat dia kembali, dia akan melibas siapa pun yang
180 menghalangi jalannya. Aku tidak ingin mengganggunya
ketika itu terjadi. Dia itu monster. Mesin pembunuh."
"Lihat siapa yang bicara begitu," Blackwell
mendengkur. "Aku rasa inilah persiapanmu untuk menyingkir dari
jalan Valentine?" tanya Pangborn sambil mengacungkan
sebuah jari panjang ke ransel yang setengah tertutup di atas
meja. "Ingin ke luar kota, Lucian?"
Luke mengangguk pelan. "Pergi ke desa. Aku berencana
untuk tidak menonjol untuk sementara."
"Kami bisa menghentikanmu," kata Blackwell. "Mem-
buatmu tetap tinggal."
Luke tersenyum. Senyum itu mengubah wajahnya.
Mendadak dia bukan lagi pria terpelajar yang baik hati
yang mendorong Clary di ayunan taman dan mengajarinya
bagaimana menaiki sepeda roda tiga. Mendadak ada sesuatu
yang liar di balik matanya, sesuatu yang kejam dan dingin.
"Coba saja." Pangborn melirik ke Blackwell. Rekannya itu mengge-
lengkan kepala satu kali dengan perlahan. Pangborn berbalik
kepada Luke. "Kamu akan memberi tahu kami kalau ada
tiba-tiba teringat sesuatu?"
Luke masih tersenyum. "Kalianlah yang akan kali
pertama aku hubungi."
Pangborn mengangguk singkat. "Aku rasa kami akan
pergi. Malaikat menjagamu, Lucian."
181 "Malaikat tidak menjaga orang-orang sepertiku," kata
Luke. Dia mengambil ransel itu dari meja, dan mengikat
bagian atasnya. "Sudah mau pergi, Tuan-tuan?"
Setelah mengangkat tudung untuk menutupi wajah
mereka lagi, kedua pria itu meninggalkan ruangan. Luke
mengikuti mereka sesaat kemudian. Dia berhenti sejenak di
pintu, celingukan seakan"akan bertanya-tanya apakah dia
telah meninggalkan sesuatu. Lalu dia menutup pintu dengan
hati"hati di belakangnya.
Clary bertahan di tempatnya. Tubuhnya membeku saat
mendengar pintu depan mengayun tertutup. Ada suara
gemerencing rantai dan kunci dari kejauhan saat Luke
memasang gemboknya kembali. Clary terus membayangkan
ekspresi wajah Luke, lagi dan lagi, saat dia berkata dia tidak
tertarik tentang apa yang telah terjadi kepada ]ocelyn.
Clary merasa ada tangan menyentuh bahunya. "Clary?"
Itu Simon. Suaranya ragu"ragu, hampir lembut. "Kamu
baik"baik saja?"
Clary menggelengkan kepalanya dalarn diam. Ia jauh dari
baik, bahkan, ia merasa tidak akan pernah baik lagi.
"Tentu saja tidak." Itujace. Suaranya setajam dan sedingin
pecahan es. Dia menahan tabir itu dan menggesernya ke
samping dengan keras. "Mereka bukan warlock. Setidaknya
sekarang kita tahu siapa yang mengirim iblis untuk mengejar
ibumu. Orang"orang itu berpikir ibumu menyimpan Piala
Mortal." Clary merasa bibirnya menipis menjadi garis lurus. "Itu
benar"benar konyol dan mustahil."
182 "Mungkin," kata Jace. Dia bersandar ke meja Luke.
"Sementara itu, kita harus keluar dari sini sebelum Lucian
kembali dan menyerahkan kita kepada kaki tangan Valentine.
Kalau mereka benar-benar kaki tangannya."
"Luke tidak akan begitu," kata Clary. Bibirnya sekarang
rapat karena berusaha untuk tidak menangis. "Dia tidak
akan melakukannya. Mungkin dia terlalu pengecut untuk
menolong ibuku, mungkin dia sedang kabur, tapi dia
tidak memberi tahu mereka bahwa aku masih hidup. Dia
melindungiku sebesar itu."
]ace menatap gadis itu dengan mata seburam kaca berasap.
"Kamu pernah melihat orang-orang itu sebelumnya."
"Tidak." Clary menggelengkan kepalanya. "Tidak
pernah." "Lucian tampaknya mengenal mereka. Beramah-tamah
dengan mereka." "Menurutku itu bukan ramah," kata Simon. "Mereka
sedang menyembunyikan rasa permusuhan mereka."
"Mereka tidak langsung membunuhnya," kata _Iace.
"Mereka pikir dia tahu lebih banyak daripada yang dia
katakan." "Mungkin," kata Clary, "atau mungkin mereka cuma
enggan membunuh seorang Pemburu Bayangan lagi."
Jace tertawa. Suaranya parau dan jahat sehingga rambut
di lengan Clary berdiri. "Aku meragukan itu," kata ]ace.
Clary menatap _Iace lekat"lekat. "Kenapa kamu begitu
yakin" Kamu kenal mereka?"
183 Tawa itu telah hilang seluruhnya ketika _Iace menjawab.
"Aku kenal mereka?" dia membeo. "Kamu bisa bilang begitu.
Merekalah orang yang telah membunuh ayahku."
184 g Lingka ran Mereka berbakti untuk mmyapa semua
Penghuni Dunia Bawah, dan mengembalikan dunia meajadi yang "lebih murni
Clary melangkah ke depan untuk menyentuh lengan
Jace, ingin mengatakan sesuatu, apa pun. Tapi apa yang
kamu katakan kepada seseorang yang baru saja melihat
pembunuh ayahnya" Keraguannya menjadi tidak berarti. ]ace
menghindari sentuhannya seakan"akan itu menyengat.
"Kita harus pergi," kata Jace. Dia keluar dari kantor
dan masuk ke ruang tengah. Clary dan Simon terburu-buru
mengeiarnya. "Kita tidak tahu kapan pamanmu mungkin
kembali." "Dia bukan pamanku yang sebenarnya," Clary berbisik
sangat pelan sehingga tidak ada di antara kedua pemuda
itu yang bisa mendengarnya.
185 Mereka pergi lewat jalan belakang. Jace menggunakan
stelanya untuk mengunci pintu itu di belakang mereka, lalu
mereka keluar ke jalanan yang sepi. Bulan menggantung
di atas kota bagaikan anting-anting yang memancarkan
bayangannya yang seperti mutiara di atas air Sungai East.
Dengung mobil-rnobil di kejauhan di Jembatan Williamsburg
mengisi udara yang lembab. Suaranya jadi seperti sayap yang
mengepak"ngepak. Simon berkata, "Ada yang mau memberitahuku ke
mana kita akan pergi?"
"Ke kereta bawah tanah," kata Jace dengan tenang.
"Kamu pasti bercanda," kata Simon sambil mengerjap.
"Pembantai iblis naik kereta bawah tanah?"
"Itu lebih cepat daripada menyetir."
"Aku pikir ada sesuatu yang lebih keren, seperti van dengan
kata Marilah Iblis dicat di bagian luarnya, atau..."
Jace bahkan tidak repot"repot menyelanya. Clary melotot
kepada Simon dari samping. Kadang"kadang, ketika _]ocelyn
sangat marah akibat sesuatu, atau sedang bersuasana hati
buruk, ia akan menjadi ?"tenang-seram". Itu istilah Clary untuk
ketenangan yang membuatnya teringat dengan kemilau daya
es yang keras, tepat sebelum retak akibat berat badanmu.
Jace sekarang tenang"seram. Wajahnya tak berekspresi,
tapi ada sesuatu yang membara di belakang matanya yang
kuning kecokelatan. "Simon," kata Clary. "Cukup."
Simon menatap Clary seakan-akan berkata, Kama
memihak siapa sih." Tapi Clary tidak menghiraukannya.
186 Gadis itu masih memperhatikan _Iace saat mereka berbalik
ke Kent Avenue. Cahaya dari jembatan di belakang mereka
menyinari rambut Jace menjadi lingkaran yang aneh.
Salahkah bila Clary senang bahwa orang yang telah
menculik ibunya merupakan orang yang sama dengan yang
membunuh ayah Jace bertahun-tahun lalu" Setidaknya untuk
sekarang, _]ace harus membantunya menemukan ]ocelyn,
mau tidak mau. Setidaknya untuk sekarang, _Iace tidak akan
meninggalkan Clary sendirian.
"Kamu tinggal di sim?" Simon berdiri memandangi katedral
tua itu. Jendela-jendelanya rusak dan pintu-pintunya disegel
dengan pita kuning polisi. "Tapi ini kan gereja."
]aee meraih ke leher kausnya dan menarik sebuah kunci
kuningan di ujung sebuah rantai. Tampaknya itu semacam
kunci yang mungkin dipakai untuk membuka sebuah peti
tua di loteng. Clary memperhatikannya dengan rasa ingin
tahu. ]ace tidak mengunci pintu di belakangnya ketika
mereka meninggalkan sekolah itu sebelumnya, tapi hanya
membantingnya hingga tertutup.
"Ada gunanya tinggal di tanah keramat," kata Jace.
"Aku mengerti itu, tapi jangan tersinggung ya, tempat ini
kotor," kata Simon. Dengan ragu-ragu dia memperhatikan
pagar besi bengkok yang mengelilingi bangunan tua itu.


The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sampah ditumpuk di samping undakan.
Clary mengendurkan pikirannya. Ia membayangkan
dirinya mengambil salah satu kain minyak punya ibunya, lalu
mengoleskannya ke pemandangan di depan Clary. Dengan
18]' begitu, ia bisa membersihkan pesonanya seakan"akan itu
adalah sebuah lukisan tua.
Itulah dia. Penglihatan sejati yang bersinar melalui yang
palsu bagaikan cahaya menembus kaca gelap. Ia melihat
puncak katedral yang membubung, dan pancaran kelam
dari jendela-iendelanya yang kelam. Ada pelat kuningan yang
dipasang di dinding batu di samping pintu, nama Institut
digoreskan di situ. Clary menahan penglihatan itu sejenak
sebelum melepaskannya sambil mendesah.
"Ini tudung pesona, Simon," kata Clary. "Tidak benar-
benar kelihatan seperti ini."
"Kalau itulah pandanganrnu tentang pesona, aku akan
berpikir dua kali kalau kamu menyanjungku."
Jaee memasukkan kunci ke dalam lubangnya, lalu melirik
kepada Simon. "Aku tidak yakin kamu cukup pantas atas
kehormatan yang aku berikan," kata ]ace. "Padahal, kamu
fana kedua yang pernah masuk ke Institut."
"Mungkin bau tempat ini membuat yang lain
menjauh." "Jangan pedulikan dia," kata Clary kepada _Iace, lalu
menyikut Simon. "Dia selalu mengatakan apa pun yang
muncul di kepalanya. Tanpa saringan."
"Saringan itu untuk rokok dan knpi," Simon bergumam
saat mereka masuk. "Dua hal yang bisa aku gunakan
sekarang, sambil lalu."
Clary jadi mengidam kopi saat mereka menaiki se-
rangkaian tangga batu yang melilit, masing"masing batu
berukiran sebuah huruf. Ia mulai mengenali beberapa
188 di antaranya. Huruf"huruf itu menggoda pandangannya
seperti kata"kata dari bahasa asing yang setengah terdengar.
Rasanya seperti kalau Clary berkonsentrasi lebih keras, ia
bisa memaksakan munculnya sebuah arti.
Mereka mencapai elevator dan menaikinya dalarn hening.
Clary masih memikirkan kopi, gelas-gelas besar berisi kopi
susu seperti yang dibuat ibunya di pagi hari. Kadang"kadang
Luke membawakan sebungkus roti manis dari Toko Roti
Kereta Kencana di Chinatown. Saat berpikir tentang Luke,
perut Clary mengeras. Selera makannya lenyap.
Elevator itu berhenti dengan suara desis. Mereka berada
di koridor berpapan kayu lagi. _]ace melepaskan jaketnya,
melemparkannya ke punggung salah satu kursi terdekat,
lalu bersiul melalui giginya. Dalam beberapa detik, Church
muncul. Kucing itu menyelinap rendah di lantai. Matanya
yang kuning bersinar bagaikan lampu di udara berdebu.
"Church," kata Jace. Dia berlutut untuk mengelus
rambut kucingnya yang kelabu. "Di mana Alec, Church"
Di mana Hodge?" Church melengkungkan punggungnya dan mengecng. ]ace
mengerutkan hidungnya. Mungkin Clary bisa menganggapnya
imut kalau kondisinya berbeda.
"Mereka ada di perpustakaan?" ]ace berdiri, dan Church
menggoyangkan tubuhnya. Kucing itu berlari-lari kecil di
koridor, lalu melirik dari balik bahunya. Jace mengikuti
kucing itu seakan-akan itu hal paling alamiah di dunia.
Lalu Jace memberi tanda dengan mengayunkan tangannya
bahwa Clary dan Simon harus mengikutinya.
189 "Aku tidak suka kucing," kata Simon. Bahunya ber-
tabrakan dengan Clary saat mereka berdesakan di koridor
yang sempit. "Sepertinya," kata Jace, "Church juga tidak suka
kamu." Mereka melewati salah satu koridor yang dibarisi oleh
kamar tidur. Alis Simon terangkat. "Berapa banyak orang
tinggal di sini tepatnya?"
"Ini sebuah institut," kata Clary. "Tempat di mana para
Pemburu Bayangan dapat tinggal ketika mereka sedang di
kota ini. Seperti semacam gabungan tempat singgah yang
aman dan fasilitas penelitian."
"Aku kira ini gereja."
"Ini di dalam gereja."
"Karena itu tidak membingungkan," kata Simon.
Clary dapat mendengar kegugupan di dalam nada suara
Simon yang sembrono. Bukanya menyuruh Simon diam, Clary
malah mengambil tangannya. Clary melilitkan jemarinya di
antara jemari Simon. Tangan sahabatnya itu lembab, tapi
Simon mengelus tangan Clary dengan penuh syukur.
"Aku tahu ini aneh," kata Clary pelan, "tapi kamu
harus mengikutinya saja. Percayalah kepadaku.
Mata gelap Simon menjadi serius. "Aku percaya kamu,"
katanya. "Aku tidak percaya dia."
Simon melirik Jace sekilas. Pemuda itu sedang berjalan
beberapa langkah di depan mereka, tampaknya sedang
mengobrol dengan kucingnya. Clary penasaran apa yang
150 sedang mereka bicarakan. Politik" Opera" Harga tuna yang
tiba"tiba mahal"
"Yah, cobalah," kata Clary. "Sekarang dialah kesempatan
terbaik yang aku punya untuk mencari ibuku."
Siman menggigil sedikit. "Tempat ini rasanya tidak
enak," dia berbisik.
Clary teringat bagaimana perasaannya saat baru bangun
tadi pagi. Rasanya seperti semuanya asing sekaligus akrab
baginya. Bagi Simon, jelas-jelas tidak ada yang akrab. Hanya
ada rasa aneh, asing, dan berbeda.
"Kamu tidak harus ikut denganku," kata Clary meskipun
gadis itu telah bertengkar dengan _]ace di kereta untuk
membiarkan Simon ikut dengan mereka. Clary tadi menjelaskan
bahwa setelah tiga hari mengawasi Luke, mungkin Simon
punya banyak infomasi yang bisa berguna begitu mereka
berkesempatan untuk membongkar pria itu dengan lebih
mendetail. "Ya," kata Simon. "Aku harus ikut," lalu dia melepaskan
tangan Clary saat mereka memasuki pintu dan berada di
dalam sebuah dapur. Itu dapur yang bsar. Tidak seperti
bagian lain Institut, dapur itu serba modern. Ada konter"
konter baja dan rak-rak kaca yang menyimpan berbaris-baris
porselen. Di samping kompor berwarna merah semu, Isabelle
berdiri dengan sendok bulat di tangannya. Rambut hitamnya
dijepit ke atas kepalanya. Uap air membubung dari panci, dan
bahan-bahan makanan tersebar di mana"mana. Ada tomat,
bawang yang sudah dipotong"potong, untaian dedaunan gelap,
181 keju parutan, beberapa kacang kulit, segenggam zaitun, dan
seekor ikan. Mata ikan itu menatap ke atas seperti kaca.
"Aku sedang masak sup," kata Isabelle sambil meng-
ayunkan sendok ke arah Jace. "Kamu lapar?" Ia melihat
ke belakang Jace. Sorotan mata gelapnya menangkap Simon
dan Clary. "Ya Tuhan," kata Isabelle dengan tegas. "Kamu
membawa fana lagi ke sini" Hodge akan membunuhmu."
Simon berdeham. "Aku Simon," katanya.
Isabelle tidak menghiraukan Simon. "JACE WAYLAND,"
kata gadis itu. "Coba jelaskan."
Jace melotot kepada kucingnya. "Aku bilang antar aku
kepada Alec! Dasar Judas tukang tusuk dari belakang."
Church berbalik telentang. Dia mendengkur dengan
senang. "Jangan salahkan Church," kata Isabelle. "Bukan salahnya
kalau Hodge akan membunuhmu." Ia mencemplungkan
sendoknya kembali ke dalam mangkuk. Clary bertanya"tanya
seperti apa tepatnya rasa sup berisi kacang, ikan, zaitun,
dan tomat. "Aku harus membawanya," kata ]ace. "Isabelle, hari ini
aku melihat dua dari orangorang yang telah membunuh
ayahku." Pundak Isabelle merapat, tapi ketika berbalik, ia lebih
tampak kesal daripada terkejut. "Aku rasa dia bukan salah
satunya?" tanya Isabelle sambil mengacungkan sendoknya
ke arah Simon. Clary terkejut karena Simon tidak berkata apa"apa. Dia
terlalu sibuk memandangi Isabelle dengan mulut ternganga.
152 Tentu saja, Clary menyadari dengan rasa kesal yang meni-
kamnya dengan tajam. Isabelle sudah pasti tipenya Simon,
yaitu tinggi, mempesona, dan cantik. Kalau dipikir-pikir
lagi, mungkin itulah tipenya semua orang. Clary berhenti
bertanya-tanya tentang sup berisi kacang, ikan, zaitun, dan
tomat. Ia mulai bertanya-tanya apa yang akan terjadi jika
ia membuang isi panci itu ke kepala Isabelle.
"Tentu saja tidak," kata Jace. "Menurutmu dia masih
hidup kalau memang begitu?"
Isabelle melemparkan pandangan tidak tertarik kepada
Simon. "Aku rasa tidak," kata gadis itu. Tanpa sadar, Isabelle
meniatuhkan sepotong ikan ke lantai. Church menerjangnya
dengan buas. "Tidak heran dia membawa kami ke sini," kata Jace
dengan jijik. "Aku tidak percaya kamu telah menjejali dia
dengan ikan lagi. Dia jadi bantet."
"Dia tidak kelihatan banter. Lagipula, kalian tidak
pernah makan apa"apa. Aku mendapat resep ini dari peri
air di Pasar Chelsea. Katanya ini enak..."
"Kalau kamu tahu cara memasak, mungkin aku akan
makan," ]ace bergumam.
Isabelle terpaku. Sendoknya terangkat dengan berbahaya.
"Apa katamu tadi?"
"Kataku aku mau cari camilan."
"Itulah yang aku kira kamu katakan." Isabelle meng-
alihkan perhatiannya ke sup. Simon terus memandangi
Isabelle. 183 Clary merasa marah tanpa sebab. Ia menjatuhkan
ranselnya ke lantai, lalu mengikuti _]ace ke kulkas. "Aku
tidak percaya kamu bisa makan," ia mendesis.
"Aku harus apa, kalau begitu?" ]ace bertanya dengan
ketenangan yang membuat orang lain gila. Pemuda itu
membuka pintu kulkas lebar-lebar. Isinya dipenuhi susu-
susu karton yang tanggal kedaluwarsanya tinggal beberapa
minggu, dan wadah"wadah plastik Tupperware dengan stiker
bertulisan tinta merah, yaitu PUNYA HODGE, JANGAN
DIMAKAN. "Wah, dia seperti teman sekamar yang sinting," perhatian
Clary teralih sejenak karena mengamati isi kulkas.
"Siapa, Hodge" Dia cuma suka barang"barang ditata
rapi." _Iace mengambil salah satu wadah dari kulkas, lalu
membukanya. "Hm. Spageti."
"Jangan merusak selera makanmu," Isabelle
memanggil. "Memang," kata ]ace sambil menendang pintu kulkas
sampai tertutup dan mengambil garpu dari laci, itu
maksudku." ]ace menatap Clary. "Mau juga?"
Clary menggeleng. "Tentu saja tidak," kata Jace dengan mulut penuh.
"Kamu sudah makan semua roti isi itu."
"Rotinya tidak sebanyak itu." Clary melirik ke Simon,
yang tampaknya telah berhasil mengajak Isabelle berbicara.
"Bisakah kita menemui Hodge sekarang?"
"Kamu tampak sangat ingin keluar dari sini."
154 "Tidakkah kamu ingin memberitahunya apa yang sudah
kita lihat?" "Aku belum memutuskannya." Jace meletakkan wadah
itu dan menjilati saus Spageti dari tulang jemarinya. "Tapi
kalau kamu memang sangat ingin ke sana?"
"Memang," kata Clary dengan tegas.
"Baiklah." Jane tampak sangat tenang, bukan tenang-
seram seperti sebelumnya, tapi dia tetap lebih menahan
diri daripada seharusnya. Clary bertanya-tanya seberapa
sering Jace membiarkan kilasan dirinya yang asli mengintip
menembus ]Ezgade atau bagian luar gedung yang sekeras dan
bersinar seperti tutup pernis di salah satu kotak Jepang
milik ]ocelyn. "Kalian ke mana?" Simon mendongak saat mereka
mencapai pintu. Sejumput rambutnya yang hitam jatuh ke
matanya. Dia tampak linglung seperti orang bodoh, pikir
Clary dengan jahat, seperti ada orang yang telah memukul
kepalanya dengan kayu. "Mencari Hodge," kata Clary. "Aku perlu memberitahunya
tentang apa yang telah terjadi di tempat Luke."
Isabelle mendongak. "Kamu akan memberitahunya
bahwa kamu telah melihat orang-orang itu, Jace" Orang-
orang yang..." "Aku tidak tahu." ]ace memotong kalimat Isabelle. "Jadi
simpan dulu untuk dirimu sendiri sekarang."
Isabelle mengangkat bahu. "Baiklah. Kamu akan kembali"
Kamu mau makan sup?"
"Tidak," kata Jace.
185 "Menurutmu Hodge nanti mau makan sup?"
"Tidak ada yang mau makan sup."
"Aku mau makan sup," kata Simon.
"Bukan," kata Jace. "Kamu cuma mau tidur dengan
Isabelle." Simon tampak terkejut. "Itu tidak benar."
"Dasar tukang cari muka," Isabelle bergumam kepada
supnya, tapi ia menahan senyum.
"Oh, ya memang," kata Jace. "Silakan ajak Isabelle
berkencan, lalu ia bisa menolakmu sehingga semua orang
lain bisa melanjutkan hidup kami sementara kamu membusuk
di dalam kehinaan yang menyedihkan."
Jace membunyikan jemarinya. "Ayo ayo, cowok fana.
Kita ada kerjaan." Simon membuang muka. Wajahnya memerah karena
malu. Sesaat yang lalu, Clary akan merasa senang dengan


The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

licik. Tapi sekarang gadis itu merasakan aliran kemarahan
ke arah Jace. "Biarkan Simon begitu," Clary mendengus. "Kamu
tidak perlu sesadis itu hanya karena dia bukan salah satu
dari kalian." "Salah satu dari kita," kata Jace, tapi pandangan tajam
di matanya telah menghilang. "Aku akan mencari Hodge.
Mau ikut atau tidak, terserah kamu." Pintu dapur mengayun
tertutup di belakangnya, Clary ditinggalkan bersama Simon
dan Isabelle. Isabelle menyendok sebagian sup ke dalam mangkuk
dan mendorongnya menyeberangi konter kepada Simon
186 tanpa menatap pemuda itu. Tapi gadis itu masih menahan
senyum, Clary bisa merasakannya. Sup itu berwarna hijau
gelap dan ditaburi benda-benda cokelat yang mengapung.
"Aku ikut Jace," kata Clary. "Simon?""
"Kkussinja" dia bergumam sambil menatap kakinya.
"Apa?" "Aku di sini saja." Simon duduk di sebuah kursi tanpa
sandaran. "Aku lapar."
Di koridor, ]aee sedang memutar"mutar salah satu pisau
seraph di antara jemarinya. Dia mengantunginya ketika
melihat Clary. "Kamu baik sekali telah meninggalkan dua
sejoli itu sendiri."
Clary mengerutkan dahinya. "Kenapa kamu selalu
seperti bangsate?" "Bangsate?" Jace tampak hendak tertawa.
?"Kata-katamu kepada Simon tadi..."
"Aku berusaha menyelamatkannya dari rasa sakit. Isabelle
akan mematahkan hatinya, dan menginiak"injaknya dengan
sepatu but berhak tinggi. Itulah yang ia lakukan kepada
cowok-cowok seperti itu."
"Itukah yang dilakukannya kepadamu?" tanya Clary. Tapi
Jace hanya menggeleng sebelum berbalik kepada Church.
"Hodge," kata ]ace. "Dan benar"benar Hodge kali
ini. Kalau kamu membawa kami ke tempat lain, aku akan
mengubahmu menjadi bola tenis."
Kucing Persia itu mendengus, lalu menyelinap di aula
di depan mereka. Clary mengikuti sedikit di belakang ]ace.
Gadis itu dapat melihat tekanan dan keletihan di garis
18'1r bahunya. Clary bertanya-tanya apakah ]ace pernah tidak
tegang. " ace."
Jace menatapnya. "Apa?"
"Aku minta maaf. Karena mengataimu."
Pemuda itu tergelak. "Yang kapan?"
"Kamu juga mengata"ngataiku, tahu."
"Aku tahu," kata Jace. Clary jadi kaget. "Ada sesuatu
di dalam dirimu yang sangat..."
"Menyebalkan?" Jace tertawa lagi. "Mengganggu."
Clary ingin bertanya apakah artinya bagus atau jelek,
tapi tidak jadi. Gadis itu terlalu takut _]ace akan mencandai
jawabannya. Clary melemparkan hal lain untuk dibicara-
kan. "Apakah Isabelle selalu memasak untuk kalian?" ia
bertanya. "Tidak, syukurlah. Biasanya keluarga Lightwood ada
di sini dan Maryse, ibunya Isabelle, memasak untuk kami.
Ia koki yang hebat." ]ace tampak melamun seperti Simon
memandangi Isabelle dari atas supnya.
"Kalau begitu, kenapa ia tidak pernah mengajari
Isabelle?" Sekarang mereka sedang melewati ruang musik di
mana Clary pernah menemukan Jace sedang bermain piano.
Bayang"bayang tebal telah berkumpul di pojokan.
"Karena," kata ]ace perlahan, ?"baru-baru ini saja wanita
menjadi Pemburu Bayangan bersama pria. Maksudku, memang
selalu ada wanita di Kunci. Biasanya mereka menguasai rune,
membuat senjata, mengajari Seni Pembunuhan. Tapi hanya
ada sedikit wanita yang menjadi pejuang. Hanya wanita
188 yang punya kemampuan khusus. Mereka harus berusaha
keras supaya bisa dilatih."
Jace melanjutkan, "Maryse termasuk generasi wanita
Kunci pertama yang dilatih, tentu saja. Dan aku rasa ia
tidak pernah mengajari Isabelle cara memasak karena takut
Isabelle akan diturunkan ke dapur secara permanen."
"Ia bisa bernasib begitu?" Clary bertanya dengan heran.
Ia teringat Isabelle di Pandemonium. Gadis itu tampak sangat
percaya diri dan meyakinkan saat menggunakan cambuknya
yang berlumuran darah. Jane tertawa pelan. "Tidak. Ia salah satu Pemburu
Bayangan terbaik yang pernah aku kenal."
"Lebih baik daripada Alec?"
Church melangkah tanpa suara di depan mereka menuju
ke tempat yang suram. Kucing itu tiba-tiba berhenti dan
mengeong. Dia membungkuk di kaki tangga spiral dari logam
yang berputar ke cahaya suram di atas. "Jadi, dia ada di
rumah kaca," kata ]ace. Butuh waktu sejenak bagi Clary
sebelum gadis itu menyadari bahwa ]ace sedang berbicara
kepada kucingnya. "Tidak mengejutkan," kata Jace lagi.
"Rumah kaca?" kata Clary.
]ace melompat ke anak tangga pertama. "Hodge suka di
atas sana. Dia menanam tanaman obat, tanaman"tanarnan
yang bisa digunakan. Kebanyakan dari tanaman itu hanya
tumbuh di Idris. Aku rasa itu mengingatkan dia kepada
kampung halaman." 188 Clary mengikutinya. Sepatunya berderap di tangga metal
itu, tapi ]ace tidak. "Apakah dia lebih baik dari Isabelle?"
Clary bertanya lagi. "Alec, maksudku."
Jace berhenti dan menatap Clary. Badannya condong
ke bawah seperti akan jatuh. Clary teringat mimpinya.
Malaikat, jatuh, dan terbakar. "Lebih baik?" kata ]ace.
"Dalam hal membantai iblis" Tidak, tidak juga. Dia belum
pernah membunuh iblis."
"Benarkah?" "Aku tidak tahu kenapa begitu. Mungkin karena dia
selalu melindungi Izzy dan aku," Jace menjelaskan. Izzy
pasti nama panggilanya Isabelle.
Mereka telah mencapai puncak tangga. Sepasang pintu
ganda menyambut mereka. Pintu-pintu itu berukiran motif
bunga dan tanaman rambat. Jace membukanya dengan
bahunya. Ada bau yang menyerbunya begitu Clary melewati pintu
tersebut. Bau yang hijau dan tajam, bau benda yang hidup
dan tumbuh, tanah dan akar yang tumbuh di dalam tanah.
Clary telah menduga sesuatu yang jauh lebih kecil, kira-kira
seukuran rumah kaca di belakang sekolah St. Xavier. Di
sana anak"anak yang belajar biologi membuat klon dari
kacang polong, atau melakukan apa pun.
Tapi rumah kaca Hodge merupakan tanah luas ber-
dinding kaca. Ada barisan pepohonan yang cabang-cabang
berdaunnya mengembuskan udara sejuk dan berbau hijau.
Ada semak"semak digantungi beri-beri mengilap. Warnanya
merah dan ungu dan hitam. Ada juga pohon"pohon kecil
200 yang digantungi buah-buahan berbentuk aneh yang belum
pernah dilihat Clary. Clary melepaskan nafas. "Baunya seperti?" Musim
semi, pikirnya, sebelum panas datang dan menghancurkan
dedaunan menjadi bubur dan membuat kelopak bunga
menjadi layu. "Rumah," kata ]ace, "bagiku." Dia mendorong daun
palem berat yang menggantung, lalu menunduk melewatinya.
Clary mengikuti. Rumah kaca itu terhampar dengan pola yang tidak
beraturan. Mungkin itu karena mata Clary tidak terlatih
untuk hal ini, tapi ke mana pun ia melihat, warnanya
berantakan. Ada kumpulan bunga mekar berwarna biru
keunguan yang meruah dari samping pagar tanaman berwarna
hijau, dan tanaman rambat yang bertaburan kuncup oranye
seperti permata. Akhirnya mereka sampai di tempat kosong. Di sana
ada bangku granit pendek di depan cabang pohon yang
bergantung rendah. Pohon itu berdaun hijau keperakan. Air
berkelip di sebuah kolam berpinggiran batu. Hodge duduk
di bangku itu. Burung hitamnya bertengger di bahunya.
Guru itu sedang memandangi air dengan tekun, tapi
mendongak saat mereka mendekat. Clary mengikuti pan-
dangannya ke atas dan melihat atap kaca bersinar di atas
mereka seperti permukaan danau yang terbalik.
"Kelihatannya kamu sedang menunggu sesuatu," Jace
mengamati. Dia menarik daun dari cabang terdekat dan
memutar"mutarnya di antara jemarinya. Bagi seseorang yang
201 tampak menahan diri, _Iace punya banyak kebiasaan gugup.
Mungkin dia hanya suka selalu bergerak.
"Aku sedang merenung." Hodge bangkit dari kursinya.
Dia merentangkan tangannya untuk Hugo. Senyum memudar
dari wajahnya saat dia menatap mereka. "Apa yang telah
terjadi. Kalian kelihatan seperti..."
"Tadi kami diserang," kata ]ace pendek. "Yang
Terabaikan." "Para prajurit Yang Terabaikan" Di sini?"
"Seorang prajurit," kata Jace. "Kami hanya melihat
satu." "Tapi Dorothea bilang ada lebih banyak lagi," Clary
menambahkan. "Dorothea?" Hodge mengangkat sebelah tangan-
nya. "Mungkin lebih mudah jika kalian mengurutkan
kejadiannya." "Baik." _Iace melirik Clary untuk memperingatkannya
sebelum gadis itu mulai bicara. Kemudian ]ace meluncurkan
sebuah resital atau pembacaan cerita di sore hari. Dia hanya
meninggalkan satu detail, yaitu bahwa orang"orang yang
berada di tempat Luke merupakan orang yang sama dengan
yang telah membunuh ayahnya tujuh tahun yang lalu.
"Pamannya Clary, atau siapa pun dia sesungguhnya,
memakai nama Luke Garroway," ]ace akhirnya selesai.
"Tapi sementara kami berada di rumahnya, kedua pria yang
menyatakan diri sebagai utusan Valentine memanggilnya
Lucian Graymark." "Dan nama mereka adalah..."
202 "Pangborn," kata ]ace, "dan Blackwell."
Hodge menjadi sangat pucat. Di kulitnya yang kelabu,
bekas luka di pipinya menonjol bagaikan sepilin kawat merah.
"Memang seperti yang aku cemaskan," katanya setengah
kepada diri sendiri. "Lingkaran bangkit kembali."
Clary menatap Jace untuk meminta penjelasan, tapi
pemuda itu tampak sama bingungnya. "Lingkaran?" tanya
Jaee. Hodge menggelengkan kepalanya seperti mencoba
membersihkan jaring laba-laba dari otaknya. "Ikutlah
denganku," katanya. "Sudah waktunya aku harus menun-
jukkan sesuatu." Lampu gas menyala di perpustakaan sehingga permukaan
perabotan yang terbuat dari kayu jati tampak menyala"nyala
bagaikan permata yang suram. Dengan dicorengi bayangan,
wajah dingin para malaikat batu yang menahan meja besar
itu tampak lebih kesakitan. Clary duduk di sofa merah
dengan kaki ditarik. Jace bersandar santai di sofa berlengan
di sebelah Clary. "Hodge, kalau kamu perlu dibantu mencari..."
"Tidak sama sekali." Hodge muncul dari balik meja.
Dia mengusap debu dari lutut celana panjangnya. "Aku
sudah menemukannya."
Hodge membawa sebuah buku besar yang diikat dengan
kulit cokelat. Dia menyusuri halaman buku itu dengan jemari
yang gelisah. Matanya mengedip seperti burung hantu dari
203 balik kacamatanya, lalu dia bergumam, "Di mana" di
mana" ah, ini dia!"
Hodge berdeham sebelum membaca keras-keras, "Dengan
ini saya menyatakan patuh kepada Lingkaran dan prinsip-
prinsipnya... Saya akan siap mempertaruhkan nyawa kapan
pun demi Lingkaran untuk memelihara kemurnian garis
keturunan Idris dan demi dunia manusia yang keamanannya
merupakan tanggung jawab kita."
Wajah Jace berubah. "Itu tadi dari mana?"
"Itu sumpah kesetiaan untuk Lingkaran Raziel, dua puluh
tahun lalu," kata Hodge. Dia terdengar lelah dan aneh.
"Kedengarannya menakutkan," kata Clary. "Seperti
organisasi fasis alias golongan nasionalis ekstrem, atau
semacam itu." Hodge menurunkan buku itu. Dia tampak sesedih dan
semuram patung malaikat di bawah meja. "Lingkaran Raziel
adalah sebuah kelompok," katanya perlahan. "Kelompok
Pemburu Bayangan yang dipimpin oleh Valentine. Mereka
berbakti untuk menyapu semua Penghuni Dunia Bawah,
dan mengembalikan dunia menjadi "lebih murni". Rencana
mereka adalah menunggu para Penghuni Dunia Bawah
tiba di Idris untuk menandatangani Piagam. Piagam ini
harus ditandatangani setiap lima belas tahun sekali., supaya
sihirnya tetap manjur," Hodge menambahkan supaya Clary
mengerti. Guru itu pun melanjutkan, "Kemudian, mereka berencana
menjagai semuanya, padahal para Penghuni Dunia Bawah itu
tidak bersenjata dan tidak membawa perlindungan. Lingkaran
204 pikir, tindakan mengerikan akan memicu perang di antara
manusia dan para Penghuni Dunia Bawah. Mereka berniat
memenangkan perang ini."
"Itu masa Pemberontakan," kata Jace yang akhirnya
mengenali hal yang sudah akrab baginya di dalam cerita
Hodge. "Aku tahu itu. Aku cuma tidak tahu bahwa Valentine
dan pengikutnya punya nama."
"Nama itu tidak diucapkan lagi sekarang ini," kata
Hodge. "Keberadaan mereka meninggalkan rasa malu bagi


The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kunci. Kebanyakan dokumen yang menyinggung hal ini
sudah dihancurkan." "Kalau begitu, kenapa kamu punya salinan sumpah
itu?" tanya Jane. Hodge ragu. Hanya untuk sejenak, tapi Clary melihatnya.
Gadis itu merasa tulang belakangnya sedikit menggigil
tanpa penjelasan. "Karena," akhirnya Hodge berkata, "aku
membantu menuliskannya."
Jace mendongak. "Dulu kamu ikut Lingkaran."
"Memang. Banyak di antara kami dulu ikut." Hodge
tampak terus-terang. "Ibunya Clary juga."
Clary tersentak ke belakang seakan"akan Hodge telah
menamparnya. "Apa?"
"Aku bilang?" "Aku tahu tadi kamu bilang apa! Ibuku tidak akan
pernah ikut serta dalam sesuatu seperti itu. Semacam"
semacam kelompok kebencian."
"Itu bukan?" Jace mulai bicara, tapi Hodge
memotongnya. 205 "Aku rasa," katanya perlahan seakan-akan kata"kata
itu menyakitinya, "ibumu tidak punya pilihan."
Clary melotot. "Apa maksudmu" Kenapa ia tidak punya
pilihan?" "Karena," kata Hodge, "dulu ia adalah istri
Valentine." 205 Bagian Dua *_* Jatuh Itu Mudah Il' Jasatama" mmm"mm. Tai."dnim:mhhh?"mmuh
_wgmamaa 1 0 Kota Tulang Terlibat Lebih Cocok Memakai Baju Hitam
daripada Janda Musuh Kami
Mereka terdiam karena heran. Setelah itu, baik Clary
maupun ]ace mulai berbicara sekaligus.
"Valentine punya istri" Dia menikah" Aku kira..."
"Itu tidak mungkin! Ibuku tidak akan pernah" Ia
hanya pernah menikah dengan ayahku! Ia tidak punya
mantan suami!" Hodge mengangkat tangannya dengan lelah.
?"Anak-anak..."
"Aku bukan anak-anak." Clary berputar menjauh dari
meja. "Dan aku tidak mau mendengar apa"apa lagi."
"Clary," kata Hodge. Kebaikan di dalam suaranya jadi
terluka. Clary berbalik perlahan dan menatapnya dari seberang
ruangan. Clary berpikir betapa anehnya Hodge yang dengan
rambut kelabu dan wajah berbekas luka, pria itu tampak
jauh lebih tua daripada ibunya. Tapi dulu mereka sama-
sama "kaum muda", sarna-sama ikut Lingkaran, sama-sama
mengenal Valentine. "Ibuku tidak akan..." Clary mulai bicara, lalu berhenti. Ia
tidak lagi yakin seberapa baik dirinya mengenaljoceiyn. Ibunya
telah menjadi orang asing baginya, pembohong, penyembunyi
rahasia. Apa yang tidak telah ibunya lakukan"
"Ibumu meninggalkan Lingkaran," kata Hodge. Dia
tidak bergerak mendekati Clary, tapi memperhatikan gadis
tiu dari seberang ruangan dengan keheningan seekor burung
yang cemerlang. "Begitu kami menyadari pandangan Valentine menjadi
begitu eksrim, begitu kami tahu apa yang telah dia persi-
apkan..., banyak di antara kami yang pergi. Lucian adalah
orang pertama yang pergi. Itu pukulan bagi Valentine. Dulu
mereka sangat dekat." Hodge menggelengkan kepalanya.
"Kemudian Michael Wayland. Ayahmu, _]ace."
Jace menaikkan alisnya, tapi tidak mengatakan
apa-apa. "Ada mereka yang tetap setia. Pangborn. Blackwell.
Keluarga Lightwood..."
"Keluarga Lightwood" Maksudmu Robert dan Maryse?"
Jace tampak seperti disambar petir. "Bagaimana denganmu"
Kapan kamu pergi?" 210 "Aku tidak pergi," kata Hodge pelan. "Begitu pula
mereka... Waktu itu, kami takut, terlalu takut akan apa yang
mungkin dia lakukan. Setelah Pemberontakan, orang-orang
yang setia seperti Blackwell dan Pangborn kabur. Kami
tetap tinggal dan bekerja sama dengan Kunci. Memberi
tahu beberapa nama. Membantu mereka melacak orang-
orang yang telah kabur. Berkat itu, kami mendapatkan
pengampunan" "Pengampunan?" Wajah Jace berubah cepat, tapi Hodge
melihatnya. Hodge berkata, "Kamu sedang berpikir tentang kutukan
yang mengikatku di sini, kan" Kamu selalu menganggap
itu mantra balas dendam yang dilemparkan oleh iblis atau
warleek yang marah. Aku membiarkanmu berpikir begitu.
Tapi itu bukanlah yang sebenarnya. Kutukan yang mengikatku
itu dipasang oleh Kunci."
"Karena pernah ikut Lingkaran?"]ace bertanya. Wajahnya
memakai topeng terkejut. "Karena tidak pergi sebelum Pemberontakan."
"Tapi keluarga Lightwood tidak dihukum," kata Clary.
"Kenapa tidak" Mereka telah melakukan hal yang sama
denganmu." "Ada keadaan yang meringankan di dalam kasus mereka.
Mereka telah menikah, dan punya seorang anak. Meskipun
demikian, mereka tidak tinggal di pos terdepan, yang jauh
dari Idris, atas pilihan mereka sendiri. Kami dibuang ke sini,
kami bertiga atau kami berempat. Alec masih bayi ketika
kami meninggalkan Kota Kaca." Hodge menjelaskan.
211 Guru itu mendesah. "Robert dan Maryse bisa kembali
ke Idris hanya untuk urusan resmi, dan waktunya singkat.
Aku tidak akan pernah kembali. Aku tidak akan pernah
melihat Kota Kaca lagi."
Jace memandangi gurunya seakan-akan dengan mata baru,
pikir Clary, meskipun bukan ]ace yang telah berubah. Pemuda
itu berkata, "Hukum itu keras, tapi itulah Hukum."
"Aku yang mengajarimu itu," kata Hodge. Ada keceriaan
kering di dalam suaranya. "Sekarang kamu mengembalikan
pelajaran itu kepadaku. Dengan benar pula." Hodge tampak
seakan"akan dia ingin membenamkan diri di kursi terdekat, tapi
menahan dirinya untuk tetap berdiri. Di dalam perawakannya
yang kaku, ada peninggalan dari masa ketika dia menjadi
pejuang, pikir Clary... "Kenapa kamu tidak memberitahuku sebelumnya?"
tanya Clary. "Bahwa ibuku menikah dengan Valentine.
Kamu tahu namanya..."
"Dulu aku mengenalnya sebagai ]ocelyn Fairchild, bukan
]ocelyn Fray," kata Hodge. "Kamu juga sangat bersikeras
tentang ketidakpeduliannya terhadap Dunia Bayangan. Kamu
meyakinkanku bahwa itu bukan Jocelyn yang aku kenal,
dan mungkin aku tidak ingin mempercayai hal ini. Tidak
ada yang menginginkan kembalinya Valentine."
Hodge menggelengkan kepalanya lagi. "Ketika aku
mengirim pesan kepada Para Saudara Kota Tulang pagi ini,
aku tidak terpikir berita apa yang akan kita punyai untuk
mere ," kata Hodge. "Begitu Kunci tahu bahwa Valentine
mungkin telah kembali, bahwa dia sedang mencari Piala,
212 akan ada kegemparan. Aku hanya bisa berharap hal itu
tidak mengacaukan Piagam."
"Aku berani bertaruh Valentine akan menyukai itu,"
Jace mengamati. "Tapi kenapa dia sangat menginginkan
Piala itu?" Wajah Hodge menjadi kelabu. "Tidakkah itu sudah jelas" "
katanya. "Supaya dia bisa membuat pasukan sendiri."
Jace tampak kaget. "Tapi itu tidak akan pernah?"
"Waktunya makan malam!" Itu Isabelle yang berdiri
di bingkai pintu perpustakaan. Ia masih memegang sendok
di tangannya, meskipun rambutnya telah lepas dari ikatan
dan berjurai di lehernya. "Maaf kalau aku menyela," ia
menambahkan setelah berpikir sejenak.
"Ya Tuhan," kata _Iace, "kiamat sudah dekat."
Hodge tampak ketakutan. "A-a-aku sudah sarapan
banyak," dia tergagap. "Maksudku makan siang. Makan
siang banyak. Aku tidak mungkin bisa makan..."
"Aku sudah membuang supnya," kata Isabelle dengan
sabar. "Dan memesan masakan China dari pusat kota."
Jace beranjak dari meja dan meregangkan tangannya.
"Hebat," katanya. "Aku sudah kelaparan."
"Mungkin aku bisa makan sedikit," Hodge mengakui
tanpa perlawanan. "Kalian berdua adalah pembohong yang payah," kata
Isabelle muram. "Dengar, aku tahu kalian tidak suka
masakanku..." 213 "Jadi, berhentilah memasak," ]aee menasihatinya dengan
masuk akal. "Tadi kamu pesan babi mu Shui" Kamu tahu
aku suka babi mu shu."
Isabelle memandang ke langit. "Ya. Ada di dapur."
"Hebat sekali." ]ace menepuk dan mengacak-acak rambut
Isabelle dengan sayang. Hodge mengikuti ]ace, berhenti hanya
untuk menepuk bahu Isabelle dengan simpatik, lalu pergi
dengan anggukan minta maaf yang lucu. Benarkah Clary
baru beberapa menit yang lalu bisa melihat sisi gelap diri
Hodge yang lama, sisi prajuritnya"
Isabelle memandangi _]ace dan Hodge sambil memutar-
mutar sendok di jemarinya dan pucat dan berbekas luka.
Clary berkata, "Apakah dia benar"benar?"
Isabelle tidak menatapnya. "Siapa yang benar-benar
apa?" "Jace. Apakah dia benar-benar pembohong yang
payah?" Sekarang Isabelle menoleh kepada Clary. Gadis itu
memandangi Clary dengan matanya yang besar dan gelap.
Ternyata Isabelle sedang merenung. "Dia sama sekali bukan
pembohong. Tidak tentang haluhal yang penting. Dia akan
memberitahumu kenyataan pahit, tapi dia tidak akan
berbohong." Isabelle berhenti sebelum menambahkan dengan suara
pelan, "Itulah mengapa biasanya lebih baik tidak bertanya
1 Masakan dari China utara berisi potongan daging babi. telur dadar. dan
sayur 214 apa-apa kepadanya kecuali kamu merasa bisa tahan mendengar
jawabannya." Dapur itu hangat dan penuh cahaya dan berbau garam
yang manis dari masakan China. Bau itu mengingatkan
Clary akan rumahnya. Gadis itu duduk dan menatap mi
di piringnya yang berkilauan sambil memainkan garpunya.
Ia mencoba tidak melihat Simon yang sedang memandangi
Isabelle dengan mata berkaca-kaea.
"Yah, aku rasa itu cukup romantis," kata Isabelle sambil
mengisap mutiara tapioka dari sedotan besar berwarna
merah muda. "Apanya?" tanya Simon yang langsung siaga.
"Semua tentang ibunya Clary yang ternyata menikah
dengan Valentine," kata Is abelle. ]ace dan Hodge telah bercerita
kepada gadis itu, meskipun tanpa bagian tentang keluarga
Lightwood yang pernah ikut Lingkaran, dan kutukan yang
diberikan oleh Kunci. "Jadi, sekarang Valentine telah bangkit
dari kubur dan kembali untuk mencarinya. Mungkin dia
ingin bersatu kembali."
"Aku ragu dia mengirim iblis Pembuas ke rumah Jocelyn
karena dia ingin bersatu kembali," kata Alec yang tadi
datang begitu makanan disajikan. Tidak ada yang bertanya
dia dari mana dan dia pun tidak menawarkan informasi
itu. Dia duduk di sebelah ]ace, berseberangan dengan Clary,
dan menghindar dari menatap gadis itu.
215 "Aku tidak akan seperti itu," ]ace setuju. "Pertama
kirim permen dan bunga, lalu surat permintaan maaf, lalu
barisan iblis buas. Urutannya begitu."
"Mungkin dia sudah mengiriminya permen dan bunga,"
kata Isabelle. "Kita kan tidak tahu."
"Isabelle," kata Hodge dengan sabar. "Ini pria yang
telah membuat kerusakan di Idris sampai belum pernah
sehaneur itu, yang menyuruh para Pemburu Bayangan
melawan Penghuni Dunia Bawah, dan membuat jalanan
Kota Kaca dibanjiri darah."
"Sepertinya itu seksi," kam Isabelle, "hal kejam seperti
itu." Simon berusaha untuk membuat ekspresi wajah yang
mengancam, tapi berhenti ketika melihat Clary melotot
kepadanya. "Jadi kenapa Valentine sangat menginginkan Piala
ini, dan kenapa dia pikir ibunya Clary menyimpannya?"
Simon bertanya. "Kamu bilang itu supaya dia bisa membuat pasukan,"
kata Clary yang berbalik kepada Hodge. "Maksudmu,
karena kita bisa menggunakan Piala itu untuk membuat
Pemburu Bayangan?" "Ya." "Jadi, Valentine bisa mengambil siapa pun di jalanan
dan membuatnya menjadi Pemburu Bayangan" Hanya
dengan Piala itu?" Simon miring ke depan. "Itu bisa dipakai
untukku juga?" Hodge memandanginya lama dan mengukur"ngukur.
"Mungkin," katanya. "Tapi kemungkinan besar kamu sudah
216 terlalu tua. Piala bisa dipakai untuk anak"anak. Orang
dewasa tidak akan terpengaruh sama sekali, atau justru
langsung terbunuh." "Pasukan anak"anak," kata Isabelle pelan.
"Hanya untuk beberapa tahun"," kata Jace. "Anak-anak
tumbuh dengan cepat. Tidak akan lama sebelum mereka


The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjadi kekuatan yang sebanding."
"Entahlah," kata Simon. "Mengubah segerombolan
bocah menjadi prajurit. Aku pernah mendengar hal-hal
lebih buruk telah terjadi. Aku tidak melihat pentingnya
menjauhkan Piala dari Valentine."
"Selain bahwa dia bisa menggunakan pasukannya untuk
menyerang Kunci," kata Hodge kering, "masih ada alasan
bahwa hanya beberapa manusia yang terpilih untuk diubah
menjadi Nephilim. Kebanyakan manusia tidak akan selamat
melewati proses peralihan. Butuh kekuatan dan ketahanan
khusus. Sebelum diubah, mereka harus dites dengan teliti.
Tapi Valentine tidak akan pernah repot"repot dengan hal
itu. Dia akan menggunakan Piala pada setiap anak yang
bisa dia tangkap, dan menyisihkan dua puluh persen yang
bisa bertahan untuk menjadi pasukannya."
Alec memandangi Hodge dengan rasa takut seperti
yang dirasakan Clary. "Bagaimana kamu tahu dia akan
melakukan itu?" tanya Alec.
"Karena," kata Hodge, "ketika dia berada di Lingkaran,
itulah rencananya. Katanya, itulah satu-satunya cara untuk
membangun kekuatan yang dibutuhkan untuk melindungi
dunia kita." 21" "Tapi itu pembunuhan," kata Isabelle yang mukanya
tampak agak hijau. "Dia mau membunuhi 'anak-anak."
"Katanya, kita telah membuat dunia ama bagi manusia
selama ribuan tahun," kata hodge, "dan sekaranglah
giliran mereka untuk membalas budi dengan mengorbankan
diri." ?"Anak-anak mereka?" tanya Jace. Pipinya memerah. "Itu
melawan semua yang seharusnya kita lakukan. Melindungi
orang yang lemah, menjaga kemanusiaan..."
Hodge mendorong piringnya menjauh. "Valentine itu
gila," katanya. "Dia cemerlang, tapi gila. Dia hanya peduli
tentang membunuhi iblis dan Penghuni Dunia Bawah. Semua
demi memurnikan dunia ini. Dia pun akan mengorbankan
putranya sendiri demi hal itu dan tidak dapat mengerti
kenapa orang lain tidak bisa melakukan hal yang sama."
"Dia punya anak laki-laki?" tanya Alec.
"Aku memakai kiasan," kata Hodge. Dia mengambil sapu
tangannya untuk mengusap dahinya sebelum dimasukkan
ke dalam sakunya lagi. Clary melihat bahwa tangannya
gemetar sedikit. Hodge melanjutkan ceritanya, "Ketika tanahnya terbakar,
ketika rumahnya hancur, semua orang beranggapan bahwa
dia telah membakar dirinya sendiri bersama Piala itu menjadi
abu daripada menyerah kepada Kunci. Tulangnya ditemukan
di antara ahu, bersama tulang istrinya."
"Tapi ibuku masih hidup," kata Clary. "Ia tidak mati
di kebakaran itu." 218 "Begitu pula Valentine, sepertinya sekarang," kata
Hodge. "Kunci tidak akan senang karena telah ditipu.
Tapi lebih penting lagi, mereka ingin mengamankan Piala.
Lebih penting lagi daripada itu, mereka ingin memastikan
Valentine tidak mendapatkannya."
"Sepertinya hal pertama yang sebaiknya kita lakukan
adalah mencari ibunya Clary," kata ]ace. "Menemukannya,
menemukan Piala, mendapatkannya sebelum Valentine."
Kedengarannya bagus bagi Clary, tapi Hodge menatap
Jace seakan"akan dia mengusulkan solusi berupa memainkan
bahan peledak. "Jelas tidak," kata Hodge.
"Lantas kita melakukan apa?"
"Tidak ada," kata Hodge. "Semua ini sebaiknya dise-
rahkan kepada para Pemburu Bayangan yang terlatih dan
berpengalaman." "Aku sudah terlatih," Jace memprotes. "Aku sudah
berpengalaman." Nada suara Hodge tegas seperti orang tua kepada
anaknya. "Aku tahu bagaimana kemampuanmu, tapi tetap
saja masih anak"anak, hampir anak"anak."
]ace menatap Hodge dengan mata disipitkan. Bulu mata
pemuda itu panjang dan berbayang di tulang pipinya yang
kurus. Pada orang lain mungkin menjadi waiah malu-rnalu,
bahkan meminta maaf, tapi ]ace jadi tampak tegang dan
mengancam. "Aku bukan anak-anak," kata ]ace.
"Hodge benar," kata Alec. Dia menatap Jace. Menurut
Clary, Alec pasti termasuk satu dari sedikit orang di dunia
ini yang menatap Jace bukan dengan takut kepadanya,
219 melainkan takut untuknya. Alec melanjutkan, "Valentine itu
berbahaya. Aku tahu kamu Pemburu Bayangan yang baik.
Mungkin kamu yang terbaik untuk seumuran kita. Tapi
Valentine salah satu yang terbaik dari yang pernah pernah
ada. Butuh pertempuran besar untuk menjatuhkannya."
"Dan dia jelas-jelas tidak melemah," kata Isabelle sambil
memperhatikan gigi-gigi garpunya. "Sepertinya."
"Tapi kita di sini," kata Jace. "Kita di sini dan gara-
gara Piagam, tidak ada orang lagi di sini. Kalau kita tidak
melakukan sesuatu..."
"Kita akan melakukan sesuatu," kata Hodge. "Aku
akan mengirim pesan kepada Kunci malam ini. Mereka bisa
mengirim pasukan Nephilim ke sini besok kalau mereka
mau. Mereka akan mengurus masalah ini. Kamu telah
melakukan lebih dari cukup."
Jace surut, tapi matanya masih betkilat"kilat. "Aku
tidak suka ini." "Kamu tidak perlu menyukainya," kata Alec. "Kamu
cukup diam dan tidak melakukan apa pun yang bodoh."
"Tapi bagaimana dengan ibuku?" tanya Clary. "Ia
tidak bisa menunggu munculnya perwakilan dari Kunci.
Valentine menahannya sekarang. Pangborn dan Blackwell
bilang begitu. Dan Valentine bisa saja?"
Clary tidak tahan mengucapkan kata menyiksa, tapi Clary
tahu bahwa bukan cuma ia yang memikirkannya. Mendadak
tidak ada orang di meja yang sanggup menatapnya.
Kecuali Simon. "Melukainya," kata Simon untuk
menyelesaikan kalimat Clary. "Kecuali, Clary, mereka juga
220 bilang bahwa ibumu tidak sadarkan diri dan bahwa Valentine
tidak senang karenanya. Kelihatannya dia menunggu ibumu
bangun." "Aku akan tetap tidak sadar kalau iadi dia," Isabelle
bergumam. "Tapi itu bisa terjadi kapan pun," kata Clary yang tidak
memedulikan Isabelle. "Aku kira Kunci berikrar melindungi
orang. Bukankah seharusnya ada Pemburu Bayangan di sini
sekarang" Bukankah seharusnya mereka mencarinya?"
"Itu akan lebih mudah," Alec mendengus, "kalau kita
punya ide sedikit pun harus mencari ke mana."
"Tapi kita memang punya," kata ]ace.
"Kamu punya?" Clary menatap Jace dengan kaget dan
bersemangat. "Di mana?"
"Di sini." ]ace condong ke depan dan menyentuhkan
jemarinya ke pelipis Clary. Sentuhannya begitu lembut
sehingga wajah Clary memerah. "Semua yang perlu kita
ketahui terkunci di dalam kepalamu, di bawah ikal cantik
berwarna merah itu."
Clary mengangkat tangan untuk menyentuh rambutnya
dengan penuh perlindungan. "Menurutku tidak..."
"Jadi, kamu akan melakukan apa?" Simon bertanya
dengan tajam. "Memotong kepalanya untuk mendapatkan
informasi itu?" Mata _]ace memercik, tapi dia berkata dengan tenang.
"Tidak sama sekali. Para Saudara Hening dapat membantu
membangkitkan ingatannya."
221 "Kamu kan benci Para Saudara Hening," protes
Isabelle. "Aku tidak benci mereka," kata Jace terus terang. "Aku
takut kepada mereka. Itu tidak sama."
"Aku kira kamu tadi bilang mereka itu pustakawan,"
kata Clary. "Mereka memang pustakawan."
Simon bersiul. "Mereka pasti semacam pembunuh yang
dibayar belakangan."
"Para Saudara Hening adalah juru arsip, tapi bukan itu
saja," Hodge menyela. Dia terdengar kehilangan kesabaran.
"Demi memperkuat pikiran mereka, mereka telah memutuskan
untuk memakai beberapa rune paling kuat yang pernah
diciptakan. Kekuatan rune-rune itu begitu kuat sehingga
penggunaannya..." Hodge terhenti.
Clary merinding, tapi masih ingat Alec pernah berkata
Mereka memutilasi diri sendiri.
Hodge melanjutkan, "Yah, rune itu membungkus dan
mengocok"ngocok bentuk tubuh mereka. Mereka bukan
pejuang dalam arti yang sama dengan Pemburu Bayangan.
Kekuatan mereka ada di pikiran, bukan tubuh."
"Mereka bisa membaca pikiran?" kata Clary dengan
suara pelan. "Ya, dan masih banyak lagi. Mereka termasuk pemburu
iblis yang paling ditakuti."
"Entahlah," kata Simon. "Kedengarannya tidak baik
bagiku. Lebih baik ada orang yang mengacau daripada
kepalaku dibelah." 222 "Berarti kamu lebih idiot daripada tampangmu," kata
Jace sambil memandang Simon dengan menghina.
"Jace benar," kata Isabelle. "Bukan tentang idiotnya,"
ia menambahkan cepat-cepat saat dilirik Simon, "tapi Para
Saudara Hening memang benar"benar menyeramkan."
Tangan Hodge terkepal di atas meja. "Mereka sangat
kuat," katanya. "Mereka berjalan di kegelapan dan tidak
berbicara, tapi mereka bisa membuka benak seseorang
seperti kamu mengupas kacang, lalu meninggalkan orang
itu berteriak sendirian di dalam kegelapan kalau begitulah
yang mereka inginkan."
Clary menatap _Iace dengan ngeri. "Kamu mau memberikan
aku kepada mereka?" "Aku ingin mereka membantumu." ]ace memiringkan
badannya ke seberang meja, begitu dekat sehingga Clary
dapat melihat bintik berwarna amber gelap di matanya
yang terang. "Mungkin kita tidak jadi mencari ibumu," dia
berkata dengan lembut. "Mungkin Kunci akan melakukannya. Tapi apa yang ada
di kepalamu adalah milikmu. Seseorang menyembunyikan
rahasia di dalam sana, rahasia yang tidak bisa kamu lihat.
Tidakkah kamu ingin tahu kebenaran tentang hidupmu
sendiri?" ]ace bertanya.
"Aku tidak mau ada orang lain di dalam kepalaku,"
kata Clary dengan lemah. Ia tahu _Iaee benar, tapi pikiran
bahwa menyerahkan dirinya kepada makhluk-makhluk
yang menyeramkan oleh para Pemburu Bayangan dianggap
membuatnya mengigil sampai ke darahnya.
223 "Aku akan pergi bersamamu," kata ]ace. "Aku akan
tetap bersamamu ketika mereka melakukannya."
"Itu cukup." Simon berdiri. Wajahnya merah karena
marah. "Jangan ganggu Clary."
Alec menoleh kepada Simon seakan"akan baru menyadari
kehadirannya. Kakak Isabelle itu menggeser rambut yang
menghalangi matanya, dan mengerjap. "Kenapa kamu masih
di sini, fana?" Simon tidak menghiraukannya. "Aku bilang jangan
ganggu Clary." _]ace menatap Simon dengan pelan dan penuh bisa yang
manis. "Alec benar," kata ]ace. "Institut sudah berikrar untuk
menaungi para Pemburu Bayangan, bukan teman"teman fana
mereka. Terutama kalau temannya itu telah menyia-nyiakan
sambutan yang diberikan."
Isabelle berdiri dan mengambil lengan Simon. "Aku
akan mengantarnya keluar."
Sejenak Simon tampak akan melawan Isabelle, tapi
pemuda itu menangkap mata Clary saat mengangguk pelan.
Simon menyerah. Dengan dagu terangkat, dia membiarkan
Isabelle membimbingnya keluar ruangan.
Clary berdiri. "Aku capek," katanya. "Aku mau
tidur." Jaee berkata, "Kamu hampir belum makan apa-apa."
Clary mendorong tangan _Iace yang hendak meraihnya.
"Aku tidak lapar."
Koridor terasa lebih sejuk daripada dapur. Clary bers anda-
ke dinding sambil menarik"narik bajunya yang menempel ke
224 keringat di dadanya. Jauh di aula sana, ia bisa melihat sosok
Isabelle dan Simon yang menjauh. Mereka ditelan kegelapan.
Clary memperhatikan mereka pergi dengan diam. Perasaan
aneh yang terasa dingin tumbuh di rongga perutnya.
Sejak kapan Simon menjadi tanggung jawab Isabelle, dan
bukannya Clary" Kalau ada pelajaran yang Clary petik dari
semua ini, itu adalah betapa mudahnya kehilangan semua
yang selalu kamu kira akan kamu miliki selamanya.
Ruangan itu serba berwarna emas dan putih dengan
deing-dinding tinggi yang bersinar saperti gigi. Atapnya
tinggi, bersih, dan berkilat seperti permata. Clary memakai
gaun beledu berwarna hijau dan membawa kipas keemasan
di tangannya. Rambutnya diikat membentuk simpul yang
menumpahkan ikalnya Ia jadi merasa aneh dan berat setiap
kafi berbalik untuk melihat ke belakang.
"Kamu melihat seseorang yang lebih menarik daripada
aku.?" tanya Simon. Di dalam mimpi, secara misterius Simon
pandai menari. Dia mengantar Clary menari menembus
keramaian seakan-akan gadis itu adalah daun yang terfebak
di arus sungai. Pakaian Simon serba hitam, seperti Pemburu
Bayangan. Itu menguntungkan warna tubuhnya, yaitu
rambutnya yang hitam, kulitnya yang cokelat muda, dan
giginya yang putih. Clary tersentak terkejut. Dia sangat
tampan, pikirnya. "Tidak ada yang lebih menarik daripada kamu," kata
Clary. "Hanya saja tempat im". Aku belum pernah melihat


The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang seperti ini." Ia berbalik saat mereka melewati air
225 terjun sampanye. Ada piring perak yang sangat besar. Di
tengab-tengahnya ada putri duyung dengan sebuah kendi
yang menuangkan anggur berkilauan dari punggungnya yang
telanjang. Orang"orang mengisi gelas mereka dari piring itu
sambil tertawa dan mengobrol. Putri duyung itu menoleh
saat Clary lewat, dan tersenyum. Senyum itu memamerkan
gigi-gigz' putih setajam gigi vampir
"Selamat datang di Kota Kaca," kata sebuah suara yang
bukan punya Simon. Ternyata Simon sudah menghilang
dan sekarang Clary sedang menari dengan face. Pakaian
pemuda itu serba putih. Kausnya berbahan katun tipis.
Clary dapat melihat Tanda-tanda hitam di baliknya. Ada
rantai perunggu di tenggorokannya. Rambut dan matanya
tampak lebih kemasan daripada sebelumnya. Clary berpikir
tentang bagaimana ia akan menggambar potret jam dengan
warna emas gelap seperti yang biasa terlihat di patung-
patung Rusia. "Di mana Simon.?" Clary bertanya saat mereka berputar
lagi di sekeliling air terjun sampanye. Clary melihat Isabelle
di sana, bersama Alec. Mereka berdua berpakaian biru
megah. Mereka berpegangan tangan seperti Hansell dan
Gretel di hutan yang gelap.
"Ini tempat bagi yang hidup," kata ]ace. Tangannya
terasa dingin di tubuh Clary. Gadis itu pun menyadari
bahwa rasanya berbeda dengan tangan Simon.
Clary menyipitkan matanya kepada ]ace. "Apa
maksudmuf" 226 face mendekat. Clary dapat merasakan bibir ]aee berde-
katan dengan telinganya. Rasanya tidak dingin sama sekali.
"Bangun, Clary," dia berbisik. "Bangun. Bangunlah."
Clary meloncat di tempat tidur. Ia megap-megap, dan
rambutnya menempel ke leher dengan keringat dingin.
Pergelangan tangannya ditahan oleh genggaman erat. Ia
mencoba menariknya, lalu menyadari siapa yang menahannya.
"Jane?" "Yeah ." ]ace duduk di ujung tempat tidurnya. Dia tampak
kusut dan masih setengah bangun. Rambutnya berantakan
khas pagi hari dan matanya masih mengantuk. Ini di tempat
tidur" Bagaimana Clary bisa sampai ke tempat tidur"
"Lepaskan aku."
"Maaf." Jemari Jace terlepas dari pergelangan Cla-
ry. "Kamu mencoba memukulku begitu aku menyebut
namamu." "Aku agak lompatan, sepertinya." Clary melirik ke
sekitar. Ia berada di kamar tidur kecil yang berperabotan
kayu gelap. Dengan cahaya temaram masuk dari jendela
yang setengah terbuka, Clary mengira itu masih fajar, atau
sesudahnya. Ranselnya tersandar ke dinding. "Bagaimana
aku bisa sampai di sini" Aku tidak ingat..."
"Aku menemukanmu tertidur di lantai di koridor." ]ace
terdengar geli. "Hodge membantuku membawamu ke kasur.
Aku pikir kamu akan lebih nyaman berada di kamar tamu
daripada di balai perawatan."
22" "Wah. Aku tidak ingat apa"apa." Clary memegang
rambutnya. Ia mendorong ikal dari matanya. "Jam berapa
sekarang, omong-omong?"
"Sekitar jam lima."
?"Pagi-pagi begini?" Clary melotot kepadanya. "Sebaiknya
kamu punya alasan bagus untuk membangunkanku."
"Kenapa, tadi kamu sedang mimpi indah?"
Clary masih bisa mendengar musik di telinganya,
merasakan anting"anting berat menyenggol pipinya. "Aku
tidak ingat." _]ace berdiri. "Salah satu Para Saudara Hening sudah
ada di sini untuk menemuimu. Hodge mengirimku untuk
membangunkanmu. Sebenarnya dia menawarkan diri untuk
membangunkanmu sendiri. Tadi karena ini masih jam lima
pagi, aku rasa kamu tidak akan terlalu marah kalau ada
yang enak dilihat." "Maksudnya itu kamu?"
"Apa lagi?" "Aku tidak setuju, tahu," Clary mendengus. "Masalah
Para Saudara Hening ini."
"Kamu ingin menemukan ibumu," kata Jace, "atau
tidak?" Clary menatapnya. "Kamu hanya perlu bertemu dengan Saudara Jeremiah.
Itu saja. Mungkin kamu bahkan menyukainya. Dia punya
selera humor yang hebat untuk ukuran orang yang tidak
pernah berkata apa"apa."
228 Clary menahan kepalanya dengan tangan. "Keluarlah.
Keluar supaya aku bisa ganti baju."
"Kalau kamu memaksa." Jace berjalan menuju pintu.
"Aku ke aula." Clary mengayunkan kakinya keluar dari tempat tidur
pada saat pintu menutup di belakang Jace. Meskipun ini
masih dekat fajar, panas yang lembab sudah mulai berkumpul
di mangan. Clary mendorong jendela supaya tertutup dan
pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka dan berkumur.
Mulutnya terasa seperti kertas tua.
Lima menit kemudian, ia meluncurkan kakinya ke dalam
sepatu kain. Ia berganti dengan celana pendek dan kaus
hitam polos. Kalau saja kakinya yang kurus berhintik"bintik
lebih mirip lengan Isabelle yang mulus. Tapi hal ini memang
sudah tidak bisa ditolong lagi. Clary menarik rambutnya
menjadi kuncir kuda dan pergi bergabung dengan Jace di
koridor. Church ada di sana bersamanya. Kucing itu mendengkur
dan berputar-putar dengan gelisah.
"Kucing itu kenapa?" Clary bertanya.
"Para Saudara Hening membuamya gugup."
"Kedengarannya mereka membuat semua orang
gugup. Jace tersenyum tipis. Church mengcong ketika mereka
menyusuri aula, tapi tidak mengikuti mereka. Setidaknya
hatu-batu tua di dinding katedral masih menyimpan dinginnya
malam tadi. Koridor itu gelap dan seiuk.
229 Ketika mereka sampai di perpustakaan, pintunya tertutup.
_Iace mengetuk sekali. Ada jeda sebelum Clary mendengar
suara Hodge. "Masuk."
Lampur perpustakaan dimatikan. Hanya ada penerangan
dari pendaran seperti susu yang membungkus dari jendela
tinggi. Jendala itu dipasang ke atap yang berkubah. Hodge
duduk di balik meja besarnya. Dia memakai setelan.
Rambutnya yang bergaris kelabu menjadi keperakan di
bawah cahaya fajar. Sejenak Clary mengira Hodge sendirian di ruangan itu,
dan Jace hanya bercanda tadi. Kemudian Clary melihat
sebuah sosok bergerak di keremangan dan ia menyadari
bahwa yang tadi ia kira sebagai potongan bayangan gelap
adalah seorang pria. Pria itu memakai jubah berat yang jatuh dari leher ke
kakinya sehingga menutupi tubuhnya secara keseluruhan.
Tudung iubahnya terangkat untuk menyembunyikan wajahnya.
Jubah itu sendiri berwarna seperti perkamen, yaitu pengganti
kertas yang terbuat dari kulit binatang. Rune yang berbelit-beiit
didesain di sepanjang keliman clan lengannya. Kelihatannya
seperti ditintakan di situ dengan darah kering. Rambut di
lengan dan tengkuk Clary berdiri. Rasanya menusuk-nusuk
dan membuat sakit. "Ini," kata Hodge, "adalah Saudara Jeremiah dari Kota
Hening." Pria itu maju ke arah mereka. Jubahnya yang gelap
bergerak saat dia maju, dan Clary menyadari apa yang
aneh dari diri pria itu. Dia tidak bersuara sama sekali saat
230 berjalan, bahkan langkah sepelan apa pun. Bahkan jubahnya,
yang seharusnya berdesir, tetap diam. Clary sempat berpikir
apakah dia hantu, tapi tidak, pikirnya. Saat pria itu berhenti
di depan mereka, ada bau aneh yang amis, seperti kemenyan
dan darah, juga bau sesuatu yang hidup.
"Dan ini, Jeremiah," kata Hodge sambil bangkit dari
mejanya, "adalah gadis yang telah aku ceritakan di dalam
surat. Clarissa Fray."
Wajah bertudung itu berbalik pelan ke arah Clary.
Gadis itu merasa dingin hingga ke ujung jemarinya. "Halo,"
kata Clary. Tidak ada tanggapan. "Aku memutuskan kamu benar, Jaee," kata Hodge.
"Aku memang benar," kata ]aee. "Biasanya begitu."
Hodge tidak menghiraukan ini. "Aku sudah mengi-
rimkan surat ke Kunci tentang semua ini tadi malam,
tapi ingatan Clary adalah miliknya sendiri. Hanya ia yang
bisa memutuskan bagaimana ia mau berurusan dengan isi
kepalanya sendiri." Clary tidak mengatakan apa-apa. Dorothea telah berkata
ada penghalang di pikirannya, menyembunyikan sesuatu.
Tentu saja Clary ingin tahu apa itu. Tapi sosok bayangan
Para Saudara Hening itu sangat", yah, hening. Keheningan
tampak mengalir dari diri saudara Jeremiah bagaikan
gelombang gelap yang sehitam dan setebal tinta. Tulang
Clary jadi menggigil. 231 Wajah Saudara Jeremiah masih menoleh ke arah Clary.
Hanya ada kegelapan yang bisa dilihat di bawah tudungnya.
Ini putrinya ]ocelyn"
Clary tersentak mundur. Kata-kata telah menggema di
dalam kepalanya, seakan-akan ia sendiri yang memikirkannya,
tapi bukan. Suara di kepala itu asing baginya, seperti mendengar
suara orang asing keluar dari mulutnya sendiri.
"Ya," kata Hodge, lalu menambahkan dengan cepat,
"tapi ayahnya seorang fana."
Itu bukan masalah, kata Jeremiah. Darah Kunci bersifat
dominan. "Kenapa karnu memanggil ibuku Jocelyn?" kata Clary.
Dengan sia-sia, Clary mencari tanda adanya wajah di bawah
tudung itu. "Kamu mengenalnya?"
"Para Saudara menyimpan catatan semua anggota Kunci,"
Hodge menjelaskan. ?"Catatan-catatan yang lengkap..."
"Tidak selengkap itu," kata ]ace, "kalau mereka bahkan
tidak tahu bahwa ia masih hidup."
Sepertinya ia dibantu seorang warlock ketika menghilang.
Kebanyakan Pemburu Bayangan tidak bisa meiarikan diri
dengan mudah dari Kunci. Tidak ada emosi di dalam
suara Jeremiah. Dia tidak terdengar menyetujui atau tidak
menyetujui tindakan ]oceiyn.
"Ada sesuatu yang tidak aku mengerti," kata Clary.
"Kenapa Valentine berpikir ibuku menyimpan Piala Mortal"
Kalau ibuku telah bersusah-payah untuk menghilang, seperti
yang kamu bilang, lalu kenapa ia membawa benda itu
bersamanya?" 232 "Supaya Valentine tidak mendapatkannya," kata Hodge.
"Lebih daripada semua orang, ]ocelyn yang paling tahu apa
yang akan terjadi kalau Valentine mendapatkan Piala itu. Aku
iuga bisa membayangkan bahwa ia tidak mempercayai Kunci
untuk memegangnya. Tidak setelah Valentine membawanya
kabur dari mereka terlebih dulu."
"Aku rasa begitu." Clary tidak bisa menyembunyikan
keraguan dari suaranya. Semuanya tampak sangat aneh. Ia
mencoba membayangkan ibunya kabur di balik kegelapan,
dengan sebuah piala besar berwarna keemasan tersimpan
di saku pakaian kerjanya, lalu gagal.
"]ocelyn berbalik melawan suaminya sebelum berakhir,"
kata Hodge. "Bukannya tidak masuk akal untuk beranggapan
bahwa ia memastikan Piala itu tidak jatuh ke tangan Valentine
lagi sebisanya. Kunci sendiri pasti sudah memeriksa Jocelyn
sejak awal kalau mereka pikir ia masih hidup."
"Bagiku," Clary berkata dengan suara tajam, "tidak
ada orang yang Kunci pikir sudah mati, memang benar-
benar sudah mati. Mungkin seharusnya mereka memakai
catatan gigi." "Ayahku sudah mati," kata Jace dengan suara yang
sama taiamnya. "Aku tidak butuh catatan gigi untuk
memberitahuku hal itu."
Clary berbalik kepadanya dengan jengkel. "Dengar, aku
tidak bermaksud..." Itu cukup, Saudara Jeremiah memotong. Ada kebenaran
yang harus dipelajari di sini, kalau kamu cukup sabar untuk
mendengarkannya. 233 Dengan gerakan cepat, dia mengangkat tangannya dan
menarik tudung dari wajahnya. Clary melupakan ]ace, dan
berjuang untuk tidak menjerit. Kepalanya juru arsip itu
botak, licin, dan seputih telur. Ada lekukan gelap di mana
matanya pernah berada. Kedua mata itu sudah hilang
sekarang. Bibirnya disilang-silangi pola garis hitam yang
menyerupai jahitan bedah. Sekarang Clary mengerti apa
yang dimaksud oleh Alec dengan memuzilasi.
Para Saudara Kota Hening tidak pernah berbohong,
kata Jeremiah. Kalau kamu mau kebenaran dariku, kamu
akan mendapatkannya, tapi aku harus meminta hal yang
sama sebagai balasannya. Clary mengangkat dagunya. "Aku juga bukan
pembohong." Pikiran tidak dapat berbohong, Jeremy bergerak ke arah
gadis itu. Ingatanmulab yang aku inginkan.
Bau darah dan tinta membuatnya tercekik. Clary
merasakan gelombang panik. "Tunggu..."
"Clary." ltu Hodge. Nada suaranya lembut. "Sangat
mungkin bahwa ada ingatan yang telah kamu kubur atau
tahan, yaitu ingatan yang terbentuk ketika kamu masih
terlalu muda untuk mengumpulkannya lagi secara sadar.
Saudara Jeremiah dapat mencapainya. Ini dapat sangat


The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membantu kita." Clary diam saja sambil menggigit bagian dalam bibirnya.
Ia membenci ide bahwa ada orang masuk ke dalam
kepalanya, menyentuh kenangan-kenangan yang sangat
234 pribadi dan tersembunyi yang bahkan ia sendiri tidak bisa
mencapainya. "Ia tidak perlu melakukan apa pun yang tidak ia
inginkan," kata ]ace tiba-tiba. "Benar, kan?"
Clary memotong Hodge sebelum pria itu bisa meniawab.
"Tidak apa-apa. Aku akan melakukannya."
Saudara Jeremiah mengangguk kaku, lalu bergerak ke
arah Clary. Gerakannya tanpa suara sehingga tulang belakang
Clary merinding. "Nanti rasanya sakit?" Clary berbisik.
Jeremiah tidak meniawab, tapi tangannya yang putih
kurus terangkat untuk menyentuh wajahnya. Kulit jemarinya
setipis kertas perkamen, dan ditintai seluruhnya dengan
rune. Clary dapat merasakan adanya kekuatan di dalam
iemari itu. Kekuatan iru melompat seperti listrik statis yang
menyengat kulitnya. Ia menutup mata, tapi sempat melihat
ekspresi wajah Hodge yang cemas.
Warna"warna berputar di dalam kegelapan di belakang
kelopak mata Clary. Ia merasa ada tekanan, juga tarikan di
kepala dari tangan dan kakinya. Ia mengepalkan tangannya
karena bersusah payah melawan berat itu, kegelapan itu.
Dia merasa ditekan melawan sesuatu yang keras dan tidak
mau kalah, seperti perlahan-lahan diremukkan.
Clary mendengar dirinya sendiri megap-megap dan
mendadak seluruh tubuhnya dingin, sedingin musim dingin.
Sekilas ia melihat jalanan membeku, gedung-gedung kelabu
tampak pudar di atas kepala, ledakan warna putih, menyengat
wajahnya di dalam partikel"partikel yang membeku...
235 "Itu cukup," suara ]ace memotong gigitan musim dingin.
Salju"saiju yang berjatuhan langsung lenyap menjadi pancuran
percikan putih. Mata Clary membuka.
Perlahan-lahan, perpustakaan kembali terfokus. Tam-
paklah buku berbaris di dinding, lampu yang berpendar
suram, wajah Hodge dan ]ace yang cemas. Saudara Jeremiah
berdiri tak bergerak bagaikan patung gading yang diukir
dan tinta merah. Clary menjadi sadar akan rasa sakit yang
tajam di tangannya, dan menunduk untuk melihat garis-garis
merah tercetak di kulitnya. Ternyata tadi kukunya menekan
tangannya begitu erat sampai berdarah.
"jaea," kata Hodge menegur muridnya.
"Lihatlah tangannya ." ]ace menunjuk Clary dengan gerak
tubuhnya. Gadis itu menggelung jemarinya untuk menutupi
telapak tangannya yang terluka.
Hodge meletakkan tangannya yang lebar di bahu Clary.
"Kamu baik"baik saja?"
Pelan-pelan Clary mengangguk. Berat yang menghan-
curkan itu sudah pergi, tapi ia dapat merasakan keringat
yang membasahi rambutnya, melalui kausnya ke punggung
seperti plester yang lengket.
Ada penghalang di pikiranmu, kata Saudara Jeremiah.
Ingatanmu tidak bisa dicapai.
"Penghalang?" kata Jace. "Maksudmu ia menekan
ingatannya?" Bukan. Maksudku, mereka telah membuat penghalang
dari pikiran sadamya dengan sebuah mantra. Aku tidak
236 dapat mematahkannya di sini. Ia harus datang ke Kota
Talang dan berdiri di depan Persaudaraan.
"Mantra?" kata Clary ragu-ragu. "Siapa yang telah
memasangkan mantra kepadaku?"
Tidak ada yang menjawabnya. _]ace menatap gurunya.
Clary terkejut karena wajah pemuda itu memucat jika
mengingat bahwa masalah ingatan ini adalah ide Jace
sendiri. ]ace berkata, "Hodge, ia tidak harus pergi kalau
ia tidak..." "Tidak apa-apa." Clary menarik nafas dalam. Telapak
tangannya nyeri di mana kuku-kukunya telah menusuk,
dan ia sangat ingin berbaring di suatu tempat yang gelap
untuk beristirahat. "Aku akan pergi. Aku ingin mengetahui
kebenarannya. Aku ingin tahu apa yang ada di dalam
kepalaku." _Tace mengangguk sekali, dengan singkat. "Baiklah. Kalau
begitu, aku akan pergi bersamamu."
Keluar dari Institut seperti mendaki masuk ke dalam tas
kain yang basah dan panas. Udara lembab menekan kota,
mengubah udara menjadi sup yang kotor. "Aku tidak
mengerti kenapa kita harus keluar secara terpisah dari Saudara
Jeremiah," Clary mengeluh. Mereka berdiri di sudut di luar
Institut. Jalanan kosong kecuali ada sebuah truk sampah
yang bergulir pelan di ujung blok. "Apa, dia malu untuk
terlihat bersama Pemburu Bayangan atau apa?"
23" "Persaudaraan juga Pemburu Bayangan." ]ace menjelaskan.
Entah bagaimana, Jace berusaha tampak tenang meskipun
panas. Clary jadi ingin memukulnya.
"Aku tebak dia sedang mengambil mobilnya?" gadis itu
bertanya dengan menyindir.
Jace menyeringai. "Kira-kira begitu."
Clary menggelengkan kepalanya. "Tahu tidak, aku
akan merasa jauh lebih baik jika Hodge bisa ikut bersama
kita." "Apa, aku tidak cukup untuk melindungimu?"
"Bukan perlindungan yang aku butuhkan sekarang,
melainkan orang yang bisa membantuku berpikir." Mendadak
teringat, Clary memukulkan tangan ke mulutnya. "Oh,
Simon!" "Bukan, aku Jace," kata Jaee dengan sabar. "Simon
adalah si kecil bermuka musang dengan potongan rambut
jelek dan selera baju yang menyedihkan."
"Oh, diamlah," Clary membalas, tapi lebih karena otomatis
daripada sepenuh hati. "Aku bermaksud meneleponnya
sebelum tidur semalam. Untuk memeriksa dia sampai di
rumah dengan selamat atau tidak."
Jace menggelengkan kepala, lalu memandang ke langit
seakan"akan surga sebentar lagi terbuka dan mengungkapkan
rahasia alam semesta. "Dengan semua yang sedang terjadi
ini, kamu mencemaskan si Muka Musang?"
"Jangan memanggilnya seperti itu. Dia tidak kelihatan
seperti musang." 238 "Mungkin kamu benar," kata Jaee. "Aku pernah melihat
satu atau dua musang yang menarik. Simon lebih kelihatan
seperti tikus." "Dia tidak..." "Dia mungkin sedang di rumah, berbaring di atas
genangan air liurnya sendiri. Tunggu saja sampai Isabelle
bosan dengannya dan kamu harus memunguti potongan
tubuhnya.." "Apakah Isabelle kemungkinan besar akan bosan
dengannya?" Clary bertanya.
]ace memikirkannya. "Ya," katanya.
Clary bertanya-tanya apakah mungkin Isabelle lebih pintar
daripada anggapan _]ace. Mungkin Isabelle akan menyadari
betapa hebatnya Simon, juga lucu, pintar, dan penyayang.
Mungkin mereka akan mulai berkencan. Pikiran itu membuat
Clary dipenuhi rasa takut yang tak bernama.
Karena merenung, butuh beberapa saat baginya untuk
menyadari bahwa ]ace sedang mengatakan sesuatu kepadanya.
Ketika Clary mengerjap kepadanya, ia melihat seringai yang
tidak sopan di wajah ]ace. "Apa?" tanya Clary dengan
tidak sopan. "Aku harap kamu berhenti dengan pasrah berusaha
menarik perhatianku seperti ini," kata Jace. "Lama-lama
jadi memalukan." "Sindiran adalah perlindungan terakhir orang yang tidak
punya daya khayal," Clary memberi tahu _]ace.
"Aku tidak bisa menahannya. Aku memakai akal tajamku
untuk menyembunyikan rasa sakit di dalam diriku."
239 "Rasa sakitmu akan segera keluar kalau kamu tidak
menyingkir dari jalanan. Kamu sedang berusaha dilindas
taksi?" "Jangan konyol," kata ]ace. "Tidak pernah ada taksi
sepagi ini di perumahan ini."
Seperti telah diberi tanda, sebuah mobil kecil berwarna
hitam dengan jendela diwamai menderum ke pinggir jalan
dan berhenti di depan Jace. Mesinnya berdengung. Bentuknya
panjang dan mengilap dan rendah ke tanah seperti limusin.
Jendelanya melekuk ke luar dengan aneh.
Jace menatap Clary dari samping. Ada kesenangan di
tatapannya, tapi juga desakan tertentu. Clary menatap mobil
itu lagi, membiarkan pandangannya lebih kendur, sehingga
yang nyata bisa menembus tudung pesonanya.
Sekarang mobil itu tampak seperti kereta Cinderella.
Tapi kecuali bukannya berwarna merah muda dan emas
dan biru seperti telur Paskah, kereta itu berwarna sehitam
beledu. Jendelanya dicat hitam. Rodanya hitam dengan
hiasan kulit hitam. Di bangku pengemudi yang terbuat dari logam hitam,
duduklah Saudara Jeremiah. Dia memegang seperangkat
tali kekang di tangannya yang bersarung tangan. Wajahnya
tersembunyi di bawah tudung runcing jubahnya yang berwarna
seperti perkamen. Di ujung lain tali kekang itu ada dua
kuda yang sehitam asap. Kuda-kuda itu menggeram dan
mengais-ngais ke langit. "Masuklah," kata Jace. Ketika Clary masih saja berdiri
menganga di sana, ]ace mengambil lengannya dan setengah
240 mendorongnya masuk ke pintu yang terbuka. Kemudian ]ace
mengayun tubuhnya sendiri untuk naik menyusul Clary.
Kereta itu mulai bergerak sebelum pintu ditutup di
belakang mereka. ]ace menjatuhkan diri ke kursinya yang
mewah dan dilapisi bahan yang mengilap. Pemuda itu
menoleh kepada Clary. "Pengantar pribadi ke Kota Tulang
bukanlah sesuatu yang perlu kamu tolak."
"Aku tidak menolak. Aku cuma terkejut. Tadi aku
kira... Maksudku, tadi aku pikir ini mobil."
"Santai saja," kata Jace. "Nikmati bau kereta
barunya." Clary memutar matanya dan berbalik untuk melihat
ke luar jendela. la menyangka seekor kuda dan kereta
tidak akan bertahan di lalu lintas Manhattan, tapi mereka
bergerak di keramaian dengan mudah. Laju mereka yang
tanpa suara tidak diperhatikan oleh macetnya taksi, bus,
dan mobil"mobil mewah yang mencekik jalanan. Di depan
mereka, sebuah taksi kuning berpindah jalur, sehingga
memotong lain mereka. Clary menegang karena mengkhawatirkan kudanya.
Kemudian kereta itu tiba"tiba terangkat ketika kudaukudanya
melompat dengan ringan ke atas taksi. Clary tercekik.
Kereta itu, bukannya terseret di tanah, malah melayang di
belakang kuda. Mereka melaju dengan ringan dan tanpa
suara di atas atap taksi, lalu turun di sisi lain.
Clary menoleh ke belakang saat kereta menginjak aspal
lagi dengan sentakan. Sopir taksi itu sedang merokok dan
memandang ke depan, sama sekali tidak sadar. "Aku tahu
241 sopir taksi memang tidak memperhatikan lalu lintas, tapi
ini aneh," Clary berkata dengan lemah.
"Hanya karena sekarang kamu bisa melihat di balik
pesona..." Jace membiarkan akhir kalimatnya menggantung
dengan halus di udara di antara mereka.
"Aku hanya bisa melihatnya kalau berkonsentrasi,"
katanya. "Itu membuat kepalaku agak sakit."
"Taruhan itu pasti gara-gara penghalang di pikiranmu.
Para Saudara akan mengurusnya."
"Lalu apa?" "Lalu semuanya akan tampak apa adanya..., rak ter-
hingga," kata ]ace dengan senyum kering.
"Jangan mengutip Blake kepadaku."
Senyum itu menjadi semakin kering. "Aku tidak mengira
kamu akan mengenali penyair itu. Kamu tidak bilang kalau
kamu membaca banyak puisi."
"Semua orang tahu kutipan itu berkat the Doors."
Jace menatapnya dengan pandangan kosong.
"The Doors. Itu nama band."
"Terserah kamu," kata _Iace.
"Aku rasa kamu tidak punya banyak waktu untuk
menikmati musik," kata Clary. Gadis itu jadi memikirkan
Simon. Bagi Simon, musik merupakan seluruh hidupnya.
"Gara"gara pekerjaanmu," Clary melanjutkan.
Jaee mengangkat bahu. "Mungkin sesekali aku mendengar
nyanyian ratapan para makhluk terkutuk."
Clary segera melihat Jace, untuk mengetahui apakah dia
sedang bercanda, tapi pemuda itu tidak berekspresi. Clary
242 berkata, "Tapi kamu bermain piano kemarin di Institut.
Jadi kamu pasti..." Kereta itu tiba"tiba terangkat lagi. Clary mencengkeram
pinggiran kursinya, lalu memandang ke luar. Mereka sedang
melayang di atas bus kota. Dari titik yang menguntungkan
ini, Clary dapat melihat lantai-lantai atas dari bangunan
apartemen yang berbaris di jalan besar. Semuanya dengan
hati-hati diukiri hiasan patung monster gargoyle dan hiasan
cornice yang ada di sudut"sudut.
"Aku cuma main-main," kata Jace tanpa menatapnya.
"Ayahku bersikeras aku harus belajar memainkan sebuah
alat musik." "Dia kedengaran keras, ayahmu."
Nada suara _Iaee menjadi tajam. "Tidak juga. Dia justru
memanjakanku. Dia mengajariku semuanya, seperti pelatihan
senjata, ilmu tentang iblis, adat misterius, bahasa"bahasa
kuno. Dia memberiku apa pun yang aku inginkan. Kuda,
senjata, buku, bahkan seekor elang pemburu."
Tapi senjata dan buku bukanlah yang diinginkan


The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kebanyakan anak sebagai hadiah Natal, pikir Clary saat
kereta mendarat di aspal. Clary bertanya, "Kenapa kamu
tidak memberi tahu Hodge bahwa kamu tahu orang-orang
yang berbicara dengan Luke" Bahwa mereka adalah orang-
orang yang membunuh ayahmu?"
]aee menunduk menatap tangannya. Kedua tangan itu
kurus dan tampak berhati-hati seperti tangan seniman, bukan
pejuang. Cincin yang telah Clary perhatikan sebelumnya kini
bercahaya di jarinya. Dulu Clary mengira ada sesuatu yang
243 feminin dari laki-laki yang memakai cincin, tapi ternyata
tidak. Cincin itu sendiri tampak keras dan berat, terbuat
dari perak gelap yang tampak dibakar dengan pola bintang
di sekeliling pinggirannya. Huruf W terukir di situ.
"Karena kalau aku memberitahunya," kata _]ace, "dia
akan tahu bahwa aku ingin membunuh Valentine dengan
tanganku sendiri. Jadi dia tidak akan membiarkanku
mencobanya." "Maksudmu, kamu ingin membunuhnya untuk membalas
dendam?" "Demi keadilan," kata Jace. "Dulu aku tidak tahu
siapa yang membunuh ayahku. Sekarang aku tahu. Inilah
kesempatanku untuk menebusnya."
Clary tidak mengerti bagaimana membunuh seseorang
bisa menebus kematian orang lain, tapi ia merasa tidak
ada gunanya mengatakan itu. "Tapi kamu tahu siapa yang
membunuhnya," kata Clary. "Memang orang"orang itu.
Kamu bilang..." Jace tidak melihat ke arahnya, jadi Clary membiarkan
suaranya terhenti. Mereka bergulir di Astor Place sekarang
sambil mengelak tipis dari trem ungu milik Universitas New
York saat membelah lalu lintas. Pejalan kaki yang lewat
tampak terdorong oleh udara berat, seperti serangga yang
dijepit di bawah kaca. Beberapa kelompok anak jalanan berkerumun di dasar
sebuah patung besar dari kuningan. Mereka memegang
kardus yang dilipat sebagai tanda untuk meminta uang.
Clary melihat seorang gadis sebayanya berambut botak yang
244 dicukur sampai mulus. Gadis itu sedang bersandar kepada
pemuda berkulit cokelat yang berambut panjang dikepang
kecil"kecil. Wajah pemuda itu dihiasi selusin tindikan. Dia
menoleh saat kereta lewat seperti bisa melihatnya, dan Clary
menangkap adanya sinar di matanya. Salah satu matanya
berawan, seakan-akan tidak punya biji mata.
"Waktu itu aku sepuluh tahun," kata ]ace. Clary berbalik
untuk menatapnya. Jace tidak berekspresi. Tampaknya dia
selalu memutih ketika berbicara tentang ayahnya. "Karni
tinggal di rumah mana"; maksudku rumah bangsawan kuno
yang terbuat dari batu, di pedesaan. Ayahku selalu bilang
lebih aman berada jauh dari orang"orang. Aku mendengar
mereka tiba di jalan dan mendatangi ayahku. Dia menyuruhku
bersembunyi, jadi aku bersembunyi. Di bawah tangga.
]aee melanjutkan, "Aku melihat orang"orang itu masuk.
Mereka bersama yang lain. Bukan manusia. Prajurit Yang
Terabaikan. Mereka mengalahkan ayahku dan memotong
lehernya. Darah memercik di dinding di belakangnya.
Bentuknya seperti kipas. Aku ingat itu."
Butuh sejenak bagi Clary untuk menyadari bahwa ]ace
sudah selesai berbicara, lalu sejenak lagi untuk menemukan
suaranya sendiri. "Aku minta maaf, Jace."
Mata Jace bersinar di dalam kegelapan. "Aku tidak
mengerti kenapa kaum fana selalu minta maaf atas hal-hal
yang bukan salah mereka."
"Aku tidak minta maaf. Ini cara untuk..., berempati.
Mengatakan bahwa aku minta maaf karena kamu tidak
bahagia." 245 "Aku bukannya tidak bahagia," kata ]ace. "Hanya
orang"orang yang tidak punya tujuan hiduplah yang tidak
bahagia. Aku punya sebuah tujuan."
"Maksudmu membunuhi iblis, atau membalas dendam
bagi kematian ayahmu?" tanya Clary.
?"Dua-duanya." "Akankah ayahmu benar-benar ingin kamu membunuh
orang-orang itu" Hanya untuk membalas dendam" Mereka
masih manusia, bukan iblis."
"Seorang Pemburu Bayangan yang membunuh salah
satu saudaranya dianggap lebih rendah daripada iblis dan
harus diberantas seperti iblis," kata ]ace. Kedengarannya
dia sedang mengutip kalimat dari buku teks.
"Tapi apakah semua iblis itu jahat?" tanya Clary.
"Maksudku, kalau tidak semua vampir itu jahat, dan tidak
semua manusia serigala itu jahat, mungkin..."
Jace berbalik kepadanya. Pemuda itu tampak jengkel.
"Itu sama sekali berbeda. Vampir, manusia serigala, bahkan
warlock, mereka separuh manusia. Mereka bagian dari
dunia ini, lahir di sini. Mereka pantas berada di sini. Tapi
iblis datang dari dunia lain. Mereka parasit antardimensi.
Mereka datang ke sebuah dunia dan memakainya. Mereka
tidak bisa membangun, hanya menghancurkan. Mereka tidak
bisa membuat, hanya memakai. Mereka menguras suatu
tempat sampai menjadi abu. Ketika tempat itu sudah mati,
mereka pindah ke tempat lain."
"Kehidupanlah yang mereka inginkan, bukan hanya
hidupku dan hidupmu, tapi semua kehidupan di dunia ini.
246 Sungai-sungai dan kota"kotanya, laut-lautnya, semuanya. Dan
yang berdiri di antara mereka dan kehancuran semua ini..."
Jace menunjuk ke luar jendela kereta. Dia mengayunkan
tangannya untuk menunjuk semua hal yang ada di kota
dari pencakar langit sampai kemacetan di Jalan Houston"
Jace melanjutkan, ?" adalah Nephilim."
"Oh," kata Clary. Tampaknya tidak ada lagi yang bisa
dikatakan. "Ada berapa banyak dunia lain?"
"Tidak ada yang tahu. Ratusan" Jutaan, mungkin."
"Dan mereka semua..., dunia mati" Sudah terpakai?"
Clary merasa perutnya jatuh, meskipun mungkin itu hanya
sentakan saat mereka naik ke atas sebuah mobil Mini.
Mobil terkenal dari Inggris itu berwarna ungu. "Itu sangat
menyedihkan." "Aku tidak hilang begitu," kata Jace. Cahaya oranye
gelap dari kota menerobos masuk melalui jendela. Cahaya
itu mempertegas sosok Jace yang tajam. "Mungkin ada
dunia yang hidup seperti kita. Tapi hanya iblis yang bisa
melintasinya. Karena sebagian besar iblis tidak berwujud,
mungkin, tapi tidak ada yang tahu tepatnya kenapa. Sejumlah
warlock telah mencobanya, dan tidak pernah berhasil. Tidak
ada apa pun dari Bumi bisa menembus pemisah di antara
dunia." "Kalau kita bisa," ]aee menambahkan, "kita mungkin
bisa menghalangi mereka untuk datang ke sini. Tapi
bahkan tidak ada yang bisa mengungkap bagaimana cara
melakukannya. Kenyataannya kini, semakin banyak iblis
yang datang. Dulu biasanya hanya ada sedikit serangan
24" iblis di dunia ini sehingga bisa ditangani dengan mudah.
Tapi sekarang semakin banyak iblis yang sudah menembus
pemisah. Kunci selalu harus mengirim Pemburu Bayangan,
dan tidak jarang mereka tidak kembali."
"Tapi kalau kamu punya Piala Mortal, kamu bisa
membuat lebih banyak lagi, kan" Lebih banyak pemburu
iblis?" Clary bertanya dengan ragu-ragu.
"Tentu," kata ]ace. "Tapi kami sudah bertahun-tahun
tidak memilikinya, dan banyak di antara kami yang mati
muda. Jadi jumlah anggota kami pelan-pelan berkurang."
"Tidakkah kalian, uh..." Clary mencari-cari kata yang
tepat. "Bereproduksi?"
Jace menyemburkan tawa saat kereta itu mendadak
berbelok tajam. Dia menahan dirinya, tapi Clary terlempar
ke arahnya. ]ace menangkap gadis itu, tangannya memeluk
Clary dengan ringan tapi erat. Clary merasakan dingin dari
cincinnya seperti es perak bertemu dengan kulitnya yang
berkeringat, lalu gadis itu menarik diri. "Tentu saja," kata
]ace. "Kami sangat suka bereproduksi. Itu salah satu hal
kesukaan kami." Clary menarik diri darinya. Wajah gadis itu memerah
di dalam kegelapan. "Itu bagus," ia bergumam dan menoleh
untuk melihat ke luar jendela. Mereka lewat di bawah
gerbang berat yang dibuat dari besi tempa.
"Sudah sampai," kata Jace ketika laju mulus roda kereta
di atas aspal berbelok dan terguncang akibat batu kerikil.
Sekilas Clary melihat kata-kata di lengkungan saat mereka
248 melaju di bawahnya, yaitu PERMAKAMAN PUALAM
KOTA NEW YORK. "Tapi tidak ada permakaman di New York," kata
Clary. Mereka bergerak di gang sempit dengan dinding-
dinding batu tinggi di kedua sisinya. "Mereka berhenti
memakamkan orang di sini sejak seabad yang lalu karena
kehabisan ruang." "Kota Tulang sudah berada di sini lebih lama daripada
itu." Kereta berhenti mendadak. Clary terlompat saat Jace
merentangkan tangannya, tapi ternyata hanya menggapai
melewati gadis itu untuk membuka pintu di sisi sana.
Lengannya sedikit berotot dan terbenam di dalam rambut
keemasan. "Kamu tidak punya pilihan, ya?" Clary tiba-tiba bertanya.
"Tentang menjadi Pemburu Bayangan. Kamu tidak bisa
memilih keluar saja."
"Tidak," katanya. Pintu mengayun terbuka sehingga
udara yang panas dan lembah mengembus masuk. Kereta
itu telah berhenti di sepetak rumput hijau yang luas. Di
sekelilingnya ada dinding pualam berlumut. "Tapi kalaupun
aku bisa memilih, ini tetap menjadi pilihanku."
"Kenapa?" Clary bertanya.
Jace menaikkan satu alis, yang membuat Clary langsung
iri. Ia selalu ingin bisa melakukannya. "Karena," kata ]ace.
"Inilah yang aku kuasai."
Jaee melompat turun dari kereta. Clary meluncur ke
pinggiran kursinya. Kakinya menjuntai di sana. Jaraknya
sangat jauh ke bawah. Gadis itu melompat. Tubrukannya
249 menyengat kaki, tapi ia tidak jatuh. la berbalik dengan penuh
kemenangan, lalu menemukanjace sedang memperhatikannya.
"Aku bisa menolongmu turun tadi," kata ]ace.
Clary mengerjap. "Tidak apa-apa. Tidak perlu."
Pemuda itu melirik ke belakang. Saudara Jeremiah sedang
turun dari tenggerannya di belakang kuda. Jubah hitamnya
terjatuh dalarn diam. Dia tidak mempunyai bayangan di
atas rumput yang terpanggang matahari. Jaee menurunkan
tangannya saat juru arsip itu mendekat.
Ikutlab, kata Saudara Jeremiah. Dengan luwes, dia
menjauh dari kereta dan cahaya Second Avenue yang nyaman
di baliknya. Jeremiah berjalan menuju pusat gelap di kebun
itu. Jelas bahwa dia ingin mereka mengikutinya.
Rumputnya kering dan bergemeresik saat terinjak.
Dinding-dinding pualam di kedua sisi itu mulus dan
berkilauan di bawah cahaya bintang. Ada nama-nama yang
diukirkan ke batu itu, misalnya Phelps, Ellsworth, dan
Hall. Butuh sejenak bagi Clary untuk menyadari bahwa itu
adalah penanda kuburan. Hawa dingin menggesek tulang
punggungnya. Di mana tubuhnya" Apakah ada di dinding,
terkubur berdiri seakanuakan mereka dimasukkan ke dalam
dinding hidup-hidup..."
Clary jadi lupa untuk melihat ke arah tujuannya. Ketika
ia bertubrukan dengan sesuatu yang ternyata hidup, ia
memekik keras-keras. Ternyata itu Jace. "Jangan menjerit seperti itu. Kamu
bisa membangunkan orang mati."
250 Clary memberengut kepadanya. "Kenapa kita
berhenti?" Jace menunjuk kepada Saudara Jeremiah yang telah
berhenti di depan sebuah patung. Benda itu hanya sedikit
lebih tinggi dari Jeremiah. Dasarnya telah ditumbuhi lumut.
ltu patung malaikat. Pualamnya begitu mulus sampai-sampai
hampir tembus cahaya. Wajah malaikat itu galak dan cantik
dan sedih. Tangannya yang panjang dan berwarna putih
memegang sebuah piala. Pinggirannya ditaburi permata dari
pualam. Sesuatu dari patung itu menggelitik ingatan Clary.
Rasanya akrab, tapi tidak enak. Ada tanggal terpahat di
dasarnya, yaitu 1234. Kata-kata juga terpahat di sekitarnya,
yaitu NEPHILIM: FACILIS DESCENSUS AVERNI.
"Itu maksudnya Piala Mortal?" tanya Clary.
Jace mengangguk. "Dan itulah moto Nephilim alias
Pemburu Bayangan. Ada di dasar situ."
"Apa artinya?" Seringaijace menjadi kilasan di dalam kegelapan. "Artinya
Pemburu Bayangan: Terlibat Lebih Cocok Memakai Baju
Hitam daripada Janda Masuk Kami sejak 1234."
"Jace..." Maknanya, kata Jeremiah, jatuh ke Neraka itu
Mudah. "Bagus dan ceria," kata Clary, tapi kulitnya menggigil
meskipun hawanya panas. "Itu leluconnya Para Saudara, dipasang di sini," kata
Jace. "Kamu bisa lihat nanti."
251 Clary menatap Saudara Jeremiah. Pria itu telah menarik
sebuah stela yang bersinar pudar dari saku dalam jubahnya.
Dengan ujung stela itu, dia menelusuri pola rune di dasar
patung. Mulut patung Malaikat tiba-tiba terbuka lebar seperti
menjerit tanpa suara. Kali ini Clary bersuara. Tiba-tiba
ia memekik tertahan. la melangkah mundur saat lubang
hitam menganga terbuka di tanah kering berumput di kaki
Jeremiah. Kelihatannya seperti kuburan yang terbuka.
Perlahan Jeremiah mendekati pinggira nnya dan mengintip
ke dalam. Seperangkat anak tangga yang terbuat dari batu
granit membimbing turun ke dalam lubang. Pinggirannya


The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah terkelupas halus karena termakan usia. Obor dipasang
di sepanjang anak tangga berseling-seling. Nyala apinya
berwarna hijau dan biru seperti es. Dasar tangga itu bagaikan
hilang di dalam kegelapan.
Jace melangkah ke tangga dengan enteng seperti orang
yang menganggap kondisi itu sudah akrab, kalau memang
bukan nyaman tepatnya. Setengah jalan ke obor pertama,
]ace berhenti dan mendongak kepada Clary. "Ayo," kata
_Iace dengan tidak sabar.
Clary baru saja hendak mengambil langkah pertama
ketika ia merasa lengannya digenggam oleh sesuatu yang
dingin. Ia mendongak kaget. Saudara Jeremiah sedang
memegang pergelangan tangannya. Jemari putih yang seperti
es itu tertanam masuk ke dalam kulit Clary. Gadis itu bisa
melihat pendar tulang di wajahnya yang berbekas luka di
bawah pinggiran tudungnya.
252 jangan takut, kata suara Jeremiah di kepala Clary. Batuk
lebih dari jeritan seorang manusia untuk membangunkan
orangorang mati ini. Begitu dia melepaskan tangan Clary, gadis itu dengan
gugup menuruni tangga menyusuljace. Jantung Clary berdetak
ke tulang rusuknya. ]ace menunggunya di kaki tangga.
Dia telah mengambil salah satu obor yang menyala hijau
dari tempatnya, dan memegangnya setinggi mata. Obor itu
mengirim sinar hijau pucat ke kulitnya dan membuat warna
matanya memudar. "Kamu tidak apa"apa?" tanya Jace.
Clary mengangguk, tapi tidak berani bicara. Tangga
itu berakhir di tempat yang dangkal. Di depan mereka,
membentang sebuah terowongan yang panjang dan hitam.
Di atapnya ada akar-akar pohon yang mengeriting. Cahaya
biru pucat terlihat di ujung terowongan. "Ini sangat... gelap,"
kata Clary tertegun. "Kamu ingin aku memegang tanganmu?"
Clary menyembunyikan tangannya di punggung seperti
anak kecil. "Jangan merendahkanku."
"Yah, aku sulit meninggikanmu. Kamu terlalu pendek."
Jace melihat ke belakang Clary, obor memancarkan bunga api
saat pemuda itu bergerak. "Tidak perlu berdiri resmi begitu,
Saudara Jeremiah," ]ace berbicara dipanjang-panjangkan.
"Berjalanlah di depan. Karni akan mengikutimu."
Clary terlompat dan melihat ke belakangnya. Gadis itu
masih belum terbiasa dengan kedatangan dan kepergian
juru arsip itu. Jeremiah bergerak tanpa bunyi dari belakang
Clary, dan masuk ke dalam terowongan. Sejenak kemudian,
253 Clary mengikuti, dan mendorong tangan ]ace yang terentang
saat melewatinya. Pandangan pertama Clary atas Kota Hening adalah patung-
patung pualam tinggi yang berbaris-baris menjulang tinggi.
Patung-patung itu menghilang di kejauhan seperti kebun
buah-buahan yang berderet rapi, kebun yang telanjang dan
digunduli oleh musim dingin. Pualam itu sendiri murni,
berwarna gading pucat, keras, dan tampak telah dipelitur.
Pualam itu disisipi potongan-potongan kecil batu akik, jasper
merah bintik"bintik, dan jade hijau lumut.
Saat mereka menjauh dari terowongan menuju hutan
patung, Clary melihat bahwa lantainya berukiran rune seperti
yang menghiasi kulit ]ace. Rune itu berpola bergaris-garis
dan berputar"putar dan melingkar"lingkar.
Saat mereka melewati patung pertama, sesuatu yang
besar dan putih berbayang di samping kiri Clary, seperti
gunung es yang keluar haluan di Elm Titanic. Itu sebalok
batu putih yang mulus dan persegi. Ada semacam pintu
menyisip di depannya. Clary jadi teringat rumah bermain
ukuran anakuanak. Rumah itu hampir, tapi tidak cukup
besar bagi Clary untuk berdiri di dalamnya.
"Itu mausoleum, bangunan terpisah yang di dalamnya
ada makam," kata ]ace. Dia mengarahkan pancaran obornya
ke sana. Clary dapat melihat ada rune diukirkan ke pintu
yang disegel dengan gerendel besi. "Sebuah makam. Kami
mengubur orang mati di sini."
254 "Semua orang mati?" tanya Clary. Ia setengah ingin
bertanya apakah ayah Jace juga dikubur di sini, tapi
pemuda itu sudah maju lagi dan berada di luar jangkauan
pendengaran. Clary terburu-buru mengejarnya. Ia tidak
ingin berada sendirian bersama Saudara Jeremiah di tempat
menyeramkan ini. "Aku kita kamu bilang ini perpustakaan,"
kata Clary yang berhasil mengejar ]ace.
Ada banyak tingkat di Kota Hening, Jeremiah menyela di
belakangnya. Dan tidak semua orang mati dikubur di sini.
Ada ossuary2 lagi di idris, tentu saja, jauh lebih besar Tapi
di tingkat ini ada mausoleum dan tempat pembakaran.
"Tempat pembakaran?"
Mereka yang mati di pertempuran akan dibakar; abu
mereka dipakai untuk membuat patung pualam yang kamu
lihat di sini. Darah dan tulang pembami iblis itu sendiri
merupakan pelindung kuat melawan kejahatan. Bahkan di
dalam kematian, Kunci melayani perkara.
Melelahkan sekali, pikir Clary. Tiba-tiba ia merasa
sedih. Mereka diharapkan untuk bertarung seumur hidup
dan melanjutkannya bahkan ketika hidup mereka telah
berakhir. Dari sudut matanya, ia bisa melihat kubah persegi
berwarna putih yang menjulang di kedua sisinya di dalam
barisan makam. Setiap pintu terkunci dari luar. Sekarang ia
paham kenapa tempat ini disebut Kota Hening. Penghuninya
hanyalah Para Saudara yang bisu, dan orang-orang mati
yang sangat dijaga oleh mereka.
2 Tempat tulang dikubur 255 Mereka telah mencapai tangga lagi menuju lebih banyak
cahaya. ]ace mengacungkan obor di depannya sehingga
muncul bayangan di dinding. "Kita akan pergi ke lantai
dua, di mana Ruang Dewan dan Arsip berada," kata Jaue
untuk meyakinkan Clary. "Di mana tempat untuk tinggalnya.?" tanya Clary
yang setengah sopan, setengah penasaran. "Di mana Para
Saudara tidur?" Tidur" Kata itu tergantung di kegelapan di antara mereka.
Jace tertawa pelan sehingga api di obatnya berkelip-kelip.
"Kamu harus tanya ya?" sindir ]ace.
Di kaki tangga itu ada terowongan lagi. Terowongan
itu melebar di ujungnya menjadi sepetak paviliun. Setiap
sudutnya ditandai dengan menara tulang yang tinggi dan
berukiran. Banyak obor menyala-nyala di penyangga yang
terbuat dari batu akik di sepanjang sisi petakan itu. Udara
berbau abu dan asap. Di tengah-tengah paviliun ada meja
panjang dari batu basal yang beku, gelap, dan berlapis
putih. Di meja itu duduklah sebaris Para Saudara Hening.
Setiap orangnya terbungkus dan bertudung di dalam jubah
berwarna perkamen yang sama seperti Jeremiah.
Jeremiah tidak membuang"buang waktu lagi. Kita telah
sampai. Clarissa, berdirilah di depan Dewan.
Clary melirik ]ace, tapi pemuda itu mengeriap dengan
bingung. Jelas bahwa Saudara Jeremiah hanya berbicara di
dalam kepala Clary saja. Gadis itu memandangi meja dan
barisan panjang sosok"sosok gelap yang teredam di dalam
256 jubah-jubah mereka yang gelap. Petak"petak yang berseling-
seling membentuk lantai paviliun. Petak itu berwarna perunggu
keemasan dan merah gelap. Di depan meja ada petak yang
lebih besar. Petak itu terbuat dari pualam hitam dan dihiasi
bintang-bintangkeperakanyangdidesainmembenmkparabola.
Biasanya, itu disebut Bintang Berbicara.
Clary melangkah ke tengah-tengah petak hitam itu.
Rasanya seperti melangkah di depan pasukan penembak.
Ia mengangkat kepalanya. "Baiklah," katanya. "Sekarang
apa?" Para Saudara membuat bunyi yang menyebabkan rambut
di tengkuk dan di punggung lengan Clary jadi berdiri. Suara
itu seperti desahan atau erangan. Secara bersamaan, merek
mengangkat tangan dan mendorong tudung ke belakang.
Dengan begitu, tampak lah wajah"wajah mereka yang berbekas
luka dan lekukan"lekukan mata mereka yang kosong.
Meskipun Clary sudah pernah melihat wajah Saudara
Jeremiah yang tidak tertutup, perut Clary mengejang. Rasanya
seperti melihat sebaris kerangka menjadi hidup, seperti lukisan
kayu dari abad pertengahan yang menggambarkan orang
mati berjalan dan berbicara dan berdansa di tumpukan
tubuh orang hidup. Mulut mereka yang dijahit sepertinya
menyermgai kepada Clary. Dewan menyambutmu, Clarissa Fray.
Clary mendengarnya. Itu bukan hanya satu suara
hening di dalam kepalanya, melainkan selusin. Semuanya
sarna rendah dan dalam, sama lembut dan monoton, tapi
25" semuanya juga menuntut, berkeras, dan mendorong palang-
palang rapuh di benak Clary.
"Berhenti," kata Clary. Ia sendiri kaget mendengar
suaranya ternyata tegas dan kuat. Keriuhan di dalam
kepalanya mendadak hilang seperti rekaman yang berhenti
berputar. "Kalian bisa masuk ke dalam kepalaku," katanya.
"Tapi hanya ketika aku sudah siap."
Kamulah yang meminta bantuan kami. Kami tidak
meminta banmanmu. "Kalian pasti ingin tahu apa yang ada di dalam pikiranku
juga," katanya. "Seperti akn."
Saudara yang duduk di kursi paling tengah meletakkan
jemari putih kurusnya di bawah dagunya. Im' memang teka-
teki yang menarik, aku akui, katanya. Suara di dalam benak
Clary itu kering dan netral Tapi tidak perlu dipaksakan,
kalau kamu tidak mampu bertahan.
Clary memberanikan diri. Ia ingin bisa bertahan, ingin
mendorong keluar suara"suara yang mengganggu itu dari
kepalanya. Kalau harus berdiri dan membiarkan pelanggaran
terhadap dirinya yang paling intim...
Tapi inilah kesempatan bagi apa yang telah terjadi,
Clary mengingatkan dirinya sendiri. Ini tidak lebih dari
penggalian kejahatan di masa lalu, pencurian ingatannya.
Kalau ini berhasil, apa yang telah terambil darinya bisa
dikembalikan. Clary menutup matanya.
"Silakan," katanya.
258 Kontak pertama berupa bisikan di dalam kepalanya.
Bisikan itu selembut gesekan daun yang jatuh. Ucapkan
namamu untuk Persaudaraan.
Clarissa Fray. Suara pertama diikuti oleh yang lain-lainnya. Siapa
kamu." Aku Clary. Ibuku ]oaelyn Fray. Aku tinggal di Berkeley
Place nomor 807 di Brooklyn. Aku enam belas tahun.
Nama ayahku... Benaknya seperti menjepret sendiri, bagaikan gelang
karet. Ia pun tergulung tanpa suara ke dalam angin puyuh
berisi gambar-gambar yang terlempar di dalam kelopak
matanya yang tertutup. Ibunya terburu-buru menarik Clary
ke bawah jalanan yang segelap malam di antara timbunan
salju kotor. Lalu ada langit yang rendah, kelabu, dan kelam. Di
sana ada barisan pepohonan hitam yang tak berdaun.
Ada sepetak tanah kosong membelah bumi, dan sebuah
peti mati diturunkan ke dalamnya. Abu menjadi abu.
Clary melihat Jocelyn terbungkus di dalam selimut
kain percanya. Air mata menetes di pipi. Dengan cepat ia
menutup sebuah kotak dan mendorongnya ke bawah bantal
saat Clary masuk ke dalam kamar itu. Clary melihat inisial
di kotak itu lagi, ].C. Gambar-gambar itu datang dengan lebih cepat sekarang,
seperti halaman-halaman salah satu buku yang mana
gambarnya bagaikan bergerak kalau dibalik dengan cepat.
Clary berdiri di puncak sebuah tangga, sedang menunduk
259 untuk melihat ke koridor yang sempit. Di sana ada Luke
lagi. Ransel hiiaunya ada di kakinya. Jocelyn berdiri di
depannya sambil menggelengkan kepala. "Kenapa sekarang,
Lucian" Aku kira kamu sudah mati..." Clary mengerjap.
Luke tampak berbeda, hampir seperti orang asing. Pria itu
berjanggut. Rambutnya panjang dan kusut.
Kemudian ada batang-batang pohon yang menghalangi
pandangannya. Clary berada di taman lagi. Di sana peri-peri
hijau, yang sekecil butiran pasta gigi, mendengung di sekitar
bunga merah. Clary meraih salah satunya dengan riang, tapi
ibunya menariknya sambil menjerit ketakutan.
Lalu kembali ke musim dingin di jalanan hitam lagi,
dan mereka sedang terburu"buru, berdempetan di bawah
payung. ]ocelyn setengah mendorong dan setengah menyeret
Clary di antara timbunan salju yang membayang. Sebuah
pintu dari granit muncul dari balik rintikan warna putih.
Ada sebuah kata dipahat di atas pintu. SANG AGUNG.
Lalu Clary berdiri di jalan masuk yang berbau besi dan
salju yang meleleh. _Iemarinya mati rasa karena kedinginan.
Sebuah tangan di bawah dagunya mengarahkan Clary untuk
mendongak. Clary melihat sebaris kata tergores di sepanjang
dinding. Dua kata melompat kepadanya, dan membakar
matanya, yaitu "MAGNUS BANE".
Rasa sakit yang mendadak kini menusuk sisi kanan
Clary. Ia menjerit saat gambar-gambar itu terjatuh, lalu
gadis itu pun berputar ke atas, memecahkan permukaan
kesadaran seperti penyelam menembus ombak. Ada benda
dingin yang menekan pipinya. Ia membuka matanya dan
260 melihat bintang"bintang keperakan. Ia mengerjap dua kali
sebelum menyadari bahwa ia berbaring di lantai pualam.
Lututnya tertekuk ke dadanya. Ketika ia bergerak, rasa sakit
yang panas menyerang lengannya.
Clary duduk dengan hati-hati. Kulit di siku kirinya
robek dan berdarah. Pasti ia mendarat di situ ketika jatuh.
Ada darah di kausnya. Ia melihat ke sekeliling, kehilangan


The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

arah, lain melihat Jace sedang menatapnya. Pemuda itu tidak
bergerak, tapi mulutnya sangat putih.
Magnus Bana. Kedua kata itu berarti sesuatu, tapi apa"
Sebelum ia bisa mengucapkan pertanyaan itu keras"keras,
Saudara yang paling tinggi memotongnya. Karena dia
pernah berada di dalam kepalanya, Clary tahu namanya.
Itu Saudara Jeremiah. Penghalang di dalam pikiranmu ternyata lebih kuat
daripada yang kami kira, katanya. Itu hanya bisa dibuka
dengan aman oleh yang memasangnyaKaiau kami memin-
dahkannya, kamu akan terbunuh.
Clary berjuang untuk berdiri sambil membuai lengannya
yang terluka. "Tapi aku tidak tahu siapa yang memasangnya.
Kalau aku tahu, aku tidak akan datang ke sini."
Jawabannya sudah tertemm di dalam benang pikiranmu,
kata Saudara Jeremiah. Di dalam mimpi sadarmu, kamu
melihat nama itu tertulis.
"Magnus Bane" Tapi..., tapi itu bahkan bukan
nama!" Sudah cukup, Saudara Jeremiah berdiri. Seakan"akan itu
adalah tanda, Para Saudara yang lain bangkit mendampinginya.
261 Mereka mengangguk ke arah _Iace sebagai salam dalam
hening, sebelum berbaris pergi di antara pilar-pilar, lalu
menghilang. Hanya Saudara Jeremiah yang tetap di situ. Dia
memperhatikan dengan dengan tenang saat ]ace terburu-buru
menghampiri Clary. "Lenganrnu tidak apa-apa" Coba aku lihat," dia rneme"
rintah sambil mengambil pergelangan tangan Clary.
"AW! Tidak apa-apa. Jangan begitu, rasanya jadi lebih
parah," kata Clary. Ia mencoba menarik tangannya.
"Kamu berdarah di atas Bintang Berbicara," kata Jace.
Clary menunduk dan melihat bahwa Jace benar. Ada noda
darahnya di atas pualam yang berwarna putih dan perak.
"Aku yakin ada Hukum tentang itu." Jace membalik lengan
Clary, lebih lembut daripada yang Clary kita bisa dilakukan
pemuda itu. Jace menjepit bibir bawahnya di antara gigi, lalu bersiul.
Clary menunduk dan melihat bahwa lapisan darah menutupi
lengan bawahnya dari siku sampai pergelangan tangan.
Lengannya berdenyut dengan kuat dan menyakitkan.
"Inikah saatnya kamu menyobek secarik kausmu untuk
mengikat lukaku?" Clary bercanda dengan suara lemah. Ia
benci melihat darah, terutama darahnya sendiri.
"Kalau yang kamu mau hanyalah aku menyobek bajuku,
langsung bilang saja ." ]ace merogoh kantongnya dan mengambil
stelanya. "Dengan ini, sakitnya bisa berkurang."
Karena ingat rasa menyengat ketika stela itu menyentuh
tangannya, Clary menahan diri. Tapi ia hanya merasa agak
262 hangat ketika alat yang menyala itu meluncur dengan ringan
di atas lukanya. "Sudah," kata Jace sambil berdiri. Clary melenturkan
lengannya dengan heran. Meskipun darahnya masih ada,
lukanya telah hilang. Begitu pula rasa sakit dan kakunya.
"Lain kali kamu berencana melukai dirimu untuk menarik
perhatianku, ingat-ingat saja bahwa rayuan bisa memancing
rasa ingin tahu." Clary merasa mulutnya bergerak membentuk senyuman.
"Aku akan mengingatnya," katanya. Lalu saat gadis itu
berbalik, Clary menambahkan, "Terima kasih."
]ace memasukkan stelanya ke dalam kantong tanpa
menatap Clary. Tapi gadis itu melihat kepuasan di bahu
Pengantin Berdarah 1 Lazie Si Mulut Terkunci Karya Jacqueline Wilson Badai Awan Angin 35
^