The Hidden Oasis 3

The Hidden Oasis Karya Paul Sussman Bagian 3


waktu, apa yang akan kami lakukan pada masa tua. Sebidang
tanah di New Hampshire, beranda, kursi goyang. Anak-anak,
cucu-cucu. Hal-hal sentimentil. Charlie memang sentimentil."
Kiernan mendesah dan, setelah menegakkan tubuhnya kembali, menjauhkan kacamatanya, gerakan yang mengindikasikan
bahwa dia telah mengatakan apa yang ingin dikatakannya tentang hal itu.
"Urusan oasis?" tanya Kiernan.
"Hmm?" Kiernan menganggukkan kepala ke arah laptop-nya, berkas
yang kini sedang dikerjakan Flin.
"Oh, bukan. Ini bahan untuk ceramah yang akan aku
berikan di ARCE minggu depan. Tentang Pepi II dan runtuhnya
Kerajaan Lama. Aku sudah bosan dengan hal ini, sehingga aku
begitu kasihan terhadap orang-orang menyebalkan yang malang
yang harus duduk di sana dan mendengarkan."
Kiernan tersenyum dan, sambil merebahkan kepalanya ke
kaca jendela, menatap ke bawah ke hamparan padang pasir,
miniatur punggung Piramida Langkah Djoser di kejauhan
melintas seperti gunung batu cokelat yang kotor.
"Fadawi sudah keluar," ujar Kiernan setelah beberapa saat,
tanpa memandangnya. "Aku dengar begitu."
"Menurutmu?" "Sama sekali tidak," Flin menyelanya, menangkap apa yang
ada di kepala wanita itu dan menolaknya sebelum dia punya
kesempatan untuk menyuarakan isi pikirannya. "Bahkan walaupun tahu segalanya, dia tidak akan mengatakannya kepadaku,
lebih memilih untuk memotong lidahnya sendiri. Menyalahkan
aku untuk apa yang telah terjadi. Sudah seharusnya, kalau mau
adil." 118 | PAUL SUSSMAN "Bukan salahmu, Flin," katanya, menoleh. "Kau belum
tahu." "Terserahlah." Dia mematikan laptop dan menyimpannya di dalam
kopernya. Di atas mereka terdengar bunyi denting ketika tanda
untuk mengencangkan sabuk pengaman menyala.
"Tak akan ditemukan, kau tahu itu," katanya. "Dua puluh
tiga tahun" tidak akan pernah ditemukan, Molly."
"Kau akan tiba di sana, Flin. Percayalah. Kau akan sampai di
sana." Sebuah suara terdengar dari sistem komunikasi pesawat,
pertama dalam bahasa Arab, kemudian bahasa Inggris:
"Para penumpang yang terhormat, kita sekarang sudah mulai
mendekati Kairo. Pastikan sabuk pengaman Anda tetap terpasang dan barang-barang Anda tersimpan dalam lemari di
atas." "Kau akan tiba di sana," ulangnya. "Dengan pertolongan
Tuhan, kau akan tiba di sana."
Aku rasa Tuhan tidak punya ide lain lagi tentang keberadaan
benda itu dibandingkan siapa pun dari kita, pikir Flin.
Dia menyimpan kalimat itu untuk dirinya sendiri, tahu
bahwa Kiernan tidak akan menyetujui penghujatan. Setelah
menyandarkan kepala ke belakang, dia menutup matanya dan
mulai merenungi semua itu semua dari awal lagi"Mata Khepri,
Mulut Osiris, Kutukan Sobek dan Apep"telinganya tersumbat
ketika pesawat mulai terbang merendah di atas Kairo.
Dakhla kaum Badui sampai di punggung gundukan pasir dan
mengamati bayangan Oasis Dakhla di kejauhan, mereka sudah
KETIKA THE HIDDEN OASIS | 119 tak minum selama dua hari. Kelelahan, mereka menggiring
untanya berbaris dua-dua, dan secara bersama-sama mengangkat
tangan mereka ke atas: "Alhamdulillah!" Mereka menangis, suara
mereka serak, kuda tunggangan mereka terengah-engah dan
meringkik di bawah mereka. "Puji syukur kepada Tuhan."
Jika masih punya air, mereka pasti akan turun dari kuda di
suatu tempat dan membuat teh untuk merayakan selesainya perjalanan mereka, menikmati momen tibanya mereka di puncak
padang pasir dengan keganasan yang terentang di satu sisi mereka
dan peradaban yang terlihat di sisi lain. Karena persediaan air
sudah lama habis, mereka terlalu lelah untuk dapat berpikir
tentang hal lain selain sampai di tempat tujuan secepat mungkin.
Tanpa buang waktu, mereka mengarahkan unta menuju sisi lain
lereng dan melanjutkan perjalanan, hening, kecuali sesekali
teriakan menyemangati, "hut hut" dan "yalla, yalla".
Selama tiga hari terakhir, sejak penemuan mayat misterius
itu, padang pasir telah begitu menyiksa mereka, menghalangi
jalur perjalanan dengan dinding gunung pasir yang menjulang
terus menerus tak ada habisnya, mencambuki mereka dengan
terik panas yang lebih menyengat daripada yang pernah diketahui oleh siapa pun dari mereka sepanjang tahun ini. Kini,
akhirnya, tampaknya keadaan telah melunak. Hari ini sudah
terasa lebih dingin dan, seolah bosan mempermainkan mereka,
lanskap mulai mendatar dan terpecah, labirin gunung-gunung
pasir pecah menjadi gelombang pasir yang rendah berselingan
dengan kumpulan kerikil datar, sehingga membuat unta berjalan
tenang dan cepat. Dalam satu jam, kilauan oasis yang terbatas
telah melebur ke dalam keburaman hijau pekat yang dikuatkan
oleh sapuan pucat tebing Gebel el-Qasr yang curam. Dua
jam kemudian, mereka dapat melihat rumpun pepohonan dan
bintik-bintik rumah putih dan sarang merpati. Mereka masuk
berbaris, pemimpinnya berjalan di depan, dan anggotanya
berjalan di belakangnya dalam iringan yang sempoyongan, jubah
menggelembung, mengendarai unta mereka lebih cepat lagi
ketika mereka semakin dekat dengan air dan tempat aman.
120 | PAUL SUSSMAN Hanya pengelana terakhir yang gagal menjaga laju jalannya,
perlahan tertinggal oleh kelompoknya sampai lebih dari seratus
meter antara untanya dan kelompok di depannya. Merasa puas
dan aman karena tak ada yang dapat mendengarnya, dia pun
mengambil telepon selulernya,dan memeriksa layar. Dia tersenyum kepada diri sendiri. Dia sekarang mendapatkan sinyal.
Dia menekan nomor, membungkukkan badannya hingga mendekati pelana sehingga tidak seorang pun dapat melihat apa yang
dilakukannya dan, ketika sambungan sudah terjadi, dia bicara
penuh semangat. Kairo"Manshiet Nasser
kehormatan kita hari ini tidak perlu diperkenalkan
lagi, bapak-bapak dan ibu-ibu. Seperti Anda ketahui, beliau
lahir dalam komunitas kita dan tetap menjadi anggota yang
terhormat, bahkan ketika hidupnya telah membawanya ke
berbagai tempat. Selama bertahun-tahun, kebaikannya telah
memungkinkan sejumlah proyek kesehatan dan pendidikan
berjalan di Manshiet Nasser ini, dan klinik kunjungan ini adalah
proyek terbaru, dan walaupun telah mencapai kesuksesan dan
kekayaan melimpah, dia tidak pernah lupa akan akarnya, juga
tidak meninggalkan sahabat Zabbaleen-nya. Dia adalah sahabat,
dermawan, dan"saya yakin beliau tidak akan berkeberatan bila
saya katakan"ayah bagi kita semua. Kita sambut dengan hangat
Mr. Romani Girgis." Terdengar tepuk tangan, kemudian seorang pria berwajah
asam, berkulit pucat, berkacamata gelap, dan bersetelan sangat
rapi bangkit berdiri. Dengan rambut tipis, lurus, dan kelabu
berminyak tersisir ke belakang batok kepalanya, ada sesuatu
yang berbeda dalam penampilannya: pipi cekung, bibir setipis
pensil, cara lidahnya terus tersembul di sudut mulutnya. Dia
mengangguk hormat kepada tamu terhormat lain, dan mem-
"TAMU THE HIDDEN OASIS | 121 bungkuk untuk mengecup pipi uskup Koptik yang menempati
kursi di sebelahnya, maju ke depan dan menyalami tangan
wanita yang tadi telah memperkenalkannya.
"Terima kasih," ujarnya, membalikkan badan dan menghadap
hadirin, suaranya dalam dan perlahan, seperti deru lori yang
berat"bukan sama sekali jenis suara yang diharapkan keluar
dari seseorang dengan tubuh agak ramping seperti dirinya.
"Saya merasa terhormat berada di sini untuk meresmikan pusat
layanan kesehatan yang baru. Untuk Miss Mikhail?"
Dia menggerakkan tubuhnya ke arah wanita itu.
"... Uskup Marcos Yang Mulia, untuk dewan komisaris
Zabbaleen Metropolitan Development Fund, sekali lagi saya
ucapkan terima kasih."
Terdengar bunyi klik ketika seorang fotografer berkeliling
untuk memotret Girgis dan tamu-tamu yang lain.
"Seperti yang telah disampaikan oleh Miss Mikhail kepada
Anda," dia menekankan, "Saya orang Zabbal, dan bangga dengan
hal itu. Saya lahir di Manshiet Nasser, hanya terpisah beberapa
jalan dari tempat ini. Ketika masih kecil, saya mendorong
gerobak sampah dengan keluarga, dan walaupun kondisi sekeliling saya, atas izin Tuhan, telah berubah dan membaik?"
Dia melirik ke uskup, yang tersenyum dan mengangguk,
membelai janggut dengan tangannya.
?"Manshiet Nasser bagaimanapun tetap menjadi kampung
halaman saya, warganya adalah saudara laki-laki dan perempuan
saya." Tepuk tangan yang santun. Semakin banyak bunyi klik
kamera. "Zabbaleen menyatu dengan kehidupan kota ini," dia melanjutkan sambil menarik bagian ujung lengan kemejanya, menyesuaikan letaknya sehingga bagian putih yang menyembul
dari masing-masing lengan jasnya tepat sama. "Selama lima
puluh tahun terakhir mereka telah mengumpulkan, menyeleksi,
dan mendaur-ulang sampah dalam model pengelolaan sampah
122 | PAUL SUSSMAN berkesinambungan. Karena memilah dengan tangan, mereka
mencapai tingkat e"siensi yang tidak dapat ditandingi oleh
operasi mekanis. Untuk alasan yang sama, mereka juga secara
unik menjadi rentan terhadap infeksi hepatitis melalui luka sayat
dan luka gores yang terjadi ketika membawa sampah yang telah
dipilah. Ayah dan kakek saya meninggal dunia karena penyakit
menakutkan ini, dan saya merasa bahagia dapat berasosiasi
dengan sebuah proyek yang akan membantu mengurangi laju
infeksi dengan cara memberikan vaksinasi hepatitis cuma-cuma
kepada mereka yang membutuhkan."
Terdengar gumaman setuju dari para hadirin.
"Saya telah berbicara cukup lama, dan oleh karena itu saya
semata ingin berterima kasih sekali lagi lagi atas kehadiran Anda
hari ini dan, tanpa menunda lagi, menyatakan Romani Girgis
Manshiet Nasser Inoculation Centre?"
Dia merentangkan tangannya, menunjuk ke arah areal terbuka tempat mereka berkumpul, sejumlah bangunan di sekeliling, pintu kaca dengan tanda silang merah tercetak di sana.
?"resmi dibuka!"
Setelah menerima sepasang gunting dari Nona Mikhail,
Girgis berbalik dan, bersamaan dengan tepuk tangan para tamu,
memotong pita berat yang telah dibentangkan di halaman itu,
fotografer berjongkok pada satu lututnya untuk menangkap
dan mengabadikan peristiwa itu. Karena satu sebab, bahan
pita itu tahan terhadap gunting yang tajam dan dia terpaksa
mengulangnya kembali. Pita sudah sedikit rusak, dia masih
berusaha memotongnya. Pita masih belum terpotong juga,
dan waktu terus berjalan, dia masih berkutat, tepuk tangan di
belakangnya mereda dan terputus-putus, kemudian berubah
menjadi bisik-bisik olokan dan tawa meledek. Tangannya mulai
gemetar, wajahnya menunjukkan kekesalan, dan kemudian
menjadi amarah. Miss Mikhail datang mendekat untuk membantu, menarik pita ketika Girgis terus berusaha dengan
guntingnya. THE HIDDEN OASIS | 123 "Aku memberimu uang dan kau membuatku terlihat bodoh,"
desisnya di balik napasnya.
"Maafkan saya, Mr. Girgis," dia bergumam, tangannya lebih
gemetar daripada tangan Girgis.
"Dan katakan kepada koos itu untuk berhenti memotret."
Dengan kesal, dia menggunting kembali pita itu dan akhirnya terpotong. Sambil mengatur kembali ekspresinya menjadi
senyum yang murah hati, dia kembali menghadap para tamu
yang berkumpul dan mengangkat gunting. Tepuk tangan menggema di seputar halaman itu. Dia membiarkan keadaan itu
sejenak, kemudian sambil meraih tangan Miss Mikhail, dia meletakkan gunting itu pada telapak tangannya sedemikian rupa
sehingga ujung gunting menekan keras pada bantalan daging
yang ada di bawah ibu jari Nona Mikhail, menusuk kulitnya,
membuatnya merasa sakit. Kejadian itu dilakukan sedemikian
rupa sehingga hanya mereka berdua yang menyadari apa yang
sedang terjadi. "Jangan pernah mempermalukan aku lagi, perempuan gendut
sialan!", gerutunya, senyum tidak pernah hilang dari wajahnya.
Setelah memberikan dorongan ekstra pada gunting itu untuk
menekankan omongannya, dia berjalan kembali ke kursinya.
Wanita itu bertepuk tangan, bibir bawahnya gemetar.
"Mr. Romani Girgis!" dia berdesis agak tergagap, berusaha
mendapatkan kembali kepercayaan dirinya. "Dermawan yang
kita sayangi. Tunjukkan apresiasi Anda!"
Tepuk tangan semakin meriah saat Girgis kembali duduk,
lalu agak membungkuk untuk menghapus debu dari ujung
sepatunya sebelum duduk tegak kembali, kepala menunduk dengan rendah hati. Di sampingnya, uskup menyorongkan tubuh
dan menyentuh lengan Girgis.
"Anda adalah panutan kami semua, Romani. Betapa beruntungnya orang-orang malang itu memiliki Anda sebagai
pelindung." Girgis menggelengkan kepala.
124 | PAUL SUSSMAN "Akulah yang beruntung, Yang Mulia. Memiliki perangkat
untuk menolong mereka, wargaku juga, untuk memperbaiki kehidupan mereka" sungguh, aku mendapatkan anugerah yang
begitu besar." Dia mengangkat tangan uskup dan mencium punggung
tangannya, kemudian seolah malu untuk berbicara tentang
dirinya dalam cara seperti ini, dia menghadap ke depan lagi.
Sekelompok gadis dalam busana manis dan selendang di kepala
tampil di depan dan mulai menyanyi.
Omong kosong saja semua ini. Manshiet Nasser sebagai
kampung halamannya; Zabbaleen adalah saudara laki-laki
dan perempuannya"nyata-nyata omong kosong. Girgis telah
membenci tempat itu ketika dia tumbuh besar di sini, dan
bahkan lebih membencinya lagi sekarang setelah dia keluar
dari kondisi ini. Buruk, kotor, penuh kotoran, dan diisi oleh
orang-orang tolol tak berpendidikan yang mengais-ngais dengan
jarinya, yang patuh kepada hukum, selalu memanjatkan doa,
dan semua itu untuk apa" Sebuah kehidupan dengan kekerasaan
yang menyiksa dihabiskan dengan mengorek-orek tumpukan
sampah dan hidup dalam gubuk penuh kecoa, menjadi sampah
masyarakat, yang terendah dari yang rendah. Bangga menjadi
orang Zabbal" Mungkin seharusnya dia juga mengatakan bahwa
dia bangga mengidap penyakit kanker.
Penampilan: itu dan itu saja yang menjadi sebab mengapa
dia masih bersedia kembali ke tempat ini, mendanai berbagai


The Hidden Oasis Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

proyek bantuan yang dia berikan demi keharuman namanya,
berperan sebagai jemaat Gereja yang rendah hati. Karena hal
itu membuatnya terlihat baik, tidak lebih, tidak kurang. Perhatiannya terganggu oleh aktivitas yang kurang menyegarkan
tempat dia terlibat. Dia tersenyum. Menakjubkan, sungguh,
betapa itu semua sekadar basa-basi kedermawanan demi untuk
citra diri. Klinik di sini, sekolah di sana"Ya Tuhan, bahkan
Susan Mubarak menjadi salah seorang penggemarnya ("Pilar
masyarakat Mesir", begitu Susan menyebut tentang dirinya).
Tentang orang-orang Zabbaleen itu sendiri, dia tidak merasakan
THE HIDDEN OASIS | 125 hal lain, sama seperti ketika dia melihat serombongan babi
yang mengendus di antara tumpukan sampah Manshiet Nasser.
Bisnis, itu yang lebih berarti. Satu-satunya yang berarti. Itulah
sebabnya dia menjadi seperti dirinya yang sekarang"orang
kaya raya"dan mereka tetap seperti mereka: fakir miskin yang
menyengat yang menghabiskan hari mereka dengan memilah
barang rongsokan dan mati karena hepatitis.
Lagu tadi sampai di titik akhir dan para gadis bersiap
untuk berlalu, tatapan Girgis mengikuti mereka dari balik
kacamata hitamnya. Mereka semua cantik, dengan mata
besar berwarna hijau, dada kecil dan bebas, dan dia mencatat
dalam hati untuk mencari tahu nama dan alamat mereka.
Orang-orang Koptik selalu memberikan bayaran yang lebih
besar di rumah pelacurannya daripada kaum Muslim Arab,
khususnya kaum muda. Walaupun ada periode bertahun-tahun
sejak dia terlibat langsung dalam urusan di sisi ini, dan lebih
menyukai untuk memfokuskan energinya pada aktivitas yang
bertujuan akhir lebih tinggi"bisnis senjata, penyelundupan
barang antik, pencucian uang"tak pelak lagi dia masih suka
menangani bisnis ini. Menyuap orangtua para gadis"atau menjatuhkan yang menghalangi mereka"dan membuat mereka
terlibat, menghasilkan uang untuknya. Mereka tidak akan bertahan lama, apalagi dengan AIDS dan segala hal kasar yang
disukai oleh banyak kliennya, tetapi semua itu bukan fokus
perhatiannya. Yang dipikirkannya hanyalah keuntungan. Dan,
kehidupan Zabbaleen menjadi seperti itu, mereka boleh jadi
tidak akan melakukan hal yang lebih baik lagi jika mereka masih
terpaku di sini. Senyumnya melebar, menampilkan ekspresi ketidaksenangan seolah seseorang telah menyayat mukanya dengan
sebuah pisau bedah. Kelompok gadis penyanyi berlalu, ada beberapa pidato dan
disela oleh permainan biola yang dibawakan oleh anak-anak tuna
netra dan gemuk berlebihan. Girgis telah melakukan yang terbaik
untuk terlihat begitu bersemangat sambil terus melirik jam
tangannya. Ketika permainan biola akhirnya selesai, para tamu
126 | PAUL SUSSMAN berdiri dan mulai memenuhi ruang terbuka untuk menikmati
hidangan dan berkeliling di dalam klinik. Girgis sendiri menolak
melakukan tur, menyebutkan beberapa pekerjaan yang harus ditangani, sangat menyesal, sebenarnya ingin sekali untuk tetap
tinggal, dan lain-lain. Dia menerima ucapan terima kasih dari
para staf klinik, mengucapkan selamat tinggal"mengabaikan
Miss Mikhail"dan, merasa lega karena akhirnya bisa berlalu
dari tempat itu, melintasi lapangan dan melewati gerbang kayu
yang tinggi menuju jalan, lubang hidungnya mengerut karena
bau busuk sampah yang pekat dan asam.
Begitu tiba di jalanan, dia menjentikkan jarinya. Dua sosok
meluruskan badan, setelah bersandar di dinding, dan menuju
ke arahnya. Agak tambun tetapi sekaligus berotot kekar dan
kencang, mereka mengenakan setelah Armani abu-abu dan
secara kurang cocok dipadukan dengan kemeja klub sepak
bola El-Ahly FC. Yang satu memiliki hidung petinju yang
rata, yang lain memiliki daun telinga kiri yang tercabik; selain
itu mereka identik di setiap bagian tubuhnya, masing-masing
merupakan bayangan cermin dari yang lain: jari yang dipenuhi
cincin yang bentuknya sama, rambut oranye kecokelatan yang
sama-sama disisir belah pinggir, aura mengancam yang sama.
Mereka menunggu ketika Girgis mengambil sehelai saputangan
dan menyeka hidungnya, kemudian melangkah di sampingnya
ketika dia mulai berjalan.
Mereka berada di bukit yang terjal, jalanan menurun di
bawah mereka, permukaan tanahnya dipenuhi sampah. Sederet
gedung yang tak beraturan berdiri di tiap sisinya, permukaan
temboknya tidak rata dan dan buruk, balkon digantungi
hiasan jemuran berbagai warna. Pedati yang ditarik keledai
merayap, mengangkut tumpukan karung plastik raksasa berisi
kertas, pakaian, plastik, kaca dan sampah lain; karung yang
sama tergeletak menumpuk di setiap dinding seperti undukan
jentik-jentik serangga yang membesar, menghalangi jalan yang
memang sudah sempit. Ada embusan asap kayu, dan deru
mesin pencacah biji-bijian, dan perempuan berjubah hitam dan
THE HIDDEN OASIS | 127 berpenutup kepala berwarna mencolok, dan di mana-mana"di
setiap pintu, setiap gang di bawah, setiap jendela, setiap anak
tangga"tumpukan demi tumpukan sampah yang berjamur,
dikerumuni lalat dan menyengat, seolah seluruh lapangan itu
adalah kantung penyedot debu raksasa yang mengisap semua
sampah kota tanpa kecuali.
Ini adalah dunia yang pernah digeluti Girgis selama enam
belas tahun pertama kehidupannya, dan ini adalah dunia yang
telah digelutinya selama lima puluh tahun setelahnya sambil
mencoba, dan gagal, untuk terlepas dari sistemnya. Krim cukur
Paris, krim wajah Italia, sabun, balsem, dan krim pelembut
kulit"tak peduli berapa banyak uang yang telah dia keluarkan,
tak peduli betapa berat dia mencuci dan menggosok, semua itu
tetap tak mau hilang. Dia tidak akan pernah bisa benar-benar
bebas dari infeksi, bebas dari kedekilan masa mudanya: bau
busuk, kuman, tikus, dan kecoanya. Di mana-mana ada kecoa.
Dia seorang miliarder dan telah memberikan setiap piastre dari
kekayaannya hanya untuk merasa bersih.
Dia mempercepat langkahnya, menutupkan saputangan pada
hidungnya, para pengawal kembarnya mengusir orang-orang
yang menghalangi jalannya.
Jalan kemudian menurun curam sebelum berbelok tajam ke
kanan. Persis setelah belokan tersebut, bangunan-bangunan di
kedua sisinya tiba-tiba tak terlihat dan mereka sampai di teras
besar dan tersiram sinar matahari untuk memotong menuju tepi
bukit. Di atas, seperti potongan kue kuning yang menonjol,
membelakangi tebing Muqqatam, wajah mereka dihiasi gambar
polikrom Yesus dan orang-orang suci. Di bawah, ketidakteraturan
bangunan dan tumpukan sampah meluas di bawah sebelum
sampai di Al-Nasr Autoroute dan Pemakaman Utara.
Sebuah limusin"panjang, hitam, dengan jendela kaca berasap"diparkir di sisi jalan, tempat terdekat yang dapat dicapainya dari klinik di atas tadi. Supir bersetelan hitam sedang
berdiri di sebelahnya. Saat melihat mereka, dia segera bergegas
membuka pintu belakang. Girgis masuk, dan mendesah lega
128 | PAUL SUSSMAN ketika pintu tertutup, mengunci diri dalam kebersihan interior
mobil yang sejuk dan berbau kulit itu. Dia mengeluarkan sebuah
kotak tisu basah pembersih dari sakunya, menarik beberapa helai
dan dengan tergesa-gesa mennyapukan tisu itu pada tangan dan
wajahnya. "Menjijikkan," gerutunya, tubuhnya bergidik seolah sedang
merasa ada makhluk kecil menggerayangi seluruh kulitnya.
"Menjijikkan." Dia terus menyeka ketika si kembar dan supir masuk ke
dalam ke bagian depan dan limusin melaju, perlahan menuruni jalan sempit. Di luar, dunia itu terlewati"para lelaki
hitam berdebu mengangkut berkarung-karung sampah besar;
perempuan dan anak-anak memilah-milah tumpukan botol
plastik; sebuah kandang babi dengan babi hitam yang berkeliaran. Ketika mereka telah mencapai dasar lereng dan tiba di
jalur kereta api menuju Autoroute, melaju cepat ke arah pusat
kota, Girgis mulai merasa santai. Dia memberikan gosokan
terakhir pada tangannya dan meletakkan kertas pembersih itu.
Dia kemudian mengeluarkan ponselnya dan memerika pesan
suara yang masuk. Ada satu pesan. Dia menekan angka dan
mendengarkan. Tiga puluh detik berlalu. Sambil mengerutkan
dahi, dia menekan angka kembali, mendengarkan pesan untuk
yang kedua kalinya. Ketika pesan selesai, seulas senyum kembali
menghiasi wajahnya. Dia menunggu sesaat, kemudian menekan
sebuah angka dan menempelkan telepon ke telinganya.
"Ada sesuatu yang terjadi," ujarnya ketika panggilannya sudah
tersambung, berbicara dalam bahasa Inggris. "Sepertinya dia
adalah salah seorang awak. Telepon aku, di nomor yang biasa."
Dia menutup ponselnya dan, sambil membuka sandaran
lengan yang sebelumnya terlipat dalam limusinnya, dia mengaktifkan telepon interkom.
"Minta Agusta menemui kita di rumah. Dan katakan kepada
si kembar, mereka harus ke Dakhla."
THE HIDDEN OASIS | 129 Dia meletakkan telepon itu dan menyandarkan kepalanya
kembali pada sandaran leher.
"Dua puluh tiga tahun," gumamnya. "Dua puluh tiga tahun
dan akhirnya" akhirnya?"
Oasis Dakhla HARI sudah menjelang sore ketika Freya akhirnya tiba kembali
di rumah Alex. Sampai saat ini, dia telah melakukan semuanya,
kecuali meyakinkan diri sendiri bahwa dia terlalu membayangkan
banyak hal dan bahwa kematian kakaknya adalah karena bunuh
diri. Dia telah menghabiskan empat jam penuh di kantor polisi
Dakhla"gedung berwarna lemon dan tampak biasa saja yang
dikeliling menara pengawas, tak jauh dari rumah sakit. Awalnya
dia ditangani oleh polisi setempat. Polisi itu tampaknya hanya
memahami sebagian dari apa yang Freya jelaskan kepadanya dan
akhirnya ada orang lain yang melakukan wawancara itu: seorang
detektif dari Luxor yang hadir di sana untuk urusan lain dan
fasih berbahasa Inggris. Inspektur Yusuf Khalifa telah bersikap begitu ramah, e"sien,
dan menanggapi kecurigaan Freya dengan sungguh-sungguh,
memperlihatkan perhatian yang, secara paradoks, berperan
untuk membuat kecurigaain itu semakin dirasa lemah. Dia
menyimak setiap kata yang diucapkan Freya kepada Dr. Rashid
tentang fobia Alex terhadap jarum, sambil membuat catatan dan
tak henti merokok"dia pasti telah menghabiskan satu kotak
rokok Cleopatra atau lebih selama wawancara berlangsung"
sebelum mengajukan pertanyaan.
"Apakah setahu Anda dia punya musuh?" dia bertanya.
"Aku sudah lama sekali tak bertemu dengannya," jawab
Freya, "tetapi aku rasa tidak" Dia tidak pernah mengatakan apa
130 | PAUL SUSSMAN pun dalam suratnya. Dia bukan jenis orang yang punya musuh.
Semua orang?" Dia baru akan mengatakan "mencintai Alex", tetapi kata-kata
itu tersangkut di tenggorokannya, air mata menggenang di matanya. Khalifa menarik selembar kertas tisu dari kotak di atas meja
dan menyodorkan kepadanya.
"Maaf," dia bergumam, malu."
"Tenanglah, Miss Hannen, tak perlu meminta maaf. Aku
sendiri juga kehilangan saudara laki-lakiku beberapa tahun lalu.
Memerlukan waktu banyak seperti yang Anda perlukan."
Dia menunggu dengan sabar sampai Freya kembali tenang,
kemudian melanjutkan pertanyaannya, secara perlahan dan
lembut. Apakah Freya tahu bahwa kakaknya sedang bermasalah
dalam hal tertentu" Apakah ada tanda bahwa rumah kakaknya
sudah dimasuki orang" Apakah Freya memerhatikan ada orang
yang bertindak mencurigakan di dekat rumahnya" Apakah ada
alasan yang dapat dia bayangkan tentang mengapa seseorang
sampai ingin membahayakan kakaknya"
Wawancara terus berlangsung, detektif itu menjajaki setiap
hal yang mungkin, mengeksplorasi setiap motif dan skenario.
Pada akhir sesi empat jam itu, jelaslah, pertama, betapa sedikit
yang Freya tahu tentang saudara kandungnya sendiri, dan yang
kedua adalah betapa lemah kecurigaannya ketika ditelaah secara
objektif dan tidak memihak. Semuanya"memar pada bahu
Alex, ketakutannya terhadap suntikan, tidak adanya catatan
akhir yang biasa ditinggalkan oleh pelaku bunuh diri, kenyataan
bahwa dia tidak terlihat seperti orang yang akan merenggut
kehidupannya sendiri"dapat dijelaskan secara rasional, tepat
seperti yang telah dilakukan oleh Dr. Rashid ketika dia berbicara
kepadanya di kantornya sebelum ini.
Hampir putus asa, Freya tiba-tiba teringat akan Mahmoud
Garoub, petani tua yang telah memberinya tumpangan di kereta
keledainya, bagaimana dia telah mengerling kepadanya dan
menyentuh kakinya, bagaimana dia telah diingatkan untuk tak
berurusan dengannya. THE HIDDEN OASIS | 131 "Mungkin ia terlibat dalam hal tertentu," pikirnya, sambil
mencari-cari hal lain agar keraguannya tak pupus.
Namun demikian, ketika Khalifa memperdalam pembicaraan
seputar hal itu, tak banyak informasi yang dapat digali.
"Si Gharoubini sangat dikenal oleh polisi," dia memberi tahu
Freya. "Seseorang yang" bagaimana mengatakannya" Joe si
tukang intip yang terkenal itu?"
"Tom," Freya mengoreksi.
"Tepat. Bukan pria baik-baik, menurut rekan kerjaku, tetapi
tak berbahaya. Sudah pasti dia tidak memiliki kesanggupan
untuk membunuh." Dia menyalakan rokok lagi, sambil menambahkan: "Sebenarnya istrinyalah yang keras. Terutama terhadap dirinya."
Akhirnya percakapan itu terus sampai pada isu di mana Alex
menyuntik tubuhnya sendiri: bagaimana mungkin seseorang
dengan lengan kiri lumpuh dapat menusukkan sebuah jarum
ke lengan kanannya" Di sini ada batu penghalang paling besar,
dan yang menyebabkan wawancara itu menjadi begitu melebar.
Kemudian, ketika hampir sampai di pengujung sore, Dr. Rashid,
yang telah kembali ke rumah sakit, menelepon dan berbicara
kepada Khalifa. Dia telah mengontak beberapa koleganya, jelas
Rashid, para ahli neurologi di Inggris dan Amerika, yang jauh
lebih berpengalaman dalam hal ini daripada dirinya. Berbeda sama
sekali dengan apa yang telah dia katakan kepada Freya sebelumnya,
ternyata ada catatan tentang penderita Marburg yang mengalami
remisi gejala yang tiba-tiba dan tak dapat dijelaskan. Satu kasus
mirip dengan kasus Alex. Tiga tahun sebelumnya, seorang pria
Swedia yang telah kehilangan fungsi gerak pada keempat anggota
tubuhnya bangun pada suatu pagi dan mendapati bahwa dia
dapat menggunakan lengan kanannya lagi, sebuah kesempatan
yang telah dia eksploitasi dengan cara mengambil pistol dari laci
samping ranjangnya dan meledakkan isi kepalanya.
Mengapa, jika bertangan kanan, Alex memilih menyuntik
dirinya dengan tangan kiri"dokter tidak dapat menjelaskan hal
132 |

The Hidden Oasis Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

PAUL SUSSMAN itu. Intinya, dari perspektif medis, sangat mungkin Alex dapat
menyuntik dirinya sendiri seperti yang telah dia lakukan. Tidak
biasa, tentu saja, tetapi bagaimanapun bisa dilakukan.
Khalifa telah menyampaikan ini semua kepada Freya ketika
dia meletakkan gagang telepon.
"Aku merasa bodoh," kata Freya.
"Tidak, tidak," dia mengingatkannya. "Anda benar telah
mengajukan berbagai pertanyaan. Keraguan Anda memang
dapat dibenarkan." "Aku sudah membuangbuang waktu Anda."
"Sebaliknya, Anda telah menolongku"kalau tidak ada Anda,
aku harus menghabiskan sore ini menghadiri sebuah konferensi
tentang sistem kepolisian di kantor pemerintah New Valley. Aku
berhutang kepada Anda."
Freya tersenyum, merasa lega bahwa kecurigaannya tampaknya tak berdasar.
"Kalau Anda masih punya pertanyaan lain," kata Khalifa.
"Tidak, tidak ada lagi?"
"Karena masih ada hal lain yang bisa kita selidiki. Apa yang
terjadi dengan botol mor"n dan alat penyuntik, di mana mor"n
itu dibeli?" Kini tampaknya justru detektif ini yang berusaha memengaruhi Freya bahwa kematian Alex memerlukan penyelidikan
lebih lanjut. "Jujur saja," katanya, "Anda telah melakukan lebih dari
cukup. Aku hanya ingin segera kembali ke rumah Alex. Hari ini
rasanya panjang sekali."
"Tentu saja. Aku akan atur supir untuk mengantarmu."
Setelah membuka pintu ruangan tempat mereka berbicara,
detektif itu membawanya melewati koridor dan menuruni anak
tangga menuju lantai dasar. Di sana dia berbicara dalam bahasa
Arab kepada petugas berseragam di meja depan; meminta sebuah
THE HIDDEN OASIS | 133 mobil, duga Freya. Petugas itu lalu mengangukkan kepalanya
menunjuk ke arah pintu depan, dan di situ Zahir terlihat sedang
duduk di dalam Land Cruiser-nya di jalan di luar, jarinya
mengetuk-ngetuk setir. Freya tidak tahu bagaimana Zahir tahu
bahwa dia sedang berada di kantor polisi, tetapi segera setelah
melihat mereka, Zahir membuka pintu penumpang mobil
Toyota-nya, sambil melempar pandangan tak bersahabat ke arah
Khalifa. "Anda kenal orang itu?" tanya si detektif.
"Dia bekerja dengan kakakku," jawab Freya. "Dia?"
Freya baru saja akan mengatakan "mengikuti dirinya", tetapi
merasa ragu sebelum melanjutkan:
"Membawaku berkeliling."
"Kalau begitu, kuanggap kau akan ikut dengannya," kata
Khalifa. Dia mengantar Freya keluar dari kantor polisi.
"Jangan ragu untuk menghubungi kami jika ada yang Anda
khawatirkan," katanya saat mereka sampai di mobil.
"Terima kasih," jawab Freya. "Anda benar-benar sangat
menolongku. Maafkan aku yang telah?"
Detektif itu menggerakkan tangan, memotong ucapannya.
Dia mengangguk memberi salam kepada Zahir, yang hanya
bergumam pelan dan memandang lurus ke depan, kemudian
melangkah mundur ketika Freya naik ke dalam Toyota dan menutup pintu.
"Senang sekali bertemu dengan Anda," kata Khalifa. "Dan
aku turut berduka cita atas meninggalnya?"
Sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, Zahir sudah
menginjak pedal gas dan melesat, sambil memerhatikan polisi
itu melalui kaca spion. "Polisi tidak baik," gumamnya ketika mereka telah berbelok di
sudut, nyaris menyerempet kereta yang mengangkut tumpukan
semangka. "Polisi tidak mengerti banyak hal."
134 | PAUL SUSSMAN Dia, tidak seperti biasanya, banyak berbicara dalam perjalanan
pulang, mencecar Freya dengan pertanyaan tentang kematian
Alex, mengapa dia menaruh curiga, apa yang dikatakan oleh
polisi, dan matanya terus menerus menatap Freya. Hal ini
membuat Freya merasa lebih tidak nyaman daripada terhadap
sikap bungkam pria itu pada hari sebelumnya, dan jawaban yang
diberikan Freya pendek dan serba satu suku kata, cenderung
mengelak, walaupun Freya tidak yakin apa yang sebenarnya
sedang dia hindari. Ketika Zahir akhirnya menghentikan
kendaraan di depan rumah kakaknya, Freya tidak cukup cepat
dapat keluar dari mobil. Setelah mengucapkan terima kasih, dia
menghilang ke dalam, membanting pintu dan menyenderkan
punggungnya, merasa lega telah terbebas dari pria itu.
Kini Zahir telah pergi dan Freya sendirian di rumah
itu, dan kelelahan tiba-tiba menggayutinya, seolah, dengan
pemakaman kakaknya dan kecurigaannya yang telah pupus,
tubuhnya akhirnya menyerah dan mengatakan "Cukup!". Untuk
pertama kalinya dalam tiga hari ini, dia menyadari, tidak ada
satu pun darinya yang perlu dikhawatirkan dan membuatnya
terobsesi. Dia telah datang ke Mesir, memakamkan jasad Alex,
menyelesaikan pertanyaan seputar kematian kakaknya. Semua
yang perlu dilakukan telah dilakukan. Kecuali berduka. Dan
rasa bersalah. Dan masih banyak lagi yang akan datang.
Aroma keju yang tajam bergantung di udara dari sisa
sarapan yang masih tertinggal di meja ruang tengah. Dia menghampirinya dan menjumput beberapa potong roti, tomat,
dan timun ke atas piring. Kemudian, sambil menarik kursi
berlengan ke beranda luar, dia duduk dan melipat kaki, menatap
padang pasir luas, sambil memotong makanan dengan jarinya.
Dia lapar"dia belum makan dengan teratur selama tiga hari
terakhir"dan dalam hitungan menit piring pun kosong. Dia
bisa saja mengambil makanan lagi, tetapi saat itu kelelahan
sudah begitu kuatnya sehingga jarak pendek menuju meja ruang
tengah terasa terlalu berat untuk dicapai. Dia meletakkan piring
di lantai, merangsek jauh ke dalam bantalan kursi dan, sambil
THE HIDDEN OASIS | 135 merebahkan kepalanya di lengannya, menutup mata dan segera
tertidur. "Salam." Freya tersentak bangun, terkejut, berpikir bahwa dia sedang
bermimpi, hanya termangu. Kemudian dia memerhatikan betapa
merahnya matahari, dan betapa rendah posisinya saat ini di
langit, hampir berada di garis cakrawala. Dia pasti telah tertidur
selama satu jam atau lebih. Dengan gugup dia meregangkan
lengan dan kakinya, menguap, dan baru saja hendak berdiri
ketika dia melihat ada sosok seseorang sedang berdiri sekitar tiga
meter darinya di ujung beranda. Dia terdiam.
"Salam," suara itu berulang, suara seorang laki-laki, kasar
dan parau, wajahnya terbungkus selendang linen sehingga hanya
matanya yang terlihat. Untuk sesaat lamanya mereka hanya berdiri seperti itu,
saling memandang, dan tidak mengatakan apa pun. Setelah
benar-benar terjaga, Freya baru hendak melangkah mundur,
tangannya serta-merta diangkat untuk melindungi bagian depan
dirinya, mengepal, matanya menatap pisau besar yang terselip
di ikat pinggang orang asing itu. Laki-laki itu tentunya telah
menyadari apa yang sedang berkecamuk dalam pikiran Freya
karena dia mengangkat tangannya, telapak tangan ke atas, dan
menggumamkan sesuatu dalam bahasa Arab.
"Aku tidak mengerti," kata Freya, suaranya keluar lebih
nyaring daripada yang dia inginkan. Dia melangkah mundur lagi,
sambil melihat ke sekeliling mencari sesuatu untuk digunakan
sebagai senjata kalau-kalau pria itu menyerangnya. Ada sebatang
tongkat tersandar pada pohon polisander tak jauh di sisi kirinya.
Sambil melangkah hati-hati menjauhi beranda, dia menepi
menuju tempat itu. Lagi, pria itu tampaknya menyadari apa yang
sedang melintas dalam pikiran Freya, karena dia menggelengkan
kepala dan, tangannya turun ke bawah, mengangkat pisau
dari ikat pinggangnya dan meletakkannya di lantai, melangkah
mundur menjauh darinya. 136 | PAUL SUSSMAN "Tidak bahaya," ujarnya, berusaha berbicara dalam bahasa
Inggris yang terputus-putus dan berat. "Dia tidak bahaya
dirimu." Mereka saling menatap, udara menggemakan kicau burung
dan derik parau serangga cicada. Perlahan, tangannya bergerak
ke atas menggapai selendang dan melepasnya untuk memperlihatkan wajah panjang berjenggot, kulit kasar berkerut dan
gelap seperti arang, tulang pipi tinggi dan menonjol, pipi bagian
bawah yang sangat cekung sehingga terlihat seolah seseorang
telah menyendok dagingnya ke luar. Matanya merah karena kelelahan; janggutnya, Freya mengamati, berbintik-bintik butiran
pasir dan kerikil halus. "Dia tidak bahaya dirimu," ulangnya, menempelkan telapak
tangannya di dadanya. "Dia teman."
Tangan Freya pelan-pelan turun, walaupun tetap mengepal.
"Siapa kau?" tanyanya, dengan suara yang lebih tegas
sekarang, keterkejutan awal terhadap penampilan laki-laki itu
sudah berlalu. "Apa yang kau inginkan?"
"Dia datang Dokter Alex," katanya. "Dia?"
Matanya mengecil saat dia mencoba menemukan kata yang
dia inginkan. Dengan lidah yang sulit digerakkan, dia putus asa
dan malah melakukan gerakan mengetuk pintu.
"Tidak ada orang," jelasnya. "Dia pergi belakang rumah.
Kau?" Gerakan lain, kali ini kedua tangan menjadi bantal di bawah
kepala. Begitulah bagaimana dia menemukan Freya, yang tadi
sedang tidur. "Dia maaf. Dia tidak ingin takuti Anda."
Jelaslah sekarang bahwa laki-laki itu tidak bermaksud jahat
kepadanya dan tangan Freya terbuka dan lepas di sisi tubuhnya.
Sambil mengangguk, dia memberi tanda bahwa pria itu boleh
mengambil pisaunya kembali. Orang itu lalu membungkuk,
mengambil pisau itu lagi, dan menyelipkan ke dalam sabuknya
THE HIDDEN OASIS | 137 sebelum melepas tas kanvas dari bahunya dan menyerahkannya
kepada Freya. "Ini temukan," katanya, sambil menggerakkan kepala ke arah
padang pasir. "Untuk Dokter Alex."
Freya menggigit bibirnya, dadanya menegang.
"Alex sudah meninggal," katanya, kata-kata itu terdengar
datar dan tanpa emosi, seolah dia sedang berusaha untuk menjaga
jarak dengan apa yang sedang dia katakan. "Dia meninggal
empat hari yang lalu."
Laki-laki itu tidak mengerti sama sekali. Freya menyingkat
kalimatnya, tidak berhasil, dan dalam keputusasaan dia
menggerakkan jarinya ke lehernya, satu-satunya gerakan yang dia
pikir dapat bermakna kematian. Alis mata laki-laki itu menaik
dan dia bergumam dalam bahasa Arab, sambil mengangkat
tangan ke langit dalam bahasa tubuh kaget dan tak percaya.
"Bukan, bukan, bukan terbunuh," katanya cepat, sambil
menggelengkan kepala, menyadari laki-laki itu telah salah
mengerti. "Dia menyudahi hidupnya sendiri. Bunuh diri."
Lagi, kata-kata itu tak bermakna apa-apa bagi pria itu
dan diperlukan tiga puluh detik lagi untuk menjelaskan dan
memeragakan sebelum kesadaran akhirnya muncul. Pria itu
kemudian tersenyum lebar dan memperlihatkan gigi cokelatnya.
"Dokter Alex sedang pergi," dia berkata senang. "Liburan."
Freya tidak tahu bagaimana dia dapat membuat pria itu
mendapat kesimpulan seperti itu, tetapi akan terlalu makan
waktu untuk mengoreksinya lagi dan oleh karena itu dia hanya
mengangguk. "Ya," katanya. "Dokter Alex sudah pergi jauh."
"Kau okht?" "Maaf?" Dia menyatukan kedua tangannya, menandakan kedekatan,
hubungan. "Okht?" ulangnya. "Adik perempuan."
138 | PAUL SUSSMAN "Ya," jawab Freya, tersenyum sendiri, terhibur oleh keanehan
situasi itu. "Ya, aku adik Dokter Alex, Freya."
Freya mengangkat tangan memberi salam dan laki-laki itu
menirukan gerakan itu sebelum menyodorkan tas kanvas itu
lagi. "Kau beri Dokter Alex."
Freya melangkah maju dan menerima tas itu darinya.
"Ini kepunyaan Alex?"
Pria itu tersenyum menyeringai, bingung. Kemudian, setelah
menyadari apa yang Freya maksud, dia menggelengkan kepala.
"Bukan Dokter Alex. Dia menemukan. Di pasir. Jauh."
Dia merentangkan tangannya untuk menunjuk ke arah
padang pasir. "Jauh, jauh. Separuh ke Gilf Kebir. Laki-laki."
Pria itu menggerakkan jarinya pada tenggorokannya, seperti
yang tadi dilakukan Freya. Orang yang sedang dibicarakannya
itu pasti sudah meninggal, walaupun Freya tidak yakin apakah
yang dia maksud adalah laki-laki itu terbunuh atau meninggal
dunia begitu saja. "Dokter Alex kasih uang," lanjutnya. "Dokter Alex berkata
dia menemukan laki-laki di padang pasir, dia menemukan hal
baru di padang pasir, dia bawa."
Dia merogoh saku djellaba-nya, mengeluarkan sebuah jam
tangan baja Rolex dan menyerahkannya juga.
"Aku tak mengerti," kata Freya, sambil memegang tas dengan
satu tangan dan jam tangan di tangan yang lain. "Mengapa Alex
menginginkan semua benda ini semua?"
"Kau beri Dokter Alex," ulangnya. "Dia tahu."
Freya terus mendesaknya, bertanya mengapa Alex memberinya
uang, siapa laki-laki di padang pasir itu, tentang apa semua
ini, tetapi setelah menyerahkan barang-barang itu, laki-laki itu
menganggap tujuannya ke situ sudah selesai. Dengan kalimat
terakhir "Kau beri Dokter Alex", dia membungkuk, berbalik, dan
THE HIDDEN OASIS | 139 menghilang di sudut rumah, meninggalkan Freya menatapnya,
tak tahu harus berbuat apa.
Mesir"Antara Kairo dan Dakhla
HELIKOPTER Agusta terbang cepat dan rendah, hanya beberapa
ratus meter di atas permukaan padang pasir, bayangannya
menyapu di sepanjang puncak gundukan pasir. Hentakan bilah
baling-baling bertenaga Pratt & Whitney bergema di hamparan


The Hidden Oasis Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pasir seperti dentum genderang di kejauhan. Kedelapan tempat
duduknya terisi, satu oleh pilot, lima oleh laki-laki berwajah
keras yang menimang senjata mesin otomatis Heckler & Koch di
pangkuannya, dan dua"tempat duduk paling belakang"oleh
si kembar pengawal Girgis dalam setelan Armani abu-abu dan
kemeja sepak bola merah putih El-Ahly FC. Keduanya sedang
menatap lekat majalah sepak bola yang dipegang oleh salah satu
dari mereka di pangkuannya, begitu asyik membaca. Sambil
melempar sekilas pandangan ke belakang untuk memastikan
bahwa mereka yang duduk di belakang tidak mendengar, pilot
itu mencolek pria di sebelahnya.
"Tidak seorang pun pernah mengetahui nama mereka,"
bisiknya. "Tujuh tahun mereka telah bersama Girgis dan tidak
seorang pun tahu nama mereka. Bahkan dia pun tidak tahu, ternyata."
Pria itu tak berkata apa-apa, hanya menggelengkan kepala
dengan ringan, menandakan bahwa ini bukan waktu dan tempat
yang tepat untuk membicarakan hal seperti itu.
"Mereka telah membunuh salah seorang mucikarinya," lanjut
si pilot, mengabaikan peringatan itu, kembali ke subjek pembicaraan. "Menusuknya dan membuangnya ke Nil karena dia
berkata bahwa El-Ahly itu kotoran dan el-Hafeez itu seperti
bokong. Girgis begitu terkesan sehingga memberinya pekerjaan."
140 | PAUL SUSSMAN Gelengan kepala berikutnya, lebih kentara kali ini, dibarengi
gerakan memotong untuk memberi tanda bahwa percakapan
itu tidak usah dilanjutkan. Sekali lagi, si pilot tidak menangkap
isyarat itu. "Ternyata, ibu mereka tukang pukul. Mereka sangat menyembah perempuan itu. Empat puluh orang telah mereka
bunuh dan?" "Tutup mulut dan terbang saja," suara datang dari belakang.
"Atau akan ada yang menjadi keempat puluh satu," suara lain
yang hampir sama. Tangan pilot mengencang di sekitar kemudi, wajahnya berubah pucat seperti susu, paha menempel bersama seolah untuk
melindungi selangkangannya. Dia tidak berkata apa-apa lagi
selama sisa perjalanan. Dakhla SETELAH masuk kembali ke dalam rumah, Freya membuka
tas kanvas misterus itu dan mengeluarkan isinya satu per satu,
meletakannya di meja ruang tengah bersama dengan jam tangan
Rolex. Peta, dompet, kamera, wadah "lm, lampu kilat darurat,
ransum darurat, saputangan dengan miniatur keramik obelisk
terbungkus di dalamnya dan, yang terakhir, kompas logam hijau
dengan penutup lipat. Dia memegang benda yang terakhir,
membukanya, tersenyum sedih kepada dirinya sendiri. Benda
ini bermodel persis sama dengan yang dimiliki kakaknya ketika
mereka masih kecil dulu: kompas militer berlensa, dengan lensa
putar, bingkai, pembesar dan, pada penutupnya, slot dengan
kawat braso setipis rambut terselip di sana. ("Kau arahkan kawat
ini ke titik yang akan kau tuju, kemudian baca bantalannya melalui lensanya," begitu Alex pernah menjelaskan kepadanya. "Ini
kompas paling akurat yang bisa kau peroleh.")
THE HIDDEN OASIS | 141 Freya meragukan apakah versi yang satu ini dapat benarbenar bisa diandalkan, karena kawatnya telah menjadi dua,
membuatnya mustahil untuk membaca secara akurat. Walaupun
dia menimang benda itu di telapak tangannya seolah itu barang
antik yang sangat bernilai, rasa dan beratnya mengingatkannya
kembali akan masa muda, pada musim panas Markham yang
magis dan penuh keriangan, sebelum semuanya menjadi petaka,
sebelum dia mengecewakan dan menyakiti hati kakaknya.
Dia memegang kompas itu, meluruskan lensanya, jarum, dan
slot untuk melihat, sama seperti yang telah diajarkan Alex
kepadanya, mengamati ketika jarum berayun perlahan, mendengar suara Alex lagi, kisah yang biasa dia ceritakan kepadanya
tentang bagaimana kompasnya pernah dimiliki oleh seorang
marinir dalam pertempuran di Iwo Jima. Hampir satu menit
berlalu, kemudian, sambil mendesah, dia menutup kotak itu,
meletakkannya di meja dan mengalihkan perhatian ke benda
lain. Dompet itu berisi sejumlah dokumen bank Jerman, beberapa
kartu kredit, setumpuk tanda terima"semuanya bertanggal
sejak 1986. Dan ada kartu identitas. Kartu itu memperlihatkan
pemilik dompet: seorang pria tampan berambut pirang dengan
bekas luka kasar tergurat di dagu di bawah mulutnya.
"Rudi Schmidt," dia membaca keras-keras.
Nama itu tak berarti apa-apa baginya. Seorang teman Alex"
Rekan kerja" Setelah mengulang beberapa kali, dia mengembalikan kartu itu ke dalam dompet dan melanjutkan. Dia meneliti
obelisk keramik dengan motif tergambar di masing-masing
sisinya, wadah "lm, kamera, yang memiliki rol "lm lain di dalam
rongganya, hanya dua dari gambarnya yang telah digunakan
menurut alat penghitung yang terlihat. Akhirnya, dia membuka
peta, mendorong benda-benda lain ke samping dan melebarkan
peta itu di meja. Peta Mesir, separuh sisi barat negeri ini dari batas Libya
sampai ke Lembah Nil, skala 1:500,000. Kertasnya sudah lecek,
lipatannya mulai agak robek karena terlalu sering digunakan.
142 | PAUL SUSSMAN Dia menulusurkan jarinya ke bagian bawah peta, matanya
menuju ke bagian bawah sudut kiri di mana ada tanda lingkaran
dengan pensil pada kata-kata Plato Gilf Kebir. Dia menyeringai,
heran. Bukankah Alex pernah bekerja di sana" Dia memiringkan
kepalanya, mencoba mengingat apa yang pernah dikatakan
kakaknya tentang hal itu di dalam suratnya, kemudian matanya
kembali ke peta, membungkuk di atasnya, meneliti garis diagonal
yang terentang di sisi timur laut dari Gilf menuju ke arah lahan
hijau terdekat, Oasis Dakhla, yang juga sudah dilingkari. Lima
tanda silang kecil membagi garis menjadi dua, dimulai dari
titik dekat Gilf dan memanjang sampai sekitar sepertiga ke
arah Dakhla, masing-masing tanda silang itu dibarengi oleh
sepasang angka: arah kompas dalam derajat, dan jarak dalam
kilometer. Sementara arah selalu sama, 44 derajat, jaraknya
tampak menurun dengan semakin jauhnya tanda silang itu bergerak dari Gilf"27 km, 25 km, 20 km, 14 km, 9 km.
Catatan perjalanan, itulah kesan langsung Freya terhadap
benda itu. Perjalanan lima hari itu, terlihat dari jarak yang
ditempuh yang relatif dekat, mulai dari Gilf dan berlanjut
selama sembilan puluh lima kilometer sebelum berakhir tibatiba di tengah-tengah padang pasir terbuka yang kosong. Siapa
Rudi Schmidt, apa yang dilakukannya di sana, apakah peta itu
pada faktanya mengatakan cerita yang seluruhnya berbeda"ini
adalah berbagai pertanyaan yang tak dapat dijawabnya. Apa
yang dia ketahui adalah sepertinya ada yang tidak beres di
sini. Tak ada yang beres sama sekali. Mengapa kakaknya tertarik kepada hal seperti ini" Mengapa dia mau mengeluarkan
uang untuk semua ini" Semakin dia pikirkan, semakin terasa
ganjil. Dia kemudian memikirkan tindakan bunuh diri Alex
lagi"lengan kirinya yang lumpuh, rasa takutnya terhadap
suntikan"dan keraguan yang dirasakannya sejak beberapa hari
lalu mulai mengganggu pikirannya kembali. Seluruh penjelasan
yang diterimanya tiba-tiba terasa tak meyakinkan. Dia bertanyatanya apakah sebaiknya kembali saja ke kantor polisi"detektif
baik hati itu telah berkata agar Freya menghubunginya kalau dia
THE HIDDEN OASIS | 143 kemudian mengkhawatirkan sesuatu lagi"tapi apa yang dapat
dikatakannya" Seseorang datang ke rumah kakaknya dengan
barang-barang milik orang yang sudah mati" Terdengar sangat
paranoid, terlalu" lemah. Dan bagaimanapun juga, detektif
itu bilang dia hanya berada di Dakhla selama setengah hari dan
kemungkinan besar sedang dalam perjalanan pulang ke Luxor
saat ini. Artinya, Freya harus memulai lagi dari awal, tidak saja
dengan orang yang berbeda, tetapi dalam bahasa Inggris yang
tampaknya tidak dapat dilakukan dengan fasih oleh detektif lain.
Mungkin dia harus menelepon Molly Kiernan" Atau Flin Brodie"
Tetapi lagi-lagi, apa yang harus dia katakan kepada mereka"
Bahwa dia tengah berpikir ada sesuatu yang mencurigakan yang
sedang berlangsung" Ya Tuhan, hal itu membuatnya terdengar
seperti sebuah karakter dalam "lm-B yang jelek.
Freya mengamati peta sesaat lamanya, kemudian melipatnya
dan mulai memasukkan kembali benda itu ke dalam tas kanvas,
sambil mencoba memutuskan apa yang harus dilakukannya,
bertanya-tanya apakah keraguannya beralasan atau tidak. Dia
terdiam beberapa saat, kemudian mengamati lagi obelisk mini
itu"semacam buah tangan atau jimat keberuntungan, duganya"sebelum memasukkannya juga ke dalam tas, diikuti oleh
kamera, kompas, dan akhirnya wadah "lm plastik. Begitu semuanya sudah tersimpan di dalam tas, dia kemudian hendak menggantung tas itu. Hampir saat itu juga dia membatalkan niatnya,
alisnya mengernyit seolah baru saja tersentak oleh sebuah pikiran yang datang tiba-tiba. Sambil merogoh-rogoh, dia mengeluarkan wadah "lm dan kamera, menimang keduanya di tangannya,
sambil berpikir. Beberapa detik berlalu, kemudian, dengan
anggukan, dia meraih ranselnya dan menyimpan kedua benda
itu di dalamnya, menyelipkan di dalam kain halus yang dia
simpan di sana. Dia mengambil kembali kompas itu juga, ingin
menyimpannya untuk dirinya sendiri, sebuah penghubung,
walaupun lemah, dengan kakaknya dan hari-hari indah yang
telah lewat. Setelah meletakkan tas kanvas di meja, dia memeriksa dan menutup rumah dan bergegas kembali ke oasis
144 | PAUL SUSSMAN utama, sambil berharap toko Kodak di desa masih buka. Apa
pun yang ada dalam "lm di dalam wadah dan kamera itu
mungkin menawarkan beberapa isyarat mengenai siapa Rudi
Schmidt, mengapa dia berkelana di tengah Sahara dan mengapa
kakaknya menaruh minat terhadapnya.
Kaum Badui tetap berada di Dakhla cukup lama untuk mengisi
wadah air mereka, mengumpulkan kayu bakar, membeli domba,
dan keperluan lain. Kemudian, karena lebih suka menjaga kebersamaan, mereka menarik diri masuk ke padang pasir dan
membangun tenda sekitar satu setengah kilometer di luar oasis,
di samping rumpun pepohonan akasia dan semak abal yang
bercampur yang entah bagaimana ditemukan di tengah kekosongan di sekitarnya.
Pada saat pemimpin mereka kembali dari rumah Alex, unta
mereka masih terikat dan mengunyah setumpuk bersiim segar;
domba sudah disembelih dan dipanggang di atas api dan para
lelaki duduk melingkar di sekitarnya, menyanyikan lagu Badui
lama mengenai penjahat padang pasir djinn dan bocah laki-laki
yang dengan cerdik menaklukkannya. Setelah mengikat kudanya dengan kuda-kuda lain, pemimpin itu bergabung dalam
lingkaran, rekan-rekannya bergeser untuk memberinya ruang.
Suaranya yang nyaring menyanyikan syair lagu ketika rekan
yang lain menyanyikan bagian refrain-nya, bintang malam pertama berkedip di langit tinggi, udara pekat dengan asap dan
aroma lemak daging yang dipanggang. Ketika lagu itu selesai
dinyanyikan, mereka mengedarkan rokok dan kemudian berdiskusi tentang rute yang akan mereka lalui dalam perjalanan
pulang. Sebagian berpendapat bahwa mereka harus kembali
melewati jalan yang sama ketika datang, yang lain mengusulkan
jalur sisi utara memutar Jebal Almasy dan ujung teratas Gilf.
Suara mereka semakin keras dan hidup, menaik dan berbenturan
THE HIDDEN OASIS | 145 sampai seseorang berteriak bahwa daging panggang sudah siap,
dan ketegangan itu pun menguap. Setelah mengangkat daging
domba itu dari api, mereka menancapkan satu ujung penjepit
ke dalam pasir sehingga daging itu tegak berdiri dan mereka bisa
mulai memotong-motong dagingnya dengan pisau, mengiris
potongan yang panjang dan licin. Mereka makan dengan tangan,
suara mereka tak terdengar lagi sampai semua yang tertinggal
hanyalah bekas api, bunyi ritmis kunyahan mereka dan, dari
suatu tempat jauh di utara, hampir tak terdengar, suara dengung,
seperti rombongan serangga yang sedang terbang.
"Suara apa itu?" tanya salah satu dari mereka. "Pompa air?"
Tidak ada jawaban dan suara semakin mengeras.
"Helikopter," kata pemimpin mereka akhirnya.
"Tentara?" tanya yang lain dalam kelompok itu, sambil menyeringai, hubungan antara kaum Badui dan militer memang
tidak pernah berjalan baik.
Pemimpin itu mengangkat bahu dan, sambil mengenyampingkan makanannya, bangkit berdiri. Dia menatap ke arah utara,
tangannya menggenggam pisau. Tiga puluh detik berlalu, kemudian dia mengangkat lengan dan menunjuk.
"Di sana." Satu per satu rekannya berdiri, melihat ke kejauhan. Mereka
menyaksikan ketika sebuah titik yang samar dan bergetar
perlahan menampakkan diri dari balik temaram senja, garis
bentuknya secara bertahap menguat sampai kemudian terlihat
seluruhnya dengan jelas"sebuah helikopter hitam, panjang
dan mengilap, melesat bagai anak panah melintasi langit malam
hanya beberapa ratus meter di atas permukaan padang pasir.
Helikopter itu langsung mendekat ke arah mereka, semakin
dekat sebelum melintas tepat di atas kepala mereka, putaran
baling-balingnya menyebabkan jubah mereka tersibak liar dan
menerbangkan serpihan pasir ke wajah mereka.
Helikopter terbang berkeliling, berputar-putar dengan sudut
yang sangat tajam dan terbang kembali di atas mereka. Kali ini
146 | PAUL SUSSMAN lebih rendah, memaksa kaum Badui merunduk ke tanah, teriakan protes mereka hilang ditelan deru mesin helikopter.
Saat helikopter berlalu, pemimpin rombongan berdiri dan
bergegas menuju kumpulan untanya, melepas tali pengikat
bedil tua yang terikat di salah satu pelana. Helikopter berputar
kembali, bergelombang naik turun sebelum tiba-tiba tegak lurus
dan mendarat ke tanah. Beberapa sosok bayangan keluar dan berlari menuju mereka.
Anggota Badui yang lain kini juga berdiri. Setelah menarik
ikatan terakhir, si pemimpin melemparkan bedil ke anggota terdekat dari mereka. Pria itu menangkapnya dengan kedua tangannya dan, dengan satu gerakan tangkas, mengokang dan mengayunkan senjatanya ke arah sosok yang mendekat, menaikkan
moncong senjata dan membidik. Sebelum dia dapat menarik
pelatuknya, terdengar suara letusan senjata api dan dia berputar,
senjata terlepas dari tangannya, lengannya terhempas ketika dia
berguling dan terkapar dengan wajah menghadap ke pasir. Noda
gelap melebar di jubahnya seperti tinta yang mengenai kertas.
Terdengar lagi rentetan senjata, pasir berhamburan dan menerpa
orang-orang Badui, memaksa mereka tak berkutik di tempatnya.
Pada saat itu, para lelaki dari helikoter menghampiri dan mengatur diri berbaris di samping api, dengan senjata melekat di
tangan. Untuk sesaat, kedua kelompok saling berhadapan, diam,
bau tajam logam berbaur dengan aroma daging panggang yang
manis. Kemudian para tamu ini bergeser sedikit untuk memberi
ruang kepada dua sosok yang datang mendekat dari belakang.
Tegap dan kekar, mereka terlihat sama persis dalam hampir
setiap bagian tubuhnyanya, rambut oranye kecoklatan yang tertata rapi, setelan abu-abu dan kemeja sepak bola El-Ahly benarbenar tak serasi dengan latar padang pasir yang ganas.
"Kau menemukan sesuatu," kata salah satu dari mereka, nada
suaranya tegas, langsung, tak terganggu oleh kekerasan yang
baru saja terjadi. "Di padang pasir," kata yang lain.
"Di mana benda itu?"
THE HIDDEN OASIS | 147 Tak ada jawaban. Si kembar saling memandang, kemudian,
secara bersama-sama, mengangkat senjata dan meletuskannya
ke arah unta terdekat. Orang Badui menjerit ketakutan ketika
peluru itu merobek leher dan panggul unta itu, memburaikan
isi tubuhnya. Penembakan itu berlanjut selama lima detik, kemudian berhenti, bunyi letusan beruntun senjata api itu menghilang dalam keheningan yang mencekam dan menggayut.
Dengan tenang, si kembar melepas magasin kosongnya dan
mengisi senjatanya dengan yang baru.
"Kau menemukan sesuatu," ulang salah seorang dari si kembar,
nada suaranya sama persis dengan yang terdengar sebelumnya.
"Di padang pasir."


The Hidden Oasis Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Di mana benda itu?"
"Taala elhass teesi, ya kalbeen," ujar si pemimpin Badui, matanya menyala dalam cahaya api. "Persetan denganmu, orang gila."
Sekali lagi si kembar saling memandang. Sekali lagi mereka
meletuskan senjatanya, merubuhkan dua ekor unta lagi sebelum
mengarahkan senjata ke arah laki-laki yang berdiri paling
dekat dengan si pemimpin rombongan. Berondongan letusan
membuatnya terpelanting ke belakang dan tersungkur di hamparan pasir, meregang sejenak sebelum akhirnya lunglai tak
bergerak. "Dia membawanya pergi!"
Suara itu gemetar, ketakutan. Seorang pria Badui melangkah
maju, lengannya diangkat ke atas kepala"pria kecil dan keriput
dengan janggut kering dan wajah dipenuhi bintik-bintik.
"Dia membawa semuanya pergi," ulangnya, sambil menunjuk ke arah pemimpinnya, dengan tangan gemetar. "Aku
melihatnya." Si kembar menatapnya. "Akulah yang meneleponmu," laki-laki itu meratap, sambil
melambaikan ponsel untuk membuktikan apa yang dikatakannya. "Aku temanmu. Aku membantumu!"
148 | PAUL SUSSMAN Si pemimpin Badui mendengus kesal dan tangannya bergerak
meraih pisaunya, yang kemudian segera terlempar ketika lebih
banyak berondongan peluru menembus pasir di dekat kakinya.
"Ibumu dari dulu memang pelacur, Abdul-Rahman!" umpatnya. "Dan adik perempuanmu seorang pezina!"
Laki-laki itu mengabaikan hinaan itu dan melangkah maju.
"Aku dijanjikan akan diberi uang," katanya. "Kalau aku menelepon. Mr. Girgis akan memberi aku uang."
"Kalau benda-benda itu kembali," kata salah satu dari si
kembar. "Di mana benda-benda itu?" tanya yang lain.
"Sudah kubilang, dia membawanya. Semuanya ada di dalam
sebuah tas dan dia membawanya pergi."
"Ke mana?" "Ke oasis. Dia memberinya kepada seseorang. Aku tak tahu
siapa, dia tidak mau mengatakannya. Aku telah melakukan apa
yang aku janjikan. Aku ingin uangku."
"Keparat kau!" Berondongan peluru bertubi-tubi menghantam wajah dan
dada laki-laki itu, yang seketika menewaskannya. Tubuhnya
masih tergeletak di tanah ketika si kembar beralih kepada
Badui lain, membantai mereka semua kecuali pemimpinnya,
satu-satunya yang tertinggal, tidak disakiti. Dia berdiri di
tempatnya, menimbang berbagai pilihan, keheningan padang
pasir yang amat mencekam sekali lagi menyelimuti mereka,
bara api perapian memantulkan kilau merah menyala saat senja
menyelinap ke dalam kegelapan. Kemudian dia menarik pisau
dari sabuknya dan menghambur ke depan, mengeluarkan pekik
nyaring kemarahan dan tantangan, sambil berpikir untuk merenggut paling sedikit satu orang dari penyerang sebelum dia
sendiri tewas. Ketika dia melakukannya, para pria bersenjata
itu mengepungnya, menangkap lengannya, merebut pisau dari
tangannya, menghajar dan menendangnya, lalu menariknya ke
THE HIDDEN OASIS | 149 dekat perapian, memaksanya berlutut dan menarik kepalanya
ke belakang, mulut dan hidungnya bersimbah darah. Si kembar
membungkuk ke arahnya, masing-masing di kedua sisinya.
"Kau menemukan sesuatu."
"Di padang pasir."
"Di mana benda itu?"
Dia lebih tangguh daripada yang mereka perkirakan. Dan
lebih berani. Mereka sampai perlu membakar kedua kaki dan
satu tangannya sebelum dia menyerah dan mengatakan kepada
mereka semua hal yang ingin mereka ketahui. Mereka menghabisinya dan menembaki sisa unta yang masih ada"tempat
kejadian yang terpencil dan memerlukan waktu berhari-hari,
kalau bukan berminggu-minggu, sebelum pembantaian ini terungkap. Urusan mereka selesai, para pria bersenjata itu kembali
ke helikopter dan tinggal landas, melesat cepat ke arah selatan
melintasi padang pasir dan menembus kegelapan malam.
Sambil tersenyum sendiri, dengan djellaba cokelatnya yang dekil
yang sedari tadi sudah tampak menonjol di bagian selangkangannya, Mahmoud Gharoub membawa tangga kayu melewati
rumpun pohon zaitun menuju rumah Dokter Alex. Saat itu
gelap, bulan belum muncul sempurna, rumpun pepohonan
tertutupi bayangan kabut temaram. Beberapa kali dia terantuk,
kakinya menimbulkan bunyi gemerisik di antara hamparan daun
kering yang menutupi tanah, ujung tangga mengeluarkan suara
keras ketika berbenturan dengan pokok pohon di sekitarnya.
Dia tidak terlalu peduli dengan kebisingan itu. Dia pernah
melihat wanita Amerika itu berjalan di jalur menuju Dakhla,
tahu bahwa dia punya banyak waktu untuk mengatur tempat
sebelum wanita itu kembali, dan melanjutkan kegiatannya tanpa
terganggu oleh kebisingan yang dibuatnya itu. Dia berbicara
150 | PAUL SUSSMAN dengan dirinya sendiri, kadangkala pecah menjadi lagu yang dinyanyikannya tanpa nada:
"Oh gadis muda dan cantik dengan dada tegak dan ranum
Mari, bukalah kedua kakimu dan biarkan aku menikmatinya!"
Ketika sampai di rumah Alex, dia berjalan berputar ke
bagian ujung, menerobos di antara semak oleander berbunga
dan menyandarkan tangga di dinding. Dia mulai memanjat,
semakin tinggi sampai mencapai atap. Di satu sisi, hamparan
cahaya Dakhla berkelip di kejauhan, dan di sisi lain, terbentang
gelombang padang pasir abu-abu dan kosong. Setelah menarik
sebuah botol dari saku djellaba-nya, dia minum beberapa teguk,
kemudian berjalan menuju lampu kecil di atas kamar mandi dan
berjongkok di sampingnya. Denyutan di sela selangkangannya
semakin kuat. Dia pernah mengintip kakak perempuan itu beberapa kali,
bahkan setelah dia sakit dan hilang kecantikannya. Istrinya
sendiri adalah perempuan gendut dan jelek, lebih mirip kerbau air
daripada perempuan. Segala sesuatu terlihat lebih baik daripada
perempuan itu, bahkan meskipun itu orang cacat yang harus
duduk di kursi khusus ketika mandi. Ketika wanita Amerika
itu meninggal, dia merasa sedih, karena semua kesenangannya
sudah berlalu. Tetapi kini ada adiknya, seorang wanita muda dan
pirang dan bugar. Gampangan, seperti semua perempuan barat.
Mahmoud Gharoub hampir tidak dapat mengendalikan diri.
Semestinya dia datang lebih awal, tetapi istrinya sudah curiga,
dan hanya karena istrinya kini sedang bersama keluarganya,
Gharoub bisa menyelinap keluar. Dia meneguk lagi dari botol,
sambil menatap ke bawah melalui lampu langit-langit ke dalam
ruang yang ada di bawahnya. Sekarang gelap, kegelapan yang tak
dapat ditembus, tetapi begitu lampu menyala dia akan dapat melihat segalanya: air pancuran, toilet, setiap gerakan, setiap lekuk,
pertunjukan pribadi miliknya. Dia bersenandung lagi, sambil
meraba pangkal pahanya: THE HIDDEN OASIS | 151 "Berbaringlah kasih, dan pejamkan matamu
Biarkan aku memasukinya sekarang, begitu dalam, begitu ?"
Dia tersentak, kepalanya mendongak dan miring ke satu
sisi, mendengarkan dengan penuh konsentrasi. Apa itu" Suara
bising yang semakin keras, suara menderu. Helikopter. Mengarah
langsung ke dirinya. Dia berdiri, tiba-tiba gugup, ketakutan
jika itu adalah polisi. Dia harus dapat menjelaskan karena
kedapatan berada di sini di atap rumah seseorang, baik kepada
yang berwajib dan, yang lebih menggelisahkan, kepada istrinya
yang menakutkan. Ereksinya melentur, kamar mandi terlupakan,
dia bergegas kembali ke tangga, menuruninya dengan gugup. Dia
baru menuruni beberapa anak tangga ketika angin yang sangat
kencang menerpanya, djellaba-nya berkibar-kibar liar, debu dan
pasir bertiup ke matanya. Ada sorot cahaya tajam menusuk mata
ketika lampu sorot helikopter menyala, berputar-putar sebelum
menyorotnya dan menguncinya. Gharoub memeluk tangga,
mengerang ketakutan, berteriak bahwa dia baru saja memeriksa
atap, bahwa semua ini hanya kesalahpahaman. Kemudian dorongan angin dari baling-baling helikopter menyebabkan pegangannya
terlepas dan dia terjengkang ke belakang menjauh dari dinding,
terjun dengan jeritan melengking, menabrak ranting-ranting
pohon sebelum jatuh terjerembab di semak belukar tiga meter
di bawahnya. Helikopter itu mengapung di atasnya seperti lalat
yang menakutkan, mengawasi pria tua saat dia menggelepar di
bawah, masih berteriak bahwa ini semua adalah kesalahpahaman,
dia hanya memeriksa atap itu, ada banyak dedaunan di sana,
banyak sekali daun yang mengotori, dan semacam itu"
Toko Kodak itu menjadi tempat membuang-buang begitu
banyak waktu, walaupun berjalan kaki selama empat puluh menit
152 | PAUL SUSSMAN di sepanjang jalur menuju Dakhla paling tidak telah membuat
Freya dapat meregangkan kaki dan sedikit menjernihkan pikiran.
Toko itu masih buka saat dia tiba di sana tadi, jendela kacanya yang terang benderang dapat terlihat dari jarak sekitar
800 meter. Interior bermesin pendingin"semuanya berlantai
marmer, perabot krom dan berbagai foto, dengan fokus lembut
dan berbingkai, pasangan pengantin baru dan beberapa bayi
montok yang sedang tersenyum"tampak menjanjikan, sama
menjanjikannya seperti seorang gadis yang duduk di belakang
meja konter yang bisa berbahasa Inggris. Dari situ semuanya
seperti akan berantakan. Mesin cetak foto di bagian belakang
toko tidak berfungsi; tidak pernah berfungsi, sebenarnya.
Mengenai "Foto Cepat diproses di sini" seperti yang dijanjikan
papan iklan di luar, "cepat" yang dimaksud adalah dalam pengertian di Dakhla: sekitar satu minggu. Sambil berusaha keras
menekan kekecewaannya, Freya berbincang dengan perempuan
itu sebentar, membiarkannya menyentuh rambut pirangnya,
dan mencoba menjelaskan mengapa pada usia dua puluh enam
tahun Freya masih belum bersuami, kemudian dia pergi. Sekilas
Freya berpikiran untuk mencoba mencari tumpangan menuju
Mut untuk melihat apakah dia bisa mencetak foto di sana,
sebelum memutuskan bahwa saat itu sudah terlambat, terlalu
banyak keruwetan, dan bersiap kembali ke rumah Alex.
Kini Freya berjalan kaki di sepanjang jalur itu lagi, langit
di atas kepalanya dipenuhi bintang, satu-satunya bunyi adalah
gemerisik langkah kakinya dan lenguh keledai di kejauhan.
Angin lembut menerpanya, mengusir panas terakhir hari itu;
bulan terbit perlahan di belakangnya, kemilaunya yang seperti
mentega mengubah warna cokelat tua padang pasir sehingga
dia merasa seolah berjalan dengan susah payah melewati foto
kuno. Keheningan itu menenangkan dan membuatnya santai,
dan semakin jauh dia berjalan, semakin naik semangatnya. Dia
akan kembali ke rumah Alex, mencari sesuatu untuk dimakan,
mendengarkan musik, tidur lelap, dan meneliti kembali beberapa
THE HIDDEN OASIS | 153 hal keesokan harinya. Segala sesuatu selalu tampak lebih jernih
di pagi hari. Dia sampai di puncak punggung gunung. Di situ, Zahir
pernah menunjuk ke arah rumah Alex pada sore sebelumnya.
Oasis mini tampak di bawah, bentuk oval memanjang menempel
pada lanskap yang tak menarik, garis luar rumah yang agak
seram terlihat dengan jelas. Dia menuruni lereng dan melintasi
dataran, melewati lapangan oasis, sebelum tenggelam di balik
pepohonan. Jajaran tanaman yang rimbun dan lebat memenuhi
kedua sisinya, menelan sinar kecil yang ada dan meninggalkannya
dalam kegelapan yang nyaris total. Sambil berhenti sejenak agar
matanya bisa menyesuaikan diri dengan ketemaraman tempat
itu, dia kemudian menyadari bunyi dengung di kejauhan. Bunyi
itu semakin keras"sebuah helikopter. Semakin dekat, semakin
keras. Udara bergetar oleh hentakan baling-balingnya, cabang
pepohonan di sekitarnya mulai berayun dan berdesis ketika
helikopter itu terbang rendah di atas puncak pohon di sisi kanan
Freya, siluetnya dapat terlihat melalui kanopi yang berayun di
atas. Freya berdiri di tempatnya, berharap bunyi itu menghilang.
Justru, helikopter itu tetap melayang tak bergerak, volume suaranya tidak menaik atau menurun, seolah benda itu kini sedang
diam mengapung di atas. Beberapa detik berlalu, kemudian,
dari depan, kira-kira ke arah rumah Alex, tiba-tiba ada sinar
tajam yang tiba-tiba menyorot. Pantulan berkas sinar berkabut
menyusup di antara semak belukar ke arah Freya, membuat
beberapa bagian tanaman terlihat lebih jelas, menenggelamkan
bagian yang lain ke dalam bayangan yang lebih pekat. Pada
saat yang sama, hampir tertelan di balik raungan deru mesin
helikopter, dia mendengar apa yang terdengar seperti jeritan.
Nalurinya, dan bukan keputusan sadar apa pun, mengatakan
agar Freya menjauh dari jalur itu dan masuk ke dalam salah satu
jalan setapak kecil yang menjauh dari titik itu. Dia semakin melesak ke dalam pepohonan, mencoba untuk tidak terpengaruh
oleh peringatan Zahir tentang ular, sambil tetap mendengarkan
154 | PAUL SUSSMAN ketika baling-baling secara perlahan melambat dan senyap.
Lampu padam. Helikopter pasti telah mendarat. Terdengar suara
bergumam, lalu jeritan, dan kemudian gemerincing pecahan
kaca. Kemudian gelap kembali, hitam pekat. Freya berdiri tak bergerak, jantungnya berdegup, sambil berusaha menduga apa yang
sedang terjadi. Tiga puluh detik berlalu. Saat daun dan cabang
kembali terlihat jelas di sekitarnya, dia mulai bergerak. Secara
perlahan, sambil berusaha keras untuk tidak menimbulkan
banyak bunyi, dia semakin melesak jauh ke dalam pepohonan,
mengikuti jalur yang berbelok dan naik turun sebelum menerobos kebun alang-alang dan muncul di lapangan terbuka di
baliknya. Di sini lebih terang, bulan sudah berada lebih tinggi di langit
daripada sebelumnya ketika dia mulai melangkah kembali dari
desa, sinarnya menyiram segala sesuatu dalam sapuan warna
perak. Dia berhenti untuk memastikan tujuannya, kemudian
melintasi lapangan dan menelusuri jalur lain di sudut yang
terjauh, lalu berjalan berputar mengelilingi oasis sampai tiba
di rumpun pohon zaitun. Dari baliknya, dia bisa melihat garis
pucat rumah Alex. Lampunya menyala. Ada lebih banyak suara
yang terdengar dari dalam.
Dia ragu, menimbang-nimbang apakah lebih baik bersembunyi di situ, menunggu siapa pun yang berada di sana
pergi. Kemudian terdengar jeritan lain"jeritan seorang laki-laki,
lemah, ketakutan. Rasa penasaran menguasai dirinya, lalu dia
melanjutkan langkahnya dengan hati-hati agar tidak mengusik
dedaunan kering yang terhampar di tanah, bergerak dari pohon
ke pohon, napasnya pendek, gugup, dan terengah-engah. Dia
mencapai pagar semak rendah di tepi rumpun pepohonan dan
berjongkok di belakangnya. Suara itu terdengar lebih keras lagi,
lebih jelas, dan lagi-lagi dia menimbang apakah sebaiknya dia
cukup mengintai dari jarak aman ini atau tidak. Lagi-lagi rasa
penasaran mendorong keberaniannya. Dia merayap melewati
celah di pagar dan bergerak maju menuju rumah, diam sejenak
THE HIDDEN OASIS | 155 di setiap beberapa meter seolah dia sedang bermain Grandma"s
Footsteps1, siap berbalik dan berlari kalau ada orang yang keluar.
Tapi tidak ada seorang pun yang keluar, dan dia bisa mendekati
bangunan itu, menempelkan dirinya di belakang salah satu


The Hidden Oasis Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pohon polisander yang menaungi beranda di belakang. Kini
jaraknya cukup untuk melihat dengan jelas menembus jendela
ruang tengah rumah itu. Ada beberapa pria di dalam sana, kekar dan sangar. Freya
hanya bisa melihat tiga orang, tapi suara-suara laci dan lemari
yang dibuka dari ruang kerja Alex di sisi kirinya mengungkapkan
bahwa ada lebih banyak orang lagi selain mereka. Dua dari tiga
pria itu sepertinya sangat mirip: sosok tubuh yang sama kekar,
rambut cokelat, jemari yang dipenuhi cincin berkilau dalam sinar
lampu. Tampaknya mereka sedang berbicara kepada seseorang di
sisi lain ruangan itu, di luar jarak pandangnya. Kata "kamra"
dan ?"lm" diulang-ulang beberapa kali. Suara ketakutan kembali
terdengar. Terus menerus seperti itu, dengan kata-kata yang sama,
dengan lolongan yang sama sampai, sambil menggelengkan
kepala penuh kekesalan, salah satu dari keduanya menjentikkan
jemarinya. Ada gerakan, dan tiga sosok lagi sekarang terlihat:
dua dari mereka besar dan bertampang sangar, seperti yang lain.
Di antara mereka, sambil ketakutan dan meremas tangannya,
bagai seekor anjing kurus kering yang disiksa oleh sekelompok
hewan yang lebih besar, ada Mahmoud Gharoub, petani keriput
yang pernah memberinya tumpangan dengan gerobaknya tadi
siang. Freya semakin merapatkan tubuhnya lebih lekat lagi
ke pohon, sambil menatap dengan perasaan sangat tercekam,
tangannya memutar dan menyentuh ransel di punggungnya,
tempat kamera dan "lm tersimpan.
Sebuah permainan anak-anak. Satu orang berperan sebagai "nenek" atau "kakek"
yang berdiri di satu sudut sambil menghadap ke dinding. Anak-anak lainnya
berdiri di sudut yang lain. Mereka harus mengendap-endap ke arah si "nenek",
tapi si "nenek" kapan saja bisa berbalik menghadap ke arah mereka, dan saat
itu para pemain lain harus diam mematung. Yang bergerak atau tertawa dinyatakan kalah dan harus keluar dari permainan.
156 | PAUL SUSSMAN Djellaba Gharoub disingkap sampai pinggangnya, memperlihatkan kaki kurus dan celana dalam putih dekil. Lengan
pria itu dikaitkan di punggungnya, kedua kakinya ditarik dan,
sambil meronta lemah, dia diangkat dari lantai. Kedua kakinya
membuka seperti orang yang akan melahirkan.
"La!" dia melolong, matanya melebar karena ketakutan
sehingga terlihat seolah keduanya akan mencelat keluar dari
kelopaknya. "La! Minda"ak, la!"
Orang yang menginterogasinya mendatanginya, wajahnya
tanpa ekspresi, seolah mereka sedang melakukan pekerjaan
rumah tangga biasa. Freya merasa jijik ketika salah seorang
dari mereka mengaitkan jari ke bawah lapisan bahan celana
pria tua itu, menariknya ke tepi; yang lain membuka pisau
lipat. Sambil mencondongkan diri tepat di antara kedua kaki
pria itu, dia mencungkilkan ujung pisau ke daging yang terlihat. Sang korban meraung pilu, pinggangnya bergerak naik
dan turun. Gerombolan itu bertanya lagi. Jika jawaban yang
diminta tidak kunjung datang, ujung pisau semakin ditekan.
Tenggorokan Freya terisi oleh rasa asam yang tajam ketika pisau
itu dimasukkan ke bagian perineum laki-laki tua itu, kulitnya tertekan dan kemudian robek.
"Tidak!" Teriakan Freya memecah malam. Terjadi keheningan sesaat,
sedetik, tidak lebih, adegan di dalam ruang itu terhenti, kemudian
terdengar teriakan dan derap kaki. Pintu beranda dibuka dengan
kasar, beberapa sosok muncul, kilatan warna merah menyala
ketika senjata meletus dan peluru menerjang pohon polisander
tempat berdiri Freya tadi. Tetapi dia sudah tidak ada di sana.
Berlari kencang memutari sisi bangunan dan kembali masuk
ke pepohonan zaitun, Freya melompati pagar semak rendah
dan berkelok-kelok melintasi pepohonan, terantuk-antuk di
tanah yang tidak rata, jantungnya berdegup keras, bunyi letusan
senjata dan teriakan terdengar di belakangnya.
Freya mencapai tepi terjauh rumpun pepohonan itu dan
melompat lagi, melintasi areal ilalang yang lebat. Dia berjuang
THE HIDDEN OASIS | 157 menerobos dan akhirnya sampai di lapangan di baliknya. Suara
tembakan tak terdengar lagi, walaupun teriakan-teriakan terus
berlanjut. Setengah lusin pria, semua suara mereka datang dari
arah yang agak berbeda karena para pengejarnya berpencar,
memburunya. Juga, hentakan dan raungan yang mengancam
ketika mesin helikopter menyala.
Dia melintasi lapangan dan menyusup di sepanjang selokan
irigasi yang dalam, kakinya tenggelam dalam lumpur sampai sebatas mata kaki, tangannya meraba dan mencakar tepi selokan
ketika memanjat naik dan keluar. Dia terus berlari. Pertama
menelusuri kebun pohon lemon, kemudian kebun jagung yang
menjulang tinggi, kemudian bentangan semak belukar luas yang
tampak tak berujung, lengannya menguak dedaunan seolah
sedang berenang sampai tiba-tiba areal hijau itu berakhir. Freya
kini berada persis di tepi oasis, padang pasir terhampar di
hadapannya. Jauh di sisi kirinya, terlihat dalam bayangan, berdiri semacam gudang. Dindingnya bata ringan dengan atap
daun palem. Dia berlari ke arah bangunan itu, mencoba membuka pintu, tetapi terkunci. Dia melihat ke sekeliling, gugup,
kemudian berjongkok di samping pedati kayu tua yang teparkir
pada salah satu dinding gudang, seluruh tubuhnya gemetar,
napasnya tersengal-sengal.
Helikopter itu sudah mengudara sekarang dan berputar-putar
rendah di atas puncak pepohonan, lampu sorotnya menembus
bayangan di bawahnya. Hentakan mesin helikopter mengibas
semua bunyi lain, walaupun sesekali Freya merasa mendengar semacam teriakan dan, satu kali, tak salah lagi, letusan senjata api.
"Mereka telah membunuh Alex," dia bergumam kepada dirinya sendiri, adegan yang baru saja disaksikannya membuatnya
tidak ragu sama sekali tentang apa yang terjadi kepada kakaknya.
"Merekalah yang membunuh Alex, dan sekarang mereka akan
membunuhku. Dan aku tidak tahu kenapa."
Freya menyeka keringat di dahinya, mengutuk dirinya sendiri
karena telah meninggalkan ponselnya di rumah Alex, sambil
berusaha merencanakan apa yang akan dilakukannya. Mungkin
158 | PAUL SUSSMAN saja semua keributan ini akan menarik perhatian warga di Dakhla
dan akan membuat orang-orang di sekitar sini ingin tahu, tetapi
dia tidak bisa bergantung pada hal itu. Tidak mungkin juga dia
bermain petak umpet sepanjang sisa malam ini. Oasis ini kecil,
hanya ada beberapa tempat untuk bersembunyi. Bahkan dalam
gelap dan tanaman yang lebat dan rapat ini, mereka akhirnya
akan dapat menemukannya, apalagi dengan adanya helikopter
yang terbang berputar-putar di atas.
"Aku harus pergi ke Dakhla," pikirnya, sambil menelan udara.
"Aku harus keluar dari oasis ini dan kembali menyeberangi
padang pasir menuju Dakhla."
Tapi, bagaimana" Dengan helikopter di atasnya dan bulan
bersinar terang sepanjang malam, mereka akan segera menemukannya begitu dia melangkah keluar dari pepohonan.
Dia berdiri, melihat ke sekeliling, menerka-nerka di mana
posisinya, kemudian berjongkok lagi. Tampaknya dia berada di
ujung selatan oasis. Di sisi kiri, arah timur, sekitar lima kilometer
jauhnya seakan tempat itu berada di seberang saluran air yang
sangat lebar, terhampar bagian utama Dakhla, sinar lampunya
yang bertebaran berkedip, dinding lereng Gebel el-Qasr yang
remang-remang terlihat di belakang.
Arah itu jelas cukup mudah untuk diikuti, dan tampaknya
juga merupakan rute terpendek dan aman. Tetapi daratan
benar-benar terbuka, seluruhnya berupa dataran berkerikil dan
gundukan pasir rendah. Tidak ada tempat untuk berlindung,
tidak ada tempat untuk bersembunyi dari sorotan lampu sorot
helikopter. Dia akan segera terlihat, seperti seekor kelinci dalam
sorotan lampu depan sebuah mobil.
Sepertinya arah selatan tidak lebih baik, walaupun lanskapnya
lebih patah-patah dan bervariasi, padang pasirnya bergelombang
menjadi gundukan pasir tinggi dan formasi bebatuan yang naikturun, permukaannya dipenuhi batu-batu besar dan kelompokkelompok tanaman yang tersebar di sana-sini. Rute itu masih
terbuka, tetapi tidak terlalu terbuka dan masih menawarkan
kemungkinan, jika bukan untuk tempat persembunyian yang
THE HIDDEN OASIS | 159 sempurna, paling tidak perlindungan yang samar. Dia bisa
berjalan beberapa kilometer ke arah selatan, pikirnya, menjauh
dari oasis, dan baru kemudian berbelok ke timur ke Dakhla, dan
pada titik itu dia berharap akan berada di luar radius pencarian
para pengejarnya. Freya memutuskan bahwa itulah pilihan terbaiknya. Satusatunya pilihan. Masalahnya adalah di antara gudang bekas
tempat dia gemetaran dan tempat bersembunyi pertama"
rumput padang pasir yang tinggi"terhampar lapangan pasir
datar dan padat sejauh dua ratus meter. Tidak mungkin dia tidak
akan telihat jika menyeberanginya, karena itu sama saja seperti
sedang berdiri sendirian di tengah lapisan es.
Setiap pemanjatan batu karang punya titik krusialnya sendiri,
yaitu bagian terberat dari pendakian, yang jika berhasil dilewati
maka setelah itu rute berikutnya tiba-tiba terbuka dan menjadi
lebih mudah. Itulah titik krusial dalam pelarian Freya. Jika bisa
mengatasi jalur dua ratus meter itu, dia akan punya peluang.
Jika dia terlihat, entah dari atas atau oleh salah seorang pria di
darat, habislah dia. Deru helikopter semakin keras saat dia berada hampir persis
di atas kepalanya, lampu sorotnya menyapu berbagai arah,
hempasan angin dari baling-balingnya menyebabkan pepohonan
berayun melambai dengan liar. Freya meringkuk di kolong
kereta kayu, percikan pasir dan debu menerpa wajahnya, berkas
sinar tipis menyorotinya melalui sela-sela di atasnya. Pesawat
itu menunggu sesaat lamanya, kemudian berayun menjauh,
melesat ke utara menuju sisi lain daerah pertanian itu. Deru
mesinnya menghilang sejenak dan kemudian terdengar lebih
keras lagi saat dia berbalik ke arahnya. Sepertinya itulah pola
terbang helikopter itu: terbang tinggi dan rendah di atas oasis,
ujung ke ujung, seolah bergerak memanjang, mencari dirinya,
tiga puluh detik ke arah sana, tiga puluh detik ke arah lain. Jika
masih memiliki harapan untuk dapat menyeberangi dataran
pasir ini Freya harus menyesuaikan kecepatan larinya dengan
pola terbang helikopter itu, mulai lari tepat ketika helikoter itu
160 | PAUL SUSSMAN terbang ke arah yang berlawanan, menuju sisi terjauh oasis dan
harus sudah sampai di sana sebelum helikopter itu memutar
dan terbang kembali, ketika dirinya bisa terlihat langsung dalam
jarak pandangnya. Freya menekan telapak tangan ke dahinya, lalu menghitung.
Tiga puluh detik untuk melampaui jarak dua ratus meter. Di
lapangan atletik, hal ini akan mudah"sebagai siswa sekolah
dia pernah ikut lomba lari untuk Markham County dan menyelesaikan jarak itu hanya dalam waktu kurang dari dua puluh
lima detik. Tetapi ini adalah hamparan pasir, dan malam hari.
Akan terasa terkepung, benar-benar terkepung. Itu pun belum
memperhitungkan para pengejarnya di darat. Bagaimana kalau
salah satu dari mereka melihatnya" Bagaimana kalau mereka
telah berpencar di padang pasir dan sedang menunggu-nunggu
dia keluar" Dia menggigit bibirnya, tiba-tiba ragu, takut,
bertanya-tanya dalam hati apakah ini tidak akan berisiko besar.
Bagaimanapun juga, mereka belum kelihatan. Dan saat itu keadaan gelap, semak belukar menyebar di beberapa tempat"tentu
saja dia dapat menghindarinya, sedikit demi sedikit melangkah
maju. Kemudian dia mendengar teriakan. Tegang, dia memusatkan
pandangannya di antara keremangan, telinga menegak, mencoba mengetahui dari mana asal suara itu. Di suatu tempat di
belakangnya, di balik kumpulan tanaman lebat yang dengan
susah payah dilaluinya beberapa saat sebelumnya. Masih agak
jauh, tetapi tidak terlalu jauh. Dijawab oleh teriakan lain, dan
yang lain lagi. Tiga orang dari mereka, dan semuanya menuju ke
arahnya, bersama-sama. Satu orang mungkin saja bisa dia atasi,
bahkan dua, tetapi tiga orang" tidak mungkin. Keputusan
sudah diambil. Dia harus lari. Kalau belum terlambat.
Deru mesin terdengar dan helikopter berayun di atas lagi,
lampu sorotnya yang terang dan membutakan menyapu area
di sekitar gudang. Sebelumnya, helikopter itu bergerak terus
menerus. Kali ini, sayangnya, helikopter itu hanya melayang
dan menunggu di satu posisi. Freya menutup telinganya untuk
THE HIDDEN OASIS | 161 mengurangi suara bising mesin yang memekakkan, pedati di
atasnya bergetar dahsyat seolah sedang digoyang oleh tangan
tak terlihat, suara deru baling-baling mengangkat sebagian atap
gudang dan menerbangkannya ke gelap malam. Keadaan itu
terus berlangsung, setiap detiknya membuat para pria yang
sedang mengejarnya itu semakin mendekat, mempersempit
kesempatan untuk melarikan diri. Freya hampir putus harapan,
menerima kenyataan bahwa dia akan tersudut di sini seperti
seekor tikus yang masuk perangkap, ketika akhirnya deru mesin
mulai berkurang dan udara di sekitarnya berangsur tenang saat
mesin menjauh dan terbang kembali ke atas oasis.
Freya keluar dari kolong kereta dan segera berdiri. Hampir
tak sadar akan apa yang sedang dilakukannya, dan didorong oleh
naluri alamiah serta adrenalin untuk mempertahankan hidup,
dia kemudian lari sangat cepat melewati gudang dan masuk ke
padang pasir. Dia tidak tahu di mana para pengejarnya berada,
hanya berdoa semoga mereka masih bersusah payah menerobos
semak belukar di belakang gudang dan tidak akan dapat melihat
dirinya melalui sela-sela tirai dedaunan yang lebat.
Pasirnya datar, padat, hampir sekeras jalur semen, dan dia
melewati seratus lima puluh meter pertama dengan mudah, siku
berayun, kaki mendorongnya ke depan menuju sekumpulan
rerumputan padang pasir di depannya.
Dia baru saja mulai yakin bahwa dia akan berhasil ketika kakinya mulai terasa ditarik. Permukaan padang pasir di bawahnya
melonggar, pasir itu mengisap kakinya, memperlambat langkahnya. Laju setiap langkahnya menjadi lebih sulit, paru-parunya
terasa berat, pahanya terasa terbakar karena ototnya kebanjiran
asam laktik. Ketika masih remaja dulu, dia dan Alex pernah bermain
adu keberanian, dengan cara mengetuk pintu rumah orang
dan kemudian melarikan diri, setiap langkah adalah antisipasi
rasa sakit karena mereka menunggu pemilik rumah marah dan
berteriak di belakang mereka. Dia punya perasaan yang sama
seperti itu lagi saat ini, tetapi beribu kali lipat besarnya"ke-
162 | PAUL SUSSMAN habisan napas dan perasaan cemas bahwa dia tidak akan tertangkap, dan pada saat bersamaan timbul bayangan memuakkan
bahwa dia hampir pasti akan tertangkap.
Larinya semakin pelan dan semakin pelan, kakinya terpeleset,
meluncur dan melawan tarikan pasir, dia terus berlari. Denyut
baling-baling helikopter yang keji itu terdengar stabil saat
terbang di sisi jauh oasis sebelum pelan-pelan semakin keras saat
helikopter berbelok dan kembali terbang ke arahnya. Freya tahu
dia tak punya waktu lagi, akan tertangkap lampu helikopter,
tidak boleh gagal karena sekarang dia secara langsung berada
dalam garis lampu sorot helikopter. Dia berlari sekuat tenaga,
tubuhnya terus berlari saat pikirannya tampak melambat dan
berhenti berharap. Berusaha keras melampaui sepuluh meter
terakhir, dia berlari terus ke arah kumpulan rumput dan menuruni turunan tajam, dan berhenti dengan siraman pasir.


The Hidden Oasis Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Untuk sementara Freya terkapar di sana, dengan dada sesak,
kakinya berdenyut kesakitan, menunggu helikopter menyapunya
dengan cahaya. Keadaan tetap gelap. Berguling ke depan, dia
merangkak mundur ke tumpukan pasir dan dengan hati-hati
menyibak akar rumput untuk membuat celah kecil. Pada jarak
dua ratus meter darinya, helikopter itu kini terbang tepat di atas
gudang itu, berayun ke sana kemari. Di bawahnya, tertangkap
oleh lampu sorot, tiga sosok bersetelan sedang memegang senjata
mereka ke atas seolah berkata "Dia tak ada di sini". Ada semacam
bahasa tubuh dan ajakan, dan kemudian helikopter itu terbang
menjauhi oasis dan ketiga pria itu menghilang kembali ke dalam
pepohonan. Dia berhasil. Oasis Dakhla SETELAH menyelesaikan sembahyang malamnya"membungkuk
dan berlutut di halaman dalam rumahnya"Zahir menikmati
THE HIDDEN OASIS | 163 makan malam bersama istri dan anak laki-lakinya. Ketiganya
duduk bersila di lantai ruang tengah rumah mereka, tanpa bicara,
menjumput makanan dengan jemari mereka dari mangkuk nasi,
kacang merah, dan rebusan sayur molocchia. Ketika mereka telah
selesai bersantap malam, istrinya membawa pipa shisha dan meletakkannya di sisi suaminya sebelum membawa anaknya menjauh, meninggalkan Zahir seorang diri. Selama lima belas menit
dia duduk, tak bergerak, hanyut dalam pikirannya, satu-satunya
suara adalah bunyi isapan lembut yang keluar dari bibirnya saat
dia menghisap pipa shisha. Kemudian, setelah meletakkan pipa
di sampingnya, dia berdiri dan berjalan masuk ke dalam rumah
dan keluar menuju halaman dalam. Setelah menyeberang dan
sampai di pintu pertama di sisi kanannya, dia membukanya dan
menyalakan lampu. Di depannya, pada dinding di atas meja,
tergantung foto yang dilihat oleh Freya: lengan batu yang melengkung, dengan Dokter Alex berdiri pada bayangan di bawahnya. Dia menatap foto itu, jemarinya mengetuk-ngetuk kusen
pintu dengan gugup. "Apa yang mengganggu pikiranmu?"
Istrinya datang dan berdiri di sisinya, lalu meletakkan tangan
pada lengan suaminya. Zahir tidak berkata apa-apa, hanya terus
menatap gambar itu. "Kau tidak seperti biasanya," kata istrinya. "Ada masalah
apa?" Zahir masih belum menjawab, tetapi meletakkan tangannya
pada tangan istrinya, dan meremasnya lembut.
"Apakah ini soal perempuan Amerika itu?" tanyanya.
"Dia pergi ke kantor polisi," gumamnya. "Dia pikir seseorang
telah membunuh kakaknya."
"Dan?" Dia mengangkat bahu. "Kau harus bicara kepadanya," kata istrinya. "Cari tahu apa
yang diketahuinya." 164 | PAUL SUSSMAN Zahir mengangguk. "Besok," kata pria itu. "Aku akan pergi besok."
Dia mengecup kening istrinya, meraba leher, dan memberi
tanda bahwa dia ingin sendirian. Ketika istrinya telah berlalu,
dia melangkah masuk ke dalam ruang itu dan, setelah menutup
pintu, mendekati meja dan duduk, matanya tak pernah lepas
dari gambar. "Sand"re," gumamnya.
Freya membiarkan waktu berlalu beberapa menit, bersembunyi
di belakang rerumputan, suara helikopter mengeras dan melemah
saat berpatroli naik-turun di atas oasis. Dia memeriksa kamera, wadah "lm, dan kompas. Semuanya masih tersimpan aman di dalam
ranselnya. Dia lalu menyeka darah pada lengan dan lehernya,
akibat tergores selama penerobosan panjang di semak belukar dan
pepohonan. Dia kemudian mulai berjalan ke selatan.
Langit malam itu begitu jernih, udara sejuk, bulan sudah
terbit sempurna, dan padang pasir seperti bentangan perak
yang bening. Takut akan terlihat, dia hanya berjalan ketika
helikopter terbang ke arah berlawanan, berlari cepat dari satu
tempat ke tempat lain"dari batu ke gundukan pasir, lalu ke
tumpukan batu dan ke semak-semak"sebelum meringkuk lagi.
Beberapa kali dia masih mendengar letusan senjata, dan sekali
waktu helikopter muncul jauh di balik oasis, terbang hampir
langsung di atas kepala ketika dia meringkuk seperti bola di
bawah rongga batu tipis. Tampaknya pilot hanya mencoba-coba
keberuntungan bahwa dia mungkin dapat menangkapnya, dan
setelah terbang berputar sebentar, helikopter itu berbalik dan
menjauh. Setelah itu tidak ada lagi tanda-tanda pengejaran.
Freya terus berjalan menuju selatan selama hampir dua jam,
mulanya berhati-hati, kemudian dengan lebih percaya diri saat
THE HIDDEN OASIS | 165 oasis sudah tak tampak lagi di belakangnya, hilang di antara
gunung pasir dan bukit kerikil. Udara berubah menjadi dingin
menggigit dan dia mengambil mantel bulu domba dari ranselnya,
lalu mengenakannya, sambil berlari kecil sesekali agar tubuhnya
tetap hangat. Dia mencoba menelaah berbagai peristiwa itu
kembali di kepalanya, mencari jawaban, tetapi masih terkejut
karena segalanya begitu membingungkan, campur aduk, dan
tak bermakna. Di samping kenyataan bahwa seseorang telah
membunuh kakaknya, dan juga telah mencoba membunuhnya,
dan itu semua berkaitan dengan benda yang diberikan oleh pria
Badui di rumah itu sore ini, dia tidak dapat menarik makna apa
pun juga dari semua ini. Dia telah menempuh jarak sejauh lima kilometer, kemudian
menilai keadaan sudah cukup aman untuk berbelok ke timur
menuju kelap-kelip lampu di Dakhla di kejauhan. Dibutuhkan
waktu satu jam untuk mencapai lapangan terbuka yang pertama,
dan sekitar empat puluh menit lagi setelah tempat itu untuk
menempuh padang ilalang yang berliku, kolam ikan, dan kanal
irigasi. Akhirnya, lebih karena beruntung daripada karena direncanakan, dia muncul dari sebuah ladang tebu yang padat dan
menemukan dirinya sudah berada di jalan aspal, jalur utama
melintasi oasis. Seberkas sinar mendekat dari sisi kanannya. Freya ragu,
kemudian melangkah mundur dan bersembunyi di antara akar
pohon tebu, sambil mengintai dengan gugup. Dia takut kalau
itu yang datang itu adalah para pengejarnya. Ketika tahu bahwa
sinar itu berasal dari truk besar yang membawa bahan bakar, dia
muncul kembali dan dengan gugup melambaikan tangannya,
meminta kendaraan untuk berhenti. Terdengar suara klakson
dan desis rem hidraulik saat truk tangki itu melambat dan berhenti di sisinya. Pengemudinya menurunkan kaca jendela dan
melongokkan kepalanya. "Tolong aku," Freya memohon. "Aku harus pergi ke Mut.
Ke kantor polisi. Ada orang yang mencoba membunuhku. Ku-
166 | PAUL SUSSMAN mohon, aku harus ke kantor polisi. Kau mengerti" Mut. Kantor
polisi. Mut. Mut." Kata-kata mengalir deras dari mulutnya. Pengemudi truk
itu"pria gendut dengan wajah berminyak dan bercambang"
mengangkat bahu dan menggelengkan kepala, benar-benar tidak
mengerti. "El-Qahira," katanya. "Pergi el-Qahira. Kairo."
Dia tampaknya menduga Freya sedang mencari tumpangan.
Sambil mengepalkan tangannya karena frustasi, Freya mulai
mengulang-ulang, sampai akhirnya terdiam. El-Qahira. Kairo.
Ya, pikirnya, boleh jadi ini akan lebih baik. Keluar dari oasis
ini, sejauh mungkin, kembali ke Kairo dan dia bisa pergi ke Kedutaan Besar, atau menelepon Molly Kiernan"teman Amerikanya, orang-orang yang dapat berbahasa Inggris. Orang yang bisa
membantunya. "Ya," katanya, sambil melemparkan pandangan cemas ke
belakangnya. "Kairo. Ya, terima kasih. Kairo."
Dia bergegas memutar ke pintu penumpang, memanjat
masuk, lalu menutup pintu.
"Mereka mencoba membunuhku," katanya saat truk mulai
bergerak, suaranya gemetar, tak percaya. "Kau mengerti" Ada
orang-orang yang mencoba membunuhku."
Seperti sebelumnya, pria itu mengangkat bahu.
"Ingleezaya?" dia bertanya.
"Apa?" "Ingleezaya" Iin-gliish?"
Freya menggelengkan kepalanya.
"Amerika. Aku orang Amerika."
Pria itu tersenyum. "Amreeka bagus. Boos Weelis. Amal Shwassnegar. Bagus
sekali." THE HIDDEN OASIS | 167 Freya hampir putus asa ingin menjelaskan, agar pria itu
paham"bahwa ada orang-orang yang mencoba membunuhnya,
dan mereka telah membunuh kakaknya, dan bahwa dia baru saja
melarikan diri dan telah berjalan melintasi padang pasir selama
berjam-jam dalam keadaan kedinginan, kehausan, ketakutan,
dan sangat kelelahan. Percuma saja. Freya menganggukkan kepala
ke arah pria itu, kemudian mengangkat kakinya, melipatkan
tangannya di seputar kaki, dan menyandarkan kepalanya di
jendela, memandang ke luar.
"Ya, ya, bagus sekali," pengemudi itu tersenyum, sambil
menepukkan telapak tangannya pada setir. "Boos Weelis. Amal
Shwassnegar. Sangat, sangat bagus."
Ketika mereka melaju semakin kencang, bintik putih lampu
sorot helikopter sempat terlihat sebentar di padang pasir sebelum
menghilang di belakang truk. Mereka pun melaju menembus
malam, menuju utara. Kairo GADIS itu masih muda. Lima belas atau enam belas tahun, tidak
lebih, dalam pengaruh obat-obatan dan berpakaian seragam
sekolah. Dia duduk di tempat tidur, matanya berkaca-kaca, menerawang, tampak ragu tentang apa yang sedang terjadi. Terdengar
suara bergumam, orang-orang Etiopia itu masuk, dengan gaya
berlagak, memegang penis mereka, membualkan sesuatu tentang
ukuran penis mereka, sebelum masuk ke urusan yang serius.
Mereka menelanjangi si gadis, menamparnya, dan memaksa si
gadis mengisap apa yang mereka bualkan tadi. Si pria pengusaha
itu menyeringai dan mengepulkan cerutunya, sementara si gadis
muntah dan menangis, memohon untuk ditinggal sendiri.
Di ruangan sebelah, Girgis menyaksikan melalui cermin
satu arah, mengangguk puas. Bukan karena melihat perkosaan
itu sendiri"dia tidak peduli dengan hal seperti itu; dia bahkan
168 | PAUL SUSSMAN tidak peduli terhadap seks sama sekali, titik"tetapi lebih pada
kesepakatan yang mendahuluinya. Setiap orang tahu bahwa
jika kau melakukan bisnis dengan Romani Girgis, dia akan melayanimu, menghadirkan pertunjukan hebat, dan pada akhirnya
bisnis itu selalu berjalan mulus. Seperti yang terjadi malam ini.
Hampir terlalu mulus, sebenarnya. Mengetahui jenis hiburan
yang selalu disodorkan untuk mereka, orang-orang Korea Utara
malah belum dapat menandatangani kontrak cukup cepat: lima
puluh rudal darat-ke-udara Stinger FIM-92, pada harga 205.000
dolar masing-masing, dan Girgis mendapatkan dua puluh persen
komisi penjualan sebagai perantara. Dia tersenyum, sambil
berpikir mungkin dia seharusnya memberi gadis itu sebagian
dai keuntungan itu, memberinya hadiah atas tenaga yang sudah
diberikannya. Tetapi kemudian gadis itu kemungkinan besar
akan mati di pengujung malam, tubuhnya tenggelam di Sungai
Nil atau di suatu tempat di padang pasir, jadi dia dapat menyimpan semua uang itu untuknya sendiri. Pikiran itu membuatnya tersenyum lagi.
Dia menyaksikan adegan itu sebentarsaat perkosaan itu menjadi semakin menggila dan seperti binatang. Kemudian, sambil
melirik jam tangannya, dia berbalik dan meninggalkan ruangan,
berjalan melintasi lorong berlantai marmer dan menaiki anak
tangga megah menuju ruang kerjanya di lantai paling atas. Akan
ada lebih banyak lagi pertunjukan setelah yang satu ini"beberapa pemuda bermain seks dengan perempuan berumur, tiga
gadis bermain sekaligus, lalu ada seorang gadis bermain dengan
seekor anjing"kemudian setelah itu para tamunya akan diantar
ke kamar tidur pribadi masing-masing, disediakan pelacur,
narkoba, pornogra", apa pun yang mereka inginkan, hiburan
terus berlanjut sampai dini hari. Anak buahnya akan mengawasi
semua itu. Dia punya urusan lain untuk ditangani. Urusan yang
lebih penting. Bahkan lebih penting daripada komisi dua puluh
persen dari bisnis senilai 10,25 juta dolar ini.
Di anak tangga teratas dia berhenti untuk membenahi
bagian karpet yang terlipat"petugas pembersih sialan, tidak
THE HIDDEN OASIS | 169 ada perhatian terhadap detail"sebelum berjalan di koridor dan
membuka kunci sebuah pintu di ujung. Dia melangkah masuk
ke dalam ruang kerja besar berpanel kayu. Sederet layar CCTV
tertata di sepanjang satu dinding, masing-masing tersambung
ke kamar-kamar yang berbeda di dalam rumah itu. Berjalan ke
balik meja, dia kemudian duduk dan, memandangi jam tangannya lagi, mengangkat telepon, menekan tombol pengeras suara
dan meletakkan gagang penerima pada meja.
"Semua sudah ada di sana?"
Terdengar gumaman suara dari jalur lain yang menegaskan
bahwa mereka memang sudah hadir dan siap memulai konferensi
melalui telepon: Boutros Salah, pria yang menjadi tangan kanan
Girgis; Ahmad Usman, ahli benda antiknya; Mohammed Kasri,
ahli hukum dan penghubung dengan polisi dan jasa keamanan.
Lingkaran dalam, orang-orang tepercaya yang paling dekat
dengannya. "Baik, mari kita mulai," kata Girgis. "Boutros?"
Terdengar suara dehem ketika Salah menjernihkan tenggorokannya.
"Sudah pasti si kopilot," kata suara itu, serak"suara perokok
berat. "Kami telah memeriksa perinciannya dari dompetnya dan
semuanya cocok. Kelihatannya dia mencoba berjalan keluar dari
padang pasir." "Dan dia datang dari arah oasis?" tanya Girgis. "Kita tentang
itu?" "Itu sudah jelas," kata suara yang lain, kali ini agak ragu, agak
terbata: Ahmad Usman. "Benar-benar sudah jelas. Kami tahu
di situlah tempat pesawat jatuh sejak pesan radio terakhir, tentu
saja, tetapi artefaknya jelas menegaskan itu semua. Obelisk persembahan dengan tanda sedjet, ditemukan sangat dekat dengan
Gilf"itu pasti Zerzura. Benar-benar sudah jelas."
Girgis mengangguk, meletakkan tangannya di meja di depannya.
"Bagaimana dengan "lm di kameranya?"
170 | PAUL SUSSMAN Terdengar dehem lain saat Salah menjernihkan tenggorokannya.
"Peta itulah yang paling kita perlukan," katanya. "Si kembar
sedang mencari mayat si kopilot itu sekarang. Mereka berhasil
mendapatkan penjelasan bagus dari seorang pemimpin Badui
dan jalur-jalur unta masih dapat dilihat, sehingga tidak akan
terlalu sulit untuk menelusurinya. Begitu menemukannya,
mereka hanya tinggal memutar arah kompas pada peta dan mengikutinya kembali ke Gilf. Secara teoretis, mereka seharusnya bisa
memandu kita langsung ke pesawat."


The Hidden Oasis Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Secara teoretis?"
"Orang itu pasti dalam keadaan yang cukup buruk pada
akhirnya, jadi mungkin saja dia tidak bisa menemukan arah
yang pasti. Bagaimanapun kita pasti akan sampai di dekat-dekat
tempat itu, dan begitu kita berada di sekitar situ, maka akan
mudah untuk menemukannya dengan helikopter, bahkan dalam
gelap. Kalau segala sesuatunya berjalan mulus, mereka pasti akan
menemukannya dalam beberapa jam saja, mungkin kurang. Jika
mereka harus kembali ke Dakhla untuk mengisi bahan bakar,
empat atau lima jam. Pada dini hari. Kita pasti akan sudah mendapatkannya pada dini hari."
Terdengar suara ketukan di pintu dan seorang pelayan berjaket putih masuk, sambil membawa segelas teh. Girgis melambaikan tangan memanggilnya tanpa mendongak. Pelayan
itu meletakkan gelas di atas meja dan berlalu, sambil menunduk
memandangi lantai. "Bagaimana dengan militer?" tanya Girgis. "Gilf itu "kan
zona berkeamanan penuh . Aku tak mau ada masalah apa pun."
"Semua beres," jawab suara ketiga. Halus, berminyak"
Mohammed Kasri. "Aku telah berbicara kepada orang-orang
yang perlu diajak bicara; mereka akan memberikan kita ruang
gerak yang jelas. Jenderal Zawi sangat membantu."
"Memang harus begitu, mengingat jumlah bayaran yang kita
berikan," kata Girgis sambil mendengus, mengangkat gelas teh
dan menyeruputnya. THE HIDDEN OASIS | 171 Ada jeda, kemudian suara Usman lagi.
"Boleh aku bertanya tentang keselamatan" Maksudku, kita
tidak tahu keadaan apa seperti apa nanti setelah sekian lama,
bagaimana kecelakaan itu akan memengaruhinya. Kita akan
benar-benar memerlukan ahli peralatan, orang yang tahu apa
yang sedang dilakukannya."
"Kita sudah punya," jawab Girgis.
"Karena bukan sekadar persoalan penyaluran senjata yang
sedang kita bicarakan di sini. Kita tidak bisa begitu saja mengemasnya di dalam kotak dan menerbangkannya. Kita berurusan
dengan banyak hal?" "Kita sudah punya," ulang Girgis, kali ini lebih tegas. "Semua
dukungan teknis yang diperlukan akan disediakan."
"Tentu saja, Mr. Girgis," gumam Usman, merasa bahwa dia
telah jauh melangkah. "Aku tidak bermaksud" aku hanya ingin
memastikan" "Ya, sekarang kau yakin," kata Girgis.
Dia menyeruput lagi, bibirnya hampir tak menyentuh cairan
itu, kemudian meletakkan gelas itu kembali dan menyeka mulutnya dengan saputangan.
"Sekarang masalahnya tinggal gadis itu," katanya. "Kita
belum menemukannya."
Salah mengakui bahwa itulah persoalannya.
"Kita telah menurunkan lima orang anggota kita di Dakhla.
Dan kita punya orang-orang lokal sini. Jika perempuan itu ada
di sana, kita akan segera bisa menemukannya."
"Polisi?" tanya Girgis. "Jihaz amn al-haoula?"
"Aku telah mengingatkan orang-orang kita," kata Kasri. "Jika
dia muncul, mereka akan memberi tahu kita. Aku menduga
gadis Amerika kita ini?"
"Mengingatkan," sela Girgis.
Dia terus menyeka mulutnya sebelum melipat saputangannya
dengan rapi dan memasukkannya ke dalam saku.
172 | PAUL SUSSMAN "Aku ingin dia segera ditemukan," katanya. "Bahkan jika
peta itu memberikan semua yang kita perlukan, aku tetap ingin
gadis itu ditemukan. Aku tidak menunggu dua puluh tiga
tahun lamanya hanya untuk melihat semua ini kacau balau oleh
hal kecil yang nyerocos keluar dari mulutnya. Aku ingin dia ditemukan, dan aku ingin dia disingkirkan. Jelas?"
"Jelas," jawab ketiga suara itu bersamaan.
"Segera telepon aku kalau kalian sudah mendapat kabar."
Sambungan telepon terputus saat satu per satu dari ketiganya menutup telepon. Untuk sesaat lamanya Girgis tetap
diam, menatap sisi ruangan di depannya pada deretan layar
CCTV"mosaik seks dan kekerasan"sebelum kemudian dia
menyorongkan tubuhnya ke depan.
"Apakah kau mendapatkan semuanya?"
Gumaman yang hampir tak terdengar muncul dari telepon.
Nadanya lebih tinggi daripada orang-orang yang baru saja berdiskusi dengannya; tak mungkin memastikan apakah itu suara
laki-laki atau perempuan.
"Aku memerlukan bantuanmu dalam masalah ini," kata
Girgis. "Jika gadis itu mengontak Kedutaan Besar?"
Gumaman lain terdengar dan sambungan terputus. Girgis
menatap telepon, mata mengecil, lidah keluar-masuk di sudut
mulutnya. Sambil mengangguk, dia meletakkan kembali gagang
penerima, berdiri dan, setelah meneguk tehnya, berjalan ke
balkon dan menatap ke luar ke taman ornamental yang terhampar sampai ke Sungai Nil di halaman belakang rumah.
Dua puluh tahun lamanya dia tinggal di sini, di rumah besar
kolonial yang megah, tepat di depan perairan Zamalek. Bahkan
sekarang pun dia masih tertegun kagum: bahwa dia, anak lakilaki seorang pengumpul sampah, cucu Saidi fellaheen, tinggal
di salah satu kawasan paling eksklusif di Kairo, mendapati
dirinya bergaul dengan kaum elit. Dari Manshiet Nasser sampai
ke sini, dari urusan narkoba di sudut jalan sampai ke kerajaan
bisnis bernilai jutaan dolar"dia pasti sudah melewati jalan yang
THE HIDDEN OASIS | 173 panjang. Lebih jauh dan lebih panjang daripada yang telah dia
perkirakan. Hanya kegagalan Gilf Kebir yang telah menodai
karier gemilangnya"urusan yang seharusnya merupakan kejayaannya, keberanian yang bahkan melewati patokannya, dan
semua itu berantakan karena peristiwa cuaca buruk.
Dia tersenyum kecut, mulutnya menampakkan ekspresi rasa
marah. Ekspresi itu hanya bertahan sejenak sebelum berubah
Pendekar Aneh Naga Langit 10 Tak Mungkin Kuhindar Karya Ana Sofiya Pendekar Bego 11
^