Pencarian

Kemelut Tahta Naga 10

Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p Bagian 10


dipulihkan". Cabang-cabang Pak-cong erat
hubungannya dengan Jit-goat-pang (Serikat
Rembulan Matahari) yang bersikeras agar hak
tahta tetap harus dalam garis keturunan
Pangeran Cu Leng Ong. Cabang-cabang Pakcong dan Jit-goat-pang malahan pernah
menyelenggarakan "operasi gabungan" di Pakkhia, mengerahkan puluhan ribu pengikut
berani mati yang hampir berhasil menguasai
Kemelut Tahta Naga II/17 9 seluruh kota Pak-khia, bahkan istana. Namun
akhirnya gagal. Sedangkan cabang-cabang Lamcong dekat hubunganny dengan Thian-te-hui
(Serikat Langit Bumi yang berpangkalan di
Pulau Taiwan, pendukung setia garis keturunan
Cu-sam That cu. Pulau Taiwan bahkan tetap
mereka kuasai dan menjadi semacam "Kerajaan
Beng kecil" yang tak bisa direbut oleh armada
Manchu. Kapal-kapal dagang Thian-te-hui yang
legendaris dengan bendera putri hitam mereka,
berlayar jauh sampai ke pulau-pulau di selatan
untuk berdagang. Dengan keuntungan dagang
itulah Thian-te-hui dapat gigih bertahan dalam
perlawanan terhadap kekuasaan Manchu.
Cabang-cabang Lam-cong maupun Thian-te-hui
menganggap bahwa "operasi gabungan"
cabang-cabang Pak-cong dan Jit-goat-pang di
Phak-khia itu tidak lebih dari suatu ketololan
yang tidak ada gunanya. Itulah sumber pertengkaran abadi antara
Pak-cong dan Lam-cong, dan hari-hari
belakangan itu, satu sumber pertikaian lagi
Kemelut Tahta Naga II/17 10 muncul. Yaitu siapa yang lebih berhak mengatur
tentang diri Pangeran Hong Lik.
Pak-cong dan Lam-cong seperti dua anak
kecil yang mula-mula bekerja sama untuk
mengambil sarang burung di atas pohon, dan
setelah didapat, mereka berebutan siapa yang
akan memiliki anak burung itu.
Di lereng utara bukit tempat Kuil Hong-kaksi,
orang-orang Pak-cong mendirikan pesanggrahan sendiri. Sedang orang Lam-cong
menggerombol di lereng selatan dan mendirikan perkemahan pula.
Anak buah rendahan tidak kebagian tempat
di barak, tapi disuruh mengambil tempat
sembarangan di lereng, dan ditempat itulah
Wan Lui kebagian tempat Sedang Pangeran
Hong Lik sebagai tawanan penting sudah tentu
diamankan dalam pesanggrahan orang-orang
Lam-cong lapisan atas. Satu yang diherankan Wan Lui. Kuil itu tidak
jauh letaknya dari kota Hong-yang entah
kenapa pembesar-pembesar di kota itu diam
saja melihat berkumpulnya orang sebanyak itu,
Kemelut Tahta Naga II/17 11 tanpa curiga" Betul orang Pek-lian-kau itu
berlagak sebagai para peziarah biasa, tetapi
pihak keamanan di Hong-yang agaknya benarbenar lengah ato memang mengabaikan, sebab
bukankah Pek-lan-kau adalah gerakan yang
menjadi musuh pemerintah Manchu" Atau
pihak keamanan takut Atau kena suap"Atau
pancaindera petugas-petugas di Hon-yang
sudah dipengaruhi ilmu gaib Pek-lian-kau yang
terkenal ampuh" Ketika malam tiba, Wan Lui mulai berjalan
mengendap-endap membawa bungkusan pakaian wayang di panggungnya. Dengan
berusaha agar tidak dilihat oleh siapapun, dia
berusaha mendekati barak pimpinan Lam-cong
di lereng selatan bagian atas yang dekat dengan
Kuil Hong-kak-si. Dengan ilmu meringankan tubuhnya yang
tinggi. Wan Lui tidak berjalan di atas tanah,
melainkan berlompatan di pucuk-pucuk
pepohonan dengan menimbulkan suara
gemerasai dedaunan yang tidak lebih keras dari
guncangan angin. Dengar demikian, biarpun di
Kemelut Tahta Naga II/17 12 lereng itu penuh bertebaran orang-orang Peklian-kau yang bergerombol-gerombo ngobrol
sambil mengerumuni api unggung, akhirnya ia
tiba di dekat barak kayu, tempat para pimpinan
cabang Lam-cong Bangunan kayu itu sepi, tidak Nampak di jaga
sama sekali. Tapi Wan Lui tidak berani langsung
masuk begitu saja, ingat pengalamannya yang
lalu ketika terperangkap barisan "Thian-Peng".
Karena itulah sebelum masuk, Wan Lui merasa
perlu untuk lebih dulu memeriksa keadaan.
Memeriksa bukan dengan mata atau inderaindera Jasmaniah lainnya, melainkan dengan
naluri dan perasaannya yang terdalam dan
terhalus. Biarpun ia tidak punya ilmu gaib atau
penangkalnya, namun ia punya keyakinan yang
teguh bahwa iiwa manusia cukup mampu, peka
dan tajam untuk menangkap kenyataan yang
ada di seberang batas jangkauan panca-indera.
Itulah sebabnya Wan Lui menyandarkan diri di
pohon, tenang, matanya dipejamkan, jiwanya
dijernihkan, perasaannya ditajamkan untuk
menangkap suasana, wajar atau tidak"
Kemelut Tahta Naga II/17 13 Ada Thian-peng atau tidak "
Tapi belum lagi "radar"nya bekerja
sempurna, telinganya malah lebih dulu
kemasukan suara, suara langkah-langkah yang
semakin mendekat. Ketika ia membuka mata, di
lihatnya tiga orang berjubah seperti iman
tengah berjalan meninggalkan barak pimpinan
kaum Lam-cong itu. Satu dari mereka sudah
dikenalnya, Cu-sian Cin-jin, tokoh Pek-han-kau
golongan Pak-cong yang bertengkar terus
dengan Thio Yap. Satu lagi berjubah warna
merah tua, pada jubahnya terlukis macammacam huruf asing yang agaknya adalah
lambang-lambang sihir. Tubuhnya kurus,
memakai topi lancip yang menjulang ke atas
sehingga nampak lebih jangkung, matanya
tajam mengerikan. Kemudian orang ketiga
bertubuh gemuk, beralis tebal, bertampang
ketolol-tololan dan memakai jubah kelabu
polos. Sambil menjauhi barak, mereka
bercakap-cakap. Menyaksikan itu, Wan Lui jadi berpikir, "Apa
gunanya susah-susah masuk ke barak, sedang
Kemelut Tahta Naga II/17 14 dengan membuntuti mereka saja aku bisa
menguping banyak keterangan."
Maka dengan meringankan langkah sernganseringannya, Wan Lui membuntuti mereka
bertiga dengan berlindung di balik satu pohon
ke pohon yang lain. Ketiga tokoh Pek-lian-kau
yang diikutinya itu boleh menepuk dada sebagai
ahli-ahli Hoat-sut (ilmu gaib), tapi ilmu silat
mereka tidak luar biasa. Tidak heran kalau
mereka tak merasa diikuti Wan Lui.
"Suheng, sudah kaudengar sendiri, bukan"
betapa memuakkan jawaban orang-orang Lamcong itu!" hasut Cu-sian Cin-jin kepada si jubah
merah. "Mereka sudah tidak memandang kita
sedikitpun dalam penangkapan si Hong Lik itu.
Padahal di Kim-teng dulu, kalau bukan aku yang
melepaskan ilmuku untuk membuat ngantuk
para pengawal gedung Cong-peng-hu, mana
bisa Thio Yap dan Hoa Cek Cui berhasil
menangkap Pangeran Hong Lik" Tapi kini
mereka merasa bahwa semua hasil ini adalah
hasil kerja mereka sendiri, kita tidak dianggap
apa-apa lagi! Mereka bahkan berani lancang
Kemelut Tahta Naga II/17 15 menghubungi orang dari istana itu tanpa
mengajak aku, sampai aku tidak tahan lagi dan
minggat dari perkemahan mereka!"
"Memang keterlaluan!" Ngo-yap Cin-jin yang
gemuk dan bermuka ketolol-tololun itupun
menyahut sambil membanting kaki. "Tanpa kau
ceritakan juga sudah kulihat sendiri sikap
menjemukan orang-orang Lam-cong itu. Mereka
menjaga sendiri si Hong Lik, pihak kita tidak
diperkenan kan ikut menjaga. Tampaknya
memang mereka akan menyerakahi sendiri
manfaai si Hong Lik. Teman seperjuangan
macam apa itu?" "Mereka tidak mau mengakui jasa kita
sampai tertangkapnya Hong Lik!" Cu-sian Cinjin memanaskan hati. "Di hadapan ribuan wakil
cabang-cabang yang sekarang berkumpul di
Hong-kak-si ini, mereka ingin menanamkan
kesan kalau Lam-cong lebih hebat dari Pakcong. Hong Lik akan mereka jadikan semacam
lambang keunggulan, makanya mereka jaga
sendiri"' Kemelut Tahta Naga II/17 16 Setelah berkata demikian, Cu-sian Cin jin lalu
memandang wajah si jubah merah Cu-peng Cinjin untuk melihat bagaimana reaksi wajahnya.
Terlihat wajah Cu peng Cin-jin memang menjadi
kelam, agaknya mulai terpengaruh ucapan
kedua rekannya itu. "Orang-orang Lam-cong
memang serakah. Mereka akan menggunakan
Hong Lik sebagai tambang emas untuk
memadatkan kantong mereka sendiri, dan
setelah mereka gemuk-gemuk karena makmur,
pasti lupa akan tujuan perjuangan mula-mula
Mereka lupa bahwa mula-mula akulah yang
membuat kontak dengan pihak dari istana yang
ingin menyingkirkan Hong Lik. Aku pula yang
mematangkan pembicaraaan dengan seorang
suruhan Liong Ke Toh di ke lenteng Tin-kangbio dekat Hang-cu. Sekarang enak saja mereka
mau menguasai Hong Lik sendirian!"
"Suheng, kita harus mengambil tindakan.
Jangan diam saja!" kata Cu-sian Cin-jin lagi.
"Kalau kita bersikap mengalah terus, lama-lama
anggota-anggota Pak-cong kita pun akan
Kemelut Tahta Naga II/17 17 terpesona oleh propaganda kaum Lam-cong itu
dan mengikuti mereka! Kita harus bertindak!"
Cu-peng Cin-jin menghentikan langkah lalu
berkata dengan penuh.tekanan. "Sute berdua,
soal mengambil tindakan, akupun sudah
memikirkannya. Aku takkan membiarkan kita
makin suram dan sebaliknya Lam-cong makin
bercahaya cemerlang. Takkan kubiarkan itu,
aku sumpah. Tapi caranya bertindak harus
tepat, bukan asal berani saja!"
Hampir bersamaan Cu-sian dan Ngo-yap Cinjin membanting kaki karena ketidak-sabaran
mereka. Tapi sebelum mereka memprotes lagi,
Cu-peng Cin-jin telah berkata keras, "Kalian
jangan cuma bisa marah-marah, bantingbanting kaki, mendesak desak aku! Akupun
akan bertindak, tapi tidak tergopoh-gopoh
macam kalian! Kalian pikir sekarang ini kita
bisa menang kalau adu pengaruh terangterangan dengan orang-orang selatan itu
Mengandalkan apa kita" Jumlah" Orang kita
kalah banyak karena banyak yang gugur di Pakkhia ketika huru-hara dulu. Mengandalkan
Kemelut Tahta Naga II/17 18 teman-teman kita orang-orang Jit-goat-pang"
Mereka sama babak belurnya dengan kita,
lagipula kalau mengundang mereka sama saja
dengan mengundang orang luar ikut menyelesaikan pertikaian dalam keluarga,
biarpun orang luar itu sahabat baik tetapi tetap
kurang pantas. Apalagi, kalau kita undang Jitgoat-pang masuk, mereka akan mengundang
Thian-te-hui yang lebih kuat, nah, tambah susah
tidak" Pakai otak kalian!"
Cu-sian dan Ngo-yap Cin-jin menunjukkan
sikap tidak puas, tapi melihat pimpinan mereka
begitu marah, mereka tidak berani mendesak
atau mengusulkan apa-apa lagi.
Kemudian Cu-peng Cin-jin berkata dengan
suara lebih rendah, "Beri aku ketenangan untuk
memikirkan tindakan itu. Agar tindakan kita
kelak cukup matang, tidak tergesa-gesa. Kalian
juga dapat membantu menjaga ketenangan,
jangan lagi menghasut dan memanas-manaskan
hati orang-orang kita seperti selama ini. Jangan
kalian kira aku buta dan tuli sehingga tidak bisa
tahu kalian menyebar hasutan untuk memusuhi
Kemelut Tahta Naga II/17 19

Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang-orang selatan. Hentikan itu. Tunggu
keputusanku, kalau kalian masih mengakui aku
sebagai pemimpin Pak-cong!"
Habis berkata demikian, Cu-peng Cinjin
melangkah lebar meninggalkan kedua rekannya
dengan wajah cemberut. Sedang kedua Cinjin yang ditinggalkan nya
itu cuma saling pandang sambil mengangkat
pundak dan geleng kepala.
"Bagaimana sekarang?" tanya Ngo yap Cinjin.
"Apanya yang bagaimana?" Cu-siu Cinjin
malah balas bertanya. "Aku khawatir kalau kita terlambat
bertindak, pengaruh Lam-cong semakin kuat.
Jangan-jangan dalam sembahyang besar nanti,
mereka akan mencalonkan seorang tokoh
mereka untuk menduduk jabatan Kau-cu
(kepala agama)" Itu bisa terjadi kalau mereka
anggap dukungan buat mereka cukup kuat.
Kalau sampai demikian bukankah kita sebagai
pengabdi-pengabdi cita-cita luhur ini akan
dibawah pimpinan orang-orang mata duitan
itu?" Kemelut Tahta Naga II/17 20 "Kita tunggu saja apa tindakan Suheng dalam
satu dua hari ini, kalau tidak ada tindakan apaapa ... yaah ..."
"Kita bertindak sendiri!"
Cu-sian Cinjin yang licin itu terlalu takut
untuk bilang "ya" tapi juga tidak ingin bilang
"tidak". Maklum ia terlalu segan kepada Cupeng Cin-jin yang ilmunya lebih tinggi dari
padanya. Bahkan kakak seperguruannya itu
terlalu mudah kesurupan roh yang mengaku
sebagai roh Kaisar Cong-ceng, penguasa
terakhir dinasti Beng. Cu-sian Cinjin pun kemudian melangkah
pergi, meninggalkan Ngo-yap Cin-jin yang
belum sempat meluapkan emosinya.
Ngo-yap Cinjin memang penasaran sekali. Ia
lalu melangkah ke sebuah hutan yang terletak di
lereng sebelah belakang Kuil Hong-kak-si.
Tempat yang sepi karena orang-orang Pek-liankau tidak menggelar perkemahannya sampai di
situ. Sambil berjalan, Ngo-yap Cinjin sering
menyepak kerikil-kerikil dan ranting-ranting
yang berserakan di tanah, sambil menggerutu.
Kemelut Tahta Naga II/17 21 Tiba di hutan pun dia tidak melakukan apaapa kecuali berjalan bolak-balik sambil
mencaci-maki entah kepada siapa.
Tengah ia begitu kebingungan, tiba-tiba
dilihatnya di sebuah pohon berjarak duapuluh
langkah darinya, terlihat ada asap putih
mengepul sambil berdesis makin lama makin
tebal sampai menjadi tirai kabut. Adegannya
mirip di panggung wayang saja. Tapi karena
kini terjadinya di larut malam dan di tengah
hutan sepi sja, karuan Ngo-yap Cmjin kaget dan
menduga-duga yang teriadi " Kebakarankah'"
tapi kenapa tidak kedengaran gemeratak kayu
terbakar" Dan alangkah terkesiapnya si imam ketololtololan itu ketika tiba-tiba melihat di tengah
kabut usap nu ada sesosok tubuh berdiri.
Mengejutkan, karena sosok kabur itu tidak
menginjak tanah, tapi seperti terapung di udara,
bergoyang-goyang seolah tidak berbobot, Sosok
dalam asap itu berpakaian seperti seorang
Kaisar di Jaman Kerajaan Beng, lengkap dengan
Kemelut Tahta Naga II/17 22 mahkotanya, sorot matanya tajam menatap
Ngo-yap Cinjin. Dengkul si imam totol itu lemas seketika,
apalagi ketika mendengar sosok tubuh itu
menggeram seram, "Berlutut. Aku Kaisar Congceng dari Kerajaan Beng."
Memang kaum Pek-lian-kau amat memuja
kepada kaisar terakhir dinasti Beng yang
matinya menggantung diri di bukit Bwe-san itu.
Ngo-yap Cinjin memang melihat segores bilur
merah melintang di leher sosok dalam asap itu,
mungkin bekas terjerat tali gantungan dulu.
Tanpa pikir panjang lagi Ngo-yap Cinjin berlutut
sambil berseru, "Banswe..Banswe.."
Sosok di tengah asap itu terkekeh seram dan
lirih. "Bagus, dari alam seberang ini kulihat
siapa pengikutku yang setia, dan siapa yang
tidak setia. Kalian, Pak-Lian-kau cabang-cabang
Pak-cong kunilai paling lurus memperjuangkan
cita-cita. Melebih teman-teman kalian dari Lamcong melebihi pula gerakan-gerakan lain seperti
Jit-goat-pang. Thian-te-hui dan sebagainya!"
Kemelut Tahta Naga II/17 23 Dengkul si imam tolol itu lemas seketika, apalagi
ketika mendengar sosok tubuh itu menggeram seram,
"Berlutut. Aku Kaisar Cong Ceng dari Kerajaan beng."
Kemelut Tahta Naga II/17 24 "Terima kasih, Yang mulia. Dengan restu
Yang Mulia kami akan terus berjuang sampai
tegaknya kembali dinasti Beng yang diperintah
oleh keturunan Yang Mulia. Hamba juga amat
berbahagia, karena malam ini untuk pertama
kalinya hamba diperkenankan memandang
wajah Yang Mulia, biarpun sudah berbeda alam
tempat kita berada."
"Aku tahu. Perjuangan gigih kalian sungguh
membuatku besar hati dan terharu, tetapi ... ah
..." sosok tubuh dalam asap itu menarik napas
dengan sedih sambil geleng-geleng kepala.
"Tidak semua hamba-hambaku sesetia kau. Ada
yang mulai gila harta sehingga melupakan
kesetia-kawanan dengan teman-teman seperjuangan." Campur aduk antara rasa bangga mendapat
pujian dengan pengabdian yang amat fanatik,
membuat Ngo-yap Cinjin bergolak darahnya
ketika melihat "roh Kaisar Cong Peng" nampak
begitu sedih. Sambil mengangkat wajahnya, dia
berkata penuh tekad, "Ampun yang Mulia, kalau
ada teman-teman seperjuangan yang Kemelut Tahta Naga II/17 25 mengecewakan Yang Mulia, hamba sanggup
menumpas mereka. Berilah restu kepada
hamba, Yang Mulia!" Asap putih itu perlahan-lahan menipis
terhembus angin malam yang lembut, maka
sosok tubuh di tengah asap itu tanpa
membuang-buang waktu lagi segera mengutarakan maksudnya, "Hamba-hamba
tidak setia itu tidak menghiraukan petunjukpetunjuk gaib ku lewat mimpi. Mereka
mendukung calon raja yang tidak kukehendaki.
Dulu aku memang menunjuk Cu-sam Thai-cu
sebagai pewaris tahtaku, tapi aku menyesal dan
mengubah wasiatku. Aku ingin keturunan Ci
Leng Ong yang harus memegang tahta Kerajaan
Beng, sebab mereka lebih berani dalan
perjuangan menentang kaum Aishin Gioro itu!"
Kebetulan memang garis keturunan Pa
ngeran Cu Leng Ong ini yang dijunjung cabangcabang Pak-cong dan Jit-goat pang. Mendengar
pesan "gaib" itu, kontan Ngo-yap Cin-jin
bersujud sampai jidatnya, menyentuh tanah.
Kemelut Tahta Naga II/17 26 "Hamba menjunjung titah Yang Mulia sepenuh
jiwa raga." Waktu itu asap putihnya sudah semakin
menipis sehingga "arwah Kaisar Cong ceng" pun
agaknya tergesa-gesa ingin segera pergi dari
situ. Melihat gelagatnya Nyo-yap Cin-jin hendak
mengucapkan "ikrar setia" yang panjang lebar,
"arwah Kaisar" itu buru-buru membentak,
"Tidak usah banyak omong, buktikan dengan
tindakan nyata! Siapa menuruti pesan-pesanku,
dialah yang ku restui dalam setiap pertempuran
sehingga menang terus! Laksaan Thian-peng
(prajurit langit) bisa kuperintahkan membantu
perjuangannya!" "Hamba mohon doa restu, Yang Mulia."
"Cepat laksanakan!"
Ngo-yap Cin-jin bersujud sekali lagi, lalu
kembali ke perkemahannya dengan langkah
tegap, penuh keyakinan bahwa perjuang annya
akan menang karena sudah mendapat perintah
langsung "Kaisar Cong Ceng".
Hanya beberapa detik setelah imam tolol itu
pergi, angin bertiup keras dan menyapu sisaKemelut Tahta Naga II/17
27 sisa asap putih di tempat itu. Sisa asap putih
yang memancar dari bumbung bambu
bersumbu, berisi sejenis campuran kembang
api yang biasa digunakan di panggungpanggung wayang untuk mendramatisir
adegan-adegan "turunnya dewa" atau "munculnya siluman" ...
Bersamaan dengan sirnanya asap yang sama
sekali tidak gaib itu, "Kaisar Cong ceng" juga
cepat-cepat melompat turun dari seutas tali
hitam yang direntangkan di batang pohon, satu
meter dari tanah, yang tadi diinjaknya dengan
ilmu meringankan tubuh yang amat lihai. Cepatcepat ia melepas dan melipat jubahnya,
mencopot kumis dan janggut palsu yang
direkatkan di pipinya, melepas tali dan
menggulungnya Semua itu disatukan dalam
sebuah bungkusan yang segera digendongnya.
"Kaisar Cong-ceng" itu segera "menjelma"
menjadi Wan Lui. "Sekali-sekali asyik juga main hantu-hantuan
di depan orang tolol ..." pikir Wan Lui. "Mudahmudahan aku tidak kualat kepada yang sudah
Kemelut Tahta Naga II/17 28 mati. Tapi kala kubiarkan Pek-lian-kau merajalela, aku lebih takut lagi kualat kepada orangorang yang masih hidup."
Lalu Wan Lui berkelebat cepat bagaiku
hantu, meninggalkan tempat itu. Bagaikan
hantu, tapi bukan hantu, cuma bekas hantuhantuan.
* * * Di barak pimpinan cabang-cabang Pak-cong
yang terletak, di lereng sebelah utara dari
kelenteng Hong-kak-si, sedang terjadi perdebatan seru. "Kalau suheng memang tidak mau
mempercayai, akupun tidak bisa memaksa. Aku
tidak bersalah lagi kalau sampai Suheng kena
murka roh Sri Baginda, yang agaknya sudah
benar-benar murka terhadap penyelewengan
kaum Lam-cong!" seru Ngo-yap Cinjin sambil
menggebrak meja. "Dan Sri Baginda pun tidak
sabar melihat kelambanan kita dalam menindak
orang-orang Lam-cong yang menyimpang dari
perjuangan suci itu! Orang-orang yang telah
Kemelut Tahta Naga II/17 29 mengubah perjuangan suci menjadi sekedar
arena pemerasan ala bandit-bandit kelas teri
untuk mencari uang!"
Selama ini Cu-peng Cinjin memimpin kaum
Pak-cong, antara lain karena dia dipercayai
sebagai satu-satunya orang yang bisa
mendengar "pesan-pesan dari alam gaib" dan
bahkan sering kesurupan, sehingga tiap katakatanya ditaati, tak ada anak buahnya yang
berani membangkang. Kini mendengar Ngo-yap
Cinjin mengaku telah bertemu muka dengan
"roh Sri Baginda sendiri, kontan saja Cu-peng
Cinjin merasa disaingi, kedudukannya sebagi
pemimpin bisa goyah. Maka laporan Ngo-yap Cinjin ditanggapinya
dengan dingin saja. "Sute, makanya sering
kuperingatkan agar kau jangan keseringan
melamun atau kebanyakan minum arak.
Bukankah kau tahu sendiri bahwa arwah Sri
Baginda selalu memberikan perintahperintahnya hanya melalui aku" Bukankah
sering kau lihat sendiri Sri Baginda memasuki
Kemelut Tahta Naga II/17 30

Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tubuhku, lalu memakai mulutku untuk
memerintah?" "Tapi, Suheng, sekali ini benar-benar kulihat
dengan mataku sendiri roh Sri Baginda
melayang di tengah-tengah segumpal asap putih
di hutan di belakang kuil itu. Dia melayang,
tidak menginjak tanah, persis Suheng ketika
sedang kemasuk an ..."
"Lancang mulutmu! Mana bisa aku
disamakan dengan Sri Baginda" Kau ini agar
aku kualat kena kutukannya?"
"Oh..maaf, maksudku...aku ben..benar melihat
Sri Baginda mengapung didepanku. Benarbenar mengapung, tidak menginjak apa-apa,
bahkan aku berbicara dengannya..."
"Aku kira, ucapan Ngo-yap Sute ini perlu
dipertimbangkan..." Cu-sian Cinjin ngotot
mendesak Cu-peng Cinjin agar bertindak, maka
Cu-sian Cinjin tinggal "membonceng" saja. Jadi
bukan urusan percaya atau tidak percaya.
Di dalam ruangan barak itu bukan cuma ada
ketiga Cinjin itu, melainkan juga beberapa tokoh
Kemelut Tahta Naga II/17 31 Pak-cong. Ada yang imam ada yang bukan. Tapi
ada persamaan mereka. Pertama, semuanya mempercayai bahwa
perjuangan itu dipimpin sendiri oleh roh Kaisar
Cong-ceng, lewat pesan-pesan gaibnya. Kedua,
semuanya merasa jengkel oleh sikap orangorang Lam-cong yang memandang remeh
mereka. Ketiga, mereka percaya, siapa yang
paling mampu menangkap "pesan gaib Sri
Baginda" lah yang paling patut memimpin Pakcong, bahkan bukan cuma Pak-cong tapi
mestinya ya seluruh Pek-lian-kau, bahkan
seluruh gerakan yang menentang pemerintah
Manchu. Sayangnya kaum Lam-cong tidak
setuju cara menentukan pimpinan hanya
berdasarkan "Yang paling kesurupan", begitu
ejekan kaum Lam-cong. ... Kini mendengar Ngo-yap Cinjin kini juga
mengakui "ketiban wangsit", orang-orang Pakcong mendapat kesempatan untuk mendesak
Cu-peng Cinjin agar segera bertindak kepada
kaum Lam-cong. Bukan cuma menegur, sebab
teguran sudah tidak digubris.
Kemelut Tahta Naga II/17 32 Cu-peng Cinjin cukup peka menilai gelagat, la
pikir, kalau orang-orangnya tidak puas, bisabisa kedudukannya sebagai pimpinan akan
goyah. Karena itulah terpaksa dia berkata,
"Baik, untuk terakhir kalinya aku akan bicara
kepada teman-teman kita dari Lam-cong itu,
agar kita diperbolehkan ikut menentukan nasib
Hong Lik itu." "Tidak perlu minta ijin! Hak untuk
menghukum Hong Lik memang hak kita, bahkan
perintah dan Sri Baginda yang pernah diterima
Suheng sendiri, kenapa kita, harus seolah
mengemis kepada mereka sergah Cu-sian Cinjin
penasaran. "Sute, jangan menghasut. Bagaimanapun juga
orang-orang Lam-cong adalah teman-teman
seperjuangan kita. Kalau sikap kita menimbulkan bentrokan, bukankah kita yang
akan rugi sendiri" Bukankah anjing-anjing
Manchu yang akan ambil keuntungan?"
"Orang yang sudah lupa tujuan perjuangan,
bukan teman seperjuangan lagi!" sahut Ngo-yap
Cinjin keras. "Sri Baginda sendiri telah
Kemelut Tahta Naga II/17 33 memerintahkan kepadaku! Sri Baginda sendiri
tidak puas kalau kita terus bersikap lunak
terhadap mereka!" "Tunggu, sekarang juga biarlah kutemui
pimpinan Lam-cong untuk bicara terakhir
kalinya dengan dia!" Cu-peng Cinjin tidak
mampu lagi menahan desakan anak buahnya.
"Kalian tetap di sini dan jangan membuat
keributan!" Lalu Cu-peng Cinjin keluar dari situ untuk
menuju ke barak pimpinan kaum Lam-cong.
Seharian itu, entah bagaimana hasil
pembicaraan pimpinan Pak-cong dan pimpinan
Lam-cong, namun hasilnya tetap tidak
memuaskan orang-orang Pak-cong.
Biarpun dengan kata-kata yang halus, Lamcong tetap menyatakan keberatan kalau orang
Pak-cong ikut mengawasi Pangeran Hong Lik.
Apalagi menyerahkan mentah-mentah, sebab
pihak Lam-cong kuatir kalau "angsa ajaib yang
bisa bertelur emas" itu akan disembelih begitu
saja oleh orang-orang Pak-cong. Keruan
Kemelut Tahta Naga II/17 34 penolakan itu memperhebat ketidak-puasan di
kalangan Pak-cong. Sementara itu, di kalangan Lam-cong
sendiripun juga tidak sedikit yang mulai jengkel
terhadap orang-orang Pak-cong.
"Orang-orang Pak-cong itu mau seenaknya
saja." "Seenaknya bagaimana?"
"Siapa yang mempertaruhkan nyawa dalam
penangkapan Pangeran Hong Lik, dan
bertempur dengan anjing-anjing Manchu di
Kim-teng?" "Aku yang baru datang dari Ou-pak tentunya
tidak ikut. Tetapi sudah kami dengar betapa
kawan-kawan kita, terutama Thio dan HOa
Haiangcu dengan berani serta cerdik berhasil
menangkap Hong Lik Bahkan memukul mundur pasukan anjing
Manchu yang mencoba mengejarnya. Benarbenar suatu operasi yang gemilang!"
"Hampir sepenuhnya operasi itu ditangani
Lam-cong kita. Pihak Pak-Cong cuma mengirim
Cu-sian Cinjin untuk membantu dengan ilmu
Kemelut Tahta Naga II/17 35 gaibnya, tapi sebenarnya tanpa bantuan Cu-sian
Cinjin pun operasi kita akan berjalan lancar.
Nyatanua begitu. Nah, pikir, siapa yang berhak
atas diri Hong Lik?"
"Tentu saja kita!"
"Semua teman juga berpendapat begitu.
Tetapi orang Pak-cong tetap saja menganggap
tertawannya Hong Lik sebagai usaha bersama,
ha-ha...mana bisa" Kita yang berjuang, kenapa
mereka mau ikut makan nasilnya?"
"Benar. Mereka itu tolol tapi serakah dan
mau berlagak!" Begitulah, orang-orang Lam-cong pun
membicaraku orang Pak-cong dengan berapiapi penuh kemarahan. Dan kemudian datang
lagi benerapa orang Lam-cong yang langsung
bergabung dan ikut bicara.
"He, sedang membicarakan apa?"
"Membicarakan pahlawan-pahlawan kesiang
angan, teman-teman kita dari Pak-cong itu!"
"Oh ya, kawan-kawan, sudah dengar kabar
terbaru dari antara mereka belum" "
"Kabar apa lagi?"
Kemelut Tahta Naga II/17 36 "Begini, katanya Ngo-yap Cinjin telah...
"Ngo-yap Cinjin" Yang seperti Put-to-ong
itu?" Keruan para pimpinan cabang-cabang Lamcong yang sedang berkumpul dan berkelakar itu
tertawa serempak. Put-to-ong adalah boneka
mainan berbentuk bulat, cuma terdiri dari
kepala dan tubuh tapi tanpa anggota tubuh,
bagian pantatnya diberi pemberat timah. Maka
biar digoyang atau digulingkan bagaimanapun
juga, akhirnya akan tetap bisa berdiri di
pantatnya. "Ya ... ya ... dia itulah Ngo-yap Cinjin
"Aku pernah berpapasan dengannya, kusapa
dia tapi dia malah memelototi aku. Hampir saja
kutabok jidatnya ..."
Kembali orang-orang itu tertawa riuh
rendah. "Tenanglah kalian mau dengar berita itu
tidak?" "Ya, ya. Bagaimana ceritanya?"
Kemelut Tahta Naga II/17 37 "Begini, katanya si Put-to-ong itu telah
Bertemu dengan roh Sri Baginda dan mendapat
perintah-perintah langsung ..."
Belum selesai kalimat itu, ujung kalimatnya
sudah tenggelam oleh gemuruh tertawa yang
meledak kembali. Termasuk di antara yang
tertawa itu adalah Wan Lui yang di pipi dan
dagunya masih ada bekas-bekas lem untuk
menempelkan kumis dan jenggot palsu
semalam. Tapi ia tidak ikut bi cara.
"Pantas orang-orang Pak-cong itu selalu
gagal, karena pikiran mereka selalu dipenuhi
hal-hal yang serba tahyul. Itu beda mereka
dengan kita. Kitapun belajar ilmu gaib, namun
tidak meninggalkan akal sehat ini ..." kata
seorang sambil mengetuk-ngetukkan telunjuknya ke jidat. "Benar tidak?"
"Benar. Itulah sebabnya kita di wilayah
selatan semakin disegani. tidak sekedar
dianggap segerombolan orang yang percaya
kepada tahyul." Begitulah, di perkemahan Pek-lian-kau itu
soal "Ngo-yap Cin-jin ketemu Sribaginda" itu
Kemelut Tahta Naga II/17 38 segera menjadi pembicaraar hangat, oleh orangorang Pak-cong maupun Lam-cong. Cara
membicarakannya tentu saja juga berbeda.
Orang-orang Pak-cong bicara dengan nada
bangga, penuh keyakinan dan bahkan khidmat.
Sedangkan orang-orang Lam-cong membicarakannya dengan cengengesan, menganggapnya sebagai bualan yang dilebihlebihkan belaka.
Perbedaan sikap itu menghasilkan apalagi
kalau bukan kebencian yang semakin
menghebat di antara dua golongan Pek-lian-kau
itu " Malam tiba. Ketika lereng-lereng bukit di sekitar Kuil
Hong-kak-si itu mulai sepi, diam-diam Wan Lui
bangkit dan menyelinap meninggalkan perkemahan. Sebisa-bisanya menghindari anggota-anggota Pek-lian-kau yang masih
berjaga di dekat api unggun.
Setelah cukup jauh dari lokasi berkumpulnya
orang-orang Pek-lian-kau tersebu Wan Lui
mulai berani mengerahkan ilmu meringankan
Kemelut Tahta Naga II/17 39 tubuhnya. Maka bagaikan seekor burung saja,
dia melesat ke arah kota Hong-yang yang tidak
jauh. Tembok kota dipanjatnya dengan Ilmu Piahou-yu-jio (Cecak Merayap), dan sesaat
kemudian Wan Lui sudah ada di atas tembok
kota, lalu melompat turun.
Karena malam memang sudah larut, maka
keadaan kota pun sudah sepi. Tapi Wan Lui
terus berjalan, dan kepada seorang penjual
makanan yang baru mau pulang, ia menanyakan
letak kediaman Panglima Kota (Cong-peng) kota
Hong-yang. Setelah mendapat petunjuk,
langkahnya pun mantap menuju ke sana.
Gedung Cong-peng itupun tentu saja sudah
ditutup pintunya, tapi sebagai pejabat penting,
pintunya tetap dijaga empat orang prajurit.
Dengan langkah tanpa ragu-ragu, Wan Lui
melangkah lurus ke arah para penjaga,
membuat para penjaga itu menunggu dengan
bersiaga. Kepada penjaga-penjaga itu, Wan Lui berkata
dengan gagah, "Aku bernama Lui Hong Gan,
Kemelut Tahta Naga II/17 40

Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berpangkat Cam-ciang dari Pasukan Rahasia
Istana. Aku harus bertemu muka dengan
panglimamu sekarang juga!"
Kata-kata Wan Lui yang diucapkan dengan
gaya begitu meyakinkan, membuat para penjaga
terpengaruh, biarpun semasa dinas mereka
belum pernah didengarnya tentang "Pasukan
Rahasia Istana". Mungkinkah sebuah pasukan
yang baru dibentuk" Namun mereka tidak berani langsung
mengijinkan masuk begitu saja. Pimpinan
penjaga segera berkata dengan hormat, "Lui
Cam-ciang, bolehkah kami memeriksa suratsurat dan tanda-tanda resmimu?"
Wan Lui melotot dengan lagak gusar, dan
menjawab, "Aku sedang dalam tugas
penyamaran yang amat rahasia di tengahtengah musuh, apakah harus kubawa semua
tanda pengenalku agar ditemukan musuh, lalu
aku disembelih?" "Tetapi sekarang saatnya orang beristirahat,
mungkin Cong-peng sendiri juga sudah ..."
Kemelut Tahta Naga II/17 41 "Bangunkan! Ada urusan penting. Kalau tidak
mau bangun, terpaksa harus kulaporkan Kaisar
bahwa dia bersikap amat tidak membantu
dalam urusan gawat yang menyangkut
keselamatan negara. Di istana, aku punya
wewenang dan hak khusus untuk menghadap
Kaisar, kapanpun aku mau!"
Para penjaga betul-betul kalah gertak oleh
lagak Wan Lui itu. Si pemimpin penjaga
terpaksa membungkuk dengan amat hormat,
lalu berkata, "Baiklah, maafkan kami. Silahkan
Cam-ciang menunggu sebentar di Sini, biar aku
melapor kepada Cong-peng."
"Cepat!" Terbirit-birit si pemimpin regu penjaga
melangkah masuk. Beberapa saat kemudian, ia
sudah keluar kembali dan berkata, "Silakan
masuk, Lui Cam-ciang. Cong-peng sudah bangun
dan siap menemui Cam-ciang di ruangan
tengah. Silakan."' Dengan gagah Wan Lui melangkah masuk, di
ruangan tengah nampak lilin sudah dinyalakan.
Kwa Cin Beng, si Hong-yang Cong-peng, sudah
Kemelut Tahta Naga II/17 42 duduk menunggu dalam pakaian seragamnya
yang nampaknya tergesa-gesa dikenakan,
sementara matanya baru separuh terbuka.
Ketika melihat Wan Lui melangkah masuk, Kwa
Cin Beng bangkit dan duduknya untuk memberi
hormat. '"Silakan duduk, Lui Cam-ciang ...
sambutnya. Wan Lui lebih dulu membalas hormat, "Aku
benar-benar minta maaf telah mengganggu
tidur Cong-peng, karena amat terpaksa
membawa satu urusan penting ..."
"Kenapa tidak datang siang-siang saja
"Cong-peng tahu, sebagai komandan Pasukan
Rahasia Istana, aku harus bertindak serba
terselubung dan hati-hati. Tak mungkin aku
datang kepada Cong-peng dengan membawa
barisan pengawal, mengibarkan bendera dandiiringi pula barisan tambur dan terompet. Tapi
ya seperti sekarang inilah cara kerjaku, sekali
lagi aku mohon maaf ..."
Menyaksikan kefasihan bicara Wan Lui, di
hati Kwa Cin-beng mulai timbul perasaan
tamunya itu benar-benar orang dari istana.
Kemelut Tahta Naga II/17 43 Maka ia tidak berani bersikap kurang hormat
ataupun menunjukkan ketidak senangannya.
"Jangan sungkan, Cam-ciang. Kita sebagai abdiabdi negara memang setiap saat harus siap
demi tugas-tugas kita ..."
"Rupanya tidak keliru aku menghubung
Cong-peng. Ternyata aku menghubung: Congpeng yang tepat, yang mengabdi dengan ppenuh
hati. Kalau kulaporkan hal ini kehadapan Kaisar,
tidak mungkin masa depan Cong-peng tidak
diperhatikan..." begitulah wan Lui lebih dulu
menyanjung untuk melancarkanrencananya.
Kwa Cin Beng memang senang, tapi ia masih
harus mengetahui siapa orang yang duduk di
depannya itu, sebab selama ini belum pernah
satu kalipun kalau di Pak-khia ada yang
namanya "Pasukan Rahasia Istana".
"Maaf, Cam-ciang. Aku memang agak terkejut
mendengar Cam-ciang mengaku dari Pasukan
Rahasia Istana yang mengunjungiku di malam
selarut ini. Apakah Pasukan Rahasia Istana ini
baru dibentuk" Aku yang picik ini belum pernah
mendengarnya." Kemelut Tahta Naga II/17 44 Karena sudah menduga akan menghadapi
pertanyaan itu, Wan Lui juga siap dengan
jawabannya,"Memang belum lama dibentuknya.
Tugas kami ialah melindungi anggota-anggota
keluarga istana, namun dengan cara diam-diam
dan tidak menyolok mata."
Sementara Kwan Cin Beng mengangguk
angguk, Wan Lui melanjutkan kata-katanyu
hanya dalam hati sambil tertawa, "Dibentuk nya
memang baru beberapa menit yang lalu. Akulah
komandan merangkap satu-satunya anggota."
"Dan maksud-Cam-ciang menemui aku?"
"Begini, Cong-peng. Hampir dua bulan yang
lalu, Pangeran Hong Lik, Putera Mahkota,
meninggalkan istana secara diam-diam dalam
penyamaran, dikawal beberapa anak-buah,"
bual Wan Lui dengan mantap. "Tapi rombongan
itu tiba-tiba hilang jejak-nya, pengawalpengawalnya pun tidak lagi mengirimkan berita
dengan burung merpati kepadaku. Antara kami
yang di istana dan rombongan Pangeran Hong
Lik jadi putus hubungan sama sekali. Tentu saja
Kemelut Tahta Naga II/17 45 Kaisar jadi gelisah, lalu aku dipanggil
menemuinya untuk membicarakan soal ini."
Tiap kata-kata Wan Lui menyiratkan betapa
tinggi kedudukannya dalam istana, sehingga
anggukan kepala Kwa Cin Beng semu kin
gencar. Dibiarkannya Lui "Cam-ciang" ini
melanjutkan bicaranya. "Kaisar menugaskan aku langsung mencari
Pangeran Hong Lik. Setelah kuselidiki dengan
seksama, baru tahu kalau Pangeran Hong Lik
ternyata diculik orang-orang Pek-lian-kau.
Pantas kalau kalau kami di istana jadi
kehilangan kontak." Kwa Cin Beng terperanjat. "Pek-lian-kau"
Sekte yang sudah dinyatakan sebagai gerakan
terlarang itu?" "Ya, kalau bukan mereka, mana ada Pek liankau yang lainnya lagi?"
Sesaat suasana tegang mengisi ruangan itu,
api lilin yang berlenggak-lenggok seper ti
seorang penari itupun membuat bayangan di
dinding jadi ikut bergoyang. Kwan Cin Beng
memang mulai tegang. Pangeran Hong Lik
Kemelut Tahta Naga II/17 46 hilang diculik Pek-lian-kau, kemudian "Lui Camciang"
ini menemuinya malam-malam. Tentunya bakal ada hubungan antara kedua hal
itu. "Lalu bagaimana, Cam-ciang?"
"Kwa Cong-peng, apakah kau tahu orang
orang macam apa yang sekarang sedang
berkumpul di sekitar Kuil Hong-kak-si, tidak
jauh dari kota ini?"
"Oh, mereka itu para peziarah biasa. Me
mang setahun sekali, mereka berkumpul disana,
berkemah beberapa hari, lalu membuat
semacam upacara menurut kepercayaan
mereka, entah upacara apa, setelah itu bubar.
Begitu terus dari tahun ke tahun, tidak
membahayakan. Maka ya kubiarkan saja."
"Apakah Cong-peng tidak pernah menyuruh
orang-orangmu untuk menyusup di antara
mereka, melihat upacara macam apa yang
mereka selenggarakan itu?"
"Belum. Karena aku rasa mereka itu
hanyalah ?". Kemelut Tahta Naga II/17 47 Ucapan Kwa Cin beng terpotong ketika
Wan Lui keras-keras menepuk permukaan
meja, sambil menggertak, "Ini kelengahan-mu,
Cong-peng. Karena kau tidak menyelidiki, jadi
kau kena dikelabuhi mereka. Mereka bukan
peziarah-peziarah biasa, tapi orang-orang Peklian-kau!"
Mulut Kwa Cin Beng kontan jadi sulit di
katupkan, seolah rahangnya kejang, matanya
terbelalak lebar. Sementara Wan Lui melanjutkan kata
katanya, "Mereka rajin berkumpul, tak lain
untuk mengatur siasat pemberontakan terhadap pemerintah kita. Ya, mereka
merencanakan pemberontakan tepat di bawah
hidungmu, Kwa Cong-peng! Sedangkan kau
masih saja bilang aman, tidak berbahaya, hanya
peziarah dan sebagainya. Bisa kaubayangkan
hukumanmu kalau sampai Kaisar mendengar
ini?" Wajah Kwa Cin Beng memucat, tubuh-nya
gemetar, katanya kepada Wan Lui bernada amat
memohon, "Lui Cam-ciang, tolonglah aku.
Kemelut Tahta Naga II/17 48 Jangan laporkan kepada Sribaginda. Malam ini
juga akan kukerahkan pasukanku untuk
menggempur mereka!" "Jangan!" "Maksud...maksud Cam-ciang bagaimana?"
"Pangeran Hong Lik ditawan mereka. Kalau
kauserbu mereka secara sembrono, sama saja
dengan mempercepat kematian Pangeran Hong
Lik. Kesalahan macam ini jauh lebih berat
daripada kelengahanmu selama ini!"
"Lalu....aku harus bagaimana?"
"Bukan aku melarang bertindak, tapi ber
tindaklah dengan terencana, jangan sampai
membahayakan jiwa Pangeran Hong Lik. Untuk
itu, Cong-peng harus bekerja-sama denganku.
Aku punya satu rencana."
"Aku .... aku akan menurut saja."
Demikianlah siasat Wan Lui, lebih dulu
menakut-nakuti Kwa Cin Beng agar "jinak",
setelah itu barulah bisa diatur rencana
berikutnya. Tanyanya, "Cong-peng, pertamatama aku tanya, berapa kekuatan prajurit yang
ada di bawah perintahmu saat ini?"
Kemelut Tahta Naga II/17 49 "Kira-kira empatribu limaratus orang."
"Kumohon Cong-peng siapkan mereka, tetapi
jangan menyolok, jangan sampai sasaran kita
mengetahui kalau hendak kita serang. Dan maaf,
biarpun Cong-peng berpang kat lebih tinggi dari
aku, tapi hendaknya menuruti rencanaku. Demi
keselamatan Pangeran Hong Lik. bagaimana?"
"Aku setuiu." "Terima kasih, Cong-peng. Untuk rencana
selanjutnya, Cong-peng harap menunggu
petunjukku. Kalau bergerakdi luarpetuniuk ku,
berarti mencelakakan Pangeran Hong Lik dan
byangkan sendiri akibat yang bakal kautcrima."
"Aku paham. Akan aku siapkan pasukan."
"Ingat, persiapan tempurnya jangan menyolok." Wan Lui bangkit untuk memberi hormat, lalu
pergilah ia. Tidak lagi melewati pintu depan,
melainkan melompat keatap dan langsung
"terbang" menghilang ke luar kota Hong-yang.
Setelah melewati dinding kota, ia lebih
hebat mengerahkan ilmu meringankan Kemelut Tahta Naga II/17 50 tubuhnya melintasi padang perdu, menuju ke
Kuil Hong-kak-si.

Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi padang perdu itu baru dilintasinya
separuh lebarnya, ketika dari dalam hutan di
depannya tiba tiba muncul segumpal asap hitam
yang berputar kencang, hendak menelannya.
dengan kaget Wan Lui menghentikan langkah
dan menghindar. Asap hitam buyar, dan muncullah Cu-peng
Cin-jin dengan wajah bengis di hadapan Wan
Lui. Tangan kanannya memegang pedang,
tangan kirinya memegang Hud tim (kebut
pertapa), pada ikat pinggangmu bagian
belakang tertancap macam-macam bendera
jimatnya seperti Hong-hun-kui (bendera awan
dan angin), Ciao-hun-ki (bendera penianggil
roh), Ngo-lui-ki (bendera lima guntur), Sip-hunki (bendera penyedot semangat) dan
sebagamya. Kalau Cu-peng Cin-jin berjalan di
pasar dengan dandanan macam itu, tentu
dikiranva penjual bendera mainan untuk anakanak.
Kemelut Tahta Naga II/17 51 Tapi Wan Lui tahu, bendera-bendera itu
adalah senjata-senjata gaib yang ampuh.
Wan Lui menyeringai dan memberi hormat,
"Oh, kiranya Cu-peng Cin-jin. Maafkan, hampir
saja aku tidak melihat Cin-jin. Apakah Cin-jin
juga sedang meronda perti aku?"
Cu-peng Cin-jin mendengus dingin Bangsat
cilik, kau masih mengira aku bisa kaukelabui'
Siapa kau sebenarnya?"
"Aku Gan Hong Lui. Anggota Pek-lian-kau
wilayah selatan." "Bohong!" bentak Cu-peng Cin-jiin gusar.
Kaupikir aku tidak memperhatikan gerakgerikmu se|ak tadi kautinggalkan Hong Kak-si
seperti maling takut ketahuan Dan sekarang
au:t malam kau oatang dari arah kota HongYang, untuk apa?"
"Ah, memang aku memasuki kota Hong-yang
untuk menjenguk seorang kerabat. Hanya itu."
"Anjingg cilik pintar sekali kau bohong ya"
Aku justru curiga mendengar onmongan-mu
yang berbelit-belit. Atau jangan-jangan kau
adalah kaki tangan para anjing Manchu yang
Kemelut Tahta Naga II/17 52 menyusup ke tubuh Pek-lian-kau untuk
mengacau perjuangan kami?"
Lebih dulu Wan Lui memandang ke
sekelilingnya, keapdang perdu yang tidak
terlalu luas itu, dan yang ada hanya kesunyian.
Hanya dia dan Cu-peng Cin-jin yang ada di
tempat itu. Agaknya cu-peng Cin-Jin begitu
percaya dirinya sendirian saja akan dapat
menangkap "anggota yang mencurigakan" itu,
mengorek keterangan secara diam-diam, lalu
akan digunaka sebagai sakski untuk menyudutkan kaum Lam-cong.
Sedangkan Wan Lui setelah yakin tidak
adanya orang ketiga, lalu terang-terangan
membuka diri, "Benar, memang nama yang
sebenarnya ialah Wan Lui, dari Liang-pek-san
alias orang Manchu asli. Aku memang tidak
suka Pek-lian-kau dan akan menghancurkan
kalian, nah, hidung kerbau, mau apa kau?"
Di samping marah, Cu-peng Cin-jin
sebetulnya juga merasa kebetulan kalau bisa
menangkap "Gan Hong Lui" ini hidup-hidup, lalu
memaksanya mengaku di depan sembahyang
Kemelut Tahta Naga II/17 53 besar beberapa hari lagi, tentu pihak Lam-cong
akan malu karena telah ke-susupan orang
Manchu. Cu-peng Cin-jin tidak buang-buang waktu
lagi. Sekali melompat tinggi, hud-tim di tangan
kirinya ditebarkan di depan wajah Wan Lui,
untuk menyamarkan gerak pandang di tangan
kanannya yang menikam ke arah perut. Itulah
jurus Hun-li-tiau-toh (ditengah mega memetik
buah toh). Ternyata imam itu bukan cuma lihai
dalam ilmu gaib atau kesurupan saja, namun
ilmu silatnya boleh juga.
Namun menghadapi Wan Lui, imam itu kaget
sendiri. Tadinya dia mengira, kalau yang
dihadapinya cuma mata-mata biasa, tentu akan
dibereskannya dalam waktu singkat. Sama
sekali tidak disangkanya kalau yang dihadapinya kini adalah murid Pak Kiong Liong,
tokoh yang puluhan tahun malang-melintang di
lapisan teratas dunia persilatan dengan julukan
Pak-liong (Naga Utara). Cu-peng Cin-jm terkejut karena serangannya cuma menerpa angin, Wan Lui
Kemelut Tahta Naga II/17 54 seperti belut telah menghindar ke samping, lalu
maju merunduk sambil meninju ke pinggang
Cu-peng Cin-jm. Itulah gerak Cim-jip-Uong-tong
(masuk ke gua naga). Kelabakan Cu-peng Cin-jin menyelamatkan
diri dengan melompat menjauh, tapi gerak Wan
Lui tanpa dihentikan terus disambung dengan
Au-cu-hoan-sin (elang berputar). Wan Lui
melompat mengikuti lawannya, dengan kedua
tangannya mencoba merangkul pundak lawan
untuk mematikan semua gerak senjata
lawannya. Kalau mematahkan serangan cuma satu.
Pedangnya tidak bisa cepat membela diri sebab
letaknya sedang jauh di sebelah kiri, sedang
serangan Wan Lui menembus dari sudut kanan
dan begitu dekat dengan tubuh. Terpaksa Cupeng Cin-jin harus membanting diri bergulingan
di tanah, dan ketika bangkit kembali, jubahnya
sudah berlepotan tanah. Sementara itu, Wan Lui sudah bertekat untuk
membereskan Cu-peng Cin-jin secepatnya,
sebab ia sudah terlanjur mengaku siapa dirinya
Kemelut Tahta Naga II/17 55 sebenarnya. Kini Wan Lui mencabut pedang
yang tergendong di punggungnya.
Baru saja Cu-peng Cin-jin melompat bangun,
ujung pedang Wan Lui tahu-tahu tinggal
sejengkal dari dadanya, meluncur cepat dengan
gerak Pek-ho-tiok-hi (bangau putil mematuk
ikan). Melompat mundurpun tak sepenuhnya bisa
lolos, karena lengan atas Cu-peng Cin jin
tertikam sehingga pedang di tangan kanannya
terjatuh. Untuk menahan musuh, kebutannya
disabetkan ke muka Wan Lui sambil melompat
mundur sekali lagi. Detik detik itu Cu-peng Cinjin menyadari betapa kelirunya kalau mengajak
Wan Lui adu silat. Maka peluang untuk menang tinggal ter sedia
lewat jalan Hoat-sut (ilmu sihir).
Wan Lui terus memburu dengan pedangnya
lawannya terus mundur. Hati Wan Lui kaget
ketika melihat tubuh Cu-peng Cin-jin tiba-tiba
lenyap terbungkus asap hitam yang entah dari
mana datangnya, Ujung pedang Wan Lui
menusuk jauh ke dalam gumpalan asap hitam,
Kemelut Tahta Naga II/17 56 tapi tidak apa apa. Dan ketika asap hitam itu
lenyap kembal Wan Lui melilhat Cu-peng Cin-jin
sudah menjauh belasan langkah.
"Jangan lari!" bentak Wan Lui.
Namun mulut Cu-sian Cin-jin telah komatkamit membaca mantera. Hud tim di tangan kiri
sudah diselipkan di sabuknya, ganti memegang
bendera Ciao-hun-ki (bendera pemanggil roh)
yang berwarna kuning dan dikibar-kibarkan di
atas kepala. Tangan kanan memegang beberapa
helai orang-orangan dari kertas kuning yang
digunting. Teringat pengalamannya di kota Kam-teng
dulu, Wan Lui bisa menduga apa yang bakal
dialaminya. Cepat Wan Lui menerjang maju.
Tapi Cu-peng Cinjin cepat menebarkan
guntingan-guntingan kertas kuning berbentuk
orang itu, dibarengi kibasan bendera Ciao-hunkinya.
Guntingan-guntingan kertas kuning itu tibatiba
menggelembung besar, setidaknya begitulah kelihatannya, menjadi seukuran
manusia biasa, yang terus mengerubut Wan Lui.
Kemelut Tahta Naga II/17 57 Ada tujuh "orang" yang semuanya mengamuk
dengan hebat karena dirasuki kehidupan entah
dari mana. Wan Lui tidak lagi kaget menghadapi
"mereka", tapi lumayan kerepotan juga.
"Mereka" tidak menyerang dengan jurus silat
yang teratur, melainkan sekedar mengamuk
membabi buta, hanya saja amukan itu cukup
berbahaya. Bahkan ketika pedang Wan Lui
mengenai "mereka", biarpun tubuh itu terkoyak
tetapi tidak berakibat apa-apa dan terus
mengamuk... Dari jarak belasan langkah, Cu-peng Cin-jin
puas melihatnya. Bendera Ciao-hun-ki disimpan, ganti mengeluarkan bendera Ngo-luiki (bendera lima guntur) yang berwarna lima
macam. Bendera yang dipercayai bisa
mengundang Ngo-lui sin (lima malaikat guntur).
Sesaat kemudian Cu-peng Cinjin sudah khusyuk
sekali membaca manteranya, sambil menggoyang-goyang bendera itu. Angin yang
keras mulai datang, mengguncang pohon-pohon
perdu dan ilalang sekitar tempat itu. Bahkan
Kemelut Tahta Naga II/17 58 sayup-sayup di dalam angin itu ada juga suara
gemuruh pelan, beberapa kali.
Biarpun tengah sibuk melayani tujuh
lawannya "manusia kertas" itu, Wan Lui pempat
melirik gerak-gerik Cu-peng Cinjin dan ia
terkejut. Bendera di tangan Cu-peng Cinjin itu
persis dengan yang pernah Wan Lui lihat di
tangan Thio Yap, ketika menghajar In Kiu-liong
dari kejauhan dengan serangan-serangan tidak
nampak. Wan Lui ingat betapa payahnya In Kiuliong waktu itu, bajunya robek-robek dan
berbekas terbakar. Tak berani berlambat-lambat lagi, Wan Lui
cepat-cepat menggigit bibirnya keras-keras
sehingga berdarah, lalu ludah berdarah itu
disemprotkan ke arah lawan-lawannya. Dua
kena dan langsung roboh menjudi guntinganguntingan kertas kembali. Roh gaib yang
menggerakkannya terusir pergi kena darah
hangat manusia hidup. Tinggal lima, Wan Lui terus mendesak sambil
menyemburkan ludah berdarahnya, dan
membuat semua lawannya akhirnya kembali
Kemelut Tahta Naga II/17 59 asal sebagai guntingan-guntingan kertas kuning
biasa yang tidak menakutkan lagi.
Tapi saat itulah Cu-peng Cin-jin mulai
membentak sambil mengayunkan bendera Ngolui-ki.
Wan Lui yang baru bebas dari tujuh manusia
jadi-jadian, tiba-tiba saja merasa disambar
suatu kilatan cahaya yang entah darimana
datangnya, sesuatu yang menyala-nyala tapi tak
diketahui apa itu sebenarnya. Wan Lui
menggulingkan diri menghindar, dan penyerangnya itu lenyap entah kemana.
Tiba-tiba Cu-peng Cinjin membentak dan
mengayunkan benderanya lagi, dan kembali
suatu kilatan cahaya menyambar Wan Lui.
Ketika berhasil dihindari, lalu lenyap entah
kemana. Saat-saat berikutnya Cu-peng Cinjin pun


Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semakin tenggelam dalam praktek ilmunya.
Topi lancipnya sudah dilepas, rambutnyapun
dilepas gelungannya sehingga terurai bebas,
sebagian menutupi mata. Kemelut Tahta Naga II/17 60 Matanya makin terpejam dan kesadarannya
makin kabur, mulutnya terus menggumamkan
mantera bahasa aneh yang nadanya pndah
menggeram. Tubuhnya tidak lagi diam, tapi
melangkah hilir mudik dengan bergoyang ke
kiri dan kanan secara berirama. Kibasan
bendera Ngo-lui-kinya semakin gencar.
Itu berarti kerepotan Wan Lui juga
bertambah. Cahaya kilat yang menyambarnya
makin sering, sehingga Wan Lui makin jungkir
balik tak keruan. Celakanya, sambaran itu juga
bisa muncul dari mana saja, dari arah yang tak
terduga. Sejak semula Wan Lui sudah menjauhkan diri
dari anggapan bahwa serangan itu bukan
sekedar "tipuan mata". Bukan, sebab akibatnya
nyata. Segumpal semak-semak hangus jadi abu
ketika kena sambarannya. Untung ketangkasan Wan Lui juga luar biasa,
sejauh ini ternyata belum bisa dikenai. Inilah
pertandingan seru antara manusia melawan
makhluk halus. Sementara Wan Lui sadar tidak
mungkin terus-terusan begitu, la tidak mau
Kemelut Tahta Naga II/17 61 jungkir-balik sendirian, sementara Cu-peng Cinjin enak-enak "bersenandung" sambil "menari
bendera" ... Suatu saat setelah berhasil menghindari
kilatan api kehijauan itu, secepat kilat Wan Lui
bergulingan ke arah Cu-peng Cinjin. Tapi hanya
kurang beberapa langkah dari lawannya, suatu
kilatan menyambarnya dari atas, tegak lurus
dengan bumi. Terpaksa Wan Lui harus
melompat bangun, sebelum tempatnya semula
hangus disambar kilatan gaib itu. Sambaran
berikutnya memaksa Wan Lui malah semakin
jauh dari Cu-peng Cinjin.
Betapa masygul dan gusarnya Wan Lui sulit
dikatakan. Ilmu silatnya yang tinggi itu jadi tak
berguna kecuali untuk terus terusan menghindar, tanpa bisa menyerang Cu-peng
Cin-jin secara langsung, dan kalau sampai ia
kehabisan tenaga, berarti itulah saat terakhirnya. Membayangkan hal itu, Wan Lui jadi ne-kad.
"Secepatnya menang atau binasa," ia
membulatkan tekad dalam hati.
Kemelut Tahta Naga II/17 62 Begitu mendapat kesempatan, dengan se
genap tenaga ia menghentakkan kaki ke tanah.
Tubuhnya dengan gerakan Ban-liong-seng-thian
(selaksa naaga naik ke langit) langsung ke arah
Cu-peng Cm-jin. Wan Lui bahkan tidak mau
membiarkan pikirannya terpecah untuk
meladeni kilatan kilatan hijau yang berseliweran menyambar nya.
Satu kilatan melayang satu jari di atas
jidatnya, berpapasan, Wan Lui tetap tak peduli.
Bahkan setelah luncurannya pasti kearah
sasaran, dia menutup matanya agar perhatiannya tidak terurai.
Sedetik setelah pedang Wan Lui menembus
dari depan ke belakang, Cu-peng Cin-jin masih
belum sadar apa yang terjadi, bahkan setelah
ambruk ke tanah, masih sempat mengayunkan
benderanya satu kali sebelum sukmanya pergi
"menghadap Sribaginda".
Begitu keras Wan Lui menerjang, sampai dia
roboh bersama-sama ke atas tubuh Cu-peng
Cin-jin. Namun Wan Lui cepat melompat
bangun. Kemelut Tahta Naga II/17 63 Waktu itulah kibasan terakhir bendera Nuolui-ki tadi masih membuahkan serangan kilat
terakhir. Kali ini Wan Lui tak sempat
menghindar, sambaran itu kena ke dadanya
dengan kekuatan seperti jotosan seorang
raksasa. Wan Lui terpental ke belakang dengan
baju bagian dada hangus. Beberapa saat lamanya Wan Lui tergeletak di
tanah dengan napas terasa sesak. Sambil
mengatur napas, ia melihat bahwa suasana
seram yang tidak wajar itu pelan-pelan sirna,
pulih ke suasana semula yang wajar.
Wan Lui heran juga, dirinya kena serangan
setelak itu di dada, kenapa tidak mati" Padahal
kalau melihat betapa hebat "kilat hijau" itu
mengenai tanah, mestinya dia mati.
Ketika ia bangkit perlahan, dirasanya sesuatu
jatuh dari badannya, sebuah salib perak kecil
berkilau di rerumputan kena cahaya bintang.
Bandul kalung yang tadi tergantung di dadanya,
namun tali rami yang untuk menggantungkannya sudah jadi abu kena "kilat
hijau" tadi. Kemelut Tahta Naga II/17 64 Penuh rasa syukur Wan Lui memungutnya,
mendekapkan ke dekat jantungnya dengan rasa
mesra, sebelum dimasukkan ke kantong
dalamnya. la lalu bangkit dan meninggalkan tempat itu,
jalannya perlahan. Pertempuran melawan ilmu
gaib yang baru saja dijalaninya benar-benar
menguras tenaganya. Tapi sekaligus ia
bersyukur bahwa ia merasa tidak sendiri.
Sejenak dipandangnya tubuh Cu-peng Cin-jin
yang seolah terpaku di tanah oleh pedangnya,
guntingan-guntingan kertas kuning berbentuk
orang-orangan yang kini bertebaran oleh angin,
semak-semak maupun tanah yang hangus oleh
"kilat hijau" tadi. semuanya itu tentu akan
dianggapnya sebagai mimpi belaka. Tapi robek
hangus di baju bagian dadanya itu adalah
kenyataan. * * * Wan Lui tiba diam-diam di perkemahan Peklian-kau golongan Lam-cong, di lereng selatan
Kemelut Tahta Naga II/17 65 Kuil Hong-kak-si yang nampak megah di
bayangan malam. Setelah menyembunyikan
bajunya yang terbakar dengan yang masih utuh,
Wan Lui tidur. Pagi harinya, dia dibangunkan oleh seorang
anggota Pek-lian-kau "teman"nya. Cara yang
gegabah untuk membangunkan seorang pesilat
tangguh, sebab orang itu menggoncang tubuh
Wan Lui keras-keras. Wan Lui yang bangun
dengan terkejut itu hampir saja melepaskan
sebuah pukulan maut, untung dapat segera
menguasai diri, dan beruntunglah si anggota
Pek-lian-kau itu. "Kenapa?" tanya Wan Lui mendongkol. "Kau
amat mengagetkanku?"
(Bersambung Jilid XVIII) Kemelut Tahta Naga II/17 66 0 Kemelut Tahta Naga II/17 67 Kemelut Tahta Naga II/18 1 KEMELUT TAHTA NAGA Bagian : II Karya : STEFANUS S.P. Jilid XVIII Kata orang itu, "Gan Hong Lui, cepat bersiap
dengan senjatamu dan berkumpul de ngan
teman-teman. Ini perintah Toa-hiang-cu
(hulubalang utama)."
"Ada apa" Ada serangan anjing-anjing
Manchu?" "Bukan, bukan anjing Manchu, tapi orang
orang Pak-cong. Entah kesurupan apa lagi
mereka, kali ini mereka marah-marah
mendatangi perkemahan kita sambil membawa
senjata. Kalau mereka hendak memperlaku kan
kita semau mereka, kita ya terpaksa harus
melawan!" "Oh, begitu?" sahut Wan Lui sambil
melompat bangun, lalu ia mengambil pedang
nya, dan berjalan bersama "teman"nya itu ke
Kemelut Tahta Naga II/18 2 satu arah. Bahkan tanpa lebih dulu cuci muka
atau membersihkan mulut. Dilihatnya di lereng selatan itu orang-orang
Lam-cong berbondong-bondong menuju ke satu
arah sambil membawa senjata, ke lapangan luas
di depan Kuil Hong-kak-si itu. Suasananya
benar-benar seperti mau berangkat perang.
Sebagian dari mereka berjalan dengan sikap
diam dan prihatin. Mereka inilah orang-orang
Lam-cong yang bagaimanapun perselisihannya
dengan Pak-cong, masih tetap menganggap
orang-orang Pak-cong sebagai teman seperjuangan. Tidak pantas perselisihan itu
diselesaikan dengan main senjata. Tapi orang
macam ini kecil jumlahnya, sedang sebagian
besar adalah orang-orang yang memang sudah
jengkel kepada Pak-cong dan kalau perlu ya
bertempur. Rombongan orang-orang Lam-cong memenuhi sebelah selatan kuil Hong-kaksi,suasananya benar-benar suasana perang.
Ujung senjata berkilat-kilat di mana-.mana. Wan
Kemelut Tahta Naga II/18 3 Lui memilih agak di depan, agar bisa
memperhatikan apa yang terjadi.
Tak lama kemudian, orang-orang Lam-cong
bersorak-sorak melihat keluarnya pemimpin
mereka. Itulah seorang tua berjenggot putih dan
berjubah biru, tatapan matanya tajam. Tangan
kanannya buntung sebatas siku, namun lalu
disambung dengan cakar besi yang kehitamhitaman warnanya.
Thio Yap dan Hoa Cek Gu. Mengiring
dibelakang orang tua ini.
Ketika orang-tua itu mengangkat tangan
kirinya, sorak-sorai orang-orang Lam-cong reda
seketika, bahkan semuanya segera mengatur
diri menjadi barisan yang rapi Melihat ini, Wan
Lui diam.-diam merasa bahwa gerombolan ini
cukup terlatih dalam kedisiplinan militer. Kalau
benar mereka ber-siteguh dalam cita-cita
membangun kembali Kerajaan Beng, maka
orang-orang mi memang cukup berbahaya.
Mereka Dukan cuma semacam gerombolan liar,
tapi sudan mirip pasukan yang berdisiplin.
Kemelut Tahta Naga II/18 4 "Pasukan Kwa Cin Beng akan mendapat
lawan berat di sini," pikir Wan Lui. "Golongan
ini benar-benar tidak boleh dibiarkan tumbuh
kuat menjadi gerakan yang berbahaya. Kalau
mereka bisa ditumpas selagi masih berkumpul
di sini, terutama tokoh-tokohnya, itu lebih
bagus. Tapi biarkan dulu mereka bentrok
sendiri agar kekuatan mereka melemah dari
dalam." Sementara itu, setelah orang-orang Lam
cong reda soraknya, orang tua bercakar besi itu


Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkata kepada anak-buahnya, "Kalian kularang
bertindak tanpa perintahku. Sejauh kita bisa,
kita akan tetap menganggap orang-orang Pakcong itu sebaga teman seperjuangan!"
Saat itulah dari arah utara muncul
rombongan Pak-cong, yang dipimpin Ngo-yap
Cin-jin dan Cu-sian Cin-jin yang berwajah keruh
menahan amarah. Di belakang mereka, dua
anggota Pak-cong membawa usungan mayat Cupeng Cin-jin.
Kemelut Tahta Naga II/18 5 Orang-orang Pak-cong yang berbaris di
belakang kedua orang itupun nampaknya
sangat marah. Tiba di depan rombongan orang-orang Lamcong,
Ngo-yap Cin-jin memerintahkan rombongannya berhenti, lalu dengan satu
isyarat dia menyuruh kedua pengusung mayat
untuk meletakkan tubuh Cu-peng Cin jin di
hadapan pemimpin-pemimpin Lam-cong. Seolah mau menunjukkan bukti.
"Apalagi dalihmu tentang mi, Tiat Beng
Hou?" tanya Cu-sian Cm-pn dengan geram
sambil mengurai cambuk yang membelit
pinggangnya. "Ayo jawab'"
Menyusul Ngo-yap Cin-jin memukulmukulkan tongkat besarnya ke tanah dan
berkata dengan suara mengguntur, "Tega sekali
kaum Lam-cong berbuat sekeji ini terhadap
teman seperjuangan sendiri. Kenapa Karena iri
bahwa selama ini roh Sribaginda menyampaikan perintah hanya kepada kami
dari Pak-cong dan melalui Cu-peng Cin-jin, lalu
kalian bunuh Cu-peng Cin-jin Atau karena
Kemelut Tahta Naga II/18 6 serakah ingin memanfaatkan si Hong Lik guna
kepentingan kalian sendiri-"
Di antara orang-orang Lam-cong yang
hampir dua ribu orang itu, Wan Lu diam-diam
tersenyum geli, apalagi ketika mendengar Ngoyap Cin-jin berkata semakin keras. Apakah
kalian tidak merasa kalau roh Sribaginda sudah
kecewa terhadap kalian" Hal itu dikatakannya
langsung kepadaku. Ya! Roh Sribaginda juga
memberiku perintah, aku harus menyadarkan
kalian kembali ke garis perjuangan yang murni.
Kalau kalian tidak menuruti pesan Sribaginda,
kami diberi hak untuk menghukum kalian. Tapi
ternyata kalian malah semakin nekad, karena
merasa iri bahwa kami yang dipilih oleh
Sribaginda, lalu kalian membunuh Cu-peng Cinjin!"
Disusul dengan caci-maki yang sengit dan
menyeramkan dari orang-orang Pak-cong.
Setelah caci-maki kehabisan suara, baru lah
pemimpin Lam-cong, Tiat Beng Hou, berkata
dengan tenang, "Kawan-kawan dari Pak-cong,
kalian sungguh keliru kalau mengira pihak kami
Kemelut Tahta Naga II/18 7 yang membunuh Cu-peng Cin-jin. Harap tahu,
pihak kami juga amat menghormati Cu-peng
Cin-jin yang paling sering dipilih oleh roh
Sribaginda untuk menyampaikan perintahperintahnya."
Ujung kalimatnya tenggelam dalam gemuruh caci-maki kaum Pak-cong. Dan yang
suaranya paling keras ialah Ngo-yap Cin-jin,
"Menghormati" Kalau kalian percaya Cu-peng
Cin-jin adalah saluran perintah Sri baginda,
kenapa selama ini Kalian tidak menuruti katakatanya" Kenapa kalian bersikeras tidak mau
menyembelih si anjing Manchu cilik Hong-lik
itu" Padahal Cu-peng Cinjin sudah mendapat
pesan gaib, kalau Hong-lik dikorbankan,
kebangkitan Kerajaan Beng tak tertunda lagi,
seperti terbitnya matahari di ufuk timur! Tapi
kalian malah bersikap seperti bandit-bandit
picisan saja, hendak menggunakan Hong Lik
untuk memeras guna mendapatk. uang! Huh,
rendah sekali niat kalian."
Wajah Tiat Beng Hou mulai bersemu merah.
Sebagai pimpinan Lam-cong yang punya harga
Kemelut Tahta Naga II/18 8 diri, ia tersinggung dihadapan anak buahnya
dihujani dampratan setajam itu oleh orangorang Pak-cong. Namun demi keutuhan Peklian-kau, ia masih mencoba bicara baik-baik,
"Cin-jin berdua, tidakkah kurang baik kalau kita
bicara begini emosional di hadapan anak buah
kita" Mari masuk ke depan altar, lalu bersujud
agar roh Sribaginda memutuskan perselisihan
kita. Kita akan mencapai kesepakatan tanpa
menimbulkan perpecahan di antara sesama
teman sepejuangan." "Tidak perlu!" Ngo-yap Cinjin ngotot.
"Perintah Sri Baginda sudah jelas kudengar,
buat apa masih mengganggu ketenteramannya
di alam baka" Kami harus menindak siapapun
yang menyeleweng dari garis perjuangan,
kecuali kalau kalian cepat-cepat sadar dan
selanjutnya mohon ampun dan mengikuti
semua pesan Sribaginda.' Tiat Beng-Hou tertawa dingin sambil
berkata mengejek, "Perintah Sri Baginda yang
mana" Kalian ini keseringan mencatut nama Sri
Baginda untuk kepentingan kalian sendiri.
Kemelut Tahta Naga II/18 9 Apapun yang menjadi selera kalian, lalu kalian
umumkan atas nama Sri Baginda dan semua
orang harus menurut kalian. Hem, memangnya
gampang bagi kami untuk menelan segala
omong kosong kaitan?"
Kata-kata yang mulai tajam ini disambut
sorak-sorai orang-orang Lam-cong, dipelopori
oleh Wan Lui. Ngo-yap Cin-jin murka, sekonyong-konyong
dia melompat untuk memukul kepala Tiat Beng
Hou dengan tongkatnya, sambil
berseru sengit, "Kaulah yang kesurupan arwah Co Huasun!"
Co Hua-sun adalah pemimpin para sida-sida
di jaman Kaisar Cong Seng dulu, yang sering
menyelewengkan dan memcatut nama Kaisar
demi kepentingannya sendiri, membuat
pemerintahan morat-marit dan akhirnya
ambruk diterjang pemberontakan Li Cu-seng.
Semua orang yang berjuang untuk
kebangkitan kembali dinasti Beng, amat
membenci Cu Hua-sun, tidak terkecuali Tiat
Kemelut Tahta Naga II/18 10 Beng Hou. Maka makian Ngo-yap Cinjin itu
benar-benar menghabiskan kesabarannya.
Pukulan tongkat Ngo-yap Cinjin dengan
berani ditangkis dengan lengan kanannya yang
palsu dari besi itu. Terjadi benturan, keduaduanya tergeliat mundur.
Sekali mulai bertempur, ternyata Tiat BengHou amat ganas. Ngo-yap Cinjin mundur, dia
|ustru mendesak ma|u dengan tangan kiri
mengancam leher, dan tendangan kaki kanan
mengancam pinggang. Begitulah, perselisihan antara dua cabang
Pek-lian-kau itu makin menghebat, berubah
menjadi pertikaian terbuka dengan senjata.
Bukan lagi para anak buah sekedar mengejek
dan para pemimpin mengendali kan, namun
kini para pimpinan sudah baku hantam secara
fisik dan anak buah mereka menyoraki,
mendukung, kalau perlu terjun ke gelanggang.
Sementara pertarungan Tiat Beng Hou dan
Ngo-yap Cin-Jin semakin seru dan seluruh
perhatian terpusat ke gelanggang itu, Wan Lui
ingin mencari kesempatan untuk mengetahui
Kemelut Tahta Naga II/18 11 dimana Pangeran Hong Lik diseKap. Kepada
orang Lam-cong di sebelahnya, ia bertanya,
"Orang-orang Pak-cong itu sebenarnya punya
sasaran utama merebut Pargeran Hong Lik, kita
harus memperkuat penjagaan di tempat itu. Kau
tahu dimana terpat bangsat Manchu Hong Lik
itu disekap?" "Di salah satu ruang barak pimpinan, tapi
tidak tahu ruang yang mana, sahut yang ditanya.
"He, Gan Hong Lui, kau mau kemana?"
"Ke barak untuk ikut menjaga di sana. Siapa
tahu orang-orang Pak-cong menggunakan siasat
"memancing harimau meninggalkan gunung*"
Mereka memancing kita semua ke lereng utara
itu untuk diajak bertengkar, sedangkan lereng
selatan tempat itu mereka gerayangi diam-diam
dengan mengirimkan orang untuk mencuri
bangsat Manchu Hong Lik itu?"
"Tempat itu sudah dijaga."
"Ah, berjaga-jaga lebih dulu, apa salahnya?"
"Apakah kau sudah gila" Kita belum
diperintahkan oleh Toa-hiang-cu.
Kemelut Tahta Naga II/18 12 "Toa-hiang-cu sedang sibuk meladeni
kerbau gila dari Pak-cong itu, mana sempat
memberi perintah" Kita harus mengambil.
prakarsa sendiri demi. tetap menguasai Hong
Lik!" Orang-orang Lam-cong tak sanggup membantah dalih yang dikemukakan oleh Gan Hong
Lui" itu, dan tak sanggup mencegah ketika
"teman mereka yang kelewat sadar kewajiban"
itu berjalan meninggalkan barisan, tanpa raguragu menuju ke lereng selatan.
Beberapa Hio-cu (pemimpin cabang) juga
melihat Wan Lui keluar dari barisan, tapi
mereka diam saja sebab sama-sama berpikir,
"Tentu dia anak buah salah satu Hio-cu yang
entah sedang disuruh apa."
Waktu itu, perkelahian antara Tiat Beng
Hou dan Ngo-yap Cin-jin sudah meningkat
makin panas, belasan jurus jurus hebat sudah
mereka pertukarkan. Kedua pihak sama-sama
merasa sulitnya menundukkan lawan, tapi
justru membuatnya semakin ngotot untuk
mengalahkan. Pimpinan mana yang sudi
Kemelut Tahta Naga II/18 13 kehilangan muka di hadapan anak-buah
masing-masing" Namun sampai sejauh itu, kedua orang itu
belum punya ingatan untuk menggunakan ilmu
gaib, sebab masing-masing sadar bahwa pihak
lawan terlalu mudah untuk menangkal. Kini
keduanya menaruh harapan pada tipu-tipu silat
mereka. Sementara itu, dengan berjalan terangan
seolah-olah memang sedang ditugaskan
pimpinan, Wan Lu. sampai ke barak di lereng
selatan. Barak itu dijaga oleh puluhan anggota
Lam-cong yang terpercaya.
Melihat datangnya Wan Lui, mereka heran
belum mengenalnya dan bertanya, "He, siapa
kau" Kenapa berani masuk kemari.
Lebih dulu Wan Lui memberi hormat, lalu
berkata, "Di lereng utara sudah terjadi
bentrokan kita dengan kaum Pak-cong. Karena
Thio Hiang-cu khawatir kalau ada orang Pakcong yang diam-diam menyelundup kemari
untuk mengambil Hong Lik, dia menyuruh aku
untuk melihat bagaimana keadaan di sini."
Kemelut Tahta Naga II/18 14 "Kau sendiri siapa" Kenapa belum
menyebut nama?" Wan Lui menjawab dengan berlagak
bangga. "Aku Gan Hong Lui, ikut menyumbangkan tenaga melawan anjing-anjing
Manchu di Kim-teng, ketika dulu kita menculik
Hong Lik!" Penjaga-penjaga barak itu mulai percaya.
Namun karena tugas menjaga Pangeran Hong
Lik itu berat tanggung-jawabnya, mereka tak
bisa membiarkan sembarangan orang yang
tidak mereka kenal menyelonong masuk ke
tempat itu. Tak peduli orang yang mengaku


Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pernah "ikut menyumbang tenaga melawan
anjing-anjing Manchu sekalipun."
"Jadi apa maksudmu kemari?"
Beberapa detik sambil bertanya-jawab itu
digunakan oleh Wan Lui untuk menyapukan
pandangannya melihat keadaan bagian dalam
barak itu. Di satu pojokan nampak sebuah
tempat tertutup yang mirip panggung, dijaga
berlebihan, maka gampang saja Wan Lui
Kemelut Tahta Naga II/18 15 menerka bahwa tempat itulah tempat Pangeran
Hong Lik disekap. Kalau Wan Lui mau bertindak, dengan ilmu
silatnya yang tinggi tentu bisa melumpuhkan
penjaga-penjaga itu untuk membawa lari
Pangeran Hong Lik. Tapi tindakan macam itu
hanya akan menyadarkan Pak-cong maupun
Lam-cong bahwa pertikaian mereka telah
dimanfaatkan oleh pihak ketiga, dan mereka
akan bersatu kembali biarpun cuma untuk
sementara. Wan Lui tidak mau hal itu terjadi, la
ingin Pak-cong dan Lam-cong saling gempur,
makin hebat makin baik, agar kekuatan mereka
menjadi lemah, dan berarti makin ringan tugas
pasukan dari Hong-yang untuk menumpas
mereka nanti. Menjawab penjaga-penjaga barak itu, Wan
Lui .cuma bilang, "Syukurlah kalau tawanan itu
tetap aman di tempatnya. Thio Hiang-cu
berpesan agar kalian tetap waspada, sebab
orang-orang Pak-cong siap merebut Hong Lik
dengan cara apa saja. Mungkin sebentar lagi
mereka akan menyerbu kemari."
Kemelut Tahta Naga II/18 16 "Katakan kepada Thio Hiang-cu, kami akan
menjaga sebaik-baiknya."
"Kalau begitu, akan segera kulaporkan
kepada Thio Hiang-cu agar lega," kata Wan Lui
dengan berlagak sungguh-sungguh, lalu pergi
dari situ. Dari depan kuil sayup-sayup masih terde
ngar sorak-sorai orang Pak-cong maupun Lamcong yang mendukung "jago" mereka masingmasing. Nampaknya situasi makin hangat.
Namun Wan Lui tidak segera kesana untuk
"laporan kepada Thio Hiang-cu", malahan ia
berjalan memutar lewat belakang Kuil yang
berupa lereng berhutan, dan tiba di
perkemahan orang Pak-cong di sisi utara.
Sebagian besar orang Pak-cong memang
mengikuti Ngo-yap Cin-jin, tapi ada sebagian
yang tinggal di perkemahan.
Ketika berpapasan dengan seorang yang
berdandan seperti imam, masih muda, Wan Lui
mendekatinya dan menyapa, "Maaf, Cin jin."
"Siapa kau?" Kemelut Tahta Naga II/18 17 "Aku adalah seorang anggota Pek-lian-kau
dari cabang Pak-cong, ingin menyampaikan
kabar penting kepada Ngo-yap Cin-jin atau Cusian Cin-jin, tetapi kedua Cin-jin itu sedang
sibuk." "Sampaikan saja kepadaku, berita penting
soal apa?" "Bukankah kita perlu Hong Lik untuk
disembelih dan dipersembahkan kepada arwah
leluhur Kerajaan Beng, sebagai titik awal
bangkitnya kembali Kerajaan beng?"
"Benar, tapi kaum Lam-cong mengangkangi
sendiri tawanan itu."
"Cin-jin, baru saja aku diam-diam
menyelidiki lewat belakang kuil ke barak
pimpinan Lam-cong, dan sekarang aku sudah
tahu dimana mereka menyembunyikan Hong
Lik." Si imam muda itu tertarik oleh berita yang
dibawa Wan Lui. Memang soal yang belakangan
itu membuat kaum Pak-cong mas-gul dan
penasaran ialah soal Pangeran Hong Lik itulah.
Pak-cong merasa pihak merekalah yang lebih
Kemelut Tahta Naga II/18 18 besar jasanya dalam penangkapan Pangeran
Hong Lik, sebab merekalah yang lebih dulu
"merintis kontrak" dengan komplotan Liong Ke
Toh di istana. Arti penting Pangeran Hong Lik
bertambah setelah Cu-peng Cin-jin mengaku
mendapat "pesan gaib" roh Sribaginda bahwa
kalau Hong Lik disembelih di altar, kebangkitan
dinasti Beng akan segera terwujud. Dan seluruh
ang gota Pak-cong mempercayainya. Maka
alangkah murkanya mereka ketika malah kaum
Lam-cong yang me "monopoli" Pangeran Hong
Lik, bahkan tidak setuju kalau Pangeran itu
disembelih, tapi hendak untuk memeras pihak
istana saja. Sejak itu, keinginan orang-orang
Pak-cong hanyalah merebut Pangeran Hong Lik,
tapi belum menemukan ke sempatan.
Kini laporan Wan Lui itu dianggap sebagai
munculnya sebuah kesempatan. Imam muda itu
segera mengumpulkan puluhan ang gota Pakcong yang masih tertinggal di perkemahan. Lalu
dengan membawa senjata, mereka merundukrunduk di antara pepohonan di lereng belakang
Kemelut Tahta Naga II/18 19 kuil Hong-kak-si, menuju ke tempat yang akan
ditunjukkan Wan Lui. Sambil ikut bersama mereka, Wan Lui
berkata kepada si imam muda, "Keserakahan
orang-orang Lam-cong itu benar-benar menjemukan. Mereka bahkan tega membunuh
Cu-peng Cin-jin hanya agar bisa tetap
menguasai Hong Lik yang akan mereka
tukarkan dengan uang. Uang saja yang mereka
pikirkan, sampai lupa tujuan perjuangan yang
sebenarnya!" Imam itu adalah keponakan murid Cu-peng
Cin-jin, namanya Siok Sim Cu, wataknya agak
berangasan mirip Ngo-yap Cin-jin. Kata-kata
Wan Lui itu membakar hatinya. "Kau tahu Cupeng Su-siok di bunuh orang-orang Lam-cong
itu benar-benar melihat sendiri atau cuma ikutikutan pendapat orang banyak?"
. Dengan sikap meyakinkan Wan Lui
menjawab, "Kalau pembunuhan itu memang
tidak kulihat sendiri. Tapi semalam kulihat Toat
Beng Hou dan Thio Yap berjalan meninggalkan
barak pimpinan, tidak lama setelah Cu-peng
Kemelut Tahta Naga II/18 20 Cin-jin menuju ke arah yang sama, di padang
ilalang itu." Dalam suasana penuh kemarahan itu, orang
takkan sempat menyaring lagi mana yang benar
dan mana yang salah. Bualan atau bukan bualan
tak dibedakan lagi, semua pihak hanya
membutuhkan lebih banyak dorongan untuk
menghancurkan pihak yang dibenci.
Maka kata-kata Wan Lui itu menggusarkan
Siok Sim Cu dan orang-orang Pak cong yang
mengikutinya. "Memang, menilik bekas-bekas pertarungan
di sekitar mayat Cu-peng siok itu kukira telah
terjadi pertarungan dengan menggunakan
bendera jimat tao-hun-ki dan Ngo-lui-ki. Ada
orang-orangan kertas kuning dan semak-semak
yang terbakar hangus. Di antara orang-orang
Lam-cong pun tokoh-tokohnya bisa menggunakan bendera-bendera jimat itu, jadi
hai ini jelas perbuatan mereka!" geram Siok Sim
Cu....Lebih licik lagi, Cu-peng Cin-jin pasti
dikeroyok dua oieh si tua tangan buntung itu
dan Thio Yap," seorang anggota membakar hati.
Kemelut Tahta Naga II/18 21 "Kita sudah tahu sendiri bagaimana tinggi ilmu
silat Cu-peng Cin-jin sampai dia bisa dengan
mudah bicara dengan roh Sribaginda. Kalau
tidak dikeroyok secara licik, mana bisa Cu-peng
Cin-jin dikalahkan."
"Makin rendah saja watak orang-orang Lamcong itu. Mereka sudah lebih mementingkan
uang daripada kesetia kawanan dan cita-cita
kebangkitan." "Memangnya baru sadar sekarang Ingat saja
beberapa tahun yang lalu ketika kita menyerbu
Pak-khia bersama teman-teman dari. Jit-goatpang, malahan orang orang Lam-cong tidak
membantu. Membiarkan teman-teman kita
ditumpas di Pak-khia sampai laksaan orang
korbannya. "Kaum Lam-cong sudah menjadi bonekanya
Thian-te-hui, mendukung Cu-sam Thai-cu yanR
bercokol di Pulau Taiwan tanpa mau tahu
beratnya perjuangan di daratan.'
Itulah percakapan yang seperti minyak,
mengobarkan kemarahan dan mengikis habis
semua keraguan. Mereka menyusup hutan di
Kemelut Tahta Naga II/18 22 lereng belakang kuil itu, dan sampai di bagian
belakang barak pimpinan Lam-cong di lereng
sebelah selatan. "Begitu kurobohkan tembok itu, kalian,
langsung menyerbu dan merebut Pangeran
Hong Lik, ya?" pesan Siok Sim Cu kepada
"pasukan" nya yang nekad itu.
Semua pengikutnya mengiakan, sedang Wan
Lui diam-diam mengharap jangan sampai
Pangeran Hong Lik benar-benar jatuh ke tangan
orang-orang Lam-cong ini, bisa langsung
disembelih. Tujuannya membawa orang-orang
Pak-cong ke situ hanyalah untuk memperhebat
bentrokan kedua cabang Pek-lian-kau itu. Sebab
bagi Wan Lui, golongan seganas Pek-lian-kau
tidak patut dibiarkan bercokol lebih lama lagi di
kolong langit. Supaya jangan lagi ada
perempuan hamil, anak-anak dan orang-orang
tak berdosa lain yang disembelih atau dikubur
hidup-hidup demi menyenangkan para Thianpeng pujaan Pek-lian-kau.
Sementara itu Stok Sim Cu telah
mengeluarkan bendera Ngo-lui-ki yang lima
Kemelut Tahta Naga II/18 23 warna itu, sambil mulai komat-kamit membaca
mantera, bendera itupun mulai digoyanggoyang di atas kepala.
Di tempat itu tiba-tiba muncul asap hitam di
atas kepala yang makin lama makin tebal,
menebar beberapa meter diatas tanah seperti
payung yang menahan sinar matahari. Angin
yang mula-mula lembut menyejukkan, tiba-tiba
makin keras dan dingin, debu dan pasir yang
terangkat pun menambah suasana tambah
gelap. Wan Lui tinggal menunggu saja bendera itu
dikibaskan, lalu kilat hijau akan menyambar.
Tapi sebelum Siok Sim Cu sempat
mengibaskan bendera Ngo-lui-ki, tiba-tiba dia
malah disambar lebih dulu. Imam muda itu
sempat mengelak, tapi seorang anggota Pak
cong yang berdiri di belakangnya telah
tersambar hangus dan terkapar tak berdaya lagi
Semuanya terkejut. Sementara itu dari atas
dinding-dinding barak tiba-tiba berlompatan
keluar orang-orang Lam-cong yang bertugas
menjaga Pangeran Hong Lik. Salah satu dari
Kemelut Tahta Naga II/18 24 mereka juga memegang bendera Ngo-lui-ki dan
juga sedang berkomat-kamit menggumamkan
mantera. Dua bentakan berbareng, berbareng pula
Siok Sim Cu dan pemegang Ngo-lui-ki di pihak
Lam-cong itu mengayunkan jimat mereka. Dua
jalur hawa panas yang gaib menyambar
berlawanan. Siok Sim Cu kaget karena pundak
kirinya kena dan hangus, sedang lawannya
roboh sempoyongan karena paha kirinya
tersambar hangus pula. "Keparat! Serbu!" perintah Siok Sim Cu
berangasan. "Pertahankan!" seru orang-orang Lam cong
pula. Orang-orang Pak-cong dan Lam-cong pun
segera saling gempur dengan hebat.
Ketika orang-orang Lam-cong mulai
terdesak, karena jumlah lawan mereka lebih
banyak, maka salah seorang dari mereka


Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berseru, "Pergi panggil bantuan! Orang-orang
Pak-cong hendak merebut tawanan!"
Kemelut Tahta Naga II/18 25 Siok Sim Cu tidak mau kalah, dan berseru
pula, "Panggil orang lebih banyak kemari!"
Sementara pertempuran berlangsung sengit
sambil menunggu bantuan dari pihaknya
masing-masing, Wan Lui ikut bertempur pula,
namun hanya "bertempur sekedarnya" saja.
Artinya tidak sungguh-sungguh menunjukkan
ilmu silat ajaran Pak Kiong Liong, melainkan
sekedar lompat-lompat dan menunjukkan
jurus-jurus picisan yang tidak lebih baik dari
rata-rata kemampuan orang kedua pihak.
Namun dia bertempur sambil meneriakkan
slogan-slogan yang bersemangat dan memanaskan hati. Memanaskan hati, itulah
tujuannya. Wan Lui sendiri secara tidak kentara
bergeser sedikit demi sedikit, sambil
bertempur, sampai ia berhasil keluar dari
gelanggang yang semakin panas itu lalu
bersembunyi di balik sebatang pohon.
Sesaat ia berpikir, haruskah menolong
Pangeran Hong-lik lebih dulu" Setelah
ditimbang-timbang, akhirnya ia memutuskan
Kemelut Tahta Naga II/18 26 untuk lebih dulu pergi ke Hong-yang untuk
menghubungi Kwa Cin-beng. Pertempuran Pakcong dan Lam-cong dibiarkan dulu, toh
Pangeran Hong Lik untuk sementara juga akan
tetap aman dalam sekapannya.
"Biar kaum sesat ini lebih dulu saling
melemahkan, agar nanti pekerjaan tentara
kerajaan lebih ringan."
Perlahan dia bergeser meninggalkan
perkemahan kaum Pek-lian-kau yang tengah
dilanda kemelut hebat itu. Bibit kemelut yang
memang sudah "dimatangkan" selama bertahun-tahun, memuncak ketika Pangeran
Hong Lik ditangkap, lalu Wan Lui tinggal
"menekan tombol" saja .
Setelah cukup jauh dari perkemahan dan
rasanya tidak terlihat lagi oleh orang-orang
Pek-lian-kau, Wan Lui tidak ragu-ragu lagi
memakai ilmu meringankan tubuhnya untuk
melesat ke arah kota Hong-yang. Seperti
sebatang panah meninggalkan busurnya, tubuh
Wan Lui melesat menyeberangi padang perdu,
Kemelut Tahta Naga II/18 27 dan tidak lama kemudian pintu kota Hong-yang
sudah di depan mata. Karena Wan Lui memakai baju hitam
bergambar teratai putih, seragam Pek-lian-kau
kalau sedang berkumpul dengan sesamanya,
maka bisa timbul masalah dengan para penjaga
kota. Untuk menghindarinya, lebih dulu Wan
Lui membalik bajunya sehingga gambar teratai
putih jadi tidak terlihat. Setelah itu, ia berjalan
dengan wajar memasuki kota, dan bergegas
langsung ke gedung kediaman Kwa Cin Beng.
Kebetulan berpapasan dengan Kwa CinBeng di depan pintu, agaknya si Hong-yang
Cong-peng itu baru pulang dari tangsi, nampak
ia berseragam tempur dan menunggangi kuda.
Tapi begitu melihat "Lui Hong-gan, Komandan
Pasukan Rahasia Istana"- maka buru-buru ia
melompat turun dari kuda dan menyapa dengan
hormat. "Lui Cam-ciang, ada perkembangan baru?"
Wan Lui membalas hormat dan berkata,
"Benar, Cong-peng. Bisa kita bicara di dalam?"
Kemelut Tahta Naga II/18 28 Merasa bahwa dalam urusannya dengan
"Lui Cam-ciang ini dirinya sedang mempertaruhkan kedudukannya plus batang
lehernya, karena menyangkut keselamatan
Putera Mahkota, maka Kwa Cin Beng tidak
berani ayal-aylan. Kuda diserahkan seorang
prajuritnya untuk ditambatkan, dan Kwa CinBeng sendiri menggandeng tangan Wan Lui ke
ruangan tengah. Begitu duduk di ruang tengah, Wan Lu. tidak
mau menggunakan kata pembukaan yang
bertele-tele, tapi iangung ke pokok masalah,
"Kwa Cong-peng, pasukan mu sudah siap?"
"Sudah. Detik inipun bisa kugerakkan."
"Bagus. Kalau kita berhasil menyelamatkan
Putera Mahkota kali ini, pasti tidak lupa
kupujikan Cong-peng kepada Sri Baginda untuk
kenaikan pangkat." "
"Terima kasih." semangat Kwa Cin Beng
tambah, berkobar. "Kuharap pasukan Cong-peng tetap bersiap,
namun jangan dulu bergerak sekarang, tunggu
isyaratku. Sisa setengah hari sebelum hari
Kemelut Tahta Naga II/18 29 menjadi gelap ini, kuharap Cong-peng
melakiAan suatu hal..."
"Aku menunggu petunjuk Cam-ciang."
"Cari ayam hitam, kucing hitam, anjing
hitam, kambing hitam, kelinci hitam sebanyakbanyaknya dan sembelih. Kumpulkan darah
binatang-binatang itu disebuah gentong besar.
Pasukan Cong-peng yang berangkat bertempur
haruslah membuat bumbung bamboo kecil, diisi
darah binatang-binatang itu untuk dibawa
bertempur. Tapi lakukan ini ditempat tertutup,
jangan sampai penyembelihan hewan besarbesaran ini dilihat orang dan menimbulkan
keheranan." "Kwa Cin Beng tercengan, "Buat apa darah
hewan-hewan itu dibawa ke medan perang.?"
"Untuk memunahkan ilmu silumah orangorang Pek-lian-kau. Selain itu, tiap komandan
regu hendaknya membawa sekantong jerohan
binatang-binatang itu. Kalau menemui hal-hal
gaib yang tidak masuk akal merintangi
pasukannya, sambitkan benda-benda itu.
Paham?" Kemelut Tahta Naga II/18 30 "Paham. Kenapa gerak pasukanku harus
menunggu sampai hari gelap?"
"Pertama, agar gerakan kalian tak sempat
diketahui orang-orang Pek-Lian-kau, Kedua sisa
setengah hari sebelum gelap ini akan
kugunakan untuk menyingkirkan Pangeran
Hong Lik ke tempat aman, Ketiga, menunggu
sampai kekuatan orang-orang Pek-lian-kau
berkurang banyak, sebab antara mereka sedang
terlibat bentrokan antara cabang mereka
sendiri. Antara cabang Pak-cong dan cabangcabang Lam-cong?"
"Oh, bisa begitu?"
"Ya. Karena diantara mereka banyak
ketidak-cocokan, dan setelah berhasil menangkap Pangeran Hong Lik, bukan mereka
tambah rukun, malahan memperebutkan
Pangeran Hong Lik sehingga timbul pertikaian
terbuka?" "Kalau mereka babak belur oleh teman
sendiri, tentu akan meringankan pekerjaan
ku?" Kemelut Tahta Naga II/18 31 "Tapi hati-hatilah dengan ilmu gaib mereka
yang lihai?" "Baik, Tanda apa yang akan Cam-ciang
gunakan, kalau Cam-ciang sudah berhasil
menyingkirkan Pangeran Hong Lik ke tempat
aman, sehingga kami boleh menyerbu?"
"Kembang api luncur saja. Apakah Cong
Peng bisa memberiku sebatang?"
"Tentu saja ada."
Lalu Kwa Cin Beng menyuruh seorang anak
buahnya untuk mengambilkan sebatang
kembang-api-luncur yang biasa digunakan
sebagai isyarat kemiliteran di malam hari.
Seperti juga roket-asap di siang hari.
Sambil memasukkan benda itu ke balik
bajunya Wan Lui berkata lagi, "Soal siasat
penyergarpan, aku percaya Cong-peng iebih
mahir daripadaku yang cuma mahir bertempur
perorangan. Itu sepenuhnya ada di pundak
Cong-peng. Cuma soal pemunah ilmu gaib itu
jangan sampai lupa. Pasukan di Kim-teng
pernah menelan pil pahit ketika menghadapi
ilmu gaib kaum Pek-lan-kau.
Kemelut Tahta Naga II/18 32 "Aku takkan lupa."
"Atas nama keluarga istana. aku mengucap
terima kasih." Kata Wan Lui berlagak orang
istana tulen. "Jangan begitu, Cam-siang. Akukan abdi
kekaisaran, seperti kau juga."
"Nah, selamat bekerja."
Lalu Wan Lui cepat-cepat pergi dari situ.
Sementara itu Kwa Cin Beng benar-benar
menyiapkan apa yang dipesankan Wan Lui
tentang mengumpulkan darah binatangbinatang berbulu serba hitam itu, setelah itu
tinggallah menunggu saatnya matahari terbenam untuk bergerak menggempur para
peziarah gadungan yang berkumpul di
kuilHong-kak-si itu. * * * Kembali menggunakan ilmu meringankan
tubuhnya setelah berada di luar tembok kota
Hong-yang, Wan Lui menuju ke kuil Hong-kaksi. Di suatu tempat sunyi, kemba li Wan Lui
membalik baju hitamnya, sehingga gambar
Kemelut Tahta Naga II/18 33 teratai putih kembali nampak di dada sebelah
kirinya. Makin dekat ke kuil bersejarah itu, makin
jelas suara riuh-rendahnya pertempuran
cabang Pak-cong dan Lam-cong yang agaknya
sudah menjadi pertarungan massal. Bukan lagi
cuma pertarungan antara pimpinan, bukan pula
sekedar sekelompok dengan sekelompok, tapi
menyeluruh. Bahkan orang orang yang tidak
suka bentrokan intern itu-pun terpaksa terseret
pusaran pertentangan yang makin ganas.
Kedua cabang Pek-lian-kau itu rupanya
sudah ketemu jalan buntu menyelesaikan
perselisihan mereka dengan cara damai, kini
masing-masing pihak mencoba menemukan
jalan dalam mengadu tajamnya senjata.
Di suatu tempat sunyi Wan Lui berhenti
sebentar. Beberapa detik lamanya ia tenggelam
dalam keheningan untuk mencari kekuatan
jiwa. Ia sadar, di sekitar kuil Hong-kak-si itu
akan banyak kekuatan-kekuatan adikodrati ikut
campur, karena kaum Pek-lian-kau memang
menghamba kepada penguasa-penguasa gaib
Kemelut Tahta Naga II/18 34 itu. Tapi Wan Lui yakin bahwa manusia pun
sebenarnya bukan boneka di tangan penguasapenguasa seberang kubur itu karena manusia
dicipta-kan berdaulat atas dirinya dan seisi
jagad. Berdasarkan keyakinan itulah Wan Lui
masuk ke gelanggang. Diiihatnya di lereng-lereng sekitar Hong
kak-si itu orang-orang Pak-cong maupun Lamcong benar-benar sudah bercampur-aduk
dalam nafsu kemarahan yang agaknya hanya
akan bisa terpuaskan kalau lawan sudah
mampus binasa. Tidak peduli yang mereka
anggap "lawan" saat itu sama-sama sebaju
hitam bergambar teratai putih. Baju tinggal
baju. Pusat bentrokan paling sengit adalah di
sekitar barak pimpinan Lam-cong di lereng
selatan, tempat Pangeran Hong Lik disimpan
oleh orang-orang Lam-cong, sementara pihak


Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pak-cong ingin merebutnya dengan taruhan
apapun. Wan Lui langsung mengayun langkah
ke lereng selatan itu. Tak pelak lagi, setiap
Kemelut Tahta Naga II/18 35 langkah Wan Lui harus melalui ribuan orang
yang tengah bertempur bercampur aduk.
Karena baju Wan Lui bertanda Lam-cong,
maka ia banyak mendapat serangan dari orangorang Pak-cong. Tapi kali ini Wan Lui tidak
berpura-pura lagi. Dengan ilmunya yang tinggi,
yang kini ditunjukkannya tanpa sembunyisembunyi lagi, maka setiap lawan diterjang atau
disingkiri dengan mudah, sampai mengejutkan
kedua belah pihak. Bagaikan seekor burung elang terbang di
udara, ia melewati atas kepala orang-orang
yang bertempur itu untuk langsung ke barak
penyekapan Pangeran Hong Lik.
Diluar barak, pertempuran cukup sengit.
Namun di dalam barak, jauh lebih sengit iagi.
Begitu padat. Tidak ada sejengkal tanahpun
kosong dari orang-orang yang saling serang
dengan penuh kebencian. Teriakan gusar,
jeritan menyayat, gemerincing senjata, semuanya campur aduk menghanguskan jiwa
yang lemah, sebaliknya makin menegarkan
Kemelut Tahta Naga II/18 36 jiwa-jiwa yang penuh kebencian menjadi lebih
membenci lagi. Wan Lui menerjang terus sampai ke rumah
berbentuk panggung yang digunakan untuk
menyekap Pangeran Hong Lik, terlihat betapa
ketatnya penjagaan oleh orang-orang cabang
Lam-cong. Ke bagian ini agaknya orang-orang
Pak-cong berusaha menembus, namun belum
berhasil, masih bertahan belasan meter dari
arah panggung. Namun Wan Lui tidak bisa disirnakan de
ngan orang-orang Pak-cong. la melompat
seperti elang, sepasang tangan dan kakinya
berkelebat merobohkan beberapa orang Lam
cong. Keruan para penjaga Pangeran Hong Lik
itu kaget ketika melihat si penyerang yang
hebat itu berseragam sama dengan me reka.
"He, siapa kau?"
Wan Lui tidak menjawab, tinju dan
kakinyalah yang "Menjawab" secara amat tidak
bersahabat. Lagi beberapa penjaga roboh.
Kemelut Tahta Naga II/18 37 "Halangi dia! Mungkin sekarang dia sudah
menyebrang ke pihak Pak-cong untuk
merampas si bangsat Manchu kecil Hong Lik.!"
"He, bukankah dia itu Gan Hong Lui yang
ikut rombongan pembawa Hong Lik dari
perkemahan di tepi danau kecil itu" Kenapa
sekrang ia mengamuk kita macam orang gila
begini.?" "Tidak peduli.! Halangi dia!"
Berarti Wan Lui harus berhadapan dengan
bekas "teman-temannya" sendiri
"Gan Hong Lui, kau kesurupan"! Kenapa
menyerang kami?" "Bebaskan Pangeran Hong Lik," itulah
jawaban pendek dari Wan Lui sambil menerjang
hebat. Biarpun orang-orang Pek-Lian-kau itu
bersenjata dan Wan Lui belum mencabut
pedangnya, tapi Wan Lui mampu membuat
perintang-perintangnya berpelantingan babak
belur. Setelah Wan Lui menunjukkan ilmu silat
yang sebenarnya, maka lawan-lawannya jadi
seperti helai-helai jerami yang dilintasi badai.
Kemelut Tahta Naga II/18 38 Maka sesaat kemudian Wan Lui sudah
berada dibawah rumah panggung itu, ia bisa
saja sekali lompat tiba diatas namun sengaja ia
melewati tangga kayu tebal itu sambil
mengerahkan tenaga penghancur di sepasang
kakinya. Maka anak-anak tangga yang
dilewatinya itu langsung berantakan tak bisa
dilewati lagi, dengan demikian sedikit banyak
bisa menghambat kejaran lawan-lawannya.
Setelah itu Wan Lui baru mendobrak pintu
rungan kecil berbentuk panggung itu.
Itulah sebuah ruang kecil yang benar-benar
tertutup, sehingga disiang hari pun merasa
gelap, muram. Merapat di dinding ada meja
kecil yang diatasnya penuh sesajian sembahyang dan ada sebatang lilin menyala.
Ada pula sebuah guci kecil yang tertutup kain
merah di tengah meja sesajian itu. Entah apa
isinya. Sedang Pangeran Hong Lik terbaring di
sebuah dipan dengan mata terpejam rapat,
mukanya jauh lebih pucat dan kurus daripada
ketika terahir dilihat Wan Lui dulu.
Kemelut Tahta Naga II/18 39 Cepat Wan Lui mendekati tubuh itu
menggoyang-goyang pundaknya perlahan, dan
memanggil, "Pangeran"..Pangeran".
Sekian lama ia berbuat demikian, tidak juga
Pangeran Hong Lik membuka matanya
Tidurnya benar-benar pulas, pulas yang tidak
wajar. Dibilang mati juga tidak, sebab masih ada
napasnya yang mengalir biarpun lemah, begitu
juga masih terdengar denyut jantungnya. Tapi
kalau masih hidup, kenapa tidak bisa
dibangunkan" Wan Lui menggoncang tubuh Pangeran
Hong Lik lebih keras, dan tetap tidak ada
hasilnya. Ia mulai kebingungan, haruskah ia
menggendong tubuh itu melewati kancah
pertempuran yang begini ganas, apalagi
Pangeran Hong Lik adalah orang yang
dikehendaki oleh kedua belah pihak"
Selagi Wan Lui kebingungan, tiba, tiba
didengarnya dalam guci kecil di altar itu ada
suara kelitak-kelitik lirih. Cepat Wan Lui
menyambar guci itu dan membantingnya pecah
di tanah. Isinya ternyata seekor kepiting hidup.
Kemelut Tahta Naga II/18 40 Cepat Wan Lui mendekati tubuh itu menggoyanggoyang pundaknya perlahan, dan memanggil,
"Pangeran"..Pangeran".
Kemelut Tahta Naga II/18 41 Anehnya, kepiting itu ditempeli selembar
kecil kertas kuning yang. bertuliskan huruf
kecil-kecil pula, ditempelkan di punggungnya.
Sedang seluruh tubuh kepiting itu diikat
benang-benang merah, sapit-sapitnya ditekuk
dirapatkan namun kepiting itu masih hidup,
masih sanggup bergerak-gerak sedikit dan
itulah tadi yang menimbulkan suara kelitakkelitik dalam guci.
Hampir saja Wan Lui menginjak mampus
hewan itu. yang dikiranya cuma sekedar
perlengkapan ilmu gaib. Namun sebuah pikiran lain melintasi
benaknva, ia batal menginjaknya, melainkan
memungut untuk membaca tulisan yang
tempelkan di punggung hewan terbelenggu itu.
Tulisan kecil-kecil itu nampaknya seperti
angka-angka dan huruf-huruf berisi tanggal
kelahiran, shio, bintang pelindung serta
beberapa huruf yang seolah tanpa makna. Wan
Lui heran, tanggal kelahiran siapa yang ditulis
di situ" Kemelut Tahta Naga II/18 42 Mendadak pikiranran Wan Lui terbuka.
Kepiting itu dibelenggu diruangan tempat
Pangeran Hong Lik dikurung. Jangan-jangan apa
yang diperbuat atas hewan itu ada
hubungannya dengan Pangeran Hong Lik,
biarpun semacam hubungan gaib yang diluar
nalar" la lalu ingat, ketika Pangeran Hong Lik
hendak dimasukkan tandu, dibawa dari
perkemahan di tepi danau itu menuju ke kuil
Hong-kak-si, seorang anak buah Pek-lian-kau
pernah mengatakan bahwa Pangeran Hong Lik
dikuasai oleh yang disebut Soh-hun Hoat-sut
(ilmu gaib Pembelenggu Sukma). Mungkinkah
kepiting itu adalah salah satu sarana ilmu
tersebut" Berpikir sampai ke situ, War Lui meletakkan
kepiting itu di meja, menyobek kerta kuning
bertulisan di Punggung kepiting itu, merantaskan benang-benang merah yang
membelenggu kepiting itu.
Baru saja bertang merah terahir diputuskan,
dan sang kepiting mulai bergerak-gerak
menikmati kebebasannya terdengarlah suara
Kemelut Tahta Naga II/18 43 mengeluh perlahan di belakang Wan Lui. Ia
menoleh dilihatnya Pangeran Hong Lik sudah
membuka matanya, dan mengangkat tangan
untuk memegangi jidatnya.
Cepat Wan Lui melompat mendekatinya,
"Pangeran... Pangeran sudah bangun?" Sesaat
Pangeran Hong-lik menatap Wan Lui dan bicara
dengan suara yang lemah. Kau...kau... Wan-heng
bukan?" "Benar..Kui-heng.." Wan Lui mengubah
panggilangannya atas Pangearan Hong Lik.
Dalam keadaan Pangeran itu masi kebingungan
setelah "tidur amat panjang" itu Wan Lui harus
membantu menghilangkan kebingungan itu
dengan menampilkan dirinya sebagai yang
paling dikenali dan mengenali Pangeran Hong
Lik. Kalau ingatan Pangeran Hong Lik bisa
"digiring" ke peristiwa terakhir sebelum
menjadi tawanan Pek-lian-kau, yaitu peranannya sebagai Kui Thian-cu, tentu akan
lebih cepat lagi ingatanya pulih.
Pangeran Hong Lik menggoyang-goyang
kepalaanya sebentar. "Eh, dimana aku
Kemelut Tahta Naga II/18 44 sekarang" Dimana prajurit-prajurit siluman
yang menjagaku" Dalam waktu sesempit itu, tentu saja Wan
Lui tak ada waktu untuk menjelaskan panjanglebar soal itu. Suara riuh renda pertempuran di
luar belum mereda, dan sebentar lagi mungkin
akan banyak orang-orang Pek-lian-kau menyerbu ke ruangan itu. "Kui-heng, kita harus secepatnya pergi dari
sini..." desis Wan Lui ketika mendengar derap
langkah di luar rumah panggung itu. "Kau bisa
berjalan tidak.?" Pangeran Hong Lik bangkit dari dipan dan
mencoba berjalan, tapi ia sempoyongan hampir
roboh, sehingga Wan Lui buru-buru menangkap
tubuhnya. Diam-diam Wan Lui mengeluh dalam
Hati, "Mana bisa aku membawa pergi Pangeran
Hong lik tanpa menggedongnya, menerobos
kancah pertempuran yang begini berbahaya?"
Sementara itu, lima orang Pek-lian-kau telah
berlompatan masuk ke rungan itu. Biarpun
tangga sudah dihancurkan Wan Lu, orang-orang
itu agaknya masuk dengan melompat.
Kemelut Tahta Naga II/18 45 Yang paling depan dari orang-orang itu
ternyata Hoa Cek Gui yang sudah dikenal oleh
Wan Lui. Orang yang memiliki sepasang lengan
yang panjangnya abnormal, ditambah dengan
pedangnya yang juga panjangnya abnormal
"Gan Hong Lui, rupanya kau kaki tangan
Pak-cong!" bentak Hoa Cek Gui, dan pedang
nyapun menyambar deras ke leher Wan Lui.


Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Saat itu Wan Lui belum menghunus pedang,
namun cepat-cepat dia berguling dibawah
sambaran pedang justru mendekati Hoa Cek
Gui sambil menendang lutut dengan gerakan
Bu-siang-toat-bang (setang Bu-siang mencabut
nyawa). Hoa Cek Gui, sebetulnya bukan pesilat kelas
kambing, tapi tidak disangkanya kalau "Gan
Hong Lui" mampu bergerak sehebat itu, padahal
tadinya ia memandang "Gan Hong Lui" hanya
sebagai anak-buah biasa yang kepandaiannya
rata-rata saja dengan anak buah lainnya.
Agaknya Hoa Cek Gui kurang tinggi.
lompatnya, pergelangan kakinyaa kena "digunting" sepasang kaki Wan Lui begitu kuat
Kemelut Tahta Naga II/18 46 nya sehingga persendiannya langsung terkilir
lepas, sedang tubuhnya terpelanting menubruk
dinding yang ada meja altar nya.
Altar ambruk, sesajian berantakan, sang
lilin terlontar. Hoa Cek Gui sendiri melolong
kesakitan. Ternyata serangan Wan Lui belum habis
sampai di Situ. Putaran kaki Wan Lui masih
mematahkan lutut dari dua anggota Pek-liankau lainnya. Kemudian Wan Lui melompat
bangun, mementang tangannya untuk menjotos
dua arah, maka sisa dua orang Pek lian-kau
yang masih tegakpun kini dijotos nya ambruk.
Dengan demikian singkat sekali waktu yang
digunakan Wan Lui uhtuk members kan kelima
orang lawannya. "Kui Heng, mari kugendong ....." kata Wan
Lui kemudian. Sesaat kemudian, Pangeran Hong Lik sudah
digendong oleh Wan Lui di punggungnya. Wan
Lui mencabut pedangnya dan menerjang keluar
ruangan panggung itu. Kini demi keselamatan
orang yang digendongnya, Wan Lui terpaksa
Kemelut Tahta Naga II/18 47 harus bersikap keras kepada perintangperintangnya.
Tiba diluar, dilihatnya matahari sudah
mendekati ujung busur langitnya, di sebelah
barat, dan warna langit mulai kelam.
Pertempuran Pak-cong dan Lam-cong belum
reda tapi bahkan menghebat, biarpun jumlah
orang di kedua belah pihak sudah berkurang
banyak. Nafsu membunuh kedua pihak malahan
semakin berkobar hebat. Dihadapan kuil
leluhur Kerajaan Beng, dua pihak sama-sama
mengaku "pejuang kebangkitan Kerajaan Beng"
itu malahan saling bantai demikian sengit.
Wan Lui mengeluarkan kembang api-luncur
pemberian Kwa Cin Beng dari dalam bajunya,
disulutnya sumbunya, lalu dilepasnya meluncur
ke udara sehingga membentuk garis api di
langit kelam. Itulah isyarat buat Kwa Cin Beng.
Setelah itu, sambil menggendong Pangeran
Hong Lik, Wan Lui mulai mengamuk untuk
mencari jalan keluar dari gelanggang
Orang-orang Lam-cong masih ada belasan
orang yang mengejar Wan Lui sampai ke luar
Kemelut Tahta Naga II/18 48 barak pimpinan. Terpaksa Wan Lui bertindak
ganas dengan pedangnya, apalagi ketika melihat
lebih banyak lagi orang Lam-cong yang
berdatangan memperkuat kepungan atas
dirinya. Bukan dirinya sendiri yang dicemaskan
Wan Lui, melainkan Pangerar Hong Lik yang
digendongnya. Belum lagi rintangan itu teratasi, sudah
kelihatan puluhan orang Pak-cong datang
menyerbu ke arahnya. Pangeran Hong Lik diamdiam amat berterima kasih untuK kegigihan
Wan Lui membelanya, namun ia memahami
kesulitan Wan Lui, sehingga dia berbisik ke
kuping Wan Lui, "Wan-heng, lihat, musuh
datang lagi dalam jumlah banyak dan akan
semakin mempersulit pelarian kita. Lebih baik
kau tinggalkan saja aku, agar kau lebih gampang
meloloskan diri. Orang-orang Pek-lian-kau ini
takkan membunuhku." Tapi Wan Lui menjawab, "Jangan takut. Kuiheng. Kedatangan orang-orang Pak-cong itu
justru menunjukkan jalan keluar untukku."
Kemelut Tahta Naga II/18 49 Lalu sambil bertempur melawan orang
orang Lam-cong yang mengejarnya, Wan Lui
mencaci-maki dengan suara keras, sengaja
diperdengarkan kepada orang-orang Pak-cong.
"Bangsat-bangsat Lam-cong, kalian sudah
menyeleweng jauh dari garis perjuangan suci
Pek-lian-kau kita! Kalian mau mengangkangi
Pangeran Hong Lik hanya untuk tujuan-tujuan
duniawi! Sekarang biarlah Pangeran Hong Lik
meniadi urusan kami dan Pak-cong!"
Begitu rnertdengar kata-kata cacian itu
orang Pak-cong yang semula menyerbu Wan
Lui, lalu berbelok arah untuk-menyerbu orangorang Lam-cong. Mereka, mengira bahwa dWan
Lui adalah teman mereka yang rupanya berhasil
membawa Pangeran Hong Lik lalu dikejar
orang-orang Lam cong. Maka orang-orang Pakcong segera menghadang pengejar-pengejar
Wan Lui itu dengan anggapan bahwa mereka
membela seorang tenian. Selagi kedua cabang Pek-lian-kau itu
berbaku hantam dengan sengit, Wan Lui sendiri
langsung menggunakan kesempatan untuk
Kemelut Tahta Naga II/18 50 kabur. Sambil dalam hati mengucapkn terima
kasih sedalam-dalamnya untuk ketololan orangorang Pak-cong itu.
Sementara itu, kembang api yang meluncur
di langit itu telah terlihat dari kota Hong-yang.
Kwa Cin Beng yang memang menanti-nanti
isyarat itu di atas benteng kota, begitu
melihatnya langsung meneriakkan perintah,
"Pasukan menuju sasaran masing-masing!"
Para perwira yang tak pernah beranjak dari
sekitar Kwa Cin Beng itupun segera
menghambur menuruni tangga benteng.
Menuju pasukan masing-masing yang sudah
siap di dekat pintu-pintu kota Hong-Yang. Tidak
melupakan pesan "Lui Hong "Gan" maka tiap
pasukan itu tidak lupa membawa bumbungbumbung bambu berisi darah hewan, dan para
komandan regu bahkan membawa sebungkus
jerohan binatang yang dibungkus daun teratai,.
Diikat, dan dikalungkan di leher mereka, tentu
saja baunya amis, tapi begitulah perintah
komandan yang mau tidak mau harus
dijalankan. Kemelut Tahta Naga II/18 51 Kemudian terbukalah pintu-pintu gerbang
kota hong-yang. Pasukan demi pasukan keluar
dari kota, namun melewati jalan yang berbedabeda, sedapat mungkin menjaga jalan-jalan
yang mungkin akan dipergunakan kabur oleh
orang-orang Pek-lian-kau.
Kwa Cin Beng sendiri maju memimpin
pasukan utama yang terdiri dari seribu lima
ratus prajurit, menempuh jalan yang paling
langsung ke arah kuil Hong-kak-si. Dalam
pasukannya juga terdapat seratus prajurit
berseniata senapan, "penembak-penembak"'
mahir yang dilatih khusus untuk menghantam
musuh dari iarak jauh. Begitulah, dibawah langit yang mulai gelap,
ancaman baru bagi Pek-lian-kau merayap
keluar dari pintu-pintu gerbang kota Hongyang. Pasukan-pasukan itu tidak membawa
obor. Itu disengaja, agar musuh jangan sampai
lebih dulu melihat kedatangan mereka dari
kejauhan. Pada saat yang sama, pertempuran di
lereng-lereng sekitar kuil Hong-kak-si tambah
Kemelut Tahta Naga II/18 52 sengit. Ratusan nyawa sudah melayang, ratusan
lagi babak belur, namun itu bukannya
menyadarkan kedua pihak bahwa pertern
puran harus dihentikan, malahan kalau perlu
habis-habisan nyawa sekalian. Lelah memang,
tapi nafsu membunuh tak kunjung pa dam, bau
darah dan tekanan jiwa yang berat menurunkan
martabat mereka menjadi sama dengan
binatang. Pihak Pak-cong masih fanatik dengan
anggapan bahwa mereka sedang mengemban
"perintah Sri Baginda". Karena itu, semua pihak
yang berjuang untuk kebungkitan Kerajaan
Beng harus menyesuaikan langkah dengan
mereka. Sikap orang-orang Lam-cong membuat
mereka gusar, dan mereka anggap sudah
"menyeleweng". Apalagi setelah pihak Lamcong tidak mau menyerahkan Pangeran Hong
Lik, dan matinya Cu-peng Cin-jin, pemimpin
Pak-cong. Namun sebenarnya sikap keras Pak-cong
terhadap Lam-cong itu juga "diboncengi"
persaingan Ngo-yap Cin0jm dan Cu-sian Cinjin
Kemelut Tahta Naga II/18 53 yang sama-sama berambisi menjadi pimpinan
setelah matinya Cu-peng Cin-jin. Hanya saja,
kedua pesaing itu tidak berhadapan langsung,
melainkan berlomba-lomba menunjukkan siapa
yang lebih keras terhadap "penyelewengan"
Lam-cong, dia tentu lebih mendapat dukungan
sebagai pemimpin Pak-cong. Sebab kaum Pakcong sudah lama ingin munculnya seorang
pemimpin yang kuat dan sanggup menaklukkan
kaum Lam-cong. Tidak heran kalau Ngo-yap
Cin-jin maupun Cu-sian Cin-jin berlomba-lomba
menunjukkan sikap keras terhadap Lam-cong,
seolah dengan tindakan itu mereka ingin
menepuk dada di hadapan anakbuah
mereka."Lihat aku yang paling Pantas
memimping Pak-cong, sebab paling gigih
menghukum Lam-cong!"
Dan sikap keras mereka menghasilkan
reaksi yang tidak kalah kerasnya dari pihak
Lam- cong. Begitulah para anak buah yang bertarung
mati-matian demi menuruti anjuran pemimpin
mereka itu, tidak sadar kala, nyawa mereka
Kemelut Tahta Naga II/18 54 ditarungkan demi ambisi pribadi para
pemimpin yang tersembunyi. Para anakbuah itu
tahunya bahwa mereka, bertempur demi
"perjuangan luhur"
Pertarungan antara Tiat Beng Hou dan Ngoyap Cin-jin sudah ratusan jurus tapi belum
selesai |uga. Beberapa kali Nampak Ngo-yap
Cin-Jin yang bersenjata tongkat besar berkepala
naga itu terdesak oleh cakar besi Tiat Beng Hou
yang lebih mahir bersilat. Namun keyakinan
dalam hati agaknya berpengaruh pula sebagai
suatu kekuatan. Ngo-yap Cin-jin yang yakin
tanpa bimbang sedikitpun bahwa ia berjuang
mengemban perintah "roh SriBaginda" itu
mempunyai semangat tempur tak habishabisnya. Inilah yang membuat Ngo-yap Cin-jin
mampu bertahan ratusan jurus, biarpun ilmu
silatnya dibawah Tiat Beng Hou.
Meskipun Cu-sian Cin-jin menganggap Ngoyap Cin-jin sebagai saingan calon pimpinan,
namun tidak tega juga melihat rekannya itu
mengalami kesulitan dibawah tekanan Tiat
Beng Hou. Beberapa kali Ngo-yap Cin-jin sudah
Kemelut Tahta Naga II/18 55 berdoa mohon "Sri Baginda membantu" toh.
tetap terdesak. Hampir saja ia beranggapan "Sri
Baginda" mungkin sedang beristirahat, jadi
tidak mendengar doanya. Waktu itulah Cu-sian Cin-jin mengurai
cambuknya, dan bermaksud membantu Ngoyap Cin-|in. Bagaimanapun juga Ngo-yap Cin-Jin
adalah sesama orang Pak-cong yang banyak
bersamaan pendapat dengannya, dibandingkan
Kisah Si Bangau Putih 2 Setan Harpa Karya Khu Lung Bunga Ceplok Ungu 8
^