Pencarian

Kemelut Tahta Naga Ii 11

Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p Bagian 11


orang Lam-cong yang lebih banyak ketidakcocokkan-nya.
Untuk menghadapi gelanggang pertempuran Ngo-yap Cin-Jin dan Tiat Beng
Hou itu, Cu-sian Cin-jin mengobat-abitkan
cambuknya untuk menghantam orang-orang
Lam-cong yang merintanginya. Beberapa orang
roboh, dan korbannya bertambah-tambah
setelah tangan kirinya menghunus pedang
pendek pula. Hanya saja, sebelum ia berhasil bergabung
dengan Ngo-yap Cin-jin, ia telah dihadang oleh
Thio Yap, Hiangcu Lam-cong yang memegang
tombak panjang,-"Minggir!" bentak Cu-sian CinKemelut Tahta Naga II/18
56 jin. Kebetulan waktu itu Thio Yap juga sedang
naik darah, karena baru saja mendapat kabar
kalau Pangeran Hong Lik berhasil "'digondol
orang Pak-cong" dan Hoa Cek Cui cidera berat,
Bentakan Cu-sian Cin-jin tidak dijawab
dengan mulut, tapi dengan ujung tombaknva
yang menikam ke dada, disusul sapuan deras
tangkai tombak ke pelipis si imam. Itulah Jurus
liong Liong-leng-hong-bu (naga melompat,
burung hong menari). Kemarahan bertemu kemarahan, tak
terelakkan lagi meledaklah pertarungan antara
dua tokoh Pek-lian kau yang pernah
bekerjasama menculik Pangeran Hong Lik di
kota Kim-teng dulu. Kerjasama yang berhasil
saat itu, namun keberhasilan itu justru
memperhebat keretakan antara mereka, karena
mereka berebutan menguasai Pangeran Hong
Lik. Seandainya dulu mereka gagal menculik
Pangeran Hong Lik, barangkali bentrokan
berdarah kali inipun tak perlu terjadi.
Namun semuanya sudah terlanjur terjadi.
Yang terjadi kini adalah permusuhan yang sulit
Kemelut Tahta Naga II/18 57 Bentakan Cu-sian Cin-jin tidak dijawab dengan
mulut, tapi dengan ujung tombaknva yang menikam
ke dada, disusul sapuan deras tangkai tombak
ke pelipis si imam. Kemelut Tahta Naga II/18 58 diredakan. Korban sudah terlalu banyak,
sementara yang masih hidup semakin bernafsu
membalaskan kematian teman-teman mereka.
Sampai hari menjadi gelap, perkelahian
massal belum reda. Terjadi di mana-mana.
Namun, betapapun sengitnya mereka
bertarung, belum ada yang sampai berani
melangkah ke halaman kuil Hong-kok-si yang
sama-sama dikeramatkan oleh kaum Pak-cong
maupun Lam-cong itu. Mereka sama-sama tidak
mau mengotori kuil itu dengan darah, cukup di
luarnya saja. Saat itulah dari kejauhan, terdengai gelegar
meriam tiga kali berturut-turut.
Menyusul teriakan orang-orang Pek-liankau dari beberapa arah, "Anjing-anjing Manchu
menyerbu.'' . "Mereka datang dari beberapa arah!"
Berita itu mengejutkan dan membingung
kan orang-orang Pek-lian-kau. Teriakan itu
menyebar dari mulut ke mulut dan
menimbulkan bermacam-macam sikap dari
orang-orang Pek-lian-kau itu.
Kemelut Tahta Naga II/18 59 "Kita hadapi dulu anjing-anjing Manchu
perampas negeri kita!" teriak seorang Hiang-cu
dari Pak-cong. "Urusan pembersihan rumah
sendiri masih bisa dilakukan kemudian hari!"
"Tidak. Kita hancurkan dulu penyelewengpenyeleweng itu, barulah menghadapi anjinganjing Manchu!"
Dengan begitu, pertempuran jadi tambah
kacau karena ada yang berpendapat begini, ada
yang begitu, dan semuanya terus bertindak
sendiri-sendiri tanpa pimpinan. Ada yang
meninggalkan luwan untuk berlari menyongsong pasukan kerajaan, ada yang ne
kad terus bertempur, sebagian larinya kesini
dan sebagian lagi kesana. Masing masing
berteriak-teriak mengajukan usul ini itu yang
tenggelam dalam ribuan usul lainnya.
Yang jelas, pasukan pemerintah dari
beberapa arah teiah tiba di kaki bukit dan mulai
bentrok senjata dengan kaum Pek-lian-kau. Kini
obor-obor dinyalakan oleh pasukan kerajaan,
untuk menerangi medan pertempuran. Di Kakikaki bukit ini, kaum Pak-cong dan Lam-cong
Kemelut Tahta Naga II/18 60 mau tidak mau harus melupakan permusuhan
dan bersama-sama menghadapi serbuan musuh
bersama mereka. Tapi di tempat-tempat yang belum berhasil
diterobos tentara kerajaan, pihak Pak-cong dan
Lam-cong masih saling bantai dengan hebat.
Tiat Beng Hou masih bertarung dengan
Ngo-yan Cin-jin itupun menyadari, kalau kaum
Pek-lian-kau terus saling bunung, alangkah
enaknya tentara kerajaan yang bakal menggilas
mereka karena itu tiba-tiba ia berganti sikap
dalam pertempuran, ia mengendorkan serangan
dan Cuma bertahan, katanya kepada Ngo-Yap
Cin-jin, "Cin-jin, anjing-anjing Manchu dating
menyerang. Akankah kita suguhkan nyawa kita
gratis kepada mereka dengan senjata sesame
Pek-lian-kau" Akan kita biarkan anjing anjing
Manchu itu menajiskan kuil leluhur dinasti
Beng?" Ngo Yap Cin-jin pun mengendorkan
serangannya lalu berkata, Baik. Mari kita
perintahkan anak-anak buah kita masing-
Kemelut Tahta Naga II/18 61 masing agar berhenti bertarung dan menghadapi musuh." "Bagus, Cin-jin, bagaimanapun hebatnya
perselisihan kita, jangan sampai menjadi
tontonan konyol bagi anjing-anjing Manchu itu.
Ketua Pak-cong dan ketua Lam-cong itupun
berlompatan memisahkan diri, lalu meneriaki
Cu-sian Cin-jin dan Thio Yap untuk memisahkan
diri. "Berhenti dulu, kita diserang anjing-anjing
Manchu !" kata Tiat Beng Hou kepada kedua
orang yang masih bertarung itu.
Ngo-yap Cin-jin mengibaskan tongkatnya di
udara, katanya, "Kita hadapi dulu musuh
bersama. Tapi kalian kaum Lam-cong yang
sudah menyeleweng dari garis perjuangan,
jangan mengira kalian akan bebas dari
hukuman yang diperintahkan oleh roh
sribaginda." Tiat Beng Hou tertawa dingin. "itu urusan
nanti, yang penting kita sama-sama tidak sudi
dibunuh anjing-anjing Manchu bukan."
Kemelut Tahta Naga II/18 62 Begitulah pemimpin-pemimpin Pak-cong
dan Lam-ong sama-sama memerintah kan anakbuah masing-masing untuk berhenti bertempur
dengan sesama kaum, dan mengalihkan sasaran
kepada pasukan kerajaan. Agak sulit juga
melerai dua kelompok saling bermusuhan yang
sudah terlanjur mabuk darah. Namun melihat
obor-obor pasukan kerajaan yang sudah tiba di
kaki bukit, mau tidak mau mereka menuruti
perintah pemimpin-pemimpin mereka.
Orang-orang Pak-cong menyusun pertahanan di sebelah utara dan timur kuil
Hong-kak-si, sedangkan orang-orang Lam-cong
bergerombol dilereng barat dan selatan.
Biarpun menghadapi musuh bersama, pihak
Pak-cong masih tidak sudi dipimpin orang Lamcong, begitu sebaliknya. Apa boleh buat, kedua
kaum serumpun itupun akan sendiri-sendiri
dalam menghadapi pasukan kerajaan. Tidak
akan saling membantu dan mempersetankan
nasib lainnya. Waktu itu, seperti rombongan serigala yang
keluar dari dalam hutan, pasukan kerajaan
Kemelut Tahta Naga II/18 63 terpecah dalam empat jalur, muncul dari empat
penjuru. Obor-obor mereka nampak seperti
kunang-kunang, selain dengan maksud menerangi medan juga untuk memudahkan
menyalakan sumbu bedil-bedil mereka.
Dari lereng yang lebih tinggi, Tiat Beng Hou
melihat gerakan pasukan kerajaan itu, dan
tertawa dingin. "Heh-heh-heh anjing-anjing
Manchu itu mengira karena kita sedang
bentrokan sendiri dengan sesama kaum, lalu
mereka dengan gampangnya Iakan menangkap
ikan di air keruh. Enak benar rencana mereka.
Hem, sekarang akan kubuat rencana muluk
mereka berantakan.."
Lalu Tiat Beng Hou menguraikan
rambutnya, mencabut bendera Hong-hun-ki
yang berwarna hitam. Dengan Khusyuk ia
duduk bersila sambil membaca mantera dan
menggoyang-goyangkan bendera itu. Tidak
lama kemudian, suasana malam yang sudah
gelap itu jadi bertambah gelap karena
gumpalan-gumpalan awan hitam tiba-tiba saja
menyebar di langit bagaikan sebuah payung
Kemelut Tahta Naga II/18 64 raksasa yang dikembangkan, kemudian mega
hitam tebal itu bagaikan mahluk hidup saja,
turun semakin lama semakin rendah. Lalu
datang angin yang keras dan dingin,
mengangkat batu-batu kerikil dan pasir
menghantam ke arah tentara kerajaan .
Sorak-sorai orang-orang Pek-lian-kau terdengar, ketika melihat pasukan kerajaan di
kaki bukit itu terpukul mundur, bahkan banyak
obor-obor mereka yang padam.
Tiat Beng Hou menyimpan Hong-hun-ki
(bendera angin dan awan), ganti mengeluarkan
Ciao-hun-ki (bendera pemanggil roh) yang
berwarna kuning. Katanya, "Sekarang, mari kita
suruh anjing-anjing Manchu itu merasakan
hebatnya Thian-kun (pasukan langit) kita!"
Mendengar kata-kata sang pemimpin,
masing-masing anggota Lam-cong mengeluarkan boneka rumput kering yang
dibentuk seperti kuda, lalu guntingan kertas
kuning berbentuk orang-orangan bersenjata
yang ditunggangkan ke punggung kuda-kudaan
rumput kering itu. Lalu mereka letakkan bendaKemelut Tahta Naga II/18
65 benda itu berjajar-jajar, menghadap ke kaki
bukit. Benda-benda itu termasuk yang wajib
dibawa oleh setiap anggota Pek-lian-kau
kemanapun mereka pergi, kecuali ke dalam
kakus atau ke tempat penyembelihan hewan.
Tiat Beng Hou duduk bersila di belakang
pasukan boneka itu, dengan tangan imemegang
bendera Ciao-hun-ki dan tangan kanan
memegang pedang kayu yang ujungnya
ditancapi "hu" atau kertas jimat. Khusus untuk
tangan kanan, pengertian "memegang" haruslah
diartikan menyelipkan gagang pedang kayu
antara jari-jari cakar besinya, sedemikian rupa
sehingga tidak mudah jatuh.
Setelah menggumamkan mantera, pedang
kayu tiba-tiba ditudingkan ke lagit sehingga
"hu" itu terbakar tanpa kelihatan ada yang
menyulutnya, lalu sambil membentak, Tiat Beng
Hou berbarengan menudingkan pedang kayu
dan bendera ke arah pasukan bonekanya.


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bersamaan dengan tudingan itu, berjangkit
angin keras yang menghembus dan meng
angkat boneka-boneka itu ke kaki bukit.
Kemelut Tahta Naga II/18 66 Bagi orang-orang yang suka main-main ilmu
gaib, tindakan Tiat Beng Hou itu sebenarnya
mudah dipahami, la hanya memanggil roh-roh
gentayangan untuk disuruh masuk ke bonekaboneka itu agar "hidup", tak ada bedanya
dengan permainan jailangkung atau mangkukarwah.
Cuma bedanya, jailangkungjailangkungnya Tiat beng Hou ini disuruh untuk
membunuh. (Bersambung Jilid XIX) (Bersambung Jilid XIX) Kemelut Tahta Naga II/18 67 Kemelut Tahta Naga II/18 68 Kemelut Tahta Naga II/19 1 KEMELUT TAHTA NAGA Bagian : II Karya : STEFANUS S.P. Jilid XIV Sembarang orang bisa bermain jailangkung, tapi tidak sembarang orang berhasil
mempelajari ilmu Tiat Beng Hou ini. Kalau
kurang beruntung, bukannya berhasil menda
patkan ilmu, malah bisa gila atau mati secara
menyeramkan, ada pula yang seumur hidupnya
terbelenggu penyakit aneh yang tidak bisa
diobati. Karena itulah orang seperti Tiat Beng
Hou jadi amat dihormati di kalangan Pek-liankau.
Sorak-sorai orang Pek-lian-kau mengiringi
terbangnya boneka-boneka iblis itu.
Di pihak tentara kerajaan, Kwa Cin Beng
sendiri yang memimpin untuk mendaki dari
lereng barat. Gebrakan pertama menggembirakan, orang-orang Pek-lian-kau
Kemelut Tahta Naga II/19 2 berhasil dipukul mundur dan dikumpulkan ke
atas bukit dalam keadaan terkepung. Biarpun
kemudian dilihatnya kaum Pek-lian-kau
berhenti bentrokan untuk menyusun pertahanan bersama, tapi Kwa Cin Beng yakin
pasukannya akan berhasil menumpas mereka.
"Serbu ke atas! Yang membawa bedil jalan
di depan!" aba-abanya dengan semangat
berkobar. Pasukannyapun sama bersemangatnya
mendaki lereng itu, juga dari segala arah. Oborobor diangkat tinggi-tinggi untuk menerangi
keadaan. Namun pasukan itu terkejut ketika angin
keras dan dingin menerpa mereka seca ra
mendadak, membawa pasir terbang yang amat
mengganggu mata mereka, banyak obor yang
padam. Sementara kabut hitam yang
mengerikan tiba-tiba muncul begitu rendah,
membuat obor-obor yang menyala pun jadi
nampak berkelap-kelip sekecil kunang-kunang
saja. Kemelut Tahta Naga II/19 3 Untunglah, dalam keadaan macam itu Kwa
Cin Beng sudah pernah mendapat petunjuk Wan
Lui. Sambil membelakangi arah angin supaya
matanya tidak kemasukan pasir, dia berteriak,
"Lemparkan barang-barang najis itu!"
Para komandan regu segera ingat "bekal"
mereka yang tidak sedap itu. Segera mereka
buka bungkusan-bungkusan itu, dan dilemparIemparkan ke asal angin. Segera angin dan
mega hitam yang tidak wajar itu segera
menyingkir entah kemana. Bintang-bintang di
langit segera kelihatan lagi, angin malam yang
wajar kembali terasa lembut seperti semula.
"Bagus!" seru Kwa Cin Beng yang begitu
bernafsu untuk menang, sebab ia sudah
dijanjikan oleh "Lui Cam-ciang", kalau berhasil
menyelamatkan Pangeran Hong Lik dan
menumpas Pek-lian-kau maka jasanya akan
dilaporkan langsung kepada Kaisar.
"Kita tidak perlu takut kepada ilmu silu
man itu, kita sudah tahu cara melawannya! Ayo
maju!" Seluruh pasukannya menjadi besar hati.
Kemelut Tahta Naga II/19 4 Obor-obor dinyalakan kembali, dan
pasukan itu kembali mendaki ke arah kuil
Hong-kak-si. Di atas lereng, tokoh-tokoh Pek-lian-kau
baik yang Pak-cong maupun Lam-cong samasama kaget melihat serangan gaib mereka dapat
diatasi begitu cepat. Kini mereka melihat betapa
obor-obor pasukan Kerajaan menyala kembali
bagaikan ribuan kunang-kunang, dan jalur-jalur
pasukan kembali merambat naik dari segala
arah. Maka sadarlah orang-orang Pek-lian-kau
itu bahwa pihak mereka tidak dapat terlalu
menyandarkan diri kepada ilmu-ilmu gaib
mereka. Pasukan pemerintah sedikit banyak
sudah mengetahui cara memunahkan ilmu
hitam itu. Sementara itu, pasukan kerajaan terus
maju ke atas. Tiba-tiba di hadapan pasukan kerajaan itu
kembali muncul gerakan angin menggemuruh.
Entah darimana munculnya, tahu-tahu muncul
sebuah pasukan berkuda orang-orang berbaju
kuning yang seolah-olah terbang menunggangi
Kemelut Tahta Naga II/19 5 angin. Penunggang-penunggang kuda itu
semuanya berwajah kaku, nampak seperti
memakai topeng kertas yang sembarangan saja
dilukisi gambar mata, hidung dan mulut. Tapi
serbuan mereka ganas dan secepat angin.
Di pihak tentara kerajaan, prajurit-prajurit
yang bersenjata senapan dan panah segera
menempatkan diri di barisan terdepan, lalu
mulai mengincar penyerbu penyerbu berkuda
itu. Begitu aba-aba diteriakkan, hujan panah
dan desing peluru pun berhamburan
menyambut ke arah penunggang kuda itu.
Namun para penembak dan pemanah itu
melongo kaget, ketika melihat betapa peluru
dan panah-panah mereka banyak yang kena,
tapi para penyerbu itu tidak ada yang roboh,
melainkan terus maju dengan lurus. Para
prajurit anak-buah Kwa Cin Beng mulai gentar.
Apakah mereka menghadapi pasukan yang
bertubuh kebal, baik penunggang kudanya
maupun kuda tunggangannya "
Ketika penyerbu-penyerbu itu sudah lebih
dekat lagi, pelempar-pelempar lembing dari
Kemelut Tahta Naga II/19 6 pihak tentara kerajaan mulai beraksi. Namun
mereka pun terperanjat. Lembing lembing
mereka sama gagalnya dengan serangan
sebelumnya. Beberapa penyerbu berbaju
kuning itu tubuhnya tertancap lembing,
tertancap dalam di bagian yang mematikan,
namun tidak mengeluarkan darah setetespun
dan terus maju semakin dekat.
Semangat tempur Kwa Cin Beng yang me
nyala-nyala, kini telah berubah menjadi
kebingungan. Nyaris ia meneriakkan aba-aba
untuk mundur dulu, sebab bagaimana mungkin
pasukannya yang tidak kebal harus meng
hadapi pasukan berkuda yang tidak bisa mati
ini?" Di saat kebingungan itulah tiba-tiba wan
Lui muncul di sampingnya, masih memakai baju
Pek-lian-kau. Teriak Wan Lui, "Cong-peng,
suruh celupkan lembing atau panah lebih dulu
ke darah hewan hitam, baru untuk menyerang!"
Banyak para prajurit yang belum mengenal
Wan Lui. Namun kata pepatah, "Bagi orang yang
hampir tenggelam, sehelai jeram pun akan
Kemelut Tahta Naga II/19 7 dipeganginya erat-erat". Begitu pula anjuran
Wan Lui segera disambut. Tergese gesa para
prajurit membuka bumbung bumbung mereka,
mencelup ujung panat atau lembing mereka,
laiu melontarkannya ke arah musuh.
Ketika itu penyerbu-penyerbu aneh
berbaju kuning itu sudah semakin dekat,
beberapa langkah lagi pasti akan mencapai para
prajurit kerajaan. Namun hujan panah dan lembing yang
sudah dicelup darah menyambut "mereka" Dan
penyerbu berkuda itu kini bergelimpangan
jatuh. Roh-roh yang menghuni jasad-jasad
buatan itupun beterbangan pergi ketika
bersentuhan dengan darah, unsur kehidupan
yang sebenarnya. Maka jasad yang ditinggalkan
pun pulih menjadi kuda-kudaan rami dan
orang-orangan kertas. Keberhasilan itu membesarkan kembali
semangat Kwa Cin Beng dan pasukannya. na
mun dalam semangatnya, Kwa Cin Beng sempat
bertanya kepada Wan Lui, "Bagaimana dengan
Putera Mahkota ?" Kemelut Tahta Naga II/19 8 "Sudah di tempat aman," sahut Wan Lui.
"Yang penting sekarang adalah menumpas pe
ngacau-pengacau ini. Mereka membahaya-kan
orang banyak dengan cara hidup mereka yang
sesat, tak segan menyembelih manusia sebagai
korban dalam praktek-praktek ilmu hitam
mereka!" "Baik. Pasukan maju!"
Sementara itu para pemimpin Pek-lian-kau
semakin kaget melihat betapa obor-obor
tentara kerajaan semakin naik juga ke arah kuil
Hong-kak-si. Suatu tanda bahwa tentara
kerajaan itu tidak terbendung oleh Thian-peng
(prajurit langit) yang mereka undang.
Kepercayaan orang-orang Pek-lian-kau
kepada ilmu-ilmu gaib itupun merosot banyak.
Perpecahan antara Pak-cong dan Lam-cong
sejenak dilupakan, mereka sama-sama menghadapi bahaya dari tentara kera-jaan yang
ternyata tahu cara menangkal ilmu gaib. Buruburu Tiat Beng Hou menuju ke lereng utara
untuk menemui Ngo-yap Cin-jin dan berkata,
"Cin-jin, agaknya kita harus menggabungkan
Kemelut Tahta Naga II/19 9 kekuatan untpk menembus kepungan musuh!
Kalau tidak, kita akan dibantai di sini !" ..
Ngo-yap Cin-jin tersenyum dingin, katakatanya malah bernada menyalahkan, "Tahukah
kau, Hiangcu kenapa anjing-anjing Manchu itu
sampai tahu cara melawan ilmu sakti kita"
Itulah gara-gara cabang-cabang di Lam-cong
terlalu longgar membuka pintu untuk
menerima anggota baru, tentu saja gampang
kesusupan anjing-anjing Manchu yang bermaksud jahat. Kini ilmu gaib kita sudah
bukan rahasia lagi bagi mereka, mereka bisa
memunahkannya!" Keruan Tiat Beng Hou jadi mendongkol.
Diajak berunding mengatasi situasi gawat,
malah Ngo-yap Cin-jin menggunakan kesempatan itu untuk "mengadili"nya. Namun
demi keselamatan anakbuahnya, Tiat Beng Hou
terpaksa bersikap mengalah, "Yah, setidaknya
kami jadi bisa mengetahui kekeliruan ini untuk
diperbaiki di masa datang. Sekarang bagaimana
rencana kita menghadapi anjing-anjing Manchu
itu Apakah kita hanya akan bertengkar saja?"
Kemelut Tahta Naga II/19

Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

10 "Setelah Cu-peng Cin-jin tiada, maka akulah
sekarang pimpinan seluruh kaum. Aku sudah
ditunjuk sendiri oleh Sri Biginda untuk
memimpin pek-liankau, menyalurkan perintahperintah, dan berhak menghukum anggota yang
menyimpang Waktu itu roh Sri Baginda telah
menampakkan diri di hadapanku berdiri di
tengah gumpalan asap putih, mengambang di
udara. Anggun sekali, dan aku..."
"Ya...ya..aku percaya...?"kata Tiat Beng Hou
tak sabar dan memotong ucapan Ngo-yap Cinjin yang kalau dibiarkan tentu bakal mengoceh
panjang lebar. "Sekarang bagaimana menghadapi musuh?" Ngo-yap Cin-jin tertawa dingin, "Bagi kami
kaum Pak-cong yang direstui Sri Baginda dalam
perjuangan kami, musuh itu soal kecil. Tapi
kalau kalian dari Lam-cong mau mengakuiku
sebagai pemimpin, kami akan menolong kalian.
Dan kelak juga memohonkan ampun atas!
penyelewengan kalian kepada Sri Baginda..."
"Ya, ya!" Tiat Beng Hou semakin tidak
sabar, la mengakui hanya untuk menyenangkan
Kemelut Tahta Naga II/19 11 hati si "Put-to-ong" ini. "Dan musuh semakin
dekat." "Kalau menurutmu, bagaimana?" setelah
bangga, kini Ngo-yap Cin-jin malah jadi
kebingungan. "Cin-jin, menurut pandanganku..."
"Tiat Beng Hou kalau kau mengakui aku
sebagai pemimpin, kau juga harus mengubah
panggilanmu. Panggil aku Kau-cu (kepala
agama)." Hampir saja Tiat Beng Hou membatalkan
kerjasama dengan Pak-cong ketika mendengar
tuntutan Ngo-yap Cin-jin yang terlalu tinggi itu.
Kedudukan Kau-cu dalam Pek-lian-kau sudah
lama dibiarkan kosong karena cabang-cabang
Pak-cong maupun Lam-cong ngotot mencalonkan orangnya sendiri-sendiri, tidak
ada yang mau mengalah, akibatnya lalu
dibiarkan kosong saja. Kini, selagi dirinya menawarkan kerjasama
menghadapi musuh, malahan Ngo-yap Cin-jin
"pasang harga" karena dikiranya pihak Lamcong amat butuh "pertolongan" Pak-cong.
Kemelut Tahta Naga II/19 12 Namun demi Tiat Beng Hou melihat
barisan obor yang sudah sampai ke
pertengahan lereng, disertai kesadaran bahwa
Pak-cong atau Lam-cong secara sendiri-sendiri
tak mungkin melawan pasukan yang kuat itu,
maka Tiat Beng Hou merasa tak ada
halangannya untuk mengalah sebentar.
"Baik, Kau-cu..." akhirnya Tiat Beng Hou
menunduk hormat sambil memanggil Ngo-yap
Cin-jin dengan sebutan yang dikehendak inya.
Sementara dalam hatinya mengutuk tak keruan.
"Ha-ha-ha...bagus...bagus, berarti mulai
sekarang Pek-lian-kau sudah bersatu kembali,
di bawah pimpinanku, dan harus melupakan
permusuhan lama! Nah, Tiat Beng Hou,
hulubalangku yang cerdas, sekarang bagaimana
menghadapi keadaan ini?"
"Toh akhirnya aku juga yang harus
berpikir. Memang tidak bisa kuharapkan
keluarnya pikiran bermutu dari dalam kepala
keledai yang suka kesurupan ini... piker Beng
Hou dalam hatinya. Namun dimulutnya ia
menjawab juga, "Kau-cu, musti membagi
Kemelut Tahta Naga II/19 13 pasukannya untuk menyerang dari beberapa
arah. Kekuatan pasukan mereka tentu terbagi,
maka kalau kita kekuatan pasti bisa mendobrak
lolos dari salah satu sisi kepungan ini. Kulihat
musuh di sebelah utara paling sedikit obornya,
tentu tempat itu yang paling lemah. Kalau kita
terjang ke sana, paling besar harapannya untuk
lolos..." Dalam urusan siasat perang, tentu Ngo-yap
Cin-jin yang ketolol-tololan itu tidak bisa
dibandingkan para pemimpin Lam-cong vang
berhubungan dekat dengan Thian-te-hwe.
Sedang Thian-te-hwe merupakan suatu organisasi yang rapi dan mahir berbagai siasat
perang maupun politik. Organisasi itu
berpangkalan dipulau Taiwan dan menjadikannya negara tersendiri, punya
armada kapal perang perang maupun niaga
yang berlayar jauh. Armada kapal niaganya
berdagang jauh melewati ujung semenanjung
Malaka, terus ke selatan atau berbelok ke barat.
Dengan keuntungan dagangannya itu Thian-tehwe sanggup membiayai gerakan bawah tanah
Kemelut Tahta Naga II/19 14 di daratan Tiong-goan untuk merobohkan
pemerintahan Manchu. Perjuangan gaya Thiante-hwe inilah yang ingin ditiru Pek-lian-kau
cabang Lam-cong. Memupuk kekuatan dengan
cara yang masuk akal, bukan cuma tiap hari ber
"teman" dengan arwah-arwah. Meskipun me
reka juga mempelajari, ilmu gaib yang menjadi
ciri khas Pek-lian-kau, namun semua tindakan
dihitung menurut akal-senat, tidak ada tempat
bagi "pesan gaib roh Sribaginda" segala.
Karena merasa usul Tiat Beng Hou cukup
baik, Ngo-yap Cin-jin menyetujuinya.
Begitulah, kedua cabang Pek-lian-kau yang
habis bertikai itu kini bergabung dan menyerbu
ke lereng utara. Seperti arus air dari bendungan
jebol, mereka mengalir ke kaki bukit, tanpa
obor, menggunakan gelapnya malam untuk
selubung gerakan mereka. Di kaki bukit, benturan terjadi antara
orang-orang Pek-lian-kau dengan tentara
kerajaan yang mengepung dari lereng utara itu.
Antara pihak yang hendak lari dengan yang
menghalangi. Terjadi pertempuran sengit.
Kemelut Tahta Naga II/19 15 Lereng itu segera menjadi ribut dengan
gemuruhnya teriakan-teriakan pembakar semangat dan sekian ribu senjata yang
gemerincing berbenturan. Karena tentara kerajaan dari Hong-yang itu
maju dengan dipecah-pecat menjadi beberapa
pasukan, sehingga masing-masing pasukan
tidak terlalu besar jumlahnya, maka pasukan di
kaki bukit utara itupun segera merasa berat
menghadapi usaha kabur orang-orang Pek-liankau.
Hampir-hampir pasukan di situ membiar
kan rombongan Pek-lian-kau itu lolos. Namun si
komandannya memerintah agar bertahan,
biarpun harus sambil mundur setapak demi
setapak. Sementara itu pasukan-pasukan yang lain
telah melintasi lereng-lereng untuk,membantu
rekan-rekan di bagian utara yang tengah
terdesak. Obor-obor mereka terlihat bergerak
di lereng, seperti kunang-kunang berderet
memanjang. Kemelut Tahta Naga II/19 16 Tetapi Kwa Cin Beng sebagai komandan
utama, punya pikiran lain. Lereng-lereng terjal
itu kurang menguntungkan bagi prajuritprajuritnya untuk melakukan pengepungan
yang betul-betul rapat. Banyak lekuk-lekuk dan
relung-relung bukit yang bisa dimanfaatkan
orang-orang Pek-lian-kau untuk bersembunyi
atau melarikan diri dari kepungan.
Karena itulah Kwa Cin Beng berteriak,
"Rencana Kedua!"
Dalam pasukan itu ada prajurit-prajurit
jago lari cepat yang tugasnya khusus
menyampaikan perintah panglima kepada
komandan-komandan pasukan bawahan. Kalau
dalam tubuh manusia, prajurit-prajurit pembawa perintah ini sama dengan jaringan
syaraf yang menyampaikan perintah otak ke
anggota-anggota tubuh. Dengan demikian,
pasukan itu akan bergerak dalam keselarasah,
seperti tubuh yang sehat, bukannya tiap
pasukan bertindak semaunya sendiri.
Pasukan yang tengah membendung usaha
kaburnya orang-orang Pek-lian-kau di kaki
Kemelut Tahta Naga II/19 17 lereng utara itu, dipimpin seorang perwira yang
bersenjata sepasang pedang.
Perwira itu bertempur gigih, prajuritprajuritnya juga, tapi memang berat kalau
pasukannya sendirian harus menghadang orang
Pek-lian-kau sendirian. Sekedar untuk mengurangi beban sambil menunggu tibanya
pasukan-pasukan lain yang membantu, komandan bersenjata sepasang pedang itu
memerintahkan pasukannya agar bertahan saja.
Pokoknya pasukan tetap utuh, terdesak sedikit
tidak apa-apa. Memang benar orang-orang Pek-lian-kau
telah kelelahan setelah hampir seharian penuh
mereka baku hantam dengan sesamanya,
bahkan juga berkurang banyak jumlahnya.
Namun dalam usaha bersama untuk menerobos
pergi itu, kini mereka bersemangat sekali
menghadapi "anjing-anjing Manchu". Teriakanteriakan yang membangkitkan kebencian
terhadap orang Manchu dan kebangkitan
dinasti Beng menjadi semacam "obat kuat" bagi
Kemelut Tahta Naga II/19 18 mereka untuk terus menerjang dengan ganas
dari atas lereng. Empat tokoh Pek-lian-kau yang mengamuk
menjadi ujung-ujung tombak yang meperberat
keadaan pasukan kerajaan itu. Cu sian Cin-jin
yang dengan tangan kanan memegang cambuk
dan tangan kiri memegang pedang pendek yang
sudah berlumuran darah korban-kobannya.
Ngo-yap Cin-jin yang dengan tongkatnya yang
besar telah menyeruduk dan mengamuk seperti
seekor babi hutan raksasa. Tiat Beng Hou
dengan cakar besi yang disambung pada lengan
kanannya yang buntung, adalah pengamuk yang
paling hebat. Di samping Thio Yap dengan tom
baknya yang berputar seganas prahara.
Sedang si "lengan panjang" Hoa Cek Gui
tidak kelihatan bayangannya. Setelah ia
dirobohkan Wan Lui di ruang penyimpanan
Pangeran Hong Lik, entah bagaimana nasibnya
tidak ada yang tahu. Tapi sehebat apapun amukan orang Peklian-kau mereka belum berhasil menembus
penjagaan di kaki bukit itu. Memang pasukan
Kemelut Tahta Naga II/19 19 itu terdesak sedikit demi sedikit, namun
barisannya tetap rapat dan belum bisa dipukul
pecah oleh pihak Pek-lian-kau.
Melihat kegigihan penghalang itu, orang
orang Pek-lian-kau yang merasa terjepit itupun
menjadi kalap. Itulah pertempuran dimana korban-korban
kedua pihak jatuh dengan cepat. Bukan
pertempuran mengulur-ngulur waktu, namun
buat Pek-lian-kau ialah keinginan untuk
secepatnya meninggalkan tempat sialan itu.
Pasukan kerajaan beberapa kali menggeser
garis pertahanan sampai ke kaki Bukit. Waktu


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itulah seorang prajurit pembawa perintah
menerobos ke dekat si komandan, dan
menyampaikan perintah Kwa Cin Beng,
"Panglima memerintahkan Rencana Kedua!"
Komandan itu mengerti, lalu memberi abaaba pasukannya agar melakukan perubahan
gerak. Prajurit-prajurit pemanah dan pelempar
lembing yang tadinya dibarisan belakang, tiba-
Kemelut Tahta Naga II/19 20 tiba-maju ke depan untuk melontarkan panah
dan lembing mereka bagaikan hujan deras.
Karena pihak Pek-lian-kau memang tidak
siap dalam pertempuran macam itu, maka tidak
ada yang membawa perisai. Akibatnya banyak
orang-orang mereka di bagian depan yang
roboh oleh panah atau lembing. Apalagi malam
gelap itu cuma diterangi obor tentara kerajaan
yang remang-remang sehingga datangnya
panah dan lembing Jebih sukar dilihat.
Tokoh-tokoh Pek-lian-kau seperti Tiat
Beng Hou dan lain-lainnya masih bisa
menangkis hujan panas dan lembing itu dengan
senjata yang diputar rapat, namun tidak sedikit
anak buah mereka yang jadi korban.
Pada saat orang-orang Pek-lian-kau
tertahan gerak majunya, maka pasukan
kerajaan dengan teratur membentuk barisan
untuk menarik diri gelanggang. Pasukan itu
seolah-olah terpukul mundur dan lari ke suatu
jalan menuju utara, begitulah kesan yang
diperoleh Ngo-yap Cinjin.
Kemelut Tahta Naga II/19 21 Ngo-yap Cinjin percaya, itulah berkat
"bantuan gaib" Sri Baginda, maka dia
kegirangan. Apalagi dia tengah senangsenangnya karena belum lama Tiat Beng Hou
telah memanggilnya sebagai "Kaucu" tadi. Maka
sambil memutar-mutar tongkatnya di atas
kepala, berserulah dia, "Kejar mereka! Demi
sakit hati Sri Baginda!"
Orang-orang Pek-lian-kau dengan semangat yang sama menuruti perintah itu,
mengejar tentara kerajaan.
"Hidup Kerajaan Beng!"
"Hidup Pek-lian-kau!"
"Habiskan orang-orang Manchu!"
Ngo-yap Cinjin sendiri bukan hanya
menyuruh, tapi juga maju paling depan sambil
membakar semangat, "Maju terus, para
pahlawan Kerajaan Beng!Maju terus! jangan siasiakan detik-detik awal kebangkitan kerajaan
kita! Sri Baginda dan para leluhur pasti akan
merestui sampai tercapainya kemenangan!'
Lucunya, orang-orang Lam-cong yang
sebelumnya sering mentertawakan omongan
Kemelut Tahta Naga II/19 22 Ngo-yap Cinjin sebagai omong-kosong belaka,
kini juga ikut-ikutan bersemangat mengejar
tentara kerajaan. Entah karena mulai percaya,
entah karena kebencian terhadap orang
Manchu. Pasukan kerajaan mundur terus secara
teratur. Bagian belakang yang terdiri dari para
pemanah dan pelempar lembing, sambil
mundur teratur juga berusaha menahan kejaran
orang-orang Pek-lian-kau dengan panah dan
lembing mereka. Pasukan kerajaan tiba di sebuah simpang
tiga. Jalan sebelah kiri nampaknya melewati
ladang-ladang penduduk, lapang dan lurus,
sedangkan cabang jalan yang kanan memasuki
daerah perbukitan yang berhutan lebat. Jalan
sebelah kanan jelas lebih cocok untuk
penyelamatan diri pasukan yang sedang
mundur, namun komandan pasukan malahan
mengambil cabang jalan yang kiri.
Tiat Beng Hou melihat kejanggalan itu, dan
mulai curiga. Maka ia berseru kepada anak
Kemelut Tahta Naga II/19 23 buahnya sendiri, orang-orang Lam-cong, "Kita
ambil yang kanan!" Maka Tiat Beng Hou, Thio Yap dan orangorang Lam-cong lainnya memisahkan diri dari
barisan Pek-lian-kau untuk memasuki jalan
sebelah kanan. Ngo-yap Cin-jin yang sedang bersemangat
untuk menghancurkan pasukan kerajaan yang
telah memasuki jalan sebelah kiri, kaget melihat
tindakan Tiat Beng Hou dan orang-orangnya itu.
la membentak, "Tiat Beng Hou, kau lupa siapa
sekarang yang menjadi Kau-cu, sehingga berani
mengambil tindakan sendiri tanpa menunggu
perintahku" Kita harus mengejar dan
menumpas anjir,g-anjing Manchu itu, demi sakit
hati dinasti leluhur kita!"
"Ah, kau kejar mereka sendiri saja ..."sahut
Tiat Beng Hou sambil tertawa. "Tidak lupa kami
semua mengucapkan selamat berjuang dan
selamat tinggal...."
Habis berkata demikian, terus Tiat beng
Hou mengajak anak buahnya pergi memisahkan
diri. Kemelut Tahta Naga II/19 24 Keruan Ngo-yap Cinjin jadi mencakmencak karena merasa tertipu.
"Pengecut! Kau sudah mangakuiku sebagai
Kaucu, namun sekarang kau jilat ludahmu
sendiri. Kau pasti kesurupan arwa; Co Hua Sun,
Bu Sam Kui, Ang Seng Tiu, Siang Go Hi ..." dan
lain-lain nama yang semuanya adalah
pengkhianat-pengkhianat yang dibenci pejuang
kebangkitan dinasi. Beng, begitulah Ngo-yap
Cinjin mencaci maki dengan sengit.
Tapi Tiat Beng Hou dan rombongannya
terus berlalu tanpa menggubris.
"Sekarang bagaimana, Kaucu?" orangorang Pak-cong bertanya. Mereka sudah tidak
lagi memanggil "Cinjin" melainkan Kaucu.
Kuatir kalau dirinya sampai dikira telat
menerima "wangsit palsu", Ngo-yap Cinjin
dengan ngotot berkata, "Kita kejar terus,
Biarpun sekarang kita lebih sedikit dari musuh,
tapi Sri Baginda merestui kita. Kita pasti
menang!" "Pasti menang! Pasti menang!" anakbuahnya berusaha meyakinkan diri mereka
Kemelut Tahta Naga II/19 25 sendiri untuk mengusir kebimbangan. Supaya
lebih hebat, senjata-senjata pun diacungacungkan ke langit.
Di kejahuan, masih nampak obor tentara
kerajaan berkelip-kelip. "Kejar dan tumpas!" perintah Ngo-yap
Cinjin sambil mengibaskan tongkatnya ke
depan. Sambil bersorak-sorai gemuruh menggun
cang udara malam, orang-orang Pek-lian-kau
cabang Pak-cong itupun mengejar musuh
mereka. Ketika sucah dekat dengan yang dikejar,
diluar dugaan tentara kerajaan kali ini tiba-tiba
berbalik terus merangsek dalam bentuk barisan
seperti lengkungan busur yang menjepit.
Bahkan mereka juga melepaskan dua kembangapi-luncur ke langit, berturut-turut meluncur
dengan menimbulkan dua garis api di langit
gelap. Sementara di jalan yang lebar itu pertem
puran berlangsung sengit, lalu melebar kiri
kanan memasuki ladang-ladang penduduk.
Kemelut Tahta Naga II/19 26 Kedua pihak saling tebas penuh
kemarahan, senjata-senjata mereka seolah-olah
tidak puas-puasnya menghirup darah. Kebun.
sayuran penduduk pun jadi korban. Yang
bertebaran bukan lagi cuma lengan yang putus
atau kepala yang terpenggal, tapi juga terong,
timun, semangka, labu, kacang panjang juga ikut
beterbangan di udara "memeriahkan" baku
hantam itu. Ngo-yap Cinjin bertempur seimbang
melawan komandan pasukan yang bersenjata
sepasang pedang itu. Ketika tadi menghadapi gabungan Pakcong dan Lam-cong, memang pasukan ini kalah
banyak dan harus mundur. Kini setelah Pakcong berpisah dari Lam-cong, kekuatan Pakcong sendirian tidak sanggup menahan
gempuran balik pasukan itu. Pelan-pelan orangorang Pek-lian-kau itu mulai terdesak.
Orang-orang Pek-lian-kau itu masih saja
mengharapkan tibanya "restu Sri Baginda' tapi
kok tidak datang-datang, sedang pasukan
musuh sudah mendesak makin hebat"
Kemelut Tahta Naga II/19 27 Beberapa orang Pek-lian-kau, sambii
bertempur mereka juga berkaok-kaok memanggil "Sri Baginda" agar cepat-cepat
datang bantuan gaibnya. Melihat itu, komandan
pasukan kerajaan tertawa dan mengejek,
"Jangan ganggu Sri Baginda". Beliau pasti
sedang tidur bersama Tan Wan Wan!"
Tan Wan Wan ialah seorang pelacur
terkenal di jaman menjelang runtuhnya dinasti
Beng. Pelacur tingkat tinggi, sebab pernah
bergantian tidur seranjang dengan Kaisar Cong
Ceng, si kepala pemberontak Li Cu Seng, dan
akhirnya menjadi isteri si pengkhianat Bu Sam
Kui. Banyak orang berpendapat bahwa
perempuan inilah penyebab utama runtuhnya
dinasti Beng. Ejekan komandan pasukan itu membuat
Ngo-yap Cinjin dan orang-orang Pak-cong
lainnya gusar bukan main. Maklum, siapa yang
rela kalau junjungan yang dipuja-puja itu diejek
macam itu" Mereka tambah kalap bertempur,
sambil terus berteriak-teriak.
Kemelut Tahta Naga II/19 28 Namun kalau pasukan kalah banyak, kalahsegar, kalah perlengkapan, bagaimana pun juga
mereka mulai terdesak mundur sampai kembali
ke simpang tiga yang semula.
Belum lama pertempuran berlangsung di
simpang tiga itu, tiba-tiba terlihat dari cabang
jalan sebelah kanan itu orang orang Lam-cong
muncul kembali dai bergerak ke arah orangorang Pak-cong yang sedang terdesak hebat itu.
Dengan perasaan harap-harap cemas
orang-orang Pak-cong menatap datangnya
"kawan yang sekaligus lawan" itu. Penuh harap
supaya orang-orang Lam-cong iti melupakan
permusuhan dan membanti kesulitan mereka,
sesama pengemban cita-cita kebangkitan
Kerajaan Beng. Cemas, jangan-jangan orangorang Lam-cong itu datang justru untuk
"mengail di air keruh" di tengah kemalangan
orang Pak-cong" Akhirnya jelas sudah, percuma kiranya
menaruh harapan kepada datangnya orangorang Lam-cong itu. Bukannya mereka tidak
mau membantu, tapi tidak mampu, sebab
Kemelut Tahta Naga II/19 29 dibelakang mereka juga ada pasukan yang lain
yang memburu dengan membentuk barisan
lebar melengkung, seperti hendak menyerok
ikan saja. Kaum Pak-cong dan Lam-cong yang selama
ini berselisih, akhirnya terpaksa "bersatu" juga
di simpang tiga itu. Bersatu dalam kemarahan,
keputus-asaan, dan siap-siap menghadapi
kemusnahan yang ada di depan mata.
Saat itulah dari jalan yang dari arah kuil
Hong-kak-si muncul lagi satu pasukan prajurit
yang lebih besar dari dua pasukan sebelumnya,
sebab inilah pasukan utama yang dipimpin
langsung oleh Kwa Cin Beng yang menunggangi
seekor kuda coklat dibawah kibaran benderanya. Ketika pasukan ini menyebar, maka semua
jalan untuk lari bagi orang-orang Pek-lian-kau
benar-benar tertutup. Terkunci di simpang tiga
itu, dan terpaksa harus bertempur gigih.
"Jangan takut, saudara-saudara, kita siap
gugur demi Kerajaan Beng!" teriakan itu berasal
Kemelut Tahta Naga II/19 30 dari Ngo-yap Cinjin, yang tidak lagi berteriak
tentang "restu Sri Baginda".


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun kini orang-orang Pek-lian-kau itu
sedang siap-siap saja menghadap Sri Baginda.
Anggota-anggota fanatik segera menyambut seruan itu. Tapi anggota-anggota yang tidak fanatik
mulai ragu-ragu tentang "restu SriBaginda" itu.
Tadinya mereka percaya, tapi setelah dipukul
babak-beiur dan sekarang dikepung rapat tanpa
harapan lolos, manakah "restu Sri Baginda"
yang digembar gemborkan Ngo-yap Cinjin itu"
Kesadaran yang terlambat.
Pasukan pemerintah mengurung dan
menggencet seperti sebuah gelang raksasa yang
pelan-pelan menyempit. Apalagi dengan
persenjataan yang lebih lengkap.
Tapi tidak ringan juga tugas menumpas
orang-orang yang terlanjur nekad itu. Seperti
binatang-binatang buas yang menggila tanpa
akal sehat lagi, hanya bisa ditalukkan dengan
dibunuh. "Hidup Kerajaan Beng!"
Kemelut Tahta Naga II/19 31 "Mampuskan semua anjing Manchu!"
"Berjuang sampai mati!"
Seruan-seruan macam itu masih saja
terdengar berulang kali, setiap kali seperti
minyak di siramkan ke api.
"Jangan tinggalkan satupun pemberontakpemberontak ini!" teriakan Kwa Cin Beng
menggelepar. "Bertahun-tahun mereka mengelabuhi kita sebagai penziarah-penziarah
gadungan, ternyata merekalah penentangpenentang kerajaan!"
Pembunuhan massal jadi tambah sengit.
Tiat Beng Hou nampak rambutnya yang
putih sudah awut-awutan, pakaiannya robekrobek dan berlumuran darah, cakar besinya
terayun ke kiri kanan menjatuhkan banyak
korban di antara prajurit-prajurit kerajaan.
Namun pemimpin Lam-cong ini belum
puas, masih ingin membunuh lebih banyak lagi.
Karena itu ia terus menerjang menyusup,
merusak barisan tentara kerajaan, menyebar
maut. Kemelut Tahta Naga II/19 32 Tiba-tiba di hadapan Tiat Beng Hou muncul
seorang pemuda dengan pedang di tangan.
Pemuda inj tidak berseragam prajurit, malahan
bajunya hitam dengan gambar teratai putih di
dadanya, seragam Pek-lian-kau. Maka Tiat Beng
Hou heran ketika "anakbuah"nya
ini menghadang dengan sikap bermusuhan.
"Apa maksudmu?"
"Aku Wan Lui yang sekian lama sudah
menyusup ke dalam Pek-lian-kau. Tujuanku
hanyalah menyelamatkan Pangeran Hong Lik
dan menghancurkan golongan sesat macam
kalian. Yang pertama sudah berhasil, yang
kedua hampir berhasil."
"Keparat! Akan kusembelih kau sekarang!"
teriak Tiat Beng Hou gusar, sambil melompat
dengan gerakan Ngo-eng-pok-tho (elang lapar
menyambar kelinci), cakar besinya hendak
digarukkan ke ubun-ubun Wan Lui. Itu bukan
sekedar garukan pelenyap gatal, melainkan bisa
melenyapkan gatal untuk selama-lamanya alias
mampus. Kemelut Tahta Naga II/19 33 Karena Wan Lui kalau gatal ingin
menggaruk sendiri tanpa minta tolong orang
lain, maka cepat-cepat ia menggeser ke samping
dan menebaskan pedangnya dengar, gerak
Heng-kang-cat-tau (memotong dari samping).
Menghadapi gerak setangkas itu, Tiat Beng
Hou kaget. Cepat ia berputar di udara untuk
menghindari serangan, namun Wan Lui
mengejar dengan meluncur maju sambil
menjulurkan pedangnya. Tiat Beng Hou benar-benar kelabakan,
karena lawannya ternyata memiliki kecepatan
yang melebihi dirinya. Dalam gerak pembelaan
dirinya, ia melakukan gerakan yang mirip
dengan Tin-jiu-kim-na (menurunkan tangan
untuk menangkap), tapi dengan cakar besinya
yang menghadap ke bawah untuk menjepit
pedang Wan Lui. Tanpa berhenti sekejappun, Wan Lui
mengganti jurus. Tanpa menarik pedangnya, di
antara jari-jari besi runcing lawannya, ia
dorongkan pedang sejauh-jauhnya dengan
gerakan Sun -cui-tui-cui (mendorong menurut
Kemelut Tahta Naga II/19 34 Karena Wan Lui kalau gatal ingin menggaruk sendiri
tanpa minta tolong orang lain, maka cepat-cepat ia
menggeser ke samping dan menebaskan pedangnya
dengar, gerak Heng-kang-cat-tau (memotong dari
samping). Kemelut Tahta Naga II/19 35 aliran air), ujung pedangnya jadi mengancam
siku tangan Tiat Beng Hou. Tapi kalau Tiat Beng
Hou menyelematkan sikunya, maka ujung
pedang terus mengancam rusuk yang
dibelakang siku itu. Tiat Beng Hou jadi serba salah menghadapi
keadaan serumit itu. Tergesa-gesa ia memutar
cakar besinya sekuat tenaga.
Pedang Wan Lui berdenting patah karena
terpilin, namun ujung pedangnya sudah sempat
membuat jalur luka sepanjang satu jengkal lebih
di bawah lengan Tiat Beng Hou.
Kalau dua pesilat bertarung dan melaku
kan gebrakan yang sama-sama gagal, biasanya
mereka akan saling memisahkan diri se jenak
untuk membuat perhitungan baru sebelum
menyiapkan gebrakan baru. Demikian pula Tiat
Beng Hou melompat mundur dan mengira
lawannya pun akan berbuat sama. Ternyata
perkiraannya salah. Wan Lui tidak mundur
setelah gebrakan itu, malahan melompat maju
dengan tendangan Hui-hou-tui (tendangan
macan terbang) dengan tubuh miring dan kaki
Kemelut Tahta Naga II/19 36 lurus ke samping. Tendangan yang biasanya
dilakukan dengan lompatan tinggi untuk
menendang kepala, kini oleh Wan Lui diubah
jadi rendah untuk mengincar perut.
Tiat Beng Hou benar-benar kehilangan
waktu untuk membela diri. Tumit kanan Wan
Lui menghunjam perut Tiat Beng Hou dengan
kekuatan penuh, ditambah berat badan Wan Lui
yang sekian puluh kilo dalam lontaran deras.
Sedetik ketika kaki itu kena perut, kulit perut
Tiat Beng Hou seolah mundur sampai hampir
kena kulit punggung. Tubuh pemimpin Lamcong itu sendiri melambung seperti sebuah bola
dan terhempas di tanah tanpa bernapas lagi.
Kaum Lam-cong gempar, kaum Pek liankau gempar. Tokoh unggulan mereka, terbunuh
dalam pertempuran singkat melawan seorang
pemuda tak terkenal. Banyak beberapa anggota
Pek-lian-kau cuma mengenalnya sebagai "Gan
Hong Lui" tapi tidak pernah ditanyai dari
cabang mana anak buah Hio-cu yang mana.
Wan Lui sendiri tidak mau membunuh
kaum keroco yang betapapun juga, sebagian
Kemelut Tahta Naga II/19 37 dari mereka pernah menjadi "teman-temarnya".
Wan Lui cuma mengincar benggolan benggolannya saja. Waktu itu Thio Yap sedang mengamuk
dengan tombak panjangnya. Tiga perwira
berpangkat Pa-cong menggabungkan tenaga
untuk membendung amukannya, tapi ketika
lawannya tetap tak mencukupi.
Suatu ketika, sambil berteriak Thio Yap
melangkah maju, putaran tombaknya menusuk
hebat. Di bawah cahaya obor yang kemerahmerahan, ujung tombaknya nampak menyala
dan seolah pecah menjadi puluhan ujung
tombak yang bergerak serempak. Terjangan nya
membuat ketiga lawannya bertebaran meninggalkan titik pertahanan bersama, salah
satu dari mereka senjatanya bahkan terpental
ke udara karena benturan yang dahsyat.
Dan malangnya nasib si perwira yang
kehilangan senjata itu, sebab Thio Yap langsung
menerkamnya bagaikan serigala kelaparan.
Ujung tombaknya menembus dada perwira itu.
Kemelut Tahta Naga II/19 38 Seolah telah kesurupan iblis, Thio Yap
mengangkat tubuh itu dengan ujung tombak
nya lalu diputar-putar di atas kepalanya, sampai
darahnya menetes-netes ke wajah dan tubuh
Thio Yap sendiri. Sambil berteriak-teriak. Lalu
tubuh itu dihempaskan ke arah lawan-lawannya
yang lain. Yang dilempari mayat buru-buru menghindar, namun tiba-tiba dilihatnya ujung
tombak Thio Yap bagaikan kilat sudah tinggal
satu jengkal di depan lehernya. Orang itupun
memejamkan mata, siap menerima kematian
karena merasa takkan lolos dari serangan
secepat itu. Namun Perwira itu tiba-tiba, merasa
lengannya dicengkeram dan ditarik ke samping, sehingga selamat dari maut, la membuka
mata, dan alangkah herannya melihat Thio Yap
kini dihadapi seorang pemuda bersenjata
pedang namun berbaju seragam anggota Peklian-kau!
Kemelut Tahta Naga II/19 39 Thio Yap heran dan gusar ketika mengenali
lawannya. "Gan Hong Lui, apakah kau sudah gila
sehingga berani melawanku?"
Wan Lui tertawa sambil menjawab,
"Memang aku pinjam baju dari seorang Peklian-kau, tapi aku tidak pernah mendaftar
masuk Pek-lian-kau. Lebih jelas lagi, aku ini
memang musuh Pek-lian-kau yang menyusup
untuk merebut Pangeran Hong Lik dan
menghancurkan kalian."
"Jahanam, kau begundal orang Manchu!"
"Malahan orang Manchu tulen."
"Siapa kau sebenarnya, bangsat?"
Namaku Wan Lui dari Tiang-pek-san di
Liau-tong." "Untuk siapa kau bekerja
"Untuk orang-orang yang telah dan akan
menjadi korban praktek ilmu sesat kalian, tak
peduli mereka orang Han atau Manchu "
Kata-kata itu terputus ketika Thio Yap
membentak dan menikam dengan jurus Tiauyang-hui-heng (elang terbang menyong song
matahari). Geraknya yang cepat dan mantap
Kemelut Tahta Naga II/19 40 membuktikan kalau Thio Yap memang pemain
tombak yang ulung. Wan Lui cepat menggeser ke samping,
namun Thio Yap menyongsong dengan gagang
tombak yang disapukan ke pinggul lawan
dengan gerakan Hek-liong-boan-jiu. Gerakannya menderu dahsyat.
Murid Pak Kiong Liong itu tidak mau
diserang terus tanpa membalas, apalagi ia
berhasrat menyelesaikan lawan ini secepatcepatnya, agar bisa segera merampungkan
tokoh-tokoh Pek-lian-kau yang lain, yang
semuanya merupakan orang-orang berbahaya.
Berbahaya dalam pertempuraran. berbahaya pula bagi masyarakat kalau mereka
sampai bisa lolos dan mempraktekkan ilmu
hitam yang menuntut darah manusia itu.


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Begitu Thio Yap mendesak hebat, silih
berganti dengan ujung tombak maupun tangkai
tombak, Wan Lui r mgumpulkan semangatnya
lalu mulai memainkan Thian-liong-kiam-hoat
(ilmu pedang naga langit) dengan pedang yang
baru dipungutnya dari tanah itu.
Kemelut Tahta Naga II/19 41 Cahaya pedang menebar tak terbendung
memenuhi arena. Tak peduli betapa hebat deru
tombak Thio Vap, kini tenggelamlah ke tengahtengah gulungan cahaya pedang yang
berdesing-desing itu. Hampir copot semangat Thio Yap melihat
kehebatan ilmu pedang itu. Napasnya jadi sesak,
seolah-olah melangkah atau menghadap ke
manapun yang dilihatnya hanyalah kilauan
bayangan pedang di mana-mana, melingkari
dirinya. Permainan tombaknya yang kuat dan
dibanggakannya selama ini, sekarang jadi terasa
kedodoran maupun compang-camping, sama
sekali tidak memadai untuk diadu dengan ilmu
pedang warisan Pak Kiong Liong itu.
Namun sebagai pesilat tangguh dan sudah
banyak pengalaman dalam menghadapi saatsaat kritis macam itu, Thio Yap tidak cepatcepat putus asa. Ia masih berusaha
memperbaiki keadaannya. Lebih dulu ia me
lompat mundur sambil membarengi menjulurkan tombak, untuk menahan lawan di
luar jangkauan tombaknya, sementara ia
Kemelut Tahta Naga II/19 42 merencanakan bentuk perlawanan yang sesuai,
dan menguntungkan, dengan senjatanya yang
berjangkauan lebih panjang itu.
Ketika Wan Lui berusaha mengejar dengan
pedangnya, Thio Yap melancarkan lagi
serangkaian jurus dan berhasil menahan Wan
Lui tetap di depan ujung tombaknya tanpa bisa
lebih dekat lagi. Keruan Thio Yap kegirangan
karena merasa berhasil melaksanakan rencananya, dan dengan semangat lebih hebat,
dia mulai merencanakan serangan balasan.
"Jangan senang dulu, Thio Yap," tiba-tiba
Wan Lui menggeram. Memang pedangnya lebih
pendek, sehingga sulit untuk dibawa mendekati
lawan, namun mendadak ia melompat ke udara,
memainkan jurus Ban-liong-seng-thian (Selaksa
Naga Terbang), di sertai pengerahan tenaga
sakti Hwa-liong-sin-kang.
Pedang yang dipegang Wan Lui tiba-tiba
nampak merah membara seolah baru saja
dikeluarkan dari tanur peleburan. Berbareng
dengan itu, setiap lubang pori-pori kulitnya
Kemelut Tahta Naga II/19 43 seolah menyemburkan udara amat panas dalam
lingkaran sepuluh langkah darinya.
Bukan kepalang kagetnya Thio Yap. Udara
segar di sekitar tubuhnya tiba-tiba menghilang
entah kemana, diganti hawa panas luarbiasa
yang serasa menghanguskan kulit. Udara jadi
begitu tipis, sehingga Thio Yap harus megapmegap hanya untuk mendapatkan satu tarikan
napas, dan udara yang berhasil dihirupnya pun
begitu panas membuat kerongkongannya
kering dan haus luar biasa.
Tokoh Pek-lian-kau cabang Lam-cong itu
kelabakan. Kalau bernapas saja sulit, mana bisa
memusatkan perhatian untuk ilmu tombaknya"
Baru saja ia gembira karena mengira berhasil
menciptakan ruang gerak bagi tombaknya, kini
jurus-jurusnya kacau kembali, bahkan terkurung lagi oleh cahaya pedang dan hawa
panas itu. Jauh lebih menderita dari
sebelumnya. "Ilmu iblis!" jerit Thio Yap dalam keputusasaannya.
Kemelut Tahta Naga II/19 44 "Bukan ilmu iblis. Inilah ilmu silat sejati
yang didapatkan dengan ketekunan berlatih
selama bertahun-tahun," sahut Wan Lui. "Jauh
lebih berharga dari ilmu kalian yang cuma
berkomat-kamit sambil menggoyang-goyang
bendera, tapi kena darah binatang fsaja punah."
Sambil mendamprat, pedang Wan Lui tak
berhenti menekan terus. Thio Yap memang bukan tandingan Wan
Lui dalam urusan silat, sedangkan untuk
menggunakan ilmu gaibnya ia tidak ada
kesempatan sama sekali. Karena itu nasibnya
seperti sudah ditetapkan. Beberapa jurus
kemudian Thio Yap menjerit kesakitan ketika
sebuah tusukan pedang Wan Lui mengakhiri
hidupnya. Seperti nasib pemimpin-pemimpin mereka,
begitu pula nasib anak buahnya.
Sesuai dengan perintah Kwa Cin Beng,
tentara kerajaan menekan sisa orang-orang :
Pek-lian-kau itu tanpa ampun. Tekanan dari
segala jurusan, bahkan bedil-bedil pun mulai
ikut "bernyanyi" di sela-sela gemerincing riuh
Kemelut Tahta Naga II/19 45 dari ribuan senjata kuno yang masih
berbenturan ditengah kancah.
Pertempuran itu memang makin berat
sebelah. Orang Pek-lian-kau yang sejak semula
kalah banyak, menyusutnya juga lebih cepat
dari tentara kerajaan. Sebentar sebentar
terdengar letusan bedil-bedil sundut yang
serempak, dan itu berarti pembantaian orang
Pek-lian-kau berjalan terus.
Perlawanan orang-orang Pek-lian-kau
makin kacau karena sudah tidak ada lagi
pimpinan-pimpinan mereka, dan masingmasing bertindak semaunya sendiri. Sebagian
yang fanatik terus melawan sambil tak hentihentinya meneriakkan slogan. Mereka melawan
mati-matian dan akhirnya mati sungguhan.
Biasanya ini adalah orang-orang Pak-cong.
Yang sebagian lain, biasanya ini adalah
orang-orang Lam-cong, mencoba mencari
kesempatan untuk lari. Rupanya mereka masih
enggan "menghadap Sri Baginda". Dan kalau
melihat kesempatan, mereka langsung kabur
secepatnya. Namun mereka yang berusaha
Kemelut Tahta Naga II/19 46 kabur ini tidak usah lagi melewati tahap matimatian, melainkan langsung mati sungguhan.
Punggung mereka adalah sasaran empuk panah,
lembing atau peluru dari tentara kerajaan.
Ketika langit di sebelah timur mulai
kemerah-merahan, pembantaian pun selesai.
Orang Pek-lian-kau boleh dikata tertumpas
sebagian besar, sebagian kecil yang berhasil lari
tak seberapa jumlahnya. Di pihak tentara
kerajaan juga ada ratusan orang tewas.
Pertempuran yang berjalan sejak sore hingga
fajar itu benar-benar berakibat mengerikan.
Cahaya fajar kali ini tidak menampilkan
keindahan, melainkan menimbulkan kengerian.
Apa yang tadinya tidak nampak karena
gelapnya malam, kini tergelar nyata di bawah
cahaya mentari. Ceceran mayat mulai dari
simpang tiga itu sampai ke kuil Hong-kak-si,
jarak yang kurang lebih sepuluh li. Mayat-mayat
bertebaran di jalan, di kebun-kebun, di parit,
dan yang paling mengerikan ialah di simpang
tiga itu. Kwa Cin Beng mengatur kembali
barisan nya. Lalu penduduk desa-desa terdekat
Kemelut Tahta Naga II/19 47 dihubungi, diperintah membantu menguburkan
atau membakar mayat orang-orang Pek-liankau. Sedang mayat para prajurit akan dibawa ke
Hong-yang untuk dimakamkan atau diperabukan dengan upacara selayaknya.
Sedih juga Wan Lui melihat orang mati
sebanyak itu. Inilah sebuah harga untuk
mengamankan sementara masyarakat dari
ancaman penganut-penganut ilmu sesat ini.
Tengah ia termenung, Kwa Cin Beng
mendekati dan menepuk pundaknya, "Lui Cam
Ciang, dimana Pangeran Hong Lik" Apakah dia
berhasil kau selamatkan?"
Wan Lui menjawab, "Pangeran Hong Lik
kusembunyikan di suatu tempat yang aman, dan
aku akan segera membawanya ke Hong-yang.
Aku harap Cong Peng menyiapkan tempat dan
pelayanan yang memadai, juga pengamanan
tempat itu harus cukup kuat, sebab siapa tahu
masih ada pihak lain yang mengingini Pangeran
Hong Lik. Siapkan juga makanan yang lembut,
makanan untuk orang sakit. Sebab selama
ditawan Pek-lian kau, Pangeran Hong Lik
Kemelut Tahta Naga II/19 48 agaknya kurang diperlakukan baik sehingga
kondisi tubuhnya agak lemas saat ini..."
Sahut Kwa Cin Beng penuh semangat, Baik,
baik." Tentu saja penuh semangat, sebab dengan
berbuat baik terhadap Putera Mahkota
bukankah sama dengan menyiapkan masa
depan yang cerah terhadap diri sendiri Tidak
banyak orang mendapat kesempatan macam
itu. Lalu Kwa Cin Beng memanggil seorang
perwira bawahannya, diserahi wewenang untuk
membenahi rnayat-mayat di tempat itu,
sedangkan Kwa Cin Beng sendiri dengan satu
regu pengawal, mendahului pulang ke Hong
Yang. Wan Lui pergi ke arah yang lain untuk
mengambil Pangeran Hong Lik.
Ketika Wan Lui menyuruh Kwa Cin Beng
memperkuat penjagaan, dalam angan-angan
Wan Lui masih ada ancaman, yaitu komplotan
dalam istana yang selama ini mendalangi Pek-
Kemelut Tahta Naga II/19 49 liar.-kau untuk mencelakakan (Pangeran Hong
Lik. Tapi Wan Lui tidak sadar adanya ancaman
dari fihak lain, yaitu In Kiu Liong yang terus
mengikuti kemana saja perginya Pangeran Hong
Lik, seperti anjing mengendus tulang.
* * * Ibukota Pak-khia. Yang nampak sehari-hari di kota itu adalah
biasa-biasa saja. Pedagang yang berangkat sehat
pulangnya babakbelur. Namun di balik yang kelihatan tenang
tanpa gejolak itu, Pak-khia tak pernah bebas
dari intrik-intrik tersembunyi dari balik
dinding-dinding istana kerajaan, gedunggedung para bangsawan, tangsi-tangsi para
jenderal. Selalu saja ada yang ingin menguatkan
posisinya dengan menyikut orang lain agar
jatuh. Pak-khia tak pernah "libur" dari urusan
ini, sama dengan pusat-pusat kekuasaan lain di
Kemelut Tahta Naga II/19 50 seluruh dunia dan segala jaman. Meskipun
semuanya berlangsung di belakang layar.
Siang hari itu, di sebuah jalanan yang ramai
nampak seorang lelaki berjalan. Tubuhnya
ramping, usianya sudah setengah abad,
jubahnya dari kain ringan. Sepintas lalu
memang tak ada istimewanya orang ini dengan
ribuan orang yang tengah berlalu-lalang di
jalanan itu. Kelainan orang ini hanya sikapnya, itu-pun
tidak kentara, tidak menyolok. Matanya yang
tajam seperti mencari-cari sesuatu di pinggir
jalan itu, di pintu toko-toko dan warung-warung
yang berderet. Ia bahkan tidak peduli penjaja-penjaja di
pinggir jalan yang menawarkan macam-macam
barang dagangannya. Entah buah-buahan,
barang-oarang keramik dan seba-gainya yang
tidau digubris. Sampai lelaki itu tiba-tiba berhenti


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melangkah, matanya bersinar-sinar menatap
pintu sebuah toko obat yang kecil, terje pit di
antara d ia toko besar. Di ambang pintu toko
Kemelut Tahta Naga II/19 51 obat itu dipakukan secarik kain kuning yang
lebarnya tidak lebih dari telapak tangan, kalau
tidak diperhatikan benar-benar memang tidak
terlihat dari jalanan yang penuh manusia hilirmudik itu.
Lelaki itu laiu bergegas masuk ke toko obat
itu. Penjualnya ada di belakang sebuah meja
panjang dan di depan lemari yang merapat
dinding, terdiri dari ribuan laci yang semua nya
ditempeli tulisan nama-nama obat. Saat itu si
penjual tengah meladeni seorang pembeli
wanita yang amat cerewet. Wanita itu berumur
limapuluh tahun, amat gemuk, hebat dalam
bersolek, bahkan buah dadanya yang melorot
itu juga diganjal entah dengan apa di balik
bajunya agar tetap menantang.
Dia sedang mencarikan ramuan "kebahagiaan suami-isteri" buat suaminya.
Namun setiap kali ditawari semacam obat,
belum juga merasa cocok. Kemelut Tahta Naga II/19 52 Saat itulah si lelaki tadi masuk, langsung
menyerobot dengan pertanyaannya, "Rumput
nomor empatbelas dari Jing-hai, ada?"
Si penjual nampak kaget, matanya tajam
menatap si penanya, dan tiba-tiba ditinggal
kannya saja pembeli wanita yang cerewet itu
untuk mendekati lelaki itu.
Si wanita cerewet yang belum menemukan
ramuan kebahagiaan yang cocok itu tentu saja
mencak-mencak. Tapi si penjual tidak peduli. Ia
malah menanyai lelaki vang baru datang itu,
"Tuan membutuhkan obat untuk apa?"
"Mengobati borok naga."
Si penjual tersenyum lebar dan berkata,
"Ada. Mari kutunjukkan di dalam."
Lalu ia mengajak tamunya masuk ke dalam,
tak peduli lagi si wanita cerewet, keduanya
menghilang kebalik tirai yang menghubungkan
ruangan toko dengan lorong di belakang toko.
Si wanita cerewet kontan memekik, "He,
bagaimana ini" Obat yang kutanyakan belum
kudapat ..." Kemelut Tahta Naga II/19 53 "Cari sendiri dan bawalah dengan cumacuma," itulah jawaban tak sabar dari balik tirai.
"Suamiku belakangan ini tidak lagi
bergairah, apa obatnya supaya bergairah lagi?"
"Istri muda yang cantik," itulah jawaban
terakhir dari balik tirai yang bernada
menghendaki agar tidak dibantah lagi.
Si wanita mencaci-maki lalu pergi untuk
mencari toko obat lainnya, sambil bersumpah
seumur hidupnya takkan mau lagi menginjak
lantai toko obat kecil ini. Di pintu dia bahkan
meludah. Sementara itu, si pemilik toko dan tamu
nya melewati sebuah lorong sempit di belakang
ruangan toko. Salah satu sisi lorong adalah
ruangan-ruangan tak berpintu yang penuh
tumpukan bahan-bahan obat.
Sambil berjalan menyusuri lorong itu, si
penjual obat bertanya, "Maaf, tuan ini siapa?"
"Teng liu." "Oh, tuan ternyata adalah pendekar ketiga
dari Heng-san-sam-kiam (tiga pendekar Hengsan). Pangeran In Te pernah menceritakan diri
Kemelut Tahta Naga II/19 54 tuan sebagai salah satu dari sahabat sejatinya
yang sedikit jumlahnya. Begitu pula kedua
kakak seperguruan tuan, Jian-ing-kiam (pedang
seribu bayangan) Ho Se-liang dan Lam-tahihong (prahara sela-nn) Auyang Kong."
"Pangeran In Te terlalu baik kepada kami
bertiga yang sebenarnya tidak becus ini."
"Tapi kenapa kedua kancak seperguruan
tuan tidak ikut serta kemar;?"
"Kami sebagai anggota-anggota Ci-ih Wikun (pengawal jubah ungu) ada-tugas dalam
istana yang teratur dua kakak seperguruanku
itu sedang kebagian tugas, kalau tidak muncul
tentu akan menimbulkan kecurigaan. Perlu tuan
ketahui, belakangan ini di dalam istana, orangorang mudah merasa curiga satu sama lain..."
"Oh, begitu. Kamipun hampir putus asa
menantikan jawaban isyarat itu, menanti
munculnya seorang yang mencari "rumput
nomor enam belas dari Jing-hai" ..."
Teng Jiu tertawa, "Aku benar-benar minta
maaf. Isyarat rahasia dari Pangeran In Te itu
sebenarnya sudah kuterima empat hari yang
Kemelut Tahta Naga II/19 55 lalu. Tapi baru sekarang aku bisa keluar dari
dinding istana untuk menemui kalian. Mudahmudahan belum terlambat."
"Hampir terlambat. Kalau isyarat rahasia
itu tidak terjawab hari ini, atau terjawab tapi
jawabannya salah, Goan-swe Pak Kiong Liong
dan Pangeran Jn Te sudah siap meninggalkan
kota ini secepatnya, karena dianggap gagal
menghubungi teman-teman. Untungiah kalau aku belum terlambat."
Mereka sudah berjalan menghabiskan lorong
itu mereka muncul di sebuah halaman tengah
yang tidak terlalu luas, berlapis ubin, sehingga
membuat udara terasa gerah, Namun ada
pohon-pohon dalam jambangan-jambangan
besar yang menjadi penyejuk. Di kedua samping
dan di seberang halaman, nampak sederetan
pintu kamar, di sebelah kiri ada pintu bundar
yang menembus ke halaman samping.
Baru saja Teng Jiu dan pengantarnya
melangkah di halaman itu, tiba-tiba dari pintu
bundar itu muncul seorang pemuda.
Kemelut Tahta Naga II/19 56 Begitu muncul langsung membentak marah
kepada Teng Jiu. "Anjing Kaisar, mau apa kau
datang kemari" Mau menangkap kami agar kau
mendapat hadiah dari Kaisar berhati iblis itu?"
Bukan cuma membentak, tapi sebuah
jotosan Wan-kiong-sia-tiau (menentang busur
nemanah rajawali) yang cepat dan kuat ke
muka Teng Jiu. "Sambutan" macam itu tidak terduga oleh
Teng Jiu maupun pengantarnya. Si penjual obat
buru-buru berteriak mencegah, "Tong Siau-ya
(tuan muda Tong), tahan!"
Tong Hai Long tidak menggubris
pencegahan itu, terus menyerang dengan sengit,
la mengenali Teng jiu sebagai salah satu
pengawal Ni Keng Giau ketika dalam perjalanan
dari Tan-liu ke Hang-ciu. Di tengah perjalanan,
Tong Hai Long, Tong San Hong dan Se-bun
Hong-eng nekad hendak membunuh Ni Keng
Giau sehingga bentrok dengan pengawalpengawal Ni Keng Giau, antara lain Teng Jiu
inilah. Waktu itu, seandainya tidak muncul Wan
Lui sebagai "dewa penolong" malah ketiga anak
Kemelut Tahta Naga II/19 57 muda itu bukan saja gagal, malahan hampir
menjadi korban Sat Siau Kun dan pengawalpengawal Ci-ih Wi-kun lainnya.
Tapi sejak itu, Tong Hai Long malahan
sering makan hati dan mudah berang. Maklum,
bagaimana tidak mendongkol kalau si "dewa
penolong" itu kemudian terus-terusan dikenang
dengan manis oleh Se-bun Hong eng" Tong Hai
Long merasa dirinya sudah tidak diperhatikan
lagi, tersingkir oleh Wan Lui. Se-bun Hong-eng
membandingkan dirinya dengan Wan Lui dan
nampaknya Wan Lui memang lebih becus
segala-galanya dalam penilaian gadis itu.
Tambah mendongkol lagi Tong Hai Long
ketika diapun gagal mengikuti dan menangkap
Pangeran In Tong, si pengkhianat Hwe-liongpang yang jejaknya muncul kembali itu. Padahal
tadinya ia sudah membayangkan, kalau berhasil
menangkap pembunuh kakeknya itu, tentu
dirinya akan menjadi "pahlawan" yang
dikagumi semua orang, terutama Se-bun Hongeng tentunya. Ternyata gagal, dan ia malah
disalah-salahkan terus oleh kakeknya, dianggap
Kemelut Tahta Naga II/19 58 bertindak gegabah sehingga buruan itu malah
menghilang kembali, dan sebagainya.
Siang itu ia habis bertengkar dengan Sebung Hong-eng, tiba-tiba melihat munculnya
Teng jiu yang dulu dikenalinya sebagai salah
seorang pengawal Ni Keng Giau, maka sertamerta muncul pula sifat "kepahlawanan konyol"
Tong Hai Long, maka terjadilah seperti itu. Teng
Jiu sebenarnya hanyalah "mewakili Wan Lui"
menampung kejengkelan Tong Hai Long selama
ini. Teng Jiau bergelar Hui-kiam-eng (pendekar
pedang terbang) karena kemahiran ilmu pedang
dan ilmu meringankan tubuhnya. Ilmu
meringankan tubuh itulah yang kini digu
nakannya menghadapi serbuan kalap Tong Hai
Long. la tidak membalas, namun lincah
menghindar dengan langkah-langkahnya yang
ringan mengambang, sekali meluncur dan sekali
melompat. Jambangan-jambangan besar di
halaman itu bukan merintangi geraknya,
sebaliknya malah dimanfaatkannya untuk
Kemelut Tahta Naga II/19 59 berputar-putar menghindar, seperti main petak
umpet saja. Setelah sekian lama belum berhasil
menangkap Teng Jiu, Tong Hai Long jadi
semakin penasaran. Diapun mempercepat gerak
serangannya, tak peduli si pemilik took obat itu
berteriak-teriak melerai.
Dengan meningkatnya kecepatan serang
an, Teng Jiu mulai merasakan kesulitan juga.
Bagaimanapun juga, Tong Hai Long bukan
pesilat keroco, sebab dia adalah cucu dari dua
tokoh persilatan sekaliber Tong Lam Hou dan
Pak Kiong Liong, dan telah dididik kedua
kakeknya itu sejak kecil. Hal lain yang
menyulitkan Teng Jiu, ia tidak berniat
membalas serangan, hanya menghindar saja,
itulah yang menambah kerepotannya.
Halaman sempit itu jadi terasa semakin
sempit jadinya, biarpun langkah Teng Jiu masih
kelihatan ringan berputaran.
Waktu itulah salah satu pintu di tepi
halaman itu terbuka, lalu Pak Kiong Liong dan
In Te muncul dan bertepuk tangan melihat apa
Kemelut Tahta Naga II/19 60 Diapun mempercepat gerak serangannya, tak perduli
si pemilik toko obat itu berteriak-teriak melerai.
Kemelut Tahta Naga II/19 61 yang terjadi di halaman itu. Terdengar In Te
tertawa dan memuji gerakan kaki Teng Jiu,
"Benar-benar Liu-cui Hoan-po (langkah
berputar air mengalir) yang semakin matang,
Teng-heng (saudara Teng)!"
Sedangkan Pak Kiong Liong meneriaki
cucunya, "A-hai, hentikan. Bersikap sopanlah
kepada tamu!" Terhadap sang kakek yang belakangan ini
lebih sering memarahinya, Tong Hai Long
memang merasa takut. Maka tidak perlu
bentakan itu diulang untuk kedua kali nya, Tong
Hai Long menghentikan serangannya dan
melompat mundur. Sedang Ten Jiu yang tadi datang dengan
pakaian rapi, kini pakaiannya di bagian
punggung telah basah dengan keringat, begitu
pu la wajahnya. Kulit mukanya agak memerah
napasnya agak terengah-engah. Katanya, "Wah,
hampir saja langkah Berputar Air Mengalir ini
tidak bisa mengalir lagi karena terbentur
batukarang muda yang baru muncul di dunia
persilatan." Kemelut Tahta Naga II/19 62 Lalu ia melangkah ke hadapan In Te dan
berlutut, "Hamba mengucapkan selamat datang
kembali ke Pak-khia, Pangeran. Hamba masih
teguh berpegang kepada sumpah yang dulu
untuk mendukung Pangeran merebut tahta dan
menegakkan keadilan!"


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rupanya Teng Jiu mengira munculnya
kembali ln Te di Pak-khia itu bermaksud
menyusun kembali kekuatannya, untuk
merebut tahta. Pak KiongLiong dan ln Te bertukar
pandangan sejenak, namun tidak berkata apaapa.
Kepada Pak KiongLiong, Teng Jiu memberi
hormat biasa dan berkata, "Isyarat Goan-swe
sudah kuterima empathari yang lalu. Tapi maaf,
baru sekarang aku datang memenuhi panggilan
itu. Harap dimaklumi karena tugas-tugas di
istana begitu berat dan padat, aku tidak
sembarangan meninggalkan istana, agar tidak
menimbulkan kecurigaan ..."
"Aku bisa memaklumi ..."kata Pak Kiong
Liong sambil tersenyum. Kemelut Tahta Naga II/19 63 "Silahkan duduk di dalam, Teng-heng..." In
Te mempersilahkan. Sebelum melangkah masuk ke salah satu
ruangan, lebih dulu Teng Jiu mengangguk
hormat sambil tersenyum ke arah Tong Hai
Long, yang membalas anggukannya dengan
wajah kaku-cemberut. Kejengkelannya sebenarnya bukan kepada Teng Jiu, melainkan
kepada Wan Lui yang saat itu tidak diketahui
dimana beradanya ..."
Sementara Pakkiong Liong dengan wajah
angker menegur cucunya yang berangas an itu.
"A-hai, hampir saja kau mengacaukan suatu
urusan besar yang menyangkut masa depan
kekaisaran. Lain kali pakailah otak mu, jangan
main pukul seperti orang mabuk saja!"
Tong Hai Long menunduk dalam-dalam.
Tapi ketika kakeknya beserta In Te dan
tamunya sudah menghilang di balik pintu,
menggerutulah ia, "Yah, inilah teguran ke
sebelas yang kudapatkan hari ini. Memang aku
terus yang salah ..."
Kemelut Tahta Naga II/19 64 Dari pintu bundar di samping halaman,
muncul saudara kembarnya, Tong San Hong
yang langsung mendekatinya dan menepuk
pundaknya, Memang kau yang gegabah, A-hai.
Seorang tamu yang datang kemari karena bisa
mengartikan kode rahasia kita, tentunya ada
urusan yang dibawanya. Tapi begitu dia datang
terus kau labrak saja ..."
"Jadi kaupun ikut menyalahkan aku, A-san"
Baik, baik, akulah orang yang salah, aku orang
paling besar dosanya di dunia, semua kegagalan
dan bencana pasti disebab kan olehku. Ya, ya.
Hanya Wan Lui pahlawan di dunia ini. A-eng
bahkan sampai mem bawanya ke alam mimpi.
Hem." "Bukan begitu maksudku. Hendaknya lain
kali kalau mau bertindak apapun harus dipikir
lebih...he, A Hai, mau kemana kau!"
"Ke warung arak, daripada di sini
disalahkan terus..."
"He, sudah lupa pesan kakek" Dalam
beberapa hari ini kita tidak boleh minum arak
Kemelut Tahta Naga II/19 65 diluaran, kalau sampai mabuk bisa kacau
semuanya. Kau lupa?"
"Jadi tidak boleh?"
"Ya jelas tidak boleh, sebab berbahaya.
Orang mabuk akan bicara kacau, kalau tanpa
sengaja membocorkan rencana kita dan sampai
di dengar oleh seorang mata-matanya Yong
Ceng nah, bayangkan saja akibat nya ..."
"Inilah teguran ke duabelas untuk hari
ini..."keluh Tong Hai Long lesu, sambil ngeioyor
pergi. Kuatir kalau saudaranya itu benar-benar
akan pergi ke warung arak, Tong San Hong
tidak membiarkannya sendirian. Dia-pun ikut
melangkah keluar. Sementara itu, di sebuah ruang belakang
yang ditata sederhana, Pak Kiong Liong, In Te
dan Teng Jiu telah mengambil tempat duduk
masing-masing. In Te yang mulai bicara, "Teng-heng,
kudengar kabar kau dan kedua kakak
seperguruanmu selama ini akrab dan banyak
mendukung tindakan Pangeran Hong Lik?"
Kemelut Tahta Naga II/19 66 Mendengar kata-kata itu, Teng Jiu salah
paham, "Hamba mohon ampun, Pangeran.
Memang benar hamba banyak mendukung
tindakan Pangeran Hong-lik, tetapi..."
"Oh ya, Teng Heng. Mulai sekarang kau
tidak usah lagi membahasakan dirimu sebagai
hamba, jangan lagi memanggilku Pangeran. Kita
sekarang sederajat..."
Teng Jiu mengira ucapan In Te itu karena
perasaannya yang tersinggung, maka ia berkata,
"Pangeran jangan berkata demikian. Dukungan
hamba sementara ini terhadap Pangeran Hong
Lik, tak lain demi rakyat kecil yang banyak
ditolongnya, sekaligus juga untuk membendung
pengaruh Liong Ke Toh. Hamba menyokong
Pangeran Hong Lik hanya selama Pangeran In
Te sendiri belum pulang ke Pak-khia. Kini
Pangeran telah pulang ke Pak-khia dalam
keadaan sehat, tentu saja hamba siap untuk
memenuhi sumpah hamba yang pernah
diucapkan dulu. Kami bertiga Heng-san-samkiam, dan juga beberapa sahabat yang tetap
setia Kemelut Tahta Naga II/19 67 kepada Pangeran, akan tetap menetapi sumpah
dan mendukung Pangeran sampai ke
singgasana. Betapapun berat akibatnya..."
In Te tertawa, "Teng-heng, aku percaya.
Tapi kau salah paham akan kata-kataku. Aku
sama sekali tidak kecewa atau marah, bahwa
selama aku tidak ada di Pak-khia, maka sahabatsahabat setiaku di sini menyalurkan gejolak
perjuangan lewat saluran yang tepat, yaitu
Pangeran Hong Lik. Aku setuju. Aku tahu
Pangeran Hong Lik lebih pantas melanjutkan
tahta daripada aku... (Bersambung Jilid XX) (Bersambung Jilid XX) Kemelut Tahta Naga II/19 68 Kemelut Tahta Naga II/19 69 Kemelut Tahta Naga II/20 1 KEMELUT TAHTA NAGA Bagian : II Karya : STEFANUS S.P. Jilid XX Mendengar itu, Teng Jiu mulai merasa kalau
ucapan In Te itu tidak main-main. "Pangeran,
jadi..." "Teng Heng, maukah kau memenuhi
permintaan pertamaku, yaitu tidak lagi
memanggilku Pangeran" Panggil saja In Heng
(saudara In), dan jangan lagi bahasa-kan dirimu
hamba..." "Hem...eh, hem...ah, aku terus terang benarbenar bingung oleh maksud kedatangan... In
Heng ke Pak-khia ini. Ketika aku melihat kode
rahasia In Heng di tembok luar istana,
semangatku berkobar, aku mengngira saat
perjuangan yang sebenarnya sudah tiba.
Menumbangkan manusia curang yang selama
Kemelut Tahta Naga II/20 2 ini menduduki tahta. Tapi...sekarang setelah
bertemu In Heng, aku malah jadi bingung..."
"Baik, sekarang kuakhiri kebingungan
kalian dan sahabat-sahabat lainnya. Dengar
baik-baik. Aku tidak bermaksud mengecewa
kan Teng Heng dan rekan-rekan lainnya,
bahkan aku sangat berterima-kasih. Tapi aku
sudah memutuskan untuk meninggalkan
gelanggang perebutan tahta, dan memberi jalan
bagi Pangeran Hong Lik untuk ke singgasana,
bahkan mendukungnya..."
Teng Jiu terlongong tak ada bedanya dengan
Pak Kiong Liong ketika dulu pertama kali
mendengar, keputusan In Te itu, begitu pula
Teng Jiu kecewa. Kalau In Te benar-benar
mengundurkan diri, lalu buat apa selama ini ia
mempertahankan kesetiaan kepadanya, susah
payah menyelubungi sikapnya yang asli dari
tatapan menyelidik orang orang istana, bahkan
jungkir-balik melakukan "akrobat politis" yang
berlawanan dengan hati-nurani untuk tetap
bertahan di lingkungan istana demi siap
menyambut kembalinya In Te" Kini yang
Kemelut Tahta Naga II/20 3 ditunggu sudah muncul, tapi tidak mau lagi
dipanggil "Pangeran" dan malah mengundurkan
diri dari gelanggang perebutan tahta. Bukankah
sikap itu berarti kecurangan Kaisar Yong Ceng
dibiarkan dilestarikan ke anak cucunya"
Melihat wajah Teng Jiu, In Te dapat
memahami perasaannya. Katanya, "Teng Heng,
sungguh berat rasa hatiku harus mengecewakan sahabat-sahabat sejatiku. Saha
bat-sahabat terpercaya yang biarpun dalam
kemelut atau dibawah tekanan, tetap bertahan
untuk tetap setia kepadaku. Aku hormat
setinggi-tingginya, sampai matipun tak bisa
kubalas budi-baik kalian. Tapi aku mengajak
Teng Heng dan sahabat lainnya memikirkan
keutuhan negara. Aku merasa tidak lagi perlu
ngotot memperjuangkan hak pribadiku, kalau
tahu bahwa tahta ini kelak akan dipegang orang
seperti Pangeran Hong Lik. Kalau aku ngotot
bersama pendukung-pendukungku, hanya akan
menimbulkan perpecahan dan kebingungan,
karena itu aku memilih untuk minggir..."
Kemelut Tahta Naga II/20 4 Teng Jiu masih termangu-mangu beberapa
saat, lalu menarik napas dengan berat dan
berkata, "Yah, berarti berakhirlah perju angan
terselubung kami selama ini. Sia-sia pula dulu
aku bersusah-payah ikut merobohkan Ni Keng
Giau demi menyiapkan jalan lurus bagi
Pangeran, biarpun saat itu kami hanyalah
membonceng Liong Ke Toh untuk memperkuat
gebrakannya terhadap Ni Keng Giau, Memang
ditakdirkan perjuangan kami demi keadilan
harus sampai di sini saja..."
"Aku paham perasaanmu, Teng Heng. Tapi
kuanjurkan kalian tidak ikut-ikutan keluar
gelanggang, sebab Pangeran Hong Lik
membutuhkan dukungan kuat pula untuk
menandingi ambisi Liong Ke Toh. Aku dan
paman Pak Kiong Liong pun akan mendukung
Pangeran Hong Lik, biarpun lebih terselubung
dari kalian. Jadi perjuangan kalian yang dulu itu
tidak sia-sia, ada kelanjutannya, cuma berubah
arah. Merobohkan Ni Keng Giau yang kejam itu,
bagaimanapun juga tidak sia-sia, sebab banyak
orang terselamatkan dari kekejamannya. Jadi
Kemelut Tahta Naga II/20 5 jangan hanya melakukan itu demi diriku
pribadi. Begitu pula mendukung Pangeran Hong
Lik, landasilah dengan niat untuk menjunjung
keadilan, jangan memandang dia itu putera
Kakanda Yong Ceng yang lalim."
Teng Jiu mengangguk-anggukkan kepala,
tapi agak lesu. Nyata, tidak mudah untuk
"banting setir" dari garis yang sudah diikuti nya
dan dipegang teguh bertahun-tahun. Pak Kiong
Liong yang jauh lebih matang itupun
memerlukan waktu untuk mengubah pikirannya, dulu ketika di padang rumput Jinghai mendengar keputusan In Te.
"Bisa memahami pertimbangan itu, Teng


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Heng?" kini malah Pak Kiong Liong ikut
"mengarahkan" Teng Jiu.
"Yaaah...bisa saja," sahut Teng Jiu sambil
menyeringai kecut. "Bagus. Segera hubungi semua kawankawan sepaham. Satukan dulu dukungan buat
Pangeran Hong Lik, jangan memberi peluang
kepada si ular tua Liong Ke Toh itu, sebab tidak
Kemelut Tahta Naga II/20 6 lama lagi..." bicara sampai di sini, In Te tiba-tiba
menghentikan kata-katanya sendiri.
"Sebab tidak lama lagi kenapa, In Heng"
tanya Teng Jiu heran, ingin tahu kelanjutan dari
kata-kata yang terputus itu.
In Te nampak geleng-geleng kepala,
wajahnya muram, sikapnya seperti menghin
dari sesuatu yang tidak ingin dikatakannya. "Ah,
tidak apa-apa. Cuma merasa bahwa dalam
keadaan tak menentu seperti sekarang ini,
segala-galanya harus serba cepat. Berlomba
dengan waktu, tak boleh berlambat-lambatan..."
"Serba cepat, tapi harus tetap hati-hati dan
cermat..." Pak Kiong Liong buru-buru
menambahkan. Ia kuatir kalau pesan "serba
cepat" itu nanti oleh Teng Jiu dan temantemannya lalu diartikan asal main tabrak saja.
Sedang Teng Jiu heran melihat Pak Kiong
Liong dan In Te mengucapkan kata-kata yang
tak keruan arahnya itu. Agaknya merahasiakan
sesuatu, tapi Teng Jiu percaya bahwa mereka
tidak bermaksud jahat, sebab ia sudah kenal
siapa Pak Kiong Liong dan siapa In Te.
Kemelut Tahta Naga II/20 7 "Ya, memang harus cepat..." kata Teng Jiu,
lalu menarik napas dan berkata lagi, "Tapi
sekarang muncul masalah baru..."
"Apa?" "Pangeran Hong Lik yang harus kami
dukung itu, kini menghilang entah kemana.
Sudah beberapa bulan ia meninggalkan istana
dengan menyamar, hal itu biasa dilakukannya,
yang tidak biasa hanyalah begitu lama tidak ada
kontak sedikitpun dengan istana. Pihak istana
masih merahasiakan hal ini, tapi jelas amat
gelisah..." Pak KiongLiong dan In Te mengerutkan alis.
Kalau Pangeran Hong Lik tidak ada di istana,
bukankah Liong Ke Toh lalu bisa malang
melintang semaunya di sisi Kaisar Yong Ceng"
Padahal dorna tua itu amat pintar menjilat dan
pintar menyelubungi niat khianatnya di
hadapan Kaisar, sehingga Kaisar malahan
menganggap Liong Ke Toh sebagai satu-satunya
penasehat yang terper caya.
Yang mencemaskan Pak Kiong Liong dan In
Te ialah ketika mereka ingat pertemuan mereka
Kemelut Tahta Naga II/20 8 dengan Kam Hong Ti di kota Hang-ciu. Waktu
itu Kam Hong Ti bilang akan "menebang tiang
yang sudah busuk", yang dimaksud ialah usaha
membunuh Kaisar Yong Ceng. Sedangkan Pak
Kiong Liong dan In Te sepakat akan
membiarkan saja "tiang lama" roboh, namun
akan mengokohkan "tiang batu" agar negara
jangan sampai roboh. Namun kini tiba-tiba
mereka mendengar dari Teng Jiu bahwa "tiang
baru" itu hilang. Kalau Kam Hong Ti keburu
meroboh kan "tiang lama", bukankah benarbenar semuanya akan ambruk" Jangan-jangan
Liong Ke Toh yang akan mendapat keuntung an
paling banyak" Melihat Pak kiong Liong dan ln Te seperti
orang-orang kebingungan, suatu adegan yang
langka terlihat, Teng jiu benar-benar heran.
Urusan apa yang mampu membuat kedua bekas
panglima perang termasyhur itu kebingungan"
"Apa yang terjadi sebenarnya?"
Beberapa saat lamanya pertanyaan Teng Jiu
bergaung tanpa jawaban di ruang yang
Kemelut Tahta Naga II/20 9 dicengkam kesunyian itu. Pak Kiong Liong dan
ln Te cuma saling berpandangan tanpa kata.
"Ada apa?" Teng Jiu bertanya lagi dengan
suara lebih keras. Bukan menjawab, malahan Pak Kiong Liong
balik bertanya, "Teng Heng, seberapa besar
pengaruh Liong Ke Toh di istana saat ini?"
"Kedudukannya sebagai penasehat Kaisar
amat menguntungkannya, dia hampir sama
ditakutinya dengan Kaisar sendiri, sebab
hampir semua usulnya dituruti dan dilaksanakan oleh Kaisar. Bukti kekuatan
pengaruhnya ialah jatuhnya Ni Keng Giau. Kalau
Ni Keng Giau yang begitu kuat dapat dijatuhkan
demikian rupa, apalagi pejabat-pejabat yang
kedudukannya lebih lemah."
"Kuat mana pengaruh Liong Ke Toh dengan
Pangeran Hong Lik?" "Sulit dikatakan. Orang-orang yang tidak
ingin melihat kekaisaran ini dikendalikan orang
busuk macam Liong Ke Toh, tentunya lalu
menaruh harapan kepada Pangeran Hong Lik.
Tapi dengan menghilangnya Pangeran Hong Lik,
Kemelut Tahta Naga II/20 10 para pengharap itu seperti kehilangan
pegangan..." "Bagaimana sikap komandanmu, Komandan
Ci-ih Wi-kun, Kim Seng Pa?"
"Ya seperti biasa. Duduk enak-enak sambil
melihat-lihat kemana arah angin..." bicara
sampai di sini, tak tertahan Teng Jiu tertawa
sebentar. "Tiap hari ia tidak lupa berceramah
kapada kami, anak buahnya, agar kami tidak
ikut-ikutan memihak dalam persaingan dalam
istana. Cukup menonton saja sambil mengharap
keuntungan..." Mau tidak mauPak Kiong Liong dan ln Te
ikut tersenyum pula. Kemudian ln Te bertanya kepada Pak
KiongLiong, "Paman, kenapa tiba-tiba paman
menanyakan soal Kim Congkoan?"
"Dalam keadaan darurat ini, akan
kugunakan Kim Seng Pa untuk membendung
pengaruh Liong Ke Toh..."
"Bagaimana caranya?"
Sambil tersenyum, jawaban Pak Kiong Liong
masih kabur, "Enak benar dia. Selagi kita
Kemelut Tahta Naga II/20 11 kebingungan setengah mati, dia malah enakenak menunggu arah angin, berceramah,
menonton sambil menunggu keberuntungan,
hem, takkan kubiarkan dia sesantai itu."
"Maksud Goan Swe?" tanya Teng 3iu.
"Teng Heng, begitu kau tinggalkan tempat
ini, langsunglah menghadap Kim Seng Pa.
Katakan bahwa kau sudah ketemu aku, tapi
jangan bilang tentang tempat ini. Bilang saja
kita ketemu di jalan, dan menerima pesan
dariku. Minta dengan hormat agar Kim Seng Pa
menggunakan segala pengaruh dan kemampuannya, untuk mencegah meluasnya
pengaruh Liong Ke Toh..."
Teng Jiu tercengang. Sudah miringkah otak
Pak Kiong Liong karena bingungnya, sehingga
orang macam Kim Seng Pa juga dimintai tolong"
"Goan-swe, tentunya Goan Swe tahu bagaimana
watak Kim Seng Pa itu. Seorang yang hanya
memikirkan keuntungan diri sendiri, tindakan
apapun akan dilakukannya dengan dasar itu.
Mana mungkin dia mau melakukan sesuatu
yang tidak menguntungkan, bahkan Kemelut Tahta Naga II/20 12 membahayakan kedudukannya, seperti permintaan Goan Swe itu?"
"Pasti mau..." kata Pak KiongLiong yakin.
"Kalau dia melakukan, memang aku tidak bisa
menyebabkan dia menerima nasib yang jauh
lebih buruk daripada Ni Keng Giau..."
"Seumpama aku sudah sampaikan pesan
Goan Swe kepadanya, dan dia bilang tidak mau,
lalu apa yang harus kulakukan?"
"Kalau dia menolak, bilang saja bahwa Pak
Kiong Liong dan In Te akan mengucapkan
terima kasih kepadanya secara tertulis dan
terbuka. Ucapan terima kasih berupa selebaran
yang akan ditempelkan di seluruh persimpangan jalan di Pak-khia ini, yang
ditanda-tangani sendiri oleh In Te..."
Tak terasa Teng Jiu mengangkat tangan nya
untuk mulai garuk-garuk kepala, padahal
kepalanya tidak gatal. Bagaimana tidak" Kalau
Kim Seng Pa menolak, kenapa malah hendak
diberi ucapan terima kasih"
"Kenapa Goan Swe malah berterima kasih
untuk penolakannya..."
Kemelut Tahta Naga II/20 13 "Bukan. Bukan berterima-kasih untuk
penolakannya sekarang, tapi untuk pertolongannya kepada diriku, dan kepada In
Te dulu, waktu di Jing-hai dia secara diam-diam
melakukan itu di belakang punggung Ni Keng
Giau..." Waktu itulah In Te tiba-tiba tertawa terkialkial sampai membungkuk dan memegangi
perutnya. Pak Kiong Liong pun terkekeh-kekeh,
sedang Teng Jiu terlongong-longong karena
belum tahu apanya yang lucu..
Namun setelah dipikir sebentar, samarsamar Teng Jiu mulai bisa membayangkan
masalahnya. Dulu ketika Ni Keng Giau dikirim
ke Jing-hai untuk memadamkan pemberontakan
kaum Nestorian, In Te diikut-serta kan dalam
pasukan, agar ditempat yang jauh itu Ni Keng
Giau bisa "membereskan" In Te tanpa ributribut. Namun ketika Ni Keng Giau pulang ke
Pak-khia, ia tidak membawa kabar tentang In
Te, lalu disusul kejatuhan Ni Keng Giau. Dua
kejadian itu bisa dirangkai oleh Teng Jiu
menjadi satu Kemelut Tahta Naga II/20 14 urutan. Rupanya Ni Keng Giau gagal
"membereskan" ln Te, entah kenapa, gagal
dibereskan oleh Ni Keng Giau.
Kini "entah kenapa"nya itu pelan-pelan
mulai tersingkap. Dalam pasukan perang Ni
Keng Giau, ln Te sudah ibarat anak burung
dalam genggaman, kenapa sampai Ni Keng Giau
gagal membunuhnya" Tidak lain tentu ulah
"orang dalam" yang siapa lagi kalau bukan Kim
Seng Pa yang sudah lama membenci Ni Keng
Giau" Agaknya Kim Seng Pa menyelamatkan ln
Te bukan karena simpati kepada ln Te, tapi
karena ingin menggagalkan rencana Ni Keng
Giau agar mendapat hukuman Kaisar. Siasat itu
boleh dikata berhasil. Kegagalan membunuh ln
Te memang menjadi salah satu alasan Kaisar
Yong Ceng untuk menyingkirkan Ni Keng Giau.
Menjelang kejatuhan Ni Keng Giau dulu, selagi
semua orang belum tahu Ni Keng Giau bakal
jatuh, waktu itu malahan nama Ni Keng Giau
sedang menjadi pujaan orang di Pak-khia, saat
itu malah setiap hari terdengar Kim Seng Pa
bersiul-siul riang. Seolah memang sudah tahu
Kemelut Tahta Naga II/20 15 kalau gemerlapnya Ni Keng Giau saat itu akan
segera disusul kejatuhannya.
Tak terasa Teng Jiu mulai menganggukangguk.
"Pantas, pantas..." desisnya. "Jadi Kim


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Congkoan itukah yang menyelamatkan In Heng
dari rencana jahat Ni Keng Giau?"
"Benar. Karena Teng Heng adalah seorang
sahabat yang kupercayai, aku katakan hal ini
kepadaku. Waktu itu, sehabis menolongku, Kim
Congkoan memohon kepadaku dan kepada
paman Pak Kiong Liong agar merahasiakan
tindakannya itu. Maklumlah tindakan Kim Seng
Pa menggagalkan Ni Keng Giau itu sama halnya
dengan menggagalkan keinginan Kaisar
sendiri." Teng jiu menghembuskan napas lega. "Kalau
begitu soalnya, akupun sekarang ikut-ikutan
yakin bahwa permintaan Goan Swe Pak.KiongLiong pasti akan dikabulkannya...
"Tapi haruslah Teng Heng ingat..." kata Pak
Kiong Liong dengan wajah bersungguhsungguh. "Suatu rahasia masih bisa digunakan
Kemelut Tahta Naga II/20 16 sebagai senjata untuk menekan, selama rahasia
itu tetap menjadi rahasia. Sebab orang yang kita
tekan itu tak ingin rahasianya tersebar luas.
Kalau rahasia ini sampai tersebar, paling-paling
Kim Seng Pa akan minggat dari istana untuk
menghindari hukuman Kaisar, namun dia tidak
lagi bisa kita manfaatkan sebagai pembendung
ambi si Liong Ke Toh saat ini. Jadi Teng Heng
ingat-ingatlah hal ini."
Dengan telunjuknya, Teng Jiu menunjuk
bibirnya sendiri dan berkata, "Kalau sampai
kubocorkan kepada satu orang lagi saja, biarlah
mulutku membusuk. Bahkan kepada Toa
suheng dan Ji suheng pun takkan kuberi-tahu.
Bukan aku tidak percaya kepada mereka
berdua, namun tidak berguna mereka
mengetahuinya..." "Bagus, Teng Heng. Jawaban dari Kim Seng
Pa sebaiknya juga melalui Teng Heng, jangan
melalui orang lain, lebih-lebih jangan Kim Seng
Pa sendiri yang menyampaikannya kemari..."
"Baik. Ada pesan apa lagi?"
Kemelut Tahta Naga II/20 17 Tidak. Bukannya kami mengusirmu, Teng
Heng, tetapi seperti kata In Te tadi, semuanya
harus serba cepat." Karena itu, cepat pula Teng Jiu bangkit dan
meninggalkan tempat itu. Setelah Teng Jiu pergi, ln Te bertanya
kepada Pak Kiong Liong, "Paman, bukankah
dulu kita pernah berjanji kepada Kim Seng Pa
akan merahasiakan perbuatannya itu" Kalau
kita menyebarkannya, bukankah berarti kita
menjilat ludah kita sendiri?"
Pak Kiong Liong mengangguk, "Ya, tapi demi
selamatnya kekaisaran ini dari keruntuhan, apa
boleh buat, aku rela dimaki serendah apapun,
sekotor apapun. Kalau tidak memanfaatkan Kim
Seng Pa, dengan apa pengaruh Liong Ke Toh
bisa dibendung?" "Sekarang soal Kam Hong Ti yang berniat
membunuh Kakanda Yong Ceng, kapankah kirakira dia turun tangan?"
"Di sinilah kita terpaksa hanya bisa pasrah
tanpa bisa berbuat apa-apa. Kita cuma bisa
mengharap mudah-mudahan tindakan Kam
Kemelut Tahta Naga II/20 18 Hong Ti itu terlaksana setelah Pangeran Hong
Lik kembali ke istana, agar tidak menimbulkan
kekosongan tahta yang akan dimanfaatkan oleh
Liong Ke Toh..." "Mudah-mudahan Pangeran Hong Lik
segera kembali. Mudah-mudahan Thian
mengasihi kita, mengabulkan harapan orang
orang yang cuma ingin melihat ketenteraman di
negeri ini..." Doa yang sungguh-sungguh memang jarang
muncul sebelum manusia terpojok. Kini doa itu
sudah keluar. Sehari itu dilewati dalam kegelisahan. Pak
Kiong Liong dan In Te menduga, paling cepat
besok paginya Teng Jiu akan datang membawa
jawaban Kim Seng Pa. Tak terduga, malam itu selagi rumah obat
itu sudah sunyi-senyap seperti juga seluruh
kota Pak-khia, mendadak di halaman samping
terdengar anjing penjaga peliharaan pemilik
rumah obat itu menggonggong keras tak hentihentinya.
Kemelut Tahta Naga II/20 19 Seisi rumah yang adalah kaum persilatan
semua, termasuk Khong Yan Ki si pemilik
rumah obat yang sebenarnya adalah anggota
Hwe-liong-pang, segera terbangun oleh
gonggongan anjing itu, dan berlompatan keluar
dari kamar masing-masing untuk menuju ke
halaman samping dengan bersiap siaga.
Merekalah Pak Kiong Liong, In Te, Tong San
Hong, Tong Hai Long, Sebun Hong Eng dan
Khong Yan Ki sendiri. Halaman samping yang sering digunakan
untuk menjemur bahan obat-obatan itu sudah
gelap, nampak anjing peliharaan Khong Yan Ki
menggonggong keras ke atas dinding. Di atas
dinding nampak bayangan hitam berjongkok.
"Goan Swe, In Heng, inilah aku!" suara orang
yang berjongkok di atas dinding itu ternyata
suara Teng Jiu. Cepat Khong Yan Ki menarik tali di leher
anjingnya, menepuk-nepuk kepala dan moncong anjing itu untuk ditenangkan. Setelah
tidak menggonggong lagi, berserulah ia ke atas
dinding, "Teng-taijin, silahkan turun!"
Kemelut Tahta Naga II/20 20 Teng Diu melompat turun dengan gerakan
seringan anak kucing. "Aku mohon maaf telah
mengejutkan kalian sehingga bangun semua..."
Pak Kiong Liong mengerti kalau Teng Jiu
ada keperluan yang penting. Karena "harus
serba cepat" maka Pak Kiong Liong segera
menarik tangan Teng Jiu ke salah satu ruang
belakang. Kecuali In Te, yang lain-lainnya
disuruhnya tidur kembali. Tak lama kemudian,
di kamar yang siang tadi untuk berbicara, kini
mereka bertiga sudah siap berbicara kembali.
"Kim Congkoan sudah menjawab..." Teng Jiu
membuka pembicaraan tanpa bertele-tele lagi.
"Bagaimana jawabannya?"
"Dia kujumpai ketika sedang enak-enak
minum arak di serambi bangsal Bwe-hoa-kiong,
aku langsung menghadap dan mengatakannya.
la begitu kaget sampai poci araknya jatuh dari
meja. Lalu dia mendesak aku untuk
memberitahu dia, dimana Goan Swe dan In
Heng sekarang, tentu saja kujawab tidak tahu..."
"Dia percaya?" Kemelut Tahta Naga II/20 21 "Aku tidak tahu isi hatinya. Dan untuk
menghilangkan kecurigaannya, maaf, aku
terpaksa mengarang sebuah cerita yang agak
mengurangi nama baik Goan-swe. Maaf ..."
"Lho, mengurangi nama baikku bagaima
na?" "Aku bilang, aku disergap oleh Goan swe,
diancam dan disiksa untuk menyampaikan
pesan itu. Begitulah, sehingga Kim Seng Pa tidak
terus mendesak aku untuk mengatakan tentang
tempat Goan-swe dan In Heng. Sekali lagi aku
minta maaf..." Sambil mengusap jenggotnya yang putih,
Pak Kiong Liong tertawa sambil menjawab,
"Tidak usah minta maaf. Seandainya Teng Heng
bukan sahabat seperjuangan In Te yang kami
percayai, barangkali aku akan memperlakukan
Teng Heng tepat seperti itu..."
Ketiga orang itu tertawa berbareng.
Di sebelah ruangan itu adalah kamur tidur si
kembar Tong San Hong dan Ton Hai Long. Tong
San Hong sudah tidur pula seperti bayi
kekenyangan, sebaliknya Tong Hai Long masih
Kemelut Tahta Naga II/20 22 bolak-balik di dipannya sendiri seperti sedang
sakit gigi. Namun giginya sehat semua, yang
tidak sehat ialah perasaannya. Ia jengkel
memikirkan hubungannya dengan Se-bun Hong
Eng yang bukannya semakin mesra, malahan
semakin sering diwarnai pertengkaran. Dan
seratus persen penanggung-jawab keadaan
yang memburuk itu ditimpakan ke pundak...
Wan Lui, yang kini entah berada dimana.,
Lagi susah tidur karena jengkel, malah dari
kamar sebelah dia mendengar kakeknya, In Te
serta tamunya itu bicara terus, kadang-kadang
tertawa. Keruan Tong Hai Long tambah jengkel,
tapi tidak berani berbuat apa-apa. Masa ia harus
mendamprat ke tiga orang yang termasuk
angkatan tua itu" "Urusan apa yang dibicarakan malammalam begini?" gerutunya. "Seolah-olah besok
pagi sudah tidak ada waktu lagi."
Hanya bantal dan nyamuk yang mendengar
gerutunya itu. Apa mau dikata, percakapan berjalan terus.
Suara percakapan itu mau tidak mau menyusup
Kemelut Tahta Naga II/20 23 juga ke kupingnya, lewat celah-celah langitlangit papan yang menghubungkan kedua
ruangan itu. Ternyata, makin mendengarkan,
makin tertariklah Tong Hai Long. Rasa
mengantuknya hilang, penuh minat ia
menguping pembicaraan di ruang sebelahnya
itu. Barangkali merupakan kecerobohan Pak
Kiong Liong,saat dia mengira sepasang cucu
kembarnya itu sudah tidur semua. Padahal
cuma Tong San Hong yang tidur, sedang Tong
Hai Long yang berangasan dari suka bertindak
sembrono itu masih asyik mendengarkan yang
bukan haknya. "Nah, Teng Heng, bagaimana jawaban Kim
Seng Pa?" "Dia begitu gugupnya sehingga aku disuruh
mengambilkan arak. Akhirnya dia bilang, kalau
aku bertemu lagi dengan Goan Swe, dia
menitipkan salam hangat untuk Goan Swe dan
siap bekerja-sama....sedangkan soal ucapan
terima kasih itu, dia memohon dengan sangat
agar tidak usah diumumkan..."
Kemelut Tahta Naga II/20 24 Bicara sampai di situ, Teng Jiu tertawa geli
diikuti Pak KiongLiong dan In Te. Pembicaraan
berhenti sebentar untuk meredakan rasa geli.
Sedang bagi Tong Hai Long yang menguping
di ruang sebelah, tidak ikut tertawa. Apanya
yang lucu" Cuma "salam hangat" dan "siap
bekerja sama" saja kok ditertawakan"
Tetapi dia terus mendengarkan, mengharap
akan mendengar semacam berita yang hebat.
BaikPak KiongLiong maupun ln Te merasa
agak lega. Dalam "permainan tingkat tinggi" itu
sekarang Kim Seng Pa sudah menja di "kartu" di
tangan mereka yang bisa dimainkan. Dan kalau
menguasai Kim Seng Pa dengan Ci-ih Wikunnya, berarti juga menguasai anak Kim Seng
Pa yang bernama Kim Thian Ki, panglima
sebuah pasukan di Pak khia, meskipun untuk
"memainkan" Kim Thian Ki harus lewat Kim
Seng Pa. Tetap semuanya bisa digunakan untuk
menanding langkah-langkah Liong Ke Toh.
Kemudian Pak Kiong Liong berkata, "Teng
Heng, mengingat watak Kim Seng Pa yang tidak
mudah digertak begitu saja, apalagi diperintahKemelut Tahta Naga II/20
25 perintah yang tidak sesuai dengan kemauannya,
tentu dia akan berusaha menemukan aku di
seluruh Pak-khia. Karena itu, ketika Teng Heng
menuju kemari, tidakkah dia membuntutimu?"
"Tentu saja dia mengikuti aku, sejak aku
keluar dari pintu Hou-cai-mui di bagian
belakang istana," sahut Teng Jiu tenang.
Mendengar jawaban itu, In Te terkesiap.


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kalau Teng Jiu dibuntuti Kim Seng Pa, janganjangan sekarang rumah obat ini sudah dikepung
pasukan yang dikerahkan Kim Seng Pa" Tentu
komandan Ci-ih Wi-kun itu lebih senang
membunuh orang yang mengetahui rahasia
yang membahayakan dirinya, daripada membiarkan pemegang rahasia itu tetap hidup
dan mencoba menyetirnya. Karena itulah ln Te
tiba-tiba melompat ke dinding, untuk
menyambar pedang yang tergantung di situ.
Tapi dilihatnya Pak Kiong Liong tetap duduk
tenang-tenang saja. "Bagaimana Teng Heng
melepaskan diri dari kuntitan-nya?"tanyanya.
Jawab Teng Jiu, "Begitu aku merasa kalaudia mengikuti aku dari kejauhan, aku pura-pura
Kemelut Tahta Naga II/20 26 tidak tahu dan terus berjalan, tapi bukan ke
arah ini. Di suatu persimpangan, kutemui
seorang gelandangan tidur di bawah pohon.
Kubangunkan dia, kuberi satu tahil dan kusuruh
dia berlari ke suatu arah. Aku yakin
komandanku yang tercinta itu terus mengintai
aku. Setelah itu aku berjalan kembali ke istana,
seolah-olah hendak pulang, sementara Kim
Congkoan memburu gelandangan itu akupun
cepat-cepat mengambil jalan lain kemari..."
"Kau telah mempermainkannya, Teng Heng.
Seandainya dia bisa menyusul, menangkap dan
menanyai gelandangan itu, tentu dia sadar
bahwa kau telah menipunya. Apakah ini tidak
membahayakan dirimu diistana, Teng Heng?"
"Ya mana ada pekerjaan tanpa resiko.,
apalagi di pusat pemerintahan yang penuh
intrik ini" Tapi menurut perhitunganku, dia
tidak akan berani mengapa-apakan aku. selama
masih menganggapku sebagai satu satunya
penghubung dia dengan Goan Swe dan ln Heng.
Dia tentu kuatir kalau sampa kehilangan
Kemelut Tahta Naga II/20 27 hubungan dengan Goan Swe dan ln Heng,
biarpun maksudnya itu bukan maksud baik..."
"Komandan sial dia, punya anakbuah
macam Teng Heng..." kata ln Te sambil tertawa.
Teng Jiu pun menjawab sambil tertawa.
"Akulah yang sial, punya komandan penakut
seperti dia. Kalau tidak digertak dengan ucapan
terima kasih Goan Swe itu dia maunya
bermalas-malasan saja sambil mencaplok
keuntungan..." Sesaat mereka sunyi dari percakapan.
Khong Yan Ki datang menyuguhkan minuman,
dan ketiga-tiganya langsung menghirup
minumannya. "Goan Swe, ln Heng, agaknya aku pun harus
segera kembali ke istana, agar kepergianku
yang terlalu lama ini tidak menimbulkan
kecurigaan. Apakah ada pesan untukku, atau
untuk Kim Congkoan?"
"Untuk Kim Congkoan, ingatkan saja pesan
yang semula, dia harus berusaha membendung
pengaruh Liong Ke Toh, dan caranya terserah
Kemelut Tahta Naga II/20 28 dia. Untuk Teng-heng, ingatkan terus Kim Seng
Pa akan pesan itu." "Hanya itu?" Pak Kiong Liong nampak ragu-ragu sejenak,
tapi akhirnya berkata juga, "Teng-heng hubungi
kawan-kawan sepaham dan susun dalam suatu
barisan yang kuat. Bila kelak peristiwa berdarah
itu benar-benar terjadi, sedangkan Pangeran
Hong Lik belum kembali, maka kekuatan
kawan-kawan sepaham yang tersusun itu harus
cukup kuat untuk merintangi Liong Ke Toh
mencaplok tahta." "Peristiwa berdarah?" Teng Jiu terkesiap.
"Ada komplotan yang berniat membunuh
Kaisar. Kami pernah bertemu dan berbicara
dengan- salah satu anggota komplotan itu, dan
aku sudah sepakat untuk membiarkan mereka
mewujudkan niatnya. Yang akan kami lakukan
hanyalah cepat-cepat ke Pak-khia untuk
menyiapkan Pangeran Hong LiK sebagai
pengganti. Begitu pembunuh-pembunuh itu
berhasil, Pangeran Hong Lik harus cepat
menduduki tahta dengan dukungan kekuatan
Kemelut Tahta Naga II/20 29 yang memadai. Itulah sebabnya, ketika kami
dengar Pangeran Hong Lik tidak ada di istana,
kami sungguh bingung. Padahal pembunuh itu
mungkin sekarang sudar ada di Pak-khia dan
mulai menyusun rencana mereka."
Wajah Teng Jiu terasa kaku karena
tegangnya, seolah wajah itu dituangi selapis
semen basah yang cepat keringnya. Kini di
paham betapa dalam makna pesan In Te ten
tang "semua harus serba cepat" itu.
"Siapa yang mengincar nyawa Kaisar"' tanya
Teng Jiu. "Kang-lam Tai-hiap Kam Hong Ti dan
teman-temannya. Mereka menyesal dulu telah
mendukung Yong Ceng naik tahta, dan kini
mereka ingin menebus kekeliruan itu dengan
membunuh Yong Ceng."
"Ah, itu jalan pikiran yang gampang
gampangan saja," kecam Teng Jiu. "Tidakkah
mereka menghitung akibatnya?"
"Mereka orang-orang rimba persilatan,yang
jalan pikirannya lain dengan kita yang terbiasa
main berbelit-belit di panggung kekuasaan,"
Kemelut Tahta Naga II/20 30 kata Pak Kiong Liong. "Mereka pikir Yong Ceng
jahat, kalau si jahat dibunuh, habislah
masalahnya. Begitu."
Teng Jiu begitu tegangnya mendengar berita
itu, sehingga ia bangkit dari kursinya dan
berjalan mondar-mandir sambil meremasremas jari-jarinya sendiri.
Sementara mereka bingung, Tong Hai Long
yang menguping di ruang sebelah justru tidak
bingung, malah ia berpikir, "Ah, kakek dan
paman In Te ini katanya ahli-ahli strategi
ternama, kenapa menemui soal sekecil ini saja
jadi bingung" Kalau mau mengamankan tahta
buat Pangeran Hong Lik, kenapa tidak bunuh
saja Liong Ke Toh" Kalau mereka ragu-ragu,
biar aku yang membunuh dorna tua itu."
Untung itu tidak diucapkan didepan
kakeknya. Kalau diucapkan, entah bagaimana
gusarnya Pak Kiong Liong kepada si cucu ge
gabah ini. Tong Hai Long sendiri amat puas dengan
hasil pemikirannya itu, menganggap dirinya
sudah mengungguli kakeknya dan In Te dalam
Kemelut Tahta Naga II/20 31 soal "mengamankan tahta" itu. Dasar Tong Hai
Long, pemikiran itu segera disusul rencana
untuk mewujudkannya, supaya ia dapat
membuktikan diri sebagai "pahlawan besar",
sehingga bukan Wan Lui saja yang terus
disanjung-sanjung. "Tapi rencanaku ini tidak boleh sampe
ketahuan kakek, atau paman In Te atau lain nya,
nanti mereka akan menghalang-halangi,"
pikirnya. "Sebab dalam pandangan mereka, aku
ini dianggap tidak becus apa-apa dan cuma Wan
Lui saja yang serba hebat."
Demikianlah semangat Tong Hai Long
berkobar-kobar untuk ikut "menyelesaikan'
masalah. Dalam pemikirannya, pintu gerbang ke
arah kemasyhuran sudah terbentang di
depannya, dan ia tinggal melangkah memasukinya. Sementara itu, di ruangan sebelah, Pak
Kiong Liong berkata, "Kalau Kam Hong bisa
dihubungi, tentu takkan sesulit ini soalnya. Kita
bisa memohon kepada mereka agar mengundurkan rencana sampai kembalinya
Kemelut Tahta Naga II/20 32 Pangeran Hong Lik, tapi aku tidak tahu
bagaimana menghubungi mereka di kota besar
ini." Sesaat suasana masih sepi dan cuma
terdengar langkah Teng Jiu yang bolak-balik di
ruangan itu, atau gonggongan anjing di
kejauhan. Bunyi gembreng tanda tengah malam
dari menara sudah tidak kedengaran lagi, sebab
tengah malam memang sudah le wat.
"Teng-heng, sebaiknya kau cepat kembali ke
istana. Tapi kuharap apa yang kita bicarakan di
sini tetap dirahasiakan rapat-rapat."
"Jangan khawatir."
"Kita akan tetap mengadakan kontak. Kalau
bukan kau yang menghubungi kami, kamilah
yang akan menghubungimu, dengan isyaratisyarat seperti biasa."
"Baik. Aku pamit dulu."
Teng Jiu pun pamit meninggalkan rumah
itu. Sementara itu Tong Hai Long jadi sulit tidur,
karena sudah tidak sabar membayangkan
Kemelut Tahta Naga II/20 33 dirinya sebagai pahlawan yang termasyhur . di
seluruh wilayah kekaisaran.
* * * Pagi itu di rumah obat Khong Yang Ki tidak
ada yang curiga ketika mengetahui Tong Hai
Long tidak ada di rumah itu. tidak ada yang
mempersoalkannya. Sudah biasa, selama ada di
Pak-khia, pemuda penaik darah itu memang
sering berjalan-jalan keluat melihat-lihat kota
besar itu, dan semua orang menganggap itu
lebih baik daripada terus-terusan menggerutu
di rumah. "Apakah A-hai baru saja bertengkar de
nganmu lagi?" tanya Pak Kiong Liong kepada
Se-bun Hong-eng yang sedang melatih ilmu
silatnya di halaman samping. Ilmu silat dengan
pedang di tangan kiri, sedangkan sarung pedang
yang berujud tongkat besi berrongga itu
dimainkan sebagai tongkat di tangan kanan.
Kemelut Tahta Naga II/20 34 Wajah Se-bun Hong-eng jadi merah malu
mendengar pertanyaan itu. la cuma menjawab
dengan gelengan kepala sehingga kuncirnya
bergoyang. Pak Kiong Liong pun tersenyum. "Ya, sudah.
Biar anak itu ngelayap semaunya, melihat-lihat
macam-macam tontonan daripada marahmarah terus di rumah ini."
Demikianlah anggapan Pak Kiong Liong. Ia
tidak tahu kalau cucunya itu pergi bukan cuma
ingin menonton keramaian, tapi mau "membuat
keramaian" yang tidak tanggung-tanggung.
Dengan bertanya-tanya sepanjang jalan,
dapatlah Tong Hai Long mencari tahu dimana
kediaman Liong Ke Toh, Pamanda Kaisar.
Tekadnya tidak menyusut sedikitpun ketika
diberitahu bahwa Liong Ke Toh tinggal di salah
satu bagian istana yang dijaga ketat.
"Makin berbahaya tempat yang akan
kuserbu, makin terkenal namaku kelak,"
pikirnya mantap, pantang mundur.
Tapi ia tidak mau bertindak sembarangan.
Siang hari menyerang sama saja dengan bunuh
Kemelut Tahta Naga II/20 35 diri. Padahal ia ingin menjadi pahlawan tapi
tetap hidup, bukan pahlawan anumerta. Maka
siang itu ia hanya bermaksud melihat-lihat
keadaan sekitar dinding istana, sambil mencaricari bagian mana yang nanti malam kiranya bisa
ditebus. Tetapi cara Tong Hai Long bertanya-tanya
mencari keterangan itu memang agak
sembrono, terlalu

Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyolok. Bukannya menyamar, dia malahan berpakaian ringkas dan
menggendong pedang segala, cara bertanya juga
Bulan Merah 1 Animorphs - 43 Percobaan The Test Rahasia Dewi Purbosari 1
^