Pencarian

Pedang Amarah 6

Pedang Amarah Serial Pendekar Sejati Karya Wen Rue An Bagian 6


langit, dia jadi sedih, kaget. terperangah.
Tapi diapun segera mengerti apa sebabnya penjahit baju
langit menghardiknya dan mencegah dia berjalan mendekat.
Maka diapun berusaha menahan diri, menahan diri untuk
tidak menjerit kaget. Tapi rasa kagetnya, rasa sedih dan terhenyaknya tak dapat
disembunyikan dari mimik wajah, semua luapan perasaan itu
segera terpancar keluar, bocor dan menyebar melalui sinar
matanya. Sekalipun hanya terlintas sebentar saja. itu semua sudah
lebih dari cukup buat Thian-he-tit?jit, dengan cepat dia
telah memahami apa yang sebenarnya telah terjadi.
Dengan cepat dia dapat memastikan satu hal, Penjahit baju
langit sudah terluka parah, nasib orang itu sudah habis,
sudah tak ada yang bisa diharapkan lagi.
Oleh karena kondisi musuh sudah hampir "habis", diapun
harus segera mengubah pandangannya, menganggap dia
sebagai "bukan musuh" lagi.
Menurut pendapatnya, hanya ada satu cara untuk mengubah
pandangannya dari seorang "musuh" menjadi "bukan musuh",
yakni mengubah sang "musuh" menjadi sesosok "mayat".
Membunuh orang itu, membunuh musuhnya yang sudah mulai
sekarat. Maka Thian?he?tit-jit, manusia nomor tujuh di kolong
langit pun mulai turun tangan.
Gerak serangan Thian?he?tit-jit sangat cepat, namun
gerakan penjahit baju langit jauh lebih cepat lagi.
Biarpun sudah terkena serangan maut dari Thian-
he?tit?jit, namun dia tetap menggigit bibir menahan sakit
dengan berdiri membelakangi lawannya, selama ini dia
bersikap tenang, seolah tiada hal yang dikuatirkan,
bahkan berusaha mengalihkan pembicaraan dan sengaja
mengulur waktu. Ini semua dilakukan karena pertama, dia berharap pihak
musuh tak dapat meraba keadaannya sehingga tak berani
menyerang lagi secara gegabah, kedua, dia berharap Ong
Siau-sik segera muncul disitu.
Hanya Ong Siau-sik yang mampu menandingi kepandaian
Thian?he?tit-jit. Sejujurnya, dia tidak mempunyai hubungan yang cukup akrab
dengan Ong Siau-sik, tapi selama tinggal di kotaraja dan
selama mengintil gerak gerik Un-ji, dia cukup memahami
watak serta tabiat dari pemuda itu.
Ketika mengetahui para jago diracuni orang, Pui Heng-sau
menghadapi mara bahaya, manusia semacam Ong Siau-sik tak
akan berpeluk tangan saja, dia pasti akan turun tangan
untuk melakukan pertolongan.
Oleh sebab itulah dia tak boleh membiarkan Thian-
he-tit-jit tahu kalau dia sudah terluka parah.
Seandainya pihak lawan tahu kalau dia sudah tak berdaya,
bisa dipastikan orang itu akan menghabisi nyawanya
secepat mungkin. Itulah alasannya walaupun dada penjahit baju langit sudah
robek dan terluka parah, terhajar "kekuatan pedang" lawan
hingga hancur, namun dia masih tetap berusaha untuk
menahan diri, berusaha mengulur waktu, menit demi menit,
detik demi detik. Bahkan penjahit baju langit tidak membiarkan lelehan
darahnya mengalir ke tanah.
Sekalipun tetap ada darah yang menetes, namun lelehan
darah itu tak bisa dipakai sebagai patokan untuk mengukur
seberapa parah luka yang dideritanya.
sayang, caranya menahan sakit semacam.ini, justru
memperparah kondisi luka yang dideritanya.
Malah pada akhirnya rahasia itu terbongkar oleh perubahan
wajah Pui Heng?sau. Penjahit baju langit paham, Thian?he?tit-jit memang
berharap Pui Heng?sau berputar ke hadapannya untuk
memeriksa keadaan luka yang diderita, karena dari
pancaran sinar mata seorang sahabatlah, dia bisa mengukur
seberapa parah luka yang diderita.
Bagaimana pun seorang sahabat pasti akan menguatirkan
keselamatan sahabatnya. Hanya seorang teman yang menyayangi temannya, bila teman
karibnya terluka, tak ada alasan baginya untuk tidak
kaget. tidak panik. Perubahan mimik muka seorang teman memang susah ditutupi,
susah untuk mengelabuhi orang lain.
Inilah yang ingin dipergunakan Thian?he?tit-jit, dia
harus tahu lebih dulu kondisi luka penjhit baju langit
sebelum melancarkan serangan mematikan.
Ketika penjahit baju langit menyaksikan Pui Heng-sau
berjalan menghampirinya, dia tahu segala sesuatunya telah
selesai, habis total. Semua rahasianya bakal terbongkar,
kondisi lukanya segera akan diketahui pihak lawan.
Oleh sebab itu dia harus turun tangan lebih dulu,
mendahului musuhnya. Dikala Pui Heng?sau memperlihatkan rasa kagetnya, pada
saat bersamaan penjahit baju langit sudah bangkit
berdiri, dengan sepenuh tenaga melepaskan "hawa
pedang"nya. Perubahan itu dilakukan jauh lebih cepat daripada
perubahan wajah Pui Heng?sau, jauh lebih cepat daripada
serangan dari Thian-he?tit-jit.
Tapi justru disaat dia membalikkan badan, Thian-
he-tit?jit telah menyaksikan pula keadaan dari dadanya,
luka parah dibagian dadanya yang hancur bagaikan kena
obat peledak, menyaksikan hancuran dagingnya, semburan
darah segarnya. Kini Thian?he?tit-jit telah mengetahui kondisi luka
lawannya dan pada saat yang bersamaan dia segera
melakukan tindakan. Tiba tiba saja "kekuatan pedang"nya mengembang, memancar
ke empat penjuru, seakan ada seribu matahari didalam
genggamannya. seribu matahari ditangan Thian?he?tit-jit
melancarkan serangan balik.
Penjahit baju langit menyerang dengan pertaruhkan
nyawanya, bukan saja harus menghimpun sisa tenaga yang
dimiliki, dia harus berhasil dengan serangan terakhir
kalinya itu. Tapi Thian?he?tit-jit sudah tahu kalau musuhnya terluka
parah, disaat melancarkan serangan balasan, dia sudah
merebut posisi diatas angin, sudah menguasahi seluruh
keadaan. Saat itulah "hawa pedang" bentrok dengan "kekuatan
pedang". Ribuan matahari seketika meledak, dua jalur kekuatan
pedang berwarna perak segera memecah ke empat penjuru
bagaikan ombak menerjang karang.
Paras muka Thian-he?tit-jit berubah pucat keabu-abuan,
dengan cepat dia peluk buntalannya, bahkan memeluk
buntalan itu kencang kencang, menekannya diatas dada
sendiri, dengan susah payah dia menghembuskan napas,
segenap kekuatan tubuhnya seakan sudah dilucuti hingga
bugil, hanya tersisa kulit dan tulang.
Penjahit baju langit roboh terjungkal ke belakang. Cepat
Pui Heng?sau memeluknya, lalu sambil mengayunkan kipasnya
ke arah Thian-he?tit-jit, bentaknya nyaring:
"Lihat senjata rahasia!"
Kemudian tanpa banyak bicara dia peluk tubuh penjahit
baju langit dan kabur dari situ.
Padahal dia sama sekali tidak melepaskan senjata rahasia,
jangankan amgi, kentut pun tidak. Apa yang dilakukan tak
lebih hanya gertak sambal, bohong. Tujuannya hanya satu,
selamatkan penjahit baju langit dari tempat itu.
Tujuannya berbohong hanya satu, memecah perhatian Thian-
he?tit?jit, agar dia tak sempat melakukan tindakan
berikut. Begitu menyaksikan luka ditubuh penjahit baju langit,
pemuda itu sadar, nasib penjahit baju langit sudah habis.
Dia harus selamatkan orang itu, menyelamatkan jiwa
temannya meski harus mengorbankan segala-galanya.
Seringkali harga yang harus dibayar untuk selamatkan
orang lain adalah tak mampu selamatkan diri sendiri. Bagi
sementara orang, mereka berpendapat asal bisa selamatkan
orang lain, gagal selamatkan diri sendiripun bukan
sesuatu kejadian yang luar biasa.
Seringkali orang semacam ini disebut
\\ orang tolol" oleh awam, tapi dianggap "pendekar" oleh umat persilatan.
Sedari dulu, Pui Heng?sau tak lebih hanya seorang kutu
buku, seorang kutu buku tengik yang tak tahu apa apa.
Tapi sekarang, Pui Heng?sau tahu dengan jelas bahwa dia
bukan tandingan Thian?he?tit?jit. Dia lebih paham kalau
Penjahit baju langit bukan tandingan manusia nomor tujuh
dari kolong langit itu. Selain itu dia pun tahu dengan pasti, bila sekarang juga
kabur, mungkin dia masih mempunyai kesempatan untuk
meloloskan diri, sebaliknya bila ingin membawa kabur
penjahit baju langit dari hadapan Thian-he-tit?jit, pada
akhirnya siapapun jangan harap bisa pergi dari situ.
Dia mengetahui kesemuanya itu dengan jelas, namun ia
tetap harus menolong, karena dia tak bisa berpeluk tangan
saja tanpa memberi pertolongan.
Ini dikarenakan Penjahit baju langit adalah sahabatnya.
Di dalam dunia persilatan, "teman" adalah segalanya.
Dalam pandangan enghiong hohan, demi sahabat, kepala
boleh dipenggal, darah boleh mengalir tapi kesetiakawanan
harus ditegakkan, walau harus mendaki bukit golok,
menyeberangi lautan minyak mendidih, semuanya bukan
menjadi rintangan. oleh karena itu jangan heran kalau tingkah laku kaum
lelaki dunia persilatan sukar diterima dengan akal sehat,
walau sudah tahu diatas gunung ada harimau ganas, mereka
tetap akan mendakinya. Semua orang tak mau mundur atau bahkan kabur demi seorang
sahabat, biar harus matipun mereka tetap rela dan iklhas
melakukannya. Dari kejadian semacam inilah banyak peristiwa tragis
berlangsung dalam dunia persilatan, karena seorang
sahabat sejati rela menderita bersama, kalau tidak,
"teman" adalah "sobat anjing teman babi", teman yang
menjadi teman disaat senang tapi bubar dikala susah.
Pui Heng?sau telah pertaruhkan nyawanya demi selamatkan
Penjahit baju langit, sudah pasti ilmu silatnya tidak
lebih hebat dari rekannya. Tapi dia memiliki ilmu
meringankan tubuh yang amat tangguh.
Mana mungkin Thian?he?tit?jit rela membiarkan hasil
"buruan"nya lolos dengan begitu saja?
Cepat dia bertindak, Thian?he?tit?jit merangsek maju,
seluruh kekuatan hawa murninya dihimpun.
Hingga kini, seribu matahari masih beada dalam
genggamannya, setiap saat, seribu mataharinya dapat
menghancur lumatkan tubuh penjahit baju langit.
Diapun dalam meledakkan tubuh Pui Heng?sau, sama seperti
penjahit baju langit, menambah sebuah lubang besar di
dadanya. Pada saat tubuhnya merangsek maju, segenap kekuatan sudah
terhimpun jadi satu, sekonyong?konyong ujung hidungnya
terasa sangat dingin. Buru buru dia membuang tubuhnya ke belakang.
Menyusul kemudian tangan kirinya terasa panas, pedas
sekali. Buru buru dia pindahkan himpunan "kekuatan pedang"nya ke
tangan kiri, ke bagian yang amat sakit itu lalu melakukan
gerakan menggunting. Liam Lau serta Liam Wan menjerit kaget, berseru tertahan.
Rupanya mereka telah menyaksikan satu pemandangan yang
sangat aneh, satu kejadian yang mendebarkan hati.
Tiba tiba saja hidung milik Thian?he?tit?jit rontok ke
bawah, jatuh ke lantai, disusul kemudian jari manis dan
jari kelingkingnya ikut putus, rontok ke tanah.
Semua bagian tubuh itu terpotong rapi, seperti diiris
dengan pisau yang amat tajam.
Semburan darah memancar ke empat penjuru, membasahi
seluruh permukaan tanah. Liam Lau tertegun, Liam Wan terperangah, bahkan Thian-
he?tit?jit sendiri pun berdiri mematung saking kaget dan
bingungnya. Pada saat yang amat singkat itulah Pui Heng?sau sudah
lenyap dari pandangan, kabur ke luar gedung sambil
membopong tubuh penjahit baju langit.
Dia bahkan tidak tahu kalau dalam waktu yang begitu
singkat, didalam gedung telah terjadi peristiwa yang amat
besar. Kesakitan! Namun rasa sakit tidak sampai mengalutkan jalan pikiran
Thian?he?tit?jit. Dengan cepat dia menyadari bahwa dirinya telah melakukan
satu kesalahan. Dan dengan cepat pula menemukan langkah mana yang salah
itu. Diapun segera mendapat tahu apa sebab dirinya bisa
terluka, lalu dengan cepat mendapat tahu apa yang harus
dilakukan sekarang. Diapun langsung melaksanakan apa yang seharusnya
dilakukan. Dia memang sudah melakukan satu kesalahan fatal, terlalu
menilai rendah kemampuan Penjahit baju langit.
Semut saja akan menggigit ketika terganggu, apalagi
seorang manusia. Kesalahan lain yang telah dilakukan oleh Thian?he?tit?jit
adalah: ceroboh. Sewaktu melancarkan serangan balik yang terakhir kalinya
tadi, kekuatan utama dari penjahit baju langit tidak
terletak pada "hawa pedang", melainkan pada ilmu maha
sakti andalannya. Thian?ki?it?sian?kan (kesempatan langit setipis benang)!


Pedang Amarah Serial Pendekar Sejati Karya Wen Rue An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Inilah alasan mengapa dia sampai terlukaz penjahit baju
langit telah mengeluarkan senjata benang tipisnya.
Tiada warna, tiada suara, tiada gerakan, bahkan seolah
olah tidak ada apa apa. Begitu Thian?he?tit?jit menerjang maju, dia segera
terjerumus ke dalam jaring yang tembus pandang itu.
Batang hidungnya seketika tersayat hingga putus jadi dua.
Menyusul kemudian ke dua jari tangannya terjerat dan
putus jadi dua. Untung saja Thian?he?tit?jit segera menyadari akan
kesalahannya, reaksi yang dilakukan pun terhitung cepat.
Yang harus dia lakukan sekarang adalah menggunting putus
seluruh benang lembut yang masih tersebar di seluruh
udara. Sayang dia sudah menderita luka, Thian-he-tit?jit segera
bertindak, menghentikan pendarahan dan mengobati luka
yang diderita. Sembari menghentikan pendarahan dan mengobati luka, dia
pun melakukan pengejaran, menyusul keluar gedung.
Luka yang harus diterima membuat dia kehilangan muka,
kejadian ini sangat memalukan dan merusak reputasi nama
besarnya, tapi diapun yakin akan dua hal:
Luka yang diderita penjahit baju langit pasti jauh lebih
parah, sementara Pui Heng?sau bukan tandingannya.
Sekalipun sekarang dia sudah terluka, namun keadaan ini
tidak akan merubah apa apa.
Dia bersumpah akan balas dendam.
Mencabut rumput harus seakar?akarnya, karenanya dia
segera melakukan pengejaran, dia bersupah akan
menghabisi nyawa penjahit baju langit.
Semua peristiwa itu hanya berlangsung dalam waktu
singkat, kini suasana dalam.gedung sudah pulih kembali
dalam kondisi semula, para jago masih keracunan dan tak
sanggup bergerak. Liam Lau, Liam Wan, Coa Siau?tau, Tiau Lan?yong, Siau
Pek, Siau ngo sekalian masih tetap mengendalikan suasana.
Bab 30. Manusia yang begitu tua, jelek, kurus tapi
kelewat sombong. Gara gara ulah Pui Heng?sau, Un-ji dan si penjahit baju
langit yang membuat kegaduhan, situasi sempat mengalami
perubahan. Liam Lau serta Liam Wan yang seharusnya sudah
mengendalikan keadaan, kini merasa kehilangan muka,
keangkeran dan kewibawaan mereka pun tak bisa
dipertahankan lagi. Apa lacur Coa Siau-tau masih tidak tahu diri, disaat
seperti ini dia justru bertanya:
"Liameya, Liamrsau. Bagaimana kita sekarang?"
"Bagaimana?" Liam Lau tertawa terkekeh, "sesudah ada
keramaian, aku rasa ketua Un, ketua Hoa serta para
enghionng hohan pasti sudah mengerti keadaan dan tahu
bagaimana harus mengambil keputusan."
Tiada orang yang bersuara, semua membisu.
"Bagaimana?" kembali Liam Lau mengejek sambil tertawa
dingin, "sekalipun locu sudah menghadiahkan sedikit racun
kepada kalian semua, memangnya sekarang harus memberi
obat penawarnya?" Tiba tiba Hong Put-pat berteriak keras:
"Bajingan Liam, tak usah buang tenaga lagi, kalau memang
hebat, hadiahkan satu bacokan untukku!"
Liam Lau tertwa sinis, napsu membunuh segera melintas
dibalik wajahnya. Belum sempat berbuat sesuatu, tiba tiba Liam Wan melompat
maju, persis dihadapan Hong Put-pat.
Pada saat itulah Tio Thian?yong meraung keras:
"Cucu kura kura, kalau memang hebat, bunuh yaya mu lebih
du1u!" Wajah Lian wan saat itu masih tetap malu-malu, ketika
mendengar teriakan tersebut dia hanya mengernyitkan alis
mata sambil senyum tak senyum.
Namun justru wajah senyu tak senyum inilah mendatangkan
satu perasaan aneh bagi yang melihat, suatu kesan kejam,
tega dan telengas. Setelah itu dia mulai melakukan sesuatu, meloloskan
sebilah pisau, sebilah pisau kecil dengan gagang yang
bertaburkan intan permata.
Dia mulai menyayat wajah Hong Put-pat, mata pisau menusuk
sedalam tiga inci kemudian menyayat malang melintang.
Butiran darah mulai bercucuran, meleleh dari wajah Hong
Put-pat dan membasahi bajunya.
Menghadapi siksaan semacam ini, jangan lagi Hong Put-pat
mengaduh, mengerdipkan matapun tidak, ejeknya:
"Betul betul binatang yang belum tumbuh bulu, tahunya
hanya permainan anak kecil, hmm Sejak nenekmu beradu
nasib dengan raja akhirat, belum pernah kujumpai munyuk
kecil yang menggembol pisau macam kau."
Mendengar perkataan itu, seluruh otot wajah Liam Wan
menonjol karena menahan emosi, benar saja, dia segera
menyimpan kembali pisaunya.
Kini dia menggunakan tangan kosong untuk merobek pakaian
yang dikenakan Hong Put-pat.
Menghadapi perbuatan lawannya, Hong Put-pat pejamkan
mata, katanya sambil tertawa sedih:
"Cucu monyet ini memang sangat penurut, ayoh kemari,
bantu tanggalkan pakaian nenekmu yang mau pergi mandi."
Tan Put?ting tidak tahan menyaksikan kesemuanya itu,
jeritnya: "Kumohon, jangan . . . . . .. jangan . . . . . . ..
Liam Wan segera menghentikan tangannya dan berkata:
"Lanjutkan perkataanmu!"
II "Perkataan apa?" tanya Tan Put?ting tertegun.
Hong Put-pat segera mengumpat:
"Tua bangka Tan, kau jangan tunjukkan kejelekanmu, yang
hadir disini sebagian besar adalah enghiong hohan, lonio
adalah perempuan bersih, aku tidak kuatir orang lain
menganggap tubuhku kotor..."
Dengan kasar Liam Wan menarik pakaian Hong Put-pat,
merobeknya jadi berapa bagian, lalu dengan pisau terhunus
dia siap memotong puting susu nenek itu.
Tan Put?ting tak sanggup menahan diri lagi, jeritnya:
"Baik, baik, aku bicara, aku bicara . . . . . . . .."
Liam Wan kembali menghentikan tangannya, lalu berkata
dengan lembut: "Belakangan kondisi tubuhku kurang sehat . . . . . .."
Setelah berhenti sejenak, tambahnya perlahan:
II "Oleh sebab itu seringkali tanganku gemetar . . . . ..
Lalu dengan nada yang halus dan sopan ujarnya:
"Ini membuat aku tidak sabaran, setiap kali mendengar
perkataan yang meluapkan emosi, tanganku jadi tidak
terkendali." Sembari berkata, dia mulai memegang puting susu Hong
Put-pat dan memilirnya perlahan, dengan suara hambar
katanya: "sudah kau ingat baik baik? Aku tak sanggup menerima
goncangan, akupun tak sabar menanti, jangan merangsang
aku dengan kata kata dan perbuatan yang bisa bangkitkan
emosi, bisa bukan?" "Baik, baik . . . . . .." teriak Tan Put?ting.
Liam Wan angkat wajahnya dan mendengus:
"Ehm?" Tan Put?ting tak kuasa menahan diri, dia menangis
tersedu?sedu, teriaknya: "Pat-moay, maafkan aku, aku . . . . .. aku berbuat begini
II karena terpaksa . . . . . ..
Liam Wan tertawa, tiba tiba jari tangannya memuntir keras
puting susu Hong Put-pat, seketika nenek itu kesakitan
luar biasa, seluruh otot wajahnya mengejang, sedemikian
tersiksa dan sakitnya hingga tak sanggup berkata.
Buru buru Tan Put?ting berseru:
"Aku . . . . .. aku.... aku bergabung dengan kalian, siap
menjalankan perintah."
Mendengar itu Liam Lau tertawa terbahak-bahak.
"Hahahaha..... nah begitu baru betul."
Liam Wan ikut menghembuskan napas panjang, katanya:
"Kenapa tidak bicara sedari tadi, menyusahkan aku
saja....." Mendadak.... satu kilatan tajam.menyambar lewat, tahu
tahu puting susu sebelah kiri Hong Put-pat sudah dibabat
hingga putus. Darah segar memancar ke mana mana, Hong Put-pat mengerang
kesakitan, sekujur badannya mengejang.
Sejak terkena racun, dia sudah tak mampu bergerak,
sekarang walaupun kesakitan luar biasa, tubuhnya masih
tetap tak mampu bergerak, bisa dibayangkan betapa
tersiksanya perempuan ini.
Dengan penuh amarah teriak Tan Put?ting:
"Kau . . . . . .. kau telur busuk . . . . . ..
"Aduh mak," Liam Wan pura pura kaget dan gelagapan,
"Aaai, coba lihat, aku masih tetap tak bisa mengendalikan
diri . . . . .. hahaha, semuanya salahmu sendiri, kalau mau
memberi jawaban sejak tadi, kan dia tak sampai
begini . . . . .. benar bukan?"
Pada saat inilah tiba tiba terlihat sesosok bayangan
manusia yang kurus kecil menerjang masuk ke dalam
ruangan. Dia bergerak sangat cepat, sedemikian cepatnya sampai tak
terlukis dengan kata. Be1um.muncu1 orangnya, Serangan lima jari tangan sudah
menerpa tiba, mencekik kearah tenggorokan.
Begitu orangnya muncul, lima jari tangan yang lain ikut
melancarkan sergapan. Serangan yang dilakukan orang ini ganas dan telengas.
tujuannya bukan untuk membekuk Liam Wan, melainkan ingin
menghabisi nyawanya. Asalkan Liam Wan terkena salah satu jari tangannya saja,
niscaya dia akan segera mampus, apalagi sekaligus terkena
sepuluh jari, mungkin dia bakal mati paling tidak sepuluh
kali. Bukan hanya menginginkan kematiannya, malah ingin dia
mampus secara mengenaskan.
Didalam dunia persilatan, yang ada hanya cerita kalau
bukan kau yang mati, akulah yang mampus. Hanya saja
disaat mati dan hidup belu ditentukan, biasanya cerita
penuh diliputi masalah cinta dan setiakawan.
Liam Wan tidak berkelit, dia memang tak sempat lagi untuk
menghindar. Dia hanya sadar, berhasil menghindari
Serangan pertama, belum tentu bisa lolos dari gempuran
kedua, lolos dari gempuran kedua, belu tentu bisa kabur
dari serangan ke tiga. Ia dapat menilai kemampuan dan tujuan lawannya, bukan
Cuma ilmu silatnya sangat tinggi, bahkan rasa bencinya
sudah merasuk tulang sumsu.
Disamping lain, diapun dapat melihat kalau pihak lawan
sudah terkena racun. Seseorang yang masih mampu
melancarkan Serangan meski sudah keracunan, Seseorang
yang masih sanggup menyerang secara hebat walau sudah
keracunan. Tapi selihay dan sehebat apapun orang itu, dia tetap
sudah keracunan, asalkan dirinya sanggup menghadapi satu
putaran serangannya, niscaya semua akan berakhir.
Namun dia tak sanggup membendung serangan lawan, tak
mampu menghindarkan diri. Dalam keadaan seperti ini, dia
hanya bisa melakukan satu tindakan, mendorong Hong
Put-pat kearah orang itu.
Sang penyerang tak lain adalah Rasul penuntun kerbau!
Ketika tubuh telanjang Hong Put-pat menumbuk ke tubuh
rasul penuntun kerbau, lelaki itu berteriak keras, dia
tak ingin dua serangan mautnya salah sasaran hingga
melukai si nenek bugil. Da1am.keadaan begitu, terpaksa sekuat tenaga dia tarik
kembali semua serangannya.
orang ini memang ikut keracunan, hanya saja arak yang dia
minum jauh lebih sedikit daripada orang lain, menggunakan
kesempatan disaat Pui Heng?sau, Un?ji dan penjahit baju
langit sekalian melakukan pengacauan, dengan sekuat
tenaga dia paksa sari racun dalam tubuhnya terhimpun di
hati, dia berharap bisa menghimpun kembali hawa murninya
dan berusaha lolos dari tempat itu.
Kemudian dia menyaksikan Liam Lau jadi marah lantaran
malu gara gara situasi nyaris terlepas dari kendalinya
hingga melampiaskan semua rasa mendongkolnya dengan
melukai orang. Waktu itu rasul penuntun kerbau sudah tak kuasa menahan
diri, dia semakin marah setelah melihat Hong Put-pat
dipermalukan dihadapan orang banyak, timbul keinginannya
untuk menyerang secara tiba tiba, kalau bisa menghabisi
nyawa Liam Lau dan Liam Wan dalam serangan tersebut.
Dengan kungfunya yang tinggi, serangan kilatnya yang
cepat bahkan dilakukan tiba tiba, Liam Wan benar benar
tak mampu membendung serangannya.
Sayang ditangannya masih ada Hong Put-pat. Ketika rasul
penuntun kerbau berhasil menghindari Hong Put-pat dan
siap melancarkan serangan berikut, lagi lagi Liam Wan
mendorong Tan Put?ting sebagai perisai.
Rasul penuntun kerbau tak ingin mencelakai Tan Put?ting,
terpaksa dia harus sambut tubuhnya.
Kelemahan paling utama dari umat persilatan adalah
menjunjung tinggi kesetia kawanan, tapi menjadi seorang
persilatan yang sejati, siapa pula yang tak ingin
menjunjung tinggi keadilan serta kesetia kawanan?
Begitu dia sambut tubuh Tan Put?ting, situasi pun
seketika berubah, posisinya sebagai penyerang pun hilang
lenyap. Liam Lau, Liam Wan, Tiau Lan-yong, Coa Siau?tau, Siau
Pek, Siau Ngo serentak turun tangan melancarkan serangan
kearahnya. Padahal dia hanya seorang, memang dalam gedung terdapat


Pedang Amarah Serial Pendekar Sejati Karya Wen Rue An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

banyak rekan rekannya . . . . . .. tapi apa yang bisa dilakukan
orang orang itu? Kini, dia dalam kondisi masih keracunan. Tapi harus
menghadapi segerombolan manusia, segerombol manusia
kejam, buas dan menakutkan.
Rasul penuntun kerbau berwatak aneh, dia selama ini
angkuh, tinggi hati, biar Hoa Ku?hoat sekalian pun
menaruh tiga bagian hormat kepadanya dan mengalah tujuh
bagian. Bahkan diantara semua yang hadir, hanya dia
seorang yang memiliki tenaga dalam cukup sempurna, oleh
karena itu hanya dia pula yang sanggup menekan pengaruh
racun. Tapi setelah menyaksikan situasi Sekarang, ia sadar kalau
sudah tamat riwayatnya, riwayat dia yang segera akan
tamat. Sadar kalau bakal habis riwayat, dia semakiin tak rela
membiarkan dirinya terjatuh ke tangan orang lain.
Rasul penuntun kerbau memang sudah tua, bukan Cuma
tampangnya jelek, perawakan pun kecil kurus.
Sekarang musuh sudah mengepungnya dari empat penjuru,
biar begitu dia masih tetap tampil angkuh, ini
dikarenakan dia sudah mengambil keputusan, lebih baik
mati daripada dihina, karena itu dia pilih jalan
kematian. Menghadapi serangan maut yang datang dari enam penjuru,
dia tidak menangkis ataupun menghindar, segenap tenaga
dan kekuatan dihimpun jadi satu kemudian menggempur salah
satu sasaran, tentu yang dia incar adalah Liam Wan, dia
menginginkan kematian dari musuhnya itu.
Sayang Liam Wan bukan bocah kemarin sore, sebelum
merangsek maju, dia sudah mempersiapkan jalan mundur.
Begitu Rasul penuntun kerbau menyerang kearahnya dengan
sepenuh tenaga, bagaikan seekor ular licin, cepat dia
mengigos ke samping lalu ngeloyor dari situ.
serangan dari rasul penuntun kerbau segera menggempur
tempat kosong, meski gagal membunuh lawan, namun serangan
gabungan pun ikut tersobek jaringannya hingga terbuka
satu titik kelemahan. Kembali rasul penuntun kerbau melanjutkan pengejarannya,
karena mengejar Liam Wan, secara kebetulan dia pun sudah
terhindari dari gempuran ke lima orang lawannya.
serangan rasul penuntun kerbau memang meleset, tapi
gempuran gabungan musuhpun tidak mengenai sasaran.
Tapi saat itu Liam Wan sudah mulai melancarkan serangan
balasan, bangau berdiri disawah bersalju segera
dijabarkan ke tengah arena.
Buru buru rasul penuntun kerbau menangkis datangnya
pukulan sepasang telapak tangan lawan, sayang dia gagal
menghindari tendangan bangau yang dilepaskan kemudian.
Tendangan yang bersarang telak dipinggangnya sama seperti
memaksa buyar sari racun yang sebelunya sudah berhasil
dilokalisir. Kebetulan pada saat bersamaan bacokan dari Coa Siau-tau
menyerang tiba. Yang dibacok Coa Siau-tau adalah tangan
rasul penuntun kerbau. Dia tahu orang ini tak bakal lolos, maka dia tak terburu
napsu untuk segera membunuhnya. Namun yang kemudian
membuat nya tercengang adalah bacokan goloknya ternyata
memenggal batok kepala lawan.
Tentu saja rasul penuntun kerbau sendiri yang mengubah
tangannya menjadi batok kepala. Berada dalam keadaan
seperti ini, dia tidak berharap bisa hidup terus,
melainkan ingin kematian yang cepat.
Ketika tubuh rasul penuntun kerbau terkapar ditengah
genangan darah, Liam Wan segera menghembuskan napas
panjang sambil bergwmam: "Tambah satu orang lagi . . . . ..
Lalu kepada para jago yang tersisa, serunya:
"Inilah akibatnya bila membangkang!"
Sekalipun berhasil membunuh Rasul penuntun kerbau, namun
dua kali menghadapi ancaman bahaya membuat orang ini
mulai bergidik bercampur ngeri, rasa jengkel dan
mendongkol menyelimuti perasaan hatinya.
Sambil bergumam, dia berjalan mendekati rak senjata
disisi ruangan, dengan cepat dicabutnya sebatang tombak
lalu tanpa banyak bicara, tombak itu langsung dihujamkan
keatas kepala Rasul penuntun kerbau yang sudah jadi
mayat. Hancuran otak serta percikan darah segar berhamburan ke
mana mana, batok kepala rasul penuntun kerbau seketika
hancur berantakan dipenuhi tusukan tusukan yang rapat dan
mengerikan, kini bentuknya sudah tidak mirip batok kepala
lagi tapi lebih mirip cincangan daging.
"Tadi siapa yang berteriak dan berkoar koar?" tanyanya
kemudian. Lalu sambil melirik Tio Thian-yong yang sudah kehilangan
tangan sebelah dan kaki sebelah, tanyanya lagi lembutz
"Apakah kau?" Kini Tio Thian-yong sudah menjadi orang cacat, yang
menjadi harapannya sekarang hanya kamatian, dengan wajah
pucat bagai kertas, sahutnya:
"Kalau kau memang hebat, tusuk saja aku sampai mati!"
"Hahaha, aku memang tidak bernyali, tidak hebat," sahut
Liam Wan sambil tertawa seram, "aku tahu hanya kau yang
hebat, sayangnya didunia ini selalu hanya orang tak
bernyali yang mampu menyiksa orang bernyali."
Kemudian setelah tertawa terbahak?bahak tambahnya:
"Karena kau hebat, bernyali, maka kau akan disiksa
olehku." Kemudian kepada para jago tambahnya:
"Kalian semua bernyali, karena itu masih berani bicara
keras, Cuma..... hehehe tak lama lagi, tulang belulang
kalian akan sama kerasnya dengan lidah kamu semua."
Sesudah tertawa tersipu?sipu, katanya lagi:
"sebelum itu semua, akan kupersembahkan keramaian yang
lain lebih dulu, agar kalian bisa menonton dengan puas."
Kepada Hoa Ku?hoat tanyanya:
"Aku dengar kau mempunyai anak lelaki? Siapa anak
lelakimu itu?" Kembali dia sengaja berjalan perlahan dihadapan semua
orang, ketika melewati Hoa Cing?cho, dia seperti tidak
perhatian, tapi kemudian sambil berpaling tanyanya:
"Rasanya kau bukan?"
Tahun ini usia Hoa Cing?cho baru mencapai dua puluh
tahun, bibirnya merah dengan barisan gigi berwarna putih,
bocah ini nyaris minim pengalaman dalam dunia persilatan,
tentu saja belum pernah menyaksikan situasi semacam ini,
apalagi situasi yang menentukan mati hidupnya.
Begitu takut dan ngerinya, bukan saja tak sanggup
menjawab, bahkan giginya saling gemeretuk karena
ketakutan. "Anak baik, jangan bikin malu." Hardik Hoa Ku?hoat dengan
suaram berat. \\ ' ' II ' ? ? \\ ' B1k1n malu? Liam Wan tertawa misterius, sebentar lagi
ditanggung wajah pun dia tak punya sehingga tak perlu
merasa malu, anggap saja kau belum pernah punya anak
ini." "Mau apa kau?" bentak Hoa Ku?hoat gusar.
Liam Wan segera tempelkan jari telunjukkan diatas bibir.
"Sstt, tidak usah terburu buru, aku hanya ingin memberi
sebuah contoh, agar kalian semua benar benar paham, betul
betul mengerti, beginilah akibatnya bila kalian tak mau
menuruti perkataanku."
Kemudian dia pun mulai turun tangan.
Jarang sekali ada orang mampu berbuat begitu.
Kesatu, tidak banyak orang yang pernah menghadapi situasi
seperti ini, tak mampu memberi pertolongan, tak mampu
melampiaskan rasa gusar, tak sanggup bergerak.
Kedua, Sekalipun mereka adalah umat persilatan yang
seringkali menghadapi hujan darah badai anyir, diantara
mereka pun banyak terdapat lelaki yang enggan tunduk
meski kepala mereka dipenggal, namun teramat jarang
pernah menjumpai kekejaman dan kebuasan seperti saat ini.
Ketiga, sedikit sekali uat persilatan yang pernah
berbuat sekejam, sesadis, sebuas, setelengas orang itu.
Setiap umat persilatan selalu tahu diri, selalu memberi
jalan mundur kepada lawannya agar dikemudian hari masih
berkesempatan bertemu. Paling tidak mereka akan
menghindari perlakukan dan perbuatan yang bisa
menimbulkan kemarahan khalayak ramai.
Namun beda sekali dengan Liam Wan, dia memang lain
daripada yang lain. oleh sebab itu apa yang dia lakukan, mnngkin tak mampu
dilakukan oleh orang lain walau memiliki keberanian yang
luar biasa sekalipun. Hanya dia seorang yang sanggup melakukan hal semacam.ini.
Bukan hanya begitu, bahkan dia mampu melakukan perbuatan
keji itu dengan santai. Kalau dilihat dari tampangnya, dia seolah sedang
menyelesaikan sebuah karya seni, dikerjakan dengan penuh
kenikmatan. Dia sedang melakukan pembantaian.
Dia telah merubah gedung pesta ulang tahun itu menjadi
gudang penggilingan daging.
Bab 31. Medan penjagalan.
Apa yang dilakukan Liam.Wan, tidak mirip dengan apa yang
dilakukan manusia. Memang beginilah keistimewaan dari manusia, seringkali
melakukan perbuatan yang tak mirip perbuatan manusia, bahkan
setiap hari mengulanginya.
Seolah?olah bila tidak berbuat begitu maka dia bukan manusia.
Seluruh tubuh Liam Wan sudah berpelepotan darah, tentu bukan
darah miliknya, darah milik orang lain.
Dia tak akan merasa gembira jika darah itu bukan milik orang
lain. Dia akan sangat menikmati bila darah itu berasal dari darah
sang korban. Kini yang menjadi korban adalah Hoa Cing-cho.
Hoa Cing-cho merupakan putra tunggal Hoa Ku?hoat, bocah ini
selain penurut, pintar, pun sangat berbakti pada orang tua,
sejak berusia sepuluh tahun sudah mendapat warisan ilmu dari
ayahnya, hanya belum pernah melakukan perjalanan dalam dunia
persilatan. Tio Thian?yong adalah murid Hoa Ku?hoat, dia suka main
perempuan dan minum arak, tapi wataknya baik, dia selalu
mengutamakan kesetia kawanan. Berhubung sejak kecil sudah yatim
piatu, maka sejak diterima jadi murid keluarga Hoa, dia selalu
setia dan mati matian membela Hoa Ku?hoat.
Liam Wan tidak membunuh mereka, mereka pun belum.mati.
Tapi yang justru tragis adalah karena mereka belum.mati, mereka
masih bisa menyaksikan semua adegan yang berlangsung didepan
mata. Kini, Liam Wan sedang melaksanakan siksaan.
Dia telah menyayat seluruh kulit wajah Hoa Cing-cho, menyayat
dan mengulitinya, sementara Hoa Cing?cho belum mati, setiap
orang dapat menyaksikan ototnya yang mengejang karena harus
menahan sakit. Sayangnya dia tak bakal mati, bahkan tak mampu mengeluarkan
suara. Pisau yang digunakan Liam.Wan untuk menguliti pemuda itu adalah
pisau milik Go It?siang, dia menyodok pula tenggorokan Hoa
Cing?cho, membuatnya jadi bisu, bahkan mengubahnya menjadi
manusia tanpa kulit wajah, menjadi seorang manusia tak
berkulit. Manusia tanpa "kulit manusia" apakah masih bisa dianggap
sebagai manusia? Lalu Liam Wan yang masih mengenakan "kulit manusia" apakah
masih pantas disebut seorang manusia?
Tak seorangpun yang tahu apa yang sedang dipikirkan Hoa
Cing-cho. tapi semua orang tahu dia sedang menangis, air mata
meleleh keluar dengan derasnya.
Butiran air mata meleleh dikulit wajahnya yang gemetar,
membasahi otot tengkuknya yang mengejang, mengalir dari
dadanya, butir air mata yang bening, kini sudah berubah jadi
merah, merah darah. Keadaan Tio Thian?yong jauh lebih runyam, sebenarnya dia hanya
kehilangan sebelah lengan dan kakinya, yang diharapkan hanya
kematian yang cepat. Sayang Liam Wan tidak memberi kematian cepat kepadanya, kepada
Tio Thian?yong dia telah perlakukan hukum kerat.
Yang dimaksud hukum kerat adalah tubuh yang dibelah lalu
disayat dagingnya. Kelihatannya Liam Wan sudah terbiasa melakukan siksaan semacam
ini, dia sangat ahli mengerat daging manusia, setiap ayunan
pisaunya selalu dilakukan secara mahir, mula mula menguliti
lalu menyayat daging, dalam.waktu singkat tubuh Tio Thian?yong
sudah tinggal tulang belulang, seluruh bagian tubuhnya telah
dikerat menjadi dua ratus tiga puluh satu lembar daging.
Sekarang yang tersisa hanya biji matanya yang berputar, sudah
tiada air mata lagi yang menetes dari situ.
Tampaknya Liam Wan sangat kagum dengan hasil karyanya itu,
sambil menghela napas katanya:
"Aku jamin besok kau masih bisa makan nasi, hanya saja tak bisa
buang kotoran atau kencing."
Lalu dengan penuh percaya diri dia menambahkan:
"Dan lagi, aku yakin saat ini kau masih bisa memahami maksud
dari perkataanku ini."
Lalu dengan nada setengah mengancam Liam Wan berkata lagi:
"Kalau sudah paham, mengangguklah, jangan kau sangka setelah
mengerat tubuhmu jadi begini rupa maka aku sudah tak sanggup
menyiksamu lagi. Bisa kau bayangkan apa jadinya bila kuguyur
tubuhmu Sekarang dengan satu tong pasir ditambah satu tong air?
Apalagi bila pasir itu pasir panas atau ditambah dengan arang
bara sedang air itu kucampuri cabe dan madu, kemudian kujemur
tubuhmu dibawah terik matahari . . . . . . . .."
Dengan cepat Tio Thian?yong mengangguk.
Kembali Liam Wan berkata:
"Jangan salahkan kalau akupun telah memutuskan pita suaramu,
karena aku tidak suka memaki orang, pun tak suka mendengar


Pedang Amarah Serial Pendekar Sejati Karya Wen Rue An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang lain memakiku. Pokoknya aku tidak suka dengan perkataan
yang kasar, bisa kau ingat? Makanya lain kali jangan memaki aku
dengan ucapan kasar dan kotor . . . . .. aahaa, aku lupa, kau sudah
tak ada lain kali lagi."
00000 Tak ada yang berani melihat. tak seorangpun yang hadir dalam
gedung berani melihat. Mereka semua tak tega. Sepanjang dia sedang mengerat dan menguliti, tak seorangpun
berani menonton, termasuk Coa Siau?tau dan Tiau Lan-yong.
Hanya Liam Lau yang menonton dengan penuh nikmat, bahkan
wajahnya menunjukkan perasaan kagum.
Sejak awal dia sudah tahu kalau rekannya yang lebih muda empat
puluh tahun darinya itu memang hebat.
Paling tidak jauh lebih kejam daripada dirinya, jauh lebih keji
dan telengas. Begitu orang orang itu terjatuh ke tangan Liam Wan maka satu
satunya pengharapan mereka dan keberuntungan terbesar bagi
mereka hanyalah mati lebih cepat.
Ada seorang lagi yang mengawasi terus, mengikuti semua tingkah
lakunya. Tapi dia memandang dengan mata melotot, mata berapi api penuh
dendam.dan kebencian. orang itu tak lain adalah Hoa Ku?hoat.
Yang seorang adalah murid kesayangannya, sedang yang seorang
lagi adalah anak kandungnya.
Dia sendiri tidak tahu, karma jelek apa yang pernah
diperbuatnya sehingga dia harus mengalami dan menyaksikan
sendiri semua kekejian itu berlangsung didepan mata.
Bahkan dua bersaudara Siau pun menganggap perbuatan Liam Wan
sudah kelewat batas, apa gunanya menanam bibit kebencian dan
dendam sebesar itu dihadapan orang banyak?
Dendam kesumat semacam ini lebih dalam dari samudra..... atau
mungkin ini semua merupakan perintah atasan? Memerintahkan
untuk memusnahkan orang orang itu....?
Siau Pek dan Siau Ngo mnlai sangsi, mulai bingung, namun mereka
tak mau bertanya. setelah berkelana banyak tahun dalam dunia persilatan, setelah
mengikuti disamping Coa King, Coa siangya serta Pui siau-ho-ya
selama banyak waktu, mereka sudah paham.apa yang boleh
diucapkan, apa yang boleh dilihat, apa yang boleh ditanyakan
dan saat kapan boleh bicara, boleh lihat dan boleh tahu. Mereka
sudah memahami semua peraturan itu dengan sangat jelas.
Apalagi tugas kedatangan mereka kali ini adalah membantu Liam
Lau dan Liam Wan, melaksanakan semua tugas yang mereka
perintahkan. Maka semua hal yang tak usah mereka lakukan, tak akan mereka
kerjakan. Hanya saja mereka sama sekali tak menyangka bakal menghadiri
tempat yang penuh dengan genangan darah dan kekejaman manusia,
tempat yang menyerupai neraka, mirip ladang pembantaian.
Ketika berhasil menyelesaikan dua hasil karya maha besarnya,
Liam Wan memperhatikan sekejap tangannya yang penuh
berpelepotan darah, seakan belum puas dia berkata:
"Sebelum aku jatuhkan pilihan untuk maha karyaku yang ke tiga,
ingin kudengar dulu apakah kalian masih ingin jadi lelaki
berhati keras?" Tidak semua lelaki berhati sekeras baja.
Ada sebagian orang yang sudah muntah mnntah, saking mualnya
menyaksikan adegan kejam itu, perut mereka jadi mual, isi perut
mereka tertumpah semua. Hampir setiap insan manusia, mereka selalu punya keinginan
untuk hidup berlanjut. Sekalipun dia adalah lelaki berani mati, namun tak seorangpun
yang ingin mati dalam keadaan semacam ini.
Oleh sebab itu begitu Liam Wan mengajukan pertanyaannya, pasti
ada orang yang minta ampun, rela mengikuti semua perintahnya.
Namun pada saat itulah . . . . . . . .. "Blaaam, blaaam!" dua sosok
manusia, dengan membelakangi Liam Wan menerjang masuk ke dalam
ruangan. Un Bong?seng segera mengenali kedua orang itu.
Oleh karena Siau Pek, Siau Ngo, Tiau Lan-yong dan Coa Siau?tau
telah muncul, maka kemunculan kedua orang itu bukanlah sesuatu
yang istimewa. Mereka memang tak lain adalah Pat?toa-thian?ong, delapan raja
golok yang tersohor di kotaraja, Tiau Lian-thian serta Phang
Ciam. Hanya saja Un Bong?seng tidak menyangka kalau mereka akan masuk
ke dalam ruangan dengan "Cara" seperti ini.
Kedua orang itu bukan berjalan masuk, lebih tepatnya masuk
dengan menggelinding, tampaknya ada orang yang telah menendang
tubuh mereka berdua sehingga jatuh menggelinding.
Tentu bukan berarti tak ada orang yang bisa menghajar ke dua
raja golok itu dengan Cara begitu, hanya saja jumlah mereka
tidak banyak. Sekalipun ada, mustahil dia mampu menyepak kedua orang itu
seperti bola hingga masuk dengan menggelinding.
Didalam seluruh kotaraja Kay-hong, tidak banyak orang yang
memiliki ilmu silat setangguh ini, adapun hanya berapa orang.
Diantara berapa orang itu, pasti terdapat orang ini dan dia tak
lain adalah Pek Jau?hui. Disampingnya mengikuti dua orang, Siang K0-ji dan Ouyang Ih?ih.
Begitu muncul dalam gedung, Pek Jau?hui segera menjumpai
keadaan yang luar biasa itu.
Tampaknya pemuda itu merasa sedikit tercengang, sama sekali
diluar dugaannya, maka setelah menarik napas panjang, ujarnya:
"Aku dengar hari ini ketua Hoa sedang mengadakan pesta ulang
tahun, karena itu aku sengaja datang untuk menyampaikan
selamat, tadi kulihat penjagaan diluar pintu sangat ketat,
kusangka sudah terjadi sesuatu hingga secara gegabah menerobos
masuk kemari, bila cuwi sekalian anggap tidak leluasa, akupun
tak ingin mengganggu, biarlah setelah menyampaikan selamat, aku
segera pergi dari sini."
Selesai bicara, dia langsung menjura kearah Hoa Ku-hoat sambil
berkata: "Semoga Hoa?heng panjang uur."
Ketika membalikkan badan siap berlalu, saat itulah dia seakan
baru menyaksikan pemandangan yang mengerikan itu, serunya lagi
sesudah terperangah sejenak:
"Apa . . . . .. apa yang sebenarnya telah terjadi?"
Menyaksikan kematian putranya yang mengenaskan, rasa sedih Hoa
Ku-hoat sudah mencapai pada puncaknya, mendengar ucapan selamat
itu, teriaknya sambil tertawa aneh:
"Tidak usah berpura pura lagi menyampaikan ucapan
II selamat . . . . . . . .. Pek Jau-hui melongo, wajahnya penuh keraguan, sementara Siang
Ko-ji yang berada disisinya sudah menghardik:
"Ketua Hoa, dengan niat baik wakil Loucu kami datang
menyampaikan selamat, apa maksud perkataanmu itu?"
Tiba tiba Liam.Lau menyela sambil tertawa:
"Mungkin karena terlalu banyak minum, maka si tua Hoa melantur
perkataannya, harap Pek loucu jangan marah."
Pada mulanya Pek Jau-hui berjalan masuk dengan sikap merendah
dan menaruh hormat, tapi sekarang, sikapnya telah pulih kembali
menjadi sikap asalnya. Dia berubah jadi kemalas malasan dan acuh tak acuh.
Antara malas dan acuh sesungguhnya hanya dipisahkan oleh sebuah
garis yang tipis. Kini sekulum senyuman telah menghiasi ujung bibir Pek Jau-hui,
senyuman sinis, tidak takut menghadapi apapun dan senyuman tak
sudi dibohongi orang. "Masa setelah minum arak, mereka main bunuh untuk:meningkatkan
kesenangan?" "Itu pekerjaan ketua Hoa dan ketua Bong yang sedang
membersihkan perguruan dari murid murtad." Liam Lau menjelaskan
sambil tertawa paksa. "Kalau betul sedang membersihkan perguruan, buat apa saudara
Liam.menjadi juru bicara mereka? Memangnya mereka sudah tak
sanggup bicara sendiri?"
Suara tertawa Liam Lau semakin dipaksakan, katanya:
"Pek kongcu, selama ini pihak perkumpulan Kim?hong?si-yu?lou
tak punya hubungan apa apa dengan perguruan Hoa maupun
perguruan Bong, lebih baik kau tak usah mencampuri urusan
mereka." Kelihatannya Pek Jau-hui sudah tidak berminat tinggalkan tempat
itu, sambil bergendong tangan ujarnya:
"Masing masing membersihkan salju didepan rumah sendiri, tak
usah mencampuri salju diatap rumah orang, dengan begitu tak
usah bingung karena banyak urusan."
Kemudian kepada Siang Ko-ji tanyanya:
"Menurut kau, tempat ini sekarang mirip apa?"
Siang Ko-ji memutar biji matanya yang kecil, kemudian menjawab:
"Mirip sekali dengan ladang penjagalan."
"Dan menurut kau?" Pek Jau-hui pura pura bertanya kepada Ouyang
Ih?ih. "Mirip sekali dengan ladang pembantaian." Jawab Ouyang Ih?ih
acuh tak acuh. Pek Jau-hui segera manggut?manggut, katanya:
"Menurut pendapatmu, mungkinkah ketua Hoa menguliti manusia dan
mengiris daging orang untuk menyemarakkan pesta hari ulang
tahunnya?" Kemudian kepada Liam Lau katanya sambil tertawa:
"Maaf, kelihatannya peristiwa yang sedang berlangsung ditempat
ini bukan melulu menyangkut mati hidup berapa lembar nyawa
manusia saja, sekalipun kau bertugas di kejaksaan, namun
berdiri dipihak dunia persilatan, aku tak bisa berdiam diri
saja untuk tidak menanyakan duduk persoalan yang sebenarnya."
Kini Liam Lau tak sanggup tertawa lagi.
Tiba tiba Liam Wan menyela:
"Pek kongcu, boleh aku numpang pinjam.untuk bicara?"
"sekarang kau pinjam dariku, lantas kapan mau dikembalikan?"
jawab Pek Jau-hui sambil menyingkir ke samping.
"Pek loucu, jaksa agung Cu seringkali menanyakan tentang
dirimu." Kata Liam Wan pula.
"Benarkah?" Pek Jau-hui tertawa, "akupun sering rindu
kepadanya. Hanya saja, aku belum berani berkunjung dan
menyambanginya." "Coba lihat, Pat?toa?thian?ong hadir semua disini, padahal
Hu?loucu seharusnya paham ide dan perintah dari siapa semua
kejadian ditempat ini . . . . . . .."
Kali ini Pek Jau-hui kelihatan mulai ragu.
Un Bong?seng cukup jernih pikirannya. Dia merasa dalam situasi
seperti ini sudah saat baginya untuk bicara.
Bagi seorang jago silat kawakan, mereka pasti tahu kalau
berbicara ibarat bertarung, disaat tidak perlu, lebih baik kau
bungkam seribu bahasa, tapi setelah memerlukan, lebih awal atau
lebih lambat sama seja, karena akhirnya toh harus disampaikan.
Un Bong?seng termasuk jago kawakan, yang dimaksud jago kawakan
adalah dia pernah mengalami banyak ombak besar dan angin topan,
pernah kalah, pernah ditipu orang, dan sekarang dia sudah
menjadi orang yang bisa menipu orang lain tapi mustahil ditipu
orang. Karena itu diapun bertanya:
"Pek kongcu, apakah kau satu komplotan dengan mereka?"
"Sedari kapan kau mendengar kalau orang kejaksaan bergabung
dengan perkumpulan Kim?hong?si-yu?1ou?" Pek Jau-hui balas
bertanya. "Kami bukan orang kejaksaan." Buru buru Liam.Wan membantah
dengan gugup. Kembali Un Bong?seng bertanya:
"Apakah perkumpulan Kim?hong?si?yu?1ou sudah bergabung dengan
pihak Kerajaan?" Pek Jau-hui tidak menanggapi pertanyaan itu, sorot matanya
berkilat, tiba tiba dia bertanya:
"Jadi..... jalan darah kalian sudah tertotok?"
"Kami terkena racun."
"Racun apa?" "Racun ngo?ma?cong."
"Aaaah, makanya . . . . . .." Pek Jau-hui seperti memahami sesuatu.
"Beberapa orang bersenjata golok itu bersama Liam Lau dan Liam
Wan paksa kami untuk menyerah dan bergabung, panji yang mereka
kibarkan adalah panji kerajaan serta perkumpulan Kimrhong-
si-yu-lou, putra Hoa loji telah mereka kuliti tubuhnya, Rasul
penuntun kerbau juga tewas ditangan mereka."
"Aku mengerti." Sahut Pek Jau-hui gusar.
Un Bong?ji telah memanfaatkan kesempatan yang ada, pada "saat
yang paling tepat" dia telah menceritakan semua duduk persoalan
yang sebenarnya. Sejujurnya, Liam Lau dan Liam Wan ingin sekali segera melompat
maju dan menyubat mulut Un Bong?seng, bahkan menghabisi
nyawanya, sayang mereka tak berani bertindak gegabah.
Karena sambil berbincang dengan Un Bong?seng, tiada hentinya
Pek Jau-hui melontarkan senyuman kearah mereka.
Senyuman itu kelihatan begitu halus dan hangat.
Namun mereka sama sekali tidak merasa halus, tidak merasa
hangat. sebaliknya yang terasa justru hawa pembunuhan yang
tebal. Semacam hawa dingin yang mengerikan, hawa pembunuhan yang akan
menimpa mereka berdua bila berani melakukan suatu tindakan yang
mencurigakan. Maka, merekapun hanya mendengarkan pembicaraan Pek Jau-hui,
mendengarkan dengan tenang.
Ucapan Pek Jau-hui begitu ringan, begitu enteng, seenteng dia
meminjam cangkul dari tetangga, katanya:
"Siapa yang memiliki obat penawar racun Ngo?ma?cong?"
Kemudian setelah tertawa, kembali dia berkata:
"Aku tahu obat penawar racun ngo?ma?cong adalah Ko?ki?cun
(musim semi yang lewat), sejenis dedaunan yang makin dijemur
kering makin bersinar, makin dibasahi dengan air hujan semakin
mengering. Ulat Cong gemar hidup diantara dedaunan itu. Karena
kalian sanggup melepaskan racun Cong, seharusnya memiliki bubuk
obat ko?ki?cun bukan?"
Lalu dengan riang gembira dia menambahkan:
"Hayo, siapa yang memiliki obat Ko?ki?cun? Tolong segera
serahkan kepadaku." Kalau dilihat dari gayanya, seakan dia sangka orang lain pasti
akan serahkan obat penawar itu kepadanya. Kalau didengar dari
ucapannya, dia seperti yakin tak ada orang yang berani menolak
permintaannya itu.

Pedang Amarah Serial Pendekar Sejati Karya Wen Rue An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia begitu percaya diri, begitu yakin.
Dia percaya diri dan yakin karena tahu apa akibatnya jika orang
lain tidak menyerahkan kepadanya.
Jika seseorang mampu mengendalikan akibat dari suatu tindakan,
sudah pasti dia akan percaya diri dan yakin.
Persoalannya sekarang: bila satu pihak semakin yakin dan
percaya diri maka pihak yang lain tentu akan merasa semakin tak
yakin dan tidak percaya diri.
Masalah yakin dan percaya diri, terkadang ibarat disatu gunung
tak bisa menampung dua harimau, saling bertentangan satu sama
lainnya. Bab 32. Sembilan bilah golok milik delapan raja langit.
Liam Wan selalu bersikap malu malu.
Tapi kini, dalam pandangan para jago yang hadir, Liam.Wan
justru merupakan seorang manusia yang keji dan jahat.
Malu beda sekali dengan keji, karena hal ini merupakan dua hal
yang berbeda. Tapi mengapa orang yang diwaktu biasa dianggap para jago
sebagai orang yang malu malu, tapi sekarang justru dianggap
sebagai manusia kejam berhati buas?
Mungkin memang begitulah kejadian di dunia ini: dua hal yang
tampaknya saling bertolak belakang, seringkali justru berkumpul
jadi satu, seperti api dan air, langit dan bumi, kesetiaan dan
penghianatan, orang baik dengan orang jahat, malah ada yang
percaya, bila sejak langkah pertama kau berjalan menuju ke
kanan, suatu saat, suatu hari kau akan berjalan keluar dari
sisi kiri. Percayakah? Liam Wan berkata pula: "Bila kau ikut mencampuri urusan ini, dikemudian hari pasti
akan menyesal." Lalu tegasnya sekali lagi:
"Kau akan menyesal sekali."
"Aku paling suka melakukan pekerjaan yang bisa menimbulkan
penyesalan dikemudian hari," jawab Pek Jau-hui tertawa, "aku
memang spesial melakukan pekerjaan yang bisa menimbulkan
penyesalan." "Sebagai orang hidup, kita tidak harus selalu melakukan
perbuatan benar, bila setiap persoalan diselesaikan tanpa
penyesalan, lalu darimana munculnya kesenangan dan daya tarik?"
bagaikan sedang menasehati anaknya, Pek Jau-hui berkata kepada
Liam Wan, "banyak orang bilang, apa yang pernah dilakukan pada
masa lalu, tak akan disesalkan, itu omong kosong, penegasan
semacam ini hanya menandakan kalau orang itu tak pernah sadar,
atau tak pernah mengalami kemajuan. orang yang tidak maju mana
mungkin mengerti soal penyesalan? Lagipula meski seseorang
telah menyesal, tapi dia ngotot tak mau mengakuinya, malah
sengaja mengatakan kalau dia tak pernah menyesal, itu namanya
menipu diri sendiri, apa yang bisa kau perbuat terhadap orang
semacam ini?" Kemudian dengan nada riang tambahnya:
"Nasehatku telah usai, nah sekarang, biarkan aku merasakan
penyesalan itu." "Kau ingin jadi seorang thayhiap?" sinar mata Liam Wan makin
benci. "Hahaha, apa jeleknya menjadi seorang thayhiap?" Pek Jau-hui
tertawa terbahak, "padahal ada sementara orang tak berani atau
tak mampu menjadi seorang pendekar besar, walau sesungguhnya
dia sangat menginginkan."
Kemudian sambil mengerdip kearah Liam.Wan, tambahnya:
"Kau adalah salah satu diantaranya."
Liam Wan tertawa dingin. "Siapa bilang aku bukan? Memangnya kesetiaan dan kemampuan
seseorang harus diukir diwajahnya?"
"Kalau bisa demikian, lebih bagus lagi." Pek Jau-hui tetap
tampil riang, "jika baik jahat nya seseorang bisa terukir di
wajah masing masing, hal ini akan menggampangkan semua orang
untuk memberikan penilaian."
"Sayang diwajahmu tidak ada ukiran huruf pendekar."
"Tapi kau sudah memperlihatkan kekejamanmu, memperlihatkan
sepasang tanganmu yang penuh berpelepotan darah."
"Darah?" Liam Wan segera menuding ujung saku Pek Jau-hui,
"memangnya ditubuhmu tak berpelepotan darah? Padahal yang
berbeda adalah ada sementara orang yang menyembunyikannya, tapi
ada orang lain yang berani terang terangan."
Ditepi saku baju Pek Jau-hui memang masih ada sisa darah, malah
darah itu belu sempat mengering.
Kali ini Pek Jau-hui menarik wajahnya, dengan suara dalam dan
berat katanya: "Kau pasti sudah menyebabkan orang lain mengucurkan banyak
darah bukan? Sekarang tiba giliranmu, biar kubuat darahmu pun
ikut mengalir keluar....."
Cepat Liam Lau maju selangkah sambil mencegah:
"Pek kongcu, buat apa musti berbuat begitu . . . . . . ..
"Asal kau serahkan obat penawar racun, maka semuanya jadi
beres . . . . . .." II "Apa gunanya kau minta obat penawar racun?" seru Liam Lau
jengkel, "memang betul obat Ko?ki?cun bisa mengobati racun
Ngo?ma-Cong, namun tak sanggup memangkas akarnya, mereka masih
harus minum obat secara rutin, bahkan masih membutuhkan obat
obatan lain untuk memunahkannya."
"Sekarang serahkan dulu obat Ko-ki?cun kepadaku, urusan lain
dibicarakan dikemudian hari." Potong Pek Jau-hui hambar.
Dengan kepala tertunduk Liam Lau termenung mempertimbangkan
sejenak, lalu sambil angkat kepala tegasnya:
"Jadi Pek kongcu benar?benar ingin mencampuri urusan ini?"
"Betul." Kembali Liam Lau tampak sangsi, sekali lagi dia bertanya:
"Kau benar?benar tidak takut akibatnya dikemudian hari?"
"Betul." "Tapi . . . . .. tapi mengapa . . . . . . . . .." Liam Lau masih ragu.
"Kita semua adalah umat persilatan, tidak baik kalau saling
membunuh," ujar Pek Jau-hui tegas, "seandainya harus
diselesaikan dengan senjata, semua harus dilakukan secara adil
dan mengikuti peraturan, tidak boleh menggunakan Cara rendah
dan demikian keji untuk memenangkan keinginanmu!"
"Bagus!" teriakan memuji segera bergema dalam ruang gedung.
"Tepat sekali perkataan itu!" sambung suara perempuan lain.
Tentu saja dua orang yang barusan berteriak tak lain adalah Tan
Put?ting serta Hong Put?pat.
"Apanya yang bagus?" seru Liam Wan dengan suara bancinya,
"kelihatannya kalian berdua sudah melupakan siksaan yang
barusan dialami?" II "Bajingan Liam, umpat Hong Put?pat penuh amarah, "kau boleh
saja menyiksa lonio, tapi jangan harap bisa memaksa aku untuk
menghargai manusia dungu macam kau."
Liam Wan melotot kearahnya, alis matanya berkilat, diantara
kerutan alis mata itu, wajahnya segera memperlihatkan mimik
sesat yang mengerikan. Susah dipercaya mimik sesat yang begitu
menjijikkan bisa tampil diwajah seorang lelaki.
Kalau bisa, Liam Wan ingin sekali segera turun tangan, dia
mulai menatap Pek Jau-hui. Tidak jelas apakah waktu itu Pek
Jau-hui pun sedang memandang kearahnya.
Pek Jau-hui seolah tidak melihat apa apa, seolah tidak
memandang siapa pun. Pada akhirnya Liam Wan tidak jadi bergerak.
Liam Lau memandang Liam Wan sekejap, lalu memandang pula kearah
Pek Jau-hui, akhirnya dia berkata:
"Pek kongcu, memandang wajahmu, biar kuserahkan obat penawar
itu." Seraya berkata, tangannya mulai merogoh ke dalam saku.
"Tunggu sebentar." Mendadak Pek Jau-hui mencegah.
Liam Lau saling bertukar pandangan sekejap dengan Liam Wan,
dengan keheranan tanya Liam Lau:
"Jadi Pek kongcu sudah tidak menghendaki obat penawar racun
itu?" "Yaa, karena obat yang kau serahkan sekarang sudah pasti bukan
obat penawar racun." Jawab Pek Jau-hui dengan mata berkilat.
Senyuman itu mengandung arti yang sangat dalam, seolah dia
mentertawakan kedunguan orang, yang ingin membohongi dirinya
dengan begitu saja. "Coba bayangkan," ujarnya lagi sambil tertawa, "apabila kau
berniat memberikan obat penawar racun kepadaku, kenapa secara
diam.diam.memberi tanda kepada Pat?toa?thian?ong untuk mengatur
barisan pembunuh?" Begitu perkataan Pek Jau-hui itu dilontarkan, hubungan pun jadi
retak, Liam Wan dan Liam Lau segera mundur dari dari lapangan,
sementara Ouyang Ih?ih dan Siang Ko?ji mengawasi ketat gerak
gerik kedua orang itu. Tiba tiba Liam.Lau dan Liam Wan menghentikan langkahnya, Ouyang
Ih?ih dan Siang Ko?ji segera ikut berhenti, mereka berpaling
kearah Pek Jau-hui, ingin minta petunjuk pemuda itu.
Namun sewaktu mereka berpaling lagi, dijumpai Pek Jau-hui sudah
berada dalam kepungan, Beng Khong?khong dan Biau Pat-hong yang
baru meluncur turun dari wuwungan ruah telah bergabung dengan
Tiau Lan?yong, Siau Pek, Coa Siau?tau, Siau Ngo, Tiau
Lian-thian dan Phang Ciam.untuk mengepung rapat sang pemuda.
Delapan raja langit dengan sembilan bilah golok.
Pek Jau-hui tertawa tergelak, tanyanya:
"Diantara kalian, permainan golok siapa yang paling Cepat?"
Semua orang berpaling kearah Phang Ciam.
Diantara kelompok delapan orang, Phang Ciam berperawakan paling
kecil dan pendek, tapi dia justru paling hebat.
Ilmu andalannya adalah Ngo-hau-toan?bun?to, ilmu golok lima
harimau memotong pintu. Ilmu golok lima harimau memotong pintu memang merupakan ilmu
golok yang paling mematikan dalam dunia persilatan, ilmu golok
yang bisa memotong semua pintu kehidupanmu.
Sementara ilmu golok lima harimau yang dipelajari Phang Ciam
termasuk ilmu golok yang paling mematikan, ilmu golok pemutus
sukma. Dengan sekali tebasan goloknya, dia sanggup memotong pintu
kehidupan seseorang, bahkan kehidupan satu keluarga besar.
"Kau paling Cepat?" dengan wajah riang kembali Pek Jau-hui
bertanya, "lantas siapa yang paling telengas?"
Siau Ngo tertawa dingin. "Langit terbuka" dan "bui terpencil" memang dua nama yang
indah, namun bila digunakan ditubuh seseorang, maka langit
terbuka dan bui terpencil akan menjadi satu siksaan yang
teramat keji, yang bikin orang mau kabur ke langit atau masuk
ke dalam bumi pun tak bisa.
Seandainya ilmu golok miliknya tidak telengas, Tio Thian-yong
tak akan kehilangan tangan dan kaki sebelah hanya dalam sekali
tebasan. "Bagaimana dengan kau?" kali ini Pek Jau-hui bertanya kepada
Siau Pek, "konon ilmu golokmu paling susah diduga dan
dibendung?" Siau Pek dari Siang?yang tidak berbicara, dia tidak menjawab,
bahkan mata pun tidak berkedip, tentu saja ilmu goloknya yang
paling susah diduga, paling susah dibendung.
Ilmu goloknya sama sekali tidak memberi kesan kepada orang lain
bahwa dia hendak membunuh, bahkan seakan sedang menyapa mu
dengan wajah penuh senyuan, menggenggam tanganmu dengan mesra,
memelukmu dengan penuh kehangatan.
Bab 32. Sembilan bilah golok milik delapan raja langit.
Liam Wan selalu bersikap malu malu.
Tapi kini, dalam pandangan para jago yang hadir, Liam.Wan
justru merupakan seorang manusia yang keji dan jahat.
Malu beda sekali dengan keji, karena hal ini merupakan dua hal
yang berbeda. Tapi mengapa orang yang diwaktu biasa dianggap para jago
sebagai orang yang malu malu, tapi sekarang justru dianggap
sebagai manusia kejam berhati buas?
Mungkin memang begitulah kejadian di dunia ini: dua hal yang
tampaknya saling bertolak belakang, seringkali justru berkumpul
jadi satu, seperti api dan air, langit dan bumi, kesetiaan dan
penghianatan, orang baik dengan orang jahat, malah ada yang
percaya, bila sejak langkah pertama kau berjalan menuju ke
kanan, suatu saat, suatu hari kau akan berjalan keluar dari
sisi kiri. Percayakah? Liam Wan berkata pula: "Bila kau ikut mencampuri urusan ini, dikemudian hari pasti
akan menyesal." Lalu tegasnya sekali lagi:
"Kau akan menyesal sekali."
"Aku paling suka melakukan pekerjaan yang bisa menimbulkan
penyesalan dikemudian hari," jawab Pek Jau-hui tertawa, "aku
memang spesial melakukan pekerjaan yang bisa menimbulkan
penyesalan." "Sebagai orang hidup, kita tidak harus selalu melakukan
perbuatan benar, bila setiap persoalan diselesaikan tanpa
penyesalan, lalu darimana munculnya kesenangan dan daya tarik?"
bagaikan sedang menasehati anaknya, Pek Jau-hui berkata kepada
Liam Wan, "banyak orang bilang, apa yang pernah dilakukan pada
masa lalu, tak akan disesalkan, itu omong kosong, penegasan
semacam ini hanya menandakan kalau orang itu tak pernah sadar,
atau tak pernah mengalami kemajuan. orang yang tidak maju mana
mungkin mengerti soal penyesalan? Lagipula meski seseorang
telah menyesal, tapi dia ngotot tak mau mengakuinya, malah
sengaja mengatakan kalau dia tak pernah menyesal, itu namanya
menipu diri sendiri, apa yang bisa kau perbuat terhadap orang
semacam ini?" Kemudian dengan nada riang tambahnya:
"Nasehatku telah usai, nah sekarang, biarkan aku merasakan
penyesalan itu." "Kau ingin jadi seorang thayhiap?" sinar mata Liam Wan makin
benci. "Hahaha, apa jeleknya menjadi seorang thayhiap?" Pek Jau-hui
tertawa terbahak, "padahal ada sementara orang tak berani atau
tak mampu menjadi seorang pendekar besar, walau sesungguhnya
dia sangat menginginkan."
Kemudian sambil mengerdip kearah Liam.Wan, tambahnya:
"Kau adalah salah satu diantaranya."
Liam Wan tertawa dingin. "Siapa bilang aku bukan? Memangnya kesetiaan dan kemampuan
seseorang harus diukir diwajahnya?"
"Kalau bisa demikian, lebih bagus lagi." Pek Jau-hui tetap


Pedang Amarah Serial Pendekar Sejati Karya Wen Rue An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tampil riang, "jika baik jahat nya seseorang bisa terukir di
wajah masing masing, hal ini akan menggampangkan semua orang
untuk memberikan penilaian."
"Sayang diwajahmu tidak ada ukiran huruf pendekar."
"Tapi kau sudah memperlihatkan kekejamanmu, memperlihatkan
sepasang tanganmu yang penuh berpelepotan darah."
"Darah?" Liam Wan segera menuding ujung saku Pek Jau-hui,
"memangnya ditubuhmu tak berpelepotan darah? Padahal yang
berbeda adalah ada sementara orang yang menyembunyikannya, tapi
ada orang lain yang berani terang terangan."
Ditepi saku baju Pek Jau-hui memang masih ada sisa darah, malah
darah itu belu sempat mengering.
Kali ini Pek Jau-hui menarik wajahnya, dengan suara dalam dan
berat katanya: "Kau pasti sudah menyebabkan orang lain mengucurkan banyak
darah bukan? Sekarang tiba giliranmu, biar kubuat darahmu pun
ikut mengalir keluar....."
Cepat Liam Lau maju selangkah sambil mencegah:
"Pek kongcu, buat apa musti berbuat begitu . . . . . . ..
"Asal kau serahkan obat penawar racun, maka semuanya jadi
beres . . . . . .." II "Apa gunanya kau minta obat penawar racun?" seru Liam Lau
jengkel, "memang betul obat Ko?ki?cun bisa mengobati racun
Ngo?ma-Cong, namun tak sanggup memangkas akarnya, mereka masih
harus minum obat secara rutin, bahkan masih membutuhkan obat
obatan lain untuk memunahkannya."
"Sekarang serahkan dulu obat Ko-ki?cun kepadaku, urusan lain
dibicarakan dikemudian hari." Potong Pek Jau-hui hambar.
Dengan kepala tertunduk Liam Lau termenung mempertimbangkan
sejenak, lalu sambil angkat kepala tegasnya:
"Jadi Pek kongcu benar?benar ingin mencampuri urusan ini?"
"Betul." Kembali Liam Lau tampak sangsi, sekali lagi dia bertanya:
"Kau benar?benar tidak takut akibatnya dikemudian hari?"
"Betul." "Tapi . . . . .. tapi mengapa . . . . . . . . .." Liam Lau masih ragu.
"Kita semua adalah umat persilatan, tidak baik kalau saling
membunuh," ujar Pek Jau-hui tegas, "seandainya harus
diselesaikan dengan senjata, semua harus dilakukan secara adil
dan mengikuti peraturan, tidak boleh menggunakan Cara rendah
dan demikian keji untuk memenangkan keinginanmu!"
"Bagus!" teriakan memuji segera bergema dalam ruang gedung.
"Tepat sekali perkataan itu!" sambung suara perempuan lain.
Tentu saja dua orang yang barusan berteriak tak lain adalah Tan
Put?ting serta Hong Put?pat.
"Apanya yang bagus?" seru Liam Wan dengan suara bancinya,
"kelihatannya kalian berdua sudah melupakan siksaan yang
barusan dialami?" II "Bajingan Liam, umpat Hong Put?pat penuh amarah, "kau boleh
saja menyiksa lonio, tapi jangan harap bisa memaksa aku untuk
menghargai manusia dungu macam kau."
Liam Wan melotot kearahnya, alis matanya berkilat, diantara
kerutan alis mata itu, wajahnya segera memperlihatkan mimik
sesat yang mengerikan. Susah dipercaya mimik sesat yang begitu
menjijikkan bisa tampil diwajah seorang lelaki.
Kalau bisa, Liam Wan ingin sekali segera turun tangan, dia
mulai menatap Pek Jau-hui. Tidak jelas apakah waktu itu Pek
Jau-hui pun sedang memandang kearahnya.
Pek Jau-hui seolah tidak melihat apa apa, seolah tidak
memandang siapa pun. Pada akhirnya Liam Wan tidak jadi bergerak.
Liam Lau memandang Liam Wan sekejap, lalu memandang pula kearah
Pek Jau-hui, akhirnya dia berkata:
"Pek kongcu, memandang wajahmu, biar kuserahkan obat penawar
itu." Seraya berkata, tangannya mulai merogoh ke dalam saku.
"Tunggu sebentar." Mendadak Pek Jau-hui mencegah.
Liam Lau saling bertukar pandangan sekejap dengan Liam Wan,
dengan keheranan tanya Liam Lau:
"Jadi Pek kongcu sudah tidak menghendaki obat penawar racun
itu?" "Yaa, karena obat yang kau serahkan sekarang sudah pasti bukan
obat penawar racun." Jawab Pek Jau-hui dengan mata berkilat.
Senyuman itu mengandung arti yang sangat dalam, seolah dia
mentertawakan kedunguan orang, yang ingin membohongi dirinya
dengan begitu saja. "Coba bayangkan," ujarnya lagi sambil tertawa, "apabila kau
berniat memberikan obat penawar racun kepadaku, kenapa secara
diam.diam.memberi tanda kepada Pat?toa?thian?ong untuk mengatur
barisan pembunuh?" Begitu perkataan Pek Jau-hui itu dilontarkan, hubungan pun jadi
retak, Liam Wan dan Liam Lau segera mundur dari dari lapangan,
sementara Ouyang Ih?ih dan Siang Ko?ji mengawasi ketat gerak
gerik kedua orang itu. Tiba tiba Liam.Lau dan Liam Wan menghentikan langkahnya, Ouyang
Ih?ih dan Siang Ko?ji segera ikut berhenti, mereka berpaling
kearah Pek Jau-hui, ingin minta petunjuk pemuda itu.
Namun sewaktu mereka berpaling lagi, dijumpai Pek Jau-hui sudah
berada dalam kepungan, Beng Khong?khong dan Biau Pat-hong yang
baru meluncur turun dari wuwungan ruah telah bergabung dengan
Tiau Lan?yong, Siau Pek, Coa Siau?tau, Siau Ngo, Tiau
Lian-thian dan Phang Ciam.untuk mengepung rapat sang pemuda.
Delapan raja langit dengan sembilan bilah golok.
Pek Jau-hui tertawa tergelak, tanyanya:
"Diantara kalian, permainan golok siapa yang paling Cepat?"
Semua orang berpaling kearah Phang Ciam.
Diantara kelompok delapan orang, Phang Ciam berperawakan paling
kecil dan pendek, tapi dia justru paling hebat.
Ilmu andalannya adalah Ngo-hau-toan?bun?to, ilmu golok lima
harimau memotong pintu. Ilmu golok lima harimau memotong pintu memang merupakan ilmu
golok yang paling mematikan dalam dunia persilatan, ilmu golok
yang bisa memotong semua pintu kehidupanmu.
Sementara ilmu golok lima harimau yang dipelajari Phang Ciam
termasuk ilmu golok yang paling mematikan, ilmu golok pemutus
sukma. Dengan sekali tebasan goloknya, dia sanggup memotong pintu
kehidupan seseorang, bahkan kehidupan satu keluarga besar.
"Kau paling Cepat?" dengan wajah riang kembali Pek Jau-hui
bertanya, "lantas siapa yang paling telengas?"
Siau Ngo tertawa dingin. "Langit terbuka" dan "bui terpencil" memang dua nama yang
indah, namun bila digunakan ditubuh seseorang, maka langit
terbuka dan bui terpencil akan menjadi satu siksaan yang
teramat keji, yang bikin orang mau kabur ke langit atau masuk
ke dalam bumi pun tak bisa.
Seandainya ilmu golok miliknya tidak telengas, Tio Thian-yong
tak akan kehilangan tangan dan kaki sebelah hanya dalam sekali
tebasan. "Bagaimana dengan kau?" kali ini Pek Jau-hui bertanya kepada
Siau Pek, "konon ilmu golokmu paling susah diduga dan
dibendung?" Siau Pek dari Siang?yang tidak berbicara, dia tidak menjawab,
bahkan mata pun tidak berkedip, tentu saja ilmu goloknya yang
paling susah diduga, paling susah dibendung.
Ilmu goloknya sama sekali tidak memberi kesan kepada orang lain
bahwa dia hendak membunuh, bahkan seakan sedang menyapa mu
dengan wajah penuh senyuan, menggenggam tanganmu dengan mesra,
memelukmu dengan penuh kehangatan.
Terhadap manusia semacam.ini, bagaimana mungkin kau bisa
menghadapinya? Menghadapi tebasan golok semacam ini, siapa yang bisa menduga?
Siapa yang bisa menyangka?
"Dia paling keji." Ujar Pek Jau?hui sambil menuding Siau Ngo,
lalu kepada Biau Pat-hong tambahnya, "dan kau paling telengas."
Biau Pat-hong memang telengas, goloknya lentur bahkan gumpil
tidak rata, malahan sudah berkarat disana sini.
Dilihat sepintas lalu, goloknya tidak jauh berbeda dengan golok
kayu bakar yang kuno dan tak berguna.
Ilmu golok yang paling dia andalkan disebut Pat-hong-
cong-to?si, delapan jurus sembunyikan golok di delapan penjuru.
Jurus pamungkas biasanya merupakan jurus simpanan yang sangat
mematikan bagi lawan, namun jurus pamungkasnya bukan termasuk
jurus "serangan", melainkan golok "tersembunyi".
Golok tersembunyi adalah jurus pertahanan, lalu bagaimana
mnngkin bisa berubah jadi jurus pamungkas yang bisa merenggut
nyawa musuh? Jurus pamungkas bisa sangat mematikan dikarenakan dia telengas,
dia tega. Biau Pat-hong bukan saja memiliki ilmu golok yang telengas,
diapun seorang yang tega, seorang yang telengas. Dia adalah
seorang anak yang tega membunuh ayah sendiri gara gara sang
ayah enggan mewariskan ilmu golok kepadanya.
Diapun tega membunuh putra sendiri karena kuatir sang anak
mengikuti jejaknya, merebut ilmu golok yang luar biasa itu dari
tangannya. Sorot mata Pek Jau?hui yang tajam kembali bergerak, terakhir
dia menatap Coa Siau?tau sambil berkata:
"Kau aneh." "Kalau aku tidak aneh, siapa yang aneh?" sahut Coa siau?tau
dengan suara lantang. Manusia ini memang aneh bentuknya, dia berkepala besar, gemuk,
jelek lagi goblok, tapi goloknya justru kecil, tipis dan
lembut, sebilah golok yang mengenaskan.
Namun golok yang mengenaskan itu justru telah membuat banyak
orang menjadi sukma gentayangan, sukma yang mengenaskan,
menciptakan banyak perempuan jadi janda, banyak anak jadi yatim
piatu. Kini Pek Jau?hui berpaling kearah Tiau Lian?thian, katanya
sambil tertawa: "Bila berbicara soal keindahan ilmu golok, tentu ilmu golokmu
yang terhitung paling indah."
"Tentu." Jawab Tiau Lian-thian.
Begitu indah ilmu goloknya hingga mirip sebuah impian. Impian
memang bukan kenyataan, mirip bianglala berwarna warni.
Tatkala kau terkaget dan mendusin dari impianmu, saat itulah
sang golok telah menggaet pergi nyawamu dari dalam.raga.
"Sisanya, kaulah yang paling bagus, dia paling tidak terduga."
"Kau!" yang dituding adalah Tiau Lan?yong.
Delapan belas jurus barisan hujan nya diakui umum sebagai inti
dari sebuah ilmu golok, merupakan karya luar biasa dalam ilmu
golok, merupakan hasil ciptaan manusia yang amat sempurna.
Tiada orang yang tidak mengakui akan hal ini.
Oleh karena itu kalau berbicara soal ilmu golok, Tiau Lan?yong
boleh dibilang terbagus. Sementara Beng Khong?khong terhitung orang yang paling susah
ditebak, sebab dia jarang turun tangan, terlebih menggunakan
golok. Cukup berbicara dari pamor dan nama, leluhurnya Beng Siang?hong
dan Khong Piat-li masih jauh ketinggalan dibandingkan ketenaran
nama si raja golok Tiau Ciu-sit, ayah Tiau Lan?yong.
Akan tetapi ilmu golok yang dipelajari Beng Khong?khong telah
mencakup seluruh kelebihan dari keluarga Beng serta keluarga
Khong, berhasil membuka suasana baru bagi kedua keluarga itu.
Diantara jago golok kenamaan di kota Kay?hong, jelas dia
menempatkan diri sebagai pimpinan.
Tak ada orang yang berani menantangnya berduel, tak seorang pun
berani memperebutkan posisi pimpinan dengan dirinya.
Dari sini dapat diketahui betapa sulitnya untuk menduga
kemampuan ilmu golok milik Beng Khong?khong.
Bahkan Pek Jau?hui sendiri pun menaruh perasaan was was
terhadap dirinya. Akan tetapi sikap Pek Jau?hui saat ini terlihat begitu ringan,
begitu santai. Sedemikian santainya hingga tidak mirip dia
sedang berhadapan dengan delapan orang musuh tangguh.
Yaa, delapan orang jago tangguh yang bersatu untuk menghadapi
dirinya. Sementara Pek Jau?hui sendiri seakan sedang menikmati delapan
lembar lukisan, dia sedang memberi penilaian lukisan mana yang
bagus, lukisan mana yang indah . . . . . .. pada hakekatnya dia sama
sekali tidak pandang sebelah matapun terhadap musuh musuhnya
itu. Atau dengan perkataan lain: dalam pandangannya, ke delapan
orang itu tak jauh berbeda dengan delapan lembar lukisan,
karenanya dia memberi penilaian dengan begitu santai, begitu
ringan. Padahal didalam.kenyataan, bukan delapan lembar lukisan yang
sedang dia hadapi, melainkan delapan manusia tangguh.
Sikap Pek Jau?hui terhadap mereka boleh dibilang merupakan satu
penghinaan. Oleh sebab itu tatkala mereka mendengar Pek Jau?hui kembali
bertanya: "Coba kalian tebak, diantara kamu berdelapan, siapakah yang
akan memanfaatkan kesempatan untuk melancarkan serangan
terlebih dulu . . . . . ..?"
Belum.selesai perkataan itu diucapkan, serentak mereka sudah
turun tangan bersama. Diantara ke delapan orang itu, akhirnya siapa yang turun tangan
lebih dahulu? Atau mereka turun tangan bersama?
Banyak orang ingin tahu, mereka ingin mendapat jawaban yang
pasti. Sebab dalam menghadapi manusia sebangsa Pek Jau?hui, siapa yang
berani menyerang paling dulu, tak disangkal dialah sang
penantang yang bernyali luar biasa.
Maka semua orang mulai mengikuti jalannya pertarungan dengan
seksama, sayang tak seorang pun yang tahu jawabannya.
Dalam waktu yang relatip singkat, sembilan bilah golok dengan
kecepatan dan sudut yang paling luar biasa bersama sama
membacok tubuh Pek Jau?hui dari posisi yang paling menakutkan,
paling sukar ditangkis, paling istimewa, paling keji, paling
telengas dan paling menegangkan hati.
Kemudian . . . . . .. Tak dapat diragukan lagi, pertarungan ini merupakan pertarungan
yang paling penting. Semua orang tahu, Ong Siau?sik pernah bertarung melawan
Pat?toa?thian?ong sewaktu berada di pesanggrahan Jau?sik?cay,
waktu itu Ong Siau?sik manfaatkan medan dan posisi rumah untuk
tidak memberi peluang ke delapan orang itu maju bersama, dia


Pedang Amarah Serial Pendekar Sejati Karya Wen Rue An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

biarkan mereka berdelapan menerobos masuk ke balik pintu satu
per satu sehingga secara mudah berhasil menjebol barisan
mereka. Baru saja peristiwa itu terjadi, beritanya sudah tersebar luas
diseluruh kotaraja. Ong Siau?sik dengan andalkan golok dan pedang ternyata berhasil
mengalahkan delapan raja golok yang tersohor, jelas kejadian
ini merupakan sebuah peristiwa besar dalam dunia persilatan.
Delapan raja golok pernah turun tangan bersama, tapi mereka
harus mengalami kekalahan yang tragis.
Padahal Goan Cap?sa-han pernah berkata begini:
"Jika delapan golok bersatu padu, tiada tandingan dikolong
langit" Tampaknya ucapan tersebut sudah tak dapat dipertahankan lagi.
Itulah sebabnya dalam pertarungan kali ini, delapan raja golok
tak boleh kalah lagi. Tentu orang boleh kalah satu kali, dua kali, tiga kali, tapi
kemenangan harus tetap diraih, bahkan kemenangan terakhir atau
kemenangan dalam semangat pun harus diperoleh, sebab semua itu
tetap merupakan semacam kemenangan.
Setelah menang boleh saja kalah lagi. Tentu setelah kemenangan
yang satu, kau bisa meraih kemenangan berikut, bila menang
terus tiada putusnya. Namun bagi sang jago yang bertarung, kau tak bisa kalah melulu,
kalau setelah kalah lagi lagi menderita kekalahan, nama dan
reputasi mungkin masalah kedua, yang pasti kau akan kehilangan
rasa percaya diri, kehilangan keyakinanmu, khususnya bagi
seorang pejuang, bila skor kekalahannya bertambah banyak,
semangat juangnya pasti akan semakin luntur.
Bagi seorang pejuang yang sudah kehilangan semangat juangnya,
hal ini sama artinya kalau dia adalah seorang manusia yang
kehilangan percaya diri, tanpa harus bertarung pun dia sudah
kalah. Bagi seorang asor yang ingin membuktikan dirinya bukan sang
pecudang, hanya bertarung lagi merupakan satu satunya jalan
baginya. Sebab itulah delapan raja golok sudah tak boleh kalah lagi.
Tapi bagi umat persilatan yang hadir dalam ruang gedung, Pek
Jau?hui terlebih tak boleh kalah.
Pek Jau?hui sudah menjadi bintang penolong mereka, satu satunya
bintang penolong. Jika Pek Jau?hui kalah, nasib mereka semua pun ikut habis.
Padahal dalam satu pertarungan, semenjak awal, siapapun tak
ingin kalah, siapapun ingin memenangkan pertarungan.
Sesaat sebelum "kemudian", tentu Un Bong?seng ikut pula
mengawasi seluruh situasi dalam medan pertarungan.
Biarpun dia merasa menyesal karena tak dapat membantu, namun
bagaimanapun juga dia tetap anggota persilatan, baginya
pertarungan ini bukan hanya menyangkut keselamatan tapi juga
memancing keheranan dan rasa ingin tahunya.
Dengan cara apa Pek Jau?hui akan menghadapi pertarungan ini?
Bagaimana hasil akhir pertarungan tersebut? Tentu diapun
berharap kemenangan berada dipihak Pek Jau?hui. Namun bahkan
dirinya pun sedikit tak bisa menerima suatu "kemenangan"
semacam ini. Delapan bilah golok telah melancarkan serangan bersama, Pek
Jau?hui tertawa keras, tiba tiba jari tangannya menyodok jidat
Beng Khong?khong. Disusul kemudian terlihat tubuh Beng Khong?khong mencelat ke
tengah udara. Begitu barisan delapan orang jebol, Pek Jau?hui segera
manfaatkan kesempatan itu untuk merangsek masuk.
Waktu itu Liam Lau dan Liam.Wan sedang siap bertarung melawan
siang Ko?ji dan Ouyang Ih?ih, belum sempat mereka berbuat
sesuatu, jari tangan Pek Jau?hui sudah menempel diatas kening
Liam Wan sambil menghardik:
"Mana obat penawarnya?"
Menyusul kemudian pertarungan pun berakhir.
Pek Jau?hui telah memenangkan pertarungan itu.
Semestinya Un Bong?seng merasa puas dan girang atas hasil
pertarungan ini, tapi dalam detik yang sama, dia justru merasa
bimbang, kebingungan, ragu.
Ini dikarenakan dia tidak paham, tidak mengerti.
Tentu diapun tahu kalau Pek Jau?hui adalah seorang jago
tangguh, akan tetapi Pat?toa?to?ong pun termasuk jago jago
hebat. Bila jago tangguh ingin menangkan jago hebat, jurus serangan
yang digunakan pasti luar biasa, pasti sama sekali diluar
dugaan, tapi tidak sedemikian hebatnya sehingga dia nyaris
tidak mengerti, tidak paham.
Un Bong?seng sendiri termasuk jagoan tangguh, bila jagoan
semacam diapun dibuat tak paham, tolong tanya masih ada berapa
orang lagi dalam arena yang dapat memahaminya?
Hoa Ku-hoat paham. "Pek Jau?hui pasti menang!"
"Pek Jau?hui harus memenangkan pertarungan ini!"
"Pek Jau?hui tak boleh kalah dalam pertarungan penentuan ini!"
"Hanya dengan kemenangan maka dendam sakit hati baru bisa
dibalas!" "Bunuh Pat?toa?thian?ong, bantai Liam Lau dan Liam Wan untuk
balas dendam!" "Betul, dendam sakit hati harus dibalas!"
"Oleh sebab itu Pek Jau?hui harus menang!"
Oleh sebab itulah begitu menyaksikan Beng Khong?khong, salah
satu jago paling tangguh dalam Pat?toa?thian?ong roboh
terjungkal, tentu dia tak paham.mengapa Beng Khong?khong bisa
terjungkal secara tiba tiba, dia sudah bersorak sorai
kegirangan. "Bagus!" Ternyata Pek Jau?hui bukan hanya berhasil menghancurkan barisan
delapan raja golok yang tangguh, pada saat bersamaan diapun
berhasil mematahkan kerja sama Liam Lau dan Liam Wan.
Sekarang Liam Wan sudah jatuh ke tangan Pek Jau?hui, Hoa
Ku?hoat mengerti, inilah saat baginya untuk balas dendam.
Dengan suara yang keras, penuh api dendam, dia berteriak:
"Bunuh bajingan itu!"
Dalam waktu sekejap, aliran darah dalam.tubuhnya mendidih, coba
tubuhnya dapat bergerak, mnngkin Liam Wan sudah mati ribuan
kali ditangannya. Sayang Liam Wan bukan terjatuh ke tangannya.
Bab 33. Membuat perhitungan?
Dengan Cara apa perhitungan itu harus dilakukan?
Liam Wan sudah terjatuh ke tangan Pek Jau?hui.
00000 Sinar mata Liam Wan memancarkan sinar kebencian yang luar
biasa. Kebencian yang bercampur aduk dengan ketidak berdayaan,
marah dan malu. Sama sekali tiada rasa takut, jeri atau patah
semangat. Hoa Ku?hoat masih berteriak tiada hentinya:
"Bunuh dia! Bunuh dia!"
Dia seperti kuatir bila bangsat itu berhasil meloloskan diri
lagi karena kurang berhati hati.
"Asal kau serahkan obat penawar racun, aku segera bebaskan
dirimu." Ucap Pek Jau?hui.
"Tidak boleh . . . . . . .. tidak boleh . . . . . .." jerit Hoa Ku?hoat
setengah histeris. Tentu saja para jago yang berada dalam ruang gedung menganggap
meloloskan diri dari mara bahaya merupakan masalah besar,
mereka mulai tak puas dengan sikap emosional yang diperlihatkan
Hoa Ku?hoat. "serahkan dulu obat penawar racunnya!"
"Asal ada obat penawar racun, dikemudian hari kiita masih dapat
mencarinya untuk membuat perhitungan!"
"Mau dibebaskan, biar saja dibebaskan, cepat atau lambat pasti
ada orang yang akan membereskan dirinya . . . . . .."
Pek Jau?hui masih mengulang perkataannya semula:
"serahkan obat penawar racun, aku segera bebaskan dirimu."
"Waah, sunggguh bergaya kau!" secerca senyuman licik
tersungging menghiasi bibir Liam Wan.
"Apa susahnya membunuh dirimu...." jengek Pek Jau?hui hambar.
"Tunggu, tunggu, serahkan saja obat penawar itu kepadanya."
Buru buru Liam Lau mencegah.
Dengan penuh kebencian Liam Wan melotot sekejap kearah Pek
Jau?hui, kemudian serunya:
"Lepaskan aku lebih dulu, kalau tidak, bagaimana caraku
mengambil obat penawar racun?"
"Jangan kau bebaskan dia, bajingan itu licik." Teriak Hong
Put?pat. Belum selesai teriakan itu, Pek Jau?hui telah membebaskan Liam
Wan sambil berkata sinis:
VAku yakin dia tak akan berani untuk tidak menyerahkan obat
penawar racun." Dengan wajah penuh kebencian Liam Wan membenahi bajunya yang
kusut, diapun tidak berusaha melarikan diri, hanya katanya:
"Benar, aku toh tak bisa untuk tidak memberikan kepadamu."
sambil berkata, tangannya mulai merogoh ke dalam saku.
"Hati hati, dia . . . . . . .." teriak Tan Put-ting pula.
Be1um.sempat menyelesaikan perkataannya, Liam Wan telah
mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna hijau dari dalam
sakunya. "Ko?ki-cun?" berkenyit alis mata Pek Jau?hui.
"Apa perlu dicoba dulu?" ejek Liam Wan sambil tertawa dingin.
Dengan santai Pek Jau?hui membuka kotak itu, dalam kotak
terdapat delapan buah bungkusan kertas kecil.
Pek Jau?hui melubangi salah satu bungkusan itu, dari dalam
segera muncul bubuk berwarna kuning emas.
"Hati hati ditipu!" cepat Un Bong?seng mengingatkan.
Pek Jau?hui menengok sekejap kearah Un Bong?seng, kemudian
gelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya sambil tertawa:
"Memang dia berani?"
Diendusnya bubuk didalam bungkusa kertas itu berapa saat,
kemudian diapun manggut manggut sambil berkata:
"Ehm, betul, memang Ko?ki?cun, sayang jumlahnya tidak cukup."
"Kami Cuma punya segitu, mau minta lebih juga tak ada gunanya."
Kata Liam Wan sambil tertawa dingin, "ko-ki-cun sudah menjadi
tanaman langka, hanya dalam istana Coa thaysu masih tertanam
seribu dua ratus enam puluh satu batang, kalau ingin lebih,
minta saja kepada dia."
"Bicara dari hubungan baikku dengan thaysu, tidak sulit bagiku
untuk minta langsung kepadanya." Sahut Pek Jau?hui hambar.
Lalu kepada para jago, serunya lantang:
"Aku sudah berjanji untuk mengampuni jiwa mereka, sekarang
merekapun sudah menyerahkan obat penawar racunnya, aku harap
cuwi sekalian bisa maklu, jangan biarkan aku menjadi seseorang
yang ingkar janji." Waktu itu, konsentrasi semua orang hanya tertuju pada obat
penawar racun, serentak merekapun berseru:
"segala sesuatunya, silahkan Pek loucu mengambil keputusan."
"Pek kongcu adalah tuan penolong kami, apapun keputusanmu pasti
akan kami dukung." "Sampah masyarakat semacam ini tidak gampang bagi mereka untuk
hidup, biarpun dilepas hari ini, bukan berarti mereka bisa
hidup sampai esok. Lepaskan saja dulu."
"Bila dia dibebaskan, memangnya kematian orang orang ini hanya
kematian sia sia?" teriak Hoa Ku?hoat dengan suara parau.
Mengutamakan situasi pada umumnya, cepat Un Bong?seng berseru:
"Loji, seluruh anak buah perkumpulan kita berdua tak bisa
dibiarkan musnah ditempat ini, apalagi kita tak bisa tidak
pedulikan keadaan serta keselamatan para sahabat yang datang
menyampaikan selamat."
"Balas membalas mau berlangsung hingga kapan?" kata Pek Jau?hui
pula, "lebih baik kalian mnlai hitung untung ruginya, kini obat
pemunah tak cukup jumlahnya, yang bisa dilakukan hanya
memunahkan sebagian racun dari tubuh kalian. Tapi kalian tak
usah kuatir, obat pemunah berikut serahkan saja kepadaku,
paling tidak aku pasti akan minta Coa thaysu untuk memberikan
satu pertanggungan jawab kepada kalian semua."
Dengan perkataan itu, sama artinya kalau dia yang akan
menanggung keselamatan semua jago disitu, membuat siapapun yang
mendengar jadi lega dan terhibur.
"Pek lotoa, kalau begitu kami andalkan kau untuk selamatkan
nyawa kami semua." Seru orang orang itu.
"Pek kongcu, terserah apa pun yang hendak kau lakukan!"
"Pek Jau?hui, kami berhutang nyawa kepadamu!"
"Perhitungan? Bagaimana cara membuat perhitungan ini?" gumam
Hoa Ku?hoat. Baru saja Un Bong?seng akan membujuk lagi, Hoa Ku?hoat sudah
angkat kepala sambil berkata:
"Baik, memandang wajah Pek Hu?loucu, hari ini kami perkumpulan
Hoa dan perkumpulan Bong tidak akan mempersulit Liam Lau, Liam
Wan serta delapan raja golok. Tapi asal mereka sudah melangkah
keluar dari pintu ini, dikemudian hari, kami akan selesaikan
masalah hari ini dengan pertarungan hingga mati."
Perkataan dari Hoa Ku?hoat ini disampaikan dengan menahan rasa
malu dan dendam.yang luar biasa. dia telah mendahulukan
kepentingan umnm daripada kepentingan pribadi.
Coba berganti orang lain, menyaksikan anak kesayangan dan murid
kesayangannya mati secara begitu mengenaskan, sudah pasti
ingatannya telah berubah.
Menyaksikan ketegasan Hoa Ku?hoat dalam.mengambil keputusan,
dalam hati kecil Pek Jau?hui ikut memuji.
Terdengar Hoa Ku?hoat berseru lagi:
"Bebaskan dulu racun da1am.tubuhku."
"Bagaimana kalau kau ingkar janji?" tiba tiba Siang Ko?ji
menyela. Dengan tatapan dingin Hoa Ku?hoat memandangnya sekejap, lalu
sindirnya: "Tampaknya kau seperti kuatir aku tidak melepaskan Liam Lau dan
Liam.Wan?" ?Aku tak punya urusan dengan Liam Lau maupun Liam Wan." Jawab
Siang Ko?ji santai, "tapi aku tak ingin melihat ada orang
memaksa Pek hu-loucu kami ingkar janji."
?Aku tak akan ingkar janji." Seru Hoa Ku?hoat.
"Bagus," kata Pek Jau?hui kemudian, "bebaskan dulu racun dari
tubuhnya." sambil berkata, dia serahkan sebungkus bubuk obat ke tangan
Ouyang Ih?ih. Dengan membawa bubuk obat itu, Ouyang Ih-ih menuju ke hadapan
Hoa Ku?hoat, mnla mula dia membiarkan orang tua itu mengendus
bubuk obat itu berapa kali, lalu dengan ludah dia basahi ujung


Pedang Amarah Serial Pendekar Sejati Karya Wen Rue An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telunjuknya, setelah itu mengurut jalan darah thay?yang-hiat
dikiri kanan keningnya kuat kuat.
Hoa Ku?hoat pejamkan mata rapat rapat, otot hijau pada kedua
jidatnya terlihat menonjol keluar.
Mampukah Ko?ki-cun memunahkan racun Ngo-ma-Cong? Kabar berita
yang beredar selama ini hanya dongeng, karena belum pernah ada
orang yang benar benar terkena racun itu, jadi tentu saja belum
pernah ada orang yang mengetahui kasiat ko-ki-cun yang
sebenarnya. Tak heran kalau semua orang menanti dengan perasaan tegang.
Andaikata obat Ko?ki-cun mampu memunahkan racun ngo?ma?cong,
maka dua jam kemudian kasiat obat tersebut dapat menembusi
pek?hwee, dengan begitu ke empat anggota badanpun dapat
digerakkan kembali, namnn orang tersebut akan berubah jadi
orang gila, orang gila yang tidak kenal dengan sanak keluarga
sendiri. Sebaliknya bila obat ko-ki-cun yang diberikan Liam Wan tidak
asli, maka keadaan Hoa Ku?hoat akan menjadi semakin berbahaya.
Jika Hoa Ku?hoat dapat dipunahkan racunnya dengan obat
tersebut, paling tidak nyawa para jago bisa diselamatkan
sementara Waktu, bila sebaliknya, maka mereka semua akan
menjadi domba sembelihan.
Menjadi orang yang disandera memang tidak enak, sangat
menyiksa. semua orang yang pernah jadi pecundang pasti mengetahui akan
hal ini, kau boleh keras tapi jangan mudah patah. Tentu mereka
pun tak ingin orang lain mengetahui kalau mereka adalah seorang
pecundang, atau mengetahui kalau kau sedang berada dalam
kondisi lemah. Bila sampai begitu, kau akan dihina orang, dicampakan orang,
tidak dipandang sebelah mata oleh orang lain, bahkan orang
orang dibawah kemampuan mu pun pasti akan berusaha untuk
menginjak badanmu. Oleh karena itu bila seseorang harus roboh, dia harus mampu
segera merangkak bangun, biar tak sanggup merangkak pun, dihati
kecilnya harus tetap menganggap bahwa dirimu telah merangkak
bangun. Selama tidak dikuasahi orang lagi, bukan jadi sandera orang
lain. Paling tidak harus berusaha menghindar, agar tidak disandera
orang. Sayang para jago yang hadir dalam gedung masih dikendalikan
orang. Terkendali oleh racun yang mengeram dalam tubuh mereka.
Satu satunya orang yang sanggup memunahkan racun itu adalah
Liam.Wan. Kini Liam Wan sudah terjatuh ke tangan Pek Jau?hui.
Bagaimana nasib Hoa Ku?hoat?
Nasib Hoa Ku?hoat tidak jauh berbeda dengan nasib para jago
dalam gedung, semua tergantung apakah obat Ko?ki?cun benar
benar Ko?ki?cun yang asli.
Yang menjadi persoalan sekarang: mampukah Ko?ki?cun
menyembuhkan pengaruh racun Ngo-ma?cong?
Alhasil: begitu selesai meneguk bubuk obat itu, Hoa Ku?hoat
roboh terjungkal ke tanah.
Roboh terkapar, terkapar diatas lantai . . . . . ..
Menyusul kemudian tubuhnya melejit bangun, dia sudah pulih
kembali kesehatannya. Pekerjaan apa yang pertama-tama ingin dia pikirkan?
Apakah balas dendam? Pekerjaan apa yang pertama-tama ingin dia kerjakan?
Apakah membunuh? Seringkali orang ingin sekali melakukan pekerjaan yang ingin
dia lakukan, tapi seringkali dia hanya bisa mengerjakan apa
yang bisa dia lakukan. Selama ini Hoa Ku?hoat harus menahan malu, dendam dan amarah
yang membara, kini kekuatan tubuhnya telah pulih, lalu apa yang
ingin dan bisa dia lakukan sekarang?
Tentu saja pergi membunuh orang.
Tapi yang dibunuh bukan Liam Wan, juga bukan saudaranya, Liam
Lau. Bahkan bukan pula Pat-toa?thian?ong.
Ternyata yang dibunuh adalah murid kesayangannya, Tio
Thian-yong serta putra kesayangannya Hoa Cing?cho.
Dia telah membunuh putra sendiri, membunuh pula murid
kesayangannya yang disaat kritis masih berusaha merebut kembali
nama baik perguruannya. Mereka berdua adalah orang yang paling tak ingin dibunuh, tapi
harus dihabisi secepatnya.
Begitulah manusia, selalu melakukan perbuatan yang tidak dia
senangi. Manusia pun selalu ingin melakukan perbuatan yang sebetulnya
tak mungkin bisa dia lakukan.
Tio Thian-yong mati dengan sangat tenang.
Sejak awal dia sudah tahu kalau dirinya tak mungkin bisa hidup,
sekalipun masih bisa hidup, kehidupan itu pasti jauh lebih
menyiksa daripada mati. Kalau hidupnya jauh lebih enak mati, tentu saja dia lebih
memilih kematian. Setelah berada dalam situasi seperti ini, dia hanya ingin mati
cepat, mati yang sempurna.
Hoa Ku?hoat memang menghantar kematiannya dengan cepat dan
sempurna. Berbeda dengan Hoa Cing?cho, dia masih muda, masih belum hidup
cukup, bahkan belum pernah betul?betu1 menikmati hidup.
Sekarang dia sudah "dipermak" hingga tidak berwujud manusia
lagi, tapi dia masih menyimpan secerca harapan, berharap ada
orang menolongnya. Sekarang, benar-benar muncul orang yang akan menolongnya,
walaupun dalam kondisi tersiksa dan menderita, namun ingatan
dan pikirannya masih jernih, dia berharap ada orang yang bisa
"menyempurnakan" dirinya kembali.
Sayang Hoa Ku?hoat tidak berpendapat demikian, dia adalah
seorang "jago kawakan".
Seringkali, seorang "jago kawakan" bisa diartikan sebagai
seseorang yang sudah memahami benar mana yang asli, mana yang
palsu sehingga dia tak perlu lagi membedakan antara asli dan
palsu. Dalam sekilas pandang, Hoa Ku-hoat sudah tahu kalau Hoa
Cing-cho sudah habis. Memang begitulah kenyataannya.
Biarpun dia enggan menerima hal tersebut sebagai kenyataan,
namun bagaimana pun juga, memang itulah kenyataan yang ada.
Tidak mungkin lagi buat Hoa Cing?cho untuk hidup lebih jauh.
Karenanya dia hanya bisa membiarkan putra kesayangannya itu
mati dengan cepat, mati dengan sempurna.
Hanya menyudahi kehidupannya, dia baru bisa membantu putranya
mengurangi penderitaan serta siksaan yang dialami.
oleh sebab itu begitu bisa turun tangan, Hoa Ku?hoat membunuh
Tio Thian-yong dan Hoa Cing?cho terlebih dulu.
Dia telah membunuh mereka berdua, dengan tangan sendiri
membunuh murid serta putranya.
Sesaat sebelum cairan darah segar meleleh keluar dari tubuh,
kedua orang itu sudah putus nyawa.
Seorang manusia yang sudah mati, tak mungkin akan menderita
siksaan dan penderitaan lagi.
Yang tersiksa, yang menderita justru orang yang masih hidup.
Darah mengalir keluar dari tubuh sanak keluarganya, bibit
dendam.justru tumbuh dihati sanubarinya.
Mengalir dihati setiap jago yang hadir dalam gedung, mengalir
dihati setiap anggota perkumpulan keluarga Hoa serta keluarga
Bong. Dendam kesumat sedalam samndra.
Kaulah yang telah membunuh kedua orang itu.
Biji mata Hoa Ku-hoat dari putih telah berubah jadi merah,
namun tiada luapan emosi dhmbmik wajahnya, berpaling kepada
Liam Wan, dia hanya berkata:
"Ingat baik baik kejadian hari ini."
"Akan kuingat terus." Jawab Liam Wan tanpa ekspresi, "tiada
orang yang mengetahui lebih jelas ketimbang aku, siapa yang
telah membunuh mereka."
Gerak gerik Hoa Ku?hoat sudah pulih seperti sedia kala, hal ini
membuktikan dua hal: obat yang dia minum memang Ko?ki?cun.
obat Ko?ki?cun mampu memunahkan racun Ngo?ma?cong.
Maka Pek Jau?hui pun segera menurunkan "perintah": bebaskan
racun ngo-ma?cong dari dalam tubuh semua orang.
Caranya: membiarkan semua orang menghisap dulu bubuk Ko?ki?cun,
kemudian mencairkan sedikit bubuk obat itu lalu menggosoknya
keras keras di jalan darah thay-yang?hiat semua orang, dengan
begitu racun akan dipunahkan.
Pek Jau?hui memerintahkan Ouyang Ih?ih dan Siang Ko-ji
melakukan pengobatan. Tentu saja tidak terkecuali Hoa Ku?hoat.
Mula mula ke tiga orang itu memunahkan racun dari tiga orang
lain, kemudian ada enam orang yang mengobati enam orang,
selanjutnya dua belas orang mengobati dua belas orang
korban . . . . . . .. dengan Cara demikian, dalam waktu singkat dua
ratusan orang yang berada dalam ruang telah memperoleh
pertolongan dan terbebas dari pengaruh racun.
Selamatkan nyawa orang memang paling penting.
Diantara sekian banyak orang, pikiran dan perasaan Hoa Ku?hoat
paling gelisah, dia tak rela membiarkan anak muridnya terjatuh
ke tangan orang lain. Pada saat inilah, tiba tiba terdengar seseorang berteriak
lantang: "Jangan terjebak oleh siasat licik kaum durjana!"
orang itu muncul bersama selesainya teriakan bahkan langsung
melancarkan serangan. Sebagian besar jago silat yang hadir dalam ruang gedung
merupakan jago kawakan yang sudah terbiasa menghadapi sapuan
gelombang dahsyat dan lautan minyak mendidih, banyak Cara
pertarungan yang pernah mereka saksikan, namun orang orang itu
yakin tak pernah menjumpai Cara menyerang yang digunakan orang
itu. Seandainya pernah melihat, paling banter hanya pernah melihat
dari satu orang yang sama.
Begitu tampil di arena, dia langsung melancarkan serangan.
Begitu menyerang, kepalan, kaki, sikut, lututnya langsung
digunakan untuk menyerang musuh, bahkan mulut, kepala, perut,
lengan pun ikut berubah jadi senjata.
Dimana bisa menggigit, dia akan menggigit, bisa menumbuk dia
akan menumbuk, tapi semuanya dilakukan dengan gerakan yang
mantab dan disiplin tinggi.
Nyaris orang itu sudah mengeluarkan seluruh kemampuan yang
dimilikinya untuk menyerang seseorang, orang itu adalah Pek
Jau-hui. Begitu menyaksikan jurus serangan yang digunakan, semua yang
hadir dalam ruangan segera tahu siapakah dia.
Tentu saja orang itu adalah pat-toa?thian?ong, sementara jurus
pamungkas yang digunakan tak lain adalah Thian?ong?pat?si,
delapan jurus raja langit.
Pat?toa?thian?ong adalah sahabat karib perkumpulan Hoa maupun
perkumpulan Bong, tapi, mengapa dia mencegah Hoa Ku?hoat
menolong orang? Mengapa dia menyerang Pek Jau?hui habis
habisan? Bahkan menyerang dengan begitu ganas dan mematikan?
Begitu menyerang Pek Jau?hui, Pat?toa?thian?ong langsung
menggunakan delapan jurus raja langit, bahkan delapan jurus
digunakan berbarengan, padahal selama ini, kecuali bertemu
dengan musuh tangguh yang mempunyai dendam kesumat dengannya,
jarang dia mau mengeluarkan lebih dari satu jurus.
Tapi hari ini dia telah gunakan berbarengan untuk menghadapi
Pek Jau?hui. Mungkinkah Pat?toa?thian?ong mempunyai dendam
kesumat sedalam lautan dengan Pek Jau-hui.
Bab 34. Ooh, delapan besar!
Mengapa Pat?toa-thian?ong bisa muncul pada situasi dan kondisi
seperti ini? Mengapa begitu muncul dia langsung berusaha
membunuh Pek Jau?hui? Sebuah pertanyaan yang sederhana, tapi seringkali pertanyaan
yang sederhana justru tidak mudah untuk dijawab.
Misalkan ada orang bertanya: Buat apa manusia hidup di dunia
ini? Setelah mati, kita akan pergi ke mana? Kenapa manusia bisa
dilahirkan? Itu semua merupakan pertanyaan sederhana, tapi tidak mudah
untuk dijawab, bahkan jawaban setiap manusia berbeda satu
dengan lainnya. Ada pula persoalan yang kelihatannya rumit dan susah untuk
dijawab, namun jawabannya justru gampang dan sederhana. Karena
semua persoalan rumit yang terjadi didunia ini, seringkali
bersumber dari sebuah masalah yang sederhana.
seperti contoh sebuah pertanyaan yang sama, ada yang akan
menjawab secara sederhana, tapi ada pula yang menjawab secara
rumit: mengapa manusia harus hidup di dunia ini? Kau bisa saja
menjawab untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab, tapi
kaupun bisa menjabarkan secara panjang lebar.
Tak ada yang tahu mengapa Pat?toa-thian?ong muncul kembali
secara tiba tiba, tak ada yang tahu pula mengapa dia bisa
bermusuhan dengan Pek Jau?hui.
Pat?toa-thian?ong tahu letak permasalahannya dengan sangat
jelas. Masalahnya bukan ada pada dirinya, tapi pada Pek Jau?hui.
Sepintas, persoalan ini kelihatannya amat sederhana, padahal
sangat tidak gampang. Persoalan yang tidak gampang. pasti tidak
mudah pula untuk ditangani.
Pat?toa-thian?ong adalah seorang yang romantis, jago mogor.
Romantis pun terbagi dua: mengaku dirinya romantis atau
romantis memang wataknya.
Mengaku dirinya romantis sesungguhnya tak bisa dibilang
romantis, tapi orang semacam ini selalu membanggakan diri
sendiri dengan mengatakan betapa romantis dirinya.
Manusia kedua adalah wataknya memang romantis, namun dimulut,
kemungkinan besar dia akan menyangkal.
Apa lacur Pat?toa-thian?ong justru termasuk golongan manusia
pertama. Setiap orang tahu kalau istri Pat?toa-thian?ong, Tong Keng?ciu
adalah seorang wanita berparas sangat jelek bahkan galak
setengah mati, apa mau dikata Pat?toa-thian?ong justru ganteng
dan gagah, sama sekali tidak serasi menjadi pendamping Tong
Keng?ciu. Mereka berdua boleh dibilang merupakan pasangan yang sangat
aneh.

Pedang Amarah Serial Pendekar Sejati Karya Wen Rue An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Akan tetapi Tong Keng?ciu mempunyai kedudukan yang tinggi dalam
dunia persilatan, nama besarnya sempat menggetarkan empat
samudra, apalagi dia adalah putri tunggal ketua perkampungan
Ho?han-ceng yang menguasahi jagad.
Tong Keng?ciu sangat mencintai Pat?toa-thian?ong, sebaliknya
Pat?toa-thian?ong pun amat terharu dan terima kasih atas kasih
sayang istrinya. Sayangnya terharu adalah terharu, terharu bukan cinta, bahkan
suka pun belum tentu cinta, apalagi hanya sebatas berterima
kasih. Tong Keng?ciu telah mengerahkan segenap kemampuan dan hubungan
yang dimiliki untuk membantu mendongkrak posisi Pat?toa-
thian-ong dalam dunia persilatan sehingga makin hari dia
semakin dihargai orang. Atas dasar itulah nama besar Pat?toa-thian?ong kian hari kian
bertambah tenar sehingga akhirnya memperoleh posisi seperti apa
yang diduduki sekarang. Kalau dibicarakan memang sungguh aneh, Pat-toa?thian-ong gagah
dan tampan, namun pengalaman hidupnya justru tidak serasi.
Sementara orang lain dengan perbuatan dan kepandaian yang jauh
lebih rendah daripada dirinya justru peroleh prestasi luar
biasa dalam dunia persilatan, dia sendiri justru sebaliknya.
Gara gara persoalan ini, Pat?toa-thian?ong sempat dibuat hidup
tak nyaman, merasa sangat tidak terima karena ketidak adilan
ini. Waktu itu, satu satunya penjelasan yang bisa diterima hanyalah:
nasib dia kurang baik. Dia adalah seseorang yang tidak memiliki garis tangan, wajah
boleh tampan namun sepasang telapak telapak tangannya tidak
memiliki garis tangan, Bahkan Cukat sianseng yang pernah memeriksa garis tangannya pun
sempat berkata begini: "Kau seharusnya sudah mati lama, kenapa bisa hidup hingga
kini?" Bisa jadi hal ini dikarenakan garis takdir dan garis nasibnya
tidak sejalan yang berakibat dia tidak pernah bisa mencapai
tingkatan tinggi. Waktu itu, bahkan termasuk Pat?toa-thian?ong sendiripun
berpendapat begitu, ternyata keberuntungan jauh lebih penting
daripada kemampuan serta perjuangan.
Kemudian Setelah dia jalan bersama Tong Keng?ciu, lambat laun
perjalanan nasibnya mengalami perubahan, sejak itu posisinya
semakin menanjak, membuat Pat-toa?thian-ong pun memperoleh
pandangan baru. Jika ingin berdiri tegak dalam dunia persilatan, bukan saja
harus mempunyai hubungan yang baik dengan semua orang, bakat
yang dimiliki pun penting sekali.
Sayang Tong Keng?ciu tidak berpendapat begitu.
Dia selalu menganggap Ko Tay?beng, yaitu nama asli Pat?toa-
thian-ong bagaikan putra sendiri. Dia selalu mendukungnya,
melindungi dan memproteksi dirinya.
Diapun tahu kalau suaminya memiliki kemampuan, atau dengan
perkataan lain dia memiliki modal awal untuk berhasil, jadi
ternama. Maka Tong Keng-ciu mulai menggali semua kelebihan yang dimiliki
Pat-toa?thian-ong, mula mula dia bentuk dulu sebuah karakter
khusus kemudian mengundang rekan rekannya untuk menyiarkan
kelebihan karakter suaminya itu ke dalam dunia persilatan.
Dari situlah nama besar pat-toa-thian-ong jadi tersohor dan
dikenal orang, bahkan sudah menutupi nama aslinya: K0 Tay?beng.
Tong keng?ciu tidak sependapat kalau dibilang nasib dan
hubungan merupakan kunci utama dari suatu keberhasilan.
Menurutnya "Cara" mengatur dan menyelesaikan setiap persoalan
jauh lebih penting. Semisal Ko Tay?beng adalah sebuah bintang terang, tapi untuk
dikenal orang, pertama?tama orang lain harus digiring dulu
untuk menengok ke langit, agar sang bintang kelihatan lebih
cemerlang, mungkin sebelum itu dia harus perintahkan orang
untuk memadamkan lebih dulu sebuah lampu dan cahaya yang ada
disekelilingnya. Dan perempuan itu benar?benar telah mematikan "1entera?lentera"
lain yang dianggap mencolok mata.
Bersamaan Waktu kemunculan Pat?toa-thian?ong, terdapat empat
jagoan muda yang menjadi saingannya, tapi Tong Keng?ciu
berhasil menyingkirkan dua orang diantaranya dengan meminjam
nama besar perkampungan Ho?han-ceng, Ko Tay?beng sendiri yang
menjadi pelaksananya. Kedua orang yang disingkirkan memang termasuk sampah masyarakat
dalam dunia persilatan. Disaat bintangnya belum terlalu baik, K0 Tay?beng rajin sekali
berlatih silat, biasa, orang memang selalu rajin dan giat
sebelum berhasil, tapi begitu tersohor, dia jadi kelewat sibuk,
bila ada waktu dia selalu mencari kesempatan untuk mencari
tandingan, mempertajam pengalaman bertarungnya.
Tidak terkecuali untuk Ko Tay?beng.
Sewaktu nasibnya kurang mujur, dia justru selalu bertemu dengan
musuh yang kelewat kuat dan hebat. setiap kali bertarung, dia
selalu harus menelan pil pahit, menderita kekalahan.
Tapi kemudian atas petunjuk Tong Keng?ciu yang dengan susah
payah aturkan waktu, tempat dan bala bantuan, pada akhirnya
Pat?toa-thian?ong menjadi seorang jago yang tiap bertarung
selalu berhasil meraih kemenangan.
Dalam situasi seperti inilah ke dua orang jagoan muda itu
berhasil di "lenyap"kan.
Tak heran kalau Pat?toa-thian?ong jadi semakin terkenal,
semakin bergaya. Tong Keng?ciu tidak terlalu percaya dengan garis takdir
dikarenakan dia telah memiliki segalanya.
Bila seseorang telah memiliki segalanya, dia tak akan terlalu
menyayangi hal lain, tapi dia akan berharap dan berharap bila
suatu saat mengalami kehilangan.
Ketidak beruntungan dari Tong Keng?ciu terletak pada wajahnya
yang buruk, karena jelek, dia harus pintar.
Sayangnya sepintar apapun, terkadang dia justru tak cerdas
dalam hubungan perasaan dan batin.
Begitu pula sikap Tong Keng?ciu terhadap suaminya, Pat?toa-
thian-ong. Untuk membalas budi, Pat?toa-thian?ong pun memutuskan untuk
menikah dengan Tong Keng?ciu.
Dengan begitu, pamor dan nama besar Pat?toa-thian?ong semakin
tenar bahkan kehidupan nya jadi semakin menyenangkan.
Dalam keadaaan seperti inilah dia telah bertemu dengan Kwa
Siau-ho. Kedua orang ini bukan saja jatuh cinta pada pandangan pertama,
bahkan Kwa Siau?ho merupakan satu satunya "romantis" bagi
Pat?toa-thian?ong. Sekalipun sudah jatuh hati kepada perempuan lain, namun
Pat?toa-thian?ong tak bisa meninggalkan istrinya dengan begitu
saja. Perbuatan semacam ini bukan saja bakal dikutuk banyak orang,
Pat?toa-thian?ong sendiripun tak mampu untuk melakukannya,
bahkan diapun tidak punya nyali untuk berbuat begitu.
Sama seperti kaum lelaki lain, Pat?toa-thian?ong pun dihari
biasa suka membual bagaimana dia bermain dengan perempuan lain,
namun dalam kenyataan, sekalipun dia ganteng dan gagah namun
justru tak ada jodoh dengan perempuan lain.
Oleh karena itu Kwa Siau?ho menjadi satu satunya wanita yang
memberi bukti kepadanya kalau dia punya daya tarik.
Maka dia tak boleh kehilangan perempuan ini.
Dia kenal "1o?thian?ya" di kebun teratai, "lo?thian-ya" yang
dimaksud adalah Kwa Siau-ho.
Jauh sebelum kenal perempuan itu, sudah lama Pat?toa-thian?ong
mendengar tentang nama besarnya, tapi hingga muncul
dihadapannya, ia sudah tak dapat melihatnya lagi.
Dia tak bisa melihat karena mabuk.
Saat itu dia sedang minu arak bersama Un Bong?seng dan Hoa
Ku?hoat. Dengan takaran minumnya yang cetek, baru tiga cawan air susu
macan masuk ke dalam perutnya, dia sudah mabuk berat.
Karena diperkenalkan pihak Ho?han?ceng lah Un Bong?seng dan Hoa
Ku?hoat berkenalan dengan dirinya.
Disaat 1o?thian-ya berjalan keluar, Pat?toa?thian-ong sudah
berkunang pandangan matanya, saat itu dia sudah merasa amat
pening hingga berdiri pun tak tegak.
Saking mabuknya, bahkan dia sudah mulai mengigau dan bicara tak
karuan. Yang lebih parah, dia bahkan sempat muntah diatas gaun yang
dikenakan Kwa Siau-ho. Setelah peristiwa itu, baik Un Bong?seng maupun Hoa Ku?hoat
mempunyai pandangan yang sama, yakni: jika Pat?toa?thian-ong
tidak mabuk, tidak muntah, belum tentu Kwa Siau?ho akan jatuh
cinta. Dia jatuh hati karena gaunnya dimuntahi Pat?toa?thian-ong.
Sewaktu muntahpun tidak mirip Pat?toa?thian-ong tapi lebih
menyerupai seonggok lumpur.
Ketika menyaksikan seorang lelaki ternyata menangis begitu
sedih, hati Kwa Siau?ho malah melunak.
Sepanjang hidup, pelbagai ragam lelaki pernah dia jumpai, tapi
sebelum pertemuan, dia selalu sudah membuat jarak terlebih
dahulu, membentengi diri dengan dinding yang tinggi, tapi saat
itu Pat?toa?thian-ong sudah mabuk berat. hanya tahu menangis
sedih disampingnya, dari situlah perasaan Kwa Siau-ho jadi
melunak. Selama hidup belum pernah dia jumpai seorang lelaki yang
menangis seperti itu, apalagi dia adalah seorang lelaki jagoan.
Semenjak peristiwa itu, Kwa Siau?ho menjadi kekasih Pat?toa-
thian?ong. Waktu itu, Kwa Siau-ho selalu membelai rambut Pat?toa?thian-ong
dan bergumam sambil pejamkan mata:
"Ooh, delapan besar!"
Sayang kertas tak dapat membungkus api, akhirnya kejadian itu
terdengar juga oleh Tong Keng?ciu.
Peristiwa ini kontan membuat Tong Keng?ciu naik pitam, melihat
istrinya marah, seketika Pat?toa?thian-ong ciut hatinya dan
ketakutan. Bisa saja bila dia ingin berhubungan terus dengan Kwa Siau?ho,
tapi dia malu dengan Tong Keng?ciu, bahkan tak bisa tancapkan
kaki lagi didalam perkampungan Ho?han?ceng, bahkan akan menjadi
musuh umum seluruh umat persilatan.
Seringkali dia berpikir begini: aku punya istri muda, apa
urusannya dengan keadilan dalam dunia persilatan? Seandainya
kalian pun mengawini seorang bini jelek seperti aku, yakin
diluaran kalianpun akan bermain api, kenapa hanya aku saja yang
tak boleh? Pat?toa?thian-ong sangat tidak terima, merasa tidak puas, namun
ia tak berani bertindak gegabah, karena dia berterima kasih
sekali kepada Tong Keng?ciu dan berhutang budi kepadanya.
Sejujurnya, tanpa usaha Tong Keng?ciu, dia tak mungkin bisa
berjaya seperti sekarang. Diapun takut dengan istrinya, karena
itulah dia hanya bisa menghindar, berusaha berkelit.
Diapun harus menghindari Kwa Siau?ho, karena hubungannya dengan
Pemikat Iblis 2 Malaikat Dan Iblis Angels And Demons Karya Dan Brown Into Dark 3
^