Pencarian

Mutiara Di Tengah Badai 1

Mutiara Di Tengah Badai Karya Adrian Bagian 1


COVER E.Y.D 1 / 103 Koleksi Awie Dermawan
Kolektor E-Books
2 / 103 Mutiara Di Tengah Badai
oleh : Adrian
Gambar : Zaldy
Diterbitkan oleh :
PRASIDDHA Jakarta 3 / 103 Dengan gembira penerbit menyajikan karya
Adrian, Adrian adalah salah satu tunas muda berbakat
yang terbenam dan kali ini serta selanjutnya ia akan
mengembangkan bakatnya untuk dinikmati oleh para
pembaca. Semoga pembaca. karya Adrian akan memuaskan Penerbit. 4 / 103 Bab. 1 Hidup manusia itu tidak menentu, ada kalanya
bergembira dan ada kalanya pula bersedih, demikian
halnya yang dialami oleh Regina, seorang gadis yang
manja, tanpa diduga semula menjadi seorang anak
yatim piatu, mungkin dalam mimpi pun ia tidak
terpikir bahwa ia dapat mengalami kemalangan itu.
Ini bukan sebuah mimpi, melainkan suatu
kenyataan, mungkin Regina sendiri juga tidak dapat
percaya bahwa orang tuanya yang ke Amsterdam
untuk mengurus urusan dagang, ternyata tidak akan
kembali lagi, mana tahan ia menerima pukulan bathin
yang demikian hebatnya, sungguh kejam malaikat
elmaut itu yang telah merenggut jiwa kedua orang
tuanya, sehingga ia harus hidup sebatang kara didunia
yang fana ini.
Diluar jendela.
Langit diselubungi awan gelap, sama halnya
dengan perasaan hati Regina pada saat-saat itu, gelap
dan hampa...
Seorang gadis seperti Regina yang baru
menginjak usia delapan belas tahun, seharusnya
5 / 103 berbahagia hidupnya, tidak akan mengenai kepahitan,
kegetiran hidup manusia, karena usia semuda itu
biasanya mempunyai harapan yang gilang gemilang
dimasa depan, tapi yang ia alami sekarang adalah
kepahitan hidup, kehampaan, suatu percobaan hidup
yang tidak seharusnya ditanggung oleh gadis semuda
itu. Dahulu, Regina bagaikan rumput kecil dalam
sebuah rimba, dimana ia bernaung di bawah pohonpohon besar, sehingga tidak tahu berapa tingginya
langit, dengan secercah sinar yang lolos dari cerahcerah daun pohon, sudah cukup bagi rumput Uu, tidak
usah memusingkan hal lainnya, tapi kini, segalagalanya telah berubah, angin besar menumbangkan
pohon-pohon itu, sehingga tidak ada lagi lindungan
yang ia perlukan, mau tidak mau ia harus menguatkan
tubuhnya yang lemah menanggung segala-galanya
demi kelanjutan hidupnya.
Demi kelanjutan hidup? ayah bunda tiada lagi,
sanak-saudara tidak ada lagi, apa gunanya hidup lebih
lanjut? Ia ingin mati, tapi mati juga tidak mudah.
Kematian ayah bunda sangat mudah, hanya
"bepergian" terus tidak kembali, wajah, senyum dan
6 / 103 suara mereka masih demikian hangatnya dibenak
Regina, ia berpikir, kalau saja ia ikut serta dengan ayah
bundanya, ia tidak, akan mengalami kemalangan
seperti sekarang ini, tertinggal seorang diri.
Kenang-kenangan yang menyedihkan itu masih
teringat jelas.
Kini perusahaan ayahnya diteruskan oleh
pamannya, seorang pemuda yang masih berusia dua
puluh enam tahun, sejak dulu Regina mengetahui jelas
sepak terjang pamannya itu, bukan saja sifatnya nakal,
suka main perempuan, tapi juga gaulannya tidak
benar, kadang-kadang pamannya itu bersikap kurang
ajar pada dirinya, tapi kalau dihadapan kedua orang
tua Regina, ia berlagak sopan, patuh dan ramah
tamah, Regina muak atas kelakuan pamannya itu.
Setelah meninggalnya kedua orang tua Regina,
dan mengambil alih perusahaan ayahnya, pamannya
itu tinggal di rumah Regina, sedangkan keadaan
perusahaan, Regina tidak tahu menahu, dan yang
lebih menyedihkan ialah keadaan ekonomi Regina
semakin parah, berapa kali ia menelepon pamannya
untuk membicarakan soal ini, tapi ia selalu kecewa,
karena pamannya tidak pernah ada, seakan-akan telah
lenyap, dengan perasan tidak sabar, Regina
7 / 103 memutuskan untuk mengunjungi sendiri perusahaan
ayahnya. Tanpa memperdulikan teriknya matahari pergi
ke perusahaan ayahnya, diluar dugaannya, setelah
tiba, ia melihat nama perusahaan telah berubah, ia
menggosok-gosok matanya, seakan-akan ia tidak
percaya pada pandangannya, benar telah berganti
nama, ia tertegun berdiri di muka perusahaan itu,
tidak tahu apa yang harus ia lakukan, akhirnya pintu
kaca terbuka, seorang pemuda tergesa-gesa keluar,
dan hampir saja menubruk Regina yang sedang
termenung disana.
"Oh, maaf" pemuda itu meminta maaf.
"..." Regina diam.
"Kau" pemuda itu menatap Regina, "bukan
kah kau putri pak Harun?"
"Ya," Regina menjawab bagaikan baru sadar
dari lamunannya.
"Dahulu, aku adalah pegawai perusahaanmu,
aku pernah menjumpaimu di rumahmu."
Regina segera bertanya : "Mengapa nama
perusahaan diubah?"
8 / 103 "Apakah kau tidak mengetahui?" pemuda
berbalik menanya dengan perasaan heran.
Regina menggelengkan kepala.
"Pamanmu telah pergi keluar negeri dan telah
mengoper perusahaan ini."
Regina merasakan tanah yang dipijaknya
berputar, kiranya paman demikian kejam, ia menangis
dan menutup wajahnya dengan kedua belah tangan,
ia tidak dapat menahan lagi penderitaan yang telah
dialami berturut-turut.
Pemuda itu memanggilkan
mamajangnya masuk ke dalam
dengan wajah terharu, ia berkata
jangan terlalu bersedih, lain
mengunjungi rumahmu."
Regina taxi dan
mobil, kemudian
: "namaku Teddy
hari aku akan
Pada saat itu, pikiian Regina sudah kacau dan ia
tidak dapat berpikir lagi secara jernih, hanya satu
pikiran yang menakutkan berkecamuk didalam
benaknya : Mati. Ya, mati dengan demikian dapat
berjumpa lagi dengan kedua orang tuanya, untuk
mencapai tujuan ini, ia berusaha memikirkan cara
yang terbaik untuk membunuh diri.
9 / 103 Setiba di rumahnya, setelah mengganti pakaian,
dan mengenakan baju tidur, ia menuju ke tempat
simpan minuman keras dan mengambil dua botol arak
yang keras, yang biasanya digunakan untuk bahan
kosmetik, dengan menekap hidungnya ia meneguk
minuman keras itu, minum terus, terus, Regina tidak
tahu berapa banyak ia telah meneguk minuman itu,
akhirnya ia merasakan kesadarannya hilang dan
keseimbangan tubuhnya pun hilang, tanpa terasa ia
jatuh dilantai, ia merasakan pikirannya melayanglayang, terus melayang, akhirnya segala kesadarannya
lenyap, Ya, mati merupakan satu-satunya jalan bagi
Regina untuk melepaskan dirinya dari segala
penderitaan.
Tidak tahu berapa lama, tiba-tiba ia sadar
sekelilingnya gelap gulita, sadar, sadar, tapi mengapa
gelap dan tidak dapat melihat suatupun, apakah aku
sudah mati? kalau demikian aku akan segera berjumpa
dengan kedua orang tuaku.
"Oh, ia sudah sadar."
Ia mendengar suara seorang laki-laki.
"Aku sadar? apakah aku belum mati?" Regina,
berpikir: "heran, mengapa sekelilingnya gelap?" Ia
mengangkat tangannya bermaksud mengusap mata
10 / 103 nya, tapi kedua tangannya terasa lemah tidak
bertenaga.
"Nona Regina, mengapa kau berpikiran pendek?"
11 / 103 Ah? kalau begitu aku tidak jadi mati? tanpa
terasa air matanya berlinang-linang.
Teddy bekas pegawai perusahaan ayahnya
merasa terharu dan kasihan atas kemalangan yang
menimpa diri Regina, ia merasakan, betapa perlunya
Regina akan hiburan, maka pada hari itu juga ia
mengunjungi Regina.
Tidak disangka, baru saja ia masuk ke dalam
rumah Regina, pelayan-pelayan berteriak-teriak
dalam keadaan panik: "nona bunuh diri".
Teddy segera berlari masuk dan menerobos ke
ruang tamu, hidungnya segera dirangsang bau alkohol
yang keras, ia melihat sekitarnya, di lantai terbaring
Regina dalam gaun tidurnya. Di sisinya berserakkan
botol-botol minuman yang kosong. Teddy segera
menilpon ambulance dan membopong Regina ke atas
sofa. Wajah Regina pucat pasih, napasnya lemah.
Tidak lama kemudian, ambulance tiba dan membawa
Regina ke rumah sakit.
Teddy menunggu dimuka kamar operasi dengan
perasaan gelisah, ia merasa kasihan terhadap Regina
12 / 103 dan ia benci terhadap pamannya yang telah
merampas kekayaan Regina.
Akhirnya pintu kamar operasi terbuka, seorang
dokter keluar dengan memandikan keringat.
"Dokter bagaimana?"
Dengan menyeka keringat, dokter itu berkata:
"Kami telah mengompa bersih kantong nasinya dan
menginjeksi untuk menguatkan jantungnya, kini ia
tidak lagi dalam keadaan bahaya."
"Terima kasih," Teddy merasa terharu.
"Hanya..."
"Hanya apa?" Teddy membelalakkan matanya.
"Hanya matanya mungkin akan buta."
"Oh" Teddy terkejut, dalam usia yang masih
demikian muda sudah cacad, suatu hal yang sangat
memilukan.
"Mungkin ia telah minum terlalu banyak
minuman keras dan jatuh, sehingga tubuhnya
mengalami kegoncangan hebat, dan matanya
kehilangan penglihatannya."
"Apakah akan cacad selamanya?"
13 / 103 "Tidak," dokter menggelengkan kepala sambil
tersenyum.
Hati Teddy agak lega.
"Kalau sudah sembuh, ia dapat berobat pada
dokter sepesialis mata, mungkin setelah dioperasi,
penglihatannya dapat pulih kembali."
Pandangan Teddy agak kabur, memandang
dokter itu berlalu, perasaanya bercampur baur sedih
dan gembira, sedih karena penglihatan Regina dan
gembira karena jiwanya tertolong.
Akhirnya dengan persetujuan juru rawat ia
memasuki kamar Regina.
Walau pun ia baru saja berkenalan dengan
Regina, tapi melihat keadaanya ia merasa sedih ketika
ia melihat di sisi mata Regina tergenang air mata,
tanpa terasa ia mengeluarkan sapu tangannya dan
menyekanya.
"Siapa kau?" Regina bertanya dengan suara
gemetar. "Aku, Teddy, bekas pengawai ayahmu."
"Oh." Regina mengingat kembali pemuda yang
ia jumpai dimuka bekas perusahaan ayahnya.
14 / 103 Hidungnya tercium bau obat, ia mengetahui
bahwa dirinya berada dirumah sakit, tapi ia merasa
mengapa keadaan sekitarnya gelap, akhirnya tanpa
ragu-ragu ia bertanya.
"Apakah disini rumah sakit, mengapa aku tidak
dapat melihat?"


Mutiara Di Tengah Badai Karya Adrian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hati Teddy terasa pedih, tanpa terasa ia
menggenggam tangan Regina yang halus dan dingin.
Regina sebelumnja tidak pernah bersentuhan
dengan laki-laki, tanpa disadari, jantungnya berdebardebar, wajah yang pucat, bersemu dadu.
Akhirnya, Teddy sadar, segera ia melepaskan
tangan Regina.
"Dokter mengatakan, sementara waktu kau dak
dapat melihat."
"Ah ..." ia berseru : "jadi aku buta?" air matanya
mengalir dengan deras.
"Bukan..." tenggorokan Teddy tersumbat, tidak
tahu bagaimana menjelaskan pada Regina.
Kemudian, juru rawat menghampirinya: "tuan,
harap keluar, pasien perlu istirahat."
15 / 103 Teddy berkata dengan suara perlahan: "kau
istirahat baik-baik disini, jangan memikirkan yang
tidak-tidak, aku akan mengujungi kau lagi esok."
16 / 103 Bab. 2 Seminggu kemudian Regina keluar dari rumah
sakit, semua prosedur telah diselesaikan oleh Teddy.
Setiba mereka dirumah, ternyata sudah
menunggu banyak kawan-kawan Regina, begitu
mereka melihat Regina, segera mereka mengerumuni
nya. "Regina, kau sudah sembuh?"
"Regina kau agak kurus."
Teddy memajang Regina duduk di kursi, mereka
membicarakan macam-macam hal, sedikitpun mereka
tidak mengetahui bahwa Regina telah buta.
Teddy takut kalau-kalau kawan-kawan Regina
membuatnya sedih, maka ia berkata: "Regina perlu
istirahat."
Mereka segera bubaran, hanya seorang yang
tinggal, Rika, kawan baik Regina, hubungan mereka
erat sekali. Setelah keadaan sunyi, Teddy berkata pada
Regina: "beberapa hari ini aku tidak dapat
mengunjungimu, karena perusahaan mengutus aku ke
Medan, tapi, seminggu kemudian aku sudah kembali."
17 / 103 Regina menganggukkan kepalanya dengan
perasaan terharu: "saudara Teddy, terima kasih atas
bantuanmu, tidak tahu bagaimana aku harus
membalas budimu."
"Jangan berkata demikian, Kita sesama manusia
sudah seharusnya saling membantu," setelah itu ia
menuju kepintu, kemudian ia berkata lagi : "istirahat
lah baik-baik, jangan memikirkan yang tidak-tidak."
Setelah Teddy pergi, kini hanya tertinggal Rika
saja. "Regina, kau baik-baik bukan, kami sangat
khawatir akan keadaanmu, mengapa kau berpikir
secupat itu? jangan tergesa-gesa berputus asa."
"Uh, uh..." Regina menangis.
"Karena ujian aku tidak dapat menemanimu
tempo hari, tapi kini telah libur, aku dapat menemani
mu," Rika berkata: "jangan menangis, beritahukanlah
padaku, kesukaran apa yang kau hadapi?"
"Rika, kau kira aku telah sembuh?"
Rika menjadi heran, ia menatap sejenak,
kemudian: "kecuali wajahmu agak pucat dan matamu
agak bengkak, bukankah segalanya baik?"
18 / 103 "Mata" Regina tidak dapat membendung lagi
air matanya: "kini aku buta."
"Apa?..." Rika terbelalak matanya: "buta?" ia
tidak percaya atas pendengarannya.
"Ya," Regina mengangguk sambil mengucurkan
air mata. Regina segera mendekap sambil menangis
dipelukan Rika.
"Kini tidak saja aku miskin bahkan mempunyai
banyak hutang," Regina beritahu pada Rika.
Rika khawatir kalau-kalau Regina mengalah
penderitaan lagi, segera ia memajang kawannya yang
malang itu, ke tempat tidur sambil membujuk :
"istirahatlah dahulu, bukankah saudara Teddy
memesan tadi, jangan memikirkan yang tidak-tidak."
Regina berbaring ditempat tidur dan memejam
kan matanya.
Diam-diam Rika mengucurkan air mata
mengenang nasib kawannya yang demikian malang
itu. 19 / 103 Dengan mengusap-usap rambut Regina yang
halus, Rika bertanya dengan perasaan terharu:
"Bagaimana rencanamu selanjutnya?"
"Rencana apa? selain mati, tapi kini mati tidak
jadi, bahkan menjadi cacad..." Regina berkata sambil
membuka sepasang matanya yang tidak dapat
melihat. "Ina, maukah kau tinggal dirumahku?" Rika
mengajukan usulnya.
"Tidak, aku tidak ingin menyusahkan kalian."
"Kau tidak usah malu, kedua orang tuaku
merasa senang padamu, lagi pula aku hanya mem
punyai seorang adik."
Regina membungkam.
"Terimalah usulku ini, aku akan segera
mengurus pemindahanmu, setuju?"
Regina mengangguk.
Akhirnya Regina pindah ke rumah Rika, setelah
mengoper rumah, menjual perabotannya dan
memberhentikan pelayan, yang tertinggal hanya
piano kesayangannya, pakaian dan buku-buku.
20 / 103 Kedua orang tua Rika sangat ramah tamah dan
merasa terharu pada Regina, sehingga mereka sangat
menaruh perhatian padanya.
Regina merasa kurang enak berdiam terus di
rumah orang, tapi ia teringat perkataan dokter,
setelah dioperasi ia dapat melihat kembali, pada saat
itu ia tidak akan menyusahkan lagi orang lain, tapi
terpikir lagi olehnya, dari mana uang untuk mengobati
matanya? Akhirnya ia teringat pada cabang perusahaan
ayahnya di Hongkong, segera ia menyuruh Rika
menyelidiki dengan menulis surat kesana, ternyata
balasannya : "... perusahaan tersebut telah ditutup."
Kembali Regina mengalami kekecewaan.
"Pamanmu sungguh licik," Rika berkata:
"sudahlah, kau berdiam saja, jangan memikiri uang."
Regina diam, ia tahu bahwa Rika tidak mengerti
maksudnya.
"Oh, ya," tiba-tiba ia teringat sesuatu: "ketika
aku pindah kemari, Teddy tidak mengetahuinya,
maukah kau beritahunya?"
21 / 103 "Tentu saja," Rika menjawab dengan gembira.
Rika pergi keperusahaan dimana Teddy bekerja, tapi
hasilnya mengecewakan : "Teddy telah berhenti dari
perusahaan itu, beberapa hari yang lalu dan tidak tahu
kini ia dimana."
Regina hanya dapat mengertakkan giginya,
menahan penderitaan yang ia alami selama ini, kini
benar-benar sebatang kara.
"Ina, mari kita bermain piano dan aku
bernyanyi," Rika berusaha melupakan kepedihan
kawannya Ya, memain piano, hanya piano inilah yang
menemaninya.
22 / 103 Bab. 3 Selain memperoleh harta kekayaan yang
berlimpah-limpah, Rustam paman Regina pergi ke
Jepang untuk berfoya-foya dan tenggelam dalam
pelukan-pelukan wanita Jepang yang terkenal akan
pelayanan yang sempurna, demikianlah hidup Rustam
di negara sakura, terbenam dalam bujuk rayu wanita,
perjudian, minuman, dan sebagainya. Ia lupa akan
Regina yang hidup menderita dan juga lupa segalagalanya, tanpa disadari uang yang telah diperoleh
dengan mudah semakin habis.
Akhirnya ketika ia sadar dari penghidupan yang
penuh dengan kesenangan duniawi itu sudah
terlambat, uang sudah habis, hanya tinggal cukup
untuk membayar sewa hotel dan ongkos untuk segera
pulang, dengan perasaan malu ia kembali pulang ke
Indonesia, walaupun uang ayah Regina telah habis
dihambur-hamburkan, tapi ia tidak putus asa, dalam
perjalana pulang ia mendapatkan suatu cara yang keji
untuk memperoleh uang, yaitu menggunakan Regina
sebagai alat, bukankah ia seorang gadis yang cantik?
23 / 103 Mudah saja untuk memperoleh uang dengan
kecantikannya itu, umpama menjadikan ia wanita bar
atau pelacur.
Dengan rencana inilah ia pulang ke rumah
Regina tapi alangkah kagetnya, ketika ia melihat
rumah gedung itu telah berubah, baik dekorasi
maupun nama pemiliknya, hatinya mulai kecut ketika
ia sedang termenung memandang gedung yang telah
berubah itu, tiba-tiba ditaman terlihat seseorang yang
agak lanjut usianya, oh, tidak salah lagi pak Amat
tukang kebun, segera ia memanggil pak Amat yang
sedang membersihkan taman.
Dengan perasaan senang pak
menghampiri saudara bekas majikannya itu.
Amat "Pak Amat, baik-baik sajakah kau?" Rustam
berkata sambil mengeluarkan tangannya ke dalam
pintu besi dan menggenggam erat-erat tangan pak
Amat. Pak Amat menjawab dengan perasaan gembira:
"baik, terimakasih, " ia tidak sangka tuan Rustam yang
biasanya congkak kini menjadi demikian ramah
tamah. 24 / 103 "Pak Amat, bagaimana dengan nona Regina?"
setelah melepaskan tangan pak Amat, Rustam mulai
menjelidiki tentang Regina.
"Oh, nona Regina?..."
"Ya, ke mana dia?"
"Oh, sungguh kasihan" wajah pak Amat segera
suram. Melihat air muka pak Amat yang sedih itu,
Rustam segera berkata: "aku tidak ingin mengetahui
yang lain, yang ingin aku mengetahuinya ialah dimana
ia tinggal sekarang?"
"Oh..." pak Amat ragu-ragu.
Rustam mengetahui gelagatnya, segera ia
menyelipkan uang lima puluh rupiah ke tangan pak
Amat. "Hi, hi," pak Amat tertawa gembira mendapat
rejeki, segera ia memasukkan kedalam sakunya,
sambil menjawab: "nona Regina kini tinggal di rumah
kawannya nona Rika," setelah itu pak Amat
memberikan alamatnya.
25 / 103 Setelah memperoleh apa yang diinginkan,
Rustam segera meninggalkan pak Amat dan langsung
menuju ke alamat yang baru saja ia catat itu.
Setiba di rumah Rika, dari dalam sayup-sayup
terdengar suara piano yang melagukan "Serenade"
kiranya lagu kesayangan Regina, hati Rustam gembira
sekali, segera ia menekan bel pintu.
Tidak lama kemudian, pintu dibuka orang,
seorang pelayan muncul di hadapan Rustam.
"Tuan cari siapa?" pelayan itu bertanya dengan
penuh sopan-santun.
"Tuannya ada dirumah?"
"Oh, tuan sedang ke kantor," pelayan itu
menjawab. "Nyonya?" kembali Rustam menanya.
Pelayan itu menatap sebentar Rustam,
kemudian menjawab dengan tersenyum: "sedang
pergi kerumah kawannya."
Pada saat itu, Rustam merasa gembira, pemilik
rumah tidak ada, dengan demikian ia dapat berbicara
leluasa dengan Regina.
26 / 103 "Nona Regina ada dirumah ya, aku mendengar
suara pianonya."
"Oh," pelayan itu mengerutkan alisnya,
kemudian bertanya : "apakah kau sanak saudara nona
Regina?"
"Aku adalah pamannya, kini aku datang untuk
menjumput dia pulang," Rustam berkata dengan sikap
penuh kewibawaan.
"Oh, begitu," pelayan itu baru mengerti.
Pelayan itu mengetahui juga kemalangan yang
menimpali diri Regina. Ia merasa kasihan, kini ada
saudaranya yang mencari, tanpa menanya panjang
lebar, segera ia persilahkan Rustam masuk.
Akhirnya dengan sikap tuan besar, Rustam
melangkah masuk.
"Nona Regina sedang main piano di ruang
tamu," pelayan itu memberi tahu.
"Hm," Rustan menjawab sambil melangkah
masuk keruang tamu.


Mutiara Di Tengah Badai Karya Adrian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Regina sedang duduk dihadapan piano, jari
jemarinya yang halus dan lentik menari diatas tuts
27 / 103 piano, bagaikan seekor anak
berterbangan dengan lincah.
burung yang "Ina!" Rustam memanggil.
Suara piano segera berhenti, Regina yang selalu
hidup dalam kegelapan, mengetahui dengan jelas dari
pendengarannya, bahwa seorang laki-laki sedang
berdiri disisinya.
"Ina, aku telah mencarimu dimana-mana,"
Rustam berkata sambil menepuk-nepuk bahu Regina.
Regina segera menghindari tangan Rustam, bagaikan
menghindari seekor binatang jalang.
Ingin sekali Regina berlari kekamarnya, tapi ia
tidak dapat melihat, sekitarnya gelap, hatinya risau.
Pada saat itu pelayan membawakan minuman
untuk tamu, ia mengira mereka sedang membicarakan
persoalan pribadi, maka segera ia kembali kedalam,
kini diruang tamu kembali tertinggal Regina dan
Rustam. Regina sadar bahwa ia tidak berdaya karena
matanya buta, dan ia sadar tegangnya suasana pada
saat itu, tanpa terasa ia menangis dengan sedih.
28 / 103 "Ina, mengapa kau menangis?"
bertanya dengan wajah tersenyum jalang.
Rustam "Kau... jangan menjentuh aku," Regina berkata
terputus-putus.
"Aku tidak menyentuhmu," Rustam merasa
kasihan melihat Regina mengerutkan tubuhnya
bagaikan seekor kelinci yang ketakutan.
"Aku"
"Kenapa kau? bukankah kau baik-baik saja,"
Rustam berkata.
"Uh... uh... uh..." Regina tidak dapat berkata
lebih lanjut, selain menangis.
"Jangan menangis...seharusnya kau bergembira
kita dapat berjumpa lagi."
"Jumpa lagi?..." Regina mengertakkan giginya
saking menahan benci terhadap Rustam.
"Kau manusia kejam!" Regina mencaci maki.
Rustam membisu.
Regina kembali mengertakan gigi menahan
kepedihan hatinya.
29 / 103 "Ina, maukah kau mengikut aku pulang?"
Rustam membujuk.
Di dalam benaknya melintas pikiran, kalau saja
Regina berada ditangannya, ia tidak akan khawatir
tidak mempunyai uang.
"Tidak...tidak..." Regina meggelengkan kepala,
perasaannya bercampur aduk, benci, sedih dan
menderita.
Karena kesedihan dan kemurungan yang
dialami Regina selama ini, membuat tubuhnya lemah,
akhirnya karena goncangan perasaan yang hebat ia
jatuh pingsan.
Pelayan segera keluar dari dalam, melihat
kejadian itu, ia menjadi bingung.
"Kenapa?..."
"Tidak apa-apa..."
Rustam perlahan-lahan mengangkat bahunya,
di dalam hatinya mudah membawanya pergi dari
rumah itu.
"Tolong ambilkan dan bereskan pakaian nona
Regina, aku ingin membawanya pulang."
30 / 103 "Bagaimana dengan majikanku?"
"Oh, mudah saja, aku akan membawanya dulu
kemudian aku akan datang lagi dan mengucapkan
terima kasih pada majikanmu."
Perkataannya cukup logis, pelayan itu tidak
berani merintanginya lagi, akhirnya pelayan itu
membereskan pakaian Regina dikamarnya.
Takut kalau-kalau Regina sadar dan penghuni
rumah pulang, sehingga menggagalkan rencananya,
Rustam segera membopong Regina keluar dan
memanggil taxi, setelah membaringkan Regina di
dalam mobil, dan menyambuti pakaian dari pelayan,
ia memerintah sopir taxi segera berangkat menuju ke
hotel. Di dalam sebuah kamar yang ber-air
conditioning di suatu hotel, Regina terbaring di tempat
tidur dalam keadaan pingsan, Rustam menatap wajah
Regina yang pucat pasih, pahanya yang putih terlihat
jelas, karena gaunnya tersingkap sedikit keatas, dada
nya yang montok turun-naik, tanpa terasa darah
Rustam berdesir, hatinya berdetak keras, dibenaknya
terlintas pikiran, mengapa aku tidak menggunakan
kesempatan yang baik ini untuk melampiaskan napsu
binatangku.
31 / 103 Akhirnya, ia tidak dapat menahan lagi
rangsangan napsunya itu, segera ia memuka kancing
baju Regina, dan meloloskan dari tubuhnya, sehelai
demi sehelai pakaian itu terlepas, akhirnya tubuh yang
montok, putih bersih dan berlikuk-likuk indah
terpancang dihadapannya.
Jantung Rustam berdebar, matanya memancar
kan sinar yang menyala-nyala.
"Ah, tubuh yang demikian indah dan molek."
setelah berkata ia segera melakukan tugasnya...
Kini yang terdengar hanya suara napas
memburu dan bunyi tempat tidur.
Regina yang malang, kembali
menderita, oh sungguh kejam hidup ini.
ia harus 32 / 103 Bab. 4 "Kau sungguh tolol, kenapa kau membiarkan
nona Regina dibawa oleh laki-laki yang tidak dikenal?"
Rika mencaci maki pelayan itu.
Ayah bunda Rika juga merasa gelisah dan
bingung. "Kini bagaimana? Regina yang sudah tidak
dapat melihat, jatuh di tangan pamannya yang jahat
itu," Rika berkata dengan air mata berlinang-linang.
Seluruh isi rumah Rika diliputi kabut duka.
Adik Rika, Rudy marah-marah terhadap pelayan
tolol itu, karena ia tidak dapat lagi belajar main piano
yang biasanya diajari oleh Regina.
Rika mendekap di sofa sambil menangis: "aku
yang telah mencelakakan Regina."
"Jangan menangis, biar aku mencari jalan,"
ayah Rika menghibur putrinya dengan menepuknepuk bahunya.
33 / 103 "Susah, ia adalah seorang buta ..." Rika berkata
terputus-putus: "kita tidak memasang iklan disurat
kabar."
"Hm." ayah Rika menghela napas, kemudian ia
menanya pada pelayan itu : "Ketika kau mengantarkan
mereka ke dalam mobil, apakah kau mendengar,
paman Regina memberitahukan sopir pergi ke mana?"
"Tidak, karena ketika aku masuk, mobil itu
belum jalan."
Mereka kembali tenggelam dalam kegelisahan
dan kesedihan, hendak dicari kemana gadis malang
dan buta itu?...
Ketika Regina sadar, ia merasa lemas, ia meraba
tubuhnya ternyata telanjang bulat, segera ia merasa
kaget dan takut.
Mendengar suara napas yang perlahan disisi
tubuhnya, air matanya kembali mengalir, kini ia sadar
bahwa kehormatannya telah diperkosa oleh manusia
binatang itu.
Dengan perasaan malu, marah dan benci, ia
mengepal tinjunya dan memukul tubuh Rustam yang
berada disisinya sambil menangis.
34 / 103 "Oh, kau sudah gila?" Rustam sadar dari
tidurnya dan menghindari pukulan Regina.
"Kau ..." Regina sedih tidak terkirakan: "Kau
binatang. Kau setan"
"Hi, hi, hi, sayang." Rustam tertawa dan
memeluk Regina.
Akhirnya kembali dua tubuh yang telanjang bulat
bergumul nenjadi satu.
"Sayang, kau hebat sekali, tidak ada seorang
wanita yang kugauli lebih hebat dari pada kau..."
Rustam berkata bagaikan bermimpi sambil mendekat
kan mulutnya ke wajah Regina.
Sambil memukul Regina berontak, tapi apa gunanya.
Perlahan-lahan gerakannya semakin lemah dan
akhirnya pingsan kembali.
Sedangkan napsu kebinatangan Rustam bangkit
kembali, akhirnya bagaikan harimau lapar menerkam
dan memperkosa lagi Regina. Sungguh kasihan gadis
malang itu mengalami lagi penderitaan.
Tidak tahu berapa Iamar Regina siuman dari
pingsannya, ia berusaha bangun dari tempat tidur
dengan kedua kaki yang gemetar ia berjalan tapi
35 / 103 karena kedua matanya buta ia jatuh tersungkur, masih
untung ia jatuh diatas permadani, hingga tidak merasa
sakit, kini ia sadar bahwa dirinya telah ternoda,
dengan perasaan putus asa ia membenturkan
kepalanya ke dinding, bermaksud bunuh diri.
"Duk, duk" suara berisik membuat Rustam
sadar dari tidurnya, ketika ia melihat Regina ingin
membunuh diri, segera ia merangkul tubuh masih
telanjang itu.
"Ina, Ina... jangan demikian..."
Rustam membujuk demi rencananya, karena
Regina disamping sebagai pemuas napsu kebitangan
nya, ia bermaksud untuk menggunakan sebagai
pengeruk uang.
Regina merasa kepalanya sakit, sehingga tidak
bertenaga lagi untuk berontak, walau demikian ia
tidak tinggal diam, segera menuduk dan menggigit
bahu Rustam sekuat tenaga.
"Oh!" Rustam berteriak
melepaskan rangkulannya
kesakitan dan Regina kini terlepas segera menyambar kursi
yang berada didekatnya dan melempar arah Rustam.
36 / 103 "Kau setan"
Tapi Regina tidak mendengar suatu apa-apa
terhadap Rustam. Kembali ia menimpuk dengan
sepatunya, timpukannya tetap terarah ke jurusan
yang lain.
"Oh, kau tidak dapat melihat?" Rustam berkata
dengan perasaan heran, ternyata ia berdiri diarah
yang berlawanan dari arah timpukkan Regina.
Kata-kata Rustam itu menusuk hati sanubari Regina,
"Semua ini gara-gara kau setan ..."
Regina mencaci maki sambil menangis.
Kini Rustam tertegun, ia tidak menyangka
berpisah satu tahun, Regina sudah berubah demikian
rupa, kini runtuh segala rencananya, bagaimana
seorang buta dapat digunakan sebagai pengeruk uang
walaupun ia cantik, tumpukkan uang yang telah ia
angan-angankan kini telah menjadi abu, Rustam putus
asa, ingin rasanya ia menemani Regina menangis.
Tidak tahu berapa lama ...
Tangis Regina semakin reda, sedangkan perut
Rustam berbunyi meminta diisi, segera ia
mengenakan pakaiannya, tapi apa daja, ia tidak
37 / 103 mempunyai uang untuk membeli makanan, dimana ia
harus mencari uang? ia membongkar pakaian Regina
dikopernya, tapi sia-sia, selain pakaian tidak terdapat
barang berharga, ia berpaling kearah Regina sambil
mengupaknya. "pui, perempuan hina."
Tiba-tiba matanya bersinar ketika ia melihat
seuntai rantai mutiara tergantung dileher Regina.
Dengan perasaan girang ia menghampiri,
Regina tahu Rustam menghampirinya tapi ia tidak
mengetahui maksudnya, segera ia mengerutkan
tubuhnya yang gemetar dan menyilangkan kedua
tangannya di bagian dadanya.
"Huh, perempuan enggak mau mampus, kau
kira aku tidak pernah melihat anggota tubuhmu, apa
bagusnya?" sambil mengupak ia menjambak rantai
mutiara yang tergantung di leher Regina.
"Oh, jangan jangan" Regina berteriak :
"Rantai itu adalah satu-satunya peninggalan ayah
bundaku" Regina memohon belas kasihan sambil
merangkul kedua kaki Rustam.
"Pergi kau!" Rustam menjepak dan mendorong
tubuh Regina yang lemah itu sambil berkata: "biar aku
38 / 103 mengisi perutku dulu, baru aku beri pelajaran
padamu"


Mutiara Di Tengah Badai Karya Adrian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sambil tertawa seram ia meninggalkan Regina
yang terlentang dilantai dan menuju ke pintu keluar.
Regina hanya menangis, menangis terus,
Karena pukulan bathin yang demikian hebatnya
sehingga terpikir oleh Regina untuk hidup terus dan
berhasrat menuntut balas kepada manusia yang
berjiwa binatang itu. Ya. Aku harus membalas
dendamku ini. Demi diriku dan kedua orang tuaku.
Akhirnya ...
Ia mengenakan kembali pakainnya dan
membereskan rambutnya yang kusut, setelah itu
dengan meraba-raba ia berjalan menuju keluar ...
39 / 103 Bab. 5 Regina merasakan dirinya berada di jalan yang
ramai, hatinya agak lega, ia tidak perduli hal lain asal
saja lolos dari cengkraman Rustam si binatang jalang
itu. Ia berjalan dengan pendengarannya.
Tiba-tiba "tutu, tit" dan terdengar suara mobil
di rem, setelah itu terdengar suara caci maki
seseorang: "matamu buta?!"
Regina merasa sedih, tanpa terasa air matanya
berlinang.
"Nona Regina, nona Regina" pada saat itu ia
mendengar seseorang memanggilnya, dan terdengar
pula suara pintu mobil dibuka.
"Nona Regina, kau hendak kemana?"
Regina mendengar suara seorang laki-laki dan
merasakan lengannya dipegang.
"Aku adalah Teddy, mari kau ikut aku naik."
Kiranya Teddy, Regina merasa gembira sekali, ia
mengikuti Teddy naik ke mobil.
40 / 103 "Kenapa kau seorang diri?"
Regina menunduk dengan perasaan malu, tentu
saja kejadian yang memalukan itu sukar untuk
diutarakannya, air matanya berlinang-linang, ia tetap
membisu. "Nona Regina, tempo hari aku datang ke
rumahmu, ternyata telah pindah," Teddy berkata
sambil menyetir mobil.
"Aku juga pernah menanyakan kau, tapi kau
tidak ada diperusahaan itu."
"Ya, aku pulang" Teddy tersenyum.
Regina merasa heran dan tidak mengerti
maksud pembicaraan Teddy.
"Terus terang kukatakan ayahku adalah Ridwan
yang terkenal itu."
"Oh..." Regina terkejut.
Dengan suara lantang, Teddy melanjutkan:
"Walaupun ayahku berhasil di bidang perdagangan
tapi ia hanya memiliki seorang anak yaitu aku.
Sehingga ia sangat sayang sekali padaku, bahkan ia
memperlakukan aku sebagai anak kecil, sehingga aku
tidak mempunyai kesempatan untuk berdiri sendiri,
41 / 103 akhirnya aku merasa rendah diri, merasakan ketidak
mampuan diriku."
Regina mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Setelah aku lulus dari sekolah, ia menghendaki
aku menikah dengan seorang putri dari golongan atas.
Aku merasa diriku lemah apakah dapat aku
menentangnya?"
"Akhirnya dengan perasaan mendongkol dan.
marah, aku meninggalkan rumahku dan melamar
pekerjaan diperusahaan ayahmu.
"Oh ..." kini Regina mengetahui dengan jelas,
keadaan keluarga Teddy.
Teddy bukan saja sebagai penolongnya, bahkan
juga sebagai orang yang dapat dipercayai.
Dengan perasaan gelisah ia bertanya: "jadi, kau
mengalah?"
"Tidak..." Teddy berkata dengan perasaan
gembira: "untuk pertama kali aku memperoleh
kemenangan, yang mengalah bukannya akui tapi
ayahku."
"Oh..." tidak tahu mengapa Regina turut merasa
gembira. 42 / 103 "Nona Regina, aku sudah mencarimu kemanamana, bagaimana keadaanmu akhir-akhir ini?"
"Panggil saja Ina, jangan pakai nona segala,"
Regina berkata.
"Ina, mengenai kemalanganmu aku telah
menceriterakan pada ayahku, kalau kau tidak
keberatan, tinggallah dirumahku," Teddy berkata
dengan perasaan gembira.
Regina hanya mengangguk tanda setuju karena
kini ia tidak lagi mempunyai rumah.
Sepanjang jalan, Teddy tidak menanya lagi
keadaan Regina, ia merasa gembira dan ingin segera
sampai kerumahnya, sedangkan Regina menunduk
dengan perasaan malu dan tidak mencerikan kejadian
yang baru saja dialami...
Kini Regina berdiam di rumah Teddy dengan
perasaan lega. Pak Ridwan bersikap ramah-tamah
sekali terhadap Regina, karena ia pernah
berhubungan dagang dengan almarhum ayah Regina,
mengenai kemalangan yang menimpa keluarga
Regina, ia telah mendengarnya, sehingga ia merasa
terharu atas malapetaka yang menimpa diri Regina,
sehingga ia memandang Regina sebagai anggota
43 / 103 keluarganya, ia mengetahui Regina suka bermain
piano, maka ia membelikan sebuah piano untuk
melewati waktu-waktu yang menjemukan.
Teddy setiap hari membantu ayahnya di kantor
dan sepulang dari kantor ia menemani Regina untuk
menghilangkan kesepiannya.
Ibu Teddy seorang wanita yang patuh pada
agama dan ia juga merasa kasihan pada Regina.
Biasanya pak Ridwan sering keluar rumah, tapi
sejak hadirnya Regina, ia lebih senang berdiam rumah,
sambil mendengarkan Regina memainkan ano,
kadang-kadang ia memandang Regina dengan
perasaan terharu, ia dapat memeliharanya terus, tapi
tidak dapat membiarkan seorang gadis cantik lagi
masih muda belia seperti Regina, hidup terus dalam
kegelapan, sambil mengerutkan alisnya, ia menatap
wajah yang bulat telor itu, oh, Ya, sungguh menderita
sekali hidupnya.
"Ayah, kau sedang melamun apa?" Teddy yang
duduk di sisi ayahnya bertanya dengan perasaan
heran. 44 / 103 "Tidak apa-apa" Pak Ridwan tertawa, "hanya
aku merasa heran, kenapa kau begitu lalai terhadap
Ina?"
"Apa maksudmu, ayah?"
Setelah menghembuskan asap Iisongnya, pak
Ridwan melanjutkan: "apakah kau tidak memperhati
kan bahwa Ina merasa tidak gembira?"
Piano berhenti, Regina berkata: "pak, aku
merasa senang sekali disini."
"Ina, mengapa kau harus membohong?"
Hati Ina berdebar-debar, apakah ia telah
mengetahui kepedihan hatiku?
"Teddy, sebaiknya kau mengajak Ina pergi
berjalan-jalan."
"Kemana?" Teddy bertanya.
"Sebaiknya ke Jepang, katanya di sana ada
dokter mata yang ahli sekali."
"Dokter mata?"
"Ya, bukankah penglihatan Ina harus dipulihkan
kembali? lagi pula kalian dapat menikmati bunga
45 / 103 sakura yang kini sudah musimnya, Ina, maukah kau
pergi menikmatinya?"
Menikmati bunga Sakura? Oh, alangkah
inginnya ia! dengan meraba-raba ia menghampiri pak
Ridwan, kemudian ia mendekapkan dirinya dipelukkan
pak Ridwan sambil menangis terharu.
"Tabahlah, Ina, jangan seperti anak kecil," pak
Ridwan berkata sambil mengusap-usap rambutnya
yang halus.
Teddy berseru dengan perasaan gembira. "Ina,
kita pergi bertamasya ke Jepang. apalagi matamu bisa
sembuh, oh alangkah baiknya."
Teddy diam-diam telah jatuh cinta pada gadis
malang ini.
Regina yakin bahwa hasrat untuk membalas
dendam kepada pamannya pasti berhasil. Dengan
perasaan terharu dan gembira ia berkata terputusputus pada pak Ridwan: "pak... bagaimana aku
membalas budimu...?"
Pak Ridwan berkata dengan tertawa: "mengapa
kau berkata demikian?"
Akhirnya ...
46 / 103 Dengan perasaan gembira mereka melawat
Jepang. 47 / 103 Bab. 6 Dilapangan terbang walaupun Regina tidak
dapat memandang sekitarnya, tapi dengan panca
indra yang lain ia dapat merasakan bahwa udaranya
segar dan wangi parfume-parfume dari wanita yang
berada disekitarnya.
Dengan hati lega dan gembira ia berpamitan
dengan ibu dan ayah Teddy.
Dengan menaiknya pesawat terbang yang ia
tumpangi, perasaannya turut bergembira, walaupun
mengetahui bahwa operasi mata yang akan dijalani
nya itu belum tentu seratus persen berhasil, tapi
bagaimanapun, ia mempunyai harapan dan ia
mencengkam harapan itu sebaik-baiknya.
Pada saat itu, ia tidak ingin mati, hal ini
diakibatkan karena ia ingin membalas budi terhadap
keluarga Teddy yang telah menolongnya dengan
penuh kasih sayang, disamping itu perasaan dendam
terhadap Rustam, pamannya semakin menebal. Bukan
saja ia memusnahkan keluarganya dan merampas
kebahagiaannya, bahkan ia telah membuat malu pada
dirinya, sehingga ia tidak berani menengadahkan
48 / 103 kepalanya... Karena itulah, didalam hatinya, selalu
bergolak hasrat menuntut balas.
Uang yang mudah diperoleh, mudah pula
lenyapnya, hal ini dialami Rustam, manusia berhati
serigala itu yang tadinya merencanakan dengan
kecantikan Regina sebagai modal untuk mengeruk
uang ternyata gagal, karena Regina buta.
Ia tidak mencari Regina, ketika ia mendapatkan
Regina telah lenyap, dengan uang hasil penjualan
rantai mutiara Regina itu, ia dapat mempertahankan
hidupnya beberapa hari, kemudian menjadi
gelandangan yang kelaparan, ia ingin meminta
bantuan pada kawan-kawan dagangnya dulu, tapi
mereka menolaknya, karena mereka mengetahui
dengan jelas segala sepak terjangnya.
Ia ingin bekerja tapi apa yang dapat ia kerjakan,
kepandaian tidak punya, menjual, menggadai dan
meminjam, semua telah ia lakukan, kini baru ia
merasakan penderitaan hidup, kadang-kadang ia
merasa sedih dikala ia mengenang masa lalunya yang
penuh kemewahan, ada mobil, hidup senang, kini...
semua itu hanya tinggal kenangan belaka.
Apa dayanya kini? semua jalan tertutup
baginya, terpaksa ia menjerumuskan dirinya ke
49 / 103 penghidupan dibawah tanah, bergaul dengan
gerombolan, penyelundupan morphin. Ya, dengan
cara demikianlah si Rustam melanjutkan hidupnya.
Di jalan-jalan gelap dan di tempat-tempat yang
angker, setiap saat kita dapat menjumpainya disana...
50 / 103 Bab. 7 Rumah Teddy dihias lampu berwarna-warni
dengan indahnya, di halaman muka penuh dengan
mobil yang mewah dan pengunjung-pengunjung dari
golongan elite, yang berpakaian mentereng.
Kiranya pak Ridwan mengadakan pesta untuk
merayakan pulihnya penglihatan Regina.
Regina adalah yang tergembira diantara orang
banyak itu. Karena ia telah memperoleh kembali
penglihatannya, kini tidak lagi ia hidup dalam
kegelapan. Dengan mengenakan gaun pesta yang
indah, Regina tampil diantara tamu bagaikan seorang
bidadari turun dari kayangan.
Malam ini, semua orang merasa gembira,
terutama pak Ridwan, ia terus menerus minum
champagne, sehingga Regina yang duduk di sisinya
mencegahnya, "jangan minum terlalu banyak, pak."
"Ha, ha, aku tidak mudah mabuk," pak Ridwan
memberitahunya sambil tertawa : "mari, aku ingin
mengumumkan sesuatu kepada hadirin."
Regina dengan perasaan heran berdiri.
51 / 103 "Para hadirin ... ..." terdengar suara pak Ridwan
bergema dimuka corong mikropon, " ini adalah putri
almarhum tuan Harun..."


Mutiara Di Tengah Badai Karya Adrian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapik sorak berkumandang dan beratus-ratus
pasang mata tertuju pada Regina, sehingga ia merasa
malu dan wajahnya terasa panas, disamping itu
terdengar pujian-pujian atas kecantikannya.
"Kini, aku ingin mengumumkan suatu kabar
yang gembira..." pak Ridwan melanjutkan pidatonya
sambil menjuruh Teddy yang berada disisinya berdiri,
"disaat kita sedang merayakan pulihnya penglihatan
Regina, maka aku ingin mengumumkan suatu kabar
gembira lagi, yaitu pertunangan antara putraku Teddy
dengan nona Regina."
Segera bergemuruh suara tampik sorak hadirin.
Hati Regina berdebar-debar.
Hati Teddy bergembira. Setelah tempik sorak
mereda, pak Ridwan mengeluarkan dua kotak yang
berisi dua buah cincin pertunangan dari dalam saku
nya, kemudian memberikan kepada Teddy dan Regina
untuk dipakai pada jari manis masing-masing.
Teddy dengan pandangan gembira menatap
wajah ayahnya seakan-akan ia berkata: "Ayah kali ini
52 / 103 penggunaan hakmu sesuai sekali dengan keinginan
ku." Tentu Regina juga merasa gembira, tapi
bayangan gelap dalam hatinya semakin membesar.
Bukankah aku sudah bukan gadis lagi, apakah Teddy
mau mengerti? Ia merasa berbuat sesuatu
memalukan terhadap keluarga Teddy, tanpa terasa
wajahnya yang tadi gembira, kini berubah suram dan
murung. Melihat sikap Regina itu, pak Ridwan merasa
menyesal, dan tidak puas, hanya saja ia berpura-pura
gembira dihadapan tamu, padahal di dalam hati ia
mendumal: sungguh tidak tahu diri si Ina itu, sudah
bagus aku menjadikan dia menantuku masih berlagak
tidak senang lagi. memang gadis cantik hanya dia saja,
aku seorang hartawan baik hati menjadikan dia
menantuku, sedangkan ia adalah seorang gadis yatim
piatu, masih berlagak lagi. Gadis mana yang tidak
dapat aku menjadikan isteri anakku? hanya saja Teddy
itu yang selalu mendengung-dengungkan perkawinan
bebas, hendak pilih sendiri, kalau tidak, yang lebih
cantik dari dia juga aku dapat carikan.
Pikiran pak Ridwan cukup panjang, ia beranganangan mempunyai seorang menantu yang pandai dan
53 / 103 cantik, sehingga ia dapat membantu suaminya ininya
dalam usaha dagang, tapi kenyataannya pendidikan
Ina rendah, hanya wajahnya cantik, tapi ia masih
mengharap bahwa Ina sebagai menantunya dapat
merupakan nyonya rumah tangga yang baik dan dapat
melayani kedua orang tuanya.
Tetapi mengapa ia bersikap seakan-akan tidak
suka? Walaupun perasaan pak Ridwan tidak senang
dan mendongkol, tapi ia telah bersikap ramah tamah
dan berpura-pura gembira dihadapan para tamu.
Ibu Teddy menafsirkan lain terhadap sikap Ina
mungkin ia telah mempunyai kekasih lain.
Pujian dari para tamu terus berlangsung
dihadapan ibu dan pak Ridwan.
Akhirnya pesta bubar, para tamu semua telah
berpamitan. Teddy membimbing masuk Regina yang
berwajah kemerah-merahan karena malu, setelah
pengumuman tadi, Regina telah resmi menjadi
anggota keluarga pak Ridwan, sehingga ia merasa dan
tidak leluasa seperti dulu dikala berhadapan dengan
kedua orang tua itu.
54 / 103 Sikap Ina yang aneh ini menambali kecurigaan
pak Ridwan. "Hm," ia mendengus sambil menuju ke
kamarnya. Regina merasa heran.
"Ina, kau telah letih, istirahatlah." Teddy yang
dimabukan oleh kegembiraan, tidak memperhatikan
sikap tidak senang dari ayahnya, karena pada saat itu,
semua perhatiannya hanya tertuju pada Regina calon
istrinya. Regina dengan kepala menunduk masuk
kedalam kamarnya.
"Ayah kelihatannya tidak senang," Regina
berkata pada Teddy.
"Jangan sembarang omong," Teddy mendorong
perlahan-lahan Ina kedalam kamarnya, kemudian
"malam ini, aku sangat gembira sekali."
Regina diam, ia merasa tidak tenang, kemudian
ia menengadah untuk menutup pintu kamar.
"Bolehkah aku masuk?" Teddy melongok kekamar sambil bertanya: "kau sudah menjadi calon
istriku lho!"
"Tidak..."Regina mengelengkan kepala dengan
malu dan berusaha mendorong Teddy keluar untuk
mengunci pintu kamar.
55 / 103 56 / 103 Teddy sengaja menekan supaya pintu tidak
dapat ditutup dan menyodorkan kepalanya kedalam.
Regina sambil bertanya dengan perlahan, "boleh aku
mencium sebentar untuk bekal dalam mimpiku nanti."
Regina menjadi semakin malu dan ingin menyepak
Teddy. "Har ha, selamat malam..." Teddy meninggal
kan Regina dan menuju ke kamarnya.
Bersandar di belakang pintu, hati Regina
berdebar-debar, bagaimana? aku sungguh menyesal
tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada
Teddy tempo hari, kini merasa berdosa, apakah
mereka dapat memaafkan dan menaruh perasaan
kasihan padaku dikala mereka mengetahuinya?
Pikiran Regina kacau, justru disaat-saat ia seharusnya
bergembira.
la benci dan dendam pada Rustam penyebab
semua malapetaka yang ia kini ia alami, Ya, sebelum
memperoleh kembali penglihatannya ia bertekad
untuk membalas dendam, api kebencian dan dendam
berkobar-kobar dengan hebat di dalam hatinya, tapi
kini ia merasa takut dan diam-diam ia memohon
kepada Tuhan, supaya ia jangan berjumpa lagi dengan
Rustam, lebih baik lagi kalau ia sudah mati, hal ini
57 / 103 bukan berarti bahwa Regina tidak lagi dendam
padanya, tapi, ia takut berjumpa dengan, manusia
berhati serigala itu, kalau saja ia berjumpa dengan dia
dan membocorkan rahasianya... bagaimana aku dapat
bertemu dengan orang-orang? dan yang lebih penting
lagi, hal itu dapat menjatuhkan nama baik keluarga
Teddy. Regina semakin berpikir semakin risau,
perasaan takut, sedih, putus asa, bercampur aduk,
sehingga membuat sukar bernapas, dan ingin rasanya
ia mati, tapi setelah berpikir lagi, bagaimana ia dapat
mati? Kalau aku mati bukankah mengecewakan Teddy
yang telah menoIong aku dari cengkeraman elmaut
tempo hari, bukankah aku mengecewakan pak Ridwan
yang telah, berusaha menyembuhkan mataku?
Hatinya risau dan gelisah, ia cinta pada Teddy
tapi ia tidak berani ...
"Budak itu sungguh memalukan aku," pak
Ridwan masih saja mendumal di dalam kamarnya.
"Berapa banyak gadis ingin menjadi menantu
ku, tapi tidak dapat, hm, apa kelebihannya dia sudah
berlagak?"
58 / 103 "Padahal si Anna, putri Herman lebih lincah dan
dapat membuat orang menyukainya, tidak seperti dia
yang selalu bermuram durja saja, tapi dasar si Teddy
juga, ia tidak mau sama si Anna dan mengatakan cinta
adalah bebas, tidak mau ditentukan oleh orang tua
segala, akhirnya?" Pak Ridwan mengguman dengan
perasaan mendongkol. Ibu Teddy sedang duduk di
muka toilet, sambil meloloskan perhiasannya ia
berkata: "Teddy mencintai Ina."
"Ya, tentu saja, mereka bergaul terus selama
setengah tahun," pak Ridwan berkata: "siapa sangka
ketika pertunangannya kuumumkan, wajahnya
berubah bermuram durja."
"Aku rasa seharusnya kau menanyakan dahulu
pendapatnya," Nyonya Ridwan berkata dengan
sungguh-sungguh.
"Tadinya aku bermaksud untuk membuat ia
kaget dan gembira."
"Mungkin
tersembunyi."
ia mempunyai maksud yang "Hm tidak tahu malu, ia mengira dirinya agung,
kalau bukan Teddy menyukainya aku tidak
mengangkat mantu padanya, seorang anak piatu."
59 / 103 "Jangan berkata demikian," nyonya Ridwan
yang mempunyai hati ramah berkata sambil
menggoyang-goyangkan tangannya.
Kemarahan pak Ridwan sudah sampai pada
puncaknya: "apakah ia menginginkan namaku jatuh,
sungguh keterlaluan."
Nyonya Ridwan berdiri sejenak, kemudian
berkata: "Apakah ia mempunyai kekasih lain?"
"Ya, mungkin juga demikin?" pak Ridwan
membenarkan.
"Lalu kalau benar ia telah mempunyai kekasih
perkara ini bisa menjadi runyam." nyonya Ridwan
berkata. "Habis bagaimana?" wajah pak Ridwan pucat.
Mereka berdiam, karena tidak tahu bagaimana
untuk mengatasi kesulitan ini.
"Bagaimana kalau benar demikian, namaku bisa
jatuh..." pak Ridwan mengeluh.
"Jangan mengeluh dulu, mungkin hanya
pandangan kita saja," nyonya Ridwan menghibur
suaiminya.
60 / 103 "Salahku juga tidak menyelidiki dulu," pak
Ridwan berkata dengan perasaan menyesal.
"Lebih baik kita selidiki dulu," nyonya Ridwan
mengusulkan.
"Ya, lebih baik kita selidiki dulu," pak Ridwan
penyetujuinya.
"Waktu pernikahannya kita
dahulu." nyonya Ridwan berkata.
tangguhkan
"Ya," pak Ridwan menyetujuinya.
61 / 103 Bab. 8 Pak Ridwan sekeluarga turut bergembira
setelah Regina kembali dengan berhasil dari Jepang,
tapi kini Regina merasa heran atas perubahan sikap
pak Ridwan terhadap dirinya, setelah ia
mengumumkan pertunangannya, mengapa?
Dahulu ketika ia sedang memainkan piano, pak
Ridwan duduk diruang tamu sambil merokok
menikmati lagu yang dibawakan oleh Regina, tapi kini,
seakan-akan ia merasa benci mendengar suara piano,
setiap Regina memainkan piano, ia segera berlalu dari
ruang itu.
Heran, mengapa sikapnya berubah demikian
rupa? Perasaan heran terhadap pak Ridwan, ditambah
dengan perasaan sedih tentang dirinya, membuat ia
menjadi lemah fisiknya, lama kelamaan ia sering jatuh
sakit dan tubuh nya semakin kurus.
"Ina, kau agak kurus akhir-akhir ini," pada suatu
malam Teddy berkata padanya dengan penuh
kecemasan.
62 / 103 "Masa iya?..." ia meraba-raba kedua belah
pipinya. Pada saat itu, diruang tamu hanya mereka
berdua. "Ada kesukaran apa?"
Regina menggelengkan
kepala sambil tersenyum pahit, diam-diam ia berkata dalam hati:
"persoalan yang kuhadapi demikian ruwet, tapi
kepada siapa aku dapat mengutarakannya ?" ia
menunduk, air matanya berlinang-linang.
"Ayah kelihatannya tidak senang terhadapku,"
akhirnya Regina mengatakan juga.
Pada sikap dingin dari ayahnya, Teddy telah
mengetahui, hanya saja ia simpan di dalam hati:
"Tidak ada apa-apa,..." ia sengaja menutupinya:
"mungkin akhir-akhir ini dagangannya kurang lancar,
sehingga sedikit kesal."
"Perasaan kesal itu dapat mengganggu
kesehatan, kau harus bergembira sedikit," Teddy
menghibur dan membajuk dengan mengusap-usap
daun telinga Regina "kenapa kau sembunyikan
senyummu? kau tahu tidak, kau cantik sekali dikala
kau bersenyum."
63 / 103 Regina tetap membisu.
"Tertawalah, alangkah senangnya aku kalau
melihat kau tertawa," dengan memegang lengan


Mutiara Di Tengah Badai Karya Adrian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Regina ia membujuk rayu.
Akhirnya Regina terpaksa tersenyum.
"Ya, begitu dong, baru cakap," Teddy merasa
senang sekali.
Terhadap sikap polos dan wajar dari Teddy,
Regina merasa dosanya semakin berat. Ia merasa
dirinya telah ternoda masih ingin merayu pemuda
yang suci murni.
Kekesalan didalam hatinya membuat Regina
menarik napas, persoalan yang memalukan ini,
bagaimana ia dapat mengutarakannya?
Akhirnya pandangan matanya terasa kabur, ia
berusaha membendung air matanya.
"Kenapa kau menangis Ina?" Teddy bertanya
dengan perasaan heran,
Regina berusaha menekan perasaannya,
menekan, tapi akhirnya ia menangis sambil mendekap
kan mukanya, dan lari masuk kedalam kamarnya,
Teddy berdiri tertegun.
64 / 103 Di muka kamarnya hampir saja ia bertubrukan
dengan pak Ridwan.
Pak Ridwan memandang bayangannya,
kemudian menghampiri Teddy yang sedang berdiri
mematung. "Jangan goblok," pak Ridwan menepuk anaknya
"mungkin ia mempunyai kekasih lain."
Kekasih lain?... Bagaikan palu menepah hati
Teddy, tubuhnya gemetar, kesadarannya lenyap
seketika. Dengan tertawa dingin
meninggalkan Teddy menuju keluar.
pak Ridwan Teddy merasa heran mengapa ayahnya lebih
mengetahui rahasia Regina, mempunyai kekasih
lain?... Tidak mungkin, bagaimana dapat? bukankah ia
selalu mendampinginya, sedangkan sikap ayahnya
bagaikan sang hakim yang mengvonnis orang yang
bersalah. Kini, Teddy merasa pening kepalanya, hatinya
risau, tidak tahu bagaimana mengatasi persoalan ini
Tiada orang yang dapat menampung kepedihan
hatinya, untung saja kedua orang tua Teddy tidak
65 / 103 pernah menyingung-nyingung persoalan perkawinan
mereka, tapi sikap mereka yang berubah dingin dan
kaku, terasa asing bagi diri Regina, segala kemesraan
dan kehangatan kasih sayang yang pernah ia peroleh
dari keluarga Teddy telah lenyap kini.
Kembali Regina merasakan kesepian dan
terasing, akhirnya terpikir olehnya kawan karibnya
Rika yang pernah menolongnya, sejak ia dibawa lari
Rustam, tidak pernah berjumpa lagi dengan Rika.
Hari ini adalah libur, tentu Rika ada dirumah,
akhirnya ia memutuskan untuk mengunjungi kawan
nya itu. Keluar dari rumah, ia merasa tubuhnya
melayang-layang, ia sadar bahwa kesehatannya telah
berkurang, dengan berjalan kaki, ia ingin menikmati
keadaan sekitarnya yang telah lama tidak melihat,
keadaaan sekitarnya sudah banyak berubah,
bangunan semakin tinggi, yang tua dan usang telah
berubah menjadi gedung baru, ia terus berjalan,
dalam waktu yang singkat ini, ia merasakan segalanya
telah berubah, misalnya keluarganya hancur, hatinya
yang penuh kedukaan, sikap dingin keluarga Teddy, ia
merasakan hidupnya tidak berarti, terus ia berjalan,
akhirnya ia merasakan udara diluar lebih segar dari
udara didalam, semangatnya bangkit kembali.
66 / 103 Ia membelok pada suatu tikungan, tiba-tiba
sebuah tangan yang kotor disodorkan dihadapannya,
ia terkejut, tapi ketika ia mengetahui bahwa
dihadapannya itu adalah seorang pengemis, hatinya
lega, melihat sikapnya yang penuh belas kasih, ia
membuka tasnya untuk memberikan uang.
Begitu tas Regina terbuka, wangi parfume
menyerang hidung pengemis itu, oh wangi sekali ?ia
ingat dimasa lalu, ia sering memberi benda-benda
semacam itu pada wanita yang ia sukai, tanpa terasa
pengemis itu menengadahkan .wajahnya bermaksud
untuk penatap gadis yang murah hati dihadapannya
itu, sedangkan Regina pada saat itu menyodorkan
uang kepada pengemis, pada saat yang bersamaan,
pandangan mereka bertumbukkan.
"Ah " segera Regina terkejut, mulutnya
ternganga, kakinya lemas, akhirnya ia lari, lari ...
"Jangan lari, mengapa kau menghindari aku?"
pengemis itu berteriak sambil mengejar Regina.
Kiranya pengemis itu adalah Rustam. Dengan tubuh
gemetar, hati risau, Regina terus berlari, ia takut
menjumpai orang yang dikenal, apalagi keluarga
Teddy. 67 / 103 Matanya berkunang-kunang, ia melihat
dihadapannya sebuah taxi, segera ia menghampiri.
"Taxi"
"Ina... Ina... " Rustam memanggil.
Setelah masuk kedalam mobil, Regina segera
menutup rapat pintunya dan memerintahkan sopir
menjalankan mobilnya.
Diluar jendela, Regina masih sempat melihat
wajah Rustam.
"Kemana, nona?" sopir bertanya.
Sebenarnya ia ingin ke rumah Rika, tapi kini ia
batalkan, ia ingin pulang saja, segera ia memberitahu
kan alamatnya pada sopir.
Sopir taxi merasa heran, mengapa naik taxi,
pada hal jaraknya demikian dekat.
Pada saat itu, Regina diliputi ketakutan, ia ingin
segera tiba diumah.
Rustam, manusia yang telah menghancurkan
hidup Regina kini menjadi pengemis, karena pihak
kepolisian giat memberantas penyelundupan morpin,
sehingga komplotannya bubar, demi kelangsungan
68 / 103 hidupnya dan demi memperoleh morphin untuk
dirinya, terpaksa ia mengemis.
Setiba di rumahnya, ia menekan bel pintu dan
segera masuk kedalam, setelah pintu dibuka pelayan.
Berada didalam, hati Regina agak lega, tentu ia
tidak tahu dan tidak sangka, bahwa Rustam terus
mengikuti taxi yang ia tumpangi, walaupun agak
terlambat, tapi ia mengetahui dimana Regina tinggal.
Rustam yang telah mengetahui tempat tinggal
Regina, merasa gembira, karena ia menemukan jalan
baru untuk merubah hidupnya. Ya, ia akan
memperoleh banyak uang, ia melamun sambil
bersandar pada pohon di muka rumah Teddy.
Lama ia tenggelam dalam lamunannya yang
indah, sampai hari telah gelap, baru ia pergi
meninggalkan rumah Teddy.
Semangat Rustam bangkit kembali, karena ia
akan laksanakan rencananya, ia merasa gembira dapat
mengetahui tempat tinggal Regina pada saat ini,
baginya sama dengan menjumpai tambang emas,
akhirnya dengan bersiul ia lenyap di kegelapan malam.
Pada malam itu, Regina tidak dapat tidur
nyenyak. Hatinya pedih pikirannya ruwet, yang ia
69 / 103 pernah benci dan dendam tidak disangka dapat
berjumpa hari ini, tapi kini ia takut pada orang itu, ia
rela melenyapkan perasaan dendamnya, asal saja
orang itu mau memegang rahasianya.
Tapi, ia kini telah menyadi pengemis, dapat
melepaskan diriku?
Hati yang risau dan ruwet membuat air matanya
berlinang-linang, akhirnya, kejadian yang menakutkan
terjadi juga, justru pada saat ia siap untuk
menghadapinya, sungguh sempit dunia ini, kesanakesini berjumpa dengan orang dikenal.
Regina merasa semakin kesepian pada usia
semuda dia, bagaimana ia dapat menghadapi kelicikan
seseorang dan mengatasi persoalan yang ruwet.
Tuhan seakan-akan merasa kasihan terhadap
gadis yang malang dan lemah ini, karena malam hujan
turun dengan deras.
"Hallo... calon nyonya Teddy?"
Regina mendengar seseorang memanggil ditppi
telinganya, sehingga ia terkejut.
Regina yang memang sedang dalam keadaan
tidak tenang, dan perasaannya selalu diliputi
70 / 103 ketakutan, ditambah dengan sikap dingin dari
keluarga Teddy membuat ia merasa lesu.
Hari ini, dengan bersemangat ia ingin
menghirup udara segar diluar, tidak disangka, baru
saja ia melangkah keluar pintu seorang laki-laki
bertopi menghampirinya.
"Ina, aku telah lama menunggumu," ketika lakilaki itu mengangkat tepi topinya keatas, Regina
terperanjat, kiranya laki-laki itu, tidak lain adalah
Rustam, orang yang ia ingin menghindarinya, kini...
Wajah Regina pucat, baru saja ia ingin melarikan
diri, lengannya dipegang erat-erat oleh Rustam,
sehingga ia tidak dapat bergerak.
"Kau ... mau apa?" Regina bertanya dengan
penuh perasaan takut.
"Jangan bersikap demikian padaku..." Rustam
berkata sambil menyengir: "terlepas dari hubungan
kita sebagai paman dan keponakan, sedikitnya kita
masih mempunyai hubungan sebagai suami istri."
"Kau..." Regina marah, wajahnya pucat.
71 / 103 Walaupun ia dalam keadaan marah, pikirannya
tetap jernih dan sadar, ia melihat sekitarnya, takut
kalau-kalau berjumpa dengan orang yang dikenal.
"Kau... lepaskan tanganmu yang kotor itu!"
Regina membentak sambil melototkan matanya.
"Hi" Rustam menurut. "Aku tahu kau calon
isteri Teddy, tentu namamu dan kedudukanmu cukup
penting, hanya saja aku..."
Regina ingin rasanya melarikan diri.
"Hai, jangan coba menghindarkan aku, kau tahu
aku bagaikan bayanganmu," Rustam terus mengikuti
Regina. "Lalu apa yang kau inginkan?" Regina menanya
sambil menunduk, ia merasakan tanah yang diinjak
nya berputar.
"Aku ingin..." Rustam tetap menyengir. "seperti
kau ketahui keadaanku sekarang, aku tidak berani
memimpikan masa lalu."
Regina merasa malu dan takut, ia percepat
tindakannya.
72 / 103 "Ina, kau lihat keadaanku kini" Rustam
berkata sambil tetap membayangi Regina : "aku,
butuh uang."
"Uang?" Regina menengadah, wajahnya pucat.
ia melototkan matanya, "dari mana aku mempunyai
uang?"
"Jangan bergurau? siapa yang tidak kenal pada
Ridwan? lagi pula kau adalah calon menantunya."
Regina menahan kepedihan hatinya, tanganya
gemetar menahan amarah.
"Bukankah kau mengetahuinya? bahwa aku
hanya menumpang dirumah orang..."
Rustam menggoyangkan tangannya sambil
tertawa: "jangan berkata demikian, siapa yang tidak
tau bahwa kau adalah anak kesayangan Ridwan?"
Hati Regina kacau dan pedih... pikirannya
bekerja keras, uang, bajingan ini butuh uang kalau
saja kejadian yang memalukan itu dapat ditutupi uang,
ya, apa boleh buat.
Dengan suara parau ia berkata: "berapa banyak
yang kau butuhkan?"
"Satu juta rupiah."
73 / 103 "Ah?..." Regina terkejut, hampir saja ia jatuh
pingsan. "Bagaimana,
bertanya. terlalu banyak ?" Rustam Regina bungkam.
"Satu juta mungkin, bagimu agak berat pada
masa kini, kau boleh mengangsurnya."
"Ah ..." air mata Regina berlinang-linang.
"Kenapa kau kaget?" Rustam tertawa sinis.
"tidak disangka sifatmu tetap masih kanak-kanak
walaupun sudah mengalami banyak perubahan."
Melihat wajah Rustam yang kotor dan licik, Regina
merasa muak.
"Hai, kemarikan tasmu," ia merampas tas yang
dipegang oleh Regina, Regina hanya tertegun, tidak
dapat mengatakan sepatah katapun.
"Hanya beberapa ratus rupiah saja," wajah
Rustam berubah, dan meneliti Regina dari atas ke
bawah, lalu melemparkan tas itu kearah Regina.
Perbuatan Rustam itu seakan-akan menampar


Mutiara Di Tengah Badai Karya Adrian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wajahnya, pedih dan merah.
74 / 103 "Baiklah, untuk sementara waktu tidak apa,
sebegini lumayan juga dari pada tidak ada sama
sekali."
Dengan memasukkan uang itu kedalam saku
nya, Rustam meninggalkan Regina yang berdiri
termenung, tapi sebelum ia pergi jauh, masih sempat
ia memberi peringatan: "satu juta rupiah jangan lupa."
Satu juta rupiah? seakan-akan darah Regina
terhenti mengalir, semangatnya terbang, tidak tahu
mengapa lama ia berdiri mematung diam, masih untuk
tidak banyak orang yang lewat sehingga tidak ada yang
memperhatikan kejadian tadi, bagaikan orang sembuh
dari sakit, ia bertindak dengan langkah yang berat.
Munculnya kembali Rustam bagaikan sebuah
mimpi yang buruk bagi Regina.
Setibanya dirumah, ketika ia melintas ruang
tamu, terlihat olehnya Teddy beserta kedua orang
tuanya sedang duduk disana.
Tanpa sadar, mereka mengawasi Regina,
sedangkan Regina terpaksa menyapa mereka dengan
kaku, ketika menuju kekamarnya.
"Jalan-jalan?"
bertanya. akhirnya nyonya Ridwan 75 / 103 "Ya," Regina mengangguk, walaupun ia
merasa penat, tapi menurut etiket baik, mau tidak
mau ia duduk juga disisi mereka.
"Tanganmu dingin?" nyonya Ridwan berkata
dengan penuh belas kasihan, ketika memegang
tangan Regina.
"..." Regina membisu, pandangannya diarahkan
keujung sepatunya, walaupun demikian, ia merasa
tatapan dari tiga pasang mata terhadap dirinya.
"Ina, dapatkah kau. beritahu kami, apa yang
terjadi?" nyonya Ridwan cukup ramah tamah pada
nya, tidak kecewa sebagai seorang penganut agama
yang patuh, ia merasa kasihan melihat Regina akhirakhir ini.
"Kenapa wajahmu demikian pucat? Apakah
tidak enak badan?" kembali nyonya Ridwan bertanya
penuh dengan keibaan.
Butiran air mata yang bergantungan ditelapuk
mata Regina, hampir saja menetes, ia menggelengkan
kepala sambil tersenyum.
Mereka merasa heran dan tidak mengerti,
melihat senyum Regina yang lebih menyerupa
tangisan. 76 / 103 "Ada persoalan apa, bolehkah kami mendengar
nya?" nyonya Ridwan memandang Regina tanpa
berkesip. "Sudahlah, jangan menanyakan rahasia pribadi
orang," Teddy berkata dengan perasaan tidak sabar,
segera ia berdiri.
Pak Ridwan tetap tenang-tenang sambil
mengisap lisongnya, sedang nyonya Ridwan
memandang bayangan puteranya.
Regina tertegun, hatinya pedih, kini ia mengerti
bahwa keluarga Teddy telah salah tafsirkan atas
sikapnya, tapi, apakah ia dapat menjelaskan? bahkan
kekasihnya sendiri Teddy juga salah menafsirkannya,
tanpa menghiraukan kesopanan, ia lari masuk ke
dalam kamarnya, setelah itu menyandarkan dirinya
dibalik pintu kamar sambil menangis...
Tidak tahu bagaimana mengatasi persoalan
yang sedang dihadapi kini, persoalan terhadap
keluarga Teddy dan juga terhadap Rustam manusia
jahanam itu, lebih-lebih ia tidak tahu apa yang
dilakukan selanjutnya oleh Rustam terhadap dirinya?
satu juta rupiah bukan suatu jumlah yang kecil, dari
mana aku memperoleh uang sebanyak ini?
77 / 103 Hatinya risau, tidak dapat ia memecahkan
persoalan ini, lebih-lebih sikap tidak mengerti dari
Teddy, membuat ia merasa semakin menderita,
densan pikiran melajang, tidak tentu arahnya dan
pandangan yang remang-remang ia menatap keluar
jendela, ia berkata pada dirinya... tidak boleh, tidak
boleh membuka rahasia ini dihadapan mereka, kalau
saja mereka mengetahuinya, tentu akan merasa sedih
karena hal ini dapat menjatuhkan nama baik mereka,
tapi apa daya?
Hari semakin gelap, ia tidak ingin turun makan,
tubuhnya terasa lemah, ia berbaring ditempat tidur
dalam kegelapan, karena lampu tidak dinyalakan, di
luar jendela bintang berkelap-kelip, suara klaxon
mobil terdengar jelas, udara malam agak dingin, ia
mendengar jelas tindakan Teddy menuju kekamarnya,
ia mabuk pula.
Sebelum berjumpa dengan Rustam, ia merasa
tidak enak terhadap Teddy, kini kalau saja Rustam
mengadakan issue yang tidak-tidak terhadap dirinya
diluar, akan meruntuhkan nama baik keluarga Teddy,
budi orang dibalas dengan keburukkan, oh, apa
jadinya aku ini?
78 / 103 Walaupun kesadarannya tetap ada, tapi pikiran
nya hampa, tidak dapat memikirkan jalan keluar,
seharusnya ia memberitahukan kejadian yang
memalukan itu pada Teddy, tapi ia tidak berani karena
merasa malu.
Regina mengerti atas kesalah fahaman dari
keluarga Teddy, terutama Teddy yang meminum
minuman keras untuk melenyapkan kekesalan
hatinya, karena ia berpendapat bahwa aku
mempunyai kekasih lain, tapi seandainya mempunyai
keberanian untuk mengutarakan semua kejadian
padanya, apakah ia dapat menerima dan memaafkan
nya? Regina terbenam dalam berbagai pikiran ?oh,
sungguh malang nasibku ini? Kini ia tidak berani lagi
memandang keluar jendela, karena ia tahu pada
pohon di muka rumah, sedang bersandar seseorang
yang bertopi. Hati Regina diliputi oleh ketakutan dan
kecemasan. Rustam, jahanam itu... tanpa terasa ia
mencaci maki, aku tidak bermusuh padanya mengapa
ia merampas harta keluargaku, dan memperkosa
kehormatanku kini bagaikan setan terus membayangbayangi aku...
79 / 103 Bab. 10 Setelah kejadian itu, Regina tidak dapat makan
dan tidak dapat tidur dengan nyenyak, dengan
perasan lemas, ia bangun dan kemudian mengenakan
gaun tidur, malas ia membuka pintu ke balkon.
Rembulan menyinari alam dengan cahayanya
yang redup, dengan menghempaskan rambutnya yang
panjang, Regina memandang kelangit cerah.
Pada saat itu, ia mendengar percakapan
seseorang di kamar sebelah, seberkas cahaya
terpancar keluar dari dalam kamar itu, kirannya kamar
kedua orang tua Teddy.
Ia tidak bermaksud mencari dengar percakapan
orang, maka ia berbalik untuk masuk kembali kedalam
kamarnya, tiba-tiba sebuah keluhan membuat ia
terkejut. "Ina, anak itu kelihatannya mempunyai isi hati
yang sukar diutarakan, akhir-akhir ini, ia agak
kurusan," terdengar nyonya Ridwan berkata.
"Menurut
pandanganku,
ia bukannya mempunyai kekasih lain. Buktinya setiap hari ia
80 / 103 mengeramkan dirinya di rumah mungkin ia mempunyai banyak sekali isi hati," kembali terdengar suara
nyonya Ridwan.
Pak Ridwan yang selama ini berdiam, kini
terdengar suaranya: "kau pikir, apakah lebih baik kita
cepat-cepat nenikahkan mereka?"
"Hm" nyonya Ridwan tidak menjawab.
Hati Regina berdebar-debar.
"Akhir-akhir ini Teddy banyak berubah, setelah
pulang dari kantor tidak lantas pulang ke rumah, tapi
berkeliaran diluar sampai jauh malam, hubungannya
dengan Ina kini agak retak kelihatannya," nyonya
Ridwan berkata.
"Kini kau pikir, bagaimana sebaiknya?" Ridwan
seakan-akan tidak berdaya.
"Kita tidak dapat membatalkan pertunangan
mereka, karena dapat mempengaruhi nama baik kita,
seandainya, kita mengusirnya, ia tidak mempunyai
sanak saudara, aku tidak tega melakukannya..."
nyonya Ridwan berkata.
Pedih, demikianlah yang dirasakan oleh Regina
pada saat itu.
81 / 103 "Sebetulnya Ina adalah gadis baik-baik,
mungkin ia terlalu banyak menderita," pak Ridwan
berkata. "kalau betul ia tidak mempunyai kekasih lain,
aku sangat setuju ia menjadi menantuku."
"Wuah ..." Regina menangis, apa mau dikata,
ada kesukaran tapi tidak dapat diutarakan.
"Kau kira apakah lebih baik kita menanyanya
secara jelas?"
"Mungkin... agak susah untuk menanyanya?"
nyonya Ridwan ragu-ragu.
"Persoalan ini kalau tidak sekarang diselidiki
baik-baik, nanti kalau mereka sudah menikah lebih
berabe lagi"" pak Ridwan berkata.
"Apakah
menanyanya?"
lebih baik suruh Teddy yang "Hm..." pak Ridwan berkata: "sikap Teddy akhirakhir ini tidak baik, berkeliaran di luar sampai larut
malam, baru pulang, harus ditegur."
"Susah dikatakan, salah pahamnya terhadap Ina
besar sekali."
"Kacau juga, belum menjelidiki secara baik-baik,
sudah sembarang menuduh orang."
82 / 103 "Tapi dari sikap dan kelakuannya, kau mau tidak
mau mencurigakannya."
Kini jelas bagi Regina, mengapa sikap mereka
dingin terhadapnya.
"Tidurlah, esok kita coba menanya padanya."
Dibawah sinar rembulan, terlihat dimata Regina
butiran air mata yang berkilauan, baru mereka
mencurigai aku mempunyai kekasih lain, sudah
demikian sikapnya, bagaimana kalau saja mereka
mengetahui bahwa aku bukan gadis lagi?
Salah, salah, seharusnya sejak siang-siang
menceritakan semuanya ini pada Teddy.
Regina mengambil suatu keputusan yaitu
meninggalkan keluarga Teddy, pergi ke tempat yang
jauh, dengan demikian ia tidak, lagi menyiksa Teddy
dan kedua orang tuanya dapat mencarikan menantu
yang lebih sesuai bagi puteranya.
Setelah mengambil keputusan itu, dengan
tenang ia menulis surat:
"Teddy,
Segala isi hatiku tidak berani ku utarakan. Aku
tidak berhak menerima cintamu walaupun aku
83 / 103 sangat mencintaimu, banyak hal-hal yang
kutakuti, aku takut kau tidak dapat memaafkan
aku, lebih-lebih takut Rustam si manusia
jahanam mengadakan issue di luar, sehingga
mempengaruhi nama baik keluargamu.
Disaat penglihatanku hilang dan berdiam
dirumah Rika, aku dalam keadaan pingsan
dibawa oleh bajingan itu ke hotel dan
memperkosa kehormatan ku
Aku malu mengutarakan padamu, sehingga
menyebab kan kau salah faham, kini setiap hari
Rustam berjaga dimuka rumah, ia ingin
memeras aku dengan satu juta rupiah.
Takut kalau menyukarkan kalian, aku akan
meninggal kan tempat ini dan meninggalkan
kau. Selamat tinggal, biarlah Tuhan yang Maha Esa
membalas segala kebajikanmu."
Setelah selesai menulis surat, ia berdiri sambil
menghembuskan napas lega.
Maupun demikian aku seorang gadis yang
lemah dan tidak berkepandaian, bagaimana dapat
pula hidup di masyarakat? tapi, tidak perlu dipikirkan
84 / 103 terlalu jauh, asal saja tidak mempersulitkan orang lain,
aku seorang diri menderita tidak menjadi soal, yang
penting adalah menghindari Rustam... Ya, pada
malam hari semacam ini, tentu ia tidak ada di muka
rumah, lebih baik sekarang juga aku berangkat.
Tapi, pergi ke mana?
Regina tidak memperdulikan semua ini. yang


Mutiara Di Tengah Badai Karya Adrian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penting meninggalkan tempat ini, sehingga tidak
menyusahkan orang lain, walaupun berat baginya
untuk meninggalkan Teddy, tapi ia tidak ingin
menyusahkan pemuda itu, demi kebahagiaannya, aku
harus meninggalkannya, bahkan mengemispun aku
rela. Dengan perasaan sedih ia mengambil koper dan
membuka lemari pakaian, dihadapannya terbentang
banyak pakaian baru yang dibelikan oleh Teddy.
Regina tertegun sejenak... Teddy sungguh
seorang suami, yang ideal, hanya saja nasibku malang,
ia menghela napas, air matanya kembali berlinanglinang.
Terasa angin bertiup dengan kencangnya, ia
lupa mengunci pintu balkon, dengan tindakan berat,
Regina menghampiri balkon, tiba-tiba bahunya
85 / 103 dipegang seseorang, ia terkejut, segera berpaling.
Kiranya seorang laki-laki yang bertopi berdiri di
sisinya. "Oh ..." mulut Regina terbuka.
"Tidak sangka aku bukan?" wajah Rustam yang
memuakkan kembali muncul dihadapannya.
Regina merasa benci sekali, ingin rasanya ia
menampar jahanam itu, tapi tangannya merasa berat.
Rustam duduk sambil mengisap rokok.
"Sudah lama aku menunggu-nunggu, setiap hari
tidak terlihat kau keluar rumah."
"Mau kemana kau?" Rustam bertanya, begitu ia
melihat koper.
Regina diam tidak menjawab, sambil menatapnya dengan penuh kebencian.
"Oh, kenapa kau marah padaku?" Rustam
berkata sambil mengangkat bahu: "dengan
menempuh bahaya aku memanjat dinding bermaksud
ingin berjumpa denganmu dan juga ingin menyampai
kan sebuah kabar gembira, yaitu aku tidak lagi
memaksa kau untuk mengeluarkan uang satu juta
rupiah."
86 / 103 Hm, tidak mau uang, jahanam ini sungguh
banyak akalnya.
Regina mengertakkan gigi.
"Hi, hi," wajahnya dihiasi tawa biadab.
Regina termenung dengan menyaksikan giginya
yang hitam dan kuning, dan wajahnya yang kurus dan
penuh dengan kisutan.
"Kau cantik sekali, tubuhmu demikian
montoknya" tawa liar terus menghiasi wajahnya
"aku hanya menginginkan kau..." ia membentangkan
kedua belah tangannya dan memeluk Regina.
"Auw" Regina berteriak sambil berontak, tapi
pelukannya semakin erat, tidak dapat ia meloloskan
dirinya. Rustam kembali tertawa jalang : "ha ...ha
sayang, aku ingin "
Dengan sekuat tenaga Regina menampar
pipinya. "Pukullah"
Rustam tertawa sambil menyodorkan pipinya: "memukul artinya sayang."
87 / 103 Tubuh Regina gemetar, dengan sekuat tenaga ia
mendorong tubuh Rustam dan berlari menuju ke
pojok. Bagaikan harimau lapar Rustam mengejar
Regina, sedangkan Regina hanya dapat perlahanlahan bergerak kesamping.
Mata Rustam yang merah dan bersinar-sinar
memandang dengan jalangnya kearah dada Regina
yang sedang turun naik.
Regina beranggapan lebih baik mati dari pada
dicemarkan lagi...
"Sayang, mari," Rustam mendesak. Dengan
tubuh gemetar, Regina mundur terus, akhirnya
sampai di balkon, ia ingin berteriak minta tolong, tapi
tiba-tiba Rustam mengeluarkan pisau dari dalan
sakunya sambil mengancam.
"Jangan berteriak... kalau kau berteriak, aku
bunuh kau," matanya memancarkan sinar buas."
"Hm, kau pikir baik-baik" Rustam berkata
dengan sabar: "bukankah kita pernah melakukannya."
Wajah Regina merah seketika.
88 / 103 89 / 103 "Lebih baik kau turut omonganku, mengandal
kecantikanmu, kita dapat mengeruk banyak uang, aku
tanggung tidak kurang sesuatu, lebih baik begitu dari
pada kau menjadi burung didalam sangkar." Bujuk
rayu Rustam membuat Regina bertambah marah.
"Marilah" ia berkata sambil memasukkan
pisaunya ke dalam saku, kemudian ia berbaring
seenaknya ditempat tidur Regina. "oh, tempat tidur
yang empuk sekali, sudah lama aku tidak merasakan
nya."
Regina takut, bukan takut mati, tapi takut
dicemarkan lagi, tanpa berpikir pancang, ia memanjat
ke pagar balkon.
"Kau... kau..." Rustam terperanjat, segera ia
memburu kearah Regina dan memegang erat-erat
kedua pahanya.
"Kau adalah jiwaku, kau adalah sukmaku, kau
tidak boleh mati..."
Regina terus berontak, ia bertekad untuk mati
daripada dicemarkan, dengan sekuat tenaga ia
menendang tubuh Rustam, segera tubuh Rustam
jatuh dilantai
90 / 103 "Kau manusia iblis, telah menghancurkan
kelurgaku, masih belum puas, biar Tuhan yang meng
hukummu," Regina mencaci maki setelah itu ingin
melompat keluar balkon.
"Kau tidak boleh mati, kau tidak boleh mati,''
Rustam kembali merangkul dan menarik kedua paha
Regina, untuk lebih yakin berhasil ia naik ke pagar
balkon, sambil merangkul Regina.
Regina berontak, kemudian terlepas, tapi
keimbangan tubuh Rustam hilang, ia jatuh ke bawah
dengan teriakan yang melengking dikesunyian malam.
Regina tekejut, pandangannya kabur dan kesadaran
nya hilang, ia jatuh pingsan di balkon.
Seisi rumah pak Ridwan bangun dari tidurnya
karena mendengar teriakan yang menyayat hati itu.
Pak Ridwan dan isterinya dengan mengenakan
baju tidur keluar dari kamarnya.
"Ada apa?" pak Ridwan bertanya pada
pelayannya.
"Seseorang telah mati jatuh dari tingkat atas,"
pelayan itu menjawab dengan gugup.
91 / 103 "Siapa?" Nyonya Ridwan bertanya dengan
suara gemetar.
"Tidak tahu" pelayan itu menjawab.
Pada saat itu, semua pelayan telah keluar dari
dalam, kamarnya, diantaranya seorang berkata:
"orang itu kelihasannya jatuh dari kamar nona."
"Apa?" kedua orang tua itu berseru kaget. Pada
saat itu pula terdengar suara klaxon mobil.
"Tuan Teddy telah pulang," pelayan itu berkata
sambil membukakan pintu.
Setiba didalam, Teddy berkata pada ayahnya
"ayah, diluar ada orang jatuh dari tingkat atas."
"Ya, kau lihat tidak siapa?" nyonya Ridwan
bertanya dengan suara gemetar.
"Seorang laki-laki, pakaiannya tidak keruan
macam, mungkin seorang pencuri," Teddy menjawab
dengan acuh tak acuh.
"Pencuri?" pak Ridwan merasa ragu-ragu.
"pelayan itu katakan dari kamar Ina."
92 / 103 Kini Teddy merasa curiga, segera ia berlari
menaiki tangga dan menuju ke kamar Ina, kedua orang
tuanya pun ikut naik.
Pintu dikunci dari dalam. Teddy mengetuk pintu
kamar sambil memanggil:
Lama tidak ada jawaban dari dalam.
Pada saat itu kedua orang tua Teddy merasa
gelisah. "Ina..." tangan Teddy gemetar, wajahnya
bermandikan keringat, ia berpaling kearah ayahnya
sambil memandang dengan perasaan takut.
"Ayah, bisa tidak ia" suaranya parau, ia tak
dapat meneruskan kata-katanya.
"Mari, kamu semua membantu mendobrak
pintu, "pak Ridwan memerintahkan pelayannya,
akhirnya mereka beramai-ramai mendobrak pintu
kamar Regina.
Pintu terbuka.
Teddy segera menerobos masuk, didalam
kamar sunyi, tiada seorangpun, lemari pakaian terang,
barang-barang berhamburan.
93 / 103 "Ina, Ina..." Teddy memanggil.
Pak Ridwan menuju ke balkon sambil
memanggil-manggil: "Ina, Ina..." akhirnya ia melihat
Regina terbaring dibalkon, "Ah. disini."
Teddy segera menuju ke balkon.
"Ayah, kenapa?..." Teddy bertanya dengan
perasaan tegang, "apakah ia...?"
"Lho..." pak Ridwan mengangkat bahunya, "kau
bopong kedalam,"
"Kenapa?" nyonya Ridwan bertanya dengan
perasaan takut, "masih bernapas tidak?"
Tiada seorangpun yang menyawab, dengan
hati-hati Teddy membopong Regina masuk kedalam
kamarnya. Mereka mengawasi dipinggir.
Teddy membaringkan. Regina ditempat tidur,
terlihat ia masih bernapas.
Pak Ridwan segera menelepon dokter pribadi
nya. 94 / 103 Semua orang tertegun memandang Regina,
sehingga mereka lupa pada mayat Rustam yang
terkapar diluar.
Tidak seberapa lama, dokter tiba, setelah
memeriksa dan memberi injeksi, Regina perlahanlahan siuman, kelopak matanya mulai bergerak...
Semuanya merasa lega.
Dokter memerintahkan semua orang meninggal
kan kamar, supaya Regina dapat istirahat dengan
tenang. Setelah berada diruang tamu, Teddy baru
menyeka keringatnya.
"Tidak apa-apa, dokter?" pak Ridwan bertanya.
"Tidak, hanya saja tubuhnya lemah, " dokter itu
menjawab "Di taman terkapar mayat seseorang, lebih baik
telpon polisi."
"Oh ... ...kalau kau tidak katakan, aku lupa."
Teddy berlari keluar dan menghampiri mayat
itu, dibawah genangan darah terbaring sesosok
mayat, walaupun wajah mayat itu agak. kurus, tapi
95 / 103 dibawah sinar rembulan Teddy
mengenalinya, yaitu mayat Rustam.
masih dapat Seketika Teddy sadar ketidak tenangan Regina,
bukan karena mempunyai kekasih lain, tapi mungkin
disebabkan oleh Rustam ini...
la merasa menyesal atas kecerobohannya,
mengapa tanpa menyelidiki dahulu, telah bersikap
dingin terhadap Regina, sehingga ia mengalami
penderitaan itu ...
Regina berbaring dengan tenang ditempat
tidur, matanya tetap dipejamkan, wajahnya pucat
pasih. Teddy menghampiri, ia tidak berani menganggu
nya, tiba-tiba pandangannya tertumbuk pada surat
yang ditulis Regina, setelah membaca, sadar dan
mengetahui sejelas-jelasnya kejadian yang sebenar
nya. Dengan perasaan sedih, ia mendekapkan
wajahnya ditepi tempat tidur, napas Regina terdengar
lemah sekali, tubuhnya agak dingin, ia terkejut, segera
berteriak : "dokter:"
Dokter dengan kedua orang tuanya tergesagesa masuk kedalam kamar.
96 / 103 "Dokter, coba kau lihat," Teddy bekata. Kembali
dokter memeriksa Regina, setelah memeriksa dokter
itu mengerutkan alisnya.
Pada saat itu terdengar suara ambulance,
dokter itu segera mengajukan usulnya: "pak Ridwan,
lebih baik nona Regina dibawa kerumah sakit."
Pak Ridwan mengangguk.
Teddy tertegun mengawasi mereka memasuki
Regina ke dalam ambulance.
97 / 103 Bab. 11 Perlahan-lahan Regina siuman, sinar matahari
yang terang dan menjilaukan membuat ia sukar


Mutiara Di Tengah Badai Karya Adrian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuka matanya, mendengar suara tirai jendela
ditutup, ia memaksakan membuka matanya, secara
remang-mang ia melihat bajangan orang.
"Oh, ia sudah sadar."
"Ina, Ina, ... ..."
"Ina, kau kenal padaku tidak?" Regina
tersenyum, ia berusaha untuk duduk, tapi tubuhnya
masih lemah, tidak dapat bergerak.
"Ina, baring sajalah" Rika menekan bahu
Regina. Ia mengangguk terhadap pak Ridwan dan
istrinya. kemudian dengan tubuh bergemetar ia
berusaha lagi untuk duduk.
"Jangan bergerak, istirahat saja," pak Ridwan
berkata dengan perasaan kasihan.
Teddy menunduk dan membisu, ia merasa malu
terhadap sikapnya dahulu.
"Ina, bagaimana kau kini? baikkan?"
98 / 103 Rika duduk disisi tempat tidur: "kami selalu
mengenangkan kau, sejak kau dibawa lari si Rustam
jahanam itu, kami tidak dapat kabar lagi tentang kau,
kini, ia telah mati."
"Ah..." wajahnya yang elok diliputi perasaan
takut: "ia mati ... mati?"
"Ya, ia telah mati" pak Ridwan menjawab:
"selanjutnya, kau tidak akan diperas lagi."
"Kau" darah Regina berdesir. "Kalian telah
mengetahui persoalanku?"
"Kami semua sudah mengetahuinya," nyonya
Ridwan memegang tangan Regina dengan penuh kasih
sayang: "Kalau saja kau beritahukan kami dulu kau
tidak akan membuat kami menaruh kecurigaan, dan
juga tidak akan mengalami demikian banyak
penderitaan."
"Jadi, kalian dapat memaafkan aku?" dengan air
mata berlinang-linang Regina menatap Teddy.
Teddy menengadah dan menghampiri Regina,
di bawah pandangan orang banyak ia memeluk
Regina, menangis, menangis, mereka menangis,
99 / 103 Ya, tangis gembira dan air mata yang
menyatakan adanya saling pengertian dan saling
memaafkan.
Kedua orang tua itu dangan perasaan gembira
keluar dari dalam kamar, disertai Rika.
Diluar jendela
Langit cerah tiada berawan.
Didalam kamar.
Hati kedua muda-mudi berpadu menjadi satu.
*** 100 / 103 Akan menyusul segera :
BADAI SENJA
karya Budyajin Penerbit: PRASIDHA JAKARTA 101 / 103 Ia bukan lagi seorang gadis yang suci.
Ia adalah sekuntum bunga yang telah
diisap madunya.
Ia tidak dapat mendustai ciuman laki-laki
itu yang agung.
Namun kerapkali membuat kesempatan
untuk memberikah kepada laki-laki itu, karena
... Kata-kata tersebut akan anda jumpai dalam buku
Diambang Cinta
Karya Adrian
Yang segera akan mengunjungi anda ...
102 / 103 PERNYATAAN
File ini adalah sebuah usaha untuk melestarikan bukubuku novel Indonesia yang sudah sulit didapatkan di
pasaran dari kemusnahan, dengan cara mengalih
mediakan menjadi file digital.
File ini dihasilkan dari konversi foto menjadi teks yang
kemudian di kompilasi menjadi file PDF.
Tidak ada usaha untuk meraih keuntungan finansial
dari karya-karya yang coba dilestarikan ini.
CREDIT untuk :
? Awie Dermawan yang telah berbagi koleksinya.
? Grup Kolektor E-Books
D.A.S 103 / 103 Naga Merah 4 Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo Jalan Bandungan 1
^