Pencarian

Seruling Haus Darah 11

Seruling Haus Darah Hiat Tiok Sian Jin Karya Chin Yung Bagian 11


Thio See Ciang jadi mengawasi ke arah puteranya yang berada di dalam cengkeraman Han Han dengan tatapan mata berkuatir.
Wajah Thio See Ciang jadi pucat luar biasa, bibirnya gemetar dan matanya memain tak hentinya, nyata dia gelisah sekali.
"Siauw-hiap ..... siauw-hiap.....dengarkanlah dulu kata-kataku ini!" teriak orang she Thio dengan gugup.
Han Han ketawa dingin. "Apa lagi yang ingin kau katakan?' bentaknya dengan suara yang tawar. "Biar kau menjanjikan aku akan memberikan seratus kati emas, puteramu ini tetap harus binasa ditanganku !"
Tubuh Thio See Ciang jadi gemetar menahan perasaan gusar dan gelisah, dia ketakutan sekali, karena Siang-jie adalah puteranya, dan kalau sampai anak muda she Han itu memijit jalan darah kematian Siang-jie, maka jiwa Siang jie tak akan ada ampunnya lagi.
"Siauw-hiap, sebutkanlah permintaanmu, kami pasti akan menyetujui dan menepati janji kami, asalkan kau mau membebaskan puteraku itu !" kata Thio See Ciang cepat, parasnya juga pucat sekali. Suaranya agak tergetar.
Han Han ketawa dingin. "Tetapi perkataan kalian dari pihak Pek Bwee Kauw tidak bisa dipegang kata-katanya !" menyahuti anak muda she Han ini. "Kalian selalu menggunakan tipu daya untuk menjerumuskan seorang lawan ! Hmm, biarlah, anak muda ini harus mampus !"
Dan setelah berkata begitu, Han Han ketawa gelak-gelak.
Dia mengangkat tangannya akan dihajarkan kebatok kepala Siang-jie.
Hal ini membikin Thio See Ciang dan orang-orang Pek Bwee Kauw lainnya jadi gelagapan.
Tetapi mereka bingung tanpa daya, mereka jadi berdiri mematung dengan wajah yang pucat menyaksikan bagaimana tangan Han Han meluncur cepat akan menghajar batok kepala Siang-jie yang sudah tak berdaya tercekuk di dalam tangan Han Han.
Namun, dikala tangan Han Han sedang meluncur dengan disertai oleh tenaga Lwee-kang, tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan.
Terdengar suara benturan yang cukup keras, dan bayangan yang datang menyelak itu terpental, sedangkan Han Han telah tertawa.
"Siapa yang berani mati menangkis tanganku ?" bentaknya dengan suara yang bengis. Tetapi, tiba-tiba matanya dapat melihat orang yang terpental itu, dan Han Han mengeluarkan seruan, kemudian katanya "O, rupanya kau ! Hmm, rupanya kau sudah dapat membebaskan dirimu sendiri !"
Orang yang tadi menangkis tangan Han Han teiah bangun berdiri.
Ternyata dia adalah orang berkedok yang tadi di dalam ruangan tengah telah berhasil ditotok jalan darahnya oleh Han Han. Entah mengapa orang bertopeng ini bisa membuka jalan darahnya, dan ini mengherankaa Han Han serta yang lainnya.
Mata orang bertopeng itu bermain mencilak, rupanya dia gusar sekali,
"Siapa kau ?" bentak Han Han sambil mengerutkan alisnya. "Mengapa kau selalu menghalangi tindakanku ?"
Orang bertopeng itu ketawa dingin. "Hmm, orang she Han, sebelum kau membunuh Siang-jie, kau harus membunuh aku terlebih dahulu !" katanya dingin. "Aku tak duga bahwa kau hanyalah seorang manusia yang tidak tahu malu !"
Han Han bercekat hatinya. Siapakah orang bertopeng ini ? Mengapa dia mengatakan bahwa dirinya tidak tahu malu ? Dan Han Han juga jadi mendongkol berbareng gusar mendengar perkataan orang.
"Kau mengatakan aku tidak tahu malu !" katanya dingin. "Dan bisakah kau orang terhormat memperlihatkan, di mana kesalahanku dan tidak tahu maluku itu ?"
Orang bertopeng itu mendengus, dengan suara yang dingin, matanya masih memain.
"Lepaskan Siang-jie !" bentak orang bertopeng itu dengan suara yang nyaring. "Bebaskan dia !"
"Tidak biasanya aku diperintah orang !" kata Han Han dingin. "Kalau memang kau ingin membebaskan bocah ini, kau gunakanlah kepandaianmu !"
Orang bertopeng itu mendengus berulang kali, rupanya dia mendongkol sekali.
"Orang she Han !" bentak orang bertopeng itu kemudian. "Baiklah kalau memang kau tidak mau membebaskan Siang-jie, aku akan adu jiwa denganmu !"
Dan membarengi dengan perkataannya itu, tubuh orang bertopeng tersebut mencelat dengan kecepatan yang luar biasa, kedua tangannya diulurkan ke depan dengan sikap ingin mencengkeram !
Han Han yang melihat cara orang menyerang jadi terkejut. Begitu juga yang lainnya, malah ada beberapa orang mengeluarkan seruan tertahan.
Itulah serangan untuk mengadu jiwa !
Ternyata orang bertopeng tersebut benar-benar ingin mengadu jiwa dan binasa bersama-sama dengan lawannya !
Han Han cepat-cepat melemparkan tubuh Siang-jie ke atas, kemudian dia melompat berkelit. Setelah serangan orang lewat anak muda she Han ini menjejakan kakinya melompat ke arah tubuh Siang-jie yang sedang meluncur turun yang akan dijambretnya lagi.
Tetapi gerakan Han Han kalah cepat, karena dengan mengeluarkan seruan perlahan orang bertopeng itu telah mengulurkan tangannya dan menjambret punggung Siang-jie kemudian melemparkan ke arah Thio See Ciang, yang menyambutinya dengan girang.
Han Han jadi gusar berbareng mendongkol!. Tangannya yang sedang diulurkan untuk menjambret Siang-jie itu jatuh ketempat kosong, dan saking mendongkoln ya, dia me? mutar telapak tangannya merabuh wajah Orang bertopeng itu.
Hati orang bertopeng jadi mencelos. Dia sedang melempar tubuh Siang-jin dan dengan sendirinya, panjagaan diriaya jadi terbuka. Tahu-tahu tangan Han Han telah berada di dekat mukanya, dan dia juga merasakan serangan anak muda she .Han itu mengandung tenaga yang kuat sekali.
Tetapi sebagai seorang akhli, yang mempunyai kepandaian tinggi, walaupun dalam keadaan kepepet, orang bertopeng itu tidak putus asa.
Dengan cepat dia membanting diri kekiri dan bergulingan.
Namun cilakanya, dia terlambat sedikit, waktu dia membuang diri kekiri, maka tangan Han Han berhasil menjambret topengnya sehingga tertarik terbuka,
Begitu melihat wajah orang, Han Han jadi mengeluarkan seruan tertahan.
Mengapa ? Ternyata orang bertopeng itu seorang nona, seorang gadis nona !
Dan yang lebih mengejutkan Han Han lagi, orang bertopeng itu ternyata si nona Thio In In.
"Akh. kiranya benar kau, Cie-cie!" kata Han Han kemudian sambil melompat menghampiri si nona Thio yang sudah berdiri lagi. Han Han mengulurkan tangannya untuk mencekal tangan si nona Thio.
Tetapi In In telah mengibaskan tangannya dan 'plakkk !' telak sekali menghajar pundak Han Han, sehingga anak muda ini jadi kaget dan melompat mundur sambil mengeluarkan seruan tertahan.
"Cie-cie ..... kau ?" tergugu suara anak muda she Han ini.
Nona Thio ketawa dingin, kemudian sambil membetulkan letak rambutnya, dia telah membalikkan tubuhnya dan menghampirkan Thio See Ciang berikut orang-orangnya yang sedang berteriak- girang, karena melihat adanya nona Thio itu.
Thio See Ciang sendiri setelah membebaskan totokan pada diri Siang-jie, telah menghampirkan nona Thio itu.
"In-jie, ternyata kau berada di sini !" kata Kauw-coe Pek Bwee Kauw itu. "Ha, orang she Wong dan berikut pengikutnya ini memang harus dimusnahkan! Mari kita hajar sampai hancur semua orang-orangnya she Wong itu."
Thio In In telah memberi hormat kepada Thio See Ciang dengan menjura membungkukkan tubuhnya,
Thio Siok-siok," panggil anak gadis itu. "Rupanya kau sedang menghadapi persoalan di sini !"
Thio See Ciang mengurut-urut jenggotnya.
Dia dipanggil Thio Siok siok oleh si nona, yang artinya paman Thio.
"In-jie, kedatanganku ini kebetulan sekali," kata orang she Thio itu "Dengan adanya kau di sini, maka pihak kita akan bertambah satu tenaga yang kuat !" dan Thio See Ciang katawa gelak-gelak.
Han Han sendiri jadi berdiri mematung memandang mereka dengan wajah yang bingung. Dia tidak tahu harus melakukan apa.
Wong Tie Hian yang melihat perkembangan ini berubah cepat, sudah lantas menghampiri Han Han.
"Siauw-hiap, biarlah kami yang menghadapi orang-orang Pek Bwee Kauw itu !" kata Wong Tie Hian dengan wajah yang guram. "Dan, mundurlah dulu Siauw-kiap, mungkin kau letih ....."
Wajah Han Han jadi berubah merah, dia malu sendirinya.
"Jangan berkata begitu, Wong Loo-cianpwee ! " berkata anak muda she Han ini. "Biar bagaimana aku harus menghancurkan perkumpulan Pek Bwee Kauw ini!"
Belum lagi Wong Tie Hian menyahuti. tampak Thio See Ciang telah menghampiri dengan langkah yang lebar, sikapnya sekarang telah berubah angkuh sekali.
"Hei orang she Wong ! " bentaknya dengan suara yang keras. "Sekarang biarpun kau berlutut memanggut-manggutkan kepalamu memohon ampun, tetap saja kau harus mampus !"
Wong Tie Hian memain matanya, kemudian setelah menghela napas, dia berkata sabar,
"Thio Kauw-coe, kau keterlaluan mendesak aku !" kata orang she Wong ini. "Dani sekarang juga aku ingin menegaskan kepadamu, walaupun kau ingin menghancurkan kami, tetap kami akan menghadapimu ! Ingat, kata-kata Kongfuchu yang mengatakar "Manusia bisa dihancurkan, tetapi tidak bisa ditundukkan !'" dan kukira kau mengetahui adanya kata-kata dari Kangfuchu itu !"
Thio See Ciang ketawa dingin, dia mengejek dengan sikapnya yang sombong.
"Hmmm ..... ternyata kau masih merupakan seorang Enghiong yang berani mampus !" kata Kauw-cu Pek Bwee Kauw ini tawar. "Tetapi kalau nanti kau menyesali itupun sudah kasep !"
Dan setelah berkata begitu, Thio See Ciang menggerakkan tangannya akan memerintahkan anak buahnya untuk meayerbu kepada Wong Tie Hian.
Tetapi tampak Thio In In telan menghampiri sambil berkata: "Tahan!"
Thio See Ciang jadi membataikan maksudnya itu, dia memutar tubuhuya memandang si-nona she Thio itu.
"Ada apa In-jie?" tegurnya.
"Thio Siok-siok, lebih baik kita menghancurkan orang-orangnya she Wong itu jangan sekarang, kita mengambil ketika yang baik!" kata si nona she Thio dengan suara yang perlahan. "Dan, kalau memang nanti malam orang she Wong itu kita beri kesempatan sekali lagi untuk datang menekuk lutut, kalau memang dia memang masih membandel, hmmm, walaupun siapa yang berdiri di belakangnya, kita harus mengbancur-kannya tanpa ampun lagi!" dan setelah berkata begitu, si nona she Thio ini melirik kepada Han Han, yang kala itu sedang memandang nona ini dengan tatapan mata yang kosong, seperti juga semangat anak muda she Han itu telah meninggalkan raganya.
Tetapi Thio See Ciang menggelengkan kepalanya,
"Tidak In-jie, biar bagaimana sekarang juga kita harus menghancurkannya !" kata paman nona In In ini. "Nah, aku juga minta kau mau membantu perkumpulan Pek-Bwee Kauw ini!"
Wajah nona Thio jadi berubah, tetapi akhirnya dia mengangguk juga.
"Baiklah Thio Siok-siok." kata si gadis 'dengan lesu,
Sedangkan Thio See Ciang telah mengangkat tangannya, dan sekali dia berteriak, maka anak buah Pek Bwee Kauw telah meluruk kepada orang-orangnya Wong Tie Hian.
Wong Tie Hian sendiri dan tamu-tamunya telah bersiap-siap sejakThio In In berkata-kata pada See Ciang. Maka begitu melihat orang menyerang, mereka sudah lantas menyambutnya.
Pertempuran seru segera juga terjadi, jerit yang mengerikan sebentar-sebentar terdengar diiringi oleh ambruknya tubuh dari jago-jago yang sedang bertarung mempertaruhkan nyawanya itu.
Han Han sendiri saling berhadapan dengan Thio See Ciang.
Pertama-tama mereka berimbang, tetapi lama kelamaan, tampak juga bahwa kepandaian Thio See Ciang berada di bawah Han Han satu tingkat. Malah yang hebat, Kauwcu dari Pek Bwee Kauw itu berada di bawah angin.
Thio In In dan Siang Jie menempur jago-jago yang membela Wong Tie Hian, mereka telengas sekali, tak mengenal kasihan. Lebih-lebih Siang-jie, dia sedang mendongkol dan murka, sebab tadi dia kena dicekuk oleh Han Han, maka dia bertempur tanpa mengenal kasihan.
Selama dalam pertempuran itu, Orang-orang Pek Bwee Kauw lainnya main keroyok, sedangkan Thio Ia In bertempur dengan tenang. Ini terlihat dari matanya yang sebentar-sebentar melirik kepada Siang-jie.
Sampai suatu kali, dia memanggil
"Siang koko!" Siang jie melirik sesaat,
"Ada apa, In-moy?" tegar anak muda itu,
Wajah si gadis jadi berubah merah.
"Maaf Siang-koko ! Beberapa hari yang lalu aku telah bertemu denganmu di rumah penginapan, yaitu pada malam itu di mana kau mengejar aku!"
"Benar ! Aku memang sudah menduga bahwa orang yang memakai topeng itu ada lah kau !" menyahuti Siang-jie, dan tangannya bergerak menghajar dada salah seorang jago undangan Wong Tie Hian yang kala itu menyerang dirinya. Setelah jago itu terpental, barulah Siang-jie meneruskan perkataannya "Dan, aku sendiri heran, kau seperti hendak menghindarkan dirimu dariku, ln-moy!"
Wajah si nona she Thio jadi berubah merah lagi.
"Aku bukan hendak menghindarkan dirimu, Siang-koko!" menyahuti gadis itu. "Tetapi aku takut nanti kau tambah jemu pada diriku!"
Siang-jie hanya keiawa tawar, kemudian repot melayani lawan-lawannya.
Begitu juga Thio In In, dia repot melayani tiga orang jago silat yang mengepung dirinya. Sedangkan suara jeritan dari anak buah Pek Bwee Kauw yang kena dibinasakan oleh jago-jago undangan Wong Tie Hian sangat mengerikan.
Sekali-sekali nona Thio sering melirik memandang kearah Siang-jie.
Han Han bertempur malah sebaliknya. Dia lebih banyak menghindarkan diri dari setiap serangan. Dan berulang kali dia selalu melirik kepada nona Thio itu.
Waktu dilihatnya Thio In In bercakap-cakap dengan Siang-jie, entah kenapa di hatinya timbul rasa jelus. Dan disebabkan perasaan jelusnya itu, tangannya jadi telengas.
Maka, di saat dia bargerak dengan gesit, bergugurlah orang-orang Pek Bwee Kauw. Entah kenapa anak muda ini jadi telengas sekali.
Biasanya, Han Han tidak pernah berlaku begitu bengis, dan dia sendiri menyadari, bahwa semua itu tentu disebabkan oleh perasaan jelusnya melihat Thio In In bercakap-cakap dengan Siang-jie, putera dari Kauw-coe Pek Bwee Kauw itu.
Pertempuran itu berlangsung semakin hebat,
Banjir darah di gedung Wong Tie Hian.
Semuanya bertempur untuk saling membunuh lawan masing-masing, dan mereka tidak mengenal perikemanusiaan lagi.
Lebih-lebih Thio See Ciang dan Siang-jie berikut pengikut-pengikutnya, mereka bertempur dengan ganas sekali, membunuh tanpa mengenal ampun lagi,
Banyak jago-jago undangan dari Wong Tie Hian yang menemui ajalnya, begitu jugs orang-orang Pek Bwee Kauw, banyak yang berguguran menemui kebinasaannya.
Han Han setelah membunuh kurang lebih belasan orang-orang Pek Bwee Kauw, dia melompat kearah Thio See Ciang, dan mereka jadi berhadapan kembali. Dengan masing-masing mengeluarkan kepandaian mereka, maka, mereka bertempur kembali dengan hebat, Sehingga umpama angin tofan yang dapat menerbangkan batu-batu kerikil serta pasir-pasir.
Wong Tie Hian yang menyaksikan hal tersebut, hampir tidak mempercayai pandangan matanya sendiri. Dia tidak menduga bahwa Han Han mempunyai kepandaian yang begitu tinggi dan ilmu tenaga dalamnya, Lwe-kang, ternyata telah mencapai puncak kesempurnaan.
Pertempuran berlangsung terus, sampai akhirnya tertinggal beberapa orang saja yang melakukan pertempuran terus.
Han Han sendiri telah mengerahkan seluruh kepandaiannya, dia memang berdendam kepada Thio See Ciang, maka dia menyerang selalu dengan serangan-serangan yang mematikan.
Thio See Ciang sendiri sebetulnya kewalahan menghadapi anak muda she Han ini, lebih-lebih setelah dilihatnya banyak anak buahnya yang berguguran.
Dan hati Thio See Ciauw jadi semakin goncang waktu didengaraya Siang-jie, puteranya itu, menjerit, karena pundak Siang-jie terserempet oleh golok lawan.
Cepat-cepat Thio See Ciang menyerang Han Han dengan serangan yang berbahaya, disaat anak muda itu sedang mengelakkan, dia melompat ke arah puteranya.
Thio In In juga telah melompat kepada Siang-jie, yang kala itu sedang berdiri sambil memegangi pundaknya dengan wajah yang pucat. Muka nona Thio itu menunjukkan kekuatiran yang sangat.
"Kenapa, Siang-koko ? " tegur nona In In sambil memegangi tangan anak muda itu.
Thio See Ciang juga segera memeriksa luka puteranya.
Siang-jie hanya menggelengkan kepalanya sambil menahan perasaan sakit.
Dengan sendirinya pertempuran jadi terhenti untuk sesaat lamanya.
Orang-orang Pek Bwee Kauw telah berkumpul di dekat Kauw-coenya itu, sedangkan Han Han dan Wong Tie Hian berikut jago undangannya yang masih hidup berdiri di kelompok lainnya. Mereka hanya mengawasi saja.
"Thio Siok-siok !" kata nona Thio dengan kuatir. "Lebih baik kita mundur dulu sesaat .....-nanti baru kita memikirkan daya lainnya untuk menggempur orang she Wong itu !"
Thio See Ciang tampak ragu, tetapi sesaat kemudian dia mengangguk.
"Baiklah ! Ini demi keselamatan Siang-jie juga !" berkata Kauw-coe Pek Bwee Kauw ini.
Dengan dipayang oleh nona Thio In In, Siang-jie menuju kearah pintu, diikuti oleh Thio See Ciang dan orang-orang Pek Bwee Kauw lainnya.
Han Han dan Wong Tie Hian tidak menghadangnya, mereka hanya mengawasi saja.
Hanya pada pancaran mata Han Han, tampak sinar jelus pada anak muda ini. Dia sendiri tidak mengerti, mengapa hatinya jadi tergoncang hebat waktu menyaksikan bagaimana mesranya nona Thio In In merangkul dan memayang Siang-jie. Anak muda she Han ini jadi menggigit bibirnya tanpa disadarinya.
Wong Tie Hian sendiri telah mengibaskan tangannya memerintahkan kepada orang-orangnya untuk mengangkat orang-orangnya yang terluka ke dalam gedung.
Rombongan Pek Bwee Kauw meninggalkan gedung Wong Tie Hian tanpa gangguan.
Diwakili akan keluar dari pintn gerbang, Thio In In menoleh sesaat, dan pandangan matanya bentrok dengan mata Han Han. Gidis itu membuang muka kearah lain dan lenyap di luar gedung.
Han Han sendiri di saat matanya saling bentrok dengan pandangan gadis itu, dia merasakan hatinya menjadi dingin sekali ..... Tanpa dikehendakinya, tubuhnya jadi agak menggigil, dingin .....
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
WONG TIE HIAN segera mengadakan perundingan dengan orang-orang undangannya. Dia merencanakan untuk mengadakan penjagaan gedungnya dari serangan-serangan orang Pck Bwee Kauw, yang mungkin dapat muncul dan menyerang di dalam waktu yang tidak terduga.
Han Han sendiri ikut menjaga pada malam itu. Entah kenapa hatinya gelisah dan dia tidak bisa tidur. Dia jadi memikirkan si-nona she Thio itu.
Siapakah sebetulnya nona Thio In In dan apa hubungannya dengan Thio See Ciang dan orang-orang Pek Bwee Kauw itu ?
Kalau memang nona Thio itu hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang Pek Bwee Kauw, tentu Han Han tidak akan segelisah seperti malam itu.
Hanya yang membikin dia jadi tidak bisa tidur dan berubah jadi seorang anak muda yang pemurung, ialah sikap nona Thio lu In tadi waktu memayang Siang-jie, tampaknya begitu mesra dan sinar mata In In yang benar-benar tidak bisa dilupakan oleh Han Han. Sejak dia berkenalan dengan In In, belum pernah dia melihat sinar mata seperti itu, seperti disaat nona Thio mengangkat tubuh Siang-jie. Penuh kasih sayang.
Dengan sendirinya hati Han Han jadi jelus.
Walaupun Han Han berusaha melenyapkan perasaan jelusnya itu, tetapi dia tidak berhasil. Dan dia juga tidak bisa mendustai dirinya, bahwa nona In In tentu mencintai Siang-jie. Itu terlihat dari sinar mata nona Thio.
"Prakkk !" tahu-tahu tangan Han Han menghajar batu yang ada didekatnya, batu itu sampai hancur berkeping-keping.
"Terkutuk ! Aku harus membunuh si Siang-jie itu !" gumamnya dengan suara yang menyeramkan. "Dan ayahnya, Thio See Ciang harus membayar hutang darah dan penasaran dari ayah ibuku !"
Orang-orang yang sedang menjaga di taman itu jadi heran melihat kelakuan Han Han. Lebih-lebih Wong Tie Hian.
Jago tua ini menghampiri anak muda she Han itu.
"Han Siauw-hiap, rupanya kau sangat letih sekali." Berkata jago tua she Wong itu. "Pergilah kau istirahat dulu, biarlah kami yang menjaga dulu !"
Han Han menoleh dan waktu melihat Wong Tie Hian, wajah anak muda she Han ini jadi berubah merah. Cepat-cepat dia menggelengkan kepalanya.
"Biarlah Wong Tay-hiap, biarlah aku ikut berjaga karena Boan-pwee tidak bisa tidur."
Wong Tie Hian mengawasi Han Han tajam-tajam, kemudian dia menghela napas.
"Apakah Siauw hiap sedang menghadapi kesulitan ?" tanya jago tua itu kemudian.
Han Han ragu sejenak, tetapi akhirnya setelah menarik napas, dia menceritakan tentang peristiwa hancurnya rumah tangga keluarga Han oleh Thio See Ciang, di mana kedua murid dari ayahnya telah menjadi gila.
"Oh ..... kalau begitu Siauw-hiap mempunyai dendam yang tak terkira kepada orang she Thio itu !" kata Wong Tie Hian setelah anak muda she Han tersebut selesai menuturkan riwayatnya. "Hmm ..... walaupun sudah tua, Loo-hu bersedia untuk membantumu menghancurkan orang-orang Pek Bwee Kauw kurang ajar itu !"
Han Han cepat-cepat bangun dan menjura kepada Wong Tie Hian, dia mengucapkan terima kasih.
Wong Tie Hian cepat-cepat membangunkan anak muda itu. Dia memiringkan tubuhnya tidak mau terima pemberian hormat dari Han Han.
"Jangan begitu Siauw-hiap." kata jago tua she Wong ini, "ini memang sudah menjadi kewajiban Loo hu dan orang-orang gagah lainnya untuk membasmi orang-orang Pek Bwee Kauw laknat itu! Hmm ..... kita memang mempunyai persoalan yang sama, dan kalau orang-orang Pek Bwee Kauw tidak dihancurkan cepat-cepat, mereka tentu akan lebih mengganas dan menimbulkan kerusuhan di dalam rimba persilatan lebih hebat lagi .....!"
Berulang kali Han Han mengucapkan terima kasih, dan malam itu mereka menjaga gedung Wong Tie Hian tersebut dengan ketat, takut ada musuh menyelusup.
Selama berjaga itu, hati Han Han tetap tidak tenang. Dia selalu memikirkan si nona Thio In In ......
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
Bab 34 MALAM SUNYl DAN SENYAP, bulan sabit mengambang dengan cahayanya yang redup, angin seperti juga ingin membuai manusia-manusia yang menjadi penghuni di permukaan bumi ini disertai oleh suara binatang malam.
Gedung Wong Tie Hian yang besar dan megah itu tampak sunyi. Semua jago-jago yang menjaga gedung tersebut berwaspada terhadap kemungkinan serangan lawan, dan mereka memasang mata" terus untuk berjaga-jaga sesuatu yang tidak diinginkan. Suara sedikit saja telah menyebabkan mereka menyerbu untuk melihatnya, walaupun itu hanya suara patahnya sebuah ranting kecil disebabkan tiupan angin yang agak keras,
Han Han sejak Wong Tie Hian pergi meninggalkannya ke dalam, jadi bertambah gelisah tak menentu. Akhirnya, menjelang kentong ketiga, dia diam-diam menuju keluar gedung dan berjalan menyusuri tepi kali.
Pikiran anak muda ini jadi menerawang dengan tidak menentu dan kesal luar biasa.
Di dalam. ingatannya, kembali terbayang keadaan ayahnya,, ibunya dan keempat murid ayahnya yang semuanya itu telah mendiadi gila disebabkan oleh Kauw-coe Pek Bwee Kauw itu. Entah sekarang di mana mereka berada!"
Han Han berjanji di dalam hati, setelah nanti dia dapat membalaskan sakit hatinya terhadap Thio See Ciang, dia akan mencari ayahnya itu, Han Swie Lim dan ibunya beserta keempat murid ayahnya, untuk diajak menetap di sebuah pulau yang sepi tak berpenghuni, melewati hari-hari dengan tenang.
Tetapi, bisakah dia membunuh Thio See Ciang ? Sedangkan dipihak musuh besarnya itu terdapat si nona Thio yang mempunyai hubungan erat tampaknya dengan Kauw coe dari Pek Bwee Kauw itu !
Dan, nona Thio itu adalah seoraeg gadis yang dicintainya!
Maka, anak muda she Han tersebut jadi tambah pusing, dia masih melangkah terus menyusuri kali itu.
Ketika sampai di sebuah pohon yang besar, di mana penerangan itu sangat suram karena hanya diterangi oleh cahaya bulan Sabit, Han Han menengadahkan kepalanya memandang rembulan, dan anak muda ini jadi menghela napas.
T arikan napasnya itu benar-benar menyedihkan, terdengar tegas di antara kesunyian malam.
Tanpa disadarinya, Han Han jadi bersenandung dengan suara yang perlahan:
Rembulan dan jendela sabit,
Dengan pit dan cawan arak ditangannya,
Membuat syair 'Tiong-chiu',
Melupakan budi dan dendam,
Karena kita hanya untuk seratus tahun mendiami dunia ini,
Tangis, tawa dan kegembiraan lenyap,
Terganti dengan segala siksa neraka,
Rintih dan keluh menguasai segala
Dan, manusia hanya manusia,
Ditangan kanan menggenggam pit dan ditangan kiri mencekal cawan,
Kita hidup tidak lebih dari seratus tahun.
Han Han menarik napas lagi, dia memandang hampa, pandangannya jauh memandang rembulan.
Siliran angin yang dingin mempermainkan membelai-belai rambutnya. Tetapi anak muda she Han itu masih tetap berdiri di tempatnya bagaikan patung.
Matanya tak bergeming dari rembulan sabit yang sedang mengambang itu. Dan pikirannya juga jadi mengambang. Dan membayangkan betapa bahagianya kalau seandainya dia dapat berkumpul kembali dengan keluarganya, dengan ayah ibunya dan dengan keempat murid-murid ayahnya, karena keempat murid ayahnya itu sangat menyayanginya.
Han Han juga membayangkan betapa girang hatinya itu kalau seandainya malam itu si-nona In In berada di sampingnya. Tentunya malam yang sunyi itu akan menjadi lebih indah lagi.
Namun, begitu Han Han teringat akan si nona Thio, hatinya jadi tercekat dan dia menghela napas lagi. Hatinya jadi susah dan dia menghela napas berulang kali.
"Mana mungkin !" keluhnya dengan suara yang perlahan. "Mana mungkin itu terjadi! Sedangkan tadi kusaksikan betapa mesranya dia memayang anaknya orang she Thio itu ! Hai, sinar mata itu ! Tak pernah diberikan untukku ! Kutahu, tentunya Cie-cie Thio sangat mencintai Siang jie! Aku tahu benar ! Sinar mata itu tidak bisa mendustai pandanganku !"
Dan, kembali Han Han menghela napas lagi.
"Kalau seandainya sinar mata itu untukku .....hai, betapa bahagianya aku ini" pikir si-anak muda she Han itu lagi. "Tetapi .....ha, sudahlah ! Sakit hatiku saja belum dapat diselesaikan, belum lagi persoalan yang dibebankan oleh guruku untuk menemui Po Po Siat dan menghadapi orang yang berkepandaian tinggi luar biasa itu ! Dan anak muda she Han itu menghela napas lagi dengan kesal, dia masih tetap memandang bulan sabit yang mengambang di udara. "Belum lagi aku menyelesaisan semua tugas-tugas yang dibebankan kepadaku ini, aku telah bermain asmara! Ha, aku benar-benar manusia yang tidak berbudi !"
Tetapi, sedang si anak muda she Han itu tenggelam di dalam alam khayalnya, tiba-tiba pendengarannya yang tajam itu dapat mendengar suara langkah kaki yang perlahan, dan terinjak patahnya sebuah ranting.
Walaupun suara itu sangat perlahan sekali, tetapi tokh sebagai seorang jago yang mempunyai kepandaian yang tinggi luar biasa, maka Han Han segera mengetanui bahwa dirinya sedang diintai oleh seseorang.
Maka, gesit bagaikan seekor rajawali, tubuh Han Han telah mencelat kearah belakangnya, kedekat sekelompok pepohonan liar yang banyak bertumbuhan di sekitar tempat itu.
Waktu tububnya melayang, dia juga mengayunkan tangannya ke depan, dia mengerahkan tenaga Lweekangnya, maka dengan mengeluarkan suara yang berkesiutan, angin dari serangan tenaga dalam Han Han itu telah menghajar ke gerombolan pepohonan tersebut.
"Ihhh !" terdengar suara kaget, yang disusul kemudian dengan berkelebatnya sesosok tubuh yang mau melarikan diri.
Han Han mana mau melepaskan orang itu begitu saja, maka di saat tubuhnya meluncur turun, dan disaat kakinya dapat menginjak tanah lagi, dia telah menjejakkan kakinya lagi, maka tubuhnya telah melambung lagi dan mencelat dengan pesat ke arah orang itu,
Bayangan orang itu berkelebat dengan gesit, rupanya orang tersebut juga mempunyai kepandaian yang tidak lemah.
Tetapi, dengan melakukan jejakan lima atau enam kali, Han Han telah berhasil mengejar orang itu sampai di belakangnya, dan dengan mengeluarkan seruan, Han Han mengulurkan tangannya menjambret punggung orang itu.
Orang yang tadi bersembunyi itu rupanya mengetahui bahwa dirinya sedang diserang, maka dengan hati mencelos, karena dia merasakan angin serangan orang telah menyentuh bajunya, orang itu membanting dirinya ke samping, lalu bergulingan. Dengan berbuat begitu dia berbasil mengelakkan jambretan tangan Han Han.
Tetapi Han Han penasaran sekali, dia telah mengejar teus. Diulurkan tangannya lagi, yang kiri dipakai untuk menyerang dengan cara menyilang untuk menutup jalan lari orang, sedangkan tangan kanannya telah dipakai menyerang kepergelangan targan orang itu.
Orang tersebut sedang bergulingan, dan dia jadi kaget sekali tahu-tahu tangan orang telah menghadang jalan larinya, sedangkan tangan kanan Han Han telah berada dekat sekali dengan pergelangannya.
Dia mau mengelakkan, tetapi sudah terlambat dan tidak keburu lagi.
Dan, dia merasakan lengannya kena dicekal oleh Han Han keras sekali. Orang itu jadi mengeluarkan seruan kaget dan berusaha untuk berontak.
Tetapi Han Han telah mencekalnya erat-erat dan mengangkat tubuh orang iiu.
Namun, begitu dapat melihat wajah orang itu, Han Han jadi mengeluarkan seruan kaget dan melepaskan cekalannya.
"Kau .....? Kau Cie-cie ?" tegur anak muda she Han ini dengan suara yang ragu.
Orang itu telah berdiri, dia menundukan kepalanya, tetapi tanpa menyahuti, dia telah memutar tubuhnya untuk berlari lagi. Dia ternyata tidak lain dari si-nona Thio, yaitu In In !
Melihat itu Han Han jadi kaget.
"Cie-cie, mau kemana kau 7" teriaknya sambil menjejakkan kakinya dan mengejarnya.
Tetapi Thio In In terus juga melarikan diri.
Di dalam beberapa kali jejakan kaki sa ja, Han Han telah berhasil mengejar In In, dan menghadang di depan si-nona Thio.
Si gadis tampak bingung waktu melihat dirinya di hadang oleh anak muda ini, wajahnya pucat, lalu dengan tidak terduga, dia menjatuhkan dirinya dan menangis menggerung-gerung.
Melihat itu Han Han jadi lebih kaget lagi, dan dia juga bingung sekali.
"Cie-cie ..... kenapa .....kenapa kau ?" tanya sianak muda she Han bingung.
Thio In In tidak menyahuti, dia tetap menangis.
Hal ini jadi membikin Han Han lebih bingung lagi.
"Cie-cie .....apakah ..... apakah aku pernah berbuat kesalahan padamu ?" tanyanya lagi..
Tetap saja In In tidak men yahuti, malah nangisnya jadi semakin keras dan tubuhnya tampak menggigil. Hal ini membikin Han Han lebih gugup lagi.
"Cie-cie! Cie-cie !" panggil anak muda itu berulang kali.
Achirnya Thio In In mengangkat kepalanya, air matanya meleleri pipinya, dan tampaknya mata si-nona Thio itu indah sekali di bawah cahaya bulan sabit, di mana mata itu bening berkilat karena digenangi air matanya.
"Cie-cie ..... !" panggil Han Han lagi, gelisah sekali anak muda itu. "Apakah kau, ....._menemui kesulitan ? "
Si gadis menggelengkan kepalanya, dia terus menangis lagi malah lebih sedih.
Han Han jadi tambah bingung dan gugup, akhirnya saking bingungnya, dia membiarkan si gadis menangis terus.
Sampai suatu kali, Thio In In mengangkat kepalanya, tangisnya agak mereda,
"Lao-tee .....!" panggil si gadis dengan suara yang gemetar. Han Hau cepat-cepat menghampiri. "Ada apa Cie-cie?' tanyanya.
"Maukah kau ikut aku untuk sesaat waktu ?" tanya In In dengan suara yang perlahan. "Aku ingin mengatakan sesuatu."
"Oh, baik! Baik Cie-cie !" menyahuti Han Han cepat. "Rupanya Cie-cie sedang menghadapi sesuatu persoalan yang sulit sekali !"
In In tidak menyahuti dia hanya mengangguk dan berdiri dari duduknya. Dia kemudian berlari-lari ke arah utara dengan diikuti Han Han.
Di dalam waktu sebentar saja. mereka telah berada di luar perkampungan.
Han Han sendiri bingung ketika si-gadis she Thio itu masih belum menghentikan larinya. Mengapa ingin mengatakan sesuatu si-gadis harus mangajak ketempat yang begitu jauh dan sepi ? Bukan di tempat tadi-pun si nona Thio dapat menceritakan apa yang ingin diceritakannya ? Apakah si gadis she Thio ini sedang memancingnya, dan nanti dia akan disergap oleh Thio See Ciang dan orang-orangnya.
Tetapi, Han Han sendiri tidak mau menanyakannya kepada In In, dia masih mengikuti terus.
Ketika sampai di dekat sebuah gundukan tanah, Thio In In baru menghentikan larinya. Napas si-gadis agak memburu, sedangkan bekas-bekas air mata di pipinya masih tampak.
Han Han memperhatikan keadaan sekitar tempat itu. Dan hati anak muda ini jadi tercekat berbareng heran. Itulah daerah pekuburan.
"Cie-cie .....ini ..... ini ....." kata si-anak muda she Han dengan ragu.
"Ya, aku ingin menceritakan sesuatu kepadamu, Lao-tee, aku tidak mau ceritaku itu didengar oleh orang ketiga !" menyahuti si gadis memotong perkataan Han Han.
Han Han mengangguk, dia menghampiri lebih dekat kepada si nona In In.
"Apa yang ingin Cie-cie ceritakan ?" tanyanya ingin tahu, dia juga mengawasi si nona dengan tatapan mata yang tajam sekali.
Thio In In tidak kuasa membalas tatapan anak muda she Han yang tajam itu, dia menundukkan kepalanya, tetapi selang sesaat, setelah dia menghela napas, barulah dia berkata sambil mangangkat kepalanya perlahan-lahan : "Lao-tee, tentunya kau akan membenciku." kata si gadis. "Aku tahu. Kau pasti akan membenciku !"
"Mengapa .....mengapa Cie-cie berkata begitu ? " kata Han Han cepat, dia memotong perkataan si gadis. "Bagaimana aku bisa membencimu, sedangkan kau adalah Cie-cieku ? "
In In tersenyum sedih, tampak di wajahnya kepedihan hatinya.
"Jangan kau dustakan dirimu dan diriku, Han Lao-tee !" kata si gadis lagi. "Aku tahu, kau tentu telah membenciku, karena kau telah mengetahui bahwa aku di pihak Thio See Ciang, Kauw-coe Pek Bwee Kauw itu."
Mendengar perkataan si gadis. Han Han jadi menundukkan kepalanya. Dia jadi serba salah.
Memang harus diakuinya, sejak dia menyaksikan bagaimanan mesranya si-gadis memayang Siang-jie, di hatinya telah timbul perasaan jelus dan tidak senang. Tetapi dia tidak sampai membenci diri In In.
Di dengarnya In In menarik napas lagi.
"Dan Lao-tee, kau tentu tidak menduga sedikitpun bahwa aku sebetulnya adalah orang terdekat dengan Thio See Ciang !" kata si gadis lagi. "Aku adalah keponakannya, karena ayahku adalah adik dari Thio Kauw coe, tegasnya Thio Kauw-coe adalah Siok-siok, pamanku!"
Han Han tidak mengatakan sepatah katapun, dia hanya menatap tajam kepada si-gadis.
Sedangkan In ln telah berkata lagi sambil menundukkan kepalanya : "Dan ..... dan Siang-jie adalah ..... adalah tunanganku ! Sejak kami berusia tiga tahun, kami telah dipertunangkan !"
"Siang-jie tunanganmu ?" tanya Han Han dengan suara yang agak tergetar. Si gadis mengangguk.
"Ya .....dia ..... dia malah terlalu angkuh, mau membatalkan tali jodoh yang telah ditetapkan oleh orang tua kami masing-masing. Dia seakan juga mau menjauhi diriku !" dan si gadis menangis sedih lagi.
Hati Han Han seakan juga teriris-iris.
Memang dia mengetahui In In sangat mencintai Siaag-jie, itu terlihat dari sinar matanya waktu memayang tubuh Siang-jie yang terluka.
"Maka dari itu .....aku ingin kau mengetahui, bahwa .....bahwa .....aku telah ada yang punya ....." kata nona In In lagi.
Han Han tetap tidak mengatakan sepatah katapun, dia hanya menatap In In dalam-dalam. Pada sinar mata anak muda ini tampak cahaya jelus, dia juga memandang dengan mata yang sukar dikatakan apa artinya, karena hanya bibirnya yang bergerak-gerak ingin mengatakan sesuatu, tetapi selalu gagal. .
In In sendiri tetap menundukkan kepalanya, hanya sekali-sekali dia melirik kepada anak muda ini.
Akhirnya, terdengar Han Han menarik napas.
"Cie-cie, kudoakan semoga kau menemui kebahagiaanmu bersama anak keparat itu .....!" parau suara Han Han. "Dan aku .....aku ikut gembira !" dan setelah berkata begitu, Han Han memutar tubuhnya, kemudian dia berlari dengan pesat sekali.
In In yang melihat kelakuan Han Han jadi kaget, dia mau memanggilnya, tetapi bayangan Han Han telah lenyap ditelan kegelapan sang malam ......


Seruling Haus Darah Hiat Tiok Sian Jin Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sang gadis jadi menghela napas sedih .....dia juga memutar tubuhnya perlahan-lahan kemudian melangkah gontai akan menuju ketempat Thio See Ciang berkumpul.
Selama dalam perjalanan pulang itu, hati si gadis gelisah sekali, dia juga merasa kasihan tadi waktu melihat wajah Han Han yang pucat dengan bibir tergetar, padahal dia ingin mengutarakan hal-hal lainnya, tetapi dia tidak sampai hati.
Dan memang sebetulnya, In In sangat mencintai Siang-jie, putera Thio See Ciang itu, lagi pula mereka telah diikat oleh tali jodoh oleh orang tua mereka masing-masing. Tetapi waktu mereka menginjak usia empat belas tahun, mulai tampak Siang-jie selalu
Maaf, halaman 37 dan 38 hilang.
Waktu angin bertiup agak keras, tampak Soe Niang menoleh.
"Koko, apakah kau benar-benar mencintaiku?" tanya gadis itu sambil mengawasi tajam kepada Hie Lay.
Hie Lay mengangguk-angguk sambil tersenyum, tangannya membelai rambut Soe Niang yang sudah kusut tidak menentu itu.
"Moy-moy, apakah kau menyangsikan cintaku ini ?" tanya si-anak muda tetap tersenyum,
Soe Niang menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak percaya, Koko !" dia malah menyahuti begitu. "Kau mana mau menjadi suamiku, seorang gadis yang melarat ini?"
Hie Lay tertawa agak keras.
"Kau ini ada-ada saja, Moy moy!" berkata dia. "Aku tetap akan mencintaimu ! Biarpun langit runtuh dan bumi amblas, aku tetap akan mencintaimu ! Lihatlah hidungmu yang manis, rambutmu yaug panjang sampai kepunggung ini begitu hitam seperti juga malam tak berbintang, lihatlah matamu seperti juga bintang-bintang yang gemerlapan,bintang-bintang yang diciptakan oleh Thian .....kau adalah seorang bidadari yang maha cantik !"
Soe Niang ketawa senang, tetapi akhirnya dia menekuk muka cemberut lagi, kata?ya : "Tetapi kulihat kau telah mempunyai tunangan, Koko !"
"Siapa?'' tanya Hie Lay, dia mengawasi gadis ini dalam-dalam.
Soe Niang ketawa. "Apakah kau betul-betul mencintaiku ? " tanya Soe Niang lagi dengan sikap agak kemalu-maluan,
Hie Lay mengangguk. "Apakah harus kubuktikan dulu?" tanyanya.
Soe Niang mengangkat kepalanya, dia menatap Hie Lay sesaat, matanya bersinar tajam, dan akhirnya dia mengangguk.
"Ya ..... aku ingin kau menunjukkan cintamu !" menyahuti dia akhirnya.
Hie Lay tersenyum, dia mengulurkan tangannya, merangkul gadis itu, lalu ditundukkan kepalanya menindihkan bibir Soe Niang dengan bibirnya, lidahnya bermain, dia mencium si gadis lama sekali.
Tadinya Soe Niang hanya berdiam saja seperti patung, tetapi waktu dia merasakan lidah Hie Lay seperti juga seekor ular yang berbelit-belit lembut di dalam mulutnya. menggeleser di sekitar bibirnya, tubuhnya jadi menggigil, tangannya merangkul punggung anak muda itu, semakin lama semakin erat, semakin lama semakin erat, dan dia juga mengeluarkan suara keluhan yang agak lirih, tubuhnya juga tergetar.
Lama .....lama sekali, baru Hie Lay mengangkat mulutnya.
"Apakah itu tidak cukup menyatakaa cintaku ?" tanya anak muda ini setelah mencium perlahan pipi si gadis lagi.
Soe Niang menundukkan kepalanya, pipinya berubah merah. Kalau dilihat caranya yang seperti seorang Sio-cia menghadapi seorang Kong-coe, agak kemalu-maluan, tentu orang tidak akan menduga sedikitpun bahwa Soe Niang adalah seorang gadis yang miring otaknya.
"Bagaimana?" tanya Hie Lay lagi dengan suara yang perlahan. Apakah kau mau mempercayai cintaku?" dan anak muda ini menggenggam pundak si-gadis erat-erat.
Soe Niang mengangguk sambil tersenyum^
"Hieee, lihat!" kata si gadis sesaat kemudian sambil meaunjuk kebawah. Wajahnya merah padam, dia juga melengos.
Hie Lay jadi heran, dia juga memandang kebawah, tetapi dia tidak melihat sesuatu.
"Ada apa Moy-moy?'' tanya Hie Lay kemudian.
"Kau lelaki cabul!" berkata Soe Niang sambil tertawa dengan pipi yang berubah merah.
"Kenapa?" tanya Hie Lay.
"Lihatlah sendiri!" kata Soe Niang sambil melirik kebawah lagi.
Hie Lay mengikuti pandangan si gadis dan sekarang dia baru mengetahui bahwa ikatan terlepas ternyata dan disebabkan jiwa ke laki-lakiannya terbangun waktu dia mencium Soe Niang, celananya itu agak tersingkap dan apa yang tidak boleh terlihat oleh Soe Niang, jadi terbuka dan tampak jelas sekali menyebabkan gadis itu malu sekali.
Tapi Hie Lay bukannnya mengikat tali celananya itu, dia malah tertawa dan merangkul tubuh si gadis erat-erat.
"Moy moy, maukah kau menerima perasaan cintaku?" tanya anak muda ini lagi sambil menciumi leher si gadis, dan tangannya jadi nakal sekali, berusaha meremas dada si gadis.
Soe Niang menarik tangan Hie Lay yang mau memeras dadanya itu, yang hanya tertutup oleh selapis baju yang sudah robek di sana sini, sikapnya seperti juga seorang puteri, yang ingin menyembunyikan perasaan malunya.
"Jangan kurang ajar, Koko!" berkata gadis ini kemudian. "Aku tahu kau mencintaiku, tetapi kau jangan kurang ajar begitu!"
Hie Lay seperti disiram air dingin, dia menarik pulang tangannya.
Dan anak muda ini jadi duduk termenung mengawasi ketempat yang jauh sekali. Sekitar kelenteng itu sunyi sekali, hanya terdengar suara dengkur dari Han Swie Lim Han Hoejin, Hie Beng dan Tang Siu Cauw.
Melihat kelakuan Hie Lay, entah kenapa gadis Soe Niang jadi lemah hatinya. Dia merangkul Hie Lay sambil tertawa-tawa, gilanya datang lagi.
"Koko .....oh, koko!" katanya sambil memeluk Hie Lay kuat-kuat, dia juga menarik tangan Hie Lay, yang dibawanya kedadanya, katanya : "Peganglah Koko ..... nyatakanlah cintamu padaku."
Hie Lay jadi senang, dia meremas dada si gadis. Dia merasakan dada gadis ini masih kencang dan keras, tetapi kelunakanpun terdapat di situ. Dia menyingkirkan baju yang robek dibagian dada, sehingga dia bisa melihat dada Soe Niang yang kekuning-kuningan.
Mata Hie Lay jadi bersinar tajam berkilat, dia menatap dada Soe Niang seperti juga menatap benda mustika yang berharga sekali.
"Kau cantik Sekali, Moy-moy !" berkata anak muda ini. Seperti bidadari !" dan dia menandakan kepalanya mencium dada gadis itu.
Soe Niang merasakan bibir anak muda itu agak basah oleh ludahnya, menempel pada kulit dadanya, dia jadi gemetar, dan entah kenapa, dirinya seperti juga dialiri oleh semacam arus yang luar biasa sekali,
Gadis ini berusaha untuk mengarahkan tenaga Lwee-kangaya, tetapi perasaan yang bergolak di hatinya itu tidak bisa dilenyapkannya dan malah tambah bergolak.
Hie Lay sendiri telah menarik lagi baju Soe Niang, sampai sebatas pinggang, sehingga dia leluasa melihat kedua buah dada gadis itu, yang begitu segar, begitu keras agak membesar, keras disebabkan jalan darah si gadis juga sedang beredar cepat sekali disebabkan oleh bergolak darahnya.
Hie Lay menundukan kepalanya lagi, mencium dekat perut gadis itu.
"Lihatlah, perutmu begini indah, biarlah aku binasa di atas perutmu ini !" kata Hie Lay dengan suara yang gemetar.
Soe Niang malah tertawa, tertawa geli, dia menganggap perkataan anak muda itu lucu sekali. Tidak tampak lagi rasa jengahnya. Malah kepala anak muda itu dipegangnya, lalu ditekannya kepala Hie Lay kepada perutnya, sehingga kembali bibir Hie Lay menyentuh kulit perut si-gadis dan Soe Niang mendorong-dorong kepala si anak muda, sehingga kepala Hie Lay jadi berpindah-pindah tempat dan suatu perasaan yang sukar diartikan oleh Soe Niang, telah menguasai dirinya. Entah kenapa, dia menyenangi perasaan itu, sehingga tanpa disadarinya, dia jadi tertawa kegelian disamping perasaan yang nikmat sekali.
Hie Lay melepaskan tangan Soe Niang yang mencekal kepalanya.
Dia mengawasi si-gadis yang telah rebah terlentang itu.
"Moy-moy ..... maukah kau menesrima pernyataan cintaku ? " tanya anak muda ini.
Soe Niang membuka matanya, yang sejak tadi dipejamkan, waktu melihat wajah Hie Lay, dia jadi tertawa geli sekali.
"Pernyataan cintamu ? Hu ! Untk apa cin-ta ? Untuk apa itu ! Hayo peluk aku ! Hei, ayo peluk aku!" dan dia malah menarik tangan Hie Lay, sehingga lelaki ini jatuh terjerambah dan menindihkan tubuh Soe Niang, yang bagian atasnya telah tak berpenutup bajunya.
Biar bagaimana, biarpun gila, tetapi Hie Lay tetap lelaki. Berhimpitan dengan seorang wanita seperti Soe Niang, walaupun dia tidak mengetahui apa artinya itu, tetapi jiwa kelaki-lakiannya jadi bangun dan dia jadi buas seperti juga seekor naga yang ingin merangkul tubuh Soe Niang sampai patah.
"Kau masih memakai baju kebesaranmu ini untuk apa?" tanya Soe Niang dengan suara yang disendat oleh napasnya yang agak memburu. "Buka saja! Dibuka! Dibuka!" dan dia tertawa geli sambil menarik-narik baju Hie Lay
Hie Lay juga hanya. menurut saja, dia benar-benar jadi linglung. Dibuka seluruh bajunya, sedangkan Soe Niang masih belum membuka baju bagian bawahnya.
Melihat itu, Hie Lay menghampiri, dia juga menarik baju si gadis, sehingga sekarang kedua-duanya jadi tak berpakaian sama sekali, mungil benar, seperti sepasang bayi yang baru dilahirkan, hanya bedanya rambut kedua 'bayi' ini tumbuh lebat,
Hie Lay lantas menubruk tubuh si gadis lggi, memeluknya keras.
Soe Niang juga tidak menoleh, dia malah menyambut tubuh anak muda itu,
"Kau cantik Moy-moy !" kata Hie Lay,
"Kau juga gagah, Koko!" kata Soe Niang.
"Boleh tidak ?" tanya Hie Lay lagi.
"Apanya yang boleh atau tidak ?" tanya Soe Niang dengan napas memburu,
Hie Lay tertawa agak kemalu-maluan, dan kemudian dia tertawa geli, dia mengulurkan tangannya memegang tubuh Soe Niang di bagian bawah, dia tertawa lagi,
"Boleh tidak?!" tanyanya lagi.
"Jangan begitu, akh !" kata Soe Niang sambil melepaskan pelukannya, dan dia menutupi aibnya dengan sikap yang kemalu-maluan.
"Aku benar-benar mencintaimu Moy-moy !" kata anak muda itu lagi. Dia merengek sambil menarik-narik tangan Soe Niang, dia bermaksud menindih tubuh gadis itu lagi.
"Ha, kau seperti orang gila, Koko !" kata si-gadis sambil tertawa.
Mendengar dirinya dikatakan seperti orang gila, Hie Lay tiba-tiba berhenti menarik tangan si gadis, matanya mencilak memain tak henti-hentinya.
"Gila ? Aku gila ?" tanya sambil memandang kosong kepada si-gadis. Tetapi kemudian dia tertawa keras sekali. "Ya, ya, aku memang gila !"
Dan dia menarik tangan Soe Niang agak keras, kemudian saling berpelukan dengan erat sekali, berpelukan dengan mesra.
Angin bertiup agak keras, tubuh si-gadis agak menggigil entah disebabkan apa.
"Dingin ....." kata Soe Niang.
"Aku peluk biar kau hangat!" kata Hie Lay tambah mempereratkan pelukannya, tangannya juga jadi repot, tetapi di saat dia menggoyangkan pinggulnya, Soe Niang meronta sambil menjerit tertahan.
Hie Lay melepaskan pelukannya, dia mengawasi si gadis dengan bingung.
"Kenapa?" tanya si-anak muda ini.
"Kau mempersakiti diriku !" menyahuti si-gadis dengan muka cemberut.
"Loh .....kenapa aku mempersakiti dirimu ?" tanya Hie Lay bingung, dia sudah lantas memeluk lagi.
Mereka lalu saling bergulingan dengan tubuh berhimpitan, sehingga tubuh mereka yang tidak berpenutup itu, dipenuhi oleh debu lantai kelenteng.
Kemudian malah Soe Niang menarik kepala Hie Lay, menekannya kebawah, sehingga kepala anak muda itu tertunduk dan bibir mereka jadi bertemu, mereka jadi berciuman dengan waktu yang cukup lama.
Tetapi, waktu Hie Lay seperti lupa daratan itu, dengan lidah yang terjalur kedalam mulut Soe Niang, gadis itu dengan tak terduga mengatupkan giginya, menggigit agak keras, sehingga Hie Lay jadi terjengkit dan melompat duduk sambil menjerit; "Aduhhh ! "' agak keras.
Soe Niang malah tertawa tawa.
"Kenapa kau ?" tanya gadis itu girang.
Hie Lay menjulurkaa lidahnya, mengusap-usap dengan jari telunjuknya.
"Kau gila Kau gila ! Kau menggigit lidahku ! .'" kata anak muda ini.
Soe Niang tiba-tiba jadi berubah parasnya, bengis dan menyeramkan. Dia juga berdiri sambil membentak.
"Apa ? Kau mengatakan aku gila ?. Hu, kubunuh kau !" dan dia telah mengayunkan tangannya.
Tetapi Hie Lay telah menangkap dan mencekal tangan gadis itu, dia merebahkan tubuh si gadis kelantai lagi, dia memndihkannya,
"Kau adalah bidadari yang tercantik !" berkata Hie Lay dengan napas agak memburu, dan tiba-tiba dia menundukkan kepalanya, menggigit-gigit dan melumat-lumat ujung dada si-gadis, sehingga perasaan geli ...
Maaf, halaman 49 s/d 52 hilang.
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
Bab 35 BIAR BAGAIMANA Han Swie Lim pernah menjadi guru mereka, dan perasaan menghormat ada pada diri jago tua she Han itu.
Maka, begitu melihat Han Swie Lim walaupun mereka gila, tokh Soe Niang daa Hie Lay jadi terkejut.
Sedangkan Han Swie Lim sendiri setelah mengawasi sesaat lamanya, lalu dengan tidak terduga dia tertawa dan menandak-nandak seorang diri.
Dia terbangun dari tidurnya, karena dia mendengar suara rintihan Soe Niang. Cepat-cepat dia menuju kebelakang kelenteng, dan menyaksikan tubuh Hie Lay sedang menindih tubuh Soe Niang dalam keadaan polos tak berpakaian,, sehingga membikin darah jago tua ini jadi mendesir, dan nafsunya jadi timbul. Maka dari itu, tadi dia berdiri dengan muka yang merah padam dan napas memburu, mata mencilak bermain tak hentinya.
Soe Niang sendiri telah melompat berdiri disusul olah Hie Lay, dengan wajah yang merah malu, mereka cepat-cepat mengenakan pakaian mereka.
Namun, di saat mendengar suara tertawa Han Swie Lim, mereka jadi melengak.
Atau, dengan tidak terduga, Soe Niang dan Hie Lay jadi ikut tertawa.
Pada saat itu Soe Niang belum menutupi seluruh tubuhnya dengan pakaiannya yang sudah robek di sana-sini itu, dia hanya baru menutupi tubuh di bagian bawah, sedangkan kedua buah dadanya masih terbuka,, tergantung-hantung dengan indahnya.
Han Swie Lim menghampari, dan dia mengulurkan tangannya meremaskan buah dada si gadis, membuat gadis itu jadi menggeliat dengan ketawa yang panjaog.
"Oh, mengapa Thian harus dilupakan?"' tanya si gadis dengan suara yang nyaring. "Mengapa? Mengapa aku tadi melupakan Thian?"
Yang dimaksudkan dengan perkataan Thian Tuhan, adalah Han Swie Lim.
Sedangkan Han Swie Lim telah ketawa haha-hehe, lalu dia menarik pulang tangannya yang tadi dipakai meremas dada Soe Niang yang empuk itu, dia lalu berlari-lari mengelilingi gadis itu, diikuti oleh Hie-Lay,
Soe Niang juga menari-nari dengan penuh kegairahan, dia membiarkan kedua buah dadanya itu terbuka tidak berpenutup, dia menggeliat-geliat menari dengan menimbulkan kegairahan yang luar biasa.
Dan, kalau mau dipersamakan, maka tariannya itu mungkin lebih hebat dari tarian perut dari Mesir. Tubuh si gadis yang indah luar biasa itu, menggeliat-geliat lemas dengan segala keindahan, walau tubuhnya telah banyak dipenuhi oleh debu-debu dari hari-hari yang dilewatinya tanpa mandi.
Hie Lay sendiri telah ikut berlari-lari mengelilingi si gadis, hanya kadang-kadang mulutnya mengoceh berteriak-teriak : "Lemas aduh lemas! Kakiku lemas ! Aduh ..... tak ada tenaga!" tetapi anak muda ini masih terus juga berlari-lari dengan cepat mengikuti di belakang Han Swie Lim mengelilingi Soe Niang, yang sedang menari-nari dengan penuh kegairahan. Perasaan sakit disebabkan keperawanan gadis ini tadi direbut oleh Hie Lay, seperti juga sudah tak dirasakannya lagi. Dasar orang gila !
Tetapi sedang mereka bergerak dengan tarian mereka yang aneh-aneh itu, tiba-tiba Han Hoe-jin muncul, dia berdiri sesaat, tetapi waktu melihat dada Soe Niang, mata Han Hoe jien jadi mencilak, dia menghampiri Han Swie Lim, dengan tidak terduga dia menarik rambut suaminya yang gila ini.
"Kau mau main gila dengan anak perawan, heh ?" bentak Han Hoe-jin dengan gusar.
Han Swie Lim melengak, tetapi kemudian dia tertawa gelak-gelak.
"Oho, Thian diduga mau main gila dengan anak perawan !" teriaknya dengan suara yang berisik sekali. "Ohoi ! Ohoi !" dia menari-nari lagi dengan berlari-lari.
Han Hoe-jin juga tertawa-tawa, tetapi kemudian waktu dia melihat dada Soe Niang yang tidak berpenutup itu, yang terjuntai di dadanya dengan indahnya, timbul perasaan cemburunya.
Dia mengejar Han Swie Lim, dengan cepat dia menarik tangan suaminya masuk ke dalam kuil itu lagi.
Sedangkan Soe Niang dan Hie Lay masih menari-nari dengan lagak gila mereka. Sampai akhirnya, mereka robohi terkulai saking lemasnya tak bertenaga.
Dan, Han Swie Lim sendiri diseret oleh Han Hoe-jin ke dalam ruangan.
Jago tua she Han itu hanya mengikuti saja, dia berdiam diri saja.
Sesampainya di dalam ruang kelenteng itu, tampak Hie Beng masih tertidur nyenyak.
Han Hye-jin sudah lantas mengayunkan tangannya menggampar muka Han Swie Lim.
"Kau lelaki cabul !" bentaknya dengan suara yang keras, mukanya cemberut, tetapi hanya sesaat, karena dia sudah tertawa-tawa lagi. "Memang ! Memang ! Kau adalah lelaki cabul !"
Dan Han Hoe-jin menari-nari mengelilingi Han Swie Lim, yang menyebabkan Han Swie Lim hanya berdiri melengak mematung, sejak ditempeleng oleh istrinya, dia hanya berdiri terpaku saja.
Han Hoe-jin sendiri, telah menarik tangan jago tua she Han itu.
"Hayo menari untuk penghormatan putera kita !" seru wanita yang miring otaknya itu "Hayo menari ..... menari untuk penghormatan !"
Han Swie Lim bagaikan manusia linglung, hanya mengikuti istrinya itu menari-nari lalu keduanya tettawa-tawa.
Sampai suatu kali, Han Hoe-jin memeluk Han Swie Lim wajahnya berubah jadi serius.
"Siapa kau .....! "' tanya Han Hoe jin sambil mengawasi tajam pada Han Swie Lim. "Apakah kau ini bukan suamiku ?"
Han Swie Lim ketawa haha-hehe, kemudian dia mau menari-nari lagi, tetapi Haa Hoe-jin telah menarik tangannya lagi.
"Tunggu dulu ! " kata nyonya Han itu "Jawab dulu pertanyaanku ! Kau suamiku atau bukan ? "
"Bukan! Bukan !"seru lelaki tua ini. "Aku adalah aku ! Aku adalah Thian !"
Dan, Han Swie Lim ketawa-tawa lagi.
Han Hoe-jin juga ikut tertawa,
"Benar ! Benar ! Kau memang Thian ! Kau adalah penguasa alam semesta ini ! Dan aku juga ini milikmu !" kata nyonya gila itu.
"Benar ! Benar !" menyahuti Han Swie Lim.
"Benar!" nyonya Han juga ikut berkata.
Dan mereka tertawa-tawa, sedangkan Han Hoe-jin telah memeluk Han Swie Lim, sampai disaat dia menundukkan kepalanya, dia seperti ingat sesuatu.
"Hei, kau belum memeriksa tubuh bidadarimu ini ! " berkata nyonya gila itu.
"Benar! Benar! Aku belum memeriksa tubuh indah dari bidadariku !" membenarkan Han Swie Lim.
Dan jago tua she Han itu jadi repot membukakan pakaian Han Hoe-jin, pakaian yang memang sudah robek dan pecah disana-sini.
Han Hoe-jin sendiri tertawa-tawa waktu pakaiannya dibuka oleh suaminya itu, dia membiarkan tubuhnya ditelanjangi oleh jago tua she Han itu.
Han Swie Lim sendiri jadi berubah.
Kian lama napasnya kian memburu, matanya juga mencilak-cilak memain tak hentinya.
"Tubuh yang indah ! Tubuh yang indah !" dia mengoceh tidak keruan, "Oh, tubuh yang indah !" dan dia mendorong tubuh Han Hoe-jin, merebahkan isterinya, kemudian menindihkannya ..... !
Hie Beng sendiri jadi terbangun mendengar suara ribut-ribut itu, dia menggeliat.
Han Hoe-jin yang mendengar suara menggeliat dari Hie Beng, seperti terperanjat, tetapi akhirnya dia tertawa-tawa sambil mendorong tubuh Han Swie Lim yang sedang menindihi tubuhnya,
"Malu ..... ada orang !" berkata nyonya gila ini.
Han Swie Lim menoleh kepada Hie Beng dia melihat mata muridnya yang telah menjadi gila itu juga sedang melotot menatap tubuh mereka yang tidak ada penutupnya i ia. Han Swie Lim jadi mendongkol, tetapi dia tertawa-tawa sambil bangkit, diambil sepatunya, tahu-tahu dia melemparkan sepatu itu ke arah muka Hie Beng.
Anak muda itu, Hie Beng, seperti juga sedang kesima, dia rupanya terkejut dan darahnya bergolak ketika dia bangun dari tidurnya, tahu-tahu di hadapannya ada pemandangan yang romantis itu, maka dia jadi melotot begitu. Tetapi, dia jadi terkejut juga tahu-tahu sepatu yang dilemparkan olek Han Swie Lim telah berada didepan mukanya.
Dia mau mengelakkan tetapi sudah terlambat.
"Bukkk !" mukanya terhajar sepatu itu.
Tetapi Hie Beng tidak marah, dia hanya membalikkan tubuhnya memandang ke arah tembok, membelakangi Han Swie Lim dan Han Hoe-jin.
Han Swie Lim sendiri telah mengoceh dengan suara tidak menentu, lalu dengan tertawa-tawa, dia menubruk Han Hoe-jin yang kala itu sedang terlentang seperti sedang menantikan dirinya.
Mereka saling berpelukan dengan erat, dan ketawa tidak henti-hentinya dengan tubuh bergoncang seperti juga mengikuti irama lagu 'Perang ..... !
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
WAKTU keenam orang gila itu terbangun dari tidurnya, mereka melihat sekeliling mereka telah diterangi oleh cahaya matahari.
Han Swie Lim melompat-lompat sambil berseru-seru dengan suara yang nyaring, kemudian tertawa-tawa dengan suara yang berisik sekali.
Han Hoe-jien dan yang lain-lainnya juga jadi ikuti !
Suara mereka berisik sekali, dan bising luar biasa, lebih-lebih setelah Hie Lay dan Hie Beng ikut-ikut berteriak, diikuti oleh Tang Siu Cauw dan Soe Niang.
Mereka lalu menari-nari dan keluar dari dalam kelenteng tua itu.
Di antara sunyinya sang pagi, tampak keenam orang gila ini berlari-lari dengan cepal karena ilmu entengi tubuh mereka telah sempurna, maka kalau ada petani yang kebetulan ingin pergi keladangnya dan melihat kecepatan berlari keenam orang gila itu, mereka tentu akan berdiri kesima sambil menggelengkan kepalanya dan berkata. Sungguh luar biasa orang-orang itu berlari ! Seperti terbang saja !" dan mereka seperti juga tidak mau mempercayai apa yang dapat dilihat oleh mereka.
Dan, kalau ada yang percaya akan takhayul, tentu mereka akan menduga bahwa keenam orang itu yang berlari dengan kecepatan luar biasa dan kaki keenam orang itu seperti juga tidak menginjak tanah, tentunya jin atau setan-setan penasaran ! Dan petani-petani yang mempercayai takhayul itu, tentu akan mengangkat langkah seribu untuk cepat-cepat menjauhinya .....
Sedangkan Han Swie Lim, Han Hoe-jin, Tang Siu Cauw, Hie Beng, Hie lay dan Soe Niang masih berlari terus dengan kecepatan yang luar biasa, mereka menuju ke arah kota.
Semakin dekat dengan kota pendalaman, maka semakin banyak orang yang belalu-lalang, tetapi keenam orang gila tersebut tidak memperdulikannya, mereka terus juga memasuki kota itu.
Malah, waktu melewati jalan besar, dimana Han Swie Lim melihat sebuah rumah makan yang baru buka, mereka menghampirinya.
Pelayan-pelayan yang sedang membuka kayu-kayu penutup dari rumah makan itu jadi heran berbareng jijik melihat cara berpakaian keenam orang itu, yang kotor dan dekil, menyerupai pengemis.
Han Swie Lim terus juga masuk ke daIam rumah makan itu. Diikuti oleh kelima kawannya yang lainnya.
Mereka memilih sebuah meja yang dekat dengan jendela.
Han Swie Lim sendiri telah menggebrak meja.
"Hei, pelayan !" bentaknya dengan suara yang keras sekali, "mana makanan ? "
Seorang pelayan menghampiri dengari ogah-ogahan.
"Ada apa ?" tanyanya kurang senang. "Mengapa dipagi hari begini kalian membual gaduh tidak keruan."
Han Swie Lim meluap darahnya, dia mencelat dengan gesit, tahu-tahu tangannya telah melayang, dan : "Plakkk !, Plokkk ! " dua kali suara gaplokan.
Pelayan itu jadi mengaduh kesakitan dia mundur beberapa langkah sambil memegangi pipinya yang telah bengkak.
Setelah mana, dia mencaci kalang kabutan.
Melihat itu, Han Hoe-jin juga jadi mendongkol, tetapi dia tertawa agak keras, lalu tubuhnya ikut mencelat juga dan mengayunkan tangannya pula.
"Bukkk ! "terdengar suara yang agak keras, dan tampak pelayan itu ambruk di lantai.
Dengan menjerit-jsrit kesakitan seperti juga anjing yang terkena gebukan, maka pelayan itu merayap bangun. Tetapi sekarang dia tidak berani mencaci lagi.
"Mana makanan ?" bentak Han Swie Lim dengan suara yang bengis.
"Tunggu dulu Siauw-jin akan membawakannya !" kata pelayan itu dengan suara yang gemetar, dia juga masih teraduh-aduh menahan perasaan sakit.
Sedangkan pelayan-pelayan yang lainnya, yang melihat nasib buruk kawannya itu, bukannya menolongi, mereka malah menjauhi untuk menyeiamatkan diri mereka masing-masing.
Yang kasihan adalah pelayan itu, yang ha?rus menerima beberapa kali pukulan dihari (masih sepagi itu S !
Han Swie Lim dan Han Hoe-jin telah duduk lagi, mereka lama tertawa-tawa, diikuti oleh Tang Siu Cauw, Hie Beng, Hie Lay dan Soe Niang, sehingga suara mereka sangat berisik sekali dan banyak menarik perhatian orang.
Tetapi keenam orang gila ini seperti juga tidak memperdulikan keadaan sekitar mereka.
Dalam waktu yang sangat cepat, maka makanan telah disediakan oleh beberapa pelayan.
Maka keenam orang gila ini telah memakannya dengan lahap, mereka sudah tidak memakai aturan makan lagi, apa yang mereka inginkan, mereka makan tanpa menggunakan sumpit atau sendok lagi !
Dalam waktu hanya sepemasangan hio saji, mereka telah menghabiskan makanan satu meja penuh itu. Dan, mereka kenyang sekali, terlihat dari cara mereka duduk.
Setelah beberapa saat lagi mereka duduk disitu sambil tertawa tidak hentinya, maka merekapun meninggalkan rumah makan itu, Tidak ada satu pelayanpun yang berani menahan mereka untuk menanyakan pembayarannya. Mereka hanya mengawasi saja, dengan hati yang kebat kebit.
Banyak lagi perbuatan mengacak dari keenam jago yang telah jadi gila di kota tersebut, sampai akhirnya mereka tertidur di sebuah kuil yang terdapat di dalam kota tersebut.
Sedang keenam jago yang telah gila ini tertidur nyenyak karena kekenyangau makan, maka banyak orang-orang yang menonton dari jarak yang cukup jauh.
Juga banyak anak-anak kecil yang menimpuk-nimpukkan mereka dengan batu-batu kerikil.
Namun, karena jarak mereka cukup jauh maka timpukan itu tidak pernah ada yang. sampai pada sasarannya, dan keenam jago gila itu tetap saja tertidur nyenyak.
Di antara orang-orang yang banyak menonton itu tampak seorang Niekouw.
Nie-kouw ini sebetulnya sedang melakukan perjalanan, namun waktu melihat otang berkerumun dengan bisik-bisik membicarakan sesuatu, Nie-kouw tersebut jadi tertarik, dan dia berhenti sebentar untuk melihat apa yang jadi bahan tontonan itu.
Tetapi waktu melihat keenam jago yang telah gila itu sedang tertidur nyenyak, Nie-kouw tersebut jadi mengerutkan alisnya.
Sedangkan dari dalam kuil telah keluar tiga orang Hwee-shio.
Mereka semuanya berwajah welas-asih dan sabar sekali, dan dengan langkah yang tenang, ketiga Hwee-shio itu menghampiri keenam jago gila itu yang sedang tidur malang-melintang di depan kelenteng mereka itu.
Salah seorang Hwee shio di antara ketiga Hwee-shio itu menghampiri Han Swie Lim.
"Omitohoed !" memuji Hwee-shio itu kepada sang Buddha. "Rupanya keenam Sie-coe ini sedang lelah !" dan dengan tenang Hwee shio tersebut menggunakan ujung jubahnya yang dikebutkan ke arah punggung Han Swie Lim.
Biar bagaimana Han Swie Lim memang seorang jago yang kosen, walaupun dia sudah gila, tokh kepandaiaunya tetap saja tidak lenyap.
Waktu angin serangan si Hwee-shio menyambar punggungnya, dengan cepat dia melompat bangun sambil memiringkan tubuhnya, sehingga kebutan si Hwee-shio jadi mengenai tempat kosong.
Hwee-shio itu juga terkejut waktu melihat kegesitan orang gila tersebut, dia sampai mclengak sesaat, tetapi akhirnya dengan sabar dia menyebut nama sang Budha, lalu tanyanya : "Siapakah Sie-coe ? Mengapa tidur malang melintang di depan kuil ? Bukankah dengan begitu Sie-coe sekalian telah mengotorkan tempat suci ini ? Apakah tidak lebih baik kalau memang Sie coe sekalian tidur di dalam kuil saja ?!"
Han Swie Lim terbangun dari tidurnya dengan murka, karena dia merasa terganggu dengan adanya Hwee-shio itu.
Tetapi waktu mendengar perkataan Hwee-shio itu, kegusarannya itu jadi lenyap.
Dia malah tertawa gelak-gelak.
"Mengotori kuil ini ?" katanya dengan suara yang parau dan agak menyeramkan. "Cisss ! Kuil apa ini ? Cisss !" dan dia malah mau membuka pengikat celananya, antuk kencing di situ.
Waktu Han Swie Lim memegang tali celananya, si Hwee-shio segera dapat merasa apa yang akan dilakukan oleh jago tua she Han yang telah gila itu.
Dia jadi terkejut dan batinnya gugup luar biasa.
Kalau memang sampai jago tua she Han itu mengencingi tempat suci itu, maka itu berarti suatu penghinaan yang tidak bisa terhapuskan.
Maka dari itu, belum sempat Han Swie Lim membuka tali pengikat celananya, Hwee-shio itu mengayunkan tangannya, menyerang dengan menggunakan ujung jubahnya yang besar dan gedombrongan.
Tenaga serangan Hwee-shio itu sangat hebat, walaupun dengan hanya menggunakan lengan jubahnya yang gedombrongan itu, tetapi tokh angin serangannya menyambar dengan kekuatan Lwee-kang yang sempurna sekali.
Walaupun gila, Han Swie Lim mengetahui bahaya mendatangi dirinya. Namun dasar pikirannya sudah tidak waras lagi, bukannya dia mengelakkan, malah dia tertawa tawa dan meremehkan si Hwee-shio. Dan di saat lengan jubah Hwee-shio itu hampir mengenai dadanya, dia mengulurkan tangan kanannya, sehingga lengan jubah dan tangan itu saling bentur di tengah udara.
Dan benturan itu menimbulkan suara yang keras, gaduh sekali.
Tampak tubuh Han Swie Lim terpental beberapa tombak, kemudian jatuh kebumi dengan kaki terlebih dahulu, sehingga dia dapat berdiri tetap lagi.
Sedangkan Hwee-shio itu telah terhuyung-huyung beberapa langkah, tubuhnya bergoyang-goyang. Setelah dia meluruskan pernapasannya dan mengerahkan tenaga dalamnya untuk mengatur jalan pernapasannya, barulah dia dapat berdiri tetap lagi.
Kedua Hwee-shio iainnya yang melihat keadaan si Hwee-shio itu jadi mengeluarkan seruan kaget, mereka cepat-cepat memburu padanya dengan wajah yang menunjukkan kekuatiran yang sangat.
"Gan Soe-heng ..... apakah kau tidak apa-apa ?" tanya salah seorang di antara mereka dengan penuh kekuatiran.
Hwee-shio yang tadi terhuyung disebabkan Han Swie Lim menangkis serangannya dengan jalan keras lawan keras telah menggelengkan kepalanya.
"Mundurlah kau, Soe-tee !" kata dia dengan suara yang agak parau, karena dia mendongkol sekali. Dia juga menyebut nama sang Budha dengan merangkapkan tangannya
"Kiranya Sie-coe memang mau mencari ribut di tempat suci ini !" kata si Hwee shio dengan sabar. "Sian-chay ! Sian-chay ! Lo-lap terpaksa harus melakukan tindakan keras terhadap diri Sie-coe !"
Mata Han Swie Lim mencilak, lalu dia tertawa gelak-gelak, sampai tubuhnya tergoncang.
"Tempat suci ?" tanyanya dengan suara mengejek. "Tempat suci apa ? Cisss! Aku malah menganggap tempat ini adalah sarang kemaksiatan !"
Wajah si Hwee-shio yang tadi dipanggil sebagai Gan Soe-heng oleh kedua Hwee-shio kawannya, berubah hebat, dari pucat menjadi merah dan pucat lagi. Rupanya dia gusar sekali. Juga Hwee-shio ini berulang kali menyebut nama sang Budha, mungkin untuk menenangkan hatinya yang sedang murka itu.
Han Swie Lim sendiri telah tertawa lagi dengan suaranya yang berisik, dia mengayunkan kakinya naendupak tubuh Hie Beng, Hie Lay dan yang lainnya sambil berkata "Hayo bangun ! Hayo bangun ! Ada kerbau gundul yang mengacau tidur kita !"
Han Hoe-jin dan yang lain-lainnya jadi terbangun dari tidur mereka.
Sambil mengucek-ucek matanya, Han Hoe-jin menatap si Hwee-shio yang dipanggil sebagai Gan Soe heng, kemudian menatap kedua Hwee-shio lainnya.
"Ada apa dengan kerbau-kerbau gandul ini ?" tanya Han Hoe-jin sambil tertawa haha-he he. "Hmmm .....rupanya mereka mau memaksa untuk meniduri diriku !"
Orang-orang yang banyak menonton dari jarak yang cukup jauh, jadi tertawa mendengar perkataan nyonya Han itu. Tetapi waktu Han Hoe-jin menoleh menatap mereka dengan mata yang mencilak bengis, suara mereka jadi sirap lagi, lenyap dengan sendirinya.
Tak ada seorangpun yang berani tertawa lagi.
Kala itu si Hwee-shio yang dipanggil sebagai Gan Soe-heng kakak seperguruan she Gan, telah menghampiri Han Swie Lim, Hwee-shio ini merangkapkan tangannya dan berkata; "Sie-coe, kalau memang Sie-coe ingin menempuh jalan damai, kami harap Sie-coe jangan menimbulkan kerusuhan dikuil kami ini ! Pergilah! Loo-lap juga tidak akan menarik panjang persolan ini! "
Han Swie Lim ketawa haha-hehe, dia seperti juga tidak mendengar perkataan si Hwee-shio. Malah dia menari-nari, diikuti oleh Han Hoa-jin dan yang lainnya.
Gan Soe heng, Hwee-shio itu jadi mendongkol. Dia duga orang sedang mentertawakan dirinya dan sedang menari-nari untuk mengejek dirinya, maka dia jadi tambah murka.
Dengan mengeluarkan suara bentakan yang keras, Hwee-shio ini menjejakkan kakinya. Tubuhnya melambung dengan gesit, kedua tangannya dimajukan kemuka, dan dia mengerahkan tenaga dalamnya, Lweekangnya untuk menghajar batok kepala Han Swie Lim,
Han Swie Lim tidak memperhatikan serangan itu, hanya di saat dia merasakan menyambarnya angin serangan, secara tanpa disadarinya lagi, karena dia memang seorang jago silat yang cukup kosen, telah mengangkat tangan kanannya, menangkis serangan si-Hwee shio.
Namun Han Swie Lim jadi kecele.
Dia menangkis tempat kosong.
Ternyata si Hwee-shio hanya menyerang dengan serangan pancingan, kemudian dia malah telah menarik pulang kedua tangannya, dan menyusul dengan itu, di saat Han Swie Lim menangkis tempat kosong dan menyebabkan tubuhnya terhuyung itu, si Hwe-shio telah menggerakan seluruh tenaga Lwee-kangnya dan mendorong sekuat tenaganya di saat tubuhnya sendiri sedang turun meluncur.
Han Swie Lim jadi kaget, dia merasakan dorongan tenaga Lweekang yang kuat sekali.
Dia mau menangkis sudah tidak keburu, karena selain tubuhnya sedang terhuyung tidak berdiri tetap, lagi pula serangan orang sudah sampai kedekat bajunya.
Sambil mengeluarkan seruan tertahan, Han Swie Lim berusaha untuk menjejakkan kakinya guna kabur menjauhi diri dari Hwee-shio itu.
Tetapi Gan Soe-heng, Hwee-shio itu mana mau memberi hati kepada Han Swie Lim.
Dengan mengeluarkan seruan keras, dia menyerang lagi. Malah sekarang lebih hebat lagi, dia menambah tenaga Lwee-kang yang dipakai untuk menyerang jago she Han yang telah menjadi gila itu.
Namun Han Swie Lim telah melambung akan mengelakan diri dengan menjauhkan diri dari si-Hwee-shio.
Gan Hwee-shio mendengus ketawa dingin.
Dengan tidak terduga, dia memutar telapak tangannya dipakai mendorong kemuka.
Maka serangkum tenaga serangan yang kuat luar biasa telah menyerang ke arah Han Swie Lim.
Jago tua she Han yang telah gila itu, jadi mengeluarkan seruan tertahan, namun waktu dia merasakan angin serangan orang telah menempel pada bajunya, dia tidak saengelakkan lagi.
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
(Bersambung ) JILID XIII

Seruling Haus Darah Hiat Tiok Sian Jin Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

BIAR bagaimaaa Han Swie Lim adalah jago tua yang telah berpengalaman, maka dan itu, walaupuu dia mengalami ancaman bahaya kematian, tokh dia tidak meajadi jeri atau gagap.
Dengan cepat dia memutar telapak tangannya, di saat tangan lawan hampir menghantam dadanya, maka Han Swie Lim mengeluarkan seruan yang keras, tahu-tahu tangannya telah menghajar ke arah. batok kepala Gan Hwee-shio.
Itulah suatu serangan yang benar-benar menakutkan dan mengerikan, sebab adanya kedua serangan itu, masing-masing akan mengadu jiwa.
Kalau memang Gan Hwee-shio meneruskan serangannya, maka batok kepalanya juga akan menjadi sasaran dari tangan Han Swie Lim.
Deagaa sendirinya, maka mereka akan sama-sama terbinasa f
Betapa terkejutnya Gan Hwee-shio, dia sampai mengeluarkan jeritan tertahan, dan cepat-cepat menarik pulang tangannya, sambil berbuat begitu, dia juga menjejakkan kakinya melompat ke belakang untuk mengelakkan serangan orang she Han itu.
Waktu dirinya dapat menghindarkan serangan jago she Han itu dan mereka jadi saling berdiri berhadap-hadapan, Gan Hwee-shio berusaha memnangkan goncangan hatinya.
Coba kalau tadi dia kurang sebat dan cepat, tentu dia telah terbinasakan diiasgaa Han Swie Lim, biarpun toca achirnya Han Swie Lim terbinasa ditangan juga, tetapi mereka jadi sama-sama menuju keakherad menemui Giam Lo Ong ! Itulah yang membikin Gan Hwee-shio jadi mengucurkan keringat dingin .....!
Han Swie Lim setelah melancarkan pernapasannya yang agak memburu, jadi mendengus tertawa dingin.
Matanya berkilat tajam mendelik kepada Hwee-shio itu.
Gan Hwee-shio juga tambah gusar dan mendongkol.
Didalara hati si Hwee-shio jadi mau menduga bahwa Han Swie Lim dan isteri atau murid-muridnya itu datang kekuil mereka tentu dengan maksud untuk mengacau, karena setiap serangan dari Han Swie Lim semuanya mematikan.
Maka sekarang Gan Hwee shio sudah tidak segan-segan lagi, dia mengeluarkan seruan yang nyaring, berbareng dengan itu, tubuhnya juga mencelat tinggi sekali, tangannya bergerak dengan cepat, di dalam waktu beberapa detik saja dia telah menyerang dengan menggunakan beberapa jurus serangan yang sangat berbahaya sekali.
Serangan yang mematikan !
Walaupun Han Swie Lim telah gila, tetapi dia memang bekas seorang jago yang kosen sekali.
Maka waktu melihat orang menyerang dirinya dengan serangan-serangan yang dapat memutuskan jiwanya, walaupun dia telah gila, namun sebagai seorang jago yang memiliki kepandaian yang tinggi dan sempurna, dia dapat bergerak dengan cepat.
Waktu tangan Gan Hwee-shio akan mengenai dirinya, dia cepat-cepat menggeser kedudukan kakinya, kemudian dengan sebat dia menggerakkan tangannya untuk menangkis.
Han Swie Lim bukan menangkis sembarangan menangkis, tetapi dia bergerak dengan disertai oleh tenaga Lwee-kang yang penuh, maka di kala dia mengangkat tangannya itu, angin dari tangannya menyambar kuat sekali.
Gan Hwee-shio terkejut, lebih-lebih waktu tangan mereka telah saling terbentur keras.
"Dukkkk !" suara benturan itu terdengar nyata.
Dan, tampak kedua orang yang sedang mengadu jiwa itu, yang satu seorang beribadat dan yang seorang lagi orang sinting, terpental dengan masing-masing mengeluarkan seruan tertahan.
Tetapi Gan Hwee-shio bergerak cepat. Begitu dia dapat menginjak tanah dan berdiri tetap, dia melambaikan tangannya kepada kawan-kawannya, meneriaki kawan-kawannya itu untuk mengepung Han Swie Lim.
Hweeshio-hweeshio lainnya segera juga meluruh untuk mengeroyok Han Swie Lim.
Walaupun kepandaian Hweeshio-hweeshio lainnya tidak setinggi Gan Hwee-shio, toch mereka cukup memiliki kepandaian yaug tinggi, maka Han Swie Lim jadi repot melayani mereka.
Kepandaian Han Swie Lim memang hampir berimbang dengan Gan Hwee-shio, maka sekarang dengan dikeroyok oleh kawan-kawan Gan Hwee-shio, Han Swie Lim jadi agak terdesak.
Han Hoe-jin dan ketiga murid Han Swie Lim dasarnya memang telah gila, walaupun mereka telah melihat Han Swie Lim dikeroyok oleh Hweeshio-hweeshio itu, tetapi mereka bukanaya membantu malah menari-nari sambil bersorak-sorak dengan suara tertawa mereka yang ramai sekali.
Han Hoe-jin malah telah berteriak ;
"Giok-lie mau mandi ! Giok-lie mau mandi !" dan dia menari-nari seperti juga tidak memperdulikan keadaan sekitarnya.
Yang dimaksudkan oleh Han Hoe-jin dengan sebutan Giok lie ialah bidadari.
Han Swie Lim telah mengerahkan seluruh tenagaaya untuk bertempur dengan Gan Hwee shio dan kawan-kawan si-Hwee-shio Iainnya, tetapi dia malah terdesak lebih hebat lagi.
Namun, karena Han Swie Lim telah gila, dia seperti tidak memikirkan keselamatan dirinya lagi, suatu kali di saat Gan Hwee-shio sedang meayerang dirinya, di saat tangan si Hwee shio sedang menghajar dadanya, Han Swie Lim tidak menangkis, malah dia balas menghajar kepala Gan Hwee-shio.
Si Hwee-shio terkejut melihat kenekadan dari orang she Han ini.
Cepat-cepat dia menarik pulang tangannya dan mengelakkan serangan Han Swie Lim.
Tetapi, karena Gan Hwee-shio dalam keadaan waras dan Han Swie Lim sedang hilang kesadarannya, maka si Hwee-shio menang di atas angin.
Di saat dia menarik pulang tangannya, si Hwee-shio membarengi menyerang lagi.
Hal ini benar-benar diluar dugaan Han Swie Lim.
Karena pada saat itu Han Swie Lim belum menarik pulang tangannya maka dengan telak dada si jago tua she Han kena dihajar oleh Hwee shio itu, tubuhnya terpental dan ambruk di tanah dengan keras.
Hwee shio-hwee shio Iainnya kawan Gan Hwee-shio melihat kejadian itu.
Mereka bersorak kegirangan.
Tetapi Han Hoe-jin dan ketiga murid Han Swie Lim berbalik jadi terkejut.
Mereka berhenti mendadak dari tari-tarian gila nereka itu waktu melihat Han Swie Lim terbanting keras di tanah, dengan cepat mereka menghampiri Han Swie Lim.
Untuk sementara waktu gila mereka jadi lenyap.
Tetapi itu hanya berlangsung sesaat lamanya, karena setelah mengawasi sekian lamanya, mereka kembali tertawa-tawa lagi bersama Han Swie Lim sendiri !
Dasar orang gila ! Gan Hwee-shio juga telah melihat bagaimana jago tua she Han dan ketiga murid atau isterinya itu adalah orang-orang gila, maka Hwee-shio tersebut agak menyesal telah mengambil jalan agak keras.
Tetapi, sedang si Hwee-shio menyesali dirinya, tampak Han Swie Lim telah melompat bangun, dia berdiri dengan tenaga yang masih kumpul, ini terlihat dan caranya berdiri, yang tegap dan bertenaga sekali, diiringi oleh kelincahannya.
Belum Gan Hwee-shio sempat menegur, Han Swie Lim telah aienyeraag lagi de?ngan ir.eaggunakan kedua taugannya.
Angin serangan dari Han Swie Lim sangat besar sekali, dan hal itu membikin Gan Hwee-shio tidak berasi memandang enteng, cepat-cepat dia bergerak dengan cepat, dia menangkis sambil mengelakkan, kemudian disusul oleh gerak langkah kaki untuk menjauhkan diri dari Han Swie Lim.
Jago tua she Han itu jadi tertawa haha hehe waktu melihat orang dapat mengelakkan serangannya.
Dengan cepat Han Swie Lim melakukan penyerangan lagi, dan bukannya menarik pulang tanganaya, Han Swie Lim malah melakukan dan melancarkan tiga serangan yang beruntun dan bisa memtikan !
Gan Hwee-shio melihat itu, walaupun dia mengetahui orang she Han itu adalah orang gila dan kurang waras pikirannya, tokh dia jadi mendongkol juga.
Maka dari itu, dengan cepat dia menggerakkan kedua tangannya, tidak menunggu sampai si jago she Han melancarkan serangannya kembali, Ga Hwee-shio telah melancarkan serangan lagfi.
Dengan cepat tangan Gan Hwee-shio daa Han Swie Lim saling bentur dengan keras.
Suara benturan itu memekakkan anak telinga.
Dan tampak kedua orang itu saling tergempur kuda-kudanya By'a sampai melargkah mundur,
Han Swie Lim sendiri terhuyung-huyung beberapa langkah.
Sedangkan Gan Hwee-shio telah terdesak mundur dua langkah, disusul kemadian dengan jejakkan kakinya, sehingga dia dapat melompat kebelakang menjauhi Han Swie Lim untuk menjaga segala sesuatu kemungkinan yang bisa membabayakan jiwanya.
Tetapi dengan tidak terduga Han Hoe-jin telah melompat ke arah Gan Hwee-shio sambil tertawa agak nyaring, kedua tangannya dipakai untuk menyerang Hwee-shio itu.
Hal ini memang berada di luar dugaan kawan-kawan Gan Hwee-shio, mereka sampai mengeluarkan jeritan tertahan waktu menyaksikan hal tersebut.
Gan Hwse-shio sendiri terkejut waktu tahu-tahu kedua tangan Han Hoe jin hampir mengenai dirinya. Tetapi sebagai seorang jago yang kosen, Gan Hwee-shio tidak menjadi gugup.
Dia menarik napas dalam-dalam, kemudian dengan menyedot dadanya agar melesak beberapa dim, dia bisa meloloskan diri dari serangan tangan kiri Han Hoe jin, sedangkan tangan kanan nyonya Han yang sedang meluncur kearah kepalanya, ditangkis oleh tangan Gan Hwee-sio.
Terdengar suara benturan yang keras, tampak Gan Hwee-shio terhuyung-huyung kembali.
Han Hoe-jin juga mundur ke belakang sambil mengeluarkan jerit kesakitan, sebab tangannya telah berobah merah membengkak.
Hweeshio-hweeshio lainnya yang menjadi kawan Gan Hwee-shio, telah meluruk menyerang Han Hoe-jin.
Si nyonya she Han sedang kesakitan dan memegangi tangan kanannya yang pergelangan tangannya agak membengkak, dia sedang menguruti pergelangannya, atau dengan tidak terduga, berdatangan secara bertubi-tubi beberapa serangan dari beberapa orang Hwe-shio itu.
Han Hoe-jin jadi mendongkol.
Walaupun dia gila, tetapi disebabkan ia menderita kesakitan yang hebat, dan lagi pula dirinya diserang secara beruntun oleh Hweeshio-hweeshio yang menjadi kawan Gan Hwee-shio, nyonya Han itu menjadi gusar.
Dengan tidak memperdulikan perasaan sakit di tanganaya itu dia menangkis semua serangan yang berdatangan menyeraagnya, kemudian setelah itu dia membarengi dengan sabetan kakinya secara berantai ke arah Hweeshio-hweeshio itu.
Hebat kesudahannya. Yang Lwee-kangnya masih rendah, tampak terpental oleh tangkisan Han Hoe-jin sedangkan yang kepandaiannya agak lumayan, menderita kesakitan yang hebat.
Hweeshio-hweeshio itu jadi merandek disebabkan terkejut dan menahan perasaan sakit. Mereka juga agak jeri kepada Hyonya gila yang ganas tersebut.
Tetapi Han Hoejin tidak man membuang waktu lagi, dia menggerakkan tangannya sambil tertawa-tawa menyerang Hweeshio-hweeshio itu.
Kali inipun hebat sekali serangan nyonya gila itu, karena dia menyerang dengan menggunakan seluruh kepandaian Lwee-kangnya, dan Han Hoe-jin menyerang tanpa menggunakan perhitungan yang benar-benar, dia menyerang tanpa memikir keselamatan dirinya.
Dan ini hebat untuk kesudahannya ..... !
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
Bab 36 TERDENGAR beruntun beberapa kali teriakan yang menyayatkaa hati, tampak beberapa sosok tubuh terpental dan ambruk ditanah dengan mengeluarkan rintihan, karena tubuh mereka bercacad.
Ternyata yang terpental itu adalah Hweeshio-hweeshio yang kepandaiannya masih rendah, dan mereka menggeletak di tanah disebabkan dada mereka tergempur oleh serangan Han Hoe-jin.
Menyaksikan kesudahan dari pertempuran itu, Gan Hwee-shio jadi menghela napas, dia merangkapkan kedua tangannya sambil menyebut sama sang Budha.
Dengan sinar mata yang bengis Gan Hwee-shio melangkah perlahan-lahan menghampirkan Han Hoe-jin.
Han Hoe-jin sendiri telah tertawa-tawa dengan suara yang agak menyeramkan, dengan terpentalnya beberapa orang Hwee shio yang tadi menjadi lawannya, maka hal itu dianggap oleh Han Hoe-jin lucu sekali.
"Perempuan celaka ! " kata Gan Hwee-shio dengaa suara yang menyatakan kegusarannya. "Ternyata kalian memang sengaja ingin membikia onar di kelenteng Lo-lap ini!"
Han Hoe-jin seperti tidak mendengar perkataan si Hwee-shio, dia masih tertawa haha-hehe.
"Omietohoed !" menyebut si Hwee-shio lagi dengan penuh kegusaran. "Sian-chay ! Sian-chay ! Biarlah hari ini Lo lap membuka pantangan membunuh !"
Dan setelah berkata begitu Gan Hwee-shio menggerakkan kedua tangannya siap-siap akan menyerang. Dia mengerahkan seluruh tenaga Lwee-kangnya pada kedua lengannya, kakinya yaag berdiri tegak itu seperti juga besi kekarnya, kuda-kudanya, besinya, sangat kuat sekali, seperti juga tertancap di tanah!
Han Hoe-jin masih tertawa terus-menerus, dia seperti tidak memperhatikan sikap si Hwee-shio yang sudah mau menyerang, lagak Han Hoe-jin seperti tidak tahu menahu tentang sekelilingnya.
Gan Hwee-shio jadi tambah gusar dan mendongkol, dia seperti juga dianggap enteng oleh si nyonya Han tersebut.
Dengan mengeluarkan seruan keras, si Hwee-shio menjejakkan kakinya, kedua langannya digerakkan dengan disertai oleh tenaga Lwee-kang yang kuat sekali.
Angin serangan si Hwee-shio menyambar dengan membawa hawa kematiaa.
Han Hoe-jin tersadar dari tertawanya itu Waktu merasakan dadanya agak sesak disebabkan angin serangan si Hwee-shio telah berada beberapa dim di dekat dadanya.
Si-nyonya gila itu terkejut untuk sesaat lamanya, tetapi sebagai seorang jago betina yang mempunyai kepandaian lebih kosen dari Han Swie Lim sendiri, maka biarpun dalam keadaan terpepet dan terdesak oleh adanya serangan mendadak itu, tetapi Han Hoe-jin tidak menjadi gugup.
Dia merobah kedudukan kakinya, dengan cepat tubuhnya didoyongkan ke belakang, sehingga dengan sendirinya serangan Gan Hwee-shio jadi mengenai tempat kosong.
Tetapi, walaupun gagal mengenai Han Hoe-jin, tokh kesudahan dari pukulan Gan Hwee-sbio itu hebat sekali.
Di belakang Han Hoe-jin terdapat sebuah pohon yang sudah tua, dan dengan dimiringkannya tubuh Han Hoe-jin, pukulan Gan Hwee-shio jadi mengenai batang pohon itu, yaag terhajar telak, dan dengan mengeluarkan suara beletak yang keras dan berisik sekali, pohon itu tumbang!
Suara berisik dari tumbangnya batang pohon itu menyebabkaa Han Swie Lim dan murid-muridnya jadi terhenti dari menari-narinya, mereka memandang dengan maka tolol ke arah batang pohon yang telah roboh.
Gan Hwee-shio jadi tambah murka melihat serangannya digagalkan oleh Han Hoe-jin, dia merasa dirinya seperti juga dipermainkaa oleh perempuan gila itu.
Jelas sekali tadi dia melibat bahwa serangannya hampir mengenai sasarannya, tetapi dengan tidak terduga sedikitpun Han Hoe-jin dapat mengelakkannya.
Maka dari itu, di saat Han Hoe-jin baru dapat berdiri tegak dan yang lainnya juga sedang memandang mereka. Han Swie Lim dan muridnya tengah memandang dengan muka yang ketololan, dan di dalam anggapan Gan Hwee-shio, tatapaa mata Han Swie Lim dan yang lainnya itu seperti juga memandang remeh pada dirinya.
Maka itu, di samping tambah gusar. Gan Hwee-shio gusar bukan main.
Dengan mengeluarkan suara erangan, Gan Hwee shio melompat sambil mengulurkan tangannya akan mencengkeram pundak Han Hoe-jin.
Kalau sampai pundak Han Hoe-jin kena di rabah oteh Gan Hwee-shio, pasti tulang pie-pee di pundak perempuaa yang telah gila itu akan hancur remuk !
Tetapi Han Hoe-jin bukan seoranp perempuan yang lemah, dia dapat bergerak gesit dan kosen sekali. Tanpa menunggu sampainya cengkeraman Gan Hwee-shio, dia telah menjejakkan kedua kakinya, tubuhnya melompat agak tinggi dan dengan mengeluarkan seruan yang nyaring Han Hoe-jin balas menyerang menotok Kepala Gan Hwee-shio yang gundul licin itu !
Gan Hwee-shio waktu memperoleh kenyataan, serangannya dapat dielakkan oleh lawannya, cepat-cepat dia menarik pulang kedua tangannya, tanpa menunggu sang tubuh turun ke tanah lagi, dia telah melancarkan lagi dua serangan sekaligus.
Kali ini Gan Hwee-shio menyerang dengan menggunakan hampir sembilan bagian tenaga dalamnya, maka dapat dibayangkan betapa hebatnya tenaga serangan dari si Hwee-shio.
Han Hoe-jin sendiri walaupun telah gila, namun menghadapi serangan yang mematikan dari si Hwee-shio menyebabkan dia harus berlaku serius.
Maka itu, menunggu sampai kedua tangan Gan Hwee-shio hampir mengenai dirinya, Han Hoe-jin mengulurkan tangannya akan menotok jalan darah Cie Tiong Hiatnya si Hwee-shio, yang terdapat di pergelangan tangan, dan hal itu akan mematikan si Hwee shio Kalau sampai jalan darahnya kena ditotok oleh Han Hoe-jin.
Si Hwee-shio Gan sampai mengeluarkan jeritan tertahan saking kagetnya.
Dia tidak menduga sedikitpun bahwa Han Hoe-jin bisa berlaku begitu nekad.
Maka, dengan cepat dia menarik pulang kedua tangannya dan tak kalah cepatnya, kedua kakinya juga menjejak tanah antuk menjauhkan diri dari perempuan gila itu !
Han Hoe-jin tidak ingin memberikan kesempatan pada Gan Hwee-shio.
Melihat orang ingia menjauhkan diri dari serangannya, Han Hoe-jin juga cepat-cepat menjejakkan kakinys, tubuhnya melambung dan dia mengejar Gan Hwee-shio.
Tangannya tetap menotok ke arah jalaa darah Cie Tioag Hiatnya si Hwee-shio.
Gan Hwee-shio jadi tambah terdesak, dia terkejut bukan main.
Tetapi disebabkan dia terdesak hebat dan tak ada jalan keluar baginya, dia jadi nekad dan mengambil keputusan pendek, yaitu akan mengadu jiwa.
Maka dari itu, dia tidak mengelakkan diri lagi dari serangan Han Hoe-jin, dia seperti juga tidak memperdulikan serangan maut dari si nyonya gila, yang hampir mengenai dirinya dan bisa membinasakan itu, hanya ksdua tangannya dipakai untuk menggempur dada nyonya gila itu !
Itulah suatu serangan untuk benar-benar mengadu jiwa dengan lawan !
Di samping Gan Hwee shio sendiri akan terbinasa tertotok jalan darahnya juga Han Hoe-jin akan terhajar remuk dadanya olek Hwee-shio itu !
Mereka akan sama-sam terbinasa !
Malah yang hebat, kesempatan untuk meloloskan diri dari serangan masiag-masing itu, Han Hoe-jin dan Gan Hwee-shio sudah tidak mempunyai kesempatan lagi, mau tak mau mereka harus saling mengerahkan tenaga masing-masing dan mengadu jiwa !
Untuk binasa bersama-sama didalam suatu pertempuran dua orang jago sebetulnya tidak mengherankan, tetapi Gan Hwee-shio sampai mengada jiwa dengan Han Hoe-jin, perempuaa gila itu, inilah benar-benar luar biasa, sebab di antara mereka sebetulnya tidak terdapat persoalan yang berarti.
Han Swie Lim dan Tang Siu Cauw, Hie Beng, Hie Lay serta Soe Niang, telah menari-nari lagi dengan disertai tertawa mereka yaag berisik sekali.
Sedaagkaa Han Hoe-jin dan Gan Hwee-shio sedang mengadu jiwa untuk binasa bersama .....!
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
Bab 37 MARI kita tinggalken dulu Han Swie Lim serta marid-muridnya atau Gan Hwee Shio dan Han Hoe-jin yaag sedang mengadu jiwa untuk binasa bersama itu !
Kita menengok sejenak kepada Han Han,
Pada malam itu, setelah berpisah dengaa In In, Han Han tidak bisa tertidur dengan nyenyak.
Dia rebah di pembaringan dengan gelisah sekali, sekejappun matanya tak bisa terpejamkan.
Bayang-bayang wajah In In selalu terbayang di hadapan mukanya, dan Han Han seperti juga menyesali dirinya yang telah menerima pernyataaa nona Thio yang menyatakaa bahwa dirinya si nona Thio telah terikat oleh putranya Thio See Ciang, musuh besarnya Han Han !
Api dendam semakin berkobar di dalam jiwa pemuda she Han itu.
Dendam disebabkan kegilaan keluarganya dan juga disebabkan oleh perasaan jelus tak memperoleh cintanya si nona she Thio itu.
Suara kentongan telah terdengar empat kali menyatakan telah menjelang tengah malam.
Tetapi Han Han masih tidak dapat tertidur dengan nyenyak.
Dia jadi memikirkan, sebetulnya dia membela Wong Tie Hian ini dengan sepenuh tenaganya, dan seharusaya dia tidak boleh banyak pikir soal resikonya.
Biar bagaimana dia harus membela Wong Tie Hian yang berdiri dipihak yang benar.
Namun karena dia membela Wong Tie Hian, dia harus terpecah dan terpisah dengan nona Thio.
Dan, semakin dia berpikir, semakin sedih hatinya.
Han Han juga baru menyadarinya, bahwa orang berkedok yang telah bertempur dan akhirnya tertotok olehnya itu di dalam gedung Wong Tie Hian ternyata adalah si nona she Thio itu juga.
Waktu angin yang dingin menembusi celah-celah jendela dan menyentuh tubuh Han Han, sehingga anak muda she Han tersebut merasakan dinginnya hawa malam, dia jadi menghela napas.
Samar-samar dia jadi mendengar suara langkah kaki, rupanya orang-orang yang mengawal gedung Wong Tie Hian tersebut sedang melakukan tugas mereka.
Waktu kentongan kelima, barulah Han Han dapat tertidur.
Besoknya, Han Han bangun agak terlambat dari biasanya.
Dia terbangun disebabkan mendengar suara yang berisik di muka kamarnya.
Cepat-cepat Han Han melompat dari pembaringan:
Dia mencuci muka dan memakai bajunya, kemudian merapihkan rambutnya dan menuju keluar dari kamarnya.
Waktu dia menatap daun pintu kamarnya dia melihat beberapa orang lelaki yang bertubuh tegap sedang mengerumuni sesuata.
Haa Haa menghampiri. Orang-orang bertubuh tegap itu melihat kedatangan si-anak muda she Han, mereka cepat memecah diri dan memberi hormat sambil mengucapkaa kata-kata selamat siang.
Han Han membalasnya dengan sikap acuh tak acuh.
Lalu dia menanyakan, mengapa tampaknya mereka begitu ribut dan sedang menghadapi sesuatu.
Salah saorang di antara mereka maju ke depan, dia menceritakan segalanya kepada Han Han.
Ternyata, semalam adalah rombongan orang orang ini yang berjaga dan di kala mereka sedang meronda di saat kentongan kelima, mereka melihat dua bayangaa tubuh manusia yang berlompatan di atas genting dengan gerakan yang gesit sekali.
Orang-orang yang berjaga malam itu jadi curiga, cepat-cepat mereka mengejarnya.
Namun kedua bayangan sosok tubuh manusia itu sangat gesit sekali.
Di dalam waktu yang sangat singkat, mereka telah lenyap dari pandangan penjaga-penjaga malam itu.
Saking penasaran, salah seorang diantara penjaga malam itu membangunkan Wong Tie Hian.
Dan jago she Wong cepat-cepat menuju keluar, di sana sudah tidak terlihat apapun.
Tetapi, tiba-tiba jago tua she Wong itu seperti juga tersadar dengan cepat, dengan tidak ayal lagi dia membalikkan tubuhnya dan menuju ke belakang.
Dia menuju kekamar isterinya.
Ternyata, suatu kejadian hebat telah terjadi !
Wong Tie Hian hanya menemui mayat isterinya yang telah membeku dingin dengan mata mendelik !
Di dada isterinya tertancap sebelah pisau yang disertai oleh sehelai surat, yang banyinya antara lain sebagai Berikut :
Wong Tie Hian ! Ini adalah suatu peringatan kecil kepadamu, kalau memang kau masih tetap berkepala batu dan tidak mau menyerah kepada pihak kami, berarti seluruh penghuni gedungmu akan mengalami hal yang sama dengan isterimu !
Pikirkanlah baik-baik dengan tenang, dan kudoakan semoga kau dapat melihat gelagat!
Dari adikmu Thio See Ciang
Membaca surat itu tubuh Wong Tie Hian jadi gemetar dengan hebat!
Hampir saja dia jatuh pingsan saking gusarnya. Dadanya dirasakan seperti mau meledak.
Untung saja dia masih bisa menguasai dirinya.
Dan hanya surat dari orang she Thio yang menjadi Kauw-coe dari Pek Bwee Kauw itu diremasnya jadi hancur, waktu dilepaskan, kertas itu jadi terbang dalam keping?an yang kecil.
Pagi-pagi sekali, setelah duduk termenung, setelah mendekati terang tanah, Wong Tia Hian merapihkan pakaiannya, memakai baju jalan malam,yaitn Yang-heng-ie. dan dia mengambil keputusan untuk menyatroni Thio See Ciang untuk mengadu jiwa dengannya.
Tetapi mnrid-murid Wong Tie Hian memintanya untuk menunda maksudnya itu dulu.
Tadinya Wong Tie Hian tidak bisa dibujuknya, tetapi akhirnya setelah maridnya memohon dengan berlutut daa menangis, barulah Wong Tie Hian mengurungkan maksudnya semula.
Wong Tie Hian sendiri memaklumi dan menyadarinya bahwa dengan menyatroni sarang Thio See Ciang, berarti dia akan mengantarkan jiwa secara cuma-cuma, maka akhirnya hati jago tua she Wong yang telah panas itu dapat diredakan.
Dia memerintahkan, beberapa orang muridnya untuk mengatur pemakaman nyonya itu.
Mendengar cerita tersebut, Han Han jadi mendongkol dan gusar bukan main.
Tubuh pemuda she Han ini jadi menggigil menahan perasaan gusarnya.
"Di mana Wong Cian-pwee ?" tanyanya setelah orang itu selesai menceritakan segalanya. Mata Han Han berkilat tajam, sehingga orang-orang itu jadi menundukkan kepalanya tidak berani terbentur pandangan mata mereka.
"Wong Loo-cianpwee berada di Toa-thia ruangan tengah," menerangkan salah seorang di antara mereka. "Wong Loo-cianpwee sedang membakar Bau-pwee-hoe, uang kertas perak, di depan peti mati Wong Loo thay-thay!"
Tanpa mengucapkan sepatah katapun Han Han cepat-cepat menuju keruang tengah gedung itu.
Wakta sampai di tengah-tengah ruangan itu tampak jelas sekali oleh. Han Haa, di dekat pintu tampak sebuah peti mati terbujur, pasti itu peti matinya nyonya Wong, sedangkan Wong Tie Hian sendiri duduk termenung memandang kobaran api yang membakar uang-uangan kertas perak.
Wajah jago tua she Wong itu sangat pucat sekali, kesedihan tampaknya telah meaguasai jago tua tersebut.
Han Han cepat-cepat menghampiri Wong Tie Hian, dia menjura memberi hormat dulu kepada peti mati nyonya Wong, dia memasang tujuh batang hio untuk menyatakan penghormatan terakhirnya.
Baru kemudian Han Han memberi hormat kepada Wong Tie Hian.
Jago tua she Wong itu membalas hormat si pemuda she Han dengan linangan air mata.
Haa Han memberikan kata-kata hiburan kepada jago tua itu.
"Biar bagaimana aku harus membalas sakit hati ini kepada orang she Thio itu,
Han Lao-tee !" kata Wong Tie Hian dengan suara agak gemetar.
Han Han mengangguk. "Ya .....manusia she Thio itu harus dilenyapkan dari permukaan bumi ini!" menyahuti Han Han. "Biarlah malam ini Boanpwee akan menyatroni pesanggrahannya."
Wong Tie Hian membenarkan.
"Aku juga akan ikut bersamamu, Lao-tee !" dia berkata dengan cepat.
Han Han ragu-ragu sejenak tetapi akhirnya dia mengangguk juga.
"Ya .....kita sama-sama membasmi orang-orangnya she Thio itu ! " katanya.
Setelah pasang omong sesaat lamanya ia akhirnya Han Han kembali ke kamar.
Dia merebahkan dirinya dipembaringan dan pikirannya melayang-layang.
Dia jadi menduga-duga siapakah kedua orangnya Thio See Ciang yang telah menyatroni gedung Wong Tie Hian tersebut dan membunuh isteri Wong Tie Hian?
Kalau didengar cerita dari penjaga-penjaga malam yang menceritakan seluruh peristiwa itu kepada anak muda she Han tersebut, maka Han Han bisa menarik kesimpulan bahwa yang datang menyatroni gedung Wong Tie Hian itu tentu orang-orang kosen dari Thio See Ciang, kareaa walaupaa telah dijaga keras oleh orang-orangnya Wong Tie Hian, tokh masin bisa kebobolan juga !
Di dalam pemikiran Han Han, dia menduga bahwa yang datang menyatroni gedung Wong Tie Hian pada malam tadi tentunya Thio See Ciang sendiri bersama dengan Thio ln In atau salah seorang jago yang kosen dari Pek Bwee Kauw.
Tetapi kalau memang Thio In In dan Thio See Ciang sesdiri yang melakukan pembantaian itu, mengapa mereka melakukan perbuatan yang hina dina itu, melakukannya dengan sembunyi-sembunyi ? Bukankah mereka mempunyai kepandaian yang tinggi ? Dan mengapa mereka harus main sembunyi sembunyi ?
Bukankah sebagai seorang jago yang kosen dan lihai, nama Thio See Ciang akan hancur lebur menjadi seorang Siauw-coet kalau dia melakukan perbuatan itu?
Apakah Thio See Ciang memang seorang manusia yang bermartabat rendah?
Akhirnya Han Han tertidur lagi untuk melewatkan waktu menunggu sampai menjelang malam untuk meayatroni pesanggrahan Thio See Ciang ..... !
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
MALAM itu rembulan mengambang dengan cahayanya yang indah, karena pada hari itu adalah Cap sie sah-gwe,, bulan tiga tanggal empat belas, dan besok pada tanggal lima belas tepat, bulan akan bercahaya penuh !
Di antara terangnya cahaya rembulan, dan di antara suara kentongan yang terdengar tiga kali dipukul oleh penjaga malam, menandakan telah menjelang tengah malam, tampak di atas rumah penduduk berlari dua sosok tubuh dengan kegesitan yang sangat luar biasa sekali.
Dari cara mereka melompat dari rumah yang satunya lagi bisa diketahui bahwa kepandaian kedua orang tersebut pasti tinggi dan lihai sekali.
Kedua sosok tubuh itu masing-masing menggunakan pakaian Ya-heng-ie, pakaian piranti jalan malam, yang singsat, sehingga mereka leluasa bergerak.
Kedua sosok tubuh itu dengan ringan menuju ke arah tenggara kota, dan di dalam waktu yang singkat sekali, mereka telah sampai di dekat sebuah lapangan yang agak gelap.
Dengan kecepatan yang luar biasa kedua bayangan ita melompat kebelakang sebuah batu yang terdapat di situ. Mereka bersembunyi di situ untuk melihat apakah ada sesuatu yang dicurigakan.
Tetapi keadaan tetap sunyi. '
Salah seorang sosok tubuh itu melompat ke belakang sebuah pohon yang tumbuh di dekat situ, tak ada reaksi apapun, rupanya dia tidak menemukan rintangan apa-apa.
Dengan menggunakan tangannya, dia memberi tanda kepada kawannya agar maju juga ke tempatnya.
Sosok tubuh yang satunya lagi melompat juga kedekat pohon, dan mengawasi keadaan sekitar mereka.
Setelah mendekam sesaat lamanya, akhirnya kedua sosok tubuh itu melompat lagi kedekat rerumpun yang banyak bertumbuhan di situ.
Dari tempat yang baru itu, kedua sosok tersebut dapat melihat dengan tegas di tengah tengah lapangan terdapat banyak tenda-tenda.
Salah seorang di antara kedua sosok tubuh itu menoleh kepada kawannya.
"Mari kita menerobos masuk ! " katanya dengan suara yang perlahan, seperti juga berbisik.
Yang seorangnya mengangguk.
Dengan gesit kedua sosok bayangan itu melompat kearah tenda-tenda dalam beberapa kali menjejakkaa kakinya saja, kedua, orang itu telah dapat mencapai pada tenda yang berada paling depan.
Siapakah kedua sosok bayangan itu ?
Ternyata mereka tak lain dari Wong Tie Hian dan Han Han, sedangkan tenda-tenda yang terdapat di tengah lapangan itu ternyata adalah tenda-tenda tempat orang-orang Pek Bwee Kauw bermalam.
Begitu sampai didekat tenda yang pertama, yang agak besar. Wong Tie Hian dan Han Han mendekam di tanah untuk menjaga segala sesuatu kemungkinan.
Kemudian waktu mereka memperoleh kenyataan tak terdapat sesuatu yang mencurigakan, mereka berindap-indap mendekati tenda itu.
Dengan menggunakan ujung pedang, mereka mencongkel ujung tenda, untuk melihat keadaan dalam tenda itu.
Di dalam terdapat tiga orang penjaga yang telah tertidur mungkin disebabkan mengantuk yang sangat.
Han Han menoleh kepada jago tua she Wong itu, pemuda she Han menganggukkan kepalanya memberi tanda kepada Tie Hian.
Jago tua itupun mengangguk, hampir berbareng mereka menjejakkan kaki dan dengan ringan tubuh mereka melewati tenda itu, menuju ketenda yang satunya.
Keadaan didalam tenda ini tidak berbeda banyak dengan tenda yang pertama, begitu yang berikutnya, di dalamaya hanya terdapat anak buah Pek Bwee Kauw yang sedang tertidur.
Satelah melewati beberapa buah tenda, Han Han mendekati Wong Tie Hian, dia membisiki.
"Wong Loo-cianpwe, kukira semua tenda-tenda ini terisi oleh anak buah Pek Bwee Kauw!" katanya. "Lebih baik kita cari tenda yang berlainan bentuknya, karena Boanpwee kira tak mungkin tendanya Thio See Ciang akan sama dengan tenda-tenda anak buahnya ini!"
Wong Tie Hian mengangguk, dia membenarkan pendapat dari Han Han.
Maka dari itu mereka telah memutari beberapa tenda lainnya, menuju ketengah. lapangan, dimana tampak sebuah tenda yang bentuknya agak berlainan. Selain bentuknya agak berlainan. Juga warnanya berlainan, juga tenda itu lebih besar dari tenda-tenda lainnya.
Han Han mengangguk kepada Wong Tie Hian sambil menunjuk ke arah tenda itu.
Dengan berindap-indap mereka mendekati tenda itu.
Mereka berlaku hati-hati, sebab kalau memang benar penghuni tenda itu adalah Thio See Ciang, pasti mereka akan dipergoki kalau tidak berlaku hati-hati.
Sedikit suara langkah kaki saja bisa membikin Thio See Ciang mengetahui kehadiran mereka di situ.
Maka dari itu, Han Han dan Wong Tie Hian berusaha berlaku hati-hati, agar tidak terdengar suara langkah kaki mereka
Keadaan di sekitar lapangan itu, di mana terdapat berpuluh-puluh tenda sangat sunyi sekali.
Hanya terdengar suara kutu malam yang berdendang dan suara mengerosnya orang tidur.
Sebelum meadekati tenda itu terlebih jauh, Han Han menoleh kepada Wong Tie Hian lagi.
Mereka jadi saling pandang sekian lama, kemudian tanpa mengatakan sepatah katapun kedua oraag ini telah maju beberapa langkah lagi ke depan.
Mereka mendekati tenda itu lebih dekat lagi, kemudian mendekam untuk mendengarkan sesuatu.
Yang terdengar hanyalah suara orang mengeros karena tertidur nyenyak!
Suling Emas Dan Naga Siluman 20 Dari Langit Karya Rizal Mallarangeng Racun Berantai 3
^