Pencarian

Pahala Dan Murka 9

Pahala Dan Murka Karya Liang Ie Shen Bagian 9


juga bukan jago rendah, maka terjangan rombongan mereka cukup
membuat pasukan kedua pihak sama pontang-panting dan terpaksa
sama menyingkir memberi jalan.Pahala dan Murka - 13 41
Melihat ada kesempatan, segera Pit To-hoan bersuit dan
membawa semua orang naik ke atas gunung.
(Bersambung Jilid ke 14)Pahala dan Murka - 14 0Pahala dan Murka - 14 1
PAHALA DAN MURKA
Oleh : gan k.l.
Jilid ke 14
AKO HITAM PUTIH bergelak tertawa aneh, pasukan
tertara tidak berani lagi merintangi mereka dan
memberi jalan, tapi mereka justru tidak segera pergi,
mereka masih mengaduk lagi sekian lamanya di selat gunung itu
untuk memberi kesempatan kepada rombongan In Lui merambat
ke atas gunung, habis itu barulah rombongannya melanjutkan
perjalanan.
Thio Hong-hu sangat gusar, cepat ia membentuk barisan lagi dan
hendak mengejar musuh, namun sudah terlambat. Terdengar Mako
Hitam dan Putih berseru ke atas gunuh dari kejauhan, "Anak dara
cilik, kawanmu anak besar itu sedang menunggumu di depan sana,
mengapa tidak kumpul bersama dia?"
In Lui tahu "anak besar" yang dimaksudkan Mako hitam-putih
itu ialah Thio Tan-hong, jantungnya berdebar, hampir saja ia
berteriak tanya keterangan kepada mereka.
"Siapakah kedua makhluk aneh ini?" tanya Pit To-hoan.
"Mereka itulah Oh-pek-mako dari benua barat," tutur In Lui.
"Hah, kiranya kedua iblis itu," kaget juga Pit To-hoan. "Sudah
lama kudengar nama mereka dan baru sekarang bertemu. Tak
tersangka berkat bantuan merekalah kita lolos dari bahaya. Cuma
San-bin belum lagi diselamatkan, lantas bagaimana baiknya?"
Sementara itu di atas gunung rombongan Hek Po-ceng masih
berantam dengan pasukan pemerintah. Sesudah bergabung lagi PitPahala dan Murka - 14 2
To-hoan lantas mengundurkan pasukan dan pulang ke tempat Na
Thian-sik, hari sudah petang lagi.
Sekali ini usaha menyelamatkan orang tidak berhasil dan
berbalik mengalami kekalahan, dengan sendirinya semua orang
merasa kesal.
Ketika bicara tentang orang yang menyamar sebagai gembala
Mongol tempo hari, tadi ternyata bersembunyi di dalam kereta
tawanan untuk menjebak mereka, semua orang merasa tidak
mengerti apa maksudnya dan siapa dia sebenarnya.
"Malam ini rombongan Thio Hong-hu pasti bermalam di dalam
kota," kata Pit To-hoan. "Paling tidak kita harus menyelidiki
bagaimana keadaan San-bin, habis itu baru kita pikirkan tindakan
selanjutnya, Tampaknya Thio Hong-hu itu banyak tipu akalnya,
yang digunakan mungkin adalah akal Kim-sian-toat-kak (tenggerek
emas melepaskan kulit), bisa jadi San-bin tidak berada di dalam
kereta tawanan itu melainkan diangkut dengan cara yang lain
menuju ke kotaraja."
Teringat kepada kelihaian Thio Hong-hu, semua orang menjadi
bungkam.
Pelahan Pit To-hoan berkata pula, "Di antara rombongan kita In-
kongcu memiliki ginkann paling tinggi. Adapun hotel terbesar di
dalam kota adalah usaha kawan kita sendiri."
In Lui cukup cerdik, sekali bicara segera ia tahu artinya, katanya,
"Betul, jika dirampas pada siang hari secara terang-terangan tidak
berhasil, biarlah malam nanti kita membuat onar di sana, sedikitnya
untuk menguji kekuatan musuh. Biarpun kepandaian orang she
Thio itu sangat tinggi, ginkangnya mungkin tidak begitu hebat.
Kalau tidak menguntungkan dapat kulari dan belum tentu dia
mampu menyusul diriku."Pahala dan Murka - 14 3
Setelah mengambil keputusan. In Lui ditugaskan menyelidiki
keadaan musuh dan Pit To-hoan akan memberi bantuan bila perlu.
Dekat tengah malam, diam-diam kedua orang menyusup ke
dalam kota, di sana sudah siap orang menyambut kedatangan
mereka.
Rombongan Thio Hong-hu ternyata benar menginap di hotel
besar itu. Atas petunjuk pelayan, In Lui masuk hotel itu melalui
pintu belakang. Sesudah jelas megetahui kamar Thio Hong-hu,
selang sebentar, setelah mengaso dan lewat tengah malam, In Lui
ganti pakaian berjalan malam.
Selagi ia hendak melompat ke atas rumah tiba-tiba terdengar
derap lari kuda yang cepat di luar, hanya sekejap saja sudah sampai
di depan hotel, segera perwira Han-lim-kun di dalam hotel
menyambut keluar,
"Harap In-siangkong tunggu lagi sebentar," kata si pelayan,
segera ia keluar dengan berlagak hendak memberi makan kepada
kuda.
Tidak lama kemudian, suara ribut di luar sudah mereda, pelayan
pun kembali dan melapor, "Tampaknya pendatang tadi adalah kusir
cepat jarak jauh, entah dokumen apa yang disampaikan, tampaknya
sangat penting."
Di jaman dahulu ada semacam cara pengiriman berita secara
kilat, yaitu dengan cara berkuda dan sambung menyambung dari
satu pos ke pos yang lain.
"Dari mana kau tahui ?" tanya In Lui.
"Petugas yang membawa berita kilat itu baru tiba segera kuda
tunggangannya menggeletak kepayahan, jelas baru saja menempuh
jarak jauh dengan cepat," tutur si pelayan.Pahala dan Murka - 14 4
In Lui termenung, lalu berkata, "Bagus juga kalau begitu, biarlah
sekalian kuselidiki dokumen penting macam apa."
Rupanya Thio Hong-hu menempati kamar besar di ujung
selatan, dengan gaya tirai menjulai. In Lui menggantol kakinya pada
emper rumah, lalu melongok ke bawah. Dilihatnya di dalam kamar
memang betul duduk seorang kurir, Thio Hong-hu memegang
segulung dokumen dan sedang bicara, "Penjahat yang tertawan
malam ini belum sempat kuperiksa satu persatu sehingga tidak
diketahui apakah terdapat orang yang dimaksud atau tidak. Jika ada,
dengan sendirinya akan kuturut kehendak Kang-congkoan. Tentu
engkau sangat letih, lekas pergi mengaso saja, besok boleh
berangkat pulang ke kotaraja, salinan dokumen ini akan kukirim
orang untuk menyampaikannya kepada Koan Ciong."
Kurir itu mengucapkan terima kasih, lalu mengundurkan diri.
Thio Hong-hu lantas mondar-mandir di dalam kamar dengan
kening berkernyit, jelas menanggung sesuatu pikiran penting.
Mendadak ia berseru, "Mana orang."
Segera seorang perajurit yang berjaga di luar berlari masuk,
setelah diberi perintah dengan berbisik-biiik, lalu perajurit itu
berlari keluar lagi.
Sendirian Thio Hong-hu mondar-mandir lagi di dalam kamar
sambil garuk kepala dan cakar telinga, mendadak ia membentang
dokumen tadi.
Waktu In Lui memandang ke bawah, sebuah gambar orang
lantas tertampak olehnya, hampir saja ia berterteriak kaget, kiranya
gambar itu bukan lain adalah Ciu San-bin yang ingin dicarinya
Terdengar Thio Hong-hu lagi bergumam, "Akan kutembus dulu
tulang pundaknya, lalu mencukil biji matanya, tapi tetap kugunakanPahala dan Murka - 14 5
dia untuk tawar menawar dengan Kim-to-cecu. Haha, cara ini
sungguh hebat luar biasa."
In Lui terperanjat, pikirnya. "Wah, jika kenar ia menyiksa Ciu-
toako secara demikian, maka malam ini juga pasti akan kuadu jiwa
dengan dia untuk menyelamatkan Ciu-toako."
Segera ia siapkan segenggam Oh-tiap-piau dan menunggu
kesempatan baik.
Sementara itu terdengarlah suara langkah kaki orang, In Lui
pikir pasti Ciu San-bin sedang digusur kemari.
Tak tersangka yang masuk cuma satu orang, waktu mengawasi
kembali In Lui hampir berteriak kaget.
Pendatang ini ternyata seorang perwira muda ia bukan lain
daripada pemuda aneh yang siang tadi pernah bergebrak dengan In
Lui dan kemarin malam telah menyergap pangeran Mongol itu.
Terdengar Thio Hong-hu menyapa, "Jian-li-heng, persoalan ini
sungguh sulit diputuskan."
"Urusan apa, Thio-taijin?" tanya perwira muda itu.
Thio Hong-hu tidak segera menjawab, mendadak ia melangkah
maju sehingga berdiri muka berhadapan muka dengan perwira
muda itu, lalu berucap dengan tersenyum. "Engkau meninggalkan
kotaraja pada tanggal 17, mengapa baru kemarin malam engkau
datang menemuiku?"
Pemuda itu tampak kikuk, pandangannya beralih ke arah lain,
lalu menjawab dengan menyengir, "Soalnya kehujanan di tengah
jalan lari kuda juga kurang cepat sehingga kudatang terlambat."
"Haha, apa betul?" seru Hong-hu dengan terbahak.
Air muka pemuda itu berubah mendadak dan menyurut mundur
setindak, katanya, "Apa Thio-taijin mencurigai diriku?"Pahala dan Murka - 14 6
Kembali Thio Hong-hu tertawa, "Ah, masa kucurigaimu. Meski
belum ada sebulan kau masuk dinas dalam pasukan pengawal Sri
Baginda, namun kita satu sama lain sangat cocok seperti saudara
sendiri, bukan?"
Perwira muda itu mengusap keringat dengan lengan baju,
katanya, "Thio-taijin berjiwa setia dan berbudi luhur, sungguh aku
sangat kagum."
Thio Hong-hu mendesak maju selangkah lagi, katanya, "Bukan
aku menaruh curiga, aku cuma minta kau bicara terus terang.
Tempo hari waktu utusan Mongol disergap di Jing-liong-kiap,
bukankah engkau ikut serta?"
Dengan tegas pemuda itu menjawab, "Tai-jin maklum, bukan
saja ikut serta, sesungguhnya akulah yang merancang sergapan
itu."
"Kau tahu mereka adalah tamu agung kerajaan, jika terjadi apa-
apa akibatnya dapat menimbulkan peperangan kedua negara?"
"Masa Thio-taijin tidak tahu maksud kedatangan mereka adalah
menghendaki kerajaan Beng kita memberi ganti rugi dan
menyerahkan wilayah kepada mereka," jawab pemuda itu.
"Daripada merendah diri minta damai, kan lebih baik bertempur
mati-matian saja?"
"Apa pun juga engkau adalah seorang perwira kerajaan, jika kau
serang utusan negeri tamu, dosamu tidaklah kecil," ujar Thio Hong-
hu. "Betapapun hukumannya paling-paling juga hukuman mati,"
jawab pemuda itu. "Thio-taijin, apakah lantaran urusan ini yang
membuatmu serba susah? Seorang lelaki berani berbuat berani
bertanggung jawab, sekali-kali aku takkan membikin susahPahala dan Murka - 14 7
padamu. Sekarang juga aku menyerahkan diri, tentu Thio-taijin
tidak perlu kuatir lagi."
Mendadak Thio Hong-hu bergeak tertawa, "Haha, Jianli-heng,
kenapa engkau jadi emosi? Persoalan sulit yang kumaksudkan itu
sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan urusanmu."
Keterangan ini agaknya sangat di luar dugaan perwira muda itu,
katanya dengan tergagap, "Hab . .. habis urusan apa?"
Pelahan Thio Hong-hu membentang dokumen tadi, katanya
sambil menunjuk gambar, "Apakah kau tahu siapa orang ini?"
Air muka pemuda itu kembali berubah, jawabnya, "Bukankah dia
salah seorang bandit yang ditawan Thio-taijin?"
"Betul, aku ingin tahu apakah kau kenal siapa dia?" ujar Hong-
hu. Perwira muda itu tampak ragu sejenak, mendadak ia menjawab,
"Kukenal dia, ia bukan lain daripada satu-satunya putra kesayangan
Ciu Kian. Ciu-cecu yang berjuluk Kim-to-cecu di luar Gan-bun-koan.
Konon sepuluh tahun yang lalu Ciu Kian memberontak dan
meninggalkan benteng penjagaannya, keluarganya dijatuhi hukum
pancung seluruhnya dan cuma putranya ini yang berhasil kabur."
Thio Hong-hu meliriknya sekejap, katanya, "Usiamu masih
muda, urusan yang kau ketahui ternyata tidak sedikit."
Mata perwira muda itu mengembeng air mata, ucapnya, "Thio-
taijin"
"Selanjutnya," potong Hong-hu mendadak, "antara kita kau
panggil langsung namaku saja." Segera perwira muda itu berganti
sebutan, "Thio-toako, bicara terus terang, Kim-to-cecu Ciu Kian
adalah tuan penolong keluargaku. Adapun dalam hal apa danPahala dan Murka - 14 8
urusan apa keluarga kami utang budi padanya, maaf tak dapat
kujelaskan padamu."
"Ya, dapat kulihat ada kesukaranmu untuk menjelaskan asal-
usulmu." kata Hong-hu. "Biarlah urusan ini jangan kita bicarakan.
Tentang putra Ciu Kian yang kita tawan, menurut pendapatmu cara
bagaimana harus kita selesaikan."
"Urusan sepenting ini Siaute tidak berani banyak komentar.
Cuma, meskipun Kim-to-cecu telah memberontak, namun ketika
dia bertugas menjaga Gan-bun-koan, beberapa kali serbuan
pasukan asing telah dihalaunya, jelas jasanya terhadap negara, dan
bangsa pun tidak kecil. Dia hanya mempunyai seorang anak saja,
bilamana digiring ke kotaraja dan diperiksa, akibatnya mungkin
sukar terhindar dari kematian, sungguh kasihan."
Meski dia menyatakan tidak berani memberi komentar, tidak
urung dia mengemukakan juga pendapatnya sendiri secara terang-
terangan dan berusaha mempengaruhi hati nurani Thio Hong-hu
agar membebaskan Ciu San-bin.
Thio Hong-hu tersenyum, katanya, "Tidak perlu menggiringnya
ke kotaraja, juga tidak perlu diperiksa lagi, sebab sebelumnya Kang-
congkoan sudah tahu seluk-beluknya, cuma hukuman mati juga
tidak sampai dijatuhkan padanya."
"Apakah berita kilat yang disampaikan tadi mengenai urusan
ini?" tanya perwira muda itu.
"Betul, makanya urusan inilah yang kumaksudkan serba sulit,"
kata Hong-hu. "Mata telinga Kang-congkoan cukup tajam, ia tahu
anak Ciu Kian telah menyusup ke pedalaman, juga mengetahui
banyak pentolan Lok-lim yang telah kita tangkap, yang belum
diketahuinya adalah di antara tawanan kita adakah termasuk anak
Ciu Kian, sebab itulah dia mengirim berita kilat dan menyuruh kitaPahala dan Murka - 14 9
menaruh perhatian terhadap orang ini. Jika sudah kita tawan
supaya menembus tulang pundaknya dan mencungkil matanya,
agar punah ilmu silatnya dan orang lain pun tidak mudah
menolongnya lari. Kemudian Kang-congkoan akan menggunakan
orang cacat ini sebagai barang sandera berharga untuk memaksa
Kim-to-cecu agar tidak lagi memusuhi pasukan tentara kita.
"Wah, keji amat langkahnya ini," seru perwira muda itu.
"Kita sudah mengabdi kepada kerajaan dan terima gaji
pemerintah, kalau kaum bandit biasa tentu dapat kita tangkap dan
menerima hadiah, ini adalah tugas rutin kita. Namun Ciu Kian dan
anaknya bukanlah bandit biasa, jika tidak ada mereka, pasukan
Watze mungkin sudah lama menjajah negeri kita."
Mencorong sinar mata pemuda itu demi mendengar uraian Thio
Hong-hu ini, serunya, "Hah, Thio-taijin, jika begitu, ah tidak. Thio-
toako. jika begitu, hendaknya kau bebaskan dia saja. Memang sudah
kuduga akan pikiranmu ini dan sebenarnya aku tidak perlu . . . ."
Dengan tertawa Thio Hong-hu memotong, "Tidak perlu
membuang tenaga dan pikiran merancang sergapan terhadap
pangeran Mongol itu, begitu bukan? Jianli-heng, memang sudah
kuduga sergapanmu terhadap pangeran Mongol itu adalah tipu


Pahala Dan Murka Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekali timpuk dua burung, soalnya engkau tidak mau berlawanan
denganku secara terang-terangan dan melepaskan orang itu di luar
tahuku, makanya hendak kau gunakan tenaga rombongan Pit To-
hoan itu untuk menawan pangeran Mongol dan dijadikan modal
untuk menukar anak Ciu Kian, betul tidak?"
"Uraianmu memang tidak salah, Toako," jawab perwira muda
itu. Mendadak tertawa Thio Hong-hu lenyap katanya, "Lepaskan dia,
bicara saja memang gampang, masa engkau lupa pada kelihaianPahala dan Murka - 14 10
Kang-congkoan? Bisa jadi jabatanku sebagai komandan pasukan
pengawal ini akan hilang, tujuanmu menjadi Bu-cong-goan (gelar
ujian perwira nagara) juga jangan kauharap lagi."
Seketika perwira muda itu bungkam, sampai lama sekali barulah
ia berkata dengan tegas, "Ujian Bu-cong-goan takkan kulakukan
lagi, hanya hari depan Thio-taijin yang ikut menjadi korban."
"Tapi bukan cuma kehilangan pangkat dan jabatan saja,
mungkin jiwa juga akan melayang," kata Thio Hong-hu pula.
Pemuda itu tampak sangat kecewa, ucapnya dingin, "Thio-taijin
ada pesan apa lagi?"
"Coba kau ronda ke luar, kecuali Hoan Tiong seorang, yang lain
dilarang masuk ke sini. Jangan kau sembarangan bertindak."
Perwira muda itu mengiakan dan melangkah pergi dengan
mendongkol.
Semua itu dapat dilihat In Lui di luar, ia pun merasa kecewa
melihat kepergian perwira muda itu dengan penasaran.
Kemudian tampak Thio Hong-hu memanggil perajurit
pribadinya dan memberi pesan sesuatu. Waktu perajurit itu kembali
lagi tidak lama kemudian, seorang dibawanya masuk. Kiranya Hoan
Tiong adanya.
Thio Hong-hu memperlihatkan dokumen itu kepadanya, segera
mata Hoan Tiong mendelik dan alis menegak, serunya. "Toako,
apakah engkau masih ingat sumpah kita dahulu?"
"Sudah berselang sekian lama, aku sudah lupa," jawab Hong-hu.
"Masa sudah lupa?" teriak Hoan Tiong dengan gusar.
"Apa sumpah itu, boleh coba uraikan kembali, Hiante," kata
Hong-hu.Pahala dan Murka - 14 11
"Dengan darah patriot, membela negara," kata Hoan Tiong. "Kita
tidak ingin dijajah musuh dari luar, makanya kita masuk menjadi
tentara, tujuan kita bukanlah ingin mencari nama dan pangkat."
Ia merandek sejenak, lalu berkata pula, "Mestinya aku berniat
menuju ke perbatasan untuk berjuang langsung melabrak musuh,
tapi Sri Baginda justru mengangkatku menjadi pengawal istana
segala, selama beberapa tahun ini sungguh hatiku sangat kesal. Jika
kita tidak dapat berjuang langsung di tapal batas, kenapa kita
berbalik membikin celaka anak patriot yang telah mempertahankan
wilayah negara kita malah?"
"Selain itu adakah sumpah kita yang lain?" tanya Hong-hu.
"Ada rejeki dirasakan bersama, ada kesusahan ditanggung
berdua," seru Hoan Tiong.
"Bagus, dan sekarang juga ada kesusahan yang perlu kau ikut
tanggung bersama," tukas Hong-hu. "Coba sini, akan kukatakan
padamu."
Lalu ia berbisik di telinga Hoan Tiong beberapa kalimat.
Mendadak Hoan Tiong menjura, katanya, "Maaf akan
kekasaranku tadi, Toako, tugas vang kau berikan ini pasti
kulaksanakan dengan baik."
Ketika Hoan Tiong melangkah pergi, dengan menyesal Thio
Hong-hu berkata pula, "Mungkin Jiko tidak mempunyai pikiran
yang sama seperti kita."
"Jika demikian pun tidak dapat kita pikirkan dia lagi," ucap Hoan
Tiong sambil melangkah pergi.
"Kiranya kedua orang ini juga berdarah pairiot," demikian pikir
In Lui.Pahala dan Murka - 14 12
Selagi ia hendak menguntit Hoan Tiong untuk mengetahui apa
yang akan dilakukannya, mendadak terlihat Thio Hong-hu tertawa
ke arahnya dan menggapai padanya, "Mari turunlah, sekian lama
engkau menggelantung di situ, apakah tindak lelah?"
In Lui tersenyum dan melayang turun ke dalam kamar, ucapnya
sambil memberi hormat, "Thio taijin, rupanya kita ini sehaluan."
"Kedatanganmu ingin menolong Ciu San-bin, bukan?" tanya
Hong-hu.
"Betul, pembicaraan kalian sudah kudengar semua, maka mohon
sudilah Thio-taijin menyerahkan dia kepadaku."
"Menyerahkan dia padamu, cara ini apakah tidak akan
mengejutkan orang lain?" ujar Hong-hu dengan tertawa. "Dan bila
urusan ini ketahuan, apakah aku takkan susah?"
In Lui melengak, ia pikir alasan orang memang juga betul.
Keadaan sudah berubah, rasanya tidak perlu lagi menggunakan
kekerasan, segera ia minta maaf.
Kembali Thio Hong-hu tersenyum, "Saat ini Hoan Tiong sudah
membawa keluar Ciu-toakomu, kusuruh mereka menunggumu di
gerbang utara."
In Lui sangat girang, segera ia hendak melompat pergi.
"Nanti dulu," seru Hong-hu.
"Ada apa?" tanya In Lui berpaling.
"Di mana kawanmu si penunggang kuda putih?" tanya Hong-hu.
Jantung In Lui berdebar, sahutnya, "Dia menuju ke arah sendiri,
aku melangkah ke jurusanku, dari mana kutahu dia pergi ke mana?"
Thio Hong-hu merasa heran, "Gabungan ilmu pedang kalian
maha hebat, mana boleh kalian berpisah? Kawanmu itu sunggguhPahala dan Murka - 14 13
sangat hebat dan mengagumkan, bila bertemu lagi hendaknya
sampaikan salamku padanya."
"Aku tidak tahu akan bertemu lagi dengan dia atau tidak, cuma
pesanmu akan kuingat dengan baik. Nah, aku mohon diri."
"Nanti dulu," kembali Hong-hu berseru. "Cin-sam-kai Pit To-
hoan itu sekarang berada di mana?"
In Lui terkejut, ia pikir jangan-jangan tempat sembunyi Pit-
locianpwe telah diketahui, ia menjadi ragu dan sampai sekian lama
tidak menjawab.
Hong-hu tertawa, "Sudahlah jika tidak mau kaukatakan. Harap
disampaikan saja padanya bahwa dia tidak dapat dibandingkan
Kim-to-cecu, aku dititahkan Sri baginda untuk menangkapnya dan
tidak mungkin kulepaskan dia. Mengingat dia juga seorang gagah,
hendaknya dia menghindariku sejauhnya agar tidak saling
kepergok. Nah, hanya sekian saja kewajibanku sebagai sahabat.
Boleh kau pergi sekarang."
Segera In Lui melompat ke atas rumah. Teringat kepada tindak-
tanduk Thio Hong-hu itu sungguh sangat di luar dugaan. Sungguh
ia merasa sayang seorang lelaki berdarah panas dan berjiwa luhur
itu ternyata mau menjual nyawa bagi keluarga kerajaan.
Tiba-tiba teringat pula kakeknya sendiri yang telah
mempertahankan kebesaran nama kerajaan Beng dan pantang
menyerah, setelah menderita sekian lama, akhirnya harus tewas
ketika menginjak tanah air sendiri. Nyata "kesetiaan yang membabi
buta" entah berapa banyak membikin celaka para pahlawan.
Begitulah pikiran In Lui diliputi berbagai persoalan, namun
langkahnya tidak pernah kendur, hanya sekejap saja ia sudah
sampai di rumah penduduk depan sana.Pahala dan Murka - 14 14
Sementara itu sudah dekat fajar, mestinya Pit To-hoan berjaga di
luar hotel untuk menjaga segala kemungkinan, tapi sekarang jago
tua itu ternyata tidak kelihatan bayangannya.
Pelahan In Lui memberi tanda tepukan tangan, namun selang
sekian lama tetap tidak ada sesuatu tanda lain.
Diam-diam In Lui terkesiap. Ke mana perginya Pit To-hoan?
Jago tua itu sudah berpengalaman luas, tidak mungkin dia kena
disergap musuh, umpama dia menemukan Ciu San-bin kan harus
menunggu kedatangannya untuk pulang bersama, seyogianya tidak
mungkin tinggal pergi sebelum bergabung kembali dengan In Lui.
Lantas ke mana perginya orang tua itu sesungguhnya?
In Lui memandang sekelilingnya, segera ia mengitar dua kali dan
coba memeriksa kalau menemukan sesuatu, namun tetap tidak
tampak bayangan orang. Pikirnya, "Apa mungkin Thio Hong-hu
mengetahui jejaknya dan memasang perangkap dulu serta
menawannya? Tapi rasanya tidak mungkin Sebab sejak tadi Thio
Hong-hu berada di dalam, kecuali Thio Hong-hu, jago pengawal lain
tiada seorang pun mampu menandingi Pit To-hoan. Jadi tidak
mungkin jago tua itu tertawan musuh tanpa meninggalkan sesuatu
bekas, bilamana di antara jago pengawal ada tokoh kosen lain yang
menyergapnya, tentu kepandaian orang itu sukar lagi diukur dan di
jaman ini rasanya tidak ada tokoh sehebat itu."
Begitulah makin pikir makin cemas In Lui, ia terus berlari ke
gerbang utara. Tidak lama sampai dia di luar kota, tempat inilah
yang dimaksudkan Thio Hong-hu bahwa Hoan Tiong dan Ciu San-
bin akan menunggunya di sini.
In Lui coba memberi tanda tepukan tangan dan memandang dari
tempat ketinggian namun suasana sunyi senyap, bulan tinggi
menghias angkasa, jangankan bayangan Hoan Tiong dan Ciu San-Pahala dan Murka - 14 15
bin tak terlihat, seluruh tempat itu seakan-akan tenggelam dalam
keheningan yang menakutkan.
Cemas dan mendongkol pula In Lui, pikirnya, "Jangan-jangan ini
permainan Thio Hong-hu lagi., mana boleh kupercaya penuh
kepada ocehannya. Mungkin dia tidak membebaskan Ciu-toako, tapi
untuk apa dia menipuku ke sini!"
Makin dipikir makin curiga dan membingungkan. Segera In Lui
putar balik ke dalam kota.
Setiba di luar hotel, tiba-tiba dilihatnya pintu luar hanya
dirapatkan begitu saja, ia tambah sangsi. Ia coba mendorong pintu
dan masuk ke dalam.
Di halaman dalam mestinya tertambat belasan ekor kuda,
sekarang setiap kuda itu kelihatan berdiri dengan kaki depan
terangkat ke atas, ditendang juga diam saja, bersuara pun tidak bisa,
di bawah cahaya bulan keadaan kelihatan seram dan membuat
orang merinding.
Setelah menenangkan diri, In Lui ingat inilah caranya Mako
menaklukan kuda, tentu saja ia tambah heran, "Kedua iblis ini sama
sekali tidak kenal kalangan putih atau golongan hitam, orang tidak
melanggar dia, dia juga tidak mengganggu orang. Di Jing-liong-kiap
tempo hati meski diam-diam mereka pernah membantunya, tapi itu
hanya kebetulan mereka menerjang lewat di situ dan belum
bertempur secara terang-terangan dengan pasukan pemerintah,
mengapa sekarang mereka datang ke sini dan mempermainkan
pasukan tentara?"
In Lui yakin bila betul Oh-pek-mako datang ke sini, tentu
urusannya masih akan berlanjut. Ia coba melompat ke atas rumah
dan mendengarkan dengan cermat.Pahala dan Murka - 14 16
Penghuni hotel ini termasuk pasukan tentara itu sedikitnya ada
lekih 70 orang, tapi tiada sesuatu suara yang terdengar, bahkan
suara ngorok orang tidur juga tidak ada, suasana sunyi seram
serupa kuburan.
In Lui melayang turun lagi ke halaman dalam, ingin dicarinya
pelayan hotel untuk di tanyai. Tapi segera terlihat pintu kamar
terpentang lebar, pelayan yang pernah menjadi petunjuk jalan
baginya itu kelihatan pulas serupa babi mampus, didorong dan
dipencet juga tidak merasakan sesuatu.
Ia coba memeriksa pernapasannya dan ternyata biasa, coba
dipijat juga tidak mempan seperti biasanya bila hiat-to orang
tertutuk. Waktu ia memeriksa beberapa kamar pegawai hotel yang
lain, semuanya juga serupa, sampai si kasir yang sedikit menguasai
ilmu silat pun terkapar di tempat tidur, meringkuk serupa orang
mati.
Tiba-tiba teringat olehnya di dunia kang-ouw ada semacam dupa
bius yang biasa digunakan penjahat pengganggu orang perempuan,
bila mengendus dupa itu, orang akan tidur serupa orang mati.
Jangan-jangan semua orang ini terbius?
Ia coba mengambil semangkuk air untuk menyemprot suka si
kasir, dilihatnya tangan orang bergerak sedikit, namun tetap tidak
sadar, jadi tidak ada tanda terbius.
Betapa tabah hati In Lui menghadapi keadaan demikian menjadi
gugup juga.
Ia lari keluar, dilihatnya setiap kamar sama terbuka pintunya,
para perwira yang tidur di kamar dan perajurit yang tidur dengan
tikar di ruangan tengah juga sama tidur lelap, ada yang kaki dan
tangan terpentang, ada yang setengah bersandar di dinding danPahala dan Murka - 14 17
mata terpejam, kepala terkulai di pundak, seperti sedang mau
bangun dan mendadak terkena "ilmu sihir", lalu terpulas.
Ada yang mulut melongo, air muka kelihatan aneh dan lucu, ada
yang baru mengap dan mau berteriak dan tahu-tahu sudah dibikin
tak bisa berkutik.
Sungguh tidak kepalang kaget In Lui sehingga bermandi
keringat, sedapatnya ia tenangkan diri, teringat kepada ilmu silat
Thio Hong-hu yang sangat tinggi itu, perwira muda itu juga jago
kelas tinggi, biarpun Oh-pek-mako datang ke sini juga belum tentu
dapat mengalahkan mereka, mengapa sekaligus orang-orang ini
bisa dibikin sekonyol ini?
Waktu In Lui lari ke halaman belakang tertampak keenam kereta
tawanan itu juga sudah terbuka secara paksa oleh senjata tajam,
semua tawanan sudah kabur.
Padahal Oh-pek-mako tidak menggunakan senjata wasiat, lantas
perbuatan siapakah semua ini? Apa mungkin Thio Hong-hu juga
dapat dikerjai orang?
Makin dipikir makin tidak mengerti, In Lui coba lari lagi ke
kamar Thio Hong-hu, menemui pintu kamar hotel terbuka, hanya
pintu kamar Thio Hong-hu saja yang tertutup rapat. Sekali depak In
Lui membuat pintu kamar terpentang, namun bayangan Thio
Hong-hu pun tidak kelihatan lagi,
Tiba-tiba terlihat dinding kamar ada lukisan dua kerat tulang
jerangkong yang digambar dengan arang, jelas itulah tanda
pengenal Oh-pek-mako. Apakah Thio Hong-hu telah dicelakai kedua
iblis itu?
Tapi di lantai tiada sesuatu noda darah, pula dengan ilmu silat
Thio Hong-hu yang tinggi, andaikan bukan tandingan kedua Mako
ilu juga akan berlangsung dulu pertarungan sengit. Namun keadaanPahala dan Murka - 14 18
kamar baik-baik saja, meja kursi teratur dengan rajin. Sungguh
urusan ini sangat sukar dimengerti.
Waktu In Lui memeriksa lagi, terlihat dinding di depan sana juga
ada lukisan dan sebaris tulisan.
Yang terlukis adalah seekor orang hutan bertangan panjang,
mukanya beringas dan bergaya hendak menerkam. Di sebelahnya
terlukis sebatang pedang panjang dan ujung pedang menyunduk
setangkai bunga merah, lalu ada lagi dua tangkai bunga putih yang
terikat di samping, kelihatan aneh dan misterius.
Sedangkan tulisan itu berbunyi: "Thi-pi-kim-goan Sam-hoa-
kiam, ingin menabas kepala Oh-pek-mako! Main sergap bukan
kesatria sejati, kalau berani ayolah bertempur di Jing liong-kiap!"
Nama Thi-pi-kim-goan (si orang hutan berlengan emas) dan
Sam-hoa-kiam (si pedang tiga bunga) mengingatkan In Lui kepada
cerita gurunya tentang bergagai tokoh bu-lim terkemuka jaman ini,
bahwa ketua Tiam-jong-pai Leng-sau-cu mempunyai dua orang
Sute, yang satu bernama Thi-pi-kim-goan Liong Tin-hong, yang lain
berjuluk Sam-hoa-kiam Hian-leng-eu. Keduanya memiliki kungfu


Pahala Dan Murka Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

khas yang lihai dan aneh, tingkatan mereka sangat tinggi, kelakuan
mereka berada di antara baik dan jahat, tapi belasan tahun terakhir
mereka sama tirakat di puncak Tiam-jong-san untuk meyakinkan
lwekang paling tinggi dan sudah lama tidak berkecimpung lagi di
dunia Kangouw.
Pula di antara mereka tidak ada sangkut-paut dengan Oh-pek-
mako, entah mengapa mereka bisa meninggalkan tulisan di kamar
Thio Hong-hu dan menantang kedua iblis dari Persi itu.
Melihat gelagatnya, agaknya Oh-pek-mako datang lebih dulu dan
disusul dengan kedatangan Thi-pi-kim-goan dan Sam-hoa-kiam.Pahala dan Murka - 14 19
Serentetan kejadian aneh ini sungguh membikin In Lui serba
heran. Ia keluar lagi dan memeriksa sekeliling, ia tiba di pintu
samping halaman belakang, tiba-tiba ditemukan lagi suatu
keanehan.
Dilihatnya perwira muda itu berdiri dengan sebelah kaki
terangkat dan golok terhunus, seperti sedang berlari dan mendadak
berhenti kena ilmu sihir, matanya mendelik, kerongkongannya
bersuara seperti mengorok, sikapnya sangat menakutkan.
Keadaan orang serupa apa yang dilihat In Lui di Ciok-keh-ceng
ketika keempat saudagar anak buah Oh-pek-mako kena ditutuk oleh
Thio Tan-hong dahulu.
"Hah, dia juga datang!!" seketika jantung In Lui berdetak.
Dilihatanya meski perwira muda itu tidak dapat bergerak,
namun sinar matanya jelas melototi In Lui.
Mengingat dirinya dapat memunahkan ilmu tutukan Thio Tan-
hong itu, dengan menabahkan hati ia coba mengetuk sekali di
Thian-soan-hiat dan Te-ki-hiat bagian punggung orang, serentak
pemuda itu berteriak, kaki tanganpun bergerak, mendadak
goloknya membacok.
Keruan In Lui terkejut, hampir saja terbacok, cepat ia mengegos
dan melolos pedang untuk membela diri.
Terdengar pemuda itu membentak, "Kurangajar! Kiranya kalian
adalah sekomplotan!"
Sambil menangkis In Lui balas membentak, "Kenapa kau balas
kebaikan dengan kejahatan? ?
"Serangan keji bangsat itu justru dapat kau punahkan, jika kalian
bukan saudara seperguruan tentu juga sahabat karib, masakan
masih menyangkal?"Pahala dan Murka - 14 20
Dengan mendongkol In Lui menyerang dua-tiga kali,
damperatnya, "Sungguh tidak tahu aturan! Jika aku bermaksud
jahat, untuk apa kutolongmu?"
"Habis apa hubunganmu dengan dia, lekas jelaskan!"
"Memangnya siapa kau sehingga aku harus menuruti
permintaanmu?"
Setelah menabok lagi sekali, segera perwira muda itu berhenti
menyerang, katanya, "kau tahu siapa orang yang menyergapku itu?
Dia bukan lain adalah putra Thio Cong-ciu, wakil perdana mentri
Watze. Melihat tindak-tandukmu jelas engkau sendiri juga seorang
pendekar, setelah kau tahu asal-usulmu sepantasnya kaubantu aku
menuntut balas."
Diam-diam In Lui membatin, asal-usulnya sudah kuketahui,
masa perlu keteranganmu. Namun dengan heran ia bertanya, "Ada
permusuhan apa antara dia denganmu?"
"Ceritanya sangat panjang." tutur pemuda itu, "bukan
permusuhan saja dengan dia, bahkan segenap keluarganya tua dan
muda akan kubunuh habis. Pula dia adalah putra pengkhianat Thio
Cong-ciu yang menyusup ke negeri kita ini, jelas dia tidak
bermaksud baik. Sebagai seorang pendekar dan berjiwa patriot
seharusnya kaupun pandang dia sebagai musuh."
In Lui mengkirik, diantara ucapan orang seakan-akan tercium
bau anyir darah dari surat wasiat berdarah tinggalan kakeknya itu.
Makin dipandang dirasakannya wajah perwira muda itu bertambah
kenal, tanpa terasa timbul rasa ngeri, tubuh menjadi gemetar, gigi
pun gemertuk.
Perwira muda itu menatapnya lekat-1ekat, tanyanya, "Engkau
kenapa?"
"Oo. tidak apa-apa," sedapatnya In Lui menahan perasaannya.Pahala dan Murka - 14 21
"Baik, kita sudah berkelahi dan tentu sudah lelah, biarlah kita
berdamai saja," seru pemuda itu. "Sekarang boleh kauberitahukan
asal-usulmu, sabentar juga akan kuceritakan asal-usulku."
"Aku tidak perlu diberitahu, kutahu engkau datang dari Mongol,"
ujar In Lui.
"Dari mana kau tahu?"
"Kemarin dulu engkau menyergap pangeran Mongol itu dan
menyamar sebagai gembala Mongol, logat dan lagakmu sangat
mirip sekali."
Pemuda itu tersenyum hambar, "Apa betul? Leluhurku selama
dua turunan memang menjadi gembala di negeri Mongol."
"Bluk", mendadak In Lui jatuh terkulai. Kakeknya menggembala
kuda selama 20 tahun di Mongol, ayahnya lantaran ingin menolong
kakek juga ganti nama dan mengasingkan diri di negeri Mongol,
kehidupannya juga dilalui dengan menggembala domba. Mereka
memang hidup sebagai gembala, hanya bukan kehendak sendiri.
Sejenak itu tubuh In Lui serasa dialiri oleh arus listrik, ia
mengigil, sarafnya serasa kaku seluruhnya.
"Hah, dia kakakku, betul, dia pasti kakak!" demikian jeritnya di
dalam hati.
Kedatangan In Lui ke pedalaman Tiong-goan ini memang ingin
mencari kabar kakaknya, tapi sekarang sesudah bertemu, dalam
lubuk hatinya ia justiu berharap orang ini bukan kakaknya.
Betapa dendam dan bencinya pada saat dia menyebut Thio Cong-
ciu dan anaknya, bilamana dia benar kakaknya sendiri dan
mengetahui hubungan dirinya dengan Thio Tan-hong, lalu apa pula
yang bakal terjadi?Pahala dan Murka - 14 22
Apakah nona ini tidak inngin menuntut balas lagi? Tidak,
bayangan gelap surat wasiat berdarah itu belum pernah lenyap dari
hatinya. Ia suka kepada Thio Tan-hong, ia juga dendam kepada
pemuda itu. Namun ia pun tidak mau orang lain juga benci kepada
Tan-hong. Demikianlah timbul pertentangan batinnya yang aneh.
Melihat In Lui jatuh terkulai tanpa sebab, segera perwira muda
itu membentak pula, "Siapa kau sebenarnya?"
Pikiran yang ruwet itu bergejolak dalam hati In Lui, terpikir
olehnya bilamana pemuda ini bukan kakaknya, kelakuannya ini
bukankah akan membongkar asal-usulnya sendiri, apalagi orang
adalah perwira tentara.
Serupa orang yang hampir tenggelam di dalam air dan sempat
meraih sepolong kayu, segera In Lui memegang "alasan" ini untuk
sementara tidak mengakui orang sebagai kakak, segera ia melompat
bangun dan menjawab, "Kudatang untuk mencari Ciu San-bin!"
Perwira muda itu sangat heran, katanya, "Kutahu kaudatang
untuk menolong Ciu San-bin, waktu kau datang tengah malam tadi
dan mendekam di atas kamar Thio-taijin, saat itu sudah kulihat
dirimu, cuma tidak kubongkar hal itu. Yang kutanyakan padamu
bukan urusan ini . . . ."
"Takkan kujawab pertanyaanmu yang lain", ujar In Lui.
"Tidakkah kau tahu urusan juga ada yang penting dan mendesak.
Coba kaulihat, keadaan di sini telah kacau seperti ini, masa engkau
masih bertanya urusan tetek-bengek padaku. Coba kutanya
padamu, di manakah Ciu-toakoku? Siapa yang mengobrak-abrik
tempat ini ? Pembicaraanmu dengan Thio Hong-hu sudah kudengar
juga, kutahu engkau juga ingin menolong Ciu-toako."Pahala dan Murka - 14 23
Perwira muda itu seperti tersadar mendadak, serunya, "Ya,
betul, kita harus memeriksa keadaan di dalam, entah mengapa
Thio-taijin tidak tampak keluar?"
Ia merandek sejenak, lalu berkata pula, ''Sebenarnya apa yang
kutanyakan padamu juga bukan urusan tetek-bengek, soalnya
engkau sangat mirip satu orang yang ingin kucari, cuma sayang
engkau lelaki. Ai, panjang sekali bila kuceritakan urusan ini,
sedikitnya perlu sehari semalam, biarlah kita bicarakan selanjutnya
saja."
In Lui sudah melangkah lebih dulu ke depan supaya orang tidak
melihat air mukanya, ia menanggapi dengan hambar, "Masakah
keonaran yang terjadi di dalam tidak kau ketahui? Perajurit kalian
telah dibuat orang hingga serupa babi mampus. Thio-taijin kalian
juga sudah menghilang."
Pernuda itu menjerit kaget terus berlari ke dalam, melihat
keadaan di dalam, tanpa terasa ia pun mengkirik, sesudah masuk ke
kamar Thio Hong-hu dan melihat gambar jerangkong, orang hutan,
pedang berbunga dan lain-lain, dengan terkejut ia berseru, "Hah,
ternyata mereka itu yang datang!"
"Mereka? Siapa mereka?" In Lui menegas.
"Oh-pek-mako dan kedua paman guru Kang Ciu-hai, Congkoan
(kepala rumah tanggal istana raja.)" tutur perwira muda itu.
"Aha, kiranya Thi-pi-kim-goan Liong Tin hong dan Sam-hoa-
kiam Hian-leng-cu adalah paman guru Congkoan istana raja, jika
begitu selamatlah padamu, kalian telah kedatangan bala bantuan
dua jago kelas tinggi lagi."
Perwira muda itu tampak tidak senang, jawabnya, "Engkau
ternyata tidak tahu seluk-beluk urusannya, jika Thi-pi-kim-goanPahala dan Murka - 14 24
dan Sam-hoa-kiam mengetahui kami yang melepaskan Ciu San-bin,
jiwa Thio-taijin mungkin sukar diselamatkan."
"Benarkah Ciu-toako sudah dilepaskan?"
"Semula kukira Thio-taijin tidak mau membebaskannya, siapa
tahu diam-diam beliau sudah mengaturnya. Di luar tahuku ia suruh
Hoan Tiong membawanya keluar kota."
"Akan tetapi Ciu-toako dan Hoan Tiong sekarang juga tidak
diketahui mati-hidupnya," lalu In Lui menuturkan kejadian aneh
yang dilihatnya.
Perwira muda itu menghela napas, katanya, "Kejadian di luar
dugaan ini sungguh tak tersangka oleh siapa pun."
Selagi In Lui mau tanya, pemuda itu sudah menyambung lagi,
"Waktu Hoan Tiong membawa Ciu San-bin keluar melalui pintu
belakang, aku sedang ronda di luar sana, tiba-tiba di antara tiupan
angin terendus bau harum yang aneh, tepat aku menahan napas,
hanya setitik saja terisap seketika sekujur badan terasa lemas
lunglai."
"Sekonyong-konyong sesosok bayangan melayang turun, siapa
lagi kalau bukan si bangsat Thio Tan-hong, kukenal dia di Mongol,
begitu turun tangan segera ia menggunakan ilmu tiam-hiat yang
aneh itu, aku menahan napas dan tidak berani bersuara, tiga-empat
gebrakan saja obat bius yang kuisap lantas bekerja, aku tidak tahan
lagi dan tertutuk olehnya."
Baru sekarang In Lui tahu duduk perkaranya, pikirnya, "Kiranya
demikian, pantas begitu cepat dia dikerjai Thio Tan-hong. Akan
tetapi mengapa Tan-hong mempermainkan dia?"
Terdengar pemuda itu menyambung pula, "Setelah aku tertutuk
dan tak bisa berkutik, apa yang terjadi di dalam tidak kuketahui lagi.
Entah berselang berapa lama, tiba-tiba dari luar melayang masukPahala dan Murka - 14 25
lagi dua orang, yang seorang kakek bertubuh kekar dan bermuka
seperti kera, yang lain adalah seorang tojin berpedang. Mereka coba
membuka hiat-toku dan tidak berhasil. Mereka menggerutu akan
kebodohanku, lalu masuk ke sana."
"Padahal mereka sendiri tokoh Tiam-jong-pai terkemuka dan
tidak mampu membuka ilmu tutukan golongan lain, mereka kan
lebih goblok. Tidak lama sesudah mereka masuk lantas keluar lagi
sambil mencaci-maki Oh-pek-mako, lalu pergi melintasi pagar
tembok. Dapat dipastikan bilamana mereka kepergok Oh-pek-mako
pasti akan terjadi pertarungan sengit."
"Coba kita mencari mereka ke arah Jing-liong-kiap sana." ajak In
Lui. Pemuda itu menyatakan setuju, mereka lantas menuju ke
halaman depan. Ketika melihat cara berdiri kuda-kuda itu, perwira
muda itu mendongkol juga geli, omelnya, "Ternyata kedua gembong
iblis itu dapat juga menggunakan cara berandal kuda, untung
kutinggal di Mongol cukup lama, sedikit banyak kupaham cara
menyembuhkan kuda."
Sembari bicara ia terus meraba dan mengurut untuk
melancarkan jalan darah, hanya sebentar dua ekor kuda perang itu
sudah dapat bergerak bebas lagi, segera mereka mencemplak ke
atas kuda dan dilarikan ke luar kota.
Sementara itu suara ayam berkokok sudah ramai terdengar di
sana-sini, pagi sudah hampir tiba. Di jalan yang menuju Jing-liong-
kiap hanya ada beberapa bekas tapak kuda yang tak teratur.
Setelah berlari sekian lama, samar-samar Jing-liong-kiap sudah
tertampak dari jauh. Setiba di jalan simpang tiga, tiba-tiba dari arah
kiri terdengar suara nyaring beradunya senjata, di jalan sebelah
kanan terlihat juga seorang penunggang kuda sedang berlari cepat.Pahala dan Murka - 14 26
"Aku menuju ke kiri dan kau ke kanan, kita selidiki bersama,"
Segera In Lui menuju ke arah sana. Setelah mengejar sekian
jauh, jaraknya dengan penunggang kuda di depan sudah mulai
dekat. Ketika In Lui bersuit, penunggang kuda di depan mendadak
memutar kudanya dan dilarikan cepat ke sini.
Kiranya penunggang kuda ini adalah komandan pasukan
pengawal, jago nomor satu di kotaraja, Thio Hong-hu adanya.
Iu Lui memberi tanda dan segera Thio Hong-hu menghentikan
kudanya cepat, "Di mana kawanmu itu?"
Terkesiap In Lui, katanya, "Sudah kau lihat dia? Baru saja
kudatang dari tempatmu," Hong-hu termenung sejenak, katanya
pula, "Urusan ini sungguh sangat aneh, mengapa dia memancingku
ke sini dan main kucing-kucingan di ladang belukar ini."
"Apa katamu! Dia yang memancingmu keluar? Habis apa yang
dilakukan Oh-pek-mako?" tanya In Lui heran.
"Apakah kau maksudkan kedua makhluk aneh yang kita lihat di
selat gunung kemarin itu? Tidak kulihat mereka," jawab Hong-hu.
"Sesudah kau pergi, selagi kududuk di dalam kamar untuk
memikirkan cara bagaimana menghadapi akibat yang akan timbul
dari persoalan ini, tiba-tiba kudengar jendela diketuk orang dengan
pelahan, lalu suara seorang memanggil, ?saudara sanak, kudatang!?"
"Ginkang orang ini sungguh maha tinggi, kedatangannya
ternyata tidak kurasakan. Segera kulompat keluar kamar, kulihat
dia sudah berada di atas rumah dan sedang menggapai padaku
dengan tersenyum. Eh, siapa namanya? Oya, Thio Tan-hong.
Tindak-tanduknya sungguh ajaib dan sukar diraba, sungguh aku
sangat ingin bersahabat dengan dia, maka segera kususulnya."
"Tapi sekali lompat segera ia melayang lewat dua rumah,
cepatnya sungguh luar biasa. Kutaksir dia tidak leluasa bicaraPahala dan Murka - 14 27
denganku di atas rumah orang, maka aku dipancingnya pergi.
Segera kususul hingga melintasi dua simpang jalan raya, di suatu
pengkolan terlihat dua ekor kuda telah menunggu."
"Dia memberi tanda agar aku menunggang kuda, segera ia
mendahului mencemplak ke atas kuda putihnya, cepat aku pun
menunggang kuda yang satu lagi dan dilarikan keluar kota. Kukira
sebentar lagi dia pasti akan berhenti untuk bicara denganku, siapa
tahu dia terus melarikan kudanya secepat terbang, meski kupanggil
dia juga tidak dihiraukan, ingin kususul tidak dapat, tidak kususul
dia lantas mengendurkan lari kudanya seperti menunggu, dan
begitulah aku dipancing berputar kayun di ladang belukar sini,
sungguh aku menjadi bingung."
"Dan sekarang di mana dia? ? tanya In Lui.
"Sudah melintas ke balik lereng sana." jawab Hong-hu,


Pahala Dan Murka Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kudengar suaramu di belakang, maka tidak kukejar dia lagi. Eh,
engkau baru datang dari sana, adakah orang lain mengetahui
jejakmu?"
"Mengetahui apa? Anak buahmu seluruhnya telah dimampuskan
oleh Oh-pek-mako," ujar In Lui dengan tertawa.
Keruan Thio Hong-hu berjingkat kaget, "Hah, begitu berani Oh-
pek-mako?"
"Bukan dimampuskan sungguh-sunguh tapi keadaan mereka
tiada ubahnya seperti orang mampus," tutur In Lui, lalu ia pun
menjelaskan kejadian aneh yang dilihatnya itu.
Mendengar semua orang di hotel tertidur tak sadarkan diri,
meski disembur air dingin juga tidak berhasil, Thio Hong-hu
berpikir sejenak, lalu berkata, "Hm, hal ini memang perbuatan Oh-
pck-mako. Di benua barat memang ada sejenis obat bius yang amat
lihai, namanya ?Keh-bin-ngo-koh-hoan-hun-hiang? (dupa bius danPahala dan Murka - 14 28
baru sadar bilamana menjelang pagi ketika ayam berkokok),
sebelum fajar menyingsing tidak ada obat penawarnya. Bila pagi
tiba, orang akan sadar dengan sendirinya. Walaupun obat bius itu
sangat lihai, namun tidak berbahaya bagi jiwa manusia."
"Melihat gelagatnya, kedatangan Thio Tan-hong bergabung
dengan Oh-pek-mako, lebih dulu Thio Tan-hong memancing
kepergianku, lalu Oh-pek-mako menggunakan obat bius untuk
menjatuhkan semua orang. Aneh juga selamanya aku tidak ada
permusuhan dengan Oh-pek-mako, dengan Thio Tan-hong
malahan ada sedikit hubungan baik, mengapa mereka sengaja
berkelakar denganku secara begini?"
"Ya, aku pun tidak mengerti," ujar In Lui, lalu ia menuturkan
lebih lanjut segala sesuatu yang aneh di hotel itu.
Mendengar Thi-pi-kim-goan dan Sam-hoa-kiam juga datang, air
muka Thio Hong-hu tampak berubah.
"Apakah mereka bukan kawanmu? Masa kau takut kepada
mereka?" tanya In Lui.
Hong-hu menggeleng, katanya dengan tersenyum kecut, "Jangan
tanya dulu, coba ceritakan lagi."
Segera In Lui menguraikan semua peristiwa aneh yang
dilihatnya itu.
Mengetahui perwira muda itu juga kena dikerjai orang, Thio
Hong-hu tersenyum getir.
"Entah mengapa kawanmu perwira muda itu sedemikian benci
padanya?" tanya In Lui, dengan sendirinya ia tidak menjelaskan
asal-usul Thio Tan-hong.
Hong-hu berpikir sejenak, katanya kemudian, "Melihat tingkah-
laku Thio Tan-hong itu, tentu dia bukan orang jahat, sungguh akuPahala dan Murka - 14 29
tidak mengerti mengapa In-tongleng begitu benci padanya, hal ini
kelak pasti akan kutanya dengan jelas."
Mendengar kata "In", seketika pucat air muka In Lui dan hampir
terpcrosot jatuh dari kudanya.
"He, kenapa kau?" tanya Hong-hu.
Lekas In Lui menenangkan diri dan menjawab, "0, tidak apa-apa.
Siapa nama pembantumu itu?"
"Dia she In bernama Jian-li," jawab Hong-hu. "Untuk apa
kautanya dia?"
Dalam huruf kanji gabungan dua huruf Jian-li akan menjadi satu
huruf "Tong", jadi sesungguhnya perwira muda itu bernama In
Tong.
In Tong tak-lain-tak-bukan adalah kakak kandung In Lui yang
berpisah sejak kecil. Kini In Lui tidak merasa sangsi lagi, hati terasa
girang dan juga cemas.
Girangnya karena antara kakak dan adik akhirnya bertemu
kembali. Cemasnya lantaran Sang kakak sedemikian benci dan
dendam kepada Thio Tan-hong.
"Apakah kalian sudah kenal?" terdengar Thio Hong-hu lagi
bertanya.
"Dia serupa kawanku semasa kecil," sahut In Lui. "Eh, kapan dia
pulang?"
"Pulang?" Hong-hu menegas. "He, kaupun tahu dia baru pulang
dari Mongol? Memang belum ada sebulan dia dinas di dalam Han-
lim-kun, dia adalah bawahanku. Meski belum lama kami bergaul,
namun terasa sangat cocok satu sama lain."
"Menurut ceritanya, leluhurnya dua keturunan adalah bangsa
Han yang tinggal di negeri Watze dan kenyang dihina dan dianiaya,Pahala dan Murka - 14 30
maka sekarang ia lari pulang ke negeri leluhur dan bertekad ingin
menjadi panglima perang agar kelak dapat membawa pasukan
untuk menumpas kerajaan Watze. Untuk itu lebih dulu dia masuk
dinas dalam Han-lim-kun, tujuannya akan ikut ujian Bu-cong-goan
tahun ini, bilamana lulus dan terpilih, cita-citanya tentu dapat
terkabul."
Tanpa terasa In Lui menghela napas, katanya, "Cita-citanya ingin
menjadi Panglima untuk menuntut balas mungkin takkan terkabul.
Thio-taijin, maaf jika aku bicara terus terang. Yang benar-benar
hendak melawan pasukan penyerbu dari utara bukan kerajaan
Beng."
Thio Hong-hu terdiam, sejenak kemudian baru berkata,
"Pandanganmu juga belum seluruhnya benar. Dalam pemerintahan
kita sekarang masih banyak pembesar yang setia dan jujur serta
bertekad akan melawan setiap penyerbu dari luar, satu di antaranya
adalah menteri Ih Kiam."
In Lui tidak paham seluk-beluk pemerintahan, maka ia pun tidak
berdebat dengan dia.
Melihat In Lui sangat memperhatikan diri perwira muda itu,
Thio Hong-hu sangat heran. Selagi ia hendak tanya lagi, tiba-tiba
terdengar ringkik kuda, Thio Tan-hong dengan kuda putihnya
tampak berlari tiba.
"Hei, permairan apa yang kau lakukan? Ini kawanmu berada di
sini, tidak perlu main kucing-kucingan lagi," seru Hong-hu.
Secepat terbang kuda putih itu mendekat dalam sekejap, lebih
dulu Tan-hong mengucap maaf kepada Thio Hong-hu, lalu
menyapa, In Lui menjawab dengan dingin.
Melihat sikap kedua orang tidak begitu akrab, tentu saja Thio
Hong-hu merasa bingung.Pahala dan Murka - 14 31
Ia ingin cepat mengetahui maksud tujuan Thio Tan-hong,
langsung ia lantas menegurnya, "Thio-heng, betapapun kita sudah
ada hubungan baik, mengapa engkau mengajak Oh-pek-mako
mengaduk tempatku?"
Tan-hong menengadah dan tergelak, serunya setengah
bersenandung. "Maksud baik sukar dimengerti orang, sia-sia
kubicara tentang bantuan. Coba jawab, apakah kau tahu siapa yang
datang menyelidiki dirimu?"
"Hah, kau tahu juga?" jawab Hong-hu dengan air maka berubah.
"Thi-pi-kim-goan dan Sam-hoa-kiam sudah datang semua."
"Ya, siapa lagi kalau bukan mereka," kata Tan-hong. "Dan untuk
apa mereka datang, masa belum lagi kau pahami?"
Seperti sudah diceritakan, Thi-pi-kim-goan dan Sam-hoa-kiam
adalah Susiok atau paman guru kepala rumah tangga istana
sekarang, Kang Ciau-hai.
Kang Ciau-hai ini adalah murid pertama ketua Tiam-jong-pai
sekarang, Leng-sian-su. Pembawaan Kaug Ciau-hai bertenaga
raksasa, kungfu bagian luar boleh dikatakan sudah mencapai
puncaknya kesempurnaan. Lantaran dia tinggal terkurung di dalam
istana untuk melindungi kaisar, maka namanya tidak begitu
menonjol di dunia kangouw.
Dia penasaran karena Thio Hong-hu terkenal sebagai jago nomor
satu di kotaraja, pernah tiga kali ia menantang pi-bu atau
bertanding silat dengan Hong-hu dan setiap kali selalu kalah satu
jurus, meski di mulut ia bilang kagum dan menyerah, tapi di dalam
hati tetap penasaran, sebab itulah diam-diam ia berusaha
memojokkan Thio Hong-hu. Hal ini juga cukup diketahui Hong-hu.
Cuma kedudukan dan pangkat Kang Ciau-hai lebih tinggi,
betapapun Thig Hong-hu rada jeri padanya.Pahala dan Murka - 14 32
Maka keterangan Thio Tan-hong tadi membuat air muka Thio
Hong-hu berubah pucat, gumamnya, "Jangan-jangan Kang Ciau-hai
sengaja mengundang kedua Susioknya ke sini dan diam-diam
hendak mencelakai diriku?"
"Masakah perlu secara diam-diam, sekarang juga ada cirimu
yang terpegang olehnya," ucap Tan-hong.
"Ciri apa?" tanya Hong-hu.
"Keberangkatan Thi-pi-kim-goan dan Sam-hoa-kiam dari
kotaraja ini sebenarnya bukan lantaran dirimu, tapi kebetulan
memergoki urusanmu. Apakah kau ingin tahu seluk-beluknya?"
"Mohon penjelasan," pinta Hong-hu.
"Begini," tutur Tan-hong. "Oh-pek-mako telah membeli satu
partai barang gelap, yaitu berasal milik keluarga salah seorang
pangeran di kotaraja, yaitu terdiri dari sepasang singa-singaan
kemala hijau, melulu kedua pasang mutiara yang dibingkai sebagai
mata singa saja nilainya sukar disebutkan. Urusan ini terlanjur
meluas menjadi perkara, Kang Ciau-hai merasa bukan tandingan
Oh-pek-mako, maka kedua paman gurunya diundang turun gunung
untuk membantunya menemukan benda pusaka yang hilang itu."
"Mereka menduga Oh-pek-mako pasti kabur pulang ke benua
barat, maka sepanjang jalan mereka mengintil ke utara sini dan
kebetulan engkau juga berada di daerah ini, maka sekalian mereka
mengawasi gerak-gerikmu. Sungguh sangat kebetulan engkau
berhasil menawan putra Kim-to-cecu, sebelum engkau mengetahui
siapa dia, lebih dulu Kang-congkoan sudah mendapat laporan."
"Nilai Ciu San-bin dipandang di atas sepasang singa-singaan
kemala, bila dia digiring ke kotaraja akan berarti suatu pahala besar.
Maka Kang Ciau-hai lantas menyampingkan urusan pengusutan
barang hilang dan lebih dulu mengirim berita kilat dan minta keduaPahala dan Murka - 14 33
paman gurunya berangkat siang dan malam mendatangimu untuk
membawa Ciu San-bin ke kotaraja. Ketika Ciu San-bin baru saja kau
suruh bawa pergi, sejenak kemudian mereka pun tiba."
"Wah, jika mereka tahu aku melepaskan Ciu San-bin, hukuman
mati bagi segenap keluargaku sukar terhindar." ucap Hong-hu
kuatir.
"Tapi mereka telah dapat kutipu dan terpancing pergi, hal ini
selamanya takkan diketahui mereka," ujar Tan-hong tertawa.
"Ah, kiranya engkau menggunakan Oh-pek-mako sebagai
umpan untuk memancing mereka pergi," seru Hong-hu. "Engkau
ternyata mampu memerintah kedua iblis itu, sungguh aku sangat
kagum. Cuma kalian juga mengaduk segala sesuatu di hotel itu, apa
tujuanmu?"
"Meski mereka tidak tahu engkau yang membebaskan Ciu San-
bin, tapi kehilangan tawanan penting tetap suatu kesalahan besar,"
jawab Tan-hong. "Eh. saudara sanak, engkau belajar ilmu siasat,
masa lupa pada akal Koh-Dak-ci-keh (tipu dengan membikin susah
sendiri)."
Baru sekarang Thio Hong-hu paham apa maksud tujuan orang,
ia memberi hormat dan mengucapkan terima kasih.
In Lui sendiri tidak mengerti apa yang dimaksudkan, tanyanya,
"Eh, sesungguhnya permainan apa yang kalian lakukan?"
"Jika kereta tawanan dirusak dan tawanan terlepas, bukankah
aku harus bertanggung jawab?" tutur Hong-hu. "Tapi jika
pendatang adalah musuh yang sangat lihai dan kami tidak sanggup
melawannya, itu berarti kami telah bertindak sekuat tenaga,
soalnya cuma tidak mampu menandingi penyatron dan tidak ada
tanda sengaja melepaskan tawanan, maka hukuman kesalahan ini
akan jauh lebih ringan."Pahala dan Murka - 14 34
"Tidak hanya begitu saja, dengan kebesaran namamu, kan
janggal jika engkau dikalahkan begitu saja," ujar Tan-hong. "Tapi
bila penyatron sekaligus juga mengalahkan tokoh yang lebih hebat
daripadamu, maka apa pun juga Kang-congkoan tidak enak untuk
minta pertanggungan jawabmu."
"Jika begitu, jadi maksudmu hendak memberi hajar adat kepada
Thi-pi-kim-goan dan Sam-hoa-kiam berdua, apakah kalian yakin
dapat mengalahkan mereka?" tanya Hong-hu.
Tan-hong tertawa, "Coba kalian dengarkan!"
Terdengar di balik lereng sana ramai suara orang bertempur
sengit, agaknya sedang mengejar ke arah sini.
"Masih tiga li jauhnya," kata Tan-hong. "Nah, Thio-taijin, biar
kuberi sedikit oleh-oleh padamu."
Lalu ia menyodorkan sebuah kain merah sebesar semangka,
waktu Hong-hu menerimanya dan diperiksa, ternyata isinya sebuah
kepala manusia.
Seketika berubah air mukanya, golok terus membacok ke muka
Thio Tan-hong, damperatnya, "Mengapa kau bunuh Jiteku? Apakah
ini juga tipu akalmu?"
Dari samping In Lui dapat melihat dengan jelas, kepala itu adalah
kepala Hoan Ciong yang bersama Thio Hong-hu dan Koan Tiong
disebut sebagai tiga jago utama di kotaraja.
Serangan Thio Hong-hu itu dilakukan dengan gusar, sungguh
lihainya tidak alang kepalang.
Terdengar Tan-hong menjerit, "Wah, celaka!"
Rupanya sebelumnya ia sudah siap sedia, begitu golok orang
menyambar tiba, serentak ia melayang ke sana dengan lagak
kelabakan.Pahala dan Murka - 14 35
Thio Hong-hu bertambah gusar, damperatnya, "Kurangajar! Kau
berani mempermainkan diriku, apa maksudmu?"
Tan-hong terbahak, "Haha, engkau tidak berterima kasih
padaku, mengapa berbalik memaki diriku? Coba kau lihat apa ini?"
Segera ia melemparkan sepucuk surat yang dilak rapat, bobot
sampul surat sangat enteng tapi dari jarak beberapa tombak dapat
dilemparkannya serupa orang menyambitkan senjata, rahasia.
Betapa tinggi Iwekanguya sungguh membuat tokoh kelas wahid
serupa Thio Hong-hu juga terkejut.
Waktu ia membuka sampul dan dibaca, surat ini ternyata surat
rahasia yang ditulis Koan Ciong untuk Kang-congkoan, isinya
melaporkan setiap gerak-gerik dan setiap tutur kata Thio Hong-hu
sejak berangkat bertugas, terutama tentang Thio Hong-hu
dikalahkan Tan-hong dan In Lui dalam lima jurus saja serta tidak
mau dibantu orang lain, semua itu dilaporkan. Lalu tentang Ciu
San-bin yang tertawan dan dicampurkan di antara tawanan biasa,
hal ini dilaporkan terlebih terperinci.
"Sebelumnya Koan Ciong sudah mengenali Ciu San-bin, cuma
dia tidak bicara terus terang padamu," kata Tan-hong. "Waktu itu
dia tidak sempat menulis surat, tapi mengirim orang
kepercayaannya melapor ke kotaraja secara kilat. Cuma hal itu
belum banyak akibatnya bagimu, justru surat ini bila diterima oleh
Kang Ciau-hai, tentu akan menimbulkan kerepotan."
Thio Hong-hu melemparkan goloknya sambil menghela napas,
"Ai, Jite memang tamak dan kemaruk pangkat, tak tersangka dia
sedemikian rendah moralnya."
Betapapun sudah sekian lama mengangkat saudara, menitik juga
air mata Thio Hong-hu bagi kematian Koan Ciong.Pahala dan Murka - 14 36
"Manusia rendah semacam itu masa perlu kau tangisi?" ujar In
Lui. "Betapapun kan sudah mengikat persaudaraan sekian lama,"
ujar Hong-hu. "Baik, tidak kusalahkan kau bunuh dia, boleh kau
pergi saja."
Dalam pada itu suara kejar mengejar orang bertempur semakin
dekat. Thio Hong-hu membungkus kepala Koan Ciong dan


Pahala Dan Murka Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

digantung di atas pelananya, ia berbuat demikian dengan
menghadap ke sana.
Mendadak Tan-hong melolos pedang dan menusuk Hong-hu.
"He, apa yang kaulakukan?" teriak In Lui kaget.
Dilihatnya Thio Hong-hu menjerit kesakitan sambil menoleh,
sorot matanya tampak sangat terkejut.
Serangan Tan hong ini hanya menyobek sedikit kulit daging
lengan kiri Thio Hong-hu dan tidak parah.
Tentu saja Hong-hu kaget dan gusar, baru saja ia hendak halas
melabrak orang, terdengar Tan-hong mendesis, "Lekas jemput
golokmu dan bertempur denganku!"
Baru sekarang Hong hu menyadari maksud Tan-hong, cepat ia
jemput kembali goloknya dan bertempur dengan Tan-hong, lengan
kiri yang terluka itu mencucurkan darah dan tidak sempat dibalut
lagi.
In Lui jadi tertawa geli sendiri, pikirnya. "Tingkah laku Thio Tan-
hong memang aneh dan cerdik, tipu akalnya ini pun membuat kaget
padaku."
Maklumlah, apabila Thio Hong-hu tidak kelihatan dilukai
musuh, cara bagaimana dia akan bertanggung jawab tentang
hotelnya yang diserang musuh serta terlepasnya tawanan penting.Pahala dan Murka - 14 37
Sambil bergebrak Tan-hong sempat berolok-olok, "Tadi kau
bacok aku satu kali dan tidak kena, sekarang kutusuk dirimu dan
kena, hendaknya engkau menyerah kalah saja padaku."
Thio Hong-hu serba susah melihat kelakuan anak muda itu, ia
bertempur dengan setengah hati, sebaliknya Thio Tan-hong
terkadang menyerang sungguh-sungguh dan lain saat menyerang
secara bergurau, mendadak pedangnya berputar dan melantarkan
serangan gencar pula. Karena lengan kiri terluka, hampir saja Thio
Hong-hu tertusuk lagi, terpaksa ia melayani dengan serius.
Sementara itu dari tikungan lereng gunung sana muncul
serombongan orang yang sedang bertempur dengan sengit, yang di
depan adalah Oh-pek-mako, di belakang sana seorang kakek dan
seorang tojin, jelas mereka kedua paman guru Kang Ciau-hai.
Sembari bertempur kedua Mako terus berlari ke sini, meski kalah
tapi tidak kacau.
Ketika tiba-tiba Sam-lioa-kiam Hian ceng-cu melihat Thio Hong-
hu dilabrak oleh seorang pemuda berbaju putih sehingga kerepotan,
bahkan sudah terluka, tentu saja ia heran dan sangsi, pikirnya,
"Orang macam apakah pemuda ini, masih muda belia sudah dapat
melabrak Thio Hong-hu sehingga kewalahan. Jangan-jangan
keterangan Kung Ciau-hai berlebihan dan sengaja membesarkan
kepandaian Thio Hong hu?"
Cepat ia berlagak menuiuk satu kali, lalu meninggalkan Oh-pek-
mako dan memburu ke depan sambil berseru, "Silakan mundur
dulu, Thio taijin, biar kubereskan bocah ini."
Hian leng-cu adalah tokoh terkemuka Tiam jong-pai, tipu
serangannya memang lain daripada yang lain, tertampak
pedangnya berputar terus menusuk, seketika timbul sekuntumPahala dan Murka - 14 38
bayangan bunga, menyusul ujung pedang terus menusuk ke kanan
dan ke kiri, kembali terbayang lagi dua kuntum cahaya pedang.
Setiap gerakan selalu satu jurus tiga bentuk, dua kali gerak
kosong dan satu kali serangan benar. Bunga sinar pedang yang
timbul juga satu besar dua kecil, sebab itulah dia berjuluk "Sam-
hoa-kiam" atau pedang tiga bunga. Kalau jago silat biasa saja tidak
mungkin mampu menahan sekali dua serangannya.
"Haya, celaka!" teriak Tan-hong.
"Hm, masa baru tahu sekarang?" jengek Hian-leng-cu, sekali
menabas, tiga kuntum bunga terus memburu ke depan.
Thio Tan-hong terus berputar juga mengikuti gerak pedang
lawan sehingga tidak terluka sedikit pun,
Hian-leng-cu terkejut, ginkang anak muda ini sungguh jarang
ada bandingannya, maka ia tidak berani meremehkannya lagi.
Serangannya bertambah gencar dan berubah tidak menentu.
Mendadak Tan-hong terbahak-bahak, sekonyong-konyong
selarik sinar putih bertaburan dari udara dan menembus cahaya
pedang yang berbentuk bunga itu.
Nyata cepat sekali cara Thio Tan-hong melolos pedang, waktu
Hian-leng-cu melihat jelas pedang lawan, tahu-tahu ujung pedang
anak muda itu sudah menabas tiba.
Dalam keadaan begitu jika Hian-leng-cu mengangkat pedang
untuk menangkis, tentu senjata sendiri akan tertabas kutung.
Sungguh senang sekali In Lui menyaksikan kejadian itu,
teriaknya, "Bagus!"
Tak terduga, mendadak pergelangan tangan Hian-leng-cu
membalik dan sinar perak seketika berhenti.Pahala dan Murka - 14 39
Rupanya pedang Hian-leng-cu telah menahan pedang Tan-hong,
begitu kedua pedang beradu dan segera melengket.
Tan-hong terkejut, kecepatan dan kekuatan Hian-leng-cu ini
ternyata lebih hebat daripada Thio Hong-hu.
Mendadak Tan-hong menggunakan gerakan berbahaya,
dikendurkan sedikit sehingga terdesak oleh kekuatan Hian-leng-cu,
berbareng itu mendadak pedang ditarik terus menusuk pinggang
lawan.
Hian-leng-cu tidak kalah cepatnya, pedang menyambar lewat di
atas kepala Tan-hong, serentak ia pun mendoyong ke belakang.
Walaupun cukup cepat ia menghindar, tidak urung kain jubahnya
terobek juga oleh pedang Tan-hong.
Dengan gusar Hian-leng-cu melancarkan serangan kilat lagi
sehingga Tan-hong kececar.
Tiba-tiba anak muda itu berseru, "Hanya satu-lawan-satu,
sampai kapan baru akan berakhir. Eh, boleh suruh kawanmu yang
satu itu maju saja sekalian supaya aku hemat waktu. Hai, Oh-pek-
mako, lepaskan kakek konyol itu dan kalian boleh pergi saja!"
Waktu itu Thi-pi-kim goan Liong Tin-hong lagi kerepotan
dikerubut Oh-pek-mako, mendadak terasa daya tekan lawan
mengendur, berbareng Oh-pek-mako berkata dengan tertawa,
"Untung kau, sahabat kecil kami itu tidak menghendaki
kematianmu!"
Dengan murka Liong Tin-hong hendak menyerang lagi, tapi
tongkat Mako Hitam mendadak menyambar tiba, cepat ia
mengegos, tak terduga tongkat kemala putih Pek Mako serentak
juga menyabat sehingga tepat mengenai punggungnya.
"Nah, supaya monyet tua tahu rasa!" seru Pek Mako dengan
tertawa.Pahala dan Murka - 14 40
Di tengah gelak tertawa kedua saudara aneh itu lantas tinggal
pergi. Saking kekinya hampir saja Thi-pi-kim-goan jatuh kelengar.
"Eh, monyet tua, tulang punggungmu terpukul patah tidak?"
terdengar Tan-hong menegur dengan tertawa geli.
Thi-pi-kim-goan Liong Tin-hong adalah jago tua yang sudah
terkenal selama berpuluh tahun, teriaknya murka, "Bangsat cilik
terlalu menghinaku!"
Mendadak ia gunakan senjata untuk menyanggah di tanah,
tubuhnya terus melayang maju dan menyergap ke bawah di tengah
sambaran cahaya pedang.
(Bersambung Jilid ke 15)Pahala dan Murka - 15 0Pahala dan Murka - 15 1
PAHALA DAN MURKA
Oleh : gan k.l.
Jilid ke 15
ENJATA Liong Tin-hong itu adalah tongkat dengan
kepala ukiran naga, namun ada kelebihan dua hiasan
daripada tongkat biasa, yang satu terletak pada ujung
tongkat, disitu terjulur bagian yang berbentuk serupa telapak
tangan dengan lima kaitan tajam mirip jari.
Selain itu pada batang tongkat juga penuh berduri tajam, jadi
seluruh tongkatnya kecuali bagian tanglai yang berbentuk kepala
naga, selebihnya tidak boleh disentuh, bila diputar jadi mirip lengari
orang hutan yang berbulu panjang dan bergaya hendak menerkam.
Sebenarnya menempur Sam-hoa-kiam seorang saja sudah
dirasakan payah oleh Thio Tan-hong, apalagi sekarang Thi-pi-kim-
goan ikut menerjangnya, ketika mendadak dari udara terjulur
sebuah tangan raksasa, hampir saja kepala Tan-hong tercakar oleh
ujung tongkat lawan yang tajam itu.
Keruan Tan-hong terkejut, cepat pedangnya berputar ke atas
berbareng terus menabas, sekali gerakan dua serangan.
Tan-hong tak menyangka Thi-pi-kim-goan ini sedemikian lihai,
setelah bertempur sekian lama dengan Oh-pek-mako, bahkan kena
ditonjok sekali punggungnya, ternyata masih setangkas ini.
Dalam pada itu Sam-lioa-kiam juga menyerang dengan lebih
gencar, seketika Tan-hong merasa kewalahan, tapi dia justru
bergelak tertawa dan berseru, "Haha, bagus! Biarlah kedua bangsat
tua dibereskan sekaligus supaya hemat waktu. Ayolah maju, adik
cilik!"Pahala dan Murka - 15 2
Namun In Lui tetap diam saja.
Mendadak dilihatnya langkah Tan-hong agak sempoyongan,
hampir saja tertusuk oleh pedang Hian-leng-cu, baru sempat
berkelit, tahu-tahu hampir terkait pula oleh senjata aneh Thi-pi-
kim-goan, keadaannya tampak rada gawat.
Thio Hong-hu sudah menyingkir ke sana, ia ikut cemas
menyaksikan pertarungan itu, apalagi dilihatnya In Lui ragu untuk
maju, hampir saja ia berseru mendesaknya bagi Tan-hong.
Tiba-tiba linar hijau berkelebat, In Lui putar pedang dan
melompat maju. Serentak Tan-hong bersorak gembira, sinar
pedangnya juga memanjang, segera dua jalur cahaya bergabung
dan terpancar lagi, gabungan dua pedang memang lain daripada
yang lain, seketika daya serangan berlipat ganda.
Thi-pi-kim-goan dan Satn-hoa-kiam merasa sambaran pedang
kedua lawan serupa gugur gunung dahsyatnya, mereka terdesak
hingga mundur berulang.
Ketika Hian-leng-cu mencari lubang untuk balas menyerang,
baru pedang menusuk, sekali kedua pedang In Lui dan Tan-hong
mengacip, "tiang", kontan pedang Hian-leng-cu terpotong menjadi
empat bagian. Untung dia menarik tangan dengan cepat, kalau tidak
bisa jadi jarinya ikut terpapas.
Keruan Thi-pi-kim-goan terkejut, cepat senjata aneh menangkis,
"krek", tahu-tahu ujung tongkatnya yang berbentuk cakar itu pun
tertabas kutung.
"Haha, sungguh monyet tua yang tidak tahu diri!" Tan-hong
bergelak tertawa, sebelah kakinya terus mendepak dan tepat
mengenai tulang betis lawan.Pahala dan Murka - 15 3
Thi-pi-kim-goan Liong Tin-hong tidak tahan, ia terhuyung dan
jatuh terjengkang, malahan paha tertusuk pula oleh duri tongkat
sendiri sehingga luka babak-belur.
Padahal nama Thi-pi-kim-goan dan Sam-hoa-kiam betapa
cemerlangnya di dunia kang-ouw, sekarang hanya beberapa
gebrakan saja mereka telah dikalahkan oleh kedua pemuda, selain
senjata tertabas kutung, orangnya juga terluka, tentu saja mereka
malu, sebelum Sawan mengejar tiba segera mereka melompat
bangun dan angkat langkah seribu.
Tan-hong tergelak, serunya, "Ayo, adik cilik, kejar dan tangkap
kedua monyet tua itu!"
Keruan Sam-hoa-kiam berdua tambah ketakutan dan lari
terbirit-birit.
Padahal Tan-hong hanya menakut-nakuti mereka saja, bilamana
mengejar benar, biarpun mereka tidak terluka juga pasti akan
disusul oleh anak muda itu.
Thio Hong hu juga berlagak berteriak dan bertempur mati-
matian, setelah Sam-hoa-kiam berdua lari jauh barulah ia tertawa
dan mengucapkan terima kasih kepada Tan-hong, katanya,
"Rasanya tidak percuma tusukanmu padaku tadi. Kelak bila
berkunjung ke kota-raja hendaknya sudi mampir ke tempatku."
Lalu ia memberitahukan alamatnya dan berkata pula, "Thio-
heng dan In heng, gabungan kedua pedang kalian tidak ada
tandingannya di kolong langit ini, semoga kalian tetap bersatu dan
jangan berpisah, antara sahabat bila ada sesuatu persoalan juga
hendaknya diselesaikan dengan baik."
Ia tidak tahu seluk-beluk antar keluarga kedua muda-mudi itu,
disangkanya mereka cuma bertengkar biasa saja, makanya dia
memberi nasihat.Pahala dan Murka - 15 4
Meski bicaranya ditujukan dua orang, tapi dia hanya menghadap
ke arah In Lui.
Muka In Lui menjadi merah dan menunduk tanpa bicara.
Tentu saja Hong-hu heran, seorang pendekar muda masakah
tanpa bicara sudah merah dulu mukanya, serupa anak perawan
saja.
Selagi ia hendak membujuk lagi, mendadak Tan-hong berseru.
"Lihat, mereka sudah datang."
Tertampaklah In Tiong dan Hoan Tiong muncul dari balik lereng
sana. Kiranya semalam setelah Hoan Tiong membawa keluar Ciu
San-bin, di luar dugaan dia lantas kena dibekuk oleh Tan-hong dan
Oh-pek-mako. kemudian Tan-hong memancing pergi Thio Hong-hu
dan Oh-pek-mako merobohkan kawanan penjaga dengan obat bius
serta berjaga di sekitar situ, kebetulan Sam-hoa-kiam dan Thi-pi-
kim-goan juga keluar dari hotel, segera Mako Hitam Putih
memancing mereka ke Jing-liong-kiap untuk bertempur.
Dengan sendirinya Hoan Tiong juga di tawan mereka dan diikat
pada batang pohon di selat Naga Hijau itu. Di situ pula kedua mako
bertempur seru dengan Sam-hoa-kiam berdua.
Waktu In Tiong menyusul tiba, sementara itu hari sudah terang,
dilihatnya Hoan Tiong terikat di pohon dan Oh-pek-mako sedang
bertempur dengan Sam-hoa-kiam berdua dengan sengit, sukar
baginya untuk ikut serta dalam pertarungan itu.
Maka lebih dulu ia membebaskan Hoan Tiong dan mengurut
tubuhnya yang kaku karena trrikat sekian lamanya.
Padi saat itulah Sam-hoa-kiam berdua telah dipancing pergi lagi
oleh Oh-pek-mako. Setelah Hoan Tiong sudah pulih kekuatannya
dan ingin ikut bertempur lagi, namun Sam-hoa-kiam dan Thi-pi-
kim-goan sudah dikalahkan Tan-hong dan In Lui dan kabur.Pahala dan Murka - 15 5
Selagi Thio Hong-hu hendak menjelaskan duduk perkaranya,
mendadak In Tiong meraung murka terus menerjang Tan-hong
dengan mata merah.
"Mengapa In-tongling sedemikian benci padanya?" demikian
Hong-hu merasa heran.
Hoan Tiong tidak tinggal diam, ia pun putar senjatanya ikut
mengerubut. Namun Tan-hong melayani mereka dengan lincah.
Pedih hati In Lui, ia berdiri bersandar batu dan termenung,
bingung dan camas.
"Berhenti!" bentak Thio Hong-hu mendadak.
Hoan Tiong menarik dulu senjatanya, tapi In Tiong masih terus
menyerang dengan nekat, teriaknya. "Toako, bangsat ini adalah
anak keparat Thio Cong-ciu, tidak boleh lepaskan dia."
Tentu saja Hong-hu kaget. Segera Hoan Tiong angkat senjata
hendak menerjang lagi.
Cepat Hong-hu mencegahnya, "Nanti dulu Samte, berbagai
kejadian diluar dugaan semalam, berkat bantuannya barulah kita
dapat lolos dari bahaya. Biarlah kutanya dia lebih dulu."
Segera ia membentak, "Thio Tan-hong, benar tidak apa yang
dikatakan In-tongling?"
Tan-hong terbahak-bahak, "Hahahaha! Setelah kau tahu apa
yang kau lakukan, memangnya masih kau sangsikan pribadiku?


Pahala Dan Murka Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Buat apa banyak omong dan menyelidiki asal-usulku segala?"
Hong-hu melenggong, ia pikir betul juga, umpama betul dia anak
Thio Cong-ciu, lantas mau apa? Segera ia membentak, "In-tongling.
lekas berhenti! Orang ini memang bermaksud baik kepada kita,
jangan membalas kebaikan dengan kejahatan!"Pahala dan Murka - 15 6
In Tiong melancarkan dua kali pukulan sambil berteriak, "Toako
tidak tahu, orang ini adalah musuh besar keluarga In kami. Sakit
hati tidak dibalas, sia-sia menjadi manusia."
Thio Hong-hu menjadi gusar, teriaknya, "Baiklah, boleh kau
tuntut balas, takkan kuhiraukan dirimu lagi!"
Kembali In Tiong melancarkan pukulan dan bacokan, mendadak
terdengar "trang", golok di tangan kiri telah di tabas kutung oleh
pedang pusaka Thio Tan hong.
In Lui berteriak kuatr, cepat ia melompat maju dan menangkis
serangan Tan-hong lebih lanjut.
Sebenarnya Tan-hong memang tidak bermaksud melukai In
Tiong, maka segera ia menarik pedang dan melompat keluar
kalangan.
Melihat In Lui melompat maju, semula Thio Hong-hu
menyangka dia akan mengerubut In Tiong, tentu saja ia kuatir dan
segera hendak memberi pertolongan, tapi demi melihat yang
ditangkis In Lui adalah pedang Tio Tan-hong, ia melengak, lagi
segera ia tertawa dan berkata, "Aha bagus, permusuhan memang
lebih baik diakhiri daripada berlanjut, caramu melarai sungguh
terpuji."
Lalu ia tarik In Tiong sambil berkata, "Sudah kau rasakan
kehebatannya, apakah sekarang belum lagi mau pergi."
Dengan gemas In Tiong melototi Tan-hong sekejap, diam-diam
ia menyesali diri sendiri yang giat belajar belasan tahun ternyata
kungfu sendiri tetap tak mampu mengalahkan anak musuh.
Terpaksa ia ikut pergi bersama Thio Hong-hu.
Setelah menangkis pedang Tan-hong, mendadak In Lui
menangis dan duduk di tanah. Saat itu In Tiong sudah melangkahPahala dan Murka - 15 7
pergi jauh, ia sempat menoleh dan memandang In Lui sekejap, ia
menjadi heran melihat kelakuannya.
Kuatir In Tiong balik lagi ke sana, cepat Thio Hong-hu berkata,
"Buat apa kau pikirkan urusan mereka?"
Segera ia menarik In Tiong meninggalkan lembah pegunungan
itu. Waktu In Lui menengadah, bayangan In-Tiong sudah tidak
kelihatan, ia menangis sedih dan berkeluh pelahan. "O, Koko
(kakak)!"
Tiba-tiba dirasakan Thio Tan-hong membelai rambutnya dan
berkata pelahan di sampingnya. "Adik cilik, menangislah, boleh
menangislah sepuasmu! Sebentar hatimu tentu akan terasa lega."
Karena ucapannya ini, In Lui segera berhenti menangis malah
dan mendorong pergi tangan Tan-hong, katanya, "Aku menangis
sendiri, peduli apa denganmu."
"Ai, adik cilik, buat apa engkau berbuat demikian?" ujar Tan-
hong dengan tertawa. "Di dunia ini banyak urusan yang
menyedihkan, masa engkau akan menangisinya sebanyak ini?"
Karena perasaannya tersinggung, kembali air mata In Lui
bercucuran.
"Ai, adik cilik, manusia hidup paling-paling cuma seratus tahun,
banyak urusan yang takkan terselesaikan, mengapa persoalan budi
dan benci pribadi harus dipikirkan sedemikian serius?" kata Tan-
hong pula.
Mendadak In Lui melompat bangun, damperatnya, "Hm, kau
bicara seenaknya saja."
Tan-hong merasa senang karena orang mau bicara, katanya
pula, "Ayahku menyuruh kakekmu mengangon kuda selama 20Pahala dan Murka - 15 8
tahun, tindakannya memang tidak dapat dibenarkan mereka, tapi
hal ini pun tidak dapat ditarik kembali lagi. Namun kematian
kakekmu sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan keluarga
kami, berulang-ulang telah kujelaskan hal ini, apakah engkau tetap
tidak percaya kepadaku?"
In Lui teringat kepada surat berdarah itu memang ditulis sang
kakek pada waktu masih mengangon kuda, hal ini menandakan
seumpama kakeknya tidak terbunuh oleh menteri dorna juga
berniat menuntut balas.
Tan-hong menghela napas, lalu berkata pula, "Tai-lik-kim-kong-
jiu kakakmu sungguh sangat hebat, pernah kudengar cerita guruku
bahwa di kolong langit ini yang mahir ilmu pukulan dahsyat itu
hanya terbatas beberapa orang saja, di antaranya Tang-supek harus
diakui paling lihai. Tampaknya kakakmu adalah murid Tang-
supek."
"Kungfu kakak memang ajaran Tang-supek, apakah hal ini pun
membikin sirik padamu?" kala In Lui dengan gemas.
"Bahwasannya kita bertiga sebenarnya adalah saudara
seperguruan, seharusnya kita berhubungan baik serupa anggota
sekeluarga, tapi sekarang kita justru terpecah-belah lantaran orang
yang sudah meninggal. Kita harus saling bermusuhan dan sama
tidak gembira, bukankah hal ini harus disesalkan?"
In Lui merasa seperti dikemplang kepalanya, lekas ia hindarkan
sorot mata Tan-hong yang tajam itu, pikirannya bergolak dan
menunduk diam.
Dengan menghela napas kembali Tan-hong berkata, "Jika
engkau tidak dapat memahami jalan pikiranku, maka lebih baik kita
berpiiah saja di sini agar kedua pihak tidak sama berduka."
"Nanti dulu," kata In Lui mendadak.Pahala dan Murka - 15 9
"Khm, engkau sebenarnya cukup cerdik, sekarang tentu dapat
kaupecahkan urusan ini."
"Di antara kita memang tidak ada persoalan lagi. Tapi bagaimana
dengan Ciu-toako, telah kaubawa dia ke mana? Bagaimana pula
dengan Pit-locianpwe, kau lihat dia?" tanya In Lui.
"Ciu-toako teramat mendalam memusuhi aku, maka telah
kurobohkan dia," tutur Tan hong.
"Apa katamu?" In Lui menegas.
"Waktu dia dibawa keluaroleh Hoan Tiong, pada taat itu juga
Sam-hoa-kiam berdua juga muncul, kukuatir kepergok mereka dan
membikin runyam urusan, maka kubujuk Pit-locianpwe dan dia
lekas kabur dengan menunggang kudaku, dia tidak mau menurut,
terpaksa kututuk dia dan membiarkan Oh-pek-mako menghadapi
Sam hoa-kiam berdua, aku bersama mereka berdua menunggang
kuda putih dan mengantar mereka ke tempat Na-cecu. Hiat-to yang
kututuk itu satu jam kemudian akan punah dengan sendiri, saat ini
mungkin dia sedang tidur di tempat Na-cecu."
ln Lui sangat kagum dan juga heran, namun ia sengaja berkata
dengan hambar. "Masa dalam semalam engkau dapat berbuat
sebanyak itu?''
"Kudaku sehari sanggup berlari ribuan li, hanya pekerjaan begitu
saja masih belum apa-apa," ujar Tan-hong.
Habis bicara In Lui terdiam lagi dengan murung, kembali ia
melengos menghindari sinar mata Thio Tan-hong.
Saat itu sang surya baru terbit, pemandangan selat gunung indah
permai.
Mendadak Tan-hong mengeluarkan sepucuk surat, katanya,
"Harap engkau sampaikan kepada nona Cui-hong."Pahala dan Murka - 15 10
In Lui tidak berpaling, hanya tangannya yang terjulur untuk
menerimanya. Ia tahu perpisahan dengan Tan hong sukar
terhindar, maka sedapatnya ia mengekang perasaannya agar tidak
memandang anak muda itu. sebab hal ini tentu akan menambah
rasa dukanya.
Tan-hong menghela napas dan mencemplak ke atas kudanya
serta dilarikan ke luar lembah
dengan pelahan. Dari jauh terdengar suara senandungnya yang
gagah dan mengharukan.
Terkesima In Lui memandangi bayangan Thio Tan-hong yang
menghilang di kejauhan sana. Cahaya sang surya tidak lama
kemudian memenuhi seluruh lembah.
Waktu lohor, In Lui pulang ke Im-ma-joan, rumah Na Thian-sik.
Dilihatnya Ciu San-bin sedang makan minum dan mengobrol
dengan para pahlawan.
Begitu melihat In Lui, segera Pit To hoan tertawa dan berkata,
"Semalam kami pergi dulu meninggalkan engkau di sana,
sebenarnya kami merasa kuatir, tapi mengingat Thio Tan-hong
tentu akan menjaga dirimu, maka aku pun tidak perlu cemas lagi,"
Di balik ucapannya itu seakan-akan hendak menyatakan
kekagumannya kepada Thio Tan-hong.
Na Thian-sik juga berkata, "Dengan berbagai usaha kami gagal
menolong orang, tapi begitu Thio Tan-hong datang, segala urusan
lantas terpecahkan dengan mudah. Ai, tindak-tanduk orang ini
sungguh sukar diraba."
Hek Po-ceng yang cukup mendalam permusuhannya dengan
Thio Tan-hong juga berkata, "Tampaknya orang ini memang
seorang lelaki berdarah panas, agaknya dahulu kita telah salah
menuduhnya."Pahala dan Murka - 15 11
Nyata di antara orang-orang itu Thio Tan-hong telah dijadikan
pokok pembicaraan.
Ciu San-bin memandang In Lui sekejap, lalu berkata, "Cuma
sayang dia adalah musuh In-siangkong, kalau tidak tentu kita dapat
bersahabat dengan dia."
Muka In Lui tampak merah dan tidak ikut memberi komentar.
Tiba-tiba Cui-hcng menegur. "In-siangkong, engkau juga berjasa
menolong Ciu-toako, kenapa engkau diam saja?"
"Ah, jasa apa?" ujar In Lui. "Aku tidak lebih hanya perajurit yang
menurut perintah saja."
Ciu hong tampak kurang senang, katanya, "Siapa yang dapat
memerintahmu?"
In Lui jadi tertawa geli sendiri, katanya, "Ah, maksudku nasib
telah mempermainkan diriku sehingga aku tidak dapat berbuat apa
apa."
Semua orang sama melenggong bingung karena tidak mengerti
mengapa In Lui bicara tanpa ujung pangkal itu.
Tiba-tiba Sin-bin berkata pula, "Betul juga, permusuhanmu
dengan Thio Tan-hong bukankah memang permainan nasib?"
"Ai, buat apa kalian bicara urusan tetek bengek," sela Cui-hong.
"Eh, In-siangkong. bukankah engkau akan pergi ke kotaraja?"
Selagi dia hendak menyatakan akan ikat pergi tiba-tiba In Lui
berseru, "Oya, hampir kulupa, ada sepucuk surat untukmu."
"Surat dari siapa?" tanya Cui-hong.
"Thio Tan-hong minta kusampaikan surat ini kepadamu," kata
In Lui.Pahala dan Murka - 15 12
"Aneh, mengapa Thio Tan-hong mengirim surat padaku'" ujar
Cui-hong. "Jika engkau bermusuhan dengan dia, mengapa
hubungan kalian juga serupa sahabat saja. Sungguh aneh."
Sembari bicara ia terus membuka sampul surat, serunya tiba-
tiba, "Ah, kiranya surat ayahku.'Eh, ada urusan penting apa aku
disuruh lekas pulang? In-siangkong, di sini masih ada sepucuk surat
lain dialamatkan kepadamu. O, tidak, engkau dimintai
menyampaikannya ktpada menteri Ih Kiam, tampaknya surat ini
bukan tulisan ayah. Ai, untuk apa mesti suruh sini dan minta sana."
In Lui menerima surat yang dimaksud, di atas sampul tertulis
dengan huruf indah meminta In Lui menyampaikannya kepada Ih
Kiam.
Hati In Lui berdebar sebab dikenalnya tulisan itu adalah tulisan
tangan Thio Tan-hong. Entah anak muda itu kuatir In Lui tidak mau
dimintai jasanya atau ada pertimbangan lain?
Habis membaca surat, Cui-hong merasa kecewa, katanya, "Ayah
ada urusan dan menyuruhku pulang, engkau akan pergi juga ke
kotarnja, entah kapan baru kita dapat berjumpa pula."
In Lui merasa girang karena dtpat melepaskan diri dari recokan
Cui-hong, katanya dengan tertawa, "Bilamana berjodoh tentu akan
berjumpa pula."
Semua orang sama tertawa karena mengira kedua muda-mudi
itu sedang bergurau antara calon "suami istri". Tentu saja muka
Cui-hong menjadi merah.
Esoknya para pahlawan lantas terpencar. Pit To-hoan
menyingkir ke Hoa-san untuk menghindari pencarian pihak
pemerintah. Ciu San-bin juga tidak berani tinggal lagi di pedalaman
dan bergegas akan pulang ke pangkalannya.Pahala dan Murka - 15 13
In Lui sendirian inenuju ke kotaraja, keberangkatannya diantar
oleh Cui-hong dan San-bin, mereka merasa berat untuk berpisah.
Pada waktu mau berpisah, tiba-tiba In Lui berkata, "Enci Hong,
harap engkau pulang dulu, aku ingin bicara sedikit dengan Ciu-
toako."
Mata Cui-hong menjadi merah basah, bila hari biasa tentu dia
akan marah, dan mengomeli In Lui cuma ingat kepada sang Giheng
dan tidak ingat padanya. Tapi sekarang lantaran San-bin pernah
menyelamatkan jiwanya, betapapun ia tidak dapat marah. Terpaksa
ia pulang dulu dengan mendongkol.
"Dahulu kupandang Thio Tan-hong sebagai pengkhianat,
tampaknya sekarang dia memang seorang lelaki sejati," demikian
ucap San-bin. "Setiba di kotaraja hendaknya kau selidiki dengan
jelas, jika kakekmu bukan dibikin celaka oleh keluarganya, sakit hati
mengangon kuda selama 20 tahun rasanya tidak harus menuntut
balas padanya."
Semalam suntuk Ciu San-bin sudah merenungkan hal ini,
teringat setiap orang ada jodoh sendiri-sendiri dan tidak mungkin
dipaksakan, tanpa terasa hatinya pun dingin, maka sekarang
dengan lapang dada ia dapat bicara demikian.
In Lui jadi terharu, katanya, "Urusan iri' biarlah dibicarakan
kelak. Sekarang ingin kuberi sesuatu padamu. Ah, tidak, barang ini
asalnya memang kepunyaanmu."
Sembari bicara ia pun mengeluarkan sepotong bunga karang
hijau dan disodorkan kepada San-bin, katanya pula, "Bunga karang
ini sekarang harus kembali kepada pemiliknya."
Berubah air muka San bin, tanyanya, "He, apa . . . apa artinya
ini?"Pahala dan Murka - 15 14
In Lui tertawa, "Ini kan barang keluargamu, dulu aku cuma
pinjam pakai saja, sekarang sudah waktunya kukembalikan
padamu."
San-bin menjawab dengan kurang senang, "Adik In, kita segera
akan berpisah, buat apa engkau berkelakar lagi denganku?"
Tapi In Lui berkata dengan serius, "Toako, ada suatu
permohonanku padamu, engkau sudi menerima tidak?"
"Antara kita serupa saudara pendiri, asalkan tenagaku sanggup
mengerjakannya pasti akan kuterima permintaanmu."
"Urusan ini teramat mudah dikerjakan," ujar In Lui dengan
tertawa.
San-bin bukan orang bodoh, melihat kelakuan In Lui, dapatlah
diduga apa maksud orang, ia mendongkol dan juga pedih, selagi ia
hendak bicara, terdengar In Lui berkata pula. "Kasihan nona Giok
itu cinta kasmaran padaku. Mana boleh kukelabui dia selamanya
dan membikin susah masa mudanya?"
"Memangnya sangkut-paut apa urusan ini denganku?" ucap San-
bin dengan gusar.
Mata In Lui menjadi merah basah, "Aku yatim piatu, sekarang
ada kesulitan, akan kuminta tolong kepada siapa jika tidak
kepadamu? Hanya engkau yang dapat menyelesaikan kesukaran ini.


Pahala Dan Murka Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siokco dan Hong-thian-lui Ciok Ing juga kenalan baik, kukira kalian
sungguh sangat cocok satu sama lain."
"Apa? Bukankah caramu ini sengaja membikin susah orang
lain?" jawab San-bin.
"Memangnya kaukira apa permintaanku padamu? Bukan
maksudku menyuruhmu segera mengawini nona Ciok, untuk apa
kau gugup? Aku hanya minta engkau menerima kembali bungaPahala dan Murka - 15 15
karang ini, bila tiba saatnya yang tepat hendaknya engkau suka
menjelaskan kepadanya duduk perkara yang sebenarnya, masa
engkau tidak mau meluluskan permintaanku ini?"
Melihat orang memohon dengan sangat, yang diminta juga
urusan lumrah, terpaksa San-bin tidak dapat menolak dan
menerima bunga karang hijau itu.
In Lui tertawa cerah dan mengucapkan terima kasih, lalu
melarikan kudanya.
Ciu San-bin menyaksikan kepergian nona itu dengan tercengang,
pikirannya bergolak dan tak keruan rasanya, bingung seperti
kehilangan sesuatu. Entah pahit entah getir, entah suka entah duka.
Sepanjang jalan tidak terjadi sesuatu, beberapa hari kemudian
sampailah In Lui di kotaraja.
Kotaraja waktu itu adalah Pakkhia atau Peking sekarang.
Sejak pertengahan jaman kerajaan Kim (tahun 1153) Peking
dijadikan kotaraja dan terul berkembang sesuai dengan kondisi
sebuah ibukota.
Ketika raja Sengcoh pada dinasti Bing (Ming), dari ibukota
semula di Nanking dipindahkan juga ke Peking, maka jadilah Peking
koia ternama dan terbesar di seluruh Tiongkok.
Begitu In Lui masuk ke kotaraja, dilihatnya gedung megah
berjajar di kedua tepi jalan, orang berlalu lalang dengan jalan raya
yang lebar, toko ramai dikunjungi pembeli, suasana semarak.
Lebih dulu In Lui mendapatkan sebuah hotel, ia pikir di kotaraja
ini tidak ada kenalan, sedangkan Ih Kiam adalah seorang menteri,
apakah orang mau menerimanya atau tidak belum lagi diketahui,
pula di mana kediamannya juga lidak tahu.Pahala dan Murka - 15 16
Tapi lantas terpikir pula olehnya, "Jika perwira muda itu jelas
adalah kakakku, saat ini dia juga berada di kotaraja, sepantasnya
kucari dia lebih dulu."
Seketika beriaknya terbayang kembali sorot mata sang kakak
yang penuh dendam terhadap Thio Tan-hong itu. Ia menghela
napas, pikirnya pula, "Dalam keadaan terburu-buru tempo hari
takdapat kujelaskan persoalan ini kepada Koko. Betapapun di dunia
hanya dia saja sanak keluargaku terdekat, biarpun aku akan
didamperat olehnya juga harui kuceritakan isi hatiku kepadanya.
Tapi bilamana koko menghendaki aku menuntut balas bersama dia.
lantas bagaimana baiknya? Beberapa kali Thio Tan-hong telah
manyelamatkan jiwaku, mana boleh kucelakai dia malah? Ai,
terpaksa harus bertindak menurut keadaan nanti."
Begitulah sejak dia tahu jejak sang kakak, rasa senang dan rasa
kuatir harus menuntut balas jadi tercampur-baur dan membuat
pikirannya kusut dan bingung.
Apa pun juga dia harus mengakui kakak sendiri, untuk mencari
kakaknya bukanlah pekerjaan sulit, sebab segera ia teringat kepada
Thio Hong-hu.
Tempo hari Thio Hong-hu pernah berkata kepadanya apabila dia
datang ke Peking hendaknya mampir ke rumahnya, dengan
sendirinya alamatnya telah diberitahukan kepadanya.
Maka selelah tiga hari tinggal di hotel dan jalan kota Peking
sudah mulai dikenal, pada hari keempat ia lantas datang ke rumah
keluarga Thio menurut alamat yang diketahuinya.
Keluarga Thio tidak terhitung orang kaya, namun rumahnya
cukup luas, dipandang dari luar terlihat dikelilingi pagar tembok,
pepohonan jarang-jarang di pekarangan dalam, bangunannya juga
cuma terdiri dari empat-lima rumah biasa saja.Pahala dan Murka - 15 17
In Lui merasa tidak mengerti mengapa begitu banyak halaman
dibiarkan kosong. Tapi lantas terpikir olehnya Thio Hong-hu adalah
komandan pasukan pengawal, di rumah tentu perlu lapangan
latihan Kungfu.
In Lui lantas mengetuk pintu dan mohon bertemu.
Penjaga mengamat-amati In Lui sejenak, akhirnya menjawab,
"Engkoh cilik, maaf, Taijin kami hari ini tidak menerima tamu."
"Dari mana kau tahu dia tidak mau menerima diriku?' tanya In
Lui dengan mendongkol.
"Taijin sudah memberi pesan, selama beberapa hari ini kecuali
teman sejawat sendiri tidak menemui tamu siapapun," jawab si
penjaga.
"Justru aku adalah tamu undangan Taijin kalian, masa takkan
diterimanya?" ujar In Lui.
Kembali penjaga itu mengamat-amati In Lui, lalu berkata sambil
menggeleng, ''Tidak, aku tidak percaya."
Sikapnya mengandung rasa sangsi dan menghina, seperti tidak
percaya anak muda begini saja bisa diundang sang majikan.
Saking mendongkol In Lui lantas berkata, "Jika tidak
kaulaporkan kepada Taijinmu, biarlah aku masuk sendiri."
Sembari bicara sekenanya ia pegang ruji pintu besi dan
digoyangkan, ruji besi sebesar jari itu mendadak melengkung.
Hal ini membuat si penjaga melengak, cepat ia ganti haluan dan
berkata. "Eh, engkoh cilik jangan marah, biarlah kulaporkan
bagimu. Cuma Thio-taijin mau menemuimu atau tidak tak dapat
kujamin."
Selang tak lama, penjaga itu keluar lagi sendirian dan berkata,
"In-siangkong, Taijin kami menyilakan engkau masuk ke dalam.Pahala dan Murka - 15 18
Masuklah langsung melalui jalan sebelah kanan, lalu membelok kc
kiri, di situ ada sebuah pintu yang cuma dirapatkan ?aja, silakan
dorong pintunya dan masuk saja, Tayjin kami berada di halaman
sana. Aku harus menjaga pintu sehingga takdapat membawa
engkau ke sana."
Diam-diam In Lui mendongkol karena Thio Hong-hu tidak
menyambut kedatangannya, ia pikir betapapun orang tetap seorang
pembesar.
Tanpa omong lagi ia masuk ke dalam menurut petunjuk si
penjaga tadi, setiba di luar pintu yang dimaksudkan, selagi berpikir
cara bagaimana harus bicara dengan Thio Hong-hu, mendadak
terdengar suara tertawa orang yang sudah dikenalnya. Jelas itulah
suara Ciamtai Biat-beng.
Keruan In Lui terkejut; cepat ia mendorong pintu dan masuk ke
dalam, dilihatnya sebuah lapangan penuh berjubel Busu (jago silat)
perwira Han-lim-kun dan Kim-ih-wi (jago pengawal berseragam
satin). Thio Hong-hu kelihatan berdiri di barisan depan, melihat
kedatangan In Lui, ia mengangguk dari jauh sebagai tanda memberi
salam.
Di tengah kalangan Ciamtai Biat-beng indang bertanding kungfu
dengan seorang Busu, begitu kedua tangan beradu, mendadak ia
tertawa, Laki kiri menjegal dengan cepat dan kontan Busu itu
terguling.
"Eh, bangun, coba lagil" seru Ciamtai Biat-beng dengan tertawa.
Seorang Busu lain lantas melompat maju dan berseru, "Biar aku
juga belajar kenal dengan kungfu Ciamtai-ciangkun yang hebat!"
"Bagus!", sambut Ciamtai Biat-beng.
Segera Busu itu pasang kuda-kuda, langsung ia menghantam,
pukulannya dahsyat, tenaganya kuat.Pahala dan Murka - 15 19
Ciamtai Biat-beng menangkis dengan sama kuatnya, namun
Busu itu sama sekali tidak tergetar.
In Lui sangat heran, ia tahu Ciamtai Biat-beng adalah pengawal
pangeran Watze, mengapa bisa berada di rumah Thio Hong-hu dan
sedang bertanding kungfu dengan jago silat Tiongkok?"
Karena Thio Hong-hu asyik memperhatikan pertandingan di
tengah kalangan, In Lui tidak enak untuk mengajaknya bicara,
terpaksa ia mencampurkan diri di tengah orang banyak dan
mendengarkan berbagai komentar penonton.
Sesudah mendengarkan pembicaraan orang banyak baru
diketahui In Lui apa yang terjadi.
Kiranya sudah sekian hari Ciamtai Biat-beng sampai di kotaraja
dan telah berhubungan karib dengan para Busu, dengan sendirinya
saling membicarakan ilmu silat masing-mssing dan tidak lupa pula
saling membual.
Ciamtai Biat-beng terkenal sebagai jago nomor satu di negeri
Watze, dengan sendirinya ada sementara Busu ingin belajar kenal
dengan ilmu silatnya.
Watak Ciamtai Biat-beng memang suka terus terang, ditambah
lagi dia juga ingin tahu betapa lihai jago silat negeri tengah ini. Maka
dia lantas minta perantaraan Thio Hong-hu agar mengundang
beberapa tokoh terkemuka ibukota untuk saling menguji
kepandaian masing-masing.
Sebenarnya urusan uji menguji kungfu adalah kejadian biasa di
dunia persilatan. Namun Ciamtai Biat-beng terkenal sebagai jago
nomor satu negeri Watze, mau-tak-mau pertandingan ini
mengandung makna pertarungan di antara kedua negeri juga. Maka
banyak jago silat yang berjiwa patriot sama berebut maju untuk
menguji lawan, bila Ciamtai Biat-beng dapat dirobohkan tentu akanPahala dan Murka - 15 20
dirasakan sebagai suatu kemenangan gemilang dan
membanggakan. Lantaran itulah suasana pertandingan berubah
menjadi tegang dan hal ini tentu saja di luar dugaan Ciamtai Biat-
beng.
Pertandingan sudah berlangsung selama tiga hari, berturut-
turut Ciamtai Biat-beng telah mengalahkan delapan jago kelas
tinggi di ibukota. Hari ini adalah hari terakhir, jika tetap tidak ada
yang mampu melawannya, hal ini berarti aib bagi jago silat
Tiongkok umumnya. Sebab itulah perasaan semua orang diliputi
ketegangan dan tertekan.
Yang bertanding dengan Ciamtai Biat-beng di tengah kalangan
sekarang adalah wakil komandan Han-lim-kun, namanya Nyo Wi,
dia meyakinkan kungfu kekebalan sejenis Thi-po-san, ia yakin
mampu menahan tenaga pukulan Ciamtai Biat-beng.
Sementara itu mereka sudah bergebrak belasan jurus, yang
digunakan Nyo Wi adalah 18 jurus pukulan Tiangkun yang dahsyat.
Sebaliknya Ciamtai Biat-beng menggunakan ilmu pukulan yang
sangat umum, dengan ringan saja ia dapat menangkis setiap
pukulan Nyo Wi yang kuat itu.
Lambat-laun Nyo Wi mulai mandi keringat, ilmu pukulannya
juga mulai kacau.
Tiba-tiba Ciamtai Biat-beng berseru, "Nyo-tongling, silakan
engkau juga istirahat dulu?"
Serentak ia menggeser langkah, sekaligus ia melancarkan tiga
kali pukulan, kedua tangan Nyo Wi tertangkis ke samping, secepat
kilat Ciamtai Biat-beng mendesak maju terus menyodok dengan
sikutnya, kontan Nyo Wi jatuh.Pahala dan Murka - 15 21
"Maaf!" ucap Ciamtai Biat-beng sambil membangunkan Nyo Wi.
Lalu sambungnya "Ini adalah babak kesepuluh, siapa pula yang sudi
memberi petunjuk lagi??"
Thio Hong-hu tidak tahan lagi, segera ia melompat maju,
katanya sambil memberi hormat! "Sekarang giliranku untuk belajar
kenal dengan kungfu Ciamtai-ciangkun yang lihai!"
Ciamtai Biat-beng tergelak, "Haha, bagus! Sudah lama kudengar
Thio-taijin adalah jago nomor satu di kotaraja ini. sungguh
beruntung sekarang dapat belajar kenal dengan kungfu Taijin!"
Jika pertarungan ini jadi berlangsung akan berarti pertandingan
di antara jago nomor satu di antara kedua negara, bila Thio Hong-
hu kalah, maka yang lain lain pun tidak perlu turun lagi.
Segera Thio Hong-hu mengucap "silakan", keduanya lantas
berdiri Derhadupan dengan sikap menghormat, tapi diam-diam
sama mengerahkan tenaga dalam.
Ciamtai Biat-beng tersenyum, sekali bergerak segera ia
melancarkan jurus serangan "pek-wan-tam-lo" atau lutung putih
mencari jalan, kontan dia menghantam kepala Thio Hong-hu.
Cepat Hong-hu menangkis sambil menggeser ke samping, segera
ia balas menyabat iga lawan. Namun Ciamtai Biat-beng memang
sangat lihai, serangannya sebentar benar sebentar pura-pura saja,
mendadak pukulannya berubah menjadi tutukan yang mengincar
dada musuh.
Bilamana tutukan ini kena dengan tepat pasti Thio Hong-hu akan
roboh terkulai. Akan tetapi Hong-hu pun bergerak sama cepatnya,
sedikit mendak ke bawah, kontan ia balas memukul perut.
Tapi Ciamtai Biat-beng lantai menggeser maju ke samping,
berbareng menabas tangan musuh.Pahala dan Murka - 15 22
Para Busu sama berseru kuatir, terdengar suara "plak", kedua
tangan beradu, kedua orang sama melompat mundur.
Melihat komandan mereka cukup kuat melayani lawan, para
Busu sama merasa senang, hanya In Lui saja yang diam-diam
merasa kuatir.
Setelah tiga gebrakan, Thio Hong-hu harus mengerahkan
segenap perhatian, tampaknya sangat tegang, sebaliknya Ciamtai
Biat-beng masih tenang tenang saja dan tidak banyak mengeluarkan
tenaga, namun setiap pukulannya membawa deru angin yang keras.
Beberapa jurus lagi, dahi Thio Hong-hu mulai berkeringat, para
Busu belum lagi merasakan sesuatu, tapi In Lui sudah tahu gelagat
tidak enak.
Meski belum tertampak tanda Thio Hong-hu akan kalah, tapi ia
pikir kungfu Thio Hong-hu setingkat dengan Thio Tan-hong, waktu
Ciamtai Biat-beng mencoba kepandaian Tan-hong di dalam
kuburan kuno itu, Tan-hong hanya mampu bertahan 50-an jurus
saja, biarpun Thio Hong-hu lebih kuat daripada Tan-hong, paling-
paling ia hanya sanggup menandingi 70-an jurus saja. Sekarang
mereka sudah bergebrak mendekati 50 jurus, mungkin Thio Hong-
hu sukar terhindar dari kalah.
Rupanya Hong-hu juga menyadari gelagat tidak
menguntungkan, setelah beberapa jurus lagi, napasnya tambah
memburu, ia pikir kekalahan dirinya tidak menjadi soal, cuma
pamor dunia persilatan Tionggoan juga akan merosot karenanya,
inilah yang membuatnya keberatan.
Karena gelisah, segera ia mengerahkan segenap tenaga dengan
jurus serangan yang berbahaya, pada saat yang sama Ciamtai Biat-
beng juga sedang melancarkan pukulan dahsyat, "plak", terjadi adu
tenaga dalam kedua orang dan sukar terpisahkan.Pahala dan Murka - 15 23
Pertarungan ini membuat para penonton sama kebat-kebit,
kedua orang kelihatan saling tahan dengan mata melotot serupa
ayam aduan. Sejenak kemudian desah napas Thio Hong-hu tambah
keras, butiran keringat juga menghias jidatnya, tampaknya mulai
kewalahan.
Dalam keadaan demikian siapa pun tidak mampu melerai
mereka, tiada seorang pun yang memiliki tenaga yang dapat
memisahkan mereka.
In Lui merasa kuatir juga, bila pertarungan ini terus
berlangsung, akibatnya umpama Thio Hong-hu tidak mati juga
pasti akan terluka parah, sedangkan dirinya jelas tidak sanggup
menolongnya, diam-diam ia tambah gelisah.
Saking tegangnya, para penonton sama ikut menahan napas
sehingga suasana sunyi senyap, jatuhnya jarum saja mungkin
terdengar.
Pada detik yang gawat itu. tiba-tiba terdengar orang berdehem,
entah dari mana tahu-tahu di tengah kalangan sudah bertambah


Pahala Dan Murka Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang lelaki berusia lima puluhan dengan wajah kuning gelap dan
berjenggot cabang tiga, berbaju longgar dan membawa kipas daun
yang sudah bobrok.
Para penonton asyik mengikuti pertarungan sengit di tengah
kalangan sehingga tidak tahu cara bagaimana kemunculan orang
ini, semuanya sama tercengang.
Hanya sekejap saja pendatang ini sudah berada di depan kedua
orang yang sedang bertanding, ia berkata dengan tertawa, "Eh,
kedua Toaya tentu sudah lelah, silakan mengaso dulu!"
Berbareng itu secepat kilat kipasnya memisah ke tengah,
serentak terdengar suara gemerisik, kipas daun itu robek menjadi
beberapa potong. Thio Hong-hu berteriak dan melompat ke sana,Pahala dan Murka - 15 24
Ciamtai Biat-beng juga terhuyung-huyung mundur dengan air
muka kaget dan heran.
Hendaknya dimaklumi bahwa gerak memisah si kakek aneh ini
sungguh luar biasa, bahwa dengan kipasnya dapatlah dia
menghalau tenaga dalam kedua orang yang sedang saling labrak itu,
hanya kipasnya saja yang rusak dan dia sendiri tidak cedera sedikit
pun, kepandaiannya menghapus tenaga lawan ini harus digunakan
dengan tepat dan pribadinya sendiri juga harus menguasai lwekang
yang maha tinggi, kalau tidak jiwanya sendiri yang akan menjadi
korban.
Selagi semua orang sama terkesiap, terdengar Ciamtai Biat-beng
bergelak tertawa, "Haha, sungguh beruntung hari ini dapat
berjumpa dengan orang kosen, kebetulan dapat kuminta petunjuk
seperlunya."
Dengan lagak gugup kakek aneh yang serupa orang udik itu
berkata, "Ah, jangan Ciamtai-ciangkun bergurau, orang tua
kampungan serupa diriku mana tahu urusan?"
Ciaintai Biat-beng tampak kurang senang, katanya, "Apakah
Losiansing tidak sudi memberi petunjuk??
Dari jauh mendadak telapak tangannya menabas, terdengarlah
suara "bret", belasan jalur robekan kipas itu sama terputus
terpotong seperti ditabas oleh senjata tajam.
Semua orang sama terkejut pula dan juga tidak mengerti.
Gerakan menabas dengan telapak tangan dari jarak jauh Ciamtai
Biat-beng itu jelas teramat lihai dan sudah mencapai puncaknya, hal
inilah yang mengejutkan mereka.
Adapun yang membuat mereka tidak mengerti adalah cara si
kakek aneh memisah tadi jelas juga sangat hebat, mengapaPahala dan Murka - 15 25
sekarang dia tidak melawan tabasan Ciamtai Biat-beng itu sehingga
kipasnya dihancurkan sama sekali.
Mereka tidak tahu bahwa serangan Ciamtai Biat-beng ini
dilancarkan di luar dugaan dengan tenaga dalam maha lihai,
seketika si kakek aneh tidak sempat menangkis, terpaksa ia harus
mengerahkan tenaga untuk melindungi tubuh sendiri tanpa
menghiraukan kipas lagi.
Lwekang yang maha tinggi ini hanva dapat dipahami oleh tokoh
semacam Thio Hong-hu saia. maka diam-diam ia harus mengakui
hahwa di dunia ini memang masih ada orang yang lebih lihai di atas
orang yang lihai, bukan saja Ciamtai Biat-beng jauh lebih dari
padanya, bahkan kakek yang kelihatan kampungan ini pun di atas
dirinya. Bilamana mereka berdua jadi bertanding lagi, siapa yang
lebih unggul sukar lagi ditentukan. Karena itulah hati Thio Hong-hu
menjadi tidak tentram.
Maklumlah, resminya Ciamtai Biat-beng adalah anggota utusan
kerajaan Watze, maksud pertandingan Thio Hong-hu dan
kawannya dengan dia tidak lain hanya ingin meruntuhkan
keangkuhannya supaya dia tahu di daerah Tionggoan cukup banyak
orang pandai, namun begitu juga tidak sampai akan membikin
susah padanya. Sedangkan kakek aneh ini tidak diketahui asal-
usulnya, bilamana kedua orang bergebrak benar, akibatnya pasti
ada yang cedera, untuk ini jelas Thio Hong-hu sendiri yang harus
bertanggung jawab.
Karena pikiran ini, ia menjadi serba salah bila kedua orang itu
jadi bertanding lagi.
Didengarnya si kakek lagi berkata sambil mengangkat kipasnya,
"Ai, kipasku telah kau rusak, biarlah kuberikan saia kepadamu kipas
ini!"Pahala dan Murka - 15 26
Mendadak ia menyelentik. kipas yang sudah tersisa gagang saja
mendadak meluncur ke depan dan mengarah batok kepala Ciamtai
Biat-beng.
Hal ini pun di luar dugaan Ciamtai Biat-beng, jarak mereka
sangat dekat, ingin berkelit pun tidak sempat lagi. Padahal dari
denging suaranya jelas sambaran gagang kipas itu sangat keras.
"Kungfu jari sakti yang hebat!" teriak Ciamtai Biat-beng
mendadak.
Selagi para Busu berteriak kaget, tertampak pada detik yang
paling berbahaya itu ia mendadak mengebalkan lengan bajunya,
"bles", lengan bajunya tertembus sebuah lubang dan gagang kipas
itu masih terus menyambar ke sana dan menancap pada batang
pohon di kejauhan sana.
"Setelah melihat tenaga jarimu, marilah sekarang kucoba lagi
ilmu pukulanmu," kata Ciamtai Biat-beng sambil meloncat ke atas,
belum lagi tubuhnya turun ke bawah, sekaligus ia melancarkan dua
kali pukulan beruntun.
Lekas kakek aneh itu menolak dengan kedua tangannya sambil
berteriak, "Haya, masa engkau benar-benar hendak menghajar
orang kampung macam diriku ini?"
Ciamtai Biat-beng berputar di udara sambil mendengus, begitu
kaki menempel tanah, kembali ia menghantam pula.
"Wah, bisa rontok tulangku yang sudah lapuk ini!" teriak si kakek
City Of Crystal 5 Pendekar Gila 31 Peti Mati Untuk Pendekar Gila Makam Bunga Mawar 1
^