Pencarian

Teka Teki Ganda 1

Nancy Drew Teka Teki Ganda Bagian 1


1 Lenyapnya Seorang Peragawati
"Nancy!" seru Eloise Drew gembira sambil membuka pintu
apartemennya.
"Sungguh senang aku melihat engkau!"
"Jadi kita berdua yang senang, bibi,", kata gadis berumur
delapanbelas itu. "Maksudku, kita berempat!"
Gadis detektif itu melambaikan tangannya ke kedua temannya,
Bess Marvin dan George Fayne. Keduanya sedang menyeret kopor-
kopor besar di atas karpet ruang depan.
"Tahukah bibi, bahwa kami hendak tinggal di sini untuk
selamanya?" kata Nancy menggoda.
Sementara itu ketiga gadis tersebut meletakkan kopor-kopor
mereka di apartemen.
Bibi Eloise tertawa.
"Mudah-mudahan saja engkau sudah siap menerima tugas yang
akan kuberikan kepada kalian, melihat kopor-kopor yang kalian bawa
itu. Ini mengenai misteri seorang peragawati."
Mata bibi yang coklat seperti mata anak kijang itu berbayang
nakal ketika menatap wajah kemenakannya yang nampak terkejut.
Nancy adalah anak perempuan Carson Drew, kakak bibi Eloise. PakDrew adalah seorang pengacara terkenal di River Heights. Nancy
sering kali membantu ayahnya dalam menangani berbagai perkara,
dan ia sendiri telah memperoleh nama baik sebagai seorang detektif
amatir.
Bess dan George juga nampak heran.
"Kukira semula, bahwa kami tinggal di sini untuk menonton
pameran busana guna mencari dana dan berlibur mencari hiburan,"
kata Bess. Tangannya menyibakkan seberkas rambutnya yang pirang
ke belakang telinga.
"Di situkah misteri peragawati itu?" tanya George. Tidak
seperti sepupunya yang gemuk, George adalah jangkung semampai
dengan rambut hitam yang dipotong pendek.
"Ya dan tidak," jawab bibi Eloise. "Ingatkah kalian? Aku
pernah mengatakan kepada kalian bahwa aku ikut sebagai anggauta
panitia penyelenggara pameran busana untuk mencari dana. Nah,
salah seorang peragawati kami telah menghilang. Padahal seharusnya
hari ini ia datang untuk latihan, tetapi ia juga tidak ada di rumahnya.
Rupanya tak seorang pun tahu di mana dia berada. Namanya
Jacqueline Henri. Barangkali kalian pernah mendengar namanya."
"Wah, dia sungguh hebat," katanya seperti tak sadar. "Kurus
kering, berambut hitam dan bermata ungu. Ia banyak dipasang sebagai
penghias majalah. Ingin sekali aku bertemu dia!"
"Aku sudah merencanakan memperkenalkan kalian kepadanya
nanti malam"
" Bagaimana kalau kami belum dapat menemukan dia sebelum
pameran dimulai?" kata Nancy. Ia menarik kesimpulan, bahwa
pencarian itulah yang dimaksudkan sebagai tugas mereka."Anda akan macet tanpa seorang peragawati," kata George
kepada bibi Nancy.
"Tidak. Tidak akan macet," kata bibi Eloise. "Kalau engkau
berjanji tak akan menghilang pula dariku, Nancy, aku ingin engkau
yang menggantikan Jacqueline."
"Aku? Wah, tidak bisa!" gadis itu menolak.
"Tentu saja engkau bisa," sahut Bess. "Engkau sudah pernah
menjadi peragawati dulu."
"Tetapi hanya untuk Himpunan Ibu-ibu," kata Nancy. "Selain
itu, bagaimana aku dapat mengenakan baju yang dirancang untuk
Jacqueline? Ia tentu lebih langsing dari aku, dan aku tak mempunyai
warna-warnanya yang sama dengan dia."
"Kau juga langsing," kata bibi Eloise. Ia melangkah mundur
mengamati kemenakannya. "Warna rambut dan kulitmu juga bagus.
Engkau akan melihatnya sendiri."
"Tetapi bagaimana dengan Jacqueline?" tanya Nancy.
Bibi Eloise mengatupkan bibirnya.
"Aku belum tahu apa yang harus kupikirkan. Marjorie Tyson,
wakil ketua panitia, telah berusaha mencarinya sejak pagi tadi."
"Barangkali ada sesuatu yang terjadi atas dia," kata Bess.
"Atau mungkin ia memang tak dapat dipercaya," sambung
sepupunya.
"Ah, aku tak ingin kalian menyulitkan diri sebelum pameran itu
selesai," kata bibi Eloise. "Kami mengharapkan lebih dari limaratus
pengunjung, dan tentu saja kami tak dapat mengecewakan mereka."
Meskipun acara itu masih beberapa jam lagi pelaksanaannya,
gadis-gadis itu segera mandi dan berganti baju. Bibi Eloise meneleponbeberapa kali, dan ketika akhirnya ia meletakkan gagang telepon, ia
menghela napas lega.
"Semuanya sudah diatur. Kita harus ke hotel selekas-lekasnya,"
kata bibi, sambil menjengukkan kepalanya ke kamar ketiga gadis.
"Pak Reese."
"Richard Reese perancang mode yang terkenal itu?" Bess
menyela.
Bibi Eloise mengangguk.
"Ia perlu bertemu engkau untuk mengepas pakaian Nancy."
"Aku sudah hampir siap," kata gadis detektif itu, jari-jarinya
mengutik-utik ritsleting bajunya dengan gugup.
"Cantik sekali, Nancy," kata bibinya. "Tetapi mengapa tak
kaubawa saja ke sana? Engkau dapat berganti setelah pameran
selesai."
"Eh, engkau benar, bibi," kata Nancy, sementara Bess dan
George saling membantu mengancing baju mereka.
"Cepat, kura-kura yang lamban," George menggoda Nancy.
Sementara itu Nancy melepaskan roknya dan berganti, serta
mengganti sepatu satinnya dengan sepatu berhak kulit.
Ia memasukkan semuanya itu ke dalam tas yang dilengkapi
dengan kantung-kantung alat-alat, kemudian mengikuti kedua
temannya menuju ke kamar duduk. Bess tertawa ketika George
mendekati Nancy, matanya menatap rambut Nancy yang kecoklatan
dan acak-acakan.
"Apa yang lucu?" tanya Nancy.
George melepaskan sebuah jepit rambut Nancy." Penata rambut akan membereskan sisiranmu," kata bibi
meyakinkan kemenakannya ketika mereka berangkat.
Ketiga gadis itu tak memperbincangkan lagi masalah
peragawati di sepanjang jalan menuju Rockefeller Centre melalui
Fifth Avenue. Taksi mereka terpaksa berhenti sebentar ketika dua
sedan besar menyelip ke dalam deretan lalulintas. Hal itu memberi
kesempatan bagi Nancy untuk memandangi para pemain skate atau
sepatu luncur di lapangan di bawah sana. Para pemain skate itu
meluncur sesuai dengan irama musik.
Ketika taksi mulai berjalan lagi, Nancy dan Bess yang duduk di
dekat jendela mobil melihat seorang wanita muda yang menarik di
antara para pejalan kaki di Fifth Avenue. Wanita itu mengenakan baju
berbulu serta sebuah topi yang sesuai, yang hampir-hampir menutupi
rambutnya yang hitam lebat.
"Itu Jacqueline Henri!" seru Bess, sementara peragawati itu
berlari ke sudut jalan di belakang mereka.
"Engkau yakin?" tanya Nancy.
"Aku yakin."
Seketika itu pula, bibi Eloise yang terjepit di antara para gadis,
segera mengulurkan tangannya ke pintu taksi.
"Berhentilah," katanya kepada sopir. Tetapi ia segera menarik
kembali permintaannya, ketika dilihatnya Jacqueline naik ke sebuah
taksi, yang rupanya menuju ke kota bawah, jauh dari tujuan mereka
sendiri.
"Kita juga tak dapat menangkap dia," katanya menyimpulkan.
"Apakah Jacqueline tinggal di sekitar sini?" tanya Nancy."Di seberang sana Rockefeeller Center. Dekat Broadway,
kukira," jawab bibi Eloise. "Barangkali ia mendapat kesulitan mencari
taksi di sana, lalu berjalan kaki sampai di sini."
"Setidak-tidaknya kita tahu bahwa ia tak apa-apa," kata Bess.
"Bibi, kaubilang bahwa sudah banyak orang yang mencarinya
sejak pagi," kata Nancy. "Apakah benar-benar sudah ada yang pergi
mencari di rumahnya?"
"Barangkali belum. Semua orang sedang sibuk di ruang dansa
hotel."
"Apakah nona Henri mendapatkan pelayanan yang cukup?"
tanya Nancy selanjutnya.
"O, tentu. Boleh kukatakan, setiap peragawati yang bekerja
tentu mendapatkannya."
"Tetapi ia tak meninggalkan pesan-pesan?" tanya George.
"Tidak. Tak ada penjelasan tentang ketidakhadirannya."
"Aneh," kata Nancy. "Menurutku, ia tak akan mungkin menjadi
peragawati yang top jika berbuat tak bertanggungjawab demikian.
Padahal jelas ia masih ada di kota ini. Ia ?kan dapat menelepon."
Mereka tak berkata-kata lagi hingga sampai di hotel. Tetapi
sekarang sinar matahari terakhir telah mulai memudar di antara
gedung-gedung tinggi. Ketika mereka turun dari taksi dan tersenyum
kepada penjaga pintu, tinggal sisa-sisa cahaya yang temaram.
Nancy menghela napas panjang ketika penjaga itu membukakan
pintu, mempersilakan para tamu itu masuk ke lobby yang berdinding
berlapis kayu, bibi Eloise menuntun mereka ke sebuah ruangan yang
bersambung pada ruang-ruang makan melalui lantai yang
berpermadani beledu. Ruangan itu penuh dengan rak-rak pakaian.Aku tak sabar lagi untuk melihat segalanya, kata Bess sambil
menghela napas. Ia memandangi seorang gadis sedang mengambil
sebuah celana berwarna merah yang lunak dari salah satu rak.
"Yang mana akan dikenakan Nancy?"
George melihat sehelai pakaian berwarna biru-hijau pada rak
yang sama, yang bertanda REESE.
"Apakah itu barangkali?" katanya.
"Bukan," jawab bibi Eloise. "Karena pergantian peragawati,
pak Reese telah melakukan pergantian-pergantian dalam pilihannya.
Ayo, semua ikut aku."
"Misalkan saja Jacqueline muncul pada waktunya?" tanya
Nancy.
"Ia tidak akan mendapat kesempatan," kata bibi Eloise tegas.
"Kita tidak akan membuat rencana-rencana baru lagi pada saat
terakhir."
Ia melangkah melintas ruangan dan memperkenalkan ketiga
gadis itu kepada Marjorie Tyson, seorang wanita kecil mungil
berambut abu-abu pendek dan wajahnya ramah.
"Aku senang engkau kemari!" ia menyambut dengan girang,
hingga menyebabkan gadis-gadis itu tertawa.
"Itulah yang dikatakan bibi Eloise pula, nona Tyson," kata
Nancy. Kemudian Nancy mengatakan kepadanya, bahwa mereka telah
melihat peragawati itu di Rockefeller Center.
"Yah, kalau ia datang sekarang, sudah terlambat," kata nona
Tyson. Ia setuju dengan keputusan bibi Eloise. "Harap panggil aku
Marjorie saja. Nancy, pakaian yang akan kauperagakan ada di sana.Bess dan George, kalian tentu tak berkeberatan bukan, kalau aku
mendandani Nancy di kamar pakaian? Di sudut itu ada bangku."
"Tentu saja tidak," jawab Bess dan Marjorie melangkah ke rak-
rak pakaian. Tiba-tiba ia terhenyak ternganga.
"Hanya tinggal sedikit! Aku heran ke mana yang lain-lain."
Tiba-tiba, seseorang mengenakan sweater dengan leher tinggi
dan bercelana jeans muncul dari balik tirai, membawa sebuah dos
kosong. Ia menjatuhkannya di lantai, wajahnya merah padam penuh
kemarahan.
"Semua hilang! Semua ciptaan yang terakhir telah hilang!" ia
berteriak marah.
"Tetapi bagaimana yang ini?" tanya Marjorie. Ia menjamah
salah satu gaun berwarna pastel yang ada di rak.
"Biarkan saja yang ini," ia menggeram. "Hanya itulah yang
ditinggalkan oleh pencuri!" Sambil berkata demikian, ia menyambar
pakaian-pakaian itu dari rak, lalu menghambur melewati kedua wanita
itu. "Pak Reese!" Marjorie memohon. "Harap kauceritakan apa
yang terjadi. Inilah Nancy Drew, pengganti Jackie. Ia bersedia"
"Lupakan saja!" perancang mode itu menukas. "Aku tak peduli
siapa dia. Apa yang kutahu hanyalah, bahwa segala pakaian milikku
telah lenyap!"2
Peragaan Busana yang Kacau
Kata-kata itu membuat Nancy tersentak. Ia tahu tak ada
gunanya menghentikan orang tersebut. Pak Reese tak menghiraukan
Marjorie dan terus melangkah lebar, pandangannya terhalang oleh
lengan baju puff sebuah pakaian dari kain organza yang didekapnya
erat-erat.
"Jangan menghalangi" ia berteriak entah kepada siapa.
Namun sudah terlambat! Bess dan George, keduanya baru saja
bangkit dari tempat duduk hendak berbicara dengan bibi Eloise,
mereka melintas di depannya. Pak Reese menabrak mereka, hingga
keduanya terhuyung ke arah yang berlainan. Pak Reese sendiri
terserimpat pada kaki rak, lalu jatuh tersungkur menimpa pakaian-
pakaian yang tergantung, terlepas dari gantungannya.
"Yaah, pak Reese!" seru Marjorie, berlari untuk menolong.
Bibi Eloise dan ketiga gadis membantu, tetapi pak Reese
menolak. Ia menggerutu sambil berusaha berdiri, tetapi terpeleset tepi
sehelai rok dari saten hingga terguling lagi di lantai.
Ketiga gadis detektif berusaha agar jangan tertawa, tetapi
perancang mode itu mendengar tertawanya Bess lalu menggertakkan
gigi. Ia melemparkan rok saten itu, dan akhirnya terlepas dari segalahambatan. Ketika ia berdiri menghadapi nona Tyson dan bibi Eloise,
ia memandangi mereka dengan membelalak.
"Seharusnya aku tak perlu mendengarkan Sheila," ia mengeluh.
"Siapa Sheila itu?" George berbisik.
"Barangkali istrinya?" Bess menduga, sementara mereka
memungut pakaian-pakaian yang berhamburan di lantai. Mereka lalu
menggantungkannya kembali di rak.
"Itu tidak termasuk," kata pak Reese sambil menunjuk empat
helai pakaian yang semula dibawanya sebelum ia jatuh. "Kalian tak
dapat membaca?"
Nama yang tertera pada rak itu ialah STEINER, menunjukkan
nama seorang perancang mode lain yang ikut dalam peragaan busana.
" Engkau ingin meninggalkan segala pakaianmu itu di lantai?"
terdengar suara di belakang mereka.
Terdengar suara seorang Nyonya yang mengenakan baju luar,
dan di tangannya tergenggam bantalan jarum penuh jarum-jarum
pentul.
"Engkau dipecat, Rosalind!" pak Reese membalas menggeram,
hingga Nyonya itu segera bercucuran airmata.
"Anda tak dapat lagi meninggalkan kami sekarang," bibi Eloise
memohon.
"Apa maksudmu kami tak bisa? Bisa sekali, dan aku tak ikut
lagi."
"Pak Reese," Nancy menyela dengan nada dibuat semanis
mungkin. "Mungkin aku dapat membantu. Aku seorang detektif."
Ia memandang si gadis, wajahnya berubah secara dramatis. Ia
lalu berteriak pekik peperangan dan tertawa keras-keras."Tentu, tentu!" Dan aku adalah Maharaja Cina!"
Bess dan George menggigit bibir, jangan sampai mengatakan
sesuatu yang mungkin akan membuat mereka menyesal di kemudian
hari.
"Nancy memang seorang detektif!" Bibi membela
kemenakannya.
"Tapi, mungkin pak Reese tak memerlukan seorang detektif,"
Nancy menantang. "Ia belum mengatakan kepada kita apa
masalahnya."


Nancy Drew Teka Teki Ganda di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nah, kukatakan apa yang kubutuhkan: Seorang pengawal bagi
pakaian-pakaianku!" katanya datar. "Pakaian-pakaian yang kupilih
untukmu, Nancy, telah dicuri semua.
"Dicuri?" tanya George.
"Tepat."
"Apa yang membuat anda yakin bahwa pakaian itu dicuri?"
tanya Nancy. Kemudian, melihat wajahnya semakin jengkel, Nancy
segera merubah pertanyaannya.
"Apakah mungkin salah letak?"
"Tidak. Aku sendiri selalu mengawasi segalanya; dan sampai
sejam yang lalu, ketika aku harus menelepon, aku tak pernah
meninggalkan tempat ini."
Sementara pak Reese menjelaskan, Nancy melangkah ke dua
buah kursi, meninggalkan teman-temannya memperbincangkan
masalah itu sendiri. Pada saat itu kemarahan pak Reese sudah agak
mereda, lalu mengikuti Nancy. Ia ingin tahu apa pendapat Nancy
mengenai peristiwa tersebut."Ini semua gagasan Sheila ... isteriku," katanya. "Ia boleh dikata
selalu terlibat dalam setiap usaha mencari dana di New York ini.
Termasuk juga usaha ini."
"Berapa helai pakaian semuanya?" tanya Nancy.
"Dari seluruh koleksi musim semi atau yang hanya untuk
peragaan ini saja?"
"Hanya yang untuk peragaan ini saja."
"Tujuh."
"Ada empat buah di kamar pakaian," Nancy menggumam. "Jadi
ada tiga yang hilang."
"Benar."
"Aku masih juga belum mengerti, bagaimana pakaian itu dapat
hilang tanpa ada yang melihat pencurinya."
"Aku juga tak dapat memikirkannya." Perancang mode itu
mengeluh. "Misteri ini kuserahkan kepadamu."
Gadis detektif itu baru saja berada di New York, dan ia telah
harus menghadapi dua misteri: Sikap aneh Jacqueline Henri dan
pencurian barang-barang ciptaan pak Reese.
Dari sudut matanya ia melihat bibinya sedang melihat ke arloji.
Peragaan busana itu direncanakan akan dimulai kurang dari
empatpuluh lima menit lagi, dan Nancy ingin tahu bagaimana mereka
akan dapat mengganti bagian acara yang hilang.
Richard Reese melihat kekhawatiran itu di mata Nancy. Ia
mendeham beberapa kali, dan akhirnya berkata: "Engkau bukan
Jacqueline, tetapi engkau dapat mengerjakannya."
"Anda sungguh-sungguh?" Nancy berkata penuh gairah. "Anda
mengizinkan aku memperagakan pakaian-pakaian anda?"Ia mengangguk, sedikit bingung, kemudian pulih sikapnya dan
menyuruh Nancy ke kamar pakaian.
"Rosalind?" ia memanggil, tetapi tak ada tanggapan. "Di mana
dia?" ia bertanya kepada Marjorie Tyson.
"Anda telah memecatnya, ingat?"
"Ahhh, sungguh lucu!" kata pak Reese. "Ia ?kan tahu
bagaimana tabiatku yang buruk!"
Namun demikian, pembantu tersebut juga tidak kembali dan
seorang wanita lain diminta untuk membantu.
"Ini Yolanda. Ia seorang perias kami dan ia yang akan
membantu engkau mengenakan pakaian," kata ahli perancang mode
itu. "Kita tak banyak waktu lagi dan aku harus mempersiapkan engkau
sebelum naik ke pentas."
Diputuskan, bahwa Nancy diberi giliran ketiga.
"Selamat .... maksudku, selamat di pentas," kata George kepada
temannya itu dan ia bersama Bess minta diri untuk mencari tempat
duduk di ruang dansa tempat peragaan busana.
Namun Nancy sibuk mendengarkan petunjuk-petunjuk
perancang mode itu, hingga tak mendengar kata-kata temannya. Ia
dengan cepat dibawa ke belakang tirai di kamar pakaian, diberi sehelai
blouse sutera biru halus dengan rok yang sesuai serta baju luar kain
lenan yang pendek.
"Moga-moga saja pas," ia menggumam pada diri sendiri sambil
mengancingkan pinggang roknya. Kemudian baju lenan itu dikenakan.
Lengan baju itu enak sekali meluncur di lengannya dan hatinya sangat
merasa lega ketika ternyata mansetnya pas di pergelangan tangannya.Ia melangkah ke depan kaca, membiarkan Yolanda mematut-matut
dan meratakan kain pakaiannya hingga akhirnya nampak necis.
"Sekarang rambutmu," kata ahli rias itu. Ia merogoh sebuah
sikat rambut pada sakunya dan menata rambut ikal Nancy.
"Kita menghendaki penampilan yang wajar," katanya,
kemudian membawa Nancy kembali kepada pak Reese.
"Hebat!" seru perancang mode itu, lalu meminta Nancy
melangkah di sepanjang kamar. "Santai saja," katanya. "Sekarang
membalik dan berjalan lagi."
Wajahnya yang menyeringai menunjukkan rasa senang atas
penampilan Nancy. Beberapa menit kemudian ia menuntun Nancy ke
pentas ke tempat urutan penampilannya.
"Musim semi tak akan lengkap ..." Nancy mendengar pembawa
acara berbicara di mikrofon, dan ia merasa ada seseorang yang
memberi isyarat agar muncul di atas pentas.
Lampu-lampu berkilatan di sekeliling ruangan sementara gadis
detektif itu berpose di depan tirai untuk beberapa detik. Pembawa
acara itu, seorang wanita yang mengenakan pakaian dengan manik-
manik gemerlapan, tersenyum kepada Nancy dan memberi isyarat
agar melangkah maju.
"Baju luar ini dapat dibalik," kata pembawa acara itu kepada
para penonton. Hal itu bahkan Nancy pun tak tahu sebelumnya. Gadis
itu membuka baju luar itu untuk memperagakannya. Ia baru saja
hendak melepaskannya ketika pak Reese menghambur ke arah
mikrofon.
"Turun, nona Drew!" ia berteriak. "Turunlah dari pentas,
sekarang juga!"Nancy mengedip-ngedipkan matanya, tertegun sejenak.
"Ia tentu tidak sungguh-sungguh," pikirnya, dan tetap sambil
memperagakan pakaiannya, ia kembali ke belakang tirai.
"Saya menyesal tentang hal ini, nyonya-nyonya dan tuan-tuan,"
kata pak Reese. "Tetapi aku harus menarik semua rancangan-
rancanganku dari peragaan busana ini! Aku telah dirampok!"
Pembawa acara itu segera mendekap mikrofon, memohon
kepadanya untuk tidak melanjutkan kata-katanya. Pak Reese
mengangkat bahu, menggandeng tangan Nancy dan menariknya turun
dari pentas.
"Seharusnya aku tak usah mendengarkan kata-katamu," ia
menukas.
Nancy menatap, mulutnya ternganga.
"Ada apa?"
Pak Reese membawa Nancy cepat-cepat kembali ke kamar
pakaian, lalu menunjuk ke sebuah katalog besar dengan nama
Millington.
"Lihat itu!" katanya kepada Nancy.
Nancy membalik-balik beberapa halaman buku katalog itu, tak
merasa pasti apa yang akan ditemukan. Buku itu membuat beberapa
macam bab, terutama mengenai pakaian.
"Nah, yang itu!" kata pak Reese, ketika Nancy membalik
halaman hampir yang penghabisan.
Pada saat itu Bess dan George juga telah sampai di kamar
pakaian, ingin tahu apa yang menyebabkan pembatalan. Sebaliknya,
bibi Eloise dan Marjorie Tyson bergegas ke balik tirai, menentramkan
peragawati yang berikutnya."Kukira pak Reese agak terlalu bertingkah," kata Marjorie
kepada bibi Eloise. "Caranya yang meledak-ledak itu, wah, sungguh
dapat membuat orang menjadi gila!"
Tetapi perancang mode itu bukan bertindak karena emosi ketika
ia membawa Nancy turun dari pentas. Ia mempunyai alasan yang
sangat kuat, yang kini dijelaskannya kepada Nancy.
"Pakaian-pakaian ini," katanya sambil menunjuk ke gambar-
gambar di dalam katalog Millington, merupakan tiruan dari pakaian-
pakaian yang kurancang untuk koleksi musim semi. Mereka ini belum
diterbitkan untuk umum!"
"Bukankah tidak luarbiasa melihat tiruan-tiruan dari barang
asli?" tanya Bess.
"Memang tidak," jawab pak Reese dengan pandangan dingin
kepada Bess. "Tetapi biasanya, kuberi tekanan pada kata biasanya,
tiruan atau kopi baru muncul setelah yang asli diterbitkan. Bukan
sebelumnya!"
Nancy mengangkat alis matanya.
"Maksud anda, ada orang melakukan terbitan pertama dari
pakaian-pakaian rancangan anda?"
"Begitulah! Nah, sekarang langganan-langgananku tak akan ada
yang mau membeli koleksi pakaianku untuk musim semi, kalau
mereka melihat tiruan-tiruan ini dipakai oleh siapa saja di negeri ini!"
Pakaian buatan Reese memang sangat mahal, ketiga gadis itu
tahu. Karena itu perancangnya tentu akan kehilangan pendapatan yang
sangat banyak sebagai akibatnya.
"Apakah Millington ini pedagang distributor atau memang
pabrik pembuat pakaian?" tanya Nancy."Mereka adalah pembuat pakaian yang menjualnya kepada
pedagang-pedagang besar di seluruh Amerika Serikat!" perancang
mode itu menjelaskan. "Nah, tahukah engkau bagaimana seriusnya hal
ini?"
"Apakah anda dapat secepatnya mencipta mode baru untuk
mengganti yang telah dicuri itu?" tanya Bess malu-malu.
"Hampir tak mungkin. Diperlukan waktu berminggu-minggu
atau berbulan-bulan untuk menciptakan dan melaksanakannya!" kata
pak Reese. "Yahhh, aku betul-betul bangkrut!"3
Sikap Aneh Jacqueline Henri
"Tetapi bagaimana caranya orang dapat memperoleh desain-
desain anda?" tanya George kepada pak Reese.
Pak Reese meringkuk lemas di kursi, wajahnya terbenam ke
dalam kedua tangannya.
"Aku tak tahu, aku benar-benar tidak tahu," katanya berulang-
ulang. "Padahal kami mempunyai cara pengamanan yang ketat di
kantorku."
"Mungkin itu merupakan sebagian dari jawabannya," kata
Nancy.
Baru saja ia hendak mempertanyakan pegawai-pegawainya,
tetapi ia segera menjadi sadar bahwa ia harus menunggu sampai
selesainya peragaan.
Para sponsor akan kehilangan banyak sumbangan karena
perancang mode itu dengan tiba-tiba menarik diri, dan Nancy berniat
untuk menghindarkan akibat-akibat yang demikian.
"Pak, biarlah aku melanjutkan," Nancy memohon.
"Supaya pakaian-pakaian ini juga dipotret untuk kepentingan
katalog Millington pula? Tidak mungkin!""Tetapi kerugian sudah terlanjur terjadi," kata Nancy. Ia
menyodorkan buku katalog itu dan menunjukkan sebuah gambar yang
mirip dengan rok dan baju luar yang sedang diperagakan.
"Betul," kata bibi Eloise yang berdiri di ambang pintu. "Para
pengunjung telah membayar banyak untuk membeli karcis, pak Reese,
dan dengan menarik kembali segala ...."
Suaranya menghilang sementara matanya segera berair. Ia
melangkah pergi ketika Marjorie datang membawa sepucuk surat.
"Barangkali ini akan mengubah pendapat anda," katanya
dengan tulus.
Pak Reese memandangi kertas terlipat itu tanpa perhatian.
"Coba ... bacalah ini," kata Marjorie mendesak.
Ketika pak Reese membukanya, Nancy tak dapat menahan diri
untuk melihatnya pula, bahwa surat itu meminta agar pakaian yang
diperagakan Nancy tadi dapat dibelinya.
"Zoe Babbit memang langganan lama dariku," pak Reese
menggumam, setelah melihat tandatangan di surat itu.
"Jadi ..." kata Nancy penuh harapan.
"Yolanda, ambil organza itu!" pak Reese memerintah, dan
penata merangkap juru rias itu bergegas pergi.
Seketika itu juga, bibi Eloise memeluk leher pak Reese.
"Anda sungguh-sungguh luar biasa," katanya dengan girang.
"Eh, sudahlah," jawabnya dengan bingung. "Cepatlah."
"Terimakasih," kata bibi Eloise tenang. Ia dan Marjorie
mengikuti Bess dan George kembali ke ruangan, meninggalkan Nancy
untuk berganti baju yang selanjutnya.Seperti yang tadi, pakaian yang kedua itu hampir pas sekali
dikenakan oleh Nancy. Tetapi kali ini Nancy agak mengerutkan
tubuhnya ketika Yolanda mengancing ritsleting dari pinggang ke
kuduknya.
"Engkau tidak dapat bernapas," Yolanda menggoda, melihat
baju yang menjepit di bagian
"Sedikit," jawab Nancy serak. Ia tak berani mengendurkan
perutnya, khawatir ada jahitan yang sobek!
"Bagaimana ini, pak Reese?" tanya Yolanda ketika akhirnya
Nancy berdiri di hadapannya.
Pada saat itu juga pak Reese melihat sedikit lipatan di garis
pinggang Nancy. Tetapi setelah melirik sebentar ke arlojinya ia harus
mengaku:
"Tak ada waktu lagi untuk merubahnya."
Kemudian, seperti disambar petir, ia membunyikan jari-jarinya.
"Tunggu sebentar," katanya, lalu membungkuk ke sebuah dos di
dekatnya yang berisi berbagai kancing dan pita-pita. Ia mengeluarkan
sehelai pita lebar dan panjang yang sewarna dengan gaun Nancy.
"Bagus," kata Yolanda. Ia mengikatkannya pada pinggang
Nancy dengan manisnya, kemudian menjepit rambut Nancy ke
belakang, meninggalkan beberapa berkas kecil yang menjuntai di
tulang pipi.
Tak mengherankan bagi pak Reese atau pembantunya, bahwa
pemunculan peragawati muda itu mendapat tepukan gemuruh. Nancy
sungguh memukau, melayang di pentas bagaikan sudah sangat biasa.
Kedua pakaian yang lain, sebuah pakaian lengkap berwarna putih dansebuah setelan bagi seorang nyonya rumah juga mendapat sambutan
yang sama.
Ketika Nancy untuk terakhir kali berdiri di ujung pentas, sebuah
kamera berkilat dari bagian belakang, menarik perhatian Nancy. Tak
jauh dari arah datangnya kilatan lampu kamera berdiri seorang wanita,
dengan sebuah baju bulu disampirkan di pundaknya dengan
seenaknya.
"Seperti Jacqueline Henri," pikir Nancy. Nancy tertarik untuk
memandanginya, tetapi memaksa dirinya untuk berbalik dan
melangkah perlahan-lahan ke arah tirai. Di sana ia berdiri diam
sejenak meragakan pakaiannya sebelum ia menjadi tergugah
gairahnya.
"Bukankah ia sangat mengagumkan?" kata pembawa acara
kepada para penonton, hingga menimbulkan tepuktangan yang riuh
lagi bagi Nancy.
Tetapi gadis detektif itu hanya mendengar gemanya, karena ia
telah bergegas ke kamar pakaian untuk berganti baju miliknya sendiri.
Ia bertanya-tanya dalam hati, apakah Bess dan George juga
memergoki peragawati itu. Tetapi sebelum ia dapat menentukan
langkah berikutnya, ia telah dikelilingi oleh pak Reese dan beberapa
wanita muda. Semuanya memuji dia setinggi-tingginya.
"Nona," kata pak Reese dengan nada resmi. "Maukah anda
membantu menemukan para pencuri?"
"Aku baru saja hendak meminta kartu perusahaan anda," jawab
Nancy dengan tersenyum.
Ia minta diri cukup lama untuk mengenakan pakaiannya sendiri,
lalu muncul kembali di hadapan pak Reese."Ke mana engkau berlari-lari, Nancy?" tanya pak Reese, lalu
menyambung: "Aku ingin berbicara dengan engkau kalau ada waktu


Nancy Drew Teka Teki Ganda di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bagiku." Ebukulawas.blogspot.com
Nancy melirik melalui samping pak Reese dengan penuh
perhatian. Ia sangat ingin menemui Jacqueline Henri, tetapi
memutuskan tidak memberitahu dulu kepada pak Reese.
"Barangkali kita dapat membicarakan perihal pencurian itu
besok," katanya mengusulkan sambil tersenyum sopan.
"Mungkin aku harus pergi untuk bisnis," jawab pak Reese.
"Apakah kita dapat .... "
Gadis detektif itu menyela dengan lembut.
"Setelah kupikir-pikir," katanya, aku ingin tahu apakah anda
mau menggambar beberapa sketsa dari pakaian-pakaian yang dicuri
malam ini."
"Sudah tentu, dengan senang hati. Tetapi"
"Tolong tuliskan pula bahan-bahan yang digunakan untuk
masing-masing pakaian itu," Nancy menutup kata-katanya. "Nah,
sekarang aku benar-benar harus kembali ke ruang dansa."
Sementara Nancy bergegas ke pintu keluar, pak Reese
mengatakan kepadanya bahwa gambar-gambar itu akan selesai besok
pagi.
"Bagus," kata Nancy. Kakinya makin cepat melangkah ketika
didengar suara musik melayang masuk sampai ke lobby. Tetapi ketika
ia sampai di ruang dansa, ia segera berhenti.
Bagaimana kalau Jacqueline sudah pergi? Ia mengarahkan
pandangannya ke pasangan-pasangan yang sedang berdansa,
kemudian ke tempat meja-meja duduk. Bess dan George melambaikepadanya, tetapi Nancy tak melihat mereka. Sebaliknya, ia tertegun
melihat sehelai baju bulu di sebuah kursi di dekatnya.
"Itu Jacquel ..." kata Nancy pada diri sendiri, ketika peragawati
itu bagaikan muncul dari antah-berantah.
"Nona Henri!" seru Nancy sambil berlari mendatangi. "Kami
sungguh khawatir setengah mati tentang engkau."
Pandangan tak mengerti yang dihadapinya membuat Nancy
segera menjelaskan. Ia memperkenalkan diri sebagai kemenakan dari
bibi Eloise.
"Aku sudah berusaha kemari pada waktunya untuk peragaan,"
kata Jacqueline, "tetapi tidak dapat. Aku telah menelepon bibimu,
tetapi ia sudah berangkat."
"Aku ingin sekali berbicara denganmu sekarang," kata Nancy.
"Bibi" kata-katanya dipotong oleh pemberitahuan di pengeras
suara.
"Diharap Jacqueline Henri datang di meja penerangan."
Gadis itu nampak tegang dan khawatir.
"Untukku," katanya. "Aku harus ke sana."
"Ada sesuatu?" tanya Nancy. Ia mencium adanya sesuatu.
"Ah, tidak ... aku akan menelepon bibimu besok."
Tetapi sebelum peragawati itu sempat meminta diri, Bess dan
George mendatangi.
"Wah, nona Henri! Sungguh senang bertemu engkau!" seru
Bess sambil mengulurkan tangannya. Tangan Jacqueline terasa dingin
berkeringat. "Apakah Nancy tidak hebat?" Bess terus mengoceh
sampai George tidak sempat ikut berbicara."Kami bertanya-tanya, ada apa saja dengan engkau," kata
George. "Mengapa engkau tak datang?"
"Aku ... aku tidak bisa," kata Jacqueline.
"Ada sesuatu yang buruk telah terjadi dan"
Ia memutuskan kata-katanya dan melangkah untuk pergi
meninggalkan mereka.
Nancy meletakkan tangannya dengan lembut di lengan
peragawati itu.
"Barangkali kami dapat membantu?"
Jackie menggeleng.
?Tidak, tidak dapat," jawabnya. "Ini mengenai kakakku. Ia
mungkin diculik!"4
Petunjuk Di Studio
"Diculik! Engkau yakin?" tanya Nancy.
Sekali lagi panggilan dari pengeras suara menyela sebelum
peragawati itu dapat menjawab.
"Nona Jacqueline Henri! Maukah anda datang di meja
penerangan?" suara itu mengulang.
"Nanti aku kembali," kata peragawati itu tiba-tiba lalu beranjak.
"Kalau ia mengira kakaknya diculik, untuk apa ia ada di sini?"
kata George.
"Mungkin kakaknya itu diperkirakan ada di sini," kata Nancy.
Ia melirik ke arah lobby.
Meja penerangan hotel tak nampak dari tempat ketiga gadis itu
berdiri. Nancy ingin tahu, berapa lama lagi peragawati itu akan
kembali.
"Barangkali ia mengatakan begitu hanya agar kita tak
mengikutinya," kata George beberapa menit kemudian.
"Mari," kata Nancy, mendahului teman-temannya melintas
pintu masuk. "Mari kita lihat, apakah kita dapat menemukan dia."Ketika mereka melangkah di lobby utama, mereka heran
melihat banyak orang yang membawa kopor-kopor mengerumuni
meja pendaftaran.
"Mereka tentu baru saja datang dengan pesawat terakhir," kata
Nancy.
"Atau dari bis," kata Bess, mengarahkan perhatian teman-
temannya kepada seseorang yang berseragam sopir.
Orang itu mendesak menerobos kerumunan, melambai-
lambaikan tangannya sambil berbicara. Rombongan itu terhambur
ketika mereka mengerumuni dia pergi.
"Aku tak melihat Jacqueline di mana pun juga," kata Bess.
"Mungkin ia bertemu seseorang lalu pergi," kata Nancy, yang
segera bergegas ke salah satu meja penerangan. Ia menanyakan
kepada petugas ke mana perginya wanita mempesonakan yang
berambut hitam.
"Aku tak melihat dia sama sekali," jawab pemuda itu. "Dari
ciri-ciri yang anda katakan, aku tentu mudah mengenalnya."
Kemudian, mendapatkan pikiran secara tiba- tiba, ia mendekati
sopir bis. Orang itu ada di luar hotel, ketika Jacqueline pergi, kalau
memang Jacqueline pergi. Tetapi betapa kecewanya Nancy, sopir itu
pun mengatakan tak melihat Jacqueline.
"Mari kembali ke ruang dansa," kata Nancy. "Aku merasa pasti
bibi Eloise tentu bertanya-tanya dalam hati, apa saja yang terjadi
dengan kita."
Ketika mereka bertiga menyelinap-nyelinap di antara meja-
meja, beberapa pengunjung menghentikan Nancy, memuji
penampilannya serta gaun-gaun yang dipakainya tadi."Indah luar biasa," kata seseorang dari belakang, hingga Nancy
menoleh ke arah lantai dansa.
"Nona Drew?" Seorang laki-laki muda yang berbicara tadi
melangkah mendekat, menjajarkan diri di bawah cahaya lembut dari
tempat lilin.
Nancy memperkirakan ia berumur tigapuluhan, meskipun di
bawah matanya yang abu-abu terdapat kerut-kerut.
"Anda akan mengatakan sesuatu?" tanya Nancy.
"Ya, aku ingin berdansa bersama anda," jawabnya yang tak
terduga.
Orkes sedang mengganti irama dan Nancy mengangguk. Ia
mengikuti orang asing itu ke tengah ruangan, di mana beberapa
pasangan sedang asyik berdansa, sulit untuk tidak saling berbenturan.
"Aku belum tahu nama anda," kata gadis detektif itu setelah
mereka mulai berdansa.
"Chris," jawab orang muda itu. "Chris Chavez. Engkau
mengganti tempat Jacqueline Henri untuk acara peragaan busana,
bukan?"
"Ya," jawab Nancy seenaknya. "Engkau mengenal dia?"
"Bukankah semua orang mengenalnya?"
"Kukira begitu."
Chris memutar Nancy menjauh darinya, tetapi memegangi
tangannya dengan erat, kemudian menariknya kembali.
"Engkau sudah sering memperagakan pakaian?" orang itu
bertanya."Sebenarnya," kata Nancy, "ini baru yang pertama kali aku
melakukannya. Memang pernah aku menjadi model sebelumnya,
tetapi bukan setingkat ini."
"Sulit untuk dapat dipercaya, engkau nampak seperti sudah
profesional di pentas tadi," Chris melanjutkan. Meskipun cahaya
remang-remang, ia melihat wajah Nancy memerah. "Kuharap aku
tidak membuatmu malu."
"Ah, tidak," kata gadis detektif itu, lalu mulai tertawa cerah.
"Aku sedang berpikir, bagaimana gembiranya pengurus rumahtangga
kami kalau aku berganti profesi."
Temannya berdansa nampak terkejut heran.
"Apa pekerjaanmu yang sekarang?" ia bertanya sementara
musik berakhir.
"Aku seorang detektif," kata Nancy. Kini giliran Nancy untuk
melihat perubahan air muka Chris. Tetapi Nancy heran wajah Chris
tetap tak berubah. Chris juga tak mengatakan sesuatu. Sebaliknya ia
hanya mengikuti Nancy ke meja tempat Bess dan George duduk
bersama bibi Eloise dan Marjorie Tyson. Nancy memperkenalkan dia
kepada mereka.
"He si Chris Chavez, bukan?" tanya Marjorie sambil tersenyum.
"Wartawan foto itu?"
Chris mengangguk.
"Aku ingin mengambil foto Nancy dalam pakaiannya yang
indah tadi."
"Ah, itu dapat diatur," kata bibi Eloise meyakinkan.
Sementara itu Bess menepuk-nepuk lengan Nancy."George dan aku heran ke mana engkau pergi," ia berbisik.
"Kami tak sadar engkau membawa pemuda yang demikian ganteng!
Apakah ia mempunyai beberapa teman lagi?"
"Aku tak tahu. Apakah perlu kutanyakan?" jawab Nancy.
Gadis pirang itu tertawa cekikikan sementara ahli potret itu
menuliskan nomor teleponnya, lalu diberikan kepada Nancy.
"Aku ada di studio, besok. Beritahukanlah kalau engkau dapat
berkunjung," katanya lalu beranjak pergi dengan cepat.
"Apa yang dikatakan Ned kalau ia melihat gambarmu ada pada
sampul salah satu majalah ... dan dipotret oleh wartawan foto yang
terkenal seperti, Chris Chavez?" George menggoda Nancy.
"Ned Nickerson," jawab Nancy mengenai pacarnya di Emerson
College, "tak akan mengatakan sesuatu. Sebab ia tak akan melihat
majalah-majalah demikian."
"Berani bertaruh?" kata Bess sambil mengedipkan mata.
"Bukan sembarangan, Nancy," kata bibinya seketika itu pula.
"Engkau dapat menjadi peragawati paling top seperti Jacqueline."
"Tetapi aku tidak mau," Nancy mengungkap. "Aku sudah
sangat menyenangi profesiku sendiri.
Eh, aku jadi teringatapa yang kauketahui tentang Jacqueline
Henri? Kukira Bess dan George telah menceritakan pertemuan kami
dengan dia."
"Ya, mereka sudah menceritakannya," kata Marjorie. "Aku
sesungguhnya tak terlalu banyak tahu tentang dia. Seharusnya engkau
menanyakannya kepada Chris."
Chris! pikir Nancy. Ia jengkel karena telah melepaskan dia
berlalu begitu saja."Aku akan menelepon dia nanti," ia menjawab.
"Menelepon?" tanya Bess. "Tetapi sekarang telah lewat tengah
malam!"
"Ia baru pergi beberapa menit yang lalu. Aku akan mencoba
menelepon di rumahnya setengah jam lagi," Nancy memutuskan.
Ruang dansa mulai menjadi kosong ketika Nancy melangkah di
serambi yang sepi menuju ke tempat telepon, tidak jauh dari kamar
ganti pakaian. Lampu-lampu di langit-langit telah dipadamkan, tetapi
hiasan-hiasan dinding masih diterangi.
Nancy menahan napas ketika bayangan seseorang laki-laki
melintas di cermin buram di kejauhan. Ia bersembunyi di dalam
tempat telepon, menunggu orang itu menampakkan diri.
"Mana penjaga keamanan itu?" pikir Nancy. Tiba-tiba ia sadar,
bahwa pakaian-pakaian yang sangat berharga milik perancang mode
itu ditinggalkan tak terjaga. Meskipun dipasang rantai dan digembok,
namun gadis detektif itu tahu, bahwa seorang pencuri profesional pasti
bisa mengambilnya.
Kini bayangan misterius itu bergegas melintas kamar menuju ke
pintu, seperti sadar bahwa ia membiarkan pintu itu tetap terbuka. Pada
saat itu juga Nancy mengeluarkan kepalanya dari tempat telepon,
bertukar pandangan dengan orang tersebut!
Roman wajahnya sempit datar, meskipun ada secerah abu-abu
pada rambutnya, nampaknya ia masih cukup muda. Ia pun
mengenakan jas putih dan celana hitam, hingga Nancy mengambil
kesimpulan bahwa orang itu adalah pengunjung malam peragaan
busana pula."Siapakah anda dan apa yang anda lakukan di sini?" Nancy
bertanya secara langsung.
Orang itu menanggapi dengan pandangan dingin dan marah. Ia
melangkah melewati gadis detektif itu tanpa berkata-kata. Nancy
memutuskan untuk menunda maksudnya menelepon Chris, lalu
bergegas masuk ke kamar pakaian. Sejauh yang dilihatnya, tak ada
sesuatu yang telah diganggu. Tetapi sebelum ia kembali ke mejanya,
ia melaporkan hal itu kepada petugas hotel.
"Mungkin orang itu hanya pengagum pakaian yang sangat
menarik," kata bibi Eloise, ketika ia menceritakannya. "Tidak baik
terlalu curiga, sayang."
Sebenarnya Nancy adalah orang pertama yang akan membantah
dalam keadaan demikian, namun ia tak mempersoalkannya. Ia sendiri
hampir tak dapat menahan agar matanya tetap terbuka pada perjalanan
pulang ke apartemen.
Malam itu meskipun sangat lelah, Nancy hanya berguling-
guling resah di tempat tidur. Siapakah kakak Jacqueline itu? Mengapa
peragawati itu menganggap bahwa kakaknya diculik orang?
Pertanyaan-pertanyaan itu timbul lagi ketika ia bangun esok harinya.
"Sebelum aku bertindak melakukan sesuatu, aku akan
menelepon ayah dulu," Nancy memutuskan.
Ia cepat-cepat berpakaian dan ikut makan pagi dengan bibi dan
kedua temannya. Di sana mereka merencanakan apa yang akan
mereka lakukan hari itu. Mula-mula menelepon ke rumah lalu
menelepon Chris Chavez yang telah mengundang mereka untuk
datang ke studionya pagi itu.Kemudian, meninggalkan bibi Eloise yang harus menemui
Marjorie Tyson di kantor hotel. Ketiga gadis detektif itu menuju ke
alamat pak Reese. Nancy tidak heran ketika tahu bahwa pak Reese tak
ada di rumah.
"Ia pergi ke Pal Beach dengan pesawat hari ini," kata penerima
tamu. "Tetapi ia meninggalkan amplop ini untukmu, nona Drew."
Nancy segera membukanya. Dilihatnya ada beberapa sketsa
gaun-gaun yang hilang, lengkap dengan keterangan-keterangan yang
penting.
"Kapan ia akan kembali?" tanya Nancy.
"Besok, barangkali."
"Terlalu banyak hal-hal yang menghilang, aku jadi penasaran,"
bisik Bess kepada George.
"Boleh dikatakan demikian," jawab sepupunya. "Kukira"
"Mari kita pergi," potong Nancy, lalu berbalik untuk pergi.
"Alamat berikutnya adalah studio Chris Chavez!"
Di tengah jalan, Nancy mempelajari sketsa-sketsa pak Reese,
menghafalkannya, dan menyarankan Bess dan George untuk berbuat
yang sama.
"Kalau saja salah satu pakaian ini muncul di lemari pakaianku,
aku sungguh tidak menolak!" kata Bess, sementara taksi mereka


Nancy Drew Teka Teki Ganda di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berhenti di depan gedung yang seperti gudang yang tak terpakai.
"Ini studionya?"
"Kukira begitu," kata Nancy ketika mereka turun dari taksi.
Dinginnya udara meninggalkan selapis tipis es yang membeku
di kaca jendela, hingga mereka tak dapat melihat ke dalam. Namun
pintu ternyata terbuka, dan mereka lalu masuk."Ada yang di dalam?" seru Nancy melintas serambi tempat
menunggu yang kosong.
Tak seorang pun menjawab.
Di ujung ruangan terdapat sebuah pintu, dan sebuah lampu
tanpa kap bersinar terang.
"Tentu ada orang di sini," kata Bess sambil melangkah maju.
Nancy dan George mengikuti.
Tiba-tiba, terdengar suara dua orang terdengar bertengkar, dan
pintu ruangan depan tertutup rapat!5
Simbol Singa
Nancy dan kedua temannya mendengarkan suara-suara marah
di balik pintu tertutup.
"Ted Henri dapat mengurus dirinya sendiri!" kata seseorang,
mungkin sekali Chris.
"Ia tentu mempercakapkan kakak Jacqueline!" pikir Nancy, lalu
mengetuk pintu tersebut.
Bess menjadi khawatir.
"Aku menunggumu di luar saja ya?" bisiknya kepada Nancy. Ia
tidak ingin kepergok di tengah pertengkaran orang-orang itu.
Namun ia kecewa, karena Nancy menggelengkan kepala.
"Barangkali aku memerlukan bantuanmu."
"Tetapi ?? Bess menggumam, sementara suara-suara itu
berhenti dan pintu terbuka, menampakkan sesuatu yang mengejutkan.
Seorang wanita muda berdiri di depan mereka beserta Chris Chavez
yang mengintip melewati pundak wanita itu.
"Jacqueline!" seru Nancy.
"Ha, jadi kalian sudah saling mengenal," Chris menyela.
"Kami sudah bertemu kemarin malam," kata Nancy, lalu
menyambung: "Ketika engkau tak kembali, Jackie, kami gelisah.""Aku sangat menyesal," peragawati itu meminta maaf. "Aku
demikian lelah hingga segera meninggalkan hotel setelah aku
menerima pesan." Ia berhenti sejenak, lalu berpaling kepada Chris.
"Harap engkau tahu, Nancy ini seorang detektif."
"Ya, aku sudah tahu," kata wartawan foto itu. Ia menatap
Nancy. "Kukira Jackie telah menceritakan perihal kakaknya."
"Sebetulnya belum," kata Nancy. "Siapa kakakmu itu?"
sambung gadis detektif itu.
"Ted adalah seorang wartawan ... seorang reporter penyelidik,"
kata Jacqueline. Kemudian ia berhenti, seperti berpikir-pikir sampai
ke mana ia boleh mengungkapkan.
"Teruskan," desak Chris. "Ceritakan semuanya pada Nancy.
Mungkin ia sanggup membantumu."
Pipi gadis itu memerah.
"Aku sebenarnya tak tahu dari mana harus memulainya,"
katanya. "Seperti yang kukatakan kepadamu tadi malam, aku menduga
kakakku mungkin telah diculik."
"Tetapi engkau belum yakin," kata Nancy.
"Aku hampir merasa yakin. Ini bukan untuk pertama kali bahwa
ia mendapat ancaman. Dalam perjalanan kariernya, ia telah banyak
mengungkap rencana-rencana terselubung dan sering membuat orang
marah."
"Tetapi apa yang menyebabkan engkau menduga ia diculik?"
tanya Nancy.
"Pertama-tama, ia seharusnya datang kemarin sore dengan
pesawat charter dari Singapura. Aku mendapat telegram agar
menjemput dia di Kennedy Airport. Karena itulah aku tak dapatdatang di peragaan busana. Entah bagaimana, ketika aku tiba di
airport, aku tak dapat menemukan dia."
"Apakah ia terdaftar sebagai penumpang?"
"Sejauh yang kuketahui, ada."
"Jadi, apakah kaukira ia telah diculik dari airport?"
Jacqueline menggeleng.
"Aku tak tahu pasti," katanya. "Ketika aku pulang, aku
menemukan ini di kotak surat." Ia merogoh tasnya dan mengeluarkan
sehelai kertas.
Kertas itu berisi sebuah pesan dan pada bagian bawahnya
terdapat coret-coretan yang menyerupai gambar patung singa. Nancy
membaca surat itu keras-keras:
KALAU ENGKAU TAK MENDENGAR AKU DALAM
BEBERAPA HARI INI, TELEPONLAH POLISI. JANGAN COBA
MENGHUBUNGI AKU SEBELUM ITU.
Nancy memandang ke Jacqueline.
"Apakah ini tulisan kakakmu."
"Aku tidak tahu pasti. Mungkin suatu tiruan yang baik. Karena
itulah aku takut bahwa ia telah diculik."
"Anggaplah dia yang menulisnya," kata Nancy. "Kukira "T"
berarti Ted. Tetapi simbol apakah ini? Rupanya mirip kepala singa."
"Aku tidak tahu," kata Jackie.
"Harap kauketahui," Chris menyela. "Ted sedang menyelidiki
sesuatu kegiatan curang pada sebuah rumah pelelangan."
"Kukira tidak baik membicarakan hal itu," Jacqueline
memotong. "Aku yakin Ted keberatan."" Mengapa tidak? Kalau Nancy harus membantu engkau, ia
harus tahu semuanya." Orang muda itu berhenti sejenak, lalu
melanjutkan. " Rupa-rupanya sebuah rumah pelelangan di Manhattan
sini telah menjual sejumlah permata antik yang palsu kepada beberapa
orang, termasuk para pedagang permata."
"Tetapi meeka tentu tahu membedakan barang asli dan yang
palsu," kata Nancy.
"Justru itulah yang membuat perkara ini menjadi sangat
menarik," kata Chris. "Jelas, bahwa ada seorang seniman yang sangat
berbakat terlibat dalam"
"Atau seorang pembantu yang trampil, yang menukarkan
barang-barang palsu itu setelah penawaran itu terjadi," Nancy
menyimpulkan.
"Sungguh cerdik," Chris memuji. "Barangkali lebih baik
engkau bekerjasama dengan Ted."
"Kecuali kalau ia lebih senang bekerja sendiri," sambung
Jacqueline.
"Sesungguhnya," kata Nancy sambil tersenyum, "Aku
mempunyai suatu misteri sendiri yang harus kubongkar."
Melihat wajah-wajah yang ingin tahu, Nancy tergerak untuk
menjelaskan.
"Harap kalian tahu, bahwa pak Reese, perancang mode itu,
telah meminta aku untuk membantu mencari pencuri."
"Betul?" tanya Jacqueline. Ia melirik sekilas kepada Chris.
"Sesungguhnya," Nancy meneruskan, "Beberapa gaun yang
seharusnya kauperagakan tadi malam, Jackie, telah lenyap dari hotel.""Buruk sekali!" seru Chris. "Apakah engkau sudah
mendapatkan petunjuk-petunjuk?"
"Belum ada yang pasti," kata Nancy samar-samar. Ia
memutuskan untuk tidak menyebutkan orang yang dipergokinya di
kamar pakaian.
"Maafkan kata-kataku ini," kata Chris selanjutnya, "Tetapi
kukira sebaiknya engkau menyerahkan perkara ini kepada orang yang
lebih berpengalaman."
"Seperti Ted Henri?" jawab Nancy, mulutnya terkatup bagaikan
garis tipis."
" Nancy punya banyak pengalaman sebagai detektif," Bess
membela temannya.
"O, aku percaya," jawab Chris. "Hanya saja kalian tak akan
pernah tahu bagaimana perkara itu bisa menjadi sangat berbahaya.
Aku tak ingin ada sesuatu yang terjadi pada Nancy, atau kalian
semua."
"Ah, sejauh ini belum pernah ada," George menyahut.
"Meskipun begitu," kata Jacqueline, "Chris benar sekali."
"... mengingat bahwa kami menawarkan diri untuk mencari
kakakmu ... dengan sembunyi-sembunyi, tentu saja," sambung Nancy
cepat.
"Kami?" George menaikkan alis matanya tidak yakin.
Jacqueline menatap Chris dengan raut muka mendesak, hampir
memohon, dan jari-jarinya mempermainkan tali tasnya.
"Bagaimana pendapatmu?" tanya peragawati itu.
"Kami tak akan mencampuri penyelidikan Ted," kata Bess."Aku menduga ia sedang mengumpulkan bukti-bukti sebanyak-
banyaknya tentang rumah pelelangan itu," kata Nancy. "Aku yakin, ia
tak menginginkan pula campurtangan pihak polisi. Karena itu kami
harus bekerja secara sembunyi-sembunyi."
"Itu gagasan yang bagus, bukan, Chris?" desak Jacqueline.
"Memang, selama dara-dara ini beranggapan dapat
menanganinya," jawab wartawan foto itu. "Katakanlah, Nancy,
bagaimana rencana untuk memulai mencari Ted?"
Nancy berpikir keras sejenak, kemudian tersenyum.
"Yah, kita harus tahu lebih dulu apa maksud gambar kepala
singa itu!"6
Misteri Medali
"Aku ingin tahu apa arti kepala singa itu," kata Bess, ingat akan
pesan Ted Henri.
Nancy sedang mengingat-ingat beberapa gaya arsitektur yang
dilihatnya di seluruh kota. Terutama sepasang singa batu yang
mengapit jalanan masuk ke Perpustakaan Umum New York. Apakah
mungkin bahwa kepala singa itu berada di gedung tempat
persembunyian Ted?"
" Bagaimana tentang rumah-rumah pelelangan itu?" kata
George. "Apakah di antara mereka ada yang mempunyai kepala singa
di atas ruang depannya?"
Sementara George berbicara, Bess mengambil sebuah buku
telepon yang tebal dan mencari halaman-halaman khusus.
"Lihat saja ini rumah-rumah pelelangan!" serunya, setengah
putus asa. "Tentu ada seratus buah jumlahnya!"
"Tidak sebanyak itu," kata Nancy sambil melirik sekilas pada
daftar tersebut.
"Biarpun demikian," kata George, "kita memerlukan beberapa
hari untuk mengunjungi semuanya."
Nancy melihat sekilas suratkabar yang terletak di meja."Chris, bolehkah aku membacanya?" ia bertanya.
"Tentu saja," jawab Chris. Ia mencium apa yang dipikirkan
Nancy. Barangkali engkau akan menemukan sesuatu dalam kolom
"gallery". Aku sendiri sedang hendak mengusulkannya kepadamu."
Nancy segera menemukan halaman yang berisi sejumlah
pemberitahuan tentang pelelangan. Salah satu di antaranya menarik
perhatiannya.
"Ada rencana pelelangan yang menarik nanti malam di Speers
Limited," ia menunjukkan. Lalu melanjutkan bahwa di antara barang-
barang yang akan dilelang berupa perisai-perisai lambang keluarga
serta medali-medali.
"Barangkali kita dapat menemukan sesuatu yang menggunakan
kepala singa di antaranya!"
"Barangkali juga Ted!" sambung Jacqueline bergairah.
"Sayang kita terlambat tak melihat barang-barang tersebut
dipamerkan sebelumnya," kata Nancy. "Itu sudah dilakukan tadi pagi.
Tetapi kalau kita hendak mencobanya, kita dapat mengunjungi
lelangannya pada jam 8 malam nanti."
"Sambil lalu," kata George kepada Jacqueline, "bagaimana raut
muka kakakmu? Kalau-kalau ia ada di sana, kita ingin dapat
memberitahu engkau."
"Yah, ia lebih tinggi daripadaku dan berambut hitam berombak.
Matanya kecoklatan. Wajahnya lebih bulat daripada wajahku. Ia juga
lebih kekar tentunya."
"Engkau mempunyai potretnya?" tanya Bess.
"Sayang sekali tidak ... hanya foto semasa kanak-kanak, dan
harus kukatakan kepadamu bahwa kami banyak berubah sejak kecil."Peragawati itu tertawa, kepalanya mendongak menyibakkan
rambutnya ke belakang, membiarkan cahaya lampu-lampu
meneranginya dengan tegas.
Sebelum para gadis itu berangkat pergi, Bess berbisik kepada
Jackie di luar pendengaran teman-temannya, kemudian menulis
sesuatu pada secarik kertas.
"Ada apa?" tanya George ketika mereka sudah melangkah lagi
di kaki lima.
"Engkau akan melihatnya sendiri," jawab Bess misterius. "Aku
harus cepat-cepat pergi sekarang. Kita bertemu kembali di apartemen.
Selamat jalan."
Secepat kilat, Bess berlari di jalan dan menghilang ke dalam
sebuah taksi yang kebetulan sedang berhenti menurunkan penumpang.
Nancy dan George saling berpandangan tak mengerti, kemudian
tertawa cekikikan. Mereka menjadi sadar bahwa pemujaan Bess atas
peragawati yang cemerlang itu barangkali berakar pada petulangannya
yang baru. Sore itu berlalu dengan cepat di apartemen bibi Eloise dan
ketika bel berbunyi, Nancy dan George bersama-sama membuka
pintu!
"Bess! Engkaulah ini?" tanya Nancy, terbelalak melihat
temannya. Sementara itu George menutup mulutnya dengan tangan,
menggigit bibirnya agar jangan sampai meledak tertawanya.
Bess nampak tersinggung.
"Memang aku ini siapa?" Tentu saja aku Bess!"
Rupanya ia telah pergi ke salon kecantikan dan penata rambut,
dan telah merubah seluruh wajahnya kecuali warna matanya.
Rambutnya disisir ke atas dalam bentuk keriting-keriting kecil,beberapa di antaranya berayun-ayun bebas di telinga dan pangkal
tengkuknya.
"Bagaimana?" kata Bess, melihat teman-temannya jatuh
terdiam.
"Rambutnya masih bolehlah," kata George. "Tetapi mata itu!
Waduh!" .
Nancy pun terpesona oleh perubahan itu. Bulu mata palsu
melengkung di atas yang asli dengan tebalnya, panjangnya hampir
satu setengah senti! Yang kiri agak longgar dan Bess dengan
sembarangan melekatkannya kembali di atas telapak mata, hingga
rupanya mirip lukisan karya Paul Klee.
"Jacqueline yang menyuruh ini semua?" tanya Nancy.
"Bukan dia," kata Bess. "Seorang laki-laki penata rambut yang
hebat dan seorang ahli kecantikan. Semua peragawati datang
kepadanya."
Ia melangkah lebar ke sebuah cermin besar di ruang tamu, dan
segera melihat bulumata yang ketinggian. Dengan malu-malu ia
segera membetulkannya. Tetapi bulumata palsu itu justru tergantung
lunglai ke bawah, lalu terlepas, hingga tinggal yang sebelah kanan.
George tertawa terbahak-bahak ketika Bess membalikkan
tubuhnya meringis marah kepada sepupunya.
"Engkau iri hati!" Bess menyerang.
"Iri hati!" George tertawa, lalu meraih tustel yang terletak di
atas meja kecil. "Ini tak dapat kulewatkan! Dave tentu akan sangat
menyenanginya!"
"Jangan sembarangan!" teriak Bess, tangannya menyambar bulu
mata yang sebelah.Tetapi sudah terlambat. Sepupunya telah menjepretkan kamera
polaroidnya.
"Inilah saudara-saudara! Peragawati top tahun ini!" kata George
dengan riang, tangannya mengeluarkan gambar yang telah jadi dari
kameranya.
Selama waktu makan kedua bersaudara sepupu itu tidak saling
berbicara. Hal ini membuat Nancy dan bibinya kurang enak.
"Aku senang model rambutmu, Bess," kata bibi memuji,


Nancy Drew Teka Teki Ganda di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuat Bess tersenyum sebentar.
"Terimakasih banyak," katanya. "Tolong berikan garam itu,
Nancy."
Hanya itulah kata-kata Bess hingga mereka tiba di rumah
pelelangan Speers Limited. Mereka melihat, bahwa sebagian besar
para pengunjung memegang sebuah buku katalogus, dan Nancy
bergegas untuk membelinya di meja penerangan.
"Wahhh, banyak benda-benda yang hebat di buku ini!" seru
Bess setelah melirik ke brosur yang dipegang orang lain.
Nancy segera membalik-balik buku katalogusnya, sebentar-
sebentar berhenti untuk melihat gambar-gambar berwarna yang
mempesonakan, potret-potret barang perak Inggris kuno dan barang
pecahbelah dari Asia.
"Balikkan beberapa halaman ke depan," kata George pendek.
Nancy menurut dan menjadi terpukau melihat gambar sebuah
medali yang terlukis gambar kepala singa! Medali itu milik seseorang
yang bernama Galen Kaiser!
"Apakah itu yang dimaksudkan oleh Ted Henri dalam suratnya
yang misterius kepada adiknya?Para gadis detektif itu dengan hati-hati tidak membicarakannya
secara terang-terangan. Sebaliknya, mereka menyapukan pandangan
mereka kepada para pengunjung, mencari-cari seseorang yang mirip
dengan ciri-ciri Ted. Ada beberapa orang yang hampir mirip, tetapi
yang seorang berhidung bulat dan seorang lagi berjerawat di bawah
matanya. Jackie tak menyebutkan ciri-ciri demikian.
Lelang dimulai dan perhatian ketiga gadis itu tertarik pada
sejumlah cangkir teh dari emas. Barang-baarng itu dipamerkan pada
sebuah meja dengan taplak beledu pada pentas berputar.
"Apakah kita juga menawar?" tanya George menggoda, ketika
juru lelang mengajukan tawaran secara beruntun.
"Saya sudah menerima tawaran limaratus dolar. Ada yang mau
melebihi," kata juru lelang.
"Eh, aku memang tak mencari cangkir emas," George
menanggapi seenaknya.
Satu demi satu, barang-barang milik orang-orang kaya muncul
dan lenyap dari pandangan. Nancy dan kedua bersaudara sepupu
menunggu giliran medali.
"Nah, itu dia!" Bess menggumam, ketika benda itu nampak di
meja, mengkilat di bawah cahaya lampu sorot.
Dari tempat duduk para gadis detektif itu medali tak nampak
seluruhnya. Kemudian juru lelang itu menutupi mikrofon dengan
tangannya dan berpaling ke samping untuk berbicara dengan
pembantunya. Hal ini menutup pandangan ketiga gadis itu pada meja
tempat medali. Ketika juru lelang itu kembali menghadap ke para
pengunjung, ketiga gadis itu heran melihat medali itu tak nampak lagi.
Di tempatnya kini berdiri sebuah piring emas pada sebuah standar!"Apakah kaukira medali itu telah dicuri?" bisik Bess kepada
teman-temannya. Mereka tak menjawab.
Juru lelang segera mengumumkan bahwa giliran barang yang
dilelang telah diubah dan medali itu akan ditawarkan beberapa saat
lagi.
"Barangkali ada yang menukar medali itu dengan yang palsu,"
Bess berbisik lagi.
"Itu akan terlalu menyolok," kata George.
Ketika medali nampak ditawarkan lagi, Nancy menyondongkan
tubuhnya ke depan. Ia tak ingin melewatkan apa yang akan terjadi!
Penawaran dimulai. Seratus, duaratus, sampai meningkat
menjadi limaratus dolar.
"Aku hanya ingin tahu," jawab Nancy, menunggu satu atau dua
penawar lain.
Kedua penawar itu rupanya sangat ingin membelinya, tetapi
sekarang mereka diam saja.
"Akan dilepas, satu, dua," kata juru lelang itu lambat-lambat. Ia
mengangkat palunya, siap untuk diketukkan pada meja.
Dengan panik Nancy sadar bahwa ia akan menjadi pemilik
sesuatu yang sebenarnya tidak diinginkannya. Tidak hanya itu. Ia
harus menguras uang tabungannya untuk membayarnya!7
Penawar Palsu
Juru lelang itu mengangkat palunya sejenak lebih lama, melirik
ke kedua orang yang mula-mula menawar medali. Jantung Nancy
berdetak keras sambil berdoa agar salah seorang dari mereka mau
mengacungkan tangannya lagi.
Nancy tak melihat isyarat itu, tetapi juru lelang tiba-tiba
berkata:
"Enamratus dolar. Saya mendapat tawaran enamratus dolar.
Apakah ada yang hendak melebihi lagi?"
"Huuh!" seru Bess, menimpali helaan napas panjang Nancy
yang merasa lega. "Bagaimana kalau benar jatuh ke tanganmu?"
"Barangkali aku harus mengepel kantor ayah untuk
selanjutnya!" kata Nancy.
"Sebenarnya, mengapa engkau ikut-ikutan menawar?" tanya
George.
Nancy mengangkat bahu.
"Aku hanya ingin mendapat rangsangan pada saat itu, kupikir,
barangkali mendapat tanggapan dari orang-orang yang sejak semula
telah menawar jika aku ikut bersaing."
Nancy berhenti sejenak, kemudian melanjutkan."Aku juga berharap, bila aku ikut menawar mungkin aku akan
memperoleh petunjuk-petunjuk mengapa mereka demikian
menghendaki medali itu."
"Yah, tetapi hal itu tak terjadi," kata George.
Nancy mengangguk. Ia ingin tahu, apakah kedua orang itu
masih akan saling bersaing. Tetapi medali itu jatuh pada orang yang
menawar enamratus dolar.
Dengan penuh minat ketiga gadis itu mengikuti lelangan
selanjutnya. Sesetel perabot makan Meissen terjual kepada seorang
nyonya. Sesetel tempat lilin Georgia jatuh ke orang lain lagi dan
seperangkat lonceng meja makan yang luar biasa jatuh ke orang
ketiga. Orang yang menawar medali itu diam saja selama sisa
pelelangan.
Ketika lelang selesai, Nancy berdiri.
"Aku ingin memberi selamat kepada pemenang," katanya
kepada kedua temannya.
"Kami pun ikut," kata Bess, mengikuti sepupunya beserta
Nancy menerobos orang banyak.
Orang yang telah membeli medali itu bertubuh pendek,
berkepala botak mengkilat bagaikan sebuah bola bilyar. Dengan
mudah Nancy dapat selalu melihatnya. Orang itu pergi ke meja yang
telah penuh oleh para pemenang dalam tawaran dan ingin mengambil
barang-barang mereka. Ketika seorang Nyonya melangkah pergi
membawa sebuah dos, orang botak itu segera mengisi tempatnya.
Nancy dan teman-temannya bergerak di belakangnya, melihat
nama yang tertera pada cek yang ditandatanganinya. Nama itu ialah
Russel Kaiser!"Apakah ia bersaudara dengan Galen Kaiser?" pikir ketiga
gadis itu.
Kalau memang demikian, mengapa ia menawar sesuatu barang
yang memang menjadi milik keluarga Kaiser?
"Pak Kaiser," kata Nancy, setelah petugas lelang memberikan
medali itu kepada Kaiser. "Aku ingin .... "
"Bukankah engkau yang memaksakan tawaran meningkat
menjadi enamratus?" orang itu menggerutu.
"Ya, memang," jawab Nancy sedikit malu.
"Hehhh."
"Boleh aku mengajukan beberapa pertanyaan?" Nancy
menyambung seenaknya.
"Tentang apa?"
"Tentang medali itu, tentu saja."
"Maaf nona. Aku harus segera mengunjungi sebuah pesta dan
aku sudah agak terlambat. Minta permisi."
Orang itu melangkah pergi di samping Nancy, mulutnya komat-
kamit menggerutu dan menuju ke pintu keluar.
"Sungguh tidak ramah," kata George. "Aku ingin tahu,
mengapa medali itu sangat berharga baginya."
"Kukira kita tak akan pernah tahu," kata Bess dengan kecewa.
Tepat pada saat itu suatu suara di belakang mereka
menghentikan percakapan.
"Nona Nancy Drew?" tanya seseorang. Mereka kini
menghadapi penawar medali yang seorang lagi.
Orang itu berambut pirang, berumur kira-kira empatpuluh, alis
matanya tebal lurus dan rapat di atas hidungnya yang sempit."Akulah Nancy Drew," kata gadis detektif itu. Ia heran bahwa
orang itu tahu namanya.
"Aku Russel Kaiser."
"Haaa?" jawab Bess terheran-heran.
"Ah, bukan. Orang itu" Nancy hendak berkata namun cepat-
cepat menahan diri. Ia membiarkan orang itu meneruskan kata-
katanya.
"Aku mengenalmu dari suatu artikel di suratkabar yang meliput
suatu perkara yang telah kaubongkar," kata orang tersebut.
"Perkara yang mana?" tanya Nancy.
"Maaf, aku tak ingat yang mana," katanya dengan wajah
memerah.
"Apakah anda yakin nama anda Kaiser?" tanya George. Ia tak
kuat menahan diri lebih lama lagi.
"Sudah tentu."
"Kami bukannya bermaksud hendak bersombong," kata Bess,
"tetapi orang yang baru saja membeli medali itu mengaku bernama
Russel Kaiser."
"Apa? Tidak mungkin!"
"Nama itu tertera pada cek yang ditandatanganinya.
Dengan segera orang itu mengeluarkan sebuah buku cek,
kemudian tanda-tanda pengenal diri lainnya dan melirik cepat ke
benda-benda tersebut.
"Semuanya ada di sini," katanya sambil memasukkannya
kembali ke dalam saku jasnya. "Tetapi aku harus mencegah
pembayaran atas cek orang itu kalau-kalau ia hendak menarik uang
dari rekening bank atas namaku."Ia bergegas ke meja petugas lelang, berbicara dengan singkat,
lalu kembali ke tempat ketiga gadis detektif.
"Pak Kaiser ..." Nancy memulai.
"Panggil saja aku Russel."
"Oke, Russel. Kalau engkau tak berkeberatan atas
pertanyaanku, aku ingin tahu mengapa kedua orang menawar sampai
tiga kali lipat dari harga yang diperkirakan untuk medali itu."
Orang itu ragu-ragu sebentar sebelum menjawab.
"Aku baru saja pulang dari perjalanan bisnis, dan menemukan
sebuah surat dari teman lama pamanku," ia memulai.
"Pamanmu itu Gailen Kaiser?" tanya Nancy.
"Ya. Temannya itu menyebutkan bahwa ia menginginkan
medali itu sebagai barang kenangan. Tetapi semuanya telah dibawa ke
rumah pelelangan, dan tak ada cara lain untuk mendapatkan medali itu
kembali sebelum dimulai penawaran. Karena itu apa yang dapat
kulakukan hanyalah ikut menawar sendiri."
"Sayang sekali," kata Bess. Ia mengira bahwa orang ini bukan
saja kehilangan kesempatan memperoleh barang tersebut bagi teman
pamannya, tetapi bahkan ada seorang gadungan yang menyamarnya!
"Apakah engkau yakin, bahwa teman pamanmu itu hanya
menginginkan sebagai barang kenangan?" tanya Nancy.
Russel nampak bingung atas pertanyaan itu.
"Apa maksudmu?"
"Ya," Nancy melanjutkan, "apakah tidak aneh bahwa seseorang
mau menawar sebesar itu bagi sebuah medali?"
"Nancy benar," kata Bess. Tentu ada sesuatu mengenai medali
itu yang tidak diketahui oleh kita semua.""Aku betul-betul tak tahu," kata Russel. "Aku menawar setinggi
yang dapat kulakukan, sebab" Suaranya menghilang dan
nampaknya ia hendak menangis. "Pamanku adalah orang yang sangat
baik ... baik sekali kepada teman-temannya, dan mereka juga sangat
mencintai dia. Kebetulan aku tahu, bahwa orang yang menyurati aku
pernah menolong pamanku sewaktu ia memang memerlukannya."
Meskipun ketiga gadis itu tak tahu apa-apa tentang keluarga
Kaiser, mereka terkesan sekali oleh perasaan kemenakannya itu.
Kalau saja mereka dapat menangkap orang itu dan menyelamatkan
medalinya!
"Maukah kalian membantu aku menangkap orang gadungan
itu?" orang tersebut memohon.
"Sudah pasti," jawab Bess.
"Aku akan memberikan ciri-cirinya yang lengkap kepada
polisi," kata Nancy secara sukarela, lalu berdiri untuk pergi ke tempat
telepon yang terdekat.
?Tunggu!" kata Russel. "Aku ingin hal itu ditunda dulu untuk
sementara waktu. Harap kautahu, keluargaku cukup terkenal dan aku
ingin menghindari tersebarnya hal ini secara umum. Kalau kalian tak
berhasil menemukan orang itu, barulah kita menelepon polisi."
Nancy ragu-ragu sejenak, tetapi kemudian menerima kemauan
orang itu.
"Kami akan berusaha sejauh yang dapat kami lakukan," ia
berjanji. "Di mana kami dapat menghubungi anda?"
"Di sini," jawabnya sambil mengulurkan kartu namanya. "Aku
bekerja di luar rumah," ia menambahkan.Nancy heran, alamat itu tidak terletak di bilangan East Side
yang tergolong mewah. Sebaliknya, alamat tersebut ada di jantung
kota, sebelah barat Fifth Avenue.
"Kami akan segera menghubungi, demikian kami mendapatkan
sesuatu untuk dilaporkan," kata Nancy.
Di tengah jalan pulang ke apartemen bibi Eloise, mereka
memperbincangkan kejadian-kejadian aneh yang terjadi sore itu.
"Ini sungguh ganjil," kata George. "Kita pergi ke sebuah
lelangan untuk mencari Ted Henri, tetapi berkembang menjadi
mencari orang yang menyamar sebagai Russel Kaiser."
Nancy mengangguk penuh pikiran.
"Kukira, kita terperosok ke dalam suatu misteri yang baru sama
sekali!"8
Rahasia yang Berharga
Esok paginya, ketiga gadis itu pun bangun pagi-pagi.
"Apa rencana kita hari ini?" tanya Bess ketika mereka duduk di
meja makan. Ebukulawas.blogspot.com
"Kukira lebih baik ke kantor polisi, melihat-lihat berkas foto-
foto. Barangkali saja kita dapat menemukan petunjuk atas identitas
Russel Kaiser gadungan," kata Nancy.
"Gagasan yang bagus," kata George menyetujui.
"Aku juga ingin menelepon Jackie. Untuk meyakinkan bahwa
kedua orang yang kita lihat kemarin itu bukan Ted."
Demikian Nancy selesai menelan sarapannya yang terakhir, ia
segera menghubungi peragawati itu. Jacqueline menegaskan bahwa
kakaknya tak mempunyai hidung yang bulat atau pun bekas-bekas
cacar di bawah matanya.
"Sayang sekali kalian belum berhasil," sambung Jacqueline.
"Ya. Tetapi kami mendapatkan suatu misteri lain yang menarik
sementara ini," kata Nancy. Ia menceritakan perihal medali yang
bergambar kepala singa serta dua orang yang mengaku bernama
Russel Kaiser. "Aku belum tahu apakah ada hubungan antara lambang
pada surat kakakmu dengan gambar yang ada di medali tersebut.Tetapi kami akan menyelidiki semuanya. Aku akan ke kantor polisi
sekarang ini."
"Wah, engkau adalah detektif yang selalu sibuk," peragawati itu
tertawa di telepon.
Nancy tersenyum.


Nancy Drew Teka Teki Ganda di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tumpukan misteri-misteri ini menjadi agak terlalu berat," ia
mengaku. "Setelah selesai berbicara dengan polisi, aku harus mampir
ke kantor pak Reese."
"Kebetulan letaknya dekat dengan sebuah toko pakaian kecil
yang indah. Engkau harus melihatnya," kata Jackie. "Berjanjilah
bahwa engkau akan mengunjunginya." Ia memberikan alamatnya
kepada Nancy.
Gadis detektif itu tertawa, diam-diam ia ingin tahu apakah
pakaian-pakaian itu model luar negeri seperti make-up pada wajah
Bess!
"Kami akan memberitahu engkau kalau kami jadi membeli
sesuatu," ia mengakhiri percakapan.
Bess dan George sudah mengenakan baju luar dan dengan tak
sabar menunggu Nancy. Kemudian mereka berpamitan kepada bibi
Eloise yang juga siap-siap untuk berangkat.
"Marjorie dan aku harus mencatat kemajuan-kemajuan pameran
pada pagi hari ini," ia memberitahu kemenakannya.
"Wah, kuharap saja bibi memperoleh uang sebakul penuh ...."
kata Nancy, ketika tiba-tiba telepon berdering.
"Tolong jawablah, sayang," kata bibi.Nancy heran, ternyata sebuah telegram dari ayahnya! Ia
mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang dibacakan oleh
operator:
KUTELEPON, TETAPI TAK DIJAWAB. KUKIRIM SURAT-
SURAT PENTING HARI INI. HARAP KAUTUNGGU.
"Aneh!" kata Nancy kepada teman-temannya sambil
meletakkan gagang telepon.
"Siapa itu?" tanya Bess.
"Ayah... maksudku sebuah telegram dari ayah."
"Ini aneh," kata George. "Kita memang pulang selalu malam,
tetapi kan dapat menelepon pagi ini? Barangkali ada baiknya engkau
menelepon ayahmu."
Pikiran itu juga muncul di benak Nancy. Ia menelepon dua kali.
Pertama ke rumah, yang dijawab oleh Hannah bahwa ayahnya telah
pergi ke kantor, dan yang kedua ke kantor yang dijawab oleh
sekretaris bahwa ayahnya bertugas di luar kantor sehari penuh hari ini.
"Yah, aku tak dapat menghubunginya," kata Nancy kepada
kedua temannya. "Kalau ayah memang menyuruh aku menunggu
dokumen-dokumen itu, aku harus menunggu."
Ia melepaskan jas yang tergantung lepas di pundaknya dan
membawanya kembali ke tempat pakaian.
"Sudah tentu hal ini bukan berarti kalian juga harus tetap di
rumah," ia menambahkan.
Bess dan George saling berpandangan tak menentu. Akhirnya
George mengusulkan, untuk menghemat waktu ia dan Bess akan
melihat-lihat foto dokumentasi polisi."Bagus," Nancy menyetujui. "Kalau nanti kalian sampai di
rumah, aku tentu sudah menerima surat-surat itu. Sesudah itu kita
dapat pergi ke alamat pak Reese."
"Engkau betul-betul tak berkeberatan?" tanya Bess. Ia tahu
bahwa Nancy tentu ingin melihat-lihat foto itu dengan matanya
sendiri.
"Sama sekali tidak," kata Nancy. "Engkau melihat sendiri orang
yang kulihat di lelangan."
Itu sudah cukup tegas bagi kedua temannya untuk pergi.
"Eh, tunggu sebentar," kata Nancy. "Ini, bawalah. Ini alamat
toko pakaian yang diberikan oleh Jackie. Karena kita kekurangan
waktu, mungkin ada baiknya engkau mampir ke sana sewaktu
pulang."
"Bagus!" seru Bess.
Nancy memberikan sebuah payung kepada kedua temannya.
Kepada Bess ia berkata:
"Diperkirakan akan hujan hari ini. Aku yakin engkau tentu tak
ingin rambutmu yang baru ditata itu basah." Keriting-keriting yang
melingkari wajahnya kemarin mulai mengendor sedikit, tetapi Bess
tetap akan mempertahankan tata rambutnya.
Sebagai jawaban, Bess hanya memutar-memutar bola matanya
dan berkata: "Aku segera kembali."
Dengan meninggalkan Nancy untuk menunggu datangnya surat-
surat rahasia, bibi Eloise mengikuti kedua sepupu itu keluar dari pintu.
Pembawa Kabar Dari 2 Keris Pusaka Dan Kuda Iblis Karya Kho Ping Hoo Jala Pedang Jaring Sutra 4
^