Iblis Dari Gunung Wilis 9
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat Bagian 9
Wanengboyo meninggalkan sumber air. Lalu dengan gerakan cepat, iapun pulang ke
rumah untuk melepaskan lelah dan kantuknya.
Demikianlah peristiwa yang terjadi pada pagi itu. Ketika melangkah pulang,
Danurwenda terus berpikir dan berusaha menduga-duga, apakah sebabnya AyuKedasih
pagi ini menangis di dekat sumber air? Akan tetapi pertanyaannya itu tetap tidak terjawab.
Ia kemudian memutuskan akan menunggu Ayu Kedasih memberi keterangan.
Apa yang diharapkan kemudian terwujut. Setelah makan siang, Ayu Kedasih
menghampiri Danurwenda yang sedang duduk mencari angin di bawah rumpun bambu.
Perempuan itu tersenyum sambil melangkah perlahan, langkah yang berirama yang dapat
mempengaruhi setiap orang yang memandang akan tertarik. Danurwenda juga tertarik
melihat langkah Ayu Kedasih itu. Akan tetapi walaupun tertarik, antara Danurwenda
berlainan dengan Tohjoyo. Kalau Tohjoyo tertarik yang dipengaruhi oleh nafsu birahi,
sebaliknya Danurwenda tertarik tetapi sepi dari pengaruh nafsu birahi. Yang tertarik
hanya sepasang matanya, akan tetapi hatinya, tetap tenang. Danurwenda bisamenikmati
keindahan tanpa dikotori oleh hal-hal lain yang terkutuk.
"Kakang, apakah engkau tidak letih?" tanya Ayu Kedasih dengan suara merdu.
"Aku merasa segar setelah tidur setengah malam," sahut Danurwenda. "Di
manakah suamimu?"
"Dia tidur kakang," sahut Ayu Kedasih. "Tetapi justeru kakang Wanengboyo tidur
itu, merupakan kesempatan bagus bagiku untuk memenuhi janjiku, menerangkan
sebabnya aku menangis tadi pagi."
"Ya, terangkan apa sebabnya," Danurwenda senang sekali dan merasa tidak
sabar lagi. "Apabila engkau dengan suamimu amat rukun dan senang sekali. Akan tetapi
sebaliknya aku akan menjadi sedih apabila melihat engkau dengan suamimu tidak rukun"
Ayu Kedasih tersenyum manis kemudian, "Kakang, seperti sudah aku nyatakan
tadi pagi bahwa aku tidak berselisih dengan kakang Wanengboyo."
"Lalu, apakah sebabnya?" Desak Danurwenda, "Tetapi berjanjilah engkau
kakang, bahwa hal ini takkan didengar oleh dia."
"Ehh......... apakah sebabnya?" Danurwenda menjadi curiga.
"Agar kakangWanengboyo tidak menjadi sedih dan khawatir."
"Mengapa akan sedih dan khawatir?" desakanya sambil menatap Ayu Kedasihhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
makin curiga. Sebagai suami isteri muda tentu saja Danurwenda menjadi khawatir kalau
mereka itu menyembunyikan sesuatu rahasia pribadi, dan yang dapat meretakkan
hubungan suami isteri itu.
"Persolannya akibat impianku semalam yang buruk, kakang," akhirnya Ayu
Kedasih menerangkan.
Dan tiba-tiba saja Danurwenda ketawa mendengar ini. Katanya kemudian. "Jadi,
pagi tadi engkau menangis terpengaruh oleh impianmu semalam yang engkau anggap
buruk? Katakan adi, impian apakah itu?"
Ayu Kedasih memang sengaja menutup peristiwa yang sudah terjadi. Maka
perempuan ini sengaja mengarang keterangan yang berlindung kepada impian buruk.
Tetapi walaupun hanya keterangan palsu, namun diam-diam ia berharap agar keterangan
palsunya ini dapat mempengaruhi Danurweada. Dan kemudian, dalam waktu singkat
dirinya dapat meninggalkan desa ini, sehingga dapat menjauhkan diri dengan Tohjoyo.
Bagaimanapun ia khawatir apabila pengalaman semalam yang tidak menyenangkan itu
terulang lagi. Dan hal itu memang amat mungkin, selama dirinya masih berdekatan
dengan Tohjoyo. Sebab pemuda itu dapat menekan dirinya dengan ancaman
membongkar rahasia pribadinya, yang diam-diam gandrung kepada Fajar Legawa.
"Begini kakang, ehh.........tetapi.........tetapi .........impian buruk itu menyangkut
salah seorang dari kita," jawab Ayu Kedasih dengan hati yang berdebar. "Maka saya
mohon kebijaksanaan kakang Danurwenda."
"Adi, engkau jangan khawatir. Sebagai saudara seperguruan yang tertua, aku akan
mempertimbangkan dengan kepala dingin dan sikap yang adil. Justeru semua itu
mengandung maksud tidak menimbulkan hal-hal yang merugikan."
Ayu Kedasih menghela napas pendek, ia menatap Danurwenda sekilas. Sejenak
kemudian barulah perempuan ini berkata, "Kakang sekali lagi saya mohon pengertian
bahwa apa yang saya ceritakan ini hanya impian, akan tetapi walaupun hanya impian,
saya menjadi amat khawatir. Bukankah banyak orang tua yang mengatakan, bahwa ada
kalanya impian itumerupakan sasmita yang perlu diperhatikan?"
"Katakanlah adi, katakanlah!" Danurwenda meminta, "Dan aku berharap agar
dalam menanggapi impian yang engkau anggap buruk itu, engkau sependapat dengan aku
bahwa impian itu hanyalah bunga tidur. Seseorang yang tidur, adalah istirahat. Semua
bagian tubuh manusia ini istirahat, kecuali jantung yang menggerakkan darah kita ini di
samping paru-paru yang memompa hawa. Dua bagian itu saja yang tidak beristirahat,
sebab apabila jantung dan paru-paru itu istirahat, niscaya manusia itu takkan dapat
bangkit lagi dan tidurnya. Adi, orang yang mimpi didalam tidurnya, sebagai akibat oleh
pengalamannya pada hari itu atau hari-hari yang lalu, yang tidak mudah dilupakan.
Menyebabkan dikala tidur pikiran tidak istirahat sepenuh sehingga pengalaman-https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
pengalaman itu membias didalam tidur dan mimpi. Sebaliknya sasmita, diterima manusia
bukan di dalam tidur. Biasanya sasmita itu datang disaat kita sedang menenangkan
perasaan dan pikiran dalam bersemedi."
Untuk sejenak Ayu Kedasih berdiam diri dan berusaha mencari alasan.
Kemudians sahut perempuan ini. "Tetapi kakang, apabila impian itu sangat
mempengaruhi perasaan dan pikiran saya, maka hatiku takkan tenteram sebelum
rampung. Dan itulah sebabnya mengapa tadi pagi aku menangis. Karena memikirkan
impianku semalam yang buruk."
"Hemmm, baiklah! Coba ceritakanlah impianmu itu, agar aku dapat ikut
mempertimbangkan. Danurwenda akhirnya menganjurkan.
"Kakang, hemmm......dalam tidurku semalam itu........." Ayu Kedasih memulai
ceritanya dengan kata-kata yang kurang lancar. "Terjadilah suatu peristiwa yang
membuat aku dibayangi oleh rasa khawatir dan ketakutan. Karena dalam impian itu,
menyangkut kakang Tohjoyo
"Tohjoyo? Mengapa dia?" Danurwenda nampak kaget dan terbelalak, mengamati
Ayu Kedasih.
"DALAM mimpi yang buruk itu, beginilah peristiwanya."Ayu Kedasih berhenti
dan menghela napas pendek. Baru sesaat kemudian ia meneruskan. "Seakan antara
kakang Wanengboyo dan kakang Tohjoyo saling bermusuhan dan berkelahi............"
"Ihh.........mengapa berkelahi?" Danurwenda kaget. Dan sekarang Danurwenda
berubah perhatiannya, sambil mengamati Ayu Kedasih penuh perhatian .Diam-diam
jantung Danurwenda menjadi tegang,walaupun apa yang akan diceritakan oleh Ayu
Kedasih ini hanya berdasar impian yang dianggap buruk.
Ayu Kedasih menundukkan muka, menghela napas panjang, tetapi diam-diam
perempuan ini menyembunyikan senyum pada bibirnya. Perempuan ini menjadi senang
melihat Danurwenda tertarik perhatiannya, setelah ia mengatakan seperti itu. Maka
masih sambil menghela napas pendek. Ayu Kedasih mengangkat mukanya, kemudian
meneruskan.
"Kakang, dalam impianku yang buruk semalam itu.........antara kakang
Wanengboyo dan kakang Tohjoyo berkelahi, sebagai akibat saling memperebutkan diriku
ini........."
Ayu Kedasih berhenti lagi, menghela napas dan mengamati Danurwenda sejenak
seperti mencari kesan. Sedang Danurwenda berdiam diri, akan tetapi terdengar menghela
napas pendek, entah apa sebabnya.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Kakang, mereka berkelahi........." Ayu Kedasih bercerita lagi. "Di dalam
perkelahian itu, kakang Wanengboyo dikalahkan oleh kakang Tohjoyo. Kakang
Wanengboyo terluka............dan roboh di tanah. Saya............saya menjadi kaget dan
lari, lalu menubruk kakang Wanengboyo.........Tetapi justeru dalam keadaan seperti
itu......."
Ayu Kedasih berhenti lagi. Agaknyaperempuan ini seorang perempuan yang
pandai sekali menarik perhatian orang dengan cerita bohongnya. Danurwenda terpikat,
dan jantungnya berdegup cepat, sehingga Danurwenda tak sabar lagi dan mendesak.
"Teruskanlah adi!"
Dan Ayu Kedasih berusaha menyembunyikan senyumnya lagi. Sahutnya
kemudian, "Kakang, dalam keadaan seperti itu.........aku ditangkap.
Lalu.........lalu.........aku dicium kakang Tohjoyo.........Aku berusaha
memberontak.........Tetapi tak kuasa. kemudian.........aku dibawa ke suatu tempat yang
tidak aku kenal.........Di situ.........di situ secara paksa kakang Tohjoyo telah merenggut
lepas semua pakaianku ................ aihh, kemudian......... kemudian kakang Tohjoyo
memperlakukan aku sebagai isterinya."
Ayu Kedasih berhenti sambil menundukkan mukanya. Dan terdengar
Danurwenda menghela napas berat mendengar keterangan itu. Untuk sejenak lamanya
dua orang ini tidak membuka mulut. Untuk sejenak keadaan hening, dan angin saja yang
bergerak perlahan mengusap mereka.
"Kakang............" Ayu Kedasih mengangkat kepalanya, kemudian ia
meneruskan. "Dalam keadaan seperti itu aku kaget, dan terjaga............. Aihh, kakang,
itulah sebabnya pagi tadi aku menangis, karena akumemikirkan impian buruk semalam.
Aku menjadi khawatir kalau impian itu benar-benar terjadi .........."
"Hemm............." Danurwenda menghela napas lagi panjang.
"Kakang............sekarang saya mohon nasihatmu ............" kata Ayu Kedasih lagi.
"Apa yangharus dilakukan? Aku.........aku menjadi malu.........apabila nanti bertemu
dengan kakang Tohjoyo. Impian semalam mempengaruhi perasaanku ...........sebagai
seorang wanita ............"
Danurwenda berdiam diri. Namun laki-laki ini tidak melulu berdiam diri, dan
sekarang berusaha untuk memutar otakguna mengatasi keadaan. Menurut pikiran
Danurwenda sekarang ini, kalau Ayu Kedasih merasa malu bertemu denganTohjoyo,
memang tidak bisa disalahkan, karena terpengaruh oleh impian itu. Akan tetapi kalau hal
ini sampai berkembang lebih jauh, juga tidak baik yang terjadi.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Adi, sebaiknya begini," kata Danurwenda kemudian. "Usirlah kenangan buruk
dari impian itu, dan anggaplah tidak ada.Bersikaplah engkau sebagaimana biasa, seperti
sebelum engkau mimpi seperti itu. Dan aku percaya, bahwa adi Tohjoyo takkan sampai
hati melakukan perbuatan seperti itu terhadap engkau."
Memang sesungguhnya Danurwenda jugasudah tahu akaa watakdansepakterjang
Tohjoyo selama ini, terhadap paraperempuan.Akan tetapi walaupun demikian
Danurwenda tidak percaya, apabila Tohjoyo sampai hati kepadaAyu Kedasihyang
kedudukannya sebagaiisteriadikseperguruannya. Tidak disadarisamasekalibahwa dirinya
sekarang ini ditipu oleh Ayu Kedasih. Yang jelas semalam Ayu Kedasih telah mengalami,
bukan dalam impian, akan tetapi benar-benar terjadi.
"Kakang............tetapi bagaimanapun sulit bahwa seorang wanita seperti aku
ini, begitu saja melupakan impian buruk seperti itu ............"
Ayu Kedasih mengeluh. "Bagaimanapun akuakan dikejar-kejar oleh bayangan
ketakutan. Akutak sanggup bertemu muka dengan kakang Tohjoyo, dan aku malu............
Maka jalan terbaik kiranya, untuk menghindarkan hal-hal yang tidak kita harapkan
.........apabih aku dan kakang Wanengboyo meninggalkan desa ini ............"
"Hemmm ............" Danurwenda menghela napas berat. Dalam hatinya terasa
berat juga menghadapi persoalan ini.
"Sesungguhnya, mengingat keadaan desa ini," kata Ayu Kedasih. "Baik aku
maupun kakang Wanengboyo berkewajiban ikut membela dan menanggulangi gangguan
penjahat itu. Tetapi sebaliknya hatiku tak bisa merasa tenteram kakang............ maka saya
mohon kebijaksanaan kakang dalam persoalan ini."
"Hemm........." lagi-lagi Danurwenda menghela napas panjang, Kemudian,
sesudah berpikir sejenak, ia meneruskan. "Adi, baiklah. Hal ini akan aku pertimbangkan
dahulu masak-masak..."
"Kakang........." potong Ayu Kedasih, "Bayangan peristiwa semalam itu selalu
mengganggu perasaanku. Maka saya .........mohon agar besok pagi saya telah diijinkan
pergi meninggalkan desa ini."
"Tetapi........."
"Tidak! Kakang harus dapat memberi keputusan tegas. Tetapi kalau kakang tak
mengijinkan, dan kakang Wanengboyo juga tak setuju, terpaksa saya akan pergi seorang
diri."
"Hemm......ya, baiklah adi, ya.........apa boleh buat jika adi memanghttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
memaksa........."
Begitulah pembicaraan yang terjadi antara Ayu Kedasih dengan Danurwenda.
Karena Danurwenda sama sekali tidak menduga telah ditipu oleh Ayu Kedasih, ia tidak
dapat berbuat lain kecuali harus mengijinkan Ayu Kedasih hari itu juga pergi
meninggalkan desa Sumberrejo ini. Dan di lain pihak karena Wanengboyo juga tidak
menduga peristiwa yang terjadi semalam, iapun menuruti saja tuntutan Ayu Kedasih yang
mengajak pergi hari ini. Ia memang seorang laki-laki yang pandai "ngemong" kepada
isterinya. Maka walaupun diam-diam merasa heran akan tuntutan isterinya yang tiba-tiba,
ia tidak mendesak lebih jauh.
Akan tetapi ketika Tohjoyo diberitahu tentang maksud Ayu Kedasih dan
Wanengboyo, ia menjadi kaget. Ia yang memang merasa telah menekan Ayu Kedasih
semalam, diam-diam merasa dandapat menduga sebabnya Ayu Kedasih hari ini minta
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diri. Tetapi walaupun demikian, ia merasa agak heran juga. Mengapa begitu sikap Ayu
Kedasih kepada dirinya? Padahal dirinya merasa lebih pengalaman dalam soal wanita
dibanding dengan Wanengboyo, di samping merasa lebih gagah. Namun mengapa Ayu
Kedasih lebih sayang kepada suaminya sendiri? Tentu saja hal ini membuat Tohjoyo
menjadi penasaran. Semula ia berharap setelah peristiwa semalam, ia akan tetap dapat
menjalin hubungan rahasia itu dengan Ayu Kedasih. Tetapi apabila hari ini perempuan
itu pergi,berarti ia akan kehilangan kesempatan menyambung peristiwa semalam.
Sekalipun begitu ia tidak dapat mengumbar rasa penasarannya. Ia khawatir
Danurwenda maupun Wanengboyo timbul rasa kecurigaannya. Dan apabila sampai
terjadi begitu, malah bisa menimbulkan hal-hal yang tidak diharapkan.
Tohjoyo bersikap wajar kepada Ayu Kedasih, seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
Hanya saja walaupun sikapnya wajar, tetapi pandang mata Tohjoyo sekarang berlainan
dengan kemarin. Di saat berhadapan dengan Wanengboyo, Danurwenda dan Ayu
Kedasih ini Tohjoyo selalu mencuri pandang dan ditujukan kepada AyuKedasih. Sasaran
pandangmatanya, lebih banyak terpusatke dada yang montok dan tersembunyi di
belakang kain penutup dada dan baju itu. Dan sebaliknya, Ayu Kedasih pura-pura tidak
tahu dan tidak mau bertatap pandang. Namun, walaupun pura-pura tidak tahu, diam-
diam perempuan ini mengumpat caci.
"Hemmm
r kurang ajar!" umpat Tohjoyo dalam hati. "Seangkuh itukahsekarang
engkau padaku? Huh, rahasiamu sudah dalam tanganku. Sekali sajaaku memberitahukan
rahasia itu kepada Wanengboyo, engkau takkan diberi ampun lagi."
Tentu saja sikap Tohjoyo seperti ini kepada Ayu Kedasih, bukanlah sikapsetiap
laki-laki.Dan pandangan Tohjoyo kepada Ayu Kedaish ini, bukan berarti bahwa Tohjoyo
mewakili pandangan kaum laki-laki terhadap perempuan. Tetapi walaupun begitu sayang
juga, bahwa laki-laki yang mempunyai pandangan seperti Tohjoyo ini cukup banyakhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
jumlahnya di dunia ini. Yang berpandangan merendahkan dan meremehkan derajat kaum
wanita. Yang beranggapan bahwa kaum wanita itu hanya melulu berkedudukan sebagai
pemuas nafsu bagi laki-laki. Ia akan senang apabila dilayani apa kehendakanya.
Sebaliknya ia akan penasaran dikala kehendakanya tidak dilayani.
Walaupun begitu Tohjoyo memang seorang laki-laki yang tidak tahu malu.
Memang ia sudah dapat menduga, akan sebabnya Ayu Kedasih mendadak minta diri.
Tetapi ia masih juga mencoba menggunakan kesempatan dengan berkata. "Ahh adi,
sesungguhnya terasa berat juga harus melepaskan kalian ini, justeru ancaman penjahat
gunung Ungaran masih bisa saja terjadi. Lebih lagi, pertemuan kita ini baru beberapa hari
saja, dan rasa rindu dalam hatikupun belum terobati. Maka saya mohon dengan sangat
baik kepada adi Wanengboyo maupun adi Ayu Kedasih agar sudimenunda keberangkatan
ini barang semalam."
"Sesungguhnya akupun berat juga kakang," sahut Wanengboyo yang jujur, dan
tidak tahu sama sekali akan persoalan yang terjadi. "Tetapi Ayu mendesak saja, sehingga
akutak dapat berbuat lain kecuali harus mengiringkan maksudnya."
Danurwenda yang sudah mendengar penuturan Ayu Kedasih hanya berdiam diri.
Tidak kurang usahanya untuk menahan Ayu Kedasih dan Wanengboyo. Namun apa
harus dikata kalau keputusan Ayu Kedasih sudah bulat?
Sebaliknya Ayu Kedasih yang diam-diam khawatir juga kalau Tohjoyo membuka
rahasia, walaupun terasa berat ia membuka mulut juga, "Maafkanlah akukakang
Toajoyo, bahwa kunjunganku kemari sesingkat ini. Tetapi semalam aku mimpi disusul
ibu dan diminta agar aku pulang secepatnya ......."
"Aihhh!" Wanengboyo kaget dan mengamati isterinya. "Mengapa impianmu itu
tidak engkau beritahukan padaku?"
"Hemm, aku tahu bahwa engkau orang yang tidak percaya kepada impian," sahut
Ayu Kedasih. "Tetapi sebaliknya aku percaya kepada impian semacam itu. Orangtua
memberitahukan kepada kita, bahwa impian semacam itu merupakan sasmita. Bisa jadi
ibu sedang mengalami kesulitan, atau pula sedang sakit."
Diam-diam Danurwenda tertawa mendengar jawaban Ayu Kedasih ini. Kepada
dirinya, Ayu Kedasih menceritakan yang tidak sama dengan keterangannya sekarang ini.
Tetapi ia memang seorang saudara seperguruan tertua yang bijaksana. Di samping itu
iapun sudah berjanji untuk merahasiakan. Maka ia merasa lebih aman apabila bersikap
diam.
"Ya, memang tiada pertemuan yang tanpa perpisahan," kata Tohjoyo kemudian
sambil menghela napas pendek. "Tetapi sekarang terpikir olehku, untuk sekedar memberihttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
kenang-kenangan dan hadiah kepada adik iparku. Ya, siapa tahu benda yang tidak
berharga itu, akan dapat menjadi sarana hubungan batin antara kita lebih dekat lagi? Nah
oleh sebab itu, aku ingin mengundang adi Ayu Kedasih ke rumahku barang sebentar,
untuk mengambilnya."
"Benar. Dan aku amat berterima kasih sekali, kakang Tohjoyo," sambut
Wanengboyo gembira, tanpa rasa curiga sedikitpun. Maka kemudian ia memalingkan
mukanya kepada isterinya, lalu menganjurkan. "Ambillah Ayu, dan aku percaya bahwa
kenang-kenangan dan hadiah itu tentu besar sekali nilainya. Bukankah begitu kakang
Tohjoyo? Dahulu ketika kita kawin, aku memang tidak dapat memberi hadiah apa-apa
padamu. Maka kiranya wajar juga, kalau sekarang kakang Tohjoyo yang memberi hadiah
itu untukmu, Ayu."
Tohjoyo tertawa, "Ha-ha-ha, tentu saja. Saudara seperguruan, tidak jauh bedanya
dengan saudara kandung. Harus saling tolong, saling setia dan saling percaya. Karena di
saat perkawinanmu berlangsung ayahku meninggal, maka ketika ituaku tidak dapat
datang dan sekarang saatnya aku memberikan hadiah itu untuk Ayu Kedasih."
"Ambillah Ayu," Wanengboyo menganjurkan lagi. "Dan biarlah aku menunggu
di sini sambil bicara dengan kakang Danurwenda."
Namun sudah tentu Ayu Kedasih dapat menduga apa yang dikandung oleh
Tohjoyo ini. Ia mengerti, apabila dirinya datang ke rumah Tohjoyo, dirinya akan dijebak
dan dipaksa untukmelayani kehendak laki-laki itu lagi. Dansungguh celaka sekali,
suaminya terlalu percaya sehingga sekarang sudah menganjurkan seperti itu. Menghadapi
keadaan di luar dugaannya ini, apabila ia menolak begitu saja kehendak Tohjoyo ini bisa
menimbulkan akibat yang tidak diharapkan. Sebaliknya kalau dirinya harus menyerah
lagi kepada Tohjoyo, ia tak sudi. Untung saja ia bukan seorang wanita bodoh. Ia tahu,
apabila ia minta supaya Wanengboyo menyertainya, salah-salah suaminya menjadi
curiga. Namun sebaliknya apabila seorang diri, ia dalam bahaya. Maka sambil mengamati
Danurwenda ia kemudian berkata. "Kakang Danurwenda, saya mohon agar kakang suka
menyertai aku ke sana."
Dan Danurwenda yang sudah mendengar penuturan Ayu Kedasih tentang impian
perempuan itu semalam, mengerti akan sebabnya Ayu Kedasih mengucapkan demikian.
Ayu Kedasih merasa selalu dibayangi oleh kekhawatiran dan ketakutannya berdekatan
dengan Tohjoyo. Dan disamping itu, secara diam-diam iapun dapat menangkap
pandangmata Tohjoyo yang aneh kepada Ayu Kedasih. Sebagai saudara seperguruan
yang tertua dan tidak menghendaki hal-hal yang tidak menyenangkan, maka ia tidak bisa
berkata lain, kecuali. "Kalau demikian, lebih yogya lagi apabila kita datang bersama-sama
ke rumah adi Tohjoyo. Dansekalian kita menjadi saksi akan pemberian hadiah itu.
Bukankah engkau setuju, adi Wanengboyo?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Ahhh, pendapatmu bagus sekali kakang," sambut Wanengboyo gembira, "Mari,
kita beramai datang ke sana."
Dan yang mati kutu sekarang adalah Tohjoyo. Ia tadi sudah gembira sekai, ketika
tanpa curiga sedikitpun Wanengboyo sudah menganjurkan kepada Ayu Kedasih supaya
datang seorang diri. Tetapi semuanya sudah terlanjur. Apabila ia menolak kehadiran
Danurwenda dan Wanengboyo ke rumahnya, tentu menimbulkan kecurigaan. Maka
walaupun menyesal dan masygul, akhirnya Tohjoyo mengajak mereka itu semua ke
rumahnya. Akan tetapi sekalipun begitu, diam-diamTohjoyo penasaran sekali, dan
kemudian hari akan masih berusaha meucari kesempatan untuk dapat menggagahi Ayu
Kedasih lagu
oooOOOoo
SEKARANG tibalah saatnya kita mengikuti perjalanan Tumpak Denta dan Fajar
Legawa yang pergi menuju Lembah Galunggung, untuk memenuhi panggilan gurunya.
Sebenarnya saja memang belum cukup dua bulan dirinya pergi meninggalkan gurunva.
Namun demikian dalim hati pemuda ini timbul juga rasa rindu kepada guru yang
dihormati itu. Maka ketika jarak tempattinggal gurunya sudah tidak jauh lagi, ia mengajak
Tumpak Denta mempercepat perjalanan. Dan Tumpak Dentapun mengangguk, lalu dua
orang muda ini bergerak lebih cepat.
Dalam perjalanan ini tiba-tiba saja Fajar Legawa teringat kepada anak yatim piatu,
anak malang yang bernama Sasongko yang pernah ditolongnya. Ia memalingkan muka
kearah Tumpak Denta. Tanyanya. "Kakang, bagaimanakah dengan Sasongko?"
Tumpak Denta ketawa perlahan. Pertanyaan itu segera mengingatkan
pengalamannya kepada bocah itu setelah dibawanya ke Lembah Galunggung. Seorang
bocah yang tabah, cerdas disamping rajin. Apabila ada waktu terluang, Tumpak Denta
selalu mengisi dengan bergurau dan bercanda. Bocah yang bernama Sasongko itu amat
memikat hatinya, sehingga Tumpak Denta amat kasih. Dan dengan hadirnya bocah itu di
Lembah Galunggung hingga ia tidak merasakan kesunyian lagi seperti biasanya.
"Ternyata dia anak baik adi, di samping cukup menyenangkan." sahut Tumpak
Denta. "Guru amat kasih kepada bocah itu, karena bukan saja tabah, akan tetapi juga
cerdas dan rajin. Hemm, sulitlah menemukan seorang bocah seperti dia. Hingga guru
yang semula sudah tidak lagi menerima murid, beliau merubah sikap karena tertarik.
Maka dia sekarang merupakan murid termuda, merupakan adik seperguruan kita."
"Syukurlah kakang apabila demikian, apabila guru berkenan mendidiknya sendiri.
Mudah-mudahan saja kelak kemudian hari dia menjelma sebagai seorang laki-laki sejati
pengabdi kemanusiaan. Menjadi seorang pejuang tanpa pamrih untuk pribadi."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Ya, mudah-mudahan Tuhan mengabulkan harapan kita adi. Dan betapa gembira
bocah itu apabila bertemu dengan engkau."
Ketika mereka sudah tidak jauh lagi dengan padepokan gurunya, terdengarlah
suara nyaring, mengalun dan panjang, menggema dan memantul dari tebingke tebing,
suara seorang yang sedang azan.
"Siapakah yang azan itu kakang?" tanya Fajar Legawa,
"Dialah Sasoagko," sahut Tumpak Denta.
Fajar Legawa diam-diam menjadi bangga. Dan rasa rindunya kepada bocah itu
makin menjadi.
Mereka kemudian langsung menuju surau. Mereka mengambil air suci untuk
segera mengikuti sholat Ashar sebagi makmum. Gurunya, Suria Kencana yang bertindak
sebagai imam. Rasa rindu mereka tahankan menunggu sesudah sholat selesai
"Akhirnya engkau datang juga kakang, aku sudah rindu kepada engkau kata
Sasongko setelah mereka selesai menunaikan sembahyang.
Sasongko tidak lagi memanggil paman kepada Fajar Legawa. karena sekalipun masih
kecil, iapun murid Suria Kencana pula, maka sebagai adik seperguruan, panggilan paling
tepat apabila kakang.
"Akupun sudah rindu padamu," sahut Fajar Legawa sambil tersenyum. Ketika itu
Suria Kencana melambaikan tangan sebagai isyarat agar Fajar Legawa dan Tumpak
Denta datang. Maka kakak beradik seperguruan itu kemudian menggunakan lutut untuk
berjalan, menghampiri guru mereka yang masih duduk di tempatnya. Dua orang murid
ini kemudian bergantian mencium punggung telapak tangan dan kemudian lutut orang
tua itu. Selang kemudian Suria Kencana dengan kasih mengusap rambut muridnya,
menggunakan tangan yang sudah berkeriput.
Sesudah mereka memberikan hormat kepada guru itu, mereka kemudian diijinkan
mendahului meninggalkan surau menuju rumah depan. Dalam perjalanan menuju rumah
depan ini, Sasongko bertanya. "Ke manakah saja kakang selama ini?"
"Banyak yang akan kunjungi. Dan hari ini, aku dan kakangTumpak Denta datang
dari gunung Ungaran." sahut Fajar Legawa.
" Gunung Ungaran sana itu?"
Fajar Legawa mengangguk. Sasongko merasa belum puas, ia bertanya lagi. "Apa
saja yang menarik hatimu datang kesana?https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Fajar Legawa tersenyum. Kemudian jawabnya. "Nanti sajalah, semuanya akan
aku ceritakan padamu."
Sasongko mengerti dan tidak menuntut lagi. Ia tahu bahwa baik Fajar Legawa
maupun Tumpak Denta akan langsung menghadap guru. Untuk itu maka bocah ini lalu
membalikkan tubuh pergi menuju kebelakang.
Fajar Legawa dan Tumpak Denta mendahului pergi ke ruang tamu, di rumah
depan. Mereka kemudian duduk dan menunggu sesudah guru mereka turun dari surau.
Tak lama kemudian Suria Kencana sudah datang dan duduk bersila di atas tikar
pandan kasar. Kemudian terdengarlah kakek ini berkata lembut. "Fajar, sengaja kakakmu
aku perintahkan mencarimu. Karena satu hal yang amat penting harus aku bicarakan
dengan engkau."
Jantung FajarLegawa berdebar. Apakah maksud gurunya yang dikatakan penting
itu? Maka kemudian ia bertanya, "Tentang apakah bapa?"
"Apakah engkau sudah mandi?" tanya gurunya, tidak menjawabpertanyaan
muridnya.
"Belum bapa. Murid dengan kakang Tumpak baru saja tiba."
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Suria Kencana tersenyum, lalu katanya lembut. "Kalau demikian, sebaiknya kamu
mandi dahulu agar kembali segar. Dan tentunya kamu lapar, bukan? Maka makanlah
kamu dahulu, justeru nanti malam masih banyak waktu untuk berbicara."
Malam itu sesudah selesai menunaikan tugas sholat Isha, terdengarlah Tumpak
Dentasedang mengajar Sasongko mengaji. Sedang Fajar Legawa langsung berhadapan
dengan gurunya.
"Fajar sudahkah engkau berhasil menemukan jejak pembunuh keluargamu?"
tanya kakek ini dalam membuka percakapan.
Fajar Legawa berdebaran, lalu jawabnya. "Belum bapa. Murid belum tahu siapakah yang
sudah berbuat sekejam dan sekeji itu. Danmurid belum juga mendengar khabar tentang
Irma, masih hidup ataukah sudah mati."
Fajar Legawa mengeluh. Dan rasa sedih kembali menyesak dada. Sesaat kemudian
pemuda ini menyambung. "Sebenarnya murid amat cemas, mengingat akan Irma, bapa!
Entah dia masih hidup ataukah sudah mati. Namun demikian murid selalu berdoa dan
mohon kepada Tuhan agar kepada Irma diberikan perlindungan. Bapa, sesungguhnya
ingin sekali murid dapat menemukan jejak pembunuh kejam itu. Dan murid ingin sekalihttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
segera dapat membalas sakit hati itu."
"Ya, aku dapat memahami akan kesedihanmu itu," Suria Kencana menghela
napas, dan rasa haru memenuhi dadanya yang kerempeng. Beberapa saat kemudian
barulah kakek ini melanjutkan. "Itulah sebabnya aku memerintahkan kakakmu Tumpak
Denta mencari engkau. Sebab aku ingin mengabarkan hal amat penting kepadamu."
"Apakah bapa sudah mengetahui siapakah pembunuh keji itu?" kata pemuda ini
seraya mengamati gurunya.
"Fajar, tenanglah engkau," gurunya memberi nasihat. "Apa yang akan aku
kabarkan padamu ini sesungguhnya, hanyalah bagian yang amat kecil dari hidupmu.
Namun, sekalipun amat kecil aku yakin bahwa sedikitnya engkau akan menjadi lega."
Fajar Legawa berdiam diri sambil mengamati Suria Kencana. Kemudian setelah
kakek itu menghela napas panjang, berkata lagi. "Fajar, seminggu yang lalu datanglah
seorang ke tempat ini. Di dalam ruangan inilah orang tersebut bicara dengan aku."
"Siapakah dia, bapa?" tanya Fajar Legawa denganhati berdebar. "Dan membawa
kabar apakah?"
"Fajar, aku sudah berjanji kepada dia, sesuai dengan permintaan orang itu untuk
tidak menyebut nama dan tempattinggal orang itu. Dan justeru aku sudah berjanji kepada
tamu itu, maka aku tak berani melanggarnya. Tetapi yang jelas, tamu itu kepadaku
menceritakan, telah menolong Irma Sulastri."
"Ahhh ........." Fajar Legawa berjingkrak saking kaget, tetapi menjadi lega. "Jadi
............Irma selamat?"
Suria Kencana mengangguk dan tersenyum. Ia dapat memaklumi sikap Fajar
Legawa. Kemudian kata kakek ini. "Begitulah kabar dari tamu itu, adikmu selamat."
"Dimanakah sekarang Irma berdiam, bapa. Dan siapa pulakah yang sudah
menolongnya?" desak Fajar Legawa. Kemudian rasa rindu menyesak dada pemuda ini,
dan ingin pula selekasnya dapat bertemu dengan adiknya itu. Dari adiknya ia berharap
akan dapat memperoleh keterangan tentang ciri-ciri penjahat yang sudah membunuh ayah
dan bundanya.
"Fajar, tamu itu sendiri yang telah menolong adikmu. Dan sesuai dengan janjiku,
maka aku tidak dapat memberitahukan nama maupun tempat tinggal tamu itu."
"Apakah sebabnya dia merahasiakan nama dan tempat tinggalnya?" desak Fajar
Legawa.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Aku tidak dapat menerangkan."
"Ahhh sayang ........."
"Ya, memang sayang anakku. Karena ketikaaku tanyakan penjahat manakah yang
sudah melakukan kebiadaban itu, iapun tak mau menerangkan. Ia hanya berkata, mudah-
mudahan kemudian hari dapat diketahui."
Fajar Legawa mengeluh. Dan gurunya menghela napas pendek. Beberapa saat
lamanya guru dan murid itu berdiam diri. Dalam hati Fajar Legawa timbul rasa heran,
mengapa seakan gurunya ini menyembunyikan sesuatu. Dan seakan masih merupakan
teka teki yang harus ia pecahkan sendiri. Seakan Irma Sulastri masih diselubungi oleh
rahasia. Namun demikian, kabar ke selamatan adiknya itu sudah cukup membuat
hatinya agak lega juga. Kemudian hari ia berharap akan dapat bertemu juga dengan
adiknya itu.
Tetapi walaupun merasa legar ia masih penasaran, mengapa sipenolong itu tidak
mau menyebutkan nama dan tempat tinggalnya. Apa sajakah sebabnya orang itu perlu
merahasiakan semua itu?
"Bapa!" kata pemuda ini kemudian. "Dengan kabar yang sudah murid dengar itu,
membuat murid lega dan gembira. Akan tetapi sebaliknya muridpun menjadi penasaran."
"Apakah sebabnya engkau penasaran?" tanya gurunya.
"Sikap tamu itulah yang membuat murid penasaran. Seakan sesuatu rahasia
memaksa kepada dia untuk bersembunyi."
Suria Kencana tersenyum. Lalu. "Ya, mungkin, memang dia perlu bersembunyi."
Fajar Legawa menatap wajah gurunya yang sudah berkeriput. Dan mendengar
jawaban gurunya yang terakhir ini, maupun melihat wajah gurunya, pemuda ini menjadi
tertarik dan diam- diam merasa curiga juga.
Sebagai seorang tua pertapa sakti mandraguna. Suria Kencana dapat menduga
kecurigaan muridnya itu. Maka setelah tersenyum, kemudian kakek ini berkata.
"Kecurigaan adalah cermin dari sikap yang ingin berhati-hati. Akan tetapi kecurigaan
yang tanpa alasan, sebenarnya tidak perlu. Dan sesuatu yang dirahasiakan,
membuatorang bertanya-tanya dan bingung. Akan tetapi, kerahasiaan itu amat penting
bagi sesuatu cita-cita. Fajar, anakku, camkanlah nasihat para cendekiawan kita tentang
pentingnya rahasia itu disimpan. Begini antara lain. Rahasia, apabila dipercayakan
kepada orang cerdik yang bijaksana, maka akan terpeliharalah rahasia itu dan akanhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
tercapailah tujuannya. Dan pandai memelihara rahasia adalah sesuatu sifat yang menjadi
puncak kesopanan. Apabila rahasia telah tergenggam oleh tangan orang yang boleh
dipercaya dan pandai menyimpannya, maka telah amanlah rahasia itu tidak akan terbuka-
buka lagi."
Suria Kencana berhenti, mengamati Fajar Legawa dan mencari kesan. Sejenak
kemudian sesudah kakek ini menghela napas, ia meneruskan. "Hanya kerap kali pula
rahasia itu tidak aman apabila rahasia itu sudah berada di dalam dada dua orang. Apabila
salah seorang yang diantaranya membocorkan, maka rahasia itu akan jatuh pada orang
ke tiga. Dan apabila sudah lebih dari dua orang yang mengetahuinya, rahasia itu tentu
akan terbuka juga. Hingga sifat kerahasiaan itu sudah tidak ada lagi. Anakku, camkanlah
apa yang sudah aku katakan di atas itu. Kemudian kau akan dapat mengambil
manfaatnya."
Fajar Legawa berdiam diri dan merasa terpukul oleh kata-kata gurunya. Sadarlah
ia sekarang bahwa bagaimanapun pula gurunya akan tetap menyimpan rahasia yang
sudah dipercayakan orang kepadanya. Dan apabila semula ia merasa kurang senang
akan sikap gurunya yang tidak mau berterus terang itu, sekarang ia berbalik menjadi
kagum dan menghormati. Karena dengan sikapnya itu, tercerminlah akan budi dan jiwa
ksatryaannya yang tak dapat diragukan lagi.
Demikianlah pada akhirnya Fajar Legawa harus merasa puas dengan keterangan
gurunya ini. Danoleh gurunya kemudian ia diperintahkan datang ke surau untuk
membantu Tumpak Denta mendidik Sasongko.
Pagi-pagi selesai bersembahyang Shubuh, pergilah Fajar Legawa ke salah satu
puncak bukit yang tak jauh dari padepokan gurunya. Dari puncak ini kemudian Fajar
Legawa ingin menikmati pemandangan indah dikala matahari akan terbit. Ia merasa
rindu akan pandangan indah di waktu pagi itu.
Ia meletakkan pantatnya pada sebuah batu. Langit timur tampak merah membara.
Pertanda bahwa bola yang menyinarkan cahaya panas itu akan segera muncul menerangi
bumi. Akan tetapi ia membatalkan niatnya untuk menikmati pemandangan indah itu, dan
kemudian dengan gerak yang cukup gesit sudah berlindung kesebuah batu. Dengan hati-
hati, Fajar Legawa memusatkan perhatian ke sebelah bawah. Karena dalam kesamaran
pagi yang ditabiri oleh kabut tipis, ia menangkap gerakan seseorang yang ringan menuju
ke lembah gurunya bertempat tinggal.
Pemuda itu curiga. Timbul rasa khawatir apabila orang bermaksud tidak baik.
Tanpa sesadarnya tangan sudah bergerak meraba tongkat pada pinggangnya. Ia sadar,
orang yang berani mengganggu gurunya tentu seorang sakti mandraguna. Guna
melindungi keselamatan dirinya maupun gurunya, ia akan langsung menggunakan
tongkat berisi keris pusaka Tilam Upih itu. Hanya dengan tongkat itu sajalah menuruthttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
pendapatnya akan dapat melawan orang itu.
Akan tetapi kemudian ia menjadi amat heran. Agak lama ditunggunya orang itu
dengan perasaan gelisah, tetapi orang tersebut tidak juga muncul. Timbul pertanyaan
dalam hati, ke manakah gerangan pendatang itu? Ia mencoba mengamati jalan kecil di
bawah. Tetapi apa yang ditunggu dengan perasaan tegang itu tidak juga muncul.
Pada saat ia keheranan dan gelisah itu, tiba-tiba ia mendengar suara ketawa orang.
Dan yang mengejutkan hatinya justeru mengapa suara itu dari belakangnya. Karena
khawatir dirinya celaka, secepat kilat ia sudah memutar tubuh dan tongkatnya
menyambar dahsyat.
"Aya........." seru orang itu terkejut. "Mengapa engkau menyerang aku?"
Fajar Legawa terkejut juga. Ia cepat menarik tongkatnya, membungkuk memberi
hormat dan kemudian berkata. "Paman, maafkan saya. Kedatangan paman sepagi buta
ini menimbulkan kecurigaanku."
Orang yang datang itu ternyata Wukirsari. Ia terkekeh lalu sahutnya. "Pantas
sekali engkau main sembunyi di tempat ini. Akan tetapi sikapmu yang hati-hati memang
pantas dipuji. Memang demikianlah seharusnya engkau berbuat."
Wukirsari kemudian duduk pada sebuah batu. Dan Fajar Legawa juga sudah pula
duduk pada batu yang lain.
"Baru kemarin saya pulang, paman," kata FajarLegawa tanpa ditanya.
"Baru kemarin? Mengapa?" Wukirsari menjadi heran.
Diceritakan kemudian tentang mengapa sebabnya baru kemarin ia pulang ke
Galunggung. Karena tertahan di desa Sumberrejo, membantu murid-murid Gajah Seta.
Wukirsari mengangguk-angguk. Kemudian orang tua ini berkata. "Fajar, apa yang
aku khawatirkan akhirnya terjadi juga."
"Tentang apakah paman?" Fajar Legawa melengak heran.
"Tentang apa lagi kalau bukan Handana Warih." Wukirsari mengeluh. "Ternyata
sejak engkau berselisih dengan dia, dan Handana Warih aku perintahkan pulang, dia tidak
juga memenuhi perintahku. Handana Warih tidak pulang ke Gresik."
"Lalu, ke manakah dia?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Wukirsari menggelengkan kepalanya, "Aku sudah mencari ke desa tempat
asalnya, di desa Jipang. Tetapi orangtuanya malah kaget mendengar kabar itu. Orang
tuanya malah menjadi sedih."
"Mengapa dia tidak pulang?"
"Mungkin sekali dia takut, akibat sudah merasa bersalah. Bukankah engkau telah
difitnah oleh dia, sudah membunuh Pertiwi Dewi? Jelas bahwa dia menjadi takut akan
bayangannya sendiri. Takut apabila aku memberi hukuman atas kesalahannya itu."
Wukirsari tampak mengamati kabut tipis yang menabiri alam pagi hari ini. Ia tidak
berkedip dan kemudian memandang ke tempat jauh. Entah apa saja yang sedang
dipikirkan kakek ini.
" Fajar," katanya kemudian sesudah berdiam diri beberapa saat, "Tabiat yang
kurang baik itu sesungguhnya sudah agak lama aku ketahui dan agar dia bisa merubahnya.
Akan tetapi ternyata segala usahaku, dan segala nasihatku agaknya tidak juga mempan.
Tabiatnya yang tinggi hati ingin menang sendiri, dan perbuatan-perbuatan lain yang
kurang patut, tidak juga dapat dirubahnya."
"Lalu apakah tindakan paman apabila dapat bertemu dia?" pancing Fajar Legawa.
"Sebelum dia menodai nama baikku sebagai gurunya, aku akan mengambil
tindakan dan menghukum dia. Namun demikian aku masih akan sedia memberi
kesempatan kepada dia supaya merubah sikap. Dan untuk itu anakku, kepadamu aku
minta batuan. Ikutlah engkau mengawasi sepak terjangnya. Dan apabila perlu, ambillah
dengan kekerasan. Dan aku berikan hak penuh atas dirimu, mewakili aku. Hemm,
sesungguhnya saja aku merasa amat sedih dengan tingkah laku Handana Warih yang
tidak patut itu. Engkau tahu, muridku hanya seorang saja, dia. Maka dengan kenyataan
ini, hancurlah harapanku."
Sesudah mengucapkan kata-katanya ini, tampaklah kakek itu masygul. Tampak
amat menyesal sekali, sehingga wajahnya muram. Beberapa kali ia mengeluh, hingga
Fajar Legawa terharu. Akan tetapi sebelum Fajar Legawa sempat membuka mulut, kakek
ini telah berkata lagi. "Sudahlah, mari kita menghadap gurumu. Ada suatu soal penting
harus aku bicarakan dengan gurumu."
"Mungkin bapa masih disurau," sahut Fajar Legawa, kemudian mengikuti langkah
kakek itu.
Dugaan Fajar Legawa ternyata benar. Dan setelah Wukirsari dan Suria Kencana
bertemu, pemuda ini tahu diri dan pergi.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Menempuh jarak jauh aku datang kemari, membawa persoalan Fajar Legawa,"
kata Wukirsari yang memulai pembicaraan dengan Suria Kencana.
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apakah sesudah adi Abdul Fatah alias Kusen itu tewas dibunuh orang, kakang
Suria Kencana masih perlu merahasiakan kedudukan Fajar Legawa?"
"Hemm, aku memang sudah pernah berjanji kepada adi. Bahwa pada saatnya aku
akan memberitahukan dia tentang "suatu rahasia" yang selama ini aku tutup," sahut Suria
Kencana sambil menghela napas pendek. "Kalau demikian, menurut pendapatmu apakah
sudah tiba saatnya dia harus tahu kedudukannya? Bahwa dia memang wajib
menyelamatkan keris pusaka "Tilam Upih" itu, justeru dia mengemban tugas keluarga."
"Memang menurut pendapatku sudah tiba saatnya hal itu diberitahukan dia
kakang. Agar dengan begitu Fajar Legawa lebih bersungguh-sungguh lagi menjaga
keris "Tilam Upih" itu, jangan sampai jatuh ke tangan jahat." kata Wukirsari dengan nada
yang mantap dalam memberi tekanan kata-kata yang diucapkan, "Kakang kedudukanmu
sebagai salah seorang sahabat Gusti Adipati Ukur untuk mendidik puteranya telah engkau
laksanakan dengan baik. Sedang adi Abdul Fatah atau Kusen itu, sebagai salah seorang
sahabat Gusti Adipati Ukur, juga sudah melaksanakan tugasnya amat baik. Dia sanggup
mengorbankan nyawanya sendiri untuk kepentingan FajarLegawa dan pusaka itu. Maka
menurut pikiran kakang, sebaiknya Fajar Legawa diberi ungkapan rahasia ini. Bahwa
sesungguhnya adi Abdul Fatah bukan orangtuanya yang sebenarnya, tetapi sebagai ayah
angkat. Yang mempunyai tugas secara khusus, melidungi dan mengamankan dua orang
putera Gusti Adipati Ukur yang masih amat kacil, agar tidak menjadi korban
kesewenangan Sultan Agung. Bahwa orang tua yang sesungguhnya, adalah Gusti Adipati
Ukur sendiri."
Wukirsari berhenti dan batuk batuk. Setelah beberapa saat lamanya berdiam diri,
sambungnya. "Kakang, apabila baik Fajar Legawa maupun Irma Sulastri yang hilang
diculikpenjahat itu tahu, bahwa mereka merupakan putera dan puteri Gusti Adipati
Ukur, yang tewas dibunuh mati oleh Sultan Agung, pendapat dan pandangannya terhadap
Raja Mataram yang sekarang itu, kita serahkan sepenuhnya kepada mereka. Apakah
Fajar Legawa perlu menuntut balas kematian ayahnya oleh hukuman Sultan Agung itu
atau tidak. Apakah Fajar Legawa menganggap hukuman yang diderita oleh ayahnya itu
memang sudah sepantasnya atau tidak, juga kita serahkan kepada dia sendiri. Kita hanya
sekadar mengungkapkan rahasia yang selama ini kita tutup. Kita hanya sekedar memberi
tahu, tentang kedudukannya yang sebenarnya. Bahwa Fajar Legawa bukan anak Abdul
Fatah, akan tetapi putera seorang Adipati, yang disaat hidupnya berkuasa di Kadipaten
Ukur. Maka sudah sepantasnya pula, bahwa sebagai puteranya, Fajar Legawa harus
menyelamatkan keris pusaka ayahnya sendiri itu."
"Hemm, engkau benar adi," sahut Suria Kencana. "Akan tetapi, apakah
pendapatmu itu sudah tepat untuk waktu sekarang?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Apakah maksudmu?" Wukirsari mengamati Suria Kencana dan tampak heran.
"Maksudku, karena Fajar Legawa masih terlalu muda," kata Suria Kencana. "Aku
agak khawatir kalau dia belum mampu menerima kenyataan seperti itu."
"Aku belum dapat menangkap maksudmu kakang," Wukirsari mengamati Suria
Kencana, tampak ingin sekali mendapatkan penjelasan.
Suria Kencana berbatuk-batuk sebentar, baru kemudian, kakek ini berkata. "Adi,
yang selalu membuat aku ini dibayangi oleh perasaan khawatir, apabila kemudian timbul
tekad bocah itu untuk melakukan balas dendam. Maklum adi, seorang muda yang masih
berdarah panas. Apabila tahu bahwa ayahnya dihukum mati oleh orang secara sewenang-
wenang, siapakah yang kuasa menahan rasa dendam dan sakit hati itu?"
Suria Kercana berhenti. Baru sesudah menghela napas, ia melanjutkan. "Adi, aku
menyadari bahwa ilmu bocah itu masih amat dangkal. Padahal Mataram banyak memiliki
jago-jago sakti. Dapat berbuat apakah bocah itu apabila sampai timbul keberaniannya
untuk membalas dendam? Tidak urung dia datang ke Mataram hanya mengantarku
nyawa. Aii, itulah sebabnya yang membuat aku ini ragu-ragu untuk mengungkapkan
rahasia kedudukan Fajar Legawa yang sesungguhnya. Namun, sebaliknya juga sering
terpikir dalam hatiku. Apakah jadinya kalau rahasia itu kita tutup terus? Tidak urung
sejarah hidup bocah itu akan gelap, apabila orang-orang yang tahu riwayat hidupnya telah
tiada. Dankasihan Gusti Adipati Ukur bahwa keturunannya tidak memberikan baktinya
kepada orangtua."
Untuk sejenak dua orang tua ini berdiam diri. Memang timbul rasa keraguan pula
di dajam hati mereka. Ragu karena khwawatir akan akibat yang tidak diharapkan. Lama
dua orang tua ini mempertimbangkan untung dan ruginya membuka rahasia keturunan
Fajar Legawa ini. Bahwa sesungguhnya, putera seorang Adipati yang sejak kecil dititipkan
kepada Kyai Adul Fatah atau Kyai Kusen.
"Jadi, bagaimanakah menurut pendapatmu Kakang?" tanya Wukirsari setelah
berdiam diri berapa saat lamanya.
"Seperti aku katakan tadi pada dasarnya aku memang setuju rahasia itu
diberitahukan," sahut Suria Kencana."Namun harus diusahakan agar bocah itu tidak
terbakar kemarahan tanpa mengingat kekuatan sendiri berusaha membalas dendam."
"Kalau demikian kakang, bolehkah aku saja yang memberitahu dia?" akhirnya
Wukirsari menawarkan diri.
"Jika engkau tidak keberatan, apakah salahnya? Aku malah senang sekali adi. Baikhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
begini saja. Ajaklah dia ke rumahmu, Gresik............"
"Ahhh, mengapa demkian?" Wukirsari kaget dan memotong ucapan Suria
Kencana yang belum selesai.
"Ada maksudku adi. Dengan perjalanan itu, setidak-tidaknya Fajar Legawa akan
memperoleh pengalaman yang lebih luas. Kemudian nasihatilah dia dalam menghadapi
persoalannya. Beritahukan bahayanya kalamana dia mendendam dan berusaha membalas
dendam ke Mataram."
"Mengapa bukan kakang saja?"
"Heh-heh-heh, aku tahu engkau akan menyerahkan padaku sebagai gurunya,
bukan? Dan engkau ingin mencuci tangan? Adi, bagaimanapun engkau adalah kakak
seperguruan ayah angkat Fajar Legawa. Engkau lebih berkepentingan dalam soal ini.
Engkau tak boleh menolak permintaanku, dan persoalan bocah itu aku serahkan ke
tanganmu."
Wukirsari tidak segera memberi jawaban. Namun setelah beberapa saat lamanya
berdiam diri, kemudian ia menjawab juga. "Kalau memang begitu kehendakmu, baiklah.
Aku sedia melaksanakan perintahmu. Ahhh, tetapi............"
"Ada apa?" tanya Suria Kencana dan mengamati dengan heran.
"Aku teringat pengalamanku beberapa minggu yang lalu, bersama adi Gadung
Melati, Fajar Legawa maupun Tumpak Denta. Ternyata sekarang Klenting Mungil
muncul lagi. Apakah tidak terpikir oleh kakang, untuk muncul kembali guna melindungi
keselamatan banyak manusia yang tak berdosa?"
"Heh-heh-heh," Suria Kencana ketawa terkekeh. "Dapat berbuat apakah aku yang
sudah pikun dan keropos tulangku? Aih, aku sudah terlanjur menyembunyi di tempat
sunyi ini, sehingga tiada gairah lagi untuk mencampuri urusan orang. Dalam pada itu,
bukankah, engkau sendiri mampu menghadapi dia?"
"Kakang............ah. terus terang saja aku hampir mati..............."
"Mengapa?" Suria Kencana terbelalak heran.
"Aku tidak percaya engkau sampai kalah dengan Klenting Mungil."
"Kakang, itulah kesulitanku," Wukirsari mengeluh. "Tanpa menggunakan aji
Bramastra, tak mungkin aku sanggup menghadapi dia. Tetapi sebaliknya apabila harus
aku gunakan, aku teringat akan pesan terakhir guru almarhum."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Heh-heh heh, ternyata engkau tidak dapat mengamalkan ilmumu adi!"
"Mengamalkan ilmu yang manakah maksudmu, kakang!"
"Adi, ilmu itu ibarat batang dan amal itu ibarat buahnya. Antara ilmu dan amal
merupakan dwitunggal yang tak dapat dipisahkan. Engkau mempunyai ilmu yang disebut
"Bramstra". Tetapi kalau ilmu itu tidak digunakan, lalu untuk apakah ilmu itu? Tiada
gunanya sama sekali, dan sia-sialah waktu yang engkau buang bertahun-tahun. Menurut
pendapatku itu kurang tepat, sekalipun gurumu almarhum telah melarang. Aku kira
larangan itu tidak mutlak. Tentu saja larangan itu terbatas kepada hal-hal yang kurang
benar. Tetapi apabila untuk kebaikan, mengapa harus dilarang? Nah menurut pendapatku
adi, ilmu dan amal tidak dapat dipisahkan. Gunakan ilmu untuk memberikan amal
kepada masyarakat luas."
Wukirsari mengangguk-angguk dan sekarang seperti disadarkan. Kalau saja ketika
itu ia melawan Klenting Mungil dengan aji Bramastra kiranya dirinya takkan menderita
rugi dan malah hampir mati. Oleh sebab itu sesudah menghela napas panjang, ia berkata.
"Kakang benar. Hemmm, memang aku yang tolol. Tetapi kakang, setelah bicara tentang
Klenting Mungil, aku lalu teringat kepada seorang tua yang sudah tidak muncul lama
sekali."
"Siapakah dia?"
"Paman Purwowaseso. Masih hidupkah beliau? Dan kalau masih hidup, di
manakah sekarang berdiam?"
"Heh-heh-heh," Suria Kencana ketawa sejuk. "Engkau ini aneh adi, engkau yang
banyak kesanakemari, mengapa malah bertanya padaku? Semestinya akulah yang harus
bertanya padamu?"
Wukirsari tertawa juga. Kemudian katanya. "Kakang, sesungguhnya amat sayang
bahwa orang seperti paman Purwowaseso itu, tidak mau mengangkat seorangpun murid."
"Ya, memang sayang juga." Suria Kencana mengiakan. "Akan tetapi manusia
mempunyai pendapat sendiri-sendiri. Hanya saja akan sayang, apabila ilmu tidak
diamalkan. Bukankah hanya Akan sia-sia saja semua ilmu yang sudah dipelajari puluhan
tahun itu, hanya akan dibawa ke liang kubur, tanpa mempunyai pewaris seorangpun?"
Dua orang sahabat yang telah lama tidak bertemu itu bicara asyik sekali. Banyak
yang mereka bicarakan. Akan tetapi tiba-tiba dua orang kakekini kaget ketika Tumpak
Denta tiba-tiba masuk sambil berkata gugup. "Bapa......... aih,ampunilah murid ........."
Sambil berkata dengan nada yang gugup ini, pemuda itu telah menjatuhkan diri
dan berlutut. Hingga baik Suria Kencana maupun Wukirsari menjadi kaget.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Ada apa?" tanya Suria Kencana.
"Guruaihh.........adi Fajar Legawa telah pergi."
"Pergi ke mana?" Wukirsari kaget dan mengamati pemuda itu.
"Inilah surat yang ditinggalkan." Tumpak Denta segera menyerahkan selembar
lontar, kemudian diterima oleh Suria Kencan.
Untuk sejenak wajah orang tua itu berubah. Akan tetapi kemudian kembali
tenang dan menghela napas.Wukirsari yang merasa heran dan khawatir, mengamati
Suria Kencana dan bertanya. "Surat itu, apakah isinya?"
"Hemm, silahkan engkau membaca sendiri," sahut Suria Kencana.
Lontar itu diterima Wukirsari. Dan setelah mengetahui isinya, mendadak wajah
kakek ini berubah. Katanya agak gugup. "Ahhh, berbahaya. Mengapa dia pergi ke Karta?"
Kalau Suria Kencana dapat bersikap tenang, sebaliknya Wukirsari tidak.
Wajahnya pucat, kemudian. "Kakang! Terlalu gegabah Fajar Legawa pergi ke sana.
Apakah yang akan diandalkan oleh bocah itu? Sinuwun Sultan Agung dijaga dan
dikelilingi oleh banyaktokoh sakti. Kepergian Fajar kesana, ibarat mengantar nyawa......"
"Hemm," Suria Kencana menghela napas berat. Sesaat kemudian, katanya, "Lalu
bagaimanakah menurut pendapatmu?"
"Aku tidak tega. Secepatnya aku harus mengejar dia. Ahh, jelas sekali bahwa
bocah itu telah mendengar apa yang tadi kita bicarakan. Belum juga aku memberitahukan
Fajar telah tahu, hingga bertindak sendiri tanpa perhitungan!" kata Wukirsari sambil
bangkit. Tampak sekali bahwa kakek ini amat gelisah, mengkhawatirkan Fajar Legawa.
"Bagaimanakah menurut pendapatmu, kakang?"
"Ya, aku serahkan keselamatan bocah itu ke tanganmu," sahut Suria Kencana
dengan nada yang tetap sabar. "Dan maafkan aku adi, aku telah amat tua dan malas untuk
pergi. Harapanku tak lain, agar engkau dapat melindungi keselamatan bocah itu."
"Saya ikut!" tiba-tiba Tumpak Denta berseru minta ikut Wukirsari sekalipun ia tak
tahu apakah sebabnya Fajar Legawa tiba-tiba pergi.
"Takusah," cegah Wukirsari. "Lebih baik engkau menunggu saja di sini. Apabila
aku berhasil menyusul dia, secepatnya aku akan kemari."
Tumpak Denta tidak berani mendesak. Namun ia mengamati gurunya, seakanhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
mohon bantuan gurunya. Akan tetapi Suria Kencana seperti tidak tahu, sehingga pemuda
ini diam-diam kecewa.
Wukirsari yang menjadi tak enak hati, segera minta diri kepada Suria Kencana.
Tetapi Tumpak Denta yang belum puas karena belum mengetahui sebab-sebab Fajar
Legawa pergi, mengikuti Wukirsari dan bertanya. "Paman, saya menjadi heran. Apakah
sebabnya adi Fajar Legawa pergi ke Karta, dan paman menjadi gugup?"
Wukirsari tersenyum, kemudian orang tua ini menerangkan tentang hal-hal yang
bersangkutan dengan Fajar Legawa. Bahwa bocah itu sesungguhnya adalah pulera
Adipati Ukur yang telah dibunuh mati oleh Sultan Agung. Jelas sekali bahwa kepergian
Fajar Legawa mendadak itu, tentu bermaksud untuk membalas dendam.Tindakan itu
amatberbahaya, justeru Sultan Agung mempunyai pengawai-pengawal sakti mandraguna.
Mendengar ini Tampak Denta kaget. Baru sekarang iamengerti bahwa Fajar
Legawaputera Adipati Ukur. Demikian rapat gurunya maupun yang lain menutup rahasia
itu, sehingga sekalipun sejak kecil dirinya berkenalan dan berkumpul, sama sekali tidak
tahu.
"Mengingat bahaya yang akan kita hadapi di sana itulah, maka aku tak dapat
mengijinkan engkau ikut." Wukirsari kemudian memberikan alasannya.
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tetapi paman.........sayapun menjadi khawatir."
"Aku tahu," kata Wukirsari. "Namun begitu tenangkan hatimu. Biarkan aku yang
mengurusi dia. Bagimu jauh lebih penting mengurusi guruu yang sudah tua, maupun adik
perguruanmu Sasongko."
Sesungguhnya Tumpak Denta masih akan memberikan alasan, dengan maksud
agar diperbolehkan ikut pergi. Akan tetapi Wukirsari telah mengebaskan tangannya,
sambil berkata. "Aku tidak dapat melarang engkau. Namun engkau harus minta ijin
gurumu lebih dahulu."
Pemuda ini hanya berdiri mematung sambil mengamati kepergian Wukirsari.
Hatinya terasa masygul disamping kecewa. Akan tetapi memang dapat mengerti.
Wukirsari memang tidak berhak memberi ijin dirinya pergi, tanpa persetujuan Suria
Kencana. Tetapi teringat akan sikap gurunya tadi, jelas bahwa gurunya tidak
menghendaki dirinya pergi. Tumpak Denta sadar, tentu Sasongkolah yang membuat
gurunya tidak memberi ijin dirinya pergi. Untuk pendidikan bocah itu, karena usia
gurunya yang sudah tua hampir sepenuhnya diserahkan kepada dirinya.
Memang sulit dibayangkan betapa kaget dan sakit hati Fajar Legawa, setelah
mendengar pembicaraan antara Wukirsari dengan gurunya, bahwa dirinya bukan anakhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
kandung Kyai Kusen, akan tetapi anak dari Adipati Ukur yang sudah dibunuh mati oleh
Sultan Agung tanpa alasan yang terang. Sebagai seorang anak, tentu saja menjadi panas.
Yang terpikir hanyalah ingin membalas dendam kepada Sultan Agung.
Fajar Legawa juga tahu bahwa tak mungkin gurunya mengijinkan, apabila dirinya
terusterang memberitahukan maksud kepergiannya. Justeru khawatir tidak diijinkan ini,
maka kemudian ia mencari daun lontar, lalu ia menulis pada daun itu dan kemudian
diberikan kepada Sasongko. Bocah kecil yang belum pandai membaca itu hanya segera
menyerahkan daun lontar itu kepada Tumpak Denta.
Sambil berlarian cepat sekali, Fajar Legawa sekarang menjadi tahu, mengapa
sebabnya keris pusaka "Tilam Upih" peninggalan Adipati Ukur itu, menjadi
tanggungjawabnya. Ternyata dirinya adalah keturunannya.
"Ayah.........oh ayah ......... berilah aku ampun........." ratap pemuda ini dalam hati
sambil terus berlarian. "Baru sekarang aku tahu tentang kedudukanku. Maka baru
sekarang pula aku akan pergi ke Mataram, untuk membalaskan sakit hati ayah........."
Ia bertekad, lebih baik menyusul ayahnya daripada tidak berhasil membalaskan
sakit hati ayahnya, yang telah menemui ajalnya di tangan algojo Mataram. Salah atau
benar, ia tidak mau perduli lagi.
Akan tetapi yang membuat Fajar Legawa sendiri merasa heran, mengapa ia tidak
ingat sama sekali, bahwa dirinya sebagai anak Adipati Ukur. Lalu kapankah dirinya
dipungut dan dirawat oleh kyai Kusen?
Memang tidak mengherankan apabila Fajar Legawa tidak ingat lagi akan semua
itu. Ketika itu masih amat kecil. Hingga tak mudah mengingat-ingat peristiwa yang dilalui
di saat dirinya masih amat kecil Akan tetapi apabila ada orang yang menuntun ingatan
itu bisa jadi Fajar Legawa mengingat kembali peristiwa yang terjadi empat belas tahun
yang lalu.
Waktu itu Sultan Agung telah berhasil menundukkan para bupati dan adipati di
wilayah timur, kecuali kadipaten Belambangan. Akan tetapi Sultan Agung masih belum
puas. Sebab cita-citanya untuk mengusir Belanda dari bumi Nusantara belum berhasil.
Maka pada tahun 1628 dikirimkanlah pasukan Mataram ke Betawi ( Jakarta ), dengan
panglima perangnya, Bupati Bahurekso, ialah Bupati Kendal yang amat dipercaya
olehSultan Agung, oleh kesetiaan dan kesaktiannya. Gerakan pasukan ini dibantu oleh
pasukan Sunda yang dipimpin sendiri oleh Adipati Ukur. Dan dalam pada itu, pasukan
yang menyusul cukupbesar pula dipimpin oleh Tumenggung Suro Agul-agul, Adipati
Mandurorejo dan Adipati Uposonto.
Pertempuran antara pasukan Mataram dengan Kumpeni itu cukup hebat. Mereka
menyerang benteng Belanda, dan pertempuran itu berlangsung kira-kira dua bulanhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
lamanya. Prajurit Mataram berjuang dengan gaggh berani, tidak takut mati. Akan tetapi
amat sayang bahwa perlengkapan pasukan Mataram memang kalah dibanding dengan
pihak Kumpeni. Walaupun pasukan Mataram semangatnya berkobar-kobar, namun
perahunya akan tenggelam juga oleh tembakan meriam-meriam Kumpeni yang justeru
amat berbahaya. Dalam pertempuran ini, Bahurekso yang menjadi Panglima pasukan
Mataram, kemudian gugur di medanperang. Hingga pasukan ini dipukul mundur oleh
Kumpeni.
Pasukankedua yang dipimpin Tumenggung Suro Agul-agul membantu. Pasukan
ini mengurung benteng Kumpeni itu dengan hebat. Akan tetapi sebagai akibat kalah
perlengkapan pasukan Mataram tidak dapat menerobos maju. Dan sebagai akibat terlalu
lama harus mengurung benteng Kumpeni itu, pada akhirnya pasukan Mataram ini
terpaksa mundur pula, karena kekurangan persediaan makan.
Tetapi walaupun gerakan pasukan itu tidak membawa hasil, Sultan Agung
mengirimkan lagi pasukan yang besar setahun kemudian. Pasukan lebih besar dibanding
dengan gerakan yang pertama. Namun ternyata gerakan pasukan kedua inipun
mengalami kegagalan akibat kehabisan persediaan makan pula.
Kegagalan yang ke dua kalinya ini, menyebabkan Sultan Agung marah, Raja
Mataram ini tidak mau tahu kesulitan pasukan Mataram yangkalah peralatan
perangnya itu, dan yang diinginkan hanyalah menang. Padahal pasukan itu sudah
berjuang mati-matian, namun pulangnya keMataram tanpa membawa hasil membuat
Sultan Agung mata gelap. Beberapa orang pemimpin prajurit itu dihukum mati. Akan
tetapi bagi mereka yang sanggup kembali ke Betawi menyerbu ke benteng Kumpeni,
mereka diberi hidup. Sesungguhnya sama saja nasib mereka ini. Menyerbu benteng
Kumpeni itu, akibatnya mereka gugur pula. Semuanya mati, hanya sebutannya saja yang
lain
Di saat Sultan Agung menghukum kepada orang-orang yang gagal dalam
menunaikan tugas ini, datanglah utusan dari Mataram ke Ukur, dan menangkap
Adipati Ukur. Ternyata kemudian, setelah tiba di Karta, Adipati Ukur harus menemui
ajalnya di tangan para algojo. Agaknya hukuman mati ini sehubungan pula dengan
masalah kegagalan menyerbu benteng Kumpeni di Betawi itu.
Peristiwa dibunuh matinya Adipati Ukur ini cukup menggegerkan keluarga
Adipati Ukur yang ditinggalkan. Isteri Adipati Ukur jusferu tidak hanya seorang, dan di
antara para isteri itu, diam-diam terjadi permusuhan batin. Akibat masing-masing selalu
berusaha memperoleh kasih dari suami.
Dalam keadaan seperti ini, tiba-tiba saja salah seorang isteri Adipati Ukur tahu
bahwa ibu Fajar Legawa menyimpan keris pusaka "Tilam Upih". Keris itu
diperebutkan, akan tetapi ibu Fajar Legawa yang merasa mendapat penyerahan suaminya
bertahan. Akibatnya terjadi usaha pembunuhan dengan racun. Untung Kyai Kusen tahuhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
kemudian dapat menyelamatkan ibuFajar Legawa bersama dua orang anaknya dan lalu
dibawa pergi. Untuk menghilangkan jejaknya maka kemudian mengganti nama dengan
Abdul Fatah dan memilih berdiam di pegunungan.
Tetapi sungguh sayang sekali sebagai akibat kesedihannya ditinggalkan suami,
pada suatu hari ibu Fajar Legawa meninggal dunia setelah sakit beberapa bulan lamanya.
Selama ibunya sakit, isteri Kyai Kusen yangmerawat dan mencukupi kebutuhan Fajar
Legawa maupun Irma Sulastri. Dan karena dua orang anak ini masih begitu kecil, maka
dalam waktu tak lama terlupa kepada ibunya sendiri, dan malah kemudian menganggap
Nyai Kusenlah ibu mereka. Sungguh kebetulan bahwa Nyai Kusen ssndiri tidak
mempunyai anak. Maka sikapnya kepada Fajar Legawa maupun Irma Sulastri tidak
bedanya anak sendiri.
Itulah sebabnya Fajar Legawa sampai tidak ingat lagi bahwa dirinya bukan anak
Kyai Kusen, akan tetapi putera Adipati Ukur. Sekarangsetelah memperoleh petunjuk
tentang riwayat hidupnya itu samar-samar terbayanglah ingatandikala masih keciL Serasa
ia pernah hidup dalam sebuah rumah yang besar dan banyak pula penghuninya. Sering
sekali ia menyaksikan orang-orang berkumpul di halaman yang luas sekali, sambil
membawa tongkat panjang (maksudnya tombak). Di antara mereka kemudian saling
berkejaran dengan kuda dan pukul memukul. Dan di samping itu, ayahnya selalu
dihormati oleh setiap orang.
Tetapi kenangan itu malah menambah hati yang sedih dan penasaran. Mengapa
ayahnya dibunuh mati oleh Sultan Agung? Salahkah ayahnya kepada raja Mataram itu?
Tetapi menurut pendapatnya ayahnya tidak mungkin salah. Ayahnya tentu menjadi
korban kesewenangan raja Mataram itu.
Ia terus berlarian cepat menuju ke Karta. Namun ia sadar, bahwa kepergiannya ini
akan membuat gurunya kaget, dan kemudian orang berusaha menyusul dirinya. Untuk
menghindari hal-hal yang tidak dikehendaki ini, maka ia lewat jalan-jalan kecil dan sepi.
Yang penting, agar orang tidak dapat menyusul dirinya. Ia sudah bertekad bulat bahwa
harus dapat membunuh Sultan Agung guna membalaskan sakit hati ayahnya. Dan apabila
sampai gagal, ia pun sedia mengorbankan nyawa sendiri.
Berkat kebulatan tekatnya tiba juga akhirnya pemuda ini di kota Karta dengan
selamat. Sungguh kebetulan bahwa pemuda ini tiba di kota Karta sudah hampir senja.
Dengan demikian ia tidak perlu banyak membuang waktu, sehingga malamnya ia sudah
akan dapat melaksanakan maksudnya. Sambil mengaso, ia masuk ke dalam warung
untuk mengisi perut. Namun karena kota Karta ini bagi dirinya asing, maka secara tidak
langsung ia mencari keterangan di manakah letak keraton Karta itu.
Setelah kenyang dan membayar harga makanan, seorang diri Fajar Legawa
melangkah menyusuri jalan dalam kota Karta, yang menuju kearah keraton. Akan tetapihttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
diam-diam pemuda ini menjadii terkejut setelah mengetahui keadaan. Ternyata keraton
itu luas sekali, disamping dilindungi oleh tembok yang tinggi. Disamping itupun Fajar
Legawa sadar bahwa setiap penjuru dan sempat-tenpat penting, tentu dijaga oleh prajurit
bersenjata. Tetapi mundurkah tekad pemuda ini? Tidak! Ia lebih suka mengorbankan
nyawa sendiri daripada harus mengurungkan maksudnya. Pendeknya malam ini yang
mati terbunuh musuh besarnya itu, ataukah dirinya sendiri yang hanya seorang diri.
Ketika malam tiba dan keadaan kota sudah menjadi sepi, dengan gerakan yang
ringan Fajar Legawa telah mendekati tembok keraton. Tampak oleh pemuda ini sejumlah
prajurit bersenjata tombak yang selalu hilir mudik di luar tembok keraton, sehingga untuk
mendekati dan menerobos masuk memang tidak gampang. Pemudi ini menempatkan diri
di tempat gelap sambil mencari akal, bagaimanakah cara yang tepat dapat masuk ke dalam
keraton, tanpa diketahui oleh seorangpun prajurit yang berjaga itu.
Akan tetapi di saat ia sedang memutar otak untuk mencari jalan itu, mendadak ia
kaget. Ia mendengar suara terompet yang melengking nyaring dimalam sepi. Beberapa
saat kemudian muncullah belasan bayangan hitam di atas genteng. Bayangan itu
bergerak kesatu arah, ialah utara. Melihat ini diam-diam Fajar Legawa menjadi heran.
Apakah arti dari semua itu?
Tetapi ia bukan seorang pemuda tolol. Ia menjadi sadar bahwa kesempatan ini merupakan
kesempatan yang amat bagus bagi dirinya. Secepatnya Fajar Legawa segera mengambil
sebuah batu yang agak besar. Batu itu segera ia lontarkan keras-keras dan cukup jauh,
kearah gerumbul pohon yang tidak jauh dari tembok keraton. Suara yang gemerasak
mengejutkan para prajurit yang berjaga. Untuk sejenak mereka sangsi sambil mengamati
kearah suara yang gemerasak itu. Namun kemudian mereka segera melompat dan
menyuluhi suara yang gemerasak tadi. Di saat para penjaga itu terpancing oleh suara
gemerasak yang ditimbulkan, secepat kilat Fajar Legawa telah melompat ke atas tembok.
Malam itu memang cukup gelap. Kerlap-kerlip bintang tidak sanggup menembus
gelap malam. Dan dengan pakaiannya yang hitam pula, gerakannya menjadi sulit dikenal
orang. Dengan gerakan yang berhati-hati kemudian pemuda ini merangkak di atas
genteng. Dan sayup-sayup ia mendengar suara ribut di tempat agak jauh. Diam-diam
pemuda ini berpikir, apakah yang sedang terjadi, sehingga tadi belasan bayangan hitam
pergi ke utara dan sekarang terjadi keributan?
Namun di saat ia sedang bertanya-tanya ini, tiba-tiba ia kaget dan tergugu sejenak,
ketika mendadak didengar orang, "Salak sepet!"
Atas teguran orang itu, Fajar Legawa bisa menduga bahwa teguran itu merupakan
bahasa rahasia yang dipergunakan oleh prajurit penjaga malam ini. Iapun tahu apabila
jawabannya salah, akan terbukalah rahasianya. Sadar akan keadaan, maka ia menjawab
dengan jawaban yang seperti menggumam dan tidak terang.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Apa?" bentak penegur itu. "Keras sedikit!"
Justeru orang sedang lengah ini, sebutir batu yang disiapkan telah menyambar ke
tengorokan lawan. Pukulan batu itu bertenaga di samping keras. Akibatnya, sekali kena
orang tersebut roboh di atas ganteng tanpa suara lagi. Pukulan batu yang disambitkan
Fajar Legawa itu, ternyata sanggup membuat prajurit itu pingsan.
Cepat-cepat Fajar Legawa segera membuka pakaian prajurit itu, kemudian
dipakai. Setelah selesai, ia segera meloncat turun dan bersembunyi di tempat gelap.
Dengan mengenakan pakaian prajurit penjaga keraton ini, ia bermaksud dapat bergerak
di tempat ini lebih bebas dan dengan demikian, maksudnyapun akan terkabul.
Beberapa saat setelah ia menempatkan diri ditempat gelap ini, kemudian
tampaklah seorang prajurit yang membawa lentera. Dengan gerakan yang gesit dan tanpa
suara, tengkuk orang itu sudah ia cengkeram sedang lenteranya ia padamkan. Karena
cengkeraman itu bisa menimbulkan bahaya maut, maka prajurit ini tidak berani berkutik
maupun berteriak. Akan tetapi diam-diam prajurit ini tegang dan khawatir.
"Katakan yang jelas," bentaknya perlahan sambil mencengkeram lebih keras,
"Dimanakah letak kamar Sultan Agung? Jika engkau berdusta, hemmm, akan aku
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
patahkan batang lehermu."
Prajurit itu tidak segera menjawab, Fajar Legawa penasaran dan lebih menguatkan
cengkeramannya. Prajurit itu meringis kesakitan, kemudian meratap. "Aduhhh
........ampun .... akan aku terangkan.........Tetapi lepaskan dahulu."
"Jangan cerewet!" bentak Fajar Legawa. "Terangkan secepatnya di mana kamar
Sultan Agung dan harus lewat mana. Awas, berani menipu, nyawamu akan melayang."
"Ohh ............aih ............ kamar beliau di bagian dalam agak di belakang.........."
prajurit itu menerangkan.
"Lalu, jalan manakah yang harus dilalui?" desak Fajar Legawa.
"Aihh............saya............saya tak tahu pintu mana harus mas............
prak...........!" Prajurit itu tidak sempat menyelesaikan kata-katanya, karena kepala
prajurit itu sudah pecah oleh pukulan tinjunya. Akan tetapi setelah memukul mati prajurit
itu, pemuda ini kemudian menghela napas dalam dan timbul rasa sesalnya. Prajurit itu
tidak bersalah mengapa harus dibunuh?
Namun sejenak kemudian iapun segera insyaf akan keadaan. Kalau tidak dibunuh
mati, prajurit itu dapat membuka rahasia dan dirinya terancam oleh bahaya maut.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Fajar Legawa melangkah dan bersembunyi ditempat lain dengan hati yang
penasaran. Mengapa sebabnya prajurit itu tidak mau memberi keterangan terus terang?
Di luar tahu Fajar Legawa bahwa sesungguhnya prajurit itu sendiri memang tidak tahu di
manakah Sultan Agung tidur. Sebab walaupun ia seorang prajurit, akan tetapi belum
sekali saja ia mendapat kesempatan masuk ke dalam keraton. Kalau belum pernah masuk
dalam keraton, mana mungkin ia dapat memberi keterangan
Memang tidak sembarang orang dapat masuk ke dalam keraton. Apalagi prajurit
seperti dia ini sulit memperoleh kesempatan itu. Tetapi sebaliknya bagi prajurt yang
memang bertugas menjaga di bagian dalam, akan lebih tahu keadaan dalam keraton
sekalipun pengetahuannya itu hanya serba terbatas. Sebab prajurit itupun belum tentu
mendapat kesempitan masuk ke dalam keraton, di mana kamar Sultan Agung dan para
isterinya berada.
Ia dapat menangkap seorang prajurit lagi dengan mudah. Tetapi ia berhadapan
dengan rasa kecewa yang kedua kalinya, sehingga berakhir dengan dibunuh matinya
prajarit itu, karena tak dapat, memberi keterangan jelas.
Keadaan ini membuat hatinya berdebar tegang. Nyatalah bahwa usahanya tidak
segampang yang ia duga. Dan diam-diam ia memuji sikap setiap prajarit Mataram ini
yang disiplin kuat, tidak mau memberitahukan tempat Sultan Agung tidur. Fajar Legawa
tetap tidak sadar, bahwa prajurit itu memang benar benar tidak tahu.
Di tempat bersembunyi. Fajar Legawa menghela napas berat. Ia menjadi bingung
serdiri, ke mana harus pergi dan mencari kamar Sultan Agung? Haruskah ia berhadapan
dengan kegagalan dan membatalkan niatnya membalas dendam kepada Sultan Agung?
"Hemm, demi ayah aku tak takut menghadapi bahaya!" desisnya. "Aku harus
mencari sampai ketemu."
Dengan bekal tekadnya mi, kemudian Fajar Legawa meloncat lagi ke atas genteng.
Kemudian seperti seekor kucing, ia merembet dari atap ke atap, dan ada kalanya pula ia
harus melompat.
Agaknya kedatangan Fajar Legawa ini amat kebetulan. Penjaga di atas genteng
tidak ia jumpai seorangpun, sehingga ia dapat bergerak leluasa. Mengapa bisa demikian?
Pemuda ini memang tertolong oleh keadaan. Sebelum Fajar Legawa datang, sudah datang
lebih dahulu seorang yang gerak-geriknya amat gesit di atas atap keraton ini. Tetapi
walaupun gerak-geriknya tidak urung ketahuan oleh penjaga. Ketika orang itu bergerak
pergi, segera dikejar oleh para pengawal, itulah sebabnya mengapa, ketika Fajar Legawa
tiba di tempat ini, mendengar suara ribut agak jauh di utara. Mereka terpancing dam
mengejar pengacau itu, sehingga Fajar Legawa yang untung. Siapakah orang itu? Bukanhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
lain Wukirsari yang berusaha menyusul Fajar Legawa. Ia datang di Karta lebih dahulu.
Akan tetapi karena tak dapat mencari Fajar Legawa, kemudian kakek itu malam ini
datang ke keraton. Maksudnya utuk menyelidik, mungkinkah Fajar Legawa ying
dicarinya itu, gagal membalas dendam dan kemudian malah tertangkap dan ditawan?
Walaupun tidak langsung, ternyata apa yang dilakukan Wukirsari ini memberi
keuntungan kepada Fajar Legawa.
Tak lama kemudian tibalah Fajar Legawa ke taman dalam keraton. Taman yang
indah, diterangi oleh lampu-lampu aneka ragam dan warna, sehingga taman itu tampak
indah dan menarik hati. Menyejukkan pandang mata dan mendinginkan pikiran manusia.
Untuk beberapa saat lamanya, Fajar Legawa terpesona juga akan keadaan itu. Kemudian
pemuda ini mengaso di tempat agak gelap sambil duduk di atas kursi batu.
Akan tetapi belum lama Fajar Lgawi duduk di tempat ini, terkejutlah ia oleh
teguran orang yang nadanya halus
"Anak muda, apa kerjamu di sini?"
Fajar Legawa meloncat bangkit dan mempersiapkan tongkatnya. Kemudian
tampak oleh pemuda ini seorang laki-laki sudah agak tua dengan kumis tebal tetapi tidak
berjenggot, mengenakan pakaian yang cukup indah. Sikapnya tampak agung, dan ketika
bertatap pandang Fajar Legawa kaget. Sepasang mata laki-laki itu nampak tajam dan
berwibawa, sehingga tanpa sesadarnya Fajar Legawa menundukkan muka.
Dan pria itu tersenyum katanya lagi dengan nada yang tetap halus. "Agaknya
engkau kaget? Hemm, jika memandang pakaianmu, jelas engkau prajurit pengawal.
Tetapi melihat kehadiranmu di taman ini jelas bahwa engkau bukan prajurit pengawal.
Apakah engkau sudah melucuti pakaian salah seorang prajurit?"
Seperti disambar petir Fajar Legawa saat sekarang ini, mendengar ucapan pria itu
yang tepat. Dan diam-diam Fajar Legawa menduga-duga, apakah sebabnya secara tepat
orang sudah dapat membuka kedoknya?
Memang tanpa disadari oleh Fajar Legawa dengan mudah dirinya terbuka kedok
penyamarannya. Hal ini adalah karena, sungguh aneh seorang prajurit berani masuk ke
dalam taman ini. Jangan lagi seorang prajurit sedang seorang pangeranpun tidak
diperkenankan masuk, kecuali raja sendiri. Sebab taman ini merupakan bagian dari
keputren, ialah khusus dihuni oleh para putcra keraton. Di samping itu, sungguh aneh
apabila seorang prajunt bersenjata tongkat. Senjata prajurit pengawal keraton ini tentang
senjatanya diatur menurut kedudukannya. Bagi prajurit biasa senjatanya tombak panjang.
Bagi seorang lurah prajurit di samping keris bersenjata pedang. Hanya bagi lurah prajurit
ke atas sajalah, senjatanya tidak ditentukan dan disesuaikan dengan keahlian masing-
masing. Akan tetapi karena pakaian yang dikenakan oleh Fajar Legawa ini pakaianhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
seorang prajurit biasa, maka sudah tentu senjatanya tombak panjang. Dan kalau laki-laki
yang berhak masuk ke dalam taman keputren ini melulu raja, maka mudah diduga
siapakah sesungguhnya laki-laki bersikap agung yang sedang dihadapi oleh Fajar Legawa
sekarang ini. Bukan lain Sultan Agung sendiri, yang memang merupakan kebiasaan
apabila malam banyak kali meninggalkan kamarnya dan pergi menyelidik seorang diri,
mengenakan pakaian penyamaran.
"Siapa kau!" kata Fajar Legawa dalam usahanya untuk menutupi ketegangannya
"Aku penjaga taman ini, anak," sahut Sultan Agung dengan nada yang tetap halus
dan menyembunyikan keadaannya.
"Hemm," Fajar Legawa mendengus. "Jika engkau penjaga, taman ini lekas
terangkan. Di manakah letak kamar raja?"
Mendengar pertanyaan ini Sultan Agung mengerutkan alis sambil mengamati
Fajar Legawa tajam-tajam. Dari nada ucapannya, segera diketahui bahwa maksud
kedatangan pemuda ini mengandung maksud kurang baik. Akan tetapi walaupun hatinya
menjadi tidak senang akan tingkah laku dan sikap pemuda ini, Sultan Agurg masih dapat
menekan perasaan. Ia justeru seorang raja yang bijaksana dan bercita-cita tinggi. Sebagai
seorang yang mencintakan mengusir Kumpeni Belanda dari bumi Pertiwi ini, Sultan
Agung dapat menilai, hanya seorang pemberani dan perwira sajalah yang seorang diri
berani masuk ke dalam taman ini. Maka walaupun dalam hati tidak senang, ia tertarik
juga akan sikap Fajar Legawa ini. Katanya kemudian.
"Anak, aku sedia memberitahukan letak kamar raja itu, asal saja engkau sedia
berterus-terang padaku. Siapakah sesungguhnya anak ini, dan apakah sebabnya masuk ke
mari? Apakah engkau tidak takut akan larangan raja bahwa tidak seorangpun laki-laki
diperkenankan masuk dalam taman ini?"
Fajar Legawa mengerutkan alis dan heran. Mengapa ada larangan semacam itu?
Tetapi ia tidak sempat untuk mempersoalkan larangan itu. Yang penting bagi dirinya
sekarang ini, agar secepatnya dapat membalaskan sakit-hati ayahnya.
"Aku sedia menerangkan, apabila engkau sedia berjanji!" sahut Fajar Legawa.
"Janji tentang apa?" tanya Sultan Agung.
"Berjanji engkau takkan mengganggu aku, sehingga aku dapat masuk dalam kamar
raja."
"Kemudian, apakah maksudmu?https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Hemm, aku ingin membalas dendam atas kematian orang tuaku."
"Aihh!" tidak urung Sultan Agung kaget juga mendengar keterangan ini. Tetapi ia
masih tetap dapat menekan perasaan, lalu bertanya. "Anak, aku sedia berjanji
menunjukkan kamar raja itu asal saja engkau menerangkan sejelasnya. Apakah
maksudmu membalas dendam itu? Siapakah orang tuamu dan kapan dibunuh raja?"
Dan Fajar Legawa yang memang sudah bertekad mati untuk menuntut balas ini
tidak perlu lagi menutup-nutupi asal-usulnya. Menurut perhitungannya, seorang juru
taman tentu hanya seorang bodoh. Sebab apabila berkepandaian, manakah sudi menjadi
juru taman? Kalau juru taman ini berani ingkar janji, apakah sulitnya membunuh mati?
Sekali pukul dengan tongkatnya juru taman ini akan mati.
"Aku Fajar Legawa " sahutnya mantap. "Ayahku dahulu berkuasa di Ukur, tetapi
pada akhirnya harus menemui ajalnya di tangan algojo Mataran, atas perintah Sultan
Agung."
"Ahh.........engkau anak Adipati Ukur.........?" tidak urung Sultan Agung agak
kaget juga mendengar pengakuan pemuda ini.
"Kau kaget? Hemm, aku memang anak Adipati Ukur yang datang kemari untuk
menuntut balas. Aku sudah tidak mengharapkan hidup lagi, maka seorang diri aku datang
ke mari untuk melaksanakan maksud itu. Nah engkau sudah mendengar sekarang, maka
lekaslah kau tunjukkan kamar raja itu."
Pernyataan Fajar Legawa yang terus terang ini mau tidak mau membuat Sultan
Agung berpikir juga. Teringatlah raja Mataram ini akan peristiwa yang telah terjadi.
Bahwa Adipati Ukur atas permtahnya, ditangkap di rumah kediamannya. Kemudian
Adipati Ukur dibawa ke Mataram, lalu diperintahkan untuk membunuh mati.
Masih terbayang dalam ingatan raja, bahwa Adipati Ukur seorang Adipati setia
dan sakti mandraguna. Tetapi akhirnya atas perintahnya, Adipati itu harus menemui
ajalnya di tangan para Algojo.
Ketika itu Sultan Agung sendiri mengakui, sedang kecewa dan mata gelap. Dan
sebagai akibatnya, timbullah peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan. Kekecewaan itu
berpangkal pada kegagalan penyerbuan pasukan Mataram ke Betawi, sampai dua kali.
Puluhan ribu jiwa harus melayang dalam penyerbuan itu, dan sulit dihitung berapakah
banyaknya harta yang hilang tanpa hasil sebagai biaya penyerbuan itu.
Diam-diam Sultan Agung mengakui bahwa tindakannya ketika itu mata gelap.
Karena dua kali penyerbuan ke Betawi itu gagal, ia memerintahkan prajurit dan
panglimanya kembali menyerbu sampai mati. Dan bagi mereka yang tidak tunduk kepadahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
perintahnya, harus berhadapan dengan algojo dan dibunuh mati. Sebagai akibat dari
mata gelap itu, para prajurit dan perwiranya yang berguna bagi kepentingan Mataram
harus mati sia-sia dalam peperangan.
Dan ketika itu, Adipati Ukur tidak terkecuali, sesuai dengan perintah yang sudah
dititahkan, seharusnya Adipati Ukur dengan pasukannya menyerbu lagi ke benteng
Kumpeni di Betawi. Akan tetapi ternyata Adipati Ukur tidak mau tunduk. Adipati Ukur
bersama pasukannya nekat pulang. Mendengar laporan ini ketika itu Sultan Agung murka
sekali. Mengapa seorang Adipati berani menentang perintahnya? Maka dikirimkanlah
sepasukan kecil pergi ke Ukur untuk menangkap Adipati Ukur hidup-hidup. Akan tetapi
apabila Adipati Ukur berani melawan, utusan itupun telah diberi wewenang untuk
membunuh mati Adipati Ukur di tempat.
Semua itu terjadi akibat kecewa dan mata gelap. Sekarang Sultan Agung
menyadari langkahnya yang keliru itu. Maka kalau benar pemuda ini anak Adipati Ukur,
bukankah sudah pada tempatnya apabila pemuda ini ditempatkan pada kekudukan yang
layak sesuai dengan kaidah yang berlaku? Pemuda ini anak Adipati, maka sudah layak
kiranya apabila didudukkan dalam jabatan cukup tinggi itu. Namun untuk menduduki
jabatan setinggi itu, juga memerlukan syarat pula. Seorang Adipati merupakan wakil raja
dalam daerah kekuasaan Adipati itu sendiri. Maka seorang Adipati harus digdaya sakti.
Harus berwatak perwira. Bukan seorang penakut, tetapi mempunyai kebijaksanaan. Juga
harus cerdas, tegas dan setia. Sebab bagaimanapun seorang Adipati, merupakan seorang
panglima prajurit pula.
Tiba-tiba saja Sultan Agung ketawa lirih, kemudian katanya. "Anak apakah
maksudmu itu sudah engkau pikirkan dalam-dalam? Sebab engkau harus tahu bahwa
paduka Ingkang Sinuhun Sultan Agung itu, juga seorang sakti mandraguna."
"AKU tidak takut!" sahutnya cepat. "Dan kalau aku sampai gagal berhadapan
dengan dia, akupun rela harus mati dalam tangannya. Huh, kalau dahulu ayahku
menemui ajalnya atas perintah Sultan Agung, bukankah aku akan gembira sekali kalau
aku akan mati ditangannya? Hayo, lekas tunjukkan di mana letak kamar raja itu, dan
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
janganlah engkau berusaha mengulur waktu!"
"Heh-heh-heh, bukannya aku bermaksud mengulur waktu anak," sahut Sultan
Agung yang menyamar sebagai juru taman ini. "Akan tetapi semua itu demi
kepentinganmu sendiri. Aku merasa sayang padamu, justeru engkau masih amat muda.
Aku khawatir bahwa sebelum engkau sempat bertemu dengan Inkang Sinuhun Sultan
Agung, engkau harus berhadapan dengan para prajurit pengawal yang sulit engkau atasi."
"Hemm, tidak perlu engkau membual kosong. Aku tidak sabar lagi!" bentak Fajar
Legawa. "Lupakah bahwa dari tempat yang jauh aku datang kemari, hanya seorang
diri saja? Nah, orang yang berani datang ke keraton ini seorang diri sudah jelas, tidakhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
takut berhadapan dengan bahaya apapun."
"Tetapi anak, dengar dulu apa yang akukatakan,"juru taman ilu berusaha
membujuk dengan nada katanya yang halus. "Engkau seorang putera Adipati. Mengapa
engkau tidak mencari jalan dan berusaha untuk menggantikan kedudukan ayahmu
sebagai Adipati?"
"Apa? Apakah seorang anak bisa menggantikan kedudukan ayahnya?" tanya Fajar
Legawa yang kaget dan agak tertarik.
"Mengapa tidak?" sahut juru taman, "Menurut kaidah yang berlaku, apabila
seorang ponggawa Mataram menutup mata, maka kedudukan itu kemudian oleh raja
diberikan kepada anaknya. Misal seorang anak Mantri, dia akan menggantikan ayannya
sebagai Mantri. Misal anak seorang Tumenggung, dia akan menggantikan ayahnya
sebagai Tumenggung, dan seterusnya. Demikian pula engkau, anak seorang Adipati. Jika
engkau datang dengan maksud baik, memberi keterangan yang dikuatkan oleh saksi-
saksi, tentu saja raja akan berkenan mengangkat engkau sebagai pengganti ayahmu."
Hati Fajar Legawa tergerak mendengar keterangan ini. Kemudian,
"Tetapiayahkutelah dihukum mati, dan sekarangUkurpun telah mempunyai penguasa,
mana mungkin hal ini bisa terjadi?"
"Anak muda, raja mempunyai wilayah yang amat luas dan kekuasaan tak terbatas.
Dengan demikian, takkkan sulit untuk menempatkan engkau pada tempat yang seimbang
dengan kedudukan ayahmu. Dan tentang apa yang terjadi dengan ayahmu waktu itu,
kiranya tidak perlu engkau risaukan lagi. Jika engkau setuju, dan jika engkau mau
merobah sikap dan mengabdi kepada raja, niscaya engkau akan hidup mulia di Mataram.
Tetapi sudah tentu pula, memerlukan persyaratan pembuktian seperti yang aku katakan
tadi."
Mendengar keterangan ini tiba-tiba saja timbullah rasa heran dalam hati pemuda
ini, disamping curiga. Pertama, orang ini mengaku juru taman. Akan tetapi mengapa
pakaiannya cukup indah? Tadi juru taman ini juga menerangkan, banwa taman ini
terlarang bagi setiap laki-laki, kecuali raja sendiri, mengapa juru taman ini boleh masuk
ke dalam taman? Walaupun memang sudah tugasnya, akan tetapi tentu bukan malam hari
seperti sekarang ini. Dengan demikian keterangan juru taman ini bertentangan sendiri
dengan kenyataan. Yang kedua, pandang mata laki-laki ini begitu tajam dan berwibawa.
Disamping sikapnya agung. Sifat-sifat ini tentu tidak akan dimiliki seorang juru taman.
Sedang yang ketiga, mengapa ucapan juru taman ini mencerminkan suatu kepastian
tentang dirinya. Walaupun ia sudah berterus terang mengatakan ayahnya telah dibunuh
mati oleh Sultan Agung, mengapa juru taman ini seakan memberi keterangan bahwa hal
itu tidak perlu dikhawatirkan lagi? Seakan memberi kepastian bahwa hal itu bukanlah
halangan lagi. Adakah juru taman mempunyai hak mencampuri masalah itu sehingga
begitu pasti?https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Fajar Legawa mengamati "juru taman"itu penuh selidik. Dan sebaliknya sang juru
taman inipun merasa diperhatikan dan dicurigai. Ia tersenyum, lalu bertanya. "Mengapa
sebabnya engkau amat memperhatikan aku?"
"Hemmm, keteranganmu membuat aku harus bertanya kepada diriku sendiri."
"Mengapa bertanya kepada diri sendiri?"
"Sebab akukhawatir engkau tak mau mengaku."
"Mengaku tentang apa?" desak sang juru taman.
"Hemm, tentang keadaanmu yang sesungguhnya?"
"Mengapa keadaanku? Apakah engkau beranggapan bahwa aku tidak pantas
sebagai juru taman?"
"Ya. Sebab keteranganmu bertentangan dengan kenyataan yang ada."
"Kenyataanmanakahyang kau maksud itu?" desak sang juru taman lagi sambil
tersenyum.
Fajar Legawa mengamati juru taman lagi penuh selidik. Baru kemudian ia
menjawab. "Engkau tadi mengatakan sendiri bahwa tidak seorangpun dibenarkan masuk
ke dalam taman ini apabila seorang laki-laki, kecuali seorang raja. Akan tetapi apakah
sebabnya engkau melanggar larangan raja itu?"
"Larangan yang mana? Hemm. Aku seorang juru taman. Apabila aku ikut dilarang
masuk ke dalam taman ini, bagaimanakah aku dapat menunaikan tugasku sebagai juru
taman?" sahut sang juru taman ini sambil mengulum senyum.
"Tetapi tentu ada batasnya."
"Batas tentang apa?"
"Batas waktu. Tidak seharusnya malam seperti ini seorang juru taman masih
berkeliaran di dalam taman ini, padahal keadaan sudah larut. Hemm, katakanlah terus
terang, siapakah sesungguhnya engkau ini? Bukankah engkau sendiri inilah sesungguhnya
raja Mataram yang bernama Sultan Agung itu?"
Sultan Agung hanya tersenyum dan tidak segera menjawab.
Atassikap "juru taman" ini, Fajar Legawa makin tambah curiga. Akan tetapi iahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
tidak sabar lagi, maka desaknya. "Lekas jawab pertanyaanku. Bukankah kau ini Raja
Mataram yang aku cari itu?"
Walaupun sikap Fajar Legawa ini tidak pada tempatnya seorang raja yang
berkuasa di Mataram, namun Sultan Agung tidak marah. Pandangannya cukup jauh,
maka dapat menyelami perasaan seorang muda. Sahutnya kemudian dengan nada yang
tetap sabar, "Kalau dugaanmu benar, dan aku ini raja Mataram, mengapa engkau tidak
segera berlutut di depanku dan memberikan hormatmu?"
Mendengar jawaban ini Fajar Legawa mundur selangkah sambil mempersiapkan
tongkatnya. Dan melihat sikap pemuda ini, Sultan Agung tersenyum. Katanya dengan
nada yang tetap sabar. "Anakmuda, simpanlah senjatamu. Tidak selayaknya seorang
kawula berhadapan dengan raja bersikap mengancam. Marilah kita duduk dan bicara dari
hati ke hati. Agar engkau dapat mengetahui sejelasnya tentang apa yang terjadi dengan
ayahmu Adipati Ukur."
Hampir hati pemuda ini tergerak mendengar ucapanRaja Mataram ini. Akan tetapi
sedetik kemudian perasaannya berubah dan mengeras lagi. Sahutnya ketus. "Huh
tidakperlu. Aku tidak sudi berlutut di depanmu dan tidak ingin berunding apapun. Hemm.
Ayahku telah mati atas perintahmu. Maka malam ini merupakan penentuan terakhir yang
sudah amat lama sekali aku tunggu. Sekarang hanya ada satu pilihan saja bagiku."
"Apakah pilihanmu itu?" pancing Sultan Agung.
"Aku ataukah engkau yang harus mati malam ini." Katanya dengan nada yang
mantap dan pasti.
Diam-diam kagum juga Sultan Agung akan sikap Fajar Legawa ini yang begitu
tabah dan berani. Walaupun tahu bahwa sekarang berhadapan dengan sorang raja bintara,
sikap Fajar Legawa tidak juga berubah dan tidak gentar. Ini mencerminkan jiwak satrya,
yang memang amat diperlukan oleh setiap prajurit. Justeru seorang prajurit tidak boleh
gentar, sekalipun berhadapan dengan orang yang lebih tinggi kedudukannya, apabila
sebagai pihak yang benar.
Cita-citanya untuk mengusir Kumpeni Belanda, sampai sekarang belum juga
terlaksana. Dan untuk keperluan itu, ia memerlukan banyak tenaga muda yang gagah-
perwira. Maka jawabnya kemudian. "Anak muda, sabarlah! Engkau mau membunuh
aku, bunuhlah! Akan tetapi sebelum itu, aku minta agar engkau mau mendengar
keteranganku lebih dahulu."
"Tentang apalagi?"
"Tentang ayahmu dan tentang engkau," sahut Sultan Agung dengan tersenyum.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Seperti tadi sudah aku katakan, bahwa setiap anak dapat menggantikan kedudukan
ayahnya yang sudah tiada. Apakah tidak terpikir oleh engkau, untuk menjadi seorang
ponggawa Mataram? Kalau ayahmu dahulu seorang Adipati, maka jabatan itu akan aku
wariskan kepada........."
"Tak perlu engkau membujuk dengan kata-kata manis dan jabatan yang tinggi!"
bentak Fajar Legawa, memotong ucapan Sultan Agung yang belum selesai. "Pendeknya
keputusanku tak dapat dirubah lagi. Malam ini merupakan penyelesaian terakhir antara
aku dan engkau. Huh, aku ataukah engkau yang harus mati?"
Memang sesungguhnya Fajar Legawa tadi bergerak hatinya, mendengar janji
Sultan Agung ini. Bukankah kedudukan itu cukup tinggi bagi dirinya apabila benar
dilaksanakan oleh Sultan Agung? Dan betapa mulia pula hidupnya kalamana dirinya
diangkat sebagai seorang Adipati. Akan tetapi justeru di saat hatinya tergerak ini,
mendadak saja dalam benaknya seperti terpeta suatu peristiwa yang amat menyedihkan.
Ia seperti melihat seorang laki-laki setengah tua, dengan dua tangan ditelikung ke
belakang, dan kemudian seorang algojo mengayunkan pedang, lalu terpancunglah leher
laki-laki itu, sehingga kepalanya menggelinding di atas tanah. Gambaran itu membuat ia
teringat akan nasib ayahnya sendiri. Mungkin sekali ayahnya ketika itu menemui ajalnya
seperti itu.
Sebaliknya sikap Sultan Agung tetap sabar. Sebenarnya saja, apa yang tadi
diucapkan merupakan pencerminan dari hatinya yang suci. Ia teringat akan jasa-jasa
Adipati Ukur disaat masih hidup. Dan kalau toh akhirnya harus menemui ajalnya di
tangan algojo atas perintahnya sendiri, ketika itu terdorong oleh rasa kecewa dan
menyebabkan mata gelap. Namun setelah sadar kembali, ia masygul di samping getun.
Banyak diantara mereka yang setia, yang sakti mandraguna dan yang berguna bagi
Mataram harus mati di tangan algojo atau berperang dengan nekat hingga mati. Semua
itu tiada manfaatnya sama sekali, dan malah menimbulkan kerugian yang amat besar
sekali bagi Mataram. Sebab dengan banyaknya tokoh yang harus menerima hukuman
mati itu menyebabkan tokoh sakti di Mataram berkurang. Dan berakibat, Mataram
kekurangan tenaga untuk memerangi dan mengusir Kumpeni Belanda. Dan akibatnya
pula, telah beberapa tahun lamanya Sultan Agung menghentikan usahanya memerangi
Kumpeni.
Sebagai akibat dari pengalaman ini, maka kemudian timbul pikiran Sultan Agung
untuk mengarahkan perhatian guna mengumpulkan para tokoh sakti, diminta supaya
sedia bernaung di Mataram dan membantu perjuangan. Akan tetapi sungguh sayang,
bahwa di antara sekian banyak tokoh sakti itu tidak sedia memenuhi harapannya.
Sebaliknya kalau harus menggunakan kekerasan untuk memaksa mereka, juga tidak
mungkin. Sebab hal itu malah bisa menimbulkan akibat yang tidak diharapkan.Yang
kemudian bisa menyebabkan perpecahan dan ringkihnya Mataram.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Lekaslah engkau bersiap diri!" bentak Fajar Legawa lagi sambil bersiap diri
dengan tongkatnya. Ia sudah menyadari dan mendengar, bahwa Sultan Agung seorang
raja yang sakti mandraguna. Dalam usahanya untuk membalas dendam, ia tak boleh
sembrana, maka tongkatnya harus digunakan.
Sultan Agung ketawa lirih. Kemudian sahutnya dengan nada tetap sabar. "Anak
muda, mengapa begitu sikapmu? Seharusnya engkau mengucapkan terima kasih atas
maksud baikku. Tetapi mengapa engkau malah bersikap seperti ini?"
"Huh, aku tidak butuh kedudukan!" hardiknya dengan mendelik. "Ayahku mati
penasaran atas perintahmu. Maka kalau malam ini aku gagal, lebih baik aku menyusul
ayahku."
Kata-katanya ini kemudian ditutup oleh terjangannya, yang menyodokkan
tongkatnya ke dada Sultan Agung. Atas serangan ini Sultan Agung tersenyum sambil
mengangkat tangannya untuk menyentil ujung tongkat. Tetapi tiba-tiba Sultan Agung
kaget dan heran, karena tiba-tiba hawa dingin menyambar.
Tetapi oleh sentilan tangan itu, menyebabkan tongkat Fajar Legawa menyeleweng.
Untuk beberapa saat lamanya Sultan Agung menggunakan kecepatannya bergerak,
melayani tongkat Fajar Legawa yang menyambar dahsyat. Namun kemudian segera
timbul kegembiraan Sultan Agung, disamping timbul pula keinginannya untuk mencoba
ketangguhan pemuda ini. Sambil melompat ke belakang, Sultan Agung mencabut pedang
kemudian berkata. "Anak muda, engkau sendirilah yang memaksa aku berkelahi. Mari,
sekarang engkau aku layani dengan pedangku ini."
Begitu menutup ucapannya, pedang Sultan Agung sudah menyambar dan
menikam bawah tenggorokan Fajar Legawa. Serangan ini sesungguhnya amat berbahaya.
Apabila pemuda itu tak sanggup menangkis maupun menghindar, bisa mati tertembus
pedang. Namun sebaliknya Sultan Agung juga sudah memperhitungkan semuanya,
hingga tidak khawatir kalau pemuda itu sampai tewas.
Tetapi Fajar Legawa yang sudah bertekat mati ini, telah menangkis senjata lawan
tanpa bergeser sedikitpun. Malah kemudian tangkisan itu disusul dengan serangan balasan
yang membabat kearah lutut lawan.
"Bagus!" puji Sultan Agung. "Gerakanmu sungguh cepat!"
Sambil memuji ini, ia menangkis dengan pedangnya.
"Trang...........!" Terdengar suara benturan yang cukup nyaring, sehingga pijar api
beterbangan. Fajar Legawa terhuyung mundur beberapa langkah ke belakang, sebaliknya
Sultan Agung juga mundur, tetapi hanya dua langkah.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dari benturan senjata yang dilambari tenaga sakti ini nampak jelas bahwa tenaga
Fajar Legawa terpaut jauh dengan tenaga lawannya. Sadar bahwa dirinya kalah tenaga
ini, kemudian Fajar Legawa berhati-hati. Disamping sadar bahwa tenaga lawan di atas
tingkat dirinya, pemuda inipun merasa kaget. Berkali-kali tongkatnya telah membuktikan
kemampuannya, mematahkan senjata lawan, tetapi mengapa sebabnya sekarang pedang
lawan tidak apa-apa?
Sebaliknya begitu tangkisan pedangnya hanya sanggup mementalkan tongkat
lawan yang masih muda itu, sultan Agung menjadi lega. Ternyata dugaannya benar
bahwa tongkat yang menebarkan hawa dingin itu benar, bukan tongkat sembarangan.
Sebab pedang yang dipergunakan sekarang ini merupakan pedang pusaka keraton. Setiap
senjata yang berbenturan dengan pedangnya, sulit sekali bisa bertahan.
Namun demikian Sultan Agung memang tidak ingin berkelahi sungguh-sungguh,
hanya ingin mencoba pemuda ini dan ingin pula menunjukkan keangkeran dan
kesaktiannya. Ia berharap bahwa kemudian berhasil menundukkan kekerasan hati
pemuda ini. Ia ingin menebus kesalahannya beberapa tahun yang lalu. Dan ia ingin dapat
mendudukkan pemuda ini sebagai pengganti ayahnya.
Demikianlah sesudah dua pihak bersiap diri lagi, maka terjadilah perkelahian yang
cepat dan hebat. Pedang Sultan Agung yang gerakannya cepat sekali itu menyambar-
nyambar dan menerbitkan angin tajam. Setiap pedang itu menyambar, apabila lawan
lengah akan celaka! Dan sebaliknya tongkat Fajar Legawa juga berkelebat bagai berubah
menjadi seekor ular hidup yang ganas. Dan karena perkelahian itu terjadi cepat sekali,
berakibat beberapa ranting pohon di dekat gelanggang perkelahian rusak terbabat dan
daun berguguran.
Sambil melayani, Sultan Agung yang tidak berkelahi sesungguhnya ini menaksir.
Diam-diam ia memuji akan kegagahan pemuda ini. Kecepatannya bergerak, ilmu tata
kelahinya yang cukup tangguh.Sultan Agung dapat menduga bahwa kelak kemudian hari
pemuda ini merupakan tenaga yang amat berguna, apabila sudah cukup pengalaman dan
latihan yang lama. Dan justeru melihat kegagahan pemuda ini, ia makin tidak tega kalau
harus mencelakakan Fajar Legawa sekalipun kedatangannya mengandung maksud mau
membunuhnya. Ia tetap berharap agar pemuda ini sedia menjadi seorang Ponggwawa
Mataram yang kelak kemudian hari dapat diharapkan tenaganya untuk ikut serta
mengusir Kumpeni Belanda.
Tiba-tiba gerak pedang Sultan Agung sekarang berubah. Pedang pusaka itu
sekarang menyambar dan berkelebat seperti kilat cepatnya, dengan gerakan yang
berlingkar-lingkaran. Pedang itu seakan segera mengurung tubuh Fajar Legawa dan
menerbitkan pengaruh yang hebat sekali. Sebab lingkaran-lingkaran pedang itu sulit untuk
ditembus, dan sebagai akibatnya pula Fajar Legawa dibawah angin.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Melihat kesulitan pemuda itu, Sultan Agung tersenyum. Katanya. "Anak muda,
ilmu pedangku hanyalah ilmu murahan saja."
Fajar Legawa tidak membuka mulut. Ia mengerahkan semua perhatian dan
kepandaiannya untuk dapat mengatasi keadaan yang berbahaya ini. Begitu tertekan oleh
lingkaran pedang, Fajar Legawa segera merasakan bahwa tekanan pedang itu hebat
sekali.Walaupun ia mengerahkan tenaganya, namun tekanan itu tidak juga berkurang.
Untung juga menghadapi keadaan yang tidak menguntungkan ini, Fajar Legawa
segera ingat akan petunjuk dan nasihat gurunya. Yang antara lain mengatakan, bahwa di
dunia ini dikenal semacam ilmu pedang yang hebat sekali. Ilmu pedang itu gerakanya
banyak membentuk lingkaran, dan lawan yang kurang tahu dan kurang hati-hati akan
celaka. Ilmu pedang itu tidak dapat dilawan dengan tenaga keras. Makin kuat orang
melawan dengan tenaga keras, orang akan makin sulit dan tertindih sehingga akan kalah.
Untuk dapat mengatasi keadaan dan memunahkan pengaruh itu, harus digunakan tenaga
lemas atau tenaga lembek.
Teringat akan petunjuk gurunya ini, Fajar Legawa menjadi sadar, iapun kemudian
merubah cara berkelahinya, ia sekarang menggunakan tenaga lemas, dan tongkatnyapun
sekarang berubah gerakannya, kadang merupakan gerakan melingkar, kadang setengah
lingkaran dan kadang pula menggetar.
Kemudian ternyata benar nasihat Suria Kencana itu. Dengan perubahan cara
berkelahinya ini, segera saja ia dapat melepaskan diri dari tekanan. Malah kemudian
tampak tongkat Fajar Legawa dapat mengatasi lawan, karena gerakan pedang itu
sekarang berubah menjadi perlahan.
Akan tetapi walaupun gerakan pedang Sultan Agung itu tampak perlahan, namun
sebenarnya bukan berarti Sultan Agung di bawah angin, bagaimanapun tingkat
kepandaian Fajar Legawa masih kalah jauh di bawah Raja Mataram ini. Kalau mau,
apakah sulitnya menerbangkan tongkat pemuda itu?
"Hemm, lepas!" teriak Sultan Agung perlahan.
"Trang.........!" belum juga lenyap suara Raja Mataram ini, benturan senjata yang
nyaring sekali terdengar dan memecah kesunyian taman. Pijar api berterbangan ke
sekitarnya, dan di antara pijar api itu tampaklah tongkat Fajar Legawa terbang ke udara,
sehingga membuat Fajar Legawa sendiri berseru kaget.
Untung bahwa Sultan Agung memang tidak bermaksud buruk kepada Fajar
Legawa ini. Maka ketika tongkat itu terbang ke udara, ia tidak menyusul serangan dan
malah berdiri sambil melihat tongkat yang melesat ke udara itu.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Gesit luar biasa tubuh Fajar Legawa bergerak. Kaki pemuda ini menjejak tanah
dan tubuhnya melenting tinggi ketika tongkat itu sudah meluncur turun. Tongkat itu dapat
ditangkap di tengah udara, dan sebelum kakinya menyentuh tanah, ia memutar tongkat
itu dan dihantamkan ke kepala Raja Mataram.
Namun denganketawa perlahan, Sultan Agung melompat mundur. Dan setelah
pukulannya luput, Fajar Legawa berdiri di atas tanah kembali, dengan peluh membanjir
membasahi tubuh dan jantungnya tegang. Sebab apa? Sebab pemuda ini sadar. Kalau saja
disaat tongkatnya terbang tadi Sultan Agung menyerang dirinya, sulit kiranya dengan
tangan kosong dapat mempertahankan diri. Menyadari keadaan ini mendadak saja
pendiriannya menjadi goyah. Kalau semula ia sudah bertekat mati dalam usahanya
membalas dendam ini, sekarang lain. Ia bukan seorang tolol, sehingga nekat saja
sekalipun keadaan tidak menguntungkan. Terpikir kemudian bahwa masih banyak waktu
untuk melatih diri, dan kemudian kembali lagi ke keraton ini untuk melaksanakan
niatnya. Sebaliknya kalau malam ini dirinya nekat, maka cita-citanya sudah kandas dan
sakit hatinya tidak mungkin terbalas.
"Anak muda," kata Sultan Agung sambil melintangkan pedangnya di depan dada,
"Aku harap engkau dapat mempertimbangkan maksud baikku."
"Hemm, tidak sudi!" sahut Fajar Legawa ketus. "Aku bukan seorang yang silau
kepada pangkat tinggi dan harta benda yang bertumpuk."
"Jadi, engkau masih nekat melawan aku? Tidak bisa jadi. Belajarlah dua puluh
tahun lagi," sahut Sultan Agung. "Melawan aku seorang saja tak mampu, apa pula engkau
melawan para pengawal keraton ini. Hemm, jika engkau memang tidak setuju dengan
maksud baikku, baiklah sekarang lekaslah engkau pergi. Engkau dalam bahaya apabila
diketahui oleh pengawal keraton ini.
Sesungguhnya Fajar Legawa masih merasa penasaran. Namun iapun memang
sadar kepada keadaan. Ucapan Sultan Agung ini tentu bukan sekadar ancaman dan untuk
menakut-nakuti, tetapi merupakan kenyataan tak terbantah. Dirinya sendiri malam ini
jelas tidak berdaya menghadapi Sultan Agung. Kalau raja ini menghendaki nyawanya,
apakah sulitnya? Raja Mataram itu sendiri dapat melakukan dengan gampang. Apabila
tidak sedia melakukan juga dapat memanggil pengawal untuk melawan dan
membunuhnya. Sadar keadaan ini, Fajar Legawa membungkukkan tubuh sambil berkata.
"Terima kasih atas kemurahan hatimu. Akan tetapi percayalah, bahwa kemudian
hari aku akan datang kembali untuk membuat perhitungan."
Sultan Agung ketawa lirih. Kemudian. "Anak muda, mengapa sekeras itu hatimu?
Mengapa engkau menolak kedudukan yang cukup tinggi sebagai pengganti ayahmu,https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
malah engkau mengancam aku? Tetapi baiklah anak muda, aku tunggu pembalasanmu,
kapan saja!"
Fajar Legawa tidak membuka mulut lagi, memutar tubuhnya kemudian melompat
ke atas pagar tembok taman. Tak lama kemudian bayangan pemuda ini telah lenyap
ditelan gelap malam. Setelah Fajar Legawa pergi, Sultan Agung menghela napas dalam.
Timbul lagi rasa sesalnya. Namun sesaat kemudian ia berjengit. Ia sadar bahwa setiap saat
pemuda itu bisa bertemu dengan pengawal, dan berhadapan dengan bahaya. Ia tidak
menehendaki, pemuda itu harus mengalami nasib yang tidak menguntungkan. Maka
kemudian dengan gerakan ringan, ia telah melompat pula untuk membayangi Fajar
Legawa. Dengan perlindungannya, niscaya pemuda itu takkan diganggu oleh para
pengawal.
Ketika itu Fajar Legawa berlarian di atas genteng. Gerakannya cepat sekali, dan
tongkatnya selalu siap di tangan. Akan tetapi belum jauh ia berlarian, tiba-tiba
terdengarlah suara bentakan nyaring.
"Hai, berhenti! Siapa engkau?"
Tetapi Fajar Legawa tidak berhenti, dan malah mempercepat larinya.
"Jangan lari!" teriak orang itu lagi. Kemudian menyusullah sambaran angin tajam
kearah belakang kepalanya.
Serangan mendadak ini membuat Fajar Legawa harus menghindar sambil
memukulkan tongkatnya untuk menangkis.
"Trang......!" benturan dua senjata terjadi dan keras sekali. Di atas genteng itu
segera menyebar pijar api.
Fajar Legawa kaget bukan main. Bukan saja karena melihat senjata penyerang itu
tidak patah oleh tangkisannya, tetapi iapun merasakan telapak tangannya panas dan
lengannya sendiri kesemutan. Ketika ia sudah memutar tubuh dan mengamati, ternyata
dirinya sekarang telah berhadapan dengan seorang tinggi besar bersenjata golok besar.
Diam-diam pemuda ini mengeluh. Sekarang ia baru sadar, bahwa keadaan kota
Karta ini jauh dengan dugaannya. Tadi baru sajaia tidak mampumengalahkanSultan
Agung. Dan sekarang belum jauh ia lari telah bertemu dengan seorang pengawal yang
sanggup menandingi keampuhan senjatanya. Nyatalah bahwa di keraton Mataram ini
tidak sedikit jumlahnya manusia yang memiliki senjata ampuh, sehingga tidak patah oleh
benturan tongkatnya.
Jelihim Sang Pembebas Karya Syam Asinar Raja Naga 15 Pusara Keramat Dewa Arak 61 Raja Iblis Tanpa Tanding
Wanengboyo meninggalkan sumber air. Lalu dengan gerakan cepat, iapun pulang ke
rumah untuk melepaskan lelah dan kantuknya.
Demikianlah peristiwa yang terjadi pada pagi itu. Ketika melangkah pulang,
Danurwenda terus berpikir dan berusaha menduga-duga, apakah sebabnya AyuKedasih
pagi ini menangis di dekat sumber air? Akan tetapi pertanyaannya itu tetap tidak terjawab.
Ia kemudian memutuskan akan menunggu Ayu Kedasih memberi keterangan.
Apa yang diharapkan kemudian terwujut. Setelah makan siang, Ayu Kedasih
menghampiri Danurwenda yang sedang duduk mencari angin di bawah rumpun bambu.
Perempuan itu tersenyum sambil melangkah perlahan, langkah yang berirama yang dapat
mempengaruhi setiap orang yang memandang akan tertarik. Danurwenda juga tertarik
melihat langkah Ayu Kedasih itu. Akan tetapi walaupun tertarik, antara Danurwenda
berlainan dengan Tohjoyo. Kalau Tohjoyo tertarik yang dipengaruhi oleh nafsu birahi,
sebaliknya Danurwenda tertarik tetapi sepi dari pengaruh nafsu birahi. Yang tertarik
hanya sepasang matanya, akan tetapi hatinya, tetap tenang. Danurwenda bisamenikmati
keindahan tanpa dikotori oleh hal-hal lain yang terkutuk.
"Kakang, apakah engkau tidak letih?" tanya Ayu Kedasih dengan suara merdu.
"Aku merasa segar setelah tidur setengah malam," sahut Danurwenda. "Di
manakah suamimu?"
"Dia tidur kakang," sahut Ayu Kedasih. "Tetapi justeru kakang Wanengboyo tidur
itu, merupakan kesempatan bagus bagiku untuk memenuhi janjiku, menerangkan
sebabnya aku menangis tadi pagi."
"Ya, terangkan apa sebabnya," Danurwenda senang sekali dan merasa tidak
sabar lagi. "Apabila engkau dengan suamimu amat rukun dan senang sekali. Akan tetapi
sebaliknya aku akan menjadi sedih apabila melihat engkau dengan suamimu tidak rukun"
Ayu Kedasih tersenyum manis kemudian, "Kakang, seperti sudah aku nyatakan
tadi pagi bahwa aku tidak berselisih dengan kakang Wanengboyo."
"Lalu, apakah sebabnya?" Desak Danurwenda, "Tetapi berjanjilah engkau
kakang, bahwa hal ini takkan didengar oleh dia."
"Ehh......... apakah sebabnya?" Danurwenda menjadi curiga.
"Agar kakangWanengboyo tidak menjadi sedih dan khawatir."
"Mengapa akan sedih dan khawatir?" desakanya sambil menatap Ayu Kedasihhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
makin curiga. Sebagai suami isteri muda tentu saja Danurwenda menjadi khawatir kalau
mereka itu menyembunyikan sesuatu rahasia pribadi, dan yang dapat meretakkan
hubungan suami isteri itu.
"Persolannya akibat impianku semalam yang buruk, kakang," akhirnya Ayu
Kedasih menerangkan.
Dan tiba-tiba saja Danurwenda ketawa mendengar ini. Katanya kemudian. "Jadi,
pagi tadi engkau menangis terpengaruh oleh impianmu semalam yang engkau anggap
buruk? Katakan adi, impian apakah itu?"
Ayu Kedasih memang sengaja menutup peristiwa yang sudah terjadi. Maka
perempuan ini sengaja mengarang keterangan yang berlindung kepada impian buruk.
Tetapi walaupun hanya keterangan palsu, namun diam-diam ia berharap agar keterangan
palsunya ini dapat mempengaruhi Danurweada. Dan kemudian, dalam waktu singkat
dirinya dapat meninggalkan desa ini, sehingga dapat menjauhkan diri dengan Tohjoyo.
Bagaimanapun ia khawatir apabila pengalaman semalam yang tidak menyenangkan itu
terulang lagi. Dan hal itu memang amat mungkin, selama dirinya masih berdekatan
dengan Tohjoyo. Sebab pemuda itu dapat menekan dirinya dengan ancaman
membongkar rahasia pribadinya, yang diam-diam gandrung kepada Fajar Legawa.
"Begini kakang, ehh.........tetapi.........tetapi .........impian buruk itu menyangkut
salah seorang dari kita," jawab Ayu Kedasih dengan hati yang berdebar. "Maka saya
mohon kebijaksanaan kakang Danurwenda."
"Adi, engkau jangan khawatir. Sebagai saudara seperguruan yang tertua, aku akan
mempertimbangkan dengan kepala dingin dan sikap yang adil. Justeru semua itu
mengandung maksud tidak menimbulkan hal-hal yang merugikan."
Ayu Kedasih menghela napas pendek, ia menatap Danurwenda sekilas. Sejenak
kemudian barulah perempuan ini berkata, "Kakang sekali lagi saya mohon pengertian
bahwa apa yang saya ceritakan ini hanya impian, akan tetapi walaupun hanya impian,
saya menjadi amat khawatir. Bukankah banyak orang tua yang mengatakan, bahwa ada
kalanya impian itumerupakan sasmita yang perlu diperhatikan?"
"Katakanlah adi, katakanlah!" Danurwenda meminta, "Dan aku berharap agar
dalam menanggapi impian yang engkau anggap buruk itu, engkau sependapat dengan aku
bahwa impian itu hanyalah bunga tidur. Seseorang yang tidur, adalah istirahat. Semua
bagian tubuh manusia ini istirahat, kecuali jantung yang menggerakkan darah kita ini di
samping paru-paru yang memompa hawa. Dua bagian itu saja yang tidak beristirahat,
sebab apabila jantung dan paru-paru itu istirahat, niscaya manusia itu takkan dapat
bangkit lagi dan tidurnya. Adi, orang yang mimpi didalam tidurnya, sebagai akibat oleh
pengalamannya pada hari itu atau hari-hari yang lalu, yang tidak mudah dilupakan.
Menyebabkan dikala tidur pikiran tidak istirahat sepenuh sehingga pengalaman-https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
pengalaman itu membias didalam tidur dan mimpi. Sebaliknya sasmita, diterima manusia
bukan di dalam tidur. Biasanya sasmita itu datang disaat kita sedang menenangkan
perasaan dan pikiran dalam bersemedi."
Untuk sejenak Ayu Kedasih berdiam diri dan berusaha mencari alasan.
Kemudians sahut perempuan ini. "Tetapi kakang, apabila impian itu sangat
mempengaruhi perasaan dan pikiran saya, maka hatiku takkan tenteram sebelum
rampung. Dan itulah sebabnya mengapa tadi pagi aku menangis. Karena memikirkan
impianku semalam yang buruk."
"Hemmm, baiklah! Coba ceritakanlah impianmu itu, agar aku dapat ikut
mempertimbangkan. Danurwenda akhirnya menganjurkan.
"Kakang, hemmm......dalam tidurku semalam itu........." Ayu Kedasih memulai
ceritanya dengan kata-kata yang kurang lancar. "Terjadilah suatu peristiwa yang
membuat aku dibayangi oleh rasa khawatir dan ketakutan. Karena dalam impian itu,
menyangkut kakang Tohjoyo
"Tohjoyo? Mengapa dia?" Danurwenda nampak kaget dan terbelalak, mengamati
Ayu Kedasih.
"DALAM mimpi yang buruk itu, beginilah peristiwanya."Ayu Kedasih berhenti
dan menghela napas pendek. Baru sesaat kemudian ia meneruskan. "Seakan antara
kakang Wanengboyo dan kakang Tohjoyo saling bermusuhan dan berkelahi............"
"Ihh.........mengapa berkelahi?" Danurwenda kaget. Dan sekarang Danurwenda
berubah perhatiannya, sambil mengamati Ayu Kedasih penuh perhatian .Diam-diam
jantung Danurwenda menjadi tegang,walaupun apa yang akan diceritakan oleh Ayu
Kedasih ini hanya berdasar impian yang dianggap buruk.
Ayu Kedasih menundukkan muka, menghela napas panjang, tetapi diam-diam
perempuan ini menyembunyikan senyum pada bibirnya. Perempuan ini menjadi senang
melihat Danurwenda tertarik perhatiannya, setelah ia mengatakan seperti itu. Maka
masih sambil menghela napas pendek. Ayu Kedasih mengangkat mukanya, kemudian
meneruskan.
"Kakang, dalam impianku yang buruk semalam itu.........antara kakang
Wanengboyo dan kakang Tohjoyo berkelahi, sebagai akibat saling memperebutkan diriku
ini........."
Ayu Kedasih berhenti lagi, menghela napas dan mengamati Danurwenda sejenak
seperti mencari kesan. Sedang Danurwenda berdiam diri, akan tetapi terdengar menghela
napas pendek, entah apa sebabnya.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Kakang, mereka berkelahi........." Ayu Kedasih bercerita lagi. "Di dalam
perkelahian itu, kakang Wanengboyo dikalahkan oleh kakang Tohjoyo. Kakang
Wanengboyo terluka............dan roboh di tanah. Saya............saya menjadi kaget dan
lari, lalu menubruk kakang Wanengboyo.........Tetapi justeru dalam keadaan seperti
itu......."
Ayu Kedasih berhenti lagi. Agaknyaperempuan ini seorang perempuan yang
pandai sekali menarik perhatian orang dengan cerita bohongnya. Danurwenda terpikat,
dan jantungnya berdegup cepat, sehingga Danurwenda tak sabar lagi dan mendesak.
"Teruskanlah adi!"
Dan Ayu Kedasih berusaha menyembunyikan senyumnya lagi. Sahutnya
kemudian, "Kakang, dalam keadaan seperti itu.........aku ditangkap.
Lalu.........lalu.........aku dicium kakang Tohjoyo.........Aku berusaha
memberontak.........Tetapi tak kuasa. kemudian.........aku dibawa ke suatu tempat yang
tidak aku kenal.........Di situ.........di situ secara paksa kakang Tohjoyo telah merenggut
lepas semua pakaianku ................ aihh, kemudian......... kemudian kakang Tohjoyo
memperlakukan aku sebagai isterinya."
Ayu Kedasih berhenti sambil menundukkan mukanya. Dan terdengar
Danurwenda menghela napas berat mendengar keterangan itu. Untuk sejenak lamanya
dua orang ini tidak membuka mulut. Untuk sejenak keadaan hening, dan angin saja yang
bergerak perlahan mengusap mereka.
"Kakang............" Ayu Kedasih mengangkat kepalanya, kemudian ia
meneruskan. "Dalam keadaan seperti itu aku kaget, dan terjaga............. Aihh, kakang,
itulah sebabnya pagi tadi aku menangis, karena akumemikirkan impian buruk semalam.
Aku menjadi khawatir kalau impian itu benar-benar terjadi .........."
"Hemm............." Danurwenda menghela napas lagi panjang.
"Kakang............sekarang saya mohon nasihatmu ............" kata Ayu Kedasih lagi.
"Apa yangharus dilakukan? Aku.........aku menjadi malu.........apabila nanti bertemu
dengan kakang Tohjoyo. Impian semalam mempengaruhi perasaanku ...........sebagai
seorang wanita ............"
Danurwenda berdiam diri. Namun laki-laki ini tidak melulu berdiam diri, dan
sekarang berusaha untuk memutar otakguna mengatasi keadaan. Menurut pikiran
Danurwenda sekarang ini, kalau Ayu Kedasih merasa malu bertemu denganTohjoyo,
memang tidak bisa disalahkan, karena terpengaruh oleh impian itu. Akan tetapi kalau hal
ini sampai berkembang lebih jauh, juga tidak baik yang terjadi.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Adi, sebaiknya begini," kata Danurwenda kemudian. "Usirlah kenangan buruk
dari impian itu, dan anggaplah tidak ada.Bersikaplah engkau sebagaimana biasa, seperti
sebelum engkau mimpi seperti itu. Dan aku percaya, bahwa adi Tohjoyo takkan sampai
hati melakukan perbuatan seperti itu terhadap engkau."
Memang sesungguhnya Danurwenda jugasudah tahu akaa watakdansepakterjang
Tohjoyo selama ini, terhadap paraperempuan.Akan tetapi walaupun demikian
Danurwenda tidak percaya, apabila Tohjoyo sampai hati kepadaAyu Kedasihyang
kedudukannya sebagaiisteriadikseperguruannya. Tidak disadarisamasekalibahwa dirinya
sekarang ini ditipu oleh Ayu Kedasih. Yang jelas semalam Ayu Kedasih telah mengalami,
bukan dalam impian, akan tetapi benar-benar terjadi.
"Kakang............tetapi bagaimanapun sulit bahwa seorang wanita seperti aku
ini, begitu saja melupakan impian buruk seperti itu ............"
Ayu Kedasih mengeluh. "Bagaimanapun akuakan dikejar-kejar oleh bayangan
ketakutan. Akutak sanggup bertemu muka dengan kakang Tohjoyo, dan aku malu............
Maka jalan terbaik kiranya, untuk menghindarkan hal-hal yang tidak kita harapkan
.........apabih aku dan kakang Wanengboyo meninggalkan desa ini ............"
"Hemmm ............" Danurwenda menghela napas berat. Dalam hatinya terasa
berat juga menghadapi persoalan ini.
"Sesungguhnya, mengingat keadaan desa ini," kata Ayu Kedasih. "Baik aku
maupun kakang Wanengboyo berkewajiban ikut membela dan menanggulangi gangguan
penjahat itu. Tetapi sebaliknya hatiku tak bisa merasa tenteram kakang............ maka saya
mohon kebijaksanaan kakang dalam persoalan ini."
"Hemm........." lagi-lagi Danurwenda menghela napas panjang, Kemudian,
sesudah berpikir sejenak, ia meneruskan. "Adi, baiklah. Hal ini akan aku pertimbangkan
dahulu masak-masak..."
"Kakang........." potong Ayu Kedasih, "Bayangan peristiwa semalam itu selalu
mengganggu perasaanku. Maka saya .........mohon agar besok pagi saya telah diijinkan
pergi meninggalkan desa ini."
"Tetapi........."
"Tidak! Kakang harus dapat memberi keputusan tegas. Tetapi kalau kakang tak
mengijinkan, dan kakang Wanengboyo juga tak setuju, terpaksa saya akan pergi seorang
diri."
"Hemm......ya, baiklah adi, ya.........apa boleh buat jika adi memanghttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
memaksa........."
Begitulah pembicaraan yang terjadi antara Ayu Kedasih dengan Danurwenda.
Karena Danurwenda sama sekali tidak menduga telah ditipu oleh Ayu Kedasih, ia tidak
dapat berbuat lain kecuali harus mengijinkan Ayu Kedasih hari itu juga pergi
meninggalkan desa Sumberrejo ini. Dan di lain pihak karena Wanengboyo juga tidak
menduga peristiwa yang terjadi semalam, iapun menuruti saja tuntutan Ayu Kedasih yang
mengajak pergi hari ini. Ia memang seorang laki-laki yang pandai "ngemong" kepada
isterinya. Maka walaupun diam-diam merasa heran akan tuntutan isterinya yang tiba-tiba,
ia tidak mendesak lebih jauh.
Akan tetapi ketika Tohjoyo diberitahu tentang maksud Ayu Kedasih dan
Wanengboyo, ia menjadi kaget. Ia yang memang merasa telah menekan Ayu Kedasih
semalam, diam-diam merasa dandapat menduga sebabnya Ayu Kedasih hari ini minta
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diri. Tetapi walaupun demikian, ia merasa agak heran juga. Mengapa begitu sikap Ayu
Kedasih kepada dirinya? Padahal dirinya merasa lebih pengalaman dalam soal wanita
dibanding dengan Wanengboyo, di samping merasa lebih gagah. Namun mengapa Ayu
Kedasih lebih sayang kepada suaminya sendiri? Tentu saja hal ini membuat Tohjoyo
menjadi penasaran. Semula ia berharap setelah peristiwa semalam, ia akan tetap dapat
menjalin hubungan rahasia itu dengan Ayu Kedasih. Tetapi apabila hari ini perempuan
itu pergi,berarti ia akan kehilangan kesempatan menyambung peristiwa semalam.
Sekalipun begitu ia tidak dapat mengumbar rasa penasarannya. Ia khawatir
Danurwenda maupun Wanengboyo timbul rasa kecurigaannya. Dan apabila sampai
terjadi begitu, malah bisa menimbulkan hal-hal yang tidak diharapkan.
Tohjoyo bersikap wajar kepada Ayu Kedasih, seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
Hanya saja walaupun sikapnya wajar, tetapi pandang mata Tohjoyo sekarang berlainan
dengan kemarin. Di saat berhadapan dengan Wanengboyo, Danurwenda dan Ayu
Kedasih ini Tohjoyo selalu mencuri pandang dan ditujukan kepada AyuKedasih. Sasaran
pandangmatanya, lebih banyak terpusatke dada yang montok dan tersembunyi di
belakang kain penutup dada dan baju itu. Dan sebaliknya, Ayu Kedasih pura-pura tidak
tahu dan tidak mau bertatap pandang. Namun, walaupun pura-pura tidak tahu, diam-
diam perempuan ini mengumpat caci.
"Hemmm
r kurang ajar!" umpat Tohjoyo dalam hati. "Seangkuh itukahsekarang
engkau padaku? Huh, rahasiamu sudah dalam tanganku. Sekali sajaaku memberitahukan
rahasia itu kepada Wanengboyo, engkau takkan diberi ampun lagi."
Tentu saja sikap Tohjoyo seperti ini kepada Ayu Kedasih, bukanlah sikapsetiap
laki-laki.Dan pandangan Tohjoyo kepada Ayu Kedaish ini, bukan berarti bahwa Tohjoyo
mewakili pandangan kaum laki-laki terhadap perempuan. Tetapi walaupun begitu sayang
juga, bahwa laki-laki yang mempunyai pandangan seperti Tohjoyo ini cukup banyakhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
jumlahnya di dunia ini. Yang berpandangan merendahkan dan meremehkan derajat kaum
wanita. Yang beranggapan bahwa kaum wanita itu hanya melulu berkedudukan sebagai
pemuas nafsu bagi laki-laki. Ia akan senang apabila dilayani apa kehendakanya.
Sebaliknya ia akan penasaran dikala kehendakanya tidak dilayani.
Walaupun begitu Tohjoyo memang seorang laki-laki yang tidak tahu malu.
Memang ia sudah dapat menduga, akan sebabnya Ayu Kedasih mendadak minta diri.
Tetapi ia masih juga mencoba menggunakan kesempatan dengan berkata. "Ahh adi,
sesungguhnya terasa berat juga harus melepaskan kalian ini, justeru ancaman penjahat
gunung Ungaran masih bisa saja terjadi. Lebih lagi, pertemuan kita ini baru beberapa hari
saja, dan rasa rindu dalam hatikupun belum terobati. Maka saya mohon dengan sangat
baik kepada adi Wanengboyo maupun adi Ayu Kedasih agar sudimenunda keberangkatan
ini barang semalam."
"Sesungguhnya akupun berat juga kakang," sahut Wanengboyo yang jujur, dan
tidak tahu sama sekali akan persoalan yang terjadi. "Tetapi Ayu mendesak saja, sehingga
akutak dapat berbuat lain kecuali harus mengiringkan maksudnya."
Danurwenda yang sudah mendengar penuturan Ayu Kedasih hanya berdiam diri.
Tidak kurang usahanya untuk menahan Ayu Kedasih dan Wanengboyo. Namun apa
harus dikata kalau keputusan Ayu Kedasih sudah bulat?
Sebaliknya Ayu Kedasih yang diam-diam khawatir juga kalau Tohjoyo membuka
rahasia, walaupun terasa berat ia membuka mulut juga, "Maafkanlah akukakang
Toajoyo, bahwa kunjunganku kemari sesingkat ini. Tetapi semalam aku mimpi disusul
ibu dan diminta agar aku pulang secepatnya ......."
"Aihhh!" Wanengboyo kaget dan mengamati isterinya. "Mengapa impianmu itu
tidak engkau beritahukan padaku?"
"Hemm, aku tahu bahwa engkau orang yang tidak percaya kepada impian," sahut
Ayu Kedasih. "Tetapi sebaliknya aku percaya kepada impian semacam itu. Orangtua
memberitahukan kepada kita, bahwa impian semacam itu merupakan sasmita. Bisa jadi
ibu sedang mengalami kesulitan, atau pula sedang sakit."
Diam-diam Danurwenda tertawa mendengar jawaban Ayu Kedasih ini. Kepada
dirinya, Ayu Kedasih menceritakan yang tidak sama dengan keterangannya sekarang ini.
Tetapi ia memang seorang saudara seperguruan tertua yang bijaksana. Di samping itu
iapun sudah berjanji untuk merahasiakan. Maka ia merasa lebih aman apabila bersikap
diam.
"Ya, memang tiada pertemuan yang tanpa perpisahan," kata Tohjoyo kemudian
sambil menghela napas pendek. "Tetapi sekarang terpikir olehku, untuk sekedar memberihttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
kenang-kenangan dan hadiah kepada adik iparku. Ya, siapa tahu benda yang tidak
berharga itu, akan dapat menjadi sarana hubungan batin antara kita lebih dekat lagi? Nah
oleh sebab itu, aku ingin mengundang adi Ayu Kedasih ke rumahku barang sebentar,
untuk mengambilnya."
"Benar. Dan aku amat berterima kasih sekali, kakang Tohjoyo," sambut
Wanengboyo gembira, tanpa rasa curiga sedikitpun. Maka kemudian ia memalingkan
mukanya kepada isterinya, lalu menganjurkan. "Ambillah Ayu, dan aku percaya bahwa
kenang-kenangan dan hadiah itu tentu besar sekali nilainya. Bukankah begitu kakang
Tohjoyo? Dahulu ketika kita kawin, aku memang tidak dapat memberi hadiah apa-apa
padamu. Maka kiranya wajar juga, kalau sekarang kakang Tohjoyo yang memberi hadiah
itu untukmu, Ayu."
Tohjoyo tertawa, "Ha-ha-ha, tentu saja. Saudara seperguruan, tidak jauh bedanya
dengan saudara kandung. Harus saling tolong, saling setia dan saling percaya. Karena di
saat perkawinanmu berlangsung ayahku meninggal, maka ketika ituaku tidak dapat
datang dan sekarang saatnya aku memberikan hadiah itu untuk Ayu Kedasih."
"Ambillah Ayu," Wanengboyo menganjurkan lagi. "Dan biarlah aku menunggu
di sini sambil bicara dengan kakang Danurwenda."
Namun sudah tentu Ayu Kedasih dapat menduga apa yang dikandung oleh
Tohjoyo ini. Ia mengerti, apabila dirinya datang ke rumah Tohjoyo, dirinya akan dijebak
dan dipaksa untukmelayani kehendak laki-laki itu lagi. Dansungguh celaka sekali,
suaminya terlalu percaya sehingga sekarang sudah menganjurkan seperti itu. Menghadapi
keadaan di luar dugaannya ini, apabila ia menolak begitu saja kehendak Tohjoyo ini bisa
menimbulkan akibat yang tidak diharapkan. Sebaliknya kalau dirinya harus menyerah
lagi kepada Tohjoyo, ia tak sudi. Untung saja ia bukan seorang wanita bodoh. Ia tahu,
apabila ia minta supaya Wanengboyo menyertainya, salah-salah suaminya menjadi
curiga. Namun sebaliknya apabila seorang diri, ia dalam bahaya. Maka sambil mengamati
Danurwenda ia kemudian berkata. "Kakang Danurwenda, saya mohon agar kakang suka
menyertai aku ke sana."
Dan Danurwenda yang sudah mendengar penuturan Ayu Kedasih tentang impian
perempuan itu semalam, mengerti akan sebabnya Ayu Kedasih mengucapkan demikian.
Ayu Kedasih merasa selalu dibayangi oleh kekhawatiran dan ketakutannya berdekatan
dengan Tohjoyo. Dan disamping itu, secara diam-diam iapun dapat menangkap
pandangmata Tohjoyo yang aneh kepada Ayu Kedasih. Sebagai saudara seperguruan
yang tertua dan tidak menghendaki hal-hal yang tidak menyenangkan, maka ia tidak bisa
berkata lain, kecuali. "Kalau demikian, lebih yogya lagi apabila kita datang bersama-sama
ke rumah adi Tohjoyo. Dansekalian kita menjadi saksi akan pemberian hadiah itu.
Bukankah engkau setuju, adi Wanengboyo?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Ahhh, pendapatmu bagus sekali kakang," sambut Wanengboyo gembira, "Mari,
kita beramai datang ke sana."
Dan yang mati kutu sekarang adalah Tohjoyo. Ia tadi sudah gembira sekai, ketika
tanpa curiga sedikitpun Wanengboyo sudah menganjurkan kepada Ayu Kedasih supaya
datang seorang diri. Tetapi semuanya sudah terlanjur. Apabila ia menolak kehadiran
Danurwenda dan Wanengboyo ke rumahnya, tentu menimbulkan kecurigaan. Maka
walaupun menyesal dan masygul, akhirnya Tohjoyo mengajak mereka itu semua ke
rumahnya. Akan tetapi sekalipun begitu, diam-diamTohjoyo penasaran sekali, dan
kemudian hari akan masih berusaha meucari kesempatan untuk dapat menggagahi Ayu
Kedasih lagu
oooOOOoo
SEKARANG tibalah saatnya kita mengikuti perjalanan Tumpak Denta dan Fajar
Legawa yang pergi menuju Lembah Galunggung, untuk memenuhi panggilan gurunya.
Sebenarnya saja memang belum cukup dua bulan dirinya pergi meninggalkan gurunva.
Namun demikian dalim hati pemuda ini timbul juga rasa rindu kepada guru yang
dihormati itu. Maka ketika jarak tempattinggal gurunya sudah tidak jauh lagi, ia mengajak
Tumpak Denta mempercepat perjalanan. Dan Tumpak Dentapun mengangguk, lalu dua
orang muda ini bergerak lebih cepat.
Dalam perjalanan ini tiba-tiba saja Fajar Legawa teringat kepada anak yatim piatu,
anak malang yang bernama Sasongko yang pernah ditolongnya. Ia memalingkan muka
kearah Tumpak Denta. Tanyanya. "Kakang, bagaimanakah dengan Sasongko?"
Tumpak Denta ketawa perlahan. Pertanyaan itu segera mengingatkan
pengalamannya kepada bocah itu setelah dibawanya ke Lembah Galunggung. Seorang
bocah yang tabah, cerdas disamping rajin. Apabila ada waktu terluang, Tumpak Denta
selalu mengisi dengan bergurau dan bercanda. Bocah yang bernama Sasongko itu amat
memikat hatinya, sehingga Tumpak Denta amat kasih. Dan dengan hadirnya bocah itu di
Lembah Galunggung hingga ia tidak merasakan kesunyian lagi seperti biasanya.
"Ternyata dia anak baik adi, di samping cukup menyenangkan." sahut Tumpak
Denta. "Guru amat kasih kepada bocah itu, karena bukan saja tabah, akan tetapi juga
cerdas dan rajin. Hemm, sulitlah menemukan seorang bocah seperti dia. Hingga guru
yang semula sudah tidak lagi menerima murid, beliau merubah sikap karena tertarik.
Maka dia sekarang merupakan murid termuda, merupakan adik seperguruan kita."
"Syukurlah kakang apabila demikian, apabila guru berkenan mendidiknya sendiri.
Mudah-mudahan saja kelak kemudian hari dia menjelma sebagai seorang laki-laki sejati
pengabdi kemanusiaan. Menjadi seorang pejuang tanpa pamrih untuk pribadi."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Ya, mudah-mudahan Tuhan mengabulkan harapan kita adi. Dan betapa gembira
bocah itu apabila bertemu dengan engkau."
Ketika mereka sudah tidak jauh lagi dengan padepokan gurunya, terdengarlah
suara nyaring, mengalun dan panjang, menggema dan memantul dari tebingke tebing,
suara seorang yang sedang azan.
"Siapakah yang azan itu kakang?" tanya Fajar Legawa,
"Dialah Sasoagko," sahut Tumpak Denta.
Fajar Legawa diam-diam menjadi bangga. Dan rasa rindunya kepada bocah itu
makin menjadi.
Mereka kemudian langsung menuju surau. Mereka mengambil air suci untuk
segera mengikuti sholat Ashar sebagi makmum. Gurunya, Suria Kencana yang bertindak
sebagai imam. Rasa rindu mereka tahankan menunggu sesudah sholat selesai
"Akhirnya engkau datang juga kakang, aku sudah rindu kepada engkau kata
Sasongko setelah mereka selesai menunaikan sembahyang.
Sasongko tidak lagi memanggil paman kepada Fajar Legawa. karena sekalipun masih
kecil, iapun murid Suria Kencana pula, maka sebagai adik seperguruan, panggilan paling
tepat apabila kakang.
"Akupun sudah rindu padamu," sahut Fajar Legawa sambil tersenyum. Ketika itu
Suria Kencana melambaikan tangan sebagai isyarat agar Fajar Legawa dan Tumpak
Denta datang. Maka kakak beradik seperguruan itu kemudian menggunakan lutut untuk
berjalan, menghampiri guru mereka yang masih duduk di tempatnya. Dua orang murid
ini kemudian bergantian mencium punggung telapak tangan dan kemudian lutut orang
tua itu. Selang kemudian Suria Kencana dengan kasih mengusap rambut muridnya,
menggunakan tangan yang sudah berkeriput.
Sesudah mereka memberikan hormat kepada guru itu, mereka kemudian diijinkan
mendahului meninggalkan surau menuju rumah depan. Dalam perjalanan menuju rumah
depan ini, Sasongko bertanya. "Ke manakah saja kakang selama ini?"
"Banyak yang akan kunjungi. Dan hari ini, aku dan kakangTumpak Denta datang
dari gunung Ungaran." sahut Fajar Legawa.
" Gunung Ungaran sana itu?"
Fajar Legawa mengangguk. Sasongko merasa belum puas, ia bertanya lagi. "Apa
saja yang menarik hatimu datang kesana?https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Fajar Legawa tersenyum. Kemudian jawabnya. "Nanti sajalah, semuanya akan
aku ceritakan padamu."
Sasongko mengerti dan tidak menuntut lagi. Ia tahu bahwa baik Fajar Legawa
maupun Tumpak Denta akan langsung menghadap guru. Untuk itu maka bocah ini lalu
membalikkan tubuh pergi menuju kebelakang.
Fajar Legawa dan Tumpak Denta mendahului pergi ke ruang tamu, di rumah
depan. Mereka kemudian duduk dan menunggu sesudah guru mereka turun dari surau.
Tak lama kemudian Suria Kencana sudah datang dan duduk bersila di atas tikar
pandan kasar. Kemudian terdengarlah kakek ini berkata lembut. "Fajar, sengaja kakakmu
aku perintahkan mencarimu. Karena satu hal yang amat penting harus aku bicarakan
dengan engkau."
Jantung FajarLegawa berdebar. Apakah maksud gurunya yang dikatakan penting
itu? Maka kemudian ia bertanya, "Tentang apakah bapa?"
"Apakah engkau sudah mandi?" tanya gurunya, tidak menjawabpertanyaan
muridnya.
"Belum bapa. Murid dengan kakang Tumpak baru saja tiba."
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Suria Kencana tersenyum, lalu katanya lembut. "Kalau demikian, sebaiknya kamu
mandi dahulu agar kembali segar. Dan tentunya kamu lapar, bukan? Maka makanlah
kamu dahulu, justeru nanti malam masih banyak waktu untuk berbicara."
Malam itu sesudah selesai menunaikan tugas sholat Isha, terdengarlah Tumpak
Dentasedang mengajar Sasongko mengaji. Sedang Fajar Legawa langsung berhadapan
dengan gurunya.
"Fajar sudahkah engkau berhasil menemukan jejak pembunuh keluargamu?"
tanya kakek ini dalam membuka percakapan.
Fajar Legawa berdebaran, lalu jawabnya. "Belum bapa. Murid belum tahu siapakah yang
sudah berbuat sekejam dan sekeji itu. Danmurid belum juga mendengar khabar tentang
Irma, masih hidup ataukah sudah mati."
Fajar Legawa mengeluh. Dan rasa sedih kembali menyesak dada. Sesaat kemudian
pemuda ini menyambung. "Sebenarnya murid amat cemas, mengingat akan Irma, bapa!
Entah dia masih hidup ataukah sudah mati. Namun demikian murid selalu berdoa dan
mohon kepada Tuhan agar kepada Irma diberikan perlindungan. Bapa, sesungguhnya
ingin sekali murid dapat menemukan jejak pembunuh kejam itu. Dan murid ingin sekalihttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
segera dapat membalas sakit hati itu."
"Ya, aku dapat memahami akan kesedihanmu itu," Suria Kencana menghela
napas, dan rasa haru memenuhi dadanya yang kerempeng. Beberapa saat kemudian
barulah kakek ini melanjutkan. "Itulah sebabnya aku memerintahkan kakakmu Tumpak
Denta mencari engkau. Sebab aku ingin mengabarkan hal amat penting kepadamu."
"Apakah bapa sudah mengetahui siapakah pembunuh keji itu?" kata pemuda ini
seraya mengamati gurunya.
"Fajar, tenanglah engkau," gurunya memberi nasihat. "Apa yang akan aku
kabarkan padamu ini sesungguhnya, hanyalah bagian yang amat kecil dari hidupmu.
Namun, sekalipun amat kecil aku yakin bahwa sedikitnya engkau akan menjadi lega."
Fajar Legawa berdiam diri sambil mengamati Suria Kencana. Kemudian setelah
kakek itu menghela napas panjang, berkata lagi. "Fajar, seminggu yang lalu datanglah
seorang ke tempat ini. Di dalam ruangan inilah orang tersebut bicara dengan aku."
"Siapakah dia, bapa?" tanya Fajar Legawa denganhati berdebar. "Dan membawa
kabar apakah?"
"Fajar, aku sudah berjanji kepada dia, sesuai dengan permintaan orang itu untuk
tidak menyebut nama dan tempattinggal orang itu. Dan justeru aku sudah berjanji kepada
tamu itu, maka aku tak berani melanggarnya. Tetapi yang jelas, tamu itu kepadaku
menceritakan, telah menolong Irma Sulastri."
"Ahhh ........." Fajar Legawa berjingkrak saking kaget, tetapi menjadi lega. "Jadi
............Irma selamat?"
Suria Kencana mengangguk dan tersenyum. Ia dapat memaklumi sikap Fajar
Legawa. Kemudian kata kakek ini. "Begitulah kabar dari tamu itu, adikmu selamat."
"Dimanakah sekarang Irma berdiam, bapa. Dan siapa pulakah yang sudah
menolongnya?" desak Fajar Legawa. Kemudian rasa rindu menyesak dada pemuda ini,
dan ingin pula selekasnya dapat bertemu dengan adiknya itu. Dari adiknya ia berharap
akan dapat memperoleh keterangan tentang ciri-ciri penjahat yang sudah membunuh ayah
dan bundanya.
"Fajar, tamu itu sendiri yang telah menolong adikmu. Dan sesuai dengan janjiku,
maka aku tidak dapat memberitahukan nama maupun tempat tinggal tamu itu."
"Apakah sebabnya dia merahasiakan nama dan tempat tinggalnya?" desak Fajar
Legawa.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Aku tidak dapat menerangkan."
"Ahhh sayang ........."
"Ya, memang sayang anakku. Karena ketikaaku tanyakan penjahat manakah yang
sudah melakukan kebiadaban itu, iapun tak mau menerangkan. Ia hanya berkata, mudah-
mudahan kemudian hari dapat diketahui."
Fajar Legawa mengeluh. Dan gurunya menghela napas pendek. Beberapa saat
lamanya guru dan murid itu berdiam diri. Dalam hati Fajar Legawa timbul rasa heran,
mengapa seakan gurunya ini menyembunyikan sesuatu. Dan seakan masih merupakan
teka teki yang harus ia pecahkan sendiri. Seakan Irma Sulastri masih diselubungi oleh
rahasia. Namun demikian, kabar ke selamatan adiknya itu sudah cukup membuat
hatinya agak lega juga. Kemudian hari ia berharap akan dapat bertemu juga dengan
adiknya itu.
Tetapi walaupun merasa legar ia masih penasaran, mengapa sipenolong itu tidak
mau menyebutkan nama dan tempat tinggalnya. Apa sajakah sebabnya orang itu perlu
merahasiakan semua itu?
"Bapa!" kata pemuda ini kemudian. "Dengan kabar yang sudah murid dengar itu,
membuat murid lega dan gembira. Akan tetapi sebaliknya muridpun menjadi penasaran."
"Apakah sebabnya engkau penasaran?" tanya gurunya.
"Sikap tamu itulah yang membuat murid penasaran. Seakan sesuatu rahasia
memaksa kepada dia untuk bersembunyi."
Suria Kencana tersenyum. Lalu. "Ya, mungkin, memang dia perlu bersembunyi."
Fajar Legawa menatap wajah gurunya yang sudah berkeriput. Dan mendengar
jawaban gurunya yang terakhir ini, maupun melihat wajah gurunya, pemuda ini menjadi
tertarik dan diam- diam merasa curiga juga.
Sebagai seorang tua pertapa sakti mandraguna. Suria Kencana dapat menduga
kecurigaan muridnya itu. Maka setelah tersenyum, kemudian kakek ini berkata.
"Kecurigaan adalah cermin dari sikap yang ingin berhati-hati. Akan tetapi kecurigaan
yang tanpa alasan, sebenarnya tidak perlu. Dan sesuatu yang dirahasiakan,
membuatorang bertanya-tanya dan bingung. Akan tetapi, kerahasiaan itu amat penting
bagi sesuatu cita-cita. Fajar, anakku, camkanlah nasihat para cendekiawan kita tentang
pentingnya rahasia itu disimpan. Begini antara lain. Rahasia, apabila dipercayakan
kepada orang cerdik yang bijaksana, maka akan terpeliharalah rahasia itu dan akanhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
tercapailah tujuannya. Dan pandai memelihara rahasia adalah sesuatu sifat yang menjadi
puncak kesopanan. Apabila rahasia telah tergenggam oleh tangan orang yang boleh
dipercaya dan pandai menyimpannya, maka telah amanlah rahasia itu tidak akan terbuka-
buka lagi."
Suria Kencana berhenti, mengamati Fajar Legawa dan mencari kesan. Sejenak
kemudian sesudah kakek ini menghela napas, ia meneruskan. "Hanya kerap kali pula
rahasia itu tidak aman apabila rahasia itu sudah berada di dalam dada dua orang. Apabila
salah seorang yang diantaranya membocorkan, maka rahasia itu akan jatuh pada orang
ke tiga. Dan apabila sudah lebih dari dua orang yang mengetahuinya, rahasia itu tentu
akan terbuka juga. Hingga sifat kerahasiaan itu sudah tidak ada lagi. Anakku, camkanlah
apa yang sudah aku katakan di atas itu. Kemudian kau akan dapat mengambil
manfaatnya."
Fajar Legawa berdiam diri dan merasa terpukul oleh kata-kata gurunya. Sadarlah
ia sekarang bahwa bagaimanapun pula gurunya akan tetap menyimpan rahasia yang
sudah dipercayakan orang kepadanya. Dan apabila semula ia merasa kurang senang
akan sikap gurunya yang tidak mau berterus terang itu, sekarang ia berbalik menjadi
kagum dan menghormati. Karena dengan sikapnya itu, tercerminlah akan budi dan jiwa
ksatryaannya yang tak dapat diragukan lagi.
Demikianlah pada akhirnya Fajar Legawa harus merasa puas dengan keterangan
gurunya ini. Danoleh gurunya kemudian ia diperintahkan datang ke surau untuk
membantu Tumpak Denta mendidik Sasongko.
Pagi-pagi selesai bersembahyang Shubuh, pergilah Fajar Legawa ke salah satu
puncak bukit yang tak jauh dari padepokan gurunya. Dari puncak ini kemudian Fajar
Legawa ingin menikmati pemandangan indah dikala matahari akan terbit. Ia merasa
rindu akan pandangan indah di waktu pagi itu.
Ia meletakkan pantatnya pada sebuah batu. Langit timur tampak merah membara.
Pertanda bahwa bola yang menyinarkan cahaya panas itu akan segera muncul menerangi
bumi. Akan tetapi ia membatalkan niatnya untuk menikmati pemandangan indah itu, dan
kemudian dengan gerak yang cukup gesit sudah berlindung kesebuah batu. Dengan hati-
hati, Fajar Legawa memusatkan perhatian ke sebelah bawah. Karena dalam kesamaran
pagi yang ditabiri oleh kabut tipis, ia menangkap gerakan seseorang yang ringan menuju
ke lembah gurunya bertempat tinggal.
Pemuda itu curiga. Timbul rasa khawatir apabila orang bermaksud tidak baik.
Tanpa sesadarnya tangan sudah bergerak meraba tongkat pada pinggangnya. Ia sadar,
orang yang berani mengganggu gurunya tentu seorang sakti mandraguna. Guna
melindungi keselamatan dirinya maupun gurunya, ia akan langsung menggunakan
tongkat berisi keris pusaka Tilam Upih itu. Hanya dengan tongkat itu sajalah menuruthttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
pendapatnya akan dapat melawan orang itu.
Akan tetapi kemudian ia menjadi amat heran. Agak lama ditunggunya orang itu
dengan perasaan gelisah, tetapi orang tersebut tidak juga muncul. Timbul pertanyaan
dalam hati, ke manakah gerangan pendatang itu? Ia mencoba mengamati jalan kecil di
bawah. Tetapi apa yang ditunggu dengan perasaan tegang itu tidak juga muncul.
Pada saat ia keheranan dan gelisah itu, tiba-tiba ia mendengar suara ketawa orang.
Dan yang mengejutkan hatinya justeru mengapa suara itu dari belakangnya. Karena
khawatir dirinya celaka, secepat kilat ia sudah memutar tubuh dan tongkatnya
menyambar dahsyat.
"Aya........." seru orang itu terkejut. "Mengapa engkau menyerang aku?"
Fajar Legawa terkejut juga. Ia cepat menarik tongkatnya, membungkuk memberi
hormat dan kemudian berkata. "Paman, maafkan saya. Kedatangan paman sepagi buta
ini menimbulkan kecurigaanku."
Orang yang datang itu ternyata Wukirsari. Ia terkekeh lalu sahutnya. "Pantas
sekali engkau main sembunyi di tempat ini. Akan tetapi sikapmu yang hati-hati memang
pantas dipuji. Memang demikianlah seharusnya engkau berbuat."
Wukirsari kemudian duduk pada sebuah batu. Dan Fajar Legawa juga sudah pula
duduk pada batu yang lain.
"Baru kemarin saya pulang, paman," kata FajarLegawa tanpa ditanya.
"Baru kemarin? Mengapa?" Wukirsari menjadi heran.
Diceritakan kemudian tentang mengapa sebabnya baru kemarin ia pulang ke
Galunggung. Karena tertahan di desa Sumberrejo, membantu murid-murid Gajah Seta.
Wukirsari mengangguk-angguk. Kemudian orang tua ini berkata. "Fajar, apa yang
aku khawatirkan akhirnya terjadi juga."
"Tentang apakah paman?" Fajar Legawa melengak heran.
"Tentang apa lagi kalau bukan Handana Warih." Wukirsari mengeluh. "Ternyata
sejak engkau berselisih dengan dia, dan Handana Warih aku perintahkan pulang, dia tidak
juga memenuhi perintahku. Handana Warih tidak pulang ke Gresik."
"Lalu, ke manakah dia?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Wukirsari menggelengkan kepalanya, "Aku sudah mencari ke desa tempat
asalnya, di desa Jipang. Tetapi orangtuanya malah kaget mendengar kabar itu. Orang
tuanya malah menjadi sedih."
"Mengapa dia tidak pulang?"
"Mungkin sekali dia takut, akibat sudah merasa bersalah. Bukankah engkau telah
difitnah oleh dia, sudah membunuh Pertiwi Dewi? Jelas bahwa dia menjadi takut akan
bayangannya sendiri. Takut apabila aku memberi hukuman atas kesalahannya itu."
Wukirsari tampak mengamati kabut tipis yang menabiri alam pagi hari ini. Ia tidak
berkedip dan kemudian memandang ke tempat jauh. Entah apa saja yang sedang
dipikirkan kakek ini.
" Fajar," katanya kemudian sesudah berdiam diri beberapa saat, "Tabiat yang
kurang baik itu sesungguhnya sudah agak lama aku ketahui dan agar dia bisa merubahnya.
Akan tetapi ternyata segala usahaku, dan segala nasihatku agaknya tidak juga mempan.
Tabiatnya yang tinggi hati ingin menang sendiri, dan perbuatan-perbuatan lain yang
kurang patut, tidak juga dapat dirubahnya."
"Lalu apakah tindakan paman apabila dapat bertemu dia?" pancing Fajar Legawa.
"Sebelum dia menodai nama baikku sebagai gurunya, aku akan mengambil
tindakan dan menghukum dia. Namun demikian aku masih akan sedia memberi
kesempatan kepada dia supaya merubah sikap. Dan untuk itu anakku, kepadamu aku
minta batuan. Ikutlah engkau mengawasi sepak terjangnya. Dan apabila perlu, ambillah
dengan kekerasan. Dan aku berikan hak penuh atas dirimu, mewakili aku. Hemm,
sesungguhnya saja aku merasa amat sedih dengan tingkah laku Handana Warih yang
tidak patut itu. Engkau tahu, muridku hanya seorang saja, dia. Maka dengan kenyataan
ini, hancurlah harapanku."
Sesudah mengucapkan kata-katanya ini, tampaklah kakek itu masygul. Tampak
amat menyesal sekali, sehingga wajahnya muram. Beberapa kali ia mengeluh, hingga
Fajar Legawa terharu. Akan tetapi sebelum Fajar Legawa sempat membuka mulut, kakek
ini telah berkata lagi. "Sudahlah, mari kita menghadap gurumu. Ada suatu soal penting
harus aku bicarakan dengan gurumu."
"Mungkin bapa masih disurau," sahut Fajar Legawa, kemudian mengikuti langkah
kakek itu.
Dugaan Fajar Legawa ternyata benar. Dan setelah Wukirsari dan Suria Kencana
bertemu, pemuda ini tahu diri dan pergi.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Menempuh jarak jauh aku datang kemari, membawa persoalan Fajar Legawa,"
kata Wukirsari yang memulai pembicaraan dengan Suria Kencana.
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apakah sesudah adi Abdul Fatah alias Kusen itu tewas dibunuh orang, kakang
Suria Kencana masih perlu merahasiakan kedudukan Fajar Legawa?"
"Hemm, aku memang sudah pernah berjanji kepada adi. Bahwa pada saatnya aku
akan memberitahukan dia tentang "suatu rahasia" yang selama ini aku tutup," sahut Suria
Kencana sambil menghela napas pendek. "Kalau demikian, menurut pendapatmu apakah
sudah tiba saatnya dia harus tahu kedudukannya? Bahwa dia memang wajib
menyelamatkan keris pusaka "Tilam Upih" itu, justeru dia mengemban tugas keluarga."
"Memang menurut pendapatku sudah tiba saatnya hal itu diberitahukan dia
kakang. Agar dengan begitu Fajar Legawa lebih bersungguh-sungguh lagi menjaga
keris "Tilam Upih" itu, jangan sampai jatuh ke tangan jahat." kata Wukirsari dengan nada
yang mantap dalam memberi tekanan kata-kata yang diucapkan, "Kakang kedudukanmu
sebagai salah seorang sahabat Gusti Adipati Ukur untuk mendidik puteranya telah engkau
laksanakan dengan baik. Sedang adi Abdul Fatah atau Kusen itu, sebagai salah seorang
sahabat Gusti Adipati Ukur, juga sudah melaksanakan tugasnya amat baik. Dia sanggup
mengorbankan nyawanya sendiri untuk kepentingan FajarLegawa dan pusaka itu. Maka
menurut pikiran kakang, sebaiknya Fajar Legawa diberi ungkapan rahasia ini. Bahwa
sesungguhnya adi Abdul Fatah bukan orangtuanya yang sebenarnya, tetapi sebagai ayah
angkat. Yang mempunyai tugas secara khusus, melidungi dan mengamankan dua orang
putera Gusti Adipati Ukur yang masih amat kacil, agar tidak menjadi korban
kesewenangan Sultan Agung. Bahwa orang tua yang sesungguhnya, adalah Gusti Adipati
Ukur sendiri."
Wukirsari berhenti dan batuk batuk. Setelah beberapa saat lamanya berdiam diri,
sambungnya. "Kakang, apabila baik Fajar Legawa maupun Irma Sulastri yang hilang
diculikpenjahat itu tahu, bahwa mereka merupakan putera dan puteri Gusti Adipati
Ukur, yang tewas dibunuh mati oleh Sultan Agung, pendapat dan pandangannya terhadap
Raja Mataram yang sekarang itu, kita serahkan sepenuhnya kepada mereka. Apakah
Fajar Legawa perlu menuntut balas kematian ayahnya oleh hukuman Sultan Agung itu
atau tidak. Apakah Fajar Legawa menganggap hukuman yang diderita oleh ayahnya itu
memang sudah sepantasnya atau tidak, juga kita serahkan kepada dia sendiri. Kita hanya
sekadar mengungkapkan rahasia yang selama ini kita tutup. Kita hanya sekedar memberi
tahu, tentang kedudukannya yang sebenarnya. Bahwa Fajar Legawa bukan anak Abdul
Fatah, akan tetapi putera seorang Adipati, yang disaat hidupnya berkuasa di Kadipaten
Ukur. Maka sudah sepantasnya pula, bahwa sebagai puteranya, Fajar Legawa harus
menyelamatkan keris pusaka ayahnya sendiri itu."
"Hemm, engkau benar adi," sahut Suria Kencana. "Akan tetapi, apakah
pendapatmu itu sudah tepat untuk waktu sekarang?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Apakah maksudmu?" Wukirsari mengamati Suria Kencana dan tampak heran.
"Maksudku, karena Fajar Legawa masih terlalu muda," kata Suria Kencana. "Aku
agak khawatir kalau dia belum mampu menerima kenyataan seperti itu."
"Aku belum dapat menangkap maksudmu kakang," Wukirsari mengamati Suria
Kencana, tampak ingin sekali mendapatkan penjelasan.
Suria Kencana berbatuk-batuk sebentar, baru kemudian, kakek ini berkata. "Adi,
yang selalu membuat aku ini dibayangi oleh perasaan khawatir, apabila kemudian timbul
tekad bocah itu untuk melakukan balas dendam. Maklum adi, seorang muda yang masih
berdarah panas. Apabila tahu bahwa ayahnya dihukum mati oleh orang secara sewenang-
wenang, siapakah yang kuasa menahan rasa dendam dan sakit hati itu?"
Suria Kercana berhenti. Baru sesudah menghela napas, ia melanjutkan. "Adi, aku
menyadari bahwa ilmu bocah itu masih amat dangkal. Padahal Mataram banyak memiliki
jago-jago sakti. Dapat berbuat apakah bocah itu apabila sampai timbul keberaniannya
untuk membalas dendam? Tidak urung dia datang ke Mataram hanya mengantarku
nyawa. Aii, itulah sebabnya yang membuat aku ini ragu-ragu untuk mengungkapkan
rahasia kedudukan Fajar Legawa yang sesungguhnya. Namun, sebaliknya juga sering
terpikir dalam hatiku. Apakah jadinya kalau rahasia itu kita tutup terus? Tidak urung
sejarah hidup bocah itu akan gelap, apabila orang-orang yang tahu riwayat hidupnya telah
tiada. Dankasihan Gusti Adipati Ukur bahwa keturunannya tidak memberikan baktinya
kepada orangtua."
Untuk sejenak dua orang tua ini berdiam diri. Memang timbul rasa keraguan pula
di dajam hati mereka. Ragu karena khwawatir akan akibat yang tidak diharapkan. Lama
dua orang tua ini mempertimbangkan untung dan ruginya membuka rahasia keturunan
Fajar Legawa ini. Bahwa sesungguhnya, putera seorang Adipati yang sejak kecil dititipkan
kepada Kyai Adul Fatah atau Kyai Kusen.
"Jadi, bagaimanakah menurut pendapatmu Kakang?" tanya Wukirsari setelah
berdiam diri berapa saat lamanya.
"Seperti aku katakan tadi pada dasarnya aku memang setuju rahasia itu
diberitahukan," sahut Suria Kencana."Namun harus diusahakan agar bocah itu tidak
terbakar kemarahan tanpa mengingat kekuatan sendiri berusaha membalas dendam."
"Kalau demikian kakang, bolehkah aku saja yang memberitahu dia?" akhirnya
Wukirsari menawarkan diri.
"Jika engkau tidak keberatan, apakah salahnya? Aku malah senang sekali adi. Baikhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
begini saja. Ajaklah dia ke rumahmu, Gresik............"
"Ahhh, mengapa demkian?" Wukirsari kaget dan memotong ucapan Suria
Kencana yang belum selesai.
"Ada maksudku adi. Dengan perjalanan itu, setidak-tidaknya Fajar Legawa akan
memperoleh pengalaman yang lebih luas. Kemudian nasihatilah dia dalam menghadapi
persoalannya. Beritahukan bahayanya kalamana dia mendendam dan berusaha membalas
dendam ke Mataram."
"Mengapa bukan kakang saja?"
"Heh-heh-heh, aku tahu engkau akan menyerahkan padaku sebagai gurunya,
bukan? Dan engkau ingin mencuci tangan? Adi, bagaimanapun engkau adalah kakak
seperguruan ayah angkat Fajar Legawa. Engkau lebih berkepentingan dalam soal ini.
Engkau tak boleh menolak permintaanku, dan persoalan bocah itu aku serahkan ke
tanganmu."
Wukirsari tidak segera memberi jawaban. Namun setelah beberapa saat lamanya
berdiam diri, kemudian ia menjawab juga. "Kalau memang begitu kehendakmu, baiklah.
Aku sedia melaksanakan perintahmu. Ahhh, tetapi............"
"Ada apa?" tanya Suria Kencana dan mengamati dengan heran.
"Aku teringat pengalamanku beberapa minggu yang lalu, bersama adi Gadung
Melati, Fajar Legawa maupun Tumpak Denta. Ternyata sekarang Klenting Mungil
muncul lagi. Apakah tidak terpikir oleh kakang, untuk muncul kembali guna melindungi
keselamatan banyak manusia yang tak berdosa?"
"Heh-heh-heh," Suria Kencana ketawa terkekeh. "Dapat berbuat apakah aku yang
sudah pikun dan keropos tulangku? Aih, aku sudah terlanjur menyembunyi di tempat
sunyi ini, sehingga tiada gairah lagi untuk mencampuri urusan orang. Dalam pada itu,
bukankah, engkau sendiri mampu menghadapi dia?"
"Kakang............ah. terus terang saja aku hampir mati..............."
"Mengapa?" Suria Kencana terbelalak heran.
"Aku tidak percaya engkau sampai kalah dengan Klenting Mungil."
"Kakang, itulah kesulitanku," Wukirsari mengeluh. "Tanpa menggunakan aji
Bramastra, tak mungkin aku sanggup menghadapi dia. Tetapi sebaliknya apabila harus
aku gunakan, aku teringat akan pesan terakhir guru almarhum."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Heh-heh heh, ternyata engkau tidak dapat mengamalkan ilmumu adi!"
"Mengamalkan ilmu yang manakah maksudmu, kakang!"
"Adi, ilmu itu ibarat batang dan amal itu ibarat buahnya. Antara ilmu dan amal
merupakan dwitunggal yang tak dapat dipisahkan. Engkau mempunyai ilmu yang disebut
"Bramstra". Tetapi kalau ilmu itu tidak digunakan, lalu untuk apakah ilmu itu? Tiada
gunanya sama sekali, dan sia-sialah waktu yang engkau buang bertahun-tahun. Menurut
pendapatku itu kurang tepat, sekalipun gurumu almarhum telah melarang. Aku kira
larangan itu tidak mutlak. Tentu saja larangan itu terbatas kepada hal-hal yang kurang
benar. Tetapi apabila untuk kebaikan, mengapa harus dilarang? Nah menurut pendapatku
adi, ilmu dan amal tidak dapat dipisahkan. Gunakan ilmu untuk memberikan amal
kepada masyarakat luas."
Wukirsari mengangguk-angguk dan sekarang seperti disadarkan. Kalau saja ketika
itu ia melawan Klenting Mungil dengan aji Bramastra kiranya dirinya takkan menderita
rugi dan malah hampir mati. Oleh sebab itu sesudah menghela napas panjang, ia berkata.
"Kakang benar. Hemmm, memang aku yang tolol. Tetapi kakang, setelah bicara tentang
Klenting Mungil, aku lalu teringat kepada seorang tua yang sudah tidak muncul lama
sekali."
"Siapakah dia?"
"Paman Purwowaseso. Masih hidupkah beliau? Dan kalau masih hidup, di
manakah sekarang berdiam?"
"Heh-heh-heh," Suria Kencana ketawa sejuk. "Engkau ini aneh adi, engkau yang
banyak kesanakemari, mengapa malah bertanya padaku? Semestinya akulah yang harus
bertanya padamu?"
Wukirsari tertawa juga. Kemudian katanya. "Kakang, sesungguhnya amat sayang
bahwa orang seperti paman Purwowaseso itu, tidak mau mengangkat seorangpun murid."
"Ya, memang sayang juga." Suria Kencana mengiakan. "Akan tetapi manusia
mempunyai pendapat sendiri-sendiri. Hanya saja akan sayang, apabila ilmu tidak
diamalkan. Bukankah hanya Akan sia-sia saja semua ilmu yang sudah dipelajari puluhan
tahun itu, hanya akan dibawa ke liang kubur, tanpa mempunyai pewaris seorangpun?"
Dua orang sahabat yang telah lama tidak bertemu itu bicara asyik sekali. Banyak
yang mereka bicarakan. Akan tetapi tiba-tiba dua orang kakekini kaget ketika Tumpak
Denta tiba-tiba masuk sambil berkata gugup. "Bapa......... aih,ampunilah murid ........."
Sambil berkata dengan nada yang gugup ini, pemuda itu telah menjatuhkan diri
dan berlutut. Hingga baik Suria Kencana maupun Wukirsari menjadi kaget.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Ada apa?" tanya Suria Kencana.
"Guruaihh.........adi Fajar Legawa telah pergi."
"Pergi ke mana?" Wukirsari kaget dan mengamati pemuda itu.
"Inilah surat yang ditinggalkan." Tumpak Denta segera menyerahkan selembar
lontar, kemudian diterima oleh Suria Kencan.
Untuk sejenak wajah orang tua itu berubah. Akan tetapi kemudian kembali
tenang dan menghela napas.Wukirsari yang merasa heran dan khawatir, mengamati
Suria Kencana dan bertanya. "Surat itu, apakah isinya?"
"Hemm, silahkan engkau membaca sendiri," sahut Suria Kencana.
Lontar itu diterima Wukirsari. Dan setelah mengetahui isinya, mendadak wajah
kakek ini berubah. Katanya agak gugup. "Ahhh, berbahaya. Mengapa dia pergi ke Karta?"
Kalau Suria Kencana dapat bersikap tenang, sebaliknya Wukirsari tidak.
Wajahnya pucat, kemudian. "Kakang! Terlalu gegabah Fajar Legawa pergi ke sana.
Apakah yang akan diandalkan oleh bocah itu? Sinuwun Sultan Agung dijaga dan
dikelilingi oleh banyaktokoh sakti. Kepergian Fajar kesana, ibarat mengantar nyawa......"
"Hemm," Suria Kencana menghela napas berat. Sesaat kemudian, katanya, "Lalu
bagaimanakah menurut pendapatmu?"
"Aku tidak tega. Secepatnya aku harus mengejar dia. Ahh, jelas sekali bahwa
bocah itu telah mendengar apa yang tadi kita bicarakan. Belum juga aku memberitahukan
Fajar telah tahu, hingga bertindak sendiri tanpa perhitungan!" kata Wukirsari sambil
bangkit. Tampak sekali bahwa kakek ini amat gelisah, mengkhawatirkan Fajar Legawa.
"Bagaimanakah menurut pendapatmu, kakang?"
"Ya, aku serahkan keselamatan bocah itu ke tanganmu," sahut Suria Kencana
dengan nada yang tetap sabar. "Dan maafkan aku adi, aku telah amat tua dan malas untuk
pergi. Harapanku tak lain, agar engkau dapat melindungi keselamatan bocah itu."
"Saya ikut!" tiba-tiba Tumpak Denta berseru minta ikut Wukirsari sekalipun ia tak
tahu apakah sebabnya Fajar Legawa tiba-tiba pergi.
"Takusah," cegah Wukirsari. "Lebih baik engkau menunggu saja di sini. Apabila
aku berhasil menyusul dia, secepatnya aku akan kemari."
Tumpak Denta tidak berani mendesak. Namun ia mengamati gurunya, seakanhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
mohon bantuan gurunya. Akan tetapi Suria Kencana seperti tidak tahu, sehingga pemuda
ini diam-diam kecewa.
Wukirsari yang menjadi tak enak hati, segera minta diri kepada Suria Kencana.
Tetapi Tumpak Denta yang belum puas karena belum mengetahui sebab-sebab Fajar
Legawa pergi, mengikuti Wukirsari dan bertanya. "Paman, saya menjadi heran. Apakah
sebabnya adi Fajar Legawa pergi ke Karta, dan paman menjadi gugup?"
Wukirsari tersenyum, kemudian orang tua ini menerangkan tentang hal-hal yang
bersangkutan dengan Fajar Legawa. Bahwa bocah itu sesungguhnya adalah pulera
Adipati Ukur yang telah dibunuh mati oleh Sultan Agung. Jelas sekali bahwa kepergian
Fajar Legawa mendadak itu, tentu bermaksud untuk membalas dendam.Tindakan itu
amatberbahaya, justeru Sultan Agung mempunyai pengawai-pengawal sakti mandraguna.
Mendengar ini Tampak Denta kaget. Baru sekarang iamengerti bahwa Fajar
Legawaputera Adipati Ukur. Demikian rapat gurunya maupun yang lain menutup rahasia
itu, sehingga sekalipun sejak kecil dirinya berkenalan dan berkumpul, sama sekali tidak
tahu.
"Mengingat bahaya yang akan kita hadapi di sana itulah, maka aku tak dapat
mengijinkan engkau ikut." Wukirsari kemudian memberikan alasannya.
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tetapi paman.........sayapun menjadi khawatir."
"Aku tahu," kata Wukirsari. "Namun begitu tenangkan hatimu. Biarkan aku yang
mengurusi dia. Bagimu jauh lebih penting mengurusi guruu yang sudah tua, maupun adik
perguruanmu Sasongko."
Sesungguhnya Tumpak Denta masih akan memberikan alasan, dengan maksud
agar diperbolehkan ikut pergi. Akan tetapi Wukirsari telah mengebaskan tangannya,
sambil berkata. "Aku tidak dapat melarang engkau. Namun engkau harus minta ijin
gurumu lebih dahulu."
Pemuda ini hanya berdiri mematung sambil mengamati kepergian Wukirsari.
Hatinya terasa masygul disamping kecewa. Akan tetapi memang dapat mengerti.
Wukirsari memang tidak berhak memberi ijin dirinya pergi, tanpa persetujuan Suria
Kencana. Tetapi teringat akan sikap gurunya tadi, jelas bahwa gurunya tidak
menghendaki dirinya pergi. Tumpak Denta sadar, tentu Sasongkolah yang membuat
gurunya tidak memberi ijin dirinya pergi. Untuk pendidikan bocah itu, karena usia
gurunya yang sudah tua hampir sepenuhnya diserahkan kepada dirinya.
Memang sulit dibayangkan betapa kaget dan sakit hati Fajar Legawa, setelah
mendengar pembicaraan antara Wukirsari dengan gurunya, bahwa dirinya bukan anakhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
kandung Kyai Kusen, akan tetapi anak dari Adipati Ukur yang sudah dibunuh mati oleh
Sultan Agung tanpa alasan yang terang. Sebagai seorang anak, tentu saja menjadi panas.
Yang terpikir hanyalah ingin membalas dendam kepada Sultan Agung.
Fajar Legawa juga tahu bahwa tak mungkin gurunya mengijinkan, apabila dirinya
terusterang memberitahukan maksud kepergiannya. Justeru khawatir tidak diijinkan ini,
maka kemudian ia mencari daun lontar, lalu ia menulis pada daun itu dan kemudian
diberikan kepada Sasongko. Bocah kecil yang belum pandai membaca itu hanya segera
menyerahkan daun lontar itu kepada Tumpak Denta.
Sambil berlarian cepat sekali, Fajar Legawa sekarang menjadi tahu, mengapa
sebabnya keris pusaka "Tilam Upih" peninggalan Adipati Ukur itu, menjadi
tanggungjawabnya. Ternyata dirinya adalah keturunannya.
"Ayah.........oh ayah ......... berilah aku ampun........." ratap pemuda ini dalam hati
sambil terus berlarian. "Baru sekarang aku tahu tentang kedudukanku. Maka baru
sekarang pula aku akan pergi ke Mataram, untuk membalaskan sakit hati ayah........."
Ia bertekad, lebih baik menyusul ayahnya daripada tidak berhasil membalaskan
sakit hati ayahnya, yang telah menemui ajalnya di tangan algojo Mataram. Salah atau
benar, ia tidak mau perduli lagi.
Akan tetapi yang membuat Fajar Legawa sendiri merasa heran, mengapa ia tidak
ingat sama sekali, bahwa dirinya sebagai anak Adipati Ukur. Lalu kapankah dirinya
dipungut dan dirawat oleh kyai Kusen?
Memang tidak mengherankan apabila Fajar Legawa tidak ingat lagi akan semua
itu. Ketika itu masih amat kecil. Hingga tak mudah mengingat-ingat peristiwa yang dilalui
di saat dirinya masih amat kecil Akan tetapi apabila ada orang yang menuntun ingatan
itu bisa jadi Fajar Legawa mengingat kembali peristiwa yang terjadi empat belas tahun
yang lalu.
Waktu itu Sultan Agung telah berhasil menundukkan para bupati dan adipati di
wilayah timur, kecuali kadipaten Belambangan. Akan tetapi Sultan Agung masih belum
puas. Sebab cita-citanya untuk mengusir Belanda dari bumi Nusantara belum berhasil.
Maka pada tahun 1628 dikirimkanlah pasukan Mataram ke Betawi ( Jakarta ), dengan
panglima perangnya, Bupati Bahurekso, ialah Bupati Kendal yang amat dipercaya
olehSultan Agung, oleh kesetiaan dan kesaktiannya. Gerakan pasukan ini dibantu oleh
pasukan Sunda yang dipimpin sendiri oleh Adipati Ukur. Dan dalam pada itu, pasukan
yang menyusul cukupbesar pula dipimpin oleh Tumenggung Suro Agul-agul, Adipati
Mandurorejo dan Adipati Uposonto.
Pertempuran antara pasukan Mataram dengan Kumpeni itu cukup hebat. Mereka
menyerang benteng Belanda, dan pertempuran itu berlangsung kira-kira dua bulanhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
lamanya. Prajurit Mataram berjuang dengan gaggh berani, tidak takut mati. Akan tetapi
amat sayang bahwa perlengkapan pasukan Mataram memang kalah dibanding dengan
pihak Kumpeni. Walaupun pasukan Mataram semangatnya berkobar-kobar, namun
perahunya akan tenggelam juga oleh tembakan meriam-meriam Kumpeni yang justeru
amat berbahaya. Dalam pertempuran ini, Bahurekso yang menjadi Panglima pasukan
Mataram, kemudian gugur di medanperang. Hingga pasukan ini dipukul mundur oleh
Kumpeni.
Pasukankedua yang dipimpin Tumenggung Suro Agul-agul membantu. Pasukan
ini mengurung benteng Kumpeni itu dengan hebat. Akan tetapi sebagai akibat kalah
perlengkapan pasukan Mataram tidak dapat menerobos maju. Dan sebagai akibat terlalu
lama harus mengurung benteng Kumpeni itu, pada akhirnya pasukan Mataram ini
terpaksa mundur pula, karena kekurangan persediaan makan.
Tetapi walaupun gerakan pasukan itu tidak membawa hasil, Sultan Agung
mengirimkan lagi pasukan yang besar setahun kemudian. Pasukan lebih besar dibanding
dengan gerakan yang pertama. Namun ternyata gerakan pasukan kedua inipun
mengalami kegagalan akibat kehabisan persediaan makan pula.
Kegagalan yang ke dua kalinya ini, menyebabkan Sultan Agung marah, Raja
Mataram ini tidak mau tahu kesulitan pasukan Mataram yangkalah peralatan
perangnya itu, dan yang diinginkan hanyalah menang. Padahal pasukan itu sudah
berjuang mati-matian, namun pulangnya keMataram tanpa membawa hasil membuat
Sultan Agung mata gelap. Beberapa orang pemimpin prajurit itu dihukum mati. Akan
tetapi bagi mereka yang sanggup kembali ke Betawi menyerbu ke benteng Kumpeni,
mereka diberi hidup. Sesungguhnya sama saja nasib mereka ini. Menyerbu benteng
Kumpeni itu, akibatnya mereka gugur pula. Semuanya mati, hanya sebutannya saja yang
lain
Di saat Sultan Agung menghukum kepada orang-orang yang gagal dalam
menunaikan tugas ini, datanglah utusan dari Mataram ke Ukur, dan menangkap
Adipati Ukur. Ternyata kemudian, setelah tiba di Karta, Adipati Ukur harus menemui
ajalnya di tangan para algojo. Agaknya hukuman mati ini sehubungan pula dengan
masalah kegagalan menyerbu benteng Kumpeni di Betawi itu.
Peristiwa dibunuh matinya Adipati Ukur ini cukup menggegerkan keluarga
Adipati Ukur yang ditinggalkan. Isteri Adipati Ukur jusferu tidak hanya seorang, dan di
antara para isteri itu, diam-diam terjadi permusuhan batin. Akibat masing-masing selalu
berusaha memperoleh kasih dari suami.
Dalam keadaan seperti ini, tiba-tiba saja salah seorang isteri Adipati Ukur tahu
bahwa ibu Fajar Legawa menyimpan keris pusaka "Tilam Upih". Keris itu
diperebutkan, akan tetapi ibu Fajar Legawa yang merasa mendapat penyerahan suaminya
bertahan. Akibatnya terjadi usaha pembunuhan dengan racun. Untung Kyai Kusen tahuhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
kemudian dapat menyelamatkan ibuFajar Legawa bersama dua orang anaknya dan lalu
dibawa pergi. Untuk menghilangkan jejaknya maka kemudian mengganti nama dengan
Abdul Fatah dan memilih berdiam di pegunungan.
Tetapi sungguh sayang sekali sebagai akibat kesedihannya ditinggalkan suami,
pada suatu hari ibu Fajar Legawa meninggal dunia setelah sakit beberapa bulan lamanya.
Selama ibunya sakit, isteri Kyai Kusen yangmerawat dan mencukupi kebutuhan Fajar
Legawa maupun Irma Sulastri. Dan karena dua orang anak ini masih begitu kecil, maka
dalam waktu tak lama terlupa kepada ibunya sendiri, dan malah kemudian menganggap
Nyai Kusenlah ibu mereka. Sungguh kebetulan bahwa Nyai Kusen ssndiri tidak
mempunyai anak. Maka sikapnya kepada Fajar Legawa maupun Irma Sulastri tidak
bedanya anak sendiri.
Itulah sebabnya Fajar Legawa sampai tidak ingat lagi bahwa dirinya bukan anak
Kyai Kusen, akan tetapi putera Adipati Ukur. Sekarangsetelah memperoleh petunjuk
tentang riwayat hidupnya itu samar-samar terbayanglah ingatandikala masih keciL Serasa
ia pernah hidup dalam sebuah rumah yang besar dan banyak pula penghuninya. Sering
sekali ia menyaksikan orang-orang berkumpul di halaman yang luas sekali, sambil
membawa tongkat panjang (maksudnya tombak). Di antara mereka kemudian saling
berkejaran dengan kuda dan pukul memukul. Dan di samping itu, ayahnya selalu
dihormati oleh setiap orang.
Tetapi kenangan itu malah menambah hati yang sedih dan penasaran. Mengapa
ayahnya dibunuh mati oleh Sultan Agung? Salahkah ayahnya kepada raja Mataram itu?
Tetapi menurut pendapatnya ayahnya tidak mungkin salah. Ayahnya tentu menjadi
korban kesewenangan raja Mataram itu.
Ia terus berlarian cepat menuju ke Karta. Namun ia sadar, bahwa kepergiannya ini
akan membuat gurunya kaget, dan kemudian orang berusaha menyusul dirinya. Untuk
menghindari hal-hal yang tidak dikehendaki ini, maka ia lewat jalan-jalan kecil dan sepi.
Yang penting, agar orang tidak dapat menyusul dirinya. Ia sudah bertekad bulat bahwa
harus dapat membunuh Sultan Agung guna membalaskan sakit hati ayahnya. Dan apabila
sampai gagal, ia pun sedia mengorbankan nyawa sendiri.
Berkat kebulatan tekatnya tiba juga akhirnya pemuda ini di kota Karta dengan
selamat. Sungguh kebetulan bahwa pemuda ini tiba di kota Karta sudah hampir senja.
Dengan demikian ia tidak perlu banyak membuang waktu, sehingga malamnya ia sudah
akan dapat melaksanakan maksudnya. Sambil mengaso, ia masuk ke dalam warung
untuk mengisi perut. Namun karena kota Karta ini bagi dirinya asing, maka secara tidak
langsung ia mencari keterangan di manakah letak keraton Karta itu.
Setelah kenyang dan membayar harga makanan, seorang diri Fajar Legawa
melangkah menyusuri jalan dalam kota Karta, yang menuju kearah keraton. Akan tetapihttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
diam-diam pemuda ini menjadii terkejut setelah mengetahui keadaan. Ternyata keraton
itu luas sekali, disamping dilindungi oleh tembok yang tinggi. Disamping itupun Fajar
Legawa sadar bahwa setiap penjuru dan sempat-tenpat penting, tentu dijaga oleh prajurit
bersenjata. Tetapi mundurkah tekad pemuda ini? Tidak! Ia lebih suka mengorbankan
nyawa sendiri daripada harus mengurungkan maksudnya. Pendeknya malam ini yang
mati terbunuh musuh besarnya itu, ataukah dirinya sendiri yang hanya seorang diri.
Ketika malam tiba dan keadaan kota sudah menjadi sepi, dengan gerakan yang
ringan Fajar Legawa telah mendekati tembok keraton. Tampak oleh pemuda ini sejumlah
prajurit bersenjata tombak yang selalu hilir mudik di luar tembok keraton, sehingga untuk
mendekati dan menerobos masuk memang tidak gampang. Pemudi ini menempatkan diri
di tempat gelap sambil mencari akal, bagaimanakah cara yang tepat dapat masuk ke dalam
keraton, tanpa diketahui oleh seorangpun prajurit yang berjaga itu.
Akan tetapi di saat ia sedang memutar otak untuk mencari jalan itu, mendadak ia
kaget. Ia mendengar suara terompet yang melengking nyaring dimalam sepi. Beberapa
saat kemudian muncullah belasan bayangan hitam di atas genteng. Bayangan itu
bergerak kesatu arah, ialah utara. Melihat ini diam-diam Fajar Legawa menjadi heran.
Apakah arti dari semua itu?
Tetapi ia bukan seorang pemuda tolol. Ia menjadi sadar bahwa kesempatan ini merupakan
kesempatan yang amat bagus bagi dirinya. Secepatnya Fajar Legawa segera mengambil
sebuah batu yang agak besar. Batu itu segera ia lontarkan keras-keras dan cukup jauh,
kearah gerumbul pohon yang tidak jauh dari tembok keraton. Suara yang gemerasak
mengejutkan para prajurit yang berjaga. Untuk sejenak mereka sangsi sambil mengamati
kearah suara yang gemerasak itu. Namun kemudian mereka segera melompat dan
menyuluhi suara yang gemerasak tadi. Di saat para penjaga itu terpancing oleh suara
gemerasak yang ditimbulkan, secepat kilat Fajar Legawa telah melompat ke atas tembok.
Malam itu memang cukup gelap. Kerlap-kerlip bintang tidak sanggup menembus
gelap malam. Dan dengan pakaiannya yang hitam pula, gerakannya menjadi sulit dikenal
orang. Dengan gerakan yang berhati-hati kemudian pemuda ini merangkak di atas
genteng. Dan sayup-sayup ia mendengar suara ribut di tempat agak jauh. Diam-diam
pemuda ini berpikir, apakah yang sedang terjadi, sehingga tadi belasan bayangan hitam
pergi ke utara dan sekarang terjadi keributan?
Namun di saat ia sedang bertanya-tanya ini, tiba-tiba ia kaget dan tergugu sejenak,
ketika mendadak didengar orang, "Salak sepet!"
Atas teguran orang itu, Fajar Legawa bisa menduga bahwa teguran itu merupakan
bahasa rahasia yang dipergunakan oleh prajurit penjaga malam ini. Iapun tahu apabila
jawabannya salah, akan terbukalah rahasianya. Sadar akan keadaan, maka ia menjawab
dengan jawaban yang seperti menggumam dan tidak terang.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Apa?" bentak penegur itu. "Keras sedikit!"
Justeru orang sedang lengah ini, sebutir batu yang disiapkan telah menyambar ke
tengorokan lawan. Pukulan batu itu bertenaga di samping keras. Akibatnya, sekali kena
orang tersebut roboh di atas ganteng tanpa suara lagi. Pukulan batu yang disambitkan
Fajar Legawa itu, ternyata sanggup membuat prajurit itu pingsan.
Cepat-cepat Fajar Legawa segera membuka pakaian prajurit itu, kemudian
dipakai. Setelah selesai, ia segera meloncat turun dan bersembunyi di tempat gelap.
Dengan mengenakan pakaian prajurit penjaga keraton ini, ia bermaksud dapat bergerak
di tempat ini lebih bebas dan dengan demikian, maksudnyapun akan terkabul.
Beberapa saat setelah ia menempatkan diri ditempat gelap ini, kemudian
tampaklah seorang prajurit yang membawa lentera. Dengan gerakan yang gesit dan tanpa
suara, tengkuk orang itu sudah ia cengkeram sedang lenteranya ia padamkan. Karena
cengkeraman itu bisa menimbulkan bahaya maut, maka prajurit ini tidak berani berkutik
maupun berteriak. Akan tetapi diam-diam prajurit ini tegang dan khawatir.
"Katakan yang jelas," bentaknya perlahan sambil mencengkeram lebih keras,
"Dimanakah letak kamar Sultan Agung? Jika engkau berdusta, hemmm, akan aku
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
patahkan batang lehermu."
Prajurit itu tidak segera menjawab, Fajar Legawa penasaran dan lebih menguatkan
cengkeramannya. Prajurit itu meringis kesakitan, kemudian meratap. "Aduhhh
........ampun .... akan aku terangkan.........Tetapi lepaskan dahulu."
"Jangan cerewet!" bentak Fajar Legawa. "Terangkan secepatnya di mana kamar
Sultan Agung dan harus lewat mana. Awas, berani menipu, nyawamu akan melayang."
"Ohh ............aih ............ kamar beliau di bagian dalam agak di belakang.........."
prajurit itu menerangkan.
"Lalu, jalan manakah yang harus dilalui?" desak Fajar Legawa.
"Aihh............saya............saya tak tahu pintu mana harus mas............
prak...........!" Prajurit itu tidak sempat menyelesaikan kata-katanya, karena kepala
prajurit itu sudah pecah oleh pukulan tinjunya. Akan tetapi setelah memukul mati prajurit
itu, pemuda ini kemudian menghela napas dalam dan timbul rasa sesalnya. Prajurit itu
tidak bersalah mengapa harus dibunuh?
Namun sejenak kemudian iapun segera insyaf akan keadaan. Kalau tidak dibunuh
mati, prajurit itu dapat membuka rahasia dan dirinya terancam oleh bahaya maut.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Fajar Legawa melangkah dan bersembunyi ditempat lain dengan hati yang
penasaran. Mengapa sebabnya prajurit itu tidak mau memberi keterangan terus terang?
Di luar tahu Fajar Legawa bahwa sesungguhnya prajurit itu sendiri memang tidak tahu di
manakah Sultan Agung tidur. Sebab walaupun ia seorang prajurit, akan tetapi belum
sekali saja ia mendapat kesempatan masuk ke dalam keraton. Kalau belum pernah masuk
dalam keraton, mana mungkin ia dapat memberi keterangan
Memang tidak sembarang orang dapat masuk ke dalam keraton. Apalagi prajurit
seperti dia ini sulit memperoleh kesempatan itu. Tetapi sebaliknya bagi prajurt yang
memang bertugas menjaga di bagian dalam, akan lebih tahu keadaan dalam keraton
sekalipun pengetahuannya itu hanya serba terbatas. Sebab prajurit itupun belum tentu
mendapat kesempitan masuk ke dalam keraton, di mana kamar Sultan Agung dan para
isterinya berada.
Ia dapat menangkap seorang prajurit lagi dengan mudah. Tetapi ia berhadapan
dengan rasa kecewa yang kedua kalinya, sehingga berakhir dengan dibunuh matinya
prajarit itu, karena tak dapat, memberi keterangan jelas.
Keadaan ini membuat hatinya berdebar tegang. Nyatalah bahwa usahanya tidak
segampang yang ia duga. Dan diam-diam ia memuji sikap setiap prajarit Mataram ini
yang disiplin kuat, tidak mau memberitahukan tempat Sultan Agung tidur. Fajar Legawa
tetap tidak sadar, bahwa prajurit itu memang benar benar tidak tahu.
Di tempat bersembunyi. Fajar Legawa menghela napas berat. Ia menjadi bingung
serdiri, ke mana harus pergi dan mencari kamar Sultan Agung? Haruskah ia berhadapan
dengan kegagalan dan membatalkan niatnya membalas dendam kepada Sultan Agung?
"Hemm, demi ayah aku tak takut menghadapi bahaya!" desisnya. "Aku harus
mencari sampai ketemu."
Dengan bekal tekadnya mi, kemudian Fajar Legawa meloncat lagi ke atas genteng.
Kemudian seperti seekor kucing, ia merembet dari atap ke atap, dan ada kalanya pula ia
harus melompat.
Agaknya kedatangan Fajar Legawa ini amat kebetulan. Penjaga di atas genteng
tidak ia jumpai seorangpun, sehingga ia dapat bergerak leluasa. Mengapa bisa demikian?
Pemuda ini memang tertolong oleh keadaan. Sebelum Fajar Legawa datang, sudah datang
lebih dahulu seorang yang gerak-geriknya amat gesit di atas atap keraton ini. Tetapi
walaupun gerak-geriknya tidak urung ketahuan oleh penjaga. Ketika orang itu bergerak
pergi, segera dikejar oleh para pengawal, itulah sebabnya mengapa, ketika Fajar Legawa
tiba di tempat ini, mendengar suara ribut agak jauh di utara. Mereka terpancing dam
mengejar pengacau itu, sehingga Fajar Legawa yang untung. Siapakah orang itu? Bukanhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
lain Wukirsari yang berusaha menyusul Fajar Legawa. Ia datang di Karta lebih dahulu.
Akan tetapi karena tak dapat mencari Fajar Legawa, kemudian kakek itu malam ini
datang ke keraton. Maksudnya utuk menyelidik, mungkinkah Fajar Legawa ying
dicarinya itu, gagal membalas dendam dan kemudian malah tertangkap dan ditawan?
Walaupun tidak langsung, ternyata apa yang dilakukan Wukirsari ini memberi
keuntungan kepada Fajar Legawa.
Tak lama kemudian tibalah Fajar Legawa ke taman dalam keraton. Taman yang
indah, diterangi oleh lampu-lampu aneka ragam dan warna, sehingga taman itu tampak
indah dan menarik hati. Menyejukkan pandang mata dan mendinginkan pikiran manusia.
Untuk beberapa saat lamanya, Fajar Legawa terpesona juga akan keadaan itu. Kemudian
pemuda ini mengaso di tempat agak gelap sambil duduk di atas kursi batu.
Akan tetapi belum lama Fajar Lgawi duduk di tempat ini, terkejutlah ia oleh
teguran orang yang nadanya halus
"Anak muda, apa kerjamu di sini?"
Fajar Legawa meloncat bangkit dan mempersiapkan tongkatnya. Kemudian
tampak oleh pemuda ini seorang laki-laki sudah agak tua dengan kumis tebal tetapi tidak
berjenggot, mengenakan pakaian yang cukup indah. Sikapnya tampak agung, dan ketika
bertatap pandang Fajar Legawa kaget. Sepasang mata laki-laki itu nampak tajam dan
berwibawa, sehingga tanpa sesadarnya Fajar Legawa menundukkan muka.
Dan pria itu tersenyum katanya lagi dengan nada yang tetap halus. "Agaknya
engkau kaget? Hemm, jika memandang pakaianmu, jelas engkau prajurit pengawal.
Tetapi melihat kehadiranmu di taman ini jelas bahwa engkau bukan prajurit pengawal.
Apakah engkau sudah melucuti pakaian salah seorang prajurit?"
Seperti disambar petir Fajar Legawa saat sekarang ini, mendengar ucapan pria itu
yang tepat. Dan diam-diam Fajar Legawa menduga-duga, apakah sebabnya secara tepat
orang sudah dapat membuka kedoknya?
Memang tanpa disadari oleh Fajar Legawa dengan mudah dirinya terbuka kedok
penyamarannya. Hal ini adalah karena, sungguh aneh seorang prajurit berani masuk ke
dalam taman ini. Jangan lagi seorang prajurit sedang seorang pangeranpun tidak
diperkenankan masuk, kecuali raja sendiri. Sebab taman ini merupakan bagian dari
keputren, ialah khusus dihuni oleh para putcra keraton. Di samping itu, sungguh aneh
apabila seorang prajunt bersenjata tongkat. Senjata prajurit pengawal keraton ini tentang
senjatanya diatur menurut kedudukannya. Bagi prajurit biasa senjatanya tombak panjang.
Bagi seorang lurah prajurit di samping keris bersenjata pedang. Hanya bagi lurah prajurit
ke atas sajalah, senjatanya tidak ditentukan dan disesuaikan dengan keahlian masing-
masing. Akan tetapi karena pakaian yang dikenakan oleh Fajar Legawa ini pakaianhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
seorang prajurit biasa, maka sudah tentu senjatanya tombak panjang. Dan kalau laki-laki
yang berhak masuk ke dalam taman keputren ini melulu raja, maka mudah diduga
siapakah sesungguhnya laki-laki bersikap agung yang sedang dihadapi oleh Fajar Legawa
sekarang ini. Bukan lain Sultan Agung sendiri, yang memang merupakan kebiasaan
apabila malam banyak kali meninggalkan kamarnya dan pergi menyelidik seorang diri,
mengenakan pakaian penyamaran.
"Siapa kau!" kata Fajar Legawa dalam usahanya untuk menutupi ketegangannya
"Aku penjaga taman ini, anak," sahut Sultan Agung dengan nada yang tetap halus
dan menyembunyikan keadaannya.
"Hemm," Fajar Legawa mendengus. "Jika engkau penjaga, taman ini lekas
terangkan. Di manakah letak kamar raja?"
Mendengar pertanyaan ini Sultan Agung mengerutkan alis sambil mengamati
Fajar Legawa tajam-tajam. Dari nada ucapannya, segera diketahui bahwa maksud
kedatangan pemuda ini mengandung maksud kurang baik. Akan tetapi walaupun hatinya
menjadi tidak senang akan tingkah laku dan sikap pemuda ini, Sultan Agurg masih dapat
menekan perasaan. Ia justeru seorang raja yang bijaksana dan bercita-cita tinggi. Sebagai
seorang yang mencintakan mengusir Kumpeni Belanda dari bumi Pertiwi ini, Sultan
Agung dapat menilai, hanya seorang pemberani dan perwira sajalah yang seorang diri
berani masuk ke dalam taman ini. Maka walaupun dalam hati tidak senang, ia tertarik
juga akan sikap Fajar Legawa ini. Katanya kemudian.
"Anak, aku sedia memberitahukan letak kamar raja itu, asal saja engkau sedia
berterus-terang padaku. Siapakah sesungguhnya anak ini, dan apakah sebabnya masuk ke
mari? Apakah engkau tidak takut akan larangan raja bahwa tidak seorangpun laki-laki
diperkenankan masuk dalam taman ini?"
Fajar Legawa mengerutkan alis dan heran. Mengapa ada larangan semacam itu?
Tetapi ia tidak sempat untuk mempersoalkan larangan itu. Yang penting bagi dirinya
sekarang ini, agar secepatnya dapat membalaskan sakit-hati ayahnya.
"Aku sedia menerangkan, apabila engkau sedia berjanji!" sahut Fajar Legawa.
"Janji tentang apa?" tanya Sultan Agung.
"Berjanji engkau takkan mengganggu aku, sehingga aku dapat masuk dalam kamar
raja."
"Kemudian, apakah maksudmu?https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Hemm, aku ingin membalas dendam atas kematian orang tuaku."
"Aihh!" tidak urung Sultan Agung kaget juga mendengar keterangan ini. Tetapi ia
masih tetap dapat menekan perasaan, lalu bertanya. "Anak, aku sedia berjanji
menunjukkan kamar raja itu asal saja engkau menerangkan sejelasnya. Apakah
maksudmu membalas dendam itu? Siapakah orang tuamu dan kapan dibunuh raja?"
Dan Fajar Legawa yang memang sudah bertekad mati untuk menuntut balas ini
tidak perlu lagi menutup-nutupi asal-usulnya. Menurut perhitungannya, seorang juru
taman tentu hanya seorang bodoh. Sebab apabila berkepandaian, manakah sudi menjadi
juru taman? Kalau juru taman ini berani ingkar janji, apakah sulitnya membunuh mati?
Sekali pukul dengan tongkatnya juru taman ini akan mati.
"Aku Fajar Legawa " sahutnya mantap. "Ayahku dahulu berkuasa di Ukur, tetapi
pada akhirnya harus menemui ajalnya di tangan algojo Mataran, atas perintah Sultan
Agung."
"Ahh.........engkau anak Adipati Ukur.........?" tidak urung Sultan Agung agak
kaget juga mendengar pengakuan pemuda ini.
"Kau kaget? Hemm, aku memang anak Adipati Ukur yang datang kemari untuk
menuntut balas. Aku sudah tidak mengharapkan hidup lagi, maka seorang diri aku datang
ke mari untuk melaksanakan maksud itu. Nah engkau sudah mendengar sekarang, maka
lekaslah kau tunjukkan kamar raja itu."
Pernyataan Fajar Legawa yang terus terang ini mau tidak mau membuat Sultan
Agung berpikir juga. Teringatlah raja Mataram ini akan peristiwa yang telah terjadi.
Bahwa Adipati Ukur atas permtahnya, ditangkap di rumah kediamannya. Kemudian
Adipati Ukur dibawa ke Mataram, lalu diperintahkan untuk membunuh mati.
Masih terbayang dalam ingatan raja, bahwa Adipati Ukur seorang Adipati setia
dan sakti mandraguna. Tetapi akhirnya atas perintahnya, Adipati itu harus menemui
ajalnya di tangan para Algojo.
Ketika itu Sultan Agung sendiri mengakui, sedang kecewa dan mata gelap. Dan
sebagai akibatnya, timbullah peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan. Kekecewaan itu
berpangkal pada kegagalan penyerbuan pasukan Mataram ke Betawi, sampai dua kali.
Puluhan ribu jiwa harus melayang dalam penyerbuan itu, dan sulit dihitung berapakah
banyaknya harta yang hilang tanpa hasil sebagai biaya penyerbuan itu.
Diam-diam Sultan Agung mengakui bahwa tindakannya ketika itu mata gelap.
Karena dua kali penyerbuan ke Betawi itu gagal, ia memerintahkan prajurit dan
panglimanya kembali menyerbu sampai mati. Dan bagi mereka yang tidak tunduk kepadahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
perintahnya, harus berhadapan dengan algojo dan dibunuh mati. Sebagai akibat dari
mata gelap itu, para prajurit dan perwiranya yang berguna bagi kepentingan Mataram
harus mati sia-sia dalam peperangan.
Dan ketika itu, Adipati Ukur tidak terkecuali, sesuai dengan perintah yang sudah
dititahkan, seharusnya Adipati Ukur dengan pasukannya menyerbu lagi ke benteng
Kumpeni di Betawi. Akan tetapi ternyata Adipati Ukur tidak mau tunduk. Adipati Ukur
bersama pasukannya nekat pulang. Mendengar laporan ini ketika itu Sultan Agung murka
sekali. Mengapa seorang Adipati berani menentang perintahnya? Maka dikirimkanlah
sepasukan kecil pergi ke Ukur untuk menangkap Adipati Ukur hidup-hidup. Akan tetapi
apabila Adipati Ukur berani melawan, utusan itupun telah diberi wewenang untuk
membunuh mati Adipati Ukur di tempat.
Semua itu terjadi akibat kecewa dan mata gelap. Sekarang Sultan Agung
menyadari langkahnya yang keliru itu. Maka kalau benar pemuda ini anak Adipati Ukur,
bukankah sudah pada tempatnya apabila pemuda ini ditempatkan pada kekudukan yang
layak sesuai dengan kaidah yang berlaku? Pemuda ini anak Adipati, maka sudah layak
kiranya apabila didudukkan dalam jabatan cukup tinggi itu. Namun untuk menduduki
jabatan setinggi itu, juga memerlukan syarat pula. Seorang Adipati merupakan wakil raja
dalam daerah kekuasaan Adipati itu sendiri. Maka seorang Adipati harus digdaya sakti.
Harus berwatak perwira. Bukan seorang penakut, tetapi mempunyai kebijaksanaan. Juga
harus cerdas, tegas dan setia. Sebab bagaimanapun seorang Adipati, merupakan seorang
panglima prajurit pula.
Tiba-tiba saja Sultan Agung ketawa lirih, kemudian katanya. "Anak apakah
maksudmu itu sudah engkau pikirkan dalam-dalam? Sebab engkau harus tahu bahwa
paduka Ingkang Sinuhun Sultan Agung itu, juga seorang sakti mandraguna."
"AKU tidak takut!" sahutnya cepat. "Dan kalau aku sampai gagal berhadapan
dengan dia, akupun rela harus mati dalam tangannya. Huh, kalau dahulu ayahku
menemui ajalnya atas perintah Sultan Agung, bukankah aku akan gembira sekali kalau
aku akan mati ditangannya? Hayo, lekas tunjukkan di mana letak kamar raja itu, dan
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
janganlah engkau berusaha mengulur waktu!"
"Heh-heh-heh, bukannya aku bermaksud mengulur waktu anak," sahut Sultan
Agung yang menyamar sebagai juru taman ini. "Akan tetapi semua itu demi
kepentinganmu sendiri. Aku merasa sayang padamu, justeru engkau masih amat muda.
Aku khawatir bahwa sebelum engkau sempat bertemu dengan Inkang Sinuhun Sultan
Agung, engkau harus berhadapan dengan para prajurit pengawal yang sulit engkau atasi."
"Hemm, tidak perlu engkau membual kosong. Aku tidak sabar lagi!" bentak Fajar
Legawa. "Lupakah bahwa dari tempat yang jauh aku datang kemari, hanya seorang
diri saja? Nah, orang yang berani datang ke keraton ini seorang diri sudah jelas, tidakhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
takut berhadapan dengan bahaya apapun."
"Tetapi anak, dengar dulu apa yang akukatakan,"juru taman ilu berusaha
membujuk dengan nada katanya yang halus. "Engkau seorang putera Adipati. Mengapa
engkau tidak mencari jalan dan berusaha untuk menggantikan kedudukan ayahmu
sebagai Adipati?"
"Apa? Apakah seorang anak bisa menggantikan kedudukan ayahnya?" tanya Fajar
Legawa yang kaget dan agak tertarik.
"Mengapa tidak?" sahut juru taman, "Menurut kaidah yang berlaku, apabila
seorang ponggawa Mataram menutup mata, maka kedudukan itu kemudian oleh raja
diberikan kepada anaknya. Misal seorang anak Mantri, dia akan menggantikan ayannya
sebagai Mantri. Misal anak seorang Tumenggung, dia akan menggantikan ayahnya
sebagai Tumenggung, dan seterusnya. Demikian pula engkau, anak seorang Adipati. Jika
engkau datang dengan maksud baik, memberi keterangan yang dikuatkan oleh saksi-
saksi, tentu saja raja akan berkenan mengangkat engkau sebagai pengganti ayahmu."
Hati Fajar Legawa tergerak mendengar keterangan ini. Kemudian,
"Tetapiayahkutelah dihukum mati, dan sekarangUkurpun telah mempunyai penguasa,
mana mungkin hal ini bisa terjadi?"
"Anak muda, raja mempunyai wilayah yang amat luas dan kekuasaan tak terbatas.
Dengan demikian, takkkan sulit untuk menempatkan engkau pada tempat yang seimbang
dengan kedudukan ayahmu. Dan tentang apa yang terjadi dengan ayahmu waktu itu,
kiranya tidak perlu engkau risaukan lagi. Jika engkau setuju, dan jika engkau mau
merobah sikap dan mengabdi kepada raja, niscaya engkau akan hidup mulia di Mataram.
Tetapi sudah tentu pula, memerlukan persyaratan pembuktian seperti yang aku katakan
tadi."
Mendengar keterangan ini tiba-tiba saja timbullah rasa heran dalam hati pemuda
ini, disamping curiga. Pertama, orang ini mengaku juru taman. Akan tetapi mengapa
pakaiannya cukup indah? Tadi juru taman ini juga menerangkan, banwa taman ini
terlarang bagi setiap laki-laki, kecuali raja sendiri, mengapa juru taman ini boleh masuk
ke dalam taman? Walaupun memang sudah tugasnya, akan tetapi tentu bukan malam hari
seperti sekarang ini. Dengan demikian keterangan juru taman ini bertentangan sendiri
dengan kenyataan. Yang kedua, pandang mata laki-laki ini begitu tajam dan berwibawa.
Disamping sikapnya agung. Sifat-sifat ini tentu tidak akan dimiliki seorang juru taman.
Sedang yang ketiga, mengapa ucapan juru taman ini mencerminkan suatu kepastian
tentang dirinya. Walaupun ia sudah berterus terang mengatakan ayahnya telah dibunuh
mati oleh Sultan Agung, mengapa juru taman ini seakan memberi keterangan bahwa hal
itu tidak perlu dikhawatirkan lagi? Seakan memberi kepastian bahwa hal itu bukanlah
halangan lagi. Adakah juru taman mempunyai hak mencampuri masalah itu sehingga
begitu pasti?https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Fajar Legawa mengamati "juru taman"itu penuh selidik. Dan sebaliknya sang juru
taman inipun merasa diperhatikan dan dicurigai. Ia tersenyum, lalu bertanya. "Mengapa
sebabnya engkau amat memperhatikan aku?"
"Hemmm, keteranganmu membuat aku harus bertanya kepada diriku sendiri."
"Mengapa bertanya kepada diri sendiri?"
"Sebab akukhawatir engkau tak mau mengaku."
"Mengaku tentang apa?" desak sang juru taman.
"Hemm, tentang keadaanmu yang sesungguhnya?"
"Mengapa keadaanku? Apakah engkau beranggapan bahwa aku tidak pantas
sebagai juru taman?"
"Ya. Sebab keteranganmu bertentangan dengan kenyataan yang ada."
"Kenyataanmanakahyang kau maksud itu?" desak sang juru taman lagi sambil
tersenyum.
Fajar Legawa mengamati juru taman lagi penuh selidik. Baru kemudian ia
menjawab. "Engkau tadi mengatakan sendiri bahwa tidak seorangpun dibenarkan masuk
ke dalam taman ini apabila seorang laki-laki, kecuali seorang raja. Akan tetapi apakah
sebabnya engkau melanggar larangan raja itu?"
"Larangan yang mana? Hemm. Aku seorang juru taman. Apabila aku ikut dilarang
masuk ke dalam taman ini, bagaimanakah aku dapat menunaikan tugasku sebagai juru
taman?" sahut sang juru taman ini sambil mengulum senyum.
"Tetapi tentu ada batasnya."
"Batas tentang apa?"
"Batas waktu. Tidak seharusnya malam seperti ini seorang juru taman masih
berkeliaran di dalam taman ini, padahal keadaan sudah larut. Hemm, katakanlah terus
terang, siapakah sesungguhnya engkau ini? Bukankah engkau sendiri inilah sesungguhnya
raja Mataram yang bernama Sultan Agung itu?"
Sultan Agung hanya tersenyum dan tidak segera menjawab.
Atassikap "juru taman" ini, Fajar Legawa makin tambah curiga. Akan tetapi iahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
tidak sabar lagi, maka desaknya. "Lekas jawab pertanyaanku. Bukankah kau ini Raja
Mataram yang aku cari itu?"
Walaupun sikap Fajar Legawa ini tidak pada tempatnya seorang raja yang
berkuasa di Mataram, namun Sultan Agung tidak marah. Pandangannya cukup jauh,
maka dapat menyelami perasaan seorang muda. Sahutnya kemudian dengan nada yang
tetap sabar, "Kalau dugaanmu benar, dan aku ini raja Mataram, mengapa engkau tidak
segera berlutut di depanku dan memberikan hormatmu?"
Mendengar jawaban ini Fajar Legawa mundur selangkah sambil mempersiapkan
tongkatnya. Dan melihat sikap pemuda ini, Sultan Agung tersenyum. Katanya dengan
nada yang tetap sabar. "Anakmuda, simpanlah senjatamu. Tidak selayaknya seorang
kawula berhadapan dengan raja bersikap mengancam. Marilah kita duduk dan bicara dari
hati ke hati. Agar engkau dapat mengetahui sejelasnya tentang apa yang terjadi dengan
ayahmu Adipati Ukur."
Hampir hati pemuda ini tergerak mendengar ucapanRaja Mataram ini. Akan tetapi
sedetik kemudian perasaannya berubah dan mengeras lagi. Sahutnya ketus. "Huh
tidakperlu. Aku tidak sudi berlutut di depanmu dan tidak ingin berunding apapun. Hemm.
Ayahku telah mati atas perintahmu. Maka malam ini merupakan penentuan terakhir yang
sudah amat lama sekali aku tunggu. Sekarang hanya ada satu pilihan saja bagiku."
"Apakah pilihanmu itu?" pancing Sultan Agung.
"Aku ataukah engkau yang harus mati malam ini." Katanya dengan nada yang
mantap dan pasti.
Diam-diam kagum juga Sultan Agung akan sikap Fajar Legawa ini yang begitu
tabah dan berani. Walaupun tahu bahwa sekarang berhadapan dengan sorang raja bintara,
sikap Fajar Legawa tidak juga berubah dan tidak gentar. Ini mencerminkan jiwak satrya,
yang memang amat diperlukan oleh setiap prajurit. Justeru seorang prajurit tidak boleh
gentar, sekalipun berhadapan dengan orang yang lebih tinggi kedudukannya, apabila
sebagai pihak yang benar.
Cita-citanya untuk mengusir Kumpeni Belanda, sampai sekarang belum juga
terlaksana. Dan untuk keperluan itu, ia memerlukan banyak tenaga muda yang gagah-
perwira. Maka jawabnya kemudian. "Anak muda, sabarlah! Engkau mau membunuh
aku, bunuhlah! Akan tetapi sebelum itu, aku minta agar engkau mau mendengar
keteranganku lebih dahulu."
"Tentang apalagi?"
"Tentang ayahmu dan tentang engkau," sahut Sultan Agung dengan tersenyum.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Seperti tadi sudah aku katakan, bahwa setiap anak dapat menggantikan kedudukan
ayahnya yang sudah tiada. Apakah tidak terpikir oleh engkau, untuk menjadi seorang
ponggawa Mataram? Kalau ayahmu dahulu seorang Adipati, maka jabatan itu akan aku
wariskan kepada........."
"Tak perlu engkau membujuk dengan kata-kata manis dan jabatan yang tinggi!"
bentak Fajar Legawa, memotong ucapan Sultan Agung yang belum selesai. "Pendeknya
keputusanku tak dapat dirubah lagi. Malam ini merupakan penyelesaian terakhir antara
aku dan engkau. Huh, aku ataukah engkau yang harus mati?"
Memang sesungguhnya Fajar Legawa tadi bergerak hatinya, mendengar janji
Sultan Agung ini. Bukankah kedudukan itu cukup tinggi bagi dirinya apabila benar
dilaksanakan oleh Sultan Agung? Dan betapa mulia pula hidupnya kalamana dirinya
diangkat sebagai seorang Adipati. Akan tetapi justeru di saat hatinya tergerak ini,
mendadak saja dalam benaknya seperti terpeta suatu peristiwa yang amat menyedihkan.
Ia seperti melihat seorang laki-laki setengah tua, dengan dua tangan ditelikung ke
belakang, dan kemudian seorang algojo mengayunkan pedang, lalu terpancunglah leher
laki-laki itu, sehingga kepalanya menggelinding di atas tanah. Gambaran itu membuat ia
teringat akan nasib ayahnya sendiri. Mungkin sekali ayahnya ketika itu menemui ajalnya
seperti itu.
Sebaliknya sikap Sultan Agung tetap sabar. Sebenarnya saja, apa yang tadi
diucapkan merupakan pencerminan dari hatinya yang suci. Ia teringat akan jasa-jasa
Adipati Ukur disaat masih hidup. Dan kalau toh akhirnya harus menemui ajalnya di
tangan algojo atas perintahnya sendiri, ketika itu terdorong oleh rasa kecewa dan
menyebabkan mata gelap. Namun setelah sadar kembali, ia masygul di samping getun.
Banyak diantara mereka yang setia, yang sakti mandraguna dan yang berguna bagi
Mataram harus mati di tangan algojo atau berperang dengan nekat hingga mati. Semua
itu tiada manfaatnya sama sekali, dan malah menimbulkan kerugian yang amat besar
sekali bagi Mataram. Sebab dengan banyaknya tokoh yang harus menerima hukuman
mati itu menyebabkan tokoh sakti di Mataram berkurang. Dan berakibat, Mataram
kekurangan tenaga untuk memerangi dan mengusir Kumpeni Belanda. Dan akibatnya
pula, telah beberapa tahun lamanya Sultan Agung menghentikan usahanya memerangi
Kumpeni.
Sebagai akibat dari pengalaman ini, maka kemudian timbul pikiran Sultan Agung
untuk mengarahkan perhatian guna mengumpulkan para tokoh sakti, diminta supaya
sedia bernaung di Mataram dan membantu perjuangan. Akan tetapi sungguh sayang,
bahwa di antara sekian banyak tokoh sakti itu tidak sedia memenuhi harapannya.
Sebaliknya kalau harus menggunakan kekerasan untuk memaksa mereka, juga tidak
mungkin. Sebab hal itu malah bisa menimbulkan akibat yang tidak diharapkan.Yang
kemudian bisa menyebabkan perpecahan dan ringkihnya Mataram.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Lekaslah engkau bersiap diri!" bentak Fajar Legawa lagi sambil bersiap diri
dengan tongkatnya. Ia sudah menyadari dan mendengar, bahwa Sultan Agung seorang
raja yang sakti mandraguna. Dalam usahanya untuk membalas dendam, ia tak boleh
sembrana, maka tongkatnya harus digunakan.
Sultan Agung ketawa lirih. Kemudian sahutnya dengan nada tetap sabar. "Anak
muda, mengapa begitu sikapmu? Seharusnya engkau mengucapkan terima kasih atas
maksud baikku. Tetapi mengapa engkau malah bersikap seperti ini?"
"Huh, aku tidak butuh kedudukan!" hardiknya dengan mendelik. "Ayahku mati
penasaran atas perintahmu. Maka kalau malam ini aku gagal, lebih baik aku menyusul
ayahku."
Kata-katanya ini kemudian ditutup oleh terjangannya, yang menyodokkan
tongkatnya ke dada Sultan Agung. Atas serangan ini Sultan Agung tersenyum sambil
mengangkat tangannya untuk menyentil ujung tongkat. Tetapi tiba-tiba Sultan Agung
kaget dan heran, karena tiba-tiba hawa dingin menyambar.
Tetapi oleh sentilan tangan itu, menyebabkan tongkat Fajar Legawa menyeleweng.
Untuk beberapa saat lamanya Sultan Agung menggunakan kecepatannya bergerak,
melayani tongkat Fajar Legawa yang menyambar dahsyat. Namun kemudian segera
timbul kegembiraan Sultan Agung, disamping timbul pula keinginannya untuk mencoba
ketangguhan pemuda ini. Sambil melompat ke belakang, Sultan Agung mencabut pedang
kemudian berkata. "Anak muda, engkau sendirilah yang memaksa aku berkelahi. Mari,
sekarang engkau aku layani dengan pedangku ini."
Begitu menutup ucapannya, pedang Sultan Agung sudah menyambar dan
menikam bawah tenggorokan Fajar Legawa. Serangan ini sesungguhnya amat berbahaya.
Apabila pemuda itu tak sanggup menangkis maupun menghindar, bisa mati tertembus
pedang. Namun sebaliknya Sultan Agung juga sudah memperhitungkan semuanya,
hingga tidak khawatir kalau pemuda itu sampai tewas.
Tetapi Fajar Legawa yang sudah bertekat mati ini, telah menangkis senjata lawan
tanpa bergeser sedikitpun. Malah kemudian tangkisan itu disusul dengan serangan balasan
yang membabat kearah lutut lawan.
"Bagus!" puji Sultan Agung. "Gerakanmu sungguh cepat!"
Sambil memuji ini, ia menangkis dengan pedangnya.
"Trang...........!" Terdengar suara benturan yang cukup nyaring, sehingga pijar api
beterbangan. Fajar Legawa terhuyung mundur beberapa langkah ke belakang, sebaliknya
Sultan Agung juga mundur, tetapi hanya dua langkah.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dari benturan senjata yang dilambari tenaga sakti ini nampak jelas bahwa tenaga
Fajar Legawa terpaut jauh dengan tenaga lawannya. Sadar bahwa dirinya kalah tenaga
ini, kemudian Fajar Legawa berhati-hati. Disamping sadar bahwa tenaga lawan di atas
tingkat dirinya, pemuda inipun merasa kaget. Berkali-kali tongkatnya telah membuktikan
kemampuannya, mematahkan senjata lawan, tetapi mengapa sebabnya sekarang pedang
lawan tidak apa-apa?
Sebaliknya begitu tangkisan pedangnya hanya sanggup mementalkan tongkat
lawan yang masih muda itu, sultan Agung menjadi lega. Ternyata dugaannya benar
bahwa tongkat yang menebarkan hawa dingin itu benar, bukan tongkat sembarangan.
Sebab pedang yang dipergunakan sekarang ini merupakan pedang pusaka keraton. Setiap
senjata yang berbenturan dengan pedangnya, sulit sekali bisa bertahan.
Namun demikian Sultan Agung memang tidak ingin berkelahi sungguh-sungguh,
hanya ingin mencoba pemuda ini dan ingin pula menunjukkan keangkeran dan
kesaktiannya. Ia berharap bahwa kemudian berhasil menundukkan kekerasan hati
pemuda ini. Ia ingin menebus kesalahannya beberapa tahun yang lalu. Dan ia ingin dapat
mendudukkan pemuda ini sebagai pengganti ayahnya.
Demikianlah sesudah dua pihak bersiap diri lagi, maka terjadilah perkelahian yang
cepat dan hebat. Pedang Sultan Agung yang gerakannya cepat sekali itu menyambar-
nyambar dan menerbitkan angin tajam. Setiap pedang itu menyambar, apabila lawan
lengah akan celaka! Dan sebaliknya tongkat Fajar Legawa juga berkelebat bagai berubah
menjadi seekor ular hidup yang ganas. Dan karena perkelahian itu terjadi cepat sekali,
berakibat beberapa ranting pohon di dekat gelanggang perkelahian rusak terbabat dan
daun berguguran.
Sambil melayani, Sultan Agung yang tidak berkelahi sesungguhnya ini menaksir.
Diam-diam ia memuji akan kegagahan pemuda ini. Kecepatannya bergerak, ilmu tata
kelahinya yang cukup tangguh.Sultan Agung dapat menduga bahwa kelak kemudian hari
pemuda ini merupakan tenaga yang amat berguna, apabila sudah cukup pengalaman dan
latihan yang lama. Dan justeru melihat kegagahan pemuda ini, ia makin tidak tega kalau
harus mencelakakan Fajar Legawa sekalipun kedatangannya mengandung maksud mau
membunuhnya. Ia tetap berharap agar pemuda ini sedia menjadi seorang Ponggwawa
Mataram yang kelak kemudian hari dapat diharapkan tenaganya untuk ikut serta
mengusir Kumpeni Belanda.
Tiba-tiba gerak pedang Sultan Agung sekarang berubah. Pedang pusaka itu
sekarang menyambar dan berkelebat seperti kilat cepatnya, dengan gerakan yang
berlingkar-lingkaran. Pedang itu seakan segera mengurung tubuh Fajar Legawa dan
menerbitkan pengaruh yang hebat sekali. Sebab lingkaran-lingkaran pedang itu sulit untuk
ditembus, dan sebagai akibatnya pula Fajar Legawa dibawah angin.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Melihat kesulitan pemuda itu, Sultan Agung tersenyum. Katanya. "Anak muda,
ilmu pedangku hanyalah ilmu murahan saja."
Fajar Legawa tidak membuka mulut. Ia mengerahkan semua perhatian dan
kepandaiannya untuk dapat mengatasi keadaan yang berbahaya ini. Begitu tertekan oleh
lingkaran pedang, Fajar Legawa segera merasakan bahwa tekanan pedang itu hebat
sekali.Walaupun ia mengerahkan tenaganya, namun tekanan itu tidak juga berkurang.
Untung juga menghadapi keadaan yang tidak menguntungkan ini, Fajar Legawa
segera ingat akan petunjuk dan nasihat gurunya. Yang antara lain mengatakan, bahwa di
dunia ini dikenal semacam ilmu pedang yang hebat sekali. Ilmu pedang itu gerakanya
banyak membentuk lingkaran, dan lawan yang kurang tahu dan kurang hati-hati akan
celaka. Ilmu pedang itu tidak dapat dilawan dengan tenaga keras. Makin kuat orang
melawan dengan tenaga keras, orang akan makin sulit dan tertindih sehingga akan kalah.
Untuk dapat mengatasi keadaan dan memunahkan pengaruh itu, harus digunakan tenaga
lemas atau tenaga lembek.
Teringat akan petunjuk gurunya ini, Fajar Legawa menjadi sadar, iapun kemudian
merubah cara berkelahinya, ia sekarang menggunakan tenaga lemas, dan tongkatnyapun
sekarang berubah gerakannya, kadang merupakan gerakan melingkar, kadang setengah
lingkaran dan kadang pula menggetar.
Kemudian ternyata benar nasihat Suria Kencana itu. Dengan perubahan cara
berkelahinya ini, segera saja ia dapat melepaskan diri dari tekanan. Malah kemudian
tampak tongkat Fajar Legawa dapat mengatasi lawan, karena gerakan pedang itu
sekarang berubah menjadi perlahan.
Akan tetapi walaupun gerakan pedang Sultan Agung itu tampak perlahan, namun
sebenarnya bukan berarti Sultan Agung di bawah angin, bagaimanapun tingkat
kepandaian Fajar Legawa masih kalah jauh di bawah Raja Mataram ini. Kalau mau,
apakah sulitnya menerbangkan tongkat pemuda itu?
"Hemm, lepas!" teriak Sultan Agung perlahan.
"Trang.........!" belum juga lenyap suara Raja Mataram ini, benturan senjata yang
nyaring sekali terdengar dan memecah kesunyian taman. Pijar api berterbangan ke
sekitarnya, dan di antara pijar api itu tampaklah tongkat Fajar Legawa terbang ke udara,
sehingga membuat Fajar Legawa sendiri berseru kaget.
Untung bahwa Sultan Agung memang tidak bermaksud buruk kepada Fajar
Legawa ini. Maka ketika tongkat itu terbang ke udara, ia tidak menyusul serangan dan
malah berdiri sambil melihat tongkat yang melesat ke udara itu.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Gesit luar biasa tubuh Fajar Legawa bergerak. Kaki pemuda ini menjejak tanah
dan tubuhnya melenting tinggi ketika tongkat itu sudah meluncur turun. Tongkat itu dapat
ditangkap di tengah udara, dan sebelum kakinya menyentuh tanah, ia memutar tongkat
itu dan dihantamkan ke kepala Raja Mataram.
Namun denganketawa perlahan, Sultan Agung melompat mundur. Dan setelah
pukulannya luput, Fajar Legawa berdiri di atas tanah kembali, dengan peluh membanjir
membasahi tubuh dan jantungnya tegang. Sebab apa? Sebab pemuda ini sadar. Kalau saja
disaat tongkatnya terbang tadi Sultan Agung menyerang dirinya, sulit kiranya dengan
tangan kosong dapat mempertahankan diri. Menyadari keadaan ini mendadak saja
pendiriannya menjadi goyah. Kalau semula ia sudah bertekat mati dalam usahanya
membalas dendam ini, sekarang lain. Ia bukan seorang tolol, sehingga nekat saja
sekalipun keadaan tidak menguntungkan. Terpikir kemudian bahwa masih banyak waktu
untuk melatih diri, dan kemudian kembali lagi ke keraton ini untuk melaksanakan
niatnya. Sebaliknya kalau malam ini dirinya nekat, maka cita-citanya sudah kandas dan
sakit hatinya tidak mungkin terbalas.
"Anak muda," kata Sultan Agung sambil melintangkan pedangnya di depan dada,
"Aku harap engkau dapat mempertimbangkan maksud baikku."
"Hemm, tidak sudi!" sahut Fajar Legawa ketus. "Aku bukan seorang yang silau
kepada pangkat tinggi dan harta benda yang bertumpuk."
"Jadi, engkau masih nekat melawan aku? Tidak bisa jadi. Belajarlah dua puluh
tahun lagi," sahut Sultan Agung. "Melawan aku seorang saja tak mampu, apa pula engkau
melawan para pengawal keraton ini. Hemm, jika engkau memang tidak setuju dengan
maksud baikku, baiklah sekarang lekaslah engkau pergi. Engkau dalam bahaya apabila
diketahui oleh pengawal keraton ini.
Sesungguhnya Fajar Legawa masih merasa penasaran. Namun iapun memang
sadar kepada keadaan. Ucapan Sultan Agung ini tentu bukan sekadar ancaman dan untuk
menakut-nakuti, tetapi merupakan kenyataan tak terbantah. Dirinya sendiri malam ini
jelas tidak berdaya menghadapi Sultan Agung. Kalau raja ini menghendaki nyawanya,
apakah sulitnya? Raja Mataram itu sendiri dapat melakukan dengan gampang. Apabila
tidak sedia melakukan juga dapat memanggil pengawal untuk melawan dan
membunuhnya. Sadar keadaan ini, Fajar Legawa membungkukkan tubuh sambil berkata.
"Terima kasih atas kemurahan hatimu. Akan tetapi percayalah, bahwa kemudian
hari aku akan datang kembali untuk membuat perhitungan."
Sultan Agung ketawa lirih. Kemudian. "Anak muda, mengapa sekeras itu hatimu?
Mengapa engkau menolak kedudukan yang cukup tinggi sebagai pengganti ayahmu,https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
malah engkau mengancam aku? Tetapi baiklah anak muda, aku tunggu pembalasanmu,
kapan saja!"
Fajar Legawa tidak membuka mulut lagi, memutar tubuhnya kemudian melompat
ke atas pagar tembok taman. Tak lama kemudian bayangan pemuda ini telah lenyap
ditelan gelap malam. Setelah Fajar Legawa pergi, Sultan Agung menghela napas dalam.
Timbul lagi rasa sesalnya. Namun sesaat kemudian ia berjengit. Ia sadar bahwa setiap saat
pemuda itu bisa bertemu dengan pengawal, dan berhadapan dengan bahaya. Ia tidak
menehendaki, pemuda itu harus mengalami nasib yang tidak menguntungkan. Maka
kemudian dengan gerakan ringan, ia telah melompat pula untuk membayangi Fajar
Legawa. Dengan perlindungannya, niscaya pemuda itu takkan diganggu oleh para
pengawal.
Ketika itu Fajar Legawa berlarian di atas genteng. Gerakannya cepat sekali, dan
tongkatnya selalu siap di tangan. Akan tetapi belum jauh ia berlarian, tiba-tiba
terdengarlah suara bentakan nyaring.
"Hai, berhenti! Siapa engkau?"
Tetapi Fajar Legawa tidak berhenti, dan malah mempercepat larinya.
"Jangan lari!" teriak orang itu lagi. Kemudian menyusullah sambaran angin tajam
kearah belakang kepalanya.
Serangan mendadak ini membuat Fajar Legawa harus menghindar sambil
memukulkan tongkatnya untuk menangkis.
"Trang......!" benturan dua senjata terjadi dan keras sekali. Di atas genteng itu
segera menyebar pijar api.
Fajar Legawa kaget bukan main. Bukan saja karena melihat senjata penyerang itu
tidak patah oleh tangkisannya, tetapi iapun merasakan telapak tangannya panas dan
lengannya sendiri kesemutan. Ketika ia sudah memutar tubuh dan mengamati, ternyata
dirinya sekarang telah berhadapan dengan seorang tinggi besar bersenjata golok besar.
Diam-diam pemuda ini mengeluh. Sekarang ia baru sadar, bahwa keadaan kota
Karta ini jauh dengan dugaannya. Tadi baru sajaia tidak mampumengalahkanSultan
Agung. Dan sekarang belum jauh ia lari telah bertemu dengan seorang pengawal yang
sanggup menandingi keampuhan senjatanya. Nyatalah bahwa di keraton Mataram ini
tidak sedikit jumlahnya manusia yang memiliki senjata ampuh, sehingga tidak patah oleh
benturan tongkatnya.
Jelihim Sang Pembebas Karya Syam Asinar Raja Naga 15 Pusara Keramat Dewa Arak 61 Raja Iblis Tanpa Tanding