Pencarian

Pendekar Gurun Neraka 6

Pendekar Gurun Neraka Karya Batara Bagian 6


Pukulan-pukulan petir pendekar ini membuat Ta Bhok Hwesio dan yang lain-lain terbelalak ngeri disamping kagum.

Mereka melihat betapa dari kedua telapak tangan pendekar sakti itu muncrat tenaga Yang-kang yang amat dahsyat melebihi api dan betapa kian lama tubuh Malaikat Gurun Neraka terselubung cahaya kemerahan seperti api unggun.

Ini semua membuktikan betapa Malaikat Gurun Neraka benar-benar telah sempurna sekali tenaga sinkangnya.

Agaknya hawa berapi dari pasir-pasir panas di Gurun Takla telah meresap427 di dalam tubuhnya, membuat tubuh pendekar ini penuh dengan tenaga api yang terpendam.

Dan kalau sewaktu-waktu pendekar itu memerlukannya, dia tinggal memakainya sesuka hati.

Phoa-lojin sendiri yang menyaksikan dari tempat gelap, menggeleng-geleng kepala dengan kagum.

Belum pernah selama hidupnya dia melihat kepandaian sehebat itu, dan Malaikat Gurun Neraka itu benar-benar pantas mendapat sebutan pendekar besar yang jarang tandingannya! Sementara itu, pada saat semua orang sedang tercurah perhatiannya kepada pertandingan antara Malaikat Gurun Neraka melawan Cheng gan Sian-jin, dari luar taman tampak beberapa bayangan berlompatan masuk.

Mereka ini bukan lain adalah orang-orang kang- ouw yang berhasil menyelinap ke tempat itu untuk membebaskan Yap-goanswe yang mereka dengar tertawan di tangan Cheng gan Sian-jin yang menjadi koksu Kerajaan Wu.

Dan diantara bayangan-bayangan ini, tampak sesosok tubuh yang ramping padat bergerak ringan selincah kijang, berindap-indap mendekati jendela sebelah utara.

Gin-ciam Siucai Hok Sun yang kebetulan berada di jendela utara ini, hampir saja mengeluar- kan teriakan girang ketika melihat siapa adanya gadis itu.

Bukan lain adalah Pek Hong, murid hwesio Tibet yang sedang dicari-cari gurunya itu.

"Nona Hong........!"

Pemuda itu berseru perlahan setengah berbisik dan suaranya itu ternyata dapat didengar oleh gadis itu.

Pek Hong terkejut dan cepat menengadah sambil meraba rantai428 peraknya, dan sejenak mukanya menjadi merah ketika melihat siapa gerangan pemuda yang mengaitkan sepasang kakinya di tiang melintang itu.

"Kau........?"

Gadis ini berkata dengan muka tidak senang.

"Sstt, adik Hong, jangan mengeluarkan suara,"

Hok Sun memberi isyarat dengan telunjuk di bibir.

"Banyak orang lihai di dalam, hati-hati, jangan sembrono. Gurumu ada di sini dan sejak tadi bersama kita. Apakah engkau tidak ingin bertemu dengan suhumu itu?"

Wajah cantik yang tadi merah ini segera berseri.

Dan memang gadis itu gembira mendengar betapa suhunya ada di situ.

Dengan adanya gurunya di tempat ini, bukankah pekerjaannya akan menjadi lebih mudah lagi? Oleh sebab itu, sambil berbisik ia lalu bertanya.

"Eh, twako, dimana suhu berada? Kenapa dia tidak keluar membantu? Bukankah kalau kita semua maju, anak buah kakek iblis itu dapat kita basmi? Mengapa masih takut-takut lagi? Hayo kita keluar dan bantu Malaikat Gurun Neraka!"

Dan Pek Hong sudah hendak melompat keluar! Tentu saja Hok Sun terkejut. Pemuda ini melepaskan kakinya dan tubuhnya melayang ke bawah.

"Adik Hong, jangan tergesa-gesa.......! Suhu sedang merencanakan sesuatu, tidak boleh kita merusaknya!"

Pemuda itu berseru perlahan dan cepat memegang lengan gadis itu.429 Pek Hong merengut lengannya dan gadis ini memutar tubuh dengan mata berapi.

"Hemm, kau hendak kurang ajar kepadaku, ya? Kaukira aku takut kepadamu? Laki-laki ceriwis, siapa suruh kau pegang-pegang lenganku?"

Hok Sun tergagap dan mukanya merah bagai udang direbus.

Tadi melihat betapa gadis ini bersikap manis kepadanya dan memanggil "twako", dia kira bahwa nona itu sudah lenyap marahnya.

Siapa tahu, bagaikan angin topan yang dapat muncul sewaktu-waktu, kegalakannya "kumat"

Lagi dan kini dia disemprot sebagai laki-laki ceriwis! "Eh.....

ini.....ini.......aku.......ahh, maafkan kelancanganku, nona.

Aku tidak bermaksud kurang ajar, sungguh mati! Aku tidak bermaksud buruk.

Apa yang kulakukan adalah atas p esan suhu dan locianpwe Ta Bhok Hwesio yang menekankan agar kita jangan bertindak sembrono.

Kalau nona tidak percaya, boleh nona buktikan sendiri dan bertanya kepada mereka........"

Pada saat itu, berkesiur angin dingin dan tahu-tahu Ta Bhok Hwesio telah berdiri di situ dengan kepala tegak. Sinar mata hwesio ini penuh teguran dan dia berkata.

"Hong-ji, apa yang dikatakan oleh pemuda ini memang benar. Kau sembrono sekali dan kelewat berani. Kalau kita hendak menyerang musuh, itu harus kita lakukan dengan perhitungan masak, bukannya lalu nyeruduk begitu saja. Sekarang, apa jawabmu setelah berbulan-bulan pergi menggelisahkan orang tua?"430 Gadis itu memandang suhunya dan tampak terkejut. Melihat betapa sinar mata gurunya penuh teguran, dia menjatuhkan diri berlutut.

"Suhu, mohon maaf sebesar-besarnya jika aku telah membuat kau orang tua gelisah. Aku tidak sengaja, suhu, karena di tengah perjalanan pulang, aku mendengar berita tentang...tentang diri Yap-goanswe..... Inilah yang membuat aku terlambat pulang dan harap suhu suka mengampuninya......."

"Hemm......."

Kakek itu mengeluarkan suara dari hidung dan seketika semua kemarahannya lenyap.

Dia tahu betapa muridnya ini mencinta Yap-goanswe, maka mendengar pemuda itu tertangkap musuh, mana bisa berdiam diri? "Sudahlah, hayo bangun dan cepat kita tolong pemuda itu.

Lihat, Cheng -gan Sian jin dan anak buahnya telah keluar semua.

Kamar terbakar dan kalau kita tidak bertindak, tentu tubuh jenderal muda itu akan termakan api."

Maka beramai-ramai mereka ini lalu melompat ke dalam ruangan besar itu, menjebol pintu atau jendela yang tertutup rapat.

Pek Hong melihat betapa tubuh Bu Kong menggeletak di lantai kamar dengan muka sepucat kertas.

Betapapun sakit hatinya terhadap pemuda ini teringat akan kabar diluaran tentang perjinaannya dengan wanita-wanita cantik, gadis itu tidak dapat melupakan cinta kasihnya sendiri.

Kamar besar itu sudah terbakar hebat.

Api menyala-nyala dan dari luar rumah terdengar suara orang berteriak-teriak dan tindakan kaki berlari-lari.

Agaknya para penjaga menjadi431 gempar dan tiba-tiba terdengarlah suara terompet tanduk ditiup tanda bahaya! Cepat gadis ini mengangkat tubuh yang pingsan itu, menjadi merah mukanya melihat betapa pa kaian pemuda itu koyak-koyak setengah telanjang.

Namun Pek Hong tidak perdulikan semuanya ini dan karena maklum bahwa ia berada di sarang harimau, maka begitu dia memondong tubuh Yap-goanswe, gadis inipun segera melompat keluar.

Dan pada saat itulah Lie Lan dan teman-temannya memasuki kamar dan melihat betapa Yap-goanswe dilarikan orang, murid Cheng-gan Sian-jin ini berseru marah dan menyerang Pek Hong dengan pukulan jarak jauhnya.

Pek Hong menangkis dan karena posisinya kurang menguntungkan, hampir saja dia terpelanting.

Untunglah ketika Lie Lan menyerang untuk kedua kalinya, Hok Sun yang selalu bersiap sedia untuk melindungi gadis itu sudah cepat menahan.

Pemuda itu terkejut karena dari tangkisan lengan tadi, dia merasa betapa tenaga lawan amat kuat dan karena dia harus berhati-hati, maka pemuda ini cepat mengeluarkan sepasang senjatanya, yakni kipas hitam dan jarum peraknya yang amat lihai itu sehingga dia dijuluki orang Gin-ciam Siucai.

Demikianlah Hok Sun lalu bertanding dengan murid Cheng-gan Sian-jin itu dan semakin lama pemuda ini menjadi semakin kaget.

Dia merasa terkejut karena semua balasannya ditangkis lengan halus gadis itu dan setiap kali tangkisan, tentu senjatanya yang terpental keras ! tentu saja pemuda ini kaget sekali, apalagi setelah lawannya mengeluarkan ilmu pukulannya yang432 dahsyat, pukulan yang membawa serta bau amis dan betapa kedua lengan gadis cantik itu kini berobah semerah darah dan tampak mengerikan.

"Tok-hiat-jiu.!"

Hok Sun berseru kaget dan tahulah dia sekarang dengan siapa dia berhadapan.

Kiranya murid Cheng-gan Sian-jin sendiri ! ini sama sekali tidak diduganya karena memang sebelumnya dia tidak tahu siapakah murid Cheng-gan Sian-jin itu.

Sementara itu, Hek-mo-ko yang berhadapan dengan Ta Bhok Hwesio dan tidak mengenal hwesio dari Tibet ini, tidak mengeluarkan banyak kata.

Iblis hitam ini menggeram dan sekali kaki kanannya bergerak, tahu-tahu kaki itu telah mencuat dari bawah menendang anggauta rahasia lawan dengan kecepatan kilat.

(Bersambung

Jilid VIII) Pendekar Gurun Neraka-

Jilid 7433 Pendekar Gurun Neraka ? Batara

Jilid 7434 PENDEKAR GURUN NERAKA Karya BATARA

Jilid 8

"WUUTTT....... plakk!"

Tendangan Hek-mo-ko bertemu dengan telapak tangan Ta Bhok Hwesio yang cepat menggerakkan lengannya untuk menangkis serangan lawan, dan iblis hitam itu berteriak tertahan karena kakinya terpental dan hampir saja dia terpelanting! Tentu saja Hek-mo-ko terkejut dan sejenak dia terbelalak, tidak menyangka bahwa dalam gebrakan pertama ini dia telah dibuat kaget oleh lawannya, namun kemudian dengan marah dia menerjang lagi.

Hek-mo-ko melompat dan segera kaki tangannya melancarkan pukulan-pukulan dahsyat.

Dan sepak terjang pembantu Cheng gan Sian-jin ini memang cukup435 hebat.

Dari kedua lengannya menyambar angin pukulan yang membuat jubah Ta Bhok Hwesio berkibaran seperti bendera.

Akan tetapi, Ta Bhok Hwesio yang diserang segencar dan seganas itu oleh Hek-mo-ko, tampak tenang- tenang saja, tubuhnya berkelebatan kesana kemari dan dengan ginkangnya yang disebut Coan-goat-hui (Terbang Menerjang Bulan), tubuh kakek ini bergerak lincah diantara sambaran-sambaran serangan kaki tangan lawannya dan tidak pernah satu kalipun pukulan Hek-mo ko mengenai kulitnya.

Bahkan, sambil tertawa-tawa kakek yang berwatak gembira ini mulai memanaskan perut lawan dengan ejekan-ejekannya.

"Ha, Setan Hitam, gerakanmu kurang cepat, terlalu lamban seperti kerbau hamil. Dengan gerakan semalas ini, bagaimana kau dapat merobohkan pinceng? Hayo, empos semangat dan percepat gerakan, kalau tidak, nanti pinceng sendiri yang akan memberi pelajaran kepadamu, ha-ha-ha.....!"

Ejekan-ejekan semacam ini membuat muka Hek-mo-ko menjadi semakin gelap.

Dia berteriak keras dan memperhebat serangan-serangannya sehingga jari- jarinya sampai mengeluarkan suara berkerotokan, namun tetap saja dia tidak berhasil menyentuh tubuh hwesio gendut pendek itu.

Lawannya ini seperti436 kecapung saja ringannya, baru tersambar angin pukulan lweekangnya saja sudah terdorong mundur! Bagaimana dia akan mampu merobohkan lawan yang seperti itu? Akhirnya, saking marahnya Hek-mo-ko tiba-tiba menggereng dan mencabut senjatanya yang mengerikan.

yakni sarung tangan berkuku panjang berwarna hitam.

Dengan sepasang senjatanya ini, serangan Hek-mo-ko tampak lebih ganas dan buas dan Ta Bhok Hwesio sendiri yang tadi tertawa-tawa menggoda, sekarang mengerutkan alisnya yang putih itu dan kakek ini tidak berani main-main lagi.

Biar bagaimanapun juga, lawann ya itu bukan orang sembarangan.

Memang mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya, selama ini dia berhasil mengelak dan melompat kesana-sini menggemaskan lawan.

Akan tetapi, dengan sarung tangan berkuku panjang itu, Hek-mo-ko seakan-akan telah memanjangkan lengannya dan sekali dia kurang cepat mengelak, tentu akan terkena senjata lawan.

Apalagi ketika hidungnya mencium bau amis yang keluar dari senjata itu, maklumlah kakek ini bahwa sarung tangan yang menyambar-nyambar dari empat penjuru dengan gerakan mengurung itu mengandung racun berbahaya.437

"Hemm, dasar golongan iblis, bertempurpun masih harus mempergunakan racun berbau kentut busuk. Eh, Mo-ko, hati-hati dengan senjatamu itu, pinceng khawatir senjata makan tuan!"

Seruan hwesio itu disusul dengan bunyi berket rik dan tiba-tiba saja di tangan Kakek ini tampak seuntai tasbeh putih yang biasanya dibuat alat berdoa oleh para pendeta Buddha.

Dan bersamaan dengan munculnya tasbeh yang sebenarnya merupakan senjata utama bagi kakek itu, terdengarlah angin bercuit taja m dan ketika sepasang sarung berkuku panjang milik Hek - mo-ko menyambar ubun-ubun kepalanya, kakek ini tidak mengelak seperti biasanya dan menyambut serangan maut itu dengan putaran tasbehnya yang melakukan gerak melingkar dari bawah ke atas dengan kecepatan kilat.

"Triktrikk......wiirrr.......aihhh!"

Hek-mo-ko berteriak keras dan iblis hitam ini kaget bukan main.

Sarung tangannya terpental ketika bertemu dengan tasbeh lawan dan dia merasa betapa tenaga tangkisan hwesio itu sedemikian kuatnya sehingga kedua tangannya sejenak terasa lumpuh.

Dan pada saat itu, dimana posisinya amat buruk karena lengannya terpental ke atas sehingga bagian dadanya438 tidak terlindung, tangan kiri hwesio itu menampar dan kaki kanannya menendang dari samping.

Dua buah serangan ini merupakan serangan kilat yang tidak sempat lagi dihindarkan oleh Hek-mo ko, dan dia hanya mampu mengerahkan lweekang untuk melindungi bagian tubuhnya dari serangan lawan.
Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Des-dess!"

Hek-mo ko mengeluarkan keluhan tertahan dan tubuhnya terlempar ke belakang empat meter jauhnya.

Akan tetapi, iblis ini memang betul-betul lihai.

Walaupun dia terlempar akibat tendangan lawan, dia dapat berjungkir balik di udara sehingga tidak sampai terbanting dan dapat jatuh dengan kaki terlebih dahulu.

Kini Hek-mo-ko benar-benar terkejut.

Baru sekali hwesio itu mengeluarkan senjatanya, dan dia sudah harus menerima dua kali hantaman berturut - turut! "Kau.....

siapakah, keledai gundul?"

Hek-mo-ko membentak dengan mata mendelik, marah akan tetapi juga gentar.

"Kenapa kau menyatroni kami dan mencampuri urusan koksu? Tidak tahukah engkau bahwa dengan melibatkan diri di sini berarti engkau mengikat permusuhan dengan Cheng-gan Sian-jin pemimpin kami?"439 Ucapan yang maksudnya menggertak untuk menakut - nakuti ini malah diganda ketawa oleh kakek itu.

"Ha, Setan Hitam, jangan kau coba-coba menggertak pinceng dengan nama koksu. Apakah yang kauandalkan dari pemimpinmu itu? Bukankah sekarang dia lari terkencing-kencing dikejar Malaikat Gurun Neraka? Apakah engkau pun hendak mencontoh perbuatannya? Ha-ha-ha, kalau itu yang kaukehendaki, hayo lakukanlah. Biar pinceng yang mengejar -ngejarmu dari belakang seperti orang mengejar anjing kudisan!"

Ta Bhok Hwesio terkekeh geli, memandang Hek-mo ko dengan mata memain.

Akan tetapi bagi Hek-mo-ko440 sendiri, dia menjadi meluap kemarahannya.

Ejekan hwesio itu benar-benar kelewat batas.

Belum pernah selama hidupnya dia dihina orang seperti ini, maka tentu saja dia naik pitam.

Boleh jadi lawannya itu lihai, akan tetapi masa dia harus takut? Bukankah dia berada di sarang sendiri dan banyak teman-teman yang akan membantu? Maka sambil berteriak marah pembantu Cheng-gan Sian-jin ini menerjang.

"Keparat, keledai gundul bermulut tajam! Aku akan mencabut lidahmu yang tak bertulang itu dan akan kuganyang bersama darahmu. Hya atttt...!"

Hek-mo-ko melompat seperti harimau buas dan kuku - kuku panjang di ujung jarinya mencengkeram mulut lawan karena dia benar-benar hendak membuktikan ancamannya, yakni mencabut lidah hwesio yang amat dibencinya itu! Akan tetapi Ta Bhok Hwesio sendiri yang diserang seganas itu, sikapnya masih tenang-tenang saja.

Bahkan hwesio ini mengejek.

"Wah, kiranya kau inipun juga suka minum darah orang? Hihh, mengerikan sekali. Kalau begitu kau ini benar -benar keturunan iblis, Mo-ko, bukan keturunan manusia. Padahal iblis sendiri tempatnya di neraka, bukan di sini. Bagaimana441 kau bisa keluyuran di bumi ? Hayo kembali, biar pinceng antar engkau ke sana. Haittt!"

Hwesio Tibet ini tiba-tiba melengking tinggi dan tubuhnya bergerak, berputar seperti gasing dan se detik kemudian lenyaplah dia menjadi bayangan putih yang berputaran cepat.

Hek-mo-ko terkejut melihat perobahan lawan.

Dia tidak tahu bahwa Ta Bhok Hwesio telah mengeluarkan ilmu silatnya yang hebat, yakni yang disebut Hong-thian-lo-hai-kun (Badai Mengamuk di Samudera), sebuah ilmu silat tingkat tinggi yang mengandung penuh tenaga sinkang.

Dengan ilmunya ini, hwesio sakti itu sanggup menciptakan pusaran angin puyuh yang dapat menyedot semua benda yang berada dalam jarak satu meter dengan dirinya.

Juga disamping itu, dengan tubuh berputaran cepat seperti ini, dia dapat melancarkan serangan tak terduga dari segala arah.

Maka tidaklah heran apabila iblis hitam itu menjadi kaget karena begitu cengkeramannya telah mendekati lawan, tiba-tiba saja angin yang amat kuat menyambar dan hendak menyedotnya untuk ikut berpusing bersama hwesio itu! "Aihhh.!"

Hek mo-ko berseru keras dan mukanya berobah.

Dia sudah terlanjur melompat, tidak mungkin lagi baginya untuk menghentikan gerakannya di tengah442 jalan.

Satu-satunya yang dapat dia lakukan adalah terus menghantam secara nekat dan untuk mencegah agar tubuhnya tidak terbawa pusaran angin lawan, Hek-mo- ko cepat mengerahkan tenaga Jeng kin-kang (Tenaga Seribu Kati) untuk memberatkan tubuh.

Namun apa yang dikerjakan oleh pembantu Cheng-gan Sianjin ini terlalu tergesa-gesa.

Selain itu juga dalam hal tenaga sinkang dia masih di bawah lawannya, apalagi dalam hal ginkang (ilmu meringankan tubuh).

Ta Bhok Hwesio adalah seorang tokoh tingkat atas, kepandaiannya paling tidak masih dua tingkat lebih tinggi dibandingkan dengan Hek-mo-ko.

Maka tidaklah heran kalau hwesio Tibet ini mampu mempermainkan lawannya.

Kalau saja dia mau, tentu sudah dari tadi kakek ini merobohkan Hek-mo-ko.

Akan tetapi, dasar hwesio ini berwatak periang dan suka main-main, maka dia sengaja hendak menggoda iblis hitam ini sepuas hati.

Baru setelah Hek-mo-ko mengeluarkan senjata beracunnya yang berbau amis, Ta Bhok Hwesio tidak mau main-main lebih lama lagi dan hendak segera merobohkan pembantu Cheng gan Sian-jin ini.

Apalagi ketika tadi dia mendengar jeritan beberapa orang kang-ouw yang terdesak oleh keroyokan- keroyokan Liong tung Lo-kai dan kawan-kawannya serta melihat betapa di luar kamar yang terbakar ini datang perwira-perwira istana bersama ratusan perajurit anak buah mereka.443 Semuanya ini menggerakkan hati kakek itu agar dia secepat mungkin menyudahi permainannya.

Itulah sebabnya begitu Hek-mo-ko menerjang maju dengan sikap buas, kakek ini lalu mengeluarkan ilmu silatnya Hong-thian-lo-hai-kun untuk menyelesaikan pertandingan ini.

Dan memang hebat kesudahannya.

Dengan tubuh berpusing seperti itu dan memutar tasbeh di tangannya membentuk sinar perak yang berkilauan lebar, pandangan Hek-mo-ko menjadi kabur.

Ta Bhok Hwesio mengerahkan tenaga sinkangnya sembilan bagian sehingga tasbeh di tangan kanannya mencicit nyaring dan ketika sepuluh kuku baja itu menyambar, kakek ini menyambut dengan babatan tajam dan tangan kirinya tiba-tiba bergerak melakukan pukulan yang disebut Hai-liong-hut-mauw (Naga Laut Mengebut Bulu).

"Crik-crik-crikk....prasss!"

Gebrakan ini berlangsung dengan luar biasa cepatnya, hampir-hampir tidak dapat diikuti pandangan mata.

Sepuluh kuku panjang di tangan Hek-mo-ko bertemu dengan babatan tasbeh putih yang bercuitan seperti pisau tajam dan.....

kuku-kuku beracun itu putus berhamburan! Sarung tangan Hek mo ko dalam sedetik saja telah menjadi "gundul"

Dan sementara iblis hitam ini kaget setengah mati, pukulan Hai-liong hut-mauw444 dari tangan kiri Ta Bhok Hwesio menghantam pundaknya.

"Plakk! Aduhh....!"

Hek-mo-ko berteriak ngeri, seakan- akan kejatuhan gunung ambruk dan tanpa dapat dicegah lagi, mulutnya melontarkan darah segar.

"Uakkk!"

Hek-mo-ko menyemburkan darah hidup dan Ta Bhok Hwesio yang tidak mau memberi hati lagi, menggerakkan kakinya yang bersarang di perut lawan.

"Blekk!"

Tubuh iblis hitam itu terlempar jauh, membentur dinding dan menjerit satu kali lalu diam tak berkutik lagi, pingsan di atas lantai dengan luka dalam yang amat parah.

Ta Bhok Hwesio menarik napas panjang, sejenak memandang ke arah tubuh yang menelungkup diam itu dan menyimpan tasbehnya.

P U K U L A N sinkangnya tadi tidak dapat dibuat main-main.

Sekali lawan terkena, tentu akan tewas seketika.

Akan tetapi Hek-mo-ko agaknya memiliki kekebalan yang luar biasa sehingga tidak langsung lewas oleh serangannya dan hanya pingsan saja.

Ini membuktikan bahwa pembantu Cheng-gan Sian jin itu memang cukup hebat.

Namun biar bagaimana kebalnya sekalipun, pukulan Hai-liong- hui-mauw itu telah menimbulkan luka dalam yang amat berat bagi Hek mo ko.

Dalam beberapa jam saja,445 apabila dia tidak mendapat pertolongan, tentu nyawanya tak dapat dipertahankan lagi.

"Omitohud, semoga pinceng tidak menyalahi jalan Sang Buddha....."

Hwesio ini berkata perlahan seperti menyesali diri sendiri dan cepat dia menengok ketika mendengar suara gaduh dari luar.

Dan kakek ini terkejut sekali ketika melihat masuknya para perwira dan perajurit istana yang berlompatan ke dalam ruangan besar itu, dan di antara orang-orang ini, Ta Bhok Hwesio melihat seorang panglima tua tinggi kurus yang membawa sebatang tombak panjang beronce merah.

Inilah Ok-ciangkun (Panglima Ok), panglima tertua dari Wu-sam tai-ciangkun yang amat terkenal dengan permainan tombaknya yang konon dikabarkan orang dapat "terbang"

Sendiri itu! "Ahh.....!"

Ta Bhok Hwesio berseru perlahan dan cepat dia berteriak ke arah teman-temannya.

"Heiii, para sobat semua, harap kalian tinggalkan tempat ini! Cari jalan sendiri-sendiri dan mundur....!"

Seteiah berseru demikian, kakek ini berkelebat ke depan dan sekali kedua lengannya mengibas, Liong- tung Lo kai, Hwa-tok-ciang dan teman-temannya yang mengeroyok orang-orang kang-ouw itu terpental ke belakang.446

"Para sicu semua, hayo kalian cepat tinggalkan ruangan ini. Biar pinceng yang menahan mereka!"

Kakek itu kembali berteriak dan tubuhnya bergerak cepat menyambar-nyambar musuh. Dengan angin pukulan jubahnya, hwesio sakti ini membuat anak buah Cheng- gan Sian-jin roboh terguling-guling.

"Hwesio keparat, berani kau mengacau kem bali di tempat kami?"

Tiba-tiba terdengar bentakan dan sinar panjang berekor merah mengaung menyambar punggung kakek ini.

Ta Bhok Hwesio terkejut akan tetapi dia cukup waspada.

Pada saat itu dia sedang mendorongkan kedua tangannya ke depan, maka dia tidak sempat membalikkan tubuh.

Namun dasar kakek ini memiliki kepandaian yang amat tinggi, maka mendapat bokongan serangan itu dia sama sekali tidak menjadi gugup.

Kaki kanannya tiba-tiba bergerak ke belakang, mendepak ke atas tinggi sekali seperti sikap seekor kuda menyepak tonggeret......"traangg!"

Tombak panjang yang diluncurkan panglima Ok itu terpental ! "Ha-ha-ha, Ok ciangkun, tombakmu itu sungguh lihai sekali.

Agaknya dia benar-benar mempunyai sayap dan dapat terbang sendiri seperti dikabarkan orang, amat447 patut sekali jika dipakai untuk menyerang orang yang sedang tidur !"

Kakek ini tertawa bergelak dan memutar tubuhnya, dan ucapannya yang terakhir itu jelas merupakan sindiran tajam bagi panglima ini.

Dan memang Ta Bhok Hwesio yang merasa mendongkol karena dibokong itu sengaja mengejek Panglima Ok untuk melampiaskan kemendongkolannya.

Ok- ciangkun telah menyerangnya pada saat dia membelakangi panglima itu, bukankah hal ini hampir sama dengan menyerang orang yang sedang tidur? Sindiran ini membuat muka panglima tinggi kurus itu menjadi merah dan sinar matanya berapi-api ketika dia memandang si "keledai gundul".

Beberapa waktu yang lalu ketika Yueh belum jatuh dan pasukannya masih dipimpin oleh Jenderal Yap, dia telah berkali -kali bertemu dengan hwesio yang amat lihai ini.

Kakek itu bersama murid perempuannya telah membantu musuh dan tidak sedikit kerugian yang harus dideritanya.

Kini, secara tidak tersangka-sangka kembali dia bertemu dengan hwesio itu.

Bukankah ini suatu kesempatan yang amat bagus sekali untuk membalas kekalahan - kekalahannya dahulu? "Hwesio murtad, kau di mana-mana selalu memusuhi kami.

Dulu kami masih suka mengampunimu dan membiarkan engkau melarikan diri.

Akan tetapi448 sekarang jangan harap kau akan dapat lolos lagi.

Menyerahlah, atau senjataku akan mengantarmu menghadap Giam-lo-ong !"

Panglima ini membentak dan melangkah maju. Ta Bhok Hwesio membelalakkan matanya.

"Huwaduhh, bukan main! Kau bilang bahwa pinceng pernah melarikan diri darimu, Ok ciangkun ? Ha-ha-ha, sungguh lucu sekali. Dan kau masih menambahinya dengan mengatakan pernah memberi ampun kepadaku. Hebat, sungguh hebat sekali. Lalatpun kalau mendengar kata-katamu ini tentu akan tertawa terbahak-bahak, ha-ha-ha !"

Kakek itu tertawa keras saking gelinya dan air matanya sampai keluar bercucuran.

Panglima tua ini mendelik saking marahnya.

Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sikap hwesio itu dianggapnya terlalu menghina, apalagi setelah dia melangkah dekat, kakek itu bahkan tertawa-tawa sedemikian rupa sambil memegangi perutnya dengan kepala menunduk meng - hadap lantai.

Bukankah ini sama sekali tidak memandang sebelah mata kepada dirinya? Kalau hwesio itu berani bersikap seakan-akan tidak menjaga pertahanan diri sendiri, hal ini hanya dapat diartikan bahwa kakek ini memang sama sekali tidak menganggapnya sebagai musuh yang berarti, tiada ubahnya dengan seorang anak kecil yang masih belum bisa apa-apa untuk melakukan perbuatan sesuatu!449 Ini benar-benar menyinggung perasaan panglima itu dan sekali dia menggetarkan lengannya, tombaknya menyambar batok kepala hwesio itu dengan kecepatan kilat.

"Singgg.....!"

Tombak berdesing nyar ing dan Ta Bhok Hwesio yang masih tertawa-tawa itu seolah-olah tidak mengetahui betapa ubun-ubun kepalanya disambar tombak Panglima Ok Ciat.

Baru setelah senjata itu tinggal satu jari dengan kulit kepalanya, hwesio yang suka main-main ini menghentikan ketawanya dan menengadah ke depan.

Pada saat itu tombak terbang milik sang panglima telah datang dan tiba-tiba kakek ini membuka mulutnya sambil menggeser tubuh sedikit ke sebelah kiri dan......

"Capp....!"

Tombak Panglima Ok digigit oleh gigi-giginya yang masih utuh! Sungguh perbuatan ini amat luar biasa beraninya karena sedikit saja kurang tepat, tentu mulut kakek itu akan ditoblos tombak seperti orang membuat sate kambing! Panglima tinggi kurus itu terkejut bukan kepalang.

Sama sekaii dia tidak mengira bahwa tombaknya akan disambut oleh gigi kakek itu yang kini sambil meringis mempertunjukkan kepadanya bahwa kakek ini masih belum ompong! Tentu saja demonstrasi hwesio itu450 mengejutkan semua orang dan Ok-ciangkun sendiri begitu kagetnya hilang, lalu mengeluarkan teriakan keras dan menarik tombaknya.

Sendalan tiba-tiba ini dilakukan dengan sekuat tenaga, dan kalau Ta Bhok Hwesio tetap mempertahankan, tentu gigi kakek itu akan patah-patah.

Namun hwesio ini memang tidak bermaksud demikian.

Begitu Panglima Ok menarik tombaknya, kakek ini tiba-tiba tertawa dan membuka mulutnya sehingga senjata panglima itu terbetot ke belakang.

Hal ini menyebabkan tubuh Ok-ciangkun hampir saja terjengkang dan kalau panglima itu tidak berseru keras sambil memutar tubuh untuk mematahkan daya pental, tentu dia akan jatuh terbanting ! "Keparat! Setan jahanam.....!"

Panglima Ok berteriak gusar dan tombak yang sudah dipegangnya kembali ini mengaung di udara lalu tiba-tiba menukik dan menyerang Ta Bhok Hwesio dengan enam kali tusukan berantai.

"Hayaa.....! Hebat sekali, betul-betul bisa terbang!"

Kakek itu berkaok-kaok dan cepat tubuhnya melompat- lompat seperti katak diserang ular.

Memang lucu melihat sikap hwesio itu.

Mulutnya menjerit-jerit seperti orang ketakutan, akan tetapi kedua t angannya selalu melakukan tangkisan dengan tenaga lweekang451 dan setiap kali tombak hendak menikam tubuhnya, selalu senjata itu terpental balik seolah -olah diusir angin keras.

Bukan main marahnya panglima tinggi kurus ini.

Enam tikaman berantainya yang susul-menyusul selalu kandas di tengah jalan akibat tangkisan lweekang hwesio itu.

Dia menjadi marah sekali dan karena tidak sabar lagi, juga gemas mendengar kakek itu selalu berkaok-kaok membisingkan telinga, panglima ini tiba- tiba memberi aba-aba kepada anak buahnya yang tadi berdiri menonton untuk ikut maju mengeroyok kakek ini ! "Serang dan bunuh dia! Tidak perlu ditangkap hidup - hidup !"

Panglima Ok berseru marah dan empat orang perwira yang berdiri paling dekat, menerjang dengan pedang di tangan.

Gerakan mereka serempak, senjata mereka datang dari empat penjuru mata angin dan dalam sekejap mata saja hwesio itu terkurung di tengah tengah.

"Aihh.... aihh... gimana sih kalian ini? Kenapa untuk menyerang seorang tua bangka macam pinceng harus maju berdulu-duluan seperti anjing berebut tulang? Ehh, Ok-ciangkun, anak buahmu ini belum mandi semua, kenapa disuruh maju ke sini? Lihat, keringat452 mereka bau sekali, persis seperti tahi anjing. Sorry, pinceng hendak bersin sebentar...... hwacinggg!"

Dan betul saja, tiba-tiba kakek itu bersin sebanyak empat kali dengan suara keras ! Akan tetapi hebatnya, begitu kakek ini bersin, begitu pula dari kedua lubang hidungnya moncrot ingus setengah kental yang menyambar muka empat orang anak buah Panglima Ok ini.

"Tup tup-tup-tupp!"

Empat kali berturut-turut ingus kakek itu melesat dan tiga buah diantaranya melekat di pelupuk mata tiga orang perwira, membuat orang - orang ini kelabakan karena mata mereka lekat tak dapat dibuka ! Dan lucunya, yang seorang lagi kena "stroop"

Persis di lubang hidungnya, membuat orang ini tersumbat pernapasannya dan terbatuk-batuk! Tentu saja keadaan ini luar biasa lucunya dan menggemparkan.

Empat orang perwira itu menyerang hampir berbareng, dan dalam keadaan yang hampir berbarengan pula pada saat mereka melompat setengah jalan, tahu-tahu disembur ingus hwesio yang memang kadang kadang kumat watak nakalnya itu! Bagaimana orang tidak akan geli? Akan tetapi Ok- ciangkun sama sekali tidak merasa geli.

Panglima ini bahkan semakin marah dan dari luar lingkaran,453 tombaknya menyambar tanpa suara menusuk punggung kakek itu.

"Wuttt....!"

Perlahan sekali suara ini, akan tetapi telinga Ta Bhok Hwesio yang luar biasa tajamnya tidak dapat dibohongi.

Kakek ini sedang tertawa-tawa dan dua orang perwira di depannya ditubruk dan diangkat lehernya, seperti orang memegangi boneka.

Dan pada saat tombak Ok-ciangkun menyambar punggungnya, tanpa membalikkan tubuh kakek ini melempar dua orang perwira itu ke belakang, dijadikan perisai untuk menangkis serangan Panglima Ok.

"Trot-crot!"

Tanpa ampun lagi tombak terbang Ok-ciangkun mengenai sasaran.

Akan tetapi bukannya tu buh si hwesio yang tertusuk, melainkan dua orang anak buahnya sendiri.

Kontan dua orang perwira itu m e n j e r i t dan mereka roboh mandi darah! "Lhohh, kenapa kau membunuh bawahanmu sendiri, Ok-ciangkun? Wahh, celaka, sang panglima agaknya telah menjadi gila!"

Kakek ini terbelalak seperti orang keheranan, akan tetapi Panglima Ok Ciat yang telah naik darah dan amat marah sekali karena dipermainkan lawannya itu tidak mau banyak cakap.

Bersama para454 perwira lain yang masih ada, panglima tinggi kurus ini menyerang dahsyat dan tombaknya menyambar - nyambar di udara.

Kadangkala menusuk, menikam dan tidak jarang mematuk-matuk seperti paruh rajawali menyambar mangsa.

Dan ilmu tombak panglima ini memang cukup hebat.

Diam-diam Ta Bhok Hwesio merasa kagum juga.

Berada di tangan yang gapah seperti Panglima Ok itu, senjata panjang ini tidak boleh dibuat main-main.

Dan sekarang panglima itu lebih banyak melepaskan tombaknya daripada dipegang, dan ini bisa terjadi karena di ujung gagang tombak, terdapat seutas tali baja yang amat halus sekali sehingga hampir -hampir tidak kelihatan oleh mata.

Dengan adanya penyambung yang mirip benang kawat inilah maka panglima itu mampu meluncurkan tombaknya di udara, membuat tombaknya seolah-olah terbang! Dan inilah sebabnya mengapa dia disohorkan orang memiliki senjata pusaka tombak terbang.

Kiranya karena adanya tali baja itulah! Segera kakek ini dibuat sibuk oleh keroyokan musuh.

Dia harus memasang mata dan telinga tajam-tajam untuk mengetahui sambaran-sambaran senjata lawan, terutama sekali dia harus waspada terhadap serangan Panglima Ok yang acapkali meluncurkan tombak terbangnya tanpa suara.

Memang betul bahwa anak - anak buah panglima itu dibuat bulan-bulanan oleh Ta455 Bhok Hwesio, namun karena setiap kali roboh satu muncul yang lain sebagai penggantinya, maka kakek ini kewalahan juga.

Musuh datang membanjir seakan -akan tiada habisnya, padahal dia tentu saja tidak mungkin melawan ratusan orang terus-menerus.

Hwesio ini memang sengaja mencari sebanyak-banyak lawan hanya karena untuk memberi kelonggaran napas bagi teman-temannya yang lain, agar mereka itu dapat lolos dengan lebih gampang.

Sementara itu, pertandingan yang terjadi di antara Tok sim Sian-li dengan Hok Sun juga tidak kalah serunya.

Kedua orang muda ini bertempur dengan sengit, terutama Lie Lan yang merasa amat marah karena Yap-goanswe dilarikan orang.

Gadis ini melancarkan pukulan- pukulan Tok-hiat-jiu dan angin panas yang amis memuakkan seperti bau darah membuat Hok Sun hampir muntah-muntah.

Akan tetapi murid Phoa-lojin itu ternyata bukan pemuda sembarangan.

Dengan kipas hitam dan jarum peraknya, pemuda ini berhasil menangkis balik dan juga membalas serangan-serangan lawan dengan tidak kalah hebatnya.

Kebutan kipas hitamnya sedikit banyak berhasil mengusir bau amis yang keluar dari456 kedua lengan Tok-sim Sian-li, dan dengan jarum peraknya dia melakukan serangan bertubi-tubi.

Sebenarnya, kalau dibuat perbandingan, dalam hal ilmu silat dua orang muda ini tidak berselisih jauh.

Phoa- lojin adalah seorang tokoh tua yang telah lama menyembunyikan diri di Pulau Cemara.

Tukang gwamia ini memiliki tingkat kepandaian yang sejajar dengan Ta Bhok Hwesio.

Maka muridnya itupun juga bukan seorang pemuda yang berkepandaian rendah.

Bisa dibilang semua ilmu silatnya telah diwariskan kepada pemuda itu, kecuali ilmu ramal tentunya karena ilmu ini bukanlah ilmu yang bisa dipelajari begitu saja tanpa pembawaan dari lahir, ilmu meramal tidak mung kin akan dapat dimiliki orang-orang biasa.

Dan diantara semua kepandaiannya yang diajarkan kepada Hok Sun, yang paling mahir dimainkan pemuda itu adalah permainan kipas dan jarum perak.

Memang pemuda ini adalah keturunan seorang siucai (pelajar), maka agaknya bakat-bakat orang tuanya menurun kepadanya.

Itulah sebabnya maka Phoa lojin yang memiliki bermacam-macam ilmu, lalu menurunkan dua ilmu silat khusus yang dinamakan Lo thian Sanhoat (Ilmu Kipas Pengacau Langit) dan Jing-sin-ciam-hoat (Ilmu Silat Seribu Jarum Sakti).457 Dengan dua ilmu silat kipas dan jarum peraknya ini, Hok Sun telah merobohkan banyak penjahat sehingga dia dijuluki orang Gin ciam Siucai atau Pelajar Berjarum Perak.

Dan memang hebat pemuda ini, sekali dia mainkan ilmu silat jarum dan kipasnya, maka senjata kecil itu akan berobah menjadi cahaya keperakan yang berkeredepan seakan-akan seribu batang jarum kecil yang menyambar-nyambar lawan dengan kecepatan luar biasa.

Apalagi kalau dia barengi dengan permain an kipas hitam, maka senjatanya ini merupakan awan lebar yang menutupi mata lawan sehingga dengan mudah dia akan melancarkan serangan tak terduga.

Akan tetapi, menghadapi murid tunggal Cheng gan Sian-jin si gembong iblis, kali ini Hok Sun benar-benar ketemu tanding.

Lawannya itu memiliki kelebihan ginkang yang amat luar biasa sekali.

Gadis itu bergerak seperti burung walet, tubuhnya melesat kesana kemari dengan gerakan yang luar biasa cepat dan ringannya sehingga serangan kipas hitam dan jarum peraknya selalu gagal.

Mengandalkan ilmu ginkangnya yang disebut Cui beng Ginkang atau Ginkang Pengejar Roh, Lie Lan atau Tok - sim Sian-li itu benar-benar hebat sekali.

Apalagi setelah gadis ini mengeluarkan pukulan-pukulan Tok-hiat jiu yang amat dahsyat, perlahan-lahan Hok Sun mulai terdesak.

Dengan mati-matian pemuda ini melindungi458 diri dari sambaran pukulan lawan karena mencium baunya, Hok Sun maklum bahwa pukulan gadis itu mengandung racun darah yang jahat sekali.

Pernah dulu gurunya bercerita tentang ilmu yang amat ganas ini, dan diam-diam hatinya bergidik ngeri.

Konon kabarnya jika orang terkena Pukulan Darah Beracun ini, tubuh yang bersangkutan akan terserang gatal-gatal seperti digigiti semut api dan perlahan-lahan tubuh orang itu akan pecah pembuluh darahnya dan seluruh pori-porinya akan dirembesi darah beracun! Teringat sampai di sini, muka Hok Sun menjadi pucat dan dengan seluruh kemampuannya dia lalu mengeluarkan bentakan nyaring dan memutar kipas hitam serta jarum peraknya.

"Gadis siluman, aku akan mengadu nyawa denganmu !"

Pemuda itu berteriak marah dan penasaran sekali.

Masa dia akan kalah oleh gadis cantik berhati iblis ini? Padahal selama petualangannya di dunia kang- ouw, belum pernah dia bertemu tanding yang setimpal.

Maka kenyataan betapa dia malah terdesak oleh lawannya itu membuat Hok Sun menjad i marah dan gemas sekali.459 Sebaliknya, Lie Lan sendiri yang telah dibakar kemarahan dan cemburu melihat Bu Kong dilarikan gadis baju hijau tanpa dia dapat berbuat sesuatu karena dihalang- halangi pemuda ini, juga semakin b e r k o b a r kemarahannya.

Enampuluh jurus sudah mereka bertanding, dan dia masih juga belum dapat merobohkan pemuda baju putih ini.

Pukulan -pukulan Tok-hiat-jiu yang dilakukannya belum pernah mengenai lawan dengan telak, paling-paling angin pukulannya saja yang menyerempet.

Dan walaupun hal ini telah membuat pemuda itu terhuyung-huyung dan terdesak akan tetapi lawannya itu masih belum roboh.

Maka saking marah dan penasarannya, gadis ini tiba - tiba melengking tinggi dan tangan kirinya bergerak.

Sebuah bendera kecil segi tiga tahu-tahu telah berada di tangannya dan dengan senjata keramat ini, gadis itu lalu menerjang kembali dengan lebih hebat lagi.

"Bendera Iblis!"

Hok Sun berseru kaget dan sepasang matanya terbelalak gentar.

Sudah lama dia mendengar tentang bendera pusaka Cheng-gan Sian-jin ini yang telah merobohkan entah berapa banyak orang lihai, dan karena hatinya terguncang, hampir saja dia kurang cepat mengelak.460

"Wutt-brett!"

"Aihh....!"

Hok Sun berteriak kaget dan dia melompat ke belakang.

Baju di pundak kanann ya robek disambar bendera kecil itu dan sedikit saja dia terlambat, tentu daging pundaknya akan hancur dibabat Bendera Iblis! Tentu saja kenyataan ini membuat pemuda itu terkejut sekali.
Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Tadi sebelum lawan mengeluarkan bendera saja dia sudah terdesak mundur dan kewalahan.

Dan yang paling membuatnya bingung adalah bau amis yang menyambar-nyambar dari kedua lengan gadis itu.

Hal ini membuatnya ingin muntah-muntah dan hanya berkat kebutan kipas serta menahan napas saja dia berhasil mempertahankan diri.

Akan tetapi kalau dia terus-menerus menahan napas, bagaimana mungkin dia akan kuat bertahan? Inilah yang membuat Hok Sun gelisah.

Seperti kita ketahui dalam

Jilid ke tujuh, Cheng gan Sian-jin dalam pertandingannya yang amat hebat melawan Malaikat Gurun Neraka tidak pernah mengeluarkan bendera keramatnya.

Hal ini disebabkan karena bendera pusaka itu oleh Cheng-gan Sian-jin diberikan kepada muridnya.

Dalam anggapan datuk sesat ini yang terlalu bersikap jumawa, dia merasa tidak perlu mengeluarkan bendera pusakanya itu.

Untuk orang seperti dia, benda apa saja dapat461 dipergunakan sebagai senjata.

Misalnya saja seperti pengikat rambut dan tongkat ular serta tasbeh hitamnya.

Bukankah tiga macam senjata ini sudah lebih daripada cukup untuk menghadapi Malaikat Gurun Neraka? Apalagi disampingnya masih terdapat beberapa anak buahnya yang memiliki kepandaian tinggi.

Sama sekali Cheng gan Sian-jin tidak mengira bahwa Malaikat Gurun Neraka ternyata merupakan manusia luar biasa yang jarang dicari tandingannya.

Dia malah dibuat kalang kabut dan baru sekali ini, selain manusia berkedok dulu, kakek itu harus mengakui keunggulan lawan.

Dia terpaksa lari terbirit-birit menjauhi pukulan halilintar yang meledak-ledak di kedua tangan pendekar sakti itu! Sekarang, dengan Bendera Iblis di tangan, sepak terjang Tok-sim Sian-li menjadi jauh lebih ganas dan mengerikan.

Perlu diketahui bahwa sebenarnya bendera pusaka ini telah diisi mantra-mantra ilmu hitam oleh Cheng-gan Sian jin, maka tidaklah heran kalau benda itu memiliki pengaruh yang meng erikan bagi lawan.

Belasan tahun lamanya Cheng-gan Sian-jin bertapa semenjak kekalahannya dulu dan bendera keramatnya diisi dengan kekuatan-kekuatan hitam hasil tapanya yang amat tekun.462 Bendera Iblis di tangan Lie Lan adalah bendera asli yang dulu dibawa-bawa gurunya untuk menundukkan ketua-ketua partai persilatan dan benda ini mengeluarkan pengaruh yang mengguncang batin bagi pihak musuh.

Maka tidaklah heran kalau perbawa hitam yang ada di bendera itu membuat batin Hok Sun bergetar.

Senjata itu seolah-olah memiliki pengaruh mengerikan, setiap kali menyambar seakan - akan mempunyai hawa gaib yang melumpuhkan semangatnya.

Inilah sebabnya mengapa ketika tadi bendera itu berkelebat, Hok Sun kurang cepat mengelak karena kedua kakinya mendadak menggigil tanpa dikehendaki.

Dengan begini, tentu saj a keadaan pemuda itu semakin terdesak hebat.

Mulailah dia mengeluh dan setiap kali dia menangkis dengan kebutan kipasnya, lengannya gemetar setengah lumpuh.

Bahkan suatu ketika dalam pertemuan langsung dimana gadis itu menyerang ganas dengan bendera keramat menghantam kepalanya, kipas yang dipakai menangkis tiba-tiba terlepas dari tangannya dan terpental jauh.

"Ahhh......!"

Hok Sun berseru kaget dengan muka pucat dan pada saat itu, Tok sim Sian-li memutar senjatanya463 dan dengan gagang bendera gadis ini menusuk dahi Hok Sun dengan kecepatan kilat ! "Mampuslah....!"

Murid Cheng-gan Sian-jin itu berteriak girang dan mulutnya menyeringai seperti kuntianak haus darah.

Hok Sun yang berada di ambang maut ini ternyata masih cukup hebat.

Melihat betapa serangan itu datang mengancam dahinya, pemuda ini berteriak dan jarum perak di tangan kirinya menangkis cepat dan dia mengerahkan semua kekuatannya untuk menyelamatkan diri.

"Trakk!"

Gagang Bendera Iblis berhasil ditangkis, akan tetapi karena jarum di tangan Gin-ciam Siucai jauh lebih kecil dan ringan, maka Hok Sun tidak mampu mempertahankan diri lagi dan kali ini jarum peraknya juga terlepas karena tangkisan yang amat keras itu membuat telapaknya pecah berdarah.

"Hi-hi-hikk, pemuda tolol, terimalah kematianmu dengan mata meram !"

Tok-sim Sian-li terkekeh dan melengking nyaring, berkelebat ke depan dan menyerang pemuda itu dengan dua pukulan maut.

Bendera Iblis di tangan kanan menyambar ubun -ubun sedangkan tangan kirinya melancarkan pukulan Tok- hiat-jiu ke arah lambung Hok Sun.

Murid Phoa-lojin ini464 terbelalak, dia sedang terhuyung-huyung akibat menangkis tadi, maka dua buah serangan maut yang dilakukan oleh gadis itu sudah tidak sempat dielakkan lagi.

Apalagi dua buah senjatanya sudah terlepas semua, bagaimana akan sanggup melawan murid Cheng-gan Sian-jin yang seperti siluman betina ini? Maka dia menerima datangnya maut ini dengan mata membuka lebar dan sikap tabah.

"Plakk! Desss! Aiihhhh.........!"

Lie Lan menjerit dan tubuhnya terpental.

Sesosok bayangan kecil kurus tiba-tiba berkelebat menangkis dua buah serangannya tadi dan gadis ini kaget bukan main.

Dia merasa betapa telapak tangan kanannya pedas dan hampir saja Bendera yang dipegangnya terlempar.

Tentu saja Lie Lan terkejut dan gadis ini berjungkir balik untuk mematahkan tangkisan yang luar biasa kuatnya itu dan memandang ke depan.

Dan gadis ini berdiri terbelalak ketika dia melihat seorang laki-laki tua berpakaian nelayan berdiri di depan pemuda yang menjadi lawannya itu.

Kakek in i kecil kurus, tangan kanannya memegang papan catur yang tadi dipakai menangkis bendera keramatnya dan melihat bentuk tubuh serta pakaiannya yang sederhana, tidak nampak suatu keistimewaan apapun.

Akan tetapi, ternyata kakek kurus sederhana ini telah465 membuatnya terpental dan dari tangkisan tadi, Lie Lan maklum bahwa kakek berpakaian nelayan itu memiliki tenaga sinkang yang amat kuat sekali.

Kakek ini bukan lain adalah Phoa-lojin, guru Gin-ciam Siucai Hok Sun.

Dalam pertandingan kacau-balau di tempat itu, kakek ini juga tidak tinggal diam.

Dia melompat mendekati wanita berambut keemasan yang dikenalnya sebagai tokoh dari tujuh propinsi itu, yakni Kim -bian atau Si Rase Emas.

Beberapa tahun yang lalu, pernah dia bertemu dengan Si Rase Emas ini yang menculik dua orang pemuda tampan untuk dijadikan mangsa NAFSU berahinya, akan tetapi dia berhasil menghalangi dan membebaskan dua orang pemuda itu dari cengkeraman wanita ganas ini.

Dan sekarang, secara tak terduga-duga kembali dia melihat munculnya wanita ini sebagai anak buah Cheng-gan Sian-jin si pentolan kaum sesat.

Phoa-lojin tahu bahwa Si Rase Emas itu adalah seorang wanita yang memiliki kepandaian tinggi, bahkan agaknya tidak kalah kalau dibandingkan dengan Hek-mo-ko yang dilayani Ta Bhok Hwesio yang mempermainkan lawannya sambil tertawa-tawa.

Itulah sebabnya mengapa kakek ini lalu menghadapi Kim -bian yang tentu saja amat terkejut melihat hadirnya kakek berpakaian nelayan yang dulu pernah mengalahkannya itu.466 Tanpa banyak c a k a p Si Rase Emas lalu maju menerjang dan seperti biasa, dia mempergunakan sepasang sabuk hitamnya yang mengandung racun masih dibantu pula dengan permainan rambutnya yang panjang keemasan.

Kim-bian menyerang kakek itu dengan kemarahan meluap, terutama ketika dia teringat betapa kakek ini dulu berani menghalang-halangi maksudnya, kebencian wanita ini semakin menjadi-jadi.

Akan tetapi, seperti juga tujuh tahun yang lewat, sekarangpun dia masih tidak mampu mengalahkan lawannya.

Bahkan dialah yang terdesak hebat oleh pukulan-pukulan kakek itu yang setiap kali menggerakkan lengannya, tentu dibarengi oleh hawa lweekang yang membuat dadanya sesak.

Sam baran angin pukulan Phoa-lojin terlalu berat bagi Si Rase Emas dan akhirnya, tidak sampai tigapuluh jurus mereka bertanding, Kim-bian harus mengakui keunggulan lawannya dan dia muntah darah terkena pukulan sakti kakek itu.

Malah sepasang sabuknya putus dijambret dan belasan helai rambut emasnya berodol dicengkeram kakek berpakaian nelayan ini! Tentu saja wanita itu gentar.

Sambil menjerit setengah menangis, dia lalu memutar tubuh dan meloncat pergi meninggalkan Phoa-lojin.

Sementara itu, Hek-tung Lo- kai dan teman-temannya yang lain menghadapi orang-467 o r a n g kang-ouw yang datang menyerbu dan karena anak buah Cheng-gan Sian-jin ini rata-rata memiliki kepandaian tinggi, maka mereka itu berhasil mendesak musuh dan beberapa orang kang ouw malah dapat mereka lukai.

Pertempuran yang kacau balau dan ruangan yang terbakar itu mengundang datangnya para perajurit dan perwira-perwira mereka.

Dan Phoa-lojin terkejut sekali melihat betapa tempat itu telah dikurung ratusan perajurit bersenjata dan tampaklah ribuan obor menyala terang dipasang di sekeliling gedung milik Cheng gan Sian-jin ini.

Kakek ini terkejut dan wajahnya berobah.

Untunglah pada saat itu si hwesio Tib et telah berhasil merobohkan Hek-mo ko dan kini menerjang ke arah Liong-tung Lo-kai untuk menggempur desakan mereka terhadap orang-orang kang-ouw.

Melihat betapa orang-orang kang-ouw yang menyerbu itu kini dapat bernapas longgar dan mentaati perintah Ta Bhok Hwesio untuk keluar dari tempat itu dan beramai-ramai membuka jalan darah dengan merobohkan perajurit - perajurit yang berani menghadang, Phoa-lojin menarik napas lega.

Akan tetapi, ketika kakek ini menoleh dan menyaksikan betapa muridnya nyaris terancam malapetaka di tangan gadis lihai yang amat ganas itu, Phoa-lojin terkejut sekali.

Sepak terjang murid perempuan Cheng -468 gan Sian jin itu sungguh telengas bukan kepalang.

Kipas Hok Sun sudah terlempar dan kini jarum peraknya juga terpental ketika membentur Bendera Iblis di tangan Tok-sim Sian li.

Maka tanpa ayal lagi kakek ini lalu berkelebat ke depan dengan kecepatan luar biasa dan dengan tepat dia berhasil menyelamatkan nyawa murid tunggalnya itu.

Kini kakek itu berdiri melindungi Hok Sun dan tanpa menoleh Phoa-lojin lalu berkata.

"Hok Sun, cepat ambil senjatamu yang terlempar itu dan pergilah ke bagian barat. Biar aku yang menghadapi nona ini !"

Kata-kata ini diucapkan dengan nada tergesa-gesa dan pemuda itu lalu bangkit berdiri dan melompat bangun.

Hok Sun maklum bahwa kalau gurunya berbicara seperti itu, tentu ada sesuatu yang agaknya harus dilakukan.

Dia tidak banyak membantah dan segera memungut dua buah senjatanya dan melompat pergi.

"Baik, suhu,"

Pemuda itu menjawab dan tubuhnya berkelebat ke bagian barat dan sama sekali tidak menengok lagi ke arah Lie Lan. Tentu saja Lie Lan marah sekali.

"Mau lari kemana kau?"

Gadis ini membentak dan tangannya bergerak.

Belasan sinar kuning berkeredepan ke depan menyambar punggung Hok Sun.

Itulah ui-tok-ciam469 (jarum racun kuning) yang dimiliki gadis ini sebagai amgi (senjata gelap).

Akan tetapi Phoa-lojin tidak membiarkan jarum-jarum halus itu mengganggu perjalanan muridnya.

Kakek ini mengeluarkan seruan perlahan dan tangan kanannya mengebut ke arah jarum-jarum itu dan.....

semua jarum halus ini runtuh di atas lantai.

"Kau...! Keparat tua bangka sialan!"

Lie Lan memaki dan dengan gemas dia lalu menyerang kakek itu.

Gerakannya cepat, loncatannyapun kuat.

Bendera Iblis di tangannya menderu menyambar wajah kakek ini dan tangan kirinya bergerak menghantam lambung dengan pukulan Tok-hiat-jiu yang mengeluarkan bau amis memuakkan itu.

"Hemm, nona yang ganas sekali, juga keji !"

Kakek Phoa berseru dan dia mengangkat papan caturnya, menangkis sambaran bendera keramat dan tangan kirinya mendorong ke depan menyambut serangan Tok- hiat jiu.

"Plak-desss!"

Lie Lan memekik nyaring, Bendera Iblis di tangan kanannya terpental dan gadis ini merasa betapa470 telapak tangannya pedas dan ngilu sekali.

Dan gadis ini semakin terkejut ketika melihat betapa kakek itu berani menerima pukulan Tok-hiat-jiu yang dilancarkannya dengan sikap demikian tenang.

Sedetik mukanya berobah karena kalau ada lawan yang berani menerima pukulannya ini, berarti bahwa kakek itu betul-betul bukan orang sembarangan.

Dan betul saja, begitu tangan kirinya bertemu dengan telapak kakek itu, gadis ini merasa betapa pukulannya yang amat dahsyat itu seakan-akan bertemu dengan kapas yang amat lunak dan dalam, membuat pukulannya seperti lenyap ke dalam sebuah samudera dan sebelum dia hilang kagetnya, tiba-tiba saja dari telapak tangan lawan muncul tenaga yang amat kuat mendorong dari dalam! Inilah sejenis pukulan lweekang yang dinamakan orang "Melenturkan Karet melentingkan Busur", sebuah ilmu silat yang amat langka dipunyai orang dan konon kabarnya telah lenyap ratusan tahun yang lalu.

Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Maka dapat dibayangkan betapa kagetnya murid Cheng -gan Sian-jin itu ketika tiba-tiba pukulan Tok-hiat-jiunya yang amblas ke dalam telapak lawan, mendadak mental dan menghantam dirinya dengan kekuatan dua kali lipat daripada semula! "Aihhh! Bresss...!"471 Lie Lan menjerit dengan muka pucat dan tub U H gadis ini terlempar ke belakang dengan amat kuatnya.

Dia tidak dapat menahan diri karena Tok-hiat-jiu yang membalik dan menghantam diri sendiri itu sama sekali di luar dugaannya.

Maka, tanpa ampun lagi gadis ini terbanting di atas lantai dan seluruh tubuhnya membengkak merah karena racun Tok-hiat-jiu yang terpukul balik! Kenyataan ini membuat Lie Lan terbelalak dan gadis itu mengeluh.

Dia tahu apa yang telah terjadi.

Pukulan Darah Beracun telah menyerang dirinya sendiri dan kalau dia tidak cepat bertindak, dalam waktu sekejap saja tentu pembuluh-pembuluh darah di tubuhnya akan pecah! Maka tanpa menghiraukan segala sesuatu di sekelilingnya gadis in i lalu duduk bersila dan menelan obat penawar, kemudian memejamkan mata mengerahkan sinkang untuk mengobati luka dalam yang amat berbahaya itu.

Phoa-lojin memandang dan kakek ini tidak melanjutkan serangannya.

Dia hanya menarik napas panjang dan berkata perlahan.

"Sungguh sayang seorang gadis secantik ini harus berjalan di tempat gelap. Nona, kau agaknya memang telah ditakdirkan untuk mengalami banyak penderitaan. Agaknya dosa-dosa orang tuamu harus kaupikul di dunia ini, hemm...."472 Dan sejenak kakek ini memejamkan matanya seolah- olah mengheningkan cipta lalu alisnya berkerut dan membuka kembali matanya. Dia tadi sedang menarik ilham untuk mengetahui keadaan sekeliling dan tiba - tiba wajah kakek ini berseri. Sementara itu, Ta Bhok Hwesio yang dikeroyok banyak orang berteriak-teriak dan tubuhnya berkelebatan cepat diantara sambaran senjata musuh. Sebenarnya, kalau hwesio ini mau, tentu saja dia dapat meninggalkan para pengeroyoknya dan melarikan diri. Akan tetapi, karena orang-orang kang-ouw tadi belum semuanya keluar, maka dia sengaja melayani musuh - musuhnya ini. Mengandalkan kecepatan ginkangnya, Ta Bhok Hwesio melayang-layang seperti burung di udara dan selama ini belum ada satupun senjata yang berhasil mengenai dirinya. Bahkan, dengan kebutan ujung jubahnya kakek ini membuat semua senjata mental balik dan melukai tubuh pemiliknya. Hal ini membuat Panglima Ok marah bukan main. Tombak terbangnya yang biasanya amat diandalkan itu ternyata sama sekali tidak berdaya terhadap hwesio Tibet yang amat lihai ini. Maka satu-satunya jalan baginya ialah mengerahkan semua para pembantunya agar hwesio itu kehabisan napas dan dikuras tenaganya. Dan betul saja, setelah kini orang -orang kang-ouw sudah tidak tampak lagi di situ dan api yang473 membakar ruangan besar ini berhasil dipadamkan, sekarang kakek itu tidak dapat keluar dari kepungan musuh yang amat tebal ! Hwesio tua ini mulai mendongkol dan kalau tadi dia hanya merobohkan tanpa membunuh sehingga orang-orang ini masih mampu melompat bangun dan menyerangnya kembali, adalah sekarang dia terpaksa bersikap keras. Dia sudah mulai lelah, akal licik Ok-ciangkun termakan olehnya dan kalau dia tidak cepat-cepat keluar dari kepungan, tentu dia benar-benar terancam bahaya. Apalagi teriakan-teriakan panglima itu yang berkali-kali menyuruh agar dia "dibacok mampus"

Atau "disate kambing", hwesio ini tidak mau main-main lagi.

"Sialan, kalian ini kerbau-kerbau dungu semua. Kalau pinceng tidak ditahan oleh perasaan welas asih, bagaimana kalian akan mampu bangkit lagi? Heii, Ok - ciangkun, suruh anak buahmu ini mundur, jika tidak, hooo, pinceng terpaksa melakukan pantangan membunuh !"

Ta Bhok Hwesio berseru sementara kedua lengannya mengibas. Sebelas orang musuh terlempar bagaikan disapu angin puyuh dan kakek ini melompat ke depan.

"Hemm, keledai gundul, muridmu telah mengacau di perkumpulanku, bagaimana kau minta bebas? Hayo bayar dulu dengan nyawamu !"

Liong-tung Lo-kai yang474 tadi disambar bergulingan oleh hawa pukulan hwesio ini, berteriak dari samping dan menyerang dengan Liong-thouw-tung (Tongkat Kepala Naga) sehingga tongkat ketuanya itu mengeluarkan angin menderu.

Dan pada saat itu, dari sebelah kanan Mo-kiam Sie Giam Tun yang juga merasa sakit hati kepada hwesio ini karena dulu dia dipermainkan gadis baju hijau yang menjadi murid kakek itu, mengayun pedangnya membacok pundak dengan kecepatan kilat.

Dua buah serangan ini dilakukan hampir serentak dan baru saja meluncur setengah jalan, sekonyong -konyong disusul ledakan selendang sutera dan sambaran kebutan ekor kuda yang dikerjakan Hwa tok-ciang si tokoh banci.

Tentu saja tiga macam serangan yang beruntun ini amat hebat sekali.

Ta Bhok Hwesio terkejut dan kakek ini mengeluarkan seruan keras.

Tongkat Kepala Naga yang menyambar kepalanya dihindarkan dengan cara menarik leher ke samping dan ketika senjata itu lewat di sisinya, secepat kilat tangan kanan hwesio ini menyambar dan tongkat itu dicengkeramnya! Sementara itu, pada detik berikutnya, pedang Hek-mo- kiam di tangan Sie Giam Tun tiba dan kakek ini menyendal Tongkat kepala Naga kuat-kuat untuk dihantamkan kepada pedang hitam.475

"Hehh?!"

"Traanggg! Oohhh!"

Liong-tung Lo-kai dan Si Pedang Setan berteriak kaget ketika senjata mereka saling pukul sehingga menerbitkan suara nyaring dan tiba - tiba tubuh mereka mencelat didupak kaki si hwesio yang menyerampang cepat.

Gerakan ini dilakukan Ta Bhok Hwesio dengan kecepatan luar biasa dan menyusul kemudian, ketika selendang di tangan si banci meledak dan kebutan ekor kudanya menotok ulu hati, hwesio ini menggeram marah dan tanpa menghiraukan dua serangan mematikan itu, dia melangkah maju dan kedua tangannya mencengkeram pinggang Hwa-tok-ciang lalu diangkat dan dibanting! "Heiiiii....??"

Si banci berseru kaget dan heran, dia hendak melompat mundur, namun terlambat.

Selendang suteranya mengenai pelipis kakek itu dan tepat mengenai jalan darah, akan tetapi sama sekali tidak merobohkan hwesio sakti ini.

Malah, totokan kebutan ekor kudanya yang juga mengenai ulu hati hwesio itu, hanya mengeluarkan suara "tess"

Perlahan seolah-olah bertemu dengan benda karet yang lunak dan sama sekali tidak menimbulkan bekas apa-apa pula.

Ta Bhok Hwesio telah menggunakan ilmunya memindahkan jalan darah, maka itulah sebabnya mengapa serangan si banci ini tidak mempengaruhinya.476 Bahkan sekarang Hwa-tok cianglah yang berteriak ketakutan karena tanpa sempat mengelak lagi, pinggangnya dicengkeram dan dia dibanting oleh kakek itu.

"Bresss! Adoouhh.......!"

Si banci melolong dan pinggangnya patah, berkelojotan sejenak lalu diam tak berkutik lagi, tewas dengan mata melotot!477 Peristiwa ini berlangsung dengan luar biasa cepatnya dan tidak ada satu orangpun yang sanggup menolong.

Ta Bhok Hwesio yang sudah mulai gusar karena diserang terus-menarus, mulai menurunkan tangan besinya dan para pengeroyoknya mulai menjadi gentar.

Panglima Ok terkesiap melihat tewasnya Hwa-tok-ciang di tangan hwesio kosen itu dan tiba-tiba panglima itu menangkap seorang perajurit yang berada di dekatnya.

Sementara si perajurit terkejut mengapa dirinya dicengkeram oleh atasannya ini, Ok-ciangkun mengeluarkan bentakan perlahan dan tubuh perajurit itu tahu-tahu dilontarkan ke arah si hwesio.

"Aiihhh..... !"

Perajurit itu berteriak ngeri dan dia hanya dapat memandang dengan mata terbelalak dan muka pucat.

Dilemparkan kepada hwesio yang sedang marah ini sama saja dengan menyerahkannya kepada seekor singa! Ta Bhok hwesio sejenak tertegun, tidak mengerti kenapa Panglima Ok melemparkan anak buahnya ini.

Akan tetapi, tanpa banyak cakap dia menyambut dan menangkap leher baju orang, lalu melontarkannya jauh keluar kepungan musuh sehingga perajurit itu memekik dan terbanting dengan tulang patah-patah.478 Dan inilah sebenarnya saat yang dinanti-nanti oleh Ok- ciangkun.

Begitu hwesio ini tertarik perhatiannya kepada si perajurit dan sekejap pandangan matanya terhalang, tiba-tiba panglima tinggi kurus yang merasa amat geram dan penasaran itu menggerakkan lengannya secepat kilat.

Tombaknya diluncurkan mengikuti tubuh perajurit yang sengaja dikorbankannya itu dan karena terhalang badan anak buahnya, maka Ta Bhok Hwesio yang sama sekali tidak menyangka akal muslihat ini dibuat mencelos hatinya ketika tiba-tiba mata tombak sudah berada di depan dadanya ! "Singggg...!"

Tombak terbang sang panglima sekonyong -konyong mendesing setelah mendekati sasarannya dan muka hwesio sakti itu berobah.

Kagetnya bukan kepalang karena dia sama sekali sudah tidak ada waktu untuk meloncat.

Satu-satunya jalan hanyalah mengerahkan kekuatan lweekangnya untuk melindungi diri dari ancaman mata tombak.

Dan inipun cepat dilakukan oleh kakek ini.

"Crapppp....!"479 Ta Bhok Hwesio menggereng dahsyat, tombak terbang Ok-ciangkun memang berhasil ditahannya sehingga tidak sampai menembus jantung, akan tetapi toh senjata itu menancap satu senti di dalam kulit dagingnya ! Darah mengucur keluar dan kakek ini naik darah.

"Bagus, kalian semua memang minta mampus! Baiklah, pinceng akan menuruti kemauan kalian. Haaiiittt......!"

Ta Bhok Hwesio memekik dengan seruan mengguntur, tangannya meraih dan secepat kilat kakek ini telah mencabut tombak yang menancap di dadanya itu.

Darah mengucur semakin deras dan hal ini agaknya membuat hwesio ini menjadi beringas.

Sambil mengeluarkan pekik nyaring, kakek ini lalu menerjang ke depan dan tombak rampasannya diputar sehingga mengeluarkan suara mengaung-aung.

Gegerlah keadaan di situ.

Para perajurit dan perwira yang memang sudah merasa jerih terhadap hwesio sakti ini, sekarang saling berteriak-teriak ramai dan......

berlompatan mundur melarikan diri ! Ok-ciangkun terkejut.

Tadi dia merasa pasti bahwa lawannya itu akan roboh dan disate oleh tomb ak terbangnya yang meluncur di balik halangan tubuh perajurit yang dilemparkannya.

Sama sekali dia tidak menyangka bahwa kakek itu kiranya betul-betul hebat480 sekali dan tenaga lweekangnya amat kuat sehingga dapat menahan tikaman senjatanya.

Luka yang diderita oleh hwesio itu meskipun mengeluarkan banyak darah, akan tetapi sebenarnya hanya merupakan luka kulit yang kurang berarti.

Akan tetapi, kalau darah terus - menerus keluar, tentu saja keadaan kakek itu bukannya tidak berbahaya.

Sekarang, melihat betapa Ta Bhok Hwesio menggereng dan tampak murka sekali, mau tak mau hati panglima ini menjadi gentar juga.

Tadi dilawan oleh sekian banyak orang, hwesio itu masih dapat bertahan dan sikapnya penuh main-main.

Kini, setelah kakek itu dikuasai kemarahan yang meluap dan anak-anak buahnya pada melarikan diri ketakutan, bagaimana dia berani menghadapi kakek itu seorang diri? Sayang dua orang rekannya, yakni Panglima Kiang dan Panglima Han, pada waktu itu sedang menjalankan tugas di luar memenuhi perintah rahasia sri baginda.

Kalau tidak, dengan adanya dua orang panglima itu dia tentu akan dapat menundukkan hwesio yang lihai bukan main ini.

Maka yang segera dilakukan oleh Panglima Ok yang licik ini adalah menyelinap kabur! Dia tidak mau mengambil resiko terlalu berat, akan tetapi dia akan melakukan sesuatu untuk merobohkan kakek itu.

Dan ini mengharuskan dia menjalankan siasat perang, yakni membiarkan hwesio itu keluar dari ruangan ini dan481 begitu tiba di luar, dia hendak memerintahkan barisan pendam yang bersembunyi di sekeliling gedung itu untuk menyerang dengan anak-anak panah! Inilah yang paling menguntungkan bagi pihaknya.

Melawan seorang tokoh kang ouw yang kawakan macam hwesio itu tidak boleh dilakukan dari jarak dekat, namun harus diserang dari jarak jauh.

"Semua pasukan, mundurrr......!"

Ok-ciangkun memberi aba-aba dan tubuhnya lenyap di balik sebuah pintu tembusan.

Para perajurit yang mendengar perintah ini, tanpa diulang dua kali sudah berserabutan seperti anjing buduk dikejar ular berbisa.

Akan tetapi yang dapat melarikan diri dari amukan Ta Bhok Hwesio hanyalah orang-orang yang berada di bagian belakang.

Sedangkan yang berada di bagian depan, semuanya sudah roboh malang-melintang diserampang atau ditusuk tombak yang menyambar-nyambar dari tangan kakek sakti itu.

Bahkan Liong-tung Lo-kai dan Mo-kiam Sie Giam Tun sendiri yang menyaksikan tewasnya Hwa tok ciang dalam segebrakan tadi, sudah lama menghilang, mendahului Ok-ciangkun ke tempat aman! Dan pada saat itulah Phoa-lojin juga baru saja berhasil merobohkan Lie Lan dengan pukulan sinkangnya.

Kakek482 ini sejenak bengong di tempatnya melihat betapa seperti orang kalap, temannya itu mengejar -ngejar musuh dan ada empat puluh orang lebih mandi darah di ruangan ini.

Tentu saja kakek itu terkejut.

Bukanlah maksudnya untuk membunuh-bunuhi orang di kompleks istana ini.

Yang membuatnya datang kemari adalah untuk menolong Yap-goanswe dan sedikit memberi hajaran kepada anak buah Cheng-gan Sian-jin.

Mengenai para perajurit? Ah, sekilaspun tidak ada maksudnya untuk mengamuk dan membunuh-bunuhi orang-orang tak berdosa itu.

Perajurit lawannya perajurit, hal itu bukan bagian mereka.

Akan tetapi mengapa Ta Bhok Hwesio yang biasanya suka ugal-ugalan ini marah sekali? "Oohhh.....!"

Akhirnya kakek ini mengerti ketika dia melihat darah yang keluar dari luka di dada sahabatnya itu. Kiranya hwesio Tibet ini terluka dan karena naik darah, mengamuklah dia sejadi-jadinya di tempat itu.

"Lo-heng, hentikan sepak terjangmu yang salah kaprah ini !"

Phoa lojin berseru dan tubuhnya melayang ringan mendekati hwesio itu.

Akan tetapi Ta Bhok Hwesio yang sudah murka, begitu mendengar desir angin di dekatnya, segera mengira kedatangan musuh baru.

Tanpa menghiraukan teriakan483 si kakek nelayan, hwesio ini membalikkan tubuh dan tombaknya menusuk dengan kecepatan luar biasa.

"Mampus kau.....!!"

"Ehh.....?"

Phoa-lojin terkejut dan terpaksa dia mengangkat papan caturnya dan bertemulah dua macam senjata itu di tengah udara.

"Prakk!"

Terdengar suara beradunya tombak dan papancatur, dan Ta Bhok Hwesio mencelat mundur karena tombaknya patah-patah sedangkan papan catur di tangan kakek Phoa hancur berantakan ! Ta Bhok Hwesio terperanjat dan ketika dia melihat siapa yang diserangnya ini, matanya terbelalak dan api kemarahannya padam.

"Tua bangka sinting, kenapa kau menyerang aku?"

Katanya melotot. Phoa-lojin tersenyum.

"Lo-heng, siapa menyerang siapa? Bukankah engkau sendiri yang malah menyerang aku? Sungguh lucu, kau yang menyerang malah aku yang ditegur !"

Hwesio Tibet itu membelalakkan matanya dan akhirnya tertawa meringis.

"Wah, betul juga, aku tadi lupa diri, sorry!"484 Ucapannya ini membuat Phoa-lojin tertawa geli.

"Sudahlah, kau kakek gendut dimana-mana selalu bikin onar. Hayo balut lukamu itu dan kita keluar. Menurut perasaanku, bagian barat akan menguntungkan kita, cepat, sebelum Ok-ciangkun merepotkan kita lagi."

Ta Bhok Hwesio mengepal tinjunya teringat kepada panglima licik itu.
Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Hem, aku bahkan ingin mengetok batok kepalanya yang curang itu!"

Katanya bersungut- sungut akan tetapi tangannya bekerja merawat luka di dadanya sehingga darah berhenti mengalir.

Dua orang ini lalu bergerak meninggalkan ruangan itu, dan seperti petunjuk Phoa lojin, mereka berkelebat ke arah barat.

Dengan kepandaian mereka yang tinggi itu dalam sekejap telah tiba diluar dan begitu muncul, tiba-tiba terdengar menjepretnya ratusan anak panah menuju ke arah mereka ! "Sialan, tua bangka bangkotan, mengapa mematahkan tombakku tadi,"

Katanya mengomel.

"Kalau tidak khan bisa untuk membantai tikus-tikus ini !"

Mulutnya mengomel namun tubuhnya tidak tinggal diam, bagai seekor burung rajawali, kakek ini melompat kesana-sini dan kedua lengannya menyampok runtuh anak-anak panah yang menyerang.485 Phoa lojin juga mencontoh perbuatan temannya dan sambil tertawa kakek ini menyahut.

"Loheng, kaupun juga menghancurkan papan caturku. Kalau tidak, bukankan aku tidak akan melompat-lompat seperti katak begini? Lihat kita sekarang dijadikan boneka sasaran oleh orang-orang itu. Hayo naik ke atas !"

Setelah berseru demikian, kakek itu mengebut runtuh anak-anak panah yang menyambar dan sekali totol kakinya, tubuh kakek ini melayang ke atas genteng.

Ta Bhok Hwesio juga tertawa terbahak namun sebelum dia melayang naik, ia menggerakkan kedua lengannya untuk menangkap anak panah dengan sekali raup.

Kemudian dengan menggunakan ginkangnya melayan g ke atas sambil menyambitkan anak panah yang tadi berhasil ditangkapnya ke arah para pemanah itu.

Terdengarlah pekik-pekik kesakitan disana-sini.

Duapuluh lebih anak panah telah meluncur melesat tiga empat kali lebih cepat daripada waktu dibidikkan, maka tidaklah heran para pemiliknya tidak mampu berkelit dan limabelas orang roboh dengan jantung tertembus anak panah, sedangkan selebihnya ada yang menancap di leher, pundak, paha dan seorang yang pada waktu itu kebetulan sedang menungging untuk mengambil panah cadangan, menjerit keras karena pantatnya ditusuk sebatang anak panah yang disambitkan hwesio itu!486 Ta Bhok Hwesio bergelak ketawa dan tubuhnya telah hinggap dengan ringan di atas rumah.

Dua orang kakek ini lalu cepat mengerahkan ginkang mereka meninggalkan tempat itu.

Tubuh mereka merupakan bayangan hitam yang berkelebatan seperti iblis dan sebentar saja dua orang kakek ini telah lenyap.

Sambil berlari, hwesio itu tertawa-tawa geli teringat betapa anak panahnya menancap di pantat perajurit tadi dan kalau saja Phoa-lojin tidak mengomelinya panjang pendek, agaknya hwesio ini masih mau banyak main - main dan menyambitkan anak-anak panah ke pantat musuh-musuhnya.

"Lo-heng, jangan banyak bergurau. Ingat, kita masih berada di sarang lawan dan seluruh pasukan kot a raja telah bangun. Lihatlah, empat pintu gerbangpun tertutup rapat dan kalau kita tidak cepat bertindak, bukankah kita tidak akan dapat keluar dengan selamat?"

Phoa-lojin menegur temannya ini.

Ta Bhok Hwesio tidak menjawab dan matanya memandang ke depan.

Tiba-tiba dia teringat kepada murid perempuannya.

Wah, kalau pintu gerbang ditutup, bagaimana Pek Hong dapat keluar? Seketika mukanya berobah dan sikapnya menjadi serius sekali.

"Lo-jin, bagaimana dengan muridku itu?"

Tanyanya ingin tahu.

Sahabatnya ini adalah seorang ahli ramal,487 dan sudah banyak bukti-bukti yang harus dia akui.

Sekarang, teringat akan nasib muridnya ini dia lalu bertanya kepada Phoa lojin yang memiliki pengetahuan gaib akan hal-hal di muka maupun yang di belakang.

"Hemm, muridmu itu kelabakan, dia terkurung di bagian barat. Itulah sebabnya mengapa aku mengajakmu ke sana dan jangan banyak bergurau lagi."

Mendengar keterangan ini wajah Ta Bhok Hwesio menjadi pucat dan hatinya gelisah bukan main.

"Wahh, kalau begitu kita harus segera menolongnya !"

Serunya gugup dan seketika kakek ini tancap gas, lari seperti terbang mendahului temannya! Phoa-lojin menggeleng-geleng kepala melihat ulah hwesio itu dan segera diapun menambah ginkangnya dan berkelebat menyusul Ta Bhok Hwesio yang telah jauh melun cur di depan seperti anak panah terlepas dari busur.

Ketika mereka sampai di pintu gerbang bagian barat, betul saja, Ta Bhok Hwesio melihat kegaduhan di tempat ini.

Pek Hong dikeroyok banyak orang dan gadis itu tampak kewalahan.

Hebatnya, meskipun ia dikeroyok banyak musuh, sama sekali gadis itu tidak mau melepaskan Bu Kong yang tetap dipanggulnya, sepak terjangnya persis seekor harimau betina, dengan rantai perak di tangan kanan gadis itu membabat lawan yang berani mendekat.

Tubuhnya mandi keringat, akan488 tetapi dengan penuh semangat dia melengking - lengking dan berkelebatan diantara sambaran senjata lawan tanpa kenal menyerah! Sejenak hwesio ini memandang dengan wajah berseri gembira, girang dan juga kagum.

Akan tetapi diam - diam diapun kembali mengagumi ketepatan Phoa-lojin yang dapat menebak semua kejadian dengan amat jitu seolah-olah peristiwa itu tadi telah tampak jelas di depan matanya.

Dan ketika kakek ini menoleh ke kiri, di situpun murid Phoa-lojin juga dikepung banyak musuh dan pemuda ini dengan tangkas mainkan kipas hitam dan jarum peraknya.

Lalu, sedikit berjauhan dari tempat dua orang muda ini bertempur, tampak beberapa orang kang-ouw yang tadi keluar dari gedung kuning juga mati-matian membuka jalan darah agar dapat meloloskan diri dari tempat itu.

"Ha-ha-ha, Phoa-lojin, ramalanmu benar-benar jitu sekali. Sekarang, setelah kita sampai di sini, hayo kita berlumba, siapa kiranya yang lebih dulu berhasil menolong murid masing-masing!"

Ta Bhok Hwesio melayang dari atas genteng sambil tertawa bergelak, tubuhnya menyambar ke bawah seperti sikap seekor burung besar menerkam domba.

Kedua tangannya mendorong dan serangkum angin pukulan yang luar biasa hebatnya membuat duapuluh489 pengeroyok Pek Hong menjerit dan terlempar bergulingan.

Tidak berhenti sampai di sini saja, kakek itu lalu menggerakkan kedua kaki tangannya berganti - ganti dan tubuh orang-orang itupun terpental seperti bola ditendang dan terjungkal dengan tulang -tulang patah! "Suhu.......!"

Pek Hong menoleh dan ber teriak girang, seketika semangatnya meluap melihat betapa gurunya datang pada saat yang tepat.

Dia sudah mulai kebingungan dan gelisah melihat pengeroyokan musuh yang amat banyak.

Jatuh satu maju dua, roboh empat maju sepuluh.

Kalau begini terus-terusan, bukankah keadaannya runyam sekali? Syukurlah, pada saat dia dicekam kecemasan dan telah mengambil tekad untuk bertempur sampai mati, suhunya tiba-tiba datang menolong.

Gadis ini lalu memekik nyaring dan rantai peraknya menyambar dahsyat.

Lima perajurit roboh terjungkal dihantam senjatanya dan Pek Hong lalu berkelebatan cepat mengandalkan ginkangnya yang disebut Coan-goat-hui.

Mulailah gadis ini mengamuk dengan amat hebatnya, seolah-olah dia memiliki tenaga baru yang masih segar.

Hal ini disebabkan dengan adanya gurunya di situ, dimana kehadiran Ta Bhok Hwesio menimbulkan kegembiraan dan semangat tinggi.490 Di lain tempat, Phoa-lojin juga sudah melayang turun dan kakek ini mengibas kesana kemari merobohkan pengeroyok muridnya sehingga Hok Sun dapat bernapas lega.

Akan tetapi seperti tadi telah dikatakan, musuh yang berada di situ terlampau banyak.

Roboh satu maju dua, jatuh sepuluh maju duapuluh.

Phoa - lojin yang tidak mau menurunkan tangan kejam, kewalahan juga menghadapi perajurit-perajurit yang nekat ini.

Tiba-tiba, pada saat yang amat gawat itu, mendadak pintu gerbang yang tertutup rapat meledak dengan suara keras.

Semua orang terkejut karena ledakan yang terdengar ini menggetarkan tanah di sekelilingnya dan otomatis semua pertempuran yang terjadi di tempat ini terhenti.

Ratusan pasang mata memandang terbelalak ketika daun pintu yang amat besar dan berat itu roboh.

Debu mengepul dan suara ambruknya pintu ger bang ini menimbulkan hiruk-pikuk luar biasa.

Seorang pemuda baju biru muncul tiba-tiba dari luar pintu gerbang memasuki tempat itu.

Dia menunggang seekor kuda tinggi besar berbulu hitam yang meringkik nyaring.

Gagah dan hebat sekali kuda ini.

Bulu surinya yang panjang itu riap-riapan, tubuhnya kokoh kuat dan larinya mirip kuda terbang! Tidak tampak keempat kakinya menginjak bumi, seolah-olah kuda hitam491 tinggi besar ini melayang di atas permukaan tanah.

Sekali lihat saja orang akan segera tahu bahwa kuda hitam itu jelas adalah seekor kuda yang amat hebat dan langka.

"Hek ma......!"

Tiba-tiba Pek Hong berseru nyaring dan gadis ini melompat ke depan sehingga rambutnya berkibar di belakang kepalanya.

Saking girangnya mengenal kuda hitam itu, loncatan gadis ini luar biasa sekali.

Tubuhnya seakan-akan dilontarkan jauh ke muka dan Hek-ma yang mendengar panggilan ini, terbang ke arah gadis itu sambil meringkik panjang.

Memang benar, kuda ini bukan lain adalah Hek-ma (Si Hitam), milik Jenderal Muda Yap Bu Kong dan yang dulu menjadi pembantu setia ketika jenderal itu memimpin pasukan Yueh membasmi musuh.

Bagi para pembaca yang telah menikmati ceritera "Hancurnya Sebuah Kerajaan", tentu tidak akan melupakan kuda istimewa ini.

Inilah seekor kuda yang amat langka dicari, keturunan asli dari Liong kut-ma (Kuda Bertulang Naga) yang dulu dimiliki oleh Pangeran Yalu Chih dari Tibet seratus tahun yang lalu! Hek-ma adalah seekor kuda yang betul-betul hebat.

Dalam peperangan antar kerajaan,492 kuda ini menjadi tunggangan pribadi Yap-goanswe yang tahan bacokan senjata tajam! Seperti kita ketahui bersama, sebenarnya kuda ini adalah hadiah dari Ta Bhok Hwesio yang dulu kalah bertaruh melawan Malaikat Gurun Neraka.

Hek-ma adalah keturunan langsung dari Liong-kut-ma yang konon dikabarkan orang mampu terbang ke langit sap ke tujuh! Dongeng rakyat Tibet tentang kuda ini sudah tersebar dimana-mana dan menimbulkan bentrokan antar pangeran yang ingin merebut kuda itu dari Pangeran Yalu Chih sehingga menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit.

Ta Bhok Hwesio yang juga ada di situ, tercengang keheranan melihat munculnya kuda ini.

Akan tetapi, melihat pemuda baju biru di atas punggung Hek-ma, dia terbelalak kaget.

Dia mengenal pemuda tegap gagah ini karena pemuda itu bukan lain adalah Fan Li, pembantu setia atau wakil dari Yap-goanswe! "Ahhh....!"

Kakek ini berseru keheranan akan tetapi hatinya menjadi gembira bukan main.

Dengan munculnya pemuda itu, terutama datangnya Hek-ma ke tempat ini, sungguh amat menguntungkan baginya.

Hanya yang dia herankan, bagaimana pemuda baju biru itu mampu menjebol pintu gerbang yang kokoh ini? Sepengetahuannya, Fan Li adalah seorang pemuda493 yang tidak memiliki kepandaian begitu tinggi.

Ilmu silatnya biasa saja dan hanya dalam ilmu perang dia memang memiliki kecakapan khusus, agaknya karena sehari-harinya dia selalu berdekatan dengan Yap- goanswe.

Sementara semua orang bengong dengan adanya kejadian tak disangka ini, tiba-tiba muncul kegemparan baru.

Peristiwa berikutnya ini benar-benar mengguncangkan hati semua orang, bahkan Ta Bhok Hwesio sendiri sampai mengeluarkan seruan tertahan.

Apa yang mereka lihat? Bukan lain adalah munculnya sesosok bayangan yang gerakannya seperti iblis di belakang pemuda baju biru itu.

Bayangan ini melayang ringan di atas permukaan tanah, tidak nampak kakinya menginjak bumi dan yang membuat semua orang memandang dengan muka pucat adalah karena bayangan ini tidak kelihatan kepalanya! Tentu saja penglihatan itu membuat semua orang terpaku.

Mereka hendak berteriak, namun mulut mereka terkancing rapat.

Lidah mereka kelu tak dapat digerakkan.

Karena bayangan ini muncul dari tempat gelap, maka kepalanya yang tidak nampak itu seakan - akan merupakan sebatang tubuh yang bergerak tanpa kepala, seperti roh penasaran atau setan jejadian!494 Akan tetapi, setelah bayangan ini memasuki pintu gerbang dan lampu-lampu penerangan menimpa tubuhnya, tahulah semua orang bahwa sosok tubuh itu sebenarnya mempunyai kepala, hanya saja kepala orang aneh ini tidak kelihatan karena tertutup semacam kabut putih yang menyelimuti wajahnya.

"Bu-beng Sian-su......!"

Tiba-tiba terdengar teriakan ini yang keluar dari mulut Ta Bhok Hwesio.

Kakek inilah yang pertama-tama berseru keras dan semua orang yang mendengar seruannya kaget bukan main dan berdiri dengan mata terbuka lebar.

Memang, siapakah yang belum pernah men dengar nama Bu-beng Sian-su (Manusia Dewa Tanpa Nama) atau ada pula yang menyebutnya sebagai Bu beng Kuncu (Sang Bijaksana Tanpa Nama)? Agaknya di seluruh daratan Tiong-goan tidak ada orang yang belum pernah mendengar nama manusia luar biasa itu.

Hanya, karena Bu beng Sian su ini jarang sekali menampakkan diri di depan orang banyak dan telah bertahun-tahun tidak ada kabar beritanya, maka lama- lama orang menganggap bahwa manusia dewa itu sudah lenyap.

Bahkan, berangsur -angsur generasi berikutnya yang mendengar tentang nama ini dari cerita orang-orang tua mereka, menganggap bahwa manusia dewa itu hanya sebagai dongeng belaka.495 Sungguh tidak dinyana bahwa pada malam hari itu manusia ajaib ini datang berkunjung di kota raja! Siapa yang tidak terkejut setengah mati? Ta Bhok Hwesio sendiri yang menyaksikan kehadiran Bu-beng Sian-su secara tiba-tiba ini, tertegun di tempatnya dan tak terasa lagi hatinya tergetar.

Perbawa manusia dewa itu sungguh luar biasa, hwesio ini saja terpengaruh, apalagi orang-orang lain yang ada di situ.

Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mereka ini tak terasa lagi telah melangkah mundur seakan -akan gentar didatangi seorang malaikat dari langit yang hendak memberikan hukumannya kepada orang -orang bersalah! Sekarang tahulah Ta Bhok Hwesio siapa kiranya yang telah merobohkan pintu gerbang sedemikian mudahnya.

Tentu Bu-beng Sian-su! Siapa lagi? Dan tebakan kakek ini memang tepat.

Manusia dewa itulah yang menyuruh Fan Li datang ke kota raja bersama Hek- ma untuk menolong Yap Bu Kong yang tertawan musuh.

Perjumpaan kembali antara Fan Li dengan Bu-beng Sian-su cukup panjang, maka baiklah kiranya kita uraikan saja di belakang.

Pada saat itu, sementara semua orang terpaku di tempatnya dan keadaan luar biasa heningnya karena tidak ada seorangpun yang mengeluarkan suara, tampak manusia dewa itu mengangkat tangan kirinya ke atas dan terdengarlah ucapannya yang lirih akan tetapi jelas tertangkap telinga ribuan manusia di tempat itu.496

"Para sahabat semua, harap kalian hentikan pertempuran ini. Tidak ada gunanya bagi diri pribadi untuk mengumbar nafsu bunuh-membunuh diantara sesama manusia. Kami datang untuk membawa pergi pemuda yang malang itu, harap kalian menaruh hati kasihan dan merelakannya..."

Bu-beng Sian-su menghentikan kata-katanya, kabut yang membungkus kepalanya bergerak ke kanan, menoleh ke arah Fan Li dan melanjutkan.

"Fan ciangkun, sekarang naikkan tubuh sahabatmu itu dan pergilah seperti yang telah kukatakan tadi."

Fan Li mengangguk, menerima tubuh Yap-goanswe dari panggulan Pek Hong yang telah mendekati mereka dan berdiri mematung dengan mata terbelalak memandang semua keajaiban ini, lalu kabur dengan cepat meninggalkan tempat itu.

Hanya saja ketika tadi menerima tubuh Bu Kong, Fan Li sempat berbisik perlahan kepada gadis itu.

"Nona Hong, susullah kami tujuhpuluh li di sebelah tenggara kota r aja."

Dan pemuda itupun lalu pergi dari tempat itu. (Bersambung

Jilid ke IX) Pendekar Gurun Neraka-

Jilid 8497 Pendekar Gurun Neraka ? Batara

Jilid 8498 PENDEKAR GURUN NERAKA Karya BATARA

Jilid 9 KEJADIAN ini berlangsung dengan tidak tergesa-gesa dan seandainya ada orang yang hendak menghalangi, tentu masih bisa.

Akan tetapi, nyatanya tidak ada seorangpun yang melakukan hal itu.

Entah mengapa, semenjak munculnya Bu-beng Siansu di situ, hawa panas membakar dari semua orang yang bertempur mendadak lenyap dan suasana di tempat itu menjadi adem.

Kehadiran manusia dewa ini menimbulkan suatu kesejukan aneh di dalam hati setiap orang, mengusir semua api dendam dan ketika Bu-beng Siansu tadi meminta dengan suara yang begitu halus lembut agar Yap-goanswe diserahkan kepadanya, tanpa sesadar mereka sendiri orang-orang itupun manggut- manggutkan kepalanya!499 Tentu saja peristiwa ini sungguh luar biasa ganjilnya.

Yap-goanswe yang mereka tawan itu adalah seorang musuh, mereka dapatkan dengan susah payah.

Sekarang, diminta dengan begitu saja oleh manusia dewa itu, orang-orang inipun tidak ada yang menolak dan merelakan permintaan Bu-beng Kuncu itu dengan ikhlas! Mana ada kejadian yang begitu ajaib? Ta Bhok Hwesio dan teman-temannya melenggong.

Apa yang mereka saksikan ini hampir-hampir tidak dapat mereka percayai.

Akan tetapi, memang demikianlah kenyataannya.

Yap-goanswe dengan cara yang demikian mudah, berkat pertolongan manusia dewa itu, kini telah dibawa oleh wakilnya sendiri.

Fan Li telah menyelamatkan pemuda itu dan kini bayangan mereka bersama Hek-ma telah lama lenyap.

Sementara hwesio ini terbelalak dan berdiri menjublak di tempatnya, tiba-tiba manusia dewa itu menoleh ke arahnya dan berkata perlahan.

"Lo-suhu, tujuan hati kalian semua telah selesai, mengapa masih berdiri di sini? Pergilah kalian ke tempat masing-masing dan agaknya Phoa enghiong akan dapat memberikan petunjuk berharga bagimu."

Ta Bhok Hwesio terkejut dan segera dia menjadi sadar.

Yap goanswe telah berhasil dibawa pergi, kenapa mereka melenggong saja di situ? Bukankah ini suatu kesempatan500 bagus untuk segera pergi sementara pengaruh Bu-beng Siansu masih mencekam orang-orang dari Kerajaan Wu ini? Begitu sadar, hwesio ini cepat bergerak.

Bersama teman-temannya, dia lalu menjura dengan penuh hormat dan kagum kepada manusia dewa itu dan berkata.

"Sungguh pinceng mendapat penghormatan besar sekali malam ini dengan kehadiran Siansu. Mewakili teman-teman, pinceng tak lupa menyampaikan banyak terima kasih atas bantuan Siansu dan semoga kami semua tetap selalu di jalan terang, Omitohud......!"

Demikianlah, satu-persatu orang-orang itupun lalu melangkah cepat meninggalkan kota raja melalui pintu gerbang yang sudah ambruk dan sebentar saja bayangan mereka lenyap ditelan kegel apan malam.

Hati masing-masing orang diliputi bermacam perasaan dengan adanya peristiwa luar biasa itu, ada perasaan gentar, kagum, hormat dan lain-lainnya lagi yang menjadi satu bercampur aduk di dalam hati mereka.

Para panglima muda dan perwira dari Kerajaan Wu beserta seluruh pasukan hanya memandang kepergian Ta Bhok Hwesio dan teman-temannya dengan pandangan ganjil.

Mereka ini sedang dikuasai oleh pengaruh yang keluar dari tubuh Bu-beng Siansu,501 pengaruh yang menyatakan bahwa tidak ada gunanya bagi diri pribadi untuk melanjutkan saling bunuh - membunuh ini.

Entah mengapa, tiba-tiba saja orang- orang itu seakan-akan kehilangan kesadaran diri sendiri dan semangat mereka seluruhnya lekat kepada Bu-beng Kuncu.

Akan tetapi, setelah musuh-musuh mereka pergi, Bu- beng Siansu yang tadi masih berdiri di situ sekonyong - konyong juga lenyap! Mereka tidak tahu kapan dan bagaimana menghilangnya manusia dewa itu dan bersama lenyapnya sang bijaksana ini, orang orang itupun menjadi gempar.

"Ehh, kenapa kita melepaskan musuh ?"

Panglima Ok yang berada di tengah-tengah pasukannya, tiba-tiba membentak gusar.

Tadi dia seperti mengalami sebuah mimpi, maka begitu mimpi itu lenyap dan kesadarannya pulih, tentu saja panglima ini berteriak - teriak seperti orang kebakaran jenggot.

Dan semua perwirapun juga terkejut.

"Heii, mereka kabur semua. Hayo kejar, tangkap dan bunuh mereka!"

Terjadilah saling ribut diantara orang-orang ini dan segera mereka berteriak-teriak mengejar.

Semua orang lalu berlari keluar dan Panglima Ok bersama beberapa502 orang pembantunya yang berkepandaian tinggi, juga mengejar sambil mengumpat caci.

Namun, di malam yang segelap itu, bagaimana mereka dapat melakukan pengejaran dengan baik? Ok ciangkun yang uring-uringan ini lalu memerintahkan pasukannya agar membawa obor dan mereka terus mengejar sampai di dalam hutan yang gelap.

Berkat ribuan obor yang dinyalakan, tiba-tiba saja hutan itu menjadi terang benderang dan kegaduhan segera terdengar di tempat ini.

Bukannya musuh yang mereka temukan, melainkan binatang-binatang hutan yang menjerit-jerit ketakutan diserbu pasukan Wu! Semua binatang hutan bangun dan tampak kaget.

Kijang, harimau, ular, kera dan lain-lain berserabutan lari menyelamatkan diri dan para perajurit yang marah itu kini mengganti arah sasaran mereka.

Tidak d apat membunuh musuh-pun baiklah, asal sebagai gantinya bisa mendapatkan daging buruan binatang -binatang hutan itu.

Maka, semalam suntuk mereka menggerebek hutan dan akhirnya menjelang pagi, orang-orang itupun kembali dengan tangan hampa.

Wajah mereka pucat kurang tidur, tubuh letih dan beberapa orang diantaranya ada yang terluka ketika memburu binatang hutan.

Mereka telah mendapatkan empat ekor503 harimau, tujuh ekor ular sawah dan sebelas ekor kera yang mereka bunuh untuk melampiaskan kemarahan karena tidak berhasil menangkap musuh.

Dan hasil buruan inilah yang mereka bawa pulang untuk dipanggang dagingnya atau dijemur dijadikan dendeng.

* * Agaknya sudah terlalu lama kita meninggalkan pertempuran yang terjadi antara dua orang jago besar itu, dimana Cheng-gan Sian-jin kemudian lari jatuh bangun dikejar pukulan Lui-kong Ciang hoat yang dilancarkan Malaikat Gurun Neraka.

Pendekar sakti ini memang telah mengambil keputusan bulat bahwa dia hendak menurunkan tangan maut terhadap lawan yang amat berbahaya itu.

Akan tetapi, Cheng-gan Sian-jin betul-betul seorang yang amat luar biasa sekali.

Berkali-kali dia berhasil menyelamatkan diri dan serangan, petir pendekar itu tidak mengenai tubuhnya secara telak.

Namun, karena harus selalu bergulingan menghindarkan diri, akhirnya pakaian kakek ini pecah di sana-sini dan robek tidak karuan.

Bahkan, satu kali ketika dia kurang cepat mengelak, pukulan halilintar Malaikat Gurun Neraka menyambar504 bajunya dan seketika pakaiannya itu terbakar! Tentu saja Cheng-gan Sian-jin kelabakan dan karena dia tidak mau tubuhnya dimakan api, dengan nekat dia lalu membuangnya dan kini dia berlari setengah telanjang! Ginkang yang dilakukan oleh dua orang sakti itu memang benar-benar sudah mencapai tingkat yang amat tinggi sekali.

Gerakan Cheng-gan Sian-jin yang melesat secepat iblis ini membuat tubuh kakek itu lenyap sekejap saja, Cui-beng Ginkang atau Ginkang Pengejar Arwah yang dimiliki Cheng-gan Sian-jin memang tiada bandingannya.

Malaikat Gurun Neraka sendiri diam-diam merasa kagum di dalam hatinya, namun diam-diam diapun juga merasa prihatin sekali mengapa ilmu setinggi itu dimiliki oleh seorang kakek yang seperti iblis ini.

Untunglah, mengandalkan Jouw-sang-hui(Terbang Di Atas Rumput) yang dikerahkannya sepenuh tenaga, dia tidak sampai kehilangan jejak musuhnya.

Kejar-kejaran yang terjadi diantara dua orang tokoh ini berlangsung sengit sampa i akhirnya Cheng-gan Sian jin tiba di pintu gerbang utara.

Kakek ini berkaok-kaok menyuruh pasukan mengeroyok pendekar itu dan dia segera melesat ke atas tembok benteng yang tinggi.

Namun kalau dia saja tidak mampu menghadapi pendekar sakti itu, bagaimana perajurit-perajurit biasa505 dapat menahan Malaikat Gurun Neraka? Sekali mengeluarkan jengekan dari hidungnya pendekar ini telah melewati perajurit-perajurit itu dan tubuhnya melayang cepat mengejar Cheng-gan Sian-jin di atas benteng.

Gerakan dua orang ini bukan main pesatnya, seperti asap yang sebentar tampak dan kemudian sudah tidak tampak lagi.

Bahkan para perajurit itu mengira bahwa yang baru saja berkelebat di depan mereka tadi bukanlah bayangan manusia, melainkan bayangan iblis yang gentayangan di malam hari! Akhirnya, Cheng-gan Sian-jin yang sudah mulai putus asa dan tersengal-sengal napasnya itu tiba di luar sebuah hutan lebat.

Kakek ini menjadi girang dan dia mempercepat larinya.

Kalau dia berhasil memasuki hutan itu, pasti pendekar itu tidak akan mampu mencari jejaknya.

Malaikat Gurun Neraka juga melihat hal ini, dan pendekar itu menjadi mendongkol sekali.

Kalau Cheng - gan Sian-jin dapat lebih dulu menyelinap di dalam hutan itu, tentu dia tidak mungkin dapat meneruskan pengejarannya.

Menghadapi seorang kakek iblis yang banyak akal seperti Cheng-gan Sian-jin ini sungguh harus berhati-hati dan tidak boleh lengah.506 Maka, pendekar ini tiba-tiba mengeluarkan seruan melengking tinggi menusuk telinga dan kedua kakinya melompat berbareng, terangkat bersama dan terbang dengan amat cepatnya.

Inilah gerakan melayang yang disebut "Pentalkan Meteor Lontarkan Tubuh", salah satu sikap ilmu ginkang Jouw-sang hui-teng.

Gerakan ini menggunakan semua tenaga dan kedua tangan ikut bekerja dengan jalan menghantam tanah untuk menimbulkan daya pental.

Maka hebatnya bukan kepalang dan tahu-tahu Cheng-gan Sian-jin merasa betapa angin dingin berkesiur di sampingnya.

Bagaikan setan yang muncul di siang hari, tiba-tiba saja tubuh Malaikat Gurun Neraka telah menghadang di muka si datuk sesat.

Kejut Cheng gan Sian -jin bukan main hebatnya dan kakek ini meraung seperti singa lapar.

Pada saat itu dia sedang mengapung di udara, maka tubuh lawan yang tahu-tahu menghadang ini tidak dapat dielakkan lagi dari benturan.

"Blangggg!"

Cheng-gan Sian-jin terpental bergulingan sedangkan tubuh pendekar itu hanya bergoyang perlahan.

Dan sementara kakek iblis itu terlempar, Maiaikat Gurun Neraka mengeluarkan bentakan menggeledek dan kedua tangannya bergerak.

Seleret cahaya berkilau507 menyambar tubuh Cheng gan Sian-jin yang bergulingan di atas tanah dan tanpa ampun lagi pukulan petir pendekar itu menghantam kaki si datuk sesat.

"Darr! Krekkk-auhhh....!"

Cheng-gan Sian-jin menggerung dahsyat sehingga bumi bergetar seakan diguncang gempa, dan kaki kiri kakek itu hancur dan remuk tulang-tulangnya! Pukulan Lui-kong Ciang-hoat kali ini mendapatkan sasarannya dan kakek itu merasa betapa dia seolah - olah dijilat kilatan halilintar.

Rasa nyeri dan sakit yang amat sangat membuat Cheng-gan Sian jin meluap kemarahannya dan kakek ini menjadi mata gelap.

Tiba-tiba dia tertawa bergelak dengan suara yang amat menyeramkan, lalu melompat bangun! Dengan satu kaki yang sudah remuk tulang-tulangnya ternyata masib mampu berdiri dengan baik, hal ini betul-betul membayangkan bahwa kakek itu memang manusia yang luar biasa sekali.

"Malaikat Gurun Neraka, aku akan mengadu jiwa denganmu!"

Kakek itu memekik buas dan mencelat ke depan, kedua tangannya dengan jari-jari renggang508 mencengkeram lawan dan angin pukulan tajam bersiutan menyambar wajah Malaikat Gurun Neraka.

Sedetik pendekar itu terkejut, akan tetapi lalu mendengus.

Cengkeraman si kakek iblis jelas adalah merupakan serangan adu jiwa.

Cheng-gan Sian-jin mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menyerang, dan ini membuat bagian depan T U B U H terbuka.
Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Akan tetapi, kalau dia menyerang bagian yang lowong ini, tentu serangan lawan itupun akan mengenai dirinya.

Maka pendekar inipun lalu mengelit ke samping dan kaki kanannya bergerak cepat menendang perut kakek itu.

Akan tetapi, sungguh di luar dugaan.

Begitu terkamannya luput, mendadak saja tubuh Cheng -gan Sian-jin yang telah melompat di tengah udara ini menggeliat dan membalik lalu menghantam tiba-tiba dengan telapak tangan miring ke arah tengkuk pendekar sakti itu! Inilah perobahan serangan yang sungguh luar biasa sekali.

Dari cengkeraman yang luput diganti dengan hantaman sisi tangan miring seperti golok di saat tubuh masih mengapung di udara, benar-benar amatlah hebat.

Dan hanya orang yang telah memiliki kepandaian yang sudah tinggi tingkatnya saja yang509 dapat melakukan gerakan yang disebut Hoan-sin- tiauw-to (Balikkan Tubuh Sabetkan Golok) itu.

Malaikat Gurun Neraka yang sama sekali tidak mengira kejadian ini, tidak sempat mengelak dan untuk melindungi diri dari ancaman pukulan maut itu, pendekar ini mengerahkan sinkangnya menjaga diri.

"Plakk! Dukk!"

Dua kali terdengar suara saling hantam ini dan Cheng - gan Sian-jin mengeluh tertahan.

Perutnya bertemu dengan kaki pendekar itu dan rasa sakit yang amat sangat membuatnya seakan kejang.

Kakek ini merasa betapa seolah-olah seluruh isi perutnya hancur berantakan dan dia mendelik, terlempar dan terbanting diatas tanah.

Akan tetapi serangan Hoan-sin-tiauw-to itupun juga tidak sia-sia.

Tengkuk pendekar sakti itu terpukul dan pria yang gagah perkasa ini merasa seakan-akan dihantam palu godam.

Meskipun dia telah melindungi diri dengan sinkangnya, tetap saja pukulan lawan terasa amat berat dan tubuhnya terputar dua kali dengan mata berkunang.

Namun biarpun pendekar ini juga terkena pukulan, keadaannya tidaklah seberat lawannya.

Maka cepat dia menarik napas panjang satu kali dan rasa sakit di tengkuknya itupun hilang.510 Kini dia menghampiri tubuh si datuk sesat dengan mata mencorong.

Cheng-gan Sian-jin terbelalak, dia tak dapat bangun karena tendangan maut itu benar -benar membuatnya lumpuh.

"Malaikat Gurun Neraka, apakah kau tidak malu siap menurunkan tangan maut kepada seorang lawan yang tidak berdaya?"

Cheng-gan Sian-jin berteriak dengan mata mendelik penuh kemarahan.

Akan tetapi pendekar itu tidak menjawab, bahkan sinar matanya semakin berkilat mengerikan dan hati kakek iblis itu menjadi gentar.

Langkah lambat-lambat dari pendekar ini membuat jantung Cheng-gan Sian-jin seolah berhenti berdenyut dan ketika pendekar itu telah tiba dalam jarak satu meter, Malaikat Gurun Neraka berhenti.

"Seorang iblis macammu ini tidak layak hidup di bumi lagi, Cheng gan Sian jin, maka terimalah kematianmu !"

Pendekar itu mendesis dan secepat kilat dia melancarkan pukulan petir yang amat mengerikan itu.

"Darrr!"

Ledakan nyaring terdengar dan api menyambar dari kedua telapak tangan Malaikat Gurun Neraka seperti511 cahaya halilintar di tengah gemuruhnya hujan lebat.

Cheng-gan Sian-jin hendak menggulingkan tubuh mengelak, akan tetapi tiba-tiba dia menyeringai kesakitan.

Isi perutnya yang serasa hancur itu membuat dia benar-benar tak berdaya, apalagi kaki kirinya tiba- tiba terasa nyeri bukan main sampai terasa menusuk jantung, maka dengan mata melotot penuh kebencian dia menerima serangan maut itu.

"Desss!"

Debu mengepul dan tampak asap mendidih ketika pukulan petir ini menghantam tanah.

Akan tetapi tubuh Cheng-gan Sian-jin yang tadi terlentang tak berdaya dengan mulut menyeringai, tiba-tiba saja lenyap tak ada bekasnya! Dan sebagai gantinya, tanah dimana kakek iblis itu tadi berbaring, terhajar pukulan maut ini dan muncratlah letikan api yang membuat tanah bekas robohnya Cheng-gan Sian-jin itu hangus seperti disambar halilintar! "Ihh.....!"

Pendekar ini mengeluarkan seruan kaget dan secepat kilat dia membalikkan tubuh.

Tadi ketika pukulannya tiba, dia melihat berkelebatnya sebuah bayangan yang luar biasa cepatnya menyambar tempat itu dan tahu-tahu tubuh si kakek iblis lenyap.512 Sekarang, setelah dia memutar tubuh menengok, pendekar ini tertegun dengan mata terbelalak ketika melihat betapa seorang laki-laki telah berdiri di tempat itu dengan sikap yang amat tenang, sementara tubuh Cheng-gan Sian-jin menggeletak tak jauh dari orang ini! "Ahh...!"

Malaikat Gurun Neraka surut setindak dan memandang ke depan dengan mata tidak berkedip.

Apa yang dilihatnya itu memang sungguh luar biasa dan tak terasa lagi pendekar sakti ini berdetak jantungnya.

Baru sekarang ini selama hidupnya dia melihat seorang manusia yang tubuhnya mengeluarkan cahaya gemilang sedemikian rupa dan sinar kesuciannya memancar terang, membuat kepekatan malam terusir dan tempat itu menjadi terang seperti disinari cahaya bulan yang sejuk keemasan.

Sementara pendekar itu berdiri terbelalak, laki-laki ini yang sebenarnya bukan lain adalah Bu-beng Siansu adanya, melangkah ke depan dengan tindakan perlahan dan tertawa lirih sambil berkata.

"Harap taihiap maafkan kelancanganku. Sebenarnya, bukanlah atas kehendakku pribadi aku menyelamatkan Cheng-gan Sian-jin dari maut, akan tetapi semata-mata kehendak Tuhan Yang Maha Welas Asih. Taihiap, mengingat kebesaran hatimu dan watakmu sebagai seorang513 pendekar besar, bolehkah aku mohonkan ampun bagi manusia yarg sedang berjalan di dalam kegelapan ini ?"

Malaikat Gurun Neraka tertegun, lalu menarik napas panjang menenangkan guncangan hatinya berjumpa dengan manusia suci ini dan dia menjawab.

"Bukti apakah yang dapat anda berikan kepadaku bahwa ini bukanlah kehendak anda pribadi melainkan kehe ndak Tuhan Yang Maha Welas Asih ? Kalau saja aku boleh mendengar, agaknya akupun tidak akan berani menolak."

Bu-beng Siansu tertawa lembut karena dia maklum apa sebetulnya makna dari ucapan pendekar itu. Dia tidak segera menjawab, melainkan menengadah ke atas dan seperti orang bernyanyi dia bersyair .

"Duhai langit dan bumi apa sajakah yang telah kauberikan kepada kami Kehidupan, kesenangan, kemuliaan.. Agaknya begitulah .... namun, apakah yang kami berikan kepadamu514 Belum ada...... belum ada...... Ohh langit dan bumi dapatkah kaumaafkan kami ? Kami manusia temaha, kami manusia loba dan agaknya sampai di ujung kuburpun kami tak mampu membalas semua pemberianmu ini !"

Malaikat Gurun Neraka mendengarkan syair itu dengan seksama namun dia tidak mengerti hubungannya kalimat-kalimat itu dengan pertanyaannya. Dia menunggu sampai Bu-beng Siansu selesai bersyair dan kini manusia dewa itu kembali menghadapinya.

"Taihiap,"

Kakek itu bertanya halus.

"dapatkah engkau menangkap inti jawabanku melalui syair ini?"

Malaikat Gurun Neraka tercengang, tidak mengira bahwa syair yang dinyanyikan oleh Bu-beng Siansu itu ternyata mengandung jawaban untuk pertanyaannya tadi.

Tentu saja dia terkejut karena memang dia tidak tahu, maka dengan terus terang pendekar ini menjawab.

"Maaf, Siansu, aku belum dapat menangkap inti syair itu....."515 Bu-beng Siansu menghela napas panjang.

"Baiklah,"

Katanya.

"nantipun jawabannya akan muncul sendiri. Sekarang, kembali kepada permintaanku tadi, maukah taihiap membebaskan musuhmu itu? Membunuh sesama manusia adalah sungguh perbuatan yang amat ganas sekali, taihiap, dan engkaupun tentu memakluminya, bukan?"

Diingatkan kepada persoalan Cheng-gan Sian-jin membuat wajah pendekar ini tiba-tiba menjadi keras. Dia memandang kakek dewa itu dengan sinar mencorong dan dengan suara berat dia ber kata.

"Apa yang diucapkan Siansu memang benar. Akan tetapi, apakah Siansu hendak membutakan mata bahwa Cheng-gan Sian jin telah banyak melakukan keganasan - keganasan seperti yang Siansu katakan itu? Dia bukan lagi merupakan seorang manusia, akan tetapi iblis sendiri yang merajalela! Siansu mengingatkan aku dan kini seolah-olah membelanya, apakah tindakan Siansu ini tidak berat sebelah? Apakah Siansu lupa bahwa tugas seorang pendekar adalah melenyapkan segala anasir-anasir jahat di muka bumi? Dengan membela manusia semacam itu, berarti Siansu menanggung resiko yang amat berat sekali dan aku telah mengambil keputusan bulat untuk mengenyahkan iblis ini dari muka bumi. Terlalu banyak kesalahan-kesalahan yang dibuatnya dan akhir-akhir ini dia bahkan berani516 mengganggu muridku ! Nah, apakah semua ini telah Siansu ketahui ?"

Ucapan penuh semangat yang timbul dari kemarahan itu membuat wajah Malaikat Gurun Neraka berapi-api dan sinar matanya yang mencorong seperti mata naga ini memandang Bu-beng siansu tanpa berkedip.

Mendengar semua kata-kata yang meluncur seperti berondongan peluru dari mulut pendekar itu, Bu -beng Siansu bersikap tenang, malah tiba-tiba tertawa.

Lima Sekawan Minggat Dewa Linglung 2 Geger Pedang Inti Es Pendekar Naga Dan Harimau Karya
^