Pencarian

Pendekar Gurun Neraka 7

Pendekar Gurun Neraka Karya Batara Bagian 7


Halus dan enak ketawanya, empuk dan memiliki pengaruh menyejukkan sehingga suasana panas yang ditimbulkan oleh luapan emosi Malaikat Gurun Neraka mendadak lenyap seperti disapu angin semilir.

"Taihiap, kau betul-betul mengagumkan hatiku. Pantaslah kalau orang menyebutmu sebagai sang naga dari utara. Semangatmu tinggi watakmu teguh, tidak mudah ditekuk oleh segala macam bujukan. Hemm, kau memang pantas mendapat gelar pendekar sakti......"

Bu-beng Siansu berhenti sejenak, memandang dengan bersinar-sinar dan mulut tersenyum kearah pendekar sakti itu dan Malaikat Gurun Neraka terkejut ketika tiba-tiba tampak sorot cahaya timbul dari dalam kabut yang melindungi wajah si manusia dewa ini.517 Tadi dia telah mengerahkan kekuatan batinnya untuk menjenguk ke balik halimun itu, akan tetapi dia kurang berhasil dan yang tampak olehnya adalah sebuah wajah yang samar-samar bentuknya.

Sekarang, mendadak dia dapat melihat jelas wajah di balik kabut itu dan pendekar sakti ini mengeluarkan seruan tertahan.

Bu-beng Siansu ternyata memiliki wajah yang luar biasa cerahnya, matanya bersinar gaib, bening mencorong akan tetapi mengandung sinar kelembutan yang amat dalam, tampan dan kulit mukanya tanpa keriput.

Rambutnya hitam, alisnya juga hitam dan wajah pria ini segar seperti anak muda tujuhbelasan tahun! Ah, mana mungkin ada kejadian demikian anehnya? Nama manusia dewa itu telah muncul lama sekali, puluhan tahun yang lalu, bahkan ketika gurunya sendiri masih hidup! Kalau ditaksir, usia Bu beng Siansu tentunya sudah lebih dari seratus tahun.

Akan tetapi......

wajah itu......

wajah yang demikian segar gemilang itu.....

bagaimana orang dapat percaya akan kenyataan ini? Malaikat Gurun Neraka terpukau di tempatnya dan dia tidak tahu apakah Bu beng Siansu ini seorang anak muda ataukah seorang kakek tua! Namun penglihatan luar biasa itu hanya sekejap saja karena Bu-beng Siansu memang sengaja "membuka diri"

Di depan pendekar sakti ini, di lain kejap kemudian518 Malaikat Gurun Neraka kembali melihat wajah yang samar-samar dibalik kabut itu. Manusia dewa ini telah "menutup diri"

Kembali dan tidak akan ada seorangpun yang akan mampu menjenguk wajahnya.

Bagi orang - orang biasa, wajahnya akan sama sekali tidak n a m p a k, dan hanya bagi orang-orang yang memili ki kesaktian tinggi sajalah yang akan dapat menerobos halimun gaibnya, dan itupun hanya samar-s a m a r belaka.

Sementara pendekar sakti itu berdiri bengong, tiba- tiba Bu-beng Siansu mengajukan pertanyaan ganjil.

"Taihiap, siapakah sebenarnya yang memberimu ilmu kepandaian ini?"

Pertanyaan ini dilancarkan tiba-tiba dan Malaikat Gurun Neraka terkejut.

"Apa..... apa maksud Sian -su?"

Pendekar itu tergagap akan tetapi cepat dia telah dapat menenangkan diri. Bu-beng Siansu tersenyum.

"Aku bertanya, siapakah yang memberikan semua kepandaian yang taihiap miliki sekarang ini?"

"Hemm, tentu saja guruku sendiri. Ada apakah Siansu menanyakan hal yang terasa aneh ini?"519 Kakek itu tidak menjawab melainkan meneruskan dengan pertanyaan berikutnya.

"Dan siapakah yang mengajarkan semua kepandaian yang dimiliki oleh guru taihiap dulu?"

Kini Malaikat Gurun Neraka yang tidak menjawab, pendekar ini bahkan mengerutkan alisnya dan dia memandang penuh keheranan akan pertanyaan sang bijaksana itu.

Melihat betapa pendekar itu berdiam diri dan kini memandangnya dengan sinar mata penuh selidik, Bu beng Sian-su tertawa.

"Taihiap, aku akan memulai untuk memberikan bukti kepadamu bahwa pertolongan yang kulakukan atas diri Cheng-gan Sian-jin sungguh- sungguh bukan kehendakku pribadi melainkan kehendak Yang Maha Welas Asih. Nah, untuk mengerti lebih lanjut, harap taihiap jawab semua per tanyaan- pertanyaan yang kuajukan. Jangan ragu-ragu atau curiga, aku tidak main-main dan tidak membohong."

Merah wajah pendekar ini. Memang dia menaruh prasangka terhadap manusia dewa itu, akan tetapi mendengar kesungguhan kalimat orang, dia menghilangkan semua dugaannya dan mengangguk.520

"Baiklah,"

Katanya dengan suara rendah.

"coba Sian -su ulangi sekali lagi pertanyaan Sian-su dari semula."

Kakek itu menarik napas panjang, lalu dengan pertanyaannya semula.

"Taihiap, dari siapakah engkau mendapatkan ilmu-ilmu kepandaian yang kaumiliki sekarang ini?"

"Dari guruku sendiri."

"Dan tahukah taihiap dari siapa pula guru taihiap dulu mendapatkan ilmu-ilmunya?"

"Dari suhu beliau, yakni kakek guruku."

"Dan dari siapa kakek guru taihiap mendapatkan ilmu - ilmunya?"

"Tentu saja dari guru kakek guruku itu, sucouw yang hidup kurang lebih duaratus tahun lalu."

"Dan dari siapakah sucouw taihiap mendapatkan ilmu- ilmunya?"

Diserang dengan pertanyaan-pertanyaan yang kian lama kian meningkat ke atas ini Malaikat Gurun Neraka521 terbelalak.

Kalau saja dia tidak merasakan bahwa Bu- beng Sian-su bersungguh-sungguh dalam pertanyaannya itu, tentu dia menganggap bahwa orang telah bermain-main dengan dirinya ! Mana ada pertanyaan yang tiada habis-habisnya semacam ini? Sejenak pendekar itu tak mampu menjawab d an Bu- beng Sian-su terkekeh lembut.

"Taihiap,"

Katanya sambil tertawa.

"kau telah menjebak dirimu sendiri dengan jawaban-jawaban yang kurang tepat. Kalau aku terus bertanya siapakah guru-guru mbah-buyutmu itu, kutanggung kaupun akan selalu mengatakan 'guru dari sucouw A' atau ?guru dari susiok-couw B?. Jelas tanya-jawab kita akan memakan waktu yang umurnya sama dengan umur dunia sendiri. Taihiap telah menjerat diri dengan jawaban yang kurang jitu dan taihiap tentu akan kebingungan sendiri. Hemm, baiklah, coba taihiap dengarkan bait pertama dari syairku ini....."

Bu-beng Sian-su berhenti sebentar dan tiba-tiba saja Malaikat Gurun Neraka merasa tertarik sekali dengan tanya-jawab yang pendek-pendek tadi.

Entah mengapa, gerak-gerik dan sikap manusia dewa yang penuh diselimuti rahasia gaib ini membuatnya terangsang untuk mengetahui apakah sebenarnya yang menjadi522 maksud tujuan Bu beng Sian-su itu.

Maka pendekar ini lalu memandang penuh perhatian dan diapun mendengarkan dengan seksama ketika sang b ijaksana ini mulai mengulang syairnya.

"Taihiap, coba dengarkan baik-baik,"

Bu beng Sian-su berkata perlahan dan kakek ini lalu mulai membacakan bait pertama dari syairnya seperti orang bernyanyi.

"Duhai langit dan bumi apa sajakah yang telah kauberikan kepada kami? Kehidupan, kesenangan, kemuliaan.....?"

Sampai di sini, kakek itu berhenti, tidak melanjutkan ke bait-bait berikutnya dan memandang ke arah Malaikat Gurun Neraka yang melihat semua kejadian ini dengan mata terbelalak.

"Taihiap, dapatkah engkau mengerti atau setidak-tidaknya menyentuh apa yang kumaksudkan?"

Tanyanya halus. Pendekar itu menggeleng kepala.

"Kata-kata Siansu mengandung rahasia rumit, terus terang aku belum berhasil menebaknya,"

Jawabnya singkat.523

"Hemm, kalau begitu begini saja. Taihiap, bagaimanakah pendapatmu tentang bait pertama ini? Dapatkah kau merasakan kebenaran yang mencakup di dalamnya? Tidak benarkah kalau kukatakan betapa bumi dan langit telah memberikan kehidupan, kesenangan dan kemuliaan kepada manusia?"

Malaikat Gurun Neraka mengangguk.

"Apa yang dikatakan Sian-su memang benar, akan tetapi agaknya kurang lengkap. Selain kesenangan dan kemuliaan, bukankah bumi dan langit juga memberikan kesusahan dan kehinaan?"

Tiba-tiba Bu-beng Sian-su tertawa.

"Ah, taihiap memiliki batin yang cukup cerdas. Akan tetapi, bukankah kesenangan, kemuliaan, kesusahan dan kehinaan itu sudah termasuk dalam kata 'kehidupan'? Taihiap, sebagai seorang yang telah matang lahir batin, bukankah taihiap tahu bahwa kehidupan ini adalah seperti itu? Manusia hidup memang harus mengalami susah-senang mulia-hina. Bukankah ini semua adalah hidup? Mengapa taihiap hendak memisah - misahkannya?"

"Bukan aku yang memisah-misahkannya, Sian-su, melainkan Sian-su sendirilah! Bait pertama itulah buktinya. Sian-su melepas kata-kata 'kesenangan' dan524 'kemuliaan' dari kata 'kehidupan'. Nah, siapakah yang sengaja memisah-misahkan di sini?"

Mendengar bantahan yang nadanya agak ngotot itu, Bu-beng Sian-su tak dapat menahan geli hatinya. Kakek ini tertawa ramah dan berkata.

"Ah, ternyata taihiap sungguh mempunyai kecerdasan batin yang amat teliti. Memang aku sengaja melakukan hal itu agar lebih mudah diserap artinya oleh orang lain. Akan tetapi, harap taihiap melihatnya, bukankah aku meletakkan kata 'kehidupan' di depan sendiri? Nah, ini berarti bahwa kata-kata berikutnya merupakan rangkaian belaka dari kalimat di muka. Maksudku, dengan rangkaian kata-kata di belakang, kalimat itu akan menjadi lebih jelas bagi yang kurang memiliki kecerdasan batin. Dapatk ah taihiap mengerti tentang apa kumaksudkan?"

Pendekar sakti itu menganggukkan kepalanya.

"Sampa i di sini, aku paham, Sian-su."

"Hemm, baiklah. Jadi taihiap mengakui apabila kukatakan bahwa kehidupan ini pemberian bumi dan langit?"

"Agaknya begitulah."525

"

E h , mengapa taihiap masih mengatakan ?agaknya?? Taihiap meragukan kenyataan ini? Bukankah hal ini sudah amat gamblang sekali dan tidak perlu kita berbimbang hati lagi, taihiap?"

Bu-beng Siansu mencela dan nadanya setengah menegur. Terpaksa pendekar itu tidak mampu menolak dan dengan anggukan mantap diapun mengiakan.

"Apa yang diucapkan Siansu tepat adanya, aku menyetujuinya."

"Nah, sekarang, ingin aku bertanya. Taihiap di dalam kehidupan ataukah kematian pada saat ini?"

"Aku berada di dalam kehidupan."

"Bagus, tanya jawab kita mulai lancar. Dan semua kepandaian taihiap yang taihiap miliki, tidakkah taihiap dahulu mengalami susah-senang-mulia-hina ketika memperolehnya? Apakah sama sekali tidak ada perjuangan di situ? Ataukah untuk mencapai tingkat seperti yang telah taihiap punyai, dari dulu sampai sekarang hanya kesenangan dan kemuliaan melulu yang taihiap peroleh?"

"Tidak, melainkan keempat-empatnya. Dalam menggembleng diri, dalam belajar menuntut ilmu526 dalam hampir segala hal, aku tidak terlepas dari susah - senang-mulia-hina."

"Dan dimana taihiap belajar?"

"Maksud Siansu ?"

Malaikat Gurun Neraka bertanya heran dan tidak segera menjawab pertanyaan ini.

"Maksudku, dimanakah ketika itu taihiap mempelajarinya?"

"Ah, tentu saja di tempat tinggal guruku."

"Dan tempat tinggal gurumu itu dimana, taihiap? Di tengah udara? Di langit? Ataukah di bumi?"

Pendekar ini terbelalak dan tanya jawab ini tiba-tiba mulai dapat ditangkap kemana tujuannya. Hanya dia masih merabanya secara samar-samar dan pertanyaan itu dengan suara perlahan dijawabnya.

"Di bumi...."

"Bagus! Taihiap mulai menyentuh apa yang kumaksudkan. Di bumi, betapa tepatnya jawaban ini. Taihiap kini tentu tahu bahwa kalau tidak ada bumi untuk tempat berpijak pada waktu taihiap melatih ilmu, agaknya taihiap tidak dapat memiliki kepandai an. Dan makan-minum taihiap untuk melangsungkan527 kehidupan ini, bukankah dari bumi juga? Pepohonan yang menghasilkan buah-buah segar untuk manusia, diberikan oleh bumi. Pohon-pohon raksasa yang menghasilkan kayu untuk rumah, juga diberikan oleh bumi ini, belum termasuk tanaman sayur-mayur, air untuk mandi dan minum, binatang yang dagingnya dapat dimakan, semuanya........ semuanya itu diberikan oleh bumi. Taihiap, dapat anda lihat, betapa bumi telah memberikan semuanya kepada kita untuk merasakan kehidupan! Tidak benarkah ini?"

"Apa yang Sian-su katakan memang benar,"

Pendekar itu menjawab dan sepasang matanya bersinar -sinar aneh.

"Nah, itu semua baru setengah keterangan, masih belum lengkap benar. Sekarang aku hendak melengkapinya, harap taihiap dengarkan baik-baik. Coba taihiap jawab pertanyaan ini. Di manakah bintang-bintang menempel? Di manakah matahari dan bulan berada?"

Tanpa ragu Malaikat Gurun Neraka menjawab.

"Di langit!"

"Aha, jawaban yang amat cepat dan tepat,"

Bu -beng Sian-su tertawa geli melihat jawaban yang meluncur528 tanpa dipikir lagi itu.

"Dan sekarang dimanakah taihiap pernah menyaksikan berkelebatnya halilintar?"

Pertanyaan ini mengejutkan hati pendekar itu dan otomatis dia teringat kepada ilmu simpanannya yang disebut Lui-kong Ciang-hoat (Ilmu Silat Halilintar). Sejenak dia tertegun kemudian dengan suara perlahan dia menjawab.

"Juga di langit, Sian-su, di cakrawala"
Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Cocok sekali!"

Manusia dewa itu berseru.

"Dan sekarang taihiap dapat lihat, betapa langitpun telah membantu kehidupan manusia di bumi. Taihiap, seandainya ? ini seandainya saja ? jika langit tidak ada, mungkinkah taihiap mampu menciptakan Lui-kong Ciang-hoat yang amat dahsyat dan mengerikan itu? Jika langit seandainya tidak ada, mungkinkah taihiap dapat melihat layang-layang yang diciptakan manusia? Jika seandainya langit tidak ada, mungkinkah taihiap dapat menyaksikan burung hong dan burung-burung lain di cakrawala? Dan, jika seandainya langit tidak ada, mungkinkah terdapat H A W A udara yang setiap saat kita hirup? Mungkinkah taihiap dapat menyaksikan kelap- kelipnya bintang? Menyaksikan sinar keemasan purnama? Dan, yang terakhir sekali, seandainya langit tidak ada dan tidak mendapat matahari di atas sana, mungkinkah kehidupan ini masih dapat berlangsung sampai sekarang?"529 Kini sepasang mata pendekar sakti itu kian lama kian terbelalak dan dia memandang bu-beng Sian-su dengan wajah sedikit pucat. Uraian panjang lebar dari manusia dewa ini membuatnya semakin mengerti tentang apakah sebenarnya yang dimaksudkan oleh kakek yang luar biasa itu dan terasa lagi hatinya tergetar. Dia melihat sesuatu yang mengerikan di dalam kata -kata itu, sesuatu yang membuatnya tiba-tiba takut akan sesuatu dan pendekar ini tidak berani mengeluarkan suara, dia menunggu kelanjutan ceramah ini. Bu-beng Sian-su tersenyum, menarik napas panjang lalu meneruskan.

"Nah, taihiap, sekarang kau dapat melihat dengan jelas sekali bahwa di s a m p i n g bum i, langitpun j uga telah m e m b e r i kan kepada m anusia apa-apa yang dibutuhkanny a. B um i dem ikian m ur ah kepada kita, dan langi t pun tiada beda. B um i dan langit telah m em ber ikan segala -ga lanya kepada m anusia, akan tetapi apa kah yang m anusia ber ikan kepadanya? "

M anusia dew a itu m enghentik an kata-ka tanya, lalu tiba - tiba ber tanya kepada M a lai kat G ur un Ner aka.

"T aihiap, k alau sek ar ang bumi dan langit m inta sesuatu kepadam u, masihkah engkau hendak m enolaknya? "530 P endekar itu ter cekat, tak ter asa dia m elangkah m undur . B u -beng S ian -su telah ber bicar a panj ang lebar dan dia tahu, siapakah y ang dim aksudkan dengan bum i dan l angit itu. B ukan lai n adalah T uhan sendir i! K akek luar biasa itu m engam bil nam a lain d ar i Y ang M aha Wel as A sih, sebagaim ana bangsa -bangsa lain di bum i m em punyai nam a sendir i -sendir i tentang T uhan S er u S ekalian A lam .

"A pa....apa y ang S ian -su m aksudkan? "

Dia ber tanya dengan m at a ter belalak . K akek dew a itu kem bal i ter senyum .

"T aihiap, seandainya bum i dan langit m inta agar kau m em bebaskan m anusia yang sedang ber j alan dalam kegelapan ini, m au kah engkau m em ber ikannya? "

"A kan tet api, y ang m inta bukanlah bum i dan langit, m elain kan S iansu! "

Pendekar itu m em bantah.

"A h, taihi ap m as ih dibungkus em osi, kur ang j er nih pikir annya. M ala ikat G ur un Ner aka, per cayakah eng kau akan adanya suatu kebetulan di bum i ini? A dak ah sebenar nya kebetulan itu sendir i tanpa adanya kehendak T uhan Y ang M aha531 Kuasa? B isakah 'kebetulan' itu sendir i ber j alan kalau Y ang M aha K uasa tidak m enghendakiny a? M alaikat G ur un Ner aka, cob a k auj aw ab per tanyaanku ini . A pakah ked atanganku kem ar i ini adal ah sungguh -sungguh kebetulan a taukah m em ang kar ena kehendak Y ang M aha K uasa? "

B entakan yang di keluar kan o leh B u -beng S ian - su ini benar - benar m engej utkan pendekar sakti itu.

T adi kakek ini selalu ber bicar a h alus dan r am ah, akan tetapi sekar ang tam pak dem ikian g ar ang dan dia benar -benar kaget bukan m ain.

"S ian -su......."

"Jangan ban yak t anya! "

Kake k itu m em bentak.

"K auj aw ab dulu per tanyaanku tadi. A pakah kedatanganku kem ar i adalah kebetul an ataukah kar ena m em ang sudah kehendak Y ang M aha K uasa? "

M alaikat G ur un Ner aka ter sudut, dia tak m am pu m enj aw ab.

S ebagai or ang yang per caya penuh akan ke kuasaan Y ang M aha T inggi, m an a (halam an 36 ? 37 tida k ada eu y )532 taihiap su ka, bo leh taih iap per gi ke sebelah tenggar a dar i sini yang j ar aknya kur ang lebih tuj uh puluh li .

M ur id taihiap ada di sana ber sam a or ang - or ang lain.

Dan pesanku, h ar ap t aihiap m enahan dir i dalam per j um paan taihiap dengan m ur id taihiap yang g agah per kasa itu.

Jangan ter bur u nafsu m enj atuhkan hukum an.

Ingat, m anusia ter lalu lem ah ter hadap nafsu -nafsu yang ada d i dalam dir i sendir i, baik nafsu am ar ah, nafsu dendam , am b isi, dan lain -la innya.

N ah, selam at tinggal.......! "

K akek itu ber ger ak dan tiba -t iba tubuhnya lenyap.

P endekar ini m em andang kagum dan m au tak m au di a har us m engakui b ahw a m anusia dew a itu m em ang betul -betul or ang luar biasa.

A palagi ketika dia m enengok, tubuh Cheng -gan S ian jin yang tadi pingsan di situ, j uga sudah dibaw a per gi oleh B u -beng S ian -su tanpa dia sem pat m elihat kapankah kake k itu m eny am bar tubuh si k akek iblis! Dan per cakapan y ang tidak begitu lam a dengan B u - beng S ian - su tadi ter nyata m em baw a per obahan besar di dalam dir iny a.

P endekar ini m enar ik napas panj ang.

T er ngiang di telinganya akan w ej angan m anusia dew a itu betapa kehidupan yang dir asa kan dan dia lam i oleh533 m anusia adalah pem ber ian bum i langit.

B etapa kepandaian yang diper olehnya itupun sebenar nya adalah at as kem ur ahan dan bantuan bum i l angit.

T anpa kem ur ahan bum i langit, m anusia tidak akan dapat m er asakan apakah ar ti kehidupan ini.

Dan sem ua yang ter j adi di sekitar nya, sesungguhnya bukan la in j uga atas kehendak bum i langit, ter m asuk per istiw a yang m enim pa.......

m ur idnya! S am pai di sini w aj ah pendekar itu m enj adi pucat.

Dia am at m encinta m ur id tunggalny a itu, am at m enyayang dan sem ua ilm u -ilm unya telah diber ikannya kepada pem uda itu.

A kan tetapi m u - r id yang am at dik asihi dan d isayang itu telah m encor eng m ukanya dengan noda kotor ber upa per j inaan kej i! T er tusuk per asaan pendek ar ini dan ter dapat kenyer ian di dal am hatiny a.

A pakah inipun j uga at as kehenda k bum i langi t? A gaknya begitulah.

B ukan kah tida k ada satu kej adianpun yang bisa dika takan 'kebetul an'? B ukankah sebenar nya sem ua y ang ber ger ak dan ter j adi ini ad alah kem auan Y ang M aha K uas a? A kan tetapi, pem ber ian bum i l angit k ali ini ter asa pahit dan tidak m eny enangkan.

Nam un, bukankah inilah yang d isebut keh idupan? A dakah m anusia534 hidup yang tidak per nah m engalam i hal -ha l t idak m enyenangkan? M ustahil ! S eper ti kata B u beng S ian -su t adi, hidup adalah senang -susah -m ulia-hina.

Dan ini m em ang benar .

M ana ada or ang s enang m elulu di dunia ini ? Akan tetapi sebaliknya, mana a d a o r a n g susah melulu di dunia ini ? Hidup mencakup kesemuanya itu dan dia harus menerima kenyataan ini.

Menentang kenyataan agaknya sama halnya dengan menentang garis Alam! Bumi dan langit memberikan segala-galanya kepada manusia.

Akan tetapi di pihak m a n u s ia sendiri, apakah yang telah diberikannya kepada bumi dan langit? Belum ada.....belum ada......

demikian menurut syair Bu-beng Siansu tadi.

Dan ini rupanya benar.

Kalau toh ada, yang diberikan ke pada bumi dan langit oleh manusia adalah sampah -sampah kotor berupa segala macam perbuatan-perbuatan jahat yang timbul dari akal busuk manusia.

Dan ini semua mungkin karena kelemahan manusia sendiri terhadap nafsu-nafsunya yang terlalu mengejar kesenangan.

Manusia terlalu temaha, manusia terlalu loba, demikian Bu-beng Siansu tadi berkata pula.

Dan agaknya semua inipun juga betul.

Manusia tidak pernah mengenal kepuasan, terlalu tamak, serakah dan535 angkara murka.

Akan tetapi, salahkah manusia? Bukankah semua yang terjadi itupun sebenarnya adalah kehendak bumi langit? Sampai di sini tiba-tiba pendekar itu tersentak kaget dan mukanya berobah.

Bukankah kalau bumi langit menghendaki semuanya baik pasti dapat? Akan tetapi mengapa bumi langit seolah-olah membiarkan manusia bebas dan liar semau-maunya dalam mengumbar nafsu kejahatannya yang tiada kunjung padam? Kalau dilihat begini, meskipun manusia boleh disalahkan, akan tetapi tidak bisa disalahkan mutlak! Ahh, agaknya inilah yang membuat Bu-beng Siansu tadi turun tangan menyelamatkan Cheng-gan Sian-jin.

Seberat-beratnya dosa manusia, akan tetapi kesalahannya tidak bisa dibilang mutlak karena bukankah semua perbuatannya yang terjadi itupun adalah atas kehendak bumi langit? Tanpa kehendak bumi langit, tidak akan terjad i apapun! Ingatan ini benar-benar membuat hati pendekar itu terkejut sekali.

Dia tiba-tiba merasa gelisah, juga bingung tanpa diketahui sebab-sebabnya.

Mengapa bumi langit membiarkan semuanya ini? Mengapa? Inilah pertanyaan yang menghantui pikirannya.

Mendadak, tanpa disengaja, mata pendekar yang amat tajam ini melihat coretan huruf di kulit sebatang pohon.

Sekali lompat dia mendekati tempat itu dan sekarang tampaklah olehnya lima buah kalimat tertulis536 rapi dan halus di kulit pohon ini, dan yang mengejutk an hati pendekar itu adalah kenyataan betapa tulisan ini merupakan pertanyaan yang sama dengan apa yang direnungkannya! Tentu saja Malaikat Gurun Neraka terbelalak dan sekali pandang dia maklum bahwa ini tentu perbuatan Bu - beng Siansu.

Dia menjadi heran dan takjub bukan main karena agaknya manusia dewa itu dapat meneropong isi hatinya dengan jitu.

Cepat pendekar ini membaca dan lima baris kalimat itu berbunyi .

"Sesungguhnyalah bumi langit Maha Pemurah, Membiarkan manusia berbuat sesukanya, Jahat? Boleh!Baik ? Juga boleh!, Mengapa .....?? Hanya inilah yang tertulis di situ dan Bu -beng Sian-su tidak memberikan jawabannya. Diam-diam Malaikat Gurun Neraka menjadi penasaran sekali. Kalau manusia dewa itu berani menuliskan pertanyaan ini tentu diapun mempunyai jawabannya. Akan tetapi, mengapa tidak dijawab sekalian? Pendekar ini menjadi gemas. Pertanyaan dalam kalimat itu persis dengan pikirannya dan dia belum mengetahui jawabannya. Sedangkan Bu - beng Siansu sudah tahu akan tetapi tidak mau memberitahunya. Tentu saja dia merasa penasaran sekali. Kalau saja dia tahu kemana gerangan manusia dewa itu berada, tentu dia akan mencarinya. Namun,537 siapa mampu mencari Bu-beng Sian-su kalau kakek dewa itu sendiri tidak menghendaki dirinya muncul di depan orang lain? Perjumpaannya dengan kakek suci tadi saja sudah bisa dibilang merupakan anugerah baginya. Sesungguhnyalah tidak gampang bertemu dengan Sang Bijaksana ini, dan kalau tidak ada jodoh agaknya sukar untuk menjumpai manusia itu. Memang, apa yang diduga oleh Malaikat Gurun Neraka tepat adanya. Jawaban dari lima baris kalimat di atas sebenarnya hanya terdiri dari enam perkataan, dan kalau saja pendekar itu tahu, tentu dia akan tercengang keheranan! Apakah enam perkataan yang merupakan kunci jawaban bagi kalimat-kalimat tersebut? Biarlah di lain kesempatan dalam ceritera berikutnya penulis akan memberitahukan hal ini kepada anda semua. Harap para pembaca bersabar hati. Dan kalau tiba saatnya anda ketahui, penulis yakin bahwa anda tentu akan terkejut dan tercengang keheranan membuktikan betapa tepatnya jawaban Bu - beng Siansu itu. Sekarang baiklah kita ikuti saja pendekar sakti ini, dimana setelah memeras otaknya mencoba mencari jawaban dan tulisan Bu-beng Sian-su itu tidak berhasil, pendekar ini lalu merobek kulit pohon itu dan menyimpan kalimat misterius itu di dalam saku bajunya.538 Kemudian setelah berpikir sejenak, Malaikat Gurun Neraka lalu berkelebat ke arah tenggara. Tujuhpuluh li dari tempat ini, demikian Bu-beng Siansu tadi berkata, dia akan bertemu dengan muridnya itu bersama beberapa orang lain. Dan pendekar sakti ini sebelumnya memang sudah tahu bahwa ketika dia memasuki gedung Cheng-gan Sian-jin dan bertanding melawan kakek iblis itu, dia melihat berkelebatnya bayangan beberapa orang dimana diantaranya dia melihat Ta Bhok Hwesio di situ. Kepala yang gundul dan bentuk tubuhnya yang pendek ini memang mem buat hwesio itu mudah dikenal. Itulah sebabnya mengapa pendekar ini berani meninggalkan muridnya menggeletak pingsan di ruangan itu karena dia tahu bahwa hwesio itu pasti tidak akan tinggal diam. *** Pemuda baju biru itu kabur dengan cepat. Kuda hitamnya yang tinggi besar terbang seperti anak panah terlepas dari busur. Malam cukup gelap, akan tetapi mereka ini dapat meluncur sedemikian mudahnya di daerah perbukitan itu. Jelas bahwa penunggangnya telah hapal di luar kepala lika-liku jalanan ini. Siapakah mereka? Bukan lain adalah Fan Li, wakil dan sekaligus pembantu setia dari Yap-goanswe. Baru saja dia memasuki sarang harimau, dan tanpa adanya539 bantuan Bu beng Siansu, tentu tidak akan dapat dia membawa pergi bekas jenderal muda yang masih pingsan itu dengan cara demikian mudah. Kejadian yang baru saja dialaminya ini diam -diam membuatnya merasa tegang bukan main. Bayangkan saja, mendobrak pintu gerbang dan memasuki sarang musuh serta melihat ribuan pasukan Wu yang memandangnya dengan mata beringas sungguh dapat menciutkan nyali. Kalau saja di belakangnya tidak ada Bu-beng Siansu, perbuatan yang dilakukannya itu tentu akan dipikirkannya seribu kali terlebih dahulu sebelum bertindak.540 Namun, semuanya itu telah berlalu dan sekarang dia dapat menarik napas panjang. Kelegaan memenuhi hatinya bahwa dia dapat membebaskan Yap goanswe dari tangan musuh. Akan tetapi, melihat betapa pemuda itu pucat pias seperti mayat dan napasnya lemah, mau tak mau hati Fan Li gelisah juga. Bu -beng Sian-su memerintahkan dia kabur ke arah tenggara, tujuhpuluh li dari kota raja. Dia tidak tahu apakah yang akan dijumpainya di sana. Namun, kepercayaan yang sudah bulat terhadap manusia dewa itu tidak membuat pemuda ini ragu-ragu. Apa yang dikatakan Bu-beng Siansu tentu membawa kegunaan, maka secara membuta diapun melaksanakan pekerjaan ini. Akhirnya, setelah dia melakukan perjalanan yang cukup jauh itu, sampailah Fan Li ke sebuah hutan kecil. Sebuah kelenteng kuno berdiri tak jauh di depan hutan itu, dan ini cocok dengan petunjuk Sian -su. Cepat ia membalapkan kudanya dan tidak lama kemudian merekapun telah tiba di halaman kelenteng itu.

"Hek-ma, kita turun di sini dan menanti teman -teman,"

Fan Li melompat turun dan berkata kepada kuda hitam itu yang meringkik nyaring.

Hek-ma memang seekor kuda yang luar biasa, perkataan manusia dia mampu mengertinya dengan baik dan Fan Li yang dulu selalu berdekatan dengan Yap-goanswe, juga dikenal oleh kuda ini sebagai sahabat tuan mudanya.541 Sambil memanggul tubuh Bu Kong, Fan Li melangkah memasuki kelenteng kuno itu.

Cepat pemuda ini membersihkan lantai ruangan yang penuh debu, lalu dia membentangkan mantelnya dan membaringkan Yap goanswe di situ.

Sejenak dia memandang wajah tampan yang pucat itu, menarik napas melihat betapa pakaian jenderal muda ini setengah telanjang dan di dahinya terdapat garis garis tekanan batin.

Semuda itu Yap goanswe sudah harus mengalami pukulan batin bertubi-tubi, hal ini sungguh membuat hatinya ikut prihatin.

Seperti orang-orang lainnya pula, Fan Li pun tahu betapa tuduhan keji menimpa diri Yap-goanswe.

Bahkan sebagai orang yang paling dekat dengan pemuda itu, agaknya Fan Li mengerti lebih baik daripada orang-orang lain yang mendengar berita di luaran yang tentu saja telah diberi bumbu -bumbu tambahan.

Dan kembali pemuda ini menarik napas berat.

Diam-diam diapun ikut tertekan batinnya.

Yap - goanswe selain sebagai atasannya, juga merupakan sahabat yang paling dia cinta dan hormati.

Watak yang gagah perkasa dan jujur penuh keberanian dari jenderal muda ini membuatnya kagum.

Dan diapun sukar untuk mempercaya kekejian yang telah dilakukan542 oleh pemuda ini.

Fan Li tahu betul siapa Yap -goanswe.

Seorang yang gagah perkasa dan pendekar sejati, yan g berani mempertanggungjawabkan semua perbuatannya, bahkan dulu pernah dia melihat betapa jenderal muda ini berlutut minta maaf kepada seorang anak kecil yang menangis menggerung-gerung karena permainannya diinjak kaki Hek-ma yang sedang berlari cepat ! Bayangkan, seorang jenderal muda sudi melompat turun dari atas kudanya dan berlutut minta maaf kepada seorang anak kecil berusia lima enam tahun hanya karena merasa bahwa dialah yang salah ! Mana ada kejadian begini rupa dan mengagumkan di dunia ini? Kalau benar pemuda itu bersalah, tidak mungkin Yap - goanswe mengingkarinya.

Dia pasti akan mengakui semua perbuatannya dan kalau memang hukuman yang akan ditimpakan kepada dirinya, kepalanyapun jenderal muda itu rela serahkan! Akan tetapi, ketika dulu sri baginda melemparkan tuduhan, Yap-goanswe menolaknya tegas.

Bahkan pemuda ini dengan mata berapi-api membalas pandang mata sri baginda dengan kepala dikedikkan! Mana ada kejadian yang demikian rupa di dunia ini?543 Perlu diketahui bahwa pada jaman itu raja adalah seorang yang tidak bisa dibantah omongannya.

Sekali raja memutuskan, semuanyapun akan dijalankan dengan patuh, baik tindakan raja ini benar maupun salah.

Namun, Yap goanswe ternyata pemuda yang betul-betul istimewa.

Merasa bahwa dirinya di pihak benar, dengan keberanian yang luar biasa jenderal muda ini berani menolak semua tuduhan raja dan adu pandang dengan sri baginda, persis seperti dua ekor jago siap tempur! Sampai di sini sepasang mata Fan Li bersinar -sinar.

Betapa hebat dan mengagumkan murid tunggal Malaikat Gurun Neraka ini, maka sungguh sayang bahwa pemuda sehebat itu telah meninggalkan istana gara-gara tuduhan keji.

Teringat betapa Yap-goanswe masih belum sadarkan diri, Fan Li lalu menggerakkan jari tangannya menotok beberapa jalan darah di tubuh pemuda itu agar siuman kembali.

Dan pada saat itulah mendadak Hek-ma yang berada di luar meringkik panjang.

Fan Li terkejut, akan tetapi mendengar ringkik Hek-ma yang gembira, dia menjadi tenang kembali.

Hal ini hanya menandakan bahwa yang datang bukanlah lawan melainkan kawan.

Betul saja, belum lenyap suara Hek-ma, tiba-tiba dari luar melayang masuk seorang gadis berbaju hijau.544 Pakaiannya basah penuh keringat, rambutnya kusut dan napasnya agak terengah-engah.

Gadis ini bukan lain adalah Kwan Pek Hong, murid Ta Bhok Hwesio yang mengerahkan semua kepandaian ginkangnya untuk mengejar Hek-ma.

Cantik dan menggairahkan gadis ini dalam keadaan seperti itu, akan tetapi wajahnya membayangkan kegelisahan.

Baru saja dia memasuki ruangan dalam dan melihat Fan Li berlutut di depan pemuda yang masih pingsan itu, Pek Hong sudah berseru dari jauh.

"Fan-ciangkun, bagaimana keadaannya?"

Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Fan Li menoleh dan mencoba untuk tersenyum.

"Dia belum sadar, nona, akan tetapi kukira keadaannya tidaklah terlalu berbahaya....."

"Hemm, anak muda yang sembrono, pukulan batin yang dideritanya itu bisa mengguncang syaraf ingatannya, siapa bilang tidak berbahaya? Boleh jadi tubuhnya tidak apa-apa, akan tetapi kesehatan jiwanya bisa terganggu!"

Tiba-tiba terdengar teguran ini dari luar ru a n g a n k e l e n t e n g d a n Fan Li terkejut.

Cepat dia m e n o l e h dan tampaklah dua orang melangkah masuk dengan langkah tenang dan di belakang dua orang itu berjalan seorang pemuda berbaju putih.

Mereka ini b u ka n lain adalah Ta Bhok545 Hwesio dan Phoa-lojin, kakek berpakaian nelayan dari Pulau Cemara bersama Gin-ciam Siucai Hok Sun.

Yang mengeluarkan s e ru a n tadi a d a l a h kakek Phoa dan tentu saja Fan Li terkejut.

"Apa.......apa maksud locianpwe?"

Tanyanya.

"Terganggu kesehatan jiwanya? Apakah locianpwe hendak mengartikan bahwa Y ap- goanswe b i s a miring otaknya dan menjadi gila?"

"Begitulah,"

Phoa-lojin mengangguk.

"Kalau tidak m e n d a p a t pertolongan secepatnya, pemuda itu bakal terkena gangguan jiwa d a n agaknya bantuan pertama yang paling penting sekarang ini adalah menotok tigabelas jalan d a ra h di bagian depan tubuhnya. Akan tetapi......"

Phoa-lojin menghentikan ka t a -katanya dan tidak melanjutkan.

Kakek ini mengerutkan keningnya dan matanya menjelajahi seluruh ruangan, lalu menarik napas berat dan menggeleng-gelengkan kepala.

Pek Hong sudah dari tadi b e ro b a h wajahnya dan menjadi pucat mendengar betapa Yap-goanswe bisa menjadi gila kalau tidak segera ditolong.

Sekarang, melihat betapa kakek itu menghela napas berulang- ulang, dia benar-benar merasa gelisah sekali.546

"Locianpwe, kalau kita tahu bahwa dia harus ditotok sebanyak tigabelas kali sebagai langkah pengobatan pertama, mengapa tidak segera kita kerjakan? Jalan - jalan darah manakah yang harus ditotok? Biarlah aku yang melakukannya dan locianpwe yang memberikan petunjuk,"

Gadis itu berkata dengan muka cemas. Phoa-lojin menoleh, tersenyum penuh arti dan menjawab.

"Nona, menurut perasaanku memang agaknya engkaulah yang harus bertugas di sini, akan tetapi, hawa sakti yang mengalir di dalam tubuh pemuda itu berbeda dengan orang-orang lain. Dia mendapat gemblengan tenaga Yang-kang yang luar biasa dari gurunya sehingga di dalam darahnya mengalir tenaga panas yang amat hebat. Kita bukan ahli tenaga Yang, dan selain gurunya sendiri, siapa mampu memberikan totokan di tigabelas jalan darah itu? Harap nona bersabar dan mudah-mudahan Thian mengabulkan maksud nona."

Ucapan terakhir ini mengandung arti yang luas sekali dan seketika pipi gadis itu bersemu dadu. Mukanya menjadi merah dan Pek Hong menundukkan kepalanya. Sungguh kakek Phoa ini dapat mempergunakan kata "mudah-mudahan Thian mengabulkan maksud nona"

Dengan tepat sekali, jitu mengenai sasarannya dan dia menjadi jengah bukan main.547 Sementara itu, Fan Li yang mendengarkan keterangan kakek ini juga tertegun, lalu dia bertanya.

"Locianpwe, kalau tadi dikatakan bahwa totokan di tigabelas jalan darahnya merupakan langkah pertama, kalau begitu locianpwe maksudkan bahwa setelah itu Yap -goanswe masih harus melakukan pengobatan-pengobatan berikutnya ?"

Phoa-lojin mengangguk.

"Begitulah, Fan-ciangkun, dan orang satu-satunya yang paling tepat dalam memberikan pertolongan berikutnya ini hanyalah si Dewa Monyet di Ang-bhok-san (Bukit Kayu Merah). Akan tetapi orang itu memiliki watak yang aneh bukan main. Biar Malaikat Gurun Neraka sendiri yang datang, belum tentu dia mau mengobati muridnya ini. Yap goanswe selain terguncang oleh pikiran batin yang berat, juga tubuhnya telah kemasukan racun jahat yang bekerja lambat. Hemm, Cheng-gan Sian jin memang manusia iblis, entah racun apa yang dicekokkan ke dalam mulut pemuda itu. Lihat, di bawah pelupuk matanya terdapat enam bintik hitam sebesar ujung jarum. Ini berarti bahwa telah enam hari racun itu bekerja......"

Fan Li cepat memeriksa dan memang betul, di bawah pelupuk mata Bu Kong terdapat enam titik kecil yang kalau tidak dilihat dari dekat sungguh tidak akan terlihat oleh mata manusia.

Bagaimana Phoa-lojin548 dapat mengetahuinya? Pemuda ini menjadi heran dan juga kagum.

"Wah, habis kalau begitu apa yang bisa kita kerjakan, Lojin?"

Tiba-tiba Ta Bhok Hwesio nyeletuk.

"Dan berapa lama racun jahat itu akan merenggut korbannya?"

Wajah hwesio inipun juga tampak gelisah dan tanpa sebab dia lalu menggaruk- garuk gundulnya yang mengkilat itu.

Kalau saja keadaan di situ tidak demikian menegangkan, agaknya orang akan tertawa geli melihat tingkah laku kakek yang lucu ini.

Sudah menjadi kebiasaan Ta Bhok Hwesio jika dia merasa gelisah tentu secara tidak sadar akan menggaruk-garuk kepalanya yang pelontos itu.

Phoa-lojin mengerutkan alisnya.

"Kalau rabaanku tidak salah, racun semacam itu akan bekerja selama tujuh hari. Dan pada hari ke tujuh, orang yang terkena racun ini akan mulai merasakan akibatnya dan pada hari ke delapan dia akan segera binasa dengan tubuh membusuk."

"Ahhh....!"

Semua orang berseru kaget dan terkejut bukan kepalang mendengar keterangan Phoa-lojin.

Yap-goanswe sudah terkena enam hari, berarti hanya sisa satu hari besok saja dan kalau tidak549 mendapatkan pertolongan secepatnya, jenderal m uda itu akan mati! Pek Hong yang ikut mendengarkan semuanya ini, tersirap darahnya dan gadis itu menjerit tertahan.

Sepasang matanya terbelalak seperti kelinci ketakutan, bibirnya menggigil dan mukanya menjadi pucat.

Hok Sun yang melihat keadaan gadis ini, tiba-tiba terasa nyeri hatinya dan maklumlah dia apa yang sedang bergolak di dalam hati gadis jelita itu.

Akan tetapi, pemuda ini bukanlah seorang yang sempit pandangan.

Meskipun dia tahu betapa perasaannya sedikit terluka menyaksikan sikap Pek Hong terhadap murid Malaikat Gurun Neraka itu, akan tetapi Hok Sun dapat segera mengendalikan sikap egoisnya.

Dia tahu bahwa Yap-goanswe adalah seorang pemuda yang gagah perkasa, agaknya jauh lebih patut menjadi sisihan dara itu daripada dirinya sendiri.

Keselamatan jiwa pemuda itu benar-benar perlu ditolong, dan dia akan mengesampingkan semua pikiran negatipnya.

"Suhu, kalau demikian dugaan suhu, lalu a p a yang harus kita lakukan sekarang?"

Pemuda ini melangkah maju dan bertanya kepada gurunya.550

"Menilik keterangan suhu, keadaan Yap-goanswe sungguh amatlah gawat, teecu sendiri tidak sampai mengiranya begitu. Padahal, jarak dari sini ke Ang - bhok-san juga tidak pendek, apalagi Takla Sin jin belum kemari. Menurut perhitungan, mestinya Malaikat Gurun Neraka telah selesai membereskan musuhnya, namun mengapa beliau tidak datang kemati? Atau jangan-jangan beliau memang tidak mau kemari, suhu?"

Phoa-lojin menoleh kepada muridnya ini, tersenyum dan berkata.

"Hal itu tidak perlu terlalu kita cemaskan. Pendekar besar itu pasti datang, kalau tidak, masa dia menyatroni gedung Cheng-gan Sian-jin? Bukankah maksud kedatangannya adalah untuk membebaskan muridnya ini? Yang lohu cemaskan justeru penerimaan Si Dewa Monyet di Ang-bhok-san itu. Entah dia mau menolong orang tidak? Kalau dia menolak, hal ini sungguh menyulitkan......"

"Hemm, kalau aku yang mendatangi tempatnya dan memaksa, masa monyet itu tetap keras kepala?"

Ta Bhok Hwesio menyela dengan suara keras dan sinar matanya berkilat.

"Ahh, lo-heng belum mengenai wataknya. Biarpun ilmu silatnya tidak setinggi tingkat lo-heng, akan tetapi keras kepalanya Si Dewa Monyet itu sungguh melebihi551 batu. Biar dia diancam golok di kulit lehernyapun dia akan tertawa-tawa dan malah memaki-makimu. Dalam hal ini hanya ada satu jalan saja, yakni meme gang kelemahannya dan satu-satunya orang yang dapat kesana hanya muridmu itu, lo-heng....."

"Hahh? Maksudmu Dewa Monyet itu gampang dilumpuhkan oleh perempuan?"

Ta Bhok Hwesio mengangkat alisnya yang putih tanda ter cengang.

"Tidak seluruhnya benar, lo-heng, akan tetapi memang muridmu itulah yang kulihat satu-satunya orang yang dapat melumpuhkan kakek aneh itu. Sudahlah, urusan Kauw-sian (Dewa Monyet) kita bicarakan nanti saja. Yang penting pada saat ini adalah menotok tigabelas jalan darah di tubuhnya dan biarlah kita tunggu kedatangan guru pemuda ini."

Baru saja ucapan yang dikeluarkan oleh kakek Phoa selesai, tiba-tiba terdengar suara yang amat dingin.

"Hemm, biarkan saja dia mampus, untuk apa kita meributkan jiwanya? Seorang murid durhaka semacam itu tidak perlu mendapatkan perhatian ji-wi (anda berdua) yang demikian besar!"

Angin dingin berkesiur dan tiba-tiba Malaikat Gurun Neraka telah muncul di tempat itu seperti gerakan iblis.

Semua orang terkejut dan cepat menengok, dan552 mereka melihat betapa wajah pendekar sakti itu tampak merah dan membesi.

Akan tetapi, kalau semua orang tampak kaget mendengar ucapan pendekar itu, adalah Phoa-lojin tenang-tenang saja dan kakek ini tersenyum menyambut, menjura di depan pendekar sakti itu sambil berkata.

"Aha, selamat berjumpa kembali, taihiap! Sungguh amat kebetulan sekali, di saat kami menunggu-nunggu, taihiap muncul pada saat yang tepat. Sekarang memang musi m Yang-hong (angin panas), dimana-mana kepala orang terasa pusing. Akan tetapi, seorang pendekar besar seperti taihiap yang me mi l i ki Im sim (hati dingin) begini masa juga terpengaruh oleh adanya musim Yang-hong? Ha-ha- ha...!"

Malaikat Gurun Neraka melengak heran, namun melihat penghormatan orang, diapun cepat membalas.

"Sungguh aku tidak mengira bahwa to-heng telah mencapaikan diri jauh-jauh keluar dari Pulau Cemara yang indah hanya untuk ikut memikirkan muridku yang tersesat. Terima kasih atas perhatian to-heng dan apa maksud to-heng tadi bahwa sekarang adalah musim Yang-hong?"

Pendekar ini bertanya dan sinar matanya memandang tajam.553 Phoa-lojin menarik napas dan dengan suara penuh penyesalan dia menjawab.

"Taihiap, kau tahu, betapa muridmu itu adalah seorang jenderal muda yang amat ditakuti musuh. Dia terkenal sekali akan kepandaiannya dalam ilmu perang, juga ilmu silatnya tinggi. Di samping itu, muridmu inipun tersohor sebagai pemuda yang jujur dan berani, gagah perkasa. Masa terhadap berita burung yang ditiupkan oleh Yang- Hong (angin panas) begitu kau lantas percaya?"

"Memang mula-mula aku tidak percaya dan itulah sebabnya mengapa aku lalu keluar untuk menyelidiki kebenaran berita ini. Akan tetapi ketika aku tiba di gedung Cheng-gan Sian-jin dan melihat dia..... tidur sepembaringan dengan murid iblis tua itu, apakah to - heng menyangsikan penglihatanku? Dia murid keparat, mencoreng muka guru dengan perbuatan laknat! Inilah jelas aku tidak bisa mengampuninya lagi. Seorang murid yang telah menyeleweng sedemikian jauh hanya patut dihukum mati atas semua dosanya!"

Kata-kata yang diucapkan oleh pendekar itu tampak tegas dan berapi-api dan Pek Hong yang mendengar betapa pemuda itu tidur sepembaringan dengan murid Cheng gan Sian-jin, menjadi pucat wajahnya dan perasaannya tertikam.

Kembali jenderal muda yang dicintanya itu berjina.

Terkutuk! Gadis ini mengepal tinju dan sinar matanya berkilat penuh kemarahan.554 Memang ketika dia datang kesana, dia sama sekali tidak melihat apa yang sesungguhnya terjadi.

Pakaian Yap- goanswe yang robek-robek itu dikiranya karena siksaan musuh.

Sungguh tidak dinyana bahwa robeknya pakaian yang membuat tubuh pemuda itu setengah telanjang adalah karena perjinaannya dengan Tok-sim Sian-li! Kalau tahu begini, tentu dia tidak akan sudi me nolong! Seketika gadis ini menangis di dalam hati dan matanya basah.

Betapa Yap-goanswe berulang-ulang menyakiti hatinya.

Mula-mula kenyataan betapa pemuda itu mempunyai kekasih lain dan dia bertepuk sebelah tangan.

Akan tetapi ketika dia tahu duduknya persoalan, tahu betapa Siu Li sengaja menjebak jenderal itu dalam jerat asmaranya karena menjalankan siasat ayahnya yang menjadi musuh Kerajaan Yueh, seketika lukanya menjadi sembuh dan dia kembali mempunyai harapan baru terhadap pemuda itu.

Dari kejadian ini Pek Hong yakin bahwa Yap-goanswe tentu akan membenci setan perempuan yang menipunya itu.

Dan ini membangkitkan harapannya.

Akan tetapi, baru saja dia merasa girang karena kenyataan itu, tiba-tiba saja dia mendengar betapa Yap-goanswe melarikan diri dari istana karena bermain gila dengan Bwee Li, itu selir terkasih Yun Chang! Berita555 ini tentu saja amat mengejutkan dan sekaligus menyakitkan.

Perasaan kecewanya tiba-tiba kambuh dan rasa marah membuat dadanya seakan meledak.

Namun disamping itu, diam-diam gadis ini masih menaruh kesangsian akan kebenaran berita itu.

Dia tahu betul watak Yap-goanswe, kejujurannya, keberaniannya dan tanggung jawabnya yang besar.

Masa pemuda gagah perkasa itu mampu melakukan perbuatan memalukan ini? Akan tetapi, kalau tidak benar, kenapa dia meninggalkan istana sambil membawa Bwee Li, seolah-olah kabur sambil menculik isteri orang? Sungguh dia tidak mengerti dan itulah sebabnya mengapa dia lalu mencari pemuda ini untuk ditanya duduk persoalannya.

Sungguh tidak diduga, belum lagi hal ini menjadi jelas, guru pemuda itu mengatakan kepada mereka betapa Bu Kong tidur sepembaringan dengan murid Cheng-gan Sian jin! Hati siapa tidak akan sakit dan benci setengah mati? Kalau orang lain yang bilang, mungkin dia menaruh keraguan hati.

Akan tetapi, kalau guru dari orang yang bersangkutan sendiri sudah berkata demikian, masa dia harus menyangsikannya lagi? Pek Hong menjerit di dalam hatinya dan air mata kini bercucuran membasahi pipinya yang halus.

Bibirnya gemetar, wajahnya pucat dan mulutnya mengeluarkan556 caci maki yang tidak bersuara dan akhirnya gadis ini tidak tahan lagi, terisak dan lari keluar.

"Suhu, aku tidak mau membawanya ke Ang-bhok-san, aku tidak sudi, huh-huhh hukk.!"

Gadis itu menjerit dan tangisnya pecah, berkelebat meninggalkan ruangan kelenteng. Ta Bhok Hw esio ter kej ut, akan tetapi dia tida k sem pat m encegah.

"Hong j i, kau belum mendengar kan selengkapnya, kenapa per gi ? "

Kake k ini berteriak.557 Nam un P ek Hong tidak m enj aw ab dan hanya tangisnya yang m engguguk itul ah y ang ter dengar d an akhir nya lenyap.

G adis itu telah per gi, dan siapa dapat m em buj uknya? T otokan di t igabelas j alan dar ah saj a belum dilakukan.

Dan m elihat gelagatnya, agakny a M ala ikat G ur un Ner aka sendir i tidak m au m enger j akan totokan ini.

Dan se kar ang disusul keper gian m ur id per em puannya itu.
Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


A ndaika ta pem uda i tu sudah m endapat per tolongan per tam a, lalu siapa yang m am pu m em baw anya ke A ng - bhok-s an? M enur ut P hoa - loj in, yang paling tepat m em baw a tubuh pem uda ini untuk diobati hanya lah P ek -hong d an sek ar ang gadis itu sudah m e nyatakan tid ak sudi.

S iapa ber ani m enanggung selesainya pengobatan ini? K alau kej adian sudah sam pai begini m acam , har apan hidup bagi Y ap -goansw e sudah tidak ada lagi! "Hem , biar kanlah di a per gi, lo - heng, toh ini m em ang lebih baik.

M ur idm u itu j auh lebih b er har ga dar ipada m ur idku, tidak per lu disesalkan.

"

M a laik at G ur un Ner aka ber kata dingin dan w aj ahnya sam a sekali t idak m enunj ukkan penyesalan.

"A h, taihiap ter la lu ter gesa -gesa dan m asih diliputi haw a am ar ah. Dengan car a begini,558 bagaim ana segala kegelap an d apat dij er nihkan? "

T a B hok Hw esio m em andang pendekar itu dengan m ata m ar ah dan M alaikat G ur un Ner aka ter kej ut melihat sinar mata orang berkilat-kilat.

"Ehh, apa maksud lo-heng?"

Pendekar itu bertanya. Belum pernah selama pergaulannya dengan hwesio Tibet ini kakek gundul itu memperlihatkan sikap yang demikian berani dan agak kasar. Mata hwesio ini melotot dan dengan suara keras dia menjawab.

"Aku mau mengatakan bahwa kali ini sikap taihiap terburu-buru ! Sudah tahukah taihiap akan segala duduknya perkara? Sudah tahukah taihiap akan semua peristiwa-peristiwa tersembunyi yang melatarbelakangi semua kejadian ini? Tahukah taihiap? Tahukah? Dan kalau taihiap belum tahu semuanya itu, mengapa berani bersikap seperti ini? Taihiap terlalu dibungkus emosi dan datang ke sini dengan bibit kemarahan, taihiap kali ini terpaksa kukatakan menjadi seorang manusia lemah karena tidak mampu mengendalikan hawa amarah!" (Bersambung

Jilid ke X) Pendekar Gurun Neraka ? Batara

Jilid 9559560 PENDEKAR GURUN NERAKA Karya BATARA

Jilid 10

"MANUSIA lemah? Tidak mampu mengendalikan haw a amarah.......??"

Malaikat Gurun Neraka terkejut sekali mendengar dampratan hwesio itu dan seketika mukanya berobah.

Manusia lemah! Nafsu amarah! Ahh, bukankah kata- kata yang diucapkan Ta Bhok Hwesio ini merupakan pengulangan pesan Bu-beng Sian-su kepada dirinya sebelum manusia dewa itu pergi? Mengapa dia sampai melupakan hal ini? Dan Ta Bhok Hwesio yang merasa marah itu menjawab dengan suara kasar dan b erapi- api.

"Ya, engkau manusia lemah taihiap, engkau terlalu terburu nafsu dan cupat pikiran! Sungguh pinceng amat menyesalkan sikapmu ini dan heran bukan main. Bukankah biasanya pinceng lihat engkau adalah561 seorang yang selalu dapat mengendalikan diri? Bukankah engkau biasanya selalu bersikap tenang dan teliti, tidak ceroboh dalam mengerjakan sesuatu? Akan tetapi sekarang, sikap taihiap ini seolah -olah menyatakan bahwa taihiap telah mengetahui segalanya dengan baik sehingga berani memutuskan persoalan murid sendiri dengan demikian dingin dan kejam. Taihiap seakan-akan telah mengetahui segala sesuatu yang melatarbelakangi kejadian ini. Padahal, kalau saja taihiap mau berpikir terang dan mengusir semua kekeruhan-kekeruhan batin yang ada di dalam hati, pinceng yakin bahwa kesalahan-kesalahan yang kaulihat dilakukan muridmu ini belum tentu seratus prosen benar. Dan ini diperkuat oleh kehadiran Phoa - lojin di sini. Taihiap tentu tahu orang macam apa kakek Phoa itu. Kalau Yap-goanswe betul-betul melakukan dosa, kukira Phoa lojin tidak akan mau jauh-jauh datang kemari dan menolong muridmu itu!"

Sampai di sini Ta Bhok Hwesio berhenti dan sepasang mata kakek gundul ini seakan-akan mengeluarkan api ketika dia memandang Malaikat Gurun Neraka dengan wajah bengis.

Pendekar sakti itu terkejut, perlahan-lahan mukanya menjadi merah dan sepasang matanya memandang Ta Bhok Hwesio dengan membelalak seolah-olah dia hendak menelan hwesio itu bulat-bulat.

Sejenak562 keadaan terasa sunyi mencekam dan menegangkan, tidak ada orang yang bersuara.

Bahkan Fan Li dan Hok Sun menjadi gelisah dan kebat-kebit hatinya.

Ta Bhok Hwesio mereka anggap terlalu berani.

Urusan ini sebetulnya bisa dibilang merupakan urusan dalam perguruan pendekar sakti itu, dan kakek ini secara lancang telah mencampurinya.

Kalau Malaikat Gurun Neraka tersinggung dan marah lalu menyerang hwesio itu, sungguh keadaan akan menjadi lebih runyam lagi dan mereka tidak tahu siapakah yang harus mereka bela! Akan tetapi, pendekar ini ternyata tidak melakukan sesuatu.

Mukanya yang tadi merah sekarang berobah pucat kehijauan, lalu merah lagi dan sebentar kemudian kembali pucat seperti tadi.

Hal ini hanya menandakan bahwa pendekar itu sedang mengalami pergolakan batin yang hebat.

Dan dugaan ini memang benar.

Semprotan hwesio itu yang bertubi-tubi membuat pendekar ini seperti ditampar dan seketika dia menjadi terkejut bukan main.

Kenyataan demi kenyataan yang satu-persatu diuraikan sahabatnya ini membuat matanya seakan-akan terbuka lebar.

Apalagi setelah Ta Bhok Hwesio menyinggung-nyinggung nama Phoa-lojin di situ.

Ah, dia benar-benar melupakan si tukang ramal itu dari persoalan ini dan tentu saja Malaikat Gurun Neraka tersentak kaget.563 Ta Bhok Hwesio yang melihat betapa pen dekar ini masih belum mengeluarkan suara dan jelas sedang terkejut mendengar semua ucapannya tadi, lalu menyambung pula.

"Memang tidak pinceng sangkal bahwa Yap-goanswe adalah muridmu dan urusan ini merupakan urusan dalam perguruan taihiap sendiri. Akan tetapi, harap taihiap ingat bahwa sedikit banyak sikap taihiap itu telah mempengaruhi murid perempuanku sehingga dia lari meninggalkan kita. Padahal menurut Phoa-lojin, untuk mendatangi Ang- bhok-san dan menemui Kauw - s i a n bukanlah suatu hal yang mudah. Totokan di tigabelas jalan darah belum dilaksanakan, dan sekarang murid pinceng telah pergi dan tidak sudi membantu. Kalau keadaan sudah begini, bagaimana kita dapat menyelamatkan Yap-goanswe? Bukankah ini berarti bahwa semua jerih payah kita akan sia-sia belaka?"

Ucapan demi ucapan terasa seperti air dingin mengguyur kemarahan Malaikat Gurun Neraka.

Kalau orang lain demikian mati-matian menyelamatkan muridnya, tentu mereka mempunyai suatu keyakinan kuat.

Apalagi kehadiran Phoa lojin yang terkenal dengan ilmunya melihat jauh ke depan, sungguh hal ini membuat pendekar itu dilanda kebimbangan dan penyesalan yang amat besar.

Tampaklah kini olehnya betapa sikapnya memang kurang tepat.

Muridnya telah berhasil diselamatkan dan sekarang diserang racun jahat.

Bukannya dia menolong sang murid, bahkan dia564 hendak melampiaskan kemarahannya dengan jalan membiarkan muridnya itu tersiksa lahir batin.

Dia belum menanyai Bu Kong tentang segala perbuat - a n n y a , bagaimana dia hendak menghukum muridnya itu tanpa diberi kesempatan membela diri? Ahh, ini semua adalah disebabkan oleh nafsunya sendiri.

Kemarahan telah menguasai hatinya, dan dia terjebak dalam lingkaran nafsu pribadinya.

Ta Bhok Hwesio telah menegurnya habis-habisan, dan kakek itu mengeluarkan kata-kata yang tajam menusuk, bahkan mendampratnya.

Sebagai manusia lemah yang hanyut dalam nafsu amarah sehingga semua pikirannya keruh dan pertimbangannya goncang, apa yang dikatakan oleh sahabatnya ini memang betul.

Akan tetapi lucunya, Ta Bhok Hwesio yang menyemprotnya habis - habisan itupun melupakan satu hal, yakni dia sendiri sekarang diliputi kemarahan yang meluap dan memandangnya seperti menghadapi seorang musuh besar! Bagaimana keganjilan ini tidak terasa menggelikan? Dua orang tokoh besar ini saling pandang dan wajah Malaikat Gurun Neraka yang tadi selalu berubah -ubah itu kini tampak tenang seperti biasa.

Sepasang mata yang tajam mencorong seperti mata seekor naga itu memandang Ta Bhok Hwesio dan perlahan-lahan wajah yang tadinya kaku membesi itu berobah.

Senyuman565 tipis pecah di mulut pendekar sakti ini dan tiba -tiba terdengarlah suara ketawa Malaikat Gurun Neraka yang tertawa bergelak.

"Ha-ha-ha, lo-heng memang seorang pendeta yang hebat dan jempolan. Sungguh aku dibuat kagum dan tunduk! Tidak tahu, apakah nafsu amarah yang tadi menguasai diriku itu merupakan penyakit menular tidak? Dapatkah lo-heng menjawabnya?"

Semua orang melengak dan Ta Bhok Hwesio sendiri juga tercengang.

Melihat betapa pendekar ini dalam waktu sekejap saja sudah hilang kemarahannya dan kini tertawa bergelak, sungguh perobahan yang amat tiba - tiba ini sama sekali di luar dugaannya.

Menurut kebiasaan, mestinya Malaikat Gurun Neraka akan semakin marah karena didamprat habis-habisan di depan orang lain.

Akan tetapi kenyataannya, pendekar itu malah tertawa-tawa dan kini sedang menanyainya apakah kemarahan yang tadi hinggap di dalam dirinya itu merupakan penyakit menular ataukah tidak! Mana hwesio ini mampu menjawab pertanyaan seaneh itu? "Apa......

apa maksudmu, taihiap? Penyakit menular bagaimana?"

Ta Bhok Hwesio gelagapan dan dia tidak mengerti kemana tujuan orang.

Tadinya dia menyangka bahwa Malaikat Gurun Neraka akan membalas semua dampratannya dengan sikap keras.

Tidak tahunya sikap566 orang berbalik seratus delapanpuluh derajat dan tampaknya sedang mengalami kegembiraan yang luar biasa.

Melihat perobahan yang menggirangkan ini, tentu saja hwesio itupun terpengaruh dan otomatis semua kemarahannya terhadap pendekar itupun lenyap.

Orang bertanya sambil tertawa-tawa kepada dirinya, bagaimana dia mampu mempertahankan cemberutnya? Malaikat Gurun Neraka yang melihat hwe sio itu kebingungan, menjadi semakin geli hatinya dan dia mengulang pertanyaannya.

"Eh, lo-heng, masa kau tidak mengerti? Aku bertanya, apakah nafsu amarahku tadi itu merupakan penyakit menular ataukah tidak?"

"Penyakit menular.....? Penyakit menular bagaimana, taihiap? Pertanyaanmu amat ganjil, bagaimana pinceng dapat menjawabnya?"

Pendekar itu semakin keras tertawanya dan tiba-tiba menoleh ke arah Phoa-lojin.

"Ha-ha, kalau Ta Bhok lo- suhu tidak mampu menjawab, tentu to-heng yang lebih cerdas ini mampu menjawabnya. To-heng, tolong kaujawabkan pertanyaanku tadi agar Ta Bhok lo-suhu mengerti."

Phoa-lojin tersenyum lebar dan memang hanya kakek Phoa inilah satu-satunya orang yang semenjak tadi567 tidak menampakkan perasaan cemas ketika melihat ketegangan di antara Malaikat Gurun Neraka dengan Ta Bhok Hwesio.

Dia adalah seorang yang tajam pandangan dan waspada, maka sebelumnya diapun tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Dengan suara tenang kakek ini lalu berkata.

"Sesungguhnyalah nafsu kemarahan taihiap tadi itu merupakan penyakit m enular . Kalau tidak, bagaimana hwesio Tibet ini dapat m ar ah -marah kepada taihiap? Dia telah menegur taihiap habis -habisan, mengatakan taihiap orang y ang lemah dan dikuasai kemarahan. Akan tetapi T a Bhok Hwesio sendiri tidak sadar betapa dia sendiri telah marah-marah kepada taihiap. Kalau begini, bukankah kejadian ini persis seperti maling yang berteriak maling?"

"Ha-ha-ha, bagus, tepat sekali !"

Malaikat Gurun Neraka tertawa dan Ta Bhok Hwesio ter kejut setengah mati.

Seketika mukanya menjadi merah, akan tetapi bukan karena marah, melainkan karena malu.

Dia telah menegur pendekar itu, mengecamnya dengan kata kata tajam, mengatakan betapa Malaikat Gurun Neraka orang yang amat lemah terhadap kemarahan.

Akan tetapi, semua kecamannya tadi, semua sikapnya tadi, jelas juga dilontarkan dengan nafsu amarah.

Sungguh tepat perumpamaan Phoa-lojin yang menyindir dia seperti maling berteriak maling!568

"Ahh, ini...... ehh, ini...... wah, sialan! Pin ceng sungguh tidak menyadarinya. Kake k sinting, kalau kau tidak menjelaskannya, sungguh mati pinceng tidak mengerti maksud kata-kata taihiap itu. Wahh, pinceng memang orang pandir, harap taihiap suka maafkan semua kesalahanku tadi !"

Ta Bhok Hwesio cepat-cepat menjura di depan pendekar itu meminta maaf.

Malaikat Gurun Neraka tersenyum dan Phoa-lojin ikut tersenyum.

Semua orang tersenyum dan Fan Li serta Hok Sun juga menjadi lega, ketegangan yang amat menggelisahkan tadi benar-benar amat mengkhawatirkan dua orang muda ini.

Sungguh tidak dinyana akan berbalik secepat itu dalam suasana yang menggirangkan.

"Taihiap, sekarang kuminta baiklah engkau segera menolong muridmu itu. Sambil menolong, akupun akan melihat garis tangannya dan memberikan keterangan kepada kalian semua akan garis besar semua p eristiwa yang menimpa diri Yap-goanswe ini,"

Phoa-lojin tiba- tiba berkata dan semua orang lalu teringat akan pokok persoalan yang mereka hadapi. Malaikat Gurun Neraka menarik napas pan jang.

"Sungguh aku merasa amat bersyukur sekali bahwa to - heng datang membantu. Kalau tidak, aku tidak berani membayangkan apa yang akan kulakukan terhadap569 murid tunggalku yang sebenarnya amat kusayang ini. Itulah sebabnya begitu aku mendengar berita di luaran yang amat menyakitkan hati tentang perbuatan muridku ini, aku tidak tahan lagi. Apalagi setelah kusaksikan sendiri perbuatannya di gedung Cheng -gan Sian-jin. Semuanya itu memperkuat kepercayaanku bahwa apa yang dikabarkan orang ternyata betul adanya. Akan tetapi, kalau to-heng berani membelanya dan mengatakan muridku ini tidak bersalah, lalu apa yang sesungguhnya terjadi?"

"Ya, inilah yang harus kita ketahui ber sama dan awal dari semua peristiwa ini berasal dari Laut Tung -hai (Laut Timur)."

"Ehh, bagaimana bisa dimulai dari sana?"

Ta Bhok Hwesio nyeletuk bicara karena merasa heran mendengar keterangan itu. Phoa-lojin menoleh ke arah kakek gundul ini dan menjawab sambil tersenyum.

"Harap kalian ketahui, bahwa beberapa minggu yang lalu, badai yang amat dahsyat mengamuk di lautan itu. Bahkan tempat tinggalku sendiri diserang gelombang pasang yang amat besar dan air laut meluap sampai ke tengah pulau. Hampir saja pondokku disambar gulungan ombak yang membukit itu dan kalau hal ini terjadi, sungguh akan membuat aku runyam kehilangan tempat570 tinggal. Tidak biasanya Tung-hai diamuk badai semacam itu yang luar biasa hebatnya dan aku melihat tanda-tanda mengkhawatirkan dalam hal ini....."

Kakek itu menarik napas dan berhenti sejenak, lalu melanjutkan ceritanya.

"Untunglah, pada saat aku sendiri tidak mengira akan datangnya kejadian ini, mendadak gelombang laut yang amat ganas itu perlahan-lahan surut kembali, seakan-akan korban yang mereka harapkan telah terpenuhi. Aku lalu bersamadhi menarik getaran-getaran gaib dari delapan penjuru angin, dan pada saat itulah kumelihat bayangan Yap-goanswe bersama seorang wanita cantik berlari-lari di tepi daratan seberang. Melihat gelagatnya, pemuda itu hendak mengunjungi pulauku, akan tetapi karena badai sedang mengganas, mana mereka dapat menyeberang? Aku melihat mereka kebingungan dan tiba-tiba pada saat itulah muncul dua bayangan di belakang mereka yang bergerak secara sembunyi-sembunyi. Aku tidak dapat melihat jelas, hanya yang dapat kutangkap adalah bahwa yang seorang bertubuh tinggi besar dengan hidung yang agak bengkung. Orang ini memiliki perbawa iblis, tubuhnya penuh hawa hitam sehingga aku terkejut dan ketika aku mencurahkan semua perhatian kepada bayangan ini, mendadak aku melihat Yap -goanswe terpukul roboh dari belakang. Mereka berbuat curang, akan tetapi persisnya bagaimana aku sendiri kurang571 jelas. Yang terang, mereka lalu membawa pergi pemuda itu dan badai di pulauku reda."

"Hemm, tentu akhirnya kauketahui bahwa bayangan tinggi besar itu adalah Cheng-gan Sian-jin, bukan?"

Tanya si hwesio gundul.

"Benar,"

Phoa-lojin mengangguk.

"Aku baru mengetahui setelah aku sendiri keluar dari sarang untuk menyaksikan apa sebenarnya yang terjadi. Ketika aku menyeberang dan tiba di tempat itu, aku sudah tidak menemukan siapa-siapa lagi kecuali wanita cantik yang datang bersama murid taihiap ini. Dia pingsan di tempat itu, untung badai telah reda, kalau tidak, tentu dia akan celaka digulung ombak ke tengah laut."

"Siapa wanita cantik itu ?"

Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Malaikat Gurun Neraka bertanya.

"Ah, dia tentu Bwee Li adanya!"

Fan Li berseru mendahului Phoa-lojin dan kakek itu mengangguk membenarkan.

"Betul, wanita malang itu memang Bwee Li, selir Yun Chang yang dilarikan oleh Yap-goanswe. Dan dari wanita inilah aku menemukan rahasia-rahasia tersembunyi yang menimpa diri pemuda itu. Sungguh572 Yap-goanswe sedang terjebak siasat musuh yang amat keji dan hebat sekali."

"Siasat musuh?"

Malaikat Gurun Neraka melengak.

"Bukankah dia sudah meninggalkan istana seperti apa yang kudengar dari mulut orang? A pakah to-heng hendak maksudkan musuh pribadi ataukah musuh Kerajaan Yueh yang sudah hancur itu?"

Kakek dari Pulau Cemara ini sekarang memandang pendekar sakti itu dan menjawab dengan serius.

"Kedua-duanya, taihiap, ya musuh pribadi ya musuh kerajaan. Ketika aku memeriksa garis tangan wanita itu, aku melihat betapa seseorang telah memperalat wanita ini untuk menjatuhkan nama Yap-goanswe. Dan setelah aku mendengar keterangan yang dituturkan olehnya, mendengar betapa bukan Yap-goanswe yang bermain gila dengan Bwee Li karena tanda luka di bawah dagunya tidak ada, maklumlah aku bahwa ada pihak ketiga yang menjalankan kekejian ini. Bukti satu - satunya yang dapat dipegang oleh wanita itu adalah bekas luka di bawah dagu, dan kalian lihat, betapa dagu Yap-goanswe ini bersih dari bekas luka......"

Phoa-lojin lalu menengadahkan dagu Bu Kong yang masih pingsan itu dan semua orang melihat betapa bekas luka seperti yang dimaksudkan memang tidak ada.

Malaikat Gurun Neraka diam-diam menjadi girang573 hatinya dengan kebersihan muridnya ini, namun dia masih belum puas.

Dan di samping pendekar itu, Fan Li pun juga merasa girang dengan adanya kenyataan ini.

Akan tetapi, rahasia baru terkupas amat sedikit dan tentu saja pemuda inipun belum merasa puas.

Kalau biang keladinya belum dapat ditemukan, bagaimana nama jenderal muda itu dapat dibersihkan? Namun biar bagaimanapun juga titik terang yang kecil ini sudah melegakan hatinya.

Ternyata dugaannya terhadap Yap-goanswe tidak keliru, hanya yang perlu mereka cari sekarang adalah si pelaku kejahatan ini.

Dan agaknya satu-satunya orang yang dapat menyusun jejak peristiwa jahanam itu hanyalah Phoa-lojin.

Dengan kepandaiannya menangkap "getaran"

Di delapan penjuru mata angin, rupanya rahasia kejahatan itu akan tersingkap dengan lebih jelas lagi.

"Lalu bagaimana kelanjutannya, to-heng? Apakah to- hengpun tahu siapa gerangan yang melakukan kejahatan yang sifatnya amat pengecut ini?"

Malaikat Gurun Neraka bertanya kembali dan sinar matanya berkilat.

"Untuk mencari orang yang mempunyai luka di bawah dagu sungguh seperti mencari jarum di dasar laut. Hemm, kalau dapat kubekuk, tentu kepalanya akan kupecahkan!"574

"Harap taihiap bersabar. Saking asyiknya kalian mendengar, kita melupakan diri pemuda ini. Taihiap, kukira lebih baik cepat kau melakukan totokan di tigabelas jalan darahnya itu dan sambil bekerja akupun akan meneruskan ceritaku ini."

Kata-kata itu membuat Malaikat Gurun Neraka sadar dan cepat pendekar ini berjongkok, se jenak memeriksa pernapasan muridnya dan kemudian duduk bersila.

Ketika tadi dia meraba tigabelas jalan darah di depan tubuh muridnya, pendekar ini mendapat kenyat aan yang amat mengejutkan sekali.

Denyut urat besar tampak lemah dan hawa Thai-yang di dalam tubuh muridnya bergolak hebat sehingga perutnya me - ngeluarkan suara berkeruyuk.

Mula-mula suara berkeruyukan ini hampir tidak terdengar telinga biasa, akan tetapi semakin lama semakin keras dan akhirnya berbunyi seperti air mendidih ! Tentu saja pendekar ini terkejut dan mulutnya mengeluarkan seruan.

"Ahh, benar-benar keji, terkutuk Cheng-gan Sian-jin itu......!"

Dan wajah pendekar ini menjadi merah padam dan sepasang matanya memancarkan sinar berapi.

Sama sekali dia tidak mengira bahwa keadaan muridnya akan segawat ini.

Pantas sedari tadi belum pernah sadar.

Agaknya racun yang memasuki tubuhnya memang racun jahat yang575 kerjanya lambat, tepat seperti apa yang dikatakan oleh Phoa-lojin tadi.

Pendekar ini lalu menggulung lengan bajunya dan mengerahkan tenaga sinkangnya ke ujung-ujung jari tangan.

Tampak warna kemerahan menjalar di kedua lengannya yang kokoh itu dan perlahan -lahan mengepullah uap panas keluar dari pori-pori kulitnya.

Dan sementara semua orang memandang penuh perhatian, pendekar ini sudah melancarkan totokan bertubi-tubi dengan gerakan cepat di tigabelas jalan darah penting.

Terdengar suara "ces-ces"

Setiap kali ujung jari Malaikat Gurun Neraka menotok jalan darah di tubuh muridnya, dan tampaklah cahaya merah keluar dari ujung jarinya memasuki tigabelas jalan darah yang tertotok.

Inilah tiam-hoat (ilmu menotok) yang disebut Sin hwee Tiam-hoat (T otokan Api Sakti).

Ilmu ini hanya dimiliki oleh ahli-ahli tenaga Yang-kang belaka, karena hanya orang-orang yang memiliki tenaga Yang-kang itulah yang mempunyai simpanan tenaga panas.

Hawa Thai-yang di tubuh Bu Kong bergolak karena racun jahat, dan ini benar-benar amat berbahaya sekali bagi pemuda itu.

Terlambat sedikit, maka semua jalan darahnya akan pecah karena tidak kuat menahan banjirnya hawa Thai-yang di dalam tubuh yang576 mendidih.

Akan tetapi sekarang, setelah gurunya melakukan totokan Sin-hwee Tiam-hoat, bergolaknya hawa Thai-yang dapat ditahan dan perlahan-lahan mukanya yang tadi sepucat mayat itu mulai bersemu merah.

Sepuluh menit pengobatan pertama ini berlangsung, dan akhirnya Malaikat Gurun Neraka menarik napas panjang.

Dahinya berkeringat karena biarpun pekerjaan itu tidak memakan waktu lama, namun pengerahan tenaga saktinya tujuh bagian ini membuat napasnya agak terengah juga.

"Hemm, sama sekali tidak kusangka bahwa keadaannya amatlah berbahaya,"

Pendekar itu mendesis.

"Terlambat setengah jam saja, kukira akupun tidak akan mampu menolongnya. Sungguh Cheng-gan Sian- jin iblis tua yang amat jahat. Sayang, Siansu mencegah aku membunuhnya, kalau tidak, hmm, tentu dia sudah melayang di akhirat!"

"Ahh, jadi taihiap juga bertemu dengan manusia dewa itu?'' Ta Bhok Hwesio terbelalak dan yang lainpun terkejut. Malaikat Gurun Neraka mengangguk, wajahnya muram. Dia berdiri sambil berkata.

"Benar, pada saat pukulanku yang terakhir menghantam iblis tua yang577 remuk kaki kirinya itu, tiba-tiba dia muncul dan menyelamatkan Cheng-gan Sian-jin."

"Wah, sungguh aneh!"

Ta Bhok Hwesio berseru heran.

"Setelah dia menolong Yap- goanswe sehingga kita semua dapat keluar dari kota raja dengan selamat, kukira manusia luar biasa itu berpihak kepada kita. Akan tetapi, perbuatannya menyelamatkan Cheng -gan Sian-jin ini bukankah sama saja seolah-olah menentang kita? Bu-beng Siansu memang orang yang sukar dimengerti sikapnya, tadi dia membantu kita namun sekarang membantu musuh. Bagaimana sikapnya ini?"

Malaikat Gurun Neraka terkejut mendengar ucapan sahabatnya itu yang mengatakan Bu-beng Sian-su menyelamatkan muridnya.

"Apa katamu, lo-heng? Dia menyelamatkan muridku? Bukankah kalian yang membawanya keluar dari kota raja?"

Tanyanya terheran-heran. Akan tetapi sebelum Ta Bhok Hwesio menjawab, Phoa- lojin mendahului.

"Benar, taihiap, dialah yang menolong muridmu itu. Bahkan bukan hanya Yap - goanswe saja yang ditolong, melainkan kita semua. Kalau manusia dewa itu tidak muncul bersama Fan - ciangkun ini, entah kita dapat meloloskan diri ataukah tidak dari kepungan musuh yang ribuan orang banyaknya itu."578

"Ahh....!?"

Hanya seruan ini yang keluar dari mulut pendekar itu dan dia tidak mengeluarkan suara lagi.

Diam-diam diapun merasa bingung juga oleh sikap manusia dewa itu.

Dan kalau tadinya dia merasa kurang rela melepaskan Cheng-gan Sian-jin yang diketahuinya amat jahat itu, akan tetapi setelah sekarang dia mendengar betapa Bu-beng Sian-su telah menolong muridnya, perasaan kurang puasnya lenyap seketika.

Kalau begini jadinya, biarlah hitung-hitung dia membalas budi manusia luar biasa itu.

"Nah, sekarang aku akan melanjutkan ceritaku tadi,"

Phoa-lojin berkata dan kakek ini berlutu t di samping Bu Kong, memegang telapak tangannya dan melihat garis - garis tangan pemuda itu.

"Meskipun aku telah mendapatkan ilham tentang kejadian-kejadian ini, akan tetapi biarlah kuperjelas dengan melihat garis nasibnya..."

"Tapi, lojin, kalau tadi kaubilang bertemu dengan Bwee Li yang telah menceritakan semuanya ini kepadamu, lalu kemana sekarang wanita itu?"

Tiba-tiba Ta Bhok Hwesio memotong percakapan dan bertanya. Kakek Phoa menoleh, tersenyum dan menjawab.

"Sedianya dia hendak kubawa ke Pulau Cemara dan tinggal di sana, akan tetapi sakit hati dan dendam579 menghimpit batinnya. Dia wanita keras hati, setelah bertubi-tubi mengalami peristiwa yang mengejutkan ini, dia bertekad untuk mencari orang yang amat dibencinya itu."

"Seorang diri?"

"Ya, dan aku membiarkannya karena kulihat bahwa jalan hidupnya memang ditakdirkan demikian."

"Wahh, kau kejam, lojin! Seharusnya kau mencegahnya, masa seorang wanita lemah kaubiarkan berkeliaran seorang diri mencari musuh yang masih gelap baginya?"

Ta Bhok Hwesio mendamprat.

"Tidak, tidak gelap baginya karena aku telah memberikan arah kemana kira-kira dia harus pergi mencarinya,"

Jawab kakek itu tenang.

"Hahh? Kau tahu......?"

Ta Bhok Hwesio terbe lalak.

"Ya, garis-garis tangan wanita itulah yang memberikan petunjuk-petunjuk kepadaku sehingga aku dapat menolongnya."580

"Oo...?!"

Semua orang tercengang dan diam -diam mereka amat kagum sekali kepada ahli ramal dari Pulau Cemara ini.

"Ada lagi yang hendak kautanyakan?"

Phoa-lojin tersenyum kepada hwesio gundul itu dan yang ditanya menggelengkan kepala.

"Tidak...... tidak ada lagi sementara ini....."

"Sementara ini?"

"Ya, sementara ini. Karena siapa tahu nanti aku akan bertanya macam-macam lagi kepadamu,"

Ta Bhok Hwesio menyengir dan yang lain tersenyum. Phoa lojin lalu memusatkan perhatiannya kepada telapak tangan bekas jenderal muda yang gagah perkasa itu dan alisnya berkerut.

"Hemm, muridmu ini masih akan mengalami kejadian mengejutkan lagi, taihiap dan dia patut dikasihani. Kulihat di sini bahwa ada empat orang musuh yang memperdayai dia. Tiga berada di kota raja Wu dan yang seorang berada di sebelah utara. Benar, yang seorang inilah malah yang berbahaya. Dia licik, curang, masih muda dan ehh.....dia pandai sihir !"581 Sampai di sini Phoa-lojin terkejut dan wajah semua orang berobah.

"Pandai sihir? Masih muda.....?"

Malaikat Gurun Neraka berseru perlahan dan otaknya bekerja.

"Apakah dia murid Cheng-gan Sian-jin?"

"

A h h , tidak mungkin. Sepengetahuanku, murid iblis tua itu adalah seorang anak perempuan berjuluk Tok-sim Sian-li. Mana ada murid lain lagi?"

Ta Bhok Hwesio membantah.

"Akan tetapi, satu-satunya orang yang pandai sihir pada saat ini adalah Cheng-gan Sian jin. Siapa lagi? Barangkali pemuda yang dimaksudkan Phoa-lojin itu murid barunya, bukankah ini masuk akal? karena baru saja diangkat, maka belum banyak orang tahu,"
Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Malaikat Gurun Neraka menyanggah bantahan hwesio itu. Apa yang dikatakannya ini beralasan juga, tetapi Phoa-lojin menggeleng-gelengkan kepala.

"Tidak.tidak....."

Ucapnya perlahan.

"kuliha t pemuda itu tidak ada hubungan perguruan dengan Cheng-gan Sian-jin....aneh sekali, lalu siapakah gerangan dia?"582 Tidak ada yang mampu menjawab. Ahli ramal itu mengerutkan alisnya yang putih, memandang garis tangan B u Kong penuh perhatian dan sejenak suasana menjadi hening. Malaikat Gurun Neraka tiba-tiba bertanya.

"To-heng, kalau orang yang ke empat ini adalah seorang pemuda, lalu siapakah yang tiga orang lainnya itu?"

"Hemm, kulihat mereka berasal dari kota raja. Yang pertama tinggi kurus, yang kedua tinggi besar dan yang ketiga bertubuh sedang."

"Apakah yang pertama itu bersenjata tombak panjang?"

Mendadak Ta Bhok Hwesio menukas.

Sepasang mata ahli ramal ini bersinar dan tampak terkejut oleh pertanyaan kakek gundul itu.

Sebenarnya dia sudah tahu siapa adanya tiga orang ini, akan tetapi dia hendak mengatakannya secara memutar.

Tidak tahunya, Ta Bhok Hwesio bertanya langsung seperti itu.

Apalagi yang dapat dilakukannya? Maka diapun mengangguk dan menarik napas panjang.

"Benar, ciri-ciri orang pertama ini kulihat demikian, entah lo-heng dapat mengetahui tidak?"583

"Mengetahuinya? Ha-ha-ha, kau lucu sekali, lojin !"

Ta Bhok Hwesio tertawa bergelak dan tampak girang bukan main.

"Sekarang tahulah siapa biang keladinya. Ahh, pantas saja kalau begitu, keparat! Dan dia telah menghadiahi aku dengan hiasan ini, lihat.... .."

Kakek ini membuka bajunya dan tampak sebuah luka yang dibalut. Fan Li dan Hok Sun terkejut, mereka tidak mengira bahwa Ta Bhok Hwesio telah terluka dadanya.

"Ahh, siapa yang melukaimu, lo-heng?"

Malaikat Gurun Neraka bertanya.

"Si Jahanam yang licik itu!"

"Siapa?"

"Yang tadi disebut-sebut oleh Phoa-lojin, orang tertua dari Wu sam-taiciangkun!"

Berkata demikian hwesio ini menyala matanya dan tinjunya dikepal gemas.

Perdekar sakti itu berseru tertahan dan tiba-tiba sepasang matanya mengeluarkan cahaya ber keredep.

Seketika mukanya menjadi merah beringas dan hawa dingin keluar dari tubuhnya.584

"Hmm, jadi mereka itukah biang keladinya? Baik, akan kuhancurkan kepala mereka!"

Malaikat Gurun Neraka berkata, sinar matanya penuh nafsu membunuh dan berapi-api. Akan tetapi, sebelum pendekar ini bergerak, Phoa-lojin sudah mendahuluinya dengan kata-kata halus.

"Taihiap, harap jangan terburu nafsu. Ingatlah teguran Ta Bhok lo-suhu tadi, masa kau hendak melupakannya? Jangan khawatir, tiga orang ini tidak akan lari kemana- mana dan itu bukanlah bagianmu melainkan bagian Yap-goanswe sendiri. Dia yang terkena kotoran dan dia pula yang harus membersihkannya. Kulihat dalam gambaran alam bahwa semua kejadian ini memang sudah diatur begitu, jangan taihiap melibatkan diri. Yap-goanswe masih harus menerima kejadian-kejadian berikutnya dan biarlah kita melihatnya dari belakang. Kita hanya perlu menolong kalau dia benar -benar dalam keadaan berbahaya. Sekarang yang harus kita perhatikan justeru orang ke empat itu dan aku hendak menugaskan muridku bersama Fan-ciangkun untuk menuju ke suatu tempat..."

Malaikat Gurun Neraka menahan langkahnya dan tertegun.

Kembali dia terkejut oleh peringatan ahli ramal itu.

Ahh, mengapa lagi-lagi dia hendak terjebak dalam kemarahan? Mengapa dia sekarang mudah marah dan menjadi pemberang? Apakah dia sekarang585 sudah sedemikian lemahnya sehingga mudah dikuasai nafsu-nafsu pribadi? Pendekar ini mengepal tinjunya dan dia me nahan diri.

Tidak, tidak boleh dia bersikap begitu.

Dimana ketenangan sikapnya seperti yang sudah-sudah? Sungguh dia merasa heran terhadap perubahan di dalam dirinya ini.

Semenjak kematian Mo-i Thai-houw dulu, dia merasa betapa batinnya terhimpit sesuatu, terluka oleh sesuatu.

Agaknya kematian bekas kekasihnya itulah yang membekas di dalam batinnya dan segala persoalan yang tidak menyenangkan tentu akan membuat dia cepat naik darah.

"Hmm, kau benar, lojin, maaf....."

Pendekar in i berkata perlahan dan tidak banyak bicara lagi. Phoa lojin lalu menoleh ke arah dua orang pemuda itu, menggapai sambil berkata.

"Harap kalian ke sini sebentar, aku hendak mengatakan sesuatu....."

Fan Li melangkah maju dan Hok Sun juga mendekati suhunya. Kakek ini lalu berbisik-bisik dengan suara lirih dan dua orang pemuda itu tampak mengangguk- angguk. Akhirnya, kakek itu bertanya.

"Kalian sudah mengerti?"586

"Sudah, locianpwe, teecu sudah mengerti,"

Fan Li menjawab.

"Sudah, suhu, akupun juga sudah mengerti,"

Hok S un menganggukkan kepala dan dua orang pemuda ini saling pandang dan wajah mereka tampak tegang.

"Nah, kalau sudah mengerti, kenapa tidak segera berangkat?"

Phoa-lojin menegur sambil tertawa. Dua orang muda itu tersipu-sipu dan mereka cepat memberi hormat kepada tiga orang tokoh itu lalu melompat keluar kelenteng dan menghilang tak lama kemudian.

"Hemm, urusan pertama sudah beres, tinggal urusan kedua. Nona Hong, kalau kau terus mendekam di situ, bukankah kakimu akan pegal-pegal? Hayo turun, aku hendak memberi tugas kepadamu!"

Phoa-lojin berseru sambil terkekeh geli dan tiga orang ini memandang ke atas rumah.

Dari luar terdengar seruan tertahan dan sebuah bayangan langsung melompat turun, menerobos jendela yang tanpa daun itu dan Pek Hong dengan muka merah telah berdiri di depan orang-orang tua ini sambil menunduk.587 Ta Bhok Hwesio tertawa bergelak dan menegur murid perempuannya itu.

"Eh, Hong-ji, lain kali kau jangan bikin kaget orang tua lagi. Kalau kau betul-betul pergi, bukankah usaha pinceng menyelamatkan pemuda ini akan sia-sia belaka? Apa kau tega membiarkan jerih payah gurumu berhenti setengah jalan? Ha-ha, anak nakal, lain kali kalau berpura-pura harus bilang dulu sama gurumu, ya?"

Wajah gadis itu menjadi semakin merah dan dia m e l i rik suhunya dengan mulut cemberut.

Tadi dia benar -benar sudah pergi dan dia memang bertekad untuk pergi meninggalkan tempat itu.

Akan tetapi seruan gurunya yang berbunyi "kau belum mendengarkan selengkapnya"

Ini membuat kakinya merandek.

Kalimat itu mempengaruhi sikapnya dan biasanya apa yang diucapkan suhunya tidak pernah meleset.

Itulah sebabnya dengan hati-hati dia lalu kembali ke kelenteng, akan tetapi karena malu terhadap semua orang karena dia tadi sudah bilang untuk pergi, maka gadis inipun lalu melayang dengan kaki ringan di atas kelenteng tua itu.

Dari sini dapatlah dia mendengarkan semua kata-kata si tukang gwamia itu dan tentu saja perasaannya menjadi tidak karuan.588 Ada perasaan terkejut, terharu dan girang bercampur aduk.

Sama sekali dia tidak menduga bahwa guru Gin - ciam Siucai itu sedemikian lihai pandangannya dalam meramal sesuatu kejadian.

Hanya dengan melihat garis tangan orang, kakek ini sudah mengetahui apa yang sedang terjadi dan apa pula yang bakal terjadi.

Sungguh mengherankan, dan meskipun dia masih ragu - ragu, akan tetapi ketika tadi Phoa-lojin menyebut bahwa si pelaku semua kejahatan ini adalah seor ang p em uda yang m em punyai bekas luka di baw ah dagu dan m elih at betap a dagu Y ap -goansw e sendir i licin ber sih, kegem bir aan yang aneh m enyelinap di lubuk h atinya.

K alau dem ikian halnya, m a klum lah gadis itu bahw a ter dapat pihak lain yang m em fitnah pem uda ini.

Dan t adi suhunya m enyinggung - nyinggung nam a Wu - sam -tai ciang - kun.

Hem m , tiga or ang panglim a dar i Wu itu m em ang bukan or ang baik -baik.

In i saj a dapat dibukt ikan dar i sikap ana k -anakn ya yang ber w atak kotor , ter utam a si iblis betin a O k S iu Li itu.

Dem ikianlah, den gan hat i yang dipenuhi ber m acam -m acam per asaan, P ek Hong ter us ber sem bunyi di atas kelenteng m endengar kan sem ua per cakapan di baw ah.

Sungguh dia t idak589 m engir a bahw a sebetulnya t iga or ang lihai ini sudah mengetahui keda tangannya.

Dan ini m em ang tidak m enghe r ankan kar ena dengan telinga m er eka yang taj am nya m elebihi telinga kucing, sedikit ger akan di at as r um ah saj a sudah cukup m em buat tiga or ang sakt i itu cur iga.

P hoa-loj in yang m elihat T a B hok Hw esio m enggoda m ur idnya sehingga gadis itu m enj adi jengah, seger a ber kata sam bil ter taw a r am ah.

"Lo - heng, har ap kau j angan selalu m ain -m ain saj a. T idak tahukah kau bahw a nona Hong telah ber balik sikap dan kin i hendak m em bantu kit a? S ehar usnya kita ber ter im a kasih, bukan memperolok-oloknya. Nona Hong, j angan hir aukan su hum u ini. Lebih baik kita ber sikap ser ius dan m em per hatikan keadaan Y ap -goansw e. B agaim ana m enur ut pikir anm u? "

Dar a ini m engangkat m ukanya dan m em andang kakek itu. P er tanyaan P hoa -loj in m engusir kecanggungannya dan m endengar per tanyaan or ang, diapun lalu m enj aw ab lir ih.

"A pa lagi yang dapat kupi kir kan, locianpw e? A ku ke sini kalau tugas yang hendak locianpw e ber ikan kepadaku m em ang tepat. A kan tetapi kalau aku kur ang cocok, tentu saj a akupun t idak ber ani ban yak pendapat."590

"A hh, siapa bilang kur ang cocok? Jus ter u nonalah satu -satunya or ang yang pal ing tepat ! "

P hoa - loj in ter taw a.

"K alau nona sudah menyediakan dir i, hal ini sungguh bagus seka li. S e karang, kar ena w aktu sudah ter lalu m endesak, m aka nona har us selekasnya per gi ke A ng -bhok san. N am un, sebelum nona ke sana, ba iklah nona i kuti a ku ke belakang sebentar , ad a hal -h al y ang tida k boleh diketahui or ang lain y ang hendak kuber ikan kepada nona."

K akek itu la lu m em ber ikan isyar at dan m em utar tubuh, m enuj u ke r uangan belakang kelenteng.

P ek Hong m em andang gur unya sekej ap seolah - olah m er asa r agu untuk m engikuti kake k itu ke belakang, akan tetapi Ta Bhok hwesio bahkan mendampratnya.

"He, kenapa melenggong di situ? Hayo ikuti dia, untuk apa melototi s u h u m u ? Apa kau mau menagih hutang kepada pinceng?"

Terpaksa sambil cemberut gadis ini membalikkan tubuhnya dan menuju ke belakang tanpa banyak bicara.

Suhunya itu memang kadang-kadang mendongkolkan hati, akan tetapi di balik semua sikapnya itu tersembunyi kasih sayang yang besar terhadap dirinya.591 Maka meskipun mendongkol, iapun tersenyum geli mendengar ucapan suhunya itu.

Ada-ada saja gurunya ini.

Dia memandang biasa katanya melotot, kalau melotot katanya mendelik.

Memang susah dan menjengkelkan, sehingga kadang - kadang dia sendiripun dibuat gemas.

Akan tetapi itulah suhunya, kakek yang amat sayang dan memperhatikan segala keperluannya.

-ooo- Entah apa yang diberikan oleh Phoa-lojin kepada gadis itu, Ta Bhok Hwesio tidak tahu.

Yang jelas adalah ketika dua orang ini muncul kembali, dia melihat betapa wajah muridnya berseri gembira dan sinar matanya menunjukkan kenakalan tersembunyi.

Bertahun-tahun hwesio ini berdekatan dengan muridnya itu, maka bisa dibilang hampir setiap gerak - geriknya tentu akan diketahuinya belaka.

Dia sudah hendak menegur, akan tetapi Phoa-lojin cepat menggerakkan jarinya di depan mulut tanda dia tidak boleh berbicara.592 Sementara kakek ini terheran-heran, Phoa-lojin telah mendekatinya dan berbisik perlahan di pinggir telinganya.

Lalu kakek itupun juga mendekati Malaikat Gurun Neraka, berbisik-bisik perlahan seperti orang ketakutan terdengar suaranya oleh telinga lain, lalu tampak dua orang itu mengangkat alis mereka dan tercengang.

Demikianlah, gerak-gerik yang aneh dari tiga orang tua itu disaksikan gadis ini, lalu tanpa banyak cakap dan tanpa memandang lagi kepadanya, tiga orang tokoh itupun berkelebat meninggalkan ruangan itu.

Kejadian ini berlangsung cepat dan sebentar saja Pek Hong ditinggal seorang diri.

Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gadis ini b e r d i r i mematung dan matanya terbelalak memandang kepergian tiga orang tua itu, sejenak tertegun bingung.

Tadi, setelah dia berada di ruang belakang, Phoa -lojin juga berbisik-bisik kepadanya dan menyerahkan sebuah bungkusan kain berwarna hijau.

"Mulai sekarang nona tidak boleh membuka suara. Kalau ingin berhasil menemui Si Dewa Monyet di Ang- bhok-san, nona harus selalu tutup mulut. Ingat, nona harus tutup mulut dan menjadi orang bisu biarpun di depan Kauw-sian. Mengertikah nona?"593 Dara itu mengangguk dan hendak menjawab, akan tetapi kakek Phoa buru-buru berkata.

"Ahh, jangan bersuara! Ingat, nona mulai sekarang menjadi orang bisu dan apapun yang orang katakan, nona hanya mengangguk atau menggeleng. Kalau tidak pertolongan terhadap Yap-goanswe akan gagal sama sekali. Bukankah nona mencintanya?"

Gadis itu menjadi merah mukanya dan dia memandang Phoa-lojin dengan mata terbelalak. Dia hendak mengeluarkan suara, akan tetapi lagi-lagi kakek itu mendesis.

"Sstt, nona, jangan membuka mulut! Masa baru saja kuperingatkan sudah akan lupa? Pertanyaanku tidak seberapa, nanti kalau nona berhadapan dengan Si Dewa Monyet sendiri, mungkin nona akan lebih terkejut lagi. Nah, coba jawab sejujurnya pertanyaanku tadi, bukankah nona mencinta pemuda itu?"

Pertanyaan ini melebihi todongan pedang tajam, bagaimana Pek Hong dapat menjawabnya? Bahkan mukanya menjadi semakin merah sampai ke telinganya dan dia tidak mampu bersuara.

Kalau saja bukan kakek ini yang bertanya, tentu dia menyemprot orang habis - habisan.

Akan tetapi Phoa-lojin malah tampak gembira.

"Bagus, tidak menjawab berarti membenarkan. Dan ini satu langkah pertama nona menuju ke arah kebahagiaan. Harap nona ingat pesanku tadi, apapun594 yang orang katakan, nona tidak boleh membuka mulut dan bersikap gagu sampai tiba di tempat kediaman Si Dewa Monyet."

Kakek ini lalu mengisiki tentang beberapa hal lag i dan semuanya itu diucapkan dengan suara amat perlahan.

Mula-mula gadis itu terkejut, akan tetapi akhirnya tercengang keheranan dan tampak gembira.

Wajahnya berseri seperti anak kecil memperoleh hadiah kembang gula dan demikianlah, dua orang ini lalu kelu ar dari ruangan belakang menemui Ta Bhok Hwesio yang sedang menunggu.

Sekarang, setelah Phoa-lojin dan dua orang kakek itu pergi tanpa menghiraukan dirinya, Pek Hong melenggong.

Hal ini sama sekali tidak diketahuinya karena kakek Phoa itu memang tidak memb eri tahu.

Hampir saja mulutnya memanggil suhunya, akan tetapi segera dia mendekap mulutnya kembali dengan cepat.

Lagi-lagi dia lupa bahwa sekarang dia harus berlagak menjadi gadis bisu! Sialan, pikirnya di dalam hati.

Syarat menutup mulut ini walaupun tidak begitu berat, akan tetapi toh amat menjengkelkan sekali.

Mau bicara apa-apa tidak boleh, bagaimana tidak membuat orang kheki? Apalagi bagi perempuan yang biasanya jauh lebih cerewet daripada595 laki-laki.

"puasa"

Ini benar-benar merupakan suatu siksaan.

"Bukankah nona mencinta pemuda itu?"

Pertanyaan ini mengiang di telinganya dan pipi gadis ini bersemu dadu.

Kalau dia tidak mencinta pemuda itu, mana dia suka membawanya ke Ang-bhok-san menemui Si Dewa Monyet yang konon berwatak aneh itu? Demi pemuda pujaan hati dia rela melakukan segala hal.

Jangankan disuruh ke tempat Kauw sian, biar ke neraka sekalipun dia ikut ! Gadis ini menggreget, lalu memondong tubuh Bu Kong dan melompat keluar.

Hek-ma meringkik girang melihat munculnya gadis yang sudah dikenalnya ini, dan Pek Hong tanpa banyak cakap lagi lalu melompat di punggung kuda hitam itu.

Karena tidak boleh membuka mulut, maka nona ini menepuk leher Hek-ma sebagai isyarat dan kuda itu bergerak kaget, kemudian kabur mengikuti kehendak nonanya.

- 0 O 0 - Malam hampir menghilang, dan fajar mulai menyingsing.

Kegelapan terusir dan muncullah cahaya terang di atas bumi.596 Perjalanan ke Ang-bhok-san bukanlah suatu perjalanan mudah.

Tempat ini terletak di Pegunungan Ta-pie-san di sebelah selatan.

Akan tetapi, bersama Hek-ma yang sanggup berlari seribu li dalam sehari, perjalanan panjang ini dapat dipercepat.

Pegunungan Ta-pie-san adalah pegunungan yang amat luas dan penuh hutan-hutan lebat.

Banyak binatang- binatang buas di sini yang amat berbahaya.

Maka tidaklah heran kalau pegunungan ini jarang didatangi manusia.

Ang-bhok-san atau Bukit Kayu Merah berada di lereng timur, dan ke sinilah gadis itu menuju.

Pada saat dia tiba di wilayah ini, mula-mula yang menyambutnya adalah jalanan yang amat kasar itu berbatu-batu.

Dari tempat ini memandang ke atas, tampaklah sebuah bukit yang aneh bentuknya.

Tidak seperti bukit-bukit lainnya, Bukit Kayu Merah ini memang memiliki keistimewaan terse ndiri.

Puncaknya legok, dindingnya terdiri dari karang yang amat tinggi dan curam.

Untuk mendaki sampai di atas sana orang harus merayap di dinding bukit yang curam itu.

Dan di atas puncak yang berlegok ini, ribuan pohon gundul tanpa daun berdiri kokoh.597 Memang aneh melihat seragamnya pohon-pohon itu yang gundul licin tanpa sehelai daunpun, dan kulit pohon yang kemerahan itu bersinar tertimpa cahaya matahari.

Inilah sebabnya mengapa bukit itu dinamakan Ang-bhok-san (Bukit K ayu Merah), karena di tempat itu bisa dibilang tidak ada sebatangpun pohon yang berdaun.

Semuanya gundul dan cabang serta ranting pohon merah itu mencungat ke sana-sini seperti cakar s etan.

Jalanan berbatu ini amat kasar dan diam-diam Pek Hong menggerutu di dalam hati.

Hek-ma tidak berani mencongklang karena sekali kakinya terpeleset, tentu dia akan tergelincir jatuh.

Selama dalam perjalanan, berkali-kali kuda ini meringkik untuk mengajak bicara nonanya, akan tetapi tidak ada satu katapun yang keluar dari mulut gadis itu.

Pek Hong hanya menepuk-nepuk leher dan punggung kuda ini dengan sentuhan mesra dan diam -diam gadis ini amat berterima kasih sekali kepada Hek-ma.

Kalau kuda biasa yang mengantarkan mereka, agaknya sekarang belum tentu dia sampai di tempat ini.

Akhirnya jalan yang berbatu itu habis dan sekarang mereka melalui jalan setapak yang penuh rumput halus.

Enak berjalan kaki di sini dan dapat membuat orang merasa nyaman.

Akan tetapi, semakin dekat598 dengan bukit yang dindingnya curam intu, Pek Hong semakin tidak terasa nyaman.

K etegangan mulai dirasakannya.

Dia belum tahu bagaimana rupa Si Dewa Monyet itu.

Akan tetapi, melihat julukannya agaknya tidak meleset jauh kalau dia membayangkan bahwa tokoh i n i pasti mukanya mirip monyet.

Kalau tidak, bagaimana dia bisa mendapatkan nama poyokan itu? Membayangkan wajah y a n g buruk seperti monyet membuat gadis ini mengkirik.

Masa a d a m anusia yang rupanya betul-betul mirip monyet? Dan kakek itu disebut orang sebagai "dewa"nya monyet ! Ihh, ka l a u monyetnya saja sudah cukup membuat dia ngeri, apalagi kalau bertemu dengan Si Dewa Monyet sendiri yang berwatak kukoai.

Jangan-jangan wataknyapun juga persis monyet, ka n ber abe ka l a u b e g i n i ? Pikiran tentang bayangan ini membuat gadis itu meremang bulunya dan tahu-tahu kudanya berhenti.

Hek-ma meringkik nyaring karena dia sudah tidak dapat berjalan lagi.

Di depannya menjulang dinding batu karang yang tinggi dan Pek Hong terkejut.

Kiranya mereka telah sampai di tempat tujuan.

Perjalanan ke sini ternyata tidak terlalu sukar seperti599 yang dibayangkannya semula.

Akan tetapi perjalanan berikutnya untuk merayap di puncak bukit itu bukanlah pekerjaan ringan.

Apalagi dia harus membawa tubuh orang sakit ! Sejenak gadis ini kebingungan.

Dengan cara bagaimana dia akan mendaki ke atas? Dinding bukit ini amat terjal dan sekali dia tergelincir dari tempat setinggi itu, alamat jiwanya akan melayang.

Sebagai murid Ta Bhok Hwesio yang gemblengan, daiam hal menanggung resiko-resiko semacam ini Pek Hong bukanlah seorang dara penakut.

Akan tetapi, kalau dia harus merayap ke atas sambil membawa Yap - goanswe serta terpeleset, bukankah nyawa pemuda itu sukar dipertahankan lagi? Pada saat dia kebingungan mencari akal itulah tiba-tiba didengarnya suara ramai di balik dinding sana.

Gadis ini terkejut dan wajahnya berobah.

Siapakah yang bersuara gaduh itu ? Baru saja dia menengok, hampir saja Pek Hong menjerit dan seketika mukanya menjadi pucat.

Apa yang dilihatnya? Bukan lain adalah ribuan monyet besar kecil yang berbondong-bondong lari menghampirinya !600 Binatang-binatang ini bercecowetan, kakinya yang kecil-kecil panjang itu melompat-lompat lucu akan tetapi bagi Pek Hong sendiri, sama sekali dia tidak merasa geli karena dia melihat betapa monyet-monyet itu menyeringai ke arahnya dengan sikap marah ! Uj ian per tam a bagi dir inya tel ah dat ang! P er sis seper ti apa yang diber itahukan oleh kakek P hoa ketika m er eka ber ada di kelen teng tua.

S ej enak gadis ini pucat dan dia m er asa nger i, sem entar a Hek-m a sendir i sudah m er ingkik m ar ah dan kuda601 yang biasany a tidak kenal ta kut itu kin i j uga tam pak gelisah.

M em ang kedatangan binatang -binatang ini cukup m em buat kuncup nyali or ang.

K alau se ekor dua saj a tidak apa.

A kan tetapi k alau j um lahnya sam pai ber ibu ekor inilah s atu hal l ain l agi.

Dan sem entar a gadis itu bengong di tem patnya, beber apa ekor m onyet besar yang lar inya paling cepat telah tib a di si tu.

M onyet -m onyet ini m engeluar kan pekik lantang dan gigi m er eka yang kecil t aj am itu tam pa k buas.

E nam ekor m onyet m elom pat ke depan dan kedua tangan m er eka dengan cakar taj am m enyer ang gadis ini.

P ek Hong ter kej ut dan otom atis dia m engelak.

S am bar an m onyet -m onyet itu luput, akan tetapi dasar m onyet adalah binatang yang ger ak - ger iknya gesit dan cekatan, begitu ser angannya m enubr uk angin, binatang -binatang ini sudah m em balik dan m elom pat s am bil m engger eng, agaknya m er eka i tu m er asa m ar ah m engapa ser angan ber bar eng dar i enam j ur usan ini lup ut.

T entu saj a gadis itu m er asa gem as dan m endongkol, j uga geli.

M aka begitu m onyet - m onyet besar ini m enyer angnya kem bal i, dia602 tidak m au m engelak seper ti tadi dan kak inya ber putar , sekali tendang m engenai tubuh enam ekor binatang itu yang m enj er it kaget da n ter pelanting! Nam un m onyet - m onyet ini sungguh istim ew a dan lain dar ipada m onyet biasa.

B egitu kena tendang dan m encelat j auh, bin atang -binatang itu t idak j er a bahkan sem akin m ar ah.

M ereka mem ekik seakan m em ber i kom ando dan kini m ener j ang lagi.

T angan m er eka m encengker am dan m ulut m er eka m enggigit.

S ekali ken a tentu ak a n suk ar m elepaskan dir i kar ena m onyet -m onyet i n i adalah anak-ana k "m ur id"

K auw S ian yang m enj aga sekeliling gunung.

Dan pada saat itu, m onyet -m onyet la in yang tadi ketinggalan, k ini sudah be r datangan ke tem pat itu dan m er eka langsung m enger ubut m ur id T a B hok Hw esio ini ! T entu saj a keada an sem akin gaduh dan P ek Hong m eluap kem ar ahannya.

Dia m asih m em anggul B u K ong, ger akannya ku r ang leluasa.

M ak a hanya kedua kakin ya saj a yang ber ger ak ber gan tian m enghalau binatang - binatang kur ang aj ar ini.

A kan tetapi, diker oyok m onyet -m onyet celak a y ang luar biasa banya knya itu bagai m an a di a dap at ber tahan? L am a -lam a603 tentu dia akan celaka dan ka lau hal ini sam pai ter j adi, dia har us m enar uh m ukanya di mana? B ukankah am at m em aluk an sek ali ka lau m ur id T a B hok Hw esio yang sakt i ter nyata d ika lahkan m onyet? S elur uh dunia kang -ouw tentu ak an ketaw a ber gelak m endengar ber ita ini ! P ek Hong m enggr eget dan dia benar -benar bingung.

K alau saj a tidak ingat kepada pesan P hoa-loj in, tentu dia ak an m em bunuh m onyet -m onyet ini.

A kan tetapi binat ang - binatang itu ad alah pe lihar aan S i Dew a M onyet, dan dia datang ke sini untuk m inta per tolongan or ang, m asa dia har us m em bunuh "per aj ur it -per aj ur it"
Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


A ng -bhok-san ini? S aking bingung dan m ar ahnya, ger akan P ek Hong kur ang cepat.

S eekor m onyet besar y ang tadi ditendangnya sam pai ter pental ber gulingan, m endadak ber hasil m encengker am kaki kanannya.

G adis ini m enj er it dan binat ang itu m enggigit.

P ek Hong m engipatkan kakin ya ker as - ker as dan akiba tnya cel ananya r obek.

A k an tetapi gigitan m onyet ini luput dan binat ang itu ter lem par ber sam a sobekan celananya.

Dan belum lagi dia h ilang dar i r asa ter kej ut, tiba -tiba didengar nya Hek -m a m enj er it dan kuda hitam tinggi besar itu lar i ber putar an sam bil m enendang -nendangkan kakiny a.604 K ir anya seper ti j uga keadaan non anya itu kuda inipun j uga telah di ker ubuti oleh puluhan e kor m onyet besar kecil! A da yang m enggelantung di pahanya, ad a yang m er angkul leher nya dan ada pula yang m enar ik -nar ik ekor nya.

Dan cela kanya, sem ua binatang i tu m enggigit s ana -sini sam bil m em ekik- m ekik seper ti per aj ur it m aj u per ang! M ana ada kej adian y ang dem ikian m em pr ihatinkan? S i m aj ikan diker oyok sam pai pakaianny a r obek -r obek, dan kini kuda tunggangannya ikut -i kutan disi kat ! Untung H e k- m a bukan kuda sem bar angan.

S eper ti kita ketahui, kuda ini adalah seekor kuda j em polan.

T ahan bacokan golo k m aupun pedang.

M aka gigitan m onyet -m onyet liar itupun tidak m em buatnya ter luka akan tetapi m em buatnya seper ti digelitik.

K alau digelit ik sedeti k d ua detik saj a tentu t idak akan m em buat or ang m ar ah.

A kan tetapi kalau gelitikan in i ter us -m ener us, siapa tidak ak an naik pitam ? B egitu pula halnya dengan kuda ini.

M elihat m onyet -m onyet itu m enggigitnya dan seper ti lintah m elekat di tubuhnya, Hek -m a m enj ad i m ar ah dan kuda ini l alu m er ingkik nyar ing.605 K aki bela kangnya m enyepa k dan be lasan e kor m onyet yang ter kena "sot angan"

Kuda ini, m enj er it nger i dan ter banting di atas tanah, tak m am pu bangkit lagi.

T ubuh m er eka r em uk dan m onyet -m onyet itu tew as se ketik a.

D a lam dua kali gebr ak an saj a, du apuluh em pat ekor m onyet ini m ati dal am sekej ap! P ek Hong ter kej ut.

Wah, kalau binatang - binatang ini m ati sem ua diam uk Hek -m a, tentu Kauw-sian akan marah sekali kepadanya.

Dia hendak berteriak, akan tetapi yang keluar hanya suara yang tertahan di kerongkongannya.

Hal ini disebabkan karena dia teringat akan pesan Phoa-lojin.

Kakek itu berkata bahwa apapun yang akan dihadapinya, dia harus selalu tutup mulut dan menjadi gadis bisu! Inilah yang membuat gadis itu kian lama kian ge lisah.

Dan akhirnya dia melihat Hek-ma mulai bergulingan di tanah.

Kuda yang marah itu tampak buas, monyet - monyet yang berada di dekatnya sudah ditendangi semua.

Akan tetapi monyet-monyet yang melekat di punggung dan lehernya, tidak mau turun.

Sebelas ekor monyet melekat di tubuhnya dan tiga ekor malah menggigit pantatnya.

Agaknya Hek-ma kesakitan dan tiba-tiba kuda itu menggulingkan diri di tanah.

Sekali berguling, tujuh ekor monyet yang tidak sempat melompat, menjerit dan tergencet mampus!606

"Oohhh......!"

Pek Hong menjerit tertahan dan matanya terbelalak.

Duapuluh ekor monyet yang tewas diamuk Hek-ma itu kalau ketahuan pemiliknya tentu akan merunyamkan keadaannya.

Akan tetapi apa yang bisa diperbuatnya? Dia tidak boleh berbicara dan kalau hendak mencegah kudanya membunuh monyet- monyet itu, satu-satunya jalan ialah mengajak Hek-ma kabur dari tempat ini.

Akan tetapi kalau dia melarikan diri, habis apa gunanya dia jauh-jauh datang kem ar i? Pergi dari tempat mengerikan ini berarti gagal menolong Yap-goanswe, namun jika hendak menolong Yap-goanswe berarti tidak bisa m encegah Hek-ma menyerang monyet- monyet itu.

Keadaan serba rumit, serba susah dan tidak menyenangkan baginya.

Padahal dia harus memilih satu diantara dua keputusan.

Yang mana harus diambilnya? Pada saat Pek Hong gelisah inilah tiba-t i b a gadis itu merasa betapa tubuh B u Kong menggeliat dan pemuda itu m e n g e l u h .

Kiranya suara gaduh dan cecowetan monyet penghuni Ang bhok-san ini menyadarkan Yap- goanswe.

Tentu saja gadis itu menjadi g i ra n g dan harapannya timbul.

Dia harus m e m b i s u selama di tempat ini, namun pemuda itu tidak dikenakan syarat607 demikian.

Hal ini berarti ada harapan baginya untuk mendapat jalan keluar.

Apa yang diduga ternyata benar.

B u Kong telah sadar dari pingsannya dan pemuda ini perlahan-lahan membuka sepasang matanya, berkedip-kedip sejenak dan akhirnya terkejut ketika melihat betapa tubuhnya dipanggul seorang wanita muda.

"Ahh, siapa anda......?"

Pemuda itu berseru kaget dan cepat meronta, lalu melompat turun dari pondongan orang.

Begitu kakinya menyentuh tanah, tiba-tiba pemuda ini kembali mengeluh dan memegangi kepalanya yang berputar tujuh keliling.

Racun yang diminum melalui Arak Sorga di gedung Cheng-gan Sian-jin ternyata mulai bereaksi.

Begitu dia sadar, seketika pemuda ini merasa betapa kepalanya terasa pusing dan dunia berputaran cepat.

Dia merasa seakan-akan di balik, sebentar di atas dan sebentar kemudian di bawah.

Cindewangi Melanda Istana Karya Pendekar Rajawali Sakti 207 Kekasih Maling Yang Jujur Karya Fyodor
^