Pencarian

Playgirl Dari Pak King 11

Playgirl Dari Pak King Karya Batara Bagian 11


"Ah, Tan Hong?"

"Benar, dan ia menyeret-nyeret seorang wanita, Wi Tok, entah apa yang akan dilakukan tapi mari ke sana. Kita hajar dia!"

Kiok Eng membentak dan lagi-lagi mendahului.

Dari balik gunung muncul pemuda baju putih itu menyeret-nyeret seorang gadis cantik.

Gadis ini bukan lain adalah Beng Li yang oleh Fang Fang disembunyikan di Air Terjun Dewa- dewi.

Tan Hong rupanya datang dan menuju tempat rahasia itu.

Dan ketika pemuda itu terkejut melihat Beng Li di sana, ditanya bagaimana gadis itu datang maka Beng Li yang juga terkejut dan tak mengenal Tan Hong segera menganggap ada lawan berbahaya.

Dia dicekal dan tahu-tahu dicengkeram, memberontak dan melepaskan diri dan menendang pemuda itu.

Dan ketika dia menjawab bahwa dia menunggu pamannya Yong Lip,641 tentu saja pemuda baju putih ini tak mengenal nama itu maka Tan Hong yang curiga dan kontan menyuruh gadis ini menyerah segera diserang dan dilabrak Beng Li.

Dua belah pihak sama-sama curiga dan masing-masing merasa marah.

Tan Hong marah karena seorang gadis tak dikenal menghuni pesanggrahan di dekat air terjun itu, padahal itu adalah tempatnya.

Dan ketika Beng Li juga merasa marah karena diganggu dan dicekal tangannya, ia menganggap pemuda ini mau kurang ajar maka gadis itu menerjang tapi Tan Hong bukanlah lawannya.

Tan Hong semakin terkejut melihat pukulan- pukulan dari ilmu silat yang dikenal.

Beng Li memang mulai mendapatkan pelajaran-pelajaran dari kitab yang ditinggalkan Fang Fang.

Maka ketika ilmu silat gadis itu bahkan semakin dicurigai Tan Hong, pemuda ini terbelalak dan menganggap gadis ini mencuri maka Tan Hong mengelak dan membalas sana-sini dan Beng Li akhirnya terdesak, tak mampu menahan tamparan atau pukulan-pukulan putera Dewa Mata Keranjang itu, terpelanting dan akhirnya roboh tertotok ketika Tan Hong mengakhiri pertandingan.

Betapapun pemuda ini memang lebih lihai, masih di atas gadis baju merah itu.

Dan ketika Tan Hong menangkap dan membawanya keluar, gadis itu menjerit dan memaki-maki maka datanglah Kiok Eng dan Wi Tok yang mendengar semua suara ini.

Tan Hong terkejut ketika bayangan hitam tiba-tiba berkelebat.

Dia baru saja keluar dari mulut hutan ketika Kiok Eng menyambar den tertawa dingin.

Dan ketika bayangan biru juga menyusul dan di situ berdiri seorang pemuda tampan dengan sikap sombong, tentu saja pemuda ini berhenti maka Kiok Eng bertolak pinggang tertawa mengejek.642

"Bagus, rupanya putera Dewa Mata Keranjang telah ketularan penyakit bapaknya. Hm, tak tahu malu kau, Tan Hong. Pagi-pagi begini berani mengganggu anak orang. Hendak kauapakan dia, apakah kau sebangsa pemerkosa dan pemaksa wanita!"

"Tutup mulutmu. Gadis ini memasuki daerah rahasia Air Terjun Dewa-dewi, Kiok Eng. Ia tak mengaku bagaimana cara masuknya dan kini hendak kukompres untuk mengaku!"

Tan Hong membentak.

"Begitukah?"

Kiok Eng tertawa dingin.

"Coba lepaskan dan kutanya gadis ini. Berikan padaku dan jangan ikat dia!"

Tan Hong terbelalak.

Kiok Eng bersikap seperti majikan menghadapi bawahan.

Ia diam-diam terkejut ada apa gadis itu ke Liang-san, mau apa.

Dan karena ia melihat bahwa pemuda di samping gadis itu rupanya bukan orang biasa, tarikan bibir dan pandang mata itu menunjukkan kesombongannya maka Tan Hong berhati- hati namun membentak gadis ini.

"Kiok Eng, ia tawananku, tak akan kulepaskan. Ada apa kau ke mari dan siapa temanmu itu!"

"Ha-ha, ingin berkenalan. Bagus, silahkan dan biar aku bicara padanya, Kiok Eng. Sudah lama aku mendengar nama pemuda ini tapi baru kini berjumpa!"

Wi Tok melompat dan mengejek Tan Hong, mendahului Kiok Eng dan bersinar-sinarlah pemuda itu memandang Tan Hong.

Ia kagum kepada pemuda gagah di depannya ini dan melihat Tan Hong adalah seorang pemuda sederhana namun memiliki sepasang mata yang tajam mencorong.

Sebagai sesama kaum persilatan tentu saja ia tahu apa artinya itu.

Pemuda ini memiliki sinkang kuat! Maka mengejek dan diam-diam ingin mencoba, pemuda643 ini mengerahkan tenaganya ke tangan kanan Wi Tok lalu membentak.

"Tan Hong, temanku Kiok Eng sudah bicara agar kau melepaskan gadis itu. Nah, kalau kau pemuda baik-baik harap lepaskan dia dan berikan padaku.... wut!"

Wi Tok menggerakkan tangan dan menyambar Beng Li.

Jarak di antara mereka dua meter namun angin sambaran itu kuat, juga Wi Tok melakukannya dengan cepat.

Tapi Tan Hong yang tentu saja mengelak dan marah oleh kata-kata dan perbuatan ini lalu menghindar akan tetapi lawan bergerak maju dan tetap menyambar.

Tangan kanan itu menuju pada pangkal lengannya untuk dihantam! "Hm!"

Pemuda baju putih ini menjadi gusar.

"Sombong dan lancang kau, sobat. Siapa namamu tapi jangan coba-coba meniaksa aku..... dukk!"

Dua lengan bertemu dan Tan Hong terkejut sekali, tergetar dan terdorong sementara lawan tertahan sejenak.

Wi Tok juga merasakan tenaga lawannya dan benar dugaannya, pemuda itu kuat! Tapi karena Tan Hong tergetar dan mundur terdorong, pemuda itu membawa Beng Li maka ia meloncat dan menerkam lagi.

"Ha-ha, kaulah yang sombong. Lepas dan berikan gadis itu, Tan Hong. Aku Wi Tok tak perlu menyembunyikan nama.... duk-plak!"

Tan Hong mengelak dan menangkis dan untuk kedua kalinya kaget sekali.

Pemuda baju biru itu memaksa dan hendak merampas tawanan.

Maka ketika ia terpental dan menjadi marah, berjungkir balik menjauhkan diri maka Tan Hong terbelalak memandang pemuda itu, lalu Kiok Eng.

"Kau, siapa namamu? Wi Tok? Aku tak kenal, dan aku tak ingin berurusan denganmu. Aku ingin bicara dengan Kiok Eng dan jangan membuat aku naik darah!"

"Hi-hik, sama saja!"

Kiok Eng berseru.

"Dengan dia atau644 aku sama saja, Tan Hong. Aku atau dia memang hendak menangkapmu. Eh, kebetulan kau di sini dan menyerahlah baik-baik dan serahkan gadis itu kepadaku!"

"Tak bisa!"

Tan Hong melotot.

"Kau semakin kurang ajar, Kiok Eng. Setelah perbuatanmu yang tak tahu malu dengan Liong-ongya berani kau menghinaku seperti ini. Tutup mulutmu atau majulah biar kuhajar!"

Kiok Eng menjadi marah, namun sebelum dia maju tahu- tahu Wi Tok berkelebat dan menyerang Tan Hong lagi, kini kedua tangannya bergerak berbareng.

"Kaulah yang tak tahu malu. Sudah terang-terangan membawa gadis masih juga berani memaki orang lain, Tan Hong. Tutup mulutmu dan serahkan gadis itu!"

Tan Hong mengelak dan marah.

Ia memaki pemuda ini namun Wi Tok mengejar.

Dan ketika pemuda itu sudah bergerak dan mencengkeram serta memukul, dua tangannya silih berganti mengancam wajah Tan Hong maka tak mungkin Tan Hong berkelit lagi dan membentak melempar tawanan ia menggerakkan pula ke dua tangannya menangkis.

"Duk-dukk!"

Wi Tok terpental dan terdorong mundur.

Sekarang dia menghadapi Tan Hong yang mengeluarkan tenaga secara sungguh-sungguh namun ketika Tan Hong hendak menyambar tawanannya yang melayang turun mendadak bayangan hitam berkelebat.

Kiok Eng, yang tak menyia-nyiakan kesempatan ini tertawa dan menyambar Beng Li.

Ia tertarik pada gadis baju merah itu.

Dan ketika Tan Hong kecewa tawanan sudah dibawa berjungkir balik di sana, jauh dari tempatnya maka Wi Tok terbahak dan menjadi penasaran serta geram oleh645 tangkisan Tan Hong tadi.

"Bagus, biarkan aku menghadapinya, Kiok Eng. Jaga gadis itu dan jangan sam pai diserobot Tan Hong!"

"Kau majulah,"

Kiok Eng berseru, wajahnya gembira.

"Sekarang kesempatan bagimu untuk merasakan kelihaian putera Dewa Mata Keranjang, Wi Tok, hati-hati dan ingat pesanku bahwa ia tak boleh dibuat sembarangan"' Pemuda baju biru itu tertawa bergelak. Ia sudah menyerang dan dibalas Tan Hong dan kemudian Tan Hongpun berkelebatan membentak lawannya. Cepat dan bertubi-tubi Wi Tok menyerang dan membuatnya marah. Dan ketika pemuda baju biru bergerak bagai walet menyambar-nyambar sementara Tan Hong mengerahkan Sin-bian Gin-kangnya maka dua pemuda itu sudah bertempur hebat dan empat kali masing-masing pihak tergetar mundur.

"Duk-dukk!"

Wi Tok menambah tenaganya pula hingga tak mudah terpental.

Ia penasaran dan mengerahkan sinkang dan Tan Hong membelalakkan mata.

Lalu ketika mereka bertanding mengerahkan kecepatan dan kekuatan, masing-masing tak mau kalah dan ganti-berganti mendesak maka Kiok Eng tersenyum-senyum dan membuka ikatan gadis baju merah itu, diam-diam senang bahwa ia tak perlu mengeluarkah tenaga! "Siapa kau, bagaimana masuk ke air terjun itu dan bertemu Tan Hong.

Dari mana dan mau apa."

Beng Li, yang meloncat dan terbelalak memandang Kiok Eng lalu menggosok-gosok pergelangan tangan yang masih sakit.

Bekas ikatan itu terlalu kuat dan ia marah.646 Tapi berterima kasih bahwa gadis ini datang, iapun tertarik dan melihat gerak cepat tadi, kagum bahwa Kiok Eng mampu merampasnya dari Tan Hong maka ia membungkuk dan berkata.

"Enci, terima kasih atas pertolonganmu. Aku Beng Li, datang bersama pamanku. Entah siapa pemuda itu hingga datang-datang menangkap dan merobohkan aku. Sombong dia!"

"Hm, dia pemilik tempat ini,"

Kiok Eng tersenyum.

"Mana pamanmu itu, Beng Li, dan kenapa kau hanya sendirian saja. Apa maksudmu ke tempat air terjun itu."

"Air terjun? Aku tak bermaksud ke sana. Aku tahu-tahu berada di sana ketika mencari dan mengejar pamanku yang hilang!"

"Hilang? Aneh, apa yang terjadi. Coba kauceritakan dan bagaimana tiba-tiba ada di sini."

Beng Li lalu bercerita.

Sambil menyaksikan jalannya pertandingan itu gadis ini mengepal tinju menceritakan bahwa dia mencari Fang Fang, dibawa pamannya Yong Lip dan Kiok Eng tentu saja terkejut dan membelalakkan mata.

Kontan saja gadis itu pucat.

Dan ketika Beng Li berhenti memandang Kiok Eng, gadis itu terhuyung tapi tiba-tiba membuka kembali matanya yang dipejamkan maka gadis ini berseru kenapa Kiok Eng seperti itu.

"Kau, kenapa berubah? Ada apa? Apa yang membuatmu terkejut, enci? Adakah sesuatu yang kauketahui?"

"Tentu saja, pamanmu Yong Lip itu!"

Kiok Eng berseru.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Bukankah dia... dia laki-laki berkacamata berusia sekitar empatpuluhan tahun? Hm, kau tertipu, Beng Li. Kau dibohonginya habis-habisan. Tapi ceritakan padaku siapakah kau ini sebenarnya dan siapa guru atau orang647 tuamu!"

Gadis itu terkejut.

Beng Li ganti membelalakkan mata dan berseru tertahan bahwa data tentang pamannya Yong Lip memang benar.

Laki-laki itu memang berusia sekitar empatpuluhan tahun dan berkacamata, gagah dan masih tampan biarpun menginjak usia pertengahan.

Maka ketika dia menyambar dan mencekal lengan Kiok Eng, gadis itu tiba-tiba menjadi dingin maka gadis ini berseru apa yang terjadi, bagaimana Kiok Eng tahu akan pamannya itu.

"Benar, semua yang kaukatakan benar. Ah, tapi bagaimana ia menipuku, enci? Masa ia penipu? Ia orang baik-baik, dalam perjalanan selalu melindungi dan menyayang aku. Ia membawaku ke sini untuk menemukan musuh besarku itu, Fang Fang!"

"Hi-hik, kau benar-benar bodoh. Dia itulah sesungguhnya musuh besarmu. Tapi kenapa kau mencari Fang Fang dan siapakah guru atau orang tuamu!"

"Aku hanya memiliki ibu, ayahku tewas. Aku.... aku tak mengerti kata-katamu ini tapi jelaskan bagaimana semuanya itu!"

"Hm, aku ingin tahu dulu siapa ibumu itu. Dari mana kau berasal dan siapa yang membunuh ayahmu!"

"Ibuku.... ibuku adalah Ming Ming. Sedang ayah.... ayah tewas dibunuh Fang Fang!"

"Tepat, kau seperti aku. Ah, kau senasib, Beng Li. Kiranya jahanam itu sungguh banyak menyakiti orang!"

Dan Kiok Eng yang tiba-tiba berkelebat dan pergi dengan sedu-sedan tentu saja mengejutkan Beng Li yang semakin bingung dan tak mengerti semuanya itu.

Gadis ini berteriak ketika Kiok Eng melompat pergi tangis atau648 isak tangis gadis itu mengejutkannya.

Tapi ketika ia mengejar dan Kiok Eng mengguguk di sebatang pohon besar, berhenti dan meratap di situ maka gadis ini tertegun dan gemetar menyentuh pundak itu.

Beng Li kaget dan bingung sekali.

"Enci, kau.... eh, kenapakah? Apa yang terjadi? Kenapa kau menangis dan tiba-tiba gusar begini? Aku bingung dan tak mengerti semua sikapmu ini, enci, dan jelaskanlah kepadaku dan lihat temanmu itu memanggil!"

Ternyata benar.

Wi Tok, yang hebat bertanding dengan Tan Hong tiba-tiba terkejut dan berseru memanggil Kiok Eng.

Gadis itu berkelebat pergi tapi untung tidak terus turun gunung, Kiok Eng menangis dan menyembunyikan muka di balik sebatang pohon.

Dan ketika Wi Tok memanggil dan menerima pukulan Tan Hong, lengah memandang Kiok Eng maka pemuda itu terjengkang bergulingan dan Beng Li terkejut menyadarkan Kiok Eng.

"Dia... bedebah itu, ah.... Yong Lip itu adalah Fang Fang, Beng Li. Dia juga pernah menipuku dan aku dibuatnya sakit habis-habisan. Kau ditinggalkan, pamanmu bukan menghilang. Kaulah yang bodoh terlalu polos!"

"Maksudmu?"

"Kau ditipu mentah-mentah. Pamanmu itu, ah..... hi-hik, kita senasib dan penderitaan Beng Li. Aku tentu saja mengenal ibumu meskipun belum pernah berjumpa. Kita sama-sama dipermainkan orang she Yong itu!"

Dan Kiok Eng yang terkekeh tapi kemudian menangis lagi mendadak membentak gusar dan menerjang Tan Hong, mengejutkan Beng Li dan sejenak gadis itu menganggap penolongnya ini tidak waras.

Kiok Eng menangis dan tertawa silih berganti.

Tapi ketika gadis itu menyerang dan iapun marah kepada Tan Hong, sekaranglah649 saatnya membalas maka ia membentak dan....

ikut menerjang pula.

"Enci, bocah ini jahanam keparat. Biarlah kita bereskan dulu dan baru setelah itu bicara lagi!"

Kaget dan berteriaklah Tan Hong oleh sergapan ini.

Ia baru saja membuat Wi Tok terlempar bergulingan ketika Kiok Eng tiba-tiba berkelebat menyambar.

Sumoinya itu bukan main-main dan kini rupanya marah dan beringas sekali.

Dan ketika ia mengelak dan menangkis karena dikejar, terpental dan kini gadis baju merah itu juga membentak, dan menyerangnya maka Wi Tok melompat bangun dan mengeroyoknya pula! "Bagus, bunuh dan robohkan jahanam ini.

Ia curang menyerang aku, Kiok Eng, tak usah malu-malu membalasnya pula.

Hajar, bunuh dia.....

des-dess!"

Tan Hong terlempar dan membanting tubuh bergulingan.

Tiba-tiba ia dikeroyok dari segala, penjuru dan Kiok Eng melengking-lengking.

Beng Li, gadis baju merah itu menyerang dan mencabut pedangnya pula.

Dan ketika di depan Wi Tok menyambar dan mendorongkan sepasang lengannya, pemuda itu merendah dengan sikap setengah berjongkok maka pukulan itu hebat sekali menghantam Tan Hong, dikelit tapi terlambat dan Tan Hong merasa sesak napas.

Ia bergulingan melempar tubuh.

Namun ketika ia bangun dan meloncat diserang lagi, mengelak dan mencabut tongkat maka tiga orang itu tetap mengeroyoknya dan apa boleh buat Tan Hong tiba- tiba melarikan diri.

"Curang, licik kalian. Kalian tak tahu malu, Kiok Eng, pengecut. Masa seorang dikeroyok tiga!"650

"Jangan lari. Kau harus roboh dan merasakan pukulanku dulu, Tan Hong. Ayo terima ini dan jangan sipat kuping!"

"Benar, dan kami harus membunuhmu dulu. Heii, berhenti, Tan Hong, kaulah yang pengecut...... des- dess!"

Tan Hong terlempar dan membuang tubuh bergulingan lagi, diserang dari belakang namun ia memukulkan tongkat melenting bangun, membentak dan berjungkir balik di depan kemudian lari cepat.

Ia lebih mengenal keadaan daripada lawan-lawannya.

Namun karena Kiok Eng bukan gadis sembarangan, Wi Tok itupun juga mampu membayanginya dan hanya Beng Li yang tertinggal di belakang maka dua pukulan mengenai pemuda ini lagi hingga Tan Hong jatuh bangun.

Akan tetapi putera Dewa Mata Keranjang ini memang hebat.

Dengan sinkangnya ia mampu menahan semua pukulan-pukulan di belakang itu dan Wi Tok kagum.

Tiga kali ia menghantam punggung namun tiga kali itu pula lawan dapat meloncat bangun, lari dan memutar tongkat di belakang dan tertahanlah pukulan-pukulan yang lain.

Sebagai putera tunggal Dewa Mata Keranjang memang Tan Hong bukanlah pemuda sembarangan.

Dan ketika pemuda itu memasuki hutan namun Kiok Eng maupun Wi Tok membayangi, kemanapun Tan Hong bergerak ke situ pula dua orang ini menempel maka Tan Hong pucat menuju jalanan pat-kwa air terjun itu.

Tempat ini adalah tempat rahasia tapi Kiok Eng pernah mendatangi pula.

Dulu bersama pamannya Yong Lip yang ternyata ayah kandungnya itu ia diajak dan diselundupkan ke situ, lari dan berkelok sesuai langkah- langkah segi-delapan.

Maka ketika kini Tan Hong membawanya ke situ dan ia berseru agar Wi Tok melangkah sesuai langkah-langkah yang teratur, itulah jalanan pat-kwa yang membuat pemuda itu kagum maka651 Wi Tok tak berani sembrono dan mengikuti setiap langkah Kiok Eng dengan teliti.

Gadis itu sendiri mengikuti langkah Tan Hong dan dengan begini selalu selamat.

Wi Tok mengikuti langkah Kiok Eng dan bergeraklah dua orang itu mengejar Tan Hong.

Dan karena ke manapun Tan Hong pergi ke situ pula dua orang ini menempel maka ketika tiba di tempat air terjun itu Tan Hong akhirnya berhenti dan membalikkan tubuh.

Tak ada jalan lari lagi.

"Kiok Eng, kau benar-benar pengecut. Baik, mari bertempur dan aku siap mati hidup denganmu!"

"Ha-ha, sudah tersudut!"

Wi Tok berkelebat dan tertawa mengejek.

"Musuh kita ini ketakutan, Kiok Eng. Lihat dia menggigil!"

"Hati-hati!"

Kiok Eng berseru.

"Orang nekat bisa menjadi gila, Wi Tok. Jangan lengah dan awas....!"

Wi Tok menangkis.

Ia menyerang namun lawan melompat, maju dan menghantamnya dan terpentallah dia oleh adu pu kulan itu.

Dan ketika pemuda ini berjungkir balik dan kaget bahwa lawan benar-benar nekat, tenaganya bertambah demikian besar maka Tan Hong mengejarnya dan pemuda ini harus menangkis ketika pukulan itu tak mungkin dielakkan lagi, dia dipapak dan baru melayang turun.

"Duk-plak!"

Wi Tok berteriak dan terlempar semakin tinggi lagi.

Untunglah, ketika pemuda itu mengejar namun Kiok Eng menyerang maka Tan Hong membalik dan menangkis gadis ini, selanjutnya bertanding dengan Kiok Eng dan gadis itu meledakkan rambut dan ujung saputangannya.

Wi Tok sudah melayang turun dan merah mukanya.

Ia harus dibantu oleh Kiok Eng hingga selamat.

Maka ketika turun dan marah oleh kejadian itu segera pemuda ini652 membentak dan menyerang Tan Hong dengan mata berapi-api.

"Bunuh dia, hajar sampai mampus. Keparat benar pemuda ini, Kiok Eng. Mari cepat bereskan dan jangan diberi hati lagi!"

Akan tetapi Tan Hong sudah memutar tongkatnya.

Senjata ini sudah dicabut sejak tadi namun belum digunakan secara sungguh-sungguh.

Diam-diam Kiok Eng tergetar melihat tongkat itu, teringat pengalaman lama, yakni permainan tongkat Silat Naga Merayu Dewi.

Maka ketika ia berseru agar Wi Tok berhati-hati, menyerang dan membalas Tan Hong maka pemuda itu tiba-tiba tertawa bergelak dan aneh sekali meliak-liuk dan mulai memukul-mukulkan tongkat ke diri sendiri.

"Ha-ha, tak perlu berhati-hati. Kalau aku mau dihajar sebaiknya kuhajar dulu diri sendiri, Wi Tok. Lihat aku menghajar tubuhku agar kalian puas..... buk-bukk!"

Tongkat menyambar dan membalik menghantam punggung pemuda itu, menjerit dan berteriak mengaduh dan Wi Tok tentu saja terkejut dan heran.

Tan Hong bergulingan dan melenting bangun.

Tapi ketika ia bengong dan menghentikan gerakan sendiri, saat itulah Tan Hong melompat bangun maka tahu-tahu kakinya diserampang dan hampir saja tongkat itu membabat membuat tulangnya retak.

"Aiihhh...... desss!"

Wi Tok meloncat dan menjejak kakinya kuat-kuat.

Tongkat menyambar lewat dan sebagai gantinya tanah di tempat itu berlubang.

Pemuda ini pucat! Tapi ketika ia melayang turun dan Tan Hong diserang Kiok Eng maka pemuda itu menangis dan terbata-bata, terdesak dan mengelak sana-sini dengan air mata mengharu kan.653

"Maaf, ampun.... aku tak sengaja, Wi Tok, aiihhh. betul- betul tak sengaja. Aku kurang ajar dan biar kupukul diriku lagi, buk-bukk....!"

Tongkat menyambar dan menghantam diri sendiri, mengelak dan semua serangan Kiok Eng luput dan pemuda itu terbelalak.

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tan Hong seperti orang gila atau tidak waras otaknya.

Dan ketika ia maju lagi sementara Kiok Eng dikelit dan ditangkis, tongkat menggebuk namun mental menyambar gadis itu maka Kiok Eng berseru agar temannya tak terpengaruh semua gerakan dan mimik muka pemuda ini.

"Jangan anggap dia gila. Ini silat tongkat yang berbahaya. Heii, awas dan jangan melenggong, Wi Tok. Itu Silat Naga Merayu Dewi..... dess!"

Tongkat menyambar dan untuk kedua kali menghantam bawah kaki Wi Tok.

Tan Hong sekarang tertawa-tawa dan tidak menangis lagi.

Dan ketika Wi Tok tercengang dan heran tapi marah, rupanya ia tertipu maka Tan Hong membungkus dirinya dengan gulungan tongkat dan bak- bik-buk memukul dirinya lagi, tak perduli.

"Ha-ha, aku memang perlu dihajar, pantas dihajar. Ayo.... ayo, Wi Tok. Maju dan hajarlah aku..... buk-buk!"

Tongkat menggebuk dan memukul lagi tubuh pemuda itu. Namun ketika tongkat terpental dan menyambar ke depan, cepat sekali maka Wi Tok sadar bahwa lawan sebenarnya sedang mengeluarkan ilmu yang aneh namun lihai.

"Kurang ajar, rupanya gila dibuat-buat. Bagus, aneh ilmu silatnya itu, Kiok Eng, tapi berdua menghadapi si sinting ini tentu kita mampu merobohkannya. Lindungi aku dan biar kuserang kalau tongkatnya mental ke mari!"

Kiok Eng mengangguk.

Tan Hong tertawa-tawa dan menangis lagi dan sikapnya ini memang membuat orang bingung.

Bagi yang belum tahu tentu timbul kasihan dan iba.

Tapi karena silat itu lebih cocok dipakai untuk654 menghadapi wanita, merayu dan mampu meluluhkan hatinya sebagaimana biasa dipergunakan Dewa Mata Keranjang maka menghadapi Wi Tok yang berwatak keras dan laki-laki ini Tan Hong kurang banyak berhasil.

Kiok Eng sendiri, karena pernah ketanggor dan tentu saja waspada kini tak mudah dikecoh.

Tawa dan tangis Tan Hong hanya menggetarkannya sayup-sayup, kalau ia sendirian saja mungkin bakal terpengaruh.

Namun karena Wi Tok yang menyerang dan dia melindungi kawannya itu, tongkat yang mental dan menyambar tanpa disangka-sangka kini menghadapi rambut dan ujung saputangannya maka Wi Tok leluasa menyerang dan Tan Hong akhirnya gagal dengan ilmu silat simpanannya itu.

Tangis dan tawa itu berubah sekarang.

Tongkat mental bertemu tangkisan Kiok Eng sementara Wi Tok leluasa bergerak menyerang, Tan Hong melotot.

Dan ketika satu kali ia memukul kepalanya sendiri dan tongkat terpental menyambar pemuda itu, Wi Tok tak perduli dan mempercayakan tangkisan pada Kiok Eng maka Kiok Eng menggerakkan rambutnya dan kali ini rambut itu tidak sekedar menangkis melainkan juga menggubat.

"Plak-rrtt!"

Tan Hong terkejut. Ia tak dapat menarik senjatanya karena secepat itu pula Kiok Eng membetot. Dan ketika terjadi tarik-menarik maka Wi Tok tertawa bergelak dan menggerakkan tangannya menghantam dada Tan Hong.

"Dess!"

Pemuda itu terlempar tapi tinggi ke atas, tetap mempertahankan tongkat dan kagumlah Wi Tok oleh kehebatan ini.

Tan Hong mengeluh namun tak mau melepas tongkatnya.

Dan ketika ia jatuh ke bawah dan Kiok Eng terbelalak, sakit oleh tarikan dan daya pukul Wi Tok tadi maka pemuda ini melayangkan tangan kirinya655 dan menghantam lagi, kali ini Tan Hong menangkis dan menggerakkan tangan kirinya pula.

"Dukk!"

Dan pemuda itu terlempar.

Tongkat akhirnya terlepas tapi Wi Tok sendiri terbanting dan mencaci-maki.

Sesak juga dadanya oleh tangkisan itu.

Tan Hong benar-benar kuat! Tapi ketika ia bergulingan meloncat bangun dan Kiok Eng melengking berseru keras, tongkat terampas dan disambar tangannya maka tongkat di lontarkan dan terbang menyambar leher Tan Hong.

"Tak!"

Tan Hong terputar dan jatuh terduduk.

Pemuda itu baru saja terlempar oleh pukulan Wi Tok.

Kalau saja ia tak berada di udara dan sedang berkutat mempertahankan tongkat belum tentu Wi Tok mampu melemparnya.

Maka begitu mencelat dan disambar tongkat yang dilontar Kiok Eng, tak mungkin ia mengelak maka lehernya terasa sakit dan pemuda ini jatuh terduduk.

Tan Hong mengeluh dan pandangannya gelap.

Namun karena ia putera Dewa Mata Keranjang dan kepandaiannya tinggi maka ketika Kiok Eng berkelebat dan hendak menotoknya ia masih sempat menggulingkan tubuh ke kanan, luput dan gadis itu marah dan menyerangnya lagi.

Tiga kali gagal akan tetapi Wi Tok di sana sudah berkelebat dan menyerangnya lagi.

Dan ketika sebuah pukulan di tengkuk membuat pemuda ini terbanting dan pingsan, Tan Hong akhirnya roboh maka Kiok Eng membentak ketika temannya itu hendak membunuh Tan Hong, mencengkeram dan meremukkan ubun-ubun pemuda itu.

"Tahan, cukup. Jangan dibunuh! Biarkan ia begini, Wi Tok. Ikat saja dia dan lempar ke pesanggrahan itu!"

Wi Tok menyeringai.

Ia menahan pukulannya dan656 bersama Kiok Eng mengikat pemuda itu.

Lalu ketika mereka menyumpal mulutnya dan melempar pemuda itu ke pesanggrahan di dekat air terjun maka Tan Hong tak tahu lagi apa yang terjadi selanjutnya, termasuk dengan Beng Li, gadis tawanannya.

Dan ketika ia ah-uh-ah-uh di situ maka muncullah suhengnya itu bersama Ming Ming.

****** "Demikianlah,"

Pemuda ini mengakhiri cerita.

"Aku selanjutnya tak tahu lagi apa yang terjadi, suheng. Setelah mereka berdua merobohkan aku maka aku di sini dan kau datang. Terima kasih untuk pertolonganmu dan sungguh tak kusangka bahwa Beng Li adalah puterimu dengan Ming-cici ini. Maaf aku memperlakukannya dengan kurang hormat."

"Hm!"

Fang Fang, yang mendengar dan duduk dengan muka merah mengepal tinju dan tampak marah.

Sekarang ia mendengar sebagian besar cerita itu tapi tetap saja tak tahu siapa Wi Tok.

Nama pemuda itu baru dikenal sebagaimana sutenya mengenal pemuda itu.

Mereka juga tak tahu bahwa Wi Tok adalah putera kaisar, dari selir.

Tapi ketika Tan Hong selesai bercerita dan mengurut-urut pergelangan tangannya, hari itu ia bebas berkat kedatangan suhengnya ini maka Fang Fang menarik napas dalam berkata geram "Aku sekarang mengerti mengapa Beng Li melakukan semuanya ini.

Kiok Englah kiranya yang menjadi gara- gara.

Hm, akan kucari dan kubekuk anak itu, sute.

Dan sekarang di manakah ayah dan ibumu, ke mana suhu."

"Ayah ke kota raja, mendapat panggilan Sam-taijin. Aku mula-mula ke sana mendahului tapi setelah itu menyerahkannya kepada ayah."

"Sam-taijin? Ada persoalan apa?"657

"Lagi-lagi puterimu, suheng. Kiok Eng itulah!"

"Hm, apa yang ia lakukan?"

"Membuat kerusuhan, diperalat oleh Liong-ongya!"

"Astaga, diperalat bagaimana?"

"Membereskan pemberontak tapi ditumpangi tangan kotor Liong-ongya. Dan dia, hm.... akan menjadi isteri pangeran itu. Aku tak tahu banyak tapi puterimu telah melakukan sesuatu yang kurang pantas. Aku tak ingin menceritakan lebih jauh tapi sebaiknya suheng menyelidiki itu sendiri!"

Fang Fang terkejut.

Wajah Tan Hong menjadi merah dan bicara tentang ini membuat pandangannya berapi-api.

Tan Hong memang masih sakit oleh peristiwa dulu, betapa Kiok Eng rela diperisteri pangeran itu asal mendapat gelar bangsawan.

Dan karena selanjutnya ia tak jelas sebab waktu itu pengintaiannya diketahui Kiok Eng maka pembicaraan Kiok Eng dengan pangeran itu masalah pernikahan membuat pemuda ini sakit hati.

Maklumlah, diam-diam ia menaruh hati pada su-moi atau puteri dari suhengnya ini.

"Hm-hm, kalau begitu akan kuselidiki dia. Baik, terima kasih untuk semua keteranganmu ini, sute. Dan sekarang bagaimana kau sendiri, apa yang akan kau kerjakan."

"Aku akan mencari ayah, juga pemuda sombong itu!"

"Berarti mencari Kiok Eng pula..."

"Tidak, akan kupancing dan kubawa dia kalau masih bersama Kiok Eng, suheng. Akan kuhajar dia sebagai pembalasanku terhadap keroyokan ini. Suheng sendiri, mau ke mana sekarang? Aku tak tahu ke mana Kiok Eng pergi, begitu pula Beng Li."658

"Hm, tentu saja aku akan mencari mereka semua. Tapi nanti akan kubicarakan dengan isteriku ini. Baik, agaknya aku harus lebih dulu turun, sute. Aku agaknya akan ke kota raja pula menemui Sam-taijin!"

Tan Hong menghela napas.

Sekarang rasa sakit di pergelangan itu telah lenyap, ia mengangguk tawar.

Dan karena urusan Kiok Eng memang lebih tepat ditangani ayahnya sendiri, suhengnya lebih berkepentingan maka dia berdiri ketika suhengnya itu bangkit dan menyambar lengan Ming Ming.

"Silakan kalau suheng mau berangkat dulu. Aku juga masih ada keperluan lain."

"Baik, selamat tinggal, sute. Nanti kita bertemu lagi dan kabari kalau kau menemukan Kiok Eng lebih dulu!"

Tan Hong mengangguk.

Suhengnya berkelebat dan Ming Ming, wanita itu mengangguk padanya pula.

Dua orang itu meloncat keluar dan lenyap seperti iblis.

Gerak cepat suhengnya itulah yang luar biasa.

Dan ketika pemuda itu sendiri dan masih termenung di tempat itu, bergerak dan akhirnya keluar pula maka Fang Fang sudah membawa isterinya di bawah gunung.

Ming Ming terisak lagi.

"Bagaimana menurut pendapatmu,"

Pria ini bertanya sambil terbang membawa isterinya, meninggalkan Liang- san.

"Apa yang akan kaulakukan lebih dulu, Ming-moi. Apa yang akan kaukatakan pada puterimu nanti!"

"Aku menyerahkannya kepadamu,"

Wanita itu menjawab, tiba-tiba tersedu.

"Aku takut dan mulai khawatir, Fang Fang. Beng Li anak keras yang tidak gampang tunduk, apalagi kalau dihasut Kiok Eng."

"Hm, aku akan menemui Sam-taijin dulu, ke kota raja. Bagaimana kalau kita ke sana sambil mencari anak-anak659 itu."
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Terserah, aku tinggal menurut..."

"Terima kasih, kau lain dari yang lain, Ming-moi. Sungguh girang hatiku melihat kau begini penurut!"

Fang Fang menggenggam dan memandang isterinya itu, menyambar dan mencium lalu terbang lagi meneruskan perjalanannya.

Ia lega bahwa Ming Ming sepasrah itu, lembut dan mempercayakan semuanya kepadanya.

Dan karena ia tertarik kenapa suhunya dipanggil Sam-taijin, tak mungkin ada yang biasa-biasa saja kalau bukan untuk urusan penting maka Fang Fang meninggalkan Liang-san dan hari itu juga ke kota raja.

Dan alangkah tergetarnya hati pria ini mendengar sepak terjang puterinya Kiok Eng, betapa Kiok Eng mempermainkan dan mengadu domba pria-pria beraneka macam.

Ada yang masih bujang ada pula yang sudah beristeri.

ada yang orang kang-ouw biasa dan ada pula pejabat.

Dan ketika ia mendengar betapa hwesio-hwesio Siauw-bin-bio juga diganggu, ribut dan saling bentrok sendiri maka pria ini menahan napas sementara Ming Ming mengerutkan kening dan tak senang.

Wajah cantik itu seketika gelap.

"Luar biasa sekali anakmu Kiok Eng itu. Ah, kuharap Beng Li tak melakukan seperti yang dilakukan encinya, Fang Fang, atau kubunuh dia dan tak usah memiliki anak lagi!"

"Hm-hm, ini karena persoalanku dengan ibunya dulu. Harap jangan ikut campur dan serahkan padaku seorang, Ming-moi. Jangan sampai salah paham ini berekor lebih jauh lagi."

"Apa yang kaumaksudkan,"

Wanita itu tiba-tiba berhenti, tatapan matanya penuh cemburu.

"Apa yang terjadi antara kau dan ibunya, Fang Fang. Ada apa dengan660 Ceng Ceng!"

"Hm, itu..."

Fang Fang terkejut, seketika tahu keadaan.

"..... itu, Ming-moi. Bahwa ibunya ketahuan kalau berdusta. Anak itu marah karena berita tentang diriku tidak benar, seperti kau juga yang menjelek-jelekkan aku, bahwa aku pembunuh ayahnya!"

"Hm, bukan lainnya?"

"Misalkan apa?"

"Misalkan, hmm..... misalkan kau berbaik dengan Ceng Ceng hingga anak itu marah kepada ibunya!"

"Ah, orang hidup memang harus berbaik satu sama lainnya. Kalau aku harus bermusuhan dengan Ceng Ceng atau siapapun tak ada gunanya umurku kian meningkat, Ming-moi. Kita sekarang bukan anak-anak muda yang harus dengan gampang mendidih darahnya!"

"Hm,"

Bibir itu mengejek.

"Siapa tahu kau kelewatan dengan ibunya? Misalkan saja ketika kau mencium atau membelai Ceng Ceng itu. Kiok Eng menjadi panas!"

"Ah, ah....!"

Wajah itu memerah.

"Tak guna cemburu seperti anak kemarin sore, Ming-moi. Hentikan semua itu dan bersikaplah dewasa. Ceng Ceng ataupun kau adalah sama-sama isteriku, kita sudah pernah bicara tentang ini di Bukit Mawar!"

"Memang, tapi hati ini, ah.... baiklah, Fang Fang. Aku tak ingin mengungkit-ungkit yang membuat hatiku sakit saja. Ayo kita pergi!"

Dan berkelebat mendahului pria itu akhirnya Ming Ming bergerak kembali dan Fang Fang lega, menyambar dan menggandeng lengan isterinya ini dan menujulah mereka ke kota raja.

Ming Ming telah setuju bahwa perjalanan akan dimulai dulu dari tempat Sam-taijin itu, sambil bertanya.

Maka ketika dua hari661 kemudian mereka tiba di tempat itu dan Sam-taijin terbelalak tapi girang bukan main mengenal pria tampan berumur ini maka pembesar itu berseru dan menerkam tangan Fang Fang.

"Ah, kau, Fang Fang? Dua puluh tahun tidak berjumpa tahu-tahu seperti ini? Kau sekarang berkacamata segala? Ha-ha, pangling aku. Hampir tak mengenal. Aih, kau berlagak seperti anak muda saja dan masih seperti dulu. Ha-ha, girang bertemu lagi tapi siapa wanita ini!"

"Hm, ini isteriku Ming Ming,"

Fang Fang langsung mengenalkan isterinya.

"Maafkan aku, taijin. Datang tanpa memberi tahu karena ingin mendapat kabar darimu. Apakah suhu ke sini dan di mana beliau."

"Dewa Mata Keranjang? Ah, tak pernah. Yang datang ialah puteranya tapi sekarang pergi lagi. Duduklah.... duduklah, mari bercakap-cakap dan selamat datang untuk kalian berdua!"

Fang Fang duduk dan dilirik isterinya.

Sam-taijin berseri- seri dan memandang suami isteri itu tapi tiba-tiba keningnya berkerut, ia teringat Kiok Eng.

Dan ketika tamunya itu juga berkerut kening dan kelihatan kurang gembira maka pembesar ini bertanya apa keperluan tamunya ini, mencari keterangan apa.

"Tak usah sembunyi-sembunyi lagi, aku mencari puteriku Kiok Eng."

"Kiok Eng? Maksudmu Eng Kiok gadis berpakaian serba hitam itu?"

"Betul, dia. Bukan Eng Kiok tapi Kiok Eng. Anak nakal itu membuat onar di mana-mana dan katanya membantu Liong-ongya pula."

"Astaga, betul kiranya. Benar, aku juga telah mendengar662 bahwa gadis itu ternyata sumoi sutemu, Fang-taihiap, dan ia ternyata puterimu pula. Ah, ia diperalat tapi kini pergi meninggalkan Liong-ongya. Aku girang bahwa ia tak bekerja di tempat itu lagi!"

"Hm, coba taijin ceritakan padaku. apa yang terjadi dan apa saja yang dilakukan anak itu."

Sam-taijin tak ayal lagi bercerita.

Ia menceritakan betapa Kiok Eng bekerja membantu Liong-ongya, menumpas dan membunuh pemberontak.

Dan ketika ia bicara dengan nada gemas dan marah bahwa pangeran itu mencurigakan, pemberontakan itu rupanya diatur dari dalam maka laki-laki tua ini mengepal tinju.

"Aku belum menangkap bukti-bukti penuh, tapi kecurigaanku kuat pada pangeran itu. Ia pemegang kemudinya. Kebetulan kau datang, taihiap, coba tolong sekalian ungkapkanlah semuanya ini. Aku penasaran!"

"Hm, aku datang karena puteriku Kiok Eng, bukan lainnya. Kalau pemberontakan sudah dipadamkan dan tak ada lagi yang mengganggu negara buat apa diributkan, taijin. Kalaupun ingin mencari tahu maka puteriku itu harus ditangkap. Tentu semuanya akan jelas!"

"Ah, ya-ya, terserah kau saja. Sekarang Liong-ongya tak banyak bergerak, taihiap, tapi kudengar bahwa ia ingin menangkap dan membalas dendam pada puterimu itu. Ia mengutus putera kaisar!"

"Putera kaisar?"

Fang Fang tertegun.

"Maksudmu apa?"

"Ah, belum kuceritakan. Benar, sebaiknya kuberi tahu dulu. Beberapa waktu yang lalu datang seorang pemuda lihai, taihiap, mengaku sebagai putera kaisar dari selir Wi Tok. Ia luar biasa dan merobohkan semua jagoan di sini.663 Sekarang Liong-ongya memakai tenaganya dan aku tiba- tiba khawatir pada puterimu itu. Pemuda itu hebat!"

"Siapa namanya?"

Fang Fang saling lirik dengan isterinya.

"Apakah Wi Tok?"

"Benar, ah, dari mana kau tahu?"

"Hm, kebetulan aku juga mendengar tentang pemuda ini, taijin, tapi sekarang pemuda itu bersahabat dengan Kiok Eng. Mereka bahkan mengacau dan mengeroyok Tan Hong, membakar Liang-san!"

"Astaga, begitukah? Lalu bagaimana sutemu?"

"Tidak apa-apa, aku telah bertemu dengannya dan mendengar sebagian dari cerita ini. Tapi aku kurang puas dan datang ke mari, sekalian sambil bertanya apakah taijin pernah melihat atau mendengar tentang puteriku yang lain, Beng Li, gadis baju merah."

"Beng Li? Tidak, aku tak mendengar apa-apa!"

"Kalau begitu kami harus mencarinya lagi. Hm, terima kasih untuk semua keteranganmu ini, taijin, dan kupikir kami harus pergi."

"Eh-eh, kalian mau kembali? He, jangan tergesa-gesa dulu, taihiap, aku belum menjamu dan mengeluarkan minuman?"

"Terima kasih. Keteranganmu cukup, taijin, selanjutnya akan kami lengkapi sendiri. Biarlah lain kali kami datang lagi dan sekarang permisi kami pergi!"

Sam-taijin terbelalak dan berseru kecewa.

Suami isteri yang baru datang itu tiba-tiba bangkit berdiri, lalu sekali membungkuk dan berkelebat pergi merekapun hilang dari pandang matanya.

Tentu saja pembesar ini lari ke depan tapi Fang Fang dan isterinya telah lenyap.

Mereka664 memang tak mau lama-lama lagi setelah mendapat tambahan berita.

Kiranya Wi Tok adalah putera kaisar! Dan ketika Fang Fang terbang keluar kota raja maka di tengah perjalanan pria ini bertanya lagi pada isterinya.

"Bagaimana sekarang, apa yang harus kita lakukan."

"Terserah dirimu, Fang Fang, aku hanya mengikut saja. Tentunya kita harus mencari Kiok Eng dan anak kita Beng Li."

"Kau tak ada saran?"

"Saran apa?"

"Apa saja yang dapat kaukatakan, masa harus aku semua!"

"Hm, aku tak berani bicara tentang Kiok Eng, tapi kalau puteriku Beng Li tentu saja ada. Aku ingin secepatnya menemukan dia dan membawanya kembali pulang!"

Fang Fang menghela napas.

Ia dapat merasakan kekhawatiran isterinya ini, diam-diam juga takut kalau- kalau Beng Li menjadi binal.

Bagaimana dua anak perempuannya kalau sama-sama gila, menggoda dan suka mempermainkan lelaki! Tapi merasa Beng Li tidak seliar Kiok Eng, anak itu lebih lembut maka Fang Fang menggenggam tangan isterinya dan berkelebat melanjutkan perjalanannya lagi.

"Tak usah khawatir. Beng Li bukan Kiok Eng, moi-moi, anak itu tak seliar encinya. Kiok Eng liar dan binal karena didikan sebelas gurunya!"

"Mudah-mudahan,"

Ming Ming menarik napas dalam.

"Aku juga berharap begitu, Fang Fang. Tapi aku tak tahu bagaimana kalau sebaliknya. Entah apa yang akan kulakukan kepada Beng Li!"665 Lalu ketika keduanya melanjutkan perjalanan dan mendapatkan tambahan informasi maka keduanya tak bicara lagi namun diam-diam Fang Fang bertanya-tanya murid siapakah Wi Tok itu, bagaimana ada seorang putera kaisar yang amat lihai! ******* Kakek dan wanita cantik itu berjalan bergandengan tangan. Mereka baru saja keluar dari kota Wi-teng setelah mengisi perut, terkekeh dan si kakek mengusap- usap isterinya dengan gembira. Bau arak menyembur kuat. Tapi ketika si isteri mendorong dan derap kuda di belakang menyuruh mereka minggir, wanita itu menjauh maka kakek ini ditepuk agar sadar.

"Jangan mengoceh yang tidak-tidak saja. Heii, ini jalanan umum, suamiku, bukan rumah kita sendiri. Hentikan minummu dan minggir ada orang lewat!"

"Ha-ha, siapa yang lewat. Kaisarpun tak berani mengusir aku. Heh-heh, biarkan saja, niocu. Kalau mau lewat biar mencari jalan lain!"

Kakek itu seperti mabok dan malah ke tengah.

Dia menenggak sebuli-buli arak dan enak saja tertawa-tawa, sang isteri terkejut sementara penunggang kuda di belakang berteriak dan menjeletarkan cambuk.

Mereka sudah dekat tapi kakek itu seakan tuli.

Dan ketika derap semakin kuat namun kakek itu tak mau minggir, dua ekor kuda melaju kencang maka penunggang di sebelah kiri melengking dan menggerakkan cambuk menyambar leher kakek ini.

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bentakan dan seruan wanita terdengar marah.

"Tua bangka kurang ajar, minggir atau kau mampus!"

Cambuk menyambar dan membelit si kakek.

Suara menjeletar tak membuat kakek itu takut tapi ketika cambuk menarik dan mengangkat tubuhnya tiba-tiba666 pemegangnya berseru kaget.

Cambuk itu seakan membelit gunung batu.

Dan ketika bentakan mengiringi putusnya cambuk, kuda menerjang dan menabrak kakek ini maka penunggangnya berjungkir balik sementara kakek itu terkekeh-kekeh dan tiba-tiba secepat kilat mengembangkan lengan dan mendorong kepala kuda.

"Bresss!"

Kuda terjengkang dan meringkik berkepanjangan.

Tuannya memekik marah namun sudah melayang turun, wajahnya gelap dan berapi-api.

Dan ketika penunggang nomor dua berseru menahan kendali kuda, tunggangan itu sampai meringkik mengangkat kaki depan tinggi-tinggi maka gadis baju hitam-hitam itu, yang terbelalak dan marah bukan main sudah berhadapan dengan kakek ini.

Buli-buli itu disimpan dan si kakek juga tampak terkejut.

"Kau...?"

"Kau!"

Dua-duanya berseru hampir bersamaan.

Gadis itu ternyata adalah Kiok Eng sementara si kakek adalah Dewa Mata Keranjang.

Dua-duanya terkejut dan saling tunjuk.

Tapi ketika kakek itu tertawa bergelak dan Kiok Eng marah sekali, membentak dan berkelebat ke depan maka gadis ini tak banyak cakap lagi menerjang kakek itu.

"Kiranya Dewa Mata Keranjang, bagus, tua bangka keparat! Mampus dan terima seranganku, kakek busuk. Pantas berani sombong kiranya kau..... des-dess!"

Si kakek mengelak dan menangkis, terkekeh dan geli namun selanjutnya Kiok Eng menyerangnya lebih gencar.

Gadis ini juga baru keluar Witeng setelah mengisi perut.

Dia meninggalkan Liang-san setelah gagal mencari kakek ini, tak disangka bertemu di situ dan tentu667 saja kegembiraan namun kemarahan Kiok Eng juga berkobar.

Tadi cambuknya membelit namun tak sanggup menarik.

Si kakek mengerahkan Ban-kin-kang (Tenaga Selaksa Kati).

Maka ketika cambuknya putus dan ia terkejut sekali siapakah lawan yang amat lihai ini tiba-tiba ia menjadi berang setelah tahu bahwa kakek itu adalah Dewa Mata Keranjang.

Pantas! Maka membentak dan tak membuang-buang waktu lagi dia segera beterbangan dan menyambar-nyambar kakek ini, temannya tertegun dan masih di atas kuda.

"Heii, siapa itu, Kiok Eng. Kenapa kau demikian beringas!"

"Tulikah telingamu!"

Kiok Eng membentak.

"Inilah orang yang kita cari-cari, Wi Tok. Dialah Dewa Mata Keranjang. Bantu aku, robohkan kakek ini!"

Wi Tok terkejut dan membelalakkan mata.

Ia tak jelas mendengar makian Kiok Eng tadi karena ringkik kudanya amat keras.

Dia juga terkejut bahwa temannya terlempar dan tak mampu menarik kakek itu, padahal cambuk sudah membelit leher.

Tapi begitu sadar dan kaget bahwa kakek ini adalah orang yang dicari-cari, penghuni Liang-san maka pemuda itu meloncat turun dan berseru keras menerjang pula.

"Bagus, ini kiranya tua bangka . itu? Robohkan dia! Tangkap dan bawa dia ke gurumu, Kiok Eng. Mari kubantu seperti kataku dulu!"

Kakek itu terbelalak.

Dia tak mengenal Wi Tok tapi ketika pemuda itu mendorongkan tangannya maka tiba-tiba serangkum pukulan dahsyat menyambar dadanya.

Ia mengelak.

Tapi ketika dorongan itu berubah menjadi cengkeraman, membelit dan siap membanting maka kakek ini terkejut dan melempar tubuh bergulingan.668

"Bresss...!"

Dewa Mata Keranjang berteriak memaki-maki namun kakek itu meloncat bangun terkekeh-kekeh.

Ia terkejut oleh gerak cepat itu.

Sekali lihat segera sadar bahwa pemuda ini lihai.

Tapi karena justeru ia gembira dan gatal tangan, Kiok Eng mengejar dan ditangkisnya cepat maka anak muda itu juga berkelebat dan bertemu lengan kiri kakek ini.

"Dukk!"

Wi Tok terpental dan kaget. Kakek itu mampu menangkisnya dan ia terpental. Tapi ketika ia membentak dan maju lagi maka kakek itu diserang dan bergeraklah kakek ini mencabut buli-buli araknya itu.

"Ha-ha, calon mantu paling konyol. Heii, tak punya perasaan kau ini, Kiok Eng. Masa terhadap mertua berani menyerang. Berhenti, atau nanti kusemprot!"

"Tua bangka jahanam!"

Kiok Eng mem bentak.

"Roboh dan menyerahlah, Dewa Mata Keranjang. Kau akan kubawa kepada suboku untuk mempertanggungjawabkan perbuatanmu. Roboh atau kau mampus!"

Kakek ini menangkis.

Ia tak marah oleh segala caci maki itu namun isterinya mengerutkan kening.

Melihat suami dikeroyok bukan barang baru bagi wanita ini.

Tapi mendengar dan melihat sikap Kiok Eng ia benar-benar tak senang.

Maka ketika ia bergerak tapi sang suami buru-buru mencegah, menggoyang tempat arak itu maka Dewa Mata Keranjang berseru padanya.

"Heii, tak usah maju. Tak perlu maju! Aku dapat menghadapi anak-anak ini, niocu. Kalau mereka tidak kujewer tentu semakin kurang ajar. Ha-ha, murid Lin Lin ini memang paling nakal..... plak!"

Dan pukulan Kiok Eng yang terpental oleh tangkisan kakek itu akhirnya disusul669 oleh pukulan Wi Tok yang dikelit dan ditangkis pula, terpental dan pemuda itu terhuyung mundur dan terbelalak penasaran.

Kakek ini ternyata kuat juga.

Ia benar-benar berhadapan dengan lawan lihai! Tapi ketika ia membentak dan Kiok Eng mulai menggerakkan rambut dan saputangannya, menjeletar dan meledak-ledak maka pemuda itu juga memperhebat serangan, tak memandang mata kepada wanita di luar pertandingan itu yang segera diketahuinya sebagai ibu Tan Hong.

"Ha-ha, anak-anak ini semakin nakal. Lihat dan jaga mereka kalau ada yang lolos, niocu. Aku akan menghajar dan lihat siapa yang roboh!"

Kiok Eng terkejut dan Wi Tok juga berseru keras.

Kakek itu berkelebat mempergunakan Sin-bian Gin-kang dan tubuhnya tiba-tiba lenyap mengelilingi mereka.

Sambil tertawa-tawa kakek ini membalas dan mendesak.

Dan karena ia adalah pencipta Sin-bian Gin-kang dan Pek-in- kang atau Pukulan Awan Putih dikeluarkan untuk menampar dan menyerang dua muda-mudi ini maka Kiok Eng terdesak sementara Wi Tok terpelanting kena telinganya.

"Ha-ha, lihat. Sekarang tubuhku sudah sehat dan tak mungkin anak-anak ini main-main lagi dengan si tua bangka.... des-dess!"

Kiok Eng terhuyung dan nyaris terpelanting pula.

Ia marah dan memekik namun Dewa Mata Keranjang lebih lihai.

Ilmu silat atau serangan- serangan gadis itu sudah dikenal.

Dan ketika Kiok Eng mengeluarkan Kiam-ciang namun kakek itu terkekeh- kekeh, mainkan Sin-mauw-kang namun Dewa Mata Keranjang terbahak-bahak maka kakek itu berseru bahwa segala warisan nenek May-may atau Bi Hwa dan Bi Giok tak mempan kepadanya.

Tangan Pedang atau Rambut Sakti gadis itu memang selalu terpental.670

"Tak guna mengeluarkan ilmu-ilmu ini, sudah kukenal. Ha-ha, sekarang tubuhku sehat, anak bengal, lain dengan ketika dulu kau menyerang aku di Liang-san. Hayo, menyerah saja kepadaku dan kuserahkan kepada Tan Hong. Atau nanti kugantung dengan kepala di bawah kaki di atas!"

Kiok Eng gusar.

Memang segala serangannya tak mempan lagi ditolak atau dipukul balik Pek-in-kang.

Tapi ketika Wi Tok berseru keras dan merobah gerakan, berjongkok dan mulai melancarkan pukulan-pukulan Katak Merah, Ang-mo-kang maka kakek itu terkejut dan berubah mukanya.

"Ang-mo-kang, Pukulan Katak Merah! Kau.... kau, heii.... desss!"

Wi Tok mengerahkan tenaganya sehingga si kakek terpental.

Kebetulan waktu itu Kiok Eng menjeletarkan rambut dan ditangkis, membelit dan menahan lengan kakek ini hingga Dewa Mata Keranjang kena serangan temannya.

Dan ketika kakek itu terpental tapi maju lagi, terbelalak dan kaget memandang Wi Tok maka pemuda itu tertawa gembira dan melancarkan serangannya lagi.

"Tahan dan ikat dia, jangan sampai menangkis. Ha-ha, biarkan pukulanku mengenainya, Kiok Eng. Kita bunuh kakek ini dan robohkan dia!"

Kiok Eng berkelebat dan menghadang lagi.

Ia membuat Dewa Mata Keranjang sibuk oleh serangan-serangannya sementara Wi Tok bebas memukul.

Perut pemuda itu menggembung dan bunyi aneh terdengar juga di situ.

Kiok Eng tak mengenal pukulan ini karena baru itulah kawannya mengeluarkan.

Dan ketika kakek itu berubah dan pucat memandang Wi Tok, teringat seseorang di luar Tiong-goan maka kakek itu membentak.671

"Anak muda, kau murid Siang Lun Mogal? Kau diperintah gurumu mencari aku?"

"Hm,"

Wi Tok terkejut, kagum juga.

"Kau sudah melihat pukulanku, Dewa Mata Keranjang, sudah mengenal pula guruku. Aku tak perlu menjawab karena kau tentu mengerti sendiri!"

"Ha-ha, Mogal sungguh lucu. Baik, aku akan memberitahu gurumu bahwa mengirim orang sepertimu tiada guna, bocah. Jangan sangka Ang-mo-kangmu membuat aku takut..... dess!"

Si kakek menangkis dan membiarkan pukulan Kiok Eng datang, mengerahkan sinkang dan menerima lalu menyalurkannya ke depan.

Kiok Eng terkejut karena tenaganya mendadak hilang, disedot dan dilontarkan ke depan menyambut Pukulan Katak Merah.

Dan ketika Wi Tok berteriak karena didorong dan ditahan dari depan, kakek itu memasukinya dengan tenaganya sendiri maka pemuda itu mencelat dan terbanting bergulingan.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Aughh!"

Kakek itu tertawa-tawa.

Sekarang ia tahu murid siapa pemuda ini, berkelebat dan menampar dan Wi Tok terbanting lagi oleh Pek-in-kangnya.

Tapi ketika Kiok Eng melengking dan menyerangnya lagi, dari belakang maka kakek ini membalik dan Wi Tok mampu melompat bangun, menyerang dan mengeroyok namun Dewa Mata Keranjang benar-benar lihai.

Kakek ini tak takut menerima Ang-mo-kang karena tenaga Kiok Eng diterima dan disalurkan, menyambut dan ditambah tenaganya sendiri hingga Wi Tok berteriak dan terlempar lagi, begitu berturut-turut! Dan ketika pemuda itu gentar dan ngeri, Kiok Eng juga tobat menghadapi kakek ini maka berkelebatlah sebelas bayangan disusul seruan dan ledakan.672

"Jangan takut, kami datang, Kiok Eng. Biarkan tua bangka ini bersombong dulu dan lihat bagaimana sekarang!"

Kakek itu terkejut.

May-may, nenek yang masih memiliki rambut indah menyambar dan meledakkan rambutnya.

Lalu ketika Bhi-kong-ciang nenek Lin Lin juga meluncur dan menghantam punggungnya maka Kiam-ciang dan jarum-jarum hitam menyambar dari nenek Bi Hwa dan Bi Giok.

"Cring-cring-plakk!"

Dewa Mata Keranjang mengeluarkan tongkat dan secepat itu menangkis dan menghalau semua serangan.

Kakek ini berseru keras sementara isterinya menjadi pucat.

Mien Nio, wanita itu berubah dan mencabut pedang.

Ia terkejut oleh datangnya lawan- lawan tak diduga ini.

Dan ketika suaminya mengelak dan meloncat sana-sini lagi, menangkis dan berteriak-teriak menyuruh mundur maka nenek May-may dan lain-lainnya itu semakin beringas.

"Tak perlu banyak mulut. Menyerah atau kami merobohkanmu, Dewa Mata Keranjang. Mana Fang Fang muridmu terkutuk itu!"

"Benar, dan kau ikut kami ke Bukit Angsa. Atau kami merobohkanmu dan terpaksa membunuhmu singg- plak!"

Tangan Pedang nenek Bi Hwa ditangkis si kakek, terpental tapi rambut nenek May-may menyambar dan mengenai pundak kakek ini.

Dan ketika kakek itu terhuyung dan berteriak-teriak tak berhasil, tongkat diputar dan menghalau serangan-serangan lain maka Mien Nio membentak dan apa boleh buat harus melompat membantu.

"Cici May-may, cici Bi Hwa, kalian tak boleh mengeroyok suami sendiri. Mundur dan bicarakan semua persoalan673 baik-baik!"

"Huh, tak ada yang baik-baik. Tua bangka ini selalu menyakiti kami, Mien Nio, dan Fang Fang membuat kami marah. Dia sebagai gurunya harus bertanggung jawab dan kau mundurlah jangan ikut campur.... plak-plakk!"

May-may tergetar dan membelalakkan mata, ditangkis dan bertemu pedang lawannya itu dan nenek ini melotot.

Mien Nio membuatnya mundur dan sudah menyerang yang lain-lain pula.

Dan ketika Dewa Mata Keranjang tertawa bergelak dan dibantu isterinya itu, nenek-nenek yang lain menjadi marah tiba-tiba Wi Tok mencuri kesempatan dengan menghantam perut kakek ini.

"Bukk!"

Kakek itu melotot.

Ia girang oleh bantuan isterinya tapi lengah terhadap pukulan ini.

Tapi ketika ia memutar tongkat dan membalas, pemuda itu berkelit namun kena gebuk maka Wi Tok terpelanting akan tetapi sebelas nenek itu sudah menyerang lagi.

Kiok Eng juga berkelebat dan membantu gurunya.

"Hm, kita pergi!"

Kakek itu berseru.

"Naik ke atas tongkatku, Mien Nio. Serang dari situ dan buka jalan!"

Wanita ini mengangguk.

Ia tahu apa yang dimaksud suaminya dan tiba-tiba meloncat tinggi, berseru nyaring dan berjungkir balik turun di ujung tongkat.

Lalu ketika tongkat diputar dan dari atas ia leluasa bergerak, menusuk dan membabat maka sebelas nenek itu mundur dan Kiok Eng didorong subonya.

"Jangan dekat-dekat, kakek itu akan menyerang dari bawah!"

Benar saja, Dewa Mata Keranjang menggerakkan sepasang kakinya.

Ganti-berganti dan lincah serta cepat674 kakek ini melakukan tendangan-tendangan berbahaya.

Dengan pedang isterinya di atas dan kaki bersembunyi di bawah memang lawan dapat roboh kalau tidak mundur.

Tongkat diputar naik turun dan Mien Nio pun naik turun menyambar-nyambar.

Wanita itu telah mengerahkan ilmunya meringankan tubuh hingga seringan belalang, Dewa Mata Keranjang tak ada beban dan enak saja menyerang dari bawah.

Dan ke tika lawan-lawan mundur dan May-may serta yang lain memaki-maki, mereka tahu kelihaian Dewa Mata Keranjang maka kakek ini tak mau membuang waktu lagi dan meloncat melempar isterinya keluar.

"Ha-ha, kau dulu. Setelah itu aku!"

Hebat dan mengagumkan kakek ini membuang isterinya ke depan.

Mien Nio berjungkir balik tinggi di udara dan karena tepat jatuh di atas kuda iapun mencemplak kudanya ini, kuda Wi Tok.

Lalu ketika kakek itu melayang dan jatuh di punggung kuda yang lain Dewa Mata Keranjangpun mengeluarkan araknya lagi dan menenggak lalu menyemprot.

"Siapa yang ingin mengejar boleh lari cepat. Ayo, berlomba..... crott!"

Arak menyembur dan menyebar bagai hujan.

Nenek Bhi Hwa menangkis dengan Tangan Pedang dan terdengar bunyi tang-ting ketika arak yang keras dan penuh diisi sinkang itu terpental.

May-may melotot.

Tapi ketika semua sadar dan membentak marah maka mereka berkelebat dan mengejar dua kuda yang sudah membalap itu.

Jilid XIX "HA-HA, ayo.....

ayo berlomba.

Siapa ingin menangkap aku silakan kejar....

tartar!"675 Dewa Mata Keranjang menjeletarkan cambuknya dan kuda milik Kiok Eng itu meringkik panjang.

Kuda ini melaju dengan kecepatan terbang mengejar kuda yang ditunggangi Mien Nio.

Itu adalah kuda Wi Tok yang dipakai wanita ini.

Dan ketika dua kuda akhirnya berendeng dan May-may serta nenek Lin Lin memekik marah, melengking dan mengejar maka Kiok Eng dan Wi Tok juga berkelebat dan mengerahkan ilmu meringankan tubuh mereka.

"Keparat, berhenti, Dewa Mata Keranjang. Berhenti!"

Namun kakek itu malah mencemplak kudanya semakin hebat.

Perut kuda dijepit kuat-kuat sementara Dewa Mata Keranjang enam tujuh kali menjejakkan kaki ke gurdi kuda.

Gerakan ini membuat kuda terangkat naik dan terbang mengikuti sentakan itu.

Kakek ini mempergunakan kepandaiannya untuk membuat kudanya terbang, benar-benar terbang karena dengan gerakan itu kudanya dibawa meloncat, jadi larinya tentu saja lebih kencang dan cepat sekali.

Dan ketika kuda sang Isteri tertinggal dan kakek itu tertawa, berseru menggerakkan cambuk ke belakang maka kuda diangkat naik dan di tarik seperti orang menghela kuda terbang.

"Ha-ha, cepat, niocu. Hilangkan beban tubuhmu dan buat kudamu meluncur seringan mungkin!"

Dua kuda itu berendeng lagi.

Dewa Mata Keranjang memang hebat dan lawan-lawan di belakang akhirnya tak mampu mengejar.

Meskipun mereka memiliki ilmu meringankan tubuh namun karena kakek ini membuat kudanya terbang maka May-may maupun Wi Tok tak dapat menyusul.

Kuda yang ditunggangi Dewa Mata Keranjang mampu melompat puluhan meter sekali loncatan.

Maka ketika lawan-lawan di belakang akhirnya tak kelihatan dan kakek itu gembira menerobos hutan,676 mencabut.

dan menenggak kembali buli-buli araknya maka Dewa Mata Keranjang berhenti dan kuda tunggangannya akhirnya roboh, tersungkur, habis tenaganya diperas secara berlebihan.

"Ha-ha, selamat. Turun, niocu, ayo turun!"

Mien Nio berjungkir balik karena kudanya juga tersungkur.

Dua kuda itu akhirnya kehabisan napas menggelepar di sana, mereka dipaksa berlari terlampau kencang.

Tapi ketika nyonya ini melayang turun dan mengerutkan kening melihat suami menenggak arak tiba- tiba Mien Nio merebut benda itu membentak gemas..

"Cukup semua ini, jangan minum lagi. Siapa anak muda yang bersama Kiok Eng itu!"

"Dia? Ha-ha, dia murid Siang Lun Mo gal, tokoh Mongolia. Eh, berikan arakku dan biar aku minum lagi."

"Tidak!"

Si isteri mengelak.

"Cukup semuanya ini, suamiku. Ada urusan yang lebih serius yang harus kita perhatikan. anak muda itu berbahaya, wajahnya juga bukan wajah orang biasa. Ia seperti keturunan bangsawan. Kita harus tahu siapa dia selain sebagai murid Siang Lun Mo-gal itu. Aku curiga sesuatu!"

"Hm, curiga apa? Paling-paling kau takut kalau dia menggaet hati Kiok Eng. Ha-ha, berikan arakku, niocu, aku ingin minum. Aku haus!"

"Hm, kali ini tidak. Kau tak boleh mabok-mabokan lagi, suamiku. Enci May-may dan lain-lain mencarimu lagi. Mereka tadi menyebut-nyebut Fang Fang pula, tentu ada yang penting. Berhentilah minum dan dengar kata- kataku!"

Kakek Ini tertegun.

Ia ha-hah-he-heh namun akhirnya mengangguk-angguk, omongan isterinya benar.

Maka677 ketika ia berkerut kening dan heran kenapa May-may menyebut-nyebut Fang Fang, ada urusan serius maka iapun menghentikan main-mainnya dan memandang isterinya dengan muka sungguh-sungguh.

"Hm, benar, tampaknya kau benar. Ada apa May-may muncul dan marah-marah kepada Fang Fang. Apa yang dilakukan anak itu."

"Aku juga tak tahu, tapi yang menarik perhatianku adalah- pemuda bernama Wi Tok itu, suamiku. Bocah yang kau sebut sebagai murid Siang Lun Mogal. Siapa orang ini dan putera siapa bocah itu!"

"Hm, untuk apa mencari tahu? Putera iblis atau malaikat aku tak perduli. Tapi gurunya adalah orang hebat. Siang Lun Mogal bukan orang main-main!"

"Dan kenapa ia mengutus muridnya ke Tiong-goan. Siapa Siang Lun Mogal itu karena kau tak pernah memberi tahu!"

"Hm, dia bekas lawanku yang paling lihai,"

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kakek itu terkekeh, bersinar teringat peristiwa tiga puluh tahun yang lalu.

"Siang Lun Mogal adalah orang Mongol, niocu, tapi selama ini tak pernah bertemu aku lagi. Pukulan Katak Merah itu adalah andalannya, dan aku harus mengakui bahwa ia benar-benar luar biasa. Kini muridnya muncul, entah apa maunya, tapi mungkin saja disuruh mencari, aku untuk membalas dendam. Ha-ha tiga puluh tahun yang lalu ia kalah setelah bertempur tiga hari tiga malam!"

"Untuk persoalan apa,"

Sang isteri mengerutkan kening.

"Apa permusuhanmu dengannya, suamiku. Kau selama ini tak pernah bercerita sedikitpun!"

"Ha, perlukah kuceritakan?"678

"Tentu saja, aku tak senang pada muridnya itu!"

Kakek ini menyeringai. Tampak ia berpikir-pikir sejenak dan seperti orang keberatan. Tapi ketika pandang mata isterinya menatap tajam dan rupanya tak usah dibohongi maka ia mengangguk tertawa masam.

"Kau sudah dapat menduga, pandang matamu sudah bicara!"

"Hm, urusan wanita?"

"Benar."

"Ceritakan itu, kau memang mata keranjang!"

"Ha-ha, maaf. Waktu itu aku berebut wanita cantik, niocu, wanita Mongol. Dan ia kalah olehku!"

"Lalu?"

"Lalu tentu saja kami bertanding, Mogal tak mau terima."

"Hm, di mana-mana kau selalu menimbulkan keonaran, dan urusannya pasti wanita! Hm, siapa wanita itu dan kenapa lawanmu tak mau melepaskan. Apakah ia wanita kang-ouw hingga begitu berat kalian bermusuh!"

"Ha-ha, tidak. Wanita yang kami perebutkan bukanlah gadis kang-ouw, tapi ia memiliki daya pikat besar."

"Siapa gadis itu?"

"Puteri ketujuh dari Khan yang mulia. Tapi sudahlah, itu sudah lewat dan aku bukan Dewa Mata Keranjang pada sepuluh atau tiga puluh tahun yang lalu. Eh, kau tak cemburu atau marah, bukan? aku sudah berobah setelah mendapatkanmu, niocu. Dan kaulah wanita yang benar- benar kucinta selama ini. Kau ibu dari puteraku Tan Hong!"

Mien Nio melengos.

Ia disambar dan hendak dicium679 namun menghindar, panas juga kalau suaminya ini bercerita tentang masa lalu.

Tapi ketika ia cemberut dan bersinar-sinar teringat Wi Tok, juga Kiok Eng yang dirasa terlalu kurang ajar mendadak terdengar derap kereta dan teriakan minta tolong.

Saat itu muncul sebuah kereta dikejar serombongan orang-orang kasar, layaknya seperti perampok.

"Heii, berhenti. Menyerahlah, atau kami akan membunuh kalian!"

"Hm, siapa itu,"

Mien Nio menengok, kemarahannya tiba- tiba ditujukan kepada barisan berkuda yang mengejar kereta di depan itu, para orang-orang kasar yang jumlahnya tak kurang dari enam belas orang.

Lalu ketika kereta mendekat dan dua pemuda tampak mencambuk kuda berkali-kali, pucat dan berteriak-teriak maka wanita ini berkelebat sementara Dewa Mata Keranjang terkekeh dan secara lihai merebut kembali buli-buli arak di pinggang isterinya.

"Heh-heh, hajarlah. Orang-orang itu rupanya perampok- perampok busuk yang tak kenal sopan santun. Biarlah aku menonton dan kau bekerja di sana, niocu. Terima kasih untuk arak kesayanganku ini!"

Dewa Mata Keranjang duduk dan menenggak langsung arak kesayangannya itu.

Ia tertawa-tawa sementara kereta itu makin dekat.

Dua pemuda tampan, berpakaian mewah dan rupanya anak orang kaya tampak ketakutan dan gentar melarikan kereta.

Di dalamnya menjerit-jerit seorang wanita tua yang terguncang-guncang.

Agaknya mereka cukup lama kejar-mengejar, terbukti dari debu yang melekat di tubuh kereta, juga pakaian dua anak muda yang duduk di tempat kusir itu.

Dan ketika mereka benar-benar dekat sementara bayangan Mien Nio berkelebat cepat, membentak dan menghentikan kereta680 maka dua anak muda itu terpekik melihat ada wanita mengangkat tangan tinggi-tinggi menahan larinya kuda.

"Heii, awas..... minggir! Kami tak dapat menghentikan kereta!"

Namun wanita itu sudah mengangkat tangannya.

Mien Nio tak mau membuang-buang waktu lagi dan ingin menolong dua pemuda ini.

Ditilik dari keadaannya jelas dua pemuda ini hendak dirampok.

Mereka adalah pemuda-pemuda lemah yang kini demikian ketakutan.

Maka ketika kereta melaju dekat dan Mien Nio mengangkat tangan tinggi-tinggi, membentak dan berseru nyaring maka dua kuda di depan ditangkap kendalinya dan seketika dua kuda itu meringkik panjang, dua kuda di belakang terbawa dan kereta seketika miring.

"Rrttt!"

Demikian kerasnya kereta tertahan.

Mien Nio terhuyung setindak namun kereta berhasil dihentikan.

Yang celaka adalah dua pemuda di kursi sais itu karena mereka mencelat terlempar.

Roda kereta berderit kuat, menggores dan membenam tanah keras.

Lalu ketika keduanya berteriak sementara para rampok terbahak- bahak, mengira wanita itu menolong mereka maka pemimpinnya yang bermuka merah bercambang lebat berseru, menghentikan kuda dan mengangkat tangan tinggi-tinggi.

"Ha-ha, terima kasih, nyonya. Kau telah menghentikan buruan kami yang berharga!"

"Diam!"

Akan tetapi Mien Nio membentak.

"Kalian perampok-perampok liar, tikus-tikus busuk. Aku tak menolong kalian melainkan justeru menolong dua kongcu ini. Aku menghentikannya agar tidak perlu takut terhadap681 kalian. Nah, kembalilah kalian atau nanti semua kuhajar!"

Pemimpin rampok terkejut.

Ia tak menyangka mendapat sambutan itu dan tentu saja marah sekali.

Golok di tangannya, yang lebar dan mengkilap diobat-abitkan, mendesing dan memantulkan sinar menakutkan.

Dan ketika ia meloncat turun sementara anak buahnya berseru marah, mereka juga tak menduga ini maka Mien Nio dikepung tapi kepala rampok itu menuding agar dua pemuda di sana di bekuk.

"Tak perlu semua di sini. Tangkap dan ringkus pemuda itu, yang lain amankan kereta!"

Enam di antara mereka meloncat.

Yang empat langsung menuju dua pemuda itu sementara dua sisanya bergerak ke kereta.

Tapi baru saja mereka meloncat tahu-tahu bayangan Mien Nio lolos melewati kepungan dan sekali wanita ini membentak maka enam orang itu mencelat dan terlempar, menjerit.

"Tak ada yang boleh mengganggu anak-anak muda ini. Pergi dan kembali kataku..... des-dess!"

Pimpinan rampok terkejut, Ia telah mengepung wanita itu namun tiba-tiba si wanita lenyap.

Hanya tampak bayangan sekilas dan tahu-tahu enam anak buahnya roboh.

Dan ketika ia sadar namun enam orang itu mengaduh-aduh, tak dapat bangun maka Mien Nio mendorong dua pemuda ini ke arah suaminya.

"Berlindunglah di sana, dan jangan khawatir kereta ini diganggu!"

Dua pemuda itu terbelalak.

Tadinya mereka kaget dan pucat melihat Mien Nio tahu-tahu menghadang dan mengangkat tangan tinggi-tinggi di depan kereta.

Wanita itu bakal ditabrak, tubuhnya akan tergilas roda kereta dan682 mereka ngeri membayangkan itu.

Tapi ketika semuanya berbalik dan merekalah yang terlempar keluar, kuda ditahan kuat-kuat maka enam perampok yang mencelat dan terbanting oleh tendangan wanita itu membuat dua pemuda ini girang dan segera sadar bahwa mereka bertemu seorang wanita lihai.

"Ah, terima kasih. Tapi, eh.... ibu kami ada di dalam, hujin. Ibu kami masih di kereta. Ia tak terdengar lagi suaranya mungkin pingsan!"

"Hm, tak perlu khawatir. Aku akan menolongnya dan kalian pergilah ke tempat suamiku!"

Dua pemuda itu terdorong.

Mereka tak dapat menahan diri lagi dan terjelungup di depan Dewa Mata Keranjang, kakek itu masih terkekeh-kekeh menenggak araknya.

Dan ketika tak lama kemudian sesosok bayangan terlempar ke arah si kakek, ditangkap dan diterima maka seorang wanita tua yang pingsan ternyata telah diambil dan dilempar Mien Nio ke arah suaminya.

"Ibu...!"

Dewa Mata Keranjang terkekeh-kekeh. Dua pemuda itu memanggil ibu mereka dan menubruk. Tapi ketika kakek ini mendorong tak mau diganggu, anak-anak muda itu disuruhnya minggir maka ia berkata bahwa tak usah mereka itu cengeng.

"Heii, tak usah dekat-dekat, dan tak usah berteriak-teriak. Ibu kalian ini masih hidup dan belum mati. Ayo, minggir, aku mau minum arak!"

Kakek itu tertawa-tawa.

Ia menenggak dan menyemprotkan araknya tinggi-tinggi dan tiba-tiba terdengar jeritan di sana.

Para rampok, yang kejatuhan hujan arak tiba-tiba berteriak.

Kepala mereka bagai683 ditusuk jarum dan tentu saja terkejut sekali.

Mereka itu sudah mengejar dan mengepung Mien Nio.

Maka ketika Dewa Mata Keranjang menyemprot dan sengaja menjatuhkan araknya di atas kepala, tepat mengenai mereka maka arak yang sudah berobah seperti jarum- jarum tajam itu "menggigit"

Kepala setiap orang termasuk pemimpinnya yang bermuka merah dan bercambang menyeramkan itu.

"Heii.... aduh!"

Mien Nio tersenyum geli.

Suaminya memang suka berjenaka meskipun kadang-kadang menggemaskan.

Ia sering jengkel kepada suaminya itu namun tak jarang dibuat tertawa.

Maka ketika ia tersenyum melihat para rampok menjerit dan berteriak, ulah suaminya membuat mereka terkejut maka pemimpinnya yang marah dan membentak tiba-tiba menerjang maju, golok mendesing menyambar kepala.

"Bunuh perempuan ini, baru tua bangka kakek jahanam itu!"

Mien Nio berkelit.

Melihat- gerakan itu segera dia tahu bahwa lawannya bukanlah orang yang perlu ditakuti, sambaran golok itu kasar dan sekenanya.

Maka mengelak dan membiarkan lawan lewat di sampingnya, cepat luar biasa tiba-tiba ia menggerakkan ujung jarinya menusuk ketiak laki-laki itu.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Aduh!"

Pemimpin rampok bergulingan dan menjerit.

Ia bagai ditusuk toya besi hingga berjengit, golok terlepas namun sudah disambarnya lagi, anak buahnya sudah ikut menerjang dan membacok nyonya ini.

Tapi ketika Mien Nio berkelebat dan lenyap menghilang, para rampok terkejut maka mendadak nyonya itu muncul lagi dan dari684 atas ia membagi-bagi hadiah tendangan.

Ia meloncat ke atas tinggi-tinggi hingga lawan tak tahu di mana ia berada.

"Kalian tak mau pergi, baik, sekarang terimalah hajaranku dan ini seorang demi seorang..... des-dess!"

Semua menjerit dan terpelanting.

Pemimpinnya, yang maju dan menyerang lagi tiba-tiba juga berteriak.

Untuk kedua kalinya ia dihajar nyonya itu, ujung kaki mengenai dagunya.

Dan ketika selanjutnya Mien Nio berkelebatan menghajar mereka, mengeluarkan Sin-bian Gin-kang hingga tak mampu dilihat lawan maka satu demi satu para perampok itu beterbangan senjatanya ditendang nyonya ini.

Sang nyonya tidak berhenti di situ saja karena membagi-bagi pula tamparannya, kepala perampok dibuat berputaran bagai dihantam martil.

Dan ketika sekejap kemudian mereka menjerit dan berteriak-teriak, banyak bintang di mata mereka maka pemimpinnya tiba- tiba lari dan sadar bahwa yang dihadapi adalah seorang wanita lihai.

"Tobaat, lari kawan-kawan...... lari...!"

Semua berhamburan.

Didahului pemimpinnya yang tunggang-langgang para anggauta rampok meloncat di kuda masing-masing.

Mereka tak ingat lagi kepada senjata yang entah ke mana, setengah di antaranya patah-patah.

Tapi ketika mereka jatuh bangun di atas kuda, ngeri dan gentar maka hujan arak menyambar mereka pula.

Ulah Dewa Mata Keranjang yang terkekeh- kekeh.

"Heh-heh, boleh pergi tapi bawa oleh-oleh ini, anak-anak. Masa lupa kepadaku. Heii, terimalah...!"

Para rampok menjerit. Arak yang disemprotkan Dewa Mata Keranjang lebih hebat dari yang tadi, karena kalau685 yang tadi hanya "menggigit"

Dan membuat kepala panas adalah sekarang butir-butir arak itu berjatuhan bagai batu-batu kecil.

Siapa yang kena langsung benjol, hujan arak itu sudah seperti hujan kerikil saja.

Maka ketika mereka terpelanting dan naik lagi ke atas kuda, menjerit dan berteriak adalah pemimpinnya mendapat semprotan di wajah yang membuat pipinya berlubang-lubang.

Demikian tajam dan kuat semburan itu.

"Aduh, mati aku!"

Kakek itu terbahak-bahak.

Ia geli melihat ulah para perampok, mereka berlarian dan jatuh bangun ditolong sesama teman.

Tapi ketika mereka meninggalkan hutan dan Mien Nio juga tidak mengejar, bukan maksudnya untuk membunuh orang-orang itu maka dua pemuda itu terkagum-kagum dan ibu mereka sadar.

"Ooh, uh.... ini, aku di mana....!"

Dua pemuda itu menolong ibu mereka.

Dengan cepat mereka menyatakan ke gembiraan dan wanita setengah baya itu membelalakkan mata.

Ia bertanya di mana para rampok tapi anak-anaknya memberi tahu bahwa musuh sudah kabur.

Mereka ditolong wanita dan kakek itu.

Dan ketika Mien Nio mendekat dan tersenyum iba, seorang wanita bangsawan tampak menderita di perjalanan maka wanita itu tiba-tiba terkejut memandang Dewa Mata Keranjang.

"Ini, eh.... bukankah ini Tan-lo-eng-hiong. Aduh, bukankah kau adalah Dewa Mata Keranjang, taihiap. Kau adalah ayah Tan Hong!"

"Hm, siapa kau,"

Dewa Mata Keranjang terbelalak, terkejut juga.

"Kau agaknya wanita bangsawan, hujin, atau mungkin isteri seorang kaya. Bagaimana kau mengenal aku."

Nyonya itu tiba-tiba mengguguk.

Ia tiba-tiba tersedu dan meraung di depan kakek ini, kedua anaknya terkejut.

Lalu ketika Dewa Mata Keranjang juga terkejut dan686 mendapat sinar mata curiga, sang isteri mengerutkan kening maka buru-buru kakek itu melompat bangun.

"Eh, kau siapa, hujin. Aku tidak, mengenalmu. Hayo bangun, jangan membuat curiga isteriku. Lihat, ia menyangka yang tidak-tidak!"

"Aduh, ah maaf.... aku, ah... aku mengenalmu sewaktu di kota raja, Tan-lo-enghiong. Aku adalah isteri Hok- goanswe yang tewas dibunuh Liong-ongya. Aku isteri yang malang. Aku, dan anak-anakku ini, oohh..... kami ditimpa nasib buruk!"

Lalu tersedu dan mengguguk di kaki Dewa Mata Keranjang wanita ini menceritakan kematian suaminya terputus-putus, sedih dan haru serta marah dan kakek itu tentu saja membelalakkan mata.

Wanita ini kiranya adalah Hok-hujin dan meskipun ia tidak begitu kenal Hok-goanswe namun pernah juga ia dengar.

Jenderal itu adalah orang kepercayaan Liong-ongya dan untuk pangeran ini tentu saja ia kenal.

Maka ketika sang nyonya tersedu-sedu menceritakan kemalangannya, betapa suaminya dibunuh Liong-ongya mendadak kakek itu menarik bangun nyonya ini.

"Tenanglah, diamlah. Bagaimana suamimu dibunuh Liong-ongya padahal bukankah ia pembantunya!"

"Benar, aku... aku juga tak mengerti, Tan-lo-enghiong. Tapi menurut apa yang kudengar katanya ini semua gara-gara gadis baju hitam. Entah kenapa gadis itulah penyebabnya. Liong-ongya tampaknya tergila-gila kepada gadis ini dan entah kenapa suamiku lalu dibunuh!"

"Hm, aneh sekali. Siapa maksudmu gadis baju hitam itu? Ada hubungan apa dengan Liong-ongya?"

"Dia gadis lihai, locianpwe,"

Tiba-tiba satu di antara dua pemuda itu menjawab "Namanya kalau tidak salah687 adalah Eng Kiok dan dia pembantu Liong-ongya. Mungkin merebut kedudukan ini lalu ayah kami dibunuh!"

"Eng Kiok? Ah, Kiok Eng tentunya! Astaga, apa yang dilakukan anak itu? Kenapa mesti membunuh orang?"

"Kami tak tahu, tapi ia lihai sekali. Hanya berkat pertolongan puteramu Tan Hong kami dapat diselamatkan. Dan...... dan kami benci sekali gadis itu. Ia perayu laki-laki, wanita jalang!"' Dewa Mata Keranjang terkejut. Tentu saja ia segera dapat menduga siapa gadis yang dimaksudkan itu. Kiok Eng, siapa lagi. Tapi terbelalak kenapa Hok-goanswe dibunuh, rasanya janggal pula kalau Kiok Eng hendak merebut kedudukan maka kakek ini tiba-tiba membetot isterinya berkelebat pergi, tak perduli lagi kepada ibu dan anak itu.

"Niocu, kita ke kota raja saja. Coba kuselidiki keanehan apa yang terjadi ini!"

"Heiii, tunggumu...!"

Pemuda dan ibunya itu berteriak.

"Jangan tinggalkan kami, locianpwe. Siapa menolong kami kalau ada apa-apa di perjalanan. Tolonglah kami, biarlah separoh harta kami untukmu!"

"Hah, kalian sekarang menyebalkan. Siapa ingin harta dan imbalan, tikus busuk. Pergilah kalian bersama harta kalian itu. Kami mau ke kota raja!"

Ibu dan anak pucat.

Mereka gentar setelah ditinggal pergi, tapi begitu Dewa Mata Keranjang benar-benar meninggalkan mereka maka tanpa banyak cakap lagi dua pemuda itu mengajak ibunya naik ke kereta, membedal dan melarikan kuda setelah hampir dirampok.

Mereka selalu lolos di tangan orang-orang jahat selama ini, yang terakhir itu tadi hampir saja merenggut688 semuanya.

Maka membalap dan melarikan kuda cepat- cepat, mereka dimaki tikus busuk oleh kakek itu maka Dewa Mata Keranjang sendiri meluncur dan terbang membawa isterinya, mengomel.

"Keparat, apa mereka itu. Memangnya aku pengawal bayaran, terkutuk!"

"Hm, kau mau menemui siapa,"

Sang isteri tak perduli, berkerut kening.

"Apakah hendak menemui Liong-ongya, suamiku, menangkap dan menyelidiki terbunuhnya Hok- goanswe itu."

"Hah, siapa perduli? Mampus atau tidak Hok-goanswe tak ada urusannya denganku, niocu, tapi Kiok Eng anak kurang ajar itu menyimpan banyak rahasia. Keparat, aku ingin tahu apa kasak-kusuknya dengan Liong-ongya!"

"Jadi kau mau ke tempat pangeran itu?"

"Tidak, aku mau menemui Sam-taijin, atau Bu-goanswe dan Kok-taijin sahabatku dulu itu!"

Sang isteri menarik napas lega.

Kalau suaminya mau menangkap dan mendatangi Liong-ongya tentu urusan akan berbuhtut panjang.

Pangeran itu adalah orang dekat kaisar dan tak boleh sembarang main-main.

Maka lega menganggukkan kepala ia-pun mengikuti saja suaminya ini menuju kota raja, geli mendengar suami mengomel panjang pendek dan merekapun sudah jauh meninggalkan hutan itu, juga tentu saja semakin jauh meninggalkan lawan-lawan di belakang, May-may dan nenek-nenek lihai yang amat membenci suaminya ini.

Dan ketika mereka, memasuki kota raja namun tak berhasil menemui Kok-taijin maupun Bu-goanswe, dua pembesar itu sudah pensiun dan beristirahat di luar kota maka Sam-taijin itulah yang menjadi tujuan Dewa Mata Keranjang dan tentu saja pembesar tua yang amat689 girang ini menyambut hangat, bahkan melonjak dari tempat duduknya dengan wajah berseri-seri.

"Ah, taihiap datang? Taihiap sudah bertemu murid taihiap Fang Fang? Tuhan Maha Adil! Kali ini benar-benar bantuan silih berganti, Dewa Mata Keranjang. Mari duduk dan girang sekali melihat kalian!"

"Hm-hm. aku tak lama-lama,"

Kakek itu langsung saja menolak cepat, tangan digoyang-goyang.

"Aku datang sebentar saja, taijin, mau bertanya tentang Liong-ongya dan gadis siluman Kiok Eng. Ada apa di antara dua orang ini!"

"Ah-ah, duduk dulu, jangan terburu. Aku juga ingin bicara tentang ini, Dewa Mata Keranjang, seperti yang baru saja kuceritakan kepada muridmu Fang Fang. Aku perlu bantuan!"

Dewa Mata Keranjang tak sabar.

Ia menggoyang lengan ketika Sam-taijin memanggil pelayan, menolak minuman dan minta agar pembesar itu segera bercerita.

Dan ketika Mien Nio tersenyum dan menganggukkan kepalanya, nyonya itu mengerti kejengkelan suaminya maka iapun berkata bahwa tuan rumah tak perlu repot-repot.

"Kami datang bukan untuk mendapat jamuan, taijin langsung saja ke pokok acara agar suamiku ini tidak naik darah. Silakan mulai, taijin, kami ingin tahu cerita tentang Liong-ongya. Kami bertemu dengan anak isteri mendiang Hok-goanswe yang menceritakan ayahnya dibunuh Liong-ongya."

"Hm-hm, begitu. Bagus. Kalau begitu aku bicara singkat saja. Puteramu Tan Hong telah datang ke sini dan dialah yang menyelamatkan keluarga Hok-goanswe itu. Tapi setelah dia bertanding dan menghadapi gadis baju hitam Kiok Eng maka puteramu pergi dan gadis itu juga tak690 berada di sini lagi. Liong-ongya marah-marah dan merasa ditipu. Aku akhirnya tahu bahwa semua ini berkisar pada kedudukan yang dijanjikan Liong-ongya!"

"Ah-ah, bocah siluman itu mau menjadi jenderal wanita? Ia mau menggantikan kedudukan Hok-goanswe?"

"Bukan, bukan begitu, melainkan lebih lagi. Kiok Eng puteri muridmu Fang Fang ini ternyata mendapat iming- iming hadiah, Dewa Mata Keranjang, yakni mendapat gelar bangsawan seperti ayahnya. Ia ingin menandingi ayahnya!"

"Kau tahu bahwa ia puteri Fang Fang?"

"Setelah puteramu dan muridmu ke sini, juga berita- berita yang kudapat."

"Ah, bagaimana itu. Kenapa ingin mendapat gelar bangsawan!"

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku pribadi kurang jelas, taihiap, agaknya yang tahu tentang ini hanya gadis itu dan ayahnya. Tapi ada berita lain, berita tentang putera kaisar yang hilang tapi yang kini telah datang!"

"Aku tak perduli putera kaisar,"

Dewa Mata Keranjang melotot.

"Aku hanya berurusan dengan kepentinganku sendiri, taijin persetan dengan urusan istana!" ''Ah, nanti dulu, ini bukan sembarang putera kaisar, Ia lihai dan amat tinggi hati, sekarang menjadi pembantu Liong-ongya. Pemuda itu diperintahkan mencari Kiok Eng, Dewa Mata Keranjang, disuruh membawa gadis itu dan menangkapnya. Kalau Wi Tok menangkap dan membawa gadis itu ke mari tentu Liong-ongya akan membalas sakit hatinya dan aku ngeri membayangkan ini. Liong-ongya tergila-gila kepada puteri muridmu Fang Fang itu!"691

"Apa? Wi Tok?"

Kakek ini terkejut, melengak.

"Maksudmu pemuda perlente berpakaian biru? Sombong dan bertopi burung rajawali dengan kancing baju terbuat dari emas?"

"Eh, kau sudah menemuinya? Benar dia, Dewa Mata Keranjang, pemuda itulah yang kumaksud. Ia putera dari selir Wi Kiem. Ia datang setelah menghilang sekian tahun!"

"Ha-ha!"

Dewa Mata Keranjang tiba-tiba tertawa bergelak, memandang isterinya.

"Jadi bocah itu adalah putera kaisar? Murid Siang Lun Mogal itu bocah istana? Pantas, ia bangsawan dan tinggi hati, niocu, tak tahunya putera sri baginda. Ha-ha, tahulah aku sekarang. Kalau begitu marilah kita pergi dan terima kasih untuk semua keterangan ini!"

Kakek itu berkelebat dan menyambar isterinya lagi.

Tanpa banyak bicara lagi tiba-tiba Dewa Mata Keranjang meninggalkan tuan rumah, Sam-taijin berteriak tapi apa gunanya menyusul.

Karena ketika ia berlari dan tiba di luar rumah ternyata bayangan kakek itu telah lenyap dan menghilang entah ke mana.

"Heii, tunggu dulu. Apa maksudmu, Dewa Mata Keranjang. Kenapa tak menunggu dan menceritakannya dulu kepada ku. Heii, kembali dan kita bicara lagi sebentar!"

Namun kakek seperti Dewa Mata Keranjang mana mau dibujuk.

Sekali merasa cukup dengan cerita itu iapun angkat kaki.

Sam-taijin dibiarkan berteriak-teriak sendiri.

Tapi ketika ingat muridnya Fang Fang dan puteranya Tan Hong mendadak kakek itu muncul seperti iblis dan mencengkeram pundak menteri tua ini.

"Heii, ada yang kelupaan. Kemana muridku Fang Fang dan puteraku Tan Hong, taijin. Apakah mereka memberi692 tahu!"

"Aduh....!"

Sang menteri kesakitan.

"Lepaskan tanganmu, taihiap. Aku tak tahu ke mana mereka namun muridmu Fang Fang mencari puterinye. Ia bersama isterinya Ming Ming!"

"Apa?"

"Benar, ia datang bersama isterinya itu dan marah karena puterinya Kiok Eng mengobrak-abrik Liang-san. Puteramu Tan Hong katanya dirobohkan dan diikat, dikeroyok bersama Wi Tok itu. Aku tak tahu dan..... heiii!"

Dewa Meta Keranjang lenyap berkelebat.

"Bagaimana kau ini, Dewa Mata Keranjang. Omonganku belum habis!"

"Terima kasih!"

Kakek itu berseru dari kejauhan.

"Cukup sudah, taijin, aku akan mencari anak itu dan kuhajar bokongnya nanti. Aku akan membuktikan semuanya Ini!"

Menteri tua itu melongo.

Lawan telah lenyap.

seperti siluman bagai datangnya tadi.

Muncul dan hilangnya Dewa Mata Keranjang benar-benar seperti iblis saja.

Tapi ketika pembesar itu menarik napas dalam-dalam dan masuk ke gedungnya lagi, termenung maka di sana Mien Nio melepaskan diri dari cekalan suaminya.

Dewa Mata Keranjang meluncur dan terbang dengan muka kemerah- merahan, gusar.

"Kau mau ke mana. Masa menyeret orang seenaknya sendiri. He, lepaskan tanganku, suamiku, katakan ke mana mau pergi dan siapa yang kau cari!"

"Kita ke Liang-san, kita buktikan omongan Sam-taijin. Kalau benar tempat kita diobrak-abrik akan kuhajar anak tak tahu adat itu. Lalu kita cari Tan Hong, juga Fang Fang. Akan kutegur dia itu kenapa tak mampu mengajar693 anak!"

"Hm-hm, seperti kambing kebakaran jenggot. Percuma marah-marah kalau semuanya sudah terjadi, suamiku. Kita boleh menghajar anak itu namun tak dapat menyalahkan Fang Fang!"

"Eh, kenapa? Bukankah itu puterinya?"

"Benar, tapi Kiok Eng diasuh nenek-nenek seperti May- may dan lain-lain itu. Gadis itu disuruh membenci ayahnya. Kalau kau menyalahkan Fang Fang maka kau keliru!"

"Sialan, kalau begitu bagaimana aku marah. Masa bapaknya tak boleh kuomeli!"

"Kau boleh mengomel, tapi sebatas itu saja. Sudahlah kita pergi ke Liang-san dan cari pula anak kita Tan Hong!"

Dewa Mata Keranjang mencaci-maki.

Akhirnya ia menyalahkan Tan Hong pula kenapa tak pulang-pulang.

Gara-gara anak itu ia terpaksa turun gunung.

Tapi ketika isterinya tersenyum dan balik menyambar lengannya, berkelebat dan menuju Liang-san maka kakek ini mencabut buli-buli araknya dan menyembur- nyemburkannya ke atas.

Dengan begitu kakek ini melepas geram dan mendongkolnya, lalu begitu ia bergerak mengikuti sang isteri maka dua orang ini menuju Liang-san di mana benar saja tempat mereka sudah diobrak-abrik Kiok Eng dan Wi Tok, juga Beng Li.

***** "Berhenti, kakek itu sudah pergi.

Augh.....

kakiku sakit, Kiok Eng.

Jahanam tua bangka itu menyemburkan araknya ke paha.

Aku tertusuk!"

Kiok Eng berhenti.

Akhirnya ia mendahului guru-gurunya694 dan di tepi hutan itu kehilangan jejak.

Dewa Mata Keranjang lenyap membawa kuda mereka, debu yang ditinggalkan dan menutupi pandangan mata.

Maka ketika temannya berseru dan Wi Tok terguling merintih, gadis ini terbelalak maka pemuda itu kesakitan memegangi paha kirinya yang tembus oleh semprotan arak sakti! "Augh, keparat, jahanam tua bangka.

Aduh, aku tak dapat melanjutkan lariku, Kiok Eng.

Paha kananku luka.

Aku harus beristirahat, tolonglah dan urut kakiku ini."

Kiok Eng bersinar-sinar. Ia melihat betapa temannya benar-benar kesakitan, celana itu berlubang. Tapi mendengus tak sudi mengurut paha itu Kiok Eng melengos dan berkata.

"Kautahanlah sebisa mungkin. Aku tak dapat menolongmu seperti itu, Wi Tok, kerahkan sinkangmu dan lawanlah rasa sakit. Aku hanya mempunyai ini dan balurkan sendiri!"

Wi Tok terbelalak.

Kiok Eng melempar sebotol obat dingin penyembuh luka, ditangkap dan diterima dan muka pemuda ini tiba-tiba memerah.

Kalau bukan Kiok Eng yang bicara tentu dia akan mendampratnya.

Dia puterai kaisar! Tapi menyeringai dan tertawa masam ia sadar keadaan mereka di mana Kiok Eng tentunya malu mengurut pahanya.

"Baiklah, terima kasih. Aku lupa bahwa kita berbeda jenis, Kiok Eng, tapi kupikir tak apa karena bukankah kita teman. Hm, kau bersembunyilah di sana karena aku akan merobek celanaku ini...... brett!"

Pemuda itu benar- benar merobek celananya dan paha yang putih kuat tampak berdarah.

Bulu di kaki dan paha itu membuat Kiok Eng melengos, ia benar-benar berkelebat di pohon yang ditunjuk Wi Tok.

Lalu ketika Wi Tok mendesis antara geli dan sakit, diam-diam kagum bahwa gadis ini tak mau menyentuh lelaki maka dia membalurkan obat695 dingin itu dan membersihkan luka akibat serangan arak.

Kiok Eng mendengar desisnya namun pura-pura tak tahu, gadis itu memandang ke depan dengan perasaan mendongkol.

Ia kehilangan lawan.

Dan ketika Wi Tok bangkit dan terpincang menutup pipa celananya lagi, bagian yang sobek dibebat maka pemuda ini berseru bahwa Kiok Eng tak perlu takut lagi, dia selesai.

"Lihatlah, aku tak apa-apa lagi. Jangan takut!"

"Hm!"

Gadis itu membalik dan mengejutkan Wi Tok dengan pandangannya yang marah dan berkilat.

"Takut kepadamu untuk persoalan apa, Wi Tok. Biarpun kau memiliki seribu jin aku tak takut. Nah, untuk apa takut!"

"Ha-ha, kau marah. Tapi tadi kau takut melihat kakiku!"

"Aku tak sudi memandang bagian tubuh lelaki, dan aku, hmm.... jijik kepada bulu kakimu itu!"

"Ha-ha, kau tak mempunyai bulu? Kau benci kepada orang yang mempunyai bulu? Ha, kaupun mempunyai bulu, Kiok Eng, paling tidak pada ketiakmu!"

"Bohong, aku tak mempunyai itu. Lihat!"

Tapi ketika Kiok Eng sadar memperlihatkan ketiaknya tiba-tiba ia menurunkan lagi lengannya itu dan menjadi marah, membanting kaki.

"Wi Tok, jangan main-main. Aku tak ingin bicara tentang bulu. Kalau kau mau bicara yang tidak-tidak maka biarlah kita berpisah dan sampai di sini saja perkenalan kita!"

"Hei-heii!"

Pemuda itu terkejut.

"Jangan terburu-buru, Kiok Eng, aku hanya main-main saja. Baiklah, aku tidak bicara itu lagi. Kita bicara tentang Dewa Mata Keranjang dan mana guru-gurumu itu!"

"Hm, mereka berpencar, datang dan pergi juga seenaknya sendiri. Baik, bagai mana pendapatmu696 tentang kakek itu, Wi Tok. Sudahkah kaurasakan kelihaiannya. Apa katamu sekarang."

"Hm, kakek itu hebat, tapi aku sanggup mengalahkannya berdua bersamamu. Ia lari terbirit-birit meskipun melukai aku!"

"Jadi bagaimana sekarang?"

"Kita tak mampu mengejarnya lagi, dan aku penasaran!"

"Tak perlu penasaran. Kakek itu memang hebat, dan kita kalah pengalaman. Ia cerdik dan banyak tipu daya, agaknya harus dibantu para suboku lagi!"
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Tunggu, tidak!"

Pemuda itu tiba-tiba bergerak.

"Aku tak mau merepotkan subo-subomu, Kiok Eng. Daripada meminta bantuan gurumu lebih baik guruku saja. Aku penasaran bahwa Ang-mo-kangku dapat dipentalkannya. Aku ingin minta petunjuk suhu!"

"Hm, kau mau ke utara?"

"Betul, dan temanilah aku menemui guruku. Kau sekarang tahu siapa guruku karena tak perlu lagi kusembunyikan Dengan petunjuk guruku tentu dapat kurobohkan musuhku itu!"

Kiok Eng tergerak.

Memandang pemuda itu dengan mata bersinar teringatlah dia akan seruan Dewa Mata Keranjang bahwa pemuda itu adalah murid Siang Lun Mogal.

Dia pribadi belum mendengar nama ini tapi melihat kelihaian Wi Tok maulah dia percaya bahwa guru pemuda ini pastilah seorang tokoh lihai.

Muridnya saja sudah seperti ini apalagi gurunya.

Dan karena Kiok Eng adalah seorang gadis petualang yang penuh keinginan tahu, tak puas rasanya kalau melewatkan kesempatan baik maka dia mengangguk tapi pura-pura bersikap acuh.

"Baik, kalau kau mengajakku ke sana tentu saja aku697 mau, Wi Tok, tapi kalau gurumu macam-macam kepadaku akan kutinggalkan kau. Aku tak suka dihina!"

"Ha-ha, guruku orang baik. Kalau aku membawamu sebagai sahabat tak mungkin guruku berbuat macam- macam, Kiok Eng, justeru aku akan memperkenalkan dirimu sebagai sahabatku yang paling hebat. Akan kuceritakan bahwa kau adalah musuh Dewa Mata Keranjang, dan akan kusebut pula nama guru-gurumu yang hebat itu, May-may si Rambut Sakti dan Lin Lin serta nenek-nenek yang lain!"

"Hm, aku tak suka guruku dipamer-pamerkan. Aku menghendaki kau bersikap biasa-biasa saja, Wi Tok, atau aku tak jadi berangkat!"

"Wah-wah, jangan! Baiklah, aku setuju dan sekarang saja kita berangkat. Kebetulan pada tanggal tiga belas bulan ke tujuh guruku berada di padang rumput. Ia melatih ilmunya yang belum diwariskan kepadaku!"

"Hm, ilmu apa?"

"Hoat-lek-kim-ciong-ko, kekebalan berdasarkan ilmu gaib!" 1 Kiok Eng terkejut. Ia pernah mendengar ilmu ini dipelajari tokoh-tokoh sesat yang ingin memiliki kekuatan "supra- natural", yakni kekuatan dari hawa gaib yang dihimpun dari bermacam-macam cara. Ada yang dengan puasa dan tapa-brata tapi ada juga yang dengan kekerasan fisik, misalnya mengambil bayi-bayi yang baru meninggal dan mencucup sumsum otaknya. Kalau ini tidak ada maka bayi hiduppun boleh, tentu saja dengan cara dibunuh! Maka ketika ia mengerutkan kening sementara Wi Tok kelihatan bangga, menceritakan kehebatan gurunya maka pemuda itu menutup bahwa kalau Hoat- lek-kim-ciong-ko sudah dikuasai maka tak ada orang di698 dunia ini yang mampu menandingi gurunya.

"Tidak sombong, seratus Dewa Mata Keranjangpun tak akan mampu menghadapi suhu. Dan kalau aku juga memiliki ilmu ini maka siapapun tak perlu kutakuti, Kiok Eng, biarpun Fang Fang yang katanya lebih hebat dari kakek Itu!"

"Hm, Hoat-lek-kim-ciong-ko katanya ilmu sesat. Kalau gurumu memiliki Ilmu itu jangan-jangan gurumu orang sesat, Wi Tok, karena Hoat-lek-kim-ciong-ko adalah ilmu hitam yang kotor!"

"Eh, kau mengira begitu? Ha-ha, tidak. Hoat-lek-kim- ciong-ko yang dimiliki guruku bersih, Kiok Eng, tidak kotor. Dari mana kau menganggap ilmu itu kotor!"

"Aku mendengar cerita...."

"Ah, bohong semuanya itu! Kalau kau sudah berhadapan dengan guruku maka penilaianmu akan berobah. Marilah, lihat guruku dan aku percaya bahwa kau tak perlu takut!"

Terbakar hati Kiok Eng.

Kalau saja pemuda ini tak mengeluarkan kata-kata takut mungkin dia akan membatalkan perjalanannya, mengingat Hoat-lek-kim- ciong-ko adalah ilmu sesat yang pernah didengarnya.

Tapi begitu Wi Tok mengatakan takut dan ia terbakar, siapa perlu takut maka iapun mengedikkan kepalanya dan berseru menantang, tak tahu bahwa Wi Tok memang sengaja membakarnya se cara cerdik setelah mendengar dan melihat sikapnya tadi.

"Baik, aku tak takut menghadapi siapapun, Wi Tok. Biarpun gurumu memiliki Hoat-lek-kim-ciong-ko aku tak akan gentar. Hayo, tunjukkan kepadaku dan biar kulihat gurumu!"699

"Ha-ha, jangan bermusuh. Kita pergi bukan untuk marah- marah, Kiok Eng, maaf kalau kata-kataku menyinggung dirimu. Percayalah, aku kagum kepadamu dan hanya orang seperti dirimu ini yang patut kubawa kepada suhu!"

Wi Tok girang dan berhasil membakar.

Tak dapat disangkal bahwa Hoat-lek kim-oiong-ko memang terlanjur dikenal sebagai ilmunya kaum sesat.

Dia sendiri tentu saja tak menganggap gurunya sesat, baik dan bahkan telah memberi banyak budi hingga dia dapat seperti sekarang ini, menjadi seorang pemuda gagah dan lihai berkat gemblengan gurunya.

Maka melihat dan mendengar kata-kata Kiok Eng, betapa gadis itupun menganggap Hoat-lek-kim-ciong-ko sebagai ilmu sesat cepat-cepat dia membakar dengan cerdik agar sesat atau tidak tetap saja gadis ini menyertai perjalanannya.

Setelah melihat sendiri kepandaian Dewa Mata Keranjang maka harus diakui bahwa dia masih di bawah kakek itu.

Penasaran juga perasaannya oleh kenyataan itu, masa dia harus kalah.

Dan melihat betapa ditambah sebelas guru Kiok Eng masih juga kakek itu dapat kabur, tanda betapa lihainya maka diam-diam pemuda ini ingin menghadap gurunya untuk minta petunjuk.

Dan pergi ke utara bersama gadis secantik Kiok Eng tentu saja menggembirakan, apalagi karena kian lama Wi Tok merasa kian jatuh cinta! Begitulah, pemuda ini lalu mengajak Kiok Eng ke utara, tak tahu bahwa diam-diam Kiok Eng penasaran dan marah kepada omongannya tadi, yang menyebut bahwa Fang Fang pun tak perlu ditakuti kalau sudah memiliki Hoat-lek-kim-ciong-ko, padahal Fang Fang adalah ayahnya! Maka terbakar dan ingin membuktikan itu, betapapun ikatan anak dan ayah kandung masih melekat kuat maka Kiok Eng tak banyak bicara diajak temannya700 ini, ingin menunjukkan bahwa ia tak takut! Dan ternyata perjalanan itu memakan waktu tiga hari, karena setelah tiga hari mereka melewati tembok besar, dihadang padang rumput luas dan Wi Tok sudah sembuh kakinya maka hari itu mereka berjalan di jalanan setapak yang liar.

"Hati-hati, di tempat ini banyak bersembunyi binatang buas. Waspadalah terhadap kiri kanan rumput alang- alang itu, Kiok Eng, karena hidungku mencium bau badan harimau!"

Kiok Eng mendengus.

Agak tergetar juga hatinya melewati padang ilalang itu.

Rumput setinggi dua meter menutupi pandangan, orang tak akan tahu apakah ada bahaya atau tidak di situ.

Dan ketika Wi Tok baru saja mengatakan indra penciumannya mendadak terdengar geraman mengejutkan dan dua ekor harimau loreng menubruk dua muda-mudi ini dari kiri kanan! "Awas, Kiok Eng...!"

Gadis itu terkejut.

Ia kagum akan kebenaran indra temannya dan sadar bahwa Wi Tok memang dibesarkan di tempat seperti ini, jadi firasatnya jauh lebih tajam dibanding orang-orang biasa, termasuk dirinya, yang sudah memiliki telinga yang tajam dan pendengaran yang baik.

Namun karena dua binatang itu rupanya sudah lama mendekam dan tak berisik menanti mereka, hanya bau badan mereka sudah ditangkap Wi Tok maka begitu muncul segera Kiok Eng mengelak dan menjeletarkan rambut kepalanya.

"Plak!"

Binatang itu roboh dan terbanting.

Sin-mauw-kang atau Rambut Sakti meledak menghantam kepala binatang ini701 dan seketika pecah, raja hutan itu berdebuk.

Tapi ketika tak terdengar suara di sebelahnya dan entah bagaimana dengan Wi Tok, Kiok Eng menoleh maka gadis itu terbelalak karena W i Tok bersitegang dengan raja hutan itu yang dicekik lehernya.

Wi Tok dan binatang buas itu sama-sama di tanah dan si pemuda berada di bawah.

"Krekk!"

Kiok Eng menjadi lega.

Leher itu akhlrnya patah dan Wi Tok tertawa menendang lawannya.

Tubuh si raja hutan mencelat dan terlempar di sana, jauh dan jatuh di rumput ilalang, berdebuk kemudian sunyi.

Lalu ketika pemuda itu berdiri mengebut-ngebutkan bajunya, geli maka Kiok Eng bertanya kenapa harus melawan seperti itu.

"Ha-ha, aku suka gulat. Semasa kecilku sering disuruh seperti ini. Kalau harimau menerkam diriku maka langsung kusambut dan kujatuhkan ke bawah, Kiok Eng, kucekik lehernya. Kalau ia tak dapat bersuara maka suhu memujiku, berarti jari-jariku menerkam tepat pada tulang lehernya di pusat suara. Tapi kalau binatang itu masih dapat menggeram maka aku harus mengulang dan mencari korbanku yang laini"

"Hm, pantas, tadi kusangka kemana. Eh, apa lagi yang akan kita hadapi, Wi Tok. Binatang apa saja yang banyak bersembunyi di rumput alang-alang ini, apakah tak ada jalan lain!"

"Ha-ha, jalannya ya ini. Dengan beginilah bangsa Mongol melatih keberanian mereka. Eh, tak perlu takut, Kiok Eng, ada musuh baru lagi di depan kita. Lihat ular Itu! Kiok Eng terkejut. Hampir dia menampar pemuda ini disangka takut. Dia tidak takut! Tapi ketika dia terbelalak ke depan ada dua ular besar bergelantungan di pohon, turun dan mendengar suara berdebuknya raja hutan702 maka ular hitam yang warnanya hampir sama dengan batang pohon itu nyaris tak terlihat. Kiok Eng melihatnya setelah bergerak.

"Nah, itulah bahaya lain. Aku sudah curiga melihat bentuk batang pohon itu dan orang biasa tentu tak akan menyangka bahwa ada bahaya di atas kepala mereka. Ular itu Naga Hitam, tidak berbisa namun sekali kena belit orang seperti akupun tak mampu lolos. Awas, bangkai harimau itu menarik perhatian mereka, Kiok Eng, tapi mereka lebih menyenangi kita. Manusia adalah makanan paling nikmat bagi mereka, hati-hati, mata mereka tertuju ke mari!"

Kiok Eng berdesir.

Sebagai orang yang baru pertama kali memasuki padang ilalang ini tentu saja dia lebih percaya Wi Tok.

Kalau pemuda itu menyatakan tak mampu melepaskan diri dari belitan Naga Hitam maka ular itu benar-benar berbahaya.

Dari kejauhan saja tubuh mereka sudah kelihatan sebesar paha manusia, apalagi dari dekat.

Dan ketika Wi Tok mengajaknya mendekat karena mereka harus maju, jalanan setapak itu harus dilalui maka Kiok Eng menyiapkan segalanya untuk menghadapi bahaya.

Namun tiba-tiba terdengar bunyi mencicit dan bergeraknya seekor tikus raksasa, lari di bawah kaki gadis ini.

"Heiii...!"

Kiok Eng meloncat dan tentu saja kaget bukan main. Ia sedang memperhatikan dua ekor ular itu ketika tiba-tiba tikus sebesar kucing Itu melintas, siapa tidak terkejut. Tapi ketika ia melayang turun dan Wi Tok tertawa bergelak maka gadis ini membentak.

"Wi Tok, jangan kurang ajar kau. Berani kau menertawai aku!"

"Maaf,"

Pemuda itu menghentikan tawa, tak kuat menahan geli.

"Aku menertawai kau karena kau tampak begitu tegang, Kiok Eng. Santai sajalah, jangan703 terlampau serius!"

"Hm, aku tak menyangka di sini berkeliaran pula tikus- tikus werok. Kalau aku tahu tentu kuinjak mampus!"

Wi Tok tersenyum dan bergerak lagi.

Iapun tadinya terkejut oleh jeritan Kiok Eng.

Tapi tahu bahwa hanya seekor tikus iapun tidak terkejut lagi dan geli membayangkan itu, lupa bahwa seharusnya ia memberi tahu Kiok Eng bahwa tikus-tikus besar berkeliaran pula, melintas dan dapat mengejutkan siapa saja yang kena.

Untung Kiok Eng melompat, kalau tidak tentu digigit! Maka ketika ia menjadi geli namun tak berani tertawa, perhatian kembali tertuju kepada dua ekor ular besar itu maka iapun menyambar lengan Kiok Eng, menyuruhnya berhati-hati.

"Awas, tempat ini memang penuh bahaya. Jangan jauh dariku dan lihat aku akan memukul mereka agar mampus dan tak mengganggu kita!"

Kiok Eng masih pucat.

Tikus adalah satu di antara sejumlah binatang yang baginya menjijikkan.

Kakinya yang basah dingin dengan perut yang penuh bulu itu membuatnya ingin muntah.

Binatang itu sering di pecomberan! Maka ketika ia membiarkan saja lengannya disambar dan dipegang lembut, jantung Wi Tok berdebar berhasil memegang lengan ini maka konsentrasi pemuda itu buyar ke arah caIon korbannya, melirik dan tiba-tiba mukanya kemerahan oleh wajah jelita itu, juga hidung yang kecil mancung.

"Hm, kau ingin aku membunuh mereka? Rasanya sayang. Mereka ternyata merupakan sepasang kekasih, Kiok Eng, ular itu ternyata terdiri dari jantan dan betina!"

Kiok Eng terbelalak.

"Kau yakin?"704

"Tentu saja."

"Dari mana kau tahu?"

"Aku dapat membedakannya, Kiok Eng Jelek-jelek aku bekas penghuni padang rumput!"

"Hm, kau seperti pawang saja. Kalau begitu mana yang jantan!"

"Itu, yang berekor tumpul."

"Jadi yang betina berekor runcing?"

"Benar...."

"Kalau begitu biar kubunuh yang jantan.... wut!"

Kiok Eng yang tiba-tiba berkelebat dan melepaskan tangannya mendadak meluncur dengan cepat dan menggerakkan ujung rambutnya ke depan.

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gerakan ini cepat sekali dan tak diduga, Wi Tok berteriak kaget.

Tapi begitu Wi Tok berteriak maka ular mendongak dan miringkan kepala menghindari pukulan Kiok Eng, gerak refleksnya cepat sekali.

"Tar!"

Kiok Eng luput dan marah sekali.

Ia tak menyangka bahwa ular itu mampu mengelakkan serangannya.

Setelah berada dekat maka tubuh ular sebesar tubuhnya sendiri, bukan main.

Dan ketika ular bergerak melepaskan batang pohon maka tubuhnya menggeliat dan tahu-tahu ekornya sudah melecut dan membelit ke arah Kiok Eng.

"Awas!"

Kiok Eng kaget dan pucat juga.

Ujung rambutnya luput mengenai pohon, meledak dan mengejutkan ular satunya yang tiba-tiba mendesis.

Ular itu melorot turun dan membuka mulut, tepat di saat temannya menyerang Kiok Eng.

Dan ketika gadis ini terkesiap karena harus705 mengelak dari sergapan ular pertama.

maka mulut ular kedua sudah berada di mukanya dan tampak rongga mulut merah darah siap mencaploknya! "Des-dess!"

Gerakan Kiok Eng hampir berbareng dengan gerakan Wi Tok.

Pemuda itu sudah melompat dan menghantamkan pukulannya, Ang-mo-kang mendarat di kepala sementara Bhi-kong-ciang yang dilepas Kiok Eng juga mengenai rahang.

Tapi ketika ular itu hanya bergoyang dan menyemburkan uap, tak apa-apa maka Kiok Eng terkejut dan Wi Tok berseru keras melihat ular pertama membalik dan mengejar lagi.

"Awas, Kiok Eng, mereka kuat dan kebal sekali. Rupanya yang kita hadapi adalah ular yang berusia seratus tahun!"

Kiok Eng meloncat dan berjungkir balik tinggi.

Trio Detektif 26 Misteri Kuda Tanpa Pendekar Naga Geni 24 Pendekar Empat Permainan Maut Cat And Canary Karya
^