Pencarian

Aksara Iblis 2

Raja Gendeng 27 Aksara Iblis Bagian 2


"Hari ini Anjarsari membenci pemuda itu. Tapi siapa tahu kelak dewi cinta mempersatukan mereka. Begitulah yang selalu menjadi harapan tua bangka ini."

Gumam Si Gembala Api sambil tatap kedua orang itu.


******


Setelah ikut terlibat dalam melakukan penyerbuan dikediaman Pendekar Sesat enam purnama, gadis berpakaian warna-warni yang dikenal dengan dengan sebutan Dewi Kipas Pelangi sebagaimana telah dikisahkan dalam episode Putera Pendekar Sesat segera melanjutkan pengembaraan menuju ke utara.

Setelah menempuh perjalanan berhari-hari, sampailah gadis ini disebuah pondok sederhana di lereng gunung Bismo.

Niatnya datang ke tempat itu adalah untuk memberi kabar tentang telah tewasnya Pendekar Sesat pada salah seorang sesepuh Rimba Persilatan yang pada masa itu paling berpengaruh ditanah Dwipa.

Adapun orang yang dimaksud tak lain adalah Kanjeng Empu Basula.

Tapi ketika Dewi Kipas Pelangi sampai ditempat yang dituju, ternyata pondok dalam keadaan sunyi. Pintu pondok tertutup rapat. Dewi Kipas Pelangi kemudian berjalan berkeliling disekitar pondok mengharap bisa menemukan orang yang hendak ditemuinya.

Dugaannya keliru.

Orang yang dicari tidak ditemukan.

Sebaliknya dibelakang pondok dia menemukan ceceran darah yang telah mengering.

Ceceran darah yang telah menempel dibebatuan dan dinding pondok yang terbuat dari anyaman bambu itu diteliti, diendus dan diamati dengan seksama.

Jelas darah itu bukan darah binatang tapi darah manusia.

Melihat keadaan ceceran darah itu kemungkinan terjadinya kira-kira tujuh hari yang lalu.

Dewi Kipas Pelangi menduga jangan-jangan telah terjadi sesuatu dengan orang yang hendak ditemuinya.

Dia lalu bergegas kembali ke depan pondok. Sesampainya didepan pintu dia memanggil sang kanjeng.

Tapi sampai suaranya serak parau dari dalam tidak kunjung terdengar jawaban.

"Apa yang terjadi dengannya?"

Pikir Dewi Kipas Pelangi.

Tidak ingin berlama-lama gadis ini mendorong pintu didepannya.

Ternyata walau tertutup rapat pintu tidak dikunci dari dalam.

Pondok terbuka.

Dari dalam pondok menebar hawa aneh yang sangat tajam menusuk seperti bau damar yang terbakar.

Begitu mengendus aroma tajam ini kening sang dara tampak berkerut.

"Seingatku Kanjeng tidak suka aroma kemenyan, kelembak atau damar. Siapa yang datang dan kemana perginya Kanjeng Empu Basula?!"

Membatin sang Dewi.

Saat itu matahari sudah berada diketinggian.

Suasana didalam pondok walau tanpa penerangan cukup terang.

Sambil menduga-duga kemungkinan yang akan terjadi, Dewi Kipas Pelangi memperhatikan kesegenap penjuru pondok.

Tidak banyak barang berharga didalam pondok.

Walau sang kanjeng dulunya berasal dari keluarga bangsawan.

Namun kakek yang satu itu telah lama meninggalkan segala bentuk kemewahan dunia.

Dia lebih memilih meninggalkan rumahnya yang mewah, lalu mengasingkan diri dan menetap di lereng Bisma.

Semua kesederhanaan sikap dan jalan hidup sang kanjeng dapat dilihat dari perabotan serta peralatan yang dibutuhkan untuk kepentingan sehari-hari.

Piring, mangkok, cangkir dan lainnya semua terbuat dari gerabah.

Dalam ruangan yang tidak berkamar itu juga hanya ada sebuah balai ketiduran terbuat dari anyaman bambu, berlapiskan jerami dan kapas.

Disamping itu ada beberapa perangkat pakaian tergantung di pojok dinding.

Setelah cukup lama memperhatikan setiap penjuru pondok.

Kini dia semakin yakin sang kanjeng setidaknya telah meninggalkan tempat kediaman lebih dari sepekan.

"Apakah Kanjeng pergi untuk suatu kepentingan? Bagaimana kalau dia diculik atau dihabisi oleh seseorang?"

Sang Dewi menggelengkan kepala mencoba membantah kemungkinan buruk yang sempat terlintas dalam benaknya.

"Kanjeng adalah orang yang sangat baik. Sepengetahuanku beliau tidak mempunyai musuh. Tapi kejahatan dan kekejaman bisa saja bermula dari sebuah persoalan yang sangat sepele."

Kata Dewi Kipas Pelangi.

Si gadis terdiam.

"Darah yang kutemukan dibelakang pondok itu. Apa itu darahnya Kanjeng.Aneh perasaanku tidak enak, firasatku mengatakan sesuatu telah terjadi atas dirinya. Kemana aku harus mencari, kemana aku harus menyusul. Aku tidak pernah tahu dimana biasanya Kanjeng menghabiskan waktu."

Batin Dewi Kipas Pelangi lagi.

Setelah tidak menemukan orang yang dicari, sang Dewi kemudian melangkah keluar tinggalkan pondok.

Sesampainya diluar segera dia ingat dengan Jati tua yang tertetak ditepi telaga kecil, Disana ada sebuah bangku panjang tempat sang kanjeng melepas penat pada hari-hari tertentu.

Tidak menunggu lama setelah menutup pintu kembali, Dewi Kipas Pelangi segera bergegas menuju ke telaga itu. Sesampainya ditelaga ternyata sang Dewi juga tidak melihat orang yang dicari.

Bangku panjang kosong, beberapa helai daun kering bertabur diatas bangku pertanda tempat itu tidak lagi pernah disambangi, Namun ketika Dewi Kipas Pelangi berniat hendak tinggalkan tepian telaga, sudut matanya melihat ada ada guratan beberapa baris kata yang agaknya dibuat dengan tergesa-gesa.

Penasaran sang Dewi mendekatinya.

Setelah memperhatikan dengan seksama dara ini makdum walau coretan dibuat dengan tangan terburu-buru jelas yang membuatnya adalah orang tua yang dicari,

Diapun lalu membacanya.

"Pendekar Sesat memang bisa dihentikan. Apalagi banyak orang bergabung dalam penyerbuan.
Aku mendengar tujuh tokoh penting dari Puncak Akherat juga ikut memberi dukungan. Pendekar Sesat mustahil bisa menyelamatkan diri. Manusia bejad kelakuan rendah budi pekerti itu bisa dibuat binasa, namun yang namanya kejahatan selalu muncul tidak terduga. Aku tidak bisa menunggu kabar darimu, Dewi.
Saat ini ada kepentingan mendesak. Aku harus pergi untuk mencegah terjadinya pertumpahan darah yang jauh lebih besar, Aku tidak dapat membiarkan orang lain melakukan kejahatan baru. Aku juga merasakan bahwa kitab Aksara Iblis akan segera menemukan jodohnya.Semua ancaman kalau aku mampu akan kuhentikan.Kepadamu aku meminta segeralah hubungi tokoh-tokoh yang pernah bergabung dalam penyerbuan ditempat kediaman Pendekar Sesat.Ingatkan mereka bahwa Iblis yang lain akan muncul menggantikan sepak terjang Pendekar Sesat. Kau tak usah mencari aku. Lakukan saja perintahku."

Pesan terakhir sampai disitu.

Di ujung sebelah kanan pesan tertera nama sang Kanjeng.

Dewi Kipas Pelangi tertegun.

Dia tidak tahu siapa iblis yang dimaksudkan oleh Kanjeng Empu Basula.

Adapun mengenal kitab Aksara Iblis yang disebut-sebut dalam pesan yang dibuat oleh sang Kanjeng, Dewi Kipas Pelangi memang pernah mendengarnya.

Beberapa belas tahun yang lalu kitab Aksara Iblis memang pernah membuat geger dunia persilatan.

Banyak tokoh baik golongan hitam dan golongan putih yang berusaha mendapatkan kitab tersebut.

Tapi tidak seorangpun yang berhasil mendapatkan kitab itu, bahkan keberadaannya pun sampai saat ini tidak ada yang mengetahuinya.

"Kanjeng telah pergi. Jadi aku tidak tahu ceceran darah siapa yang kutemukan dibelakang pondoknya. Seharusnya aku mencari tahu apakah ada seseorang yang tewas disekitar sini. Tapi perintah Kanjeng agar segera menghubungi orang- orang yang terlibat dalam penghakiman Pendekar Sesat nampaknya tidak dapat ditunda lagi!"

Setelah mempertimbangkan, gadis ini akhirnya memutuskan untuk segera menghubungi beberapa tokoh penting antara lain. Si Kedip Mata yang berdiam di Pasuruan, Giring Sabanaya, Ariamaja juga Pranajiwa.

Mengingat letak tempat tinggal Pranajiwa berada tidak begitu jauh dari gunung Bismo tempat dimana dirinya berada saat itu, maka kesanalah Dewi Kipas Pelangi lebih dulu pergi.

Dalam perjalanan panjang yang cukup melelahkan itu. Sang Dewi sebenarnya merasa tidak tenang.

Dia merasakan seperti ada orang yang mengikutinya.

Anehnya walau dia berusaha mencari tahu siapa adanya sang penguntit tersebut namun dia tidak bisa menemukan orangnya.

Sedangkan keanehan lain, Dewi Kipas Pelangi melihat langit tampak merah.

Suasananya lengang tanpa hembusan angin, padahal sehari sebelumnya suasananya biasa saja.

"Alam telah memberikan tanda-tandanya. Yang kusaksikan sesuai dengan apa yang pernah dikatakan Kanjeng. Maut mengintai siapa yang lengah. Namun siapa yang akan menjadi korban."

Baru saja Dewi Kipas Pelangi berucap demikian, tiba-tiba saja terdengar suara pekikan keras diketinggian langit .

Terkejut gadis ini lalu layangkan pandangan menatap ke arah ketinggian.

Dia melihat seekor elang berbulu hitam melayang-layang diatas sana.

Burung itulah yang tadi keluarkan suara memekik. Elang diatas terbang berputar-putar.

Pasti tidak jauh disekitar sini ada sekelompok orang.

Membatin sang Dewi didalam hati.

Dia lalu memutuskan mengikuti searah terbangnya sang elang.

Sampai disebuah bukit kecil langkah gadis ini terhenti.

Memandang ke arah kejauhan diantara pepohonan dijalan setapak dia melihat dua penunggang kuda, tidak ada rombongan lain.

Hanya dua penunggang kuda itu.

Salah satu penunggang kuda yang berada didepan berpakaian merah berambut panjang.

Sedangkan dibelakangnya mengikuti seorang penunggang kuda lainnya berpakaian putih bertubuh pendek cebol.

Dewi Kipas Pelangi menahan nafas.

Jantungnya berdetak lebih keras.

Dia merasa mengenali sang penunggang kuda berpakaian merah, namun dia tidak mengenali orang bertubuh pendek yang mengiringi dibelakangnya.

Karena jarak antara bukit dengan jalan yang dilalui kedua orang berkuda terpaut cukup jauh, maka agar dugaannya tidak keliru. Dewi Kipas Pelangi segera berkelebat menyusul kedua penunggang kuda itu.

Setelah jarak mereka hanya terpaut sekitar sepuluh tombak, gadis ini hentikan larinya.

Dia memperhatikan kedua orang itu. Sang Dewi tersenyum.
Raja Gendeng 27 Aksara Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Dugaanku tidak meleset. Orang tua berkumis rapi memakai ikat kepala merah itu bukan lain adalah paman Pranajiwa."

Si gadis segera saja hendak berseru memanggil orang berpakaian merah yang memang Pranajiwa adanya.

Tapi entah mengapa mulut yang hendak dibuka terkatub kembali.

"Ada kakek cebol berjanggut pajang menjula mengikuti dibelakang paman Pranajiwa, aku tidal mengenalnya. Mereka memacu kuda tanpa bicara. Sepertinya mereka sedang tergesa-gesa. Dan paman Prana... mengapa dia seperti orang melamun. Terus memacu kuda tapi pandangan matanya kosong!"

Pikir Dewi Kipas Pelangi.

Segera saja sang Dewi ingat dengan pesan diatas batu yang ditinggalkan Kanjeng di tepi telaga

"Aku tidak dapat membiarkan orang lain melakukan kejahatan baru."

Kata-kata itu seperti menari dipelupuk matanya

"Aku harus menemui paman Pranajiwa.Aku tidak perduli dia bersama siapa.Amanat Kanjeng Empu Basula harus kusampaikan. Dengan demikian paman Prana dapat membantu menyebar pesan Kanjeng pada sahabat yang lain."


Setelah berpikir demikian, Dewi Kipas Pelangi melompat ke jalan menghadang Pranajiwa sambil berseru

"Paman...paman Prana? Engkau hendak kemana? Kebetulan sekali kita bertemu disini. Tadinya aku hendak ke rumah paman!"

Kata si gadis sambil tersenyum. Kuda tunggangan meringkik keras melihat kemunculan sang dara ditengah jalan.

Melihat ini si kakek kerdil berjanggut panjang selutut dengan pipa cangklong berselip di bibirnya menggebrak kudanya, Kuda bergerak maju.

Kini orang tua itu berada disamping kuda yang diduduki Pranajiwa. Tidak menghiraukan kakek berjanggut panjang sang Dewi berucap ditujukan pada Pranajiwa.

"Paman kau tidak menjawab pertanyaanku. Kau hendak kemana?!"

Yang ditanya menatap ke arah Dewi. Sang dara melihat betapa mata itu kosong dan seperti orang bingung.

"Ada yang tidak beres telah terjadi terhadap diri paman Prana."

Menduga Dewi dalam hati. Dia lalu melirik pada kakek disamping Pranajiwa. Belum sempat membuka mulut si kakek telah mendahului.

"Anak gadis siapa kau? Apakah kau mengenal laki-laki yang bersamaku ini?"

Tanya kakek ingin penjelasan.

"Kau sendiri siapa orang tua? Tentu saja aku mengenalnya karena paman Pranajiwa sahabatku!"

Jawab Dewi Kipas Pelangi

"Kau tidak menjawab semua pertanyaanku. Tapi baiklah, aku adalah Si Jenggot Panjang."

Si kakek menyebut namanya.

"Aku Dewi Kipas Pelangi!"

Terang sang dara pula.

"Mengapa dia menjadi seperti ini.?"

Si Jenggot Panjang bersikap acuh. Tanpa menjawab pertanyaan Dewi Kipas Pelangi, sebaliknya dia melirik pada Pranajiwa lalu ajukan pertanyaan.

"Pranajiwa, apakah kau mengenal gadis yang mengaku sebagai sahabatmu itu?"

Yang ditanya melirik sebentar pada Dewi. Diluar dugaan dia menjawab.

"Aku tidak mengenal gadis itu!"

"Paman... aku Dewi sahabatmu. Mengapa kau berubah menjadi seperti ini?"

Seru sang dara kaget.

"Sesuatu yang hebat agaknya telah dialami paman Prana. Tapi apa?"

Batin Dewi Kipas Pelangi.

Dia memperhatikan orang tua itu lebih seksama.

Dia lalu melihat dekat telinga kiri Pranajiwa tertancap sebuah benda berwarna putih berkilat.

Benda itu sebelumnya tak pernah dilihat oleh sang Dewi. Apakah mungkin benda yang tertancap dibelakang telinga itu yang menjadi penyebabnya.

"Ada yang tidak beres. Mungkin saja kakek itu telah melakukan sesuatu kepada paman Prana"

Membatin Dewi Kipas Pelangi dalam hati.

"Anak gadis, mungkin saja kau mengenal Pranajiwa. Tapi ketahuilah... saat ini dia mengalami satu guncangan batin yang sangat luar biasa."

Terang si kakek tiba- tiba, membuat sepasang alis mata Dewi yang lentik berkerut.

"Guncangan batin? Apa yang membuatnya terguncang?"

Tanya sang Dewi yang menaruh curiga pada Si Jenggot Panjang.

Kakek itu tersenyum.

"Sebagai sahabat apakah kau lupa, Pranajiwa telah kehilangan kedua puterinya. Kematian puterinya membuatnya seperti ini. Dia lupa ingatan, Pranajiwa bahkan hampir lupa dengan namanya sendiri"

Dewi Kipas Pelangi tertegun.

Dia berpikir bukankah kematian kedua puterinya telah ditebus dengan kematian Pendekar Sesat.

Pada saat berpisah beberapa purnama yang lalu Pranajiwa dalam keadaan baik-baik saja.Tidak ada yang ganjil

"Aku tidak lupa, Dia memang telah kehilangan kedua anaknya.Tapi kejadiannya telah lama berlalu, mengapa gilanya baru sekarang?"

Tanya Dewi Kipas Pelangi sambil tatap mata Si Jenggot Panjang.

"Kalau itu aku tidak tahu. Aku bukan orang yang mengerti jalan pikiran seseorang. Harap dimaafkan!"

"Lalu kau mau membawanya kemana?"

Tanya sang Dewi.Belum sempat Si Jenggot Panjang menjawab.

Tiba-tiba Pranajiwa membuka mulut,

"Kami berdua akan ke kuburan. Si Jenggot Panjang telah berjanji padaku. Dia akan membangkitkan kedua anakku. Dia bisa menghidupkan kedua anakku yang sudah mati. Ha ha ha!"

Ucapan itu tentu saja membuat Dewi Pelangi terperangah sekaligus menyadari ada sesuatu yang tidak beres telah dilakukan Si Jenggot Panjang berhadap diri Pranajiwa.

Sementara Si Jenggot Panjang diam menggeram mendengar ucapan pranajiwa.

"Kurang ajar! Harusnya dia tidak bicara seperti itu. Kalau dia diam saja semua pasti berjalan sesuai rencana."

"Orang tua! Aku tidak tahu apakah paman Pranajiwa yang gila ataukah dirimu? Apa yang telah kau perbuat terhadapnya? Kau bisa menghidupkan orang yang sudah mati? Puah....Membuat hidup seekor kutu busukpun kujamin kau tak akan mampu melakukannya. Hendak kau apakan dia? Siapa kau sebenarnya?"

Teriak Dewi Kipas

"Kau tidak perlu tahu. Sebaiknya engkau menyingkir jika tidak ingin mati"

Teriak Si Jenggot Panjang yang merasa sebagian tipu muslihatnya telah diketahui gadis itu.

Sret!

Teriakan Si Jenggot Panjang disambut dengan melesatnya kipas dari balik pinggang Dewi Kipas Pelangi.

Melihat kipas terkembang ditangan sang Dewi. si kakek tersenyum sambil mengelus jenggot panjangnya.

"Kau hendak menyerangku dengan kipas cantik itu?"

Kata Si Jenggot Panjang mencibir.

"Aku bahkan akan mencabik mulut busukmu jika kau tetap bicara dusta! Aku bukan orang bodoh. Benda yang menancap dibelakang telinga paman Prana pasti yang menjadi penyebab hilangnya ingatan orang tua itu. Sungguh keji perbuatanmu. Sekarang lebih baik jawab saja pertanyaanku, hendak kau bawa kemana paman Prana!"

Hardik sang Dewi tak kuasa lagi menahan kemarahannya.

"Gadis berparas elok, Kalau kau ingin tahu, lebih baik kau ikut bergabung bersama kami. Disana nanti sesampainya ditempat yang kami tuju kau juga akan tahu semuanya..! Ha ha ha!"

Jawab Si Jenggot Panjang diiringi gelak tawa.

Seet!

Byar!

Sambil menggerung tanpa banyak bicara lagi Dewi Kipas Pelangi melesat ke arah si kakek.

Kipas ditangan dikibaskan ke depan, membabat ke arah tenggorokan orang tua itu disertai suara desir aneh dan kilatan cahaya tujuh warna.

Diatas kuda Si Jenggot Panjang tersenyum, tanpa bergeser dari tempat duduknya dia menarik tubuhnya kebelakang hindari tebasan ujung kipas yang tenyata dipenuhi deretan pisau tajam runcing berkilat terkena pantulan cahaya matahari.

Serangan sang Dewi luput, lewat seujung kuku dari wajah si kakek.

Orang tua ini segera pukulkan tangannya ke tangan lawan yang memegang kipas. Namun diluar dugaan sang Dewi tiba-tiba memutar tubuh kesamping.

Begitu tubuh berbalik ikut berputar lalu kembali menyambar tubuh si kakek dari sebelah bawah hingga ke atas.

Orang biasa mendapat serangan begitu rupa pasti tidak mungkin lolos dari kematian.

Tapi Si Jenggot Panjang ternyata bukan orang tua sembarangan.

Melihat kipas yang terkembang berbalik siap menjobol dadanya.

Dia jatuhkan dirinya dalam keadaan rebah sama rata dengan punggung kuda. Setelah itu kaki kanannya dihantamkan ke depan mencari sasaran di pinggang lawan.

Menyadari serangan keduanya gagal malah lawan menghantamnya dengan tendangan keras sang Dewi segera menyambut tendangan itu dengan tinju tangan kiri.

Plak!

Duuk!

Benturan keras antara tangan dan kaki lawan membuat sang Dewi terdorong ke belakang.

Dia membuat gerakan jungkir balik hingga dapat jatuhkan diri dengan kedua kaki menjejak tanah terlebih dahulu.

Tanpa menghiraukan sakit akibat benturan ditangannya, gadis ini segera kerahkan tenaga dalam kebagian kaki dan tangannya.
Raja Gendeng 27 Aksara Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Memandang ke depan dia melihat lawan telah berdiri diatas kudanya sambil berkacak pinggang

"Kau cukup lincah! Tenaga dalammu boleh juga!"

Si Jenggot Panjang memuji.

"Tapi kau masih belum cukup tangguh untuk menghadapi lawan sepertiku. Sekejab lagi kau akan roboh. Setelah tidak berdaya akan kutancapkan pula jarum Sukma Kelana sehingga kaupun bakal kehilangan ingatan seperti sahabatmu Pranajiwa."

"Kalau aku suka aku akan tidur denganmu, setelah bosan kau akan dijadikan budak Sang Kuasa Agung.Ha ha ha...!"

Setelah berkata demikian dengan gerakan seperti orang melompat kedalam air, Si Jenggot Panjang melesat ke arah sang Dewi.

Tangan kiri dipentang siap dihunjamkan ke bagian ubun-ubun gadis itu. Sedangkan tangan kanan melesat lancarkan totokan dibagian tengkuk dan punggung gadis ini.

Dua serangan yang dilancarkan Si Jenggot Panjang bukan sembarangan, Sergapan lima jari yang menghujam dibatok kepala lawan dikenal dengan serangan Peremuk Tulang Pelumpuh Jiwa.

Mahluk apapun yang menjadi korbannya dapat dipastikan seluruh tulang belulangnya meleleh dan bakal mengalami kematian secara mengenaskan.

Sementara totokan yang dilakukan Si Jenggot Panjang juga tidak kalah dahsyatnya.

Orang yang menjadi korbannya tidak hanya kehilangan kesadarannya tapi juga bisa membuatnya linglung seumur hidup.

Dewi Kipas Pelangi menyadari betapa ganasnya serangan lawan.

Dari sambaran angin dan kilatan cahaya yang membersit dari semua jemari lawan saja sang Dewi maklum semua serangan itu ganas dan keji.

Tidak menunggu lama, gadis itu tekuk kaki depannya.

Dengan menggunakan tenaga luar dan dalam dia kebutkan kipas ditangan ke atas sementara sambil miringkan tubuh kesamping dia memutar kepalanya.

Serangan Si Jenggot Panjang yang seharusnya menghantam batok kepala gadis itu luput.

Totokan yang mengarah kebagian tengkuk juga meleset. Tapi totokan yang meluncur dibagian punggung masih mengancam. Tidak ada pilihan lain, gadis ini jatuhkan diri ke tanah.

Begitu kedua siku menyentuh tanah dia cepat berbalik. Tiga jengkal diatasnya Si Jenggot Panjang yang melihat tiga serangan mautnya tidak mengenal sasaran segera pergunakan kakinya untuk menendang tubuh sang Dewi.

Diserang dalam jarak sedekat itu dan berlangsung sedemikian cepat. Dewi Kipas Pelangi segera hantamkan tinju tangan kirinya ke arah kaki si kakek

Duuk!

Kaki Si Jenggot Panjang kena jotos.

Si kakek tersentak, namun tiba-tiba saja dia hentakkan kakinya yang lain.

Dess!

"Ugkh...!"

Gadis itu terlempar ke atas terkena tendangan si kakek.

Perut yang kena ditendang serasa remuk. Nafas sang dara juga sesak bukan main.

Selagi tubuhnya meluncur ke bawah, si kakek yang sudah jejakkan kaki segera menyerbu ke arahnya dan kini lepaskan satu pukulan keras yang mengarah ke dada sang Dewi. Walau perut didera rasa sakit luar blasa, namun gadis ini sempat melihat pukulan yang dilancarkan kakek itu.

Sambil menggeram dengan menggunakan kipas yang masih tergenggam ditangan kanannya dia menyambut serangan yang datang dengan jurus Kipas Penangkal Hujan.

Ketika kipas dikebutkan ke arah deru angin yang memancar dari telapak tangan si kakek. Terlihat tujuh cahaya warna warni mirip pelangi berlesatan dari setiap helai kipas.

Ke tujuh cahaya indah namun ganas itu terus menghantam pukulan si kakek. Deru angin dan hawa dingin yang dilepaskan Si Jenggot Panjang tersapu musnah.

Tiga cahaya yang terdiri dari merah, biru dan ungu yang melesat bersama empat cahaya lainnya meledak menjadi serpihan.

Tapi empat cahaya yang tersisa terus meluruk deras ke arah si kakek.

Seperti empat mata pisau tajam cahaya itu menghujani tubuhnya.

Sambil semburkan sumpah serapah Si Jenggot Panjang kibaskan kedua tangan ke depan.

Gerakan menghalau yang dilancarkan kakek ini mampu memusnahkan tiga cahaya, namun satu yang luput dari sambaran Si Jenggot Panjang menembus dada orang tua itu.

Terdorong oleh cahaya yang menghantam dada membuat si Jenggot Panjang terjungkal kebelakang.

Pakaian putih disebelah dada robek dan hangus, darah menyembur dari luka menganga.

Hebatnya dalam keadaan terluka ditembus cahaya Si Jenggot Panjang masih sanggup berdiri. Sejenak, selagi Dewi Kipas Pelangi bangkit berdiri setelah sebelumnya terjatuh dengan dua kaki tertekuk.

Orang tua itu perhatikan luka didadanya.

Mata cekungnya mendelik besar saat menyadari dirinya terluka parah

"Gadis keparat! Baru kau seorang yang bisa melukai aku seperti ini!"

Geramnya sambil menelan ludah. Tapi orang tua itu kemudian menyeringai. Sambil menatap ke depan dia tiup kedua telapak tangannya.

"Kau mengira bisa membunuhku? Ha ha ha!"

Si Jenggot Panjang umbar tawa tergelak.

Dia merobek pakaian disebelah depan hingga luka yang menganga terlihat jelas. Kemudian dengan menggunakan kedua telapak tangannya yang telah ditiup, dia mengusap luka itu. Setelah diusap sebanyak tipa kali, si kakek segera turunkan kedua tangannya.

Dewi Kipas Pelangi terkesima sekaligus keluarkan seruan kaget. Luka didada lawan lenyap seketika tidak meninggalkan bekas sedikitpun.

"ilmu tipuan iblis!"

Seru sang Dewi tidak percaya dengan penglihatannya sendiri.

"Ha ha ha! Aku sudah mengatakan bukan perkara mudah untuk membunuhku!"

Dengus Si Jenggot Panjang.

Berkata demikian si kakek segera silangkan dua tangan didepan dada.

Mulut yang terlindung kumis putih tertutup rapat.

Pipa yang terselip dibibirnya tiba-tiba menyala.

Si Jenggot Panjang menyedot pipanya dalam-dalam.

Setelah itu dia melompat ke depan dan kembali menyerang.

Dua pukulan disertai tendangan yang mengandung tenaga dalam tinggi dihantamkan sekaligus.

Begitu tangan dan kaki berkelebat, menderu tiga larik cahaya berbentuk alur berulir seperti cambuk.

Masing-masing serangan melabrak ke bagian dada, wajah juga lutut sang Dewi.

Mendapat tiga serangan ganas yang berlangsung bersamaan, Dewi Kipas Pelangi melompat kebelakang sekaligus lambungkan tubuhnya ke udara.

Selagi melesat diketinggian dia menangkis serangan yang mengarah dibagian wajah dengan tangan kiri.

Dengan tenaga dalam penuh kipas dikebutkan dari atas ke bawah.

Deru angin laksana amukan badai disertai kilatan tujuh cahaya menghantam ke arah si kakek, membuat tubuh kerdilnya tergontai namun serangan yang dilancarkannya tidak mengendur.

Tidak dapat dihindari terjadi benturan keras disertai ledakan hebat. Gadis itu jatuh terbanting, sekujur tubuhnya serasa remuk.

Tak jauh didepannya Si Jenggot Panjang berdiri tergontai, kedua pipinya melem-bung seperti meletus. Selagi Dewi Kipas Pelangi mencoba bangkit berdiri.

Kesempatan itu dipergunakan oleh si kakek untuk menghembuskan asap pipanya yang terkumpul dirongga mulut

Puuh!

Asap putih kelabu bergulung menebar memenuhi udara.

Sebagian menyerbu ke arah sang dara hingga sang Dewi mengendus aroma aneh seperti bau damar.

Khawatir si kakek menebar asap beracun, sang Dewi segera tutup jalan nafasnya.

Tapi tindakan ini cukup terlambat karena sebagian asap sempat terhirup olehnya. Hanya dalam waktu sekejab Dewi Kipas Pelangi tiba-tiba merasakan tanah yang dipijaknya bergoyang, pandangan mata berkunang-kunang dan kepala terasa berat berdenyut.

Gadis ini limbung.

Sekuat tenaga dia bertahan agar tetap sadarkan diri.

Tapi gadis ini kemudian jatuh terduduk.

Didepannya dia melihat Si Jenggot Panjang menyeringai.

Sambil keluarkan sesuatu dari kantong kecil berwarna hitam dia keluarkan benda kecil tipis, namun runcing.

Itulah Jarum Sukma Kelana yang ganas mengandung racun keji yang sanggup menghilangkan ingatan seseorang

"Jarum ini akan membuatmu gila seperti Pranajiwa.Ha ha ha!"

Si kakek kemudian melangkah mendatangi. Dalam keadaan diri terancam bahaya, Dewi Kipas Pelangi berusaha bangkit untuk menghindari si kakek. Tapi baru saja berdiri dia jatuh lagi.

"Kau tidak bisa kemana-kemana. Asap itu adalah sejenis pembius. Kini racunnya mengalir diseluruh tubuhmu!"

Dengus si kakek. Tangan kiri Si Jenggot Panjang lalu dijulur, tangan kanan siap tancapkan jarum Sukma Kelana.

Namun sebelum tangan si kakek sempat menyentuh lengan Dewi Kipas Pelangi.

Tiba-tiba saja keheningan yang mencekam dikejutkan oleh derap suara langkah kuda.

Jika sang Dewi terkejut menyangka yang datang adalah temannya si Jenggot Panjang.

Sebaliknya si kakek kaget tidak mengira ditempat terpencil seperti itu ternyata masih ada juga orang yang lewat. Si Jenggot Panjang batalkan niatnya.

Cepat orang tua ini balikkan badan.

Memandang ke depan tahu-tahu sejarak satu tombak didepannya berdiri tegak seekor kuda berbulu hitam.

Diatas kuda duduk seorang pemuda bertelanjang dada, bercelana panjang warna cokelat bersepatu dari kulit ular.

Mata pemuda itu terlindung dua batok kelapa berwarna hitam seukuran telur dijalin sedemikian rupa hingga bentuknya seperti kaca mata.

Walau mata tertutup dua batok tapi dia dapat melihat dengan jelas.

Menatap ke arah kuda si kakek melihat dua rongga besar menganga.

Raja Gendeng 27 Aksara Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bola mata kuda amblas lenyap.

Tapi yang mengagumkan walau tidak mempunyai biji mata namun kuda itu dapat berlari secepat topan berhembus. Melihat kuda dan penunggangnya wajah Si Jenggot Panjang berubah pucat pasi.

Sekujur tubuh gemetar, dengan suara terbata, orang tua ini berkata,

"Kau... Mengapa kau berada disini? Bukankah kau adalah Pemburu Dari Neraka?!"

Pemuda diatas kuda berkaca mata batok tersenyum dingin. Sedingin wajahnya dia menjawab,

"Kau sudah tahu, mengapa bertanya lagi. Aku selalu ada dimana pun kau membuat rencana. Bukankah demikian suratan takdir yang telah ditentukan?"

"Siapa Pemburu Dari Neraka? Aku tidak dapat melihatnya dengan jelas. Pandanganku kabur, apa saja yang kulihat berbayang."

Membatin Sang Dewi.
Diam-diam gadis ini kerahkan tenaga dalam untuk melenyapkan pengaruh asap pembius yang mendekam dalam tubuhnya.

Tapi usahanya tidak memberikan hasil yang cukup berarti.

Ingin rasanya dia tinggalkan tempat itu secepatnya selagi masih ada kesempatan.

Namun rasa ingin tahu gerangan apa yang terjadi selanjutnya membuat sang Dewi batalkan keinginannya.

Sementara itu Si Jenggot Panjang yang agaknya merasa sungkan terhadap Pemburu Dari Neraka sedang memutar otak mencari cara untuk meloloskan diri dari pemuda itu.

Dia tidak ingin pergi dengan tangan hampa.

Jika Dewi Kipas Pelangi tak dapat dibawanya serta, setidaknya Pranajiwa harus ikut bersamanya. Walau memiliki ilmu kesaktian tinggi, Si Jengot Panjang rupanya tidak ingin terlibat bentrok dengan Pemburu Dari Neraka.

Ini karena dia menyadari pemuda itu bukan manusia biasa.

Dia dapat dibaratkan sebagal malaikat pembunuh atau malaikat pencabut nyawa.

Dulu dalam kehidupan sebelumnya diantara keduanya pernah terlibat bentrok.

Tapi dari belasan kali perkelahian, hanya sekali saja Si Jenggot Panjang berhasil mengalahkan Pemburu Dari Neraka

"Aku tidak punya silang sengketa denganmu, mengapa kau selalu mencampuri urusanku?"

Tanya si kakek akhirnya.

Suara orang tua itu melunak karena diam-diam dia mengharapkan pengertian pemuda diatas kuda.

Pemburu Dari Neraka tersenyum. Dia menatap ke arah Dewi Kipas Pelangi.

Walau matanya tertutup dua batok namun pemuda ini dapat melihat gadis itu menderita keracunan.

Tanpa bicara dia mencabut sesuatu dari balik pinggang celananya, Kemudian sang pemburu melompat turun dari atas kuda.

Dihampirinya Dewi Kipas Pelangi, benda yang diambil dari balik celana kemudian ditusukkan ke atas kepala gadis itu.

Bless!

"Akh... apa yang kau lakukan padaku?"

Teriak sang Dewi kaget namun curiga.

"Aku baru saja menancapkan Jarum penangkal diubun-ubunmu. Dengan adanya jarum itu disana, kau jadi terlindung dari segala bentuk kejahatan, terutama kejahatan kakek itu. Kelak kau tidak akan pernah sakit, usiamu tambah panjang dan segala jenis racun tidak bakal sanggup menyakitimu."

Terang Pemburu Dari Neraka.

Setelah berkata demikian pemuda ini lalu balikkan tubuh.

Tapi begitu menghadap ke tempat dimana Si Jenggot Panjang berdiri.

Ternyata kakek itu telah lenyap.

Bukan Cuma Si Jenggot Panjang saja yang raib tanpa jejak.

Kuda yang dia tunggangi, Pranajiwa dan kudanya juga ikut lenyap.

"Mahluk culas jahanam! Kemanapun kau pergi aku pasti selalu menemukanmu!"

Geram pemuda itu. Pemuda itu layangkan pedang. Si Jenggot Panjang tetap tidak kelihatan. Namun sayup-sayup dikejauhan dia mendengar suara langkah dua kuda.

"Dia telah sampai dikejauhan! Jahanam betul. Kelak aku akan menggantungkannya di neraka!"

Ancam sang pemburu, Wajah pucatnya berubah menjadi merah padam. Tanpa menunggu, selagi sang Dewi merasakan penglihatannya mulai pulih, sakit dikepalanya berangsur lenyap.

Pemburu Dari Neraka bergegas menghampiri kudanya.

Melihat ini Dewi Kipas Pelangi berseru,

"Hei..tunggu. Kau hendak pergi kemana? Aku perlu bicara denganmu"

Pemburu Dari Neraka tidak perduli.

Dia yang telah duduk diatas kuda segera lambaikan tangannya di udara.

Kemudian entah darimana datangnya tahu-tahu ditangan pemuda itu telah tergenggam sebuah bendera dan sebuah gulungan kulit terikat pita merah.

Pita berikut lembar gulungan kulit dilemparkannya ke depan sang Dewi, lalu jatuh menancap dekat kaki si gadis.

"Aku tidak punya waktu menjelaskan padamu. Tapi semua yang menjadi petunjuk yang dapat kau jadikan pegangan ada dalam lembaran pesan itu. Jika kau pandai membawa diri, takdir akan membawamu menuju keselamatan dunia akherat. Namun bila kau menghambakan diri, rela diperbudak oleh hawa nafsumu. Kelak kau akan bertemu denganku di neraka paling jahanam!"

Selesai berucap demikian Pemburu Dari Neraka menggebah kudanya.

Kuda meringkik keras dan serta merta lenyap dari pandangan.

Terkejut mendengar ucapan pemuda itu ditambah kaget melihat kuda yang bisa berlari secepat badai. sang Dewi tidak sanggup berkata- kata.

Bahkan mengucapkan terima kasih pun tidak karena merasa tertegun.

Setelah menenangkan diri gadis ini segera raba ubun-ubunnya yang dipaku orang.

Dia terkejut dan heran.

Jarum yang ditancapkan tadi tenyata tidak ada diubun-ubunnya.

Benda penangkal itu raib dalam tubuhnya.

"Aneh! Tadi jelas-jelas aku merasakan kepalaku ditancapi jarum. Bendanya raib, bekasnya pun tak dapat kurasakan."

Kata sang Dewi.

Lalu tanpa banyak berpikir. Dewi Kipas Pelangi simpan kipasnya yang robek dibeberapa tempat.

Dia melihat didepannya ada bendera kuning dan gulungan kulit berpita merah segera diraihnya. Gulungan kulit diletakkan diatas pangkuan. Bendera kuning berbentuk segitiga dengan panjang tidak lebih dari tiga jengkal dipentang.

Mula-mula terlihat permukaan bendera yang polos.

Entah mengapa tiba-tiba hatinya tergerak untuk merentang bendera dibawah sinar matahari.

Bendera pun diangkat tinggi-tinggi. Sang Dewi memperhatikan permukaan bendera.

Walau samar gambar itu terlihat berupa peti mati.

Diatas peti mati terdapat tulisan.

"Kematian pasti datang di setiap kehidupan Insan.Aku berkuasa atas kematian itu.Karena aku adalah waktu. Barang siapa yang menyia-nyiakan aku, hidupnya berakhir dengan penyesalan"

Selesai membaca tulisan samar diatas gambar tembus pandang peti mati yang berwarna hitam dan putih, Dewi Kipas Pelangi mengusap tengkuknya yang mendadak jadi dingin.

"Pesan yang sarat akan makna. Diakah yang membuatnya?!"

Membatin sang Dewi didalam hati.

"Aku termasuk orang yang bisa menjadi bagian dari kematian itu. Aneh aku tidak pernah memikirkannya. Padahal dia datang dan pergi menghampiri setiap orang."

Kata sang dara.

Meremang tengkuk sang dewi.

Bendera kematian dilipatnya lalu diselipkannya dibalik kantong perbekalan.

Gulungan kulit diatas pangkuan lalu dibukanya.

Dia melihat gejolak api yang menyala-nyala serta hidangan makanan lezat perempuan cantik telanjang, kilau harta dan juga kursi yang mewah.

Aneh walau hanya sekilas melihatnya, sang Dewi segera mengerti makna gambar diatas lembaran kulit itu.
Tapi semua gambar yang mengisahkan kehidupan dunia itu tidak berdiri sendiri.

Diatasnya masih tertera untaian baris kalimat yang ditulis dengan indah dengan warna hitam menyolok.

Dengan tangan gemetar Dewi Kipas Pelangi membaca tulisan itu

"Jika usia adalah dosa. Jika harta adalah racun. Jika cinta adalah nafsu. Jika kedudukan adalah angkara murka. Jika keindahan adalah wanita. Jika semua yang dicinta adalah fitnah. Jika hidangan yang lezat adalah bangkai menjikkan. Maka semua itu adalah kegelapan. Yang merasa mulia sesungguhnya hina. Yang merasa bersih sesungguhnya kotor. Yang merasa suci sesungguhnya ternoda. Yang merasa adil sesungguhnya curang. Yang merasa amanat sesungguhnya menipu. Kemuliaan datangnya dari hati yang putih. Yang putih mustahil bercampur dengan yang hitam. Kini Angkara murka ada didepan mata. Siapa yang lengah dia bakal celaka"

Tulisan yang tertera diatas lukisan aneh berakhir sampai disitu.

Dewi Kipas Pelangi terdiam sambil merenung.

Dia berpikir setiap kata sarat dengan makna, tapi kata-kata itu bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan ditujukan pada setiap orang.

"Pemburu dari Neraka. Siapapun dia adanya mungkin bukan manusia seperti diriku. Aku akan menyimpan pesan ini agar kelak aku bisa menyampaikannya pada yang lain."

Kata sang Dewi. Gulungan kulit kembali disimpul dengan pita merah, lalu dia selipkan dibalik kantong perbekalan.

Sambil berdiri gadis ini berujar,

"Nampaknya keadaan semakin runyam.Kehadiran Pemburu Dari Neraka merupakan sebuah pertanda dunia persilatan sedang berada dalam ancaman bahaya besar. Aku harus menghubungi sahabat yang lain.Mudah-mudahan paman Prana dapat diselamatkan oleh pemuda itu."

Berkata demikian Dewi Kipas Pelangi pun kemudian berkelebat tinggalkan tempat itu.


******

Hulu kali Bayan ditengah malam sunyi.

Sesekali angin berhembus.

Raja Gendeng 27 Aksara Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara suara gemercik air menghadirkan perasan sejuk dihati kakek yang bernama Randu Wulih itu.

Hampir dua puluh tahun sejak peristiwa malam jahanam ditepi Jurang Watu Remuk Raga.

Orang tua yang usianya kini mencapai sembilan puluh tahun ini memutuskan mengundurkan diri dari dunia persilatan.

Setelah berhasil mencelakai dengan melempar musuh bebuyutan bersama sahabatnya.

Dia lalu menentukan jalan hidupnya sendiri.

Dia merasa lega karena Iblis Kolot musuh dari banyak tokoh golongan hitam dan putih menemui ajal didasar jurang Kini, sambil menghabiskan sisa hidupnya Randu Wulih memilih hidup dengan bercocok tanam.

Disamping itu si kakek itu juga lebih banyak mendekatkan diri pada Sang Hyang Pencipta.

Malam bertambah larut.

Embun menetes dari pucuk dedaunan.

Tapi entah mengapa Randu Wulih yang saat itu duduk dekat perapian malas beranjak dari pelepah kelapa yang didudukinya.

Dia luruskan kedua kaki, wajah ditengadah ke atas, mata menatap ke langit.

Bintang bertabur dilangit biru, bulan pancarkan cahaya kuning kemilau. Si kakek tersenyum menatap indahnya bulan.

Tapi senyumnya seketika lenyap ketka mendengar suara burung pungguk dibalik rumpun bambu. Randu wulih merasa terusik, dia memandang ke arah rumpun bambu yang lebat. Dalam hati dia berujar,"

"Setiap bulan terang aku selalu mendengar suara burung itu, tapi mengapa kali ini mendengar suaranya hatiku jadi gelisah?"

Semilir angin dingin tiba-tiba berhembus.

Perhatian si kakek kini beralih ke pondoknya.

Baru saja si kakek hendak bangkit.

Tiba-tiba saja dia mendengar suara orang menghembuskan nafas dibelakangnya.

Randu Wulih cepat palingkan kepala memandang ke belakang.

Dia melihat seorang pemuda berpakaian biru telah berdiri disana.

Orang tua ini pun bangkit berdiri. Sambil tatap pemuda berambut panjang didepannya dalam hati dia berkata,

"Pemuda ini nampaknya bukan orang sembarangan, Dia muncul begitu saja, aku bahkan tidak mendengar suara langkahnya. Sungguh mengagumkan!"

Diapun melangkah maju, lalu ajukan pertanyaan.

"Orang muda, kalau boleh aku tahu siapa dirimu? Mengapa kau muncul malam-malam begini. Apakah kau tersesat atau bagaimana?"

Melihat sikap si kakek yang ramah, pemuda itu pun tersenyum. Dia rangkapkan dua tangan dan bungkukkan badan sebagai sikap hormat, baru kemudian menjawab.

"Maafkan saya kek. Aku kesasar dan kemalaman di jalan."

Karena pemuda itu bersikap sopan, Randu Wulih pun berpikir tidak ada salahnya menghormat tamu.

"Oh begitu? Siapa namamu?"

Tanya Randu Wulih

"Nama saya Pura Saketi."

Pemuda itu menjawab dengan polos.

"Kakek sendiri siapa?"

Si pemuda bertanya pula.

"Aku Randu Wulih."

Singkat si kakek menjawab

"Apakah saya boleh melewatkan malam disini, kek."

Sambil berkata dia hampiri perapian yang hampir padam. Randu Wulih tambahkan beberapa potong kayu bakar untuk membuat api lebih besar. Si kakek anggukkan kepala.

"Tidak ada yang melarang, kau boleh disini. Kalau mau kau boleh menginap dipondokku. Didalam sana ada dua tempat tidur. Tempatnya sederhana, namun cukup baik untuk melepas penat."

"Aku berterima kasih atas kebaikanmu kek."

Pura Saketi yang sudah berjongkok didepan perapian julurlkan tangan ke dekat api.

Rupanya dia ingin mengusir hawa dingin yang mulai menggigit

"Kalau boleh tahu, kau ini sebenarnya hendak kemana?" tanya si kakek ketika ingat dengan tujuan si pemuda.

"Saya hendak ke selatan!"

"Ke Selatan?"

Pikir Randu Wulih.

"Diselatan ada gunung tinggi bernama gunung Bismo disebelah Puncak Akherat. Di tempat itu berdiam tujuh Tokoh."

"Ada kepentingan apa dia kesana. Apakah dia hendak menemui tujuh tokoh sakti itu?"

Pikir Randu Wulih bimbang. Dia menjadi resah. Semilir angin berhembus namun malam ini membuat hati si kakek tambah gelisah.

"Dia seperti pemuda baik-baik, tapi mengapa sejak dia muncul perasaanku malah tak tenang?"

Sekali lagi si kakek melirik ke depan. Diseberang perapian Pura Saketi dilihatnya duduk dengan terkantuk-kantuk. Baru saja si kakek hendak menyuruh si pemuda beristirahat dalam pondoknya. Tiba-tiba saja tubuh Pura Saketi berguncang keras tangan dan kedua kaki bergetar, tengkuk berjingkrak sepasang mata mendelik merah.

Melihat Pura Saketi yang menghawatirkan selayaknya orang yang dirasuki mahluk halus, si kakek segera bergegas hampiri pemuda itu.

"Apa yang terjadi dengan dirimu? Kau tidak sakit tapi seperti orang yang dirasuki mahluk halus."

Berkata demikian Randu Wulih julurkan tangannya. Tapi baru saja jemarinya menyentuh bahu pemuda itu. Tiba-tiba ada hawa panas luar biasa menyengat jemari tangan si kakek.

Randu Wulih bersurut mundur. Tangannya yang sakit seperti dipukul dia kibaskan. Selagi Randu Wulih terkesima dalam keheranan. Pura Saketi bangkit berdiri. Wajah pemuda itu tidak lagi ramah, tatap matanya nyalang memandang ke arah Randu Wulih dengan sorot penuh benci.

Ketika Pura Saketi membula mulut, maka suara yang keluar dari bibir pemuda itu bukan lagi suara aslinya melainkan suara seorang kakek.

"Randu Wulih, apakah kau masih ingat dengan diriku?"

SI Kakek terkejut. Suara serak dan berat itu rasa-rasa seperti dikenalnya.

"Tidak mungkin dia?"

Pikir Randu Wulih

"Dia sudah mati, tidak mungkin bisa merasuk menyusup dalam diri pemuda ini!"

Randu Wulih melangkah mundur sambil mengusap wajah dan tengkuknya yang dingin.

"Randu Wulih, bagaimana? Apakah kau sudah ingat siapa aku?"

Teriak arwah yang merasuki Pura Saketi

"Aku ingat tapi tidak begitu yakin. Bagaimana kau bisa berada dalam raga pemuda ini?"

Tanya Randu Wulih tegang.

Bukannya menjawab sang arwah tiba-tiba saja tertawa dingin.

"Kau tahu siapa pemuda ini? Dia adalah muridku, murid yang kudidik semasa aku berada di jurang Watu Remuk Raga. Aku memang sudah mati, tapi arwahku ini menumpang menetap didalam tubuhnya.Dengan demikian aku bisa membalaskan dendamku pada musuh-musuhku!"

"Hmm, semasa hidup kau manusla paling sesat. Setelah menjadi arwah pun ternyata kau bertambah sesat. Tapi hingga sekarang aku masih tidak percaya kau berhasil lolos dari maut setelah kami melemparmu ke dalam jurang!"

"Tua bangka tolol! Cidera berat ternyata tidak membuatku mati. Sejak saat itu aku bersumpah bakal mengangkat seorang murid. Kelak muridku kuminta untuk membunuhku agar aku bisa menjadikan raganya sebagai tumpangan arwahku. Kini aku berada dalam diri muridku, dengan demikian aku bisa menggunakan ilmu baru yang dia miliki. Selain itu aku juga bisa menggabungkan ilmuku dengan ilmu muridku! Ha ha ha!"

Kata Arwah Iblis Kolot melalui mulut muridnya.

Randu Wulih mendengus geram. Dia meludah sambil tatap pemuda didepannya. Ditujukan pada diri Pura Saketi yang sebenarnya. Randu Wulih berucap,

"Wahai anak muda, kau berkuasa atas dirimu sendiri. Jangan biarkan dirimu diperbudak oleh arwah gurumu. Sukmamu berhak mengusir dia karena sukmamu yang paling berhak atas tubuhmu!"

Mendengar ucapan si kakek tubuh Pura Saketi bergetar hebat seperti tengah terjadi pergulatan di dalam.

Tapi sukma si pemuda merasa tidak berdaya untuk mendesak keluar arwah Iblis Kolot yang memang tangguh.

"Murid bodoh! Jangan pernah dengarkan ucapan tua bangka itu!"

Teriak arwah Iblis Kolot. Pemuda itu tiba-tiba menggerung sambil menggebuk dadanya sendiri.

Dan yang sebenarnya gerakan menggebuk itu dilakukan oleh arwah Iblis Kolot untuk memberi pelajaran pada sang murid.

Habis menggebuk dada. Pura Saketi jadi batuk-batuk sendiri.

Tapi matanya kemudian menatap dingin pada Randu Wulih yang tegak tidak jauh didepannya.

"Ketahuilah Randu Wulih, sukma muridku tidak berdaya menolak kehadiran arwahku. Dia tidak pernah tahu apa yang menjadi rencanaku sejak dulu. Dia menghabisi aku sesuai dengan keinginanku, karena setelah terbunuh arwahku bisa menetap ditubuhnya. Dan keuntungan yang kudapatkan banyak sekali. Diantaranya aku menjadi lebih muda. Aku bisa menikah dengan kekasihku. Selain itu aku juga bisa mencari bekas musuh-musuhku dengan mudah."

"Mahluk laknat! Memangnya ilmu baru apa yang didapat oleh muridmu?"

Tanya si kakek

"Ha ha ha. Ilmu yamg kumaksudkan adalah ilmu Aksara Iblis!"

Mendengar disebutnya nama ilmu tersebut. Diam-diam Randu Wulih terkesima.

Dia bertanya dalam hati apakah ilmu itu yang dulu dicari-cari oleh Iblis Kolot?

Randu Wulih merasa tidak ada gunanya lagi berpanjang kata.

Arwah Sesat Iblis Kolot yang berada dalam diri Pura Saketi harus dimusnahkan untuk selamanya.

Walau dia sadar Iblis Kolot adalah lawan yang tangguh semasa hidupnya.

Apakah kini setelah menjadi arwah gentayangan dia masih sehebat dulu. Untuk membuktikannya si kakek yang sejak tadi telah salurkan tenaga dalam kebagian tangan segera merapal mantra ajian Macan Benggala.

Tubuh si kakek tiba-tiba saja meliuk laksana lilin yang digarang diatas bara api.

Begitu jatuhkan diri dan bergulingan sebanyak tiga kali diatas tanah. Seketika itu juga sosoknya telah berubah menjelma menjadi seekor harimau besar berbulu belang putih kecoklatan.
Raja Gendeng 27 Aksara Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Harimau jejadian itu kemudian menggeram, lalu melompat ke arah Pura Saketi dengan gerakan menerkam.

Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr Merivale Mall 01 Sang Idola Animorphs 36 Mutasi Mutation
^